i
EFEKTIVITAS PEMBERIAN SILASE DAN PROBIOTIK TERHADAP EKOLOGI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOL MENGGUNAKAN ANALISIS TERMINAL RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (T-RFLP)
RONI RIDWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis EFEKTIVITAS PEMBERIAN SILASE DAN PROBIOTIK TERHADAP EKOLOGI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOL MENGGUNAKAN ANALISIS TERMINAL RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (T-RFLP) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2009
Roni Ridwan NRP. P052060051
iii
ABSTRACT RONI RIDWAN. Effectivity of Silage and Probiotic on Rumen Ecology of Peranakan Ongole Cattle by Terminal Restriction Fragment Length Polymorphism (T-RFLP) Analysis. Under direction of SRI BUDIARTI and ACHMAD DINOTO. Silages and Probiotics additives were used for improvement of cattle productivity. Key of effectivity of silage and probiotics was changed observation direct or indirect roles on rumen ecology. The objective of this study was to examine the effects of silage and probiotics on ruminal ecosystems in vivo using molecular approach. Terminal-restriction fragment length polymorphism (T-RFLP) analysis was used to detect changes of ecology communities based on 16S ribosomal deoxyribonucleic acid (16S rDNA). Two rumen canulated PO cattle were fed several diet ie; (R0) basal diet dry matter basis (Pennisetum purpureum 70% and commercial concentrate 30%), (R1) silage (basal diet fermented using Lactobacillus plantarum BTCC570), (R2) silage + probiotics (Leuconostoc sp. BTCC531), (R3) Basal diet + probiotics (Leuconostoc sp. BTCC531). Digesta samples were colected 3 h after feeding for cellulolytic activities (DNS method), pH, parsial volatile fatty acids measurements (Gas Chromatography method), and T-RFLP analysis. T-RFLP analysis was performed using the 16S rDNA amplified from each sample. The lengths of the terminal restriction fragments were analysed after digestion with HhaI, HaeIII and MspI. Result showed that effectivities of silage and probiotics given together of index Smith and Wilson evenness applied to T-RFLP ecology data (Evar) 0.89±0.04 was the highest. It was significantly (p<0.05) increased rumen metabolism product (%mM) such propionic acid (19.44), valeric acid (0.76), isobutyric acid (2.21), isovaleric acid (1.77) compared with basal diet. T-RFLP analysis has a potency to be used for comparisons of complex bacterial communities, especialy to detect changes in community structure in respons to diferent variabels and showed rumen bacteria diversity in the rumen. Keywords: Silage, probiotic, rum en ecology, Evar, T-RFLP, metabolism product, 16S rDNA
iv
RINGKASAN RONI RIDWAN. Efektivitas Pemberian Silase dan Probiotik terhadap Ekologi Rumen Sapi Ongol menggunakan Analisis Terminal Restriction Fragment Length Polymorphism (T-RFLP). Dibimbing oleh SRI BUDIARTI dan ACHMAD DINOTO. Pemberian silase dan probiotik digunakan untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi. Efektivitas silase dan probiotik dapat diketahui dengan mengamati perubahan yang terjadi di ekosistem rumen baik secara langsung maupun tidak langsung setelah pemberian silase dan probiotik. Teknik terminal-restriction fragment length polymorphism (T-RFLP) digunakan untuk melihat perubahan ekologi suatu komunitas pada habitat tertentu dengan menggunakan metode berbasis 16S ribosomal deoxyribonucleic acid (16S rDNA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) efektifitas pemberian silase dan probiotik pada sapi peranakan ongol terhadap ekosistem rumen, 2) profil populasi bakteri rumen, dan 3) aktivitas rumen meliputi pH, aktivitas selulolitik, dan VFA parsial. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan gambaran efisiensi pakan dan probiotik pada ekosistem rumen yang selanjutnya dapat digunakan sebagai salah satu metode skrining pemberian probiotik tahap kedua secara in vivo. Penelitian ini menggunakan dua ekor sapi peranakan ongol fistula pada bagian rumen. Sebanyak empat perlakukan pemberian pakan dilakukan secara serial pada kedua sapi tersebut meliputi: 20kg bahan segar (BK 31,65%) pakan dasar mengandung (90% Pennisetum purpureum dan 10% konsentrat pakan produksi PT. Indofeed (R0), 20kg bahan segar silase (pakan dasar yang difermentasikan dengan Lactobacillus plantarum BTCC570 (BK 32,72%) (R1), 20kg silase ditambah 1 butir kapsul probiotik (Leuconostoc sp. BTCC531)/ekor/hari (R2) dan 20kg pakan dasar ditambah 1 butir kapsul probiotik (Leuconostoc sp. BTCC531)/ekor/hari (R3). Waktu setiap perlakuan pemberian pakan adalah dua minggu dan waktu pencucian rumen setiap perlakuan adalah 10 hari menggunakan pakan dasar (R0). Sampel isi rumen diambil dari setiap perlakuan melalui lubang fistula sebanyak 3 kali, yaitu pada hari ke-5, ke-10 dan ke-14. Pengambilan sampel dilakukan 3 jam setelah pemberian pakan. Sampel isi rumen dianalisis meliputi pengukuran; nilai pH dengan pH meter, VFA parsial dengan metode kromatografi gas, aktivitas enzim karboksimetilselulase dengan metode DNS dan analisis populasi mikroba rumen dengan metode
v
T-RFLP. Enzim restriksi yang digunakan dalam analisis T-RFLP adalah HhaI, HaeIII dan MspI. Data yang diperoleh pada parameter pH, VFA, dan aktivitas enzim selulase dari substrat rumen dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan rancangan percobaan tukar ganti dan dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf nyata 5% untuk melihat perbedaan yang nyata diantara perlakuan. Analisis indeks keragaman Evar dihitung dengan merataratakan data gabungan kedua sapi dari periode pengambilan sampel setiap perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberian silase dan probiotik efektif diberikan secara bersamaan dengan memperlihatkan indeks diversitas Smith and Wilson evenness (Evar 0,89±0,04) paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Sinergisme antara perlakuan dengan peningkatan keragaman bakteri rumen dalam profil aktivitas rumen, secara nyata (p<0,05) meningkatkan produksi (%mM) asam propionat (19,44), asam isobutirat (2,21), asam valerat (0,76) dan asam isovalerat (1,77) dibandingkan dengan pakan dasar. Pemberian silase dan probiotik secara terpisah memberikan pengaruh terhadap penurunan keragaman bakteri rumen. Profil aktivitas rumen dari pemberian silase secara nyata (p<0,05) meningkatkan pH (7,36), asam isobutirat (1,66%mM), dan penurunan asam butirat (5,34%mM), sedangkan pemberian probiotik memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap penurunan pH (6,30) dan ada kecenderungan dapat meningkatkan produksi (%mM) asam propionat (17,58), asam isobutirat (1,50), dan asam valerat (0,33). Analisis T-RFLP dapat digunakan dalam membandingkan komunitas bakteri yang komplek, terutama untuk melihat perubahan struktur komunitas pada variabel yang berbeda dan dapat memperlihatkan keragaman bakteri rumen.
vi
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bog or, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengu mumkan dan me mperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
vii
FEKTIVITAS PEMBERIAN SILASE DAN PROBIOTIK TERHADAP EKOLOGI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOL MENGGUNAKAN ANALISIS TERMINAL RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (T-RFLP)
RONI RIDWAN
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
viii
Judul Tesis
Nama NRP
: Efektivitas Pemberian Silase dan Probiotik Terhadap Ekologi Rumen Sapi Peranakan Ongol Menggunakan Analisis Terminal Restriction Fragment Length Polymorphism (T-RFLP) : Roni Ridwan : P052060051
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Sri Budiarti Ketua
Dr. Achmad Dinoto Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Bioteknologi
Dr. Ir. Muhammad Jusuf, DEA
Tanggal Ujian: 30 Januari 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Lulus:
i
PRAKATA Alhamdulillahhirobbil’alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Efektivitas Pemberian Silase dan Probiotik Terhadap Ekologi Rumen Sapi Peranakan Ongol Menggunakan Analisis Terminal Restriction Fragment Length Polymorphism (T-RFLP) ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April-Oktober 2008 dengan harapan dapat bermanfaat dalam memberikan gambaran efisiensi pakan dan probiotik pada ekologi rumen yang selanjutnya dapat digunakan sebagai salah satu metode skrining pemberian probiotik tahap kedua secara in vivo. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Sri Budiarti dan Bapak Dr. Achmad Dinoto selaku pembimbing Ketua dan Anggota, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan kepada Bapak Dr. Ir. Komang G. Wiryawan selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberi masukan, saran, dan perbaikan penulisan tesis ini. Kepada Ibu Dr. Yantyati Widyastuti yang telah banyak membantu dalam memfasilitasi penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini saya sampaikan banyak terima kasih. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Prasetya beserta jajarannya atas ijin dan kesempatan penulis dapat menempuh studi di Sekolah Pascasarjana IPB. Tidak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada project NITE-I Jepang yang telah memberi bantuan bahan penelitian. Terima kasih kepada Dr. drh Harry dan tim bedah Fakultas Kedokteran Hewan-IPB yang telah membantu dalam proses operasi fistula pada sapi penelitian ini. Kepada teman-teman kelompok penelitian mikrobiologi industri, staf laboratorium di Puslit Bioteknologi dan Biologi LIPI, teman-teman BTK 2006 terima kasih atas segala bantuan teknis dan dukungannya, serta semua pihak yang telah berpartisipasi dalam terselesaikannya tulisan ini. Rasa hormat dan penghargaan yang tulus, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua di Cianjur dan di Sumedang, istriku Tika Sundari, serta kedua anakku Kania Dewi Shiyam dan Muhamad Aqil Arrasyid atas doa, dukungan dan waktunya. Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan masyarakat. Bogor, Januari 2009 Penulis
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 16 Juli 1975 dari pasangan Alm. Endang Suanda dan Hj. Rohayati Fatimah. Pada tahun 1994 penulis lulus dari SMAN I Cianjur dan tahun 1996 penulis diterima di IPB melalui jalur UMPTN pada program studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (INMT) Fakultas Peternakan. Penulis berhasil menamatkan studinya pada tahun 2000 dan tidak lama kemudian penulis diterima bekerja di Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI sebagai peneliti sampai sekarang. Aktivitas keseharian sebagai peneliti dibidang mikrobiologi khususnya yang berhubungan Probiotik dan Bakteri Asam Laktat serta tergabung dalam kelompok penelitian mikrobiologi industri. Pada tahun 2003 penulis menikah dengan Tika Sundari dan telah dikaruniai sepasang anak (Kania Dewi Shiyam dan Muhamad Aqil Arrasyid). Penulis pada tahun 2006 melanjutkan studi S2 di Sekolah Pascasarjana IPB di program studi Bioteknologi.
iii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang....................................................................................... Tujuan dan Manfaat............................................................................ Hipotesis..................................................................................................
1 2 3
TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Rumen...................................................................................... Silase.......................................................................................................... Probiotik................................................................................................... Teknik Molekuler (T-RFLP)................................................................
4 6 8 10
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian......................................................... Alat dan Bahan...................................................................................... Metode Penelitian................................................................................ Penumbuhan Isolat.............................................................................. Pembuatan Silase................................................................................. Pembuatan Probiotik.......................................................................... Pembuatan Lubang Fistula............................................................... Perlakuan Percobaan........................................................................... Pengambilan Sampel Percobaan.................................................... Ekstraksi DNA Genom Bakteri Rumen ......................................... Analisis T-RFLP....................................................................................... Analisis Data Ekologi........................................................................... Pengukuran pH Rumen...................................................................... Analisis VFA Parsial.............................................................................. Aktivitas Enzim Selulase..................................................................... Analisis Data...........................................................................................
14 14 14 14 15 15 16 17 18 18 18 20 20 20 21 21
HASIL DAN PEMBAHASAN Silase dan Probiotik............................................................................. Ekstaksi DNA dan Amplifikasi PCR................................................ Analisis T-RFLP.......................................................................................
22 24 25
iv
Koefisien Similaritas (Cs).................................................................... Indeks Keragaman Smith and Willson evenness (Evar)......... Kedekatan T-RF (bp) dengan Organisme dalam RDP II........ Aktivitas Rumen....................................................................................
28 29 31 38
SIMPULAN DAN SARAN.................................................................................
45
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
46
LAMPIRAN.............................................................................................................
53
v
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4 5 6
Kandungan kimia bahan pakan dalam 100% BK..................... Hasil analisis VanSoest dari bahan pakan................................... Koefisien similaritas (Cs).................................................................... Indeks diversitas Smith and Wilson evenness (Evar)............... Kedekatan ukuran TRF (bp) dengan database pada RDP II. Aktivitas rumen dari VFA parsial dalam % mM........................
22 23 28 30 36 41
vi
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
9 10
11 12 13
Halaman 12 Alur analisis T-RFLP................................................................................. Sapi PO fistula pada bagian rumen.................................................. 17 Alur perlakuan percobaan dan periode pengambil sampel.... 17 Silase pakan dasar................................................................................... 22 Probiotik bubuk hasil freeze drying dan kapsul probiotik........ 24 Hasil amplifikasi dengan PCR dari semua perlakuan.................................................................................................... 25 Data hasil genescaning dengan ABI PRISM 3100 Appiled Biosystem.................................................................................................... 27 Dendogram kedekatan bakteri rumen pada kedua sapi berdasarkan pengelompokan pola T-RF dari tiga enzim restriksi HaeIII, HhaI, dan MspI menggunakan analisis 29 UPGMA......................................................................................................... Tampilan program T-RFLP v1.0 Beta1 untuk identifikasi T-RF peak secara online........................................................................ 32 Tampilan program T-RFLP v1.0 Beta1 dalam identifikasi T-RF yang dihasilkan oleh tiga enzim restriksi HaeIII, HhaI, dan MspI secara online........................................................................... 33 Elektroferogram genescan oleh enzim restriksi HaeIII pada sapi A dan sapi B...................................................................................... 34 Nilai pH isi rumen pada kedua sapi dari seluruh perlakuan..................................................................................................... 39 Aktivitas enzim selulolitik pada kedua sapi dari seluruh perlakuan..................................................................................................... 40
vii
DAFTAR LAMPIRAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Analisis sidik ragam aktivitas selulase......................................... Analisis sidik ragam pH isi rumen................................................. Analisis sidik ragam produksi asam asetat................................ Analisis sidik ragam produksi asam propionat........................ Analisis sidik ragam produksi asam butirat.............................. Analisis sidik ragam asam isobutirat............................................ Analisis sidik ragam produksi asam valerat.............................. Analisis sidik ragam produksi asam isovalerat......................... Hasil genescaning sampel R0 pada sapi A dari ketiga enzim restriksi....................................................................................... Hasil genescaning sampel R1 pada sapi A dari ketiga enzim restriksi....................................................................................... Hasil genescaning sampel R2 pada sapi A dari ketiga enzim restriksi....................................................................................... Hasil genescaning sampel R3 pada sapi A dari ketiga enzim restriksi....................................................................................... Hasil genescaning sampel R0 pada sapi B dari ketiga enzim restriksi....................................................................................... Hasil genescaning sampel R1 pada sapi B dari ketiga enzim restriksi....................................................................................... Hasil genescaning sampel R2 pada sapi B dari ketiga enzim restriksi....................................................................................... Hasil genescaning sampel R3 pada sapi B dari ketiga enzim restriksi.......................................................................................
Halaman 53 54 56 57 58 59 60 61 62 66 70 75 79 83 86 89
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Upaya peningkatan produktivitas ternak sapi pada saat ini banyak dilakukan oleh berbagai kalangan untuk memenuhi kebutuhan nasional, menurunkan angka impor (sapi induk 6.200 ekor, sapi siap digemukan 265.700 ekor dan daging sapi 25.949,2 ton yang setara dengan 96.108 ekor sapi siap dipotong (Deptan 2007)) dan menuju swasembada daging. Sapi
peranakan
ongol
(PO)
termasuk
tipe
sapi
potong
yang
produktivitasnya masih rendah dengan pertambahan bobot badan (PBB) sekitar 0,6-1,0kg/hari. Untuk
mengoptimumkan
produktivitas
ternak
dan
menjaga
kesehatan ternak dari infeksi saluran pencernaan, pakan harus tersedia secara kontinyu selama pemeliharaan dan pakan harus diformulasikan secara lengkap dengan penambahan beberapa unsur mineral mikro, mineral makro, vitamin dan senyawa aditif lainnya seperti probiotik (Astuti et al. 2007). Ketersediaan pakan yang kontinyu dapat diatasi dengan silase yaitu hijauan segar yang difermentasikan oleh bakteri asam laktat (BAL). Organisme ini menjamin kecepatan dan efisiensi fermentasi silase dengan memanfaatkan karbohidrat yang larut dalam air. Nilai pH yang rendah dan kandungan asam laktat yang tinggi sebagai produk fermentasi berperan sebagai pengawet alami, sehingga silase dapat disimpan lama (McDonald et al. 1991). Penggunaan silase selain sebagai pakan ternak yang kontinyu diduga mempunyai peranan lain sebagai probiotik (Weinberg et al. 2003, 2004), yaitu inokulum hidup yang memberikan manfaat kesehatan bagi ternak inang dengan cara meningkatkan keseimbangan dalam saluran pencernaan (Fuller 1992).
2
Probiotik banyak dilaporkan dapat memperbaiki produktivitas ternak sapi, diantaranya mengurangi penggunaan antibiotik, mengurangi stress, meningkatkan produksi susu pada sapi perah, meningkatkan efesiensi pakan dan PBB pada sapi potong,
penurunan risiko asidosis dan
menurunkan kandungan E. coli O157:H7 dari feses (Krehbiel et al. 2003). Efektivitas silase dan probiotik dapat diketahui dengan mengamati perubahan yang terjadi di rumen baik secara langsung maupun tidak langsung setelah pemberian silase dan probiotik. Habitat pada ekosistem mikroba rumen merupakan konsorsium komplek dari mikroba yang berhubungan secara simbiotik dengan inang, bekerja sinergi untuk biokonversi pakan lignoselulosa
menjadi volatile fatty acids (VFA)
(Kamra 2005). Teknik berbasis 16S ribosomal ribonucleic acid (16S rRNA) banyak dipilih dalam berbagai penelitian molekuler karena memenuhi persyaratan sebagai penanda genetik universal, objektif, dan merupakan daerah yang konservatif
bervariasi.
Teknik
terminal-restriction
fragment
length
polymorphism (T-RFLP) digunakan untuk melihat ekologi suatu komunitas pada habitat tertentu dengan metode sederhana dalam waktu yang cepat mampu memperlihatkan keyakinan pengamatan dari dinamika populasi bakteri (Kaplan et al. 2001), meningkatkan keyakinan kemampuan skrining pada jumlah yang banyak dan kemungkinan dapat digunakan untuk skrining tahap kedua dari aktivitas probiotik (Krause et al. 2003).
Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) efektifitas pemberian silase dan probiotik pada sapi PO terhadap ekosistem rumen, 2) profil populasi bakteri rumen, dan 3) aktivitas rumen meliputi pH, aktivitas selulolitik, dan VFA parsial. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
3
untuk memberikan gambaran efisiensi pakan dan probiotik pada ekosistem rumen yang selanjutnya dapat digunakan sebagai salah satu metode skrining pemberian probiotik tahap kedua secara in vivo.
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pemberian silase dan probiotik dapat mempengaruhi keragaman bakteri rumen yang diperlihatkan dengan analisis T-RFLP dan profil ekosistem rumen.
4
TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Rumen Peningkatan produktivitas ternak sapi dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya melalui modifikasi pakan. Pakan merupakan faktor penting dalam mensuplai fungsi dan efisiensi kerja rumen. Rumen memegang peranan cukup besar dalam memanfaatkan pakan yang dikonsumsi untuk menghasilkan sumber energi utama yaitu VFA. Ruminansia mempunyai pencernaan khusus yang berbeda dengan ternak non ruminansia seperti unggas, babi, kuda, dan manusia. Pencernaan ruminansia terbagi menjadi 4 bagian yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Bagian pencernaan yang utama adalah rumen mengandung volume cairan sekitar 60 sampai 100 liter atau sekitar 20% dari bobot badan. Nilai pH di dalam rumen berkisar antara 6-7 dan diatur oleh produksi saliva melalui mekanisme pengunyahan. Rumen merupakan organ yang menarik untuk dikaji dan diteliti, terkait fungsinya sebagai tempat fermentasi utama pakan yang dikonsumsi oleh ruminansia. Habitat rumen dihuni oleh sekitar 1010-12 cfu/ml bakteri, 105-6/ml
protozoa
dan
sebagian
kecil
fungi
anaerob
(Ogimoto et al. 1981, Fuler 1992). Ekosistem mikroba rumen merupakan konsorsium komplek dari beragam kelompok yang bekerja secara simbiotik dengan inang dan bekerja secara sinergi untuk biokonversi pakan. Keberadaan bakteri di dalam rumen terbagi menjadi tiga, yaitu menempel pada dinding rumen, menempel pada partikel pakan, dan berada dalam cairan rumen. Keberadaan mikroba rumen yang mayoritas merupakan Gram negatif dan bakteri Gram positif tergantung pada peningkatan sumber energi tinggi dalam pakan. Beberapa bakteri bersifat obligat anaerob yaitu sensitif
5
pada oksigen dan akan mati pada keadaan terbuka dari oksigen. Bakteri rumen dapat toleran dengan adanya asam organik tanpa mempengaruhi kegiatan metabolismenya. Secara garis besar diversitas bakteri rumen digolongkan ke dalam kemampuan menggunakan substrat dan hasil akhir dari fermentasinya. Bakteri rumen aktif dalam memanfaatkan karbohidrat seperti
selulosa
(Ruminococcus
albus,
Fibrobacter
succinegenes,
Eubacterium cellulosolvens), hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens), pati (Streptococcus bovis), gula atau dextrin (Succinivibrio dextrinosolvens, Lactobacillus sp.), dan pektin (Treponema saccharophilum dan Lachnospira multiparus). Sebagian lainnya aktif dalam memanfaatkan nitrogen, seperti degradasi protein (Ruminibacter amylophilus, clostridium sp.) dan hidrolisis urea
(Megasphaera
elsdenii).
Kelompok
bakteri
pengguna
asam
(Succiniclasticum ruminis), bakteri lipolitik, asetogenik, pendegradasi antinutrisi (tanin dan mimosin), metanogen, dan mycoplasma juga melengkapi komunitas mikroba dalam ekosistem rumen (Hungate 1966, Ogimoto et al. 1981, Hobson et al.1997, Kamra et al. 2005). Proses pencernaan bahan makanan dalam rumen terjadi melalui kombinasi proses biokimia dengan fermentasi mikroba, dan proses mekanis dengan pengunyahan dan pemamahbiakan. VFA merupakan produk akhir fermentasi gula. Glukosa diabsorpsi dari saluran pencernaan dalam jumlah kecil dan kadarnya dipertahankan melalui sintesa endogenus untuk keperluan fungsi-fungsi esensial organ tubuh (Arora 1995). Kandungan utama VFA terdiri dari asam asetat, asam propionat, dan asam butirat. Konsentrasi VFA yang lebih kecil merupakan asam lemak bercabang lainnya (Tillman et al. 1991). Banyaknya VFA yang dihasilkan di dalam rumen sangat beragam, yaitu sekitar 2-5mg/ml cairan rumen. Dari jumlah tersebut, kadar VFA sebesar 80-160mM dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan yang optimum. Ekivalen kadar VFA yang
6
diproduksi dalam rumen menyumbang 60-80% dari kebutuhan energi ternak ruminansia (Sutardi 2001). Efisiensi kecernaan serat dalam ruminansia sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi. Bakteri yang berperan penting dalam degradasi dan Ruminococcus
pemanfaatan serat adalah Fibrobacter succinogenes, albus,
Ruminococcus
flavefaciens,
Butyrivibrio
dan
fibrisolvens. Dari keempat spesies tersebut, Fibrobacter dan Ruminococcus merupakan
organisme
selulolitik
dengan
aktivitas
paling
tinggi.
Peningkatkan aktivitas selulolitik pada ruminansia dapat dilakukan baik melalui manipulasi genetik atau manipulasi ekologi (Krause et. al. 1999, Weimer 1996). Keyserlingk et al. (1998) melaporkan aktivitas degradasi di dalam rumen melalui model “kantong nilon” yang melintas di sepanjang saluran pencernaan. Sekitar 20 % asam amino pada pakan dalam kantong nilon menghilang sepanjang saluran pencernaan pasca prainkubasi di rumen selama 12 jam.
Silase Produksi ketersediaan Terganggunya
yang pakan
optimum ternak
ketersediaan
dapat
yang pakan
tercapai
kontinyu tidak
dengan
selama
akan
dukungan
pemeliharaan.
meningkatkan
PBB,
menurunkan kualitas produksi susu, dan bahkan sebaliknya menurunkan bobot badan harian. Teknologi pembuatan silase sudah lama dikenal dan berkembang pesat di negara yang memiliki iklim subtropis. Teknologi ini terbukti dapat menyediakan pakan secara kontinyu selama pemeliharaan ternak. Nilai gizi dari silase hampir sama dengan hijauan segar, bahkan lebih tinggi dari nilai gunanya melalui penambahan inokulum, sumber karbohidrat dan sumber protein.
7
Prinsip pembuatan silase adalah fermentasi hijauan segar oleh BAL secara fakultatif anaerob. BAL menggunakan karbohidrat mudah terlarut dalam air untuk menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH pada silase, sehingga dapat berperan sebagai zat pengawet alami (McDonald et al. 1991, Ennahar et al. 2003). Muck (1996) menyatakan tujuan utama penggunaan inokulum BAL sebagai aditif pembuatan silase adalah untuk menjamin kecepatan dan
efisiensi fermentasi silase.
Fermentasi silase dibantu oleh BAL seperti Lactobacillus plantarum (McDonald et al. 1991). Peranan lain dari inokulum BAL diduga sebagai probiotik. Hal ini didukung oleh fenomena keberadaan inokulum BAL yang masih dapat bertahan hidup pada bagian cairan rumen ternak secara in vitro (Weinberg et
al. 2003, 2004) dan kemampuan silase pakan ternak untuk
meningkatkan produksi susu dan PBB ternak sapi secara in vivo. Broberg et al. (2007) melaporkan bahwa metabolit asam p-hydrocoumaric, asam hydroferulic, dan asam p-coumaric dijumpai pada silase rumput yang diberikan penambahan inokulum strain BAL. Ekstrak silase telah diuji aktivitas antibakterinya pada bakteri indikator M. luteus (Gram positif) dan Pseudomonas aeruginosa (Gram negatif). Meskipun isolat murni diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang lebih tinggi, beberapa produk silase juga
memperlihatkan
aktivitas
antibakteri
sekitar
2-8mm
zona
penghambatan atas pertumbuhan bakteri uji (Gollop et al. 2005). Penelitian mengenai pengurangan panjang potongan rumput bahan silase dari 19mm ke 10mm tidak berpengaruh pada pH rumen, total VFA, hasil susu,
dan komposisi susu, tetapi meningkatkan konsumsi bahan
kering (BK) dari 19.4 ke 20.1 kg/hari
pada level pemberian konsentrat
yang tinggi 16.9-17.7 kg/hari. Sedangkan pemberian level konsentrat yang rendah berpengaruh pada peningkatkan asam propionat di rumen
8
(Einarson et al. 2004). Pemberian silase rumput memperlihatkan pengaruh yang nyata dan memberikan hasil lebih tinggi dari pada silase jagung terhadap kualitas daging (warna daging lebih stabil) dan kandungan α-tocopherol lebih tinggi sekitar 3.84 µg/g daging (Sullivan et al. 2002). Poduksi gas sebagai parameter kinetika fermentasi rumen dari perlakuan silase
memperlihatkan
bahwa
populasi
mikroba
rumen
mampu
beradaptasi dengan adanya silase rumput (Cone et al. 1999).
Probiotik Untuk memaksimumkan pasokan nutrien kepada ternak, digunakan bahan pakan aditif berupa probiotik, vitamin, mineral makro dan mineral mikro yang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas serta menjaga kesehatan ternak. Fuller (1992) mendefinisikan probiotik adalah suplemen pakan berupa mikroba hidup, yang memberi pengaruh menguntungkan bagi
ternak
inang
dengan
cara
meningkatkan
keseimbangan
mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Probiotik merupakan pakan aditif berupa mikroba hidup yang dapat memberikan efek positif terhadap ternak melalui peningkatan fungsi mikroba di dalam rumen. Beberapa probiotik dari golongan bakteri asam laktat
yang
sudah
umum
digunakan
adalah
berasal
dari
genus
Bifidobacterium, Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, dan Pediococcus. Jenis mikroba yang digunakan sebagai probiotik sangat tergantung tujuan pemberian dan jenis ternak yang digunakan. Beberapa manfaat dari penggunaan probiotik adalah stimulasi pertumbuhan mikroorganisme rumen, pengaturan pH rumen, perubahan pola fermentasi rumen, peningkatan kecernaan nutrien, retensi pakan, dan peningkatan laju nutrisi pakan dalam usus.
9
Pertumbuhan yang optimum merupakan salah satu bukti dari penggunaan probiotik di dalam suplemen pakan ternak sebagai subtitusi atau pengganti agen subterapeutik seperti antibiotik ternak. Salah satu persyaratan
untuk memilih bakteri probiotik adalah
meningkatkan
penggunaan nutrisi oleh enzim yang dihasilkan dalam saluran pencernaan dan mampu mengkonversi beberapa komponen dari pakan menjadi nutrien yang lebih mudah dimanfaatkan untuk keperluan ternak inang. Probiotik harus dapat toleran terhadap garam ampedu dan pada bagian sistem pencernaan lainnya seperti keasaman lambung. Syarat lainnya, produk probiotik harus dapat bertahan dalam masa proses preparasi, masa penyimpanan, dan harus sampai pada organ yang ditargetkan. Penelitian telah menduga kemungkinan selektif probiotik sebagai pakan yang menghasilkan beberapa perubahan dalam ternak yaitu penurunan resiko acidosis, peningkatan efesiensi pakan, PBB (sekitar 2,5 %), produksi susu (0,75-2kg), menurunkan kandungan E. coli O157:H7 feses dari infeksi, dan memperbaiki respon imun dalam keadaan stress (Krehbiel et al. 2003). Fungsi spesifik dari probiotik dapat berbeda-beda tergantung pada ternak inang dan yang paling penting adalah dari karakteristik probiotik (Gilliland, 2004). Resistensi terhadap antimikroba pada saluran pencernaan adalah kriteria penting untuk menyeleksi organisme sebagai probiotik. Jika dibandingkan dengan lactobacilli, strain yang biasa digunakan untuk probiotik, bifidobacteria nampak lebih lemah pada antibiotik. Dalam penelitian terbaru, dilaporkan bahwa strain probiotik lactobacillus resisten pada tetracycline (29,5%), chloramphenicol (8,5%) dan erythromycin (12%). Gen resistensi antibiotik dalam banyak strain bakteri asam laktat dapat mentransfer dari plasmid dengan transposon konjugasi pada dan dari BAL, seperti dalam Enterococcus dan Lactobacillus (Moubareck, et al., 2005).
10
Telah diuji struktur dan ekspresi dari dua bakteriosin rumen butyrivibriocin AR10 dan butyrivibriocin OR79A dari Butyrivibrio fibrisolvens yang mana memperlihatkan dua struktur famili yang berbeda dari bakteriosin yang umum dihasilkan oleh BAL (Teather et al. 1999). Pemberian probiotik Leuconostoc sp. BTCC531 yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya secara in vitro memberikan pengaruh nyata pada peningkatan populasi BAL, total bakteri rumen, proporsi asam valerat dan kecernaan neutral detergent insoluble fiber (NDF) (Wajizah 1999), memperbaiki pola fermentasi rumen
(Ridwan et al. 2005, Astuti et al.
2007). Sedangkan secara in vivo, penambahan strain ini dilaporkan dapat meningkatkan PBB sapi PO sampai 1.13kg/hari (Ridwan et al. tidak dipublikasikan). Penambahan Zn organik diketahui dapat meningkatkan efisiensi penyerapan BK, populasi BAL, populasi bakteri pengguna asam laktat dan mempengaruhi produksi VFA asam propionat. (Suwito 2001, Djawa 2001). Walaupun peneliti sebelumnya telah memperlihatkan beberapa pengaruh terhadap parameter yang diamati dari penggunaan silase dan probiotik, namun pengaruh terhadap diversitas bakteri dalam ekologi rumen secara in vivo belum dapat diperlihatkan. Oleh karena itu untuk melihat efektifitasnya perlu dilakukan suatu penelitian lanjutan yang dapat memperlihatkan hubungan ekologi bakteri rumen dengan produk yang dihasilkan.
Teknik Molekuler T-RFLP Teknik isolasi secara kultur dipelopori oleh Robert E. Hungate dalam mempelajari rumen dan mikrobiologi anaerob serta telah berhasil mengembangkan teknik anaerob roll tube yang digunakan untuk kultur bakteri anaerobik (Chung et al. 1999). Penelitian pada ekologi saluran pencernaan meliputi pengamatan
pada organisme yang ada (populasi
11
dan keragaman), aktivitasnya (biasanya ditentukan secara in vitro), tetapi idealnya aktivitas secara in vivo dapat diukur, dan hubungan masingmasing organisme dengan ternak sebagai tempat tinggalnya secara interaksi sinergis dan kompetitif (Hungate 1966). Untuk melihat diversitas mikroba saluran pencernaan khususnya rumen dengan menggunakan metode yang dapat kultur, persentase keberhasilannya kecil, masih banyak mikroba yang tidak dapat dikulturkan dan tidak dapat diungkap keberadaannya. Pada saat ini, penemuan dari metode berdasarkan kultur telah ditambahkan dengan teknik ekologi molekuler yang berdasarkan 16SrRNA. Teknik ini dapat mengkarakterisasi mikrobiota dan membagi skema klasifikasi untuk memprediksikan hubungan filogenetiknya (Zoetendal et al. 2004). Teknik T-RFLP dalam menentukan komposisi total komunitas dari mikroorganisme yang tidak dapat dikulturkan dan belum diketahui identitasnya dapat memanfaatkan sekuen 16S rRNA dari DNA total komunitas (Ferrero et al. 2004). Evaluasi sistematik model analisis T-RFLP memperoleh hasil yang tinggi, sehingga membuat sebagian atraktif dalam mempelajari struktur dinamika dari komunitas mikroba (Osborn et al. 2000). Teknik T-RFLP dapat meningkatkan keyakinan kemampuan skrining dalam jumlah banyak pada tahap kedua dari aktivitas pemberian probiotik secara in vivo (Krause et al. 2003). T-RFLP merupakan suatu teknik molekuler yang
dapat menduga
adanya perbedaan genetika antar galur mikroorganisme dan memberikan pengertian yang mendalam tentang struktur dan fungsi suatu komunitas mikroba (Yogiara 2004). Komunitas mikroba dalam saluran pencernaan adalah sangat komplek dan terdiri dari grup mikroba yang berbeda-beda seperti bakteri, protozoa, jamur anaerobik dan bakteriofage, bakteri menjadi sumber perhatian. Fungsi yang penting dari saluran pencernaan
12
adalah mengkonversi makanan ke dalam absorpsi dan kecernaan komponen yang lebih mudah. Oleh karena itu aplikasi teknik molekuler, khususnya keragaman sequen 16S-rRNA, menjadi populer karena dapat meneliti secara langsung jalannya kultivasi dalam ekosistem mikroba termasuk saluran pencernaan (Zoetendal et al. 2008).
Gambar 1. Alur analisis T-RFLP (Gruntzig et al. 2002)
Teknik molekuler T-RFLP adalah suatu teknik pemotongan nukleotida hasil dari amplifikasi PCR dengan enzim restriksi
endonuclease. Pada
proses amplifikasi dengan PCR digunakan primer yang telah dilakukan pelabelan di ujung 5’ dengan 6-carboxylfluoresens untuk mengamplifikasi daerah spesifik dari gen bakteri yang mengkodekan 16S rRNA dari total DNA komunitas (Gambar 1). Selanjutnya dilakukan analisis potongan sekuen dengan menggunakan genetic analyzer. Alat ini dapat membaca potongan nukleotida yang berflouresen pada ujung 5’ dan ditangkap oleh sensor (Liu et al. 1997, Kaplan et al. 2001). Selanjutnya dilakukan pemasukan data scaner pada program untuk melihat kedekatan situs restriksinya dengan mikroorganisme yang telah ada pada database. Keragaman ekologi bakteri suatu komunitas dari data scaning dapat diketahui dengan melihat indexs diversity menggunakan persamaan Smith
13
and Wilson
evenness (Evar). Persamaan ini dibandingkan
dengan
persamaan lainnya untuk analisis indeks ekologi lebih mendekati pada kenyataan dan mempunyai korelasi yang tinggi (Blackwood et al. 2007). Perkembangan masa yang akan datang memungkinkan dapat langsung dilakukan kultivasi bakteri yang sebelumnya tidak dapat dikulturkan dan menggunakan strategi yang cukup handal untuk melihat diversitas yang sebenarnya dari fungsi populasi mikroba.
lebih jauh Produktivitas
ternak ruminansia seharusnya menjadi meningkat lebih efisien ketika ekologi mikroba rumen dan nutrisi dipelajari secara terpadu dan komprehensif.
14
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian
dilaksanakan
pada
bulan
April-Oktober
2008
di
Laboratorium Mikrobiologi Pusat Peneitian Bioteknologi dan Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Alat dan Bahan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah pH meter, spektrofotometer, laminar air flow, sentrifugator, inkubator, timbangan analitik, PCR, squencer ABI PRISM 3100 (Applied Biosystem), elektroforesis, pipet mikro, water bath, consentrator vakum, freeze drying. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah isolat Lactobacillus plantarum BTCC570, Leuconostoc sp. BTCC 531, sapi PO fistula pada bagian rumen, rumput gajah, konsentrat produksi PT. Indofeed, silase pakan dasar, kapsul probiotik Leuconoctoc sp. BTCC531, primer 6FAM-46F (Sigma) yang dilabel dengan 6-carboxylfluoresens, primer 1080R, enzim restriksi HaeIII, HhaI, dan MspI (Takara Bio Inc.), bahan-bahan untuk PCR dan bahan kimia standar p.a.
Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu 1) Persiapan percobaan meliputi; penumbuhan isolat, pembuatan silase, pembuatan probiotik, pembuatan lubang fistula pada kedua sapi PO, 2) perlakuan percobaan, 3) pengambilan sampel percobaan, 4) analisis sampel percobaan, dan 5) analisis data.
Penumbuhan Isolat. Isolat L. plantarum BTCC570 dan Leuconostoc sp.BTCC531 ditumbuhkan dalam medium spesifik BAL yaitu deMan Rogosa
15
Sharpe (MRS) (deMan et al. 1960) pada suhu inkubasi sekitar 30-32 oC selama 18 jam.
Isolat L. plantarum BTCC570 digunakan sebagai stok
dalam pembuatan inokulum silase dan Leuconostoc sp.BTCC531 digunakan sebagai probiotik yang dikemas dalam kapsul dan disimpan di dalam refrigerator sampai digunakan saat percobaan. Untuk keperluan produksi maka diambil sekitar 2 ose yang ditransfer ke dalam medium prekultur MRS cair yang bervolume 5% dari medium produksi (v/v).
Pembuatan Silase. Silase dibuat dari campuran 90% bahan segar Pennisetum purpureum (rumput gajah) yang sebelumnya telah dipotongpotong sekitar 3cm oleh mesin pemotong dengan 10% w/w konsentrat pakan produksi PT. Indofeed yang dalam 1kg mengandung 140g protein kasar (PK), 40g lemak (L), 80g serat kasar (SK), dan 100g abu. Konsentrat tersebut memiliki protein dapat dicerna 11% dan total digestable nutrient (TDN) 68%. Setelah dicampur merata, kemudian ditambahkan 0.1% (v/w) inokulum silase L. plantarum BTCC570 dengan kepadatan populasi awal 1010cfu/ml ke dalam bahan silase. Bahan silase ditempatkan ke dalam silo tong plastik
biru (diameter 50cm dan tinggi 120cm) sambil dilakukan
pemadatan sampai penuh sekitar 75kg bahan silase/silo. Selanjutnya dilakukan penutupan dengan ditambahkan alas plastik, dan disegel. Silase diinkubasikan
selama 21-30 hari pada suhu ruang.
Kualitas silase yang sudah dipanen ditentukan dengan analisis proksimat, pH, dan kepadatan populasi BAL silase (Cappuccino et al. 2001).
Pembuatan Probiotik. Probiotik dibuat dari isolat
Leuconostoc sp.
BTCC531 5% v/v dari jumlah probiotik yang dibuat dengan menggunakan medium MRS cair. Kemudian diinkubasikan dalam inkubator selama 18 jam pada suhu 30-32oC. Prekultur yang tumbuh ditandai dengan
16
kekeruhan
dari
medium
asal
dan
diukur
absorbansinya
(OD600)
menggunakan spektrofotometer. Selanjutnya dipindahkan prekultur ke dalam medium produksi, dan diinkubasikan dalam inkubator selama 18 jam pada suhu 30-32oC. Kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4-10oC. Endapan hasil sentrifugasi (biomassa sel bakteri probiotik) dicampurkan ke dalam 100ml larutan skim milk steril 10-20% w/v secara merata. Kemudian dibekukan dalam freezer -80oC selama satu malam. Campuran
biomasa
dengan
carrier
selanjutnya
dilakukan
pengeringbekuan dengan menggunakan freeze-drying selama 48 jam pada suhu -50o C sampai -80oC dalam keadaan vakum. Proses freeze drying selesai dengan ditandai biomasa campuran yang awalnya basah menjadi kering dengan kandungan BK sekitar 95%. Probiotik kering dihaluskan menjadi probiotik bubuk dengan menggunakan blender yang telah dilakuan sterilisasi.
Kualitas probiotik dilihat dari kepadatan populasi
Leuconostoc sp. BTCC531 dalam medium MRS agar (Cappuccino et al. 2001). Bubuk probiotik kering kemudian dikemas ke dalam kapsul 0,4g/kapsul.
Pembuatan Lubang Fistula. Lubang fistula dibuat pada bagian flang rumen yang berada di sebelah kiri atas oleh tim dokter hewan ahli bedah hewan besar dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB (Gambar 2). Sapi PO yang telah selesai dioperasi dilakuan pengecekan kesehatan secara rutin dan diberikan masa adaptasi selama 1 bulan sebelum memasuki perlakuan percobaan.
17
Gambar 2. Sapi PO fistula pada bagian rumen Perlakuan Percobaan. Penelitian ini menggunakan dua ekor sapi PO yang telah diadaptasikan selama satu bulan pasca operasi pembuatan fistula sebagai ulangan. Sebanyak empat perlakukan pemberian pakan dilakukan secara serial pada kedua sapi tersebut meliputi: 20kg bahan segar (BK 31,65%) pakan dasar mengandung (90% rumput gajah dan 10% konsentrat pakan produksi PT. Indofeed (R0), 20kg bahan segar silase (BK 32,72%) (R1), 20kg silase ditambah 1 butir kapsul probiotik/ekor/hari (R2) dan 20kg pakan dasar ditambah 1 butir kapsul probiotik/ekor/hari (R3). Waktu setiap perlakuan pemberian pakan adalah dua minggu dan waktu pencucian rumen setiap perlakuan adalah 10 hari menggunakan pakan dasar (R0).
Gambar 3. Alur perlakuan percobaan dan periode pengambil sampel
18
Pengambilan Sampel Percobaan. Sampel isi rumen diambil dari setiap perlakuan melalui lubang fistula sebanyak 3 kali, yaitu pada hari ke-5, ke10 dan ke-14 (Gambar 3). Pengambilan sampel dilakukan 3 jam setelah pemberian pakan. Sebanyak 200gram substrat rumen dari setiap perlakuan diambil menggunakan pinset besar dan ditempatkan pada 4 tabung steril (corning tube). Sampel disimpan pada suhu –20oC untuk keperluan analisis berikutnya meliputi pengukuran nilai pH dengan pH meter, VFA parsial dengan metode kromatografi gas, aktivitas enzim karboksimetilselulase dengan metode DNS (Ghose 1987, Wang 2000) dan analisis populasi mikroba rumen dengan metode T-RFLP.
Ekstraksi DNA Genom Bakteri Rumen. Sampel isi rumen dari setiap perlakuan dari masing-masing perlakuan dilakukan ekstraksi DNA genom dengan menggunakan kit dari Qiagen-Jepang. Persiapan sampel ekstraksi DNA genom bakteri, sekitar 10 gram substrat rumen 9-10% BK dilakukan pemerasan dengan saringan kain kasa steril. Sebanyak 3-5ml cairan rumen hasil pemerasan divortek selama 2 menit dan dengan segera disimpan dalam es. Kemudian sebanyak 200µl cairan rumen dicuci 2 kali dengan 1x phospat buffer saline 800µl menggunakan sentrifuge 10.000rpm selama 2 menit. Endapan yang didapatkan selanjutnya dilakukan ekstrak DNA genom bakteri dengan kit DNeasy Blood and Tissue dari Qiagen Jepang sesuai dengan prosedur kerja yang disaranankan oleh perusahaan tersebut.
Analisis T-RFLP. Analisis T-RFLP yang dilakukan berdasarkan modifikasi tahapan yang dilaporkan oleh Dinoto et al. (2006a) yaitu tahap pertama adalah mengamplifikasi dengan PCR. DNA genom bakteri rumen hasil dari ekstraksi DNA genom bakteri rumen digunakan sebagai template (cetakan)
19
dalam amplifikasi PCR. Kondisi reaksi PCR, campuran reaksi 50µl ; DNA template
kurang
dari
1µg
(2µl),
primer
6FAM-46F
(5’-GCYTAACACATGCAAGTCGA-3’) 0,4µM (10pqmol; 2µl) yang dilabel dengan 6-carboxylfluoresens, 1080R (5’-CCCAACATCTCACGAC-3’) 0.4µM (10pqmol; 2µl), Premix Taq ®25µl (Takara Bio Inc, Otsu Japan, yang terdiri dari; 25mM TAPS, 50mM KCl, 2 mM MgCl2, 1 mM 2-Mercaptoethanol, 200 µM (masing-masing mengandung dATP, dGTP, dTTP), 100 µM (α
32
P)-
dCTP, aktivasi 0,25mg/ml DNA sperma salmon, Takara ExTaqTM 1,25 Unit/25 µl, dNTP mixture 2x cons @ 0.4 mM, dan ExTaq buffer 2x cons 4 mM Mg2+), dan H2O 19 µl. Kondisi PCR, pradenaturasi pada suhu 94oC selama 2 menit;
sebanyak 30 siklus pada suhu 94 oC selama 2 menit,
48,5oC selama 1 menit dan 72oC selama 1 menit; selanjutnya tahap terakhir pada suhu 72oC selama 10 menit. Produk PCR dilihat keberhasilannya dengan gel elektroforesis pada 1,2% agarosa. Selanjutnya produk PCR dilakukan pemurnian dengan menggunakan SUPREC PCR (Takara Bio Inc, Otsu Japan). Tahap selanjutnya adalah sekitar kurang dari 1µg DNA amplikon gabungan dari 3 waktu pengambilan sampel pada masing-masing perlakuan dipotong dengan enzim restriksi HaeIII (50U/µl), HhaI(10U/µl), dan MspI (50U/µl) (Takara Bio Inc.) pada suhu 37oC selama 24 jam dan diberhentikan dengan diinkubasikan pada suhu 65oC dalam water bath selama 20 menit, selanjutnya dengan segera dimasukan ke dalam box es. Hasil potongan dipresipitasi dengan etanol dan dikering vakumkan. Tahap terakhir dilakukan scaning menggunakan genescaning (ABI PRISM 3100; Applied Biosystem) di Universitas ATMAJAYA Jakarta dengan standar Lz 500 ROX.
20
Analisis Data Ekologi.
Data yang didapatkan dari genescan dilakukan
normalisasi mengikuti Sait et al. (2003) dengan batasan nilai 5% area puncak T-RF relatif. Untuk melihat kedekatan bakteri yang didapatkan dihitung berdasarkan pendekatan koefisien similaritas (Cs), dimana ; Cs=2j/(a+b), j; jumlah populasi organisme yang ada di dua sampel a; total populasi di sampel a b; total populasi disampel b. Penentuan keragaman filotipe ekologi dari bakteri rumen (S) ditentukan oleh perbedaan jumlah T-RF yang didapatkan. Keragaman populasi bakteri rumen ditentukan dengan indeks keragaman Smith and Wilson evenness (Evar), dimana pi (relatif area) merupakan perbandingan area puncak T-RF tertentu terhadap jumlah total area puncak T-RF (Blackwood et al. 2007). Perhitungan indeks keragaman Evar mengikuti persamaan berikut :
Evar=1 - 2 arctan π
2 s s ∑ ln(pi) - ∑ ln (pi)/S i=1
S
i=1
Pengukuran pH Rumen. Substrat rumen dari setiap perlakuan dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan pH meter. Analisis dilakukan langsung setelah pengambilan sampel isi rumen dilakukan.
Analisis VFA Parsial. Sebanyak 5ml sampel cairan rumen (hasil pemerasan substrat rumen) ditambahkan 1ml pengendap protein (Metaphosphoric acid,
12,5g; air steril 50ml), kemudian dilakukan sentifugasi dengan
kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Selanjutnya 1ul supernatan diinjeksikan ke dalam GC (Gas Chomatography). Konsentrasi VFA parsial yang diukur adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam
21
valerat, asam isobutirat, dan asam isovalerat. Perhitungan VFA parsial substrat rumen masing-masing perlakuan dihitung berdasarkan rumus: Konsentrasi VFA parsial (mM) = Luas area sampel x FP x Konsentrasi Luas area standar BM sampel FP = Faktor pengenceran BM = Berat Molekul
Aktivitas Enzim Selulase.
Analisis aktivitas enzim yang diukur adalah
aktivitas selulase sampel menggunakan karboksimetilselulase (CMC). Aktivitas enzim tersebut digunakan dalam melihat hubungan populasi bakteri tertentu dengan aktivitas enzim selulase yang dihasilkan pada saat pengambilan sampel dari masing-masing perlakuan dengan menggunakan metode pengukuran dengan DNS (Ghose 1987, Wang et al. 2000).
Analisis Data. Data yang diperoleh pada parameter pH, VFA, dan aktivitas enzim selulase isi rumen dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan rancangan percobaan tukar ganti (Jones et al. 2003) dan dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf nyata 5% untuk melihat perbedaan yang nyata dari setiap perlakuan. Perhitungan dibantu dengan menggunakan software program SAS versi 9 for windows. Analisis indeks keragaman Evar dihitung dengan merata-ratakan data gabungan kedua sapi dari periode pengambilan sampel setiap perlakuan.
22
HASIL DAN PEMBAHASAN Silase dan Probiotik Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumput gajah segar yang digunakan mempunyai nilai BK sebesar 31,65%, selain digunakan sebagai pakan dasar juga dimanfaatkan sebagai bahan dasar hijauan pembuatan silase. Silase telah berhasil dibuat dengan karaktersitik sebagai berikut; tekstur lembut, tidak berjamur, aroma khas asam laktat, pH 3,99, BK 32,78% dan total populasi BAL sekitar 1,1 x 106 cfu/g silase (Gambar 4).
Gambar 4. Silase pakan dasar Hasil analisis kandungan bahan pakan dilakukan di Laboratorium INTP Fakultas Peternakan IPB dalam 100% BK disajikan dalam Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Kandungan kimia bahan pakan dalam 100% BK Sampel Abu PK SK LK Beta-N Ca
P
(%)
GE kal/g
Konsentrat 10,65 18,24 18,45 3,89
48,77
1,08
0,65
4380
Rumput
10,66 8,44
39,95 0,93
40,01
0,21
0,22
2930
Silase
8,04
14,04 36,62 2,06
39,24
0,48
0,47
3515
Keterangan: PK; protein kasar, SK; serat kasar, LK; lemak kasar, Beta-N; bahan ekstrak tanpa N, Ca; kalsium, P; posfor, GE; Gross energy
23
Pada Tabel 1. terlihat adanya peningkatan PK silase sebesar 66,35% dari rumput gajah. Peningkatan tersebut disebabkan karena adanya sumbangan dari penambahan konsentrat 10% dan protein mikroba dari BAL. Persentase PK yang dihasilkan oleh silase ini lebih tinggi
jika
dibandingkan dengan silase yang dilaporkan oleh Kleinschmit et al. (2005) dan lebih kecil dengan hasil silase yang dilaporkan oleh Bhandari et al. (2007). BAL cukup besar menyumbangkan protein asal sel yang dikandung sekitar 1,1 x 106 CFU/g silase segar. Untuk melihat lebih jauh kecernaan dari bahan, maka dilakukan analisis fraksi serat dengan metode VanSoest. Analisis ini membantu dalam gambaran kecernaan bahan secara kimia dari tingkat kelarutan bahan dalam neutral detergent insoluble fiber (NDF) dan acid detergent insoluble fiber (ADF). Hasil analisis VanSoest bahan disajikan dalam Tabel 2. di bawah ini. Tabel 2. Hasil analisis VanSoest dari bahan pakan Sampel BK NDF ADF Hemiselulosa Selulosa Lignin
Silika
(%) Rumput
92,02
67,65
62,64
5,10
40,03
19,34
3,19
Silase
87,08
50,41
45,59
4,82
31,90
10,30
0,34
Keterangan: BK; bahan kering, NDF; neutral detergent insoluble fiber, ADF; acid detergent insoluble fiber
Nilai NDF mencerminkan persentase dinding sel dan ADF merupakan persentase lignoselulosa dari suatu bahan. Pada Tabel 2. terlihat bahwa silase memiliki nilai NDF lebih rendah dari rumput segar yang dijadikan bahan dasar pembuatan silase. Nilai NDF ini masih lebih tinggi apabila dibandingkan dengan silase yang dilaporkan oleh Vlaeminck et al. (2006) yang menghasilkan nilai NDF 61,9% dan lebih rendah memiliki nilai ADF sebesar 37%. Tinggi rendahnya nilai NDF dan ADF mencerminkan adanya korelasi kecernaan yang baik di dalam percobaan in vivo (Tillman et al. 1991).
24
b
a
c
Gambar 5. Probiotik bubuk hasil freeze drying dan kapsul probiotik Probiotik cair yang telah dibuat memiliki kepadatan populasi sebesar 7,5 x 1011 cfu/ml dengan nilai OD600 sebesar 1,7. Probiotik tersebut selanjutnya dibuat probiotik bubuk menggunakan metode kering-beku (freeze-drying) (Gambar 5a) dihasilkan kepadatan populasi sebesar 1,67 x 1013 cfu/gram dengan kandungan BK sebesar 95% (Gambar 5b). Probiotik dalam bentuk kering-beku ini selanjutnya dikemas dalam kapsul warna merah putih dan disimpan di refrigerator selama 3 bulan masa penelitian (Gambar 5c). Viabilitas probiotik sampai akhir penelitian masih berada dalam keadaan baik, belum terjadi penurunn yang derastis.
Ekstraksi DNA dan Amplifikasi PCR DNA genom bakteri rumen yang berasal dari substrat rumen dengan menggunakan kit Qiagen-Jepang berbasis membran berhasil diekstrak. Konsentrasi DNA hasil ekstraksi isi rumen sapi dengan volume total 100 µl berkisar antara 31,71-128,40 ng/µl dan memiliki kemurnian DNA vs RNA yang diukur pada panjang gelombang 260nm dan 230nm sebesar 1,051,26 serta DNA vs protein (260/280nm) sebesar 0,98-1,20. Amplifikasi PCR dari 50 µl campuran reaksi telah berhasil dilakukan dengan ukuran 10001100bp sesuai dengan primer yang digunakan yaitu 6FAM-46F dan 1080R (Gambar
6).
Ukuran
tersebut
dikonfirmasi
dengan
1
kb
25
leader dari Fermentas. Konsentrasi amplikon berkisar antara 53,00-116,40 ng/µl dengan kemurnian DNA vs RNA (260/230nm) dan DNA vs protein (260/280nm) masing-masing sebesar 1,82-2,57 dan 1,17-1,92. Produk PCR ini telah cukup baik untuk dilanjutkan pada proses selanjutnya karena masuk kedalam kisaran kemurnian 1,8-2 pada perbandingan absorbansi 260/230nm.
1000 bp
Gambar 6. Hasil amplifikasi dengan PCR dari semua perlakuan Analisis T-RFLP Hasil genescan dari gabungan DNA amplikon pada periode pengambilan sampel setiap perlakuan telah berhasil dilihat berdasarkan ukuran yang telah terpotong-potong oleh masing-masing enzim restriksi. Proses amplifikasi PCR menggunakan primer terlabel di ujung 5’ dengan 6carboxylfluoresens mengamplifikasi daerah spesifik gen bakteri yang mengkodekan 16S rDNA dari total DNA komunitas. Selanjutnya automatics genetic analyzer hanya membaca potongan nukleotida yang berflouresen pada ujung 5’ dan ditangkap oleh sensor pada saat melawati kapiler (Liu et al. 1997, Kaplan et al. 2001). Data genescan yang didapatkan terdiri dari ukuran Terminal Restriction Fragment (T-FR) dalam satuan bp menunjukkan kumpulan potongan 16S rDNA setiap bakteri rumen yang berbeda-beda dari setiap sampel dengan nilai berdasarkan intensitas fluoresens (peak height) dan
26
berdasarkan area (peak area) (Gambar 7). Oleh karena jumlah DNA yang dilewatkan pada kapiler tidak dapat dikontrol dengan akurat, jumlah semua total T-RF baik area maupun intensitas fluoresens bervariasi diantara
T-RF
dalam
suatu
komunitas,
sehingga
perlu
dilakukan
normalisasi (Kaplan et al. 2001). Osborne et al. (2006) menyatakan bahwa untuk meminimalkan variasi, bias
dan meyakinkan ukuran T-RF yang
didapatkan perlu dilakukan normalisasi pada batasan tertentu. Normalisasi menggunakan
yang
metode
dilakukan berdasarkan
pada
setiap
persentase
sampel area
dengan
relatif
yaitu
perbandingan antara peak area yang terdeteksi dengan total peak area semua komunitas dari jumlah enzim yang digunakan dikalikan dengan 100%. Selanjutnya ditentukan persentase yang lebih besar dari 5% merupakan populasi yang telah dianggap stabil atau dominan keberadaan populasi bakterinya (Sait et al. 2003).
27
Gambar 7. Data hasil genescaning dengan ABI PRISM 3100 Appiled Biosystem
28
Koefisien Similaritas (Cs) Ukuran T-RF yang telah dinormalisasi selanjutnya dilihat kedekatan organisme
diantara
perlakuan yang
diberikan dengan
koefisien similaritas (Cs), sehingga profil T-RFLP
pendekatan
dapat digambarkan
(Sait et al. 2003). Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 3 dibawah ini. Tabel 3. Koefisien similaritas (Cs) perlakuan Sapi A Sapi B
Rataan
R2-R3
0,44
0,63
0,53 ± 0,13
R0-R3
0,29
0,75
0,52± 0,33
R0-R1
0,27
0,63
0,45 ± 0,25
R1-R3
0,24
0,65
0,44 ± 0,29
R1-R2
0,32
0,57
0,44 ± 0,29
R0-R2
0,26
0,60
0,43 ± 0,24
Pada Tabel 3. terlihat bahwa perlakuan R2 dengan R3 dan R0 dengan R3 memiliki nilai Cs yang paling tinggi. Tingginya nilai Cs pada perlakuan tersebut memiliki kemiripan struktur organisme yang ada di dalam rumen. Sedangkan nilai Cs yang kecil memperlihatkan adanya perbedaan diantara organisme yang ditemukan di dalam rumen yang dipengaruhi oleh perlakuan. Perlakuan R0 dan R2 memperlihatkan nilai Cs kecil sehingga populasi bakteri pada perlakuan R2 memiliki perbedaan yang cukup jauh dengan keadaan awalnya yaitu perlakuan R0. Kedekatan organisme di dalam rumen dapat dilihat juga dari dendogram menggunakan aplikasi clustalX2 melalui pengelompokan pola T-RF berdasarkan UPGMA. Pada prinsipnya pengklasteran UPGMA hampir sama dengan nilai Cs yaitu perlakuan R2 memiliki perbedaan organisme dengan perlakuan R1 dan R0. Sedangkan dengan perlakuan R3 memiliki
29
kedekatan organisme yang ada di dalam rumen (Gambar 8). Perlakuan R2 mampu merubah komunitas yang sebelumnya dominan menjadi menurun dan memunculkan populasi baru. Populasi baru tersebut memberikan peranan dalam ekologi rumen sehingga populasi yang lama belum tentu cocok dengan suasana yang baru.
Gambar
8. Dendogram kedekatan bakteri rumen pada kedua sapi berdasarkan pengelompokan pola T-RF dari tiga enzim restriksi HaeIII, HhaI, dan MspI menggunakan analisis UPGMA.
Indeks Keragaman Smith and Wilson evenness (Evar) Untuk meyakinkan kedekatan dan perbedaan diantara bakteri rumen setiap perlakuan dilihat dari keragaman indeks diversitas. Hal ini didukung oleh data dari perlakuan R2 yang memiliki keragaman yang tinggi, sehingga bakteri yang ada di dalam rumen memiliki perbedaan dengan perlakuan awal R0. Keragaman ekologi bakteri suatu komunitas dari data scaning dapat diketahui dengan melihat diversity indexs atau indeks diversitas (keragaman) menggunakan persamaan Smith and Wilson evenness (Evar). Persamaan ini dibandingkan dengan persamaan lainnya dalam analisis indeks ekologi lebih mendekati pada kenyataan dan mempunyai korelasi yang tinggi (Blackwood et al. 2007).
30
Keragaman pelotif yang dihasilkan oleh ketiga enzim yang digunakan memberikan variasi komunitas yang menarik pada seluruh perlakuan yang diberikan pada kedua sapi. Pemberian R0, R1, R2, dan R3 pada kedua sapi PO memperlihatkan keragaman bakteri rumen yang cukup menarik dengan memiliki jumlah populasi area dengan intensitas yang berbedabeda sekitar 28, 29, 26 dan 25 T-RFs dari semua enzim yang digunakan dalam penelitian. Tabel 4. Indeks diversitas Smith and Wilson evenness (Evar) Perlakuan Sapi rataan A
B
Silase + Probiotik (R2)
0,92
0,86
0,89±0,04
Pakan Dasar (R0)
0,72
0,81
0,77±0,07
Silase (R1)
0,73
0,69
0,71±0,03
Pakan Dasar + Probiotik (R3)
0,46
0,85
0,65±0,27
Keragaman mikroorganisme rumen tergantung dari pakan, kondisi sapi, dan sinergisme dengan mikroba lainnya. Pada pemberian R0 keragaman yang didapatkan masih cukup tinggi, hal ini diperlihatkan data Evar yang dimiliki R0 lebih tinggi dibandingkan dengan R3 (Tabel 4), sedangkan untuk pemberian R1 dan R3 memperlihatkan adanya kecenderungan menurunkan keragaman, tetapi jika dikombinasikan diantara keduanya (R2) ada kecenderungan memberikan dampak yang sinergis yaitu nilai Evar
meningkat paling tinggi dibandingkan dengan
semua perlakuan. Turun dan naiknya indeks keragaman tidak selamanya berdampak negatif. Perlu dicermati bahwa organisme tertentu tereliminasi akibat kehadiran organisme lain, ada kecenderungan berdampak positif. Hal tersebut memperlihatkan pengaruh yang diberikan kepada lingkungannya
31
secara tidak langsung, yaitu ketidak hadiran bakteri tertentu memberikan bakteri lain untuk memanfaatkan metabolit yang dihasilkan dan berperan aktif dalam metabolisme di rumen. Mungkin saja keberadaan isolat bakteri pada saat pemberian hanya bertahan tidak lama karena lingkungan yang cukup komplek yang ada di rumen. Meskipun kehadirannya tidak lama, namun sepertinya telah menghasilkan suatu produk metabolit atau suasana yang cukup sesuai sehingga bakteri rumen yang lain mulai terlihat komunitasnya. Analisis T-RFLP ini menunjukkan suatu analisis yang unik dapat memperlihatkan keberadaan suatu komunitas dengan atraktif, dinamis, dan sinergis.
Kedekatan T-RF (bp) dengan Organisme dalam RDP II Untuk mengetahui nama populasi bakteri rumen dari kedekatan dan keragaman yang dimiliki setiap perlakuan selanjutnya ukuran T-RFnya disejajarkan dengan database genebank pada Ribosomal Data Project (RDP)
II
di
homepage
http://rdp8.cme.msu.edu/html/TAP-Java2.html.
Proses pensejajaran dengan database RDP II secara online dengan program Java diperlukan dua software pendukung yang harus di instal terlebih dahulu yaitu JDK dan JRE. Setelah proses instal selesai, program T-RFLP
v1.0
Beta1
akan
ditampilkan
di
alamat
http://rdp8.cme.msu.edu/html/TAP-Java2.html (Gambar 9).
website
32
Gambar 9. Tampilan program T-RFLP v1.0 Beta1 untuk identifikasi T-RF peak secara online. Kedekatan situs restriksi mikroorganisme yang telah ada pada database ditolerir ketepatannya antara data T-RF observasi dengan T-RF prediksi sebesar kurang lebih 3 bp (Sakamoto et al. 2004). Pada Gambar 10. diperlihatkan
kedekatan TRF observasi dengan organisme prediksi
pada database dari ketiga enzim restriksi yang digunakan. Ketiga enzim yang digunakan dalam analisis T-RFLP saling memperkuat data observasi yang didapatkan.
33
Gambar 10.Tampilan program T-RFLP v1.0 Beta1 dalam identifikasi T-RF yang dihasilkan oleh tiga enzim restriksi HaeIII, HhaI, dan MspI secara online Gambar 11. menunjukan hasil genescan ABI PRISM 3100 yang berupa elektroferogram dari ukuran potongan ujung 5’ TR-F semua perlakuan R0, R1, R2, dan R3 pada sapi A dan B yang dipotong dengan enzim HaeIII. Secara umum hasil genescan memberikan pola penyebaran yang hampir merata dari semua enzim yang digunakan (Gambar 11).
34
Epulopiscium sp/Epulopiscium fishelsoni str Red. Sea A2 Clostridium purinolyticum Ruminococcus productus/Clostridiu m Sp.
Arcobacter cryaerophilus CCUG17801 Arcobacter butzleri CCUG10373 (CloneT31/CloneT55/Clone T95)
128
A Metabacterium polyspora Clone WCHBI-82 262
Ruminococcus hansenii ATCC
267
Eubacterium cellulosolvens ATCC43171(T)/ Syntrophomonas saporans Eubacterium ptautii DSM 4000(T)/ Clostridium fusiformis str CM973
Clostridium purinolyticum
Ruminococcus hansenii ATCC 185
193
B Clone WCHBI-82
Ruminococcus productus/Clostridiu m Sp. Clone12-102
Cytophaga fucicola str NN015860 /str sw17 Clone EH-7/ str.rj5
keterangan,
= meningkat,
= menurun
Gambar 11. Elektroferogram genescan T-RF menggunakan enzim restriksi HaeIII pada sapi A dan sapi B.
35
Perlakuan R1, R2, dan R3 pada sapi A secara umum menekan keberadaan Clostridium purinolyticum ATCC 33906(T) yang pada awalnya ada pada perlakuan R0. Akan tetapi pada sapi B pemberian R1 dan R2 saja yang menurunkan keberadaannya (Gambar 10). Keberadaan Epulopiscium sp.
Str
morphotype
Red.SeaA2/Bifidobacterium
A2/Epulopiscium
longum
ATCC15707(T)
fishelsoni pada
kedua
str sapi
mengalami penurunan dengan diberikannya perlakuan R1, akan tetapi dengan perlakuan R3 hanya terjadi penurunan populasi di sapi B. Pemberian R1 pada sapi A memperlihatkan munculnya populasi bakteri Metabacterium polyspora yang sebelumnya tidak ada. Bakteri ini kembali tertekan dan akhirnya tidak muncul ketika sapi A mendapatkan perlakuan R3. Hal ini tidak terjadi pada sapi B meskipun perlakuan yang diberikan sama dengan sapi A. Populasi Ruminococcus productus ATCC 27340/Clostridium Sp. Str DR6A pada sapi A mengalami penurunan yang drastis ketika diberikan perlakuan R1 dan kembali muncul ketika diberikan perlakuan R3. Hal ini memiliki
persamaan dengan sapi B yaitu pemberian R2 menunjukan
adanya indikasi peningkatan populasi Ruminococcus productus ATCC 27340/Clostridium Sp. Str DR6A. Jadi, ada indikasi bahwa probiotik yang diberikan mendorong terbentuknya kondisi rumen yang sesuai untuk stimulasi kehadiran bakteri-bakteri yang sebelumnya tidak ada atau minoritas. Hal ini terjadi juga pada sapi A yang mengalami penurunan populasi Cytophaga fucicola str NN015860/str sw17. Uniknya, fenomena ini terjadi sebaliknya pada sapi B. Secara keseluruhan semua perlakuan pakan yang dikonsumsi oleh sapi PO berhasil memperlihatkan keragaman yang ada di habitat rumen pada saat itu (Tabel 5).
36
Tabel 5. Kedekatan ukuran T-RF (bp) dengan data base pada RDP II Populasi T-RF dan Organisme Bifidobacterium angulatum str.Type strain ATCC27535(T) Clone EH-7 str.rj5 Clone WCHBI-82 Clone12-102 Eubacterium cellulosolvens ATCC43171(T) Syntrophomonas saporans Clone vc2.1 Bac43 Eubacterium ptautii DSM 4000(T) Clostridium fusiformis str CM973 Arcobacter cryaerophilus CCUG17801 Arcobacter butzleri CCUG10373/(CloneT31/CloneT55/Clone T95) Ruminococcus productus ATCC27340/Clostridium Sp.StrDR6A Ruminococcus hansenii ATCC 27752(T) Cytophaga fucicola str NN015860/ str sw17 Epulopiscium sp. Str morphotype A2/Epulopiscium fishelsoni str Red. Sea A2 Bifidobacterium longum ATCC15707(T) Metabacterium polyspora Clostridium purinolyticum ATCC33906(T)
Kesesuaian ukuran T-RF Prediksi Observasi (HaeIII, HhaI, MspI) (HaeIII, HhaI, MspI) 46, 335, 43 46,338, ND 152, 59, NA 152, 59,55 152, 159, 93 152, 161, 95 161, 331, 250 161, 331, 256 181, 64, 59 181, 65, 57 201, 152, 184 201, 150, 184 201, 341, 259 201, 339, 258 201, 23, 259 201, ND, 258 201, 350, 260 201, 349, 258 201, 1052, 184 201, ND, 184 224, 64, 436 223, 67, 436 233, 150, 182 235, 151, 259 242, 56, 51 247, 334, 244 247, 334, 96 251, 517, 248 260, 160, 128
233, 150, 184 235, 150, 258 243, 59, 51 247, 331, 241 247, 331, 94 251, ND, 248 260, 161, 123
37
Penurunan populasi bakteri yang dominan menyebabkan adanya populasi bakteri tertentu mulai terlihat keberadaanya meskipun masih rendah. Begitu pula dengan adanya peningkatan populasi bakteri tertentu menyebabkan tersuksesinya beberapa populasi yang sebelumnya ada. Hal ini terjadi pada perlakuan R1,R2, dan R3 dari kedua sapi. Perlakuan R1 pada sapi A, CloneT31/CloneT55/CloneT95/Arcobacter cryaerophilus dengan
CCUG17801/Arcobacter
kehadiran
bakteri
butzleri
dominan
CCUG10373
Metabacterium
tersuksesi polyspora.
Metabacterium polyspora termasuk bakteri gram positif, hidup dalam kondisi anaerob, diisolasi dari saluran pencernaan babi (Esther et al. 1998). Clone WCHBI-82 dan Clone12-102
mulai terlihat populasinya setelah
terjadi penurunan Ruminococcus hansenii ATCC 27752(T) dan Clostridium purinolyticum ATCC33906(T). Clostridium purinolyticum termasuk bakteri proteolitik anaerob, gram negatif, tumbuh pada kisaran pH 6,5-9 (Durre et al. 1981). Clone
EH-7/str.rj5
mulai
muncul
dan
peningkatan
populasi
Cytophaga fucicola str NN015860, str sw17 setelah terjadi penurunan populasi Clone WCHBI-82/Clone12-102, Epulopiscium sp. Str morphotype A2/Epulopiscium
fishelsoni str Red. Sea A2/Bifidobacterium
longum
ATCC15707(T) dan Clostridium purinolyticum ATCC33906(T). Cytophaga fucicola merupakan bakteri aerob, gram negatif, dan dapat menghidrolisis substrat selulosa. Organisme ini pada awalnya berhasil diisolasi dari air laut (Johansen et al. 1999). Pola turun dan naiknya populasi bakteri tertentu mengindikasikan bahwa ada beberapa kerja bakteri yang mempunyai korelasi negatif, positif dan memperbaiki respon imun dalam keadaan stress (Krehbiel et al. 2003), menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme rumen dan menstabilkan pH rumen.
38
Pada
Tabel
5.
didapatkan
beberapa
organisme
seperti
Bifidobacterium angulatum yang kebetulan memiliki kedekatan dengan TRF observasi. Hampir semuanya organisme tersebut termasuk bakteri anaerob, dapat tumbuh pada suhu 35-43 o C, berasal dari habitat saluran pencernaan ternak ruminansia dan nonruminansia kecuali Cytophaga. Organisme ini merupakan bakteri aerob, diisolasi dari air laut, dan dapat menghidrolisis substrat selulosa (Johansen et al. 1999). Sejauh ini Bifidobacterium angulatum dilaporkan sebagai organisme penghuni saluran pencernaan pada manusia (Dinoto et al. 2006b). Perlu diklarifikasi mengenai keberadaan organisme yang sebelumnya tidak ditemukan dalam rumen menggunakan metode PCR dengan primer spesifik atau dengan pendekatan pustaka klon.
Aktivitas Rumen Kecukupan sumber energi untuk ternak terpenuhi, sehingga fungsifungsi organ tubuh ternak tidak terganggu, dan selama penelitian sapi diketahui dalam kondisi sehat. Konsumsi rataan sapi dalam 100% BK pada perlakuan R0, R1, R2, dan R3 secara berturut-turut adalah 6,42; 4,46; 5,03; dan 6,93Kg. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian probiotik dapat meningkatkan konsumsi BK. Sebaliknya pemberian silase berdampak pada penurunan konsumsi BK. Uniknya, apabila pakan ditambahkan probiotik ada kecenderungan terjadinya peningkatkan konsumsi BK. Perlakuan yang diberikan ternyata dapat merubah profil VFA parsial yang dihasilkan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan berbeda nyata (p<0,05) terhadap pH, asam propionat, asam butirat, asam isovalerat, asam valerat, dan asam isovalerat, sedangkan untuk parameter aktivitas enzim selulase dan asam asetat tidak berbeda nyata dari seluruh perlakuan yang diberikan. Hasil analisis sidik ragam
39
dengan uji lanjut Tukey pada taraf nyata 5% dari masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 6, Gambar 12. dan Gambar 13. di bawah ini. Pada Gambar 11. menunjukkan bahwa perlakuan R1 berbeda nyata (p<0,05) paling tinggi 9,69% terhadap kondisi pH rumen, sedangkan untuk perlakuan R3 nyata (p<0,05) paling kecil 10,89% dengan perlakuan lainnya. Pemberian probiotik secara umum menurunkan pH rumen, sedangkan perlakuan silase memberikan efek sebaliknya yaitu menaikkan pH rumen.
Gambar 12. Nilai pH isi rumen pada ke dua sapi dari seluruh perlakuan Nilai pH isi rumen pada kedua sapi dari seluruh perlakuan berkisar antara 6,30-7,36 (Gambar 12). Turun naiknya pH rumen secara umum dapat menurunkan aktivitas mikroba rumen pendegradasi serat. Akan tetapi
pada
penelitian
ini
tidak
terjadi
demikian,
karena
masih
ditemukannya Eubacterium cellulosolvens ATCC43171(T) pada perlakuan R0, R2, dan R3. Meskipun aktivitas selulase secara statistik tidak berbeda nyata, namun ada kecenderungan bahwa adanya penurunan populasi bakteri pendegradasi serat mengakibatkan penurunan aktivitas selulolitik.
40
Gambar 13. Aktivitas enzim selulolitik pada kedua sapi dari seluruh perlakuan Aktivitas selulase dari isi rumen berkisar antara 0,23-0,33 U/ml. Aktivitas tersebut merupakan nilai sebagian dari aktivitas selulolitik mikroba rumen.
Karena ada beberapa mikroorganisme memiliki
mekanisme selulolitik komplek seperti selulosom yang berada dalam membran sel paling luar, sehingga untuk mengetahui nilai aktivitasnya harus dilakukan pemecahan sel (Hobson et al. 1997, Doi et al. 2003). Pada penelitian ini hanya mengukur supernatan dari isi rumen dan tidak melakukan pemecahan sel mikroba yang tegabung dalam endapan isi rumen. Kisaran pH normal dalam rumen
berkisar antara 6-7 yang
berdampak pada produksi VFA secara umum (Tillman et al. 1991). Pada penelitian ini, produksi asam asetat 68,27-74,40 %mM masih dalam kisaran normal dan tidak terjadi perbedaan nyata dari perlakuan yang diberikan (Tabel 6). Doreau et al. (2002) melaporkan produksi VFA parsial (% mM) di dalam rumen sapi setelah 3 jam mengkonsumsi pakan menghasilkan 62,3% asam asetat, 24,0% asam propionat, dan 10,2% asam butirat.
41
Tabel 6. Aktivitas rumen dari VFA parsial dalam % mM Perlakuan
Asetat
Propionat
Butirat
Isobutirat
Valerat
Isovalerat
R0
74,40 a ±2,85
14,78 b ±1,87
8,86 a ±1,17
1,01c ±0,18
0,19 b ±0,21
R1
74,30 a ±1,85
16,84 ab ±1,26
5,34 b ±0,54
1,66 ab ±0,26 0,60 ab ±0,36 1,26 ab ±0,18
R2
68,27 a ±5,78
19,44 a ±2,34
7,57 ab ±2,53
2,21 a ±0,59
0,76 a ±0,44
1,77 a ±0,68
R3
72,63 a ±2,69
17,58 ab ±2,45
7,46 ab ±0,80
1,50 bc ±0,47
0,33 ab ±0,17
0,51c ±0,07
0,77 bc ±0,11
* Superskrip berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (p <0.05).
Pemberian probiotik secara umum menunjukan kecenderungan peningkatan produksi asam propionat. Hal ini dapat dilihat dari produksi asam propionat perlakuan R2 yang secara nyata (p<0.05) lebih tinggi 31,52% dibandingkan dengan perlakuan R0. Sedangkan perlakuan R0, R1, dan R3 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon yang diamati. Peningkatan propionat pada perlakuan R2 didukung oleh adanya peningkatan populasi Cytophaga fucicola, Ruminococcus productus, dan Ruminococcus hansenii (Gambar 11). Peran Cytophaga fucicola di rumen adalah menghidrolisis pati, menghasilkan asam laktat dan VFA sebagai produk metabolismenya (Johansen et al. 1999), sedangkan Ruminococcus hansenii berperan dalam fermentasi gula-gula disakarida seperti laktosa, maltosa, dan trisakarida raffinosa yang menghasilkan produk akhir utama berupa asam laktat. Asam
asetat
merupakan
produk
akhir
metabolisme
dari
spesies
Ruminococcus productus pada saat fermentasi (Ezaki et al. 1994). Asam laktat yang dihasilkan selanjutnya digunakan oleh bakteri penghasil asam propionat, sehingga asam propionat yang dihasilkan dari hidrolisis pati menjadi lebih banyak, namun produk tersebut masih dalam kisaran normal. Konsentrasi tersebut hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Huang et al. (2008) bahwa sapi yang mengkonsumsi 30% silase jagung menghasilkan konsentrasi VFA parsial (%mM) berupa asam asetat (63,6),
42
asam propionat (18,1), asam butirat (14,0), asam isobutirat (1,1), asam valerat (1,3), dan asam isovalerat (2,0). Kecenderungan peningkatan asam propionat lebih menguntungkan karena
dapat
memasok
energi
pada
masa
pertumbuhan
dan
penggemukan. Asam propionat merupakan VFA bersifat glukogenik yang dapat menjadi prekursor dalam
sintesis glukosa melalui proses
glukoneogenesis dan jalur asam laktat (McDonald et al. 1991). Selain itu, sekitar lebih dari 50% glukosa untuk ternak berasal dari asam propionat. Dalam sisntesis asam propionat membutuhkan gas H2, sehingga gas H2 yang ada di rumen berkurang. Berkurangnya gas H2 mengakibatkan rendahnya
produksi
metan,
sehingga
fermentasi
mengarah
pada
pembentukan asam propionat yang lebih menguntungkan. Selain itu, energi yang terbuang sebagai gas metan menjadi berkurang (Hobson et al. 1997). Produksi asam butirat dari perlakuan R1 secara nyata (p<0.05) dihasilkan lebih rendah 39.73% dibandingkan dengan perlakuan R0, sedangkan perlakuan R0, R2, dan R3 tidak berpengaruh nyata terhadap asam butirat yang dihasilkan. Pada perlakuan R1, adanya Metabacterium polyspora yang menggantikan Epulopiscium sp. Pada perlakuan R0 diduga berdampak pada produk VFA yang dihasilkan (Gambar 11). Kedua bakteri ini memiliki kedekatan secara genetik dengan Clostridium lentocellum sebagai bakteri selulolitik penghuni saluran pencernaan hewan herbivora (Angert et al. 1996). Dari hasil tersebut ada kecenderungan bahwa pemberian R1 berdampak pada penurunan produksi asam butirat, akan tetapi R3 memberikan respon yang sama dengan R0. Hal tersebut mengindikasikan bahwa probiotik memberikan kestabilan dalam produksi asam butirat dan kecenderungan peningkatan produksi asam propionat. Keragaman bakteri
43
yang tinggi pada perlakuan R2 Evar 0,89±0,04 (Tabel 4) diduga berperan secara sinergis dalam peningkatan produksi asam propionat. Bakteri yang berhasil ditemukan dalam beberapa perlakuan memiliki peran dalam pemanfaatan asam butirat untuk menghasilkan asam asetat dan H2 (Syntrophomonas sapovorans) (Zhang et al. 2004), penggunaan adenin untuk menghasilkan asam asetat dan asam format (Clostridium purinolyticum) (Durre et al. 1981). Beberapa isolat beserta klon dari organisme yang belum teridentifikasi diduga berperan juga dalam produksi VFA. Beberapa bakteri yang ditemukan dan berperan dalam proses metabolisme rumen terkait produksi VFA adalah meliputi Ruminococcus, Clostridium, Propionibacter, Bifidobacterium, Eubacterium dan Peptostreptococcus (Ogimoto et al. 1981). Perlakuan R1 dan R2 terhadap produksi asam isobutirat memberikan respon secara nyata (p<0.05) lebih tinggi 0,64 kali dan 1,19 kali dibandingkan dengan perlakuan R0. Sedangkan untuk pemberian R2 berpengaruh nyata (p<0.05) lebih tinggi 47,33% dibandingkan dengan perlakuan R3. Secara umum, silase berpengaruh pada peningkatan asam isobutirat. Produksi asam valerat yang dihasilkan dari perlakuan R2 nyata (p<0.05) lebih tinggi 3 kali dibandingkan dengan perlakuan R0. Sedangkan antar perlakuan R0, R1, dan R3 tidak berpengaruh terhadap produksi valerat. Perlakuan R2 secara nyata (p<0.05) lebih tinggi 1,3 kali dan 2,47 kali dalam menghasilkan asam isovalerat dibandingkan dengan perlakuan R0 dan R3, namun bila dibandingkan dengan perlakuan R1 memberikan respon yang tidak berbeda nyata, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian R2 bekerja secara sinergis dalam metabolisme rumen menghasilkan baik asam valerat maupun asam isovalerat. Mikroba rumen berperan dalam proses fermentasi dan pencernaan, juga dapat berperan
44
sebagai pemasok sumber energi bagi mikroba rumen lainnya. Hidrolisis polisakarida dan masuknya produk hidrolisis ke dalam sel merupakan hal yang penting dalam intraksi ekosistem rumen (Hobson et al. 1997). Probiotik BAL bekerja di dalam rumen setelah produk karbohidrat yang sederhana sudah tersedia untuk menghasilkan produk akhir asam laktat dan asam-asam organik lainnya. Produk asam-asam organik yang dihasilkan baik dari degradasi mikroba rumen, probiotik dan pakan silase digunakan oleh mikroba pengguna asam organik. Selanjutnya mikroba proteolitik
dapat
mendegradasi
asam
amino
berantai
cabang
menghasilkan asam lemak berantai cabang. Mikroba agar bisa tumbuh dan bekerja dengan baik membutuhkan pasokan nutrisi yang cukup. Sintesis protein mikroba membutuhkan asam lemak rantai cabang sebagai prekursor seperti; asam isobutirat dan asam isovalerat (Sutardi 2001). Efektifitas penggunaan suatu produk dapat dilihat dari pengaruh yang diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung yang terjadi di dalam rumen. Pemberian silase dan probiotik memperlihatkan hasil produk metabolisme dalam rumen yang berupa VFA parsial, pH dan aktivitas selulolitik rumen yang berhubungan erat dengan peranan yang diberikan oleh keragaman bakteri rumen. Keberadaan populasi bakteri rumen yang bekerja sinergi, korelasi positif dan negatif (Tabel 5, Gambar 11) berhasil diperlihatkan oleh analisis T-RFLP. Pemberian silase lebih efektif apabila diberikan bersamaan dengan pemberian probiotik yang menghasilkan
peningkatan
secara
nyata
(p<0,05)
produk
akhir
metabolisme yaitu asam propionat, asam valerat, asam isobutirat, dan asam isovalerat, sedangkan apabila pemberiannya terpisah, masingmasing memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan pH rumen dan penurunan asam butirat (R1), penurunan pH rumen dan ada kecenderungan dalam peningkatan produksi asam propionat (R3).
45
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian silase dan probiotik efektif diberikan secara bersamaan dengan memperlihatkan indeks diversitas Smith and Wilson evenness paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Sinergisme antara perlakuan dengan peningkatan keragaman bakteri rumen dalam profil aktivitas rumen, secara nyata (p<0,05) meningkatkan produksi asam propionat, asam isobutirat, asam valerat dan asam isovalerat. Silase dan probiotik diberikan secara terpisah memperlihatkan pengaruh terhadap penurunan keragaman bakteri rumen.
Profil aktivitas rumen dari pemberian silase
secara nyata (p<0,05) meningkatkan pH, asam isobutirat, dan penurunan asam butirat. Sedangkan pemberian probiotik memberikan pengaruh secara nyata (p<0,05) terhadap penurunan pH dan ada kecenderungan dapat meningkatkan asam propionat, asam isobutirat, dan asam valerat. Analisis T-RFLP mampu memperlihatkan profil dari populasi bakteri rumen secara atraktif dan dinamik dari suatu ekosistem rumen pada varibel yang berbeda.
Saran Berdasarkan penelitian ini, disarankan masih perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kuantifikasi molekuler menggunakan Realtime PCR pada populasi bakteri rumen yang dominan dan penggunaan ukuran standar genescan yang lebih panjang dari 500 bp. Penggunaan metode lain seperti pustaka klon (clone library) untuk melihat organisme yang tidak teridentifikasi dan tidak dapat dikulturkan. Penggunaan primer spesifik untuk mengklarifikasi keberadaan organisme yang sebelumnya tidak ditemukan di dalam rumen.
46
DAFTAR PUSTAKA
Angert E, A Brooks, NR Pace. 1996. Phylogenetic Analysis of Metabacterium polyspora: Clues to the Evolutionary Origin of Daughter Cell Production in Epulopiscium Species, the Largest Bacteria. J. Bacteriol 178,5:1451-1456. Arora SP. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. UGM Press Ed.2. Astuti WD, R Ridwan, B Tappa. 2007. Penggunaan probiotik dan kromium organik terhadap kondisi lingkungan rumen in vitro. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 12,4:262-267. Bhandari SK, KH Ominski, KM Wittenberg, JC Plaizier. 2007. Effects of Chop Length of Alfalfa and Corn Silage on Milk Production and Rumen Fermentation of Dairy Cows. J. Dairy Sci. 90:2355–2366. Blackwood CB, D Hudleston, DR Zak, JS Buyer. 2007. Interpreting ecological diversity indices applied to terminal restriction fragment length polymorphism data: insights from simulated microbial communities. Appl. Environ. Microbiol 73:5276–5283. Broberg A, K Jacobsson, K Strom, J Schnurer. Metabolite profiles of lactic acid bacteria in grass silage. 2007. Appl. Environ. Microbiol 73,17:5547–5552. Cappuccino JG, N Sherman. 2001. Microbiology; a laboratory manual. 6th Ed. State University of New York, Rockland Community College. Chung KT, MP Bryant. 1999. Robert E. Hungate: Pioneer of anaerobic Microbial Ecology. Review Article Anaerobe 3:213–217. Cone JW, AHV Gelder, IA Soliman, HD Visser, AMV Vuuren. 1999. Different techniques to study rumen fermentation characteristics of maturing grass and grass silage. J. Dairy Sci 82,5:957-966. deMan JC, M Rogosa, ME Sharpe. 1960. A medium for cultivation of lactobacilli. J. Appl. Bacteriol 23:130-135.
47
[Deptan RI]. 2007. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian RI. Jakarta Dinoto A et al. 2006a. Modulation of rat cecal microbiota by administration of raffinose and encapsulated Bifidobacterium breve. Appl. Environ. Microbiol 72,1:784-792. Dinoto A et al. 2006b. Population dynamics of Bifidobacterium species in human feces during raffinose administration monitored by fluorescence in situ hybridization-flow cytometry. Appl. Environ. Microbiol 72,12:7739-7747. Djawa ET. 2001. Ensilase rumput gajah dengan bakteri asam laktat dengan enzim selulolitik serta suplementasi seng dan probiotik untuk memacu aktivitas mikroorganisme rumen. Skripsi Institut Pertanian Bogor. Doi RH, A Kosugi, K Murashima, Y Tamaru, SO Han. 2003. Cellulosomes from Mesophilic Bacteria. J. Bacteriol 185,20: 5907–5914. Doreau BM, I Fernandez, G Fonty. 2002. A comparison of enzymatic and molecular approaches to caracterize the cellulolytic microbial ecosytem of the rumen and the cecum. J. Anim. Sci 80:790-796. Durre PW, Andersch, JR Andereesen. 1981. Isolation and characterization of an adenine-utilizing, anaerobic sporeformer, Clostridiu m purinolyticum sp. nov. Int. J. Syst Bacteriol 31,2:184-194. Einarson MS, JC Plaizier, KM Wittenberg. 2004. Effects of barley silage chop length on productivity and rumen conditions of lactating dairy cows fed a total mixed ration. J. Dairy Sci 87,9:2987–2996. Ennahar S, Y Cai, Y Fujita. 2003. Phylogenetic diversity of lactic acid bacteria associated with paddy rice silage as determined by 16S ribosomal DNA analysis. Appl. Environ. Microbiol 69,01:444–451. Esther R, Angert, RM Losick. 1998. Propagation by sporulation in the guinea pig symbiont Metabacterium polyspora. Proc. Natl. Acad. Sci. 95: 10218–10223. Ezaki T, NLY Hashimoto, H Miura, H Yamomoto. 1994. 16S Ribosomal DNA Sequences of Anaerobic Cocci and Proposal of Ruminococcus
48
hansenii comb. nov. and Ruminococcus productus comb. nov. Int. J. Syst Bacteriol 44,1:130-136. Ferrero M, ME Farías, F Siñeriz. 2004. Preliminary characterization of microbial communities in high altitude wetlands of northwestern Argentina by determining terminal restriction fragment length polymorphisms. Rev Latinoam Microbiol 46,3-4:72-80. Fuller R. 1992. Probiotics: The Scientific Basis. Chapman and Hall. London Ghose TK. 1987. Measurement of cellulase activities. Pure & App Chem 59,2:257-268. Gilliland S. 2004. Probiotics Provide Benefits for Livestock. Food and Agricultural Products Center,Stiilwater Okla. Gollop N, V Zakin, ZG Weinberg. 2005. Antibacterial activity of lactic acid bacteria included in inoculants for silage and in silages treated with these inoculants. J. Appl Microbiol 98:662–666. Gruntzig V, B Stres, HLA del Río, JM Tiedje. Improved protocol for T-RFLP by capillary electrophoresis. 2002. http://rdp8.cme.msu.edu/html/trflp_jul02.html Hobson PN, CS Stewart. 1997. The rumen Microbial Ecosystem. Chapman and Hall. 2nd Edition, London. Huang Y, JP Schoonmaker, BJ Bradford, DC Beitz. 2008. Response of Milk Fatty Acid Composition to Dietary Supplementation of Soy Oil, Conjugated Linoleic Acid, or Both. J. Dairy Sci 91,1:260–270. Hungate RE. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press, New York, 3 th ed. Johansen JE, P Nielsen, C Sjraholm. 1999. Description of Cellulophaga baltica gen. nov., sp. nov. and Cellulophaga fucicola gen. nov.,sp. nov. and reclassification of [Cytophaga]Iytica to Cellulophaga lytica gen. nov., comb. nov. Int. J. Syst Bacteriol 49,1: 1231-1240 Jones B, MG Kenward. 2003. Design and Analysis of Cross-over Trials. CRC Press. 2nd ed.
49
Kaplan CW, JC Astaire, ME Sanders, BS Reddy, CL Kitts. 2001. 16S ribosomal DNA terminal restriction fragment pattern analysis of bacterial communities in faeces of rats fed Lactobacillus acidophilus NCFM. Appl. Environ. Microbiol 67:1935–1939. Kamra DN. 2005. Rumen microbial ecosystem. Special section ; microbial diversity. Curr Sci 89,1:124-135. Keyserlingk MAGV, JA Shelford, R Puchala, ML Swift, LJ Fisher. 1998. In situ disappearance of amino acids from grass silages in the rumen and intestine of cattle. J. Dairy Sci 81,1: 140-149. Kleinschmit DH, RJ Schmidt, L Kung Jr. 2005. The Effects of Various Antifungal Additives on the Fermentation and Aerobic Stability of Corn Silage. J. Dairy Sci 88:2130–2139. Krause DO, CS McSweeney, RJ Forster. 1999. Molecular ecological methods to study fibrolytic ruminal bacteria: phylogeny, competition, and persistence. Proceedings of the 8th International Symposium on Microbial Ecology Bell CR, Brylinsky M, Johnson-Green P (ed) Atlantic Canada Society for Microbial Ecology, Halifax, Canada. Krause DO et al. 2003. Diet influences the ecology of lactic acid bacteria and Escherichia coli along the digestive tract of cattle: neural networks and 16S rDNA. Microbiology 149,57–65. Krehbiel CR, SR Rust, G Zhang, SE Gilliland. 2003. Bacterial direc feed microbials in ruminant diet: perpormance response and mode of action. J. Anim. Sci 81 (E.Sppl.2): E120-132. Liu WT, TL Marsh, H Cheng, LJ Forney. 1997. Characterization of microbial diversity by determining terminal restriction fragment length polymorphisms of genes encoding 16S rRNA. Appl. Environ. Microbiol 63: 4516-4522. McDonald P, AR Henderson, SJE Heron. 1991. The Biochemistry of Silage. Chalcombe publications. 2nd ed. Centerbury, UK. Moubareck C, F Gavini, L Vaugien, MJ Butel, F Doucet-Populaire. 2005. Antimicrobial susceptibility of bifidobacteria. J. Antimicrob Chemother 55:38–44.
50
Muck R. 1996. Inoculation of silage and its effects on silage quality. Informational Conference with Dairy Forage Industries. US Dairy Forage Research Center. Ogimoto K, S Imai. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Sci. Soc. Press, Tokyo. Osborn AM, ERB Moore, KN Timmis. 2000. An evaluation of terminalrestriction fragment length polymorphism (T-RFLP) analysis for the study of microbial structure and dynamics. Appl. Environ. Microbiol 2:39-50. Osborne AC, GN Rees, Y Bernstein, PH Janssen. 2006. New threshold and confidence estimates for terminal restriction fragment length polymorphism analysis of complex bacterian comunities. Appl. Environ. Microbiol 72,2:1270-1278. Ridwan R, WD Astuti, Y Widyastutui. 2005. Evaluasi penggunaan aditif probiotik dan mineral organik pada aktivitas fermentasi rumen secara in vitro. Procsiding Seminar Nasional Industri Peternakan Modern II Mataram, 19-20 Juli 2005 ISBN 979-97789-2-1:289-296. Russell JB, JL Rychlik. 2001. Factors that alter rumen microbial ecology. Science 292:1119-1122. Sait L, M Galic, RA Strugnell, PH Janssen. 2003. Secretory Antibodies Do Not Affect the Composition of the Bacterial Microbiota in the Terminal Ileum of 10-Week-Old Mice. Appl. Environ. Microbiol 69,4: 2100–2109. Sakamoto M et al. 2004. Changes in oral microbial profiles after periodontal treatment as determined by molecular analysis of 16S rRNA genes. J.Med Microbiol 53:563–571. Sullivan AO et al. 2002. Grass silage versus maize silage effects on retail packaged beef quality. J. Anim. Sci 80:1556–1563. Sutardi T. 2001. Ikhtisar Ruminologi. Bahan kuliah pelatihan pembuatan silase dan probiotik. Puslit Bioteknologi LIPI.
51
Suwito. 2001. Efek ensilase rumput gajah dengan bakteri asam laktat dan enzim selulolitik serta suplementasi seng dan probiotik pada sapi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Teather RM, ML Kalmokoff, MF Whitford. 1999. The role of bacteriocins in rumen microbial ecology. Proceedings of the 8th International Symposium on Microbial Ecology. Bell CR, Brylinsky M, JohnsonGreen P(ed).Atlantic Canada. Tillman AD, H Hartadi, S Reksohadiprodjo, S Prawirokusumo, S Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press Ed.5. Vlaeminck B, V Fievez, D Demeyer, RJ Dewhurst. 2006. Effect of Forage:Concentrate Ratio on Fatty Acid Composition of Rumen Bacteria Isolated From Ruminal and Duodenal Digesta. J. Dairy Sci 89:2668–2678. Wajizah S. 1999. Pengaruh penambahan probiotik Leuconostoc citreum TSD-10 pada substrat yang berbeda terhadap kecernaan serat, aktivitas fermentasi, dan populasi bakteri rumen (in vitro). Tesis. Institut Pertanian Bogor. Wang NS. 2000. Glucose assay by dinitrosalicylic colorimetric method. Department of Chemical Engineering University of Maryland, College Park. Weimer P. 1996. Ruminal cellulolytic bacteria. Informational Conference with Dairy Forage Industries. US Dairy Forage Research Center. Weinberg ZG, RE Muck, PJ Weimer. 2003. The survival of silage inoculant lactic acid bacteria in rumen fluid. J. Appl Microbiol 94:1066-1071. Weinberg ZG, RE Muck, PJ Weimer, Y Chen, M Gamburg. 2004. Lactic acid bacteria used in inoculants for silage as probiotics for ruminants. Appl Biochem. Biotechnol 118:1-10. Yogiara. 2004. Analisis komunitas bakteri cairan kantung semar (Nepenthes sp.) menggunakan teknik terminal restriction fragment length polymorphism (T-RFLP) dan amplified ribosomal DNA restriction analysis (ADRA). Tesis. Institut Pertanian Bogor.
52
Zhang C, X Liu, X Dong. 2004. Syntrophomonas curvata sp. nov., an anaerobe that degrades fatty acids in co-culture with methanogens. Int J. Syst. Evolution Microbiol 54: 969–973. Zoetendal EG, CT Collier, S Koike, RI Mackie, HR Gaskins. 2004. Molecular ecological analysis of the gastrointestinal microbiota: A Review1. J. Nutr 134:465–72. Zoetendal EG, RI Mackie. 2008. Molecular Methods in Microbial Ecology. http://www.horizonpress.com/hsp/ books/pro3.html; Februari 2008.
1
LAMPIRAN
53
Lampiran 1. Analisis sidik ragam aktivitas selulase The SAS System The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
sapi
2
A B
periode
3
1 2 3
perlakuan
4
R0 R1 R2 R3
Number of Observations Read Number of Observations Used
24 24
The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: Aktivitas selulase DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
0.12405833
0.02067639
4.50
0.0066
Error
17
0.07819167
0.00459951
Corrected Total
23
0.20225000
Source
Source sapi periode perlakuan Source sapi periode perlakuan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
selulase Mean
0.613391
23.58946
0.067820
0.287500
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
0.06615000 0.02342500 0.03448333
0.06615000 0.01171250 0.01149444
14.38 2.55 2.50
0.0015 0.1078 0.0944
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
0.06615000 0.02342500 0.03448333
0.06615000 0.01171250 0.01149444
14.38 2.55 2.50
0.0015 0.1078 0.0944
54
The SAS System The GLM Procedure Tukey's Studentized Range (HSD) Test for selulase NOTE: This test controls the Type I experimentwise error rate, but it generally has a higher Type II error rate than REGWQ.
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Critical Value of Studentized Range Minimum Significant Difference
0.05 17 0.0046 4.01999 0.1113
Means with the same letter are not significantly different. Tukey Grouping
Mean
N
perlakuan
A A A A A A A
0.33167
6
R0
0.30833
6
R3
0.28000
6
R1
0.23000
6
R2
Lampiran 2. Analisis sidik ragam pH isi rumen The SAS System The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
Sapi
2
A B
periode
3
1 2 3
Perlakuan1
4
R0 R1 R2 R3
Number of Observations Read Number of Observations Used
24 24
The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: PH_Rumen DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
3.48959167
0.58159861
15.30
<.0001
Error
17
0.64637083
0.03802181
Corrected Total
23
4.13596250
Source
55
Source Sapi periode Perlakuan1
Source Sapi periode Perlakuan1
R-Square
Coeff Var
Root MSE
PH_Rumen Mean
0.843719
2.836761
0.194992
6.873750
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
0.02220417 0.01067500 3.45671250
0.02220417 0.00533750 1.15223750
0.58 0.14 30.30
0.4552 0.8700 <.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
0.02220417 0.01067500 3.45671250
0.02220417 0.00533750 1.15223750
0.58 0.14 30.30
0.4552 0.8700 <.0001
The SAS System The GLM Procedure Tukey's Studentized Range (HSD) Test for PH_Rumen NOTE: This test controls the Type I experimentwise error rate, but it generally has a higher Type II error rate than REGWQ.
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 17 Error Mean Square 0.038022 Critical Value of Studentized Range 4.01999 Minimum Significant Difference 0.32
Means with the same letter are not significantly different.
Tukey Grouping
Mean
N
Perlakuan1
A
7.3600
6
R1
B B B
6.9350
6
R2
6.9050
6
R0
C
6.2950
6
R3
56
Lampiran 3. Analisis sidik ragam produksi asam asetat The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: Asam Asetat DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
165.9950915
27.6658486
1.93
0.1335
Error
17
243.4346363
14.3196845
Corrected Total
23
409.4297278
Source
Source Sapi periode Perlakuan1
Source Sapi periode Perlakuan1
R-Square
Coeff Var
Root MSE
Asetat Mean
0.405430
5.226953
3.784136
72.39659
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
1.4032909 16.2647443 148.3270563
1.4032909 8.1323721 49.4423521
0.10 0.57 3.45
0.7581 0.5771 0.0400
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
1.4032909 16.2647443 148.3270563
1.4032909 8.1323721 49.4423521
0.10 0.57 3.45
0.7581 0.5771 0.0400
The GLM Procedure Tukey's Studentized Range (HSD) Test for Asetat NOTE: This test controls the Type I experimentwise error rate, but it generally has a higher Type II error rate than REGWQ.
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 17 Error Mean Square 14.31968 Critical Value of Studentized Range 4.01999 Minimum Significant Difference 6.2103
Means with the same letter are not significantly different.
Tukey Grouping
Mean
N
Perlakuan1
A A A A A A A
74.395
6
R0
74.295
6
R1
72.631
6
R3
68.265
6
R2
57
Lampiran 4. Analisis sidik ragam produksi asam propionat The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: Asam Propionat DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
78.7560398
13.1260066
3.15
0.0289
Error
17
70.7575993
4.1622117
Source
Corrected Total
Source
23
R-Square
Coeff Var
Root MSE
Propionat Mean
0.526748
11.89044
2.040150
17.15791
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
3.46574007 8.48902293 66.80127684
3.46574007 4.24451147 22.26709228
0.83 1.02 5.35
0.3743 0.3817 0.0089
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
3.46574007 8.48902293 66.80127684
3.46574007 4.24451147 22.26709228
0.83 1.02 5.35
0.3743 0.3817 0.0089
Sapi periode Perlakuan1
Source
149.5136391
Sapi periode Perlakuan1
The SAS System The GLM Procedure Tukey's Studentized Range (HSD) Test for Propionat NOTE: This test controls the Type I experimentwise error rate, but it generally has a higher Type II error rate than REGWQ.
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 17 Error Mean Square 4.162212 Critical Value of Studentized Range 4.01999 Minimum Significant Difference 3.3482
Means with the same letter are not significantly different.
Tukey Grouping
Mean
N
Perlakuan1
A A A A A
19.435
6
R2
17.576
6
R3
16.845
6
R1
14.776
6
R0
B B B B B
58
Lampiran 5. Analisis sidik ragam produksi asam butirat The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: Asam Butirat DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
40.17063465
6.69510578
2.74
0.0476
Error
17
41.56137556
2.44478680
Corrected Total
23
81.73201021
Source
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
n_Butirat Mean
0.491492
21.39659
1.563581
7.307620
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
1.48034139 0.52170854 38.16858472
1.48034139 0.26085427 12.72286157
0.61 0.11 5.20
0.4472 0.8994 0.0099
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
1.48034139 0.52170854 38.16858472
1.48034139 0.26085427 12.72286157
0.61 0.11 5.20
0.4472 0.8994 0.0099
Sapi periode Perlakuan1
Source Sapi periode Perlakuan1
The SAS System The GLM Procedure Tukey's Studentized Range (HSD) Test for n_Butirat NOTE: This test controls the Type I experimentwise error rate, but it generally has a higher Type II error rate than REGWQ.
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 17 Error Mean Square 2.444787 Critical Value of Studentized Range 4.01999 Minimum Significant Difference 2.5661
Means with the same letter are not significantly different.
Tukey Grouping
Mean
N
Perlakuan1
A A A A A
8.8621
6
R0
7.5684
6
R2
7.4558
6
R3
5.3442
6
R1
B B B B B
59
Lampiran 6. Analisis sidik ragam asam isobutirat The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: Asam isobutirat
DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
5.23942943
0.87323824
5.95
0.0017
Error
17
2.49362766
0.14668398
Corrected Total
23
7.73305709
Source
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
i_Butirat Mean
0.677537
24.02304
0.382993
1.594276
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
0.07583645 0.78177374 4.38181924
0.07583645 0.39088687 1.46060641
0.52 2.66 9.96
0.4819 0.0985 0.0005
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
0.07583645 0.78177374 4.38181924
0.07583645 0.39088687 1.46060641
0.52 2.66 9.96
0.4819 0.0985 0.0005
Sapi periode Perlakuan1
Source Sapi periode Perlakuan1
The SAS System The GLM Procedure Tukey's Studentized Range (HSD) Test for i_Butirat NOTE: This test controls the Type I experimentwise error rate, but it generally has a higher Type II error rate than REGWQ.
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 17 Error Mean Square 0.146684 Critical Value of Studentized Range 4.01999 Minimum Significant Difference 0.6286
Means with the same letter are not significantly different.
Tukey Grouping
Mean
N
Perlakuan1
A A A
2.2062
6
R2
1.6607
6
R1
C C C
1.5014
6
R3
1.0088
6
R0
B B B
60
Lampiran 7. Analisis sidik ragam produksi asam valerat The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: Asam valerat DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
1.58480072
0.26413345
2.87
0.0404
Error
17
1.56330560
0.09195915
Corrected Total
23
3.14810633
Source
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
n_valerat Mean
0.503414
64.90732
0.303248
0.467201
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
0.00664904 0.40248886 1.17566283
0.00664904 0.20124443 0.39188761
0.07 2.19 4.26
0.7912 0.1427 0.0204
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
0.00664904 0.40248886 1.17566283
0.00664904 0.20124443 0.39188761
0.07 2.19 4.26
0.7912 0.1427 0.0204
Sapi periode Perlakuan1
Source Sapi periode Perlakuan1
The SAS System The GLM Procedure Tukey's Studentized Range (HSD) Test for n_valerat NOTE: This test controls the Type I experimentwise error rate, but it generally has a higher Type II error rate than REGWQ.
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 17 Error Mean Square 0.091959 Critical Value of Studentized Range 4.01999 Minimum Significant Difference 0.4977
Means with the same letter are not significantly different.
Tukey Grouping
Mean
N
Perlakuan1
A A A A A
0.7559
6
R2
0.5955
6
R1
0.3264
6
R3
0.1910
6
R0
B B B B B
61
Lampiran 8. Analisis sidik ragam produksi asam isovalerat The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: Asam isoValerat DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
5.82088387
0.97014731
7.09
0.0007
Error
17
2.32669614
0.13686448
Corrected Total
23
8.14758001
Source
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
i_Valerat Mean
0.714431
34.36917
0.369952
1.076406
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
0.11958194 0.12138667 5.57991526
0.11958194 0.06069334 1.85997175
0.87 0.44 13.59
0.3630 0.6490 <.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1 2 3
0.11958194 0.12138667 5.57991526
0.11958194 0.06069334 1.85997175
0.87 0.44 13.59
0.3630 0.6490 <.0001
Sapi periode Perlakuan1
Source Sapi periode Perlakuan1
The SAS System The GLM Procedure Tukey's Studentized Range (HSD) Test for i_Valerat NOTE: This test controls the Type I experimentwise error rate, but it generally has a higher Type II error rate than REGWQ.
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 17 Error Mean Square 0.136864 Critical Value of Studentized Range 4.01999 Minimum Significant Difference 0.6071
Means with the same letter are not significantly different.
Tukey Grouping
Mean
N
Perlakuan1
A A A
1.7690
6
R2
1.2595
6
R1
C C C
0.7675
6
R0
0.5096
6
R3
B B B
62
Lampiran 9. Hasil genescaning sampel R0 pada sapi A dari ketiga enzim restriksi
63
64
65
66
Lampiran 10. Hasil genescaning sampel R1 pada sapi A dari ketiga enzim restriksi
67
68
69
70
Lampiran 11. Hasil genescaning sampel R2 pada sapi A dari ketiga enzim restriksi
71
72
73
74
75
Lampiran 12. Hasil genescaning sampel R3 pada sapi A dari ketiga enzim restriksi
76
77
78
79
Lampiran 13. Hasil genescaning sampel R0 pada sapi B dari ketiga enzim restriksi
80
81
82
83
Lampiran 14. Hasil genescaning sampel R1 pada sapi B dari ketiga enzim restriksi
84
85
86
Lampiran 15. Hasil genescaning sampel R2 pada sapi B dari ketiga enzim restriksi
87
88
89
Lampiran 16. Hasil genescaning sampel R3 pada sapi B dari ketiga enzim restriksi
90
91
92