PENGARUH KOMPOS, PUPUK FOSFAT DAN KAPUR TERHADAP PERBAIKAN SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING, SERAPAN FOSFAT DAN KALSIUM SERTA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG
TONY BASUKI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
i
PENGARUH KOMPOS, PUPUK FOSFAT DAN KAPUR TERHADAP PERBAIKAN SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING, SERAPAN FOSFAT DAN KALSIUM SERTA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG
TONY BASUKI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ii
RINGKASAN TONY BASUKI. Pengaruh Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Perbaikan Sifat Kimia Tanah Podzolik Merah Kuning, Serapan Fosfat dan Kalsium serta Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung. Dibimbing oleh B.H. TAMPUBOLON, SUDIRMAN YAHYA dan KOMARUDIN IDRIS. Ketersediaan fosfor yang sangat rendah bagi tanaman adalah salah satu masalah penting pada Podzolik Merah Kuning (PMK). Kondisi ini menyebabkab kelarutan Al dan Fe tinggi sehingga menurunkan mobilitas P dan cepatnya unsur P dari pupuk dijerap tanah dalam bentuk Al-P, Fe-P, atau bentuk lain yang sulit untuk diserap tanaman. Untuk mencegah ion fosfat dan atau melepaskan fosfat yang telah terikat pada keadaan ini maka dua mekanisme yang memungkinkan yakni (i) mengendapkan Fe dan Al menjadi tidak larut, melalui penetralan pH tanah; dan (ii) mengkompleks Al atau Fe melalui pengkelatan oleh bahan organik tanah. Penambahan pupuk fosfat juga merupakan salah satu cara umum yang memungkinkan fosfor yang lebih banyak tersedia bagi tanaman. Penelitian ini menggunakan metoda percobaan lapangan yang mengarah pada pemecahan masalah tersebut dan telah dilaksanakan di kebun percobaan Tajur, IPB sejak Agustus 2000 sampai Januari 2001. Tujuannya : (i) mengetahui penampilan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung, serta serapan fosfat dan kalsium karena adanya perubahan-perubahan sifat kimia tanah PMK (ii) mempelajari besaran perubahan dan keterkaitan sifat-sifat kimia tanah seperti pH tanah, aluminium dapat ditukar (Al-dd), P-tersedia, kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan kalsium dapat ditukar (Ca-dd) akibat dari faktor kompos, pupuk fosfat dan kapur. Rancangan percobaan adalah RAL secara faktorial, dengan tiga faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jenis kompos, terdiri dari Kompos Jerami Alang-alang (KJA), Kompos Jerami Jagung (KJJ) dan Tanpa Kompos; faktor kedua adalah jenis pupuk fosfat, yang terdiri dari SP-36, Fosfat Alam (FA) dan Tanpa Pupuk; dan faktor ketiga adalah pemberian kapur, yang terdiri dari Pemberian Kapur (0.5 Al-dd) dan Tanpa Kapur. Variabel-variabel yang diamati adalah sifat kimia tanah, pertumbuhan dan hasil jagung serta kadar dan serapan fosfat dan kalsium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (i) Kompos Jerami Alang-alang + SP-36 + Kapur; dan Kompos Jerami Jagung + SP-36 + Kapur, mampu mengubah sifat kimia tanah yang lebih baik sehingga dapat mengatasi gangguan defisiensi fosfor dan keracunan aluminium pada awal pertumbuhan dan secara nyata tanaman mampu memperoleh kalsium tanaman. Pengaruh perbaikan sifat kimia tanah tersebut berimplikasi terhadap kenormalan waktu pembungaan, serta peningkatan hasil biji secara nyata dari nihil menjadi cukup produktif. Peran dari faktor-faktor tunggal, nyata menaikkan hasil biji, namun secara ideal hasil biji yang tertinggi masih diperoleh dari kombinasi tiga faktor, . (ii), KJA atau KJJ memberi peranan dalam mengendapkan aluminium dan melepaskan fosfat dari situs jerapan menjadi P-tersedia bagi tanaman. KJA lebih kuat dibanding KJJ dalam meningkatkan P-tersedia. Namun, jika KJA dikombinasi FA memperoleh P-tersedia yang tertinggi. Sedangkan pupuk SP-36 dikombinasi KJA, diperlukan pemberian kapur, walaupun besaran kenaikan P-tersedianya berada dibawah KJA + FA; (iii) Pengendapan Al-dd tidak semata dapat ditekan melalui peningkatan pH tanah, namun melalui pengkelatan oleh bahan organik dari KJA maupun KJJ, nyata mempunyai kemampuan yang sama dengan kenaikan pH tanah. iii
Judul Tesis
:
Pengaruh Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Perbaikan Sifat Kimia Tanah Podzolik Merah Kuning, Serapan Fosfat dan Kalsium serta Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung
Nama
:
Tony Basuki
NIM
:
AGR-98056
Disetujui 1. Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. B.H. Tampubolon, M.Sc. (Ketua)
Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc. (Anggota)
Dr. Ir. Komarudin Idris, M.S. (Anggota)
Diketahui, 2. Ketua Program Studi Agronomi
Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S.
3. Dekan Sekolah Pasca Sarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 12 Oktober 2001
Tanggal Lulus : 12 Oktober 2001
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kupang pada tanggal 7 Juni 1966 dari ayah Stefanus Basuki dan Ibu Charlota Basuki. Penulis merupakan anak kedua dari sembilan bersaudara. Pada tahun 1997, telah menikah dengan Susana E. Dwiningrum dan dikaruniakan seorang anak pada tahun 1998 bernama Kidung Ksatria Pratama Basuki. Tahun 1984 penulis lulus dari Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan (SMPP) 34 Kupang dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Jurusan Agronomi pada Fakultas Pertanian (Faperta), Universitas Nusa Cendana (Undana) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) dan lulus pada tahun 1989. Pada tahun 1989 bekerja sebagai staf peneliti pada proyek P3NT Badan Litbang Pertanian yang ada di Kupang NTT yang akhirnya merupakan salah satu unit terbentuknya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT, dan sampai saat ini penulis bekerja sebagai Peneliti di balai ini. Selanjutnya, pada tahun 1998 memperoleh beasiswa dengan status pegawai tugas belajar Badan Litbang Pertanian melalui Proyek NTAADP yang ada di BPTP NTT. Sejak tahun tersebut, penulis tercatat sebagai mahasiswa Program Pasca Sarjana (PPs) pada program studi Agronomi.
v
PRAKATA Dengan memanjatkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat, anugerah dan campur-tanganNya, sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Perbaikan Sifat Kimia Tanah Podzolik Merah Kuning, Serapan Fosfat dan Kalsium serta Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung” yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2000 dan berakhir pada Januari 2001. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. B.H. Tampubolon, M.Sc., Bapak Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc., dan Bapak Dr. Ir. Komarudin Idris, M.S. selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Abdullah Bamualim, M.Sc. selaku Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT dan Bapak Dr. Ir. Jacob Nulik, M.Sc. sebagai Pimpinan Proyek NTAADP yang telah memberikan berbagai macam dukungan termasuk saransaran teknis. Pada kesempatan ini, Penulis juga mengucapkan limpah terima kasih kepada Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Bapak Kepala Pulitbang Sosek (PSE), Departemen Pertanian yang telah mempercayakan penulis dalam melaksanakan studi Program Pasca Sarjana S2 di Institut Pertanian Bogor (IPB). Ucapan terima kasih juga, pantas diberikan kepada rekan-rekan kerja BPTP NTT yang senantiasa telah memberikan dorongan semangat kerja kepada Penulis, termasuk Dr. Wirdahayati RB. sebagai salah satu senior di Balai. Kepada rekan-rekan seperjuangan angkatan 98 PS. Agronomi IPB juga disampaikan terima kasih. Termasuk sahabat-sahabat di Jl. Sukajaya II/24B Tajur, Bung Jery, Om Jepa, Bu Odi Polo, Om Olof, Pak Bruri dan Bu Ako Oematan dan Sus Ece serta rekan-rekan yang lain. Ungkapan terima kasih istimewa kepada ayahanda dan ibunda serta papi Koenunu, kakak dan adik-adik yang di Oebobo dan di Tingkat I serta seluruh keluarga atas segala dorongan motivasi dan kasih sayangnya. Dan akhirnya, Tesis ini dipersembahkan kepada Istri dan Andanda tercinta mama Kiki dan Kidung Kastria yang senantiasa mendampingi penulis dalam suka dan duka selama ini, karena mereka berdua telah memberikan peran sebagai sumber inspirasi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2001
Tony Basuki
vi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ..........................................................................
Halaman viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................
xi
PENDAHULUAN ............................................................................
1
Latar Belakang..... ………………….............................................
1
Tujuan Penelitian …....................................................................
4
Hipotesis ……............................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
5
Karakteristik Podzolik Merah Kuning dan Tanah Masam .......... Perilaku Aluminium dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman .……….............................…………………………….... Peranan Kapur pada Tanah Masam .......................................... Perilaku Fosfat pada dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman …………….........………………...........
5
6 8 9
Peranan Bahan Organik Tanah .................. …..………...………
15
Keberadaan Kalsium dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman ...................................................................................
19
BAHAN DAN METODE .................................................................
24
Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................
24
Metode .........................……......................................................
24
Bahan dan Alat ...........................................................................
24
Pelaksanaan Percobaan ............................................................
26
Pelaksanaan Penanaman ...........................................................
27
Pengamatan dan Pengumpulan Data ……………………………
28
Analisis Data ……………………………....…………………………
30
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………….............
31
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman ............................................
31
Tinggi Tanaman, Jumlah Daun dan Luas Daun ...................
31
Umur Berbunga dan Umur Panen ......................................
38
Bobot 100 Biji dan Hasil Biji ………………....……...............
40
vii
Kadar Fosfat dan Kalsium Jaringan serta Serapannya ........ Analisis Pertumbuhan ...........................................................
44 46
Laju Tumbuh Mutlak (LTM), Laju Tumbuh Relatif (LTR) dan Indeks Luas Daun (ILD) ......................................................
46
Sifat Kimia Tanah Setelah Percobaan …………………………...
51
Reaksi tanah (pH), Al-dd) dan P tersedia ............................
52
C organik, KTK dan Kalsium Dapat Ditukar...................
57
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
61
Kesimpulan ..............................................................................
61
Saran .......................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
63
LAMPIRAN ............................……………………………………........
67
viii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Komposisi Kimia Alang-alang ..............................................
19
2
Notasi dan Perlakuan pada Percobaan Lapangan..............
26
3
Daftar Metode serta Alat Pengukur Analisis Tanah dan Tanaman …………………………..……………………………
29
4
Pengaruh Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Tinggi Tanaman, Jumlah Daun dan Luas Daun, 49 hst ................
5
Pengaruh Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Umur Berbunga dan Umur Panen ................................................
40
Pengaruh Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Bobot 100 Biji dan Hasil Biji .................................................................
42
Pengaruh Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Kadar Fosfat, Kadar Kalsium, Serapan Fosfat dan Serapan Kuning ................................................................................
45
Pengaruh Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Laju Tumbuh Mutlak (LTM), Laju Tumbuh Relatif (LTR) dan Indeks Luas Daun (ILD) .....................................................
48
6 7
8
9
10
Pengaruh Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap pH Tanah, Aluminium Dapat Ditukar (Al-dd) dan P- tersedia, pada Podzolik Merah Kuning ....................................................... Pengaruh Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap C organik Tanah, Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah dan Kalsium Dapat Ditukar .....................................................................
ix
34
53 59
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Halaman
Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Tinggi Tanaman 21, 35 dan 49 hst pada Podzolik Merah Kuning ……………………….................................................
68
Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Jumlah Daun 21, 35 dan 49 hst pada Podzolik Merah Kuning ................................................................................
68
Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Luas Daun 21, 35 dan 49 hst pada Podzolik Merah Kuning ……………….......................................................................
69
Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Umur Berbunga, Umur Panen, Bobot 100 biji dan Bobot Biji (hasil) pada Podzolik Merah Kuning ……………………….
69
Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Kadar Fosfat Jaringan, Kadar Kalsium Jaringan, Serapan Fosfat dan Serapan Kalsium pada Podzolik Merah Kuning ............................................................................................
70
Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap LTA pada Periode antara 21 - 35 dan 35 - 49 hst, LTR pada Periode antara 21 - 35 dan 35 - 49 hst; dan Indeks Luas Daun (ILD) pada Podzolik Merah Kuning ……………................................................................…....…
70
7.
Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap pH, Aluminium Dapat Ditukar (Al-dd) dan P Tersedia Kuning pada Podzolik Merah Kuning ..................................
71
8.
Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap C Organik Tanah, KTK Tanah dan Ca Dapat Ditukar (Ca-dd) pada Podzolik Merah Kuning ..............................................
71
Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Tinggi Tanaman 21, 35, dan 49 hst pada Podzolik Merah Kuning .................................................................................
72
Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Jumlah Daun 21, 35 dan 49 hst pada Podzolik Merah Kuning ................................................................................
72
2.
3.
4.
5.
6.
9.
10.
x
11.
Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Luas Daun 21, 35 dan 49 hst pada Podzolik Merah Kuning .................................................................................
73
12.
Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Umur Berbunga, Umur Panen, Bobot 100 Biji dan Bobot Biji (Hasil) pada Podzolik Merah Kuning .............................
73
Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Kadar Fosfat dan Kalsium Jaringan serta Serapan Fosfat dan Kalsium pada Podzolik Merah Kuning ..........................
74
Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Laju Tumbuh Absolut (LTA), Laju Tumbuh Relatif (LTR) dan Indeks Luas Daun (ILD) pada Podzolik Merah Kuning ............................................................................................
74
15.
Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap pH Tanah, Aluminium Dapat Ditukar (Al-dd) dan PTersedia, pada Podzolik Merah Kuning ..............................
75
16.
Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap C organik Tanah, Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah dan Kalsium Dapat Ditukar pada Podzolik Merah Kuning .............................................................................................
75
17
Status Hara Podzolik Merah Kuning Asal Gajruk ................
76
18
Komposisi Hara Kompos Jerami Alang-alang dan Kompos Jerami Jagung ……………………………................
77
19
Kandungan Kimia Pupuk Fosfat Alam dan Pupuk SP-36 ...
77
20
Deskripsi Jagung Varietas Bisma ........................................
78
21
Teknik Pembuatan Kompos ...............................................
79
22
Penetapan pH dengan pH Meter .......................................
80
23
Penetapan Bahan Organik Tanah (berdasarkan jumlah bahan organik yang mudah teroksidasi) ..............................
80
24
Penetapan P-total .............................................................
81
25
Penetapan P tersedia (Bray No.1) ......................................
82
26
Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah ...............
83
27
Penetapan Aluminium Dapat Ditukar (Al-dd) ......................
84
28
Penetapan Kapur (berdasarkan Al-dd) ................................
85
29
Penetapan C- asam Humat dan C- asam Fulvat .................
85
30
Penetapan Fosfor dan Kalsium dalam Jaringan Tanaman ..
86
13.
14.
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Skema Tahapan Pelaksanaan Penelitian ................................
31
2
Pertumbuhan Tinggi Tanaman menurut Umur Pada Berbagai Perlakuan ...................................................................................
35
3
Pertumbuhan Jumlah Daun menurut Umur Pada Berbagai Perlakuan ...................................................................................
4
Pertumbuhan Luas Daun menurut Umur Tanaman Pada Berbagai Perlakuan …………………………………………………
37
5
Pengaruh Berbagai Perlakuan terhadap Hasil Biji ......................
43
6
Pengaruh Berbagai Perlakuan terhadap Bobot 100 Biji .........................
43
7
Pengaruh Berbagai Perlakuan Terhadap Presentase Kenaikan P-tersedia …………………………………………………………….
xii
36
56
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. B.H. Tampubolon, M.Sc 2. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc 3. Dr. Ir. Komarudin Idris, M.S
xiii
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia, Podzolik Merah Kuning (PMK) adalah tipe tanah yang dianggap sebagai tanah bermasalah. Tanah ini dikelompokkan sebagai tanah masam yang dicirikan oleh kejenuhan aluminium yang tinggi dan oksida besi/mangan yang cenderung mengikat fosfat. Selain itu, tanah ini juga bermasalah karena kekahatan Ca dan Mg serta rendahnya Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan kandungan bahan organik tanah. Pada kondisi demikian, tanah ini dapat juga bersifat toksik terhadap tanaman karena Al, Mn dan Fe. Menurut Buringh (1993), PMK yang memiliki padanan nama dengan Orthic Acrisol (menurut penamaan Peta Tanah Dunia/PTD) atau berdasarkan “Soil Taxonomi”, adalah tanah Ultisol. Tanah ini disebut sebagai tanah tropika tua pada wilayah bermusim kering dan basah yang berkembang dari bahan induk masam. Tanah-tanah ini mempunyai horison Argilik yang tegas, kejenuhan basa <50% (rendah) serta tingginya kejenuhan aluminium. Keadaan sifat kimia tanah ini disebabkan karena pencucian (leaching) yang berlangsung selama masa sangat panjang sehingga menyebabkan kejenuhan basanya rendah. Karena itu tanah ini juga miskin hara secara kimia terutama pada lapisan tanah atas. Ciri fisik yang menonjol dari tipe tanah ini yakni adanya gejala podsolisasi pada horison argiliknya. Total luas lahan masam yang berada di luar pulau Jawa (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian) diperkirakan 38.4 juta ha (16.7 % dari total luas lahan pertanian)
yang berada pada kelerengan antara 0-8% (Djaenudin dan
Sudjadi 1987). Sebagian besar lahan ini tidak teroptimalkan sebagai sumber potensi pertanian dan masih dibiarkan sebagai lahan tidur (sleeping land) yang ditumbuhi oleh alang-alang (Imperata cylindrica). Ketersediaan fosfor yang sangat rendah bagi tanaman adalah salah satu masalah penting pada tipe tanah PMK. Akibat kelarutan Al dan Fe yang tinggi pada tipe tanah ini, menyebabkan terhambatnya ketersediaan fosfat. Bahkan pada kondisi ini, mobilitas P menjadi rendah dan cepatnya unsur P dari pupuk dijerap tanah dalam bentuk Al-P, Fe-P, atau bentuk lain. Reaksi kimianya antara ion fosfat dengan Al atau Fe tersebut
menghasilkan bentuk hidroksi
fosfat yang tidak larut. Konsekuensi dari hasil reaksi ini, menyebabkan bentuk
2
fosfat yang tidak larut, atau hanya sedikit ion H2PO-4 tanaman.
yang tersedia bagi
Mekanisme dari reaksi ini yakni ion fosfat telah menggantikan
kedudukan ion OH dari koloid tanah atau mineral. Reaksi ini terjadi sebagai berikut : Al+++
+ H2PO-4
Fe+++ + H2PO-4
AlPO4.2H2O
+ 2H+
FePO4.2H2O + 2H+
Untuk mencegah ion fosfat dan atau melepaskan fosfat yang telah terikat pada keadaan ini maka dua mekanisme yang memungkinkan yakni : i) mengendapkan Fe dan Al menjadi tidak larut, melalui penetralan pH tanah; dan ii) mengkompleks Al atau Fe melalui pengkelatan oleh bahan organik tanah. Selain mekanisme tersebut, maka penambahan pupuk fosfat merupakan salah satu cara umum agar memungkinkan fosfor yang lebih banyak tersedia bagi tanaman. Namun, cara penambahan fosfat melalui pemberian pupuk biasanya tidak ekonomis dalam jangka waktu panjang. Kenyataannya pada tingkat usahatani, pemacuan produksi tanaman, khususnya dalam menyediakan hara fosfor, maka pemupukan fosfat seperti pupuk TSP, SP-36 adalah pilihan yang sudah cukup populer bagi petani. Bahkan, sumber hara fosfat lainnya yang telah mulai dikenal petani adalah fosfat alam (FA). Walaupun secara nyata pupuk-pupuk ini mampu menyediakan fosfor bagi tanaman, namun dalam jangka waktu panjang
penggunaan pupuk ini
dianggap tidak efisien terutama pada tanah-tanah masam, karena dengan input pupuk P yang tinggi akan diikuti juga dengan peningkatan kapasitas fiksasi P. Efisiensi pupuk fosfat pada tanaman semusim adalah kurang dari 20% dan sisanya 80% merupakan sisa dalam tanah yang tidak tersedia bagi tanaman. (Hedley dan Bolan; 1990; Goswami et al. 1990). Oleh karena itu, upaya peningkatan produktivitas PMK diarahkan untuk penetralan reaksi tanah (pH) dan penekanan tingkat kelarutan Al atau Fe; yang kedua prinsip ini bertujuan dapat melepaskan fosfat sehingga tersedia bagi tanaman. Dengan demikian, teknologi utama untuk pengelolaan tanah masam, mengarah kepada : (i) pengapuran; (ii) pemberian bahan organik; (iii) pemberian pupuk P yang efisien dan; (iv) penggunaan tanaman yang toleran terhadap aluminium; serta (v) kombinasi teknologi tersebut.
3
Salah satu tujuan pemberian kapur pada tanah-tanah masam adalah untuk menaikkan pH tanah melalui hidrolisis CaCO3, sehingga berimplikasi terhadap pencegahan pelarutan Al atau Fe dan menekan retensi fosfat, sekaligus dapat mencegah keracunan tanaman akibat logam ini. Bahkan keuntungan lain pengapuran adalah sebagai sumber hara seperti kalsium atau magnesium, jika sumber kapurnya CaCO3 atau dolomit (MgCO3). Berbeda dengan kapur, peranan spesifik bahan organik yang berkaitan dengan retensi fosfat yang tinggi oleh Al atau Fe adalah mengikat kation Al 3+ atau Fe2+ oleh asam-asam organik seperti asam humat atau fulvat, yang diperoleh dari dekomposisi bahan organik dengan membentuk kelat Al atau Fe. Bahkan menurut Bhatti, et al., (1998) asam-asam organik sederhana lainnya seperti asam oksalat yang juga berasal dari dekomposisi bahan organik merupakan salah satu senyawa penting dalam proses pelepasan fosfat. Mekanisme asam oksalat dan ligan organik lainnya dalam melepaskan P, dapat melalui tiga cara yakni : (i) menggantikan P yang terjerap melalui pertukaran ligan pada permukaan Al dan Fe oksida; (ii) melalui pelarutan permukaan logam oksida dan melepas P yang ter-erap; dan (iii). melalui pengkompleksan Al dan Fe pada larutan, lalu mencegah pengendapan ulang dari senyawa P-logam. Peranan lain dari penambahan bahan organik adalah meningkatkan ketersediaan
hara,
mengurangi
pengaruh
keracunan
kation
bebas,
meningkatkan daya menahan air dan daya sangganya terhadap pupuk. Oleh karena itu, biasanya kandungan bahan organik tanah dipakai sebagai indikator kunci dalam menentukan sifat kesuburan tanah. (Schnitzer dan Khan 1978, Geus 1985, Obatolu dan Agboola 1993, Sikora dan Yakovchenko 1996, Gerzabek et al. 1997; Stevenson dan Fitch 1997). Meskipun telah diketahuinya peran kapur, pemberian/penambahan bahan organik tanah, serta perlunya pemberian pupuk fosfor yang lebih efisien maka yang perlu juga diketahui adalah : (i) seberapa besar pengaruh kompos dan kapur baik secara sendiri-sendiri ataupun secara interaktif berdasarkan perannya memperbaiki sifat kimia PMK, khususnya yang berkaitan dengan keefektivannya dalam menyerap fosfor dan kalsium; dan (ii) seberapa besar pengaruh perubahan-perubahan sifat kimia tersebut secara langsung terhadap sifat pertumbuhan dan hasil jagung .
4
Masalah tersebut di atas dikemukakan atas dasar penelitian yang dilakukan oleh Sikora dan Yakovchenko (1996), yang melaporkan bahwa ada pengaruh aditif yang terjadi antara bahan organik dan pemupukan anorganik jika diberikan bersama. Namun hal ini belum diketahui apakah pengaruhnya hanya dari masing-masing seperti perbaikan/amandemen bahan organik tanah, dan mineralisasi bahan organik tanah ataukah kombinasi keduanya.
Hal ini
terbukti dengan kombinasi antara pemberian pupuk nitrogen dan kompos yang hasil, total nitrogen yang disuplai dari
kompos dan pupuk anorganik
memberikan hasil yang lebih besar, bila dibandingkan jika hanya disuplai oleh pupuk anorganik. Dari dasar masalah yang telah dikemukakan tersebut, maka penelitian bertujuan mempelajari pengaruh kompos jerami alang-alang, atau kompos jerami jagung serta pemberian pupuk SP-36 dan fosfat alam (FA), pada tanah yang diberi kapur maupun tanpa kapur. Penelitian ini diarahkan pada kebutuhan informasi mengenai optimasi
tanah PMK, khususnya pada optimasi pupuk
fosfor dan penggunaan pupuk pertanian. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui penampilan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung, serta serapan fosfat dan kalsium karena adanya perubahan-perubahan sifat kimia tanah PMK. 2. Mempelajari besaran perubahan dan keterkaitan sifat-sifat kimia tanah seperti pH tanah, aluminium dapat ditukar (Al-dd), P-tersedia, kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan kalsium dapat ditukar (Ca-dd) akibat dari faktor kompos, pupuk fosfat dan kapur. Hipotesis Pengaruh dari masing-masing faktor yang dicobakan (Kompos, Fosfat dan Kapur) pada tanah PMK sebagai perlakuan akan memberikan peran secara sendiri maupun secara interaktif dalam memperbaiki sifat kimia tanah untuk pertumbuhan dan hasil jagung serta serapan fosfat dan kalsium.
5
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Podzolik Merah Kuning dan Tanah Masam Karakteristik Podzolik Merah Kuning. Menurut Buringh (1993), Podzolik Merah Kuning (PMK) memiliki padanan nama dengan Orthic Acrisol (menurut penamaan Peta Tanah Dunia/FAO). Sementara menurut Soil Taxonomi, tanah Acrisol mirip dengan Ultisol. Tipe tanah ini selalu ditemui pada wilayah-wilayah yang bermusim kering dan basah, sehingga disebut sebagai tanah tropika tua. Karena kondisi ini berlangsung lama, maka telah mendorong pengembangan keasaman tanahnya, dan menjadikan basa-basa yang rendah akibat dari pencucian (leaching). Oleh karena itu secara kimia dan fisik, PMK memiliki sifat yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Tanah ini berkembang dari bahan induk asam yang mempunyai horison Argilik yang tegas, dengan karakter utamanya adalah kejenuhan basa (KB) rendah (< 50%) serta kejenuhan aluminium yang tinggi. Menurut Kamprath dan Foy (1997) liat tanah mengandung selaput Fe dan Al hidroksi. Bahan-bahan ini secara nyata mempengaruhi retensi dan ketersediaan kation dan anion pupuk pada tanah. Kenampakan fisik yang nyata dari tipe tanah ini antara lain, adanya gejala podsolisasi akibat dari pengendapan Fe yang mengalami oksidasi. Hasil penelitian di Indonesia yang mengidentifikasi bahwa rendahnya kesuburan lahan ini karena (Widjaya-Adhi 1986; Hartatik et al. 1998) : •
bereaksi masam;
•
konsentrasi toksik Al, Fe dan Mn yang tinggi;
•
kandungan P, K, Ca dan Mg sangat rendah;
•
daya fiksasi P yang tinggi;
•
kapasitas tukar kation (KTK) dan bahan organik tanah yang rendah sehingga mengakibatkan tanaman tidak memanfaatkan pupuk secara efisien.
6
Kendala dan Masalah Tanah Masam. Penyebab
utama
keberadaan
sifat
kimia
dan
fisik
yang
tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman pada tanah masam adalah karena erat hubungannya dengan ion H+ . Sifat inilah yang semulanya dipandang sebagai gambaran suatu reaksi kimia yang terjadi dalam tanah, yang umumnya disebut ke dalam reaksi tanah masam, netral dan alkalin. Pada tanah masam, jumlah ion H+ dan Al 3+ yang dapat dipertukarkan, merupakan ion yang saling berhubungan erat. Kedua jenis ion ini, menurut Poerwowidodo (1992) dianggap sebagai pengendali kemasaman tanah yang berada dalam larutan sistem tanah dan kompleks jerapan. Namun menurut Kamprath dan Foy (1997), konsepkonsep mengenai tanah masam telah berubah. Kation Al3+, dan bukannya H+ yang dapat dipertukarkan, sekarang dikenal sebagai suatu kation dapat dipertukarkan yang penting pada tanah masam. Aluminium merupakan sumber kemasaman penting, karena Al3+ akan menyumbangkan ion H+ ke dalam larutan tanah melalui proses hidrolisis. Terhidrolisisnya ion Al 3+ digambarkan dalam reaksi sebagai berikut : Al3+ + 3 H2O
Al(OH)3 + 3 H+
Aluminium dalam tanah berasal dari pelarutan mineral-mineral silikat. Aluminium ini terdapat dalam posisi tetra ataupun oktahedral. Menurut Huang dan Violante (1983), proton yang berasal dari respirasi akar, metabolisme mikroba, pembusukan bahan tanaman dan organisme, pupuk dan hujan yang menimbulkan kemasaman, menyerang mineral yang mengandung Al dan melepaskan Al, ke dalam larutan tanah dan air alami. Proses ini digambarkan dalam reaksi di bawah ini : Al2SiO5(OH)4 + 2H+
2 Al3+ + 2 Si(OH)4 + H2O
Ion Al3+ sangat reaktif sekali dalam larutan tanah. Ion ini selalu terhidrolisis membentuk kompleks, dan terkoordinasi secara oktahedra dengan enam molekul air berupa sebuah ion Al(H2O)63+ yang adalah suatu pemberi proton. Derajat hidrolisis ion ini meningkat dengan meningkatnya pH larutan. Perilaku Aluminium dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Aluminium adalah unsur logam yang cukup melimpah ditemui pada kerak bumi. Komposisi unsur ini mencapai 8% per satuan bobot tanah. Konsentrasi Al dalam larutan tanah yang pH lebih dari 5.5 adalah di bawah 1 mg.L-1 (~37µM),
7
sedangkan konsentrasi yang jauh lebih tinggi, apabila pH tanah di bawah 4.0 (Huang dan Violante1983, Marschner 1995). Meskipun tidak termasuk dari 16 unsur yang dibutuhkan tanaman, ternyata juga ditemui dalam jaringan spesies tanaman tertentu. Misalnya pada jagung, legum tropika dan gula-bit, telah teramati dapat mengandung konsentrasi aluminium 71.4 sampai 185 µM dan dianggap sebagai situmulan terhadap pertumbuhannya. Bahkan pada tanaman teh yang dikenal sebagai tanaman akumulator Al,
mencapai 1000 µM
(Maschner 1995) Pada tanah, aluminium terkoordinasi secara oktahedra atau tetrahedra dengan oksigen dalam mineral yang mengandung Al. Aluminium juga terdapat sebagai : i) aluminium yang terbungkus hidroksida; ii) aluminium yang berada di antara lapisan liat dan permukaan patahan mineral liat; dan iii) aluminium yang terdapat dalam senyawa fosfat. Selanjutnya interaksi Al dengan asam organik berbobot molekul rendah dan asam fulfat (AF) serta asam humat (AH) mengarah ke pembentukan komplek hidroksi-aluminium-organik yang tidak mudah larut, tergantung pada nisbah molar asam organik terhadap Al, pH dan sifat asam organik (Huang dan Violante1983). Menurut
Ruaysoongnern
dan
Keerativ-kasikorn
(1996),
keadaan
aluminium tergantung dari keadaan pH tanah. Semakin tinggi keasaman tanah, semakin tinggi tingkat kelarutan Al. Aluminium terjerap pada permukaan liat dan dalam larutan. Keadaan ini secara alamiah selalu dalam keadaan seimbang. Jika Al berdisosiasi dengan air membentuk aluminium hidroksida, yang reaksinya digambarkan seperti ini : Liat - Al Al3+
+ H2 O
Al3+ Al (OH) 2+ + H+
Al (OH) 2+ + H2 O Al (OH) 2+ + H2 O
Al (OH) 2+ + H+ Al (OH) 3 (pengendapan)
Unsur kimia Al yang dihasilkan mempunyai peranan penting dalam transformasi dan nasib hara dan bahan toksik bagi lingkungan. Menurut Huang dan Violante (1983), terdapat empat spesies ion Al sebagai hasil reaksi hidrolisis, yakni AlOH2+, Al(OH)2+, Al(OH)30, dan Al(OH)4-. bentuk ketersediaan Al tergantung pH. pH larutan
Oleh karena itu,
< 4.5 didominasi Al 3+; pH
larutan 4.5 - 6.5 didominasi Al (OH)2+ dan Al(OH)+; pH larutan 5.0 - 5.5
8
didominasi Al3+ ; pH larutan 6.3 (aktivitas Al-dd dan Al hidroksida rendah); pH > 6.3 semua Al dalam bentuk hidroksida tidak terekstrak dengan NH4Oac; pH larutan > 6.5 Al(OH)3 mengalami pengendapan. Akibat dari Al yang larut yang lebih besar, maka pengaruh lain terhadap sifat kimia tanah yakni cenderung mengikat ion fosfor. Reaksi kimianya yang berlangsung antara ion fosfat dengan Al larut telah menghasilkan bentuk hidroksi fosfat yang tidak larut. Konsekuensi dari reaksi di atas ini, akan selalu terjadi bentuk fosfat yang tidak larut, atau hanya sedikit ion H2PO-4 yang tersedia bagi tanaman. Mekanisme reaksinya yakni ion OH digantikan kedudukan oleh ion fosfat dari koloid tanah atau mineral. Pengaruh langsung Al terhadap pertumbuhan tanaman yakni : (i) mengakibatkan
keracunan
terhadap
tanaman,
terutama
menyebabkan
kerusakan pada akar sehingga efisiensi akar dalam menyerap hara dan air menjadi rendah. Hal ini akan mengganggu sistem translokasi hara; (ii) terjadinya penimbunan/pengendapan
fosfat
dalam
jaringan
akar
sehingga
dapat
menghalangi translokasi unsur Ca dan P ke berbagai bagian tanaman. Dengan demikian menyebabkan tanaman kekurangan unsur P; dan (iii) Al mencegah penetrasi akar ke lapisan tanah bagian bawah. Peranan Kapur pada Tanah Masam Pengapuran adalah suatu istilah pertanian yang sering dipergunakan untuk menyatakan penambahan bahan kapur dari senyawa oksida, hidroksida atau karbonat Ca dan Mg dalam tanah. Pengapuran dilakukan pada tanah-tanah yang mempunyai pH rendah (masam). Tujuan utama pengapuran untuk menaikkan pH tanah dan meniadakan pengaruh racun Al dan Mn serta menyediakan hara kalsium (Sulaeman et al. 1990) . Berkaitan dengan ini, maka pemberian kapur dapat bermanfaat ganda yakni : pertama, kapur dapat menggantikan dan mengendapkan Al, yang telah diikat sangat kuat dalam tanah masam. Kedua, jika suatu tanah yang dikapur akan lebih banyak situs pertukaran yang lebih aktif. Selain itu menurut Kamprath dan Foy (1997), bahwa, pemberian kapur pada tanah masam juga mempunyai kaitan dengan perbaikan terhadap KTK efektif dan retensi kation.
KTK
yang tergantung pH dari tanah masam
berasosiasi dengan ionisasi H+ dari oksida-oksida hidrolisis Fe dan Al dan hidrolisis ion-ion logam trivalent yang diikat oleh bahan organik. Dengan
9
demikian jika tanah masam dikapur, KTK efektifnya meningkat. Pada tanah Ultisol KTK meningkat sebesar 60% jika pH tanah dinaikkan dari 4.9 menjadi 5.9. Selain itu, menurut Sulaiman et al. (1990) pengapuran selain untuk meniadakan pengaruh racun dari Al dan Mn, juga berperan dalam menyediakan hara kalsium. Namun, tanggap tanaman terhadap kapur berbeda-beda )Al-Jabri et al. 1998), dinyatakan bahwa kapur berpengaruh terhadap bobot kering jerami, bahkan cenderung menurunkan hasil padi pada level 2.87 ton/ha, tetapi pada sisi lain kapur berpengaruh positif terhadap bobot kering jerami di Barasang (takaran 1/4 Al-dd= 2.56 – 2.62 ton.ha-1) Pendugaan kebutuhan kapur pada tanah-tanah masam dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti : •
pemberian kapur secara bertingkat di lapangan untuk mendapatkan takaran kapur yang memberi hasil tanaman yang optimum;
•
inkubasi tanah dengan pemberian kapur bertingkat untuk mencapai takaran pupuk yang dapat memberikan pH tanah yang diinginkan;
•
titrasi tanah menggunakan larutan basa;
•
titrasi tanah menggunakan larutan sangga;
•
menggunakan Al-dd sebagai indeks kebutuhan kapur (McLean 1973)
Perilaku Fosfat dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Sumber Fosfor dan Ketersediaannya dalam Tanah Menurut Thompson and Troeh (1973), fosfor seperti halnya nitrogen dan sulfur, membentuk anion kompleks dengan oksigen. Karena tingkat kelarutannya yang rendah maka ketersediaannya bagi tanaman menjadi rendah, sehingga ini merupakan hal yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Fosfor dalam tanah ditemukan dalam dua bentuk, yakni pada kondisi fosfat anorganik dan fosfat organik (Bennet, 1994). Fosfor yang berada dalam bahan organik biasanya terikat dengan struktur senyawa lain. Sedangkan fosfor anorganik biasanya berasal dari apatite Ca5(PO4)3. Apatite ini biasanya dikandung oleh fosfat alam, dan di alam sumbernya sedikit, hanya pada tempat-tempat tertentu.
10
Kandungan fosfat dalam larutan tanah umumnya relatif rendah yakni antara 0.02 hingga 0.10 % . Pada konsentrasi ini aliran massa tak cukup untuk menjelaskan laju pengambilan oleh tanaman. Akan tetapi, konsentrasi P total biasanya paling tinggi dalam lapisan permukaan, dan terendah dalam horizon A bagian bawah atau pada horizon B bagian atas, yang merupakan hasil pendauran P oleh tanaman yang tumbuh (Young et al.1997; Fisher dan Dunham 1992). Tiga bentuk ion fosfor yang dapat diserap tanaman
adalah
H2PO4- ;
HPO42-, atau PO43- Ion-ion ini dibentuk dari ionisasi satu, dua dan tiga hidrogen dari asam fosfat (H3PO4). Namun sebagian besar fosfor yang diserap tanaman adalah dalam bentuk monovalen orto-fosfat seperti H2PO4- (ortofosfat primer). Meskipun hanya sedikit, ada juga tanaman tertentu menggunakannya dalam bentuk HPO42- (ortofosfat sekunder). Biasanya ion divalen orto-fosfat (HPO42-) penting pada kondisi pH yang tinggi, atau ion ini akan lebih dominan jika larutan tanahnya di atas pH 7.2 (Bennettt 1994; Maschner 1995; Thompson dan Troeh 1973; Young et al., 1997) Ion-ion tersebut
bisanya bergerak secara difusi dan mengalami
intersepsi dengan akar dan hanya sedikit yang masuk secara aliran massa bersama air. Laju transportasi menuju akar biasanya sangat lambat jika jarak transportasinya lebih dari 5 sampai 10 mm (Maschner 1995; Thompson dan Troeh 1973). Oleh sebab itu, tujuan pemupukan adalah menaikkan level konsentrasi di mana penyerapan fosfor tidak lagi membatasi hasil. Tiga variabel penting yang berkaitan dengan ketersediaan fosfor yakni kelarutan, jumlah dan jarak pergerakan ion. Variabel ini masih tergantung dari beberapa faktor, di antaranya, kelarutan dan macam ion fosfor yang hadir, serta konsentrasi ion lain. Kedua faktor ini dipengaruhi oleh pH. Oleh karena itu menurut Maschner (1995), bahwa, setiap tanaman berkemampuan berbeda dalam menyerap fosfor dari tanah, karena berbeda dalam morfologi akar (misalnya densitas rambut akar, diameter akar) dan karakter fisiologisnya. Dua faktor berkaitan erat dengan ketersediaan P bagi tanaman yakni faktor intensitas dan faktor relatif.
Faktor intensitas, adalah suatu ukuran
perbedaan potensial elektrokimia sepanjang permukaan akar tanaman yang menyerap hara; sedangkan faktor relatif adalah pengaruh ion lain dalam larutan terhadap serapan P. Faktor relatif untuk P mendekati satu karena ion lain tidak
11
begitu bersaing dengan serapan P. Faktor intensitas tidaklah memadai untuk menggambarkan ketersediaan P bagi tanaman, karena jumlah P dalam larutan tanah pada setiap saat kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan P tanaman. Sedangkan mekanisme yang terlibat dalam perbedaan serapan dan penggunaan P oleh tanaman dikaitkan dengan tiga ciri akar : (i) kemampuan menyerap P dari larutan encer; (ii) aktivitas metabolik yang dapat meningkatkan ke larutan P tanah; dan (iii) kemampuan mengeksplorasi volume tanah. Kemampuan menyerap P tampaknya terbentuk dalam beberapa jam setelah akar lembaga (radikal) tumbuh, tetapi kemampuan untuk mentranslokasi P ke bagian atas tanaman dapat menunggu beberapa minggu
pada berbagai
spesies tertentu. Keberadaan Fosfor pada Tanah Masam Seperti yang dikemukakan terdahulu bahwa bentuk ion fosfor yang diserap tanaman dipengaruhi oleh pH tanah. Pengaruh pH tanah terhadap ketersediaan P bagi tanaman adalah dengan dua cara. Pertama, pH larutan tanah adalah yang paling menentukan bentuk ion yang ada. Kedua, pH tanah juga mengendalikan tipe dan kelarutan mineral-mineral tanah. Mineral-mineral ini dapat merubah produk-produk reaksi pupuk, mineral-mineral sekunder atau primer. Menurut Young et al. (1997), ketika suatu pupuk ditambahkan pada suatu tanah masam, ia bereaksi dengan senyawa-senyawa Fe dan Al membentuk produk-produk kompleks yang
tidak begitu larut dan kurang
tersedia bagi tanaman. Senyawa-senyawa yang terbentuk dapat mengendap dalam larutan, terjerap pada permukaan oksida Fe dan Al, atau terjerap pada partikel-partikel lempung. Berkaitan dengan tanah masam, Ruaysoongnern dan Keerativ-kasikorn (1996), menyatakan bahwa, ketersediaan fosfor yang sangat terbatas adalah salah satu masalah penting
pada tanah masam. Fosfor selalu menunjukkan
afinitas yang kuat dengan Al dan Fe pada tanah masam, sehingga pengendapannya bersama aluminium dan besi atau dijerap pada permukaan liat (clay). Reaksi kimianya yang berlangsung antara ion fosfat dengan Aluminium yang larut, menghasilkan bentuk hidroksi fosfat yang tidak larut. Mekanisme reaksinya yakni, ion fosfat menggantikan kedudukan ion OH dari koloid tanah atau mineral. Reaksi yang terjadi digambarkan sebagai berikut : Al+++
+ H2PO-4
AlPO4.2H2O + 2H+
12
Konsekuensi dari reaksi di atas ini, akan selalu terjadi bentuk fosfat yang tidak larut, atau hanya sedikit ion H2PO-4 yang tersedia bagi tanaman. Peranan Fosfor dalam Pertumbuhan Tanaman Fosfor adalah hara makro yang esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dan sebagai salah satu faktor pembatas produksi kedua setelah nitrogen (Willet et al. 1996, Bennett 1994). Karena pentingnya fosfor bagi tanaman, oleh Thompson dan Troeh (1973) disebut sebagai “kunci bagi kehidupan” karena secara langsung berpengaruh terhadap sebagian besar proses kehidupan. Konsentrasi fosfor untuk pertumbuhan yang optimal menurut Maschner (1995)
adalah
antara
0,3-0,5%
dari
bobot
kering.
Namun
demikian,
kemungkinan akibat keracunan fosfor dapat terjadi ketika kandungan fosfor lebih dari 1% dari bobot kering. Bahkan pada tanaman Cajanus cajan cukup sensitif dan mengalami keracunan jika kandungan fosfor pada pucuk telah mencapai antara 0.3 - 0.4% dan 0.6 – 0.7% (pada Vigna mungo). Selanjutnya Goswami et al. (1990) melaporkan bahwa kandungan fosfor pada biji jagung 4.4 kg.ton-1 atau setara kebutuhan pupuk fosfor 26 - 66 kg P.ha-1. Tanaman yang menderita kahat fosfor, tampak pada laju penurunan luas daun dan permukaan daun, serta jumlah daun. Namun demikian kondisi ini tidak banyak berpengaruh terhadap kandungan protein daun serta kandungan klorofilnya, bahkan sering kandungan klorofil bertambah di bawah kondisi ini. Akan tetapi, efisiensi fotosintesis per unit klorofil semakin menurun pada kondisi kahat fosfor. Gejala kahat fosfor khususnya pada jagung menurut Voss (1994), yakni pada daun berwarna hijau gelap dengan ungu kemerahan pada bagian ujung dan tepi daun. Pada kondisi tanaman kahat fosfor, pertumbuhan akar sedikit banyak dihambat
akibatnya penurunan nisbah pucuk/akar. Kasus ini terjadi
pada
tanaman kedelai yang nisbah pucuk/akarnya menurun dari 5.0 (pada kondisi kecukupan fosfor) menjadi 1.9. Dalam kondisi ini, variabel ini berkorelasi dengan kenaikan dalam pembagian (partitioning) karbohidrat akar. Pada species tanaman tertentu, dalam kondisi defisiensi, maka total respirasi akar tidak berubah, tetapi proporsi respirasi alternatif naik 40-50% pada kondisi kecukupan menjadi 80-90% pada kondisi kekurangan. Pada pertumbuhan generatif, defisiensi fosfor nampak pada tertundanya inisiasi pembungaan, jumlah bunga
13
menurun, formasi biji yang terganggu, produksi biji dan senesens daun yang prematur. Namun demikian gejala defisiensi bervariasi antar spesies dan juga tergantung dari kondisi pertumbuhan. Secara seluler, defisiensi fosfor mengakibatkan terjadinya penurunan kandungan fosfolipid yang berdampak pada kerusakan membran sel dan berpengaruh juga terhadap transfer energi dalam sel. Ada juga gejala defisiensi fosfor yang tidak kelihatan, karena kebutuhan P yang tinggi langsung ditranslokasikan ke jaringan muda yang sedang mengalami metabolisme aktif. Oleh karena itu, gejala defisiensi fosfor nampak pada jaringan tua. Fisiologi Fosfor dalam Tanaman Tidak seperti nitrat, fosfat tidak direduksi dalam tanaman akan tetapi dioksidasi. Setelah diserap, terutama dalam bentuk H2PO4- yang selanjutnya digunakan sebagai fosfat anorganik (Pi) atau diesterifikasi sebagai suatu senyawa fosfat-ester sederhana
(C--O-(P) ) (misalnya gula fosfat) atau fosfat
bentuk lain seperti ikatan energi-pirofosfat
(P)∼(P) ) (misalnya ATP).
Fosfor diserap akar dan didistrubusi menuju sel hidup pada tanaman. Sebagian besar ion fosfor terkonsentrasi pada bagian-bagian reproduktif tanaman, seperti pada biji dan bunga. Bersama dengan C, H, O, N dan unsur lainnya, fosfor di dalam sel bergabung membentuk senyawa organik kompleks. Oleh karena itu, fosfor dianggap sebagai unsur yang esensial terutama bagi material genetik dalam nukleus sel. Sel tidak dapat membelah jika terbatas fosfornya. Kekahatan fosfor menyebabkan tanaman kerdil dan gagal dalam pemasakan (Thompson dan Troeh 1973) Dua peranan esensial yang dimainkan fosfor yakni: (i) sebagai komponen strutural dan; (ii) sebagai relasi energi dari sel. Peranan struktural terjadi pada asam nukleat (DNA dan RNA) di mana fosfor sebagai penghubung antara molekul deoxyribosa atau ribosa dalam kontruksi molekul makro. Peranan struktural lainnya yaitu pada fosfolipid yang merupakan komponen dari membran sel. Di sini fosfor berperan sebagai agen penghubung struktural. Menurut Maschner (1995), meskipun kehadiran fosfor dalam sel dengan konsentrasi yang rendah, fosfat-ester dan energi-firofosfat berperan sebagai mesin dari sel. Lebih dari 50 bentuk ester dari fosfat dan gula alkohol telah diidentifikasi, dan kira-kira ada 10 bentuknya ditemukan dalam sel dalam jumlah yang relatif tinggi. Misalnya glukosa-6-fosfat dan fosfogliseraldehida.
14
Salah satu bentuk fosfor yang ditemukan dalam jaringan tanaman adalah fitat yang adalah suatu bentuk dari fosfat yang disimpan dalam jaringan penyimpan seperti biji-bijian. Fitat adalah garam dari asam fitic, myoinositol, 1,2,3,4,5,6-hexabisphosphate. Asam fitic ini disintesis dari cyclic alcohol myoinositol
melalui esterifikasi dari grup hidroksil dengan grup fosfat.
Kandungan fitat-fosfor dari total fosfor adalah 60-70% pada biji serealia atau lebih dari 50% pada biji legum. Kandungan fitat pada serealia dan legum selama awal pembentukan biji adalah rendah, tetapi kenaikannya jelas ketika mencapai periode sintesis pati. Hal ini kontras dengan kandungan Pi selama tahapan proses yang sama di mana kandungan Pi rendah dan menurun ketika
fitat
dibentuk. Pupuk dan Sumber-sumber Fosfat Pupuk fosfat yang sudah umum dikenal masyarakat Indonesia di antaranya adalah TSP dan SP-36. Perbedaan kedua pupuk ini terutama pada kandungan P2O5, di mana TSP mengandung 46% dan SP-36 adalah 36% P2O5. Pupuk-pupuk ini sudah cukup populer bagi petani di Indonesia. Akhir-akhir ini, pupuk SP-36
lebih dominan ditemukan di pasaran dibanding pupuk TSP.
Keadaan ini merupakan kebijakan pemerintah Indonesia, dalam rangka efisiensi terhadap penggunaan pupuk fosfat oleh petani, sekaligus mengurangi dampak buruk bagi lingkungan, di mana penggunaan
TSP selama ini, 20% diserap
tanaman dan sisanya 80% terfiksasi dalam tanah. Bumi kaya dengan endapan fosfat. Hampir 40% dari batuan fosfat dunia pada
tahun
1980
memasuki
perdagangan
dunia.
Maroko
merupakan
pengekspor yang utama, yang diikuti oleh Amerika Serikat. Sebagian besar penambangan fosfat di dunia dilakukan dengan tambang terbuka (strip mining), dan hanya sedikit saja yang menggunakan penambangan bawah tanah. Setelah batuan fosfat ditambang dan diperkaya selanjutnya mengkonversi struktur fluorapatit menjadi bentuk yang lebih melarut dan secara efektif digunakan oleh tanaman (Weast et al. 1989), Selain sumber pupuk fosfat tersebut, fosfat alam (FA) dalam dekade terakhir ini telah menjadi perhatian penting dan sebagai salah satu sumber pupuk fosfat yang mempunyai prospek yang baik, terutama ditinjau dari aspek ekonomisnya (Hedley et al. 1990). Pupuk FA mengandung apatit yang mempunyai nilai agronomik yang tinggi.
15
Batuan fosfat merupakan titik awal untuk semua pupuk P (Young et al. 1997). Menurutnya dengan beberapa perkecualian, endapan yang lebih besar di dunia secara langsung ataupun tidak langsung berasal-usul dari sedimenter, yang terhampar pada lapisan bawah laut dan kemudian terangkat ke massamassa daratan dan terendapkan kembali dari air permukaan yang terperkolasi melalui lapisan tersebut. Fosfat tersebut biasanya dalam bentuk butiran kecil yang terekat bersama oleh CaCO3. Bentuk utama mineral fosfat dalam kebanyakkan endapan adalah fronkolit yang merupakan suatu fluorapatit carbonat (Ca10F2(PO4)6.XCaCO3). Ikutan-ikutan utama adalah Fe, Al dan Mg. Fosfat alam merupakan pupuk sumber fosfat yang cukup prospektif di masa depan. Hal ini karena pengadaan FA relatif lebih murah, dan diketahui mempunyai nilai efektivitas pada tanah-tanah tertentu lebih tinggi dari pupuk fosfat yang diproduksi pabrik seperti TSP dan SP-36. Penelitian Hartatik et al., (1998) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk FA yang diasamkan pada level dari 15 - 30% ternyata mempunyai nilai efektivitas agronomik (RAE) mencapai 100.2 –109.8% dibanding pupuk TSP pada dosis pemupukan 90 kg P2O5 ha-1. Selanjutnya dijelaskan bahwa makin tinggi kelarutan P dalam pupuk PARP makin tinggi tanggapan tanaman. Peranan Bahan Organik Tanah pada Tanah Masam Bahan organik tanah merupakan bagian integral dari tanah yang berpengaruh terhadap sifat fisik , kimia dan biologi tanah. Keberadaan pada lahan-lahan pertanian mutlak diperlukan guna memelihara keserasian fungsi ekologis, kesinambungan produksi pertanian dan kelestarian lingkungan. Peran kunci yang dimainkan bahan organik yaitu meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman dan dalam mengurangi pengaruh keracunan akibat kation bebas. Keuntungan penambahan bahan organik tanah dan peranannya yang berkaitan dengan perubahan sifat kimia tanah telah banyak didokumentasi secara meluas (Stevenson
dan Fitch 1997; Sikora 1996;
Schnitzer dan Khan 1978; Geus
1985; Mulongoy et al. 1993; Obatolu and Agboola 1993). Berkaitan dengan penggunaan pupuk, bahan organik mempunyai peranan dalam siklus hara, seperti (i) retensi air dan kualitas tanah secara keseluruhan; dan (ii) kemampuan dalam
daya sangganya terhadap pupuk;
Dinyatakan bahwa, terdapat korelasi positif antara bahan organik tanah dan produktivitas lahan. Pada tanah-tanah yang miskin bahan organik akan
16
berkurang daya sangganya terhadap pupuk sehingga efisiensi penggunaan pupuk menjadi rendah karena sebagian hilang tercuci dari lingkungan perakaran. Kehilangan bahan organik tanah terutama pada lahan yang berkelerengan tinggi berdampak pada penurunan terhadap produktivitas lahan. Oleh karena itu, kadar bahan organik dijadikan sebagai parameter/kriteria untuk penetapan tingkat degradasi lahan (Mulongoy et al. 1993) Studi oleh Gerzabek et al. (1997) yang menekankan terhadap peranan bahan organik, di mana akumulasi humus pada tanah setelah diberi bahan organik tergantung pada kondisi tanah dan jumlah yang ditambahkan. Stabilitas agregat tanah meningkat secara nyata dengan kenaikan kandungan humusnya. Hal lain juga
nampak pada jumlah biomas mikrobial yang dianggap sebagai
faktor penting kedua dalam menentukan stabilitas agregat. Pada percobaan di mana tanah-tanah yang diberi kotoran hewan yang mengandung humus 30% lebih rendah dibanding tanah-tanah yang mengandung humus yang berasal dari gambut yang ditambahkan sedikit biomas mikrobial tenyata memberikan pengaruh yang sama terhadap stabilitas agregat tanah. Kandungan C-organik tanah menunjukkan perubahan dari waktu ke waktu. Tanah yang tidak diberi bahan organik terjadi penurunan C-organiknya dari 15 g.kg-1 menjadi 9.8 g.kg-1. Sebaliknya pada tanah yang diberi bahan organik yang berasal dari gambut
terjadi peningkatan C-organiknya menjadi
-1
30.1 g.kg . Perubahan ini terjadi dalam jangka waktu 37 tahun. Perubahan kandungan C-organik pada lapisan top soil akan berbeda-beda sesuai sumber bahan organik, dan perubahannya bersifat linier dengan waktu aplikasinya. Tan (1997), mendefinisikan bahwa bahan organik adalah suatu materi yang terdiri atas bahan yang belum dan telah terhumifikasi. Bahan yang belum terhumifikasi, dapat berasal dari pembusukan tanaman, fauna dan jaringan mikroba, dalam bentuk asli atau sedikit termodifikasi. Sedangkan bahan yang telah terhumifikasi adalah produk yang telah terbentuk selama proses dekomposisi dari bahan yang belum terhumifikasi dan terdiri atas satu kelompok senyawa kompleks seperti asam fulfat (AF) dan asam humat (AH) serta turunannya (hidroksi benzoatnya). Menurut Stevenson dan Fitch (1997), AF adalah senyawa yang bertindak sebagai pembawa unsur mikro dalam larutan tanah. Meskipun berkompetisi dengan ligan lain, baik organik maupun anorganik dan memiliki kemampuan
17
membentuk kompleks yang mantap dengan logam. Kemampuan ini disebabkan karena mengandung gugus fungsional seperti O yang tinggi, termasuk COOH, fenolik, alkoholik, dan fenolik-OH dan struktur C=O dari berbagai jenis. Senyawa ini larut dalam alkali maupun asam. Keasaman total AF berkisar dari 640 hingga 1420 cmol (H+) kg-1; kadar COOH beragam dari 520 hingga 1120 cmol (H+). kg-1 Sebaliknya, AH adalah bahan yang terekstrak dari tanah oleh larutan alkali dan mengendap oleh pengasaman. AH mempengaruhi pelarutan mineral melalui pengaruh keasaman (ion H+) dan pembentuk kompleks atau kelat. Peranan kelat dalam kesuburan tanah khususnya ketersediaan unsur mikro dan dapat dibuat tersedia bagi tanaman melalui pertukaran. Akibat pengkelatan maka difusi dan aliran massa unsur hara mikro ke akar meningkat. Kelat tersebut diperkirakan akan membantu mekanisme pembawa yang merupakan cara pengisian unsur hara di permukaan akar yang terkuras. Asam organik yang paling efektif dalam pelarutan adalah hasil hancuran bahan organik tanah dan mengandung asam organik sederhana dan kompleks asam berbobot molekul tinggi . Menurut Hayes dan Himes (1983), bahan humat adalah polianion dan polidispersi, yang pada saat terionisasi penuh mempunyai nilai KTK berkisar 3 x 103 hingga 6 x 103 µe/g untuk AH dan mencapai 10 x 103 µe/g untuk AF. Hal ini kontradiksi dengan hasil studi oleh Mulongoy et al. (1993) yang menyatakan bahwa kandungan C-organik, bukan asam humid berkorelasi positif dengan KTK, karena itu menurutnya C-organik adalah salah satu sumber KTK. Selanjutnya menurut Gerzabek et al. (1997) pengaruh dari bahan organik yang diberi pada tanah akan berbeda kandungan C-organiknya tergantung jumlah dan sumber bahan organiknya. Bahkan, sumbangan perubahan sifat fisik tanah seperti stabilitas agregat meningkat secara nyata dengan kenaikan kandungan humusnya. Pengaruh terhadap perubahannya bersifat linier dengan waktu aplikasiya. Menurut Bhatti et al. (1998), pengaruh dari bahan organik pada tanah masam cukup berkaitan dengan aluminium bebas yang bersifat toksik bagi tanaman. Hal ini disebabkan oelh kemampuan menekan ketersediaan fosfat melalui pengkelatan oleh bahan humid. Kemampuan ini berasal dari pengaruh asam–asam organik yang seperti asam oksalat, yang merupakan hasil dari dekomposisi bahan organik tanah. Pengaruh dari asam oksalat terutama
18
terhadap erapan dan ketersediaan P melalui pengkompleksan dengan Al dan Fe. Ligan organik akan mengkompleks Al dan Fe dalam larutan dan permukaan Fe
dan Al . Oleh karena itu, prinsipnya
peranan bahan organik melaui
senyawa-senyawa organiknya dalam larutan tanah, membentuk dua jenis kompleks dengan unsur mikro yaitu : (i) biokimia yang diketahui terdapat dari organisme hidup seperti asam alifatik sederhana, asam amino, asam gula, siderofor hidroksamat dan polifenol; (ii) satu seri asam, polielektrolit berwarna kuning hingga hitam yang disebut asam fulvat (AF). Mekanisme
perubahan
kimia
tanah
ini
diterangkan
melalui
tiga
mekanisme yakni : (i) menggantikan P yang terjerap pada permukaan Al oksida atau Fe melalui pertukaran ligan; (ii) melalui pelarutan permukaan logam oksida dan melepas P yang terjerap; dan (iii) melalui pengkompleksan Al dan Fe pada larutan, lalu mencegah pengendapan ulang dari senyawa P-logam (Bhatti, et al. 1990). Bahan Organik dan Kompos Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pada prinsipnya bahan organik seperti humus pada tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan residu tanaman, hewan dan jaringan mikrobia. Menurut Hayes dan Himes (1997), humus terdiri atas bahan makromolekul organik yang ada di dalam tanah berasal dari transformasi sisa-sisa tanaman dan hewan, tetapi tidak lagi memiliki kemiripan dengan bahan aslinya. Seperti halnya humus, maka sifat kompos yang juga merupakan bahan organik yang mengalami degradasi yang dikelola oleh bantuan manusia dengan dimediasi proses dekomposisi oleh mikrobia. Kompos mengandung hara makro seperti fosfor, yang dapat mengkontribusi kenaikan hasil tanaman. Hara makro dan bahan organik seperti kompos dapat juga menaikkan hasil pertanaman di bawah kondisi kekahatan mikro-nutrien. Dilaporkan juga, bahwa kadang-kadang tanah sandy soils di bawah kondisi kering, yang bahan organiknya diperbaiki ternyata dapat memberikan hasil yang baik. Penggunaan kompos alang-alang, umumnya kurang populer dibanding kompos yang berasal dari sumber bahan organik lainnya. Hal ini karena proses pembuatan kompos alang-alang secara praktis sulit mengalami dekomposisi jika dibanding dengan teknik umum pengomposan. Kesulitan dekomposisi bahan ini karena bahan penyusun utamanya adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin
19
(Harrey 1993). Ketiga bahan tersebut hanya bisa dirombak oleh mikroorganisme yang berkemampuan tinggi seperti mikroorganisme selulolitik dan lignolitik. Karena mikroorganisme selulotik itu menghasilkan komplek enzim yang mampu memecahkan ikatan β-1,4-glukosida dari struktur selulosa. Komplek ini dikenal dengan nama selulase yang terdiri dari endo- β-1,4-glukonase (Cx), ekso-β-1,4glukonase (C1) dan β-1,4-glukodase (Gong dan Tsao, 1979; Tangarone et al., 1989). Sebagai sumber unsur hara, alang-alang mengandung unsur yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman seperti N, P, K, Ca, Mg, Si, Fe dan Cu. (Tabel 1.). Namun untuk dapat tersedia bagi tanaman diperlukan waktu yang cukup lama, melalui suatu dekomposisi
bahan organik alang-alang (Soerpardi dalam
Situmorang, 1999). Jasad penghancur (decomposer) yang efektif saat ini adalah jamur Trichoderma sp. yang diinokulasi dari kayu busuk. Bahkan, telah tersedia di pasaran berbagai dekomposer berbagai merek dagang dalam rangka membuat kompos secara cepat (Indriani 2000). Tabel 1. Komposisi Kimia Alang-alang Bagian
Komposisi Kimia
tanaman
Bagian
N
P
K
Ca
Mg
Si
Fe
-------------------------------% -------------------------------
Mn
Zn
Cu
---------- ppm ----------
Daun
0.17
0.33
0.56
0.35
0.28
2.66
0.13
97.8
9.0
6.3
Akar
0.35
0.17
0.38
0.19
0.20
1.90
0.10
105.9
33.4
19.7
Sumber : Soepardi, 1976 dalam Sitomurang, 1999.
Keberadaan Kalsium dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Dilaporkan oleh Kurnia et al.,(1999) bahwa salah satu ciri tanah masam, khususnya pada tanah Ultisol (Typic Hapluhumults) di Jasinga, Jawa Barat adalah miskin akan hara kalsium. Pemberian kapur pertanian, terutama yang berbahan CaCO3
selain meningkatkan pH tanah, juga dapat bermanfaat
sebagai penyedia hara kalsium bagi tanaman. Peranan Kalsium terhadap Pertumbuhan Tanaman Seperti halnya unsur lain seperti N, P, K, S, Mg, maka kalsium juga diketahui sebagai hara makro bagi kebutuhan tanaman. Kalsium yang merupakan hara metal esensial ini diambil oleh tanaman melalui penyerapan
20
oleh akar (Bennet 1994). Gejala defisiensi hara ini menurut Voss (1994), akan nampak seperti tanaman yang kerdil (stunted). Selain itu, pada kondisi defisiensi, di pucuk dan daun berikutnya akan nampak gejala ladderlike. Gejalagejala tersebut dapat dipahami karena Ca termasuk hara yang tidak mobil pada sistem transport dalam jaringan tanaman. Meskipun defisiensi Ca jarang terjadi bagi tanaman umumnya, namun level kritis yang telah diketahui adalah
<0.1% serta rentang kecukupannya
antara 0.1 – 1.0%. Tetapi, jika lebih dari batas ini, tidak menimbulkan keracunan bagi tanaman. Pada tanaman jagung, gejala defisiensi jarang ditemui. Batas kecukupannya yang terukur pada daun telinga adalah 0.2 – 1.0% dan 0.9 –1.6 pada seluruh tanaman serta daun ke 3 dan ke 4. Menurut Maschner (1995), fungsi kalsium secara komprehensif bagi proses fisiologis tanaman serta molekuler biologi adalah sebagai suatu second messenger dalam konduksi sinyal tanaman dalam merespon faktor lingkungan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Keunikan bagi kalsium, secara kuantitas ditemukannya dalam jumlah yang berlimpah dalam jaringan tanaman yakni pada dinding sel (apoplas). Hal ini kontras makro yang lain.
dengan keberadaan hara
Bentuk kalsium dalam jaringan tanaman adalah sebagian
besar (50%) dalam bentuk kalsium pektat, 4% kalsium oksalat sedangkan sisanya dalam bentuk larutan (water soluble) dan kalsium fosfat. Tipe distrusbusi kalsium pada sel jaringan tanaman dewasa yakni dengan menjaga konsentrasi kalsium dalam
sitoplasma dalam kondisi yang
sangat rendah (0,1-0,2 µM sebagai Ca2+ bebas), sebaliknya pada lamela tengah dinding sel, bagian luar permukaan membran sel retikulum endoplasma serta vakuola berada pada konsentrasi yang tinggi. Sebagian besar bentuk kalsium larutan yang ditemukan dalam vakuola, umumnya dapat bergabung bersama anion-anion asam organik (misalnya asam malat) dan anion-anion inorganik (misalnya nitrat, klorida, dll.). Oleh karena itu, tanaman telah mempunyai mekanisme untuk membatasi transport kalsium ke organ-organnya untuk menjaga konsentrasi kalsium yang rendah dalam phloem sap. Secara seluler, untuk tetap terjaga
konsentrasi
Ca2+ yang sangat
rendah dalam sitoplasma, maka akan dikendalikan melalui peran transporter Ca2+ pada membran plasma yang juga pada retikulum endoplasma calsium pumping ATP-ase (Ca
2+
/H
+
adalah
antiporter). Pada tonoplas, untuk
21
meningkatkan transport Ca2+, maka Ca2+ /H+ antiporter memperoleh energi dari proton-motive force dari pompa proton ATP-ase dan Ppi-ase. Dengan demikian, peranan dasar dari kalsium adalah menciptakan stabilitas membran dan integritas sel. Pada jaringan yang mengalami defisiensi kalsium, maka akan terjadi kerusakan integritas membran yang dapat menyebabkan meningkatnya laju respirasi. Secara singkat peranan kalsium dalam sistem tanaman menurut Bennet, (1994) yakni sebagai berikut: v sebagai pembawa (charge carrier) dalam reaksi reduksi-oksidasi (redoks) v merupakan bagian dari komponen semua dinding sel (struktur dan permeabilitas sel). Hal ini juga meliputi pemanjangan dan pembelahan sel. v sebagai regulator ion dalam translokasi karbohidrat melalui pengaruhnya pada sel dan dinding sel. v kalsium merupakan bagian dari senyawa struktur tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium pektat, dan lain-lain. Kalsium dalam Tanah Kandungan Ca pada kerak bumi rata-rata adalah 36.4 g/kg. Sebagian besarnya kalsium yang ada sebagai mineral primer yang sulit larut, seperti mineral feldspars, amphibole, calfosfat dan kalsium karbonat. Sedangkan mineral utama sebagai sumber penting bagi kalsium adalah plagioclase dan anorthite (CaAl 12Si2O8). Kalsium karbonat atau kalsit (CaCO3) adalah cukup sering digunakan sebagai sumber kalsium dalam tanah khususnya pada daerah arid dan semi arid. Sedangkan dolomit [CaMg(CO3) 2] juga selalu ditemukan sebagai asosiasi dengan kalsit. Menurut Haby et al. (1990), kekurangan hara Ca pada tanaman jarang terjadi. Pada tanah-tanah yang ber-pH netral dan alkalin secara normal cukup mengandung kalsium. Sementara pada tanah masam, defisiensi hara dapat terjadi,
karena
aluminium
memblokir saluran Ca
2+
menghambat
serapan
kalsium,
dengan
cara
pada membran plasma (Maschner, 1995). Selanjutnya,
untuk mengurangi pengaruh fisiologis dari aluminium, yang biasanya pada pemanjangan akar, maka menaikkan konsentrasi kalsium eksternal. Dengan
22
demikian, salah satu sumber kalsium khususnya bagi tanah-tanah masam adalah melalui pengapuran.
Selanjutnya oleh Kamprath dan Foy (1995),
menegaskan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan Ca bagi tanaman dipengaruhi oleh persentasi kejenuhan Ca pada koloid tanah, pasokan Ca total, kosentrasi ion H, konsentrasi Ca dalam larutan tanah dan adanya ionion beracun seperti Al dan Mn. Kebutuhan kalsium didefinisikan dalam tiga bagian sebagai berikut : •
kebutuhan kalsium larutan – yaitu suatu konsentrasi Ca minimum yang diperbolehkan dalam larutan untuk laju pertumbuhan minimum.
•
kebutuhan kalsium fungsional
- yaitu konsentrasi Ca minimum yang
dibutuhkan pada situs-situs fungsional dalam jaingan tanaman untuk mempertahankan laju pertumbuhan maksimal. •
konsentrasi kalsium kritis – yaitu kalsium aktual yang terdapat dalam tanaman atau organnya pada saat kalsium
menjadi pembatas
pertumbuhan. Di dalam tanah, kalsium terklasifikasi sebagai bentuk yang tidak dapat ditukar (di antaranya mineral-mineral yang telah disebutkan sebelumnya), kalsium dapat ditukar (Ca-dd) dan larutan Ca2+. Ca-dd pada tanah mempunyai range < 25 mg.kg-1 sampai >5000 g.kg-1. Konsentrasi Ca-dd yang rendah biasanya terutama pada tanah-tanah yang mempunyai KTK rendah, pH rendah dan pada tanah daerah lembab (humid). Kalsium diserap tanaman sebagai Ca2+ dari larutan tanah. Keseimbangan secara cepat terjadi antara Ca-dd dan larutan Ca2+. Kalsium mempunyai diameter ion 9.9 x 10-9. Pergerakan ion kalsium pada permukaan akar melalui aliran massa melalui jalur transpirasi oleh intersepsi akar atau melalui jalur difusi. Ketersediaan Ca pada tanaman dipengaruhi oleh sifat kimia maupun fisika tanah. Tanah-tanah yang didominasi oleh tekstur pasir dan tanah asam yang KTK-nya rendah maka akan memberikan suplai Ca yang rendah. Oleh para peneliti menunjukkan bahwa Ca mempunyai mobilitas yang rendah antara organ tanaman, sehingga konsentrasi kritis dapat sangat beragam dengan kondisi yang menghasilkan defisiensi dan tidak begitu mempunyai hubungan dengan kebutuhan fungsional.
23
Faktor-faktor yang sangat menentukan ketersediaan Ca bagi tanaman yakni : (i) jumlah Ca tersedia, (ii). pH tanah, (iii). KTK, (iv). persentasi kejenuhan kalsium
koloid tanah, (iv). tipe koloid tanah, dan rasio dari kation Ca2+ dan
kation lainnya. a. Jumlah Ca Tersedia : Khusus pada tanah-tanah tua seperti Ultisol, Alfisol dan Oxisols, kandungan CaO tanah umumnya lebih rendah (<10 g/kg) dibanding tanah-tanah lainnya seperti Aridisol (55 mg.kg-1), Mollisols (16 g. kg-1). b. pH : pH tanah cukup berpengaruh pada konsentrasi kalsium larutan tanah. Pada tanah-tanah alkalin, sebagian besar kalsium berasal dari bentuk CaCO3 yang
kelarutannya kurang lebih 5.6 mg.L-1 (air). Sebagian besar
kebutuhan Ca bagi tanaman yang tumbuh di daerah tersebut cukup tersuplai. Pada tanah yang ber-pH 5.6 dengan konsentrasi kalsium 0.25 mg. L-1 sudah cukup memberikan laju pertumbuhan yang maksimum. Sedangkan pada larutan tanah yang pada pH 4.5 dianggap cukup jika konsentrasinya 2.5 mg Ca2+ L-1. Akan tetapi bila pH 4,0, pada konsentrasi larutan 5 mg Ca2+ L-1 tidak cukup bagi tanaman. c. KTK, Kejenuhan Kalsium, Tipe Koloid Tanah : KTK adalah penting bagi ketersediaan Ca dalam hubungannya dengan kejenuhan Ca pada koloid tanah dan tipe koloid tanah. KTK akan meningkat dengan meningkatnya pH tanah.. Banyak tanaman cukup respon bila kejenuhan Ca menurun di bawah 25%. Liat kaolinit dapat mencapai kejenuhan Ca hanya pada tingkat kejenuhan antara 40 sampai 50%. d. Nisbah Kation dengan Kation Lain : Idealnya, distrubusi kation dapat ditukar pada suatu tanah adalah : 65% Ca; 10% Mg; 5% K dan 20% H, atau nisbah Ca terhadap kation lainnya adalah : Ca/Mg = 6.5; Ca/K= 13 dan Mg/K= 21. Sedangkan kejenuhan kation Ca yang ideal bagi pertumbuhan tanaman adalah 65%.
24
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini adalah suatu percobaan pot di lapangan yang bahan tanah Podzolik Merah Kuning (PMK) diambil dari Gajruk (Kab.Lebak), Banten. Percobaan pot ini, dilakukan di kebun percobaan Tajur, Institut Pertanian Bogor, dengan waktu pelaksanaannya dimulai Agustus 2000 dan berakhir Januari 2001. Dua bulan sebelum percobaan, telah dilakukan pengomposan jerami alangalang, dan jerami jagung. Tahapan penelitian tersaji pada Gambar 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah : Tanah PMK, bahan baku kompos (jerami alang-alang; dan jerami jagung ), pupuk urea, SP36, fosfat alam (FA) asal pulau Chritsmas, pupuk KCl, kapur pertanian, starter kompos (stardec), benih jagung varietas Bisma, serta bahan-bahan kimia untuk analisis kimia contoh tanah dan jaringan tanaman. Keadaan sifat kimia dan fisik tanah PMK dan keberadaan kandungan hara kompos jerami alang-alang dan kompos jerami jagung, serta kandungan kimia pupuk SP-36 dan fosfat alam, berturut-turut tersaji pada Lampiran 17, 18 dan 19. Peralatannya yang digunakan adalah : wadah untuk pengomposan, termometer, garpu, sekop, pacul, polibag, wadah sampel tanah dan sampel jaringan, alat ukur-timbang, alat tulis kantor (ATK). Metode Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan percobaan faktortial tiga faktor dengan rancangan lingkungannya adalah
Rancangan Acak Lengkap
(RAL), tiga
ulangan. Ketiga faktor dan taraf-taraf yang dicobakan adalah sebagai berikut :
1) Faktor jenis kompos (O) yaitu : tanpa kompos (O0), kompos jerami alangalang (O1) dan kompos jerami jagung (O2),
2) Faktor jenis pupuk fosfat (P) yaitu : tanpa pupuk fosfor (P0), pupuk SP-36 (P1) dan pupuk fosfat alam (P2).
3) Faktor pemberian kapur (K) sebagai faktor ke tiga terdiri dari dua taraf, yaitu : tanpa pemberian kapur (K0) dan pemberian kapur (K1)
25
Dari tiga faktor dan jumlah tarafnya masing-masing diperoleh 18 kombinasi perlakuan seperti tersaji pada Tabel 2. Model linier dari percobaan ini adalah (Steel dan Torrie, 1993) : Yijkr = µ + Oi + Pj + Kk + (OP) ij + (OK) ik + (PK) jk + (OPK) ijk + δ ijk ; di mana :
i
= 1, 2, 3 (banyaknya taraf jenis kompos = O);
j
= 1, 2, 3 (banyaknya taraf jenis pupuk fosfor = P);
k
= 1, 2 (banyaknya taraf kapur = K);
µ
= nilai rata-rata umum;
δ ijk
= nilai pengamatan/respon yang diperoleh pada taraf ke-i dari faktor jenis kompos,
taraf ke-j dari faktor jenis
pupuk fosfor dan faktor kapur pada taraf ke k. Oi
= pengaruh aditif dari taraf ke-i faktor jenis kompos;
Pj
= pengaruh aditif dari taraf ke-j faktor pupuk fosfor;
Kk
= pengaruh aditif dari taraf ke-k faktor kapur;
(OP)ij
= pengaruh interaksi taraf ke-i faktor jenis kompos dan taraf ke-j faktor pupuk fosfor;
(OK)ik
= pengaruh interaksi taraf ke-i faktor jenis kompos dan taraf ke-k faktor jenis kompos;
(PK)jk = pengaruh interaksi taraf ke-j faktor jenis pupuk fosfor dan taraf ke-k faktor kapur; (OPK)ijk = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor jenis kompos, taraf ke-j jenis pupuk fosfor dan taraf ke-k faktor kapur;
26
Tabel 2. Notasi dan Perlakuan pada Percobaan Lapangan Notasi
Perlakuan
1. O1P1K1
kompos jerami alang-alang + pupuk SP-36 + kapur
2. O2P1K1
kompos jerami jagung + SP-36 + kapur
3. O0P1K1
tanpa kompos + SP-36 + kapur
4. O1P2K1
kompos jerami alang-alang + fosfat alam + kapur
5. O2P2K1
kompos jerami jagung + fosfat alam + kapur
6. O0P2K1
tanpa kompos + fosfat alam + kapur
7. O1P0K1
kompos jerami alang-alang + tanpa fosfor + kapur
8. O2P0K1
kompos jerami jagung + tanpa fosfor + kapur
9. O0P0K1
tanpa kompos + tanpa fosfor + kapur
10. O1P1K0
kompos jerami alang-alang + pupuk SP-36 + tanpa kapur
11. O2P1K0
kompos jerami jagung + pupuk SP-36 + tanpa kapur
12. O0P1K0
tanpa kompos + pupuk SP-36 + tanpa kapur
13. O1P2K0
tanpa kompos + fosfat alam + tanpa kapur
14. O2P2K0
kompos jerami jagung + fosfat alam + tanpa kapur
15. O0P2K0
tanpa kompos + fosfat alam + tanpa kapur
16. O1P0K0
kompos jerami alang-alng + tanpa fosfor + tanpa kapur
17. O2P0K0
kompos jerami jagung + tanpa fosfor + tanpa kapur
18. O0P0K0
tanpa kompos + tanpa fosfor + tanpa kapur Pelaksanaan Percobaan
Tanah percobaan yang diambil adalah bagian lapisan tanah atas (top soil = 0-20 cm) dengan ciri kimia dan fisik tanah ditetapkan dan diketahui sebelum percobaan dimulai seperti yang tersaji pada Lampiran 17. Pengambilan contoh tanah dilakukan terhadap contoh komposit tunggal dengan teknik pengambilan contoh acak sederhana (simple random sampling). Contoh komposit ini berasal dari beberapa sub-contoh pada areal PMK yang terwakili berdasarkan petunjuk pengambilan contoh tanah di lapangan (Whitney, et al.,
27
1997). Contoh tanah yang dianalisis terlebih dahulu dikering-anginkan dan pada suhu yang tidak melebihi 35 hingga 400 C, dan selanjutnya disaring pada ayakan 2 mm. Penanganan contoh tanah untuk dianalisis di laboratorium, didasarkan atas petunjuk pada kebanyakkan laboratorium. Demikian juga terhadap penanganan bahan tanah untuk penanaman, yang terlebih dahulu dibersihkan dari sisa-sisa bahan tanaman dan selanjutnya dikering-anginkan pada suhu tidak melebihi 35 hingga 40
0
C, serta diayak pada
saringan yang lolos 2 mm. Pelaksanaan Penanaman Teknis penanaman dipedomani atas petunjuk teknik budidaya jagung (Subandi et al., 1998) sebagai berikut : •
Persiapan : sebanyak 108 buah polibag diisi dengan PMK dengan masingmasing polibag sebanyak 10 kg.
•
Penanaman : secara tugal dengan dua biji per polibag, yang kemudian dijarangkan menjadi satu tanaman per polibag; Penanaman dilaksanakan setelah dua minggu diinkubasi perlakuan (kompos + fosfor + kapur). Jarak tanam adalah 80 x 40 cm2.
•
Pemupukan : 150 kg.ha-1 KCl (0.75 g.polibag-1) + 200 kg.ha-1 Urea (1 g. polibag-1) + 120 kg.ha-1 P2O5 (0.6 g. polibag-1); Pemberian urea dilaksanakan dua kali yakni 1/3 bagian pada umur 7 hst dan 2/3 bagian pada 21 hst. Sedangkan pupuk urea dan KCl (berfungsi sebagai pupuk dasar). Aplikasi kompos dilakukan bersamaan dengan pemberian pupuk fosfor dan kapur dengan takaran
12.5 ton.ha-1 (62.5 g. polibag-1). Cara pemberian pupuk
fosfor, kapur dan kompos diberi secara campur merata pada saat tanah dimasukkan ke dalam polibag. Sedangkan aplikasi pupuk
urea yang
pertama (7 hst) secara tugal di samping tanaman; dan aplikasi urea kedua, saat tanaman berumur tiga minggu dengan cara yang sama. •
Pengapuran : dosis pengapuran yang telah disesuaikan dengan kandungan 0.5 Al-dd atau setara dengan 7.5 ton.ha-1.
28
Pengamatan dan Pengumpulan Data Data yang terkumpul berasal dari pengamatan : (i) dari peubah-peubah sifat kimia tanah (sebelum dan sesudah percobaan) dan kadar/total serapan hara tanaman; dan (ii) dari peubah-peubah pertumbuhan dan hasil tanaman jagung (karakter agronomik) Peubah Pengamatan di Laboratorium Prosedur penetapan sifat kimia tanah, sebelum dan sesudah percobaan, didasarkan atas petunjuk yang biasa dilakukan pada Laboratorium Tanah, Institut Pertanian Bogor (IPB 1996). Analisis kimia dan fisik contoh tanah sebelum dan sesudah percobaan, termasuk juga analisis sifat kimia kompos, analisis jaringan tanaman, dilakukan di laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Penetapan pendahuluan terhadap sifat kimia tanah meliputi :
Tekstur
(pasir, debu dan liat =%); pH H2O (1:1) dan pH H2O; C organik (%); P-potensial (ppm); P-tersedia (Bray No.1); Ca-dd (cmol.kg-1), Mg-dd (cmol.kg-1), K-dd (cmol.kg-1), Na-dd (cmol.kg-1); Al-dd (cmol.kg-1); KTK
tanah (cmol.kg-1);
kejenuhan Al (%); Fe (ppm); Zn (ppm); dan Mn (ppm). Sedangkan sifat kimia tanah sesudah percobaan (setelah panen) meliputi : Al-dd (1N KCl); reaksi tanah (pH H2O; 1:1); P-tersedia (Bray no.1); Ca-dd (cmol.kg-1); KTK tanah (cmol.kg-1) dan C-organik (%). Analisis jaringan dilakukan untuk mengetahui kadar dan total serapan fosfor dan kalsium. Contoh tanaman untuk analisis jaringan diambil daun dewasa yang berada di bagian
bawah kelobot, pada saat tanaman mulai
memasuki fase generatif yang ditandai dengan keluar malai atau rambut kelobot (Whitney et al.,1997). Metode analisis kimia tanah dan tanaman tersebut mengikuti prosedur yang tersaji pada Tabel 3.
masing-masing peubah
29
Tabel 3. Daftar Metode serta Alat Pengukur Analisis Tanah dan Tanaman Analisis
Metode/pengukur
Sumber
1. Tanah vpH tanah (H2 O)
Perbandingan 1:1 / pH meter
IPB, 1996
v Tekstur tanah
Pipet / titrasi
IPB, 1996
v P-total dan P-tersedia
HCl 25% dan Bray no.1
IPB, 1996
v Kapasitas Tukar Kation
1 N NH4 OAc pH7 / titrasi
IPB, 1996
v C-Organik
Walkley and Black / Titrasi
IPB, 1996
Ekstrak NH4 OAc pH7; Na, K dengan Flamefoto meter; Ca dan Mg / AAS
IPB, 1996
I.I.T.A. Vanado-molibdat/SPM untuk P dan AAS untuk Ca.
Juo(Ed),1979 dalam Djokosudardjo, (1982)
v Basa-basa ditukar
dapat
2. Jaringan tanaman o
Pengabuan kering P dan Ca
Keterangan : SPM = Spektrophotometer AAS = Atomic absorbtion spectophotometer
Peubah Pertumbuhan Data yang dikumpulkan dari peubah-peubah ini adalah sebagai berikut : 1. Tinggi tanaman (cm) : diukur pada 21, 35 dan 49 hari sesudah tanam (hst); pengukuran dilakukan mulai dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi 2. Jumlah daun : dihitung pada 21, 35 dan 49 hst; 3. Luas daun : diukur pada umur 21 35 dan 49 hst. Penetapan luas daun ini, menggunakan metode gravimetric berdasarkan luas kertas contoh yang telah diketahui luas dan bobottnya; 4. Bobot kering biomass (g) tajuk masing-masing organ (daun dan batang) pada umur 21, 35 dan 49 hst; 5. Hasil biji kering panen (g. pot-1) pada kadar air 14%; 6. Bobot 100 biji (g). Ditimbang pada kadar air 14%; 7. Produksi bobot kering tajuk (g.pot-1). Ditetapkan setelah dikeringkan pada suhu 60o C selama tiga hari atau setelah mencapai bobot konstan;
30
Contoh tanaman yang diambil dibedakan atas dua macam, yaitu : (i) pengambilan contoh bukan waktu panen
dan (ii) pengambilan contoh waktu
panen. Pengambilan contoh pada keadaan bukan waktu panen, diambil seluruh bagian tanaman, selanjutnya dipisahkan bagian batang dan daunnya untuk menetapkan bobot kering biomasanya. Pengambilan contoh yang bersamaan dengan waktu panen, dilakukan sebagaimana yang dilakukan seperti contoh tanaman sebelumnya. Analisis Data Analisis Pertumbuhan Analisis data pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui LTM (laju tumbuh mutlak, mg.hari-1), LTR (laju tumbuh relatif, mg.mg.-1hari-1); dan ILD (indeks luas daun, cm-2.cm-2). Rumus-rumus perhitungannya adalah sebagai berikut (Hunt, 1990) : LTM = (BK t2 - BK t1)/ (t2 -t1); LTR = (ln BK t2 - ln BKt1)/ ( t2 -t1); ILD = (Lt2 -Lt1) / LT; BKt1/t2
= bobot kering total pada t1 atau t2;
BKD t1/t2
= bobot kering daun pada t1 atau t2;
Lt1/t2
= luas daun pada t1 atau t2;
t1 atau t2
= periode pengamatan pertama dan kedua
LT
= luas tanah yang ditempat;
Ln = log (e); e = 2.718283. Analisis Statistika Analisis data secara statistik dilakukan terhadap peubah utama. Untuk melihat keragaman data dari tiap peubah, dilakukan Analisis Ragam (Anova)/uji keragaman (Steel dan Torrie, 1993) pada taraf F 5%. Untuk melihat pengaruh beda nyata dari data peubah akibat perlakuan serta interaksinya dilakukan uji jarak ganda Duncan (DMRT= Duncan Multiple Range Test), sedangkan untuk mengetahui keterkaitan antar peubah dilakukan analisis korelasi.
31
Perhitungan lainnya Perhitungan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini adalah : (i) kejenuhan Aluminium (%); dan (ii) serapan fosfat dan kalsium (mg.pot-1). Untuk menghitung kedua peubah tersebut mengikuti rumus perhitungan di bawah ini.
Kejenuhan Al (%) =
Al-dd ------------ x 100% KTK
Total serapan fosfat (g.polibag-1) = kadar P jaringan x total bobot kering biomass
Total serapan kalsium (g.polibag-1) = kadar Ca jaringan x total bobot kering biomass
persiapan
pembuatan kompos
analisis laboratorium • contoh tanah • contoh jaringan tanaman
persiapan tanah dan persiapan polibag
pengambilan contoh tanah pendahuluan/bahan tanah
penanaman jagung
analisis laboratorium • contoh kompos • contoh tanah
pengenaan perlakuan
pengumpulan data : kimia tanah, serapan P dan Ca; pertumbuhan dan hasil jagung
analisis data dan Penyusunan Laporan
Gambar 1. Skema Tahapan Pelaksanaan Penelitian
32
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gambaran
umum
mengenai
keberadaan
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman jagung akibat perlakuan dalam penelitian ini, terindikasi
dari
peubah-peubah
pengamatan
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan seperti dalam bahasan berikut ini. Sejak tanaman jagung masih berumur bibit, gejala visual gangguan pertumbuhan sudah mulai nampak. Gejalanya antara lain, pertumbuhan tanaman yang kerdil dan warna daun keunggu-unguan pada daun tua yang diawali pada tepi daun.
Selain itu,
perkembangan luas daun maupun akarnya juga mengalami hambatan. Khusus pada akar, perkembangan akar serabut yang terbatas dan memendek adalah gejala yang nampak jelas. Gejala gangguan pertumbuhan ini adalah akibat dari defisiensi fosfor, yang juga sekaligus sebagai akibat dari keracunan Al bebas. Gejala ini sama dengan yang telah dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Gangguan pertumbuhan ini, yang paling ekstrim terdeteksi pada tanaman jagung yang tumbuh pada tanah asli (kontrol). Implikasi dari gangguan pertumbuhan tersebut, adalah tanaman yang tidak mampu memproduksi biji, meskipun masih mampu dalam menghasilkan bunga jantan maupun betina. Bahkan, pada kondisi ini pula mengakibatkan inisiasi pembungaannya mengalami keterlambatan. Berikut ini, ditampilkan hasil pengamatan peubah-peubah pertumbuhan tanaman jagung, pada percobaan ini. Tinggi tanaman, Jumlah Daun dan Luas Daun Rekapitulasi sidik ragam peubah tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun pada umur 21 35 dan 49 hst, berturut-turut tersaji pada Lampiran 1, 2 dan 3, serta data pengamatannya tersaji pada Lampiran 9, 10 dan 11. Sedangkan kurva
pertumbuhan
tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun akibat
perlakuan kombinasi yang terpilih dalam tiga periode pengamatan 21, 35 dan 49 hst, masing-masing ditampilkan pada Gambar 2, 3 dan 4. Sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa semua sumber keragaman dari faktor-faktor tunggal, interaksi dua faktor dan interaksi tiga faktor, berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman pada umur 49 hst. Pada
33
awal pengamatan 21 hst, pengaruh nyata dari semua sumber keragaman sudah mulai nampak, kecuali faktor tunggal fosfat dan interaksi dua faktor kompos x fosfat tidak berpengaruh nyata. Selanjutnya, sampai pada umur 35 hst, pengaruh dari faktor tunggal fosfat belum berpengaruh nyata. Demikian, interaksi dua faktor kompos x fosfat dan fosfat x kapur pada 35 hst, juga masih belum berpengauh nyata terhadap peubah ini. Pengaruh yang sama juga nampak pada peubah jumlah daun, kecuali akibat faktor tunggal kompos dan interaksi dua faktor kompos x kapur pada 35 hst serta faktor tunggal fosfat; interaksi dua faktor kompos x fosfat dan interaksi fosfat x kapur; pada 49 hst -yang tidak berpengaruh nyata. Selanjutnya, sidik ragam peubah luas daun pada 21 dan 35 hst menunjukkan bahwa semua sumber keragaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah ini. Sedangkan masih pada peubah yang sama pada pengamatan 49 hst, juga menunjukkan pengaruh yang nyata, kecuali faktor tunggal fosfat; interaksi dua faktor fosfat + kapur; dan interaksi tiga faktor yang berpengaruh tidak nyata. Hasil pengamatan dan uji DMRT dari peubah tinggi tanaman, luas daun dan jumlah daun pada pengamatan terakhir (49 hst) tersaji pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa, tinggi tanaman akibat pemberian perlakuan kombinasi dalam percobaan ini cukup beragam. Tanah asli (tanpa kompos, tanpa fosfat dan tanpa kapur), secara alamiah menunjukkan penampilan tinggi tanaman yang sangat tertekan secara nyata dibanding perlakuan kombinasi lainnya. Tinggi tanaman jagung maksimun yang dicapainya adalah 51.67 cm. Secara nyata tanah ini masih mampu meningkatkan tinggi tanamannya hingga mencapai 177.33 cm atau masih mampu meningkat sebesar 243 % bila terjadi interaksi dua faktor KJA + kapur. Bahkan pengaruh dari perlakuan ini, tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi tiga faktor. Ditilik dari pengaruh faktor tunggal terhadap peubah tinggi tanaman, pemberian kapur semata lebih kuat pengaruhnya dibanding pemberian kompos ataupun fosfat semata. Pengaruh dari ketiga faktor tunggal tersebut berturutturut mampu meningkatkan tinggi tanaman masing-masing, 179.98; 152.89 dan 93.85 %.
Namun secara statistik, peubah tinggi tanaman akibat
pemberian
kapur semata, tidak berbeda nyata dengan interaksi dua faktor KJA + SP-36. Demikian juga, pengaruh dari kompos semata (KJA atau KJJ), tidak berbeda nyata dibanding perlakuan interaksi kompos (KJJ atau KJA) + FA. Sebaliknya interaksi fosfat x kapur
(FA + kapur atau SP-36 + kapur) cukup baik
34
pengaruhnya terhadap peubah ini, dan tidak berbeda nyata dengan perlakuanperlakuan yang berinteraksi dalam tiga faktor. Dengan kata lain bahwa pertumbuhan tanaman jagung pada tanah asli merupakan kompleksitas dari kekurangan fosfat dan kalsium, serta hara lain yang turut diperbaiki oleh kehadiran C organik tanah. Tabel 4. Pengaruh Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Tinggi Tanaman, Jumlah Daun dan Luas Daun pada Podzolik Merah Kuning, 49 hst. Kapur
Uraian
.
Tanpa Kapur
.
SP-36 FA TF SP-36 FA TF Tinggi Tanaman *) ………………………………………… cm …………………………………….. TKp
156.33cd
159.00 bc
144.67ef
107.00i
93.33 j
51.67 k
KJJ
167.00abc
163.00 bc
164.67 bc
111.00i
135.33fg
124.67h
KJA
168.67ab
158.67 bc
177.33a
147.00ed
133.33gh
136.67efg
Jumlah Daun *) .......................................................................................................... TKp
12..33cd
15.33a
13.67abc
10.33de
9.33cd
8.67f
KJJ
15.00a
15.33a
15.33a
11.30cd
12.33f
12.33cd
KJA
14.67ab
14.67ab
14.33ab
11.60cd
11.33de
13.00cd
Luas Daun *)
………………………….................... cm2 ................................................. fg
7263.22
ab
7894.82
ab
7083.55
TKp
40.92.59
KJJ
8604.61
KJA
8602.38
bcd
ab
bcde
i
1086.39
a
10087.29
abc
8114.44
hi
1616.09
hi
897.47
ef
4674.40
def
435.88
fgh
4827.90
ghi
5665.84
4879.59 3362.24
1802.12
i
def
cdef
Keterangan : SP-36 = pupuk SP-36; FA= Fosfat Alam; TF= tanpa fosfat; KJJ= Kompos Jerami Jagung; KJA= Kompos Jerami Alang-alang; TKp = Tanpa Kompos. *) angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam setiap peubah yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada 0.05 DMRT.
35
180 160
Tinggi Tanaman (cm)
140 120 100 80 60 40 20 0 21 hst
35 hst
49hst
Umur Tanaman O x SP-36 x K
O x FA x K
OxK
SP-36
FA
KJJ / KJA
Kapur
Tanah asli
Gambar 2. Pertumbuhan Tinggi Tanaman menurut Umur Pada Berbagai Perlakuan Bila peubah tinggi tanaman ini dikaitkan dengan persentasi kenaikan P tersedia, nampaknya keeratan hubungan kedua peubah ini tidak cukup kuat (r = 0.39). Hal ini berarti bahwa kenaikan tinggi tanaman tidak banyak berkaitan langsung oleh kenaikan P tersedia dalam tanah akibat dari perlakuan-perlakuan yang dikenakan. Akan tetapi diduga kuat bahwa, kenaikan C organik tanah telah memberi sumbangan yang nyata terhadap kenaikan peubah ini. Hal ini nampak dari keeratan hubungan yang kuat (r = 0.62) antara kedua peubah ini. Bahkan sumbangan dari kenaikan Ca-dd turut mempengaruhi kenaikan tinggi tanaman, dengan hubungan kedua peubah ini mempunyai keeratan yang positif (r = 0.57). Dengan demikian pertumbuhan tanaman, khususnya peubah tinggi tanaman tidak semata hanya dipengaruhi oleh kenaikan P tersedia, namun sumbangan tidak langsung oleh kenaikan C organik tanah maupun ketersedian Ca-dd juga turut mempengaruhi. Pada peubah jumlah daun sampai pada 49 hst seperti yang tersaji pada Tabel 4 pengaruh perlakuan paling kuat adalah akibat dari perlakuan-perlakuan
36
yang terkena faktor kapur, baik pengaruh faktor ini secara tunggal, interaksi dua faktor maupun interaksi tiga faktor. Akibat dari perlakuan-perlakuan tersebut, jumlah daun bisa bertambah rata-rata 70.60% dibanding jumlah daun pada tanah asli. Pengaruh paling kuat terhadap kenaikan luas dfaun adalah akibat interaksi dua faktor kompos x kapur (KJJ + kapur dan KJA + kapur), yang secara statistik tidak berbeda nyata dengan pengaruh dari akibat perlakuan-perlakuan kombinasi dari tiga faktor. Akibat dari perlakuan-perlakuan tersebut, luas daun naik 1886.94 % dibanding luas daun pada tanah asli. Pengaruh faktor tunggal yang tidak berbeda nyata
terhadap peubah
jumlah daun adalah faktor fosfat. Penambahan jumlah daun dari pengaruh faktor fosfat (SP-36 atau FA) rata-rata 9.83 sedangkan luas daun pada tanah aslinya 8.67 cm2. Sebaliknya, faktor tunggal kompos atau kapur, berpengaruh nyata terhadap peubah ini dibanding dengan tanah aslinya. Namun, dalam faktor kompos, kedua jenis kompos yang dicobakan saling tidak berbeda nyata.
18 16 14
Jumlah Daun
12 10 8 6 4 2 0 21 hst
35 hst
49 hst
Umur Tanaman
OxPxK
SP-36 + K
KJJ + K
SP-36/FA
KJJ/KJA
Tanah asli
Gambar 3. Pertumbuhan Jumlah Daun menurut Umur Pada Berbagai Perlakuan
37
10000 9000
Luas Daun (cm2)
8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 21 hst
35 hst
49 hst
Umur Tanaman O x SP-36 x K
KJA + FA + K
OxK
SP-36
FA
KJJ/KJA
Kapur
Tanah asli
Gambar 4. Pertumbuhan Luas Daun menurut Umur Tanaman Pada Berbagai Perlakuan
Demikian juga pada peubah luas daun, di mana kenaikannya cukup beragam antar kombinasi perlakuan, dalam tiga periode pengamatan. Sampai pada pengamatan 49 hst, nilai peubah luas daun yang tertinggi adalah pada perlakuan kombinasi
KJJ + kapur yakni 10087.29 cm2 atau naik 2214 %
dibanding nilai peubah luas daun pada tanah asli. Secara statistik, pengaruh dari perlakuan kombinasi ini tidak berpengaruh nyata dengan interaksi tiga faktor yang rata-rata luas daunnya adalah 8056 cm2 atau naik 1745% dibanding tanah aslinya. Bahkan pengaruh kombinasi KJJ + kapur, sama dengan pengaruh kombinasi KJA + kapur. Dari ketiga faktor tunggal, ternyata FA semata, serta faktor kompos (KJJ dan KJA) lebih kuat pengaruhnya dibanding pupuk SP-36 atau pemberian kapur semata.
38
Secara umum, hubungan perubahan sifat kimia tanah, khususnya kenaikan P tersedia, pH tanah dan C organik tanah dengan peubah luas daun dan jumlah daun saat pengamatan terakhir (49 hst) adalah cukup nampak. Koefisien korelasi antara kenaikan pH tanah dan peubah luas atau jumlah daun yakni berturut-turut adalah 0.88 dan 0.87. Demikian juga, kenaikan C organik tanah, juga berhubungan cukup kuat (r = 0.65) dengan kenaikan nilai peubah jumlah daun, walaupun kenaikan C organik tanah tersebut tidak kuat (r = 0.48) hubungannya dengan kenaikan peubah luas daun. Sementara, kenaikan P tersedia tidak memiliki atau sangat rendah hubungannya ( r = 0.02) dengan kenaikan peubah luas daun, meskipun kenaikan P tersedia ini masih mempunyai hubungan yang rendah (r =0.38) dengan kenaikan peubah jumlah daun. Fenomena rendahnya hubungan antara P tersedia dengan kenaikan luas daun dan jumlah daun sejalan dengan peranan fosfor, dimana fosfor lebih berperan dalam fase generatif
antara lain dapat menghambat masa inisiasi
pembungaan, produksi biji dan waktu panen. Menurut Maschner (1995), gejala defisiensi fosfor pada fase vegetativ dikarenakan kebutuhan P yang tinggi langsung
ditranslokasikan
ke
jaringan
muda
yang
sedang
mengalami
metabolisme aktif. Oleh karena itu, gejala defisiensi fosfor umumnya nampak pada jaringan tua atau jaringan-jaringan generatif, seperti biji-bijian yang terbatasnya pasokan fosfor. Umur Berbunga dan Umur Panen Rekapitulasi
sidik ragam peubah umur berbunga dan umur panen,
tersaji pada Lampiran 4. Data pengamatan kedua peubah tersebut tersaji dalam Lampiran 12. Dari sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa semua sumber keragaman yang berasal dari faktor-faktor tunggal, interaksi dua faktor dan interaksi tiga faktor berpengaruh nyata terhadap peubah umur berbunga. Pada sumber keragaman lain, interaksi dua faktor (kompos x kapur dan fosfat x kapur) dan interaksi tiga faktor tidak berpengaruh nyata terhadap peubah umur berbunga, kecuali pengaruh dari semua faktor-faktor tunggal dan interaksi dua faktor kompos x fosfat; yang berpengaruh nyata terhadap peubah umur panen. Selanjutnya, menurut uji DMRT untuk umur berbunga dalam kisaran umur antara 45 dan 70 hari cukup beragam, seperti yang tersaji pada Tabel 3. Keterlambatan pembungaan yang paling ekstrim adalah akibat dari perlakuan kontrol (umur 70 hari). Sementara umur berbunga tercepat, adalah tiga
39
perlakuan komb inasi yakni KJJ + SP-36 + kapur, KJA + SP-36 + kapur dan KJA + FA + kapur dengan umur berbunga masing-masing berturut-turut 46.67, 45.00 dan 46.33 hari, dan ketiga perlakuan ini
tidak berbeda nyata.
Keterlambatan umur berbunga pada tanah asli tersebut masih jauh berbeda dengan perlakuan kombinasi lainya seperti yang disajikan dalam Tabel 5. Pada tanah yang hanya diberi perlakuan KJJ atau KJA, keduanya tidak saling berbeda nyata, meskipun berbeda nyata dibanding pasangan perlakuan lainnya.
Umur berbunga kedua perlakuan tersebut berturut-turut 57.33 dan
59.67 hari. Selanjutnya bagi perlakuan yang hanya diberi pupuk SP-36, ternyata umur berbunganya lebih lambat dan berbeda nyata dengan perlakuan yang hanya diberi FA. Kedua perlakuan ini masing-masing berturut-turut 65.00 dan 53.00 hari. Sementara pengaruh perlakuan yang hanya diberi kapur, lebih cepat berbunga dibanding perlakuan kontrol. Akibat dari keterlambatan umur berbunga, secara spontan juga turut berpengaruh terhadap umur panen. Pada percobaan ini, umur panen berada dalam kisaran antara 91 dan 114.33 hari sesuai tersaji pada Tabel 3 yang berarti ada pasangan perlakuan yang mengalami keterlambatan panen sampai mencapai 17 hari, di luar pembanding dengan perlakuan kontrol. Keragaman umur panen yang dicapai, ternyata dipengaruhi oleh perlakuan kombinasi yang dikenakan. Kombinasi antara KJA + SP-36 + kapur dan KJJ + kapur adalah perlakuan yang mempunyai umur panen yang paling cepat dan dianggap normal, walaupun tidak berbeda nyata dengan pasangan-pasangan perlakuan kombinasi yang terkena faktor kapur. Umur normal varietas Bisma yang dipakai dalam percobaan ini adalah berkisar antara 90 sampai 96 hari (Subandi et al. 1998, Sunihardi et al. 1999). Khusus bagi perlakuan kontrol, di mana umur berbunga diketahui paling lambat ternyata sejalan dengan umur panennya yang juga termasuk paling lambat dibanding pasangan perlakuan lainnya. Penentuan Umur Panen, khususnya bagi tanaman yang tumbuh pada tanah asli didasarkan atas gejala penuaan. Indikator ini dipakai karena akibat perlakuan kontrol, tanaman tidak mampu menghasilkan biji dan kelobotnya yang umum dipakai sebagai indikator penentuan waktu panen. Pengaruh interaksi pemberian kompos, fosfat dan kapur terhadap umur berbunga dan umur panen jagung tersaji dalam Tabel 5.
40
Berkaitan dengan perubahan sifat kimia tanah khususnya kenaikan P tersedia dan kenaikan
C organik tanah, maka karakter dari peubah umur
berbunga dan umur panen, seperti yang telah tersaji pada tabel di atas, nampaknya cukup mempunyai hubungan dengan perubahan sifat kimia tanah tersebut. Koefisien korelasi umur berbunga dan umur panen dengan kenaikan P tersedia berturut-turut adalah –0.20 dan –0.27. Hal ini berarti bahwa defisiensi fosfat tanaman jagung pada tanah asli adalah salah satu penyebab keterlambatan dalam inisiasi bunga, yang secara langsung turut berpengaruh terhadap keterlambatan umur panen. Demikian juga kontribusi akibat dari pemberian kompos dan berimplikasi terhadap kenaikan C organik tanah, ternyata cukup berkaitan erat dengan peubah umur berbunga dan umur panen. Hal ini terlihat dari koefisienan korelasi yang negatif dari kenaikan C organik tanah dengan keterlambatan inisiasi pembungaan maupun dalam keterlambatan umur panen, yakni berturut-turut adalah – 0.45 dan – 0.47. Tabel 5. Pengaruh Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Umur Berbunga dan Umur Panen Kapur
Uraian SP-36
FA
. TF
Tanpa Kapur SP-36
FA
. TF
Umur Berbunga *) ….........................................……… hari …...............................………. TKp
52.00h
56.00efg
60.00cd
65.00b
53.00fgh
70.00a
KJJ
46.67ij
49.67hi
51.33h
59.67cde
56.33def
59.67cde
KJA
45.00j
46.33ij
52.67gh
57.67cde
60.67c
57.33cde
Umur Panen *) ......................................... ……….. hari ….................................……… TKp
93.33ef
93.33ef
99.33cde
106.33b
KJJ
91.00f
93.33ef
95.00def
100.33bcd
KJA
93.33ef
93.33ef
91.00f
106.00b
105.00bc
114.33a
99.67cd
103.67bc
103.33bc
104.67bc
Keterangan : SP-36 = pupuk SP-36; FA= Fosfat Alam; TF= tanpa fosfat; KJJ= Kompos Jerami Jagung; KJA= Kompos Jerami Alang-alang; TKp = Tanpa Kompos. *) angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam setiap peubah yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada 0.05 DMRT.
Bobot 100 Biji dan Hasil Biji Rekapitulasi sidik ragam peubah bobot 100 biji dan hasil biji, tersaji pada Lampiran 4. Data pengamatan kedua peubah ini tersaji pada Lampiran 14. Hasil sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa semua
sumber keragaman yang
41
berasal dari faktor-faktor tunggal dan interaksi tiga faktor berpengaruh nyata terhadap peubah bobot 100 biji.
Sebaliknya, interaksi dua faktor kompos x
kapur dan fosfat x kapur; tidak berpengaruh nyata terhadap peubah bobot biji (hasil). Sebaliknya, semua sumber keragaman yang berasal dari faktor-faktor tunggal, semua interaksi dua faktor dan interaksi tiga faktor berpengaruh nyata terhadap peubah bobot 100 biji. Selanjutnya, hasil uji DMRT terhadap bobot 100 biji seperti yang tersaji pada Tabel 4 menunjukkan bahwa interaksi KJJ + SP-36 + kapur, memberi nilai bobot tertinggi dibanding perlakuan lainnya. bobot 100 biji akibat perlakuan ini adalah 27.01 gram, meskipun tidak berbeda nyata dengan beberapa perlakuan lainnya. Pasangan perlakuan yang berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi KJJ + SP-36 + Kapur, antara lain kombinasi KJA + SP-36 + Kapur dan kombinasi KJA + SP-36. Nilai bobot 100 biji akibat ketiga perlakuan ini masing-masing berturut-turut 25.54, 27.01 dan 26.96 gram. Dalam percobaan ini, tanaman yang tumbuh pada tanah asli, tidak dapat menghasilkan biji atau nihil. Namun dua macam perlakuan kombinasi yakni, KJJ + SP-36 + Kapur dan perlakuan kombinasi KJA + SP-36 + kapur, memberi nilai hasil tertinggi dan berbeda nyata, dibanding perlakuan lainnya menurut uji DMRT. Nilai hasil perlakuan tersebut masing-masing berturut-turut 160.24 dan 166.54 g.tanaman-1. Sementara hasil biji akibat diberi KJA dan KJJ semata, masing-masing berturut-turut 47.35 dan 29.43 g.tanaman-1, meskipun kedua perlakuan ini tidak saling berbeda nyata. Selanjutnya jika kedua perlakuan ini dikombinasi dengan kapur, maka hasil biji yang diperoleh meningkat dan kedua perlakuan ini saling berbeda nyata. Hasil biji dari perlakuan kombinasi KJA + kapur dan
KJJ +
kapur berturut-turut 115.46 dan 117.47 g.tanaman-1. Pengaruh dari perlakuan yang hanya diberi FA dan SP-36, keduanya berpengaruh nyata menurut uji DMRT, dan hasilnya berturut-turut 60.76 dan 82.59 g.tanaman-1. Selanjutnya, hasil biji yang diperoleh masih naik secara nyata jika kedua perlakuan ini dikombinasi dengan kapur. Hasil biji dari kedua perlakuan ini masing-masing berturut-turut 82.92 dan 89.89 g.tanaman-1. Sedangkan pengaruh dari KJJ semata, secara statistik tidak berpengaruh nyata dengan KJA, bahkan sama dengan interaksi tiga faktor interaksi KJA + kapur, dan interaksi faktor kompos x fosfat.
42
Dengan demikian bahwa, bobot 100 biji yang dicapai secara maksimum pada percobaan ini yaitu dengan pemberian KJJ atau KJA semata. Bila pemberian pupuk fosfat yang bersumber dari SP-36 atau FA yang diberi kompos yang bersumber dari KJJ atau KJA secara statistik mencapai bobot yang sama dengan pemberian faktor kompos semata. Secara ideal, pengaruh interaksi ketiga faktor yang dicobakan cukup menghasilkan bobot 100 biji yang baik, meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan-perlakuan tersebut. Pengaruh kompos, fosfat dan kapur terhadap bobot 100 biji dan hasil pipilan biji jagung tersaji dalam Tabel 6. Selanjutnya histogram perlakuan terpilih, yang pengaruhnya terhadap hasil biji dan bobot 100 biji tersaji pada Gambar 5 dan 6. Tabel 6. Pengaruh Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Bobot 100 Biji dan Hasil Biji Kapur
Uraian
.
Tanpa Kapur
.
SP-36 FA TF SP-36 FA TF Bobot 100 Biji *) ……………………………………….……. g ……………………….………….. TKp
16.99def
15.92def
18.31cdef
11.73fg
14.31ef
KJJ
24.54a
19.05cdef
19.81bcde
16.35def
21.75abcd
22.98abcd
KJA
27.01abc
22.30abcde
21.28abcde
6.59g
26.96ab
17.48def
Hasil Biji *)
0.00h
.........................................……… g. -1 tanaman …...........................….....
TKp
89.89b
82.92b
54.02e
82.59d
60.76e
0.00f
KJJ
160.24a
136.96b
117.47b
88.70c
82.72d
29.43e
KJA
166.54a
138.02b
115.46c
85.15d
82.46d
47.35e
Keterangan : SP-36 = pupuk SP-36; FA= Fosfat Alam; TF= tanpa fosfat; KJJ= Kompos Jerami Jagung; KJA= Kompos Jerami Alang-alang; TKp = Tanpa Kompos. *) angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam setiap peubah yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada 0.05 DMRT.
Berkaitan dengan perubahan sifat kimia tanah khususnya kenaikan P tersedia dengan kenaikan C organik tanah atau kenaikan Ca-dd terhadap bobot 100 biji dan hasil biji, nampaknya cukup mempunyai hubungan positif dengan perubahan sifat kimia tanah tersebut. Koefisien korelasi antara kenaikan P tersedia dengan peubah bobot 100 biji dan hasil biji berturut-turut adalah 0.81 dan 0.15. Hal ini berarti bahwa kenaikan P tersedia mempunyai hubungan yang tidak langsung dengan hasil biji yang diperoleh. Namun demikian defisiensi
43
fosfat tanaman jagung pada tanah asli dapat menyebabkan bobot 100 biji menjadi rendah. Demikian juga kontribusi akibat dari pemberian kompos yang berimplikasi pada kenaikan C organik tanah dengan bobot 100 biji dan hasil biji adalah mempunyai hubungan yang tidak erat. Hal ini terlihat dari koefisien korelasi yang positif dari kenaikan C organik tanah
dengan kedua peubah
tersebut, yakni berturut-turut adalah 0.20 dan 0.26.
180 Hasil (g/tanaman) 160
163.41 137.49
140
116.46
120 82.72
100 80
60.76
60
38.39
40 0
20 0 O x SP-36 O x FA x K xK
OxK
KJJ/KJA
SP-36
FA
Tanah asli
Perlakuan
Gambar 5. Pengaruh Berbagai Perlakuan terhadap Hasil Biji
B obot 100 biji 25 (g)
23.41
24.35 20.23
21.28
20 13.02
15
10
5
0 OXPXK
O X FA
SP-36/FA
Perlakuan
KJJ/KJA
KJA + Kapur
Gambar 6. Pengaruh Berbagai Perlakuan terhadap Bobot 100 Biji
44
Kadar Fosfat dan Kalsium Jaringan serta Serapannya Rekapitulasi sidik ragam peubah
kadar fosfat dan kalsium jaringan,
serta serapannya tersaji pada Lampiran 5
Sedangkan data pengamatan
peubah-peubah tersebut tersaji pada Lampiran 13. Hasil sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa semua sumber keragaman yang berasal dari faktor-faktor tunggal dan interaksi tiga faktor berpengaruh nyata terhadap keempat peubah tersebut, kecuali interaksi dua faktor fosfat x kapur yang tidak berpengaruh nyata. Hasil uji DMRT bagi peubah kadar fosfat jaringan tanaman seperti yang tersaji pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan antara KJA dan KJJ semata saling berbeda nyata, yang kadar fosfatnya berturut-turut 0.36 dan 0.23 %. Sedangkan, karena perlakuan pemberian FA atau
SP-36 semata, keduanya
saling berbeda nyata, yaitu masing-masing berturut-turut 0.37 dan 0.27%. Demikian juga, antara tanah asli dengan kapur semata keduanya saling berbeda nyata yakni masing-masing berturut-turut 0.23 dan 0.16%. Selanjutnya menurut uji DMRT, kadar kalsium jaringan tertinggi seperti yang tersaji pada Tabel 5 adalah akibat perlakuan kapur semata. Kadar kalsium jaringan akibat perlakuan ini adalah 0.79%. Sedangkan kadar kalsium jaringan akibat perlakuan KJA dan KJJ semata berturut-turut adalah 0.53 dan 0.56 % yang kedua perlakuan ini saling tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan kapur semata. Pengaruh kompos, fosfat dan kapur terhadap kadar fosfat dan kalsium jaringan serta serapannya tersaji pada Tabel 7. Tabel 7 terlihat bahwa total serapan fosfat akibat interaksi KJA + SP-36 +
Kapur
berbeda
nyata
dibanding
pasangan
perlakuan
lainnya.
Total
serapannya yakni 0.70 g. polibag-1, yang sekaligus merupakan total serapan P tertinggi.
Nilai total serapan fosfat
terendah dan berbeda nyata dengan
perlakuan yang lainnya adalah perlakuan kontrol dengan nilai total serapannya 0.02 g. polibag-1. Pengaruh moderat, terhadap total serapan fosfat juga dipengaruhi akibat perlakuan KJJ + FA + kapur, KJJ + SP-36 + kapur adalah masing-masing berturut-turut 0.59 dan 0.55 g-1 polibag. Tabel 7 menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan interaksi KJJ + SP-36 + kapur,
KJA + SP-36 + kapur,
adalah yang tertinggi dibanding perlakuan
45
lainnya. Total serapan kalsium akibat kombinasi perlakuan tersebut masingmasing berturut-turut
1.41 dan 1.36 g. polibag-1, dan keduanya saling tidak
berbeda nyata. Berkaitan dengan perubahan sifat kimia tanah, khususnya kenaikan P tersedia, kenaikan C organik dan kenaikan Ca-dd maka peubah serapan fosfat dan kalsium,
seperti yang telah tersaji pada Tabel 7 nampaknya cukup
mempunyai hubungan dengan perubahan sifat kimia tanah tersebut. Koefisien korelasi peubah serapan fosfat dengan kenaikan P tersedia adalah cukup kuat yakni 0.68. Demikian juga, hubungan antara peubah serapan fosfat dan kenaikan C organik tanah, adalah cukup kuat di mana koefesien korelasinya adalah 0.67. Tabel 7. Pengaruh Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Kadar Fosfat, Kadar Kalsium, Serapan Fosfat dan Serapan Kapur
.
Tanpa Kapur
.
Uraian SP-36 FA TF SP-36 FA TF Kadar fosfor jaringan *) …………………………………….. % …………………………….…….. TKp 0.26b 0.36a 0.23b 0.27b 0.37a 0.16c KJJ
0.34a
0.26b
0.25b
0.38a
0.27b
0.23b
KJA
0.25a
0.35a
0.26b
0.37a
0.35a
0.36a
Total serapan fosfort *) ……..................................… g. polibag-1 …...............................….. TKp 0.28hi 0.41ef 0.22ij 0.22ij 0.22ij 0.02k KJJ
0.70a
0.50cd
0.43e
0.44e
0.31gh
0.22ij
KJA
0.55bc
0.59b
0.42ef
0.45de
0.42ef
0.36fg
Kadar kalsium jaringan *) ……..............................………… % …..................................…… TKp 0.65c 0.67b 0.72b 0.66c 0.66c 0.40h KJJ
0.66c
0.66c
0.73b
0.79a
0.57ef
0.53g
KJA
0.65c
0.66c
0.64cd
0.55fg
0.60de
0.56efg
Total serapan kalsium *) ................................................ g. polibag-1. ..................................... TKp 0.72ef 0.83d 0.73e 0.54gh 0.40i 0.05ij KJJ
1.36a
1.25b
1.08c
0.63fg
0.65ef
0.50h
KJA
1.41a
1.13c
1.15c
0.67ef
0.71ef
0.55gh
Keterangan : SP-36 = pupuk SP-36; FA= Fosfat Alam; TF= Tanpa Fosfat; KJJ= Kompos Jerami Jagung; KJA= Kompos Jerami Alang-alang; TKp = Tanpa Kompos. *) angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam setiap peubah yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada 0.05 DMRT.
46
Dari koefisien korelasi, antara kedua peubah tanah dengan serapan fosfat tersebut menerangkan bahwa tanaman jagung yang tumbuh pada tanah asli, mengalami defisiensi fosfat yang cukup nyata, seperti dugaan sebelumnya. Demikian juga, korelasi antara kenaikan kalsium dapat ditukar dengan peubah serapan kalsium adalah sangat erat, di mana koefisien korelasinya adalah 0.97 meskipun peubah ini mempunyai korelasi yang tidak kuat (r = 0.43) dengan kenaikan C organik tanah. Hal ini menunjukkan bahwa, manfaat pengapuran tidak saja memberikan kontribusi terhadap peningkatan pH tanah, namun juga dapat bermanfaat bagi penyediaan kalsium bagi tanaman, sesuai besaran yang telah disajikan sebelum. Analisis Pertumbuhan Laju Tumbuh Mutlak (LTM), Laju Tumbuh Relatif (LTR) dan Indeks Luas Daun (ILD) Rekapitulasi sidik ragam peubah LTM, LTR dan ILD pada dua rentang periode pertumbuhan tersaji pada Lampiran 6. Data pengamatannya tersaji pada Lampiran 14. Dari sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa semua sumber keragaman dari semua faktor tunggal, interaksi dua faktor dan interaksi tiga faktor berpengaruh nyata, kecuali pada interaksi dua faktor kompos x kapur dan fosfat x kapur dalam rentang periode pengamatan antara 35-49 hst yang tidak berpengaruh nyata. Lain halnya pada, sidik ragam peubah LTR pada kedua rentang pengamatan menunjukkan bahwa semua sumber keragaman dari faktor-faktor tunggal, interaksi dua faktor dan interaksi tiga faktor menunjukkan pengaruh yang nyata, kecuali dalam interaksi dua faktor kompos x fosfat tidak berpengaruh nyata pada rentang periode pertumbuhan 21-35 hst. Selanjutnya, sidik ragam peubah ILD menunjukkan bahwa faktor tunggal kompos, kapur dan interaksi dua faktor kompos x kapur fosfat x kapur
serta
interaksi ketiga faktor tersebut tidak berpengaruh nyata, sedangkan akibat dari faktor tunggal kapur dan interaksi dua faktor kompos x fosfat berpengaruh nyata terhadap peubah ini. Hasil pengamatan, serta hasil uji DMRT dari ketiga peubah tersebut tersaji pada Tabel 8. Pada Tabel 8 terlihat bahwa nilai peubah laju tumbuh mutlak/relatif (LTM dan LTR) pada tanah asli adalah terendah dibanding dengan perlakuan kombinasi
lainnya.
Selanjutnya
pada
perlakuan
yang
sama,
analisis
pertumbuhan indeks luas daun (ILD) juga menunjukkan kondisi pertumbuhan
47
yang buruk. Rendahnya kondisi pertumbuhan ini mempertegas bahwa kondisi PMK eksisting, tidak akan mampu memberikan produksi terutama produksi biji karena sejak awal pertumbuhan telah mengalami gangguan pertumbuhan. Uji DMRT pada peubah LTM pada kedua rentang periode pertumbuhan seperti yang tersaji pada Tabel 8 cukup beragam. Oleh karena itu secara umum terbentuk empat pola LTM sebagai akibat dari perlakuan yang dikenakan. Keempat
pola ini yakni : i) pola pertumbuhan yang LTM-nya lambat pada
periode I (antara 21-35 hst) maupun pada periode II (antara 35-49 hst). Contoh dari pola ini adalah akibat dari perlakuan pemberian kapur semata; ii) pola pertumbuhan yang LTM periode I lambat, sedangkan periode II-nya cepat, misalnya akibat dari semua perlakuan yang tanpa terkena pemberian kapur dan termasuk perlakuan kombinasi SP-36 + kapur iii) pola LTM yang periode I relatif cepat namun periode berikutnya LTM-nya relatif lambat. Contoh dari pola tersebut adalah akibat dari perlakuan kombinasi KJJ + SP-36 + kapur, KJA + SP-36 + kapur, KJA + FA + kapur, KJJ + FA + kapur dan KJA + kapur dan iv) pola pertumbuhan yang LTM periode I dan II relatif tinggi, contoh LTM ini adalah akibat perlakuan KJJ + kapur. Laju tumbuh yang dikemukakan ini diduga cukup berkaitan dengan perubahan sifat kimia tanah. Pengaruh dari faktor kapur terhadap pertumbuhan tanaman hanya nampak pada awal-awal pertumbuhan dan mengalami laju tumbuh yang semakin lambat, meskipun masih lebih baik laju tumbuhnya dibanding tanaman yang tumbuh pada tanah asli. Sebagai contoh,
pengaruh pupuk SP-36 ataupun FA di mana LTM
pada periode umur tanaman 21-35 hst adalah tergolong lambat yakni masingmasing berturut-turut adalah 0.355 dan 0.193 g. hari-1. Besaran LTM ini jauh lebih lambat dibanding perlakuan kombinasi lainnya, termasuk dengan perlakuan kontrol. Kondisi pertumbuhan ini masih relatif berlangsung hingga periode pertumbuhan antara 35-49 hst. Bahkan pada periode yang sama LTMnya masih lebih tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi lainnya. Namun, akibat perlakuan ini, LTM-nya cukup lambat pada periode umur antara 35-49 hst, dibanding dengan perlakuan yang sama dalam periode umur antara 21-35 hst. Keberadaan pertumbuhan tanaman akibat dari pemberian pupuk fosfat semata adalah relatif lambat, meskipun masih lebih baik dari perlakuan kontrol.
48
Hal ini, membuktikan bahwa kondisi tanah PMK secara alamiah, tidak memungkinkan pemberian fosfat semata dalam memperbaiki pertumbuhan tanaman. Pada kondisi ini, laju pelepasan fosfat tersedia diduga cukup lambat bagi tanaman. Pelepasan fosfat yang bersumber dari FA lebih lambat dibanding dengan SP-36 pada periode umur antara 21-35 hst. Sebaliknya pada periode umur 35-49 hst, ketersediaan fosfat sudah mulai menurun yang bersumber dari SP-36; -namun pada periode ini, sebaliknya ketersediaan fosfat yang bersumber dari FA jauh lebih baik. Fenomena laju pelepasan
fosfat tersedia yang
bersumber dari kedua jenis pupuk tersebut bagi pertumbuhan tanaman dapat jelas diterangkan dengan LTM-nya pada dua periode pertumbuhan tersebut. Tabel 8. Pengaruh Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Laju Tumbuh Mutlak (LTM), Laju Tumbuh Relatif (LTR) dan Indeks Luas Daun (ILD) Kapur
Uraian SP-36
FA
. TF
Tanpa Kapur SP-36
FA
. TF
LTM (35 – 49 hst) *) ............................................……. g.har i-1 …..................................……. TKp
3.870ef
4.227cd
2.560g
3.365f
2.465g
0.535h
KJJ
5.748ab
6.036a
5.273abc
4.071def
4.696cd
4.101def
KJA
5.981a
5.117bc
5.359abc
4.248de
4.019def
4.163def
LTR (35 – 49 hst) *) .............................................…… g. g-1. hari-1 …...............................… TKp
10.46d
10.53d
10.28e
10.25e
9.96f
8.55g
KJJ
11.05a
10.98ab
10.86bc
10.49d
10.57d
10.43d
KJA
11.09a
10.92bc
10.85bc
10.55d
10.49d
10.46d
ILD *) …………………………………………………….…………………………… TKp
0.57cdefg
1.49a
0.18fg
0.29efg
1.34abc
0.06g
KJJ
0.97abcd
1.19abcd
1.45ab
0.09g
0.60cdefg
1.16abcd
KJA
0.82abcdef
0.51defg
0.95abcdef
0.68bcdefg
0.20fg
1.21abcd
Keterangan : SP-36 = pupuk SP-36; FA= Fosfat Alam; TF= Tanpa Fosfat; KJJ= Kompos Jerami Jagung; KJA= Kompos Jerami Alang-alang; TKp = Tanpa Kompos. *) angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam setiap peubah yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada 0.05 DMRT.
Dari fakta ini dapat menjelaskan sesuai yang dikemukakan oleh Fisher dan Dunham (1992), bahwa ini merupakan fenomena yang berkaitan rendahnya kadar P yang sangat rendah dalam larutan tanah, sehingga aliran masa tak
49
cukup untuk menjelaskan laju pengambilannya. Namun bila larutan fosfor ditambahkan pada tanah, konsentrasi P bertambah, tetapi sangat cepat reaksinya, sehingga
konsentrasi fosfor menjadi menurun. Biasanya laju
penurunan awalnya cepat, tetapi setelah beberapa hari mulai menurun yang selanjutnya menurun terus. Reaksi-reaksi ini disebut sebagai fiksasi fosfat. Ini terbukti pada percobaan ini bahwa, karakter dari pupuk SP-36 dan FA jelas teramati melalui LTM yang telah disebut sebelumnya. Pengaruh bahan organik tanah yang bersumber dari KJA dan jerami jagung terhadap peubah LTM tersaji pada Tabel 8. Sebagai contoh, implikasi penambahan bahan organik tanah akibat dari kompos semata (KJJ atau KJA), dalam periode pertumbuhan antara 21-35 hst mampu menciptakan kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibanding dengan akibat pemberian kapur atau pupuk fosfat semata (SP-36 atau FA). Bahkan, karakter kedua jenis kompos tersebut sejak masih dalam periode ini telah menunjukkan laju tumbuh yang berbeda, meskipun dalam periode pertumbuhan antara 35-49 hst laju tumbuhnya tidak berbeda nyata antara keduanya. Besaran LTM akibat dari pengaruh KJA dan KJJ pada periode umur antara 21-35 hst adalah masing-masing berturut-turut 0.343 dan 0.617 g.hari-1 dan keduanya jenis kompos ini saling berbeda nyata. Selanjutnya, memasuki periode 35-49 hst besaran peubah LTM-nya akibat kedua jenis kompos ini yakni masing-masing berturut-turut adalah 4.101 dan 4.163 g.hari-1, dan tidak saling berbeda nyata. Selanjutnya, uji DMRT pada peubah LTR menunjukkan bahwa pada rentang periode pertumbuhan 35-49 hst, akibat dari interaksi tiga faktor KJJ + SP-36 + kapur dan KJA + SP-36 + kapur, berturut-turut memperoleh nilai 11.09 dan 11.05 g.g-1.hari-1 dan merupakan tertinggi dibanding perlakuan lainnya. Demikian juga, nilai LTM tertinggi (5.748 g.hari-1) adalah akibat dari perlakuan kombinasi
KJJ + SP-36 + kapur. Nilai statistika yang sama juga diperoleh
karena perlakuan kombinasi antara KJA + FA + kapur, yang lajunya
5.981
-1
g.hari . Sementara, pengaruhnya terhadap peubah ILD, nampak
hanya
dipengaruhi nyata oleh interaksi dua faktor kompos x fosfat, serta pengaruh faktor tunggal kapur. Selanjutnya hasil uji DMRT seperti yang tersaji pada Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian FA + kapur adalah memberikan ILD tertinggi
50
sebesar 1.49,
meskipun secara statistika perlakuan ini tidak bebrbeda nyata
dengan perlakuan KJA + kapur, KJA, KJJ, FA,
KJJ + SP-36 + kapur, KJA +
SP-36 + kapur, KJJ + SP-36 + kapur, KJJ + kapur dan KJA + kapur. Nilai ILD dari perlakuan-perlakuan tersebut masing-masing berturut-turut adalah 1.31, 1.16 1.21, 0.97, 0.82, 1.19, 1.45 dan 0.95. Sementara pengaruh perlakuan interaksi tiga faktor KJA + FA + kapur, yang memiliki pengaruh yang sama dengan kedua perlakuan kombinasi tersebut di atas, terhadap LTM pada periode 35–49 hst, meskipun masih lambat LTM-nya dalam periode 21-35 hst. Besaran LTM-nya adalah 2.928 g.hari-1 pada periode 21-35 hst dan 6.036 g.hari-1. Demikian pula, interaksi dua faktor yakni pada perlakuan kombinasi antara KJJ + kapur, memiliki pola pertumbuhan yang sama dengan perlakuan kombinasi antara KJA + FA + kapur, di mana dalam periode antara 21-35 hst LTM-nya lebih lambat namun dalam periode 35-49 hst terjadi perubahan
LTM-nya yang relatif tinggi dan tidak berbeda nyata dengan
perlakuan-perlakuan yang telah disebut di atas. Nilai LTM dari perlakuan kombinasi tersebut pada kedua periode masing-masing berturut-turut adalah 2.298 dan 5.359 g.hari-1. Dalam penelitian ini, analisis perubahan sifat kimia tanah hanya bisa teramati dengan membandingkan antara sifat tanah pada sebelum dan sesudah percobaan dilakukan. Oleh karena itu, metode ini hanya mampu menerangkan besaran perubahan sifat tanah. Dengan kata lain, metode ini sulit untuk menerangkan dinamika dan proses perubahan sifat kimia tanah yang telah berlangsung selama proses pertumbuhan tanaman. Dari hasil percobaan, maka fenomena pertumbuhan tanaman yang termanifestasi dari analisis pertumbuhan seperti LTM maupun LTR, nampak dapat secara tidak langsung dipakai sebagai dugaan dalam melihat perubahan sifat tanah yang tidak spesifik. Sebagai contoh, analisis LTM yang telah dikemukakan tersebut, dapat menggambarkan kecenderungan hubungan antara LTM dan laju perubahan ketersediaan P dari perlakuan kombinasi faktor-faktor yang dicobakan. Oleh karena itu, ada kecenderungan hubungan yang berbanding lurus antara LTM dan LTR. LTM, dapat dijadikan fenomena laju perubahan relatif sifat kimia dalam rentang periodenya, sementara LTR juga dipakai sebagai fenomena besaran waktu yang dipakai dalam mencapai besaran pertumbuhan yang diperoleh. Semakin besar LTM maka proses
51
perubahan sifat kimia tanah juga diduga berlangsung lama. Sebaliknya semakin kecil
LTR, maka semakin kecil nilai perubahan sifat kimia tanah dalam
mengubah pertumbuhan tanaman. Meskipun
analisis
pertumbuhan
ini
terbatas
sampai
pada
fase
pertumbuhan vegetatif, namun gambaran perkembangan tanaman selanjutnya sampai dengan fase generatif yang tercermin pada peubah hasil pipilan biji kering dan Bobot 100 Biji
yang cenderung berkaitan dengan kondisi
pertumbuhan pada fase vegetatif sebelumnya. Tabel 8, telah menunjukkan bahwa peubah-peubah produksi itu nampak konsistensi yang berbanding lurus dengan LTM dan LTR-nya. Sebagai contoh, nilai LTR dan LTM yang relatif tinggi akibat perlakuan kombinasi KJA + SP-36 + kapur dan KJJ + SP-36 + kapur dibanding perlakuan kombinasi lainnya, ternyata memiliki produksi biji dan Bobot 100 Biji dan ukuran panjang tongkol yang juga tertinggi. Sifat Kimia Tanah Setelah Percobaan Perlakuan-perlakuan pada percobaan ini merupakan susunan dari tiga faktor yakni, jenis kompos, pupuk fosfat dan kapur. Akibat perlakuan ini, secara langsung telah memberikan pengaruh yang beragam terhadap perubahan sifat kimia tanah. Pengaruh langsung terhadap sifat kimia tanah karena pemberian ketiga faktor tesebut yakni C organik tanah dan Ca dapat ditukar. Sementara eubah-peubah yang tidak langsung mengalami perubahan nilai dan sifat kimianya karena faktor-faktor tersebut adalah reaksi tanah (pH),
P tersedia
(ppm), Al-dd (cmol.kg-1 tanah), kejenuhan Al (%), KTK tanah (cmol.kg-1 tanah). Oleh karena itu, pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap perubahan sifat kimia tanah, seperti C organik, KTK tanah, Al-dd, P tersedia dan Ca-dd, pada percobaan ini berhubungan dengan keberadaan dari sifat faktorfaktor yang dicobakan. Hasil pengamatan sifat kimia PMK setelah percobaan, seperti reaksi tanah (pH), P tersedia, Al-dd, KTK tanah dan Ca-dd, menunjukkan adanya perubahan yang beragam. Umumnya, perubahan ini merupakan pengaruh dari faktor-faktor yang dikenakan baik secara sendiri-sendiri maupun secara interaktif. Berikut ini ditampilkan perubahan sifat kimia tanah yang teramati dalam percobaan ini.
52
Reaksi Tanah (pH), Aluminium Dapat Ditukar (Al-dd) dan P Tersedia. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh kompos, fosfat dan kapur terhadap reaksi tanah (pH), Al -dd dan P tersedia tersaji dalam Lampiran 7. Sedangkan data pengamatan ketiga peubah ini secara lengkap tersaji pada Lampiran 15. Hasil sidik ragam tersebut menampilkan bahwa semua sumber keragaman
yang berasal dari faktor-faktor tunggal, interaksi dua faktor dan
interaksi tiga faktor tidak berpengaruh nyata terhadap peubah pH tanah dan Aldd, kecuali faktor tunggal kapur dan interaksi dua faktor (fosfat x kapur) yang berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH tanah, serta interaksi dua faktor (fosfat x kapur). Selanjutnya, terhadap peubah P tersedia, menunjukkan bahwa semua sumber keragaman berpengaruh nyata. Hasil pengamatan dan uji DMRT serta pengaruhnya terhadap perubahan pH tanah, Al-dd dan P tersedia akibat faktorfaktor yang dicobakan tersaji dalam Tabel 9. Dari perubahan pH tanah seperti yang tersaji pada Tabel 9. nampak bahwa adanya kenaikan nilai pada reaksi tanah (pH). Fenomena kenaikan pH tanah yang paling nampak adalah akibat dari pemberian kapur dibanding pengaruh akibat faktor lainnya. Sebaliknya pada perlakuan-perlakuan yang tidak terkena kapur, menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap pH tanah. Akibat dari pemberian kapur semata, nilai pH tanah mengalami kenaikan 0.43 unit dibanding tanah aslinya. Namun kenaikan ini, terus naik menjadi rata-rata 0.54 unit ketika kapur berinteraksi dengan fosfat (SP-36 atau FA), sedangkan bila kombinasi antara kompos + kapur, pH tanah naik menjadi rata-rata 0.62 unit. Demikian juga pH tanah naik menjadi rata-rata 0.56 unit ketika terjadi interaksi tiga faktor. Namum demikian, kenaikan pH tanah akibat dari pemberian kapur, interaksi dua faktor kapur x fosfat, kompos x kapur, serta interaksi ketiga faktor saling tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT. Peranan kompos (KJJ atau KJA) semata, tidak tampak pengaruh terhadap kenaikan pH tanah dibanding dengan tanah asli. Demikian juga, pemberian fosfat (SP-36 atau FA) semata, tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH tanah. Fenomena yang sama ini juga nampak pada interaksi dua faktor kompos x fosfat, yang tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH tanah dibanding tanah asli. Kenaikan tertinggi pH tanah yakni sebesar 0.7 unit yang merupakan akibat dari interaksi KJJ + KJA + kapur atau tidak berbeda nyata dengan
53
perlakuan interaksi KJA + SP-36 + kapur; SP-36 + kapur; KJJ + kapur, atau KJA + kapur. Dengan demikian, dalam percobaan ini kapur merupakan faktor penting, yang dapat juga berinteraksi dengan kompos maupun fosfat dalam menaikkan pH tanah. Tabel 9. Pengaruh Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap pH Tanah, Aluminium Dapat Ditukar (Al-dd) dan P- tersedia, pada Podzolik Merah Kuning Kapur
Uraian
.
Tanpa Kapur
.
SP-36 FA TF SP-36 FA TF Reaksi tanah (pH)*) …………………………………………………….………………………. TKp
5.23ab
5.20b
5.10b
4.60cd
4.67cd
4.67cd
KJJ
5.37a
5.13b
5.23ab
4.53de
4.60cd
4.73c
KJA
5.27ab
5.17b
5.23ab
4.43e
4.67cd
4.73c
Al-dd*)
…............................…….. cmol.kg -1 tanah …........................………
TKp
14.80b
14.08b
13.69b
16.70b
16.45b
28.36a
KJJ
12.22b
16.37b
14.08b
15.92b
17.15b
15.83b
KJA
15.80b
12.78b
15.75b
15.95b
15.71b
16.37b
P tersedia (Bray 1.) *) ………………………..……….. ppm ………………………………… TKp
1.36fg
1.35fg
0.83g
1.69f
1.42fg
1.00fg
KJJ
8.96c
7.42d
5.88e
8.94c
8.86c
6.54e
KJA
10.46b
9.32c
6.48e
9.56c
12.21a
9.22c
Keterangan : SP-36 = pupuk SP-36; FA= Fosfat Alam; TF= tanpa fosfat; KJJ= Kompos Jerami Jagung; KJA= Kompos Jerami Alang-alang; TKp = Tanpa Kompos. *) angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam setiap peubah yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada 0.05 DMRT.
Terhadap peubah Al-dd, seperti tersaji dalam Tabel 9. menunjukkan bahwa akibat dari perlakuan-perlakuan dikenakan, telah terjadi penurunan Al-dd dan berbeda nyata dengan tanah aslinya. Namun demikian, nampak juga tidak berpengaruh nyata antar kombinasi perlakuan tersebut. Nilai penurunan Al-dd berkisar antara 39.5 – 56.9 %, dibanding dengan tanah asli. Penurunan Al-dd yang terbesar adalah akibat dari interaksi KJJ + SP-36 + kapur yakni 16.14 cmol.kg-1, sedangkan penurunan yang terendah adalah akibat interaksi KJA + FA. Hasil uji DMRT menunjukkan, kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kadar kation Al-dd pada perlakuan kontrol adalah
54
28.36 cmol.kg-1 tanah. Sementara, nilai Al-dd terrendah yakni 12.46 cmol.kg-1 tanah sebagai akibat pengenaan perlakuan KJJ + SP-36 + kapur. Berkaitan dengan perubahan pH yang bervariasi antara 0.5-0.7 unit, tetapi pengaruh ikutannya terhadap penurunan Al-dd, cukup nampak. Sebagai contoh, pada perlakuan KJJ + SP-36 + kapur atau KJJ + FA + kapur masing mengalami kenaikan pH tanah sebesar 0.7 dan 0.5 unit, sedangkan kadar Aldd nya mengalami penurunan sebesar 28.5 % (4.97 cmol.kg-1) dan
26.67%
-1
(4.65 cmol.kg ) dibanding tanah aslinya. Walaupun fenomena kenaikan pH tanah ini yang berimplikasi penurunan Al-dd yang cukup nyata dibanding tanah asli, namun fenomena ini tidak semata dapat menerangkan bahwa penurunan Al-dd akibat dari perubahan pH tanah itu sendiri. Pengaruh lain yang dapat dikaitkan dengan penurunan Al-dd, adalah akibat dari kenaikan C-organik tanah yang bersumber dari KJJ dan KJA. Hal ini terlihat dari kecenderungan kandungan C-organik tanah yang semakin meningkat, namun kadar Al-dd cenderung menurun. Contoh dari fenomena ini adalah pada perlakuan KJJ + SP-36 + kapur, yang kandungan C organiknya yang tertinggi (2.73 %) sedangkan kandungan Al-dd nya juga merupakan terrendah (12.46 cmol.kg-1) di antara perlakuan kombinasi yang lain. Keadaan tersebut, dimungkinkan karena adanya peranan interaksi antara pH tanah dan C organik tanah mampu menurunkan kadar Al-dd, yang implikasi lebih luasnya adalah terhadap ketersediaan P-tanah dan keracunan aluminium pada tanaman. Pengaruh akibat interaksi perlakuan tersebut mampu menurunkan Al-dd sebesar 28.51% (4.97 cmol.kg-1). Perlakuan kombinasi lainnya KJA + SP-36 + kapur, menurunkan Al -dd sebesar
17.38 % (3.03
cmol.kg-1). Pemberian kapur atau jenis kompos secara sendiri-sendiri, yang berimplikasi pada kenaikan pH tanah atau kenaikan C organik tanah terhadap Al-dd dapat terdeteksi, di mana akibat dari perlakuan kapur semata mampu menurunkan Al-dd sebesar 21.45 % (3.74 cmol.kg-1). Sementara karena KJJ atau KJA semata, masing-masing berturut-turut dapat menurunkan Al-dd sebesar 9.52 % (1.6 cmol.kg-1) dan 6.08 % (1.06 cmol.kg-1). Dengan kata lain, pengaruh kapur semata yang berimplikasi langsung terhadap kenaikan pH tanah, nyata lebih kuat menurunkan Al-dd dibanding KJJ atau KJA. Selain itu pengaruh KJJ semata, lebih kuat menurunkan Al-dd dibanding hanya KJA.
55
Dapat disimpulkan bahwa penurunan kadar Al-dd yang terbesar adalah akibat dari interaksi perubahan pH yang berasal dari interaksi kapur yang dikombinasikan dengan penambahan C-organik tanah yang berasal dari KJJ. Ternyata pengaruh kapur semata, belum mampu menekan penurunan Al-dd dibanding dengan perlakuan kombinasi tersebut. Tabel 9 terlihat bahwa peubah fosfat tersedia mengalami kenaikan dibanding dengan tanah aslinya. Akibat interaksi dua faktor, khususnya perlakuan KJA + FA nampaknya berpengaruh lebih kuat dibanding pengaruh karena interaksi tiga faktor atau pengaruh dari faktor-faktor tunggalnya. Pada Gambar 2 diperlihatkan bahwa, kombinasi KJA + FA menyebabkkan P tersedia naik rata-rata 1111%. Selanjutnya kombinasi tiga faktor, kenaikan P tersedianya rata-rata 804 % dan kombinasi dua faktor fosfat x kompos, kenaikannya ratarata 889 %. Selanjutnya,
pengaruh faktor tunggal Fosfat, hanya mampu
menaikkan P tersedia rata-rata 55.5%, dan kedua sumber fosfat -SP-36 dan FA tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaa ini. Histogram pengaruh kombinasi tiga faktor, kombinasi dua faktor fosfat x kapur; kompos x fosfat, perlakuan KJA + FA dan faktor tunggal fosfat (SP-36/FA) terhadap kenaikan peubah P tersedia dibanding tanah aslinya, tersaji pada Gambar 7. Dari fenomena kenaikan P tersedia, menunjukkan bahwa dengan pemberian fosfat melalui pupuk SP-36 atau FA, ternyata tidak langsung memberi sumbangan terhadap P-tersedia. Bahkan dari kedua sumber fosfat ini, saling menunjukkan perbedaan tidak nyata dalam melepaskan fosfatnya bagi tanaman. Sebaliknya, pupuk FA nyata memberi sumbangan P tersedianya menjadi lebih besar 759.85 % ketika dikombinasi dengan KJA dibanding dengan perlakuan FA semata, atau berbeda nyata dengan interaksi antara KJJ + SP-36 KJJ + FA dan KJA + SP-36.
Hal ini berarti, keberadaan kompos secara nyata memberi
interaksi yang sinergi, sekaligus memegang peran kunci dalam menyediakan fosfat bagi tanaman. Hal ini terbukti dari peranan KJA semata, di mana mampu menyediakan P tersedianya sebesar 822 % dibanding dengan tanah aslinya. Lebih spesifik lagi, peran kompos jerami alang-alang yang dikombinasi dengan Pupuk Fosfat Alam ternyata merupakan kombinasi yang baik. Kenaikan P tersedia, akibat dari adanya perubahan sifat kimia tanah nampak dalam perlakuan-perlakuan kombinasi jika dibanding tanah asli. Variasi kenaikan dari peubah ini berkisar antara 36–946% atau peningkatan sebesar
56
0.36–9.46 ppm. Kontribusi perubahan selain karena penambahan langsung dari pupuk SP-36 dan FA, juga disebabkan akibat dari
penurunan Al-dd dan
kenaikan C-organik tanah. Pengaruh tidak langsung juga, berasal dari perubahan reaksi tanah (pH) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
% Kenaikan Ptersedia
1111.00
1200 1000
804.00
822.00
889.00
800 600 400 55.50 200 0 Ox Px K
OxP
KJA + FA
SP-36/FA
KJA
Perlakuan
Gambar 7. Pengaruh Berbagai Perlakuan Terhadap Presentase Kenaikan P-tersedia Secara kuantitas pengaruh langsung terhadap kenaikan P tersedia dari pupuk SP-36 dan FA masing-masing berturut-turut
69 dan 42% atau masih
rendah sumbangannya apabila kedua pupuk ini dikombinasi dengan faktor lainnya. Meskipun nampaknya kedua jenis yang diberi secara sendiri-sendiri ini dan tidak mampu menyumbangkan P-tersedia, tetapi keduanya tidak berbeda nyata secara statistika, namun laju pelepasan P-tersedia yang diduga melalui LTM ternyata berbeda nyata secara statistika. Dengan demikian, secara praktis pemberian fosfat semata baik yang bersumber dari pupuk FA maupun SP-36 masih dijerap kuat oleh koloid tanah, dan bisa dilepas secara optimal menjadi tersedia bagi tanaman bila diberi pupuk FA yang dikombinasi dengan kompos jerami alang-alang.
57
Dari data ketiga peubah yang tersaji pada Tabel 9, dapat digambarkan bahwa telah ada hubungan fungsional negatif yang tidak terlalu erat (r = -0.37) antara
kenaikan
persentase P
tersedia
dan
Al-dd.
Dengan
demikian
pengendapan Al -dd ternyata dikuti juga dengan adanya pelepasan fosfat bagi tanaman. Akan tetapi, perubahan pH tanah secara fungsional tidak secara langsung berpengaruh terhadap kenaikan P tersedia, karena hubungan yang sangat kecil (r = 0.11). Sebaliknya hubungan antara perubahan Al-dd dan perubahan pH tanah adalah mempunyai keeratan hubungan negatif yang sangat kuat (r = -0.91). Dengan demikian berkaitan dengan ketiga peubah ini disimpulkan bahwa, kenaikan persentasi P tersedia secara langsung dipengaruhi oleh kontribusi penurunan Al-dd. Sementara penurunan Al-dd dipengaruhi oleh kenaikan pH tanah di mana hubungan kedua peubah ini sangat kuat pengaruhnya, sehingga secara tidak langsung kenaikan pH tanah turut berpengaruh terhadap persentasi kenaikan P tersedia. Secara spesifik, kenaikan P tersedia diakibatkan oleh interaksi KJA + FA. C-Organik, KTK dan Kalsium Dapat Ditukar Rekapitulasi sidik ragam pengaruh faktor kompos, fosfat dan kapur terhadap C organik tanah, kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan kalsium dapat ditukar tersaji dalam Lampiran 2, sedangkan hasil pengamatan ketiga peubah ini tersaji dalam Lampiran 16. Hasil sidik ragam tersebut menampilkan bahwa, faktor tunggal kompos atau fosfat, dan interaksi dua faktor (kompos x fosfat atau kompos x kapur), serta interaksi ketiga faktor berpengaruh nyata terhadap perubahan C organik tanah. Sementara faktor tunggal kapur dan interaksi dua faktor fosfat x kapur; tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tersebut. Demikian juga terhadap peubah KTK tanah, di mana semua sumber keragaman yang berasal dari faktor tunggal, semua interaksi dua faktor dan interaksi tiga faktor memperlihatkan pengaruh yang nyata, kecuali faktor tunggal fosfat yang tidak pengaruh nyata. Sementara terhadap peubah Ca-dd, hampir semua sumber keragaman tersebut berpengaruh nyata, kecuali interaksi dua faktor kompos x kapur dan fosfat x kapur. Hasil pengamatan dan uji DMRT serta pengaruhnya terhadap perubahan C organik tanah, KTK tanah dan kalsium dapat ditukar akibat faktor-faktor yang
58
dicobakan tersaji dalam Tabel 10.
Khusus peubah C organik tanah,
penambahannya dalam tanah nampak secara langsung diperoleh akibat dari perlakuan-perlakuan
yang
diberi
kompos.
Secara
kuantitas
rata-rata
kenaikannya adalah 1.33 kali. Pada Tabel 10. tersaji bahwa, kandungan C organik tanah asli adalah 1.03 %, yang berbeda nyata dengan pasangan perlakuan yang terkena pemberian kompos (KJJ atau KJA). Sumbangan KJA terhadap C organik tanah, secara kuantitatif lebih tinggi dibanding sumbangan yang diperoleh dari KJJ atau berturut-turut 1.48 dan 1.29 kali dibanding tanah asli. Namun, bila KJA dikombinasi dengan pupuk fosfat (SP-36 atau FA) maka kandungan C organiknya lebih rendah dan berbeda nyata dengan kombinasi KJJ + fosfat (SP-36 atau FA). Rata-rata sumbangan C organik tanah akibat perlakuan-perlakuan tersebut masing-masing berturut-turut 0.82 dan 1.61 kali dibanding tanah asli. Pengaruh C organik dan hubungannya terhadap kenaikan P tersedia yang telah disebutkan sebelumnya, mempunyai hubungan positif yang cukup erat (r = 0.67) antar kedua peubah. Demikian juga pengaruh dan hubungannya antara kenaikan C organik tanah dan penurunan Al-dd, mempunyai hubungan negatif yang cukup erat (r = -0.67) antar kedua peubah ini.
Hal ini dapat
diterangkan bahwa, pada PMK percobaan ini kenaikan C organik yang bersumber dari KJA dan KJJ menjadi kunci bagi penurunan Al bebas yang berdampak terhadap persentasi kenaikan P tersedia. Akan tetapi secara spesifik,
pengaruh yang lebih kuat dalam menekan Al bebas diantara
perlakuan-perlakuan kombinasi yakni perlakuan kombinasi KJA + FA. Peranan KJA maupun KJJ seperti yang telah dikemukakan, nampak berpengaruh nyata terhadap peningkatan P tersedia dan KTK tanah, sekaligus dapat mengurangi Al 3+. Kenyataan perubahan kimia tanah ini sejalan yang telah dikemukakan oleh Bhatti, et al., (1990), yang perubahannya diterangkan melalui tiga mekanisme yakni : i) menggantikan P yang terjerap pada permukaan Al oksida melalui pertukaran ligan; ii) melalui pelarutan permukaan logam oksida dan melepas P yang terjerap; dan iii). melalui pengkompleksan Al pada larutan, lalu mencegah pengendapan ulang dari senyawa P-logam. Sementara terhadap peubah KTK tanah, perilaku perubahannya menurut sidik ragam menunjukkan bahwa, semua sumber keragaman berpengaruh nyata, kecuali faktor tunggal fosfat yang tidak berbeda nyata. Pengaruh paling
59
kuat terhadap kenaikan KTK tanah, menurut uji DMRT seperti yang tersaji dalam Tabel 10 adalah akibat dari KJJ semata dan interaksi KJJ + kapur, atau kenaikan rata-rata 23.46% dibanding tanah tanah asli. Sedangkan pengaruh faktor tunggal fosfat (SP-36 atau FA) ataupun faktor kapur, juga dapat menaikkan KTK dan berbeda nyata dengan tanah asli. Pengaruh dari faktorfaktor tersebut masing-masing adalah rata-rata 15.39 dan 10.89 %. Pengaruh dari faktor-tunggal ini tidak berbeda nyata dengan interaksi tiga faktor, di mana pengaruhnya terhadap kenaikan KTK tanah adalah 12.88%, namun masih berbeda nyata dengan tanah asli. Tabel
10. Pengaruh Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap C organik Tanah, Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah dan Kalsium Dapat Ditukar Kapur
Uraian
.
Tanpa Kapur
.
SP-36 FA TF SP-36 FA TF C-organik tanah *) ………...................................... % …............................…………… TKp
1.10e
1.07e
1.27e
1.24e
1.18e
1.03e
KJJ
2.57ab
2.26abc
2.54ab
2.69a
2.69a
2.36abc
KJA
2.73a
2.18bcd
2.53ab
2.01cd
1.74d
2.56ab
KTK tanah *) …..................................…. cmol.kg-1 tanah…...........................… TKp
43.03bc
41.41c
42.61bc
43.02bc
43.16bc
37.34d
KJJ
42.96ab
41.03c
46.71a
45.49ab
43.01bc
41.56c
KJA
43.58bc
41.03c
42.25c
36.11d
43.57bc
38.21d
Ca dapat ditukar *) ........................................ cmol.kg-1 tanah…............................… TKp 15.26ab 13.40d 13.19d 2.43e 3.24e 2.43e KJJ
13.76cd
16.35a
13.30d
3.12e
3.58e
3.45e
KJA
14.29bcd
14.86bc
15.56ab
2.81e
3.81e
3.25e
Keterangan : SP-36 = pupuk SP-36; FA= Fosfat Alam; TF= tanpa fosfat; KJJ= Kompos Jerami Jagung; KJA= Kompos Jerami Alang-alang; TKp = Tanpa Kompos. *) angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam setiap peubah yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada 0.05 DMRT.
Kenaikan KTK tanah yang tertinggi adalah akibat interaksi dua faktor KJA + kapur, yang kenaikannya 24.9 % (9.37 ppm) dari tanah aslinya. Kenaikan KTK karena kenaikan C organik adalah 42.69 %. Namun demikian kenaikan KTK tanah tersebut bukan semata akibat dari sumbangan C organik semata. Hal ini terlihat dari pola perubahan KTK tanah dibanding dengan peubah lainnya.
60
Sumbangan C organik terhadap kenaikan KTK tanah, sejalan dengan Mulongoy et al. (1993) yang mengemukakan bahwa kandungan C organik, berkorelasi positif dengan kapasitas tukar kation karena C organik adalah salah satu sumber dalam meningkatkan KTK tanah. Selanjutnya, pada peubah Ca-dd menurut hasil sidik ragam seperti yang tersaji pada Lampiran 8 menunjukkan semua sumber keragaman berpengaruh nyata, kecuali dalam interaksi dua faktor fosfat x kapur dan interaksi kompos x kapur yang tidak berpengaruh nyata. Dari data pada Tabel 10 rata-rata sumbangan langsung faktor kapur terhadap Ca-dd adalah 494.28 % dibanding tanah asli. Meskipun pupuk FA diduga akan mampu memberikan sumbangan terhadap Ca-dd ke dalam tanah, namun data dalam tabel tersebut, menunjukkan beda tidak nyata dibanding perlakuan lainnya.
61
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Tanah PMK asal Gajruk, secara alamiah tidak mampu memberikan pertumbuhan
dan
perkembangan
tanaman
jagung
secara
memadai
(tercermin dari tingggi tanaman, jumlah daun, LTM dan ILD) yang dikarenakan oleh terbatasnya P tersedia dan Ca-dd dalam tanah, bahkan berkonsekuansi tidak dapat memproduksi hasil biji dan keterlambatan inisiasi pembungaan, jika tanah ini tidak diperbaiki melalui pemberian bahan organik seperti KJA atau KJJ yang dikombinasikan dengan kapur. Hal ini terbukti ketika pemberian kombinasi perlakuan ini, maka kandungan fosfat jaringan menjadi meningkat yakni berkisar antara 43.75 - 112.5 %. Demikian juga, kalsium jaringan dapat dipenuhi melalui perlakuan yang terkena kapur.
2. Kompos jerami alang-alang + SP-36 + kapur dan kompos jerami jagung + SP-36 + kapur, mampu mengubah sifat kimia tanah yang lebih baik sehingga dapat mengatasi gangguan defisiensi P dan keracunan Al pada awal pertumbuhan dan secara nyata serta tanaman juga mampu memperoleh Ca bagi tanaman. Pengaruh perbaikan sifat kimia tanah tersebut berimplikasi terhadap kenormalan waktu pembungaan, serta peningkatan hasil biji secara nyata dari nihil menjadi cukup produktif. Peran dari faktor-faktor tunggal, nyata menaikkan hasil biji namun secara ideal hasil biji yang tertinggi masih diperoleh dari kombinasi tiga faktor,
3. KJA atau KJJ berkemampuan dalam menekan Al bebas rata-rata 51.48 %, dan sekaligus dapat melepaskan P dari situs jerapan menjadi P-tersedia bagi tanaman antara 554 – 822 % dibanding tanah asli. Namun demikian, KJA lebih kuat kemampuannya dibanding KJJ dalam menyediakan P bagi tanaman. Bahkan, bila KJA dikombinasi dengan fosfat alam menghasilkan P-tersedia yang tertinggi atau naik sebesar 1111 % dari tanah aslinya, tetapi kombinasi pupuk SP-36 + KJA masih memerlukan pemberian kapur untuk meningkatkan P-tersedianya.
4. Pengaruh KJJ berperan dalam meningkatkan KTK sebesar 11.30 %, dan terus meningkat menjadi 15.05 % (tertinggi) bila KJJ+ pupuk SP-36 atau KJJ + kapur.
62
Saran
1.
Secara praktis, bahwa untuk
usahatani jagung di kawasan tanah
Podzolik Merah Kuning terutama tanah-tanah bukaan baru mutlak diperbaiki sifat kimia tanahnya sebelum penanaman dimulai
melalui
penggunaan bahan organik yang secara lokal biasanya tersedia di sekitarnya.
2.
Khusus untuk kajian selanjutnya, adalah perlu mengetahui seberapa besar laju
sifat kimia tanah akibat dari interaksi tiga faktor tersebut
mampu dipertahankan, dalam rangka perencanaan perbaikan Podzolik Merah Kuning khususnya dari aspek efisiensi penggunaan pupuk fosfat.
3.
Perlu kajian lebih mendalam mengenai karakter
pupuk fosfat alam,
seperti laju dan pola pelepasan fosfat bagi tanaman pada tipe tanah Podzolik Merah Kuning.
63
DAFTAR PUSTAKA Al-Jabri M, Widowati LR, Maryan D, Suriadikarta A. 1998. Peranan fosfat dan kapur sebagai nutrisi terhadap pertumbuhan tanaman padi pada lahan pasang surut di Palingkau-SP1 dan Barasang Kalteng di Rumah Kaca. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hal. 63-72. Bennett WF. 1994. Plant nutrient utilization and diagnostic plant simptoms. In William Bennett (ed). Nutrient Deficiencies & Toxicities in Crop Plants. APS Press. The American Phytopathologycal Society St. Paul, Minosa. P. 1-7. Bhatti J S, Comerford NB, Johnston CT. 1998. Influence of soil organic matter removal and pH on oxalate sorption onto a spodic horizon. Soil Sci. Soc. Am J. 62:152-158. Buringh P. 1993. Pengantar Pengajian Tanah-tanah Wilayah Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University Press. 164 hal. Djaenuddin D, Sudjadi M. 1987. Sumberdaya lahan pertanian tercadang di empat pulau besar dalam menghadapi tahun 2000. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pertanian VI (3): 55-61. Djokosudardjo S. 1992. Pengaruh Pemberian Fosfor Terhadap Keefesienan Pemupukan Beberapa Macam Tanah di Indonesia. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 235 hal. Fisher NM, Dunham RJ. 1992. Morfologi akar dan pengambilan zat hara. Dalam Goldsworthy dan Fischer (eds). Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. 874 hal. Gerzabek MH, Pichlmayer F, Kirchmann H, Haberhauer G. 1997. The response of soil organic matter to manure amendments in a long-term experiments at Ultuna, Sweden. Europ. J. Soil Sci. 48: 273-282. Geus J. 1985. Fertilizer Guide for the Tropics and Subtropics. Centre d’Etude de. I’Azote,Zurich. 493 p. Gong CS, Tsao GT. 1979. Cellulase and biosyntesis regulation. In D. Pearlman (ed). Annual Report on Fermentation Process . Academic Press. New York., 3:111-139. Goswami NN, Kamath, Santoso Dj. 1990. Phosphorus requirements and management of maize, sorghum and wheat. In Phosphorus Requirements for Sustainable Agriculture in Asia and Oceania. Proceedings of a Symposium. International Rice Research Institute. P: 349-359. Haby VA, Russelle MP, Skogley EO. 1990. Testing soils for potasium, calcium and magnesium. p. 181 - 136.In Westerman (ed). Soil Testing and Plant Analysis. 3rd ed.-SSSA Book Series, No.3. Soil Sci. Soc. of Amer. Inc. Madison, Wisconsin U.S.A. Harrey. 1993. Pengomposan Ampas Pres Kelapa Sawit dengan Pemberian Inokulum Neurospora sitophila dan Humicola lanuginosa. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
64
Hartatik WA, Kasno PK, Sri-Adiningsih J. 1998. Pembandingan efektivitas sumber dan takaran pupuk fosfat terhadap tanaman padi dan kedelai pada lahan kering masam. Proseding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah Dan Agroklimat. Bidang Kimia dan Biologi Tanah. Pusat penelitian Tanah Dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hal. 37-62. Hayes MHB, Himes FL. 1997. Sifat dan ciri Kompleks humus mineral. Dalam Huang, P. M. dan M. Schnitzer (eds). Interaksi Mineral Tanah Dengan Organik Alami dan Mikrobia. (terjemahan Goenadi G.H.). Gadjah Mada University Press. Hal : 157-241. Hedley MJ, Hussin A, Bolan NS. 1990. New approaches to phosphorus fertilization. In Phosphorus Requirements for Sustainable Agriculture in Asia and Oceania. Proceedings of a Symposium. International Rice Research Institute. P: 242-332. Huang PM, Violante A. 1983. Pengaruh asam organik terhadap kristralisasi dan sifat permukaan produk pengendapan aluminium. In Huang, P.M. dan M. Schnitzer (eds ). Interaksi Mineral Tanah Dengan Organik Alami dan Mikrobia. (terjemahan Goenadi G.H.). Gadjah Mada University Press. Hal: 242-332. Hunt R. 1990. Basic Growth Analysis : Plant Growth Analysis for Begginers. Unwin Hyman. London. 112 p. Indiani H I. 2000. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. 62 hal. IPB. 1996. Penuntun Pratikum Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian. 86 hal. IPB. 2001. Pedoman Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah. IPB Press. 146 hal Kamprath EU, Foy CD. 1997. Interaksi kapur-pupuk tanaman pada tanah-tanah masam. Dalam Engelstad O. P. (ed). Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Edisi Ketiga. (terjemahan Goenadi G.H.) Gadjah Mada University Press. Hal : 132-227. Machay AD, Syres JK, Gregg PEH. 1984. Ability of chemical extraction procedures to assess the agronomic effectiviness of phosphate rock materials. New Zealand J. Agric. Res. 27: 219-230. Maschner H. 1995. Mineral Nutrition Academic Press. 889 p.
of Higher
Plants
(Second Edition).
McLean EO. 1973. Testing Soil pH and Lime Requirement. In Walls and Beaton JD (eds). Soil and Plant Analisys. SSA Inc. Madison, Wisconsin. P:77-95. Mulongoy K, Kunda KN, Chiang CNK. 1993. Effect of alley cropping ang fallowing on some soil fertility parameters in southern Nigeria. In Mulongoy and R. merckx (eds). Soil Organic Matter Dynamics and Sustainability of Tropical Agriculture. A Wiley-Sayce Co Publication. P: 57-66. Obatolu, Agboola. 1993. The Potential of Siam Weed (Chromolaena odorata) As a Source of Organic Matter for Soils in the Humid Tropics. In Mulongoy and R. Merckx (eds). Soil Organic Matter Dynamics and Sustainability of Tropical Agriculture. A Wiley-Sayce Co Publication. P: 89-100. Poerwowidodo. 1992. Metode Selidik Tanah. Penerbit Usaha Nasional Surabaya. 344 hal.
65
Puslittanak. 1994. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pertanian dan Tanaman Kehutanan (Land Suitability for Agricultural and Silvicultural Plants ). Laporan Teknis No.7 Versi 1.0. Ruaysoongnern S, Kasikorn PK. 1996. Role of phosphorus fertilization in improving soil fertility of acid tropical and subtropical soils in Asia. In Nutrient Management For Sustainable Food Production in Asia. IMPHOSAARD/ CSAR International Conference in Asia and IFAFADINAP Regional Meeting. Bali, Indonesia. P: 1-19. Schnitzer M, Khan SU. 1978. Soil Organic Matter. In Campbell C.A. (ed). Soil Organic Carbon, Nitrogen and Fertility Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam, Oxford, New York. p: 173-270. Schnitzer M. 1997. Pengikatan bahan humat oleh koloid tanah. Dalam Huang dan Schnitzer M (eds). Interaksi Mineral Tanah dengan Organik Alamiah dan Mikrobiah. (terjemahan Goenadi G.H.). Gadjah Mada University Press. Hal. 119-156. Sharply AN, Istvansisak. 1993. Differential avalability of manure and inorganic sources of phosphorus in soil. Soil Sci. Soc. Am. J. 61:1503-1508. Sikora LJ, Yakovchenko. 1996. Soil organic matter mineralization after compost amandement. Soil Sci. Soc.Am. Inc. Madison, Wisconsin U.S.A. Situmorang R. 1999. Pemanfaatan Bahan Organik Setempat, Mucuna sp. dan Fosfat Alam untuk Memperbaiki Sifat-sifat Tanah Palehumults di Miramontana, Sukabumi. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 191 hal. Subandi, Inu GI, Hermanto. 1998. Jagung, Teknologi Produksi dan Pasca Panen. Pusat Penelitian dan PengembanganTanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian . Departemen Pertanian. 57 hal. Sulaeman, Nuchaeriyah, Widjaya-Adhi IPG.. 1990. Pembandingan beberapa metode penentuan kebutuhan kapur : Modifikasi Metoda SMP dengan Memperhitungkan Daya Sangga Tanah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. 9:8-14. Sunihardi, Yunastri, Sri-Kurniasih. 1999. Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija 1993-1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 66 hal. Steel RG, Torrie JH. 1993. Principles and Prosedures of Statistics. Mc Graw-Hill, Inc. 748 hal. Stevenson FJ, Fitch A. 1997. Kimia pengkompleksan ion logam dengan Organik larutan tanah. In Huang, P.M. dan M. Schnitzer (eds). Interaksi Mineral Tanah dengan Organik Alami dan Mikrobia. (terjemahan Goenadi G.H.). Gadjah Mada University Press. Hal. 41-90. Tangarone B, Rover JC, Nakas JP. 1989. Purification and characterization of an endo-(1,3)-β-D-Glucanase from trichoderma longibrachiatum. Appl. & Environt Microbiol. 55:177-184. Tan Kim, Hang. 1997. Degradasi Mineral Tanah oleh Asam Organik. Dalam Huang dan Schnitzer M (eds). Interaksi Mineral Tanah dengan Organik Alami dan Mikroba. (terjemahan Goenadi G.H.). Gadjah Mada University Press. Hal. 1-40.
66
Thompson LM, Troeh FR. 1973. Soil and Soil Fertility. Third edittion. McGrawHill Book Company, New York Voss R D. 1994. Corn. In William Bennett (ed). Nutrient Deficiencies & Toxicities In Crop Plants. APS Press. The Am. Phyt. Soc. St. Paul Minosa. p.11-14. Weast RC, Astel MJ, Beyer WH.1989. CRC Handbook of Chemistry and Physics. 69th .Edition. A Ready-Reference Book of Chemical and Physical Data. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. Whitney DA, Cope J.T, Welch F. Merumuskan kebutuhan hara tanaman dan tanah. In Engelstad (ed). Teknologi dan Penggunaaan Pupuk. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Hal. 36-77. Widjaya-Adhy. IPG. 1986. Calibration of soil phosphorous test for maize on typic Paleudults and Tropeptic eutrustox. Pemberitaan Penelitian Penelitian Tanah dan Pupuk. 6:32-39. Willet IR, Moody PWE. 1996. The essential role of phosphorus in crop production. In Nutrient Management For Sustainable Food Production In Asia. IMPHOS-AARD/CSAR International Coference in Asia and IFAFADINAP Regional Meeting. Bali, Indonesia. 1-12 p. Young Ronald D, Westfall DG, Gary WC. 1997. Produksi, pemasaran, dan penggunaan pupuk fosfor. In Engelstad (ed). Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Edisi Ketiga. (terjemahan Goenadi G.H.) Gadja Mada University Press. 949 hal.
67
L A M P I R AN
68
Lampiran 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Tinggi Tanaman 21, 35 dan 49 hst pada Podzolik Merah Kuning Sumber keragaman
db
F hitung 21 hst
35 hst 58.58 *
Kompos
2
20.82 *
Fosfat
2
9.19 tn
Kapur
1
202.56 *
Kompos x Fosfat
4
Kompos x Kapur
0.93 tn
49 hst 159.74 * 12.07 *
496.12 *
794.46 *
1.29 tn
1.96 *
25.87 *
2
5.92 *
1.90 tn
51.71 *
Fosfat x Kapur
2
2.80 tn
2.20 tn
11.91 *
Kompos x Fosfat x Kapur
4
2.84 *
4.59 *
10.11 *
Total
54
KK (%) 11.8220 Keterangan : * ) berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata
11.7510
4.3741
Lampiran 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Jumlah Daun 21, 35 dan 49 hst pada Podzolik Merah Kuning F hitung Sumber keragaman
db 21 hst
35 hst
49 hst
Kompos
2
5.88 *
3.13 tn
20.29 *
Fosfat
2
1.08 tn
1.65 tn
1.15 tn
Kapur
1
77.44 *
61.83 *
Kompos x Fosfat
4
1.56 tn
1.61 tn
1.39 tn
Kompos x Kapur
2
0.76 tn
0.51 tn
3.56 *
Fosfat x Kapur
2
3.88 tn
3.55 *
1.87 tn
Kompos x Fosfat x Kapur
4
2.80 tn
3.82 *
1.87 *
Total
54 11.1754
7.8640
KK (%) 13.3124 Keterangan : * ) berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata
150.56 *
69
Lampiran 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Luas Daun 21, 35 dan 49 hst pada Podzolik Merah Kuning Sumber keragaman
db
F hitung 21 hst
35 hst
49 hst
Kompos
2
260.37 *
463.09 *
Fosfat
2
86.53 *
22.55 *
Kapur
1
1267.75 *
1755.28 *
106.82 *
Kompos x Fosfat
4
35.27 *
22.91 *
16.94 *
Kompos x Kapur
2
159.27 *
145.54 *
9.53 *
Fosfat x Kapur
2
12.69 *
7.79 *
2.27 tn
Kompos x Fosfat x Kapur
4
22.73 *
21.85 *
1.19 tn
Total
54
KK (%) 7.2910 Keterangan : * ) berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata
24.05 * 0.96 tn
9.9850
27.1150
Lampiran 4. Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Umur Berbunga, Umur Panen, Bobot 100 Biji dan Bobot Biji (Hasil) pada Podzolik Merah Kuning F hitung Sumber keragaman
db
Umur berbunga
Umur panen
Bobot 100 biji
Kompos
2
49.56 *
15.00 *
23.30 *
94.71 *
Fosfat
2
30.59 *
4.01 *
4.11 *
174.32 *
Kapur
1
262.02 *
136.67 *
26.81*
722.75 *
Kompos x Fosfat
4
9.55 *
2.78 *
2.66 *
27.46 *
Kompos x Kapur
2
4.41 *
1.83 tn
4.86 *
0.0001 tn
Fosfat x Kapur
2
14.40 *
3.15 tn
14.62 *
0.22 tn
Kompos x Fosfat x Kapur
4
13.20 *
0.52tn
7.52 *
6.31 *
Total
54 3.3083
1.7049
1.0709
KK (%)
3.6202
Keterangan :
* ) berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata
Bobot biji (hasil)
70
Lampiran 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Kadar Fosfat Jaringan, Kadar Kalsium Jaringan, Serapan Fosfat dan Serapan Kalsium pada Podzolik Merah Kuning F hitung Sumber keragaman
db
Kadar Fosfat
Kadar Kalsium
Serapan Fosfat
Serapan Kalsium
Kompos
2
22.33 *
18.56 *
223.71 *
324.55 *
Fosfat
2
58.36 *
14.56 *
103.91 *
83.40 *
Kapur
1
12.63 *
323.08 *
266.12 *
1616.11*
Kompos x Fosfat
4
37.10 *
9.42 *
17.49 *
3.82 *
Kompos x Kapur
2
20.25 *
4.18 *
10.55 *
22.07 *
Fosfat x Kapur
2
7.61 *
57.00 *
1.69 tn
8.48 *
Kompos x Fosfat x Kapur
4
5.92 *
31.85 *
4.91 *
23.48 *
Total
54
KK (%) 7.7535 3.8555 Keterangan : * ) berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata
9.6780
6.3349
Lampiran 6. Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap LTA pada Periode antara 21- 35 dan 35-49 hst; LTR pada Periode antara 21-35 dan 35-49 hst dan Indeks Luas Daun (ILD) pada Podzolik Merah Kuning F hitung Sumber keragaman
db
Kompos 2 Fosfat 2 Kapur 1 Kompos x 4 Fosfat Kompos x 2 Kapur Fosfat x Kapur 2 Kompos x 4 Fosfat x Kapur Total 54 KK (%) Keterangan : *) berpengaruh nyata ; tn =
LTA
LTR
ILD
21-35 hst
35-49 hst
21-35 hst
35-49hst
415.06 * 104.51 * 2155.64 * 39.49 *
138.29 * 22.16 * 140.32 * 12.53 *
276.69 * 71.71 * 1057.45* 1.03 tn
641.15 * 175.67 * 940.59 * 82.15 *
1.88 tn 3.23 tn 6.35 * 12.03 *
115.92 *
0.05 tn
26.91 *
43.26 *
2.09 tn
10.82 * 20.89 *
0.16 tn 3.32 *
38.32 * 15.66 *
47.00 * 74.23 *
1.12 tn 0.27 tn
9.8125
10.2302
tidak berpengaruh nyata
1.9378
0.6672
52.858
71
Lampiran 7. Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Aluminium Dapat Ditukar (Al-dd), pH tanah dan P Tersedia pada Podzolik Merah Kuning
Sumber keragaman
F hitung
db
pH Al-dd Kompos 2 0.19 tn 2.21 tn Fosfat 2 2.79 tn 1.95 tn Kapur 1 720.03 * 10.92 * Kompos x Fosfat 4 2.29 tn 1.99 tn Kompos x Kapur 2 0,96 tn 2.29 tn Fosfat x Kapur 2 14.79 * 1.45 tn Kompos x Fosfat x 4 1.11 tn 2.54 tn Kapur Total 54 KK (%) 1.6591 23.0673 Keterangan : * ) berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata
P tersedia 2050.02 * 117.84 * 54.63 * 20.19 * 13.32 * 21.48 * 12.54 *
6.5821
Lampiran 8. Rekapitulasi Sidik Ragam Akibat Pengaruh Interaksi Pemberian Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap C Organik Tanah, KTK Tanah dan Ca Dapat Ditukar (Ca-dd) dan pada Podzolik Merah Kuning F hitung Sumber keragaman
db
C-organik tanah 143.81* 3.59* 1.39tn 2.67* 4.64* 0.67tn 2.78*
Kompos 2 Fosfat 2 Kapur 1 Kompos x Fosfat 4 Kompos x Kapur 2 Fosfat x Kapur 2 Kompos x Fosfat x 4 Kapur Total 54 KK (%) 13.0762 Keterangan : * ) berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata
KTK
Ca-dd
13.06 * 1.71 tn 11.44 * 6.08 * 3.55 * 21.40 * 6.47 *
5.53 * 4.58 * 3232.34 * 5.00 * 0.60 tn 0.96 tn 6.06 *
3.7765
8.3369
72
Lampiran 9. Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Tinggi Tanaman21, 35 dan 49 hst pada Podzolik Merah Kuning Kapur
.
Tanpa Kapur
.
Uraian SP-36
FA
TF
SP-36
FA
TF
Tinggi tanaman 21 hst KJJ KJA TKp
……....................................……… cm ……..............................…….. 32.70 30.83 29.23 20.40 20.83 16.30 41.27 32.40 29.00 20.07 19.13 20.97 25.93 25.37 23.23 18.03 18.67 14.97
Tinggi Tanaman 35 hst KJJ KJA TKp
....................................................cm …………………........................ 121.17 99.00 114.67 58.33 71.00 58.67 136.00 119.33 108.00 60.00 48.33 69.67 84.33 89.33 86.00 28.33 36.33 34.33
Tinggi Tanaman 49 hst ................................................... cm .................................................. KJJ KJA TKp
167.00 168.67 156.33
163.33 158.67 159.00
164.67 177.33 144.67
111.00 147.00 107.00
135.33 133.33 93.33
124.67 136.67 51.67
Lampiran 10. Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Jumlah Daun 21, 35 dan 49 hst pada Podzolik Merah Kuning Uraian SP-36
Kapur
.
FA
TF
Jumlah daun 21 hst …....... ............……………………. KJJ 7.00 5.67 6.33
Tanpa Kapur SP-36
FA
. TF
....................................... 4.33 5.00 4.00
KJA
6.67
6.00
5.67
4.00
4.00
5.33
TKp
5.67
5.33
5.00
4.00
4.67
3.33
Jumlah daun 35 hst …....... ............……………………. KJJ 12.33 11.00 13.33
....................................... 9.33 11.00 9.00
KJA
13.00
12.33
12.00
9.33
8.33
10.67
TKp
13.33
10.00
10.33
9.00
9.33
8.67
Jumlah daun 49 hst …....... ............…………………….
.......................................
KJJ
15.00
15.33
15.33
11.30
12.33
12.33
KJA
14.67
14.67
14.33
11.60
11.33
13.00
TKp
12..33
15.33
13.67
10.33
9.33
8.67
73
Lampiran 11. Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Luas Daun 21, 35 dan 49 hst pada Podzolik Merah Kuning Uraian
Kapur
.
Tanpa Kapur
.
SP-36 FA TF SP-36 FA TF Luas daun 21 hst ….................................………… cm2 ……................................…….. KJJ 160.47 99.58 155.46 86.68 48.72 54.54 KJA 189.85 177.67 125.37 64.48 68.77 58.03 TKp 98.15 73.07 53.73 60.89 50.86 48.72 Luas daun 35 hst ..................................................cm2....................................................... KJJ 5492.00 4093.83 5440.26 609.74 1432.40 1131.91 KJA 5991.49 54.37.48 5071.32 2508.99 1153.80 1785.43 TKp 2273.38 2482.72 516.60 686.15 580.28 210.94 Luas Daun 49 hst ................................................. cm2 ..................................................... KJJ 8604.61 7894.82 10087.29 897.47 3362.24 4827.90 KJA 8602.38 7083.55 8114.44 4674.40 1802.12 i 5665.84 TKp 40.92.59 7263.22 1086.39 1616.09 4879.59 435.88
Lampiran 12. Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Umur Berbunga, Umur Panen, Bobot 100 biji dan Bobot Biji (Hasil) pada Podzolik Merah Kuning Uraian
Kapur
.
Tanpa Kapur
.
SP-36 FA TF SP-36 FA TF Umur berbunga …...........................……… hari .…................................………. KJJ 46.67 49.67 51.33 59.67 56.33 59.67 KJA 45.00 46.33 52.67 57.67 60.67 57.33 TKp 52.00 56.00 60.00 65.00 53.00 70.00 Umur Panen KJJ KJA TKp
........................ ……….. hari ….....................................……… 91.00 93.33f 95.00 100.33 99.6 103.67 93.33 93.33f 91.00 106.00 103.33 104.67 93.33 93.33f 99.33 106.33 105.00 114.33
Bobot 100 biji KJJ KJA TKp
…………………….………. g ……………………………………….. 24.54 19.05 19.81 16.35 21.75 22.98 27.01 22.30 21.28 6.59 26.96 17.48 16.99f 15.92 18.31 11.73 14.31 0.00
Hasil biji (hasil) ………………….…… g.(tanaman) -1 ……………………………..... KJJ 160.24 136.96 117.47 88.70 82.72 29.43 KJA 166.54 138.02 115.46 85.15 82.46 47.35 TKp 89.89 82.92 54.02 82.59 60.76 0.00
74
Lampiran 13. Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Kadar Fosfat dan Kalsium Jaringan serta Serapan Fosfat dan Kalsium pada Podzolik Merah Kuning Kapur . Tanpa Kapur . Uraian SP-36 FA TF SP-36 FA TF Kadar fosfat jaringan ……...............................…….. % …...............................……….. KJJ KJA TKp
0.34 0.25 0.26
0.26 0.35 0.36
0.25 0.26 0.23
0.38 0.37 0.27
0.27 0.35 0.37
0.23 0.36 0.16
Total serapan fosfat .............................. ……… g. polibag-1 …................................... KJJ KJA TKp
0.70 0.55 0.28
0.50 0.59 0.41
0.43 0.42 0.22
0.44 0.45 0.22
0.31 0.42 0.22
0.22 0.36 0.02
Kadar kalsium jaringan ……….........................……… % ………................................…… KJJ KJA TKp
0.66 0.65 0.65
0.66 0.66 0.67
0.73 0.64 0.72
0.79 0.55 0.66
0.57 0.60 0.66
0.53 0.56 0.40
Total serapan kalsium .......................................... g.polibag-1 ......................................... KJJ KJA TKp
1.36 1.41 0.72
1.25 1.13 0.83
1.08 1.15 0.73
0.63 0.67 0.54
0.65 0.71 0.40
0.50 0.55 0.05
Lampiran 14. Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap Laju Tumbuh Absolut (LTA), Laju Tumbuh Relatif (LTR) dan Indeks Luas Daun (ILD) pada Podzolik Merah Kuning Kapur . Tanpa Kapur . Uraian SP-36
FA
TF
SP-36
LTA, 21-35 hst .................................................…….g.har
KJJ KJA TKp
4.023 4.257 1.086
2.928 3.291 1.040
2.560 2.298 1.679
i-1
FA
TF
……...................................….
1.004 1.259 3.550
5.340 1.070 0.193
0.343 0.617 0.054
LTA, 35 – 49 hst -1 -1 ..............................................……g .g . hari ….....................................…
KJJ KJA TKp
5.748 5.981 3.870
6.036 5.117 4.227
5.273 5.359 2.560
4.071 4.248 3.365
4.696 4.019 2.465
4.101 4.163 0.535
LTR, 21 –35 hst i-1 ..................................................…….g.har …....................................…….
KJJ KJA TKp
10.51 10.50 9.25
10.17 10.27 9.19
LTR, 35 – 49 hst
10.06 9.93 9.65 -1
9.20 9.40 8.19
8.57 9.25 7.60
8.12 8.70 6.35
-1
....................................…… g .g .hari ….............................................…
KJJ KJA TKp ILD KJJ KJA TKp
11.05 11.09 10.46
10.98 10.92 10.53
10.86 10.85 10.28
10.49 10.55 10.25
10.57 10.49 9.96
10.43 10.46 8.55
...........................................................……………………………… 0.97 1.19 1.45 0.09 0.60 1.16 0.82 0.51 0.95 0.68 0.20 1.21 0.57 1.49 0.18 0.29 1.34 0.06
75
Lampiran 15. Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap pH Tanah, Aluminium Dapat Ditukar (Al-dd) dan P- tersedia, pada Podzolik Merah Kuning Kapur
Uraian
.
Tanpa Kapur
.
SP-36 FA TF SP-36 FA TF Reaksi tanah (pH) ……….....................................................................…………………… KJJ 5.37 5.13 5.23 4.53 4.60 4.73 KJA 5.27 5.17 5.23 4.43 4.67 4.73 TKp 5.23 5.20 5.10 4.60 4.67 4.67 Al-dd KJJ KJA TKp
…..................................... cmol.kg -1. tanah …...........................…… 12.22 16.37 14.08 15.92 17.15 15.83 15.80 12.78 15.75 15.95 15.71 16.37 14.80 14.08 13.69 16.70 16.45 28.36
P tersedia (Bray 1.) …. ….......................…….. ppm …........................................……… KJJ 8.96 7.42 5.88 8.94 8.86 6.54 KJA 10.46 9.32 6.48 9.56 12.21 9.22 TKp 1.36 1.35 0.83 1.69 1.42 1.00
Lampiran 16. Pengaruh Pemberian Kompos, Fosfat dan Kapur terhadap C organik Tanah, Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah dan Kalsium Dapat Ditukar pada Podzolik Merah Kuning Kapur
.
Tanpa Kapur
.
Uraian SP-36
FA
TF
SP-36
FA
TF
C-organik tanah ……....................................….. % ……..............................………… KJJ 2.57 2.26 2.54 2.69 2.69 2.36 KJA
2.73
2.18
2.53
2.01
1.74
2.56
TKp
1.10
1.07
1.27
1.24
1.18
1.03
KTK tanah KJJ
…...............................…. cmol. kg-1. tanah….................................… 42.96 41.03 46.71 45.49 43.01 41.56
KJA
43.58
41.03
42.25
36.11
43.57
38.21
TKp
43.03
41.41
42.61
43.02
43.16
37.34
Ca dapat ditukar ............................................ cmol.kg-1. tanah…...............................… KJJ 13.76 16.35 13.30 3.12 3.58 3.45 KJA
14.29
14.86
15.56
2.81
3.81
3.25
TKp
15.26
13.40
13.19
2.43
3.24
2.43
76
Lampiran 17. Status Hara Podzolik Merah Kuning Asal Gajruk Nilai
Status *)
pH (H2O 1:1)
4.30
asam
pH (HCl 1:1)
3.70
asam
C organik (Walky & Black; %)
1.80
sangat rendah
N total (Kjeldahl; %)
0.09
sangat rendah
P total (HCl, 25%; ppm)
66.70
sangat tinggi
P tersedia (Bray No.1; ppm)
1.80
sangat rendah
Ca-dd (cmol. kg-1)
2.43
rendah
Mg-dd (cmol. kg-1)
0.70
rendah
K-dd (cmol. kg-1)
0.15
rendah
Na-dd (cmol. kg-1)
0.22
rendah
Total basa-basa (cmol. kg-1)
3.50
rendah
KTK (cmol. kg-1)
15.34
rendah
Kejenuhan basa (%)
22.82
rendah
Al-dd (cmol. kg-1)
33.59
tinggi
Kejenuhan Al (%)
67.44
tinggi
Fe (ppm)
3.92
di bawah aras titik kritis
Cu (ppm)
0.32
di bawah aras titik kritis
Zn (ppm)
1.84
di bawah aras titik kritis
Mn (ppm)
1.80
rendah
Pasir (%)
49.02
-
Debu (%)
46.60
-
Liat (%)
8.38
-
Komponen
*) didasarkan atas standar Puslitanak (1996)
77
Lampiran 18. Komposisi Hara Kompos Jerami Alang-alang dan Kompos Jerami Jagung JK
Corganik
C-
C-
Asam humat
Asam Fulvat
N
P
K
Ca
Mg
......................................................... % ..........................................
Fe
Mn
Zn
................. ppm ................
KJJ
44.79
1.94
2.09
3.55
2.02
1.55
1.63
1.28
869.28
178.67
78.85
KJA
43.95
2.02
1.82
3.89
1.03
1.56
1.61
1.03
994.75
182.63
61.25
Keterangan: JK : Jenis Kompos, KJA : Kompos Jerami Alang-alang, KJJ : Kompos Jerami Jagung
Lampiran 19. Kandungan Kimia Pupuk Fosfat Alam dan Pupuk SP-36 Komponen
Fosfat Alam (Chritmas 1)
SP-36
P2O5 (sitrat), (%)
18.30
36.08
P2O5 (total), (%)
27.42
36.44
Kadar air, (%)
1.80
2.39
K (%)
0.01
0.10
Na (%) Ca(%) Mg(%)
0.13 13.33 0.08
0.40 19.38 0.22
S (ppm)
0.10
0.16
Fe (ppm)
45904.00
4005.00
Al (ppm)
87987.00
2573.00
Mn (ppm)
2309.00
393.00
Cu (ppm)
73.00
480.00
Zn (ppm)
643.00
1306.00
Pb (ppm)
22.10
Tu
Cd (ppm)
37.80
19.60
Setara CaCO3 (%)
7.20
Asap
78
Lampiran 20. Deskripsi Jagung Varietas Bisma (Sunihardi et al., 1999) Asal
: persilangan Pool-4 dengan bahan introduksi disertai seleksi massa selama lima generasi
Golongan
: bersari bebas
Umur berbunga
: 50% keluar rambut ± 60 hari
Umur panen
: ± 90 hari
Batang
: tegap, tinggi medium (± 190 cm)
Daun
: panjang dan lebar
Tongkol
: besar dan silindris
Biji
: setengah mutiara (semi flint)
Warna daun
: hijau tua
Warna jenggel
: kuning
Warna biji
: kebanyakan putih (± 98%)
Baris biji
: lurus dan rapat
Kedudukan tongkol
: menutup tongkol dengan cukup baik (± 95%)
Perakaran
: baik
Kerebahan
: tahan rebah
Jumlah baris/tongkol
: 12-18 baris
Bobot 1000 biji
: ± 307 gram
Rata-rata hasil
: 5.7 ton/ha pipilan kering
Potensi hasil
: ± 7.0 – 7.5 ton/ha pipilan kering
Ketahanan terhadap
: tahan terhadap karat dan bercak daun
penyakit Keterangan
: baik untuk dataran rendah sampai pada ketinggian 500 m dpl. (untuk dataran belum diadakan percobaan)
Pemulia
: Subandi, Rudy Setyono, A. Sudjana dan Hadiatmi
Tahun dilepas
: 1995
79
Lampiran 21. Teknik Pembuatan Kompos (Indriani, 2001) Bahan : Dekomposer (Stardec), Jerami alang-alang, jerami jagung dan dedak. Prosedur : • Jerami alang-alang dan jerami jagung yang telah terkumpul dicacah secara seragam (ukuran sekitar 2,5 cm) untuk membantu mempercepat proses pengomposan. •
Campurkan secara merata, dekomposer
(0.25% dari bobot jerami),
dedak (10% dari bobot jerami) dan jerami alang-alang atau jerami jagung dan basahi dengan air tidak melebihi kadar air 60%. •
jerami-jerami dimasukan ke dalam wadah pengomposan. Proses pengomposan ini dilakukan dalam keadaan aerobik.
•
Pertahankan kadar air 60% selama proses pengomposan yakni dengan cara menambahkan air setiap 4 hari sekali
dan setiap dilakukan
pembalikan tumpukan kompos. •
Pembalikan tumpukan kompos dilakukan setiap 2 minggu sekali dan secara periodik bila suhu melibihi 65 derajat Celsius. Tumpukan kompos memasuki masa pematangan setelah masa pengomposan aktif selama tidak lebih dari 45 hari, yaitu dengan kriteria jika selama 3 hari berturutturut suhu kurang lebih 45oC atau mendekati suhu ruangan. Pada saat ini bahan yang dikomposkan tersebut sudah mulai berubah menjadi kompos.
•
Panen dilakukan bila suhu kurang dari 45oC selama 11 hari berturut-turut setelah masa pematangan kompos
•
Kepastian kematangan kompos ditentukan berdasarkan ciri fisik dan kimia kompos. Secara fisik kompos yang telah matang dicirikan oleh : tidak berbauh busuk, warna gelap atau hitam, struktur remah atau gembur dan suhu menurun dan stabil. Sedangkan secara kimia, antara lain dicirikan oleh keadaan nisba C/N rendah (sekitar 20), pH netral atau sedikit alkalis, kadar selulosa rendah dan respirasi (produksi CO2) rendah.
80
Lampiran 22. Penetapan pH dengan pH Meter Tahapan kerja : 1.
Timbang 10 g tanah, masukan ke dalam botol, kocok dan tambahkan 10 ml air destilata;
2.
Kocok selama 30 menit dengan mempergunakan mesin pengocok. Diamkan sebentar;
3.
Ukur dengan menggunakan pH meter.
Lampiran 23. Penetapan Bahan Organik Tanah (berdasarkan jumlah bahan organik yang mudah teroksidasi) Tahapan kerja : 1.
Timbang 0.5 g tanah kering udara yang lolos saringan 0.5 mm; tempatkan dalam erlenmeyer 500 ml;
2.
Dengan pipet tambahkan 10 ml K2Cr2O7 sambil menggoyang erlenmeyer perlahan-lahan agar berlangsung pencampuran dengan tanah;
3.
Segera tambahkan 20 ml H2SO4 pekat dengan gelas ukur di ruang asap sambil digoyang-goyang cepat hingga tercampur rata. Usahakan tiada zarah tanah yang terlempar ke dinding erlenmeyer sebelah;
4.
Biarkan campuran tadi di ruang asap selama 30 menit hingga dingin;
5.
Encerkan dengan 100 ml air bebas ion/air destilata;
6.
Tambahkan 4 tetes indikator ferroin 0.025 M;
7.
Segera titrasi dengan larutan FeSO4 0.5 N hingga larutan tetap berwarna merah anggur;
8. 9.
Penetapan blanko dilakukan sama seperti cara kerja di atas, tetapi tanpa menggunakan contoh tanah; Perhitungan : (me K2Cr2O7 – me FeSO4) x 0.003 x f x 100 --------------------------------------------------------------BKM
% C organik =
f me N V BKM
= 1.33 =N x V = normalitas = volume = bobot kering oven 105o C contoh tanah % Bahan organik = % C organik x 1.724
81
Lampiran 24. Penetapan P-Total Alat-alat : •
Labu Kjeldahl (100 ml), perangkat digestasi, pipet karet, pipet volumetik, corong,
kertas saring, tabung takar (20 ml), labu didih (20 ml) dan
spektofotometer Bahan : • • • • •
Larutan HClO4 pekat (larutan A) Larutan HNO3 pekat (larutan B) Larutan HCl pekat (larutan C) Larutan molibdat vanadat (larutan D) Larutan 2N HNO3 (larutan E) : dibuat dengan melarutkan 100 ml larutan B dalam air suling sampai volume 80 cc • Larutan baku 20 ppm (larutan F) Cara kerja : •
Menyiapakan 2 g tanah kering angin, dimasukan ke labu Kjedhal (100 ml) + 6 ml larutan B, dikocok perlahan-lahan , dipanaskan pada temperatur 80o C, didinginkan (sampai gas NO2 menguap) + 6 cc larutan A, dipanaskan pada temperatur 120o C (sesekali dikocok) sehingga larutan menjadi jernih, didinginkan + 1 ml larutan C, dipanaskan selama 30 menit, didinginkan, disaring dan hasil saringannya diencerkan dengan air suling sampai volume 100 ml (larutan G)
•
Memasukan 1 ml larutan G ke dalam tabung takar (20 ml) + 5 ml larutan E, diencerkan dengan air suling sampai volume 15 ml + 2 ml larutan D, ditambahkan air suling sampai volume 20 ml, dikocok perlahan-lahan dan didiamkan selama 20 menit (larutan H)
•
Mengukur nilai T dan E larutan F dan larutan blanko dengan alat elektrofotometer pada panjang gelombang 420 milimikron, kemudian menyusun lkurva larutan baku P
•
Mengukur nilai T dan E larutan H, dan kemudian
menyulihkannya ke
kurva larutan baku P, sehingga memperoleh A ppm P •
Menghitung kandungan P total (%P) dengan persamaan sebagai berikut :
10 A --------LxW Catatan : metoda ini mempunyai kepekaan 1 – 20 ppm P, warnanya mantap, P total =
bebas gangguan ion lain sampai kepekatan 1000 ppm.
82
Lampiran 25. Penetapan P tersedia (Bray No.1) Tahapan kerja : 1. Masukan 1.5 g tanah ke dalam labu ekstraksi; 2.
Tambahkan 15 ml larutan P-A;
3.
Kocok 15 menit dengan mesin pengocok;
4.
Disaring;
5.
Pipet 5 ml ke dalam tabung reaksi/kuvet;
6.
Tambahkan 5 ml larutan P-B, dan kocok;
7.
Tambahkan 5 tetes larutan produksi P-C dan kocok;
8.
Tunggu 15 menit dan baca kerapatan optik dengan alat ukur fotospektrum pada panjang gelombang 660 mµ;
9.
Pembakuan. Buat satu seri larutan baku yang mempunayai konsentrasi 0; 1; 2; 3; 4; dan 5 ppm P. Larutan ini dibuat dari alrutan baku yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi, kemudian diecerkan dengan larutan Bray No.1 dalam larutan takran 50 ml. Ambil 5 ml larutan baku, masukan ke dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan 5 ml P-B dan 5 tetes P-C dan seterusnya sesuai dengan metode yang diuaraikan untuk penetapan contoh. Buat kurva baku dengan ppm P sebagai sumbu X dan % T atau A sebagai sumbu Y.
10.
Perhitungan : P tanah (ppm) = P dalam larutan (ppm) x 15/1.5 x (100 + KA) / 100.
83
Lampiran 26. Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah Tahapan Kerja : 1. Timbang 5 g contoh tanah kering udara ukuran 2 mm dan masukan ke dalam tabung sentrifus 100 ml; 2. Tambahkan 20 ml larutan NH4OAc N pH 7.0. Aduk dengan pengaduk gelas sampai merata dan biarkan selama 24 jam; 3. Aduk kembali lalu disentrifuse selama 10 menit sampai 15 menit dengan kecepatan 2500 rpm; 4. Ekstrak NH4OAc didekantasi, disaring lewat saringan dan filtrat ditampung dalam labu bakar 100 ml (warna bening); 5. Penambahan NH4OAc N pH 7.0 diulangi sampai 4 kali lagi. Setiap kali penambahan
diaduk merata, disentrifuse dan ekstraknya didekantasi ke
dalam labu ukur 100 ml sampai tanda tera. Ekstrak ini digunakan dalam penetapan kadar K, Na, Ca, Mg yang dapat dipertukarkan serta untuk penetapan kejenuhan basa; 6. Untuk pencucian NH4+ tanah dipindahkan secara kuantitatif dari tabung sentrifuse yang berisi endapan tanah tersebut. Aduk sampai merata, sentrifuse, dekantasi dan filtratnya dibuang. Pencucian NH4 dengan alkohol ini dilakukan 7 kali sampai bebas NH4. Hal ini dapat diketahui dengan menambahkan beberapa tetes pereaksi Nessler pada filtrat tersebut, sampai berwarna bening. Apabila terdapat endapan kuning berarti masih terdapat ion NH4.; 7. Setelah bebas NH4+, tanah dipindahkan secara kuantitatif dari tabung sentrifuse ke dalam labu didih. Tambahkan air kira-kira berisi 450 ml; 8. Pada labu didih ditambahkan beberapa butir batu didih, 5-6 tetes parafi cair dan 20 ml NaOH 50%. Kemudian didestilasi; 9. Destilat ditampung dalam erlenmeyer 250 ml yang berisi 25 ml H2SO4 0.1 N dan 5 – 6 tetes indikator Conwai. Destilasi dihentikan jika destilat yang ditampung mencapai kira-kira 150 ml; 10. Kelebihan asam dititrasi dengan NaOH 0.1 N. Titik akhir titrasi dicapai bilamana warna berubah menjadi hijau. (jika sebelum dititrasi dengan NaOH, sudah menunjukkan warna hijau maka perlu ditambahkan lagi 25 ml H2SO4; 11. Lakukan destilasi tanpa tanah sebagai blanko; 12. Perhitungan : KTK (me/100 g) =
(ml blanko – ml contoh) x N NaOH ---------------------------------------------- x 100 bobot contoh (105oC)
84
Lampiran 27. Penetapan Aluminium Dapat Ditukar (Al-dd) Tahapan kerja : 1.
Timbang 5 g tanah, masukan ke dalam labu erlenmeyer 125 ml;
2.
Tambahkan 50 ml larutan KCl 1 N ke dalamnya dan selanjutnya kocok dengan mesin pengocok selama 30 menit;
3.
saringlah dan tampung hasil saringan;
4.
Pipet 25 ml hasil saringan, masukam ke dalam erlenmeyer 125 ml;
5.
Tambahkan 5 tetes larutan indikator fenolptalein;
6.
Titrasi dengan NaOH 0.1 N sampai warna merah mudah permanen;
7.
Tambahkan kurang lebih satu tetes HCl 0.1 N sampai merah mudah lenyap lagi;
8.
Tambahakan 10 ml NaF 4 persen, warna merah akan timbul lagi;
9.
Titrasi dengan KCl 0.1 N sampai warna merah tadi hilang kembali. Jumlah asam yang terpakai akan setara dengan jumlah aluminium yang akan dipertukarkan;
10.
Perhitungan : (ml HCl x N HCl) x fp x 9 x 103
1 ppm Al = ------------------------------------------- x --------Bobot tanah kering 105oC 90 o
me Al/100 g= ppm Al / 90
o
BST Al = bobot setara Al=9;
o
fp = faktor pengenceran (25/10) N HCl= 0,0501
o
H+ (ppm) = (ml NaOH x N NaOH) - (ml HCl X N HCl) x BST H x fp / 2,5 (bobot contoh tanah) x 1000 (g/kg)
o
me/100 g H+ = ppm H / BSTH x 10 (ekstrak yang dipipet);
o
BST H = 1
o
faktor pengenceran (25/10) N NaOH = 0,0506
85
Lampiran 28. Penetapan Kapur (berdasarkan Al-dd) Tahapan Kerja : 1.
Hitunglah kadar Al yang dapat dipertukarkan dalam tanah yang telah diukur sebelumnya;
2.
Kebutuhan kapur didasarka atas perhitungan : me Al/100g tanah setara dengan me CaCO3 /100 g tanah;
3.
Tetapkan kebutuhan kapur berdasarkan Al 0; 50; 100; 150 dan 200 persen Al yang dapat dipertukarkan dalam kg CaCO3 yang diperlukan pada taraf pengapuran tersebut dengan metoda SMP;
Lampiran 29. Penetapan C- asam Humat dan C- asam Fulvat Prosedur : 1. Timbang contoh sebanyak 5 g diekstrak dengan 50 ml larutan (Natrium pirofosfat + NaOH) 0.1 N. Diamkan selama 1 malam 2.
Ekstrak disaring dengan kerta saring untuk memisahkan humin dengan asam humat dan asam fulfat.
3.
Dipipet 5 ml larutan contoh, ditambahkan bebrapa tetes H2SO4 pekat kemudian ditetapkan kadar C nya dengan menggunakan metode Kurmies (sebagai kadar humus C total). Ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 ke dalam larutan contoh (labu ukur 100 ml) kemudian ditambahkan 7.5 ml asam sulfat pekat. Diaduk dan diamkan hingga dingin, dilarutkan dengan air suling kurang lebih 50 ml lalu aduk dan diamkan hingga dingin. Impitkan hingga tanda garis. Diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm, dengan menggunakan deret standar glukosa 0 – 250 ppm C.
4.
Dipipet 5 ml larutan contoh, ditambahkan beberapa tetes H2SO4 pekat hingga pH larutan kurang lebih 2. Panaskan pada penangas air selama 30 menit pada suhu 80° C. Diamkan semalam. Keesokan harinya ekstrak disaring dengan kertas saring yang telah dibasahi larutan H2SO4 encer (memisahkan asam humat dengan asam fulvat). Endapan yang terbentuk adalah asam humat sedangkan yang larut adalah asam fulvat.
5.
Asam humat dilarutkan dalam labu ukur 100 ml dengan larutan NaOH 0.1 N panas hingga larut semua. Diuapkan di atas penangas air, kemudian diukur kadar C asam humat dengan menggunakan metode Kurmies.
86
6.
Kadar C asam fulvat didapat dari pengurangan kadar C total humus dengan kadar C humat.
7.
Perhitungan : %C=
Abs. Contoh ------------------- X konsentrasi standar X 0.02 X faktor koreks Abs. Standar
Lampiran 30. Penetapan Fosfor dan Kalsium dalam Jaringan Tanaman Alat : oven muffle , cawan porselin (coor) Prosedur : 1.
Timbang 0.5 g bahan tanaman yang telah digiling halus dan kering oven (600 C) ke dalam 30 ml cawan porselin
2.
Bahan contoh tanaman di dalam oven muffle selama 6-8 jam pada suhu 4500 C dan tidak melebihi 5000 C. Abu berwarna kekelabuan harus diperoleh, kalau tidak berarti menunjukkan pembakaran tidak sempurna. Ulang dengan menggunakan contoh yang baru dan bakar seperti di atas. Pembakaran tidak sempurna biasanya di sebabkan oleh terlampau banyaknya contoh di dalam oven atau terlampau cepat kenaikan suhunya.
3.
Dinginkan contoh dalam cawan di atas lembaran asbestos dan tambahkan 5 ml 1 N HNO3
4.
Uapkan hingga kering si atas penangas air atau hot plate pada panas agak rendah dan harus ada ventilasi.
5.
Masukan kembali contoh ke dalam oven dan panaskan pada 4000 C selama 10 –15 menit sampai abu berwarna putih kekelabuan.
6.
Dinginkan contoh di atas lembaran asbestos. Tambahkan 10 N HCl dan saring larutan tersebut ke dalam 50 ml labu ukur.
7.
Bilas cawan dan kertas saringnya dengan 10 ml 0.1N HCl tiga kali dan tambah dengan 0.1 N HCl hingga 50 ml.
Larutan ini disiapkan untuk penetapan P dan Ca.