PENGARUH INTERVENSI PRODUK MINUMAN ISOTONIK AIR KELAPA DARI PROSES ULTRAFILTRASI DAN ULTRAVIOLET TERHADAP REHIDRASI DAN PEMULIHAN ATLET FUTSAL REMAJA PUTRI
SARI INTAN KAILAKU
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Intervensi Produk Minuman Isotonik Air Kelapa dari Proses Ultrafiltrasi dan Ultraviolet terhadap Rehidrasi dan Pemulihan Atlet Futsal Remaja Putri adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016 Sari Intan Kailaku NIM I151130401
RINGKASAN SARI INTAN KAILAKU. Pengaruh Intervensi Produk Minuman Isotonik Air Kelapa dari Proses Ultrafiltrasi dan Ultraviolet terhadap Rehidrasi dan Pemulihan Atlet Futsal Remaja Putri. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN dan AHMAD SULAEMAN. Air kelapa mengandung berbagai zat gizi baik makro maupun mikro, serta menunjukkan indeks rehidrasi dan respon konsentrasi glukosa darah yang sangat baik sehingga diyakini sesuai sebagai minuman isotonik untuk orang yang berolahraga. Kendala dalam pemanfaatan air kelapa sebagai minuman isotonik adalah mudahnya air kelapa mengalami kerusakan. Masa simpan minuman isotonik dari air kelapa dapat ditingkatkan dengan memastikan semua penyebab kerusakan dapat diminimalisir. Ultrafiltrasi adalah salah satu proses pemisahan menggunakan membran yang bekerja berdasarkan perbedaan tekanan. Teknologi membran mempunyai potensi besar untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi proses produksi minuman isotonik. Namun, masih ada keraguan mengenai efektivitasnya dalam menurunkan aktivitas mikroorganisme. Teknologi ultraviolet merupakan teknologi yang semakin umum digunakan dalam purifikasi dan sterilisasi berbagai bahan seperti air minum, jus buah dan lain-lain. Tim futsal Netic Ladies Futsal Club (LFC) terdiri dari remaja putri usia 1318 tahun. Saat ini tim futsal putri ini belum mendapatkan rekomendasi asupan cairan khusus untuk meningkatkan pemulihan fisik dan status hidrasinya secara cepat setelah latihan atau pertandingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi produk minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet terhadap proses rehidrasi dan pemulihan atlet futsal remaja putri. Penelitian ini terdiri dari lima tahap, yaitu eksplorasi varietas buah kelapa, proses pengembangan produk minuman isotonik, uji organoleptik, percobaan penyimpanan, dan intervensi konsumsi produk kepada atlet futsal remaja putri. Varietas yang diuji dalam eksplorasi adalah Genjah Salak, Dalam Pangandaran dan Hibrida PB121. Hasil karakterisasi kemudian digunakan untuk memilih varietas yang paling sesuai sebagai bahan baku minuman isotonik. Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisikokimia (pH, kejernihan, warna, total padatan terlarut) dan komposisi zat gizi (kadar gula total, kadar sukrosa, fruktosa, glukosa, vitamin (B1, B6, C) dan mineral (K, Na, Mg)). Peningkatan umur simpan produk minuman isotonik dari air kelapa dilakukan dengan membran ultrafiltrasi dan sinar ultraviolet. Karakteristik produk akhir dibandingkan dengan karakteristik bahan baku. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji peringkat (ranking), mutu hedonik dan kesukaan. Pengaruh penyimpanan diamati sembilan kali selama 19 hari untuk melihat perubahan mutu dan pendugaan umur simpan pada tiga suhu (8, 13 dan 250C) dengan kemasan botol polietilen berukuran individual (250 ml). Pendugaan umur simpan menggunakan metode Accelerated Storage Study dengan persamaan Arrhenius. Sebelum intervensi produk kepada tim futsal remaja putri, dilakukan pengukuran sweat loss (kehilangan/pengeluaran keringat) pada seluruh subjek untuk menentukan volume cairan rehidrasi. Urutan perlakuan intervensi ditentukan dengan desain randomized single blind. Perlakuan yang diberikan
antara lain minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet, minuman isotonik komersial, minuman air kelapa komersial dan air putih (air mineral kemasan). Subjek merupakan anggota tim futsal remaja putri dari Netic LFC yang berlatih di SMPN 3 Cibinong. 21 orang berpartisipasi dalam pengukuran sweat loss dan 14 orang mengikuti intervensi cairan rehidrasi. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah atlet yang sedang sakit atau dalam masa penyembuhan, mengikuti tim futsal putri Netic LFC kurang dari 1 bulan, tidak mengikuti kegiatan latihan secara penuh pada hari pemberian intervensi dan tidak menyukai atau pernah mengalami intoleransi pada air kelapa. Jarak waktu antar intervensi adalah antara satu sampai empat minggu antar perlakuan. Pengamatan dilakukan tiga kali yaitu sebelum dan setelah latihan serta setelah periode rehidrasi, terhadap berat badan, kadar gula darah, tekanan darah dan denyut jantung. Intensitas latihan dinilai secara subjektif menggunakan Skala Borg CR10 setelah latihan dan persepsi subjek mengenai sensasi yang dirasakan setelah minum dinilai menggunakan Skala Likert setelah selesai mengonsumsi cairan rehidrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Genjah Salak merupakan varietas yang dikategorikan paling sesuai sebagai bahan baku minuman isotonik alami. Proses ulttrafiltrasi dan ultraviolet menghasilkan produk minuman isotonik dengan karakteristik yang tidak berbeda dengan karakteristik bahan baku, kecuali pada kadar gula total, kejernihan, nilai L* dan nilai b*. Penelitian penyimpanan menunjukkan mutu produk (pH, kadar gula total, dan kejernihan) menurun selama penyimpanan dalam suhu 8, 13 dan 250C namun lebih baik dibandingkan bahan baku. Pendugaan umur simpan menunjukkan bahwa produk minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet tanpa bahan tambahan pangan apapun memiliki umur simpan 51 hari di suhu 00C. Panelis memberikan peringkat yang tidak berbeda pada produk minuman isotonik air kelapa dan air kelapa segar, dan lebih baik daripada minuman air kelapa komersial. Karakteristik produk yaitu memiliki rasa asin dan aroma yang relatif sama dengan air kelapa segar dan rasa manis serta kekeruhan yang lebih rendah dibandingkan dengan minuman air kelapa komersial. Tingkat kesukaan panelis lebih tinggi pada produk minuman isotonik air kelapa dibandingkan pada minuman air kelapa komersial, pada semua parameter kecuali aroma. Produk minuman isotonik hasil penelitian ini memiliki efektivitas yang sama dengan minuman isotonik komersial dan minuman air kelapa komersial dalam proses rehidrasi dan pemulihan atlet futsal remaja putri. Indeks rehidrasi terbaik ditunjukkan oleh produk ini dibandingkan produk komersial dan air mineral kemasan. Rata-rata kadar gula darah, tekanan darah dan denyut jantung subjek setelah rehidrasi tidak berbeda antara intervensi minuman isotonik air kelapa dengan minuman isotonik komersial dan minuman air kelapa komersial. Minuman isotonik air kelapa diminum dengan volume terbanyak dibandingkan cairan rehidrasi lainnya, dan berbeda secara signifikan dengan air mineral kemasan. Minuman isotonik air kelapa dapat menghilangkan rasa tidak segar, haus dan lelah setelah latihan tanpa membuat subjek merasa kembung dan mual. Kata kunci: air kelapa, atlet futsal remaja putri, minuman isotonik, pemulihan, rehidrasi
SUMMARY SARI INTAN KAILAKU. The Effects of The Intervention of Coconut Water Isotonic Drink from Ultrafiltration and Ultraviolet Process on The Rehydration and Recovery of Female Adolescent Futsal Athletes. Supervised by BUDI SETIAWAN dan AHMAD SULAEMAN. Coconut water is rich with macronutrient, micronutrient, and showed excellent rehydration index and blood sugar response in previous researches, therefore is believed to be suitable as isotonic drink for exercising people. The obstacle in developing coconut water-based product is its easily altered properties. The shelf-life of coconut water isotonic drink can be improved by ensuring the elimination of the causes of its quality degradation. Ultrafiltration is a separation process using membrane, working in the pressure difference prinsipal. Membrane technology has great potential to improve productivity and efficiency of isotonic drink production process. However, there is still doubt in its effectivity in reducing microorganism acitivities. Ultraviolet technology is a becoming more commonly used in purification and sterilization various products such as water, fruit juices, etc. Female futsal team Netic Ladies Futsal Club (LFC) consists of female adolescents aged 13-18 years old. At the present, this team has yet been given special fluid intake recommendation to improve their immediate physical recovery and hydration status after exercise sessions or games. The objective of this research was to study the effects of the intervention of coconut water isotonic drink from ultrafiltration and ultraviolet process on the rehydration and recovery of female adolescent futsal athletes. The research was carried out in five stages i.e. the exploration of coconut varieties, the development of isotonic drink product, organoleptic assessments, storage trial, and the consumption intervention of the product to female adolescent futsal athletes. Varieties being analyzed were Genjah Salak (Salak Dwarf), Dalam Pangandaran (Pangandaran Tall) and Hibrida PB121 (PB121 Hybrid). The result of characterization was then used to choose the most suitable variety as raw material for isotonic drink production. Parameters being analyzed were physicochemical properties (pH, clarity, colour, total soluble solid) and nutrients composition (total sugar, sucrose, fructose, glucose, vitamins (B1, B6, C) and minerals (K, Na, Mg) content). Ultrafiltration and ultraviolet treatment were used to prolong the shelf life of isotonic drink from coconut water. The characteristics of the product were then compared with those of the raw material. Organoleptic assessments consisted of ranking test, hedonic quality test, and preference test. Storage effects were evaluated nine times in 19 days to observe the quality alteration and shelf-life estimation at three temperatures, i.e. 8, 13 and 250C, using polyethilene bottles in individual sizes (250 ml). The shelf-life was estimated using Accelerated Storage Study method with Arrhenius equation. Prior to the consumption intervention to female adolescent futsal athletes. sweat loss was measured and used as basis to determine the volume of rehydration fluid. The intervention order was randomized (single blind).
Treatments given were four types of rehydration fluid, i.e. coconut water isotonic drink from the ultrafiltration and ultraviolet process, commercial isotonic drink, commercial coconut water drink, and bottled mineral water. Subjects were members of Netic LFC, who were trained at SMPN 3 Cibinong. 21 subjects participated in the measurement of sweat loss and 14 followed the intervention of rehydration fluids. Exclusion criterias were ill or recovering athletes, had been in the team for less than a month, did not fully participate in the exercise session carried in the day of intervention, and did not like or had experienced intolerance to coconut water. The interval between treatments was one to four weeks. Measurements were done three times to body weight, blood glucose concentration, blood pressure and heart rate. The intensity of the exercise was self-assessed using Borg Scale (CR10) after each exercise session, subjective measure of the sensation after drinking was determined using Likert Scale. The exploration result showed that Genjah Salak was the most suitable variety as raw material for natural isotonic drink production. Ultrafiltration and ultraviolet processing was successfully produced isotonic drink with indistinguishable characteristics as fresh coconut water, except slightly on total sugar, clarity, L* and b*. Storage trial showed that there was degradation of the product quality (pH, total sugar, clarity) during storage in 8, 13 dan 250C but was better compared to raw material. The shelf-life was estimated to be 51 days at 00C. The rank given by panelists for coconut water isotonic drink and fresh coconut water was not different statistically, and better than commercial coconut water drink. The characteristics of the product were concluded as relatively same in saltiness and aroma with fresh coconut water, and less intense in sweetness and turbidity compared to commercial coconut water drink. Panelists’ level of liking was higher for coconut water isotonic drink compared to commercial coconut water drink in all parameters but aroma. Coconut water isotonic drink produced in this research did not showed a statistically different effectiveness with commercial isotonic drink and commercial coconut water drink in rehydration and recovery process of female adolescent futsal athletes. The best rehydration index was given by this product compared to all the other rehydration fluids. The mean after exercise blood glucose concentration, blood pressure and heart rate were not significantly different between this product and the commercial products. Coconut water isotonic drink was consumed in highest volume compared to other rehydration fluid, and statictically different with bottled water. It was able to refresh, quench the thirst and relieve tiredness without causing bloatedness and stomach upset. Keywords: coconut water, female adolescent futsal athlete, isotonic drink, recovery, rehydration
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH INTERVENSI PRODUK MINUMAN ISOTONIK AIR KELAPA DARI PROSES ULTRAFILTRASI DAN ULTRAVIOLET TERHADAP PROSES REHIDRASI DAN PEMULIHAN ATLET FUTSAL REMAJA PUTRI
SARI INTAN KAILAKU
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Hardinsyah, MS
Judul
Nama Mahasiswa NIM
: Pengaruh Intervensi Produk Minuman Isotonik Air Kelapa dari Proses Ultrafiltrasi dan Ultraviolet terhadap Rehidrasi dan Pemulihan Atlet Futsal Remaja Putri : Sari Intan Kailaku : I151130401
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing
Dr Ir Budi Setiawan, MS Ketua
Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 19 Januari 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Berkenaan dengan tersusunnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr Ir Budi Setiawan, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing. 2. Prof Dr Ir Ahmad Sulaeman, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing. 3. Prof Dr Ir Hardinsyah, MS selaku dosen penguji. 4. Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Gizi Masyarakat. 5. Kepala Sekolah SMPN 3 Cibinong, yang telah mengijinkan pelaksanaan penelitian dan keterlibatan siswa sekolah dalam penelitian ini. 6. Pelatih dan Manajer Netic LFC, yang telah memfasilitasi dan mendampingi kegiatan penelitian hingga berjalan lancar. 7. Seluruh anggota tim Netic LFC, baik yang terlibat sebagai subjek maupun yang tidak, atas kerjasama dan partisipasinya dalam kegiatan penelitian. 8. Kedua orang tua, Prof Dr Ir Irsal Las, MS (Ayah) dan Emiwati, BA (Ibu) yang memberikan doa, dukungan dan semangatnya. 9. Andi Darmansyah, STP (Suami) atas doa, kesabaran, perhatian dan kasih sayangnya. 10. M. Fadeyka Ahsanfadhila dan Naqiya Hafsa Fatimah (anak-anak), atas doa, pengertian dan semangatnya. 11. Teman-teman Pascasarjana Gizi Masyarakat IPB angkatan 2013 atas dukungan dan semangatnya. 12. Pihak-pihak lain yang telah banyak memberi dorongan dan masukan dalam penulisan tesis ini. Diharapkan tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang berkepentingan khususnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Februari 2016 Penulis
i
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Hipotesis 2 KERANGKA PEMIKIRAN 3 TINJAUAN PUSTAKA Air Kelapa Teknologi Pengolahan Air Kelapa Teknologi Ultrafiltrasi dan Ultraviolet Minuman Isotonik Atlet Futsal Remaja Putri Rehidrasi Setelah Olahraga Pemulihan Setelah Olahraga 4 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Desain dan Prosedur Penelitian Jumlah dan Cara Pemilihan Subjek Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Varietas Kelapa untuk Minuman Isotonik Air Kelapa Pengembangan Minuman Isotonik dari Air Kelapa Pengaruh Penyimpanan Minuman Isotonik Air Kelapa Pendugaan Daya Simpan Uji Organoleptik Kehilangan Keringat dan Penentuan Volume Cairan Rehidrasi Tingkat Intensitas Latihan Pengaruh Jenis Minuman terhadap Volume dan Sensasi setelah Minum Pengaruh Intervensi Minuman terhadap Rehidrasi Pengaruh Intervensi Minuman terhadap Pemulihan 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
i ii iii iii 1 1 3 3 3 3 4 4 6 7 7 8 9 11 13 14 15 18 18 18 21 21 23 24 26 26 30 32 35 38 43 45 46 48 51 55 55 56 57 65 85
ii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
16
17 18 19 20 21 22
23 24
Komposisi dan sifat fisikokimia air kelapa berdasarkan usia buah kelapa Karakteristik air kelapa segar, air kelapa setelah proses ultrafiltrasi dan setelah proses pasteurisasi Karakteristik dan sebagian syarat mutu minuman isotonik Indeks status hidrasi Analisis data pada setiap tahapan penelitian Kandungan karbohidrat (gula) dan elektrolit dalam air kelapa dibandingkan dengan SNI Minuman Isotonik Kandungan vitamin pada air kelapa Sifat fisikokimia air kelapa Karakteristik bahan baku air kelapa dan minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet Kejernihan (% terhadap air) minuman isotonik dan bahan baku air kelapa selama penyimpanan Nilai slope, intercept dan koefisien korelasi pada reaksi ordo 0 dan ordo 1 serta persamaan linier pH minuman isotonik Nilai slope, intercept dan koefisien korelasi pada reaksi ordo 0 dan ordo 1 serta persamaan linier kadar gula total minuman isotonik Pendugaan umur simpan minuman isotonik berdasarkan parameter pH Pendugaan umur simpan minuman isotonik berdasarkan parameter kadar gula total Hasil uji lanjut (Duncan Multiple Range Test) terhadap nilai mutu hedonik produk minuman isotonik air kelapa, minuman air kelapa komersial dan air kelapa segar pada pengamatan penyimpanan hari ke-0 Hasil Independent Samples t-Test untuk nilai mutu hedonik produk minuman isotonik air kelapa pada penyimpanan hari ke-10 dan minuman air kelapa komersial Hasil Paired Samples t-Test pengaruh penyimpanan terhadap nilai mutu hedonik produk minuman isotonik air kelapa Hasil uji beda untuk nilai kesukaan panelis pada penyimpanan hari ke-0 Rata-rata nilai kesukaan panelis pada penyimpanan hari ke-10 Hasil Paired Samples T-Test pengaruh penyimpanan terhadap nilai kesukaan panelis pada produk minuman isotonik air kelapa Karakteristik atlet futsal remaja putri Nilai rata-rata dan simpangan baku pengukuran tingkat intensitas latihan dengan Skala Borg pada 14 orang atlet sebelum mengonsumsi cairan rehidrasi Volume minuman dan persepsi subjek terhadap sensasi yang dirasakan setelah mengonsumsi empat jenis cairan rehidrasi Nilai rata-rata dan simpangan baku kehilangan keringat dan status hidrasi subjek sebelum mengonsumsi cairan rehidrasi yang berbeda
7 10 12 23 24 27 28 28 31 34 35 36 37 38
40
41 41 42 42 43 43
46 47 49
iii 25 Pengaruh jenis cairan rehidrasi terhadap karakteristik atlet 26 Persen rehidrasi dan indeks rehidrasi subjek 27 Hasil analisis ragam dan uji lanjut terhadap kadar gula darah atlet
49 51 52
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka pemikiran pengaruh minuman isotonik dari air kelapa dengan teknologi ultrafiltrasi dan ultraviolet terhadap rehidrasi dan pemulihan atlet 2 Tahapan intervensi produk 3 Prosedur intervensi dan pengukuran (modifikasi Saat et al. 2002) 4 Pohon dan buah kelapa varietas Genjah Salak (Sumber: Balitka, 2010) 5 Diagram alir pembuatan minuman isotonik air kelapa 6 Kurva penurunan pH minuman isotonik selama penyimpanan 7 Kurva penurunan kadar gula total minuman isotonik selama penyimpanan 8 Hasil uji peringkat (ranking) setelah transformasi data. Huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada α=0.05. 9 Grafik radar (sarang laba-laba) hasil uji mutu hedonik produk 10 Tingkat pengeluaran keringat (sweat rate) subjek 11 Tekanan darah dan denyut jantung atlet sebelum dan setelah latihan serta setelah periode rehidrasi
6 19 20 29 30 33 34 39 40 44 53
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13
Metode analisis sifat fisikokimia Metode analisis komposisi zat gizi Prosedur pengukuran tekanan darah dan denyut jantung Prosedur pengukuran kadar glukosa darah Data pH bahan baku air kelapa dan minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet selama penyimpanan Data kadar gula total (%) bahan baku air kelapa dan minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet selama penyimpanan Data uji peringkat (ranking) produk Hasil analisis One Way Anova Hasil analisis Independent Samples t-Test Hasil analisis Paired Samples t-Test Data pengukuran kehilangan keringat dan status hidrasi atlet futsal remaja putri Hasil analisis Duncan Multiple Range Test Ethical approval letter dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
65 67 70 71 72
73 74 75 79 80 81 82 84
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa terbesar di dunia dengan rata-rata produksi sebesar 3.2 juta ton per tahun (Kementan, 2012). Tanaman kelapa menyebar merata di seluruh wilayah Indonesia. Selain dari potensi bahan baku yang berlimpah, kelapa telah lama dikenal sebagai buah yang memiliki banyak manfaat dari seluruh bagian buah. Semua bagian buah kelapa dapat dimanfatkan dan diolah menjadi produk olahan kelapa mulai dari daging kelapa, tempurung, sabut hingga air kelapa. Perkembangan teknologi telah menghasilkan berbagai produk olahan dari kelapa yang mampu memberikan nilai tambah yang berarti. Daging kelapa pada awalnya hanya dibuat kopra untuk dijadikan minyak kelapa, kini dengan inovasi teknologi diolah menjadi Virgin Coconut Oil (VCO) yang mempunyai nilai ekonomis yang jauh lebih tinggi (Dewandari et al. 2005). Sabut kelapa dapat diolah menjadi serat sabut, tempurungnya dapat diolah menjadi arang tempurung kelapa, bahkan dengan pengolahan lebih lanjut dapat diproses menjadi arang aktif dan bio-oil yang mempunyai nilai tambah yang jauh lebih tinggi (Demirbas 2000). Bagian kelapa yang potensinya masih kurang mendapat perhatian adalah air kelapa. Air kelapa umumnya diolah menjadi nata de coco, namun karena telah banyak industri yang mengolah nata de coco, produk ini telah mencapai kejenuhan pasar. Tidak semua air kelapa terserap oleh industri nata de coco karena jumlahnya sangat melimpah. Air kelapa akhirnya banyak yang tidak terpakai dan dibuang begitu saja, terutama air kelapa dari industri pengolahan kopra dan minyak kelapa. Perlu dikembangkan diversifikasi produk air kelapa menjadi produk lain yang mempunyai nilai tambah dengan mempertimbangkan manfaat dari kandungan gizi atau komposisi kimia air kelapa. Air kelapa mengandung berbagai zat gizi baik makro maupun mikro, seperti karbohidrat, kalium, natrium dan klorida (Chavalittamrong et al. 1982). Air kelapa memiliki berbagai komponen aktif biologis sehingga air kelapa menjadi minuman yang dipercaya di seluruh dunia memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Salah satu penggunaan air kelapa yang dikenal luas adalah sebagai minuman isotonik atau sebagai cairan rehidrasi oral. Air kelapa menunjukkan indeks rehidrasi (Bahri et al. 2012) dan respon konsentrasi glukosa darah (Saat et al. 2002) yang sangat baik jika digunakan sebagai pengganti cairan tubuh setelah berolahraga. Minuman isotonik adalah produk minuman ringan karbonasi atau non karbonasi untuk meningkatkan kebugaran, yang mengandung gula, asam sitrat, dan mineral (BSN 1998). Selain sebagai penghilang dahaga, minuman isotonik juga dikenal sebagai sports drink atau minuman olahraga yang dikonsumsi atlet atau orang yang sedang berolahraga untuk mempertahankan cairan dan garam tubuh serta memberikan energi karbohidrat ketika melakukan aktivitas. Seiring dengan meningkatnya ketertarikan masyarakat terhadap produk alami, potensi pemanfaatan air kelapa sebagai minuman isotonik alami semakin meningkat pula. Kendala dalam pemanfaatan air kelapa sebagai minuman isotonik adalah mudahnya air kelapa mengalami kerusakan. Begitu terjadi kontak dengan
2 udara, air kelapa akan segera kehilangan hampir semua karakteristik organoleptik dan gizinya, dan mulai mengalami fermentasi. Akibatnya, dalam waktu beberapa jam setelah dikeluarkan dari buahnya, air kelapa akan berubah menjadi lebih keruh dan berwarna kekuningan, rasanya menjadi asam, dan aromanya menjadi tidak enak. Perubahan-perubahan ini terjadi akibat adanya enzim oksidase, yaitu polifenol oksidase dan peroksidase (Duarte et al. 2002; Magalhaes et al. 2005) dan kontaminasi mikroba (Magalhaes et al. 2005). Masa simpan minuman isotonik dari air kelapa dapat ditingkatkan dengan memastikan semua penyebab kerusakan dapat disingkirkan. Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengawetkan air kelapa. Sebagian besar produksi komersial minuman berbasis air kelapa menggunakan metode pasteurisasi dan teknologi Ultra High Temperature. Namun, pengolahan dengan suhu tinggi menyebabkan kehilangan nilai gizi dan aroma khas air kelapa (Haynes et al. 2004). Pengolahan air kelapa tanpa suhu tinggi diperkenalkan oleh FAO (2000) yaitu menggunakan membran mikrofiltrasi. Proses tersebut telah dikembangkan lebih lanjut oleh Kailaku et al. (2006) dimana tahap mikrofiltrasi diganti dengan ultrafiltrasi. Hasil penelitian tersebut menghasilkan produk minuman isotonik air kelapa yang belum mengalami kerusakan setelah disimpan selama 3 bulan. Ultrafiltrasi adalah salah satu proses pemisahan menggunakan membran yang bekerja berdasarkan perbedaan tekanan. Karakteristik minuman isotonik yang dihasilkan melalui proses ultrafiltrasi setara dengan minuman isotonik air kelapa yang dihasilkan melalui proses pasteurisasi. Proses ultrafiltrasi dan pasteurisasi sama efektifnya dalam menurunkan aktivitas enzim pada air kelapa (Nakanoet al. 2011). Teknologi membran mempunyai potensi besar untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi proses produksi minuman isotonik. Namun, masih ada keraguan mengenai efektivitasnya dalam menurunkan aktivitas mikroorganisme. Teknologi ultraviolet merupakan teknologi yang semakin umum digunakan dalam purifikasi dan sterilisasi berbagai bahan seperti air minum, jus buah dan lain-lain. Namun, masih dibutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjut pada jenis pangan yang spesifik, khususnya untuk melihat pengaruhnya terhadap nilai gizi dan aspek sensori pangan (Falguera et al. 2011). Karakteristik dan manfaat minuman isotonik menjadikannya sebagai salah satu produk yang banyak dikonsumsi atlet atau olahragawan, baik amatir maupun profesional di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Atlet memiliki kebutuhan gizi yang khas, salah satunya mengeluarkan lebih banyak energi dan cairan tubuh, karena memiliki aktivitas fisik rutin yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Selain kebutuhan gizi harian, atlet juga seringkali membutuhkan produk atau bahan makanan/minuman tertentu yang dapat memulihkan kondisi fisiknya dalam waktu cepat. Kalman et al. (2012) membuktikan bahwa air kelapa memberikan manfaat rehidrasi dan pemulihan performa fisik yang setara dengan minuman olahraga yang mengandung karbohidrat dan elektrolit, pada subjek lakilaki setelah berolahraga. Futsal merupakan salah satu olahraga beregu atau tim yang membutuhkan keterampilan yang berhubungan dengan kesegaran jasmani yaitu kekuatan otot, kecepatan, kelincahan, dan membutuhkan energi tinggi dalam pelaksanaannya (Depkes 2002). Tim futsal Netic Ladies Futsal Club (LFC) beranggotakan remaja putri berusia 13-18 tahun. Saat ini tim futsal putri ini belum mendapatkan
3 rekomendasi asupan cairan khusus untuk meningkatkan pemulihan fisik dan status hidrasinya secara cepat setelah latihan atau pertandingan (Fanina 2014). Minuman isotonik air kelapa berpotensi menjadi pilihan asupan yang alami dan efisien untuk pemulihan performa fisik dan rehidrasi atlet futsal remaja putri.
Perumusan Masalah Air kelapa merupakan bahan alami yang ideal sebagai bahan baku minuman isotonik. Kendala utama dalam pemanfaatan air kelapa adalah masa simpan yang sangat singkat karena sensitivitas air kelapa setelah buah dibuka. Teknologi membran ultrafiltrasi mampu memisahkan partikel-partikel dari suatu bahan melewati membran dengan prinsip perbedaan tekanan. Prinsip ini meminimalisir perubahan rasa, aroma dan warna yang khas pada air kelapa yang biasanya terjadi pada proses sterilisasi lain. Kombinasi dengan teknologi ultraviolet meningkatkan inaktifasi mikroorganisme yang dapat menurunkan kualitas air kelapa. Kedua teknologi ini membutuhkan energi yang rendah dan diharapkan dapat mempertahankan kandungan gizi dan komposisi kimia alami air kelapa serta karakteristik organoleptiknya. Varietas kelapa yang berbeda dapat memiliki komposisi zat gizi yang berbeda, oleh sebab itu perlu dilakukan pemilihan varietas kelapa yang memiliki karakteristik yang paling sesuai sebagai bahan baku minuman isotonik. Pemanfaatan teknologi ultrafiltrasi dan ultraviolet untuk meningkatkan masa simpan minuman isotonik air kelapa belum diketahui pengaruhnya terhadap kandungan gizi, komposisi kimia alami serta cita rasa dan daya terima air kelapa. Atlet futsal remaja putri belum mendapatkan rekomendasi asupan cairan rehidrasi khusus. Berbagai hasil penelitian mengenai manfaat air kelapa telah menunjukkan efisiensi air kelapa sebagai minuman isotonik untuk mengembalikan performa fisik dan status hidrasi atlet. Pengaruh minuman isotonik dari air kelapa yang dihasilkan dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet terhadap proses rehidrasi dan pemulihan atlet futsal remaja putri belum pernah diteliti. Selain itu perlu juga diamati penerimaan atlet terhadap produk ini, khususnya berdasarkan volume maksimal yang dapat dikonsumsi atlet setelah latihan serta sensasi yang dirasakan atlet setelah minum.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi produk minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet terhadap proses rehidrasi dan pemulihan atlet futsal remaja putri. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi varietas kelapa yang menghasilkan air kelapa mendekati standar mutu minuman isotonik. 2. Mengembangkan produk minuman isotonik dari air kelapa dan melihat pengaruh teknologi ultrafiltrasi dan ultraviolet terhadap sifat fisikokimia dan komposisi zat gizi produk.
4 3. Membandingkan kesukaan dan penerimaan panelis terhadap sifat organoleptik produk minuman isotonik air kelapa dengan produk komersial. 4. Mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap mutu produk minuman isotonik air kelapa. 5. Mengetahui penerimaan atlet futsal remaja putri terhadap produk minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet, minuman isotonik komersial, minuman air kelapa komersial dan air mineral kemasan berdasarkan volume yang diminum dan persepsi subjektif terhadap sensasi yang dirasakan setelah minum. 6. Mempelajari pengaruh intervensi produk minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet, minuman isotonik komersial, minuman air kelapa komersial dan air mineral kemasan terhadap persen rehidrasi atlet futsal remaja putri dan mengetahui rata-rata indeks rehidrasi produk. 7. Mempelajari pengaruh intervensi produk minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet, minuman isotonik komersial, minuman air kelapa komersial dan air mineral kemasan terhadap pemulihan atlet futsal remaja putri, yaitu kadar gula darah, tekanan darah dan denyut jantung.
Manfaat Penelitian Proses ultrafiltrasi dan ultraviolet dalam pengolahan air kelapa merupakan pengembangan teknologi baru untuk industri pengolahan air kelapa sebagai minuman isotonik. Minuman isotonik air kelapa dapat direkomendasikan untuk proses rehidrasi dan pemulihan atlet.
Hipotesis 1. H0= Varietas buah kelapa yang berbeda menghasilkan air kelapa dengan karakteristik fisikokimia dan komposisi gizi yang sama. H1= Varietas buah kelapa yang berbeda menghasilkan air kelapa dengan karakteristik fisikokimia dan komposisi gizi yang berbeda. 2. H0= Minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet memiliki karakteristik fisikokimia dan komposisi gizi yang sama dibandingkan air kelapa segar. H1= Minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet memiliki karakteristik fisikokimia dan komposisi gizi yang tidak sama dibandingkan air kelapa segar. 3. H0= Minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet memiliki tingkat kesukaan yang sama dengan produk komersial sejenis. H1= Minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet memiliki tingkat kesukaan yang tidak sama dengan produk komersial sejenis.
5 4. H0= Minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet mendapatkan tingkat penerimaan yang sama dengan produk komersial sejenis dari atlet futsal remaja putri. H1= Minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet mendapatkan tingkat penerimaan yang tidak sama dengan produk komersial sejenis dari atlet futsal remaja putri. 5. H0= Minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet tidak memiliki pengaruh terhadap rehidrasi dan pemulihan atlet futsal remaja putri. H1= Minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet memiliki pengaruh positif terhadap rehidrasi dan pemulihan atlet futsal remaja putri.
6
2 KERANGKA PEMIKIRAN Air kelapa telah lama dikenal memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Komposisi mineralnya yang istimewa dan kandungan gula yang sesuai, membuat air kelapa menjadi cairan isotonik alami. Karakteristik air kelapa menjadikannya minuman rehidrasi yang menyegarkan dan ideal khususnya setelah latihan fisik (Saat et. al 2002). Namun, usaha pengemasan untuk distribusi secara komersial masih sering dianggap sulit. Aktivitas enzim yang terdapat dalam air kelapa menyebabkannya mudah berubah rasa, aroma dan warna segera setelah dikeluarkan dari buah kelapa, selain adanya risiko kontaminasi mikroorganisme. Salah satu cara penanganan air kelapa yang diketahui efektif dalam inaktivasi enzim adalah dengan menggunakan membran ultrafiltrasi (Prades et al 2012), sedangkan inaktivasi mikroorganisme patogen menggunakan ultraviolet semakin banyak digunakan untuk meningkatkan keamanan pangan (Falguera et al. 2011). Minuman isotonik merupakan produk yang sangat lekat dengan atlet dan orang yang rutin melakukan latihan fisik. Pilihan terhadap produk alami semakin dicari seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai manfaat produk alami. Salah satu olahraga yang membutuhkan pemulihan dan rehidrasi secara cepat adalah futsal. Netic Ladies Futsal Club memiliki atlet futsal putri yang berprestasi. Saat ini tim futsal putri belum mendapatkan rekomendasi asupan sebagai cairan rehidrasi (Fanina 2014). Minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet diharapkan dapat membantu rehidrasi dan pemulihan tim ini dalam periode rehidrasi selama 2 jam. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pemikiran pengaruh minuman isotonik dari air kelapa dengan teknologi ultrafiltrasi dan ultraviolet terhadap rehidrasi dan pemulihan atlet
7
3 TINJAUAN PUSTAKA Air Kelapa Air kelapa merupakan bagian yang penting pada proses pematangan buah dan perkecambahan, dimana selama proses tersebut komposisi karbohidratnya akan berubah. Semula hanya terdapat sedikit gula pereduksi dan konsentrasinya terus meningkat, kemudian selama proses penuaan akan terbentuk sukrosa sedangkan konsentrasi gula pereduksi menurun (Banzon dan Velasco 1982). Air kelapa segar limbah pengolahan buah kelapa umumnya hanya dibuang atau diberikan kepada hewan ternak, padahal banyak potensi air kelapa yang dapat dimanfaatkan melalui proses pengolahan, misalnya sebagai asam cuka, alkohol, minuman anggur dan cairan infus. Pengolahan air kelapa di Indonesia masih terbatas hanya sebagai bahan baku minuman segar air kelapa muda dan media pembuatan nata de coco, sementara di negara lain, misalnya Filipina, pengolahan produk pangan dari air kelapa telah dikembangkan menjadi minuman, jelly, alkohol, dekstran, cuka, dan nata de coco (Hariyadi 2002). Tabel 1 Komposisi dan sifat fisikokimia air kelapa berdasarkan usia buah kelapa Komposisi/ 5-6 bulan 8-9 bulan > 12 bulan Sifat Fisikokimia* Volume air (ml) 684 + 27.00a 518 + 14.20b 332 + 19.90c Total padatan terlarut 5.60 + 0.14b 6.15 + 0.21a 4.85 + 0.17c (0Brix) Ph 4.78 + 0.13c 5.34 + 0.12b 5.71 + 0.10a Kandungan gula: Fruktosa (mg/ml) 39.04 + 0.82a 32.52 + 0.23b 21.48 + 0.21c Glukosa (mg/ml) 35.43 + 0.51a 29.96 + 0.24b 19.06 + 0.19c c b Sukrosa (mg/ml) 0.85 + 0.01 6.36 + 0.06 14.37 + 0.25a Kandungan mineral: Kalium (mg/100 ml) 220.94 + 0.32c 274.32 + 0.14b 35.11 + 0.13a b b Natrium (mg/100 ml) 7.61 + 0.04 5.60 + 0.02 36.51 + 0.02a Magnesium (mg/100 22.03 + 0.07b 20.87 + 0.02b 31.65 + 0.04a ml) Kalsium (mg/100 ml) 8.75 + 0.05c 15.19 + 0.03b 23.98 + 0.05a b b Besi (mg/L) 0.29 + 0.08 0.31 + 0.01 0.32 + 0.05a Protein (mg/ml) 0.04 + 0.01b 0.04 + 0.00b 0.22 + 0.00a *Data dituliskan sebagai rataan (mean) + standar deviasi (n = 3). Rataan yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik pada selang kepercayaan 95%. Sumber: Tan et al. (2014).
Air kelapa merupakan minuman bergizi alami yang tidak hanya dianggap sebagai pangan fungsional namun juga sudah diakui sebagai bahan nutraseutikal. Kandungan berbagai komponen aktif membuat air kelapa memiliki sifatsifatprotektif bagi kesehatan, seperti kardioprotektif, hepatoprotektif, antihipertensi, serta menunjukkan aktivitas hipolipidemik, hipoglikemik dan antioksidan yang terbukti dalam percobaan-percobaan terhadap hewan uji
8 (Anurag dan Rajamohan 2003; Loki dan Rajamohan 2003; Sandhya dan Rajamohan 2008; Bhagya et al. 2010; Prathapandan Rajamohan 2011; Preetha et al. 2012). Penelitian lainnya melaporkan bahwa air kelapa dapat digunakan sebagai cairan infus (Campbell-Falck et al. 2000), atau cairan pengganti elektrolit tubuh (Kuberski et al.1979; Chavalittamrong et al. 1982). Kandungannya yang khas membuat air kelapa dapat digunakan sebagai minuman rehidrasi oral untuk menggantikan kehilangan cairan dari saluran pencenaan pada pasien dengan dehidrasi berat akibat diare (Chavalittamrong et al. 1982; Adams dan Bratt 1992) dan pengganti cairan tubuh untuk rehidrasi atlet setelah olahraga (Bahri et al. 2012; Kalman et al. 2012; Saat et al. 2002). Air kelapa mengalami perubahan komposisi zat gizi seiring dengan proses pematangan buah (Tabel 1). Perubahan kandungan gula dapat disebabkan oleh pembentukan sukrosa dari fruktosa dan glukosa (Tan et al. 2014). Sementara itu, perbedaan kandungan mineral dapat dipengaruhi oleh pengaruh pemupukan (Solangi dan Iqbal 2011). Teknologi Pengolahan Air Kelapa Daya tarik air kelapa sebagai minuman yang memiliki banyak manfaat dan cita rasa yang nikmat mendorong banyak usaha pengolahan untuk tujuan komersialisasi. Berbagai teknologi pengolahan dikembangkan untuk meningkatkan daya tahannya sehingga dapat didistribusikan ke berbagai wilayah dan disimpan dalam waktu yang cukup lama. Enzim polifenol oksidase dan peroksidase dalam air kelapa menyebabkan perubahan warna, kejernihan, rasa dan aroma air kelapa (Duarte et al. 2002; Magalhaes et al. 2005). Kedua enzim ini bereaksi dengan oksigen begitu air kelapa mengalami kontak dengan udara segera setelah buah dibuka. Reaksi ini akan menyebabkan perubahan sifat-sifat khusus air kelapa, seperti nilai nutrisi, warna dan aroma (Campos et al. 1996). Selain itu, perubahan rasa, warna dan nilai gizi air kelapa juga dapat terjadi akibat kontaminasi oleh mikroba (Magalhaes et al. 2005). Air kelapa memiliki pH 4.8-5.2 sehingga tergolong dalam kategori produk dengan keasaman rendah. Food and Drug Administration (FDA) menganjurkan agar produk makanan dengan kadar keasaman rendah disterilisasi dengan cara pemanasan pada suhu 115-125oC. Sterilisasi dengan suhu di atas 100oC dapat mematikan semua mikroba, namun akan menyebabkan kehilangan sebagian gizi dan hampir semua aroma khas air kelapa (Haynes et. al 2004). Proses termal juga tidak dapat mendeaktifasi enzim oksidase, sehingga produk yang dihasilkan akan mengalami proses degradasi enzimatik. Matsui et al. (2007) melaporkan bahwa deaktifasi menggunakan panas microwave masih menyisakan keaktifan polifenol oksidase dan peroksidase sebesar 3-30%. Pengawetan air kelapa juga dapat dilakukan dengan cara pembekuan, yang menghasilkan masa simpan lebih dari 30 hari (Naozuka 2004). Proses pembekuan tidak akan mematikan mikroba, hanya menyebabkan mikroba menjadi tidak aktif. Pembekuan juga tidak merusak enzim, hanya menurunkan keaktifannya, sehingga pada penyimpanan lama, reaksi degradasi enzimatik tetap akan terjadi.
9 Kekurangan lain dari proses pembekuan adalah mahalnya biaya operasi dan penyimpanan jika diterapkan pada skala industri. Dosualdo (2003) melaporkan bahwa kondisi optimum deaktifasi enzim polifenol oksidase dan peroksidase dari air kelapa dengan menggunakan homogenizer tekanan tinggi dicapai pada tekanan 300 Mpa, yaitu inaktifasi sebesar 48 persen untuk polifenol oksidase dan 42 persen untuk peroksidase. Tekanan yang lebih rendah juga digunakan dengan menggunakan gas CO2 bertekanan sampai 34.5 Mpa (Damar 2006). Kekurangan dari dua cara ini adalah diperlukannya investasi tinggi untuk peralatan karena penggunaan tekanan sangat tinggi, sementara enzim hasil deaktifasi masih memiliki tingkat keaktifan yang cukup tinggi. Teknologi Ultrafiltrasi dan Ultraviolet Teknologi Ultrafiltrasi Filtrasi diartikan sebagai pemisahan material dengan mengalirkan umpan melalui membran sehingga molekul yang berukuran lebih besar akan tertahan pada permukaan membran yang berukuran lebih kecil. Teknologi membran telah banyak digunakan dalam berbagai bidang, antara lain bioteknologi, farmasi, makanan dan minuman serta pemisahan gas. Pemisahan yang dilakukan pada bidang teknologi pangan contohnya adalah untuk sterilisasi dan menstabilkan filtrat anggur, sari buah, dan bir (Ashurst 2005). Keunggulan teknologi membran antara lain: (1) biaya modal lebih rendah dibandingkan dengan teknologi pemisahan konvensional, (2) biaya operasi lebih rendah dibandingkan dengan proses sentrifugasi, (3) peningkatan skala (scale up) relatif mudah dan cepat, (4) merupakan pemisahan yang bersih dan sedikit menimbulkan kerusak an produk. Teknologi membran membutuhkan energi yang rendah karena merupakan teknologi sterilisasi dingin. Desain modul membran sangat sederhana, kompak, mudah dioperasikan dan tidak banyak membutuhkan peralatan tambahan. Sifat modular yang dimiliki proses berbasis membran ultrafiltrasi membuat peningkatan skala proses dapat dengan mudah dilakukan (Fellows 2000). Usaha peningkatan ketahanan air kelapa selama disimpan dapat dilakukan dengan penyisihan mikroba dan enzim (bukan deaktifasi). FAO telah mempatenkan proses filtrasi air kelapa secara bertahap, yaitu filtrasi kasar untuk menghilangkan padatan dan partikulat yang terikut dalam air kelapa dan mikrofiltrasi untuk menghilangkan resin yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas produk (FAO 2007). Proses mikrofiltrasi tidak menghentikan perubahan warna menjadi merah muda pada air kelapa dari varietas tertentu saat penyimpanan. Air kelapa dari kelapa varietas Dwarf (Genjah) berubah warna menjadi merah muda setelah disimpan di suhu ruang selama 50 jam dan 2 hari setelah penyimpanan di suhu 9100C. Namun, air kelapa dari varietas Tall (Dalam) tidak mengalami perubahan ini (Satin dan Amoriggi 1998). Penggunaan teknologi membran telah dikembangkan lebih lanjut oleh Kailaku et al. (2006) dimana tahap mikrofiltrasi diganti dengan ultrafiltrasi. Hasil penelitian tersebut menghasilkan produk minuman isotonik air kelapa yang belum mengalami kerusakan setelah disimpan selama 3 bulan. Hal ini menunjukkan
10 bahwa teknologi ultrafiltrasi mampu menyisihkan enzim polifenol oksidase dan peroksidase dengan baik. Ultrafiltrasi adalah salah satu proses pemisahan menggunakan membran yang bekerja berdasarkan perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan ini menyebabkan terjadinya perpindahan partikel terlarut atau partikel pelarut melewati membran sehingga terjadi pemisahan. Koloid, partikulat dan spesi terlarut dengan berat molekul tinggi akan ditahan oleh membran, sehingga ultrafiltrasi dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan pemurnian, pemekatan atau penyaringan. Prinsip teknologi membran adalah dengan melewatkan air kelapa melalui filter yang terbuat dari porselin atau gel poliakrilik. Filter akan mampu menahan semua mikroorganisme dan sporanya dan menghasilkan air kelapa steril. Tanpa penggunaan suhu tinggi, air kelapa steril yang dihasilkan mempunyai aroma dan cita rasa yang tetap segar. Filtrasi dengan membran filter ukuran 100-1000 nm (mikrofiltrasi) dapat menghilangkan beberapa bakteri dan spora. Ultrafiltrasi merupakan proses berbasis membran yang terletak antara nanofiltrasi (1-10 nm) dan mikrofiltrasi (100nm-1µm). Membran ultrafiltrasi memiliki ukuran pori 10 nm sampai 100 nm sehingga diharapkan dapat menghilangkan bakteri koliform, virus dan patogen. Bakteri koliform, virus dan patogen umumnya berukuran kurang lebih 200 nm (Clement 2010). Karakteristik minuman isotonik yang dihasilkan melalui proses ultrafiltrasi setara dengan minuman isotonik air kelapa yang dihasilkan melalui proses pasteurisasi (Tabel 2). Proses ultrafiltrasi dan pasteurisasi sama efektifnya dalam menurunkan aktivitas enzim pada air kelapa (Nakano et al. 2011). Tabel 2 Karakteristik air kelapa segar, air kelapa setelah proses ultrafiltrasi dan setelah proses pasteurisasi Parameter Segar Ultrafiltrasi Pasteurisasi Padatan terlarut (oBrix) 5.600 5.000 5.200 Ph 4.890 4.860 4.890 Keasaman (g/100 g) 0.060 0.050 0.050 Total fenol(mg/100 g) 3.650 1.090 1.330 Aktivitas peroksidase (U/ml) 0.320 0.002 0.002 Aktivitas polifenol oksidase (U/ml) 0.649 0.026 0.026 Sumber: Nakano et al. (2011)
Perubahan warna enzimatik dapat dicegah dengan menggunakan ultrafiltrasi segera setelah mikrofiltrasi untuk menghilangkan enzim polifenol oksidase dan peroksidase dari air kelapa. Ultrafiltrasi mampu menahan 92 persen aktivitas enzim polifenol oksidase dan 91 persen aktivitas enzim peroksidase (Diop 2005). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim polifenol oksidase dapat diturunkan secara signifikan dan aktivitas enzim peroksidase tidak terdeteksi (Jayanti et al. 2010). Penelitian Debien et al. (2013) menemukan bahwa proses ultrafiltrasi tidak mengubah sifat fisikokimia air kelapa. Selain itu meningkatnya kualitas produk membuktikan bahwa ultrafiltrasi merupakan pilihan yang baik untuk memproduksi air kelapa berkualitas tinggi tanpa melalui proses termal untuk inaktivasi enzimatis.
11 Teknologi Ultraviolet Teknologi ultraviolet merupakan teknologi yang semakin umum digunakan dalam purifikasi dan sterilisasi berbagai bahan seperti air minum, jus buah dan lain-lain. Berbagai penelitian membuktikan efektivitas ultraviolet dalam inaktivasi berbagai mikroorganisme termasuk E. coli (Crawford et al. 2005; Falguera et al. 2011; Tran dan Farid 2004; Wright et al. 2000). Efektivitas radiasi ultraviolet (UV) dalam perlakuan bahan berbentuk cairan dipengaruhi oleh karakteristik cairan yang diiradiasi. Sinar UV memiliki daya penetrasi yang tidak terlalu tinggi, air akan lebih mudah dipenetrasi oleh UV dibandingkan cairan pekat seperti larutan sukrosa 10 persen (Falguera et al. 2011). Iradiasi UV dapat digunakan sebagai perlakuan disifektan untuk mengurangi jumlah mikroba dalam makanan (Tran dan Farid 2004). Sinar UV mempengaruhi DNA bakteri, virus, fungi dan mikroorganisme lain yang terekspos, sehingga mencegah reproduksinya (Hijnen et al. 2006). Teknologi ultraviolet untuk meningkatkan keamanan pangan semakin meningkat, namun masih membutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjut pada jenis pangan yang spesifik, khususnya untuk melihat pengaruhnya terhadap nilai gizi dan aspek sensori pangan (Falguera et al. 2011). Minuman Isotonik Aktivitas fisik berat atau olahraga berat dapat meningkatkan kebutuhan mineral tubuh. Hal ini disebabkan oleh hilangnya sebagian besar mineral bersama keringat. Banyak mineral yang hilang melalui keringat tersebut menimbulkan pemikiran bahwa suplemen mineral diperlukan saat tubuh banyak mengeluarkan keringat. Hal ini juga yang menjadi alasan untuk menambahkan mineral tertentu (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) ke dalam minuman olahraga yang ditujukan untuk dikonsumsi setelah olahraga (Kubli et. al 2002). Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas berbagai enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pemeliharaan keseimbangan asam basa, membantu transfer ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier 2001). Cairan tubuh yang banyak hilang selama berolahraga dapat segera digantikan dengan mengkonsumsi minuman isotonik yang banyak mengandung energi dan mineral. Minuman isotonik juga baik dikonsumsi pada saat mengalami dehidrasi akibat diare karena fungsinya sama dengan oralit (Murray dan Stofan 2001). Minuman isotonik mengandung karbohidrat (monosakarida, disakarida dan atau maltodekstrin) dengan konsentrasi 6-9% (berat/volume) dan mengandung mineral (elektrolit), seperti natrium, kalium, klorida, fosfat serta perisa buah. Istilah isotonik menunjukkan larutan atau minuman tersebut memiliki osmolalitas yang menyerupai cairan tubuh (darah), sekitar 280 mOsm/kg H2O (Murray dan Stofan 2001). LSSA (2005) mendefinisikan minuman isotonik sebagai minuman yang mengandung partikel terlarut per kilogram yang sama
12 dengan darah sehingga dapat cepat diserap tubuh dan secara cepat mengganti cairan dan ion dalam tubuh yang hilang karena berkeringat. Minuman isotonik atau sering juga disebut sebagai sports drink memiliki berbagai manfaat bagi tubuh, antara lain: mendorong konsumsi cairan secara spontan, menstimulasi penyerapan cairan secara cepat, menyediakan karbohidrat untuk meningkatkan performa, menambah respon fisiologis, dan untuk rehidrasi yang cepat. Kandungan karbohidrat dalam minuman isotonik mampu mempertahankan energi tubuh (Murray dan Stofan 2001). Berdasarkan syarat mutu minuman isotonik (Tabel 3), hal-hal yang menentukan mutu minuman isotonik diantaranya adalah kandungan gula sebagai sumber karbohidrat dan elektrolit. Karbohidrat dalam minuman isotonik berfungsi untuk meningkatkan performa atlet setelah olahraga. Selain itu, karakter organoleptiknya memberikan keseimbangan cita rasa dan kemanisan yang dapat menstimulasi dorongan untuk mengkonsumsi cairan secara spontan. Jenis karbohidrat yang umum digunakan dalam produk minuman isotonik antara lain sukrosa, glukosa, fruktosa, maltosa dan maltodekstrin (Murray dan Stofan 2001). Tabel 3 Karakteristik dan sebagian syarat mutu minuman isotonik Komponen FAO (2000) Gaaniyati (2011)a SNI (1998)b pH 3.84 + 0.28 Maks. 4.0 24.00 + 8.00 Energi kkal/100 ml 6.20 + 1.60 g/100 Karbohidrat ml (sebagai sukrosa) Gula 6% Min. 5% 353.70 + 37.85 Maks. 125-175 Kalium 117 mg/kg mg/kg mg/kg 358.40 + 13.35 Maks. 800-1000 Natrium 410 mg/kg mg/kg mg/kg Klorida 39 mg/100 ml Magnesium 7 mg/100 ml 0.01 + 0.01 Vitamin B1 mg/100 ml 0.14 + 0.16 Vitamin B6 mg/100 ml 27.27 + 57.50 Vitamin B9 mg/100 ml 33.82 + 71.29 Vitamin C mg/100 ml a
Data dalam rataan + standar deviasi dari 10 produk minuman berbasis air isotonik komersial. Persyaratan Mutu Minuman Isotonik berdasarkan SNI 01-4452-1998.
b
Selain sebagai pengganti cairan tubuh, fungsi lain minuman isotonik adalah sebagai penangkal radikal bebas. Selama berolahraga konsumsi oksigen manusia dapat meningkat 10-15 kali. Sekitar 90-95 persen oksigen tersebut diubah menjadi air, sedangkan sisanya dapat berubah menjadi senyawa oksigen reaktif. Senyawa oksigen reaktif yang terdapat di dalam tubuh sebagian
13 merupakan senyawa-senyawa non radikal seperti hidrogen peroksida, oksigen tunggal, asam hipoklorit dan ozon, dan sebagian lainnya merupakan radikal bebas seperti hidroksil, superoksida, oksida nitrat dan peroksil lipid. Senyawa oksigen reaktif dalam jumlah normal dapat bermanfaat bagi tubuh, misalnya untuk membunuh mikrobia patogen dan mengatur pertumbuhan sel. Namun apabila jumlahnya berlebihan dan pertahanan antioksidan tubuh kurang memadai, maka akan menyebabkan stres oksidatif atau kerusakan jaringan-jaringan tubuh. Stres oksidatif dapat terjadi terutama pada jaringan otot yang digerakkan selama berolahraga, sehingga sangat baik bagi atlet jika mengkonsumsi cairan yang mengandung antioksidan (Murray dan Stofan 2001). Atlet Futsal Remaja Putri Remaja didefinisikan sebagai periode dalam hidup pada usia antara 11 sampai 21 tahun. Perubahan biologis, emosional, sosial dan kognitif semakin tajam pada masa ini, dimana seorang anak berkembang menjadi orang dewasa. Kematangan fisik, emosi dan kognitif tercapai pada masa remaja (Brown 2011). Perubahan biologis, psikososial dan kognitif pada remaja memiliki pengaruh langsung terhadap status gizi. pertumbuhan dan perkembangan fisik yang dramatis yang dialami remaja meningkatkan kebutuhan mereka akan energi, protein, vitamin dan mineral. Usaha untuk mandiri dan bebas yang seringkali ditemui pada kalangan remaja sebagai salah satu perkembangan psikososialnya, sering mengarah pada kebiasaan makan yang membahayakan kesehatan, misalnya diet berlebihan, melewatkan waktu makan, menggunakan suplemen dan lain-lain (Brown 2011). Di sisi lain, kondisi yang sering ditemui pada remaja adalah kelebihan berat badan dan obesitas. Situasi lingkungan dan interpersonal tertentu dapat mengurangi kesempatan dan keinginan remaja untuk melakukan aktivitas fisik. Remaja yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas kemudian akan menghadapi lebih banyak tantangan untuk beraktivitas fisik, selain karena kelelahan dan ketidaknyamanan secara fisik, juga hambatan lain seperti rendahnya rasa percaya diri, keadaan psikososial yang rentan, dan lain-lain (Stankov et al. 2012). Futsal adalah permainan varian dari sepakbola yang terdiri dari lima pemain dalam setiap tim. Permainan ini dikukuhkan oleh FIFA pada tahun 1988. Pertandingan futsal dunia telah diadakan secara rutin sejak awal 1980an oleh berbagai lembaga. Juara pertama dunia saat ini adalah Brazil (2012), dan negara lain yang unggul antara lain Spanyol, Rusia, Argentina dan Portugis. Popularitas futsal pada tahun-tahun terakhir meningkat secara signifikan (Burdukieicz et al. 2014). Futsal memiliki banyak kesamaan dengan olahraga sepakbola, karena berasal dari keluarga olahraga sepakbola. Futsal mudah dimainkan dan memungkinkan pemain mendapatkan latihan yang menyempurnakan teknik dan meningkatkan kebugaran aerobik dan motor (Barbero-Alvarez et al. 2009; Castagna et al. 2009). Hal yang menarik adalah, penelitian menemukan bahwa atlet yang bermain futsal secara signifikan lebih cepat dibandingkan atlet sepakbola (Matos et al. 2008). Permainan futsal berdurasi lebih singkat dibandingkan sepakbola dan juga memungkinkan pergantian pemain tidak
14 terbatas (sedangkan dalam pertandingan sepakbola selama 90 menit hanya diperbolehkan tiga kali pergantian pemain), sehingga pemain futsal menghabiskan waktu lebih sedikit dalam pertandingan dan menempuh lebih sedikit jarak (kilometer) dibandingkan pemain sepakbola (Dogramaci et al. 2011). Hasilnya, spesifisitas futsal termanifestasi dalam perbedaannya pada fungsi paru-paru (Erceg et al. 2013). Keikutsertaan dalam kegiatan olahraga sangat penting bagi remaja. Kegiatan ini mengajarkan pelajaran-pelajaran seperti kemampuan kepemimpinan dan dinamika kelompok yang akan bermanfaat di kehidupan mereka kemudian hari. Partisipasi dalam kegiatan olahraga mendorong remaja untuk menjaga kebugaran fisik, yang saat ini semakin tampak penting mengingat terus meningkatnya insiden obesitas pada anak dan remaja (Metzl 2001). Konsumsi minuman olahraga (sports drinks) dapat bermanfaat bagi atlet anak-anak dan remaja. Anak-anak dan remaja yang aktif secara fisik dan orangtuanya seringkali tidak menyadari adanya kebutuhan khusus terhadap cairan dan zat gizi sesuai olahraga yang dilakukan. Minuman olahraga memiliki peran yang spesifik dan penting dalam diet atlet muda yang melakukan aktivitas olahraga berat dalam waktu lama, terutama untuk rehidrasi dan menggantikan karbohidrat, elektrolit dan cairan tubuh yang hilang selama olahraga (Rodriguez et al. 2009). Rehidrasi Setelah Olahraga Selama berolahraga, penguapan merupakan mekanisme utama untuk pembuangan panas tubuh. Penguapan keringat dari permukaan kulit membantu tubuh meregulasi suhu inti. Jika tubuh tidak cukup menguapkan keringat dari permukaan kulit, maka suhu inti tubuh dapat meningkat dengan cepat. Efek samping berkeringat adalah hilangnya cairan dari cadangan terbatas di dalam tubuh, dimana jumlah kehilangan tergantung pada intensitas olahraga, perbedaan individual, kondisi lingkungan, status aklimatisasi, pakaian, dan status hidrasi awal (Casa et al. 2000). Dehidrasi 1 sampai 2 persen berat badan dapat mulai membahayakan fungsi fisiologis dan mempengaruhi performa secara negatif. Dehidrasi lebih dari 3 persen berat badan akan lebih mengganggu fungsi fisiologis dan meningkatkan risiko keluhan sakit akibat panas. Tingkat dehidrasi ini umum di dunia olahraga, dapat terjadi hanya dalam waktu satu jam berolahraga atau bahkan lebih cepat jika atlet memulai olahraga dalam keadaan dehidrasi (Casa et al. 2000). The National Athletic Trainers’ Association (NATA) Amerika Serikat (Casa et al. 2000) mengeluarkan rekomendasi mengenai penggantian cairan untuk atlet. Minuman pengganti cairan sebaiknya mudah diakses dalam wadah individual dalam bentuk yang nyaman untuk atlet. Atlet disarankan memulai latihan dalam keadaan terhidrasi dengan baik, yaitu dengan mengkonsumsi 500600 ml air putih atau minuman olahraga (sports drink) 2-3 jam sebelum latihan dan 200-300 ml air atau sports drink 10-20 menit sebelum latihan. Penggantian cairan yang ideal dilakukan setiap 10-20 menit sebanyak 200-300 ml, jika memungkinkan. Jika olahraga yang dilakukan memiliki akses atau kesempatan untuk minum yang jarang, atau intensitas latihan sangat tinggi, maka perlu dipertimbangkan cara-cara khusus untuk meminimalisasi dehidrasi.
15 Hidrasi setelah olahraga harus bertujuan untuk menggantikan cairan yang hilang yang terakumulasi selama latihan atau pertandingan. Rehidrasi sebaiknya tercapai dalam waktu 2 jam setelah olahraga. Cairan rehidrasi harus mengandung air untuk mengembalikan status hidrasi, karbohidrat untuk mengisi kembali cadangan glikogen, dan elektrolit untuk mempercepat proses rehidrasi. Tujuan utama rehidrasi adalah untuk mengembalikan fungsi fisiologis. Suhu cairan dapat mempengaruhi jumlah cairan yang diminum, suhu minuman yang direkomendasikan adalah 10o-15oC (Casa et al. 2000). Penggantian cairan adalah komponen vital dalam pemulihan setelah latihan. Air dan elektrolit yang hilang melalui keringat harus segera digantikan secepat mungkin untuk memastikan atlet siap untuk latihan berikutnya (Josephson 2003). Penentuan status dehidrasi dapat dilakukan dengan mengukur berbagai penanda. Salah satu penanda yang umum digunakan adalah pengukuran perubahan massa tubuh. Tubuh manusia mempertahankan cadangan total cairan tubuh yang relatif stabil, walaupun ada faktor yang mempengaruhi kebutuhan air (misalnya iklim, aktivitas, dan bahan terlarut dalam diet) (Greenleaf 1992). Oleh sebab itu, perubahan yang akut pada massa tubuh dapat digunakan sebagai pengukuran yang akurat untuk menilai tingkat dehidrasi seseorang, baik pada dunia klinik maupun olahraga (Cheuvront dan Sawka 2005). Penilaian dehidrasi terbaik dalam kondisi dinamis salah satunya menggunakan pengukuran massa tubuh (Cheuvront et al. 2010). Penentuan status rehidrasi setelah olahraga dapat dilakukan dengan menghitung persen rehidrasi dan indeks rehidrasi. Persen rehidrasi adalah persentase kehilangan berat badan yang didapatkan kembali dan digunakan sebagai indeks rehidrasi seluruh tubuh. Persen rehidrasi menunjukkan jumlah cairan yang telah diminum, yang ditahan oleh tubuh di akhir periode rehidrasi selama 2 jam (Gonzales-Alonso et al. 1992). Indeks rehidrasi adalah ukuran yang menunjukkan indikasi berapa banyak cairan yang telah diminum, yang digunakan untuk pengembalian berat badan (Mitchell et al. 1994). Pemulihan Setelah Olahraga Saat tubuh melakukan latihan, tubuh akan beradaptasi dengan menyimpan lebih banyak glikogen sebagai sumber bahan bakar utama. Proses adaptasi ini memungkinkan seorang atlet melakukan sesi latihan yang berat lagi dan lebih siap dengan memiliki cadangan bahan bakar. Hal ini menjelaskan pentingnya untuk mengembalikan zat gizi esensial segera setelah olahraga ketika cadangan tubuh telah digunakan dan habis. Jika seorang atlet tidak pulih dengan baik, maka ia tidak akan siap untuk melakukan sesi latihan berikutnya dengan baik (Josephson 2003). Aktivitas fisik yang berat umumnya mengarah pada habisnya simpanan karbohidrat (glikogen) dan dehidrasi. Menggantikan karbohidrat segera setelah latihan sangat penting bagi atlet. Selain itu, glikogen sintase, yaitu enzim yang mengendalikan penyimpanan glikogen, sedang sangat aktif segera setelah latihan, saat cadangan glikogen otot sangat rendah. Jumlah dan jenis karbohidrat yang digunakan untuk pemulihan dapat bervariasi. Namun bentuk cairan memiliki kelebihan tersendiri. Bentuk cairan lebih disukai, dapat menghilangkan rasa haus, membutuhkan preparasi minimal, dan mudah dibawa (Josephson 2003).
16 Minuman yang mengandung 6-8 persen karbohidrat dapat mempertahankan konsentrasi glukosa darah yang cukup dan membantu mendorong tingkat pemulihan yang tinggi. Karbohidrat, vitamin dan mineral memiliki peran yang penting dalam pemulihan. Karbohidrat adalah zat gizi yang esensial dalam membangun kembali sel otot, dan untuk mendorong produksi dan pelepasan insulin dari pankreas. Insulin adalah hormon anabolik yang memiliki dampak positif pada sintesis protein di otot, dan cenderung menekan pemecahan protein. Sel otot sangat reseptif terhadap insulin, dimana hormon ini berfungsi mengangkut glukosa dan asam amino melalui aliran darah menuju sel otot. Mengonsumsi karbohidrat dalam 30 menit setelah olahraga dapat mensintesis glikogen dua kali lebih banyak dibandingkan jika atlet menunda beberapa jam kemudian. Karbohidrat yang dikonsumsi tersebut memberikan bahan bakar pada otot yang dilatih, yang dibutuhkan untuk mempercepat proses pemulihan (Josephson 2003). Pemberian cairan rehidrasi yang mengandung karbohidrat dapat membantu mengembalikan konsentrasi glukosa darah atlet dalam periode rehidrasi selama dua jam (Saat et al. 2002). Glukosa darah perlu dipertahankan untuk mencegah kelelahan parah setelah berolahraga akibat hipoglikemia, dengan gejala pusing yang akan mengganggu performa atlet. Glukosa darah lebih berpengaruh terhadap olahraga jangka panjang dan olahraga dengan beberapa periode (Bahri et al. 2012). Keseimbangan cairan selama latihan merupakan hal yang penting untuk mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler dan pengaturan suhu tubuh. Saat latihan, air dialirkan dari plasma ke dalam usus dan ruang intraselular. Penurunan volume plasma dalam tubuh akan meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan suhu tubuh. Perubahan tersebut akan mengalami pemulihan setelah fase istirahat, dimana lama periode pemulihan tergantung pada kondisi atlet dan tercapainya keseimbangan cairan di dalam tubuh (Kenney et al. 2015). Tekanan darah adalah kekuatan yang dimiliki oleh darah untuk melawan dinding pembuluh darah. Tekanan darah ada dua jenis yaitu tekanan darah sistolik yang merupakan tekanan pada saat jantung memompa darah ke arteri dan tekanan darah diastolik yang merupakan tekanan dimana jantung istirahat memompa dan darah mengalir kembali ke jantung. Faktor utama yang mempengaruhi perubahan tekanan darah yaitu volume darah dalam sirkulasi dan hambatan terhadap tekanan darah. Saat berolahraga terjadi pengeluaran keringat yang berlebih sehingga meningkatkan osmolalitas plasma dan kepadatan volume darah, serta peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Pemberian cairan yang dapat diserap dengan efektif oleh tubuh akan menurunkan kepadatan volume darah dan dengan demikian akan memulihkan tekanan darah (Williams 2007). Denyut jantung menjadi kencang saat berolahraga sebagai respon jantung pada aktivitas olahraga, namun setelah berlatih selama beberapa waktu denyut jantung akan menjadi stabil karena kekuatan otot jantung bertambah untuk memompakan darah. Semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan maka semakin besar kebutuhan oksigen di dalam tubuh, sehingga jantung akan bekerja lebih untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat. Seringnya jantung diberi beban latihan yang terus menerus akan menyebabkan otot jantung beradaptasi dan meningkat kinerja atau kekuatannya untuk memompa darah (Wahe 2014). Jantung atlet memiliki isi sekuncup (volume darah yang dipompa pada setiap denyut jantung) yang lebih besar dibandingkan orang yang tidak terlatih
17 dengan umur yang sama, baik saat istirahat maupun saat latihan. Jika intensitas latihan mencapai 40-50 persen dari konsumsi oksigen maksimal, denyut jantung dapat mencapai 110-120 denyut per menit. Perempuan memiliki volume isi sekuncup lebih rendah daripada laki-laki, karena memang volume jantung perempuan lebih kecil dibandingkan volume jantung laki-laki (Wahe 2014). Pengaruh pemberian cairan yang diamati pada penelitian-penelitian sebelumnya adalah pada aspek rehidrasinya melalui kadar urin. Penelitian mengenai pengaruh cairan rehidrasi terhadap perubahan denyut jantung dan tekanan darah masih perlu dilakukan (Krisnawati et al. 2011).
18
4 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pengembangan produk minuman isotonik dari air kelapa serta karakterisasi dan analisis fisikokimia dilakukan di Laboratorium Pengembangan dan Laboratorium Analisis Pangan, Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor. Intervensi konsumsi minuman isotonik air kelapa kepada atlet futsal remaja putri dilakukan di SMPN 3 Cibinong, Bogor. Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2014 sampai Juni 2015. Desain dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua kelompok studi yaitu (1) pengembangan produk minuman isotonik dari air kelapa dengan proses ultrafiltrasi dan ultraviolet, dan (2) studi pengaruh intervensi minuman isotonik terhadap rehidrasi dan pemulihan atlet futsal remaja putri. Ethical approval untuk penelitian ini didapat dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia No: 169/UN2.F1/ETIK/2015. Pengembangan Produk Minuman Isotonik dari Air Kelapa dengan Proses Ultrafiltrasi dan Ultraviolet a. Eksplorasi varietas buah kelapa Buah kelapa yang banyak tersedia di Indonesia serta umum dikonsumsi masyarakat adalah buah kelapa Dalam, kelapa Genjah dan kelapa Hibrida. Eksplorasi karakteristik dilakukan dengan menggunakan air kelapa yang berasal dari varietas-varietas kelapa yang ada di Kebun Percobaan Pakuwon-Sukabumi, Balai Penelitian Tanaman Industri, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Usia buah kelapa yang dipilih adalah 8-9 bulan untuk mendekati syarat mutu produk minuman isotonik (Tan et al. 2014). Hasil karakterisasi digunakan untuk memilih varietas yang paling sesuai sebagai bahan baku minuman isotonik. b. Pengembangan Produk Minuman Isotonik Pengembangan minuman isotonik dari air kelapa dilakukan dengan proses filtrasi menggunakan membran ultrafiltrasi dan sinar ultraviolet. Karakteristik produk akhir kemudian dibandingkan dengan karakteristik bahan baku. c. Penyimpanan dan pendugaan daya simpan Pengaruh penyimpanan terbatas diamati sebanyak sembilan kali selama masa penyimpanan yaitu 19 hari. Penyimpanan dilakukan dalam ruangan dengan pengaturan suhu, pada tiga suhu, yaitu 8, 13 dan 250C. Sampel dikemas dengan kemasan botol plastik polietilen berukuran individual (250 ml). d. Uji Organoleptik (Soekarto, 1981) Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji peringkat (ranking), mutu hedonik dan kesukaan. Panelis diminta memberikan peringkat sesuai preferensinya terhadap minuman isotonik air kelapa, minuman air kelapa
19 komersial dan air kelapa segar. Selanjutnya panelis memberikan tanggapan pribadinya mengenai mutu hedonik dan kesukaan terhadap produk minuman isotonik air kelapa. Panelis terdiri dari 20 orang panelis semi terlatih yang familiar dengan minuman air kelapa alami. Studi Pengaruh Intervensi Minuman Isotonik terhadap Rehidrasi dan Pemulihan Tim Futsal Remaja Putri a. Pengukuran kehilangan keringat dan penentuan volume cairan rehidrasi Sebelum intervensi, dilakukan pengukuran sweat loss (pengeluaran/kehilangan keringat) pada 21 orang atlet futsal remaja putri. Ratarata kehilangan keringat kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan volume pemberian cairan rehidrasi. Kondisi lingkungan yaitu suhu dan kelembaban saat latihan dicatat.
Gambar 2 Tahapan intervensi produk
b. Pengukuran tingkat intensitas latihan Tingkat intensitas latihan diukur secara mandiri setelah subjek melakukan latihan, sebelum menerima intervensi minuman. Prosedur latihan yang dilakukan sama pada setiap pengambilan data.
20 c. Pengukuran pengaruh jenis minuman terhadap volume dan sensasi setelah minum Pengaruh jenis minuman terhadap volume minum dinilai dengan mengukur sisa minuman yang tidak habis diminum subjek. Sensasi setelah minum diukur setelah subjek selesai minum cairan rehidrasi yang diberikan. d. Penilaian pengaruh intervensi minuman terhadap rehidrasi dan pemulihan Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-over, randomized single blind. Perlakuan yang diberikan secara berurutan antara lain minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet, minuman isotonik komersial, minuman air kelapa komersial dan air mineral kemasan dengan periode washout 1 minggu (Gambar 2). Setiap pertemuan, seluruh subjek diberikan satu jenis cairan rehidrasi yang sama. Keempat cairan rehidrasi yang berbeda diberikan secara bergiliran dalam empat pertemuan. Subjek diminta untuk tidak mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung kafein 24 jam sebelum intervensi karena memiliki sifat ergogenik yang dapat mempengaruhi tekanan darah dan denyut jantung.
Gambar 3 Prosedur intervensi dan pengukuran (modifikasi Saat et al. 2002) Prosedur pemberian intervensi dan pengukuran variabel dilakukan dengan modifikasi prosedur berdasarkan Saat et al. (2002). Setiap anggota tim akan mengikuti latihan sesuai prosedur reguler yang diterapkan oleh pelatih tim. Subjek diminta untuk minum 200 ml air putih 20 menit sebelum latihan dimulai agar status hidrasinya cukup baik. Subjek juga diminta untuk buang air kecil sebelum latihan agar pengukuran status hidrasi sebelum dan sesudah latihan lebih sederhana dan akurat (Casa et al 2000). Setelah sesi latihan, subjek beristirahat agar terjadi pendinginan (duduk, tidak melakukan aktivitas fisik apapun), sambil dilakukan pengukuran kondisi
21 rehidrasi dan pemulihan. 30 menit setelah latihan selesai, periode rehidrasi dimulai dengan diberikannya cairan rehidrasi secara bertahap. Cairan rehidrasi selesai diberikan 3 x 30 menit pertama periode rehidrasi dan periode rehidrasi diteruskan hingga menit ke 120. Pengukuran rehidrasi dan pemulihan kembali dilakukan setelah periode rehidrasi selesai (Gambar 3). Jumlah dan Cara Pemilihan Subjek Subjek penelitian ini adalah anggota tim futsal remaja putri Netic Ladies Futsal Club (LFC). Kriteria eksklusi penelitian ini adalah atlet yang sedang sakit atau dalam masa penyembuhan, mengikuti tim futsal putri Netic LFC kurang dari 1 bulan, tidak mengikuti kegiatan latihan secara penuh pada hari pemberian intervensi dan tidak menyukai atau pernah mengalami intoleransi pada air kelapa. Perhitungan jumlah subjek pada penelitian ini menggunakan data jumlah subjek dan standar deviasi pengukuran indeks rehidrasi pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Bahri et al. (2012) mengenai pengaruh konsumsi air kelapa terhadap rehidrasi subjek setelah berolahraga. Penelitian tersebut menggunakan 20 orang subjek (n) untuk masing-masing kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks rehidrasi pada kelompok air kelapa yang ditambah gula adalah 2.4+0.45 (µ±SD) dan minuman karbohidratelektrolit komersial adalah 2.14±0.38 (µ±SD). Selisih rata-rata indeks rehidrasi adalah 0.26 (d). Menggunakan hasil dari penelitian tersebut, maka perhitungan subjek pada penelitian ini adalah sebagai berikut, 𝜎=
𝜎=
(𝑛1 − 1)𝑆1 2 + (𝑛2 − 1)𝑆2 2 (𝑛1 − 1) + (𝑛2 − 1)
(20 − 1)0.452 + (20 − 1)0.382 = 0.17345 (20 − 1) + (20 − 1)
maka jumlah subjek dengan α=5%, power test = 95% dan d=0.26, 2 (𝑍∝ + 𝑍𝛽 ) 𝑥 2𝜎 2 𝑛= 𝑑2 𝑛=
(1.96 + 1,64)2 𝑥 2(0.17345)2 = 11,54 orang~12 orang 0.262
Antisipasi dropout adalah 10%, sehingga jumlah subjek yang digunakan adalah 14 orang per kelompok perlakuan. Percobaan klinis yang meneliti pengaruh minuman air kelapa pada rehidrasi dan pemulihan dapat menggunakan 8-20 orang responden (Bahri et al. 2012, Kalman et al. 2012, Saat et al. 2002). Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder berupa data profil tim futsal remaja putri Netic LFC, informasi kegiatan yang dilakukan dalam latihan rutin serta informasi rekomendasi asupan dan kebiasaan harian yang diberikan pelatih atau manajer tim.
22 Data lainnya merupakan data primer yang didapatkan dari analisis laboratorium terhadap variabel-variabel pengamatan untuk bahan baku dan produk, dan penilaian/pengukuran pada subjek sebelum dan setelah intervensi. Karakteristik Mutu Bahan Baku Air Kelapa dan Produk Minuman Isotonik Air Kelapa Karakteristik bahan baku dan produk minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet yang diamati antara lain sifat fisikokimia (pH, kejernihan, warna, total padatan terlarut) dan komposisi zat gizi (kadar gula total, kadar sukrosa, fruktosa, glukosa, vitamin (B1, B6, C) dan mineral (K, Na, Mg)). Metode analisis disajikan pada Lampiran 1 dan 2. Sifat Organoleptik Sifat organoleptik diukur berdasarkan penilaian panelis terhadap mutu hedonik dan kesukaan serta penjenjangan atau peringkat preferensi (uji ranking), dibandingkan dengan minuman air kelapa komersial dan air kelapa segar. Mutu hedonik yang diukur antara lain aroma, kejernihan, rasa manis, rasa asam dan rasa asin, dalam tiga skala garis (lemah-sedang-kuat). Kesukaan diukur oleh panelis dengan memberikan penilaian kesukaan terhadap rasa, warna, aroma, dan penerimaan umum. Tingkat kesukaan diukur dalam lima skala garis (sangat suka sampai sangat tidak suka). Pengaruh Penyimpanan Produk Pengaruh penyimpanan diamati terhadap sifat fisikokimia, komposisi zat gizidan uji organoleptik (mutu hedonik dan kesukaan). Kehilangan/Pengeluaran Keringat (Sweat Loss) Pengeluaran keringat dihitung berdasarkan perubahan berat badan subjek sebelum dan sesudah melakukan latihan. Sebelum penimbangan berat badan awal, subjek diminta telah buang air kecil dan tidak buang air kecil sampai setelah penimbangan berat badan akhir (Casa et al. 2000). Subjek ditimbang tanpa berpakaian dan penimbangan dilakukan menggunakan timbangan digital dengan satu angka di belakang koma. Sweat loss dihitung dengan rumus: 𝑆𝑤𝑒𝑎𝑡 𝑙𝑜𝑠𝑠 = BB sebelum latihan − BB sesudah latihan + asupan cairan Rehidrasi Data status hidrasi diperlukan untuk melihat kondisi inisial subjek sebelum pengamatan proses rehidrasi. Status hidrasi ditentukan berdasarkan Casa et al. (2000) dengan mengukur persentase perubahan berat badan dan mengklasifikasikan status hidrasi (Tabel 4). Status hidrasi dikonfirmasi dengan menilai warna urin subjek menggunakan strip test. Semakin pekat warna urin menunjukkan semakin rendah status hidrasinya. % perubahan BB = [
(BB sebelum latihan − BB setelah latihan) ] × 100% BB sebelum latihan
23 Tabel 4 Indeks status hidrasi Kondisi % perubahan berat badan Terhidrasi baik +1 s/d -1 Dehidrasi minimal -1 s/d -3 Dehidrasi signifikan -3 s/d -5 Dehidrasi serius >5 Sumber: Casa et al. (2000)
Indeks rehidrasi dihitung berdasarkan Mitchell et al. (1994) dan ditentukan setelah pemberian intervensi. Penentuan indeks rehidrasi dilakukan dengan persamaan berikut: Indeks rehidrasi = % Rehidrasi =
[volume minuman (ml)/ BB tambahan (g)] [% rehidrasi / 100] [∆BB − {BB0 − BB120} (g)] × 100% [cairan yang diminum (g)]
dimana: ∆ BB = berat badan sebelum latihan – berat badan setelah latihan BB0 = berat badan euhidrasi BB120 = berat badan pada menit ke-120 periode rehidrasi Pemulihan Pengamatan proses pemulihan dilakukan dengan mengukur kadar gula darah, tekanan darah dan denyut jantung. Pengukuran dilakukan sebelum dan setelah latihan serta setelah periode rehidrasi 2 jam. Kadar gula darah diukur dengan alat pengukur kadar glukosa darah digital portable oleh tenaga ahli dari Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Bogor. Tekanan darah dan denyut jantung diukur menggunakan alat pengukur tekanan darah dan denyut jantung digital portable merk Omron. Cara pengukuran tekanan darah dan denyut jantung disajikan pada Lampiran 3, sedangkan pengukuran kadar gula darah disajikan pada Lampiran 4. Respon Subjektif Persepsi subjek terhadap tingkat intensitas latihan dinilai secara mandiri untuk mendapatkan kondisi subjek sebelum proses rehidrasi. Pengukuran menggunakan Skala Borg CR10, dilakukan setelah latihan. Persepsi subjek akan rasa haus, kembung, mual, segar dan lelah menggunakan lima skala nilai (sangat merasakan sampai sangat tidak merasakan) dinilai secara mandiri setelah selesai minum cairan rehidrasi. Sisa cairan rehidrasi diukur untuk mendapatkan data volume minum subjek. Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan SPSS (Statistical Product and Service Solution) for Windows versi 17.0. Analisis data didahului dengan uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov Test.
24 Analisis data yang dilakukan berdasarkan urutan tahapan penelitian disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Analisis data pada setiap tahapan penelitian Tahapan penelitian I. Identifikasi varietas kelapa II. Pengembangan minuman isotonik III. Uji organoleptik
IV. Penyimpanan V. Intervensi cairan rehidrasi
Variabel Karakteristik air kelapa dari varietas yang berbeda Karakteristik air kelapa sebelum dan setelah proses ultrafiltrasi dan ultraviolet Peringkat (ranking) produk berdasarkan pilihan panelis Mutu hedonik dan kesukaan panelis pada pengamatan penyimpanan hari ke-0 Mutu hedonik dan kesukaan panelis pada pengamatan penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-10 Mutu hedonik dan kesukaan panelis pada pengamatan penyimpanan hari ke-10 Perubahan karakteristik produk selama penyimpanan Kehilangan keringat dan status hidrasi subjek Respon subjektif terhadap intensitas latihan (Skala Borg CR 10) Volume cairan rehidrasi Respon subjektif terhadap sensasi setelah minum cairan rehidrasi Pengaruh cairan rehidrasi terhadap rehidrasi subjek Pengaruh cairan rehidrasi terhadap pemulihan
Analisis One Way Anova dan DMRT Paired Samples t-Test One Way Anova dan DMRT Paired Samples t-Test Independent Samples t-Test Linearitas One Way Anova
One Way Anova dan DMRT
Definisi Operasional Indeks rehidrasi adalah indeks pengembalian cairan tubuh yang menunjukkan keefektifan minuman isotonik air kelapa yang dikonsumsi atlet futsal setelah latihan dengan memperhitungkan volume minuman, pertambahan berat badan dan persen rehidrasi. Minuman air kelapa komersial adalah salah satu produk minuman berbahan baku air kelapa yang tersedia di pasaran, yang diproses dengan teknologi UHT dan penambahan berbagai bahan tambahan makanan. Minuman isotonik adalah minuman yang mengandung karbohidrat dan mineral yang dikonsumsi dengan tujuan untuk mengganti cairan dan elektrolit tubuh yang hilang karena berkeringat. Minuman isotonik air kelapa adalah minuman isotonik yang dibuat dari air kelapa melalui proses ultrafiltrasi dan ultraviolet. Minuman isotonik komersial adalah salah satu produk minuman isotonik sintesis yang tersedia di pasaran. Pemulihan adalah kembalinya tekanan darah, denyut jantung dan kadar gula darah seperti sebelum subjek melakukan latihan.
25 Periode rehidrasi adalah waktu selama 2 jam yang dianjurkan untuk kembali ke status hidrasi normal seperti sebelum latihan. Proses ultrafiltrasi adalah proses filtrasi menggunakan membran ultrafiltrasi yang bertujuan untuk menghilangkan padatan dan partikulat terikut dalam air kelapa untuk meningkatkan stabilitas produk minuman isotonik. Status hidrasi adalah tingkat hidrasi atlet futsal berdasarkan perubahan berat badan antara sebelum dan sesudah latihan. Subjek adalah atlet futsal remaja putri Netic LFC yang berlatih di SMPN 3 Cibinong. Tingkat intensitas aktivitas fisik adalah persepsi subjektif subjek terhadap intensitas latihan futsal yang dilakukan, diukur dengan Skala Borg CR10. Ultraviolet adalah sinar dengan gelombang ultraviolet yang digunakan untuk meminimalisasi aktivitas mikroorganisme dalam air kelapa untuk meningkatkan mutu dan keamanan pangan produk minuman isotonik.
26
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Varietas Kelapa untuk Minuman Isotonik Air Kelapa Pengembangan minuman isotonik dari air kelapa yang dilakukan Kailaku et al. (2006) menggunakan air kelapa tua yang berasal dari limbah pengolahan minyak kelapa murni. Air kelapa tua memiliki kadar gula dan mineral yang rendah, sehingga dibutuhkan penambahan gula dan mineral yang cukup banyak untuk mencapai kandungan minimal yang disyaratkan dalam SNI Minuman Isotonik (BSN 1998). Selain itu, volume air pada buah kelapa tua lebih sedikit sehingga tidak praktis untuk produksi skala industri. Identifikasi varietas kelapa dalam penelitian ini menggunakan buah kelapa berumur 8-9 bulan karena karakteristiknya lebih sesuai untuk pengembangan minuman isotonik. Tan et al. (2014) membandingkan komposisi dan sifat fisikokimia air kelapa dari umur yang berbeda-beda dan melaporkan bahwa kadar gula total cenderung menurun seiring dengan pertambahan umur buah. Selain itu, kadar kalium menurun dengan semakin tua umur buah kelapa, sedangkan kandungan natrium meningkat (Arsa 2011). Air kelapa dari buah kelapa muda (67 bulan) akan mengandung kadar gula yang terlalu tinggi dan natrium rendah, sedangkan buah yang lebih tua (10-12 bulan) cenderung mengandung kadar gula total dan kadar kalium yang terlalu rendah. Penelitian ini menggunakan kelapa varietas Dalam Pangandaran, Genjah Salak dan Hibrida PB121. Karakteristik karbohidrat-elektrolit Analisis kandungan gula dan mineral air kelapa dari ketiga varietas dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) disajikan pada Tabel 6. Air kelapa dari varietas Genjah Salak mengandung total gula, fruktosa dan glukosa yang signifikan paling tinggi dibandingkan Dalam Pangandaran dan Hibrida PB121 (p<0.05). Hal ini merupakan karakteristik yang penting yang menunjukkan keunggulan varietas Genjah sebagai bahan baku minuman isotonik. Minuman yang mengandung 6-8 persen karbohidrat dapat mempertahankan kadar glukosa darah atlet dan membantunya mencapai tingkat pemulihan yang baik (Josephson 2003). Kadar gula total yang cukup pada air kelapa akan memungkinkan pengembangan produk minuman isotonik tanpa gula tambahan. Kandungan karbohidrat pada minuman isotonik dibutuhkan untuk pemulihan energi secara segera (Josephson 2003) dan penggantian glikogen yang telah dipakai selama seseorang melakukan aktivitas fisik yang berat (Casa et al. 2000). Latihan atau aktivitas fisik yang berat akan meningkatkan kebutuhan elektrolit dan dapat menyebabkan dehidrasi. Oleh sebab itu, cairan rehidrasi selain harus dikonsumsi secara cukup untuk merehabilitasi status hidrasi, juga harus mengandung elektrolit yang cukup untuk mempercepat proses rehidrasi (Casa et al. 2000). Kandungan mineral pada air kelapa (K, Na, Mg) tidak berbeda nyata pada ketiga varietas (Tabel 6). Komposisi mineral merupakan faktor penting yang dimiliki air kelapa untuk menjadi cairan rehidrasi alami. Kadar kalium yang tinggi efektif untuk menggantikan cairan intraseluler, sementara kadar natrium yang tinggi menggantikan cairan ekstraseluler (Yawata 1990).
27 Tabel 6
Kandungan karbohidrat (gula) dan elektrolit dalam air kelapa dibandingkan dengan SNI Minuman Isotonik Varietas
Komponen
Genjah Salak
Dalam Pangandaran
Hibrida PB121
p
SNI*
Total gula (%) Sukrosa (%) Fruktosa (%) Glukosa (%)
6.01+0.06c 0.63+0.01b 2.67+0.04b 2.71+0.01c
5.57+0.02b 0.50+0.00a 2.56+0.04b 2.51+0.01b
5.04+0.13a 0.85+0.42c 2.07+0.05a 2.12+0.04a
0.003 0.001 0.001 0.000
>5
Kalium (mg/kg)
1497.40+ 43.73
1567.96+ 351.77
1504.00+ 128.76
0.939
Natrium (mg/kg)
30.30+ 6.18
37.33+ 6.18
23.82+ 6.18
0.756
Magnesium (mg/kg)
95.40+ 3.88
217.73+ 119.42
24.30+ 4.42
0.142
< 125175 < 8001000 -
*Sumber: Standar Mutu Minuman Isotonik berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 014452-1998
Kandungan karbohidrat dan mineral yang tinggi pada air kelapa selain sebagai kebutuhan khusus bagi atlet, juga merupakan kebutuhan gizi sehari-hari bagi remaja putri. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja putri yang terdiri dari dua kelompok umur yaitu 13-15 tahun dan 16-18 tahun. Kebutuhan dasar energinya sebesar 2125 kkal per hari, diluar kebutuhan tambahannya karena aktivitas fisik yang lebih tinggi. Total gula yang cukup tinggi dalam air kelapa dapat membantu memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Mineral juga merupakan kebutuhan zat gizi harian bagi remaja putri, yaitu 1500, 4500-4700, dan 200 mg berturut-turut untuk natrium, kalium dan magnesium. Tingginya kandungan mineral dalam air kelapa cukup signifikan dalam pemenuhan kebutuhan ini. Kandungan vitamin Air kelapa mengandung berbagai vitamin, yaitu vitamin C, B1, B2, B3, B5, B6, asam folat dan B7 (Yong et al. 2009). Kandungan vitamin secara signifikan berbeda di antara ketiga varietas yang diamati dalam penelitian ini (p<0.05). Varietas Genjah Salak memiliki kadar vitamin B1 paling tinggi, Dalam Pangandaran mengandung vitamin B6 tertinggi dan Hibrida PB121 memiliki vitamin C tertinggi (Tabel 7). Walaupun standar kualitas produk minuman isotonik tidak memasukkan kadar vitamin, namun adanya vitamin dalam air kelapa merupakan keunggulan tersendiri dan penting dalam perannya sebagai minuman isotonik. Selain bermanfaat untuk rehidrasi dan pengembalian energi, minuman isotonik perlu memiliki sifat penghambat radikal bebas. Stres oksidatif dapat terjadi pada jaringan otot yang bekerja berlebihan selama latihan atau olahraga, sehingga cairan rehidrasi yang mengandung antioksidan dapat sangat bermanfaat bagi atlet (Murray and Stofan 2001).
28
Komponen Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin C
Tabel 7 Kandungan vitamin pada air kelapa Varietas* Genjah Salak 11.97+0.13c 0.03+0.00a 15.70+0.01b
Dalam Pangandaran 9.31+0.05b 0.47+0.01b 14.45+0.08a
Hibrida PB121 6.65+0.18a 0.04+0.00a 16.65+0.08c
p 0.000 0.000 0.000
*Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05
Kebutuhan vitamin B1, B6 dan C harian bagi remaja putri adalah 1.1 mg, 1.2 mg dan 65 mg. Kandungan vitamin-vitamin tersebut dalam air kelapa cukup tinggi dan dapat membantu pemenuhan kebutuhannya, selain manfaatnya bagi remaja putri yang aktif berolahraga. Sifat fisikokimia Sifat fisikokimia adalah indikator yang baik untuk memperkirakan kesesuaian varietas kelapa untuk memproduksi minuman air kelapa (Prades et al. 2012). Kelapa Genjah Salak menghasilkan lebih banyak air dibandingkan Hibrida PB121, namun lebih sedikit dibandingkan kelapa Dalam Pangandaran (Tabel 8). Volume air kelapa Dalam Pangandaran dan Genjah Salak dapat dianggap cukup untuk aktivitas produksi minuman dalam kapasitas besar. Total padatan terlarut (total soluble solid/TSS) dan tingkat kejernihan air kelapa dari ketiga varietas secara signifikan berbeda (p<0.05), namun nilai pH tidak berbeda nyata (Tabel 8). Air kelapa dari varietas Genjah Salak memiliki TSS dan kejernihan tertinggi. TSS secara umum menunjukkan tingkat kemanisan air kelapa (Tan et al. 2014). Kejernihan air kelapa adalah salah satu atribut penampakan yang penting (Jackson et al. 2004). Konsumen cenderung menilai minuman yang jernih lebih menghilangkan rasa haus dan minuman yang tidak jernih (opaque) kurang menghilangkan rasa haus (LaClair dan Etzel 2010). Tabel 8 Sifat fisikokimia air kelapa Varietas* Sifat fisikokimia Volume air per buah (ml) pH Total padatan terlarut (oBrix) Kejernihan (% terhadap air) Warna L A B
Genjah Salak
Dalam Pangandaran
Hibrida PB121
p
485+7.07b
632.5+10.61c
330+28.28a
0.001
6.02+0.13
5.96+0.01
5.83+0.08
0.218
b
a
a
5.95+0.08
5.30+0.01
5.50+0.00
0.012
98.40+0.01c
97.80+0.01b
97.05+0.08a
0.009
101.77+0.04c -0.27+0.08b 0.03+0.05b
101.07+0.04b -0.21+0.08b -0.07+0.03a
100.74+0.05a -0.61+0.13a 1.19+0.08c
0.000 0.000 0.000
*Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05
29 Nilai L (lightness) dari semua varietas yang diamati mencapai lebih dari 100 karena tingginya tingkat kejernihan (lebih terang dari warna putih) sebelum penyimpanan. Tingginya nilai L* dan kejernihan dari air kelapa Genjah Salak merupakan kelebihan dibandingkan varietas lainnya (Tabel 8). Nilai a* negatif menunjukkan adanya spektrum kehijauan pada semua sampel. Nilai b* positif menunjukkan bahwa sampel-sampel memiliki spektrum kekuningan, kecuali pada air kelapa Dalam Pangandaran yang memiliki spektrum kebiruan. Karakterisasi sampel air kelapa dari ketiga varietas yang berbeda menunjukkan bahwa varietas Genjah Salak dapat direkomendasikan sebagai bahan baku untuk pengembangan produk minuman isotonik karena karakteristiknya yang paling mendekati standar mutu. Hasil ini sejalan dengan kesimpulan yang diambil oleh Prades et al. (2012), dimana data hasil sintesis biokimia menunjukkan bahwa varietas Genjah dengan ukuran buah yang kecil, volume air tinggi, kadar gula tinggi dan nilai organoleptik yang baik, adalah kultivar yang paling sesuai untuk menghasilkan minuman yang enak dan manis. Kelapa varietas Genjah Salak berbuah pada umur 24-40 bulan, jauh lebih cepat dibandingkan varietas Dalam dan Hibrida yang berbuah pada umur 4-5 tahun. Jumlah buah yang dihasilkan adalah 80-120 buah/pohon dan memiliki ukuran buah kecil, berwarna hijau kekuningan atau kuning. Pohon dan buah kelapa dari varietas Genjah Salak disajikan pada Gambar 4. Pemanfaatan air kelapa dari varietas yang sesuai, diikuti dengan proses sterilisasi dingin yang meminimalisasi degradasi dari sifat organoleptik dan komposisi gizi, dapat menghasilkan produk minuman isotonik yang membutuhkan bahan tambahan minimal, atau tidak sama sekali jika memungkinkan.
Gambar 4 Pohon dan buah kelapa varietas Genjah Salak (Sumber: Balitka, 2010)
30 Pengembangan Minuman Isotonik dari Air Kelapa Diagram alir pembuatan minuman isotonik dari air kelapa dengan proses ultrafiltrasi dan ultraviolet disajikan pada Gambar 5. Pengembangan yang dilakukan pada penelitian ini tidak melibatkan proses formulasi. Bahan yang digunakan hanya air kelapa segar sebagai bahan baku, tanpa penambahan bahan tambahan apapun. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan kesimpulan dari hasil karakterisasi dan pengaruh intervensi yang menjelaskan tentang air kelapa tanpa pengaruh bahan lainnya.
Gambar 5 Diagram alir pembuatan minuman isotonik air kelapa Hasil uji beda menunjukkan bahwa sebagian besar komposisi zat gizi pada produk minuman isotonik tidak berbeda dengan komposisi zat gizi pada bahan baku air kelapa (Tabel 9). Perbedaan hanya terlihat pada kadar gula total, walaupun kadar glukosa, sukrosa dan fruktosa tidak berbeda nyata. Karakteristik fisik juga umumnya tidak berbeda antara bahan baku dengan produk, kecuali pada parameter kejernihan dan warna (L* dan b*). Hasil ini sesuai dengan Debien et al. (2013) yang menyatakan bahwa proses ultrafiltrasi tidak mengubah sifat fisikokimia air kelapa. Tidak berbedanya kandungan gizi dan sifat fisikokimia produk minuman isotonik dengan bahan baku membuktikan bahwa proses ultrafiltrasi dan ultraviolet tidak menyebabkan kerusakan karakteristik alami bahan, seperti yang terjadi pada proses yang melibatkan suhu dan tekanan tinggi, atau suhu sangat rendah. Naozuka (2004) menyatakan bahwa pembekuan hanya menurunkan keaktifan enzim, sehingga reaksi degradasi enzimatik tetap akan terjadi. Haynes et al. (2004) melaporkan bahwa sterilisasi dengan suhu di atas 1000C dapat menyebabkan kehilangan sebagian gizi dan hampir semua aroma khas air kelapa. Perubahan komposisi zat gizi dan karakteristik khas air kelapa pada proses sterilisasi termal menyebabkan produk membutuhkan bahan tambahan pangan seperti pemanis dan perisa. Bahkan, untuk produk khusus seperti minuman isotonik, bahan lainnya perlu ditambahkan untuk meningkatkan kandungan zat gizi, seperti mineral.
31 Tabel 9 Karakteristik bahan baku air kelapa dan minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet Minuman Air Kelapa P Karakteristik Isotonik pH 5.60 5.40 0.126 Kadar gula total (%) 6.13 6.06 0.049* Kadar sukrosa (%) 0.64 0.62 0.758 Kadar fruktosa (%) 2.71 2.63 0.537 Kadar glukosa (%) 2.72 2.70 0.500 Kadar kalium (mg/kg) 1840.54 1736.46 0.272 Kadar natrium (mg/kg) 20.73 14.17 0.174 Kadar magnesium (mg/kg) 86.54 75.30 0.232 11.97 11.85 0.053 Kadar vitamin B1 (g/100ml) Kadar vitamin B6 (mg/100ml) 0.033 0.029 0.455 Kejernihan (% terhadap air) 97.4 89.5 0.001* Warna L 101.78 97.05 0.000* a -0.24 -0.18 0.390 b -0.06 0.58 0.002* Total plate count (cfu/ml) 1.86x102 1.08x101 na *berbeda nyata pada α=0,05. na = not available (tidak dianalisis)
Sebagian kandungan gula pada bahan baku dapat tersaring membran ultrafiltrasi dan menyebabkan penurunan kadar gula total, walaupun dalam jumlah sedikit (p = 0.049). Hal ini tidak menjadi masalah selama kadar gula total pada produk minuman isotonik yang dihasilkan masih memenuhi standar yang berlaku. SNI Minuman Isotonik (SNI 01-4452-1998) mensyaratkan kadar gula sebesar minimal 5 persen. Nilai L* merupakan tingkat kecerahan bahan yang memiliki rentang antara 0 (hitam) hingga 100 (putih). Nilai a* dan b* berhubungan dengan kromatisitas bahan, dimana +a* menunjukkan kadar warna merah dan –a* hijau, sementara +b* menunjukkan tingkat warna kuning dan –b* biru. Penelitian Debien et al. (2013) menunjukkan bahwa air kelapa yang melalui proses ultrafiltrasi memiliki nilai L* yang tinggi yaitu antara 94.44 hingga 94.88 sementara penelitian Magalhaes et al. (2005) memiliki nilai L* antara 96.1 hingga 100. Penelitian ini menghasilkan produk minuman isotonik dengan nilai L* 97.05. Perbedaan nilai L* antara berbagai penelitian disebabkan oleh perbedaan karakteristik dan komposisi bahan baku berdasarkan kondisi pertumbuhan, usia kematangan dan varietas (Debien et al. 2013). Debien et al. (2013) juga melaporkan bahwa air kelapa yang telah dilewatkan pada membran ultrafiltrasi nyaris tidak berwarna. Hal ini terlihat dari nilai a* dan b* yang mendekati nol. Sejalan dengan hasil tersebut, penelitian ini juga menghasilkan nilai a* dan b* yang mendekati nol (a* -0.18 dan b* 0.58). Hasil ini bermakna bahwa produk minuman isotonik memiliki sedikit spektrum warna kuning kehijauan. Masalah utama dalam proses penjernihan dengan teknologi membran adalah terjadinya penurunan fluks permeat dengan semakin lamanya proses atau semakin panjang umur membran (Jayanti et al. 2010). Fluks adalah laju alir yang
32 melewati setiap luas permukaan membran. Permeat adalah bahan yang telah melewati membran (produk). Debien et al. (2013) melaporkan bahwa tingkat fluks permeat yang lebih tinggi akan menghasilkan pengaruh positif terhadap kecepatan proses. Selain itu, penurunan fluks permeat yang rendah dapat menghasilkan nilai haze (kekeruhan/pengkabutan) yang lebih rendah pula. Fluks permeat dapat dipengaruhi oleh tekanan yang digunakan pada sistem membran. Tekanan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan deformasi atau pelebaran pori membran yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran. Penggunaan tekanan yang terlalu tinggi secara terus menerus mengakibatkan deformasi pada membran akibat ukuran pori melebar (Notodarmojo dan Deniva 2004). Penelitian Notodarmojo dan Deniva (2004) menunjukkan adanya fenomena kenaikan fluks setelah pencucian, dan peningkatan fluks yang diperoleh pada periode akhir proses lebih rendah dibandingkan peningkatan fluks pada awal proses. Hal ini disebabkan karena pencucian yang tidak membersihkan partikelpartikel yang tertangkap oleh pori membran. Penemuan Debien et al (2013) dan Notodarmojo dan Deniva (2004) mungkin dapat menjelaskan penurunan kejernihan dan nilai L* pada penelitian ini. Penurunan fluks permeat tidak diamati dalam penelitian ini dan frekuensi serta durasi pencucian membran tidak ditentukan dalam alur proses produksi. Permeat yang dihasilkan di awal proses bercampur dengan permeat di akhir proses. Permeat yang dihasilkan pada akhir proses kemungkinan memiliki kejernihan dan kecerahan yang lebih rendah dibandingkan pada awal proses. Pengambilan sampel dilakukan hanya pada akhir proses, sehingga pengukuran menghasilkan nilai L* dan kejernihan yang rendah. Hasil analisis mikroba yaitu total plate count (Tabel 9) menunjukkan bahwa proses ultrafiltrasi dan ultraviolet berhasil menurunkan jumlah koloni mikroba hingga lebih dari 90%. Hal ini sejalan dengan Tran dan Farid (2004) yang menyatakan bahwa sinar ultraviolet dapat mengurangi jumlah mikroba dalam makanan secara signifikan. Pengaruh Penyimpanan Minuman Isotonik Air Kelapa Percobaan penyimpanan dilakukan untuk mengamati perubahan karakteristik produk dan menentukan umur simpan produk. Produk minuman isotonik dikemas dalam botol polietilen bertutup klep dan ulir. Pemilihan suhu mengacu pada penelitian pendugaan umur simpan puree mangga dengan metode akselerasi pada tiga suhu penyimpanan yaitu 7, 15 dan 300C (Anugrahwati et al 2005). Sedikit penyesuaian dilakukan mengikuti ketersediaan ruang penyimpanan di tempat penelitian dilaksanakan, yaitu 8, 13 dan 250C. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 2, 5, 7, 9, 12, 14, 16 dan 19. Lama penyimpanan ditentukan berdasarkan kebutuhan jumlah pengamatan untuk penentuan daya simpan yaitu minimal 8 kali dan perkiraan penurunan mutu air kelapa yang sangat cepat. Penyimpanan selama 19 hari menunjukkan pengaruh terhadap pH produk (Lampiran 5). Semakin lama produk disimpan, semakin menurun nilai pHnya, pada semua suhu penyimpanan (Gambar 6). Penurunan pH dimulai pada hari ke-2 yaitu dari 5.4 menjadi 4.8 pada suhu 8 dan 130C dan 4.5 pada suhu 250C.
33 Penurunan terus terjadi pada sampel yang disimpan di suhu 13 dan 250C, sedangkan pada suhu 8oC nilai pH stabil hingga hari ke-12 (4.7) dan menurun kembali di hari ke-16 (4.2). Penyimpanan pada suhu 130C menyebabkan penurunan pH kembali di hari ke-5 (4.5), 7 (4.2) dan 12 (4.0), namun stabil hingga hari ke-19 dimana pH menurun menjadi 3.6. Penurunan yang terus menerus dan cukup tajam terjadi pada penyimpanan dengan suhu kamar, dimana hampir setiap 2 kali pengamatan nilai pH sampel menurun, hingga mencapai 3.4 pada hari ke-19. 5.5 5
yA = -0.048x + 5.164 R² = 0.762
pH
4.5
8oC 8oC(A) (A) yB4 = -0.076x + 5.016 R² = 0.859 3.5
13oC 13oC(B) (B) o
25oC 25 C(C)(C) yC = -0.083x + 4.878 R² = 0.831
3 0
5
10
15
20
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 6 Kurva penurunan pH minuman isotonik selama penyimpanan Penyimpanan selama 19 hari pada suhu 80C mengalami penurunan pH sebesar 1.2 poin, 1.8 poin pada suhu 130C dan 2 poin pada suhu 250C. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu, maka penurunan nilai pH produk akan semakin cepat. Sementara itu bahan baku air kelapa yang disimpan pada suhu yang sama mengalami penurunan masing-masing 1.9 poin, 2.4 poin dan 2.8 poin pada suhu 8, 13 dan 250C. Penurunan ini lebih tinggi dibandingkan yang diamati Awua et al. (2012) dimana air kelapa segar mengalami penurunan 2.3 poin setelah penyimpanan selama 30 hari di suhu 40C. Penurunan pH terjadi karena adanya pembentukan radikal fenol dan fenol oksida, yang juga menyebabkan timbulnya warna kekuningan. Bahan baku air kelapa mengalami perubahan pH yang paling cepat kemungkinan akibat aktivitas enzim polifenol oksidase (PPO) dan peroksidase (POD) yang belum diturunkan dengan upaya sterilisasi (Awua et al 2012). Kadar gula total juga mengalami penurunan pada semua suhu penyimpanan (Gambar 7). Minuman isotonik yang disimpan pada suhu 80C mengalami penurunan sebesar 1.28 persen, pada suhu 130C turun 2.55 persen dan pada suhu 250C turun 3.75 persen. Bahan baku air kelapa mengalami penurunan kadar gula total yang lebih tinggi, yaitu secara berturut-turut 1.53, 2.60 dan 3.86 persen pada suhu 8, 13 dan 250C (Lampiran 6).
34 7 yB = -0.121x + 5.959 R² = 0.94
Kadar gula total (%)
6
yA = -0.053x + 5.755 R² = 0.849
5 4
8oC 8oC(A)(A)
3
oC
13oC 13 (B) (B)
2
o
25 C(C)(C) 25oC
yC = -0.179x + 5.511 R² = 0.943
1 0 0
5
10
15
20
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 7
Kurva penurunan kadar gula total minuman isotonik selama penyimpanan
Penurunan kadar gula total selama penyimpanan adalah akibat penggunaan gula dan karbohidrat sederhana lain dalam pembentukan bahan tak larut, yang merupakan substansi dasar pada endosperm kelapa (Awua et al 2012). Tabel 10 Kejernihan (% terhadap air) minuman isotonik dan bahan baku air kelapa selama penyimpanan Suhu 0 Hari 8C 130C 250C keMinuman Bahan Minuman Bahan Minuman Bahan Isotonik Baku Isotonik Baku Isotonik Baku 89.50 97.40 89.50 97.40 89.50 97.40 0 82.10 89.40 70.50 6.50 63.40 4.20 2 67.40 82.70 54.90 5.10 42.00 3.90 5 61.70 78.85 30.40 4.90 24.40 3.90 7 55.50 47.75 22.00 4.90 15.20 3.30 9 47.30 6.95 3.90 4.20 7.60 3.30 12 47.30 6.15 3.70 3.80 4.20 2.85 14 40.20 5.50 3.50 3.20 3.90 1.95 16 35.30 4.85 3.10 2.60 3.90 1.55 19 Pembentukan bahan tak larut ini kemungkinan merupakan penyebab perubahan kejernihan pada sampel (Tabel 10). Baik produk minuman isotonik maupun bahan baku air kelapa mengalami penurunan kejernihan yang tajam selama masa penyimpanan. Hanya minuman isotonik yang disimpan pada suhu 80C yang masih memiliki kejernihan cukup tinggi pada akhir masa penyimpanan (penurunan sebesar 60.56%), sementara sampel lainnya mengalami penurunan kejernihan lebih dari 90 persen. Hal ini sejalan dengan Purkayastha et al. (2012)
35 yang menyatakan bahwa nilai L air kelapa menurun selama penyimpanan walaupun telah melewati proses mikrofiltrasi dan penambahan asam dalam proses pengembangan produk. Awua et al (2012) menyatakan bahwa pengamatan kekeruhan dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan bakteri pada air kelapa segar. Namun, hal ini dapat memberikan data yang tidak konsisten jika digunakan pada air kelapa yang sudah disimpan, baik air kelapa segar maupun air kelapa yang sudah mengalami proses sterilisasi. Pendugaan Daya Simpan Penentuan umur simpan sangat penting terutama untuk produk pangan baru sebagai suatu hasil penelitian dan pengembangan. Masa atau umur simpan makanan adalah periode waktu bagi sebuah produk yang secara sensorik dan gizi masih bisa diterima dan aman untuk dikonsumsi (Ahrne et al 1996). Pendugaan masa simpan suatu produk dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan kinetika seperti model Arrhenius (Maria dan Peleg 2007). Metode Arrhenius merupakan metode akselerasi (Accelerated Storage Study/ASS) yang menerapkan studi kinetika reaksi dengan menggunakan bantuan persamaan Arrhenius. Prinsipnya adalah menyimpan produk pangan pada kondisi suhu tertentu, sehingga parameter kritisnya mengalami penurunan mutu akibat pengaruh panas. Metode ini memungkinkan percobaan penyimpanaan dilakukan menggunakan tiga suhu untuk memprediksi umur simpan pada berbagai suhu penyimpanan yang diinginkan (Hough et al 2006). Tahap pertama dalam ASS adalah penentuan parameter kritis. Parameter kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH dan kadar gula total. Kedua parameter ini dipilih berdasarkan pertimbangan karena pH air kelapa mudah berubah selama penyimpanan dan kadar gula total sebagai salah satu penentu kualitas minuman isotonik. Tabel 11 Nilai slope, intercept dan koefisien korelasi pada reaksi ordo 0 dan ordo 1 serta persamaan linier pH minuman isotonik Suhu 0 8C 130C 250C Ordo 0 R square 0.76198 0.85903 0.83134 Intercept 5.16466 5.01687 4.87871 Slope -0.04860 -0.07680 -0.08340 Ordo 1 R square 0.76663 0.88757 0.87769 Intercept 1.64391 1.61509 1.58695 Slope -0.01030 -0.01750 -0.01980 lnK -4.57120 -4.04780 -3.92390 T (Kelvin) 281 286 298 1/T (Kelvin) 0.00356 0.0035 0.00336 Y = -2795.2X + 5.51908 Persamaan linier R2 = 0.71592 Nilai penurunan mutu pada kedua parameter kritis dihitung dengan menentukan slope, intercept dan korelasinya pada ordo reaksi 0 dan ordo 1 (Tabel
36 11 dan 12). Penetapan ordo reaksi merupakan cara untuk memprediksi kecenderungan penurunan mutu (Sukasih et al 2007). Tabel 12 Nilai slope, intercept dan koefisien korelasi pada reaksi ordo 0 dan ordo 1 serta persamaan linier kadar gula total minuman isotonik Suhu 0 8C 130C 250C Ordo 0 R square 0.84897 0.93997 0.94359 Intercept 5.75566 5.95916 5.51124 Slope -0.05346 -0.12158 -0.17954 Ordo 1 R square 0.87119 0.93320 0.97211 Intercept 1.75093 1.80140 1.74724 Slope -0.01003 -0.02578 -0.04777 lnK -4.60231 -2.10721 -3.04137 T (Kelvin) 281 286 298 1/T (Kelvin) 0.00356 0.0035 0.00336 Y = -5247.25X + 14.95929 Persamaan linier R2 = 0.18744 Tabel 11 dan 12 menunjukkan bahwa korelasi (R2) ordo reaksi 1 lebih tinggi dibandingkan ordo reaksi 0, baik pada parameter pH maupun kadar gula total. Lee dan Krochta (2002) menyatakan bahwa reaksi kehilangan mutu pada bahan pangan umumnya berada pada ordo 0 dan 1. Reaksi kinetika penurunan mutu, perubahan warna oksidatif, ketengikan, pertumbuhan mikroba dan kerusakan vitamin merupakan reaksi-reaksi kinetika yang mengikuti reaksi ordo 1. Sedangkan reaksi yang mengikuti ordo 0 biasanya adalah kerusakan enzimatis, pencoklatan enzimatis dan oksidasi. Setelah penentuan ordo reaksi, dilakukan pendugaan umur simpan melalui penentuan persamaan Arrhenius. Persamaan Arrhenius diperoleh dari plot nilai ln k dengan 1/T, dimana k adalah nilai slope sebagai nilai penurunan mutu selama penyimpanan dan T adalah suhu. Nilai mutu awal digunakan dalam perhitungan dugaan umur simpan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai pH awal sampel adalah 5.4 dan kadar gula total awal sebesar 6.06 persen. Batas kritis ditentukan berdasarkan SNI Minuman Isotonik yaitu 4 untuk pH dan 5 untuk kadar gula total. Sampel pada pengamatan parameter pH memiliki persamaan Arrhenius Ln K = LnK = 5.519082 – 2795.2 (1/T), sehingga jika penyimpanan dilakukan pada suhu 80C akan menghasilkan nilai Ln K=--4.42807 atau K=0.01194. Hal ini bermakna bahwa akan terjadi penurunan pH sebesar 0.01194 unit per hari. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan 1 (Sukasih et al. 2007), didapatkan umur simpan minuman isotonik air kelapa selama 28 hari pada suhu 80C, 23 hari pada suhu 130C dan 15 hari pada suhu 250C (Tabel 13). 𝑡𝑠 = [ln(𝑁𝑜 − 𝑁𝑡)]/𝐾𝑇 .......... (1) dimana: ts = waktu penyimpanan No = nilai parameter mutu pada t0 (awal penyimpanan) Nt = nilai parameter mutu setelah waktu penyimpanan t (batas kritis) KT = nilai K pada suhu penyimpanan T
37 Tabel 13 Pendugaan umur simpan minuman isotonik berdasarkan parameter pH Suhu 0 8C 130C 250C LnK = 5.519082 – 2795.2 (1/T) Persamaan Arrhenius LnK -4.42807 -4.25417 -3.86062 K 0.01194 0.0142 0.0211 Mutu awal (No) 5.4 5.4 5.4 Batas kritis (Nt) 4 4 4 Daya simpan (hari) 28.1862 23.6871 15.9806 Sedangkan pada pengamatan parameter kadar gula total, persamaan Arrhenius Ln K = LnK = 14.95929 – 5247.25 (1/T), sehingga jika penyimpanan dilakukan pada suhu 80C akan menghasilkan nilai Ln K=-3.71421 atau K=0.02437. Hal ini bermakna bahwa akan terjadi penurunan kadar gula total sebesar 0.02437 unit per hari. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan 1 pada parameter kadar gula total, dugaan umur simpan produk adalah selama 29 hari (80C), 21 hari (130C) dan 10 hari (250C) (Tabel 14). Penentuan dugaan umur simpan dapat menghasilkan umur simpan yang bervariasi antar parameter kritis (Sukasih et al. 2007). Pendugaan umur simpan dengan parameter kritis pH menghasilkan umur simpan yang berbeda dengan parameter kritis kadar gula total. Rekomendasi umur simpan yang digunakan sebaiknya ditentukan berdasarkan umur simpan yang lebih pendek, dengan pertimbangan keamanan produk (Koswara dan Kusnandar 2004). Pertimbangan lainnya juga dapat menggunakan parameter kritis dengan nilai korelasi yang lebih tinggi (Sukasih et al. 2007). Berdasarkan pertimbangan di atas maka hasil pendugaan umur simpan minuman isotonik yang digunakan adalah perhitungan dengan parameter kritis kadar gula total. Jika disimpan dalam lemari pendingin (refrigerator) dengan suhu 00C, minuman isotonik air kelapa diduga memiliki masa simpan 51 hari. Hasil ini lebih singkat dibandingkan penelitian Kailaku et al. (2006) dan Naozuka (2004). Kailaku et al. (2006) meneliti umur simpan minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan menunjukkan bahwa produk belum mengalami kerusakan setelah disimpan selama 3 bulan pada suhu lemari es. Namun, produk tersebut masih menggunakan beberapa bahan tambahan seperti natrium karbonat dan asam sitrat yang bersifat sebagai pengawet dan pengontrol keasaman. Naozuka (2004) melakukan percobaan dengan cara pembekuan yang menghasilkan umur simpan air kelapa selama 30 hari, namun menghasilkan perubahan sifat fisikokimia dan degradasi enzimatis berlanjut setelah proses pencairan. Hasil analisis Total Plate Count menunjukkan bahwa produk minuman isotonik hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet memiliki total mikroba 1.08x101 cfu/ml, sedangkan air kelapa segar memiliki total mikroba 1.86x102 cfu/ml (Tabel 9). SNI Minuman Isotonik mensyaratkan total mikroba maksimal sebesar 2x102 cfu/ml. Bahan baku air kelapa yang disimpan selama 19 hari memiliki total mikroba mencapai lebih dari 1010 cfu/ml pada semua suhu. Sementara produk minuman isotonik memiliki total mikroba 1.94x102 cfu/ml (80C), 2.50x102 cfu/ml (130C) dan 4.70x102 cfu/ml (250C) setelah penyimpanan selama 19 hari. Namun, hasil ini perlu diteliti lebih lanjut untuk mengidentifikasi jenis mikroba yang
38 berkembang. Selain untuk melihat apakah terjadi pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan seperti E. coli, juga untuk mengonfirmasi kemungkinan pH dan kandungan gizi air kelapa sebagai media pertumbuhan bakteri yang bermanfaat seperti Acetobacter xylinum dan Lactobacillus sp. Tabel 14
Pendugaan umur simpan minuman isotonik berdasarkan parameter kadar gula total Suhu 0 8C 130C 250C Persamaan Arrhenius LnK = 14.95929 – 5247.25 (1/T) LnK -3.71421 -3.38775 -2.64894 K 0.02437 0.03378 0.070726 Mutu awal (No) 6.06 6.06 6.06 Batas kritis (Nt) 5 5 5 Daya simpan (hari) 29.6498 21.3915 10.2184
Walaupun umur simpan yang didapatkan dalam penelitian ini cukup panjang dibandingkan bahan baku air kelapa yang hanya tahan beberapa jam pada suhu ruang, namun hasil ini belum cukup memuaskan untuk skala industri dan kebutuhan distribusi yang membutuhkan umur simpan yang lebih lama. Selain pengaruh kurang optimalnya kondisi operasi membran ultrafiltrasi, khususnya penurunan fluks permeat, seperti yang diamati pada tahap pengembangan produk, hal ini juga dapat disebabkan oleh kurang aseptiknya proses produksi yang dilakukan dalam skala laboratorium. Produksi dengan sistem rantai dingin yang umum diterapkan dalam industri pangan diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik. Lebih lanjut, Prades et al. (2012) mengkaji berbagai penelitian pengolahan dan pengamatan umur simpan minuman air kelapa dan menyimpulkan bahwa perlakuan termal seperti pasteurisasi, sterilisasi dan non termal seperti mikrofiltrasi tidak cukup untuk menghasilkan umur simpan produk yang panjang tanpa bahan tambahan pangan sama sekali. Hasil yang efektif didapatkan dengan menambahkan molekul seperti nisin, asam askorbat atau asam sitrat dan natrium metabisulfit. Penelitian-penelitian dengan penambahan bahan-bahan di atas berhasil mempertahankan mutu air kelapa yang telah dipasteurisasi selama 2 hingga 3 bulan pada suhu ruang atau suhu lemari pendingin. Uji Organoleptik Uji peringkat (ranking) Uji peringkat dilakukan untuk mengetahui penerimaan umum 20 orang panelis terhadap produk minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet dibandingkan dengan air kelapa segar dan minuman air kelapa komersial. Panelis diminta mengurutkan sampel dari yang paling disukai (peringkat 1) sampai yang paling kurang disukai (peringkat 3). Data uji peringkat disajikan pada Lampiran 7. Total jumlah peringkat yang didapatkan setiap sampel kemudian ditransformasi berdasarkan tabel transformasi data khusus untuk uji ranking pada Tabel Statistik (Fisher dan Yates 1963).
39 Hasil transformasi data disajikan pada Gambar 8. Air kelapa segar mendapatkan peringkat tertinggi atau paling disukai panelis, sedangkan minuman air kelapa komersial mendapat peringkat terendah atau paling kurang disukai. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 8) ada perbedaan signifikan pada peringkat atau penjenjangan ketiga produk ini. Uji lanjut (Duncan Multiple Range Test) menunjukkan tidak ada perbedaan antara peringkat yang diperoleh minuman isotonik air kelapa dengan air kelapa segar, namun keduanya berbeda dengan minuman air kelapa komersial. Hal ini membuktikan bahwa minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet sama diterimanya dengan air kelapa segar, dan lebih disukai dibandingkan minuman air kelapa komersial yang diproses dengan teknologi UHT dan melibatkan penambahan berbagai bahan tambahan pangan seperti pemanis, perisa, pengontrol keasaman dan pengawet.
Gambar 8 Hasil uji peringkat (ranking) setelah transformasi data. Huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada α=0.05. Mutu hedonik Uji mutu hedonik dilakukan untuk mengetahui intensitas dari setiap parameter mutu organoleptik produk minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet dibandingkan dengan air kelapa segar dan minuman air kelapa komersial. Panelis diminta memberi nilai pada setiap parameter dengan menggunakan skala garis dengan tiga titik yaitu lemah, sedang dan kuat. Nilai 0-5 diklasifikasikan antara lemah sampai dengan sedang, dan 5-10 adalah sedang sampai kuat. Parameter yang dinilai antara lain aroma, rasa manis, rasa asam, rasa asin dan kekeruhan. Uji mutu hedonik dilakukan 2 kali yaitu pada penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-10. Pengujian tidak dilakukan pada hari terakhir karena produk dikhawatirkan telah mengalami kerusakan. Jika disajikan dalam grafik radar atau sarang laba-laba, terlihat bahwa masing-masing sampel secara umum memiliki intensitas yang berbeda pada parameter yang berbeda (Gambar 9). Air kelapa segar memiliki rasa asam yang paling kuat, sedangkan minuman air kelapa komersial memiliki aroma, rasa manis dan kekeruhan yang paling kuat. Sementara itu, produk minuman isotonik air kelapa dari hasil ultrafiltrasi dan ultraviolet memiliki rasa asin dan aroma yang
40 kurang lebih sama kuat dengan air kelapa segar, serta memiliki rasa manis dan kekeruhan yang jauh lebih lemah dibandingkan minuman air kelapa komersial.
Aroma
Air kelapa segar Minuman air kelapa komersial
Kekeruhan
Manis Minuman air kelapa hasil proses ultrafiltrasi & ultraviolet
Asin
Asam
Gambar 9 Grafik radar (sarang laba-laba) hasil uji mutu hedonik produk Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa semua parameter mendapatkan nilai mutu yang berbeda nyata (p=0.000-0.026). Minuman isotonik air kelapa memiliki aroma, rasa manis, rasa asin dan kekeruhan yang tidak berbeda dengan air kelapa segar, serta rasa asam yang tidak berbeda dengan 2 sampel lainnya (Tabel 15). Jika dihubungkan dengan hasil analisis uji peringkat, karakteristik minuman isotonik air kelapa seperti yang dijabarkan di atas lebih disukai dibandingkan minuman air kelapa komersial. Tabel 15 Hasil uji lanjut (Duncan Multiple Range Test) terhadap nilai mutu hedonik produk minuman isotonik air kelapa, minuman air kelapa komersial dan air kelapa segar pada pengamatan penyimpanan hari ke-0 Mean* Parameter
p
Aroma Rasa manis Rasa asam Rasa asin Kekeruhan
0.000 0.000 0.002 0.026 0.000
Minuman isotonik air kelapa 3.56a 3.45a 3.80ab 3.40b 2.21a
Minuman air kelapa komersial
Air kelapa segar
7.26b 8.52b 2.02a 1.62a 6.05b
2.62a 2.86a 5.40b 3.22ab 3.04a
*Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada =0,05
Uji organoleptik pada pengamatan penyimpanan hari ke-10 hanya dilakukan pada minuman isotonik air kelapa dan minuman air kelapa komersial karena air kelapa (bahan baku) telah mengalami kerusakan dan tidak layak untuk dikonsumsi. Selain itu, parameter yang diuji hanya aroma dan kekeruhan, yaitu parameter yang penilaiannya tidak memerlukan mencicipi, untuk menghindari
41 kemungkinan panelis mengonsumsi produk yang sudah mengalami kerusakan. Hasil uji beda menunjukkan bahwa kedua sampel mendapatkan nilai mutu aroma dan kekeruhan yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% (Tabel 16, Lampiran 9). Tabel 16 Hasil Independent Samples t-Test untuk nilai mutu hedonik produk minuman isotonik air kelapa pada penyimpanan hari ke-10 dan minuman air kelapa komersial Parameter Produk Mean SD P Aroma Minuman isotonik air kelapa 4.44 2.11 Minuman air kelapa 8.51 1.80 0.000* komersial Kekeruhan Minuman isotonik air kelapa 5.06 2.12 Minuman air kelapa 6.79 2.01 0.012* komersial *Berbeda nyata pada α=0,05
Uji beda antara nilai mutu hedonik pada pengamatan penyimpanan hari ke-0 dan ke-10 memberikan hasil berbeda nyata pada parameter kekeruhan untuk minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet (Tabel 17). Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh penyimpanan yang cukup jelas terlihat oleh panelis terhadapa kekeruhan produk. Tabel 17 Hasil Paired Samples t-Test pengaruh penyimpanan terhadap nilai mutu hedonik produk minuman isotonik air kelapa Parameter Pengamatan Mean SD p Aroma Hari ke-0 3.56 2.20 0.172 Hari ke-10 4.44 2.11 Kekeruhan Hari ke-0 2.21 1.93 0.000* Hari ke-10 5.06 2.12 *Berbeda nyata pada α=0,05
Kesukaan 20 panelis diminta memberikan nilai kesukaannya terhadap air kelapa segar, minuman air kelapa komersial dan minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet. Parameter yang diamati antara lain rasa, aroma, penampakan umum dan warna. Penilaian diberikan menggunakan skala garis dengan lima titik yaitu sangat tidak suka, tidak suka, netral, suka dan sangat suka. Nilai 0-2.5 menunjukkan antara sangat tidak suka sampai dengan tidak suka, 2.5-5 antara tidak suka sampai netral, 5-7.5 netral sampai suka dan 7.5-10 antara suka sampai sangat suka. Hasil uji beda menunjukkan bahwa kesukaan panelis untuk ketiga sampel hanya berbeda pada parameter warna saja, dimana panelis paling menyukai warna dari minuman isotonik air kelapa dan air kelapa segar (Tabel 18). Namun, jika diurutkan pada parameter lain yaitu rasa, aroma dan penampakan umum, tampak
42 panelis lebih menyukai air kelapa segar, diikuti minuman isotonik air kelapa, dan yang terakhir minuman air kelapa komersial. Tabel 18 Hasil uji beda untuk nilai kesukaan panelis pada penyimpanan hari ke-0 Parameter Rasa
Aroma Penampakan umum Warna
Minuman
Mean
SD
Air Kelapa Segar Minuman air kelapa komersial Minuman isotonik air kelapa Air Kelapa Segar Minuman air kelapa komersial Minuman isotonik air kelapa Air Kelapa Segar Minuman air kelapa komersial Minuman isotonik air kelapa Air Kelapa Segar Minuman air kelapa komersial Minuman isotonik air kelapa
6.28 5.16 6.06 4.81 4.78 4.63 5.21 3.86 4.87 6.39a 4.64b 6.97a
1.92 3.23 1.02 0.86 2.77 1.38 1.48 2.43 1.58 1.22 1.99 1.35
p 0.251
0.892
0.100
0.001*
*berbeda nyata pada α=0,05
Uji organoleptik pada pengamatan penyimpanan hari ke-10 menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis berbeda pada parameter warna dan penampakan umum (Tabel 19). Panelis memberikan nilai kesukaan yang lebih tinggi untuk minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet dibandingkan minuman air kelapa komersial, pada semua parameter. Air kelapa (bahan baku) tidak diujikan karena telah mengalami kerusakan yang sangat berarti pada penyimpanan hari ke-10, dimana aroma sudah menyengat dan sudah tumbuh jamur dan kapang. Tabel 19 Rata-rata nilai kesukaan panelis pada penyimpanan hari ke-10 Parameter Aroma Warna Penampakan umum
Minuman
Mean
SD
Minuman air kelapa komersial Minuman isotonik air kelapa Minuman air kelapa komersial Minuman isotonik air kelapa Minuman air kelapa komersial Minuman isotonik air kelapa
5.48 6.15 5.08 6.74 5.61 6.92
2.84 1.55 1.99 1.63 1.98 1.21
p 0.542 0.004* 0.016*
*Berbeda nyata pada α=0,05
Analisis Paired Sample t-Test terhadap pengaruh penyimpanan pada minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet memberikan hasil bahwa kesukaan panelis berbeda antara penyimpanan hari ke-0 dan hari ke10 pada parameter aroma dan penampakan umum (Tabel 20, Lampiran 10). Panelis hanya memberikan nilai kesukaan yang lebih rendah untuk hari ke-10 pada parameter warna, namun justru meningkat pada parameter aroma dan penampakan umum. Hal ini mungkin disebabkan karena aroma yang lebih tajam
43 akibat menurunnya pH serta kejernihan yang menurun ternyata lebih disukai panelis, karena lebih khas air kelapa. Tabel 20 Hasil Paired Samples T-Test pengaruh penyimpanan terhadap nilai kesukaan panelis pada produk minuman isotonik air kelapa Parameter Pengamatan Mean SD p Hari ke-0 4.62 1.38 Aroma 0.000* Hari ke-10 6.15 1.55 Hari ke-0 4.87 1.58 Penampakan umum 0.000* Hari ke-10 6.92 1.21 Hari ke-0 6.96 1.35 Warna 0.643 Hari ke-10 6.74 1.63 *Berbeda nyata pada α=0,05
Kehilangan Keringat dan Penentuan Volume Cairan Rehidrasi Pengukuran kehilangan keringat menggunakan desain cross-sectional sebagai penelitian pendahuluan sebelum intervensi produk minuman isotonik yang dihasilkan dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet. Seluruh subjek (n=21) mengikuti aktivitas latihan yang sama selama pengambilan data, tanpa membedakan posisi mereka dalam tim. Karakteristik subjek disajikan pada Tabel 21. Sebagian besar subjek (81%) memiliki status gizi normal berdasarkan IMT/U menurut WHO (2007), 3 orang (14%) berstatus gizi kurus dan 1 orang (5%) berstatus gizi gemuk. Tabel 21 Karakteristik atlet futsal remaja putri Karakteristik Mean (n=21) SD Usia (tahun) 14.70 2.10 Berat badan (kg) 48.40 7.60 Tinggi badan (m) 1.54 0.06 Indeks massa tubuh (Z score) 0.03 0.61 Tim Netic LFC tidak memiliki protokol rehidrasi tertentu. Pelatih dan manajer tim hanya memberikan larangan dan batasan sederhana yang harus diikuti oleh para atlet, seperti larangan mengkonsumsi makanan pedas, minuman dingin dan minuman bersoda. Pilihan atlet sebagai cairan rehidrasi adalah air minum kemasan dan dikonsumsi secara ad libitum. Setiap atlet memiliki botol minumnya sendiri atau minum dari kemasan air minum komersial yang disediakan sekolah/klub. Cara ini telah sejalan dengan rekomendasi Fluid Replacement for Athletes dari The National Athletic Trainers’ Association (NATA) Amerika Serikat (Casa et al. 2000) dimana minuman pengganti cairan harus mudah diakses dalam bentuk wadah individual. Wadah individual memudahkan pemantauan asupan cairan setiap atlet. Namun, wadah air minuman kemasan yang digunakan para atlet umumnya tidak memiliki penanda volume. Sebaiknya atlet menggunakan botol minuman yang bening dengan penanda volume sebagai penanda visual bagi atlet
44 untuk minum tidak hanya untuk menghilangkan rasa haus atau hanya beberapa teguk, seperti yang seringkali dilakukan kebanyakan atlet. Subjek dalam penelitian mengalami penurunan berat badan dengan kisaran 300 hingga 1100 g (mean+SD 633+231g). Berdasarkan data kehilangan keringat (Lampiran 11), didapatkan tingkat pengeluaran keringat berkisar antara 6.1919.56 ml/kgBB/jam (13.01+3.82 ml/kgBB/jam) atau 0.63 hingga 1.1 L/jam (0.62+0.24 L/jam). Gambar 10 menunjukkan tingkat pengeluaran keringat setiap subjek. Besarnya rentang kehilangan keringat dan perbedaan antara satu subjek dengan subjek lainnya mengonfirmasi kekhawatiran mengenai kebutuhan unik setiap individu terhadap cairan pengganti, yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan khas individual (Casa et al. 2000; Garcia-Jimenez et al. 2014; Saat et al. 2002).
Tingkat pengeluaran keringat (ml/kgBB/jam)
20.00 18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Subjek
Gambar 10 Tingkat pengeluaran keringat (sweat rate) subjek Status hidrasi pra latihan yang baik bisa didapatkan para atlet dengan mengonsumsi sekitar 500 sampai 600 ml air dua sampai tiga jam sebelum latihan dan 200 sampai 300 ml air 10 hingga 20 menit sebelum latihan. Secara umum, dibutuhkan 200 sampai 300 ml air setiap 10 sampai 20 menit selama latihan untuk mempertahankan status hidrasi atlet sebesar kurang dari 2 persen penurunan berat badan. Namun, futsal adalah olahraga dengan akses cairan yang terbatas karena durasi pertandingan yang cukup panjang dan pergantian pemain tidak dapat dilakukan setiap saat, sehingga kebutuhan cairan spesifik individu harus dihitung. Bahaya hiperhidrasi juga menjadi resiko jika atlet minum berdasarkan rekomendasi umum dan tidak berdasarkan kebutuhan individual (Casa et al 2000). Perhitungan status hidrasi subjek berdasarkan perubahan berat badan menunjukkan bahwa subjek memiliki rentang status hidrasi -1.96 sampai -0.62 (1.30+0.38). Hanya enam orang subjek (29%) yang memiliki status terhidrasi baik, sedangkan lima belas subjek (71%) memiliki status dehidrasi minimal. Yeargin et al. (2010) melaporkan bahwa atlet remaja cenderung tidak terehidrasi dengan baik di antara siklus latihan, menyebabkan hipohidrasi ringan hingga sedang. Atlet-atlet ini sebenarnya dapat menggantikan kehilangan keringatnya secara cukup jika diberi dorongan untuk cukup minum. Kurang baiknya status hidrasi para atlet kemungkinan disebabkan kesalahpahaman
45 mereka mengenai kehilangan cairan dan teknik rehidrasi yang tepat. Atlet, khususnya kelompok remaja, cenderung menilai kehilangan cairannya tidak banyak dan menganggap rehidrasinya cukup. Pelatih dan tenaga medis profesional perlu memberikan protokol hidrasi yang baik (pendidikan hidrasi, istirahat yang cukup dan botol minum individual) untuk meminimalisasi pengaruh buruk dari hipohidrasi. Hasil penelitian terhadap kehilangan keringat atlet futsal remaja putri digunakan sebagai dasar penentuan volume minuman yang akan diberikan pada penelitian intervensi. Kehilangan keringat subjek diketahui 633+231 gram. Jika diperhitungkan sebagai mean ditambah satu kali standar deviasi, maka kehilangan keringat adalah sebesar 864 gram. Volume cairan rehidrasi dalam penelitian adalah 120 persen dari kehilangan keringat dan diberikan dalam tiga tahap, yaitu 50, 40 dan 30 persen (Saat et al 2002). Berdasarkan perhitungan di atas, maka volume cairan intervensi yang diberikan dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 1.000 ml dan diberikan dalam tiga tahap, yaitu 400, 350 dan 250 ml secara berturut-turut pada menit ke-30, 60 dan 90 setelah latihan. Tingkat Intensitas Latihan Tingkat intensitas latihan yang dilakukan pada saat pengambilan data pengaruh intervensi dapat menjadi confounding factor atau faktor perancu dalam penelitian, walaupun prosedur latihan yang dilakukan pada setiap pertemuan adalah sama. Latihan yang dilakukan antara lain pemanasan, latihan daya tahan dan latihan kecepatan, serta pendinginan. Intensitas latihan yang diterapkan pelatih adalah ringan hingga sedang. Latihan dilakukan di lapangan terbuka. Suhu lingkungan dan kelembaban relatif saat pengambilan data adalah 25.1-27.0oC dan 58-68 persen. Pengukuran tingkat intensitas latihan dilakukan dengan menggunakan Skala Borg Category Ratio-10 (CR10), yaitu dengan penjenjangan pengerahan tenaga yang dirasakan subjek (Borg, 1982). Subjek diminta memberi peringkat terhadap aktivitas latihan yang dilakukannya, kesulitan bernapas serta kelelahan umum yang dirasakannya setelah mengikuti latihan. Rentang nilai yaitu antara 0 (tidak terasa berat atau tidak terasa sama sekali) hingga 10 (terlalu berat atau maksimal). Setelah latihan, subjek memberi peringkat 0 (tidak terasa berat sama sekali) sampai 5 (berat) untuk aktivitas latihan yang dilakukan, dan 0 (tidak terasa sama sekali) sampai 4 (agak berat) untuk kesulitan bernapas yang dirasakan setelah latihan. Sementara itu, peringkat kelelahan umum yang dialami setelah latihan yang diberikan subjek adalah berkisar antara 0 (tidak terasa sama sekali) sampai 4 (agak berat). Hasil analisis ragam terhadap penjenjangan yang dilakukan subjek, tidak ada perbedaan yang nyata antar latihan yang dilakukan pada setiap perlakuan intervensi minuman (Tabel 22). Perbedaan yang dirasakan di antara para atlet pada sesi latihan yang sama dapat disebabkan oleh variasi individual dan perbedaan pengalaman serta masa aktif sebagai atlet. Atlet yang telah berlatih secara rutin dalam jangka waktu yang panjang akan merasakan pengerahan tenaga yang lebih ringan dibandingkan atlet yang baru aktif berlatih.
46
Tabel 22 Nilai rata-rata dan simpangan baku pengukuran tingkat intensitas latihan dengan Skala Borg pada 14 orang atlet sebelum mengonsumsi cairan rehidrasi Tingkat intensitas latihan sebelum mengonsumsi cairan rehidrasi Parameter p Minuman Minuman Minuman Air mineral isotonik air isotonik air kelapa kemasan kelapa komersial komersial Aktivitas 3.36+1.39 2.90+0.47 2.79+0.70 2.43+1.09 0.157 latihan Kesulitan 1.14+1.31 1.64+1.26 1.39+1.08 1.29+1.37 0.758 bernapas Kelelahan 1.61+1.00 2.21+1.03 2.04+1.17 1.89+1.29 0.543 umum Skala Borg 0-10; 0: tidak terasa berat atau tidak terasa sama sekali; 10: terlalu berat atau maksimal (Borg 1982)
Pengaruh Jenis Minuman terhadap Volume dan Sensasi setelah Minum Pemberian intervensi minuman dilakukan empat kali, masing-masing dengan jenis cairan rehidrasi yang berbeda. Urutan pemberian cairan rehidrasi berdasarkan hasil pengacakan yaitu minuman isotonik air kelapa yang dihasilkan dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet (MIUU), minuman isotonik komersial (MIK), minuman air kelapa (dihasilkan dari proses UHT dan penambahan bahan tambahan pangan) komersial (MAK) dan air mineral kemasan (AMK). Palatabilitas dan penerimaan suatu cairan rehidrasi dapat mempengaruhi jumlah atau volume yang diminum atlet, yang kemudian menentukan tingkat rehidrasi yang dicapainya. Selain itu, cairan rehidrasi harus mudah ditoleransi atlet karena seringkali atlet perlu minum dalam jumlah banyak dalam jangka waktu yang pendek, berdasarkan kehilangan keringat dan kebutuhan rehidrasinya. Hal ini menjadikan penilaian persepsi subjek terhadap suatu cairan rehidrasi sebagai sesuatu yang penting. Salah satu karakteristik minuman yang menentukan palatabilitas dan jumlah yang diminum adalah suhu minuman tersebut. Casa et al. (2000) merekomendasikan cairan rehidrasi diberikan dalam kondisi dingin dengan suhu 10o-15oC. Minuman yang diberikan dalam penelitian ini memiliki suhu sekitar 10oC. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa penambahan karbohidrat, natrium dan perisa pada air putih dapat menstimulasi keinginan untuk minum lebih banyak cairan dan menghasilkan hidrasi yang lebih adekuat pada orang yang berolahraga (Peacock et al. 2012). Murray dan Stofan (2001) menyatakan bahwa keberadaan karbohidrat yang cukup dalam minuman isotonik menyebabkan rasa yang enak sehingga menstimulasi atlet untuk minum secara spontan. Hal ini penting untuk memastikan atlet dengan sendirinya minum cairan dalam jumlah yang cukup. Air kelapa memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan minuman
47 isotonik lain karena rasa manisnya yang alami dari kandungan gulanya. Aroma dan citarasa yang khas membuat air kelapa merupakan minuman kesukaan banyak orang. Selain itu, osmolalitas minuman juga dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Menurut Appleton (2005), semakin rendah osmolalitas maka minuman akan semakin disukai dan mendorong keinginan untuk minum secara spontan. Minuman isotonik memiliki osmolalitas 280-290 mOsm/l. Mettler et al. (2006) melaporkan bahwa hanya kurang dari 25 persen produk minuman isotonik yang beredar di pasaran yang memiliki osmolalitas yang tepat, dan lebih dari 50 persen sesungguhnya merupakan hipertonik. Minuman isotonik komersial yang digunakan dalam penelitian ini memiliki osmolalitas 340 mOsm/l (Ishihara et al. 2013). Subjek diminta untuk memberikan penilaiannya terhadap sensasi yang dirasakan setelah mengonsumsi cairan rehidrasi yang diberikan. Parameter yang dinilai antara lain apakah subjek merasa haus, kembung, mual, tidak segar dan lelah setelah minum cairan rehidrasi pada periode rehidrasi selama dua jam. Penilaian diberikan menggunakan Skala Likert dari 1 (sangat setuju atau sangat merasakan) sampai 5 (sangat tidak setuju atau sangat tidak merasakan). Penerimaan juga dapat dinilai dari berapa banyak subjek minum cairan rehidrasi. Walaupun volume cairan rehidrasi telah ditentukan sebelumnya, namun subjek tetap diminta untuk berhenti minum jika merasa sudah minum terlalu banyak, atau merasakan ketidaknyamanan seperti kembung atau mual. Hal ini untuk menghindari reaksi sensitif pada air kelapa yang mungkin dialami pada orang tertentu, terutama karena volume yang besar, serta untuk menghindari resiko hiperhidrasi (Bahri et al 2012; Kalman et al 2012). Tabel 23 Volume minuman dan persepsi subjek terhadap sensasi yang dirasakan setelah mengonsumsi empat jenis cairan rehidrasi Jenis cairan rehidrasi Parameter
Volume cairan (ml) Merasa haus Merasa kembung Merasa mual Merasa tidak segar Merasa lelah
Minuman isotonik air kelapa
Minuman isotonik komersial
Minuman air kelapa komersial
Air mineral kemasan
P
997+12b
968+79b
928+144b
743+222a
0.000
3.71+1.14
3.57+0.76
3.21+0.80
3.21+0.89
0.360
2.36+0.84
2.29+0.73
2.36+0.63
2.57+0.94
0.796
3.43+0.94
3.29+0.73
3.14+0.95
3.50+1.02
0.740
3.71+0.83
3.50+0.76
3.57+0.65
3.64+0.84
0.896
4.00+0.96
3.50+0.94
3.64+0.84
3.86+0.77
0.453
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05. Persepsi subjek (Skala Likert) 1-5; 1: sangat merasakan; 5: tidak merasakan sama sekali.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa volume cairan yang diminum subjek berbeda nyata antar setiap perlakuan pada selang kepercayaan 95%.
48 Perbedaan tampak antara minuman yang mengandung karbohidrat dan elektrolit (MIUU, MIK dan MAK) dengan air mineral kemasan (AMK) (Tabel 23). Hasil ini mengonfirmasi hasil penelitian Peacock et al (2012), dimana saat sekelompok dewasa diminta untuk minum secara ad libitum selama olahraga, minuman berupa larutan karbohidrat-elektrolit diminum lebih banyak. Hal ini menghasilkan efektifitas yang lebih tinggi pula dalam mempertahankan keseimbangan cairan dibandingkan air putih. Subjek memberikan nilai yang tidak berbeda terhadap kelima parameter persepsi terhadap sensasi setelah minum cairan rehidrasi. Semakin besar nilai yang diberikan, semakin baik persepsi subjek terhadap sensasi yang dirasakannya. Kisaran nilai yang diberikan untuk rasa haus adalah 2-5 (merasakan-sangat tidak merasakan), untuk rasa kembung 1-5 (sangat merasakan-sangat tidak merasakan), 2-5 untuk rasa mual (merasakan-sangat tidak merasakan), 3-5 untuk rasa tidak segar dan rasa lelah (netral-sangat tidak merasakan). Berdasarkan hasil pada Tabel 23 di atas, dapat disimpulkan bahwa keempat cairan rehidrasi dapat menghilangkan rasa haus, tidak segar dan lelah setelah latihan tanpa membuat subjek merasa kembung dan mual. Namun, lebih mudah bagi subjek untuk meminum lebih banyak minuman berkarbohidratelektrolit (MIUU, MIK dan MAK) dibandingkan air putih (AMK). Hal ini dapat menjadi penentu yang penting jika subjek berada pada kondisi latihan yang sebenarnya dimana konsumsi cairan dilakukan secara ad libitum. Pengaruh Intervensi Minuman terhadap Rehidrasi Status hidrasi Status hidrasi menunjukkan status atau situasi keseimbangan cairan di dalam tubuh (Shirreffs 2003). Status hidrasi atlet sangat penting dan akan mempengaruhi performa dan kebugarannya, baik di saat latihan maupun secara jangka panjang. Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi status hidrasi atlet (Casa et al. 2000). Berdasarkan pengamatan terhadap data yang didapatkan, tampak tidak ada hubungan antara kehilangan keringat dengan kondisi suhu dan kelembaban lingkungan. Suhu lingkungan tertinggi terjadi pada saat latihan sebelum intervensi MIK dan terendah pada intervensi AMK. Sementara itu kelembaban tertinggi dialami pada intervensi MIK, dan yang terendah pada intervensi MAK. Hal ini serupa dengan pengamatan yang dilakukan Godek et al. (2005) dimana tidak ada pengaruh suhu dan kelembaban, misalnya antara pagi dan siang hari, terhadap tingkat kehilangan keringat. Status hidrasi subjek pada penelitian ini ditentukan melalui perubahan berat badan sebelum dan sesudah latihan (Casa et al 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa status hidrasi subjek bervariasi antara terhidrasi baik hingga dehidrasi minimal sebelum keempat perlakuan intervensi minuman, namun tidak ada perbedaan yang nyata pada rata-rata status hidrasi antara keempat perlakuan tersebut (Tabel 24). Sama halnya dengan status hidrasi, kehilangan keringat subjek juga tidak berbeda nyata di antara keempat pertemuan intervensi minuman. Kehilangan keringat terbanyak dialami subjek saat latihan sebelum intervensi MIUU, dan yang tersedikit pada intervensi MIK.
49 Tabel 24 Nilai rata-rata dan simpangan baku kehilangan keringat dan status hidrasi subjek sebelum mengonsumsi cairan rehidrasi yang berbeda Kondisi hidrasi sebelum mengonsumsi cairan rehidrasi Minuman isotonik air kelapa
Minuman isotonik komersial
Minuman air kelapa komersial
Air mineral kemasan
p
564+227
414+238
529+194
479+201
0.293
-1.21+(-0.35)
-0.83+(-0.51)
-1.02+(-0.27)
-0.93+(-0.31)
0.057
Karakteristik
Kehilangan keringat (g) Status hidrasi (%)
Persen rehidrasi Penggantian cairan tubuh sebelum dan selama olahraga saja kemungkinan besar tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh akibat kehilangan cairan. Hal ini terutama jika olahraga dilakukan dalam jangka waktu panjang dan di lingkungan yang panas. Atlet kemungkinan akan mengalami dehidrasi yang signifikan jika harus bertanding atau berlatih lagi dalam waktu dekat (Saat et al. 2002). Strategi rehidrasi yang efektif setelah olahraga harus dibuat untuk mengembalikan cairan tubuh yang seimbang sambil memastikan karbohidrat yang cukup untuk mengembalikan cadangan glikogen otot. Jika waktu yang tersedia terbatas, misalnya dua jam, seorang atlet sebaiknya minum untuk menggantikan kehilangan cairan untuk kembali mencapai kondisi euhidrasi. Jika waktu yang tersedia lebih panjang, misalnya enam jam, maka disarankan pemberian cairan diberikan bersama makanan padat (Galloway 1999). Saat et al. (2002) melaporkan bahwa penggantian cairan tubuh sebesar 120 persen dari penurunan berat badan (kehilangan keringat) memberikan persen rehidrasi yang paling mendekati optimal. Data berat badan menunjukkan bahwa semua cairan rehidrasi dapat mengembalikan berat badan subjek mendekati berat badan sebelum latihan (Tabel 25). Tidak ada perbedaan rata-rata berat badan antar kelompok subjek yang mendapatkan cairan hidrasi yang berbeda. Tabel 25 Pengaruh jenis cairan rehidrasi terhadap karakteristik atlet Jenis cairan rehidrasi Karakteristik
Berat badan sebelum latihan (kg) Berat badan setelah rehidrasi (kg) Persen rehidrasi (%) Indeks rehidrasi
Minuman isotonik air kelapa
Minuman isotonik komersial
Minuman air kelapa komersial
Air mineral kemasan
p
46.01+6.88
50.13+8.49
50.73+8.60
50.45+8.25
0.374
46.27+6.79
50.50+8.47
50.97+8.53
50.44+8.14
0.378
84.65+13.57b
81.17+16.71b
81.40+19.87b
64.07+23.69a
0.024
1.51+0.55a
1.75+0.89a
1.95+1.52a
4.33+4.43b
0.010
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05
50 Hasil analisis ragam terhadap persen rehidrasi menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar kelompok subjek dengan cairan rehidrasi yang berbeda. Uji lanjut (Duncan Multiple Range Test) memberikan perbedaan persen rehidrasi dari AMK dengan MIUU, MIK serta MAK (Lampiran 12). MIUU menghasilkan persen rehidrasi tertinggi dibandingkan semua minuman lain. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Bahri et al. (2012), Kalman et al. (2012) dan Saat et al. (2002) yang membuktikan kesetaraan dan atau keunggulan air kelapa dibandingkan minuman olahraga komersial. Bahkan, persen rehidrasi yang didapatkan subjek dalam penelitian ini dari MIUU (84.65+13.57) sedikit lebih tinggi dibandingkan yang didapatkan dalam penelitian Bahri et al. (2012) dimana air kelapa murni menghasilkan persen rehidrasi 75.00+3.58. Sementara kontrol negatif berupa air putih atau AMK memiliki persen rehidrasi yang kurang lebih sama, yaitu 69.14+5.06 dibandingkan 64.07+23.69 dalam penelitian ini. Indeks rehidrasi Walaupun persen rehidrasi adalah ukuran yang berguna untuk menentukan efektivitas suatu cairan rehidrasi, namun perbedaan individual seperti tingkat dehidrasi, volume minuman, durasi rehidrasi, komposisi minuman dan parameter lainnya, maka sulit untuk membuat perbandingan yang berarti antara berbagai protokol rehidrasi (Saat et al. 2002). Mitchell et al. (1994) menyarankan penggunaan indeks rehidrasi untuk mendapatkan kesimpulan yang bermanfaat mengenai efektivitas rehidrasi. Indeks rehidrasi memperhitungkan perbedaan persen dehidrasi dan volume yang diminum. Indeks rehidrasi merupakan parameter yang digunakan untuk melihat kemampuan suatu minuman atau cairan rehidrasi dalam menggantikan cairan tubuh. Indeks rehidrasi ditentukan dengan memperhitungkan persen rehidrasi (Bahri et al. 2012). Penggunaan faktor persen rehidrasi dalam rumus mencegah hasil yang keliru yang mungkin terjadi jika volume minuman yang dikonsumsi sangat sedikit dengan pemanfaatan cairan yang masuk tinggi namun pemulihan berat badan aktual rendah (Saat et al. 2002). Nilai indeks rehidrasi optimal adalah 1. Indeks rehidrasi lebih dari 1 menunjukkan produk intervensi kurang efektif sebagai pengganti cairan tubuh. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan antara indeks rehidrasi MIUU dengan MIK dan MAK. Indeks rehidrasi yang paling baik (paling mendekati 1) ditunjukkan oleh MIUU dan yang paling besar atau kurang baik ditunjukkan oleh AMK. Subjek tidak dapat kembali ke kondisi euhidrasi jika hanya mengonsumsi volume minuman setara atau kurang dari kehilangan keringatnya, apapun komposisi minumannya. Volume minuman yang lebih banyak dibandingkan kehilangan keringat dan mengandung mineral akan membantu menahan jumlah cairan yang cukup untuk menjaga subjek tetap terhidrasi hingga beberapa jam setelah minum (Saat et al. 2002). Persen rehidrasi dan indeks rehidrasi yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki rentang yang cukup lebar pada semua kelompok subjek dalam pemberian intervensi minuman yang berbeda (Tabel 26). Rehidrasi setelah olahraga membutuhkan tidak hanya penggantian kehilangan volume, namun juga penggantian elektrolit yang ikut hilang bersama keringat. Komposisi elektrolit dalam keringat sangat bervariasi di antara setiap individu dan menyamai
51 kehilangan elektrolit dengan jumlah yang dikonsumsi melalui cairan rehidrasi adalah sesuatu yang tidak mungkin (Saat et al. 2002). Tabel 26 Persen rehidrasi dan indeks rehidrasi subjek Jenis cairan rehidrasi Minuman isotonik air kelapa
Parameter
Persen rehidrasi Indeks rehidrasi
Minuman isotonik komersial
Minuman air kelapa komersial
Air mineral kemasan
Min Maks Min Maks Min Maks Min Maks 60.00 100 50.00 100 40.00 100 26.67 100 1.00 2.78 1.00 4.00 1.00 6.25 1.00 14.06
Komposisi keringat tidak hanya bervariasi pada tiap orang, tapi juga berbeda antara saat latihan dengan setelah latihan, dan juga dipengaruhi kondisi iklim atau suhu lingkungan. Minuman yang diberikan untuk rehidrasi sebaiknya mengandung lebih banyak elektrolit dibandingkan minuman yang diberikan untuk konsumsi selama latihan (Shirreffs dan Maughan 1998). Pengaruh Intervensi Minuman terhadap Pemulihan Kadar gula darah Konsentrasi glukosa darah pada atlet dapat menurun hingga 15 persen karena aktivitas latihan atau olahraga (Saat et al. 2002). Kadar glukosa darah perlu dipertahankan dengan cara memberikan cairan rehidrasi yang mengandung karbohidrat atau gula (Casa et al. 2000). Air kelapa dengan kandungan gula mencapai 6 persen dapat meningkatkan dan mempertahankan kadar glukosa darah paling baik dua jam setelah berolahraga (Bahri et al. 2012). Kadar gula darah subjek sebelum dan setelah latihan tidak berbeda antar perlakuan intervensi (Tabel 27). Hal ini menyingkirkan kemungkinan variasi kadar gula darah inisial yang mungkin menjadi faktor perancu dalam penelitian. Setelah periode rehidrasi selama dua jam, MIUU menghasilkan kadar gula darah yang tinggi dan tidak berbeda dengan MIK dan MAK. AMK memberikan pengaruh yang paling lemah terhadap kadar gula darah subjek. Hal ini menunjukkan pentingnya kandungan karbohidrat (gula) dan elektrolit dalam cairan rehidrasi untuk mengembalikan kadar gula darah atlet. Selain itu, hasil ini mengonfirmasi hasil-hasil penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa air kelapa memiliki efektivitas yang sama dengan minuman isotonik komersial (minuman karobohidrat-elektrolit) dalam proses rehidrasi (Saat et al. 2002, Bahri et al. 2012, Kalman et al 2012), serta bahwa proses ultrafiltrasi dan ultraviolet berhasil mempertahankan komposisi alami air kelapa yang penting dalam proses rehidrasi, tanpa penambahan bahan tambahan pangan apapun (Nakano et al. 2011, Debien et al. 2013). Setelah periode rehidrasi selama dua jam, subjek yang mengonsumsi MIUU dan MIK berhasil mengembalikan kadar gula darahnya setara atau melebihi kadar gula darah sebelum latihan. Sedangkan pada pemberian MAK dan
52 AMK, hal ini relatif tidak tercapai, terlihat dari rata-rata peningkatan kadar gula darah setelah rehidrasi yang masih bernilai negatif. Tabel 27 Hasil analisis ragam dan uji lanjut terhadap kadar gula darah atlet Jenis cairan rehidrasi Kadar gula darah Minuman Minuman Air p Minuman (mg/dL) isotonik isotonik mineral air kelapa air kelapa komersial kemasan Sebelum latihan 82+6 82+10 89+12 83+9 0.256 Setelah latihan 89+8 86+7 88+10 88+6 0.725 Setelah rehidrasi 93+8bc 94+10c 87+6ab 83+6a 0.001 Peningkatan setelah rehidrasi (setelah 4+13bc 9+15c -1+11ab -5+6a 0.012 rehidrasi-setelah latihan) Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05
Saat berolahraga, tubuh akan memecah glikogen otot menjadi glukosa untuk menghasilkan energi sehingga gula darah atlet meningkat pada awal periode rehidrasi (Casa et al. 2000). Hal ini menjelaskan peningkatan kadar gula darah pada pengukuran setelah latihan. Konsumsi karbohidrat pada periode rehidrasi secara cepat sangat bermanfaat bagi atlet, dimana tingkat resintesis glikogen otot tiga kali lebih cepat jika atlet mengonsumsi karbohidrat dibandingkan jika atlet menunda hingga 2 jam (Ivy et al. 1988). Tekanan darah dan denyut jantung Banyak atlet memantau tekanan darah dan denyut jantungnya. Walaupun parameter ini bukan parameter yang cukup spesifik, namun dapat menjadi bukti yang objektif untuk mengetahui jika ada masalah pada kesehatan atau performa atlet. Strategi pencegahan lainnya antara lain diet yang baik, hidrasi penuh, dan istirahat yang cukup di antara setiap sesi latihan. Atlet yang memiliki kegiatan atau komitmen rutin lainnya seperti sekolah dan bekerja membutuhkan usaha yang lebih berat untuk memastikan tercapainya pemulihan yang adekuat setelah latihan (Budgett 1998). Hasil pengukuran tekanan darah dan denyut jantung disajikan pada Gambar 11. Tidak ada perbedaan tekanan darah dan denyut jantung subjek antar setiap perlakuan, baik sebelum dan setelah latihan maupun setelah periode rehidrasi dua jam.
53
Gambar 11 Tekanan darah dan denyut jantung atlet sebelum dan setelah latihan serta setelah periode rehidrasi
Williams (2007) merekomendasikan cairan rehidrasi yang mengandung elektrolit dan glukosa untuk pemulihan dari latihan durasi panjang dan suhu panas. Pemberian cairan yang efektif akan memperkecil perubahan denyut jantung sehingga menunda kelelahan dan memperpendek lama periode pemulihan denyut jantung. Penambahan cairan yang mengandung glukosa dan elektrolit akan meningkatkan osmolitas sehingga membantu absorbsi air ke dalam sirkulasi darah dari usus. Glukosa dan elektrolit berinteraksi dalam dinding usus. Glukosa akan menstimulasi absorbsi elektrolit dan elektrolit dibutuhkan untuk mengabsorbsi glukosa. Diabsorbsinya glukosa dan elektrolit membantu absorbsi air dari usus ke sirkulasi dan akan menurunkan tekanan darah. Krisnawati et al. (2011) melaporkan bahwa pemberian cairan rehidrasi yang mengandung elektrolit dan glukosa setelah latihan dapat meminimalkan peningkatan tekanan darah diastolik. Olahraga menyebabkan peningkatan denyut jantung akibat berkurangnya konsumsi oksigen. Kerja jantung secara otomatis ditingkatkan untuk menjaga stabilitas aliran darah yang berfungsi menyuplai oksigen dan bahan bakar energi ke otot (Williams 2007). Subjek dalam penelitian ini tidak mengalami perubahan tekanan darah yang berarti, namun mengalami peningkatan denyut jantung. Hal ini didukung dengan hasil pengukuran intensitas latihan dengan Skala Borg (Tabel 22) dimana subjek melakukan aktivitas latihan mudah-agak berat (skala 2-4), kesulitan bernafas terasa sangat sedikit (skala 1) dan kelelahan umum terasa sangat sedikit-terasa sedikit (skala 1-2). Budgett (1998) menyatakan bahwa salah satu gejala atlet yang mengalami latihan berlebih hingga terjadi penurunan performa adalah terjadinya denyut jantung yang tinggi walaupun dalam keadaan beristirahat dan keringat berlebih. Kondisi ini dapat dicegah dengan memastikan setiap atlet mendapatkan kesempatan untuk memulihkan diri setelah latihan. Pemulihan yang kurang (underrecovery) merupakan faktor utama yang menyebabkan latihan berlebih (overtraining). Berdasarkan data pengamatan terhadap denyut jantung, subjek dalam penelitian ini tidak mengalami gelaja underrecovery atau overtraining.
54 Air putih direkomendasikan untuk penggantian cairan pada saat latihan tidak terlalu lama pada suhu panas, sedangkan pada latihan dalam waktu lama (lebih dari 90 menit) akan lebih baik bila atlet diberi cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa (Williams 2007). Latihan yang dilakukan subjek dalam penelitian ini berlangsung selama 60 menit dan pada suhu lingkungan yang tidak terlalu panas. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa pemberian cairan rehidrasi yang mengandung karbohidrat dan elektrolit (MIUU, MIK dan MAK) tidak memberikan hasil yang berbeda dengan air putih (AMK), dimana air putih sudah cukup efektif dalam memulihkan tekanan darah dan denyut jantung subjek.
55
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Varietas Genjah Salak dengan umur buah 8-9 bulan merupakan varietas kelapa yang paling sesuai untuk diambil airnya sebagai bahan baku minuman isotonik, berdasarkan komposisi gula dan mineral serta sifat fisikokimianya. Proses ultrafiltrasi dan penyinaran ultraviolet dapat menghasilkan minuman isotonik air kelapa tanpa merusak karakteristik fisikokimia dan komposisi zat gizi alami air kelapa. Produk yang dihasilkan memiliki kadar gula total 6.06 persen, kadar kalium 1736.46 mg/kg, kadar natrium 14.17 mg/kg dan kejernihan 97.4 persen terhadap air. Produk minuman isotonik hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet tanpa bahan tambahan pangan mengalami penurunan pH, kadar gula total dan kejernihan selama penyimpanan, namun lebih baik dibandingkan bahan baku. Pendugaan umur simpan berdasarkan parameter kritis kadar gula total menunjukkan bahwa produk memiliki umur simpan dapat disimpan selama 51 hari pada suhu 00C. Hasil ini lebih baik dibandingkan umur simpan bahan baku, namun belum cukup optimal untuk kebutuhan skala industri dan distribusi. Panelis memberikan peringkat kesukaan yang baik untuk produk minuman isotonik air kelapa dan tidak berbeda dengan air kelapa segar. Karakteristik produk yaitu memiliki rasa asin dan aroma yang relatif sama dengan air kelapa segar dan rasa manis serta kekeruhan yang lebih rendah dibandingkan dengan minuman air kelapa komersial. Panelis memberikan rata-rata tingkat kesukaan netral sampai dengan suka pada rasa, tidak suka sampai netral untuk aroma, tidak suka sampai suka untuk penampakan umum dan warna air kelapa segar dan minuman isotonik air kelapa. Tingkat kesukaan panelis lebih tinggi pada produk minuman isotonik air kelapa yang dihasilkan dalam penelitian ini dibandingkan pada minuman air kelapa komersial, pada semua parameter kecuali aroma. Produk minuman isotonik dari air kelapa yang dihasilkan dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet memiliki efektivitas yang sama dengan minuman isotonik komersial dan minuman air kelapa komersial dalam proses rehidrasi dan pemulihan atlet futsal remaja putri. Persen rehidrasi subjek adalah 84.65+13.57 dan indeks rehidrasi 1.51+0.55. Indeks rehidrasi terbaik ditunjukkan oleh produk ini dibandingkan produk komersial dan air mineral kemasan. Peningkatan kadar gula darah setelah proses rehidrasi adalah 4+13 ml/dL, rata-rata tekanan darah sistolik subjek setelah rehidrasi adalah 109+13 mmHg dan tekanan darah diastolik 67+8 mmHg. Denyut jantung subjek setelah rehidrasi adalah 80+11 bpm. Berdasarkan volume yang diminum subjek dan penilaian sensasi setelah minum cairan rehidrasi, minuman isotonik air kelapa mendapat penerimaan yang baik dari subjek. Minuman isotonik air kelapa diminum dengan volume terbanyak dibandingkan cairan rehidrasi lainnya, dan berbeda secara signifikan dengan air mineral kemasan. Minuman isotonik air kelapa dapat menghilangkan rasa haus, tidak segar dan lelah setelah latihan tanpa membuat subjek merasa kembung dan mual. Secara keseluruhan, minuman isotonik dari air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet mampu membantu proses rehidrasi dan pemulihan atlet
56 futsal remaja putri. Minuman isotonik dari air kelapa layak direkomendasikan sebagai salah satu alternatif cairan rehidrasi bagi atlet. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, minuman isotonik dari air kelapa dapat bermanfaat dalam proses rehidrasi dan pemulihan atlet futsal remaja putri, setara dan atau lebih baik pada berbagai parameter dibandingkan dengan minuman komersial sejenis. Manfaat minuman isotonik air kelapa dalam rehidrasi dan pemulihan atlet merupakan dasar bagi pengembangan produk minuman isotonik dengan proses ultrafiltrasi dan ultraviolet. Kondisi operasi yang optimal dan frekuensi serta jadwal pencucian/pembilasan membran pada proses ultrafiltrasi sebaiknya ditentukan melalui percobaan, khususnya untuk mempertahankan fluks permeat yang tinggi dan kemampuan membran dalam menyaring partikel enzim dan pengganggu mutu air kelapa lainnya. Uji organoleptik perlu dilakukan pada subjek sebagai konsumen yang menjadi target pemasaran produk untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, terutama pada kondisi setelah latihan. Pemberian cairan rehidrasi dengan volume berdasarkan kehilangan keringat masing-masing atlet sangat penting, mengingat variasi berbagai faktor individual yang sangat besar. Perlu dilakukan penelitian lanjutan jika bahan baku air kelapa yang digunakan dalam pengembangan minuman isotonik bukan dari buah kelapa varietas Genjah Salak dengan umur buah 8-9 bulan. Penelitian lanjutan lainnya yang dapat dilakukan antara lain mempelajari komposisi keringat dan osmolalitasnya serta hubungan osmolalitas minuman dengan rehidrasi yang dicapai berdasarkan kehilangan keringat yang dialami atlet. Penentuan komposisi tubuh subjek pada pengambilan data baseline juga perlu dilakukan untuk mengontrol adanya variasi tingkat kehilangan keringat (sweat rate) yang disebabkan oleh perbedaan komposisi lemak dan cairan tubuh.
57
DAFTAR PUSTAKA Adams W, and Bratt DE. 1992. Young coconut water for home rehydration in children with mild gastroenteritis. [Abstract]. Trop Georg Med. 44: 149-53. Ahrne LM, Manso MC, Shah E, Oliveira FAR and Oste RE. 1996. Shelf-life prediction of aseptically packaged orange juice. [Abstract]. Chemical Markers for Processed and Stored Foods, 631:107-17. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Anugrahwati Y, Wirakartakususmah A, Kusnandar F dan Setyadjit. 2005. Perubahan karakterisasi mutu dan analisis kinetika puree mangga selama penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional: Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian: 130-139. Anurag P and Rajamohan T. 2003. Beneficial effects of tender coconut water against isoproterenol induced toxicity on heart mitochondrial activities in rats. Ind J Biochem Biophys 40: 278-280. [APHA] American Public Health Association. 1998. Standard Methods For The Examination of Water and Waste Water. 20th edition. Di dalam Roji F. 2006. Pembuatan produk minuman isotonik (isotonic drink) dalam kemasan gelas plastik di PT. Fits Mandiri Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Appleton KM. 2005. Changes in the perceived pleasantness of fluids before and after fluid loss through exercise: a demonstration of the association between perceived pleasantness and physiological usefulness in everyday life. Physiol. Behav. 83:813-819. Ashurst PR. 2005. Chemistry and technology of soft drinks and fruit juices. Blackwell Publishing. Oxford, UK. Arsa M. 2011. Kandungan natrium dan kalium larutan isotonik alami air kelapa (Cocos Nucifera) varietas Eburnia, Viridis dan Hibrida. [Tesis]. Program Magister Program Studi Kimia Terapan. Program Pascasarjana. Universitas Udayana Denpasar. Awua AK, Doe ED dan Agyare R. 2012. Potential bacterial health risk posed to consumers of fresh coconut water. Food and Nutrition. 3:1136-1143. Bahri S, Sigit JI, Apriantono T dan Syafriani R. 2012. Penanganan rehidrasi setelah olahraga dengan air kelapa, air kelapa ditambah gula putih, minuman suplemen dan air putih. Jurnal Matematika dan Sains, April 2012, Vol. 17 Nomor 1. [Balitka] Balai Penelitian Tanaman Palma. 2010. 25 Tahun Balitka. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. Banzon JA and Velasco JR. 1982. Coconut: production and utilization. Philippine Coconut Research and Development Foundation. Philippine. Barbero-Alvarez JC, D’ottavio S, Granda-Vera J and Castagna C. 2009. Aerobic fitness in futsal players of different competitive level. J Strength Cond Res 23(7):2163-2166. Bhagya D, Prema L and Rajamohan T. 2010. Beneficial effects oftender coconut water on blood pressure and lipid levelsin experimental hypertension. J Cell Tissue Res 10: 2139-2144.
58 Borg, GAV. 1982. Psychophysical bases of perceived exertion. Med Sci Sports Sci. 14(5):377-381. Brown JE. 2011. Nutrition through the life cycle. Fourth Edition. Wadsworth, Cengage Learning. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-4452-1998. Minuman isotonik. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Budgett R. 1998. Fatigue and underperformance in athletes: the overtraining syndrome. Br J Sports Med, 32:107-110. Burdukiewicz A, Pietraszewska J, Stachoń A, Chromik K and Goliński D. 2014. The anthropometric characteristics of futsal players compared with professional soccer players. Human Movement2014, vol. 15 (2), 93–99. Campbell-Falck D, Thomas T, Falck TM, Tutuo N and Clem K. 2000. The intravenous use of coconut water. Am J Emergency Med 18:108-111. Campos CF, Souza PEA, Coelho JV and Gloria MBA. 1996. Chemical composition, enzyme activity and effect of enzyme inactivation on flavour quality of green coconut water. [Abstract]. J. Food Processing and Preservation. 20:487-500. Casa DJ, Armstrong LE, Hillman SK, Montain SJ, Reiff RV, Rich BSE, Roberts WO and Stone JA. 2000. National Athletic Trainers’ Association Position Statement: Fluid replacement for athletes. J. Athletic Training 2000; 35(2):212-224. Castagna C, D’Ottavio S, Granda-Vera J and Barbero-Alvarez JC. 2009. Match demands of professional futsal: A case study. J Sci Med Sport. 12(4):490494. Chavalittamrong B, Pidatcha P and Thavisri U. 1982. Electrolytes, sugar, calories, osmolarity and pH of beverages and coconut water.Southeast Asian J Trop Med Public Health 13: 427-31. Cheuvront SN, Ely BR, Kenefick RW and Sawka MN. 2010. Biological variation and diagnostic accuracy of dehydration assessment markers. Am J Clin Nutr. 2010;92:565-73. Cheuvront SN and Sawka MN. 2005. Hydration assessment of athletes. Sports Sci Exchange. 18:1-6. Clement B. 2010. Design aspects of water treatment. EPA Region 8. www.cfpub.epa.gov/watertrain/ppt/transient/design_8.ppt [Diakses 15 November 2015]. Crawford MH, Banas MA, Ross MP, Ruby DS, Nelson JS, Boucher R and Allerman AA. 2005. Final LDRD Report: Ultraviolet Water Purification Systems for Rural Environments and Mobile Applications. SANDIA REPORT. SAND2005-7245. Unlimited Release Printed November 2005. Sandia National Laboratories. Damar S. 2006. Processing of coconut water with high pressure cardondioxide technology. [Dissertation]. The University of Florida. Debien ICN, Gomes MTMS, Ongaratto RS and Viotto LA. 2013. Ultrafiltration performance of PVDF, PES and cellulose membranes for the treatment of coconut water. Food Sci. Technol, Campinas, 33(4): 676-684, Oct.-Dec. 2013. Demirbas A. 2000. Biomass resource facilities and biomass conversion processing for fuels and chemicals. Energy Conv Man. 42:1357-1378.
59 [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Gizi atlet sepakbola. Jakarta (ID): Depkes RI, Dirjen Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat. Dewandari KT, Kailaku SI, Mulyawanti I dan Syah ANA. 2005. Analisis teknoekonomi pengembangan teknologi pengolahan Virgin Coconut Oil di Cianjur Selatan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian. Bogor, 7-8 September 2005. Diop N. 2005. Caractérisation physico-chimique de l'eau de la noix de coco verte (Cocos nucifera L.) et essais de stabilisation par techniques membranaires. Di dalam: Prades A, M Dornier, N Diop, JP Pain. 2012. Coconut water preservation and processing: a review. Fruits 2012, 67, 157–171. Dogramaci SN, Watsford ML and Murph AJ. 2011. Time-motion analysis of international and national level futsal. J Strength Cond Res. 25(3):646-651. Dosualdo GL. 2003. Inactivation rates of polyphenoloxidase and peroxidase from coconut water processed by high pressure homogenization. [Abstract]. Proceeding of 2003 IFT Annual Meeting-Chicago. Duarte ACP, Coelho AAZ, and Leite SGF. 2002. Identification of peroxidase and tyrosinase in green coconut water. Ciencia y Tecnologı´a Alimentarı´a, 3(5), 266–270. Erceg M, Grgantov Z, Rađa A and Milić M. 2013. Differences in pulmonary function among Croatian Premier League soccer and futsal players. Indian J Res. 2(8):236-238. Falguera V, Pagan J, Garza S, Garvin A, and Ibarz A. 2011. Ultraviolet processing of liquid food: A review. Part 2: Effects on microorganisms and on food components and properties. Food Res Intl. 44(2011): 1580-1588. Fanina TN. 2014. Hubungan konsumsi pangan, tingkat kecukupan gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet futsal putri. [Skripsi]. Fakultas Ekologi Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2000. Press release: Coconut water as energy drink for joggers and athletes – First patent granted to UN Food Agency. http://www.fao.org/default.htm. [Diakses 5 Maret 2014]. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2007. Microfiltration process for cold sterilization of coconut water: technical details. http://www.fao.org/ag/magazine/9810/spot3add.htm. [Diakses 5 Maret 2014]. Fellows P. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practice. Woodhead Publishing Limitted. CRC Press. Washington DC. Fisher RA and Yates F. 1963. Statistical tables for biological, agricultural and medical research. Sixth edition. Oliver and Boyd. London. Gaaniyati F. 2011. Aspek gizi dan pH berbagai minuman komersial [skripsi]. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Galloway SDR. 1999. Dehydration, rehydration, and exercise in the heat: rehydration strategies for athlete competition. Can J Appl Physiol 24(2): 188-200. García-Jiménez JV, Yuste JL, and García-Pellicer JJ. 2014. Hydration habits of elite field futsal players during official matches: defenders and forwards. American Journal of Sports Science and Medicine, 2(3):88-92.
60 Godek SF, Bartolozzi AR and Godek JJ. 2005. Sweat rate and fluid turnover in American football players compared with runners in a hot and humid environment. Br J Sports Med 39:205-211. Gonzalez-Alonzo J, Heaps CL and Coyle EF. 1992. Rehydration after exercise with common beverages and water. Int J Sport Med. 13:399-406. Greenleaf JE. 1992. Problem: thirst, drinking behaviour and involuntary dehydration. Med Sci Sports Exerc. 24:645-56. Hariyadi P. 2002. Air kelapa muda sebagai minuman isotonik alami. Kompas Cyber Media. http://www.kompas.com/kesehatan.htm. [Diakses 17 Mei 2007] Haynes K, Bundang R, Chu O, Eichinger C, Lineback DS, and Bolles AD. 2004. Method for production of coconut water beverage and blended juice beverages with coconut water. US Patent. US 2004/0018285 A1. Hidayati N. 1992. Penentuan tiamin, riboflavin dan piridoksin dalam beras dengan HPLC secara serentak. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional. http://digilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/ Pertanian_Peternakan /Hasil_Penelitian_1990-1992_PAIR/ Data_Artikel/ Nurhidayati-111.pdf [Diakses 21 November 2014] Hijnen WAM, Beerendonk EF and Medema GJ. 2006. Inactivation credit of UV radiation for viruses, bacteria and protozoan (oo)cysts in water: a review. Abstract. Water Res. 2006 Jan; 40(1):3-22. Hough G, Garitta L and Gomez G. 2006. Sensory shelf life predictions by survival analysis accelerated storage models. [Abstract]. Food Quality and Preference, 17(6):468-473. Ishihara K, Kato Y, Usami A, Yamada M, Yamamura A, Fushiki T and Seyama Y. 2013. Electrolyte-free milk protein solution influences sodium and fluid retention in rats. Nutr. Sci. 2(e8):1-7. Ivy JL, Katz AL, Cutler CL, Shermana WM and Coyle EF. 1988. Muscle glycogen synthesis after exercise: effect of time of carbohydrate ingestion. Di dalam: Saat M, R Singh, RG Sirisinghe, M Nawawi. 2002. Rehydration after exercise with fresh young coconut water, carbohydrate electrolyte beverage and plain water. J Physiol Anthropo. Appl Human Sci. 21:93-104. Jackson JC, Gordon A, Wizzard G, McCook K, and Rolle R. 2004. Changes in chemical composition of coconut waterduring maturation of the fruit. Journal of The Science of Food and Agricultural, 84, 1049-1052. Jayanti V, Rai P, Dasgupta S, and De S. 2010. Quantification of flux decline and design of ultrafiltration system for clarification of tender coconut water. J. Food Process Eng. 33 (2010) 128–143. Josephson S. 2003. Recovery Nutrition. NSCA’s Performance Training Journal. Vol 2. No. 5. Kailaku SI, Dewandari KT dan Syah ANA. 2006. Perbaikan mutu minuman isotonik alami air kelapa dengan teknologi ultrafiltrasi. Prosiding Lokakarya Nasional: Strategi Peningkatan Nilai Tambah Hasil Pertanian melalui Penerapan Teknologi Pascapanen dan Sistem Keamanan Pangan. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, 12 September 2006. Kalman DS, Feldman S, Krieger DR and Bloomer RJ. 2012. Comparison of coconut water and a carbohydrate-electrolyte sport drink on measures of
61 hydration and physical performance in exercise-trained men. Journal of The International Society of Sports Nutrition. 2012, 9:1. [Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2012. Produksi kelapa menurut provinsi di Indonesia 2008 – 2012. Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/bun/BUNasem2012/Produksi-Kelapa.pdf [Diakses 2 November 2013]. Koswara S dan Kusnandar F. 2004. Studi kasus pendugaan umur simpan produk pangan. Pelatihan Pendugaan Waktu Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan. Di dalam Sukasih E, Sunarmani dan Budiyanto A. 2007. Pendugaan umur simpan pasta tomat kental dalam kemasan botol plastik dengan metode akselerasi. J Pascapanen, 4(2):72-82. Krisnawati D, Pradigdo SF dan Kartini A. 2011. Efek cairan rehidrasi terhadap denyut nadi, tekanan darah dan lama periode pemulihan. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia. Volume 1. Edisi 2. Desember 2011. Kuberski T, Roberts A, Linehan B, Bryden RN, and Teburae M. 1979. Coconut water as rehydration fluid. NZ Med J 90 (641):98-100. Kubli M, Scrutton MJ, Seed PT and O’Sullivan G. 2002. An evaluation of isotonic sport drinks during labor. Anesth. Analg. 2002 Feb; 94(2): 404-8. LaClair CE and Etzel MR. 2010. Ingredients and pH are key to clear beverages that contain whey protein. Journal of Food Science, 75(1), C21–C27. Lee SY and Krochta JM. 2002. Accelerated shelf life testing of whey protein coated peanuts analyzed by static headspace Gas Chromatography. [Abstract]. J Agric Food Chem, 50:2022-2028. Loki AL and Rajamohan T. 2003. Hepatoprotective and antioxidant effect of tender coconut water on carbon tetrachloride induced liver injury in rats. Ind J Biochem Biophys 40:354-357. [LSSA] Lucozade Sport Science Academy. 2005. Sport Nutrition CenterHydration. http://www.thelssa.com/isotonicdrink-LSSA-isotonicdrink.htm. [Diakses 23 Mei 2005]. Magalhaes MP, Gomes FS, Modesta RCD, Matta VM and Cabral LMC. 2005. Conservation of green coconut water by membrane filtration. Ciencia y Tecnologı´a Alimentarı´a, 25(1):72-77. Maria GC and Peleg M. 2007. Shelf-life estimation from accelerated storage data. [Abstract]. Trend in Food Science and Technology, 18:37-47. Matos JAB, Aidar FJ, Mendes RR, Lomeu LM, Santos CA, Pains R et al. 2008. Acceleration capacity in futsal and soccer players. Fit Perf J. 7(4):224-228. Matsui KN, Granado LM, de Oliveira PV and Tadini CC. 2007. Peroxidase and polyphenol oxidase thermal inactivation by microwaves in green coconut water simulated solutions. LWT 40 (2007) 852–859. Mettler S, Rusch C and Colombani PC. 2006. Osmolality and pH of sport and other drinks available in Switzerland. Sports Med and Sports Traumatology. 54(3):92-95. Metzl JD. 2001. Preparticipation examination of the adolescent athlete: Part 1. Pediatrics in Review 2001; 22; 199. Mitchell JB, Grandjean PW, Pizza FX, Starling RD and Holtz RW. 1994. The effect of volume ingested on rehydration and gastric emptying following exercise induced dehydration. Med Sci Sports Exerc 26:1135-1143.
62 Murray R dan Stofan J. 2001. Formulating carbohydrate-electrolyte drinks for optimal efficacy. Di dalamMaughan RJ dan R Murray, editor. Sport Drinks: Basic Science and Practical Aspects. CRC Press. Boca Raton-London-New York-Washington DC. Nakano LA, Leal WF Jr, Freitasb DGC, Cabralb LMC, Penhab EM, Penteadob AL and Mattab VM. 2011. Coconut water processing using ultrafiltration and pasteurization. Proceeding of International Congress on Engineering and Food, 11, 2011, Athens. National Technical University of Athens. Naozuka J. 2004. Estudo da influencia de processos de conservacao na distribuicao de species elementares em agua de coco por espectrometria de absorcao e emissao atomic. Master thesis. [Abstract]. Instituto de Quimicha, Brazil. Notodarmojo S dan Deniva A. 2004. Penurunan zat organik dan kekeruhan menggunakan teknologi membran ultrafiltrasi dengan sistem aliran deadend. Proc ITB Sains & Tek. 36A(1):63-82. Peacock OJ, Thompson D and Stokes KA. 2012. Voluntary drinking behaviour, fluid balance and psychological affect when ingesting water or a carbohydrate-electrolyte solution during exercise. Appetite 58(2012):56-63. Prades A, Dornier M, Diop N, and Pain JP. 2012. Coconut water preservation and processing: a review. Fruits 2012, 67, 157–171. Prathapan A and Rajamohan T. 2011. Antioxidant and antithrombotic activity of tender coconut water in experimental myocardial infarction. J Food Biochem 35: 1501-1507. Preetha PP, Devi VG and Rajamohan T. 2012. Hypoglycemic and antioxidant potential of coconut water in experimental diabetes. Food Funct 3: 753-757. Purkayastha MD, Kalita D, Mahnot NK and Mahanta CL. 2012. Effect of Lascorbic acid addition on the quality attributes of microfiltered coconut water stored at 40C. Innovative Food Science and Emerging Technology, 16:69-79. Rodriguez NR, DiMarco NM, and Langley S. 2009. Position of the American Dietetic Association, Dietitians of Canada, and American College of Sports Medicine: nutrition and athletic performance. J Am Diet Assoc. 109(3):509527. Saat M, Singh R, Sirisinghe RG, and Nawawi M. 2002. Rehydration after exercise with fresh young coconut water, carbohydrate electrolyte beverage and plain water. J Physiol Anthropo. Appl Human Sci. 21:93-104. Sandhya VG and Rajamohan T. 2008. Comparative evaluation of the hypolipidemic effects of coconut water and lovastatin in rats fed fatcholesterol enriched diet. Food Chemical Toxicol 46: 3586-3592. Satin M and Amoriggi G. 1998. Coconut beverage, FAO, Patent GB 2318969 depos. 13 May 1998, Rome, Italy. Shirreffs SM. 2003. Markers of hydration status. Eu. J. Clin. Nutr. 57, Suppl 2, S6-S9. Shirreffs SM and Maughan RJ. 1998. Volume repletion after exercise-induced volume depletion in humans: replacement of water and sodium losses. Am. J. Physiol. 274 (Renal Physiol. 43): F868–F875, 1998. Soekarto ST. 1981. Penilaian organoleptik untuk industri pangan dan hasil pertanian. Food Technology Development Center, Institut Pertanian Bogor.
63 Solangi AH and Iqbal MZ. 2011. Chemical composition of meat (kernel) and nut water of major coconut cultivars at coatal area of Pakistan. Pak J Bot. 43(1):357-363. Stankov I, Olds T and Cargo M. 2012. Overweight and obese adolescents: what turns them off physical activity? Intl. J. of Behavioral Nutrition and Physical Activity 2012, 9:53. Sukasih E, Sunarmani dan Budiyanto A. 2007. Pendugaan umur simpan pasta tomat kental dalam kemasan botol plastik dengan metode akselerasi. J Pascapanen, 4(2):72-82. Sulaeman A, Anwar F, Rimbawan, dan Marliyati SA. 1995. Metode analisis zat gizi dan komponen kimia lainnya dalam makanan. Di dalam Riyana R. 2008. Mutu dan daya simpan air kelapa (Cocos nucifera L.) yang berpotensi sebagai minuman isotonik [skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Supranto J. 2000. Teknik sampling untuk survei dan eksperimen. Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta. Tan TC, Cheng LH, Bhat R, Rusul G and Easa AM. 2014. Composition, physicochemical properties and thermal inactivation kinetics of polyphenol oxidase and peroxidase from coconut (Cocos nucifera) water obtained from immature, mature and overly-mature coconut. Food Chem 142 (2014):121128. Tran MTT and Farid M. 2004. Ultraviolet treatment of orange juice. Innovative Food Science and Emerging Technologies 5 (2004):495-502. Wahe F. 2014. Pengaruh latihan sirkuit terhadap kardiovaskuler pada siswa kelas XI SMA Negeri 2 Gorontalo. [Skripsi]. Jurusan Pendidikan Keolahragaan. Universitas Negeri Gorontalo. [WHO] World Health Organization. 2007. Growth reference data for 5-19 years. http://www.who.int/growthref/en/ [Diakses 1 Maret 2015]. Williams M. 2007. Nutrition for health, fitness and sport. 8th edition. New York. Di dalam Krisnawati D, Pradigdo SF dan KartiniA. 2011. Efek cairan rehidrasi terhadap denyut nadi, tekanan darah dan lama periode pemulihan. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia. Volume 1. Edisi 2. Desember 2011. Kenney WL, Wilmore JH and Costill DL. 2015. Physiology of sport and exercise. Chapter 6: The Cardiovascular system and its control. 6th Edition. Human Kinetics Publisher. USA. Wright JR, Sumner SS, Hackney CR, Pierson MD and Zoecklein BW. 2000. Efficacy of ultraviolet light for reducing Escherichia coli O157:H7 in unpasteurized apple cider. Journal of Food Protection, Number 5, May 2000:563-567(5). Yawata T. 1990. Effect of potassium solution on rehydration in rats, comparison with sodium solution and water. Japanese J of Physiology, 40, 369-381. Yeargin SW, Casa DJ, Judelson DA, McDermott BP, Ganio MS, Lee EC, Lopez RM, Stearns RL, Anderson JM, Armstrong LE, Kraemer WJ, Maresh CM. 2010. Thermoregulatory responses and hydration practices in heatacclimatized adolescents during preseason high school football. J Athletic Training. 45(2):136–146.
64 Yong JWH, Ge L, Ng YF, and Tan SN. 2009. The chemical composition and biological properties of coconut water. Molecules, 14, 5144-5164.
65 Lampiran 1 Metode analisis sifat fisikokimia 1. pH – pHmeter (SNI 06-6989.11-2004) Bahan: larutan penyangga (buffer) 4, 7 dan 10 yang siap pakai dan tersedia di pasaran air suling Alat: pH meter dan perlengkapannya pengaduk gelas atau magnetik gelas piala 250 ml kertas tissue timbangan analitik termometer Persiapan pengujian: Lakukan kalibrasi alat ph meter dengan larutan penyangga sesuai intruksi kerja alat sebelum akan melakukan pengukuran. Untuk contoh uji yang mempunyai suhu tinggi, kondisikan contoh uji sampai suhu kamar. Prosedur: Keringkan elektroda dengan kertas tisu selanjutnya bilas dengan air suling. Bilas elektroda dengan contoh uji. Celupkan elektroda ke dalam contoh uji sampai pH meter menunjukkan pembacaan yang tetap. Catat hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan dari pH meter. 2. Kejernihan – Spektrofotometer Bahan: air suling Alat: Spektrofotometer UV-Vis Prosedur: Air suling dimasukkan ke dalam kuvet, digunakan sebagai kontrol kejernihan 100%. Contoh uji dimasukkan ke dalam kuvet lain kemudian dilakukan pengukuran pada panjang gelombang maksimal. 3. Warna – Chromameter Prosedur: Kalibrasi chromameter dengan standar warna putih. Contoh uji dimasukkan dalam gelas takar sampai seluruh dasar gelas tertutup oleh bahan. Analisis dengan chromameter. Nilai yang dihasilkan berupa sistem warna Hunter dengan nilai L*, a*, b* dengan warna putih sebagai standar (L1, a1, b1).
66 4. Total padatan terlarut (AOAC 2005) Bahan: Air suling Alat: Hand refractometer Kertas tissue Prosedur: Teteskan air suling pada refraktometer. Keringkan dengan kertas tissue. Sebanyak dua tetes contoh uji (dianjurkan suhu 200C) diteteskan pada refraktometer. Total padatan terlarut dinyatakan dalam 0Brix.
67 Lampiran 2 Metode analisis komposisi zat gizi 1.
Kadar gula total (Sulaeman et al. 1995 dalam Riyana 2008) Bahan: Pb asetat Na2HPO4 HCl 25% NaOH 30% Indikator phenolphtalein (pp) Larutan Luff Schoorl KI 30% H2SO4 25% Larutan natrium tio sulfat 0.1 N Larutan amylum Alat: Alat gelas Buret Prosedur: a. Persiapan contoh uji: 5-10 gram contoh uji dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml, tambahkan dengan 10 ml timbal asetat setengah basa dan 25 ml Na2HPO4, tambahkan aquades hingga tanda tera dan kocok. b. Pengerjaan sampel: Saring larutan dan pipet 50 ml filtrat, masukkan ke dalam labu takar 100 ml. Tambahkan HCl 25% sebanyak 5 ml. Panaskan selama 10 menit pada suhu 80-100oC. Dinginkan dan tambahkan NaOH 30% hingga merah jambur (indikator pp). Tambahkan aquades sampai tanda tera dan kocok. Pipet 25 ml larutan ke dalam labu asah tambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl dan panaskan hingga mendidih selama 10 menit. Dinginkan larutan, tambahkan 10 ml KI 30% dan H2SO4 25%. Titrasi dengan larutan natrium tio sulfat 0.1 N dan larutan amylum. Kadar gula total dihitung dengan rumus: Kadar gula total =
mg gula x pengenceran × 100% berat sampel (mg)
2. Kadar sukrosa, fruktosa dan glukosa (SNI 01-2892-1992) Bahan: Standar gula (sukrosa, fruktosa dan glukosa) Pereaksi SAM 1 Asetonitril Alat: HPLC Prosedur: a. Standar gula: konsentrasi 2% sebanyak 2 ml untuk diinjeksikan ke dalam kolom.
68 b. Pereaksi untuk mengkondisikan kolom silika: campurkan 5 vial (20 ml) pereaksi SAM 1 ke dalam campuran asetonitril/air (385/15). c. Fase gerak: campurkan 1 vial pereaksi SAM 1 ke dalam campuran asetonitril/air (770/210). d. Analisis: Siapkan beberapa standar gula dan analisis masing-masing senyawa untuk menetapkan watu retensinya. Buat larutan baku campuran untuk analisis kuantitatif. Saring larutan contoh uji dan larutan campuran standar menggunakan penyaring membran ukuran 0.45 m sebelum diijeksikan ke dalam kolom. Kadar gula dalam larutan contoh uji dihitung dengan cara membandingkan luas puncak masing-masing jenis gula yang dihasilkan pada kromatogram contoh terhadap luas puncak yang dihasilkan pada kromatogram campuran standar. 3. Kadar vitamin B1 dan B6 (Hidayati 1992) Bahan: Trietilamin Garam natrium I-heptan asam sulfonat Metanol untuk High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Asam asetat Natrium asetat Asam trikloroasetat Alat: HPLC Prosedur: a. Pembuatan larutan rufer asetat: ke dalam labu takar berisi aquabidest dimasukkan secara berturut-turut 24 ml asam asetat, 5.0 ml trietilamin, lalu ditepatkan menjadi 1 liter dengan aquabidest. Penetapan pH 3.6 diatur dengan menambahkan asam asetat atau trietilamin. b. Penyiapan standar vitamin: standar tiamin dan piridoksin dilarutkan dalam HCl 0.1N. c. Analisis dengan HPLC: injeksikan contoh uji pada HPLC. 4. Kadar vitamin C – HPLC Bahan: Aquabidest Standar vitamin C Alat: HPLC Waterbath Prosedur: Timbang standar vitamin C sebanyak 0.005 gram dan encerkan dengan aquabidest sampai 100 ml, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Ambil 10 ml larutan tersebut dan masukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Ambil 10 ml contoh uji dan encerkan sampai 100 ml dengan aquabidest.
69 Masukkan standar dan contoh uji ke dalam waterbath selama 5 menit agar larutan tercampur sempurna dan gelembung yang ada di dinding tabung hilang. Pindahkan sampel dan standar ke dalam tabung effendorf dengan menggunakan spuit 5 cc. Masukkan sampel dan standar ke dalam HPLC, lakukan pengukuran. 5. Kadar kalium, natrium dan magnesium (APHA 1998 dalam Roji 2006) Bahan: Larutan standar K, Na dan Mg HNO3 pekat HClO4 Alat: Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Prosedur: Buat kurva standar dengan menggunakan larutan standar setiap unsur (K, Na dan Mg). Destruksi contoh uji dengan HNO3 pekat dan HClO4 pada kondisi panas. Ukur nilai emisinya untuk setiap unsur dengan AAS lalu dihitung dengan persamaan kurva standar.
70 Lampiran 3 Prosedur pengukuran tekanan darah dan denyut jantung A. Alat dan Bahan: 1. Tensimeter Digital 2. Mancet besar B. Cara Pengukuran menggunakan Tensi Meter Digital: 1. Tekan tombol “START/STOP” untuk mengaktifkan alat. 2. Pastikan responden duduk dengan posisi kaki tidak menyilang tetapi kedua telapak kaki datar menyentuh lantai. Letakkan lengan kanan responden di atas meja sehinga mancet yang sudah terpasang sejajar dengan jantung responden. 3. Singsingkan lengan baju pada lengan bagian kanan responden dan memintanya untuk tetap duduk tanpa banyak gerak, dan tidak berbicara pada saat pengukuran. Apabila responden menggunakan baju berlengan panjang, singsingkan lengan baju ke atas tetapi pastikan lipatan baju tidak terlalu ketat sehingga tidak menghambat aliran darah di lengan. 4. Biarkan lengan dalam posisi tidak tegang dengan telapak tangan terbuka ke atas. Pastikan tidak ada lekukan pada pipa mancet. 5. Jika pengukuran selesai, manset akan mengempis kembali dan hasil pengukuran akan muncul. Alat akan menyimpan hasil pengukuran secara otomatis. 6. Tekan “START/STOP” untuk mematikan alat. Jika lupa untuk mematikan alat, maka alat akan mati dengan sendirinya dalam 5 menit. C. Prosedur penggunaan manset 1. Masukkan ujung pipa manset pada bagian alat. 2. Perhatikan arah masuknya perekat manset. 3. Pakai manset, perhatikan arah selang. 4. Pastikan selang sejajar dengan jari tengah, dan posisi lengan terbuka keatas. 5. Jika manset sudah terpasang dengan benar, rekatkan manset. 6. Pengukuran dilakukan dua kali, jarak antara dua pengukuran sebaiknya antara 2 menit dengan melepaskan mancet pada lengan. 7. Apabila hasil pengukuran satu dan kedua terdapat selisih > 10 mmHg, ulangi pengukuran ketiga setelah istirahat selama 10 menit dengan melepaskan mancet pada lengan. 8. Apabila responden tidak bisa duduk, pengukuran dapat dilakukan dengan posisi berbaring, dan catat kondisi tersebut di lembar catatan.
71 Lampiran 4 Prosedur pengukuran kadar glukosa darah A. Alat dan bahan : 1. Glucometer 2. Kapas alkohol 70% 3. Lancet 4. Reagen kering glucometer 5. Tes strip B. Cara Pengambilan Darah : 1. Pastikan tangan subjek telah dicuci dengan sabun. 2. Hidupkan alat dengan menekan tombol power. 3. Simbol strp dan nomor kode akan berkedip, pastikan nomor kode sama dengan nomor yang terdapat pada tabung strip. 4. Strip dimasukkan pada lubang alat. 5. Pastikan gambar jari tangan muncul pada bagian atas dan keluar bunyi “bip” serta gambar tetes darah yang berkedip. 6. Bersihkan ujung jari dengan kapas alkohol 70% dan dibiarkan sampai mengering. 7. Bagian yang akan ditusuk (ujung jari ke-3 atau ke-4) dipegang supaya tidak bergerak sambil ditekan sedikit agar mengurangi rasa nyeri. 8. Sampel darah diambil dengan lancet steril dengan arah tegak lurus pada garis-garis sidik kulit jari. 9. Sampel darah ditempelkan pada strip, darah akan otomatis terserap ke dalam strip. 10. Alat akan segera mengukur dengan menghitung mundur dari angka 11 sampai 1.
72 Lampiran 5 Data pH bahan baku air kelapa dan minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet selama penyimpanan
0
Hari ke0 2 5 7 9 12 14 16 19
8C Minuman Air kelapa isotonik air kelapa 5.6 5.4 5.3 4.8 4.8 4.8 4.8 4.8 4.4 4.8 4.0 4.7 4.0 4.7 3.9 4.2 3.7 4.2
Suhu 130C Minuman Air kelapa isotonik air kelapa 5.6 5.4 5.0 4.8 4.7 4.5 4.4 4.2 4.1 4.2 3.7 4.0 3.4 4.0 3.3 4.0 3.2 3.6
250C Minuman Air kelapa isotonik air kelapa 5.6 5.4 4.3 4.5 3.8 4.2 3.5 4.2 3.4 3.9 3.2 3.9 3.0 3.8 3.0 3.6 2.8 3.4
73 Lampiran 6 Data kadar gula total (%) bahan baku air kelapa dan minuman isotonik air kelapa hasil proses ultrafiltrasi dan ultraviolet selama penyimpanan 0
Hari ke0 2 5 7 9 12 14 16 19
8C Minuman Air kelapa isotonik air kelapa 6.13 6.06 5.62 5.45 5.46 5.45 5.38 5.26 5.26 5.18 5.06 5.18 4.89 4.98 4.81 4.97 4.60 4.78
Suhu 130C Minuman Air kelapa isotonik air kelapa 6.13 6.06 5.48 5.43 5.24 5.42 4.97 5.42 4.66 4.58 4.42 4.55 4.19 4.36 3.99 4.09 3.53 3.51
250C Minuman Air kelapa isotonik air kelapa 6.13 6.06 5.24 4.63 4.99 4.63 4.68 4.24 4.04 3.82 3.80 3.26 3.44 3.01 2.80 2.56 2.27 2.31
74 Lampiran 7 Data uji peringkat (ranking) produk Kode Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Total
Minuman isotonik air kelapa 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 1 3 2 2 1 2 1 2 35
Peringkat Minuman air kelapa komersial 2 3 1 3 3 3 3 1 3 3 1 3 3 2 3 3 3 1 3 1 48
Air kelapa segar 3 1 3 2 1 1 1 3 2 1 3 1 2 1 1 1 2 3 2 3 37
75 Lampiran 8 Hasil analisis One Way Anova 1. Identifikasi varietas buah kelapa
TSS
pH
Kejernihan
Total gula
Sukrosa
Fruktosa
Glukosa
Kalium
Natrium
Magnesium
Vit C
Vit B1
Vit B6
Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total
Jumlah Kuadrat
db
0.443 0.025 0.468 0.038 0.021 0.059 1.830 0.085 1.915 0.935 0.022 0.957 0.202 0.002 0.204 0.408 0.005 0.413 0.360 0.002 0.362 6076.475 142230.713 148307.188 182.755 893.653 1076.408 38288.424 14294.806 52583.230 4.870 0.030 4.900 28.249 0.054 28.304 0.250 0.000 0.250
2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5
Rataan Kuadrat
F
Sig.
0.222 0.008
26.600
0.012
0.019 0.007
2.645
0.218
0.915 0.028
32.294
0.009
0.467 0.007
64.624
0.003
0.101 0.001
164.189
0.001
0.204 0.002
123.677
0.001
0.180 0.001
245.545
0.000
3038.237 47410.238
0.064
0.939
91.378 297.884
0.307
0.756
19144.212 4764.935
4.018
0.142
2.435 0.010
243.500
0.000
14.125 0.018
780.366
0.000
0.125 0.000
1868.282
0.000
76 2. Penjenjangan produk minuman isotonik air kelapa, minuman air kelapa komersial dan air kelapa segar Jumlah Kuadrat Antara kelompok Dalam kelompok Total
3.540 25.360 28.900
db
Rataan Kuadrat
F
Sig.
2 57 59
1.770 0.445
3.979
0.024
3. Mutu hedonik minuman isotonik air kelapa, minuman air kelapa komersial dan air kelapa segar pada pengamatan penyimpanan hari ke-0 Jumlah Kuadrat Aroma
Rasa manis
Rasa asam
Rasa asin
Kekeruhan
Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total
240.559 285.941 526.500 387.973 271.171 659.144 114.148 449.586 563.734 38.443 279.819 318.263 163.493 318.364 481.857
db 2 57 59 2 57 59 2 57 59 2 57 59 2 57 59
Rataan Kuadrat
F
Sig.
120.280 5.017
23.977
0.000
193.987 4.757
40.776
0.000
57.074 7.887
7.236
0.002
19.222 4.909
3.915
0.026
81.746 5.585
14.636
0.000
4. Intensitas latihan (Skala Borg CR10)
Aktivitas latihan Kesulitan bernapas Kelelahan umum
Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total
Jumlah Kuadrat 6.196 59.429 65.625 1.871 82.375 84.246 2.763 66.268 69.031
db 3 52 55 3 52 55 3 52 55
Rataan Kuadrat 2.065 1.143
F
Sig.
1.807
0.157
0.624 1.584
0.394
0.758
0.921 1.274
0.723
0.543
77 5. Volume minuman dan persepsi subjek terhadap sensasi setelah minum cairan rehidrasi
Volume minuman Merasa haus
Merasa kembung Merasa mual
Merasa tidak segar Merasa lelah
Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total
Jumlah Kuadrat
db
566048.214 994814.286 1560862.500 2.714 43.000 45.714 0.643 32.714 33.357 1.054 43.500 44.554 0.357 31.000 31.357 2.071 40.429 42.500
3 52 55 3 52 55 3 52 55 3 52 55 3 52 55 3 52 55
Rataan Kuadrat
F
Sig.
188682.738 19131.044
9.863
0.000
0.905 0.827
1.094
0.360
0.214 0.629
0.341
0.796
0.351 0.837
0.420
0.740
0.119 0.596
0.200
0.896
0.690 0.777
0.888
0.453
F
Sig.
69.263 65.380
1.059
0.374
71.802 63.384
1.133
0.344
67.523 64.198
1.052
0.378
59285.714 46565.934
1.273
0.293
0.366 0.137
2.676
0.057
6. Perbedaan berat badan dan kondisi hidrasi subjek
BB sebelum latihan BB setelah latihan BB setelah periode rehidrasi Kehilangan keringat Status hidrasi
Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total
Jumlah Kuadrat
db
207.789 3399.769 3607.558 215.405 3295.961 3511.366 202.568 3338.291 3540.859 177857.143 2421428.571 2599285.714 1.098 7.116 8.214
3 52 55 3 52 55 3 52 55 3 52 55 3 52 55
Rataan Kuadrat
78 7. Pengaruh minuman terhadap rehidrasi Persen rehidrasi Indeks rehidrasi
Antara kelompok Dalam kelompok Total Antara kelompok Dalam kelompok Total
Jumlah Kuadrat
db
Rataan Kuadrat
F
Sig.
3636.852 18448.414 22085.266 71.998 299.171 371.169
3 52 55 3 52 55
1212.284 354.777
3.417
0.024
23.999 5.753
4.171
0.010
8. Pengaruh minuman terhadap pemulihan Kadar gula darah Antara kelompok sebelum latihan Dalam kelompok Total Kadar gula darah Antara kelompok setelah latihan Dalam kelompok Total Kadar gula darah Antara kelompok setelah periode Dalam kelompok rehidrasi Total Sistolik sebelum Antara kelompok latihan Dalam kelompok Total Sistolik setelah Antara kelompok latihan Dalam kelompok Total Sistolik setelah Antara kelompok periode rehidrasi Dalam kelompok Total Diastolik sebelum Antara kelompok latihan Dalam kelompok Total Diastolik setelah Antara kelompok latihan Dalam kelompok Total Diastolik setelah Antara kelompok periode rehidrasi Dalam kelompok Total Denyut jantung Antara kelompok sebelum latihan Dalam kelompok Total Denyut jantung Antara kelompok setelah latihan Dalam kelompok Total Denyut jantung Antara kelompok setelah periode Dalam kelompok rehidrasi Total
Jumlah Kuadrat
db
Rataan Kuadrat
F
Sig.
371.500 4629.857 5001.357 82.339 3235.500 3317.839 1217.786 3118.429 4336.214 688.054 9148.929 9836.982 62.054 6384.786 6446.839 334.196 8455.357 8789.554 112.482 4270.357 4382.839 121.625 2844.500 2966.125 478.929 7249.000 7727.929 992.714 8026.143 9018.857 904.714 8434.143 9338.857 618.429 4987.571 5606.000
3 52 55 3 52 55 3 52 55 3 52 55 3 52 55 3 52 55 3 52 55 3 52 55 3 52 55 3 52 55 3 52 55 3 52 55
123.833 89.036
1.391
0.256
27.446 62.221
0.441
0.725
405.929 59.970
6.769
0.001
229.351 175.941
1.304
0.283
20.685 122.784
0.168
0.917
111.399 162.603
0.685
0.565
37.494 82.122
0.457
0.714
40.542 54.702
0.741
0.532
159.643 139.404
1.145
0.340
330.905 154.349
2.144
0.106
301.571 162.195
1.859
0.148
206.143 95.915
2.149
0.105
79 Lampiran 9 Hasil analisis Independent Samples t-Test Mutu hedonik produk minuman isotonik air kelapa (UF/UV) pada penyimpanan hari ke-10 dan minuman air kelapa komersial F Aroma
Asumsi kedua varian sama
1.293
Asumsi kedua varian
Asumsi kedua varian sama Asumsi kedua varian tidak sama
t
0.263 6.577
db
38
6.577 37.089
tidak sama Kekeruhan
Sig.
1.168
0.287 2.646
38
2.646 37.900
Sig. (2- Beda Rata- Beda Galat sisi)
rata
Baku
0.000
4.07500
0.61961
0.000
4.07500
0.61961
0.012
1.73000
0.65370
0.012
1.73000
0.65370
80 Lampiran 10 Hasil analisis Paired Samples t-Test 1. Perbedaan karakteristik bahan baku air kelapa segar dan produk minuman isotonik air kelapa dari proses ultrafiltrasi dan ultraviolet
pH Total gula Sukrosa Fruktosa Glukosa Kalium Natrium Magnesium Vit B1 Vit B6 Kejernihan L A B
Rata-rata
Simpangan Baku
Rataan Galat Baku
T
0.20000 0.06500 0.02000 0.08000 0.02000 104.08500 6.56500 11.24000 0.12000 0.00380 7.83333 4.72000 -0.08600 -0.54400
0.05657 0.00707 0.07071 0.12728 0.02828 67.08500 2.59508 6.06698 0.01414 0.00467 0.49329 0.10368 0.19970 0.17459
0.04000 0.00500 0.05000 0.09000 0.02000 47.40500 1.83500 4.29000 0.01000 0.00330 0.28480 0.04637 0.08931 0.07808
5.000 13.000 0.400 0.889 1.000 2.196 3.578 2.620 12.000 1.152 27.505 101.794 -0.963 -6.967
Derajat Bebas 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 4 4 4
Sig. (2 sisi) 0.126 0.049 0.758 0.537 0.500 0.272 0.174 0.232 0.053 0.455 0.001 0.000 0.390 0.002
2. Perbedaan mutu hedonik produk minuman isotonik air kelapa (UF/UV) pada pengamatan penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-10
Aroma Kekeruhan
Rata-rata
Simpangan Baku
Rataan Galat Baku
t
Derajat Bebas
Sig. (2 sisi)
-0.87500 -2.85050
2.75468 2.91534
0.61597 0.65189
-1.421 -4.373
19 19
0.172 0.000
3. Perbedaan kesukaan panelis terhadap produk minuman isotonik air kelapa (UF/UV) pada penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-10 Rata-rata
Simpangan Baku
Rataan Galat Baku
t
Derajat Bebas
Sig. (2 sisi)
Aroma
-1.52700
1.62351
0.36303
-4.206
19
0.000
Penampakan umum
-2.04900
2.06058
0.46076
-4.447
19
0.000
0.22550
2.14364
0.47933
0.470
19
0.643
Warna
81 Lampiran 11 Data pengukuran kehilangan keringat dan status hidrasi atlet futsal remaja putri BB sebelum latihan (kg)
BB setelah latihan (kg)
Kehilangan keringat (gram)
Status hidrasi
Kategori status hidrasi
1
53.2
52.2
1000
-1.88
dehidrasi minimal
2
46.6
45.9
700
-1.50
dehidrasi minimal
3
47.8
47.2
600
-1.26
dehidrasi minimal
4
41.3
40.9
400
-0.97
terhidrasi baik
5
38.8
38.4
400
-1.03
dehidrasi minimal
6
54.2
53.4
800
-1.48
dehidrasi minimal
7
34.9
34.4
500
-1.43
dehidrasi minimal
8
47.7
47
700
-1.47
dehidrasi minimal
9
44.1
43.6
500
-1.13
dehidrasi minimal
10
41.3
40.7
600
-1.45
dehidrasi minimal
11
47.1
46.6
500
-1.06
dehidrasi minimal
12
41.3
40.7
600
-1.45
dehidrasi minimal
13
45
44.6
400
-0.89
terhidrasi baik
14
62.2
61.6
600
-0.96
terhidrasi baik
15
52.7
52.2
500
-0.95
terhidrasi baik
16
61.7
60.6
1100
-1.78
dehidrasi minimal
17
48.5
48.2
300
-0.62
terhidrasi baik
18
58.7
57.9
800
-1.36
dehidrasi minimal
19
58.1
57
1100
-1.89
dehidrasi minimal
20
50.7
50.3
400
-0.79
terhidrasi baik
21
40.9
40.1
800
-1.96
dehidrasi minimal
Kode subjek
82 Lampiran 12 Hasil analisis Duncan Multiple Range Test 1. Identifikasi varietas buah kelapa Varietas TSS
Total gula
Sukrosa
Fruktosa
Glukosa
Kejernihan
Vit B1
Vit B6
Vit C
L
a
b
Dalam Pangandaran Hibrida PB121 Genjah Salak Hibrida PB121 Dalam Pangandaran Genjah Salak Dalam Pangandaran Genjah Salak Hibrida PB121 Hibrida PB121 Dalam Pangandaran Genjah Salak Hibrida PB121 Dalam Pangandaran Genjah Salak Hibrida PB121 Dalam Pangandaran Genjah Salak Hibrida PB121 Dalam Pangandaran Genjah Salak Genjah Salak Hibrida PB121 Dalam Pangandaran Dalam Pangandaran Genjah Salak Hibrida PB121 Hibrida PB121 Dalam Pangandaran Genjah Salak Hibrida PB121 Genjah Salak Dalam Pangandaran Dalam Pangandaran Genjah Salak Hibrida PB121
Subset untuk alpha = 0.05 1
2
3
5.3000 5.5000 5.9500 5.0400 5.5700 6.0100 0.5000 0.6250 0.8500 2.0650 2.5550 2.6650 2.1200 2.5100 2.7100 97.0500 97.8000 98.4000 6.6500 9.3050 11.9650 0.0345 0.0400 0.4700 14.4500 15.7000 16.6500 100.7360 101.0660 101.7720 -0.6140 -0.2700 -0.2100 -0.0740 0.0320 1.1920
83 2. Uji peringkat (ranking) Subset untuk alpha = 0.05
Sampel
1
Minuman air kelapa komersial Air kelapa segar Minuman isotonik air kelapa (UF/UV)
2
-0.3400 0.1275 0.2125
3. Mutu hedonik sampel pada pengamatan penyimpanan hari ke-0 Sampel Aroma
Rasa manis
Rasa asam
Rasa asin
Kekeruhan
Air kelapa segar Minuman isotonik air kelapa (UF/UV) Minuman air kelapa komersial Air kelapa segar Minuman isotonik air kelapa (UF/UV) Minuman air kelapa komersial Minuman air kelapa komersial Minuman isotonik air kelapa (UF/UV) Air kelapa segar Minuman air kelapa komersial Air kelapa segar Minuman isotonik air kelapa (UF/UV) Minuman isotonik air kelapa (UF/UV) Air kelapa segar Minuman air kelapa komersial
Subset untuk alpha = 0.05 1
2
2.6190 3.5625 7.2590 2.8575 3.4474 8.5225 2.0245 3.8025 1.6160 3.2180
3.8025 5.4015 3.2180 3.3960
2.2095 3.0375 6.0510
4. Volume minuman dan pengaruh minuman terhadap rehidrasi subjek Cairan rehidrasi Volume minuman
Persen rehidrasi
Indeks rehidrasi
Air mineral kemasan Minuman air kelapa komersial Minuman isotonik komersial Minuman isotonik air kelapa (UF/UV) Air mineral kemasan Minuman isotonik komersial Minuman air kelapa komersial Minuman isotonik air kelapa (UF/UV) Minuman isotonik air kelapa (UF/UV) Minuman isotonik komersial Minuman air kelapa komersial Air mineral kemasan
Subset untuk alpha = 0.05 1 2 742.92 927.50 967.50 996.67 64.0677 81.1683 81.4041 84.6460 1.5107 1.7521 1.9500 4.3314
84 Lampiran 13 Ethical approval letter dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
85
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Mei 1980 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara yang merupakan anak dari Bapak Irsal Las dan Ibu Emiwati. Pendidikan S1 ditempuh penulis di Institut Pertanian Bogor pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dengan Skripsi berjudul “Pembuatan Kembang Gula Tablet dari Daun Gambir (Uncaria gambier Roxb) dengan Penambahan Sakarin dan Amilum” yang diselesaikan pada tahun 2003. Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Badan Litbang Pertanian, sejak tahun 2003 dan mulai berkarir sebagai Peneliti di unit kerja yang sama pada tahun 2008. Selama karirnya penulis telah melakukan kurang lebih 15 kegiatan penelitian dan mempublikasikan lebih dari 30 karya tulis ilmiah. Karya ilmiah berjudul “Carbohydrate-Electrolyte Characteristics of Coconut Water from Different Varieties and Its Potential as Natural Isotonic Drink” telah disajikan pada International Conference on Quality Improvement and Development of Food Product (QID-Food) di Bukittinggi pada bulan April 2015 dan diterbitkan pada International Journal on Advanced Science, Engineering and Information Technology (IJASEIT) volume 5 no 3 tahun 2015. Makalah berjudul “Fluid Intake, Sweat Loss and Fluid Requirement od Futsal Athletes” telah dipresentasikan pada International Symposium on Food and Nutrition for Sustainable Health and Well-being (ISFAN) pada Juni 2015. Makalah berjudul “Pengaruh Proses Ultrafiltrasi dan Ultraviolet terhadap Komposisi Gizi, Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Minuman Air Kelapa” sedang dalam proses cetak pada Jurnal Penelitian Tanaman Industri. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S2 penulis.