STUDI PENGEMBANGAN KOTA TERPADU MANDIRI (KTM) BERBASIS POTENSI AGRIBISNIS MASYARAKAT DAN KAWASAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI MESUJI KABUPATEN TULANG BAWANG
BUDI SUTOMO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
STUDI PENGEMBANGAN KOTA TERPADU MANDIRI (KTM) BERBASIS POTENSI AGRIBISNIS MASYARAKAT DAN KAWASAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI MESUJI KABUPATEN TULANG BAWANG
BUDI SUTOMO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Berbasis Potensi Agribisnis Masyarakat dan Kawasan di Kawasan Transmigrasi Mesuji, Kabupaten Tulang Bawang adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2008
Budi Sutomo Nrp A 353060404
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas ridho-Nya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2007 ini adalah Studi Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Berbasis Potensi Agribisnis Masyarakat dan Kawasan Di Kawasan Transmigrasi Mesuji Kabupaten Tulang Bawang Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA, Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS dan Dr. Setia Hadi, MS selaku komisi pembimbing. 2. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Perencanaan Wilayah. 3. Dr. Ir. Atang Sutandi, MSc selaku dosen penguji luar komisi. 4. Abdurrachman Sarbini, SH, MH, MM selaku Bupati Tulang Bawang dan Drs. Agus Mardihartono, MM selaku Wakil Bupati Tulang Bawang dan Ir. Fakhruddin SP,MS selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Tulang Bawang yang telah memberikan ijin dan bimbingan serta segala bentuk dukungan yang selalu diberikan. 5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis. 6. Sahabat-sahabat PWL kelas khusus angkatan 2006 atas segala dukungan dan kerjasamanya. 7. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Akhirnya, diucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya atas dukungan, doa dan pengertian dari istri, anak dan orang tua tercinta. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2008 Budi Sutomo
Judul Tesis
:
Nama NIM
: :
Studi Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Berbasis Potensi Agribisnis Masyarakat dan Kawasan di Kawasan Transmigrasi Mesuji Kabupaten Tulang Bawang Budi Sutomo A 353060404
Disetujui Komisi pembimbing
Dr. Ir. Widiatmaka, DAA Ketua
Dr. Setia Hadi, M.S. Anggota
Ir. Fredian Tonny, M.S. Anggota Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 3 Desember 2007
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lampung Tengah pada tanggal 20 Mei 1976 sebagai anak kedua dari pasangan Drs Subolo dan Sumirah. Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri Poncowati (Lampung) dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikannya pada Program Studi Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung Penulis menamatkan pendidikan pada Agustus Tahun 1997 Tahun 1999, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan pada Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tulang Bawang, pada tahun 2004 penulis di tempatkan sebagai Kepala Seksi Inventarisasi dan Pengelolaan Pertambangan Dinas Pertambangan Kabupaten Tulang Bawang sampai tahun 2006. Pada tahun 2006, penulis memperoleh beasiswa program 13 bulan dari Pusat Pembinaan Pendidikan dan Latihan Perencanaan, Bappenas untuk melanjutkan pendidikan S2 di IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Saat ini penulis telah menikah dengan Siti Romelah SP dan dikaruniai seorang jagoan cilik amanah dari Allah SWT bernama Muhammad Yusuf Arkan.
RINGKASAN BUDI SUTOMO. Studi Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Berbasis Potensi Agribisnis Masyarakat dan Kawasan di Kawasan Transmigrasi Mesuji, Kabupaten Tulang Bawang. Dibimbing oleh WIDIATMAKA, FREDIAN TONNY dan SETIA HADI. Pembangunan Transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan di daerah tertinggal dan pemerataan penduduk. Hal ini tertuang dalam Undang-undang nomor 15 tahun 1997 tentang Ketransmigrasian dan Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi, yang menyebutkan bahwa tujuan pembangunan transmigrasi adalah (a) meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, (b) peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah, dan (c) memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. Sasaran penyelenggaraan transmigrasi adalah untuk meningkatkan kemampuan dan produktivitas masyarakat transmigrasi, membangun kemandirian dan mewujudkan integritas di pemukiman transmigrasi sehingga ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan transmigrasi, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2006 mengembangkan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di kawasan-kawasan transmigrasi. Pengembangan KTM dilaksanakan dengan harapan dapat mengatasi berbagai permasalahan di kawasan transmigrasi, seperti permasalahan produksi, pascapanen, distribusi, dan pemasaran hasil produksi transmigran, sebagai akibat lemahnya dukungan pasar, sarana dan prasarana, fasilitas pelayanan, dan kelembagaan agribisnis. Hal ini berakibat pada kegagalan mewujudkan sistem agribisnis yang baik, sehingga upaya pencapaian tujuan pembangunan transmigrasi tidak dapat terwujud. Oleh karena itu, dukungan sarana dan prasarana pertanian perlu untuk dikembangkan dalam suatu rancang bangun pengembangan yang komprehensif. Tujuan umum penelitian ini adalah menyusun arahan strategi pengembangan masyarakat melalui pengembangan komoditas unggulan, pusat aktivitas wilayah, dan pengembangan kelembagaan di kawasan pengembangan KTM pada Kawasan Transmigrasi Mesuji berbasis potensi agribisnis masyarakat dan kawasan. Bila dijabarkan lebih lanjut, tujuan khusus penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi potensi pengembangan komoditas unggulan di kawasan transmigrasi, (2) Mengidentifikasi pusat petumbuhan dan aktivitas pelayanan kawasan transmigrasi berdasarkan jumlah dan jenis infrastrukturnya serta aspirasi masyarakat dan kelembagaan yang mendukung, (3) Mengidentifikasi tipologi kelembagaan agribisnis yang berkembang di kawasan transmigrasi Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Jenis data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, meliputi jenis dan jumlah fasilitas pelayanan (infrastruktur), jumlah penduduk, komoditas pertanian yang diusahakan, sumberdaya fisik wilayah, peta tanah, peta geologi, peta lereng dan peta administrasi Kabupaten Tulang Bawang. Unit data yang terendah adalah desa. Pengambilan data primer dilakukan dengan pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode stratified purposive sampling. Untuk mencapai tujuan penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis
kesesuaian lahan, analisis keunggulan komparatif wilayah (LQ), analisis usaha tani, analisis efisiensi marjin pemasaran, analisis skalogram, analisis AHP, dan analisis kelembagaan. Hasil analisis kesesuaian lahan menunjukkan bahwa lahan di Kawasan Transmigrasi Mesuji sesuai untuk pengembangan padi sawah, jagung, kelapa sawit dan karet. Lahan yang sesuai untuk pengembangan padi sawah seluas 76.463,86 Ha (98,55%) dan jagung 73.527,55 Ha (94,761%). Lahan tersebut terdapat di sebagian besar Kawasan Transmigrasi Mesuji terutama bagian timur kawasan. Lahan yang sesuai untuk pengembangan kelapa sawit seluas 45.074,83 Ha (58,09%) dan karet seluas 34.388,37 Ha (44,32%) sebagian besar terdapat di bagian barat kawasan. Komoditas padi sawah, jagung, kelapa sawit dan karet merupakan komoditas basis yang mempunyai keunggulan komparatif wilayah. Basis pengusahaan komoditas padi dan jagung berada di desa-desa di bagian timur kawasan, pengusahaan kelapa sawit dan karet di desa-desa di bagian barat kawasan. Berdasarkan hasil analisis usaha tani dan marjin pemasaran, komoditas padi, jagung, kelapa sawit dan karet menguntungkan untuk dikembangkan di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya keuntungan yang diperoleh di tingkat petani maupun pedagang. Namun demikian masih terdapat kendala besarnya marjin pengangkutan sebagai akibat buruknya sarana dan prasarana jalan. Hasil analisis skalogram menunjukkan bahwa desa dengan hierarki I adalah Desa Tanjung Mas Makmur dan Margojadi. Berdasarkan persepsi dan aspirasi masyarakat dan kelembagaan pemegang kebijakan, Desa Tanjung Mas Makmur yang terpilih untuk ditetapkan sebagai Pusat Aktivitas Pelayanan. Analisis kelembagaan terhadap kelembagaan agribisnis yang ada di Kawasan Transmigrasi Mesuji memberikan hasil bahwa berdasarkan tipologi kelembagaan agribisnis, sebanyak 22,22 persen dikategorikan sebagai kelembagaan yang sustain (berkelanjutan), sebanyak 6,67 persen merupakan kelembagaan yang semi sustain dengan kendala rendahnya keseimbangan pelayanan – peranserta, sebanyak 60 persen merupakan kelambagaan yang tidak sustain serta 11,11 persen dikategorikan ke dalam tipe kelembagaan semi-sustain dengan kendala tata kelola yang buruk. Dari beberapa hasil analisis tersebut maka disusun arahan strategi pengembangan KTM di Kawasan Transmigraasi Mesuji adalah sebagai berikut : (1) Desa dengan hierarki I yang didukung aspirasi masyarakat dan memiliki potensi wilayah yang sesuai serta kelembagaan yang sustain dapat difungsikan sebagai Pusat Aktivitas Pelayanan, (2) Desa hierarki II yang memiliki potensi untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit dan karet dapat difungsikan sebagai pusat agribisnis dan agroindustri perkebunan kelapa sawit dan karet, (3) Desa hierarki II yang memiliki potensi untuk pengembangan padi dan jagung dapat difungsikan sebagai pusat agribisnis dan agroindustri pertanian pangan , (4) Desa hierarki III dengan potensi kesesuaian lahan sesuai dan basis pengusahaan untuk tanaman padi dan jagung dapat difungsikan sebagai pusat produksi pangan wilayah, (5) Untuk pengembangan kelembagaan agribisnis diperlukan peran pemerintah dalam bentuk pembinaan pelatihan untuk menciptakan kemandirian pengelolaan kelembagaan, sehingga ketergantungan terhadap intervensi pemerintah dapat dikurangi
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan nama atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanan Bogor 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr.Ir.Atang Sutandi, MSc
ABSTRACT
BUDI SUTOMO. Study of Independent Integrated City (KTM) Development Base on the Agribusiness Potencies of Society and Area in Mesuji Transmigration Area, Tulang Bawang District. Under direction of WIDIATMAKA, FREDIAN TONNY and SETIA HADI Transmigration development has been done to increase the capability and productivity of transmigration community, develop self-reliance, and perform the integrity in transmigration settlement, so economically and socio-culturally could arise and grow sustainably. One of the effort to reach that goal is by developing KTM in Transmigration Zone. The objectives of this research are to identify development potency of premier commodities, activity service center, institution characteristics, and finally give the direction of KTM development strategy. Analysis results showed that most parts of transmigration zone are suitable for agricultural commodities. Maize and paddy as food crops commodities are potential to be developed in the Eastern part of Mesuji Transmigration Zone while estate commodities like rubber and oil-palm are potential in the Western part. Activity service center could be developed in Tanjung Mas Makmur village, since it has the highest hierarchy and supported by the more relatively sustain agribusiness institution form. Key words : Independent Integrated City (KTM), Transmigration Area, Primary Commodity Potency, Activity Center, Institution.
ABSTRAK
BUDI SUTOMO. Studi Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Di Kawasan Transmigrasi Mesuji Berbasis Potensi Agribisnis Masyarakat dan Kawasan di Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung. Dibimbing oleh WIDIATMAKA, FREDIAN TONNY dan SETIA HADI. Sasaran pembangunan transmigrasi dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan produktivitas masyarakat transmigrasi, membangun kemandirian dan mewujudkan integritas di pemukiman transmigrasi sehingga ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Upaya untuk pencapaian sasaran tersebut salah satunya dengan Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi pengembangan komoditas ungggulan, identifikasi pusat aktivitas pelayanan, identifikasi tiplogi kelembagaan dan memberikan arahan strategi pengembangan KTM. Hasil analisis menunjukkan sebagian besar kawasan transmigrasi sesuai untuk dikembangkan komoditas pertanian. Komoditas prtanian tanaman pangan yaitu jagung dan padi sawah potensial untuk dikembangkan di bagian timur kawasan transmigrasii Mesuji. Komoditas Perkebunan potensial untuk dikembangkan di bagian barat kawasan transmigrasi Mesuji. Pusat aktivitas pelayanan dapat dikembangkan di desa Tanjung Mas Makmur, dikarenakan desa tersebut memiliki hirarki tertinggi dan didukung dengan bentuk kelembagaan agribisnis yang relatif lebih sustain dibanding desadesa lainnya. Kata Kunci: Kota Terpadu Mandiri, Kawasan Transmigrasi, Potensi Komoditas Unggulan, Pusat Aktivitas, Kelembagaan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR................................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................
ix
PENDAHULUAN..................................................................................................... Latar Belakang..................................................................................................... Perumusan Masalah.............................................................................................. Tujuan Penelitian................................................................................................. Ruang Lingkup Penelitian.....................................................................................
1 1 6 8 8
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................ Pengembangan Kawasan Transmigrasi................................................................ Pengembangan Transmigrasi dalam Konsep Pengembangan Wilayah............... Penentuan Pusat Pertumbuhan Wilayah............................................................... Pengembangan Komoditas Unggulan di Kawasan Transmigrasi..................... Kelembagaan.........................................................................................................
9 9 12 13 15 17
METODE PENELITIAN............................................................................. Kerangka Pemikiran............................................................................................... Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................................ Metode Pengumpulan Data................................................................................... Metode Analisis.................................................................................................... Identifikasi Pengembangan Potensi Komoditas Unggulan............................. A. Analisis Kesesuaian Lahan................................................................ B. Analisis Identifikasi Keunggulan Komparatif Wilayah (Location Quotient Analysis).............................................................................. C. Analisis Usaha Tani............................................................................. D. Analisis Efisiensi Margin Pemasaran.................................................. Identifikasi Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Pusat Aktivitas Pelayanan (Hierarki Wilayah) ......................................................................................... A. Analisis Skalogram............................................................................. B. Penggalian Persepsi Masyarakat dengan Analisis AHP (Analytical Hierarchy Process) ............................................................................. Identifikasi Tipologi Kelembagaan................................................................. Analisis Tiplologi Kelembagaan............................................................... Matriks Tujuan, Kerangka Analisis Penelitian, Data yang dibutuhkan dan Hasil yang diharapkan. ..................................................................................................
19 19 22 22 25 25 25 26 27 29 31 31 34 36 36 38
KAJIAN UMUM WILAYAH.................................................................................. 41 Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksebilitas...................................... 41 Kondisi Fisik Wilayah.......................................................................................... 45 IDENTIFIKASI POTENSI PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN............................................................................................................. Analisis Kesesuaian Lahan..........................................................................
49 49
Analisis Keunggulan Komparatif Wilayah (Analisis Location Quotient/LQ….. Analisis Usahatani……………………………………………………………. Analisis Efisiensi Marjin Pemasaran................................................................... Perwilayahan Pengembangan Komoditas Unggulan…………………………... Ikhtisar..................................................................................................................
58 64 67 73 75
IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN............................................................................................................ Analisis Hierarki Pusat Pelayanan...................................................................... Analisis Persepsi Stakeholder ............................................................................. Ikhtisar..................................................................................................................
78 78 85 88
IDENTIFIKASI TIPOLOGI KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DI KAWASAN TRANSMIGRASI............................................................................... Keragaan dan Dinamika Kelembagaan………………………………………… Tipologi kelembagaan.......................................................................................... Ikhtisar..................................................................................................................
90 90 93 102
ARAHAN STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA TERPADU MANDIRI (KTM) PADA KAWASAN TRANSMIGRASI MESUJI BERBASIS POTENSI AGRIBISNIS DAN KAWASAN…....................................................... Sintesis Analisis Identifikasi Penentuan Pusat Aktivitas, Pengembangan Potensi Komoditas Unggulan dan Tipologi Kelembagaan Terhadap Penyusunan Strategi Pengembangan KTM Mesuji............................................. Arahan Strategi Pengembangan Potensi Komoditas Unggulan........................... Arahan Strategi Pengembangan Pusat Aktivitas Pelayanan, dan Infrastrukturnya.................................................................................................... Arahan Strategi Pengembangan Kelembagaan....................................................
104 105 110 114 118
SIMPULAN DAN SARAN....................................................................................... 127 Simpulan............................................................................................................... 127 Saran...................................................................................................................... 128 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
129
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis Data yang Dikumpulkan...................................................................
23
2. Aspek yang Diteliti, Variabel, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data...
24
3. Ilustrasi Tabel Penyusunan Jumlah Fasilitas dan Penyebaranya di Dalam Unit-Unit Desa...............................................................................
32
4. Hasil Analisis Skalogram Berdasarkan Jumlah dan Jenis Sarana dan Prasarana....................................................................................................
33
5. Tabulasi Silang Tipologi Kelembagaan di Kawasan Transmigrasi Mesuji.......................................................................................................
38
6. Matrik Tujuan, Analisis, Data yang Dibutuhkan dan Hasil yang Diharapkan……………………………………………………………….
39
7. Desa-desa di Lokasi KTM Kabupaten Tulang Bawang...........................
41
8. Sebaran Lahan Berdasarkan Tingkat Kelerengan di Lokasi KTM Kawasan Transmigrasi Mesuji..................................................................
45
9. Sebaran Lahan Berdasarkan Ketinggian di Lokasi KTM Kawasan Transmigrasi Mesuji .................................................................................
45
10. Formasi Geologi di Lokasi KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji .......
46
11. Curah Hujan Rata-rata dan Iklim Kabupaten Tulang Bawang .................
47
12. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Bulanan di Wilayah Mesuji Tahun 1995..........................................................................................................
47
13. Klasifikasi Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah di Kawasan Transmigrasi Mesuji .................................................................................
51
14. Klasifikasi Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung di Kawasan Transmigrasi Mesuji .................................................................................
53
15. Klasifikasi Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Sawit di Kawasan Transmigrasi Mesuji .................................................................
55
16. Klasifikasi Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Karet di Kawasan Transmigrasi Mesuji .................................................................................
57
17. Keragaan Pengusahaan Tanaman Pangan ................................................
59
18. Keragaan Pengusahaan Tanaman Perkebunan .........................................
59
19. Nilai Perhitungan LQ dan LI untuk Komoditas Tanaman Pangan di Kawasan Transmigrasi Mesuji .................................................................
60
20. Nilai Perhitungan LQ dan LI untuk Komoditas Tanaman Perkebunan di Kawasan Transmigrasi Mesuji .................................................................
61
21. Hasil Analisis LQ Pengusahaan Tanaman Pangan dan Perkebunan Terhadap Desa-desa di Kawasan Transmigrasi Mesuji ............................ 61
22. Hasil Perhitungan Analisis Finansial Usahatani Komoditas Padi Sawah dan Jagung di Kawasan Transmigrasi Mesuji........................................ 23. Hasil Analisis Finansial Pengusahaan Tanaman Kelapa Sawit dan Karet di Kawasan Transmigrasi Mesuji..............................................................
65 66
24. Marjin Pemasaran Padi di Kawasan Transmigrasi Mesuji pada Bulan Juni 2007 untuk Konsumen Akhir di Kota Bandar Lampung dan Metro Propinsi Lampung .....................................................................................
68
25. Penyebaran Marjin Pemasaran Karet (Slab) di Kawasan Transmigrasi Mesuji untuk Pasokan Pabrik di Palembang dan Bandar Lampung Pada Bulan Juni 2007 ...............................................................................
70
26. Marjin Pemasaran Jagung di Kawasan Transmigrasi Mesuji pada Bulan Juni 2007 untuk Konsumen Akhir di Kota Bandar Lampung .................
72
27. Penyebaran Marjin Pemasaran Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di Kawasan Transmigrasi Mesuji untuk Pasokan di Pabrik CPO PT SIP di Kecamatan Tanjung Raya Pada Bulan Juni 2007 .................................
73
28. Hasil Analisis Skalogram Berdasarkan Jumlah dan Jenis Fasilitas Pelayanan. .................................................................................................
80
29. Hasil Analisis Skalogram Berdasarkan Indeks Perkembangan Desa Terstandarisasi ..........................................................................................
81
30. Jumlah dan Persentase Tipologi Kelembagaan Menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji ...............................................
96
31. Jumlah dan Persentase Kelembagaan di KTM Kawasan Transmigrasi Mesuji Menurut Jenis dan Tipologi Kelembagaanya................................
97
32. Sintesis Hasil Analisis Aspek-Aspek Pengembangan KTM Mesuji.........
106
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan Kerangka Pikir Rencana Penelitian.....................................................
21
2. Struktur AHP Terhadap Penentuan Pusat Aktivitas Pelayanan KTM............
36
3. Bagan Alir Rencana Kegiatan Penelitian.......................................................
40
4. Peta Administrasi Wilayah Penelitian di Wilayah Perencanaan KTM Kawasan Transmigrasi Mesuji Kabupaten Tulang Bawang Lampung .........
42
5. Peta Kesesuaian Lahan Aktual untuk Pengembangan Tanaman Padi Sawah di Kawasan Transmigrasi Mesuji....................................................................
52
6. Peta Kesesuaian Lahan Aktual untuk Pengembangan Tanaman Jagung di Kawasan Transmigrasi Mesuji......................................................................
54
7. Peta Kesesuaian Lahan Aktual untuk Pengembangan Tanaman Kelapa Sawit di Kawasan Transmigrasi Mesuji........................................................
56
8. Peta Kesesuaian Lahan Aktual untuk Pengembangan Tanaman karet di Kawasan Transmigrasi Mesuji......................................................................
58
9. Peta Hasil Analisis LQ Pengusahaan Tanaman Padi di Kawasan Transmigrasi Mesuji ....................................................................................
62
10. Peta Hasil Analisis LQ Pengusahaan Tanaman Jagung di Kawasan Transmigrasi Mesuji .....................................................................................
63
11. Peta Hasil Analisis LQ Pengusahaan Kelapa Sawit di Kawasan Transmigrasi Mesuji ......................................................................................
63
12. Peta Hasil Analisis LQ Pengusahaan Tanaman Karet di Kawasan Transmigrasi Mesuji ...................................................................................... 13. Peta Perwilayahan Potensi Pengembangan Komoditas Pertanian di Lokasi KTM Mesuji.................................................................................................
74
14. Peta Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji Berdasarkan Indeks Perkembangan Desa .........................................................................
84
15. Peta Hiearki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji Berdasarkan Jumlah dan Jenis Fasilitas Pelayanan ...........................................................
85
16. Pasar di Desa Tanjung Mas Makmur yang Menjadi Tempat Transaksi Ekonomi Bagi Desa-desa di Sekitar Kawasan Transmigrasi Mesuji ..............
85
17. Hasil AHP Terhadap Penentuan Pusat Aktivitas Pelayanan KTM..................
86
18. Peta Menunjukkan Kesetrategisan Lokasi Desa Tanjung Mas Makmur.........
87
19. Tipologi Kelembagaan Agribisnis Menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji
97
21. Tipologi Kelembagaan Agribisnis di Kawasan Transmigrasi Mesuji………
97
22. Peta Tipologi Kelembagaan Sustain Menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji..........................................................................................
64
98
23. Peta Tipologi Kelembagaan Semi Sustain dengan Kendala Rendahnya Peran Serta Menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji.............................................................................................................. 24. Peta Tipologi Kelembagaan Semi Sustain dengan Kendala Tata Kelola (Governance) Menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji.............................................................................................................. 25. Peta Tipologi Kelembagaan Tidak Sustain Menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji........................................................................ 26. Peta Arahan Pengembangan Pengembangan KTM Mesuji .......................... 27. Kondisi Jalan di kawasan Transmigrasi pada Musim Hujan .....................
98
99 99 109 116
28. Peta Jaringan Transportasi di Kawasan Transmigrasi Mesuji ....................... 117 29. Model Kelembagaan yang Mendukung Pengembangan Kawasan Tranmigrasi Mesuji ....................................................................................... 121 30. Lahan untuk Pola Tanam Sonor Rawa Kering yang Digunakan oleh Masyarakat untuk Menanam Padi................................................................... 125
Tipe 2 Hierarki I Hierarki II Hierarki III Total
Tata Kelola yang baik Tipe 1 Hierarki I 33,33 Hierarki II 12,50 Hierarki III 33,33 Total 22,22 Tinggi Keseimbangan Pelayanan Peran Serta
13,33 4,17 0,00 6,67
Rendah Keseimbangan Pelayanan Peran Serta Hierarki I Hierarki II Hierarki III Total Tipe3
46,67 70,83 50,00 60,00
Hierarki I Hierarki II Hierarki III Total
6,67 12,50 16,67 11,11 Tipe4 Tata Kelola yang buruk
Gambar 22 Tipologi Kelembagaan Agribisnis menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji Tabel 30 Jumlah dan Persentase Kelembagaan di KTM Kawasan Transmigrasi Mesuji menurut Jenis dan Tipologi Kelembagaanya Kelembagaan Kelompok Tani P3A Koperasi Total
Tipe 1
Tipe2
Tipe 3
Tipe 4
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
N
%
9 0 1 10
25 0 25 22,22
3 0 0 3
8,33 0 0 6,67
19 5 3 27
52,78 100 75 60
5 0 0 5
13,89 0 0 11,11
36 5 4 45
100,00 100,00 100,00 100,00
Good Governance Tipe 2 Kelompok Tani P3A Koperasi Total
8,33 0 0 6,67
Rendah Keseimbangan Pelayanan Peran Serta Tipe 3 Kelompok Tani 52,78 P3A 100 Koperasi 75 Total 60
Keterangan :
Tipe 1 Kelompok Tani P3A Koperasi Total
25 0 25 22,22
Tinggi Keseimbangan Pelayanan Peran Serta Tipe 4 Kelompok Tani 13,89 P3A 0 Koperasi 0 Total 11,11 Bad Governance
Tipe 1. Merupakan Kelelmbagaan yang Sustain dimana terjadi keseimbangan Peran Serta dan Pelayanan yang tinggi Tipe 2. Merupakan Kelembagaan Semi Sustain, dengan kendala Rendahnya Keseimbangan Peranserta dan Pelayanan
Tipe 3.
Merupakan kelembagaan Yang tidak Sustain dengan kendala Rendahnya Keseimbangan Peranserta dan Pelayanan dan rendahnya good governance
Gambar 23 Tipologi Kelembagaan Agribisnis di Kawasan Transmigrasi Mesuji
Gambar 24 Peta Tipologi Kelembagaan Sustain Menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji
Gambar 25 Peta Tipologi Kelembagaan Semi Sustain dengan Kendala Rendahnya Peran Serta menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji
Gambar 26 Peta Tipologi Kelembagaan Semi Sustain dengan Kendala Tata Kelola (Governance) menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji
Gambar 27 Peta Tipologi Kelembagaan tidak sustain menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji
DAFTAR LAMPIRAN 1. Skalogram Hireraki Desa-desa di Kawasan Transmigrasi Mesuji Berdasarkan Jenis dan Jumlah Fasilitas Pelayanan ……………………... 133 2. Skalogram Hireraki Desa-desa di Kawasan Transmigrasi Mesuji 139 Berdasarkan Indeks Perkembangan Desa ................................................. 3. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pertanian dan Tanaman Kehutanan................................................................................................... 145 4. Karakteristik Satuan Lahan di Kawasan Transmigrasi Mesuji …………
146
5. Klasifikasi Kesesuaian lahan di Kawasan Transmigrasi Mesuji ............... 152 6. Analisis Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan ...................... 154 7. Analisis Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Perkebunan................ 156 8. Daftar Responden Analisis AHP ............................................................... 159 9. Daftar Nama Responden untuk Pengambilan Data Tiplogi Kelembagaan 160
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan, terutama di kawasan yang masih terisolir atau tertinggal. Program ini sekaligus diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para transmigran dan masyarakat sekitarnya. Hal ini tertuang dalam Undang-undang nomor 15 tahun 1997 tentang Ketransmigrasian dan Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi, yang menyebutkan bahwa tujuan pembangunan transmigrasi adalah (a) meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, (b) peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah, dan (c) memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. Sasaran penyelenggaraan transmigrasi adalah untuk
meningkatkan kemampuan dan produktivitas
masyarakat transmigrasi, membangun kemandirian dan mewujudkan integritas di pemukiman transmigrasi sehingga ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan Transmigrasi sebagai salah satu program pembangunan terutama diarahkan kepada pembangunan pertanian, yaitu peningkatan produktivitas pertanian.
Peningkatan produktivitas pertanian diharapkan
akan dapat
mendukung peningkatan pendapatan, kesejahteraan dan pemerataan hasil pembangunan. Menurut Utomo (2005), untuk mewujudkan hal tersebut maka di wilayah-wilayah transmigrasi perlu dikembangkan pusat-pusat agroindustri pedesaan yang dapat menyerap tenaga kerja
di pedesaan dan akan memacu
pertumbuhan wilayah. Untuk itu perlu dibangun infrastruktur dan akses pasar, sehingga akan terjadi harmonisasi pembangunan wilayah. Sumardjo
(2004)
menyatakan
bahwa
daerah-daerah
transmigrasi
merupakan wilayah dimana produk transmigran tersedia dan masyarakat di sekitarnya memiliki keunggulan komparatif. Daerah tersebut berpotensi menjadi kawasan agrobase development, yaitu pengembangan sektor pertanian berbasis pertanian dan perdesaan. Oleh karena itu, kawasan transmigrasi potensial menjadi
2
wilayah pengembangan kawasan agropolitan, yaitu terintegrasinya kota pertanian dan desa-desa sentra produksi yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha-usaha agribisnis-agroindustri. Kegiatan ekonomi di kawasan transmigrasi diharapkan terus meningkat sehingga mampu menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan secara mandiri dan terpadu dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten (Direktorat Jendral Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi, 2006). Priyono (2004) menyatakan bahwa pengembangan wilayah transmigrasi merupakan usaha menumbuh kembangkan wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam dengan keunggulan komoditas tertentu yang dikelola secara terpadu dengan mengisi kekurangan sumberdaya manusia melalui program transmigrasi. Salah satu komponen penting yang berkaitan dengan keberhasilan pengembangan
kawasan transmigrasi adalah seberapa besar masyarakat ikut
berpartisipasi dalam pembangunan.
Seringkali dalam pelaksanaan program,
keterlibatan masyarakat kurang diperhatikan karena pihak pemerintah masih merasa yang paling mengetahui apa yang harus dilakukan oleh masyarakat perdesaan. Anwar (2005) menyatakan kebijakan yang sering menseragamkan keadaan wilayah pedesaan akan mengarah kepada kegagalan. Pengembangan kawasan transmigrasi pada dasarnya harus dilandaskan pada pembangunan kapasitas sumber daya manusia di dalam kawasan tersebut. Hal ini tidak akan pernah terwujud jika masyarakat hanya dijadikan objek pembangunan.
Oleh karena itu konsep pendekatan pembangunan partisipatif
menjadi penting untuk diperhatikan dalam pengembangan kawasan transmigrasi. Selain hal itu perlu diperhatikan juga adanya penguatan sumberdaya manusia dan kelembagaan.
Menurut Rustiadi dan Setiahadi (2006), dengan
penguatan sumberdaya manusia dan kelembagaan dapat dihindari adanya peluang mengalirnya nilai tambah yang tidak terkendali keluar kawasan.
Dengan
demikian penguatan kelembagaan lokal dan sistem kemitraan
menjadi
persyaratan utama yang harus ditempuh dalam pengembangan kawasan agropolitan (dalam hal ini kawasan transmigrasi).
3
Sejalan dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengembangan kawasan transmigrasi hendaknya terintegrasi dengan kepentingan pembangunan daerah yang tertuang dalam Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten/Kota, kepentingan serta aspirasi masyarakat setempat, ketersediaan sumberdaya alam, yang berpengaruh pada kemampuan daerah untuk menerima dan mendukung program pengembangan kawasan. Tujuan dasar pengembangan wilayah dan penyusunan tata ruang transmigrasi adalah untuk membentuk suatu sistem pemukiman yang secara fungsional merupakan suatu wadah yang dapat meramu berbagai masukan (input) dan teknologi yang tepat sehingga memungkinkan terwujudnya kehidupan transmigrasi yang mandiri. Sistem pemukiman tersebut diharapkan sejak awal mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan selanjutnya mampu berkembang untuk mencapai tingkat kesejahteraan sekurang-kurangnya di atas subsisten.
Sesuai konsep tata ruang, pemukiman transmigrasi haruslah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pengembangan wilayah (Muchdie, 1986). Lebih lanjut dikatakan, dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah, upaya untuk mempercepat pengembangan wilayah transmigrasi dapat dilakukan melalui pengembangan pertanian yang diikuti dengan pengembangan industri pengolahan hasil pertanian. Pengembangan transmigrasi pada masa mendatang perlu memperhatikan dua hal. Pertama, persoalan proses mencapai kemandirian, dan kedua mengutamakan pemberdayaan masyarakat yang bermula dalam satuan komunitas. Dalam pengembangan kawasan transmigrasi yang bersandar pada kemandirian, prosesnya tidak hanya didasarkan pada perundangan dan pendekatan administrasi birokrasi dalam satuan kerja satu atau lebih departemen terpusat, tetapi perlu dilakukan melalui pembaharuan tata kelola pengembangan transmigrasi melalui kemitraan (partnerships)
dengan pemangku-pemangku kepentingan yang
berkaitan dengan pembangunan daerah yang berbasis komunitas (Kolopaking, 2006). Untuk mewujudkan tujuan tersebut
Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi pada tahun 2006 mengembangkan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di kawasan-kawasan transmigrasi. Definisi KTM adalah kawasan transmigrasi
4
yang pembangunan dan pengembangannya dirancang menjadi pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan melalui pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang mempunyai fungsi sebagai berikut (1) Pusat kegiatan pertanian berupa pengolahan barang pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agribisnis; (2) Pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services), dan pemuliaan tanaman unggul; (3) Pusat pendidikan, pelatihan di sektor pertanian, industri dan jasa; (4) Pusat perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya pasar-pasar grosir dan pergudangan komoditas sejenis. KTM dibangun dengan konsep agropolitan (Depnakertrans, 2006). Menurut Anwar (2006) Pembangunan kota kecil dilingkungan pertanian merupakan pembangunan pusat-pusat pelayanan pada kota-kota kecil mencakup pula perlengkapan infrastruktur fasilitas publik perkotaan. Menurut Suparno (2006) KTM akan dikembangkan di delapan kawasan transmigrasi yang ditunjuk sebagai pilot proyek Kota Terpadu Mandiri (KTM). Adapun kedelapan kawasab tersebut yaitu Pulau Rupat di Provinsi Riau, Mesuji (Kabupaten Tulang Bawang, Lampung), Kaliorang dan Rantau Pulung (Kalimantan Timur), Mandastana (Kalimantan Selatan), Rasau Jaya dan Terentang (Kalimantan Barat), dan Pulau Morotai (Maluku Utara). Menurut Depnakertrans (2006) Kawasan Transmigrasi Mesuji di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung dipilih sebagai pilot proyek pengembangan KTM
dengan pertimbangan karena letaknya yang setrategis.
Kawasan Transmigrasi Mesuji
berada di antara
Jalan Lintas Timur Trans
Sumatera yang menghubungkan Kota Bandar Lampung dan Kota Palembang. Kawasan itu memiliki 50 satuan pemukiman dan telah dihuni sekitar 25 ribu kepala keluarga transmigran dari Jawa serta transmigran lokal dari sejumlah wilayah di Provinsi Lampung sejak awal 1980-an. Berdasarkan Masterplan Pengembangan KTM Mesuji secara garis besar program pengembangan KTM Mesuji terdiri dari (1) Program Pengembangan Usaha Ekonomi Berbasis Komoditi Unggulan,
(2) Program Pemberdayaan
Masyarakat,(3) Program Pengembangan Infrastruktur Kawasan, dan (4) Program Pembangunan Kawasan dan Pengembangan Pusat KTM, yang meliputi desa-desa utama dan pusat KTM.
5
Di wilayah KTM Mesuji, sektor perkebunan dan pertanian tanaman pangan merupakan sektor prioritas yang akan dikembangkan, dengan komoditi unggulan kelapa sawit, karet, padi irigasi, jagung dan singkong. Selanjutnya dalam pengembangan industri, indutri yang perlu dikembangkan adalah industri pengolahan komoditi unggulan tersebut, dengan arahan agar dapat memberikan nilai tambah (Dirjen P2MKT Depnakertrans, 2006). Namun demikian, permasalahan produksi, pascapanen, distribusi, dan pemasaran masih sering terjadi. Hal ini sebagai akibat lemahnya dukungan sarana dan prasarana pertanian, sehingga kurang berhasil mewujudkan sistem agribisnis yang baik - yang pada gilirannya gagal menaikkan pendapatan petani sebagai pelaku utama proses produksi pertanian. Oleh karena itu, dukungan sarana dan prasarana pertanian perlu untuk dikembangkan dalam suatu rancang bangun pengembangan yang komprehensif. Kegiatan tersebut diharapkan dapat memberi dampak kepada penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi defisit perdagangan, serta meningkatkan keunggulan kompetitif produk-produk pertanian. Disamping itu untuk memposisikan sektor pertanian melalui pendekatan agribisnis sebagai basis pengembangan kawasan transmigrasi akan dapat berhasil apabila permasalahan kegagalan kelembagaan yang dihadapi sektor pertanian selama ini dapat segera diatasi. Langkah awal yang diperlukan antara lain adalah dengan mempelajari jenis dan dinamika berbagai kelembagaan, faktor-faktor penentu
kemajuan/kekagalan
suatu
kelembagaan
yang
terkait
dengan
pengembangan agribisnis dan kawasan. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui bagaimana strategi pengembangan KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji yang berbasis potensi agribisnis masyarakat dan kawasan. Dengan demikian dapat dijadikan sebagai masukan bagi penentu kebijaksanaan dalam hal ini Pemerintah Daerah dalam pengambangan KTM, baik jangka pendek maupun jangka panjang dengan mengacu kepada masterplan pengembangan KTM yang telah ditetapkan oleh Departeman Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang.
6
Perumusan Masalah Transmigrasi merupakan salah satu program pembangunan yang terutama diarahkan kepada pembangunan sektor pertanian. Pembangunan sektor pertanian diharapkan akan dapat mendukung peningkatan pendapatan, kesejahteraan dan pemerataan
hasil
pembangunan
di
kawasan
transmigrasi.
Keberhasilan
Pembangunan Kawasan Transmigrasi akan sangat ditentukan oleh kemampuan strategi kebijaksanaan
pertanian dalam meningkatkan keunggulan kompetitif
produk-produk pertanian melalui pengembangan pusat-pusat agroindustri perdesaan. Program pengembangan KTM diharapkan dapat memacu pertumbuhan wilayah di dalam maupun di sekitar kawasan transmigrasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan sebuah strategi pengembangan kewilayahan yang berbasis potensi agribisnis masyarakat dan kawasan. Pembukaan kawasan transmigrasi pada awalnya ditujukan untuk menghasilkan produk pertanian. Peningkatan produksi pertanian diharapkan dari waktu ke waktu semakin meningkat dan dapat meningkatkan perekonomian desadesa dan masyarakat di kawasan transmigrasi. Untuk mewujudkannya maka pengembangan kawasan transmigrasi hendaknya dilakukan dengan berbasis pada potensi agribisnis. Pengembangan KTM yang berbasis agribisnis perlu didukung oleh sumberdaya lahan yang sesuai untuk pengembangan komoditi pertanian pilihan, selain peningkatan efisiensi kegiatan budidaya pertanian, pemasaran hasil produksi, peningkatan nilai tambah kepada petani, maupun peningkatan daya saing komoditas pertanian. Untuk itu, perlu dilakukan identifikasi potensi pengembangan komoditas pilihan berupa sumberdaya fisik lahan dalam hal kesesuaiannya, potensi pasar maupun keunggulan komoditas pilihan. Pada
program
transmigrasi
yang
telah
dilaksanakan
terdahulu,
perencanaan pembangunan kawasan transmigrasi umumnya belum dilakukan dengan suatu perencanaan integral kawasan. Akibatnya, perkembangan wilayahwilayah
transmigrasi
yang
dibangun
sering
tidak
terintegrasi
dengan
perkembangan wilayah pemukiman yang telah ada. Hal ini antara lain berimplikasi pada tidak meratanya penyediaan fasilitas pelayanan. Kawasan transmigrasi pada umumnya hanya didukung dengan sarana prasarana pelayanan
7
dengan aksesbilitas yang rendah, serta berada di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau. Melalui paradigma baru pembangunan ketransmigrasian yang diimplementasikan dalam bentuk KTM, diharapkan akan dapat diwujudkan pembangunan kawasan transmigrasi yang lebih terintegrasi dengan kawasan sekitarnya. Selain pertimbangan fisik, pengembangan sarana dan prasarana pelayanan hendaknya memperhatikan pertimbangan sosiologis yang disesuaikan dengan aspirasi masyarakat yang didukung oleh sistem kelembagaan yang memadai. Oleh karena itu pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas KTM perlu diidentifikasi, baik berdasarkan jumlah dan jenis infrastrukturnya maupun aspirasi masyarakat dan dukungan kelembagaan. Salah
satu
kunci
penentu
keberhasilan
pengembangan
kawasan
transmigrasi yang berbasis potensi agribisnis masyarakat dan kawasan adalah peran kelembagaan. Menurut Coase (1960) dalam Aunuddin (2002), kelembagaan memainkan peranan yang vital dalam perekonomian. Dalam perspektif Coase, kelembagaan berfungsi sebagai instrumen untuk meminimumkan ongkos transaksi dalam perekonomian, sehingga perekonomian dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal. Semantara itu, North dan Thomas (1973) menunjukkan bahwa kelembagaan dapat direkayasa, dan membuktikan bahwa rekayasa kelembagaan yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan perekonomian yang cepat dan berkelanjutan. Dengan mengacu pada penemuan para pakar kelembagaan tersebut, maka pengembangan kawasan transmigrasi dengan basis agribisnis akan dapat berhasil hanya bila terlebih dahulu permasalahan kegagalan kelembagan yang diperkirakan dihadapi dapat diatasi. Oleh karena itu sebagai langkah awal perlu diketahui jenis dan dinamika berbagai kelembagaan yang terkait
dengan pengembangan agribisnis dan kawasan, faktor-faktor penentu
kemajuan dan kegagalan suatu kelembagaan.
8
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas, tujuan penelitian ini adalah (1)
Mengidentifikasi potensi pengembangan
komoditas pilihan di kawasan
transmigrasi. (2)
Mengidentifikasi pusat petumbuhan dan aktivitas pelayanan kawasan transmigrasi berdasarkan jumlah dan jenis infrastrukturnya serta aspirasi masyarakat dan kelembagaan yang mendukung.
(3)
Mengidentifikasi tipologi
kelembagaan agribisnis
yang berkembang di
kawasan transmigrasi (4)
Menyusun arahan strategi pengembangan KTM melalui pengembangan pusat
aktivitas
wilayah,
pengembangan
komoditas
pertanian
dan
kelembagaan agribisnis di kawasan pengembangan KTM pada kawasan transmigrasi Mesuji. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah perencanaan pengembangan KTM Mesuji di Kawasan Transmigrasi Mesuji yang meliputi Kecamatan Mesuji Timur dan Mesuji. Kawasan tersebut merupakan kawasan yang cukup menarik untuk dijadikan studi pengembangan KTM. Penelitian ini dilakukan dengan merujuk kepada kerangka Masterplan Pengembangan KTM Mesuji yang telah disusun oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Tulang Bawang. Dengan penelitian ini diharapkan dapat diberikan masukan dari sisi ilmiah kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Tulang Bawang dalam pelaksanaan pengembangan KTM Mesuji.
TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Kawasan Transmigrasi Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 tahun 1997, transmigrasi didefinisikan sebagai perpindahan penduduk secara sukarela dan berencana untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi pemukiman transmigrasi. Sasaran kegiatan transmigrasi adalah untuk meningkatkan
kemampuan
dan
produktivitas
masyarakat
transmigran,
membangun kemandirian dan mewujudkan integrasi di pemukiman transmigrasi sehingga ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Tiga jenis transmigrasi yang telah dikembangkan Pemerintah
adalah : 1. Transmigrasi
umum,
yaitu
jenis
transmigrasi
yang
sepenuhnya
diselenggarakan oleh pemerintah. 2. Transmigrasi swakarsa berbantuan, yaitu jenis transmigrasi yang dirancang oleh pemerintah bekerjasama dengan badan usaha sebagai mitra usaha transmigran. 3. Transmigrasi swakarsa mandiri yaitu jenis transmigrasi yang sepenuhnya merupakan prakarsa transmigran yang dilakukan baik melalui kerjasama dengan badan usaha maupun sepenuhnya dikembangkan transmigran atas arahan pemerintah. Pembangunan transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan daerah, sebagai upaya untuk mempercepat pem
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pembukaan kawasan transmigrasi pada awalnya ditujukan untuk menghasilkan produk pertanian. Peningkatan produksi pertanian diharapkan dari waktu ke waktu semakin meningkat dan dapat meningkatkan perekonomian desadesa dan masyarakat di kawasan transmigrasi. Untuk mewujudkannya maka pengembangan kawasan transmigrasi yang berbasis pada potensi agribisnis perlu dilakukan dengan pengembangan dan peningkatan nilai tambah komoditas pilihan. Untuk itu, sumberdaya lahan yang sesuai untuk pengembangan komoditi pertanian tertentu perlu diperhatikan, disamping potensi pemasaran hasil pertanian, ketersedian industri dan pengolahan hasil pertanian, maupun daya saing komoditas pertaniannya. Fasilitas pelayanan merupakan salah satu unsur dari sistem suatu daerah yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembangunan di daerah tersebut. Fasilitas pelayanan berperan dalam meningkatkan kesejahteraan transmigran. Fasilitas pelayanan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraanya. Pada umumnya pada daerah dengan fasilitas pelayanan yang tinggi menjadi pusat aktivitas baik sebagai pusat pelayanan maupun pusat pertumbuhan suatu wilayah. Penggunaan fasilitas pada suatu pusat pelayanan merupakan fungsi dari aksesbilitas atau kemudahan dari titik permintaan ke titik penyediaan (pusat pelayanan tersebut). Namun demikian keberadaan fasilitas-fasilitas pelayanan bukan semata-mata penentu keberadaan pusat-pusat aktivitas, faktor lain seperti tersedianya jenis dan rute transportasi, karakteristik ekonomi kelompok yang menggunakan tradisi, aspirasi masyarakat, preferensi personal dan kapasitas kelembagaan yang ada serta kebijakan pemerintah menjadi penentu keberadaan pusat-pusat aktivitas. Berdasarkan hal tersebut, maka diharapkan dapat ditentukan pusat yang meminimumkan biaya pengalihan atau transfer cost dari barang jasa antara titik permintaan dan titik penyediaan.
20
Pusat-pusat aktivitas suatu wilayah sangat terkait dengan hierarki wilayah. Hierarki wilayah dapat membantu untuk menentukan fasilitas apa yang harus ada atau perlu dibangun di masing-masing wilayah. Fasilitas kepentingan umum bukan hanya menyangkut jenisnya, tetapi juga kapasitas pelayanan dan kualitasnya.
Jenis fasilitas itu mungkin harus ada di seluruh wilayah, tetapi
kapasitas dan kualitas palayanannya harus berbeda. Makin maju suatu wilayah, semakin beragam fasilitas yang disediakan sehingga makin luas wilayah pengaruhnya (Tarigan, 2005). Sebagai bagian dari pengembangan wilayah, pembangunan transmigrasi hendaknya menjadi satu rangkaian aktivitas yang saling mendukung dan memberikan manfaaat yang menguntungkan dan berkeadilan. Hal tersebut dapat terwujud apabila didukung dengan adanya pengembangan kelembagaan. Pengembangan kelembagaan adalah proses dimana anggota-anggota masyarakat meningkatkan kapasitas kelembagaannya untuk memobilisasi dan mengelola sumberdaya untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesua dengan aspirasinya Oleh karena itu, dalam perkembangannya, kelembagaan dapat dilacak berdasarkan aspek historis atau riwayat (proses atau dinamikanya) dan keberlanjutan kelembagaan tersebut (institutional sustainability). Beragam kelembagaan di kawasan transmigrasi dapat diidentifikasi berdasarkan aspek historis atau riwayatnya. Perkembangan beragam kelembagaan dapat menunjukan tipe dan dinamika yang berbeda antara satu kelembagaan dengan kelembagaan lain karena pengaruh faktor-faktor internal dan eksternal. Pada taraf ini, dinamika kelembagaan tersebut dipahami sebagai “pola hubungan dalam kelembagaan dan antar-kelembagaan” dalam sistem agribisnis. Oleh karena itu, secara konseptual dinamika kelembagaan tersebut selain diidentifikasi menurut sistem agribisnis, diperlukan suatu konsep yang komprehensif dan holistik untuk memahami kekhasan dinamika dan tipologi masing-masing kelembagaan. Alur kerangka pikir penelitian disajikan pada Gambar 1.
21
Potensi Komoditas Unggulan
Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Aktivitas Pelayanan
Kawasan Transmigrasi
- Kesesuaian Lahan - Keunggulan Komparatif Wilayah - Usahatani - Efisiensi margin pemasaran
-
Jumlah Penduduk Fasilitas Pelayanan Umum Fasilitas Sosial Tempat Penampungan Hasil Pertanian - Transportasi - Aspirasi - Kelembagaan
Faktor Internal - Kepemimpinan - Pendidikan - Aturan-aturan - Ukuran kelembagaan - Umur lembaga - Ketersediaan anggaran Kelembagaan Faktor Eksternal - Kebijakan pemerintah - Ketersediaan prasarana & sarana umum - Jaringan kerjasama antar lembaga
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian
Pengembangan dan Peningkatan Nilai Tambah Usaha Pertanian
Pembangunan Sarana dan Prasarana Pelayanan
Pengembangan Kelembagaan Berkelanjutan - Peran serta anggota - Pelayanan thd. anggota - Manfaat bagi anggota - Good governance - Kompleksitas
Pengembangan KTM Berbasis Potensi Agribisnis Masyarakat dan Kawasan
22
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah perencanaan pengembangan KTM Kawasan Transmigrasi Mesuji (Kecamatan Mesuji, dan Mesuji Timur) Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung. Secara geografis, lokasi KTM Mesuji berada pada posisi lintang dan bujur masing-masing antara 03o42’ – 04o5’ Lintang Selatan sampai dengan 105o23’ - 105o38’ Bujur Timur. Luas wilayah KTM Mesuji ini adalah 46.559,94 Ha. Batas-batas lokasi ini adalah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan
Sebelah Barat
: Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan
Sebelah Selatan
: Kecamatan Rawajitu Utara Kabupaten Tulang Bawang
Sebelah Timur
: Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Tulang Bawang
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai Agustus 2007 Metode Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder. Jenis data primer yang dikumpulkan adalah data kelembagaan, harga pasar dan aspirasi masyarakat yang berkembang di kawasan transmigrasi Mesuji (wilayah perencanaan pengembangan KTM). Data sekunder diperoleh dari berbagai lembaga/instansi seperti BPS, Bappeda, Dinas Pertanian Tanaman pangan Kabupaten Tulang Bawang, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tulang Bawang, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tulang Bawang dan berbagai lembaga yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Transmigrasi Mesuji yang meliputi Kecamatan Mesuji Lampung dan Mesuji Timur. Namun demikian dikarenakan Kecamatan Mesuji Timur merupakan kecamatan baru hasil pemekaran Kecamatan Mesuji pada tahun 2006, sehingga data-data skunder yang ada merupakan data Kecamatan Mesuji sebelum dimekarkan. Teknik studi data sekunder dilakukan dengan melakukan studi kepustakaan dari publikasi data-data statistik BPS yang terdiri data potensi desa dan data kabupaten Tulang Bawang Dalam Angka, dan sumber-sumber lain yang mendukung topik penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara semi terstruktur, kuesioner kelembagaan dan kuisioner Analytical Hierarchy Proces (AHP)
23
Adapun jenis data yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 1 dan untuk melihat keterkaitan antara tujuan, metode, analisis, variabel yang diukur, serta sumber-sumber data sebagaimana disajikan pada pada Tabel 2. Tabel 1 Jenis Data yang Dikumpulkan No
Data
1
2
Sumber
Data Primer : a. Persepsi masyarakat dan pemegang kebijakan Daerah
Metode Pengumpulan Data Wawancara dengan kuisioner AHP
Responden : (Tokoh Masyarakat, Perwakilan anggota DPRD Kabupaten Tulang Bawang, Sekretaris Kabupaten Tulang Bawang, Unsur Bappeda Kabupaten Tulang Bawang, Unsur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tulang Bawang, Unsur Dinas Perkebunan dan Kehutanan kabupaten Tulang Bawang, Camat Mesuji Timur, Kepala Desa Tanjung Mas Makmur
b. Efisiensi Marjin pasar
Wawancara
Petani, Pedagang Pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua
c. Tipologi Kelembagaan
Wawancara dengan panduan kuisioner
Anggota kelompok tani, P3A, dan Koperasi
Studi Pustaka Studi Pustaka
BPS BPS
Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka
Dinas Perkebunan Dinas pertanian Disnakertrans Kabupaten Tulang Bawang, Departemen Tenaga kerja dan Transmigrasi Depnakertrans Puslitanak, Disnakertrans, Lembaga Penelitian Universitas Lampung Depnakertrans
Data Sekunder - Podes 2006 - Kabupaten Tulang Bawang Dalam Angka - Database Perkebunan - Database Pertanian - Database Transmigrasi - Peta Administrasi - Peta Tanah 1 : 250.000 - Peta Geologi
Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka
Penentuan responden untuk pengambilan sampel data kelembagaan dan marjin pasar dilakukan dengan stratified purposive sampling, yang dilakukan berdasarkan hasil analisis skalogram terhadap seluruh desa yang ada di Kecamatan Mesuji dan Mesuji Timur untuk memperoleh indeks perkembangan desa. Sampling diambil pada desa yang mewakili hierarki I, II dan III (hasil analisis Skalogram). Untuk data kelembagaan kelompok tani, tiap-tiap hierarki diwakili oleh 2 desa, masing masing desa diwakili 5 kelompok tani, sedangkan untuk P3A dan Koperasi karena jumlahnya yang terbatas, dilakukan pengambilan
24
data kelembagaan pada semua kelembagaan tersebut. Penentuan sampel untuk pengambilan data harga pasar di tingkat petani dilakukan bersamaan dengan pengambilan data kelembagaan, sedangkan untuk tingkat kelembagaan yang lebih tinggi dilakukan berdasarkan jalur pemasaran komoditas unggulan yang diproduksi kawasan transmigrasi Mesuji. Responden untuk analisis AHP terdiri dari unsur masyarakat dan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Tulang Bawang yang terdiri dari Sekretaris Daerah Kabupaten, unsur Bappeda Kabupaten Tulang Bawang, unsur perencanaan Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Tulang Bawang, unsur perencanaan Dinas Pertanian Kabupaten Tulang Bawang, unsur perencanaan Dinas Perkebunan Kabupaten Tulang Bawang dan perwakilan anggota DPRD Kabupaten Tulang Bawang. Tujuan yang diteliti, variabel dan sumber data disajikan pada Tabel 2. berikut ini. Tabel 2. Tujuan yang Diteliti, Variabel, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data No
Tujuan
Variabel
Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data Studi pustaka dan wawancara dengan masyarakat
Metode Analisis
1
Mengidentifikasi Potensi Pengembangan Komoditas Unggulan
Sumber Daya Fisik Wilayah (Kesesuaian Lahan), luas pengusahaan pertanian tanaman pangan dan perkebunan, harga pasar, efisiensi margin pemasaran
BPS, Dinas/instansi terkait Kabupaten dan masyarakat
2
Mengetahui pusatpusat aktivitas pelayanan KTM berdasarkan jumlah dan jenis termasuk infrastrukturnya serta aspirasi masyarakat dan kelembagaan yang mendukung.
Fasilitas pelayanan, persepsi, aspirasi masyarakat dan kelembagaan yang mendukung
BPS, Unsur Pemda Kabupaten Tulang Bawang, Masyarakat
Studi Pustaka, Wawancara
Analisis Skalogram, AHP
3.
Mengidentifikasi tipologi kelembagaan agribisnis di kawasan transmigrasi
- Peran serta anggota - Pelayanan thd. Anggota - Manfaat bagi anggota - Governance - Kompleksitas
Masyarakat, kelompok tani, Koperasi, Pemda, Dinas/instansi terkait Kabupaten dan masyarakat
Studi pustaka dan wawancara
Analisis Tabulasi, Frekuensi, Analisis Statistika
Kesesuaian Lahan, Analisis Keunggulan Komparatif Wilayah (LQ), Analisis Usaha Tani, Analisis Marjin Pemasaran
25
Metode Analisis Data-data yang telah terkumpul sesuai dengan tujuan penelitian, dianalisis dengan menggunakan beberapa teknik analisis data, yaitu Analisis Skalogram, Location Quatient (LQ), Analisis Efisiensi Margin Pemasaran, Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analisis Kelembagaan. Identifikasi Potensi Pengembangan Komoditas Unggulan A. Analisis Kesesuaian Lahan Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan untuk mengidentifikasi potensi pengembangan komoditas unggulan berdasarkan karakteristik alamiah dari komponen-komponen lahan di Lokasi KTM Kawasan Transmigrasi Mesuji. Analisis
kesesuaian lahan kawasan transmigrasi dilakukan dengan metoda
matching karakteristik dan kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan tertentu berdasarkan Kriteria Kesesuaian Lahan (LREP II, 1994 dalam Widiatmaka et al, 2007). Peta tanah yang digunakan bersumber dari Peta Tanah dan Satuan Lahan skala 1 : 250.000 (PPT, 1994, Widiatmaka et al., 2006). Satuan peta lahan adalah kelompok lahan yang mempunyai sifat-sifat yang sama, penyebarannya digambarkan dalam peta sebagai hasil dari survai sumberdaya alam.
Kualitas lahan adalah sifat-sifat lahan yang dapat diukur
langsung (complex of land attributed) yang mempunyai pengaruh nyata terhadap kesesuaian lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu.
Satu jenis kualitas
lahan dapat disebabkan oleh beberapa karakteristik lahan, misalnya ketersediaan hara dapat ditentukan
berdasar ketersediaan P dan K-dapat ditukar, dan
sebagainya (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Penilaian kesesuaian lahan dilakukan dengan pendekatan satuan lahan yang dikemukakan FAO (1976). Kesesuaian lahan dibagi menjadi lima kelas, seperti berikut ini : 1. Kelas S1 : Sangat Sesuai. Lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikan masukan yang telah diberikan
26
2. Kelas S2 : Cukup Sesuai. Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan
tingkat pengelolaan yang harus diterapkan.
Pembatas akan mengurangi produk atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan 3. Kelas S3 sesuai marjinal. Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan 4. Kelas N1 Tidak sesuai pada saat ini. Lahan mempunyai pembatas yang lebih besar, tetapi lebih memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. Keadaan pembatas sedemikian besar sehingga mencegah penggunaan dalam jangka panjang. 5. Kelas N2 tidak sesuai untuk selamanya. Lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan jangka panjang B. Analisis Identifikasi Keunggulan Komparatif Wilayah (Location Quotient Analysis) Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi keunggulan komparatif dari komoditas yang akan dikembangkan di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis (aktifitas). Selain itu analisis Location Quotient (LQ) juga bisa digunakan untuk megetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. LQ merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktifitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Secara operasional LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada suatu wilayah kecamatan-j terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah kabupaten yang diamati. Analisis LQ dilakukan terhadap pengusahaan
tanaman pangan dan
perkebunan di Kecamatan Mesuji dan Mesuji Timur di bandingkan dengan wilayah Kabupaten Tulang Bawang. Data yang digunakan bersumber dari Tulang Bawang dalam angka tahun 2006 dan Database Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tulang Bawang tahun 2006. Asumsi yang digunakan dalam analisis
27
ini adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama. Persamaan dari Location Quatient Analysis (LQ) adalah :
LQij =
X ij / X . j Xi. / X ..
Keterangan : LQij : Indeks Location Quotient i untuk komoditas j Xij : Luas areal pengusahaan komoditas i di kecamatan j (ha) X.j : Luas areal total pengusahaan komoditas di kecamatan j (ha) Xi. : Luas areal total pengusahaan komoditas i di Kabupaten Tulang Bawang (ha) X.. : Luas areal total pengusahaan seluruh komoditas di wilayah Kabupaten Tulang Bawang (ha) Untuk dapat menginterpretasikan hasil analisis LQ, digunakan batasan sebagai berikut : -
Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktivitas di kecamatan-j secara relatif dibandingkan dengan total kabupaten atau terjadi pemusatan aktifitas di kecamatan-j.
-
Jika nilai LQij = 1, maka kecamatan-j tersebut mempunyai pangsa aktifitas setara dengan pangsa total atau konsentrasi aktifitas di kecamatan-j sama dengan rata-rata total kabupaten.
-
Jika nilai LQij < 1, maka kecamatan-j tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dengan aktifitas secara umum ditemukan di seluruh kabupaten. Untuk mendukung analisis LQ ini digunakan analisis Location Index (LI)
dengan persamaan : α =
( Xij / X . j ) − Xi. / X ..) .
Setelah diperoleh hasil
perhitungan, maka hasil perhitungan yang bernilai positif saja yang digunakan untuk komoditas yang diselidiki. Nilai α yang mendekati 1 artinya pengusahaan komoditas tersebut terkonsentrasi di suatu daerah. C. Analisis Usahatani Analisis usahatani dilakukan untuk mengetahui nilai tambah yang akan diperoleh petani di Kawasan Transmigrasi Mesuji, apakah usaha yang dilakukan petani menguntungkan atau tidak, sehingga dalam jangka panjang usahatani tersebut layak dikembangkan atau tidak. Metode analisis finansial untuk
28
mengetahui nilai ekonomis usaha tani melalui perhitungan nilai BC Rasio, IRR, dan NPV. a.
Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang
ditimbulkan oleh penanaman investasi. Metode ini menghitung selisih antara penerimaan dengan pengeluaran.
Perhitungan ini diukur dengan nilai uang
sekarang (at present value) dengan rumus :
NPV =
n t =1
( Bt − Ct (1 + i ) t
dimana : Bt
= Penerimaan kotor dari usahatani pada waktu t;
Ct
= Biaya kotor dalam usahatani padawaktu t
n
= Umur ekonomis tanaman
i
= Discout rate Kriteria yang digunakan adalah apabila : (a) nilai NPV>0, maka
pengembangan komoditi layak untuk diusahakan; (b) nilai NPV<0, maka pengembangan komoditi tidak layak untuk diusahakan; dan (c) nilai NPV = 0, maka pengembangan komoditi mencapai break even point. b.
Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga yang menunjukkan
nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek atau dengan kata lain tingkat bunga yang dihasilkan NPV sama dengan nol (NPV=0). Tingkat bunga tersebut merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh proyek untuk faktor produksi yang digunakan.
Perhitungan IRR ditulis
dengan rumus :
IRR = i +
NPV ' (i"−i ' ) ( NPV ' − NPV " )
Dimana : i’
= nilai percobaan pertama untuk discount rate;
i”
= nilai percobaan kedua untuk discount rate;
NPV’ = nilai percobaan pertama untuk NPV; NPV” = nilai percobaan kedua untuk NPV.
29
Kriteria yang digunakan adalah apabila : (a) nilai IRR> 1, maka pengembangan komoditas layak untuk diusahakan ; (b) nilai IRR<1, maka pengembangan komoditas tidak layak untuk diusahakan; dan (c) nilai IRR = 1, maka pengembangan komoditi mencapai break even point. c.
Net Benefit Cost Ratio (Net BCR) Net Benefit Cost Ratio (Net BCR) adalah nilai perbandingan antara nilai
manfaat bersih dengan biaya bersih yang diperhitungkan nilainya saat ini. Net BCR dengan menggunakan rumus : n
NBCratio =
t −1 n
( Bt − Ct
(1 + i )t
(Ct − Bt )
t −i
(1 + i )t
dimana : Bt
= Penerimaan kotor usahatani pada tahun t;
Ct
= Biaya kotor dalam usahatani pada tahun t;
n
= Umur ekonomis lada rakyat
i
= Discount rate. Hasil perhitungan NBCR ratio akan memiliki dua kategori, yaitu jika Net
BCR
1 maka pengusahaan komoditas terpilih tersebut layak, namun jika nilai
Net BCR < 1 maka pengusahaan komoditas terpilih tersebut tidak layak. Analisis kelayakan finansial pada penelitian ini menggunakan data primer. Data primer diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan petani dan pedagang pengumpul. Sampling diambil pada desa yang mewakili hierarki I, II dan III (hasil analisis Skalogram). Tiap-tiap hierarki diwakili oleh 2 desa, masing masing desa diwakili 5 kelompok tani, masing-masing kelompok tani diwakili oleh 3 orang. D. Analisis Efisiensi Margin Pemasaran Marjin pemasaran diartikan sebagai perbedaan harga pada tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen. Analisis marjin pemasaran dapat digunakan untuk melihat efisiensi dan efektivitas pemasaran (Benu, 1991 dalam Hastuti, 2001).
Marjin pemasaran terbagi dan tersebar diantara para pelaku
pemasaran seperti petani sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang semantara, eksportir (apabila komoditas diekspor).
30
Analisis marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui efisiensi pemasaran komoditas dalam aktivitas agribisnis. Analisis ini dilakukan pada komoditas
tertentu saja yang merupakan komoditas unggulan terpilih, yang
ditentukan berdasarkan kriteria tertentu, seperti kekhasan komoditas tersebut pada suatu wilayah, permintaan pasar terhadap komoditas tersebut, nilai ekonomis, penyerapan tenaga kerja dan lain-lain.
Selanjutnya untuk meramalkan
kemungkinan dampak yang ditimbulkan berupa peningkatan pendapatan dan perluasan penyerapan tenaga kerja dilakukan juga dianalisis secara spasial terhadap rantai pemasaran beberapa komoditas utama dalam bentuk pipa-pipa aliran yang menunjukkan keterkaitan hubungan antar rantai pemasaran yang ada. Komoditas yang dikaji dalam analisis marjin pemasaran ini meliputi padi, jagung, kelapa sawit dan karet. Data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data primer yang diperoleh melalui survei dan wawancara kepada petani, pedagang pengumpul, pedagang besar. Sampling pada tingkat petani diambil terhadap petani pada masing-masing desa yang mewakili hierarki I, II dan III (hasil analisis Skalogram). Tiap-tiap hierarki diwakili oleh 2 desa, masing masing desa diwakili 5 kelompok tani, masing-masing kelompok tani diwakili oleh 3 orang. Untuk tingkat kelembagaan pemasaran yang lebih tinggi dilakukan berdasarkan survei terhadap pedagang pengumpul dan pedagang besar pada jalur pemasaran komoditas unggulan yang diproduksi kawasan transmigrasi Mesuji. Di Kawasan Transmigrasi Mesuji diidentifikasi terdapat beberapa jalur pemasaran utama terhadap hasil produksi petani daiantaranya : 1. Produksi padi : Petani – Pedagang Pengumpul I – Pedagang Pengumpul II– Konsumen Metro Petani – Pedagang Pengumpul I – Pedagang Pengumpul II – Konsumen Bandar Lampung 1. Produksi jagung : Petani – Pedagang Pengumpul I – pedagang Pengumpul II – Konsumen Bandar Lampung 2. Produksi Sawit : Petani – Pedagang Pengumpul I – Pabrik di Kecamatan Tanjung Raya
31
3. Produksi Karet : Petani – Pedagang Pengumpul I – Pedagang Pengumpul II– Pabrik Bandar Lampung Petani – Pedagang Pengumpul I – Pedagang Pengumpul II – Pabrik Palembang Model yang digunakan untuk menghitung margin pemasaran tersebut :
M ji = Pji − Pfi atau M ji = b + π Dimana : Mji = Marjin pemasaran pada tingkat lembaga pemasaran ke-j di wilayah ke-i Pji = Harga komoditas unggulan di tingkat lembaga pemasaran ke j pada wilayah ke i Pfi = Harga Komoditas unggulan di tingkat lembaga pemasaran ke f (sebelum lembaga pemasaran ke j) pada wilayah ke i b
= Biaya Pemasaran
π
= Keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran. Total marjin pemasaran pada setiap subsistem dalam agribisnis merupakan
penjumlahan dari marjin pada setiap lembaga pemasaran pada setiap sub sistem dan wilayah tersebut.
Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Pusat Aktivitas Pelayanan (Hirarki Wilayah) A. Analisis Skalogram Analisis skalogram dilakukan untuk menentukan hierarki desa-desa di kawasan KTM. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit desa didata dan disusun dalam satu tabel. Metode skalogram ini bisa digunakan dengan menuliskan jumlah fasilitas setiap desa, atau menuliskan ada/tidaknya
fasilitas
tersebut
di
suatu
desa
tanpa
memperhatikan
jumlah/kuantitasnya. Analisis skalogram pada penelitian ini menggunakan data Potensi Desa (Podes) Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2006. Variabel yang digunakan sebagai penentu hirarki adalah jumlah jenis fasilitas, jumlah unit fasilitas dan
32
jumlah penduduk. Adapun fasilitas-fasilitas umum yang diidentifikasi berupa fasilitas pendidikan, pendidikan, kesehatan, peribadatan, olah raga, industri dan fasilitas perdagangan, Tahapan dalam penyusunan skalogram adalah sebagai berikut : 1. Fasilitas disusun sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di dalam unit-unit desa.
Fasilitas yang tersebar merata diseluruh desa diletakkan
dalam urutan paling kiri dan seterusnya sampai fasilitas yang terdapat paling jarang penyebarannya di seluruh unit desa yang ada diletakkan di kolom tabel paling kanan. Angka yang dituliskan adalah jumlah fasilitas yang dimiliki setiap unit desa seperti ilustrasi yang tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Ilustrasi Tabel Penyusunan Jumlah Fasilitas dan Penyebaranya di Dalam Unit-Unit Desa Desa Utara
Populasi (Jiwa) Puskesmas
SD
Bank
355555
4
5
1
Selatan
25555
3
3
1
Barat
17555
2
3
0
Timur
23000
1
2
0
2. Penyusunan dilakukan sedemikian rupa dimana unit desa yang mempunyai ketersedian fasilitas paling lengkap terletak pada susunan paling atas, sedangkan unit desa dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap terletak pada susunan paling bawah 3. Seluruh fasilitas dijumlahkan secara horizontal, baik jumlah jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas di setiap unit desa. 4. Masing-masing unit fasilitas dijumlahkan secara vertikal sehingga diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar diseluruh unit desa. 5. Dari hasil penjumlahan ini diharapkan diperoleh urutan. Posisi teratas merupakan desa yang mempunyai fasilitas umum terlengkap, sedangkan posisi terbawah merupakan desa dengan ketersediaan fasilitas umum paling tidak lengkap. Hal ini disajikan pada Tabel 4.
33
Tabel 4. Hasil Analisis Skalogram Berdasarkan Jumlah dan Jenis Sarana dan Prasarana Puskesmas SD
Bank
Kec.
Populasi
Utara
355555
4
5
1
Selatan
25555
3
3
Barat
17555
2
Timur
23000
1
Jumlah Jenis
Jumlah Unit 3
10
1
3
7
3
0
2
5
2
0
2
3
6. Jika dari hasil penjumlahan dan pengurutan ini diperoleh dua desa dengan jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas yang sama, maka pertimbangan ketiga adalah jumlah penduduk. Desa dengan jumlah penduduk lebih tinggi diletakkan pada posisi di atas. 7. Disamping cara sebagaimana telah disebutkan diatas terdapat cara lain yang merupakan modifikasi dari metode skalogram yaitu dengan penentuan indeks perkembangan desa dengan berdasarkan jumlah penduduk dan jenis fasilitas pelayanan (Rustiadi et al., 2005). Model untuk menentukan nilai indeks perkembangan desa (IPj) suatu wilayah atau pusat pelayanan adalah sebagai berikut : IPj =
n i
I 'ij
Iij − Ii min I' ij = SDi
Dimana : IPj = Indeks Perkembangan desa ke-j Iij = Nilai indikator perkembangan ke-i desa ke-j I’ij = Nilai indikator perkembangan ke-i terkoreksi/terstandarisasi desa ke-j Ii min = Nilai indikator perkembangan ke-i terkecil SDi = Standar deviasi indikator perkembangan ke-i
Nilai-nilai yang diperoleh berdasarkan hasil penjumlahan tahapan skalogram diatas akan digunakan untuk mengelompokkan unit desa dalam kelaskelas yang dibutuhkan atau hierarki desa. Diasumsikan bahwa kelompok yang diperoleh berjumlah 3, yaitu kelompok I dengan tingkat perkembangan tinggi, kelompok II dengan tingkat perkembangan sedang dan kelompok III dengan tingkat perkembangan rendah. Selanjutnya ditetapkan suatu konsensus misalnya jika nilainya adalah lebih besar atau sama dengan (2 x standar deviasi + nilai ratarata) maka dikategorikan tingkat perkembangan tinggi, jika antara nilai rata-rata
34
samapai ( 2 x standar deviasi + nilai rata-rata) maka termasuk tingkat perkembangan sedang, dan jika nilai kurang dari nilai rata-rata maka termasuk dalam tingkat perkembangan rendah. Secara matematis kelompok tersebut adalah : IPj > X rata-rata + 2Stdev
(tinggi)
Xrata-rata < IPj < + 2 Stdev
(sedang)
IPj < Xrata-rata
(rendah)
B. Penggalian Persepsi Masyarakat dengan Analisis AHP (Analytical Hierarchy Process) Analytical Hierarchy Process (AHP) dilakukan untuk mengetahui dan menggali persepsi dari unsur-unsur pengambil kebijakan dan masyarakat terhadap penentuan pusat aktivitas KTM.
Dalam menetapkan suatu kebijakan, maka
perumusan kebijakan akan dihadapkan pada banyak faktor, baik yang besifat kuantitatitf maupun kualitatif. Dengan menggunakan metode AHP, maka semua faktor yang dianggap berpengaruh terhadap suatu kebijakan akan dilakukan dalam perhitungan. Beberapa keuntungan dari penggunaan metode AHP antara lain adalah : 1. Dapat mempresentasikan suatu sistem yang dapat menjelaskan bagaimana perubahan pada level yang lebih tinggi mempunyai pengaruh terhadap unsur-unsur pada level yang lebih rendah. 2. Membantu memudahkan analisis guna memecahkan persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur dengan memberikan skala pengukuran yang jelas guna mendapatkan prioritas. 3. Mampu mendapatkan pertimbangan yang logis dalam menentukan prioritas dengan tidak memaksakan pemikiran linier. 4. Mengukur secara komprehensif pengaruh unsur-unsur yang mempunyai korelasi dengan maslah dan tujuan, dengan memberikan skala pengukuran yang jelas. Menurut Saaty (1980) dalam Mirza (2006), langkah-langkah yang dilakukan dalam metode AHP adalah : 1. Mengidentifikasi/menetapkan masalah yang muncul; 2. Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai;
35
3. Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah yang ditetapkan; 4. Menetapkan struktur hierarki. Hierarki adalah suatu sistem yang tersusun dari beberapa level/tingkatan, dimana masing-masing tingkat mengandung beberapa unsur atau faktor. 5. Menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan, pelaku/objek yang berkaitan dengan masalah, dan nilai masing-masing faktor. 6. Membandingkan alternatif (comparative judgement) 7. Menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas (synthesis of priority) 8. Menentukan urutan alternatif dengan memperhatikan logical consistency Sarana yang digunakan dalam AHP adalah dengan memberikan kuisioner kepada responden terpilih yang mengetahui dan memahami dengan baik masalah yang menjadi objek penelitian.
Metode sampling yang digunakan adalah
purposive sampling. Kriteria responden adalah pihak-pihak yang terlibat langsung atau minimal pernah terlibat dalam perumusan kebijakan serta dianggap memahami tentang perencanaan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi Mesuji, terutama masyarakat dan Pemerintah daerah kabupaten Tulang bawang. Kriteria responden tersebut dimaksudkan agar jawaban yang diperoleh dapat mencerminkan kondisi yang lebih realistis dalam penentuan prioritas kebijakan pengembangan KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Responden diambil terhadap Responden untuk analisis AHP terdiri dari unsur masyarakat dan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Tulang Bawang yang masing-masing di wakili oleh satu orang yang dianggap mengerti dan terlibat langsung dalam penyusunan kebijakan. Responden yang dipilih tersebut antara lain Sekretaris Daerah Kabupaten, unsur Bappeda Kabupaten Tulang Bawang, unsur perencanaan Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Tulang Bawang, unsur perencanaan Dinas Pertanian Kabupaten Tulang Bawang, unsur perencanaan Dinas Perkebunan Kabupaten Tulang Bawang dan perwakilan anggota DPRD Kabupaten Tulang Bawang. Dalam penelitian ini analisis AHP dilakukan dengan menggunakan program aplikasi Axpert Choice 200.
36
SDA SumberDaya Wilayah
Kelembagaan Sarana
PUSAT AKTIVITAS
kependudukan
Sosial Fisik Wilayah
Kesetrategisan Lokasi
Desa A
Desa B
Pertanian
Perekonomian Wilayah
Industri dan Jasa
Goal
Kriteria
Alternatif
Gambar 2. Struktur AHP Terhadap Penentuan Pusat Aktivitas Pelayanan KTM
Identifikasi Tiplologi Kelembagaan Analisis Tipologi Kelembagaan Analisis ini dilakukan untuk mengetahui berbagai tipologi kelembagaan yang ada di di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Tipologi kelembagaan di kawasan transmigrasi Mesuji didasarkan pada tingkat keberlanjutan kelembagaan. Dalam studi ini penentu keberlanjutan kelembagaan didasarkan pada tiga hal, yaitu: (1) pelayanan terhadap anggota; (2) peranserta anggota; dan (3) good governance. Dari Perspektif Social Capital, yang intinya membangun dan mengembangkan hubungan kelembagaan (institutional-networking), dapat dijelaskan bahwa interaksi atau “keseimbangan dinamis” antara “pelayanan” dan “peranserta” merupakan suatu kapital sosial kelembagaan yang mengindikasikan bahwa secara kelembagaan dicapai suatu “keberhasilan proses manajemen”. Sedangkan good governance (tata kelola yang baik) mengindikasikan bahwa telah terjadi proses
37
pelembagaan pada kelembagaan tersebut yang berlandaskan pada prinsip-prinsp demokrasi, transparansi, dan akauntabilitas. Dengan dua variabel di atas: “keseimbangan pelayanan-peranserta” dan “good governance”, dibangun tipologi kelembagaan dalam bentuk kuadran. Suatu garis kontinum horisontal (ordinat) menggambarkan tingkat keberhasilan proses manajemen yang diindikasikan dengan rendah sampai tinggi “keseimbangan pelayanan-peranserta” dalam suatu kelembagaan.
Garis vertikal (absis)
mengambarkan tidak berfungsi sampai dengan berfungsinya good governance. “Perpotongan” garis ordinat dan absis tersebut di atas membentuk suatu “model” kuadran atau tipologi kelembagaan. Kuadran Pertama
adalah “ruang” yang disediakan bagi sejumlah
kelembagaan yang memiliki tingkat “keseimbangan pelayanan-peranserta” tinggi dan berfungsinya prinsip-prinsip good governance. Dalam Kuadran Pertama ini kelembagaan merupakan suatu kelembagaan yang sustain.
Kuadran Kedua
adalah “ruang” yang menjadi tempat bagi sejumlah kelembagaan yang memiliki tingkat “keseimbangan pelayanan-peranserta” rendah, tetapi prinsip-prinsip good governance nya berfungsi. Dalam Kuadran Kedua ini kelembagaan merupakan suatu kelembagaan yang semi-sustain dengan kendala manajemen. Kuadran Ketiga adalah “ruang” yang menjadi tempat bagi sejumlah kelembagaan yang memiliki tingkat “keseimbangan pelayanan-peranserta” rendah dan tidak berfungsinya prinsip-prinsip good governance atau bad governance.
Dalam
Kuadran Ketiga ini kelembagaan merupakan kelembagaan-kelembagaan yang tidak Sustain. Kuadran Keempat adalah ruang yang disediakan bagi sejumlah kelembagaan yang memiliki tingkat “keseimbangan pelayanan-peranserta” tinggi, tetapi prinsip-prinsip good governance nya tidak berfungsi.
Dalam Kuadran
Keempat ini kelembagaan merupakan kelembagaan yang semi-sustain dengan kendala good governance. Penentuan responden untuk pengambilan sampel data kelembagaan dan dilakukan dengan stratified purposive sampling, yang dilakukan
berdasarkan
hasil analisis skalogram terhadap seluruh desa yang ada di Kecamatan Mesuji dan Mesuji Timur. Sampling diambil pada desa yang mewakili hierarki I, II dan III (hasil analisis Skalogram). Untuk data kelembagaan kelompok tani, tiap-tiap
38
hierarki diwakili oleh 2 desa, masing masing desa diwakili 5 kelompok tani, sedangkan untuk P3A dan Koperasi karena jumlahnya yang terbatas, dilakukan pengambilan data kelembagaan pada semua kelembagaan tersebut Data dan informasi kuantitatif di tingkat responden, kelembagaan, dan satuan wilayah kecamatan diolah dan dianalisis melalui tabulasi frekuensi, tabulasi silang, dan regresi linier dengan menggunakan software SPSS 10. Ilustrasi hasil tabulasi tipologi kelembagaan di kawasan transmigrasi mesuji seperti disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Tabulasi Silang Tipologi Kelembagaan di Kawasan Transmigrasi Mesuji
Tipe 2
Rendah Keseimbangan Pelayanan Peran Serta
Tipe3
Tata Kelola yang baik Tipe 1
Tinggi Keseimbangan Pelayanan Peran Serta
Tipe4 Tata Kelola yang buruk
Matriks Tujuan, Kerangka Ana$lisis Penelitian, Data yang dibutuhkan dan Hasil yang diharapkan. Berdasarkan tujuan, kerangka analisis penelitian, data yang dibutuhkan, dan hasil yang diharapkan maka disusun matriks sebagaimana tertera pada Tabel 6 dan diagram alir pada Gambar 3.
39
Tabel 6. No
Matrik Tujuan, Analisis, Data yang Dibutuhkan dan Hasil yang Diharapkan Tujuan
1
Mengidentifikasi Potensi Pengembangan Komoditas Unggulan
2
Mengetahui Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Pusat Aktivitas Pelayanan KTM Berdasarkan Jumlah dan Jenis Termasuk Infrastrukturnya serta Aspirasi Masyarakat dan Kelembagaan yang Mendukung.
3.
Mengidentifikasi Tipologi Kelembagaan Agribisnis di Kawasan Transmigrasi
4
Menyusun Strategi Pengembangan KTM pada Kawasan Transmigrasi Mesuji Berbasis Potensi Agribisnis Masyarakat dan Kawasan
Analisis
Data dan Sumber Data
Hasil yang diharapkan
Primer
Skunder
Analisis Potensi Komoditas Unggulan Analisis Kesesuaian Lahan, LQ, Analisis Usahatani, Analisis Efisiensi dan Margin Pasar Analisis Skalogram dan Analisis AHP
Harga Pasar, Kelembagaan pasar
Data Pengusahaan Komoditas Pertanian, Harga Pasar dan Peta Kesesuaian Lahan (Masterplan pengambangan KTM) Fasilitas Umum dan Jumlah Penduduk (Podes 2006,BPS)
Pengembangan dan Peningkatan Nilai Tambah Komoditas Unggulan yang Dikembangkan di Kawasan Transmigrasi
Analisis Tipologi Kelembagaan meliputi : Analisis Tabulasi Frekuensi, Tabulasi Silang, dan Analisis Regresi Analisis Skalogram dan Analisis AHP, Analisis Sumberdaya Fisik Wilayah (Kesesuaian Lahan), LQ, Analisis Usaha tani, Analisis Efisiensi dan Margin Pasar, serta Analisis Kelembagaan
Wawancara dengan Kuisioner
-
Harga Pasar, Kelembagaan, Wawancara dengan kuisioner
Data Pengusahaan Komoditas Pertanian, Harga Pasar dan Peta Kesesuaian Lahan, Fasilitas Umum dan Jumlah Penduduk (Podes 2006,BPS)
Pengembangan Kelembagaan Masyarakat yang Berkelanjutan (Institutional Sustainable) Strategi Pengembangan KTM Berbasis Potensi Agribisnis Masyarakat dan Kawasan pada Kawasan Transmigrasi Mesuji
Perspesi, aspirasi masyarakat dan kelembagaan yang mendukung
Identifikasi Hierarki Pusat-pusat Aktifitas KTM dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
40
Kawasan Transmigrasi Data Primer dan Data Sekunder
Sumber Daya Fisik Wilayah (Kesesuaian Lahan)
Luas Pengusahaan Komoditas Pertanian
Harga Pasar Komoditas Pertanian
Identifikasi Pusat Aktivitas Pelayanan (Hirarki Wilayah)
Identifikasi Potensi Pngembangan Komoditas Unggulan
Analisis Kesesuaian Lahan
Analisis Usahatani, Analisis Margin Pasar
Analisis LQ
Pengembangan Potensi Komoditas Unggulan
Fasilitas Pelayanan dan Infrastruktur, Aspirasi mayarakat dan kelembagaan yang mendukung
Analisis Skalogram, AHP
Pengembangan Pusat-pusat Aktivitas Pelayanan
Arahan Strategi Pengembangan KTM pada Kawasan Transmigrasi Berbasis Potensi Agribisnis Masyarakat dan Kawasan
Gambar 3. Bagan Alir Kegiatan Penelitian
-
Peran serta anggota Pelayanan thd. Anggota Manfaat bagi anggota Good governance Kompleksitas
Identifikasi Tipologi Kelembagaan Agribisnis
Analisis tabulasi frekuensi, tabulasi silang, dan metode statistika
Pengembangan Kelembagaan Masyarakat
KAJIAN UMUM WILAYAH Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi dirancang dengan kegiatan utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pelayanan jasa permukiman, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Menurut Depnakertrans (2006) dalam hal ini pengembangan KTM menggunakan konsep Agropolitan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan KTM diantaranya luas kawasan transmigrasi, memiliki produk unggulan, skala ekonomi, akses, dan tingkat kepadatan penduduk yang relatif rendah. Disamping itu unit-unit permukiman transmigrasi yang telah ada diarahkan menjadi KTM harus memenuhi beberapa persayaratan diantaranya ketersediaan lahan, potensi sumber daya alam dan manusia, serta kelembagaan masyarakat yang mendukung. Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas Kabupaten Tulang Bawang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.02 Tahun 1997, yang semula merupakan bagian dari Kabupaten Lampung Utara. Luas wilayah Kabupaten Tulangbawang adalah 7.770,84 Km2 dan merupakan Kabupaten terluas di Propinsi Lampung, kurang lebih 22% dari luas wilayah Propinsi Lampung. Kabupaten Tulang Bawang dipilih sebagai salah satu lokasi KTM karena memiliki potensi yang sangat besar sebagai kawasan pengembangan pertanian pangan dan perkebunan seperti padi, jagung, karet dan kelapa sawit. Kawasan Transmigrasi Mesuji dipilih sebagai lokasi KTM karena letaknya yang strategis. Kawasan Transmigrasi Mesuji terletak di sekitar Jalan Lintas Timur Sumatera yang menghubungkan antara Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung dan Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Lokasi Kota Terpadu Mandiri (KTM) berada di Kawasan Transmigrasi Mesuji yang meliputi Kecamatan Mesuji Timur dan Mesuji Lampung. Secara geografis, lokasi KTM Mesuji Kabupaten Tulang Bawang berada pada posisi lintang dan bujur masing-masing antara 03o42’ – 04o5’ Lintang Selatan sampai dengan 105o23’ - 105o38’ Bujur Timur. Luas wilayah KTM Mesuji Kabupaten
42
Tulang Bawang ini adalah 46.559,94 Ha. Batas-batas lokasi ini adalah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan
Sebelah Barat
: Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan
Sebelah Selatan
: Kecamatan Rawajitu Utara, dan
Sebelah Timur
: Kecamatan Tanjung Raya.
Kecamatan Mesuji Timur dan Mesuji Lampung terdiri dari 22 desa, sebagaimana disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4. Tabel 7. Desa-desa di Lokasi KTM Kabupaten Tulang Bawang No 1
Nama Desa
Lokasi Penempatan Mesuji Atas SP6
Tahun Penempatan 1995-1996
Mesuji Timur
Transmigrasi
Mesuji Atas UPT II Mesuji Atas SP SP4
1993-1994 1994-1995
Mesuji Timur Mesuji Timur
Transmigrasi Transmigrasi
Mesuji Atas SP5 Mesuji Atas SP7 Mesuji Atas SP8
1994-1995 1995-1996 1995-1996
Mesuji Timur Mesuji Timur Mesuji Timur
Transmigrasi Transmigrasi Transmigrasi
Mesuji F SP1 Mesuji F SP2
1992-1993 1993-1994
Mesuji Timur Mesuji Timur
Transmigrasi Transmigrasi
Mesuji F SP3 Kampung Asli Mesuji I SP2 Kampung Asli Mesuji F SP1 Kampung Asli
1992-1993 1983-1984 1983-1984 -
Mesuji Timur Mesuji Timur Mesuji Timur Mesuji Timur Mesuji Timur Mesuji Lampung Mesuji Lampung Mesuji Lampung Mesuji Lampung Mesuji Lampung Mesuji Lampung Mesuji Lampung Mesuji Lampung Mesuji Lampung
Transmigrasi Kampung Asli Transmigrasi Kampung Asli Transmigrasi Kampung Asli
9 10 11 12 13 14
Tanjung Mas Makmur Pangkal Mas Jaya Pangkal Mas Mulya Muara Mas Tanjung Mas Jaya Tanjung Mas Mulya Eka Mulya Dwi Karya Mustika Wonosari Sungai Cambai Tanjung Meneng Talang Batu Margojadi Wiralaga I
15
Wiralaga II
Kampung Asli
-
16
Sungai Badak
Kampung Asli
-
17
Nipah Kuning
Kampung Asli
-
18
Sidomulyo
Mesuji B SP 8
1983-1984
19
Mulyasari
Mesuji Atas SP11
1997-1999
20
Sumber Makmur
Mesuji Atas SP12
1997-1999
21
Tanjung Serayan
1996-1998
22
Tirta Laga
Mesuji Atas SP 10 A,B Msuji Atas SP9
2 3 4 5 6 7 8
1996-1997
Kecamatan
Keterangan
Kampung Asli Kampung Asli Kampung Asli Transmigrasi Transmigrasi Transmigrasi Transmigrasi Transmigrasi
Sumber : Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Tulang Bawang (2007)
43
Ibukota Kecamatan Mesuji Lampung adalah Wiralaga, sedangkan Ibukota Kecamatan Mesuji Timur adalah Tanjung Mas Makmur. Jarak tempuh dari Wiralaga ke ibukota Kabupaten adalah 102 km, sedangkan jarak tempuh dari Tanjung Mas Makmur ke Ibukota Kabupaten adalah 117 km. Berdasarkan studi Widiatmaka et al. (2006) rencana pusat Kota Transmigrasi Mandiri adalah Desa Tanjung Mas Makmur (Mesuji Atas SP.6). Jumlah transmigran yang telah dimukimkan di Desa Tanjung Mas Makmur adalah 500 Kepala Keluarga dan Penempatannya dilaksanakan pada Tahun 1995/1996. Secara administratif pembinaan warga transmigran di Desa Tanjung Mas makmur telah diserahkan kepada Pemda Kabupaten Tulangbawang pada Tahun 1999/2000. Sarana dan prasarana yang terdapat di wilayah tersebut adalah jalan dan jembatan yang dibangun pada awal penempatan transmigran, sehingga kedua sarana dan prasarana tersebut kondisinya sudah memprihatinkan. Di musim kemarau jalan masih dapat dilalui, namun pada saat musim hujan kendaraan roda empat tidak dapat melintas di jalan tersebut. Ruas jalan yang terdapat pada wilayah KTM Mesuji adalah ruas jalan Simpang Pematang – Wiralaga sepanjang 40 Km dan ruas jalan Wiralaga – Mesuji Atas sepanjang 14 Km. Kondisi kedua ruas jalan ini dalam keadaan rusak berat. Ruas jalan ini juga merupakan jalan utama menuju ke Unit Pemukiman Transmigrasi binaan dan memiliki nilai aspek ekonomis untuk mendukung kegiatan ekonomi terhadap wilayah pemukiman transmigrasi disekitarnya. Kawasan Transmigrasi Mesuji dipilih sebagai Lokasi KTM karena letaknya yang strategis yaitu terletak di antara Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung dan Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan yang dihubungkan oleh Jalan Lintas Timur Sumatera. Sehingga apabila didukung dengan pengembangan aksesbilitas di Kawasan tersebut diharapkan tingkat pertumbuhannya akan tinggi, sebagai pengaruh dari adanya mobilitas ekonomi antara Sumatera Selatan dan Lampung yang melintasi kawasan tersebut.
44
Gambar 4 Peta Administrasi Wilayah Penelitian di Wilayah Perencanaan KTM Kawasan Transmigrasi Mesuji Kabupaten Tulang Bawang Lampung
45
Kondisi Fisik Wilayah Kawasan Transmigrasi Mesuji merupakan wilayah dataran. Lokasi KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji, lahannya didominasi oleh kelas lereng <3 %, yaitu dengan luas lahan 46.411,68 hektar atau 97,95 % dari luas calon KTM Tulang Bawang. Di areal calon lokasi KTM tidak terdapat lahan yang memiliki kelas lereng >25 %. Ditinjau dari ketinggiannya, wilayah calon KTM sebagian besar memiliki kelas ketinggian <10 m dpl, yaitu dengan luas mencapai 87,86 % dari luas wilayah atau 41.631,83 hektar (Widiatmaka et al., 2006). Sebaran lahan berdasarlakan lereng dan ketinggian disajikan pada Tabel 8 dan 9 Tabel 8 Sebaran Lahan Berdasarkan Tingkat Kelerengan di Lokasi KTM Kawasan Transmigrasi Mesuji No
Lereng (%)
1 2 3 4 5 6
<3 3–8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 >40 Jumlah
Tabel 9.
No 1 2 3 4 5 6 7
Ha 46.411,68 969,00 3,28 47.383,96
Luas
%
97,95 2,04 0,01 100,00
Sebaran Lahan Berdasarkan Ketinggian di Lokasi KTM Kawasan Transmigrasi Mesuji
Ketinggian (mdpl) <10 10 – 20 20 – 30 30 – 40 40 – 50 50 – 60 >60 Jumlah
Luas Ha 41.631,83 3.932,25 1.610,20 209,69 47.383,96
%
87,86 8,30 3,40 0,44 100,00
Jenis tanah di kawasan transmigrasi Mesuji dapat digolongkan menjadi tiga kelompok besar tanah, yaitu kelompok-kelompok tanah lahan kering, kelompok-kelompok tanah lahan basah yang memiliki ciri hidromorfik dan kelompok tanah gambut. Kelompok terakhir ini hanya memiliki luasan yang sangat kecil. Kelompok tanah lahan kering diantaranya adalah dari ordo tanah
46
(USDA, 1987) Kanhapludults, Hapludox, dan Tropohumods. Kelompok tanah dengan ciri hidromorfik diantaranya adalah dari ordo Dystropepts, Fluvaquents, Sulfaquents, Quartzipsamments dan Psammaquents. Kelompok tanah pertama terutama menempati areal lahan kering di bagian barat areal studi, sementara kelompok tanah lahan basah berada di bagian timur, di sepanjang aliran Sungai Mesuji. Kelompok tanah gambut, yaitu dari ordo Tropohemists dan Sulfihemists hanya ada dalam jumlah sangat sedikit. Cakupan formasi geologi di di Lokasi KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji terdiri atas Formasi Aluvium, Endapan Rawa, dan Muaraenim. Formasi Aluvium tersebar di sepanjang Sungai Mesuji yang merupakan batas dengan Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan cakupan areal sebesar 10.914,40 hektar atau 23,44 % luas wilayah calon KTM Tulang Bawang. Formasi geologi lainnya adalah Endapan Rawa, yaitu mencakup 27.589,62 hektar (59,26 %). Formasi ini merupakan formasi yang memiliki luasan terbesar di wilayah calon lokasi KTM Mesuji. Formasi Muaraenim merupakan formasi yang paling kecil di wilayah calon KTM, cakupannya hanya sebesar 17,30 % dari luas calon KTM atau sebesar 8.055,92 hektar. Sebaran formasi geologi ini berada di bagian barat sampai ke selatan Lokasi calon KTM (Widiatmaka et al. 2006). Sebaran formasi geologi selengkapnya disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Formasi Geologi di Lokasi KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji No 1 3 5
Simbol
Qa Qs Tmpm Total
Geologi
Formasi Aluvium Endapan Rawa Formasi Muaraenim
Ha 10.914,40 27.589,62 8.055,92 46.559,94
Luas
%
23,44 59,26 17,30 100,00
Kawasan Transmigrasi Mesuji beriklim tropis dengan musim hujan dan musim kemarau yang bergantian sepanjang tahun. Jumlah curah hujan pada tahun 2004 adalah sebesar 1.689,2 mm/tahun, sedangkan menurut data dari Kantor Statistik Lampung Utara Tahun 1996 curah hujan di Wilayah Mesuji mencapai 2955 mm/th. Musim kemarau di daerah ini terjadi pada bulan Juni sampai Oktober, sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan Nopember sampai Mei. Jumlah hari hujan pada tahun 2006 berkisar antara 1-23 hari hujan, sebagaimana
47
disajikan pada pada Tabel 11 dan 12. Suhu udara rata-rata maksimum adalah sebesar 31 oC. Bila diklasifikasikan berdasarkan sistem klasifikasi iklim Oldeman, wilayah Kabupaten Tulang Bawang termasuk tipe iklim D4 yaitu tipe iklim dengan bulan basah 3-4 bulan berturut-turut, dan bulan keringnya >6 bulan berturut-turut. Sedangkan berdasarkan klasifikasi iklim Schmidth-Ferguson, wilayah ini termasuk tipe iklim C, karena perbandingan antara bulan kering (<60 mm) dengan bulan basah (>100 mm) terdapat pada selang 33,3-60 %. Tabel 11. Curah Hujan Rata-rata dan Iklim Kabupaten Tulang Bawang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah
Curah Hujan (mm) 2000 285 240 202 140 162 121 90 30 60 1.330
2001 264 270 208 210 174 140 74 40 1.380
2002 239,7 280 240 240 180 120 80 90 50 40 180 210 1.949,7
2003 248,8 210 148 116 60 20 20 15 40 877,8
Ratarata CH 273,7 269,1 207,3 164,7 140,6 88,6 55,8 37,8 45,5 47 145,3 236,3
2004 331,1 345,2 238,5 117,4 127 41,9 15,2 14 31,8 54 110,5 262,6 1.689,2
Hari Hujan (hari) 2000
2001
2002
2003
2004
13 15 10 10 11 8 3 8 7 20 105
12 14 12 14 9 9 4 6 2 82
15 15 19 13 16 17 2 2 1 1 18 20 139
16 14 16 12 1 1 2 3 3 11 13 17 109
21 23 23 19 13 19 1 1 10 14 144
Sumber : Database Perkebunan dan Kehutanan, 2005 dan Depnakertrans (2006) Tabel 12 Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Bulanan di Wilayah Mesuji Tahun 1995 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah
Hari Hujan (hari)
21 11 10 0 4 0 0 3 2 3 0 16 70
Sumber : Kantor Statistik Lampung Utara, 1996
Curah Hujan (mm) 402 239 188 0 739 0 0 112 312 213 0 746 2.995
48
Berdasarkan kondisi-kondisi fisik tersebut Kawasan Transmigrasi Mesuji cocok untuk pengembangan pertanian terutama tanaman pangan dan perkebunan. Areal pengembangan tanaman perkebunan seperti kelapa sawit dan karet sebagian besar terdapat di lahan kering.
Areal ini terletak di bagian barat
Kawasan Transmigrasi Mesuji. Tanaman pangan seperti padi dan jagung banyak diusahakan di bagian timur kawasan transmigrasi di dataran sepanjang sungai Mesuji.
Lokasi Permukiman dan pusat-pusat pelayanan tersebar di seluruh
Kawasan membentuk spot-spot. Kawasan lindung berada di sepanjang DAS sungai Mesuji.
IDENTIFIKASI POTENSI PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN Analisis Kesesuaian Lahan Penilaian kesesuaian lahan dilakukan dengan pendekatan satuan lahan yang dikemukakan FAO (1976).
Penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan
dengan cara mencocokkan karakteristik dan kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan tertentu. Kesesuaian lahan dibagi menjadi lima kelas, seperti berikut ini : 1. Kelas S1 : Sangat Sesuai. Lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikan masukan yang telah diberikan 2. Kelas S2 : Cukup Sesuai. Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan
tingkat pengelolaan yang harus diterapkan.
Pembatas akan mengurangi produk atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan 3. Kelas S3: Sesuai Marjinal. Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan 4. Kelas N1: Tidak Sesuai pada saat ini. Lahan mempunyai pembatas yang lebih besar, tetapi lebih memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. Keadaan pembatas sedemikian besar sehingga mencegah penggunaan dalam jangka panjang. 5. Kelas N2 : Tidak Sesuai untuk selamanya. Lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan jangka panjang Analisis kesesuaian lahan kawasan transmigrasi diperoleh dengan cara mencocokkan karakteristik dan kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan tertentu berdasarkan Kriteria Kesesuaian Lahan (LREP II, 1994 dalam Widiatmaka et al., 2007). Peta tanah yang digunakan bersumber dari Widiatmaka et al (2006) yaitu Peta Tanah dan Satuan Lahan skala 1 : 250.000 (PPT, 1994). Sebagai gambaran bahwa dalam penentuan kelas kesesuaian lahan didasarkan
50
oleh kelas minimum (berdasarkan karakteristik yang paling minimum). Penentuan kelas kesesuaian tersebut dilakukan dikarenakan adanya keterbatasan data, dimana peta yang tersedia hanya dalam skala 1 : 250.000. Tingkat kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman padi sawah, jagung, kelapa sawit dan karet di wilayah tersebut secara rinci sebagai berikut: 1. Kesesuaian lahan Padi Sawah Budidaya padi sawah selalu diupayakan oleh petani transmigran di Kawasan Transmigrasi Mesuji untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Akan tetapi budidaya padi sawah di kawasan tersebut dihadapkan pada berbagai masalah terutama
menyangkut kendala-kendala kimia, kesuburan serta
pengelolaan tanah dan air. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan, kelas kesesuaian lahan di kawasan penelitian sebagian besar adalah S3 (sesuai marjinal), yaitu 76.463,86 Ha (98,55%). Lahan ini tersebar di hampir seluruh desa di Kawasan Transmigrasi
Mesuji. Kelas kesesuaian N adalah seluas 1.128,836 Ha (1,45%) yang berada di Desa Nipah Kuning. Usaha perbaikan dari N ke S3 dan dari S3 ke S2 kemungkinan masih dapat dilakukan sepanjang faktor pembatasnya termasuk dalam katagori yang memungkinkan diperbaiki. Hal yang perlu diperhatikan adalah besarnya biaya perbaikan lahan dengan hasil yang akan dicapai merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Kelas kesesuaian lahan aktual tanaman padi disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 5. Kelas kesesuaian S3 (sesuai marjinal) untuk pengembangan padi sawah tersebar di sebagian besar Kawasan Trasnmigrasi Mesuji. Pada umumnya faktor pembatasnya adalah ketersediaan hara (n), tingkat kemasaman/retensi hara(f), media perakaran (r) dan toxisitas (x). Pada lahan dengan kelas kesesuaian S3 dan dengan pembatas n dan f dapat dilakukan usaha perbaikan dengan melakukan pemupukan NPK untuk meningkatkan kadar P dan K dan pengapuran untuk mengurangi kemasaman tanah. Selain itu dapat pula dilakukan pemberian pupuk organik guna meningkatkan KTK, memperbaiki struktur tanah yang merupakan sumber energi bagi kehidupan jasad mikro tanah. Lahan dengan faktor pembatas r dapat diperbaiki dengan pengelolaan sistem drainase yang baik guna
51
mempercepat kematangan gambut. Lahan dengan faktor pembatas x (toxisitas) memiliki lapisan sulfidik pada kedalaman 50 cm menjadi faktor pembatasnya. Usaha perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengaturan sistem tata air tanah. Menurut Radjagukguk (1990) dalam Chotimah (2002), kunci keberhasilan budidaya padi sawah pada lahan gambut terletak pada keberhasilan dalam pengelolaan dan pengendalian air, penanganan sejumlah kendala fisik yang merupakan faktor pembatas, penanganan substansi toksik dan pemupukan unsur makro dan mikro. Sesuai dengan potensi kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman padi sawah di Kawasan Transmigrasi Mesuji, pengembangan tanaman padi sawah dapat diarahkan pada satuan-satuan lahan di sepanjang daerah pinggir sungai Mesuji yang mempunyai fisiografi aluvial dan dataran yang terletak di bagian timur dan tengah dari Kawasan Transmigrasi Mesuji. Tabel 13. Klasifikasi Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Padi Sawah di Kawasan Transmigrasi Mesuji Luas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
SPT
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual
Af.1.1.3 Af.1.1.1 Af.1.1.1 Af.1.1.1 Bf.5.3 Bf.5.4 Af.1.3 Af.1.3 Bf.5.2 Bf.5.2 Bfq.1.2 Bfq.1.2 Pfq.1.0 Pfq.2.1 Pfq.2.1 Pfq.3.1 Pfq.3.1 Pfq.3.1 Af.1.2.1 Af.1.2.1 Af.1.1.2 Bf.5.1 Jumlah
Keterangan : Kelas Kesesuaian Lahan S1 = Sangat Sesuai S2 = Cukup Sesuai S3 = Sesuai Marjinal N = Tidak Sesuai
Hektar
Nf S3n S3n S3n S3n S3n S3nf S3nf S3nr S3nr S3nrf S3nrf S3nrf S3nrf S3nrf S3nrf S3nrf S3nrf S3nrx S3nrx S3nx S3nx
% 1.128,84 73,52 755,75 9.570,76 5.221,00 34,38 645,19 679,46 802,48 9.883,98 399,64 519,99 1.611,66 27,24 4.179,57 60,37 1.212,69 22.649,61 56,98 2.345,98 2.203,00 13.530,64 77.592,70
Faktor Pembatas n = Hara tersedia r = Media Perakaran f = Retensi Hara x = Toksisitas
1,45 0,09 0,97 12,33 6,73 0,04 0,83 0,88 1,03 12,74 0,52 0,67 2,08 0,04 5,39 0,08 1,56 29,19 0,07 3,02 2,84 17,44 100,00
52
Gambar 5. Peta Kesesuaian Lahan Aktual untuk Pengembangan Tanaman Padi Sawah di Kawasan Transmigrasi Mesuji. 2. Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung Tanaman jagung merupakan tanaman pangan kedua yang diusahakan oleh petani di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Konsumen jagung selama ini adalah untuk pangan dan industri pakan. Tanaman jagung biasanya ditanam bergantian dengan padi, yaitu setelah bertanam padi pada musim hujan, pada musim kemarau petani bertanam jagung di lahan usahanya. Kelas kesesuaian aktual untuk tanaman jagung sebagian besar adalah S3 (sesuai marjinal), yaitu seluas 73.527,55 Ha (94,761%). Lahan dengan kelas kesesuaian aktual N (tidak sesuai), yaitu seluas 4.065,144 Ha (5,239%), seperti disajikan pada Tabel 13. Lahan dengan tingkat kesesuaian S3 terbagi S3nf, S3nrf, S3nrfx, S3nxf, S3rfn, S3rfx, dan Srfxn. Lahan dengan pembatas ketersediaan hara (n) dan tingkat kemasaman/retensi hara (f) terdapat hampir tersebar diseluruh desa-desa di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Kesesuaian lahan dengan pembatas media perakaran r
terdapat di sekitar Desa Pangkal Mas Jaya, Pangkal Mas Mulya,
Sungai Cambai, Muaramas,Wonosari, Tanjung Mas Jaya, Tanjung Mas Makmur, Tirtalaga, Tanjung Serayan, Mulyasari, Sumber Makmur, Wiralaga dan sebagian Nipah Kuning. Lahan dengan kelas kesesuaian S3 dengan pembatas toxisitas (x) terdapat di sekitar Desa Nipah Kuning, Sungai Badak, Talang Gunung, Sungai Cambai, Pangkal Mas Jaya, Muaramas, Pangkalmas Mulya, Tanjung Mas Jaya,
53
sebagian Muyasari dan Sumber Makmur. Sedangkan kelas kesesuaian lahan N terdapat di sekitar Desa Nipah Kuning dan Margojadi Pada lahan dengan faktor pembatas n dan f dapat dilakukan usaha perbaikan dengan melakukan pemupukan NPK untuk meningkatkan kadar P dan K dan pengapuran untuk mengurangi kemasaman tanah. Selain itu dapat pula dilakukan pemberian pupuk organik guna meningkatkan KTK, memperbaiki struktur tanah yang merupakan sumber energi bagi kehidupan jasad mikro tanah. Untuk pembatas r dapat dilakukan dengan pengelolaan sistem drainase yang baik guna mempercepat kematangan gambut. Tanaman jagung memerlukan kondisi drainase yang baik untuk mencegah penyakit busuk pada bagian bawah tanaman dan meminimalkan pemakaian pupuk (Subagyo et al,1996 dalam Chotimah, 2002). Sedangkan pada lahan dengan pembatas x (toxisitas) yaitu adanya lapisan sulfidik pada kedalaman 50 cm menjadi faktor pembatasnya. Hal ini dapat dilakukan usaha perbaikan yaitu dengan melakukan pengaturan sistem tata air tanah. Kelas kesesuaian lahan aktual tanaman jagung disajikan pada Tabel 14 dan Gambar 6 Tabel 14 Klasifikasi Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Jagung di Kawasan Transmigrasi Mesuji NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
SPT Af.1.1.3 Af.1.3 Af.1.3 Pfq.1.0 Pfq.2.1 Pfq.2.1 Pfq.3.1 Pfq.3.1 Pfq.3.1 Bf.5.2 Bf.5.2 Bf.5.3 Af.1.2.1 Af.1.2.1 Bfq.1.2 Bfq.1.2 Af.1.1.1 Af.1.1.1 Af.1.1.1 Bf.5.4 Af.1.1.2 Bf.5.1 Jumlah
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Nf Nf Nf Nf S3nf S3nf S3nf S3nf S3nf S3nrf S3nrf S3nrf S3nrfx S3nrfx S3nxf S3nxf S3rfn S3rfn S3rfn S3rfn S3rfx S3rfxn
Keterangan : Kelas Kesesuaian Lahan S1 = Sangat Sesuai S2 = Cukup Sesuai S3 = Sesuai Marjinal N = Tidak Sesuai
Luas Hektar
Faktor Pembatas n = Hara tersedia r = Media Perakaran f = Retensi Hara x = Toksisitas
% 1.128,84 645,19 679,46 1.611,66 27,24 4.179,57 60,37 1.212,69 22.649,61 802,48 9.883,98 5.221,00 56,98 2.345,98 399,64 519,99 73,52 755,75 9.570,76 34,38 2.203,00 13.530,64 77.592,70
1,45 0,83 0,88 2,08 0,04 5,39 0,08 1,56 29,19 1,03 12,74 6,73 0,07 3,02 0,52 0,67 0,09 0,97 12,33 0,04 2,84 17,44 100,00
54
Gambar 6 Peta Kesesuaian Lahan Aktual untuk Pengembangan Tanaman Jagung di Kawasan Transmigrasi Mesuji. 3. Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang potensial untuk dikembangkan di Kawasan Transmigrasi Mesuji.
Komoditas ini
dikembangkan oleh rakyat (petani) maupun perusahaan swasta. Berdasarkan hasil analisis kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit di kawasan penelitian adalah S3 (sesuai marjinal) seluas 45.074,83 Ha (58,09%) dan N (tidak sesuai) yaitu seluas 32.517,87 Ha (41,91%). Lahan S3 (sesuai marjinal) terdapat di bagian barat Kawasan Transmigrasi Mesuji yaitu Desa Margojadi, Tanjung Menang, Talang Gunung, Sumber Makmur, Sidomulyo dan sebagian Sungai Badak). Lahan dengan kelas kesesuaian N dan S3 masih mungkin diperbaiki sepanjang faktor pembatasnya termasuk dalam katagori yang memungkinkan untuk diperbaiki. Hal yang perlu diperhatikan adalah besarnya biaya perbaikan lahan
dengan
hasil
yang
akan
dicapai
merupakan
hal
yang
perlu
dipertimbangkan. Lahan yang mempunyai kelas kesesuaian dengan pembatas n dan f dapat dilakukan usaha perbaikan dengan melakukan pemupukan NPK
55
untuk meningkatkan kadar P dan K dan pengapuran untuk mengurangi kemasaman tanah. Menurut Radjagukguk (1996) dalam Chotimah (2002) pengelolaan kesuburan tanah yang utama adalah pemberian pupuk makro dan mikro.
Selain itu dapat pula dilakukan pemberian pupuk organik guna
meningkatkan KTK, memperbaiki struktur tanah yang merupakan sumber energi bagi kehidupan jasad mikro tanah. Lahan yang mempunyai kelas kesesuaian dengan pembatas r dapat diperbaiki dengan pembuatan sistem drainase. Pembuatan drainase hendaknya tetap memperhatikan batas air kritis, karena sebagian besar merupakan lahan gambut. Drainase umumnya menimbulkan subsidence yang relatif cepat yang berakibat menurunnya permukaan tanah. Hal ini dapat menyebabkan kemampuan menahan (bearing capacity) tanah gambut rendah, sehingga berakibat pada rendahnya kemampuan pohon untuk menahan terhadap kerebahan (Radjagukguk,1996 dalam Chotimah, 2002).
Kelas
kesesuaian lahan tanaman kelapa sawit disajikan pada Tabel 15 dan Gambar 7 Tabel 15. Klasifikasi Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Sawit di Kawasan Transmigrasi Mesuji NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
SPT Af.1.1.3 Af.1.1.1 Af.1.1.1 Af.1.1.1 Bf.5.3 Bf.5.4 Af.1.1.2 Bf.5.1 Af.1.3 Af.1.3 Bfq.1.2 Bfq.1.2 Pfq.1.0 Pfq.2.1 Pfq.2.1 Pfq.3.1 Pfq.3.1 Pfq.3.1 Af.1.2.1 Af.1.2.1 Bf.5.2 Bf.5.2 Jumlah
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Nfx Nr Nr Nr Nr Nr Nrx Nx S3nf S3nf S3nf S3nf S3nf S3nf S3nf S3nf S3nf S3nf S3nr S3nr S3nr S3nr
Keterangan : Kelas Kesesuaian Lahan S1 = Sangat Sesuai S2 = Cukup Sesuai S3 = Sesuai Marjinal N = Tidak Sesuai
Luas Hektar
% 1.128,84 73,52 755,75 9.570,76 5.221,00 34,38 2.203,00 13.530,64 645,19 679,46 399,64 519,99 1.611,66 27,24 4.179,57 60,37 1.212,69 22.649,61 56,98 2.345,98 802,48 9.883,98 77.592,70
Faktor Pembatas n = Hara tersedia r = Media Perakaran f = Retensi Hara x = Toksisitas
1,45 0,09 0,97 12,33 6,73 0,04 2,84 17,44 0,83 0,88 0,52 0,67 2,08 0,04 5,39 0,08 1,56 29,19 0,07 3,02 1,03 12,74 100,00
56
Gambar 7 Peta Kesesuaian Lahan Aktual untuk Pengembangan Tanaman Kelapa Sawit di Kawasan Transmigrasi Mesuji. 4. Kesesuaian Lahan Tanaman karet Komoditas karet merupakan primadona bagi usaha perkebunan rakyat. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti prospek komoditias ini di pasar lokal maupun internasional. Selain itu, tanaman karet pengelolaanya sederhana dan tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Tanaman karet merupakan komoditas perkebunan yang potensial untuk dikembangkan di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Berdasarkan hasil analisis kelas kesesuaian lahan untuk tanaman karet di kawasan penelitian adalah S3 (sesuai marjinal) seluas 34.388,37 Ha (44,32%) dan N (tidak sesuai) yaitu seluas 43.204,33 Ha (55,68 %). Lahan dengan kelas kesesuaian S3 (sesuai marjinal) yang terbagi atas S3nf dan S3nr tersebar di bagian barat Kawasan Transmigrasi Mesuji (Desa Margojadi, Tanjung Menang, Sumber Makmur, Sidomulyo dan sebagian Sungai Badak serta Nipah Kuning). Lahan dengan kelas kesesuaian N (tidak sesuai) tersebar di bagian timur Kawasan Transmigrasi Mesuji.
57
Usaha perbaikan dari N ke S3 dan dari S3 ke S2 masih dapat dilakukan sepanjang faktor pembatasnya termasuk dalam katagori yang memungkinkan untuk diperbaiki dengan memperhatikan besarnya biaya perbaikan lahan dengan hasil yang akan dicapai. Kelas kesesuaian dengan pembatas n dan f dapat dilakukan usaha perbaikan dengan melakukan pemupukan NPK untuk meningkatkan kadar P dan K, sedangkan pengapuran untuk mengurangi kemasaman tanah. Lahan yang mempunyai kelas kesesuaian dengan pembatas r, usaha perbaikan yang dapat dilakukan dengan pembuatan sistem drainase. Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman karet disajikan pada Tabel 16 dan Gambar 8 Tabel 16 Klasifikasi Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Karet di Transmigrasi Mesuji NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
SPT Af.1.1.1 Af.1.1.1 Af.1.1.1 Bf.5.2 Bf.5.2 Bf.5.3 Bf.5.4 Af.1.1.2 Af.1.1.3 Bf.5.1 Pfq.2.1 Pfq.2.1 Pfq.3.1 Pfq.3.1 Pfq.3.1 Af.1.3 Af.1.3 Bfq.1.2 Bfq.1.2 Pfq.1.0 Af.1.2.1 Af.1.2.1 Jumlah
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Nr Nr Nr Nr Nr Nr Nr Nrx Nrx Nx S3n S3n S3n S3n S3n S3nf S3nf S3nf S3nf S3nf S3nr S3nr
Keterangan : Kelas Kesesuaian Lahan S1 = Sangat Sesuai S2 = Cukup Sesuai S3 = Sesuai Marjinal N = Tidak Sesuai
Kawasan
Luas Hektar
% 73,52 755,75 9570,76 802,48 9883,98 5221,00 34,38 2203,00 1128,84 13530,64 27,24 4179,57 60,37 1212,69 22649,61 645,19 679,46 399,64 519,99 1611,66 56,98 2345,98 77519,18
Faktor Pembatas n = Hara tersedia r = Media Perakaran f = Retensi Hara x = Toksisitas
0,09 0,97 12,35 1,04 12,75 6,74 0,04 2,84 1,46 17,45 0,04 5,39 0,08 1,56 29,22 0,83 0,88 0,52 0,67 2,08 0,07 3,03 100,00
58
Gambar 8 Peta Kesesuaian Lahan Aktual untuk Pengembangan Tanaman Karet di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Analisis Keunggulan Komparatif Wilayah (Analisis Location Quotient/LQ) Komoditas unggulan merupakan komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah. Posisi strategis ini didasarkan pada pertimbangan teknis, sosial ekonomi dan kelembagaan.
Penentuan ini
penting karena ketersediaan dan kemampuan sumberdaya alam, modal dan manusia untuk menghasilakan dan memasarkan semua komoditas yang dihasilkan di suatu wilayah. Disisi lain hanya komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif
yang akan mampu bersaing
secara berkelanjutan dengan
komoditas lain di suatu wilayah (Rachman, 2003). Salah satu pendekatan yang dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian untuk menentukan komoditas unggulan adalah metode Location Quotient (LQ). Nilai LQ>1 artinya sektor basis, komoditas di suatu wilayah memiliki keunggulan komparatif (pengusahaannya melebihi kebutuhannya sehingga dapat memasok ke luar wilayah); LQ = 1 artinya sektor nonbasis, komoditas di suatu wilayah tidak memiliki keunggulan (pengusahaan hanya cukup untuk konsumsi sendiri dan LQ
59
<1 artinya sektor nonbasis, komoditas di suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar wilayah. Hasil analisis dengan metode LQ selanjutnya disesuaikan dengan kelayakan biofisik sumberdaya lahan yang dilakukan dengan pendekatan kesesuaian lahan dan kelayakan sosial. Kelayakan sosial dinilai secara tidak langsung dengan asumsi bahwa jika suatu komoditas telah ditanam atau diusahakan masyarakat setempat, berarti mampu memberi peluang berusaha, dapat dilakukan dan diterima oleh masyarakat setempat sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja Data yang dipergunakan untuk analisis LQ adalah data pengusahaan tanaman pangan dan tanaman perkebunan di Kabupaten Tulang Bawang tahun 2006, disajikan pada Tabel 17 dan 18 Tabel 17 Keragaan Pengusahaan Tanaman Pangan
No
Komoditi Padi Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang Kedelai Kacang Hijau Kacang tanah Jumlah
Mesuji Kontribusi Luas Panen Terhadap (Ha) Kabupaten (%) 11.829,50 79,26 2.725,00 18,26 325,00 2,18 12,00 0,08 0,00 0,00 15,00 0,10 18,00 0,12 14.924,50 100,00
Sumber : Tulang Bawang dalam angka Tahun 2006
Tulang Bawang Luas Panen (Ha) 65.936,50 12.944,00 86.307,00 305,00 484,00 328,00 993,00 167.297,50
Kontribusi Terhadap Provinsi(%) 39,41 7,74 51,59 0,18 0,29 0,20 0,59 100,00
Tabel 18 Keragaan Pengusahaan Tanaman Perkebunan Mesuji No 1 2 3 4 5 6
Komoditas Karet Kelapa Sawit Kopi Lada Kelapa Dalam Kelapa Hibrida Jumlah
Luas tanam (Ha) 2.105,00 1.921,00 7,50 0,00 28,50 0,00 4.062,00
Kontribusi Terhadap Kabupaten (%) 51,82 47,29 0,18 0,00 0,70 0,00 100,00
Tulang Bawang Luas tanam (Ha)
Kontribusi Terhadap Provinsi(%))
42.979,92 35.015,63 315,55 168,05 3.227,29 1.732,31 83.438,75
51,51 41,97 0,38 0,20 3,87 2,08 100,00
Sumber : Tulang Bawang dalam angka dan database Dinas Perkebunan dan Kehutanan Tahun 2006
60
Hasil perhitungan LQ komoditas tanaman pangan dan perkebunan di Kawasan Transmigrasi Mesuji disajikan pada Tabel 19 dan 20. Hasil perhitungan LQ komoditas tanaman pangan menunjukkan bahwa komoditas padi mempunyai nilai 2,01 dan jagung 2,36. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan padi sawah dan jagung merupakan komoditas basis di Kawasan Transmigrasi Mesuji, hal ini berarti padi dan jagung mempunyai keunggulan komparatif tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di kawasan tersebut, tetapi juga dijual ke luar wilayah. Sedangkan berdasarkan hasil analisis LI komoditas padi mempunyai nilai 0,20 dan 0,05, hal ini menunjukkan tingkat perkembangan aktivitas akan relatif indifferent di seluruh lokasi atau aktivitas tersebut mempunyai peluang tingkat perkembangan yang relatif di seluruh lokasi. Hasil perhitungan LQ tanaman perkebunan menunjukkan bahwa komoditas karet mempunyai nilai 1,01 dan kelapa sawit 1,13.
Hal ini
menunjukkan bahwa pengusahaan karet dan kelapa sawit merupakan komoditas basis di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Ini berarti bahwa karet dan kelapa sawit mempunyai keunggulan komparatif tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di kawasan tersebut, tetapi juga dijual ke luar wilayah. Sedangkan berdasarkan hasil analisis LI komoditas kelapa sawit mempunyai nilai 0,03, hal ini menunjukkan tingkat perkembangan aktivitas akan relatif indifferent di seluruh lokasi atau aktivitas pengembangan kelapa sawit tersebut mempunyai peluang tingkat perkembangan yang relatif di seluruh lokasi. Tabel 19 Nilai Perhitungan LQ dan LI untuk Komoditas Tanaman Pangan di Kawasan Transmigrasi Mesuji Komoditas Padi Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang Kedelai Kacang Hijau Kacang tanah
LQ 2,01 2,36 0,04 0,44 0,00 0,51 0,20
LI 0,20 0,05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
61
Tabel 20 Nilai Perhitungan LQ dan LI untuk Komoditas Tanaman Perkebunan di Kawasan Transmigrasi Mesuji Komoditas Karet Kelapa Sawit Kopi Lada Kelapa Dalam Kelapa Hibrida Untuk
mengetahui
LQ 1,01 1,13 0,49 0,00 0,18 0,00 keberadaan
basis
LI 0,00 0,03 0,00 0,00 0,02 0,01 komoditas
unggulan
yang
dikembangkan oleh masyarakat di desa-desa di kawasan transmigrasi dilakukan analisis LQ terhadap pengusahaan komoditas pertanian tanaman pangan dan perkebunan di desa-desa yang berada di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Hasil analisis LQ disajikan pada Tabel 21, Gambar 9,10,11 dan 12 Tabel 21 Nilai LQ Pengusahaan Tanaman Pangan dan Perkebunan Terhadap Desa-desa di Kawasan Transmigrasi Mesuji Desa Padi Jagung Karet Sawit Dwi Karya Mustika 0,61 0,62 0,96 4,29 Eka Mulya 0,71 0,09 3,48 1,47 Marga Jadi 0,58 0,00 3,59 1,45 Muara Mas 1,55 0,32 0,00 0,00 Mulyosari 1,16 1,24 0,00 0,00 Nipah Kuning 1,62 0,00 0,00 0,00 Pangkal Mas Jaya 1,27 1,45 0,00 0,09 Pangkal Mas Mulya 1,58 0,00 0,26 0,00 Sidomulyo 0,55 1,24 1,59 0,61 Sumber Makmur 1,44 0,78 0,00 0,00 Sungai Badak 1,23 1,25 0,00 0,00 Sungai Cambai 1,62 0,00 0,00 0,00 Talang Batu/T Gunung 1,62 0,00 0,00 0,00 Tanjung Mas Jaya 0,71 3,95 0,00 0,00 Tanjung Mas Makmur 1,36 1,06 0,03 0,08 Tanjung Mas Mulya 1,62 0,00 0,00 0,00 Tanjung Menang 0,29 1,47 2,93 2,34 Tanjung Serayan 1,52 0,43 0,00 0,00 Tirta Laga 1,46 0,68 0,00 0,00 Wiralaga 1,11 1,25 0,00 0,00 Wonosari 0,63 1,13 1,41 2,52 Sumber : Podes (2006) dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tulang Bawang (2006) (data diolah)
62
Untuk mengetahui keberadaan basis komoditas unggulan yang dapat dikembangkan oleh masyarakat di desa-desa di Kawasan Transmigrasi dilakukan analisis LQ terhadap pengusahaan komoditas pertanian tanaman pangan dan perkebunan di desa-desa yang berada di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Untuk komoditas padi, dari 22 desa yang ada di Kawasan Transmigrasi Mesuji terdapat 14 desa yang memiliki LQ>1, artinya merupakan basis pengembangan padi. Desadesa tersebut adalah Muara Mas, Mulyosari, Nipah Kuning, Pangkal Mas Jaya, Pangkal Mas Mulia, Sumber Makmur, Sungai Badak, Sungai Cambai, Talang Gunung, Tanjung Mas Makmur, Tanjung Mas Mulya, Tanjung Serayan, Tirta Laga, Wiralaga. Untuk komoditas jagung, LQ > 1 terdapat di 8 desa, yang merupakan basis pengembangan komoditas jagung yaitu Desa Mulyosari, Pangkal Mas Jaya, Sidomulyo, Sungai Badak, Tanjung Mas Jaya, Tanjung Menang, Wiralaga, Wonosari. Sedangkan untuk komoditas kelapa sawit, LQ >1 terdapat di 5 desa yang merupakan basis pengembangan kelapa sawit yaitu Desa Dwikarya Mustika, Eka Mulya, Margajadi, Tanjung Menang, Wonosari. Untuk komoditas karet, LQ >1 terdapat di Desa Eka Mulya, Margajadi, Sido Mulyo, Tanjung Menang, dan Wonosari.
Gambar 9 Peta Hasil Analisis LQ Pengusahaan Tanaman Padi di Kawasan Transmigrasi Mesuji
63
Gambar10 Peta Hasil Analisis LQ Pengusahaan Tanaman Jagung di Kawasan Transmigrasi Mesuji
Gambar 11 Peta Hasil Analisis LQ Pengusahaan Kelapa Sawit di Kawasan Transmigrasi Mesuji
64
Gambar 12 Peta Hasil Analisis LQ Pengusahaan Tanaman Karet di Kawasan Transmigrasi Mesuji Analisis Usahatani Berdasarkan analisis, sumberdaya lahan di Kawasan Transmigrasi Mesuji memiliki potensi untuk pengembangan komoditas pertanian tanaman pangan yaitu padi, jagung dan komoditas perkebunan yaitu kelapa sawit dan karet. Berpijak dari potensi tersebut, perlu dilakukan suatu analisis yang dapat menunjukkan nilai ekonomi. Metode analisis yang digunakan adalah analisis finansial. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nilai tambah yang akan diperoleh petani, apakah usaha yang dilakukan petani menguntungkan atau tidak, sehingga dalam jangka panjang usaha tani tersebut layak dikembangkan atau tidak. Metode analisis finansial digunakan untuk mengetahui nilai ekonomis usahatani komoditas padi sawah, jagung, kelapa sawit dan karet, yaitu melalui perhitungan nilai BC Rasio, IRR, dan NPV. Analisis finansial usahatani komoditas pertanian tanaman pangan padi sawah dan jagung dengan luasan satu hektar dilakukan pada tingkat suku bunga 20%. Pengusahaan padi dengan asumsi jumlah panen 4.250 Kg, dan dengan harga padi (gabah kering giling) di tingkat petani sebesar Rp 1.800/Kg menghasilkan nilai B/C rasio lebih dari 1, nilai IRR lebih dari 20% (tingkat suku bunga yang ditetapkan) dan nilai NPV lebih dari 0. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas padi layak untuk diusahakan di lokasi penelitian. Pengusahaan jagung dengan jumlah panen 4.500 Kg, dengan harga jagung pipil di tingkat petani
65
seharga Rp 1.350/kg memiliki nilai B/C rasio lebih dari 1, nilai IRR lebih dari 20% dan nilai NPV lebih dari 0 menunjukkan komoditas jagung layak dikembangkan di lokasi penelitian. Hasil analisis finansial komoditas padi dan jagung disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Hasil Perhitungan Analisis Finansial Usahatani Komoditas Padi Sawah dan Jagung di Kawasan Transmigrasi Mesuji untuk Harga Bulan Juni 2007 Nama Komoditi
Harga (Rp)
B/C rasio
IRR
NPV (Rp)
Padi Sawah
1.800,00
1,63
46,05
1.575.597,22
Jagung
1.350,00
1,59
35,95
1.416.833,33
Sumber: Hasil analisis, 2007
Dari hasil analisis di atas dapat diketahui bahwa jika harga jual padi dalam bentuk gabah kering panen Rp.1.800/kg, nilai NPV adalah sebesar 1.575.597,22, dan petani memperoleh keuntungan Rp 393.899,- dalam satu bulan dari pengusahaan lahan seluas satu hektar dengan panen sebesar 4,25 ton.
Nilai
pendapatan diperoleh dari nilai NPV dibagi lamanya usaha tani yaitu 4 bulan. Dengan demikian jika luas lahan sawah yang diusahakan di Kawasan Transmigrasi Mesuji (LU1) seluas 2 Ha, maka keuntungan yang diperoleh petani sebesar Rp.787.798,-. Dalam pengusahaan komoditas jagung, jika harga jual jagung dalam bentuk jagung pipil adalah sebesar Rp.1.350/kg dengan nilai NPV sebesar 1.416.833,33 petani memperoleh keuntungan sebesar Rp.354.208,- dalam satu bulan dari pengusahaan lahan seluas satu hektar dengan panen sebesar 4,5 ton. Dengan demikian jika luas lahan yang diusahakan untuk tanaman jagung di Kawasan Transmigrasi Mesuji (LU1) seluas 2 Ha maka keuntungan yang diperoleh petani sebesar Rp.708.416,-. Analisis finansial kelapa sawit menunjukkan bahwa dengan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit sebesar Rp.550/kg,
nilai NPV adalah sebesar
28.530.198,05,-. Hasil tersebut dengan asumsi tingkat bunga sebesar 20%. Nilai NPV tersebut menunjukkan nilai positif, sehingga pada tingkat opportunity (discount rate) 20% investasi kelapa sawit layak untuk dilakukan. Disamping itu dengan nilai NPV 28.530.198,05 sebesar tersebut diketahui bahwa keuntungan petani sebesar Rp.1.358.496,- per bulan. Selanjutnya hasil analisis finansial kelapa
66
sawit menunjukkan bahwa nilai B/C ratio sebesar 2,70. Hal ini menunjukkan bahwa investasi kelapa sawit layak untuk dilaksanakan. Nilai B/C ratio sebesar 2,70 menunjukkan bahwa setiap Rp.1,00 biaya yang dikeluarkan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp.2,70. Hal ini menunjukkan pula bahwa mengusahakan komoditi kelapa sawit cukup menguntungkan karena penerimaan yang akan diperoleh sebesar 2,70 kali lipat dari modal yang dikeluarkan. Selanjutnya nilai IRR
yang diperoleh sebesar 36,10 %.
Nilai ini menunjukkan persentase
keuntungan yang akan diperoleh tiap tahun atau merupakan kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga bank. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa IRR lebih besar 20%, sehingga investasi kelapa sawit masih menguntungkan. Hasil analisis finansial karet menunjukkan bahwa dengan harga slab karet sebesar Rp.6400/kg, nilai NPV adalah sebesar Rp. 11.564.547,58,-. Hasil tersebut diperoleh dengan asumsi tingkat bunga sebesar 20%. Nilai NPV tersebut menunjukkan nilai positif, sehingga pada tingkat opportunity (discount rate) 20% investasi karet layak untuk dilakukan. Disamping itu dengan nilai NPV tersebut diketahui bahwa keuntungan petani adalah sebesar Rp.502.806. Selanjutnya hasil analisis finansial karet menunjukkan bahwa nilai B/C ratio adalah sebesar 2,39. Hal ini menunjukkan bahwa investasi karet layak untuk dilaksanakan. Nilai B/C ratio sebesar 2,39 menunjukkan bahwa setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp.2,39. Hal ini menunjukkan pula bahwa pengusahaan komoditi kelapa sawit cukup menguntungkan karena penerimaan yang akan diperoleh sebesar 2,39 kali lipat dari modal yang dikeluarkan. Selanjutnya nilai IRR yang diperoleh sebesar 31,31 %. Nilai ini menunjukkan persentase keuntungan yang akan diperoleh setiap tahun atau merupakan kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga bank.
Dari hasil analisis
menunjukkan bahwa IRR lebih besar 20% investasi karet masih menguntungkan untuk dilakukan di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Hasil analisis finansial pengusahaan tanaman kelapa sawit dan karet disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Hasil Analisis Finansial Usahatani Pengusahaan Tanaman Kelapa Sawit dan Karet di Kawasan Transmigrasi Mesuji untuk Harga Bulan Juni 2007 Nama Komoditi Kelapa sawit Karet
Harga(Rp)
BCR
IRR(%)
NPV(Rp)
550,00
2,70
36,10
28.530.198,05
6.400,00
2,39
31,31
11.564.547,58
67
Analisis Efisiensi Marjin Pemasaran Analisis ini bertujuan untuk mengetahui struktur pasar yang terdapat pada Kawasan Transmigrasi Mesuji. Hal ini dapat memberikan gambaran peran petani dalam penentuan harga jual. Disamping itu dengan analisis ini dapat diketahui penyebaran marjin pemasaran dan kontribusi masing-masing lembaga pemasaran terhadap nilai tambah produk yang dipasarkan.
Idealnya keuntungan yang
diperoleh oleh setiap pelaku pemasaran proporsional dengan biaya atau perlakuan yang diberikan kepada produk yang dipasarkannya. Menurut Gardner (1975) dalam Asmarantaka (1985) memberikan pengertian terhadap marjin pemasaran (a farm-retail price spread atau marketing charge) adalah sebagai perbedaan harga di tingkat pengecer dari suatu produk dengan nilai pembayaran yang diterima petani dari sejumlah produk yang setara (an equivalent quantity). Disamping itu informasi lain yang dapat diperoleh dari analisis marjin pemasaran adalah akan terlihat efisien tidaknya sistem distribusi komoditi dari petani ke pemakai atau pengguna terakhir. Di Kawasan Transmigrasi Mesuji diidentifikasi terdapat beberapa jalur pemasaran utama terhadap hasil produksi petani daiantaranya : 1. Produksi padi : Petani – Pedagang Pengumpul I – Pedagang Pengumpul II– Konsumen Metro/Bandar Lampung. 2. Produksi jagung : Petani – Pedagang Pengumpul I – pedagang Pengumpul II – Konsumen Bandar Lampung. 3. Produksi Sawit : Petani – Pedagang Pengumpul I – Pabrik di Kecamatan Tanjung Raya. 4. Produksi Karet : Petani – Pedagang Pengumpul I – Pedagang Pengumpul II– Pabrik Bandar Lampung/Palembang. Dari keempat komoditi tersebut, marjin pemasaran terbesar terdapat pada komoditi karet yang mencapai 41,82 % untuk saluran pemasaran ke wilayah Palembang sedangkan marjin terendah terdapat pada komoditi beras untuk saluran pemasaran ke wilayah Bandar Lampung sebesar 25, 32%. Untuk melihat berapa share harga ditingkat petani dibandingkan dengan harga di lembaga terakhir dapat dilihat angka marjin relatif.
Untuk kasus padi,
penyebaran marjin untuk transportasi sebesar 10 %, biaya penyimpanan sebesar
68
0,42%, sehingga marjin biaya sebesar 10,42%.
Marjin keuntungan sebesar
14,91%, sedangkan penerimaan petani sebesar 75%. Marjin keuntungan terbesar berada pada pedagang pengumpul II yaitu sebesar 10,42%, sedangkan pedagang pengumpul I hanya sebesar 4,49% (untuk lembaga pemasaran akhir di Bandar Lampung).
Untuk pemasaran akhir di Metro, diketahui penyebaran marjin
transportasi sebesar 9,8%, dengan biaya penyimpanan sebesar 0,40% sehingga total marjin biaya sebesar 10,20%. Untuk marjin keuntungan diperoleh hasil bahwa keuntungan terbesar terdapat pada pedagang pengumpul II yaitu sebesar 12,2%, sedangkan pedagang pengumpul I hanya sebesar 4,2%. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh pedagang mencapai 16,7%, sedangkan penerimaan petani
sebesar 73,5%,
Penyebaran marjin pemasaran padi di Kawasan
Transmigrasi Mesuji disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Marjin Pemasaran Padi di Kawasan Transmigrasi Mesuji pada Bulan Juni 2007 untuk Konsumen Akhir di Kota Bandar Lampung dan Metro Propinsi Lampung No 1. 2.
3.
4. 5.
6.
Uraian Harga jual petani - Biaya Usahatani - Keuntungan Pedagang Pengumpul I - Biaya Pengangkutan - Biaya Penyimpanan - Keuntungan - Harga Jual Pedagang Pengumpul II (dikirim untk Konsumen Bandar Lampung) - Biaya Pengangkutan - Biaya Penyimpanan - Keuntungan - Harga Jual Harga Beli Pedagang Besar (Bandar Lampung) Pedagang Pengumpul II (dikirim untk Konsumen Metro) - Biaya Pengangkutan - Biaya Penyimpanan - Keuntungan - Harga Jual Harga Beli Pedagang Besar (Metro) Total Transport Total Penyimpanan Total Keuntungan
Margin (Rp/Kg)
Persentase untuk Kons. Bandar Lampung 75,00
Persentase untuk Kons. Metro
40
1,67
1,6
110 1.950
4,49 81,25
4,5 79,6
200 10 250 2.400 2.400
8,33 0,42 10,42 100,00 100,00
-
200 10 300 2.450 2.450
10,00 0,42 14,91
1.800 1.104,86 695,14
73,5
-
8,2 0,4 12,2 100,0 100,0 9,8 0,4 16,7
Marjin transportasi yang begitu besar ini dapat diperkecil/ditekan apabila fasilitas pemasaran dalam hal ini infrastruktur jalan dapat diperbaiki sehingga sulitnya medan dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut keluar
69
komoditi tersebut dapat diatasi, sehingga diharapkan penerimaan petani dapat ditingkatkan. Marjin keuntungan yang besar yang diterima oleh Pedagang Pengumpul II menunjukkan bahwa pedagang pengumpul II memiliki posisi yang sangat kuat dan juga memiliki resiko tertinggi. Pengumpul II merupakan pemilik modal yang menanamkan modalnya kepada pengumpul I dan petani dalam bentuk hutang untuk biaya produksi. Pengumpul I sifatnya hanya perantara dari pengumpul II dan melakukan konsinyasi dengan petani, dimana hasil panen petani langsung dibeli oleh pengumpul I kemudian disetorkan kepada pengumpul II, setelah itu baru dilakukan pembayaran kepada petani. Namun demikian petani tidak dapat mengalihkan produksinya kepada pedagang lain. Hal ini dikarenakan petani telah mempunyai ikatan perjanjian hutang kepada pengumpul II, bahwa hanya akan menjual hasil produksinya kepada pedagang tersebut.
Hal ini menunjukkan
lemahnya posisi tawar petani. Apabila Pemerintah dapat memberikan fasilitas berupa lembaga keuangan yang dapat membantu membiayai biaya produksi, posisi petani dapat lebih kuat dan diharapkan dapat meningkatkan penerimaan yang diperoleh petani. Ada sedikit perbedaan antara marjin keuntungan untuk harga jual di pasar Bandar Lampung terlihat lebih murah dari pada dengan Metro. Hal ini dikarenakan pembelian padi di Metro sebagain besar digunakan untuk memenuhi kuota kontrak pasokan padi dari Metro sebagai salah satu pemasok pangan di Lampung dan Jakarta. Adanya keunikan Kawasan Transmigrasi Mesuji yang tidak terpengaruh oleh pasokan air pada musim kemarau, saat daerah lain mengalami paceklik, daerah ini tidak. Hal ini merupakan potensi untuk dapat meningkatkan posisi tawar petani dalam pemasaran. Pada musim panen, umumnya di beberapa daerah stok gabah di pedagang berlebihan sehingga posisi tawar pedagang relatif kuat sehingga pedagang memegang kendali penentuan harga. Untuk musim paceklik, kondisinya berkebalikan dimana jumlah gabah yang dikuasai petani terbatas, sementara pedagang membutuhkan cukup banyak, sehingga petani mempunyai posisi tawar yang tinggi baik untuk meminta pembayaran secara tunai.
70
Untuk kasus karet, penyebaran marjin untuk transportasi sebesar 2,8%, biaya penyimpanan sebesar 1,17%, sehingga total marjin biaya sebesar 3,97%. Untuk marjin keuntungan diperoleh hasil bahwa keuntungan pedagang pengumpul II adalah sebesar 8,06%, dan pedagang pengumpul I sebesar 13,73% sehingga total marjin keuntungan yang diperoleh pedangang mencapai 21,78 (untuk lembaga pemasaran akhir di Pabrik Karet Bandar Lampung) dengan penerimaan petani adalah sebesar 71,11% . Sedangkan untuk Lembaga Pemasaran Akhir di Pabrik di Palembang, penyebaran marjin transportasi sebesar 6 %, dan biaya penyimpanan sebesar 0,95% sehingga total marjin biaya adalah sebesar 6,95%, dengan total marjin keuntungan adalah sebesar 34,86 %, yang terdiri marjin keuntungan pada pedagang pengumpul II yaitu sebesar 21,14%, sedangkan pedagang pengumpul I sebesar 13,73%, sedangkan penerimaan petani sebesar 73,5%. Penyebaran marjin pemasaran karet di Kawasan Transmigrasi Mesuji disajikan pada Tabel 25 Tabel 25 Penyebaran Marjin Pemasaran Karet (slab) di Kawasan Transmigrasi Mesuji untuk Pasokan Pabrik di Palembang dan Bandar Lampung pada bulan Juni 2007 No
Uraian
Margin (Rp/Kg)
Persentase untuk Pabrik di Bandar lampung
Persentase untuk Pabrik di Palembang
1.
Harga jual petani - Biaya usahatani - Keuntungan Pedagang Pengumpul I - Biaya Pengangkutan - Biaya Penyimpanan - Keuntungan - Harga Jual Pedagang Pengumpul II (untuk Pabrik di Bandar Lampung) - Biaya Pengangkutan - Biaya Penyimpanan - Keuntungan - Harga Jual Harga Beli Pabrik (Slab penyimpanan selama 1 bulan) di Bandar Lampung Pedagang Pengumpul II (untuk Pabrik Palembang) - Biaya Pengangkutan - Biaya Penyimpanan - Keuntungan - Harga Jual Harga Beli Pabrik (Slab penyimpanan selama 1 bulan)Pabrik di Palembang) Total Biaya Pengangkutan Total Biaya Penyimpanan Total Keuntungan
6.400 2.681,74 3.718,26
71,11
58,18
60 30 1.510 8.000
0,67 0,33 13,73 88,89
0,55 0,27 13,73 72,73
200 75 725 9.000 9.000
2,22 0,83 8,06 100,00 100,00
-
600 75 2.325 11.000 11.000
-
5,45 0,68 21,14 100,00 100,00
2,89 1,17 21,78
6,00 0,95 34,86
2.
3.
4 5
6
71
Marjin Transportasi yang relatif kecil pada pemasaran karet menunjukan bahwa transportasi bukan merupakan kendala utama yang dapat mempengaruhi harga, hal ini dikarenakan lamanya waktu pengangkutan tidak akan berpengaruh pada kualitas karet slab, sehingga apabila kondisi jalan tidak memungkinkan untuk dilalui dapat dilakukan penundaan, menunggu kondisi jalan membaik. Sedangkan untuk marjin pemasaran untuk lembaga pemasaran akhir pabrik di Palembang, jauhnya rentang jarak ke pasar akhir dimanfaatkan pedagang untuk menekan harga ditingkat petani, sehingga marjin keuntungan yang besar dinikmati oleh pedagang. Marjin keuntungan ditingkat pengumpul I dan pengumpul II perbedaanya tidak begitu besar, hal ini menunjukkan posisi tawar pada pengumpul tingkat I dan II relatif seimbang. Hal ini menunjukkan tidak adanya ketergantungan pengumpul I dengan pengumpul II, namun demikian ketergantungan petani terhadap pedagang pengumpul sangatlah besar, terlihat dari masih rendahnya penerimaan petani.
Hal ini menunjukkan rendahnya posisi petani dalam
penentuan harga komoditi. Kondisi ini sebagai akibat dari sedikitnya kepemilikan lahan oleh petani, sehingga petani tidak memungkinkan untuk menjual produknya langsung ke pabrik dalam jumlah yang sedikit. Permasalahan pemasaran ini dapat dipecahkan dengan adanya lembaga ditingkat petani yang dapat mengkoordinir petani sehingga dapat bersama-sama memasarkan produknya langsung ke pabrik, sehingga marjin keuntungan yang besar dapat dinikmati oleh petani, sehingga akan berpengaruh pada peningkatan penerimaan petani. Kasus komoditi jagung, penyebaran marjin untuk transportasi sebesar 11,4%, dengan biaya penyimpanan sebesar 2,7%, sehingga total marjin biaya adalah sebesar 14,1%. Total marjin keuntungan yang diperoleh pedagang adalah sebesar 24,5%, dengan perincian marjin keuntungan yang dinikmati oleh pedagang pengumpul II yaitu sebesar 10%, sedangkan pedagang pengumpul I hanya sebesar 14,5% (untuk lembaga pemasaran akhir di Bandar Lampung), sedangkan penerimaan petani sebesar 61,4%. Penyebaran marjin pemasaran jagung di Kawasan Transmigrasi Mesuji disajikan pada Tabel 26.
72
Tabel 26 Marjin Pemasaran Jagung di Kawasan Transmigrasi Mesuji pada Bulan Juni 2007 untuk Konsumen Akhir di Kota Bandar Lampung No
Uraian
1. Harga jual petani - Biaya Usahatani - Keuntungan 2. Pedagang Pengumpul I - Biaya Pengangkutan - Biaya Penyimpanan - Keuntungan - Harga Jual 3. Pedagang Pengumpul II (dikirim untk Konsumen Bandar Lampung) - Biaya Pengangkutan - Biaya Penyimpanan - Keuntungan - Harga Jual 4 Harga Beli Pabrik (Bandar Lampung) Total Biaya Pengangkutan Total Biaya Penyimpanan Total Keuntungan Pedagang
Margin (Rp/Kg)
Persentase untuk Kons. Bandar Lampung
1.350 846,93 503,07
61,36
50 30 320 1.750
2,27 1,36 14,55 79,55
200 30 220 2.200 2.200
9,09 1,36 10,00 100,00 100,00 11,36 2,73 24,55
Marjin transportasi yang relatif besar dapat diperkecil/ditekan apabila fasilitas pemasaran dalam hal ini infrastruktur jalan dapat diperbaiki sehingga sulitnya medan dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut keluar komoditi tersebut dapat diatasi,
dengan demikian diharapkan penerimaan petani dapat
ditingkatkan. Untuk kasus Kelapa Sawit dalam bentuk Tandan Buah Segar (TBS), penyebaran marjin untuk transportasi adalah sebesar 12,82%, dan marjin keuntungan yang diperoleh pedagang adalah sebesar 16,67%, dengan perincian marjin keuntungan pedagang pengumpul II yaitu sebesar 8,97%, dan pedagang pengumpul I sebesar 7,69%, sedangkan penerimaan yang diperoleh petani sebesar 70,51%. Penyebaran marjin pemasaran kelapa sawit di Kawasan Transmigrasi Mesuji disajikan pada Tabel 27.
73
Tabel 27 Penyebaran Marjin Pemasaran Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di Kawasan Transmigrasi Mesuji untuk Pasokan di Pabrik CPO PT SIP di Kecamatan Tanjung Raya pada Bulan Juni 2007 No
Uraian
1. Petani - Biaya usaha tani - Keuntungan 2. Pedagang Pengumpul I - Biaya Pengangkutan - Keuntungan - Harga Jual 3. Pedagang Pengumpul II (untuk Pabrik) - Biaya Pengangkutan - Keuntungan - Harga Jual 4. Harga Beli Pabrik Total biaya Pengangkutan Total Keuntungan pedagang
Margin (Rp/Kg)
Persentase untuk Pabrik CPO di Tanjung Raya
550 346,30 203,70
70,51
40 60 650
5,13 7,69 83,33
60 70 780 780
7,69 8,97 100,00 100,00 12,82 16,67
Besarnya marjin transportasi terjadi sebagai akibat kondisi jalan yang buruk, hal ini berakibat pada lamanya waktu yang diperlukan untuk membawa TBS ke Pabrik.
Dikarenakan sifat dan kesegarannya yang mudah rusak, sehingga
diperlukan proses pengangkutan TBS yang cepat dan penuh kehati-hatian. Hal ini merupakan salah satu yang menyebabkan ongkos yang harus dikeluarkan untuk pengangkutan TBS menjadi besar. Marjin transportasi yang begitu besar ini dapat diperkecil/ditekan apabila fasilitas pemasaran dalam hal ini infrastruktur jalan dapat diperbaiki sehingga sulitnya medan dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut keluar komoditi tersebut dapat diatasi, sehingga diharapkan penerimaan petani dapat ditingkatkan. Perwilayahan Pengembangan Komoditas Unggulan Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan dibandingkan dengan hasil analisis komparatif wilayah dan kondisi penggunaan lahan yang ada, lokasi KTM Mesuji dapat dibagi menjadi empat zona wilayah pengembangan komoditas unggulan yaitu komoditi padi sawah dapat dikembangkan pada lahan seluas 19.295,06 Ha (32,35%), jagung seluas 7.600,264 Ha (12,74%), karet seluas 9.541,308 (16%), kelapa sawit seluas 23.208,651 Ha (38,91%).
74
Perwilayahan pengembangan komoditas pertanian pada lokasi KTM Msuji adalah sebagai berikut : a. Wilayah pengembangan pertanian tanaman pangan padi sawah dapat dikembangkan di Desa Ekamulya, Muaramas, Nipah Kuning, Mulyasari, Pangkalmas Jaya, Pangkalmas Mulya, Sumber Makmur, Sungai Badak, Sungai Cambai, Talang Gunung, Tanjung Serayan, Tanjungmas Makmur, Tirtalaga, Wiralaga, Wonosari. b. Wilayah pengembangan pertanian tanaman pangan jagung dapat dikembangkan di Desa Tanjung mas jaya, Mulyasari dan Pangkal Mas Jaya c. Wilayah pengembangan pertanian tanaman perkebunan kelapa sawit dapat dikembangkan di Desa Sumber Makmur, Sungai Cambai, Mulya Sari, Ekamulya, Tanjungmas Makmur, Sungai Badak, Muaramas, Nipah Kuning, Wiralaga, dan Talang Gunung d. Wilayah Pengembangan pertanian tanaman perkebunan karet dapat dikembangkan di Desa Dwikarya Mustika, Ekamulya, Margo Jadi, Sido Mulyo, Sumber Makmur, Talang Gunung, Tanjung Menang, Wonosari Perwilayahan komoditas pertanian di KTM Mesuji disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13 Peta Perwilayahan Potensi Pengembangan Komoditas Pertanian di Lokasi KTM Mesuji.
75
Berdasarkan perwilayahan pertanian pada Lokasi KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji menunjukan pola penggunaan lahan pertanian persawahan, jagung sampai perkebunan kelapa sawit dan karet, yang dipengaruhi oleh kondisi fisik lahan. Perwilayahan komoditas pertanian untuk memudahkan pengambilan kebijakan pengembangan potensi komoditas unggulan yang disesuaikan dengan kondisi fisik wilayah. Ikhtisar Berdasarkan analisis kesesuaian lahan di kawasan Transmigrasi Mesuji menunjukkan kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan padi sawah di kawasan tersebut sebagian besar adalah S3 sesuai marjinal seluas 76.463,86 Ha (98,55%) yang tersebar hampir diseluruh desa di Kawasan Transmigrasi Mesuji, sedangkan untuk kelas kesesuaian N seluas 1.128,836 Ha (1,45%) dengan faktor pembatasnya adalah ketersediaan hara (n), tingkat kemasaman/retensi hara(f), media perakaran (r) dan Toxisitas (x). Untuk tanaman jagung sebagian besar adalah S3 sesuai marjinal seluas 73.527,55 Ha (94,761%) dan N tidak sesuai seluas 4.065,144 Ha (5,239%), dengan faktor pembatasnya adalah ketersediaan hara (n), tingkat kemasaman/retensi hara(f), media perakaran (r) dan toxisitas (x). Usaha perbaikan dilakukan dengan pemupukan, pengapuran, perbaikan sistem drainase dan pengaturan sistem tata air tanah. Pengembangan padi sawah dan jagung di Kawasan Transmigrasi Mesuji pada umumnya dilakukan pada lahan yang sama dengan cara bergantian. Pada musim hujan dikembangkan padi sawah, sedangkan pada musim kemarau dilakukan penanaman jagung.
Pengusahaan
tanaman padi sawah dan jagung dilakukan hampir diseluruh desa-desa di Kawasan Transmigrasi Mesuji, terutama di bagian timur dan tengah Kawasan Transmigrasi Mesuji
yang
mempunyai fisiografi aluvial dan dataran yang
terdapat pada bagian timur dan tengah dari Kawasan Transmigrasi Mesuji. Berdasarkan analisis LQ (keunggulan komparatif wilayah) tanaman padi dan jagung merupakan merupakan komoditas basis di Kawasan Transmigrasi Mesuji, hal ini berarti padi dan jagung mempunyai keunggulan komparatif. Komoditas tersebut disamping dapat memenuhi kebutuhan di kawasan tersebut, tetapi juga dijual ke luar wilayah.
Desa-desa yang merupakan basis
pengembangan padi dan jagung, terdapat di 14 desa yang merupakan basis
76
Pengembangan padi yaitu Desa Muara Mas, Mulyosari, Nipah Kuning, Pangkal Mas Jaya, Pangkal Mas Mulia, Sumber Makmur, Sungai badak, Sungai Cambai, Talang Gunung, Tanjung Mas Makmur, Tanjung Mas Mulya, Tanjung Serayan, Tirta Laga, Wiralaga. Untuk Komoditas jagung terdapat 8 desa yang merupakan basis pengembangan yaitu Desa Mulyosari, Pangkal Mas Jaya, Sidomulyo, Sungai Badak, Tanjung Mas jaya, Tanjung Menang, Wiralaga, Wonosari. Desa-desa tersebut terletak di bagian timur dan tengah Kawasan Transmigrasi Mesuji. Berdasarkan analisis usahatani dan analisis marjin pasar, komoditas padi dan jagung layak untuk dikembangkan dan memiliki marjin keuntungan yang besar, namun sebagian besar marjin keuntungan tersebut masih terdapat pada pedagang sebagai akibat tingginya biaya transportasi yang harus dikeluarkan oleh pedagang untuk mengangkut komoditas tersebut.
Disamping itu, rendahnya
posisi tawar petani dalam penentuan harga komoditi juga berakibat pada rendahnya marjin keuntungan yang dinikmati oleh petani. Hal ini disebabkan karena petani memiliki keterikatan kontrak/perjanjian dengan pedagang. Petani telah mendapatkan pinjaman modal dari pedagang untuk proses produksi pertaniannya. Dengan demikian petani mempunyai kewajiban untuk menjual hasil produksinya kepada pedagang Pengembangan komoditas perkebunan yaitu tanaman kelapa sawit dan berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan sebagian besar memiliki kelas kesesuaian aktualnya adalah S3 sesuai marjinal seluas 45.074,83 Ha (58,09%) dan N tidak sesuai seluas 32.517,87 Ha (41,91 %). Sedangkan tanaman karet berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan sebagian besar memiliki kelas kesesuaian aktual S3 sesuai marjinal seluas 34.388,37 Ha (44,32%) dan N tidak sesuai seluas 43204,33 Ha (55,68 %). Kelas Kesesuaian Lahan N tidak sesuai hampir terdapat di bagian timur kawasan Transmigrasi Mesuji, sedangkan S3 sesuai marjinal dengan pembatas n, f dan r. Kelas kesesuaian lahan S3nf dan S3nr terdapat terdapat di bagian barat Kawasan Transmigrasi Mesuji (Desa Margojadi, Tanjung Menang, Talang Gunung, Sumber Makmur, Sidomulyo dan sebagian Sungai Badak serta Nipah Kuning). Kelas kesesuaian lahan S3 dapat ditingkatkan menjadi S2 dengan dilakukan usaha perbaikan yaitu dengan pemupukan, pengapuran dan pembuatan sistem drainase.
77
Berdasarkan analisis LQ (keunggulan komparatif wilayah) tanaman kelapa sawit dan karet merupakan merupakan komoditas basis di Kawasan Transmigrasi Mesuji, hal ini berarti komoditas tersebut mempunyai keunggulan komparatif. Dimana disamping dapat memenuhi kebutuhan di kawasan tersebut, komoditas kelapa sawit dan karet dapat juga dijual ke luar wilayah. Basis pengembangan kelapa sawit terdapat di 5 desa yang merupakan basis pengembangan kelapa sawit yaitu Desa Dwikarya Mustika, Eka Mulya, Margajadi, Tanjung Menang, dan Wonosari. Sedangkan untuk komoditas Karet terdapat di Desa Eka Mulya, Margajadi, Sido Mulyo, Tanjug Menang, dan Wonosari.
Desa-desa tersebut
terletak di bagian Timur Kawasan Transmigrasi Mesuji. Berdasarkan analisis usaha tani dan analisis marjin pasar komoditas kelapa sawit dan karet layak untuk dikembangkan dan memiliki marjin keuntungan yang relatif besar. Namun demikian permasalahan transportasi merupakan kendala utama dalam pemasaran komoditas tersebut. Sifat dari tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang mudah rusak membutuhkan kecepatan dalam pengiriman produk tersebut ke pabrik.
Lamanya waktu pengangkutan berakibat pada
penurunan kualitas TBS. Untuk pemasaran karet, kendala jauhnya lokasi pabrik pengolahan hasil karet, memaksa petani untuk menjual hasil karetnya ke pedagang pengumpul.
Hal ini dilakukan karena kepemilikan lahan petani yang relatif
sempit, sehingga biaya transportasi yang dikeluarkan tidak efisien apabila menjual hasil panennya sendiri-sendiri. Dalam hal ini sangat dibutuhkan perbaikan sarana transportasi dan kelembagaan pemasaran petani. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan di bandingkan dengan hasil analisis keunggulan komparatif wilayah dan kondisi penggunaan lahan yang ada, lokasi KTM Mesuji dapat dibagi menjadi empat wilayah pengembangan komoditas unggulan yaitu komoditi padi sawah dapat dikembangkan pada lahan seluas 19.295,06 Ha (32,35%), jagung seluas 7.600,264 Ha (12,74%), karet seluas 9.541,308 (16%), kelapa sawit seluas 23.208,651 Ha (38,91%).
IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN Analisis Hierarki Pusat Wilayah Pusat pelayanan mempunyai peranan penting dalam pengembangan wilayah, yaitu sebagai kerangka untuk memahami struktur ruang wilayah. Dalam teori lokasi yang dikembangkan oleh Johann Heinrich von Thunen pada abad 19, diasumsikan daerah lokasi berbagai jenis pertanian akan berkembang dalam bentuk lingkaran tidak beraturan yang mengelilingi suatu pusat tertentu. Jenis pertanian yang diusahakan merupakan fungsi dari harga penjualan, biaya produksi dan biaya angkutan antar lokasi budidaya dengan daerah perkotaan. Selanjutnya dikembangkan teori lokasi yang berorientasi pada keseimbangan spasial oleh Christaller dengan teorinya Central Place Theory, bahwa setiap produsen mempunyai skala ekonomi yang berbeda sehingga aktivitasnya akan menjadi efisien apabila jumlah konsumennya mencukupi.
Oleh karena itu secara
lokasional aktivitas dari suatu produsen ditujukan untuk melayani wilayah konsumen yang berada dalam suatu jarak atau range tertentu. Sehingga terdapat suatu hirarki dalam suatu wilayah untuk melakukan pelayanan agar menjadi optimal. Terdapat hierarki dari pusat pelayanan yang rendah yang berada di tingkat desa sampai ke pelayanan tingkat tinggi yang berada di kota besar. Menurut Prakoso (2005) dalam Baskoro (2007) menyatakan bahwa perkembangan hierarki wilayah dan sistem kota tergantung pada tahapan pembangunan di suatu wilayah atau negara. Terdapat tiga tahapan perkembangan sistem kota, yaitu : a. Sistem kota pada tahap pra-industrialisasi, yang terdiri hanya satu kota individual (urban nuckleus); b. Sistem kota pada tahap industrialisasi, yang ditandai oleh terjadinya proses perkembangan pesat kota tunggal secara fisikal sebagai akibat urbanisasi c. Sistem kota pada tahap post industrialisasi, yang ditandai oleh terbentuknya kota-kota regional. Tahap
post
industrialisasi
ditandai
dengan
adanya
fenomena
konurbanisasi, yaitu suatu kondisi aglomerasi fiskal kota. Hubungan-hubungan
79
fungsional di dalam wilayah ini memiliki kondisi yang khas berupa menurunnya fungsi kota utama dan mulai menyebarnya fungsi kota utama relatif ke kota-kota yang lebih kecil di wilayah pengaruhnya. Pada tahap akhir sistem perkotaan tersebut adalah beberapa kota kecil mengalami perkembangan ekonomi yang signifikan dan berkecenderungan menjadi kota menengah/secondary city, yang selanjutnya menyebabkan terbentuknya kota-kota kecil di wilayah perdesaan. Pembentukan kota-kota kecil di perdesaan juga berkaitan dengan hubungan fungsional yang erat diantara sistem perkotaan tersebut. perkotaan
Penataan sistem
yang memiliki hierarki dan keterkaitan merupakan elemen utama
dalam penciptaan sistem tata ruang yang integratif, yaitu jenjang kota-kota yang meliputi pusat regional, pusat distrik, pusat sub distrik dan pusat lokal Kunci bagi pertumbuhan sekaligus
pemerataan suatu wilayah adalah
melalui penciptaan hubungan (keterkaitan) yang saling menguntungkan antar pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan dengan wilayah pengaruhnya atau hinterland.
Integrasi spasial di suatu wilayah dapat dilakukan
dengan
pengembangan pemukiman atau sistem kota-kota yang memiliki hierarki dan menciptakan suatu keterkaitan antar kota atau dengan mengintegrasikan pembangunan perkotaan dengan perdesaan, yaiu dengan membentuk jaringan produksi, distribusi dan pertukaran yang mantap mulai dari desa dan kota kecil. Dengan demikian diharapkan pusat-pusat tersebut dapat memacu perkembangan wilayah. Adanya hierarki dan spesialisasi fungsi kota-kota diharapkan terjadi keterkaitan secara fisik, ekonomi, mobilitas penduduk, teknologi, sosial, pelayanan jasa, interaksi sosial dan administrasi serta politik yang dapat mendorong
pertumbuhan
sektor-sektor
ekonomi
yang
dapat
memacu
perkembangan wilayah. Salah satu cara identifikasi pusat pertumbuhan dan aktivtas suatu wilayah yaitu dengan menggunakan analisis skalogram.
Pada analisis ini dilakukan
identifikasi terhadap fasilitas-fasilitas palayanan yang dimiliki suatu wilayah, maka dapat ditentukan hierarki pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan suatu wilayah. Wilayah diasumsikan dalam tipologi wilayah nodal, dimana pusat dan hinterland suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana dengan kuantitas dan kualitas yang
80
secara relatif paling lengkap dibandingkan dengan unit wilayah yang lain akan mempunyai hierarki paling tinggi dan akan menjadi pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan suatu wilayah. Sebaliknya, suatu wilayah dengan jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana dengan kuantitas dan kualitas paling rendah merupakan wilayah hinterland dari unit wilayah yang lain. Kawasan Transmigrasi Mesuji terdiri dari 22 desa yang mempunyai karakteristik, fasilitas umum serta sarana dan prasarana yang beragam. Untuk menunjukkan hierarki atau tingkat perkembangan desa pada Kawasan Transmigrasi Mesuji disusun menurut urutan berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan yang ada, serta indeks perkembangan desa. Semakin besar jumlah dan jenis fasilitas pelayanan dan indeks perkembangan desa maka semakin kuat peranan (dominasi) dan tingkat keutamaan suatu desa terhadap desa lain atau wilayah pada jenjang dibawahnya. Desa yang berhierarki tinggi berpotensi untuk menjadi pusat pertumbuhan dan pusat aktivitas pelayanan bagi wilayah tersebut. Berdasarkan analisis skalogram terhadap desa-desa dalam Kawasan Transmigrasi Mesuji, diperoleh hierarki desa-desa dalam Kawasan Transmigrasi Mesuji, disajikan pada Tabel 28 dan 29 Tabel 28 Hasil Analisis Skalogram Berdasarkan Jumlah Dan Jenis Fasilitas Pelayanan. No
Nama Desa
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Tanjung Mas Makmur Marga Jadi Sidomulyo Wonosari Muara Mas Dwi Karya Mustika Tanjung Mas Mulya Eka Mulya Tanjung Menang Talang Batu/T Gunung Wiralaga I Pangkal Mas Jaya Tanjung Mas Jaya Sungai Badak Tanjung Serayan Tirta Laga Pangkal Mas Mulya Sumber Makmur Mulyo Sari Sungai Cambai Wiralaga II
22
Nipah Kuning
Mesuji Timur Mesuji Timur Mesuji Lampung Mesuji Timur Mesuji Timur Mesuji Timur Mesuji Timur Mesuji Timur Mesuji Timur Mesuji Timur Mesuji Lampung Mesuji Timur Mesuji Timur Mesuji Lampung Mesuji Lampung Mesuji Lampung Mesuji Timur Mesuji Lampung Mesuji Lampung Mesuji Timur Mesuji Lampung Mesuji Lampung
Jumlah jenis Fasilitas 34 34 23 26 20 18 16 21 20 21 24 18 11 16 15 16 14 19 15 10 14
Jumlah Fasilitas
Hirarki Wilayah
133 122 66 65 51 51 50 47 46 46 41 39 38 36 34 31 31 30 24 23 22
14
14
I I II II II II II III III III III III III III III III III III III III III III
81
Tabel 29 Hasil Analisis Skalogram Berdasarkan Indeks Perkembangan Desa Terstandarisasi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Desa
Kecamatan
Tanjung Mas Makmur Marga Jadi Wonosari Sidomulyo Talang Batu/T Gunung Wiralaga I Sungai Badak Tanjung Menang Eka Mulya Muara Mas Wiralaga Ii Sumber Makmur Dwi Karya Mustika Tanjung Mas Mulya Pangkal Mas Jaya Tanjung Serayan Tirta Laga Nipah Kuning Mulyo Sari Pangkal Mas Mulya Tanjung Mas Jaya Sungai Cambai
Messuji Timur Messuji Timur Messuji Timur Mesuji Lampung Messuji Timur Mesuji Lampung Mesuji Lampung Messuji Timur Messuji Timur Messuji Timur Mesuji Lampung Mesuji Lampung Messuji Timur Messuji Timur Messuji Timur Mesuji Lampung Mesuji Lampung Mesuji Lampung Mesuji Lampung Messuji Timur Messuji Timur Messuji Timur
Indeks Perkembangan Desa 83,01 82,62 54,56 53,27 52,15 43,09 40,02 36,64 36,16 32,68 30,76 30,18 29,21 26,89 26,58 25,20 24,27 24,17 24,11 23,03 15,91 12,66
Hierarki Wilayah I I II II II II II III III III III III III III III III III III III III III III
Hasil analisis skalogram menunjukkan terdapat 2 (dua) desa yang berada pada hierarki I, 5 (lima) desa berada pada hierarki II dan 15 (lima belas) desa pada hierarki III. Desa-desa pada hierarki I mempunyai potensi yang lebih besar dikembangkan sebagai inti yang merupakan pusat pertumbuhan atau desa pusat aktivitas pelayanan pada kawasan KTM karena mempunyai jenis dan jumlah fasilitas pendukung perkembangan wilayah yang lebih lengkap. Desa-desa yang berada pada hierarki I meliputi Tanjung Mas Makmur dan Margojadi. Sedangkan 20 desa lainnya termasuk pada hierarki II dan III, yang merupakan desa hinterland atau desa penyokong. Desa hierarki II meliputi Desa Sidomulyo, Wonosari, Muara Mas, Dwi Karya Mustika, Tanjung Mas Mulya (berdasarkan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan) dan Desa Wonosari, Sidomulyo, Talang Batu/T Gunung, Wiralaga I, Sungai Badak
(berdasarkan
Indeks Perkembangan Desa) Menurut
Rustiadi
pelayanan/pemukiman
et
al.
sedangkan
(2004)
inti
plasma
adalah
adalah daerah
pusat-pusat belakang
(hinterland/periphery) yang mempunyai sifat-sifat tertentu yang mempunyai hubungan fungsional.
Pusat wilayah berfungsi untuk mendorong dan
memfasilitasi perkembangan wilayah hinterland dengan menyediakan berbagai fasilitas pelayanan yang dibutuhkan, sedangkan wilayah hinterland lebih
82
berfungsi sebagai kawasan produksi yang bisa menjadi wilayah suplai bagi wilayah inti. Asumsi dasar penentuan pusat pelayanan adalah bahwa wilayah yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap atau memiliki ranking hierarki paling tinggi, semakin besar pula potensinya untuk dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan.
Berdasarkan hierarki desa-desa dari
analisis skalogram berbasis sarana dan pra sarana serta indeks perkembangan desa, maka Desa Tanjung Mas Makmur lebih layak untuk dijadikan sebagai pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan di wilayah KTM Kawasan Transmigrasi Mesuji. Hal ini karena Desa Tanjung Mas Makmur memiliki jumlah sarana, prasarana dan indeks perkembangan desa yang paling tinggi sehingga berpotensi untuk menjadi desa pusat pertumbuhan. Desa Tanjung Mas Makmur merupakan pusat pelayanan Kecamatan Mesuji Timur yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Mesuji yang pada tahun 2006 telah dimekarkan menjadi Kecamatan Mesuji Lampung dan Kecamatan Mesuji Timur. Disamping itu berdasarkan pengamatan, Desa Tanjung Mas Makmur selain merupakan pusat kecamatan yang didukung dengan fasilitas-fasilitas pelayanan seperti kantor kecamatan, puskesmas, KUA, pos polisi, juga terdapat pasar yang merupakan tempat transaksi ekonomi bagi penduduk di desa-desa kawasan sekitarnya, baik desa-desa dalam kawasan transmigrasi Mesuji maupun desa-desa di kawasan sekitarnya seperti dari Kecamatan Rawajitu, Tanjung Raya, Simpang Pematang dan desa-desa lain yang ada di Kawasan Transmigrasi Propinsi Sumatera Selatan yang letaknya bersebelahan, sehingga menjadi tempat berkumpulnya penduduk untuk membeli dan menjual berbagai kebutuhan hidup dan hasil produksi pertanian. Hal ini dikarenakan secara geografis, lokasi Desa Tanjung Mas Makmur terletak persis di tengah-tengah Kawasan Transmigrasi Mesuji. Desa Tanjung Mas Makmur berfungsi sebagai kota perdagangan, pusat kegiatan manufaktur final industri pertanian (packing), stok pergudangan dan perdagangan bursa komoditas, pusat kegiatan tersier agrobisnis, jasa perdagangan dan keuangan serta pusat berbagai pelayanan industri pertanian (general agroindustry services). Penentuan desa tersebut sebagai pusat aktivitas pelayanan
83
karena didukung oleh ketersediaan sarana, pra sarana yang ada, kesetrategisan lokasi dan adanya dukungan kebijakan baik dari pemerintah maupun masyarakat setempat Desa-desa pada hierarki II seperti Desa Sidomulyo, Wonosari, Muara Mas, Dwi Karya Mustika, Tanjung Mas Mulya (berdasarkan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan), dan Desa Wonosari, Sidomulyo, Wiralaga I, Sungai Badak
Talang Batu/Talang Gunung,
(berdasarkan indeks perkembangan desa). Desa-
desa tersebut dapat berfungsi sebagai pusat kegiatan agroindustri berupa pengolahan bahan pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agribisnis dan sebagai pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services). Pada daerah-daerah tersebut dapat dikembangkan industri pengolahan TBS kelapa sawit menjadi CPO, pabrik pengolahan getah karet dan pabrik penggilingan padi (RMU) dengan kapasitas besar. Desa-desa pada hierarki III merupakan wilayah hinterland, berfungsi sebagai pusat produksi komoditas pertanian yang dipergunakan sebagai bahan baku industri pertanian. Hasil analisis skalogram berdasarkan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan menunjukkan desa-desa Hierarki III terdiri dari Desa Eka Mulya, Tanjung Menang, Talang Batu/Talang Gunung, Wiralaga I, Pangkal Mas Jaya, Tanjung Mas Jaya, Sungai Badak, Tanjung Serayan, Tirta Laga, Pangkal Mas Mulya, Sumber Makmur, Mulyo Sari, Sungai Cambai, Wiralaga II Nipah Kuning. Sedangkan Hasil Analisis Skalogram berdasarkan Indeks Perkembangan Desa diperoleh desa-desa Hierarki III yaitu Desa Tanjung Menang, Eka Mulya, Muara Mas, Wiralaga II Sumber Makmur, Dwi Karya Mustika, Tanjung Mas Mulya, Pangkal Mas Jaya, Tanjung Serayan, Tirta Laga, Nipah Kuning, Mulyo Sari, Pangkal Mas Mulya, Tanjung Mas Jaya, Sungai Cambai. Menurut Rustiadi et al. (2005) dalam konteks tata ruang, secara umum struktur hierarki desa-desa dalam kawasan agropolitan adalah: a.
Orde Pertama atau desa pusat pertumbuhan utama, berfungsi sebagai kota perdagangan, pusat kegiatan manufaktur final industri pertanian (packing), stok pergudangan dan perdagangan bursa komoditas, pusat kegiatan tersier agrobisnis, jasa perdagangan dan keuangan serta pusat berbagai pelayanan industri pertanian (general agroindustry services).
84
b.
Orde Kedua atau Kawasan Pusat Agropolitan, berfungsi sebagai pusat kegiatan agroindustri berupa pengolahan bahan pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agrobisnis dan sebagai pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services).
c.
Orde Ketiga atau wilayah hinterland, berfungsi sebagai pusat produksi komoditas pertanian yang dipergunakan sebagai bahan baku industri pertanian. Gambaran Hierarki desa-desa berdasarkan indeks perkembangan desa,
jumlah dan jenis fasilitas pelayanan serta gambaran aktivitas pasar di Desa Tanjung Mas Makmur seperti disajikan pada Gambar 14, 15 dan 16
Gambar 14 Peta Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji berdasarkan indeks perkembangan Desa
85
Gambar 15 Peta Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji berdasarkan Jumlah dan Jenis Fasilitas Pelayanan
Gambar 16 Pasar di Desa Tanjung Mas Makmur yang menjadi tempat transaksi ekonomi bagi desa-desa di sekitar Kawasan Transmigrasi Mesuji Analisis Persepsi Stakeholder Pada bagian terdahulu, telah dilakukan identifikasi pusat aktivitas pelayanan KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji berdasarkan analisis skalogram. Disamping itu untuk mengetahui persepsi masyarakat dan pemegang kebijakan, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang, dalam penentuan Pusat Aktivitas Pelayanan KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji, juga dilakukan
86
dengan analisis proses hierarki analitik (Analytical hierarchy process/AHP). Analisis ini menyediakan prosedur yang efektif untuk mengidentifikasi dan menentukan prioritas dalam pengambilan keputusan yang kompleks, serta memeriksa konsistensi dalam penilaian oleh tim sehingga mengurangi bias pengambilan keputusan. Dalam penentuan pusat aktivitas pelayanan terdapat dua alternatif pusat aktivitas yaitu Desa Tanjung Mas Makmur dan Desa Margojadi, yang berdasarkan analisis skalogram merupakan desa dengan hierarki I. Berdasarkan analisis AHP, ternyata Desa Tanjung Mas Makmur menunjukkan dapat dijadikan sebagai pusat aktivitas pelayanan KTM. Presentase skor untuk Desa Tanjung Mas Makmur mencapai 85,6% dengan nilai inkonsistensi sebesar 0,02. Nilai ini berada di bawah 0,1 yang berarti bahwa responden telah memenuhi syarat kekonsistenan dalam memberikan bobot nilai pada setiap aspek dan kriteria.
Hal ini disajikan
pada Gambar 16 berikut. SDA (0,427) SumberDaya Wilayah (0,301)
Kelembagaan (0,139) Sarana (0,435)
PUSAT AKTIVITAS
kependudukan (0,310)
Sosial Fisik Wilayah (0,449)
Kesetrategisan Lokasi (0,690)
Margojadi 0,144
Pertanian (0,798)
Perekonomian Wilayah (0,251)
Goal
Tanjung Mas Makmur (0.856)
Industri dan Jasa (0,202)
Kriteria
Gambar 17 Hasil AHP terhadap penentuan pusat aktivitas pelayanan KTM
Alternatif
87
Hasil AHP menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi prioritas kebijakan penentuan pusat aktivitas pelayanan KTM sebagai berikut : 1. Alternatif kebijakan yang dipilih oleh para responden dapat diketahui bahwa Desa Tanjung Mas Makmur lebih prioritas untuk dijadikan pusat aktivitas pelayanan dibandingkan Desa Margojadi, dengan perbandingan skor 0,856 untuk Desa Tanjung Mas makmur dan 0,144 untuk Desa Margojadi 2. Bila dilihat dari kriteria kebijakan penentuan Desa Tanjung Mas Makmur sebagai pusat aktivitas pelayanan antara faktor sumberdaya wilayah, sosial fisik wilayah dan perekonomian wilayah. Faktor sosial fisik wilayah menjadi pertimbangan utama responden dengan skor 0,449, pertimbangan berikutnya sumberdaya wilayah dengan skor 0,301, dan perekonomian wilayah dengan skor 0,251. 3. Pada sub kriteria sosial fisik wilayah, antara faktor kependudukan dan kesetrategisan lokasi, maka faktor kesetrategisan lokasi menjadi pertimbangan yang lebih diprioritaskan dalam penentuan pusat aktivitas pelayanan dengan skor 0,690 dibandingkan dengan faktor kependudukan dengan skor 0,310. Kesetrategisan lokasi Desa Tanjung Mas Makmur seperti disajikan pada peta Gambar 18 berikut.
Gambar 18 Peta Menunjukkan Kesetrategisan Lokasi Desa Tanjung Mas Makmur
88
Ikhtisar Penentuan pusat aktivitas pelayanan melalui pendekatan kuantitatif yang diukur dengan menggunakan analisis skalogram berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan dan indeks perkembangan desa, menunjukkan bahwa Desa Tanjung Mas Makmur dan Margojadi berada pada Hierarki I, hal ini menunjukkan kedua desa tersebut dapat berfungsi sebagai pusat pelayanan. Untuk menentukan desa mana yang menjadi prioritas kebijakan untuk dijadikan pusat pelayanan, berdasarkan analisis terhadap persepsi masyarakat dan pemegang kebijakan (Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang dengan menggunakan AHP diperoleh hasil bahwa Desa Tanjung Mas Makmur menjadi prioritas untuk dikembangkan menjadi Pusat Aktivitas Pelayanan KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Berdasarkan hasil analisis AHP, Faktor Sumberdaya Sosial Fisik Wilayah yaitu kesetrategisan lokasi menjadi bahan pertimbangan utama dalam penentuan Pusat Aktivitas Pelayanan. Desa-desa pada hierarki II seperti meliputi Desa Sidomulyo, Wonosari, Muara Mas, Dwi Karya Mustika, Tanjung Mas Mulya (berdasarkan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan) dan Desa Wonosari, Sidomulyo, Talang Batu/Talang Gunung, Wiralaga I, Sungai Badak (berdasarkan indek perkembangan desa). Desa-desa ini
dapat berfungsi sebagai pusat kegiatan agroindustri berupa
pengolahan bahan pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agrobisnis dan sebagai pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services) pada daerah-daerah tersebut dapat dikembangkan industri pengolahan TBS kelapa sawit menjadi CPO, pabrik pengolahan getah karet dan Pabrik Penggilingan Padi (RMU) dengan kapasitas besar. Desa-desa pada hierarki III merupakan wilayah hinterland. Desa-desa ini berfungsi sebagai pusat produksi komoditas pertanian yang dipergunakan sebagai bahan baku industri pertanian. Hasil analisis skalogram berdasarkan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan diperoleh hierarki III yaitu Desa Eka Mulya, Tanjung Menang, Talang Batu/Talang Gunung, Wiralaga I, Pangkal Mas Jaya, Tanjung Mas Jaya, Sungai Badak, Tanjung Serayan, Tirta Laga, Pangkal Mas Mulya, Sumber Makmur, Mulyo Sari, Sungai Cambai, Wiralaga II dan Nipah Kuning. Sedangkan Hasil Analisis Skalogram berdasarkan indeks perkembangan desa
89
diperoleh desa-desa hierarki III yaitu Desa Tanjung Menang, Eka Mulya, Muara Mas, Wiralaga II Sumber Makmur, Dwi Karya Mustika, Tanjung Mas Mulya, Pangkal Mas Jaya, Tanjung Serayan, Tirta Laga, Nipah Kuning, Mulyo Sari, Pangkal Mas Mulya, Tanjung Mas Jaya, dan Sungai Cambai.
IDENTIFIKASI TIPOLOGI KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DI KAWASAN TRANSMIGRASI Keragaan dan Dinamika Kelembagaan Proses pemberdayaan masyarakat di Kawasan Transmigrasi dilakukan dengan penguatan kelembagaan.
Penguatan kelembagaan dilakukan untuk
mewujudkan peningkatan mutu sumberdaya manusia sehingga terbangun budaya demokrasi, transparansi dan akuntabilitas untuk menyokong tata kelola pengembangan kawasan transmigrasi yang baik (good governance). Kelembagaan ditinjau dari perspektif Sosiologi dapat dipahami sebagai tata abstraksi yang lebih tinggi dari group, organisasi dan sistem sosial lainnya (Bertrand dalam Tonny, 1994). Perspektif ini memandang kelembagaan sebagai kompleks peraturan dan peranan sosial secara abstrak, dan memandang asosiasi sebagai bentuk-bentuk organisasi yang kongkrit.
Namun demikian Schmid
dalam Tonny (1994) mengartikan kelembagaan sebagai sistem organisasi dan kontrol terhadap sumberdaya yang merupakan gugus kesempatan bagi pelaku yang mendukung kelembagaan tersebut dalam membuat keputusan dan melaksanakan aktivitasnya. Suatu kelembagaan dicirikan oleh tiga hal utama (a) batas yuridiksi; (b) property rights; (c) aturan representatif (rule of representation). Konsep batas yuridiksi dapat diartikan sebagai wilayah kekuasaan atau batas wewenang (otoritas) yang dimiliki suatu kelembagaan.
Dalam kasus
pengembangan KTM di kawasan transmigrasi juga menunjukkan hal penting bagaimana Pemerintah Pusat dalam hal ini Depnakertrans dan Pemerintah Daerah berperan menentukan siapa yang tercakup dan apa yang akan diperoleh yang pada akhirnya akan direfleksikan oleh keragaan tertentu seperti peningkatan produksi pertanian, peningkatan pendapatan, berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan baru dan seterusnya. Perubahan batas yurisdiksi tersebut ditentukan oleh perasaan se-komunitas (sense of community), eksternalitas, homogenitas, dan skala ekonomi. Konsep property rights selalu mengandung makna sosial. Konsep property rights atau pemilikan muncul dari konsep hak (rights) dan kewajiban (obligatione) yang dipahami sebagai suatu hukum, adat dan tradisi, atau
91
konsensus yang mengatur hubungan antar-orang dan antar-orgnaisasi sosial terhadap sumberdaya. Sedangkan aturan representasi mengatur siapa yang berhak berperanserta terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap keragaan akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian bentuk suatu kelembagaan dicirikan oleh satu atau lebih dari unsurunsur tersebut. Pengembangan kelembagaan adalah proses dimana warga masyarakat petani dalam kelompok dan organisasi sosialnya meningkatkan kapasitas kelembagaannya
untuk
memobilisasi
dan
mengelola
sumberdaya
untuk
menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesuai dengan aspirasi mereka.
Salah satu aspek untuk mengetahui
perkembangan kelembagaan, yaitu berdasarkan aspek keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability). Keragamanan kelembagaan tersebut menunjukkan tipe dan dinamika yang berbeda antara satu kelembagaan dengan kelembagaan lain karena pengaruh faktor-faktor internal dan eksternal. Pada taraf ini, dinamika kelembagaan tersebut dipahami sebagai “pola hubungan dalam kelembagaan dan antar-kelembagaan”. Oleh karena itu, secara konseptual dinamika kelembagaan tersebut diperlukan suatu konsep yang komprehensif dan holistik untuk memahami kekhasan dinamika dan tipologi kelembagaan. Menurut Dasgupta dan Fukuyama dalam Kolopaking (2003), dinamika kelembagaan dapat dijelaskan dengan “hubungan fungsional” antara konsep kapital sosial (social capital), kapital manusia (human capital), dan kapital fisik (physical capital). Kapital fisik dapat berupa sarana prasarana tetapi perlu dibedakan dari segi property rights.
Kelompok atau
organisasi dapat memperhitungkan kapital fisik dalam wujudnya yang berbeda untuk memasukkannya dalam proses produksi.
Kapital manusia merupakan
kemampuan teknis, keterampilan yang dimiliki seseorang yang dapat digunakan dan dirancang untuk memproduksi sesuatu. Sedangkan kapital sosial menekankan pada “hubungan timbal balik” dan menunjuk pada hubungan sosial, institusi, dan struktur sosial dengan jejaring (networking) sebagai added-value nya.
92
Secara hipotetis, dalam suatu kelembagaan, hubungan fungsional tersebut dapat dipahami sebagai berikut: (1) kapital sosial dalam bentuk potensial akan diaktualisasikan apabila ada rasa percaya (trust) pada potensi yang dimiliki orang atau kelompok sosial lain berupa kapital manusia; (2) kapital manusia dapat berkembang karena kapital sosial; dan (3) kapital fisik dapat berkembang, bertahan, dan berfungsi dengan baik apabila didukung oleh kapital manusia dan kapital sosial.
Dengan demikian, kelembagaan sebagai suatu sistem
pengorganisasian dan kontrol terhadap sumberdaya serta dinamikanya, relevan dipahami dengan “formula hubungan fungsional antara kapital fisik – kapital manusia – kapital sosial” yang dibatasi pada sifat lokalitas, seperti dalam suatu komunitas. Resultan dari dinamika perkembangan kelembagaan adalah keberhasilan (berhasil atau tidak berhasil) kelembagaan tersebut. Keberhasilan kelembagaan ditunjukkan sampai sejauh mana kelembagaan tersebut mampu beradaptasi terhadap perubahan sosial akibat proses pembangunan yang terjadi. Tingkat kemampuan beradaptasi kelembagaan tersebut terhadap perubahan sosial yang terjadi
ditunjukkan
kelembagaan
dengan
sampai
sejauh
(institutional sustainability).
mana
tingkat
keberlanjutan
Ukuran tingkat keberlanjutan
kelembagaan tersebut dapat dinilai berdasarkan variabel-variabel partisipasi, good-governance,
keragaan,
kompleksitas,
dan
derajat
kemerosotan
(deterioration) kelembagaan tersebut (Brinkerhoff & Goldsmith, 1992). Secara hipotetis, tingkat keberlanjutan kelembagaan ditentukan oleh faktor-faktor internal dan eksternal (komunitasnya) sebagai determinant factors. Faktor-faktor internal antara lain kepemimpinan dan tingkat pendidikan.
Sedangkan faktor-faktor
eksternal antara lain kebijakan pemerintah lokal dan insentif kelembagaan (institutional
incentive).
Meskipun
faktor-faktor
determinan
tersebut
dikategorikan sebagai faktor internal dan eksternal, perlu diidentifikasi pula variabel pokok yang “menghubungkan” antara aspek internal dan eksternal, yaitu jejaring atau hubungan kelembagaan (networking) yang diduga akan menentukan tingkat keberlanjutan suatu kelembagaan. Dinamika perkembangan kelembagaan di Kawasan Transmigrasi Mesuji lebih dipengaruhi oleh inisiatif lokal, semangat tolong-menolong, dan kebijakan
93
pemerintah. Akan tetapi pengaruh kebijakan pemerintah masih sangat berperan dalam perkembangan kelembagaan. Kebijakan pemerintah yang menonjol, terutama
penyediaan
kapital
berupa
pembiayaan-pembiayaan
kegiatan
kelembagaan dalam wujud suatu proyek yang dimanfaatkan oleh kelembagaan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan seperti dengan diversifikasi usaha seperti simpan pinjam, penyediaan sarana produksi pertanian dan lain-lain. Tipologi Kelembagaan Merujuk pada hasil penelitian terhadap kelembagaan sarana usahatani yang dilakukan oleh Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi IPB (2003) wujud keberhasilan kinerja kelembagaan di Kawasan Transmigrasi Mesuji dapat terlihat dengan adanya peranserta anggota yang meningkat, dan tingginya manfaat dari pelayanan kelembagaan yang dirasakan oleh anggota. Masa surut kelembagaan tersebut
timbul
bilamana
pemerintah
mencabut
kebijakannya
terhadap
kelembagaan tersebut, sehingga berdampak terhadap ketidakmampuan lembaga untuk membiayai kegiatan usahanya, kekacauan manajemen, dan diversifikasi usaha tidak berkembang bahkan mati. Pada kasus kelembagaan di Kawasan Transmigrasi Mesuji terlihat pada Kelompok P3A, KUD dan Kelompok Tani Perkebunan. Minimnya kebijakan (intervensi) pemerintah terhadap kelembagaan tersebut berakibat pada tidak berkelanjutannya kegiatan usaha pada kelembagaan tersebut. Fakta-fakta tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan kerangka konseptual Kapital Sosial. Kapital sosial diartikan sebagai suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial-ekonomi, seperti pandangan umum, kepercayaan, resiprositas, pertukaran ekonomi dan informasi, kelompokkelompok formal dan informal, serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi kapital fisik dan kapital manusia sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif dan pembangunan (Colletta and Cullen, 2000). Kapital sosial memiliki empat dimensi: (1) integrasi, berupa ikatan-ikatan antar kekerabatan, agama, dan etnik; (2) pertalian, yaitu ikatan dengan komunitas lain di luar komunitas asal; (3) integritas organisasional, yaitu kemampuan dan keefektifan institusi negara menjalankan fungsinya; dan (4) sinergi, yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas. Fokus perhatiannya, apakah negara memberikan ruang yang
94
luas atau tidak bagi peran serta warganya. Dimensi pertama dan kedua berada pada tingkat horisontal, sedangkan dimensi ketiga dan keempat, ditambah dengan pasar (market) berada pada tingkat vertikal. Hasil sintesis terhadap beberapa kelembagaan di kawasan transmigrasi, apabila dianalisis dengan kerangka konseptual Kapital Sosial, menunjukkan bahwa rendahnya tingkat sustainability dan survivability kelembagaan karena belum
berhasil
dikembangkannya
hubungan
kelembagaan
atau
jejaring
(networking) antar kelembagaan, baik secara horisontal maupun vertikal. Secara horisontal,
kelembagaan
mengembangkan
yang
jejaring
ada
dengan
belum
berbagai
mampu
membangun
kelembagaan
lain
di
dan luar
komunitasnya. Hal ini terjadi karena rendahnya aksesibilitas berupa jalan yang menghubungkan antara satu wilayah yang satu dengan wilayah lainnya, sehingga terjadi keengganan para pengurus dan anggota kelembagaan baik antara kelompok maupun sesama anggota kelompok untuk melakukan jejaring. Oleh karena untuk melakukannya harus menempuh medan jalan atau sungai yang relatif sulit dilalui. Sedangkan alat komunikasi seperti telepon dan telepon seluler masih belum aktif di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Secara
vertikal,
pemerintah
dengan
kebijakannya
masih
belum
memberikan insentif yang luas tidak hanya berupa pembiayaan tetapi dorongan dan pembinaan untuk menumbuhkan kreatifitas pengurus untuk memberikan pelayanan dan menciptakan diversifikasi kegiatan usaha serta menumbuhkan peranserta anggota kelembagaan dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang merupakan institutional incentive dan menjadi fasilitator untuk membangun hubungan antarkelembagaan atau jejaring antar-kelembagaan yang berbasis pada kelembagaankelembagaan di tingkat komunitas. Tingkat kemampuan beradaptasi kelembagaan yang ada di Kawasan Transmigrasi
Mesuji
terhadap
proses-proses
pembangunan
yang terjadi
ditunjukkan dengan sampai sejauh mana tingkat keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability).
Dalam studi ini, ukuran tingkat keberlanjutan
kelembagaan dalam studi ini dinilai berdasarkan variabel-variabel: (1) peranserta anggota; (2) pelayanan terhadap anggota; (3) manfaat lembaga bagi anggota;
95
(4) good governance; dan (5) kompleksitas.
Dengan menggunakan kelima
variabel tersebut dapat diukur tingkat keberlanjutan kelembagaan. Selanjutnya, dari kelima variabel tersebut diidentifikasi variabel-variabel yang menentukan tingkat keberlanjutan kelembagaan. Survei terhadap
tiga bentuk kelembagaan yang relevan dengan
pengembangan KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji, terdapat tiga faktor penentu dan keragaman atau variasi tingkat keberlanjutan kelembagaan yang dikategorikan dari tingkat keberlanjutan yang terendah sampai dengan yang tertinggi.
Dari hasil studi empiris ini diharapkan dapat dijadikan model
pengembangan kelembagaan yang dapat mendukung pengembangan KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Oleh karena itu perlu dirumuskan suatu tipologi kelembagaan yang “relevan” dengan pengembangan KTM berdasarkan kenyataan empiris di lapangan. Menurut Tonny (2006), kerangka konseptual tipologi kelembagaan ini merupakan suatu “abstraksi” terhadap hasil kajian empiris yang dilakukan dengan metode survei.
Kajian empiris tersebut mengidentifikasi tiga faktor penentu
keberlanjutan kelembagaan, yaitu: (1) pelayanan terhadap anggota; (2) peranserta anggota; dan (3) good governance. Dari Perspektif Social Capital, yang intinya membangun
dan
mengembangkan
hubungan
kelembagaan
(institutional-
networking), dapat dijelaskan bahwa interaksi atau “keseimbangan dinamis” antara “pelayanan” dan “peranserta” merupakan suatu kapital sosial kelembagaan yang mengindikasikan bahwa secara kelembagaan dicapai suatu “keberhasilan proses manajemen”. Sedangkan good governance mengindikasikan bahwa telah terjadi proses pelembagaan pada kelembagaan tersebut yang berlandaskan pada prinsip-prinsp demokrasi, transparansi, dan akauntabilitas. Dengan dua variabel di atas: “keseimbangan pelayanan-peranserta” dan “good governance”, dibangun tipologi kelembagaan dalam bentuk kuadran. Suatu garis kontinum horisontal (ordinat) menggambarkan tingkat keberhasilan proses manajemen yang diindikasikan dengan rendah sampai tinggi “keseimbangan pelayanan-peranserta” dalam suatu kelembagaan.
Garis vertikal (absis)
mengambarkan tidak berfungsi sampai dengan berfungsinya good governance. “Perpotongan” garis ordinat dan absis tersebut di atas membentuk suatu “model”
96
kuadran atau tipologi kelembagaan.
Kuadran Pertama
adalah “ruang” yang
disediakan bagi sejumlah kelembagaan yang memiliki tingkat “keseimbangan pelayanan-peranserta” tinggi dan berfungsinya prinsip-prinsip good governance. Dalam Kuadran Pertama ini kelembagaan merupakan suatu kelembagaan yang sustain. Kuadran Kedua
adalah “ruang” yang menjadi tempat bagi sejumlah
kelembagaan yang memiliki tingkat “keseimbangan pelayanan-peranserta” rendah, tetapi prinsip-prinsip good governance nya berfungsi. Dalam Kuadran Kedua ini kelembagaan merupakan suatu kelembagaan yang semi-sustain dengan kendala manajemen. Kuadran Ketiga
adalah “ruang” yang menjadi tempat bagi sejumlah
kelembagaan yang memiliki tingkat “keseimbangan pelayanan-peranserta” rendah dan tidak berfungsinya prinsip-prinsip good governance atau bad governance. Dalam Kuadran Ketiga ini kelembagaan merupakan kelembagaan-kelembagaan yang tidak Sustain. Kuadran Keempat
adalah ruang yang disediakan bagi sejumlah
kelembagaan yang memiliki tingkat “keseimbangan pelayanan-peranserta” tinggi, tetapi prinsip-prinsip good governance nya tidak berfungsi.
Dalam Kuadran
Keempat ini kelembagaan merupakan kelembagaan yang semi-sustain dengan kendala good governance. Tipologi kelembagaan yang ada di Kawasan Transmigrasi Mesuji disajikan pada Tabel 31 dan 32 Tabel 31 Jumlah dan Persentase Tipologi Kelembagaan menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji Kelembagaan
Hierarki I Hierarki II Hierarki III Total
Tipe 1
Tipe2
n
%
n
%
5 3 2 10
33,33 12,50 33,33 22,22
2 1 0 3
13,33 4,17 0,00 6,67
Tipe 3 n
Tipe 4 %
7 17 3 27
46,67 70,83 50,00 60,00
n
Jumlah %
1 3 1 5
6,67 12,50 16,67 11,11
n
% 15 24 6 45
100,00 100,00 100,00 100,00
97
Tipe 2 Hierarki I Hierarki II Hierarki III Total
Tata Kelola yang baik Tipe 1 Hierarki I 33,33 Hierarki II 12,50 Hierarki III 33,33 Total 22,22 Tinggi Keseimbangan Pelayanan Peran Serta
13,33 4,17 0,00 6,67
Rendah Keseimbangan Pelayanan Peran Serta Hierarki I Hierarki II Hierarki III Total Tipe3
46,67 70,83 50,00 60,00
Hierarki I Hierarki II Hierarki III Total
6,67 12,50 16,67 11,11 Tipe4 Tata Kelola yang buruk
Gambar 19 Tipologi Kelembagaan Agribisnis menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji Tabel 32 Jumlah dan Persentase Kelembagaan di KTM Kawasan Transmigrasi Mesuji menurut Jenis dan Tipologi Kelembagaanya Kelembagaan Kelompok Tani P3A Koperasi Total
Tipe 1
Tipe2
Tipe 3
Tipe 4
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
N
%
9 0 1 10
25 0 25 22,22
3 0 0 3
8,33 0 0 6,67
19 5 3 27
52,78 100 75 60
5 0 0 5
13,89 0 0 11,11
36 5 4 45
100,00 100,00 100,00 100,00
Good Governance Tipe 2 Kelompok Tani P3A Koperasi Total
8,33 0 0 6,67
Rendah Keseimbangan Pelayanan Peran Serta Tipe 3 Kelompok Tani 52,78 P3A 100 Koperasi 75 Total 60
Keterangan :
Tipe 1 Kelompok Tani P3A Koperasi Total
25 0 25 22,22
Tinggi Keseimbangan Pelayanan Peran Serta Tipe 4 Kelompok Tani 13,89 P3A 0 Koperasi 0 Total 11,11 Bad Governance
Tipe 1. Merupakan kelembagaan yang sustain dimana terjadi keseimbangan peran serta dan pelayanan yang tinggi Tipe 2. Merupakan kelembagaan semi sustain, dengan kendala rendahnya keseimbangan peranserta dan pelayanan Tipe 3. Merupakan kelembagaan yang tidak sustain dengan kendala rendahnya keseimbangan peranserta dan pelayanan dan rendahnya tata kelola (good governance) Tipe 4. Merupakan kelembagaan yang semi sustain, dengan kendala buruknya tata kelola (bad governance)
Gambar 20 Tipologi Kelembagaan Agribisnis di Kawasan Transmigrasi Mesuji
98
Gambar 21 Peta Tipologi Kelembagaan Sustain Menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji
Gambar 22 Peta Tipologi Kelembagaan Semi Sustain dengan Kendala Rendahnya Peran Serta menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji
99
Gambar 23 Peta Tipologi Kelembagaan Semi Sustain dengan Kendala Tata Kelola (Governance) menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji
Gambar 24 Peta Tipologi Kelembagaan Tidak Sustain menurut Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji
100
Dari tabel 30 dan 31 di atas dapat ditelaah bahwa dari 45 kelembagaan agribisnis di Kawasan Transmigrasi Mesuji dapat dikategorikan menjadi empat tipe (tipe/kuadran-1 sampai dengan tipe/kuadran-4). Sebanyak 22 persen dikategorikan sebagai kelembagaan tipe-1, yakni kelembagaan yang sustain (berkelanjutan),
kelembagaan tipe-2,
sebanyak 6,67 persen merupakan
kelembagaan yang semi sustain dengan kendala rendahnya
keseimbangan
pelayanan – peranserta dan tipe-3 sebanyak 60 persen merupakan kelambagaan yang tidak sustain dan 11,11 persen dikategorikan ke dalam tipe-4 sebagai kelembagaan semi-sustain dengan kendala governance. Tingginya prosentase kelembagaan yang tidak sustain di kawasan transmigrasi Mesuji disebabkan karena rendahnya aktifitas dari kelembagaankelembagaan yang ada.
Rendahnya aktifitas kelembagaan tersebut terdiri
kelompok tani sebesar 52,7 persen, koperasi sebesar 75 persen, dan P3A yang mencapai 100 persen. Hal ini terjadi karena tidak berjalannya kegiatan pelayanan kelambagaan dan rendahnya peran serta anggota serta adanya kendala good governance dalam pengelolaan kelembagaan tersebut. Pada kelembagaan P3A
aktifitas kelembagaannya hampir-hampir tidak
ada. Kelembagaan ini hanya berfungsi untuk mengatur sistem tata air di kawasan transmigrasi Mesuji yaitu pada saat awal musim hujan dan awal musim kemarau saja, ini disebabkan sistem irigasinya merupakan irigasi pasang surut. Namun karena tidak adanya aturan yang jelas serta pembinaan dan intervensi dari pemerintah terhadap kelembagaan tersebut baik berupa pendidikan, pelatihan, pembinaan dan anggaran untuk melakukan diversivikasi, praktis kegiatan kelembagaan tersebut tidak berjalan Akan tetapi, apabila sebaran kelembagaan agribisnis di empat tipe tersebut ditelaah menurut hierarki wilayah, maka dapat diidentifikasi bahwa kelembagaan yang berada di wilayah dengan hierarki yang lebih tinggi memiliki kelembagaan yang relatif lebih sustain dibandingkan kelembagaan di wilayah dengan hierarki yang lebih rendah. Untuk
mengetahui
tingkat
keberlanjutan
kelembagaan
Kawasan
Transmigrasi Mesuji, juga dianalisis faktor-faktor internal dan eksternal, sebagai determinant
factors,
yang
mempengaruhi
keberlanjutan
kelembagaan.
101
Determinant factors tersebut, sebagai variabel-variabel independen dalam studi ini, meliputi: (1) kepemimpinan; (2) aturan tertulis; (3) aturan tidak tertulis; (4) ukuran kelembagaan; (5) peranserta pemerintah yang berdampak positif; (6) peranserta pemerintah yang berdampak negatif; (7) ketersediaan prasarana dan sarana umum; (8) jaringan kerjasama antar lembaga; Berdasarkan analisis korelasi antara variabel-variabel independen dan dependen dapat diidentifikasi bahwa dari sejumlah variabel independen ternyata tidak semua berpengaruh terhadap keberlanjutan kelembagaan. Koefisien korelasi antara variabel independen dan variabel dependen disajikan pada Tabel 32. Tabe 32 Koefisien Korelasi antara Variabel-Variabel Independen dan VariabelVariabel Dependen Independent Variable No
Dependent Variable
Kepemim pinan
Intervensi Pemerintah berdampak positif
Intervensi pemerintah berdampak negative
Aturan tertulis
Jaringan kerjasama antar lembaga
Ukuran kelembagaan
1
Peranserta
0,290
0,436
-
-
-
-
2
Pelayanan
-
0,330
0,400
-
-
-
3
Manfaat
0,284
0,301
0,412
-
-
-
4
Good Governance
0,460
-
-
0,625
-
-
5
Kompleksitas
-
-
-
-
0,497
0,612
Hasil analisis korelasi antara variabel-variabel independen dan dependen pada Tabel 24 di atas,
dapat diidentifikasi bahwa dari sejumlah variabel
independen terdapat lima variabel yang berpengaruh terhadap keberlanjutan kelembagaan sarana usaha pertanian.
kelima variabel tersebut adalah: (1)
kepemimpinan; (2) intervensi Pemerintah; (3) aturan tertulis; dan (4) jaringan kerja sama antar lembaga (5) ukuran kelembagaan. Dari beberapa variabel yang mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan dalam hal keberhasilan dalam proses manajemen ternyata selain faktor internal seperti kepemimpin, aturan-aturan tertulis dan faktor eksternal seperti adanya intervensi pemerintah, keberlanjutan kelembagaan juga dipengaruhi oleh ukuran kelembagaan dan jaringan kerja sama antar kelembagaan. Dalam hal ini pengaruh intervensi pemerintah paling besar pengaruhnya.
Sedangkan
good
governance
sangat
dipengaruhi
oleh
kepemimpinan dan aturan tertulis, dimana pengaruh aturan tertulis lebih besar
102
terhadap keberhasilan tata kelola (good governance). Hal ini sebagai akibat dari bentuk-bentuk kelembagaan yang ada merupakan kelembagaan bentukan pemerintah sehingga masih sangat dipengaruhi oleh ikatan-ikatan historis dan norma-norma yang mengikat. Oleh karena itu untuk pengelolaannya dibutuhkan kepemimpinan yang memadai dan aturan-aturan tertulis yang dapat mengikat anggota. Dengan demikian diperlukan upaya-upaya untuk mewujudkan kelembagaan yang keberlanjutan melalui peningkatan peran pemerintah dalam hal pembinaan dan peningkatan kualitas kepemimpinan pengurus, serta pembentukan aturanaturan kelembagaan yang sesuai dengan norma-norma dan kebiasaan masyarakat setempat. Intervensi pemerintah perlu dilakukan dalam rangka fasilitasi untuk peningkatan hubungan kerja sama dan akses informasi, keuangan dan pasar dengan kelembagaan lain baik swasta maupun lembaga ekonomi lain dalam bentuk hubungan kemitraan yang saling menguntungkan berlandaskan suatu aturan-aturan tertulis yang obyektif, transparansi, dan accountable. Ikhtisar Telaah terhadap kelembagaan agribisnis yaitu Kelompok Tani, P3A dan Koperasi yang ada di Kawasan Transmigrasi Mesuji mengidentifikasi bahwa faktor-faktor penentu keberlanjutan kelembagaan sarana usaha pertanian adalah: (1) pelayanan terhadap anggota; (2) peranserta anggota;
dan (3) good
governance. Dengan menggunakan rata-rata skor ketiga faktor penentu tersebut dapat diukur tingkat keberlanjutan kelembagaannya. Berdasarkan tipologi kelembagaan agribisnis yang ada di Kawasan Transmigrasi Mesuji,
diidentifikasi bahwa kelembagaan kelompok tani dan
koperasi merupakan kelembagaan yang berkelanjutan
Sedangkan kelembagaan
P3A merupakan kelembagaan yang tidak berkelanjutan.
Kelembagaan yang
dikategorikan sebagai kelembagaan yang semi sustain dengan kendala manajemen dan governance dialami oleh kelembagaan Kelompok Tani. Berdasarkan hierarki wilayahnya, kelembagaan-kelembagaan yang ada di hierarki I lebih sustain dibandingkan dengan kelembagaan-kelembagaan yang berada pada hierarki yang lebih rendah.
103
Dari hasil analisis korelasi diperoleh
beberapa variabel yang
mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan dalam hal keberhasilan dalam proses manajemen. Dari analisis diketahui ternyata selain faktor internal seperti kepemimpin, aturan-aturan tertulis dan faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut antara lain adanya intervensi pemerintah. Disamping itu keberlanjutan kelembagaan secara umum juga dipengaruhi
oleh ukuran kelembagaan dan
perlunya jaringan kerja sama antar kelembagaan. Sedangkan good governance sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan dan aturan tertulis.
ARAHAN STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA TERPADU MANDIRI (KTM) PADA KAWASAN TRANSMIGRASI MESUJI BERBASIS POTENSI AGRIBISNIS DAN KAWASAN
Pembangunan transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan daerah, sebagai upaya untuk mempercepat pernbangunan terutama di kawasan yang masih terisolir/tertinggal yang sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan para transmigran dan masyarakat sekitar. Kawasan transmigrasi diharapkan dapat berkembang dan menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru. Dalam pengembangan kawasan pemukiman transmigrasi ternyata muncul berbagai permasalahan, baik berupa kendala sumberdaya lahan aktual maupun sarana dan prasarana penunjangnya. Permasalahan tersebut diantaranya adalah tingkat aksesibilitas ke lokasi transmigrasi yang umumnya rendah, sarana dan prasarana, kelembagaan sosial ekonomi yang kurang mendukung pengembangan usaha transmigran, serta lahanlahan yang ada relatif kurang subur, sehingga dalam pengelolaanya membutuhkan masukan
yang
berkembangnya
besar.
Hal-hal
seperti
ini
merupakan
penyebab
tidak
kegiatan ekonomi di kawasan transmigrasi, yang berimplikasi
pada rendahnya pendapatan para transmigran sehingga perkembangan wilayah menjadi terhambat. Menurut Widiatmaka et al. (2006) Terkait masalah pengembangan kawasan transmigrasi, program Kota Terpadu Mandiri (KTM), yang merupakan program pembangunan kota di kawasan-kawasan transmigrasi dicetuskan sebagai upaya: 1. Untuk meningkatkan kemudahan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar yang memungkinkan terbukanya kesempatan pertumbuhan sosial - ekonomi daerah transmigrasi. 2. Untuk menciptakan sentra-sentra aktifitas bisnis yang menarik para investor sebagai upaya menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi transmigran dan masyarakat sekitar. Namun demikian adanya potensi sumberdaya alam (lahan, air, dan sebagainya), sumberdaya buatan (jalan, fasilitas pendidikan, kesehatan, jaringan irigasi, dan sebagainya) dan sumberdaya manusia yang cukup besar untuk dapat dikembangkan baik kualitas maupun kuantitasnya melalui pengelolaan yang tepat, efektif dan efisien. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah dijadikannya
105
Kawasan Transmigrasi Mesuji sebagai salah satu lumbung pangan untuk Kabupaten Tulang Bawang guna mencapai ketahanan pangan Oleh karena itu guna menjawab berbagai permasalahan dan pemanfaatan potensi yang ada guna pencapaian
tujuan
pembangunan
masyarakat
diperlukan
arahan
strategi
pengembangan KTM di Kawasa Transmigrasi Mesuji. Penyusunan arahan strategi pengembangan KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji didasarkan atas beberapa faktor diantaranya hierarki perkembangan desa, potensi pengembangan komoditas unggulan diantaranya kesesuaian lahan, daya saing komoditas dan marjin pemasaran serta tipologi kelembagaan yang relevan mendukung pengembangan KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Sintesis Analisis Identifikasi Penentuan Pusat Aktivitas, Pengembangan Potensi Komoditas Unggulan dan Tipologi Kelembagaan Terhadap Penyusunan Strategi Pengembangan KTM Mesuji Kebijakan pembangunan transmigrasi ditempuh melalui pendekatan sektoral saat ini telah berubah menjadi pendekatan kewilayahan. Adanya peran serta Pemerintah Daerah, lintas sektor, stakeholder dan kelompok masyarakat lainnya untuk secara bersama-sama mengembangkan kawasan tersebut. Dalam bidang ekonomi, pembangunan kawasan transmigrasi diarahkan pada terciptanya peningkatan pendapatan transmigran dan masyarakat sekitar melalui pemanfaatan sumberdaya alam (lahan) dan sumberdaya buatan (fasilitas umum dan infrastruktur) secara optimal, serta pengembangan kelembagaan agribisnis. Upaya pengembangan kawasan transmigrasi melalui KTM sangat diperlukan dukungan dan dorongan baik dari Pemerintah Daerah, transmigran maupun pihak swasta. Kebijakan pembangunan transmigrasi yang dilakukan melalui pendekatan sektoral saat ini telah berubah menjadi pendekatan kewilayahan. Dengan demikian diharapkan adanya peran serta Pemerintah Daerah, lintas sektor, stakeholder dan kelompok masyarakat lainnya secara bersama-sama mengembangkan kawasan tersebut. Hal ini berarti kegiatan pembangunan transmigrasi tidak hanya terbatas pada lokasi transmigrasi, tetapi juga melibatkan dan mengintegrasikan desa-desa atau pusat-pusat kegiatan yang ada dalam kawasan. Beberapa aspek seperti potensi pengembangan komoditas unggulan (kesesuaian lahan, keunggulan komparatif wilayah), prasarana dan sarana pendukung, serta
kelembagaan agribisnis sangat mendukung dalam
106
pengembangan kawasan transmigrasi.
Sintesis antara aspek-aspek tersebut
berdasarkan hasil analisis disajikan pada Tabel 32 berikut. Tabel 32 Sintesis hasil analisis aspek-aspek pengembangan KTM Mesuji Identifikasi Pusat Aktivitas Pelayanan
Identifikasi Potensi Pengembangan Komoditas Unggulan
Identifikasi Tipologi Kelembagaan
Desa
Hirarki I Pusat Aktivitas Pelayanan
Potensial untuk Pengembangan Komoditas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan
Kelembagaan Relatif Sustain
Tanjung Mas Makmur
Hirarki II
Potensial untuk Pengembangan Komoditas Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet
Kelembagaan Semi Sustain dengan Kendala Keseimbangan Pelayanan dan Peran Serta
Marga Jadi
Kelembagaan Semi Sustain dengan Kendala Tata Kelola Kelembagaan Semi Sustain dengan Kendala Keseimbangan Pelayanan dan Peran Serta
Sidomulyo
Kelembagaan Semi Sustain dengan Kendala Tata Kelola
Wiralaga
Kelembagaan Semi Sustain dengan Kendala Keseimbangan Pelayanan dan Peran Serta
Tirta Laga
Hirarki II
Hirarki III
Hirarki III
Potensial untuk Pengembangan Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Padi Sawah dan Jagung
Potensial untuk Pengembangan Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Padi Sawah dan Jagung
Potensial untuk Pengembangan Komoditas Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet
Muara Mas
Tanjung Serayan
Kelembagaan Semi Sustain dengan Kendala Tata Kelola
Tanjung Mas Jaya Tanjung Mas Mulya Pangkal Mas Mulya Pangkal Mas Jaya
Kelembagaan Tidak Sustain
Mulyo Sari
Kelembagaan Semi Sustain dengan Kendala Keseimbangan Pelayanan dan Peran Serta
Talang Batu/T Gunung
Kelembagaan Semi Sustain dengan Kendala Tata Kelola
Kelembagaan Tidak Sustain
Sungai Badak Tanjung Menang Sungai Cambai Sumber Makmur Nipah Kuning Eka Mulya Wonosari Dwi Karya Mustika
Arahan Strategi Pengembangan Sebagai Pusat Aktivitas Pelayanan Pemerintahan, Jasa, Industri dan Perdagangan . Pengembangan Infrastrukur dan Fasilitas Pelayanan dengan Tetap Mengacu pada Masterplan Pengembangan KTM yang Telah Ditetapkan (Ordo I) Sebagai Pusat Pelayanan Agroindustri dan Agrobisinis spesial Komoditas Perkebunan (Ordo II)
Sebagai Pusat Pelayanan Agroindustri dan Agrobisinis Spesial Komoditas Pertanian Tanaman Pangan (Ordo II)
Sebagai Pusat Produksi Pertanian Tanaman Pangan Terutama Lahan Pangan (LU I) (Ordo III)
Sebagai Pusat Produksi Komoditas Perkebunan (Ordo III)
107
Dari hasil analisis terhadap keberadaan infrastrukutr dan fasilitas pelayanan (hierarki wilayah), aspek potensi komoditas unggulan, dan karakteristik kelembagaan agribisnis yang ada di Kawasan Transmigrasi Mesuji, maka dapat diambil suatu arahan struktur ruang pengembangan KTM secara spasial: Ordo I, berdasarkan identifikasi pusat aktivitas dan aspirasi masyarakat dan pemegang kebijakan merupakan hierarki I; berdasarkan identifikasi kelembagaan, wilayah ini memiliki karakteristik kelembagaan agribisnis yang relatif sustain. Dilihat dari hal tersebut maka wilayah ini dapat dijadikan sebagai Pusat Aktivitas pelayanan jasa, perdagangan dan industri. Desa yang berada pada Ordo I adalah Desa Tanjung Mas Makmur. Dalam pengembangan untuk mencegah terjadinya konversi lahan-lahan pertanian yang ada, pengembangan infrastruktur dan fasilitas pelayanan dan pemukiman tidak boleh melebihi koofisien dasar bangunan (KDB) yaitu maksimal 30% dari luas kawasan. Ordo IIa, berdasarkan identifikasi pusat aktivitas berada pada hierarki II; berdasarkan identifikasi potensi pengembangan komoditas unggulan, potensial untuk pengembangan komoditas perkebunan kelapa sawit dan karet; wilayah ini memiliki
kelembagaan
agribisnis
yang
semi
sustain
dengan
kendala
keseimbangan pelayanan - peran serta dan semi sustain dengan kendala tata kelola. Dilihat dari aspek tersebut wilayah ini dapat dikembangkan sebagai pusat agroindustri dan agrobisnis spesial komoditas perkebunan. Desa-desa pada ordo ini adalah Marga Jadi, Sidomulyo, Wonosari, dan Dwi Karya Mustika Ordo IIb, berdasarkan identifikasi pusat aktivitas berada pada hierarki II; berdasarkan identifikasi potensi pengembangan komoditas unggulan, potensial untuk pengembangan komoditas pertanian tanaman pangan padi sawah dan jagung; wilayah ini memiliki kelembagaan yang semi sustain dengan kendala keseimbangan pelayanan - peran serta dan semi sustain dengan kendala tata kelola. Dilihat dari aspek tersebut wilayah ini dapat dikembangkan sebagai pusat agroindustri dan agrobisnis spesial komoditas pertanian tanaman pangan. Desadesa pada ordo ini adalah Tanjung Mas Mulya, Muara Mas, dan Wiralaga Ordo IIIa. Orde ketiga atau wilayah hinterland, berfungsi sebagai pusat produksi komoditas pertanian pangan yang dipergunakan sebagai bahan baku industri pertanian. Berdasarkan identifikasi terhadap aspek potensi pengembangan
108
komoditas unggulan potensial untuk pengembangan komoditas tanaman pangan padi sawah dan jagung, memiliki hierarki III dan karakterstik kelembagaan agribisnis yang relatif tidak sustain. Wilayah ini dapat dijadikan sebagai pusat produksi komoditas padi sawah dan jagung. Disamping itu dengan fungsinya sebagai sumber penghasil pangan hendaknya wilayah ini dapat dipertahankan sebagai sumber pangan wilayah. Desa-desa pada Ordo ini adalah Desa Tirta Laga, Tanjung Serayan, Tanjung Mas Jaya, Pangkal Mas Mulya, Pangkal Mas Jaya, dan Mulyo Sari. Tingginya keuntungan dari pengusahaan komoditas kelapa sawit dan karet, memungkinkan terjadinya konversi terhadap lahan-lahan pertanian pangan, untuk mempertahankan ketahanan pangan kawasan, pada daerah
yang
potensial
untuk
pengembangan
tanaman
pangan
dapat
mempertahankan lahan pangan (LUI) dengan memberikan fasilitas insentif kepada petani yang mengusahakanya. Sedangkan untuk LU II dapat dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dan karet. Ordo IIIb. Berdasarkan identifikasi terhadap aspek potensi pengembangan komoditas unggulan potensial untuk pengembangan komoditas perkebunan kelapa sawit dan karet, memiliki hierarki III dan karakterstik kelembagaan agribisnis yang relatif tidak sustain. Wilayah ini dapat dijadikan sebagai pusat produksi komoditas perkebunan sebagai sumber bahan baku industri pengolahan hasil komoditas kelapa sawit dan karet. Desa-desa pada Ordo ini adalah Desa Tirta Laga, Tanjung Serayan, Tanjung Mas Jaya, Pangkal Mas Mulya, Pangkal Mas Jaya, dan Mulyo Sari Menurut Depnakertrans (2006) Pengembangan KTM merupakan salah satu konsep pengembangan kawasan agroploitan yang dikembangkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kawasan Transmigrasi. Menurut Rustiadi et al (2005) Pengembangan kawasan agropolitan menekankan hubungan antara kawasan perdesaan dengan perkotaan secara berjenjang, sehingga terbentuk hierarki wilayah. Dalam hal ini antara kawasan pengembangan utama dengan kawasan hinterlandnya.
Pengembangan kota-kota kecil dan fasilitas-fasilitas
pelayanan dasar dan pasar untuk produk-produk pertanian di kawasan perdesaan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Berkembangnya kotakota kecil, dalam konteks agropolitan dapat secara positif mendorong
109
perkembangan wilayah hinterlandnya, terutama untuk mentransformasikan pola pertanian perdesaan yang subsiten menjadi pola pertanian industrial dan komersial serta mengintegrasikan ekonomi perkotaan dan perdesaan. Dalam konteks tata ruang, secara umum struktur hierarki desa-desa dalam kawasan agropolitan adalah: a. Orde Pertama atau desa pusat pertumbuhan utama, berfungsi sebagai kota perdagangan, pusat kegiatan manufaktur final industri pertanian (packing), stok pergudangan dan perdagangan bursa komoditas, pusat kegiatan tersier agrobisnis, jasa perdagangan dan keuangan serta pusat berbagai pelayanan industri pertanian (general agroindustry services). b. Orde Kedua atau Kawasan Pusat Agropolitan, berfungsi sebagai pusat kegiatan agroindustri berupa pengolahan bahan pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agribisnis dan sebagai pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services). c. Orde Ketiga atau wilayah hinterland, berfungsi sebagai pusat produksi komoditas pertanian yang dipergunakan sebagai bahan baku industri pertanian. Arahan struktur pengembangan KTM Mesuji secara spasial sebagaimana disajikan pada Gambar 25.
Gambar 25 Peta Arahan Struktur Ruang KTM Mesuji
110
Arahan Strategi Pengembangan Potensi Komoditas Unggulan Desa-desa yang ada di Kawasan Transmigrasi Mesuji merupakan desa yang dibentuk melalui program transmigrasi yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian yang dikembangkan terdiri dari tanaman pangan
dan perkebunan.
Tanaman pangan yang
dibudidayakan adalah padi sawah dan jagung sedangkan komoditas perkebunan yang dikembangkan adalah kelapa sawit dan karet.
Dari telaah terhadap
kesesuaian lahan, keunggulan komparatif wilayah dan analisis usaha tani serta marjin pasar diperoleh beberapa informasi yang dapat dijadikan masukkan untuk dijadikan strategi dalam pengembangan potensi komoditas unggulan di kawasan transmigrasi Mesuji. Berdasarkan analisis kesesuaian lahan di kawasan Transmigrasi Mesuji menunjukkan kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan padi sawah di kawasan tersebut sebagian besar adalah S3 sesuai marjinal seluas 76.463,86 Ha (98,55%) yang tersebar hampir diseluruh desa di Kawasan Transmigrasi Mesuji sedangkan untuk kelas kesesuaian N seluas 1.128,836 Ha (1,45%) dengan faktor pembatasnya adalah ketersediaan hara (n), tingkat kemasaman/retensi hara(f), media perakaran (r) dan toxisitas (x). Untuk tanaman jagung sebagian besar adalah S3 sesuai marjinal seluas 73.527,55 Ha (94,761%) dan N tidak sesuai seluas 4.065,144 Ha (5,239%), dengan faktor pembatasnya adalah ketersediaan hara (n), tingkat kemasaman/retensi hara(f), media perakaran (r) dan toxisitas (x). Dengan Usaha perbaikan kelas kesesuaian lahan tersebut dapat diringkatkan menjadi S2. Usaha perbaikan
dilakukan dengan pemupukan, pengapuran,
perbaikan sistem drainase dan pengaturan sistem tata air tanah. Pengembangan padi sawah dan jagung di Kawasan Transmigrasi Mesuji pada umumnya dilakukan pada lahan yang sama dengan cara bergantian. Pada musim hujan dikembangkan padi sawah, sedangkan pada musim kemarau dilakukan penanaman jagung.
Pengusahaan tanaman padi sawah dan jagung dilakukan
hampir diseluruh desa-desa di kawasan transmigrasi Mesuji, terutama di bagian timur dan tengah kawasan transmigrasi Mesuji
yang
mempunyai fisiografi
aluvial dan dataran yang terdapat pada bagian timur dan tengah dari Kawasan Transmigrasi Mesuji.
111
Tanaman Padi dan Jagung berdasarkan analisis keunggulan komparatif wilayah merupakan merupakan komoditas basis di Kawasan Transmigrasi Mesuji, hal ini berarti padi dan jagung mempunyai keunggulan komparatif tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di kawasan tersebut, tetapi juga dijual ke luar wilayah. Basis pengembangan padi terdapat di 14 desa yaitu Desa Muara Mas, Mulyosari, Nipah Kuning, Pangkal Mas Jaya, Pangkal Mas Mulia, Sumber Makmur, Sungai badak, Sungai Cambai, Talang Gunung, Tanjung Mas Makmur, Tanjung Mas Mulya, Tanjung Serayan, Tirta Laga, Wiralaga. Desa yang merupakan basis pengembangan jagung yaitu Desa Mulyosari, Pangkal Mas Jaya, Sidomulyo, Sungai Badak, Tanjung Mas jaya, Tanjung Menang, Wiralaga, Wonosari. Desadesa tersebut terletak di bagian timur dan tengah kawasan transmigrasi Mesuji. Berdasarkan analisis usahatani dan analisis marjin pasar, komoditas padi dan jagung layak untuk diusahakan memiliki marjin keuntungan yang besar di kawasan transmigrasi Mesuji, namun sebagian besar marjin keuntungan tersebut masih berada di tingkat pedagang sebagai akibat tingginya biaya transportasi yang harus dikeluarkan oleh pedagang untuk mengangkut komoditas tersebut. Disamping itu rendahnya posisi tawar petani dalam penentuan harga komoditi juga berakibat pada rendahnya marjin keuntungan yang dinikmati oleh petani. Hal ini disebabkan karena petani memiliki keterikatan kontrak/perjanjian dengan pedagang.
Dimana petani telah mendapatkan pinjaman modal dari pedagang
untuk proses produksi pertaniannya. Dengan demikian petani mempunyai kewajiban untuk menjual hasil produksinya kepada pedagang. Oleh karena itu apabila dapat dilakukan perbaikan sarana dan prasarana transportasi terutama pada daerah-daerah yang potensial, diharapkan dapat mengalihkan marjin keuntungan yang selama ini dinikmati olek pedagang kepada petani. Dengan demikian akan terjadi peningkatan penerimaan petani. Pengembangan komoditas perkebunan yaitu tanaman kelapa sawit dan berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan sebagian besar memiliki kelas kesesuaian aktualnya adalah N tidak sesuai seluas 32.517,87 Ha (41,91 %) dan S3 sesuai marjinal seluas 45.074,83 Ha (58,09%). Sedangkan tanaman karet berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan sebagian besar memiliki kelas kesesuaian aktual N tidak sesuai seluas 43.204,33 Ha (55,68 %) dan S3 sesuai marjinal seluas 34.388,37 Ha (44,32%). Kelas Kesesuaian Lahan N tidak sesuai
112
hampir terdapat dibagian timur kawasan Transmigrasi Mesuji, sedangkan S3 sesuai marjinal dengan pembatas n, f dan r. Kelas kesesuaian lahan S3nf dan S3nr terdapat terdapat di bagian barat Kawasan Transmigrasi Mesuji (Desa Margojadi, Tanjung Menang, Talang Gunung, Sumber Makmur, Sidomulyo dan sebagian sungai badak serta Nipah Kuning). Kelas kesesuaian lahan S3 dapat ditingkatkan menjadi S2 dengan dilakukan usaha perbaikan yaitu dengan pemupukan, pengapuran dan pembuatan sistem drainase. Tanaman kelapa sawit dan karet berdasarkan analisis keunggulan komparatif wilayah merupakan merupakan komoditas basis di Kawasan Transmigrasi Mesuji, hal ini berarti kelapa sawit dan karet mempunyai keunggulan komparatif tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di kawasan tersebut, tetapi juga dijual ke luar wilayah. Basis pengembangan kelapa sawit terdapat di 5 desa yang merupakan Basis Pengembangan Kelapa sawit yaitu Desa Dwikarya Mustika, Eka Mulya, Margajadi, Tanjung Menang, dan Wonosari. Sedangkan untuk Komodtas Karet terdapat di Desa Eka Mulya, Margajadi, Sido Mulyo, Tanjug Menang, dan Wonosari. Desa-desa tersebut terletak di bagian Timur Kawasan Transmigrasi Mesuji. Berdasarkan analisis usahatani dan analisis marjin pasar komoditas kelapa sawit dan karet layak untuk diusahakan dan memiliki marjin keuntungan yang relatif besar.
Namun demikian marjin permasalahan transportasi merupakan
kendala utama dalam pemasaran komoditas tersebut. Sifat dari Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang mudah rusak membutuhkan kecepatan dalam pengriman produk tersebut ke pabrik. Lamanya waktu pengangkutan berakibat pada penurunan kualitas TBS. Untuk pemasaran karet, kendala jauhnya lokasi pabrik pengolahan hasil karet, memaksa petani untuk menjual hasil karetnya ke pedagang pengumpul. Hal ini dilakukan karena kepemilikan lahan petani yang relatif sempit, sehingga biaya transportasi yang dikeluarkan tidak efisein apabila menjual hasil panennya sendiri-sendiri. Hal inilah yang dijadikan alasan dari pedagang untuk meningkatkan marjin keuntungannya, sehingga berakibat pada rendahnya penerimaan petani. Oleh karena itu apabila dapat dilakukan perbaikan sarana dan prasarana transportasi terutama pada daerah-daerah yang potensial dan jalan-jalan kebun di perkebunan sawit sehingga dapat mengefisienkan waktu pengangkutan untuk menjaga kualitas TBS, sehingga berpengaruh positif terhadap
113
harga di tingkat pabrik, dengan demikian diharapkan dapat mengalihkan marjin keuntungan yang selama ini dinikmati olek pedagang kepada petani. Dalam hal permasalahan pemasaran karet diperlukan peran pemerintah untuk memfasilitasi pengadaan industri pengolahan karet dan suatu lembaga masyarakat yang dapat menghimpun hasil produksi karet petani, sehingga marjin keuntungan dari pemasaran karet dapat dinikmati oleh petani.
Dengan demikian dapat
meningkatkan penerimaan petani. Dari beberapa pertimbangan
tersebut, strategi pengembangan potensi
komoditas unggulan di kawasan transmigrasi Mesuji diarahkan untuk: 1. Mengembangkan komoditas unggulan (padi, jagung, kelapa sawit dan karet) pada daerah-daerah yang memiliki karakteristik lahan yang
sesuai untuk
pengembangan komoditas tersebut. 2. Mengembangkan komoditas yang memiliki keunggulan komparatif bila diusahakan (padi, jagung, kelapa sawit dan karet). Terutama pada daerahdaerah yang menjadi basis pengembangan komoditas tersebut. 3. Meningkatkan efisiensi pemasaran hasil-hasil komoditas unggulan melalui pembangunan
sarana
transportasi,
industri
pengolahan
hasil
serta
meningkatkan peran kelembagaan yang menunjang pemasaran hasil produksi. Untuk memudahkan pengambilan kebijakan pengembangan potensi komoditas unggulan yang disesuaikan dengan kondisi fisik wilayah, dapat dilakukan dengan perwilayah pengembangan komoditas unggulan. Perwilayahan pengembangan komoditas pertanian pada lokasi KTM Msuji adalah sebagai berikut : a. Wilayah pengembangan pertanian tanaman pangan padi sawah dapat dikembangkan di Desa Ekamulya, Muaramas, Nipah Kuning, Mulyasari, Pangkalmas Jaya, Pangkalmas Mulya, Sumber Makmur, Sungai Badak, Sungai Cambai, Talang Gunung, Tanjung Serayan, Tanjungmas Makmur, Tanjungmas Makmur, Tirtalaga, Wiralaga, Wonosari b. Wilayah
pengembangan
pertanian
tanaman
pangan
jagung
dapat
dikembangkan di Desa Tanjung Mas Jaya, Mulyasari dan Pangkal Mas Jaya c. Wilayah pengembangan pertanian tanaman perkebunan kelapa sawit dapat dikembangkan di Desa Sumber Makmur, Sungai Cambai, Mulya Sari,
114
Ekamulya, Tanjungmas Makmur, Sungai Badak, Muaramas, Nipah Kuning, Wiralaga, dan Talang Gunung d. Wilayah
Pengembangan
pertanian
tanaman
perkebunan
karet
dapat
dikembangkan di Desa Dwikarya Mustika, Ekamulya, Margo Jadi, Sido Mulyo, Sumber Makmur, Talang Gunung, Tanjung Menang, Wonosari. e. Tingginya keuntungan dari pengusahaan komoditas kelapa sawit dan karet, memungkinkan terjadinya konversi terhadap lahan-lahan pertanian pangan, untuk mempertahankan ketahanan pangan kawasan, pada daerah yang potensial untuk pengembangan tanaman pangan dapat mempertahankan lahan pangan (LUI) dengan memberikan fasilitas insentif kepada petani yang mengusahakanya. Sedangkan untuk LU II dapat dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dan karet. Arahan Strategi Pengembangan Pusat Aktivitas Pelayanan, dan Infrastrukturnya Berdasarkan analisis penentuan pusat aktivitas pelayanan di Kawasan Transmigrasi Mesuji diperoleh desa dengan hierarki tertinggi yaitu Desa Tanjung Mas Makmur dan Margojadi berada pada hierarki I, hal ini menunjukkan kedua desa tersebut mempunyai indikasi untuk dijadikan pusat pelayanan.
Untuk
menentukkan desa mana yang menjadi prioritas kebijakan untuk dijadikan pusat pelayanan, berdasarkan analisis terhadap persepsi masyarakat dan pemegegang kebijakan (Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang dengan menggunakan AHP diperoleh hasil bahwa Desa Tanjung Mas Makmur menjadi prioritas untuk dikembangkan menjadi Pusat Aktivitas Pelayanan KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Dalam Penentuan Pusat Aktivitas Pelayanan ini berdasarkan analisis AHP diperoleh hasil bahwa pertimbangan sumberdaya sosial sisik wilayah yaitu kesetrategisan lokasi menjadi pertimbangan utama dalam penentuan Pusat Aktivitas Pelayanan. Desa-desa pada hierarki II seperti meliputi Desa Sidomulyo, Wonosari, Muara Mas, Dwi Karya Mustika, Tanjung Mas Mulya (berdasarkan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan) dan Desa Wonosari, Sidomulyo, Talang Batu/Talang Gunung, Wiralaga I, Sungai Badak (berdasarkan indeks perkembangan desa). Desa-desa ini memiliki indikasi untuk dikembangkan sebagai pusat kegiatan
115
agroindustri berupa pengolahan bahan pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agrobisbis dan sebagai pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services) pada daerah-daerah tersebut dapat dikembangkan idustri pengolahan TBS kelapa sawit menjadi CPO, pabrik pengolahan getah karet dan Pabrik Penggilingan Padi (RMU) dengan kapasitas besar. Sementara desa-desa lainnya pada hierarki III merupakan wilayah hinterland. Desa-desa ini berfungsi sebagai pusat produksi komoditas pertanian yang dipergunakan sebagai bahan baku industri pertanian. Hasil
analisis
skalogram berdasarkan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan diperoleh hierarki III yaitu Desa Eka Mulya, Tanjung Menang, Talang Batu/Talang Gunung, Wiralaga I, Pangkal Mas Jaya, Tanjung Mas Jaya, Sungai Badak, Tanjung Serayan, Tirta Laga, Pangkal Mas Mulya, Sumber Makmur, Mulyo Sari, Sungai Cambai, Wiralaga II Nipah Kuning.
Sedangkan Hasil Analisis Skalogram berdasarkan
Indeks Perkembangan Desa diperoleh desa-desa Hierarki III yaitu Desa Tanjung Menang, Eka Mulya, Muara Mas, Wiralaga II Sumber Makmur, Dwi Karya Mustika, Tanjung Mas Mulya, Pangkal Mas Jaya, Tanjung Serayan, Tirta Laga, Nipah Kuning, Mulyo Sari, Pangkal Mas Mulya, Tanjung Mas Jaya, Sungai Cambai. Disamping itu perlu juga diperhatikan pengembangan sarana dan Prasarana transportasi (jalan darat dan sungai). Berdasarkan fakta bahwa hampir seluruh jalan di kawasan Transmigrasi Mesuji masih merupakan jalan tanah (Podes, 2006 dan pengamatan lapangan) yang apabila musim hujan kondisi jalan tersebut tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat (seperti terlihat pada Gambar 26) Akibat dari buruknya sarana dan prasarana transportasi berakibat pada kurang lancarnya mobilitas barang dan manusia yang berdampak pada rendahnya nilai sosial ekonomi yang yang ada pada masyarakat di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Sulitnya membawa hasil produksi pertanian keluar wilayah menyebabkan rendahnya penerimaan yang diperoleh petani disebabkan mahalnya biaya transport yang harus dikeluarkan, sementara sarana produksi seperti pupuk, obatobatan daan sarana produksi lainnya harus dibeli petani dengan harga yang tinggi.
116
Akibat dari buruknya sarana transportasi juga menyebabkan rendahnya minat masyarakat untuk melakukan jejaring (networking) sehingga berbagai informasi dari luar wilayah sulit untuk diakses, seperti informasi pasar komoditi, perkembangan teknologi dan pengetahuan lainnya.
Gambar 26 Kondisi Jalan di Kawasan Transmigrasi pada Musim Hujan Berdasarkan hasil analisis marjin pasar, dengan peningkatan kualitas dan kuantitas prasana dan sarana transportasi baik jalan darat dan sungai, diharapkan dapat mengurangi marjin biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk mengangkut hasil produksi petani maupun sarana produksi pertanian yang dibutuhkan petani. Dengan demikian akan dapat meningkatkan penerimaan petani. Disamping itu dengan peningkatan kualitas jalan darat maupun sungai akan merangsang aktivitas ekonomi wilayah dan membuka keterisolasian wilayah sehingga tercipta interaksi wilayah yang lebih luas. Pengembangan prasarana jalan
yaitu dengan melakukan peningkatan
kualitas jalan. Untuk jalan-jalan yang mengubungkan antar kampung agar dapat ditingkatkan kualitasnya dari jalan tanah minimal dengan sirtu.
Untuk
menghubungkan Kecamatan Mesuji Lampung dengan Mesuji Timur dan Mesuji Timur dengan Rawa Jitu hendaknya dibangun jembatan dan jalan yang menghubungkan wilayah-wilayah tersebut, atau dengan membangun dermaga kapal yang akan melayani rute-rute ke wilayah-wilayah tersebut.
Jaringan
Transportasi pada Kawasan Transmigrasi Mesuji dapat dilihat pada Gambar 27
117
Gambar 27 Peta Jaringan Transportasi di Kawasan Transmigrasi Mesuji Menurut Widiatmaka et al. (2006) Jalan dalam kota KTM dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, antara lain: 1) Jalan Kolektor merupakan jalan utama dengan lebar perkerasan 6 meter untuk 2 arah dan lebar bahu/trotoar 1-1,5 meter pada masing-masing sisi jalan. Bahu jalan tetap diberi lapisan pondasi atas maupun pondasi bawah, karena bahu jalan dapat berfungsi sebagai parkir sementara pada sisi jalan. Untuk jalan utama
didalam
kota
yang
menghubungkan
pusat
keramain
yang
memungkinkan banyaknya pejalan kaki, maka jalan pada wilayah ini dapat dilengkapi dengan trotoar dengan lebar 1.5 meter. Jalan ini terletak diantara saluran primer sehingga jalan ini dapat dikembangkan sampai batasan lebar areal yang tersedia antara dua saluran primer. 2) Jalan lokal merupakan jalan sekunder dengan lebar 3 meter dan bahu jalan selebar 1 meter. Jalan ini terletak antara saluran tersier, sehingga jalan ini pada masa mendatang dapat diperlebar sampai batas jarak dua saluran tersesier. 3) Jalan lingkungan, jalan ini dapat diberi perkerasan atau jalan tanah yang diperkuat dengan sub-base dan base course. Lebar jalan ini bisa selebar 2,5 meter dengan bahu jalan masing-masing selebar 1 meter yang diberkuat dengan ”sub-base course” (pondasi bawah) dan ”base course” (pondasi atas). Jalan lingkungan terletak diantara saluran tersier. Sedangkan untuk sarana transportasi sungai perlunya dibangun dermaga sungai di sungai Mesuji, yaitu di Sungai Sidang, Wiralaga dan Tanjung Mas Makmur dan beberapa pos (halter) untuk melayani angkutan hasil produksi
118
pertanian melalui sungai. Disamping itu perlu dilakukannya pengerukkan alur pada Muara Sungai Mesuji,dengan demikian diharapkan kapal-kapal kargo antar pulau dapat merapat di dermaga-dermaga tersebut, sehingga pemasaran produkproduk dari lokasi KTM dapat langsung di angkut oleh kapal dengan kapasitas besar, untuk dibawa ke pulau Jawa, dengan demikian dapat meningkatkan nilai tambah bagi hasil produksi masyarakat dilokasi KTM Kawasan Transmigrasi Mesuji. Arahan Strategi Pengembangan Kelembagaan Telaah terhadap kelembagaan agribisnis yaitu Kelompok Tani, P3A dan Koperasi yang ada di Kawasan Transmigrasi Mesuji mengidentifikasi bahwa faktor-faktor penentu keberlanjutan kelembagaan sarana usaha pertanian adalah: (1) pelayanan terhadap anggota; (2) peranserta anggota;
dan (3) good
governance. Dengan menggunakan rata-rata skor ketiga faktor penentu tersebut dapat diukur tingkat keberlanjutan kelembagaannya. Berdasarkan jenis kelembagaan agribisnis yang ada di Kawasan Transmigrasi Mesuji
diidentifikasi bahwa kelembagaan kelompok tani dan
koperasi merupakan kelembagaan yang berkelanjutan
Sedangkan kelembagaan
P3A merupakan kelembagaan yang tidak berkelanjutan.
Kelembagaan yang
dikategorikan sebagai kelembagaan yang semi sustain dengan kendala manajemen dan governance dialami oleh kelembagaan Kelompok Tani. Dari hasil analisis korelasi diperoleh
beberapa variabel yang
mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan dalam hal keberhasilan dalam proses manajemen ternyata selain faktor internal seperti kepemimpin, aturan-aturan tertulis dan faktor eksternal seperti adanya intervensi pemerintah, keberlanjutan kelembagaan secara umum juga dipengaruhi
oleh ukuran kelembagaan dan
perlunya jaringan kerja sama antar kelembagaan. Sedangkan good governance sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan dan aturan tertulis. Bentuk kelembagaan merupakan “kendaraan” bagi pembangunan dan pengembangan suatu wilayah, sedangkan skim pembiayaan merupakan bahan bakar untuk menggerakkannya. Bentuk skim pembiayaan ini merupakan salah satu bentuk intervensi dari pemerintah, hal ini berdasarkan fakta yang ada bahwa kelembagaan-kelembagaan di Kawasan Transmigrasi Mesuji belum dapat berjalan
119
tanpa adanya intervensi Pemerintah. Namun demikian bentuk intervensi lain berupa pembinaan dan penyuluhan perlu dilakukan baik dari segi kepemimpinan, menejemen, pelayanan, peran serta maupun good governance, sehingga diharapkan dapat terwujud kelembagaan yang berkelanjutan (sustain).
Oleh
karena itu bentuk disain kelembagaan dan skim pembiayaannya harus disesuaikan. Secara konseptual, model kelembagaan untuk pembangunan dan pengembangan KTM di Kawasan Transmigrasi Msuji perlu didisain dan dibangun berlandaskan pada prinsip-prinsip kesetaraan, participatory, good governance, transparansi dan akauntabilitas, dan kompetensi. Berlandaskan pada prinsipprinsip tersebut dan mempertimbangkan potensi kelembagaan yang ada di Kawasan Transmigrasi Mesuji, maka kelembagaan yang ada sampai sejauh ini belum acceptable dan feasible dari perspektif sosial-ekonomi, jika hanya mengandalkan pihak pemerintah atau kelompok-kelompok masyarakat petani saja dengan kekuatan dan cara-cara mereka sendiri-sendiri. Oleh karena itu, perlu dicari model-model kelembagaan yang dibangun dan mampu mengembangkan sistem agribisnis berdasarkan prinsip-prinsi kelembagaan berkelanjutan tersebut. Telaah terhadap aspek kelembagaan di Kawasan Transmigrasi Mesuji menunjukkan bahwa sampai sejauh ini baik kelompok-kelompok masyarakat petani maupun pemerintah berjalan sendiri-sendiri dalam mengembangkan usaha pertaniannya,
hal ini terutama pada desa-desa yang mayoritas penduduknya
mengusahakan tanaman perkebunan baik kelapa sawit atau karet. Hal ini terjadi sebagai dampak dari sederhananya tingkat pengelolaan tanaman perkebunan, namun demikian hasil yang didapat petani relatif tinggi, sehingga peranan pemerintah tidak begitu dibutuhkan. Padahal apabila peran serta masyarakat dan pemerintah serta swasta dapat dioptimalkan, maka hasil yang didapat dapat lebih baik, seperti pengembangan pola kemitraan, pengembangan jaringan pasar, pengadaan sarara prasarana dal lain-lain.
Dengan kata lain, masing-masing
stakeholders bergerak sendiri-sendiri dengan karakteristik, kelebihan, dan kekurangannya tanpa ada upaya untuk membangun jalinan antar-stakeholders tersebut. Hal ini adalah suatu kendala sekaligus kelemahan mendasar di daerah ini.
120
Oleh karena itu, dalam upaya membangun dan mengembangkan Kawasan Transmigrasi perlu dirancang suatu model pengembangan kawasan transmigrasi yang dilandasi adanya kebersamaan dalam suatu kerjasama antar stakeholders. Kerjasama tersebut dibangun pada tiga pilar utama sektor pembangunan, yaitu: (1) public sector (pemerintah); (2) private sector (swasta); dan (3) collective action sector (kelompok-kelompok masyarakat dan organisasi non-pemerintah). Dengan demikian, pilihan model untuk pengembangan kawasan transmigrasi adalah suatu kelembagaan yang berkelanjutan yang mampu menjadi penggerak dalam pengembangan kawasan transmigrasi, dimana kelembagaan tersebut dibangun di atas tiga pilar utama tersebut yang dijalin dalam suatu hubungan antar stakeholders. Adapun model tersebut menurut Kolopaking (2003) dapat berbentuk suatu “agensi” (Gambar 28). Peranserta masyarakat petani di daerah ini berupa sharing saham dalam agensi tersebut merupakan hal yang mendasar dan penting. Dalam jangka pendek, peranserta masyarakat petani tersebut dapat membantu mengembangkan aktivitas agribisnis mereka karena mampu mengkaitkan mulai dari aktivitas on-farm di hulu sampai hilir, termasuk aktivitas off-farm di hulu maupun di hilirnya. Sebagai contoh, petani di kawasan transmigrasi Mesuji akan menyediakan produknya dengan kuantitas dan kualitas yang terjamin agar produk agroindustri atau industri juga mencapai kuantitas dan kualitas yang diinginkan konsumen. Apabila usaha ini dapat dilakukan maka pengembangan agribisnis petani juga dapat ditingkatkan dalam arti intensifikasi, ekstensifikasi, maupun diversifikasi usaha. Dalam jangka panjang, di bawah “agensi” ini dapat pula dikembangkan faktor-faktor pendukung sistem agribisnis, seperti kelembagaan penyuluhan dan kelembagaan pendukung lainnya yang profesional untuk memenuhi kebutuhan petani di daerah ini, secara terintegrasi dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan petani pada aktivitas di sektor hulu sampai dengan hilir. “Agensi” tersebut, sebagai model pengembangan kawasan transmigrasi, dibangun
berdasarkan
prinsip-prinsip
(institutional sustainability).
kelembagaan
yang
berkelanjutan
Pemerintah juga secara transparan, memaparkan
kemungkinan dan peluang usaha bagi berbagai pengusaha dan perusahaan swasta untuk berperanserta dalam “agensi” tersebut. Namun, tak kalah pentingnya
121
pemerintah daerah dapat menggerakkan Badan Usaha Milik Daerah yang dapat berperanserta atau sharing dalam “agensi” tersebut. Tingkat Pengambilan Keputusan
Model Kelembagaan
Tingkat Nasional Tingkat Propinsi
“Local Government” BUMD
Tingkat Kabupaten
Tingkat Kecamatan
Swasta Tingkat Kecamatan
“Agensi” Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Birokrasi + Swasta + Koperasi) “Stakeholders & Shareholders”
Tingkat Desa
Koperasi “Community Based” Tingkat Kelompok Tingkat Rumahtangga Tingkat Individu
Gambar 28 Model kelembagaan yang mendukung pengembangan Kawasan Tranmigrasi Mesuji Dalam hal stakeholder, perlu dibangun suatu pemahaman dan keinginan yang adil tentang komposisi saham dalam “agensi” tersebut.
Prinsip-prinsip
kesetaraan, transparansi, dan akauntabilitas perlu menjadi dasar dalam menetapkan
komposisi
saham antar-stakeholder
tersebut dengan
tujuan
menggerakkan sistem agribisnis dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kawasan Transmigrasi.
Dengan program-program terencana seperti ini
diharapkan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kawasan Transmigrasi Mesuji dapat dicapai. Di bawah “payung” , perencanaan, dan aksi “agensi” pengembangan kawasan transmigrasi Mesuji secara institusional dan finansial dikembangkan
122
berbagai sarana prasarana aktivitas pelayanan agribisnis di kawasan transmigrasi Mesuji. Kelembagaan pemerintah lokal dalam pengembangan kawasan lebih memfokuskan pada perumusan kebijakan, pengawasan, dan evaluasi terhadap “agensi” tersebut. Perlunya kerjasama antar stakeholder dalam pengembangan Kota Terpadu Mandiri Mesuji didasarkan pada fakta, bahwa kawasan yang akan dijadikan sebagai kawasan KTM ini akan dibangun di kawasan yang dikelilingi oleh perkebunan, baik perkebunan rakyat, maupun perkebunan swasta. Para transmigran sendiri juga pada saat ini banyak yang telah mengusahakan lahannya dengan tanaman-tanaman perkebunan, bahkan pada lokasi-lokasi yang pada awalnya merupakan lokasi transmigrasi Pola Tanaman Pangan. Di satu fihak, pembangunan KTM diupayakan oleh Pemerintah dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Di lain fihak, sarana dan prasarana yang akan dibangun tersebut dalam rangka implementasi KTM, sesuai dengan kondisi aktual yang ada, akan pula dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan besar swasta yang berada di sekitar kawasan KTM. Menurut Widiatmaka et al. (2006) manfaat dari keberadaan kawasan pengembangan transmigrasi yang dapat diambil oleh stakeholder dalam hal ini perusahaan besar swasta yang berada di jalur pengembangan KTM antara lain adalah: 1. Terbangunnya infrastruktur, antara lain jalan, jembatan dan kemungkinan fasilitas-fasilitas infrastruktur lain seperti listrik, jaringan air bersih dan lainlain. Sebagai contoh adalah jalan, yang merupakan fasilitas publik umumnya dimanfaatkan pula oleh perusahaan untuk pengangkutan TBS keluar atau masuk pabrik. Disamping infrastruktur yang dapat dimanfaatkan tersebut, perlu dicatat pula manfaat yang dapat diambil oleh perusahaan-perusahaan tersebut melalui pembangunan KTM, antara lain adalah tersedianya TBS tambahan, apabila petani-petani di kawasan KTM, yang meskipun tidak secara struktural tergabung dalam pola Inti-Plasma perusahaan, tetapi mereka terbiasa menjual TBS mereka kepada perusahaan dengan azas jual-beli yang normal, sesuai dengan harga pasar yang berlaku. 2. Keberadaan kawasan transmigrasi juga secara langsung memberikan manfaat bagi perusahaan dalam hal penyediaan tenaga kerja. Diketahui bahwa tidak sedikit diantara transmigran yang bekerja baik sebagai buruh petik, buruh
123
pabrik maupun bekerja pada kontraktor-kontraktor perusahaan. Tersedianya lahan pengembangan, misalnya sebagai plasma, tentunya apabila perusahaan menginginkan dan petani mau melaksanakan. 3. Melalui pembangunan KTM, yang antara lain juga direncanakan akan dibangun fasilitas-fasilitas industri hilir kelapa sawit, perusahaan-perusahaan ini kedepan juga dimungkinkan akan mendapatkan pasar untuk suplai bahan olahan hulu kelapa sawit. Pengembangan kelembagaan KTM
dalam konteks sosial, dilakukan
dengan memperhatikan kultur dari komunitas lokal. Menurut Tonny (2006), dalam suatu kelembagaan terdapat hubungan fungsional yang dapat dipahami sebagai: (1) kapital sosial dalam bentuk potensial akan diaktualisasikan apabila ada rasa percaya (trust) pada potensi yang dimiliki orang atau kelompok sosial lain berupa kapital manusia; (2) kapital manusia dapat berkembang karena kapital sosial; dan (3) kapital fisik dapat berkembang, bertahan, dan berfungsi dengan baik apabila didukung oleh kapital manusia dan kapital sosial. Dengan demikian, kelembagaan sebagai suatu sistem pengorganisasian dan kontrol terhadap sumberdaya serta dinamikanya, relevan dipahami dengan “formula hubungan fungsional antara kapital fisik – kapital manusia – kapital sosial” yang dibatasi pada sifat lokalitas, seperti dalam suatu komunitas. Dalam hal pengembangan Kawasan Transmigrasi, hal yang tidak boleh terlupakan adalah penduduk asli, yang dalam hal ini penduduk asli Lampung Mesuji. Kebanyakan penduduk asli berkediaman di daerah-daerah pedalaman yang subur. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya penduduk asli lebih cenderung mendekatkan diri kepada alam dengan bercocok tanam dengan pola sonor yaitu bercocok tanam padi pada daerah rawa-rawa dan paya-paya yang dilakukan pada saat air rawa surut. Pola tanam ini dilakukan oleh penduduk asli di sepanjang DAS Mesuji dengan melakukan perladangan berpindah. Disamping itu mencari ikan sungai merupakan salah satu sumber penghidupan utama masyarakat asli Mesuji. Ikan hasil tangkapan umumnya dimanfaatkan untuk mencukupi lauk pauk keluarga, sedangkan apabila berlebih akan diolah menjadi kerupuk ikan yang merupakan makanan khas masyarakat asli Mesuji. Menilik pola kehidupan masyarakat asli yang cenderung dekat dengan alam, merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam pengembangan KTM.
124
Disamping pola-pola hidup tersebut hal yang tidak kalah pentingnya dalam pengembangan KTM adalah perlunya memperhatikan prinsip-prinsip kehidupan yang menunjukkan keaslian yang khas masyarakat asli lampung yaitu (1) Pi’il Pasenggiri (menjaga harga diri), (2) Sakai Sambayan (suka tolong menolong) (3) Nemui Nyimah (murah hati/terbuka tangan), dan (5) Bejuluk Beadek (punya gelar adat) (Hadikusuma et al, 1996). Kedatangan transmigran (penduduk pendatang) dalam jumlah besar secara tidak langsung telah merubah pola hidup masyarakat asli Mesuji. Dengan prinsipprinsip tersebut masyarakat asli dapat menerima kedatangan para transmigran. Karakteristik para transmigran dari Jawa dan Bali yang memiliki kekhasan dan kemampuan dalam beradaptasi telah mensinergikan kehidupan masyarakat di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Pola kehidupan masyarakat asli lambat laun telah berubah. Pola kehidupan bercocok tanam yang semula berpindah-pindah telah berubah menjadi pola bercocok tanam menetap baik mengusahakan pertanian pangan maupun perkebunan. Datangnya Transmigran penguasaan tanah di Mesuji.
telah berakibat pada perubahan struktur Peristiwa ini menjadi penting menggambarkan
bagaimana terjadinya penambahan penduduk yang dilanjutkan dengan pembukaan tanah-tanah marga
sehingga mengubah pola-pola penguasaan lahan, yang
sebelumnya hanya di bawah penguasaan oleh marga (etnis Mesuji Lampung), menjadi berbagi dengan para pendatang, yang semakin lama kepemilikan oleh pendatang justru semakin besar. Perkembangan penduduk transmigran begitu pesat, setiap tahun yang terus bertambah, disamping melalui kegiatan transmigrasi yang dilakukan oleh Pemerintah. Beberapa transmigran yang telah berhasil mengajak sanak familinya yang ada di pulau Jawa untuk datang ke Mesuji, dengan dalih tanah disini (Mesuji) masih murah dan lebar-lebar serta cukup subur, mencari rizki di Lampung lebih mudah dari pada di Jawa. Hal tersebut memberikan kesempatan kepada pendatang untuk menetap dan mempunyai tanah garapan sendiri. Semula mereka hanya menumpang kepada orang asli Lampung, dikarenakan kesediannya membuka tanah-tanah marga yang masih hutan untuk dijadikan ladang pertanian dengan sistem bagi hasil, misalnya setiap membuka 5 Ha tanah adat yang masih
125
hutan pendatang akan memperoleh bagian 1 Ha tanah untuk digarap. Setelah tanah garapanya mulai berproduksi, lambat tapi pasti dari hasil produksinya itu para pendatang mulai menduduki tanah-tanah adat dengan sistem jual-beli. Selain itu masuknya pendatang Jawa ke Mesuji kebanyakan dimulai dengan cara menumpang pada penduduk asli Lampung sebagai buruh atau penggarap tanah. Pendatang dari Jawa pada perkembanganya juga mendapatkan tanah dengan caracara yang berbeda tergantung pada hubungan dengan penguasa marga dan desa serta penguasa tanah dengan atribut kedudukan sosial, politik, anak angkat dan melalui perkawinan. Selain itu ada pula beberapa keluarga transmigran yang mempunyai keluarga mampu di tanah-Jawa, langsung membeli tanah-tanah dari orang lampung.
Gambar 29 Lahan untuk Pola Tanam Sonor (Dilakukan oleh Masyarakat Asli Mesuji) Rawa Kering yang Digunakan oleh Masyarakat untuk Menanam Padi Kedatangan transmigran (penduduk pendatang) dalam jumlah besar secara tidak langsung telah merubah pola hidup masyarakat asli mesuji. Dengan prinsipprinsip tersebut masyarakat asli dapat menerima kedatangan para transmigran. Karakteristik para transmigran dari Jawa dan Bali yang memiliki kekhasan dan kemampuan dalam beradaptasi telah mensinergikan kehidupan masyarakat di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Pola kehidupan masyarakat asli lambat laun telah
126
berubah. Pola kehidupan bercocok tanam yang semula berpindah-pindah telah berubah menjadi pola bercocok tanam menetap baik mengusahakan pertanian pangan maupun perkebunan. Meningkatnya kehidupan masyarakat asli di satu sisi merupakan dampak positif, namun disisi lain menimbulkan dampak negatif terhadap pembangunan. Konflik kepemilikan lahan menjadi masalah baru, tanah-tanah umbul (tanah marga) yang tadinya dibiarkan terlantar, dengan adanya transmigran telah diubah menjadi tanah produktif dan bernilai tinggi. Dengan bekal keahlian bercocok tanam yang telah diperoleh dari para transmigran dan didorong oleh keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan, memicu masyarakat asli untuk mendapatkan kembali tanah-tanah marga tersebut. Dalam konteks pengembangan kelembagaan di KTM hendaknya hal ini dapat menjadi perhatian, yaitu dengan adanya suatu kelembagaan fungsional yang dapat mensinergikan antara kelembagaan adat dengan mengedepankan prinsipprinsip kekhasan masyarakat lampung, sehingga berbagai konflik dapat diatasi. Menurut Tonny (2006) Pengembangan Kelembagaan sosial
dapat dilakukan
melalui pendekatan Jejaring Kelembagaan Kolaboratif (komunitas-lokalitas) dengan berlandaskan kesetaraan, informal, partisipatif, komitmen yang kuat dan adanya sinergi.
127
128
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Berdasarkan
identifikasi potensi pengembangan komoditas
unggulan
menggunakan hasil analisis dan dibandingkan dengan kondisi eksisting penggunaan
lahan
diperoleh
perwilayahan
pengembangan
komoditas
unggulan pada lokasi KTM Mesuji yaitu komoditi padi sawah dapat dikembangkan pada lahan seluas 19.295,06 Ha (32,35%), jagung seluas 7.600,264 Ha (12,74%), karet seluas 9.541,308 (16%), kelapa sawit seluas 23.208,651 Ha (38,91%) 2. Berdasarkan hasil LQ, analisis finansial dan marjin pasar,
komoditas
unggulan yang dapat dikembangakan di Kawasan Transmigrasi Mesuji adalah padi, jagung, kelapa sawit dan karet. 3. Penentuan pusat aktivitas pelayanan dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yang diukur dengan menggunakan analisis skalogram dan AHP. Analisis ini memberikan hasil bahwa Desa Tanjung Mas Makmur memiliki hierarki tertinggi dan dapat dikembangkan menjadi pusat aktivitas pelayanan KTM di kawasan transmigrasi Mesuji. 4. Analisis terhadap tipologi
kelembagaan agribisnis menunjukkan: (1)
kelembagaan tipe-1, yang dikategorikan sebagai kelembagaan kelembagaan yang sustain (berkelanjutan) sebanyak 22 persen, (2) kelembagaan tipe-2, yang merupakan kelembagaan yang semi sustain dengan kendala rendahnya keseimbangan pelayanan – peranserta sebanyak 6,67 persen dan (3) kelembagaan tipe-3, yang merupakan kelambagaan yang tidak sustain sebanyak 60 persen dan (4) kelembagaan yang dikategorikan ke dalam tipe-4, yaitu kelembagaan semi-sustain dengan kendala governance sebanyak 11,11 persen. 5. Arahan pengembangan KTM Mesuji dapat dilakukan sebagai berikut: (1) Desa dengan hierarki I yang didukung aspirasi masyarakat dan memiliki potensi wilayah yang sesuai serta kelembagaan yang sustain dapat difungsikan sebagai pusat aktivitas pelayanan; (2) Desa hierarki II yang memiliki potensi
128
untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit dan karet dapat difungsikan sebagai pusat agribisnis dan agroindustri perkebunan kelapa sawit dan karet; (3) Desa hierarki II yang memiliki potensi untuk pengembangan padi dan jagung dapat difungsikan sebagai pusat agribisnis dan agroindustri pertanian pangan; (4) Desa hierarki III dengan potensi kesesuaian lahan sesuai dan basis pengusahaan untuk tanaman padi dan jagung dapat difungsikan sebagai pusat produksi pangan wilayah Saran Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran dapat diberikan untuk pengembangan Kota Terpadu mandiri (KTM) Kawasan Transmigrasi Mesuji, sebagai berikut : 1.
Pengembangan komoditas unggulan (padi, jagung, kelapa sawit dan karet) perlu dilakukan di daerah-daerah yang memiliki karakteristik lahan yang sesuai untuk pengembangan komoditas tersebut, terutama pada daerah-daerah yang menjadi basis pengembangan komoditas oleh masyarakat. Disamping itu diperlukan pengembangan sarana, prasarana transportasi, industri pengolahan hasil dan meningkatkan peran kelembagaan menunjang efisiensi pemasaran hasil produksi.
2. Daerah yang memiliki kesesuaian lahan dan keunggulan komparatif untuk tanaman pangan agar dapat dipertahankan fungsinya sebagai sumber produksi pangan wilayah 3. Dalam pembangunan fasilitas-fasilitas pelayanan hendaknya memperhatikan fungsi-fungsi hierarki. Desa-desa dengan hierarki I hendaknya dikembangkan menjadi pusat aktivitas pelayanan, hierarki II sebagai pusat kegiatan agroindustri berupa pengolahan bahan pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agrobisbis dan sebagai pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services)
dan hierarki III sebagai pusat produksi komoditas
pertanian yang dipergunakan sebagai bahan baku industri pertanian 4. Dalam
pengembangan
kelembagaan
hendaknya
disesuaikan
dengan
karakteristik kelembagaan yang ada, sehingga dapat terwujud kelembagaan yang berkelanjutan dalam mendukung pengembangan wilayah
DAFTAR PUSTAKA
Anwar A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Tinjauan kritis. Bogor:P4W Press Bogor. Asmarantaka RW. 1985. Analisis Pemasaran Jagung di Daerah Sentra Produksi Provinsi Lampung [Tesis]. Bogor. Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Aunudin. 2002. Rancang Bangun Pemberdayaan Kelembagaan Pangan dan Agribisnis. Bogor. Lembaga Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Brinkerhoff D W and Goldsmith AA. 1992. Promoting The Sustainability of Development Institutions. A Frame Work for Strategy Word Develompment. Vol. 20 (3). Baskoro B. 2007. Analisis Perwilayahan, Hirarki, Komoditas Unggulan dan Partisipasi Masyarakat pada Kawasan Agropolitan (Studi Kasus di Bungokandang Kabupaten Purbalingga [Tesis]. Bogor. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. Kabupaten Tulang Bawang. 2006 Tulang Bawang dalam Angka. Tulang bawang. BPS Kabupaten Tulang Bawang [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Data Potensi Desa. Jakarta: BPS [Bappenas] Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional]. 2007. Undangundang Nomor 26 tentang Penataan Ruang. Jakarta. Bappenas. Colletta, Nat J.and Cullen ML. 2000. Violent Conflict and the Transformation of Social capital, Lesson from cambodia, Ruanda, Guetamala, and Somalia. Washington: The Word Bank Chotimah H E N C. 2002. Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Tanaman Pertanian. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana/S3. Bogor. Institut Pertanian Bogor Direktorat Jendral Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi. 2006. Kota Terpadu Mandiri. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Direktorat Perencanaan Teknis Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Dirjen PPMKT Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2006. Bahan Ekspose Pembanggunan Kota terpadu Mandiri Kabupaten Tulang Bawang Propinsi Lampung. Jakarta: Depnakertrans [Depnakertran] Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2007. Nilai Tambah Itu bernama KTM. http://www.nakertrans.go.id/newsdetail.php?id=285 [0103-2007] [Depnakertran] Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2000. Undangundang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian. Jakarta. Depnakertran
130
[Depnakertran] Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Transmigrasi. Jakarta. Depnakertran [Depnakertran] Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2000. Keputusan Menteri Transmigrasi Nomor 124/Men/1990 tentang Pola Pemukiman dan Pengembangan Usaha Transmigrasi. Jakarta: Depnakertran. {Disbunhut) Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tulang Bawang. 2007. Database Perkebunan dan Kehutanan Tahun. Tulang Bawang. Disbunhut Kabupaten Tulang Bawang. Dinas Pertanian Kabupaten Tulang Bawang. 2007. Laporan Tahunan. Tulang Bawang: Dinas Pertanian kabupaten Tulang Bawang. [Disnakertrans] Dinas Tenaga Kerja dan transmigrasi Kabupaten Tulang Bawang. 2007. Data Transmigrasi Kabupaten Tulang Bawang. Tulang Bawang: Disnakertrans. Friedmann J. 1997. Judul : Basic Needs, Agropolitan Development, And Planning From Below. World Development. Pergamon Press Ltd. 1979. Great Britain. Vol. 7 pp. 607-613 Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Menejemen Sumber Daya Lahan. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Hastuti. HI. 2001. Model Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan Agropolitan (Studi Kasus Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah). (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hafsah MJ, Editor. 2006. Pembangunan Perdesaan. Di dalam: Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Desa Kota Berimbang. Bogor: P4WLPPM IPB. Hadikusuma. HR, Arifin RM, Barusman. 1996. Adat Istiadat Daerah Lampung. Kanwil Depdikbud Propinsi Lampung. Bandar Lampung: Penerbit CV Arian Jaya Malecki E J. 2006. How Develompment Occurs: Local Knowledge, Social Capital, and Instututional Embeddedness. Geo Jurnal. http://www.tamuk.edu/geo/urbana/Fall2006/malacki.pdf. [6 Juni 2007] Kolopaking L.M. 2007 Pengembangan Kawasan Perdesaan dan Kota Transmigrasi Mandiri Berbasis Pemberdayaan Komunitas. Jakarta: Depnakertrans Kolopaking L.M. 2003. Laporan Akhir dari pekerjaan “Penyusunan Rancang Bangun Pengembangan Sarana Usaha Pertanian di Kabupaten Cirebon” Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB Muchdie. 1986. Peranan Industri Pengolahan Hasil Pertanian Dalam Pengembangan Wilayah Transmigrasi. Tesis. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana IPB.
131
Mahi A.K, et al (1998) : Penataan Perwilayahan Komoditas pertanian Kabupaten Tingka II Tulang Bawang. Bandar Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Mirza TI. 2006. Penentuan Pusat Pemerintahan dan Pelayanan Kabupaten Aceh Timur Berdasarkan Perkembangan Wilayah, Aksesbilitas dan Persepsi Pemangku Kepentingan [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Nurhayadi. 2007. Arahan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kaliorang Di Kabupaten Kutai Timar [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang, 2006. Bahan Ekspose Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kabupaten Tulang Bawang Propinsi Lampung. Tulang Bawang: Pemerintah Kabupaten Kabupaten Tulang Bawang. Pribadi DO. Tesis. Pembangunan Kawasan Agropolitan Melalui Pengembangan Kota-kota Kecil Menengah, Peningkatan Efisiensi Pasar Perdesaan dan Penguatan Akses Masyarakat Terhadap Lahan [Tesis]. Bogor. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Priyono dan Siti Fatimah, 2007. Konsep Kawasan Transmigrasi Lokasi Pemukiman Transmigrasi (LPT) dan Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT) sebagai alat Pembangunan Daerah.Jakarta : Depnakertrans. Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasian. 2004. Membangun Daerah Bersama Transmigrasi. Jakarta Depnakertran Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasian. 2004. Tingkat Perkembangan dan Status Hukum Desa Bentukan Transmigrasi Penyerahan Sejak Pra Pelita sampai dengan Pelita VI (1989/1999). Jakarta: Depnakertran Rustiadi. E dan Hadi. S. 2006. Pengembangan Agropolitan sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Pembangunan Berimbang. Di dalam: Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Kota-kota Berimbang Bogor: P4W-LPPM IPB. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Rachman H. 2003. Dasar Penetapan Komoditas Unggulan Nasional di Tingkat Propinsi. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Sumarjo. 2004. Transmigrasi Menyongsong Era Otonomi Daerah dan Globalisasi Ekonomi. Makalah disampaikan pada ceramah dan Diskusi/Temu Pakar Ketransmigrasian. Jakarta : Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasian. Sunaryadi A. 2005. Pemukiman Transmigrasi Cikal Bakal Agropolitan. Jakarta Depnakertrans. Info Ketransmigrasian. Vol I No.3 Juni 2005; Hal 4. Suparno, E. 2006 Paradigma Baru Sistem Penyelenggaraan Transmigrasi. www.depkominfo.go.id. (1 Februari 2007)
132
Todaro, Michael P. 2000 Pembangunan Ekonomian Dunia Ketiga. Alih Bahasa Han Munandar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Tarigan R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Tonny F dan Kolopaking LM. 1994. Aspek Kelembagaan dan Partisipasi dalam Pengelolaan DAS secara Terpadu. Mimbar Sosek Jurnal Sosial-Ekonomi. 1994; hal 14- 43. Tonny F. 2006. Materi Kuliah Perencanaan Partisipatif. Bogor: Program Studi Perencanaan Wilayah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Utomo M. 2005. Tinjauan Kritis Kebijakan dan Implementasi Penyelenggaraan Transmigrasi. Makalah disampaikan pada Semiloka Transmigrasi dan Penguatan NKRI.[30 Novmber 2005] Jakarta. Widiatmaka, dkk.2006 Laporan Penyusunan Rencana Teknis Pengembangan Masyarakat dan Kawasan dalam Rangka Pembentukan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Mesuji. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Wahyudi. 2005. Identifikasi Lokasi Kawasan Agropolitan. Makalah Diseminasi Petunjuk teknis Pengembangan Prasaranan dan Sarana Kawasan agropolitan dan Rapat teknis P2SD Agropolitan. Jakarta: Dierktorat Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan. Departemen Pekerjaan Umum
Lampiran 1 : Skalogram Hireraki Desa-desa di Kawasan Transmigrasi Mesuji Berdasarkan Jenis dan Jumlah Fasilitas Pelayanan No 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Nama Desa
Jumlah Penduduk
Luas Desa
2 TANJUNG MAS MAKMUR MARGA JADI SIDOMULYO WONOSARI MUARA MAS DWI KARYA MUSTIKA TANJUNG MAS MULYA EKA MULYA TANJUNG MENANG TALANG BATU/T GUNUNG WIRALAGA I PANGKAL MAS JAYA TANJUNG MAS JAYA SUNGAI BADAK TANJUNG SERAYAN TIRTA LAGA PANGKAL MAS MULYA SUMBER MAKMUR MULYO SARI SUNGAI CAMBAI WIRALAGA II NIPAH KUNING
3 2.280,00 5.833,00 3.240,00 2.663,00 1.264,00 2.021,00 2.017,00 2.327,00 2.424,00 3.615,00 2.852,00 2.462,00 1.676,00 3.687,00 1.157,00 1.452,00 1.644,00 3.192,00 2.265,00 2.062,00 3.255,00 1.478,00
4 1.125,00 2.600,00 2.500,00 1.400,00 1.048,00 1.112,00 1.037,00 1.300,00 2.056,00 11.126,00 3.817,00 1.065,00 700,00 4.600,00 1.120,00 1.124,00 760,00 1.163,00 1.030,00 2.632,00 4.762,00 3.000,00
Jumlah persebaran fasilitas Jumlah fasilitas Jumlah desa yang memiliki fasilitas Rasio jumlah desa yang memiliki fasilitas/jumlah total desa Bobot keberadaan fasilitas
22,00 54.866,00
Jumlah Fasilitas x Bobot Jumlah Minimal Standar Deviasi Rata-rata
Jumlah TK
Jumlah SD
SLTPN
5
6
7
SLTP swasta
Jumlah SLTP
8
SMA swasta
9
10
Pusakesamas
puskesmas pembantu
11
12
2 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 2 0 0 0 1 0 0 0 0
1 2 2 1 1 1 1 1 1 3 2 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1
1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1
2 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1
1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
22,00 51.077,00
2,00 13,00
5,00 29,00
0,00 3,00
0,00 15,00
1,00 18,00
0,00 4,00
0,00 3,00
0,00 3,00
22,00
22,00
11,00
22,00
3,00
15,00
17,00
4,00
3,00
3,00
1,00 1,00
1,00 1,00
0,50 2,00
1,00 1,00
0,14 7,33
0,68 1,47
0,77 1,29
0,18 5,50
0,14 7,33
0,14 7,33
54.866,00 1.157,00 1.050,81 2.493,91
51.077,00 700,00 2.311,80 2.321,68
26,00 0,00 0,67 0,59
29,00 1,00 0,65 1,32
22,00 0,00 0,35 0,14
22,00 0,00 0,48 0,68
23,29 0,00 0,50 0,82
22,00 0,00 0,39 0,18
22,00 0,00 0,35 0,14
22,00 0,00 0,35 0,14
Lampiran 1 (Lanjutan)
No 13 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Nama Desa 14 TANJUNG MAS MAKMUR MARGA JADI SIDOMULYO WONOSARI MUARA MAS DWI KARYA MUSTIKA TANJUNG MAS MULYA EKA MULYA TANJUNG MENANG TALANG BATU/T GUNUNG WIRALAGA I PANGKAL MAS JAYA TANJUNG MAS JAYA SUNGAI BADAK TANJUNG SERAYAN TIRTA LAGA PANGKAL MAS MULYA SUMBER MAKMUR MULYO SARI SUNGAI CAMBAI WIRALAGA II NIPAH KUNING Jumlah persebaran fasilitas Jumlah fasilitas Jumlah desa yang memiliki fasilitas Rasio jumlah desa yang memiliki fasilitas/jumlah total desa Bobot keberadaan fasilitas Jumlah Fasilitas x Bobot Jumlah Minimal Standar Deviasi Rata-rata
tempat praktek dokter 15
tempat praktek bidan 16 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1
Pondok bersalin desa (polindes) 18 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
0,00 3,00
0,00 12,00
1,00 24,00
0,00 7,00
3,00
12,00
22,00
0,14 7,33
0,55 1,83
22,00 0,00 0,35 0,14
22,00 0,00 0,51 0,55
Jumlah posyandu 17
Dokter 19 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
mantri kesehatan 20
dukun bayi belum terlatih 23
dukun bayi terlatih 22
bidan 21
Jumlah masjid 24
3 5 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0
1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1
3 1 2 2 2 2 2 2 1 2 0 2 2 0 2 2 2 2 2 0 5 0
1 4 1 2 2 2 2 3 2 7 1 1 3 4 2 2 3 2 2 3 0 1
3 2 3 2 2 1 2 1 4 5 3 1 2 3 3 2 2 2 1 1 1 1
0,00 3,00
2,00 14,00
0,00 13,00
16,00 38,00
16,00 50,00
15,00 47,00
7,00
3,00
8,00
13,00
18,00
21,00
22,00
1,00 1,00
0,32 3,14
0,14 7,33
0,36 2,75
0,59 1,69
0,82 1,22
0,95 1,05
1,00 1,00
24,00 1,00 0,43 1,09
22,00 0,00 0,48 0,32
22,00 0,00 0,35 0,14
38,50 0,00 1,22 0,64
22,00 0,00 0,50 0,59
46,44 0,00 1,12 1,73
52,38 0,00 1,45 2,27
47,00 1,00 1,08 2,14
Lampiran 1 (Lanjutan)
No 25 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
jumlah surau/langgar 27 17 11 32 15 8 12 14 12 7 12 0 8 10 7 16 13 10 9 7 0 2 0
jumlah gereja kristen 28 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
jumlah gereja katolik 29 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah persebaran fasilitas Jumlah fasilitas Jumlah desa yang memiliki fasilitas Rasio jumlah desa yang memiliki fasilitas/jumlah total desa Bobot keberadaan fasilitas
19,00 222,00 19,00
0,00 4,00 4,00
0,86 1,16
Jumlah Fasilitas x Bobot Jumlah Minimal Standar Deviasi Rata-rata
257,05 0,00 7,01 10,09
Nama Desa 26 TANJUNG MAS MAKMUR MARGA JADI SIDOMULYO WONOSARI MUARA MAS DWI KARYA MUSTIKA TANJUNG MAS MULYA EKA MULYA TANJUNG MENANG TALANG BATU/T GUNUNG WIRALAGA I PANGKAL MAS JAYA TANJUNG MAS JAYA SUNGAI BADAK TANJUNG SERAYAN TIRTA LAGA PANGKAL MAS MULYA SUMBER MAKMUR MULYO SARI SUNGAI CAMBAI WIRALAGA II NIPAH KUNING
jumlah pura 30
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
lapangan bulu tangkis 33 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
warte/kiospon/w arpostel/warpar postel 34 3 3 3 3 1 1 0 3 3 1 1 0 0 4 0 1 0 1 1 2 2 0
Pos keliling 35 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0
Perusahaan pertanian tanaman pangan 36 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 3 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
jumlah vihara/klenteng 31 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lapangan sepak bola 32
0,00 3,00 3,00
1,00 6,00 4,00
1,00 2,00 1,00
0,00 20,00 20,00
0,00 18,00 18,00
9,00 33,00 16,00
0,00 13,00 13,00
0,00 1,00 1,00
0,18 5,50
0,14 7,33
0,18 5,50
0,05 22,00
0,91 1,10
0,82 1,22
0,73 1,38
0,59 1,69
0,05 22,00
22,00 0,00 0,39 0,18
22,00 0,00 0,35 0,14
33,00 0,00 0,70 0,27
44,00 0,00 0,43 0,09
22,00 0,00 0,29 0,91
22,00 0,00 0,39 0,82
45,38 0,00 1,30 1,50
22,00 0,00 0,50 0,59
22,00 0,00 0,21 0,05
Lampiran 1 (Lanjutan)
No 37 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Nama Desa 38 TANJUNG MAS MAKMUR MARGA JADI SIDOMULYO WONOSARI MUARA MAS DWI KARYA MUSTIKA TANJUNG MAS MULYA EKA MULYA TANJUNG MENANG TALANG BATU/T GUNUNG WIRALAGA I PANGKAL MAS JAYA TANJUNG MAS JAYA SUNGAI BADAK TANJUNG SERAYAN TIRTA LAGA PANGKAL MAS MULYA SUMBER MAKMUR MULYO SARI SUNGAI CAMBAI WIRALAGA II NIPAH KUNING
Perusahaan Perkebunan 39 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Kios sarana produksi milik non KUD 40 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
industri kecil kerajinan kayu 41 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0
Industri kerajinan anyaman 42 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
industri kecil kerajinanger abah/keramik 43 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Perusahaan listrik non PLN 44 4 3 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0
Kelo mpok perto koan 45 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Bangunan pasar permanen/semi permanen 46 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pasar tanpa bangunan permanen 47 3 0 1 4 1 2 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0
Warung/kedai makanan minuman 48 2 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Toko/warung kelontong 49 67 60 0 13 22 20 19 11 13 0 15 14 15 0 0 0 5 0 0 11 0 0
0,00 2,00
2,00 4,00
1,00 4,00
0,00 2,00
0,00 2,00
2,00 12,00
0,00 5,00
0,00 4,00
3,00 17,00
2,00 4,00
13,00 285,00
Jumlah persebaran fasilitas Jumlah fasilitas Jumlah desa yang memiliki fasilitas Rasio jumlah desa yang memiliki fasilitas/jumlah total desa Bobot keberadaan fasilitas
2,00
2,00
1,00
2,00
2,00
7,00
5,00
4,00
11,00
2,00
13,00
0,09 11,00
0,09 11,00
0,05 22,00
0,09 11,00
0,09 11,00
0,32 3,14
0,23 4,40
0,18 5,50
0,50 2,00
0,09 11,00
0,59 1,69
Jumlah Fasilitas x Bobot Jumlah Minimal Standar Deviasi Rata-rata
22,00 0,00 0,29 0,09
44,00 0,00 0,59 0,18
88,00 0,00 0,85 0,18
22,00 0,00 0,29 0,09
22,00 0,00 0,29 0,09
37,71 0,00 1,06 0,55
22,00 0,00 0,43 0,23
22,00 0,00 0,39 0,18
34,00 0,00 1,07 0,77
44,00 0,00 0,59 0,18
482,31 0,00 18,12 12,95
Lampiran 1 (Lanjutan)
No 50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Nama Desa 51 TANJUNG MAS MAKMUR MARGA JADI SIDOMULYO WONOSARI MUARA MAS DWI KARYA MUSTIKA TANJUNG MAS MULYA EKA MULYA TANJUNG MENANG TALANG BATU/T GUNUNG WIRALAGA I PANGKAL MAS JAYA TANJUNG MAS JAYA SUNGAI BADAK TANJUNG SERAYAN TIRTA LAGA PANGKAL MAS MULYA SUMBER MAKMUR MULYO SARI SUNGAI CAMBAI WIRALAGA II NIPAH KUNING Jumlah persebaran fasilitas Jumlah fasilitas Jumlah desa yang memiliki fasilitas Rasio jumlah desa yang memiliki fasilitas/jumlah total desa Bobot keberadaan fasilitas Jumlah Fasilitas x Bobot Jumlah Minimal Standar Deviasi Rata-rata
Lembaga Keuangan mikro Informal (LDKP/BKD/LEP MM/BMT/Kelomp ok Simpan Pinjam 52 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 2 1 0 0
Bengkel Reparasi kendaraan bermotor 53 1 3 2 3 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Bengkel/ reparasi alatalat elektronik 54 0 0 2 3 0 0 0 0 1 2 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1
Usaha fotocopy 55 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
tempat pangkas rambut 56 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Salon kecantikan 57 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
bengkel las 58 0 2 2 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
Persewaan alat-alat pesta 59 0 1 3 2 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
Pos Hansip/pos kamling 60 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0
1,00 9,00 8,00
4,00 11,00 5,00
3,00 11,00 7,00
0,00 1,00 1,00
0,00 3,00 3,00
0,00 4,00 4,00
2,00 8,00 6,00
2,00 9,00 6,00
0,00 19,00 19,00
0,00 3,00 3,00
0,36 2,75
0,23 4,40
0,32 3,14
0,05 22,00
0,14 7,33
0,18 5,50
0,27 3,67
0,27 3,67
0,86 1,16
0,14 7,33
24,75 0,00 0,59 0,41
48,40 0,00 1,01 0,50
34,57 0,00 0,86 0,50
22,00 0,00 0,21 0,05
22,00 0,00 0,35 0,14
22,00 0,00 0,39 0,18
29,33 0,00 0,66 0,36
33,00 0,00 0,80 0,41
22,00 0,00 0,35 0,86
22,00 0,00 0,35 0,14
Pos Polisi 61 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1
Lampiran 1 (Lanjutan)
No
Nama Desa
Jumlah jenis Fasilitas
Jumlah Fasilitas
Hirarki
63
64
65
66
62 1
TANJUNG MAS MAKMUR
34
133
2
MARGA JADI
34
122
I I
3
SIDOMULYO
23
66
II
4
WONOSARI
26
65
II
5
MUARA MAS
20
51
II
6
DWI KARYA MUSTIKA
18
51
II
7
TANJUNG MAS MULYA
16
50
II
8
EKA MULYA
21
47
III
9
TANJUNG MENANG
20
46
III
10
TALANG BATU/T GUNUNG
21
46
III
11
WIRALAGA I
24
41
III
12
PANGKAL MAS JAYA
18
39
III
13
TANJUNG MAS JAYA
11
38
III
14
SUNGAI BADAK
16
36
III
15
TANJUNG SERAYAN
15
34
III
16
TIRTA LAGA
16
31
III
17
PANGKAL MAS MULYA
14
31
III
18
SUMBER MAKMUR
19
30
III
19
MULYO SARI
15
24
III
20
SUNGAI CAMBAI
10
23
III
21
WIRALAGA II
14
22
III
22
NIPAH KUNING
14
14
III
Lampiran 2 : Skalogram Hireraki Desa-desa di Kawasan Transmigrasi Mesuji Berdasarkan Indeks Perkembangan Desa
No
Nama Desa
Jumlah Penduduk
Luas Desa
Jumlah TK
Jumlah SD
SLTPN
SLTP swasta
Jumlah SLTP
SMA swasta
Pusakesamas
puskesmas pembantu
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
TANJUNG MAS MAKMUR
2.280,00
1.125,00
3,00
0,00
2,85
2,10
3,99
2,53
2,85
0,00
2
MARGA JADI
5.833,00
2.600,00
1,50
1,55
0,00
2,10
2,00
0,00
2,85
0,00
3
WONOSARI
2.663,00
1.400,00
1,50
0,00
0,00
2,10
2,00
2,53
0,00
2,85
4
SIDOMULYO
3.240,00
2.500,00
1,50
1,55
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
5
TALANG BATU/T GUNUNG
3.615,00
11.126,00
0,00
3,09
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
6
WIRALAGA I
2.852,00
3.817,00
1,50
1,55
0,00
2,10
2,00
2,53
2,85
0,00
7
SUNGAI BADAK
3.687,00
4.600,00
3,00
3,09
0,00
2,10
2,00
0,00
0,00
2,85
8
TANJUNG MENANG
2.424,00
2.056,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
9
EKA MULYA
2.327,00
1.300,00
1,50
0,00
2,85
0,00
2,00
0,00
0,00
0,00
10
MUARA MAS
1.264,00
1.048,00
1,50
0,00
0,00
2,10
2,00
0,00
0,00
0,00
11
WIRALAGA II
3.255,00
4.762,00
0,00
0,00
2,85
0,00
2,00
0,00
0,00
0,00
12
SUMBER MAKMUR
3.192,00
1.163,00
1,50
0,00
0,00
2,10
2,00
0,00
0,00
0,00
13
DWI KARYA MUSTIKA
2.021,00
1.112,00
1,50
0,00
0,00
2,10
2,00
2,53
0,00
0,00
14
TANJUNG MAS MULYA
2.017,00
1.037,00
0,00
0,00
0,00
2,10
2,00
0,00
0,00
0,00
15
PANGKAL MAS JAYA
2.462,00
1.065,00
1,50
0,00
0,00
2,10
2,00
0,00
0,00
0,00
16
TANJUNG SERAYAN
1.157,00
1.120,00
0,00
0,00
0,00
2,10
2,00
0,00
0,00
0,00
17
TIRTA LAGA
1.452,00
1.124,00
0,00
0,00
0,00
2,10
2,00
0,00
0,00
0,00
18
NIPAH KUNING
1.478,00
3.000,00
0,00
0,00
0,00
2,10
2,00
0,00
0,00
0,00
19
MULYO SARI
2.265,00
1.030,00
0,00
0,00
0,00
2,10
2,00
0,00
0,00
0,00
20
PANGKAL MAS MULYA
1.644,00
760,00
0,00
0,00
0,00
2,10
2,00
0,00
0,00
0,00
21
TANJUNG MAS JAYA
1.676,00
700,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
22
SUNGAI CAMBAI
2.062,00
2.632,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Lampiran 2 (Lanjutan)
No
Nama Desa
tempat praktek dokter
tempat praktek bidan
Jumlah posyandu
Pondok bersalin desa (polindes)
Dokter
mantri kesehatan
bidan
dukun bayi terlatih
dukun bayi belum terlatih
Jumlah masjid
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
1
TANJUNG MAS MAKMUR
2,85
1,96
0,00
0,00
2,85
2,47
1,99
2,68
0,69
1,85
2
MARGA JADI
2,85
1,96
0,00
2,10
2,85
4,11
1,99
0,89
2,75
0,92
3
WONOSARI
0,00
1,96
0,00
0,00
0,00
0,00
1,99
1,78
1,38
0,92
4
SIDOMULYO
0,00
1,96
0,00
2,10
0,00
0,00
1,99
1,78
0,69
1,85
5
TALANG BATU/T GUNUNG
0,00
0,00
0,00
2,10
0,00
0,00
0,00
1,78
4,82
3,70
6
WIRALAGA I
2,85
1,96
0,00
2,10
2,85
0,82
1,99
0,00
0,69
1,85
7
SUNGAI BADAK
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,99
0,00
2,75
1,85
8
TANJUNG MENANG
0,00
1,96
0,00
2,10
0,00
0,82
1,99
0,89
1,38
2,77
9
EKA MULYA
0,00
1,96
0,00
0,00
0,00
0,82
1,99
1,78
2,06
0,00
10
MUARA MAS
0,00
1,96
0,00
0,00
0,00
0,00
1,99
1,78
1,38
0,92
11
WIRALAGA II
0,00
0,00
4,69
2,10
0,00
0,00
0,00
4,46
0,00
0,00
12
SUMBER MAKMUR
0,00
1,96
0,00
0,00
0,00
0,82
1,99
1,78
1,38
0,92
13
DWI KARYA MUSTIKA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,78
1,38
0,00
14
TANJUNG MAS MULYA
0,00
1,96
0,00
0,00
0,00
0,00
1,99
1,78
1,38
0,92
15
PANGKAL MAS JAYA
0,00
1,96
0,00
0,00
0,00
0,00
1,99
1,78
0,69
0,00
16
TANJUNG SERAYAN
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,78
1,38
1,85
17
TIRTA LAGA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,82
0,00
1,78
1,38
0,92
18
NIPAH KUNING
0,00
1,96
0,00
2,10
0,00
0,00
1,99
0,00
0,69
0,00
19
MULYO SARI
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,78
1,38
0,00
20
PANGKAL MAS MULYA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,78
2,06
0,92
21
TANJUNG MAS JAYA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,78
2,06
0,92
22
SUNGAI CAMBAI
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,82
0,00
0,00
2,06
0,00
Lampiran 2 (Lanjutan)
No
Nama Desa
25
26
jumlah surau/langgar
jumlah gereja kristen
jumlah gereja katolik
jumlah pura
jumlah vihara/klenteng
Lapangan sepak bola
lapangan bulu tangkis
warte/kiospon/ warpostel/ warparpostel
Pos keliling
Perusahaan pertanian tanaman pangan
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
2,43
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
2,31
1,99
0,00
1
TANJUNG MAS MAKMUR
2
MARGA JADI
1,57
2,53
2,85
4,27
0,00
3,40
0,00
2,31
1,99
0,00
3
WONOSARI
2,14
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
2,31
1,99
0,00
4
SIDOMULYO
4,57
0,00
2,85
1,42
4,69
3,40
0,00
2,31
0,00
0,00
5
TALANG BATU/T GUNUNG
1,71
2,53
2,85
1,42
0,00
3,40
0,00
0,77
0,00
4,69
6
WIRALAGA I
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,53
0,77
0,00
0,00
7
SUNGAI BADAK
1,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
3,08
0,00
0,00
8
TANJUNG MENANG
1,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
2,31
1,99
0,00
9
EKA MULYA
1,71
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
2,31
1,99
0,00
10
MUARA MAS
1,14
2,53
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
0,77
1,99
0,00
11
WIRALAGA II
0,29
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,53
1,54
0,00
0,00
12
SUMBER MAKMUR
1,28
2,53
0,00
1,42
0,00
3,40
2,53
0,77
0,00
0,00
13
DWI KARYA MUSTIKA
1,71
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
0,77
1,99
0,00
14
TANJUNG MAS MULYA
2,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
0,00
1,99
0,00
15
PANGKAL MAS JAYA
1,14
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
0,00
1,99
0,00
16
TANJUNG SERAYAN
2,28
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
0,00
1,99
0,00
17
TIRTA LAGA
1,85
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
0,77
1,99
0,00
18
NIPAH KUNING
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
0,00
0,00
0,00
19
MULYO SARI
1,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
0,77
1,99
0,00
20
PANGKAL MAS MULYA
1,43
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
0,00
1,99
0,00
21
TANJUNG MAS JAYA
1,43
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
0,00
0,00
0,00
0,00
22
SUNGAI CAMBAI
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
2,53
1,54
0,00
0,00
Lampiran 2 (Lanjutan)
No
Nama Desa
37
38
Perusahaan Perkebunan
Kios sarana produksi milik non KUD
industri kecil kerajinan kayu
Industri kerajinan anyaman
industri kecil kerajinan gerabah/kera mik
Perusaha an listrik non PLN
Kelompok pertokoan
Bangunan pasar permanen/semi permanen
Pasar tanpa bangunan permanen
Warung/kedai makanan minuman
Toko/ warung kelonton g
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
0,00
3,40
0,00
0,00
0,00
3,78
2,33
2,53
2,81
3,40
3,70
1
TANJUNG MAS MAKMUR
2
MARGA JADI
0,00
3,40
0,00
3,40
0,00
2,84
2,33
2,53
0,00
0,00
3,31
3
WONOSARI
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3,75
0,00
0,72
4
SIDOMULYO
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
0,00
2,33
0,00
0,94
0,00
0,00
5
TALANG BATU/T GUNUNG
3,40
0,00
0,00
3,40
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
6
WIRALAGA I
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,33
2,53
0,00
0,00
0,83
7
SUNGAI BADAK
0,00
0,00
4,69
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8
TANJUNG MENANG
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
0,00
0,00
0,00
0,00
3,40
0,72
9
EKA MULYA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,33
2,53
0,94
0,00
0,61
10
MUARA MAS
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,94
0,00
1,21
11
WIRALAGA II
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
12
SUMBER MAKMUR
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,94
0,00
0,00
13
DWI KARYA MUSTIKA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,88
0,00
1,10
14
TANJUNG MAS MULYA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,95
0,00
0,00
0,00
0,00
1,05
15
PANGKAL MAS JAYA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,95
0,00
0,00
0,94
0,00
0,77
16
TANJUNG SERAYAN
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,95
0,00
0,00
0,94
0,00
0,00
17
TIRTA LAGA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,95
0,00
0,00
0,94
0,00
0,00
18
NIPAH KUNING
3,40
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
19
MULYO SARI
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,94
0,00
0,00
20
PANGKAL MAS MULYA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,28
21
TANJUNG MAS JAYA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,95
0,00
0,00
0,00
0,00
0,83
22
SUNGAI CAMBAI
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,61
Lampiran 2 (Lanjutan)
No
Nama Desa
50
51
Lembaga Keuangan mikro Informal (LDKP/BKD/LEPMM/BMT/K elompok Simpan Pinjam
Bengkel Reparasi kendaraan bermotor
Bengkel/rep arasi alatalat elektronik
Usaha foto copy
tempat pangkas rambut
Salon kecantikan
bengkel las
Persewaan alat-alat pesta
Pos Hansip/pos kamling
Pos Polisi
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
1,69
0,99
0,00
0,00
2,85
2,53
0,00
0,00
2,85
2,85
1
TANJUNG MAS MAKMUR
2
MARGA JADI
0,00
2,96
0,00
0,00
2,85
2,53
3,04
1,26
2,85
0,00
3
WONOSARI
0,00
2,96
3,49
0,00
2,85
2,53
1,52
2,51
2,85
0,00
4
SIDOMULYO
0,00
1,98
2,33
0,00
0,00
0,00
3,04
3,77
2,85
0,00
5
TALANG BATU/T GUNUNG
1,69
0,00
2,33
0,00
0,00
0,00
1,52
1,26
2,85
0,00
6
WIRALAGA I
0,00
0,00
1,16
0,00
0,00
2,53
1,52
1,26
0,00
0,00
7
SUNGAI BADAK
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
2,85
8
TANJUNG MENANG
0,00
1,98
1,16
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
0,00
9
EKA MULYA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
0,00
10
MUARA MAS
1,69
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
0,00
11
WIRALAGA II
0,00
0,00
0,00
4,69
0,00
0,00
1,52
1,26
2,85
0,00
12
SUMBER MAKMUR
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
0,00
13
DWI KARYA MUSTIKA
1,69
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
0,00
14
TANJUNG MAS MULYA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
0,00
15
PANGKAL MAS JAYA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
0,00
16
TANJUNG SERAYAN
0,00
0,00
1,16
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
0,00
17
TIRTA LAGA
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
0,00
18
NIPAH KUNING
0,00
0,00
1,16
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
19
MULYO SARI
3,39
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
0,00
20
PANGKAL MAS MULYA
1,69
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
0,00
21
TANJUNG MAS JAYA
1,69
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,85
0,00
22
SUNGAI CAMBAI
1,69
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Lampiran 2 (Lanjutan)
No
Nama Desa
Indeks Perkembangan
Hierarki Wilayah
62
63
64
65
1
TANJUNG MAS MAKMUR
83,01
I
2
MARGA JADI
82,62
I
3
WONOSARI
54,56
II
4
53,27
II
5
SIDOMULYO TALANG BATU/T GUNUNG
52,15
II
6
WIRALAGA I
43,09
II
7
SUNGAI BADAK
40,02
II
8
TANJUNG MENANG
36,64
III
9
EKA MULYA
36,16
III
10
MUARA MAS
32,68
III
11
WIRALAGA II
30,76
III
12
SUMBER MAKMUR
30,18
III
13
DWI KARYA MUSTIKA
29,21
III
14
TANJUNG MAS MULYA
26,89
III
15
PANGKAL MAS JAYA
26,58
III
16
TANJUNG SERAYAN
25,20
III
17
TIRTA LAGA
24,27
III
18
NIPAH KUNING
24,17
III
19
MULYO SARI
24,11
III
20
PANGKAL MAS MULYA
23,03
III
21
TANJUNG MAS JAYA
15,91
III
22
SUNGAI CAMBAI
12,66
III
Lampiran 3 Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pertanian dan Tanaman Kehutanan (LREP II, 1994 dalam Widiatmaka et al, 2001)
Lampiran 4. Karakteristik Satuan Lahan Di Kawasan Transmigrasi Mesuji NO
1
2
3
4
5
SATUAN LAHAN
Af.1.1.1
Af.1.1.2
Af.1.1.3
Af.1.2.1
Af.1.3
KARAKTERISTIK GRUP
TANAH
URAIAN
FISIOGRAFI
TIPE AGROKLIMAT
Aluvial
Asosiasi Hydraquents, Fluvaquents, Tropohemists, Sulfaquents
Tekstur halus dan organik, kedalaman sangat dalam, drainase sangat buruk, Kdd sangat rendah sampai sangat tinggi, P tersedia sangat rendah, KTK tinggi sampai sangat tinggi, kejenuhan Al sangat rendah sampai sangat tinggi, reaksi tanah masaam, Kandungan BO 22,3-55,2% terdapat bagan sulfidik pada kedalaman 100 cm
Rawa Bervegetasi Rendah Terbuka dari Dataran Aluvial Luas, Endapan Halus, Lereng 0-3%
C2
Aluvial
Asosiasi Hydraquents, Tropaquents, Tropohemists, Sulfaquents
Tekstur agak halus sampai halus, kedalaman sangat dalam, drainase baik, Kdd rendah sampai saangat tinggi, P tersedia saangat rendah sampai rendah, KTK rendah, Kejenuhan Al sangat rendah sampai tinggi, reaksi tanah sangat masam, Kndungan BO 1,7-5,6%
Rawa Bervegatasi Campuran dari Dataran Aluvial Luas, Endapan Halus, Lereng 0-3%
C2
Aluvial
Asosiasi Tropaquepts, Hydraquents, Tropohemists, Sulfaquents
Tekstur agak halus sampai halus, kedalaman sangat dalam, drainase baik, Kdd rendah sampai saangat tinggi, P tersedia saangat rendah sampai rendah, KTK rendah, Kejenuhan Al sangat rendah sampai tinggi, reaksi tanah sangat masam, Kndungan BO 1,7-5,6%
Tanggul dari Dataran Aluvial Luas, Endapan Halus, Lereng 0-3%
C2
Aluvial
Asosiasi Tropaquepts, Fluvaquents, Dystropepts
Tekstur agak halus sampai halus, kedalaman sangat dalam, drainase baik, Kdd rendah sampai saangat tinggi, P tersedia saangat rendah sampai rendah, KTK rendah, Kejenuhan Al sangat rendah sampai tinggi, reaksi tanah sangat masam, Kndungan BO 1,7-5,6%
Jalur Menader dari Lembah Aluvial Luas, Endapan Halus, Lereng 0-3%
C2
Aluvial
Asosiasi Fluvaquents, Tropaquepts
Tekstur agak halus sampai halus, kedalaman sangat dalam, drainase baik, Kdd rendah sampai saangat tinggi, P tersedia saangat rendah sampai rendah, KTK rendah, Kejenuhan Al sangat rendah sampai tinggi, reaksi tanah sangat masam, Kndungan BO 1,7-5,6%
Pelembahan Sempit, Endapan Halus, Lereng 0-3%
C2
Lampiran 4 (Lanjutan)
NO
6
7
8
9
SATUAN LAHAN
Bf.5.1
Bf.5.2
Bf.5.3
Bf.5.4
KARAKTERISTIK GRUP
TANAH
URAIAN
FISIOGRAFI
TIPE AGROKLIMAT
Marin
Asosiasi Hydraquents, Sulfihemists, Sulfaquents, Tropaquents
Tekstur agak halus sampai halus, kedalaman sangat dalam, drainase baik, Kdd rendah sampai saangat tinggi, P tersedia saangat rendah sampai rendah, KTK rendah, Kejenuhan Al sangat rendah sampai tinggi, reaksi tanah sangat masam, Kndungan BO 1,7-5,6%
Rawa Belakang di pengaruhi air asin dengan vegetasi rumput-rumputan, Endapan Halus (Mentah)
C2
Marin
Asosiasi Sulfihemists, Hydraquents
Tekstur halus, kedalaman sangat dalam, drainase sangat buruk, Kdd rendah, P tersdia sangat rendah sampai rendah, KTK sangat rendah sampai sangat tinggi, Kejenuhan Al sangat rendah sampai tinggi, reaksi tanah sangat masam, Kandungan BO 13,6-47,5%
Rawa Belakang di pengaruhi air asin dengan vegetasi hutan campuran, Endapan Halus (Mentah)
C2
Asosiasi Sulfaquents, Hydraquents, Fluvaquents
Tekstur halus, kedalaman sangat dalam, drainase buruk sampai sangat buruk, Kdd sedang sampai tinggi, P tersedia sangat rendah, KTK tinggi sampai sangat tinggi, Kejenuhan Al sangat rendah sampai sangat rendah, reaksi tanah sangat masam sekali, Kandungan BO 5,6-31,4%
Tanggul sepanjang aluralur pasang surut bervegetasi hutan campuran, Endapan Halus (Mentah)
C2
Asosiasi Hydraquents, Sulfihemists, Tropaquents
Tekstur halus, kedalaman sangat dalam, drainase buruk sampai sangat buruk, Kdd sedang sampai tinggi, P tersedia sangat rendah, KTK tinggi sampai sangat tinggi, Kejenuhan Al sangat rendah sampai sangat rendah, reaksi tanah sangat masam sekali, Kandungan BO 5,6-31,4%
Daerah Bervegatasi rawa dengan pohon gelam, Endapah Halus (Mentah)
C2
Marin
Marin
Lampiran 4 (Lanjutan) NO
10
11
12
13
SATUAN LAHAN
Bfq.1.2
Pfq.1.0
Pfq.2.1
Pfq.3.1
KARAKTERISTIK GRUP
TANAH
URAIAN
FISIOGRAFI
TIPE AGROKLIMAT
Marin
Asosiasi Quartzipsamments, Tropaquepts, Psammaquents, Tropohumods
Tekstur halus, kedalaman sangat dalam, drainase buruk sampai sangat buruk, Kdd sedang sampai tinggi, P tersedia sangat rendah, KTK tinggi sampai sangat tinggi, Kejenuhan Al sangat rendah sampai sangat rendah, reaksi tanah sangat masam sekali, Kandungan BO 5,6-31,4%
Komplek beting pantai yang telah tererosi dan cekungan yang terisi bahan lain, Endapan Halus dan Kasar (setengah Matang)
C2
Dataran
Asosiasi Kanhapludults, Tropaquepts, Dystropepts
Tekstur halus, kedalaman sangat dalam, drainase sangat buruk, Kdd rendah, P tersdia sangat rendah sampai rendah, KTK sangat rendah sampai sangat tinggi, Kejenuhan Al sangat rendah sampai tinggi, reaksi tanah sangat masam, Kandungan BO 13,6-47,5%
Dataran datar tidak tertoreh, batuan sedimen halus dan kasar masam, lereng 03%
C2
Dataran
Asosiasi Kanhapludults, Dystropepts, Tropaquepts
Tekstur halus dan organik, kedalaman sangat dalam, drainase sangat buruk, Kdd sangat rendah sampai sangat tinggi, P tersedia sangat rendah, KTK tinggi sampai sangat tinggi, kejenuhan Al sangat rendah sampai sangat tinggi, reaksi tanah masaam, KandungAN bo 22,3-55,2% terdapat bagan sulfidik pada kedalaman 100 cm
Dataran datar sampai berombak agak tertoreh, batuan sedimen halus dan kasar masam, lereng 0-8%
C2
Dataran
Asosiasi Kanhapludults, Dystropepts, Tropaquepts
Tekstur halus, kedalaman sangat dalam, drainase buruk sampai sangat buruk, Kdd sedang sampai tinggi, P tersedia sangat rendah, KTK tinggi sampai sangat tinggi, Kejenuhan Al sangat rendah sampai sangat rendah, reaksi tanah sangat masam sekali, Kandungan BO 5,6-31,4%
Dataran berombak agak tertoreh, batuan sedimen halus dan kasar masam, lereng 38%
C2
Jumlah Sumber : Mahi A.K, et al (1998), Widiatmaka et al (2006)
Lampiran 5 Klasifikasi Kesesuaian lahan di Kawasan Transmigrasi Mesuji No
Satuan Lahan
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Padi Sawah
Jagung
Kelapa Sawit
Karet
Pfq.2.1
S3nrf
S3nf
S3nf
S3n
Bf.5.4
S3n
S3rfn
Nr
Nr
Af.1.2.1
S3nrx
S3nrfx
S3nr
S3nr
Pfq.3.1
S3nrf
S3nf
S3nf
S3n
Af.1.1.1
S3n
S3rfn
Nr
Nr
Bfq.1.2
S3nrf
S3nxf
S3nf
S3nf
Bfq.1.2
S3nrf
S3nxf
S3nf
Af.1.3
S3nf
Nf
Af.1.3
S3nf
Af.1.1.1
Input/Usaha Perbaikan
Padi Sawah M/Me,D/Me,Kpr/ Me M/Me M/Me,D/Me,Ta/ Me M/Me,D/Me,Kpr/ Me
Jagung M/Me,Kpr/Me D/Me,Kpr/Me, M/Me M/Me,D/Me,K pr/Me,Ta/Me M/Me,Kpr/Me D/Me,Kpr/Me, M/Me M/Me,Kpr/Me
S3nf
M/Me M/Me,D/Me,Kpr/ Me M/Me,D/Me,Kpr/ Me
S3nf
S3nf
Kpr/Me,M/Me
Kpr/Hi,M/Me
Nf
S3nf
S3nf
Kpr/Me,M/Me
S3n
S3rfn
Nr
Nr
M/Me
Kpr/Hi,M/Me D/Me,Kpr/Me, M/Me
Bf.5.2
S3nr
S3nrf
S3nr
Nr
Af.1.1.3
Nf
Nf
Nfx
Nrx
Pfq.3.1
S3nrf
S3nf
S3nf
S3n
Pfq.1.0
S3nrf
Nf
S3nf
S3nf
M/Me,D/Hi Kpr/Hi,Ta/Me,M/ Me M/Me,D/Me,Kpr/ Me M/Me,D/Me,Kpr/ Me
M/Me,Kpr/Me
M/Me,D/Hi,Kp r/Me Kpr/Hi,D/Me, M/Me M/Me,Kpr/Me M/Me,Kpr/Hi
Kelapa Sawit M/Me,Kp r/Me D/Hi,M/ Me M/Me,D/ Hi M/Me,Kp r/Me D/Hi,M/ Me M/Me,Kp r/Me M/Me,Kp r/Me Kpr/Me, M/Me Kpr/Me, M/Me D/Hi,M/ Me M/Me,D/ Hi Kpr/Me, Ta/Hi M/Me,Kp r/Me M/Me, Kpr/Me
Kelas Kesesuaian Lahan Potensial
Karet D/Me,Kpr/ Me,M/Hi D/Hi, M/Me M/Me,D/ Me D/Me,Kpr/ Me,M/Hi D/Hi, M/Me M/Me,Kpr /Me M/Me,Kpr /Me Kpr/Me, M/Me Kpr/Me, M/Me D/Hi, M/Me M/Me, D/Hi, Ta/Me D/Hi, Ta/Hi D/Me,Kpr/ Me,M/Hi M/Me,Kpr /Me
Luas
Padi Sawah
Jagung
Kelapa Sawit
Karet
S2nrf
S2nf
S2nf
S1
27,24
0,04
S2n
S2rfn
S2nr
S2nrx
34,38
0,04
S2nrx
S2nrfx
S2nr
S2nr
56,98
0,07
S2nrf
S2nf
S2nf
S1
60,37
0,08
S2n
S2rfn
S2nr
S2nrx
73,52
0,09
S2nrf
S2nrf
S2nf
S2nf
399,64
0,52
S2nrf
S2nrf
S2nf
S2nf
519,99
0,67
S2nf
S2nf
S2nf
S2nf
645,19
0,83
S2nf
S2nf
S2nf
S2nf
679,46
0,88
S2n
S2rfn
S2nr
S2nrx
755,75
0,97
S2nrf
S2nrf
S2nr
S2nrx
802,48
1,03
S2fxn
S2frnx
S3fxn
S3rxn
1.128,84
1,45
S2nrf
S2nf
S2nf
S1
1.212,69
1,56
S2nrf
S2nf
S2nf
S2nf
1.611,66
2,08
Hektar
%
Lampiran 5 (Lanjutan)
No
Satuan Lahan
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual
Input/Usaha Perbaikan
Padi Sawah
Jagung
Kelapa Sawit
Karet
Padi Sawah
Af.1.1.2
S3nx
S3rfx
Nrx
Nrx
Af.1.2.1
S3nrx
S3nrfx
S3nr
S3nr
Pfq.2.1
S3nrf
S3nf
S3nf
S3n
Ta/Me,M/Me M/Me,D/Me, Ta/Me M/Me,D/Me, Kpr/Me
Bf.5.3
S3n
S3nrf
Nr
Nr
M/Me
Af.1.1.1
S3n
S3rfn
Nr
Nr
M/Me
Bf.5.2
S3nr
S3nrf
S3nr
Nr
M/Me,D/Hi
Bf.5.1
S3nx
S3rfxn
Nx
Nx
Pfq.3.1
S3nrf
S3nf
S3nf
S3n
Ta/Me,M/Me M/Me,D/Me, Kpr/Me
Jagung D/Me,Kpr/Me, Ta/Me,M/Me M/Me,D/Me,K pr/Me,Ta/Me M/Me,Kpr/Me M/Me,D/Me,K pr/Me D/Me,Kpr/Me, M/Me M/Me,D/Hi,Kp r/Me D/Me,Kpr/Me, Ta/Me,M/Me M/Me,Kpr/Me
Kelapa Sawit D/Me,Ta/ Hi M/Me,D/ Hi M/Me,Kp r/Me M/Me,D/ Hi D/Hi,M/ Me M/Me,D/ Hi D/Me,Ta/ Hi M/Me,Kp r/Me
Kelas Kesesuaian Lahan Potensial
Karet D/Hi, Ta/Me M/Me,D/ Me D/Me,Kpr/ Me,M/Hi M/Me, D/Hi D/Hi, M/Me M/Me,D/H i,Ta/Me D/Hi, Ta/Me D/Me,Kpr/ Me,M/Hi
Luas
Padi Sawah
Jagung
Kelapa Sawit
Karet
S2xn
S2rfx
S3rx
S3rx
2.203,00
2,84
S2nrx
S2nrfx
S2nr
S2nr
2.345,98
3,02
S2nrf
S2nf
S2nf
S1
4.179,57
5,39
S2nrf
S2nrf
S2nr
S2nr
5.221,00
6,73
S2n
S2rfn
S2nr
S2nrx
9.570,76
12,33
S2nrf
S2nrf
S2nr
S2nrx
9.883,98
12,74
S2xn
S2rfxn
S3rx
S3rx
13.530,64
17,44
S2nrf
S2nf
S2nf
S1
22.649,61
29,19
77.592,70
100,00
Jumlah
Hektar
%
Keterangan : A = Aktual
Kelas Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas
Usaha Perbaikan
Tingkat Input
P = Potensial
S1 = Sangat Sesuai
n = Hara tersedia
Kpr = Pemberian Kapur
Hi = Input tinggi
I = Input (tingkat pengelolaan, usaha perbaikan
S2 = Cukup Sesuai
r = Media Perakaran
Me= Input sedang
S3 = Sesuai Marjinal
f = Retensi Hara
M = Pemupukan D = Pembuatan Salutan Drainase
N = Tidak Sesuai
x = Toksisitas
Ta
= Pengaturan Sistem tata Air
Li = Input rendah
Lampiran 6. Analisis Komoditas Unggulan Komoditas Pertanian Tanaman Pangan a. Data Luas Panen Pertanian Pangan No
Kecamatan
Padi
Jagung
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kacang Kedelai
Kacang Hijau
Kacang tanah
Jumlah Kecamatan
1
Tulang Bawang Udik
2072
854
9716
8
38
17
85
12790
2
4925
1495
4686
30
28
37
126
11327
3
Tumijajar Tulang Bawang tengah
2836
685
14354
12
36
17
60
18000
4
Lambu Kibang
902
1100
2225
0
55
0
104
4386
5
Banjar Agung
1032
143
6950
43
0
30
81
8279
6
Gedung Aji
1944
247
10871
8
21
17
24
13132
7
Menggala
8
Penawar Tama
9
Rawa Jitu Selatan
770
148
6490
90
10
57
52
7617
9888
771
6086
0
20
7
17
16789
11125
637
0
0
78
0
0
11840
4183
1768
3825
68
0
25
221
10090
11829,5
2725
325
12
0
15
18
14924,5
906
59
5536
3
4
5
73
6586
7596
1233
221
13
60
8
6
9137
10
Gedung Meneng
11
Mesuji
12
Tanjung Raya
13
Rawa Jitu utara
14
Simpang Pematang
2613
23
2065
2
10
6
19
4738
15
Way Serdang
1658
308
11196
0
86
75
75
13398
16
Gunung Terang Jumlah Kabupaten
1657
748
1761
16
38
12
32
4264
65936,5
12944
86307
305
484
328
993
167297,5
b. Hasil analisis LQ terhadap Komoditas Pertanian Tanaman Pangan No
Kecamatan
Padi
Jagung
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kacang Kedelai
Kacang Hijau
Kacang tanah
1
Tulang Bawang Udik
0,41
0,86
1,47
0,34
1,03
0,68
1,12
2
1,10
1,71
0,80
1,45
0,85
1,67
1,87
3
Tumijajar Tulang Bawang tengah
0,40
0,49
1,55
0,37
0,69
0,48
0,56
4
Lambu Kibang
0,52
3,24
0,98
0,00
4,33
0,00
3,99
5
Banjar Agung
0,32
0,22
1,63
2,85
0,00
1,85
1,65
6
Gedung Aji
0,38
0,24
1,60
0,33
0,55
0,66
0,31
7
Menggala
0,26
0,25
1,65
6,48
0,45
3,82
1,15
8
Penawar Tama
1,49
0,59
0,70
0,00
0,41
0,21
0,17
Rawa Jitu Selatan
2,38
0,70
0,00
0,00
2,28
0,00
0,00
10
9
Gedung Meneng
1,05
2,26
0,73
3,70
0,00
1,26
3,69
11
Mesuji
2,01
2,36
0,04
0,44
0,00
0,51
0,20
12
Tanjung Raya
0,35
0,12
1,63
0,25
0,21
0,39
1,87
13
Rawa Jitu utara
2,11
1,74
0,05
0,78
2,27
0,45
0,11
14
Simpang Pematang
1,40
0,06
0,84
0,23
0,73
0,65
0,68
15
Way Serdang
0,31
0,30
1,62
0,00
2,22
2,86
0,94
16
Gunung Terang
0,99
2,27
0,80
2,06
3,08
1,44
1,26
Rata-rata
0,97
1,09
1,01
1,21
1,19
1,06
1,22
Lampiran 6 (lanjutan) c. Hasil analisis LI terhadap Komoditas Pertanian Tanaman Pangan No
Kecamatan
Padi
Jagung
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kacang Kedelai
Kacang Hijau
Kacang tanah
1
Tulang Bawang Udik
2 3
Tumijajar Tulang Bawang tengah
4
Lambu Kibang
5
Banjar Agung
-0,13
-0,03
0,16
0,00
0,00
0,00
0,00
6
Gedung Aji
-0,12
-0,03
0,16
0,00
0,00
0,00
0,00
7
Menggala
-0,15
-0,03
0,17
0,00
0,00
0,00
0,00
8
Penawar Tama
0,10
-0,02
-0,08
0,00
0,00
0,00
0,00
9
-0,12
-0,01
0,12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,02
0,03
-0,05
0,00
0,00
0,00
0,00
-0,12
-0,02
0,14
0,00
0,00
0,00
0,00
-0,09
0,09
0,00
0,00
0,00
0,00
0,01
Rawa Jitu Selatan
0,27
-0,01
-0,26
0,00
0,00
0,00
0,00
10
Gedung Meneng
0,01
0,05
-0,07
0,00
0,00
0,00
0,01
11
Mesuji
0,20
0,05
-0,25
0,00
0,00
0,00
0,00
12
Tanjung Raya
-0,13
-0,03
0,16
0,00
0,00
0,00
0,00
13
Rawa Jitu utara
0,22
0,03
-0,25
0,00
0,00
0,00
0,00
14
Simpang Pematang
0,08
-0,04
-0,04
0,00
0,00
0,00
0,00
15
Way Serdang
-0,14
-0,03
0,16
0,00
0,00
0,00
0,00
16
Gunung Terang
0,00
0,05
-0,05
0,00
0,00
0,00
0,00
Lampiran 7 Analisis Komoditas Unggulan Komoditas Pertanian Tanaman Perkebunan a. Data Luas Pengusahaan Perkebuan Rakyat Kecamatan Tulang Bawang Udik
Kelapa Sawit
Karet
Kopi
Kelapa Dalam
Lada
Kelapa Hibrida
Jumlah Kecamatan
1998
122,75
5
0
257,1
0
2382,85
89
19,25
32
0
124
0
264,25
Tumijajar Tulang Bawang tengah
7274,75
253
40,5
151
127,5
0
7846,75
Lambu Kibang
1232,52
1206,12
20,5
2,25
255,62
0
2717,01
Pagar Dewa
95
0
0
2
0
0
97
1420,73
0
5
0
77
0
1502,73
Banjar Agung
7194
3290,1
37
0
0
0
10521,1
Banjar Margo
3890
0
5
4,8
0
0
3899,8
Gedung Aji
4165,21
6250,35
12,45
8
161,08
872,16
11469,25
Penawar Aji
1456,75
Way Kenanga
282,16
0
8,3
0
306,14
860,15
Menggala
1296
369,88
0
0
550
0
2215,88
Penawar Tama
535,5
5057,28
0
0
0
0
5592,78
Rawa Jitu Selatan
12,53
19,8
0
0
0
0
32,33
Gedung Meneng Rawa Jitu Utara
65,5
1305
0
0
0
0
1370,5
0
199,05
0
0
0
0
199,05
Mesuji
2105
1921
7,5
0
28,5
0
4062
Tanjung Raya
1084
5890,47
0
0
0
0
6974,47
Rawa Jitu utara
16,67
0
0
0
0
0
16,67
Simpang Pematang
3795
2061,1
0
0
175
0
6031,1
Way Serdang Gunung Terang Gunung Agung Jumlah Kabupaten
1727
5424
126
0
106
0
7383
2624,35
1626,48
16,3
0
510,9
0
4778,03
2077
0
0
0
548,45
0
2625,45
42979,92
35015,63
315,55
168,05
3227,29
1732,31
83438,75
Lampiran 7 (Lanjutan) b. Hasil analisis LQ terhadap Komoditas Pertanian Tanaman Perkebunan Rakyat Kecamatan
Karet
Kelapa Sawit
Kopi
Lada
Kelapa Dalam
Kelapa Hibrida
Tulang Bawang Udik
1,63
0,12
0,55
0,00
2,79
0,00
Tumijajar Tulang Bawang tengah
0,65
0,17
32,02
0,00
12,13
0,00
1,80
0,08
1,36
9,55
0,42
0,00
Lambu Kibang
0,88
1,06
2,00
0,41
2,43
0,00
Pagar Dewa
1,90
0,00
0,00
10,24
0,00
0,00
Way Kenanga
1,84
0,00
0,88
0,00
1,32
0,00
Banjar Agung
1,33
0,75
0,93
0,00
0,00
0,00
Banjar Margo
1,94
0,00
0,34
0,61
0,00
0,00
Gedung Aji
0,71
1,30
0,29
0,35
0,36
3,66
Penawar Aji
0,38
0,00
1,51
0,00
5,43
28,44
Menggala
1,14
0,40
0,00
0,00
6,42
0,00
Penawar Tama
0,19
2,15
0,00
0,00
0,00
0,00
Rawa Jitu Selatan
0,75
1,46
0,00
0,00
0,00
0,00
Gedung Meneng
0,09
2,27
0,00
0,00
0,00
0,00
Rawa Jitu Utara
0,00
2,38
0,00
0,00
0,00
0,00
Mesuji
1,01
1,13
0,49
0,00
0,18
0,00
Tanjung Raya
0,30
2,01
0,00
0,00
0,00
0,00
Rawa Jitu utara
1,94
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Simpang Pematang
1,22
0,81
0,00
0,00
0,75
0,00
Way Serdang
0,45
1,75
4,51
0,00
0,37
0,00
Gunung Terang
1,07
0,81
0,90
0,00
2,76
0,00
Gunung Agung
1,54
0,00
0,00
0,00
5,40
0,00
Rata-rata
1,03
0,85
2,08
0,96
1,85
1,46
Lampiran 7 (Lanjutan) c. Hasil analisis LI terhadap Komoditas Pertanian Tanaman Perkebunan Rakyat Kelapa Sawit
Kopi
Lada
Kelapa Dalam
Kelapa Hibrida
0,16
-0,18
0,00
0,00
0,03
-0,01
Tumijajar Tulang Bawang tengah
-0,09
-0,17
0,06
0,00
0,22
-0,01
0,21
-0,19
0,00
0,01
-0,01
-0,01
Lambu Kibang
-0,03
0,01
0,00
0,00
0,03
-0,01
Pagar Dewa
0,23
-0,21
0,00
0,01
-0,02
-0,01
Way Kenanga
0,22
-0,21
0,00
0,00
0,01
-0,01
Kecamatan Tulang Bawang Udik
Karet
Banjar Agung
0,08
-0,05
0,00
0,00
-0,02
-0,01
Banjar Margo
0,24
-0,21
0,00
0,00
-0,02
-0,01 0,03
Gedung Aji
-0,08
0,06
0,00
0,00
-0,01
Penawar Aji
-0,16
-0,21
0,00
0,00
0,09
0,28
0,03
-0,13
0,00
0,00
0,10
-0,01
Penawar Tama
-0,21
0,24
0,00
0,00
-0,02
-0,01
Rawa Jitu Selatan
-0,06
0,10
0,00
0,00
-0,02
-0,01
Gedung Meneng
-0,23
0,27
0,00
0,00
-0,02
-0,01
Rawa Jitu Utara
-0,26
0,29
0,00
0,00
-0,02
-0,01
Menggala
Mesuji
0,00
0,03
0,00
0,00
-0,02
-0,01
-0,18
0,21
0,00
0,00
-0,02
-0,01
Rawa Jitu utara
0,24
-0,21
0,00
0,00
-0,02
-0,01
Simpang Pematang
0,06
-0,04
0,00
0,00
0,00
-0,01
-0,14
0,16
0,01
0,00
-0,01
-0,01
Gunung Terang
0,02
-0,04
0,00
0,00
0,03
-0,01
Gunung Agung
0,14
-0,21
0,00
0,00
0,09
-0,01
Tanjung Raya
Way Serdang
Lampiran 8. Daftar Responden Analisis AHP
Lampiran 9 Daftar Nama Responden untuk Pengambilan Data Tiplogi Kelembagaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Nama Desa Tanjung Mas makmur Tanjung Mas makmur Tanjung Mas makmur Tanjung Mas makmur Tanjung Mas makmur Margojadi Margojadi Margojadi Margojadi Margojadi Wonosari Wonosari Wonosari Wonosari Wonosari Wonosari Sungai badak Sungai badak Sungai badak Sungai badak Sungai badak Sidomulyo Sidomulyo Sidomulyo Sidomulyo Sidomulyo Pangkal Mas jaya Pangkal Mas jaya Pangkal Mas jaya Pangkal Mas jaya Pangkal Mas jaya Sumber Makmur Sumber Makmur Sumber Makmur Sumber Makmur Sumber Makmur Pangkal Mas Jaya Pangkal Mas Mulya Tanjung Mas Jaya Tanjung Mas Jaya Tanjung Mas Mulya Tanjung Mas Makmur Tanjung Mas Jaya Dwi Karya Mustika Way Cambai
Nama Lembaga : Kelompok tani sidomakmur Kelompok tani karyajadi Kelompok tani Ciptakarya Kelompok tani Makarti Makmur Kelompok tani Sumber Urip Kelompok Tani Rukun Bersama Kelompok Tani Karya Makmur Kelompok Tani Karya Utama Kelompok Tani Tunas Harapan Kelompok Tani Budi Karya Kelompok Tani Sumber rezeki Kelompok Tani Karya Mulya Kelompok Tani Sarwo Bangun Kelompok Tani Rukun Tani Kelompok Tani Tunggal Rasa Kelompok Tani Sri Mukti Kelompok tani Serdang Jaya I Kelompok Tani Serdang Jaya V Kelompok Tani Karya usaha Kelompok Tani Karya Makmur Kelompok Tani Harapan makmur Kelompok Tani Sido Rukun II kelompok Tani Maju Kelompok Tani Tunas Makmur Kelompok Tani Sido Maju Kelompok Tani Marsudi Tani Kelompok Tani Karya Bakti Klompok Tani Sido Mulyo Kelompok Tani Karya Subur Kelompok Tani Suka Jaya kelompok Tani Sumber Rejeki Kelompok Tani Sido makmur Kelompok Tani Sentosa Kelompok Tani Sumber Rezeki Kelompok Tani Mekarjaya Kelompok Tani Lestari P3A Tirta Jaya P3A Tri Tunggal Tirta P3A Tirta Kencana P3A Subur P3A Sedia Maju Kop.bun Cipta Mandiri Koptan Mitra Karya Unggul KUD Tri Makmur Kop.kar Kebun Sac Nusantara
Nama responden : Sardi Sariyun Bandi Ali Maksum Lamiyo Darsono Suratman Paeran Asnawi Suraji Suparlan Suyono Istiyar Bambang Sutopo Suyoto Kholiludin Nurrohman Parnoto Sutatno Suyoto Masruni Samingan Gito Salamun Rasidi Sumitro Marsudi Timbul S Ngatino Suwarno Margono Mulyono Sutrisno Made Sy Santoso Sudarji Satiman Sini Iwan Harman AH Sarno Ridwanto Supardi Jarwanto Suwardi
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
Lampiran 3 Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pertanian dan Tanaman Kehutanan (LREP II, 1994 dalam Widiatmaka et al, 2007) Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah (LREP II, 1994 dalam Widiatmaka et al, 2007)
146
Lampiran 3 (Lanjutan) Kriteria Kesesuaian lahan untuk Tanaman Jagung (LREP II, 1994 dalam Widiatmaka et al, 2007)
147
Lampiran 3 (Lanjutan) Kriteria Kesesuaian Lahan untuk tanaman Kelapa Sawit (LREP II, 1994 dalam Widiatmaka et al, 2007)
148
Lampiran 3 (Lanjutan) Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Karet (LREP II, 1994 dalam Widiatmaka et al, 2007)
154
Lampiran 6. Analisis Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan a. Data Luas Panen Pertanian Pangan No
Kecamatan
Padi
Jagung
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kacang Kedelai
Kacang Hijau
Kacang tanah
Jumlah Kecamatan
1
Tulang Bawang Udik
2.072
854
9.716
8
38
17
85
12.790
2
4.925
1.495
4.686
30
28
37
126
11.327
3
Tumijajar Tulang Bawang tengah
2.836
685
14.354
12
36
17
60
18.000
4
Lambu Kibang
902
1.100
2.225
0
55
0
104
4.386
5
Banjar Agung
1.032
143
6.950
43
0
30
81
8.279
6
Gedung Aji
1.944
247
10.871
8
21
17
24
13.132
7
Menggala
8
Penawar Tama
9
Rawa Jitu Selatan
770
148
6.490
90
10
57
52
7.617
9.888
771
6.086
0
20
7
17
16.789
11.125
637
0
0
78
0
0
11.840
4.183
1.768
3.825
68
0
25
221
10.090
11.829,5
2.725
325
12
0
15
18
14.924,5
906
59
5.536
3
4
5
73
6.586
7.596
1.233
221
13
60
8
6
9.137
10
Gedung Meneng
11
Mesuji
12
Tanjung Raya
13
Rawa Jitu utara
14
Simpang Pematang
2.613
23
2.065
2
10
6
19
4.738
15
Way Serdang
1.658
308
11.196
0
86
75
75
13.398
16
Gunung Terang Jumlah Kabupaten
1.657
748
1.761
16
38
12
32
4.264
65.936,5
12.944
86.307
305
484
328
993
167.297,5
b. Hasil analisis LQ terhadap Komoditas Pertanian Tanaman Pangan No
Kecamatan
Padi
Jagung
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kacang Kedelai
Kacang Hijau
Kacang tanah
1
Tulang Bawang Udik
0,41
0,86
1,47
0,34
1,03
0,68
1,12
2
1,10
1,71
0,80
1,45
0,85
1,67
1,87
3
Tumijajar Tulang Bawang tengah
0,40
0,49
1,55
0,37
0,69
0,48
0,56
4
Lambu Kibang
0,52
3,24
0,98
0,00
4,33
0,00
3,99
5
Banjar Agung
0,32
0,22
1,63
2,85
0,00
1,85
1,65
6
Gedung Aji
0,38
0,24
1,60
0,33
0,55
0,66
0,31
7
Menggala
0,26
0,25
1,65
6,48
0,45
3,82
1,15
8
Penawar Tama
1,49
0,59
0,70
0,00
0,41
0,21
0,17
Rawa Jitu Selatan
2,38
0,70
0,00
0,00
2,28
0,00
0,00
10
9
Gedung Meneng
1,05
2,26
0,73
3,70
0,00
1,26
3,69
11
Mesuji
2,01
2,36
0,04
0,44
0,00
0,51
0,20
12
Tanjung Raya
0,35
0,12
1,63
0,25
0,21
0,39
1,87
13
Rawa Jitu utara
2,11
1,74
0,05
0,78
2,27
0,45
0,11
14
Simpang Pematang
1,40
0,06
0,84
0,23
0,73
0,65
0,68
15
Way Serdang
0,31
0,30
1,62
0,00
2,22
2,86
0,94
16
Gunung Terang
0,99
2,27
0,80
2,06
3,08
1,44
1,26
Rata-rata
0,97
1,09
1,01
1,21
1,19
1,06
1,22
155
Lampiran 6 (lanjutan) c. Hasil analisis LI terhadap Komoditas Pertanian Tanaman Pangan No
Kecamatan
Padi
Jagung
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kacang Kedelai
Kacang Hijau
Kacang tanah
1
Tulang Bawang Udik
2 3
Tumijajar Tulang Bawang tengah
4
Lambu Kibang
5
Banjar Agung
-0,13
-0,03
0,16
0,00
0,00
0,00
0,00
6
Gedung Aji
-0,12
-0,03
0,16
0,00
0,00
0,00
0,00
7
Menggala
-0,15
-0,03
0,17
0,00
0,00
0,00
0,00
8
Penawar Tama
0,10
-0,02
-0,08
0,00
0,00
0,00
0,00
9
-0,12
-0,01
0,12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,02
0,03
-0,05
0,00
0,00
0,00
0,00
-0,12
-0,02
0,14
0,00
0,00
0,00
0,00
-0,09
0,09
0,00
0,00
0,00
0,00
0,01
Rawa Jitu Selatan
0,27
-0,01
-0,26
0,00
0,00
0,00
0,00
10
Gedung Meneng
0,01
0,05
-0,07
0,00
0,00
0,00
0,01
11
Mesuji
0,20
0,05
-0,25
0,00
0,00
0,00
0,00
12
Tanjung Raya
-0,13
-0,03
0,16
0,00
0,00
0,00
0,00
13
Rawa Jitu utara
0,22
0,03
-0,25
0,00
0,00
0,00
0,00
14
Simpang Pematang
0,08
-0,04
-0,04
0,00
0,00
0,00
0,00
15
Way Serdang
-0,14
-0,03
0,16
0,00
0,00
0,00
0,00
16
Gunung Terang
0,00
0,05
-0,05
0,00
0,00
0,00
0,00
156
Lampiran 7 Analisis Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Perkebunan a. Data Luas Pengusahaan Perkebuan Rakyat Kecamatan Tulang Bawang Udik
Kelapa Sawit
Karet
Kopi
Kelapa Dalam
Lada
Kelapa Hibrida
Jumlah Kecamatan
1.998
122,75
5
0
257,1
0
2.382,85
89
19,25
32
0
124
0
264,25
Tumijajar Tulang Bawang tengah
7.274,75
253
40,5
151
127,5
0
7.846,75
Lambu Kibang
1.232,52
1.206,12
20,5
2,25
255,62
0
2.717,01
Pagar Dewa
95
0
0
2
0
0
97
1.420,73
0
5
0
77
0
1.502,73
Banjar Agung
7.194
3.290,1
37
0
0
0
10.521,1
Banjar Margo
3.890
0
5
4,8
0
0
3899,8
4.165,21
6.250,35
12,45
8
161,08
872,16
11.469,25
Way Kenanga
Gedung Aji Penawar Aji
282,16
0
8,3
0
306,14
860,15
1.456,75
Menggala
1.296
369,88
0
0
550
0
2.215,88
Penawar Tama
535,5
5.057,28
0
0
0
0
5.592,78
Rawa Jitu Selatan
12,53
19,8
0
0
0
0
32,33
Gedung Meneng Rawa Jitu Utara
65,5
1.305
0
0
0
0
1370,5
0
199,05
0
0
0
0
199,05
Mesuji
2.105
1.921
7,5
0
28,5
0
4.062
Tanjung Raya
1.084
5.890,47
0
0
0
0
6.974,47
Rawa Jitu utara
16,67
0
0
0
0
0
16,67
Simpang Pematang
3.795
2.061,1
0
0
175
0
6031,1
Way Serdang Gunung Terang Gunung Agung Jumlah Kabupaten
1.727
5.424
126
0
106
0
7383
2.624,35
1.626,48
16,3
0
510,9
0
4.778,03
2.077
0
0
0
548,45
0
2.625,45
42.979,92
35.015,63
315,55
168,05
3.227,29
1.732,31
83.438,75
157
Lampiran 7 (Lanjutan) b. Hasil analisis LQ terhadap Komoditas Pertanian Tanaman Perkebunan Rakyat Kecamatan
Karet
Kelapa Sawit
Kopi
Lada
Kelapa Dalam
Kelapa Hibrida
Tulang Bawang Udik
1,63
0,12
0,55
0,00
2,79
0,00
Tumijajar Tulang Bawang tengah
0,65
0,17
32,02
0,00
12,13
0,00
1,80
0,08
1,36
9,55
0,42
0,00
Lambu Kibang
0,88
1,06
2,00
0,41
2,43
0,00
Pagar Dewa
1,90
0,00
0,00
10,24
0,00
0,00
Way Kenanga
1,84
0,00
0,88
0,00
1,32
0,00
Banjar Agung
1,33
0,75
0,93
0,00
0,00
0,00
Banjar Margo
1,94
0,00
0,34
0,61
0,00
0,00
Gedung Aji
0,71
1,30
0,29
0,35
0,36
3,66
Penawar Aji
0,38
0,00
1,51
0,00
5,43
28,44
Menggala
1,14
0,40
0,00
0,00
6,42
0,00
Penawar Tama
0,19
2,15
0,00
0,00
0,00
0,00
Rawa Jitu Selatan
0,75
1,46
0,00
0,00
0,00
0,00
Gedung Meneng
0,09
2,27
0,00
0,00
0,00
0,00
Rawa Jitu Utara
0,00
2,38
0,00
0,00
0,00
0,00
Mesuji
1,01
1,13
0,49
0,00
0,18
0,00
Tanjung Raya
0,30
2,01
0,00
0,00
0,00
0,00
Rawa Jitu utara
1,94
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Simpang Pematang
1,22
0,81
0,00
0,00
0,75
0,00
Way Serdang
0,45
1,75
4,51
0,00
0,37
0,00
Gunung Terang
1,07
0,81
0,90
0,00
2,76
0,00
Gunung Agung
1,54
0,00
0,00
0,00
5,40
0,00
Rata-rata
1,03
0,85
2,08
0,96
1,85
1,46
158
Lampiran 7 (Lanjutan) c. Hasil analisis LI terhadap Komoditas Pertanian Tanaman Perkebunan Rakyat Kelapa Sawit
Kopi
Lada
Kelapa Dalam
Kelapa Hibrida
0,16
-0,18
0,00
0,00
0,03
-0,01
Tumijajar Tulang Bawang tengah
-0,09
-0,17
0,06
0,00
0,22
-0,01
0,21
-0,19
0,00
0,01
-0,01
-0,01
Lambu Kibang
-0,03
0,01
0,00
0,00
0,03
-0,01
Pagar Dewa
0,23
-0,21
0,00
0,01
-0,02
-0,01
Way Kenanga
0,22
-0,21
0,00
0,00
0,01
-0,01
Kecamatan Tulang Bawang Udik
Karet
Banjar Agung
0,08
-0,05
0,00
0,00
-0,02
-0,01
Banjar Margo
0,24
-0,21
0,00
0,00
-0,02
-0,01 0,03
Gedung Aji
-0,08
0,06
0,00
0,00
-0,01
Penawar Aji
-0,16
-0,21
0,00
0,00
0,09
0,28
0,03
-0,13
0,00
0,00
0,10
-0,01
Penawar Tama
-0,21
0,24
0,00
0,00
-0,02
-0,01
Rawa Jitu Selatan
-0,06
0,10
0,00
0,00
-0,02
-0,01
Gedung Meneng
-0,23
0,27
0,00
0,00
-0,02
-0,01
Rawa Jitu Utara
-0,26
0,29
0,00
0,00
-0,02
-0,01
Menggala
Mesuji
0,00
0,03
0,00
0,00
-0,02
-0,01
-0,18
0,21
0,00
0,00
-0,02
-0,01
Rawa Jitu utara
0,24
-0,21
0,00
0,00
-0,02
-0,01
Simpang Pematang
0,06
-0,04
0,00
0,00
0,00
-0,01
-0,14
0,16
0,01
0,00
-0,01
-0,01
Gunung Terang
0,02
-0,04
0,00
0,00
0,03
-0,01
Gunung Agung
0,14
-0,21
0,00
0,00
0,09
-0,01
Tanjung Raya
Way Serdang
159
Lampiran 8. Daftar Responden Analisis AHP No
Nama
Jabatan
1
Ir. Fakhruddin SP,MS
Sekda Kab.Tulang Bawang
2
Ir. Ahmad Syukur
Plt. Kadis Disnakertrans
3
Ir. Luminsa Lubis
Kabid Fisik dan Tata Ruang Bappeda
4
Arya Sesunan, SE
Kabag TU Bappeda
5
Amrulah MT
Kabag TU Disnakertrans
6
Tri Yanuaryanti
Kasubid Perencanaan Disperta
7
Khaidirsyah
Kabid Perencanaan dan Program Disbun
8
Sudadi
Kasi PMD Kec. Mesuji
9
Jumadi
Pjs Kades Tanjung Mas Makmur
10
Abu Rasyid Bustami
Tokoh Masyarakat asli Mesuji
11
Bambang Riyanto
PPL Mesuji Timur
12
Ir. Edi Saputra
Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Tulang bawang
160
Lampiran 9 Daftar Nama Responden untuk Pengambilan Data Tiplogi Kelembagaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Nama Desa Tanjung Mas makmur Tanjung Mas makmur Tanjung Mas makmur Tanjung Mas makmur Tanjung Mas makmur Margojadi Margojadi Margojadi Margojadi Margojadi Wonosari Wonosari Wonosari Wonosari Wonosari Wonosari Sungai badak Sungai badak Sungai badak Sungai badak Sungai badak Sidomulyo Sidomulyo Sidomulyo Sidomulyo Sidomulyo Pangkal Mas jaya Pangkal Mas jaya Pangkal Mas jaya Pangkal Mas jaya Pangkal Mas jaya Sumber Makmur Sumber Makmur Sumber Makmur Sumber Makmur Sumber Makmur Pangkal Mas Jaya Pangkal Mas Mulya Tanjung Mas Jaya Tanjung Mas Jaya Tanjung Mas Mulya Tanjung Mas Makmur Tanjung Mas Jaya Dwi Karya Mustika Way Cambai
Nama Lembaga : Kelompok tani Sidomakmur Kelompok tani Karyajadi Kelompok tani Ciptakarya Kelompok tani Makarti Makmur Kelompok tani Sumber Urip Kelompok Tani Rukun Bersama Kelompok Tani Karya Makmur Kelompok Tani Karya Utama Kelompok Tani Tunas Harapan Kelompok Tani Budi Karya Kelompok Tani Sumber rezeki Kelompok Tani Karya Mulya Kelompok Tani Sarwo Bangun Kelompok Tani Rukun Tani Kelompok Tani Tunggal Rasa Kelompok Tani Sri Mukti Kelompok Tani Serdang Jaya I Kelompok Tani Serdang Jaya V Kelompok Tani Karya usaha Kelompok Tani Karya Makmur Kelompok Tani Harapan makmur Kelompok Tani Sido Rukun II kelompok Tani Maju Kelompok Tani Tunas Makmur Kelompok Tani Sido Maju Kelompok Tani Marsudi Tani Kelompok Tani Karya Bakti Klompok Tani Sido Mulyo Kelompok Tani Karya Subur Kelompok Tani Suka Jaya kelompok Tani Sumber Rejeki Kelompok Tani Sido makmur Kelompok Tani Sentosa Kelompok Tani Sumber Rezeki Kelompok Tani Mekarjaya Kelompok Tani Lestari P3A Tirta Jaya P3A Tri Tunggal Tirta P3A Tirta Kencana P3A Subur P3A Sedia Maju Kopbun Cipta Mandiri Koptan Mitra Karya Unggul KUD Tri Makmur Kop.kar Kebun Sac Nusantara
Nama responden : Sardi Sariyun Bandi Ali Maksum Lamiyo Darsono Suratman Paeran Asnawi Suraji Suparlan Suyono Istiyar Bambang Sutopo Suyoto Kholiludin Nurrohman Parnoto Sutatno Suyoto Masruni Samingan Gito Salamun Rasidi Sumitro Marsudi Timbul S Ngatino Suwarno Margono Mulyono Sutrisno Made Sy Santoso Sudarji Satiman Sini Iwan Harman AH Sarno Ridwanto Supardi Jarwanto Suwardi