KINERJA PENGAMANAN TAMAN NASIONAL BERBASIS RESORT (Kasus Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Alas Purwo)
BAMBANG HARI TRIMARSITO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 201
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir Kinerja Pengamanan Taman Nasional Berbasis Resort (Kasus Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Alas Purwo) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Agustus 2010
Bambang Hari Trimarsito NRP : E351080135
ABSTRACT BAMBANG HARI TRIMARSITO, National Park Security Performance based on Resort (Cases in Betung Kerihun National Park, Gunung Gede Pangrango National Park and Alas Purwo National Park). Under supervision of Sambas Basuni and Rinekso Soekmadi. National Park Resort is security force one of whose roles and main tasks is safeguarding national park’s resources ecosystem. Various disturbances that still occured in national park areas raise questions related to the performance of the national park resorts. The limited security resources and the low intensity of security activities were suspected to affect the securing performance. The purposes of this study are (1) to describe the conditions of resort security resources in the three national parks : Betung Kerihun National Park in West Kalimantan, Gunung Gede Pangrango National Park in West Java, and Alas Purwo National Park in East Java (2) to describe the security areas based on disturbance intensity (3) to analyze the factors that affect the performance of the security (4) to asses efficiency of the national park resorts. Data were collection from literature study, focus group discussions, observation, and interviews. Data were then analyzed by using descriptive and comparative analysis. The results showed that conditions of resources in the most of resorts are inadequate. The multiple regressions showed that losses caused by disturbances were affected by personnel finance, equipment, infrastructure and operational financing. Inefficiency of resort closely related to the value of losses was caused by the disturbance of the areas especially illegal use of forest products. Keywords : national park’s resorts, performance, disturbances
RINGKASAN BAMBANG HARI TRIMARSITO. Kinerja Pengamanan Taman Nasional Berbasis Resort (Kasus Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Alas Purwo). Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI dan RINEKSO SOEKMADI. Perlindungan (save) kawasan merupakan langkah awal konservasi kawasan sebagai prasyarat untuk dapat mempelajari (study) seluruh potensi dan pemanfaatannya (use) secara berkelanjutan. Strategi untuk lebih mengefektifkan perlindungan kawasan konservasi adalah membagi wilayah ke dalam resort-resort. Resort menjadi “ujung tombak” perlindungan kawasan konservasi khususnya dalam pengamanan kawasan. Strategi pengamanan berbasis resort sudah lama diterapkan dalam pengelolaan taman nasional di Indonesia. Taman-taman nasional telah membagi wilayahnya ke dalam resort-resort. Jumlah resort-resort pada setiap taman nasional bervariasi disesuaikan dengan kondisi biofisik kawasan maupun tingkat gangguan keamanan kawasan. Resort-resort bertangung jawab dalam mengamankan wilayahnya dari gangguan terhadap kawasan taman nasional. Berbagai gangguan yang saat ini masih terjadi pada kawasan taman nasional telah menimbulkan pertanyaan mengenai kinerja pengamanan resort-resort. Kondisi kinerja pengamanan saat ini diduga terkait dengan terbatasnya sumber daya pengamanan maupun rendahnya intensitas kegiatan pengamanan. Dugaan tersebut cukup beralasan, namun sejauh ini belum banyak upaya untuk mengetahui kondisi sebenarnya sumber daya pengamanan di resort-resort taman nasional. Upaya tersebut penting dilakukan untuk memberikan gambaran tentang kondisi kinerja pengamanan di resort-resort taman nasional. Gambaran mengenai kondisi sumber daya pengamanan di tingkat resort-resort merupakan informasi yang berharga untuk perbaikan kinerja pengamanan resort-resort taman nasional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan kondisi sumber daya pengamanan resort-resort di ketiga taman nasional (2) mendeskripsikan keamanan kawasan dilihat dari besarnya gangguan (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pengamanan (4) menghitung efisiensi resort-resort taman nasional. Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengelolaan taman nasional khususnya sebagai masukan dalam pengembangan pengelolaan taman nasional berbasis resort. Penelitian dilakukan di tiga lokasi yaitu Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) di Kalimantan Barat, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), di Jawa Barat dan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) di Jawa Timur. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur, focus group discussion, observasi dan wawancara. Analisis data dilakukan secara deskriptif, dan menggunakan instrumen analisis hubungan, serta analisis perbandingan. Jumlah keseluruhan di ketiga taman nasional 33 resort : TNBK sebanyak 5 resort, TNGGP 22 resort dan di TNAP 6 resort. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sumberdaya pengamanan (personel pengamanan, sarana dan prasarana) pada beberapa resort masih belum memadai jika mengacu pada ketentuan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 597/Kpts-VI/1998
tentang Satuan Tugas Operasional Jagawana kecuali di beberapa resort di TNAP yang kondisi sumberdayanya lebih memadai dibandingkan dengan yang lain. Gangguan kawasan yang terjadi di semua resort umumnya berupa pemanfaatan hasil hutan secara illegal. Gangguan tersebut telah menyebabkan kerugian negara karena hilangnya kekayaan (asset) berupa hasil hutan. Hasil analisis hubungan menggunakan model regressi berganda menunjukkan bahwa sebagian kerugian akibat gangguan kawasan dipengaruhi oleh fakor-faktor pengamanan seperti pembiayaan personel, ketersediaan sarana, prasarana dan anggaran. ln Rugi = - 4,18 + 1,37 ln Personel - 0,144 ln Sarana 0,0334 ln Prasarana - 0,330 ln Operasional. Berdasarkan persamaan regresi penambahan sarana, prasarana dan anggaran dapat mengurangi kerugian. Sedangkan untuk penambahan pembiayaan untuk personel justru meningkatkan kerugian. Berdasarkan intepretasi persamaan regressi dan gambaran kondisi sumberdaya pengamanan maka perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana di resort-resort. Berkaitan dengan personel pengamanan perlu dilakukan kajian terhadap kinerja personel pengamanan. Hasil perhitungan ketidakefisienan pada setiap resort berdasarkan perbandingan nilai rupiah kerugian (output) dan nilai rupiah sumber daya (input) yang meliputi pembiayaan untuk personel, sarana dan prasarana serta anggaran pengamanan menunjukkan bahwa resort-resort yang paling tidak efisien adalah resort-resort yang kehilangan sumberdaya hutan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Resort-resort yang memiliki kekayaan jenis-jenis flora fauna yang bernilai ekonomi tinggi sangat berpotensi mengalami gangguan. Gangguan-gangguan tersebut telah menyebabkan kerugian paling besar. Oleh karena itu dalam penanganan gangguan sebaiknya difokuskan pada gangguan-gangguan yang menyebabkan nilai kerugian paling besar. Kata kunci : resort taman nasional, kinerja, gangguan
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KINERJA PENGAMANAN TAMAN NASIONAL BERBASIS RESORT (Kasus Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Alas Purwo)
BAMBANG HARI TRIMARSITO
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Konservasi Keanekaragaman Hayati
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Ir. Adi Susmianto, M.Sc. (Kapuslitbang Hutan dan Konservasi Alam-Kemhut)
Judul Tugas Akhir
: Kinerja Pengamanan Taman Nasional Berbasis Resort (Kasus Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Alas Purwo)
Nama
: Bambang Hari Trimarsito
NRP
: E351080135
Program Studi
: Konservasi Keanekaragaman Hayati
Menyetujui, Komisi Pembimbing Ketua,
Anggota,
Prof . Dr. Ir. Sambas Basuni, MS.
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF.
Diketahui, Ketua Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati
Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA.
Tanggal Ujian:
10 Agustus 2010
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat diberi kesempatan untuk menyelesaikan laporan penelitian yang merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati. Penyusunan tugas akhir ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan di tiga lokasi yaitu : Taman Nasional Alas Purwo di Jawa Timur, Taman Nasional Betung Kerihun di Kalimantan Barat dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Jawa Barat. Penyusunan tugas akhir berjudul “ Kinerja Pengamanan Taman Nasional Berbasis Resort (Kasus Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Alas Purwo) “ dilatarbelakangi kenyataan bahwa dalam pengelolaan taman nasional resort-resort merupakan satuan pengamanan wilayah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam melakukan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan. Resort-resort menjadi ujung tombak dalam mengatasi dan menanggulangi berbagai gangguan keamanan. Masih terjadinya gangguan pada kawasan taman nasional telah menimbulkan pertanyaan mengenai kinerja resort-resort taman nasional. Oleh karena itu penelitian ini mencoba menggambarkan tentang kondisi kinerja pengamanan taman nasional berbasis resort pada 3 (tiga) taman nasional yaitu Taman Nasional Betung Kerihun di Kalimantan Barat, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Jawa Barat dan Taman Nasional Alas Purwo di Jawa Timur. Dalam tulisan tugas akhir ini diuraikan mengenai kondisi sumber daya pengamanan, kegiatan pengamanan maupun tingkat kerawanan kawasan di tiap-tiap resort pada ketiga taman nasional. Selain itu, diuraikan pula ketidakefisienan resort-resort berdasarkan perbandingan nilai rupiah gangguan (output) dan nilai rupiah sumber daya pengamanan (input). Perbandingan antar resort yang mempunyai nilai ketidakefisienan paling tinggi dan paling rendah pada ketiga taman nasional juga diuraikan dalam laporan ini, Akhirnya, disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan, kekeliruan dan kelemahan. Oleh karena itu diharapkan saran dan kritik membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan tugas akhir ini. Semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor,
Agustus 2010
Bambang Hari Trimarsito
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister profesi konservasi keanekaragaman hayati dari Institut Pertanian Bogor. Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Taman Nasional Alas Purwo di Jawa Timur, Taman Nasional Betung Kerihun di Kalimantan Barat dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Iawa Barat. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada: (1) Departemen Kehutanan, yang telah memberikan izin dan sponsor beasiswa dalam penyelenggaraan pendidikan Program Magister Profesi di Institut Pertanian Bogor, (2) Ir. Hartono. MSc. selaku Kepala Balai Taman Nasional Alas Purwo, (3) Ir. Ludvie Achmad, selaku Kepala Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun, (4) Ir. Sumarto, MM, selaku Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. (4) Rekan-rekan Polhut, PEH dan segenap Staf Balai/Balai Besar Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, (5) Mas Ansori beserta keluarga terima kasih atas segala bantuannya (6) Mas Adi Supriyono atas semua informasi dan masukan yang berharga bagi penelitian ini (7) Terima kasih pula kepada kawan-kawan seperjuangan mahasiswa S2 KKH angkatan 2008, Pak Sofwan, Bi Um dan pak Udin atas bantuannya. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya disampaikan kepada Komisi Pembimbing, yakni: Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS sebagai Ketua dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF. selaku anggota Komisi atas curahan pemikiran, waktu, kesabaran, saran dan arahan serta petunjuk yang diberikan selama pembimbingan sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan. Kepada Ir. Adi Susmianto, M.Sc yang telah bersedia meluangkan waktu sebagai penguji luar komisi diucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya. Akhirnya ucapan terimakasih secara khusus penulis sampaikan kepada istri tercinta Chatarina Kusumawardhani atas pengertian, kasih dan dukungannya selama penulis menjalani studi sehingga mengurangi hari-hari kebersamaan kita. Kepada Ibu/Ibu mertua Y. Sutinarni dan MM Supartien atas dukungan dan doa yang tiada henti serta adik-adik tersayang diucapkan terima kasih atas dukungan dan doa yang diberikan. Akhirnya apabila terdapat kesalahan penulisan dalam tesis ini, maka hanya penulis yang bertanggungjawab. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa sendiri yang memberi balasan berkat kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dan akhir kata Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi banyak pihak.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sleman, Yogyakarta pada tanggal 26 Juni 1974 dari (Alm.) Bapak H.Y. Suharyadi dan Ibu Y. Sutinarni. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, penulis selesaikan di Yogyakarta. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Yogyakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. dan lulus tahun 2000. Pada tahun 2001 penulis diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Kehutanan RI dan ditempatkan pada Balai Taman Nasional Betung Kerihun, Provinsi Kalimantan Barat. Pada tahun 2003, penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan di instansi yang sama. Pada tahun 2008 penulis menikah dengan Chatarina Kusumawardhani. Dari tahun 2002 sampai dengan sekarang penulis merupakan Pegawai Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan pada Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun. Pada tahun 2008, penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program Magister Profesi (S2) di Institut Pertanian Bogor pada program Konservasi Keanekaragaman Hayati melalui beasiswa Departemen Kehutanan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian tentang “Kinerja Pengamanan Taman Nasional Berbasis Resort (Kasus Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Alas Purwo)” yang dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS sebagai Ketua dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF. sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiiv 1
PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................
1 5 4 4 5
2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 2.1 Taman Nasional ........................................................................ 2.2 Konsep Pengelolaan Taman Nasional ...................................... 2.3 Resort Taman Nasional ............................................................
6 9 10 11
3
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN .............................. 3.1 Taman Nasional Betung Kerihun ............................................. 3.2 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango .............................. 3.3 Taman Nasional Alas Purwo ....................................................
19 19 30 37
4
METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 4.1 Batasan Operasional ................................................................. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 4.3 Pengumpulan Data .................................................................... 4.4 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 4.5 Analisis Data ............................................................................
45 45 46 48 49 49
5
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 5.1 Deskripsi Pengamanan Kawasan .............................................. 5.2 Kondisi Keamanan Kawasan Berdasarkan Besarnya Gangguan 5.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kerugian ..................................... 5.4 Efisiensi Pengamanan ............................................................... 5.5 Analisis Perbandingan antar Resort ........................................... 5.6 Sumber Daya Hutan yang Dimanfaatkan Secara Illegal ..........
51 51 60 63 65 67 69
6
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................
71
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................
73
LAMPIRAN ...................................................................................
76
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah dan rata-rata luas resort di beberapa taman nasional ..............
1
2 Tujuan normatif pengelolaan taman nasional .....................................
8
3 Jumlah personel pengamanan pada ketiga taman nasional .................
51
4 Kualifikasi personel pengamanan pada ketiga taman nasional ...........
54
5 Sarana pengamanan pada ketiga taman nasional ................................
56
6 Kerugian akibat gangguan kawasan (Rupiah/Resort) selama tahun 2009 .....................................................................................................
61
7 Nilai efisiensi resort-resort TNBK, TNGGP dan TNAP berdasarkan perbandingan nilai kerugian dan nilai rupiah input (sumber daya) .....
66
8 Perbandingan kondisi resort-resort yang mempunyai nilai ketidakefisienan paling rendah dan paling tinggi pada setiap taman nasional ............... 68 9 Jenis-jenis sumber daya hutan yang dimanfaatkan secara illegal .......
79
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pola ancaman yang sering dihadapi kawasan konservasi ...................
13
2 Citra landsat TNBK ............................................................................
20
3 Struktur organisasi Balai Besar TNBK ..............................................
29
4 Citra landsat TNGGP ..........................................................................
32
5 Struktur organisasi Balai Besar TNGGP .............................................
35
6 Citra landsat TNAP ...........................................................................
39
7 Struktur organisasi Balai TNAP ..........................................................
44
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Jumlah personel pengamanan ..............................................................
76
2 Kualifikasi personel ............................................................................
77
3 Sarana pengamanan .............................................................................
78
4 Prasarana pengamanan .......................................................................
79
5 Penganggaran pengamanan .................................................................
80
6 Jumah penjagaan selama tahun 2009 (hari/tahun) ..............................
81
7 Jumlah patroli selama tahun 2009 (hari/tahun) ...................................
82
8 Tingkat kerawanan kawasan ................................................................
83
9 Nilai rupiah personel pengamanan .......................................................
87
10 Nilai rupiah gangguan kawasan ..........................................................
88
11 Nilai rupiah sarana pengamanan .........................................................
92
12 Nilai rupiah prasarana pengamanan ....................................................
95
13 Nilai rupiah total input ........................................................................
96
14 Nilai rupiah total output ......................................................................
98
I. PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Perlindungan (save) kawasan merupakan langkah awal konservasi kawasan sebagai prasyarat untuk dapat mempelajari (study) seluruh potensi dan pemanfaatannya (use) secara berkelanjutan. Strategi untuk lebih mengefektifkan perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi adalah dengan membagi wilayah ke dalam resort-resort. Strategi pengamanan tersebut sudah lama diterapkan dalam pengelolaan taman nasional di Indonesia. Sampai saat ini hampir semua taman nasional telah membagi wilayahnya ke dalam resort-resort. Pembagian wilayah ke dalam resort-resort dapat dilihat pada contoh yang terdapat di beberapa taman nasional di Indonesia sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah dan rata-rata luas resort di beberapa taman nasional Taman Nasional
Luas Taman Nasional
Jumlah Resort
TN Gunung Gede TN Alas Purwo
21.976 ha 43.420 ha
22 6
TN Way Kambas
125.621,3 ha 90.000 ha
9
198.629 ha
6
1.300.000 ha 800.000 ha
37
TN Gunung Palung TN Kutai TN KerinciSeblat TN BetungKerihun TN Lorenzts
2.505.600 ha Sumber : informasi dari masing-masing Taman Nasional
4
6 9
Rata-rata Luas Resort 998.9 ha 7.236,67 ha 13.957,92 ha 22.500 ha 33.104,83 ha 35.135,14 ha 133.333,3 ha 278.400 ha
Berdasarkan data di atas, diketahui rata-rata luas resort bervariasi antara 998,9 ha sampai dengan 278.400 ha dan jumlah resort tiap-tiap taman nasional juga berbeda-beda antara 4 – 37 unit. Jumlah dan luas resort yang bervariasi disebabkan belum tersedianya pedoman untuk menentukan jumlah dan luas suatu resort taman nasional. Penetapan jumlah dan luasan resort yang selama ini sudah dilakukan dianggap tidak didasarkan pada “kriteria” dan “indikator” yang mencukupi dari justifikasi ilmiahnya (Wiratno 2009). Walau demikian, kenyataan menunjukkan
2 bahwa taman-taman nasional telah membentuk resort-resort di wilayah kerjanya. Dalam pengelolaan taman nasional, resort-resort merupakan satuan pengamanan wilayah taman nasional yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan perlindungan dan pengamanan. Resort-resort menjadi ujung tombak dalam mengatasi berbagai bentuk gangguan kawasan. Saat ini, resort-resort dihadapkan pada berbagai bentuk gangguan terhadap keamanan kawasan taman nasional berupa kegiatan-kegiatan illegal seperti : perambahan, illegal logging, illegal fishing, illegal mining, poaching dan lain sebagainya. Gangguan-gangguan sebagaimana disebutkan di atas terjadi hampir di semua taman nasional. Kegiatan perambahan misalnya terjadi di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan seluas > 50.000 ha yang berupa perkebunan kopi rakyat, sedangkan di Taman Nasional Gunung Leuser 20.000 ha kawasan rusak akibat perambahan dan 4.000 ha kawasan sudah ditanami dengan sawit (Wiratno 2009). Bentuk gangguan lain yang terjadi di kawasan konservasi termasuk taman nasional yang dilaporkan selama tahun 2009 adalah penebangan liar sejumlah lebih dari 21.208 batang, perburuan liar terhadap berbagai jenis satwa liar sebanyak 5.808 ekor dan penambangan emas seluas 716,97 ha (Ditjen PHKA 2009). Berbagai bentuk gangguan tersebut telah memunculkan pertanyaan mengenai kinerja pengamanan resort-resort taman nasional. Kinerja sering disamakan artinya dengan hasil kerja dan prestasi kerja. Dalam arti yang lebih luas kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Menurut Amstrong dan Baron (1998), diacu dalam Wibowo (2007) pencapaian pekerjaan dilakukan melalui serangkaian kegiatan dengan mengerahkan sumber daya yang diperlukan. Dalam konteks pengamanan maka kinerja pengamanan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan mengerahkan sumber daya pengamanan di tingkat resort yang diperlukan untuk mencapai tujuan pengamanan. Berdasarkan pengertian tersebut maka kinerja pengamanan berkaitan erat dengan kondisi sumber
3 daya pengamanan (input), kegiatan pengamanan (process) yang dilakukan serta hasil-hasil dari kegiatan pengamanan (output). Kenyataan menunjukkan bahwa pengelolaan taman nasional terkendala oleh keterbatasan sumber daya manusia, sarana, prasarana dan anggaran
pengelolaan.
Kondisi
demikian
berpengaruh
terhadap
ketersediaan sumber daya pengamanan di tingkat resort-resort taman nasional yang pada akhirnya berdampak pada kinerja pengamanannya. Meskipun demikian sejauh ini belum ada upaya untuk mengetahui kondisi sebenarnya dari sumber daya pengamanan di tingkat resort-resort taman nasional. Oleh karena itu perlu suatu kegiatan yang dapat memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi sumber daya pengamanan di tingkat resort. Gambaran kondisi sumber daya pengamanan di tingkat resort ini diharapkan dapat menjadi informasi berharga guna perbaikan kinerja pengamanan resort-resort taman nasional. Kegiatan sebagaimana dimaksud pada uraian sebelumnya penting untuk dilakukan mengingat sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Kehutanan No. 03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dinyatakan bahwa resort-resort yang selama ini dikenal sebagai satuan tugas dalam pengamanan wilayah taman nasional dimungkinkan untuk dibentuk menjadi resort pengelolaan. Disamping itu kebijakan pengelolaan taman nasional berbasis resort yang sedang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam semakin mempertegas pentingnya gambaran mengenai kondisi kinerja pengamanan di tingkat resort-resort taman nasional. Mengingat kondisi jumlah resort dan ketersediaan sumberdaya pengamanan yang berbeda-beda di semua taman nasional di Indonesia maka upaya penggambaran kondisi kinerja pengamanan sebaiknya dilakukan tidak hanya pada resort-resort pada satu taman nasional. Semakin banyak resort yang “dievaluasi” diharapkan akan semakin banyak memberikan gambaran tentang kondisi kinerja pengamanan di tingkat resort taman nasional. Hasil penggambaran kondisi kinerja pengamanan di tingkat resort diharapkan dapat menemukan praktik-
4 praktik
pengelolaan
terbaik
(best
management
practices)
dalam
pengamanan kawasan di tingkat resort taman nasional. Untuk menemukan praktik-praktik pengelolaan terbaik (best management practices) dalam pengamanan kawasan di tingkat resort maka perlu dipertimbangkan untuk memilih lokasi pada beberapa taman nasional khususnya yang ada di luar Pulau Jawa maupun yang ada di Pulau Jawa sebagai pembanding. Pertimbangan pemilihan lokasi didasarkan pada kenyataan mengenai kondisi taman nasional di luar Jawa yang dihadapkan pada sedikitnya jumlah tenaga pengamanan dengan luasnya areal kawasan yang harus dikelola. Kondisi demikian sering berkebalikan dengan taman nasional yang ada di Pulau Jawa dimana jumlah tenaga pengamanan lebih banyak dan areal yang dikelola jauh lebih sempit. Atas dasar pertimbangan tersebut maka untuk mendapatkan gambaran yang berbeda mengenai kondisi kinerja pengamanan di tingkat resort-resort dipilih Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) di Kalimantan Barat, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) di Jawa Barat dan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) di Jawa Timur. Gambaran kondisi kinerja pengamanan pada resort-resort taman nasional kemudian diperbandingkan untuk dapat menemukan praktikpraktik pengelolaan terbaik (best management practices). Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat memberikan informasi penting yang dapat menjadi masukan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan taman nasional di Indonesia. Oleh karena itu, untuk dapat menghasilkan gambaran mengenai kondisi kinerja pengamanan di tingkat resort-resort taman nasional perlu dilakukan penelitian mengenai kinerja pengamanan taman nasional berbasis resort. 1.3. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahanpermasalahan yang perlu diperhatikan terkait dengan kinerja pengamanan resort-resort taman nasional adalah : 1. Bagaimanakah kondisi sebenarnya sumberdaya pengamanan pada setiap resort pada ketiga taman nasional yang diperbandingkan?
5 2. Bagaimanakah kondisi keamanan resort-resort berdasarkan gangguan yang terjadi? 3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kinerja pengamanan? 4. Bagaimanakah efisiensi resort-resort pada ketiga taman nasional?
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan kondisi sumberdaya pengamanan resort-resort di ketiga taman nasional 2. Mendeskripsikan keamanan kawasan dilihat dari besarnya gangguan 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pengamanan 4. Menghitung efisiensi resort-resort taman nasional. 1.5. Manfaat penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Manfaat bagi pengelola adalah dapat menjadi masukan bagi unit pengelola (Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun, Balai Taman Nasional Gunung Gede Panrango dan Balai Taman Nasional Alas Purwo) untuk mengembangkan pengelolaan taman nasional berbasis resort. 2. Manfaat bagi peneliti adalah untuk mengembangkan kemampuan analisis dan sintesis atas permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan kawasan konservasi 3. Manfaat bagi ilmu pengetahuan adalah mengembangkan cara-cara pendekatan untuk memperoleh pengetahuan yang berguna (manajemen kawasan konservasi).
6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi, Fungsi dan Tujuan Taman Nasional
Taman Nasional adalah kawasan luas yang relatif tidak terganggu, yang mempunyai nilai alam yang menonjol dengan kepentingan pelestarian yang tinggi, potensi rekreasi besar, mudah dicapai oleh pengunjung dan manfaat yang jelas bagi wilayah tersebut (Mackinnon et al. 1990). Taman Nasional adalah kawasan konservasi di darat atau di laut yang memiliki ciri-ciri keaslian dan keanekaragaman ekosistem yang khas karena tumbuhan, fauna atau geomorfologis dan/atau budaya, memiliki nilai-nilai keindahan yang secara keseluruhan menyangkut kepentingan dan merupakan warisan kekayaan alam nasional atau internasional, dikelola untuk tujuan pelestarian sumberdaya alam, penelitian, pendidikan lingkungan, turisme dan rekreasi (Basuni 1987). Taman nasional bertujuan untuk melindungi kawasan alami dan berpemandangan indah yang penting, secara nasional atau internasional serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan dan rekreasi (IUCN 1994). Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai eksosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (UU No.5 Tahun 1990; PP No.68 Tahun 1998). Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki fungsi
sebagai
wilayah
perlindungan
sistem
penyangga
kehidupan,
pengawetan, keanekaragaman spesies tumbuhan dan/atau satwa beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan
secara lestari sumberdaya hayati dan
ekosistemnya (UU No. 5 1990; PP No. 68. Tahun 1998). Fungsi taman nasional sesuai dengan sesuai dengan strategi Konservasi Dunia (IUCN 1991) adalah 1) perlindungan proses-proses ekologi, dan sistem penyangga kehidupan, 2) perlindungan keragaman genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia sebagai pengguna sumberdaya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plama nutfah), dan 3) pemanfaatan spesies atau ekosistem secara lestari, yang mendukung kehidupan penduduk serta menopang sejumlah industri.
7 Suatu kawasan ditunjuk sebagai kawasan taman nasional, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami, 2) memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik, baik berupa spesies tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami, 3) memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh, 4) memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai wisata alam, dan 5) kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, serta dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri (PP. No. 68 Tahun 1998). Suatu kawasan taman nasional dikelola berdasarkan rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Konsep pengelolaan taman nasional adalah: 1) berwawasan lingkungan, 2) berorientasi pada kekhasan sumber daya dan pemakai, dan 3) berorientasi pada pembagunan wilayah, wisata ilmiah dan pendidikan (Basuni 1987). Menurut Miller (1978), diacu dalam Basuni (1987), tujuan normatif pengelolaan taman nasional yang utama dan diterapkan untuk seluruh areal adalah : 1) memelihara contoh yang mewakili unit-unit biotik utama untuk melestarikan fungsinya dalam ekosistem, 2) memelihara keanekaragaman ekologis dan hukum lingkungan, 3) memelihara sumber genetik (plasma nutfah), dan 4) memelihara obyek, struktur dan tapak peninggalan atau warisan kebudayaan. Sedangkan untuk memelihara produksi daerah aliran sungai, mengendalikan erosi dan pengendapan, serta melindungi investasi daerah hilir, merupakan tujuan normatif pengelolaan taman nasional yang penting dalam kaitannya dengan tujuan lain yang sesuai. Keterkaitan pengelolaan dengan tujuan normatif taman nasional dapat dilihat pada Tabel 2.
8
Tabel 2 Tujuan normatif pengelolaan taman nasional Tujuan Normatif Pengelolaan Memelihara contoh yang mewakili unit-unit biotik utama untuk melestarikan fungsinya dalam ekosistem Memelihara keanekaragaman ekologis dan hukum lingkungan. Memelihara sumber daya genetik (plsma nutfah) Memelihara obyek, struktur dan tapak peninggalan warisan kebudayaan Melindungi keindahan panorama alam
Menyediakan fasilitas pendidikan, penelitian dan pemantauan lingkungan di dalam areal alamiah Menyediakan fasilitas rekreasi dan turisme
Keterkaitan dengan pengelolaan Utama Diterapkan untuk seluruh areal taman nasional. Utama Diterapkan untuk seluruh areal taman nasional. Utama Diterapkan untuk seluruh areal taman nasional. Utama Diterapkan untuk seluruh areal taman nasional. Utama Terbatas pada sebagian areal taman nasional Utama Terbatas pada sebagian areal taman nasional Utama Terbatas pada sebagian areal taman nasional Utama Dicapai sesuai dengan tujuan lainnya
Mendukung pembangunan/pengembangan daerah pedesaan dan penggunaan lahan marginal secara rasional Memelihara produksi daerah aliran sungai Penting Dicapai kaitannya dengan tujuan lain yang sesuai Mengendalikan erosi dan pengendapan serta Penting melindungi investasi daerah hilir Dicapai kaitannya dengan tujuan lain yang sesuai
Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat, antara lain ; 1. Ekologi, yaitu dapat menjaga keseimbangan kehidupan, baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan. 2. Ekonomi, yaitu dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis 3. Estetika, yaitu memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam atau bahari. 4. Pendidikan dan penelitian, yaitu obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.
9 5. Jaminan masa depan, yaitu keanekaragaman sumber daya alam baik di darat maupun perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara terbatas bagi kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang. 2.2 Konsep Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia Secara fisik, karakteristik Taman Nasional digambarkan sebagai kawasan yang luas, relatif tidak terganggu, mempunyai nilai alam yang menonjol, kepentingan pelestarian yang tinggi, potensi rekreasi yang besar, aksesibilitas baik, dan mempunyai manfaat yang jelas bagi wilayah (MacKinnon et al. 1990). Kawasan Taman Nasional ini memiliki manfaat majemuk, seperti : tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Tujuan dibentuknya kawasan Taman Nasional diantaranya untuk : - melindungi kawasan alami dan berpemandangan indah yang penting, secara nasional atau internasional serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan dan rekreasi (MacKinnon et al. 1990); dan - terwujudnya kelestarian SDAH serta keseimbangan ekosistemnya dan mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat (UU No. 5/1990). Di
Indonesia,
kewenangan
penetapan
kriteria,
standar
dan
penyelenggaraan pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru termasuk daerah aliran sungai didalamnya diserahkan kepada pemerintah pusat (PP No. 25/2000) tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonomi, pasal 2). Sedangkan pemerintah daerah dapat membantu sebagian urusan pelaksanaan konservasi seperti penyelenggaraan inventarisasi dan pemetaan, tata batas, dan penyediaan dukungan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis (UU No. 5/1990 Bab 10 dan PP No. 25/2000 pasal 3). Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan
di ketiga bentuk KPA (Taman Nasional, Taman
10 Hutan Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam) dengan mengikut sertakan masyarakat. Sarana pariwisata dapat dibangun dalam zona pemanfaatan. 2.3. Resort Taman Nasional Penggunaan istilah resort dalam pengelolaan taman nasional dikenal melalui Surat Keputusan Bersama Meneteri Kehutanan dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor : 10/Kpts-II/93-SKEP/07/I/93 tanggal 7 Januari 1993 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Jagawana. Istilah resort juga ditemui dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 597/Kpts-VI/1998 Tanggal 18 Agustus 1998 tentang Satuan Tugas Operasional Jagawana. Pada kedua peraturan tersebut pengertian resort merujuk pada satuan tugas wilayah dari organisasi Jagawana/Polisi Kehutanan. Meskipun diatur dalam kedua peraturan tersebut dalam perkembangan pengelolaan taman nasional resort bukan merupakan bagian hirarki dari struktur organisasi pengelola taman nasional.
Pengggunan istilah resort sebagai bagian dari hirarki dari
struktur organisasi pengelola taman nasional baru muncul sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Kehutanan No. 03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional maka Resort Pengelolaan Taman Nasional merupakan bagian dari struktur organisasi dari Unit Pengelola Teknis Taman Nasional yaitu Balai Besar Taman Nasional atau Balai Taman Nasional. Organisasi Balai Besar Taman Nasional terdiri dari : a) Bagian Tata Usaha, b) Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional, c) Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah, d) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah dan e) Kelompok Jabatan Fungsional sedangkan Balai Taman Nasional terdiri dari : a) Sub Bagian Tata Usaha, b) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah, dan c) Kelompok Jabatan Fungsional. Diluar struktur organisasi tersebut masih memungkinkan dibentuk bagian organisasi lainnya sesuai ketentuan yang terdapat dalam pasal 31 ayat 1 yang menyebutkan untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan
11 wilayah pada Balai Besar Taman Nasional Tipe A, Balai Besar Taman Nasional Tipe B, Balai Taman Nasional Tipe A dan Balai Taman Nasional Tipe B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat ditetapkan Resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah yang merupakan jabatan non struktural dengan keputusan Kepala Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. 2.4. Pengamanan Kawasan Konservasi 2.4.1. Kelembagaan Perlindungan dan Pengamanan Kawasan Konservasi Pengelolaan kawasan konservasi sangat erat hubungannya dengan pembangunan kehutanan di Indonesia dan hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa kebanyakan kawasan konservasi di Indonesia merupakan kawasan hutan. Dengan kondisi demikian maka dalam setiap bentuk pengamanan kawasan konservasi selalu mengacu pada kelembagaan dan organisasi kehutanan. Pengamanan kawasan konservasi telah banyak diatur kelembagaan dan organisasinya dalam undang-undang maupun peraturan di bidang kehutanan sehingga dalam implementasinya selalu mengacu pada kelembagaan perlindungan dan pengamanan hutan. Berdasarkan
Peraturan
Pemerintah
Nomor
45
Tahun
2004
penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan untuk menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, dapat tercapai secara optimal dan lestari. Menurut fungsinya perlindungan dan pengamanan hutan meliputi pengamanan
kekayaan
negara
berupa
hutan,
guna
mendukung
terselenggaranya pembangunan kehutanan sesuai dengan pola dan rencana yang telah
ditetapkan,
pentingnya
hutan
bagi
meningkatkan
kesadaran
pembangunan,
serta
masyarakat turut
akan
menjamin
terselenggaranya stabilitas keamanan umum (Dephut 1985). Perlindungan hutan merupakan usaha untuk : 1). mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan 2). mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang
12 berhubungan dengan pengelolaan hutan (UU No. 41 Tahun 1999; PP No. 45 Tahun 2004). 2.4.2. Gangguan Kawasan Situasi
masalah
yang
dihadapi
dalam
perlindungan
dan
pengamanan hutan adalah gangguan kawasan. Jenis-jenis gangguan meliputi : 1). Gangguan terhadap kawasan hutan, hutan cadangan dan hutan lainnya, 2). Gangguan terhadap tanah hutan, 3). Gangguan terhadap tegakan hutan, 4). Gangguan terhadap hasil hutan 5). Gangguan terhadap flora dan fauna yang dilindungi. Gangguan keamanan hutan umumnya ditimbulkan oleh beberapa penyebab yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Secara terpisah, beberapa penyebab gangguan tersebut adalah : 1) manusia, 2) api, 3) hewan, 4) hama dan penyakit, dan 5) alam (Dephut 1985). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, gangguan kawasan yang kebanyakan terjadi pada kawasan taman nasional adalah gangguan yang diakibatkan oleh perbuatan manusia seperti : illegal logging, perambahan, perburuan liar, penambangan tanpa ijin. Gangguan kawasan tersebut dapat mengancam keutuhan dan kelestarian kawasan taman nasional. Gangguan terhadap keutuhan suatu kawasan konservasi pada dasarnya akan mengikuti teori pengaruh tepi (edge effect theory). Berdasarkan teori pengaruh tepi menyatakan bahwa setiap aktivitas manusia dan perubahan lansekap akan membuat efek terhadap populasi dan ekologi spesies tertentu. Selain dirusak dalam arti yang sebenarnya, habitat-habitat yang semula luas tidak terpecah-pecah kini terbelah-belah menjadi beberapa bagian oleh jalan, lapangan, kota, dan berbagai pembangunan konstruksi yang dilakukan oleh manusia. Fragmentasi habitat adalah peristiwa yang menyebabkan habitat yang luas dan utuh menjadi berkurang atau terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Antara satu fragmen dengan lainnya seringkali terisolasi oleh bentang alam yang terdegradasi atau telah diubah. Seringkali pada bentang alam
13 tersebut daerah tepinya mengalami serangkaian perubahan kondisi, yang dikenal dengan istilah efek tepi (Supriatna 2007). Kawasan Taman Nasional ditunjuk oleh Departemen Kehutanan Republik Indonesia yang sebelum dilakukan pengukuhan terdapat proses penataan batas yang membutuhkan waktu relatif lama, hingga beberapa tahun. Banyak hal yang dapat terjadi selama masa tersebut ataupun ketika sudah dikukuhkan, antara lain berupa ancaman yang terjadi pada kawasan. Ancaman yang dihadapi oleh kawasan dilindungi juga merupakan kunci dalam menentukan bentuk pola dalam pengelolaan yang akan diperuntukkan bagi kawasan. Pada kenyataannya sangat sedikit kawasan dilindungi yang kebal terhadap satu jenis ancaman saja, melainkan
cenderung
mendapat
ancaman-ancaman
yang
sangat
kompleks pada satwaliar dan habitat di dalam kawasan. Penyebab utama timbulnya gangguan tersebut tidak jarang juga disebabkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak bersahabat dengan visi dan misi konservasi. Berikut adalah pola-pola ancaman yang umum terjadi pada kawasan dilindungi berdasarkan (Carey et al. 2000), seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Migrasi manusia Perkembangan hewan domestikasi Serbuan spesies asing Dampak erosi air Perbedaan kebijakan Dampak konflik Aktivitas krimnal Pengaruh wisatawan Akses transportasi Polusi Perubahan iklim Isolasi
Dampak External
Pemukiman Pertanian Perburuan Memancing Eksploitasi Hasil Hutan Kayu Bakar Kebakaran Penebangan untuk kepentingan lokal
Dampak Internal
Perdagangan daging satwaliar Produksi kehidupan liar (ikan, aquarium, tumbuhan,karang,dll) Kayu Perdagangan kayu bakar komersial Bahan bakar tambang mineral lainnya
Output SDA dari kawasan
Gambar 1 Pola ancaman yang sering dihadapi kawasan dilindungi
14 Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan hutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu intern dan ekstern. Faktor-faktor intern yaitu : keadaan hutan, aparatur, sarana dan prasarana serta dana, sedangkan faktor ekstern berupa pengaruh pembangunan, keadaan sosial, ekonomi, sosial budaya, kesadaran masyarakat serta faktor politis (Dephut 1985). 2.4.3. Organisasi Pengamanan Kawasan Konservasi Aparatur perlindungan hutan memegang peranan penting dalam menjaga kawasan hutan. Aparatur perlindungan dan pengamanan hutan adalah pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang kepolisian khusus di bidangnya. Pejabat Kehutanan tertentu diberikan wewenang kepolisian khusus meliputi : a) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagai pejabat fungsional Polisi Kehutanan, b) Pegawai Perusahaan Umum Kehutanan Indonesia (Perum Perhutani) yang diangkat sebagai Polisi Kehutanan, c) Pejabat Struktural Instansi Kehutanan Pusat maupun Daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsinya mempunyai wewenang dan tanggung jawab di bidang perlindungan hutan (PP No.45 Tahun 2004). Wewenang Polisi Kehutanan meliputi kegiatan dan tindakan kepolisian khusus di bidang kehutanan yang bersifat preventif, tindakan administrif dan operasi represif. Penjabaran dari wewenang tersebut meliputi : a) mengadakan patroli atau perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya, b) memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya, c) menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan, d) mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan, e) dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang; dan f) membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang
15 menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan (PP No.45 Tahun 2004). Struktur organisasi mengenai Polisi Kehutanan diatur dalam Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: 10/Kpts II/93-Skep/07/I/93 tanggal 7 Januari 1993. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama tersebut, Organisasi Polisi Hutan terdiri dari: 1) Satuan Tugas Wilayah yaitu satuan tugas setingkat peleton yang terdiri atas 30 (tiga puluh) orang anggota Jagawana, 2) Satuan Tugas Resort yaitu satuan tugas setingkat regu yang terdiri atas 10 (sepuluh) orang. Menurut ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 597/Kpts-VI/1998 tanggal 18 Agustus 1998 tentang Satuan Tugas Operasional Jagawana disebutkan bahwa Satuan Tugas Jagawana ialah Satuan Tugas Operasional yang berkedudukan
di
Dinas
Kehutanan
Tingkat
II/Cabang
Dinas
Kehutanan/Balai Taman Nasional/Unit Balai Taman Nasional/Balai Konservasi Sumberdaya Alam/Unit Konservasi Sumber Daya Alam. Satuan Unit Jagawana ialah Unit Operasional Jagawana yang berkedudukan di Resort Pemangkuan Hutan/Sub Seksi Konservasi Balai/Unit Taman Nasional/Unit Konservasi Sumber Daya Alam. 2.5.4. Pelaksanaan Kegiatan Perlidungan dan Pengamanan Kawasan Perlindungan dan pengamanan kawasan pada dasarnya adalah upaya melindungi dan mengamankan kawasan dari gangguan manusia, baik yang berada disekitar maupun yang jauh dari kawasan namun mempunyai akses yang tinggi terhadap kawasan tersebut, atau bentuk gangguan lainnya, kebakaran, gangguan ternak, hama dan penyakit. Bentuk-bentuk kegiatan pengamanan meliputi : 1. Pengamanan pre-emtif Pengamanan pre-emtif Merupakan salah satu betuk pengamanan, baik fungsional maupun gabungan, yang dilaksanakan melalui pembinaan dan penyuluhan
terhadap
masyarakat
pengguna
kawasan,
dalam
rangka
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi kawasan konservasi bagi pembangunan nasional/daerah dan kehidupan manusia, serta
16 dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum masyarakat untuk tidak ikut terlibat dalam pelanggaran /kejahatan dibidang kehutanan.
2. Pengamanan preventif Merupakan salah satu bentuk pengamanan, baik fungsional maupun gabungan, yang bersifat pengawasan dan pencegahan , dalam rangka mencegah masyarakat melaksanakan pelanggaran /Kejahatan dibidang kehutanan, antara lain: a. Penjagaan Penjagaan adalah kegiatan pengamanan, baik fungsional maupun gabungan,
yang
dilaksanakan
dengan
menempatkan
petugas
pengamanan dalam pos-pos penjagaan dalam rangka pengawasan di dalam kawasan. b. Patroli Patroli adalah bentuk pengamanan bergerak yang dilakukan baik secara fungsional maupun gabungan, antara lain melalui: 1) Patroli rutin. Kegiatan pengamanan, baik fungsional maupun gabungan, yang dilaksakan dengan frekwensi tertentu, dengan menggunakan alat transportasi Speed Boat maupun ”Floating Rangers Station” (FRS). 2) Patroli Insidentil/Mendadak. Kegiatan pengamanan, baik fungsional maupun gabungan yang dilakukan secara mendadak atau insidentil, apabila mendapat informasi akan terjadinya pelanggaran/tindak pidana bidang kehutanan, yang perlu segera dilakukan pencegahannya. 3. Pengamanan Represif Kegiatan pengamanan baik fungsional maupun gabungan dalam rangka penanggulangan
atau
tindakan
hokum
terhadap
pelaku
pelanggaran/kejahatan di bidang kehutanan yang dilaksanakan dengan cara dan sistem yang bersifat strategis dan dilakukan secara simultan.
17 Pengamanan represif dilakukan melalui : a.
Operasi intelijen Dilaksanakan untuk pengumpulan bahan, keterangan terjadinya pelanggaran/kejahatan di bidang kehutanan, antara lain tentang tokoh penggerak, pemodal, aktor intelektual, rencana kegiatan pelanggaran/kejahatan dan lain-lain
b.
Operasi represif. Dilaksanakan dalam rangka pengejaran, penangkapan, terhadap pelaku
pelanggaran/kejahatan
di
bidang
kehutanan,
serta
penahanan dan penanganan barang bukti c.
Operasi khusus Dilaksanakan
dalam
rangka
penanggulangan
terhadap
gangguan/pelanggaran /kejahatan di bidang kehutanan yang sangat, komplek serta sudah mengancam kelestarian kawasan, sehingga perlu dilakukan tindakan-tindakan khusus. 4. Pengamanan partisipatif/swakarsa Pengamanan kawasan yang dilakukan oleh unsur masyarakat yang merupakan bentuk kearifan lokal dalam rangka upaya pelestarian sumberdaya alam disekitarnya
Pengamanan parsitipatif ini harus
mendapat pembinaan oleh balai Taman Nasional atau Balai K0nservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), melalui kerjasama dengan unsur terkait di daerah dan masyarakat setempat sehingga pelaksanaannya tetap berdasarkan peraturan perundang-undangan dan nilai kearifan lokal setempat yang telah ada. Pembinaan yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional atau BKSDA dalam rangka peningkatan peran aktif masyarakat dalam pengamanan, antara lain melalui upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat
yang
meliputi
kehidupan
ekonomi,
pendidikan dan spiritual dengan maksud agar masyarakat tidak mengganggu
kelestarian
kawasan
serta
berpartisipasi dalam pengamanan kawasan.
mengajak
masyarakat
18 5. Penyidikan Serangkaian tindakan penyidik dalam hal mencari dan mengumpulkan bukti-bukti untuk menjelaskan tentang tindak pidana di bidang hutan dan kehutanan serta dalam rangka menemukan tersangka, dalam hal dan menurut tata cara yang di atur dalam KUHP dan peraturan perundangan lannya. 2.5.5. Sarana dan Prasarana Pengamanan Di dalam pelaksanaan tugasnya Polisi Kehutanan dilengkapi dengan sarana dan prasarana perlindungan. Yang termasuk sarana perlindungan hutan dapat berupa alat pemadam kebakaran baik perangkat lunak maupun perangkat keras, alat komunikasi, perlengkapan satuan pengaman hutan, tanda batas kawasan hutan, plang/tanda-tanda larangan, alat mobilitas antara lain dapat berupa kendaraan roda empat dan roda dua serta kendaraan air. Yang termasuk prasarana perlindungan hutan dapat berupa asrama satuan pengamanan hutan, rumah jaga, jalan-jalan pemeriksaan, menara pengawas, dan parit batas (PP No.45 Tahun 2004).
19
III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di 3 (tiga) lokasi yaitu : Taman Nasional Betung Kerihun di Kalimantan Barat, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Jawa Barat, dan Taman Nasional Alas Purwo di Jawa Timur. Keadaan umum lokasi penelitian diuraikan di bawah ini. 1.
TAMAN NASIONAL BETUNG KERIHUN
1.1. Letak dan Luas Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) adalah kawasan konservasi terbesar di Propinsi Kalimantan Barat. Kawasan konservasi ini berstatus Taman Nasional melalui surat keputusan Menteri Kehutanan No 467/KptsII/1995 pada tanggal 5 September 1995 dan secara administratif termasuk ke dalam wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten Kapuas Hulu dengan ibukotanya Putussibau. Kawasan TNBK berada dalam empat kecamatan yaitu Kecamatan Embaloh Hulu, Kecamatan Embaloh Hilir dan Kecamatan Putussibau Utara serta Kecamatan Putussibau Selatan. Kawasan TNBK terbentang memanjang pada 112o 15' - 114o 10' Bujur Timur dan 0o 40' 1o35' Lintang Utara yang meliputi total area 800,000 hektar atau sekitar 5,5% dari luas total daratan Propinsi Kalimantan Barat yang sebesar 14.807.700 hektar (BBTNBK 1999). TNBK berbentuk sempit memanjang berbatasan dengan negara bagian Sarawak, Malaysia di sebelah utara, propinsi Kalimantan Timur di sebelah timur, di sebelah selatan dengan Banua Martinus dan Putussibau, dan wilayah Lanjak/Nanga Badau di sebelah barat. Berdasarkan peta lampiran SK, total garis perbatasan TNBK sepanjang 812 Km yang terbagi menjadi sepanjang 398 Km berbatasan dengan Malaysia, 146 Km dengan batas Propinsi Kalimantan Timur, dan sepanjang 268 Km dengan batas di dalam propinsi Kalimantan Barat. Garis batas yang sangat panjang ini mempunyai konsekuensi pengelolaan dan pengamanan yang amat berat. Bentuk ketebalan TNBK pun bervariasi. Wilayah yang tertipis hanya 15 km diwilayah Gunung Lawit - Sungai Menjakan di bagian tengah, dan menebal menjadi 25 km di sekitar Gunung Betung di bagian barat, dan setebal sekitar 35 km di antara
20 Sarawak dan Kaltim di bagian timur. Bentuk yang memanjang dan tipis ini kurang menguntungkan bagi hewan yang mempunyai daya jelajah jauh. Bila memungkinkan daerah yang sempit ini harus diperlebar dengan mencari wilayah tambahan di luarnya yaitu yang sekarang berstatus hutan lindung di hulu kampung Nanga Potan (BBTNBK 1999).
Gambar 3 Citralandsat TNBK 1.2 Aksesibilitas Terdapat dua jalur (gateway) yang dapat dilalui untuk memasuki kawasan TNBK. Pintu pertama dari Pontianak, Kalimantan Barat menuju ke kota Putussibau ibukota Kabupaten Kapuas Hulu. Dengan melewati jalur Tayan-Sosok, perjalanan dari Pontianak menuju Putussibau menempuh jarak sejauh 600 Km. Perjalanan Pontianak Putusssibau dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi umum, yaitu bus umum atau travel selama sekitar 12 - 16 jam atau menggunakan pesawat udara dengan waktu tempuh sekitar 1 jam (BBTNBK 1999).
21 Jalur kedua adalah pintu jalur perbatasan Indonesia ‐ Malaysia (Sarawak). Jalur ini dapat dilalui menggunakan transportasi darat melalui jalur lintas utara. Dari Sarawak mencapai Lubok Antu (Wilayah Malaysia) sekitar 4 jam, dan dari Lubok Antu - Badau (Wilayah Indonesia) membutuhkan waktu setengah jam dengan menggunakan kendaraan roda empat. Kemudian dilanjutkan dengan perjalanan ke Dusun Sadap (dusun terdekat di wilayah barat TNBK) yang memerlukan waktu sekitar 2 jam. Untuk memasuki kawasan barat TNBK dari kota Putussibau dapat menggunakan jalur lintas utara dengan kendaraan umum dengan waktu tempuh sekitar 3 jam menuju dusun Sadap. Dari Dusun Sadap perjalanan menuju kawasan dapat dilanjutkan dengan perahu motor (speed boat) melalui jalur sungai Embaloh, dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Untuk memasuki wilayah tengah kawasan TNBK terdapat dua jalur yaitu melalui Sungai Sibau dan Sungai Mendalam. Perjalanan melawati sungai Sibau dilakukan untuk memasuki wilayah Sibau. Perjalanan untuk memasuki wilayah Sibau, dari Putussibau hingga pos jaga di dusun Nanga Potan memerlukan waktu sekitar 3 jam dengan menggunakan perahu motor (speed boat). Perjalanan menuju kawasan TNBK dari dusun Nanga Potan dilanjutkan dengan menggunakan perahu motor ke arah hulu Sungai Sibau dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Sedangkan untuk memasuki wilayah Mendalam dari Putussibau harus memudiki sungai Kapuas kemudian masuk ke sungai Mendalam hingga sampai ke dusun Nanga Hovat dengan waktu tempuh sekitar 4 jam. Perjalanan mencapai batas kawasan membutuhkan waktu sekitar 3 jam. Untuk memasuki wilayah timur kawasan, yang merupakan wilayah Daerah Aliran Sungai Kapuas, dilakukan dengan perahu tempel (longboat) menuju hulu Sungai Kapuas. Dari Putussibau untuk mencapai pos jaga Nanga Bungan di Hulu Kapuas membutuhkan waktu sekitar 6 jam dengan long boat. Dilanjutkan memudiki hulu Sungai Kapuas hingga Riam Matahari, dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Dan untuk menuju ujung Timur kawasan dari pos jaga Nanga Bungan dilakukan dengan memudiki sungai Bungan hingga
22 ke Dusun Tanjung Lokang dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam (BB TNBK 2009). 1.3. Topografi Keadaan topografi TNBK sebagian besar berbukit dan bergunung serta sedikit dataran dengan ketinggian tempat berkisar antara 150 m sampai dengan sekitar 2.000 m dari permukaan laut. Kawasan bukit dan gunung terdiri dari rangkaian pegunungan Kapuas Hulu di bagian Utara yang berbatasan dengan Sarawak dan di bagian Timur adalah pegunungan Muller yang berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Timur. Kawasan TNBK terbagi atas beberapa kelompok ketinggiannya terbesar pada kisaran 200 - 500 m sebanyak 38.51%, diikuti oleh kisaran 500 - 700 m sebanyak 28.14%, 700 - 1.000 m sebanyak 15.90% , 1.000 - 1.500 m sebanyak 11,19%, lebih rendah dari 200 m sebanyak 5,34%, dan yang berketinggian diatas 1.500 m dari permukaan laut hanya 0,92%. Sebagian besar kawasan ini (61,15%) mempunyai kelerengan yang terjal di atas 45% dan yang berlereng diantara 25% - 45% sebanyak 33,08% dari luas kawasan, serta hanya sebanyak 5,77% yang berlereng dibawah 25%. Jadi TNBK hampir tidak mempunyai daerah landai kecuali pada lembah-lembah sungai yang relatif sempit (BBTNBK 1999). 1.4. Iklim Secara garis besar iklim di kawasan TNBK adalah tipikal iklim Kalimantan daerah pedalaman yang sangat basah. Mengacu pada stasiun pencatat terdekat yaitu Putussibau (alt. 50 m dpl) dari tahun 1974 sampai dengan tahun 1996, data curah hujan aktual pertahun berkisar antara 2.863 5.517 mm dengan jumlah hari hujan 120 - 309 per tahun. Bulan yang agak kering adalah antara bulan Juni - September walaupun jumlah curah hujannya masih diatas 100 mm setiap bulan. Tahun yang terkering terjadi pada tahun 1976 dengan curah hujan 2.863 mm dan hari hujan 120 per tahun. Sedangkan tahun terbasah terjadi pada tahun 1988 dengan curah hujan 5.517 mm dan hari hujan 184 per tahun. Tahun 1995 juga istimewa karena hari hujannya sebanyak 309, walaupun curah hujannya hanya 4.804 mm per tahun. Menurut
23 Schmidt & Ferguson hal seperti ini termasuk iklim selalu basah type A dengan nilai Q = 2.6%. Tipe dan pola iklim di kawasan Putussibau nampak tidak banyak berubah dalam kurun waktu yang cukup lama. Hal ini terlihat bila dibandingkan dengan data Berlage Jr. (1949) yang mencatat data selama 40 tahun (1902 - 1941) menunjukan bahwa curah hujan rata-rata per tahunnya adalah 4.341 mm dengan jumlah hari hujan 182.2 per tahun. Berdasarkan data tahun 1974 - 1996 dari Bandara Pangsuma (Putussibau) pun menghasilkan nilai yang mirip yakni curah hujan 4.201 mm dengan jumlah hari hujan 177.8 per tahun. Hal ini menggambarkan bahwa iklim di sekitar TNBK tidak banyak berubah selama kurun waktu hampir 100 tahun (BBTNBK 1999). 1.5. Hidrologi Sistem hidrologi di kawasan TNBK cukup unik dengan ratusan jaringan sungai kecil dan besar yang termasuk dalam sistem besar Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas. DAS Kapuas sendiri meliputi area seluas 9.874.910 hektar atau sekitar 67% dari Propinsi Kalimantan Barat yang seluas 14.680.700 hektar. Secara keseluruhan TNBK mempunyai lima bagian Sub DAS yaitu Sub DAS Embaloh di barat, Sub DAS Sibau-Menjakan dan Sub DAS Mendalam di bagian tengah, serta Sub DAS Hulu Kapuas/Koheng dan Sub DAS Bungan di bagian timur. Berdasarkan pola dan kerapatan aliran sungai dari analisis foto udara skala 1:25.000 serta dipadukan dengan struktur geologinya, kawasan TNBK dapat dibagi menjadi 13 unit bentang lahan (terrain unit) atau satuan ekologi (ecological unit) yang berbeda. Bentukan pola aliran sungai ini disebabkan oleh kelurusan-kelurusan yang dapat berupa patahan-patahan ataupun kekarkekar. Seperti telah disebut dimuka, sungai-sungai di TNBK banyak yang dramatis dengan jurang yang terjal dan licin serta berlantai dasar batuan induk hitam akibat aktivitas vulkanik pada post-Eocene. Salah satu diantaranya adalah Sungai Embaloh yang batuan dasar sungainya berumur sangat tua dan tertanam dalam pada bagian lipatan yang curam dari batuan basalt dan andesit.
24 Panjang dan kondisi sungai di TNBK sangat bervariasi mulai yang lebar, sempit, keruh, jernih, dalam, dangkal, berlumpur, berbatu, berarus tenang, deras, bahkan berjeram yang cukup tinggi. Panjang Sungai Embaloh diukur mulai dari mata air di puncak Gunung Tunggal (1.120 m) sampai di perbatasan kawasan TNBK di muara Sungai Paloh sepanjang sekitar 95 Km. Sungai Sibau mengalir sepanjang 25 Km diukur dari mata air di Gunung Aseh (850 m) ke perbatasan TNBK bagian selatan. Sungai Menjakan yang merupakan cabang Sungai Sibau dengan mata air di Gunung Lawit (1.770 m) malah lebih panjang yaitu sepanjang 65 Km. Sungai Mendalam yang bermata air di Gunung Batu (1.410 m) sepanjang sekitar 30 Km. Sungai Hulu Kapuas/Koheng yang terdapat di dalam kawasan TNBK dengan mata air di Gunung Cemaru (1.180 m) sepanjang sekitar 100 Km. Sungai
Bungan
yang
bermuara
di
Kapuas
Koheng
cabang
terpanjangnya adalah 50 Km dan bermata air di Gunung Liang Cahung di perbatasan dengan Kalimantan Timur. Sungai Bungan mempunyai banyak cabang yang bermata air di pegunungan Muller yang berbatasan dengan Kalimantan Timur yang puncaknya antara lain adalah Gunung Lepuyan (1.120 m), Gunung Batu Tapung (1.300 m), Gunung Dayang (1.640 m), dan Gunung Kerihun (1.790 m). Gunung Kerihun adalah nama yang dikenal oleh penduduk setempat yang disalah-ucapkan menjadi Gunung Karimun (BBTNBK 1999) 1.6. Ekosistem Keanekaragaman ekosistem di kawasan TNBK sangat tinggi dan keadaan vegetasi hutannya masih baik dan relatif utuh. Berdasarkan pengamatan lapangan, kawasan hutan di Taman Nasional Betung Kerihun dapat dikelompokkan menjadi delapan tipe ekosistem, walaupun dari interpretasi foto udara bisa dikenali sebanyak 13 unit bentang lahan yang berbeda. Analisis ekosistem hutan didapat dari 49 petak berukuran 10 X 50 m yang secara bersistem dicuplik di ketinggian antara 150 sampai dengan 1.150 m. Kedelapan tipe hutan tersebut adalah Hutan Dipterocarpaceae Dataran Rendah (Low Land Dipterocarp Forest), Hutan Aluvial (Alluvial Forest), Hutan Rawa (Swamp Forest), Hutan Sekunder Tua (Old Secondary Forest),
25 Hutan Dipterocarpaceae Bukit (Hill Dipterocarp Forest), Hutan Berkapur (Limestone Forest), Hutan Sub-Gunung (Sub-Montane Forest), dan Hutan Gunung (montane forest). Pengamatan dan analisa langsung di lapangan (ground thruthing) dari ekosistem hutan TNBK masih sangat diperlukan mengingat kerja lapangan yang selama ini dilakukan baru mencakup sebagian kecil kawasan TNBK. Studi ekosistem dan analisis vegetasi di masa datang hendaknya berpijak pada peta pembagian 13 bentang lahan dari analisis foto udara ini (BBTNBK 1999) 1.7. Keanekaragaman Flora Keanekaragaman jenis pohon, hutan Taman Nasional Betung Kerihun memiliki keragaman jenis yang tinggi dan beberapa diantaranya merupakan jenis baru. Hutan Dipterocarpaceae dataran rendah yang merupakan porsi terbesar dari Taman Nasional Betung Kerihun mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi dan umumnya dari marga Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Parashorea, Shorea, Vatica.
Di luar koleksi umum, jenis yang
terdapat di 49 petak berukuran 10 x 50 m yang secara bersistem dicuplik di ketinggian antara 50 sampai dengan 1.150 m di dapat 695 jenis pohon yang tergolong dalam 15 marga, dan 63 suku yang 50 jenis diantaranya merupakan jenis endemik pulau Borneo. Sebagai contoh adalah jenis Amyxa pluricormis yang merupakan kerabat kayu Gaharu (Aquilaria spp) tidak hanya endemik Borneo, namun juga merupakan marga yang tunggal. Selain itu, pisang jenis baru Musa lawitiensis dan beberapa jenis flora temuan baru (new record) seperti Neo uvaria, Acuminatissima, Castanopsis inermis, Lithocarpus Phillipinensis, Chisocheton caulifloris, Eugenia spicata, dan Shorea peltata juga didapatkan. Keanekaragaman nabati yang tinggi ini terlihat juga dengan jenis di setiap famili tumbuhan.
Suku Dipterocarpaceae misalnya, mempunyai
jumlah jenis terbesar, yaitu 121 dari total 267 jenis yang tumbuh di Borneo. Marga Shorea saja mempunyai jumlah jenis tidak kurang dari 30 jenis. Suku tumbuhan lain yang mempunyai jumlah jenis tidak kurang dari 30 jenis. Suku tumbuhan lain yang mempunyai jumlah jenis banyak adalah Euphorbiaceae (73), Clusiaceae (33), Burseraceae (30), Mrytaceae (28).
26 1.8. Keanekaragaman Fauna Keanekaragaman jenis fauna di TNBK cukup tinggi baik yang belum maupun yang sudah dilindungi oleh Peraturan Perundangan. Dari kelompok mamalia teridentifikasi 48 jenis mamalia, diantaranya adalah Harimau Dahan (Neofolis nebulosa), Kucing Hutan (Felis bengalensis), Beruang Madu (Helarctos
malayanus),
Kijang
(Muntiacus
muntjak),
Kijang
Emas
(Muntiacus atherodes), Rusa Sambar (Cervus sp) dan Kancil (Tragulus napu) dan satu jenis berang-berang (Lutra Sumatrana) yang dinyatakan langka oleh IUCN ternyata masih bisa ditemui di DAS Mendalam. Keanekaragaman fauna di Taman Nasional Betung Kerihun sangat tinggi dan beberapa diantaranya merupakan jenis baru.
Dari kelompok
primata ditemukan sebanyak 7 jenis, yaitu: orang utan (Pongo pygmaeus), kelampiau (Hylobates muelleri), Hout (Presbytis frontata), kelasi (Presbytis rubicunda), beruk (Macaca nemestrina), kera (Macaca fascicularis), dan tarsius (Tarsius bancanus). Jenis ikan di kawasan TNBK juga tergolong tinggi, paling tidak ditemukan tiga jenis ikan yang salah satunya ikan pelekat yang diberi nama Gastromyzon embalohensis IR Spec. sedangkan dua jenis lainnya masih dalam pengkajian ilmiah untuk penamaannya. Salah satu jenis ikan yang berpotensi untuk dibudidayakan sebagai ikan konsumsi adalah ikan semah (Tor tambroides) yang saat ini banyak ditangkap masyarakat untuk diperjualbelikan. Secara keseluruhan untuk kelompok ikan berhasil dikoleksi sekitar 4.000 specimen yang diambil dari 123 stasiun di 35 sungai besar dan kecil, menghasilkan 112 jenis ikan yang tergolong dalam 41 marga dan 12 suku, dan 14 jenis diantaranya merupakan jenis endemik Borneo.
Dari
kelompok serangga di TNBK tercatat tidak kurang dari 170 jenis yang teridentifikasi (BBTNBK 1999). Kelompok burung teridentifikasi sebanyak 301 jenis yang tergolong dalam 151 marga dan 36 suku. Diantaranya terdapat 15 jenis merupakan pendatang (migran), Sebanyak 6 jenis merupakan temuan baru untuk Indonesia, yaitu Acciper nisus, Dendricitta cinerascens, Ficedula parva, Luscinia calliope, Pycononotus flasvescent, dan Rhinomyas brunneata. Sebanyak 63 jenis merupakan jenis burung yang dilindungi oleh undang-
27 undang, termasuk didalamnya adalah mascot fauna Propinsi Kalimantan Barat yaitu Enggang Gading (Buceros vigil) dan 24 jenis merupakan jenis endemik untuk Borneo. Keanekaragaman jenis herpetofauna (amphibia dan reptilia) di TNBK cukup tinggi. Dari sekitar 1.500 specimen yang berhasil dikumpulkan, 103 jenis diantaranya telah dapat diidentifikasi yang terdiri dari: 51 jenis amphibi, 26 jenis kadal, 2 jenis buaya, 3 jenis kura-kura dan 21 jenis ular. Hal yang menarik adalah ditemukannya salah satu jenis yang tergolong katak terkecil di dunia yaitu Leptobrachella myorbergi yang ukuran dewasanya kurang dari satu cm. 1.9. Sosial, Ekonomi dan Kebudayaan Penduduk yang bermukim di sekitar kawasan (daerah penyangga) dan di dalam kawasan Taman Nasional Betung Kerihun pada umumnya adalah suku Dayak. Terdapat 7 (tujuh) etnis masyarakat Dayak yang bermukim di sekitar kawasan TNBK, yaitu Dayak Iban dan Dayak Tamambaloh di bagian barat kawasan; suku Dayak Taman Sibau, Dayak Kantu' Dayak Kayaan, Bukat di bagian tengah dan suku Dayak Punan di bagian timur kawasan. Terdapat 12 desa yang terbagi dalam 34 dusun penyangga terdekat yang berada di dalam dan sekitar kawasan TNBK. Di bagian barat kawasan TNBK terdapat Desa Manua Sadap dan Desa Pulau Manak Kecamatan Embaloh Hulu. Di Bagian Tengah terdapat Desa Sibau Hulu, Sibau Hilir, Nanga Nyabau dan Benua Tengah untuk DAS Sibau dan Desa Datah Diaan, Padua Mendalam, Harapan Mulia di DAS Mendalam. Sementara itu di bagian timur terdapat Desa Bungan Jaya, Desa Beringin Jaya dan Desa Tanjung Lokang, dimana Desa Bungan Jaya dan Tanjung Lokang berada di dalam kawasan TNBK. Sebagian besar mata pencaharian mereka tergantung pada sumber daya alam sekitar tempat tinggal mereka, diantaranya sebagai peladang, pemungut gaharu, pemungut tengkawang, pemburu dan pencari ikan (BB TNBK 2009).
28 1.10. Organisasi 1.10.1. Struktur Organisasi Pengelolaan
Taman
Nasional
Betung
Kerihun
berada
dalam
tanggungjawab Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan. Sejak kawasan konservasi ini ditetapkan, UPT yang bertanggungjawab langsung akan pengelolaan TNBK telah beberapa kali mengalami perubahan struktur organisasi, yakni : Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Kalimantan Barat (1995 – 1997); Unit Taman Nasional TNBK (1997-2002); Balai TNBK (2002 – 2007) dan Balai Besar TNBK sejak bulan Februari 2007 hingga saat ini. Pada tahun 2007, melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007 Tanggal 1 Februari 2007 Balai TNBK kembali mengalami kenaikan tingkat Eselon dengan menjadi instansi setingkat Eselon II b (Balai Besar TN tipe B). Struktur organisasi Balai Besar TNBK dapat dilihat pada Gambar 4. 1.10.2. Pembagian Wilayah Kerja Kantor pusat Balai Besar TNBK (BBTNBK) bertempat di Kota Putussibau yang merupakan ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Dengan perkembangan struktur organisasi sebagai balai besar, BTNBK melakukan pembagian wilayah kerja organisasinya sebagai berikut : 1. Bidang Pengelolaan TN Wilayah I Kantor Bidang Pengelolaan TN Wilayah I berlokasi di Desa Pulau Manak, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu. Wilayah kerja Bidang Pengelolaan TN Wilayah I meliputi DAS Embaloh dan DAS Sibau. Seksi Pengelolaan TN (SPTN) Wilayah I yang berada di bawah koordinasi Bidang Pengelolaan TN Wilayah I berlokasi di Lanjak, yang merupakan pintu perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. SPTN I ini memiliki wilayah kerja meliputi DAS Embaloh dengan 1 (satu) Resort Sadap. Sementara itu, SPTN II yang juga berada dalam koordinasi Bidang Pengelolaan TN Wilayah I berlokasi di
29 Tanjung Kerja, dengan wilayah kerja meliputi DAS Sibau dan DAS Apalin. SPTN II memiliki 1 (satu) Resort Nanga Potan. 2. Bidang Pengelolaan TN Wilayah II Kantor Bidang Pengelolaan TN Wilayah II berlokasi di Kedamin, Kecamatan Putussibau Selatan. Wilayah kerjanya meliputi DAS Mendalam Dan DAS Kapuas Koheng. Tanggungjawab wilayah kerja ini didistribusikan kepada SPTN III dan IV, yang berlokasi di Tanjung Karang dan Nanga Era. DAS Mendalam merupakan wilayah kerja dari SPTN III dan DAS Kapuas Koheng adalah wilayah kerja dari SPTN IV. Di SPTN III dibentuk 1 (satu) buah Resort Nanga Hovat. Sementara itu untuk SPTN II dibentuk 2 (dua) buah resort yaitu Resort Bungan dan Tanjung Lokang (BB TNBK 2009).
30
Kepala Balai Besar
Kepala Bidang Teknis Konservasi TN
Kepala Bagian Tata Usaha
Kepala Seksi Perlindungan Pengawetan & Perpetaan
Kepala Seksi Pemanfaatan Pelayanan
Ka, Sub Bag Umum
Kepala Bidang Pengelolaan TN Wilayah I
Kepala Seksi Pengelolaan TN Wilayah I
Ka. Resort PTN Sadap Sebabai
Ka. Sub Bag Perencanaan & Kerjasama
Ka. Sub Bag Data, Humas & Evlap
Kepala Bidang Pengelolaan TN Wilayah II
Kepala Seksi Pengelolaan TN Wilayah II
Ka. Resort PTN Na. Potan Sebabai
Kepala Seksi Pengelolaan TN Wilayah III
Ka. Resort PTN Na. Hovat Sebabai
Kelompok Jabatan Fungsional
Kepala Seksi Pengelolaan TN Wilayah IV
Ka. Resort PTN Na. Bungan Sebabai
Gambar 4 Struktur Organisasi Balai Besar TNBK
Ka. Resort PTN Tj. Lokang Sebabai
31 2.
TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
2.1. Letak dan luas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah satu dari lima taman nasional pertama di Indonesia yang diumumkan pada tanggal 6 Maret 1980 oleh Menteri Pertanian. Tingginya keanekaragaman hayati yang dimilikinya, UNESCO menetapkan sebagai cagar Biosfer yang merupakan paru-paru dunia. Taman nasional ini terletak di antara 106'51" - 107'02" BT dan 64'1" 65'1" LS, secara administratif termasuk wilayah Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Ekosistem di dalamnya merupakan hutan tropis pegunungan yang relatif masih utuh terdiri dari dua puncak utama, yaitu Gunung Gede (2.958 m dpl) dan Gunung Pangrango (3.019 m dpl). Secara administratif pemerintahan termasuk Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Sejarah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango mempunyai posisi dan peran penting dalam sejarah konservasi Indonesia. Sejarah konservasi di kawasan Gunung Gede Pangrango diawali dengan Cagar Biosfer Cibodas oleh UNESCO melalui Program Man and Biosphere tahun 1977 dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) sebagai zona inti Cagar Biosfer. Dilanjutkan dengan deklarasi Menteri Pertanian pada tanggal 6 Maret 1980, bahwa kawasan TNGGP ditetapkan sebagai Pelestarian Alam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan luas 15.196 hektar. Kemudian pada tahun 1995 ditetapkan sebagai Sister Park. Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 174/Kpts-II/2003, tanggal 10 Juni 2003, luas TNGGP diperluas menjadi kurang lebih 21.975 hektar, yang merupakan perluasan areal eks. Perum Perhutani. Dan atas dasar Berita Acara Serah Terima Pengelolaan Nomor 002/BAST – HUKAMAS/2009 Nomor 1237/II-TU/2/2009 tanggal 6 Agustus 2009 dan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten Kepada BB TNGGP, luas kawasan yang diserahkan seluas 7.655 Ha. Dengan demikian total luas TNGGP adalah 22.851 Ha (BB TNGGP 2009).
32
Gambar 5 Citra landsat TNGGP 2.2. Aksesibilitas Cara mencapai Kawasan TNGGP Jakarta - Bogor - Cibodas, ± 100 km (±; 2,5 jam) Bandung - Cipanas - Cibodas, ± 89 km (± 2 jam) Bogor - Selabintana/Situgunung, ± 60/75 km (± 2 jam) 2.3. Topografi Kawasan TNGGP merupakan rangkaian gunung berapi, terutama Gunung Gede (2.958 dpl) dan Gunung Pangrango (3.019 m. dpl). Topografi bervariasi mulai dari landai hingga bergunung, dengan kisaran ketinggian antara 700 m dan 3000 m dpl. Jurang dengan kedalaman sekitar 70 m banyak dijumpai di kedua kawasan tersebut. Sebagian besar kawasan TNGGP merupakan dataran tinggi tanah kering dan sebagian kecil merupakan daerah rawa, terutama di daerah sekitar Cibeureum yaitu rawa Gayonggong. Pada bagian selatan kawasan yaitu daerah Situgunung, memiliki kondisi lapangan yang berat karena terdapat bukit-bukit (seperti bukit Masigit) dengan
33 kelerengan 20-80%. Kawasan Gunung Gede yang terletak di bagian Timur dihubungkan Gunung Pangrango oleh punggung bukit yang berbentuk sadel, sepanjang ± 2.500 meter dengan sisi-sisnya yang membentuk lereng-lereng curam berlembah menuju daratan Bogor, Cianjur dan Sukabumi. 2.4. Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim Schmid-Ferguson, TNGGP termasuk ke dalam tipe iklim A curah hujan yang tinggi. Oleh karena itu TNGGP merupakan salah satu daerah terbasah di Pulau Jawa. Suhu udara rata-rata di puncak gunung antara 10° - 18° C pada siang hari dan pada malam hari 50C. Musim hujan berlangsung pada bulan Oktober s/d Mei. Curah hujan tahunan berkisar antara 3000 - 4.000 mm per tahun dengan curah hujan rata-rata per bulan 200 mm dan meningkat sampai 400 mm pada bulan Desember s/d Maret. Kelembaban udara berkisar 80% - 90%. 2.5. Hidrologi Berdasarkan peta hidro-geologi Indonesia Skala 1:250.000 yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan tahun 1986, sebagian besar kawasan TNGGP merupakan akuifer daerah air tanah langka dan sebagian kecil merupakan akuifer produktif sedang dengan sebaran yang luas. Umumnya air tanah tidak tertekan dengan debit airnya kurang dari 5 liter/detik. Daerah paling produktif kandungan sumber air tanahnya adalah daerah kaki Gunung Gede, yaitu daerah Cibadak Sukabumi dengan mutu air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum selain untuk air irigasi (BBTNGGP 1995). Pola aliran sungai-sungai yang berada dalam kawasan TNGGP secara umum membentuk pola radial. Seperti halnya di daerah rangkaian pegunungan, sungai-sungai tersebut memisahkan punggung-punggung bukit dan membentuk sungai yang lebih lebar di daerah bawah. Dikaitkan dengan curah hujan tahunan yang tinggi (rata-rata 2000 – 4200 mm), maka sebagian besar sungai-sungai di dalam kawasan TNGGP merupakan sungai abadi dengan mata air yang mempunyai debit rata-rata lebih kecil dari 10 liter/detik. Hanya sungai-sungai di lereng Selatan Gunung Gede Pangrango yang bersatu
34 di wilayah Sukabumi ke dalam aliran Sungai Cimandiri memiliki debit air sekitar 100-500 liter/detik (BBTNGGP 1995). Sungai-sungai kecil di lereng Utara dan Barat Gunung Pangrango mengalir ke Sungai Cisarua, Cijambe, Cinagara, dan Cimande. Beberapa sungai tersebut merupakan sumber utama air Sungai Ciliwung yang bermuara di Teluk Jakarta dan Sungai Cisadane yang bermuara di Tanjung Pasir, Tangerang. Sungai yang mengalir dari kawasan TNGGP dan berakhir di Sungai Cimandiri di wilayah Sukabumi adalah Cipamutih, Cigunung, dan Cimahi. Selain itu, dari bagian
Barat Daya Gunung Gede-Pangrango
mengalir sungai-sungai antara lain Cikahuripan, Cigunung, Cileuleuy, Cimunjul dan Ciheulang yang membentuk sungai Citatih yang bermuara di Pelabuhan Ratu. Daerah di lereng Gunung Gede banyak dialiri oleh sungai-sungai kecil. Beberapa diantaranya bergabung dan membentuk tiga air terjun di daerah Cibeureum, yaitu Air Terjun Cibeureum. Air Terjun Cikundul, dan Air terjun Cidengdeng. Dari air terjun ini air mengalir ke daerah rawa-rawa dan membentuk Rawa Gayonggong yang merupakan sumber aliran air Sungai Cikundul. 2.6. Ekosistem TNGGP memiliki keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem sub montana (1.000-1.500 m dpl), montana (1.500-2.400 m dpl), sub alphin (2.400 m dpl ke atas), ekosistem danau, rawa, savana dan lain-lain. Sub montana adalah ekosistem hutan dengan keragaman jenis yang tinggi, ditandai banyaknya pohon-pohon besar dan tinggi yang membentuk tiga strata tajuk. Jenis-jenis dominan menurut strata adalah : 1. Ardisia fuliginosa dan Dichroa febrifuga, belukar (3-5 m). 2. Altingia excelsa, yang dapat mencapai ketinggian 10-20 m. 3. Antidesma tetradum dan Litsea sp, ketinggian 20-30 m. Montana adalah ekosistem hutan yang ditandai dengan sedikitnya jenis tumbuhan yang banyak dijumpai yaitu Puspa (Schima walichii) yang daun mudanya berwarna merah dan Podocarpus imbricartus jenis berdaun jarum.
35 Batang-batang pohon umumnya ditumbuhi lumut. Sub alpin merupakan hutan yang keragaman jenisnya rendah dengan pohon-pohon kerdil. 2.7. Keanekaragaman Flora Kawasan TNGGP memiliki potensi kekayaan flora yang tinggi. Lebih kurang 1000 jenis flora dengan 57 famili ditemukan di kawasan ini yang tergolong tumbuhan berbunga (Spermatophyta) 925 jenis, tumbuhan paku 250 jenis, lumut 123 jenis dan jenis ganggang, Spagnum, jamur dan jenisjenis Thallophyta lainnya. Kawasan TNGGP kaya dengan jenis anggrek, tercatat 199 jenis anggrek di kawasan ini. 2.8. Keanekaragaman Fauna Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan habitat berbagai satwa langka dan dilindungi. Satwa langka yang dapat dijumpai antara lain primata, yaitu Owa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), Lutung (Trachypithecus auratus), Macan tutul (Panthera pardus), Kucing hutan (Felis bengalensis), Kancil (Tragulus javanicus) dan Anjing hutan (Cuon alpinus). Kawasan ini kaya akan berbagai jenis burung, tercatat 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa dapat dijumpai di sini dan beberapa jenis merupakan burung langka seperti Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan jenis burung hantu (Otus angelinae). 2.9. Keadaan Sosial Ekonomi Kawasan TNGGP menjadi sangat penting untuk ketersediaan air, udara bersih dan fungsi-fungsi ekosistem lainnya di wilayah Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan Bogoe. Secara administratif TNGGP di tiga Kabupaten dan 18 Kecamatan. Ketiga Kabupaten tersebut adalah Cianjur, Sukabumi dan Bogor. Di Kabupaten Cianjur mencakup 5 kecamatan yaitu : Cipanas, Pacet, Cugenang, Warungkondang dan Gekbrong. Kabupaten Sukabumi mencakup 6 Kecamatan yaitu Sukalarang, Sukaraja, Kadudampit, Caringin, Cibadak, Nagrak, Cicurug, dan Ciambar. Sementara di Kabupaten Bogor mencakup 5 Kecamatan yaitu Cigombong, Caringin, Ciawi, Megamendung dan Cisarua. Selain tiga Kabupaten dan 16 Kecamatan, TNGGP juga mencakup 66 desa yang tersebar di sekitarnya.
36 Sebagain besar masyarakat di sekitar TNGGP berpendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yang tidak mempunyai ketrampilan khusus dan kemampuan bersaing, sehingga kesempatan bekerja di luar pertanian sangat terbatas. Mata pencaharian utama adalah bertani, tetapi kepemilikan lahan rata-rata 0.2 ha/keluarga. Banyak petani yang tidak mempunyai lahan dan hanya bekerja sebagai buruh tani, sehingga mereka memerlukan lahan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang demikian, menimbulkan tekanan bagi kawasan dan sumberdaya alam yang ada di TNGGP (BB TNGGP 2009). 2.10. Organisasi Organisasi TNGGP saat ini, berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanan Teknis Taman Nasional, adalah termasuk ke dalam Tipe A setingkat eselon II b, dibantu oleh 2 (dua) pejabat eselon III b, meliputi Kepala Bagian Tata Usaha dan Kepala Bidang Teknis Konservasi yang berkedudukan di Kantor Balai Besar, 3 (tiga) Pejabat eselon IV berkedudukan di Kantor Balai Besar (Kepala Sub Bagian Umum, Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Program, Kepala Sub Bagian Data, Evaluasi, Pelaporan dan Hubungan Masyarakat), dan 2 (dua) Pejabat eselon IV sebagai Kepala Seksi di bawah Bidang Teknis berkedudukan di Kantor Balai, Serta 3 (tiga) Pejabat Eselon III meliputi Kepala Bidang Pengelolaan TN Wilayah I Cianjur, Kepala Bidang Pengelolaan TN Wilayah II Sukabumi dan Kepala Bidang Pengelolaan TN Wilayah III Bogor, dan 2 (dua) Pejabat Eselon IV sebagai Kepala Seksi untuk masing-masing bidang wilayah, serta berdasarkan Surat Keputusan Kepala BB TNGGP dibantu oleh 22 Kepala Resort yang menyebar di tiga bidang wilayah dan di masing-masing seksi wilayah. Struktur organisasi Balai Besar TNGGP dapat dilihat pada Gambar 6.
37
Balai Besar TNGGP
Bagian Tata Usaha
Sub Bag Perencanaa n & Kerjasama
Sub Bag Umum
Bidang PTN Wilayah I Cianjur
Bidang Teknis Konservasi TN Seksi Perlindu ngan Pengawe tan & Perpetaa n
Seksi Pemanf aatan Pelayan an
Seksi PTN Wilayah I Cibodas
RP TN Pair Sum bul RPT N Mod el Man dala RP ngi
TN Gun ung Putr i RP TN Mal eber
Seksi PTN Wilayah II Gedeh RP TN Mo del Sar RP ong TN ge Suk amu lya RP TN Cijo ho
Bidang PTN Wilayah II Sukabumi Seksi PTN Wilaya h III Selabin tanan RP TN Goa lpar a RP TN Cije ruk RPT N Mode l Selabi ntana
RP TN Teg aleg a
Sub Bag Data, Humas & Evlap
Bidang TN Wilayah III Bogor
Seksi PTN Wilaya h IV Situgun ung RPT N Mode l Situ Gunu ng
RP TN Cim ung kat RP TN Cire nde u RP TN Nag rak RP TN Pair Han tap
Kelompok Jabatan Fungsional : POLHUT, PEH dan Penyuluh Polhut
Gambar 6 Struktur Organisasi Balai Besar TNGGP
Seksi PTN Wilaya hV Bodogo l RP TN Bod ogol RP TN Mo del PP RP KA TN B Mo del Cim and e
Seksi PTN Wilayah VI Tapos RP TN tapo s RP TN Cisa rua RP TN Tug u
38 3.
TAMAN NASIONAL ALAS PURWO
3.1. Letak dan luas. Secara geografis terletak di ujung Timur Pulau Jawa wilayah Pantai Selatan antara 8º26’45” - 8º47’00” LS dan 114º20’16” - 114º36’00” Bujur Timur. Berdasarkan administrasi pemerintahan Taman Nasional Alas Purwo terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi. Kawasan Alas Purwo, sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, semula
berstatus
sebagai
Suaka
Margasatwa
Banyuwangi
Selatan
berdasarkan kepada Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 6 stbl 456 tanggal 01 September 1939 seluas 62.000 ha. Pada tahun 1983, luas kawasan diubah menjadi 43.420 ha berdasarkan Berita Acara Pengukuran tanggal 27 Mei 1983, yang kemudian diubah statusnya menjadi Taman Nasional Alas Purwo berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 283/Kpts-II/1992 tanggal 26 Pebruari 1992. Di sebelah barat TNAP berbatasan dengan Teluk Grajagan, kawasan hutan produksi Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyuwangi Selatan, Desa Grajagan, Desa Purwoagung, Desa Sumberasri. Di sebelah Timur berbatasan dengan selat Bali dan Samudera Hindia, sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Pangpang, Selat Bali, Desa Sumberberas, Desa Kedungrejo, Desa Wringinputih, Kecamatam Muncar serta Desa Kedungasri Kecamatan Tegaldlimo dan Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia (B TNAP 2009). 3.2. Aksesibilitas. Aksesibilitas untuk menuju kawasan TNAP dapat dicapai dari Surabaya dengan naik kendaraan umum (bus) jurusan Surabaya – Banyuwangi dan dilanjutkan dengan jurusan Dambuntung. Dari Dambuntung dengan kendaraan umum (colt) ke Pasaranyar. Jarak seluruhnya ± 360 km yang dapat ditempuh rata-rata 8.5 jam. Selain itu akssesibilitas menuju kawasan TNAP dapat dicapai melalui Denpasar, Bali dengan kendaraan umum (bus) jurusan Denpasar – Gilimanuk, kemudian menyeberang dengan kapal feri menuju Ketapang dan dilanjutkan dengan kendaraan angkutan kota (mikrolet)
39 ke
Banyuwangi.
Dari
Banyuwangi
kemudian
dilanjutkan
menuju
Dambuntung/Pasaranyar dengan kendaraan umum (BTNAP 1998). 3.3. Topografi Kawasan TNAP terdiri dari daerah pantai, daratan dan rawa, daerah daratan hingga daerah perbukitan dan pegunungan, dengan ketinggian tempat dari 0 – 322 dpl dengan puncak tertinggi Gunung Lingga Manis. Daerah pantai di TNAP melingkar mulai dari Segoro Anak (Grajagan) sampai Muncar dengan panjang garis pantai 108 km. Kelerengan kawasan mulai daerah datar (0 - 8%) seluas 10.554 ha, landai (8 - 15 %) seluas 19.474 ha, agak curam (15 - 25%) seluas 11.091 ha, serta curam (25 - 40%) seluas 2301 ha (B TNAP 2009).
Gambar 7 Citra landsat TNAP 3.4. Iklim Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim kawasan Taman Nasional ini termasuk dalam tipe curah hujan E (Q 100 – 167%) dengan ratarata curah hujan tahunan berkisar antara 100 - 1500 mm. Makin ke arah
40 bagian barat wilayah tersebut curah hujan semakin tinggi.
Temperatur
berkisar antara 22 - 31ºC dan pada musim kemarau panas suhu udara dapat mencapai 37º. Kelembaban udara berkisar antara 40-85%. Angin yang berpengaruh di kawasan TNAP khususnya di wilayah Semenanjung Purwo adalah angin musim yaitu angin musim Barat yang basah dan angin musim Timur yang kering. Angin musim Barat terjadi pada bulan Oktober – April, dan berakibat musim hujan yang berlangsung pada bulan Oktober – April. Sementara itu angin musim Timur berlangsung pada Bulan April – Oktober dan pada saat itu terjadi musim kemarau (BTNAP 1998). 3.5. Hidrologi Jaringan sungai di kawasan TNAP berpola radial karena leher semenanjungnya menyempit. Aliran airnya langsung mengarah ke laut (Samudera Hindia dan Selat Bali). Sungai di kawasan Alas Purwo, secara umum berupa sungai-sungai kecil (aliran kurang dari 10 m dengan panjang kurang dari 5 km), namun jumlahnya sangat banyak (sekitar 70 buah). Beberapa sungai seperti Sunglon Ombo dan Sungai Pancur berhubungan dengan sungai kawasan tanah yang mengalir di bawah kompleks perbukitan lipatan kapur (daerah karst). Sungai Pancur mengalir dari sungai bawah tanah gua Istana dimanfaatkan untuk keperluan pengelolaan TNAP, terutama Pos Rowobendo, Pesanggrahan, Triangulasi dan Pos Pancur. Sungai yang ukurannya relatif besar (Sungai Kemiri, Sungai Pail dan Sungai Paluh Agung dan Sungai Segoro Anak) terdapat di daerah Bedul – Rowobendo, dimana aliran airnya mengumpul di bagian hilirnya dan membentuk daerah berawa. Sungai yang mengalir sepanjang tahun hanya terdapat di bagian Barat Taman Nasional yaitu Sungai Segoro Anak dan Sunglon Ombo. Pada musim penghujan muara sungai jebol dan sungai mengalir jernih, Sungai Pancur mengalir sepanjang tahun yang pada musim kemarau airnya berasa sadah dan musim penghujan berasa tawar. Di beberapa tempat air sumber dalam jumlah kecil dapat diperoleh dari sistem rekahan atau celahan dari lapisan lapuk tebal serta endapan alluvium tipis. Sumber air semacam ini dapat ditemui di blok
41 hutan Pecari Kuning dan Sadengan. Mata air banyak terdapat di Gunung Kucur, Gunung Kunci, Goa Basori dan Sendang Srengenge (BTNAP 1998). 3.6. Ekosistem Kawasan TNAP merupakan suatu ekosistem hutan tropika basah dengan berbagai tipe hutan terdapat di dalamnya. Secara keseluruhan, Taman Nasional Alas Purwo merupakan taman nasional yang memiliki formasi vegetasi yang lengkap, dimana hampir semua tipe formasi vegetasi dapat dijumpai di lokasi taman nasional. Formasi vegetasi yang dimiliki mulai dari pantai (hutan pantai) sampai hutan hujan tropika dataran rendah. 3.7. Keanekaragaman Flora Disepanjang pantai terdapat formasi hutan pantai dengan jenis-jenis khas
pantai
seperti
Ketapang
(Terminalia
catappa),
Nyamplung
(Callophyllum inophyllum), Waru laut (Hibiscus tiliaceus), dan Keben (Baringtonia asiatica).
Di daerah Slenggrong dan Segoro Anak dapat
dijumpai formasi hutan mangrove yang cukup luas dan dalam kondisi yang bagus terdiri dari 13 jenis dari 6 famili yaitu : Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera sexangula, Bruguiera sp, Cordia bantamesi BI, Cordia sp, Xylocarpus granatum, Heritiera liitoralis, Sonneratia alba dan Soneratia caseolaris. Untuk daerah yang berlumpur dan dekat sungai banyak ditumbuhi jenis Rhizophora mucronata dan Rhizophora spiculata. Formasi hutan bambu meliputi ± 40% dari luas kawasan dengan berbagai jenis bambu manggong (Bambusa sp) merupakan jenis endemik. Tumbuhan langka dan khas daerah ini adalah sawo kecik (Manilkara kauki). 3.8. Keanekaragaman Fauna Jenis-jenis satwa yang ada diantaranya adalah berbagai jenis mamalia seperti banteng (Bos javanicus), anjing hutan (Cuon alpinus), macan tutul (Panthera padrus), babi hutan (Sus scrofa), kijang (Muntiacus muntjak), dan rusa (Cervus timorensis); berbagai jenis primata seperti lutung (Presbytis cristata), kera (Macaca fascicularis); dan berbagai jenis burung yaitu merak hijau (Pavo muticus), ayam hutan (Gallus spp), dan tiga jenis kerabat burung Rangkong yaitu julang mas (Rhyticeros undulatus), kangkareng perut putih
42 (Antharacoceros albirostris convexus) dan rangkong badak (Buceros rhonoceros silvestris). Selain itu kurang lebih 20 jenis burung migran dapat dijumpai di daerah Segoro Anak pada bulan November – Januari. Fauna yang ada di daerah ini selain jenis kerang, siput dan ikan juga jenis reptilia seperti penyu hijau (Chelonia mydas), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu sisik (Erithmochelys imbricata), dan penyu abu-abu (Lepidochelys olivaceae). Di perairan laut Indonesia dapat disaksikan ikan hiu yang sering muncul ke permukaan air, serta ikan lumbalumba dan ikan duyung di perairan Selat Bali (daerah Tanjung Selakah sampai Tanjung Pasir). Jenis serangga yang ada di kawasan TNAP diketahui minimal terdapat 33 famili yang termasuk dalam 8 ordo. Ordo tersebut adalah Coleoptera, Diptera, Hemiptera, Hymenoptera, Lepidoptera, Odenata, dan Ortoptera. 3.9. Sosial, Ekonomi dan Budaya Jumlah desa yang berbatasan dengan kawasan TNAP sebanyak 11 desa dari 3 Kecamatan. Kecamatan Tegaldlimo yaitu Desa Kedungasri, Kedunggebang, Kedungwungu, Kalipait, Purwoasri, Purwoagung dan Desa Kendalrejo dengan luas wilayah 76.783,872 Ha. Sedangkan Kecamatan Purwoharjo terdiri dari dua desa yaitu Desa Grajagan dan Desa Sumberasri dengan luas wilayah 1.372.121 Ha, dan Kecamatan Muncar terdiri Desa Wringinputih dan Kedungringin dengan luas wilayah 2.034.917 Ha. Secara umum desa – desa yang merupakan daerah penyangga adalah desa agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Adapun komoditas budidaya pertanian yang ada meliputi tanaman pangan, buah-buahan dan palawija seperti : kelapa, mangga, randu, rambutan, jagung, kedelai dan tanaman lainnya. Disamping petani mata pencaharian lainnya adalah pedagang, nelayan, Pegawai Negeri, Polisi, TNI dan lain-lain. Dari penduduk desa-desa tersebut kehidupan dan aktivitas penduduknya sebagian tergantung pada kawasan TNAP. Pendapatan ekonomi dan pendidikan masyarakat pada umumnya masih rendah, sarana pendidikan yang ada masih sangat minim sedangkan komposisi penduduk yang menamatkan sekolahnya masih berada pada
43 tingkat dasar dan menengah yaitu SD, SLTP dan SMU. Uraian mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar TNAP menggambarkan masih sedikitnya tenaga kerja potensial yang belum mendapatkan pekerjaan sesuai dengan pendidikannya. Kondisi demikian berdampak pada timbulnya tekanan pada kawasan TNAP melalui tindakan-tindakan pelanggaran, terutama pemanfaatan sumberdaya dari dalam kawasan yang dengan melakukan aktivitas pembalakan kayu, perburuan, pengambilan bambu, pengambilan daun gebang dan lainnya. Masyarakat di sekitar kawasan TNAP dapat dikatakan heterogen dilihat dari aspek etnik, agama dan budaya. Masyarakat yang bermukim disekitar kawasan, terdiri dari etnik Bali, Jawa, Madura dan Lombok dengan agama yang dianut oleh penduduk adalah agama Islam, Hindu, Kristen Katolik dan Protestan serta Budha. Dari uraian tersebut diatas terlihat bahwa dengan heterogenitas masyarakat yang ada menyebabkan munculnya variasi perilaku sosial dan budaya di masyarakat (B TNAP 2009). Hingga kini kawasan TNAP merupakan tempat yang dianggap memiliki banyak misteri. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika banyak pengunjung yang datang pada bulan Syuro baik dari sekitar kabupaten Banyuwangi maupun dari propinsi lain untuk melakukan semedi atau nyepi. Masyarakat berkumpul pada tempat-tempat yang dianggap mempunyai kekuatan supranatural (gaib), seperti di Kucur, Pancur, Goa Istana, Goa Padepokan, dan lain lain. Masyarakat yang tinggal disekitar TNAP kebanyakan adalah pendatang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian Barat, sedangkan budaya masyarakat yang dominan adalah budaya dan bahasa Jawa. Kesenian yang dapat dijumpai di sekitar kawasan Taman Nasional antara lain seni tari Gandrung, Jaranan, Kuntulan, dan seni pahat wayang kulit. 3.10. Organisasi Struktur organisasi dan tata kerja, Balai TNAP sebagai Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional didasarkan pada peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007, tentang Organisasi dan pelaksana Teknis Taman Nasional. Dalam melaksanakan tugas dan
44 fungsinya, Balai TNAP dipimpin oleh seorang Kepala Balai dan secara struktural terdiri dari : 1) Sub Bagian Tata Usaha, 2) Seksi Pengelolaan Wilayah I Tegaldlimo, 3) Seksi Pengelolaan Taman Nasional II Muncar, 4) Kelompok Jabaran Fungsional. Struktur organisasi Balai TNAP disajikan pada Gambar 9.
Kepala Balai Kepala Sub Bagian Tata USahaTat Kepala Seksi POLHUT PTN
Kepala Seksi PTN Wilayah I Tegaldlimo Resort Rowobe ndo
Resort Grajag an
Wilayah II Muncar Resort Pancur Sukabu mi
Resort Kucur
Resort Sumbulun gan
ncur
Kelompok Jabatan Fungsional POLHUT, PEH dan Penyuluh Gambar 8 Struktur Organisasi Balai TNAP
Regu Tj. Pasir
45
IV. METODOLOGI PENELITIAN Pada saat ini penelitian tentang kinerja resort-resort taman nasional masih jarang dilakukan dan mungkin belum pernah dilakukan sehingga diperlukan suatu penelitian yang bersifat eksploratif (penjajakan). Penelitian eksploratif bertujuan untuk mencari hubungan-hubungan baru yang terdapat pada suatu permasalahan yang luas dan kompleks. Penelitian ini bertujuan pula untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya (Mardalis 2004). Penelitian “Kinerja Pengamanan Taman Nasional Berbasis Resort (Kasus Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Alas Purwo)” bertujuan untuk mengumpulkan data-data terkait dengan keamanan suatu resort taman nasional. Hasil dari penelitian diharapkan dapat menggambarkan kondisi kinerja pengamanan suatu resort taman nasional dan dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan suatu resort taman nasional 4.1. Batasan Operasional Batasan-batasan operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Resort adalah unit pengelola di bawah koordinasi Seksi Pengelolaan Taman Nasional yang mempunyai tanggung jawah mengamankan wilayah kerja dengan luasan yang telah ditentukan. Gangguan Kawasan adalah bentuk gangguan terhadap kawasan yang disebabkan oleh ulah atau tindakan manusia Sumber gangguan yang dimaksud adalah pelaku gangguan. Intensitas gangguan adalah menyangkut ukuran seberapa besar gangguan telah terjadi Sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya yang digunakan untuk pengamanan kawasan meliputi : personel, sarana, prasarana, dan anggaran. Sistem pengamanan yang dimaksud adalah cara kerja dalam melakukan pengamanan kawasan konservasi dan wilayah kerja. Resort yang aman adalah resort yang bebas dari gangguan yang dapat mengubah keutuhan dan fungsi kawasan karena adanya tindakan pengamanan.
46 4.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di 3 (tiga) lokasi yaitu Taman Nasional Betung Kerihun, di Kalimantan Barat, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango si Jawa Barat, dan Taman Nasional Alas Purwo, di Jawa Timur. Alasan pemilihan ketiga lokasi penelitian adalah : 1. Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) merupakan kawasan konservasi terluas di Kalimantan Barat dengan luas 800.000 ha, topografi yang sulit serta keberadaan masyarakat yang mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap kawasan menghendaki sebuah organisasi pengelola taman nasional yang memadai. Fakta menunjukkan bahwa untuk mengelola kawasaan yang luas pengelola TNBK dihadapkan pada permasalahan sedikitnya jumlah sumber daya dalam bidang pengamanan. Dengan kondisi demikian TNBK terus berupaya menemukan pola pengamanan yang sesuai dengan karakteristik kawasan. 2. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) adalah salah satu dari lima taman nasional pertama yang diumumkan atau ditunjuk oleh Menteri Pertanian pada tanggal. 6 Maret 1980. TNGGP merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang paling dinamis dalam menjalankan strategi pengamanan kawasan melalui pembagian wilayahnya ke resortresort. Dari sejak awal pengelolaan taman nasional yaitu dekade pertama (1980-1989) sudah menetapkan 10 unit resort wilayah. Pada sekitar dekade kedua pengelolaan TNGGP jumlah resort bertambah menjadi 13 unit wilayah. Memasuki dekade keempat dari pengelolaan TNGGP jumlahnya berkembang menjadi 22 unit resort wilayah. Sebagai salah satu taman nasional tertua di Indonesia dinamika pengelolaan TNGGP sering menjadi model atau contoh dalam pengelolaan taman nasional di Indonesia. 3. Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) adalah salah salah satu kawasan pelestarian alam yang terletak di ujung timur Pulau Jawa. TNAP merupakan salah satu perintis dalam mengembangkan pengelolaan
47 taman nasional berbasis resort. Latar belakang dari pengelolaan berbasis resort berhubungan dengan kompleksitas tujuan dari suatu pengelolaan taman nasional. Di sisi lain meningkatnya gangguan terhadap kawasan menuntut peningkatan intensitas pengamanan di kawasan taman nasional. Hal-hal inilah yang mendorong pengelola taman nasional mengembangkan pengelolaan berbasis resort yang sudah dimulai sejak tahun 2007 (Hartono, 2008). Dalam konteks pengamanan maka praktekpraktek
pengelolaan
yang sudah
dilakukan
merupakan
sebuah
pembelajaran yang berharga. 4.2.2.
Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama 4 (empat) bulan terhitung dari bulan Januari sampai dengan April 2010. Kegiatan yang dilakukan terdiri dari persiapan penelitian, pengumpulan data dan informasi, pengolahan dan analisis data, penulisan dan konsultasi.
4.3.
Pengumpulan Data
4.3.1. Jenis Data dan Sumber Data - Data Primer Persepsi mengenai faktor-faktor penentu suatu pengamanan kawasan yang efektif,
situasi umum permasalahan pengamanan kawasan,
praktek-praktek pengamanan kawasan yang telah dilakukan. - Data Sekunder Jenis-jenis gangguan, sumber gangguan, intensitas gangguan, kondisi biofisik, sarana dan prasarana, sumber daya manusia, peta perwilayahan kawasan berdasarkan resort, kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan, karakteristik sosial ekonomi termasuk untuk hal kepemilikan atas hutan. - Sumber Data Data-data dikumpulkan dari Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Balai Taman Nasional Alas Purwo dan Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun, Desa/Kecamatan di sekitar kawasan dan masyarakat di sekitar kawasan
48 4.3.2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data-data penelitian kinerja pengamanan taman nasional berbasis resort didasarkan pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama tahun 2009.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui
empat cara yaitu : 1. Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan data-data sekunder terkait dengan jenis-jenis gangguan, sumber gangguan, intensitas gangguan, kondisi biofisik, sarana dan prasara, sumber daya manusia, peta perwilayahan kawasan berdasarkan resort, kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan. 2. Focus Group Discussion Untuk mendapatkan data primer (persepsi mengenai faktor-faktor penentu suatu pengamanan yang efektif, sumber (pelaku) gangguan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pengamanan, kendalakendala dalam pelaksanaan pengamanan) dengan melibatkan seluruh Polhut yang ada di setiap resort. 3. Observasi Observasi dilakukan dengan tujuan mengamati penerapan pengamanan kawasan berbasis resort di lapangan. Obyek observasi terdiri tiga komponen : place (tempat), actor (pelaku), dan activity (aktivitas) Observasi dilakukan secara partisipasi pasif mengamati pendelegasian tugas kepada resort pengelolaan (actor), pelaksanaan tugas resort pengelolaan (activity), sarana-parsarana resort (place), posisi pos (place), jalur patroli (place), teknis pelaporan (activity). 4. Wawancara/Interview Interview dilakukan kepada informan kunci (key informan) yang dipilih secara sengaja (purposive sampling) terkait dengan interaksi masyarakat dengan kawasan. 4.4. Teknik Pengolahan Data Data
yang
sudah
diperoleh
kemudian
diolah
dengan
cara
mengelompokkannya dalam kelompok-kelompok data yang disesuaikan
49 dengan elemen-elemen yang akan “dievaluasi” yang meliputi : data masukan (input data), data proses (process data) dan keluaran (output data). Data yang berhasil dikumpulkan di lapangan kemudian direduksi ke dalam kelompokkelompok data sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil pengelompokan data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tabel untuk dibahas secara deskriptif. 4.5. Analisis Data 3.5.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan analisis terhadap hasil pengolahan data dengan cara menjelaskan secara naratif kondisi sumberdaya pengamanan, kegiatan pengamanan, dan kinerja pengamanan berdasarkan gangguan yang terjadi di semua resort. 3.5.2. Analisis Hubungan Analisis hubungan dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya
suatu
gangguan.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi timbulnya gangguan antara lain adalah personel, sarana prasarana dan anggaran. Untuk menganalisis hubungan tersebut digunakan pendekatan model regressi linier berganda dengan menggunakan Software Minitab 14. Peubah Y (nilai kerugian akibat gangguan) adalah peubah tak bebas, peubah X adalah peubah bebas yaitu X1= nilai personel, X2= nilai sarana, X3= nilai prasarana dan X4=nilai operasional resort. Persamaan yang digunakan adalah :
Y = Nilai Kerugian/ha X1 = nilai biaya untuk personel/ha X2 = nilai rupiah sarana/ha X3 = nilai rupiah prasarana/ha X4 = nilai biaya operasional/ha H0 : Model tidak berpengaruh nyata terhadap respon. H1 : Model berpengaruh nyata terhadap respon
50 Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penggunaan model ini adalah : 1. Input
: a. nilai depresiasi sarana dan prasarana pada semua lokasi sama dan tidak berpengaruh terhadap kerawanan b. tingkat pendidikan dan pelatihan semua personel sama dan tidak berpengaruh terhadap kerawanan c. kondisi biofisik (akssesibilitas dan topografi) tidak berpengaruh terhadap kerawanan, d. ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya alam tidak berpengaruh terhadap kerawanan.
2.
Process : intensitas kegiatan pengamanan pada semua resort sama dan tidak bepengaruh terhadap kerawanan
3. Output
: nilai sumber daya hutan yang dimanfaatkan secara illegal tidak dipengaruhi oleh tingkat endemisme maupun kelangkaan spesies.
3.5.3. Analisis Perbandingan Analisis perbandingan merupakan metode kreatif untuk membandingkan faktor-faktor yang berpengaruh pada gangguan keamanan berdasarkan sumberdaya pengamanan dan karakteristik dari resort-resort taman nasional. 3.5.4. Penghitungan Efisiensi Upaya Pengamanan Efisiensi dihitung berdasarkan penghitungan rasio kerugian terhadap nilai input. Persamaan perhitungan nilai efisiensi :
Keterangan : Input
: perhitungan nilai rupiah untuk penganggaran personel, nilai rupiah untuk sarana dan prasarana
Kerugian : perhitungan nilai rupiah akibat gangguan kawasan
51
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengumpulan data selama penelitian di ketiga lokasi yaitu TNBK, TNGGP, dan TNAP diketahui bahwa pada ketiga taman nasional tersebut terdapat 33 resort. Di TNBK terdapat 5 resort, TNGGP terdapat 22 resort dan di TNAP terdapat 6 resort. Gambaran mengenai kondisi kinerja pengamanan diuraikan berikut ini : 5.1.
Deskripsi Pengamanan Kawasan
5.1.1. Jumlah personel pengamanan Idealnya untuk menentukan jumlah personel pengamanan yang dibutuhkan didasarkan pada kriteria tertentu seperti rasio jumlah personel per luas area, panjang batas kawasan dan intensitas tekanan masyarakat terhadap kawasan. Jika berdasarkan rasio jumlah personel per area maka pada ketiga taman nasional dapat dihitung rata-rata jumlah personel per area sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah personel pengamanan pada ketiga taman nasional No. 1. 2. 3. 4.
Jumlah Personel Jumlah Personel pengamanan Jumlah personel ditempatkan di Resort Rata-rata jumlah personel per resort Rata-rata rasio jumlah personel per area (ha)
Taman Nasional Betung Kerihun
Taman Nasional Gn. Gede Pangrango
Taman Nasional Alas Purwo
9
49
44
8
44
30
2
3
5
1 : 519,3 ha
1 : 1.447,33 ha
1 : 100.000 ha
Dari data di atas diketahui rata-rata rasio jumlah personel pengamanan per area pada ketiga taman nasional berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena sampai dengan saat ini belum tersedia standar yang dapat dijadikan acuan secara umum untuk menetapkan jumlah personel pengamanan per luas area pada setiap resort-resort taman nasional. Penentuan standar jumlah personel pengamanan per area sulit dilakukan karena setiap taman nasional mempunyai karakteristik biofisik dan tingkat ancaman yang berbeda-beda. Meskipun demikian beberapa
52 pihak berupaya membuat benchmark terkait dengan rasio jumlah personel per luas area. Menurut Rambaldi (2000) sebaiknya perbandingan jumlah personel pengamanan per luas rea adalah 1 orang per 1000 hektar. Rasio tersebut merupakan hasil studi kasus mengenai efisiensi jumlah personel pengamanan yang dilakukan pada delapan kawasan konservasi di Filipina. Berdasarkan rasio tersebut apabila diterapkan pada ketiga taman nasional hanya TNGGP yang sebagian besar resortnya mempunyai perbandingan mendekati 1 orang : 1000 hektar. Meskipun mendekati perbandingan tersebut bahkan di bawahnya, kenyataannya pengamanan belum dapat berjalan dengan efektif. Hal ini ditunjukkan dengan masih terjadinya gangguan pada semua resort di TNGGP. Berkaitan dengan jumlah personel
pengamanan, sebenarnya
Departemen Kehutanan sudah menyusun aturan mengenai jumlah personel pengamanan pada setiap resort. Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor : 10/Kpts-11/93-Skep/07/I/93 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Jagawana. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa jumlah personel dalam satuan tugas resort terdiri dari 10 (sepuluh) orang. Peraturan lain yang mengatur tentang jumlah personel pada setiap resort adalah Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 597/KptsVI/1998 tentang Satuan Tugas Operasional Jagawana yang menyebutkan bahwa Satuan Jagawana/Polisi Kehutanan (Polhut) yang berkedudukan di resort/subseksi Balai Taman Nasional terdiri dari 11 (sebelas) orang atau lebih. Kenyataan menunjukkan bahwa jumlah personel per resort pada ketiga lokasi penelitian jauh di bawah jumlah yang ditetapkan dalam kedua peraturan tersebut. Berdasarkan data selama 5 tahun terakhir menunjukkan jumlah personel pengamanan di TNGGP hanya bertambah 2 orang (Balai TNGGP 2009). Selama 5 tahun terakhir jumlah personel pengamanan di TNBK tidak bertambah malah berkurang 2 orang, sedangkan jumlah personel pengamanan di TNAP selama 5 tahun terakhir hanya bertambah 3 orang.
53 Kondisi demikian akan sulit untuk mengharapkan jumlah personel pengamanan dapat mencapai jumlah yang sesuai dengan ketetapan yang diatur pada kedua peraturan di atas. Dinamika perkembangan jumlah Polhut dalam 5 tahun terakhir pada ketiga taman nasional mununjukkan kurangnya kemampuan pemerintah dalam menyediakan personel pengamanan. Kondisi demikian sebenarnya sudah disadari oleh para pengelola taman nasional. Untuk mengatasi kekurangan personel pengamanan para pengelola di ketiga taman nasional melakukannya dengan membuat kebijakan di tingkat internal unit pengelola. Balai TNGGP melakukannya dengan mengangkat pegawai nonstruktural (bukan fungsional) menjadi Pegawai Perlindungan Hutan Non Fungsional (PPHNF). Balai TNAP dalam menempatkan personel di resortresort menerapkan jumlah minimal personel pengamanan yang harus ada di resort. Balai TNBK merekrut masyarakat di sekitar kawasan untuk membantu tugas-tugas Polhut. Kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukan oleh pengelola di ketiga taman nasional, apabila dikaitkan dengan tugas dan wewewang resort maka penerapan jumlah minimal di setiap resort yang dilakukan oleh TNAP merupakan kebijakan yang perlu dijadikan contoh. Penerapan jumlah minimal personel pengamanan pada setiap resort menjadikan setiap resort tidak pernah kosong (selalu ada personel pengamanan di resort) sehingga kegiatan pengamanan dapat intensif dilakukan. Data selengkapnya mengenai personel pengamanan pada semua resort di ketiga taman nasional dapat dilihat pada tabel Lampiran 1. 5.1.2. Kualifikasi Personel Kualifikasi personel pengamanan berhubungan dengan latar belakang pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti. Secara singkat kualifikasi personel pengamanan pada ketiga taman nasional dapat dilihat pada Tabel 4.
54
Tabel 4 Kualifikasi personel pengamanan pada ketiga taman nasional No.
Kualifikasi Personel
1.
Tingkat pendidikan
2.
Rata-rata jumlah pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti
Taman Nasional Betung Kerihun
Taman Nasional Gn. Gede Pangrango
Taman Nasional Alas Purwo
Sebagian besar tamatan SMA/Sederajat
Sebagian besar tamatan SMA/Sederajat
Sebagian besar tamatan SMA/Sederajat
5
6
3
Berdasarkan latar belakang pendidikan sebagian besar personel pengamanan mempunyai latar belakang pendidikan SMA/sederajat. Jumlah personel yang memiliki latar belakang pendidikan SMA/Sederajat adalah 74 dari 82 orang personel pengamanan (90%). Personel lainnya memiliki latar belakang Sarjana dan Diploma III. Personel yang memiliki latar belakang Sarjana terdapat di resort Kucur di TNAP, resort Selabintana di TNGGP. Personel dengan latar belakang pendidikan setingkat Diploma III dapat dijumpai di TNBK seperti di resort Sadap dan Nanga Potan. Disamping latar belakang pendidikan kompetensi seorang Polhut akan sangat menentukan keberhasilan pelaksaanan tugasnya. Pada umumnya kompetensi seorang Polhut adalah di bidang penegakan hukum, namun dinamika dalam pengelolaan taman nasional menghendaki tidak hanya kompetensi dalam bidang penegakan hukum. Appleton et al. (2003) merekomendasikan bahwa seorang Polhut juga harus mempunyai kompetensi dalam bidang pendidikan dan penyadaran masyarakat serta kehumasan. Kemampuan demikian akan sangat bermanfaat khususnya untuk menangani gangguan sebagaimana yang terjadi di TNGGP, yaitu gangguan yang diakibatkan karena ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan seperti pencurian kayu bakar. Kompetensi adalah kelayakan kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu tugas. Kompetensi seseorang terkadang berbeda dengan latar belakang pendidikannya. Kompetensi seseorang lebih sering
55 dibentuk oleh pembelajaran atau pelatihan yang pernah dialami oleh seseorang (Tri Hermawan 2006). Dari keseluruhan personel pengamanan hanya sebagian kecil yang berasal dari SMA yang sesuai dengan bidang pekerjaan yang sekarang dijalani yaitu berasal dari SMA jurusan kehutanan (SKMA : Sekolah Kehutanan Menengah Atas). Personel lainnya umumnya berasal dari SMA dan sebagian memiliki latar belakang yang berbeda dengan bidang profesi yang sekarang dijalani, seperti SMEA Tata Buku, STM Bangunan, dan juga SPMA (Sekolah Pertanian). Dengan berbagai macam latar belakang pendidikan tersebut ketrampilan dan keahlian yang dimiliki lebih banyak didapatkan dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan atau secara otodidak dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Data selengkapnya mengenai kualifikasi personel pengamanan pada semua resort di ketiga taman nasional dapat dilihat pada tabel Lampiran 2. 5.1.3. Sarana Pengamanan
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan di tingkat resort maka setiap resort perlu ditunjang dengan sarana dan prasarana
yang memadai.
Sarana
pengamanan bagi Polhut berupa peralatan untuk menunjang kegiatan perlindungan dan pengamanan yang kebutuhannya disesuaikan dengan kondisi masing-masing resort. Secara singkat sarana pengamanan yang terdapat pada ketiga taman nasional disajikan pada Tabel 5. Sarana untuk satuan unit resort sudah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 597/KptsVI/1998 Tanggal 18 Agustus 1998 tentang Satuan Tugas Operasional Jagawana. Bahkan saat ini, peraturan yang mengatur standar peralatan untuk Polhut telah diterbitkan yaitu melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.5/Menhut-II/2010 tentang Standar Peralatan Polisi Kehutanan. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.5/Menhut-II/2010 tentang Standar Peralatan Polisi Kehutanan tergolong masih baru sehingga belum dijadikan pedoman oleh para pengelola taman nasional dalam penyediaan sarana dan prasarana pengamanan. Sebelum peraturan tersebut diterbitkan
56 sebenarnya para pengelola taman nasional (Balai Taman Nasional) sudah berusaha untuk menyediakan sarana pengamanan yang jenisnya sudah disesuaikan
dengan
karakteristik
masing-masing
resort,
namun
kenyataannya pada beberapa taman nasional terdapat beberapa sarana yang belum tersedia di resort seperti : GPS (Global Positioning System) di TNBK dan TNGGP, senjata yang belum tersedia di semua resort di TNBK. Disamping itu beberapa sarana pengamanan dalam keadaan rusak berat seperti : speed boat di TNBK dan TNAP, beberapa alat komunikasi di TNBK dan TNGGP. Dengan kondisi sarana demikian tidak akan dapat menunjang kegiatan perlindungan dan pengamanan di tingkat resort dengan optimal. Tabel 5 Sarana pengamanan pada ketiga taman nasional No.
Sarana Pengamanan
Taman Nasional Betung Kerihun
Taman Nasional Gn. Gede Pangrango
Taman Nasional Alas Purwo
1.
Alat Transportasi
Tersedia, sebagian besar dalam keadaan rusak
Tersedia, sebagian kecil dalam keadaan rusak
Tersedia, sebagian kecil dalam keadaan rusak
2.
Alat Komunikasi (Radio, Rig., HT)
Tersedia, sebagian kecil dalam keadaan rusak
Tidak semua tersedia alat komunikasi
Tersedia alat komunikasi dalam keadaan baik
3.
Senjata
Tidak tersedia di resort
Tersedia di resort
Tersedia di resort
4.
Alat Navigasi, Alat Dokumentasi
Hanya alat dokumentasi
Tidak Tersedia
Tersedia
Keadaan yang kurang lebih sama dengan penyediaan personel pengamanan, penyediaan sarana pengamanan juga tergantung kemampuan pemerintah dalam mengadakan sarana untuk pengamanan kawasan taman nasional. Kondisi demikian oleh para pengelola disikapi dengan berbagai kebijakan internal. Penerapan standar minimal peralatan di setiap resort yang dilakukan oleh TNAP merupakan salah satu kebijakan yang dapat dijadikan contoh di tempat lain. Standar peralatan minimal yang harus tersedia di setiap resort meliputi : peta kerja, GPS, blangko register, phi band, kompas, aikom, kamera digital, senjata dan kendaranan roda dua
57 atau angkutan air. Data selengkapnya mengenai sarana pengamanan pada semua resort di ketiga taman nasional dapat dilihat pada tabel Lampiran 3. 5.1.4. Prasarana Pengamanan
Sama dengan sarana pengamanan, ketersediaan sarana prasarana pengamanan di tingkat resort juga mengacu pada ketentuan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 597/KptsVI/1998 Tanggal 18 Agustus 1998 tentang Satuan tugas Operasional Jagawana dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.5/Menhut-II/2010 tentang Standar Peralatan Polisi Kehutanan. Menurut peraturan tersebut prasarana yang harus tersedia di unit resort antara lain meliputi pondok jaga, pos jaga serta perumahan bagi Polhut. Fakta di lokasi penelitian menunjukkan bahwa resort-resort di TNBK telah didukung dengan prasarana pengamanan berupa Pondok Jaga yang berfungsi juga sebagai pos jaga. Kondisi demikian berbeda dengan di TNAP dimana hampir semua resort (kecuali Tanjung Pasir) sudah mempunyai Pondok Jaga dan Pos Jaga. Kondisi prasarana pengamanan di TNGGP pada umumnya sudah terpenuhi, namun sejak berkembangnya jumlah resort dari 16 menjadi 22 resort terdapat beberapa resort yang belum memiliki prasarana pengamanan. Resort-resort yang belum mempunyai prasarana pengamanan yaitu resort Pasir Sumbul, Resort Cipetir, Resort Cirendeu, Resort PPKAB dan Resort Tugu. Data selengkapnya mengenai prasarana pengamanan pada semua resort di ketiga taman nasional dapat dilihat pada tabel Lampiran 4. 5.1.5. Penganggaran Pengamanan Sebagaimana umumnya pembiayaan kawasan konservasi selalu dalam keadan terbatas, hal demikian menuntut pengelola harus mampu mengatur pembiayaan seefisien mungkin sesuai dengan prioritas-prioritas yang telah direncanakan (MacKinnon 1990).
Penganggaran
kegiatan
perlindungan dan pengamanan kawasan di tingkat resort pengelolaan TNBK meliputi : gaji pegawai, uang makan, tunjangan fungsional, dan bantuan operasional patroli. Pembiayaan pengamanan di tingkat resort di
58 TNGGP hanya meliputi : gaji, uang makan, tunjangan fungsional dan operasional resort. Tidak tersedia tambahan biaya operasional lainnya dalam bentuk insentif maupun bantuan operasional untuk kegiatan penjagaan dan patroli. Perbedaan penganggaran biaya untuk kegiatan pengamanan di setiap resort disebabkan oleh karakteristik biofisik masing-masing resort yang berbeda-beda. Karakteristik biofisik kawasan menentukan biaya operasional dalam kegiatan pengamanan seperti patroli. Perbedaan pembiayaan pengamanan lebih didasarkan pada biaya operasional untuk patroli. Perbedaan tersebut berkaitan dengan aksesibilitas menuju resort. Beberapa resort sebagian wilayahnya berbatasan dengan laut sehingga untuk menjangkaunya perlu sarana transportasi laut (beberapa resort di TNAP). Resort-resort di TNBK umumnya hanya dapat diakses melalui jalur sungai (hampir semua resort di TNBK). Kondisi demikian dalam setiap kegiatan patroli memerlukan biaya yang tidak sedikit khususnya untuk operasional kendaraan yang digunakan. Kondisi sebagaimana dijelaskan di atas tidak terjadi di TNGGP karena resort-resort relatif mudah dijangkau tanpa peralatan transportasi khusus. Aksesibilitas yang mudah menuju resort merupakan salah satu alasan tidak adanya bantuan operasional untuk kegiatan perlindungan dan pengamanan di TNGGP. Pada ketiga taman nasional alokasi anggaran untuk setiap resort kurang lebih sama tetapi terdapat perbedaan dalam pemberian insentif kepada setiap personel di resort. Dari ketiga taman nasional hanya di TNAP yang mempunyai alokasi anggaran berupa insentif yang diberikan kepada setiap personel di resort. Pemberian insentif ini diberikan sebagai bentuk penghargaan atas “tugas khusus” yang dilaksanakan secara rutin di resort yattu tugas untuk melakukan kegiatan patroli aktif. Pemberian insentif kepada personel resort merupakan pembelajaran yang berharga khususnya
dalam
memotivasi
personel
pengamanan
agar
dapat
menghasilkan kinerja yang lebih baik. Data selengkapnya mengenai
59 penganggaran pengamanan pada semua resort di ketiga taman nasional dapat dilihat pada tabel Lampiran 5. 5.1.6. Kegiatan Pengamanan
Kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan meliputi kegiatan preemtif, preventif dan operasi represif. Di tingkat resort pada umumnya kegiatan yang dapat dilakukan adalah kegiatan pengamanan yang bersifat rutin seperti penjagaan dan patroli. Intensitas kegiatan pengamanan tersebut bergantung pada jumlah personel yang tersedia. Dalam satu kesempatan setidaknya dibutuhkan 3 orang personel untuk dapat melaksanakan dua kegiatan tersebut. Kegiatan patroli mensyaratkan minimal dua orang untuk pelaksanaannya (MacKinnnon 1990), sedangkan penjagaan dapat dilakukan oleh satu orang. Dengan batasan demikian maka resort–resort yang mempunyai personel banyak dapat melakukan kegiatan penjagaan dan patroli setiap hari. Jumlah personel pengamanan di resort TNBK dan TNGGP terdiri atas 1 - 2 orang saja. Dengan jumlah tersebut akan sulit untuk dapat melaksanakan kegiatan pengamanan rutin secara intensif. Disamping itu personel pengamanan di TNBK masih dihadapkan dengan luasnya kawasan resort yang harus dikelola. Dengan jumlah personel yang ada di resort-resort TNBK maka akan sulit mengharapkan kegiatan pengamanan dapat berjalan efektif. Dibanding dengan TNBK sebenarnya luas kawasan resort di TNGGP jauh lebih sempit, namun karena jumlah personel yang ada di setiap resort sangat terbatas maka akan sulit untuk mengharapkan kegiatan pengamanan dapat dilakukan secara intensif. Berbeda dengan di TNBK dan TNGGP jumlah personel pengamanan di setiap resort di TNAP lebih banyak. Jumlah personel pengamanan di tiap resort di TNAP rata-rata adalah 5 orang. Dengan jumlah tersebut dan masih ditambah dengan personel fungsional lain seperti Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) dan Penyuluh memungkinkan pada satu kesempatan waktu terdapat personel dengan jumlah minimal 3 orang. Jumlah personel 3 orang pada setiap resort pada satu kesempatan waktu memungkinkan pelaksanaan kegiatan rutin penjagaan dan patroli
60 setiap hari. Semua resort di TNAP sudah menerapkan pola yang demikian sehingga kegiatan pengamanan dapat dilaksanakan secara intensif. Disamping itu TNAP juga menerapkan kegiatan pengamanan khusus yang dinamakan “patroli aktif”. Patroli aktif merupakan salah satu bentuk kegiatan pengamanan yang dalam pelaksanaannya berbeda dengan patroli rutin biasa. Perbedaan dengan patroli rutin biasa, pelaksanaan patroli aktif disertai dengan kegiatan pencatatan/perekaman data sepanjang perjalanan, meliputi bekas pelanggaran, pasokan (jalur pelanggaran), potensi unggulan baik keanekeragaman hayati maupun obyek wisata dan perjumpaan satwa. Kegiatan patroli aktif yang sudah dilakukan di TNAP terbukti telah banyak membantu pengumpulan data dan informasi terkait daerah-daerah rawan, data-data dan informasi mengenai keanekaragaman hayati serta potensi obyek wisata dan jasa lingkungan di kawasan TNAP. Kegiatan patroli aktif merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan di resort-resort TNAP. Hasil dari kegiatan patroli aktif ini terekam dalam bentuk data-data yang berasal dari lapangan. Pengawasan terhadap kegiatan tersebut dilakukan oleh Polhut Mobile yang berkedudukan di kantor Balai. Polhut Mobile merupakan satuan tugas pengamanan (bagian dari struktur organisasi Polhut) yang dalam pelaksanaan tugasnya bersifat mobile ke seluruh wilayah taman nasional/lintas resort dan berfungsi juga mendukung pelaksanaan kegiatan pengamanan di resort-resort.
Data
selengkapnya mengenai jumlah kegiatan pengamanan selama tahun 2009 pada semua resort di ketiga taman nasional dapat dilihat pada tabel Lampiran 6. 5.2. Kondisi Keamanan Kawasan Berdasarkan Besarnya Gangguan
Keamanan kawasan taman nasional berhubungan dengan gangguan kawasan yang terjadi. Resort-resort mempunyai tanggung jawab dalam mengamankan kawasan dari gangguan, oleh karena itu salah satu indikator kinerja pengamanan dari resort-resort dapat dilihat berdasarkan besarnya gangguan yang terjadi. Fakta di lapangan menunjukkan gangguan yang terjadi di resort–resort taman nasional umumnya adalah pemanfaatan hasil hutan secara illegal yang volume fisik dan nilai rupiahnya dapat dihitung.
61 Data mengenai gangguan yang terjadi di resort–resort taman nasional selama tahun 2009 dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 10. Jika besarnya volume gangguan dinilai berdasarkan harga pasar yang berlaku pada tahun 2009, maka diperoleh data nilai rupiah kerugian yang diderita masing-masing resort seperti disajikan pada tabel 6. Tabel 6 Kerugian akibat gangguan kawasan (Rupiah/Resort) pada Tahun 2009 No.
Resort
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26 27 28. 29. 30. 31. 32. 33
Pancur Grajagan Nanga Potan Nanga Hovat Nanga Bungan Tanjung Lokang Selabintana Goalpara Cirendeu Maleber Cimungkad Gunung Putri Mandalawangi Cimande Tegallega Cipetir Sarongge Cisarua Tapos Bodogol Nagrak Pasir Hantap PPKAB Situgunung Pasir Sumbul Sembulungan Kucur Tugu Nanga Sadap Cijoho Tanjung Pasir Sukamulya Rowobendo
Perkiraann Kerugian 0 0 0 0 0* 0* 60.000 300.000 321.000 360.000 472.000 540.000 580.000 747.000 780.000 940.000 1.200.000 1.460.000 1.520.000 1.537.000 1.550.000 1.620.000 1.680.000 1.840.000 2.240.000 2.615.000 3.884.000 3.920.500 4.000.000 4.795.000 8.559.000 10.600.000 63.490.000
Taman Nasional Alas Purwo Alas Purwo Betung Kerihun Betung Kerihun Betung Kerihun Betung Kerihun Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Gunung Gede Pangrango Alas Purwo Gunung Gede Pangrango Betung Kerihun Gunung Gede Pangrango Alas Purwo Gunung Gede Pangrango Alas Purwo
Keterangan : - * terjadi gangguan penambangan emas tetapi tidak ada data kerugian akibat kegiatan tersebut Sumber data : diolah dari laporan rekapitulasi kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan Balai Besar TN Betung Kerihun Tahun 2009; laporan rekapitulasi gangguan keamanan Bidang Wilayah I Cianjur, Bidang Wilayah II Sukabumi dan Bidang Wilayah III Bogor Balai Besar TN Gunung Gede Pangrango Tahun 2009;, Laporan statistik Balai Taman Nasional Alas Purwo Tahun 2009.
62 Perkiraaan nilai kerugian yang tercantum pada tabel di atas merupakan hasil perhitungan dari nilai rupiah gangguan yang terjadi (berdasarkan harga pasar yang berlaku tahun 2009). Nilai-nilai sebagaimana disajikan pada tabel di atas menggambarkan kinerja resort-resort berdasarkan gangguan yang terjadi. Berdasarkan data di atas menunjukkan dua resort di TNAP yaitu resort Pancur dan Rowobendo mempunyai nilai kerugian paling rendah dan paling tinggi. Berdasarkan data pada tabel Lampiran 10, diketahui di TNBK gangguan kawasan yang terjadi meliputi penebangan kayu, pembukaan lahan, dan penambangan emas. Jenis-jenis gangguan yang dijumpai di setiap resort dapat berbeda-beda tergantung kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat di sekitar resort. Gangguan yang terjadi di TNGGP didominasi oleh pencurian kayu bakar. Pencurian kayu bakar terjadi di semua resort dengan volume yang berbeda-beda. Persentase perkiraan kerugian akibat gangguan adalah 42,92% penebangan kayu, 37,97% pencurian kayu bakar, pencurian pakis 13,82%, perburuan burung 3,52%, pencurian bambu 0,45% dan lainnya 1,17%. Sumber gangguan umumnya berasal dari masyarakat sekitar resort. karena ketergantungan penggunaan kayu bakar masih tinggi. Gangguan yang terjadi di TNAP didominasi oleh perburuan liar. Persentase perkiraan kerugian akibat gangguan adalah 90,89% perburuan liar, 4,64% penebangan liar, 4,43% pencurian bambu dan 0,02% adalah pencurian kayu bakar. Perburuan terhadap banteng merupakan sumber kerugian terbesar. Gangguan yang terdata oleh resort-resort di ketiga taman nasional umumnya merupakan bentuk gangguan berupa pemanfaatan hasil hutan secara illegal. Besarnya nilai kerugian setiap resort ditentukan oleh nilai dari hasil hutan yang hilang/dicuri. Semakin bernilai hasil hutan yang hilang/dicuri semakin besar kerugian yang diderita oleh setiap resort. Sebagai contoh gangguan yang terjadi di resort Rowobendo (TNAP) yang kehilangan 4 (empat) ekor banteng akibat perburuan liar. Harga banteng di Banyuwangi (lokasi TNAP) 1 ekor adalah Rp. 15.000.000,00. Nilai kerugian yang kecil
63 dikarenakan hasil hutan yang hilang/dicuri nilainya rendah seperti pencurian kayu bakar (harga per ikat Rp.10.000,00). Sumber gangguan pada umumnya disebabkan oleh manusia khususnya masyarakat disekitar kawasan maupun masyarakat bukan dari sekitar kawasan yang mempunyai tujuan-tujuan khusus. Timbulnya gangguan dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal meliputi kondisi kawasan, personel, sarana, prasrana dan anggaran, sedangkan faktor eksternal meliputi sosial ekonomi, sosial budaya dan politik. 5.3. Faktor yang Mempengaruhi Kerugian Sebagaimana diuraikan sebelumnya faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan antara lain adalah personel, sarana, prasarana dan anggaran maka untuk membuktikan faktor-faktor tersebut berpengaruh nyata atau tidak dilakukan uji statistik. Uji statistik dilakukan berdasarkan perhitungan nilai rupiah kerugian akibat gangguan, nilai rupiah personel pengamanan, nilai rupiah sarana, prasarana dan besarnya anggaran operasonal resort. Model statistik yang digunakan adalah regresi linier berganda. Berdasarkan uji statistik menunjukkan data yang tidak menyebar normal. Terhadap hasil tersebut kemudian dilakukan trasformasi data menggunakan fungsi logaritma natural supaya data menjadi menyebar normal. Hasil analisis regresi berganda menggunakan transformasi data dengan logaritma natural (ln) didapatkan nilai R-sq = 59,2%. Nilai R-sq = 59,2% menunjukkan bahwa keragaman kerugian dipengaruhi oleh model regresi, sisanya dipengaruhi faktor-faktor lain diluar model. Nilai P-value = 0.000 < alpha = 5%, Tolak H0, Model Regresi berpengaruh nyata terhadap respon ln kerugian. Nilai DW1 = 1.92 mendekati 2, sehingga dapat disimpulkan tidak ada autokorelasi. Persamaan regresinya : ln Rugi = - 4,18 + 1,37 ln Personel - 0,144 ln Sarana - 0,0334 ln Prasarana 0,330 ln Operasional.
1
DW = Durbin Watson adalah salah satu statistik untuk melihat ada tidaknya autokorelasi dalam satu variabel. Jika nilai Durbin Watson mendekati angka 2 maka dapat diduga bahwa dalam variabel tersebut tidak ada autokorelasi (Nachrowi 2006)
64 Intepretasi
terhadap
persamaan
regresi
menunjukkan
bahwa
penambahan biaya personel akan menambah kerugian tetapi penambahan sarana, prasarana dan anggaran operasional akan mengurangi kerugian. Biaya personel meliputi gaji, tunjangan, uang makan dan insentif yang merupakan upah dan bentuk penghargaan terhadap pekerjaan personel pengamanan. Segala bentuk pembiayaan yang diberikan kepada personel diharapkan dapat meningkatkan kinerja personel dalam melakukan pengamanan sehingga gangguan dapat berkurang. Berkurangnya gangguan terhadap keamanan kawasan dapat mengurangi kerugian atas hilangnya sumberdaya hutan yang dimanfaatkan secara illegal. Namun berdasarkan persamaan regressi penambahan biaya untuk personel justru meningkatkan kerugian. Hal ini kemungkinan disebabkan kinerja personel pengamanan yang belum sesuai dengan harapan. Personel tidak mempunyai kemampuan yang mencukupi (kompetensi) dalam melakukan pengamanan. Ketidakmampuan personel pengamanan berpengaruh dalam upaya mengatasi atau menanggulangi gangguan yang terjadi. Intepretasi
terhadap
persamaan
regresi
menunjukkan
bahwa
penambahan nilai rupiah sarana, prasarana dan anggaran operasional akan mengurangi kerugian. Nilai rupiah sarana dan prasarana dapat diartikan penambahan sarana dan perbaikan sarana. Perbaikan sarana pengamanan perlu dilakukan karena beberapa sarana dan prasarana pengamanan di beberapa resort dalam keadaan rusak. Kerusakan sarana pengamanan dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti usia alat yang sudah tua, penggunaan alat
yang
kurang
hati-hati,
kecelakaan
maupun
kesalahan
dalam
pengoperasiannya. Beberapa perlengkapan dan peralatan kerja untuk pengamanan mempunyai spesifikasi tertentu yang dalam penggunaannya diperlukan ketrampilan dan pengetahuan khusus. Oleh karena itu terkait dengan beberapa saranan pengamanan yang rusak selain perbaikan dan pengadaan sarana pengamanan maka untuk menjamin terpeliharanya sarana pengamanan, personel pengamanan perlu dilatih untuk menggunakan peralatan dan perlengkapan kerja yang digunakan sesuai standar operasionalnya
65 5.4. Efisiensi Pengamanan Efisiensi adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan benar yang merupakan sebuah konsep “masukan-keluaran” (Stoner dan Freeman 1992). Efisiensi harus selalu bersifat kuantitatif dan dapat diukur (measurable). Efisiensi menunjukkan hubungan antara input dan output dengan mencari biaya sumber daya minimum (Robin dan Coultar 1996, diacu dalam Wibowo 2009). Dalam bidang ekonomi efisiensi selalu berhubungan dengan upaya penggunaan sumber daya minimum yang dapat menghasilkan produksi barang dan jasa maksimum. Pengertian tersebut sulit diterapkan dalam pengelolaan kawasan konservasi karena penggunaan sumber daya tidak diorientasikan untuk menghasilkan produk dalam bentuk barang namun lebih pada kondisi terjaminnya kelestarian kawasan konservasi. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dalam pengelolaan kawasan konservasi, keamanan kawasan merupakan salah satu keluaran (output) yang indikatornya dapat dilihat dari besarnya gangguan kawasan. Efisiensi pengamanan ditunjukkan dengan penggunaan sumber daya minimum yang dapat mengamankan kawasan sebaik-baiknya. Dengan pengertian tersebut maka efisiensi dapat diukur dengan menghitung perbandingan tingkat gangguan output dengan input yaitu sumber daya pengamanan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar gangguan yang terjadi adalah pencurian hasil hutan yang dimanfaatkan secara illegal. Hasil hutan tersebut mempunyai nilai yang dapat dihitung dalam rupiah berdasarkan harga pasar yang berlaku. Karena hasil hutan merupakan salah satu asset Negara, maka nilai rupiah tersebut dihitung sebagai kerugian Negara atas hilangnya asset berupa hasil hutan. Sumber daya pengamanan juga dapat dihitung nilai rupiahnya berdasarkan pembiayaan yang dikeluarkan untuk personel, nilai rupiah sarana dan prasarana dan operasional resort. Hasil perhitungan tersebut kemudian digunakan untuk menghitung efisiensi berdasarkan rasio nilai kerugian akibat gangguan (output) dengan nilai rupiah sumber daya pengamanan (input). Berdasarkan rasio tersebut maka semakin besar nilai rasio bukan
66 menunjukkan efisiensi tetapi nilai ketidakefisienan kinerja pengamanan suatu resort. Nilai efisiensi dari setiap resort disajikan pada tabel 7. Tabel 7 Nilai efisiensi resort-resort TNBK, TNAP dan TNGGP berdasarkan perbandingan nilai rupiah kerugian dan nilai rupiah input No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Resort Pancur Grajagan Nanga Potan Nanga Hovat Bungan Tanjung Lokang Selabintana Goalpara Cireundeu Cimungkad Mandalawangi Gunung Putri Maleber Cimande Cipetir Tegallega Sembulungan Sarongge Kucur Bodogol Nagrak Cisarua Tapos Situgunung PPKAB Pasir Hantap Tanjung Pasir Sadap Pasir Sumbul Cijoho Tugu Sukamulya Rowobendo
Nilai Efisiensi 0 0 0 0 0 0 0.0003 0.002 0.003 0.003 0.003 0.004 0.005 0.006 0.006 0.006 0.007 0.008 0.009 0.01 0.011 0.0122 0.013 0.014 0.015 0.017 0.026 0.028 0.032 0.044 0.066 0.121 0.157
Taman Nasional TNAP TNAP TNBK TNBK TNBK TNBK TNGGP TNGGP TNGGP TNGGP TNGGP TNGGP TNGGP TNGGP TNGGP TNGGP TNAP TNGGP TNAp TNGGP TNGGP TNGGP TNGGP TNGGP TNGGP TNGGP TNAP TNGGP TNBK TNGGP TNGGP TNGGP TNAP
Berdasarkan perhitungan nilai efisiensi dari ke-33 resort, resort yang paling efisien adalah resort Pancur sedangkan resort yang paling tidak efisien adalah resort Rowobendo. Di TNBK resort yang paling efisien adalah resort Nanga Potan sedangkan yang paling tidak efisien adalah resort Sadap. Resort yang paling tidak efisien di TNAP adalah resort Rowobendo sedangkan resort yang paling efisien adalah resort Pancur. Di TNGGP resort yang paling
67 efisien adalah resort Selabintana sedangkan resort yang paling tidak efisien adalah resort Sukamulya. Nilai
efisiensi
masing-masing
taman
nasional
berdasarkan
perhitungan rasio nilai rata-rata kerugian setiap resort dan nilai rata-rata input (biaya personel, nilai rupiah sarana dan prasarana serta biaya operasional) menunjukkan taman nasional yang paling tidak efisien adalah berturut-turut TNAP, TNGGP dan TNBK. Hasil pengukuran efisiensi pada ketiga taman nasional tersebut hanya didasarkan pada kerugian yang diakibatkan atas pencurian hasil hutan, sehingga tidak secara keseluruhan menggambarkan kinerja pengamanan dalam mengatasi gangguan lainnya seperti penambangan emas di TNBK maupun penyerobotan lahan di TNGGP dan gangguan yang diakibatkan bencana alam seperti tanah longsor di TNGGP. 5.5. Analisis Perbandingan antar Resort Berdasarkan perhitungan efisiensi pada semua resort menunjukkan variasi nilai dari yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi. Berikut ditampilkan situasi resort-resort pada setiap taman nasional yang mempunyai nilai efisiensi paling rendah dan resort-resor yang mempunyai nilai paling tinggi sebagaimana disajikan pada tabel 8. Perhitungan nilai ketidakefisienan didasarkan pada perbandingan nilai output (nilai kerugian akibat gangguan) dengan nilai input (nilai rupiah sumberdaya
pengamanan).
Dengan
demikian
nilai
ketidakefsienan
bergantung pada nilai output dan input, semakin tinggi nilai output dan semakin
rendah
nilai
input
maka
semakin
tidak
efisien
kinerja
pengamanannya. Berdasarkan nilai efisiensi pada semua resort menunjukkan bahwa resort yang paling efisien adalah resort yang tidak mengalami gangguan sedangkan resort yang tidak efisien adalah resort yang menderita kerugian akibat gangguan paling besar. Tingginya kerugian diakibatkan tingginya nilai/asset hasil hutan yang hilang atau dicuri.
68 Tabel 8 Perbandingan kondisi resort-resort yang mempunyai nilai efisiensi paling rendah dan paling tinggi pada setiap taman nasional. No.
Taman Nasional
1.
TNBK -
2.
3.
Luas Jumlah Personel Kondisi Sarana Kondisi Prasarana Jumlah penjagaan Jumla Patroli Karakteristik
TNAP - Luas - Jumlah Personel - Kondisi Sarana - Kondisi Prasarana Jumlah penjagaan Jumla Patroli - Karakteristik
TNGGP - Luas - Jumlah Personel - Kondisi Sarana - Kondisi Prasarana - Jumlah penjagaan - Jumlah Patroli - Karakteristik
Resort dengan Rasio Kerugian/Input Rendah
Resort dengan Rasio Kerugian/Input Tinggi
Nangan Potan 133.240 2 Tidak memadai Tidak memadai
Sadap 220.886 2 Tidak memadai Tidak memadai
-
-
49 hari Topografi berbukit dengan akses hanya melewati sungai jarak desa terdekat dengan batas resort 25 km
49 hari Topografi berbukit dengan akses hanya melewati sungai jarak desa terdekat dengan batas resort 35 km. Terdapat beberapa wilayah yang vegetasi dominannya adalah jenis pohon belian (Eusideroxyilon zwagerii).
Pancur 14.012,98 5 Memadai Memadai 365 hari
Rowobendo 2.042 5 Memadai Memadai 365 hari
240 hari Topografi cenderung datar berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, merupakan resort yang letaknya Selabintana 874.3 2 Tidak Memadai Memadai 365 hari 26 hari Tidak berbatasan langsung dangan lahan garapan masyarakat tapi berbatasan dengan perkebunan teh.
240 hari Resort yang merupakan pintu masuk ke TN Alas Pirwo, terdapat padang savanna yang merupakan habitat banteng. Sukamulya 598,37 2 Tidak Memadai Memadai 96 hari 36 hari Kaya akan potensi pakis dan pohon Rasamala. Terdapat area perluasan kawasan dari hutan produksi eks-Perum Perhutani dimanan terdapat lahan garapan masyarakat seluas 35.324 m2 yang terdapat di desa Sarampad dan Sukamulya
Berdasarkan data yang ditampilkan pada tabel 8, menunjukkan bahwa gambaran kondisi input (sumberdaya pengamanan) pada resort-resort yang diperbandingkan kurang lebih sama namun nilai kerugian yang diderita
69 berbeda. Nilai kerugian yang tinggi diakibatkan oleh hilangnya hasil hutan yang dimanfaatkan secara illegal/dicuri. Hasil hutan yang dimanfaatkan secara illegal/dicuri mempunyai nilai ekonomi yang tinggi seperti banteng, kayu belian dan kayu rasamala. Keberadaan hasil hutan (asset) yang mempunyai nilai tinggi banyak dijumpai pada resort-resort yang menderita kerugian tinggi. Kenyataan demikian menunjukkan bahwa timbulnya gangguan dipengaruhi juga oleh karakteristik biofisik kawasan. Disamping kondisi biofisik diketahui juga bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan berpengaruh untuk timbulnya gangguan. Ketergantungan masyarakat terhadap kayu bakar yang banyak dijumpai di TNGGP dan TNAP merupakan bukti bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat berpengaruh terhadap kinerja pengamanan. Fakta lain adalah terjadinya penambangan emas di TNBK yang banyak dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan yang sejauh ini belum dapat dihitung nilai kerugiannnya. 5.6. Sumber Daya Hutan yang Dimanfaatkan Secara Illegal Menurut
Peraturan
Pemerintah
No.
45
Tahun
2004
tentang
Perlindungan Hutan gangguan terhadap hutan dibedakan menjadi gangguan terhadap hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. Gangguan yang terjadi di resort-resort pada umumnya disebabkan oleh pemanfaatan hasil hutan secara illegal (pencurian flora dan fauna). Jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaat secara illegal disajikan dalam tabel 9. Tabel. 9 Jenis-jenis sumber daya hutan yang dimanfaatkan secara illegal No.
Sumberdaya Hutan
1.
Satwa liar
Jenis Yang Dimanfaatkan - Mamalia besar : babi hutan, banteng, -
2.
Tumbuhan
-
rusa Burung : burung cucak ijo, tledekan, julang emas, trocok ijo, perkutut Reptil : penyu Kayu pertukangan : belian, rasamala, tapen, manggong, laban, jati Kayu bakar : laban, kaliandra, Bambu : bambu ori, wuluh Tanaman hias : pakis, kantong semar
Kejadian TNAP, TNGGP
TNAP, TNGGP, TNBK
70 Pemanfaatan secara illegal sumber daya hutan merupakan ancaman terhadap keutuhan dan kelestarian kawasan taman nasional. Beberapa hasil hutan yang dimanfaatkan baik satwa liar maupun tumbuhan merupakan jenis-jenis yang dilindungi sesuai Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Beberapa jenis satwa seperti banteng, rusa, penyu merupakan satwa dilindungi. Beberapa jenis lainnya merupakan jenis endemis seperti kayu belian yang hanya ditemukan di pulau Kalimantan dan tidak ditemukan di tempat lain.
VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan 1. Pada umumnya kondisi sumberdaya pengamanan yang meliputi personel, sarana, dan prasarana di resort-resort pada ketiga taman nasional belum memadai kecuali pada beberapa resort di TNAP seperti resort Rowobendo, Kucur, Sembulungan kondisinya lebih memadai. 2. Sebagian besar gangguan keamanan yang terjadi pada resort-resort di ketiga taman nasional berupa pencurian flora dan fauna. Pencurian flora dan fauna telah menyebabkan kerugian Negara (hilangnya asset) yang nilai rupiahnya bervariasi untuk setiap resort. Variasi nilai kerugian atas hilangnya asset bergantung pada jenis-jenis flora dan fauna yang dimanfaatkan. 3. Hasil analisis menggunakan model statistik regressi berganda menunjukkan kerugian akibat gangguan kawasan dipengaruhi oleh fakor-faktor pengamanan seperti personel, kondisi sarana dan prasarana serta anggaran operasional. Persamaan regresinya adalah ln Rugi = - 4,18 + 1,37 ln Personel - 0,144 ln Sarana - 0,0334 ln Prasarana - 0,330 ln Operasional.. Berdasarkan nilai R-sq menunjukkan bahwa faktor-faktor mempengaruhi kerugian sebesar 59,2 % sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. 4. Berdasarkan perhitungan ketidakefisienan pengamanan resort menunjukkan resort yang paling efisien adalah resort Pancur dan resort yang paling tidak efisien adalah resort Rowobendo. 6.2. Saran 1. Berdasarkan persamaan regresi penambahan nilai rupiah sarana dan prasarana akan menurunkan nilai kerugian. Mengacu pada hasil analisis tersebut dan deskripsi sarana dan prasarana pengamanan di resort-resort maka perlu peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana di tingkat resort-resort taman nasional. 2. Untuk menjamin terpeliharanya sarana dan prasarana pengamanan dengan baik maka terhadap jenis peralatan dan perlengkapan yang mempunyai sepesifikasi khusus kepada personel pengamanan perlu dilatih dalam penggunaannya sesuai standar prosedur pengoperasiannya.
72 3. Berdasarkan persamaan regresi menunjukkan bahwa penambahan biaya untuk personel akan meningkatkan nilai kerugian. Pembiayaan untuk personel merupakan salah satu bentuk penghargaan terhadap kinerja personel pengamanan. Penambahan biaya untuk personel yang justru meningkatkan kerugian diduga terkait dengan kinerja personel yang belum sesuai harapan. Untuk membuktikan dugaan tersebut dan sesuai dengan sifat penelitian ini yang eksploratif (preliminary research) maka perlu dukungan penelitianpenelitian lainnya. Kajian terhadap kinerja personel pengamanan di resortresort khususnya terkait dengan jumlah, kompetensi, dan motivasi personel merupakan penelitian yang perlu dilakukan. Dukungan penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi masukan untuk peningkatan kinerja pengamanan di tingkat resort. 4. Agar kinerja pengamanan lebih efisien maka penanganan gangguan sebaiknya difokuskan pada gangguan-gangguan yang menyebabkan nilai kerugian paling besar (hasil hutan yang mempunyai nilai asset tinggi contoh : perburuan banteng) dan bila diperlukan dapat membentuk tim anti perburuan.
DAFTAR PUSTAKA Appleton MR, Teson GI, Uriarte MT. 2003. Competence Standars for Protected Area Jobs in South East Asia, Los Banos, ASEAN Regional Center for Biodiversity Conservation. Los Banos. Philiphines. Arikunto, Suharsini. 1992. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta [BTNAP] Balai Taman Nasional Alas Purwo. 1998. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo 1998-2023. Banyuwangi : BTNAP [BTNAP] Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2009. Buku Informasi Taman Nasional Alas Purwo Tahun 2009. Banyuwangi : BTNAP. [BTNAP] Balai Taman Nasional Alas Purwo, 2009. Laporan Tahunan Balai Taman Nasional Alas Purwo Tahun 2009. Banyuwangi : BTNAP [BTNAP] Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2009. Statistik Balai Taman Nasional Alas Purwo Tahun 2009. Banyuwangi : BTNAP. [BBTNBK] Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun. 1999. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun 2000-2024. Putussibau : BBTNBK. [BBTNBK] Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun. 2009. Buku Informasi Taman Nasional Betung Kerihun Tahun 2009, Putussibau : BBTNBK. [BBTNBK] Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun, 2009. Laporan Tahunan Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun Tahun 2009. Putussibau : BBTNBK. [BBTNBK] Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun. 2009. Statistik Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun Tahun 2009. Putussibau : BBTNBK. [BBTNGGP] Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 1995. Rencana Pengelolaan Taman Nasional gunung Gede Pangrango 1995-2014. Cibodas : BBTNGGP. [BBTNGGP] Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2009. Laporan Tahunan Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Tahun 2009. Cibodas : BBTNGGP. [BBTNGGP] Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2009. Buku Informasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Tahun 2009, Cibodas : BBTNGGP [BBTNGGP] Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2009. Statistik Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Tahun 2009, Cibodas : BBTNGGP. Basuni S. 1987. Konsep Pengaturan Sumberdaya Taman Nasional, Media Konservasi I (3): 1-11.
74 Basuni S. 2003. Kinerja Perlindungan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Media Konservasi 2003;VIII (3) : 95 -100 Carey C, Dudley N, & Stolton S. 2000. Squandering Paradise? The Importance and Vulnerability of the World’s Protected Areas, WWF-World Wide Fund For Nature, International, Gland, Switzerland. [DEPHUT] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1985. Konsepsi Pengamanan Hutan Terpadu, Jakarta : Dephut RI. [DEPHUT dan KAPOLRI] Departemen Kehutanan Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Repubilik Indonesia 1993, Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, 10/Kpts-11/93Skep/07/I/93 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Jagawana, Jakarta : Dephut RI. [DEPHUTBUN] Departemen Kehutanan dan Perkebunan 1998, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 597/Kpts-VI/1998 tentang Satuan Tugas Operasional Jagawana, Jakarta : Dephut RI. [DEPHUT] Peraturan Menteri Kehutanan No. 03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional, Jakarta : Dephut RI. [Ditjen PHKA] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : SK.102/IV/Set-3/2005 tentang Petunjuk Teknis Pengamanan Kawasan Konservasi di Wilayah Laut. [Ditjen PHKA] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2009. Statistik Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam 2009. Hartono. 2008. Mencari Bentuk Pengelolaan Taman Nasonal di Indonesia : Sebuah Tinjauan Reflektif Praktek Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia ; dalam Workshop Sistem Pengelolaan Kawasan Konservasi di Banyuwangi. Tidak Dipublikasikan. Hasan I. 2009. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, Cetakan Keempat, Jakarta : Penerbit Bumi Aksara. Hockings M, Stolton S, Dudley N. 2000. Evaluating effectiveness : A framework for assessing management effectiveness of protected areas. Best Practice Protected Area Guidelines Series No. 6, IUCN, Gland, Switzerland: in Association with Cardiff University, UK. Indrawan M, Primack RB, Supriatna J. 2007. Biologi Konservasi, Edisi Revisi, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Irwanto. 2006. Focused Group Discussion (FGD): Sebuah Pengantar Praktis, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. [IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 1994. Guidelines for Protected Area Management Categories, Gland, Switzerland: IUCN.
75 MacKinnon J, MacKinnon K, Child G, Thorsell J. 1990. Pengelolaan Kawasan Yang Dilindungi di Daerah Tropika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Indonesia. Mardalis. 2004. Metode Penelitian : Suatu Pendekatan Proposal. Cetakan Keempat, Jakarta : Bumi Aksara. Meffe KG, Carrol CR. 1994. Principles of Conservation Biology. Sinauer Associates, Inc. Sunderland, Massachusset. Nachrowi ND, Usaman H. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisi Ekonomi dan Keuangan, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Rambaldi G. 2000. Staffing Protected Area : Defining Criteria Based On Case Study Of Protected Area, Special Report, Department of Environment and Natural Resources, Philippine. [RI] Republik Indonesia. 1990. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. [RI] Republik Indonesia. 1990. Peraturan Pemerintan No. 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam [RI] Republik Indonesia. 1990. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan [RI] Republik Indonesia. 1990. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan. Sevila CG, Ochave JA, Punsalan TG, Regalla BP, Uriarte GG. 1993. Pengantar Metode Penelitian, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, Stoner JAF, Freeman RE. 1992. Manajemen, Edisi Keempat, Jakarta : Penerbit Intermedia, Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R & D, Bandung : Penerbit Alfa Beta Bandung. Trihermawan T. 2006. Pemetaan Kompetensi Staf Balai Taman Nasional Alas Purwo, Laporan, Kerjasama Universitas Gadjah Mada dengan Balai Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. Tidak Dipublikasikan. Wiratno. 2009. Kawasan Konservasi di Tengah Pusaran Zaman, Buletin Konservasi Alam Vol VII No.1 : 16-19. Wibowo. 2009. Manajemen Kinerja, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
76 Lampiran 1. Jumlah personel pengamanan No.
Uraian R1
1. 2. 3.
Jumlah Personel Luas Area (ha) Rasio jumlah personel ; luas area (ha)
R2
R3
R4
R5
R6
R7
RESORT R9 R10
R8
R11
R12
R13
R14
R15
R16
R17
3
2
1
1
1
5
5
5
5
5
5
1
3
2
1
2
2
220.886
133.240
96.659
279.985
87.077
2.042
14.013
2.013
3.958
7.306
14.087
692,88
778,75
500,24
500,19
439,11
598,37
1: 66.240
1: 96.659
1: 279.985
1: 87.077
1 : 408,4
1 : 2.803
1 : 403
1 : 792
1 : 1.479
1 : 2.817
1 : 693
1 : 256
1 : 250
1: 500
1:259
1:299
1: 74029
lanjutan lampiran 1 No.
1. 2.
Uraian
Jumlah Personel Luas Area (ha)
RataRata jumlah personel
RESORT
R18
R19
R20
R21
R22
R23
R24
R25
R26
R27
R28
R29
R30
R31
R32
R33
1
2
1
3
2
2
2
2
2
2
2
2
4
2
2
2
696,38
983,36
864.74
1.297,95
864.74
1.039,41
2.274,87
1.201,09
1.378,80
1.135,39
1.876,6
369
2.112,47
1.042,41
1.240,04
992,62
2 orang per resort
Rasio jumlah 1:696 1 : 983 1:492 1:649 1:432 1:520 1:1137 1:601 1:689 1:568 1:938 1:185 1:528 1:521 1:620 personel ; 1:496 luas area (ha) Sumber data : Diolah dari laporan kepegawaian Balai Besar TN Betung Kerihun, Balai Besar TN Gunung Gede Pangrango, Balai TN Alas Purwo Tahun 2009 dan Peta Wilayah Kerja TN Betung Kerihun, TN Gunung Gede Pangrango dan TN Alas Purwo; Keterangan : R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Plengkung), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu)
3.
77 Lampiran 2. Kualifikasi personel No.
Uraian R1
1
2.
Jumlah personel yang mempunyai pendidikan : 1.1. Sarjana 1.2. Diploma 1.3. SMA/Seder ajat Pelatihan 2.1. Rata-rata jumlah pelatihan yang pernah diikuti oleh personel resort
R2
R3
R4
R5
R6
R7
RESORT R8 R9
R10
R11
R12
R13
R14
R15
R16
1 1
1 1
1
1
1
5
5
5
5
1 4
5
1 -
3
2
1
2
3
3
4
7
6
2
3
3
2
3
2
5
3
6
9
5
R17
R18
R19
R20
R21
R22
R23
R24
R26
R27
R28
R29
R30
R31
R32
2
1
2
1 1
2
1
1
3
3
2
2
2
6
5
4
7
6
6
3
3
3
8
6
lanjutan lampiran 2 No. 1
2.
Uraian Jumlah personel yang mempunyai pendidikan : 1.1. Sarjana 1.2. Diploma 1.3. SMA/Seder ajat Pelatihan Rata-rata jumlah pelatihan yang pernah diikuti oleh personel resort
RESORT
-
-
-
-
R25
2
2
7
6
-
2
2
2
1 1
4
1
7
7
-
-
-
-
-
R33
-
-
Sumber data : Diolah dari laporan kepegawaian Balai Besar TN Betung Kerihun, Balai Besar TN Gunung Gede Pangrango Tahun, Balai TN Alas Purwo Tahun 2009. Keterangan : R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Malaber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu)
78 Lampiran 3. Sarana pengamanan No.
Sarana pengamanan
RESORT R1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sepeda motor trail Speedboat/lon gboat Perahun Karet Jukung (perahu kecil) Senjata Api HT Rig. GPS Kamera digital
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
R11
R12
R13
R14
1
1
R15
R16
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1**
1**
1**
-
-
1**
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
-
-
-
-
-
1
2 1 1 1 1
1 1 1 1 1
2 1 1 1 1
2 1 1 1 1
2 1 1 1 1
2 1 1 1 1
1 -
1 1 -
1 1 -
1 -
1 1 -
R26
R27
R28
R29
R30
R31
R32
1* 1
1 1
1 1
1 1
1
lanjutan lampiran 3 No.
Sarana pengamanan
RESORT
R17 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sepeda motor trail Speedboat/lon gboat Perahun Karet Jukung (perahu kecil) Senjata Api HT Rig. GPS Kamera digital
Sumber Keterangan
R18
R19
R20
-
1
1
1
-
-
-
-
-
1 -
R21
R22
R23
R24
R25
R33
-
1
1
1
-
1
1
1
1
1**
1*
1**
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1 -
1 -
1 -
2 -
2 -
1 -
1 -
1 -
1 -
-
1 -
1 -
1 1
1 -
1 1
1 -
1 -
-
-
1
1 1
1 -
-
1 -
-
1 -
-
-
1 -
1 -
-
: Diolah dari Statistik dan Lap. Tahunan Balai Besar TN Betung Kerihun, Balai Besar TN Gunung Gede Pangrango, Balai TN Alas Purwo Tahun 2009 dan hasil observasi. : - R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu) * rusak ringan, ** rusak berat
79 Lampiran 4. Prasarana pengamanan No.
Prasarana pengamanan
RESORT R1
1. 2. 3. 4.
Jumlah pondok Jaga Jumlah pos Jaga Pal Batas Jalan Patroli (km)
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
R11
R12
R13
R14
R15
R16
1
1
1
1
1**
1
1
1
1
1
-
-
1
1
-
1
-
-
-
-
-
1
-
1
1
1
-
-
1
1
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
101
-
-
-
-
2
-
2
2
2
10
11
7
-
25
-
-
-
-
-
lanjutan lampiran 4 No.
1. 2. 3. 4.
Prasana pengamanan
Jumlah pondok Jaga Jumlah pos jaga Pal Batas Jalan Patroli (km)
Sumber Keterangan
RESORT
R17
R18
R19
R20
R22
R23
R24
R26
R27
R28
R30
R31
R32
1
1
1
1
R21
-
1
1
1
R25
-
1
1
1
R29
-
1
1
1*
R33
-
-
-
-
1
-
1
-
-
-
-
-
1
-
-
-
1**
-
117
190
163
111
46
126
157
173
172
-
-
12
-
-
-
16,249
-
27
7,2
-
6,5
6,7
8,3
6,7
30
-
-
-
-
-
-
: Diolah dari Statistik dan Laporan tahunan Statistik Balai Besar TN Betung Kerihun, Balai Besar TN Gunung Gede Pangrango Tahun, Balai TN Alas Purwo tahun 2009. Peta Wilayah Kerja TN Betung Kerihun, TN Gunung Gede Pangrango dan TN Alas Purwo dan hasil observasi. : R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu) - * rusak ringan - ** rusak berat
80 Lmpiran 5. Penganggaran pengamanan No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Alokasi Anggaran
Gaji Tunjangan Uang Makan Operasional resort Insentif Honor Kepala Resort
RESORT R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
R11
R12
R13
R14
R15
R16
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√
√
√
√
√
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
-
-
-
-
-
lanjutan lampiran 5 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Alokasi Anggaran
Gaji Tunjangan Uang Makan Operasional resort Insentif Honor Kepala Resort
Sumber data : Keterangan
:
RESORT
R17 √ √ √ √
R18 √ √ √ √
R19 √ √ √ √
R20 √ √ √ √
R21 √ √ √ √
R22 √ √ √ √
R23 √ √ √ √
R24 √ √ √ √
R25 √ √ √ √
R26 √ √ √ √
R27 √ √ √ √
R28 √ √ √ √
R29 √ √ √ √
R30 √ √ √ √
R31 √ √ √ √
R32 √ √ √ √
R33 √ √ √ √
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Diolah dari laporan kepegawaian, daftar gaji dan tunjangan POLHUT pada Balai Besar TN Betung Kerihun, Balai Besar TN Gunung Gede Pangrango Tahun 2009, Balai TN Alas Purwo dan Lapooran realisasi anggaran tanun 2009 Balai Besar TN Betung Kerihun, Balai Besar TN Gunung Gede Pangrango, Balai TN Alas Purwo - R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu) - √ = tersedia anggaran
81 Lampiran 6. Jumlah penjagaan selama tahun 2009 (hari/tahun) No.
1.
Uraian
Jumlah Penjagaan (hari) dalam setahun
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
RESORT R8 R9
R10
R11
R12
R13
R14
R15
R16
-
-
-
-
-
365
365
365
365
365
96
365
144
-
144
R18 80
R19 96
R20 256
R22 365
R23 365
R24 205
R27 112
R28 221
R29 365
R30 365
R31 221
R32 96
365
lanjutan lampiran 6 No.
1.
Uraian
RESORT
Jumlah Penjagaan (hari) dalam setahun
Keterangan
:
R17 36
R21 -
R25 -
R26 142
R33 -
- R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu)
82 Lampiran 7. Jumlah patroli selama tahun 2009 (hari/tahun) No.
1.
Uraian
Jumlah Patroli (hari) dalam setahun
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
RESORT R8 R9
R10
R11
R12
R13
R14
R15
R16
49
49
7
21
14
240
240
240
108
108
144
144
144
36
72
R18 48
R19 96
R20 153
R21 52
R22 26
R23 108
R24 53
R27 52
R28 96
R29 3
R30 96
R31 144
R32 96
108
lanjutan lampiran 7 No.
1.
Uraian
RESORT
Jumlah Patroli (hari) dalam setahun.
Keterangan
:
R17 46
R25 108
R26 112
R33 -
- R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu)
83
Lampiran 8. Tingkat kerawanan kawasan No .
Jenis Gangguan
1.
Pembukaan lahan (m2) Penambangan emas Penebangan liar
2. 3.
RESORT R1 Nilai Fisik 800 m2
R2 Nilai Fisik
R3 Nilai Fisik
R4 Nilai Fisik
R5 Nilai Fisik
R6 Nilai Fisik
R7 Nilai Fisik
R8 Nilai Fisik
R9 Nilai Fisik
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
150 orang
24 lokasi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4 tunggak jati diameter 20-25 cm, 1 tunggak bayur diameter 40 cm, 1 tunggak bendo diameter 40 cm dan 1 sortimen jenis bendo panjang 6 m, diameter 60 cm 332 batang bamboo, 43 bambu usuk, 14 lembar bamboo betek, 600 lonjor bambu wuluh
32 batang kayu belian ukuran 80 cm
4.
-
-
-
-
199 batang
Pencurian bambu -
-
-
-
-
5.
Perburuan liar
-
-
-
-
-
4 ekor banteng 1 ekor rusa
-
2 jerat satwa dan tambang
-
6.
Pengambilan kayu bakar Pencurian pakis Lain-lain
-
-
-
-
-
-
-
-
2 ikat kayu bakar jenis laban
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7. 8
Pendirian Gubuk untuk menanam tanaman eksotik
84
lanjutan lampiran 8 No. 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Gangguan Pembukaan lahan (m2) Penambangan emas Penebangan liar
Pencurian bambu Perburuan liar Pengambilan kayu bakar Pencurian pakis Lain-lain
RESORT R10 Nilai Fisik -
R11 Nilai Fisik
R12 Nilai Fisik
R13 Nilai Fisik
-
-
-
-
-
-
-
Tonggak pohon jenis poh-pohan diameter 21 cm sortimen 4 m diameter pangkal 16 cm, diameter ujunag 12 cm, Tunggak pohon laban diameter 32 cm, 2 gelondong batang kayu diameter 31 cm dan 28 cm; 1 tunggak pohon laban diameter 23 cm, tunggak kayu dimater 16 cm, sortimen panjang 525 cm diameter 10 cm;, tunggak kayu dimater 13 cm, sortimen panjang 500 cm diameter 9 cm; tunggak kayu diameter 15 cm, sortimen panjang 450 cm diameter 11 cm; tunggak kayu diameter 15 cm, sortimen panjang 550 cm diameter 10 cm, tunggak pohon jenis tapen diameter 12 cm, tunggak pohon kesambi diameter 31 cm.
Sortimen jenis talok diameter 22 cm, 1 tonggak dg diameter 11 cm jenis talok, 1 tunggak dg diameter 10 cm jenis tapen, tunggak diameter 10 cm jenis carang pulut, 1 tunggak diameter 18 cm jenis popohan, 1 tunggak d=21 cm Jenis Kranji, 1 Tunggak d=20 cm Jenis Kopikopian
4 batang kayu rasamala dan 1 batang kayu manggong
-
-
1 ekor bangkai penyu abu-abu
2 btg kayu bakar jenis laban, p=2m, d=12 cm dan d=13 cm
-
-
-
1 ganthol dan 6 batang bamboo Kerangka babi jantan dewasa, 1 ekor bangkai babi hutan
R14 Nilai Fisik
15 pikul kayu bakar
-
29 pikul kayu bakar
27 pikul kayu bakar
-
-
85 lanjutan lampiran 8 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Gangguan Pembukaan lahan (m2) Penambangan emas Penebangan liar Pencurian bambu Perburuan liar Pengambilan kayu bakar Pencurian pakis Lain-lain
RESORT R15 Nilai Fisik
R16 Nilai Fisik
R17 Nilai Fisik
R18 Nilai Fisik
R19 Nilai Fisik
R20 Nilai Fisik
R21 Nilai Fisik
R22 Nilai Fisik
R23 Nilai Fisik
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
20 tunggak pohon rasamala
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
18 pikul kayu bakar
25 pikul kayu bakar
-
28 karung pakis
-
30 pikul kayu bakar
-
41 pikul kayu bakar 159 karung pakis
-
39 pikul kayu bakar
15 pikul kayu bakar
11 pikul kayu bakar
3 pikul kayu
92 pikul kayu bakar
-
-
28 karung pakis
-
-
-
-
-
-
-
86 lanjutan lampiran 8 No.
1. 2. 3. 4.. 5. 6. 7. 8.
Jenis Gangguan Pembukaan lahan (m2) Penambangan emas Penebangan liar Pencurian bambu Perburuan liar Pengambilan kayu bakar Pencurian pakis Lain-lain
Sumber data :
Keterangan
:
RESORT R24 Nilai Fisik
R25 Nilai Fisik
R26 Nilai Fisik
R27 Nilai Fisik
R28 Nilai Fisik
R29 Nilai Fisik
R30 Nilai Fisik
R31 Nilai Fisik
R32 Nilai Fisik
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3 batang kayu
-
-
-
4 batang bambu
7 batang
-
-
-
-
23 pikul kayu bakar
12 pikul kayu bakar
10 batang
15 pikul kayu bakar
25 batang dammar
6 pikul kayu bakar
2 batang kayu pertukangan 19 batang bambu 10 ekor burung 39 pikul kayu bakar
29 batang 9 pikul kayu bakar
1 ekor burung
1 ekor burung
32 pikul kayu bakar
75 pikul kayu bakar
73 pikul kayu bakar
R33 Nilai Fisik
Perburuan 162 ekor 115 pikul kayu bakar
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
pencurian tanaman hias 15 batang
Diolah dari laporan rekapitulasi kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan Balai Besar TN Betung Kerihun Tahun 2009; Laporan rekapitulasi gangguan keamanan Bidang Wilayah I Cianjur, Bidang Wilayah II Sukabumi dan Bidang Wilayah III Bogor Balai Besar TN Gunung Gede Pangrango Tahun 2009; Laporan statistik Balai Taman Nasional Alas Purwo Tahun 2009. - R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu)
87 Lampiran 9. Nilai rupiah personel pengamanan (rupiah/tahun) No.
Uraian R1
1. 2.
Jumlah Personel Nilai rupiah berdasarkan pembayaran gaji,, uang akan dan insentif. dalam setahun
R2
R3
R4
R5
R6
R7
RESORT R9 R10
R8
R11
R12
R13
R14
R15
R16
R17
3
2
1
1
1
5
5
5
5
5
5
1
3
2
1
2
2
58,244, 500
34,410, 000
26,466,0 00
25,634, 400
25,634,4 00
171,684, 000
181,119, 600
176,638, 800
159,770, 400
169,309, 200
168,138, 000
29,588, 400
81,373, 200
55,753, 200
32,091, 600
59,209, 200
59,209, 200
R18
R19
R20
R21
R22
R23
R24
R25
R26
R27
R28
R29
R30
R31
R32
R33
1
2
1
3
2
2
2
2
2
2
2
2
4
2
2
2
29,274, 000
56,900, 400
30,892, 800
86,508, 000
56,901, 600
51,720, 000
60,248, 400
60,026, 400
57,438 ,000
53,318, 400
58,392, 000
64,029, 600
84,681, 200
51,650, 400
51,058, 800
57,847, 200
lanjutan lampiran 9 No.
1. 2.
Uraian Jumlah Personel Nilai rupiah berdasarkan pembayaran gaji,, uang akan dan insentif. dalam setahun
RESORT
88 Lampiran 10. Nilai kerugian akibat gangguan kawasan (Rupiah/Tahun) No .
Jenis Gangguan
1.
Pembukaan lahan (m2)
2.
Kerugian (Rp.)
3.
Penambangan emas
4.
Kerugian (Rp.)
5.
Penebangan liar
6.
7.
8.
Kerugian (Rp.)
RESORT R1 800 m2
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
150 orang
24 lokasi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4 tunggak jati diameter 20-25 cm, 1 tunggak bayur diameter 40 cm, 1 tunggak bendo diameter 40 cm dan 1 sortimen jenis bendo panjang 6 m, diameter 60 cm
-
-
-
4.000.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
199 batang
Pencurian bambu
Kerugian (Rp.)
9.
Perburuan liar
10.
Kerugian (Rp.)
11.
Pengambilan kayu bakar
12.
Kerugian (Rp.)
13.
Pencurian pakis
14.
Kerugian (Rp.)
15
Lain-lain
16.
Kerugian (Rp.)
Jumlah Total Kerugian
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
990.000 4 ekor banteng 1 ekor rusa
62.500.000
-
-
-
1.980.000 332 batang bamboo, 43 bambu usuk, 14 lembar bamboo betek, 600 lonjor bambu wuluh
1.934.500
2 jerat satwa dan tambang -
-
-
2 ikat kayu bakar jenis laban
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6.000
Pendirian Gubuk untuk menanam tanaman eksotik
-
-
-
4.000.000
0
0
0
0
63.490.000
-0
0
3.920.500
89
lanjutan lampiran 10
No .
Jenis Gangguan
1.
Pembukaan lahan (m2) Penambangan emas Penebangan liar
2. 3.
4 5. 6 7.
8. 9.
Kerugian (Rp.) Pencurian bambu Kerugian (Rp.) Perburuan liar
Kerugian (Rp.) Pengambilan kayu bakar 10. Kerugian (Rp.) 11. Pencurian pakis 12. Lain-lain Jumlah Total
RESORT R10 -
R11
R12
R13
-
-
-
-
-
-
-
Tonggak pohon jenis poh-pohan diameter 21 cm sortimen 4 m diameter pangkal 16 cm, diameter ujunag 12 cm, Tunggak pohon laban diameter 32 cm, 2 gelondong batang kayu diameter 31 cm dan 28 cm; 1 tunggak pohon laban diameter 23 cm, tunggak kayu diamater 16 cm, sortimen panjang 525 cm diameter 10 cm;, tunggak kayu dimater 13 cm, sortimen panjang 500 cm diameter 9 cm; tunggak kayu diameter 15 cm, sortimen panjang 450 cm diameter 11 cm; tunggak kayu diameter 15 cm, sortimen panjang 550 cm diameter 10 cm, tunggak pohon jenis tapen diameter 12 cm, tunggak pohon kesambi diameter 31 cm.
Sortimen jenis talok diameter 22 cm, 1 tonggak dg diameter 11 cm jenis talok, 1 tunggak dg diameter 10 cm jenis tapen, tunggak diameter 10 cm jenis carang pulut, 1 tunggak diameter 18 cm jenis popohan, 1 tunggak d=21 cm Jenis Kranji, 1 Tunggak d=20 cm Jenis Kopikopian
1.270.000
179.000
R14
-
4 batang kayu rasamala dan 1 batang kayu manggong
-
-
2.000.000
-
-
-
-
1 ganthol dan 6 batang bambu
180.000 Kerangka babi jantan dewasa, 1 ekor bangkai babi hutan
-
-
Burung cucak ijo 24 ekor; Trocok ijo 22 ekor; kutilang emas ijo 2 ekor; Tledekan ijo 4 ekor, Burung Krikik krikik ijo 2 ekor,1 ekor bangkai penyu abu-abu
1.150.000 2 btg kayu bakar jenis laban, p=2m, d=12 cm dan d=13 cm
15.000
2.615.000
-
8.380.000 15 pikul kayu bakar
29 pikul kayu bakar 580.000
240.000
-
8.559.000
2.240.000
27 pikul kayu bakar 540.000
580.000
540.000
90 lanjutan lampiran 10
No .
Jenis Gangguan
1.
Pembukaan lahan (m2) Penambangan emas Penebangan liar
2. 3. 4. 5.
Kerugian (Rp.)
6.
Perburuan liar
Pencurian bamboo
7.
Pengambilan kayu bakar
8. 9.
Kerugian (Rp.)
Pencurian pakis
10. Kerugian (Rp.) 11. Lain-lain Jumlah Total
RESORT R15
R16
R17
R18
R19
R20
R21
R22
R23
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
20 tunggak pohon rasamala
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10.000.000
-
-
-
-
18 pikul kayu bakar
25 pikul kayu bakar
360.000
360.000
30 pikul kayu bakar
500.000 28 karung pakis 700.000
600.000
1.200.000
10.600.000
-
41 pikul kayu bakar
820.000 159 karung pakis
39 pikul kayu bakar
780.000
-
15 pikul kayu bakar
300.000
-
3.975.000
4.795.000
11 pikul kayu bakar
220.000 28 karung pakis
720.000
780.000
300.000
940.000
3 pikul kayu
60.000
-
92 pikul kayu bakar
1.840.000
-
-
-
60.000
1.840.000
91
lanjutan lampiran 10
No . 1. 2. 3.
Jenis Gangguan Pembukaan lahan (m2) Penambangan emas Penebangan liar
4. 5..
Kerugian (Rp.)
6. 7.
Kerugian (Rp.)
8. 9.
Kerugian (Rp.)
10. 11.
Kerugian (Rp.)
12.
Pencurian bamboo Perburuan liar Pengambilan kayu bakar Pencurian pakis Lain-lain
13. Kerugian (Rp.) Jumlah Total
RESORT R24
R25
R26
R27
R28
R29
R30
R31
R32
R33
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3 batang kayu
-
-
-
-
-
-
-
10 batang
1.250.000 4 batang bambu
12.000
-
7 batang
-
25 batang dammar
1.500.000
-
21.000
-
-
-
2 batang kayu pertukangan
500.000 19 batang bambu 57.000 10 ekor burung
1.500.000 29 batang
87.000 -
200.000 23 pikul kayu bakar
460.000
12 pikul kayu bakar
300.000
15 pikul kayu bakar
300.000
6 pikul kayu bakar
120.000
39 pikul kayu bakar
780.000
1 ekor burung
20.000 9 pikul kayu bakar
180.000
32 pikul kayu bakar
640.000
1 ekor burung
-
20.000 75 pikul kayu bakar
1.500.000
Perburuan 162 ekor
1.134.000 73 pikul kayu bakar
1.460.000
115 pikul kayu bakar
2.300.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
pencurian tanaman hias 15 batang
450.000 3.884.000 472.000 321.000 1.550.000 1.620.000 1.537.000 1.680.000 747.000 1.520.000 1.460.000 Sumber data : - Diolah dari laporan rekapitulasi kegiatan perlidungan Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun Tahun 2009, Laporan Statistik Balai Taman Nasional Alas Purwo Tahun 2009, dan rakapitulasi gangguan keamanan hutan Resort Pair Sumbul, Resort Mandalawangi dan Resort Gunung Putri Balai Besar Taman Nasioal Gunung gede Pangrango Tahun 2009. - Nilai Kerugian dihitung berdasarkan harga yang berlaku (tahun 2009) di daerah setempat Keterangan : - R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu)
92 Lampiran 11. Nilai rupiah sarana pengamanan No.
Sarana Pengamanan
RESORT R1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 11. 12. 13. 14. 15. 16 17. 19.
Sepeda motor trail Nilai Rupiah Speedboat/lon gboat Nilai Rupiah Perahun Karet Nilai Rupiah Jukung (perahu kecil) Nilai Rupiah Senjata Api Nilai Rupiah HT Nilai Rupiah Rig. GPS Nilai Rupiah Kamera digital Nilai Rupiah
Jumlah Total
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
11.100.000
511.100.00 0
11.100.000
11.100.000
11.100.000
11.100.000
11.100.000
11.100.000
11.100.000
11.100.000
1
1
1**
1**
1**
-
-
1**
-
-
8.450.000 -
6.975.000 -
-
-
-
-
-
-
1
-
76.800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
-
-
-
-
2
1
2
-
2
659.000 2
1* 1
1 1
1 1
1 1
1
80.000.000
40.000.000
80.000.000
80.000.000
80.000.000
1
1
1
1
1
1.053.125
1.053.125
1.053.125
1.053.125
1.053.125
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
4.930.923
4.930.923
4.930.923
4.930.923
4.930.923
1
1
1
1
1
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
4.450.000
4.450.000
4.450.000
4.450.000
4.450.000
21.050.000
19.575.000
11.600.000
11.600.000
11.600.000
97.084.048
57.084.048
97.084.048
173.884.048
97.084.048
93
lanjutan lampiran 11 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 11. 12. 13. 14. 15. 16 17. 19.
Sarana Pengamanan
Sepeda motor trail Nilai Rupiah Speedboat/lon gboat Nilai Rupiah Perahun Karet Nilai Rupiah Jukung (perahu kecil) Nilai Rupiah Senjata Api Nilai Rupiah HT Nilai Rupiah Rig. GPS Nilai Rupiah Kamera digital Nilai Rupiah Jumlah Total
RESORT R11
R12
R13
R14
R15
R16
R17
R18
R19
R20
1
-
1
1
-
1
-
1
1
1
11.100.000
-
11.100.000
11.100.000
-
11.100.000
-
11.100.000
11.100.000
11.100.000
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5.028.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
1
1
1
1
80.000.000
40.000.000
40.000.000
40.000.000
1
4.450.000
-
1 -
106.562.048
40.000.000
51.100.000
1.053.125
1 1 4.930.923
1
-
-
-
-
-
-
-
1
-
-
-
-
1
1
1
40.000.000
40.000.000
-
40.000.000
40.000.000
40.000.000
1 -
-
-
-
-
-
-
-
-
1 -
-
-
-
-
-
-
-
51100000
40.000.000
51100000
-
51100000
51100000
51100000
-
94 lanjutan lampiran 11 No.
Sarana Pengamanan
1.
Sepeda motor trail 2. Nilai Rupiah 3. Speedboat/lon gboat 5. Perahun Karet 7. Jukung (perahu kecil) 9. Senjata Api 11. Nilai Rupiah 12. HT 13. Nilai Rupiah 14. Rig. 15. GPS 16 Nilai Rupiah 17. Kamera digital Jumlah Total Sumber data :
Keterangan
:
RESORT R21
R22
R23
R24
R25
R26
R27
R28
R29
R30
R31
R32
R33
-
1
1
1
-
1
1
1
1
1**
1*
1**
-
-
11.100.000
11.100.000
11.100.000
-
11.100.000
11.100.000
11.100.000
11.100.000
-
11.100.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
2
1
1
1
1
-
1
1
1
1
1
80.000.000
80.000.000
40.000.000
40.000.000
40.000.000
40.000.000
-
40.000.000
40.000.000
40.000.000
40.000.000
40.000.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Diolah dari laporan barang kuasa pengguna tahunan gabungan intrakompatibel dan ekstrakompatibel rincian sub-sub kelompok barang Tahun Anggaran 2009 BBTN Gunung Gede Pangrango, laporan barang kuasa pengguna tahunan gabungan intrakompatibel dan ekstrakompatibel rincian sub-sub kelompok barang Tahun Anggaran 2009 BTN Alas Purwo, laporan barang kuasa pengguna tahunan gabungan intrakompatibel dan ekstrakompatibel rincian sub-sub kelompok barang Tahun Anggaran 2009 BBTN Betung Kerihun. - R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu) 80.000.000
91.100.000
51.100.000
51.100.100
40.000.000
51.100.000
11.100.000
51.100.000
51.100.000
40.000.000
40.000.000
40.000.000
95 Lampiran 12. Nilai rupiah prasarana pengamanan No.
Prasana Pengamanan
RESORT R1
1. Pondok Jaga 2. Nilai Rupiah 3. Pos Jaga 4. Nilai Rupiah Jumlah Total
R2
R3
R4
R5
1
1
1
1
28.800.000
28.800.000
41.850.000
28.800.000
-
-
-
28.800.000
28.800.000
41.850.000
R6
R7
R8
R9
R10
2
1
2
2
2
92.922.364
46.461.183
92.922.364
92.922.364
92.922.364
-
1** -
-
-
-
-
28.800.000
-
92.922.364
46.461.183
92.922.364
92.922.364
92.922.364
R17
R18
R19
R20
lanjutan kolom tabel 12 No.
1. 2. 3. 4.
Prasarana Pengamanan
RESORT R11
R12
-
-
Pondok Jaga Nilai Rupiah Pos Jaga Nilai Rupiah
Jumlah Total
-
-
-
-
R13
R14
R15
1
1
-
27.528.473 1 15.373.495 42.901.968
27.528.473 1 15.373.495 42.901.968
R16
-
1
1
1
1
1
27.528.473 1 15.373.495 42.901.968
27.528.473 -
27.528.473 -
27.528.473 -
27.528.473
27.528.473
27.528.473
27.528.473 1 15.373.495 42.901.968
lanjutan kolom tabel 12 No.
Prsarana Pengamanan
RESORT R21
1. 2. 3. 4.
Pondok Jaga Nilai Rupiah Pos jaga Nilai Rupiah Jumlah Total
R22
R23
R24
R25
-
-
1
1
1
-
27.528.473
27.528.473
27.528.473
-
1
-
-
42.901.968
27.538473
-
-
27.538473
R26
R27
R28
R29
-
1
1
1
27.528.473
27.528.473
27.528.473
-
-
-
1
-
-
-
27.538473
27.538473
42.901.968
R30
R31
R32
R33
-
1
1
1*
27.528.473
27.528.473
27.528.473
-
-
-
-
-
-
-
-
27.538473
27.538473
27.538473
-
Sumber data : Diolah dari laporan barang kuasa pengguna tahunan gabungan intrakompatibel dan ekstrakompatibel rician sub-sub kelompok barang Tahun Anggaran 2009 BTN Gunung Gede Pangrango, laporan barang kuasa pengguna tahunan gabungan intrakompatibel dan ekstrakompatibel rician sub-sub kelompok barang Tahun Anggaran 2009 BTN Alas Purwo, laporan barang kuasa pengguna tahunan gabungan intrakompatibel dan ekstrakompatibel rician sub-sub kelompok barang Tahun Anggaran 2009 BTN Betung Kerihun. Keterangan : - R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu)
96 Lampiran 13. Nilai rupiah total input No.
Uraian R1
1. 2. 3. 4.
Nilai rupiah Personel
R2
R3
R4
RESORT R6
R5
R7
R8
R9
R10
58,224,000
34,410,000
26,466,000
25,634,400
25,634,400
171,684,000
181,119,600
176,638,800
1159,770,400
169,309,200
21.050.000
19.575.000
11.600.000
11.600.000
11.600.000
97.084.048
57.084.048
97.084.048
173.884.048
97.084.048
28.800.000
28.800.000
41.850.000
28.800.000
-
92.922.364
46.461.183
92.922.364
92.922.364
92.922.364
36.000.000
27.000.000
27.000.000
27.000.000
27.000.000
42.834.500
27.058.500
40.614.000
32.931.750
42.611.500
144.074. 000
109,885, 000
106,916, 000
93,034, 400
64,234, 400
404,524, 912
311,723, 331
407,259, 212
459,508, 562
401,927, 112
R11
R12
R13
R14
R17
R18
R19
R20
168,138,000
29,588,400
81,373,200
55,753,200
32,091,600
59,209,200
59,209,200
29,274,000
56,900,400
30,892,800
Nilai Rupiah Sarana
106.562.048
40.000.000
51.100.000
51.100.000
40.000.000
51.100.000
-
51.100.000
51.100.000
51.100.000
Nilai Rupian Prasarana
-
-
42.901.968
42.901.968
-
42.901.968
27.528.473
27.528.473
27.528.473
42.901.968
55.844.500
700.000
700.000
700.000
700.000
700.000
700.000
700.000
700.000
700.000
330,544, 548
70,288, 400
176,075, 168
150,455, 168
72,791,600
153,911, 168
87,437,673
108,602, 473
136,228, 873
125,594, 768
Nilai rupiah Sarana Nilai rupian Prasarana Nilai rupiah biaya operasional
Jumlah Rupiah Total Input
Lanjutan lampiran 13 No.
1. 2. 3.
Uraian
Nilai Rupiah Personel
Nilai rupiah biaya operasional Jumlah Rupiah Total Input
RESORT R15 R16
4.
97 lanjutan lmpiran 13 No.
1. 2. 3. 4.
Uraian
Nilai rupiah personel Nilai rupiah sarana Nilai rupian prasarana Nilai rupiah biaya operasional
Jumlah rupiah total Input Keterangan
:
R21
R22
R23
R24
R25
R26
RESORT R27
R28
R29
R30
86,508,000
56,901,600
51,720,000
60,248,400
60,026,400
57,438,000
53,318,400
58,392,000
64,029,600
84,681,200
80.000.000
91.100.000
51.100.000
51.100.100
40.000.000
51.100.000
11.100.000
51.100.000
51.100.000
40.000.000
-
42.901.968
27.538.473
27.538.473
-
27.538,473
27.538.473
42.901.968
42.901.968
700.000
700.000
700.000
700.000
700.000
700.000
700.000
700.000
167,208, 000
191,603, 568
131,058, 473
139,586, 973
100,726, 400
136,776, 473
92,656, 873
153,093, 968
R31
R32
R33
51,058,800
57,847,200
40.000.000
40.000.000
-
-
27.538.473
27.538.473
-
700.000
700.000
700.000
700.000
700.000
158,731, 568
125,381, 200
119,888, 873
119,297, 273
58,547, 200
51,650,400
- R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu)
98 Lampiran 14. Nilai rupiah total output No.
Uraian R1
Nilai Total Kerugian Akibat Gangguan Jumlah Rupiah Total Output
R2
R3
R4
RESORT R6
R5
R7
R8
R9
R10
1.
4.000.000
0
0
0
0
63.190.000
0
0
3.920.500
2.615.000
4.000.000
0
0
0
0
63.490.000
0
0
3.920.500
2.615.000
R11
R12
R13
R14
R17
R18
R19
R20
8.559.000
2.240.000
580.000
540.000
360.000
1.200.000
10.600.000
4.795.000
780.000
300.000
8.559.000
2.240.000
580.000
540.000
360.000
1.200.000
10.600.000
4.795.000
780.000
300.000
lanjutan lampiran 14 No.
1.
Uraian
Nilai Total Kerugian Akibat Gangguan
Jumlah Rupiah Total Output
RESORT R15 R16
lanjutan lampiran 14 No.
1.
Uraian
Nilai Total Kerugian Akibat Gangguan
Jumlah Rupiah Total Input Keterangan
:
R23
R24
R25
R26
RESORT R27
R28
R29
R30
R31
R32
R33
60.000
1.840.000
472.000
321.000
1.550.000
1.620.000
1.537.000
1.680.000
747.000
1.520.000
1.460.000
3.884.000
60.000
1.840.000
472.000
321.000
1.550.000
1.620.000
1.537.000
1.680.000
747.000
1.520.000
1.460.000
3.884.000
R21
R22
940.000
940.000
- R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu)