HUBUNGAN STIMULASI PSIKOSOSIAL DI RUMAH DAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN KECERDASAN MAJEMUK ANAK TAMAN KANAK-KANAK DI KECAMATAN PAMULANG KOTA TANGERANG SELATAN
DIAN NOVITA
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul hubungan stimulasi psikososial di rumah dan proses pembelajaran dengan kecerdasan majemuk anak taman kanak-kanak di Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di Bagian Akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Dian Novita NIM I251090041
RINGKASAN DIAN NOVITA, Hubungan stimulasi psikososial di rumah dan proses pembelajaran dengan kecerdasan majemuk anak taman kanak-kanak di Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan. Dibimbing oleh DWI HASTUTI dan MELLY LATIFAH Anak prasekolah merupakan kelompok usia yang berada dalam proses perkembangan yang unik, karena perkembangannya bersamaan dengan masa peka (golden age). Masa ini merupakan waktu yang paling tepat untuk memberikan bekal yang kuat kepada anak karena pertumbuhan otak anak sangat cepat sehingga mencapai 50 persen dari keseluruhan perkembangan otak anak selama hidupnya. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi karakteristik sekolah dan proses pembelajaran anak prasekolah, mengidentifikasi tingkat kecerdasan majemuk anak prasekolah, menganalisis hubungan karakteristik anak, karakteristik keluarga, dan stimulasi psikososial dengan tingkat kecerdasan majemuk anak prasekolah, menganalisis hubungan proses pembelajaran dengan tingkat kecerdasan majemuk anak prasekolah Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan di empat sekolah di Kecamatan Pamulang Tangerang Selatan pada bulan April-Mei 2012. Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Pamulang kota Tangerang Selatan penarikan contoh dilakukan secara acak (random sampling) sehingga terpilihlah delapan sekolah yang mewakili Kecamatan Pamulang Tangerang Selatan. Dari delapan data tersebut dilakukan penentuan sekolah yang dipilih secara sengaja (purposive) dengan didasarkan pada beberapa kriteria yaitu (1) sekolah dengan jumlah anak didik lebih dari 100 orang anak setiap tahun; (2) sekolah untuk kalangan menengah atas; (3) proses pembelajaran yang dilakukan menggunakan sistem sentra; (4) memiliki kategori sekolah non agama dan sekolah agama. Selanjutnya, kriteria contoh dalam penelitian ini adalah anak kelas TK B dari sekolah terpilih yang berusia 5 sampai 6 tahun, sehingga contoh yang di dapat sehingga terpilihlah empat sekolah yaitu dua sekolah TK umum dan dua sekolah TK agama dari masing-masing sekolah maka dipilihlah 30 anak, maka jumlah total keseluruhan contoh adalah 120 anak. Jenis data yang digunakan ini adalah data primer dan sekunder. Data primer (karakteristik anak dan keluarga, stimulasi psikososial, proses pembelajaran, kecerdasan majemuk) dikumpulkan dengan alat bantu kuesioner dan pengamatan langsung, sedangkan data sekunder (jumlah anak, profil sekolah, keadaan umum sekolah serta karakteritik sekolah) dikumpulkan melalui data sekolah. Kuesioner stimulasi psikososial dengan menggunakan Home Observation for Measurement of Environmental (HOME) Inventory yang dikembangkan oleh Caldwell, (1984) dengan α= 0.777 terdiri dari 55 butir pernyataan. Kuesioner proses pembelajaran terdiri 36 butir pertanyaan sementara, kuesioner kecerdasan majemuk yang dikembangkan oleh Hastuti (2006) dengan α= 0.793 yang terdiri dari 40 butir pernyataan untuk masing-masing terdiri dari 5 butir pertanyaan pada tiap kecerdasan mencakup motorik kasar, motorik halus, bahasa, matematika, interpersonal, intrapersonal, musik dan visual spasial. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistika deskriptif dan analisis statistika inferensial. Analisis statistika
inferensial yang digunakan adalah uji korelasi Spearman dan Pearson, serta uji beda. Berdasarkan sebaran anak, proporsi anak pada penelitian ini yaitu anak perempuan sebesar (57,5%), oleh anak laki-laki sebesar (42,5%) Pada karakteristik keluarga terlihat bahwa tiga perempat ayah rata-rata usia 38,45 tahun dan separuh dari ibu rata-rata usia 34,45 tahun. Rata-rata pendapatan keluarga per bulan adalah Rp 11.717.500 per bulan. Stimulasi psikososial yang diberikan orangtua kepada anak berada pada kategori tinggi dan sedang yaitu 67,5 persen pada kategori tinggi dan pada kategori sedang yaitu 30.1 persen. Proses pembelajaran baik pada TK umum dan TK agama berada pada kategori tinggi yaitu 100,0 persen. Kecerdasan majemuk pada TK umum dan TK agama berada pada kategori tinggi yaitu 98,0 persen. sisanya memiliki kecerdasan majemuk 2,0 persen terkategori sedang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka terlihat bahwa tidak ada hubungan nyata antara karakteristik anak, baik usia anak maupun urutan kelahiran dengan stimulasi psikososial yang diberikan keluarga. Pada karakteristik keluarga, dalam penelitian ini terlihat ada beberapa variabel yang berhubungan nyata dengan stimulasi psikososial yaitu pendidikan ayah, pendidikan ibu, penghasilan ibu dan penghasilan keluarga. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan orang tua maka semakin baik stimulasi psikososial yang diberikan orang tua kepada anak. Disisi lain juga terlihat adanya hubungan positif antara penghasilan keluarga dengan stimulasi psikososial. Tidak terdapat perbedaan signifikan dalam stimulasi psikososial berdasarkan asal sekolah anak kecuali pada dimensi keteladanan di mana TK agama menunjukkan skor yang lebih baik. Berdasarkan uji statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik keluarga dengan kecerdasan majemuk anak. Demikian pula stimulasi psikososial secara umum tidak berhubungan dengan kecerdasan majemuk. Namun demikian terdapat dimensi stimulasi psikososial yang berhubungan dengan kecerdasan majemuk yaitu dimensi keteladanan (Modelling) dan variasi stimulus. Kata Kunci: Anak prasekolah, stimulasi psikososial, proses pembelajaran, kecerdasan majemuk.
SUMMARY DIAN NOVITA , Relationship of psychosocial stimulation at home and learning process in school with multiple intelligences of kindergarten students at Pamulang district in South Tangerang city. Supervised by the DWI HASTUTI and MELLY LATIFAH Preschool children are the age group in a unique development process, because it is the sensitive period or the golden age. This period is the best time to give a strong provision to the child because in this period, the child’s brain grows 50 percent of overall brain development during his or her lifetime. Under this condition, this study was conducted in order to identify the characteristics of schools and preschool learning process, to identify multiple intelligence preschool level, to analyze the relation between children’s characteristics, family characteristics, and psychosocial stimulation and the multiple intelligence preschool level, and to analyze the relationship between learning process and level of intelligence of the preschoolers. This study used cross-sectional design study and conducted in four schools in the District of South Tangerang Pamulang from April-May 2012. The location of the research was in the District of South Tangerang city Pamulang. Eight schools represented South Tangerang District Pamulang were chosen randomly. Selected sample (purposive ) from eight schools refer to several criteria: ( 1 ) the number of school students are more than 100 children each year , (2 ) the schools are for upper middle class, (3 ) the learning process is done using a central system, (4 ) the schools are non- religious kindergarten and religious kindergarten. Other than those, the criteria of the samples in this study are children at kindergarten class B from selected schools aged 5 to 6 years. Based on these criteria, the samples are elected, they are four schools, two non-religious kindergartens and two religious kindergartens with 30 students each. The type of data used are primary and secondary data. Primary data (characteristics of children and families , psychosocial stimulation, learning process, and multiple intelligences) were collected by questionnaires and observation. Whereas secondary data (number of children, school profiles, public schools and state school characteristic) were collected from the data from the school. Psychosocial stimulation Questionnaire using Home Observation for Measurement of Environmental ( HOME ) Inventory was developed by Caldwell , (1984 ) with α = 0.777 consists of 55 statements. The questionnaire on learning process comprises 36 questions. The questions on multiple intelligence questionnaire developed by Hastuti (2006 ) with α = 0.793 consists of 40 items, each statement consists of 5 questions covering gross motor, fine motor, language, mathematical , interpersonal , intrapersonal , musical and visual-spatial. The data were analyzed using the analysis of descriptive statistics and inferential statistical analysis. Inferential statistical analysis used is the Spearman correlation test and Pearson, as well as different test. Based on the distribution of children, the proportion of children in this study is the girls ( 57.5 % ) and the boys ( 42.5 % ). The family characteristics are three-quarters of fathers have an
average age of 38.45 years and half of the mother are at an average age of 34.45 years. Average family income is Rp 11,717,500 per month. Psychosocial stimulations given by the parents are in high and medium categories, 67,5 % for the high category and 30,1 % for the medium one. This means there is no low category psychosocial stimulation. Learning process both in public kindergarten and religion kindergarten is in high category that is 100.0 percent. Multiple intelligences in public kindergarten and religion kindergarten are at the high category (98.0 percent). The remaining 2.0 percent is in the medium category. Based on the results of this research, it seems that there is no significant relationship between the characteristics of the student and psychosocial stimulation given by the parents. On family characteristics, there are several variables that significantly correlated with psychosocial stimulation, such as father's education, mother's education, mother's income and family income. The results showed that the higher the parents' education, the better the psychosocial stimulation given to their children. It is also a positive relationship between families income with psychosocial stimulation. There is no significant difference in psychosocial stimulation based on the type of school. Based on Spearman correlation, there is no significant correlation between characteristics of families and children’s multiple intelligences. It is also shown in general psychosocial stimulation is not related to the learning process and multiple intelligences. However, there are psychosocial dimensions which are associated with the stimulation of multiple intelligences, they are exemplary dimensions (Modelling) and variations in stimulus. Keywords : Preschoolers , psychosocial stimulation , learning , multiple intelligences
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hal Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
HUBUNGAN STIMULASI PSIKOSOSIAL DI RUMAH DAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN KECERDASAN MAJEMUK ANAK TAMAN KANAK-KANAK DI KECAMATAN PAMULANG KOTA TANGERANG SELATAN
DIAN NOVITA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Depertemen Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Herien Puspitawati, M. Sc., M.Sc
Judul : Hubungan Stimulasi Psikososial di Rumah dan Proses Pembelajaran dengan Kecerdasan Majemuk Anak Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Nama : DIAN NOVITA NIM : I251090041
Disetujui oleh Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Dwi Hastuti, M. Sc Ketua
Ir. Melly Latifah, M. Si Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
Dekan sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc. M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M. ScAgr
Tanggal Ujian: 8 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sekaligus tesis ini. Penulisan ini tentunya tidak terlepas dari dorongan dan semangat serta sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Oleh karena itu ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada: 1. Dr.Ir. Dwi Hastuti, M.Sc dan Ir. Melly Latifah, M. Si. Selaku komisi pembimbing atas bimbingan, waktu, nasehat, kesabaran, kesempatan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan tesis ini. 2. Dr. Ir. Herien Psupitawati, M.Sc, M.Sc atas kesediaan dan waktunya untuk menjadi penguji pada ujian tesis. 3. Pimpinan Universitas Terbuka yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan studi lanjut. 4. Teman-teman di FKIP-UT khususnya sahabat tersayang Della, Mery dan Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini yang telah memberikan semangat dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi. 5. Kepala Sekolah dan seluruh jajaran guru/staf serta anak-anak TK B (tahun ajaran 2011-2012) serta orang tua murid di TK Ananda, TK Pertiwi, TK Islam Al-hanif, TK Islam Al-Syukqro atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian. 6. Keluarga tersayang, terutama suami dan anak-anak (shaquille, dan Shane), yang telah mencurahkan cinta, kasih dan sayang, doa, semangat dan pengorbanan moril dan materiil untuk keberhasilan penulis menyelesaikan studi ini. Emak yang selalu mendo’a penulis dan (Alm) papa atas cintanya yang menjadi motivasi penulis untuk selalu semangat. Kakak-kakak tersayang yang selalu siap membantu dan memberikan semangat kepada penulis. 7. Teman-teman IKA angkatan 2009, Kenty, Ilham, Puji, Mulyati, Wiwik dan Nia yang telah menemani penulis dalam perkuliahan terima kasih atas kebersamaan yang tak terlupakan selam penulis menjalankan studi. Teman-teman IKA angakatan 2010 dan angkatan 2011 yang selalu siap membantu penulis dalam mengejar ketertinggalan 8. Ibu Wahyuni Kadarko yang telah memberikan dukungan yang sangat besar, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas pelajaran kehidupan yang telah diberikan selama menjalani studi ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat Bogor, 30 Agustus 2013 Dian Novita
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN
Halaman i ii iii iv
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 3 5 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Keluarga Pengertian Keluarga Pendidikan Orang tua Pendapatan Orang tua Usia Orang tua Karakteristik Anak Jenis Kelamin Usia Anak Anak Usia Prasekolah Stimulasi Psikososial Proses Pembelajaran Komponen Perencanaan Pembelajaran Tema/Isi (Materi Pembelajaran) Satuan Kegiatan Harian (SKH) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) Hasil Penilaian /Evaluasi Kesan Umum Kegiatan Pembelajaran Pembelajaran Sistem Sentra Perbedaan TK Umum dan TK Agama Kecerdasan Majemuk Kecerdasan Verbal-Linguistik Kecerdasan Logis-Matematis Kecerdasan Visual-Spasial Kecerdasan Musikal Kecerdasan Kinestetik Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan Intrapersonal KERANGKA PEMIKIRAN BAB III METODE PENELITIAN Desain, Tempat Dan Waktu Penelitian
6 6 6 9 10 10 11 11 11 12 12 14 14 14 15 16 16 17 18 18 19 20 21 22 22 23 24 25 26 29 29
Jumlah Dan Teknik Pemilihan Contoh Jenis Dan Cara Pengumpulan Dara Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional BAB IV HASIL PENELITIAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Keadaan Umum Sekolah Lokasi Sekolah pertama Lokasi Sekolah kedua Lokasi Sekolah ketiga Lokasi Sekolah keempat Karakteristik Sekolah Karakteristik Keluarga Usia Orang Tua Pendidikan Orang Tua Pekerjaan Orang Tua Pendapatan Ayah Pendapatan Ibu Pendapatan Keluarga Karakteristik Anak Jenis Kelamin dan Usia Anak Urutan Kelahiran Stimulasi Psikososial Proses Pembelajaran Kecerdasan Majemuk Hubungan Keluarga dan Anak dengan Stimulasi Psikososial Hubungan Karakteristik Keluarga dan Anak dengan Kecerdasan Majemuk Hubungan Stimulasi Psikososial, Proses Pembelajaran, dan kecerdasan Majemuk Pembahasan Umum
29 30 31 35
.
38 38 40 40 40 41 41 41 44 44 44 45 46 47 47 48 48 49 49 51 52 53 55
55 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
60 60 61
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
62 67
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Pemikiran Gambar 2. Kerangka Penarikan Contoh
28 30
DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Hasil Uji Reabilitas Variabel Penelitian, Skala dan Kategori Data Cara Pengkategorian Data Stimulasi Psikososial Usia 3-6 Tahun Keragaman Fasilitas Sekolah Contoh Keragaan SDM Sekolah Contoh Menurut Jabatan Kondisi Pembelajaran Berdasarkan Sentra Sebaran Contoh Menurut umur Orang Tua dan Jenis Sekolah Sebaran Contoh Menurut Pendidikan Orang Tua dan Jenis Sekolah Tabel 10. Sebaran Contoh Menurut Pekerjaan Orang Tua dan Jenis Sekolah Tabel 11. Sebaran Contoh Menurut Pendapatan Ayah dan Jenis Sekolah Tabel 12. Sebaran Contoh Menurut pendapatan Ibu dan Jenis Sekolah Tabel 13. Sebaran Contoh Menurut Pendapatan Keluarga dan Jenis Sekolah Tabel 14. Sebaran Contoh Menurut Usia Jenis Kelamin dan Jenis Sekolah Tabel 15. Sebaran Urutan Kelahiran Contoh Menurut Jenis Sekolah Tabel 16. Skor capaian Rataan Stimulasi Psikososial pada Keluarga menurut Jenis Sekolah Tabel 17. Sebaran Contoh menurut kategori Psikososial dan Jenis Sekolah Tabel 18. Rataan Skor Proses Pembelajaran Tabel 19. Sebaran Skor Proses Pembelajaran menurut Jenis Sekolah Tabel 20. Rataan Skor Kecerdasan Majemuk Tabel 21. Sebaran contoh kecerdasan majemuk dan tipe sekolah Tabel 22. Sebaran Skor Berdasarkan Keluarga, Anak dan Stimulasi Psikososial Tabel 23. Hubungan Karakteristik Keluarga Anak dan Kecerdasan Majemuk Tabel 24. Koefisien Korelasi Stimulasi Psikososial dan Kecerdasan Majemuk Tabel 25. Koefisien Korelasi Proses Pembelajaran dan kecerdasan Majemuk
31 31 32 34 45 43 43 44 45 46 46 47 47 49 49 50 50 51 52 53 53 54 55 56 56
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil uji korelasi antar semua variabel penelitian
68
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1980 dari ayah Mansyurdin (alm) dan ibu Nurmi. Penulis adalah putri bungsu dari enam bersaudara. Tahun 1999 penulis lulus dari SMA Swasta Pusaka Nusantara I Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Universitas Negeri Jakarta melalui jalur PMDK dan diterima di Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan. Penulis menyelesaikan kuliah di jenjang strata satu pada tahun 2004 dan pada tahun yang sama penulis menjadi staf pengajar dan perancang kurikulum di Sanggar Kreativitas BOBO di Galaxy Bekasi Selatan. Pada bulan Januari tahun 2005 penulis diterima sebagai pegawai negeri dan menjadi staf educatif di Universitas Terbuka pada program studi Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak dan program studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini. Pada tahun 2006 penulis menikah dengan Bambang Sutriyono. Penulis dipercaya mewakili program studi pada unit pengembangan soal dan ujian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka pada tahun 2007. Pada tahun 2009 penulis memutuskan untuk melanjutkan Studi strata dua di Departemen Ilmu Keluarga program studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor dan mendapatkan tugas belajar dari Universitas Terbuka. Dan pada tahun 2010 penulis di karuniai seorang anak lakilaki bernama Shaquille Ammar Syahdan yang kini berusia 3 tahun. Pada tahun 2012 penulis kembali aktif melakukan kegiatan di Universitas Terbuka dan di karuniai anak laki-laki ke dua yang bernama Shane Runako Rafif Abqory yang kini berusia 10 bulan.
1
1. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Anak usia dini (AUD) merupakan kelompok usia yang berada dalam proses perkembangan unik karena proses perkembangannya terjadi bersamaan dengan golden age (masa peka). Aisyah (2010) menyatakan golden age merupakan waktu yang paling tepat untuk memberikan bekal yang kuat kepada anak karena pada masa ini kecepatan pertumbuhan otak anak sangat tinggi sehingga mencapai 50 persen dari keseluruhan perkembangan otak anak selama hidupnya. Berdasarkan hal tersebut maka dapat di katakan bahwa masa golden age merupakan masa yang sangat penting tepat untuk menggali segala potensi kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Anak pada usia prasekolah berada pada masa keemasan (golden age). Theresia (1983) mengatakan bahwa anak usia prasekolah berada pada proses perkembangan penting yaitu perubahan dari terikat menjadi bebas, dari koordinasi yang kaku menjadi lebih teratur dan terampil, dari bahasa tubuh ke bahasa verbal, dari ketaatan yang kuat terhadap kendali dari luar ke perkembangan kendali dari diri sendiri (inner control) dan dari kepedulian personal ke tumbuhnya kepedulian sosial. Sejalan dengan hal tersebut Myers (1992) mendefinisikan bahwa perkembangan anak merupakan proses perubahan di mana anak belajar pada tingkatan yang lebih komplek dalam berfikir, bergerak, berperasaan dan berhubungan dengan yang lain. Dalam rangka menggiatkan pendidikan anak usia dini (PAUD) sebagai sebuah stimulus yang komprehensif, holistik dan integrative maka lahirlah payung hukum, undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pada pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang di tujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani (Depdiknas, 2003). Hal tersebut meneguhkan terintegrasinya PAUD dalam sistem pendidikan di Indonesia (Rahman, 2012). Beragam pengembangan di tambah perhatian pemerintah pusat maupun daerah serta pelbagai elemen masyarakat melalui gerakan masyarakat secara nasional (Nasional Public Movement) menjadikan pendidikan bagi anak usia 0-6 tahun lebih bergairah, baik bentuk formal (Taman Kanak-kanak, Raudatul Athfal atau sederajat), non formal (kelompok bermain, Taman Penitipan Anak atau sederajat), maupun informal (pendidikan keluarga dan lingkungan). Angka partisipasi kasar PAUD hingga tahun 2011 tercatat 53,6 persen atau mencapai 15,3 juta anak yang terlayani PAUD. Pada Tahun 2012 dari estimasi jumlah anak usia 0-6 tahun sebanyak 30,3 juta ditargetkan sebanyak 19,9 juta (65,7 persen) mengikuti PAUD (Direktorat Pembinaan Anak Usia Dini, 2011). Stimulus yang diberikan pada masa keemasan melalui PAUD, baik bentuk fomal (TK/RA) maupun informal (Keluarga dan masyarakat) akan sangat membantu
2
proses peningkatan kualitas SDM anak sebagai penerus bangsa. Rahman (2012) mengatakan stimulus yang di berikan dalam PAUD baik dalam bentuk aneka kegiatan bermain sambil belajar dengan memberikan rangsangan yang baik bagi seseorang anak. Selanjutnya Yuliana (2009) mengatakan bahwa peran dan tanggung jawab orang tua pada proses pembimbingan dan pengasuhan pada anak sangat besar, terutama dalam membantu anak melewati masa penting dalam rentang usia 3-6 tahun. Namun banyak orang tua yang belum sepenuhnya memiliki pemahaman yang benar tentang perkembangan anak usia dini dan bagaimana memberikan stimulasi psikososial. Namun perlu di ingat bahwa peran orang tua dalam bentuk PAUD informal tetaplah memegang posisi sentral. Karena dari sisi interaksi waktu yang terbangun hubungan anak dengan keluarga mengambil porsi yang paling besar. Oleh karena itu, orang tua harus benar-benar peduli dan mengambil bagian dalam menstimulus kecerdasan anak melalui PAUD. Pembelajaran yang optimal bagi anak usia prasekolah diperlukan program yang terencana yang menyediakan jumlah pengalaman belajar yang dapat mengembangkan seluruh potensi dan aspek perkembangan secara optimal. Masitoh (2009) mengatakan bahwa kurikulum yang di gunakan di sekolah harus benar-benar memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangannya, selain itu Bredekamp (2007) juga mengatakan bahwa bukan anak-anak yang harus di sesuaikan dengan program, tetapi program yang harus di sesuaikan dengan anak. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa program yang di kembangkan sekolah yang tertuang dalam kurikulum yang di kembangkan harus di rancang sesuai dengan potensi dan perkembangan anak yang mencakup aspek perkembangan intelektual, fisik motorik, sosial, emosional dan bahasa anak. Dengan kata lain kurikulum TK bersifat dinamis, selalu berubah seiring dengan lajunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain pendidikan di sekolah, pendidikan keluarga juga memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kecerdasan anak. Agar orang tua dan lembaga pendidikan tidak melakukan kesalahan dalam mendidik anak, maka harus terjalin keselarasan dan kerja sama yang baik di antara kedua belah pihak. Orang tua mendidik anaknya di rumah sedangkan pendidik melakukan tugas mendidik anak di lembaga pendidikan. Agar proses pendidikan yang di lakukan di lembaga sejalan dengan pendidikan di rumah maka perlu adanya kerja sama yang baik antara orang tua dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu, keduanya harus berada dalam satu jalur agar dapat seiring, sejalan, seirama dalam memperlakukan anak sehari-hari sesuai dengan kesepakatan bersama. Salah satu temuan yang sangat bermanfaat adalah setiap individu memiliki tidak hanya satu intelegensi tetapi lebih, yang di sebut dengan multiple intelligence atau kecerdasan majemuk. Berdasarkan hal tersebut, Gardner (2003) mengemukakan tujuh kecerdasan dasar yaitu (1) kecerdasan musik, (2) kecerdasan kinestetik, (3) kecerdasan logika-matematik, (4) kecerdasan bahasa, (5) kecerdasan visual-spatial, (6) kecerdasan interpersonal, (7) intrapersonal. Pada dasarnya setiap anak memiliki tujuh kecerdasan tersebut, hanya saja sering tidak terasah dengan baik oleh orang tua, pendidik di sekolah atau sistem pendidikan (kurikulum), sehingga kurang
3
berkembang. Padahal mengembangkan potensi kecerdasan anak sejak dini, berarti memberikan anak jalan untuk lebih mudah mencapai puncak sukses di kemudian hari.
PERUMUSAN MASALAH
Usia prasekolah adalah usia yang rentan bagi anak. Pada usia ini anak memiliki sifat imitasi terhadap segala sesuatu yang dilihatnya. Pendidikan yang baik dan benar yang diberikan keluarga, akan sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadian dan sosial anak. Hurlock (1978) menyatakan bahwa orang yang paling penting bagi anak adalah orang tua, guru dan teman sebaya, karena dari merekalah anak mengenal sesuatu yang baik dan tidak baik. Dalam hal ini orang tua merupakan pendidik yang paling utama, sedangkan guru dan teman sebaya merupakan lingkungan kedua bagi anak. Kenyataannya banyak orang tua terutama ibu sebagai pengasuh utama untuk anak bekerja diluar rumah sehingga pengasuhan yang seharusnya dilakukan oleh ibu diambil alih oleh nenek atau pembantu rumah tangga. Mengingat keterbatasan yang di miliki orang tua dalam memberikan bimbingan kepada anak mereka, maka agar fitrah dan potensi anak semakin berkembang dan terarah diperlukan bimbingan guru sebagai lembaga pendidikan secara formal sehingga anak mendapatkan bimbingan untuk mengekpresikan kemampuan yang mereka miliki. Selain itu, anak juga dapat berinteraksi dengan teman sebaya karena segala sesuatu yang di tanamkan dan di biasakan oleh orang tua sebagai pola asuh di rumah maka akan tercermin ketika anak berinteraksi dengan teman-teman dan lingkungan sosialnya di sekolah. Tugas guru di sini hanya membantu orang tua untuk membimbing dan mengembangkan potensi anak agar lebih terarah. Karena waktu guru bersama anak dan orang tua bersama anak berbanding 25 persen dan 75 persen. Anak lebih kurang hanya punya waktu 25 persen perhari bersama guru di sekolah, sisanya 75 persen lagi anak menghabiskan waktu bersama orang tua di rumah. Kenyataannya pada saat ini program pendidikan yang berlangsung masih lebih banyak dilaksanakan dengan cara membuat generalisasi terhadap potensi dan kemampuan anak. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman pendidik tentang karakteristik individu, sehingga para pendidik yaitu guru perlu mengetahui dan memahami bagaimana cara berinteraksi. Selain itu, pendidik harus mampu menghayati karakteristik keunikan setiap anak. Hal tersebut diperkuat oleh Kostelnik (1998) yang menyatakan bahwa dengan memahami karakteristik anak akan memberikan kemudahan bagi guru untuk memahami masalah perbedaan khusus di antara anak atau mengenal secara tepat masalah-masalah penting yang dialami anak yang memerlukan penanganan khusus. Untuk tercapainya suatu pembelajaran yang baik, maka pembelajaran di TK harus terlaksana dengan baik pula. Maka dari itu, prinsip pembelajaran di TK harus bersifat kolaboratif yang tidak hanya menitik beratkan pengembangan pada satu aspek. Akan tetapi berorientasi pada pengembangan seluruh aspek perkembangan
4
(holistic). Konseksuensinya dalam proses pembelajaran, guru seyogianya memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan aktivitas belajar dan menstimulasi anak untuk mengembangkan salah satu atau beberapa kecerdasan tertentu (kecerdasan majemuk) agar anak lebih cakap dan terampil. Menurut Susanto (2005) kecerdasan majemuk dapat menjembatani proses pengajaran yang membosankan menjadi pengalaman belajar yang menyenangkan. Selain hal tersebut pembelajaran dengan menerapkan kecerdasan majemuk dapat memberikan pengalaman dalam kehidupan nyata yang mereka alami sendiri dan memiliki kesan yang mendalam, sehingga proses kegiatan belajarnya dapat mengakomodir setiap kebutuhan anak sesuai dengan keunikan masing-masing. Gardner (2003) mengatakan bahwa masyarakat cenderung hanya menghargai orang-orang yang memang ahli di dalam kemampuan logika (matematika) dan bahasa tetapi kadang lupa memberikan perhatian yang seimbang terhadap orang-orang yang memiliki talenta (gift) di dalam kecerdasan yang lainnya seperti artis, arsitek, musikus ahli alam, designer, penari, terapis, entrepreneurs, dan lain-lain. Sehingga, saat ini banyak anak-anak yang memiliki talenta (gift), tidak mendapatkan dorongan di sekolahnya sehingga pola pemikiran mereka yang unik tidak dapat di akomodasi oleh sekolah karena pihak sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Beberapa permasalahan yang terjadi sekarang adalah dalam proses pembelajaran dan penggunaan metode pembelajaran pada anak yang kurang optimal di antaranya adalah guru masih menggunakan metode konvensional, yaitu guru menggunakan metode ceramah atau bercakap-cakap sehingga anak lebih banyak diam dan mendengar, guru kurang memberikan kebebasan pada anak untuk menggunakan idenya secara variatif sehingga jawaban yang di hasilkan anak cenderung sama, selain itu guru masih kurang optimal dalam menyediakan alat dan bahan dalam mempersiapkan proses pembelajaran yang membutuhkan media pembelajaran yang inovatif. Dengan penelitian ini di harapkan akan di peroleh informasi yang lebih komprehensif terutama yang berkaitan dengan stimulasi psikososial orang tua dirumah dan proses pembelajaran yang berhubungan nyata dengan kecerdasan majemuk anak. Lebih lanjut lagi hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk meminimalisir permasalahan mengenai stimulasi psikososial dan proses pembelajaran yang kerap terjadi. Pemilihan sekolah juga kerap menjadi pertimbangan orang tua dalam memasukkan anak-anak mereka kesekolah. Kebanyakan orangtua memilih untuk memasukkan anak-anak mereka kesekolah yang memiliki pelajaran berdasarkan agama dengan pertimbangan mereka jadi lebih ringan dalam mendidik dan membiasakan anak dalam melakukan ritual keagamaan. Hal ini disebabkan kebanyakan orangtua hanya memiliki waktu sedikit sehingga merasa kurang maksimal dalam memberikan pendidikan agama kepada anak-anak mereka. Secara garis besar, ada beberapa permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bagaimanakah karakteristik sekolah dan proses pembelajaran anak prasekolah?
5
2) Bagaimanakah tingkat kecerdasan majemuk anak prasekolah? 3) Bagaimanakah hubungan karakteristik anak, karakteristik keluarga, dan stimulasi psikososial dengan tingkat kecerdasan majemuk anak prasekolah? 4) Bagaimanakah hubungan proses pembelajaran dengan tingkat kecerdasan majemuk anak prasekolah?
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan stimulasi psikososial dan proses pembelajaran terhadap tingkat kecerdasan majemuk anak taman kanakkanak di Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan. Tujuan Khusus 1) Mengidentifikasi karakteristik sekolah dan proses pembelajaran anak prasekolah 2) Mengidentifikasi tingkat kecerdasan majemuk anak prasekolah 3) Menganalisis hubungan karakteristik anak, karakteristik keluarga, dan stimulasi psikososial dengan tingkat kecerdasan majemuk anak prasekolah 4) Menganalisis hubungan proses pembelajaran dengan tingkat kecerdasan majemuk anak prasekolah
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi orang tua dalam memberikan stimulasi yang tepat kepada anak sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi anak dalam meningkatkan kecerdasannya. Karena setiap anak adalah unik mereka belajar dengan cara mereka sendiri-sendiri. Dengan mengetahui potensi yang dimiliki oleh anak diharapkan orang tua dapat memberikan stimulasi yang tepat sesuai dengan tahap perkembangannya, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi lembaga pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki yaitu guru agar dapat melaksanakan proses kegiatan mengajar sesuai dengan tahap perkembangan anak dan dapat memfasilitasi setiap kecerdasan dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak, Penelitian ini memberikan intervensi untuk peningkatan pada pendidikan anak usia dini khususnya terhadap kecerdasan majemuk anak,
6
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengembangkan keilmuan khususnya dalam ilmu keluarga dan perkembangan anak serta dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya di masa mendatang. Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk penelitianpenelitian yang berhubungan dengan kecerdasan majemuk anak usia prasekolah.
2. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Keluarga
Keluarga Pengertian Keluarga diartikan sebagai kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan. Orang-orang yang termasuk keluarga ialah ibu, bapak dan anak-anaknya. Sekelompok manusia ini (ibu, bapak dan anak-anak mereka) disebut keluarga inti (nuclear family) yang mencakup semua orang yang berketurunan daripada kakek-nenek yang sama, termasuk keturunan masing-masing istri dan suami (Widjaya, 1986). Keluarga adalah satuan unit terkecil dalam kehidupan bermasyarakat. Keluarga merupakan sub-sistem yang terdiri dari ayah, ibu dan anak dengan suatu yang kuat. Dadang Hawari menjelaskan keluarga sebagai suatu organisasi bio-pscyho-sosial (raga, jiwa, sosial) dengan aturan-aturan tertentu yang telah disepakati oleh setiap anggota tersebut terutama oleh ayah sebagai kepala keluarga. Ayah dan ibu sebagai orang-orang terbentuknya sebuah keluarga memiliki tanggung jawab yang besar untuk memenuhi kebutuhan hidup anak dan keluarganya. Kedua orang tua harus dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing sebagai pendidik dan pelindung bagi anak-anaknya, sehingga mereka bisa mengembangkan dirinya secara maksimal. Menurut Achir (1991) fungsi keluarga untuk membudidayakan manusia melalui pendidikan, mengembangkan emosional dan sosialisasi anggota keluarga. Selain itu peran keluarga juga harus membentuk anak memiliki ilmu pengetahuan dan beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa agar dapat diandalkan. Secara umum keluarga terdiri dari keluarga inti (keluarga kecil) dan keluarga tambahan. Keluarga inti adalah struktur keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, sedangkan Keluarga besar yaitu : keluarga inti ditambah anggota lainnya yang masih ada hubungan keluarga atau ikatan darah dengan keluarga yang ditempatinya seperti kakek, nenek, bibi dan sebagainya. Munculnya struktur keluarga orang tua tunggal karena adanya perubahan nilai-nilai sosial yang cepat sebagai konsekuensi dari modernisasi dan pembangunan yang menganggap hal tersebut telah umum terjadi di lingkungan sosial masyarakat.
7
Pendapat lain juga disampaikan Shochib (1998) yang mengatakan bahwa keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan kepada anak. Keluarga, terutama orang tua, memberikan contoh kepada anak-anaknya dan juga memberikan motivasi agar dapat meraih cita-cita yang diinginkannya serta dapat berguna bagi keluarga mereka pada masa yang akan datang. Herien (2010) keluarga sangat tergantung dalam lingkungan disekitarnya, begitu pula sebaliknya, keluarga juga mempengaruhi lingkungan disekitarnya. Bronfenbrenner (1981) menyajikan model pandangan dari segi ekologi dalam mengerti proses sosialisasi anak-anak.
Gambar 1: Hubungan keluarga dengan lingkungannya ( model ekologi dari Bronfenbrenner, 1989)
Teori Ekologi Bronfenbrenner (1989) menjelaskan bahwa perkembangan kanak-kanak adalah sebagai hasil interaksi antara alam dan lingkungan sekitar anakanak tersebut. Dalam konteks ini, interaksi antara anak-anak dengan lingkungan disekitar anak dipercaya dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Merujuk kepada konsep di dalam teori ini, kita menyadarinya atau tidak anak-anak yang merupakan individu yang berada dalam ruang lingkup mikro (berpusat di tengah) dapat dipengaruhi oleh faktor disekitarnya. Dalam teori ini menyatakan bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan yang terangkum dalam sistem persekitaran itu mementingkan interaksi antara satu sama lain. Menurut Bronfenbrenner terdapat lima sistem yang mempengaruhi
8
perkembangan kanak-kanak yaitu mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, kronosistem. Mikrosistem adalah yang paling dekat dengan pribadi anak yaitu meliputi keluarga, guru, individu, teman-teman sebaya, sekolah, lingkungan dan sebagainya yang sehari-hari ditemui anak. Dalam mikrositem melibatkan lingkungan sekitar yang paling dekat dengan anak dimana anak-anak memiliki interaksi secara langsung dan menghabiskan waktu paling banyak dengan anak. Mesosistem adalah interaksi antar faktor-faktor dalam sistem mikro meliputi hubungan antara beberapa mikrosistem atau beberapa konteks misal hubungan orangtua-guru, orangtua-teman, antar teman, guru-teman, dapat juga hubungan antara pengalaman sekolah dengan pengalaman keluarga, pengalaman sekolah dengan pengalaman keagamaan dan pengalaman keluarga dengan pengalaman teman sebaya. Misalnya anak-anak yang orang tuanya menolak mereka dapat mengalami kesulitan mengembangkan hubungan positif dengan guru. Para developmentalis semakin yakin pentingnya mengamati perilaku dalam setting majemuk untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang perkembangan individu. Eksosistem dalam teori Bronfenbrenner dilibatkan ketika pengalamanpengalaman dalam setting sosial lain dimana individu tidak memiliki peran yang aktif mempengaruhi apa yang individu alami dalam konteks yang dekat. Atau sederhananya menurut eksosistem melibatkan pengalaman individu yang tak memiliki peran aktif di dalamnya. Misalnya, pengalaman kerja dapat mempengaruhi hubungan seorang perempuan dengan suami dan anaknya. Seorang ibu dapat menerima promosi yang menuntutnya melakukan lebih banyak perjalanan yang dapat meningkatkan konflik perkawinan dan perubahan pola interaksi orangtua-anak. Maka diketahui bahwa eksosistem tidak langsung menyentuh pribadi anak akan tetapi masih besar pengaruhnya seperti koran, televisi, dokter, keluarga besar, dll. Makrosistem meliputi kebudayaan dimana individu hidup. Kita ketahui bahwa kebudayaan mengacu pada pola prilaku, keyakinan, dan semua produk lain dari sekelompok manusia yang diteruskan dari generasi ke generasi. Kita ketahui pula bahwa studi lintas budaya perbandingan antara satu kebudayaan dengan satu atau lebih kebudayaan lain member informasi tentang generalitas perkembangan. Makrosistem terdiri dari ideologi negara, pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat istiadat, budaya, dll. Kronosistem meliputi pemolaan peristiwa-peristiwa sepanjang rangkaian kehidupan dankeadaan sosiohistoris. Misal, dalam mempelajari dampak perceraian terhadap anak-anak, para peneliti menemukan bahwa dampak negatif sering memuncak pada tahun pertama setelah percaraian atau dengan mempertimbangkan keadaan sosiohistoris, dewasa ini, kaum perempuan tampaknya sangat didorong untuk meniti karier dibanding pada 20 atau 30 tahun lalu. Perkembangan anak ditentukan oleh berbagai fungsi lingkungan yang saling berinteraksi dengan individu, melalui pendekatan yang sifatnya memberikan perhatian, kasih sayang dan peluang untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan taraf dan kebutuhan perkembangannya (Developmentally Appropriate Practice, Horowitz, dkk. 2005). Senada dengan Bronfenbernner, Hawlwy dalam Himmam & Faturochman (1994) mengungkapkan bahwa perilaku manusia merupakan bagian dari
9
kompleksitas ekosistem dengan beberapa asumsi dasar sebagai berikut : 1) Perilaku manusia terkait dengan konteks lingkungan, 2) Interaksi timbal balik yang menguntungkan antara manusia dengan lingkungan, 3) Interaksi manusia dengan lingkungan bersifat dinamis, 4) Interaksi manusia dengan lingkungan terjadi dalam berbagai level dan tergantung pada fungsinya. Pendekatan teori struktural fungsional dalam konteks keluarga terlihat dari struktur dan aturan yang diterapkan. Newman dan Graverlolz (2002) menyatakan bahwa teori struktural fungsional dapat digunakan dalam menganalisis peran keluarga agar dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat. Keluarga akan berfungsi dengan baik apabila dapat memenuhi beberapa persyaratan structural hal ini sesuai dengan Levy yang dikutip Megawangi (1999) meliputi: (1) diferensiasi peran yaitu alokasi peran/tugas dan aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga, (2) alokasi solidaritas yang menyangkut distribusi relasi antar anggota keluarga, (3) alokasi ekonomi yang menyangkut distribusi barang dan jasa antar anggota keluarga untuk mencapai tujuan keluarga, (4) alokasi politik yang menyangkut distribusi kekuasaan dalam keluarga, dan (5) alokasi integrasi dan ekspresi yaitu meliputi cara/ tehnik sosialisasi internaslisasi maupun pelestarian nilainilai maupun perilaku pada setiap anggota keluarga dalam emmenuhi tuntunan norma-norma yang berlaku. Keluarga yang berfungsi stabil harmoni dan sempurna dari segala segi termasuk dari segi kerjasama, persatuan, hormat menghormati, bersikap possitif senantiasa seimbang, disenangi dan mudah bergaul satu sama lain merupakan keluarga yang fungsional. Sedangkan, keluarga yang tidak fungsional adalah keluarga yang tidak stabil, tidak hormat, kacau, tidak ada kerjasana dan tidak menghormati satu sama lain. Keluarga memiliki peran yang sangat vital dalam mendidik dan mempersiapkan anak-anaknya untuk menyesuaikan diri kedalam kehidupan dunia luar. Teori struktural fungsional yang menyangkut urusan aturan peran, fungsi dan tanggung jawab para anggota keluarga menempatkan orangtua pada fungsi dan peran sebagai pelindung, pemimpin bagi anak-anaknya. Apabila keluarga mempunyai struktur yang kokoh dan menjalankan semua fungsinya dengan optimal, maka akan menghasilkan outcome yang baik pada seluruh anggota keluarganya. Pendidikan Orang tua Aspek paling penting dalam meningkatkan sumber daya manusia adalah pendidikan. Dengan pendidikan seseorang memiliki kemampuan untuk memahami perannya dalam mengelola sumber daya dalam suatu keluarga hal tersebut tergantung dari pengetahuan yang dimiliknya. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola dan kerangka persepsi, pemahaman, dan kepribadian. Hal tersebut merupakan suatu kesatuan yang dapat menjadi faktor penentu dalam berkomunikasi dalam keluarga. Oleh karena itu, Gunarsa & Gunarsa (1995) menyatakan bahwa secara langsung maupun tidak tingkat pendidikan mempengaruhi baik buruknya hubungan antar anggota keluarga. Keadaan sosial ekonomi dapat menjadi cerminan tingkat pendidikan dalam suatu masyarakat. Semakin tinggi pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi investasi yang diperlukan (Suharjo dalam
10
Rahmaulina 2007). Dalam pengasuhan anak, dalam menentukan kualitas pengasuhan anak pendidikan orang tua terutama pendidikan ibu penting untuk diperhatikan karena pendidikan akan turut menentukan kualitas pengasuhan anak. Pendidikan formal yang tinggi pada ibu membuat pola pengasuhan akan bertambah baik, (Amelia 2001). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hastuti, Alfiasari dan Chandriyani (2010) yang menyatakan bahwa pendidikan ibu memiliki hubungan yang signifikan dengan stimulasi psikososial. Pendapatan Orang tua Unsur yang cukup penting untuk mendapatkan kestabilan keluarga adalah faktor sosial ekonomi karena faktor tersebut dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Hastuti (2009) menyatakan kestabilan keluarga diperlukan agar fungsi-fungsi keluarga dapat berjalan dengan baik. Sejalan dengan hal tersebut Gerungan (1999) dalam Ruhidawati (2005) menyatakan bahwa keadaan ekonomi keluarga memiliki peranan terhadap tingkah laku anak, karena apabila keluarga memiliki keadaan ekonomi yang baik akan memberikan kesempatan yang luas kepada anak untuk mengembangkan berbagai macam kecakapan dan anak tentunya juga akan memperoleh pendidikan yang lebih baik. Keadaan ekonomi keluarga akan menggambarkan tingkat kesejahteraannya. Sejalan dengan hasil penelitian Rachmawati (2006) menyatakan bahwa keadaan ekonomi keluarga berperan dalam perkembangan anak dan menentukan tingkat kesejahteraan keluarga. Kondisi sosial yang serba kekurangan akan menyebabkan kondisi yang kurang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dan menentukan tingkat kesejahteraan keluarga. Kondisi sosial yang serba kekurangan akan menyebabkan kondisi yang kurang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Hasil penelitian Watson dan Lidgen (1979) dalam Hernawati (2002) menyatakan bahwa orang tua dari kelas ekonomi menengah lebih menekankan pada komunikasi antara anak dan orang tua, memberi informasi yang jelas dan masuk akal dan bersifat terbuka kepada anak-anaknya. Usia Orang tua Hastuti (2009) menyatakan faktor stimulasi psikososial dapat ditentukan pada saat orang tua memasuki jenjang pernikahan. Pasangan yang relatif muda akan lebih rentan dalam menghadapi tantangan dan permasalahan kehidupan keluarga. Pada umumnya usia seseorang yang relatif muda belum memiliki kematangan dalam hal pengendalian dan kestabilan emosi, sehingga menyulitkan pada saat menyesuaikan diri dengan pasangan hidupnya.
Karakteristik Anak
Jenis Kelamin Norvele dan Sniper (1982) mengemukakan teori yang diikuti oleh Satoto (1990) dalam Himayanti (2006) yaitu anak laki-laki ( berumur kurang
11
dari 18 Bulan ) memiliki stimulasi psikososial yang lebih baik dibandingkan dengan anak perempuan. Sehingga jenis kelamin akan mempengaruhi orang tua dalam memperlakukan anaknya, misalnya anak laki-laki diberi kebebasan dibandingkan dengan anak perempuan. Pada masyarakat Jawa kuno, anak laki-laki biasanya memperoleh pendidikan lebih tinggi dibandingkan saudara-saudaranya yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini dikarenakan ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa laki-lakilah yang harus mencari nafkah, sedangkan perempuan setelah menikah akan dibawa oleh suami. Berbeda dengan masa sekarang ini, anak perempuan dapat menempuh pendidikan yang tinggi setara dengan anak laki-laki merupakan suatu yang biasa dan umum meskipun masih ada sedikit keterbelakangan terhadap anak laki-laki (Monks, Knoers, & Haditono 2003). Ada tiga alasan penting mengapa jenis kelamin individu penting bagi perkembangan anak selama hidupnya Hurlock (1990) menyatakan, Pertama, setiap bulan anak mengalami peningkatan pemahaman perilaku orang tua, teman sebaya, dan masyarakat yang mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku yang dipandang sesuai dengan jenis kelamin. Kedua, pengalaman belajar ditentukan oleh jenis kelamin individu. Ketiga, adalah sikap orang tua dan anggota keluarga lainnya sehubungan dengan jenis kelamin mereka. Keinginan untuk memiliki anak dengan jenis kelamin tertentu akan mempengaruhi sikap penerimaan orang tua dan keluarga terhadap anak, yang selanjutnya berpengaruh juga pada perilaku dan hubungan mereka dengan anak. Usia anak Piaget dalam Ormrod (2003) mengatakan bahwa anak usia prasekolah belum mampu memusatkan perhatian pada dua dimensi yang berbeda secara serempak. Ketika anak mulai mengerti mengenai objek yang ada di lingkungannya, anak akan mulai menggunakan simbol dan kata. Fungsi simbol pada anak usia prasekolah adalah kemampuan anak untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada dan tidak terlihat dengan sesuatu yang lain atau sebaliknya. Fungsi simbolik ini dapat bersifat abstrak atau nyata. Pada usia prasekolah anak juga mulai mengerti dasar-dasar dalam mengelompokkan sesuatu. pada masa ini juga sudah mulai dapat melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati sesuatu model tingkah laku. Anak akan memperlihatkan tingkah laku yang sama seperti tingkah laku yang dilihatnya pada waktu yang berbeda. Pada masa ini anak tidak langsung meniru model tingkah laku seseorang, tetapi anak mengamati, menyimpan dan pada saat yang lain memperlihatkan sesuatu kembali (Turner & Helms 1991). Cara berpikir anak usia prasekolah sangat memusat (egosentris) dan cara pikirnya tidak dapat dibalik. Egosentrisme adalah pemusatan pada diri sendiri dan merupakan suatu proses dasar yang banyak dijumpai pada tingkah laku anak dan pengamatan anak banyak ditentukan oleh pandangan sendiri. Anak belum mampu menempatkan diri dalam keadaan orang lain (Turner & Helms 1991). Dalam penelitiannya Hikmayanti (2005) mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia anak dengan stimulasi psikososial. Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 2003). Pada usia tiga sampai enam tahun ini anak berbeda dengan
12
anak usia lainnya. Anak prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi. Potensi-potensi itu dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang secara optimal. Munandar (1992) mengatakan masa prasekolah merupakan masa-masa untuk bermain dan mulai memasuki taman kanak-kanak. Waktu bermain merupakan sarana untuk tumbuh dalam lingkungan dan kesiapannya dalam belajar formal (Gunarsa 2004). Pada tahap perkembangan anak usia prasekolah ini, anak mulai menguasai berbagai keterampilan fisik, bahasa, dan anak pun mulai memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemandiriannya ( Hurlock 1977). Anak pada usia prasekolah berada pada proses perkembangan penting yaitu perubahan dari terkait menjadi lebih bebas, dari koordinasi yang kaku menjadi lebih teratur dan terampil, dari bahasa tubuh ke bahasa verbal, dari ketaatan yang kuat terhadap dari luar ke perkembangan kendali dari diri sendiri (inner control), dan dari kepedulian personal ke tumbuhnya kepedulian sosial (Theresia & Caplan 1983). Hurlock (1977) mengatakan ciri-ciri anak usia prasekolah meliputi fisik, motorik, intelektual, dan sosial. Ciri fisik anak prasekolah yaitu otot-otot lebih kuat dan pertumbuhan tulang menjadi besar dan keras. Anak prasekolah mempergunakan gerak dasar seperti berlari, berjalan, memanjat dan melompat sebagai bagian dari permainan mereka. Kemudian secara motorik anak mampu memanipulasi obyek kecil, menggunakan balok-balok dan berbagai ukuran dan bentuk. Selain itu juga anak memiliki rasa ingin tahu, rasa emosi, iri dan cemburu. Hal ini timbul karena anak tidak memiliki hal-hal yang dimiliki oleh teman sebayanya. Sedangkan secara sosial anak mampu menjalani kontak sosial dengan orang-orang yang ada di luar rumah, sehingga anak mempunyai minat yang lebih untuk bermain pada temannya, orang dewasa, serta saudara kandung di dalam keluarga.
Stimulasi Psikososial
Stimulasi merupakan hal yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak. Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan di luar individu anak. Pemberian stimulasi akan lebih efektif apabila memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Anak yang banyak mendapatkan stimulasi yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi. Perhatian dan kasih sayang juga merupakan stimulasi yang diperlukan anak. Stimulasi semacam ini akan menimbulkan rasa aman dan rasa percaya diri pada anak sehingga anak lebih respontif terhadap lingkungannya dan lebih berkembang optimal (Soetjiningsih 1995). Stimulasi psikososial merupakan bagian dari praktik pengasuhan berkualitas yang dilakukan oleh orang tua. Hal tersebut sejalan dengan Houghughi (2004) yang mengartikan bahwa pengasuhan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan anak. Selain itu Houghughi (2004) juga menjelaskan syarat utama dalam melakukan pengasuhan adalah kehangatan,
13
kecerdasan, stabilitas dan kemampuan berkomunikasi, sehingga dapat membentuk kesehatan fisik dan mental anak dengan baik. Pendapat lain juga dijelaskan oleh Hastuti (2009) tentang arti pengasuhan yaitu cara mengasuh anak yang mencakup pengalaman, keahlian, kualitas dan tanggung jawab yang dilakukan orang tua dalam mendidik dan merawat anak, sehingga anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan oleh keluarga dan masyarakat. Stimulasi merupakan rangsangan yang datangnya dari luar. Stimulasi psikososial merupakan salah satu cara untuk memberikan pengalaman pendidikan bagi anak. Menurut Darmawan (2002) dalam Sununingsih (2006) menyatakan bahwa stimulasi psikososial diberikan di antaranya melalui aktivitas bermain, bernyanyi dan menggambar. Depdiknas (2002) mengatakan bahwa stimulasi psikososial adalah pendidikan dalam rangka mengembangkan kemampuan kognitif , fisik atau motorik, serta sosial emosi anak. Menurut Satoto (1990) dan Zeitlin, et al. (1992) dalam Hastuti (2009) agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik terdapat dua faktor yang saling berkaitan, yakni interaksi ibu dan anak secara timbal balik dan pemberian Stimulasi. Zeitlin, et al. (1992) dalam Hastuti (2009) mengatakan interaksi pengasuhan dapat dilihat dalam hal kasih sayang atau pola afeksi sebagai suatu hal yang diukur dengan frekuensi pertemuan, mendekap, menggendong, dan membelai atau mengajak bicara. Sedangkan pemberian stimulasi dapat dilihat dalam bentuk sosialisasi kepada anak. Menurut Caldwell dan Bradley (1983) dalam Hastuti (2009), stimulasi psikososial adalah stimulasi yang diberikan orang tua dan keluarga dalam pemberian pengalaman, dorongan belajar dan berbahasa, serta dorongan bagi kemampuan akademik anak. Dengan demikian stimulasi psikososial dapat diukur melalui interaksi pemberian kasih sayang dan pemberian stimulasi yang terangkum dalam stimulasi psikososial yang dikembangkan oleh Caldwell dan Bradley (1983) melalui alat ukur kualitas asuh HOME ( Home Observation and Measurement of Environment). Stimulasi Psikososial yang dikembangkan oleh Caldwell dan Bradley (1983) dibedakan dalam usia 0-3 tahun dan 3-6 tahun. Untuk anak dengan usia 3-6 tahun, stimulasi psikososial yang diukur adalah stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan fisik, kehangatan dan penerimaan, stimulasi akademik, modelling, variasi kepada anak, dan hukuman positif. Stimulasi dapat dilakukan oleh ibu, ayah, anggota keluarga atau orang dewasa lain di sekitar anak. Bila anak mendapatkan stimulasi, bila ia diterima, bila ia memperoleh kehangatan maka hal-hal ini akan berpengaruh sangat positif bagi perkembangan yang sehat. Anak mulai mengadakan emansipasi, anak akan menemukan dan mengembangkan kemampuannya dalam batas-batas yang diberikan oleh keluarga (Monks, Knoers, & Haditono 2002). Berdasarkan hasil penelitian Hastuti (2006), stimulasi yang diberikan oleh orang tua berpengaruh positif dalam membentuk kecerdasan majemuk. Kecerdasan majemuk adalah kemampuan anak dalam menguasai tujuh dimensi, yaitu kecerdasan linguistik (bahasa), kecerdasan logika-matematika, kecerdasan visual-spasial (bentuk dan ruang), kecerdasan musikan, kecerdasan kinestetik (gerakan), kecerdasan interpersonal (berteman), kecerdasan intrapersonal (konsep diri anak).
14
Proses Pembelajaran
Pembelajaran bagi anak usia dini termasuk Taman Kanak-kanak di dalamnya memiliki kekhasan tersendiri. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain. Bermain secara alamiah akan memotivasi anak untuk mengetahui sesuatu lebih mendalam, dan secara spontan anak akan mengembangkan kemampuannya. Bredecamp (1977) mengatakan bermain pada dasarnya mementingkan proses daripada hasil karena bermain merupakan wahana yang penting untuk perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak yang direfleksikan pada kegiatan. Proses pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara guru dan anak untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk ter“internalisasi” dalam diri peserta pembelajaran dan menjadi landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan. Maka kriteria keberhasilan sebuah proses pembelajaran adalah munculnya kemampuan belajar berkelanjutan secara mandiri. Sebuah proses pembelajaran yang baik, paling tidak harus melibatkan 3 aspek, yaitu: aspek psikomotorik, aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek Psikomotorik dapat difasilitasi lewat adanya praktikum-praktikum dengan tujuan terbentuknya keterampilan eksperimental. Aspek kognitif difasilitasi lewat berbagai aktivitas penalaran dengan tujuan adalah terbentuknya penguasaan intelektual. Sedangkan aspek afektif dilakukan lewat aktivitas pengenalan dan kepekaan lingkungan dengan tujuan terbentuknya kematangan emosional. Ketiga aspek tersebut bila dapat dijalankan dengan baik akan membentuk kemampuan berpikir kritis dan munculnya kreativitas. Perencanaan sangat penting dalam untuk pelaksanaan proses pembelajaran di Taman kanak-kanak, karena memungkinkan anak diberi kesempatan terbaik sehingga memperoleh kemajuan dalam perkembangan dan belajar. Sehingga guru dapat memahami peranannya dan tugas-tugasnya yang harus dicapai anak untuk berkembang dan belajar. Hal terpenting yang harus disiapkan guru dalam mendukung proses pembelajaran adalah menyediakan sumber-sumber belajar guna mendukung kegiatan belajar yang ingin disampaikan sehingga anak tertarik dan termotivasi untuk mengikuti. Komponen Perencanaan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran menurut Raiser (1986) dalam Syaodih (1993) adalah apa yang dikerjakan guru dan anak didik di dalam kelas dan di luar kelas. Selain itu Nana Sujana (1988) dalam Masitoh (2003) mengatakan bahwa perencanaan pembelajaran adalah memproyeksikan tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam suatu pembelajaran dengan mengoordinasikan komponen-komponen pengajaran sehingga memiliki arah kegiatan (tujuan), isi kegiatan (materi) cara pencapaian kegiatan (metode dan teknik) serta bagaimana mengukurnya (evaluasi) sehingga menjadi jelas dan sistematis. Suatu pembelajaran diprogramkan pasti memiliki tujuan yang merupakan cita-cita yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pembelajaran. Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran merupakan suatu cita-cita yang bernilai normative. Sebab dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada anak didik. Menurut
15
Faturrohman (2007) Nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara anak didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosial, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Komponen utama dalam perencanaan pembelajaran adalah tujuan pembelajaran. Menurut Robert Mager (1996) dalam Masitoh (2003) “ jika kita tidak memiliki gagasan yang jelas tentang tujuan apa yang akan dicapai anak, maka guru tidak akan dapat membuat perencanaan yang baik untuknya”. Oleh karena itu suatu perencanaan harus diawali dengan tujuan yang jelas. Pada Taman Kanak-kanak memiliki tujuan khusus yaitu kemampuan anak di mana kemampuan merupakan hal yang harus diamati guru dalam mencapai tujuan tersebut. Tema/Isi (Materi Pembelajaran) Arikunto (1990) mengatakan bahwa unsur inti yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar karena memang bahan pelajaran itulah yang di upayakan untuk dikuasai oleh anak didik. Oleh karena itu guru dan pengembang kurikulum harus memikirkan sejauh mana bahan-bahan atau topik yang tertera dalam silabus berkaitan dengan kebutuhan peserta didik di masa depan. Sebab, minat peserta didik akan tertantang apabila bahan yang diajarkan sesuai dengan kebutuhannya. Materi atau bahan yang akan diajarkan harus sesuai dengan tujuan yang akan di capai. Pembelajaran di TK tidak menyajikan bidang studi akan tetapi materi di sajikan ke dalam tema-tema belajar. Tema akan memudahkan anak membangun konsep tentang benda atau peristiwa yang ada di lingkungan anak. Tema yang akan di kembangkan dapat di mulai dari hal-hal yang ada di lingkungan anak dan telah di kenal anak. Dengan demikian, bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak dapat diabaikan dalam pengajaran, sebab bahan pengajaran merupakan inti dalam proses belajar mengajar. Hal tersebut di perkuat oleh penyataan Maslow yang dikutip oleh Sudirman (1988). Yang menyatakan bahwa minat seseorang akan muncul apabila sesuatu itu berkaitan dengan kebutuhannya. Jadi bahan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik akan memotivasi anak didik dalam jangka waktu tertentu. Satuan Kegiatan Harian (SKH) Dalam merancang kegiatan pembelajaran yang tertuang dalam satuan kegiatan harian (SKH) guru harus mengidentifikasi apa yang akan dipelajari oleh anak dan bagaimana anak mempelajarinya. Setiap komponen dalam pembelajaran menggambarkan kegiatan yang harus dilakukan anak dan kegiatan yang dilakukan guru dalam memfasilitasi belajar anak. Rancangan kegiatan pembelajaran untuk anak Taman kanak-kanak harus sesuai dengan karakteristik kebutuhan anak, karakteristik belajar anak dan karakteristik perkembangan anak. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) Sebelum proses kegiatan belajar mengajar di kelas guru harus membuat rancangan kegiatan dengan mengidentifikasikan terlebih dahulu apa yang akan dipelajari dan bagaimana anak mempelajarinya. Kegiatan yang dirancang oleh guru harus relevan dengan tujuan dan kemampuan yang hendak dicapai karena rancangan tersebut harus sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik perkembangan dan kebutuhan anak sehingga diperlukan media untuk mendukung rancangan kegiatan pembelajaran tersebut.
16
Media merupakan sarana pembelajaran yang dapat di gunakan untuk memfasilitasi aktivitas belajar hal ini di nyatakan oleh Pribadi (2009). Hal senada juga di katakan bahwa penggunaan media perlu menjadi bagian integral dari proses pembelajaran yang dialami oleh anak agar dapat memberikan peran yang positif. Pribadi (2009) mengatakan setiap jenis media pembelajaran memiliki kekuatan (strength) dan juga kelemahan (weakness) yang perlu dipertimbangkan sebelum dipilih dan diimplementasikan dalam aktivitas pembelajaran. Suparman (1997) mendefinisikan media merupakan alat yang di gunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada penerima pesan. Sedangkan sumber belajar menurut Fathurrohman (2007) merupakan segala sesuatu yang dapat di gunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran bisa didapat. Sedangkan Nasution (1993) menjelaskan bahwa sumber belajar dapat berasal dari masyarakat dan kebudayaannya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak didik. Guru dapat menemukan sumber belajar di mana saja, bisa di sekolah, pusat kota, pedesaan, benda mati, lingkungan, toko dan lainlain. Dalam penggunaan sumber belajar dibutuhkan kreativitas guru, waktu, biaya serta kebijakan lainnya. Lain halnya Roestiyah N. K (1989) dalam Faturohman mengatakan bahwa sumber-sumber belajar itu adalah manusia (dalam keluarga, sekolah dan masyarakat), buku/perpustakaan, media massa (majalah, surat kabar, radio, TV), lingkungan alam, sosial, alat pelajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur, spidol), museum (tempat penyimpanan benda-benda kuno). Hal senada juga disampaikan oleh Sudirman N. (1991), mengemukakan macam-macam sumber belajar yaitu manusia, bahan (materialis) lingkungan (setting) alat dan perlengkapan (tool and equipment) aktivitas (activities) Dengan demikian maka dapat di katakan bahwa media dan sumber belajar, merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran. Media dan sumber belajar yang di gunakan harus sesuai dengan kegiatan dan dapat memberikan pengalaman langsung bagi anak. Media dan sumber yang di gunakan harus dapat di gunakan secara kelompok maupun individu bagi anak. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media dan sumber belajar adalah sejauh mana sumber-sumber belajar dapat memberi dukungan terhadap proses belajar anak. Hasil Penilaian/ Evaluasi Penilaian adalah salah satu komponen penting dalam pembelajaran berorientasi perkembangan. Beaty (1994) mendefinisikan penilaian sebagai suatu proses mengobservasi, mencatat, mendokumentasikan hal-hal yang telah dilakukan anak dan bagaimana mereka melakukan kegiatan tersebut sebagai dasar untuk menentukan berbagai keputusan pendidikan yang mempengaruhi anak. Penilaian yang dilakukan untuk anak Taman Kanak-kanak berbeda dengan anak sekolah dasar atau jenjang sekolah yang lebih tinggi. Evaluasi adalah suatu proses memilih, mengumpulkan dan menafsirkan informasi untuk membuat keputusan. Dalam perencanaan pembelajaran evaluasi di maksudkan untuk mengukur apakah tujuan atau kemampuan yang sudah di tetapkan dapat tercapai. Beaty (1994) Tujuan mengevaluasi anak adalah 1) merencanakan pembelajaran individu dan kelompok, serta dapat di gunakan sebagai bahan dalam
17
berkomunikasi dengan orang tua, 2) mengidentifikasi anak yang memerlukan bantuan dan layanan khusus, 3) apakah aspek-aspek perkembangan anak sudah tercapai dalam pelaksanaan kegiatan. Menurut Abu Ahmadi & Widodo Supriyono (1991) dalam Fatturohman menyatakan bahwa evaluasi memiliki tujuan yaitu 1) untuk merangsang kegiatan anak, 2) menemukan sebab kemajuan dan kegagalan belajar, 3) memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan dan bakat masing-masing anak, 4) memperoleh bahan laporan tentang perkembangan anak yang diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan, 5) untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan mengajar. Melihat hal tersebut maka pelaksanaan evaluasi memiliki manfaat yang sangat besar baik berkaitan dengan proses belajar mengajar maupun yang berhubungan dengan produk suatu pendidikan dan desain proses belajar mengajar di masa mendatang. Merujuk hal di atas maka dapat di katakan bahwa evaluasi merupakan sebuah sistem yang tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar dan di dalamnya melibatkan guru dan anak, yang memiliki fungsi sebagai umpan balik bagi guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses pengajaran serta mengadakan perbaikan program yang diberikan kepada anak didik. Kesan Umum Kegiatan Pembelajaran Pada saat guru melakukan kegiatan belajar mengajar guru seharusnya menguasai substansi rancangan kegiatan yang mereka rencanakan, dalam mendukung rancangannya media apa yang akan di gunakan dan bagaimana guru memanfaatkan media yang di gunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran tersebut, dalam proses kegiatan berjalan akan terdapat banyak pertanyaan yang akan diajukan oleh anak maka dari itu diperlukan kepekaan guru dalam menanggapi kesalahan berbahasa anak. Hal lain yang perlu diperhatikan oleh guru selain perencanaan pembelajaran dan penggunaan media serta penentuan tema adalah penampilan mereka di dalam kelas. Apa bila seorang guru memiliki penampilan yang menarik, bersih dan ceria dapat membuat anak-anak nyaman dipastikan anak akan merasa senang dan nyaman bersama guru, lain hal nya ketika seorang guru dalam mengajar terlihat kusam, murung dan tidak bersahabat maka anak-anak akan berpikir ulang untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut maka akan terlihat kesan umum kegiatan pembelajaran tersebut apakah proses kegiatan pembelajaran yang dilakukan efektif, hal ini dapat dilihat dari hasil proses belajar dan kemampuan anak setelah mengikuti kegiatan tersebut. Pembelajaran Sistem Sentra Istilah sentra sering disebut juga dengan area, sudut kegiatan (activity centre), sudut belajar (learning centre) atau sudut minat (interest centre). Sentra dapat diartikan sebagai permainan dan kegiatan yang disusun sedemikian rupa unuk memberikan semangat pada kegiatan-kegiatan pembelajaran secara khusus, yaitu yang berhubungan dengan kehidupan keluarga, music, seni, sains, balok bangunan dan seni berbahasa (Gilley & Gilley, 1980). Selain itu sentra dapat diartikan sebagai zona atau area main anak yang dilengkapi dengan seperangkat alat main yang berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk
18
mendukung perkembangan anak dalam 3 jenis main, yaitu sensorimotor atau main fungsional, main peran dan main pembangunan. Mayesky (1990) menjelaskan sentra mempunyai keterkaitan yang kuat dengan beberapa pandangan ahli pendidikan, seperti Pestalozzi yang percaya bahwa anakanak belajar melalui interaksi langsung dengan anak lain dan lingkungannya; John Dewey dengan penekanannya pada “ belajar sambil bekerja” dan hubungan organic antara pendidikan dan pengalaman seseorang”; serta Montessori dengan pemikirannya bahwa anak kecil belajar melalui tugas-tugas dan alat-alat belajar yang disiapkan dengan hati-hati. Model pembelajaran berdasarkan sentra memiliki ciri utama pemberian pijakan (scaffolding) untuk membangun konsep, aturan, ide, dan pengetahuan anak serta konsep densitas serta intensitas bermain. Model pembelajaran ini berfokus pada anak yang dalam proses pembelajarannya berpusat di sentra bermain dan pada saat anak berada dalam lingkaran. Pada umumnya pijakan/dukungan dalam model ini untuk mendukung perkembangan anak, yaitu pijakan sebelum bermain, pijakan selama bermain dan pijakan setelah bermain. Pijakan ini dimaksudkan untuk mendukung perkembangan anak lebih tinggi. Ada 3 jenis permainan yang disediakan dalam model ini yaitu; bermain sensorimotorik atau fungsional, bermain peran, dan bermain pembangunan (konstruktif, yaitu membangun pemikiran anak). Perbedaan Taman kanak-kanak umum dan taman kanak-kanak agama. Program pembelajaran di taman kanak-kanak mencakup bidang pengembangan perilakku dan pengembangan kemampuan dasar dilaksanakan melalui kegiatan bermain bertahap, berkesinambungan dan bersifat pembiasaan. Bidang pengembangan perilaku merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak, sehingga menjadi kebiasaan yang baik yang meliputi perkembangan nilai moral agama, sosial emosional dan kemandirian. Pada bidang pengembangan kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas sesuai dengan tahap perkembangan anak. Bidang tersebut meliputi lingkup perkembangan agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa dan sosial emosi. Pada taman kanakkanak islam pengembangan dibidang agama memiliki porsi waktu yang lebih, dan dilaksanakan pada awal kegiatan dan akhir pengembangan. Pada TK umum memiliki jam belajar efektif dalam satu kali pertemuan adalah 150-180 menit lima hari dalam seminggu, sedangkan pada TK Islam memiliki jam belajar efektif 300-360 menit lima hari dalam seminggu. Kecerdasan Majemuk
Dambaan orang tua dalam hidupnya adalah anaknya memiliki anak yang cerdas dan sukses. Untuk mengembangkan kecerdasan dan kemampuan anakanaknya ini, kebanyakan orang tua berusaha memberikan fasilitas serta sarana pendidikan yang terbaik. Hanya saja pengertian tentang cerdas selama ini cenderung hanya dilihat dari pencapaian hasil belajar atau prestasi anak di sekolah. Kecerdasan
19
memiliki arti yang sangat luas, kecerdasan itu sendiri memiliki arti keseluruhan kapasitas atau kemampuan untuk belajar, memahami lingkungan, dan memecahkan masalah. sedangkan kecerdasan yang mencakup banyak bidang dalam kehidupan kita sehari-hari, sering diistilahkan sebagai kecerdasan majemuk atau multiple intelligence (Mini, 2010). Menurut Gardner (1983) kecerdasan dalam kecerdasan majemuk meliputi kecerdasan verbal-linguistik (cerdas kata), kecerdasan logismatematik (cerdas angka), kecerdasan visual-spasial (cerdas gambar-warna), kecerdasan musikal (cerdas musik-lagu), kecerdasan kinestetik (cerdas gerak), kecerdasan interpersonal (cerdas sosial), kecedasan intrapersonal (cerdas diri), Setiap kecerdasan dalam kecerdasan majemuk memiliki indikator tertentu. Kecerdasan majemuk anak diidentifikasi melalui observasi terhadap perilaku, tindakan, kecenderungan bertindak, kepekaan anak terhadap sesuatu, kemampuan yang menonjol, reaksi spontan, sikap dan kesenangan. Pendidikan anak usia dini di Indonesia mengalami masa-masa penuh dilema. Pendidik hingga saat ini masih menerapkan pendekatan akademik penuh hafalan. Keberhasilan belajar anak diukur dari kepatuhan, kemampuan kognitif dan sosial anak. Kekeliruan pandangan terhadap potensi anak didik oleh pendidik merupakan sesuatu hal yang fatal. Kekeliruan pandangan ini memunculkan sikap meremehkan, merendahkan, dan menghambat kegiatan dan perkembangan anak yang justru tidak disadari atau bahkan dianggap benar oleh pendidik. Setelah Gardner mengumumkan teori multiple intelligencenya, anak-anak dengan kecerdasan non linguistic dan matematis mendapat perhatian. Cap-cap negatif terhadap anak diterjemahkan ulang sebagai gaya atau kecenderungan belajar. Anak yang banyak gerak, banyak bicara, suka menyentuh benda-benda, berani berdekatan dengan hewan suka menyendiri tidak lagi diidentifikasi sebagai anak nakal atau berkelainan. Lebih lanjut Gardner mengatakan bahwa cara mudah mengetahui kecerdasan anak adalah dengan memperhatikan ”kenakalan-kenakalan mereka’ yaitu perilaku menonjol yang sangat dinikmati anak (Armstrong, 1993). Semua anak adalah cerdas, hal tersebut merupakan pandangan teori multiple intellingence dapat memberikan ruang gerak yang luas bagi anak. Perilaku dan kecenderungan anak diamati dan diidentifikasi sehingga kecenderungan kecerdasan anak ditemukan dan dijadikan dasar dalam mengembangkan program kegiatan. Berbagai kegiatan dan variasinya di gunakan untuk merangsang kemunculan dan penguatan setiap indikator yang dimiliki anak. Gardner dalam (Armstrong, 2003) mengatakan pendidikan yang berbasis multiple intelligence, berpeluang memberikan pengalaman hidup yang menyenangkan bagi anak dan dapat memicu kecerdasan anak. Berdasarkan hal tersebut maka, perkembangan kecerdasan ditentukan oleh pengalaman yang terkristalis (crystallizing experience) dan pengalaman melumpuhkan (paralyzing experience). Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya pengalaman baik yang mengesankan bagi anak, dan betapa berbahayanya pengalaman buruk yang menyakitkan anak. Dengan kata lain, anak-anak yang dididik dengan konsep multiple intelligence akan mendapatkan perlakuan yang adil, memperoleh dukungan yang sangat kuat yang mungkin menjadi crytallizing experience. Sehingga anak akan
20
memperoleh kesempatan berkembang setiap indikator dari kecerdasan masing-masing anak secara optimal, dan muncul dalam bentuk keterampilan yang menakjubkan. Menurut teori multiple intelligence, tidak ada rangkaian strategi pengajaran yang dapat selalu bekerja secara efektif untuk semua anak. Semua anak memiliki kecenderungan tertentu pada sembilan kecerdasan yang terdapat dalam multiple intelligence. Suatu strategi mungkin akan berhasil pada sekelompok anak, tetapi mungkin akan gagal apabila diterapkan pada sekelompok anak yang lain (Armstrong, 2003). Berdasarkan hal tersebut maka dapat di katakan multiple intelligences mengarahkan kegiatan pengembangan anak, karena strategi dalam stimulasi kecerdasan berefek langsung pada perkembangan anak. Multiple intelligence memberikan peluang keberhasilan yang lebih besar karena anak mendapatkan kesempatan untuk belajar melalui cara-cara yang lebih bervariasi. Vos (2003) mengungkapkan pendapat yaitu ada 13 cara anak belajar di antaranya: 1) anak belajar melalui pengalaman aktivitas (learning by doing), 2) anak belajar melalui apa yang dilihat dan didengar (reinforce with picture and sounds), 3) belajar harus menyenangkan bagi anak (learning should be fun), 4) anak belajar harus berada dalam situasi yang santai tetapi menantang (learning in a relaxed but challenging situation), 5) belajar melalui musik dan ritme (learn with music and rhytm), 6) belajar melalui penyatuan gerak tuubuh dan aktivitas otak (learn with lots of movement-use the body and the mind together), 7) belajar dengan saling berbicara dengan yang lain atau berkomunikasi (learning by talking to each other), 8) belajar dengan refleksi (learn by reflecting). 9) Belajar melalui integrasi angka dan kata secara menyenangkan (link numbers and words in playful way), 10) belajar dengan menyentuh (learn by touching), 11) belajar dengan mengecap (learning by tasting), 12) belajar dengan membaui (learning by smelling) 13) belajar dengan memanfaatkan seluruh alam (use the whole world). Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa anak belajar dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut memungkinkan anak menguasai berbagai pengetahuan sesuai dengan karakteristik pengetahuan yang akan dipelajarinya. Kecerdasan Verbal-Linguistik Lwin,et.al (2005) mengatakan kecerdasan linguistic-verbal mengacu pada kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mampu menggunakan kemampuannya secara kompeten melalui kata-kata untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dalam berbicara, membaca dan menulis. Kecerdasan linguistik itu sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan menyelesaikan masalah, mengembangkan masalah, dan menciptakan sesuatu dengan menggunakan bahasa secara efektif, baik lisan maupun tertulis. Kecerdasan ini ditunjukkan dengan kepekaan seseorang pada bunyi , struktur, makna, fungsi kata dan bahasa, anak yang memiliki kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal berkomunikasi lisan dan tulisan mengarang serta, diskusi dan mengikuti debat suatu masalah, belajar bahasa asing, bermain “game” bahasa, membaca dengan pemahaman tinggi, mudah mengingat ucapan orang lain, tidak mudah salah tulis atau salah eja, pandai membuat lelucon, pandai membuat puisi, tepat dalam tata bahasa, kaya kosa kata, dan menulis secara jelas.
21
Kemampuan dan keterampilan anak dalam bahasa yang meliputi kemampuan menyimak (mendengarkan secara cermat dan kritis) informasi lisan, kemampuan membaca secara efektif, kemampuan berbicara, dan kemampuan menulis juga termasuk dalam kecerdasan linguistik-verbal. Orang-orang dengan keterampilan menggunakan kata-kata dan juga memahami artinya. Jika pada masa awal kanakkanak anak memiliki kecerdasan linguistik yang pesat maka hal tersebut akan tetap bertahan hingga usia lanjut (Armstrong 2002). Thomas Verney menunjukkan bahwa bayi-bayi yang dibacakan, dinyanyikan dan diajak bicara sebelum lahir memiliki awal kecerdasan lingusitik-verbal yang menonjol. (Campbell, et.al., 2002). Kecerdasan Logis-Matematis Kecerdasan matematis-logis memiliki arti sebagai kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar. Armstrong (1999) menjelaskan kemampuan matematis-logis ini mencakup juga kemampuan menyelesaikan masalah, mengembangkan masalah, dan menciptakan sesuatu dengan angka dan penalaran. Cerdasan matematis-logis berarti cerdas angka dan cerdas dalam hukum logika berpikir. Sebelum ditemukannya kecerdasan naturalis Campbell (2002) menjelaskan kecerdasan matematis-logis mencakup beberapa pikiran, yaitu mencakup tiga bidang yang saling berhubungan, yaitu matematika, ilmu pengetahuan (sains), dan logika. Kecerdasan ini ditandai dengan kepekaan pada pola-pola logis dan memiliki kemampuan mencerna pola-pola tersebut, termasuk juga numerik serta mampu mengolah alur pemikiran yang panjang. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal menghitung dan menganalisis hitungan, menemukan fungsi-fungsi dan hubungan, memperkirakan, memprediksi, bereksperimen, mencari jalan keluar yang logis, menemukan adanya pola induksi dan deduksi. Mengorganisanikan/membuat garis besar, membuat langkah-langkah bermain permainan yang perlu strategi, berpikir abstrak dan menggambarkan simbol abstrak, dan menggunakan alogaritma. Cara belajar terbaik anak-anak ini adalah melalui angka, berpikir, bertanya, mencoba, menduga, menghitung, menimbang, mengurutkan, mengklasifikasi dan mengontruksi. Oleh sebab itu sediakan alat-alat bermain konstruktif, puaskan rasa ingin tahu anak dengan memberi kesempatan anak untuk bertanya, menduga dan mengujinya. Armstrong (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan matematis-logis mulai muncul ketika masa kanak-kanak dan akan meledak pada masa remaja dan dewasa awal dan wawasan matematis tingkat tinggi akan menurun setelah usia 40 tahun. Anak yang memiliki kecerdasan matematis-logis cenderung berpikir secara numerik dan dalam konteks pola, urutan logis, sebab-akibat, dan kategorikal. Gardner (1993) mengatakan pada usia kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk mengajak mereka menjelajah pola, kategori, hubungan sebab-akibat. Anak-anak akan secara aktif bereksploarsi dan bereksperimen serta memanipulasi dengan lingkungannya. Dari penjelasan tersebut maka dapat di katakan bahwa anak yang cerdas dalam matematis-logis cenderung akan bertanya dan ingin tahu tentang sebabakibat suatu peristiwa atau gejala di lingkungannya. Kecerdasan Visual-Spasial Armstrong (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan visual spasial atau kecerdasan gambar atau kecerdasan pandang-ruang adalah sebagai
22
kemampuan mempersepsi dunia visual-spasial secara akurat serta mentransformasikan persepsi visual-spasial tersebut dalam berbagai bentuk. Kemampuan berpikir ini merupakan kemampuan berpikir dalam bentuk visualisasi, gambar dan bentuk tiga dimensi. Kecerdasan ini ditandai dengan kepekaan mempersepsikan dunia visual-spasial secara akurat dan menstranformasi persepsi awal. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini cenderung menyukai arsitektur, bangunan, dekorasi, apersepsi seni, desain, atau denah. Mereka juga menyukai dan efektif dalam membuat dan membaca chart, peta, koordinasi warna, membuat bentuk, patung dan desain tiga dimensi lainnya, menciptakan dan menginterpretasi grafik, desain interior, serta dapat membayangkan secara detail benda-benda, pandai dalam navigasi, dan menentukan arah. Mereka suka melukis, membuat sketsa, bermain game ruang, berpikir dalam image atau bentuk, serta memindahkan bentuk dalam angan-angan. Selain hal diatas, Armstrong (2002) juga menjelaskan bahwa kecerdasan visualspasial muncul pada masa kanak-kanak. Anak yang cerdas dalam visual-spasial sangat peka pada tatanan dan peka terhadap perubahan tatanan itu dan akan memberikan reaksi. Anak-anak sering memanfaatkan waktu mereka untuk menggambar, merancang sesuatu, membangun balok-balok, lego atau melamun. Kemampuan berpikir topologi, yaitu kemampuan berpikir yang bersifat mengurangi bagian-bagian dari suatu objek, pada masa kanak-kanak awal memungkinkan mereka untuk mengusai kerangka pikir pada masa usia 9-10 tahun. Anak yang cerdas dalam visual-spasial terkesan kreatif, memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan spasial dalam bentuk gambar atau bentuk yang terlihat mata (Armstrong, 1996). Mereka memiliki kemampuan mengenali identitas objek ketika objek tersebut ada dari sudut pandang yang berbeda. Mereka juga mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah objek (Indra-Supit,dkk 2003). Cara belajar terbaik untuk anak yang cerdas visual-spasial adalah melalui warna, coretan, arah bentuk dan ruang. Kecerdasan Musikal Semua anak senang mendengarkan musik, pada umumnya mereka menggerakkan badannya mengikuti irama musik. Musik menjadi penggerak semangat bagi banyak orang, termasuk anak-anak karena menjadikan mereka lebih bergairah dalam beraktivitas dan berpikir. Armstrong (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan musikal pada anak dapat diartikan sebagai kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal, seperti 1) kemampuan mempersepsikan bentuk musikal seperti menangkap atau menikmati musik dan bunyi-bunyi berpola nada, 2) kemampuan membedakan bentuk musikal, seperti membedakan dan membandingkan ciri musikal bunyi, suara dan alat musik, 3) kemampuan mengubah bentuk musikal, seperti mencipta dan memversikan musik dan 4) kemampuan mengekspresikan bentuk musikal, seperti menyanyi, bersenandung dan bersiul-siul. Kecerdasan musik adalah kecerdasan yang pertama kali muncul pada kanakkanak. Armstrong (2004) mengatakan seorang bayi akan menanggapi musik dan bergerak mengikuti irama, sebelum mereka dapat mengucapkan kata-kata dan kecerdasan musik akan bertahan hingga mereka berusia dewasa. Individu yang cerdas
23
dalam musik dan sering berkontak dengan musik menurut Howard Gardner (1993) dapat memanipulasi suara, irama dan warna nada untuk berpartisipasi dengan banyak keahlian di dalam aktivitas bermusik, termasuk mencipta, menyanyikan atau memainkan instrumen. Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan menciptakan dan mengapresiasikan irama pola titik nada, dan warna nada; juga kemampuan mengapresiasi bentuk-bentuk ekspresi musik. Seseorang yang optimal dalam kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal menyusun/mengarang melodi dan lirik, bernyanyi kecil, menyanyi dan bersiul. Mereka juga mudah mengenal ritme, mudah belajar/mengingat irama dan lirik, menyukai mendengarkan dan mengapresiasikan musik, memainkan instrumen musik, mengenal bunyi instrumen, mampu membaca musik, mengetukkan tangan dan kaki, serta memahami struktur musik. Hampir semua anak memiliki kecerdasan ini, dan cara belajar yang terbaik untuk mereka adalah dengan nada, irama, dan melodi. Oleh karena itu, guru perlu memfasilitasi anak agar dapat berekspresi secara musikal melalui salam berirama, deklamasi, menyanyi bersama, tepuk bernada, dan bila mungkin, orkestra kaleng bekas dan latihan membedakan bunyi dam suara di sekitarnya. Kecerdasan Kinestetik Bagi anak bergerak merupakan kebutuhan yang apabila tidak diperoleh akan membawa dampak perkembangan yang buruk. Anak sangat menyenangi dan membutuhkan bergerak agar mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Gerak menjadi dasar bagi anak untuk mendapatkan kebutuhan dan mencapai kemajuan yang berarti dalam kehidupannya. Kecerdasan kinestetik merupakan kemampuan menggunakan seluruh tubuh (fisik) untuk mengeskpresikan ide dan perasaan (dalam bentuk berpantomim, menari, berolah raga) dan keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu (membuat kerajinan, membuat patung, menjahit) (Armstrong, 2003). Selain itu Armstrong (2002) menjelaskan bahwa cerdas kinestetik berarti belajar serta berpikir dengan tubuh. Kecerdasan ditunjukkan dengan ketangkasan tubuh dalam memahami penilaian otak. Kemampuan inti dari kecerdasan kinestetik bertumpu pada kemampuan yang tinggi untuk mengendalikan gerak tubuh dan keterampilan yang tinggi untuk menangani benda (Armstrong, 1999). Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan mengontrol gerak tubuh dan kemahiran mengelola objek. Seseorang yang optimal dalam kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal mengekpresikan dalam mimik atau gaya, atletik, menari, dan menata tari; kuat dan terampil dalam motorik halus, koordinasi tangan dan mata, motorik kasar dan daya tahan. Mereka juga mudah belajar dengan melakukan, mudah memanipulasikan benda-benda (dengan tangannya), membuat gerak-gerik yang anggun, dan pandai menggunakan bahasa tubuh. Anak yang memiliki kecerdasan gerak-kinestetik membutuhkan kesempatan untuk bergerak, dan menguasai gerakan. Mereka perlu diberi tugas-tugas motorik halus, seperti menggunting, melipat, menjahit, menempel, merajut, menyambung, mengecat dan menulis, serta motorik kasar, seperti berlari, melompat, berguling, meniti titian, berjalan, satu kaki, senam irama, merayap dan lari jarak pendek. Adanya rangsangan stimulus terhadap kecerdasan gerak-kinestetik memantau perkembangan
24
dan pertumbuhan anak. Sesuai dengan sifat anak, yakni suka bergerak, proses belajar hendaklah memperhatikan kecenderungan ini. Anak-anak dengan kecenderungan kecerdasan ini belajar dengan menyentuh, memanipulasi, dan bergerak. Mereka memerlukan kegiatan belajar yang bersifat kinestetik dan dinamis, mereka membutuhkan akses kelapangan bermain, lapangan rintangan, kolam renang, dan ruang olahraga. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang menuntut konsentrasi anak dalam konteks pasif (duduk tenang di kelas) dalam waktu lama sangat menyiksa mereka. Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal adalah sebagai kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi serta perasaan orang lain, serta, kemampuan memberikan respons secara tepat terhadap suasana hati, temperamen, motivasi dan keinginan orang lain (Armstrong, 2003). Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, menangkap maksud dan motivasi orang lain bertindak sesuatu serta mampu memberikan tanggapan yang tepat sehingga orang lain merasa nyaman. Selain itu kecerdasan interpersonal seseorang dapat dilihat juga dari kemampuan mereka mencerna dan menanggapi dengan tepat berbagai suasana hati, maksud, motivasi, perasaan dan keinginan orang lain hal tersebut adalah komponen inti dari kecerdasan interpersonal menurut Armstrong (2003). Sedangkan Lwin, et.al (2005) mengatakan komponen lain dari kecerdasan interpersonal adalah kepekaan dan kemampuan menangkap perbedaan yang sangat halus terhadap maksud, motivasi, suasana hati, perasaan dan gagasan orang lain. Anak-anak yang berkembang dalam kecerdasan interpersonal sangat membutuhkan kesempatan untuk menyampaikan gagasannya pada teman lain. Mereka membicarakan berbagai masalah kepada orang lain dan mudah memahami orang (Armstrong, 2002). Oleh karena itu anak-anak dengan kecerdasan interpersonal memiliki banyak teman. Hal tersebut diperkuat oleh penyataan Schmidt (2001) bahwa anak-anak yang cerdas secara interpersonal merupakan individu yang cinta damai karena mereka adalah pengamat dan motivator yang baik. Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan mencerna dan merespons secara tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan keinginan orang lain. Seseorang yang optimal dalam kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal mengasuh dan mendidik orang lain, berkomunikasi, berinteraksi, berempati dan bersimpati, memimpin dan mengorganisasikan kelompok, berteman, menyelesaikan dan menjadi konflik, menghormati pendapat dan hak orang lain, melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang atau peka pada minat dan motif orang lain, dan handal bekerja sama dalam tim. Kecerdasan Intrapersonal Armstrong (2003) menjelaskan bahwa kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman yang meliputi kekuatan dan keterbatasan diri, kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, temperamen dan keinginan serta kemampuan berdisiplin diri, memahami dan menghargai diri. Kecerdasan ini merupakan akses menuju kehidupan emosional seseorang dan kemampuan membedakan emosi, pengetahuan akan kekuatan dan kelemahannya sendiri (Armstrong, 1999). Supit (2003) juga menguatkan bahwa
25
kemampuan memahami diri juga berarti mengetahui siapa dirinya, apa yang dapat dan ingin dilakukan, bagaimana reaksi diri terhadap situasi tertentu dan menyikapinya serta kemampuan mengarahkan dan mengintrospeksi diri. Pada masa tiga tahun pertama dalam pengasuhan sangat menentukan pembentukan batas antara diri dan orang lain. Anak-anak yang memperoleh kasih sayang, pengakuan, dorongan dan tokoh panutan cenderung mampu mengembangkan konsep diri yang positif dan mampu membentuk citra diri sejati (Armstrong, 1993). Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan memahami perasaan sendiri dan kemampuan membedakan emosi, serta pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri. Seseorang yang optimal dalam kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal berfantasi “bermimpi”, menjelaskan tata nilai dan kepercayaan, mengontrol perasaan, mengembangkan keyakinan dan merenung. Mereka sering melakukan introspeksi, mengetahui dan mengelola minat dan perasaan, mengetahui kekuatan dan kelemahan diri, pandai memotivasi diri, mematok tujuan diri yang realistis dan memahami. Anak-anak yang cerdas secara intrapersonal belajar sesuatu melalui diri mereka sendiri. Mereka mencermati apa yang mereka alami dan rasakan, awal masa anakanak merupakan saat yang menentukan bagi perkembangan intrapersonal. Anak-anak yang memperoleh kasih sayang, pengakuan, dorongan dan tokoh panutan cenderung mampu mengembangkan konsep diri yang positif dan mampu membentuk citra diri sejati. Kecerdasan intrapersonal dirangsang melalui tugas kepercayaan dan pengakuan. Anak perlu diberi tugas yang harus dikerjakan sendiri, dipercaya untuk berkreasi dan mencari solusi, dan didorong untuk mandiri. Dorongan tumbuhnya kecerdasan intrapersonal harus disertai dengan sikap positif para guru dalam menilai setiap perbedaan individu. Pujian yang tulus, sikap tidak mencela, dukungan yang positif, menghargai pilihan anak, serta kemauan mendengarkan cerita dan ide-ide anak merupakan stimulasi yang sesuai untuk kecerdasan interpersonal.
KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan teoritis struktural-fungsional yang melihat bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang berperan penting dalam fungsi ekspresif atau pengasuhan untuk menciptakan suasana harmonis dan menuju suatu sistem keseimbangan. Di samping peraturan dan fungsi yang ada di keluarga, proses pembelajaran di kelas juga mempunyai andil yang besar dalam mempengaruhi perilaku dan prestasi belajar anak. Dengan kata lain proses pembelajaran dan pengasuhan tersebut memberikan kontribusi pada perkembangan perilaku dan kecerdasan majemuk anak. Dengan demikian sesuai dengan Model Sosialisasi Anak dari Bronfenbrenner (1981) di katakan bahwa ada keterkaitan yang erat antara individu (perkembangan anak), keluarga (sebagai pondasi primer dari anak) dan masyarakat (sebagai pengaruh baik atau buruknya perkembangan kepribadian anak)
26
Kecerdasan majemuk anak merupakan output dari suatu proses hubungan antara anggota keluarga dan juga antara sistem keluarga dan sistem lingkungan di sekitarnya (Bronfenbrenner, 1981). Shochib (1998) mengatakan bahwa keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan kepada anak. Keluarga, terutama orang tua, memberikan contoh kepada anak-anaknya dan juga memberikan motivasi agar dapat meraih cita-cita yang diinginkannya serta dapat berguna bagi keluarga mereka pada masa yang akan datang. Salah satu faktor dalam keluarga yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian adalah praktik pengasuhan anak. Hal tersebut dikuatkan oleh pendapat Brown (1961) yang mengatakan bahwa keluarga adalah lingkungan yang pertama kali menerima kehadiran anak. Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu di antaranya ialah mengasuh putra-putrinya. Pada proses stimulasi psikososial orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya, di samping itu juga orang tua diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam stimulasi psikososial kepada anaknya yang berbeda karena orang tua mempunyai stimulasi tertentu. Selain itu faktor lingkungan sosial juga memiliki sumbangan terhadap tingkah laku individu (anak) ialah keluarga khususnya orang tua terutama pada masa awal (kanak-kanak) sampai masa remaja. Dalam memberikan stimulasi psikososial kepada anaknya orang tua cenderung menggunakan cara tertentu. Penggunaan cara tertentu ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk-bentuk perilaku sosial tertentu pada anaknya. Sebagai dampak akhir dari semua ini adalah tidak dicapainya outcome kecerdasan majemuk dengan baik seperti prestasi belajar, dan perilaku positif. Dalam stimulasi psikososial, ditemukan adanya korelasi antara stimulasi psikososial dengan kecerdasan majemuk anak. Dengan kata lain di nyatakan bahwa perilaku anak-anak dipengaruhi oleh perlakuan orang tua terhadap dirinya. Orang tua yang menerapkan stimulasi psikososial dengan cenderung memberikan hukuman akan menyebabkan perilaku sosial anak menjadi kurang baik. Sementara itu, kecerdasan majemuk diduga mempunyai hubungan dan dipengaruhi oleh karakteristik contoh yang meliputi umur, jenis kelamin, dan urutan kelahiran dan karakteristik keluarga yang meliputi besar keluarga, umur orang tua, tingkat pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua. Stimulasi psikososial yang diberikan kepada anak akan berbeda-beda dalam setiap keluarga karena adanya perbedaan dan norma dalam keluarga. Karakteristik keluarga seperti usia, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orang tua, serta besar keluarga merupakan faktor yang mendukung pemberian stimulasi terhadap anak. Hastuti (2009) menyatakan bahwa usia orang tua saat memasuki pernikahan merupakan faktor yang dapat menentukan kualitas pengasuhan. Pendidikan orang tua, berdasarkan penelitian yang dilakukan Chandriyani (2010) menunjukkan hasil bahwa pendidikan orang tua memiliki hubungan yang signifikan
27
dengan stimulasi psikososial. Adapun pekerjaan dan pendapatan orang tua berkaitan dengan kestabilan dan kesejahteraan keluarga yang akan berdampak pada kualitas pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua. Hastuti (2009) mengatakan bahwa agar fungsi-fungsi keluarga dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan kestabilan keluarga yang salah satunya adalah pengasuhan. Kualitas pengasuhan yang berkaitan erat dengan karakteristik anak ditentukan oleh usia dan jenis kelamin anak. Dalam setiap pembahasan mengenai kualitas pengasuhan yang berkaitan dengan perkembangan anak, selalu diikuti dengan pembahasan mengenai usia anak. Hal ini dikarenakan stimulasi psikososial yang diberikan dalam proses pembelajaran disesuaikan dengan tahapan usia anak. Jenis kelamin anak juga turut berkontribusi dalam menentukan stimulasi psikososial yang diterapkan orang tua, yakni dilihat dari perbedaan perlakuan yang diberikan orang tua kepada anak laki-laki dan perempuan. Kecerdasan majemuk anak secara teoritis berhubungan dan dipengaruhi oleh stimulasi psikososial orang tua terhadap anak dan proses pembelajaran di kelas. Peran proses pembelajaran di kelas dalam mendukung kecerdasan majemuk anak dapat dilihat dari interaksi anak dengan guru, proses pembelajaran yang baik, metode pengajaran, komunikasi antara anak dengan guru dan evaluasi hasil belajar anak. Berdasarkan uraian di atas, kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 1).
28
Media Massa Karakteristik Keluarga: Umur orang tua Pendidikan Orang tua Pendapatan Orang tua Pekerjaan Orang Tua Pendapatan Keluarga
Stimulasi Psikososial: Stimulasi belajar Stimulasi bahasa Lingkungan fisik Kehangatan dan penerimaan Modelling Variasi Stimulasi kepada anak Hukuman
Proses Pembelajaran di Sekolah:
Karakteristik Anak: Umur Jenis kelamin Urutan Kelahiran
Karakteristik Sekolah:
Tema/Isi (materi Pembelajaran) Rancangan Aktivitas Pembelajaran (SKH) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) Interaksi Manajemen Kelas Hasil Penilaian/ Evaluasi Kesan Umum
Kecerdasan Majemuk: Kecerdasan matematikalogika Kecerdasan bahasa Kecerdasan musikal Kecerdasan visual spasial Kecerdasan motorik kasar Kecerdasan motorik halus Kecerdasan intrapersonal Kecerdasan Interpersonal
Peer Group
Kurikulum Peserta Didik Tenaga Pendidik Sarana Prasarana
Input
Proses
Output
Gambar 1: Kerangka pemikiran hubungan stimulasi psikososial di rumah dan proses pembelajaran dengan kecerdasan majemuk anak taman kanak-kanak di Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan.
29
3. METODE PENELITIAN
Desain, Tempat Dan Waktu Penelitian
Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu tertentu. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara Purposive, yaitu penelitian difokuskan pada empat sekolah TK di wilayah Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, dengan dua kategori, yaitu sekolah TK umum dan Sekolah TK Islam. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan purpusive, dengan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: (1) Sekolah dengan jumlah anak didik lebih dari 100 orang siswa baru setiap tahun; (2) Sekolah untuk kalangan menengah ke atas; (3) Proses pembelajaran yang dilakukan menggunakan sistem sentra; serta (4) memiliki kategori TK non agama dan TK Agama. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2012.
Jumlah Dan Teknik Pemilihan Contoh
Contoh yang menjadi unit analisis penelitian ini adalah siswa TK kelas B di TK non agama (SU) dan siswa TK kelas B di TK Agama (SI), serta berusia sekitar 5-6 tahun. Seluruh populasi yang memiliki kriteria tersebut adalah kerangka contoh penelitian. Pertimbangan pemilihan contoh tersebut dilakukan mengingat anak usia 56 tahun merupakan anak usia dini yang telah mampu berpartisipasi dalam penelitian, termasuk kemudahan dalam proses pengamatan. Selain itu, siswa-siswa di kelas TK kelas B diasumsikan telah memiliki pengalaman belajar yang relatif lebih lama dibanding kelas A, sehingga diharapkan hasil dari proses pembelajaran yang dilakukan pada masing-masing sekolah telah dapat diamati. Unit analisis terkecil untuk variabel-variabel karakteristik sekolah dan proses pembelajaran dilakukan pada tingkat sekolah. Sementara itu, unit analisis untuk variabel karakteristik anak, karakteristik keluarga, stimulasi psikososial, kecerdasan majemuk anak dilakukan pada keluarga dan anak. Sampel penelitian sebanyak 120 anak TK kelas B usia 5-6 tahun, dan masingmasing 30 anak dari TK non agama 1 (SU-1), 30 anak dari TK non agama 2 (SU-2), dan 30 anak dari TK Agama 1 (SI-1), 30 anak dari TK Agama 2 (SI-2). Dari populasi sebanyak 17.175 anak maka dengan rumus Slovin ditentukan ukuran sampel melalui rumus: N n 1 + Nα 2 dimana n = ukuran sampel minimal N = ukuran populasi
30
α = taraf signifikansi yang diinginkan (0.1) diperoleh ukuran sampel (n) sebesar 99.421 orang. Untuk mendekati batas minimum pengolahan inferensia (uji statistik), maka ditetapkan jumlah sampel sebesar 120 siswa yang terbagi dalam 4 sekolah, sehingga masing-masing sekolah diambil sampel sebanyak 30 siswa. Penentuan 30 dan 30 orang tua anak pada masing-masing sekolah dilakukan secara acak sederhana (cluster). Pengambilan contoh untuk guru adalah 11 guru untuk taman kanak-kanak 1 dan 9 guru untuk taman kanak-kanak umum 2 serta 10 guru untuk sekolah taman-kanak-kanak agama 1 dan 8 guru untuk sekolah taman kanak-kanak 2. Oleh karena itu jumlah responden dari 4 sekolah tersebut menjadi 120 anak, 120 orang tua dan 38 guru. Alur pengambilan contoh dapat dilihat di pada Gambar 2.
Gambar 2. Kerangka penarikan contoh
Jenis Dan Cara Pengambilan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer melalui wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung. Data primer yang dikumpulkan meliputi: (1) Karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, urutan kelahiran); (2) Karakteristik keluarga contoh (usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan pendapatan keluarga); (3) Stimulasi psikososial contoh meliputi lingkungan stimulasi anak yang berpedoman pada metode HOME (Home Observation for Measurement of Environmental) untuk anak usia 5-6 tahun; (4) Proses pembelajaran meliputi: penentuan tema, SKH, KBM, interaksi, manajemen kelas, hasil penilaian, dan kesan umum; serta (5) kecerdasan majemuk. Kuesioner yang di gunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini telah divalidasi ulang dengan berpedoman pada teori, dan releabilitas dari kuesioner ini diuji dengan uji reabilitas dan nilai koefisien Alpha Cronbach. Data sekunder diperoleh dari bagian administrasi sekolah mengenai jumlah siswa, profil kelas, dan keadaan umum sekolah, serta data mengenai karakteristik
31
sekolah contoh, meliputi fasilitas sekolah, jumlah SDM sekolah, dan sentra pembelajaran. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data No 1 2
3
4
5
6
7
Variabel Karakteristik Contoh, meliputi: umur, jenis kelamin, dan urutan kelahiran. Karakteristik Keluarga, meliputi: Usia, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan ayah dan ibu, serta pendapatan keluarga. Karakteristik Sekolah, meliputi: fasilitas sekolah, SDM sekolah, dan sentra pembelajaran Stimulasi Psikososial, meliputi: Stimulasi belajar, Stimulasi bahasa, Lingkungan fisik, Kehangatan dan penerimaan, Stimulasi akademik, Modelling, Variasi Stimulasi, dan Hukuman (positif) Proses Pembelajaran, meliputi: penentuan tema, SKH, KBM, interaksi, manajemen kelas, hasil penilaian, dan kesan umum. Kecerdasan Majemuk, meliputi: motorik kasar, motorik halus, bahasa matematika, interpersonal, intrapersonal, musik, spasial Keadaan Umum Sekolah, meliputi: Jumlah siswa, profil kelas
Primer
Cara Pengumpulan Wawancara
Primer
Wawancara
Sekunder
Data Sekolah
Kasek, Bag. ADM
Primer
Wawancara, Pengamatan
Orang Tua
Primer
Wawancara, Pengamatan
Guru
Primer
Wawancara, Pengamatan
Anak
Sekunder
Data Sekolah
Kasek, Bag. ADM
Jenis Data
Sumber Data Anak, Orang tua Orang tua
Dalam menentukan kualtitas data dilakukan uji reabilitas instrumen yang dilakukan dengan metode Croanbach’s Alpha. Tabel 2 menyajikan hasil uji reabilitas masing-masing instrumen. Tabel 2. Hasil uji reabilitas No 1 2
Instrumen Stimulasi Psikososial (HOME) Kecerdasan Majemuk
Jumlah item pertanyaan 55 45
Croanbach Alpha (α) 0.777 0.793
Pengolahan Dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data dan analisis data. Setelah melalui proses tersebut, dilakukan beberapa analisis statistik dalam menganalisis data-data yang diperoleh dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan SPSS 17.0 for Windows. Data dianalisis
32
secara deskriptif dan statistik inferensia. Data yang dianalisis meliputi: karakteristik keluarga, karakteristik anak, karakteristik sekolah, stimulasi psikososial, proses pembelajaran, dan kecerdasan majemuk. Variabel penelitian, skala, dan kategori data disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Variabel penelitian, skala, dan kategori data No 1
2
3
4
5
6
Variabel Karakteristik Contoh Usia Anak Jenis Kelamin Urutan Kelahiran Karakteristik Keluarga Usia Ayah dan Ibu Pendidikan Ayah dan Ibu Pekerjaan Ayah Pekerjaan Ibu
Skala Data
Kategori Data
Rasio Nominal Nominal
60 – 68 Bln; 69 – 76 Bln Lak-laki, Perempuan Anak sulung; Anak tengah; Anak bungsu, Anak Tunggal
Rasio Ordinal
Pendapatan Ayah dan Ibu Pendapatan Keluarga
Rasio
[20-30]; [31-40]; [41-54] tahun SMP/MTs;SMA/MA/SMK; Akademi/Diploma; Sarjana; Master Wirausaha; Karyawan; Guru/Dosen; Petani; Lain-lain Tidak Bekerja; Wirausaha; Karyawan Guru/Dosen; Petani; Lain-lain [1,0 - 3,0]; [3,1-5,0]; [5,1 - 10,0]; [10,1-15,0]; [15,1-20,0]; [> 20,0] (dalam Juta) [< 2,5]; [2,5 - 5,0]; [5,1 - 10,0]; [10,1 – 20,0]; [20,1 – 30,0] [> 30,0] (dalam Juta)
Karakteristik Sekolah Fasilitas Sekolah, SDM Sekolah Sentra Pembelajaran Stimulasi Psikososial Stimulasi Belajar, Stimulasi Bahasa, Lingkungan Fisik, Kehangatan dan Penerimaan, Stimulasi Akademik, Modelling, Variasi Stimulasi, Hukuman (Positif) Proses Pembelajaran Tema, SKH, KBM, Interaksi, Manajemen Kelas, Hasil Penilaian, Kesan Umum. Kecerdasan Majemuk Motorik Kasar Motorik Halus Bahasa Matematika Interpersonal Intrapersonal Musik Spasial
Nominal Nominal
Rasio
Rasio Rasio Ordinal Ordinal
Sebaran contoh Sebaran contoh Sebaran contoh Rendah : Total skor 0-29 Sedang : Total skor 30-45 Tinggi : Total skor 46-55 (latifah, 2007)
Ordinal
Rendah (<=60); Sedang (60-80); Tinggi (>80)
Ordinal
Rendah (<=60); Sedang (60-80); Tinggi (>80)
33
Analisis deskriptif yang dilakukan meliputi penghitungan nilai rataan, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum, serta sebaran frekuensi. Analisis inferensia yang dilakukan adalah uji beda dan uji hubungan. Uji beda t-test di gunakan untuk melihat perbedaan pendapatan orang tua contoh dan pendapatan keluarga contoh, perbedaan stimulasi psikososial dan unsurnya (stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan fisik, kehangatan dan penerimaan, stimulasi akademik, modeling, variasi stimulasi, hukuman), proses pembelajaran dan unsurnya, serta kecerdasan majemuk dan unsurnya (kecerdasan matematik/logik, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalis), berdasarkan latar belakang TK non agama dan TK Agama. Analisis data menggunakan analisis kualitatif yang berupa sebaran frekuensi. Teknik analisis kualitatif dipakai untuk menganalisis pengamatan engajar guru dikelas. Teknik analisis kuantitatif dengan statistic sebaran frekuensi yang digunakan untuk menganalisis hasil survey. Data yang dianalisis secara statistik deskriptif, meliputi: data tentang karakteristik keluarga, diantaranya usia ayah, usia ibu, pendidikan ayah, pendidikan ibu, jenis kelamin, pendapatan dan pekerjaan ayah, pekerjaan ibu. Data tentang karakteristik sekolah meliputi: interaksi anak didik, sarana prasarana. Untuk data tentang proses pembelajaran meliputi: cara guru mengembangkan tema, SKH, KBM, Interaksi, manajemen kelas, hasil penilaian, dan kesan umum kegiatan yang dilakukan. Uji korelasi Rank Spearman di gunakan untuk menganalisis hubungan usia contoh, urusan kelahiran, usia orang tua contoh (ayah dan ibu), pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, dan pendapatan keluarga, karakteristik sekolah (fasilitas, SDM, dan sentra pembelajaran) dengan stimulasi psikososial, proses pembelajaran, dan kecerdasan majemuk. Uji korelasi Pearson untuk menganalisis hubungan antara stimulasi psikososial, proses pembelajaran, dan kecerdasan majemuk. Alat ukur yang di gunakan diuji melalui uji Alpha Cronbach untuk melihat reliabilitasnya dan melalui corrected inter item untuk mengetahui validitasnya. Untuk instrumen stimulasi psikososial (HOME), 55 item pertanyaan/pertanyaan diperoleh reliabilitias sebesar 0.766 dan tergolong reliabel, serta unsur pembentuknya terdiri dari: 11 item kecerdasan stimulasi belajar (0.777), 7 item stimulasi bahasa (0.778), 7 item lingkungan fisik (0.849), 7 item kehangatan dan penerimaan (0.671), 5 item stimulasi akademik (0.743), 5 item modelling (0.873), 9 item variasi stimulasi (0.843), serta 4 item hukuman (0.741), dan semua reliabel. Adapun instrumen kecerdasan majemuk dengan 40 item pertanyaan/pernyataan diperoleh reabilitas sebesar 0.793. Adapun reabilitas unsur-unsur pembentuknya yang terdiri dari 5 item pernyataan untuk masing-masing unsur antara lain: kecerdasan motorik kasar (0.734), kecerdasan motorik halus (0.804), kecerdasan bahasa (0.802), kecerdasan matematika (0.820), kecerdasan interpersonal (0.797), kecerdasan intrapersonal (0.843), kecerdasan musik (0.784), dan kecerdasan spasial (0.807). Item pertanyaan/pernyataan untuk stimulasi psikososial terdiri dari dua pilihan jawaban, ya (skor 1) dan tidak (skor 0). Sebagaimana pada variabel stimulasi
34
psikososial, kedelapan subskala yang tercakup dalam variabel tersebut dikategorikan berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh Cadwell & Bradley (1984) sebagai berikut: Tabel 4. Cara pengkategorian data stimulasi psikososial usia 3-6 tahun 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sub Skala Stimulasi Belajar (11 item) Stimulasi Bahasa(7 item) Lingkungan Fisik (7 item) Kehangatan /Penerimaan (7 item) Stimulasi Akademik (5 item) Keteladanan (5 item) Variasi Stimulus (9 item) Hukuman (4 item) TOTAL
Rendah 0-2 0-4 0-3 0-3 0-2 0-1 0-4 0-2 0-29
Sedang 3-9 5-6 4-6 3-5 3-4 2-3 5-7 3 30-45
Tinggi 10-11 7 7 6-7 5 4-5 8-9 4 46-55
Item kecerdasan majemuk terdiri pertanyaan/pernyataan dengan jawaban tertutup berupa pilihan mampu (skor =2), kurang mampu (skor =1), dan tidak mampu (skor=0), dan skor capaian maksimum sebesar 80 poin, sedangkan proses pembelajaran terdiri dari lima pilihan jawaban, yaitu untuk jawaban tidak pernah skor = 0, jarang skor=1, kadang-kadang skor =2, selalu skor =3 dan , sangat sering skor = 4. Kuesioner proses pembelajaran terdiri 36 butir pertanyaan yang mencakup dari 4 butir pertanyaan tema, 4 butir pertanyaan SKH (Satuan Kegiatan Harian), 9 butir pertanyaan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar), 8 butir pertanyaan interaksi, 5 butir pertanyaan manajemen kelas, 2 butir pertanyaan hasil penilaian, 4 butir pertanyaan kesan umum. Selanjutnya masing-masing skor dari setiap pertanyaan di kompositkan dan dilakukan standarisasi dengan rumus:
Y
=
Nilai Capaian Nilai Minimum Nilai Maksimum Nilai Minimum
x 100%
Keterangan: Y= skor dalam persen X= skor yang diperoleh untuk setiap contoh Sistem pemberian skor ini dibuat konsisten dengan kategori, semakin tinggi skor maka semakin tinggi kategori. Teknik pemberian skor sendiri, khusus untuk proses pembelajaran dan kecerdasan majemuk dilakukan dengan cut off point, yakni mengkategorikan skor menjadi tiga tingkatan, rendah (≤ 60), sedang (60-80), dan tinggi (>80) (Khomsan 2002).
35
DEFINISI OPERASIONAL
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terikat oleh hubungan perkawinan dan hubungan darah, yang tinggal dalam satu rumah dengan menjalankan fungsi dan peran tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Karakteristik Keluarga adalah segala hal yang melekat pada keluarga yang meliputi keadaan orang tua secara umum yaitu usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua dan stimulasi psikososial yang diberikan keluarga terhadap anak. Pendidikan Orang tua adalah ukuran tinggi rendahnya tingkat pendidikan seseorang yang dinilai melalui lamanya seseorang menempuh pendidikan formal, yang dikelompokkan menjadi SD/ sederajat. SLTP/ sederajat, SLTA/ sederajat, Akademi/Diploma, sarjana dan Master. Pekerjaan orang tua adalah pekerjaan utama orang tua yang dilakukan untuk memberikan hasil tertinggi sebagai penghasilan. Pendapatan adalah jumlah total penghasilan seluruh anggota keluarga per bulan baik yang diperoleh dari hasil bekerja maupun non bekerja yang dinilai dalam bentuk uang, yang dibagi dengan besarnya anggota keluarga (per kapita per bulan). Karakteristik anak adalah ciri anak yang diteliti, meliputi usia, jenis kelamin, dan urutan kelahiran. Karakteristik Sekolah adalah kerangka acuan dalam mendirikan atau menyelenggarakan TK, dalam hal ini meliputi Kurikulum, peserta didik, Guru, Sarana dan prasarana. Kurikulum adalah merupakan acuan pendidikan TK secara nasional. Menurut Hapidin (2007) kurikulum dapat dijadikan dasar dalam melaksanakan kegiatan pengajaran, namun perlu agak kritis dari segi pemaknaan dan pemahamannya. Peserta Didik adalah anak yang memiliki kriteria dengan usia empat sampai enam tahun dalam program penyelenggaraan pendidikan di Taman kanak-kanak Guru adalah staf pengajaran yang memenuhi persyaratan sebagai pendidik dengan jumlah latar belakang pendidikan minimal diploma pendidikan taman kanakkanak atau sarjana pendidikan anak usia dini. Hapidin (2007) mengatakan pendidik merupakan salah satu komponen yang dipersyaratkan ada dalam penyelenggaraan lembaga pendidikan. Jumlah tenaga pendidik (guru) harus sebanding dengan jumlah anak. Sarana dan Prasarana adalah alat atau tempat yang disediakan oleh lembaga pendidikan untuk menunjang proses pembelajaran di sekolah yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan kejiwaan peserta didik. Stimulasi Psikososial adalah bagian dari pengasuhan psikososial yang merupakan proses pemberian stimulasi agar anak dapat mencapai tujuan perkembangan
36
yang optimal. Stimulasi psikososial diukur menggunakan instrumen HOME (Home observation of measuremen and environment). Rangsangan psikososial yang datang dari lingkungan di luar individu anak, meliputi stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan fisik, kehangatan dan penerimaan, stimulasi akademik, modeling, pengalaman dan hukuman fisik Proses pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara guru dan anak untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk ter-internalisasi dalam diri peserta pembelajaran dan menjadi landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan diukur dengan Tema adalah informasi faktual yang diwujudkan dalam sejumlah istilah (term), fakta (fact), dan prinsip (principles) atau disingkat TFP yang relevan dengan tema. Menurut Setiasih dalam Masitoh (2010) tema yang dipilih dan ditentukan berdasarkan beberapa kriteria tertentu, langkah selanjutnya yang harus dilakukan guru adalah mengembangkan tema tersebut ke dalam sub-sub tema atau topik-topik yang relevan sehingga konsep-konsep yang akan dipelajari oleh anak lebih jelas. SKH adalah satu bentuk rancangan pembelajaran yang disusun secara sistematis yang berfungsi sebagai kerangka kegiatan atau pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Satuan Kegiatan Harian (SKH) merupakan rancangan kegiatan untuk satu hari, mengetengahkan proses bermain sambil belajar yang terstruktur, yang dapat diberikan cukup waktu kepada anak untuk memilih sendiri, juga memberikan waktu bagi guru untuk melakukan kegiatan dengan anak secara klasikal, individual atau kelompok KBM adalah faktor kegiatan yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan menggunakan strategi pembelajaran. Menurut Gordon & Browne dalam Moeslichatoen (1996) ada kegiatan yang cocok apabila dilakukan di dalam kelas, tetapi ada juga kegiatan yang cocok dilakukan di luar kelas. Keterampilan yang dikembangkan melalui harus dapat dibedakan, apakah keterampilan fisik, kognitif, bahasa, kreativitas, sosial, emosional. Untuk dapat mengembangkan berbagai kemampuan tersebut serta berbagai kegiatan belajar yang cocok dilakukan anak, maka guru perlu memilih strategi pembelajaran yang cocok dengan kegiatan kemampuan dan keterampilan yang akan dikembangkan. Manajemen Kelas adalah penataan ruang aktivitas kelas yang akan mempengaruhi kualitas pembelajaran secara umum dan kualitas interaksi anak dengan berbagai komponen di dalamnya. Hapidin (2007) menjelaskan semakin baik dan bermutu pengelolaan ruangan aktivitas kelas akan memberikan kemudahan bagi guru dan anak untuk melakukan berbagai kegiatan secara aman, nyaman, dan menyenangkan. Penilaian adalah salah satu komponen penting dalam pembelajaran yang berorientasi perkembangan. National Association of Education for Young Children (NAEYC) dalam Janice Beaty (1994) dalam Masitoh (2010) mendefinisikan penilaian sebagai suatu proses mengobservasi, mencatat, mendokumentasikan hal-hal yang telah dilakukan anak dan bagaimana mereka melakukan kegiatan
37
tersebut sebagai dasar untuk menentukan berbagai keputusan pendidikan yang mempengaruhi anak. Kesan umum adalah melakukan observasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam penguasaan atas bidang ilmu dengan melihat kemampuan guru dalam menyampaikan pembelajaran, kemampuan guru dalam menjelaskan materi pelajaran, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran sesuai dengan karakteristik bahan yang diajarkan. Melihat kepekaan guru terhadap kesalahan berbahasa anak, penampilan guru pada saat mengajar dan keefektifan proses pembelajaran. Kecerdasan majemuk adalah kemampuan yang mempunyai tiga komponen utama, yakni: kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan nyata sehari-hari, kemampuan untuk menghasilkan persoalanpersoalan baru yang dihadapi untuk diselesaikan, kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang (Gardner, 1993). Kecerdasan matematika-logika adalah kemampuan berpikir secara induktif (dari kaidah khusus ke umum) dan deduktif (dari kaidah umum ke khusus), menurut aturan logika, memahami dan menganalisa pola angka, serta mampu memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir Kecerdasan bahasa adalah kemampuan menggunakan bahasa dan kata-kata secara lisan maupun tulisan untuk mengekspresikan gagasan atau ide-ide. Lwin, et,al (2005) kecerdasan bahasa mengacu pada kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mampu menggunakan kemampuannya secara kompeten melalui kata-kata untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dalam berbicara, membaca dan menulis. Kecerdasan musikal adalah kemampuan untuk peka terhadap suara-suara nonverbal di sekelilingnya, termasuk nada irama. Armstrong (2004) menjelaskan melalui kepekaan terhadap nada seseorang dapat membedakan nada dan bahkan dapat menilai mana nada-nada fals dan mana yang tidak. Kecerdasan visual spasial adalah kemampuan memahami lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Kemampuan berimajinasi, menciptakan bentuk tiga dimensi, membayangkan bentuk nyata. Armstrong (2003) mengatakan kecerdasan visual spasial sebagai kemampuan mempersepsi dunia visual-spasial secara akurat serta mentransformasikan persepsi visualspasial tersebut dalam berbagai bentuk. Kecerdasan Kinestetik adalah kemampuan menggunakan bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi atau memecahkan masalah. Armstrong (2002) menjelaskan bahwa cerdas kinestetik berarti belajar serta berpikir dengan tubuh kecerdasan ini ditunjukkan dengan ketangkasan tubuh dalam memahami perintah otak. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk peka terhadap perasaan orang lain. Mampu memahami dan berinteraksi dengan orang lain sehingga mudah bersosialisasi dengan lingkungan. Armstrong (2003) mengatakan anak yang cerdas interpersonal dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain,
38
menangkap maksud dan motivasi orang lain dalam bertindak sesuatu serta mampu memberikan tanggapan yang tepat sehingga orang lain merasa nyaman. Kecerdasan intrapersonal, kemampuan peka terhadap perasaan diri sendiri, mengenal kekuatan dan kelebihan diri, introspeksi dan evaluasi diri. Armstrong (1999) mengatakan kecerdasan intrapersonal merupakan akses menuju kehidupan emosional seseorang dan kemampuan membedakan emosi, pengetahuan akan kekuatan dan kelemahannya sendiri.
4. HASIL PENELITIAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan, terlebih dahulu akan dideskripsikan tentang kondisi geografis, pemerintahan, perekonomian daerah, keadaan sosial dan pendidikan serta arah kebijakan pendidikan untuk memberikan gambaran secara utuh tentang Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan pada mulanya merupakan sebagian wilayah dari Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten. Kota ini dibentuk berdasarkan Undangundang nomor 51 Tahun 2008 tentang pembentukan kota Tangerang selatan yang merupakan daerah otonomi dari kabupaten Tangerang. Wilayah kota Tangerang selatan memiliki luas wilayah 147, 19 KM2. Dengan estimasi jumlah 1.401.338 penduduk. Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Propinsi Banten dan secara administratif terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa. Adapun wilayah perbatasan Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan kota Tangerang, sebelah timur berbatasan dengan DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat. Sebelah selatan berbatasan dengan kota Depok dan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Tangerang. Dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan, hampir tidak ada satu program pun yang tidak memperhatikan penduduk. Oleh karena itu informasi kependudukan, dengan berbagai karakteristik, kecenderungan dan diferensiasinya menjadi semakin penting. Penduduk di suatu daerah pada dasarnya merupakan aset potensi pembangunan yang cukup besar jika penduduk tersebut berkualitas, namun sebaliknya jika suatu daerah memiliki jumlah dan tingkat pertumbuhan yang cukup pesat tetapi dengan kualitas yang rendah justru akan menjadi beban besar proses pembangunan yang akan dilaksanakan. Pada tahun 2010/2011 estimasi jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan 1.401.338 bila dibandingkan tahun 2009/2010 berjumlah 1.076.032. laju perkembangan pertumbuhan penduduk yang terus bertambah bukan hanya
39
disebabkan pertambahan penduduk secara alamiah, akan tetapi tidak terlepas dari kecenderungan bertambahnya imigran baru yang masuk yang didukung dengan terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat sehingga pendapatan masyarakat akan bertambah dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Tersedianya fasilitas umum yang memadai, dan terjadi perubahan struktur ekonomi dari agraris ke industri. Proyeksi penduduk adalah perhitungan jumlah penduduk (menurut komposisi umur dan jenis kelamin) di masa yang akan datang berdasarkan asumsi arah perkembangan fertilitas, moralitas dan migrasi. Berikut merupakan proyeksi gambaran penduduk tahun 2010. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2008 menunjukkan bahwa penduduk dengan tingkat pendidikan SLTA berjumlah paling besar yaitu 29,22%. Penduduk dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi (sarjana muda dan sarjana) juga cukup tinggi, yaitu 29,05%. Profil penduduk berdasarkan tingkat pendidikan cenderung mirip antar kecamatan, kecuali Setu. Pada kecamatan lain, tidak tercatat penduduk yang tidak lulus SD atau penduduk buta huruf (belum melek aksara) namun di Setu masih ada dengan angka sebesar 0,52%. Penduduk dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi di kecamatan lain melebihi angka 29% namun di Setu hanya sebesar 15,10 %. Jumlah total unit sekolah adalah sebesar 667 unit dengan rincian 236 sekolah negeri, 5 madrasah negeri, 292 sekolah swasta dan 134 masdrasah swasta. Berdasarkan data yang ada pada tahun 2010/2011 jumlah TK dan RA/BA sebanyak 625 dengan rincian negeri sebanyak 8 dan swasta sebanyak 617. Hal ini disebabkan karena TK dan RA/BA lebih banyak dibangun oleh yayasan swasta. Jumlah anak TK dan RA/BA sebesar 25.194 dengan rincian di negeri sebesar 225 dan swasta 24.969 bila dirinci menurut kelompok maka anak kelompok A sebesar 8.011 dan kelompok B sebesar 17.175. Sasaran kebijakan pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam bidang pendidikan: 1) meningkatkan secara nyata persentase angka partisipasi kasar maupun angka partisipasi murni, 2) tersedianya standar pelayanan pendidikan minimal yang berupa sarana dan prasarana belajar yang memenuhi persyaratan, 3) meningkatnya kesejahteraan guru. 4) terselenggaranya pendidikan dengan biaya terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, 5) meningkatnya kualitas hasil belajar anak yang diukur dengan meningkatkan persentase anak yang lulus evaluasi hasil belajar. Program peningkatan pendidikan di Kota Tangerang Selatan bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan pada tingkat Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Adhfal (RA), Kelompok Belajar, Kelompok Bermain dan lain-lain yang sederajat. Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka mendukung pengembangan kualitas pendidikan anak usia dini antara lain: 1) menyediakan sarana dan prasarana pendidikan, membantu biaya operasional, pemanfaatan fasilitas yang ada seperti ruang kelas SD untuk penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, memberi subsidi, imbal swadaya, serta menumbuhkan partisipasi masyarakat termasuk lembaga keagamaan maupun organisasi sosial masyarakat untuk menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan anak usia dini, 2) peningkatan pemahaman mengenai pentingnya pendidikan anak usai dini (PAUD) kepada orang tua melalui penyuluhan
40
sebagai upaya membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan lebih lanjut untuk memasuki jenjang pendidikan formal di SD dan selanjutnya. 3) pengembangan kebijakan, melakukan perencanaan, monitoring, evaluasi dan pengawasan terhadap pembangunan dan pengembangan pendidikan anak usia dini.
KEADAAN UMUM SEKOLAH
Lokasi sekolah pertama telah berdiri sejak 1989 dan merupakan salah satu Taman Kanak-kanak terbaik di daerah Pamulang dan sekitarnya, berada di kelurahan Pondok Cabe Udik, yang rata-rata setiap tahunnya menerima anak didik sebanyak 38 untuk penempatan di kelompok A, yang dibagi menjadi 3 kelas setiap kelasnya hanya terdiri dari 10-15 anak. Pada tahun ajaran 2011-2012 meluluskan sebanyak 45 anak kelompok B. setiap kelas memiliki 2 orang guru yaitu satu guru utama dan satu guru pendamping. Selain berdasarkan kurikulum nasional dari departemen pendidikan nasional, juga mengembangkan pola pembelajaran Aktif, Kreatif dengan kegiatan bermain yang menyenangkan bagi anak-anak dengan menggunakan pendekatan sentra yang diharapkan anak-anak dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan dan karakteristik anak-anak. Memiliki seluruh tenaga pengajar lulusan Sarjana Pendidikan Anak yang memiliki 6 ruang sentra (makro, mikro, balok, sains, musik, imtak) sentra outdoor, bermain motorik kasar, bercocok tanam, kebun binatang mini, pasir) serta memiliki 9 orang guru, 1 orang administrasi, 1 orang koki, 1 orang tukang kebun, 1 orang ilustrator untuk media Big book, 2 orang pesuruh. Sekolah ini memiliki luas bangunan 2000 m2. Untuk kelas A sekolah ini memiliki 3 kelas dan 3 kelas untuk kelas TK B yang masing-masing kelas disediakan untuk 15 orang anak dengan 1 guru utama dan 1 guru pendamping. Lokasi sekolah kedua berada di kelurahan Pamulang Barat, memiliki jumlah kelas di kelompok B sebanyak 5 kelas yang masing-masing kelas diisi sebanyak 20 anak dengan dipegang oleh 2 guru yaitu satu guru pendamping dan satu guru utama, pada tahun ajaran 2011-2012 sekolah ini meluluskan 102 anak untuk melanjutkan jenjang pendidikan Sekolah Dasar. Taman Kanak-kanak ini dibangun di lahan seluas 1000 m2. Berada di pinggir jalan sehingga mudah sekali dijangkau oleh masyarakat. Memiliki fasilitas pendidikan yang lengkap dengan tenaga pendidik yang berlatar pendidikan sarjana pendidikan anak dan sebagian masih berlatar pendidikan D-2 PGTK yang sedang melanjutkan studinya ke jenjang Sarjana. Sekolah ini melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sentra. Sentra-sentra yang dimiliki oleh sekolah ini yaitu sentra makro, mikro, balok, imtak, bermain peran, persiapan, kreativitas. Dengan demikian diharapkan anak-anak dapat mengembangkan potensi mereka secara maksimal sesuai dengan tahap perkembangannya.
41
Lokasi sekolah ke tiga adalah TK Islam ang berada di kelurahan Pamulang Timur Taman Kanak-kanak ini memiliki 2 kelas untuk kelompok B yang diisi oleh anak sebanyak 18 dan 20 orang anak begitu juga untuk kelas A. Pada tahun ajaran 2011-2012 Tk Islam ini meluluskan sebanyak 38 anak didik pada kelompok B. Tenaga Pengajar yang dimiliki oleh TK Islam ini berlatar pendidikan Sarjana Pendidikan Anak Usia dini dan sebagian guru masih berlatar pendidikan D-2 PGTK yang sedang melanjutkan studi pendidikan untuk meraih gelas sarjana pendidikan anak. TK Islam ini dibangun di lahan seluas 700m2. Memiliki fasilitas kolam renang mini, mushola, laboratorium komputer, dan perpustakaan, taman bermain yang nyaman dan aman. Kegiatan proses pembelajaran dilakukan dengan moving class pada kelas-kelas sentra yang tersedia di antara sentra makro, mikro, balok, sians, musik, imtak. Lokasi sekolah ke empat adalah TK Islam ini berada di kelurahan Kedaung pada tahun ajaran 2011-2012 memiliki empat kelas pada kelompok B, setiap kelasnya diisi sebanyak 10-12 anak. Sama seperti TK yang lain Tk Islam ini setiap kelasnya di bawah tanggung jawab satu orang guru utama dan satu orang guru bantu. TK Islam ini menawarkan suatu model pendidikan anak usia prasekolah yang mampu secara optimal mengembangkan kemampuan berkreasida berdaya pikir, berdaya cipta, berbahasa dan berkomunikasi, berketerampilan serta menunjukkan sikap mandiri, dapat bekerja sama, mempunyai bibit kepemimpinan dan akhlakul karimah. Sistem kegiatan belajar di TK Islam ini yaitu moving class sebagai implikasi dari penggunaan sentra pengembangan dengan bermain sambil belajar yang berintegrasi dengan pendidikan Agama Islam melalui aplikasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dengan Sarana bermain Sentra Pengembangan melalui pendekatan Beyond Centers and Circle Times (BCCT). Anak didorong untuk aktif kreatif dalam kegiatan di Sentra-sentra. Sumber daya manusia di TK Islam ini berlatar belakang pendidikan Sarjana pendidikan anak yang berpengalaman, mencintai anak-anak dan memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk pendidikan pra-sekolah. TK Islam Alsyukro dibangun di atas areal yang luas (3 hektar), suasana sejuk yang asri, bebas polusi dan nyaman bagi anak, selain itu fasilitas sentra yang dimiliki TK Islam Al-Syukro meliputi Sentra Ibadah, Sentra Bermain Peran, Sentra Balok, Sentra Seni dan Kreativitas, Sentra Bahan Alam, Sentra Persiapan Sentra Bahasa.
Karakteristik Sekolah
Taman kanak-kanak (TK) merupakan lembaga pendidikan formal yang diatur pelaksanaannya dalam undang-undang sistem pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989, peraturan pemerintah Nomor 27 tahun 1990 serta undang-undang nomor 20 Tahun 2003. Dalam peraturan perundangan tersebut dikemukakan secara jelas bahwa pendirian lembaga yang berwenang. Hal tersebut ditegaskan dalam 62 ayat 1,
42
disebutkan bahwa “setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin pemerintah atau pemerintah daerah. Berdasarkan pasal 62 ayat 2, persyaratan penyelenggaraan lembaga pendidikan secara umum mencakup, isi pendidikan (kurikulum), peserta didik, jumlah dan kualifikasi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan (guru, kepala sekolah), sarana prasarana (ruang kelas, ruang guru, taman bermain, perpustakaan, lab, dapur, lapangan parkir, ruang tunggu, ruang konsultasi, ruang ibadah), pembiayaan pendidikan dan sistem evaluasi dan sertifikasi. Fasilitas yang dimiliki pada contoh baik di TK non agama dan TK agama sangat lengkap, hanya saja pada TK agama yang pertama tidak memiliki laboratorium komputer. Tetapi untuk fasilitas yang lainnya rata-rata seluruh TK baik umum dan TK Agama memiliki semua fasilitas yang ada baik dari kurikulum, ruang kelas, ruang guru, taman bermain, perpustakaan, lab komputer, dapur, lapangan Parkir, ruang tunggu, ruang konsultasi dan ruang beribadah. Tabel 5. Keragaan fasilitas sekolah contoh Fasilitas (unit) 1. Kurikulum 2. Ruang Kelas 3. Ruang guru 4. Taman bermain 5. Perpustakaan 6. Lab. Komputer 7. Dapur 8. Lapangan Parkir 9. Ruang tunggu 10. Ruang Konsultasi 11. Ruang beribadah Total
TK Umum 1 1 6 1 2 1 1 1 1 1 1 1 17
TK Agama 2 1 6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16
1 1 9 1 2 1 0 1 1 1 1 1 19
2 1 5 1 2 1 1 1 1 1 1 1 16
Total 4 26 4 7 4 3 4 4 4 4 4 68
Pada semua sekolah contoh memiliki guru dan kepala sekolah yang berlatar pendidikan Sarjana pendidikan anak, hanya saja pada TK umum 2 ada 3 orang guru yang baru memiliki ijazah D2 PGTK, tetapi pada saat ini mereka sedang mengikuti program sarjana, Untuk meningkatkan kualitas SDM sekolah contoh aktif mengikut sertakan guru-guru mereka dalam berbagai seminar-seminar dan pelatihan yang diselenggarakan oleh dinas pendidikan kota Tangerang Selatan ataupun universitas terdekat di wilayah Tangerang Selatan maupun di Jakarta. Pada TK contoh rata-rata memiliki guru lebih dari jumlah kelas yang ada ini dikarenakan setiap kelas dipegang oleh 1 orang guru inti dan 1 orang guru bantu. Pembantu pada sekolah contoh biasanya bertugas untuk membersihkan sekolah agar nyaman untuk melakukan aktivitas di sekolah. Rata-rata pada TK contoh mereka juga melatih pembantu sekolah untuk membantu kegiatan pembelajaran pada keadaan insidentil yaitu ketika guru bantu kelas berhalangan hadir dalam proses pembelajaran, dan kepala sekolah ataupun guru lain tidak dapat membantu karena suatu hal, maka pembantu sekolah dapat membantu guru kelas untuk membantu di kelas (dalam hal ini pembantu sekolah hanya membantu guru menyiapkan media yang akan di gunakan).
43
Tabel 6. Keragaan SDM sekolah contoh menurut jabatan Jabatan Kepala sekolah Guru Pembantu sekolah Satpam Total
1 1 11 2 3 17
TK Umum 2 1 9 1 2 13
1 1 10 1 0 12
TK Agama 2 1 8 1 0 10
Total 4 38 5 5 52
Dalam tabel terlihat bahwa TK umum memiliki jumlah permainan ataupun media lebih banyak dibandingkan TK Agama, pada sentra rumah tangga di TK umum contoh memiliki total jenis permainan dan media yaitu sebanyak (14), pada sentra Seni sebanyak (16), sentra perpustakaan sebanyak (29), sentra Sains dan Alam (14), sentra Sosio drama (19), tetapi pada TK Agama memiliki jumlah permainan atau media pembelajaran dibanding dengan TK umum hal ini dapat dilihat pada sentra Balok (19), di samping itu TK umum dan TK Agama sama-sama memiliki jumlah permainan dan media yang sama pada sentra bermain peran (19), sentra Pasir dan air (10), sentra musik dan suara (8), dan sentra Menulis (12). Kegiatan inti berbasis sentra memang membuat anak terlena keasyikan, bahkan kadang sampai lupa dengan waktu karena terlalu banyak pilihan bahan dan jenis permainan yang dapat mereka eksplorasi. Namun para pendidik, dapat menyelenggarakan kegiatan dengan pendekatan sentra tidaklah mudah. Guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dari pendidik agar pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan benar dan dapat lebih meningkatkan aspek-aspek perkembangan anak dengan lebih baik. Pada sekolah contoh setiap sentra dipegang oleh satu orang guru sentra. Kegiatan sentra dilakukan secara bergiliran setiap harinya sesuai dengan tema yang ada. Pada kelas sentra anak-anak dibebaskan memilih kegiatan atau aktivitas sesuai keinginan mereka guru sentra hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator anak. Tabel 7. Kondisi pembelajaran berdasarkan sentra Sentra Pembelajaran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Sentra Rumah Tangga (7 item) Sentra Bermain Peran (10 item) Sentra Balok (10 item) Sentra Seni (8 item) Sentra Pasir dan Air (5 item) Sentra Perpustakaan (15 item) Sentra Musik dan Suara (4 item) Sentra Menulis (6 item) Sentra Sains dan Alam (7 item) Sentra Sosio Drama (17 item) Total (89 item)
1 7 9 9 8 5 15 4 6 7 12 82
TK Umum 2 7 10 9 8 5 14 4 6 7 7 77
TK Agama 1 2 7 6 9 10 9 10 6 8 5 5 12 14 4 4 6 6 7 6 11 7 76 76
Total 27 38 37 30 20 55 16 24 27 37 311
Kelas sentra dilakukan pada kegiatan inti di dalam proses pembelajaran, untuk kegiatan pembukaan dan penutup dilakukan di dalam kelas masing-masing. setelah kegiatan pembukaan selesai anak-anak berpindah menuju kelas sentra yang sudah ditentukan sesuai dengan tema pembelajaran yang sedang berlangsung, setelah
44
kegiatan sentra selesai anak-anak istirahat dan masuk ke dalam kelas masing-masing, di dalam kelas guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan anak-anak tentang kegiatan yang dilakukan pada satu hari kegiatan, dan akhirnya memberikan penguatan kepada anak-anak serta melakukan evaluasi.
Karakteristik Keluarga
Usia Orang Tua Usia orang tua dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam tiga kategori, mengacu pada Hurlock (1980) yang membagi tiga kategori usia dewasa, yaitu kelompok usia dewasa awal (18-40 tahun), kelompok usia dewasa madya (41-60 tahun) dan kelompok usia dewasa akhir (>60 tahun). Berdasarkan data yang disajikan pada tabel, sebagian besar usia ayah (70,8%) dan usia ibu (68,3%) berada pada kategori usia dewasa awal. Rata-rata usia ayah berkisar 38,13 tahun dan rata-rata usia ibu berkisar 34,45 tahun. Tidak terdapat ayah dan ibu yang termasuk usia dewasa akhir. Tabel 8. Sebaran contoh menurut umur orang tua dan jenis sekolah Umur Orang tua (Tahun)
TK Umum 1 n
%
n
Total
TK Agama 2
1 %
n
2 %
n
%
n
%
Umur Ayah 20-30 31-40 41-54 Rataan ± SD P-value Umur Ibu 20-30 30-40 41-54 Rataan ± SD P-value
0 19 11
0,0 4 13,3 0 0,0 2 6,7 63,3 17 56,7 28 93,3 21 70,0 36,7 9 30,0 2 6,7 7 23,3 38,65 ± 5,948 37,62 ± 4,377 0,140
6 5,0 85 70,8 29 24,2 38,13 ± 5,226
5 19 6
16,7 9 30,0 2 6,7 8 26,7 63,3 19 63,3 27 90,0 17 56,7 20,0 2 6,7 1 3,3 5 16,7 34,32 ± 4,983 34,58 ± 3,894 0,372
24 20,0 82 68,3 14 11,7 34,45 ± 4,455
Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan orang tua pada penelitian ini cukup bervariasi, yaitu berkisar dari SMP sampai dengan jenjang perguruan tinggi. Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 9, diketahui proporsi terbesar tingkat pendidikan ayah adalah sarjana (55%), kemudian ayah yang berpendidikan master sebanyak (12,5%), ayah adalah yang berpendidikan Diploma (12,5%), dan ayah yang berpendidikan SMP ada sebanyak (0,8%), dan tidak terdapat ayah yang tidak sekolah.
45
Hal yang sama terlihat pada tingkat pendidikan ibu yang memiliki proporsi terbesar adalah sarjana (41,7 %). Dan tidak terdapat ibu yang tidak bersekolah. Dilihat dari hasil berikut, dapat di katakan bahwa tingkat pendidikan orang tua contoh sudah menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmaulina dan Hastuti (2006) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan orang tua, maka pemberian stimulasi psikososial akan semakin baik. Tabel 9. Sebaran contoh menurut pendidikan orang tua dan jenis sekolah Pendidikan Orang tua Pendidikan Ayah SMP/MTs SMA/MA/SMK Akademi/Diploma Sarjana Master Pendidikan Ibu SMP/MTs SMA/MA/SMK Akademi/Diploma Sarjana Master
TK Umum 1
TK Agama 2
1
Total
2
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
0 2 5 19 4
0,0 6,7 16,7 63,3 13,3
1 9 4 14 2
3,3 30,0 13,3 46,7 6,7
0 3 3 19 5
0,0 10,0 10,0 63,3 16,7
0 9 3 14 4
0,0 30,0 10,0 46,7 13,3
1 23 15 66 15
0,8 19,2 12,5 55,0 12,5
0 5 11 12 2
0,0 16,7 36,7 40,0 6,7
2 13 7 8 0
6,7 43,3 23,3 26,7 0,0
0 4 4 19 3
0,0 13,3 13,3 63,3 10,0
1 6 11 11 1
3,3 20,0 36,7 36,7 3,3
3 28 33 50 6
2,5 23,3 27,5 41,7 5,0
Beceren (2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa pendidikan ibu berhubungan positif signifikan dalam meningkatkan kemampuan intrapersonal dan interpersonal anal, sedangkan pendidikan ayah hanya meningkatkan kemampuan bahasa anak. Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan orang tua terutama ayah dijadikan sebagai tulang punggung keluarga yang erat kaitannya dengan pendidikan orang tua (Mindasa 2007). Jenis pekerjaan merupakan suatu indikator untuk mengukur pendapatan dan kesejahteraan keluarga dan memiliki keterkaitan dengan praktik pengasuhan yang dilakukan orang tua. Data yang disajikan dalam tabel menunjukkan presentase terbesar (65,8%) pekerjaan ayah adalah karyawan. Selain itu terdapat (17,5%) pekerjaan ayah adalah wirausaha, dan terdapat (7,5%) pekerjaan ayah adalah guru /dosen. Selain itu terdapat (8,3%) pekerjaan ayah adalah lain-lain seperti multi level marketing (MLM) dan tidak ada ayah yang bekerja sebagai buruh harian namun ada sebanyak (0.8 %) ayah yang memiliki pekerjaan sebagai petani tanaman organik. Presentase terbesar pekerjaan ibu ( 38,3%) adalah juga sebagai karyawan. Sebanyak (14,2%) pekerjaan ibu sebagai wirausaha, dan sebanyak (10,8%) merupakan ibu bekerja sebagai guru/dosen. Selain itu terdapat (0,8%) perjaan ibu lain-lain yaitu bekerja multi level marketing (MLM), tetapi ada sebanyak (35,0%) ibu yang tidak memiliki pekerjaan.
46
Tabel 10. Sebaran contoh menurut pekerjaan orang tua dan jenis sekolah Pekerjaan Orang tua Pekerjaan Ayah Wirausaha Karyawan Guru/Dosen Buruh Harian Petani Lain-lain Total Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja Wirausaha Karyawan Guru/Dosen Buruh Harian Petani Lain-lain Total
TK Umum
TK Agama
1
2
1
Total 2
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
3 18 5 0 0 4 30
10,0 60,0 16,7 0,0 0,0 13,3 100,0
4 22 1 0 1 2 30
13,3 73,3 3,3 0,0 3,3 6,7 100,0
9 18 1 0 0 2 30
30,0 60,0 3,3 0,0 0,0 6,7 100,0
5 21 2 0 0 2 30
16,7 70,0 6,7 0,0 0,0 6,7 100,0
21 79 9 0 1 10 120
17,5 65,8 7,5 0,0 0,8 8,3 100,0
8 1 17 4 0 0 0 30
26,7 3,3 56,7 13,3 0,0 0,0 0,0 100,0
15 6 8 0 0 1 0 30
50,0 20,0 26,7 0,0 0,0 3,3 0,0 100,0
9 5 11 5 0 0 0 30
30,0 16,7 36,7 16,7 0,0 0,0 0,0 100,0
10 5 10 4 0 0 1 30
33,3 16,7 33,3 13,3 0,0 0,0 3,3 100,0
42 17 46 13 0 1 1 120
35,0 14,2 38,3 10,8 0,0 0,8 0,8 100,0
Pendapatan Ayah Untuk penghasilan orang tua yaitu ayah dan ibu dibagi menjasi 6 kategori yaitu Rp. 1,0-3,0 juta perbulan, Rp. 3,1-5,0 juta perbulan, Rp. 5,1-10,0 juta perbulan, Rp. 10,1-15,0 juta perbulan, Rp. 10,1-15,0 juta perbulan, Rp. 15,1-20,0 juta perbulan, dan di atas Rp. 20,0 juta perbulan. Pendapatan ayah pada keluarga contoh cukup beragam, terdapat (39,8%) ayah yang memiliki penghasilan sebesar Rp. 3,1-5 juta, dan sebanyak (33,3%) ayah memiliki pendapatan sekitar Rp. 5,1-10 juta, selain itu juga terdapat (11,4%) ayah yang memiliki penghasilan sebesar Rp.10,1-15 juta rupiah dan (11,4%) ayah yang memiliki penghasilan sebesar Rp.1-3 juta rupiah, sedangkan ayah yang memiliki penghasilan di atas Rp. 20 juta perbulan ada sebanyak (4,1 %). Tetapi tidak terdapat ayah yang memiliki penghasilan pada rentang Rp. 15,1-20 juta rupiah per bulan. Dan rata-rata penghasilan ayah perbulan adalah Rp. 7.736.250,0 perbulan. Tabel 11. Sebaran contoh menurut pendapatan ayah dan jenis sekolah TK Umum 1 n Pendapatan Ayah 1,0 - 3,0 3,1 - 5,0 5,1 - 10,0 10,1 – 15,0 15,1 – 20,0 > 20,0 Rataan P-Value
5 8 10 6 0 1
TK Agama 2
%
n
16,7 5 26,7 15 33,3 10 20,0 1 0,0 0 3,3 0 6.846.666,7
1 %
n
16,1 48,4 32,3 3,2 0,0 0,0
1 10 13 5 0 3
Total 2
%
n
3,1 3 31,3 16 40,6 8 15,6 2 0,0 0 9,4 1 8.625.833,3 0,078*
% 10,0 53,3 26,7 6,7 0,0 3,3
n
%
14 11,4 49 39,8 41 33,3 14 11,4 0 0,0 5 4,1 7.736.250,0
47
Pendapatan Ibu Penghasilan ibu pada keluarga contoh terlihat pada tabel bahwa ada sebanyak (35,8%) ibu yang tidak memiliki penghasilan, sedangkan ibu yang memiliki penghasilan antara Rp. 1,0-3,0 juta perbulan ada sebanyak (24,4%), dan ibu yang berpenghasilan Rp. 5,1-10,0 juta perbulan sebanyak (20,3%) dan untuk ibu yang berpenghasilan Rp. 3,1-5,0 juta perbulan ada sebanyak (15,4%), tetapi ada sebanyak (4,1%) ibu yang berpenghasilan sebesar diatas 20 juta perbulan. Pada contoh tidak terdapat ibu yang berpenghasilan pada rentang kurang dari Rp. 1 juta, Rp. 10,1-15,0 juta dan Rp. 15,1-20,0 juta perbulan. Dan rata-rata penghasilan ibu perbulan adalah Rp. 3.981. 250,0 perbulan. Tabel 12. Sebaran contoh menurut pendapatan ibu dan jenis sekolah TK Umum 2 n %
1 Pendapatan Ibu Tidak berpenghasilan < 1,0 1,0 - 3,0 3,1 - 5,0 5,1 - 10,0 10,1 – 15,0 15,1 – 20,0 > 20,0 Rataan P-Value
n
%
8
26,7
0 10 5 7 0 0 0
0,0 33,3 16,7 23,3 0,0 0,0 0,0
Total n %
n
%
51,6
24
39,3
10
31,3
0 0,0 6 19,4 4 12,9 5 16,1 0 0,0 0 0,0 0 0,0 3.070.000,0
0 16 9 12 0 0 0
0,0 26,2 14,8 19,7 0,0 0,0 0,0
0 5 4 9 0 0 4
0,0 15,6 12,5 28,1 0,0 0,0 12,5
16
1
TK Agama 2 n %
Total n %
n
%
10
20
32,3
44
35,8
0 14 10 13 0 0 5
0,0 22,6 16,1 21,0 0,0 0,0 8,1
0 0,0 30 24,4 19 15,4 25 20,3 0 0,0 0 0,0 5 4,1 3.981.250,0
33,3
0 0,0 9 30,0 6 20,0 4 13,3 0 0,0 0 0,0 1 3,3 4.892.500,0
Total
0,121
Pendapatan Keluarga Status ekonomi sebuah keluarga mempengaruhi bagaimana orang tua mengasuh anak. Keluarga dengan tingkat ekonomi rendah umumnya kurang memberikan perhatian terhadap perilaku anak. Faktor-faktor ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar keluarga menjadi unsur yang cukup penting dalam mendapatkan kestabilan keluarga, kestabilan keluarga dibutuhkan agar fungsi-fungsi keluarga dapat berjalan dengan baik (Hastuti, 2009). Tabel 13. Sebaran contoh menurut pendapatan keluarga dan jenis sekolah Pendapatan Keluarga (Rp/Juta) < 2,5 2,5 - 5,0 5,1 - 10,0 10,1 – 20,0 20,1 – 30,0 > 30,0 Rataan P-value
TK Umum 1 n % 0 0,0 6 20,0 9 30,0 12 40,0 3 10,0 0 0,0 9.916.666,7
TK Agama 2
n 1 10 14 4 1 0
1 % 3,3 33,3 46,7 13,3 3,3 0,0
n % 0 0,0 5 16,7 9 30,0 9 30,0 2 6,7 5 16,7 13.518.333,3 0,085*
Total 2
n 0 11 9 8 1 1
% 0,0 36,7 30,0 26,7 3,3 3,3
n % 1 0,8 32 26,7 41 34,2 33 27,5 7 5,8 6 5,0 11.717.500
48
Total pendapat perbulan pada keluarga contoh cukup beragam mulai dari di bawah Rp. 2,5 juta perbulan hingga > dari Rp. 30 juta perbulan. Proporsi terbesar penghasilan orang tua berada pada kisaran Rp. 5,1 juta hingga Rp. 10 juta Pada TK non agama terdapat (38,3%) keluarga yang berpenghasilan sebesar Rp. 5,1 juta Rp. hingga Rp. 10 juta per bulan, kemudian terdapat ( 27,5%) orang tua yang berpenghasilan Rp.10,1 hingga Rp. 20 juta, dan (26, 7%) orang tua yang berpenghasilan Rp. 2,5 juta hingga Rp. 5 juta, dan ada sekitar (5,8 %) orang tua yang berpenghasilan Rp. 20,1 juta hingga 30 juta perbulan dan sebanyak (5,0%) orang tua yang memiliki penghasilan diatas 30 juta sedangkan orang tua yang berpenghasilan dibawah 2,5 juta hanya sebanyak (0.8%). Jadi total rata-rata penghasilan keluarga baik di TK umum maupun di TK Agama adalah Rp.11.717.500 perbulan. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2000) dalam Rahmaulina (2007), keadaan ekonomi keluarga yang cukup mengakibatkan orang tua lebih punya waktu untuk membimbing anak karena orang tua tidak lagi memikirkan tentang keadaan ekonomi yang kurang dalam arti bahwa tugas utama orang tua dalam memberikan nafkah telah dilaksanakan dengan baik. Orang tua dapat memberikan stimulasi yang cukup dengan menyediakan alat permainan dan ikut bermain bersama anak.
Karakteristik Anak
Karakteristik anak merupakan ciri-ciri yang melekat pada contoh. Contoh pada penelitian ini adalah anak usia prasekolah di TK Umum dan TK Agama di wilayah Tangerang Selatan, Banten. Adapun karakteristik anak yang diukur pada penelitian ini, meliputi usia dan jenis kelamin.
Jenis Kelamin dan Usia Anak Pada Tabel 14 menunjukkan, Proporsi terbesar jumlah anak pada penelitian ini yaitu anak perempuan yaitu sebesar (57,5%) atau sebanyak 69 anak secara keseluruhan dari jumlah contoh dan diikuti oleh anak laki-laki sebesar (42,5%) atau sebanyak 51 anak laki-laki dari keseluruhan contoh. Hurlock (1990) menyatakan ada tiga alasan jenis kelamin individu penting bagi perkembangan selama hidupnya. Pertama, setiap bulan anak mengalami peningkatan pemahaman perilaku orang tua, teman sebaya, dan masyarakat yang mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku yang dipandang sesuai dengan jenis kelamin. Kedua, pengalaman belajar ditentukan oleh jenis kelamin individu. Ketiga, adalah sikap orang tua dan anggota keluarga lainnya sehubungan dengan jenis kelamin mereka. Keinginan untuk memiliki anak dengan jenis kelamin tertentu akan mempengaruhi sikap penerimaan orang tua dan
49
keluarga terhadap anak, yang selanjutnya berpengaruh juga pada perilaku dan hubungan mereka dengan anak. Anak usia prasekolah menurut Piaget masih memiliki perspektif egosentris dan cara berpikirnya tidak dapat dibalik. Egosentris adalah pemusatan pada diri sendiri dan merupakan suatu proses dasar yang banyak dijumpai pada tingkah laku anak dan pengamatan anak banyak ditentukan oleh pandangan sendiri. Anak belum dapat menempatkan diri dalam keadaan orang lain. (Monks, Knoers, & Haditono 2002) dalam Rahmaulina (2007). Tabel 14. Sebaran contoh menurut usia jenis kelamin dan jenis sekolah TK Umum 1 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Usia Anak 60 – 68 Bln 69 – 76 Bln
TK Agama 2
1
Total 2
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
12 18 30
40,0 60,0 100,0
14 16 30
46,7 53,3 100,0
17 13 30
56,7 43,3 100,0
8 22 30
26,7 73,3 100,0
51 69 120
42,5 57,5 100,0
12 18
40,0 60,0
14 16
46,7 53,3
17 13
56,7 43,3
8 22
26,7 73,3
51 69
42,5 57,5
Rataan ± SD
69,70 ± 3,98
69,13 ± 3,73
P-value
69,42 ± 3,85
0,128
Urutan Kelahiran Pada penelitian ini hampir separuh contoh adalah anak sulung yaitu sebanyak (49,2%). Hal ini sebabkan sebagian besar keluarga pada TK umum dan TK Agama adalah keluarga muda. Kemudian diikuti oleh anak tengah sebesar (39,2%), sedangkan untuk anak bungsu terdapat (9,2%), dan untuk contoh anak tunggal ada sebanyak (2,5%). ( Tabel 15). Tabel 15. Sebaran urutan kelahiran contoh menurut jenis sekolah TK Umum Urutan Kelahiran Anak Sulung Anak Tengah Anak Bungsu Anak Tunggal
TK Agama
1 n 11 13 4 2
2 % 36,7 43,3 13,3 6,7
n 15 12 2 1
1 % 50,0 40,0 6,7 3,3
n 16 12 2 0
Total 2
% 53,3 40,0 6,7 0,0
n 17 10 3 0
% 56,7 33,3 10,0 0,0
n 59 47 11 3
% 49,2 39,2 9,2 2,5
Stimulasi Psikososial
Stimulasi psikososial merupakan bagian dari praktik pengasuhan berkualitas yang dilakukan oleh orang tua. Stimulasi yang diberikan orang tua dan keluarga
50
dalam memberikan kehangatan, suasana penerimaan, pemberian teladan atau contoh, pemberian pengalaman, dorongan belajar dan berbahasa, serta dorongan bagi kemampuan akademik anak disebut stimulasi psikososial (Caldwell & Bradley, 1983 dalam Hastuti, 2009). Rataan skor capaian stimulasi psikososial berdasarkan jenis sekolah disajikan pada Tabel 16. Rataan skor capaian stimulasi psikososial total keluarga contoh adalah 47,15. Skor tersebut menunjukkan bahwa 85,7 persen keluarga telah memberikan stimulasi psikososial yang dibutuhkan oleh anak, bahkan TK umum 1 mencapai 88 persen telah memberikan stimulasi psikososial. Secara keseluruhan terlihat bahwa keluarga pada seluruh contoh telah memberikan stimulasi psikososial yang baik terhadap anak-anak mereka, namun terlihat hanya faktor keteladanan yang berbeda nyata. Tabel 16. Skor capaian rataan stimulasi psikososial pada keluarga menurut jenis sekolah TK Umum 1 9,50 6,73 6,57 6,00 4,87 4,10 7,03 2, 87 47,67
Stimulasi Psikososial 1. Stimulasi Belajar (11 item) 2. Stimulasi Bahasa(7 item) 3. Lingkungan Fisik (7 item) 4. Kehangatan /Penerimaan (7 item) 5. Stimulasi Akademik (5 item) 6. Keteladanan (5 item) 7. Variasi Stimulus (9 item) 8. Hukuman (4 item) Total (55 item)
2 9,23 6,77 6,40 5,87 5,00 2,90 7,30 2,60 46,07
TK Agama 1 2 9,13 9,33 6,77 6,73 6,87 6,30 6,17 6,00 4,87 4,97 4,20 3,60 7,20 6,83 3,20 2,70 48,40 46,47
Total 9,30 6,75 6,53 6,01 4,93 3,70** 7,09 2,84 47,15
Keterangan: **) signifikan pada taraf uji α= 5%
Sandler dan Demsey (1995) mengatakan dalam penelitian yang dilakukannya bahwa cara yang paling baik dilakukan oleh orang tua untuk mengenalkan peraturan dan tata tertib kepada anak adalah dengan memberikan mereka keteladanan (modelling) Pada Tabel 17 menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga contoh mendapatkan stimulasi psikososial dalam kategori tinggi, yaitu 67,5 persen, dan sisanya mendapatkan stimulasi psikososial antara 60-80 persen berkategori sedang sebanyak 30,1 persen. Hal ini berarti tidak ada stimulasi psikososial dengan kategori rendah di (bawah 60 persen). Tabel 17. Sebaran contoh menurut kategori stimulasi psikososial dan jenis sekolah Stimulasi Psikososial Rendah Sedang Tinggi Rataan ± SD P-value
TK Umum 1 n 0 10 20
TK Agama 2
% n 0,0 0 33,3 10 66,7 20 46,87 ± 3,3
1 % 0,0 33,3 66,7
n 0 5 25
% n 0,0 0 16,7 12 83,3 18 47,43 ± 3,33 0,176
Total 2 % 0,0 40,0 60,0
n % 0 0,0 37 30,1 83 67,5 47,15 ± 3,35
Stimulasi yang tepat dapat diberikan orang tua kepada anak sejak dalam kandungan hingga usia delapan tahun dengan tujuan agar dapat mempercepat dan
51
meningkatkan kualitas aaspek perkembangan anak, meningkatkan mekanisme integrasi antar aspek perkembangan, membantu anak mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki, melindungi anak dari perasaan tidak nyaman, merasa dihukum, dipersalahkan, direndahkan karena gagal melakukan sesuatu dan membantu anak mengembangkan perilaku adaptif dan terarah (intelligent behavior).
Proses Pembelajaran
Pada proses pembelajaran di TK umum dan TK agama secara keseluruhan tidak berbeda nyata. Pada tahap α = 1 persen ditemukan perbedaan yang signifikan dalam hal pengembangan tema, SKH, manajemen kelas, penilaian dan kesan umum. Dalam hal ini conoth di TK agama memiliki nilai yang lebih tinggi dalam manajemen kelas. Hal ini menunjukkan bahwa guru di TK agama memeiliki kemampuan yang lebih baik dalam menguasai manajemen kelas yang berorientasi pada kebutuhan anak, penggunaan prinsip bermain sambil belajar dan menciptakan kegiatan yang kreatif, inovatif serta mengembangkan kecakapan hidup, sebaliknya contoh di Tk umum memiliki nilai yang lebih tinggi dalam hal pengembangan tema, SKH, Pelaksanaan penilaian dan kesan umum seperti penguasaan substansi, penampilan dan kesalahan berbahasa anak. Sebagai praktisi yang berhadapan secara langsung dengan anak, guru Taman Kanak-kanak dituntut untuk mampu memilih dan memutuskan tema yang paling relevan dengan kelompok anak. Tema dapat bersumber dari minat anak, peristiwa atau kejadian-kejadian khusus, kejadian yang tidak terduga, guru dan orang tua, serta misi lembaga (Soderman & Whiren, 1999) dalam Masitoh ( 2008). SKH adalah satu bentuk rancangan pembelajaran yang disusun secara sistematis yang berfungsi sebagai kerangka kegiatan atau pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Tabel 18. Rataan skor proses pembelajaran Proses Pembelajaran Tema (4 item) SKH (4 item) KBM (9 item) Interaksi (8 item) Manajemen Kelas (5 item) Hasil Penilaian (2 item) Kesan Umum (4 item) Total (36 item)
TK Umum 1 2 14.67 14.00 14.00 13.67 31.00 33.67 27.33 25.67 16.00 16.33 6.67 6.00 13.00 12.67 122.67 122.00
TK Agama 1 2 13.00 13.25 13.14 13.50 32.86 33.00 26.29 27.00 16.29 17.00 6.14 6.25 12.14 13.00 119.86 123.00
Total 13,53*** 13,47*** 32,71 26,53 16,41*** 6,24*** 12,59*** 121,47
Keterangan: ***) signifikan pada taragf uji α = 1 %
Perencanaan dan pengelolaan program pembelajaran di TK memerlukan keterpaduan antara evaluasi reflektif, formatif dan sumatif. Keterpaduan tersebut terlihat saat pemyusunan SKH serta pada saat melakukan evalustif reflektif, yaitu memeriksa apakah komponen-komponen SKH telah lengkap, Baik SKH Model
52
pembelajaran kelompok maupun berdasar minat didalam kelas sentra, sesuai dengan perencanaannya. Komponen SKH terdiri dari waktu (hari, tanggal dan lama kegiatan), indicator, kegiatan pembelajaran, alat/sumber belajar dan penilaian perkembangan anak didik. Kelengkapan komponen tersebut tentu dengan melihat semester, kelompok kelas,pilihan tema dan bidang pengembangannnya (perilaku dan kemampuan dasar). Setelah itu dilakukan juga evaluasi formatif, dimana guru memeriksa apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan perencanaan dan apakah ada gejala yang tampak sebagai indikator kemajuan ke arah tujuan program yang telah ditetapkan. Tabel 19. Sebaran skor proses pembelajaran menurut jenis sekolah Stimulasi Psikososial Rendah Sedang Tinggi Rataan ± SD P-value
TK Umum 1 n 0 0 30
TK Agama 2
% n % 0,0 0 0,0 0,0 0 0,0 100,0 30 100,0 122.33 ± 0.50422
1 n 0 0 30
Total 2
% n % 0,0 0 0,0 0,0 0 0,0 100,0 30 100,0 121.00± 1.51266 0,05***
n % 0 0,0 0 0,0 120 100,0 121.47
Pada tabel 19 menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa sekitar seluruh contoh melakukan proses pembelajaran masuk dalam kategori tinggi, yaitu 100,0 persen. Hal ini berarti tidak ada stimulasi proses pembelajaran dengan kategori rendah ataupun sedang. Hal ini disebabkan karena semua contoh merupakan sekolah menengah keatas dan termasuk sekolah yang memiliki fasilitas lengkap didaerah Tangerang selatan kecamatan Pamulang.
Kecerdasan Majemuk
Secara keseluruhan terlihat tidak ada perbedaan nyata pada kecerdasan majemuk contoh di TK Umum dan TK Agama, hanya saja terlihat perbedaan nyata pada tahap α = 10% ditemukan pada dimensi kecerdasan matematika dan dimensi kecerdasan musik. Contoh di TK Agama menunjukkan kecerdasan matematika dan musik yang lebih baik dibandingkan TK umum. Hal ini berarti bahwa contoh di TK Agama memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mencocokkan 7 warna dari benda berpasangan, mencocokkan angka dengan jumlah bendanya, menulis angka 110 dengan benar dan melakukan beberapa operasi penjumlahan serta mengelompokkan benda sesuai bentuknya. Begitu pula dalam hal mengikuti gerakan musik, menirukan suara dan menyanyikan lagu dengan lirik yang benar, contoh di TK Agama menunjukkan kemampuan yang lebih baik. Perbedaan yang nyata juga terlihat pada kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan spasial (pada α = 10%). Dalam hal ini, contoh di TK umum menunjukkan kecerdasan yang lebih baik dalam melakukan kegiatan kemandirian yang bersifat
53
intrapersonal seperti merapikan perlengkapan sekolah dan peralatan makannya sendiri, memakai sepatu sendiri serta membuang sampah pada tempatnya. Contoh di TK umum juga menunjukkan kecerdasan yang lebih baik dalam kegiatan yang bersifat visual spasial seperti menemukan kembali gambar dari sebuah buku yang telah ditutup, membangun sesuatu dari korek api, melipat dan menggunting kertas serta meniru gambar geometri (lingkaran, segi empat dan segitiga). Tabel 20. Rataan skor kecerdasan majemuk Kecerdasan Majemuk 1. Motorik Kasar (5 item) 2. Motorik Halus (5 item) 3. Bahasa (5 item) 4. Matematika (5 item) 5. Interpersonal (5 item) 6. Intrapersonal (5 item) 7. Musik (5 item) 8. Spasial (5 item) Total (40 item)
TK Umum 1 8,30 9,23 9,40 9,20 9,23 9,60 9,27 9,23 73,47
2 7,77 8,83 9,00 8,93 8,73 9,33 8,93 8,90 70,43
TK Agama 1 2 8,03 8,10 8,97 9,07 9,17 9,33 9,23 9,20 8,93 8,97 9,33 9,13 9,10 9,57 8,90 8,83 71,67 72,20
Total 8,05 9,03 9,23 9,14* 8,97 9,35* 9,22* 8,97* 71,94
Ket: *) signifikan pada taraf uji α = 10%
Pada Tabel 21 menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh memiliki kecerdasan majemuk dalam kategori tinggi, yaitu 98,0 persen, dan sisanya memiliki kecerdasan majemuk 2,0 persen terkategori sedang. Hal ini berarti tidak ada contoh dengan kategori rendah. Tabel 21. Sebaran contoh kecerdasan majemuk dan tipe sekolah Kecerdasan Majemuk Rendah Sedang Tinggi Rataan ± SD P-value
1 n 0 0 30
TK non agama 2 % n % 0,0 0 0,0 0,0 0 0,0 100,0 30 100,0 71.95 ± 3.00
TK Agama 3 n 0 1 29
Total 4
% n 0,0 0 3,3 1 96,7 29 71.93 ± 3.15
% 0,0 3,3 96,7
n % 0 0,0 2 2,0 118 98,0 71.94 ± 3.07
0.488
Hubungan Karakteristik Keluarga dan Anak dengan Stimulasi Psikososial
Stimulasi adalah suatu rangsangan yang datang dari lingkungan luar anak. Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi. Stimulasi dapat berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi perkembangan anak. Berbagai macam stimulasi seperti stimulasi visual, verbal, auditif, dan lain-lain yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak. Stimulasi psikososial adalah stimulasi
54
pendidikan dalam rangka mengembangkan kemampuan kognitif,fisik atau motorik serta sosial emosional anak (Soetjiningsih 1995 dalam Oktaviani 2008). Tabel 22 menunjukkan karakteristik anak, baik usia anak maupun urutan kelahiran tidak berhubungan nyata dengan stimulasi psikososial yang diterima contoh. Hal ini berarti bahwa stimulasi psikososial pada penelitian ini tidak terkait secara nyata dengan usia dan urutan kelahiran contoh, namun berbeda dengan karakteristik keluarga, terdapat beberapa variabel yang berhubungan nyata dengan stimulasi psikososial (Tabel. 22). Tabel 22. Sebaran skor berdasarkan keluarga, anak dan stimulasi psikososial Variabel
Stim Belajar Karakteristik Anak Usia Anak 0.049 Urutan -0,015 Kelahiran Karateristik Keluarga Umur Ayah -0,089 Umur Ibu -0,038 Pendidikan 0,202* Ayah Pendidikan Ibu 0,135 Penghasilan -0,023 Ayah Penghasilan Ibu 0,024 Penghasilan 0,007 Keluarga
Stim Ling Bahasa Fisik
Kehgt Stim Modelling Variasi Hukuman Total penerimaan Akademik Stimulasi Home
-0,037 -0,029 0,043 -0,049
0,080 0,101
0,033 0,031
-0,223* -0,051
0,047 0,022
-0,071 -0,015
-0,108 -0,001
-0,056 0,072 0,042 0,110 0,160 0,044
-0,047 0,200* 0,052
0,069 -0,056 0,021
-0,091 0,094 0,205*
0,050 -0,022 -0,045
-0,022 0,081 0,322*
-0,065 0,143 0,367**
0,094 0,030 0,189* 0,021 0,303** 0,025
0,035 0,082
0,326** 0,214*
-0,093 0,047
0,060 0,026
0,279** 0,182*
0,157 0,214* 0,097 0,305*
0,190* 0,175
0,315** 0,308**
0,054 0,063
0,001 0,015
0,236** 0,256**
0,103 0,104
Ket: **) signifikan pada taraf uji α = 5 % ***) signifikan pada taraf uji α = 1%
Karakteristik keluarga yang berhubungan nyata dengan stimulasi psikososial adalah pendidikan ayah, pendidikan ibu, penghasilan ibu, dan penghasilan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan orang tua (ayah dan ibu) maka semakin baik stimulasi psikososial yang diberikan orang tua kepada anak. Selain itu, penghasilan keluarga berhubungan positif dengan stimulasi psikososial. Semakin besar pendapatan keluarga, maka semakin baik stimulasi psikososial yang diberikan, namun hanya penghasilan ibu saja yang berhubungan nyata dan positif dengan stimulasi psikososial yang berarti penghasilan keluarga yang berhubungan dengan stimulasi psikososial lebih didominasi oleh penghasilan Ibu. Dengan meningkatnya penghasilan Ibu maka semakin besar stimulasi psikososial yang diberikan pada anaknya seperti lebih mudah untuk membelikan mainan, buku-buku dan fasilitas lainnya. Hal ini sesuai pula dengan penyataan Gunarsa & Gunarsa (1985) bahwa keadaan ekomomi keluarga yang cukup menyebabkan orang tua lebih mempunyai banyak waktu untuk membimbing anak karena orang tua tidak lagi memikirkan keadaan ekonomi yang kurang. Menurut Hurlock (1998) dalam Rusyantia (2006), anak yang datang dari keluarga menengah ke bawah akan lebih memilih permainan yang tidak terlalu mengeluarkan biaya. Bahan bacaan, film yang ditonton serta rekreasi yang diperkenalkan pada anak akan sangat tergantung keadaan sosial
55
ekonomi keluarganya masing-masing, sehingga jelas bahwa stimulasi yang diberikan orang tua pada anak akan tergantung pada faktor sosial ekonomi seperti pendapatan dan pendidikan orang tua.
Hubungan Karaktersitik Keluarga dan Anak dengan Kecerdasan Majemuk
Hasil korelasi Spearmen pada Tabel 23 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik keluarga dengan kecerdasan majemuk. Seperti di katakan oleh Piaget (Hastuti 2006) bahwa kecerdasan bagaikan suatu ekuilibrium, keseimbangan dan harmoni penyesuaian atau pertukaran antara manusia dengan lingkungannya. Tabel 23. Hubungan karakteristik keluarga, anak, dan kecerdasan majemuk Variabel
Motorik Kasar Karakteristik Keluarga Umur Ayah -0,053 Umur Ibu 0,044 Pendidikan Ayah 0,151 Pendidikan Ibu 0,075 Penghasilan Ayah -0,092 Penghasilan Ibu -0,081 Penghasilan -0,059 Keluarga Karakteristik Anak Usia Anak -0,025 Urutan Kelahiran -0,018
Motorik Halus
Bahasa
Mtk
Interper
Intraper
Musik Visualspasial
Total MI
0,123 0,069 0,109 -0,045 0,179 0,025 0,121
0,153 0,038 0,023 0,071 -0,031 0,125 0,014
0,140 -0,049 0,083 -0,039 0,133 -0,009 0,058
-0,037 0,047 -0,021 0,016 0,206* 0,255** 0,299**
0,086 0,165 -0,115 0,070 -0,047 -0,058 -0,012
0,019 0,029 0,000 0,057 -0,051 0,105 0,021
0,074 0,151 0,120 0,141 0,002 0,084 0,083
-0,054 -0,059
0,074 0,139
-0,120 0,061
-0,052 0,103
-0,013 0,012
-0,117 0,079 0,001 -0,029
-0,021 0,092 0,131 0,152 -0,116 0,039 -0,034
-0,085 0,059
Oleh karena itu, dalam pandangan Piaget keseimbangan dicapai melalui proses adaptasi sehingga kecerdasan seperti sistem yang terus berinteraksi dengan lingkungan seseorang berada, sehingga hal ini dapat menjelaskan bahwa yang berhubungan dengan kecerdasan majemuk bukan hanya sekedar karakteristik anak atau lingkungan saja tetapi sejauh mana terjalin interaksi anak dengan lingkungannya.
Hubungan Stimulasi Psikososial, Proses Pembelajaran, dengan Kecerdasan Majemuk
Hasil uji korelasi pada Tabel 24 menunjukkan bahwa stimulasi psikososial tidak berhubungan dengan proses pembelajaran dan kecerdasan majemuk. Hal ini berarti kecerdasan majemuk contoh tidak berhubungan dengan stimulasi psikososial yang diberikan keluarga, namun terdapat dimensi stimulasi psikososial yang berhubungan dengan kecerdasan majemuk, yaitu dimensi keteladanan (modelling)
56
dan variasi stimulus. Akan tetapi variasi stimulus berhubungan negatif dengan kecerdasan majemuk. Hal ini berarti semakin banyak variasi stimulus yang diberikan maka semakin rendah skor capaian kecerdasan majemuk contoh. Tabel 24. Koefisien korelasi stimulasi psikososial dan kecerdasan majemuk Variabel
Motorik Kasar Stimulasi Belajar 0,164
Motorik Halus -0,048
Bahasa
Mtk
Intraper
Interper
-0,061
-0,140
0,094
0,092
Musik Visual- Total spasial MI -0,068 0,038 0.052
Stimulasi Bahasa 0,005
0,226*
0,063
0.025
0,046
0,024
0,069
Lingkungan Fisik Kehangatan Penerimaan Stimulasi Akademik Modelling
-0,081
0,281**
0.029
0,000
-0,009
0,038
-0,122 0,108
0,052
0,111
-0,216*
0,009
-0,165
0,244**
0,084
-0,076 0,025
0,032
-0,143
-0,059
0,001
0,011
0,084
0,134
0,154
-0,118
0,004
0,066
0,119
0,088
-0,040
0,214*
0,071
0,038
-0,002
0,171
Variasi Stimulasi 0,003 kepada anak Hukuman 0,014
-0,115
-0,116
-0,034
-0,101
0,110
-0,046 -0,151
0,135
0,107
-0,013
0,059
-0,156
-0,024
0,035
-0,013
Total Home
0,090
-0,018
-0,086
0,095
0,124
-0,035 -0,036
0,083
-0,053
-0,060
0,116
0,080
Keterangan: *) signifikan pada taraf uji α = 10 % ** ) signifikan pada taraf uji α = 5 %
Hal serupa juga terjadi pada hubungan antara variasi stimulus dengan proses pembelajaran. Semakin baik proses pembelajaran yang didapatkan di sekolah, maka semakin sedikit variasi stimulus yang diberikan orang tua di rumah. Lingkungan fisik juga berhubungan negatif dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran tidak berhubungan dengan stimulasi psikososial, namun berhubungan nyata dengan kecerdasan majemuk. Hal tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan majemuk contoh lebih terkait dengan proses pembelajaran di sekolah dibandingkan dengan stimulasi psikososial yang ada diperoleh di rumah. Selain itu, Tabel 25 di bawah memperlihatkan bahwa kecerdasan majemuk sangat berhubungan dengan hasil penilaian dan manajemen kelas dan interaksi. Tabel 25. Koefisien korelasi proses pembelajaran dan kecerdasan majemuk Variabel Tema SKH KBM Interaksi Manajemen Kelas Hasil Penilaian Kesan Umum Total P.Bel
Motorik Kasar 0,036 0,050 -0,138 0,115 0,022
Motorik Halus 0.065 0,084 -0,164 0,147 0,028
Bahasa
Mtk
Interper
Intraper
Musik
0,029 0,097 -0,159 0,170 0,075
-0,055 -0,020 -0,105 0,082 0,047
0,082 0,071 -0,193* 0,146 0,000
0,160 0,018 -0,134 0,019 0,142
0,111 0,007 0,052
0,141 0,040 0,088
0,047 0,041 0,098
0,169 -0,074 -0,019
0,164 0,021 0,075
0,032 0,011 0,015
Keterangan: *) signifikan pada taraf uji α = 10 % ** ) signifikan pada taraf uji α = 5 %
Total MI
-0,077 0,141 -0,096 0,219* 0,221*
Visualspasial 0,168 0,065 -0,173 0,084 0,097
0,194* 0,074 0,141
0,288** 0,048 0,068
0,817*** 0,052 0,156
0,120 0,065 -0,343** 0,292** 0,049
57
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa stimulasi psikososial tidak berhubungan dengan kecerdasan majemuk contoh, sedangkan proses pembelajaran berhubungan dengan kecerdasan majemuk. Dimensi kecerdasan majemuk yang berhubungan dengan proses pembelajaran hanya kecerdasan musikal contoh. Hal ini menunjukkan proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah lebih membantu anak untuk mengembangkan kecerdasan musikal contoh, namun secara keseluruhan proses pembelajaran berhubungan dengan kecerdasan majemuk. Xie dan Ling (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa guru harus memahami kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh anak serta kecerdasan mana yang lebih menonjol pada saat kegiatan belajar mengajar sehingga ketika kegiatan belajar berlangsung guru dapat memberikan kegiatan kepada anak sesuai dengan kemampuan kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh masing-masing anak.
PEMBAHASAN UMUM
Stimulasi psikososial anak dalam mengoptimalkan tumbuh kembang anak dimulai dari lingkingan keluarga. Seorang anak memerlukan stimulasi psikososial karena anak mempunyai naluri belajar melalui perubahan atau penyesuaian perilaku (mechanistic of learning). Kecerdasan bersifat terbuka (open system) untuk memilih stimulus dan menentukan respons yang akan diterimanya (Theresia 1983). Peningkatan tahap perkembangan akan mengubah pola interaksi dengan lingkungan. Berdasarkan teori Psikososial yang dikemukakan oleh Erik Erikson dalam (Turner & Helms 1991) psikososial merupakan proses sosialisasi yang terjadi dikarenakan budaya. Pada dasarnya teori perkembangan psikososial adalah kemampuan seseorang untuk melewati setiap rangkaian tahapan atau tahapan yang potensial dalam sepanjang kehidupannya. Proses kehidupan dalam sebuah keluarga adalah proses belajar pertama bagi anak sebelum mereka hidup dalam lingkungan yang lebih luas yaitu sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu, seharusnya setiap orang tua harus mampu memanfaatkan masa-masa ini untuk mengembangkan potensi anak untuk membentuk pribadi yang sempurna. Stimulasi psikososial merupakan salah satu cara yang bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan anak. Secara keseluruhan, hasil menujukkan bahwa stimulasi psikososial anak usia 5-6 Tahun sudah cukup baik, karena rata-rata persentase stimulasi psikososial berada pada kategori tinggi yaitu (67,5%). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemberian stimulasi yang paling baik pada anak usia 56 tahun adalah keteladanan (modelling). Selain itu terlihat adanya korelasi antara karakteristik keluarga yaitu pendidikan ayah, pendidikan ibu, penghasilan ibu dan penghasilan keluarga. Hal ini sesuai dengan penelitian Hidayat (2004) dalam Giyarti (2008) bahwa pendidikan orang tua terutama ibu sebagai pengasuh utama mempengaruhi perkembangan anak dimana semakin tinggi pendidikan ibu, maka komunikasi yang dilakukan kepada anak akan
58
semakin efektif dan proses interaksi yang terjalin dengan anak juga akan semakin baik. Demikian pula semakin tinggi penghasilan orang tua, maka akan semakin besar kesempatan bagi orang tua untuk memberikan fasilitas yang berguna bagi stimulasi perkembangan anak dan juga lebih banyak kesempatan (waktu) yang dapat dicurahkan untuk dapat memberikan stimulasi untuk anaknya. Hal ini sesuai pula dengan penyataan Gunarsa & Gunarsa (1985) bahwa keadaan ekomomi keluarga yang cukup menyebabkan orang tua lebih mempunyai banyak waktu untuk membimbing anak karena orang tua tidak lagi memikirkan keadaan ekonomi yang kurang. Namun demikian tidak terlihatnya korelasi antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga dengan proses pembelajaran dan kecerdasan majemuk dapat dijelaskan dengan pernyataan Piaget bahwa kecerdasan ibarat sebuah sistem yang memerlukan adanya interaksi dan bukan hanya sekedar karakteristik yang melekat pada diri anak ataupun orang tua. Selain pendidikan ibu dalam penelitian ini terlihat bahwa penghasilan keluarga berhubungan positif dengan stimulasi psikososial. Semakin besarnya penghasilan keluarga maka semakin baik stimulasi psikososial yang diberikan, namun hanya penghasilan ibu saja yang berhubungan nyata dan positif dengan stimulasi psikososial yang berarti penghasilan keluarga didominasi oleh penghasilan ibu, karena dengan meningkatnya penghasilan ibu maka semakin besar stimulasi psikososial dalam penyediaan fasilitas kepada anak dengan membelikan mainan yang beragam dan berkualitas serta penyediaan buku-buku serta fasilitas lainnya. Usia anak dan urutan kelahiran tidak berhubungan secara signifikan dengan proses pembelajaran, sedangkan fasilitas sekolah ternyata memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan proses pembelajaran Hal ini dapat dipahami bahwa semakin banyak fasilitas sekolah yang tersedia maka guru menjadi kurang kreatif mengembangkan kemampuannya untuk melakukan proses pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan anak atau mengembangkan kecakapan hidup anak. Keragaman sentra yang dimiliki sekolah memiliki korelasi signifikan dengan proses pembelajaran karena anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan ide dan kreativitasnya dalam beragam kegiatan yang menyenangkan. Sebelum proses kegiatan belajar mengajar berlangsung sebelumnya guru terlebih dahulu mempersiapkan segala keperluannya di antaranya adalah menentukan indikator kegiatan, menyiapkan materi sesuai dengan tingkat perkembangan anak, media sesuai dengan indikator yang sudah ditentukan, metode serta alat evaluasi dalam proses pembelajaran. Hasil wawancara kepada guru di sekolah contoh dalam penelitian ini ternyata seluruh guru contoh selalu menyiapkan seluruh komponen kegiatan dalam proses pembelajaran yang tertuang dalam SKH (Satuan Kegiatan Harian), dan hampir seluruh anak menyukai kegiatan yang diberikan dan aktif dalam menyelesaikan seluruh tugas yang diberikan. Dalam melakukan evaluasi proses pembelajaran guru melakukan dengan cara tanya jawab tentang kegiatan yang telah dilakukan, guru juga melakukan observasi setiap perkembangan anak selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, dan melakukan evaluasi portofolio dan anekdotal record.
59
Pada proses pembelajaran di kelas terkadang guru mengalami kesulitan atau kendala dalam pelaksanaannya dan setiap guru memiliki kelemahan masing-masing dalam melaksanakan proses pembelajaran, pada hasil wawancara terhadap guru contoh kelemahan guru yang tertinggi adalah dalam menyiapkan media pembelajaran, karena mereka harus menciptakan kegiatan yang menarik dan menyenangkan sehingga anak-anak mau berperan aktif dalam proses pembelajaran, selain itu guru juga merasa lemah mengalokasikan waktu dalam melakukan kegiatan pembelajaran terkadang untuk mencapai hasil yang maksimal waktu yang ada terasa kurang. Hal lain yang dirasakan guru selain penyiapan media dan pengalokasian waktu yaitu melakukan pencarian sumber belajar sesuai dengan media yang ditentukan. Hal-hal yang menyebabkan guru merasa lemah dalam melaksanakan proses pembelajaran tersebut jika kurangnya waktu dalam penyiapan atau mencari media dan sumber belajar yang akan di gunakan, selain itu juga sulitnya mencari bahanbahan dalam pembuatan media dan sumber belajar hal lain yang menyebabkan kelemahan dalam proses pembelajaran adalah kurang lengkapnya media dan sumber belajar yang akan di gunakan. Selain itu, kendala lain yang juga dirasakan guru adalah ketika guru pendamping tidak masuk guru pendamping di kelas. Beberapa hal tersebut merupakan sumber kelemahan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk menyiasati hal tersebut maka guru pada sekolah contoh berusaha terus belajar dan banyak mencari informasi pengetahuan, menyiapkan media yang akan di gunakan jauh-jauh hari sebelumnya sehingga media yang akan di gunakan sudah lengkap dan dapat di gunakan sesuai dengan indikator kegiatan yang telah ditentukan. Selalu berpikir kreatif dalam membuat media dan sumber belajar dengan bahan-bahan yang ada di sekitar lingkungan sekolah, melibatkan anak dalam menyiapkan bahan-bahan dalam pembuatan media. (misalnya membawa kotak bekas susu, sedotan, biji-bijian, dll). Dari kelemahan yang dialami pada akhirnya guru mendapatkan kekuatan pada pelaksanaan proses pembelajaran dengan menjadi lebih semangat dalam mengembangkan media dan sumber belajar yang bervariasi, mempelajari SKM dan SKH dalam penyiapan media dan sumber belajar sebelum proses kegiatan belajar agar sesuai dengan indikator yang ditentukan dan serta sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Dengan demikian guru lebih semangat dalam mengajar karena perkembangan anak meningkat menjadi lebih baik, mereka lebih kreatif, imajinatif dan mandiri. Dari pengalaman tersebut guru mengalami hal-hal positif dalam mengajar karena bila materi, media dan metode pembelajaran menarik anak akan senang. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama penelitian berlangsung terlihat bahwa lamanya jam belajar anak disekolah dapat meningkatkan rasa jenuh terhadap diri anak. Hal ini terlihat ketika peneliti berada di sekolah contoh yang memiliki waktu belajar selama enam jam dibandingkan dengan anak-anak yang berada disekolah contoh dengan lama jam belajar empat jam, dimana setelah kegiatan inti dan penutup anak-anak melanjutkan kegiatan makan siang bersama dan istirahat selanjutnya anak-anak melakukan kegiatan rutin, sholat berjama’ah dan iqro’. Pada
60
saat kegiatan akan dilakukan guru dengan susah payah membujuk dan mengkondisikan anak-anak yang sedang asik bermain setelah jam istirahat hal tersebut terlihat setiap hari selama peneliti melakukan observasi. Maka berdasarkan hal tersebut, peneliti menarik kesimpulan bahwa anak-anak merasakan kejenuhan untuk melakukan kegiatan berikutnya karena selain anak sudah merasa lelah, pada usia 3-6 tahun anak memiliki daya perhatian yang pendek. Anak lebih memiliki energy lebih untuk melakukan aktivitas bermain bebas dibandingkan untuk anak melakukan aktivitas yang terkondisikan atau rutin. Umumnya anak sulit berkonsentrasi pada suatu kegiatan dalam jangka waktu yang lama. Rentang konsentrasi pada anak usia lima tahun umumnya adalah sepuluh menit untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman. Anak akan sulit untuk berkonsentrasi pada suatu kegiatan dalam jangka waktu yang lama. Ia selalu cepat mengalihkan perhatian pada kegiatan lain, kecuali kegiatan yang menarik perhatiannya dan menyenangkan serta bervariasi dan yang terpenting adalah tidak membosankan. Dengan demikian, proses kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang bervariasi dan menyenangkan, sehingga tidak membuat anak terpaku di tempat dan menyimak dalam jangka waktu lama.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Stimulasi psikososial pada TK umum dan TK agama berada pada kategori tinggi dan sedang yaitu 67,5 persen pada kategori tinggi dan pada kategori sedang yaitu 30.1 persen. Hal ini berarti tidak ada stimulasi psikososial yang berkategori rendah, tidak terdapat perbedan signifikan dalam stimulasi psikososial berdasarkan jenis sekolah kecuali pada dimensi keteladanan di mana TK agama menunjukkan skor yang lebih baik. Stimulasi psikososial tidak berhubungan dengan karakteristik keluarga yaitu usia anak dan pendidikan orangtua, namun berhubungan signifikan secara positif dengan penghasilan keluarga dan pendidikan orangtua. Proses pembelajaran baik pada TK umum dan TK agama berada pada kategori tinggi yaitu 100,0 persen. Hal ini berarti tidak ada proses pembelajaran baik pada TK umum dan TK Agama berada pada kategori sedang dan rendah. Kecerdasan majemuk pada TK umum dan TK agama tidak berbeda berada pada kategori tinggi yaitu 98,0 persen. Dan sisanya memiliki kecerdasan majemuk 2,0 persen terkategori sedang. Faktor yang berhubungan dengan kecerdasan majemuk anak dengan karakteristik keluarga adalah penghasilan ayah, penghasilan ibu, penghasilan keluarga. Faktor stimulasi psikososial dan proses pembelajaran tidak berhubungan dengan kecerdasan majemuk abak TK, namun pada stimulasi psikososial dimensi stimulasi bahasa, lingkungan fisik dan kehangatan penerimaan
61
berhubungan positif dengan kemampuan motorik halus anak. Sekain itu kehangatan penerimaan dan modelling juga memiliki hubungan positif dengan kecerdasan interpersonal. Sedangkan pada proses pembelajaran interaksi, manajemen kelas, dan hasil penilaian berhubungan positif dengan kecerdasan musik anak.
SARAN
Penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif pada stimulasi bahasa dengan kecerdasan motorik halus, begitu pula terlihat pada kehangatan penerimaan dan motorik halus, hal serupa juga terlihat pada lingkungan fisik berhubungan positif signifikan dengan motorik halus . Hal ini berarti semakin baik stimulasi bahasa yang diberikan dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak, selain itu dapat dikatakan bahwa kehangata penerimaan yang diberikan orang tua pada anak dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anaki, begitu pula semakin baik lingkungan fisik dirumah maka semakin baik kecerdasan motorik halus anak. Hal serupa juga terlihat pada dimensi kehangatan penerimaan dengan kecerdasan interpersonal anak. Selain itu, terlihat pada aspek keteladanan sebagai salah satu aspek dalam stimulasi psikososial juga menunjukkan korelasi positif signifikan. Oleh karena itu, disarankan beberapa hal kepada para peneliti, orang tua, sekolah, dan pemerintah serta lembaga terkait dalam rangka meningkatkan kecerdasan majemuk anak usia dini. Sehingga dapat memberikan gambaran mengenai spektrum kecerdasan yang luas untuk membuka mata orang tua maupun guru tentang adanya wilayah yang secara spontan akan diminati oleh anak-anak dengan semangat yang tinggi. Batasan penelitian ini adalah peneliti hanya mengamati tujuh dasar kecerdasan majemuk anak, maka diperlukan penelitian lanjutan dengan kecerdasan yang lebih beragam yaitu kecerdasan spiritual dan narutalistik pada anak. Selain batasan penelitian ini juga memiliki kelemahan dimana jenis sekolah contoh dan tingkat sosial ekomomi yang diambil adalah homogen yaitu sekolah menengah keatas dan orang tua yang memiliki penghasilan menengah keatas, berdasarkan hal tersebut maka disarankan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian pada contoh sekolah yang lebih beragam dan tingkat social ekomoni orang tua sehingga terlihat dengan jelas jurang perbedaannya antara sekolah yang diteliti. Bagi para peneliti, diperlukan kajian lanjutan yang lebih mendalam mengenai stimulasi psikososial dengan kecerdasan majemuk pada contoh yang lebih beragam. Bagi orang tua, perlu memberikan stimulasi yang lebih baik karena terbukti bahwa keteladanan memiliki korelasi positif dengan kecerdasan majemuk yang dimiliki anak. Diperlukan pula perhatian, bimbingan dan dukungan yang lebih maksimal agar kecerdasan anak dapat berkembang dengan baik. Bagi sekolah, hendaknya memperkuat sistem kelembagaan yang mengarah kepada terciptanya suasana sekolah yang nyaman, aman dan saling mendukung antarwarga sekolah. Bagi pemerintah dan lembaga terkait, perlu memberikan dukungan terhadap peningkatan mutu guru dan sekolah sehingga diharapkan dapat
62
mengoptimalisasi kecerdasan majemuk anak usia dini, kemudian menempatkan guru sebagai pendamping, pembimbing serta fasilitator bagi anak.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah S, Setiawan D, Novita D (2010). Perkembangan dan Konsep Pengembangan Anak Usia Dini: Tangerang, Universitas Terbuka. Armstrong T. 2009. Multiple Intelligences in the classroom, 3rd Edition; Alexandria, Virginia. USA. ___________. 1993. 7 kinds of Smart: indetifying and Developing Your Intelligences. New York: Penguin Group. ___________. 1996. Mulitiple Intelligences in the Classroom. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development ___________. 2002. Setiap Anak Cerdas: Panduan Membantu Anak Belajar dengan Memanfaatkan Multiple Intelligence-nya. Terj. Rina Buntaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ___________. 2003. Sekolah Para Juara. Terj. Yudhi Martanto. Bandung: Kaifa. Beaty J. J. 2004. 50 Early Childhood Literacy Strategie. Pearson Education Canada:. 2004 Beceren, B. O (2010). Determining Multiple Intelligences pre-school children (4-6 age) in learning process.. Procedia Social and Behavioral Sciences 2 (2010) 2472-2479. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik Bredekamp S, Knuth RA, Kunesh I.G, Shulman DD. 1992. Developmentally Appropriate Practices. Oak Brook: North Central Regional Education Laboratory, NCREL Bredecamp, S & Cople, C. 1997. Developmentally Appropriate Practice. USA: National Association for the Young Children. Bronfenbrener, U. 1979. The Ecology of Human Development: Experiments by Nature and Desain. Cambridge, MA: Harvard University Press. Caldwell B & Bradley R. 1984. Home Observation for Measurement of The Environment (HOME) Inventory. Winsor Drive, Eau Claire. Lorraine Coulson HOME INVENTORY LLC Chandriyani. 2009. Nilai Anak, Stimulasi Psikososial dan Perkembangan Kognitif Anak Usia 2-5 Tahun Pada Keluarga Rawan Pangan di Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah, [Skripsi] Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Campbell , L & B Campbell. 2005. Multiple Intelligence and Student Achievement: Success Stories From Six School. Alexandria: Association for Supervision and Currikcululm Development
63
Demsey, Kathleen. V.H & Sandler. H. M (1995). Parental Involvement in children’s education, why does it make a difference?. Journal Teachers collage record. Volume 97, Number 2, Winter 1995. Fathurohman P. 2007. Strategi Belajar Mengajar Melalui penanaman KOnsep Umum dan Konsep Islam. Bandung: PT Refika Aditama. Gardner H. 1993. Multiple Intelligences: The Theory in Practice A Reader, New York: Basic Books Harper Collins Publ.inc. Gardner H. 2003. Multiple Intelligences, Kecerdasan Majemuk, Teori dalam Praktek. Alih bahasa: Drs. Alexander Sindoro. Jakarta: Interaksa Giyarti. 2008. Pengaruh Stimulasi Psikososial, Perkembangan Kognitif, dan Perkembangan Sosial Emosi terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah di Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Gilley,Jeanne Mack. Dan Gilley, B.H (1980). Early Childhood Development and Education. New York: Delmar Publisher Inc. Gunarsa SD, Gunarsa.YS. 1995. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia ______________________. 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia. Hastuti D, Alfiasari, Chandriyani, 2010. Nilai anak, stimulasi psikososial, dan perkembangan kognitif anak usia 2-5 tahun pada keluarga rawan pangan di Kabupaten Banjaregara, Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3 (01), 27-34 Hastuti D. 2009. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia IPB. Hastuti D. 2006. Analisis Pengaruh Model Pendidikan Prasekolah pada Pembentukkan Anak Sehat, Cerdas, dan Berkarakter [Disertasi]. Bogor. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Hapidin. 2003. Manajemen Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Pusdiani Press. ______. 2007. Manajemen Pendidikan TK. Jakarta: Universitas Terbuka. Hernawati N. 2002. Nilai Anak dan Pengasuhan Berdasarkan Gender pada Anak -3 Tahun di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hikmayanti AA. 2005. Hubungan Kualitas Pengasuhan, Interpersonal Intelegen dan Karakter Suka Menolong pada Anak Lulusan Kelompok Prasekolah Semai Benih Bangsa [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hurlock EB. 1977. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga. __________. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan edisi kelima. Jakarta. Penerbit Erlangga. __________. 1990. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. __________. 1991. Perkembangan Anak ( Jilid 2 edisi 6). Jakarta: Erlangga.
64
__________. 1999. Psikologi Perkembangan. Ed ke-5. Jakarta: Erlangga Hougughi M, 2004. Parenting-an introduction. Di dalam Houghi M, Long N, editor. Handbook of Parenting Theory and Research for Practice. London: Sage publication. Ltd Ibrahim, S, N. 1993. Perencanaan Pengajaran. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Indra-Supit, M.C., dkk. 2003. Multiple Intelligences: Mengenali dan Merangsang Potensi Kecerdasan Anak. Jakarta: Ayahbunda. Jalal F. 2005. Arah Kebijakan Nasional Pendidikan Anak Usia Dini (Jalur Pendidikan Non Formal), Makalah disampaikan pada Semiloka Nasional Pendidikan Anak Dini Usia, Depdiknas, Jakarta 9-12 Oktober. Jalal F, 2005. Peranan Gizi, Kesehatan dan Pendidikan dalam Melejitkan Potensi Kecerdasan Anak. Jakarta: Direktorat PAUD, Dirjen PLS, Departemen Pendidikan Nasional Kaufeldt M. (2008). Wahai para Guru Ubahlah Cara Mengajarmu: Perintah Pengajaran yang Berbeda-beda dan Sesuai dengan Otak. Jakarta: Indeks Kurniatillah N. 2003. Persepsi dan Nilai Gender, Keharmonisan Keluarga dan Kualitas Pengasuhan pada Anak Usia 3-5 Tahun di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor. Kostelnik, et.al (1998). A Curriculum for the Preschool Child: Learning to Learn. USA: Charles Thomas Publisher. Lwin M. et al. (2005). How to Multiply Your Child’s Intelligence; Cara Mengembangkan Berbagai Komponen kecerdasan. Jakarta: Pt. Indeks Gramedia Mansur,1991. Strategi Belajar Mengajar, Modul 1-6: Program Penyetaraan D-II Guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Departemen Agama. Jakarta: Universitas Terbuka. Masitoh. Dkk. 2003. Pendekatan Belajar Aktif di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdiknas. Dirjen Dikti. Bagian Proyek Peningkatan Pendidikan Tenaga Kependidikan .___________.2010. Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka. Mayesky, Mary. (1990). Creative Activities for Young Children, New York: Delmar Publisher Mini, R.A. 2010. Panduan Mengenal dan Mengasah Kecerdasan Majemuk Anak. Jakarta: Indocam Prima. Monks,DJ, Knoers A.M.P, Haditono S.R. 1990. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Munandar, USC. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah: penuntun bagi para guru dan orang tua: Jakarta: Grasindo Moeslichatoen. (1995). Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Departemen Kebudayaan. Myers R.G. 1992. The Twelve Who Survive: Strengthening Program of Early Childhood Development in The Third World. Michigan: High/scope Press
65
Nata H. . 2003. Manajemen Pendidikan ( Mengatasi kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia). Jakarta: Prenada Media Ormrod JE. 2003. Educational Psychology Developing Learners. 4th Edition. Ohio. Merrill Prentice Hall Patmonodewo S. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Rineka Cipta. Jakarta Pribadi, B.A. 2007. Model Desain Sistem Pembelajaran. Langkah Penting Merancang kegiatan Pembelajaran yang Effektif dan Berkualitas. Jakarta: Dian Rakyat Rahman, F.A (2012). PAUD Berkurikulum Kesehatan, Solusi Melejitkan Kecerdasan Anak Selama Golden Age: [25 mei 2012 terhubung berkala] http://agromedia.net/essay/paud-berkurikulum-kesehatan-solusi-melejitkankecerdasan-anak-selama-golden-age.html. kunjungan :564 Rahmaulina N. 2007. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan Tumbuh Kembang Anak serta Stimulasi Psikososial dengan Perkembangan Kognitif Anak Usia 2.5-5 Tahun [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Rahmawati D. 2006. Status Gizi dan Perkembangan Anak di Taman Pendidikan Karakter Semai Benih Bangsa Sutera Alam, Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari Bogor [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Ruhidawati C. 2005. Pengaruh Pola Pengasuhan, Kelompok Teman Sebaya dan Aktivitas remaja terhadap kemandirian [tesis]. Bogor. Sekolah Pasca Sarjana. Intitut Pertanian Bogor Ramayulis .2004. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia Shihab H.M.Q. 1996. Wawasan Al-qur’an, Tafsir Madlu’l atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan Santoso S. 2005. Dasar-dasar Pendidikan TK, Jakarta: Universitas Terbuka Santrock, J.W, & Yussen, S.R. (1992). Child Development, 5 th Ed. Dubuque, IA, Wm, C.Brown. Satoto.1990. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Pengamatan Anak Umur 0-18 Bulan di Kecamatan Mlongo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Disertasi S3 Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Semarang: Undip Schmidt, Laurel (2002). Jalan Pintas Menjadi 7 Kali lebih Cerdas (penerjemah Dharma, L.H. dan Astuti, R), Bandung: Kaifa Shochib, M. 1998. Pola Asuh Orang Tua: dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: Rineka Cipta Solehuddin M. 1997. Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung: FIP UPI Soetjiningsih. 1995.Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC Susanto H. 2005. Jurnal Pendidikan Penabur,No 04/Th IV/Juli Theresia, C F. 1983. The Early Childhood Years: the 2 to 6 Years Old. Bantam Book, New York. Turner JS & Helms BD. 1991. Lifespan Development. 4th Edition. United State of America. Saunders College Publishing. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003). Jakarta: Depdiknas
66
Vos Jeannette. 2003. Can Preschool Children be Taught a Second Language? http://www.earlychildhood.com Yuliana (2009). Pengaruh Stimulasi Psikososial Terhadap Perkembangan Anak Usia Prasekolah. Jurnal Pendidikan dan Keluarga UNP, ISSN 2085-4285, Volume 1 Nomor 1, April 2009. Zuchdi D. 2008. Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara. Xie. J & Lin. R. (2009). Research on Multiple Intelligences Teaching and Ascessment. Asian Journals of Management and Humanity Sciences, Vol 4. No. 2-3, pp. 106-124, 2009.
67
LAMPIRAN
68
Lampiran 1 Hasil uji korelasi antar variabel penelitian Usia Ayah Usia Ayah
Usia Ibu
Usia Anak
Urutan Kelahiran
Pendidikan Ayah
Pendidikan Ibu
Penghasilan Ayah
Penghasilan Ibu
Total stimulasi Psikososial
Total Kecerdasan majemuk
Total Proses Pembelajaran
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Usia Ibu
Usia Anak
Urutan Kelahiran
Pendidikan Ayah
Pendidikan Ibu
Penghasilan Ayah
Penghasilan Ibu
Stimulasi Psikososial
Kecerdasan Mmajemuk
Proses Pembelajaran
1
123 .685**
1
.000 123 .070
123 -.019
1
.443 123 .484**
.834 123 .494**
123 .003
1
.000 123 .096
.000 123 .225*
.978 123 -.212*
123 .079
1
.288 123 -.013
.013 123 .251**
.019 123 -.208*
.386 123 -.047
123 .608**
1
.883 123 .174
.005 123 .091
.021 123 -.123
.604 123 .040
.000 123 .145
123 .120
1
.054 123 -.035
.315 123 .017
.175 123 -.124
.660 123 -.071
.110 123 .143
.186 123 .267**
123 .498**
1
.697 123 -.085
.852 123 .126
.171 123 -.003
.435 123 -.008
.113 123 .347**
.003 123 .291**
.000 123 .028
123 .251**
1
.350 123 .111
.165 123 .194*
.978 123 -.097
.930 123 .024
.000 123 .161
.001 123 .187*
.759 123 -.079
.005 123 -.071
123 .102
1
.223 123 .156
.032 123 .023
.285 123 .090
.796 123 .119
.075 123 -.094
.038 123 -.174
.385 123 -.213*
.434 123 -.200*
.260 123 -.156
123 .127
1
.084 123
.801 123
.322 123
.189 123
.303 123
.054 123
.018 123
.027 123
.084 123
.163 123
123
69