VIABILITAS DAN FERTILITAS SPERMATOZOA DALAM MODIFIKASI PENGENCER BTS DAN ZORLESCO DENGAN PENYIMPANAN BERBEDA DALAM RANGKAIAN INSEMINASI BUATAN PADA BABI
NI LUH GDE SUMARDANI
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul ”Viabilitas dan Fertilitas Spermatozoa dalam Modifikasi Pengencer BTS dan Zorlesco dengan Penyimpanan Berbeda dalam Rangkaian Inseminasi Buatan pada Babi” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 1 Agustus 2007
Ni Luh Gde Sumardani NIM B051050011
ABSTRAK NI LUH GDE SUMARDANI. Viabilitas dan Fertilitas Spermatozoa dalam Modifikasi Pengencer BTS dan Zorlesco dengan Penyimpanan Berbeda dalam Rangkaian Inseminasi Buatan pada Babi. Dibimbing oleh TUTY L. YUSUF dan POLLUNG H. SIAGIAN Semen cair babi dapat disimpan dalam temperatur optimum 17 - 18 °C, dan perubahan temperatur dapat menurunkan viabilitas spermatozoa selama penyimpanan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengencer semen babi yang digunakan dalam rangkaian Inseminasi Buatan (IB) ke wilayah jangkauan tertentu. Dalam hal ini, dilakukan pengamatan viabilitas dan fertilitas spermatozoa dalam modifikasi pengencer Beltsville Thawing Solution (M-BTS) dan Zorlesco (M-Zorlesco) pada penyimpanan berbeda, serta pengaruh sistem penyimpanan dalam ruang terbuka, lemari es dan kotak styrofoam. Semen dikoleksi dengan metode manual (hand method) dua kali dalam seminggu, dari tiga ekor babi pejantan Yorkshire berumur tiga tahun. Karakteristik dan kualitas semen dievaluasi secara makroskopis dan mikrokospis. Secara makrokospis meliputi volume, warna, konsistensi, dan pH, sedangkan secara mikroskopis meliputi persentase motilitas (M%), konsentrasi, viabilitas dan abnormalitas spermatozoa. Semen yang telah ditampung ditambahkan pengencer M-BTS dan M-Zorlesco dengan perbandingan 1 : 3 dengan asumsi menggunakan dosis IB yakni konsentrasi spermatozoa motil mencapai 2 - 3 x 109 sel dalam 80 mL. Semen yang telah diencerkan masing-masing dibagi ke dalam tiga tempat kemudian disimpan dalam ruang terbuka (22 °C), kotak styrofoam (18 °C) dan lemari es (15 °C). Pengamatan terhadap motilitas dan spermatozoa hidup dilakukan setiap enam jam sampai jam ke 42. Hasil penelitian menunjukkan, karakteristik semen segar adalah baik dengan motilitas 65.56 ± 3.91% dan spermatozoa hidup 87.70 ± 6.34%. Pengencer yang paling baik selama 42 jam pengamatan adalah M-Zorlesco dengan rataan M% mencapai 54.76 ± 12.76% dalam kotak styrofoam, dan 54.17 ± 12.60% dalam lemari es. Sedangkan dengan pengencer BTS (kontrol) sedikit lebih rendah, namun secara statistik tidak berbeda nyata, yakni M% mencapai 49.37 ± 17.37% dalam kotak styrofoam dan 50.19 ± 17.36% dalam lemari es. Penyimpanan semen dengan pengencer M-Zorlesco dalam kotak styrofoam selama 42 jam menunjukkan hasil yang paling baik Hal ini menunjukkan bahwa kualitas spermatozoa babi dapat dipertahankan dalam kisaran temperatur 15 - 18 °C. Angka konsepsi dengan pengencer M-Zorlesco dan M-BTS cukup tinggi yaitu mencapai 83.33%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengencer M-Zorlesco dapat mempertahankan kualitas spermatozoa yang disimpan dalam kotak styrofoam dan lemari es, selama 42 jam dengan M% mencapai 40 - 50%, dan penggunaan kotak styrofoam dapat dilakukan sebagai alternatif tempat penyimpanan semen untuk kegiatan inseminasi dilapangan. Kata kunci : viabilitas, fertilitas, pengencer, penyimpanan, spermatozoa babi
ABSTRACT NI LUH GDE SUMARDANI. Viability and Fertility of Spermatozoa in Modified BTS and Zorlesco Extender Stored in Different Places for Swine Artificial Insemination Program. Under the direction of TUTY L. YUSUF and POLLUNG H. SIAGIAN. The optimal storage temperature for preserve boar semen is 17 - 18 °C. The temperature fluctuations can decrease sperm viability. The aim of this study was to obtain a boar semen extender for Artificial Insemination (AI) at certain distance area. The observation on viability and fertility of spermatozoa in Modified Beltsville Thawing Solution (M-BTS) and Zorlesco (M-Zorlesco) extender in different storage, and the effect of storage system i.e : room temperature, refrigerator, and styrofoam box were conducted for this purpose. Semen from three years old Yorkshire boar (n = 3) were collected twice a week by hand method. Semen characteristics and their quality were evaluated macro and microscopically. These semen were added with M-BTS and M-Zorlesco extender up to fourfold volume (ratio 1 : 3). This is base on the assumption of AI dose of 2 - 3 x 109cells/80mL. All samples were divided into three tube and stored at room temperature (22 °C), styrofoam box (18 °C) and refrigerator (15 °C), and their motility and viability were evaluated every six hours for 42 hours observation. The results showed that fresh semen characteristics were good, with sperm motility of 65.56 ± 3.91% and viability of 87.70 ± 6.34 %. The best extender found in this experiment of 42 hours observation was M-Zorlesco extender with average sperm motility of 54.76 ± 12.76% in styrofoam box and 54.17 ± 12.60% in refrigerator. On the other hand, their average of sperm motility in BTS (control) of 49.37 ± 17.37% in styrofoam box and 50.19 ± 17.36 % in refrigerator were slightly lower than that of the former one, but statistically it is not significant. The semen diluted in M-Zorlesco extender stored for 42 hours in styrofoam box that showed the best result. This show that quality of boar’s sepermatozoa can be maintained at 15 - 18 oC. Conception rate with semen diluted in M-Zorlesco and M-BTS extenders were high (83.33%). In conclusion, M-Zorlesco extender can maintain the quality of spermatozoa stored in styrofoam box and refrigerator for about 42 hours with sperm motility 40 - 50%, and the styrofoam box can be used as an alternatif container for insemination program in the field. Keywords: Viability, fertility, extender, storage, boar sperm
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
VIABILITAS DAN FERTILITAS SPERMATOZOA DALAM MODIFIKASI PENGENCER BTS DAN ZORLESCO DENGAN PENYIMPANAN BERBEDA DALAM RANGKAIAN INSEMINASI BUATAN PADA BABI
NI LUH GDE SUMARDANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Reproduksi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis : Viabilitas dan Fertilitas Spermatozoa dalam Modifikasi Pengencer BTS dan Zorlesco dengan Penyimpanan Berbeda dalam Rangkaian Inseminasi Buatan pada Babi Nama Nrp
: Ni Luh Gde Sumardani : B.051050011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. drh. Tuty Laswardi Yusuf, MS.
Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi Reproduksi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. drh. Tuty L. Yusuf, MS.
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS.
Tanggal Ujian : 1 Agustus 2007
Tanggal Lulus : 16 Agustus 2007
PRAKATA Puji syukur Penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya penulisan tesis ini dapat diselesaikan pada waktunya. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Reproduksi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Selesainya tugas ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. drh. Tuty L. Yusuf, MS dan Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan serta perhatian dalam penelitian dan penulisan tesis ini; Ketua Program Studi Biologi Reproduksi beserta seluruh staf pengajar Program Studi Biologi Reproduksi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi. Terimakasih kepada Departemen Pendidikan Nasional Ditjen Dikti yang telah memberikan Bantuan Dana Pendidikan Program Pascasarjana (BPPS); Rektor Universitas Udayana beserta staf atas pemberian izin kepada Penulis untuk tugas belajar; Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Peternakan Provinsi Bali beserta staf atas pemberian izin kepada Penulis untuk melaksanakan penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Iis Arifiantini yang banyak membantu penelitian Penulis selama dilapangan maupun di laboratorium; Terimakasih kepada teman seperjuangan: Ir.Yanhendri, drh. Erma Najmiyati, Rosa Helmita S.Si, atas semangat dan masukan-masukan positifnya; Ucapan terimakasih dan salut kepada rekan-rekan di Punhawacana Bali: Ir.Gede Rai Maya Temaja MP, Mbak Wayan Sudatri MSi, Dr.Wayan Batan, drh.Agung Artha Putra MSi, Mas Khamdan dan Mbak Helen, teman-teman di Gardu Raya: Bu Made, Pak Nyoman, Puspa, Ketut, Gus Yoga, Wayan, dan Rai, yang banyak membantu, memberi semangat, dan memberi suasana kekeluargaan bagi Penulis, serta berbagai pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu atas bantuan dan dorongan semangat kepada Penulis selama studi. Terimakasih tak terhingga selamanya kepada yang tercinta Ayahanda dan Ibunda serta Bapak dan Ibu Mertua yang telah banyak membantu dalam mengasuh anak-anak selama Penulis tugas belajar. Ucapan terimakasih yang dalam Penulis sampaikan kepada Suami dan Anak-anak tersayang (Putri dan Ari) atas semangat, pengertian, cinta dan kasih sayangnya selama ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, maka masukan dari berbagai pihak sangat Penulis harapkan agar dalam penulisanpenulisan berikutnya menjadi lebih baik. Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan memberikan sumbangan informasi baru bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2007 Ni Luh Gde Sumardani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gianyar tanggal 08 Nopember 1975 dari pasangan bapak I Ketut Suja Arinata dan ibu Ni Nengah Sumartini. Penulis menyelesaikan pendidikan SD sampai SMA di Gianyar pada tahun 1994, kemudian melanjutkan S1 di Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, dan lulus tahun 1998. Pada tahun 2002 diterima sebagai staf pengajar di Laboratorium Reproduksi Ternak Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Tahun 1999 Penulis menikah dengan I Wayan Suartana, dan dikaruniai dua orang putri, Putu Putri Kusumawicitra (7 tahun) dan Kadek Ari Kusumawidaksari (3 tahun). Saat ini Penulis tengah menyelesaikan pendidikan S2 di Program Studi Biologi Reproduksi Sekolah Pascasarjana IPB dengan bantuan dana dari BPPS Dikti.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................... Kerangka Pemikiran ........................................................................... Hipotesis ............................................................................................. Tujuan Penelitian ................................................................................ Manfaat Penelitian …………………………………………………..
1 3 4 5 5
TINJAUAN PUSTAKA Ternak Babi ........................................................................................ Karakteristik Semen Babi ................................................................... Evaluasi Semen ................................................................................... Pengenceran Semen ............................................................................ Penyimpanan Semen .......................................................................... Inseminasi Buatan pada Babi ... ......................................................... Teknik Inseminasi Buatan .................................................................. Keberhasilan Inseminasi Buatan ........................................................
6 7 11 13 17 20 22 24
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ Materi Penelitian ................................................................................ Sumber Semen ............................................................................. Kandang dan Pakan ...................................................................... Induk ............................................................................................
26 26 26 27 27
Alat dan Bahan .................................................................................. 27 Alat .............................................................................................. 27 Bahan ........................................................................................... 27 Metode Penelitian ............................................................................. Karakteristik Semen Segar ........................................................... Evaluasi Semen ............................................................................ Teknik Pewarnaan ....................................................................... Pengenceran dan Penyimpanan Semen .......................................
28 28 29 30 31
Inseminasi Buatan .............................................................................. 31 Dosis Inseminasi .......................................................................... 31 Teknik Inseminasi ........................................................................ 32
Rancangan Percobaan ........................................................................ Parameter yang Diamati ………………………………………….... Model Matematika ……………………………………………..…... Analisis Data .....................................................................................
33 33 35 35
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar ................................................................ Volume Semen ............................................................................ Warna, Konsistensi dan Gerakan Massa Semen ......................... Derajat Keasaman (pH) Semen .................................................. Motilitas dan Spermatozoa Hidup ............................................. Konsentrasi Spermatozoa ............................................................ Morfologi (Normalitas) dan Morfometri Spermatozoa ...............
36 36 37 38 39 39 40
Daya Tahan Semen Segar dalam Tempat Penyimpanan Berbeda ..... 41 Daya Tahan Semen Cair dalam Tempat Penyimpanan Berbeda ....... Ruang Terbuka (22 °C) ................................................................ Kotak Styrofoam (18 °C) ............................................................. Lemari Es (15 °C) ........................................................................ Perbandingan Persentase Motilitas dan Spermatozoa Hidup dalam Pengencer dan Tempat Penyimpanan Berbeda .................
45 45 47 50 53
Inseminasi Buatan pada Babi ......………….……………………..... 54 PEMBAHASAN UMUM ......................................................................... 57 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan …………………………………………………………… 59 Saran ……………………………………………………………….. 59 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………........ 60 LAMPIRAN …………………………………………………………….. 65
DAFTAR TABEL Halaman 1
Karakteristik semen babi …………................................................... 11
2
Komposisi plasma semen babi .......................................................... 12
3
Komposisi kimia BTS, Kiev, Zorlesco dan Androhep ..................... 15
4
Pengaruh kotak styrofoam terhadap viabilitas spermatozoa selama 24 jam penyimpanan ………………....….................................…… 18
5
Metode evaluasi perubahan kualitas spermatozoa babi pada temperatur yang berbeda …............................................................... 19
6
Komposisi bahan pengencer semen babi ........................................... 28
7
Nilai karakteristik semen segar babi .................................................. 36
8
Persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen segar dalam tempat penyimpanan berbeda …..............................…………......... 42
9
Persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen cair dalam penyimpanan ruang terbuka ............................................................... 45
10
Persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen cair dalam penyimpanan kotak styrofoam .......................................................... 48
11
Persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen cair dalam penyimpanan lemari es ...................................................................... 51
12
Rataan persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen cair dalam pengencer dan tempat penyimpanan berbeda selama 42 jam penyimpanan ..................................................................................... 53
13
Angka konsepsi menggunakan semen cair dalam pengencer berbeda yang disimpan dalam kotak styrofoam (18 °C) selama sembilan jam penyimpanan …….......................................………………………... 55
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Saluran reproduksi babi jantan .......................................................
10
2
Spermatozoa normal pada babi ........................................................
12
3
Saluran reproduksi babi betina ........................................................
21
4
Pedoman waktu inseminasi pada babi .............................................
21
5
Aktivitas hormonal dan ovarium pada babi betina ..........................
22
6
Posisi kateter pada pelaksanaan inseminasi buatan .........................
23
7
Metode penampungan semen babi ...................................................
26
8
Alur penelitian .................................................................................
34
9
Spermatozoa babi hasil pewarnaan Williams ..................................
41
10
Penurunan persentase motilitas (M) dan spermatozoa hidup (SH) semen segarpada penyimpanan ruang terbuka (RT), kotak styrofoam (KS) dan lemari es (LE) …………………………………………… 43
11
Penurunan persentase motilitas (M) dan spermatozoa hidup (SH) semen cair pada penyimpanan ruang terbuka (RT), dalam pengencer BTS, M-BTS, dan M-Zorlesco .......................................................... 47
12
Penurunan persentase motilitas (M) dan spermatozoa hidup (SH) semen cair pada penyimpanan kotak styrofoam (KS) dalam pengencer BTS, M-BTS, dan M-Zorlesco .......................................................... 50
13
Penurunan persentase motilitas (M) dan spermatozoa hidup (SH) semen cair pada penyimpanan lemari es, dalam pengencer BTS, M-BTS, dan M-Zorlesco ..........................................................
14
52
Rataan persentase motilitas (M) spermatozoa semen cair pada pengencer dan tempat penyimpanan berbeda selama 42 jam penyimpanan ………………………………………………………... 54
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Persentase motilitas spermatozoa dari pejantan 1 ...........................
65
2
Persentase motilitas spermatozoa dari pejantan 2 ...........................
65
3
Persentase motilitas spermatozoa dari pejantan 3 ............................
65
4
Persentase spermatozoa hidup dari pejantan 1 .................................
66
5
Persentase spermatozoa hidup dari pejantan 2 .................................
66
6
Persentase spermatozoa hidup dari pejantan 3 .................................
66
7
Pengenceran semen ..........................................................................
67
8
Rangkaian kegiatan inseminasi buatan pada babi ............................
68
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, MS.
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan babi yang ada di Indonesia khususnya di daerah Bali masih merupakan peternakan rakyat dalam skala kecil atau skala rumah tangga, dimana mutu genetiknya masih kurang mendapat perhatian. Disamping itu populasi babi yang ada masih sangat terbatas, dengan demikian perlu adanya peningkatan mutu genetik baik untuk keperluan konsumsi maupun untuk keperluan ekspor. Salah satu usaha untuk mencapai tujuan peningkatan genetik dan populasi ternak babi tersebut adalah dengan pemanfaatan teknologi inseminasi buatan (IB) melalui penyediaan sumber spermatozoa yang berasal dari pejantan berkualitas unggul. Dengan teknik IB diharapkan pengawinan yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan pengawinan secara alami. Disamping itu pula diharapkan dengan teknik IB dapat meningkatkan nilai mutu dari ternak tersebut baik dalam hal peningkatan bobot badan maupun produksi daging. Dalam dua tahun terakhir ini, penggunaan teknik IB pada babi khususnya di daerah Bali telah berkembang dan mulai dilakukan secara langsung melalui pengenceran, namun belum terdapat rumusan secara ilmiah. Teknik IB sudah melibatkan pemeliharaan babi jenis unggul, seperti persilangan Yorkshire dengan Landrace. Pada sentra Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Bali, telah memiliki beberapa
bangsa
pejantan
unggul
dengan
mutu
genetik
tinggi,
yang
dikembangkan dengan teknik IB kepada betina lokal. Inseminasi buatan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang komplek dan teratur, yang meliputi penampungan semen dan pengolahan semen cair maupun semen beku. Pada babi, penampungan semen dilakukan dengan teknik secara manual (glove hand method) dan IB umumnya menggunakan semen cair, dimasukkan secara intrauterine dengan menggunakan suatu alat khusus yaitu kateter menyerupai bentuk penis babi pejantan berbentuk spiral pada bagian ujungnya. Semen babi memiliki sifat voluminous yakni volume tinggi yaitu 150 - 200 ml dan konsentrasi rendah yaitu 200 - 300 x 106 sel/ml (Garner dan Hafez 2000). Semen babi hanya dapat disimpan dengan tetap mempertahankan kualitasnya pada
kisaran temperatur 15 - 20 °C (Paulenz et al. 2000) serta daya simpan yang relatif singkat yaitu kisaran 3 - 7 hari tergantung bahan pengencer yang digunakan (Johnson et al. 1982; Gadea 2003; Robert 2006). Produksi semen cair babi sering dihadapkan pada kendala penyimpanan semen, yaitu terjadinya perubahan temperatur pada saat penyimpanan khususnya saat pendistribusian semen cair kepada konsumen. Hal ini mengingat bahwa semen yang sudah ditampung, umumnya harus dipakai dalam waktu tidak lebih dari dua jam. Apabila dilakukan penundaan dalam beberapa jam saja akan menyebabkan penurunan fertilitas spermatozoa. Watson (1996) menyatakan bahwa cekaman perubahan temperatur (cold shock) berpengaruh terhadap komposisi membran plasma spermatozoa. Pada temperatur rendah terjadi perubahan pada struktur phospholipid membran plasma dari fase cair menjadi fase gel. Hal ini menunjukkan reaksi membran sel pada temperatur rendah sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan membran sel secara permanen. De Leeuw et al. (1990) menambahkan komposisi asam lemak membran plasma spermatozoa sapi dan babi pada fase perubahan phospholipid sangat berbeda. Berdasarkan perbedaan komposisi phospholipid tersebut, persentase phosphatidyiethanolamine dan sphingomyelin pada sapi sangat rendah yaitu 9.7% dan 11.5%, sedangkan pada babi persentase phosphatidylethanolamine dan sphingomyelin sangat tinggi, masing-masing mencapai 24% dan 14% (White 1993). Hal ini menyebabkan membran plasma spermatozoa babi sangat sulit stabil pada temperatur rendah. Penggunaan semen cair untuk periode waktu yang lama memerlukan preservasi atau pengawetan yang bertujuan untuk mempertahankan viabilitas dan fertilitas spermatozoa. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut maka semen perlu dicampur dengan bahan pengencer yang dapat menjamin kebutuhan fisik dan kimiawinya serta dapat disimpan pada temperatur dan waktu tertentu, yang dapat mempertahankan kehidupan sperma selama waktu yang diinginkan untuk kemudian digunakan sesuai dengan kebutuhan. Bahan pengencer untuk semen babi secara umum terdiri dari dua tipe yaitu berdaya simpan pendek/short-term extender (1 - 3 hari) seperti Beltsville Thawing Solution (BTS), dan berdaya simpan panjang/long-term extender (5 - 7 hari) seperti Zorlesco.
Bahan pengencer semen mengandung sumber nutrisi, buffer, bahan anti cold shock, antibiotik, dan krioprotektan yang dapat melindungi spermatozoa selama proses pengolahan dan penyimpanan. Karbohidrat terutama fruktosa paling banyak digunakan sebagai sumber nutrisi karena lebih mudah dimetabolisis oleh spermatozoa. Karbohidrat juga berperan sebagai pelindung spermatozoa terhadap cekaman perubahan temperatur (cold shock). Tris (hydroxymethyl) aminomethan digunakan dalam bahan pengencer karena memiliki sifat peyangga (buffer) yang baik dengan toksisitas yang rendah dalam konsentrasi yang tinggi (Steinbach dan Foote 1967; Toelihere 1993). Glisin yang terkandung dalam pengencer Zorlesco adalah asam amino yang merupakan sumber nutrisi dan protein bagi kelangsungan metabolisme spermatozoa selama penyimpanan dan sebagai bahan yang mampu melindungi spermatozoa dari pengaruh cold shock. Zorlesco juga mengandung Bovine Serum Albumin (BSA) yang dapat berperan dalam menjaga kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan dari sel (Bassol et al. 2005). Menurut Waberski et al. (1989) BSA dapat mempertahankan motilitas spermatozoa sampai enam hari penyimpanan. Berdasarkan latar belakang dan pemikiran tersebut maka dilakukan penelitian yang berkaitan dengan karakteristik semen babi, pengaruh modifikasi bahan pengencer BTS dan Zorlesco terhadap viabilitas dan fertilitas spermatozoa babi, serta pemilihan tempat penyimpanan semen cair kaitannya dengan mempertahankan kualitas semen cair babi selama pendistribusian untuk dapat digunakan dalam IB.
Kerangka Pemikiran Penggunaan bahan pengencer BTS dan Zorlesco adalah sebagai sumber energi, buffer, melindungi spermatozoa terhadap cold shock, dan mencegah perubahan pH serta tekanan osmotik dalam semen cair, sehingga dapat mempertahankan viabilitas dan fertilitas spermatozoa selama pengolahan dan penyimpanan. Sumber nutrisi atau energi yang paling banyak digunakan adalah karbohidrat terutama fruktosa yang lebih mudah dimetabolisis oleh spermatozoa. Penggunaan Zorlesco sebagai bahan pengencer karena menggunakan bahan dasar Tris yang
bersifat buffer, berfungsi sebagai pengatur tekanan osmotik dan juga menetralisir asam laktat yang dihasilkan dari sisa metabolisme spermatozoa. Bahan pengencer Zorlesco mengandung glisin salah satu asam amino yang merupakan sumber nutrisi dan protein bagi kelangsungan metabolisme spermatozoa selama penyimpanan dan sebagai bahan yang mampu melindungi membran spermatozoa dari pengaruh cold shock. Zorlesco juga mengandung BSA yang dapat berperan dalam menjaga kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan dari sel. Modifikasi pengencer BTS dan Zorlesco dengan penambahan fruktosa sebagai sumber nutrisi diharapkan mampu mempertahankan viabilitas dan fertilitas spermatozoa selama penyimpanan. Perlindungan terhadap spermatozoa selain tergantung dari bahan pengencer yang digunakan, juga tergantung dari temperatur penyimpanan yang berkisar 15 20 °C. Perubahan temperatur dapat berpengaruh terhadap komposisi membran plasma spermatozoa, terutama pada struktur phospholipid membran plasma dari fase cair menjadi fase gel yang dapat menyebabkan kerusakan membran plasma sel secara permanen. Hal tersebut dapat menurunkan kualitas spermatozoa selama penyimpanan termasuk motilitas, viabilitas dan fertilitas spermatozoa. Pengaturan temperatur penyimpanan 15 - 20 °C dilakukan dengan menggunakan lemari es dan kotak styrofoam. Penyimpanan semen cair babi dalam lemari es yang diformat low temperature pada rak paling bawah diperkirakan mempunyai temperatur 15 - 20 °C. Demikian pula dalam kotak styrofoam yang diatur dengan menggunakan es yang dilapisi handuk diperkirakan mempunyai temperatur 15 - 20 °C.
Hipotesis a.
Pengenceran semen babi dengan modifikasi pengencer BTS dan Zorlesco mampu mempertahankan viabilitas dan fertilitas spermatozoa babi dalam waktu tertentu.
b.
Penyimpanan semen cair babi pada temperatur 15 - 20 °C dapat dilakukan dalam lemari es dengan kondisi temperatur rendah (low temperature), dan atau dalam modifikasi kotak styrofoam dalam waktu yang relatif lama.
c.
Semen cair dengan modifikasi pengencer BTS dan Zorlesco dapat digunakan dalam kegiatan IB.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengencer yang baik dalam usaha mempertahankan kualitas spermatozoa terutama dalam kegiatan transportasi semen ke luar daerah dan dalam jangka waktu tertentu. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : a.
Menguji modifikasi pengencer BTS dan Zorlesco dalam mempertahankan viabilitas dan fertilitas spermatozoa.
b.
Mendapatkan suatu sistem penyimpanan semen cair dalam mempertahankan viabilitas dan fertilitas spermatozoa.
c.
Menguji modifikasi pengencer BTS dan Zorlesco dalam kegiatan IB.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai alternatif penggunaan bahan pengencer yang sesuai dan praktis tetapi juga memiliki daya preservasi yang tinggi dalam pengolahan semen babi, serta mendapatkan sistem penyimpanan semen cair babi untuk keperluan di lapangan atau transportasi semen cair ke daerah jangkauan tertentu, dalam upaya memenuhi kebutuhan program IB.
TINJAUAN PUSTAKA Ternak Babi Pengembangan ternak babi di Indonesia, khususnya di beberapa daerah, diantaranya Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, serta Sumatera Utara sudah menerapkan pemeliharaan babi jenis unggul yang berasal dari luar, seperti bangsa Duroc, Landrace, Yorkshire, Hampshire, maupun persilangannya, yang digunakan sebagai induk maupun pejantan. Pengembangan ternak babi masih dilakukan melalui pengawinan alami, sedangkan pengawinan melalui inseminasi masih dilakukan menggunakan semen segar dimana mutu dan kualitas semen yang digunakan belum dikaji secara ilmiah. Babi merupakan salah satu ternak penghasil daging yang cukup produktif dan memiliki berbagai keuntungan dibandingkan dengan ternak lain. Keuntungan beternak babi adalah pertumbuhannya cepat, beranak banyak (6 - 12 ekor), dapat melahirkan anak dua kali dalam setahun, bahkan lima kali dalam dua tahun. Produksi utama dalam beternak babi adalah karkas atau dagingnya. Hasil ikutan yang juga bernilai ekonomis adalah kulit dan organ dalam (usus) yang dapat digunakan sebagai sosis, serta kotoran babi juga dapat digunakan sebagai kompos (Aritonang 1993). Bangsa babi di dunia sangat banyak antara lain : Berkshire, Poland China, Spotted Poland China, Hampshire, Duroc, Tamworth, Chester White, Yorkshire, Landrace dan Hereford. Jenis babi yang banyak dipelihara di Indonesia adalah Landrace dan Large White atau Yorkshire yang mempunyai kualitas daging yang tinggi (Aritonang 1993). Babi yang dikembangkan di Indonesia antara lain dari bangsa Landrace, Duroc, Yorkshire, Hampshire, dan Berckshire. Babi Landrace berasal dari Denmark, dan termasuk babi tipe bacon yang berkualitas tinggi serta dijuluki good mother untuk yang betina. Ciri-ciri babi Landrace adalah bulunya putih, rata dan halus, produksi daging tinggi, tubuh panjang dan lebar, kepala kecil agak panjang dengan telinga terkulai, leher panjang, punggung berbentuk seperti busur, puting susu pada satu sisi enam sampai tujuh buah, kaki letaknya baik dan kuat dengan paha yang padat serta tumit yang kuat. Babi jantan dewasa berbobot sekitar 320 - 410 kg, dan induk
berbobot sekitar 250 - 340 kg (Girisonta 1981; Sihombing 2006). Babi Landrace lebih panjang daripada bangsa babi lainnya karena memiliki tulang punggung yang panjang (Blakely dan Bade 1985). Babi Duroc merupakan persilangan dari dua bangsa babi yaitu Jersey Reds dengan Duroc dari New York. Warnanya merah terang hingga gelap dan merah cherry, kukunya hitam, tubuhnya padat dan prolifik, serta mudah stres terhadap perubahan lingkungan. Babi Duroc betina memiliki litter size yang tinggi. Babi jantan dewasa umumnya berbobot sekitar 295 - 455 kg, induk umumnya berbobot sekitar 275 - 320 kg (Blakely dan Bade 1985; Sihombing 2006). Babi Yorkshire berasal dari Inggris dan di beberapa negara ada yang menamakannya Large White. Ada dua tipe yang berbeda pada bangsa Yorkshire yaitu Large Yorkshire dan Middle Yorkshire. Warna babi Yorkshire putih, tetapi adakalanya terdapat totol pigmen hitam di kulit, serta memiliki kualitas daging yang tinggi. Babi jantan dewasa berbobot sekitar 320 455 kg dan induk berbobot sekitar 225 - 365 kg (Blakely dan Bade 1985; Sihombing 2006). Secara umum babi jantan mencapai dewasa kelamin pada umur 5 - 6 bulan ditandai adanya spermatozoa di dalam ejakulat, dan dibiarkan mencapai umur 8 9 bulan sebelum digunakan untuk mengawini induk. Sedangkan babi betina mencapai dewasa kelamin pada umur 5 - 8 bulan ditandai dengan munculnya berahi dan terjadinya ovulasi, dan rata-rata pengawinan pertama dianjurkan pada umur 8 - 10 bulan (Toelihere 1993; Anderson 2000).
Karakteristik Semen Babi Semen merupakan suspensi cairan seluler yang terdiri atas spermatozoa sebagai gamet jantan dan sekreta yang berasal dari kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap pada saluran reproduksi hewan jantan. Plasma semen merupakan cairan yang terkandung di dalam semen yang dihasilkan saat ejakulat yang disekresikan oleh kelenjar vesikularis, prostat dan bulbourethralis, dan dalam jumlah yang kecil (Garner dan Hafez 2000). Komponen kimiawi semen mempunyai peran antara lain : (1) protein yang berperan dalam menjaga kestabilan dan permeabilitas membran plasma spermatozoa, (2) vitamin C berperan melindungi membran plasma spermatozoa dari kerusakan selama proses pembekuan semen, dengan cara
mengikat radikal oksigen untuk mencegah terbentuknya peroksidasi lipid yang dapat menghambat glikolisis maupun motilitas, (3) kalium, natrium, dan klorida yang berperan dalam menjaga integritas fungsional membran plasma spermatozoa serta mempertahankan tekanan osmotik sel spermatozoa, (4) bikarbonat berperan sebagai agen penyanggah untuk mencegah perubahan pH semen selama proses penyimpanan, dan (5) fruktosa yang dimanfaatkan spermatozoa sebagai sumber energi baik dalam kondisi anaerob atau pada saat penyimpanan, dan kondisi aerob pada saluran reproduksi betina (Toelihere 1993). Ciri khas semen babi adalah volumenya yang tinggi mencapai 150 – 200 ml dan konsentrasi spermatozoanya rendah yaitu 200 - 300 x 106 sel/ml dibandingkan dengan semen ternak lainnya (Garner dan Hafez 2000). Semen babi (fresh semen) dapat dievaluasi dengan baik pada kisaran temperatur 35 - 37 °C selama 1 - 3 jam. Semen babi yang telah diencerkan dapat disimpan pada temperatur rendah dengan kisaran 15 - 20 °C (Paulenz et al. 2000) dalam waktu rata-rata 3 - 7 hari tergantung dari pengencer yang digunakan (Johnson et al. 1982; Gadea 2003; Robert 2006). Semen babi sangat sensitif terhadap cekaman dingin yang dapat mengurangi daya tahan atau viabilitas spermatozoa (Pursel et al. 1973). Pada saat temperatur rendah, phospholipid pada membran sel spermatozoa direduksi, sehingga sel mengalami kerusakan permanen dan mengurangi fungsi membran sel (White 1993). Watson (1996) menyatakan hal yang sama yakni pada temperatur rendah terjadi perubahan pada struktur phospholipid membran plasma dari fase cair menjadi fase gel, yang dapat menyebabkan kerusakan membran plasma secara permanen. De Leeuw et al. (1990) menambahkan komposisi asam lemak membran plasma spermatozoa sapi dan babi pada fase perubahan phospholipid sangat berbeda. Berdasarkan perbedaan komposisi phospholipid tersebut, persentase phosphatidylethanolamine dan sphingomyelin pada sapi sangat rendah yaitu 9.7% dan 11.5%, sedangkan pada babi persentase phosphatidylethanolamine dan sphingomyelin sangat tinggi, masing-masing mencapai 24% dan 14% (White 1993). Hal ini menyebabkan membran plasma spermatozoa babi sangat sulit stabil pada temperatur rendah, dan hal ini menunjukkan semen babi hanya dapat disimpan pada temperatur 15 - 20 °C (Paulenz et al. 2000).
Pada semen babi terdapat dua istilah penting yaitu whole semen dan fractionated semen. Whole semen merupakan semen secara keseluruhan yang bahan gelatinnya telah dihilangkan melalui suatu penyaringan menggunakan saringan yang halus. Fractionated semen merupakan semen yang seluruhnya berasal dari fraksi yang kedua atau sperm-rich fraction (First 1970). Untuk keperluan penyimpanan semen maka bahan gelatin perlu dihilangkan karena bahan gelatin dapat menyerap sebagian besar cairan semen sehingga hampir seluruh semen akan menjadi bersifat gelatin. Fractioned semen memiliki sifat yang berbeda dengan whole semen. Pada fractioned semen, lama hidup spermatozoa menjadi lebih lama bila disimpan pada temperatur rendah. Pada temperatur 37 °C maupun pada temperatur 15 - 20 °C lama hidup spermatozoa baik pada fractioned semen maupun whole semen adalah sama, namun spermatozoa pada fractioned semen yang didinginkan pada temperatur 5 °C akan tetap mempertahankan motilitasnya untuk periode waktu yang relatif sangat lama. Fractioned semen juga lebih tahan terhadap cekaman temperatur dibandingkan dengan whole semen, dan seperti halnya pada whole semen, fractioned semen harus dihangatkan dan dikocok dalam suasana aerob selama dua jam agar motilitas spermatozoa terlihat jelas (First 1970). Proses ejakulasi pada babi pejantan berlangsung relatif lama yaitu dapat berkisar 3 - 20 menit untuk satu proses ejakulasi yang sempurna. Pola ejakulasi semen babi pejantan adalah sangat khas. Awal dari gerakan - gerakan memasukkan penis akan berakhir beberapa menit dan dibarengi oleh sekresi cairan yang terlihat hampir bening, agak lengket dan mengandung sejumlah bahan gelatin yang menyerupai jelly. Segera setelah gerakan-gerakan memasukkan penis selesai, pejantan menjadi tenang dan volume semen meningkat drastis. Cairan yang diejakulasikan pada saat ini bersifat kental dan berwarna putih dan mengandung sedikit gelatin dalam bentuk gumpalan-gumpalan seperti kanji. Terakhir, ketika pejantan masih dalam keadaan tenang, cairan yang diejakulasikan hampir bening kembali dan dibarengi oleh sejumlah besar gelatin. Semen babi bersifat voluminous, memiliki ejakulat dengan volume yang banyak (150 - 200 ml) namun dengan konsentrasi spermatozoa yang rendah (200 – 300 x 106 sel/ml). Hal ini disebabkan oleh karena pejantan menaiki betina secara
berulang sebelum terjadinya ejakulasi yang sempurna, sehingga semen yang diejakulasikan terdiri atas beberapa fraksi yaitu pra-spermatozoa, kayaspermatozoa dan pasca-spermatozoa. Fraksi pra-spermatozoa tidak mengandung spermatozoa, hanya berupa gelatin dari kelenjar bulbouretralis (kelenjar Cowper) yang mencapai 20% dari total volume semen. Fraksi kaya-spermatozoa mengandung 20 - 30% spermatozoa dengan konsentrasi 600 - 1000 x 106 spermatozoa/ml, dan fraksi pasca-spermatozoa sedikit mengandung spermatozoa, lebih banyak mengandung cairan dari kelenjar asesories lainnya, yaitu kelenjar prostat dan kelenjar vesicularis. Saluran reproduksi babi jantan beserta kelenjar asesories
diperlihatkan
dalam
Gambar
1.
Adapun
faktor-faktor
yang
mempengaruhi total volume dan konsentrasi semen adalah umur, makanan, lingkungan, musim, prosedur penampungan semen, frekuensi penampungan, perbedaan bangsa, dan kesehatan reproduksi pejantan (Ax et al. 2000a).
Kelj. Vesikularis
Ureter Ampula
Kelj. Prostat
Vas deferens
Kelj. Cowper Muskulus retraktor penis
Saluran spermatozoa
Penis
Kaput epididimis
Ujung penis
.Kauda epididimis Testis
Gubernakulum Korpus epididimis
Gambar 1 Saluran reproduksi babi jantan (Frandson 1965)
Evaluasi Semen Evaluasi semen perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas semen yang dikoleksi dan untuk mengetahui kadar pengenceran serta jumlah pelayanan terhadap betina yang akan diinseminasi. Secara umum evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi secara makroskopis untuk mengetahui volume, pH, warna dan konsistensi,
serta
evaluasi
mikroskopis
untuk
mengetahui
konsentrasi
spermatozoa, gerakan individu (motilitas), dan morfologi spermatozoa. Pemeriksaan secara mikroskopis dapat dilakukan dengan metode pewarnaan eosin-nigrosin dan pewarnaan Williams. Pewarnaan spermatozoa berfungsi untuk membantu proses pengamatan morfologi dan morfometri spermatozoa. Pewarna eosin merupakan zat warna yang bersifat asam dan mampu berpendar karena mengandung brom, dan dapat mewarnai sitoplasma. Pewarna eosin-nigrosin merupakan double staining untuk memberikan efek kontras sehingga memberi batas yang jelas pada sel (Gunarso 1989). Pewarnaan Williams merupakan pewarnaan dengan zat warna eosin dan zat warna dasar basic fuchsin golongan trifenil methan yang umum digunakan untuk mewarnai sitoplasma. Keunggulan dari pewarnaan Williams yaitu preparat ulasan semen segar dapat disimpan terlebih dahulu sebelum dilakukan pewarnaan Williams, dan tingkat kejernihan preparat sangat jelas sehingga memudahkan pengamatan morfologi dan morfometri spermatozoa. Karakteristik semen dan komposisi plasma semen babi (Ax et al. 2000b; Garner dan Hafez 2000) masing-masing dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1 Karakteristik semen babi Kriteria Volume (ml) tanpa gelatin Konsentrasi (106/ml) Total sperma (109) Sperma motil (%) Morfologi sperma normal (%) Ejakulat/minggu (kali) pH Jumlah sel hidup/inseminasi (106) Sumber : Garner dan Hafez (2000); Ax et al.( 2000b)
Jumlah 150-200 200-300 30-60 50-80 70-90 2-3 7.3-7.8 2000-3000
Tabel 2 Komposisi plasma semen babi Kandungan
Jumlah
Fructose (mg/100ml) Sorbitol (mg/100ml) Citrid acid (mg/100ml) Inositol (mg/100ml) Ergothioneine (mg/100ml) Glycerylphosphorylcholine (mg/100ml) Sodium (mg/100ml) Potassium (mg/100ml) Chloride (mg/100ml) Calcium (mg/100ml) Magnesium (mg/100ml)
9 6-18 173 380-630 17 110-240 587 197 260-430 6 5-14
Sumber : Garner dan Hafez (2000)
Spermatozoa normal pada babi terdiri dari kepala dan ekor (Gambar 2). Bagian kepala memegang peranan penting dalam keberhasilan proses fertilisasi, karena terdapat enzim hyaloronidase yang dapat menembus dinding sel telur dan membawa kromosom (heredity) yang mengandung deoxy-ribonucleid acid (DNA) serta dilindungi oleh tudung akrosom. Sementara bagian ekor berperan sebagai sarana penggerak bagi spermatozoa untuk mencapai tempat fertilisasi dengan bantuan sel-sel mitokhondria yang terdapat pada pangkal ekor spermatozoa dengan memanfaatkan karbohidrat dan fruktosa sebagai sumber energi (Toelihere 1993; Garner dan Hafez 2000).
Sapi Babi Domba Kuda Kepala
Kaput akrosom Post akrosom
Manusia Tikus Unggas
Bagian tengah
Bagian utama
Ekor Bagian ujung
Gambar 2 Spermatozoa normal pada babi (Garner dan Hafez 2000)
Menurut Hirai et al. (2001) secara morfometri, panjang dan lebar kepala spermatozoa babi (Sus scrofa domestica) adalah masing-masing 9.27 ± 0.05µm dan 4.66 ± 0.02µm. Abnormalitas spermatozoa pada babi yang digunakan dalam program IB tidak boleh lebih dari 20%. Abnormalitas spermatozoa dapat terjadi selama proses spermatogenesis maupun setelah keluar dari saluran epididymis (Toelihere, 1993; Bonet et al. 1993; Ax et al. 2000a dan Johnson et al. 2000). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya abnormalitas spermatozoa adalah genetik, umur, breed, cahaya dan temperatur, manajemen pemeliharaan, frekuensi penampungan, pengenceran, dan lingkungan.
Pengenceran Semen Fresh semen memiliki kemampuan bertahan untuk hidup (viability) secara in vitro yang terbatas, sehingga untuk meningkatkan daya viabilitas maupun daya fertilisasi optimum dari semen yang ditampung maka semen dan atau spermatozoa harus dipreservasi atau diawetkan untuk beberapa lama sesudah penampungan. Salah satu cara untuk mengawetkan semen secara in vitro adalah dengan penambahan larutan pengencer pada semen, yang dapat menjamin kebutuhan fisik dan kimiawi dari spermatozoa serta dapat disimpan pada temperatur dan waktu tertentu untuk kemudian dipakai sesuai dengan kebutuhan (Toelihere 1993). Bahan pengencer memiliki fungsi mekanis, fisik dan biokimia (Supriatna dan Pasaribu 1992). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pengencer semen adalah penggunaan peralatan yang bersih dan steril, serta bahan-bahan tidak bersifat toksik terhadap spermatozoa dan alat kelamin betina. Bahan pengencer umumnya dapat disimpan paling lama hanya satu minggu. Media pengencer yang baik harus memiliki fungsi sebagai berikut: (1) Menyediakan nutrisi, dalam bentuk glukosa, yang digunakan sebagai sumber energi bagi spermatozoa, (2) Melindungi spermatozoa dari kerusakan akibat pendinginan dengan menggunakan bahan seperti BSA dan Tris, (3) Menyediakan media yang bersifat penyangga untuk melindungi sperma dari kerusakan akibat perubahan pH, dengan menggunakan bahan seperti Bikarbonat, Tris, dan HEPES, (4) Mengatur keseimbangan osmotik dan elektrolit yang tepat bagi spermatozoa, dengan menggunakan bahan seperti NaCl dan KCl, dan (5) Menghambat
pertumbuhan kuman dengan menggunakan bahan antibiotik (Toelihere 1993; Gadea 2003). Bahan pengencer semen babi telah banyak diteliti dan dikembangkan untuk mendukung program IB diantaranya adalah susu skim, Tris, maupun pengencer laktosa, dimana komponen dasar dari pengencer sintetis umumnya merupakan kombinasi dari penyangga, karbohidrat, dan kuning telur. Bahan pengencer untuk semen babi berdasarkan daya simpannya dari hari pertama semen dikoleksi dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu berdaya simpan pendek/short-term extender (1 - 3 hari) dan berdaya simpan panjang/long-term extender (5 - 7 hari) (Johnson et al. 1982; Gadea 2003; Robert 2006). Bahan pengencer tipe short-term seperti Beltsville Liquid (BL-1), Beltsville Thawing Solution (BTS), Illinois Variable Temperature (IVT) dan Kiev, sedangkan bahan pengencer tipe long-term seperti Acromax®, Androhep®, Modena, Mulberry III®, X-Cell®, Zorlesco dan Zorpva (Johnson et al. 1982; LiJun et al. 2002; Gadea 2003, Dube et al. 2004; Beauliu et al. 2005; Garcia-Casado et al. 2005; Kadirvel et al. 2005; Vyt et al. 2005). Komposisi beberapa bahan pengencer yang dimaksud, diperlihatkan pada Tabel 3. Tris (hydroxymethyl) aminomethan merupakan salah satu buffer yang umum digunakan, karena mempunyai kemampuan sebagai penyangga yang baik dengan toksisitas yang rendah dalam konsentrasi yang tinggi (Steinbach dan Foote 1967). Tris sudah lama digunakan sebagai komponen dasar pengencer semen sapi, babi dan domba (Maxwell dan Salamon 1993). Tris dapat memperpanjang daya hidup spermatozoa pada temperatur -5 °C hingga -196 °C (Bearden dan Fuquay 1997). Hasil penelitian Paulenz et al. (2002) dengan semen cair domba menunjukkan bahwa pengencer dasar Tris dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa lebih baik daripada pengencer sitrat maupun susu skim pada temperatur penyimpanan 5 dan 20 °C. Hasil penelitian Drajad (1994) menunjukkan bahwa bahan pengencer Tris-sitrat kuning telur yang digunakan untuk pengenceran semen rusa, kemudian dikemas dalam bentuk pelet maupun straw dan dibekukan menggunakan CO2 kering, maupun N2 cair diperoleh hasil yang cukup memuaskan, dimana motilitas sperma pasca thawing berkisar 54.40 ± 7.20% sampai dengan 57.00 ± 3.35%.
Tabel 3 Komposisi kimia BTS, Kiev, Zorlesco, dan Androhep Kandungan (g/L) Glucose EDTA Sodium citrat Sodium bicarbonat Potasium chloride Tris HEPES Citric acid Cysteine BSA Gentamicin sulfate (mg/l)
BTS 37.00 1.25 6.00 1.25 0.75 300
Pengencer Kiev Zorlesco 60.00 11.50 3.70 2.30 3.70 11.7 1.20 1.25 6.50 4.10 0.10 5.00 300 300
Androhep 26.00 2.40 8.00 1.20 9.00 2.50 300
Sumber : Johnson et al. (1982)
Natrium sitrat telah digunakan sebagai pengenceran semen ruminansia kecil. Natrium sitrat merupakan penyangga yang mampu mempertahankan kestabilan pH pada pengencer, sehingga menguntungkan untuk memelihara kelangsungan hidup spermatozoa. Ethylenediamine-tetra-acetic acid (EDTA) merupakan bahan berbasis ion khususnya Ca++ yang dapat melindungi membran plasma spermatozoa (Watson 1990). Kuning telur umumnya ditambahkan pada pengencer semen karena berperan sebagai sumber energi, agen protektif dan sebagai bahan anti cold shock. Kuning telur mengandung lipoprotein dan lesitin yang dapat melapisi membran plasma sel (Toelihere 1993). Bagian yang berperan sebagai agen protektif adalah lipoprotein berkepekatan rendah (low density lipoprotein), khususnya phospholipid yang diidentifikasi sebagai komponen efektif dalam melindungi membran spermatozoa terhadap pengaruh pendinginan yang cepat (Park dan Graham 1992), dan mencegah peningkatan aliran ion kalsium ke dalam sel yang dapat merusak spermatozoa (White 1993). Penggunaan kuning telur sebesar 15% sampai 20% dalam
pengencer
semen
kambing
untuk
proses
pembekuan
telah
direkomendasikan oleh Trejo et al. (1996). Selain kuning telur, glisin juga merupakan komponen penting dalam bahan pengencer semen. Sistein merupakan salah satu asam amino yang merupakan sumber protein dan nutrisi bagi kelangsungan metabolisme spermatozoa selama penyimpanan, dan sebagai bahan yang mampu melindungi spermatozoa dari
pengaruh cold shock selama proses penyimpanan, mengingat protein mampu melindungi membran spermatozoa dari pengaruh cold shock (Johnson et al. 2000; Huo 2002; Zhou 2004). Disamping itu juga BSA dalam bahan pengencer berperan untuk menjaga kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan dari suatu sel (Bassol 2005). Menurut Waberski et al. (1989) yang dikutip dalam Johnson et al. (2000) BSA dapat mempertahankan motilitas spermatozoa sampai enam hari penyimpanan. Karbohidrat merupakan sumber energi bagi spermatozoa. Karbohidrat yang ditambahkan ke dalam pengencer semen memiliki beberapa fungsi yaitu menyediakan sumber energi yang mendukung motilitas spermatozoa selama inkubasi dan mempertahankan tekanan osmotik cairan sel spermatozoa. Kemampuan jenis karbohidrat dalam melindungi sel spermatozoa berbeda tergantung pada temperatur penyimpanan semen, berat molekul dari jenis karbohidrat dan tipe dari penyangga yang digunakan dalam pengencer. Menurut Molinia et al. (1994) jenis karbohidrat monosakarida yang ditambahkan ke dalam pengencer
Tris
lebih
cocok
dibandingkan
dengan
disakarida
dalam
mempertahankan motilitas spermatozoa semen cair anjing. Garcia dan Graham (1989) yang diacu dalam Yildiz et al. (2000) menunjukkan bahwa trisakarida tidak efektif dibandingkan dengan monosakarida dan disakarida dalam mempertahankan motilitas semen cair maupun motilitas pasca thawing spermatozoa sapi. Meskipun disakarida khususnya sukrosa dan maltosa dapat menurunkan kematian sperma dan menurunkan kerusakan tudung akrosom akan tetapi monosakarida seperti glukosa dan galaktosa, lebih tinggi dalam mempertahankan motilitas sperma, viabilitas dan kerusakan tudung akrosom dalam waktu yang lebih lama. Glukosa dan fruktosa merupakan monosakarida atau gula sederhana dengan rumus molekul (C6H12O6) yang tidak dapat dihidrolisis menjadi bentuk yang lebih sederhana lagi (Bruce et al. 1994). Glukosa merupakan molekul karbohidrat utama dalam kelompok aldosa yang memiliki berat molekul 180 g/mol dan berfungsi sebagai bahan bakar utama penghasil energi pada semua sistem biologi atau semua tipe sel organisme. Sedangkan fruktosa termasuk kelompok ketosa yang memiliki berat molekul 180.16 g/mol dan secara fisiologis ditemukan dalam
plasma semen yang berguna dalam proses metabolisme spermatozoa untuk menghasilkan energi dan daya hidup bagi spermatozoa. Ponglowhapan et al. (2004) melaporkan bahwa penambahan glukosa 70 mM ke dalam pengencer Triskuning telur pada proses preservasi semen anjing mampu mempertahankan motilitas 59.10%, sedangkan jika menggunakan fruktosa 70 mM mampu mempertahankan motilitas 60.90% setelah disimpan selama 10 hari pada temperatur 5 °C. Penggunaan fruktosa sebanyak 1 g dalam pengencer sitrat kuning telur pada proses preservasi semen sapi perah terbukti mampu mempertahankan motilitas 53.30% setelah disimpan selama 24 jam dalam lemari es. Sementara hasil penelitian Hirotada et al. (2006) menggunakan kombinasi glukosa dan fruktosa (5.0 dan 0.5 mmol) sebagai pengencer semen babi menunjukkan terjadi peningkatan motilitas progresif, reaksi akrosom dan kemampuan fertilisasi pada spermatozoa babi. Dewasa ini pengencer BTS banyak digunakan oleh pengelola program IB, karena dari sudut ekonomis harganya paling murah dengan hasil yang memuaskan. Penelitian oleh Kommisrud et al. (2002) menggunakan pengencer BTS selama enam jam penyimpanan dalam temperatur 16 - 18 °C menunjukkan persentase motilitas sebesar 79.8%. Hasil dari peneliti lainnya, Kadirvel et al. (2005) menunjukkan BTS dan Modena dapat digunakan sebagai pengencer semen babi dengan daya simpan selama empat hari dalam temperatur 17 °C, dengan motilitas pada pengamatan hari keempat mencapai 64.43% dengan pengencer BTS, dan 61.87% dengan pengencer Modena. Pengencer lain yang telah digunakan oleh peneliti diantaranya adalah Zorlesco. Menurut hasil peneltian Huo et al. (2002) menunjukkan lebih dari 50% spermatozoa yang dapat dipertahankan selama 13 hari penyimpanan dengan pengencer Zorlesco dan Androhep dalam temperatur 17 °C. Sementara hasil penelitian Zhou et al. (2004) menunjukkan penggunaan pengencer Zorlesco dapat mempertahankan kualitas spermatozoa selama 5 - 8 hari dalam temperatur 20 °C.
Penyimpanan Semen Penanganan semen dengan cermat dan teliti merupakan faktor penting dalam menjaga fertilitas semen segar mulai penampungan sampai dengan pengemasan
dan penyimpanan. Semen babi dapat dikemas dan disimpan dalam bentuk semen cair serta dapat dikirim ke beberapa tempat melalui transportasi darat maupun udara. Temperatur optimum untuk penyimpanan semen babi adalah 15 - 20 °C (Paulenz et al. 2000), dan perubahan 1 - 2 °C dapat menurunkan viabilitas spermatozoa selama disimpan. Penambahan pengencer dapat mempertahankan viabilitas spermatozoa sampai siap digunakan dalam program IB. Semen harus dikemas dan disimpan dalam sebuah kontainer atau kotak, dan dilindungi dari stres fisik (guncangan), dengan menggunakan material dari styrofoam, untuk menjaga temperatur 15 °C. Penggunaan sytrofoam memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah lebih ringan, bentuk dan ukuran dapat diatur, serta dapat ditambahkan es (ice block). Penelitian Flowers (1996) yang dikutip oleh Kevin (2000) menunjukkan tentang perubahan viabilitas spermatozoa selama transportasi (Tabel 4). Tabel 4 Pengaruh kotak styrofoam terhadap viabilitas spermatozoa selama 24 jam penyimpanan Perlakuan Kotak styrofoam + tanpa es Kotak styrofoam + es Kantong plastik + tanpa es Kantong plastik + es
Viabilitas (%) 70.3 88.9 77.7 86.8
Sumber : Kevin (2000)
Semen babi sangat sensitif terhadap cekaman dingin yang dapat mengurangi viabilitas spermatozoa (Pursel et al. 1973). Pada saat temperatur rendah, phospholipid pada membran sel spermatozoa direduksi, sehingga sel mengalami kerusakan permanen dan mengurangi fungsi membran sel (White 1993). Hal ini menunjukkan bahwa semen babi hanya dapat disimpan pada temperatur 15 - 20 °C (Paulenz et al. 2000). Penyimpanan semen pada temperatur yang berbeda menunjukkan kualitas semen yang berbeda. Penelitian Chun-Xia dan Zeng-Ming (2000) menggunakan semen segar babi yang disimpan pada temperatur 39, 20, 15 dan 4 °C selama 48 jam, menunjukkan adanya perubahan kualitas sperma, seperti ditunjukkan dalam Tabel 5.
Tabel 5
Metode evaluasi perubahan kualitas spermatozoa babi pada temperatur yang berbeda Test (%)
39 °C
Trypan blue Æ viability HOST Æ coiled-tail Coomassie blue Æ TAU FITC-PNA Æ % TAU
1,6 1,7 4,5 4,3
20 °C
15 °C
46,9 28,7 35,5 43,2
42,0 24,1 55,7 17,3
4 °C 31,0 20,1 22,8 14,8
Sumber : Chun-Xia dan Zeng-Ming 2000
Hasil dari keempat metode evaluasi semen tersebut sangat berkorelasi dan dapat digunakan secara efektif dalam penentuan kualitas sperma. Hasil penelitian dalam Tabel 5 memperlihatkan bahwa integritas membran dan viabilitas spermatozoa dapat diawetkan secara in vitro dengan hasil yang baik pada temperatur 20 dan 15 °C selama 48 jam, dimana viabilitas spermatozoa mencapai 46.9% pada temperatur 20 °C dan 42.0% pada temperatur 15 °C. Spermatozoa mengalami beberapa kerusakan selama proses penyimpanan. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya cekaman osmotik, dan cekaman dingin. Tekanan osmotik harus dipertahankan selama proses penyimpanan semen karena bila tidak dipertahankan dapat mengakibatkan tekanan osmotik di dalam dan di luar sel berbeda sehingga air akan mengalir ke daerah yang bertekanan osmotik tinggi. Bila hal ini terjadi dapat menimbulkan cekaman osmotik pada spermatozoa dan menyebabkan spermatozoa mati. Gejala cekaman osmotik memainkan peranan yang sangat penting terhadap kerusakan membran sel selama proses penyimpanan semen. Tanda - tanda adanya cekaman osmotik adalah peningkatan kejadian spermatozoa dengan ekor melingkar, serta menurunkan viabilitas dan integritas membran plasma spermatozoa. Cekaman dingin atau cold shock dapat juga terjadi karena adanya penurunan temperatur sehingga akan menurunkan viabilitas sel dan perubahan dalam struktur membran. Fenomena cekaman dingin pada sel belum jelas diketahui tetapi kemungkinan berkaitan erat dengan fase transisi dari membran lipid yang menyebabkan terjadinya fase pemisahan dan penurunan sifat-sifat permiabilitas secara selektif dari membran biologik sel hidup (Watson 1995).
Penurunan temperatur pada spermatozoa akan menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas flagela, kerusakan organel intraseluler dan kerusakan membran sel. Terdapat dua tipe kerusakan sel akibat cekaman dingin, yaitu kerusakan
langsung
dan
kerusakan
laten.
Kerusakan
langsung
akan
mempengaruhi struktur dan fungsi - fungsi seluler (penurunan proses metabolisme) dari spermatozoa, sedangkan kerusakan laten sulit untuk diamati dan baru akan terlihat setelah dihangatkan kembali. Pengaruh utama dari cekaman dingin terhadap spermatozoa adalah penurunan motilitas, viabilitas, perubahan permiabilitas membran dan perubahan komponen lipid membran atau struktur phospholipid membran plasma. Adenosin triphosphat (ATP) merupakan faktor utama yang berperan dalam motilitas spermatozoa, sehingga spermatozoa harus mampu menghasilkan ATP dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi. Kerusakan membran spermatozoa menyebabkan terlepasnya enzim aspartat-aminotransferase (AspAT) dari mitokondria spermatozoa ke dalam plasma semen, sehingga produksi ATP akan terhenti dan menyebabkan spermatozoa tidak bisa bergerak (Colenbrander et al. 1992).
Inseminasi Buatan pada Babi Pelaksanaan inseminasi yang umum dilakukan oleh peternak adalah inseminasi dengan siklus alamiah. Deteksi berahi atau estrus pada induk memegang peranan penting dalam optimalisasi program IB, karena dengan ketepatan pendeteksian berahi akan memberikan hasil konsepsi yang tinggi, selain harus didukung oleh nilai persentase motilitas dan konsentrasi spermatozoa, serta volume semen. Babi betina merupakan hewan beranak banyak dengan angka ovulasi (ovulation rate) berkisar antara 10 - 20 sel telur pada setiap periode berahi. Faktor-faktor yang mempengaruhi angka ovulasi yakni umur, tingkatan makanan, dan bangsa babi (Toelihere 1993). Saluran reproduksi babi betina (Gambar 3) mempunyai tipe uterus bikornis dengan tanduk uterus yang panjang dan berkelokkelok, serta mempunyai bentuk ovarium seperti buah anggur dengan jumlah sel telur 10 - 20 sel.
Tuba fallopii
Ovarium
Kantong urine Uterus
Gambar 3 Saluran reproduksi babi betina (Sterle dan Safranski 1997)
Siklus berahi pada babi adalah 19 - 23 hari, rata-rata 21 hari, dengan lama berahi 1 - 2 hari pada babi dara (gilts) dan 2 - 3 hari pada babi induk (sows). Sel telur dilepaskan 38 - 42 jam setelah munculnya tanda-tanda berahi (Anderson 2000), dan inseminasi dilakukan 30 - 35 jam setelah munculnya tanda-tanda berahi. Inseminasi dengan angka fertilitas yang tinggi dapat dicapai pada saat periode berahi 12 - 36 jam seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.
Periode berahi Fertilitas
Rendah
Tinggi
Berahi
(jam) -48
-36
-24
-12
Rendah
Ovulasi
0
12
24
36
48
Inseminasi Gambar 4 Pedoman waktu inseminasi pada babi (Anderson 2000)
60
Berahi pada babi betina ditandai dengan warna vulva merah, hangat, dan adanya cairan kental pada vulva. Disamping itu juga ditandai dengan posisi telinga berdiri tegak (ear popping response) dan menunjukkan posisi diam (standing heat) saat diberikan tekanan pada punggung bagian belakang (Hafez dan Hafez 2000). Setelah ovulasi perkembangan corpus luteum (CL) dimulai, dan hormon progesteron meningkat dimulai setelah dua hari ovulasi dan bertahan selama 14 15 hari pada fase luteal, dimana pada akhir fase luteal terjadi pengeluaran PGF2α yang akan melisiskan CL dan mengalami siklus kembali. Aktifitas hormonal pada babi betina diperlihatkan dalam Gambar 5.
Aktivitas ovarium
Folikel ovulasi
Perkemb angan CL
Perkembangan CL optimal
Regresi CL
Folikel ovulasi
Gambar 5 Aktivitas hormonal dan ovarium babi betina (Coffey et.al 2007)
Teknik Inseminasi Buatan Inseminasi buatan pada babi umumnya menggunakan semen cair, dimasukkan secara transcervical dengan menggunakan sebuah kateter yaitu suatu alat khusus terbuat dari karet yang pada bagian ujungnya berbentuk spiral menyerupai bentuk penis babi pejantan, dengan panjang kateter 50 - 55 cm. Sebelum digunakan, kateter diolesi sedikit semen sebagai bahan pelumas. Inseminasi secara transcervical menggunakan kateter diperlihatkan dalam Gambar 6.
Kateter melalui servik dan terkunci
Servix
Gambar 6
Posisi kateter pada pelaksanaan inseminasi buatan (Sterle dan Safranski 1997)
Secara umum alat inseminasi pada babi ada dua tipe yakni rubber-spirette (berbentuk spiral dari bahan karet) dan plastic-bovine (berbetuk seperti spiral pendek dari bahan plastik). Tipe rubber-spirette lebih umum digunakan karena bentuknya menyerupai penis babi jantan dan sesuai dengan saluran reproduksi babi betina, serta fleksibel dan tidak menimbulkan rasa sakit bagi induk yang diinseminasi, dan mudah dibersihkan setelah digunakan. Sedangkan tipe plasticbovine jarang digunakan karena diameternya kecil sehingga memberikan peluang keluarnya semen yang sudah dideposisikan ke dalam saluran kelamin betina, serta teksturnya keras dan menimbulkan rasa sakit bagi induk yang diinseminasi. Posisi kateter setelah melewati servik akan terkunci dan semen cair dideposisikan tepat didepan uterus, yang selanjutnya semen cair akan mengalir masuk ke dalam uterus mengikuti kontraksi uterus (Sterle dan Safranski 1997). Inseminasi buatan dengan metoda transcervical menggunakan semen cair, yang dikemas per dosis dalam botol plastik, botol kecil atau sachet dengan volume per dosis 80 - 90 ml. Konsentrasi spermatozoa dalam satu dosis inseminasi mengandung rata-rata 2000 - 3000 x 106 sel untuk fertilitas yang optimum (Ax et al. 2000b). Menurut Singleton (2001) volume per dosis 70 - 100
ml dengan konsentrasi spermatozoa mencapai 2500 - 4000 x 106 sel. Menurut Kommisrud et al. (2002) volume per dosis 80 ml dengan konsentrasi spermatozoa mencapai 2700 x 106 sel untuk angka fertilitas yang optimum. Konsentrasi spermatozoa per ejakulat dengan motilitas lebih dari 65% dan mengandung kurang dari 20% sperma abnormal, dapat diencerkan dengan perbandingan satu bagian semen dengan 4 - 8 bagian pengencer, untuk memenuhi konsentrasi yang digunakan dalam IB (Ax et al. 2000b).
Keberhasilan Inseminasi Buatan Keberhasilan inseminasi pada babi induk dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya munculnya estrus setelah penyapihan, lamanya estrus, serta waktu antara munculnya estrus dan ovulasi, serta dua faktor penting dalam inseminasi yakni jumlah spermatozoa dan volume semen. Diagnosa kebuntingan dapat dilihat dengan tidak adanya berahi, namun berhentinya berahi tidak selalu berarti telah terjadi kebuntingan karena berahi dapat pula terjadi selama kebuntingan muda, dan induk yang tidak bunting dapat juga tidak memperlihatkan berahi. Perubahan-perubahan histologik pada epithel vagina yang diambil dengan biopsy dari hari ke-21 sampai ke-90 masa kebuntingan dan memperlihatkan adanya 2 - 3 lapis sel-sel epithel dapat dijadikan indikasi kebuntingan karena selama fase luteal atau fase folikel siklus berahi terdapat empat atau lebih lapisan sel-sel epithel (Toelihere 1993). Masa kebuntingan adalah selama 111 - 117 hari atau rata-rata 114 hari (Toelihere 1993; Jainudeen dan Hafez 2000). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya kebuntingan yakni litter size (jumlah anak), umur induk, dan kondisi lingkungan. Hasil penelitian Johnson et al. (1982) menggunakan semen babi yang disimpan dalam temperatur 18 °C dengan pengencer Kiev menunjukkan persentase motilitas spermatozoa mencapai 74.5% selama penyimpanan 24 jam dan 65.9% selama penyimpanan 48 jam. Sementara dengan pengencer Beltsville-1 menunjukkan motilitas spermatozoa mencapai 64.7% selama penyimpanan 24 jam dan 52.7% selama penyimpanan 48 jam. Angka persentase kebuntingan hasil inseminasi yakni 69.3% dengan pengencer Kiev dan 60.5% dengan pengencer
Beltsville-1. Dosis inseminasi yang digunakan dalam penelitian tersebut yakni 100 ml dengan konsentrasi mencapai 3000 x 106 spermatozoa. Sementara hasil peneliti lainnya yakni Waberski et al. (1994) menggunakan semen babi dengan pengencer BTS yang disimpan dalam temperatur 17 °C menunjukkan persentase motilitas sebesar 92% selama 24 jam, 87.3% selama 48 jam, dan 77.1% selama 72 jam penyimpanan. Angka persentase kebuntingan hasil inseminasi mencapai 89.5% dengan semen yang disimpan selama 24 jam, dan 88.9% dengan semen yang disimpan selama 48 jam, dalam pengencer BTS.
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan dan pemeriksaan semen babi dilakukan di Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Peternakan Propinsi Bali di Baturiti selama tiga bulan (Desember 2006 - Maret 2007). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan semen secara lebih akurat selama satu bulan (Maret - April 2007) di Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Materi Penelitian Sumber Semen Ternak yang digunakan sebagai sumber semen pada penelitian ini adalah tiga ekor babi jantan dewasa kelamin, dari bangsa Yorkshire, umur tiga tahun, dalam kondisi sehat, dan mempunyai kualitas semen baik, yaitu konsentrasi spermatozoa lebih dari 150 x 106sel/ml dan motilitas spermatozoa lebih dari 60%. Penampungan semen dilakukan pada pagi hari, dua kali seminggu, dengan metode manual (glove hand method) dibantu peralatan tabung penampungan (Gambar 7). Pemisahan fraksi gelatin dilakukan dengan melapisi kain kassa pada mulut tabung.
(a)
(b)
Gambar 7 Metode penampungan semen babi : a) Metode manual (glovehand method); b) Alat penampungan semen.
Kandang dan Pakan Pejantan babi dipelihara dalam kandang, lantainya terbuat dari beton, dinding kandang dibuat dari anyaman besi berukuran 2 x 3 x 1 meter dan atapnya asbes. Masing-masing kandang pejantan dilengkapi dengan tempat pakan dan kran air otomatis (water nipple). Pakan yang diberikan untuk pejantan mengandung protein 18% dan energi 16 MJ (3824.16 kkal/kg), yang terdiri dari dedak padi, dedak jagung, polar, gandum, konsentrat 152, mineral, lisin, dan starbio, dengan total pemberian pakan sebanyak 2,5 kg/ekor/hari, serta air minum diberikan ad libitum (selalu tersedia). Induk Babi induk yang digunakan sebagai akseptor IB sebanyak 18 ekor, dengan kondisi induk sudah pernah beranak kedua atau ketiga yang ditempatkan dalam kandang model batterey. Masing-masing kandang induk dilengkapi dengan tempat pakan dan kran air otomatis (water nipple).
Alat dan Bahan Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dummy-sow, penampung semen babi, water bath (pemanas air), gelas ukur, timbangan analitik dalam satuan miligram sampai gram, tabung berskala, epemdorf, mikropipet, pipet tetes, spuit, pH meter, termometer, obyek gelas, kotak preparat, api bunsen, meja pemanas, mikroskop-binokuler, sperm-vision, plastic shocket (plastik semen), lemari es, kotak styrofoam, dan alat-alat bantu lainnya yang dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Bahan Bahan pengencer semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Beltsville Thawing Solution (BTS), Modifikasi BTS (M-BTS) dengan mengganti sumber karbohidrat (glukosa) menjadi fruktosa, dan Modifikasi Zorlesco (MZorlesco) dengan menambahkan fruktosa sebagai sumber karbohidrat, dan mengganti sistein dengan glisin sebagai sumber nutrisi dan protein. Penggunaan
glisin sebagai pengganti sistein karena glisin mudah diperoleh dan memiliki fungsi yang sama dengan sistein. Komposisi bahan pengencer yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6. Bahan-bahan pewarnaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan pewarnaan eosin-nigrosin dan pewarnaan Williams. Penggunaan pewarnaan eosin-nigrosin dan pewarnaan Williams bertujuan untuk mengamati morfologi dan morfometri spermatozoa. Pewarnaan eosin-nigrosin terdiri atas 20 gr nigrosin, 1.5 gr sodium sitrat, 300 ml aquabidest, dan 3.3 gr eosin yellow. Pewarnaan Williams terdiri atas 10 gr basic fuchsin dalam 100 ml alkohol 95%, saturated bluish eosin dalam alkohol 95% dan 10 ml basic fuchsin (hasil larutan pertama) dalam 170 ml larutan fenol 5%. Tabel 6 Komposisi bahan pengencer semen babi Bahan Kimia (g/100ml)
BTS
M-BTS
M-Zorlesco
Glukosa
3.7
-
1.15
Fruktosa
-
3.7
0.9
0.125
0.125
0.23
0.6
0.6
1.17
0.125
0.125
0.125
-
-
0.65
0.075
0.075
Asam-sitrat
-
-
0.41
Glisin
-
-
0.01
BSA
-
-
0.5
100,000 : 100
100,000 : 100
-
EDTA Sodium-sitrat Sodium-bikarbonat Tris (hydroxymethyl) aminomethan Pottasium Klorida
Pennisilin (IU) : Streptomisin (mg)
Aquabidest (ml) 100 100 100 Ket : BTS (Beltsville Thawing Solution), M-BTS (Modifikasi BTS), M-Zorlesco (Modifikasi Zorlesco), BSA (Bovine Serum Albumin), EDTA (Ethylenediamine-tetra-acetic acid).
Metode Penelitian Karakteristik Semen Segar Sebelum dilaksanakan penampungan semen, bahan pengencer dibuat terlebih dahulu pada hari penampungan dengan komposisi seperti pada Tabel 6 dan dihangatkan pada temperatur 37 °C. Penampungan semen dilakukan dua kali
dalam satu minggu pada pagi hari sebanyak satu ejakulat menggunakan alat penampung semen untuk babi, dengan metode manual (glove hand method), dan betina pemancing berupa dummy-sow. Pemisahan fraksi gel dilakukan dengan memasang kain kassa beberapa lapis pada mulut tabung koleksi. Semen yang diperoleh dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Evaluasi secara makroskopis meliputi pemeriksaan volume (ml), warna, pH dan pemeriksaan konsistensi atau kekentalan. Evaluasi secara mikroskopis meliputi gerakan massa ( 0, +, ++ dan +++), konsentrasi spermatozoa (106 sel/ml), persentase sperma motil (M%) dan persentase sperma hidup (SH%) dengan pewarnaan eosin-nigrosin, serta persentase normalitas dan abnormalitas spermatozoa dengan pewarnaan Williams. Evaluasi Semen Semen yang telah ditampung dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Segera setelah semen diperoleh pemeriksaan makroskopis dilakukan meliputi volume, pH, konsistensi dan warna, sedangkan pemeriksaan mikroskopis ditujukan untuk mengetahui kualitas spermatozoa. Pemeriksaan mikroskopis meliputi : a)
Gerakan massa diperiksa dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 10 x 10, dengan penilaiannya adalah sangat baik (+++), baik (++), cukup (+), dan kurang (-),
b)
Konsentrasi spermatozoa menggunakan haemositometer dan kamar hitung Neubauer dan cairan hipertonis (50 ml aquabides, 1 ml eosin 2%, dan 1 ml cairan NaCl 3%),
c)
Motilitas spermatozoa menggunakan obyek gelas yang ditutup dengan gelas penutup dan diamati menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 10 x 40. Persentase motilitas dapat dinilai secara subyektif dengan membandingkan spermatozoa motil bergerak kedepan (progresif) dengan yang tidak progresif (linear). Penilaian yang diberikan dari angka 0% (tidak motil) sampai 100% (motil semua),
d)
Persentase hidup spermatozoa dilakukan dengan menggunakan pewarna eosin-nigrosin, kemudian dilakukan ulasan secara cepat dan dikeringkan.
Pemeriksaan dilakukan dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 10 x 40 pada sepuluh lapang pandang atau dua ratus spermatozoa, e)
Persentase abnormalitas dilakukan dengan pewarnaan Williams, dilanjutkan dengan pemeriksaan di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 10 x 40 pada sepuluh lapang pandang atau lima ratus spermatozoa. Semen yang telah dievaluasi dan memenuhi syarat, dapat diproses lebih
lanjut. Adapun syarat-syarat yang dimaksud adalah volume lebih dari 150 ml, motilitas lebih dari 60%, konsentrasi lebih dari 150 x 106 sel/ml, persentase spermatozoa hidup minimal 65%, dan persentase spermatozoa abnormal tidak lebih dari 20%. Teknik Pewarnaan Pewarnaan spermatozoa berfungsi untuk membantu proses pengamatan morfologi dan morfometri spermatozoa. Berbagai metode pewarnaan dapat dilakukan dilapangan, seperti pewarnaan eosin-nigrosin dan pewarnaan Williams. Pewarnaan
eosin-nigrosin
dilakukan
untuk
mengamati
morfologi
spermatozoa hidup dan spermatozoa mati. Preparat ulas dibuat dengan cara melarutkan semen segar menggunakan eosin-nigrosin satu berbanding dua, selanjutnya dibuat preparat ulas tipis dan dikeringkan di atas meja pemanas (heating table). Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 40 pada sepuluh lapang pandang atau minimal dua ratus sel. Spermatozoa yang mati akan menyerap warna (merah keunguan), sedangkan spermatozoa yang hidup tidak menyerap warna (putih). Pewarnaan Williams dilakukan untuk mengamati morfologi dan morfometri spermatozoa yang berkaitan dengan abnormalitas spermatozoa. Preparat ulas tipis semen segar di atas obyek gelas dikeringudarakan dan disimpan dalam boks preparat, selanjutnya dilakukan pewarnaan Williams di laboratorium. Pewarnaan dilakukan dengan memfiksasi preparat ulas yang disimpan dalam boks preparat diatas api bunsen dan selanjutnya dicuci dalam alkohol absolut selama empat menit lalu dikeringudarakan. Preparat dimasukkan kedalam larutan 0.5% chloramin selama 1 - 2 menit, sambil dicelupkan berkali-kali dengan tujuan menghilangkan mukus dan ulasan terlihat jernih. Selanjutnya dicuci dalam
distilled water, kemudian dalam alkohol 95% dan diwarnai dengan larutan Williams selama 8 - 10 menit. Kemudian dicuci pada air mengalir dan dikeringkan. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 40, pada sepuluh lapang pandang atau minimal lima ratus sel. Abnormalitas dapat terjadi pada bagian kepala dan ekor spermatozoa.
Pengenceran dan Penyimpanan Semen Semen yang telah dievaluasi dan memenuhi syarat, selanjutnya diencerkan menggunakan bahan pengencer BTS, M-BTS dan M-Zorlesco (Tabel 6) dengan perbandingan 1 : 3. Asumsi berdasarkan dosis IB yakni konsentrasi spermatozoa motil mencapai 2000 - 3000 x 106 sel dalam 80 ml. Kemudian masing-masing dibagi menjadi tiga bagian dalam plastik semen 80 ml, dan disimpan pada tiga tempat yang berbeda yaitu pada ruang terbuka (22 °C), lemari es (15 °C), dan kotak styrofoam (18 °C), masing-masing selama 42 jam. Pengaturan temperatur di dalam lemari es dengan cara memformat pada low temperatur dan semen ditempatkan pada rak yang paling bawah. Sedangkan pengaturan temperatur di dalam kotak styrofoam yang memiliki ketebalan dua sentimeter, dengan cara menambahkan lapisan handuk di atas es (ice block).
Inseminasi Buatan Dosis Inseminasi Semen cair yang digunakan adalah semen yang ditampung pada hari yang sama dalam pengencer berbeda (Tabel 6). Dosis yang digunakan untuk satu kali IB adalah 80 ml dengan konsentrasi spermatozoa sebesar 2000 - 3000 x 106 sel, serta motilitas ≥ 60%. Apabila motilitas spermatozoa lebih rendah daripada 60% saat digunakan untuk inseminasi maka dosis IB khususnya volume semen, ditingkatkan untuk mencapai konsentrasi spermatozoa berdasarkan standar IB, dengan menggunakan rumus: Motilitas IB Volume per dosis =
x Motilitas semen
volume IB
Contoh perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Semen cair yang akan digunakan, dihangatkan kembali dalam temperatur 37 °C selama lima menit untuk mengaktifkan kembali spermatozoa. Teknik Inseminasi Pengamatan terhadap induk dilakukan setiap hari untuk mengetahui munculnya tanda-tanda berahi yaitu adanya perubahan tingkah laku yang cenderung agresif, perubahan ukuran dan warna vulva serta adanya mucus pada vulva. Inseminasi buatan dilakukan 2 - 3 jam setelah dilakukan uji tekan punggung (menunjukkan reaksi diam saat punggung ditekan), dan IB dilakukan dua kali pada masing-masing induk dengan rentang waktu 18 jam setelah inseminasi pertama. Inseminasi dilakukan dengan semen cair yang dimasukkan secara transcervical, dengan menggunakan sebuah kateter (panjang: 50 - 55 cm). Ujung kateter dibasahi dengan sedikit semen sebagai pelumas, kemudian bibir vulva dibuka dengan jemari tangan. Secara perlahan ujung kateter dimasukkan ke dalam saluran kelamin betina dengan arah sedikit miring ke atas sambil diputar ke arah kiri melewati servik sampai terasa mengganjal dan terkunci. Selanjutnya pangkal kateter ditekuk ke atas, dan semen cair dalam kemasan semen dimasukkan pada lubang kateter. Semen dalam kemasan akan mengalir dengan sendirinya mengikuti kontraksi saluran kelamin betina. Jika semen di dalam kemasan masih ada, dan kemasan semen mengempes hingga semen tidak mengalir maka kemasan semen dicabut dan biarkan udara masuk, kemudian pasang kembali kemasan semen pada kateter. Setelah semen habis mengalir, biarkan beberapa saat kemudian kateter dikeluarkan dengan cara memutar kateter ke arah kanan sambil ditarik keluar ke arah atas. Selesai menginseminasi, induk dibiarkan tenang dan makanan diberikan setelah enam jam dari waktu inseminasi. Hasil positif dari IB dapat dideteksi sesuai dengan siklus berahi babi yaitu pada hari ke-21, dengan tidak munculnya tanda-tanda berahi. Rangkaian kegiatan inseminasi pada babi diperlihatkan dalam Lampiran 8.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial In-time (faktorial dengan pengamatan berulang). Faktor perlakuan yang digunakan yaitu bahan pengencer, tempat penyimpanan, dan waktu pengamatan. Bahan pengencer yang digunakan adalah BTS, MBTS dan MZorlesco. Tempat penyimpanan adalah pada ruang terbuka (22 °C), kotak styrofoam (18 °C), dan lemari es (15 °C). Waktu pengamatan dilakukan setiap enam jam baik pada tempat penyimpanan di ruang terbuka, kotak styrofoam maupun lemari es, mulai dari pengamatan jam ke0 hingga jam ke-42 penyimpanan. Pejantan sebanyak tiga ekor digunakan sebagai ulangan. Penampungan semen dilakukan dua kali seminggu pada pagi hari. Semua sampel yang diberi perlakuan masing-masing diulang sebanyak tiga kali. Induk yang digunakan sebagai akseptor IB sebanyak 18 ekor. Dosis IB untuk masing-masing induk yakni semen cair dengan pengencer BTS, MBTS dan MZorlesco, yang disimpan dalam kotak styrofoam (18 °C) selama 6 - 12 jam, volume 80 ml/dosis, konsentrasi spermatozoa sebesar 2000 - 3000 x 106 sel/80 ml, serta motilitas lebih dari 60%. Bagan alur penelitian dijelaskan dalam Gambar 8.
Parameter yang Diamati Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1
Karakteristik semen segar meliputi volume, konsistensi, pH, gerakan massa, konsentrasi, persentase sperma motil, persentase spermatozoa hidup, dan persentase morfologi (normalitas) spermatozoa.
2
Viabilitas spermatozoa setelah pengenceran dan penyimpanan, meliputi persentase sperma motil, dan persentase spermatozoa hidup.
3
Fertilitas spermatozoa dinilai dari angka konsepsi atau Conception Rate (CR) dengan melihat jumlah betina yang bunting dibagi jumlah betina yang diinseminasi dikali 100% untuk tiap program inseminasi.
Semen segar hasil tiap kali penampungan dari masing-masing tiga ekor pejantan Yorkshire
Evaluasi semen Makroskopis dan Mikroskopis
20 ml
Tanpa Pengencer
20 ml
+ BTS (1 : 3)
20 ml
20 ml
+ M-BTS (1 : 3)
+ M-Zoc (1 : 3)
Semua perlakuan diulang tiga kali
Ruang Terbuka ( 22 °C)
SIMPAN Kotak Styrofoam ( 18 °C)
Pengamatan Motilitas (%), Sperma Hidup (%) (0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42 Jam)
Lemari Es ( 15 °C)
Pelaksanaan IB Menggunakan semen cair
Gambar 8 Alur penelitian
Model Matematika Model matematika yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1993) adalah sebagai berikut :
Yijkl = μ + α i + β j + αβ ij + δ l (ij ) + γ k + αγ ik + βγ dengan : i = 1,2,3
j = 1,2,3 k = 1,2,...,7
jk
+ αβγ ijk + ε ijkl
l = 1,2,3
Keterangan : = nilai pengamatan pada pengencer ke-i tempat penyimpanan ke-j
Yijkl
waktu pengamatan ke-k dan ulangan ke-l = rataan umum = pengaruh aditif dari pengencer ke-i = pengaruh aditif dari tempat penyimpanan ke-j
μ αi βj αβ ij
= pengaruh interaksi antara bahan pengencer ke-i dengan tempat penyimpanan ke-j = pengaruh galat dari bahan pengencer ke-i tempat penyimpanan ke-j
δ l(ij)
βγ jk
dan ulangan ke-l = pengaruh waktu pengamatan ke-k = pengaruh interaksi antara bahan pegencer ke-i dengan waktu pengamatan ke-k = pengaruh interaksi antara tempat penyimpanan ke-j dengan waktu
αβγ ijk
pengamatan ke-k = pengaruh interaksi antara bahan pengencer ke-i dengan suhu
Σ ijkl
penyimpanan ke-j dan waktu pengamatan ke-k = pengaruh galat dari bahan pengencer ke-i, tempat penyimpanan ke-j,
γk αγ ik
waktu pengamatan ke-k, serta ulangan ke-l
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis of variance (ANOVA) menggunakan program SAS dan bila terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05) atau sangat nyata (P<0.01) dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Hasil evaluasi semen segar merupakan pemeriksaan awal semen yang dijadikan dasar untuk menentukan kelayakan semen yang akan diproses lebih lanjut. Pemeriksaan semen dilakukan di laboratorium dengan temperatur ruang 20 - 22 °C dan kelembaban 80 - 90%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semen yang diperoleh dari 18 kali penampungan mempunyai kualitas yang cukup baik, bersifat voluminous dengan motilitas spermatozoa diatas 60% dan konsentrasi spermatozoa diatas 150 x 106 sel/ml. Hasil rataan dari 18 kali penampungan semen babi Yorkshire diperlihatkan dalam Tabel 7. Tabel 7 Nilai karakteristik semen segar babi Karakteristik semen
Nilai rataan
Volume (ml) Warna Konsistensi Gerakan massa pH Motilitas (%) Spermatozoa hidup (%) Normalitas (%) Konsentrasi (106 sel/ml)
214.44 ± 52.41 putih susu encer kurang ( - ) 7.78 ± 0.44 65.56 ± 3.91 87.70 ± 6.34 93.18 ± 4.00 191.65 ± 71.1
Volume Semen Rataan volume semen per ejakulat yang diperoleh selama penelitian adalah 214.44 ± 52.41 ml (kisaran antara 150 - 300 ml). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Robert (2006) yaitu volume semen babi berkisar 200 - 250 ml, dan 240 - 250 ml menurut Ax et al. (2000a), sedangkan menurut Garner dan Hafez (2000) volume semen babi tanpa gelatin berkisar 150 - 200 ml. Semen babi bersifat voluminous, memiliki ejakulat dengan volume yang banyak namun dengan konsentrasi spermatozoa yang rendah. Hal ini disebabkan oleh semen yang diejakulasikan terdiri atas beberapa fraksi yaitu pra-spermatozoa, kaya-spermatozoa
dan
pasca-spermatozoa.
Fraksi
pra-spermatozoa
tidak
mengandung spermatozoa, hanya berupa gelatin dari kelenjar bulbouretralis
(kelenjar Cowper) yang mencapai 20% dari total volume semen. Fraksi kayaspermatozoa mengandung 20 - 30% spermatozoa dengan konsentrasi 600-1000 x 106 sel/ml (Ax et al. 2000a), dan fraksi pasca-spermatozoa mengandung cairan dari kelenjar aksesoris lainnya, yaitu kelenjar prostat dan kelenjar vesicularis. Menurut Johnson et al. (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi volume semen saat ditampung adalah variasi umur, tingkat rangsangan, frekuensi ejakulasi dan kualitas pakan. Pada kondisi manajemen peternakan yang baik, sangat kecil kemungkinan terjadinya defisiensi kualitas dan kuantitas protein yang diberikan kepada pejantan. Pemberian ransum dengan protein yang rendah dapat mengakibatkan pengurangan konsumsi makanan, penurunan berat badan, kelemahan, dan penurunan libido dan produksi spermatozoa. Produksi sepermatozoa merupakan proses yang kontinyu dan tidak dipengaruhi oleh frekuensi ejakulasi, namun frekuensi ejakulasi yang terlampau sering dalam satuan waktu yang relatif pendek cenderung untuk menurunkan libido, volume semen dan konsentrasi spermatozoa per ejakulasi. Pada penelitian ini umur pejantan yang digunakan rata-rata tiga tahun, dan produksi serta kualitas semen yang dihasilkan sudah mulai menurun. Hal ini disebabkan jumlah pejantan yang digunakan terbatas sementara permintaan akan semen cair babi untuk keperluan IB di masyarakat semakin meningkat sehingga frekuensi penampungan semen babi semakin sering dalam rentang waktu yang pendek. Hal ini menyebabkan kualitas semen yang dihasilkan cenderung menurun, meliputi motilitas dan konsentrasi spermatozoa per ejakulat. Menurut Toelihere (1993) produksi semen pada hewan jantan setelah mencapai titik optimum akan menurun seiring dengan meningkatnya umur. Warna, Konsistensi dan Gerakan Massa Semen Warna (kekentalan),
semen
berkaitan
semakin
tinggi
erat
dengan
konsentrasi
konsentrasi spermatozoa
dan
konsistensi
menyebabkan
meningkatnya konsistensi dan kepekatan warna semen. Semen babi yang normal konsistensinya encer karena konsentrasi spermatozoa rendah, dan berwarna putihsusu karena terdapat riboflavin hasil sekresi kelenjar vesikularis. Warna semen yang didapat dalam penelitian ini umumnya putih-susu dengan konsistensi encer. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Robert (2006) bahwa warna dan
konsistensi semen babi tergantung dari fraksi yang ditampung, yakni fraksi praspermatozoa bersifat encer (watery) dengan warna putih abu-abu, dan fraksi kayaspermatozoa bersifat seperti susu tidak kental (milky-nonviscous) dengan warna putih krem. Konsistensi semen segar yang diperoleh adalah encer, dengan gerakan massa tidak ada atau kurang (-). Hasil ini secara fisiologis adalah normal pada babi karena gerakan massa spermatozoa pada semen babi umumnya tidak terlihat seperti pada semen sapi dan domba, sebab semen babi volumenya tinggi mencapai 240 - 250 ml (Ax et al. 2000a) dan konsentrasi spermatozoa rendah 200 - 300 x 106 sel/ml (Garner dan Hafez 2000). Derajat Keasaman (pH) Semen Nilai fisiologis derajat keasaman (pH) semen segar yang diperoleh selama penelitian berada pada kisaran 6.5 - 8.0 dengan rataan 7.78 ± 0.44. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Gadea (2003), yakni pH semen babi rata-rata 7.4 ± 0.2 dan sejalan dengan hasil penelitian Garner dan Hafez (2000) yakni 7.3 - 7.8. Perbedaan nilai fisiologis pH dapat disebabkan oleh perbedaan ras, lingkungan, dan perbedaan buffer (Evans dan Maxwel 1987). Hal ini menjadi dasar dalam pembuatan larutan pengencer karena pH larutan dapat mempengaruhi viabilitas spermatozoa. Derajat keasaman (pH) dapat mempengaruhi daya tahan spermatozoa. Semakin rendah atau semakin tinggi dari pH normal, dapat membuat spermatozoa lebih cepat mati. Perubahan pH dapat terjadi karena semen dibiarkan terpapar pada temperatur ruang tanpa diencerkan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penimbunan asam laktat yang merupakan hasil akhir dari proses metabolisme, yakni proses fruktolisis (Rigau et al. 1996), dan dalam jangka waktu lama dapat menurunkan pH semen. Penurunan pH ekstraseluler secara efektif dapat menurunkan pH intraseluler, sehingga spermatozoa lebih cepat mati. Menurut Vyt
et al. (2004) peningkatan pH sebesar 0.3 - 0.5 dapat terjadi pada hari pertama penyimpanan, dan hal ini berkaitan erat terhadap penurunan motilitas spermatozoa.
Motilitas dan Spermatozoa Hidup Motilitas spermatozoa mempunyai peranan penting dalam penentuan kualitas semen karena akan berkaitan erat dengan kemampuan spermatozoa dalam fertilisasi. Persentase motilitas spermatozoa yang diperoleh dalam penelitian ini rata-rata 65.56 ± 3.91% dan persentase hidup spermatozoa rata-rata 87.70 ± 6.34%. Hasil ini sejalan dengan Garner dan Hafez (2000) yang menyatakan bahwa motilitas spermatozoa babi berkisar 50 - 80%. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai motilitas spermatozoa adalah perbedaan bangsa, individu, dan umur ternak yang digunakan (Johnson et al. 2000), serta menurut Everett dan Bean (1982); Shukla et al. (1992) nilai motilitas spermatozoa dipengaruhi oleh jumlah ejakulat, umur pejantan, perubahan temperatur dan bangsa pejantan. Perubahan temperatur yang terlampau cepat dapat menurunkan motilitas spermatozoa selama proses penyimpanan (Johnson et al. 2000). Umur dan bangsa pejantan dapat mempengaruhi motilitas spermatozoa. Bangsa pejantan unggul yang telah dikembangkan berasal dari bangsa Landrace, Yorkshire dan Duroc. Sementara untuk umur pejantan, dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tua umur pejantan maka produksi semen yang dihasilkan cenderung menurun, dan hal ini juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan kualitas spermatozoa baik motilitas maupun konsentrasi spermatozoa per ejakulat (Toelihere 1993; dan Johnson et al. 2000). Konsentrasi Spermatozoa Konsentrasi spermatozoa sangat penting dalam penentuan kualitas spermatozoa. Konsentrasi, volume dan persentase motilitas spermatozoa dapat menggambarkan tingkat pengenceran dan banyaknya betina yang dapat diinseminasi. Konsentrasi spermatozoa yang diperoleh dalam penelitian ini ratarata 191.65 ± 71.1 x 106 sel/ml dengan sperma normal mencapai 93.18 ± 4.00%. Konsentrasi spermatozoa yang diperoleh dalam penelitian ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi normal menurut Garner dan Hafez (2000) serta Robert (2006) yaitu berkisar antara 200 - 300 x 106 sel/ml. Variasi nilai konsentrasi spermatozoa dapat disebabkan oleh perbedaan individu ternak yang digunakan dan kondisi ternak saat penampungan semen. Everett dan Beans (1982) menyatakan bahwa konsentrasi spermatozoa sangat
nyata dipengaruhi oleh jumlah ejakulat, interval penampungan, kondisi pejantan, dan lingkungan. Perbedaan konsentrasi spermatozoa dapat juga dipengaruhi oleh kondisi individu, genetik dan pakan. Individu yang cukup sehat dan dalam kondisi optimum serta mendapatkan pakan yang berkualitas, maka konsentrasi spermatozoa akan memiliki nilai yang lebih baik. Morfologi (Normalitas) dan Morfometri Spermatozoa Spermatozoa normal memegang peranan penting dalam keberhasilan fertilisasi. Persentase spermatozoa normal dalam penelitian ini mencapai 93.18 ± 4.00% dan abnormalitas mencapai 6.82 ± 4.00%. Hasil penelitian ini sesuai dengan batas standar persentase spermatozoa abnormal yang dapat diproses lebih lanjut yakni persentase abnormalitas spermatozoa babi per ejakulat tidak boleh lebih dari 20% (Toelihere 1993; Bonet et al. 1993; Garner dan Hafez 2000 serta Johnson et al. 2000). Menurut Garner dan Hafez (2000) normalitas spermatozoa babi mencapai 70 - 90%. Abnormalitas spermatozoa dapat terjadi pada bagian kepala dan ekor spermatozoa (Bonet et al. 1993), dan dapat terjadi selama proses spermatogenesis maupun setelah ke luar dari saluran epididymis (Toelihere 1993; Bonet et al. 1993; Ax et al. 2000a dan Johnson et al. 2000). Secara morfometri, panjang dan lebar kepala spermatozoa babi (Sus scrofa domestica) menurut Hirai et al. (2001) yaitu 9.27±0.05µm dan 4.66±0.02µm. Gambaran spermatozoa normal dan abnormal dapat dilihat pada Gambar 9. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya abnormalitas spermatozoa yaitu genetik, umur, breed, cahaya, temperatur, manajemen pemeliharaan, frekuensi penampungan, pengenceran, dan lingkungan (Toelihere 1993)
a
b
c
Gambar 9 Spermatozoa babi hasil pewarnaan Williams: (a) Spermatozoa normal, (b) Spermatozoa abnormal pada kepala, dan (c) Spermatozoa abnormal pada ekor
Daya Tahan Semen Segar Dalam Tempat Penyimpanan Berbeda Semen yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga ekor pejantan dengan 18 kali penampungan, yang diambil setiap dua kali dalam seminggu dan dilakukan pada pagi hari. Rataan persentase motilitas dan persentase spermatozoa hidup pada saat penampungan masing-masing mencapai 65.56 ± 2.55%, dan 87.76 ± 2.87%. Semua perlakuan menunjukkan pola penurunan persentase motilitas dan persentase spermatozoa hidup yang sama pada semen segar, baik pada penyimpanan di dalam ruang terbuka, kotak styrofoam maupun lemari es dengan waktu pengamatan setiap enam jam (Tabel 8).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semen segar yang disimpan dalam ruang terbuka (22 °C) dapat bertahan selama enam jam dengan motilitas 48.49% dan rataan penurunan motilitas spermatozoa pada enam jam berikutnya (12 jam penyimpanan) mencapai 15 - 20%. Sedangkan semen segar yang ditempatkan dalam kotak styrofoam (18 °C) dan lemari es (15 °C) dapat bertahan hingga 18 jam penyimpanan dengan persentase motilitas masing-masing mencapai 45% dan 43.89%, namun perbedaan ini tidak berbeda nyata. Tabel 8 Persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen segar dalam tempat penyimpanan berbeda Parameter (%) Motilitas
Pengamatan Tempat Penyimpanan (jam) RT (22 °C) KS (18 °C) LE (15 °C) 0 65.56 ± 2.55 a 65.56 ± 2.55 a 65.56 ± 2.55 a 6 48.89 ± 10.72 c 60.56 ± 2.10 ab 58.89 ± 0.48 ab 12 40.83 ± 13.10 c 55.56 ± 1.92 ab 52.22 ± 1.92 ab 18 32.78 ± 15.49 d 45.00 ± 4.41 c 43.89 ± 5.36 c 24 19.44 ± 12.95 f 34.44 ± 7.70 d 35.56 ± 9.62 d 30 1.67 ± 2.89 g 18.89 ± 3.47 f 22.78 ± 8.39 e 36 5.00 ± 0.01 g 5.00 ± 0.01 g 42 Spermatozoa 0 87.76 ± 2.87 a 87.76 ± 2.87 a 87.76 ± 2.87 a Hidup 6 66.01 ± 7.18 ab 78.27 ± 2.85 a 78.15 ± 0.74 a 12 55.75 ± 10.45 bc 68.78 ± 3.35 ab 68.54 ± 2.71 ab 18 45.50 ± 14.00 c 56.39 ± 3.02 bc 58.61 ± 6.48 bc 24 25.44 ± 12.65 de 44.00 ± 9.12 cd 48.67 ± 10.81 c 30 4.07 ± 7.06 ef 24.64 ± 4.84 de 31.12 ± 8.75 d 36 10.00 ± 0.01 ef 10.74 ± 1.28 ef 42 Ket: RT (ruang terbuka), KS (kotak styrofoam), LE (lemari es). Angka yang diikuti oleh huruf berbeda adalah berbeda nyata (P<0.05)
Pada ruang terbuka terjadi penurunan persentase motilitas yang nyata (P<0.05) pada enam jam penyimpanan (48.89 ± 10.72%), dan menurun nyata (P<0.05) pada pengamatan jam ke-18 hingga jam ke-30, sementara pada jam ke36 dan ke-42 motilitas spermatozoa tidak dapat teramati lagi. Pada kotak styrofoam dan lemari es penurunan persentase motilitas yang nyata (P<0.05) baru terjadi pada 18 jam penyimpanan (masing-masing 45.00 ± 4.41% dan 43.89 ± 5.36%), dan menurun nyata (P<0.05) setiap enam jam berikutnya hingga 36 jam penyimpanan. Sementara pada 42 jam penyimpanan persentase motilitas tidak dapat teramati lagi.
Jika batas minimal persentase motilitas spermatozoa yang digunakan dalam IB adalah 30% maka lebih dari 18 jam penyimpanan pada ruang terbuka nampaknya sudah tidak dapat ditoleransi, sementara dengan semen segar yang disimpan dalam kotak styrofoam dan lemari es adalah pada lebih dari 24 jam penyimpanan. Persentase spermatozoa hidup pada semen segar juga mengalami penurunan selama penyimpanan. Pada ruang terbuka penurunan persentase sperma hidup yang nyata (P<0.05) terjadi pada 12 jam penyimpanan yakni 55.75 ± 10.45%, sedangkan pada kotak sytrofoam dan lemari es penurunan persentase sperma hidup yang nyata (P<0.05) terjadi pada 18 jam penyimpanan masing-masing 56.39 ± 3.02% dan 58.61 ± 6.48%. Persentase spermatozoa hidup berkaitan erat dengan persentase motilitas spermatozoa, baik pada penyimpanan dalam ruang terbuka, kotak styrofoam maupun pada lemari es, dimana jumlah spermatozoa hidup lebih tinggi dibandingkan dengan persentase motilitas spermatozoa, seperti diperlihatkan dalam Gambar 10. 100 90 80 70 M ot-RT SH-RT M ot-KS SH-KS M ot-LE SH-LE
60
(%)
50 40 30 20 10 0
6
12
18
24
30
36
42
Lama Penyimpanan (jam)
Gambar 10
Penurunan persentase motilitas (M) dan spermatozoa hidup (SH) semen segar pada penyimpanan ruang terbuka (RT), kotak styrofoam (KS) dan lemari es (LE)
Kecenderungan penurunan persentase motilitas dan persentase spermatozoa hidup semen segar selama penyimpanan dapat disebabkan oleh aktivitas seluler yang hampir optimum pada temperatur ruang (22 °C) sehingga substrat energi di dalam plasma semen babi cepat habis dan terdapat akumulasi asam laktat sebagai sisa metabolisme dengan konsentrasi lebih tinggi yang bersifat toksik pada spermatozoa. Selain itu karena semen babi hanya dapat disimpan dengan tetap mempertahankan kualitasnya pada kisaran suhu 15 - 20 °C (Paulenz et al. 2000), kaitannya dengan perbedaan komposisi phospholipid pada membran plasma spermatozoa, serta daya simpan semen babi yang relatif singkat yaitu kisaran 3 - 7 hari tergantung bahan pengencer yang digunakan (Johnson et al. 1982; Gadea 2003; Robert 2006). Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi daya tahan semen segar selama penyimpanan yakni motilitas dan konsentrasi spermatozoa, serta derajat keasaman (pH). Motilitas spermatozoa kurang dari 60% dan konsentrasi spermatozoa kurang dari 200 x 106 sel/ml mempunyai daya tahan yang singkat, baik disimpan dalam ruang terbuka maupun dalam kotak styrofoam dan lemari es. Sementara pH semen segar akan mengalami perubahan selama penyimpanan yakni akan bersifat lebih asam, karena terpapar pada ruang terbuka, dan terjadinya penimbunan asam laktat dalam konsentrasi tinggi sebagai hasil sisa metabolisme spermatozoa. Hal inilah yang menyebabkan spermatozoa mengalami kematian. Dari Tabel 8 dapat dilihat persentase motilitas spermatozoa pada semen segar menunjukkan hasil yang masih optimum untuk dapat digunakan dalam inseminasi baik pada penyimpanan dalam kotak styrofoam (18 °C) maupun lemari es (15 °C) selama enam jam, dengan hasil persentase motilitas spermatozoa masing-masing mencapai 60.56 ± 2.10% dan 58.89 ± 0.48%, sedangkan persentase spermatozoa hidup masing-masing mencapai 78.27 ± 2.85% dan 78.15 ± 0.74%. Semen segar setelah enam jam penyimpanan memberikan persentase motilitas spermatozoa yang nyata rendah, yakni dari 65.56 ± 2.55% menjadi 48.89 ± 10.72%.
Daya Tahan Semen Cair Dalam Tempat Penyimpanan Berbeda Semen
cair yang digunakan dalam penelitian ini masing-masing
menggunakan pengencer BTS, M-BTS dan M-Zorlesco, yang disimpan dalam tiga tempat penyimpanan berbeda yaitu pada ruang terbuka (22 °C), kotak
styrofoam (18 °C) dan lemari es (15 °C). Ruang Terbuka (22 °C) Hasil penelitian menunjukkan bahwa semen cair dengan pengencer MZorlesco dapat disimpan lebih lama dalam ruang terbuka (22 °C) dengan persentase motilitas mencapai 46.11% selama 30 jam penyimpanan, dibandingkan dengan pengencer BTS dan M-BTS dengan persentase motilitas spermatozoa masing-masing mencapai 41.11% (24 jam) dan 46.11% (18 jam). Pola penurunan persentase motilitas dan spermatozoa hidup yang sama selama waktu penyimpanan terjadi pada semua pengencer, baik dalam pengencer BTS, dan M-BTS maupun M-Zorlesco (Tabel 9). Tabel 9 Persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen cair dalam penyimpanan ruang terbuka Parameter (%) Motilitas
Pengamatan (jam) 0 6 12 18 24 30 36 42 0 6 12 18 24 30 36 42
BTS
Bahan Pengencer M-BTS
M-Zorlesco
65.56±2.55 a 65.56±2.55a 65.56±2.55 a 58.89±2.55 ab 57.22±2.55 b 62.78±2.55 a 55.28±3.76 b 51.67±3.00 bc 61.11±2.41 ab 51.67±5.00 b 46.11±4.19 c 59.44±2.55 ab 41.11±6.94 c 29.44±12.95de 51.11±6.94 bc 25.00±7.64 e 15.56±8.39 f 46.11±6.74 c 15.00±8.66 f 6.67±5.77 g 35.78±3.89 d 7.22±4.81 g 3.33±2.89 g 27.07±5.08 d 87.76±2.87 a 87.76±2.87 a 87.76±2.87 a Spermatozoa 75.34±6.23 ab 72.78±5.44 bc 78.55±1.20 ab Hidup 69.58±5.51 ab 64.30±5.14 cd 73.27±2.93 ab 63.82±6.10 cd 55.83±5.33 d 68.00±5.39 c 47.84±5.47 de 37.36±15.68e 59.73±3.53 d 30.24±10.11e 19.05±11.17g 54.54±2.60 d 20.39±10.38ef 10.00±8.66 ef 30.06±26.16e 10.74±5.16 ef 5.67±4.91 f 24.00±21.17e Ket: BTS: Beltsvill Thawing Solution, M-BTS: modifikasi BTS, M-Zoc: modifikasi Zorlesco, Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05)
Penurunan persentase motilitas yang nyata (P<0.05) pada 18 jam penyimpanan terjadi pada semen yang menggunakan pengencer M-BTS dengan persentase motilitas mencapai 46.11 ± 4.19%. Dibandingkan dengan semen yang menggunakan pengencer BTS dan M-Zorlesco, penurunan secara nyata (P<0.05) terjadi pada 30 jam penyimpanan dengan persentase motilitas mencapai 25.00 ± 7.64% dalam BTS dan 46.11 ± 6.74% dalam M-Zorlesco. Penurunan persentase motilitas spermatozoa dalam pengencer M-BTS terjadi lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan pengencer BTS dan pengencer M-Zorlesco. Hal ini terjadi karena sumber nutrisi bagi spermatozoa mulai berkurang mengingat komponen karbohidrat dalam M-BTS berasal dari fruktosa, sedangkan spermatozoa sangat mudah memanfaatkan fruktosa sebagai sumber energi. Perombakan fruktosa menjadi energi terjadi lebih cepat karena fruktosa dapat langsung dirubah menjadi fruktosa 6-phosphat (6P), sedangkan glukosa sebelum menjadi fruktosa 6P harus dirubah terlebih dahulu menjadi glukosa 6P kemudian menjadi fruktosa 6P dan akhirnya menjadi fruktosa bisphosphat untuk menghasilkan ATP (energi bagi spermatozoa) dan asam laktat sebagai sisa metabolisme. Garner dan Hafez (2000) menyatakan bahwa fruktosa di dalam pengencer semen dimanfaatkan oleh spermatozoa sebagai sumber energi baik dalam kondisi anaerob atau pada saat penyimpanan, maupun kondisi aerob pada saluran reproduksi betina. Penurunan persentase motilitas spermatozoa dalam pengencer M-BTS disebabkan oleh adanya penimbunan asam laktat hasil dari metabolisme spermatozoa sehingga konsentrasi asam laktat di dalam semen menjadi tinggi dan menyebabkan spermatozoa mengalami kematian, serta karena spermatozoa babi dapat bertahan secara optimum pada temperatur 15 - 20 °C (Paulenz et al. 2000). Penurunan persentase motilitas spermatozoa yang sangat tinggi dengan menggunakan pegencer BTS terjadi pada 24 ke 30 jam penyimpanan yakni 41.11 ± 6.94% menjadi 25.00 ± 7.64%. Hal ini menunjukkan bahwa batas optimum viabilitas spermatozoa dalam pengencer BTS yang disimpan dalam ruang terbuka (22 °C) adalah 24 jam penyimpanan. Sementara viabilitas spermatozoa menggunakan pengencer M-Zorlesco dapat bertahan dengan persentase motilitas mencapai 46.11 ± 6.74% pada penyimpanan 30 jam. Hal ini dapat terjadi karena
komponen pengencer M-Zorlesco mengandung Bovine Serum Albumin (BSA) dan Glisin yang merupakan sumber protein penting bagi spermatozoa, khususnya dalam proses penyimpanan, sehingga spermatozoa mempunyai cadangan nutrisi bagi kelangsungan hidup selama disimpan dan melindungi spermatozoa dari pengaruh cold shock. Hal yang sama terjadi pada persentase spermatozoa hidup, karena persentase spermatozoa hidup berkaitan erat dengan persentase motilitas spermatozoa, dimana jumlah spermatozoa hidup lebih tinggi dibandingkan dengan persentase motilitas spermatozoa, seperti diperlihatkan dalam Gambar 11.
100 90 80 70
(%)
60
M o t-B T S
50
M o t-M B T S
40
M o t-M zo c
S H -B T S S H -M B T S S H -M zo c
30 20 10 0
6
12
18
24
30
36
42
Lama Penyimpanan (jam)
Gambar 11 Penurunan persentase motilitas (M) dan spermatozoa hidup (SH) semen cair pada penyimpanan ruang terbuka (RT), dalam pengencer BTS, M-BTS dan M-Zorlesco
Kotak Styrofoam (18 °C) Hasil penelitian menunjukkan bahwa semen cair dengan pengencer MZorlesco dapat disimpan lebih lama dalam kotak styrofoam (18 °C) dengan persentase motilitas mencapai 40% selama 36 jam penyimpanan, dibandingkan dengan pengencer BTS dan M-BTS dengan persentase motilitas spermatozoa masing-masing mencapai 46.67% (30 jam) dan 46.67% (24 jam).
Pola penurunan persentase motilitas dan spermatozoa hidup yang sama selama waktu penyimpanan terjadi pada semua pengencer, baik dalam pengencer BTS, dan M-BTS maupun M-Zorlesco (Tabel 10). Penurunan persentase motilitas yang nyata (P<0.05) terjadi pada 12 jam penyimpanan semen menggunakan pengencer M-BTS dengan persentase motilitas 57.78 ± 1.92%, namun untuk kepentingan inseminasi, penurunan yang nyata (P<0.05) terjadi pada penyimpanan 24 jam dengan persentase motilitas 46.67 ± 5.77%. Dibandingkan semen dengan menggunakan pengencer BTS dan MZorlesco penurunan secara nyata (P<0.05) terjadi pada 30 jam penyimpanan dengan persentase motilitas masing-masing mencapai 46.67 ± 5.00% dan 56.39 ± 1.27%. Tabel 10 Persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen cair dalam penyimpanan kotak styrofoam Parameter (%) Motilitas
Pengamatan (jam) 0 6 12 18 24 30 36 42 0 6 12 18 24 30 36 42
BTS
Bahan Pengencer M-BTS
M-Zorlesco
65.56±2.55a 65.56±2.55a 65.56±2.55a 63.61±1.73a 61.67±1.44a 63.61±2.10a 61.67±1.67a 57.78±1.92b 61.67±1.67a 57.50± 2.20b 52.22± 3.47b 60.83± 0.83ab 53.33±3.33b 46.67±5.77c 60.00±0.01ab 46.67±5.00c 32.50±7.95d 56.39±1.27b 28.33±2.89e 20.00±0.01ef 40.00±0.01cd 18.33±2.89f 11.67±2.89fg 30.00±0.01de 87.76±2.87a 87.76±2.87a 87.76±2.87a Spermatozoa 83.54±3.89a 81.32±4.40a 83.26±2.09a Hidup 79.32±5.70a 74.88±6.81ab 78.76±1.32a 71.66± 3.29ab 67.38± 3.52b 75.72± 0.89a 64.01±0.95b 59.88±1.91b 72.68±1.43ab 56.20±3.70b 42.49±11.50cd 68.55±1.80b 36.67±7.64d 25.06±2.59de 48.78±1.17c 25.00±2.50de 15.30±3.24e 36.33±1.89d Ket: BTS: beltsville thawing solution, M-BTS: modifikasi BTS, M-Zoc: modifikasi Zorlesco, Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05)
Penurunan persentase motilitas spermatozoa dalam pengencer M-BTS terjadi lebih cepat dibandingkan dalam pengencer BTS dan M-Zorlesco, bahkan penurunan persentase motilitas spermatozoa dalam pengencer M-BTS dimulai pada 12 jam penyimpanan, hal ini karena sumber nutrisi bagi spermatozoa mulai berkurang mengingat komponen karbohidrat dalam pengencer M-BTS berasal dari fruktosa. Seperti halnya yang terjadi pada penyimpanan dalam ruang terbuka
spermatozoa sangat mudah memanfaatkan fruktosa sebagai sumber energi. Penurunan persentase motilitas spermatozoa yang tinggi dalam pegencer BTS terjadi pada 30 ke 36 jam penyimpanan yakni 46.67 ± 5.00% menjadi 28.33 ± 2.89%. Hal ini menunjukkan batas optimum viabilitas spermatozoa dalam pengencer BTS yang disimpan dalam kotak styrofoam (18 °C) adalah 30 jam penyimpanan. Hasil ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan viabilitas spermatozoa yang disimpan dalam ruang terbuka (22 °C) yakni 24 jam. Hal ini disebabkan dalam kotak styrofoam temperatur mencapai 18 °C, yang merupakan temperatur optimum bagi spermatozoa. Menurut Paulenz et al. (2000) spermatozoa babi dapat bertahan secara optimum pada temperatur 15 - 20 °C. Perubahan temperatur dapat mempengaruhi viabilitas spermatozoa dan menurut White (1993) pada saat temperatur rendah, phospholipid pada membran sel spermatozoa direduksi, sehingga sel mengalami kerusakan permanen dan mengurangi fungsi membran sel. Viabilitas spermatozoa dalam pengencer M-Zorlesco dapat bertahan dengan persentase motilitas mencapai 56.39 ± 1.27% pada penyimpanan 30 jam. Hal ini dapat terjadi karena komponen pengencer M-Zorlesco mengandung Bovine Serum
Albumin (BSA) dan Glisin yang merupakan sumber protein penting bagi spermatozoa, khususnya dalam proses penyimpanan, sehingga spermatozoa mempunyai cadangan nutrisi bagi kelangsungan hidup selama disimpan, dan mampu melindungi membran plasma dari pengaruh cold shock, disamping itu juga pengencer Zorlesco merupakan salah satu pengencer semen babi tipe long-
term storage atau berdaya simpan lama (Johnson et al. 1982). Hal yang sama juga terjadi pada persentase spermatozoa hidup, karena persentase spermatozoa hidup berkaitan erat dengan persentase motilitas spermatozoa, dimana jumlah spermatozoa hidup lebih tinggi dibandingkan dengan persentase motilitas spermatozoa, seperti diperlihatkan dalam Gambar 12.
100 90 80 70 M o t-B T S
60
(%)
S H -B T S M o t-M B T S
50
S H -M B T S M o t-M zo c
40
S H -M zo c
30 20 10 0
6
12
18
24
30
36
42
Lama Penyimpanan (jam)
Gambar 12 Penurunan persentase motilitas (M) dan spermatozoa hidup (SH) semen cair pada penyimpanan kotak styrofoam (KS), dalam pengencer BTS, M-BTS dan M-Zorlesco
Lemari Es (15 °C) Hasil penelitian menunjukkan bahwa semen cair dalam pengencer MZorlesco dapat disimpan lebih lama di dalam lemari es (15 °C) dengan persentase motilitas mencapai 40% selama 36 jam penyimpanan, dibandingkan dengan pengencer BTS dan M-BTS persentase motilitas spermatozoa masing-masing mencapai 28.50% (36 jam) dan 27.11% (36 jam). Pola penurunan persentase motilitas dan persentase spermatozoa hidup yang sama selama waktu penyimpanan terjadi pada semua pengencer, baik dalam pengencer BTS, dan M-BTS maupun M-Zorlesco (Tabel 11). Penurunan persentase motilitas yang nyata (P<0.05) terjadi pada 12 jam penyimpanan semen menggunakan pengencer M-BTS dengan persentase motilitas mencapai 55.56 ± 6.31%, namun untuk kepentingan inseminasi, penurunan yang nyata terjadi pada penyimpanan 30 jam dengan persentase motilitas mencapai 35.83 ± 3.82%. Dibandingkan dengan semen dalam pengencer BTS dan MZorlesco penurunan yang nyata (P<0.05) terjadi pada 36 jam penyimpanan dengan persentase motilitas masing-masing mencapai 28.50 ± 2.60% dan 40.00 ± 0.01%.
Penurunan persentase motilitas spermatozoa dalam pengencer M-BTS terjadi lebih cepat dibandingkan dalam pengencer BTS dan M-Zorlesco, yang dimulai pada 12 jam penyimpanan. Penurunan ini terjadi karena sumber nutrisi bagi spermatozoa mulai berkurang mengingat komponen karbohidrat dalam MBTS berasal dari fruktosa, sedangkan spermatozoa sangat mudah memanfaatkan fruktosa sebagai sumber energi. Tabel 11 Persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen cair dalam penyimpanan lemari es Parameter (%) Motilitas
Pengamatan (jam) 0 6 12 18 24 30 36 42 0 6 12 18 24 30 36 42
BTS
Bahan Pengencer M-BTS
M-Zorlesco
65.56±2.55a 65.56±2.55a 65.56±2.55a 63.33±1.67a 60.56±1.92ab 63.61±2.10a 61.11±0.96a 55.56±6.31b 61.67±1.67a 58.33±0.83b 53.06±2.10b 60.00±1.67ab 55.56±2.55b 50.56±2.55bc 58.33±2.89b 50.83±3.34bc 35.83±3.82d 54.17±3.00b 28.50±2.60e 27.11±1.90e 40.00±0.01cd 18.33±2.89f 13.79±3.28f 30.00±0.01de 87.76±2.87a 87.76±2.87a 87.76±2.87a Spermatozoa 83.65±4.26a 82.63±4.94a 83.12±2.54a Hidup 79.54±6.16a 77.50±7.88a 78.49±2.93a 74.58±7.18a 70.13±5.97ab 74.54±2.86a 69.62±8.21ab 62.77±4.81b 70.59±4.23ab 62.83±9.40b 45.51±9.35c 64.57±3.28b 39.06±4.98cd 29.55±0.78d 45.39±0.35c 24.22±3.89de 18.06±2.80e 34.56±0.77d Ket: BTS: beltsville thawing solution, M-BTS: modifikasi BTS, M-Zoc: modifikasi Zorlesco, Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05)
Penurunan persentase motilitas spermatozoa yang tinggi dalam pegencer BTS terjadi pada 30 ke 36 jam penyimpanan yakni 50.83 ± 3.34% menjadi 28.50 ± 2.60%. Hal ini dapat disebabkan terjadinya kerusakan membran sel akibat pengaruh cold shock, dan perubahan tekanan osmostik. Pada saat temperatur rendah, phospholipid pada membran sel spermatozoa direduksi, sehingga sel mengalami kerusakan permanen dan mengurangi fungsi membran sel (White 1993). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Watson (1996) bahwa cold shock berpengaruh terhadap komposisi membran plasma spermatozoa, dimana pada temperatur rendah terjadi perubahan struktur phospholipid membran plasma dari fase cair menjadi fase gel, yang dapat menyebabkan kerusakan membran plasma
secara permanen. Kerusakan membran plasma menyebabkan terlepasnya enzim
aspartat-aminotransferase (AspAT) ke dalam plasma semen, sehingga produksi ATP akan terhenti dan menyebabkan spermatozoa tidak dapat bergerak (Colenbrander et al. 1992). Penurunan yang sangat cepat menunjukkan batas optimum viabilitas spermatozoa dalam pengencer BTS yang disimpan dalam lemari es (15 °C) adalah 30 jam penyimpanan. Hasil ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan viabilitas spermatozoa yang disimpan dalam ruang terbuka (22 °C) yakni 24 jam, dan sama dalam penyimpanan kotak styrofoam selama 30 jam. Hal ini mengingat spermatozoa babi dapat bertahan secara optimum pada temperatur 15 - 20 °C (Paulenz et al. 2000), dan dalam lemari es temperatur mencapai 15 °C. Viabilitas spermatozoa dalam pengencer M-Zorlesco dapat bertahan dengan persentase motilitas mencapai 40.00 ± 0.01% pada penyimpanan 36 jam. Pengencer Zorlesco merupakan salah satu pengencer semen babi tipe long-term
storage atau berdaya simpan lama (Johnson et al. 1982), dengan komponen BSA dan Glisin yang mampu mempertahankan viabilitas spermatozoa dalam jangka waktu yang lebih lama dalam proses penyimpanan. Hal yang sama juga terjadi pada persentase spermatozoa hidup, karena persentase spermatozoa hidup berkaitan erat dengan persentase motilitas spermatozoa, dimana jumlah spermatozoa hidup lebih tinggi dibandingkan dengan persentase motilitas spermatozoa, seperti diperlihatkan dalam Gambar 13. 100 90
(%)
80 70 M o t-B T S
60
S H -B T S M o t-M B T S
50
S H -M B T S M o t-M z o c
40
S H -M z o c
30 20 10 0
6
12
18
24
30
36
42
Lama Penyimpanan (jam)
Gambar 13 Penurunan persentase motilitas (M) dan spermatozoa hidup(SH) semen cair pada penyimpanan lemari es (LE), dalam pengencer BTS, M-BTS dan M-Zorlesco
Perbandingan Persentase Motilitas dan Spermatozoa Hidup Dalam Pengencer dan Tempat Penyimpanan Berbeda Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup dengan pengencer M-Zorlesco menunjukkan hasil yang lebih baik, dalam penyimpanan ruang terbuka, kotak styrofoam maupun lemari es, diikuti secara berturut-turut dengan pengencer BTS dan M-BTS. Semua perlakuan menunjukkan adanya pola penurunan persentase motilitas dan persentase spermatozoa hidup selama 42 jam penyimpanan, baik dalam ruang terbuka, kotak styrofoam maupun lemari es (Tabel 12 dan Gambar 14). Berkaitan dengan pelayanan IB, apabila syarat minimal persentase motilitas adalah 40%, maka semen dengan pengencer M-BTS yang disimpan pada kotak styrofoam (18 °C) masih layak untuk digunakan, namun melihat persentase spermatozoa hidup dibawah 60% akan dapat mempengaruhi jumlah anak yang dilahirkan (litter
size). Tabel 12 Rataan persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen cair dalam pengencer dan tempat penyimpanan berbeda selama 42 jam penyimpanan Pengencer yang digunakan
Tempat Penyimpanan RT (22°C)
M-Zorlesco BTS M-BTS Tanpa Pengencer
51.12 ± 13.90 39.97 ± 21.73 34.38 ± 24.09 26.83 ± 24.11
M-Zorlesco BTS M-BTS Tanpa Pengencer
59.49 ± 22.60 50.71 ± 27.91 44.09 ± 30.68 35.57 ± 33.34
KS (18°C) Motilitas (%) 54.76 ± 12.76 49.37 ± 17.37 43.51 ± 11.97 35.63 ± 25.33 Spermatozoa Hidup (%) 68.98 ± 17.67 63.02 ± 22.55 56.76 ± 26.57 46.23 ± 32.26
Ket: RT: ruang terbuka, KS: kotak styrofoam, LE: lemari es,
LE (15°C) 54.17 ± 12.60 50.19 ± 17.36 42.25 ± 17.93 35.49 ± 24.36 67.38 ± 18.58 65.16 ± 22.46 59.24 ± 25.61 47.95 ± 31.63
Motilitas (%) 60
50
40 M-Zoc BTS M-BTS TP
30
20
10
RT (22 °C)
KS (18 °C)
LE (15 °C)
Tempat Penyimpanan
Gambar 14
Rataan persentase motilitas spermatozoa (M) semen cair pada pengencer dan tempat penyimpanan berbeda selama 42 jam penyimpanan.
Persentase motilitas spermatozoa dengan pengencer BTS dan M-Zorlesco yang disimpan dalam kotak styrofoam (18 °C) dan lemari es (15 °C) tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa untuk kepentingan dilapangan terutama untuk pengiriman semen ke daerah tertentu, dapat menggunakan kotak styrofoam sebagai salah satu media penyimpanan. Semen harus dikemas dan disimpan dalam sebuah kontainer atau kotak, dan dilindungi dari stress fisik terutama terhadap guncangan, dengan menggunakan material dari styrofoam, untuk menjaga temperatur 15 °C (Flowers 1996, diacu dalam
Kevin 2000). Penggunaan
styrofoam memiliki beberapa kelebihan, yaitu lebih ringan, bentuk dan ukuran dapat diatur, serta dapat ditambahkan es (ice block).
Inseminasi Buatan pada Babi Pengujian fertilitas spermatozoa dalam penelitian ini dilakukan dengan menginseminasi 18 ekor babi induk umur 2 - 3 tahun menggunakan semen cair, masing-masing ditambahkan pengencer BTS, M-BTS dan M-Zorlesco, yang
disimpan dalam kotak styrofoam selama 6 - 12 jam (rata-rata 9 jam). Asumsi yang digunakan adalah presentase motilitas spermatozoa lebih dari 50%. Konsentrasi spermatozoa yang diperoleh rata-rata mencapai 2829.6 x 106 sel, dan untuk memenuhi konsentrasi tersebut dengan motilitas lebih dari 50% maka dosis IB (volume) berada pada kisaran 80 - 95 ml (Lampiran 7). Hal ini sejalan dengan anjuran Ax et al. (2000b) dan Johnson et al. (2000) yakni konsentrasi spermatozoa dalam satu dosis IB adalah 80 ml mengandung rata-rata 2000 - 3000 x 106 sel untuk fertilitas optimum, serta motilitas lebih dari 65%, dan menurut Singleton (2001) volume per dosis IB 70 - 100 ml dengan konsentrasi spermatozoa mencapai 2500 - 4000 x 106 sel. Sel telur dilepaskan 38 - 42 jam setelah munculnya tanda-tanda berahi (Anderson 2000), dan inseminasi dilakukan 30 - 35 jam setelah munculnya tandatanda berahi. Inseminasi buatan dilakukan 30 - 35 jam setelah munculnya tanda berahi mengingat ovulasi terjadi 38 - 42 jam setelah munculnya tanda-tanda berahi pertama (Anderson 2000), dan untuk mendapatkan hasil yang optimun maka inseminasi dilakukan dua kali dengan jarak waktu 12 - 24 jam setelah IB yang pertama. Pendeteksian pada induk yang sudah diinseminasi dilakukan pada hari ke-21. Angka konsepsi atau Conception Rate (CR) yang diperoleh dalam penelitian ini mencapai 83.33% (Tabel 13). Angka konsepsi merupakan perbandingan antara jumlah induk yang positif bunting dengan jumlah induk yang diinseminasi dikali 100. Tabel 13 Angka konsepsi menggunakan semen cair dalam pengencer berbeda yang disimpan dalam kotak styrofoam (18 °C) selama sembilan jam penyimpanan Semen cair dalam pengencer BTS M-BTS M-Zorlesco Jumlah
Diinseminasi (ekor) 6 6 6 18
Jumlah Induk Positif bunting (ekor) 5 4 6 15
Persentase (%) 83.33 66.67 100.00 83.33
Ket: BTS (Beltsville Thawing Solution); M-BTS (Modifikasi BTS); M-Zorlesco (Modifikasi Zorlesco).
Angka konsepsi dalam hasil penelitian ini cukup tinggi mencapai 83.33%. Hasil serupa diperoleh Waberski et al. (1994) menggunakan semen babi dengan pengencer BTS yang disimpan dalam temperatur 17 °C menunjukkan persentase kebuntingan hasil inseminasi mencapai 89.5% dengan semen yang disimpan selama 24 jam, dan 88.9% dengan semen yang disimpan selama 48 jam, dengan persentase motilitas sebesar 92% selama 24 jam penyimpanan, dan 87.3% selama 48 jam penyimpanan. Keberhasilan IB pada babi induk dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu munculnya berahi (estrus) setelah penyapihan, lamanya berahi, serta waktu antara munculnya berahi dan ovulasi, serta dua faktor penting dalam inseminasi yakni jumlah spermatozoa dan volume semen. Persentase motilitas spermatozoa juga memegang peranan penting dalam tingkat keberhasilan fertilisasi, semakin tinggi motilitas spermatozoa maka tingkat keberhasilan fertilisasi juga semakin tinggi. Kegagalan IB dapat disebabkan karena waktu inseminasi yang kurang tepat sehubungan dengan waktu ovulasi, dan kegagalan menempatkan spermatozoa motil dalam jumlah memadai di dalam volume pengencer yang cukup besar ke dalam uterus.
PEMBAHASAN UMUM Penelitian mengenai daya tahan spermatozoa dalam pengencer sudah banyak dilakukan, akan tetapi penelitian mengenai daya tahan spermatozoa babi, khususnya di Indonesia, masih sangat terbatas. Kendala utama dalam pengelolaan semen babi adalah pada saat penyimpanan semen cair babi untuk jangka waktu yang lebih lama karena penyimpanan semen babi umumnya pada temperatur 15 - 20 °C dan biasanya dilakukan penyimpanan pada kotak yang telah diatur temperaturnya. Dalam penelitian ini penyimpanan semen babi dilakukan pada tiga tempat berbeda yaitu pada ruang terbuka (22 °C), kotak styrofoam (18 °C) dan lemari es (15 °C). Hasil penelitian ini menunjukkan semen segar dengan volume mencapai 214.44 ml, derajat keasaman (pH) mencapai 7.78, motilitas dan konsentrasi spermatozoa masing-masing mencapai 65.56% dan 191.65 x 106 sel/ml, serta normalitas spermatozoa mencapai 93.18% dapat disimpan dengan baik selama enam jam pada ruang terbuka, dan dapat diperpanjang penyimpanannya pada kotak styrofoam dan lemari es selama 18 jam dengan persentase motilitas spermatozoa mencapai 40 - 45%. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kulaitas semen segar adalah kondisi individu, genetik, umur, frekuensi penampungan dan lingkungan. Daya tahan spermatozoa babi dapat diperpanjang dengan menambahkan bahan pengencer Beltsville Thawing Solution (BTS) dan Zorlesco yang sudah dimodifikasi. Keunggulan dari pengencer BTS dan Zorlesco adalah mampu mempertahankan viabilitas spermatozoa selama penyimpanan dalam jangka waktu yang lebih lama, karena di dalam pengencer BTS dan Zorlesco mengandung bahan-bahan kimia yang berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi spermatozoa, pelindung dari cekaman perubahan temperatur, dan sebagai buffer untuk menjaga keseimbangan pH serta tekanan osmotik sel spermatozoa. Dalam penelitian ini semen cair dengan pengencer M-Zorlesco lebih baik dibandingkan dengan pengencer BTS dan M-BTS, baik pada penyimpanan ruang terbuka (22 °C), maupun kotak styrofoam (18 °C), dan lemari es (15 °C). Persentase motilitas spermatozoa dalam pengencer M-Zorlesco selama 42 jam penyimpanan rata-rata
mencapai 53.35%, diikuti secara berturut-turut dalam pengencer BTS dan M-BTS masing-masing mencapai 46.61% dan 40.04%, dan secara statistik penyimpanan semen cair dalam kotak styrofoam dan lemari es adalah tidak berbeda nyata. Hal ini berarti semen cair dapat disimpan dalam kotak styrofoam dan dapat digunakan untuk kegiatan inseminasi dilapangan. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi viabilitas spermatozoa selama penyimpanan adalah adanya aktivitas seluler yang hampir optimum pada temperatur ruang (22 °C) sehingga substrat energi di dalam plasma semen babi, terutama fruktosa, cepat habis dan terdapat akumulasi asam laktat sebagai sisa metabolisme dengan konsentrasi lebih tinggi yang bersifat toksik pada spermatozoa. Faktor lainnya adalah adanya cekaman temperatur terhadap spermatozoa yang berpengaruh pada komposisi membran plasma spermatozoa, dimana pada temperatur rendah terjadi perubahan struktur phospholipid membran plasma dari fase cair menjadi fase gel, yang dapat menyebabkan kerusakan membran plasma secara permanen. Kerusakan membran plasma menyebabkan sel mitokondria di dalam spermatozoa melepaskan enzim aspartat-aminotransferase (AspAT) ke dalam plasma semen, sehingga produksi ATP akan terhenti dan menyebabkan spermatozoa tidak dapat bergerak. Penggunaan semen cair dalam pengencer BTS, M-BTS dan M-Zorlesco yang disimpan dalam kotak styrofoam (18 °C) selama sembilan jam, dengan persentase motilitas spermatozoa mencapai 55 - 65% dan konsentrasi spermatozoa mencapai 2829.6 x 106 sel/80 ml, dapat digunakan dalam program IB, dan menunjukkan angka konsepsi (Conception Rate) yang cukup tinggi yaitu 83.33%. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan IB adalah pertama, kondisi induk yang meliputi munculnya berahi, lamanya berahi, dan waktu ovulasi. Kedua, kondisi pejantan yang meliputi kualitas dan kuantitas spermatozoa. Ketiga, petugas inseminasi (inseminator) dilapangan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Semen segar dapat bertahan dalam penyimpanan ruang terbuka (22 °C) selama enam jam dengan motilitas spermatozoa 48.89% dan dapat diperpanjang sampai 18 jam dalam kotak styrofoam (18 °C) dan lemari es (15 °C) dengan motilitas spermatozoa masing-masing 45% dan 43.89%. 2. Pengencer M-Zorlesco adalah pengencer yang lebih baik dibandingkan dengan pengencer BTS dan M-BTS dalam mempertahankan viabilitas spermatozoa selama penyimpanan 42 jam dalam ruang terbuka, kotak
styrofoam dan lemari es. 3. Kotak styrofoam dan lemari es adalah tempat penyimpanan semen cair yang lebih baik (42 jam; motilitas ± 40-50%) dibandingkan dengan ruang terbuka (18 jam; motilitas ± 30-40%). 4. Keberhasilan inseminasi mencapai 83.33% dengan menggunakan semen cair pada semua pengencer yang disimpan dalam kotak styrofoam selama sembilan jam, dengan persentase motilitas mencapai 55 - 65% dalam volume 80 - 90 ml dan konsentrasi 2000 - 3000 x 106 sel/ml.
Saran Dari penelitian ini dapat disarankan : 1. Semen cair dengan motilitas 40% hasil penampungan dapat dicobakan untuk diinseminasikan, namun perlu diperhatikan dosis atau volume semen untuk memenuhi standar konsentrasi spermatozoa dalam IB. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan bangsa pejantan terhadap viabilitas dan fertilitas spermatozoa., serta pengencer lain yang dapat memperpanjang daya simpan semen cair. 3. Perlu dilakukan penelitian dan pengembangan plasma nutfah babi khususnya di Pulau Bali.
DAFTAR PUSTAKA Anderson LL. 2000. Pigs. In: Hafez ESE, Hafez B, editor. Reproduction in farm Animals.7th Ed. USA: Williams & Wilkins. Aritonang A. 1993. Babi, Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Bandung: Penebar Swadaya. Ax RL, Dally M, Didion BA, Lenz RW, Love CC, Varner DD, Hafez B, Bellin ME. 2000a. Semen Evaluation. In: Hafez ESE, Hafez B, editor. Reproduction in farm Animals.7th Ed. USA: Williams & Wilkins. Ax RL, Dally M, Didion BA, Lenz RW, Love CC, Varner DD, Hafez B, Bellin ME. 2000b. Artificial Insemination. In: Hafez ESE, Hafez B, editor. Reproduction in farm Animals.7th Ed. USA: Williams & Wilkins. Bassol J, Kádár E, Briz MD, Pinart E, Sancho S, Garcia-Gil N, Badia E, Pruneda A, Coll MG, Bussalleu E, Yeste M, Bonet S. 2005. In vitro culture of boar epididymal epithelial cells. Theriogenology 63: 363-369. Bearden HJ, Fuquay JW. 1997. Applied animal reproduction. 4th Ed. New Jersey: Prentice Hall, Upper Saddle:Pp 133-177. Beaulieu M, Dube C, Reyes-Moreno C, Guillemette C, Bailey J.L. 2005. Differential effects of BTS and Androhep on boar semen [abstrack]. Di dalam : Gadella B.M & Colenbrander B, editor. Proceedings of the V International Conference on Boar Semen Preservation; Doorwerth, The Netherlands, 24-27 August 2003. Theriogenology 63: 422-430. Blakely J, Bade DH. 1985. Ilmu Peternakan Ed.4. Srigandono B, penerjemah; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari Animal Husbandry 4th Ed. Bonet S, Briz M, Fradera A. 1993. Ultrastructural abnormalities of boar spermatozoa. Theriogenology 40: 383-396 Bruce A, Dennis B, Julian L, Martin R, Keith R. 1994, Molecular Biology of The Cell, 3rd Ed., New York: Garland Publishing, Inc. Chun-Xia Z, Zeng-Ming Y. 2000. Evaluation on sperm quality of freshly ejaculated boar semen during in vitro storage under different temperatures. Theriogenology 53(7): 1477-1488. Coffey RD, Parker GR, Laurent KM. 2007. Manipulation of the Estrous Cycle in Swine. www.uky.edu/Ag/AnimalSciences/pubs/asc152.pdf (1 Agustus 2007) Colenbrander B. Fazeli AR. Van Buiten A. Parlevliet J. Gadella BM. 1992. Assesment of sperm cell membran integrity in the horse. Act Vet Scand. Supl. 88 : 49-58. De Leeuw FE, Colenbrander B, Verkleij AJ. 1990. The role membrane damage plays in cold shock and freezing injury. Reprod. Domest. Anim. 1: 95-104.
Drajad AS. 1994. Penerapan teknologi inseminasi buatan, embrio transfer dan in vitro fertilisasi pada rusa Indonesia. Laporan Riset Unggulan Terpadu V bidang Teknologi Perlindungan Lingkungan. Hlm:92-111. Dube C, Beaulieu M, Reyes-Moreno C, Guillemette C, Bailey J.L. 2004. Boar sperm storage capacity of BTS and Androhep Plus: viability, motility, capacitation, and tyrosine phosphorylation. Theriogenology 62: 874-886. Evans G, Maxwel WMC. 1987. Salamon’s Artificial Insemination of Sheep and Goat. Sydney: Butterworths. Everett RW, Bean B. 1982. Environmental influence on semen output. J Dairy Sci. 65:1303-1310 Fisrt NL. 1970. Collection, Evaluation and Insemination of Boar Semen. Dep. Meat and Anim Sci. Winconsin University, Madison. Frandson. 1965. Anatomy & Physiology of Farm Animals. Philadelphia : Lea & Febiger. Gadea J. 2003. Semen extenders used in the artificial insemination of swine. Spanish Journal of Agricultural Research 1 (2): 17-27. Garcia-Casado P, Marigorta P, Diaz C, Saiz-Cidoncha F. 2005. Use of the dehydrated egg yolk for boar semen freezing [abstrack]. Di dalam : Gadella B.M & Colenbrander B, editor. Proceedings of the V International Conference on Boar Semen Preservation; Doorwerth, The Netherlands, 2427 August 2003. Theriogenology 63: 422-430. Garcia MA, Graham EF. 1989. Development of buffer system analysis of bovine spermatozoa before freezing. II. Effects of sugars and sugar alcohols on post thaw motility. Theriogenology 31: 1029-1037. Garner DL, Hafez ESE. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. In: Hafez ESE, Hafez B, editor. Reproduction in farm Animals.7th Ed. USA: Williams & Wilkins. Girisonta. 1981. Pedoman Lengkap Beternak Babi. Yogyakarta: Kanisius. Gunarso W. 1989. Mikroteknik. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Hafez B, Hafez ESE. 2000. Reproductive Behavior. In: Hafez ESE, Hafez B, editor. Reproduction in farm Animals.7th Ed. USA: Williams & Wilkins. Hirai M, Boersma A, Hoeflich A, Wolf E, Foll J, Aumuller TR, Braun J. 2001. Objectively measured sperm motility and sperm head morphometry in boars (Sus scrofa): relation to fertility and seminal plasma growth factors. J Androl 22: 104-110. Hirotada T, Emi O, Abdul GM, Sharoare H, Ummay S. 2006. Effect of fructose on motility, acrosome reaction and invitro fertilization capability of boar spermatozoa. Reproductive Medicine and Biology 5(4): 255-261 Huo Li-Jun, Ma Xing-Hog, Yang Zeng-Ming. 2002. Assesment of sperm viability, mitochondrial activity, capacitation and acrosome intacness in extender boar during long-term storage. Theriogenology 58(7): 1349-1360.
Jainudeen MR, Hafez ESE. 2000. Gestation, Prenatal Physiology, and Parturition. In: Hafez ESE, Hafez B, editor. Reproduction in farm Animals.7th Ed. USA: Williams & Wilkins. Johnson L.A, Aalbers J.G, Willems C.M.T, Rademaker J.H.M, Rexroad C.E. 1982. Use of boar spermatozoa for artificial insemination : bagian III Fecundity of boar spermatozoa stored in Beltsville liquid and Kiev extenders for three days at 18°C. J Anim Sci 54(1): 132-136 Johnson LA, Weitze KF, Fiser P, Maxwell WMC. 2000. Storage of boar semen. J Anim Sci 62: 143-172. Kadirvel G, Nasker S, Das A, Hasin D. 2005. Effect of different extenders on preservation of boar semen at 17°C [abstrack]. Di dalam : Gadella B.M & Colenbrander B, editor. Proceedings of the V International Conference on Boar Semen Preservation; Doorwerth, The Netherlands, 24-27 August 2003. Theriogenology 63: 685-692. Kevin R. 2000. Fresh Boar Semen. In: Swine News. College of Agriculture & Life Sciences. 23: 11 Kommisrud E, Paulenz H, Sehested E, Grevle IS. 2002. Influence of boar and semen parameters on motility and acrosome integrity in liquid boar semen stored for five days. Acta Vet Scand 43(1): 49-55 Li-Jun H, Xing-Hong M, Zeng-Ming Y. 2002. Assesment of sperm viability, mitochondrial activity, capacitation and acrosome intactness in extended boar semen during long-term storage. Theriogenology 58: 1349-1360. Maxwell WMC, Salamon S. 1993. Liquid storage of ram semen. Reprod Fertil Dev. 5:613-638. Molinia FC, Evans G, Maxwell WMC. 1994. In vitro evaluation of zwitterion buffer in diluent for freezing ram spermatozoa. Reprod. Nutr. Dev. 34: 491500. Morel DMCG. 1999. Equine Artificial Insemination. CABI Publishing, Wallingford, Oxon, UK. Parks JE, Graham JK. 1992. Effects of cryoprotectant procedures on sperm membran. Theriogenology 38: 385-392. Paulenz H, Kommisrud E, Hofmo PO. 2000. Effect of long-term storage at different tempertures on the quality of liquid boar semen. Reprod Dom Anim 35: 83-85. Ponglowhapan S, Gustavsson BE, Forsbeg CL. 2004. Influence of glucose and fructose in the extender during long-term storage of chilled canine semen. Theriogenology 62: 1498-1517. Pursel VG, Johnson LA, Schulman LL. 1973. Effect of dilution, seminal plasma and incubating period on cold shock susceptibility of boar spermatozoa. J Anim Sci 37: 528-531
Rigau T, Piedrafita J, Reverter J, Canal M, Rodriguez-Gil JE. 1996. The rate of Llactate production: a feasible parameter for the fresh diluted boar semen quality analysis. Anim Reprod Sci. 43: 161-172 Robert VK. 2006. Semen Processing, Extending & Storage for Artificial Insemination in Swine. Dep. of Animal Science University of Illinois. Sihombing DTH. 2006. Ilmu Ternak Babi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sorenson AM. 1979. A Laboratory Manual for Animal Reproduction 4th Ed. Texas: Animal Science Departemen A & M University. Shukla SN, Sigh BB, Tomar NS, Misra BS. 1992. Factor effecting spermatozoa motility in preserved semen. J. Indian Vet. 69: 856-857. Singleton WL. 2001. State of the art in artificial insemination in the United States. Theriogenology 56: 1305-1310. Supriatna I, Pasaribu FH. 1992. In vitro fertilisasi, transfer embrio dan pembekuan embrio. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Steinbach J, Foote RH. 1967. Osmotic pressure and pH effects on survival of frozen or liquid spermatozoa. J. Dairy Sci. 50:205. Stell RGD, Torrie JH. 1993. Principles and Procedures of Statistics. 2th Ed. London: International Student Edition. Sterle J, Safranski T. 1997. Artificial Insemination in Swine : Breeding the Female. Dept. of Anim. Sci. University of Missouri Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: Angkasa. Toelihere MR. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung: Angkasa. Trejo AG, Anaya MJ, Hermandez GM. 1996. Effect of the egg yolk concentration and the cooling rates on the sperm motility and acrosomal integrity of frozen caprine semen. VI International Conference on Goat. Vol 2. International Academic Publishers. Vyt P, Maes D, Dejonckheere E, Castryck F, Van Soom A. 2004. Comparative study on five different commercial extenders for boar semen. Reprod Dom Anim 39(1): 8 Vyt P, Maes D, Dejonckheere E, Castryck F, Van Soom A. 2005. Comparison of porcine semen quality during one week of preservation using 5 commercial extenders [abstrack]. Di dalam : Gadella B.M & Colenbrander B, editor. Proceedings of the V International Conference on Boar Semen Preservation; Doorwerth, The Netherlands, 24-27 August 2003. Theriogenology 63: 685692. Waberski D, Weitze KF, Rath D, Salman HP. 1989. Effect of bovine serum albumin and zwitterionic buffers on stored liquid boar semen. Zuchthygiene 24: 128-133.
Waberski D, Wetze KF, Lietmann C, Lubbert W. 1994. The initial fertilizing capacity of longterm-stored liquid boar semen following pre-and postovulatory insemination. Theriogenology 41: 1367-1377. Watson PF. 1990. Artificial insemination and the preservation of semen. Di dalam : Lamming G, editor. Marshall’s Physiology of Reproduction 4th Ed., Churchill livingstone, Edinburgh, 2: 747-869. Watson PF. 1995. Recent development and concept in the cryopreservation of spermatozoa and assement of their post-thawing function. Reprod Fertil Dev 7: 871-891. Watson PF. 1996. Cooling of spermatozoa and fertilizing capacity. Reprod. Domest. Anim. 31: 135-140. White IG. 1993. Lipid and calcium uptake of sperm in relation to cold shock and preservation : A review. Reprod Fertil Dev 5: 639-658. Yildiz C, Kaya A, Aksoy, Tekeli. 2000. Influence of sugar supplementation of extender on motility, viability and acrosomal integrity of dog spermatozoa during freezing. Theriogenoloy 54: 507-650. Zhou J.B, Yuek K.Z, Luo M.J, Chang Z.L, Liang H, Wang Z.Y, Tan J.H. 2004. Effect of extender and temperatures on sperm viability and fertility capacity of harbin white boar semen during long-term liquid storage. AsianAustralas.J.Anim.Sci 17(11): 1501-1508.
Lampiran 1 Persentase motilitas spermatozoa dari pejantan 1 Ruang Terbuka
Kotak Styrofoam
Pengamatan jam ke-
TP
BTS
MBTS
MZOC
0
63.33
63.33
63.33
6
36.67
56.67
12
25.83
18
Lemari Es
TP
BTS
MBTS
MZOC
63.33
63.33
63.33
63.33
56.67
60.00
58.33
61.67
51.67
49.17
58.33
53.33
15.00
46.67
41.67
56.67
24
5.00
33.33
15.00
30
-
16.67
36
-
42 rataan
Ket :
TP
BTS
MBTS
MZOC
63.33
63.33
63.33
63.33
63.33
60.00
61.67
58.33
61.67
61.67
61.67
60.00
56.67
60.00
53.33
60.00
60.00
60.00
41.67
56.67
48.33
60.00
41.67
59.17
55.00
58.33
43.33
30.00
53.33
40.00
60.00
30.00
58.33
50.00
56.67
5.00
40.00
15.00
46.67
31.67
55.00
15.00
54.17
40.00
51.67
5.00
-
32.33
5.00
30.00
20.00
40.00
5.00
30.00
25.00
40.00
-
1.67
-
21.20
-
20.00
10.00
30.00
-
20.00
10.00
30.00
18.23
34.38
28.85
46.90
33.33
48.96
41.25
53.75
33.33
50.83
45.63
52.71
TP (tanpa pengencer); BTS (beltsville thawing solution); MBTS (modifikasi BTS); MZoc (modifikasi Zorlesco)
Lampiran 2 Persentase motilitas spermatozoa dari pejantan 2 Ruang Terbuka
Kotak Styrofoam
Pengamatan jam ke-
TP
BTS
MBTS
MZOC
0
68.33
68.33
68.33
6
56.67
61.67
12
50.00
18
Lemari Es
TP
BTS
MBTS
MZOC
68.33
68.33
68.33
68.33
60.00
65.00
62.50
65.00
59.17
55.00
62.50
56.67
43.33
56.67
50.00
60.00
24
30.00
46.67
33.33
30
5.00
31.67
36
-
42 rataan
TP
BTS
MBTS
MZOC
68.33
68.33
68.33
68.33
68.33
62.50
65.83
59.17
65.00
58.33
65.83
61.67
56.67
63.33
50.00
61.67
48.33
63.33
43.33
55.83
53.33
61.67
40.00
57.50
50.83
60.00
53.33
30.00
50.00
50.00
60.00
30.00
53.33
53.33
56.67
23.33
45.00
20.00
41.67
40.83
56.67
21.67
47.50
35.00
53.33
20.00
10.00
35.00
5.00
25.00
20.00
40.00
5.00
25.50
28.67
40.00
-
10.00
5.00
30.00
-
15.00
10.00
30.00
-
15.00
15.70
30.00
42.22
44.27
38.13
52.40
35.73
47.81
45.21
55.73
34.27
49.23
44.82
54.69
Lampiran 3 Persentase motilitas spermatozoa dari pejantan 3 Ruang Terbuka
Kotak Styrofoam
Pengamatan jam ke-
TP
BTS
MBTS
MZOC
0
65.00
65.00
65.00
6
53.33
58.33
12
46.67
18
Lemari Es
TP
BTS
MBTS
MZOC
65.00
65.00
65.00
65.00
55.00
63.33
60.83
64.17
55.00
50.83
62.50
56.67
40.00
51.67
46.67
61.67
24
23.33
43.33
40.00
30
-
26.67
36
-
42 rataan
TP
BTS
MBTS
MZOC
65.00
65.00
65.00
65.00
65.00
62.50
63.33
59.17
63.33
61.67
63.33
63.33
60.00
61.67
53.33
61.67
58.33
61.67
50.00
60.00
55.00
60.83
50.00
58.33
53.33
61.67
56.67
43.33
56.67
50.00
60.00
46.67
55.00
48.33
61.67
16.67
53.33
21.67
51.67
25.00
57.50
31.67
50.83
32.50
57.50
20.00
10.00
40.00
5.00
30.00
20.00
40.00
5.00
30.00
27.67
40.00
-
10.00
5.00
30.00
-
20.00
15.00
30.00
-
20.00
15.67
30.00
28.54
41.25
36.15
54.06
37.81
51.35
44.06
54.79
38.85
50.52
45.31
55.10
Lampiran 4 Persentase spermatozoa hidup dari pejantan 1 Pengamatan
Ruang Terbuka
Kotak Styrofoam
jam ke-
TP
BTS
MBTS
MZOC
0
88.04
88.04
88.04
6
59.97
76.72
12
45.31
18
Lemari Es
TP
BTS
MBTS
MZOC
88.04
88.04
88.04
88.04
70.61
77.25
79.94
86.45
67.90
60.72
70.72
71.85
30.65
59.08
50.83
64.20
24
12.22
41.56
19.35
30
-
19.91
8.82
36
-
8.50
-
42
-
5.00
-
29.52
45.84
37.30
rataan
TP
BTS
MBTS
MZOC
88.04
88.04
88.04
88.04
88.04
84.83
83.47
78.97
86.38
86.61
81.91
84.85
81.62
78.91
69.90
84.72
85.19
75.78
54.97
74.97
70.16
74.97
57.51
80.80
76.72
71.28
55.67
38.10
65.08
58.70
71.04
45.12
76.89
68.26
66.79
51.99
19.05
56.19
46.98
66.47
22.56
73.16
56.31
61.50
-
10.00
45.00
25.00
50.00
10.00
40.00
28.65
45.00
-
-
25.00
15.00
35.00
-
25.00
15.00
35.00
45.24
65.70
58.79
68.49
46.51
69.37
63.10
65.66
TP
BTS
MBTS
MZOC
50.98
Lampiran 5 Persentase spermatozoa hidup dari pejantan 2 Pengamatan
Ruang Terbuka
Kotak Styrofoam
jam ke-
TP
BTS
MBTS
MZOC
0
90.48
90.48
90.48
6
73.95
80.77
12
66.20
18
Lemari Es
TP
BTS
MBTS
MZOC
90.48
90.48
90.48
90.48
90.48
90.48
90.48
90.48
90.48
78.96
79.62
79.89
85.05
82.76
85.24
77.95
85.83
84.17
86.04
75.74
70.20
72.63
69.29
79.63
75.03
80.00
65.42
81.17
77.86
81.60
58.46
70.71
61.44
65.64
54.34
71.63
68.56
76.71
52.75
76.21
68.58
75.72
24
37.42
50.33
44.82
61.47
39.39
63.64
62.09
73.41
40.08
71.25
59.29
69.85
30
12.22
40.12
30.97
54.44
27.61
52.51
51.07
69.50
30.75
60.54
40.26
64.19
36
-
27.67
15.00
47.67
10.00
30.00
22.50
48.67
10.00
33.67
30.00
45.50
42
-
15.00
8.50
40.00
-
22.50
12.22
35.50
-
20.00
20.50
35.00
42.34
56.35
50.04
63.99
46.37
61.93
58.09
69.94
45.93
64.89
58.89
68.55
TP
BTS
MBTS
MZOC
rataan
Lampiran 6 Persentase spermatozoa hidup dari pejantan 3 Pengamatan
Ruang Terbuka
Kotak Styrofoam
jam ke-
TP
BTS
MBTS
MZOC
0
84.76
84.76
84.76
6
64.10
68.54
12
55.74
18
Lemari Es
TP
BTS
MBTS
MZOC
84.76
84.76
84.76
84.76
84.76
84.76
84.76
84.76
84.76
68.76
78.77
74.98
79.12
76.38
81.07
77.54
78.74
77.10
81.43
65.11
61.99
76.47
65.20
73.47
68.00
77.38
70.31
72.73
69.44
78.09
47.38
61.68
55.23
74.17
59.85
68.39
63.43
75.49
65.56
66.72
65.10
76.62
24
26.67
51.62
47.92
62.05
54.50
63.30
58.86
73.61
60.81
60.71
60.75
75.14
30
-
30.68
17.36
57.19
27.25
59.91
29.43
69.67
40.04
54.78
39.96
68.02
36
-
25.00
15.00
42.50
10.00
35.00
27.67
47.67
12.22
43.50
30.00
45.67
42
-
12.22
8.50
32.00
-
27.50
18.67
38.50
-
27.67
18.67
33.67
34.83
49.95
44.94
63.49
47.07
61.43
53.40
68.52
51.41
61.20
55.72
67.93
rataan
Lampiran 7 Pengenceran semen Dari data yang diperoleh dilapangan : Volume semen : 214.44 mL Motilitas progresif : 65.56 % Konsentrasi : 191.65 x 106 sel/mL Dapat dihitung : volume x konsentrasi x motilitas Volume total =
x volume IB konsentrasi IB 214.44 x (191.65 x 106 ) x 65.56%
=
x 80 mL
6
2000 x 10
(41097.43 x106) x 65.56% =
x 80 mL
6
2000 x 10 26943.47 x 106 =
6
x 80 mL
= 1077.74 mL
2000 x 10 Volume pengencer
= Volume total – volume semen = 1077.74 – 214.44 = 863.3 mL
Dari perhitungan diatas dapat dilihat : 1. Total spermatozoa per ejakulat = 41097.43 x106 sel 2. Total spermatozoa motil per ejakulat = 26943.47 x 106 sel 3. Konsentrasi per ml setelah diencerkan 26943.47 x 106 sel = x 80 mL 863.3 mL = 2496.80 x 106 sel/80 mL Jika dalam sembilan jam penyimpanan terjadi penurunan %M, maka dosis atau volume IB harus ditingkatkan untuk mencapai dosis standar IB yakni motilitas 65% dan konsentrasi 2 x 109 sel/80mL, dengan perhitungan : = ( Motilitas IB / Motilitas semen ) x Volume IB = ( 65% / 40%) x 80 mL = 130 mL Jadi, dengan motilitas 40% dan konsentrasi 2 x 109, volume IB yang digunakan adalah 130 mL.
Lampiran 8 Rangkaian kegiatan IB pada babi 1. Prosesing Semen Cair
Persiapan bahan pengencer
Persiapan pejantan
Persiapan dummy sow
Persiapan alat penampungan semen
Penampungan semen
Evaluasi dan Pengenceran
Penyimpanan
Paking
Dilanjutkan dengan pelaksanaan inseminasi, seperti yang diperlihatkan pada halaman dibawah ini.
2. Pelaksanaan Inseminasi Buatan a. Deteksi berahi
Vulva Merah
Vulva hangat (35-38 °C)
Uji tekan punggung
Vulva berlendir
b. Persiapan alat inseminasi
Ujung spiral
Kateter (50-55 cm) dengan ujung berbentuk spiral
Kemasan semen (80 ml)
c. Pelaksanaan Inseminasi
Kateter melalui vulva diputar ke kiri melewati servik sampai terasa terkunci
Semen cair akan mengalir mengikuti kontraksi uterus
Pangkal kateter ditekuk ke atas
Kemasan semen pada pangkal kateter