BAHARUDDIN
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (studi kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 11 April 2006
Baharuddin NRP. E051014345/IPK
© Hak cipta Milik Baharuddin, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
KAJIAN INTERAKSI MASYARAKAT DESA SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT (Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan, Desa Sembalun Lawang)
BAHARUDDIN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul
Nama Nomor Pokok Program Studi Sub Program Studi
: Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan, Desa Sembalun Lawang) : Baharuddin : E. 051040345 : Ilmu Pengetahuan Kehutanan : Konservasi Biodiversitas
Disetujui; Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F Ketua
Ir. Haryanto R. Putro, MS Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc.F
Prof. Dr. Ir. Safrida Manuwoto , MSc
Tanggal Ujian : 31 Maret 2006
Tanggal Lulus :
ABSTRAK BAHARUDDIN. Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang). Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan HARYANTO R. PUTRO. Pertumbuhan penduduk, eksploitasi yang berlebihan dan adanya ketidakadilan dalam akses terhadap sumberdaya alam telah menjadi penyebab terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, seperti kerusakan hutan yang semakin meluas dengan laju kerusakan 20.000 ha/tahun dan telah menyebabkan lahan kritis di NTB mencapai 161.193 ha. Rusaknya sumberdaya hutan telah berakibat pada hilangnya sumber mata air sebanyak 440 titik dari 702 titik selama 15 tahun terakhir. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka beberapa tahun ke depan Pulau Lombok akan mengalami krisis air. Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu kawasan konservasi dan potensi pembangunan Provinsi NTB yang ditetapkan dengan tujuan utama mempertahankan fungsi hidrologi dan iklim mikro Pulau Lombok, mempertahankan sumber plasma nutfah, habitat berbagai jenis flora dan fauna yang beberapa diantaranya endemik. TNGR mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok mengingat Pulau Lombok termasuk kategori pulau kecil (5656 km2 ) yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal disekitar Gunung Rinjani. Untuk mengurangi dampak negatif dari interaksi tersebut, maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh tentang interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Teknik yang digunakan dalam pengambilan data adalah pendekatan kualitatif dengan didukung oleh pengumpulan data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi selanjutnya diinterpretasikan. Data kualitatif diolah dan dianalisis dengan tahapan melakukan verifikasi data, penggolongan, penyederhanaan, penelurusan dan pengaitan antar tema dan disajikan secara deskriptif sesuai dengan tema pembahasan guna mendukung dalam penarikan kesimpulan atau penentuan rekomendasi tindak lanjut. Hasil kajian menunjukkan bahwa masyarakat memiliki pola pemanfaatan lahan kawasan konservasi dalam bentuk pertanian intensif untuk tanaman pangan dan dalam bentuk kebun tanaman tahunan. Pola pemanfaatan hasil hutan dilakukan secara musiman, tergantung keberadaan sumberdaya dalam hutan. Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya dalam kawasan taman nasional sangat tinggi hal ini ditunjukkan dengan tingginya kontribusi pendapatan dari kawasan taman nasional terhadap pendapatan total mencapai 54,5%. Interaksi masyarakat dengan kawasan TNGR yang menonjol adalah pengambilan kayu bakar dan kayu bangunan, pengembalaan ternak dalam kawasan dan perambahan hutan untuk pertanian. Tekanan ini sebagai dampak dari tuntutan kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping itu masyarakat memiliki pengetahuan dan norma- norma sosial dalam berinteraksi dengan kawasan yang bernilai positif untuk dikembangkan dan diakomodasi dalam pengelolaan kawasan TNGR antara lain pengetahuan memproduksi madu. Keywords : taman nasional, interaksi, masyarakat sekitar hutan, sumberdaya hutan
ABSTRACT BAHARUDDIN. Study on Interaction of Local People at Gunung Rinjani National Park Province of West Nusa Tenggara (Case studies in Villages of Pengadangan, Loloan, Sembalun Lawang). Under Direction of RINEKSO SOEKMADI and HARYANTO R. PUTRO.
Keyword : gunung rinjani national park, interaction, local people, forest resources
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang diberikan kepada kita semua, khususnya kepada penulis sehingga tesis Interaksi Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung
yang berjudul “
Kajian
Rinjani Provinsi Nusa
Tenggara Barat (Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang)” dapat diselesaikan dengan baik. Tema ini dipilih untuk dapat mengidentifikasi pola pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan dan mengetahui akar permasalahan ya ng ada pada masyarakat yang dapat dijadikan salah satu acuan bagi stakeholders dalam penyusunan program pengelolaan TNGR dan pembinaan masyarakat desa sekitar TNGR. Dalam penulisan tesis ini, penulis memperoleh banyak bimbingan, arahan dan masukan yang sangat berguna. Oleh karenanya diucapkan terimakasih yang tulus kepada bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi MSc.F selaku ketua komisi pembimbing, bapak Ir. Haryanto R Putro MS selaku anggota komisi pembimbing dan bapak Dr. Ir. Hardjanto MS selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan bantuan tersebut. Selanjutnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak Balai TNGR, Participatory Action Research Rinjani (PAR Rinjani), World Wide Fund for Nature Nusa Tenggara (WWF Nusa Tenggara), Dinas Kehutana n Nusa Tenggara Barat, Lombok Barat dan Lombok Timur, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan observasi dan menunjang penelitian ini. Terima kasih penulis juga sampaikan kepada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Program Studi Ilmu Penge tahuan Kehutanan Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas tempat penulis menempuh studi. Kepada semua keluarga khususnya istri dan anak tercinta, serta pihak lain yang telah banyak membantu, dan tidak dapat untuk disebutkan satu persatu. Tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis sangat terbuka terhadap kritik dan saran konstruktif dari pembaca guna penyempurnaannya.
Bogor, April 2006
Baharuddin
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Timoreng Panua-Sidrap, Sulawesi Selatan pada tanggal 31 Januari 1970 sebagai anak kedua dari pasangan Achmad Cuma (Alm) dan I Nanno. Pendidikan Dasar sampai Pendidikan Menengah penulis selesaikan di Sidrap. Pendidikan Diploma III ditempuh di Fakultas Teknologi Pertania n IPB, lulus pada tahun 1992. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2004, lewat sponsor Direktorat Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional, penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2006. Sejak tahun 1998 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I Kuripan Kabupaten Lombok Barat. Pada tahun 1999 penulis menikah dengan Baiq Aprina Rohmawiyanti dan telah dikaruniai putra Ahmad Dzaky Ghalib Akbar.
DAFTAR ISI
Hal DAFTAR TABEL ………………………………………………….………
i
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………….…………
iii
PENDAHULUAN Latar Belakang ………………………………………………………....
1
Rumusan Masalah …………………………………..……….……........
3
Kerangka Berpikir …………………………………..………………….
5
Tujuan ……………………………………………….……………........
6
Manfaat…………………………………………………………………
7
TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional, Fungsi dan Sistem Pengelolaannya …………………
8
Paradigma Kerjasama Pengelolaan Sumberdaya ………………………
11
Kawasan Konservasi dan Permasalahannya ……………………...........
14
Partisipasi Masyarakat …………………………………………………
15
Kemiskinan dan Petani Miskin ………………….……………………..
16
Kemiskinan masyarakat Hutan ………………………………………...
19
Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan …………………………... …
19
Pembinaan Daerah Penyangga Taman Nasional …………………........
22
Karakteristik Sosial Budaya ……………………………………………
23
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Aksesibilitas……………...…………………........
27
Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani ...………………….......
28
Profil Desa Lokasi Penelitian .................................................................
30
METODOLOGI Batasan Penelitian ………………………………………………..........
34
Waktu dan Lokasi………………………………………………….......
34
Pengumpulan Data…………………………………………..….….......
35
Analisis Data………………………………………………………......
37
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden ………………………………….....….……...
41
Pola Pemanfaatan Lahan Hutan ………………………………..…........
45
Pola Pemanfaatan Hasil Hutan …………………………………..……..
56
Distribusi/Pemasaran Hasil Pemanfaatan Kawasan Hutan …….………
67
Nilai Pemanfaatan Hasil Hutan dan Lahan Hutan ………………..……
72
Kontribusi Pemanfaatan Kawasan Hutan ..………..…………………..
75
Perbandingan Kontribusi di Dalam dengan di Luar Kawasan Hutan….
79
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ………………………………………….....………..…….
82
Saran …………………………………………………………………...
83
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………...………
84
LAMPIRAN ……………………………………………………..…………
88
DAFTAR TABEL Halaman 1
Jumlah KK Responden Tiap Desa ......................................................
37
2
Rata-Rata Umur, Pendidikan dan Jumlah Anggota Keluarga Responden pada Masing-Masing Desa Pemelitian ...............................
41
Kalender Musim Kegiatan Bertani Responden Masyarakat Desa Pengadangan ..............................................................................
45
Pemanfaan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Pengadangan…………………………………………………….
47
Pemanfaatan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Loloan …………………………………………………………...
50
Kalender Musim Kegiatan Bertani Responden Masyarakat Desa Loloan ……………………………………………………..……
52
Pemanfaatan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Sembalun Lawang ……………………………………………..
55
Kalender Musim Kegiatan Bertani Responden Masyarakat Desa Sembalun Lawang .....................................................................
56
Kalender Musim Pengambilan Hasil Hutan Responden Masyarakat Desa Pengadangan ...............................................................................
57
10 Kalender Musim Pengambilan Hasil Hutan Responden Masyarakat Desa Loloan ........................................................................................
59
11 Kalender Musim Pengambilan Hasil Hutan Responden Masyarakat Desa Sembalun Lawang ......................................................................
62
12 Nilai Pemanfaatan Kawasan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Penelitian ....................................................................................
72
13 Kontribusi Pemanfaatan Kawasan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Penelitian..................................................................
75
14 Kontribusi Kawasan Hutan terhadap Pendapatan Total per Kepala Keluarga Responden Masyarakat Desa Penelitian ..............................
79
3 4 5 6 7 8 9
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................
6
2
Letak Administrasi Taman Nasional Gunung Rinjani .. ......................
28
3
Hubungan Antara Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Ekonomi, Barang Sumberdaya Alam dan Lingkungan ...................................................
44
4
Aktivitas Pertanian Masyarakat di Luar Kawasan Hutan ...................
46
5
Kebun Masyarakat di dalam Kawasan Hutan .....................................
49
6
Pembersihan Lahan (Land clearing) ...................................................
53
7
Lahan Siap ditanami ............................................................................
54
8
Pemeliharaan dan Panen Padi Ladang .................................................
54
9
Sekumpulan Sapi Masyarakat yang Diliarkan dalam kawasan TNGR
67
10 Distribusi/Pemasaran Hasil Hutan di Desa Pengadangan ....................
70
11 Distribusi/Pemasaran Hasil Hutan di Desa Loloan ......... ....................
71
12 Distribusi/Pemasaran Hasil Hutan di Desa Sembalun Lawang ...........
72
13 Aktivitas Masyarakat di Dalam Kawasan TNGR Sektor Pariwisata.....
81
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Profil Penduduk Desa Penelitian .........................................................
102
2
Potensi Desa Sektor Pertanian .............................................................
104
3
Pedoman dan Daftar Pertanyaan...........................................................
4
Kuesioner Penelitian ...........................................................................
5
Identitas Responden Desa Pengadangan ..............................................
105
6
Identitas Responden Desa Loloan ........................................................
106
7
Identitas Responden Desa Sembalun Lawang......................................
107
8
Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Pengadangan ...................
108
9
Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Loloan...............................
109
10 Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Sembalun Lawang ..........
110
11 Jadwal Kegiatan Bertani Masyarakat ....................................................
111
12 Jadwal Pengambilan Sumberdaya Hutan oleh Masyarakat ....................
112
Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu kawasan konservasi dan potensi pembangunan Provinsi NTB yang ditetapkan dengan tujuan utama mempertahankan fungsi hidrologi dan iklim mikro Pulau Lombok, mempertahankan sumber plasma nutfah, habitat berbagai jenis flora dan fauna yang beberapa diantaranya endemik. TNGR mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok mengingat Pulau Lombok termasuk kategori pulau kecil (5656 km2 ) yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal disekitar Gunung Rinjani. Untuk mengurangi dampak negatif dari interaksi tersebut, maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh tentang interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Keywords : taman nasional, interaksi, masyarakat sekitar hutan, sumberdaya hutan
Growth of resident, abundant exploitation and existence of ketidakadilan in accessing to natural sumberdaya have come to cause the happening of degradation of amount and quality of sumberdaya natural, like damage of forest which progressively extend fastly damage 20.000 ha / year and have caused critical farm [in] tired NTB 161.193 ha. Destroy him of sumberdaya forest have caused [at] loss of wellspring source counted 440 dots from 702 dot during 15 the last year. If this condition continue to take place, hence some years forwards Lombok islands will experience of water crisis. National Park Mount of Rinjani ( TNGR) is one of [the] conservation area and potency development of especial to specified Provinsi NTB with a purpose to maintain function of hidrologi micro climate and [of] Lombok island, maintaining the source of plasma of nutfah, habitat various flora type and fauna which some endemic among others. TNGR have vital role for ecological system [of] Lombok island remember Lombok island of[is including isle category ( 5656 km2) dwelt ± 3 million [soul/ head] 600.000 [soul/ head] among others remain around Mount of Rinjani. To lessen negative impact of interaction. hence needing studies which totally concerning society interaction with forest area and remain to pay attention isn't it prosperity of society [about/around].
Technique which used in intake of data is approach qualitative pickaback by quantitative data collecting. Approach qualitative [pass/through] field observation, interview. Quantitative data presented in the form of tabulation is hereinafter interpreted. Quantitative data presented in the form of tabulation is hereinafter interpreted. Data is qualitative processed [by] lah and analysed with step [do/conduct] data verification, classification, moderation, and penelurusan of pengaitan between theme and presented descriptively as according to solution theme to support in withdrawal of conclusion or determination of follow-up recommendation.
Study result indicate that society have pattern exploiting of conservation area farm in the form of intensive agriculture for the crop of food and in the form of annual crop garden. Pattern exploiting of forest result [done/conducted] seasonally, depended existence of sumberdaya in forest. . Depended society to sumberdaya in very high national park area [of] this matter is shown with earnings contribution height of national park area to total earnings reach 54,5%. Society interaction with area of
TNGR the uppermostness is intake of timber and firewood, pengembalaan of livestock in area and perambahan of forest for agriculture. This pressure as impact of demand requirement of society to fulfill the requirement of life of Despitefully society have social norms and knowledge in have interaction [to] with positive valuable area to be developed and accommodated in management of area of TNGR for example knowledge produce honey.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial politik sekarang, menjadikan tuntutan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam juga semakin besar, termasuk kekayaan alam yang ada dalam kawasan konservasi. Di sisi lain keberadaan kawasan konservasi harus tetap dipertahankan karena memegang peranan yang strategis sebagai penyangga kehidupan, perlindungan keanekaragaman hayati dan segala ekosistemnya, dan menunjang pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan segala ekosistemnya. Dalam mempertahankan keberadaan potensi kawasan konservasi, maka salah satu konsep pengelolaan yang diterapkan adalah mengeluarkan segala kegiatan masyarakat dari kawasan konservasi, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan. Konsep mengeluarkan aktivitas masyarakat tersebut banyak dipilih oleh pengelola kawasan konservasi karena dinilai memiliki dampak yang lebih kecil terhadap kerusakan ekosistem hutan. Akan tetapi konsep tersebut juga memiliki banyak kekurangan yaitu tertutupnya akses masyarakat sekitar terhadap kawasan hutan yang selama ini menjadi sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan sehari- hari. Dampak dari terputusnya akses tersebut adalah masyarakat mencoba merambah hutan/kawasan konservasi dan memanfaatkan sumberdaya hutan secara illegal yang berakibat pada semakin rusaknya kawasan konservasi. Keberhasilan pelestarian kawasan konservasi dengan konsep ini sangat tergantung pada keberhasilan dalam menangani masalah sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya. Gangguan terhadap kawasan konservasi akan berkurang bila kesejahteraan masyarakat sekitar sudah dapat dipenuhi dari hasil usaha di luar pemanfaatan hutan. Untuk itu diperlukan solusi-solusi terhadap berkurangnya/ tertutupnya
akses
masyarakat
terhadap
kawasan
hutan/konservasi,
sebab
masyarakat telah hidup di sekitar kawasan konservasi tersebut jauh sebelum kawasan ini dijadikan kawasan konservasi. Pemahaman terhadap kepentingan masyarakat secara sosial ekonomi perlu diperhatikan oleh pengelola kawasan, sebab masyarakat berpotensi sebagai pendukung upaya konservasi sekaligus ancaman
2
terhadap upaya konservasi. Daerah dimana kawasan konservasi sebagai penghalang dan tidak mendatangkan manfaat bagi masyarakat, maka masyarakat sekitar akan menjadi ancaman. Sebaliknya jika kawasan pelestarian alam dianggap sesuatu yang mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar, maka masyarakat menjadi pendukung dalam usaha pelestarian kawasan. Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu kawasan konservasi dan potensi pembangunan Provinsi NTB yang ditetapkan dengan tujuan utama mempertahankan fungsi hidrologi dan iklim mikro Pulau Lombok, mengingat hampir semua sungai di Lombok berhulu pada TNGR. Fungsi lainnya adalah mempertahankan sumber plasma nutfah serta habitat berbagai jenis flora dan fauna yang beberapa diantaranya endemik. Kekayaan biodiversitas yang dimiliki TNGR berupa fauna dan flora yang telah diinventarisasi 66 jenis flora dan 126 jenis fauna (Kitchner et al. 1990; Haryono et al. 1994; Coates BJ and Bishop 1997). Flora yang terdapat di TNGR antara lain adalah beringin (Ficus sp), jelateng (Laportea stimulan), jambu-jambuan (Syzigium spp), randu hutan (Gossampinus heptophylla), anggrek (Vandan, sp), bunga abadi (Anaphalis viscida). Sedangkan fauna yang terdapat dalam kawasan TNGR diantaranya babi hutan, kera abu-abu (Macaca fascicularis), lutung (Tracyphitecus auratus cristatus), Rusa timor (Cervus timorensis), landak (Hystrix javanica), kakatua jambul kuning (Cacatua shulphurea parvula) dan masih banyak ya ng lainnya (Dinas Kehutanan NTB 1997). TNGR sebagai salah satu aset daerah yang bernilai estetika, ilmiah, ekologis dan ekonomis yang harus dikelola untuk kepentingan pembangunan daerah. Dilihat dari tujuan penetapan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa TNGR mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok. Kerusakan atau degradasi sekecil apapun kawasan TNGR akan berdampak negatif
pada sistem ekologis Pulau
Lombok yang selanjutnya akan mempengaruhi keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Keberadaan dan kelestarian TNGR menjadi semakin penting mengingat Pulau Lombok dikategorikan sebagai pulau kecil (5656 km2 ), sehingga sangat rentan dan labil akan perubahan. Gambaran mengenai labil dan rentannya Pulau Lombok (yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal di sekitar Gunung Rinjani) sebagai pulau kecil dapat diabstraksikan sebagai sebuah jaring laba-laba, satu komponen dengan kompenen lainnya saling berhubungan dan
3
saling tergantung. Perubahan yang terjadi terhadap sumberdaya hutan akan berdampak luas pada sumberdaya yang lainnya seperti air, tanah dan udara. Namun demikian dalam pengelolaannya masih dijumpai beberapa permasalahan pokok yang merupakan potensi konflik. Sebagaimana disebutkan dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani (RPTNGR 19982023), bahwa issue konflik dalam pengelolaan kawasan terdiri atas permasalahan kawasan seperti perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan liar, pengembalaan ternak dalam kawasan, tumpang tindih kawasan di Pesugulan untuk jalan Pesugulan-Sembalun dan permasalahan pengelolaan yaitu masalah institusional (organisasi yang belum tertata dengan baik, belum ditetapkannya pembagian zonasi), sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, database yang minim, pendanaan dan masalah teknis lainnya. Pertumbuhan
penduduk,
eksploitasi
yang
berlebihan
dan
adanya
ketidakadilan dalam akses terhadap sumberdaya alam telah menjadi penyebab terjadi penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, seperti kerusakan hutan yang semakin meluas dengan laju kerusakan 20.000 ha/tahun dan telah menyebabkan lahan kritis di NTB mencapai 161.193 ha. Rusaknya sumberdaya hutan telah berakibat pada hilangnya sejumlah mata air. Data Bappeda NTB (2003) menyebutkan bahwa dalam kurung waktu 15 tahun telah terjadi kehilangan titik mata air sebanyak 440 titik dari 702 titik. Jika kondisi ini terus berlangsung, tanpa ada usaha nyata untuk menahan laju kerusakan hutan, maka beberapa tahun ke depan Pulau Lombok akan mengalami krisis air. Permasalahan kawasan yang dihadapi TNGR seperti yang disebutkan di atas semakin meningkat volume dan intensitasnya sebagai dampak dari interaksi masyarakat sekitar hutan dengan kawasan hutan, sehingga akan mengancam kelestarian fungsi- fungsi tersebut dan mengancan kelangsungan ekologis Pulau Lombok secara keseluruhan. Untuk dapat mengurangi dampak negatif dari interaksi tersebut maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh terhadap interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
4
Perumusan Masalah Perencanaan taman nasional dapat mengarah pada dua kemungkinan yakni pertama, meningkatkan manfaat taman dan melestarikan ekosistem jika perencanaannya tepat, serta kedua menimbulkan dampak negatif pada tama n dan masyarakat yang selanjutnya berdampak pada ketidaklestarian jika perencanaannya kurang tepat. Tolok ukur yang menjadi pedoman keberhasilan adalah seperti yang disebutkan dalam UU no 5/1990 yakni keberlanjutan fungsi taman nasional dalam menunjang kehidupan manusia. Keadaan saat ini adalah banyaknya terjadi penurunan kualitas taman nasional, di sisi lain juga kurang terlihat peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar dengan keberadaan taman sehingga untuk ke depan,
manajemen
partisipatif
dan
menyeluruh sangat diperlukan untuk
memperbaiki kondisi taman nasional (MacKinnon et al. 1993; Wells et al. 1992) Tujuan pengelolaan TNGR yang dituangkan dalam RPTN 1998-2023 adalah mempertahankan keutuhan dan fungsi kawasan serta keanekaragaman hayatinya, meningkatkan upaya penelitian dan pendidikan konservasi, meningkatkan peran TNGR bagi kegiatan budidaya dan pariwisata, meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan me ngintegrasikan pengembangan taman nasional dengan pembangunan daerah. Tujuan ini mengacu pada tujuan penetapan taman nasional yang diamanatkan oleh IUCN dan UU no 5/1990. Namun demikian dalam RPTN belum
tertuang
secara
jelas
tentang peranserta
masyarakat
dan
belum
mengakomodir kepentingan masyarakat sekitar kawasan. Pengelolaan terlihat hanya dilakukan oleh taman nasional saja sehingga terkesan bersifat top down, searah, kurang memotivasi/ membangkitkan partisipasi masyarakat dan kurang terintegrasi. Permasalahan yang sering menjadi penyebab gagalnya atau kurang berhasilnya upaya mengurangi ketergantungan masyarakat atau mengurangi dampak negatif dari interaksi masyarakat dengan kawasan konservasi adalah kurang memadainya pemahaman dan informasi tentang karakteristik interaksi masyarakat sekitar kawasan dengan kawasan konservasi atau kawasan hutan secara umum. Sebagai indikator kegagalan program pembinaan yang selama ini diterapkan adalah tetap tingginya tingkat pencurian kayu, perambahan hutan lindung dan terjadinya konflik di beberapa tempat antara pengelola kawasan dengan
5
masyarakat sekitar. Sebelum membuat program pemberdayaan masyarakat, maka terlebih dahulu dilakukan upaya pemahaman karakteristik interaksi masyarakat dengan kawasan untuk mencari bentuk interaksi yang ideal bagi masyarakat dan bagi taman nasional untuk menjamin terciptanya kondisi ideal bagi taman nasional. Dengan demikian secara umum permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana interaksi masyarakat dengan kawasan TNGR dalam hal pemanfaatan lahan hutan dan hasil hutan ditinjau dari segi bentuk pemanfaatan, jenis, motivasi dan nilai ekonomi sumberdaya yang dimanfaatkan, dan kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat 2. Bagaimana kalender musim kegiatan masyarakat dalam berinteraksi dengan kawasan TNGR.
Kerangka Pemikiran Kemampuan untuk menggali semua potensi desa seperti potensi sumberdaya manusia, potensi sosial budaya, sumberdaya alam dan memaksimalkan potensi tersebut akan sangat mendukung dalam menyusun suatu program pemberdayaan (Kristian, 2004). Dalam menggali potensi ini berbagai pihak dapat dilibatkan seperti Pemerintah Daerah, LSM dan Perguruan tinggi, serta masyarakat itu sendiri. Potensi yang perlu digali adalah karakteristik interaksi masyarakat dengan kawasan konservasi. Pada umumnya bentuk interaksi masyarakat dengan kawasan konservasi berupa pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan kawasan konservasi.
Dengan
mengetahui
karakteristik
tersebut,
dapat
diketahui
kecenderungan bentuk pemanfaatan kawasan konservasi, motivasi pemanfaatan, jenis dan volume hasil hutan, waktu pemanfaatan. Dengan demikian pengelola kawasan dapat mengetahui sumberdaya hutan yang dimanfaatkan/ dibutuhkan masyarakat sekitar, sehingga dapat mengupayakan program pengadaan jenis sumberdaya tersebut. Program pengadaan dapat dilakukan di dalam kawasan ataupun di luar kawasan. Di samping itu dengan mengatahui karakteristik interaksi masyarakat dengan kawasan, pengelola kawasan dapat menyusun jadwal pengaturan pemanfaatan serta melakukan pengamanan terhadap kawasan dan potensinya.
6
P enelitian ini difokuskan pada analisis interaksi masyarakat desa sekitar
taman nasional dengan kawasan taman nasional dalam memanfaatkan sumberdaya dalam kawasan taman nasional. Tahapan-tahapan penelitian adalah sebagai berikut : inventarisasi kegiatan masyarakat baik di dalam maupun di luar kawasan, analisis dan pengelompokan data, analisis interaksi. Kerangka pemikiran ini dapat diilustrasikan sebagai berikut :
Masyarakat Sekitar Taman Nasional Kondisi faktual Interaksi
Sintesis Interaksi
Upaya Penanggulangan
Akses pemanfaatan
Analisis Interaksi
Peningkatan kesejahteraan
Keberlanjutan taman nasional
TNGR
Pilihan-Pilihan Program
Gambar 1. Kerangka Tahapan Penelitian
7
Tujuan Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji interaksi yang terjadi antara masyarakat sekitar TNGR dengan sumber daya alam yang terdapat di dalam kawasan taman nasional khususnya dalam hal pemanfaatan lahan hutan dan hasil hutan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan oleh masyarakat desa sekitar TNGR ditinjau dari segi jenis pemanfaatan, waktu pemanfaatan, intensitas pemanfaatan, volume dan nilai ekonomi dari hasil hutan yang diambil, kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat.
Manfaat 1. Bagi pengelola kawasan konservasi dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam menentukan bentuk atau jenis dan waktu pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi. 2. Bagi masyarakat sekitar adalah memberikan motivasi untuk meningkatkan kesejahteraannya berdasarkan potensi sumber daya yang mereka miliki, dan dapat merupakan suatu pembelajaran bagi masyarakat untuk memahami arti penting melestarikan kawasan hutan.
TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional, Fungsi dan Sistem Pengelolaannya Istilah dan konsep taman nasional sudah diterima oleh hampir seluruh negara di dunia. IUCN (1985) mendefinisikan taman nasional sebagai areal yang cukup luas dimana: 1) Satu atau beberapa ekosistem tidak berubah oleh kegiatan eksploitasi atau pemilikan lahan; spesies flora dan fauna, kondisi geomorfologi dan kondisi habitatnya memiliki nilai ilmiah, pendidikan dan nilai rekreasi atau yang memiliki nilai lanskap alam dengan keindahan yang tinggi, 2) Pemerintah memandang perlu dan memberikan perhatian untuk mencegah kegiatan eksploitasi atau penyerobotan lahan serta mencari upaya yang efektif untuk mempertahankan kepentingan ekologi, geomorfologi atau keindahan alamnya, dan 3) Pengunjung diperbolehkan masuk dalam kondisi tertentu dengan tujuan mendapatkan inspirasi, pendidikan, kebudayaan dan rekreasi. Definisi tersebut sejalan dengan definisi taman nasional Indonesia yang dinyatakan dalam UU no 5/1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya. Dalam UU no 5/1990 dinyatakan bahwa taman nasional merupakan “kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi”. Dilihat dari kedua definisi di atas, maka beberapa kegiatan pengelolaan dimungkinkan untuk dilakukan pada taman nasional. Oleh karenanya diperlukan kehati-hatian karena beberapa kegiatan mempunyai peluang eksploitatif seperti pariwisata dan kegiatan budidaya walaupun harus dilakukan secara terbatas. Kegiatan-kegiatan tersebut tentunya memberikan pengaruh lanjutan dari sisi ekonomis maupun ekologis dalam berbagai aspek. Kegiatan pengelolaan harus benar-benar mempertimbangkan peranan ekologis dan potensi taman nasional dengan kata lain harus dijaga kesesuaian antara tujuan perlindungan dengan pilihan pemanfaatannya. Dari sisi sejarah, pembentukan taman nasional dimulai dengan tujuan sebagai penyangga kawasan produktif sehingga keseimbangan ekologis dalam suatu wilayah regional tetap terjaga. Penetapan kawasan taman nasional biasanya
9
dilakukan pada lahan- lahan marginal yang tidak atau belum terjangkau oleh pembangunan intensif. Beberapa dasar yang umum digunakan untuk menetapkan suatu kawasan sebagai taman nasional adalah (MacKinnon et al. 1993 : 1) Kharakteristik atau keunikan ekosistem, 2) Mempunyai keanekaragaman spesies atau spesies khusus yang ‘bernilai’, 3) Mempunyai lanskap dengan ciri geofisik atau estetik yang ‘bernilai’, 4) Mempunyai fungsi perlindungan hidrologi (tanah, air, iklim lokal), 5) Mempunyai sarana untuk rekreasi alam dan kegiatan wisata, dan 6) Mempunyai tempat peninggalan budaya yang tinggi (candi, peninggalan purbakala dan lain sebagainya). Fungsi taman nasional sangat beraneka ragam untuk memenuhi kebutuhan manusia terutama kaitannya yang relevan dengan tujuan pembangunan ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan antara lain berupa: 1) Pemeliharaan contoh yang memiliki unit-unit biotik utama untuk melestarikan fungsinya dalam ekosistem, 2) Pemeliharaan keragaman ekologi dan hukum lingkungan, 3) Pemeliharaan sumberdaya genetika, 4) Pemeliharaan obyek, struktur dan tapak warisan kebudayaan, 5) Perlindungan keindahan panorama alam, 6) Penyediaan fasilitas pendidikan, penelitian dan pemantauan lingkungan dalam areal alamiah, 7) Penyediaan fasilitas rekreasi dan turisme, 8) Pendukung pembangunan dan pengembangan daerah pedesaan serta penggunaan laha n marginal secara rasional, 9) Pemeliharaan produksi daerah aliran sungai, dan 10) Pengendalian erosi dan sedimentasi serta melindungi investasi daerah hilir (Miller 1978). Berkenaan dengan hal tersebut, Alikodra (1987) menyatakan bahwa tujuan pengelolaan taman nasional dapat dikelompokkan menjadi empat aspek utama yaitu konservasi, penelitian, pendidikan dan kepariwisataan. Tujuan diatas selanjutnya harus
dituangkan
dalam
kebijaksanaan
pengelolaan
yang
memperhatikan
kepentingan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian maka sistem taman nasional memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sistem kawasan konservasi lainnya yakni dibentuk untuk kepentingan masyarakat, konsep pelestarian didasarkan atas perlindungan ekosistem sehingga mampu menjamin eksistensi unsur-unsur pembentuknya dan dapat dimasuki oleh pengunjung sehingga pendidikan cinta alam, kegiatan rekreasi dan fungsi- fungsi lainnya dapat dikembangkan secara efektif.
10
Bentuk pengelolaan yang cocok dan efektif dengan tujuan pembentukan taman nasional sampai saat ini adalah sistem zonasi atau permintakatan yakni pembagia n kawasan taman nasional berdasarkan fungsi dan tujuan pengelolaannya (Alikodra 1987). Menurut UU no 5/1990, beberapa zona yang dimungkinkan terdapat dalam suatu taman nasional adalah zona pemanfaatan yakni daerah dalam kawasan taman nasional yang menjadi pusat kegiatan (terutama rekreasi). Berikutnya adalah zona inti yakni bagian dari kawasan taman nasional yang mutlak untuk dilindungi dan memiliki kemurnian hewan dan tumbuh-tumbuhan secara alamiah, daerah ini tidak boleh diganggu kecuali untuk penelitian. Selanjutnya adalah zona penyangga, yakni wilayah-wilayah yang berada di luar kawasan taman nasional yang penggunaan tanahnya terbatas untuk lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan taman nasional dan sekaligus bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya (kegiatan budidaya seperti pertanian, perkebunan, atau pemanfaatan hutan produksi). Ada juga yang menetapkan zona rimba dalam taman nasional yakni kawasan hutan yang berperan atau berfungsi sebagai pelindung daerah inti dari perusakan, fungsinya hanya sebagai kawasan lindung. Tujuan perencanaan taman nasional sendiri relatif luas dan mencakup kegiatan yang beraneka ragam seringkali merepotkan organisasi pengelola taman nasional. Akibatnya seringkali pengelola tidak mungkin untuk melaksanakan sendiri seluruh kegiatan yang menjadi tujuan perencanaan tersebut karena berbagai macam keterbatasan. Untuk menunjang keberhasilannya, maka partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan. Pentingnya partisipasi masyarakat tersebut sejalan dengan pendapat McNelly (1988) yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat sekitar kawasan taman nasional perlu dikembangkan dan memperoleh prioritas di dalam kawasan tersebut, karena masyarakat sekitar memberikan sumbangan yang besar bagi kesinambungan sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan. Sayangnya hal ini sering menimbulkan konflik penggunaan ruang dalam taman nasional. Untuk mengatasi hal ini diperlukan adanya inovasi perencanaan dan sistem pengelolaan yang meningkatkan sistem perlindungan sumberdaya alam dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar kawasan.
11
Paradigma Kerjasama Pengelolaan Sumberdaya Dilihat dari sejarahnya pengelolaan sumberdaya telah mengalami beberapa pergeseran model dari yang bersifat sederhana menuju pada kolaborasi pengelolaan antar stakeholder (Nikijuluw 2002). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya milik bersama merupakan model pengelolaan pertama atau yang paling tradisional. Kondisi ini memungkinkan karena kelimpahan sumberdaya dengan jumlah pengelola yang relatif sedikit sehingga setiap orang memiliki akses terbuka terhadap sumberdaya tersebut. Paradigma kedua adalah pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (PSBM) yang secara definitif terjemahkan sebagai suatu proses pemberian wewenang, tanggungjawab dan kesempatan pada masyarakat untuk mengelola sumberdayanya sendiri dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan dan keinginan, tujuan dan aspirasinya. PSBM menyangkut pula pemberian tanggungjawab kepada masyarakat sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang pada akhirnya menentukan dan berpengaruh pada kesejahteraan mereka. Masyarakat dalam konteks ini adalah komunitas atau kelompok dengan tujuan yang sama. Peran pemerintah adalah mendorong dan memberikan fasilitas kepada masyarakat dan memproses gagasan- gagasan masyarakat kedala m bentuk kelembagaan. Keberhasilan pelaksanaan PSBM dapat ditentukan oleh beberapa hal pokok yaitu (Nikijuluw 2002: 1) Adanya kepercayaan diantara anggota masyarakat. Kepercayaan ini biasanya sangat kuat karena umumnya merupakan tradisi, 2) Tertulis atau tercatatnya aturan agar dapat memperkenalkannya pada generasi berikut, 3) Teknologi yang digunakan merupakan teknologi lokal yang telah umum difahami dan dipraktekkan, 5) Otonomi pengelolaan oleh masyarakat anggota Keunggulan PSBM adalah mudah dijalankan karena sesuai aspirasi dan budaya lokal, diterima masyarakat lokal dan lebih mudah pengawasannya. Namun demikian terdapat juga beberapa kelemahan didalamnya yaitu tidak mengatasi masalah interkomunitas, bersifat lokal, mudah dipengaruhi faktor eksternal (seperti migrasi, perubahan komposisi usia penduduk, perkembangan perdagangan dan perubahan pemerintahan), sulit mencapai skala ekonomi karena hanya melibatkan anggota dan tingginya biaya institusionalisasi (misalnya untuk edukasi, penyadaran
12
dan sosialisasi PSBM, pembentukan aturan, pembentukan organisasi dan lain sebagainya). Paradigma ketiga adalah pengelolaan sumberdaya oleh pemerintah (POP) yang dilakukan dengan alasan efisiensi, keadilan dan alasan administratif. POP dilaksanakan karena pada prinsipnya seluruh negara melakukan pengelolaan sumberdaya diwilayahnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam pelaksanaannya selain keuntungan berupa efisiensi terdapat beberapa kelemahan POP yang umum terjadi antara lain kegagalan pemerintah dalam mencegah over exploitation sumberdaya karena kelambatan regulasi, kesulitan dalam penegakan hukum, kebijakan yang kurang tepat atau saling bertentangan satu dengan lainnya, wewenang yang terbagi dalam beberapa lembaga atau departemen, data dan informasi yang kurang tepat/akurat dan kegagalan dalam merumuskan keputusan manajemen. Paradigma pengelolaan keempat adalah kolaborasi pengelolaan atau comanagement
yang
didefinisikan
sebagai
pembagian
atau
pendistribusian
tanggungjawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya (Nikijuluw 2002). Definisi lain dikemukakan oleh NRTEE (1998) yang menyatakan bahwa co-management merupakan pembagian atau pendistribusian tanggungjawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat, dunia usaha dengan masyarakat ataupun LSM dengan masyarakat dalam mengelola sumberdaya. Berdasarkan definisi tersebut maka masyarakat dengan mitra comanagement-nya harus secara bersama-sama bertanggungjawab dalam melakukan seluruh tahapan pengelolaan. Feyerabend et al. (2000), bahwa co-management adalah suatu situasi dimana dua aktor atan lebih bernegosiasi untuk mendefinisikan dan menjamin pembagian yang adil (fair sharing) terhadap fungsi management, pembagian hak dan tanggung jawab pada wilayah atau erea tertentu atau sumberdaya alam tertentu. Co-management memiliki empat elemen penting yaitu : Multi aktor dengan kepentingan masing- masing, ada konsensus/ kesepakatan dan komitmen , ada proses negosiasi antar pihak, memegang prinsip-prinsip transpansi dan berkeadilan. Diperlukan kejujuran dan transparansi untuk memunculkan kepercayaan dari masyarakat (Fukuyama 1999). Konsep co-management terdapat prinsip tanggung jawab yang harus dilakukan, hal ini memungkinkan setiap masyarakat untuk bertindak sesuai dengan wewenang tersebut (Bourdieu 1986)
13
Apa yang menjadi tanggungjawab dan wewenang masing- masing pihak menentukan tipe atau bentuk kolaborasi yang dianut. Dalam hal ini, kerjasama merupakan inti dari co-management. Dari beberapa praktek yang telah dilakukan, secara hirarki co-management dapat ditentukan sebagai berikut (Nikijuluw 2002): 1. Instruktif. Dalam bentuk ini tidak banyak informasi yang saling dipertukarkan diantara pemerintah dan masyarakat. Hanya sedikit dialog antar kedua pihak namun dialog yang terjadi lebih kepada instruksi karena pemerintah lebih dominan peranannya. 2. Konsultatif. Menempatkan masyarakat pada posisi yang hampir sama dengan pemerintah. Masyarakat mendampingi pemerintah dalam co-management. Oleh karenanya ada mekanisme yang membuat pemerintah berkonsultasi dengan masyarakat. Walaupun demikian keputusan ada di pemerintah. 3. Kooperatif. Menempatkan pemerintah dan masyarakat pada posisi yang sama atau sederajat. 4. Advokasi atau pendampingan. Peran masyarakat cenderung lebih besar dari pemerintah. Masyarakat memberikan masukan pada pemerintah untuk merumuskan suatu kebijakan. Masyarakat juga dapat mengajukan usul rancangan keputusan yang hanya tinggal dilegalisir oleh pemerintah, kemudian pemerintah mengambil keputusan serta menentukan sikap resminya berdasarkan usulan atau inisiatif masyarakat. Peran pemerintah lebih bersifat mendampingi masyarakat.atau memberikan advokasi kepada masyarakat tentang apa yang mereka kerjakan. 5. Informatif. Pada satu pihak pemerintah perannya makin berkurang dan pada pihak lain masyarakat memiliki peran yang lebih besar dibandingkan dengan empat bentuk kolaborasi lainnya. Pemerintah hanya memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa yang sepatutnya dikerjakan oleh masyarakat. Dalam kontribusi yang lebih nyata, pemerintah me netapkan delegasinya untuk bekerjasama sumberdaya.
dengan
masyarakat
dalam
seluruh
tahapan
pengelolaan
14
Kawasan Konservasi dan Permasalahannya Konservasi adalah suatu upaya untuk untuk menjamin suatu sumberdaya agar tetap tersedia baik dalam kua ntitas dan kualitas yang tidak terkurangi sebagai suatu alat pemuas kebutuhan dalam jangka panjang. Sehingga dalam konsep konservasi terkandung unsur pemeliharaan dan pemanfaatan secara lestari. Kawasan pelestarian jika dikelola dengan baik akan memegang peranan penting dalam meningkatkan sosial ekonomi masyarakat sekitar (MacKinnon et al. 1993) Permasalahan yang dialami oleh hampir semua kawasan konservasi di Indonesia adalah permasalahan interen pengelolaan dan permasalahan dengan keberadaan masyakarakat sekitar kawasan. Permasalahan interen pengelolaan kawasan biasanya berkaitan dengan manajemen populasi tumbuhan dan satwaliar, peningkatan kualitas habitat, manajemen wisata, dan profesionalisme pengelolaan kawasan. Permasalahan yang diakibatkan dengan keberadaan masyarakat sekitar kawasan dapat berupa pemukiman penduduk di dalam kawasan, penggunaaan kawasan
untuk
kepentingan
lain,
pengembalaan
ternak
dalam
kawasan,
pengambilan dan perburuan hasil hutan secara tidak terkendali. Permasalahan yang datang dari luar kawasan semakin meningkat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk. Masuknya seseorang ke kawasan hutan untuk mengambil hasil hutan disebabkan oleh terdesak kebutuhan sehari-hari, sumberdaya alam tersebut tidak tersedia disekitar mereka, tingkat kepemilikan tanah yang rendah, kesempatan kerja dan produk tivitas lahan rendah (Soekmadi 2004). Permasalahan
yang
dihadapi
dalam
pengelolaan
TNGR
dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu permasalahan kawasan dan permasalahan pengelolaan. Permasalahan kawasan berupa kondisi tapal batas kawasan taman nasional tidak jelas, perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan liar, pengembalaan ternak, penanggulangan kebakaran. Jika dilihat permasalahan ini semua merupakan tekanan yang dihadapi TNGR dari masyarakat sekitar. Permasalahan kedua adalah pengelolaan berupa sumberdaya manusia pengelola yang masih terbatas, kordinasi pengelolaan yang tidak berjalan dan tumpang tindih pengelolaan, minimnya sarana dan prasarana, minimnya pendanaan dan belum adanya perencanaan yang mantap terhadap kawasan secara terpadu (Dinas Kehutanan NTB 1997).
15
Partisipasi Masyarakat Partisipasi
dalam
pembangunan
berarti
peranserta
seseorang
atau
sekelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan yang memberikan masukan berupa pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal atau materi serta ikut memanfaatkan atau menikmati hasilhasil pembangunan (Saharuddin dan Sumardjo, 2004). Lebih lanjut dikemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan bukan ha nya berarti pengerahan tenaga kerja masyarakat secara sukarela, tetapi justru yang lebih penting adalah tergeraknya masyarakat untuk mau memanfaatkan kesempatan memperbaiki kualitas hidup mereka. Partisipasi masyarakat menjadi sangat penting karena (1) me lalui partisipasi masyarakat, dapat diperoleh informasi mangenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan akan gagal, (2) bahwa masyarakat lebih mempercayai program pembangunan jika dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan, karena mereka lebih mengerti seluk beluk program tersebut dan akan memiliki program tersebut, (3) adanya anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri (Saharuddin dan Sumardjo, 2004). Lebih lanjut disebutkan bahwa seseorang akan berpartisipasi jika prasyarat untuk berpartisipasi terpenuhi yaitu (1) kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi, (2) kemauan, adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk untuk termotivasi untuk berpartisipasi, misalnya manfaat yang dapat dirasakan atas partisipanya, (3) kemampuan, adanya kesadaran atau kenyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, baik berupa pikiran, tenaga, waktu, biaya ataupum materi lainnya. Jika salah satu dari prasyarat tersebut tidak dipenuhi, maka partisipasi dalam arti sebenarnya tidak akan terjadi (Arimbi dan Santoso, 1994) Partisipasi masyarakat dalam pembangunan mengenai dua hal yaitu hubungan-hubungan struktural dan pentingnya pengembangan keterampilan dalam rangka memperbaiki kehidupan mereka, metode dan teknik dimana masyarakat lokal dapat mengambil bagia n dan mengembangkan perannya dalam program
16
pembangungan. Hal ini dapat menjamin bahwa persepsi masyarakat lokal, pola sikap dan pola pikir serta nilai- nilai dan pengetahuannya ikut dihargai dan dipertimbangkan secara penuh, hal ini berangkat dari satu pemahaman bahwa pendekatan pembangunan partisipatif harus dimulai dari masyarakat yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri (Arimbi dan Santoso, 1994). Dalam pemberdayaan masyarakat, partisipasi masyarakat merupakan suatu proses ketika masyarakat itu sendiri atau bersama dengan pihak luar terlibat dalam suatu proses belajar satu dengan yang lainnya yang dilandasi semangat kesetaraan dan saling memberi. Proses belajar ini harusnya masyarakat yang aktif dan mengacu sepenuhnya kepada kebutuhan masyarakat. Melalui proses belajar yang partisipatif dalam semangat kesetaraan, saling belajar dan memberi, maka masyarakat berdaya dapat dicapai.
Kemiskinan dan Petani Miskin Kemiskinan penduduk atau rumah tangga dapat ditimbulkan oleh faktorfaktor dari dalam masyarakat sendiri (internal factors) seperti rendahnya pendidikan dan keterampilan yang menyebabkan rendahnya tingkat upah dan gaji yang dapat mereka terima. Kemiskinan dapat juga disebabkan oleh eksternal factors seperti buruknya sarana dan prasarana, rendahnya aksesibilitas terhadap modal, rendahnya kualitas sumberdaya alam, penggunaan teknologi yang terbatas, sistem kelembagaan yang kurang sesuai dengan kondisi masyarakat, sehingga menyebabkan rendahnya pendapatan yang diterima masyarakat (Sutomo 1995). Di kalangan ilmuwan sosial terdapat 3 kelompok besar pemikiran yang pernah
berkembang
untuk
mengidentifikasi
kemiskinan,
yaitu
kolempok
konservatif, kelompok liberal dan kelompok radikal. Kelompok konservatif memandang kemiskinan masyarakat tidak bermula dari struktur sosial, tetapi berasal dari karakteristik khas dari masyarakat itu sendiri. Menurut pemikiran ini, ada semacam budaya kemiskinan, sehingga suatu kelompok masyarakat tertentu tetap melarat. Kelompok liberal sebaliknya memandang manus ia sebagai ma hkluk yang baik namun dipengaruhi oleh lingkungan. Menurut asumsi ini, bila kondisi sosial ekonomi diperbaiki dengan menghilangkan diskriminasi dan memberikan peluang yang sama, maka budaya kemiskinan segara pula hilang dan ditinggalkan.
17
Sementara kaum radikal memandang munculnya kemiskinan masya rakat adalah karena struktur sosial, ekonomi dan politik memang melestarikan kondisi kemiskinan pada sebagaian penduduk, orang menjadi miskin karena dieksploitasi oleh kelompok dominan atau kelas capitalis (Sarman 1997). Terdapat lima ketidakberuntungan pada kelompok masyarakat miskin adalah yaitu keterbatasan kepemilikan asset (poor), kondisi fisik yang lemah (physically weak), keterisolasian (isolation), kerentanan (vulnerable) dan ketidakberdayaan (powerless). Dalam kaitan ini fenomena kemiskinan dilihat dalam perspektif ya ng lebih konprehensif (Chambers 1983). Berbagai sudut pandang dalam memahami kemiskinan di Indonesia pada dasarnya merupakan upaya orang luar untuk memahami tentang kemiskinan. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengkaji masalah kemiskinan dari sudut pandang kelompok miskin itu sendiri. Sampai saat ini belum ada keriteria yang baku dalam mengidentifikasi penduduk miskin. Pengertian dan keriteria kemiskinan begitu beragam sesuai badan/instansi/dinas yang menangani masalah kemiskinan. Misalnya bagi dinas sosial, mereka yang dianggap miskin adalah mereka yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka yang layak bagi kemanusiaan; mereka yang sudah mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan; mereka yang termasuk kelompok marginal yang berada disekitar garis kemiskinan (Saharudin dan Nomba 2002). Pengertian kemiskinan disampaikan oleh beberapa ahli atau lembaga diantaranya; Marsuki (1997) menyatakan bahwa secara ekonomis, kemiskinan menggambarkan keadaan rumah tangga atau penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Batasan ya ng digunakan sebagai ukuran, sekalipun bersifat objektif tetap mengandung kenisbian, kerena kebutuhan hidup bisa berbeda menurut ruang, waktu dan kebiasaan hidup masyarakat. Karena itu pembatasan kemiskinan merupakan hasil persepsi dan kesepakatan yang bisa berbeda antara seseorang dengan orang lainnya di masyarakat dan dalam waktu yang sama. BAPPENAS (1993) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Faturochman dan Molo (1994), mengemukan bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan individu
18
dan atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Sarman (1997), kemiskinan sebagai suatu kondisi hidup serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu kebut uhan akan sandang-pangan-papan, kebutuhan akan hidup sehat dan kebutuhan akan pendidikan dasar anak-anak. Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil suatu rumusan bahwa kemiskinan adalah suatu keadaan dimana terdapat ketidakberdayaan dan keterbatasan individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kriteria petani miskin sebagaimana yang dikeluarkan ADB (2002) diacu dalam Deptan (2002) adalah petani yang memiliki tanah produksi kurang dari 0,1 ha dan pada umumnya menanam hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan sering menggunakan sumberdaya alam terbuka “open access” seperti laut dan hutan untuk menambah pendapatan mereka yang seringkali tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka. Marzuki (1997), ciri petani miskin adalah pendapatannya rendah, luas tanah garapannya sempit (kurang dari 0,5 ha), produktivitas tenaga kerja rendah, modalnya kecil dan keterampilannya rendah. Departemen Pertanian (1989), bahwa petani miskin adalah petani pemilik pengelola lahan yang sempit, petani penggarap, buruh tani yang mengelola usahataninya dengan peralatan sederhana. Mereka biasanya dikenal dengan ciri-ciri sebagai berikut : rumah dan barang-barang yang dimilikinya terbatas dan sangat sederhana dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, produktivitas tenaga kerja rendah, keterampilan dibidang usaha kurang, kurang tanggap terhadap pembaharuan dan kurang memperoleh kesempatan turut serta dalam pembangunan. Dari berbagai pengertian tersebut, yang dimaksud dengan penduduk petani miskin dalam kajian ini adalah petani pemilik pengelola lahan sempit kurang dari 0,5 ha atau petani tidak punya lahan (petani penggarap/buruh tani), tingkat pendidikan dan keterampilannya rendah, produktivitas kerja rendah dengan modal kecil dan pendapatannya rendah, sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
19
Kemiskinan Masyarakat Hutan Penduduk pulau lombok saat ini berjumlah ± 3 juta jiwa, dan 27,7% termasuk kategori miskin. Keberadaannya menyebar pada berbagai wilayah, namun pada umumnya terkonsentrasi pada kantong-kantong kemiskinan, yaitu pada pinggiran hutan, daerah tanah kering dan daerah pesisir. Penduduk yang tinggal pada tiga kawasan ini hidupnya tergantung pada sumber daya alam setempat (BPS NTB 2004). Penduduk yang tinggal dikawasan rinjani sekitar 600 ribu jiwa atau 19% yang sebagian besar termasuk kategori miskin. Masyarakat sekitar kawasan gunung rinjani merupakan suatu komunitas sosial yang sangat besar interaksinya terhadap kawasan taman nasional. Interaksi ini didasari oleh desakan kebutuhan hidup yang semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, di pihak lain kemampuan produksi hutan semakin terbatas. Tingginya interaksi ini ditunjukkan dengan tingginya tingkat pengambilan kayu, perladangan liar, dan penyerobotan kawasan (occupation) untuk berbagai kepentingan yang kesemuanya itu merupakan fenomena sosial yang menjadi tekanan bagi kelestarian kawasan rinjani. Kemiskinan yang melekat pada masyarakat sekitar kawasan rinjani, memiliki kecenderungan lebih kompleks jika dibandingkan dengan komunitas di kawasan lain, karena secara fisik kondisi masyarakatnya lebih terisolir, sehingga rendah dalam memperoleh kesempatan pelayanan publik dan memanfaatkan akses lainnya. Di samping itu kawasan hutan adalah kawasan yang sarat dengan nuansa konflik kepentingan yang dapat bermuara pada munculnya konflik hukum dan kebijakan dalam pengelolaan hutan. Artinya masyarakat hutan memiliki hambatan yang lebih tinggi dalam memanfaatkan sumberdaya disekitarnya dibandingkan dengan masyarakat yang berada dikawasan pesisir dan lahan kering, sebagai akibat banyaknya rambu-rambu yang menjadi penekan dan pembatas dalam pengelolaan sumberdaya yang ada disekitarnya (Markum et al. 2004).
Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan Konflik adalah benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang disebabkan oleh adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan dan kelangkaan sumberdaya. Konflik dapat timbul antar individu, antar kelompok atau antar
20
lembaga. Konflik pengelolaan sumberdaya hutan yang sering terjadi yakni konflik antara masyarakat di dalam atau pinggir hutan dengan berbagai pihak di luar hutan yang dianggap memiliki otoritas dalam mengelola sumberdaya hutan. Konflik antar kelompok masyarakat jarang terjadi karena dalam kelompok masyarakat pada dasarnya sudah mengenal batas-batas wilayah masing- masing dalam mengambil sumberdaya hutan (Markum et al. 2004). Sedangkan Shris Mitchel (1981) diacu dalam Fisher et al. (2000), mengemukakan bahwa konflik adalah hubungan antara dua belah pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Hugo van der Merwe (1997) diacu dalam Fisher et al. (2000) mengemukakan teori mengenai penyebab konflik yaitu ; 1) Teori Hubungan Masyarakat: teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada, 2) Teori Negosiasi Prinsip menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan melakukan negosiasi berdasarkan kepentingankepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap, melancarkan proses pencapaian kesepatan yang menguntungkan semua pihak, 3) Teori Kebutuhan Manusia berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik,mental,sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi, sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah membantu untuk mengidentifikasi dan mengupayakan kebutuhan bersama yang tidak terpenuhi dan menghasilkan pilihanpilihan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, 4) Teori Transformasi Konflik berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah- masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan
ketidaksetaraan,
ketidakadilan
dan
kesenjangan
ekonomi,
21
meningkatkan jalinan hubungan dan mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan-perdamaian-keadilan-pengakuan. Menurut Fisher et al. (2000), terdapat lima pemicu konflik yaitu : Pertama konflik hubungan adalah konflik yang terjadi karena adanya hubungan yang disharmonis yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti salah paham, tidak ada komunikasi, perilaku emosional; Kedua adalah konflik data adalah suatu keadaan dimana pihak-pihak yang bersangkutan tidak mempunyai data dan informasi tentang prihal yang dipertentangkan yang dapat diterima pihak yang berkonflik; Ketiga, konflik nilai (value conflict) adalah suatu kondisi dimana pihak yang berkonflik mempunyai menganut nilai- nilai yang berbeda yang melandasi tingkah laku masing- masing yang tidak diakui kebenarannya oleh pihak lain; Keempat, konflik kepentingan (interest conflict) adalah pertentangan mengenai substansi yang diperkarakan; Kelima, konflik struktural (structural conflict) adalah keadaan dimana secara struktural atau suatu keadaan di luar kemampuan kontrol dari pihakpihak yang berurusan mempunyai perbedaan status, kekuatan, otoritas yang tidak berimbang. Penanganan konflik dapat dilakukan melalui pembagian tugas dan wewenang yang jelas, penentuan prioritas serta pengenalan prosedur yang lebih baik dari yang sebelumnya. Sedangkan konflik kepentingan umumnya yang dipermasalahkan adalah pembagian barang atau sumberdaya yang langka. Metode penanganan konflik yang dapat digunakan adalah menyerahkan persoalan kepada lembaga atau kelompok yang lebih tinggi tingkatan hirarkinya serta menciptakan kesadaran dan pengertian pihak yang terlibat bahwa sumberdaya tersebut untuk kepentingan bersama, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga kelestariannya ( Markum 2001 ) Konflik antar pelaku yang berkepentingan
pada derajat tertentu akan
merusak interaksi antar pelaku yang bersangkutan. Dalam hampir semua kasus, hal ini bermuara pada pembagian terhadap aspek pelestarian sumberdaya hutan yang bersangkutan.
Karena
itu
pengadaptasian
praktek
manajemen kolaboratif
merupakan bentuk yang perlu dikembangkan. Pemerintah dan masyarakat lokal memiliki kepentingan yang sama dalam pengelolaan sumberdaya hutan, yaitu menginginkan produktivitas, kelestarian dan tidak ada konflik (Tadjudin 2000).
22
Pembinaan Daerah Penyangga Taman Nasional Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (UU No.5 Th 1990; MacKinnom et al. 1993 ). Tujuan pengelolaan taman nasional adalah ; 1) Mempertahankan contoh ekosistem dalam kondisi alaminya, 2) Mempertahankan keanekaragaman ekologis dan pengaturan lingkungan, 3) Melestarikan sumberdaya plasma nutfah, 4) Melestarikan kondisi tangkap air, 5) Menyediakan pelayanan rekreasi dan pariwisata, 6) Melindungi objek dan tempat warisan budaya, sejarah dan purbakala, 7) Melindungi keindahan alam dan tempat terbuka, 7) Mendorong pemanfaatan rasional dan berkelanjutan dari kawasan marjinal dan pembangunan pedesaan (MacKinnon et al. 1993). Pengelolaan taman nasional menggunakan sistem zonasi, kawasan taman nasional dibagi menjadi beberapa zona yaitu zona inti, zona rimba dan zona pemanfaatan (UU No.5 Th 1990), masing- masing zona memiliki fungsi yang berbeda-beda. Zona penyangga dapat didefinisikan sebagai kawasan yang berdekatan dengan kawasan yang dilindungi yang penggunaan tanahnya terbatas, untuk memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan yang dilindungi sekaligus bermanfaat bagi masyarakat sekitar (MacKinnon et al. 1993). Sedangkan dalam UU No.5 Th 1990 disebutkan bahwa daerah penyangga adalah wilayah yang berada di luar kawasan suaka alam, baik saebagai kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan kawasan suaka alam, dimana pengelolaannya tetap berada ditangan yang berhak, sedangkan cara-cara pengelolaan harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Menurut MacKinnon et al. (1993), zona penyangga memiliki dua fungsi utama
yaitu penyangga perluasan dan penyangga sosial. Penyangga perluasan
berfungsi memperluas kawasan habitat yang terdapat dalam kawasan yang dilindungi ke dalam zona penyangga. Dengan harapan bertambahnya populasi tumbuhan dan satwa yang berkembangbiak. Penyangga seperti ini dapat berupa hutan produksi, kawasan buru, kawasan terlantar, dan padang pengembalaan. Penyangga sosial adalah kawasan pemanfaatan sumberdaya alami bagi masyarakat
23
setempat namum pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan tujuan pengelolaan kawasan. Menurut MacKinnon et al. (1993), tipe zona penyangga kawasan dilindungi adalah : 1. Zona pemanfaatan tradisional di dalam kawasan yang dilindungi, hal ini terjadi pada saat tidak ada lagi areal di luar kawasan yang cocok ditetapkan sebagai daerah penyangga. 2. Zona penyangga hutan yaitu daerah pemanfaatan untuk masyarakat di luar kawasan konservasi guna memenuhi kebutuhan akan kayu, daerah dapat juga berupa perkebunan dimana penekanannya adalah memaksimalkan hasil yang berkelanjutan. 3. Zona penyangga ekonomi adalah lahan yang diperuntukkan untuk kegiatan produktif masyarakat termasuk kegiatan pertanian yang penekanannya adalah memaksimalkan keuntungan bagi penduduk desa guna meningkatkan taraf hidupnya. 4. Zona rintangan fisik ditempuh jika sudah tidak ada lagi areal diluar kawasan, maka batas kawasan itulah yang berfungsi sebagai zona penyangga dapat berupa kanal, selokan, pagar
Karakteristik Sosial Budaya Menurut Zakaria (2000), bahwa Lembaga Adat Bayan di Kecamatan Bayan Lombok Barat dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya hutan telah menciptakan aturan-aturan tertentu mengenai pola hubungan masyarakat dengan hutan. Bentuk aturan tersebut berupa larangan melakukan eksploitasi hutan bagi kepentingan pribadi. Hutan merupakan bahan baku bagi keperluan adat (perbaikan rumah adat dan masjid kuno) begitu pula dengan pemanfaatan aset adat lainnya (sawah, kebun dan ladang). Ada dua jenis hutan yang berada dalam kekuasaan Lembaga Adat Bayan, yaitu Hutan Adat dan Hutan Tutupan Desa. Untuk kasus Hutan Adat (Pawang Bangket Bayan dan Pawang Gedeng Lauq) diterapkan perlakuan khusus, dengan menempatkan petugas khusus yang disebut Perumbak yang tinggal menetap di dalam hutan dan tidak boleh keluar selama masa jabatannya. Secara filosofis,
24
Perumbak sebenarnya hanya menjaga satwa hutan (kera, babi, burung dan hama lainnya) yang dapat mengganggu tanaman manusia. Menurut Kamardi (1999) dalam perkembangannya sekarang, Perumbak telah memegang mandat dari tetua adat untuk menegakkan sanksi adat bagi pelanggaran terhadap aturan adat yang berhubungan dengan hutan baik karena pemanfaatan airnya maupun pemanfaatan hasil kayunya. Untuk kasus Hutan Tutupan Desa, penegakkan aturan adat ditugaskan kepada pejabat wilayah (Pemangku). Perbedaannnya, Pemangku tidak tinggal menetap di dalam hutan, akan tetapi bertanggung jawab penuh bila terjadi kerusakan hutan. Sebenarnya terdapat persamaan pada kedua jenis hutan adat tersebut, yaitu dalam hal pola interaksi masyarakat terhadap hutan yang bersifat tidak eksploitatif. Sedangkan perbedaannya adalah pada hutan adat, hasil hutan, baik berupa kayu maupun no n kayu tidak boleh di bawa keluar kawasan hutan. Berbeda dengan hutan tutupan desa yang hasilnya boleh dibawa keluar kawasan hutan dengan syarat hanya untuk keperluan perbaikan sarana prasarana adat. Penegakan sanksi adat dalam hal ini sangat ketat dan ini didukung oleh kepatuhan dan kesadaran warga masyarakat (Abbas 2005). Modal sosial mencakup didalamnya norma-norma dan aturan yang memudahkan masyarakat melakukan kegiatan guna mendapatkan manfaat tanpa merugikan pihak lain. Norma dan aturan ini sebagai akumulasi dari pengetahuan masyarakat yang telah dilakukan secara turun temurun (Ismail 1999). Kelembagaan masyarakat yang disebut dengan Lembaga Adat Bayan merupakan salah satu situs lembaga tradisional yang masih hidup di Pulau Lombok. Lembaga sejenis sesungguhnya relatif banyak termasuk lembaga banjar. Perbedaan yang spesifik antara lembaga adat Bayan dengan tipologi lembaga yang lain adalah adanya aturan-aturan tertentu dalam lembaga yang mengatur pola hubungan masyarakat dengan sumberdaya hutan atau air yang ada. Dilihat dari segi isi dari aturan tersebut, tampaknya pengaturan hubungan manusia dengan lingkungan lebih didasarkan pada kepentingan kolektif terbukti dari adanya larangan eksploitasi hutan (hutan adat) untuk kebutuhan pribadi (Mudjitahid 2002). Kearifan lokal ini tentu sangat baik untuk dikolaborasikan dengan hukum- hukum formal untuk bersama-sama menjaga kawasan hutan. Kearifan lokal tereng kedencor merupakan bentuk kearifan lokal yang tidak memperbolehkan penebangan tanaman bambu pada daerah pinggiran hutan sekitar
25
kaki TNGR tanpa seizin ketua adat (kepala desa). Tujuannya adalah untuk konservasi air. Jika terpaksa harus melakukan penebangan pun masyarakat harus menanam tanaman bambu terlebih dahulu sebelum melakukan penebangan. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dikenai sangsi adat berupa denda dalam jumlah tertentu. Kearifan lokal ini masih dilaksanakan dan bersifat mengikat bagi seluruh masyarakat. Menjango atau survei lahan, adalah kegiatan untuk melihat kelayakan areal bagi kegiatan pertanian masyarakat. Pihak yang terlibat adalah masyarakat yang ingin
membuka
lahan
baru
untuk
penanaman
tanaman
pertanian
atau
perkebunannya (padi, jagung atau singkong) baik secara invividu maupun kelompok. Setelah melakukan survei lahan selanjutnya masyarakat melaporkan hasilnya pada tokoh adat dan pihak desa untuk meminta persetujuan. Setelah disetujui barulah dilakukan pembagian dan pemetaan lahan yang dibagi menurut kesepakatan antar masyarakat yang melakukan survei tersebut. Dalam hal ini terlihat kebersamaan pada masyarakat yang melakukan survei. Di samping itu juga terdapat hak individu sehubungan dengan pengelo laan lahannya (Zakaria 2000). Membangar atau pemetaan lahan, yaitu kegiatan untuk menentukan konsesi lahan garapan masyarakat, kemudian melakukan penandaan lahan agar orang lain tidak mengolah lahan yang telah ditandai. Pada kegiatan ini diperoleh kesepakatan antar masyarakat terkait tentang batas konsesi lahan individual. Pengolahan lahan disesuaikan dengan perhitungan kalender khusus berdasarkan hari- hari tertentu. Bukak tanah atau pengolahan tanah dan penanaman, biasanya dimulai pada bulan ke-enam tahun berjalan. Dalam pelaksanaannnya masyarakat melakukan pengolahan tanah secara individual. Kerjasama dilakukan biasanya pada saat menjaga areal pertanian dari gangguan pencuri atau hama (babi hutan) dimana dilakukan penjadwalan secara bergiliran antar anggota terkait (Zakaria 2000).
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis TNGR terletak antara 116o 21’30” – 116o 34’15” bujur timur dan 8o 18’18” – 8o 32’19” lintang selatan. Secara administratif TNGR berada dalam wilayah tiga kabupaten yaitu Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur. Batas kawasan TNGR dengan daerah sekitarnya adalah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bayan/laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sembelia/Selat Alas, sebelah selatan berbatasan Kecamatan Aikmel-Masbagik-Kopang, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjung dan Gangga. Kawasan TNGR merupakan daerah bergunung-gunung dengan ketinggian antara 550–3726 m dpl. Luas keseluruhan taman nasional ini adalah 41.330 ha, terdiri dari 23.220 ha zona inti, 16.250 ha zona rimba dan 1860 ha zona pemanfaatan (Dinas Kehutanan Propinsi NTB 2003). Puncak tertinggi Gunung Rinjani 3726 m dpl. Kelerengan TNGR mulai dari sedang (0-25%), berat (25-40%) dan berat sekali (> 40%). Daerah yang relatif landai terdapat dibagian selatan dan timur laut TNGR dan terletak pada ketinggian 1800-2000 m dpl. Secara umum TNGR memiliki iklim tropis. Hasil pengamatan curah hujan tahunan di sekitar kawasan bervariasi antara 950–2799 mm dengan jumlah hari hujan
antara 66–188 hari per tahun. Curah hujan bervariasi menurut
ketinggian dan letak goegrafis. Klasifikasi iklim berdasarkan Schmidt dan Ferguson TNGR termasuk iklim tipe C dan D di sebelah barat dan tenggara dan iklim tipe E di timur laut. Sedangkan berdasarkan klasifikasi Oldeman TNGR memiliki iklim tipe D3 dan D4 dengan 3-4 bulan basah dan 6-8 bulan kering. Musim hujan biasanya terjadi antara Nopember sampai Maret. Kawasan TNGR dapat ditempuh dengan mudah dan lancar dari Mataram melalui tiga pintu masuk kawasan yaitu jalur timur, jalur utara dan jalur selatan. Aksesbilitas masing- masing jalur adalah sebagai berikut : 1. Jalur timur adalah jalur melalui Desa Sembalun Lawang. Jarak dari Kota Mataram ± 140 km yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat, dengan kondisi jalan beraspal dengan waktu tempuh ± 4,5 jam. Dari Desa Sembalun
27
Lawang menuju puncak dan Danau Segara Anak ditempuh dengan jalan kaki melalui jalan setapak. 2. Jalur utara adalaah jalan melalui Desa Senaru. Jarak dari Kota Mataram ± 88 km yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat selama ± 2,5 jam. Dari Desa Senaru menuju puncak ditempuh dengan jalan kaki melalui jalan setapak. 3. Jalur selatan adalah jalur melalui Desa Pesugulan. Jarak dari Kota Mataram ± 80 km yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat selama ± 2,5 jam, selanjutnya perjalanan ditempuh dengan jalan kaki dari Desa Pesugulan.
Gambar 2
Tata Letak Administratif Taman Nasional Gunung Rinjani (Sumber Bakosurtanal, 2000).
Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani Melihat potensi yang terdapat didalamnya, TNGR merupakan aset penting dalam mendukung pembangunan di NTB, khususnya Pulau Lombok. Potensi hutan lindung yang terdapat di dalamnya menjadikannya sebagai daerah resapan air yang paling vital di Pulau Lombok. Selain itu potensi keaneragaman hayatinya sangat
28
tinggi dan telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar guna pemunuhan kebutuhan sehari- hari maupun oleh kalangan wisatawan dengan menjadikan TNGR sebagai tujuan wisata (Dinas Kehutanan NTB 1997). Demi menjaga/menjamin kesinambungan keberadaan dan kelesatrian flora, fauna maupun ekosistem yang ada di kawasan Gunung Rinjani maka Pemerintah Hindia Belanda menunjuk kawasan tersebut sebagai Suaka Margasatwa (SM) dengan Surat Keputusan Nomor 15 Staats Blaad Nomor 77 tanggal 17 Maret 1941. Operasional pengelolaan TNGR yang berlangsung saat ini dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) TNGR sesuai dengan SK Meneteri Kehutanan nomor 185/Kpts/1997 tanggal 31 Maret 1997, yang selanjutnya dengan adanya perkembangan Otonomi Daerah ditingkatkan statusnya
menjadi Balai Taman
Nasional Gunung Rinjani sesuai SK. Menteri Kehutanan Nomor : 6186/KptsII/2002 tanggal 10 Juni 2002. Dari berbagai permasalahan yang dialami tentunya memerlukan input pengelolaan yang lebih baik dan terintegrasi yang ditujukan pada kelestarian TNGR dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa sekitar. Secara administratif, kawasan TNGR berada dalam tiga wilayah kabupaten, untuk itu pengelolaan TNGR oleh ketiga kabupaten tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 11 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi NTB yaitu : 1. Kawasan TNGR diperuntukkan sebagai kawasan lindung dengan fungsi utama sebagai penyangga kelestarian lingkungan hidup, kawasan suaka alam dan cagar alam serta kawasan rawan bencana. Dalam hal ini yang menonjol adalah sebagai daerah tangkapan air dan resapan air sungai-sungai yang mengalir ke daerah sekitar TNGR. 2. Karena keadaan topografinya yang bergunung- gunung dan keadaan curah hujan yang cukup tinggi dan tidak merata, maka ketiga kabupaten menjadikan kehutanan, pertanian dan peternakan sebagai aktivitas prioritas dalam pengembangan daerah sekitar TNGR. 3. Kawasan TNGR dan sekitarnya dikenal daerah yang memiliki daya tarik rekreasi, maka ketiga kabupaten sepakat menetapkan kawasan TNGR dan sekitarnya sebagai pusat pengembangan pariwisata, indutri kecil kerajinan dan agroindustri (Dinas Kehutanan NRB 1997).
29
Sasaran yang akan dicapai dalam pengelolaan TNGR adalah terwujud nya taman nasional sebagai perwakilan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Untuk mencapai sasaran tersebut sesuai dengan kondisi fisik, ekologis, sosial, budaya dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan TNGR, maka kebijakan dan langkah-langkah pengelolaan TNGR untuk lima tahun ke depan adalah : 1. Memantapkan perencanaan taman nasional secara menyeluruh sebagai bahan acuan dan pedoman pengelolaan. 2. Penataan kawasan taman nasional dalam bentuk zonasi meliputi zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan intensif,
pemanfaatan khusus dan pemanfaatan
tradisional, serta zona rehabilitasi. 3. Mengupayakan pemeliharaan dan rekonstruksi batas kawasan taman nasional. 4. Meningkatkan sarana dan prasarana lapangan penunjang kegiatan wisata, penelitian dan pendidikan. 5. Pengamanan kawasan dan pembinaan habitat satwa. 6. Mengembangan objek wisata alam. 7. Memantapkan data dan informasi sumberdaya alam taman nasional. 8. Pembinaan
masyarakat
sekitar
taman
nasional
melalui
pendekatan
kesejahteraan berupa pembuatan unit-unit percontohan usaha ekonomi yang berwawasan konservasi. Masyarakat sekitar taman nasional umumnya bekerja pada sektor pertanian, maka program peningkatan kesejahteraan masyarakat harus bertumpu pada sektor pertanian, seperti budidaya tumbuhan jenis tertentu yang bernilai ekonomi tinggi dan penangkaran satwa. Penangkaran satwa yang mungkin dilakukan sesuai dengan potensi kawasan adalah penangkaran rusa dan burung, serta budidaya lebah madu, ulat sutra dan kupu-kupu (TNGR 2005)
Profil Desa Lokasi Penelitian Desa Pengadangan Desa Pengadangan masuk ke dalam wilayah kecamatan Pringgasela, termasuk kategori desa miskin sekitar hutan. Desa miskin yaitu desa yang prosentase penduduk miskinnya mencapai atau lebih 20% dari total jumlah penduduk, tingkat kemajuan ekonomi, sosial budaya, keamanan, kesehatan dan
30
pendidikan kurang dari 2% pertahun, dan prioritas penanganan masalah masih pada tahap pemenuhan kebutuhan dasar (Depdagri 2004). Desa ini terdiri 8 dusun dengan luas wilayah 9,64 Km2 . Batas desa adalah sebelah utara dan sebelah barat Gunung Rinjani, sebelah timur desa Lenek dan sebelah selatan desa Pringgasela. Aksesibilitas menuju desa sebagaian besar sudah dapat dilalui kendaraan roda empat, kecuali 2 dusun yaitu dusun Timbanuh dan Sukatain hanya dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua atau jalan kaki. Transportasi umum yang tersedia adalah angkutan umum pedesaan dan ojek. Berdasarkan data bulan Juni 2005, jumlah penduduk desa pengadangan 13.364 jiwa, yang terdiri dari 6544 jiwa laki- laki dan 6820 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga 3347. Dari jumlah tersebut sebanyak 2736 (81,75%) adalah kepala keluarga petani (KKP), dengan rincian 1762 ( 64,4%) KKP tidak memiliki lahan pertanian, 893 (32,64%) KKP memiliki lahan pertanian kurang dari 0,5 ha, 81 (2,69%) KKP yang memiliki lahan pertanian antara 0,5-1 ha, 7 (0,26%) KKP yang memiliki lahan lebih dari 1 ha. Penggunaan lahan desa Pengadangan yaitu tanah sawah irigasi setengah teknis 431 ha, sawah tadah hujan 110 ha, kebun/tegalan 1372 ha, pemukiman 64,85 ha dan kawasan hutan lindung 7597 ha (79,34%). Potensi sektor pertanian antara lain tanaman pangan padi seluas 542 ha (7,4 ton/ha) jagung 47 ha (4,0 ton/ha) kedelai 11 ha (1,2 ton/ha), perkebunan kelapa 116 ha, kopi 271 ha, vanili 26 ha, alpukat 48 ha (Lampiran 1a) Penduduk desa pengadangan semuanya beragama islam dengan etnis sasak. Fasilitas pendidikan formal yang tersedia yaitu SD/sederajat sebanyak 10 buah dan SMP/sederajat sebanyak 3 buah, sedangkan SMU/sederajat hanya tersedia di ibukota kecamatan. Tingkat pendidikan masyarakat adalah buta aksara 1069 orang, tidak tamat SD 3738 orang, tamat SD 5106 orang, tamat SMP 1740 orang, tamat SMU 835 orang, tamat perguruan tinggi 49 orang. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian adalah petani sawah 1995 orang, petani kebun 1121 orang, pertambangan galian C 190 orang, peternak 273 orang, lain- lain 837 orang (Lampiran 2a) Penggunaan lahan desa Pengadangan yaitu tanah sawah irigasi setengah teknis 431 ha, sawah tadah hujan 110 ha, kebun/tegalan 1372 ha, pemukiman 64,85 ha dan kawasan hutan lindung 7597 ha (79,34%). Secara umum sifat dan jenis tanah adalah : kedalaman tanah antara 0,3–0,5 m, tekstur lempung sampai berpasir,
31
warna hitam sampai keabu-abuan. Curah hujan rata-rata 217 mm dengan 6-7 bulan basah. Suhu rata-rata 22-25 o C, ketinggian tempat 400-500 m dpl
Desa Loloan Desa Loloan masuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Barat. Desa Loloan termasuk kategori desa miskin sekitar hutan. Desa Loloan terdiri dari 8 dusun luas wilayah 5,32 km2 , berbatasan sebelah utara Laut Bali, sebelah barat Desa Bayan, sebelah timur Desa Medas dan sebelah selatan TNGR. Aksesibitas menuju desa tersedia sarana jalan beraspal, akan tetapi untuk menjangkau beberapa dusun maka harus ditempuh dengan jalan setapak yang hanya dapat dilewati kendaraan roda dua. Pada musim hujan akses menuju desa ini hanya dapat ditempuh dengan berkuda atau berjalan kaki. Topografi desa bergunung- gunung (lereng Gunung Rinjani) dengan ketinggian 0-750 m dpl. Jarak desa dengan kecamatan 27 km, sedangkan jarak ke ibukota kabupaten 150 km yang dapat ditempuh sekitar 4 jam. Penggunaan lahan Desa Loloan yaitu tanah sawah irigasi setengah teknis 75 ha (1,67%), sawah tadah hujan 195 ha (4,33%), kebun/tegalan 397,32 ha (8,83%), pemukiman 66,16 ha (1,47%) dan kawasan hutan lindung 3765 ha (70,78%). Potensi sektor pertanian tanaman pangan/palawija yaitu padi 85 ha (6 ton/ha), jagung 13 ha (4,5 ton/ha), perkebunan kelapa 144 ha, kopi 78 ha, jambu mete 455 ha. Secara umum sifat dan jenis tanah adalah : kedalaman tanah ± 0,3 m, tekstur lempung sampai berpasir, warna hitam sampai keabu-abuan. Curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun dengan 4 bulan basah. Suhu rata-rata 15-30 o C (Lampiran 1b). Berdasarkan data tahun 2004, jumlah penduduk Desa Loloan 3749 jiwa, yang terdiri dari 1897 jiwa laki- laki dan 1855 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga 1085. Mata pencaharian masyarakat Loloan pada umumnya pertanian. Dari jumlah kepala keluarga tersebut sebanyak 806 (74,3%) kepala keluarga merupakan kepala keluarga petani dengan rincian sebagai berikut : 476 (59%) KKP tidak memiliki lahan pertanian yang menggantungkan hidupnya sebagai petani penggarap, 247 (30,6) KKP memiliki lahan kurang dari 0,5 ha, 60 (7%) KKP memiliki lahan antara 0,5-1 ha, dan 23 (2,85%) KKP memiliki lahan
32
lebih dari 1 ha. Penduduk desa Loloan pada umumnya beragama islam dengan etnis sasak (Lampiran 2b) Fasilitas pendidikan formal yang tersedia yaitu SD/sederajat sebanyak 5 buah dan SMP/sederajat sebanyak 2 buah, sedangkan SMU/sederajat belum tersedia hanya tersedia di ibukota kecamatan. Di Desa Loloan ini terdapat 3 dusun yang belum memiliki fasilitas pendidikan formal setingkat SD/sederajat. Komposisi tingkat pendidikan masyarakat Desa Loloan adalah buta aksara 1050 orang, tidak tamat SD 993 orang, tamat SD 715 orang, tamat SMP 88 orang, Tamat SMU 57 orang, tamat perguruan tinggi 3 orang.
Desa Sembalun Lawang Desa Sembalun Lawang masuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur. Desa Sembalun Lawang termasuk kategori desa miskin di atas gunung. Desa Sembalun Lawang terdiri dari 6 dusun luas wilayah 11,67 km2 , berbatasan sebelah utara Desa Sajang, sebelah barat wilayah Kabupaten Lombok Barat, sebelah timur wilayah Kecamatan Sambelia dan sebelah selatan Desa Sembalung Bumbung. Aksesibitas menuju desa tersedia sarana jalan beraspal, yang dapat ditempuh dari dua arah yaitu dari arah Kecamatan Aikmel dan dari arah Desa Loloan. Jarak desa dengan kecamatan 0 km, sedangkan jarak ke ibukota kabupaten 50 km yang dapat ditempuh sekitar 2 jam. Topografi desa bergunung-gunung (lereng Gunung Rinjani) dengan ketinggian 1156-3726 m dpl, dengan suhu rata-rata 9–30o C, curah hujan 3000 mm/tahun dengan 102 hari hujan/tahun. Kedalaman tanah mencapai 2 m. Penggunaan lahan di Desa Sembalun Lawang yaitu tanah sawah 457,22 ha (3,91%), kebun/tegalan 1256 ha (10,76%), pemukiman, perkantoran, sarana umum 108 ha (0,93%) dan kawasan hutan lindung 9545 ha (81,78%). Potensi sektor pertanian adalah padi 300 ha, sayur-sayuran 150 ha (Lampiran 1c) Berdasarkan data bulan Juni 2005, jumlah penduduk Desa Sembalun Lawang 9066 jiwa, yang terdiri dari 4458 jiwa laki- laki dan 4608 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga 2254 dimana 1619 KK termasuk masyarakat miskin. Dari jumlah penduduk tersebut 4451 adalah petani dan buruh tani,
33
selebihnya adalah pekerja sektor jasa dan perdagangan. Penduduk Desa Sembalun Lawang pada umumnya beragama islam (99,95%) dengan etnis sasak. Mata pencaharian masyarakat pada umumnya pertanian. Dari jumlah kepala keluarga tersebut sebanyak 1799 (79,81%) kepala keluarga merupakan kepala keluarga petani dengan rincian sebagai berikut : 727 (40,41%) KKP tidak memiliki lahan pertanian yang menggantungkan hidupnya sebagai petani penggarap, 673 (37,41%) KKP memiliki lahan kurang dari 0,5 ha, 321 (17,84%) KKP memiliki lahan antara 0,5–1 ha, dan 78 (4,34%) KKP memiliki lahan lebih dari 1 ha. Fasilitas pendidikan formal yang tersedia yaitu SD/sederajat sebanyak 5 buah dan SMP/sederajat sebanyak 2 buah, dan 1 buah SMU/sederajat. Di Desa Sembalun Lawang terdapat 2 dusun yang belum memiliki fasilitas pendidikan formal setingkat SD/sederajat. Komposisi tingkat pendidikan masyarakat di desa ini adalah buta aksara 505 orang, tidak tamat SD 536 orang, tama SD 2517 orang, tamat SMP 510 orang, SMU 163 orang, tamat perguruan tinggi 71 orang (Lampiran 2c).
METODOLOGI
Batasan Penelitian 1. Populasi adalah masyarakat desa di daerah penyangga TNGR yang mempunyai interaksi dengan kawasan berupa mengambil/pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan untuk kegiatan di bidang pertanian dalam arti luas. 2. Desa contoh adala h desa di daerah penyangga TNGR dimana masyarakatnya dinilai mempunyai ketergantungan yang tinggi dengan kawasan hutan dalam hal mengambil hasil hutan dan atau memanfaatkan lahan hutan, dan desa tersebut telah mendapat bantuan atau pembinaan dari pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani dan atau Pemerintah Daerah. Ketiga desa tersebut adalah Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang. 3. Hasil hutan adalah semua sumberdaya hutan yang diambil oleh masyarakat dari dalam kawasan TNGR berupa tumbuhan dan satwaliar, baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk kepentingan komersial. 4. Lahan hutan adalah kawasan hutan di dalam TNGR yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan pertanian atau peruntukan lain di luar kehutanan. 5. Karakteristik pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan merupakan latar belakang pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat sekitar hutan yang berkaitan dengan jenis, jumlah, waktu, cara, pemasaran, harga, dan yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian atau kegiatan la in diluar kehutanan.
Waktu dan Lokasi Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah studi kasus. Studi kasus dipilih dengan pertimbangan bahwa kajian yang dilaksanakan merupakan kajian yang akan melibatkan dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan menyeluruh terhadap tingkah laku individu dalam menyesuaikan diri dan memberikan reaksi terhadap perubahan lingkungan. Juga penelitian akan menemukan dan mengidentifikasi semua variabel penting yang mempunyai sumbangan terhadap riwayat atau pengembangan subjek (Sevilla et al. 1993). Kajian dilaksanakan pada level desa dengan mengambil desa di daerah penyangga yang masyarakatnya mempunyai ketergantungan cukup tinggi terhadap
35
keberdaan kawasan hutan, dan desa tersebut telah mendapatkan program pembinaan daerah penyangga. Dalam kajian ini dipilih tiga desa contoh dengan berdasarkan tingkat ketergantungan masyarakatnya terhadap kawasan hutan yaitu Desa Pengadangan dan Desa Sembalun Lawang (Kabupaten Lombok Timur) dan Desa Loloan (Kabupaten Lombok Barat). Penelitian dilakukan selama 3 bulan, mulai bulan Agustus sampai Oktober 2005. Objek penelitian adalah masyarakat desa kawasan hutan, sebagaimana disebutkan dalam batasan penelitian ini dan kondisi umum dari desa tersebut. Kondisi umum yang dimaksud adalah potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia serta potensi sosial budaya. Untuk mencapai tujuan ini, dilakukan wawancara terhadap tokoh-tokoh kunci dan pihak-pihak yang terkait dengan pembangunan desa contoh.
Pengumpulan Data Penelitian yang dilakukan bersifat eksploratif-deskriptif. Arah penelitian adalah penemuan fakta lapangan berdasarkan potensi maupun gejala faktual yang ada pada lokasi penelitian. Selanjutnya mendeskripsikan dan mencari solusi penyelesaian melalui kemampuan interpretasi data dan informasi yang diperoleh. Teknik yang digunakan dalam pengambilan data adalah pendekatan kualitatif dengan didukung oleh pengumpulan data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara dan diskusi tentang keinginan dan harapan responden untuk memperoleh data primer. Menurut Efendi (1989), untuk dapat memperoleh data sesuai dengan kebutuhan maka dirancang suatu metode dengan menggunakan daftar pertanyaan (Lampiran 3). Secara rinci proses pengambilan data primer dilaksanakan sebagai berikut : 1. Wawancara mendalam (in-depth interview) dengan tokoh masyarakat, pemuka desa, kelompok pencinta lingkungan desa, dan pihak lainnya dalam rangka menggali informasi tentang karakterisitik masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan. 2. Pengamatan lapangan yang ditujukan untuk mengumpulkan data-data lainnya, seperti potensi desa, aktifitas dan dinamika masyarakat serta lingkungan fisik secara umum.
36
Data sekunder akan dikumpulkan melalui penelusuran berbagai sumber kepustakaan atau telaah literatur dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Data sekunder meliputi kondisi geografi, demografi, keadaan sosial-ekonomi-budaya masyarakat, dokumen program-program yang pernah dilakukan. Sumber data sekunder antara lain laporan dinas/instansi pemerintah, seperti kantor desa, kecamatan, dinas pertanian, dinas kehutanan, LSM dan lembaga lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Responden ditentukan dengan metode stratified random sampling terhadap warga desa (KK) desa contoh. Masyarakat (KK) yang memiliki interaksi dengan kawasan hutan distrata menjadi dua yaitu : Strata pertama (A) yaitu kelompok masyarakat yang tidak memiliki lahan pertanian di luar kawasan hutan dan strata kedua (B) yaitu kelompok masyarakat yang memiliki la han pertanian kurang dari 0,5 ha di luar kawasan hutan Responden dipilih secara acak dengan alokasi proporsional. Tabel 1 Jumlah Kepala Keluarga Tiap Desa yang Dijadikan Responden
Desa Contoh Pengadangan Loloan S. Lawang
KK yang Berinteraksi dengan Kawasan Hutan Strata A Strata B Jumlah 110 61 171 105 39 144 103 82 185
Jumlah Responden Strata A Strata B 11 7 12 5 11 8
Total 18 17 19
Jenis data yang diperlukan adalah data-data yang berhubungan dengan : 1. Interaksi masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan (jenis yang dia mbil, volume, cara, waktu/musim) dan lahan hutan (bentuk, tujuan, alasan pemanfaatan). 2. Pola pemanfaatan setiap jenis hasil hutan (tujuan pengambilan, pola penjualan, harga pasar dan jaringan pasar) 3. Pola penggunaan waktu ; diluar me ncari hasil hutan. 4. Potensi desa ; SDM, SDA dan potensi sosial budaya. 5. Kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan masyarakat desa.
37
Analisis Data Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis, data kuantitatif baik data primer maupun data sekunder disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, dan gambar sesuai dengan jenis datanya. Data yang ada selanjutnya diinterpretasikan untuk menunjang data kualitatif, sehingga saling melengkapi untuk menjawab permasalahan dalam kajian. Data kualitatif diolah dan dianalisis dengan tahapan melakukan verifikasi data, penggolongan, penyederhanaan, penelurusan dan pengaitan antar thema. Selanjutnya data yang telah diolah disajikan secara deskriptif sesuai dengan thema pembahasan yang ada sehingga mendukung dalam penarikan kesimpulan atau penentuan rekomendasi tindak lanjut. Dengan metode tersebut diharapkan akan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi masyarakat sesungguhnya (dalam memanfaatkan kawasan hutan), Aktifitas keseharian masyarakat di luar hutan, dinamika kelompok dan pemanfaatan dana dan bagaimana kaitannya usaha pribadi dan usaha kelompok. Dengan pola ini akan diperoleh jawaban “adalah bagaimana bentuk interaksi masyarakat
dengan
pemberdayaan
kawasan
masyarakat
rinjani
yang
telah
kaitannya dilakukan
dengan dan
pengembangan/ alternatif
model
pengembangan program yang mencakup sisi partisipasi, sisi kelembagaan, dan sisi kebijakan. Pada akhirnya semua hasil analisis yang dilakukan diharapkan dapat memberi suatu gambaran kesimpulan, dan rekomendasi kepada pihak terkait dalam menentukan teknik pendekatan
pengembangan masyarakat pada lokasi/desa
tersebut. Secara rinci pengolahan data untuk menunjang pencapaian tujuan adalah : 1. Nilai hasil hutan dan lahan hutan dapat diketahui dari rekapitulasi jenis hasil hutan yang diambil, dan lahan yang dimanfaatkan berdasarkan nilai aktual dipasar. Contoh bentuk tabel untuk melihat nilai hasil hutan dan lahan hutan.
No
Nama Jenis
Jenis Pemanfaatan Hasil Hutan Volume / Harga rata-rata/ Nilai/ tahun tahun unit
Lahan Hutan Rp/tahun
38
2. Konstribusi tiap jenis hasil hutan
terhadap seluruh hasil hutan yang diambil
berdasarkan hasil rekapitulasi pada tabel diatas. Pendapatan tiap KK dari hasil hutan adalah hubungan antara volume pengambilan jenis tertentu (A), intensitas (B) dan harga jenis tertentu (C), maka Pendapatan tiap jenis hasil = (A1 x B1 x C1 ) + (A2 x B2 x C2) + ( An x Bn x Cn). Pendapatan total = Pendapatan pokok + pendapatan dari hutan + pendapatan lainnya Sehingga konstribusi tiap jenis hasil hutan = Pendapatan tiap jenis/ pendapatan total x 100%. Berikut contoh tabel rekapitulasi Nilai Konstribusi setiap jenis hasil hutan No
Jenis
Konstribusi (%)
Konstribusi lahan terhadap pendapatan dapat hitung berdasarkan pendapatan KK dari pemanfaatan lahan terhadap pendapatan total petani. Rekapitulasi konstribusi pendapatan KK dalam berinteraksi dengan kawasan terhadap pendapatan total seperti pada contoh tabel berikut. Pemanfaatan Desa/Jenis pemanfaatan
3. Kalender
Hasil hutan Rata2 Konstribusi Pendapatan /kk/th
musim
pemanfaatan
hasil
hutan
Lahan Hutan Rata2 Kontribusi Pendapatan kk/th
disusun
berdasarkan
data
waktu/musim masyarakat memanfaatkan setiap jenis hasil hutan. Sedangkan kalender musim kegiatan di luar kawasan diperoleh dari informasi penggunaan waktu masyarakat dalam melakukan kegiatan bertani dan mata pencaharian lainnya. Contoh tabel kalender kegiatan masyarakat Kegiatan D. Kwsn L. Kwsn
Bulan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Masyarakat yang menempati suatu wilayah tertentu, memiliki suatu cara tertentu
dalam
memanfaatkan
sumberdaya
yang
tersedia
untuk
menjaga
kelangsungan hidupnya. Cara masyarakat yang telah berlangsung secara berulangulang setiap waktu, dari generasi ke generasi berikutnya sehingga membentuk suatu pola pemanfaatan sumberdaya. Dengan kata lain mereka telah menemukan jalan agar dapat tetap hidup pada tempat tersebut. Cara dan pola hidup masyarakat yang telah diterapkan secara turun temurun telah menjadikan karakteristik masyarakat tersebut dalam berinteraksi dengan kawasan hutan. Karakteristik tersebut bagi sekelompok masyarakat yang menghuni suatu wilayah telah terbukti dapat mengantar mereka untuk tetap hidup sampai saat ini walaupun hanya pada tingkat subsisten. Namun di sisi lain yang mungkin tanpa disadari oleh kelompok masyarakat setempat bahwa karakteristik interaksinya itu kemungkinan juga merugikan kepentingan pihak lain. Masyarakat desa sekitar kawasan konservasi tidak luput dari permasalahan ini, yaitu terjadinya benturan antara kepentingan konservasi dengan kepentingan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (ekonomi). Berbagai bentuk program yang telah diberikan oleh lembaga pemerintah ataupun lembaga non pemerintah guna mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan berbagai pendekatan. Namun seringkali program yang diterapkan kurang berhasil mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu penyebab kegagalan program-program pembinaan masyarakat desa selama ini adalah kurangnya informasi tentang interaksi masyarakat dengan kawasan taman nasional dan jenis serta bentuk program ditentukan secara top dowm tanpa melibatkan masyarakat. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan diperoleh data tentang aktivitas masyarakat desa setempat dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitarnya. Aktivitas yang dimaksud adalah bertani dan memanfaatkan hasil hutan serta aktivitas religius dalam bentuk upacara keagamaan. Kegiatan bertani dilakukan di luar kawasan hutan maupun di dalam kawasan hutan, sedangkan memanfaatkan hasil hutan dilakukan di areal kawasan hutan khususnya kawasan konservasi seperti taman nasional berupa mengambil sumberdaya dalam kawasan.
41
Karakteristik Responden Secara teoritis karakteristik responden antara lain mencakup umur, pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, dan jumlah anggota rumah tangga produktif, baik secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Oleh sebab itu pemahaman tentang karakteristik responden sebagai pengelola sumberdaya alam sangat penting artinya dalam upaya mempelajari interaksinya dengan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. Tabel 2 Rara-Rata Umur, Pendidikan dan Jumlah Anggota Keluarga Responden pada Masing-Masing Desa Penelitian.
Umur (Tahun)
Desa Contoh Pengadangan Loloan Sembalun Lawang Rata-Rata
40,5 (30-56) 42,4 (30-54) 44,1 32-51) 42,3
Tingkat Pendidikan (%) TSD
SD
SMP
33,3 64,7 68,4 55,5
38,9 29,4 26,3 31,5
27,8 5,9 5,3 13,0
Rata-Rata Jumlah Anggota Keluarga (Orang) 4,72 3,82 4,16 4,23
Keterangan : Angka di dalam kurung adalah selang umur responden
Umur Umur dapat mencerminkan kematangan fisik dan mental seseorang. Dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, umur tidak saja dapat
mempengaruhi
kemampuannya
secara
fisik,
tetapi
juga
dengan
pengalamannya dapat berperan dalam merespon setiap perubahan lingkungan yang terjadi di sekitarnya. Semakin tinggi umur seseorang, maka sampai batas umur tertentu (usia produktif) cenderung semakin produktif dan arif dalam mengelola sumberdaya alam dan lingkungan. Berdasarkan umur responden yang ditampilkan pada Tabel 2, dan dengan merujuk pada klasifikasi umur yang digunakan oleh BPS, maka dapat diketahui bahwa responden di tiga desa yang diteliti berada pada umur produktif. Secara lebih rinci dapat dibandingkan rata-rata umur responden sangat bervariasi baik antar desa maupun dalam satu desa. Sedangkan rata-rata umur responden antara satu desa dengan desa lainnya relatif sama, dan rata-rata umur responden dari ketiga desa adalah 42,32 tahun.
42
Pendidikan Menurut Suryani et al. (1987), tingkat pendidikan sangat menentukan sebagai alat penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan untuk meransang penerimaan-penerimaan gagasan baru. Menurut Hadi (1995), dalam studi AMDAL tingkat pendidikan masyarakat dalam hal ini responden sangat berpengaruh
terhadap
pengetahuannya
mengenai
sumberdaya
alam
dan
usaha/kegiatan yang berkaitan dengan sumberdaya alam. Tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat akan mempengaruhi persepsi yang pada gilirannya akan menentukan tipe respon masyarakat terhadap suatu obyek. Masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah relatif pasrah terhadap kemungkinan perubahan yang akan terjadi pada dirinya. Makin tinggi tingkat pendidikan dan makin banyak perbendaharaan pengetahuan, maka makin kritis suatu masyarakat berkenaan dengan persepsinya terhadap suatu obyek. Gambaran mengenai tingkat pendidikan responden di masing- masing desa terlihat pada Tabel 2, menunjukkan betapa rendahnya tingkat pendidikan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan. Sebagian besar responden (55,47 %) berada pada level pendidikan tidak tamat SD/tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Sebanyak 31,53% responden tamat SD/sederajat dan 13,00% tamat SMP/sederajat. Tingkat pendidikan responden terbaik pada Desa Pengadangan dengan indikator menyebarnya tingkat pendidikan responden secara merata, sedangkan tingkat pendidikan responden pada Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang relatif sama, masih didominasi pada tingkat tidak tamat SD yakni sebesar 64,7% pada Desa Loloan dan 68,4% pada Desa Sembalun Lawang. Dengan melihat tingkat pendidikan masyarakat seperti ini, maka diperlukan pembinaan yang intensif untuk dapat menanamkan pengetahuan dan pemahaman tentang arti penting pelestarian sumberdaya alam. Rahman (2003), mengemukan bahwa tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah menjadi faktor utama penghambat upaya penanaman nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keberhasilan pendidikan di pengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut Litbang Dephut (2003), semakin rendah tingkat pendidikan maka perambahan hutan akan semakin meningkat. Data dari monografi Desa Loloan diketahui bahwa sebanyak 20,39%
43
anak usia sekolah (7-15 thn) tidak sekolah, sedangkan Desa Sembalun Lawang 12% anak usia sekolah telah putus sekolah. Hal ini memberikan gambaran bagaimana tingkat pendidikan masyarakat di masa yang akan datang. Jumlah Anggota Keluarga Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagaian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama dan makan dari satu dapur atau seseorang yang mendiami sebagaian atau seluruh bangunan dan mengurus keperluannya sendiri. Jumlah anggota keluarga adalah seluruh orang yang berada dalam satu rumah tangga dan menjadi tanggungan kepala rumah tangga (BPS 2001). Dengan demikian jumlah anggota keluarga mencerminkan besarnya beban yang harus ditanggung oleh rumah tangga untuk memberikan kehidupan yang layak. Hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan daya duk ung lingkungan sangat erat. Jika jumlah anggota keluarga meningkat akan disertai dengan meningkatnya kebutuhan, maka dapat dipastikan tekanan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan akan terus meningkat, akibatnya kualitas sumberdaya alam dan lingkungan akan semakin menurun. Data pada Tabel 2, menunjukkan rata-rata jumlah anggota keluarga responden cukup tinggi yaitu 4,23 jiwa/kepala keluarga. Jika dikaitkan dengan rata umur responden yang masih usia subur dan dengan asumsi tidak mengikuti program keluarga berencana (KB), maka diperkirakan jumlah anggota keluarga akan terus bertambah yang pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah penduduk. Suparmoko (1989) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, barang dan jasa, serta sumberdaya alam sebagaimana digambarkan berikut ini.
44
Barang dan Jasa Pertumbuhan Ekonomi
Jumlah Penduduk Pencemaran Lingkungan Menipisnya SDA
Gambar 3 Hubungan antara Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Ekonomi, Barang Sumberdaya Alam dan Lingkungan. (Sumber : Suparmoko 1989)
Dengan berkembangnya jumlah penduduk, maka perekonomian harus lebih banyak menyediakan barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan manusia atau mempertinggi taraf hidup masyarakat, dan sisi lain hal ini akan lebih banyak menuntut penyediaan sumberdaya alam yang lebih tinggi, dampaknya adalah semakin me nipisnya persediaan sumberdaya alam. Di samping itu pencemaran lingkungan seringkali terjadi sebagai ekses dari eksploitasi dan dapat menimbulkan bencana bagi masyarakat sekitar. Kondisi ini akan dialami masyarakat desa sekitar hutan, jika laju pertumbuhan penduduk semakin tinggi tentu akan menuntut penyediaan barang dan jasa yang semakin banyak. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka sumberdaya alam yang ada disekitarnya akan menjadi sasaran eksploitasi, yang jika tidak bijaksana dalam pengambilan sumberdaya alam tersebut akan mengakibatkan bencana seperti banjir, longsor atau hilangnya sumber-sumber mata air dalam kawasan hutan yang tentu akan mempengaruhi seluruh aktivitas masyarakat sekitar hutan sampai hilir. Masyarakat dengan pendidikan rendah dan jumlah tanggungan keluarga yang besar tentu akan sangat mempengaruhi persepsi dan pola tindakan terhadap suatu obyek termasuk terhadap kawasan hutan. Kombinasi antara kedua unsur ini pada diri seseorang akan berpotensi memberikan tekanan terhadap kawasan. Sebab pada umumnya pendidikan berkorelasi positif dengan kemampuan seseorang untuk menciptakan suatu peluang dan memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitarnya dan memaha mi potensi yang ada pada diri dan lingkungannya. Untuk mengembangkan/mengangkat harkat dan martabat masyarakat desa sekitar hutan maka sektor pendidikan seharusnya mendapat perhatian lebih serius dengan cara
45
peningkatan pelayanan pendidikan yang menjangkau dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Pola Pemanfaatan Lahan Hutan Desa Pengadangan Aktivitas pertanian masyarakat di lahan hutan telah memiliki pola waktu yang dipengaruhi oleh musim kegiatan pertanian di luar hutan. Pola kegiatan bertani disajikan dalam kalender musim kegiatan bertani pada tabel berikut. Tabel 3 Kalender Musim Kegiatan Bertani Masyarakat Responden Desa Pengadangan. Kegiatan Persiap.Lahan Tanam Pemeliharaan Panen Buruh /Jasa
Keterangan : P TO
10 P
P
11 P P P
12 P P
1 P P P
P
P
P
2 P/T P/T P P P/T
3 T P/T P P/T
Bulan 4 5 J/C J/C T T P/T T/J/C P P T T
6
7
8
9
T/J/C T/J//C T/TO
T/J/C T/J/C T/TO/C
T/J/C T/J/C T/TO/C
T/J/C T/TO/C
: Padi; T : Tembakau; J: Jagung; C: Cabe; BP: Buruh Tani; : Tukang Ojek; G: Buruh Galian C
Pola tanam pertanian di Pengadangan adalah padi-padi palawija dan paditembakau. Awal kegiatan musim bertani yaitu sekitar bulan Oktober ditandai dengan datangnya musim hujan dan masyarakat petani mulai mempersiapkan lahan untuk menanam padi. Kegiatan bercocok tanam padi pertama dilakukan sampai bulan Februari. Setelah panen padi pertama, maka petani terbagi dua kelompok berdasarkan pola penggunaan lahan yaitu pola padi-padi-palawija dan pola paditembakau. Umumnya petani mengikuti pola padi-tembakau. Hal ini disebabkan areal
sawah
sebagian
besar
beririgasi
setengah
teknis,
sehingga
tidak
memungkinkan untuk menanam padi dua kali. Di samping itu menurut petani bahwa usaha tembakau lebih menguntungkan dibanding dengan padi dan jagung. Sedangkan petani yang mengikuti pola padi-padi-palawija disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu pertama : sawah yang mereka garap beririgasi teknis yang tersedia air sepanjang tahun dan kedua : petani tidak memiliki modal dan teknologi untuk menanam tembakau, sehingga nampak unik dimana banyak petani yang menyewakan lahan garapannya untuk budidaya tembakau, selanjutnya mereka
46
menjadi buruh tani tembakau dengan upah bervariasi antara Rp.8.000–Rp.15.000 per hari, tergantung jenis pekerjaannya. Kegiatan usaha budidaya tembakau berlangsung sampai bulan Agustus. Selesai periode tembakau, sawah dibiarkan kosong menunggu datangnya musim hujan.
Gambar 4 Aktivitas Pertanian Masyarakat di Luar Kawasan Hutan. Antusias masyarakat Pengadangan mena nam tembakau sangat tinggi (Gambar 4), hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya areal tanaman tembakau dari tahun ke tahun dan pada tahun 2005 ini areal tanaman tembakau mencapai 350 ha. Tingginya minat masyarakat untuk menanam tembakau selain ditunjang dengan kondisi lahan yang cocok, juga karena petani bermitra dengan industri yang akan menjamin pemasaran hasil dengan prinsip kerjasama saling menguntungkan. Pada tahun 2005 target produksi tembakau untuk NTB 50.000 ton daun tembakau kering, dan realisasi produksi tahun 2004 hanya mencapai 35.000 ton (BPS, Lombok Timur 2004). Kegiatan produksi tembakau selama ini, membangkitkan roda perekonomian masyarakat Lombok Timur pada khususnya dan NTB secara umum. Sebab yang terpenting dalam masyarakat adalah adanya aktivitas sehari-hari yang dapat mendatangkan uang walaupun hanya sebatas untuk menutupi kebutuhan pokok. Dengan tingginya aktivitas di sawah baik sebagai petani maupun sebagai buruh tani menyebabkan masyarakat tidak ada waktu lagi untuk beraktivitas di dalam hutan. Tabel 3 menunjukkan bahwa aktivitas di sawah tidak berlangsung sepanjang waktu, maka pada saat pekerjaan di sawah mulai berkurang antara bulan 5-10, masyarakat umumnya mengisi waktunya dengan menjadi buruh galian C atau buruh tani di kebun-kebun kopi, alpukat dan cengkeh yang merupakan lahan hutan
47
dikonversi menjadi kebun masyarakat. Jenis pekerjaan yang dilakukan adalah buruh pemetik kopi dan cengkeh dengan upah antara Rp.5000-Rp.8000/hari. Ketiga komoditi yaitu alpukat (Persea americana), kopi (Cofea robusca) dan cengkeh (Eugenia aromatica) umumnya ditanam dalam satu areal dalam bentuk kebun campuran (Tabel 4). Pola kebun campuran menjamin adanya aktivitas yang terus menrus dalam kebun walaupun dengan intensitas yang rendah. Di samping itu pola ini memberikan jaminan pendapatan, jika satu komoditi gagal panen maka masih ada harapan dari komoditi yang lain. Tabel 4
Pemanfaatan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Pengadangan.
No Luas Komoditi/Produksi (Kg) Responden (ha) Alpukat Kopi Cengkeh 4* 0.6 500 5* 0.6 350 100 6 0.3 275 50 7 0.5 255 50 100 8 0.3 412 * 10 0.2 267 11 0.35 350 12 0.4 330 13 0.6 200 250 14 0.4 350 100 15 0.4 170 170 16 0.5 150 225 17 0.6 350 100 200 Jumlah 5.75 3109 1250 945 Rata-rata 0.43 345.44 138.9 189 Keterangan : * : Penjaga kebun/Tukang kebun
Berdasarkan Lampiran 5 , diketahui sebanyak 72.2% (13 KK) masyarakat responden memanfaatkan lahan hutan sebagai kebun (Tabel 3), 3 KK diantaranya yang menggantungkan hidupnya hanya pada kawasan hutan karena tidak memiliki lahan garapan di luar hutan. Rata-rata luas garapan 0.43 ha dengan luas areal yang dimanfaatkan 5,75 ha. Pola penggunaan lahan hutan oleh masyarakat adalah memelihara tanaman tahunan/tanaman perkebunan yang sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu seperti alpukat, kopi dan cengkeh dengan konsekuensi masyarakat tidak diperbolehkan menebang pohon yang ada di dalam kebun. Dengan kondisi seperti ini masyarakat pada hakekatnya sudah tidak memiliki lahan tersebut, kepemilikannya telah diambil alih oleh pemerintah sejak tahun 2001, dengan
48
dikeluarkan seluruh aktivitas masyarakat berupa pertanian dari dalam hutan, masyarakat dilarang mengolah tanah dan menanam tanaman semusim karena dianggap merusak kawasan hutan dan dapat membahayakan lingkungan sekitarnya. Untuk dapat mengalihkan kebiasaan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan dari mengancam lingkungan menjadi ramah lingkungan (prinsip konservasi) tentu bukan hal yang mudah dan memerlukan waktu yang relatif lama. Semua pihak harus terlibat secara senergis sesuai dengan fungsi dan peranan masing- masing untuk mencapai suatu tujuan yaitu kelestarian kawasan konservasi dan meningkatnya sosial ekonomi masyarakat lokal (Haeruman 1996). Pemilik kebun tidak merawat tanaman secara intensif, seperti pemupukan, pemangkasan dan pengendalian hama penyakit, sehingga tanaman terkesan dibiarkan tumbuh dengan sendirinya (Gambar 5). Pemilik kebun datang hanya untuk melihat keadaan tanaman, khususnya yang berhubungan dengan datangnya musim berbuah. Untuk kegiatan ini cukup dilakukan oleh 1 orang anggota keluarga dan tidak memerlukan waktu yang lama, biasanya ke kebun dua hari sekali, di luar waktu tersebut mereka menjadi buruh tani dan buruh galian C. Kegiatan masyarakat di kebun akan intensif lagi menjelang musim panen. Terkadang kebun diserahkan ke masyarakat yang tidak memiliki kebun untuk dipelihara dengan sistim bagi hasil dengan prosentase yang bervariasi antara 25% - 50% untuk tukang kebun/penjaga kebun. Tukang kebun yang tidak memiliki lahan garapan diluar hutan dan tidak memiliki keahlian lain, maka tukang kebun menjadi pekerjaan utama, seperti yang dialami oleh 3 KK responden (Tabel 4). Kegiatan tukang kebun lebih pada pemeliharaan ringan seperti pemangkasan, babat rumput dan menjaga keamanan pada saat musim berbuah.
49
Gambar 5 Kebun Masyarakat dalam Kawasan Hutan. Sebagai dampak dari dikeluarkannya aktivitas bertani dari dalam hutan, maka masyarakat mengalihkan kegiatannya pada usaha galian C. Lahan yang difungsikan sebagai lokasi galian C adalah lahan- lahan yang tidak produktif sebagai lahan pertanian karena tidak mendapat air dan tanahnya lebih banyak mengandung pasir dan batuan. Pemerintah Daerah Lombok Timur menyadari bahwa kegiatan galian C ini berpotensi merusak lingkungan, tetapi tetap dibiarkan sebagai solusi jangka pendek sambil terus mencari solusi menyeluruh terhadap persoalan ini. Desa Loloan Berdasarkan kalender musim kegiatan bertani masyarakat, dapat diketahui bahwa masyarakat memanfaatkan lahan hutan untuk kegiatan pertanian sepanjang waktu dalam bentuk pertanian intensif (Tabel 5). Berdasarkan data yang diperoleh (Tabel 6), terlihat bahwa semua responden memiliki pola pemanfaatan lahan yang sama yaitu menanam tanaman pangan yaitu padi ladang, jagung, dan tanaman perkebunan seperti kakao, kopi dan pisang. Melihat cara pemanfaatan lahan hutan oleh masyarakat dapat dikatakan bahwa secara umum hidupnya tergantung pada hasil dari pemanfaatan lahan hutan. Dalam mengelola lahan hutan masyarakat pada hakekatnya punya aturan dan norma-norma yang dipatuhi oleh setiap masyarakat (norma sosial). Bentuk aturan tersebut adalah larangan mengeksploitasi hutan untuk kepentingan pribadi. Pemanfaatan lahan hutan untuk kegiatan pertanian dilakukan melalui tahan “menjango” (survey lahan) untuk melihat kelayakan lahan untuk pertanian dan tidak menimbulkan kerusakan tanah dan air. Norma lain yang berlaku
50
adalah “membangar” (pemetaan lahan) yang akan di jadikan areal pertanian (Zakaria 2000; Mujidtahid 2002). Jika diamati bahwa makna konservasi sangat kental dalan setiap aturan dan norma yang dianut masyarakat Tabel 5 Pemanfaatan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Loloan. No Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Luas (ha) 0.7 1.0 0.5 0.5 0.5 0.4 0.5 0.8 0.7 0.7 0.5 0.5 1.0 0.5 0.5 1.0 0.6
Jumlah
10.9
994
Rata-rata
0,64
58,47
Pisang 55 85 55 55 44 40 40 65 60 60 50 60 75 55 55 80 60
Komoditi/Produksi (Kg) Kopi/Kakao Padi Jagung 50/150 700 800 0/300 750 950 50/150 500 650 60/200 600 800 0/200 600 500 50/150 500 500 65/250 600 500 0/250 840 750 0/150 800 680 50/150 850 800 0/200 700 750 50/150 700 680 0/350 1300 800 0/250 500 650 50/150 500 650 75/350 850 900 0/250 750 850
500/3500
12040
12210
55,55/205,88
1104
1120
Masyarakat Loloan menggunakan lahan hutan sebagai lahan pertanian karena lahan di luar kawasan hutan sangat tidak mendukung untuk kegiatan pertanian, di samping masyarakat mengklaim tanah itu milik mereka, telah dikelola secara turun temurun. Hal ini merupakan salah satu bentuk penyesuaian diri terhadap lingkungan. Slotkin (1950) diacu dalam Purnomohadi (1985), bahwa dalam sekelo mpok masyarakat terjadi jalinan yang padu antara tiga faktor yaitu manusia, ruang dan waktu. Secara kodrati ruang tempat individu hidup tidaklah sekedar merupakan tempat hidup alami, tetapi juga merupakan lingkungan sosialbudayanya. Kaidah biologis yang menuntut adanya kemampuan suatu organisme melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, dengan cara mengubah diri agar sesuai dengan lingkungannya atau sebaliknya, lingkungan diubah agar sesuai dengan dirinya. Konsep ekologi manusia yang menelaah hubungan timbal balik manusia dengan lingkungannya yang salah satu bentuknya dalam pemanfaatan
51
sumberdaya hutan. Sebagai akibat dari meningkatnya kebutuhan seiring dengan meningkatnya penduduk, maka hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya menjadi tidak padu lagi, bahkan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan manusia lebih cenderung mengeksploitasi lingkungannya sebagai bentuk pengadaptasian. Sehingga untuk mengeluarkan aktivitas masyarakat dari kawasan hutan seperti di Desa Pengadangan dan Sembalun Lawang masih sangat sulit. Kesulitan ini diakui oleh Pemerintah Lombok Barat, dan masalah tanah menjadi hal yang sangat krusial untuk dibicarakan secara terbuka. Setiawan (2001), mengemukan bahwa paling tidak terdapat empat alasan mengapa persoalan tanah menjadi fundamental dalam pengelolaan lingkungan ; 1) Tanah merupakan media lingkungan utama yang tidak bergerak sehingga nilai keberadaanya tak tergantikan, 2) sebagaian besar masyarakat masih mengandalkan tanah sebagai aset utama produksi baik untuk sektor kehutanan, pertanian dan perikanan, 3) sebagaian besar masyakat kita yang tinggal dipinggir hutan belum memiliki skill yang cukup untuk bekerja di sektor lain selain pertanian yang relatif tidak tergantung pada tanah sebagai faktor utama produksi, 4) perbandingan antara luas tanah dengan jumlah penduduk semakin mengecil yang mengakibatkan semakin tingginya sensitifitas masalah tanah. Persoalan lain yang mulai mengemuka akhir-akhir ini adalah adanya perasaan ketidakadilan dalam masyarakat tentang ketimpangan pemilikan, penguasaan dan pemanfaatan tanah oleh sekelompok kecil masyarakat yang memiliki modal/kapital dan kekuasaan. Hal ini tidak hanya menyebabkan akumulasi pemilikan dan pemanfaatan tanah tidak sehat, tapi juga menyebabkan proses marginalisasi masyarakat lokal baik secara sosial, ekonomi, kultural dan politis yang dibeberapa tempat telah menimbulkan konflik terbuka. Kristian (2004), mengemukan bahawa latar belakang perambahan hutan di NTB adalah : kekurangan lahan pertanian dan sarana pertanian, tingkat pengangguran yang tinggi, kebiasaan masyarakat yang telah ada sejak lama, dan adanya provokasi dari tokoh-tokoh masyarakat. Markum (2001) mengemukakan bahwa berbagai persoalan yang muncul dalam pengelolaan hutan di NTB yang bermuara pada berbagai masalah ekonomi, sosial, politik dan lingkungan bersumber dari rasa ketidakadilan dan tersumbatnya
52
proses dialogis antar berbagai pelaku. Jika dikaitkan dengan pendapat Fisher et al. (2000) dan kondisi masyarakat sekitar TNGR, bahwa pemicu konflik diantaranya interest conflict dan structural conflict Dan jika dikategorikan lebih spesifik ada tiga hal menonjol sumber konflik yaitu pada level : 1) pengambil keputusan dan kebijakan, 2) stakeholders, dan 3) masyarakat. Berbagai level ini memberikan kontribusi yang berbeda dalam kapasitasnya memunculkan konflik baik terbuka maupun sistematik. Kasus hutan di Provinsi NTB khususnya kawasan Gunung Rinjani, yang paling menonjol adalah perambahan hutan untuk kegiatan pertanian (Markum 2001). Pemerintah Kabupaten Lombok Barat setiap tahun memberikan program penanganan terhadap dampak perambahan ini berupa pelatihan kader konservasi, pembentukan kelompok pencinta lingkungan, pelatihan keterampilan serta program reboisasi berupa pemberian bibit kakao (Theobroma cacao) dan jambu mete (Anacardium occidentale) kepada masyarakat agar lahan gersang dan tandus di luar hutan dapat berfungsi sebagai lahan produktif. Tabel 6 Kalender Musim Kegiatan Bertani Masyarakat Responden Desa Loloan. Kegiatan Pembers.Lahan Tanam Pemeliharaan Panen Buruh / Jasa
9 BB
JM
10 BB
JM
Bulan 3
11
12
1
2
PL/J PL/J
PL/J PL/J
PL/J PL/J PL/J
PL/J PL/J PL/J
PL/J PL/J
4
5
6
7
8
J PL/J
P/K J
P/K J
P/K
P/ K JM O/B
O/B
Keterangan : BB : Babat/bakar; PL : Padi Ladang; J : Jagung; JM : Jambu Mete; O : Tukang Ojek; B : Buruh Bangunan
Kegiatan bertani masyarakat responden di Desa Loloan dimulai pada bulan September (Tabel 5), berupa membabat rumput/semak-semak/pohon perdu. Rumput dan semak-semak setelah dibabat dibiarkan sampai kering untuk selanjutnya dibakar (Gambar 6). Sedangkan pohon-pohon kecil/tiang dan pancang diambil untuk dijadikan kayu bakar. Kegiatan membersihkan lahan dilakukan sebelum datangnya musim hujan dengan maksud semak-semak/ rumput dapat cepat kering dan dibakar. Di samping itu pada musim kemarau aktivitas masyarakat relatif kurang. Masyarakat mengisi waktu dengan dengan memelihara tanaman
53
dikebun seperti pisang, kakao. Akan tetapi pemeliharaan yang dilakukan sangat ringan, sehingga cukup dilakukan satu orang dalam satu keluarga, biasanya dilakukan oleh ibu rumah tangga. Bulan Nopember sebagai awal musim hujan, lahan yang telah dibersihkan dan dibakar, siap ditanami benih padi ladang (Gambar 7). Menanam padi ladang bagi masyarakat Loloan mutlak dilakukan karena produksi padi akan disimpan selama setahun untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Menanam padi dilakukan tanpa menggunakan teknologi seperti penggunaan benih unggul, pupuk dan penan dilakukan secara sangat sederhana (Gambar 8b). De Vries (1972) dalam Purnomohadi (1985), bahwa pola perladangan hanya memerlukan masukan tenaga kerja dan modal yang sangat sedikit. Tenaga kerja yang digunakan juga hanya terbatas pada anggota keluarga, di samping itu tidak mengenal adanya teknologi pemupukan kecuali pupuk alami, luas garapan relatif kecil dan hasilnya hanya untuk kebutuhan sendiri (subsisten). Dampak dari kondisi ini produktivitas lahan sangat rendah hanya berkisar antara 0,7 – 1,2 ton/ha dan hanya dapat dilakukan sekali setahun karena jumlah bulan basahnya 4 bulan. Akibatnya masyarakat kekurangan pangan jika hanya mengharapkan produksi padi ladang.
Gambar 6 Membersihkan lahan, sekaligus mengambil kayu bakar. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan keluarga, musim berikutnya masyarakat menanam jagung pada areal bekas padi ladang. Musim tanam jagung biasanya dimulai pada bulan Januari-Februari. Jagung merupakan makanan pokok kedua setelah beras, jadi menanam jagung juga merupakan pola kegiatan bertani pada masyarakat Loloan. Hasil panen jagung sebagian dijual jika dianggap hasil padi telah mencukupi untuk kebutuhan pangan keluarga, atau sisa dari perkiraan kebutuhan pangan keluarga. Jagung juga dijadikan alat sebagai alat pembayaran
54
utang atau perdagangan sistem barter. Pada masa ini antara bulan Nopember- April hampir semua masyarakat bekerja di kebun (Gambar 8a) mulai dari menanam padi ladang sampai panen jagung.
Gambar 7 Lahan Siap ditanami Padi Ladang. Bulan Juni setelah panen jagung, mereka sudah jarang lagi ke kebun, kalaupun ke kebun hanya untuk mengontrol tanaman pisang dan kakao, dan pemeliharaan ringan. Sebagian lagi masyarakat menjadi tukang ojek. Musim kemarau berlangsung antara bulan Juni – Oktober, pada masa itu masyarakat mulai mengumpulkan kayu bakar untuk dipakai selama setahun. Jadi pada saat musim hujan sudah tidak bisa lagi mengambil kayu bakar karena karena kayu basah juga karena sibuk bertani dilahan. Masyarakat mengambil kayu bakar tidak untuk dijual tetapi hanya untuk dipakai sendiri. Sampai saat ini belum ada masyarakat ya ng menjual kayu bakar, karena kendala transportasi.
Gambar 8 Pemeliharaan (a) dan Panen (b) Padi Ladang. Pola pemanfaatan lahan oleh masyarakat di Pengadangan dengan menanam tanaman perkebunan dan buah-buahan, merupakan suatu bentuk interaksi yang memberikan nilai ekonomi tinggi bagi masyarakat. Lahan hutan yang dapat
55
dijadikan areal perkebunan adalah lahan-lahan rusak sebagai dampak dari penebangan liar. Konsensus yang dapat dibuat dalam kasus ini adalah bahwa pemerintah memberikan lahan untuk masyarakat dan menyediakan bibit tanaman perkebunan seperti kakao, alpukat, kopi. Sedangkan masyarakat berfungsi sebagai pelaksana dengan komitmen tidak ada perambahan hutan lagi ditempat lain, selain itu masyarakat harus dapat berfungsi sebagai penjaga hutan dari gangguan lainnya. Dengan pengetahuan yang dimiliki masyarakat dapat mengolah lahan dengan baik sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi. Hal yang sama dapat diterapkan pada masyarakat
Loloan,
masyarakat
dengan
pemerintah
membangun
sebuah
kesepakatan yang merupakan solusi menyeluruh terhadap kondisi dialami masyarakat. Pemerintah dapat memberikan bibit tanaman yang bernilai ekonomi tinggi untuk jangka waktu yang lama, dan dikenal masyarakat setempat. Di samping itu pemerintah memberikan bantuan lainnya seperti sarana pendidikan yang layak, untuk menjawab rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Tujuan akhir dari kesepatan ini adalah masyarakat mengubah pola pertaniannya dari pertanian intensif dengan tanaman semusim menjadi perkebunan yang tidak memerlukan pengolahan lahan tetapi jaminan pendapatan masyarakat lebih tinggi.
Desa Sembalun Lawang Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 7), diketahui bahwa 68% (13 KK) responden menggunakan lahan hutan seluas areal 5.4 ha dengan rata-rata 0.4 ha. Sebanyak 15.79% responden tidak memiliki lahan garapan diluar hutan, sehingga aktivitasnya bergantung pada kawasan hutan dan 5.3% responden tidak memiliki lahan garapan (Lampiran 7). Pemanfaatan lahan hutan oleh masyarakat tidak untuk kegiatan pertanian. Pemanfaatan lahan hutan oleh masyarakat Sembalun Lawang lebih pada mengambil sumberdaya hasil hutan berupa bambu, seperti halnya dengan kebun masyarakat di Desa Pengadangan, hanya mengambil hasil kebun yang ditanam beberapa tahun yang lalu sebelum aktivitas pertanian di dalam hutan dilarang.
56
Tabel 7 Pemanfaatan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Sembalun Lawang. No Responden 1 4 5 6 7 9 11 12 13 15 17 18 19
Luas (ha) 0.2 0.7 0.3 0.6 0.5 0.7 0.3 0.3 0.3 0.4 0.3 0.4 0.4
Jumlah
5.4
Rata-rata
0,4
Bambu v v v v v v v v v v v v v
Komoditi Rumput Alang-Alang v v v
v v
v v
v
v v v v v
13
10
3
Kegiatan bertani masyarakat Desa Sembalun Lawang dilakukan sepanjang tahun (Tabel 8), hal ini dimungkinkan karena daerah Sembalun Lawang memiliki curah hujan yang tinggi dan merata sepanjang tahun. Sehingga kalender musim kegiatan bertani masyarakat tidak membentuk pola yang jelas seperti di desa lain. Usaha pertanian yang dilakukan masyarakat adalah pertanian hortikultura, khususnya sayur-sayuran dataran tinggi, seperti bawang, wortel, kol, paprika, dan buah-buahan seperti apel, alpukat, nanas. Tabel 8 Kalender Musim Kegiatan Bertani Masyarakat Responden Desa Sembalun Lawang. Kegiatan P.Tanah Tanam P.liharaan Panen Buruh /Jasa
6
7
8
9
10
S/B S/B S/B S/B OPR
S/B S/B S/B S/B OPR
S/B S/B S/B S/B OPR
S/B S/B S/B S/B OTR
S/B S/B S/B S/B OTR
Bulan 11 12 S/P S/P S/P S/B OTR
S/P S/P S/P S/B OTR
1
2
3
4
5
S/P S/P S/P S/P OTR
S/P S/B S/P S/P OTR
S/P S/B S/B S/P OTR
S/B S/B S/B S/B OTR
S/B S/B S/B S/B OTR
Keterangan : S: Sayur-sayuran; B : Buah-buahan; O : Tukang Ojek; P : Padi; R : Rumput
Kecenderungan masyarakat untuk lebih memilih menanam tanaman hortikultura dibandingkan dengan tanaman pangan seperti padi sebabkan oleh kondisi alam, dimana tanaman padi pada dataran tinggi tidak dapat berproduksi
57
maksimal dan umurnya menjadi lebih panjang, serta produktivitasnya rendah hanya 3 ton/ha. Sehingga keuntungan yang diperoleh dari usaha tanaman hortikultura jauh lebih besar dibandingkan dengan tanaman pangan. Padi biasanya ditanam pada daerah-daerah terbuka dan datar yang sulit membuang air serta padi ladang. Produksi padi hanya untuk keperluan masyarakat Sembalun Lawang sendiri, tidak untuk dijual keluar daerah, karena produksi masih jauh dibawah kebutuhan masyarakat sembalun.
Pola Pemanfaatan Hasil Hutan Desa Pengadangan Masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mengambil sumberdaya yang ada disekitar mereka sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan. Masyarakat desa sekitar hutan yang sebagian besar tergolong masyarakat miskin, akan mengambil sumberdaya berupa hasil hutan disamping memanfaatkan lahan hutan. Dalam mengambil hasil hutan masyarakat memiliki cara tersendiri ysang telah berlangsung sejak lama. Memanfaatkan hasil hutan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, selain untuk menambah penghasilan. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui kalender musim pengambilan hasil hutan oleh masyarakat Pengadangan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 9
Kalender Musim Pengambilan Responden Desa Pengadangan.
Jenis Sumberdaya yang Diambil Kayu Bakar Buah-buahan Jamur/Pakis
5
6
7
8
9
Bulan 10 11
Hasil
12
1
Hutan
2
3
Masyarakat
4
Tabel kalender pemanfaatan hasil hutan jika dipadukan dengan kalender musim kegiatan bertani, dapat diketahui kecenderungan masyarakat mengambil atau memanfaatkan sumberdaya hasil hutan pada saat aktivitas di sawah (baik sebagai buruh tani maupun sebagai petani) sudah mulai berkurang, dan dipengaruhi oleh musim ketersediaan sumberdaya hasil hutan serta kebutuhan. Hasil pengamatan (Lampiran 8) menunjukkan bahwa 33,0% responden mengambil hasil hutan berupa jamur/pakis, dan 16,0% mengambil buah-buahan dan
58
kayu bakar 78,0%. Buah nangka (Artocarpus integra) umumnya diambil dalam bentuk nangka muda yang dijadikan sayur. Tujuan mengambil hasil hutan adalah untuk mengisi waktu luang, memenuhi kebut uhan pokok dan mencari penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarga. Kelompok masyarakat ini sebenarnya tidak memiliki pekerjaan tetap, tetapi dalam administrasi desa mereka termasuk kelompok buruh tani. Volume pengambilan buah nangka muda tergolong tinggi, karena tingginya permintaan pasar. Sedangkan jamur dan pakis volumenya relatif rendah, karena keterbatasan sumberdaya hasil hutan dan untuk mendapatkan masyarakat harus mencari sampai jauh masuk ke dalam hutan dan tentu ini me nyita waktu, disisi lain masyarakat sedang banyak aktivitas diluar hutan sebagai petani maupun buruh tani. Pekerjaan mengambil buah nangka, jamur dan pakis dilakukan oleh masyarakat yang tidak memiliki sawah/lahan pertanian, sementara untuk menjadi buruh tani harus keluar kampung mencari petani yang mau memakai jasa mereka. Kalaupun mereka menjadi buruh tani hanya sewaktu-waktu, seperti pada saat musim tanam padi, musim panen padi dan saat pembuatan guludan tembakau, sehingga untuk menutuoi kebutuhan mereka mencari penghasilan di dalam hutan. Beckman (2004), bahwa masyarakat mengambil kayu bakar karena terpaksa oleh keadaan dimana tidak ada pekerjaan lain. Pada musim kemarau mulai bulan Mei - September, pada saat aktivitas bertani mulai berkurang, intensitas masyarakat mengambil hasil hutan dalam bentuk kayu bakar sangat tinggi. Masyarakat mengambil kayu bakar secara berkelompok, satu kelompok dapat berjumlah sampai 5 orang atau lebih, yang umumnya masih ada hubungan keluarga. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam pekerjaan seperti menebang, membelah dan mengangkut kayu hasil olahan ke tempat yang dapat dijangkau kendaraan roda empat (truk). Kelompok masyarakat yang mengambil kayu bakar jauh lebih banyak dari masyarakat yang mengambil sumberdaya yang lain. Kegiatan ini berlangsung terus menerus dari tahun ke tahun, dan di lakukan oleh masyarakat yang sama. Bentuk operasi kelompok pencari kayu bakar adalah kelompok masyarakat pencari kayu bakar memasuki hutan saat masih gelap (subuh), dan biasanya keluar hutan sore hari. Pola ini yang membuat petugas tidak dapat menjangkau kelompok ini. Peralatan yang dipakai adalah golok dan kapak serta gergaji panjang. Kayu yang ambil umumnya kayu yang lurus dan relatif kecil (diameter < 15 cm) dengan
59
alasan lebih mudah ditebang dan dibelah, sehingga prosesnya lebih cepat. Kayu yang telah dibelah dibiarkan beberapa hari sampai kering baru kemudian diangkut ketempat yang dapat dijangkau kendaraan dan relatif aman dari petugas. Lokasi tempat mengambil kayu bakar agak ke tengah hutan sehingga tidak terlihat dan terdengar pada saat menebang dan membelah walaupun lebih sulit membawanya keluar. Dari pengamatan lapangan dapat dilihat bahwa terdapat kerusakan lain dari pengambilan kayu bakar adalah masyarakat tanpa sadar menebang kayu/pohon kecil yang dilewati pada saat mengangkut hasil untuk membuat jalan setapak. Hasil wawancara dengan aparat desa dan petugas/ polisi hutan diakui bahwa tekanan yang paling besar dialami kawasan hutan adalah mengambilan kayu bakar, dan diprediksi ke depan akan semakin tinggi volume pengambilan kayu bakar karena kenaikan harga minyak tanah dan “gas elpiji”, sehingga akan semakin banyak masyarakat yang akan beralih menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi rumah tangga. Sebanyak 16,7% (3 KK) responden mencari kayu bakar merupakan pekerjaan utama, karena tidak punya lahan pertanian sementara untuk bekerja di sektor lain tidak punya keterampilan. Sikap ekonomis dalam penge lolaan sumberdaya hutan yang bersifat eksploitatif sudah disadari lebih banyak membawa bencana daripada manfaatnya, terlebih kalau didasarkan atas pandangan jangka panjang. Perambahan hutan untuk kayu bakar dan kayu bangunan telah membuat kerusakan sumberdaya tanah dan air karena proses erosi, semakin berkurangnya populasi satwa dan semakin menurunya mutu habitat. Akibat dari kerusakan habitat diduga terjadi pula kepunahan beberapa spesies tumbuhan, baik sudah dikenal maupun yang belum sempat dikenal sudah punah (Alikodra 1987; Prawono 1997). Desa Loloan Berdasarkan data hasil pengamatan pada Lampiran 6, dapat diketahui bahwa semua responden (100%) mengambil hasil hutan berupa kayu bakar, dan 23% responden mengambil sumberdaya buah kemiri (Aleurites mollucana). Waktu pengambilan sumberdaya tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
60
Tabel 10 Kalender Musim Pengambilan Hasil Hutan Masyarakat Responden Desa Loloan. Jenis Sumberdaya Yang Diambil Kayu Bakar Kemiri
5
6
7
8
9
Bulan 10 11 12
1
2
3
4
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa masyarakat mengambil hasil hutan pada saat kegiatan pertanian baik diluar maupun di dalam hutan relatif kurang . Kayu bakar diambil untuk memenuhi kebutuhan dalam keluarga sebagai sumber energi rumah tangga, masyarakat Loloan belum terbiasa menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar. Di samping karena masyarakat tidak mampu membeli minyak tanah juga didukung adanya kayu bakar yang tidak harus dibeli. Mengambil kayu bakar dilakukan bersamaan dengan kegiatan membabat/membersihkan lahan (Gambar 7). Keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki, menyebabkan mobilitas masyarakat sangat rendah. Aktivitas harian responden hanya sebatas di lingkungan sekitarnya. Sebanyak 88% responden tidak pernah keluar desa selama setahun. Setiap hari khususnya pada saat budidaya padi ladang masyarakat ke ladang. Kegiatan ini dilakukan dari pagi sampai sore. Selain kayu bakar, hasil hutan lain yang diambil masyarakat adalah kemiri. Kemiri diambil dengan cara memungut dibawah pohonnya. Kegiatan ini bukan kegiatan pokok dari masyarakat hanya sampingan, disaat kemiri musim berbuah dan kegiatan di kebun agak berkurang. Kemiri yang didapat biasanya untuk dipakai sendiri dan sebagian lagi dijual. Pengelola TNGR bekerjasama dengan Pemerintah Daerah yang akan membuka akses jalan pendakian melalui Torean, merupakan suatu hal yang sangat strategis untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Torean dan Loloan pada umumnya. Chambers (1983),
bahwa
pandangan
kelompok
liberal
memandang masyarakat sebagai mahkluk yang baik namun dipengaruhi oleh lingkungannya. Alikodra (1987), mengemukan bahwa tujuan pengelolaan taman nasional adalah konservasi, penelitian, pendidikan, dan pariwisata. Dengan demikian kebijakan pengelolaan taman nasional bertumpu pada kepentingan masyarakat. Disisi lain tentu hal ini harus diwaspadai oleh semua pihak, bahwa
61
pembukaan akses ini tentu akan menimbulkan konsekuensi dimana masyarakat akan terbuka dan arus informasi, barang dan jasa akan semakin mudah masuk ke masyarakat. Hal ini sesuai dengan misi dan visi pengembangan suatu kawasan konservasi, dimana disebutkan bahwa pengembangan suatu menjadi kawasan konservasi harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat sekitar ( Wells et al. 1992 ; UU Nomor 5 Ta hun 1990). Wells et al. (1992) memperkenalkan Integrated Conservation-Development Project (ICDP) sebagai salah satu contoh pendekatan partisipatif yang menekankan pengelolaan taman nasional yang dipadukan dengan proyek-proyek pembangunan masyarakat sekitarnya. Pendekatan ini banyak diterapkan untuk berbagai kegiatan yang memiliki tujuan yang sama, yaitu mengaitkan konservasi keragaman hayati pada suatu kawasan lindung dengan kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat. Konsep ICDP pemanfaatan sumberdaya alam bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar merupakan ide sentral, akan tetapi kesinambungan dan kelestarian sumberdaya alam baik yang ada di dalam maupun disekitar kawasan taman nasional harus tetap terjaga (Wells et al. 1992). Proyek ICDP dirancang menurut empat komponen inti yakni: 1) Pengelolaan taman nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengelola taman nasional dan mendukung kegiatan penegakan peraturan yang berkaitan dengan taman; 2) Pengelolaan zona penyangga, yang meliputi pengelolaan area yang berbatasan dengan taman nasional oleh masyarakat; 3) Pembangunan sosial ekonomi masyarakat lokal yang dirancang untuk memperbaiki perencanaan tata guna lahan, hak kepemilikan lahan dan pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat yang berada di sekitar taman nasional; dan 4) Pemantauan dan evaluasi untuk memberikan data tambahan tentang keragaman hayati dan untuk melakukan penilaian dampak proyek terhadap masyarakat dan sumberdaya di sekitar taman nasional. Pendekatan ICDP sangat populer karena gagasan ini menawarkan prospek yang menarik untuk andil dalam mencapai tiga tujuan utama yang ingin dicapai dalam agenda pembangunan berkelanjutan yaitu: pelestarian keanekaragaman hayati yang lebih efektif, peningkatan peran serta masyarakat setempat dalam pelestarian dan pembangunan, serta pembangunan ekonomi masyarakat pedesaan yang miskin.
Jika dikaitkan dengan kondisi masyarakat desa sekitar TNGR,
62
khususnya masyarakat Loloan ya ng hidup dibawah garis kemiskinan, maka konsep ini perlu dipertimbangkan dengan kesesuaian kondisi masyarakat, sebab dalam masyarakat miskin memiliki keterbatasan kepemilikan asset, terisolasi, rentan akan perubahan, tidak berdaya (cenderung pasrah menerima nasib), dan kondisi fisik yang lemah (Chambers 1983).
Desa Sembalun Lawang Desa Sembalun Lawang sebagai salah satu pintu utama memasuki kawasan rinjani, memiliki peran strategis untuk menunjang salah fungsi TNGR yaitu fungsi pariwisata alam. Karena le tak dan fungsinya strategis maka segala infrastruktur yang diperlukan untuk menunjang tujuan pariwisata disediakan oleh pemerintah antara lain jalan, listrik, telekomunikasi dan air bersih, serta penginapan. Interaksi masyarakat dengan kawasan hutan di Sembalun Lawang termasuk paling tinggi dan paling beragam jenis interaksinya. Interaksi yang berkaitan dengan pemanfaatan/pengambilan hasil hutan dapat digolongkan dua bentuk/jenis yaitu bentuk diperbolehkan dan yang dilarang. Berdasarkan data hasil pengama tan pada Lampiram 10, dapat diketahui jenis hasil hutan yang diambil dan waktu pengambilannya. Tabel 11 Kalender Musim Pengambilan Hasil Hutan Masyarakat Responden Desa Sembalun Lawang. Jenis Sumberdaya yang Diambil Kayu Bakar Kayu bangunan Madu Bambu Alang-alang Rumput
5
6
7
8
9
Bulan 10 11
12
1
2
3
4
Pengambilan sumberdaya hasil hutan di Sembalun Lawang harus diawasi dengan baik agar interaksi masyarakat dengan kawasan tidak menimbulkan dampak yang dapat merusak kawasan. Jika kondisi Sembalun rusak dapat menyebabkan wisatawan yang berkunjung ke rinjani tidak melalui Sembalun lagi dan tentu ini merupakan kerugian yang besar bagi masyarakat Sembalun secara umum.
63
Berdasarkan hasil pengamatan pada Lampiran 10, sebanyak 78,95% responden mengambil kayu bakar dalam kawasan hutan, 68,4% mengambil rumput, 21% mengambil alang-alang, 26,3% mengambil kayu bangunan dan madu. Pengambilan kayu bakar sangat tinggi intensitas dan volumenya sehingga potensial merusak kawasan hutan. Tingginya intensitas dan volume pengambilan kayu bakar, karena jenis sumberdaya ini tidak tergantung musim, walaupun masyarakat lebih cenderung mengambil pada saat musim kemarau yaitu antara bulan 5 – 9 (Tabel 11), terdapatnya sarana jalan sehingga transportasi menjadi mudah, dan tersedianya jaringan pasar. Volume kayu bakar yang diambil masyarakat mencapai 2437 ikat setiap tahun. Tujuan utama masyarakat mengambil kayu bakar adalah untuk memperoleh pendapatan (komersial) dan sebagian kecil untuk keperluan sendiri. Hasil penelitian (Lampiran 10) menunjukkan bahwa 26,3% responden (5 KK) mengambil hasil hutan berupa kayu bangunan dengan volume ± 15 m3 / tahun. Jenis-jenis kayu yang banyak diambil masyarakat adalah jati (Tectona grandis), johar
(Carrsia,sp),
mahoni
(Swietenia),
sonokeling
(Dalbergia latifolia).
Berdasarkan cacatan monografi Desa Sembalun Lawang bulan Juni 2005, disebutkan bahwa sebanyak 150 m3 kayu diambil masyarakat dari kawasan TNGR setiap tahunnya. Sedangkan untuk tingkat NTB tahun 2003 tercatat kayu hasil illegal logging dan kayu tanpa dokumen yaitu tonggak 731 batang, kayu bulat dan kayu olahan mencapai 1378,87 m3 dengan kerugian negera mencapai
Rp.
996.894.036 (BPS NTB 2004). Salah satu faktor penyebab tingginya illegal logging adalah terdapatnya sarana jalan beraspal yang melewati pinggir hutan dan bahkan dibeberapa titik seperti antara Sembalun dengan Pesugulan jalan raya membelah kawasan TNGR, yang merupakan zona rimba, tersedianya pasar yang menampung kayu hasil curian dan kurangnya petugas pengamanan hutan (TNGR 2005). Sedangkan menurut Dharmawan dan Daryanto (2002), bahwa persepsi yang muncul di masyarakat akhir-akhir ini sehubungan dengan sumberdaya hutan yang oven akses adalah : Semua milik bersama (bukan milik siapa pun), dapatkan sumberdaya selagi masih dalam keadaan baik, mengapa harus menghemat sedangkan orang lain menghabiskannya. Di samping itu paham antroposentrisme cenderung mengabaikan kerusakan lingkungan dalam memanfaatkan sumberdaya alam karena yang dikedepankan adalah kepentingan manusia semata, tanpa
64
memperhitungkan bahwa lingkungan hidup mempunyai nilai tersendiri terlepas dari kebutuhan manusia. Dengan kondisi seperti ini, maka yang paling penting dibangun dan dikembangkan oleh para stakeholder adalah partisipasi aktif dari masyarakat lingkar kawasan agar ikut menjaga dan mengamankan kawasan konservasi, karena masalah keamanan kawasan tidak dapat dia tasi dengan menambah jumlah personil keamanan. Pastisipasi dari masyarakat dapat diharapkan jika masyarakat memiliki kesempatan, kemauan dan kemampuan untuk berpartisipasi. Jika salah satu dari prasyarat tersebut kurang menurut Sumardjo dan Saharudin (2004), maka partisipasi sulit diharapkan dari masyarakat. Untuk kasus masyarakat sekitar TNGR, kemauan dan kemampuan yang belum dimiliki masyarakat. Kemauan akan timbul jika masyarakat merasakan manfaat dari keberadaan taman nasional dan kawasan konservasi lainnya, dan berkepentingan dengan keberadaan kawasan tersebut. Kasus di beberapa tempat konflik antara pengelola kawasan konservasi dengan masyarakat lokal seringkali terjadi, hal ini menunjukkan adanya ketidaksamaan persepsi antara pengelola dengan masyarakat lokal terhadap keberadaan suatu kawasan konservasi. Konflik ini dilandasi oleh sudut pandang dan kepentingan yang berbeda. Faktor kemampuan juga sering menjadi kendala bagi masyarakat sekitar kawasan TNGR untuk berpartisipasi. Dengan kondisi sosial ekonomi yang dimiliki masyarakat yang masih tergolong miskin dan terbelakang (90% dari 600 ribu jiwa) dengan tingkat pendidikan yang rendah sangat sulit untuk diajak berparsipasi jika ukuran partisipasi adalah pikiran, tenaga, waktu dan materi semua itu tidak dimiliki oleh masyarakat sekitar kawasan (Markum et al. 2004). Tujuan
masyarakat
mengambil
kayu
bangunan
adalah
untuk
diperjualbelikan. Waktu pengambilan tergantung pada situasi dan kondisi pengamanan kawasan, serta ada pesanan dari konsumen atau pedagang kayu (calo/makelar). Masyarakat mencari kayu bangunan jika ada pesanan atau sebaliknya, masyarakat menawarkan kayu kepada konsumen atau pedagang kayu, setelah disepakati harganya maka masyarakat mencari waktu yang tepat untuk mengambil kayu tersebut. Pekerjaan mengambil kayu bangunan dilakukan secara berkelompok. Satu kelompok berjumlah 5 orang, hal ini dilakukan untuk memudahkan proses mengeluarkan kayu dari dalam hutan ke tempat yang dapat
65
dijangkau kendaraan. Alat yang digunakan adalah gergaji mesin (chain saw), gergaji panjang, dan kapak. Pekerjaan mencari madu yang dihasilkan oleh lebah (Aphis indica) banyak dilakukan oleh masyarakat. Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 10) diketahui bahwa 26% (5 KK) responden bekerja mencari madu alam di dalam hutan dengan produksi ± 40 liter/tahun. Angka ini mendekati 50% dari produksi total madu di Sembalun Lawang yang mencapai 80-90 liter/tahun. Masyarakat secara tradisional mencari madu di dalam hutan dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh secara turun temurun. Produksi madu masyarakat semuanya untuk tujuan komersial. Potensi pengembangan madu masih sangat terbuka karena madu salah satu produk andalan Desa Sembalun Lawang yang digemari para wisatawan baik mancanegara maupun wisatan lokal. Mengambil madu dalam kawasan TNGR tidak dilarang bahkan masyarakat memperoleh bimbingan dari pengelola TNGR tentang cara membudidayakan lebah madu dan proses produksi madu yang baik. Usaha budidaya lebah madu di Sembalun Lawang semakin strategis jika dikaitkan dengan program Pemerintah Provinsi NTB yang menjadikan madu sebagai salah satu andalan produk hutan non kayu. Sehingga produksi harus terus ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Produksi madu NTB tahun 2004 mencapai 3750 liter (BPS NTB 2004). Oleh karena itu Pemerintah Daerah sangat menganjurkan masyarakat untuk lebih giat lagi mengusahakan madu baik secara alami maupun lewat budidaya. Alang-alang (Imperata cylindrica), banyak diambil oleh masyarakat hampir setiap saat tergantung ketersediaanya dalam hutan namun intensitas pengambilan akan tinggi pada bulan 5-7. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa 21% (4 KK) responden mengambil alang-alang dalam kawasan hutan. Lokasi pengambilan dapat berupa di lahan yang diklaim sebagai kebun maupun di areal bebas dalam kawasan TNGR. Volume alang-alang yang diambil masyarakat responden ± 460 ikat/tahun. Alang-alang diambil untuk tujuan komersial. Alang-alang berfungsi sebagai atap “beruga” (tempat menerima tamu bagi masyarakat sasak) dan sebagai atap beberapa hotel baik di Lombok maupun di Bali. Alang-alang termasuk sumberdaya yang tidak dilarang pengambilannya, yang perlu diperhatikan adalah pengaturan panennya agar tidak mengganggu proses suksesi alam dan tidak menyebabkan lahan menjadi gundul. Soemarwoto (1994), mengatakan bahwa dalam beberapa hal,
66
padang alang-alang mempunyai nilai ekonomis dan ekologis tersendiri, akan tetapi ini menjadi petunjuk bahwa status unsur hara tersedia sudah mencapai tingkat minimal dan hanya alang-alang yang masih mampu tumbuh. Sumberdaya berupa rumput diambil untuk makanan ternak. Populasi ternak khususnya sapi di Sembalun Lawang mencapai 3261 ekor, dengan jumlah tersebut tentu memerlukan pakan yang sangat banyak. Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa 68% (13 KK) responden mengambil rumput. Mengambil rumput dapat di lakukan sepanjang waktu disela-sela waktu luang pada saat tidak bekerja di sawah/kebun dengan volume pengambilan ± 2860 karung/tahun. Tujuan mengambil rumput adalah untuk dijual, dengan motivasi menambah pendapatan keluarga. Tingginya intensitas pengambilan rumput disebabkan oleh : rumput mudah untuk dijual, mengambil rumput tidak memerlukan keterampilan khusus, tidak perlu modal sehingga dapat dilakukan oleh semua anggota keluarga termasuk anak-anak mereka yang masih usia sekolah, rumput diperlukan setiap hari, dan sumberdaya rumput tersedia sepanjang waktu. Interaksi yang bersifat positif merupakan modal sosial bagi masyarakat yang diakomodir oleh pemerintah untuk bersama-sama dalam mengelola taman nasional. Interaksi yang bersifat negatif harus segera dihentikan dengan memberikan
solusi
yang
bijaksana.
Dengan
mengakomodir
kepentingan
masyarakat, pemerintah dan stakeholders lainnya dapat membuat kesepakatan dengan masyarakat yang bersifat mengikat semua pihak. Dalam kesepakatan ini harus terlihat dengan jelas penyelesaian problem masyarakat hal ini untuk menjamin adanya kepercayaan masyarakat akan manfaat yang dapat dinikmati kelak. Sangat sulit mengajak partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi jika masyarakat tidak mendapatkan manfaat langsung dari kawasan konservasi, hal ini terkait dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang miskin. Model pemeliharaan ternak adalah dilepas bebas berkeliaran sepanjang waktu. Akibat keterbatasan daya dukung pakan dalam desa, maka ternak tersebut akan mencari pakan di dalam kawasan TNGR (Gambar 9). Kebiasaan masyarakat melepas ternak di dalam kawasan taman nasional telah berlangsung sejak lama, hal ini didasari oleh persepsi masyarakat bahwa padang rumput merupakan sumberdaya yang bersifat communal
sehingga dapat diamnfaatkan oleh siapa saja. Sikap
Pemerintah terhadap masalah ini adalah membiarkan sambil pemberikan
67
pemahaman kepada
masyarakat
tentang
dampak
yang
ditimbulkan
dari
pengembalaan liar. Teori negosiasi prinsip diterapkan untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan masing- masing dan kesepakatan yang menguntungkan semua pihak (Fisher et al. 2000). Sikap konpromi dari kedua belah pihak akan sangat menbantu menemukan solusi terbaik bagi semua pihak. Jumlah ternak yang sedemikian besar dilepas bebas di dalam TNGR, tentu menimbulkan tekanan terdapat kawasan TNGR. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengembalaan liar adalah terganggunya suksesi alam, pemicu kebakaran, hama dan penyakit tanaman (TNGR 2005). Kondisi seperti ini menjadi masalah besar bagi pengelola taman nasional. Melalui program pembinaan daerah penyangga, pihak taman nasional mulai tahun 2005-2008 membuat model pemeliharaan sapi dengan cara dikandangkan. Program ini bertujuan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa dengan model dikandangkan sapi akan lebih cepat besar karena lebih terjamin makanannya dan kesehatannya dikontrol, sehingga nilai jualnya lebih tinggi. Harga sapi yang dikandangkan dapat mencapai Rp. 3.500.000/ekor sedangkan sapi hasil peternakan liar untuk umur yang sama hanya mencapai Rp.2.000.000/ekor (TNGR 2005).
Gambar 9 Sekumpulan Sapi Masyarakat yang dilepas/diliarkan di dalam Kawasan TNGR. Namun yang perlu diperhatikan bahwa stratifikasi sosial yang membedakan masyarakat ke dalam kelas-kelas tertentu seperti kelas atas dan kelas bawah yang salah satu dasarnya adalah kekayaan. Kekayaan dalam masyarakat pedesaan dapat diindikasikan dengan adanya kepemilikan ternak besar seperti sapi, kerbau dan
68
kuda (Kolopaking 2004). Oleh karena itu, masyarakat memiliki ternak tidak semata- mata dijadikan sebagai sumber pendapatan utama, akan tetapi lebih pada simbol sosial bahwa kepemilikan ternak menunjukkan mereka berasal dari kelas menengah dan kelas atas tergantung jumlah ternak yang dimiliki. Jika merujuk pada kenyataan ini, maka tujuan program pengelola kawasan taman nasional yang ingin membandingkan nilai ekonomi ternak dilepas bebas dan ternak dikandangkan akan memerlukan waktu yang lama, untuk dapat diterima masyarakat, karena harus mengubah pola pikir dari masyarakat. Kasus pemanfaatan lahan di Sembalun Lawang dalam bentuk pengembalaan liar oleh masyarakat dapat konsensus antara masyarakat dengan pihak lain. Peterson (1997), bahwa konsensus yang buat hanya untuk skala kecil dan bersifat lokal (spesifik) sehingga tujuan dari setiap konsensus dapat tercapai. Pemerintah berperan menyediakan padang pengembalaan dan sumber pakan dengan kualitas yang baik sehingga ternak masyarakat tumbuh dengan baik. Sedangkan masyarakat berkomitmen untuk membatasi jumlah ternaknya sesuai dengan daya dukung lahan (Carring capacity).
Distribusi Pemasaran Hasil Pemanfaatan Kawasan Hutan Sumber daya hasil hutan dalam bnetuk fisik (lahan hutan dan hasil hutan) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan secara langsung/konsumsi langsung (subsisten) dan untuk diperjualbelikan (komersial). Hal ini sangat tergantung pada jenis sumberdaya dan ketersediaan sumber daya tersebut,
ketersediaan pasar,
tersedianya sarana penunjang seperti jalan. Terkait dengan tujuan tersebut, maka ke tiga desa yang diamati masing- masing memiliki pola tersendiri dalam distribusi dan pemasaran hasil dari pemanfaatan kawasan hutan.
Desa Pengadangan Responden Desa Pengadangan mengambil kayu bakar dengan tujuan utama untuk dijual (komersial) disamping untuk dipakai sendiri. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dapat diketahui alur distribusi dan pemasaran hasil hutan (Gambar 10). Kayu bakar umumnya dijual ke kota kabupaten (Selong). Pola penjualannya adalah melalui pedagang pengumpul yang datang mengambil langsung dari masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan
69
pedagang pengumpul, masyarakat akan menjual kayu bakarnya jika telah terkumpul untuk sekali angkut (satu truk). Untuk mencapai target tersebut, masyarakat membentuk kelompok namun pembagian hasil penjualan tetap sesuai dengan porsi kepemilikan. Perdagangan kayu bakar sangat mengkuatirkan, karena volumenya sangat tinggi dan telah menyebabkan hutan/kawasan konservasi rusak (6000 ha dari 7597 ha luas hutan yang masuk wilayah Desa Pengadangan) sebagai akibat penebangan liar yang salah satu tujuannya untuk kayu bakar. Untuk itu perlu memotong rantai distribusi pemasaran kayu bakar (Gambar 10), adalah mencegah masuknya pedagang pengumpul dan mengamankan jalur transportasi (jalan raya) dari pengangkutan kayu bakar. Kayu bakar dari masyarakat untuk sampai ke konsumen harus melewati pedagang pengumpul, karena masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk mendistribusikan kayu bakar samp ai ke konsumen. Sedangkan untuk jenis sumberdaya yang lain seperti jamur/pakis yang pengambilannya tidak dilarang harus dibantu pengembangannya, karena sumber daya ini disukai masyarakat, jika ketersediaannya dalam hutan melimpah akan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar hutan. khususnya masyarakat yang tidak punya
lahan di luar hutan atau kebun di dalam hutan, sehingga
kebutuhannya bergantung dari haril hutan. Hasil kebun seperti apukat, cengkeh dan kopi yang masih diijinkan pengambilannya, distribusi pemasarannya dapat langsung ke pasar untuk buah apukat, sedangkan kopi dan cengkeh harus melalui pedagang pengumpul yang datang dari luar daerah seperti Mataram, Bali dan Jawa. Distribusi dan pemasaran hasil hutan di Desa Pengadangan adalah sebagai berikut :
70
Hutan Rumah Tangga Masyarakat Sekitar Hutan
Pasar
Lokal
Pedagang Pengumpul I
Luar daerah
Pedagang Pengumpul II
Industri
Gambar 10 Alur Distribusi Pemasaran Hasil Hutan oleh Responden Masyarakat Pengadangan.
Desa Loloan Masyarakat Loloan memanfaatkan sumberdaya hasil hutan berupa kayu bakar dan kemiri. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat mengambil kayu bakar untuk keperluan sendiri bukan tujuan komersial. Sumber daya kayu bakar merupakan kebutuhan pokok masyarakat (absolute), yang belum dapat digantikan oleh sumber daya yang lain dan dipastikan ke depan kebutuhan akan kayu bakar semakin tinggi. Bentuk pemasaran kemiri adalah dapat melalui pedagang pengumpul yang ada di desa ataupun masyarakat langsung menjual ke pasar Loloan ataupun pasar Bayan. Produksi padi ladang dan jangung masyarakat hanya untuk keperluan sendiri, sehingga pola distribusinya hanya di dalam rumah tangga. Hasil panen masyarakat hanya untuk dikonsumsi sendiri, dan untuk bulan-bulan tertentu (Oktober-Desember) masyarakat harus membeli beras dari luar daerah. Hasil hutan yang menjadi harapan jangka panjang masyarakat adalah hasil kebun berupa kopi dan kakao. Pola pemasarannya adalah melalui pedagang pengumpul yang ada di desa ataupun pedagang yang datang dari luar daerah seperti Mataram, Bali dan Jawa. Secara umum jalur distribusi dan pemasaran hasil hutan di Desa Loloan adalah sebagai berikut :
71
Hutan Rumah Tangga Masyarakat Sekitar Hutan
Pasar
Pedagang Pengumpul I
Lokal
Luar daerah
Gambar 11 Alur Distribusi Pemasaran Hasil Hutan oleh Responden Masyarakat Loloan
Desa Sembalun Lawang Masyarakat Sembalun Lawang mengambil jenis sumber daya hutan baik kayu maupun non-kayu paling banyak diantara ketiga desa penelitian. Sumber daya yang diambil untuk dijual (komersial) dan sedikit untuk kebutuhan sendiri. Pola distribusi dan pemasaran sumber daya hutan (Gambar 12), Rumput sebagai pakan ternak langsung di pasarkan kepada tetangga/ konsumen ada di lingkungan sekitar yang memiliki ternak khususnya sapi. Bambu banyak diperlukan dalam kegiatan produksi tembakau sebagai bahan pembuatan oven, dan dalam kegiatan produksi bawang (Allium cepa) sebagai tempat menjemur bawang. Untuk itu tingkat permintaan bambu sangat tinggi di dalam desa dan di luar desa. Pola distribusi bambu umumnya masyarakat langsung ke konsumen, atau sebaliknya konsumen langsung ke masyarakat yang memiliki bambu. Madu salah satu produk unggulan non kayu dipasarkan melalui beberapa pola yaitu : masyarakat langsung kepada konsumen yang datang ke Sembalun Lawang sebagai wisatawan baik lokal maupun mancanegara, dititipkan di tokotoko, melalui pedagang pengumpul untuk selanjutnya dipasarkan di Mataram dan Bali sebagai produk khas Lombok. Sedangkan sumber daya yang lain seperti alangalang dan kayu bakar dipasarkan melalui pedagang pengumpul karena sumber daya ini umumnya di pakai ditempat lain, seperti Selong dan Mataram, khusus alangalang kemungkinan dipasarkan sampai ke Bali, masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk menjangkau konsumen kedua jenis sumber daya ini. Secara umum jalur distribusi dan pemasaran hasil hutan di Desa Sembalun Lawang adalah sebagai berikut :
72
Hutan Rumah Tangga Masyarakat Sekitar Hutan
Pasar
Lokal
Pedagang Pengumpul I
Luar daerah
Pedagang Pengumpul II
Home Industri
Gambar 12 Alur Distribusi Pemasaran Hasil Hutan oleh Responden Masyarakat Sembalun Lawang. Berdasarkan Gambar 12, Kayu bangunan/balok memiliki pola distribusi dan pemasaran yang “terselubung” dan transaksi dilakukan secara diam-diam, karena pengambilan kayu bangunan dalam kawasan hutan lindung sangat dilarang. Modus penjualan kayu bangunan ada dua yaitu ; masyarakat mencari konsumen melalui perantara (calo/makelar) dengan menawarkan produk kayu, atau sebaliknya, konsumen mencari masyarakat yang dianggap bisa dan mengetahui kondisi hutan, untuk selanjutnya diminta mengambil kayu di dalam hutan. Secara umum proses transaksi melewati perantara, karena keterbatasan akses informasi dan pergaulan yang dimiliki masyarakat sekitar hutan. Dengan demikian untuk dapat menekan tingkat pengambilan kayu bangunan, maka “oknum perantara” yang harus dibersihkan. Selain itu jalur transportasi pengangkutan kayu harus diamankan, khususnya jalur ke arah Pesugulan dan ke arah Sambelia.
Nilai Hasil Hutan dan Lahan Hutan Nilai yang dimaksud dalam bahasan ini adalah nilai barang dan jasa yang dapat diperjualbelikan, sehingga dapat memberikan pendapatan. Davids dan Johnson (1983) dalam Bahruni (1999), membuat klasifikasi nilai menurut bagaimana cara penilaian atau pene ntuan besar nilai dilakukan dan salah satu kelompok nilai adalah nilai pasar.
Dari konsep ekonomi bahwa kegunaan,
kepuasan atau kesenangan yang diperoleh individu atau masyarakat tidak hanya
73
terbatas pada barang dan jasa yang diperoleh melalui transaksi, akan tetapi semua barang dan jasa yang memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi individu atau masyarakat (Bahruni, 1999). Hasil penelitian terhadap masyarakat responden dari ketiga desa dapat diketahui nilai hasil hutan dan lahan hutan yang diambil oleh masyarakat sangat bervariasi antara satu desa dengan desa lainnya terhadap jenis sumberdaya yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain : kondisi geografis desa, jarak desa dengan kota sebagai tempat konsumen dan tersedianya sarana transportasi. Tabel 12 Nilai Pemanfaatan Kawasan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Pengadangan (Rp/tahun).
Desa Pengada ngan
Jenis Buah-buahan Kayu bakar Jamur/pakis
Jumlah Kayu Bakar Kemiri
Loloan Jumlah Sembalun Lawang
Kayu Bakar Rumput Alang-alang Madu Kayu Bangunan
Jumlah
Jenis Pemanfaatan Kawasan Hasil Hutan Volume Harga Total 2250 kg 500 1.125.000 3125 ikat 4.000 12.500.000 635 kg 2.500 1.587.500 15.212.500 3060 ikat 2.500 7.650.000 656 kg 1.600 1.050.000 8.700.000 2590 ikat 3.000 7.770.000 2860 karung 2.500 7.150.000 460 ikat 5.000 2.300.000 40 liter 75.000 3.000.000 15 M3 750.000 11.250.000 31.470.000
Lahan
Nilai Total
17.889.500
33.102.000
34.447.550
43.147.550
7.970.000
39.440.000
Desa Pengadangan Responden masyarakat Desa Pengadangan mengambil hasil hutan berupa kayu bakar, buah-buahan (nangka) dan jamur/pakis. Dari ketiga jenis sumberdaya tersebut pengambilan kayu bakar menempati urutan pertama dalam besar volume dan nilainya. Kayu bakar diambil untuk diperjualbelikan. Permintaan kayu bakar sangat tinggi baik di dalam lingkungan desa maupun di luar desa. Letak Desa Pengadangan yang dekat kota dengan sarana jalan yang baik serta kondisi geografis yang relatif datar, menyebabkan harga jual kayu bakar menjadi tinggi yaitu Rp 4000/ikat, karena pedagang pengumpul tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi yang besar untuk sampai ke konsumen. Volume pengambilan kayu bakar ± 3125
74
ikat pertahun, dengan nilai Rp 12.500.000. Rata-rata pendapatan responden dari pengambilan kayu bakar adalah Rp 892.857. Jamur/pakis diambil oleh masyarakat untuk dikonsumsi sendiri, kecuali pada musin hujan dimana ketersediaannya di dalam hutan melimpah, maka sebagian dijual. Harga jamur/pakis Rp 2500/kg, volume pengambilan 635 kg sehingga nilai jamur/pakis yang diambil masyarakat selama setahun Rp 1.587.500 dengan rata-rata pendapatan Rp 264.583. Buah-buahan yang sering dimabil adalah nangka muda, tujuannya untuk diperjualbelikan sebagai bahan sayuran. Buah nangka dijual dengan harga Rp 500/kg. Volume pengambilan selama setahun ± 2250 kg, maka nilai sumberdaya buah nangka yang diambil masyarakat Rp 1.125.000 dengan rata-rata pendapatan Rp 375.000/responden. Nilai dari ketiga jenis sumberdaya hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat setiap tahun adalah Rp 15.212.500. Sedangkan nilai dari pemanfaatan lahan hutan dalam bentuk kebun buah-buahan dan kebun tanaman industri adalah alpukat ± 3109 kg, kopi ± 945 kg dan cengkeh ± 1250 kg. Harga dari komoditi tersebut ditingkat petani adalah apukat Rp 3000/kg, kopi Rp 4500/kg dan cengkeh Rp 2500/kg. Sehingga nilai dari pemanfaatan lahan hutan oleh masyarakat adalah ± Rp 17.889.500. Dengan demikian nilai total dari pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat adalah Rp 33.102.000.
Desa Loloan Responden masyarakat Desa Loloan memanfaatkan hasil hutan dalam bentuk kayu bakar dan buah kemiri. Volume kayu bakar diambil masyarakat responden adalah ± 3060 ikat/tahun. Jika harga kayu bakar ditetapkan dari kesediaan masyarakat menjual kayu bakar seharga Rp 2500/ikat, maka nilai sumberdaya kayu bakar yang diambil masyarakat adalah Rp 7.650.000/tahun dengan rata-rata pemanfaatan Rp 450.000/tahun. Sumberdaya hasil hutan lain yang dimanfaatkan masyarakat adalah buah kemiri. Volume pengambilan kemiri mencapai ± 656 kg, dengan harga Rp 1600/kg, maka nilai sumberdaya buah kemiri yang diambil Rp 1.050.000 dengan rata-rata pendapatan responden dari mengambil kemiri adalah Rp 262.500/tahun. Sehingga total nilai hasil hutan yang diambil masyarakat responden Rp 8.700.000.
75
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa, masyarakat Desa Loloan menggunakan lahan hutan untuk kegiatan pertanian, seperti menanam padi ladang, jagung, pisang dan beberapa tanaman perkebunan. Produksi padi ladang mencapai ± 12.04 ton dengan harga gabah Rp 1200/kg, maka nilai produksi dari sektor padi ladang adalah Rp 14.448.000, jagung 12,21 ton dengan harga Rp 350/kg bernilai Rp 4.273.500. Sektor perkebunan berupa pisang 995 tandan, harga Rp 5000/tandan senilai Rp 4.975.000, kakao 3500 kg harga Rp 2500/kg senilai Rp 8.750.000 dan kopi 500 kg harga Rp 4000/kg senilai Rp 2.000.000. Total nilai dari pemanfaatan lahan hutan adalah Rp 34.447.550. Dengan demikian total nilai pemanfaatan kawasan hutan oleh masyarakat responden adalah Rp 43.147.550/tahun.
Desa Sembalun Lawang Responden masyarakat Sembalun Lawang mengambil sumberdaya dari kawasan hutan paling banyak jenisnya yaitu kayu bakar, kayu bangunan, rumput, alang-alang, madu. Nilai dari sumberdaya tersebut adalah kayu bakar Rp.3000/ikat dengan volume 2590 ikat senilai Rp 7.770.000, kayu bangunan dengan volume 15 m3 senilai Rp 11.250.000, rumput dengan volume 2860 karung senilai Rp 7.150.000, alang-alang dengan volume 460 ikat senilai Rp 2.300.000, madu dengan volume 40 liter senilai Rp 3.000.000. Sehingga total nilai dari pengambilan hasil hutan Rp 31.470.000. Nilai hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dalam bentuk kebun bambu adalah Rp 7.970.000. Sehingga nilai total sumber daya hutan yang diperoleh masyarakat dari memanfaatkan lahan hutan dan mengambil hasil hutan adalah Rp 39.440.000/tahun
Kontribusi Pemanfaatan Kawasan Hutan Berdasarkan hasil rekapitulasi pendapatan responden (Lampiran 8, 9, 10), maka dapat diketahui kontribusi per jenis hasil hutan dan pemanfaatan lahan hutan terhadap pendapatan total masyarakat.
76
Tabel 13 Kontribusi Pemanfaatan Kawasan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Penelitian (Rp/tahun).
Desa/Jenis Sumberdaya Pengadangan a. Hasil Hutan Buah-buahan Kayu Bakar Jamur/pakis b. Lahan Hutan
Rata-rata Pendapatan Dari Pemanfaatan Hutan (Rp/th)
Rata-rata Pendapatan Total (Rp/th)
Konstribusi (%)
375.000 892.857 264.583 1.376.115
4.862.133
1.54 17.14 2.18 24.53 45.39
450.000 262.500
3655735
12,31 1.69
Jumlah Loloan a. Hasil Hutan Kayu Bakar Kemiri b. Lahan Hutan Kebun Tanaman Pangan
683.823 1342500
18,71 36,72 69.43
Jumlah Sembalun Lawang a. Hasil Hutan Kayu Bakar Rumput Alang-alang Madu Kayu Bangunan b. Lahan Hutan
408.947 550.000 575.000 600.000 2.250.000 613.077
4.262.632
9,59 8.83 2.84 3.70 13.89 9.84 84,69
Jumlah
Kontribusi pemanfaatan sumberdaya hutan terhadap pendapatan pokok masyarakat
menunjukkan besarnya
peranan
kawasan
hutan
dan
tingkat
ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan. Data ini sangat penting untuk diketahui khususnya bagi pengelola kawasan konservasi dan Pemerintah sebelum mengambil suatu kebijakan tentang masyarakat sekitar hutan. Data kontribusi di padukan dengan data potensi lain yang dimiliki masyarakat akan memberikan pemahaman yang lengkap tentang kondisi masyarakat tersebut, dengan demikian diharapkan akan lahir suatu kebijakan yang lebih memdekati kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat. Desa Pengadangan Kontribusi per jenis untuk hasil hutan untuk Desa Pengadangan menunjukkan bahwa kayu bakar menjadi sumberdaya paling banyak diambil
77
(17,14%) disusul jamur/pakis (2,18%) dan yang paling sedikit adalah buah-buahan (1,54%). Sebagaimana hasil wawancara dengan petugas keamanan hutan, bahwa tekanan yang paling dikuatirkan dari masyarakat adalah pengambilan kayu bakar. Karena intensitas dan volume pengambilan kayu bakar sangat tinggi akan merusak kawasan hutan dalam bentuk pengudulan hutan dan merusak anakan pohon yang sulit untuk dipulihkan. Diantara ketiga sumberdaya hasil hutan yang diambil hanya kayu bakar yang dilarang, sedangkan buah-buahan dan jamur/pakis tidak dilarang akan tetapi ketergantungan masyarakat akan jamur/pakis sangat kecil, karena ketersediaan sumberdaya ini juga terbatas dan pada umumnya masyarakat mengambil jamur/pakis bukan tujuan utama. Jika pengambilan kayu bakar mau dihentikan, maka sebelumnya pemerintah dan instansi terkait memikirkan sumber pendapatan pengganti apalagi kayu bakar memberikan kontribusi 17,14%. Hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa bukannya tidak mengetahui bahwa mengambil kayu bakar sedemikian besar merupakan tindakan melanggar hukum dan dapat mendatangkan bencana seperti longsor dan banjir, namun tetap dilakukan karena tidak punya alternatif lapangan kerja. Beberapa program bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah guna mengalihkan ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan seperti program pemberian sapi bergulir, pelatihan pembuatan kain tenun ikat, pelatiha n budidaya lebah madu, pelatihan pembuatan dodol dan keripik nangka. Semua program ini jika di lihat seharusnya dapat menciptakan kemandirian dalam masyarakat. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya, dampak dari program tersebut tidak dirasakan oleh masyarakat, hal ini disebabkan oleh program tidak ditindaklanjuti dengan program pendampingan dan program pemasaran. Akibatnya program cenderung menciptakan ketergantungan dan bukan kemandirian (Krisnamuti 2002). Disisi lain masyarakat memandang setiap program hanya bersifat sesaat dan lebih sebagai kegiatan pembagian uang. Wawancara dengan aparat pemerintah menyebutkan bahwa kegagalan program bantuan mengurangi ketergantungan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan karena kecilnya alokasi dana yang tersedia setiap tahun untuk setiap program dan banyaknya masyarakat setiap desa yang memerlukan bantuan.
78
Desa Loloan Kontribusi memanfaatan hasil hutan dan lahan hutan di Desa Loloan jika dilihat dari kontribusinya tergolong paling tinggi dibandingkan dengan dua desa lainnya. Pola pemanfaatan lahan hutan oleh masyarakat dengan cara bertani di dalam kawasan hutan memberikan kontribusi sebesar 55,43%. Pemanfaatan lahan ini dianggap perambahan hutan oleh pemerintah. Data Dinas kehutanan Lombok Barat menyebutkan bahwa tahun 2004, terjadi perambahan hutan seluas 800 ha di Sesaot dan Bayan (Loloan) dalam kurung waktu yang sama di NTB terjadi perambahan hutan seluas 2813,55 ha dengan taksiran kerugian mencapai Rp 436.197.114 (Dinas Kehutanan NTB 2004). Sedangkan kontribusi dari pengambilan hasil hutan sebesar 14,00%. Jenis sumber daya yang diambil adalah kayu bakar (12,31%) dan kemiri (1,69%). Pengambilan kayu bakar termasuk dalam pemanfaatan lahan hutan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada waktu masyarakat membabat lahan untuk persiapan tanam padi maka secara bersamaan juga mengambil kayu bakar. Di samping itu pengambilan kayu bakar hanya sebatas untuk keperluan sendiri (subsisten). Hasil hutan lain yang diambil adalah kemiri, walaupun jumlah tidak banyak, karena ketersediaannya dalam hutan sangat terbatas. Kemiri termasuk sumber daya yang tidak dilarang pengambilannya.
Desa Sembalun Lawang Kontribusi dari pemanfaatan sumberdaya hutan di Sembalun Lawang mencapai 48,69%. Hasil hutan yang paling tinggi kontribusinya adalah kayu banyunan sebesar 13,89%, ini disebabkan harga kayu bangunan sangat tinggi, walaupun volume pengambilannya kecil. Berikutnya kayu bakar dengan kontribusi sebesar 9,59%. Sehingga dari kedua jenis hasil hutan ini (kayu bangunan dan kayu bakar) termasuk kategori dilarang pengambilannya, menyumbang kontribusi sebesar 23,46%. Jenis hasil hutan yang lain dimanfaatkan masyarakat dan termasuk kategori tidak dilarang pengambilannya adalah rumput dengan kontribusi sebesar 8,83%, madu 3,70% dan alang-alang 2,84%. Khusus untuk madu meskipun kontribusinya masih relatif kecil, namun memiliki prospek yang baik/menarik untuk dikembangkan, karena Desa Sembalun Lawang merupakan jalur utama menuju
79
kawasan puncak rinjani dan akan dijadikan pusat pariwisata rinjani. Oleh karena itu Desa Sembalun Lawang memegang peranan strategis dalam pengelolaan pariwisata rinjani. Permasalahan pokok yang muncul berkenaan dengan pengembangan pariwisata pada desa ini adalah masih rendahnya kesempatan atau keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pariwisata (Hartina 2001). Hal ini disebabkan masyarakat belum siap untuk beralih pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor pariwisata. Sehingga dalam masyarakat terdapat dua kelompok yaitu kelompok yang masih mengantungkan hidupnya pada sektor pertanian dan kelompok masyarakat yang mengantungkan hidupnya pada sektor pariwisata rinjani (Gambar 13). Kedua kelompok masyarakat ini memiliki persepsi yang sama tentang pentingnya melestarikan kawasan hutan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian masyarakat ada yang merusak hutan dalam bentuk penebangan liar dan mengambilan kayu bakar dalam jumlah besar. Permasalahan lain adalah adanya tuntutan masyarakat terhadap kontribusi yang diperoleh dari kegiatan pariwisata TNGR. Masyarakat dalam hal ini menginginkan kontribusi yang lebih tinggi dari yang diterima sebelumnya. Kondisi ini sebagian menimbulkan persepsi negatif pada masyarakat yang kurang memiliki akses pada kegiatan pariwisata. Jika kondisi ini terus berlangsung tentunya merupakan potensi konflik yang sangat serius dimasa mendatang. Dengan demikian maka harus lebih digali kembali peluang-peluang yang dapat dilakukan guna lebih mengakomodir kepentingan masyarakat sekitar secara lebih luas. Untuk itu seluruh stakeholder yang terkait perlu merumuskan secara bersama peluangpeluang pengelolaan pariwisata TNGR secara partisipatif dan merumuskan mekanisme koordinasi serta intermediasi sehingga manfaat yang diperoleh dapat dirasakan secara bersama dan merata.
Perbandingan Kontri busi Pemanfaatan Kawasan Hutan dengan Luar Kawasan Hutan Berdasarkan kontribusi pemanfaatan kawasan hutan (Tabel 13) dan tabel rekapitulasi pendapatan responden (Lampiran 8, 9, 10) diketahui perbandingan
80
antara kontribusi pendapatan dari pemanfaatan kawasan hutan dengan pendapatan di luar kawasan hutan Tabel 14 Kontribusi Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan terhadap Pendapatan Responden Masyarakat Desa Penelitian. Pemanfaatan Kawasan Hutan (%) Hasil Hutan Lahan Hutan Total Pengadangan 20.86 24.53 45.39 Loloan 14.00 55.43 69.43 Sembalun Lawang 38.85 9.84 48.69 Rata-Rata 24.57 29.93 54.50 Desa
Luar Kawasan Hutan (%) 54.61 30.57 51.31 45.50
Rata-rata pendapatan responden dari kawasan hutan (54,50%) sedikit lebih besar daripada di luar hutan. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan masih tinggi. Jika kondisi ini tidak ditangani dengan baik sangat berpotensi menimbulkan kerusakan pada kawasan hutan. Demikian pula jika penanganan yang diberikan kurang tepat, maka berpotensi menimbulkan konflik dengan masyarakat. Sedangkan pendapatan dari luar kawasan hutan menyumbang kontribusi sebesar 45,50%. Perbandingan kontribusi pendapatan dari kawasan hutan dengan luar kawasan hutan di Desa Pengadangan menunjukkan bahwa kontribusi dari luar kawasan hutan lebih tinggi (54,61%) daripada kontribusi dari dalam hutan (45,39%). Pendapatan dari luar hutan adalah pendapatan dari sektor pertanian (34,21%) dan pendapatan sektor jasa terdiri dari buruh galian C, tukang ojek (20,40%). Perbedaan yang tidak terlalu besar ini menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap kawasan hutan, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan kedua desa lainnya. Kontribusi pendapatan masyarakat Desa Loloan dari kawasan hutan sebesar 69,43% jauh lebih besar daripada pendapatan di luar kawasan hutan sebesar 30,37%. Data ini menunjukkan besarnya ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan. Pendapatan di luar hutan terdiri pendapatan sebagai petani penggarap, buruh tani, dan tukang ojek. Pendapatan dari luar kawasan tinggi disumbang dari sektor perkebunan jambu mente (20,7%) yang luasnya mencapai 412,9 ha dan menjadi salah satu sentra produksi biji mente. Produksi biji me nte Kabupaten Lombok Barat 3975 ton/tahun yang diproduksi dari Kecamatan Bayan,
81
Sekotong dan Gangga (Kompas 2005). Sektor jasa terdiri dari tukang ojek dan pedagang pengumpul memberikan kontribusi sebesar 10,30%. Perbandingan kontribusi pendapatan masyarakat di Desa Sembalun Lawang antara kawasan hutan dan luar kawasan hutan, menunjukkan bahwa kontribusi dari luar kawasan hutan sedikit lebih tinggi (51,31%) daripada pendapatan dari dalam kawasan hutan (48,69%). Pendapatan dari luar kawasan hutan berasal dari sektor pertanian sebesar 31,17% dan sektor jasa (tukang ojek, dagang) sebesar 20,13%.
Gambar 13. Interaksi Masyarakat denganTNGR Sektor Pariwisata Sembalun Lawang sebagai salah satu pintu masuk kawasan Gunung Rinjani sangat ramai dilalui wisatawan lokal dan mancanegara. Dengan adanya wisatan yang berkunjung ke Gunung Rinjani melalui desa Sembalun Lawang diharapkan masyarakat dapat mengambil peran yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sehingga dapat memberikan manfaat nyata kepada masyarakat sekitar. Sekarang ini peran masyakat setempat masih sebatas porter (gambar 13). Permasalahan yang ditemukan dari ketiga desa relatif sama yaitu terbatasnya sumber daya dan lapangan pekerjaan di luar kawasan hutan, di samping itu kalaupun ada pekerjaan yang tersedia, kualifikasi masyarakat sekitar hutan tidak mencukupi untuk itu, sebagai akibat rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. Dengan kondisi masyarakat yang demikian, sehingga kurang dapat mengembangkan potensi yang terdapat dalam desa tidak dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Pola pemanfaatan lahan hutan pada ketiga desa memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal bentuk dan tujuan yang mendasarinya. Masyarakat Desa Pengadangan dan Sembalun Lawang relatif sama bentuk pemanfaatannya yaitu lebih pada mengambil hasil hutan yang ditanam beberapa tahun yang lalu, dan masih diklaim sebagai lahan mereka. Sedangkan masyarakat Desa Loloan memanfaatkan lahan hutan untuk kegiatan pertanian intensif. Tujuan dari pemanfaatan lahan hutan dari ketiga desa juga berbeda. Untuk masyarakat Desa Pengadangan dan Desa Sembalun Lawang adalah untuk menambah penghasilan keluarga, sedangkan masyarakat Loloan tujuan pemanfaatan lahan hutan adalah memenuhi kebutuhan pokok yaitu kebutuhan pangan. Faktor yang mendorong pemanfaatan lahan hutan adalah; tidak memiliki lahan diluar hutan, rendahnya volume pekerjaan diluar hutan dan terbatasnya pihak lain yang memanfaatkan jasanya. Pemanfaatan lahan hutan pada Desa Loloan bersifat absolute (ketergantungan mutlak), dan ini mampu mengatasi permasalahan keterbatasan lahan pertanian dan dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan keluarga. 2. Pola pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat berlangsung setiap tahun. Jenis hasil hutan yang diambil masyarakat desa sekitar berupa kayu (kayu bakar, kayu bangunan) dan non kayu (rumput, alang-alang, madu, buah-buahan). Tujuan masyarakat mengambil atau memanfaatkan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga dan menambah penghasilan keluarga di luar sektor pertanian. Besarnya pengambilan sumberdaya hasil hutan dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya hasil hutan, ketersediaan dan permintaan pasar, serta adanya waktu luang untuk mengambil sumberdaya hutan. 3. Berdasarkan kalender musim kegiatan bertani masyarakat, diketahui bahwa kegiatan banyak mengarah pada interaksi dengan kawasan hutan yaitu mengambil/mencari hasil hutan dan bertani dalam hutan. Kegiatan bertani di dalam kawasan hutan di Desa Loloan dilakukan selama ± 10 bulan/tahun, kegiatan terpadat adalah bulan Nopember-Februari. Dengan intensitas setiap
83
hari. Sedangkan pada Desa Pengadangan kegiatan di lahan hutan dilakukan antara bulan Juni-Oktober dengan intensitas yang ringan. Pola waktu mencari hasil hutan pada ketiga desa relatif sama yaitu: disela-sela kegiatan bertani, pada saat kegiatan di sawah mulai berkurang dan pada saat hasil hutan siap dipanen. Sedangkan waktu untuk menjadi buruh atau pelayan jasa dilakukan pada saat sudah tidak ada aktivitas di sawah, dari ketiga desa waktunya hampir sama yaitu pada bulan Agustus-Nopember. Selang waktu ini identik dengan musim kemarau. 4. Pemanfaatan kawasan hutan oleh masyarakat desa sekitar TNGR memberikan kontribusi
yang besar dan peranan yang sangat penting sebagai sumber
pendapatan keluarga. Kontribusi pemanfaatan kawasan hutan terhadap pendapatan total keluarga dari masing- masing desa adalah; Desa Pengadangan 45,39%, Desa Loloan 69,43% dan Desa Sembalun Lawang 48,69% dengan rata-rata dari ketiga desa adalah 54,50%. Faktor yang menyebabkan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan adalah letak administratif desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan, rendahnya keterampilan yang dimiliki masyarakat untuk bekerja di luar hutan dan kurangnya alternatif kegiatan di luar hutan serta kurangnya modal unt uk usaha di luar hutan.
Saran 1. Melihat ketergantungan masyarakat yang sangat tinggi terhadap kawasan hutan, maka program yang diberikan sebaiknya tetap kegiatan yang bersentuhan dengan aktivitas di dalam hutan melalui program yang tidak merusak hutan, seperti budidaya lebah madu, budidaya jamur/pakis, kegiatan penangkaran satwa, kerajinan tangan yang memanfaatkan hasil hutan yang berorientasi pada sektor pariwisata atau mata pencaharian alternatif yang berkaitan sumberdaya yang dimanfaatkan oleh masyarakat. 2. Perlu pengkajian lebih lanjut tentang kemungkinan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan TNGR melalui konsep management kolabotarif. 3. Perlu dikembangkan penanaman rumput gajah (Pennisetum purpureum) sebagai sumber pakan ternak di Sembalun Lawang, mengingat jumlah ternak sapi sangat besar.
DAFTAR PUSTAKA Abbas Rahmat. 2005. Mekanisme Partisipasi Stakeholder Dalam Perencanaan Taman Nasional Gunung Rinjani (disertasi) Sekolah Pascasarjana- Institut Pertanian Bogor. Bogor Alikodra HS. 1987. Manfaat taman nasional bagi masyarakat sekitarnya. Media Konservasi I(3):13-20. Arief Rahman. 2003. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill). Komite Nasional Pendidikan untuk Indonesia. Jakarta. : Makalah Workshop Pendidikan Kecakapan Hidup Program Pemberdayaan Masyarakat Putus Sekolah. PPPG Teknologi Malang Jawa Timur. Arimbi dan Santoso. 1993. Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan. Walhi. Jakarta. Bahruni. 1999. Penilaian Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Fakultas Kehutanan – IPB, Bogor. Bappenas. 2003. Kebijakan Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Direktorat Kerjasama Pembangunan Sektoral dan Daerah. Jakarta. Beckman Sam. 2004. Mencari Keseimbangan Pengelolaan Interaksi Antara Masyarakat dan Kawasan Taman Nasional Alas Purwo (Laporan Studi Lapang). Fisipol Universitas Muhammadiyah Malang : Program Acicis.58 Bobi B, Setyawan. 2001. Tekanan Penduduk, Degradasi Lingkungan dan Ketahanan Pangan. Pusat Studi Pembangunan, LP-IPB. Bogor. Feyerabend, G.M. Taghi Farvor, Jean Claude Nguinguiri, Vincent Awa Ndangang. 2000. Co-Management of Natural Resources. GTZ and IUCN, Kasparek Verlag, Heidelberg Germany. Bourdieu Pierre. 1986. The From of Capital, in J. Richardson, ed. Handbook of Theory and Research for the Sociology of Education. Westport, Ct: Greenwood Press. BPS NTB. 2004. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka. Mataram: BPS BPS Lombok Timur. 2004. Lombok Timur Dalam Angka. Selong: BPS Chambers Robert. 1983. Pembangunan Desa, Mulai dari Belakang. LP3ES, Jakarta. Departemen Dalam Negeri. 2004. Daftar Isian Profil Desa. Direktorat Pemerintahan Desa. Jakarta. Departemen Kehutanan. 1990. Undang-Undang No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta: Departemen Kehutanan Departemen Kehutanan. Direktorat Jendral PHPA 1997.SK Dirjen PHPA No.44/KPTS/Dj-VI/1997 Tahun 1999 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rancangan Pembinaan Daerah Penyangga. Jakarta: Departemen Kehutanan
85
Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutan. Jakarta: Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan. 2003. Kajian Sosial Ekonomi dan Budaya dalam Penanganan Perambah Hutan di NTB. Journal Social-economic vol. 4 nomor 3. Litbang Departemen Kehutanan. Jakarta Departemen Kehutanan. 2004. Direktorat Jendral PHKA. Buletin Konservasi Vol 4 Nomor 3. Oktober 2004. Jakarta Departemen Pertanian. 1989. Pembinaan Petani dan Nelayan Kecil. Badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian, Jakarta. Departemen Pertanian. 2002. Memorandum Administrasi Proyek Untuk Meningkatkan Pendapatan Petani Miskin Melalui Inovasi. Badan Penelitian dan Pengembanga n Pertanian, Jakarta. Dharmawan AH, dan Daryanto A,. 2002. Mencari Model Pengelolaan Perikanan dalam Rangka Otonomi Daerah. PKALP IPB. Bogor. Dinas Kehutanan Provinsi NTB. 1997. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani 1998-2023. Buku I, II dan I I. Proyek Pengembangan Kawasan Konservasi Propinsi NTB. Mataram: Dinas Kehutanan. Efendi S, Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES Faturocman dan Molo Mercelius. 1994. Karakteristik Rumah Tangga Miskin. Populasi , Volume 5, Nomor 1 Ta hun 1994. Fisher Simon, Jawed L, Williams S, Dekha I, Richard S, Sue W. 2000. Working With Conflict : Skills and Strategies For Action. The British Council Indonesia. Francis Fukuyama. 1999. The Social Value and the Creation of Prosperity. New York Free Press. Hadi S.P. 1995. Aspek Sosial Amdal ; Sejarah, Teori dan Metode. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Haeruman H. 1996. Pengelolaan kawasan konservasi tanpa batas administratif. Di dalam Prosiding Diskusi Panel Manejemen Bioregional Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, Taman Nasional Gunung Halimun dan Gunung Salak. Jakarta, 5–6 November 1996. LIPI-UI. Jakarta. hlm 5-12. Handojo Adi Pranowo.1997. Manusia dan Hutan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Hartina. 2001. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Nusa Tenggara Barat. Pemerintah Daerah NTB : Dinas Kehutanan NTB. Mataram. Ismail Serageldin. 1999. Social Capital : a fad or a Fundamental Concept. The Work Bank. Washington, D.C.
86
IUCN. 1985. United Nations List of National Parks and Protected Area. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. Gland, Switzerland. Kamardi L. 1999. Kearifan budaya lokal dalam pengelolaan kawasan Rinjani. Paper disampaikan pada dialog peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan Rinjani. Mataram, 28 Juli 1999. UPT TNGR. Mataram. Kompas. 2005. Profil Kabupaten – Kota di Indonesia (jilid III). Kompos; Jakarta. Kolopaking LM. 2004. Sosiologi Untuk Pembangunan Masyarakat. Modul Kuliah Pengembangan Masyarakat. Fakultas Pertanian-IPB. Bogor Krisnamurti Bayu. 2002. Strategi Pembangunan Ekonomi Rakyat-Dalam Kerangka Pembangunan Ekonomi Daerah. PSP-IPB. Bogor. Kristian Maini, Indah Novita Dewi. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pelestarian Tondano. Journal Social-economic vol. 4 nomor 3. Litbang Departemen Kehutanan. Jakarta Markum 2001. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di NTB. Makalah Workshop Multipihak dalam Kerangka National Forest Programe. Mataram. Markum, Eko Bambang Sutedjo, M Ridha Hakim. 2004. Dinamika Hubungan Kemiskinan dan Pengelolaan Sumberdaya Alam Pulau Kecil : Kasus Pulau Lombok. WWF Indonesia Program Nusa Tenggara. Mataram Marzuki. 1997. Profil Kemiskinan dan Pendekatan Penyuluhannya di Lampung. (disertasi) Program Pascasarjana-Institur Pertanian Bogor, Bo gor. MacKinnon, J., K. MacKinnon, G. Child, and J. Thorsell. 1993. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. McNelly JA. 1988. Economis and Biological Diversity; Developing and Using Economics Incentives to Conserve Biological Resources. IUCN. Gland, Switzerland. Miller KR. 1978. Planning National Park for Ecodevelopment: Method and Case from Latin Amerika. Institute de la Craza Fotographics Ciencias de la Naturaleza Centro Iberamericane de Cooperation. Madrid. Mudjitahid L. 2002. Otobiografi Drs H. Mudjitahid Berguru Pada Rakyat. Yayasan Bani Akbar. Mataram Nikijuluw VPH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. P3R. Jakarta. NRTEE. 1998. Sustainable Strategies for Oceans: a Co-management Guide. National Round Table on the Environment and the Economy. Ontario. Peterson TR. 1997. Sharing the earth : The rhetoric of Sustainable development. University of South Carolina Press Columbia. South Columbia.
87
Primack, R.B., J. Supriatna, M. Indrawan, dan P. Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. J. Supriatna., M. Indrawan, dan P. Kramadibrata [Penerjemah]. Terjemahan dari: a Primer of Conservation Biology. Yayasan Obor. Jakarta. Saharuddin dan Nomba. 2002. Kajian Pemberdayaan Masyarakat Miskin Di Era Otonomi Daerah (Kasus Provinsi Sulteng). Proyek Peningkatan Pelaksanaan Kebijaksanaan Bidang Perekonomian. Kementerian Kordinator Perekonomian, Jakarta. Saharuddin dan Sumardjo. 2004. Metode-Metode Partisipatif Pengembangan Masyarakat. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
dalam
Sarman Mukhtar. 1997. Kemiskinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Prisma, 1 Januari 1997. Sevilla CG, Ochave.J.A, Punsalan.T.G, Regala. B.P, Uriarte G.G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Soekmadi R. 2004. Perencanaan Kawasan Konservasi. Materi Kuliah Manajemen Kawasan Konservasi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan IPB. Bogor. Soemarwoto Otto. 1994. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Jakarta. Soerjani dan Munir. 1987. Lingkungan : Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Srihartiningsih Purnomohadi. 1985. Sistem Interaksi Sosial Ekonomi dan Pengelolaan Sumberdaya Alam oleh Masyarakat Badui di Desa Kanekes, Banten Selatan (tesis). Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Sekolah Pascasarjana IPB. Suparmoko. 1989. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Pusat Antar Universitas. Universitas Gajah Mada Yogyakarta: Studi Ekonomi. Sutomo Slamet. 1995. Kemiskinan dan Pembangunan Ekonomi Wilayah (disertasi) Program Pascasarjana-Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tadjudin. 2000. Manajement Kolaboratif. Pustaka Latin. Bogor. TNGR. 2005. Rencana Kerja Lima Tahunan Taman Nasional Gunung Rinjani. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. Mataram. Wells, M., K. Brandon, and L. Hannah. 1992. People and Parks: Linking Protected Area Management with Local Communities. The World Bank. Washington DC. Zakaria Fath. 2000. Mozaik Budaya Orang Mataram. Yayasan Sangkareang. Mataram.
88
Lampiran 1. Profil Penduduk Desa Penelitian A. Pengadangan Aspek 1. Pekerjaan
2. Pendidikan
3.Kepemilikan Lahan
Jenis Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø
Petani sawah Petani kebun Tambang Golongan C Peternak Lain- lain Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMU Tamat Universitas Tidak punya Kurang 0,5 ha 0.5 – 1.0 ha Lebih 1.0 ha
Jumlah 1995 1121 190 273 837 4807 5106 1740 835 49 1762 893 81 7
% 45.18 25.38 4.3 6.18 18.95 38.34 40.73 13.88 6.66 0.59 64.4 32.64 2.96 0.26
Sumber : Data monografi Desa Pengadangan 2005
A. Loloan Aspek 1. Pekerjaan
2. Pendidikan
3.Kepemilikan Lahan
Jenis Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø
Petani sawah PNS Buruh tani Pedagang Lain- lain Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMU Tamat Universitas Tidak punya Kurang 0,5 ha 0.5 – 1.0 ha Lebih 1.0 ha
Sumber : Data monografi Desa Loloan 2005
Jumlah 1372 105 540 15 120 2043 715 88 57 3 476 247 60 23
% 63.76 4.88 25.1 0.7 5.58 70.3 24.6 3.0 2.0 0.1 59.0 30.6 7.0 2.85
89
B. Sembalun Lawang Aspek 1. Pekerjaan
2. Pendidikan
3.Kepemilikan Lahan
Jenis Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø
Petani sawah Buruh tani Pedagang PNS Lain- lain Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMU Tamat Universitas Tidak punya Kurang 0,5 ha 0.5 – 1.0 ha Lebih 1.0 ha
Sumber : Data monografi Desa Sembalun Lawang 2005
Jumlah 1799 2652 178 108 137 1041 2517 510 163 71 727 673 321 78
% 36.64 54 3.63 2.2 2.8 24.19 58.51 11.85 3.79 1.65 40.41 37.41 17.84 4.34
90
Lampiran 2. Potensi Desa Penelitian Sektor Pertanian A. Pengadangan Komoditi
Luas (ha)
Padi Jagung Kedelai Kelapa Alpukat Mangga
542 47 11 116 48 115
Produktivitas (ton/ha) 7.4 4.0 1.2 1.2 3.0 3.5
Sumber : Data monografi Desa Pengadangan 2005
B. Loloan Komoditi
Luas (ha)
Padi Jagung Kelapa Jambu mete Pisang
85 13 144 455 16
Produktivitas (ton/ha) 5.4 4.5 1.5 3.0 10.0
Sumber : Data monografi Desa Loloan 2005
C. Sembalun Lawang Komoditi Padi Bawang merah Bawang putih Bawang Prei Cabe Kubis Kentang Apel Jeruk Pisang
Luas (ha)
Produktivitas (ton/ha) 300 25 357 5 115 200 20 1 5 5
Sumber : Data monografi Desa Sembalun Lawang 2005
3 22 2.3 15 10 8 22 10 5 30
91
Lampiran 3. Pedoman dan Daftar Pertanyaan
A. Pedoman Pertanyaan : Pedoman pertanyaan yang ingin diperoleh jawabannya, bersumber dari permasalahan pokok yang ada yaitu : Bagaimana karakteristik interaksi masyarakat dengan kawasan TNGR dalam hal penggunaan lahan hutan dan hasil hutan. Permasalahan pokok ini dijabarkan dalam bentuk spesifik yaitu : 1. Bagaimana pola pemanfaatan hasil hutan dan laha n hutan. 2. Bagaimana program ini memanfaatkan potensi yang terdapat dalam masyarakat 3. Bagaimana kalender musim kegiatan masyarakat diluar berinteraksi dengan kawasan C. Daftar Pertanyaan.
No
Data/Pertanyaan
Tempat/ Responden Kantor Desa. Aparat Desa
Bentuk
1.
Gambaran Umum Desa Ø Tata letak desa secara administratif Ø Batas desa Ø Jenis mata pencaharian masyarakat Ø Tingkat pendidikan masyarakat
Wawancara Studi literatur
2.
Program pengembangan masyarakat: Ø Apakah program dilaksanakan secara terbuka Ø Bagaimana mekanisme dalam pementuan penerima program Ø Apakah ada proses pendampingan dalam melaksanakan program, dari pihak mana dan apakah mereka melakukan fungsinya. Ø Apakah dalam melaksanakan program berbentuk kelompok atau perorangan. Ø Bagaimana keterlibatan tokoh masyarakat
Kantor Desa Aparat Desa Tokoh Masyarakat Kantor Disbunhut Lobar Disbunhut Lotim Pengelola TNGR
Wawancara Studi literatur
3
Kalender kegiatan masyarakat diluar interaksi dengan kawasan Ø Kegiatan apa yang dilakukan diluar berinteraksi dengan kawasan Ø Apakah kegiatan tersebut dilakukan secara rutin dan berapa lama Ø Bagaimana proses pemanenan dan penjualan dari produksinya Ø Sejauh ini kendala apa yang paling dirasakan dalam berusaha diluar kawasan
Rumah respondon Areal pertanian Masyarakat
Kuesioner Wawancara
92
No 4
Tempat/ Responden Interaksi masyarakat dengan kawasan hutan Rumah Ø Bagaimana bentuk, waktu dan volume responden masyarakat memanfaatkan lahan hutan Areal kawasan. Pertanian Ø Bagaimana bentuk, waktu dan volume Masyarakat masyarakat memanfaatkan hasil hutan kawasan. Ø Berapa nilai ekonomi yang diperoleh masyarakat dari pemanfaatan lahan dan hasil hutan kawasan Data/Pertanyaan
Bentuk Kuesioner Wawancara
93
Lampiran 4. Kuesioner Penetilian Dengan hormat, Sehubungan dengan penelitian saya dalam rangka menulis thesis pada Program Studi Konservasi Biodiversitas-Sekolah Pascasarjana-IPB, maka saya mohon kepada Bapak/Ibu untuk menjawab pertanyaan dibawah ini dengan jujur. Identitas dan jawaban anda saya rahasiakan. Terimakasih atas kerjasamanya.
A. Identitas 1. Nama :…………… 2. Umur :…………… 3. Pekerjaan pokok :………….., 4. Pekerjaan lainnya : …………., ……… 5. Jumlah Anggota Kel :…………., 6. Pendidikan terakhir : …………. 7. Penguasaan lahan : Milik sendiri :……ha. : Bukan miliki :…. ha.(sewa, penggarap ) B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil No
Jenis Rutin : ….. Musiman : …..
: ………… kali/satuan waktu : Rutin/musiman
:
Intensitas/Volume Harga
Total Nilai
Ket
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari : ……….., ……………, …………, Ø Musim kemarau : ……….., ……………, …………, Ø Musim hujan : ……….., ……………, …………, 3. Alasan mengambil hasil hutan : …………,………..,………… 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : …………….,………….,………….. 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : ………, 6. Jenis tanaman : ……,……,…. D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan :………… 2. Waktu : Rutin (sepanjang tahun) :Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):…. 3. Pendapatan : ………………/satuan waktu
94
E. Pendapatan keluarga : Pendapatan Pokok
Pendapatan dari Pemanfaatan Hutan
Pendapatan lain
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR/Pemerintah Daerah pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan 1. Hasil hutan : Bentuk …………… 2. Lahan hutan : Bentuk …………..
Total/satuan waktu
berkaitan dengan
95
Lampiran 5. Identitas Responden Desa Pengadangan Lombok Timur Luas Lahan Garapan No Umur JAK Pendidikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
40 45 30 35 37 31 40 56 45 45 42 38 30 45 45 48 35 42
4 4 3 5 6 3 5 3 5 2 3 3 5 2 4 7 3 3
SD TMT SD SD SD SD TMT SD SMP TMT SD TMT SD SD TMT SD SMP SD SMP SD SMP SMP SD
Luar Hutan
0,75 ha 0,8 ha 0,3 ha 0,5 ha 0,6 ha 0,4 ha 0,5 ha 0,6 ha 1,05 ha 1 ha 0,95 ha 1,1 ha 0,3 ha 0,85 ha 0,5 ha
Dalam Hutan
0,6 ha 0,6 ha 0,3 ha 0,5 ha 0,3 ha 0,2 ha 0,35 ha 0,4 ha 0,6 ha 0,4 ha 0,4 ha 0,5 ha 0,6 ha -
Pekerjaan Pokok Petani Petani Petani Petani Buruh tani Petani Petani Petani Petani Petani Buruh tani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani
Pekerjaan Lain Buruh tani Buruh tani Buruh tani Buruh tani/galian C Buruh galian C Buruh tani/galian C Buruh tani/galian C Buruh tani/galian C Buruh tani/galian C Buruh tani/galian C Buruh galian C Buruh tani Buruh tani Tukang Ojek Buruh tani/Tk. Ojek Buruh tani Dagang Buruh tani
96
Lampiran 6. Identitas Responden Desa Loloan Lombok Barat Luas Lahan Garapan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Umur JAK Pendidikan 45 50 39 43 39 40 40 30 30 38 52 54 43 40 40 45 50
3 4 2 4 4 1 2 1 3 4 3 3 4 3 3 3 2
TTM SD TTM SD TTM SD SD TTM SD SD TTM SD TTM SD TTM SD TTM SD TTM SD TTM SD TTM SD TTM SD SD SMP TTM SD
Luar Hutan
0,3 ha 0,25ha 0,5 ha 0 ha 0,2 ha 0,3 ha 0 ha 0,3 ha 0,3 ha 0,3 ha 0 ha 0 ha 0,3 ha 0,5 ha 0,4 ha 0,5 ha 0,3 ha
Dalam Hutan
0.7 1.0 0.5 0.5 0.5 0.4 0.5 0.8 0.7 0.7 0.5 0.5 1.0 0.5 0.5 1.0 0.6
Pekerjaan Pokok Petani Petani Peta ni Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani
Pekerjaan Lainnya
Buruh tani/Tk. Ojek
Buruh tani Buruh tani Tukang ojek
Pedagang Pengumpul
97
Lampiran 7. Identitas Responden Desa Sembalun Lawang Lombok Timur Luas lahan Garapan No
Umur
JAK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
45 50 39 46 43 40 40 39 32 40 40 50 50 43 51 45 50 48 46
3 2 4 2 5 4 3 2 2 3 4 2 4 4 4 3 3 3 3
Pendidikan TTM SD TTM SD SD TTM SD SD TTM SD SD SMP TTM SD TTM SD SD TTM SD SD TTM SD TTM SD TTM SD TTM SD TTM SD TTM SD
Luar Hutan
0,35 ha 0,5 ha 0,5 ha 0,4 ha 0,6 ha 0 ha 0 ha 0,5 ha 0 ha 0,4 ha 0.5 ha 0,3 ha 0,25 ha 0,25 ha 0,40 ha 0,40 ha 0,30 ha 0,3 ha 0,35 ha
Dalam Hutan
0,2 ha 0,7 ha 0,7 ha 0,3 ha 0,3 ha 0,3 ha 0,4 ha 0,3 ha 0,4 ha 0,4 ha
Pekerjaan Pokok Petani Petani Petani Petani Petani Buruh tani Buruh tani Petani Buruh tani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani
Pekerjaan Lainnya Dagang Buruh tani Buruh tani Buruh tani Buruh tani Dagang Tukang ojek Tukang ojek Tukang ojek Buruh tani Buruh tani Buruh tani Buruh tani Buruh tani Buruh tani Buruh tani Buruh tani Dagang Buruh tani
98
Lampiran 8. Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Pengadangan
No
PP
L.Hutan Kebun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 A B
2.000.000 2.000.000 0 1.200.000 0 1.500.000 1.500.000 1.200.000 1.650.000 1.500.000 0 2.600.000 2.000.000 1.500.000 1.600.000 1.400.000 1.500.000 1.800.000 24.950.000 1.663.333
0 0 0 1.500.000 2.000.000 1.050.000 1.240.000 1.236.000 0 801.000 1.050.000 1.485.000 1.525.000 1.500.000 1.265.000 1.237.500 2.000.000 0 17.889.500 1.376.115
Penghasilan dari kawasan hutan Hasil Hutan Ky Bkr Buah Jamur/Pakis 752.000 250.000 150.000 900.000 0 1.300.000 375.000 337.500 948.000 0 1.100.000 0 300.000 1.000.000 0 300.000 800.000 0 800.000 0 900.000 500.000 800.000 0 250.000 1.300.000 0 250.000 700.000 0 0 0 0 0 400.000 0 0 0 800.000 12.500.000 1.125.000 1.587.500 892.857 375.000 264.583
Keterangan : A : Jumlah B : Rata-rata
Total 1.152.000 900.000 2.012.500 2.448.000 3.400.000 2.350.000 2.040.000 2.036.000 1.400.000 1.851.000 2.600.000 2.185.000 1.525.000 1.500.000 1.265.000 1.637.500 2.000.000 800.000 33.102.000 2.206.800
P Lain
P Total
900.000 800.000 1.600.000 600.000 1.500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 850.000 60.000 1.000.000 1.000.000 1.500.000 820.000 1.000.000 750.000 14.880.000 992.000
4.052.000 3.700.000 3.612.500 4.248.000 4.900.000 4.350.000 4.040.000 3.736.000 3.550.000 3.851.000 3.450.000 4.845.000 4.525.000 4.000.000 4.365.000 3.857.500 4.500.000 3.350.000 72.932.000 4.862.133
99
Lampiran 9. Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Loloan
Penghasilan dari kawasan hutan No
PP
Lahan Hutan Tan.Pangan
Perkebunan
Hasil Hutan Ky Bkr
P Lain
P Total
Total
Kemiri
1
850.000
1.335.000
575.000
450.000
2.360.000
0
3.210.000
2
750.000
1.657.500
750.000
450.000
2.857.500
0
3.607.500
3
1.000.000
1.102.500
575.000
450.000
2.127.500
1.800.000
4.927.500
4
0
1.275.000
740.000
450.000
2.465.000
600.000
3.065.000
5
500.000
1.070.000
500.000
450.000
250.000
2.270.000
0
2.770.000
6
600.000
1.102.500
575.000
450.000
200.000
2.327.500
0
2.927.500
7
0
1.360.000
885.000
450.000
2.695.000
600.000
3.295.000
8
800.000
1.597.500
625.000
450.000
2.672.500
0
3.472.500
9
800.000
1.547.500
575.000
450.000
2.572.500
0
3.372.500
10
800.000
1.335.000
575.000
450.000
2.360.000
600.000
3.760.000
11
0
1.172.500
500.000
450.000
300.000
2.422.500
0
2.422.500
12
0
1.102.500
875.000
450.000
300.000
2.727.500
0
2.727.500
13
1.500.000
1.727.500
875.000
450.000
3.052.500
1.000.000
5.552.500
14
1.500.000
1.102.500
625.000
450.000
2.177.500
0
3.677.500
15
1.000.000
1.102.500
575.000
450.000
2.127.500
0
3.127.500
16
1.500.000
1.735.000
1.175.000
450.000
3.360.000
1.800.000
6.660.000
17 A B
1.000.000 12.600.000 969.231
1.497.500 22.822.500 1.342.500
625.000 11.625.000 683.824
450.000 7.650.000 450.000
2.572.500 43.147.500
0 6.400.000 1.066.667
3.572.500 62.147.500 3.655.735
Keterangan : A : Jumlah B : Rata-rata
1.050.000 262.500
100
Lampiran 10. Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Sembalun Lawang
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 A B
Pendapatan Pokok 1.350.000 1.470.000 2.000.000 2.000.000 1.500.000 0 0 1.780.000 0 1.500.000 1.600.000 1.800.000 1.850.000 1.200.000 1.650.000 1.500.000 1.300.000 1.350.000 1.400.000 25.250.000 1.683.333
Lh Hutan Bambu 400.000
Ky. Bgn 3.000.000 1.500.000
800.000 300.000 800.000 600.000 2.250.000 750.000 1.500.000 500.000 500.000 600.000 0 600.000
Penghasilan dari kawasan hutan Hasil hutan Ky Bkr Madu Rumput 224.000 336.000 250.000 350.000 200.000 750.000 750.000 320.000 400.000 280.000 255.000 340.000 300.000 187.000 250.000
3.000.000 800.000 600.000 720.000 5.850.000 450.000
8.250.000 1.650.000
Keterangan : A : Jumlah B : Rata-rata
375.000
750.000 750.000
375.000 750.000
5.192.000 273.263
1.875.000 375.000
0 0 375.000 500.000 500.000 375.000 0 0 750.000 0 450.000 500.000 0 650.000 700.000 600.000 625.000 500.000 625.000 7.150.000 550.000
Al-alang
500.000 750.000
300.000
750.000
2.300.000 575.000
Total 3.624.000 1.836.000 1.000.000 1.650.000 1.000.000 3.175.000 2.850.000 2.570.000 1.900.000 1.780.000 1.505.000 1.340.000 900.000 1.587.000 1.550.000 3.975.000 2.175.000 1.100.000 1.345.000 28.267.000 1.884.467
P Lain
P Total
1.000.000 800.000 900.000 900.000 900.000 1.000.000 900.000 750.000 900.000 900.000 750.000 900.000 900.000 900.000 900.000 400.000 800.000 1.000.000 800.000 13.300.000 886.667
5.974.000 4.106.000 3.900.000 4.550.000 3.400.000 4.175.000 3.750.000 5.100.000 2.800.000 4.180.000 3.855.000 4.040.000 3.650.000 3.687.000 4.100.000 5.875.000 4.275.000 3.450.000 3.545.000 61.267.000 4.084.467
101
Lampiran 11. Jadwal kegiatan Bertani Masyarakat Desa/Kegiatan Pengadangan Persiapan Lahan Tanam Pemeliharaan Panen Buruh Loloan Pembersihan lahan Tanam Pemeliharaan Panen Buruh / Jasa Sembalun Lawang Pengolahan Tanah Tanam Pemeliharaan Panen Buruh / Jasa
10 P
P 10 BBB
11 P P P
12 P P
1 P P P
P 11
P 12
P 1
2 P/T P/T P P P/T 2
PL/J PL/J
PL/J PL/J
PL/J PL/J PL/J
PL/J PL/J PL/J
JM 10 S/B S/B S/B S/B O/R
11 S/B S/B S/B S/B O/R
12 S/P S/P S/P S/B O/R
1 S/P S/P S/P S/B O/R
2 S/P S/P S/P S/P O/R
Bulan 4 J/C T T P/T P/T P P P/T T 3 4 3
PL/J PL/J 3 S/P S/B S/P S/P O/R
PL/J PL/J 4 S/P S/B S/B S/P O/R
5 J/C T T/J/C P T 5
6
7
8
T/J/C T/J//C T/TO 6
T/J/C T/J/C T/TO/C 7
T/J/C T/J/C T/J/C 8
PL/J
PL/J O/B 7 S/B S/B S/B S/B O/F/R
O/B 8 S/B S/B S/B S/B O/F/R
5 S/B S/B S/B S/B O/R
6 S/B S/B S/B S/B O/R
T/J/C T/J/C 9 BBB
JM
Keterangan : P : Padi, T : Tembakau, C : Cabe, J : Jagung, O : Tukang Ojek, G : Galian C BBB : Babat dan Bakar, PL : Padi ladang, JM : Jambu mete, B : Buruh bangunan S : Sayur-sayuran, B : Buah-buahan, R : Rumput, F : Porter.
9
9 S/B S/B S/B S/B O/F/R
102
Lampiran 12. Jadwal Pengambilan Sumberdaya Hasil Hutan oleh Masyarakat
Desa/Jenis Sumberdaya Pengadangan Kayu Bakar Kayu Bangunan Bambu Madu Buah-buahan Jamur/Pakis Rumput Loloan Kayu Bakar Kayu Bangunan Bambu Madu Buah Kemiri Jamur/Pakis Rumput Sembalun Lawang Kayu Bakar Kayu bangunan Madu Bambu Alang-alang Rumput
B ul an 5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
Data Responden : A/A/1 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Repto : 40 tahun : Petani : Buruh tani : 4 orang anak : SD : Milik sendiri :- ha. : Bukan miliki : 0.75 ha.(Sewa )
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: tergantung sumberdaya didalam hutan dan keb.keluarga : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : Jenis Rutin : Ø Musiman : Ø Kayu bkr Ø Nangka Ø Jamur/pakis
Intensitas / Volume
Harga
Tot Nilai
Hampir setiap hari pada MK (6-10) 188 ikat Semusim berbuah = 500 kg 1kali/minggu dimusim hujan= 5 kg x 12 Jumlah
4000 500 2500
752000 250000 150000 1152000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : Jamur/pakis 3. Alasan mengambil hasil hutan : Menambah penghasilan 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pend. Pokok 2.000.000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 2.000.000/tahun
Pend dari Pemanfaatan Hutan 1152000
Pendapatan lain
Total/satuan waktu
900.000
4.052.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Ket
Data Responden : A/A/2 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Hasrul : 45 tahun : Petani : Buruh tani : 4 orang anak : TMT SD : Milik sendiri :- ha. : Bukan miliki : 0.80 ha.(sewa)
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: rutin dimusim kemarau : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin Musiman Kayu Bkr
Intensitas/volume
Harga
225 Jumlah
4000
Nilai Tot
Ket
900000 900000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok kayu bakar, ndak mampu beli BBM 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pend. Pokok 2.000.000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):: 2.000.000/tahun
Pendapatan dari hutan 900.000
Pendapatan lain 800.000
Total 3.700.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan pemanfaatan hasil hutan 2. Lahan hutan : Bentuk : -
Data Responden : A/A/3 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Kurif : 23 tahun : Petani : Buruh tani : 3 orang anak : SD : Milik sendiri :- ha. : Bukan miliki : - ha
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: setiap hari : rutin
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin Buruh tani Musiman Kayu Bkr Nangka Jamur Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
Ket
1000000 325 750 135
4000 500 2500
1300000 375000 337500 3012500
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr, buah-buahan hutan (nangka) Ø Musim hujan : Jamur/pakis 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok keluarga, ndak punya lahan 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 0
: Buruh tani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.000.000/tahun
Pendapatan dari hutan 3012500
Pendapatan lain 600000
Total 3612500
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dila rang menggarap lahan hutan.
Data Responden : A/A/4 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendid ikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Anto : 35 tahun : Petani : Buruh tani, buruh galian C : 5 orang ( 3 anak, 2 anak angkat) : SD : Milik sendiri :- ha. : Bukan miliki : 0.30 ha.(penggarap)
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: sewaktu-waktu : rutin
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin Apukat Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
Ket
500
3000
1500000
LH
237
4000
948000 2448000
HH
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : Jamur/pakis 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar, udah terun temurun 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.3 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga :
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.200.000/tahun
Pendapatan pokok Pendapatan dari hutan 1200000 2448000
Pendapatan lain 600000
Total 4248000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : A/A/5 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Sahmis : 37 tahun : Buruh tani : Buruh galian C : 3 orang anak : SD : Milik sendiri :- ha. : Bukan miliki : - ha.
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: setiap hari kecuali ada kerjaan buruh : rutin
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Apukat Kopi Musiman Kayu Bkr Jamur Jumlah
volume
Harga
Nilai Tot
Ket Ada kebun 0.35 ha
350 100
3000 4500
10500000 450000
275 120
4000 2500
1100000 300000 2900000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : Jamur/pakis 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Tidak punya lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.35 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 0
: Buruh tani : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.000.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2900000
Pendapatan lain 1500000
Total 4400000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pe mbinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : A/A/6 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Suni : 43 tahun : Petani : Buruh galian C : 3 orang anak : TMT SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.5 ha (sewa).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Apukat Kopi Musiman Kayu Bkr Jamur Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
275 50
3000 4500
825000 225000
250 120
4000 2500
1000000 300000 2350000
Ket LH
HH
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : Jamur/pakis 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan lain, 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.3 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga :
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 2.000.000/tahun
Pendapatan pokok Pendapatan dari hutan 1500000 2350000
Pendapatan lain 500000
Total 4350000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : A/A/7 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Asiah : 43 tahun : Petani : Buruh galian C : 5 orang anak : SMP : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.6 ha (sewa).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Apukat Kopi Cengkeh Musiman Kayu Bkr Jamur Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
255 50 100
3000 4500 2500
765000 225000 250000
200
4000
800000
Ket
2040000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : Jamur/pakis 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan lain dan turun-temurun menggarapnya 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.5 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga :
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.500.000/tahun
Pendapatan pokok Pendapatan dari hutan 1500000 2040000
Pendapatan lain 500000
Total 4040000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responde n : A/A/8 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Manep : 50 tahun : Petani : Buruh galian C : 3 orang anak : TMT SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.4 ha (sewa).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin Apukat Musiman Kayu Bkr Nangka Jamur Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
412
3000
1236000
200
4000
800000
Ket
2036000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : Jamur/pakis 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : ndak punya lahan lain 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.3 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1200000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.200.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2036000
Pendapatan lain 500000
Total 3736000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : A/A/9 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Munsah : 45 tahun : Petani : Buruh galian C : 5 orang anak : TMT SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.5 ha (sewa).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin
Intensitas/volume
Musiman Kayu Bkr Nangka Jumlah
Harga
225 1000
4000 500
Nila i Tot
Ket
900000 500000 1400000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : Jamur/pakis 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga :
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.500.000/tahun
Pendapatan pokok Pendapatan dari hutan 1500000 1400000
Pendapatan lain 500000
Total 3400000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : A/A/10 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Jane : 45 tahun : Petani : Buruh galian C : 2 orang anak : SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.6 ha (sewa).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin Apukat Musiman Kayu Bkr Jamur Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
267
3000
801000
200 100
4000 2500
800000 250000 1851000
Ket
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : Jamur/pakis 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.2 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga :
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.500.000/tahun
Pendapatan pokok Pendapatan dari hutan 1500000 1851000
Pendapatan lain 500000
Total 3851000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : A/A/11 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Mustari : 42 tahun : Buruh tani : Buruh galian C : 3 orang anak : TMT SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : - ha (sewa).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin Apukat Musiman Kayu Bkr Jamur Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
350
3000
1050000
325 100
4000 2500
1300000 250000 2600000
Ket
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : Jamur/pakis 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Hanya itu lahannya 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.35 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 0
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 2.000.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2600000
Pendapatan lain 850000
Total 3450000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : A/B/12 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Sahra : 38 tahun : Petani : Buruh galian C : 3 orang anak : SMP : Milik sendiri : 0.4 ha. : Bukan miliki : - ha .
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin Kopi Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
330
4500
1485000
175
4000
700000 2185000
Ket
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : Jamur/pakis 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.4 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1600000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.600.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2185000
Pendapatan lain 600000
Total 43850 00
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : A/B/13 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Musliadi : 30 tahun : Petani : Buruh galian C : 5 orang anak : SD : Milik sendiri : 0.5 ha. : Bukan miliki : 0.5 ha (sewa).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Kopi Cengkeh Musiman Jumlah
Intensitas/volume
Harga 200 250
4500 2500
Nilai Tot
Ket
900000 625000 1525000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : warisan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.6 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 2000000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dar i bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 2.000.000/tahun
Pendapatan dari hutan 1525000
Pendapatan lain 1000000
Total 4525000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : A/B/14 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Haidir : 45 tahun : Petani : TO : 2 orang anak : SMP : Milik sendiri : 0.45 ha. : Bukan miliki : 0.5 ha (sewa).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : Rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Apukat Kopi Musiman Jumlah
Intensitas/volume
Harga 350 100
3000 4500
Nilai Tot
Ket
1050000 450000 1500000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Menambah luas lahan garapan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.4 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1500000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.500.000/tahun
Pendapatan dari hutan 1500000
Pendapatan lain 1000000
Total 4000000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : A/B/15 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Samsir : 45 tahun : Petani : Buruh tani, TO : 4 orang anak : SD : Milik sendiri : 0.5 ha. : Bukan miliki : 0.6 ha (sewa).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : Rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Kopi Cengkeh Musiman Jumlah
Intensitas/volume
Harga 170 200
4500 2500
Nilai Tot
Ket
765000 500000 1265000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Kurang lahan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.4 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1600000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.600.000/tahun
Pendapatan dari hutan 1265000
Pendapatan lain 1500000
Total 4365000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : A/B/16 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Maksun : 43 tahun : Petani : Buruh galian C : 7 orang anak : SMP : Milik sendiri : 0.3 ha. : Bukan miliki : -
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : Rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Kopi Cengkeh Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
150 225
4500 2500
675000 562500
100
4000
400000 1637500
Ket
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Kurang lahan diluar hutan, warisan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.5 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1400000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.400.000/tahun
Pendapatan dari hutan 1637500
Pendapatan lain 820000
Total 3857500
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : A/B/17 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Rianto : 35 tahun : Petani : Dagang, TO : 3 orang anak : SMP : Milik sendiri : 0.35 ha. : Bukan miliki : 0.5 ha (sewa).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Apukat Kopi Cengkeh Musiman Jumlah
Intensitas/volume
Harga 350 100 200
3000 4500 2500
Nilai Tot
Ket
1050000 450000 500000 2000000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Turun temurun/warisan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.6 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1500000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.500.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2000000
Pendapatan lain 1000000
Total 4500000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : A/B/18 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Hambali : 45 tahun : Petani : TO : 3 orang anak : SD : Milik sendiri : 0.3 ha. : Bukan miliki : - ha
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Apukat Kopi Cengkeh Musiman Jumlah
Intensitas/volume
Harga 350 100 200
3000 4500 2500
Nilai Tot
Ket
1050000 450000 500000 2000000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Turun temurun/warisan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.6 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1500000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : 1.500.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2000000
Pendapatan lain 1000000
Total 4500000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/A/1 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Amaq Sriyanto : 45 tahun : Petani :: 3 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.3 ha (Penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: setiap hari : Rutin
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Kopi Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
650 800 55 150 50
1200 350 5000 2500 4000
780000 280000 275000 375000 200000
180
2500
450000 2360000
Ket
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.7 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga :
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 850.000/tahun
Pendapatan pokok Pendapatan dari hutan 850000 2360000
Pendapatan lain 0
Total 3110000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Diijinkan mengambil, siap diawasi 2. Lahan hutan : Bentuk : Diijinkan menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/A/2 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Sugiwanis : 50 tahun : Petani :: 4 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.25 ha (Penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: setiap hari : rutin
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
750 950 85 300
1200 350 5000 2500
900000 332500 425000 750000
180
2500
450000 2857500
Ket
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok, energi pengganti minyak tanah 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan, kalaupun ada gersang 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 1 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga :
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 750.000/tahun
Pendapatan pokok Pendapatan dari hutan 750000 2857500
Pendapatan lain 0
Total 3607500
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/A/3 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Iskandar : 39 tahun : Petani : TO : 2 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.5 ha (penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: setiap hari : rutin
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Kopi Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
500 650 55 150 50
1200 350 5000 2500 4000
600000 227500 275000 375000 200000
180
2500
450000 2127500
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.5 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1000000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.000.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2127500
Pendapatan lain 0
Total 3127500
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan pengganti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/A/4 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Isnaryo : 39 tahun : Petani : : 4 orang anak : SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : - ha
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Kopi Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
600 800 55 200 60
1200 350 5000 2500 4000
720000 280000 275000 500000 240000
180
2500
450000 2465000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : Jamur/pakis 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.5 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 0
: Tukang ojek : Musiman (MK pengguna jasa ojek biasanya wisatawan lokal). : 600.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2465000
Pendapatan lain 600000
Total 3065000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Membuka akses kepada masyarakat untuk memanfaatkan 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan pengganti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/A/5 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Hadri : 39 tahun : Petani : TO : 4 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.2 ha (penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
500 700 45 200
1200 350 5000 2500
600000 245000 225000 500000
180
2500
450000 2020000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.5 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 600000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.600.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2020000
Pendapatan lain 0
Total 2620000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Dikembalikan kepada masyarakat seperti semula .
Data Responden : B/A/6 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Herni : 40 tahun : Petani : : 1 orang anak : SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.3 ha (penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Kopi Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
500 650 55 150 50
1200 350 5000 2500 4000
600000 227500 275000 375000 200000
180
2500
450000 2127500
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.4 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 750000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.600.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2127500
Pendapatan lain 0
Total 2877500
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan
1. Hasil hutan 2. Lahan hutan
: Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/A/7 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Hardi : 40 tahun : Petani : : 2 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki :- ha
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Kopi Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
650 800 60 250 65
1200 350 5000 2500 4000
780000 280000 300000 625000 260000
180
2500
450000 2695000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.5 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 0
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.600.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2695000
Pendapatan lain 0
Total 2695000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan. Data Responden : B/A/8 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Amaq Johan : 30 tahun : Petani : : 1 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.3 ha (penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
700 950 85 250
1200 350 5000 2500
840000 332500 425000 625000
180
2500
450000 2672500
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.7 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 800000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.600.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2672500
Pendapatan lain 0
Total 3472500
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan. Data Responden : B/A/9 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Amaq Kanim : 30 tahun : Petani : : 3 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.30 ha (penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
750 850 70 150
1200 350 5000 2500
900000 297500 350000 375000
180
2500
450000 2372500
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.7 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 800000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.600.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2372500
Pendapatan lain 0
Total 3172500
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan. Data Responden : B/A/10 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Sukran : 38 tahun : Petani : : 4 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.30 ha (penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Kopi Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
650 800 55 150 50
1200 350 5000 2500 4000
780000 280000 275000 375000 200000
180
2500
450000 2360000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.7 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga :
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.600.000/tahun
Pendapatan pokok 750000
Pendapatan dari hutan 2360000
Pendapatan lain 0
Total 3110000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pe manfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/A/11 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Nardi : 52 tahun : Petani : Buruh tani : 3 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : - ha.
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
550 750 50 200
1200 350 5000 2500
660000 262500 250000 500000
180
2500
450000 2122500
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.5 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):………..
3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga :
Pendapatan pokok 0
: 1.600.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2122500
Pendapatan lain 0
Total 2122500
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/A/12 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Haerudin : 54 tahun : Petani : Buruh tani : 3 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki :- ha.
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Kopi Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
500 650 55 150 50
1200 350 5000 2500 4000
600000 227500 275000 375000 200000
180
2500
450000 2127500
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan : 3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.5 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan
1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 750000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.600.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2127500
Pendapatan lain 0
Total 2877500
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan. Data Responden : B/B/13 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Suandi : 43 tahun : Petani : : 4 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : 0.3 ha. : Bukan miliki : - ha .
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : Rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
850 950 75 350
1200 350 5000 2500
1020000 332500 375000 875000
180
2500
450000 3052500
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Menambah luas lahan garapan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 1 ha
D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1500000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.500.000/tahun
Pendapatan dari hutan 3052500
Pendapatan lain 1000000
Total 5552500
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/B/14 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Amaq Joni : 40 tahun : Petani : : 3 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : 0.5 ha. : Bukan miliki : - ha.
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : Rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
500 650 55 250
1200 350 5000 2500
600000 227500 275000 625000
180
2500
450000 2177500
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Menambah luas lahan garapan
5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.5 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1500000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.500.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2177500
Pendapatan lain 1000000
Total 4677500
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/B/15 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Amaq Usman : 40 tahun : Petani : : 3 orang anak : SD : Milik sendiri : 0.4 ha. : Bukan miliki : - ha
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : Rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Kopi Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
500 650 55 150 50
1200 350 5000 2500 4000
600000 227500 275000 375000 200000
180
2500
450000 2127500
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :-
Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Menambah luas lahan garapan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.5 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1500000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.500.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2127500
Pendapatan lain 0
Total 3627500
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/B/16 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Suhardi : 45 tahun : Petani : : 4 orang anak : SMP : Milik sendiri : 0.5 ha. : Bukan miliki : - ha.
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : Rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Padi Jagung Pisang Kakao Kopi Musiman
Intensitas/volume
Harga 850 900 80 350 75
1200 350 5000 2500 4000
Nilai Tot 1020000 315000 400000 875000 300000
Kayu Bkr Jumlah
180
2500
450000 3360000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Menambah luas lahan garapan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 1 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 700000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.500.000/tahun
Pendapatan dari hutan 3360000
Pendapatan lain 1800000
Total 5860000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/B/17 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan la innya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Karman : 50 tahun : Petani : : 2 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : 0.3 ha. : Bukan miliki : - ha
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : Rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
Jenis Rutin Padi
Intensitas/volume
Harga 750
1200
Nilai Tot 900000
2
Jagung Pisang Kakao Musiman Kayu Bkr Jumlah
850 60 250
350 5000 2500
297500 300000 625000
180
2500
450000 2572500
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Menambah luas lahan garapan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.6 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 700000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.500.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2572500
Pendapatan lain 0
Total 3272500
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : C/A/1 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Amaq Tari : 45 tahun : Petani : Buruh tani : 3 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.35 ha (Penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: Sewaktu : Musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : Jenis Rutin Bambu Musiman Kayu Bkr Kayu Bangunan
Volume
Harga
Nilai Tot
100
4.000
400.000
75 4
3.000 750.000
225.000 3.000.000 3.625.000
Jumlah
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Hanyan mengambil bambu yang ditanam ortunya 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.2 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : 1.350.000/tahun
E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1.350.000
Pendapatan dari hutan 3.625.000
Pendapatan lain 1.000.000
Total 5.975.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Diijinkan mengambil, siap diawasi 2. Lahan hutan : Bentuk : Diijinkan menggarap lahan hutan.
Data Responden : C/A/2 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Rusdi : 50 tahun : Petani : Buruh tani : 2 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.5 ha (Penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: Sewaktu-waktu : Musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : Jenis Musiman Kayu Bkr Kayu Bangunan Jumlah
Volume
Harga 120 5
3.000 750.000
Nilai Tot 360.000 3.750.000 4.110.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1.470.000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : 1.470.000/tahun
Pendapatan dari hutan 4.110.000
Pendapatan lain 800.000
Total 6.380.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Diberi alternatif usaha 2. Lahan hutan : Bentuk : -
Data Responden : C/A/3 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Salman : 39 tahun : Petani : : 4 orang anak : SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.5 ha (Penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: Sewaktu-waktu : Musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : Jenis Musiman Kayu Bkr Madu Jumlah
Volume
Harga 100 5
3.000 75.000
Nilai Tot 300.000 375.000 675.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok dan menambah penghasilan 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : 2.000.000/tahun
E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 2.000.000
Pendapatan dari hutan 675.000
Pendapatan lain 1.200.000
Total 3.875.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Latihan keterampilan 2. Lahan hutan : Bentuk :-
Data Responden : C/A/4 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Renep : 46 tahun : Petani :: 2 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.4 ha (Penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: Sewaktu-waktu : Musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : Jenis Rutin Bambu Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
200
4.000
800.000
140
3.000
420.000 1.220.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : 2.000.000/tahun
E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 2.000.000
Pendapatan dari hutan 1.220.000
Pendapatan lain 900.000
Total 4.120.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Diijinkan mengambil, siap diawasi 2. Lahan hutan : Bentuk : Diijinkan menggarap lahan hutan.
Data Responden : C/A/5 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Sunardi : 43 tahun : Petani :: 5 orang anak : SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.6 ha (Penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: Sewaktu-waktu : Musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : Jenis Rutin Bambu Musiman Kayu Bkr Rumput Jumlah
Volume
Harga
Nilai Tot
75
4.000
300.000
150 200
3.000 2.500
450.000 500.000 1.250.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : 1.500.000/tahun
E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1.500.000
Pendapatan dari hutan 1.250.000
Pendapatan lain 900.000
Total 3.650.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Diijinkan mengambil, siap diawasi 2. Lahan hutan : Bentuk : Diijinkan menggarap lahan hutan.
Data Responden : C/A/6 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Abdul Rasyid : 40 tahun : Buruh tani :: 4 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : - ha.
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: sewaktu-waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin Bambu Musiman Kayu Bkr Madu Rumput Alang-alang Jumlah
Volume
Harga
Nilai Tot
200
4.000
800.000
200 10 150 100
3.000 75.000 2500 5.000
600.000 750.000 375.000 500.000 3.025.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan
: Buruh tani : Rutin (sepanjang tahun) : 1.000.000
E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 0
Pendapatan dari hutan 3.025.000
Pendapatan lain 1.000.000
Total 4.025.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Diijinkan mengambil, siap diawasi
2. Lahan hutan
: Bentuk : Diijinkan menggarap lahan hutan.
Data Responden : C/A/7 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Farjad : 40 tahun : Buruh tani :: 3 orang anak : SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : - ha .
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: : Rutin
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin Bambu Musiman Kayu Bkr Madu Alang-alang Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
150
4.000
600.000
200 10 150
3.000 75.000 5.000
600.000 750.000 750.000 2.700.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.7 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 0
: Buruh tani : Rutin (sepanjang tahun) : 900.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2.700.000
Pendapatan lain 900.000
Total 3.600.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Diijinkan mengambil, siap diawasi
2. Lahan hutan : Bentuk : Diijinkan menggarap lahan hutan. Data Responden : C/A/8 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Dullah : 39 tahun : Petani :: 3 orang anak : SMP : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.5 ha (Penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: Sewaktu-waktu : musiman
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin Musiman Kayu Bkr Kayu Bangunan Jumlah
Intensitas/volume
Harga
100 3
3.000 750.000
Nilai Tot
300.000 2.250.000 2.550.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok, menambah penghasilan 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga :
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.780.000/tahun
Pendapatan pokok
Pendapatan dari hutan
1.780.000
2.550.000
Pendapatan lain 900.000
Total 5.230.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Diijinkan mengambil, siap diawasi 2. Lahan hutan : Bentuk : Diijinkan menggarap lahan hutan.
Data Responden : C/A/9 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Bahman : 32 tahun : Buruh tani :: 3 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : - ha .
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: setiap hari : Rutin
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin Bambu Musiman Kayu Bkr Rumput Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
188
4.000
752.000
135 250
3.000 2500
405.000 625.000 1.782.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Ndak ada lahan diluar hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.7 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 0
: Buruh tani, : Musiman : Oktober sampai Mei. : 850.000/tahun
Pendapatan dari hutan 1.782.000
Pendapatan lain 1.200.000
Total 2.982.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Diijinkan mengambil, siap diawasi 2. Lahan hutan : Bentuk : Diijinkan menggarap lahan hutan.
Data Responden : C/A/10 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Hasan : 40 tahun : Petani :: 3 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.4 ha (Penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: sewaktu-waktu : musiman/mengambil hasil hutan
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Bambu Jumlah Musiman Kayu Bkr Kayu Bangunan Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
0
4.000
0 0
150 2
3.000 750.000
450.000 1.500.000 1.950.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuh i keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1.500.000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : 1.500.000/tahun
Pendapatan dari hutan 1.950.000
Pendapatan lain 900.000
Total 4.350.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Diijinkan mengambil, siap diawasi 2. Lahan hutan : Bentuk : Diijinkan menggarap lahan hutan.
Data Responden : C/A/11 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Masudi : 40 tahun : Petani :: 4 orang anak : SD : Milik sendiri : - ha. : Bukan miliki : 0.4 ha (Penggarap).
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: sewaktu-waktu : musiman/mengambil hasil hutan, memanfaatkan LH
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Bambu Jumlah Musiman Kayu Bkr Alang-alang Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
125
4.000
500.000
84 60
3.000 5.000
252.000 300.000 1.052.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Kayu bkr Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : Memenuhi keb pokok 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : hanya mengambil hasil LH (bambu) 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.3 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1.600.000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.600.000/tahun
Pendapatan dari hutan 1.052.000
Pendapatan lain 750.000
Total 3.402.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Diijinkan mengambil, siap diawasi
2. Lahan hutan : Bentuk : Diijinkan menggarap lahan hutan. Data Responden : B/B/12 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan la innya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Masnah : 50 tahun : Petani : : 2 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : 0.3 ha. : Bukan miliki : - ha .
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: sewaktu-waktu : musiman mengambil HH dan hasil LH
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Bambu Jumlah Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
125
4.000
500.000
120
3.000
360.000 860.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : memenuhi perluan sehari-hari yaitu kayu bakar 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : mengambil bambu yang telah ditanam sejak lama 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.3 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1.800.000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : 1.800.000/tahun
Pendapatan dari hutan 860.000
Pendapatan lain 900.000
Total 3.560.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/B/13 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: Mamiq Saraf : 50 tahun : Petani : : 2 orang anak : SD : Milik sendiri : 0.35 ha. : Bukan miliki : - ha .
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: sewaktu-waktu : musiman mengambil hh dan hasil lh
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Bambu Jumlah Musiman Kayu Bkr Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
150
4.000
600.000
100
3.000
300.000 900.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : memenuhi keperluan sehari-hari, 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : mengambil bambu yang ditanam sendiri 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 0.3 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1.850.000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.850.000/tahun
Pendapatan dari hutan 900.000
Pendapatan lain 900.000
Total 3.650.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembina an untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/B/14 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: : 43 tahun : Petani : : 4 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : 0.3 ha. : Bukan miliki : - ha .
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : Rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Bambu Jumlah Musiman Kayu Bkr Madu Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
0
4.000
0 0
150 10
3.000 75.000
450.000 750.000 1.200.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Menambah luas lahan garapan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 1 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1.200.000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.500.000/tahun
Pendapatan dari hutan 1.200.000
Pendapatan lain 900.000
Total 3.300.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembina an untuk meningkatkan nilai jual
2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan. Data Responden : B/B/15 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: : 43 tahun : Petani : : 4 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : 0.3 ha. : Bukan miliki : - ha .
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : Rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Bambu Jumlah Musiman Kayu Bkr Kayu Bangunan Madu Rumput Alang-alang Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
150
4.000
600.000
100 0
3.000 750.000 75.000 2.500 5.000
300000 0 0 0 0 900.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Menambah luas lahan garapan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 1 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1.650.000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.650.000/tahun
Pendapatan dari hutan 900.000
Pendapatan lain 900.000
Total 3.150.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual
2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan. Data Responden : B/B/16 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: : 43 tahun : Petani : : 4 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : 0.3 ha. : Bukan miliki : - ha .
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : Rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1
2
Jenis Rutin Bambu Jumlah Musiman Kayu Bakar Kayu Bangunan Madu Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
0
4.000
0 0
4 5
3000 750.000 75.000
450000 3.000.000 375.000 3.825.000
150
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Menambah luas lahan garapan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 1 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1.500.000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.500.000/tahun
Pendapatan dari hutan 3.825.000
Pendapatan lain 1.000.000
Total 6.325.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual 2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Data Responden : B/B/17 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: : 43 tahun : Petani : : 4 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : 0.3 ha. : Bukan miliki : - ha .
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : Rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin Bambu Musiman Kayu Bkr Madu Rumput Alang-alang Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
200
4.000
800.000
150 10 250
3.000 75.000 2.500 3.000
45000 0 750.000 625.000 0 2.625.000
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Menambah luas lahan garapan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 1 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1.300.000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.300.000/tahun
Pendapatan dari hutan 2.625.000
Pendapatan lain 800.000
Total 4.275.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual
2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan. Data Responden : B/B/18 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: : 43 tahun : Petani : : 4 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : 0.3 ha. : Bukan miliki : - ha .
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : Rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin Bambu Musiman Kayu Bkr Kayu Bangunan Madu Rumput Alang-alang Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
150
4.000
600.000
75 0
2.500 750.000 75.000 2.500 3.000
187.500 0 0 500.000 0 1.287.500
200
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Menambah luas lahan garapan 5. Luas lahan hutan yang dimanfaatkan : 1 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan E. Pendapatan keluarga : Pendapatan pokok 1.350.000
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.350.000/tahun
Pendapatan dari hutan 1.287.500
Pendapatan lain 1.000.000
Total 3.637.500
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual
2. Lahan hutan : Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan. Data Responden : B/B/19 A. Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan pokok 4. Pekerjaan lainnya 4. Jumlah Anggota Kel 5. Pendidikan terakhir 6. Penguasaan lahan
: : 43 tahun : Petani : : 4 orang anak : TTM SD : Milik sendiri : 0.3 ha. : Bukan miliki : - ha .
B. Aktivitas di Dalam Kawasan 1. Intensitas masuk kawasan 2. Bentuk
: ………… kali/satuan waktu : Rutin sepanjang tahun
C. Pola Interaksi 1. Hasil hutan yang diambil : No 1 2
Jenis Rutin Bambu Musiman Kayu Bkr Madu Rumput Jumlah
Intensitas/volume
Harga
Nilai Tot
180
4.000
720.000
100
2.500 75.000 2.500
250.000 0 625.000 1.595.000
250
2. Hasil hutan yang dianggap paling memberikan penghasilan terbaik : Ø Setiap hari :Ø Musim kemarau : Ø Musim hujan :3. Alasan mengambil hasil hutan : 4. Alasan memanfaatkan lahan hutan : Menambah luas lahan garapan 5. Lua s lahan hutan yang dimanfaatkan : 1 ha D. Aktivitas di Luar Kawasan 1. Jenis pekerjaan 2. Waktu 3. Pendapatan
: Petani, : Rutin (sepanjang tahun) : Musiman (dari bulan apa – sampai bulan apa):……….. : 1.400.000/tahun
E. Pendapata n keluarga : Pendapatan pokok 1.400.000
Pendapatan dari hutan 1.595.000
Pendapatan lain 1.000.000
Total 3.995.000
F. Harapan terhadap Pengelola TNGR berkaitan dengan pemanfaatan 1. Hasil hutan : Bentuk : Ada pembinaan untuk meningkatkan nilai jual
2. Lahan hutan
: Bentuk : Ada lahan penggangti jika dilarang menggarap lahan hutan.
Tabel 6. Kalender Musim Kegiatan Bertani Masyarakat Responden Desa Pengadangan Kegiatan Persiap.Lahan Tanam Pemeliharaan Panen Buruh /Jasa
10 P
11 P P P
12 P P
1 P P P
P
P
P
2 P/T P/T P P P/T
3 T P/T P P/T
4 J/C T P/T P T
Bulan 5 J/C T T/J/C T
6
7
8
9
T/J/C T/J//C T/TO
T/J/C T/J/C T/TO / G
T/C T/C T/TO/G
TO/G
Desa Pengadangan Pola pertanian di desa Pengadangan adalah padi-padi palawija dan padi-tembakau. Awal kegiatan musim bertani jika masyarakat pet ani mulai mempersiapkan kegiatan usaha tani padi. Hal ini ditandai dengan datang musim hujan. Bulan Oktober, merupakan awal musim hujan dan pada saat iulah masyarakat petani mulai turun kesawah mempersiapkan lahan untuk tanam padi. Kegiatan persiapan lahan dilakukan selama bulan Oktober sampai Nopember. Selanjutnya pada bulan Nopember-Desember tanam padi. Bulan Februari mulai panen padi. Setelah panen padi yang pertama, maka petani terbagi dua kelompok berdasarkan pola penggunaan lahan. Ada yang mengikuti pola padi- padi palawija, ada pola paditembakau. Pada umumnya petani mengikuti pola padi-tembakau. Hal ini disebabkan karena areal sawah sebagaian besar setengah teknis, sehingga tidak memungkinkan untuk menanam padi dua kali. Pola padi-padi-jagung hanya diterapkan pada sawah irigasi teknis yang tersedia air sepanjang tahun. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani dan data dari petugas desa diperoleh bahwa 90% lahan sawah di desa pengadangan mengikuti pola padi-tembakau. Disamping alasan tadi juga menurut petani bahwa usaha tembakau lebih menguntungkan dibanding dengan padi dan jagung. Kegiatan usaha budidaya tembakau berlangsung sampai bulan Juli-Agustus . Sebagian besar masyarakat menjadi buruh tani pada usaha budidaya tembakau. Ada hal yang unik dimana banyak petani yang menyewakan lahan untuk budidaya tembakau, selanjutnya mereka menjadi buruh tani tembakau dengan upah bervariasi antara Rp.8.000 – Rp.15.000 per hari, tergantung jenis pekerjaannya Hal ini dikarenakan ketidakmampuan modal dan teknologi yang dimiliki petani. Selanjutnya sawah kosong. Karena pada mulai memasuki musim kemarau. Kemarau biasanya ber langsung sampai bulan oktober – Nopember. Masyarakat pada umumnya mengisi waktunya dengan menjadi buruh galian C dengan upah antara Rp.5.000- Rp.10.000 per hari. Pada periode ini sebagai lagi masyarakat bekerja di kebun kopi, kebun apukat dan kebun kebun cengkeh yang merupakan lahan hutan yang telah dialihfungsikan menjadi kebun masyarakat. Berdasarkan pola penggunaan waktu tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat mengambil hasil hutan pada saat masyarakat sedang tidak berkerja disawah bagi yang punya sawah Pada musim hujan hasil hutan yang paling banyak ambil masyarakat adalah jamur dan pakis, sedangkan pada saat musim kemarau masyarakat mengambil hasil hutan dalam bentukj kayu bakar. Masyarakat dalam mengambil kayu bakar berkelompok, satu kelompok dapat berjhumlah sampai 5 orang, yang umumnya masih satu keluarga. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam menebang dan mengangkut kayu hasil olahan ke tempat yang dapat dijangkau dengan kendaraan. Kayu bakar umumnya dijual ke kota
kabupaten (Selong) dengan harga 4000/ikat. Untuk mengelabui petugas/polisi hutan, kelompok masyarakat ini masuk hutan saat masih gelap subuh, dan biasanya keluar hutan sore hari. Peralatan yang dipakai adalah golok dan kapak. Kayu yang ambil umumnya kayu yang masih kecil (diameter < 10 cm) dengan alas an lebih mudah menebang dan membelahnya, sehingga lebih cepat prosesnya. Kayu yang telah dibelah dibiarkan beberapa hari sampai kering lalu diangkut ketempat yang dapat dijangkau kendaraan dan relative aman dari petugas. Lokasi tempat mengambil kayu bakar ini agak ketengah hutan sehingga tidak terlihat dan terdengar pada saat menebang dan membelah walaupun lebih sulit membawanya keluar. Dari pengamatan dilapangan dapat dilihat bahwa terdapat kerusakan lain dari pengambilan kayu bakar adalah masyarakat tanpa sadar menebang kayu kecil yang dilewati pada saat mengangkut hasil untuk membuat jalan setapak. Hasil wawancara dengan aparat desa dan petugas/ polisi hutan diakui bahwa tekanan yang paling besar dialami kawasan hutan adalah mengambilan kayu bakar, dan diprediksi untuk tahun depan akan semakin tinggi volumenya karena rencana kenaikan harga minyak tanah dan gas alpiji, sehingga diperkirakan banyak masyarakat yang akan beralih menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi rumah tangga. Selain factor yang mendukung tingginya pengambilan kayu bakar ini, karena kayu bakar sangat laris dan sarana transportasi sangat lancar. ( Diam-diam saya liat Pak Kades aja beli kayu bakar hasil dari hutan rahasia lho, dan Pak Kades mengakui).
Tabel 7.Kalender Musim Kegiatan Bertani Masyarakat Responden Desa Loloan
Kegiatan Pembers.Lahan Tanam Pemeliharaan Panen Buruh / Jasa
9 BB
JM
10 BB
JM
Bulan 3
11
12
1
2
PL/J PL/J
PL/J PL/J
PL/J PL/J PL/J
PL/J PL/J PL/J
PL/J PL/J
4
J PL/J
5
J
6
7
8
TO/B
TO/B
J
Desa Loloan Kegiatan bertani di desa loloan dimulai pada bulan September. Kegiatan berupa pembabatan rumput / semak-semak / pohon perdu. Rumput dan semak-semak setelah dibabat dibiarkan sampai kering untuk selanjutnya dibakar. Sedangkan pohon-pohon kecil/tiang dan pancang diambil untuk dijadikan kayu bakar. Kegiatan membersihkan lahan harus dilakukan sebelum datangnya musim hujan dengan maksud semaksemak/rumput dapat cepat kering dan dibakar. Disamping itu pada musim kemarau masyarakat kurang memiliki aktivitas .Aktivitas yang dilakukan adalah mengisi Waktu
dengan memelihara tanaman dikebun seperti pisang, kakao. Akan tetapi pemeliharaan yang dilakukan sangat ringan, sehingga cukup dilakukan 1 orang dalam 1KK. Bulan Nopember biasanya awal musim hujan, lahan yang telah dibersihkan dan dibakar, siap langsung ditanami padi ladang. Menanam padi ladang bagi masyarakat Loloan merupakan suatu keharusan karena produksi itu akan disimpan selama setahun untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Menanam padi hanya dapat dilakukan sekali setahun karena jumlah bulan basahnya 4 bulan. Musim berik utnya masyarakat menanam jagung pada areal bekas padi ladang. Musin tanam jagung biasanya dimulai pada bulan januari- februari. Jagung merupakan makanan pokok kedua setelah beras, jadi menanam jagung juga merupakan pola kegiatan bertani pada masyarakat loloan. Hasil panen jagung sebagian dijual jika dianggap hasil padi telah mencukupi untuk kebutuhan pangan keluarga, atau sisa dari perkiraan kebutuhan pangan keluarga. Masyarakat loloan tidak memiliki kegiatan lain selain bertani dan rata-rata tidak pernah bepergian keluar desa selama setahun. Mulai bulan Mei-Juni setelah panen jagung, mereka praktis sudah tidak ke kebun lagi, kalaupun ke kebun hanya untuk melihat-lihat tanaman pisang dan kakao. Pada masa ini beberapa masyarakat menjadi tukang ojek. Musim kemarau berlangsung antara bulan Juni – Oktober, pada masa itu masyarakat disamping merawat tamanan pisang, juga mulai mengumpulkan kayu bakar untuk dipakai selama setahun. Jadi pada saat musim hujan sudah tidak bisa lagi mengambil kayu bakar karena karena kayu basah juga karena sibuk bertani dilahan. Masyarakat mengambil kayu bakar tidak untuk dijual tetapi hanya untuk dipakai sendiri. Sampai saat ini belum ada masyarakat yang menjual kayu bakar, karena kendala transportasi yang sulit. Untuk mengangkut hasil panen seperti pisang ke pasar menggunakan kuda.
Tabel 8. Kalender Musim Kegiatan Bertani Masyarakat Responden Desa Sembalun Lawang Kegiatan Pengo.Tanah Tanam Pemeliharaan Panen Buruh / Jasa
6 S/B S/B S/B S/B OPR
7 S/B S/B S/B S/B OPR
8 S/B S/B S/B S/B OPR
9 S/B S/B S/B S/B OTR
10 S/B S/B S/B S/B OTR
Bulan 11 12 S/P S/P S/P S/P S/P S/P S/B S/B OTR OTR
1 S/P S/P S/P S/P OTR
2 S/P S/B S/P S/P OTR
3 S/P S/B S/B S/P OTR
4 S/B S/B S/B S/B OTR
5 S/B S/B S/B S/B OTR
Kegiatan bertani masyarakat Desa Sembalun Lawang dilakukan sepanjang tahun, hal ini dimungkinkan karena daerah sembalun lawang memiliki curah hujan yang tinggi dan merata sepanjang tahun. Usaha pertanian yang dilakukan masyarakat adalah pertanian hortikultura, khususnya sayur-sayuran dataran tinggi, seperti bawang, wortel, kol, paprika, dan buah-buahan seperti apel, apukat, nenas. Kecenderungan masyarakat untuk menanam tanaman hortikultura dibandingkan dengan tanaman pangan seperti padi sebabkan oleh kondisi alam, dimana tanaman padi pada dataran tinggi tidak dapat berproduksi maksimal dan umurnya menjadi lebih panjang. Disamping itu keuntungan yang diperoleh dari usaha tanaman hortikultura jauh lebih besar dibandingkan dengan tanaman pangan. Padi biasanya ditanam pada daerah-daerah terbuka dan datar yang sulit membuang air. Produksi padi hanya untuk keperluan masyarakat Sembalun sendiri, tidak untuk dijual keluar daerah, karena produksi masih jauh dibawah kebutuhan masyarakat sembalun.