STRATEGI KEBERLANJUTAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) (KASUS KABUPATEN KARAWANG)
AKBAR
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir “Strategi Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Kasus Kabupaten Karawang)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Bogor, Juni 2011
Akbar H252090135
ABSTRACT AKBAR, Sustainability Strategy of Rural Agribusiness Development Program (PUAP) (Karawang Regency Case). Under the Supervision of MA’MUN SARMA as the Chairperson and LUKMAN M BAGA as the member of Supervisory Board. Poverty in rural areas is the main problem to overcome national which can not be postponed and should be a priority in the implementation of the development of social welfare. Therefore, the national economic development based on Agriculture and rural areas, directly or indirectly, have an impact on the reduction of poverty. Rural agribusiness development program (PUAP) is a breakthrough program of the Ministry of agriculture for poverty alleviation and job creation, while reducing the development gap between regions and central areas and gaps between sub sectors. Formulation of the problem in this study is how the combined performance of farmer groups (Gapoktan) direct beneficiary communities (BLM-PUAP), how the PUAP program can increase the income of its members and how the sustainability strategy of PUAP. This research was conducted in the Karawang regency in March to May 2011. The data used consists of primary data and secondary data. Method of analysis used is importance performance analysis (IPA), analysis of farmers' income, Internal Factor Evaluation (IFE), Eksternal Factor Evaluation, analysis of SWOT (StrengthsWeaknesses-Opportunities-Threats) and Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM) analysis. Based on a priority review, sustainability strategy of PUAP program based on aspects of performance and quality in Regency Karawang Gapoktan performance which is 34.78% that is considered optimal. The emphasis of the strategy by taking an advantage of external opportunities to internal weaknesses that exist (WO strategy). Results of the SWOT strategy formulation followed by QSPM analysis to determine the priority strategy alternatives that have been produced. The priority Strategies are : increasing professionalism of gapoktan members, sanctions for administrators who embezzled PUAP funds, improve business unit labor savings and loans to improve the welfare of Gapoktan members, improve the quality and quantity of crops to survive from imports, develop agriculture through the addition of new types of products marketed and the expansion of the market, development and strengthening of marketing network that has been available and improving financial management capabilities gapoktan in partnership with private sector. Keyword: Gapoktan, strategy, performance
RINGKASAN AKBAR, 2011. Strategi Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Kasus Kabupaten Karawang). Komisi pembimbing tediri dari MA’MUN SARMA sebagai ketua dan LUKMAN M BAGA sebagai anggota komisi pembimbing. Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan perdesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) merupakan program terobosan dari Kementerian Pertanian untuk menanggulangi kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta kesenjangan antar subsektor. Perumusan Masalah dalam kajian ini yaitu Bagaimana kinerja Gabungan kelompok Tani (Gapoktan) penerima bantuan langsung masyarakat (BLM-PUAP), bagaimana program PUAP dapat meningkatkan pendapatan anggotanya dan bagaimana strategi keberlanjutan program PUAP. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karawang pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011. Data yang digunakan ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah Importance Performance Analysis (IPA), Analisis Pendapatan Petani, Evaluasi Faktor Internal (IFE – Internal Factor Evaluation), Evaluasi Faktor Eksternal (EFE – Eksternal Factor Evaluation), Analisis SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats), dan Analisis Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM). Berdasarkan hasil kajian, prioritas strategi keberlanjutan program PUAP didasarkan pada aspek tingkat kinerja dan kualitas kinerja Gapoktan di Kabupaten Karawang sebesar 34,78% yang dinilai sudah optimal. Penekanan strategi dengan memanfaatkan peluang eksternal terhadap kelemahan internal yang ada (strategi W O). Hasil perumusan strategi SWOT dilanjutkan dengan analisis QSPM untuk menentukan prioritas dari beberapa alternatif strategi yang sudah dihasilkan. Strategi yang menjadi Prioritas adalah: peningkatan Profesionalisme anggota Gapoktan, pemberian sanksi bagi pengurus yang menyelewengkan dana PUAP, meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan, meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen agar dapat bertahan dari produk import, mengembangkan usahatani dengan menambah jenis komoditi yang diusahakan dan perluasan pasar, pengembangan dan penguatan jaringan pemasaran yang telah tersedia dan meningkatan kemampuan Gapoktan dalam pengelolaan keuangan dengan bermitra bersama swasta. Kata Kunci: Gapoktan, strategi, kinerja
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisini tan mencantumkan atau menyebutkan sunbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, pnyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
STRATEGI KEBERLANJUTAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) (KASUS KABUPATEN KARAWANG)
AKBAR
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Muhammad Firdaus, SP. MSi. Phd
Judul Agribisnis Nama NRP Program Studi
:
Strategi Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha
Perdesaan (PUAP) (Kasus Kabupaten Karawang) : Akbar : H252090135 : Magister Pembangunan Daerah
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ir. Lukman M. Baga,
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, MEc MA.Ec Ketua
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
a.n. Dekan Sekolah Pasca Sarjana Sekretaris Program Magister
Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc Nugroho, M.Sc
Dr.Ir. Naresworo
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Kajian Pembangunan Daerah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
kajian ini adalah Strategi
Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Kasus Kabupaten Karawang) Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, MEc dan Bapak Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec selaku komisi pembimbing, serta Bapak Muhammad Firdaus, SP. MSi. Phd selaku penguji luar komisi, yang telah banyak memberi saran. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Ke pa la Biro Perencanaan Kementerian Pertanian yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan di PS-MPD IPB. 2. Bapak Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr selaku Dekan Sekolah Pascasarjana dan seluruh
staf pengajar Program Studi Magister Manajemen
Pembangunan Daerah IPB, yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan. 3. Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang, khususnya Badan Penyuluh Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan, atas kerjasama dan dukungan data selama penelitian. 4. Rekan-rekan MPD Angkatan XI, atas kerjasama dan dukungannya. 5. Istri tercinta sebagai teman diskusi dan
pemberi
motivasi
selama
penulisan kajian ini. 6. Bapak, Ibu, anak-anak (Nabila dan Royyan) tercinta, atas do’a dan semangat yang selalu diberikan. Semoga kajian ini bermanfaat. Bogor, Mei 2011 Akbar
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Sape, Bima, NTB pada tanggal 3 Nopember 1975, merupakan anak ke empat dari delapan bersaudara pasangan Bapak H. Yasin Abdullah dan Hj. Jubaedah. Pada tahun 1982 – 1988 penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Rasabou. Tahun 1991, penulis menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Sape. Pendidikan SMA ditempuh penulis di SMAN 1 Palu selama tahun 1991 – 1994. Pada tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan berhasil menyelesaikan pendidikan Strata Satu pada tahun 1999 serta menyelesaikan pendidikan Dokter Hewan pada tahun 2002. Pada tahun 2008 penulis diterima bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Pertanian. Pada tahun 2010 penulis ditugaskan pada Sub Bagian Fasilitasi Pengelolaan Anggaran Biro Perencanaan Kementerian Pertanian. Penulis menikah dengan Amaliah Ekasari, SP. yang merupakan putri pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak H. Aman Mansyur dan Hj. Ekawati pada bulan Februari 2001. Saat ini penulis telah dikaruniai satu orang Putri dan Satu Orang Putra yaitu Nabila Aulia Zahirah (16 Nopember 2001) dan Muhammad Royyan Rabbani (20 Juli 2007).
DAFTAR ISI halaman Daftar Tabel ....................................................................................................... Daftar Gambar .................................................................................................... I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang...................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 10 1.3. Tujuan Kajian ....................................................................................... 11 1.4. Manfaat Kajian .................................................................................... 12 II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 13 2.1. Program Pengembangan Usaha Agribinis Perdesaan (PUAP) ............... 13 2.1.1. Tujuan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) .................................................................... 14 2.1.2. Sasaran Program PUAP ............................................................. 14 2.1.3. Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) ...... 15 2.2. Pemberdayaan....................................................................................... 17 2.2.1. Pemberdayaan Gapoktan ........................................................... 18 2.2.2. Kelembagaan Petani ................................................................... 19 2.2.3. Kinerja Kelembagaan Petani ..................................................... 20 2.2.4. Kinerja Pengelolaan Usahatani ................................................. 21 2.3. Tingkat Pendapatan Petani ..................................................................... 23 2.3.1. Pengertian Pendapatan Petani ...................................................... 23 2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani .................. 24 2.4. Strategi .................................................................................................. 25 2.5. Konsep keberlanjutan........................................................................... 28 2.6. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 31 III. METODOLOGI KAJIAN ......................................................................... 32 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................. 32 3.2. Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 32 3.3. Metode Pengambilan Contoh ................................................................. 32 3.4. Metode Analisis ..................................................................................... 33
i
3.4.1. Analisis Kinerja Gapoktan Penerima PUAP denggan Metode Importance Performance Analysis (IPA) .................................... 33 3.4.2. Analisis Pendapatan Petani ......................................................... 37 3.4.3. Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program.............. 39 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN .............................................. 48 4.1. Aspek Geografis Kabupaten Karawang ................................................. 48 4.2. Aspek Demografi Kabupaten Karawang ............................................... 48 4.3. Aspek Sumber Daya Pertanian .............................................................. 49 4.4. Aspek Kelembagaan Petani ................................................................... 50 4.5. Karakteristik Petani Responden ............................................................ 51 V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 58 5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ............................................... 58 5.2. Metode Importance Performance Analysis (IPA) .................................. 61 5.3. Analisis Pendapatan Petani ................................................................... 65 5.4. Uji T-Statistik ....................................................................................... 67 VI. PERUMUSAN STRATEGIS ..................................................................... 72 6.1. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ............................................... 72 6.1.1 Faktor Internal.............................................................................. 72 6.1.2. Faktor Eksternal .......................................................................... 74 6.2. Perumusan Strategi ................................................................................ 77 VII. PERANCANGAN PROGRAM ................................................................ 81 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 89 8.1 Kesimpulan............................................................................................ 89 8.2 Saran .................................................................................................... 90 IX. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 91
ii
DAFTAR TABEL halaman Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah .. .... 6 Tabel 2. Alokasi Penyaluran program BLM PUAP kepada Gapoktan ........................ 8 Tabel 3. Tahapan dalam konsep pembangunan berkelanjutan .................................. 28 Tabel 4. Skor Nilai Kepentingan dan Kepuasan pelanggan ...................................... 34 Tabel 5. Matriks (IFE – Internal Factor Evaluation) ................................................. 40 Tabel 6. Matriks (EFE – Eksternal Factor Evaluation) ............................................. 41 Tabel 7. Matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) ................. 42 Tabel 8. Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif – QSPM ..................................... 43 Tabel 9. Sebaran Petani Responden Menurut Golongan Umur ................................. 45 Tabel 10. Sebaran Petani Responden Menurut Tingkat Pendidikan .......................... 46 Tabel 11. Sebaran Petani Responden Menurut Luas Kepemilikan Lahan ................. 47 Tabel 12. Sebaran Petani Responden Menurut Lama Pengalaman Bertani ............... 48 Tabel 13. Sebaran Petani Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga .......... 49 Tabel 14. Sebaran Petani Responden Menurut Status Usahatani .............................. 50 Tabel 15. Nilai Korelasi Uji Validitas Pernyataan Kuesioner ................................... 51 Tabel 16. Nilai Korelasi Uji Releabilitas Pernyataan Kuesioner ............................... 53 Tabel 17. Perbandingan Rata-rata Penggunaan Input dan Hasil antara Kelompok PUAP dan non PUAP .............................................................................. 59 Tabel 18. Perbandingan Rata-rata Biaya dan Pendapatan Petani antara Kelompok PUAP dan Non PUAP ............................................................................. 60 Tabel 19. Uji Statistik terhadap Penggunaan Benih dan Bibit .................................. 61 Tabel 20. Uji t-statistik terhadap penggunaan Pupuk................................................ 62 Tabel 21. Uji t-statistik terhadap penggunaan tenaga kerja ....................................... 64 Tabel 22. Uji t-statistik terhadap penggunaan nilai Produksi .................................... 65 Tabel 23. Hasil Evaluasi Hasil Faktor Internal ......................................................... 68
iii
Tabel 24. Hasil Evaluasi Faktor Eksternal ............................................................... 70 Tabel 25. Matriks IE................................................................................................ 71 Tabel 26. Hasil Matriks SWOT ............................................................................... 72 Tabel 27. Hasil Analisi QSPM .................................................................................. 75 Tabel 28. Matriks Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Berkelanjutan ............................................................................ 85
iv
DAFTAR GAMBAR halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran .................................. Error! Bookmark not defined. Gambar 2. Kerangka Formulasi Strategi ................................................................... 39 Gambar 3. Kuadran Kepentingan Kinerja ................................................................. 33 Gambar 4. Pembagian sebaran petani responden menurut golongan umur. ............... 45 Gambar 5. Pembagian sebaran petani responden menurut tingkat pendidikan ........... 46 Gambar 6. Pembagian sebaran petani responden menurut luas lahan ....................... 47 Gambar 7. Pembagian sebaran petani responden menurut lama bertani .................... 48 Gambar 8. Pembagian sebaran petani responden menurut tanggungan keluarga .................................................................................................. 49 Gambar 9. Pembagian kuadran IPA terhadap hasil pengukuran Tingkat Kinerja dan Kualitas kinerja Gapoktan ........................................................................ 55
v
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian ditujukan dalam rangka peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama petani dan pelaku usaha pertanian. Dalam pencapaian tersebut, kegiatan pembangunan pertanian menuntut termanfaatkannya seluruh potensi yang ada di masyarakat, baik potensi sumberdaya alam, manusia, teknologi dan juga sumberdaya institusi secara optimal, menguntungkan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Fakta menunjukkan bahwa beberapa institusi telah tumbuh mengakar dan berkembang secara mandiri di masyarakat, institusi ini dapat dijadikan sebagai motor dan penghela pembangunan pertanian bagi masyarakat sekitarnya. Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan perdesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2010 jumlah penduduk miskin tercatat 31,07 juta jiwa. Dari jumlah tersebut sekitar 19,93 juta jiwa berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian. Pada umumnya petani di perdesaan berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Data perkembangan tingkat kemiskinan tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 ditunjukan oleh tabel berikut: Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah (2005-2010) Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Kota Desa Kota+Desa 2005 12,40 22,70 35,10 2006 14,49 24,81 39,30 2007 13,56 23,61 37,17 2008 12,77 22,19 34,96 2009 11,91 20,62 32,53 2010 11,10 19,93 31,02 Sumber: BPS (2010) Tahun
6
Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa 11,68 19,98 15,97 13,47 21,81 17,75 12,52 20,37 16,58 11,65 18,93 15,42 10,72 17,35 14,15 9,87 16,56 13,33
Pengembangan sektor pertanian saat menghadapi banyak tantangan dan kendala seperti rendahnya sumberdaya manusia di perdesaan, makin terbatasnya sumberdaya lahan, kecilnya status dan luas kepemilikan lahan, terbatasnya akses petani terhadap permodalan, masih lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan penyuluh, meningkatnya jumlah penduduk, tekanan globalisasi dan liberalisasi pasar, pesatnya kemajuan teknologi dan informasi, air dan energi, perubahan iklim global, perkembangan dinamis sosial budaya masyarakat, masih terbatasnya kemampuan sistem perbenihan dan perbibitan nasional, masih rawannya ketahanan pangan dan energi, masih rendahnya nilai tukar petani dan kurang harmonisnya koordinasi kerja antar sektor terkait pembangunan pertanian. Dari begitu banyak tantangan yang dihadapi
oleh
petani,
masalah
sumberdaya
manusia,
lemahnya
kapasitas
kelembagaan petani, serta masalah pembiayaan dan modal pertanian merupakan salah satu masalah klasik bagi pembangunan sektor pertanian di Indonesia. Menurut Mubyarto (1995), adanya kemelaratan yang luas di kalangan petani, keterlibatan mereka pada hutang, baik hutang biasa, maupun dengan sistem ijon, maka dapat disimpulkan bahwa persoalan yang paling sulit dalam pertanian adalah persoalan pembiayaan. Petani tidak dapat meningkatkan produksinya karena kekurangan biaya, petani memerlukan kredit murah dari bank rakyat dan lembaga keuangan lainnya. Jatuhnya petani ke dalam hutang melalui sistem ijon adalah karena tidak ada alternatif kredit yang lebih baik bagi petani. Sebagian besar petani menghadapi kesulitan dalam mengakses sumbersumber
modal
untuk
membiayai
usahataninya,
karena
keterbatasan
dan
ketidakmampuan petani untuk memenuhi persyaratan yang diajukan oleh pihak pemilik modal (bank). Adanya keterbatasan dan ketidakmampuan petani dalam mengakses sumber modal disebabkan karena tidak adanya titik temu antara petani sebagai debitur dan bank sebagai kreditur. Karakteristik sebagian besar petani Indonesia masih belum menjalankan usahataninya dengan prinsip-prinsip manajemen modern, belum memiliki badan usaha resmi, keterbatasan aset yang dimiliki, kepemilikan lahan yang sempit, minimnya penggunaan teknologi serta jumlah tenaga kerja yang banyak. Sedangkan lembaga perbankan sebagai pemilik modal, menuntut adanya kegiatan usaha yang dijalankan dengan prinsip-prinsip manajemen modern, izin usaha resmi serta adanya
7
jaminan atau agunan. Relatif tingginya tingkat suku bunga kredit perbankan, prosedur pengajuan kredit yang relatif sulit dipenuhi serta tidak adanya jaminan yang bisa diagunkan merupakan penyebab petani menjadi tidak bankable atau kesulitan mengakses kredit bank. Permasalahan yang dihadapi dalam pembiayaan pertanian terkait dengan kondisi kelembagaan petani selama ini, yaitu lemahnya sistem organisasi petani dan prosedur penyaluran kredit yang rumit, birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya perdesaan, sehingga sulit menyentuh kebutuhan petani yang sebenarnya. Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga perbankan menerapkan prinsip 5-C (Capital, Condition, Capacity, Character, dan Collateral) dalam menilai usaha pertanian, di mana tidak semua persyaratan yang diminta tersebut dapat dipenuhi oleh petani. Sektor pertanian masih dianggap sebagai usaha yang beresiko tinggi, sedangkan skim kredit masih terbatas untuk usaha produksi, belum menyentuh kegiatan pra dan pasca produksi dan sampai saat ini belum ada lembaga penjamin dan lembaga keuangan khusus yang menangani sektor pertanian (Syahyuti, 2007). Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan program terobosan dari Kementerian Pertanian untuk menanggulangi kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta kesenjangan antar subsektor. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dimulai sejak tahun 2008. Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP disalurkan melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) selaku kelembagaan tani yang berfungsi sebagai pelaksana PUAP. Kementerian Pertanian telah mengalokasikan program BLM PUAP tahun 2008 - 2009 sebagai mana dirinci Tabel 2. Tabel 2 : Alokasi Penyaluran program BLM PUAP kepada Gapoktan No
Alokasi
1 2 3
Pusat Jawa barat Karawang
Jumlah Gapoktan Penerima Dana PUAP 2008 2009 2010 10.542 9.884 8.587 621 700 687 35 23 25
Sumber: PUAP Kementerian Pertanian 2011
8
Total 29.013 2.008 85
Melalui
pelaksanaan
PUAP
diharapkan
Gapoktan
dapat
menjadi
kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani. PUAP bertujuan untuk (1) meningkatkan potensi sumberdaya manusia dengan mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah, (2) meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani, (3) memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis, dan (4). meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Keberlanjutan program PUAP ditentukan oleh unsur yang terdapat dalam Gapoktan. Dengan peningkatan peran strategis Gapoktan sebagai sebagai kelembagaan tani pelaksana PUAP, maka diharapkan petani mampu meningkatkan kualitas kehidupannya melalui usaha-saha pengembangan kemampuan dan keterampilan sumberdaya manusianya (petani), meningkatnya skala usaha dan menciptakan
efisiensi
dalam
kegiatannya,
yang
pada
gilirannya
mampu
meningkatkan produktivitasnya. Sesuai dengan namanya, Gapoktan merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani, yang dengan adanya penggabungan ini menyebabkan skala usaha menjadi lebih besar sehingga lebih mudah dalam mencapai tingkat efisiensi yang lebih baik. mampu memperkuat posisi
Keberadaan Gapoktan diharapkan
daya tawar petani berhadapan dengan pihak luar
(external institutions) dan menjadi lembaga gerbang (gateway institution) yang menjalankan fungsi representatif bagi seluruh petani dan kelembagaan-kelembagaan lain yang levelnya lebih rendah. Oleh karena itu, perlu dipikirkan langkah strategis dalam menjaga agar program pengembangan usaha agribinis perdesaan (PUAP) dapat berkelanjutan, sehingga kedepan program ini dapat memberikan dampak yang lebih baik dan mampu mendorong peningkatan pendapatan petani
di Kabupaten Karawang.
Berdasarkan uraian tersebut, kajian ini akan difokuskan pada: Bagaimana Strategi Kebelanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).
9
1.2. Perumusan Masalah Tingginya kualitas SDM dalam masyarakat tentunya menjadi tolak ukur dalam menentukan kesejahteraan penduduk. SDM ini tidak bisa berdiri sendiri namun perlu di arahkan melalui pelatihan dan alih teknologi. Semakin efektifnya suatu Gapoktan dalam mengelola SDM yang dimilikinya maka tujuan pembentukan kelompok tersebut akan semakin tajam. Peningkatan kualitas SDM secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kualitas Organisasi kelembagaan gapokten tersebut. Keorganisasian yang dapat dikatakan mandiri dan mapan dapat dilihat dari kelengkapan unsur organisasi tersebut. Kemandirian dapat dilihat melalui ada tidaknya struktur organisasi, berjalan tidaknya kesisteman dalam stuktur tersebut, hubungan internal dalam organisasi, dan pendanaan yang diperoleh oleh organisasi. Sedangkan kemapanan terkait dengan bagaimana organisasi dapat survive dalam menjalankan roda organisasinya dan jika dalam kajian ini adalah gapoktan maka bagaimana gapoktan ini mampu mengembangkan usahatani dalam kelompoknya. Sejalan dengan peningkatan kemandirian kelembagaan (Gapoktan) tersebut maka hambatan keterbatasan terhadap permodalan akan teratasi. Keberadaan Gapoktan akan mampu memperkuat posisi daya tawar petani berhadapan dengan pihak luar (external institutions) terutama dalam pemasaran hasil pertanian anggotanya. Dampaknya bagi petani yang menjadi anggota Gapoktan adalah pengelolaan kolektif pemasaran hasil panen dari lembaga, sehingga harga jual komoditas yang ditawarkan relatif lebih tinggi dibandingkan hasil penjualan kepada para tengkulak. Dengan demikian, kinerja organisasi Gapoktan dalam meningkatkan pendapatan petani sesudah diadakannya pembinaan terhadap Gapoktan perlu diketahui.
Atas dasar uraian di atas, pertanyaan yang perlu dijawab adalah:
Bagaimana kinerja Gapoktan penerima BLM program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)? Sejalan dengan peningkatan kemandirian kelembagaan (Gapoktan) tersebut maka hambatan keterbatasan terhadap permodalan akan teratasi. Keberadaan Gapoktan akan mampu memperkuat posisi daya tawar petani berhadapan dengan pihak luar (external institutions) terutama dalam pemasaran hasil pertanian anggotanya. Dampaknya bagi petani yang menjadi anggota Gapoktan adalah
10
pengelolaan kolektif pemasaran hasil panen dari lembaga, sehingga harga jual komoditas yang ditawarkan relatif lebih tinggi dibandingkan hasil penjualan kepada para tengkulak. Dengan demikian, tingkat pendapatan petani sesudah diadakannya pembinaan terhadap Gapoktan diharapkan akan meningkat dibandingkan dengan kondisi sebelum adanya Program pengembangan usaha agribinis perdesaan (PUAP). Atas dasar uraian di atas, pertanyaan selanjutnya adalah: Bagaimana program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dapat meningkatkan pendapatan anggota Gapoktan PUAP? Kementerian Pertanian sebagai pemegang kebijakan program pengembangan usaha agribinis perdesaan (PUAP) tentunya mengharapkan implementasi kegiatan ini terarah dan tepat sasaran. Kegiatan monitoring dan evaluasi (Monev) yang dilakukan merupakan langkah untuk dapat mengidentifikasikan kelemahan dan kekuatan dari program ini di desa. Kenyataan di lapangan adalah interpretasi dan implementasi terhadap PUAP di masyarakat masih beragam. Sosialisasi pengembangan usaha agribinis perdesaan (PUAP) yang dilakukan masih belum tepat sasaran dan keterbatasan waktu, dana, ketepatan materi dan kompetensi narasumber merupakan simpul masalah yang harus dipecahkan. Strategi kegiatan pengembangan usaha agribinis perdesaan (PUAP) perlu dibuat secara matang, terencana serta mampu menjawab berbagai kendala yang ada di lapangan. Kriteria desa yang akan diusulkan harus dibuat dengan seksama, parameter keberhasilan kegiatan perlu disusun, dan inventarisasi permasalahan yang timbul perlu ada dalam penyusunan strategi kegiatan. Sehingga pertanyaan ketiga yang harus dapat dijawab dalam kajian ini adalah: Bagaimana strategi keberlanjutan program PUAP?
1.3. Tujuan Kajian Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, kajian ini bertujuan untuk melihat perkembangan kelembagaan Gapoktan dan peningkatan pendapatan anggota Gapoktan serta menyusun strategi yang efektif dalam upaya memperkuat kelembagaan Gapoktan sebagai sebuah lembaga ekonomi yang diharapkan mampu
11
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan anggota kelompoknya. Adapun tujuan spesifik yang akan dicapai dalam studi ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis kinerja gapoktan penerima BLM PUAP. 2. Menganalisis tingkat pendapatan petani penerima dana PUAP dan bukan penerima dana PUAP. 3. Merumuskan strategi keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribinis Perdesaan (PUAP) ke depan.
1.4. Manfaat Kajian Merujuk kepada tujuan penelitian, maka diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat, yaitu : 1) Manfaat teoritis, dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan manajemen pembangunan daerah, terutama yang terkait dengan masalah pembiayaan usaha agribisnis dan kelembagaan Gapoktan. Selain itu, hasil penelitian diharapkan menjadi sumber literatur untuk para peneliti yang melakukan penelitian tentang Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di masa yang akan datang. 2) Manfaat praktis : a. Menjadi bahan masukan bagi para stakeholder untuk perbaikan pelaksanaan PUAP di masa datang b. Menjadi bahan masukan untuk perbaikan kinerja Gapoktan PUAP dan petani agar dapat mengatasi masalah pembiayaan pertanian.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Program Pengembangan Usaha Agribinis Perdesaan (PUAP) PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM Mandiri yang melakukan penyaluran bantuan modal usaha dalam upaya menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran, yang diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitas bantuan penguatan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan melalui PUAP dalam hal penyaluran dana penguatan modal kepada anggota. Agar mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT). Jumlah dana yang disalurkan ke setiap Gapoktan maksimal sebesar Rp 100 juta. Dana tersebut disalurkan kepada anggota Gapoktan untuk menunjang kegiatan usahataninya. Dengan demikian, Gapoktan diharapkan mampu menjadi lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Gapoktan sebagai penyalur PUAP antara lain : memiliki sumber daya manusia yang mampu mengelola usaha agribisnis; struktur kepengurusan yang aktif; dimiliki dan dikelola oleh petani; dan dikukuhkan oleh bupati atau walikota (Kementerian Pertanian, 2010). Untuk mengantisipasi agar penyaluran dan pemanfaatan dana PUAP berjalan lancar, maka dibentuklah suatu tim pemantau, pembinaan dan pengendalian di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/ kota.
Pembinaan difokuskan terhadap
peningkatan kualitas SDM yang menangani BLM-PUAP di tingkat kabupaten atau kota; koordinasi dan pengendalian; serta mengembangkan sistem pelaporan PUAP melalui pelatihan peningkatan pemahaman terhadap pelaksanaan PUAP di lapangan nantinya. Di samping melakukan pembinaan, pengendalian juga dilakukan oleh tim pusat PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke propinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan umum
13
Menteri Pertanian. Pelaksanaan pengendalian dari tim pembina PUAP propinsi hingga ke tim teknis PUAP kecamatan dilakukan dengan cara pertemuan regular dan kunjungan lapangan serta mendiskusikan permasalahan yang terjadi di lapangan. Program PUAP yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian sejak dari tahun 2008, pelaksanaannya melalui pendekatan dan strategi sebagai berikut : (1) Memberikan bantuan stimulus modal usaha kepada petani untuk membiayai usaha ekonomi produktif dengan membuat usulan dalam bentuk RUA, RUK dan RUB dan menggunakan dana PUAP sesuai dengan usulan (tahun ke-I); (2) Petani penerima manfaat program PUAP tersebut harus mengembalikan dana stimulasi modal usaha kepada Gapoktan sehingga dapat digulirkan lebih lanjut oleh Gapoktan melalui kaidah-kaidah usaha simpan-pinjam (tahun ke-II); (3) Dana stimulasi modal usaha yang sudah digulirkan melalui pola simpan–pinjam selanjutnya melalui keputusan seluruh anggota gapoktan daharapkan dapat ditumbuhkan menjadi LKM-A, dan pada akhirnya difasilitasi menjadi jejaring pembiayaan (Linkages) dari perbankan/lembaga keuangan. 2.1.1. Tujuan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Tujuan utama dari PUAP adalah sebagai berikut: 1) Mengurangi
kemiskinan
dan
pengangguran
melalui
penumbuhan
dan
pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. 2) Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani. 3) Memberdayakan
kelembagaan
petani
dan
ekonomi
perdesaan
untuk
mengembangkan kegiatan agribisnis. 4) Meningkatkan fungsi kelembagaan menjadi jejaring atau mitra kelembagaan keuangan dalam rangka akses ke permodalan. 2.1.2. Sasaran Program PUAP Adapun sasaran yang diharapkan dari program PUAP adalah sebagai berikut: 1) Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin atau tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa. 2) Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola petani.
14
3) Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani atau peternak (pemilik dan atau penggarap) skala kecil maupun buruh tani. 4) Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan atau musiman. 2.1.3. Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kelompok tani adalah kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri dari petani dewasa (pria maupun wanita) maupun petani taruna (pemuda atau pemudi), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama, kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota (Kementerian Pertanian, 2010). Gabungan kelompok tani (Gapoktan) adalah kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi desa atau yang berada dalam suatu wilayah aliran irigasi petak tersier (Kementerian Pertanian, 2010). Syahyuti (2005) mendefinisikan Gapoktan sebagai gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis berdasarkan prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi anggota dan petani lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh adanya kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha, misalnya terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian serta terhadap sumber informasi. Pada prinsipnya, Gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya serta memiliki peran penting dalam pertanian. Keterlibatan Gapoktan secara aktif sebagai bagian dari gerakan koperasi pada sektor pertanian menjadi penting dalam peningkatan produksi serta kesejahteraan hidup petani (Biro Perencanaan Departemen Pertanian, 2009) di mana: 1) Melalui Gapoktan petani dapat memperbaiki posisi rebut tawar mereka, baik dalam memasarkan hasil produksi maupun dalam pengadaan input produksi yang dibutuhkan. Posisi rebut tawar (bargaining power) ini bahkan dapat berkembang
15
menjadi
kekuatan
penyeimbang
(countervailing
power)
dari
berbagai
ketidakadilan pasar yang dihadapi para petani. 2) Dalam hal mekanisme pasar tidak menjamin terciptanya keadilan, Gapoktan dapat mengupayakan pembukaan pasar baru bagi produk anggotanya. Pada sisi lain Gapoktan dapat memberikan akses kepada anggotanya terhadap berbagai penggunaan faktor produksi dan jasa yang tidak ditawarkan pasar. 3) Dengan bergabung dalam wadah Gapoktan, para petani dapat lebih mudah melakukan
penyesuaian
produksinya
melalui
pengolahan
pasca
panen
sehubungan dengan perubahan permintaan pasar. Pada gilirannya hal ini akan memperbaiki efisiensi pemasaran yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, dan bahkan kepada masyarakat umum maupun perekonomian nasional. 4) Dengan penyatuan sumberdaya para petani dalam sebuah Gapoktan, para petani lebih mudah dalam menangani risiko yang melekat pada produksi pertanian, seperti: pengaruh iklim, heterogenitas kualitas produksi dan sebaran daerah produksi. 5) Dalam wadah organisasi Gapoktan, para petani lebih mudah berinteraksi secara positif terkait dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas SDM mereka. Koperasi sendiri memiliki misi khusus dalam pendidikan bagi anggotanya. 6) Hadirnya Gapoktan di perdesaan dengan berbagai unit usaha yang dijalankan sekaligus membuka lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi para petani anggota maupun masyarakat di sekitarnya. Beberapa alasan yang disebutkan di atas mengisyaratkan bahwa peran Gapoktan tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan petani anggotanya, namun pada gilirannya juga akan menyebabkan berkembangnya sistem agribisnis untuk satu bahkan beberapa komoditas. Pada prinsipnya, apabila Gapoktan sudah memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan telah mampu mengelola usahatani secara komersial, serta memerlukan bentuk badan hukum untuk mengembangkan usahanya; maka dapat ditingkatkan menjadi bentuk organisasi yang formal dan berbadan hukum, sesuai dengan kesepakatan para petani anggotanya. Disini terlihat, bahwa pengembangan Gapoktan merupakan suatu proses lanjut dari lembaga petani yang sudah berjalan baik, misalnya kelompok-kelompok tani.
16
2.2.
Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat menyangkut dua kelompok yang saling terkait,
yaitu masyarakat yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan (Sumodiningrat, 1997). Adimiharja dan Hikmat (2001) mengemukakan bahwa pemberdayaan merupakan pelimpahan proses pengambilan keputusan dan tanggung jawab secara penuh. Pemberdayaan bukan berarti melepaskan pengendalian, tapi menyerahkan pengendalian. Dengan demikian pemberdayaan bukanlah masalah hilangnya pengendalian atau hilangnya hal-hal lain. Yang paling penting, pemberdayaqan
memungkinkan
pemanfaatan
kecakapan
dan
pengetahuan
masyarakat seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Konsep
pemberdayaan
masyarakat
sebagai
upaya
membantu
klien
memperoleh kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan menentukan tindakan yang dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan kekuasaan yang dimiliki seperti melalui transfer kekuasaan. Sejalan dengan itu Ife (1996) dalam Irawati (2006) mengartikan, konsep pemberdayaan (empowerment) sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin. Pemahaman ini menurut Masik (2005) dalam Irawati (2006), menyatakan bahwa interaksi yang terjalin merupakan modal sosial yang memberikan keuntungan dalam perspektif individu maupun kelompok dengan mengakui pentingnya interaksi dan jaringan social sebagai aset kolektif, di mana hubungan antara interaksi sosial yang dilakukan secara individual dan norma serta nilai kepercayaan pada kelompok bersifat timbal balik. Dengan demikian, konsep pemberdayaan merupakan upaya memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki dalam menentukan pilihan kegiatan untuk menjadi lebih baik dengan memberikan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi melalui serangkaian proses. Pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan di perdesaan, meliputi: (1) pola pengembangan pertanian berdasarkan luas dan intensifitas lahan, perluasan kesempatan kerja dan berusaha yang dapat memperluas penghasilan; (2) perbaikan dan penyempurnaan keterbatasan pelayanan sosial (pendidikan, gizi dan kesehatan,
17
dan sebagainya); (3) program memperkuat prasarana kelembagaan dan ketrampilan mengelola kebutuhan perdesaan. Untuk keberhasilannya diperlukan kerjasama antara:
administrasi
lokal,
pemerintah
lokal,
kelembagaan/organisasi
yang
beranggotakan masyarakat lokal, kerjasama usaha, pelayanan dan bisnis swasta yang dapat diintegrasikan ke dalam pasar baik lokal, regional dan global (Elizabeth, 2003). Rubin dalam Sumaryadi (2005: 94-96) mengemukakan 5 prinsip dasar dari konsep pemberdayaan masyarakat sebagai berikut: 1. Pemberdayaan masyarakat memerlukan break-even dalam setiap kegiatan yang dikelolanya, meskipun orientasinya berbeda dari organisasi bisnis, dimana dalam pemberdayaan masyarakat keuntungan yang diperoleh didistribusikan kembali dalam bentuk program atau kegiatan pembangunan lainnya. 2. Pemberdayaan masyarakat selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan. 3. Dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, kegiatan pelatihan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari usaha pembangunan fisik. 4. Dalam implementasinya, usaha pemberdayaan harus dapat memaksimalkan sumber daya, khususnya dalam hal pembiayaan baik yang berasal dari pemerintah, swasta maupun sumber-sumber lainnya. 5. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dengan kepentingan masyarakat yang bersifat mikro. 2.2.1. Pemberdayaan Gapoktan Pemberdayaan Gapoktan berada dalam konteks penguatan kelembagaan. Untuk dapat berkembang sistem dan usaha agribisnis memerlukan penguatan kelembagaan baik kelembagaan petani, maupun kelembagaan usah. Kelembagaan petani dibina dan dikembangkan berdasarkan kepentingan masyarakat dan harus tumbuh dan berkembang dari masyarakat itu sendiri. Kelembagaan pertanian tersebut meliputi kelembagaan penyuluhan (BPP), kelompok tani, Gapoktan, koperasi tani (Koptan), penangkar benih, pengusaha benih, institusi perbenihan lainnya, kios, KUD, pasar desa, pedagang, asosiasi petani, asosiasi industri olahan, asosiasi benih, P3A, UPJA, dan lain-lain.
18
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan petani adalah bahwa petani tidak dijadikan sebagai objek dari berbagai proyek pemerintah, tetapi merupakan subyek dalam pembangunan tersebut, Menurut Ginanjar (1997) pendekatan pemberdayaan petani harus mengikuti pendekatan sebagai berikut : Pertama, upaya itu harus terarah langsung kepada yang memerlukan dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai dengan kebutuhannya. Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang di hadapinya. 2.2.2. Kelembagaan Petani Kelembagaan petani di perdesaaan memiliki peran yang strategis dalam peningkatan pemberdayaan masyarakat desa dalam hal ini para petani. Kelembagaan merupakan himpunan norma-norma dan tindakan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok kehidupan bersosial masyarakat, dan membentuk piranti sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia ketika bersosialisasi dalam bermasyarakat (Elizabeth. 2003). Lembaga
di
perdesaan
lahir
untuk
memenuhi
kebutuhan
sosial
masyarakatnya. Sifatnya tidak linier, namun cenderung merupakan kebutuhan individu anggotanya, berupa: kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman (safe), kebutuhan hubungan sosial (social affilination), pengakuan (esteem), dan pengembangan pengakuan (self actualization). Manfaat utama lembaga adalah mewadahi kebutuhan salah satu sisi kehidupan social masyarakat, dan sebagai social control, sehingga setiap orang dapat mengatur perilakunya menurut kehendak masyarakat (Elizabeth, 2003). Menurut Syahyuti (2008), terdapat beberapa peran pokok kelembagaan yang diharapkan dapat dimainkan oleh Gapoktan. Pertama, Gapoktan difungsikan sebagai lembaga sentral dalam sistem yang terbangun, misalnya terlibat dalam penyaluran benih bersubsidi yaitu bertugas merekap daftar permintaan benih dan nama anggota. Demikian pula dalam pencairan anggaran subsidi benih dengan menerima voucher dari Dinas Pertanian setempat. Gapoktan merupakan lembaga strategis yang akan
19
merangkum seluruh aktifitas kelembagaan petani di wilayah tersebut. Gapoktan dijadikan sebagai basis usaha petani peternak di setiap perdesaan. Kedua, Gapoktan juga dibebankan untuk peningkatan ketahanan pangan di tingkat lokal. Mulai tahun 2006 melalui Badan Ketahanan Pangan telah dilaksanakan “Program Desa Mandiri Pangan” dalam rangka mengatasi kerawanan dan kemiskinan di perdesaan. Pengentasan kemiskinan dan kerawanan pangan dilakukan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif. Dalam hal ini, masyarakat yang tergabung dalam suatu kelompok tani dibimbing agar mampu mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dan potensi yang mereka miliki, serta mampu secara mandiri membuat rencana kerja untuk meningkatkan pendapatannya melalui usahatani dan usaha agribisnis berbasis perdesaan. Tahapan selanjutnya adalah, bahwa beberapa kelompok tani dalam satu desa yang telah dibina kemudian difasilitasi untuk membentuk Gapoktan. Ketiga, mulai tahun 2007, Gapoktan dianggap sebagai Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (LUEP) sehingga dapat menerima Dana Penguatan Modal (DPM), yaitu dana pinjaman yang dapat digunakan untuk membeli gabah petani pada saat panen raya, sehingga harga tidak terlalu jatuh. Kegiatan DPM-LUEP telah dimulai semenjak tahun 2003, namun baru mulai tahun 2007 Gapoktan dapat sebagai penerima. Dalam konteks ini, Gapoktan bertindak sebagai “pedagang gabah”, dimana ia akan membeli gabah dari petani lalu menjualkannya berikut berbagai fungsi pemasaran lainnya. Keempat, sejak tahun 2008, Gapoktan sebagai kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Melalui pelaksanaan PUAP diharapkan Gapoktan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani. 2.2.3. Kinerja Kelembagaan Petani Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan kegiatan/program/kebjiakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Kinerja juga dapat dikatakan sebagai perilaku berkarya, penampilan, atau hasil karya. Karena itu kinerja merupakan bentuk yang multidimensional, sehingga cara mengukurnya sangat bervariasi tergantung dari banyak faktor (Solihin, 2008).
20
Kinerja kelembagaan petani di Indonesia sebagaimana yang dipaparkan oleh Dwi Purnomo (2010), masih belum sesuai yang diharapkan. Hal ini menurutnya disebabkan oleh : 1.
Kelompok tani pada umumnya dibentuk berdasarkan kepentingan teknis dan berdasarkan konsep cetak biru (blue print approach) yang seragam untuk memudahkan pengkoordinasian apabila ada kegiatan atau program pemerintah, sehingga lebih bersifat orientasi program, dan kurang menjamin kemandirian kelompok dan keberlanjutan kelompok.
2.
Pembentukan dan pengembangan kelembagaan tidak menggunakan basis social capital setempat dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai melalui prinsip keotonomian dan pemberdayaan.
3.
Meskipun kelembagaan sudah dibentuk, namun pembinaan yang dijalankan cenderung individual, yaitu hanya kepada pengurus. Pembinaan kepada kontak tani memang lebih murah, namun pendekatan ini tidak mengajarkan bagaimana meningkatkan kinerja kelompok misalnya, karena tidak ada social learning approach.
4.
Pengembangan kelembagaan selalu menggunakan jalur struktural, dan lemah dari pengembangan aspek kulturalnya. Struktural organisasi dibangun lebih dahulu, namun tidak diikuti oleh pengembangan aspek kulturalnya. Sikap berorganisasi belum tumbuh pada diri pengurus dan anggotanya, meskipun wadahnya sudah tersedia. Sehingga partisipasi dan kekompakan anggota kelompok dalam kegiatan kelompok masih relatif rendah, ini tercermin dari tingkat kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok rendah
2.2.4. Kinerja Pengelolaan Usahatani Sejak pemerintahan orde baru kegiatan pertanian diarahkan kepada bagaimana pencapaian produksi atau lebih kepada pengembangan subsistem usaha pertanian. Pada kegiatan on-farm yang didukung dengan kebijakan untuk peningkatan produksi melalui program intensifikasi pertanian. Hal ini terkait dengan program pemerintah melalui pengadaan pengairan, sarana produksi, benih unggul, pestisida serta pembukaan lahan-lahan pertanian terutama di luar Jawa seperti proyek gambut sejuta hektar di Kalimantan. Program tersebut bermuara pada pengadaan pangan nasional. Namun disadari bahwa program tersebut belum memberi kepada 21
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani (Soetrisno, 2003 dalam Anomim, 2006). Program intensifikasi usahatani, khususnya padi sebagai makanan pokok, terutama diprioritaskan pada pemakaian benih varietas unggul, pupuk kimia, dan obat-obatan pemberantas hama dan penyakit. Kebijakan pemerintah saat itu secara jelas merekomendasikan penggunaan energi dari luar, serta didukung dengan pemberian subsidi harga pupuk dan obat-obatan, sehingga sangat terjangkau oleh petani-petani kecil. Penerapan program intensifikasi pertanian berbasis teknologi revolusi hijau telah mengubah pola bertani, di antaranya pola pemupukan, pola tanam dan pemakaian pestisida. Revolusi hijau dimotori oleh penggunaan varietas unggul responsif terhadap pupuk anorganik tetapi sering memerlukan pestisida untuk proteksi dari serangan hama penyakit, sehingga boros sumber daya dan tidak ramah lingkungan (Praptono, 2010). Sejalan dengan format penumbuhan gapoktan menjadi kelembagaan tani di perdesaan
sesuai
Peraturan
Menteri
Pertanian
(Permentan)
Nomor
273/Kpts/OT.160/4/2007, maka Gapoktan penerima BLM PUAP harus menunjukkan bahwa lembaga ini mampu mengelola dan mengembangkan usahataninya menjadi lembaga ekonomi ataupun lembaga keuangan mikro agribisnis. Kemudaian lembaga ini menjadi salah satu unit usaha dalam Gapoktan sehingga dapat mengelola dan melayani pembiayaan bagi petani anggota secara berkelanjutan. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan lembaga keuangan mikro yang ditumbuhkan dari Gapoktan pelaksana PUAP dengan fungsi utamanya adalah untuk mengelola aset dasar dari dana PUAP dan dana keswadayaan angggota (Kementerian Pertanian, 2010). Dana yang dikelola LKM-A dimanfaatkan secara maksimal untuk membiayai usaha agribisnis anggota. Pengukuran kinerja aspek managemen pengelolaan LKM-A pada Gapoktan merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui pola pengelolaan keuangan (manajemen keuangan) di tingkat Gapoktan PUAP oleh pengurus. Sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan, pencatatan keuangan bertujuan untuk: (a) Meningkatkan tata cara pengelolaan keuangan dan pelaksanaan teknis di lapangan; (b) Mengetahui tata cara penggunaan dana; (c) Dalam tahap awal dapat diketahui tingkat efesiensi atau adanya penyimpangan dalam penggunaan dana; (d) Memudahkan dalam pembuatan laporan
22
keuangan kepada pihak eksternal terutama mempersiapkan Gapoktan masuk pada jaringan Linkages program dari bank/lembaga keuangan; (e) Memudahkan badan/tim pengawas melakukan pemeriksaan dalam penggunaan uang organisasi. Pengukuran manajemen pengelolaan LKM-A dilakukan untuk beberapa pertimbangan yaitu: (1) Mengukur tingkat keberhasilan dari proses pendampingan terkait dengan pengelolaan keuangan dan peningkatan skala usaha. Proses pendampingan ini secara nyata ditunjukkan adanya peningkatan kemampuan pengurus Gapoktan dalam mengelola keuangan dan usaha kelompoknya. Setiap kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan usaha tersebut didasarkan pada AD/ART dan standar manajemen keuangan yang telah ditetapkan; (2) Mengukur proses pencatatan dan pelaporan keuangan terhadap proses pengembangan usaha, untuk menjamin akuntabilitas pengelolaan keuangan. 2.3. Tingkat Pendapatan Petani 2.3.1. Pengertian Pendapatan Petani Pendapatan merupakan keseluruhan penerimaan yang diterima pekerja, buruh, atau rumah tangga, baik berupa fisik maupun non fisik selama ia melakukan pekerjaan pada suatu perusahaan atau instansi atau pendapatan selama ia bekerja atau berusaha (Nababan. 2009). Dari Definisi yang dipaparkan oleh Nababan, maka pengertian pendapatan petani adalah penerimaan yang didapatkan oleh petani, baik fisik maupun non fisik selama ia melakukan pekerjaan di bidang pertanian. Pendapatan yang diterima petani merupakan hasil penjualan dari komoditi pertanian yang dijualnya sebagai usaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendapatan petani dapat bermacam-macam sumbernya yaitu sektor formal berupa gaji atau upah yang diterima dan sektor informal berupa penghasilan tambahan dagang, tukang, buruh dan lain-lain dan di sektor subsistem berupa hasil usaha sendiri.
Pendapatan usahatani tergantung pada faktor produksi, yaitu (1)
Penggunaan varietas unggul, (2) pemupukan yang seimbang, (3) pengolahan tanah, (4) pengairan yang baik, (5) pemberantasan hama dan penyakit, (6) penanganan pasca panen, (7) penggunaan lahan secara intensifikasi, (8) penggunaan peralatan dan mesin yang canggih dan modern, (9) peningkatan sumberdaya manusia, (10) penambahan modal usaha. Kesepuluh faktor produksi diatas menentukan tingkat kemiskinan petani serta usahatani (Ginting. 2004). 23
2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani 2.3.2.1. Tenaga Kerja Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization) penduduk dapat dikelompokkkan menjadi tenaga kerja (angkatan kerja) dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan pokok ketenaga kerjaan disebutkan bahwa:’’Tenaga kerja adalah setiap orang lakilaki atau perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”. 2.3.2.2. Teknologi Penggunaan teknologi dalam pertanian akan mempengaruhi berapa jumlah tenaga kerja yang di butuhkan, penggunaan teknologi akan meningkatkan kualitas hasil pertanian sehingga produksi hasil pertanian mengalami efisiensi dan memberikan keuntukan yang maksimal kepada petani. 2.3.2.3 Modal Penggunaan sumber daya yang optimal terutama fasilitas modal sangat berpengaruh dalam memproduksi hasil pertanian karena semakin besar modal yang dimiliki oleh petani maka akan mengoptimalkan pembelian barang input dalam proses produksi. 2.4. Strategi Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan,
perencanaan,
dan
eksekusi
sebuah
aktivitas
dalam
kurun waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsipprinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif (wikipedia. 2011). Strategi adalah cara yang dilakukan untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Sebagai langkah-langkah pelaksanaan diperlukan perumusan 24
serangkai kebijakan (policy formulation method and technique). Strategi untuk seluruh pembangunan adalah mewujudkan keadilan dan kemakmuran , sedangkan kebijakan untuk membangun sektor adalah mengatasi berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi (Zahiri. 2008) Dalam mewujudkan tujuan pembangunan masyarakat terdapat paling sedikit empat jenis srategi : 1. Strategi pembangunan (growth strategy) 2. Strategi kesejahteraan (welfare strategi) 3. Strategi yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (responsive strategy) 4. Strategi terpadu atau strategi yang menyeluruh (integrated or holistic strategy). (Raharjo Adisasmita, 2006) Pada dasarnya strategi pembangunan masyarakat adalah mirip dengan strategi pembangunan perdesaan. Azas atau karakteristik masyarakat adalah memiliki sifat semangat masyarakat bergotong royong dan saling tolong menolong, tidak bersifat individualitas, membangun secara bersama-sama, pelibatan anggota masyarakat atau peran serta masyarakat adalah besar. Demikian pula dengan masyarakat perdesaan, oleh karena itu strategi pembangunan masyarakat atau community development strategi mempunyai azas yang serupa dengan strategi pembangunan perdesaan. Apa bila dikaji lebih dalam dan lebih luas konsep community development dapat dikembangkan sebagai mekanisme perencanaan pembangunan yang bersifat bottomup yang melibatkan peran serta masyarakat dalam berbagai kegiatan perencanaan dan pembangunan perkotaan. Kabinet Indonesia bersatu telah menetapkan program pembangunanya dengan menggunakan strategi tiga jalur (Triple track strategy) yang berazaskan progrowh, pro-employment dan pro-poor. Operasional konsep strategi tiga jalur tersebut dirancang melalui: (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5 % / tahun melalui percepatan investasi dan ekspor; (2) pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkat kerja dan menciptakan lapangan kerja baru, dan (3) revitaslisasi sektor pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan (Rivai, dkk. 2010). Strategi kebijaksanaan pembangunan perdesaan diarahkan kepada:
25
1. Pengembangan kelembagaan yang dapat mempercepat proses modernisasi perekonomian masyarakat perdesaan melalui pengembangan agribisnis, jaringan kerja produksi dan jaminan pemasaran. 2. Peningkatan investigasi dalam pengembangan sumber daya manusia yang dapat mendorong produktivitas, kewiraswastaan dan ketahanan social masyarakat perdesaan. 3. Peningkatan ketersediaan pelayanan prasarana dan sarana perdesaan untuk mendukung proses produksi, pengolahan, pemasaran dan pelayanan social masyarakat. 4. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengolahan lahan untuk menopang kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan secara berkelanjutan. 5. Peningkatan kemampuan organisasi pemerintah dan lembaga masyarakat perdesaan untuk mendukung pengembngan agribisnis dan pemberdayaan petani dan nelayan. 6. Penciptaan iklim social yang memberi kesempat masyarakat perdesaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan, pengawasan, terhadap jalannya pemerintahan di perdesaan. Pola dasar PUAP dirancang untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana BLM PUAP kepada Gapoktan dalam mengembangkan usaha produktif petani dalam mendukung 4 (empat) sukses Kementerian Pertanian yaitu: 1) Swasembada dan swasembada berkelanjutan; 2) Diversifikasi pangan; 3) Nilai tambah, Daya saing dan Ekspor, dan 4) Peningkatan kesejahteraan petani. Untuk pencapaian tujuan tersebut diatas, komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah 1) Keberadaan Gapoktan; 2) Keberadaan Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani sebagai pendamping; 3) Pelatihan bagi petani, pengurus Gapoktan,dll; dan 4) penyaluran dana BLM kepada petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani. Strategi dasar Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah: 1) Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP; 2)
Optimalisasi potensi
agribisnis di desa miskin yang terjangkau; 3) Fasilitasi modal usaha bagi petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin; dan 4) Penguatan kelembagaan Gapoktan.
26
Strategi Operasional Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah: 1. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP dilaksanakan melalui: a) pelatihan bagi petugas pembina dan pendamping PUAP; b) rekrutmen dan pelatihan bagi Penyuluh dan PMT; c) pelatihan bagi pengurus Gapoktan; dan d) pendampingan bagi petani oleh penyuluh dan PMT. 2. Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin yang terjangkau dilaksanakan melalui: identifikasi potensi desa, penentuan usaha agribisnis (hulu, budidaya dan hilir) unggulan; dan penyusunan dan pelaksanaan RUB berdasarkan usaha agribisnis unggulan. 3) Fasilitasi modal usaha bagi petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan dilaksanakan melalui: penyaluran BLM PUAP kepada pelaku agribisnis melalui Gapoktan, pembinaan teknis usaha agribisnis dan alih teknologi; dan fasilitasi pengembangan kemitraan dengan sumber permodalan lainnya. 4) Penguatan kelembagaan Gapoktan dilaksanakan melalui: pendampingan Gapoktan oleh Penyuluh Pendamping; pendampingan oleh PMT di setiap Kabupaten/Kota; dan fasilitasi peningkatan kapasitas Gapoktan menjadi lembaga ekonomi yang dimilki dan dikelola petani. 2.5. Konsep keberlanjutan Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya. Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Selanjutnya pada era pembangunan berkelanjutan saat ini ada 3 tahapan yang dilalui oleh setiap Negara. Pada setiap tahap, tujuan pembangunan adalah 27
pertumbuhan ekonomi namun dengan dasar pertimbangan aspek-aspek yang semakin komprehensif dalam tiap tahapannya. Tahap pertama dasar pertimbangannya hanya pada keseimbangan ekologi. Tahap kedua dasar pertimbangannya harus telah memasukkan pula aspek keadilan sosial. Tahap ketiga, semestinya dasar pertimbangan dalam pembangunan mencakup pula aspek aspirasi politis dan sosial budaya dari masyarakat setempat (Soegijoko, et all. 2005). Tahapan tersebut digambarkan sebagai evolusi konsep pembangunan berkelanjutan, seperti dalam Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Tahapan dalam konsep pembangunan berkelanjutan Pra-pembangunan berkelanjutan Pertumbuhan produktivitas ekonomi Sebagai obyek utama pembangunan
Tahap 1
Pembangunan berkelanjutan Tahap 2
Tahap 3
Produktivitas ekonomi dan keberlanjutan ekologi
Produktivitas ekonomi dan keberlanjutan ekologi
Produktivitas ekonomi dan keberlanjutan ekologi
Harus di capai dan diseimbangkan dalam pembangunan
Keadilan sosial
Keadilan social dan partisipasi politik dan semangat kebudayaan
Harus di capai dan diseimbangkan dalam pembangunan
Harus di capai dan diseimbangkan dalam pembangunan Sumber : Soegijoko, et all dalam Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21. 2005
Dalam konteks pembangunan pertanian yang berkelanjutan, konsep dasar pertanian berkelanjutan adalah mempertahankan ekosistem alami lahan pertanian yang sehat, bebas dari bahan-bahan kimia yang meracuni lingkungan. Pertanian berkelanjutan memutus ketergantungan terhadap pupuk dan pestisida kimiawi dalam kegiatan pertania. Sehingga lingkungan pertanian yang sehat dan berkelanjutan dapat terus diupayakan. (Anneahira. 2011). Guna mencapai hal tersebut diperlukan program yang diarahkan pada upaya memperpanjang siklus biologis dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan peternakan atau hasil ikutannya, dimana setiap mata rantai siklus menghasilkan produk baru yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Program ini diharapkan mampu mengoptimalkan pemberdayaan masayarakat dan pemanfaatan lahan marginal di seluruh daerah (kabupaten/kota) serta mampu mengantisipasi berbagai tantangan dalam pasar global dan otonomi daerah. Berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan tersebut, maka indikator pembangunan berkelanjutan tidak akan terlepas dari aspek-aspek tersebut diatas, yaitu aspek ekonomi, ekologi/lingkungan, sosial, politik, dan budaya. Prof. Otto
28
Soemarwoto dalam Sutisna (2006), mengajukan enam tolok ukur pembangunan berkelanjutan secara sederhana yang dapat digunakan baik untuk pemerintah pusat maupun di daerah untuk menilai keberhasilan seorang Kepala Pemerintahan dalam pelaksanaan proses pembangunan berkelanjutan. Keenam tolok ukur itu meliputi: a. Tolok ukur pro lingkungan hidup (pro-environment) dapat diukur dengan berbagai indikator. Salah satunya adalah indeks kesesuaian,seperti misalnya nisbah luas hutan terhadap luas wilayah (semakin berkurang atau tidak), nisbah debit air sungai dalam musim hujan terhadap musim kemarau, kualitas udara, dan sebagainya. Berbagai bentuk pencemaran lingkungan dapat menjadi indikator yang mengukur keberpihakan pemerintah terhadap lingkungan. b. Tolok ukur pro rakyat miskin (pro-poor) bukan berarti anti orang kaya. Yang dimaksud pro rakyat miskin dalam hal ini memberikan perhatian pada rakyat miskin yang memerlukan perhatian khusus karena tak terurus pendidikannya, berpenghasilan rendah, tingkat kesehatannya juga rendah serta tidak memiliki modal usaha sehingga daya saingnya juga rendah. Pro rakyat miskin dapat diukur dengan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) atau Human Poverty Index (HPI) yang dikembangkan PBB. Kedua indikator ini harus dilakukan bersamaan sehingga dapat dijadikan tolok ukur pembangunan yang menentukan. Nilai HDI dan HPI yang meningkat akan dapat menunjukkan pembangunan yang pro pada rakyat miskin. c. Tolok ukur pro kesetaraan jender/pro-perempuan (pro-women), dimaksudkan untuk lebih banyak membuka kesempatan pada kaum perempuan untuk terlibat dalam arus utama pembangunan. Kesetaraan jender ini dapat diukur dengan menggunakan
Genderrelated.
Develotmenta.Index
(GDI)
dan
Gender
Empowerment Measure (GEM) untuk suatu daerah. Jika nilai GDI mendekati HDI, artinya di daerah tersebut hanya sedikit terjadi disparitas jender dan kaum perempuan telah semakin terlibat dalam proses pembangunan. d. Tolok ukur pro pada kesempatan hidup atau kesempatan kerja (prolivelihood opportunities) dapat diukur dengan menggunakan berbagai indikator seperti misalnya indikator demografi (angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja, dan sebagainya), pendapatan perkapita, dan lain-lain. Indikator
29
Kesejahteraan Masyarakat juga dapat menjadi salah satu hal dalam melihat dan menilai tolok ukur ini e. Tolok ukur pro dengan bentuk negara kesatuan RI merupakan suatu keharusan, karena pembangunan berkelanjutan yang dimaksud adalah untuk bangsa Indonesia yang berada dalam kesatuan NKRI. f. Tolok ukur anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dapat dilihat dari berbagai kasus yang dapat diselesaikan serta berbagai hal lain yang terkait dengan gerakan anti KKN yang digaungkan di daerah bersangkutan.
2.6. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dibuat untuk memahami arah kajian yang dilakukan mengenai evaluasi dan strategi program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) terhadap kinerja kelembagaan Gapoktan dan tingkat pendapatan petani Kabupaten Karawang Propinsi Jawa Barat, berikut ini merupakan bagan kerangka pemikiran. PUAP
KEBERLANJUTAN PROGRAM PUAP
ANALISIS IPA
KINERJA GAPOKTAN
TINGKAT PENDAPATAN
ALTERNATIF STRATEGI
- MATRIKS IE - MATRIKS SWOT
PERUMUSAN STRATEGI TERBAIK
QSPM
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
30
- ANALISIS USAHA TANI - UJI STATISTIK t-HITUNG
III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive karena Kabupaten Karawang merupakan daerah sentra produksi padi yang menerima program PUAP, memiliki lahan potensial untuk pengembangan padi sawah dan peluang pasar yang menguntungkan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011. 3.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer mencakup karakteristik petani, input dan output usahatani, harga input dan output serta data lainnya yang dapat membantu tercapainya tujuan penelitian ini. Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara dengan responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen program PUAP dan publikasi dari berbagai lembaga pemerintah seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Balai Penyuluhan Pertanian, Kantor Kecamatan Rengasdengklok dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang baik secara langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan PUAP. 3.3. Metode Pengambilan Contoh Kecamatan Rengasdengklok dipilih secara purposive sebagai lokasi contoh dengan pertimbangan Kecamatan Rengasdengklok sentra produksi padi sawah di Kabupaten Karawang dengan kemampuan produksi mencapai 50 persen dan kecamatan yang mendapatkan bantuan PUAP terbesar. Selanjutnya pada kecamatan terpilih ditentukan 2 desa sebagai lokasi penelitian. Penentuan desa terpilih berdasarkan penyebaran jumlah kelompok tani penerima PUAP tahun 2008. Dua desa terpilih adalah Desa Kalang Surya dan Desa Aman Sari. Setelah diperoleh lokasi pengambilan contoh, pengambilan contoh dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan status petani dalam program PUAP, yaitu
31
petani padi sawah penerima PUAP dan petani padi sawah bukan penerima PUAP. Metode
dengan cara membandingkan keadaan usahatani (pendapatan)
dengan dan tanpa PUAP (with and without method) pada satu musim tanam ini didasarkan pada pertimbangan, yaitu
metode
ini
mampu
mengontrol
perkembangan teknologi dan data yang diperoleh akan lebih akurat, sebab petani hanya mengingat data pola tanam yang baru lewat. Jumlah pengambilan petani contoh dilakukan secara proporsional. Total petani contoh yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 60 petani contoh dengan pembagian 30 petani contoh penerima PUAP dan 30 petani contoh bukan penerima PUAP. Metode analisis SWOT dan QSPM dilakukan secara purposive terhadap pengambil kebijakan pelaksanaan PUAP yaitu ketua Gapoktan, Penyuluh Pendamping, Penyelia Mitra Tani, Badan Penyuluhan Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Karawang dan Kementerian Pertanian.
3.4. Metode Analisis 3.4.1. Analisis Kinerja Gapoktan Penerima PUAP denggan Metode Importance Performance Analysis (IPA) Untuk melakukan analisis terhadap kinerja gapoktan penerima PUAP, dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Tujuannya untuk membuat deskripsi berkaitan dengan faktor-faktor yang ada dalam program PUAP yang menurut penerima sangat mempengaruhi kinerja mereka terhadap pemanfaatan PUAP, dan faktor-faktor yang menurut penerima perlu
ditingkatkan karena
kondisi saat ini belum sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan menggunakan skala likert. Pengukuran faktor dilakukan dengan membandingkan antara tingkat kepentingan petani sebagai penerima program PUAP dan tingkat kinerja dan program PUAP yang dirasakan oleh petani penerima. Analisis yang digunakan adalah Importance-Performance Analysis (IPA) (Rangkuti, 2006). Metode Importance-Performance Analysis (IPA)
diperlukan dalam penelitian ini guna
menjelaskan faktor-faktor dalam program PUAP yang berpengaruh terhadap keberlanjutan program pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP).
32
Metode Importance-Performance Analysis (IPA) merupakan suatu model multi-atribut. Tehnik ini mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan penawaran pasar dengan menggunakan dua kriteria yaitu kepentingan relatif atribut dan kepuasan konsumen. Penerapan teknik Importance-Performance Analysis (IPA) dimulai dengan identifikasi atribut-atribut yang relevan terhadap situasi pilihan yang diamati. Daftar atribut-atribut dapat dikembangkan dengan mengacu kepada literatur-literatur, melakukan interview, dan menggunakan penilaian manajerial. Di lain pihak, sekumpulan atribut yang melekat kepada barang atau jasa dievaluasi berdasarkan seberapa penting masing-masing produk tersebut bagi konsumen dan bagaimana jasa atau barang tersebut dipersepsikan oleh konsumen. Evaluasi ini biasanya dipenuhi dengan melakukan survey terhadap sampel yang terdiri atas konsumen. Setelah menentukan atribut-atribut yang layak, konsumen ditanya dengan dua pertanyaan. Satu adalah atribut yang menonjol dan yang kedua adalah kinerja perusahaan yang menggunakan atribut tersebut. Dengan menggunakan mean, median atau pengukuran ranking, skor kepentingan dan kinerja atribut dikumpulkan dan diklasifikasikan ke dalam kategori tinggi atau rendah; kemudian dengan memasangkan kedua set rangking tersebut, masing-masing atribut ditempatkan ke dalam salah satu dari empat kuadran kepentingan kinerja. Skor mean kinerja dan kepentingan digunakan sebagai koordinat untuk memplotkan atribut-atribut individu pada matriks dua dimensi yang ditunjukkan pada Gambar 3 berikut:
Kuadran A
Kuadran B
Prioritas Utama
Pertahankan Prestasi
Kuadran C
Kuadran D
Prioritas Rendah
Berlebihan
Gambar 3. Kuadran Kepentingan Kinerja
33
Kuadran yang terdapat di Gambar 3 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1)
Kuadran. Menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi pelanggan, termasuk unsur–unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun produk tidak sesuai keinginan pelanggan sehingga tidak puas.
2)
Kuadran B. Menunjukkan unsur pokok yang sudah ada pada produk sehingga wajib dipertahankan serta dianggap sangat penting dan memuaskan.
3)
Kuadran C. Menunjukkan faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, keberadaannya biasa–biasa saja dan dianggap kurang penting serta kurang memuaskan.
4)
Kuadran D. Menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelanggan kurang penting namun pelaksanaannya berlebihan, dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan. Matriks di atas digunakan untuk menggambarkan prioritas atribut-atribut
guna perbaikan ke depan dan dapat memberikan panduan untuk formulasi strategi. Contoh Skor Nilai Kepentingan dan Kepuasan yang digunakan adalah sebagai mana diperlihatkan pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Skor Nilai Kepentingan dan Kepuasan pelanggan Skor/Nilai
Tingkat Kepentingan
Tingkat Kepuasan
4
Sangat Penting
Sangat Puas
3
Penting
Puas
2
Tidak Penting
Tidak Puas
1
Sangat tidak Penting
Sangat tidak Puas
Rumus yang di gunakan dalam metode Importance-Performance Analysis (IPA) (Ariyoso. 2009) Tki = Xi/Yi X 100% TKi = Tingkat kesesuaian responden Xi = Skor penilaian tingkat kinerja/kepuasan Yi = Skor penilaian kepentingan
34
Proses pengumpulan data dilaksanakan dengan melakukan survei ke lapangan. Tahap pertama dilakukan wawancara dengan pejabat di lingkungan Kementerian pertanian untuk mengetahui persepsi aparat tentang faktor-faktor yang menjadi dasar penilaian pelaksanaan program
P U A P . faktor-faktor
program PUAP yang diukur terdiri atas 21 poin, meliputi: (1) Gapoktan memiliki struktur organisasi, (2) Gapoktan memiliki uraian tugas pokok Gapoktan menyelenggarakan rapat/pertemuan pengurus,
(3)
(4) Adanya penyuluh
pendamping, (5) Adanya peran PMT, (6) Keterlibatan Anggota Gapoktan dalam pembuatan RUB, (7) Ketersediaan dana PUAP, penerima PUAP
(9)
(8)
Kemudahan Persyaratan
Sosialisasi program PUAP (10) Seleksi calon penerima
PUAP, (11Sebagai unit simpan pinjam (12) Pemahaman terhadap kesusain dana yang diterima dengan kebutuhan usahatani, (13) pemahaman akan jaminan /agunan untuk pinjaman dana PUAP, (14) ketepatan pengembalian dana PUAP (15) perguliran dana PUAP
pada keleompok lain (16) peningkatan unit usaha (17)
Gapoktan mengadakan saprodi pertanian (18) penggunaan teknologi dalam usahatani (19) Gapoktan mengadakan kerja sama keuangan (20) Gapoktan mengadakan kerja sama saprodi dan (21) pemasaran bersama dilakukan oleh Gapoktan. Tahap kedua dilakukan penyebaran dan pengisian kuesioner oleh para petani penerima PUAP. Data hasil survei diolah untuk mendapatkan gambaran tentang persepsi dari pihak penerima. Persepsi digambarkan dalam diagram Kartesius. Tahap ketiga, menghitung nilai rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat kinerja untuk setiap faktor dengan rumus sebagai berikut: k
∑Ri Ri = i=1 ................................................................................................(3.1) k
∑Si Si = i=1 .................................................................................................(3.2) n dimana: Ri Si ke-i n
= Bobot rata-rata tingkat penilaian kinerja faktor ke-i = Bobot rata-rata tingkat penilaian kepentingan faktor = Jumlah petani contoh
35
Rentang skala Importance-Performance yang digunakan adalah skala Likert, dengan nilai terendah adalah 1 (satu) dan nilai tertinggi adalah 5 (lima). Kriteria jawaban tingkat kepentingan terdiri atas: SP = sangat penting (nilai 5), P = penting (nilai 4), CP = cukup penting (nilai 3), KP = kurang penting (nilai 2), dan TP = tidak penting (nilai 1), sedangkan kriteria jawaban tingkat kinerja terdiri atas: SB = sangat baik (nilai 5), B = baik (nilai 4), CB = cukup baik (nilai 3), KB = kurang baik (nilai 2), dan TB= tidak baik (nilai 1). Tahap keempat, membuat grafik IPA dengan mempergunakan nilai rata-rata tingkat kinerja pada sumbu X dan tingkat kepentingan pada sumbu Y untuk mengetahui secara spesifik letak masing-masing faktor pada IP-matrix. Nilai ratarata tingkat kepentingan dan tingkat kinerja untuk keseluruhan faktor dihitung dengan rumus sebagai berikut: k
∑Ri Ri = i=1 ................................................................................................(3.3) a k
∑Si Si = i=1 .................................................................................................(3.4) a dimana: Ri
= Nilai rata-rata kinerja faktor
Si
= Nilai rata-rata kepentingan
faktor a
= jumlah factor
3.4.2. Analisis Pendapatan Petani Dampak program PUAP terhadap pendapatan anggota (petani) Gapoktan PUAP dapat dilihat dengan membandingkan pendapatan petani penerima dana PUAP dan
pendapatan petani program PUAP. Analisis ini digunakan untuk
mengetahui
sejauh
mana
pengaruh
dampak
program
PUAP terhadap
pendapatan usahatani padi di Kecamatan Rengasdengklok. Analisis pendapatan usahatani padi dilakukan pada satu musim yakni pada musim tanam.
36
Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran kotor usahatani tani. Perhitungan pendapatan usahatani dilakukan dengan menggunakan formulasi : P = TP – (Bt + Btt) Dimana : P TP Bt Btt
= = = =
Pendapatan bersih usahatani (Rp) Total penerimaan usahatani (Rp) Biaya tunai (Rp) Biaya tidak tunai (Rp) Penerimaan sering disebut juga dengan pendapatan kotor (gross farm
income), merupakan nilai produk total usahatani dalam periode tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan diperoleh dari hasil kali antara jumlah produk yang dihasilkan dengan harga jual produk tersiebut. Sementara itu pengeluaran total usahatani (total farm expenses) terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan).
3.4.2.1 Analisis R/C Rasio Untuk mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan dari usahtani dapat menggunakan analisis rasio pendapatan terhadap biaya (R/C rasio). Rasio pendapatan terhadap biaya merupakan perbandingan antara total penerimaan yang diperoleh dari setiap satuan uang yang dikeluarkan dalam proses produksi usahatani. Analisis pendapatan dibagi menjadi dua yakni analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Semakin besar nilai R/C rasio maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Perhitungan R/C rasio diformulasikan sebagai berikut: ( Rasio atas biaya total) R/C = TP/BT Dimana : TP = Total penerimaan usahatani (Rp) BT = Biaya total (Rp) 3.4.2.2 Uji T-statistik Untuk menguji perbedaan tingkat pendapatan sebelum dan sesudah adanya program PUAP, akan dilakukan dengan uji statistik t-hitung untuk berpasangan (Walpole, 1995). Formulasinya sebagai berikut :
37
Hipotesis awal yaitu menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat pendapatan sebelum dan sesudah adanya program PUAP. Sementara itu hipotesis akhir adalah menunjukkan adanya perbedaan tingkat pendapatan sebelum dan sesudah adanya program PUAP. Hipotesis tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut : H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = Pendapatan usaha sebelum mendapatkan pinjaman µ 2 = Pendapatan usaha setelah mendapatkan pinjaman Kriteria Uji : Ho ditolak apabila t-hitung > t-tabel, db = n-1, α = 0.05 Ho diterima apabila t-hitung < t-tabel, db = n-1, α = 0.05 Penggunaan alpha sebesar 5% dalam uji statistik t-hitung sesuai dengan kebutuhan peneliti yang juga didasarkan pada pernyataan Usman, dkk (2008), bahwa dalam penelitian sosial, besarnya alpha yang digunakan dapat bernilai 1% atau 5%. Penentuan besarnya alpha tersebut tergantung kepada peneliti. Analisis data akan dilakukan dengan bantuan program SPSS 13 dan program Minitab 14. Hasil pengolahan data kemudian dianalisis secara tabulasi silang dan diinterpretasikan secara deskriptif. 3.4.3. Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program Berdasarkan pada hasil analisis LQ, SSA, Rasio efektivitas dan analisis diskriptif maka dalam penyusunan strategi program pengembangan jagung di Kabupaten Karawang, dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap masukan, tahap analisis, dan tahap keputusan. Setelah dilakukan penetapan strategi, selanjutnya menyusun perancangan program sesuai dengan visi-misi-tujuan Kabupaten Karawang. Kerangka formulasi strategi menurut David (2002) ditunjukkan pada Gambar 2.
38
1.
TAHAP MASUKAN (Input Stage)
EVALUASI FAKTOR EKSTERNAL
EVALUASI FAKTOR INTERNAL
(EFE) 2.
(IFE)
TAHAP ANALISIS (Matching Stage) MATRIKS SWOT
3.
TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN (Decision Stage)
MATRIKS PERENCANAAN STRATEGIS KUANTITATIF (QUANTITATIVE STRATEGIC PLANNING MATRIX)
Gambar 2. Kerangka Formulasi Strategi 3.4.3.1 Evaluasi Faktor Internal (IFE – Internal Factor Evaluation) Evaluasi Faktor Internal (IFE) digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal lembaga berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Matriks
Internal Factor Evaluation (IFE) dapat dikembangkan sebagai berikut
(David, 2002) : 1) Tuliskan faktor-faktor sukses kritis seperti yang dikenali dalam proses auditinternal. Gunakan 10–20 faktor internal terpenting, termasuk kekuatan maupun kelemahan. Tuliskan kekuatan terlebih dahulu kemudian kelemahan. Usahakan sespesifik mungkin, gunakan persentase, rasio dan angka pembanding. 2) Berikan bobot dengan kisaran dari 0,0 (tidak penting) sampai 0,1 (terpenting) pada setiap faktor. Bobot yang diberikan pada suatu faktor menunjukan kepentingan relatif dari faktor itu untuk sukses dalam industri yang ditekuni lembaga. Tanpa mempedulikan apakah faktor kunci adalah kekuatan atau kelemahan internal, faktor-faktor yang dianggap mempunyai pengaruh terbesar pada prestasi organisasi diberi bobot tertinggi. Jumlah dari semua bobot harus sama dengan 0,1. 3) Berikan peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk menunjukan apakah faktor itu yang berpengaruh lemah (peringkat=1) berpengaruh agak lemah (peringkat=2), berpengaruh agak kuat (peringkat=3) berpengaruh sangat kuat (peringkat=4).
39
4) Kalikan setiap bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan nilai yang dibobot untuk setiap variabel. 5) Jumlah nilai yang dibobot untuk setiap variabel untuk menentukan total nilai yang dibobot. Data faktor-Faktor internal terkait dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting kemudian hasil rumusan di lapangan kemudian dimasukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Matriks (IFE – Internal Factor Evaluation) No 1 2 3 1 2 3
Faktor Internal
Bobot
Rating Bobot x Rating
Kekuatan (strengths) ......................... ......................... ......................... Kelemahan (Weakness) ......................... ......................... .........................
Total
3.4.3.2.Evaluasi Faktor Eksternal (EFE – Eksternal Factor Evaluation) Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) dilakukan untuk mengevaluasi faktor – faktor eksternal lembaga (pemerintah daerah Kabupaten Karawang). Faktor eksternal menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, demografi, teknologi, hukum dan faktor lingkungan berupa lingkungan usaha industri, pasar, serta data eksternal relevan lainnya. Faktor eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap lembaga. Hasil analisis eksternal digunakan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang ada serta seberapa baik strategi yang telah dilakukan selama ini. Terdapat lima langkah dalam mengembangkan matriks EFE (David, 2002): 1) Buat daftar faktor – faktor eksternal yang diidentifikasi dalam proses audit eksternal. Cari antara 10 dan 20 faktor, termasuk peluang dan ancaman yang mempengaruhi lembaga. Daftar peluang terdahulu kemudian ancaman.
40
Usahakan sespesifik mungkin,
gunakan persentase,
rasio,
dan angka
pembanding. 2) Beri bobot pada setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai 0,1 (amat penting). Bobot menunjukan kepentingan relatif dari faktor tersebut agar berhasil. Peluang sering mendapat bobot lebih besar ketimbang ancaman, tetapi ancaman dapat juga menerima bobot tinggi bila berat atau mengancam. Bobot yang wajar dapat ditentukan dengan membandingkan pesaing yang sukses dengan yang gagal atau dengan mendiskusikan dengan konsensus kelompok. Jumlah seluruh bobot yang diberikan pada faktor di atas harus sama dengan 0,1. 3) Berikan peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor sukses kritis untuk menunjukkan seberapa efektif strategi lembaga, dengan catatan 4= berpengaruh sangat kuat, 3= berpengaruh agak kuat, 2= berpengaruh agak lemah, 1= berpengaruh lemah. Peringkat di dasarkan pada keadaan pemerintahan daerah Kabupaten Karawang. 4) Kalikan setiap bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan nilai yang dibobot. 5) Jumlah nilai yang dibobot untuk setiap variabel untuk menentukan nilai yang total bagi pemerintahan daerah Kabupaten Karawang. Data faktor-Faktor internal terkait dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting kemudian hasil rumusan di lapangan kemudian dimasukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Matriks (EFE – Eksternal Factor Evaluation) No
Faktor Eksternal
Bobot Rating
1 2 3
Peluang (Opportunities) ......................... ......................... .........................
1 2 3
Ancaman (Threats) ......................... ......................... .........................
Bobot x Rating
Total 3.4.3.3. Analisis SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) Analisis SWOT merupakan alat untuk memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif, meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh 41
organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul. Hasil analisis SWOT adalah berupa sebuah matriks yang terdiri atas empat kuadran. Masing – masing kuadran merupakan perpaduan strategi antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Secara lengkap matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 7. Menurut David (2002) langkah-langkah dalam menyusun matriks SWOT adalah sebagai berikut: 1) Daftar peluang eskternal 2) Daftar ancaman ekternal 3) Daftar kekuatan internal 4) Daftar kelemahan internal 5) Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya Strategi SO. 6) Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasil Strategi WO. 7) Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasil Strategi ST. 8) Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasil WT. Tabel 7. Matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) Faktor Internal
Kekauatan (S) 1. Daftar kekuatan 2. 3.
Kelemahan (W) 1. Daftar kelemahan 2. 3.
Peluang (O) 1. Daftar peluang 2. 3.
STRATEGI S-O Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI W-O Mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang
Ancaman (T) 1. Daftar ancaman 2. 3.
STRATEGI S-T Menggunakan kekuatan untuk menhindari ancaman
STRATEGI W-T Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Faktor Eksternal
3.4.3.4. Analisis Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM) Selain membuat peringkat strategi untuk memperoleh daftar prioritas, hanya ada satu teknik analisis dalam literatur yang dirancang untuk menetapkan daya tarik
42
relatif dari tindakan alternatif yang layak. Teknik tersebut adalah Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM) atau Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif, yang merupakan Tahap Tiga dari kerangka kerja analitik dari merumuskan strategi. QSPM menggunakan input analisis dari Tahap Satu dan hasil mencocokkan dari Tahap Dua untuk memutuskan secara sasaran diantara strategi alternatif. Artinya, Matriks EFE, Matriks IFE, dan Matriks SWOT yang disusun pada Tahap Dua, menyediakan informasi yang diperlukan untuk menetapkan QSPM (Tahap Tiga). QSPM merupakan alat yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara obyektif, berdasarkan pada faktor-faktor kritis untuk sukses eksternal dan internal yang dikenali sebelumnya. Seperti alat analitis perumusan strategi yang lainnya, QSPM memerlukan penilaian intuitif yang baik. QSPM merupakan teknik yang dipakai pada Tahap Pengambilan Keputusan. Teknik ini secara jelas menunjukkan strategi alternatif mana yang paling baik untuk dipilih. Bentuk dasar QSPM tersaji pada Tabel 8 (David, 2002). Tabel 8. Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif – QSPM Strategi Faktor Kunci
Bobot
I AS
Alternatif II
TAS
AS
TAS
III AS
TAS
INTERNAL Kekuatan .............. Kelemahan .............. EKSTERNAL Peluang ............... Ancaman .............. JUMLAH RANKING AS= Nilai Daya Tarik, TAS= Total Nilai Daya Tarik Nilai Daya Tarik: 1= tidak dapat diterima, 2=ada peluang diterima, 3=mungkin diterima, 4= pada umumnya di terima.
Langkah-langkah dalam analisis QSPM adalah sebagai berikut: 1)
Mendaftarkan peluang/ ancaman kunci eksternal dan kekuatan/ kelemahan internal ditulis dikiri kolom dari QSPM. Informasi ini harus diambil langsung
43
dari matriks EFE dan Matriks IFE. Minimal 10 faktor sukes kritis eksternal dan 10 faktor sukses kritis internal harus di masukkan dalam QSPM. 2)
Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal. Bobot ini identik dengan yang dipakai dalam Matriks EFE dan Matriks IFE. Bobot ini dituliskan dalam kolom di sebelah kanan faktor sukses kritis eksternal dan internal.
3)
Memeriksa Tahap 2 (pencocokan) matriks dan mengidentifikasi strategi alternatif yang harus dipertimbangkan lembaga untuk diimplementasikan. Catat semua strategi ini dibaris teratas dari QSPM. Kelompokkan strategi menjadi set yang saling ekslusif bila mungkin.
4)
Menetapkan Nilai Daya Tarik (AS). Tentukan nilai numerik yang menunjukan daya tarik relatif dari setiap strategi dalam alternatif set tertentu. Nilai Daya Tarik ditetapkan dengan memeriksa setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal, satu persatu. Secara spesifik, Nilai Daya Tarik harus diberikan pada setiap strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif dari suatu strategi atas strategi yang lain, mempertimbangkan faktor-faktor tertentu. Nilai Daya Tarik itu adalah:
5)
1
.
Tidak menarik
2
.
Agak menarik
3
. Cukup menarik
4
. Sangat menarik
Menghitung Total Nilai Daya Tarik (TAS). Total Nilai Daya Tarik ditetapkan sebagai hasil perkalian bobot dengan Nilai Daya Tarik dalam setiap baris. Total Nilai Daya Tarik menunjukkan daya tarik relatif dari setiap strategi alternatif, hanya mempertimbangkan dampak dari faktor sukses kritis eksternal atau internal di baris tersebut. Semakin tinggi Total Nilai Daya Tarik, semakin menarik alternatif strategi itu.
6)
Menghitung Jumlah Total Nilai Daya Tarik. Menjumlahkan Total Nilai Daya Tarik dalam setiap kolom strategi QSPM. Jumlah Total Nilai Daya Tarik mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap set strategi. Semakin
tinggi
nilai
menunjukan
44
strategi
itu
semakin
menarik,
mempertimbangkan semua faktor sukses kritis eksternal dan internal relevan yang dapat mempengaruhi keputusan strategis. Besarnya perbedaan Jumlah Total Nilai Daya Tarik dalam suatu set alternatif strategi tertentu menunjukan seberapa besar sebuah strategi lebih diinginkan relatif terhadap yang lain.
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN
4.1. Aspek Geografis Kabupaten Karawang
45
Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 1070 02’-1070 40’ BT dan 50 56’-60 34’ LS, termasuk daerah dataran yang relatif rendah, mempunyai variasi ketinggian wilayah antara 0-1.279 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan wilayah 0-20, 2-15 0, 15-40 0, dan diatas 40 0 dengan suhu ratarata 270 C. Luas wilayah Kabupaten Karawang 1.753,27 Km2 atau 175.327 Ha, luas tersebut merupakan 3,73 % dari luasProvinsi Jawa Barat dan memiliki laut seluas 4 Mil x 84,23 Km, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: • Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Jawa • Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Subang • Sebelah Tenggara : Berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta • Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Cianjur • Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Bekasi
4.2. Aspek Demografi Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang yang terdiri dari 30 (tiga puluh) Kecamatan yang meliputi 297 (dua ratus sembilan puluhtujuh) Desa dengan jumlah penduduk di khir tahun 2009 berjumlah 2.133.552 jiwa, dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 2,51% (Salsabila. 2011). Komposisi penduduk Kabupaten Karawang berdasarkan usia pada tahun 2009 sangat bervariasi dimana penduduk berusia 5 – 9 tahun berjumlah 182.654 jiwa atau sekitar 8.57 % dan 10 – 14 tahun berjumlah 202.492 jiwa atau sekitar 9,49%. Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada pada usia sekolah dasar. Jumlah penduduk usia produktif atau usia 15 – 64 tahun berjumlah 1.446.206 jiwa atau sekitar 67,79 % (Salsabila. 2011). Berdasarkan
komposisi penduduk juga
dapat
dilihat angka
beban
ketergantungan (dependency ratio) yaitu perbandingan antara penduduk usia non produktif dengan penduduk usia produktif. Pada tahun 2009 nilai dependency ratio menunjukan angka 47,53% yang berarti bahwa dari 100 orang usia produktif menanggung beban sekitar 48 orang yang tidak produktif. Jika dibandingkan dengan angka dependency ratio pada tahun 2008 sebesar 49 % (100 orang menanggung
46
beban sekitar 49 orang), sehingga memperlihatkan perubahan tingkat beban ketergantungan yang semakin baik.
4.3. Aspek Sumber Daya Pertanian Kabupaten Karawang merupakan daerah lumbung padi Jawa Barat dan salah satu daerah yang dapat memberikan kontribusi kebutuhan beras nasional yang setiap tahunnya rata-rata mencapai ± 728.000 ton beras/tahun. Potensi tanaman padi dikabupaten Karawang adalah sebagai berikut : a. Luas lahan sawah : 97.529 Ha − Sawah pengairan teknis : 85.513 Ha − Sawah setengah teknis : 4.009 Ha − Sawah pengairan sederhana : 3.620 Ha − Sawah tadah hujan : 3.952 Ha − Sawah irigasi desa/non PU : 435 Ha b. Luas pemanfaatan lahan sawah sebagai berikut : − Ditanami padi 2 kali satu tahun : 91.317 Ha − Ditanami padi 3 kali satu tahun : 4.438 Ha − Ditanami padi 1 kali setahun : 1.717 Ha − Sementara tidak diusahakan : 57 Ha Pada tahun 2009 produksi padi mencapai 1.362.356 ton GKP yang terdiri dari produksi padi sawah sebesar 1.352.396 ton GKP dan produksi padi gogo 9.960 ton GKP. Luas panen padi sawah mencapai 192.502 Ha dengan produktivitas 70,25 kwintal GKP/Ha dan luas panen padi gogo mencapai 3.168 Ha dengan produktivitas 31,44 kwintal GKP/Ha (Salsabila. 2011). Kabupaten Karawang mempunyai sumber alam yang cukup banyak dan dikenal sebagai Lumbung Padi, karena areal pertaniannya yang sangat luas dan mempunyai tambang minyak dan gas alam yang terletak di lepas pantai laut Jawa (off shore) serta hasil perkebunan lainnya. Kabupaten Karawang selain dikenal daerah pertaniannya juga dikenal dengan daerah industri yang perkembangannya cukup pesat (Imigrasi. 2008). Permasalahan umum yang mengancam Karawang sebagai lumbung padi diantaranya bencana banjir, serangan organisme pengganggu tanaman, dan alih 47
fungsi lahan pertanian teknis akibat desakan industri. Selain itu dari sisi infrastruktur, Karawang memiliki permasalahan dalam saluran irigasi baik primer maupun sekunder. Sebagian besar petani di Karawang masih tergolong buruh tani dan petani gurem (mengusahakan kurang dari 0,5 hektar), kemudian tingkat produktifitas ratarata per hektarnya 5,94 ton (hasil survei ubinan tahun 2008) maka nilai total produksi padi yang dihasilkan para petani gurem ini hanya sekitar setengah dari Rp. 5.160.000,00 per musim. Atau balas jasa petani yang diterima per bulan rata-rata sekitar Rp. 860.000,00 hal ini jauh dibawah nilai UMK. Tantangan sektor pertanian semakin berat bagi petani di tahun-tahun yang akan datang, akibat kenaikan harga pupuk anorganik yang selama ini digunakan. Hal ini terkait rencana pemerintah untuk mengurangi beban APBN dengan menurunkan secara bertahap besaran subsidi pupuk. Tantangan ini, jika tidak diantisipasi dan tanpa adanya program yang jelas untuk mengadvokasi kebutuhan dan kepentingan petani maka akan muncul masalah baru dalam pengembangan ekonomi di sektor pertanian.
4.4. Aspek Kelembagaan Petani Kelembagaan petani di Karawang cukup tersebar merata di masing-masing Kecamatan. Sebagaimana kebijakan pemerintah Karawang yang memiliki komitmen dalam mewujudkan perekonomian masyarakat yang berdaya saing, berkualitas dan rasional yang digerakan oleh sektor pertanian. Maka kelembagaan petani ini merupakan kepanjangan tangan pemerintah Karawang dalam mewujudkan komitmen tersebut. Selain itu lembaga ini yang merupakan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), memiliki akses untuk memperoleh program ataupun dana stimulus dari pemerintah Karawang yang dapat dikembangkan membangun pertanian di daerahnya seperti Program PUAP. Kelembagaan Gapoktan penerima dana PUAP di Kabupaten Karawang per 30 Desember 2010 adalah sebanyak 83 kelompok dengan total aset sebesar Rp 83.000.000.000,- (Kementan. 2011).
4.5. Karakteristik Petani Responden
48
Responden yang dijadikan objek penelitian ini terbagi menjadi obyek yang belum mendapatkan dana BLM PUAP dan responden yang telah mendapatkan dana BLM PUAP di dua desa yang berbeda. Deskripsi karakteristik petani responden dilihat dari beberapa kriteria antara lain usia, tingkat pendidikan, luas kepemilikan lahan, lama pengalaman bertani, jumlah tanggungan keluarga dan status usaha tani. 1. Usia Responden Berdasarkan kriteria usia, petani responden yang berusaha tani padi dibagi menjadi empat kelompok angkatan kerja, yaitu kelompok usia 0-20 tahun, kelompok usia 21-40 tahun, kelompok usia 40-60 tahun, dan kelompok usia 61-80 tahun. Sebaran petani responden dari masing-masing kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah. Tabel 9. Sebaran Petani Responden Menurut Golongan Umur Non PUAP PUAP Usia Frekuensi % Frekuensi % 21-40 tahun 10 33,3 7 23,3 40-60 tahun 20 66,7 17 56,7 61-80 tahun 6 20 Total 30 100 30 100 Sumber : Data Primer, diolah
Pada Tabel 9 dapat dijelaskan bahwa para responden yang melakukan kegiatan usahatani baik yang mendapat maupun belum mendapat dana BLM PUAP sebagian besar berada pada rentang usia 21 – 40 tahun yakni pada kelompok Non PUAP sebanyak 66,7% dan pada kelompok PUAP sebanyak 56,7%. Namun faktor usia tidak membatasi petani untuk melakukan kegiatan usahatani, karena pada kelompok penerima PUAP terdapat responden yang berusia lanjut dan tergolong bukan usia produktif yang masih mampu melakukan aktivitas usahatani yakni sebesar 20% pada kisaran usia 61 – 80 tahun. Gambaran mengenai pembagian sebaran petani responden menurut golongan umur di kelompok Non PUAP dan PUAP dapat dicermati pada Gambar 4.
49
2. Tingkat Pendidikan Gambar 4. Pembagian Sebaran Petani Responden Menurut Golongan Umur Persepsi umum yang masih melekat di masyarakat adalah rendahnya tingkat pendidikan petani padi. Tingkat pendidikan yang banyak ditempuh oleh petani yang menjadi responden umumnya setingkat sekolah dasar (SD). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari SD masih sedikit ditempuh oleh responden, hanya sebagian kecil dai mereka yang mengeyam pendidikan setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ataupun Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Gambaran umum tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 10 Tabel 10. Sebaran Petani Responden Menurut Tingkat Pendidikan Non PUAP PUAP Frekuensi % Frekuensi Tidak Sekolah 1 3,3 1 SD 22 73,3 21 SLTP 3 10 7 SLTA 4 13,3 1 Total 30 100 30 Sumber : Data Primer, diolah
Tingkat Pendidikan
% 3,3 70 23,3 3,3 100
Berdasarkan Tabel 10 di atas, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden hanya menuntaskan pendidikan pada tingkat SD. Hal ini terlihat pada kelompok responden Non PUAP maupun PUAP yang masing memiliki persentase 73,3 % dan 70,0% pada tingkat pendidikan SD sedangkan untuk tingkat SLTP dan SLTA tidak sebanyak responden yang lulusan SD. Responden yang tamatan SLTP yakni sebesar 10,0% untuk kelompok Non PUAP dan sebesar 23,3% untuk kelompok PUAP sedangkan untuk tamatan SLTA kelompok Non PUAP memiliki persentase lebih besar yakni 13,3% dibandingkan kelompok PUAP yakni hanya 3,3%. Kedua kelompok responden tidak ada yang lulusan sarjana (S1). Gambaran
50
mengenai pembagian sebaran petani responden menurut tingkat pendidikan di kelompok Non PUAP dan PUAP dapat dicermati pada Gambar 5.
Tingkat pendidikan responden PUAP
Tingkat pendidikan responden Non PUAP
Gambar 5. Pembagian Sebaran Petani Responden Menurut Tingkat Pendidikan
3. Luas Kepemilikan Lahan Lahan sawah yang dimiliki oleh seluruh petani responden penerima maupun yang belum menerima BLM-PUAP merupakan lahan milik pribadi. Hasil penyebaran kuesioner menunjukkan adanya perbedaan dalam luas kepemilikan lahan responden. Kelompok responden Non PUAP sebagian besar kepemilikan lahannya adalah < 0,1 ha dan 0,1 – 1 ha yakni sebesar 66,7%, sedangkan untuk kelompok PUAP sebagian besar kepemilikan lahannya adalah 0,1 – 1 ha dan 1 – 2 ha yakni sebesar 86,7%. Data selengkapnya mengenai luas kepemilikan lahan responden dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Sebaran Petani Responden Menurut Luas Kepemilikan Lahan Non PUAP PUAP Luas Lahan Frekuensi % Frekuensi <0.1 Ha 10 33,3 2 0.1-1Ha 10 33,3 13 1-2 Ha 7 23,3 13 >2 Ha 3 10 2 Total 30 100 30 Sumber : Data Primer, diolah
% 6,7 43,3 43,3 6,7
100
Pada Tabel 11 tersebut terlihat bahwa kelompok PUAP memiliki potensi dalam memproduksi padi dikarenakan sebagian besar ada pada kisaran 0,1 – 2 Ha. 51
Dengan luas lahan seperti itu maka diharapkan pendapatan petani akan semakin menigkat. Gambaran mengenai pembagian sebaran petani responden menurut luas kepemilikan lahan di kelompok Non PUAP dan PUAP terlihat pada Gambar 6.
Luas lahan responden Non PUAP
Luas lahan responden PUAP
Gambar 6. Pembagian Sebaran Petani Responden Menurut Luas Lahan
4. Lama Pengalaman Bertani Berdasarkan hasil wawancara melalui kuesioner dengan para responden dapat disampaikan bahwa sebagian besar responden baik yang belum maupun yang telah menerima BLM PUAP, sebagian petani responden berpengalaman bertani lebih dari 10 tahun dan hanya sebagian kecil saja yang pengalaman bertaninya masih muda yakni kurang dari 10 tahun. Data selengkapnya mengenai lama pengalaman bertani responden dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12. Sebaran Petani Responden Menurut Lama Pengalaman Bertani Non PUAP PUAP Frekuensi % Frekuensi <5 tahun 2 6,7 3 6-10 tahun 4 13,3 2 11-15 tahun 14 46,7 10 >15 tahun 10 33,3 15 Total 30 100 30 Sumber : Data Primer, diolah
Lama Bertani
% 10,0 6,7 33,3 50,0 100
Pengalaman berusahatani padi yang dimiliki oleh menunjukkan lamanya petani dalam berusahatani padi, semakin lama pengalaman bertani yang dimiliki maka
52
dapat dikatakan bahwa petani sudah menguasai teknik budidaya padi dalam kegiatan usaha tani yang dijalankan. Pada tabel terlihat bahwa pada kisaran lama pengalaman bertani 11 – 15 tahun, kelompok non PUAP memiliki jumlah responden yang lebih banyak yakni 46,7% dibandingkan dengan kelompok PUAP yaitu 33,3%. Pada kisaran lama pengalaman bertani > 15 Tahun, Kelompok PUAP lebih besar dibandingkan yang Non PUAP yakni 50% berbanding 33,3%. Gambaran mengenai pembagian sebaran petani responden menurut luas kepemilikan lahan di kelompok Non PUAP dan PUAP dapat dicermati pada Gambar 7.
Lama bertani responden Non
Lama bertani responden PUAP
Gambar 7. Pembagian Sebaran Petani Responden Menurut Lama Bertani
Pendampingan terhadap petani berupa pembinaan, pelatihan, dan konsultasi oleh petugas penyuluh lapangan masih diperlukan untuk membantu para petani dalam menjalankan kegiatan usahataninya serta dapat membantu mengatasi permasalahan di lapangan apabila tidak dapat diatasi sendiri oleh petani. Peran pendampingan juga bertujuan membantu petani dalam menyerap informasidan teknologi pertanian terbaru khususnya pada padi.
5. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga dapat mengukur tingkat kemampuan petani dalam menghidupi keluarganya secara layak dari hasil usahataninya. Dengan luas kepemilikan usaha tani yang biasanya relatif tetap maka besarnya tanggungan keluarga menjadi faktor yang akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga petani tersebut. Sebaran jumlah tanggungan keluarga petani responden di kelompok
53
yang belum dan telah menerima dana BLM-PUAP dapat dilihat pada Tabel 13 berkut. Tabel 13. Sebaran Petani Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga Tanggungan Keluarga
Non PUAP
PUAP
Frekuensi % Frekuensi % 8 26,7 7 23,3 19 63,3 15 50,0 3 10,0 8 26,7 30 100 30 100
1-2 orang 3-4 orang >4 orang Total
Sumber : data primer, diolah
Berdasarkan Tabel 13 di atas, terlihat bahwa sebagian besar jumlah tanggungan keluarga di kedua kelompok tersebut berada di kisaran jumlah 3 – 4 orang yakni sebesar 63,3% untuk Kelompok Non PUAP dan 53,3% untuk PUAP. %. Gambaran mengenai pembagian sebaran petani responden menurut jumlah tanggungan keluarga di kelompok Non PUAP dan PUAP dapat dicermati pada Gambar 8.
Tanggungan keluaga responden PUAP
Tanggungan keluaga responden Non PUAP
Gambar 8. Pembagian Sebaran Petani Responden Menurut Tanggungan Keluarga
6. Status Usaha Tani Aspek ini menjadi bahan tambahan terhadap tingkat penghasilan petani responden dari aspek usaha selain usahatani yakni usaha menanam padi. Aspek yang diuraikan antara lain komoditas tanaman pangan, komoditas hortikultura, industri rumah tangga dan usaha bakulan. Data berikut menunjukkan semua responden
54
menghasilkan komoditas tanaman pangan dan tidak melakukan kegiatan usaha tani lainnya. Besarnya sebaran masing-masing aspek status usaha tani disajikan pada Tabel 14 berikut ini Tabel 14. Sebaran Petani Responden Menurut Status Usaha Tani Non PUAP PUAP Frekuensi % Frekuensi % Komoditas tanaman pangan 30 100,0 30 100,0 Komoditas hortikultura 0 0,0 0 0,0 Industri rumah tangga 0 0,0 0 0,0 Usaha bakulan 0 0,0 0 0,0 Total 30 100 30 100 Sumber : Data Primer, diolah. Status Usaha Tani
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 55
5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Ketepatan hasil pengujian dalam penelitian sangat tergantung dari instrumen penelitiannya, sedangkan analisis statistika yang digunakan tergantung dari skala pengukuran data yang digunakan. Instrumen penelitian harus memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas. Instrumen yang valid (sahih) berarti instrumen tersebut mampu mengukur mengenai apa yang akan diukur. Sedangkan instrumen yang memenuhi persyaratan reliabilitas (handal), artinya instrumen tersebut menghasilkan ukuran yang konsisten walaupun instrumen tersebut digunakan untuk mengukur berkali-kali. Hasil uji validitas disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai korelasi uji validitas pernyataan kuesioner Variabel A. Aspek Organisasi
B. Aspek Penyaluran Dana PUAP
C. Aspek Pemanfaatan Dana Program PUAP D. Aspek Pengembalian Dana PUAP
Indikator Gapoktan memiliki struktur organisasi Gapoktan memberikan uraian tugas pokok Gapoktan menyelenggarakan rapat/pertemuan pengurus Adanya peran penyuluh pendamping Adanya peran PMT Keterlibatan dalam perencanaan kegiatan Keterlibatan dalam pengambilan keputusan Keterlibatan anggota Gapoktan dalam pembuatan RUB Ketersediaan dana PUAP Kemudahan persyaratan penerima PUAP Sosialisasi program PUAP Seleksi calon penerima PUAP Sebagai unit simpan pinjam/LKM-A Pemahaman terhadap kesesuaian dana yang diterima dengan kebutuhan usaha tani Pemahaman akan jaminan /agunan untuk pinjaman dana PUAP Ketepatan pengembalian dana PUAP Perguliran dana PUAP pada kelompok lain Peningkatan unit usaha
Koefisien Korelasi (r-hitung) Tingkat Kualitas Kinerja Kinerja 0.608 0.365 0.991 0.571 0.786 0.777 0.705 0.365 0.699 0.408 0.521 0.961 0.594 0.463 0.845 0.645 0.676 0.397 0.755 0.877 0.798 0.695 0.801 0.598 0.785 0.543 1
0.833
0.781
0.933
0.545 1 0.651
0.718 0.784 0.979
E. Aspek Usaha
Gapoktan mengadakan saprodi pertanian
0.675
0.682
Tani
Penggunaan teknologi dalam usaha tani
0.459
0.743
Gapoktan mengadakan kerjasama keuangan Gapoktan mengadakan kerjasama pengadaan saprodi Pemasaran bersama dilakukan oleh Gapoktan Nilai r tabel = 0,2960
56
1
0.504
0.745
0.352
0.247*
0.316
Pengujian terhadap kuesioner penelitian ini dilakukan melalui uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian dilakukan terhadap 30 petani responden di Kabupaten Karawang terhadap tingkat kinerja dan kualitas kinerja Gapoktan penerima dana PUAP. Pengujian validitas bertujuan untuk menguji valid atau tidaknya suatu alat ukur (kuesioner).
Evaluasi atas valid atau tidaknya alat ukur atau kuesioner
didasarkan pada nilai r-hitung dibandingkan dengan r-tabel, atau lihat nilai probabilitas (p-value). Apabila nilai r-hitung > r-tabel, maka alat ukur tersebut dapat dikatakan valid atau nilai p-value < α, yaitu 0,05 (5%). Analisis dilakukan dengan menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS) 16 for window. Hasil pengujian validitas untuk masing-masing hasil pengukuran tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan terhadap seluruh pernyataan lebih besar dari r tabel pada selang kepercayaan 95 persen yaitu sebesar 0,2960. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pernyataan dalam kuesioner adalah signifikan dan dapat dinyatakan valid.dengan perkataan lain, sebagian besar petani responden dapat mengerti maksud dari setiap pernyataan yang diajukan penulis dalam kuesioner. Namun demikian ada satu indikator dalam variabel tingkat kinerja Gapoktan yang tidak valid yakni pada indikator mengenai pemasaran bersama dilakukan oleh Gapoktan. Pengujian reliabilitas dimaksudkan untuk menguji seberapa jauh konsistensi suatu alat ukur, sehingga dapat digunakan dalam pengujian antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya.. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Kaplan dan Saccuzzo (1989), mengemukakan bahwa secara teoritis nilai koefisien alpha di atas 0,70 memberi kesimpulan bahwa alat ukur reliabel. Hal ini berarti bahwa kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran dalam kuesioner cukup rendah sehingga penggunaannya dapat diandalkan dan mampu memberikan hasil pengukuran yang konsisten apabila penulis menyebarkan kuesioner secara berulang kali dalam waktu yang berlainan. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16 for window. Adapun hasil pengujian reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini.
57
Tabel 16. Uji Reliabilitas pernyataan kuesioner Variabel A. Aspek Organisasi
Cronbach's Alpha Tingkat Kualitas Kinerja Kinerja
Indikator Gapoktan memiliki struktur organisasi
Gapoktan memberikan uraian tugas pokok Gapoktan menyelenggarakan rapat/pertemuan pengurus Adanya peran penyuluh pendamping
0.873
0.730
0.830
0.641
0.896
0.758
0.783
0.860
0.789
0.648
Adanya peran PMT
Keterlibatan dalam perencanaan kegiatan Keterlibatan dalam pengambilan keputusan
B. Aspek Penyaluran Dana PUAP
Keterlibatan anggota Gapoktan dalam pembuatan RUB Ketersediaan dana PUAP Kemudahan persyaratan penerima PUAP Sosialisasi program PUAP
Seleksi calon penerima PUAP
C. Aspek Pemanfaatan Dana Program PUAP D. Aspek Pengembalian Dana PUAP
Sebagai unit simpan pinjam/LKM-A Pemahaman terhadap kesesuaian dana yang diterima dengan kebutuhan usaha tani Pemahaman akan jaminan /agunan untuk pinjaman dana PUAP Ketepatan pengembalian dana PUAP Perguliran dana PUAP pada kelompok lain
Peningkatan unit usaha
E. Aspek Usaha Tani
Gapoktan mengadakan saprodi pertanian Penggunaan teknologi dalam usaha tani Gapoktan mengadakan kerjasama keuangan Gapoktan mengadakan kerjasama pengadaan saprodi Pemasaran bersama dilakukan oleh Gapoktan
Berdasarkan sajian data pada tabel 16 tersebut, sebagian besar indikator dalam pernyataan kuesioner memiliki nilai nilai Cronbach's Alpha lebih besar dari 0,7 yang berarti terjadinya kesalahan ukur dalam kuesioner yang diisi oleh petani responden yakni kelompok penerima dana PUAP di Kabupaten Karawang cenderung rendah.
58
5.2. Metode Importance Performance Analysis (IPA) Metode Importance Performance Analysis (IPA) pertama kali diperkenalkan oleh Martilla dan James (1977) dengan tujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal pula dengan quadrat analysis. Metode IPA telah diterima secara umum dan dipergunakan pada berbagai bidang kajian karena kemudahan untuk diterapkan dan tampilan hasil analisa yang memudahkan usulan perbaikan kinerja (Martinez, 2003). Ada dua macam metode untuk menampilkan data IPA, yaitu: pertama menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penanganan dengan tujuan untuk mengetahui secara umum penyebaran data terletak pada kuadran berapa, kedua enempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata hasil pengamatan pada sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penanganan dengan tujuan untuk mengetahui secara spesifik masingmasing faktor terletak pada kuadran berapa (Martinez, 2003). Grafik IPA hasil
Kualitas Kinerja
selengkapnya Kuesioner disajikan pada Gambar 9.
Kualitas Kinerja
Gambar 9. Pembagian kuadran IPA terhadap hasil pengukuran Tingkat Kinerja dan Kualitas kinerja Gapoktan
59
Berdasarkan grafik IPA pada Gambar 9 di atas, maka indikator yang berkaitan dengan tingkat kinerja dan kualitas kinerja Gapoktan yang berada di kabupaten Karawang dapat dikelompokkan dalam masing-masing kuadran sebagai berikut: 1.
Kuadran A : Tingkatkan Kinerja Pada kuadran A terdapat sembilan variabel (39,13%) yang dinilai sangat penting namun tidak sesuai dengan keinginan anggotanya. Variabel-variabel tersebut diantaranya : a.
Keterlibatan anggota Gapoktan dalam pembuatan RUB (B1),
b. Ketersediaan dana PUAP (B2), c.
Pemahaman terhadap kesesuaian dana yang diterima dengan kebutuhan sehari-hari (C2),
d. Pemahaman akan jaminan/angunan untuk pinjaman dana PUAP (C3), e.
Ketepatan pengambalian dana PUAP (D1),
f.
Perguliran dana PUAP pada kelompok lain (D2),
g.
Gapoktan mengadakan saprodi pertanian (E1),
h. Penggunaan teknologi dalam usaha tani (E2), dan i.
Gapoktan mengadakan kerjasama pengadaan saprodi (E4).
Variabel yang terdapat dalam kuadran ini dianggap sebagai faktor yang sangat penting naum kondisinya saat ini belum memuaskan responden, sehingga lembaga perlu meningkatkan kinerja pada berbagai sektor tersebut. Pada aspek penyaluran dana PUAP, variabel keterlibatan anggota Gapoktan dalam pembuatan RUB dan ketersediaan dana PUAP merupakan variabel yang dinilai belum optimal. Pada aspek pemanfaatan dana program PUAP, terdapat variabel yang dinilai tidak optimal yakni pemahaman terhadap kesesuaian dana yang
diterima
dengan
kebutuhan
usaha
tani
dan
pemahaman
akan
jaminan/agunan untuk pinjaman dana PUAP. Pada aspek pengembalian dana PUAP, variabel yang dinilai tidak optimal yakni ketepatan pengembalian dana PUAP dan peningkatan unit usaha. Sedangkan pada aspek usaha tani, variabel yang dinilai tidak optimal adalah Gapoktan mengadakan saprodi pertanian, penggunaan teknologi dalam usaha tani, dan Gapoktan mengadakan kerjasama
60
pengadaan saprodi. Berdasarkan hasil analisis, maka variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran A adalah sebagai prioritas utama bagi Gapoktan untuk menentukan alternatif strategi agar kinerja Gapoktan menjadi lebih optimal di kemudian hari.
2.
Kuadran B : Pertahankan Kinerja Pada kuadran B terdapat delapan variabel (34,78%) yang dinilai sudah optimal dalam pelaksanaannya. Variabel tersebut adalah a. Gapoktan memiliki struktur organisasi (A1), b. Gapoktan memberikan uraian tugas pokok (A2), c. Adanya peran penyuluh pendamping (A4), d. Kemudahan persyaratan penerima PUAP (B3), e. Seleksi calon penerima PUAP (B5), f. Sebagai unit simpan pinjam/LKM-A (C1), g. Gapoktan mengadakan saprodi pertanian (E3), dan h. Pemasaran bersama dilakukan oleh Gapoktan (E5). Variabel kinerja yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor penunjang bagi pengembangan kelembagaan Gapoktan penerima dana PUAP. Pada aspek organisasi, variabel struktur organisasi Gapoktan, uraian tugas pokok Gapoktan dan peranan penyuluh pendamping telah terlaksana dengan baik sehingga memberikan kepuasan bagi seluruh anggotanya. Pada aspek penyaluran dana PUAP, variabel kemudahan persyaratan penerima PUAP dan seleksi calon penerima PUAP telah berjalan sesuai ketentuan, sehingga memuaskan anggota Gapoktan. Pada aspek pemanfaatan dana PUAP, variabel unit simpan pinjam/LKM-A telah berjalan optimal dan dari segi aspek usaha tani, variabel kerjasama keuangan dan pemasaran bersama anggota Gapoktan juga dinilai penting dan memiliki kinerja yang baik. Semua variabel yang telah dijelaskan tersebut patut untuk dipertahankan sehingga dapat meningkatkan kinerja Gapoktan secara keseluruhan.
61
3.
Kuadran C : Prioritas rendah Pada kuadran C terdapat tiga variabel (13,04%) yang dinilai tingkat kepentingan dan kinerjanya rendah. Adapun ketiga variabel tersebut adalah a. Adanya peran PMT (A5), b. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan (A7), dan c. Peningkatan unit usaha (D3). Variabel yang terdapat pada kuadran ini mempunyai tingkat kepuasan yang rendah namun juga dianggap tidak penting bagi petani responden. Artinya, pada aspek organisasi, peran PMT dinilai masih belum optimal atau tidak sesuai dengan keinginan anggota. Selain itu, keterlibatan anggota Gapoktan dalam proses pengambilan keputusan juga dinilai masih kurang, sehingga untuk poin ini para anggota Gapoktan merasa tidak puas. Disisi lain, pada aspek pengembalian dana PUAP, variabel unit usaha dinilai juga tidak berjalan optimal.
4.
Kuadran D : Cenderung berlebihan Pada kuadran D juga terdapat tiga variabel (13,04%) yang dinilai memiliki tingkat kepentingan rendah dengan kinerja tinggi, dengan kata lain pada kuadran ini beberapa variabel dilaksanakan secara berlebihan.. Variabel tersebut yakni : a.
Gapoktan menyelenggarakan rapat/pertemuan pengurus (A3),
b.
Keterlibatan dalam perencanaan kegiatan (A6), dan
c.
Sosialisasi program PUAP (B4).
Variabel yang terletak pada kuadran ini dianggap sudah baik namun tidak dianggap penting oleh petani reponden. pada aspek organisasi, variabel penyelenggaraan rapat pengurus serta keterlibatan anggota Gapoktan dalam perencanaan kegiatan dianggap kurang penting namun dianggap memiliki kinerja yang baik (memuaskan anggotanya). Selain itu, pada aspek penyaluran dana PUAP, variabel sosialisasi program PUAP dinilai tidak penting walaupun demikian memberikan hasil yang baik.
62
5.3. Analisis Pendapatan Petani Pada akhirnya usahatani yang dilakukan akan memperhitungkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh tersebut merupakan pendapatan usahatani yang dijalankan petani. Tujuan dari analisis pendapatan petani adalah menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani. Analisis pendapatan petani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan (input) dan keadaan pengeluaran (output) selama jangka waktu tertentu. Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan yang diperoleh dari perkalian antara jumlah produk yang dihasilkan (output) dengan harga produk tersebut. Sedangkan pengeluaran atau biaya merupakan semua pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu output dalam suatu periode produksi. Penggunaan input dalam kegiatan usahatani responden kelompok PUAP dan Non PUAP di Kabupaten Karawang menunjukkan bahwa secara umum penggunaan input di kedua kelompok tersebut tidak terlalu berbeda hanya saja tingkat penggunaan input di kelompok Non PUAP
lebih besar dibandingkan dengan
kelompok PUAP. Data penggunaan input disajikan pada Tabel 17 berikut ini. Tabel. 17 Perbandingan rata-rata penggunaan input dan PUAP dan Non PUAP Uraian
PUAP
Produksi Luas lahan (ha) Hasil (kg/ha) Input 1. Benih (kg/ha) 2. Pupuk (kg/ha) a. Urea b. SP 36 c. Phoska 3. Tenaga kerja (HOK) Sumber : Analisis data primer, 2011
63
hasil antara kelompok NON PUAP
Selisih
1,34 8.754,57
1,33 7.768,67
0,01 985,9
27,20
28,43
(1,23)
231 136,5 80 95,77
305,2 191,8 33,3 116,37
(74,17) (55,3) 46,67 20,6
Berdasarkan Tabel 17 penggunaan input pada kelompok PUAP lebih sedikit dibandingkan pada kelompok Non PUAP namun hasil produksinya lebih banyak yakni berselisih 985,9 kg. Hal ini bisa jadi sebagai efek dari keberadaan Gapoktan yang biasa memiliki program pembinaan terhadap anggotanya. Penggunaan pupuk di kelompok PUAP dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan dengan kelompok Non PUAP. Penggunaan tenaga kerja di kelompok Non PUAP lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok PUAP yakni berselisih 20,6 HOK. Hal ini disebabkan proporsi penggunaan tenaga kerja oleh petani Non PUAP untuk penanaman dan pemanenan cenderung dilakukan dengan sistem borongan. Pendapatan usahatani padi sawah dalam penelitian ini diperoleh dari penerimaan dikurangi biaya produksi usahatani. Rata-rata penerimaan, biaya dan pendapatan petani padi reponden di kelompok PUAP dan Non PUAP per hektar di kabupaten Karawang dapat dilihat pada Tabel 18 berikut. Tabel 18
Perbandingan rata-rata biaya dan pendapatan petani antara kelompok PUAP dan Non PUAP PUAP
NON PUAP
Uraian
Selisih Rata-rata
Penerimaan (Rp)
(%)
22.046.363
Rata-rata
(%)
19.607.190
2.439.172,5
Pengeluaran (Rp) 1. Benih
269.433
5,4
276.533
5,1
7.100
a. Urea
415.417
8,3
433.250
7,9
17833,33
b. SP 36
322.583
6,5
335.633
6,1
13.050
c. Phoska
197.133
3,9
81.667
1,5
115.466
4.059.661
81,3
4.619.400
84,4
559.739
4.994.794
100
5.469.950
100
475.156
2. Pupuk
3. Tenaga kerja Total Biaya Tunai Pendapatan atas biaya tunai R/C rasio atas biaya tunai
17051569
14.137.240
2.914.329
4,4
3,6
0,8
Sumber : Analisis data primer, 2011
64
Berdasarkan
Tabel 18 di atas diketahui bahwa nilai selisih rata-rata
penerimaan petani antara petani PUAP dan Non PUAP sebesar Rp 243.917,- dengan penerimaan dari kelompok PUAP lebih besar. Dukungan Gapoktan sudah terlihat dengan adanya program yang mendukung kegiatan usahatani angotanya walaupun secara nilai tidak berbeda dengan petani yang tidak menerima bantuan PUAP. Biaya rata-rata terhadap benih, pupuk dan tenaga kerja di kedua kelompok tidak terlalu jauh berbeda. Komponen biaya terbesar yang dialokasikan petani untuk usahatani padi sawah adalah biaya tenaga kerja. Petani non PUAP mengalokasikan biaya untuk tenaga kerja yang lebih besar, sehingga secara keseluruhan biaya total usahatani yang dikeluarkan petani non PUAP lebih besar dibandingkan dengan petani di kelompok PUAP. Nilai R/C rasio pada kelompok PUAP dan Non PUAP masing-masing sebesar 4,4 dan 3,6. Hal ini menerangkan bahwa usaha tani yang dijalankan oleh kedua kelompok tersebut secara ekonomi masih menguntungkan. Berdasarkan tabel di atas nilai R/C rasio pada kelompok PUAP lebih tinggi dibandingkan dengan R/C pada kelompok non PUAP. Pendapatan total petani PUAP lebih besar sebanyak Rp 2.914.329,dibandingkan dengan petani Non PUAP. Hasil tersebut menjadikan sedikit tanda bahwa keberadaan pogram PUAP masih dapat meningkatkan pendapatan petani padi walaupun dengan selisih pendapatan yang tidak jauh berbeda dengan petani yang tidak mengaksesnya.
5.4. Uji T-Statistik Hasil uji t-ststistik terhadap penggunaan benih/bibit tanaman padi di kedua kelompok menunjukkan hasil yang tidak nyata. Indikator seperti luas lahan garapan, kualifikasi benih, jumlah benih dan nilai benih antara kelompok PUAP dengan Non PUAP memiliki T-Value yang lebih kecil dari nilai P-Value. Artinya anggota Puap dan Non PUAP memiliki luas lahan yang relatif sama, menggunakan jenis dan jumlah benih yang relatif sama, dan total nilai benih yang digunakan antara anggota Non PUAP dan PUAP juga relatif sama. Hasil pengujian t-statistik lebih lengkap disajikan pada tabel 19 berikut ini.
65
Tabel 19. Uji T-Statistik terhadap Penggunaan Benih/Bibit
No
Indikator
1
Luas lahan garapan
2
Kualifikasi benih
3
Jumlah benih
4
Nilai benih
Jenis Kelompok (X ± SB) Non PUAP PUAP 1,34 ± 1,33 ± 0,88 1,47 1,30 ± 1,33 ± 0,47 0,48 27,2 ± 28,4 ± 14,7 30,3 269.433 276.533 ± 215.020 ± 460.095
T-Value P-Value
Ket
0,02
0,49
TN
- 0,27
0,61
TN
- 0,20
0,58
TN
- 0,08
0,53
TN
Keterangan : TN = Tidak berbeda nyata; N = berbeda nyata
Pada kegiatan usahatani padi di Gapoktan Kecamatan Rengasdengklok, ratarata jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk Urea, SP 36 dan NPK. Kegiatan pemupukan dilakukan dua sampai tiga kali dalam satu musim tanam. Rata-rata penggunaan pupuk oleh petani responden di duaGapoktan yang telah dan belum menerima dana PUAP yaitu Urea sebesar 227 kg/ha untuk kelompok PUAP dan 316 untuk kelompok Non PUAP, SP 36sebesar 186 kg/ha untuk kelompok PUAP dan 230 untuk kelompok Non PUAP, NPK sebesar 482 kg/ha untuk kelompok PUAP dan 198 untuk kelompok Non PUAP. Hasil wawancara dengan beberapa petani responden diperoleh informasi bahwa para petani responden di dua kelompok menggunakan dosis pupuk yang tidak sesuai karena mereka menganggap bahwa dengan memberikan pupuk yang banyak akan menyuburkan tanaman padi. Selain itu petani responden juga beranggapan bahwa teknik yang pemupukan yang dilakukan sudah benar. Sebenarnya pengaturan penggunaan dosis pupuk sudah disosialisasikan oleh petugas penyuluh pertanian lapang (PPL) yang bertugas di masing-masing desa baik di desa yang telah menerima maupun yang belum menerima dana PUAP, namun kebanyakan petani belum melaksanakan dengan benar apa yang telah dianjurkan pleh PPL tersebut. Hal ini terlihat dari besarnya simpangan baku dari masing-masing nilai rata-rata penggunaan pupuk per hektarnya.
66
Hasil uji T-statistik yang di lakukan terhadap penggunaan pupuk Urea, Sp 36 dan NPK, secara umum menyatakan bahwa penggunaan pupuk di kedua kelompok tersebut tidak menunjukkan perbedaan secara signfikan. Uraian lengkap hasil
T-Statistik terhadap penggunaan pupuk dapat dilihat pada Tabel 20 berikut. Tabel 20. Uji T-Statistik terhadap Penggunaan Pupuk Jenis Kelompok (X ± SB) No Indikator Non PUAP PUAP
T-Value P-Value
Ket
1
Urea
277 ± 153
316 ± 403
- 0,43
0,68
TN
2
SP 36
186 ± 118
230 ± 374
- 0,56
0,71
TN
3
NPK
482 ± 593
198 ± 150
1,47
0,09
N
Keterangan : TN = Tidak berbeda nyata; N = berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 20 di atas disimpulkan bahwa kedua kelompok gapoktan tersebut menggunakan pupuk Urea dan SP 36 dalam jumlah yang relatif sama. Namun penggunaan NPK antara Gapoktan Non PUAP dan PUAP berbeda nyata secara signifikan pada taraf nyata 90%. Artinya, penggunaan NPK pada anggota Gapoktan PUAP relatif lebih tinggi dibandingkan anggota Gapoktan Non PUAP. Hal ini disebabkan pengetahuan penggunaan pupuk NPK di Kelompok PUAP lebih baik daripada kelompok non PUAP sehingga mereka lebih memilih menggunakan NPK yang diangap kandungan unsur haranya lebih lengkap dibandingkan jenis pupuk yang lain (Urea dan SP-36). Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan produksi tanaman padi sawah namun kenyataannya minat tenaga kerja produktif sangat kurang dan kita ketahui bahwa dalam budidaya padi sawah ini kebutuhan tenaga kerja sangat diperlukan dan setiap tahunnya biaya tenaga kerja selalu meningkat. Sehingga hal ini dapat membengkakkan biaya produksi sehingga dapat mengurangi pendapatan bagi petani. Pada dasarnya pelaksanaan budi daya padi sawah yang dilakukan para petani responden di kecamatan Rengasdengklok tidak jauh berbeda dengan para petani
67
yang berada didaerah lainya di wilayah Kabupaten Karawang.
Ada beberapa
tahapan yang dilakukan para petani dalam malakukan budi daya padi sawah diantaranya yaitu : persemaian, pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan dan pemangkasan, penyemprotan hama dan panen. Kesemua tahapan tersebut menggunakan
tenaga kerja, namun hasil uji
t-statistik menunjukkan bahwa sebagian besar indikator tidak memiliki perbedaan secara signifikan diantara kedua kelompok. Perbedaan yang nyata secara signifikan hanya terdapat pada indikator penggunaan tenaga kerja manusia yang lebih besar pada kelompok PUAP dbandingkan dengan kelompok Non PUAP. Hal ini disebabkan karena ikatan organisasi (Gapoktan) yang kuat terhadap anggotanya, sehingga mereka banyak yang saling membantu sesama anggotanya. Tabel.... berikut menyajikan hasil uji T-Statistik terhadap penggunaan tenaga kerja. Tabel 21 Uji T-Statistik terhadap Penggunaan tenaga kerja Jenis Kelompok (X ± SB) TNo Indikator Value Non PUAP PUAP Tenaga kerja (TK) 1 585 ± 571 364 ± 398 1,70 manusia TK persemaian dan 2 91,3 ± 63,4 152 ± 159 - 1,84 perbibitan
P-Value
Ket
0,05
N
0,96
TN
3
TK penanaman
817 ± 520
903 ± 1455
- 0,31
0,62
TN
4
TK pemupukan
139,2 ± 74
168,0 ± 134
- 1,04
0,85
TN
5
TK penyiangan dan pemangkasan
392 ± 220
308 ± 354
1,03
0,16
TN
6
TK penyempotan
282 ± 227
267 ± 2 80
0,23
0,41
TN
7
TK panen
175.383 ± 566.176
2.457 ± 2.151
1,30
0,11
TN
Keterangan : TN = Tidak berbeda nyata; N = berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 21 di atas, terlihat bahwa penggunaan tenaga kerja di tahapan persemaian dan perbibitan, penanaman, pemupukan, penyiangan dan pemangkasan, penyemprotan hama dan panen antara kelompok PUAP dan Non PUAP tidak berbeda secara signifikan. Hal ini artinya kedua akelompok tersebut menggunakan tenaga kerja dalam jumlah yang relatif sama nilainya. 68
Produksi padi secara angka dilapangan menunjukkan bahwa nilai produksi pada kelompok PUAP lebih baik atau tinggi dibandingkan kelopok Non PUAP. Hal ini merupakan hasil adanya peran program PUAP dalam
meningkatkan
kesejahteraan petani. Keberadaan PUAP dalam mendorong dan memotivasi petani dalam meningkatan kualitas dan kuantitas hasil produksinya menurut responden sudah cukup baik. Walaupun, secara uji T-Statistik nilai produksi antara kelompok PUAP dan Non PUAP tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil lengkap mengenai uji T-statistik terhadap nilai produksi dapat dilihat pada Tabel 22 berikut. Tabel 22 Uji T-Statistik terhadap Nilai produksi Jenis Kelompok (X ± SB) No Indikator PUAP Non PUAP 8.755 ± 6.185
7.769 ± 11.801 1.284 ± 1.893 6.208 ± 10.110
TValue
P-Value
Ket
0,41
0,34
TN
0,37
0,36
TN
0,54
0,30
TN
1
Produksi kotor
2
Bawon
3
Produksi bersih
4
Harga jual
3.009 ± 185 2.900 ± 500
1,12
0,14
TN
Nilai hasil
22.178.328 ± 16.794.549
0,56
0,29
TN
5
1.427 ± 957 7.328 ± 5.238
18.485.745 ± 31.778.682
Keterangan : TN = Tidak berbeda nyata; N = berbeda nyata
Berdasarkan
Tabel 22 menunjukkan bahwa
indikator nilai produksi
kelompok seperti Produksi kotor, Bawon, Produksi berih, harga jual dan nilai hasil produksi di kelompok PUAP maupun Non PUAP memiliki jumlah dan tingkat hasil yang relatif sama. Berdasarkan keseluruhan hasil uji T-Statistik yang dilakukan secara umum disampaikan bahwa Program PUAP dinilai belum berhasil atau belum berjalan dengan baik karena berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara Gapoktan Non PUAP dan PUAP, seperti kepemilikan lahan, jenis benih yang digunakan, jumlah pupuk yang digunakan serta produksi dan nilai hasil produksi yang diperoleh. Dengan demikian, tujuan dari diadakannya program PUAP belum tercapai. Sehingga diperlukan ketepatan dan kecermatan dalam merumuskan strategi untuk perbaikan program PUAP kedepan.
69
VI. PERUMUSAN STRATEGIS
Berdasarkan hasil analisis keragaan melalui kajian teoritis, data empiris serta
cross-check untuk menguji konsistensi dan objektivitas persepsi pihak-pihak yang terkait di lapangan, disusun suatu perumusan alternatif strategi keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di kabupaten Karawang. Perumusan alternatif strategis tersebut terdiri dari tiga tahap yakni: (1) identifikasi faktor internal dan eksternal yang diperoleh melalui wawancara; (2) tahap penggabungan; serta (3) tahap penggambilan keputusan. Metode yang digunakan dalam
merumuskan
strategi
adalah
analisis
SWOT
(Strength,
Weakness,
Opportunity, Threat ) dan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix).
6.1. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Berdasarkan hasil wawancara diperoleh beberapa faktor strategis dalam rangka keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di Kabupaten Karawang. Faktor strategis tersebut terdiri dari faktor internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan, serta faktor eksternal yang meliputi peluang dan ancaman. 6.1.1 Faktor Internal Beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan antara lain kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness). Faktor kekuatan meliputi: (1) pola komunikasi yang intensif antar anggota Gapoktan; (2) sudah dibentuk unit simpan pinjam; (3) keterampilan anggota Gapoktan yang memadai; (4) kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh pemerintah; (5) potensi pengembangan usaha Gapoktan yang besar; dan (6) Gapoktan memiliki jaringan yang luas. Sedangkan yang menjadi faktor kelemahan meliputi: (1) tingkat pendidikan anggota yang rendah; (2) pengelolaan keuangan belum optimal; (3) pengurus Gapoktan sudah menguasai dana PUAP; (4) pembentukan Gapoktan yang mendadak; (5) keterbatasan kepemilikan lahan anggota Gapoktan; (6) Gapoktan belum memiliki aset/sarana memadai; dan (7) modal Gapoktan yang terbatas, sehingga penyaluran dana PUAP tidak lancar.
70
Adapun faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Komunikasi yang Intensif antar Anggota Gapoktan Peran komunikasi antar anggota Gapoktan memiliki fungsi yang sangat penting dalam rangka menghadapi kelambanan dalam penerapan inovasi hasil penelitian dan pengetahuan terbaru dan keterbatasan pendidikan para anggota Gapoktan, diperlukan komunikasi teknologi pertanian untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan anggota Gapoktan yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota.
2.
Ketersediaan Unit Simpan Pinjam Salah satu kelembagaan keuangan yang dapat dimanfaatkan dan didorong untuk membiayai kegiatan perekonomian di perdesaan yang mayoritas usaha penduduknya masuk dalam segmen mikro adalah Lembaga Keuangan Mikro.
3.
Keterampilan anggota Gapoktan yang memadai Dengan makin banyaknya pengalaman dan juga keterampilan yang dimiliki oleh anggota Gapoktan, maka diharapkan segala permasalahan yang dihadapi oleh para petani dapat diatasi dengan baik, dan juga dapat memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan para petani.
4.
Kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh Pemerintah Sebagai lembaga keuangan mikro yang mengelola dana petani dan masyarakat, status badan hukum merupakan persyaratan penting yang harus dimilki. Gapoktan yang diproyeksikan menjadi LKM-A (Lembaga Keuangan Mikro Agrobisnis) disarankan menggunakan dasar hukum Undang Undang Koperasi Nomor 25 tahun 1992 dan dalam operasionalnya menggunakan PP Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Disamping menggunakan badan hukum koperasi, gapoktan juga dapat menggunakan badan hukum melalui peraturan daerah (PERDA) walaupun secara teknis belum/tidak dapat dipakai sebagai dasar program lingkage dengan perbankan/lembaga keuangan.
5.
Potensi pengembangan usaha Gapoktan yang besar Adapun usaha-usaha untuk mengembangkan dan membina berbagai potensi masyarakat tani khususnya diwilayah binaan untuk dapat meningkatkan taraf hidup agar dapat hidup layak sebagai insani. Baik pengembangan dan
71
pembinaan usaha tani maupun sumber daya manusia dari keluarga tani tersebut dengan melakukan berbagai kegiatan yang kongkrit dan berkelanjutan. Dengan adanya berbagai kegiatan tersebut adalah merupakan upaya-upaya untuk menjadikan anggota lebih mandiri. Tabel 23 : Tabel Hasil Matriks (IFE – Internal Factor Evaluation) Matrik Evaluasi Faktor Internal (EFI) Faktor-faktor Strategis Internal Bobot Rating Kekuatan Pola komunikasi antar anggota gapoktan intensif Sudah dibentuk unit simpan pinjam Keterampilan anggota Gapoktan memadai Kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh pemerintah Potensi pengembangan usaha Gapoktan besar Gapoktan memiliki jaringan yang luas Kelemahan Tingkat pendidikan anggota Gapoktan rendah Pengelolaan keuangan belum optimal Pengurus gapoktan menguasai dana PUAP Pembentukan Gapoktan mendadak Modal Gapoktan terbatas sehingga penyaluran dana puap tidaK lancar Keterbatasan kepemilikian lahan anggota Gapoktan Gapoktan belum memiliki aset/sarana memadai Total
Skor
0,074 0,071 0,076 0,075 0,074 0,076
3,75 3,50 3,375 3,500 3,375 3,375
0,276 0,247 0,257 0,262 0,248 0,257 1,548
0,081 0,078 0,084 0,070
2,000 1,500 1,375 1,375
0,162 0,117 0,115 0,096
0,073
1,500 0,110
0,082 0,086
1,625 0,133 1,750 0,151 0,886 2,434
1,000
6.1.2. Faktor Eksternal Dari hasil wawancara diperoleh beberapa faktor eksternal yang dianggap berpengaruh terhadap usaha pengentasan kemiskinan yang terdiri dari Peluang (opportunity) dan Ancaman (threat). Peluang yang ada antara lain: (1) Dukungan dana pemerintah pusat dan daerah, (2) Pembinaan yang intensif dari petugas lapangan terhadap anggota Gapoktan, (3) Dukungan CSR dari perusahaan swasta, (4) Infrastruktur jalan dan pasar tersedia, (5) Banyak pihak swasta tertarik bekerjasama dengan Gapoktan. Sedangkan yang menjadi ancaman yaitu : (1) Usaha tani tergantung pada iklim, (2) Membanjirnya produk pertanian impor, (3) Akses dan jumlah saranan produksi (pupuk/pestisida) terbatas, (4)Kebijakan HPP tidak berpihak
72
kepada petani, (5) Skim kredit pemerintah sulit diakses, (6) Kemudahan pinjaman yang meringankan daripada melalui rentenir dan ijon, (7) Intervensi dari LSM. Adapun faktor-faktor tersebut terdiri dari : 1.
Dukungan dana Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Untuk
menguatkan
modal gapoktan, pemerintah pusat dalam hal ini
Kementerian Pertanian telah mengucurkan dana BLM-PUAP mulai dari tahun 2008 sebesar 100 juta untuk tiap gapoktan. Program BLM-PUAP ini dapat meningkatkan jumlah dan modal petani, buruh tani dan rumah tangga tani untuk usaha agribisnisnya. Disarankan pada Pemerintah daerah perlu mendukung dalam memperbesar sekala modal kerja gapoktan sehingga seluruh anggota kelompok tani yang tergabung dalam gapoktan dapat memanfaatkan dana PUAP sebagai sumber permodalannya. 2.
Pembinaan yang intensif dari penyuluh pendamping/ petugas lapangan Peran para penyuluh pendamping adalah mampu memberdayakan para petani untuk menumbuhkan iklim berusaha, mampu mengembangkan usahanya dan mampu memfasilitasi pembiayaan dan penjaminan. Dana bantuan yang diberikan oleh pemerintah tidak akan mampu dikembangkan oleh petani tanpa ada pembinaan yang kuat. Pendamping harus berani mengawasi secara optimal, jangan terbentur pada masalah dana operasional yang terbatas.
3.
Dukungan CSR dari perusahaan swasta Para pengusaha mempunyai tanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakatnya. Dengan tanggung jawab sosial yang dimiliki oleh perusahaan atau Corporate Social Responsibility tersebut, ada peningkatan taraf hidup maupun peningkatan kualitas lingkungan yang lebih baik yang hasilnya juga akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan dari segi peningkatan kualitas sumber daya alam maupun sumber daya manusianya.
4.
Infrastruktur jalan dan pasar tersedia Infrastruktur jalan dan pasar merupakan hal yang sangat krusial dan penting untuk diwujudkan. Dengan adanya infrastruktur jalan dan pasar, maka akan terjadi
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat,
tersebarnya
pemerataan
kehidupan ekonomi dan juga mempermudah alih teknologi dan ilmu
73
pengetahuan yang mempunyai dampak positif dalam membangun kualitas suatu bangsa. 5.
Banyak pihak swasta tertarik bekerjasama dengan Gapoktan Hadirnya pihak swasta untuk bekerja sama dengan Gapoktan tersebut merupakan kerjasama yang terfokus pada banyak hal. Adapun kerjasama yang strategis antara pihak swasta dengan para petani yang tergabung dalam Gapoktan tersebut dapat berupa penyediaan kemudahan dalam distribusi benih, dekomposer/PPC, dan ada yang mengarah pada edukasi untuk petani seperti halnya penyuluhan maupun pemberian pendidikan dan latihan sehingga juga ada transfer ilmu dan teknologi yang direkomendasikan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani
Tabel 24: Tabel Hasil Evaluasi Faktor Eksternal (EFE – Eksternal Evaluation) Matrik Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) Faktor-faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Peluang Dukungan dana pemerintah pusat dan daerah 0,087 3,000 Pembinaan yang intensif dari petugas lapangan terhadap 0,081 3,375 anggota Gapoktan Dukungan CSR dari perusahaan swasta 2,500 0,079 Infrastruktur jalan dan pasar tersedia 0,084 3,125 Banyak pihak swasta yang tertarik bekerjasama dengan 0,098 2,375 anggota Gapoktan Total Ancaman 0,077 2,500 Usaha Tani tergantung pada iklim (A) Membanjirnya produk pertanian dari impor (B) 0,092 2,125 Akses dan jumlah sarana produksi (pupuk/pestisida) 0,073 3,125 terbatas (C) Kebijakan HPP tidak berpihak pada petani (D) 0,070 2,750 Skim kredit pemerintah sulit diakses (E) 0,087 2,750 Kemudahan pinjaman dari rentenir dan ijon (F) 0,085 3,250 Intervensi dari LSM (G) 0,086 2,750 1,000
Total
74
Factor
Skor 0,261 0,274 0,199 0,264 0,232 1,229 0,191 0,196 0,229 0,192 0,240 0,277 0,236 1,562 2,791
Tabel 25 : Matriks IE Matriks IE 3
Total Nilai EFE Yang Diberi Bobot
4
2 Tumbuh dan Berkembang
Tumbuh dan Berkembang
Tinggi
1 Bertahan dan Pelihara
3 Bertahan dan Pelihara
Tumbuh dan Berkembang
Sedang
(2.434;2.791)
2 Bertahan dan Pelihara
Lemah
Memanen dan melepaskan
Memanen dan melepaskan
Memanen dan melepaskan
Rata-rata
Lemah
1 Kuat
Total Nilai IFE Yang Diberi Bobot
6.2. Perumusan Strategi Langkah selanjutnya dalam penyusunan strategi keberlanjutan program pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP) adalah tahap penggabungan (matching stage) dengan teknik matriks SWOT. Analisis SWOT ini digunakan dengan menggabung antara faktor internal (kelemahan (kelemahan dan kekuatan) dengan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Hal ini dimaksudkan untuk menentukan strategi keberlanjutan program pengembangan usaha agribisnis perdesaan di Kabupaten Karawang. Dari hasil analisis yang sudah dilakukan diperoleh 7 (tujuh) alternatif strategi untuk dapat dikembangkan menjadi program yang dapat dilaksanakan. Keseluruhan strategi yang dihasilkan merupakan strategi agresif seperti yang sudah dihasilkan dalam penentuan Grand strategy. Adapun hasil penggabungan tersebut
dapat dilihat dalam Tabel 26.
75
Tabel 26 : Hasil Matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) Kekuatan (S)
1. Pola Faktor Internal
2. 3. 4.
5. 6. Faktor Eksternal
komunikasi antar anggota gapoktan intensif Sudah dibentuk unit simpan pinjam Keterampilan anggota Gapoktan memadai Kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh pemerintah Potensi pengembangan usaha Gapoktan besar Gapoktan memiliki jaringan yang luas
Kelemahan (W) 1. Tingkat pendidikan anggota Gapoktan rendah 2. Pengelolaan keuangan belum optimal gapoktan 3. Pengurus menguasai dana PUAP 4. Pembentukan Gapoktan mendadak 5. Modal Gapoktan terbatas sehingga penyaluran dana PUAP tidak lancar 6. Keterbatasan kepemilikian lahan anggota Gapoktan 7. Gapoktan belum memiliki aset/sarana memadai 8.
Peluang (O) 1. Dukungan dana pemerintah pusat dan daerah 2. Pembinaan yang intensif dari petugas lapangan terhadap anggota Gapoktan 3. Dukungan CSR dari perusahaan swasta 4. Infrastruktur jalan dan pasar tersedia 5. Banyak pihak swasta yang tertarik bekerjasama dengan anggota Gapoktan
STRATEGI S-O
STRATEGI W-O
• Mengembangkan usaha tani dengan menambah jenis komoditi yang diusahakan dan perluasan pasar SO1 (S1, S3, S5,S6, O1, O2, O4, O5)
• Meningkatkan profesionalisme anggota Gapoktan WO1 (W1, W2, O1, O2)
Ancaman (T) 1. Usaha Tani tergantung pada iklim produk 2. Membanjirnya pertanian dari impor 3. Akses dan jumlah sarana produksi (pupuk/pestisida) terbatas 4. Kebijakan HPP tidak berpihak pada petani 5. Skim kredit pemerintah sulit diakses 6. Kemudahan pinjaman dari rentenir dan ijon 7. Intervensi dari LSM
STRATEGI S-T
STRATEGI W-T
• Meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen agar dapat bertahan terhadap produk impor ST1(S3, T2)
• Pemberian sanksi/hukuman bagi pengurus Gapoktan yang menyelewengkan dana PUAP. WT1(W3, T7)
• Pengembangan penguatan pemasaranyang tersedia SO2 O1,O5)
dan jaringan telah (S5, S6,
• Meningkatkan kemampuan Gapoktan dalam pengelolaan keuangan dengan bermitra bersama swasta WO2 (W3,W4, ,O3)
• Meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan ST2 (S2, T6)
Berdasarkan Tabel 26 dapat dijabarkan rumusan strategi sebagai berikut:
76
a. Strategi S-O Strategi S-O merupakan penggabungan antara faktor internal kekuatan dengan faktor eksternal peluang dengan cara memanfaatkan peluang dengan menggunakan kekuatan. Strategi S-O dalam pengembangan usaha agribisnis perdesaan adalah: 1) Mengembangkan usaha tani
dengan menambah jenis komoditi yang
diusahakan dan perluasan pasar SO1 (S1, S3, S5,S6, O1, O2, O4, O5) ; 2) Pengembangan dan penguatan jaringan pemasaran yang telah tersedia SO2 (S5, S6, O1,O5). b. Strategi W-O Strategi W-O merupakan penggabungan antara faktor internal kelemahan dengan faktor eksternal peluang dengan cara mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang. Strategi W-O dalam pengembangan usaha agrobisnis perdesaan adalah: 1) Meningkatkan profesionalisme anggota Gapoktan WO1 (W1, W2, O1, O2); 2) Meningkatkan kemampuan Gapoktan dalam pengelolaan keuangan dengan bermitra bersama swasta WO2 (W3,W4, ,O3). c. Strategi S-T Strategi S-T merupakan penggabungan antara faktor internal kekuatan dengan faktor ekstrenal ancaman dengan cara menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman. Startegi S-T dalam pengembangan usaha agrobisnis perdesaan adalah: 1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen agar dapat bertahan terhadap produk impor ST1(S3, T2); 2) Meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan ST2 (S2, T6). d. Strategi W-T Strategi W-T merupakan penggabungan antara faktor internal kelemahan dengan faktor eksternal ancaman dengan cara meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Strategi W-T dalam pengembangan usaha agrobisnis
77
perdesaan adalah Pemberian sanksi/hukuman bagi pengurus Gapoktan yang menyelewengkan dana PUAP. WT1(W3, T7)
Dengan banyaknya alternatif strategis yang diperoleh, harus dipilih beberapa strategi yang akan dijadikan prioritas. Tahap pengambilan keputusan merupakan tahap selanjutnya dari perumusan strategi dengan menggunakan analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Analisis ini ditujukan untuk menentukan prioritas strategi penanggulangan kemiskinan. Analisis QSPM dilakukan dengan cara memberikan nilai kemenarikan relatif (Attractive Score = AS) pada masing-masing faktor internal maupun eksternal. Strategi yang mempunyai total niai kemenarikan relatif (Total Attractive Score = TAS) yang tertinggi merupakan prioritas strategi. Setelah dilakukan prhitungan nilai TAS, maka diperoeh hasil QSPM seperti disajikan pada Tabel...di bawah ini. Tabel 27 : Hasil Analisis QSPM dalam perumusan strategi Keberlanjutan Program Pengembangan usaha agribisnis di kabupaten Karawang No
Alternatif strategis
1
Mengembangkan usaha tani dengan menambah jenis komoditi yang diusahakan dan perluasan pasar Pengembangan dan penguatan jaringan pemasaran yang telah tersedia Meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen agar dapat bertahan terhadap produk impor Meningkatkan kemampuan Gapoktan dalam pengelolaan keuangan dengan bermitra bersama swasta Meningkatkan profesionalisme anggota Gapoktan Meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan Pemberian sanksi/hukuman bagi pengurus Gapoktan yang menyelewengkan dana PUAP
2 3 4 5 6 7
Nilai TAS
Priorita s
2,716
5
2,671
6
2,924
4
2,647
7
3,335
1
3,094
3
3,240
2
Berdasarkan hasil analisis QSPM Tabel 27 didapatkan strategis prioritas untuk keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yaitu meningkatkan profesionalisme anggota Gapoktan, pemberian sanksi/hukuman bagi pengurus Gapoktan yang menyelewengkan dana PUAP dan meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan.
78
VII. PERANCANGAN PROGRAM Berdasarkan hasil analisis QSPM dirumuskan strategi yang dapat dijadikan sebagai strategis prioritas dalam menentukan keberlanjutan program pengembangan usaha agribisnis perdesaan. Namun sebuah strategis perlu diinplementasikan dalam bentuk program operasional. Beberapa program yang dapat penulis rumuskan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program yang sudah dilaksanakan dan hasil evaluasi dengan menggunakan analisis SWOT dan QSPM adalah sebagai berikut: 7.1 Mengembangkan usaha tani dengan menambah jenis komoditi yang diusahakan dan perluasan pasar dengan melakukan Program Diversifikasi Produk dan Perluasan Pemasaran. Berdasarkan pada analisis strategi S-O, strategi pengembangan usaha dengan menambah jenis komoditi dan perluasan pasar perlu dilakukan karena adanya kekuatan internal Gapoktan yaitu keterampilan anggota, potensi pasar, dan jaringan Gapoktan yang luas. Di samping itu terdapat peluang yang berpotensi pula memberikan keuntungan bagi Gapoktan yang mencakup dukungan dana dari pemerintah, pembinaan dari petugas lapang, infrastruktur yang memadai, dan pihak swasta yang bersedia membantu Gapoktan. Berdasarkan strategi pengembangan usaha dan penambahan jenis komoditi tersebut, dihasilkan rekomendasi untuk mengadakan program diversifikasi produk dan perluasan pemasaran dari produkproduk yang dihasilkan Gapoktan. Keterampilan
anggota
Gapoktan
dan
adanya
potensi
pasar
perlu
dimanfaatkan untuk melakukan diversifikasi produk sehingga tidak bertumpu pada satu jenis produk saja. Dengan demikian diharapkan Gapoktan dapat meningkatkan nilai penjualan produknya karena adanya keberagaman dari produk yang dihasilkan. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan memberikan pembinaan pengolahan produk dengan sasaran para anggota Gapoktan PUAP. Pembinaan pengolahan produk tersebut disesuaikan dengan jenis usaha masingmasing Gapoktan. Untuk perluasan pemasaran, Gapoktan dapat memanfaatkan prasarana jalan yang sudah memadai, dan dengan dukungan permodalan baik dari pemerintah maupun swasta, Gapoktan dapat melakukan perluasan pemasaran ke luar desa tempat
79
mereka berada. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah pusat adalah dengan memberikan bantuan unit kendaraan pengangkut roda-4 yang dapat digunakan sebagai moda transportasi pengangkutan produk Gapoktan. Penggunaan kendaraan roda-4 tersebut dirasa cukup relevan mengingat prasarana jalan sudah memadai dan adanya komitmen pemerintah untuk memberikan modal usaha kepada Gapoktan. Dengan pengangkutan yang lebih baik, maka Gapoktan dapat melakukan perluasan pasar ke wilayah-wilayah yang selama ini belum terbuka oleh jaringan pemasarannya. Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pertanian, dapat mereplikasi program diversifikasi produk dan perluasan pemasaran ini kepada GapoktanGapoktan penerima PUAP lainnya, yang memiliki karakteristik kekuatan dan peluang yang sama. Dengan demikian, tujuan PUAP untuk meningkatkan kemampuan usaha petani di desa yang selanjutnya menjadi lembaga usaha mandiri, dapat terealisasi secara cepat dan masif.
7.2
Pengembangan dan penguatan jaringan pemasaran yang telah tersedia dengan
melakukan Program Penguatan Kelembagaan Pemasaran. Strategi pengembangan dan penguatan jaringan pemasaran sebagai suatu strategi S-O muncul karena adanya kekuatan internal Gapoktan dalam hal potensi pengembangan pasar yang tersedia dan jaringan yang luas, disamping pula peluang dukungan dana dan bantuan kerjasama dari berbagai pihak. Hal ini tentunya memberi peluang kepada Gapoktan untuk memperluas dan memperkuat jaringan pemasaran yang telah tersedia. Diantaranya adalah dengan memperkuat kelembagaan pemasaran melalui jaringan dengan memanfaatkan mitra usaha di luar lokasi Gapoktan yang bersedia memasarkan produk-produk yang dihasilkan. Pemerintah perlu memperhatikan kelembagaan pemasaran Gapoktan dengan memberikan berbagai pelatihan mengenai SCM (Supply Chain Management) sehingga para petani mampu memasarkan produk secara luas dan efisien dengan memanfaatkan berbagai jaringan usaha yang telah ada.Dengan memahami konsep SCM yang baik, Gapoktan akan mampu mengoptimalkan potensi luasnya jaringan yang dimiliki dalam rangka menekan biaya antar lini produksi.
80
Disamping memberikan pelatihan SCM, pemerintah juga tentunya perlu menginisasi pembentukan jejaring antar Gapoktan yang memiliki jenis usaha serupa dan berada di lokasi yang tidak terlalu berjauhan. Jaringan Gapoktan tersebut selanjutnya menjadi semacam “perusahaan” besar yang memproduksi suatu produk yang serupa, dan melakukan pemasarannya secara luas ke luar daerah, tidak hanya di luar desa, namun juga luar kabupaten. Biaya pemasaran yang tinggi dapat dipikul bersama diantara Gapoktan-Gapoktan yang telah membentuk jaringan tersebut dan menerapkan prinsip-prinsip SCM dengan baik.
7.3
Meningkatkan profesionalisme anggota Gapoktan dengan melakukan
Program Pembinaan dan Pelatihan Gapoktan PUAP. Setiap strategi pengembangan usaha suatu bisnis, pada akhirnya akan kembali bertumpu pada kemampuan dan kapasitas SDM yang menanganinya. Hal itulah yang disadari dari adanya strategi W-O untuk meningkatkan profesionalisme anggota Gapoktan. Berdasarkan analisis di lapangan, anggota Gapoktan PUAP memiliki pendidikan yang rendah dan kurang mampu dalam mengelola keuangan dengan baik. Di sisi lain, terdapat peluang untuk memperbaiki keadaan tersebut mengingat perhatian pemerintah terhadap Gapoktan sebenarnya cukup besar, serta didukung dengan pembinaan intensif dari petugas lapangan. Namun tentu saja pembinaan tersebut perlu dilakukan secara terarah dan terpadu, dengan agenda dan tujuan yang jelas sesuai dengan permasalahan yang terjadi pada Gapoktan. Berdasarkan analisis strategi W-O, pemerintah perlu mengembangkan program pembinaan dan pelatihan secara terpadu kepada Gapoktan PUAP. Program ini dimaksudkan karena adanya kelemahan kapasitas SDM dalam melakukan manajemen usaha. Untuk itu, disarankan agar agenda pembinaan dan pelatihan anggota Gapoktan tersebut fokus kepada manajemen usaha dan manajemen keuangan, disamping pula yang terkait dengan Supply Chain Management sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya. Selain memberikan pelatihan dan pembinaan secara terpadu, pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Pertanian, perlu juga memberikan kesempatan “magang” kepada anggota-anggota Gapoktan yang berprestasi, untuk belajar mengenai bisnis pertanian ke negara-negara asing. Kegiatan magang petani ini
81
sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh Kementerian Pertanian beberapa tahun lalu untuk para petani yang berprestasi, dengan memberikan kesempatan kepada mereka melaksanakan studi singkat di Jepang. Kegiatan semacam ini hendaknya diperluas dengan memberikan kesempatan kepada para anggota Gapoktan berprestasi, sehingga mereka dapat melihat langsung bagaimana bisnis pertanian yang sukses dijalankan, dan kemudian mereplikasi konsep-konsep yang telah dipelajari tersebut ke lokasi mereka masing-masing.
7.4
Meningkatkan kemampuan Gapoktan dalam pengelolaan keuangan dengan
bermitra bersama swasta
dengan melakukan Program Kemitraan Gapoktan dan
Swasta. Dalam konsep pembangunan terpadu dan berkelanjutan, pelaksanaan pembangunan perlu dilakukan secara sinergis antara pihak Government (pemerintah), Academic (akademisi), dan Business (dunia usaha/swasta). Untuk itu, sektor swasta merupakan sektor yang perlu dijadikan mitra dalam program dan kegiatan pembangunan pertanian, termasuk dalam hal ini adalah kegiatan penguatan permodalan petani melalui PUAP. Masih didasarkan pada analisis strategi W-O, kelemahan-kelemahan Gapoktan dalam pengeloaan keuangan dapat diselesaikan dengan memanfaatkan kepedulian pihak swasta yang berada di sekitar lokasi Gapoktan PUAP.
7.5
Setiap perusahaan swasta pada umumnya diwajibkan untuk menunjukkan
komitmen dan kepeduliannya kepada masyarakat sekitar melalui program CSR (Corporate Social Responsibility). Hal ini menjadi peluang bagi Gapoktan untuk meningkatkan kapasitas internal para anggotanya dengan memanfaatkan program-progam CSR tersebut. Pihak pemerintah dapat menjadi fasilitator untuk menghubungkan pola kemiraan yang tepat dan kuat antara pihak swasta dengan Gapoktan PUAP sehingga programprogram CSR yang dilakukan tepat sasaran dan bermanfaat dalam menyelesaikan masalah-masalah di internal Gapoktan. Masalah yang muncul berdasarkan penelitian dan berpotensi untuk dapat diselesaikan melalui program-program CSR adalah dalam hal pengelolaan administrasi keuangan. Untuk itu, perusahaan-perusahaan swasta
82
yang berada di sekitar Gapoktan hendaknya dapat memberikan pembinaan singkat mengenai pengelolaan keuangan. Hal ini mengingat perusahan-perusahaan swasta umumnya memiliki kemampuan administrasi keuangan yang mapan. 7.6
Meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen agar dapat bertahan terhadap
produk impor dengan melakukan Program Pengolahan Pasca Panen dan Peningkatan Produkivitas. Konsekuensi dari era perdagangan global adalah semakin bebasnya arus barang dan jasa dari dan ke luar negeri, dalam hal ini termasuk pula barang dan jasa/produk pertanian yang berasal dari negara lain. Gapoktan PUAP yang memiliki kekuatan internal berupa keterampilan anggota, berdasarkan analisis strategi S-T, perlu terus meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen dan produk-produk lainnya yang dihasilkan, sehingga dapat bersaing dengan produk impor. Untuk meningkatkan kualitas produk, pemerintah harus terus memberikan fasilitasi alat dan mesin yang dapat meningkatkan kualitas dan daya tahan produk, seperti diantaranya cold storage, rice milling unit, dan sebagainya. Di sisi lain, untuk meningkatkan kuantitas produk, pemerintah dapat memberikan insentif pemberian bibit/benih unggul bagi Gapoktan berprestasi yang menunjukkan kinerja di atas rata-rata. Penggunaan bibit/benih unggul dipercaya sebagai faktor utama peningkatan produksi pertanian karena dapat meningkatkan produktivitas. Namun hingga saat ini, penggunaan varietas unggul masih sangat terbatas karena masih banyak petani yang belum menyadari manfaatnya, disamping kesulitan petani untuk mengakses bibit/benih unggul yang resmi dan telah teruji.
7.7
Meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota Gapoktan dengan melakukan Program Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro. Salah satu tujuan pengembangan PUAP adalah agar di kemudian hari dapat menjadi Lembaga Keuangan Mikro yang mandiri. Untuk itulah dana PUAP digulirkan sebagai modal awal usaha simpan pinjam untuk para anggota. Analisis ST menunjukkan adanya kekuatan internal Gapoktan yang sudah memiliki usaha simpan pinjam, namun di sisi lain terdapat ancaman dari keberadaan para rentenir
83
yang siap memberikan dana pinjaman kepada para petani dengan sistem yang cenderung merugikan petani dalam jangka panjang. Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus dalam usaha pengembangan usaha simpan pinjam sehingga para petani tidak lagi bergantung kepada para rentenir yang ada. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan memberikan insentif khusus bagi Gapoktan PUAP yang memiliki kinerja simpan pinjam yang baik dan akuntabel. Untuk Gapoktan yang memiliki kinerja keuangan simpan pinjam yang lancar dan akuntabel, pemerintah dapat memberikan tambahan modal. Hal ini untuk mendorong Gapoktan melakukan pengelolaan dana simpan pinjam secara bertanggung jawab. Di samping itu, pemerintah juga dapat berperan dalam menghubungkan Gapoktan PUAP dengan institusi perbankan untuk melakukan kerjasama simpan pinjam dengan sistem berbagi keuntungan. Bank komersial yang memiliki program perkreditan yang lebih mapan dengan jumlah dana lebih besar, dapat bekerja sama dengan Gapoktan untuk menyediakan skim kredit yang tepat untuk para anggota. Peran pemerintah dalam hal ini adalah menghubungkan perbankan dengan Gapoktan, sekaligus sebagai penjamin bagi aktivitas simpan pinjam yang dilaksanakan oleh Gapoktan. Hasil keuntungan dari simpan pinjam tersebut dapat dibagi diantara perbankan dan Gapoktan. 7.8
Pemberian sanksi/hukuman bagi pengurus Gapoktan yang menyelewengkan
dana PUAP dengan melakukan Program Peningkatan Akuntabilitas Gapoktan PUAP. Hasil analisis terhadap kelemahan dan ancaman (W-T) Gapoktan PUAP menunjukkan adanya kelemahan internal pengelolaan keuangan yang tidak transparan dari sebagian pengurus Gapoktan PUAP. Hal ini diperparah dengan adanya intervensi LSM yang mungkin ingin mendapatkan keuntungan secara tidak adil. Untuk itu pemerintah perlu meningkatkan kegiatan pembinaan dan audit investigatif untuk memastikan pengelolaan dana PUAP dilaksanakan secara tertib dan taat aturan.
Disamping kegiatan audit, sebagai upaya preventif pemerintah dipandang perlu menerapkan sistem evaluasi dan monitoring yang selama ini belum
84
dilaksanakan untuk program PUAP. Kementerian Pertanian perlu menyusun peraturan setingkat Permentan, yang mengatur bahwa Gapoktan PUAP yang telah menerima bantuan harus memberikan laporan realisasi kegiatan dan keuangan secara berkala dalam jangka waktu tertentu, hingga Gapoktan diyakini dapat berdiri secara mandiri. Hal yang terjadi hingga hari ini adalah pengelolaan dana PUAP tidak terpantau secara berkala sehingga memungkinkan terjadinya berbagai penyimpangan penggunaan dana oleh pihak-pihak tertentu. Berdasarkan perancangan program menggunaan analisis QSPM, dapat disusun suatu program pengembangan usaha agribisnis di perdesaan agar berkelanjutan, sebagaimana terdapat pada Tabel 28 berikut.
Prioritas
Tabel 28. Matriks Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Berkelanjutan
1
2
3
Strategi
Program
Kegiatan
Tahun Pelaksanaan
Anggaran I
Meningkatkan Profesionalisme anggota Gapoktan
Pemberian sanksi/hukuman bagi pengurus Gapoktan yang menyelewengkan dana PUAP
Meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan
Program Pembinaan dan Pelatihan Gapoktan PUAP
Program Peningkatan Akuntabilitas Gapoktan PUAP
Program Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro
1. Pelaksanaan Pelatihan budidaya padi secara berkala terhadap anggota Gapoktan 2. Meningkatkan Pola Pembinaan dengan pendekatan persuasif terhadap Gapoktan 3. Melakukan update keterampilan pasca pelatihan
II
III
Tim Pelaksana
IV
50.000.000
BP4K
30.000.000
PMT dan Penyuluh
40.000.000
BP4K
10.000.000
Kementan
10.000.000
Masyarakat dan LSM
20.000.000
Kementan
1. Pembentukan unit simpan pinjam agribisnis khusus untuk Gapoktan
100.000.000
Gapoktan
2. Membangun Kerjasama dengan Lembaga Perbankan dan Lembaga Keuangkan lain untuk menunjang modal usaha gapoktan
15.000.000
PMT dan BP4K
3. Meningkatkan kesadaran gapoktan dalam menabung
10.000.000
Gapoktan
1. Melakukan sosialisasi pedoman umum/juknis pengelolaan dana PUAP 2. Meningkatkan peran kontrol dari masyarakat terhadap penggunaan dana PUAP oleh Gapoktan 3. Meningkatkan ketrampilan gapoktan dalam pembuatan sistem pelaporan yang baik dan transparan
85
4
5
6
Meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen agar dapat bertahan terhadap produk impor
Mengembangkan usaha tani dengan menambah jenis komoditas yang diusahakan dan perluasan pasar
Pengembangan dan penguatan jaringan pemasaran yang telah tersedia
Program Pengolahan Pasca Panen
Program Peningkatan Produktivitas Produk pertanian Program Deversifikasi Produk dan Perluasan Pemasaran
Program Penguatan Kelembagaan pemasaran
1. Melakukan pengembangan jaringan pemasaran 2. Mengembangkan teknologi pengolahan Hasil Produksi pertanian dengan baik
510.000.000
Gapoktan, PMT, BP4K
150.000.000
Kementan
100.000.000
Gapoktan
200.000.000
Gapoktan, Penyuluh
50.000.000
Kementan
1. Melakukan berbagai pelatihan mengenai suplay chain management
30.000.000
Kementan
2. Melakukan sosialisasi tentang pentingnya peran kelembagan petani dalam memfasilitasi pelaksanaan kegiatan PUAP di lapangan
40.000.000
BP4K
3. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar anggota Gapoktan
20.000.000
Melakukan kerjasama dengan pihak lain (BPR, Perusahan swasta dan Bank)
50.000.000
Meningkatkan kepemilikan luas lahan dan produksi untuk mendorong produkitivitas pertanian 1. Melakukan pelatihan diversifikasi produk pertanian
2. Melakukan standarisasi produk pertanian
Gapoktan
7 Meningkatkan kemampuan Gapoktan dalam pengelolaan keuangan dengan bermitra bersama swasta
Program Kemitraan Gapoktan dan Swasta
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
86
Gapoktan, PMT, dan BP4K
8.1
Kesimpulan Berdasarkan
hasil
kajian
mengenai
strategi
keberlanjutan
program
pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP) di Kabupaten Karawang, maka prioritas strategi untuk mendukung keberhasilan program PUAP adalah kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan program PUAP. Strategi keberlanjutan program PUAP didasarkan pada : 1.
Aspek tingkat kinerja dan kualitas kinerja Gapoktan di Kabupaten Karawang dinilai perlu ada peningkatan kinerja. Faktor yang perlu ditingkatkan kinerjanya terdiri dari : a. Keterlibatan anggota Gapoktan dalam pembuatan RUB; b. Ketersediaan dana PUAP; c. Pemahaman terhadap kesesuaian dana yang diterima dengan kebutuhan sehari-hari; d. Pemahaman akan jaminan/angunan untuk pinjaman dana PUAP; e. Ketepatan pengambalian dana PUAP; f. Perguliran dana PUAP pada kelompok lain; g. Gapoktan mengadakan saprodi pertanian; h. Penggunaan teknologi dalam usaha tani; dan i. Gapoktan mengadakan kerjasama pengadaan saprodi.
2.
Gapoktan penerima dana PUAP secara ekonomi lebih menguntungkan dibandingkan Gapoktan Non PUAP karena Nilai R/C lebih besar yaitu 22,2%.
3.
Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal, Kabupaten Karawang dalam strategi keberlanjutan program PUAP menekankan pada strategi menggunakan kelemahan internal yang ada dengan memanfaatkan peluang eksternal, Hasil analisis QSPM didapatkanstrategi yang menjadi prioritas adalah: a) meningkatkan Profesionalisme anggota Gapoktan, b) pemberian sanksi atau hukuman bagi pengurus Gapoktan yang menyelewengkan dana PUAP, dan c) meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan.
8.2
Saran
87
Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan strategi keberlanjutan program pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP) di Kabupaten Karawang maka Gapoktan dapat memberikan argumentatif kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Kabupaten
keterlibatan
atas
Karawang
pentingnya
untuk
memberikan
keberlangsungan
perhatian
program
PUAP
dan untuk
mengentaskan kemiskinan pada petani dengan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Untuk itu saran yang diberikan pada : 1.
Pemerintah Kabupaten Karawang a. Menambah bantuan modal untuk Gapoktan; b. Melakukan pembinaan dan pendampingan secara rutin; c. Menjembatani hubungan antara Gapoktan dengan Perbankan dan Swasta; dan d. Meningkatkan kerjasama dengan pihak akademisi dan lembaga penelitian untuk penerapan teknologi pertanian.
2.
Pemerintah Pusat a. Menempatkan prioritas kebijakan dan meningkatkan anggaran bantuan langsung masyarakat; b. Melakukan pembinaan dan pelatihan budidaya tanaman pangan kepada anggota Gapoktan PUAP secara intensif; dan c. Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala pada anggota Gapoktan PUAP.
3.
Masyarakat Turut berperan serta dalam menjaga keberlangsungan program PUAP di perdesaan untuk kepentingan bersama sesuai dengan rencana.
IX. DAFTAR PUSTAKA
88
Adimihardja, K. dan Harry Hikmat, 2001, Participatory Research Appraisal : Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Utama Press,Bandung. Anneahira. Konsep Dasar Pertanian Berkelanjutan. pertanian.htm. [16 Maret 2011].
http://www.anneahira.com/
dasar-
Importance Performans Analsys (IPA). Ariyoso. 2009. Konsep http://ariyoso.wordpress.com/2009/12/15/konsep-importance-performanceanalysis/. [15 Maret 2011]. Biro Perencanaan Departemen Pertanian, 2009. Evaluasi dan Penilaian Gapoktan PUAP. Jakarta. Budimanta, A. 2005. Memberlanjutkan pembangunan di Perkotaan Melalui Pembangunan Berkelanjutan dalam Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21. Jakarta. BPS. 2008. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2008. BPS Indonesia. Jakarta. David, F. R. (2002). Manajemen Strategis Konsep, terjemahan, PT. Prenhallindo, Jakarta. Deptan. 2010. Laporan bulanan PUAP T.A. 2008. Jakarta. Elizabeth, R. 2008. Partisipasi Sebagai Strategi Pemberdayaan Petani Miskin Melalui Program Integrasi Jagung dan Ternak. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Kajian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Ife,Jim. 1996. Community Development, Creating Community Alternatives-Vision, Analysis and Practice. Addison Wesley Longman, Australia dalam Tesis Irawati, P. 2006. Proses Pemberdayaan Petani dalam Konteks Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin Melalui Inovasi (P4MI). UGM, Jogyakarta. Imigrasi. 2008. Kantor Imigrasi Kelas II Karawang. http://www.imigrasi.go.id/ index.php?. [19 Februari 2011]. Karawang Dalam Angka. 2009. www. Karawang.go.id [26 Maret 2011]. Kementan. 2010. Pedoman Umum 2010. Jakarta.
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan.
Kementan. 2011. Laporan Pelaksanaan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. 2010. Jakarta. Martinez, C.L., 2003, Evaluation Report: Tools Cluster Networking Meeting #1, CenterPoint Institute, Inc., Arizona. http://fportfolio.petra.ac.id. [23 April 2011]. Martha, J. 2011. Evaluasi Kegiatan. http://www.idb-unj.info/index.php. [17 Januari 2011]. Martilla, J., & James, J. 1977. “Importance-Performance Analysis.” Journal Of Marketing, 41(1):77-79.
89
Masik,A. 2005. Hubungan Modal Sosial dan Perencanaan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 16/No.3, Desember 2005, hlm 1-23 dalam Tesis Irawati, P. 2006. Proses Pemberdayaan Petani dalam Konteks Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin Melalui Inovasi (P4MI). UGM, Jogyakarta. Mubyarto. 1995. Ekonomi dan Keadilan Sosial. Aditya Media. Yogyakarta. Purnomo, D. 2010. 9 Alasan kelembagaan Petani Tidak Berjalan Dengan Baik. Jakarta. Rivai, R.S. 2010. Evaluasi dan Penyusunan Desa Calon Lokasi Pengembangan usaha agribisnis Perdesaan (PUAP). Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Kajian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Sahdan, G. 2005. Menanggulangi Kemiskinan Desa. Artikel-Ekonomi Rakyat dan Kemiskinan. Jogjakarta. Salsabila. 2011. Gambaran [19 Februari 2011].
Umum.
http://karawangkab.go.id/index.php.
Soegijoko, et all. 2005. Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21. Jakarta. Sumodiningrat, G. 1997. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, PT Bina. Rena Pariwara, Jakarta, 1997.Sutisna, N. 2006. Enam Tolok Ukur Pembangunan Berkelanjutan. TEMPO Interaktif. Jakarta. Sumaryadi, I N. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyaraka. Penerbit Citra Utama. Jakarta. Suradisastra, K., W.K. Sejati, Y. Supriatna, dan D. Hidayat. 2002. Institutional Description of Balinese Subak. Jurnal Kajian dan Pengembangan pertanian, Vo. 21 No.1, 2002. Badan Kajian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta. Suradisastra, K. 2008. Strategi Pemberdayaan Kelembagaan Petani. Forum Kajian Agronomi, Vol. 26 No.2, Desember 2008: 82-91. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Syahyuti, 2007. Strategi dan Tantangan dalam Pengembangan Gabungan Kelompoktani (GAPOKTAN) sebagai Kelembagaan Ekonomi di Pedesaan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Wakhinuddin, S. 2011. Definisi Evaluasi (Dalam Konteks Program dan Pendidikan). [17 jan http://wakhinuddin.wordpress.com/2009/07/14/definisi-evaluasi/ 2011].
90
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Penelitian
91
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2011, dengan rincian sebagai berikut : Maret No
April
Mei
Juni
Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 2
Konsultasi dengan pembimbing persiapan penulisan TOR
3
Studi Literatur
4
pembuatan proposal penelitian
5
pengumpulan data
6 7
pengolahan dan analisis data penyusunan laporan penelitian
8
seminar
9
ujian sidang
10
perbaikan da penggandaan laporan penelitian
Lampiran 2. Kuesioner Gambaran dan Kinerja Gapoktan Penerima PUAP 92
GAMBARAN DAN KINERJA GAPOKTAN PENERIMA PUAP I. IDENTIFIKASI GAPOKTAN Nama Gapoktan Desa Kecamatan Kabupaten Propinsi Tahun SK Pembentukan Komoditas Utama
Jumlah Anggota Jenis Usaha non Pertanian
Aksesibilitas
: ………………………………………………………………… : ………………………………………………………………… : ………………………………………………………………… : ………………………………………………………………… : ………………………………………………………………… : ………………………………………………………………… : 1. ……………............ (…...…..Ha) 2. ……………............ (…...…..Ha) 3. ……………............ (…...…..Ha) : ………………………… Orang : 1. ……………............ 2. ……………............ 3. ……………............ : 1. Sumber Informasi : a. BPP : ……………Km b. BPTP : ……………Km c. Dinas Pertanian : …........Km 2. Pasar : …………….km 3. Sarana Transportasi : a. Baik b. Sedang c. Jelek
Selain PUAP, Program yang pernah diterima : a. Prima Tani b. SLPTT c. FEATI d. Lainnya sebutkan …………………. Selain penyuluh pendamping dan PMT, pihak lain yang pernah melakukan Pendampingan : a. Perguruan Tinggi b. LSM c. Lainnya sebutkan …………………. II. INDENTITAS PENERIMA DANA PUAP Nama Petani : ………………………………………………………………… Desa : ………………………………………………………………… Kecamatan : ………………………………………………………………… Kabupaten : ………………………………………………………………… Propinsi : ………………………………………………………………… Komoditas Utama : 1. ……………............ (…...…..Ha) 2. ……………............ (…...…..Ha) 3. ……………............ (…...…..Ha) Jumlah Anggota Keluarga : ……………… Orang Jenis Usaha non
Pertanian
: 1. ……………............ 2. ……………............ 3. ……………............
Pertanyaan
93
1. Usia responden a. 0 - 20 tahun b. 21 – 40 tahun c. 40 – 60 tahun d. 61 – 80 tahun 2. Tingkat pendidikan responden a. tidak sekolah b. SD c. SLTP d. SLTA e. S1 3. Luas kepemilikan lahan a. < 0,1 Ha b. 0,1 – 1 Ha c. 1 - 2 Ha d. > 2 Ha 4. Lama pengalaman bertani a. < 5 tahun b. 6 – 10 tahun c. 11 – 15 tahun d. > 15 tahun 5. Jumlah tanggungan keluarga a. Tidak ada b. 1 – 2 orang c. 3 – 4 orang d. > 4 orang 6. Status usaha tani a. Komoditas tanaman pangan b. komoditas hortikultura c. Industri rumah tangga d. usaha bakulan
III. ASPEK KINERJA GAPOKTAN 3.1 TINGKAT KINERJA No
Daftar pertanyaan
Sangat Peting
A. Aspek Organisasi 1 Gapoktan memiliki struktur organisasi 2 Gapoktan memberikan uraian tugas pokok 3 Gapoktan menyelenggarakan rapat/pertemuan pengurus 4 Adanya peran penyuluh pendamping 5 Adanya peran PMT 6 Keterlibatan dalam perencanaan kegiatan 7 Keterlibatan dalam pengambilan
94
Penting
Kurang Penting
Cukup Penting
Tidak Penting
keputusan B. Aspek penyaluran dana PUAP 1 Keterlibatan anggota Gapoktan dalam pembuatan RUB 2 Ketersediaan dana PUAP 3 Kemudahan persyaratan penerima PUAP 4 Sosialisasi program PUAP 5 Seleksi calon penerima PUAP C. Aspek Pemanfaatan dana Program PUAP 1 Sebagai unit simpan pinjam/ LKM-A 2 Pemahaman terhadap kesesuaian dana yang diterima dengan kebutuhan usaha tani 3 Pemahaman akan jaminan /agunan untuk pinjaman dana PUAP D. Aspek pengembalian dana PUAP 1 Ketepatan pengembalian dana PUAP 2 Perguliran dana PUAP pada kelompok lain 3 Peningkatan unit usaha E. Aspek usaha tani 1 Gapoktan mengadakan saprodi pertanian 2 Penggunaan teknologi dalam usaha tani 3 Gapoktan mengadakan kerjasama keuangan 4 Gapoktan mengadakan kerjasama pengadaan saprodi 5 Pemasaran bersama dilakukan oleh Gapoktan 2.2 KUALITAS KINERJA No Daftar pertanyaan
Sangat Baik
A. Aspek Organisasi 1 Gapoktan memiliki struktur organisasi 2 Gapoktan memberikan uraian tugas pokok 3 Gapoktan menyelenggarakan rapat/pertemuan pengurus 4 Adanya peran penyuluh pendamping 5 Adanya peran PMT 6 Keterlibatan dalam perencanaan kegiatan 7 Keterlibatan dalam pengambilan keputusan B. Aspek penyaluran dana PUAP 1 Keterlibatan anggota Gapoktan dalam pembuatan RUB 2 Ketersediaan dana PUAP 3 Kemudahan persyaratan penerima
95
Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Tidak Baik
4 5
PUAP Sosialisasi program PUAP Seleksi calon penerima PUAP
C. Aspek Pemanfaatan dana Program PUAP 1 Sebagai unit simpan pinjam/LKM-A 2 Pemahaman terhadap kesesuaian dana yang diterima dengan kebutuhan usaha tani 3 Pemahaman akan jaminan /agunan untuk pinjaman dana PUAP D. Aspek pengembalian dana PUAP 1 Ketepatan pengembalian dana PUAP 2 Perguliran dana PUAP pada kelompok lain 3 Peningkatan unit usaha E. Aspek usaha tani 1 Gapoktan mengadakan saprodi pertanian 2 Penggunaan teknologi dalam usaha tani 3 Gapoktan mengadakan kerjasama keuangan 4 Gapoktan mengadakan kerjasama pengadaan saprodi 5 Pemasaran bersama dilakukan oleh Gapoktan
IV. ASPEK TINGKAT PENDAPATAN ( SATU MUSIM TANAM ) 4.1 Penyaluran dan Pengembalian dana BLM PUAP Daftar pertanyaan 1. Kapan (bulan) pertama kali menerima dana BLM PUAP? .......................................................... 2. Berapa nilainya? (Rp. 000) ........................................................... 3. Diterima dalam bentuk apa? (pilih yang sesuai) a. uang b. sarana produksi/natura/barang, c. uang & barang 4. Jika nomor 3 memilih point c, berapa jumlah yang diterima? a. Uang (Rp 000) = .......................................... b. Urea (Kg) = .......................................... c. TSP (Kg) = .......................................... d. KCL (Kg) = .......................................... e. Benih (Kg) = .......................................... f. Pestisida (Kg) = .......................................... g. Sarana produksi lainnya, sebutkan = ................................................ (Kg,Ltr) 5. Berapa lama jangka waktu pinjaman/jatuh tempo (bulan) ? ................................................................................................. 6. Bagaimana cara pengembalian pinjaman? Pilih yang sesuai a. dilunasi setelah panen, d. harian b. bulanan, e. dua bulanan/triwulanan c. mingguan, f. Lainnya :.................... 7. Apakah pinjaman sudah dilunasi? Pilih yang sesuai
96
a. Ya b. Belum 8. Jika belum, berapa nilai pengebalian hingga saat ini (Rp 000) ? ................................................................................................................. 9. Sebelum ada dana BLM PUAP apakah responden pernah meminjam modal usaha (uang, bibit, pupuk, dst) dari pihak lain? a. Ya, b. Tidak 10. Jika Ya, dari siapa modal tersebut dipinjam ? a. Pedagang Saprotan, d. Pelepas uang b. Pedagang, e. Koperasi desa c. Penggilingan padi f. Lainnya : .......................................... 11. Berapa persen bunganya per bulan (lihat butir 10)? ............................................ .. 12. Apakah harus ada jaminan untuk meminjam modal tsb? a. Ya, b. Tidak 13. Jika Ya, Sebutkan bentuk jaminan/ agunannya? ............................ 14. Apakah saat ini Bapak masih meminjam dari pelepas uang (lihat butir 13) ? a. Ya, b. Tidak 15. Sampai saat ini sudah berapa kali Bapak mendapatkan pinjaman dana BLM PUAP? Pilih yang sesuai: a. 2 kali, b. 3 kali, c. 4 kali, d. lebih dari 4 kali
V. ASPEK USAHATANI a.
Penggunaan benih/bibit Setelah Mendapat Dana PUAP
Uraian a. b. c. d. e. f. g. b.
Komoditas utama Luas garapan persil yang di analisis (Ha) Varietas (sebutkan) Kualifikasi benih (1= berlabel, 2= non label) Jumlah benih (Kg) Harga benih (Rp/Kg) Nilai Benih (Rp) Penggunaan pupuk Setelah Mendapat Dana PUAP
Jenis Pupuk
a.
Urea
b.
ZA
c.
SP-36
d.
SP-18
e.
KCl
f.
NPK (…………………..)
Volume (Kg/Ltr)
97
Nilai (Rp 000)
g.
Phonska
h.
Kandang
i.
Pupuk alternatif (………..........)
c.
Nilai penggunaan pestisida/herbisida/saprodi lainnya Setelah Mendapat Dana PUAP (Rp 000)
Jenis Pestisida/ Herbisida 1. 2. 3. 4. 5.
d.
Saprodi lain (mulsa, ajir/turus, lainnya, sebutkan …………………………………………
Penggunaan tenaga kerja
Jenis Kegiatan 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
e.
Pengolahan tanah a. Ternak b. Traktor c. TK manusia Persemaian dan Pembibitan Penanaman Pemupukan Penyiangan/pemangkasan Penyemprotan Panen Pasca Panen TOTAL
Setelah Mendapat Dana PUAP 2008 Hari Orang Nilai (Rp 000) Kerja (HOK) xxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx
Nilai Produksi Setelah Mendapat Dana PUAP
Uraian 1.
Produksi kotor (Kg/GKP)
2.
Bawon, kalau ada (Kg)
3.
Produksi Bersih (Kg)
4.
Harga jual (Rp/Kg)
5.
Nilai hasil (Rp)
6.
Nilai hasil tebasan, kalau ada (Rp)
7.
Nilai hasil jual (Rp)
1) Produksi bersih = produksi kotor – bawon (bagian hasil untuk permanen)
98
Lampiran 3. Kuesioner Gambaran Gapoktan Bukan Penerima PUAP GAMBARAN GAPOKTAN BUKAN PENERIMA PUAP IV. INDENTITAS RESPONDEN Nama Petani : ………………………………………………………………… Desa : ………………………………………………………………… Kecamatan : ………………………………………………………………… Kabupaten : ………………………………………………………………… Propinsi : ………………………………………………………………… Komoditas Utama : 1. ……………............ (…...…..Ha) 2. ……………............ (…...…..Ha) 3. ……………............ (…...…..Ha) Jumlah Anggota Keluarga : ……………… Orang Jenis Usaha non
Pertanian
: 1. ……………............ 2. ……………............ 3. ……………............
Pertanyaan 1. Usia responden a. 0 - 20 tahun b. 21 – 40 tahun c. 40 – 60 tahun d. 61 – 80 tahun 2. Tingkat pendidikan responden a. tidak sekolah b. SD c. SLTP d. SLTA e. S1 3. Luas kepemilikan lahan a. < 0,1 Ha b. 0,1 – 1 Ha c. 1 - 2 Ha d. > 2 Ha 4. Lama pengalaman bertani a. < 5 tahun b. 6 – 10 tahun c. 11 – 15 tahun d. > 15 tahun 5. Jumlah tanggungan keluarga a. Tidak ada b. 1 – 2 orang c. 3 – 4 orang d. > 4 orang 6. Status usaha tani a. Komoditas tanaman pangan b. komoditas hortikultura c. Industri rumah tangga d. usaha bakulan
99
ASPEK USAHATANI a. a. b. c. d. e. f. g. b.
Penggunaan benih/bibit Uraian Komoditas utama Luas garapan persil yang di analisis (Ha) Varietas (sebutkan) Kualifikasi benih (1= berlabel, 2= non label) Jumlah benih (Kg) Harga benih (Rp/Kg) Nilai Benih (Rp)
Besarnya/jumlah
Penggunaan pupuk Besarnya/jumlah Volume Nilai (Rp 000) (Kg/Ltr)
Jenis Pupuk a.
Urea
b.
ZA
c.
SP-36
d.
SP-18
e.
KCl
f.
NPK (…………………..)
g.
Phonska
h.
Kandang
i.
Pupuk alternatif (………..........)
c.
Ket
Nilai penggunaan pestisida/herbisida/saprodi lainnya Jenis Pestisida/ Herbisida
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Ket
Saprodi lain (mulsa, ajir/turus, lainnya, sebutkan …………………………………………
100
Besarnya/jumlah
Ket
d.
Penggunaan tenaga kerja Jenis Kegiatan
1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
e.
Pengolahan tanah d. Ternak e. Traktor f. TK manusia Persemaian dan Pembibitan Penanaman Pemupukan Penyiangan/pemangkasan Penyemprotan Panen Pasca Panen TOTAL
Besarnya/jumlah Hari Orang Nilai (Rp Kerja (HOK) 000)
Ket
xxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx
Nilai Produksi Uraian
1.
Produksi kotor (Kg/GKP)
2.
Bawon, kalau ada (Kg)
3.
Produksi Bersih (Kg)
4.
Harga jual (Rp/Kg)
5.
Nilai hasil (Rp)
6.
Nilai hasil tebasan, kalau ada (Rp)
7.
Nilai hasil jual (Rp)
Besarnya/jumlah
2) Produksi bersih = produksi kotor – bawon (bagian hasil untuk permanen)
101
Ket
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian Penentuan Bobot dan Rating Faktor Strategis Internal dan Faktor Strategis Eksternal Puap
A. PENENTUAN BOBOT Tujuan : Mendapatkan penilaian responden mengenai faktor-faktor strategis internal maupun eksternal keberlanjutan PUAP yaitu dengan cara pemberian bobot seberapa besar factor tersebut dapat mempengaruhi atau membentuk keberhasilan strategi keberlanjutan program pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP) kasus kabupaten karawang Petunjuk Umum : 1. Pengisian kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden. 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden. 3. Dalam pengisian kuesioner, responden diharapkan untuk melakukan secara langsung (tidak menunda untuk menghindari ketidak konsistenan atas jawaban). 4. Responden berhak untuk menambahkan atau mengurangi hal-hal yang sudah tercantum dari kuesioner ini, memiliki pandangan berbeda dengan responden lainnya atau dengan peneliti. Hal ini dibenarkan jika dilengkapi dengan alasan yang kuat. Petunjuk Khusus : 1. Nilai diberikan pada perbandingan berpasang antara dua faktor (variabel horizontal dan variabel vertical) berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya terhadap perusahaan. Untuk menentukan bobot setiap faktor digunakan skala 1,2, dan 3 dengan keterangan skala sebagai berikut : Nilai 1 : Indikator horizontal kurang penting daripada indicator vertikal. Nilai 2 : Indikator horizontal sama penting daripada indicator vertikal. Nilai 3 : Indikator horizontal lebih penting daripada indicator vertikal. 2. Penentuan bobot merupakan pendapat masing-masing responden terhadap faktor-faktor strategis internal dan eksternal.
102
Lanjutan.... B. PENENTUAN BOBOT FAKTOR STRATEGIK INTERNAL STRATEGI KEBERLANJUTAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) KASUS KABUPATEN KARAWANG N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Faktor-Faktor Strategis A B C D Internal Tingkat pendidikan anggota Gapoktan rendah (A) Pola komunikasi antar anggota gapoktan intensif (B) Sudah dibentuk unit simpan pinjam (C) Pengelolaan keuangan belum optimal (D) Keterampilan anggota Gapoktan memadai (E) Pengurus Gapoktan menguasai dana PUAP (F) Pembentukan Gapoktan mendadak (G) Modal Gapoktan terbatas sehingga penyaluran dana PUAP tidak lancar(H) Gapoktan memiliki jaringan yang luas (I) Kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh pemerintah (J) Potensi pengembangan usaha Gapoktan besar (K) Gapoktan belum memiliki aset/sarana memadai (L) Keterbatasan kepemilikian lahan anggota Gapoktan(M)
103
F G H I J K L M
No Faktor-Faktor Strategis Eksternal A B C D E F G H I J K L Usaha Tani tergantung pada iklim 1 (A) Dukungan dana pemerintah pusat 2 dan daerah (B) Akses dan jumlah sarana produksi 3 (pupuk/pestisida) terbatas (C) Kebijakan HPP tidak berpihak 4 pada petani (D) Skim kredit pemerintah sulit 5 diakses (E) Pembinaan yang intensif dari 6 petugas lapangan terhadap anggota Gapoktan (F) 7 Intervensi dari LSM (G) Dukungan CSR dari perusahaan 8 swasta (H) Kemudahan pinjaman dari 9 rentenir dan ijon (I) Infrastruktur jalan dan pasar 10 tersedia (J) Membanjirnya produk pertanian 11 dari impor (K) Banyaknya pihak swasta yang 12 tertarik bekerjasama dengan Gapoktan (L)
104
C. PENENTUAN RATING Tujuan : Mendapatkan penilaian responden mengenai faktor-faktor strategis internal maupun eksternal keberlanjutan PUAP yaitu dengan cara pemberian bobot seberapa besar factor tersebut dapat mempengaruhi atau membentuk keberhasilan strategi keberlanjutan program pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP) kasus kabupaten karawang. Petunjuk Umum : 1. Pengisian kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden. 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden. 3. Dalam pengisian kuesioner, responden diharapkan untuk melakukan secara langsung (tidak menunda untuk menghindari ketidak konsistenan atas jawaban). 4. Responden berhak untuk menambahkan atau mengurangi hal-hal yang sudah tercantum dari kuesioner ini, memiliki pandangan berbeda dengan responden lainnya atau dengan peneliti. Hal ini dibenarkan jika dilengkapi dengan alasan yang kuat Petunjuk Khusus : 1. Alternatif pemberian bobot terhadap faktor-faktor strategis internal dan eksternal yang tersedia untuk kuesioner ini adalah : 1 = kelemahan utama 2 = kelemahan kecil 3 = kekuatan kecil 4 = kekuatan utama 2. Alternatif pemberian peringkat terhadap faktor-faktor strategis eksternal (peluang dan ancaman) adalah sebagai berikut : 1 = respon perusahaan di bawah rata-rata terhadap faktor-faktor tersebut 2 = respon perusahaan rata-rata terhadap faktor-faktor tersebut 3 = respon perusahaan di atas rata-rata terhadap faktor-faktor tersebut 4 = respon perusahaan superior terhadap faktor-faktor tersebut Pemberian peringkat masing-masing faktor strategis dilakukan dengan memberikan tanda (x) pada skala likert (1-4) yang paling sesuai menurut responden.
105
D. PENENTUAN RATING FAKTOR STRATEGIK INTERNAL KEBERLANJUTAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) KASUS KABUPATEN KARAWANG No
Faktor Strategis Internal
I
Kekuatan
1
Pola komunikasi antar anggota gapoktan intensif Sudah dibentuk unit simpan pinjam Keterampilan anggota Gapoktan memadai Kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh pemerintah Potensi pengembangan usaha Gapoktan besar Gapoktan memiliki jaringan yang luas
2 3 4
5 6
1 Faktor berpengaruh lemah
Rating 2 3 Faktor Faktor berpengaruh berpengaruh agak lemah kuat
4 Faktor berpengaruh sangat kuat
1 Faktor berpengaruh lemah
Rating 2 3 Faktor Faktor berpengaruh berpengaruh agak lemah kuat
4 Faktor berpengaruh sangat kuat
7
No
Faktor Strategis Internal
I
Kelemahan
1
Tingkat pendidikan anggota Gapoktan rendah Pengelolaan keuangan belum optimal Pengurus gapoktan menguasai dana PUAP Pembentukan Gapoktan mendadak Modal Gapoktan terbatas sehingga penyaluran dana puap tidaK lancar Keterbatasan kepemilikian lahan anggota Gapoktan Gapoktan belum memiliki aset/sarana memadai
2 3
4 5
6
7 8 9
Responden, (_______________________)
106
E. PENENTUAN RATING FAKTOR STRATEGIK INTERNAL KEBERLANJUTAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) KASUS KABUPATEN KARAWANG No
Faktor Strategis Eksternal
I
Peluang
1
Dukungan dana pemerintah pusat dan daerah Pembinaan yang intensif dari petugas lapangan terhadap anggota Gapoktan Dukungan CSR dari perusahaan swasta Infrastruktur jalan dan pasar tersedia Banyak pihak swasta yang tertarik bekerjasama dengan anggota Gapoktan
2
3
4 5
No
Ancaman
1
Usaha Tani tergantung pada iklim (A) Membanjirnya produk pertanian dari impor (B) Akses dan jumlah sarana produksi (pupuk/pestisida) terbatas (C) Kebijakan HPP tidak berpihak pada petani (D) Skim kredit pemerintah sulit diakses (E) Kemudahan pinjaman dari rentenir dan ijon (F) Intervensi dari LSM (G)
3
4 5 6 7
Rating 2 3 Faktor Faktor berpengaruh berpengaruh agak lemah kuat
4 Faktor berpengaruh sangat kuat
1 Faktor berpengaruh lemah
Rating 2 3 Faktor Faktor berpengaruh berpengaruh agak lemah kuat
4 Faktor berpengaruh sangat kuat
Faktor Strategis Eksternal
I
2
1 Faktor berpengaruh lemah
Responden,
107
Quantitative Strategic Planning Matrik ( QSPM)
Tujuan : Untuk menetapkan kemenarikan relatif dari alternatif-alternatif strategi yang telah diperoleh melalui analisis matriks Strength, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT) dan matriks Internal-Eksternal (IE), yang berguna untuk menetapkan strategi keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) kasus kabupaten karawang. 1. Strategi I: Mengembangkan usaha tani dengan menambah jenis komoditi yang diusahakan dan perluasan pasar. 2. Strategi II: Pengembangan dan penguatan jaringan pemasaran yang telah tersedia 3. Strategi III: Meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan. 4. Strategi VII: Meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen agar dapat bertahan terhadap produk impor 5. Strategi III: Meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan Strategi IV : Meningkatkan profesionalisme anggota Gapoktan 6. Strategi VI:
Meningkatkan kemampuan Gapoktan dalam pengelolaan
keuangan dengan bermitra bersama swasta 7. Strategi VII: Pemberian sanksi/hukuman bagi pengurus Gapoktan yang menyelewengkan dana PUAP Petunjuk Pengisian : Tentukan Attractive Score (AS) atau daya tarik dari maisng-masing faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) untuk masing-masing alternative strategi keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) kasus kabupaten karawang sebagaimana disebut di atas dengan cara memberikan tanda (√) pada pilihan Bapak/Ibu. Pilihan Attractive Score (AS) pada isian berikut terdiri dari : 1 = tidak menarik 3 = Cukup menarik 2 = agak menarik 4 = sangat menarik
108
Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif – QSPM 1. Menurut pendapat Bapak/Ibu seberapa menarik Strategi I: Mengembangkan usaha tani dengan menambah jenis komoditi yang diusahakan dan perluasan pasar sehubungan dengan strategi keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) kasus kabupaten karawang NO 1 2 3 4
5 6 1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5 6 7
Attractive Score A. Kekuatan Pola komunikasi antar anggota gapoktan intensif Sudah dibentuk unit simpan pinjam Keterampilan anggota Gapoktan memadai Kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh pemerintah Potensi pengembangan usaha Gapoktan besar Gapoktan memiliki jaringan yang luas B. Kelemahan Tingkat pendidikan anggota Gapoktan rendah Pengelolaan keuangan belum optimal Pengurus gapoktan menguasai dana PUAP Pembentukan Gapoktan mendadak Modal Gapoktan terbatas sehingga penyaluran dana puap tidaK lancar Keterbatasan kepemilikian lahan anggota Gapoktan Gapoktan belum memiliki aset/sarana memadai C. Peluang Dukungan dana pemerintah pusat dan daerah Pembinaan yang intensif dari petugas lapangan terhadap anggota Gapoktan Dukungan CSR dari perusahaan swasta Infrastruktur jalan dan pasar tersedia Banyak pihak swasta yang tertarik bekerjasama dengan anggota Gapoktan D. Ancaman Usaha Tani tergantung pada iklim Membanjirnya produk pertanian dari impor Akses dan jumlah sarana produksi (pupuk/pestisida) terbatas Kebijakan HPP tidak berpihak pada petani Skim kredit pemerintah sulit diakses Kemudahan pinjaman dari rentenir dan ijon Intervensi dari LSM
109
Strategi peningkatan 1 1 2 3 4
2. Menurut pendapat Bapak/Ibu seberapa menarik Strategi II: Pengembangan dan penguatan jaringan pemasaran yang telah tersedia sehubungan dengan strategi keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) kasus kabupaten karawang NO 1 2 3 4
5 6 1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5 6 7
Attractive Score A. Kekuatan Pola komunikasi antar anggota gapoktan intensif Sudah dibentuk unit simpan pinjam Keterampilan anggota Gapoktan memadai Kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh pemerintah Potensi pengembangan usaha Gapoktan besar Gapoktan memiliki jaringan yang luas B. Kelemahan Tingkat pendidikan anggota Gapoktan rendah Pengelolaan keuangan belum optimal Pengurus gapoktan menguasai dana PUAP Pembentukan Gapoktan mendadak Modal Gapoktan terbatas sehingga penyaluran dana puap tidaK lancar Keterbatasan kepemilikian lahan anggota Gapoktan Gapoktan belum memiliki aset/sarana memadai
C. Peluang Dukungan dana pemerintah pusat dan daerah Pembinaan yang intensif dari petugas lapangan terhadap anggota Gapoktan Dukungan CSR dari perusahaan swasta Infrastruktur jalan dan pasar tersedia Banyak pihak swasta yang tertarik bekerjasama dengan anggota Gapoktan D. Ancaman Usaha Tani tergantung pada iklim Membanjirnya produk pertanian dari impor Akses dan jumlah sarana produksi (pupuk/pestisida) terbatas Kebijakan HPP tidak berpihak pada petani Skim kredit pemerintah sulit diakses Kemudahan pinjaman dari rentenir dan ijon Intervensi dari LSM
110
1
Strategi peningkatan II 2 3 4
3. Menurut
pendapat
Bapak/Ibu
seberapa
menarik
Strategi
III
:
Meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen agar dapat bertahan terhadap produk impor sehubungan dengan strategi keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) kasus kabupaten karawang NO 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5 6 7
Attractive Score A. kekuatan Pola komunikasi antar anggota gapoktan intensif Sudah dibentuk unit simpan pinjam Keterampilan anggota Gapoktan memadai Kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh pemerintah Potensi pengembangan usaha Gapoktan besar Gapoktan memiliki jaringan yang luas B. Kelemahan Tingkat pendidikan anggota Gapoktan rendah Pengelolaan keuangan belum optimal Pengurus gapoktan menguasai dana PUAP Pembentukan Gapoktan mendadak Modal Gapoktan terbatas sehingga penyaluran dana puap tidaK lancar Keterbatasan kepemilikian lahan anggota Gapoktan Gapoktan belum memiliki aset/sarana memadai C. Peluang Dukungan dana pemerintah pusat dan daerah Pembinaan yang intensif dari petugas lapangan terhadap anggota Gapoktan Dukungan CSR dari perusahaan swasta Infrastruktur jalan dan pasar tersedia Banyak pihak swasta yang tertarik bekerjasama dengan anggota Gapoktan D. Ancaman Usaha Tani tergantung pada iklim Membanjirnya produk pertanian dari impor Akses dan jumlah sarana produksi (pupuk/pestisida) terbatas Kebijakan HPP tidak berpihak pada petani Skim kredit pemerintah sulit diakses Kemudahan pinjaman dari rentenir dan ijon Intervensi dari LSM
111
1
Strategi peningkatan III 2 3 4
4. Menurut
pendapat Bapak/Ibu
seberapa
menarik
Strategi
IV
:
Meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan sehubungan dengan strategi keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) kasus kabupaten karawang NO 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5 6 7
Attractive Score E. kekuatan Pola komunikasi antar anggota gapoktan intensif Sudah dibentuk unit simpan pinjam Keterampilan anggota Gapoktan memadai Kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh pemerintah Potensi pengembangan usaha Gapoktan besar Gapoktan memiliki jaringan yang luas F. Kelemahan Tingkat pendidikan anggota Gapoktan rendah Pengelolaan keuangan belum optimal Pengurus gapoktan menguasai dana PUAP Pembentukan Gapoktan mendadak Modal Gapoktan terbatas sehingga penyaluran dana puap tidaK lancar Keterbatasan kepemilikian lahan anggota Gapoktan Gapoktan belum memiliki aset/sarana memadai G. Peluang Dukungan dana pemerintah pusat dan daerah Pembinaan yang intensif dari petugas lapangan terhadap anggota Gapoktan Dukungan CSR dari perusahaan swasta Infrastruktur jalan dan pasar tersedia Banyak pihak swasta yang tertarik bekerjasama dengan anggota Gapoktan H. Ancaman Usaha Tani tergantung pada iklim Membanjirnya produk pertanian dari impor Akses dan jumlah sarana produksi (pupuk/pestisida) terbatas Kebijakan HPP tidak berpihak pada petani Skim kredit pemerintah sulit diakses Kemudahan pinjaman dari rentenir dan ijon Intervensi dari LSM
112
1
Strategi peningkatan IV 2 3 4
5. Menurut pendapat Bapak/Ibu seberapa menarik Strategi V : Meningkatkan profesionalisme
anggota
Gapoktan
sehubungan
dengan
strategi
keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) kasus kabupaten karawang NO 1 2 3 4
5 6 1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5 6 7
Attractive Score I. kekuatan Pola komunikasi antar anggota gapoktan intensif Sudah dibentuk unit simpan pinjam Keterampilan anggota Gapoktan memadai Kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh pemerintah Potensi pengembangan usaha Gapoktan besar Gapoktan memiliki jaringan yang luas J. Kelemahan Tingkat pendidikan anggota Gapoktan rendah Pengelolaan keuangan belum optimal Pengurus gapoktan menguasai dana PUAP Pembentukan Gapoktan mendadak Modal Gapoktan terbatas sehingga penyaluran dana puap tidaK lancar Keterbatasan kepemilikian lahan anggota Gapoktan Gapoktan belum memiliki aset/sarana memadai
K. Peluang Dukungan dana pemerintah pusat dan daerah Pembinaan yang intensif dari petugas lapangan terhadap anggota Gapoktan Dukungan CSR dari perusahaan swasta Infrastruktur jalan dan pasar tersedia Banyak pihak swasta yang tertarik bekerjasama dengan anggota Gapoktan L. Ancaman Usaha Tani tergantung pada iklim Membanjirnya produk pertanian dari impor Akses dan jumlah sarana produksi (pupuk/pestisida) terbatas Kebijakan HPP tidak berpihak pada petani Skim kredit pemerintah sulit diakses Kemudahan pinjaman dari rentenir dan ijon Intervensi dari LSM
113
1
Strategi peningkatan V 2 3 4
6.
Menurut
pendapat
Bapak/Ibu
seberapa
menarik
Strategi
VI
:
Meningkatkan kemampuan Gapoktan dalam pengelolaan keuangan dengan
bermitra
bersama
swasta
sehubungan
dengan
strategi
keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) kasus kabupaten karawang NO 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5 6 7
Attractive Score M. kekuatan Pola komunikasi antar anggota gapoktan intensif Sudah dibentuk unit simpan pinjam Keterampilan anggota Gapoktan memadai Kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh pemerintah Potensi pengembangan usaha Gapoktan besar Gapoktan memiliki jaringan yang luas N. Kelemahan Tingkat pendidikan anggota Gapoktan rendah Pengelolaan keuangan belum optimal Pengurus gapoktan menguasai dana PUAP Pembentukan Gapoktan mendadak Modal Gapoktan terbatas sehingga penyaluran dana puap tidaK lancar Keterbatasan kepemilikian lahan anggota Gapoktan Gapoktan belum memiliki aset/sarana memadai O. Peluang Dukungan dana pemerintah pusat dan daerah Pembinaan yang intensif dari petugas lapangan terhadap anggota Gapoktan Dukungan CSR dari perusahaan swasta Infrastruktur jalan dan pasar tersedia Banyak pihak swasta yang tertarik bekerjasama dengan anggota Gapoktan P. Ancaman Usaha Tani tergantung pada iklim Membanjirnya produk pertanian dari impor Akses dan jumlah sarana produksi (pupuk/pestisida) terbatas Kebijakan HPP tidak berpihak pada petani Skim kredit pemerintah sulit diakses Kemudahan pinjaman dari rentenir dan ijon Intervensi dari LSM
114
1
Strategi peningkatan VI 2 3 4
NO 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5
6 7
1 2 3 4 5
1 2 3
4 5 6 7
Attractive Score A. kekuatan Pola komunikasi antar anggota gapoktan intensif Sudah dibentuk unit simpan pinjam Keterampilan anggota Gapoktan memadai Kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh pemerintah Potensi pengembangan usaha Gapoktan besar Gapoktan memiliki jaringan yang luas B. Kelemahan Tingkat pendidikan anggota Gapoktan rendah Pengelolaan keuangan belum optimal Pengurus gapoktan menguasai dana PUAP Pembentukan Gapoktan mendadak Modal Gapoktan terbatas sehingga penyaluran dana puap tidaK lancar Keterbatasan kepemilikian lahan anggota Gapoktan Gapoktan belum memiliki aset/sarana memadai C. Peluang Dukungan dana pemerintah pusat dan daerah Pembinaan yang intensif dari petugas lapangan terhadap anggota Gapoktan Dukungan CSR dari perusahaan swasta Infrastruktur jalan dan pasar tersedia Banyak pihak swasta yang tertarik bekerjasama dengan anggota Gapoktan D. Ancaman Usaha Tani tergantung pada iklim Membanjirnya produk pertanian dari impor Akses dan jumlah sarana produksi (pupuk/pestisida) terbatas Kebijakan HPP tidak berpihak pada petani Skim kredit pemerintah sulit diakses Kemudahan pinjaman dari rentenir dan ijon Intervensi dari LSM
115
1
Strategi peningkatan VII 2 3 4
7.
Menurut pendapat Bapak/Ibu seberapa menarik Strategi VII Pemberian sanksi/hukuman bagi pengurus Gapoktan yang menyelewengkan dana PUAP sehubungan dengan strategi keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) kasus kabupaten karawang
NO 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5
6 7
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5 6 7
Attractive Score A. kekuatan Pola komunikasi antar anggota gapoktan intensif Sudah dibentuk unit simpan pinjam Keterampilan anggota Gapoktan memadai Kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh pemerintah Potensi pengembangan usaha Gapoktan besar Gapoktan memiliki jaringan yang luas B. Kelemahan Tingkat pendidikan anggota Gapoktan rendah Pengelolaan keuangan belum optimal Pengurus gapoktan menguasai dana PUAP Pembentukan Gapoktan mendadak Modal Gapoktan terbatas sehingga penyaluran dana puap tidaK lancar Keterbatasan kepemilikian lahan anggota Gapoktan Gapoktan belum memiliki aset/sarana memadai C. Peluang Dukungan dana pemerintah pusat dan daerah Pembinaan yang intensif dari petugas lapangan terhadap anggota Gapoktan Dukungan CSR dari perusahaan swasta Infrastruktur jalan dan pasar tersedia Banyak pihak swasta yang tertarik bekerjasama dengan anggota Gapoktan D. Ancaman Usaha Tani tergantung pada iklim Membanjirnya produk pertanian dari impor Akses dan jumlah sarana produksi (pupuk/pestisida) terbatas Kebijakan HPP tidak berpihak pada petani Skim kredit pemerintah sulit diakses Kemudahan pinjaman dari rentenir dan ijon Intervensi dari LSM
116
1
Strategi peningkatan VII 2 3 4
Lampiran 5. Uji T-Statistik Uji-T Statistik 1. pengujian perbedaan luas lahan garapan Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = Luas lahan garapan Gapoktan Non PUAP µ 2 = Luas lahan garapan Gapoktan PUAP LP LNP
N 30 30
Mean 1,338 1,33
StDev 0,878 1,47
SE Mean 0,16 0,27
Difference = mu (LP) - mu (LNP) Estimate for difference: 0,007667 95% lower bound for difference: -0,517184 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 0,02
P-Value = 0,490
DF = 47
2. Pengujian perbedaan kualifikasi benih Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = Kualifikasi benih yang digunakan Gapoktan Non PUAP µ 2 = Kualifikasi benih yang digunakan Gapoktan PUAP Two-sample T for BP vs BNP
BP BNP
N 30 30
Mean 1,300 1,333
StDev 0,466 0,479
SE Mean 0,085 0,088
Difference = mu (BP) - mu (BNP) Estimate for difference: -0,033333 95% lower bound for difference: -0,237459 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = -0,27
P-Value = 0,607
3. Pengujian penggunaan jumlah benih Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = Jumlah benih yang digunakan Gapoktan Non PUAP µ 2 = Jumlah benih yang digunakan Gapoktan PUAP
117
DF = 57
Two-sample T for JBP vs JBNP N Mean StDev SE Mean JBP 30 27,2 14,7 2,7 JBNP 30 28,4 30,3 5,5 Difference = mu (JBP) - mu (JBNP) Estimate for difference: -1,23333 95% lower bound for difference: -11,56957 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = -0,20
P-Value = 0,579
DF = 42
P-Value = 0,530
DF = 41
P-Value = 0,682
DF = 36
4. Pengujian nilai benih Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = Nilai benih yang digunakan Gapoktan Non PUAP µ 2 = Nilai benih yang digunakan Gapoktan PUAP Two-sample T for NBP vs NBNP
NBP NBNP
N 30 30
Mean 269433 276533
StDev 215020 460095
SE Mean 39257 84001
Difference = mu (NBP) - mu (NBNP) Estimate for difference: -7100,00 95% lower bound for difference: -163139,67 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = -0,08
5. Pengujian penggunaan urea Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = jumlah urea yang digunakan Gapoktan Non PUAP µ 2 = jumlah urea yang digunakan Gapoktan PUAP Two-sample T for UP vs UNP
UP UNP
N 25 29
Mean 277 316
StDev 153 403
SE Mean 31 75
Difference = mu (UP) - mu (UNP) Estimate for difference: -38,4897 95% lower bound for difference: -174,8774 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = -0,48
118
6. Pengujian penggunaan SP36 Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = jumlah SP36 yang digunakan Gapoktan Non PUAP µ 2 = jumlah SP36 yang digunakan Gapoktan PUAP Two-sample T for SPP vs SPNP
SPP SPNP
N 22 25
Mean 186 230
StDev 118 374
SE Mean 25 75
Difference = mu (SPP) - mu (SPNP) Estimate for difference: -44,0236 95% lower bound for difference: -178,0552 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = -0,56
P-Value = 0,709
DF = 29
7. Pengujian penggunaan SP18 Non PUAP dan PUAP “Penggunaan pupuk SP18 antara anggota PUAP dan Non PUAP tidak dapat dibandingkan, karena anggota PUAP sama sekali tidak menggunakan pupuk SP18.” 8. Pengujian penggunaan NPK Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = jumlah NPK yang digunakan Gapoktan Non PUAP µ 2 = jumlah NPK yang digunakan Gapoktan PUAP Two-sample T for NPKP vs NPKNP
NPKP NPKNP
N 10 10
Mean 482 198
StDev 593 150
SE Mean 187 48
Difference = mu (NPKP) - mu (NPKNP) Estimate for difference: 284,500 95% lower bound for difference: -65,973 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 1,47
P-Value = 0,086
9. Pengujian penggunaan TK Manusia Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0
119
DF = 10
Dimana : µ 1 = nilai TK manusia yang digunakan Gapoktan Non PUAP µ 2 = nilai TK manusia yang digunakan Gapoktan PUAP Two-sample T for TKP vs TKNP
TKP TKNP
N 29 29
Mean 585 364
StDev 571 398
SE Mean 106 74
Difference = mu (TKP) - mu (TKNP) Estimate for difference: 220,172 95% lower bound for difference: 3,478 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 1,70
P-Value = 0,047
DF = 49
10. Pengujian penggunaan TK persemaian dan pembibitan Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = nilai TK persemaian dan pembibitan yang digunakan Gapoktan Non PUAP µ 2 = nilai TK persemaian dan pembibitan yang digunakan Gapoktan PUAP Two-sample T for PPP vs PPNP
PPP PPNP
N 16 30
Mean 91,3 152
StDev 63,4 159
SE Mean 16 29
Difference = mu (PPP) - mu (PPNP) Estimate for difference: -60,6833 95% lower bound for difference: -116,3039 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = -1,84
P-Value = 0,963
11. Pengujian penggunaan TK penanaman Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = nilai TK penanaman yang digunakan Gapoktan Non PUAP µ 2 = nilai TK penanaman yang digunakan Gapoktan PUAP Two-sample T for TanP vs TanNP
TanP TanNP
N 30 30
Mean 817 903
StDev 520 1455
SE Mean 95 266
120
DF = 41
Difference = mu (TanP) - mu (TanNP) Estimate for difference: -86,1667 95% lower bound for difference: -562,4217 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = -0,31
P-Value = 0,619
DF = 36
12. Pengujian penggunaan TK pemupukan Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = nilai TK pemupukan yang digunakan Gapoktan Non PUAP µ 2 = nilai TK pemupukan yang digunakan Gapoktan PUAP Two-sample T for PukP vs PukNP
PukP PukNP
N 30 30
Mean 139,2 168
StDev 74,0 134
SE Mean 14 25
Difference = mu (PukP) - mu (PukNP) Estimate for difference: -29,0000 95% lower bound for difference: -76,0429 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = -1,04
P-Value = 0,847
DF = 45
13. Pengujian penggunaan TK penyiangan dan pemangkasan Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = nilai TK penyiangan dan pemangkasan yang digunakan Gapoktan Non PUAP µ 2 = nilai TK penyiangan dan pemangkasan yang digunakan Gapoktan PUAP Two-sample T for PngksP vs PngksNP
PngksP PngksNP
N 19 30
Mean 392 308
StDev 220 354
SE Mean 50 65
Difference = mu (PngksP) - mu (PngksNP) Estimate for difference: 84,3421 95% lower bound for difference: -53,3407 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 1,03
P-Value = 0,155
14. Pengujian penggunaan TK penyemprotan Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0
121
DF = 46
Dimana : µ 1 = nilai TK penyemprotan yang digunakan Gapoktan Non PUAP µ 2 = nilai TK penyemprotan yang digunakan Gapoktan PUAP Two-sample T for ProtP vs ProtNP
ProtP ProtNP
N 29 30
Mean 282 267
StDev 227 280
SE Mean 42 51
Difference = mu (ProtP) - mu (ProtNP) Estimate for difference: 15,0805 95% lower bound for difference: -95,9738 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 0,23
P-Value = 0,411
DF = 55
15. Pengujian penggunaan TK panen Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = nilai TK panen yang digunakan Gapoktan Non PUAP µ 2 = nilai TK panen yang digunakan Gapoktan PUAP Two-sample T for PanenP vs PanenNP
PanenP PanenNP
N 18 22
Mean 175383 2457
StDev 566176 2151
SE Mean 133449 459
Difference = mu (PanenP) - mu (PanenNP) Estimate for difference: 172926 95% lower bound for difference: -59224 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 1,30
P-Value = 0,106
DF = 17
P-Value = 0,344
DF = 43
16. Pengujian produksi kotor Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = produksi kotor Gapoktan Non PUAP µ 2 = produksi kotor Gapoktan PUAP Two-sample T for PKP vs PKNP
PKP PKNP
N 30 30
Mean 8755 7769
StDev 6185 11801
SE Mean 1129 2155
Difference = mu (PKP) - mu (PKNP) Estimate for difference: 985,900 95% lower bound for difference: -3103,534 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 0,41
122
17. Pengujian bawon Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = bawon Gapoktan Non PUAP µ 2 = bawon Gapoktan PUAP Two-sample T for BP_1 vs BNP_1
BP_1 BNP_1
N 30 30
Mean 1427 1284
StDev 957 1893
SE Mean 175 346
Difference = mu (BP_1) - mu (BNP_1) Estimate for difference: 142,633 95% lower bound for difference: -508,630 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 0,37
P-Value = 0,357
DF = 42
P-Value = 0,297
DF = 43
18. Pengujian produksi bersih Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = produksi bersih Gapoktan Non PUAP µ 2 = produksi bersih Gapoktan PUAP Two-sample T for PBP vs PBNP
PBP PBNP
N 30 30
Mean 7328 6208
StDev 5238 10110
SE Mean 956 1846
Difference = mu (PBP) - mu (PBNP) Estimate for difference: 1119,27 95% lower bound for difference: -2375,53 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 0,54
19. Pengujian harga jual Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = harga jual Gapoktan Non PUAP µ 2 = harga jual Gapoktan PUAP
123
Two-sample T for HJP vs HJNP
HJP HJNP
N 30 30
Mean 3009 2900
StDev 185 500
SE Mean 34 91
Difference = mu (HJP) - mu (HJNP) Estimate for difference: 108,633 95% lower bound for difference: -55,653 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 1,12
P-Value = 0,136
DF = 36
P-Value = 0,288
DF = 44
20. Pengujian nilai hasil Non PUAP dan PUAP H0 : µ 1 = µ 2 atau µ D = µ 1- µ 2 = 0 H1 : µ 2 > µ 1 atau µ D = µ 2 - µ 1 > 0 Dimana : µ 1 = nilai hasil Gapoktan Non PUAP µ 2 = nilai hasil Gapoktan PUAP Two-sample T for NHP vs NHNP
NHP NHNP
N 30 30
Mean 22178328 18485745
StDev 16794549 31778682
SE Mean 3066251 5801967
Difference = mu (NHP) - mu (NHNP) Estimate for difference: 3692583 95% lower bound for difference: -7333710 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 0,56
124