DIAGNOSIS STATUS HARA DAN SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA MENGGUNAKAN ANALISIS JARINGAN TANAMAN UNTUK MENYUSUN REKOMENDASI PEMUPUKAN SERTA SISTEM PANEN PEGAGAN (Centella asiatica)
HERMANTO
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Diagnosis Status Hara dan Senyawa Bioaktif Asiatikosida Menggunakan Analisis Jaringan Tanaman untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan serta Sistem Panen Pegagan (Centella asiatica)” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2012
Hermanto NRP. A262070081
ABSTRACT
HERMANTO. Nutrient and Asiaticocide Biosynthesis Diagnoses using Plant Tissues Analyses to Compose Fertilizer Recommendation and Harvest System on Asiatic Pennywort (Centela asiatica). Supervised by MUNIF GHULAMAHDI, LATIFAH K. DARUSMAN, ATANG SUTANDI and NURLIANI BERMAWIE. Balanced and rational application of fertilizer can be achieved when the status and dynamics of the nutrients in the soil and in the plant’s requirements for the nutrients are taken into consideration for maximum production. This approach may be well-applied and profitable if the fertilizer recommendation is based on soil and plant tissue tests, but the result of plant tissues test is not worthly when there is no result of correlation and calibration. The disertation is composed based on the results of four experiments which aims are: 1) the exact leave tissue used for nutrients status NPK of asiatic pennywort diagnose, 2) the NPK status and NPK dosage of fertiilizer for maximum asiaticocide bioactive of asiatic pennywort, 3) the exact harvest system of asiatic pennywort for maximum production of asiaticocide bioactive, 4) to achieve the information of asiatic pennywort agriculture technique with maximum production of asiaticocide that fulfill the MMI condition (1.20 %) and 5) to know the range of NPK required for asiatic pennywort. The research was conducted at the research station Gunung Putri, Pacet, Cianjur district. The exact harvest of asiatic pennywort at high altitude for high production of aimplisia and asiaticocide bioactive are at 5 months of age. The exact leave for the diagnose of nutrient status in determining NPK fertilizer for asiatic pennywort is the firts (1st) leaf of 5 months for NPK analyses. The vegetative growth charactheristic that may be analysed, which is used as asiaticocide production type on the application of NPK fertilizer, are total amount of leaf, leaf’s length, leaf’s width, total amount of primary vine, and total amount of section. The best regression model between the NPK nutrient concentrations of leave samples and the relative results of asiatic pennyworth plant (dry weight of simplicia and asiaticocide weight) are quadratic. The critical level of NPK nutrients of asiatic pennywort leaves for dry weight production of simplicia are 2.97 % N , 0.23 % P, and 3.98 % K. The critical level of asiaticocide production are at 2.98 % N, 0.23 % P and 3.85 % K. Based on quadratic regression model, the NPK fertilizer dosages for the maximum production of dry weight simplicia are 2.57 g N/plant, 0.72 g P/plant and 2.69 g K/plant. The NPK concentrations of leaves samples are 4.33 N%, 0.32 P%, and 4.96 K%. The concentrations of NPK fertilizer of sample leaves are 3.58 % N, 0.39 % P and 4.84 % K. The system for harvesting frequency of ratoon of asiatic pennywort, applied every 5 months (R3) produce the highest fresh weight (28.88 t/ha), dry weight (18 t/ha) and asiaticocide weight (25.8 kg/ha) compared with the other harvests system. Best fertilizing recommendation based on quadratic regression pattern of calibration test results from N< P, and K, the standards achieved for N, P, and K leaf’s nutrient status were 3.58% N, 0.39% P, and 4.84% K. While the maximum dosage of multinutrient fertilizer being recommended for asiatic pennywort is (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K)/plant/season with ratoon harvest system interval of 5-month, it is hoped the production of asiatic pennywort reaches 15-18.24 ton of dry weight/ha which contained asiaticocide bioactive as much as 25.80-28.872 kg asiaticocide/ha.
Keywords : correlation, calibration, ratoon system, validation, fertilizer recommendation
RINGKASAN
HERMANTO. Diagnosis Status Hara dan Senyawa Bioaktif Asiatikosida Menggunakan Analisis Jaringan Tanaman untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan serta Sistem Panen Pegagan (Centella asiatica). Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI, LATIFAH. K. DARUSMAN, ATANG SUTANDI, dan NURLIANI BERMAWIE Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara tersebut di dalam tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi maksimum. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi pemupukan didasarkan pada uji tanah dan jaringan tanaman, tetapi nilai uji jaringan tanaman tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi. Jaringan daun yang tepat adalah yang mempunyai korelasi terbaik antara konsentrasi N, P dan K jaringan daun dengan hasil. Jaringan daun yang mempunyai korelasi terbaik tersebut digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman pegagan. Budidaya tanaman untuk menghasilkan bahan baku pegagan terstandar belum diketahui secara menyeluruh, sehingga perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan aspek budidaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil. Disertasi ini disusun berdasarkan hasil empat percobaan, dengan tujuan untuk 1) mendapatkan jaringan daun yang tepat sebagai alat diagnosis status hara N, P dan K pada tanaman pegagan, 2) mendapatkan status hara N, P dan K dan dosis pupuk N, P dan K untuk hasil senyawa bioaktif asiatikosida maksimum pada tanaman pegagan, 3) mendapatkan sistem panen pegagan yang paling tepat untuk produksi maksimum senyawa bioaktif asiatikosida, 4) mendapatkan informasi teknik budidaya tanaman pegagan dengan produksi senyawa asiatikosida maksimum yang memenuhi persyaratan MMI (1.20 %), dan (5) mengetahui kisaran kebutuhan hara N, P dan K tanaman pegagan. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Gunung Putri, Pacet, Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian uji korelasi konsentrasi hara N, P, K pada jaringan tanaman dengan produksi senyawa bioaktif asiatikosida pegagan menunjukkan bahwa konsentrasi hara N, P, dan K daun pegagan semakin menurun dengan bertambahnya umur dan kenaikan status hara N, P, dan K berkorelasi positif dengan produksi bobot terna kering daun maupun senyawa bioaktif asiatikosida. Waktu panen yang tepat untuk tanaman pegagan yang ditanam di dataran tinggi untuk mendapatkan produksi simplisia maupun senyawa bioaktif asiatikosida yang tinggi adalah umur 5 bulan. Konsentrasi hara N, P, dan K pada daun ke-1, ke-2, dan ke-3, meningkat hingga umur 5 bulan, kemudian menurun pada umur 6 bulan. Status hara N, P, dan K berkorelasi positif dan konsisten dengan produksi simplisia bobot kering daun maupun bioaktif asiatikosida pada posisi daun ke-1. Sampel daun yang tepat sebagai bahan diagnosis status hara dalam penetapan kebutuhan pupuk N, P, dan K bagi tanaman pegagan adalah posisi daun ke-1 umur 5 bulan untuk analisis hara N, P dan K . Kandungan senyawa bioaktif asiatikosida pada daun tua umur 6 bulan adalah 1.92 % dan lebih tinggi dari pada kandungan dalam daun muda umur 3 bulan sebesar 1.05 %.
Hasil penelitian uji kalibrasi hara N, P, K menggunakan analisa jaringan daun pada tanaman pegagan menunjukkan bahwa karakter pertumbuhan vegetatif yang dapat digunakan sebagai penciri produksi asiatikosida pada aplikasi pupuk N, P, dan K adalah jumlah daun total, panjang daun, lebar daun, jumlah sulur primer, dan jumlah buku. Model regresi yang terbaik antara Konsentrasi hara N, P, K daun sampel dengan hasil relatif pada tanaman pegagan (bobot kering terna maupun produksi asiatikosida) adalah kuadratik. Batas kritis hara N, P, dan K daun pegagan untuk produksi berat kering terna terletak pada titik 2.97 % N; 0.23 % P; dan 3.98 % K. Untuk produksi asiatikosida titik kritisnya terletak pada 2.98 % N; 0.23 % P; dan 3.85 % K Validasi pemupukan dengan metoda kisaran kecukupan hara N, P, K terhadap pertumbuhan dan produksi senyawa bioaktif asiatikosida maksimum pada tanaman pegagan diketahui bahwa terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar dosis pupuk NPK yang diberikan. Dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K) /tanaman/musim tanam yang merupakan dosis maksimum yang menghasilkan produksi pegagan tertinggi yakni sebesar 15 ton terna kering/ha dengan kandungan bioaktif asiatikosida sekitar 28.872 kg asiatikosida/ha. Kehilangan hara yang terjadi yakni sebesar 487.14 kg N + 38.64 kg P + 484.38 kg K per hektar. Kadar senyawa asiatikosida yang dihasilkan juga meningkat dengan semakin besarnya dosis pemupukan NPK yang diberikan hingga kekisaran pemupukkan NPK maksimum, tetapi pada kisaran dosis pemupukan yang lebih tinggi terjadi penurunan. Hasil studi frekuensi dan cara panen pegagan pada sistem ratoon untuk produksi maksimum senyawa bioaktif asiatikosida menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar aksesi Boyolali dan aksesi lokal Gunung Putri pada pertumbuhan vegetatif panjang daun dan tebal daun, tapi pertumbuhan vegetatif pada aksesi Boyolali cenderung lebih tinggi. Perlakuan frekwensi sistem panen ratoon yang dilakukan setiap 5 bulan (R3) merupakan perlakuan yang menghasilkan produksi bobot segar (29.88 t/ha), bobot kering (18 t/m2) atau bobot asiatikosida (25.8 kg/m2) adalah cenderung lebih tinggi dari sistem panen lain yang diuji. Rekomendasi pemupukan terbaik berdasarkan kurva regresi pola kuadratik N, P, dan K hasil uji kalibrasi, didapatkan standar status hara N, P, dan K daun masing-masing secara berurutan 3.58 % N, 0.39 % P, dan 4.84 % K. Sedangkan dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient yang direkomendasikan untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K) /tanaman/musim tanam dengan menerapkan sistem panen ratoon dengan interval panen 5 bulan diharapkan produksi pegagan dihasilkan mencapai antara 15 – 18.24 ton terna kering/ha yang mengandung senyawa bioaktif asiatikosida sebesar 25.80 - 28.872 kg asiatikosida/ha.
Kata kunci : uji korelasi, uji kalibrasi, system ratoon, validasi, rekomendasi pemupukan
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
DIAGNOSIS STATUS HARA DAN SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA MENGGUNAKAN ANALISIS JARINGAN TANAMAN UNTUK MENYUSUN REKOMENDASI PEMUPUKAN SERTA SISTEM PANEN PEGAGAN (Centella asiatica)
HERMANTO
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Disertasi : Diagnosis Status Hara dan Senyawa Bioaktif Asiatikosida Menggunakan Analisis Jaringan Tanaman untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan serta Sistem Panen Pegagan (Centella asiatica) Nama : Hermanto NIM : A262070081 Program Studi : Agronomi dan Hortikultura (AGH) Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Ketua
Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS Anggota
Ir. Atang Sutandi, MSi, PhD Anggota
Dr. Ir. Nurliani Bermawie Anggota Diketahui,
Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Tanggal Ujian: 30 Juli 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus:
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi
Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS Dr. Ir. Yul Harry Bahar
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-NYA sehingga disertasi yang berjudul ” Diagnosis Status Hara dan Senyawa Bioaktif Asiatikosida Menggunakan Analisis Jaringan Tanaman untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan serta Sistem Panen Pegagan (Centella asiatica)” dapat diselesaikan. Disertasi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi untuk menetapkan rekomendasi pemupukan N, P , K pada tanaman pegagan dan waktu panen pegagan yang paling tepat. Ungkapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS., Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS., Ir. Atang Sutandi, MSi.,PhD dan Dr. Ir. Nurliani Bermawie selaku komisi pembimbing atas segala
bimbingan dan arahannya sehingga
disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Ketua Komisi Pembinaan Tenaga Badan Litbang Pertanian, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan program Doktor di IPB dan dana penelitian melalui KKP3T (Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi). Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Kebun Percobaan Gunung Putri dan Teknisi Litkayasanya yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. Penghargaan tak terhingga secara khusus penulis tujukan kepada orang tua, mertua, istri (Ir. Erlita Adriani, MSc) dan kedua anakku tercinta Siti Tia Yusrina Khairana dan Muhammad Rifki Muflih Muttaqin, serta semua teman-teman yang dengan tulus ikhlas memberikan doa dan dukungannya kepada Penulis. Akhirnya, penulis berharap hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Juli 2012 Hermanto
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Baturaja pada tanggal 13 Maret 1964, merupakan putra ke empat dari delapan bersaudara dari ayah Muhamad Djuned (Alm.) dan Ibu Masnura Hamid. Pendidikan sarjana di tempuh di jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang, lulus pada tahun 1988. Pada tahun 1998 penulis memperoleh beasiswa dari PAATP untuk mengikuti program Magister Sains (S2) di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL).
Kesempatan
melanjutkan ke program doktor pada program studi Agronomi dan Hortikultura pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2007.
Beasiswa
pendidikan pascasarjana diperoleh dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Sejak tahun 1992, penulis bekerja sebagai staf peneliti di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Bogor. Selama mengikuti S3, artikel dengan judul Penetapan Bahan Diagnosis Status Hara NPK pada Jaringan Tanaman Pegagan telah diterbitkan pada Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat tahun 2011.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………………...
xv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..
xviii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………
xx
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
Latar Belakang ………………………………………………………
1
Tujuan Penelitian ……………………………………………………
4
Manfaat Penelitian …………………………………………………...
4
Hipotesis Penelitian …………………………………………………
5
Kerangka Pemikiran ………………………………………………...
5
Ruang Lingkup Penelitian …………………………………………..
6
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
9
Karakteristik, Kandungan Kimia dan Kegunaan Tanaman Pegagan ...
9
Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman Pegagan …………
11
Peranan Nitrogen (N) bagi Tanaman ………………………………..
14
Peranan Fosfor (P) bagi Tanaman …………………………………...
16
Peranan Kalium (K) bagi Tanaman ……………………………….....
19
Mekanisme Penentuan Batas Kritis Hara …………………………... Penyusunan Rekomendasi Pemupukan untuk Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Maksimum pada Tanaman Pegagan
22 24
Tanah Andisol ...................................................................................... UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P, K PADA JARINGAN TANAMAN DENGAN PRODUKSI SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA PEGAGAN ............................................. Pendahuluan ………………………………………………………….
25
Bahan dan Metode ...............................................................................
32
Hasil dan Pembahasan ……………………………………………….
39
Simpulan …………………………………………………………….. UJI KALIBRASI HARA N, P, K MENGGUNAKAN ANALISA JARINGAN DAUN PADA TANAMAN PEGAGAN …..................... Pendahuluan ………………………………………………………….
47 49 50
Bahan dan Metode ...............................................................................
53
Hasil dan Pembahasan ……………………………………………….
60
29 30
xiii
Halaman Simpulan ……………………………………………………………..
90
VALIDASI PEMUPUKAN DENGAN KISARAN PEMUPUKAN N, P, K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA MAKSIMUM PADA TANAMAN PEGAGAN ................................................................................................ Pendahuluan ………………………………………………………….
91 92
Bahan dan Metode ...............................................................................
93
Hasil dan Pembahasan ……………………………………………….
97
Simpulan …………………………………………………………….. STUDI FREKUENSI DAN CARA PANEN PEGAGAN PADA SISTEM RATOON UNTUK PRODUKSI MAKSIMUM SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA ................................................................... Pendahuluan ………………………………………………………….
99
101 101
Bahan dan Metode ...............................................................................
103
Hasil dan Pembahasan ……………………………………………….
106
Simpulan ……………………………………………………………..
109
PEMBAHASAN UMUM ………………………………………………
111
SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………….. Simpulan................................................................................................ Saran......................................................................................................
121
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...
xiv
121 122 123
DAFTAR TABEL Halaman 1. 2. 3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. 11. 12.
Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang diamati .............................................................................................
36
Pengaruh umur tanaman terhadap pertumbuhan tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl.............
40
Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi N pada daun ke-1, ke-2, atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl……………………………....................
41
Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi P pada daun ke-1, ke-2 atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl ………………………………...............
42
Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi K pada daun ke-1, ke-2, atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri,Cipanas, 1500 m dpl…………………………………….........
43
Pengaruh umur tanaman terhadap produksi bobot kering daun, bobot segar dan kering tanaman, serta bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl……………………………………..................
44
Pengaruh posisi daun terhadap kandungan senyawa asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl.........................................................................................
45
Korelasi (r) antar kandungan hara N, P, K daun pada umur 3,4,5,6 bulan setelah tanam ( BST) dengan produksi bobot kering daun atau bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl...............
46
Korelasi (r) antar kandungan hara N, P, K daun posisi ke -1, 2, 3 dengan produksi bobot kering daun atau bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl……………………………..............................
46
Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang diamati .............................................................................................
56
Rekapitulasi uji F pada peubah pertumbuhan pegagan pada aplikasi hara N, P, dan K …………………………………………..
61
Nilai koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dengan produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk N......
65
xv
Halaman 13.
14. 15.
16.
Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung komponen pertumbuhan terhadap produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk N ………………………………......................
67
Nilai koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dengan produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk P …...
69
Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung komponen pertumbuhan terhadap produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk P …………………………………..................
71
Nilai koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dengan produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk K ..... Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung komponen pertumbuhan terhadap produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk K …………………………………… Pengaruh pemberian Nitrogen terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi N daun tanaman sampel, dan status hara N tanah …………………………………..
77
Pengaruh pemberian Nitrogen terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi N daun (ubinan 1mx1m), dan status hara N tanah …………………………………
77
Pengaruh pemberian Fosfor terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi P daun tanaman sampel, dan status hara P-total tanah ………………………………
82
Pengaruh pemberian Fosfor terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi P daun (ubinan 1mx1m), dan status hara P-total tanah ……………………………
82
Pengaruh pemberian Kalium terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi K daun tanaman sampel, dan status hara K tanah …………………………………..
86
Pengaruh pemberian Kalium terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi K daun (ubinan 1mx1m)…………………………………...........................................
86
24.
Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang diamati ..............................................................................................
96
25.
Pengaruh pemupukan NPK terhadap produksi bobot segar dan kering serta bioaktif asiatikosida tanaman pegagan ……………….
97
Pengaruh pemupukan NPK terhadap kehilangan hara yang terangkut produksi tanaman pegagan serta senyawa asiatikosida ....
98
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
26.
xvi
73
74
Halaman 27.
Perlakuan frekuensi panen sistem ratoon …………………………
105
28.
Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang diamati .............................................................................................
106
29.
Pertumbuhan vegetatif panjang daun, lebar daun, dan tebal daun pada dua varietas pegagan dan tiga macam umur panen sitem ratoon ……………………………………………………………
107
Produksi bobot segar, bobot kering, dan bobot senyawa asiatikosida pada dua aksesi pegagan dan tiga macam umur panen sitem ratoon ……………………………………………………….
108
30.
xvii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Bagan alir pelaksanaan penelitian ………………………………...
8
2.
Struktur komponen utama asiatikosida …………………………...
13
3.
Diagram analisis lintas antara komponen pertumbuhan terhadap produksi produksi asiatikosida melalui produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk N …………….....................
66
Diagram analisis lintas antara komponen pertumbuhan terhadap produksi asiatikosida melalui produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk P ……………………........................
70
Diagram analisis lintas antara komponen pertumbuhan terhadap produksi asiatikosida melalui produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk K …………………….......................
75
Korelasi antara konsentrasi N daun terhadap hasil relatif bobot kering terna dan senyawa asiatikosida per tanaman ........................
79
Korelasi antara dosis N daun terhadap hasil relatif bobot kering terna dan senyawa asiatikosida per tanaman ...................................
79
8.
Korelasi antara dosis N daun dengan hasil relatif bobot kering per tanaman serta batas kritis hara N tanaman pegagan..........................
80
9.
Korelasi antara konsentrasi N daun dengan hasil relatif senyawa asiatikosida per tanaman serta batas kritis hara N tanaman pegagan serta baas kritis hara P tanaman pegagan.......................................... Korelasi antara dosis P dan konsentrasi P daun terhadap hasil relatif bobot kering terna per tanaman………………..................... Korelasi antara konsentrasi P dan konsentrasi P daun terhadap hasil relatif senyawa asiatikosida per tanaman……...................... Korelasi antara konsentrasi P daun dengan hasil relatif bobot kering terna per tanaman serta batas kritis hara P tanaman pegagan
84
13.
Korelasi antara dosis P daun dengan hasil relatif senyawa asiatikosida per tanaman serta batas kritis hara P tanaman pegagan
85
14
Korelasi antara dosis K daun terhadap hasil relatif bobot kering terna per tanaman ……….................................................................
87
Korelasi antara konsentrasi K daun terhadap hasil relatif senyawa asiatikosida per tanaman ………......................................................
88
Korelasi antara konsentrasi K daun dengan hasil elatif bobot kering terna per tanaman serta batas kritis hara K tanaman pegagan ………………………........................................................
88
4.
5.
6. 7
10. 11. 12.
15 16
80 83 84
xviii
Halaman 17
xix
Hubungan antara dosis K daun dengan hasil relatif senyawa asiatikosida per tanaman serta batas kritis hara K tanaman pegagan ………………………........................................................
89
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
2
3
Lay out uji korelasi konsentrasi hara N, P, K pada jaringan tanaman dengan produksi bioaktif asiatikosida peggan di KP, Gunung Putri.................................................................................... Lay out uji kalibrasi hara N menggunakan analisa jaringan daun tanaman terhadap produksi terna dan bioaktif asiatikosida pegagan di KP Gunung Putri...........................................................................
131
132
Lay out uji kalibrasi hara P menggunakan analisa jaringan daun tanaman terhadap produksi terna dan bioaktif asiatikosida pegagan di KP Gunung Putri...........................................................................
133
Lay out uji kalibrasi hara K menggunakan analisa jaringan daun tanaman terhadap produksi terna dan bioaktif asiatikosida pegagan di KP Gunung Putri...........................................................................
134
Lay out studi frekwensi dan cara panen pegagan pada sistem ratoon untuk produksi maksimum bioaktif asiatikosida di KP Gunung Putri.....................................................................................
135
Lay out penelitian diagnosa analisis jaringan tanaman dengan metoda kisaran kecukupan hara N, P, K terhadap pertumbuhan dan produksi bioaktif asiatikosida maksimum pada tanaman pegagan di KP. Gunung Putri..........................................................................
136
7
Data klimatologi di KP. Gunung Putri tahun 2008 dan 2009...........
137
8
Tabel hasil analisa karakteristik tanah Andisol di KP. Gunung Putri...................................................................................................
138
4
5
6
xx
Lampiran 1
Lay out uji korelasi konsentrasi hara N, P, K pada jaringan tanaman dengan produksi senyawa bioaktif asiatikosida pegagan di KP. Gunung Putri
U 5BST BST
3BST BST
4BST
6BST
3BST
4BST
4BST BST
5BST BST
6BST
3BST
5BST
3BST
4BST BST
6BST BST
5BST
3BST
5BST
6BST
6BST BST
3BST BST
5BST
4BST
6BST
4BST
(VI)
(V)
Keterangan : Rancangan Penelitian Varietas Jarak Tanam Ukuran Petakan Jumlah Tanaman Per Petak Total Populasi Dosis Pupuk (Perlakuan Dasar)
: : : = = = :
(IV)
(III)
(II)
(I)
Regresi Linier, dengan 6x ulangan. Boyolali 30 cm x 40 cm 2 m x 3 m, sebanyak 24 petakan 50 Tanaman 1200 Tanaman 200 kg Urea/ha ∞ 2.4 g urea/tanaman; 400 kg SP36/ha ∞ 4.8 g SP36/tanaman; 300 kg KCl/ha ∞ 3.6 g KCl/tanaman
131
Lampiran 2 Lay out uji kalibrasi hara N menggunakan analisa jaringan dauntanaman terhadap produksi terna dan senyawa bioaktif asiatikosida pegagan di KP. Gunung Putri
BS V N N T2
BS V N T0
BS V N T1
BS IV N T2
BS IV N T0
BS IV N T4
BS III N T3
BS III N T2
BS II N T1
BS II N T3
BS II N T0
BS I N T2
BS I N T4
BS V N T3
BS V N T4
BS IV N T1
BS IV N T3
BS III N T4
BS III N T0
BS III N T1
BS II N T2
BS II N T4
BS I N T0
BS I N T1
BS I N T3
132
Keterangan : Rancangan Penelitian : Rancangan Acak Kelompok (RAK) Ulangan : I,II,III,IV, dan V Varietas : Boyolali Jarak Tanam : 30 cm x 40 cm Jumlah Tanaman Per Petak = 50 Tanaman Total Populasi = 1250 Tanaman Dosis Pupuk (Perlakuan Dasar) : N0 = 0 kg N/ha N1 = 67.5 kg N/ha N2 = 135 kg N/ha N3 = 202.5 kg N/ha N4 = 270 kg N/ha Perlakuan Dasar : 220 kg KCl/ha dan 332 kg SP18/ha
U
Lampiran 3
Lay out uji kalibrasi hara P menggunakan analisa jaringan daun tanaman terhadap produksi terna dan senyawa bioaktif asiatikosida pegagan di KP. Gunung Putri
BS III PT1
BS III V PN T0
BS III PT4
BS III PT3
BS V PT4
BS III PT2
BS V PT3
BS V PT2
BS V PT0
BS II PT3
BS II PT1
BS IV PT2
BS IV PT4
BS IV PT0
BS I PT3
BS I PT1
U BS V PT1
BS II PT0
BS II PT4
BS II PT2
BS IV PT3
BS IV PT1
BS I PT2
BS I PT0
BS I PT4
Keterangan : Rancangan Penelitian : Rancangan Acak Kelompok (RAK) Ulangan : I,II,III,IV, dan V Varietas : Boyolali Jarak Tanam : 30 cm x 40 cm Jumlah Tanaman Per Petak = 50 Tanaman Total Populasi = 1250 Tanaman Dosis Pupuk (Perlakuan Dasar) : P0 = 0 kg P2O5/ha P1 = 30 kg P2O5/ha P2 = 60 kg P2O5/ha P3 = 90 kg P2O5/ha P4 = 120 kg P2O5/ha Perlakuan Dasar : 300 kg Urea/ha dan 220 kg KCl/ha
133
Lampiran 4
Lay out uji kalibrasi hara K menggunakan analisa jaringan daun tanaman terhadap produksi terna dan senyawa bioaktif asiatikosida pegagan di KP. Gunung Putri
III K3
BS III V K N T2
BS III K T0
BS III K T4
BS I K T1
BS I K T0
BS III K T1
BS I K T2
BS I K T3
BS IV K T3
BS IV K T1
BS V K T1
BS V K T4
BS V K T2
BS II K T1
BS II K T4
U BS I K T4
BS IV K T0
BS IV K T2
Keterangan : Rancangan Penelitian : Rancangan Acak Kelompok (RAK) Ulangan : I,II,III,IV, dan V. Varietas : Boyolali Jarak Tanam : 30 cm x 40 cm Jumlah Tanaman Per Petak = 50 Tanaman Total Populasi = 1250 Tanaman Dosis Pupuk (Perlakuan Dasar) : K0 = 0 kg K2O/ha K1 = 66 kg K2O /ha K2 = 132 kg K2O /ha K3 = 198 kg K2O /ha K4 = 264 kg K2O /ha Perlakuan Dasar : 300 kg Urea/ha dan 332 kg SP18/ha 134
IV K4
BS T
BS V K T0
BS V K T3
BS II K T0
BS II K T3
BS II K T2
Lampiran 5
Lay out studi frekuensi dan cara panen pegagan pada sistem ratoon untuk produksi maksimum bioaktif asiatikosida di KP. Gunung Putri
U V2R3
V2R2
V2R1
V1R3
V1R2
V1 R1
V2R3
V2R2
V2R1
V1 R3
V1 R2
V1R1
(I V1 R3
V1R2
V1R1
V2R3
V2R2
V2 R1
V1R3
V1R2
V1R1
V2 R3
V2 R2
V2R1
I II III IV Keterangan : Rancangan Penelitian : Petak Terbagi (Split plot), yang diulang 4 x Main Plot : Varietas (V) V1 = Varietas Boyolali V2 = Varietas Lokal (Gn. Putri) Sub Plot R1 = Panen Setiap 1 bulan Jarak Tanam : 50 cm x 50 cm R2 = Panen Setiap 2 ½ bulan Jumlah Tanaman Per Petak = 40 Tanaman R3 = Panen Setiap 5 bulan Total Populasi = 560 Tanaman Dosis Pupuk (Perlakuan Dasar) : 135 kg N/ha ∞ 3.614 g urea/tanaman; 60 kg P/ha ∞ 4.016 g SP18/tanaman; 132 kg K/ha ∞ 2.650g KCl/tanaman
135
136
Lampiran 6
Lay out penelitian diagnosa analisis jaringan tanaman dengan metoda kisaran kecukupan hara N, P, K terhadap pertumbuhan dan produksi senyawa bioaktif asiaticosida maksimum pada tanaman pegagan (Centella asiatica L.Urban) di KP. Gunung Putri ULANGAN I
K0
K2
K4
K1
K3
K4
K2
K3
K1
K1
K3
K3
K2
ULANGAN II K1
K0
K3 ULANGAN III
K0
K4
K2 ULANGAN IV
K4
K2
K0 ULANGAN V
K3
K0
K1
Keterangan: Rancangan : Perlakuan : K0 = K1 =
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima kali ulangan. Pemupukan NPK, yang terdiri dari lima taraf yakni; tanpa pupuk NPK (kontrol). Kisaran Dosis NPK rendah, umumnya dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman mendekati atau sama dengan Status hara NPK pada batas kritis. K2 = Kisaran Dosis NPK cukup, yakni dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman antara Status hara NPK pada kisaran rendah dan tinggi. K3 = Kisaran Dosis NPK optimum, yakni dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman mendekati atau sama dengan Status hara NPK optimum. K4 = Kisaran Dosis NPK tinggi, yakni dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman diatas Status hara NPK optimum. Luas unit percobaan : 300 m2. Ukuran petak 3 x 4 m2 Jarak tanam 30 x 40 cm. Varietas pegagan : Var. Boyolali. Jumlah tanaman/unit percobaan : 50 tan/unit percobaan Total = 1250 tanaman
137 Lampiran 7
Bulan Hujan
Data Klimatologi di Kebun Percobaan Gunung Putri Tahun 2008 dan 2009 Suhu (0C)
Rata-rata
Curah Hujan
Hari
(mm)
Min
Maks
Oktober
16.15
23.16
19.85
731.00
14
November
15.90
22.84
19.37
1161.50
18
Desember
16.12
22.68
19.40
797.00
18
Januari
16.11
23.08
19.60
955.50
16
Februari
15.78
21.62
18.70
1602.00
17
Maret
16.28
23.75
20.01
721.50
13
April
16.30
23.50
23.50
1090.00
17
138 Lampiran 8
Tabel hasil analisis krakteristik tanah Andisols di Gunung Putri, Cipanas, Cianjur
Sifat Tanah
Nilai Uji Tanah
Metode/ekstraktan
Satuan
pH H2O
5.96 (Agak Masam)
pH meter
pH KC1
5.62
pH meter
C-Organik
3.85 (Tinggi)
Kirmies
%
N-Total
0.34 (Sedang)
Kjedahl
%
C/N ratio
11.32
-
P-tersedia
17.95
Bray-1
Ca
7.98 (sedang)
1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g
Mg
1.41 (Sedang)
1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g
K
0.26 (Rendah)
1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g
Na
0.33 (Rendah)
1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g
Total
9.98
Al
0
1 N KC1
KTK
19.17(Sedang)
1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g
KB
52.06 (Tinggi)
Pasir
54.46
Pipet
%
Debu
33.31
Pipet
%
Liat
12.23
Pipet
%
ppm
me/100g me/100g %
Sumber : Laboratorium Balai Penelitian Obat dan Aromatik Bogor
LAMPIRAN
PEMBAHASAN UMUM Penelitian untuk menyusun rekomendasi pemupukan pegagan berdasar status hara tanah dan kebutuhan tanaman terhadap hara N, P dan K belum tersedia. Disisi lain kadar hara N, P dan K tanah sangat bervariasi antara satu jenis tanah dengan jenis tanah lainnya, bahkan
pada jenis tanah yang sama juga
mempunyai tingkat ketersediaan hara yang berbeda. Pemupukan yang efisien dengan penggunaan konsep LEISA (Low External Input Sustainable) hanya bisa dilakukan apabila memperhatikan status hara tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut. Nilai uji tanah dan tanaman tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi (Nursyamsi et al. 2002 dan Sutriadi et al. 2003). Dikemukakan oleh Leiwakabessy (1996) melalui data penelitian kalibrasi maka data analisis tanah dan jaringan tanaman dari laboratorium serta produksi relatif tanaman dimanfaatkan dalam membuat rekomendasi pemupukan rasional yang berimbang dengan takaran optimum untuk menduga produksi tanaman. Penyusunan rekomendasi pupuk yang tepat dapat didasarkan pada hasil analisis tanah atau tanaman (Lozano 1990). Analisis tanaman umumnya menggunakan jaringan daun yang merupakan prosedur untuk menentukan konsentrasi unsur dalam daun yang merefleksikan status hara dari tanaman (Heckman 2001), dan merupakan alat yang lebih dapat dipercaya dalam menentukan status hara pada tanaman, karena dapat memberikan informasi aktual penyerapan hara (Zwart 2006). Penentuan jaringan daun yang tepat sebagai pewakil yang dapat mempresentasikan status hara dari individu tanaman merupakan hal penting yang harus diketahui. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa daun yang dijadikan sampel daun adalah daun ke-1 umur 5 bulan yang diambil dari rumpun induk dan rumpun anakannya yaitu daun yang mempunyai koefisien korelasi (r) terbaik antara konsentrasi hara N, P, K daun dengan hasil (terna pegagan dan senyawa bioaktif asitikosida). Hal disebabkan karena daun ke-1 umur 5 bulan merupakan daun yang baru tumbuh sempurna, sehingga konsentrasi hara N, P, dan K yang dikandungnya relatif stabil. Pada daun tua yang mulai berwarna hijau pucat dan nekrotik berkembang pada pinggir daunnya, akibat kekurangan N juga diikuti
112
dengan rendahnya kandungan klorofil dan protein (Albrigo 1966). Kandungan P di dalam tanaman sekitar 0.15% - 1.00% bobot kering pada kebanyakan tanaman, dengan nilai kecukupan dari 0.20% - 0.40% pada jaringan daun yang baru masak (Jones 1998). Konsentrasi K tertinggi pada daun baru, tangkai daun dan batang tanaman, kandungan K pada daun berkurang seiring dengan bertambahnya umur (Jones 1998). Pada tanaman pegagan, daun merupakan jaringan tanaman yang penting karena Senyawa bioaktif asiatikosida yang tergolong terpene
pada tanaman
pegagan banyak ditranslokasikan di jaringan palisade daun, sehingga tingginya produktivitas dalam budidaya tanaman pegagan ditentukan oleh tingkat produksi herbal (daun) pegagan dikalikan dengan kandungan senyawa bioaktifnya (asiatikosida). Analisis jaringan tanaman lebih praktis dilakukan untuk mengetahui status hara pada tanaman, karena status hara pada jaringan tanaman juga merupakan gambaran status hara dalam tanah. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa konsentrasi suatu unsur hara di dalam tanaman merupakan hasil interaksi dari semua faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur tersebut dari dalam tanah (Wijaya 2008). Hasil uji korelasi jaringan daun yang paling tepat sebagai bahan diagnosis status hara bagi produksi terna dan senyawa bioaktif asiatikosida pada tanaman pegagan umur 5 bulan setelah tanam (BST) adalah posisi daun ke-1 untuk analisis hara N, P, dan K, karena status hara N, P, atau K pada daun tersebut menunjukkan hubungan yang paling baik dan secara konsisten berpengaruh terhadap produksi terna kering maupun senyawa asiatikosida. Penetapan sampel daun dari satu posisi daun dan pada umur tertentu saja pada setiap rumpun pegagan adalah lebih praktis dan ekonomis dalam aplikasinya, karena hal ini dapat menghindari kesalahan dalam pengambilan sampel daun serta dapat menekan ongkos analisa daun sampel di laboratorium. Uji kalibrasi dilakukan di lapangan untuk mengetahui hubungan antara nilai analisis jaringan daun dengan respon tanaman di lapangan. Sehingga uji kalibrasi memberikan makna dari nilai analisis jaringan daun yang diperoleh dari laboratorium menjadi data interpretasi, apakah kandungan hara dalam daun tersebut statusnya rendah atau tinggi. Dalam penelitian ini, kalibrasi uji jaringan
113
tanaman (daun) dapat dilakukan dengan
metode yang berdasarkan kurva
kontinyu. Pada metode ini, kategori uji jaringan tanaman diperoleh dengan memplot hasil relatif dengan nilai uji jaringan tanaman, selanjutnya dengan melalui titik-titik tersebut dibuat kurva. Uji kalibrasi pada penelitian ini dilakukan agar interpretasi angka nilai analisis daun (status hara daun) lebih bermanfaat, maka nilai analisis daun yang mempunyai korelasi terbaik dengan respon tanaman`dikelompokkan kedalam beberapa kategori respon tanaman. Penetapan kategori respon tanaman mempunyai beberapa manfaat , yakni untuk memberikan makna dari nilai indeks analisis, dan untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk sekaligus membuat rekomendasi pemupukan (Dahnke dan Olson 1990; Kidder 1993). Pengelompokan nilai-nilai analisis daun ini didasarkan atas adanya hubungan hara daun dengan produksi relatif menggunakan model regresi. Hasil uji regresi yang telah dilakukan, telah diketahui bahwa model regresi kuadratik adalah model terbaik untuk menyatakan hubungan antara dosis pupuk N, P dan K dengan produksi relatif terna pegagan maupun senyawa bioaktif asiatikosida artinya pemberian pupuk tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman sebaliknya dosis yang berlebihan akan mengakibatkan menurunnya hasil tanaman. Selanjutnya dapat ditetapkan dosis pupuk N, P, dan K maksimum untuk mendapatkan produksi dengan kuantitas tinggi dan kualitas kandungan asiatikosida yang memenuhi persyaratan MMI. Karakter pertumbuhan vegetatif yang dapat digunakan sebagai penciri produksi asiatikosida pada aplikasi pupuk N, P, dan K adalah jumlah daun total, panjang daun, lebar daun, jumlah sulur primer, dan jumlah buku. Berdasarkan hasil analisis lintas yang dilakukan secara bertahap terhadap produksi senyawa asiatikosida melalui produksi terna kering pegagan, diketahui nilai pengaruh langsung dan keeratan korelasi dari karakter jumlah daun total secara konsisten menunjukkan nilai tertinggi pada ketiga aplikasi hara N, P, maupun K. Sehingga karakter pertumbuhan vegetatif jumlah daun total dari tanaman sampel dapat dijadikan sebagai karakter penciri produksi senyawa asiatikosida tanaman pegagan yang dapat dilakukan pada saat tanaman telah berumur 4 BST.
114
Batas kritis hara N, P, dan K daun pegagan untuk produksi berat kering terna terletak pada titik 2.97 % N dengan kriteria rendah N ≤ 2.97 % dan tinggi N > 2.97 %. Untuk produksi senyawa asiatikosida adalah 2.98 % N dengan kriteria rendah rendah N ≤ 2.98 % dan tinggi N > 2.98 %. Titik kritis hara N pada daun sampel tanaman pegagan ini sejalan dengan pernyataan Brady (1990) bahwa Kebanyakan tanaman mengandung Nitrogen 1.50 sampai 6.00% dari berat kering tanaman dengan nilai kecukupan 2.50 sampai 3.50% dalam jaringan daun. Batas kritis hara P bagi produksi terna kering yakni 0.23 % P dengan kriteria rendah P ≤ 0.23 % dan tinggi P > 0.23 %, sedang untuk produksi senyawa asiatiosida adalah 0.23 % P dengan kriteria . rendah P ≤ 0.23 % dan tinggi P > 0.23 %, kondisi ini sejalan dengan pendapat Havlin (2005) Nilai kritis P di bawah 0.20% dan lebih tinggi dari 1.00% dianggap berlebihan. Titik kritis hara K daun sampel bagi produksi terna kering adalah 3.98 % K dengan kriteria rendah K ≤ 3.98 % dan tinggi K > 98 %. Untuk produksi asiatikosida titik kritisnya terletak pada 3.85 % K dengan kriteria rendah K ≤ 3.85 % dan tinggi K > 3.85 %. Menurut Jones (1998) kandungan K pada tanaman berkisar 1 – 5% dari berat kering jaringan daun dengan nilai kecukupan 1.5 – 3% pada jaringan dewasa yang baru terbentuk. Aplikasi pemupukan N, P, dan K hanya diberikan pada tanaman dengan status hara daun tergolong rendah. Model regresi yang terbaik antara dosis pupuk N, P, K daun sampel dengan hasil relatif pada tanaman pegagan (berat kering terna maupun bobot senyawa asiatikosida) adalah kuadratik. Berdasarkan model regresi kuadratik dosis pupuk N, P dan K untuk menghasilkan terna kering maksimum yakni 2.57 g N/tan, 0.72 g P2O5/tan dan 2.69 g K2O/tan. Rekomendasi dosis pupuk N, P dan K untuk menghasilkan asiatikosida maksimum yakni 2.04 g N/tan, 0.42 g P2O5/tan dan 2.93 g K2O/tan. Antara ketiga hara N, P, dan K yang direkomendasikan untuk tanaman pegagan tersebut jumlah hara K lebih banyak dibutuhkan yang dikuti secara berurutan oleh hara N dan K. Hal ini juga berlaku untuk kedua jenis produksi pegagan yakni bobot terna kering maupun senyawa asiatikosida. Tanaman mengandung K dalam jumlah besar dibandingkan unsur-unsur lain dan bersifat sangat mobil. Bahkan di dalam larutan phloem K merupakan kation mayoritas yang dapat mencapai 80% (Wilkinson 1994). Unsur K esensial dalam
115
fotosintesis karena terlibat di dalam sintetis ATP, produksi dalam aktivitas enzimenzim fotosintetis (seperti RuBP karboksilase), penyerapan CO2 melalui mulut daun, dan menjaga keseimbangan listrik selama fotofosforilasi di dalam kloroplas. Selain itu, K juga terlibat dalam pengangkutan hasil-hasil fotosintesis (assimilate) dari daun melalui floem ke jaringan organ reproduktif (Havlin et al. 2005). Tingginya kebutuhan hara N ini karena Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah banyak sebagai nutrisi tumbuhan. Nitrogen juga sangat penting dalam tumbuhan karena merupakan komponen penyusun asam amino, asam nukleat, protein (plasma maupun enzim), klorofil, hormon, alkaloid, dan bahan organik lainnya. Taraf N tertentu harus ada dalam sel-sel tanaman untuk penggunaan karbohidrat optimum yang dihasilkan selama fotosintesis. Pada kondisi defisien penimbunan karbohidrat berlebihan berada pada sel-sel vegetatif yang berakibat terhadap penebalan dinding sel, membatasi pembentukan protoplasma, sukulensi berkurang, dan pertumbuhan berkurang. Suatu pertumbuhan tanaman harus mempunyai input energi bebas secara terus menerus untuk mensintesis makro molekul dari prekusor sederhana dan untuk transport aktif ion-ion dan sintesis bahan-bahan lainnya di seluruh bagian tanaman. Pembawa (carrier) dari energi bebas ini adalah ATP, senyawa yang mengandung N lainnya yang sangat diperlukan (Olson dan Kurtz
1985). Kekurangan N juga sebagai penyebab
hambatan pertumbuhan seperti munculnya daun-daun yang kecil dan hijau pucat dan nekrotik berkembang pada ujung daun (Albrigo 1966). Menurut Havlin (2005) bahwa fosfor di dalam tanaman bersifat mobil sehingga terjadi kahat fosfor dari daun dan akan dipindahkan ke daun yang lebih muda. Hal ini mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan tanaman tidak mampu berproduksi secara optimal. Kadar fosfor di dalam tanaman 0.1 - 0.5% lebih rendah dari kadar nitrogen dan kalium. Marschner (1985) menyatakan bahwa kebutuhan fosfor untuk pertumbuhan optimum tanaman berkisar 0.3 - 0.5% dari bobot kering tanaman selama pertumbuhan vegetatif, pada konsentrasi lebih tinggi dari 1% dalam bahan kering kemungkinan tanaman akan keracunan. Pasokan P yang cukup mengakibatkan pertumbuhan perakaran meningkat, sehingga serapan hara dan air meningkat. Oleh karena fungsi P yang sangat penting untuk pertumbuhan dan metabolisme tanaman, kekahatan P sangat menghambat sebagian besar
116
proses-proses tersebut, seperti pembelahan sel dan pengembangan sel, respirasi, dan fotosintetis (Marschner 1986; Havlin et al. 2005). Hasil pengujian validasi atas rekomendasi pemupukan pegagan yang dihasilkan dari percobaan sebelumnya, diketahui bahwa terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar dosis pupuk NPK yang diberikan. Dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.72 g P + 2.93 g K) /tanaman/musim tanam yang merupakan dosis maksimum menghasilkan produksi pegagan tertinggi yakni sebesar 15 ton terna kering/ha dengan kandungan bioaktif asiatikosida sekitar 28.872 kg asiatikosida/ha. Kehilangan hara tertinggi terjadi pada perlakuan pemupukan yang menghasilkan produksi terna kering dan kadar asiatikosida tertinggi yang terjadi pada perlakuan K3 dengan dosis (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K) /tan/musim tanam, yakni sebesar 487.14 kg N + 38.64 kg P + 484.38 kg K per hektar. Kadar senyawa asiatikosida yang dihasilkan juga meningkat dengan semakin besarnya dosis pemupukan NPK yang diberikan hingga kekisaran pemupukkan NPK maksimum, tetapi pada kisaran dosis pemupukan yang lebih tinggi terjadi penurunan.
Kehilangan
hara
terangkut
panen
dapat
ditekan
dengan
mengembalikan limbah pengolahan pegagan dalam bentuk bahan organik yang telah dikomposkan. Tidak terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar aksesi Boyolali dan aksesi lokal pada pertumbuhan vegetatif panjang daun dan tebal daun, tapi pada pertumbuhan vegetatif lebar daun terjadi perbedaan pengaruh yang nyata. Lebar daun aksesi Boyolali cenderung lebih lebar dibandingkan aksesi lokal. Hal ini disebabkan karena aksesi Boyolali yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tanaman introduksi, sehingga membutuhkan masa adaptasi untuk dapat mengekspresikan potensi produksinya dengan baik pada iklim mikro setempat. Sebaliknya pegagan aksesi lokal telah eksis dengan kondisi agroklimat di lahan penelitian, sehingga mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik. Perlakuan frekwensi sistem panen ratoon yang dilakukan setiap 5 bulan (R3) merupakan perlakuan yang cenderung menghasilkan produksi bobot segar (2.988 kg/m2), bobot kering (1.824 kg/m2) atau bobot asiatikosida (2.58 g/m2) adalah tertinggi dari sistem panen lain yang diuji. Secara statistik ketiga sistem
117
panen ratoon yang diuji menunjukkan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap produksi pegagan. Berdasarkan permintaan pasar dan pertimbangan ekonomis panen dapat dilakukan lebih awal yaitu umur 3 bulan atau 4 bulan setelah tanam dengan konsekwensi penurunan produksi yang diperoleh baik bobot terna kering maupun senyawa asiatikosida. Harapan pekebun pegagan adalah berupaya untuk mendapatkan produksi terna pegagan sebanyak-banyaknya dengan kandungan bioaktif asiatikosida yang tertinggi, karena industri pengguna mensyaratkan standar terna pegagan dengan kadar bioaktif yang tinggi. Disamping itu produksi bioaktif yang dihasilkan merupakan hasil perkalian berat kering terna dengan kadar bioaktif asiatikosida yang dikandungnya. Pemupukan NPK pada tanaman pegagan memberikan respon yang positif baik terhadap pertumbuhan maupun produksi terna dan senyawa bioaktif asiatikosida. Namun dalam penyusunan rekomendasi pemupukan tetap harus memperhitungkan aspek ekonomi, terutama harga pupuk dan hasil (berat kering terna atau bobot asiatikosida) pegagan. Berdasarkan dosis pemupukan dari beberapa kisaran kecukupan hara pegagan yang telah diuji, diperoleh beberapa alternatif rekomendasi pemupukan tanaman pegagan guna mendapatkan produktivitas terna kering pegagan yang tinggi dengan kandungan senyawa bioaktif asiatikosida yang tinggi. Rekomendasi pemupukan terbaik berdasarkan kurva regresi pola kuadratik N ,P, dan K hasil uji kalibrasi, didapatkan standar status hara N, P, dan K daun masing-masing secara berurutan 3.58 % N, 0.39 % P, dan 4.84 % K. Sedangkan dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient yang direkomendasikan untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K0) /tanaman/musim tanam dengan menerapkan sistem panen ratoon dengan interval panen 5 bulan diharapkan produksi pegagan dihasilkan mencapai antara 15 – 18.24 ton terna kering/ha yang mengandung senyawa bioaktif asiatikosida sebesar 25.80 - 28.872 kg asiatikosida/ha. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dari produksi penelitian pegagan yang menggunakan aksesi Boyolali terdahulu yakni 13.53 ton terna kering/ha dengan kandungan asiatikosida sebesaar 16,97 kg asiatikosida/ha. Setiap penambahan 1 kg pupuk NPK dalam
118
penelitian ini mampu meningkatkan produksi sebesar 25.41 kg terna kering dengan produksi senyawa asiatikosida sebesar 0.07 kg. Dalam budidaya tanaman biofarmaka, peranan pupuk sangat berpengaruh terhadap kualitas tanaman obat yang akan di panen. Efek farmakologis yang dikandung pegagan menjadi hilang atau menjadi buruk akibat pemupukan yang salah. Suplai N mempengaruhi pertumbuhan tanaman, penampilan, dan hasil tanaman. Penambahan suplai N diikuti oleh meningkatnya kandungan senyawa yang mengandung N seperti asam amino, protein dan vitamin B. Hara P dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan akar yang baik sehingga tanaman lebih tahan terhadap kekeringan dan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyerap unsur hara yang menunjang pertumbuhan lebih lanjut. Unsur K mengendalikan aktivitas lebih dari 50 macam enzim di dalam tubuh tanaman akan mempengaruhi proses metabolisme tanaman sehingga dapat dipastikan akan berpengaruh pada mutu tanaman dan hasil panen. Berdasarkan produktivitas dosis pemupukkan optimum yang diberikan maka setiap pemberian 1 g pupuk P dapat meningkatkan produksi 56.83g terna kering dengan kandungan senyawa asiatikosida seberat 0.16 g senyawa asiatikosida adalah yang tertinggi dibandingkan dengan hara K dan N. Setiap penambahan 1 g pupuk N mampu meningkatkan produksi terna kering sebesar 2.24 g terna kering dengan produksi bioaktif 0.06 g senyawa asiatikosida. Penambahan 1 g pupuk K dapat menghasilkan produksi terna kering sebesar 3.29 g dengan produksi senyawa asiatikosida sebesar 0.025 g. Musyarofah (2006) dalam penelitian membuktikan bahwa pemupukan NPK dapat meningkatkan kandungan fitokimia. Pengaruh unsur hara terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman dapat dijelaskan dengan membahas fungsi unsur hara di dalam metabolisme tanaman. Novelty atau kebaruan yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) diketahuinya karakter pertumbuhan vegetatif tanaman pegagan yang dapat digunakan sebagai penciri produksi terna kering maupun
asiatikosida.
Melalui informasi yang didapatkan, maka secara kwalitatif dapat diprediksi potensi produksi terna kering maupun asiatikosida yang akan dipanen. Namun demikian akurasi karakter penciri ini agar mampu memprediksi tingkat produksi yang akan dipanen secara kuantitatif masih membutuhkan penelitian lebih lanjut;
119
(2) alat diagnosis status hara N, P, dan K serta model regresi kuadratik terbaik bagi tanaman pegagan yang diperoleh diperlukan untuk menentukan rekomendasi pemupukan yang tepat guna mendapatkan produksi pegagan yang maksimal; (3) diketahui batas kritis hara N, P, dan K daun pegagan untuk produksi berat kering terna dan produksi senyawa asiatikosida dapat digunakan untuk menentukan apakan tanaman pegagan yang dibudidayakan membutuhkan pemupukan atau tidak, agar dapat tumbuh dan berproduksi maksimal; (4) mendapatkan status hara dan dosis pupuk N, P, dan K yang tepat untuk hasil terna kering dan senyawa bioaktif asiatikosida maksimum yang memenuhi persyaratan MMI. Dalam aplikasi pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara tersebut di dalam tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi maksimum. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi pemupukan didasarkan pada uji tanah dan tanaman; dan (5) mendapatkan informasi waktu dan sistem panen yang tepat, serta rekomendasi dosis pupuk NPK untuk produksi terna kering dan senyawa bioaktif asiatikosida maksimum yang dapat berkontribusi terhadap teknologi penyiapan bahan baku pegagan terstandar untuk Good Agricultural Practices (GAP). Berdasarkan informasi ini dapat diasumsikan bahwa apabila panen dilakukan sebelum atau sesudah tanaman berumur 5 bulan setelah tanam akan menghadapi resiko penurunan produksi. Namun demikian apabila nilai ekonomi yang didapatkan dari hasil panen yang akan diperoleh lebih menguntungkan, maka panen dapat dilakukan lebih awal.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pegagan (Centela asiatica) merupakan salah satu tumbuhan liar yang memiliki khasiat obat, berasal dari famili Umbelliferae (Apiaceae) yang dikenal secara internasional dengan nama Asiatic Pennywort, Indian Pennywort atau Gotu cola. Di beberapa daerah di Indonesia dikenal dengan nama rumput kaki kuda atau antanan, tanaman ini banyak digunakan dalam produk jamu (Widowati et al. 1992). Persyaratan bahan baku pegagan menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI (2004)
adalah
mengandung
bahan aktif Triterpenoid dengan
konsentrasi asiatikosida ≥ 0.90 %, sedang Materia Medika Indonesia (MMI), Depkes (1977) mensyaratkan kandungan Glikosida asiatikosida dan asam asiatika ≥ 1.20 %. Kandungan kimia yang diduga memiliki aktivitas biologis adalah Centella Asiaticosid Selected Triterpenoid (CAST) terutama asam asiatikosida (glikosida asiatikosida) yang merupakan senyawa yang mempunyai khasiat antara lain untuk revitalisasi tubuh dan otak yang kelelahan karena bekerja keras, mengobati darah tinggi, lepra, syphilis, rematik, demam, borok dan mempercepat penyembuhan luka (Agil et al. 1992), diuretik, anti-inflammatory, antiseptik, analgesik dan mempengaruhi keseimbangan jaringan (Soeharso et al. 1992). Selain sebagai tanaman obat, pegagan juga banyak dimanfaatkan sebagai sayuran (lalapan mentah atau dimasak) di berbagai negara di Asia Tenggara (kecuali Philipina) dan Sri Lanka. Di Thailand, Laos, Kamboja dan Vietnam daun pegagan dibuat minuman jus yang ditambah sedikit gula untuk mengatasi rasa pahit (Bermawie et al. 2007). Saat ini permintaan herbal pegagan yang bermutu dan terstandar dari industri obat dan industri pangan fungsional seperti minumam kesehatan semakin meningkat. IPB (2005) mengungkapkan kebutuhan industri akan bahan baku pegagan mencapai 100 ton/th, namun sampai saat ini baru dapat dipasok 4 ton/th dengan kualitas bahan baku yang bervariasi serta jumlah pasokan yang tidak menentu.
2
Secara fisiologis unsur hara (elements) dapat melakukan tiga fungsi yang jelas di dalam tumbuhan yakni, (1) fungsi elektro kimia, (2) fungsi struktur, dan (3) fungsi katalitik. Peranan elektro kimia dapat meliputi proses menyeimbangkan konsentrasi ion, stabilisasi makro molekul, stabilisasi koloida, netralisasi muatan dan lain-lain. Sedang peranan struktur dilakukan oleh elemen dalam keterlibatannya pada struktur kimia molekul biologi, atau dalam membentuk pollen structural (seperti kalsium dalam pektin, fosfor dalam fosfolipida). Selanjutnya peranan elemen dalam fungsi katalitik yaitu terlibat pada bagian aktif (active site) suatu enzim. Beberapa unsur makro (seperti N, P, dan K) memiliki ketiga peran tersebut, sedangkan unsur mikro hanya berperan dalam fungsi katalitik (Anggorowati et al. 2001). Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman pegagan agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan mutu yang memenuhi standar kualitas yang baik (mengandung bahan aktif tinggi), maka kebutuhan hara tersebut dapat dipenuhi melalui pemupukan. Pemupukan tanaman pegagan belum banyak dilakukan, hal ini disebabkan karena belum tersedianya pengetahuan mengenai hara mineral yang optimum untuk mendukung pertumbuhan dan produksi. Penelitian untuk menyusun rekomendasi pemupukan berdasar status hara tanah dan kebutuhan tanaman terhadap hara N, P dan K belum tersedia. Disisi lain kadar hara N, P dan K tanah sangat bervariasi antara satu jenis tanah dengan jenis tanah lainnya. Bahkan pada jenis tanah yang sama juga mempunyai tingkat ketersediaan hara yang berbeda. Pemupukan yang efisien hanya bisa dilakukan apabila memperhatikan status hara tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut. Dua cara pendekatan untuk mengetahui apakah tanaman perlu dipupuk atau tidak yaitu pendekatan diagnosis gejala visual dan analisis tanaman (Grundon 1987; Marschner 1995; Baligar dan Duncan 1990). Jaringan tanaman yang umumnya digunakan untuk analisis adalah daun. Hal ini karena daun merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis dan metabolisme lainnya yang sangat aktif. Daun juga merupakan salah satu tempat penyimpanan karbohidrat dan mineral. Hara yang ada pada daun tidak hanya berperan dalam fotosintesis tetapi juga menggambarkan status hara aktual dalam tanaman. Selain itu daun adalah jaringan yang selalu banyak tersedia untuk
3
dianalisis (Mooney 1992). Dikemukakan oleh Leiwakabessy dan Sutandi (2004) bahwa ada beberapa tujuan analisis jaringan daun antara lain: (1) mendiagnosis atau memperkuat diagnosis gejala yang terlihat, (2) mengidentifikasi gejala yang terselubung, (3) mengetahui kekurangan hara sedini mungkin, dan (4) sebagai alat bantu dalam menentukan rekomendasi pupuk. Analisis daun digunakan sebagai pedoman dalam mediagnosis status hara optimasi. Uji korelasi konsentrasi hara daun bertujuan untuk mendapatkan hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur dalam daun pada umur tertentu. Setelah mendapatkan umur daun yang tepat untuk mendiagnosis status hara pada tanaman pegagan maka nilai indeks analisis daun tersebut perlu dikalibrasikan dengan hasil yang dapat dipasarkan, uji ini disebut uji kalibrasi. Status hara pada jaringan tanaman dikelompokan pada kategori status hara sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi (Marschner 1995). Hanya tanaman-tanaman yang mempunyai status hara sangat rendah hingga sedang saja yang perlu aplikasi pemupukan. Penggunaan beberapa model statistik telah membantu dalam menentukan status hara berbagai tanaman dan menyusun rekomendasi pemupukan (Dahnke dan Olsen 1990). Nitrogen ditemukan dalam bentuk organik dan an organik di dalam tanaman Suatu rentang yang lebih rendah 1.80 sampai 2.20% ditemukan pada kebanyakan tanaman buah dan rentang yang lebih tinggi 4.80 sampai 5.50% ditemukan pada jenis legum. Fosfor dalam tanah mineral jumlahnya sedikit dan ketersediaanya bagi tanaman rendah, sehingga perlu tambahan dari luar melalui pemupukan. Bentuk fosfor di dalam tanah secara garis besar dibagi dalam dua bentuk yaitu P-organik dan P-anorganik jumlah dari kedua bentuk P tersebut disebut P-total. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman maka P yang
diserap tanaman
berasal dari P larutan tanah (Brady 1990; Tisdale et al. 1985). Kalium diserap tanaman melalui difusi. Tanaman yang kekurangan unsur hara K akan mudah rebah sehingga produksi menurun, dan mengurangi kualitas buah (Tisdale et al. 1989; Jones 1998). Tanggapan tanaman terhadap pemberian hara tersebut biasanya diduga dengan parameter bobot kering tanaman atau serapan hara yang bersangkutan (Nursyamsi 2002).
4
Panen pegagan biasanya dilakukan petani pada tanaman berumur 3-4 bulan setelah tanam dengan cara dipangkas bagian daun dan sulurnya. Selang pemanenan dua bulan sekali dengan hasil produksi total sekitar 15-25 ton terna segar, atau setara 1.5–2.5 ton terna kering/ha per tahun (Januwati dan Yusron 2005). Tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas produksi terna tanaman pegagan sangat ditentukan oleh frekuensi dan waktu panen. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wibowo (1990) bahwa penentuan tingkat kemasakan yang tepat pada saat umur panen merupakan salah satu aspek agronomi penting untuk memperoleh produk yang berkualitas tinggi.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mendapatkan jaringan daun yang tepat sebagai alat diagnosis status hara N, P dan K pada tanaman pegagan, (2) mendapatkan status hara dan dosis pupuk N, P dan K untuk hasil senyawa bioaktif asiatikosida maksimum pada tanaman pegagan, (3) validasi kisaran kebutuhan hara N, P dan K tanaman pegagan, (4) mendapatkan sistem panen pegagan yang paling tepat untuk produksi maksimum senyawa bioaktif asiatikosida maksimum yang memenuhi persyaratan MMI (1.20 %).
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya metode kriteria sampel tanaman pegagan untuk analisis hara guna menentukan dosis pupuk yang optimal untuk tanaman pegagan pada setiap kondisi status hara yang berbeda, rekomendasi pemupukan, waktu dan sistem panen untuk menghasilkan biomasa terna kering dan kandungan senyawa asiatikosida yang tinggi.
5
Hipotesis Penelitian 1. Konsentrasi N, P dan K di jaringan daun pegagan bervariasi dengan berbedanya umur dan setiap umur jaringan tanaman mempunyai keeratan hubungan dengan hasil senyawa bioaktif asiatikosida pada tanaman pegagan. sehingga terdapat hubungan antara konsentrasi N, P dan K jaringan daun dengan hasil bioaktif asiatikosida pada tanaman pegagan. 2. Terdapat hubungan yang erat antara kebutuhan pupuk N, P dan K dengan status hara pada jaringan daun tertentu pada tanaman pegagan, sehingga tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas produksi herba pegagan dengan kandungan senyawa bioaktif asiatikosida maksimum yang memenuhi persyaratan MMI (1.20 %), sangat ditentukan oleh teknik budidaya terutama dosis pupuk serta sistem panen pegagan seperti frekuensi dan waktu panen yang dilakukan.
Kerangka Pemikiran Permasalahan dalam pengembangan produk yang berasal dari tanaman pegagan adalah tidak terjaminnya pasokan dan mutu. Untuk memasok kebutuhan industri, selama ini pegagan diambil langsung dari alam tanpa usaha pembudidayaan sehingga jaminan pasokan bahan baku dan mutunya tidak terjamin. Disamping itu pemanenan pegagan secara langsung melalui pencarian dan menambang di alam ini berpotensi menyebabkan kehilangan plasma nutfah tanaman obat. Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi herbal pegagan secara berkelanjutan yang menjamin kebutuhan herbal tersebut dapat dilakukan melalui penerapan teknologi budidaya pegagan yang efektif secara intensif dengan penggunaan varietas pegagan yang memiliki potensi kandungan senyawa bahan aktif tinggi. Ketersediaan teknologi budidaya tanaman pegagan yang mampu menjamin produktivitas dan kualitas yang tinggi masih sangat terbatas, sehingga diperlukan penelitian perakitan teknologi budidaya tanaman pegagan mulai dari penggunaan aksesi unggul, kesesuaian lingkungan tumbuh, pemupukan yang rasional, serta waktu dan cara panen yang tepat.
6
Pemanfaatan tanaman pegagan aksesi Boyolali di dataran tinggi dalam penelitian ini, karena berdasarkan hasil penelitian uji varietas tanaman pegagan terdahulu, aksesi ini menunjukkan potensi produksi herba segar tertinggi di Indonesia (13.53 ton/ha/th) dengan kandungan senyawa bahan aktif asiatikosida (0.94 %) (Bermawie et al. 2008). Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara tersebut di dalam tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi maksimum. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi pemupukan didasarkan pada uji tanah dan jaringan tanaman (Nursyamsi et al. 2002), tetapi nilai uji jaringan tanaman tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi (Sutriadi et al. 2003). Jaringan daun yang tepat adalah yang mempunyai korelasi terbaik antara konsentrasi N, P dan K jaringan daun dengan hasil. Jaringan daun yang mempunyai korelasi terbaik tersebut digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman pegagan. Hasil uji korelasi jaringan daun yang paling tepat ini, selanjutnya direkomendasikan sebagai sampel untuk analisis jaringan berikutnya.
Ruang Lingkup Penelitian Untuk mendukung standarisasi mutu pegagan, diperlukan serangkaian penelitian dengan melakukan studi fisiologi dan agronomi untuk meningkatkan teknik budidaya pegagan yang intensif dan rasional guna menghasilkan kandungan senyawa asiatikosida yang tinggi, seperti pemupukan, waktu panen, dan sistem panen. Bagan alir kerangka penelitian “Diagnosa Status Hara dan Senyawa Bioaktif Asiatikosida Menggunakan Analisis Jaringan Tanaman untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan serta Sistem Panen Pegagan (Centela asiatica)” tertera pada Gambar 1. Berdasarkan uraian di atas dan kerangka berpikir penelitian tersebut, maka penelitian ini dirumuskan ke dalam empat tahap percobaan, yaitu: 1) Uji Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K pada Jaringan Tanaman dengan Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Pegagan; 2) Uji Kalibrasi Hara N, P, K Menggunakan Analisa Jaringan Daun pada Tanaman
7
Pegagan (Percobaan ini mencakup 3 sub kegiatan yaitu: Aplikasi Pupuk Nitrogen (N), Fosfat (P), dan Kalium (K); 3) Validasi Pemupukan dengan Kisaran Pemupukan N, P, K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Maksimum pada Tanaman Pegagan; 4) Studi Frekuensi dan Cara Panen Pegagan pada Sistem Ratoon untuk Produksi Maksimum Senyawa Bioaktif Asiatikosida.
8
Penyusunan Rekomendasi Dosis Pemupukan dan Sistem Panen Tanaman Pegagan untuk Memperoleh Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Tinggi Tanaman Pegagan Unggul aksesi Boyolali Percobaan 1: Uji Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K pada Jaringan Tanaman dengan Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Pegagan Luaran: Penentuan umur dan Bagian Jaringan Tanaman yang Tepat sebagai Alat Diagnosa Hara N,P,K
Luaran: Data Kandungan Senyawa Bioaktif Asiatikosida pada Umur dan Bagian Jaringan Tanaman Pegagan
Percobaan 2: Uji Kalibrasi Hara N, P,K Menggunakan Analisa Jaringan Daun yang Tepat Luaran: Status Hara N,P,K Berdasarkan Analisa Jaringan Daun Pegagan yang Tepat
Luaran: Dosis Optimum Pupuk N,P,K untuk Produksi Maksimum Senyawa Bioaktif Asiatikosida Pegagan
Percobaan 3: Validasi Pemupukan dengan Kisaran Pemupukan N, P, K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Maksimum pada Tanaman Pegagan
Percobaan 4: Studi Frekuensi dan Cara Panen Pegagan pada Sistem Ratoon untuk Produksi Maksimum Senyawa Bioaktif Asiatikosida Luaran: Teknik Pemupukan dan Sistem Panen Tanaman Pegagan untuk Memperoleh Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Maksimum yang memenuhi persyaratan MMI Gambar 1 Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik dan Kegunaan Tanaman Pegagan Pegagan merupakan tanaman herba tahunan yang tidak berbatang, tumbuh merayap di daerah tropis yang berbunga sepanjang tahun.
Bentuk daun
tunggalnya bulat seperti ginjal manusia (reniformis) dengan letak basalis atau rosette berjumlah 2-10 daun, ukuran 2-5 cm x 3-7 cm. Tangkai daun tegak dan sangat panjang ukurannya 9-17 cm, bagian dalam tangkai daun berlubang. Tepi daun bergerigi dengan penampang 1-7 cm dan kadang berambut. Pangkal dari tangkai daun melekuk ke dalam dan melebar seperti pelepah. Tulang daun menjari (palmitus). Helaian daun biasanya berwarna hijau dan hijau muda. Batangnya lunak dan beruas, serta menjalar hingga mencapai satu meter. Pada tiap ruas tumbuh akar dan daun dengan tangkai daun panjang sekitar 5-15 cm, akar berwarna putih, dengan rimpang pendek dan stolon yang merayap dengan panjang 10-80 cm. Akar rimpangnya bercabang-cabang sedangkan akar serabut tumbuh dari buku-buku stolon (geragih) yang menyentuh tanah. Tinggi tanaman berkisar antara 5.39 – 13.3 cm, dengan bunga putih atau merah muda berbentuk payung, tunggal atau 3-5 bunga secara bersama keluar dari ketiak daun dengan tangkai bunga (pedunculus) lebih pendek daripada tangkai daun. Buahnya kecil bergantung lonjong atau pipih 2–2.5 mm termasuk buah tipe schizocarpium. Warna kuning coklat atau merah muda kuning dan buahnya berbelah berlekuk dua (Van Steenis 1997; De Padua et al. 1999; dan Bermawie et al. 2008). Pegagan dapat diperbanyak secara vegetatif dengan tunas akar serta dapat pula diperbanyak dengan biji atau secara generatif. Hingga saat ini perbanyakan menggunakan stek tunas akar lebih banyak dilakukan dibandingkan perbanyakan dengan biji. Perbanyakan dengan biji atau benih jarang dilakukan, karena selain ukuran bijinya yang terlalu kecil juga sangat sulit untuk mendapatkan biji tersebut (Januwati dan Muhammad 1992). Hasil penelitian Ghulamahdi et al. (2007) yang menggunakan analisis clustering dari 18 aksesi pegagan, diperoleh tiga aksesi lokal unggul yang memiliki kandungan asiatikosida di atas rata-rata, dan aksesi Boyolali yang
10
tertinggi yakni 0.94 %. Selanjutnya diketahui bahwa kandungan senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di dataran tinggi lebih besar dibandingkan dataran rendah. Khan et al. (2010) menyatakan bahwa biosintesis dipengaruhi oleh ketinggian tempat, yang dibuktikan dengan kandungan bioaktif phyllantin dari tanaman Phyllanthus amarus yang ditanam di dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam didataran rendah. Sehingga penelitian ini dilakukan di dataran tinggi yang umumnya memiliki jenis tanah Andisol dengan menggunakan aksesi terpilih yakni aksesi Boyolali. Tanaman pegagan belum dibudidayakan secara intensif dan rasional, sehingga pasokan yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan terna pegagan terstandar untuk industri di masa datang.
Pembudidayaan tanaman pegagan
secara intensif memerlukan dukungan teknik budidaya yang tepat dan efisien. Rebusan daun pegagan telah digunakan untuk bermacam-macam penyakit antara lain untuk mengobati keracunan jengkol, peluruh air seni dan diaforetika, penyakit saluran empedu,
wasir, batuk kering pada anak-anak, pendarahan
hidung, tukak lambung, sakit ginjal dan sebagai obat kumur pada sariawan (Anonim 1980). Selain itu digunakan pula untuk obat diare, radang usus, bronchitis
dan
keputihan.
Penggunaan
lokal
yaitu
untuk
mengobati
pembengkakan buah zakar, kaki gajah, luka baru atau borok (Heyne 1987). Di India digunakan untuk mengobati sipilis dan lepra (Martindale 1967). Senyawa asiatikosida yang terdapat di dalam tanaman pegagan mampu meningkatkan daya ingat, konsentrasi dan kewaspadaan. Hal ini dimungkinkan karena asiatikosida yang terkandung di dalamnya mampu membantu kelancaran sirkulasi oksigen dan nutrisi serta melindungi sel-sel otak dari kerusakan oksidatif oleh radikal bebas karena kandungan asam lemak yang sangat tinggi dan mudah teroksidasi (Bermawi et al.
2005). Cheng et al.
(2004) melaporkan bahwa
ekstrak air pegagan dan senyawa asiatikosida, yang merupakan senyawa aktif dalam ekstrak tersebut potensial sebagai ramuan aktif atau obat untuk mencegah radang usus. Selanjutnya ditemukan pula bahwa glikosida total yang terkandung dalam ekstrak pegagan dapat mencegah secara signifikan efek fibrosis pada jaringan hati tikus percobaan (Ming et al. 2004). Melalui penelitian kultur sel, terbukti bahwa ekstrak pegagan mampu mereduksi oksidan nitrit oksida, yang
11
terbentuk sebagai akibat dari menumpuknya plak beta-amyloid di otak yang dikaitkan dengan penyakit Alzheimer (Rao et al.
2006). Selain itu pegagan
mampu mempercepat proses regenerasi kulit pada bagian yang terluka lebih cepat. Hal ini disebabkan asiatikosida dan mucopolisakarida yang dikandungnya dapat memacu proliferasi sel fibroblast yang berperan besar pada penyembuhan luka, yaitu melalui kemampuannya dalam memproduksi substansi dasar pembentuk serat kolagen. Serat kolagen inilah yang mempertautkan tepi kulit yang luka (Barnes et al. 2002). Selanjutnya Dalimartha (2000) menambahkan bahwa oksiasiatikosida dapat membunuh tuberkolosis. Seluruh bagian tanaman pegagan dapat berfungsi sebagai obat kecuali akar. Khasiat dan manfaat dari pegagan antara lain disebabkan karena pegagan mengandung sejumlah nutrisi dan komponen zat kimia yang memiliki efek terapeutik.
Dalam 100 g pegagan
terdapat 34 kalori, 8.3 g air, 1.6 g protein, 0.6 g lemak, 6.9 g karbohidrat, 1.6 g abu, 170 mg kalsium, 30 mg fosfor, 3.1 mg zat besi, 414 mg kalium, 6580 ug betakaroten, 0.15 g tiamin, 0.14 mg riboflavin, 1.2 mg niasin, 4 mg askorbat, dan 2.0 g serat (Duke 1987). Kandungan kimia pegagan terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu asam amino, flavonoid, terpenoid, dan minyak atsiri.
Asam
amino terdiri atas sejumlah besar alanin flavonoid terdiri atas quercetin, kaempferol, dan bermacam-macam glikosida. Untuk mendukung pertumbuhan dan produksinya tanaman pegagan membutuhkan unsur hara yang cukup terutama pupuk N, P dan K yang merupakan unsur hara makro esensial bagi tanaman. Tetapi keberadaan hara N, P dan K di dalam tanah kurang tersedia bagi tanaman, sehingga selalu menjadi faktor pembatas utama bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemupukan tanaman pegagan belum banyak dilakukan, akibatnya pengetahuan tentang hara mineral yang optimum untuk mendukung pertumbuhan dan produksi pegagan belum tersedia.
Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman Pegagan Senyawa biokimia metabolit primer adalah senyawa yang berperan dalam nutrisi dan proses metabolisme utama di dalam tubuh tanaman, sedangkan
12
metabolit sekunder (termasuk bahan aktif senyawa asiatikosida pada tanaman pegagan) merupakan senyawa-senyawa yang berpengaruh terhadap interaksi ekologi antara tumbuhan dengan lingkungannya (Peltonen et al. 2000). Pada setiap tanaman, bahkan diantara organ tanaman terjadi biosintesis metabolit sekunder yang bervariasi tergantung faktor lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh (Khan et al. 2010). Senyawa metabolit sekunder tanaman dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok utama yaitu terpene atau terpenoid, alkaloid atau produk sekunder yang mengandung nitrogen, serta fenil propanoid dan senyawa
fenolik
lainnya.
Asiatikosida
pada
tanaman
pegagan
banyak
ditranslokasikan di jaringan palisade daun, dalam hal ini tergolong terpene, sehingga tingginya produktivitas dalam budidaya tanaman pegagan ditentukan oleh tingkat produksi herbal (daun) pegagan dikalikan dengan kandungan senyawa bioaktifnya (asiatikosida). Metabolit sekunder yang dikenal dengan istilah natural product (bahan alami), bila dibandingkan dengan molekul-molekul utama (metabolit primer) yang ditemukan pada tumbuhan, digambarkan dalam jumlah yang sedikit, bahkan terkadang kurang dari 1% yang tersimpan dalam sel atau organ khusus dari tumbuhan tertentu (Bourgaud et al. 2001). Pengaruh perubahan faktor lingkungan yang kurang sesuai terhadap produksi metabolit sekunder pada tanaman telah banyak dilaporkan, seperti pengaruh curah hujan, kelembaban udara dan suhu (Vallat et al. 2005), konsentrasi CO2 dan O3 (Peltonen et al. 2005), konsentrasi CO2 dan UV-B (Lavola et al. 2000), serta aktivitas air dan unsur hara (Alfred et al. 1999; Blodgett et al. 2005). Kemampuan deferensiasi sel tanaman dan reaksi kimia yang menyertainya (antara lain aktivitas enzim), akan menyebabkan perbedaan metabolit yang terbentuk. Kedua hal tersebut akan membedakan penggolongan senyawa kimia yang ada pada organisme/tanaman (Darusman 2003). Bermacam-macam kandungan kimia dari daun pegagan antara lain senyawa glikosida triterpenoid yang disebut asiatikosida (suatu senyawa heteroside) yang yang merupakan senyawa metabolit sekunder yang termasuk dalam kelompok terpene ini berkhasiat untuk mempercepat penyembuhan luka, asam asiatikat dan madekasat (Haralampidis et al. 2002). Phillips et al. (2006)
13
mengemukakan bahwa terpene tersebut adalah lemak yang disintesa dari metabolit primer Acetyl CoA melalui lintasan Asam Mevalonat (MAP) atau intermediet dasar glikolisis lewat lintasan Methylerythritol Phosphate (MEP). Tiga molekul Acetyl CoA digabung untuk membentuk asam mevalonik. Senyawa intermediet 6 karbon ini kemudian mengalami pyrophosphorilasi, karboxylasi dan dehidrasi membentuk Isopentenyl pyrophosphate (IPP). IPP adalah senyawa pembentuk (prekusor) blok 5 C terpene. IPP juga dapat dibentuk dari intermediet glycolisis atau siklus reduksi karbon pada proses fotosintesa (Taiz dan Zeiger 2002). Pegagan juga mengandung senyawa alkaloid hidrokotilina, senyawasenyawa steroid, tannin, minyak lemak, minyak atsiri yang disebut valerian yang merupakan senyawa anti lepra dan anti sipilis, vitamin B, saponin, oksiatikosida, gula pereduksi, garam-garam mineral seperti garam kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi (Sutrisno 1996).
Gambar 2 Struktur komponen utama asiatikosida (James dan Dubery 2011) Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena.
Senyawa ini berstruktur rumit kebanyakan berupa alkohol,
aldehid atau asam karbosilat. Mereka merupakan senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi. Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Lieberman-Burchard (anhidrida asetat H2SO4) yang dengan kebanyakan triterpen dan sterol memberikan warna hijau-biru (Borbone 1978). Triterpenoid dapat dibedakan menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa: triterpenoid sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Kedua golongan terakhir sebenarnya triterpen atau steroid, terutama terdapat sebagai
14
glikosida.
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti
sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Pola glikosida saponinnya yang rumit memiliki banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum yaitu asam glukuronat (Harbone 1978). Berbeda dengan saponin steroida, saponin triterpenoid jarang terdapat pada monokotil, tetapi banyak terdapat pada tanaman dikotil terutama Caryo phylaceae, Sapindaceae, Polygalaceae dan Sapotaceae. Saponin triterpenoid dapat dibedakan dalam tiga golongan yang diwakili oleh α-amirin dan β-amirin dan lupeol. Asam triterpenoid yang sekerabat dibentuk dari senyawa-senyawa tersebut
dengan
menggantikan
gugus
metal
dengan
gugus
karboksil
(Brotosisworo 1979). Peranan Nitrogen (N) bagi Tanaman Nitrogen ditemukan dalam bentuk organik dan anorganik di dalam tumbuhan, dan bergabung dengan C, H, O untuk membentuk asam amino, enzimenzim amino, asam nukleat, klorofil, alkaloid, dan basa purin. Walaupun N anorganik dapat terakumulasi dalam tumbuhan terutama dalam batang dan penyokong jaringan dalam bentuk nitrat (NO3-), N organik terutama seperti protein berat molekul tinggi dalam tanaman (Jones 1998). Nitrogen
mempunyai
pengaruh
besar
terhadap
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman dan menjadi faktor pembatas utama produksi tanaman, hal ini disebabkan karena nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang banyak oleh tanaman, sedangkan keberadaannya di dalam tanah selalu kurang tersedia karena sifatnya mobil. Nitrogen juga mempengaruhi penyerapan unsur hara lain, pada tingkat ketersediaan hara N yang optimal maka total masa akar dan kedalaman akar akan meningkat. Perluasan akar ini akan memfasilitasi penyerapan air dan hara lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Peranan utama nitrogen dalam pertumbuhan tanaman meliputi : (1) komponen molekul klorofil, (2) komponen asam-asam amino, membangun gugus protein, (3) sebagai komponen enzim, (4) merangsang aktivitas dan perkembangan akar dan (5) membantu penyerapan unsur-unsur hara lain (Olson dan Kurtz 1985). Nitrogen merupakan bagian
15
integral klorofil sehingga fotosintesis berlangsung cepat dan pertumbuhan lebih cepat dengan daun warna hijau bila nitrogen terpenuhi (Halvin et al. 1999). Sumber N diserap dalam bentuk ion NO3¯ (nitrat) dan NH4+ (amonium) dari larutan tanah. Di dalam tanah, nitrat lebih banyak dari pada amonium. Penyerapan ke dua bentuk N ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah jenis tanaman, pH tanah (pada pH rendah tanaman lebih memilih amonium, sedang pada pH tinggi lebih menyukai nitrat). Nitrogen mendapat tempat khusus dalam nutrisi tumbuhan karena diperlukan tumbuhan dalam jumlah banyak. Nitrogen sangat penting dalam tumbuhan karena merupakan komponen penyusun asam amino, asam nukleat, protein (plasma maupun enzim), klorofil, hormon, alkaloid, dan bahan organik lainnya. Defisiensi nitrogen hampir selalu memperlihatkan klorosis daun dewasa secara perlahan-lahan, yang kemudian berubah menjadi kuning dan akhirnya rontok. Biasanya tidak terjadi nekrosis (jaringan menjadi mati). Klorosis menyebar dari daun dewasa ke daun yang lebih muda. Taraf N tertentu harus ada dalam sel-sel tanaman untuk penggunaan karbohidrat optimum yang dihasilkan selama fotosintesis. Pada kondisi defisien penimbunan karbohidrat berlebihan berada pada sel-sel vegetatif yang berakibat terhadap penebalan dinding sel, membatasi pembentukan protoplasma, sukulensi berkurang, dan pertumbuhan berkurang. Suatu pertumbuhan tanaman harus mempunyai input energi bebas secara terus menerus untuk mensintesis makro molekul dari prekusor sederhana dan untuk transport aktif ion-ion dan sintesis bahan-bahan lainnya di seluruh bagian tanaman. Pembawa (carrier) dari energi bebas ini adalah ATP, senyawa yang mengandung N lainnya yang sangat diperlukan (Olson dan Kurtz 1985). Kekurangan N juga sebagai penyebab hambatan pertumbuhan seperti munculnya daun-daun yang kecil dan hijau pucat dan nekrotik berkembang pada ujung daun. Daun tua berwarna hijau pucat dan nekrotik berkembang pada pinggir daun. Tanaman yang kekurangan N juga menunjukkan rendahnya kandungan klorofil dan protein. Sedangkan apabila terjadi kelebihan N akan menunjukkan: (a) perkembangan daun yang terlalu pesat sehingga mengorbankan buah; (b)
16
kerebahan buah; dan (c) pertumbuhan mahkota (crown) yang berlebihan (Albrigo 1966).
Peranan Fosfor Bagi Tanaman Fosfor diserap tanaman dalam bentuk ion fosfat mono (H2PO4¯) atau divalent (HPO4²¯), tergantung pH larutan tanah. Pada pH 7.22 jumlah ion H2PO4¯ sama dengan HPO4²¯, di bawah pH 7.22 sebagian besar dalam bentuk ion H2PO4¯ dan di atas pH 7.22 sebagian besar dalam bentuk ion HPO4²¯.
Tanaman
menyerap ion H2PO4¯ lebih cepat dari pada ion HPO4²¯. Senyawa fosfor organik dapat diserap tanaman, akan tetapi dalam jumlah kecil (Tisdale et al. 1985). Banyak
fosfor
hadir
pada
tumbuhan
dalam
bentuk
organik,
tetapi
pengangkutannya sebagian besar dalam bentuk anorganik. Fosfor dalam tanah terikat kuat dalam suatu kompleks mineral seperti kalium, dan penyerapannya oleh tumbuhan diantagonis oleh kelebihan kalium. Seperti halnya nitrogen, fosfor sangat penting sebagai bagian dari banyak senyawa yang membangun tumbuhan diantaranya asam nukleat dan fosfolipida. Sebagai tambahan, fosfor memegang peran penting dalam energi metabolisme. Defisiensi fosfor berpengaruh pada semua aspek metabolisme dan pertumbuhan. Gejala defisiensi fosfor ditandai dengan hilangnya daun-daun yang lebih tua, pembentukan antosianin pada batang, tulang daun, dan dalam keadaan yang parah timbul daerah nekrotik pada berbagai bagian tumbuhan. Tumbuhan yang mengalami defisiensi fosfor, pertumbuhannya lambat dan tumbuhnya sering menjadi kerdil. Gejala mula-mula timbul pada daun yang dewasa karena tingkat mobilitas fosfor yang tinggi. Berbeda dengan defisiensi nitrogen, tumbuhan cenderung berwarna lebih hijau gelap atau klorosis yang menyebar ke tulang daun. Karbohidrat terlarut dapat terakumulasi pada kekurangan fosfor. Salah satu karakteristik kekurangan fosfor adalah tejadinya peningkatan aktivitas enzim fosfatase, dan hal ini ada kaitannya dengan mobilitas dan penggunaan kembali fosfat yang diperoleh untuk pengganti yang hilang. Fosfor merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat yang berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap fotosintesis, respirasi, dan berbagai
17
proses metabolisme lainnya. Fosfor juga merupakan bagian nukleotida (RNA dan DNA) dan fosfolipida penyusun membran (Lakitan 2008). Selain itu fosfor berperan sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks, aktivator, kofaktor, atau penyusun enzim, serta berperan dalam proses fisiologi (Soepardi 1983). Fosfor berperan dalam pembagian sel dan pembentukan lemak serta albumin,
pembentukan
bunga,
buah,
dan
biji,
kematangan
tanaman,
perkembangan akar halus dan akar rambut. Meningkatkan kualitas tanaman dan ketahanan terhadap penyakit (Soepardi 1983). Kadar P rendah pada tanaman berakibat kahat P sehingga mengurangi sintesis protein, sebab P adalah sumber energi untuk mengubah asimilat menjadi nukleo protein. Kekahatan ini menyebabkan terjadinya penimbunan gula pada bagian vegetatif tanaman mendorong pembentukan antosianin sehingga warna daun berubah menjadi hijau tua. Daun tua berwarna coklat gelap dan gugur (Salisbury dan Ross 1995). Tanaman yang mendapat suplai P cukup memiliki kandungan P berkisar 0.3 - 0.5% berat kering tanaman dalam bentuk teroksidasi. P dapat terserap cepat oleh akar tanaman kemudian terlibat dalam proses metabolisme tanaman.
Cairan
xylem (xylem sap) mengandung 100 - 1000 kali lebih tinggi dibandingkan larutan tanah di luar akar. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan konsentrasi P oleh tanaman dilakukan secara aktif yang dikendalikan oleh metabolisme respirasi karbohidrat. Uptake P sangat dipengaruhi oleh nilai pH tanah, pada pH 4 tanaman akan menyerap 4 kali lipat P dibandingkan pH 8.7. Kekurangan P dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan seluruh bagian tanaman (Malezieux dan Bartholomew 2003), hal ini disebabkan karena P merupakan hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses hidup tanaman seperti: fotosintesis, metabolisme, karbohidrat dan proses transfer energi didalam tubuh tanaman (Buchanan et al. 2000). Untuk memenuhi kebutuhan hara P tanaman maka perlu dilakukan pemupukan. Tetapi pemupukan harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan status hara P tanah, karena pemupukan P yang berlebihan dapat menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Dosis pupuk P yang dianjurkan juga sangat bervariasi. Nakasome dan Paull (1999) menyatakan bahwa biasanya jumlah P yang diaplikasikan untuk tanaman adalah antara 150 dan 250 kg ha-1 seperti P atau P2O5, sedangkan Hiraoka
18
dan Umemia (2000) menyatakan bahwa rata-rata pemberian pupuk P untuk tanaman adalah 115 kg P2O5 ha-1. Pemberian pupuk P terus-menerus akan menyebabkan terjadinya akumulasi P di dalam tanah sehingga tanaman tidak akan tanggap terhadap pemupukan P. Selain itu, pemberian P dengan dosis berlebihan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan ketidak seimbangan hara. Kahat P pada tanaman muda menyebabkan pertumbuhan tanaman sangat terhambat. Fosfor di dalam tanaman bersifat mobil, jika terjadi kekahatan, P dari daun tua akan dipindahkan ke daun yang lebih muda, yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan tanaman tidak mampu berproduksi secara optimal. Ismunadji et al. (1991) menyatakan bahwa tanaman yang kahat P tumbuhnya kerdil karena selnya tidak dapat membelah, panen terhambat, dan hasil rendah dengan mutu yang jelek. Kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993). Kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan optimum tanaman berkisar 0.3-0.5% dari berat kering tanaman selama pertumbuhan vegetatif, pada konsentrasi lebih tinggi dari 1% dalam bahan kering kemungkinan tanaman akan keracunan (Marschner 1995). Fosfor adalah hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses hidup seperti; fotosintesis, metabolisme karbohidrat dan proses alih energi di dalam tubuh tanaman. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting, molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH dan senyawa sistem informasi genetik DNA dan RNA (Gardner et al. 1985; Marchner 1995). Juga merupakan bahan penyusun fosfolipid seperti lesitin dan kolin yang berperan penting dalam integritas membran (Gardner et al. 1985) Selain itu, fosfor merupakan unsur hara yang mobil dalam tubuh tanaman, dapat diretribusikan dari bagian yang tua ke bagian yang lebih muda. Daun muda atau buah yang sedang berkembang dapat memperoleh suplai fosfor dari jaringan tanaman yang lebih tua dan mengandung fosfor labil walaupun sumber dari tanah terganggu (Gardner et al. 1985). Kecepatan perubahan antara Pi dan ikatan P-ester dan pirofosfor sangat tinggi, sebagai contoh dalam beberapa menit setelah Pi diserap tanaman akan segera di transfer kedalam bentuk P-organik, dan setelah itu dibebaskan kembali kedalam xilem sebagai Pi (Idris 1996) .
19
Fosfor dibutuhkan oleh tanaman untuk membentuk sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh, memperkuat batang sehingga tidak mudah rebah, mempercepat umur berbunga, membantu dalam pembentukan bunga, memperkuat pertahanan terhadap serangan hama dan penyakit (Thomson dan Troch 1978). Menurut Marchner (1995), kebutuhan fosfor untuk pertumbuhan optimum tanaman adalah berkisar antara 0.3% hingga 0.5% dari bobot kering tanaman selama pertumbuhan vegetatif. Kemungkinan keracunan fosfor pada konsentrasi lebih tinggi dari 1% dalam bobot kering tanaman. Suplai fosfor terutama pada periode pengaturan ratio pati/gula di daun sebagai sumber serta distribusi fotosintat antara daun dan organ-organ reproduktif. Pada keadaan kahat fosfor, perluasan daun dan sel lebih terlambat dari pada pembentukan khlorofil, oleh karena itu kandungan khlorofil per unit luas daun sangat banyak. Tetapi efisiensi fotosintesis per unit khlorofil sangat rendah. Fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993). Fosfor merupakan hara makro bagi setiap tanaman, oleh karena itu ketersediaannya sangat menentukan pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman. Tanaman yang kekurangan fosfor akan menampakan gejala-gejala sebagai berikut; pertumbuhan lambat, lemah, kerdil,
dan
berwarna hijau gelap.
Penambahan pupuk fosfor pada tanaman pegagan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas fotosintesis dan hasil metabolisme sekunder tanaman (senyawa bioaktif).
Peranan Kalium Bagi Tanaman Sumber K, sedikit yang terlarut dalam larutan tanah, K terutama terdapat sebagai bentuk yang dapat ditukar karena terserap di permukaan partikel tanah. Tumbuhan memerlukan K dalam jumlah banyak, dan defisiensi terhadap hara ini sering terjadi pada tanah pasir, karena tingkat kelarutannya tinggi sehingga mudah hilang karena tercuci. Kalium merupakan kation yang umum pada tumbuhan dan terlibat dalam menjaga keseimbangan ion di dalam sel.
20
Pasokan K cukup dapat memperbaiki ukuran warna, rasa, kulit buah yang penting untuk penyimpanan dan pengangkutan. Oleh karena itu, pasokan K yang cukup akan menjamin fungsi daun selama pertumbuhan buah dan jumlah gula pada buah. Peranan K dalam sintesis protein akan memacu konversi nitrat ke protein, sehingga meningkatkan efisiensi pemupukan N. Kalium tidak memiliki peran dalam menunjang struktur tumbuhan, tetapi K banyak berperan sebagai katalisator. Banyak enzim yang terlibat dalam sintesis protein, tidak bekerja efisien apabila tidak ada kalium. Kalium diperlukan dalam jumlah banyak melebihi kebutuhan magnesium, dan berperan untuk mengaktivasi enzim-enzim bebas. Kalium terikat dalam bentuk ion pada enzim piruvat kinase, yang berperan penting dalam respirasi dan metabolisme karbohidrat, sehingga kalium menjadi sangat diperlukan untuk keseluruhan metabolisme di dalam tumbuhan. Kalium merupakan komponen penting dalam mekanisme pengaturan osmotik
di
dalam
sel
dan
berpengaruh
langsung
terhadap
tingkat
semipermeabilitas membran dan fosforilasi di dalam kloroplas. Kalium dalam larutan sebagian besar berada dalam cairan sel yang berfungsi mengatur keseimbangan garam, air dan mengatur tekanan osmotik sel tanaman dan yang paling penting adalah membantu proses pembentukan dan translokasi karbohidrat. Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim penting untuk fotosintesis dan respirasi, juga mengaktifkan enzim yang dibutuhkan untuk pembentukan pati dan protein (Marschner 1995). Kalium merupakan nutrisi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah banyak kemudian didistribusikan ke bagian sel seluruh organ (Banuelos et al. 2002) dan memegang beberapa peranan penting dalam fungsi sel dan termasuk pengaturan: (1) turgor, (2) keseimbangan muatan, serta (3) potensial membran dan aktifitas membran sitosol. Kalium juga diperlukan untuk akumulasi dan translokasi karbonat yang baru saja dibentuk tanaman dari hasil fotosintesis. Selain itu, ion K+ memfasilitasi beberapa respon fisiologi pada tanaman, termasuk pembukaan dan penutupan stomata, gerakan daun dan regulasi polarisasi membran (Emulai et al. 2002). Kalium merupakan kation yang paling berlimpah di dalam sitoplasma sehingga menjadi penentu utama potensial tekanan tugor, tetapi akan dimetabolismekan, hanya membentuk kompleks lemah yang siap dipertukarkan.
21
Akibat konsentrasinya yang sangat tinggi dalam sitosol dan kloroplast, kation ini akan menetralisir molekul yang terlarut (anion-anion asam organik dan anorganik) dan anion-anion makromolekul yang tidak larut, serta menstabilkan pH antara 7 sampai 8, dimana reaksi-reaksi enzim dapat berlangsung optimal (Marchner 1995). Kekurangan kalium dapat mempengaruhi pertumbuhan, tanaman cenderung menunjukkan gejala klrorosis, pinggiran daun mengering, produksi daun berkurang, bentuk daun abnormal, dan gula pereduksi meningkat, fotosintesis terganggu dan pembentukan karbohidrat berkurang (Brady 1990).
Defisiensi
kalium biasanya dimulai dengan memperlihatkan bintik klorosis (kehilangan warna hijau) yang khas pada daun dewasa, kemudian merambat ke daun yang lebih muda. Kalium termasuk salah satu unsur yang sangat mobil pada tumbuhan. Daerah-daerah nekrotik berkembang sepanjang pinggiran daun sampai ke ujung daun, dan dapat menyebabkan daun menjadi keriting, berkembang menjadi hitam atau hangus. Defisiensi kalium sering memperlihatkan pertumbuhan roset atau seperti semak. Pertumbuhan batang tereduksi, menjadi lemah, dan resistensi terhadap patogen menurun sehingga mudah terserang penyakit. Gejala biokimia akibat defisiensi kalium adalah tereduksinya protein dan karbohidrat, serta terakumulasinya asam amino. Tanaman menyerap kalium dalam bentuk ion K+ (Ahn
1993).
Pengangkutan kalium dari larutan tanah ke akar tanaman terutama adalah melalui difusi dan aliran massa (Tisdale et al. 1985). Hanya sebagian kecil (6 sampai 10%) dari total kalium yang diperlukan tanaman diserap melalui kontak langsung antara akar dan partikel tanah. Jumlah K tersedia yang tinggi dalam larutan tanah atau kompleks permukaan liat menyebabkan tanaman dapat menyerap kalium dalam jumlah berlebih atau terjadi konsumsi mewah. Kalium dalam larutan sebagian besar berada dalam cairan sel yang berfungsi mengatur keseimbangan garam, air dan mengatur tekanan osmotik sel tanaman, dan yang paling penting adalah untuk membantu proses pembentukan dan translokasi karbohidrat. Disamping itu K juga berfungsi meningkatkan ketahanan terhadap penyakit, merangsang perkembangan akar, dan serapan hara lainnya.
22
Untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman pegagan, perlu dilakukan pemupukan nitrogen, fosfor dan kalium. Namun demikian pemupukan harus dilakukan secara efisien sesuai dengan kebutuhan tanaman dan status hara dalam tanah. Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila dalam pemupukan memperhatikan status hara, dinamika hara tanah serta kebutuhan tanaman akan hara tersebut.
Mekanisme Penentuan Batas Kritis Hara Batas kritis adalah kadar hara dalam contoh tanaman dimana kecepatan tumbuh, produksi atau kualitas hasil menurun (Sutandi 1996). Pengertian batas kritis juga mencakup pengertian keadaan defisiensi hara bagi pertumbuhan maksimum, yaitu konsentrasi hara dimana pertumbuhan tanaman menurun dan kadar hara terkecil yang ditemukan untuk menghasilkan produksi tinggi (Tisdale et al. 1985). Ditambahkan oleh Munson dan Nelson (1990) bahwa batasan batas kritis mempunyai beberapa pengertian yaitu: (1) kadar hara tanaman dimana masih kurang untuk mendukung tercapainya produksi maksimum, (2) kadar hara tanaman dimana tidak cukup untuk mendukung tercapainya produksi maksimum, (3) titik dimana kadar hara tanaman berada 10% lebih rendah dari pertumbuhan maksimum, (4) kadar hara tanaman dimana pertumbuhan tanaman mulai berkurang, dan (5) jumlah terendah dari suatu unsur dalam tanaman untuk menyertai produksi tertinggi. Batas kritis yaitu pada pusat daerah transisi sebelum tejadinya penurunan produksi atau pertumbuhan yang biasanya dipakai titik belok 5 sampai 10% dari pertumbuhan atau produksi maksimum. Metode lain untuk penetapan batas kritis adalah dengan metode Cate dan Nelson.
Metode ini
menetapkan batas kritis pada sekumpulan data hubungan kadar hara dengan produksi atau pertumbuhan relatif. Kumpulan data tersebut dibagi menjadi dua cluster (kelompok), kelompok tinggi dan rendah dari pisahan tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas kritis dari satu kadar hara tanaman. Meskipun batasan-batasan tersebut tampak serupa tapi tidak identik. Namun batasan tersebut bisa digunakan sebagai standar referensi untuk mendiagnosis kadar hara tanaman sampel, karena standar batas kritis tersebut
23
telah dibakukan pada bagian tanaman dengan umur atau stadia tanaman tertentu. Bagian tanaman yang dijadikan sampel untuk dianalisis juga harus disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Masalahnya bagaimana menginterpretasikan batasan dari batas kritis tersebut ‘secara nyata’. Ulrich dan Hills (1967) telah menunjukkan bagaimana menetapkan batas kritis pada daerah transisi atau pada titik yang sebelum terjadi penurunan produksi atau pertumbuhan (umumnya dipakai titik belok 5 sampai 10 % dari pertumbuhan atau produksi maksimum). Terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk menentukan ’nilai kritis’ bagi setiap kategori respon tanaman. Cara pertama adalah metode Cate dan Nelson, metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data hubungan kadar hara dengan hasil relatif. Kumpulan data tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok ’rendah dan tinggi’. Pengelompokan ini merupakan titik pemisah yang diproyeksikan ke kadar hara, sehingga akan didapat ’batas kritis’ dari satu kadar hara tanaman. Nilai ini membedakan tanaman yang responsif terhadap pemupukan (kategori rendah) dengan tanaman yang tidak respon terhadap pemupukan (kategori tinggi). Pendekatan ini dikatakan pula sebagai pendekatan ’metode grafik’, karena cara penetapan batas kritis hara tanaman dilakukan dengan memplot titik-titik nilai indeks analisis, kemudian titik tersebut dibagi kedalam empat kuadran dengan memaksimumkan titik-titik di kuadran kiri bawah dan kuadran kanan atas. Nilai indeks analisis daun yang berasosiasi dengan perpotongon kedua garis tegak lurus tersebut merupakan ’nilai kritis’. Di atas nilai kritis ini tidak terdapat respon tanaman terhadap pemupukan, sedangkan untuk yang dibawah nilai ini tanaman akan menunjukkan respon dengan adanya penambahan pupuk. Teknik regresi, adalah cara kedua guna menentukan nilai ’batas kritis’. Melalui teknik ini dimungkinkan untuk mengidentifikasi beberapa nilai kritis. Cara ini dilakukan dengan substitusi % RY (yakni 25%, 50%, 75% dan 100%) ke dalam model untuk memprediksi nilai indeks analisis. Beberapa model regresi yang sering digunakan adalah model kuadratik, logistik, linier dan kuartik. Model yang memenuhi kriteria terbaik secara statistik akan dipakai dalam menentukan status hara N, P, K bagi suatu tanaman.
24
Penyusunan Rekomendasi Pemupukan untuk Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Maksimum pada Tanaman Pegagan Pemupukan adalah setiap usaha pemberian pupuk yang bertujuan menambah produksi dan persediaan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk peningkatan mutu hasil tanaman (Marsono dan Sigit
2001).
Rekomendasi pemupukan adalah suatu rancangan pemupukan yang meliputi jenis pupuk, dosis pupuk, cara pemupukan dan waktu pemupukan untuk suatu tanaman pada suatu area tertentu (Sutandi 1996).
Suatu rekomendasi pemupukan
diharapkan tepat jenis, tepat dosis, tepat cara dan tepat waktu. Metode pendekatan untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan dapat berupa metode uji tanah, analisis jaringan tanaman atau percobaan pemupukan. Untuk menyusun rekomendasi pupuk pada tanaman pegagan perlu diketahui kategori status hara pada daun dan model yang sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk. Diketahui bahwa ada dua cara pendekatan untuk mengetahui apakah tanaman perlu di pupuk atau tidak. Pendekatan pertama adalah diagnosis gejala visual dan pendekatan kedua adalah analisis tanaman (Grundon 1987; Marschner 1995; Baligar dan Duncan 1990). Menurut Olson et al. (1985) ada 3 filosofi rekomendasi pemupukan, yakni (1) filosofi nisbah kejenuhan kation (cation saturation ratio), yang menyatakan bahwa tanah yang ideal adalah tanah basa yang dapat mempertukarkan 65% kalsium, 10% magnesium dan 5% kalium atau ratio Ca/Mg = 6.5, Ca/K = 13 dan Mg/K = 2. Di luar ratio ini Mg atau K akan defisiensi. Kelemahan filosofi ini adalah hanya terbatas pada tiga unsur yakni Ca, Mg dan K; (2) filosofi mempertahankan hara tanah (nutrien maintenance concept) yang menjelaskan bahwa penggantian sejumlah hara yang hilang harus ditambahkan sesuai dengan jumlah yang diambil oleh tanaman. Kelemahan filosofi ini adalah tidak dapat diterapkan untuk tanah yang subur, karena pada tanah yang subur tidak diperlukan pemberian pupuk. Pada daerah yang curah hujannya cukup tinggi, kehilangan hara akibat pencucian (leaching) luput dari perhitungan filosofi ini, dan (3) filosofi level kecukupan hara (sufficiency level approach) yang berdasarkan pada uji korelasi analisis tanah dengan hasil tanaman. Penambahan pupuk berdasarkan kebutuhan tanaman untuk
25
tumbuh dan berproduksi secara maksimum di luar kemampuan tanah untuk menyediakannya. Filosofi ini banyak digunakan karena hanya diperlukan sedikit usaha untuk menjaga hara tanah di atas level kecukupan, sehingga dianggap paling berhasil digunakan untuk memprediksi rekomendasi pemupukan . Pendekatan ini dapat menghindari pemborosan dan pencemaran lingkungan. Analisis daun digunakan sebagai pedoman dalam mediagnosis status hara optimasi uji korelasi konsentrasi hara daun dengan tujuan untuk mendapatkan hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur dalam daun sampel pada umur tertentu. Setelah mendapatkan umur daun yang tepat untuk mendiagnosis status hara pada tanaman pegagan, maka nilai indeks analisis daun tersebut perlu dikalibrasikan dengan hasil yang dapat di pasarkan, uji ini disebut uji kalibrasi. Nilai indeks tersebut dikelompokkan pada katagori status hara sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi (Marschner 1995). Hanya tanamantanaman yang mempunyai status hara sangat rendah hingga sedang saja yang perlu aplikasi pemupukan. Selain itu, penggunaan beberapa model statistik juga telah membantu dalam menentukan status hara berbagai tanaman untuk menyusun rekomendasi pemupukan (Dahnke dan Olson 1990).
Tanah Andisol Tanah Andisol merupakan tanah yang berwarna hitam kelam sangat porous, mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan. Karakteristik tanah Andisol diantaranya adalah memiliki kandungan bahan organik yang tinggi, pH 4.5 - 6, bobot isi rendah, mempunyai konsistensi gembur, kurang plastis dan tidak lengket. Tanah Andisol memiliki kejenuhan basa sekitar 20 - 40 %, kapasitas tukar kation dan kapasitas tukar anion tinggi, serta kadar fosfor rendah karena terfiksasi
(Rachim dan Suwandi
1999).
Hardjowigeno (2003) menyatakan
bahwa tanah Andisol adalah tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam (epipedon molik atau umbrik) dan mempunyai horison kambik, bulk density kurang dari 0.85 g/cm³, banyak mengandung bahan amorf atau lebih dari 60% terdiri dari abu vulkanik atau bahan pyroklastik. Rendahnya kandungan unsur fosfor pada tanah masam seperti Andisol disebabkan karena pada tanah masam
26
mengandung ion-ion A1³+, Fe³+, dan Mn²+ terlarut dan tertukarkan dalam jumlah yang cukup nyata. Hal ini mengakibatkan unsur fosfor terikat sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Tan 1992). Berdasarkan sistem taksonomi tanah, tanah Andisol dikenal mempunyai epipedon histik dan bersifat andik (Soil Survey Staff 1999). Andisol di Indonesia mempunyai sifat yang berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lainnya, hal ini disebabkan karena keragaman yang tinggi dari bahan induk dan keadaan iklim (Sjarif dan Widjaja 1994). Data analisis tanah Andisol dari berbagai wilayah, menunjukkan bahwa Andisol memiliki tekstur yang bervariasi dari berliat (30 - 65% liat), sampai berlempung kasar (10 - 20%), namun sebagian besar tergolong berlempung halus sampai berlempung kasar. Reaksi tanah umumnya agak masam (5.6 - 6.5). Kandungan bahan organik lapisan atas sedang sampai tinggi, dan lapisan bawah umumnya rendah dengan nisbah C/N tergolong rendah (6 - 10). Kandungan P dan K potensial bervariasi sebagian sedang sampai tinggi, dan sebagian lagi rendah sampai sedang. Umumnya lapisan atas lebih tinggi dari pada lapisan bawahnya. Jumlah basa-basa dapat ditukar tergolong sedang sampai tinggi, dan didominasi oleh ion Ca dan Mg, sebagian juga K. Kapasitas tukar kation tanah sebagian besar sedang sampai tinggi, dengan kejenuhan basa umumnya sedang. Dengan demikian potensi kesuburan alami Andisol termasuk sedang sampai tinggi (Hidayat dan Mulyani 2005). Selanjutnya dikemukakan oleh (Rachim dan Suwandi 1999) bahwa tanah Andisol memiliki kejenuhan basa rendah, kapasitas tukar kation dan kapasitas tukar anion tinggi, serta kadar fosfor rendah karena terfiksasi. Tanah Andisol pada lahan percobaan yang terletak di Kebun Percobaan (KP) Gunung Putri Cipanas, Pacet, Kabupaten Cianjur memiliki bahan induk terbentuk dari vulkan yang telah mengalami perkembangan. Bentuk struktur pada lapisan atas umumnya remah, berukuran sangat halus sampai kasar dengan tingkat perkembangan sedang. Hasil analisis sifat fisik tanah terdapat kandungan liat (27.06%) dan debu (26.89%) yang didominasi oleh kandungan pasir (46.05%), sehingga tergolong kelas tekstur pasir liat berdebu. Berdasarkan analisis kimia dapat diketahui urutan tingkat kekahatan atau faktor pembatas untuk pertumbuhan pegagan. Sifat kimia tanah yang menjadi faktor pembatas utama adalah pH tanah
27
sangat masam, rendahnya unsur hara makro yaitu hara N (0.19%), P (1.22 ppm), dan K (0.25 me/100g). Faktor pembatas kedua adalah tingginya kadar Fe (5144.05 ppm), Mn (197.98 ppm), Cu (34.98 ppm), dan Zn (55.39 ppm), dan faktor pembatas ketiga yaitu sifat fisik tanah yaitu tekstur pasir (46.05%) sehingga penyangga hara dan pengikatan air rendah. Sebaliknya terdapat faktor yang mendukung tanaman pegagan adalah kadar C-organik tanah tergolong tinggi (3.2%) dan C/N ratio yang tinggi (16.84). Rendahnya kandungan unsur hara fosfor pada tanah Andisol disebabkan karena tanah Andisol mempunyai sifat andik atau retensi P tinggi sehingga sebagian besar P diikat oleh mineral liat amorf, Fe-, dan Al3+ (Swastika et al. 2005). Unsur Al3+, Fe3+, dan Mn2+ dapat mengikat P sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman dan apabila diserap oleh tanaman dalam jumlah banyak dapat meracuni tanaman. Kelebihan Mn juga dapat menginduksi defesiensi unsur hara Fe, Mg, dan Ca. Kandungan Zn yang tinggi dapat menginduksi defesiensi Fe, Mg, dan Mn (Marschner 1995). Hal ini dapat menyebabkan penyerapan hara terhambat dan hasil fotosintat akan berkurang sehingga laju pertumbuhan tanaman juga terhambat.
UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P, K PADA JARINGAN TANAMAN DENGAN PRODUKSI SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA PEGAGAN ABSTRAK Aplikasi pemupukan yang efisien dan rasional diperlukan guna menghasilkan produksi terna dengan kandungan bahan aktif yang tinggi. Penentuan jaringan daun yang tepat sebagai bahan diagnostik status hara N, P, dan K guna menetapkan kebutuhan pupuk yang efisien bagi tanaman sangat diperlukan. Untuk itu telah dilakukan penelitian yang menggunakan model korelasi linier sederhana yang dilanjutkan dengan uji korelasi. Penelitian ini dilakukan pada tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) pada bulan Mei sampai Nopember 2008 dengan jenis tanah Andisol yang berada pada ketinggian tempat 1500 m dari permukaan laut (dpl). Hasil uji korelasi jaringan daun yang paling tepat sebagai bahan diagnosis status hara bagi produksi terna kering dan senyawa bioaktif asiatikosida pada tanaman pegagan adalah umur 5 bulan setelah tanam (BST) pada posisi daun ke-1 untuk analisis hara N, P, dan K. Kandungan senyawa asiatikosida pada daun tua (1.92 % pada umur 6 BST) lebih tinggi dari pada daun muda (1.05 % pada umur 3 BST). Kata kunci: Pegagan, hara, daun sampel, asiatikosida CORRELATION TEST OF N,P,K NUTRIENS CONCENTRATIONS IN PLANT’S TISSUE WITH THE PRODUCTION OF ASIATICOSIDE BIOACTIVE ON ASIATIC PENNYWORT ABSTRACT Application of efficient and rational fertilizing techniques are needed to increase the production of dry asiatic with high active ingredient compound. The aim of this research is to assess sufficiency of N, P, and K nutrients on Centella asiatica, based on leaf nutrient status and crop nutrient requirements. The research was undertaken in Gunung Putri Research Station Balittro from May to November 2008, at elevation of 1500 m above sea level. The material used was Boyolali accession, planted on Andisol soil. Linier correlation design was used in this study. The results of this study showed that leaf sampling for N, P and K nutrients measured were recommended to be conducted at 5 MAP (months after planting) on leaf position number -1. Asiaticoside content within the older leaves (1.92 % at 6 MAP) was higher than those in the younger leaves (1.05 % at 3 MAP). Key words: Asiatic pennywort, nutrien, leaf sampling, asaticoside
30
PENDAHULUAN Status hara dalam tanaman sebenarnya merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor yang terjadi selama pertumbuhan tanaman dengan tingkat kesuburan tanah dan lingkungan tumbuh, hal ini menyangkut efisiensi serapan dan translokasi. Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa hal dalam pemupukan tanaman pegagan yaitu pemilihan jenis pupuk, takaran atau dosis, cara dan waktu aplikasi. Kondisi unsur hara yang diperlukan oleh tanah tersebut juga perlu diketahui. Dosis pemupukan dapat diketahui dengan beberapa cara diantaranya adalah menganalisis tanah, memperhatikan tanda-tanda yang diperlihatkan oleh tanaman, analisis tanaman dan melakukan percobaan pemupukan. Tindakan melakukan percobaan pemupukan adalah cara yang paling banyak digunakan oleh peneliti untuk menguji ketepatan dosis suatu pupuk. Manfaat pupuk adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Agustin (1990) menyatakan bahwa hubungan dosis pupuk dengan hasil tanaman mengikuti pola kuadratik, artinya pemberian pupuk tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman sebaliknya dosis yang berlebihan akan mengakibatkan menurunnya hasil tanaman. Tujuan penelitian adalah untuk: (1) menentukan umur dan bagian jaringan daun yang tepat sebagai alat diagnosa hara N, P, K serta mendapatkan data kandungan senyawa bioaktif asiatikosida pada umur dan bagian jaringan tanaman pegagan, dan (2) mengetahui informasi hubungan konsentrasi hara N, P, K di jaringan daun dengan hasil terna dan senyawa bioaktif asitikosida pegagan. Perbedaan metabolit yang terbentuk di dalam tanaman disebabkan karena kemampuan diferensiasi sel tanaman dan reaksi kimia yang menyertainya antara lain aktivitas enzim.
Kedua hal tersebut akan membedakan penggolongan
senyawa kimia yang ada dalam organisme/tanaman (Darusman, 2003). Kandungan kimia pegagan terbagi menjadi beberapa golongan, yakni asam amino,flavonoid, terpenoid, dan minyak atsiri. Terpenoid, khususnya triterpenoid, merupakan kandungan utama dalam pegagan, yang terdiri dari asiatikosida, madekosida, brahmosida, dan brahminosida (glikosida saponin) asam madekasat (Barnes et al. 2002). Bermacam-macam kandungan kimia dari daun pegagan,
31
antara lain senyawa glikosida triterpenoid disebut asiatikosida yakni suatu senyawa heteroside. Senyawa asiatikosida merupakan senyawa metabolit sekunder yang termasuk dalam kelompok terpene adalah lemak yang disintesa dari metabolit primer Acetyl CoA melalui lintasan Asam Mevalonat (MAP) atau intermediet dasar glikolisis lewat lintasan Methylerythritol Phosphate (MEP). Tiga molekul Acetyl CoA digabung untuk membentuk asam mevalonik. Senyawa intermediet 6 karbon ini kemudian mengalami pyrophosphorilasi, karboxylasi dan dehidrasi membentuk Isopentenyl pyrophosphate (IPP). IPP adalah senyawa pembentuk (prekusor) blok 5 C terpene. IPP juga dapat dibentuk dari intermediet glykolisis atau siklus reduksi karbon pada proses fotosintesa (Taiz dan Zeiger 2002). Menurut Agusta (2006) proses biosintesis melalui MAP lebih aktif terjadi pada sitosol dan retikulum endoplasmid, sedangkan jalur biosintesis non mevalonat (MEP) terjadi di plastida. Senyawa asiatikosida (C48H78O19) termasuk dalam golongan glikosida triterpenoid yang struktur kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik (Vickery dan Vickery 1981; Maeda et al. 1994; James dan Dubery 2011). Untuk meningkatkan produksi bioaktif asiatikosida yang merupakan hasil dari proses metabolisme sekunder pada tanaman pegagan dibutuhkan nutrisi yang cukup seperti unsur hara makro N, P, dan K. Unsur hara yang diserap tanaman akan menentukan kualitas produk pertanian baik buah maupun terna, yang meliputi kualitas luar dan kualitas dalam. Kualitas luar meliputi penampilan, ukuran, warna dan keutuhan. Sedangkan kualitas dalam antara lain kandungan protein, vitamin, lemak, karbohidrat, metabolit sekunder dan aroma (Wijaya 2008). Peranan pupuk dalam budidaya tanaman biofarmaka sangat berpengaruh terhadap kualitas produksi terna tanaman obat yang akan dipanen, bahkan untuk pegagan efek farmakologis yang dikandungnya menjadi hilang atau memburuk akibat pemupukan yang salah. Pemupukan NPK dikombinasikan dengan naungan menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK dapat meningkatkan kandungan fitokimia (Musyarofah et al. 2007). Jaringan tanaman yang digunakan untuk analisis hara dalam penelitian ini adalah daun. Optimasi uji korelasi konsentrasi hara pada daun dengan produksi
32
bertujuan untuk mendapatkan hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur hara dalam daun sampel pada umur tertentu. Tujuan Percobaan adalah untuk mendapatkan jaringan daun yang tepat sebagai bahan diagnosis status hara N, P, dan K pada tanaman pegagan.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KP. Gunung Putri, Cipanas, Kabupaten Cianjur, BALITTRO pada bulan Mei sampai Nopember 2008. Jenis tanah pada lahan penelitian adalah Andisol yang berada pada ketinggian tempat 1500 meter diatas permukaan laut (dpl). Analisis kimia tanah, analisis pupuk, dan analisis kandungan N, P, K pada jaringan daun akan dilakukan di Laboratorium Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Cimanggu, Bogor.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah bibit pegagan aksesi Boyolali koleksi Plasma Nutfah Balittro dengan kandungan asiatikosida 0,94 % (Ghulamahdi et al. 2007), polibag, pupuk Urea, SP 36, dan KCl serta bahan kimia untuk analisis kandungan hara dan senyawa bioaktif asiatikosida. Peralatan yang digunakan terdiri dari peralatan tanam, timbangan, jangka sorong, meteran, leaf area meter dan peralatan laboratorium untuk analisis hara dan senyawa bioaktif asiatikosida.
33
Metodologi Penelitian Penelitian menggunakan model korelasi linier sederhana, setiap unit percobaan diulang 6 kali, dengan jumlah tanaman 50 per unit percobaan. Banyaknya tanaman yang digunakan 1.250 bibit tanaman yang seragam. Pengamatan pada setiap unit percobaan dilakukan dengan cara menetapkan 6 tanaman sebagai contoh yang ditentukan dengan teknik Simple Random Sampling yang merupakan cara pengambilan sampel dari populasi secara acak (Sugiyono 2009). Aplikasi pupuk N dengan dosis 200 kg Urea/ha setara 1.08 g N/tanaman dibagi menjadi tiga kali aplikasi yaitu pada saat tanam, 40 HST (hari setelah tanam), dan 80 HST. Pemupukan P2O5 dilakukan pada saat tanam dengan dosis 400 kg SP36/ha atau setara 1.73 g P2O5/tanaman. Untuk pupuk K2O dibagi menjadi dua kali aplikasi yaitu pada saat tanam dan pada umur tanaman 60 HST dengan dosis 300 kg KCl/ha atau setara 2.16 g K2O /tanaman. Dosis pupuk N, P dan K seragam untuk semua satuan unit percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan vegetatif meliputi panjang tangkai daun, panjang tunas, jumlah daun, lebar daun, panjang stolon, dan produksi berupa bobot kering terna daun, bobot basah tanaman, bobot kering tanaman dan kandungan senyawa bioaktif asiatikosidanya, serta konsentrasi hara N, P, K pada jaringan tanaman (daun). Data dianalisis dengan uji F, jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Duncan News Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%. Perhitungan produksi bobot senyawa bioaktif asiatikosida dilakukan dengan cara sebagai berikut: Bobot asiatikosida= bobot kering daun (g/tan) x kadar asiatikosida daun (%) Uji korelasi sederhana dilakukan masing-masing antar peubah pengamatan pada (a) kandungan hara (N, P, atau K) di daun pada umur tanaman 3, 4, 5, atau 6 BST dengan dengan produksi (yakni bobot kering daun dan bobot senyawa asiatikosida); (b) kandungan hara (N, P, atau K) pada daun ke-1, ke-2, atau ke-3 dengan produksi. Model korelasi linear sederhana yang digunakan adalah: Y = a + bX
34
Sebagai teladan penerapan uji korelasi antara kandungan hara N daun ke-3 dengan produksi, sebagai berikut : Y
=
Produksi kandungan asiatikosida yang dihasilkan dari terna pegagan (produksi) pada kandungan hara N daun ke-3.
a
=
harga Y ketika harga X = 0 (intercept).
b
=
angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen (Y) yang didasarkan pada perubahan variabel independen (X). Jika positip (+) arah garis naik, dan bila negatip (-) maka arah garis turun.
X
=
kandungan hara N daun ke-3.
Uji korelasi antar konsentrasi setiap hara (N, P, atau K) daun dengan hasil (produksi terna atau senyawa bioaktif asiatikosida), bertujuan untuk mendapatkan hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur hara dalam daun pada umur tertentu dengan hasil yang dapat dijual. Korelasi antar kadar hara N, P atau K daun yang terekstrak dengan produksi dilakukan dengan analisis korelasi linier sederhana. Berdasarkan uji korelasi, maka konsentrasi hara N, P, K daun yang mempunyai nilai korelasi positip tinggi dan paling konsisten diposisi daun pada umur yang sama akan ditetapkan sebagai daun sampel untuk tanaman pegagan yang merupakan bahan diagnostik penetapan kebutuhan pupuk untuk tanaman pegagan. Analisis korelasi linier sederhana adalah sebagai berikut:
rxy
n∑Xi Yi – (∑Xi)( ∑Yi) =
------------------------------------------------------------
√[n∑ Xi2 - (∑2][ n∑Yi2 - ( Yi)2]
Nilai korelasi (r) menunjukkan kekuatan hubungan linear yang berada pada interval -1≤ r ≤ 1. Tanda – dan + menunjukkan tanda arah hubungan.
35
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Bibit Bibit yang akan digunakan diperoleh dengan cara perbanyakan tanaman dengan stek stolon berakar. Pembibitan dilakukan di polibag di tempat yang ternaungi selama 4 minggu.
Persiapan Lahan Sebelum dilakukan penelitian ini, lahan yang akan ditanami dianalisis tanahnya terlebih dahulu untuk mengetahui kadar hara N, P, dan K pada tanah tersebut. Pengolahan tanah dilakukan satu hari sebelum tanam. Lahan dibersihkan dari gulma lalu dicangkul dan dibagi ke dalam 25 petakan, setiap petakan tersebut masing-masing berukuran 2 m x 3 m, jarak antar petakan 50 cm.
Penanaman Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam sesuai dengan ukuran polibag yang digunakan dalam kegiatan pembibitan. Jarak tanam yang digunakan adalah 30 cm x 40 cm. Tanaman dibuat seragam dengan jumlah daun maksimal 3 daun.
Pemupukan Dosis pupuk N dalam bentuk 200 kg Urea/ ha atau setara 2.4 g urea/tan diberikan dalam tiga kali aplikasi yaitu pada saat tanam, 40 HST, dan 80 HST. Sedang P2O5 dilakukan pada saat tanam dengan dosis 400 kg SP-36/ha atau setara 4.8 g SP-36/tan. Selanjutnya pupuk K2O dibagi menjadi dua kali aplikasi yaitu pada saat tanam dan pada umur tanaman 60 HST dengan dosis 300 kg KCl/ha atau setara dengan 3.61 g KCl/tan.
36
Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman yang akan dilakukan meliputi kegiatan penyulaman, penyiangan, dan penyiraman serta pemberantasan hama penyakit yang dilakukan sesuai kondisi lapang.
Panen Panen dilakukan untuk pengambilan contoh destruktif yaitu dengan menggunakan kuadaran berukuran 1 m x 1 m untuk setiap unit percobaan.
Pengamatan Pengamatan dilakukan pada saat panen sesuai perlakuan terhadap enam tanaman sampel yang kompetitif, pengamatan karakter morfologi dan agronomi mengacu pada panduan deskriptor untuk tanaman pegagan (IPGRI), dengan beberapa modifikasi. Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang diamati seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang diamati No. Karakter Morfologi, Agronomi dan Kandungan Fitokimia A. Daun 1. Jumlah daun tanaman induk 2.
Luas Daun
3.
B. Sulur (runner) Panjang sulur
Deskripsi
Peubah jumlah daun diamati dengan cara menghitung jumlah daun yang telah terbuka sempurna pada tanaman induk. Luas daun diukur dengan menggunakan alat automatic leaf area meter. Daun setelah dipanen dipisahkan antara helaian daun dengan tangkai daunnya kemudian helaian daun diukur luas daunnya dan kemudian dikonfersikan ke dalam Indeks Luas Daun (ILD). Peubah panjang sulur dilakukan dengan mengukur panjang sulur terpanjang yang muncul dari tanaman induk.
37
Tabel 1 ( Lanjutan ) No. Karakter Morfologi, Agronomi dan Kandungan Fitokimia 4. Jumlah anakan
5.
C. Akar Bobot akar
6.
D. Hasil Terna/Produksi Bobot basah biomassa
7.
Bobot kering biomassa
9.
Analisa kandungan asiatikosida pada jaringan tanaman
Deskripsi Jumlah anakan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang terbentuk pada tanaman induk. Bobot akar dilakukan dengan menimbang akar induk dari tanaman induk setelah dilakukan penggalian akar secara hati-hati. Bobot basah biomasa diperoleh dengan cara menimbang bobot basah panen ubinan (ukuran 1 m x 1 m), yang dilakukan pada akhir penelitian. Bobot kering biomassa diperoleh dengan cara menimbang hasil panen ubinan yang telah mengalami proses pengeringan dalam oven pada akhir penelitian. Sampel daun yang diambil adalah daun dewasa tertinggi pada 6 batang induk yang masing-masing diambil 5 helai daun pada umur 3 bulan setelah tanam (3 BST), 4 BST, 5 BST, dan 6 BST. Analisa kandungan asiatikosida pada jaringan daun tanaman yang ke-1, 2, dan 3 pada setiap petakan perlakuan.
Pengamatan faktor lingkungan tumbuh meliputi: 1. Pengambilan sampel tanah saat awal dan akhir penelitian pada setiap perlakuan dilakukan dengan cara mengambil tanah dibawah tajuk tanaman pegagan pada kedalaman 20 cm. Sampel tanah yang dianalisis sebanyak lima contoh dan diambil dari setiap ulangan. Satu contoh terdiri dari campuran tanah dari setiap petakan dalam ulangan yang sama. 2. Penentuan jenis tanah, dilakukan melalui pengamatan langsung di lapang dan pemanfaatan data sekunder. 3. Suhu dan kelembaban, intensitas cahaya, Curah hujan harian selama percobaan diambil dari stasiun mini klimatologi KP. Gunung Putri setempat.
38
Prosedur pengujian kadar senyawa asiatikosida meliputi: 1. Persiapan contoh Terna pegagan disortir dan dicuci sampai bersih, dikeringkan dengan blower (suhu 400C selama 7 jam), terna pegagan kering digiling dan diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 40 mesh. Sebanyak 0,36 gram serbuk pegagan (ukuran 40 mesh) ditambahkan 25 ml methanol p.a, dikocok di atas alat stirrer plate selama 60 menit, cairan ekstrak tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 50 dan ampasnya diambil untuk diekstrak kembali sampai 3x masing-masing dengan methanol p.a sebanyak 25 ml. Ekstrak-ekstrak dari ampas tersebut disatukan dengan ekstrak pertama untuk dimasukkan ke dalam labu ukur yang sama kemudian diencerkan dengan methanol p.a dan diimpitkan sampai tanda batas.
2. Penetapan contoh Ekstrak disaring dengan menggunakan kertas saring Whattman no. 42 kemudian disaring kembali untuk kedua kalinya dengan kertas saring millipore ukuran 0.2 μm. Disuntikkan ke dalam KCKT/HPLC sebanyak 20 μl dengan menggunakan fase gerak Asetonitril (CH3CN): asam asetat (CH3COOH) 0.6% (57: 43) dan kecepatan alir 1 ml/menit pada panjang gelombang 258 nm.
3. Penetapan Kadar Senyawa Asiatikosida
Standar senyawa asiatikosida sebanyak 0,0186 g, dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, dan disuntikan sebanyak 20 μl dengan menggunakan fase gerak asetonitril (CH3CN) : asam asetat (CH3OOH) 0.6% (57:43) dan kecepatan alir 1 ml/menit pada panjang gelombang 258 nm. Kondisi larutan standar tersebut menghasilkan luas area 314713 dengan kisaran waktu retensi 4.01-4.15. Pengukuran dilakukan di Laboratorium BALITTRO. Nilai luas area dan waktu retensi standar senyawa asiatikosida dianggap tetap sepanjang penelitian, adapun perhitungan kadar senyawa asiatikosida adalah sebagai berikut:
39
[sp ]
------- X [lar.std ] X fp [std ] Kadar asiatikosida =
X 100 % 6
Bobot sp X 10 Keterangan:
[sp] [std ] [lar.std ] fp Bobot sp
: : : : :
konsentrasi contoh konsentrasi standar konsentrasi larutan standar faktor pengenceran bobot contoh (g)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Vegetatif Pertumbuhan tanaman (panjang tangkai daun, jumlah daun, panjang tunas, lebar daun dan panjang stolon) semakin meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman hingga 16 minggu setelah tanam (MST). Kondisi ini sejalan dengan pengamatan pola pertumbuhan vegetatif tanaman pegagan yang dapat membentuk cabang yang banyak pada stolonnya yang semakin memanjang. Pada setiap cabang dapat membentuk tumbuhan baru hingga sangat rimbun serta membentuk rumpun yang menutupi tanah. Setelah tanaman berumur 4 BST pertumbuhan tanaman pegagan mulai melambat sehingga antara pertumbuhan 4 BST dengan 5 BST tidak berbeda nyata, kecuali panjang tangkai daun. Hal ini disebabkan pada umur tersebut pertumbuhan tanaman pegagan mulai rapat, sehingga terjadi peningkatan persaingan pertumbuhan antar tanaman baru yang telah terbentuk dalam setiap rumpun.
Keadaan ini yang menghambat
pertumbuhan vegetatif tanaman terutama pembentukan daun pegagan dalam rumpun tersebut (Tabel 2).
40
Tabel 2. Pengaruh umur tanaman terhadap pertumbuhan tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl Umur Tanaman (BST)
Pertumbuhan Tanaman Lebar Jumlah Daun panjang daun (helai) tunas (cm) (cm) 19.7 c 2.8 c 4.9 b
panjang stolon (cm) 54.6 b
3
Panjang tangkai (cm) 6.1 c
4
10.1 b
26.3 b
3.4a b
6.1 a
75.5 a
5
14.1 a
26.5 b
3.7 b
6.3 a
77.1 a
6
21.2 a
34.6 a
4.1 a
7.0 a
77.5 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. BST: Bulan setelah tanam
Pengaruh Umur Tanaman terhadap Kandungan Hara N, P, K pada Setiap Posisi Daun Dua faktor utama yang menentukan status hara tanaman pada daun, yakni umur dan posisi daun. Secara berurutan daun pada posisi ke-3 lebih tua umurnya dari yang berada diposisi ke-2 dan ke-1. Pada tanaman pegagan posisi daun ke-1, ke-2,dan ke-3 menunjukkan perbedaan konsentrasi N, P, dan K yang nyata seperti terlihat pada Tabel 3, 4 dan 5. Umur daun perlu diperhatikan untuk daun sampel, karena hal ini terkait dengan perubahan fungsi daun sebagai sink atau source. Daun-daun muda berfungsi sebagai sink, sehingga harus mengimpor hara-hara mineral dan fotosintat dari organ lain yang berfungsi sebagai source untuk pertumbuhan dan perkembangan dalam jumlah yang banyak. Daun dewasa berfungsi sebagai source sehingga dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan mengekspor hara-hara mineral dan fotosintat ke organ - organ lain yang membutuhkan (sink) (Marschner 1995). Hara dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman hanya dalam bentuk tertentu seperti NO3-, NH4+, H2PO4-, HPO42-, dan K+. Selanjutnya hara tersebut berperan dalam berbagai aktivitas metabolisme (Hanafiah 2004). Kondisi ini juga terjadi pada tanaman pegagan yang diuji dalam percobaan ini, baik untuk status hara N, P, maupun K pada daun (Tabel 3, 4, dan 5).
41
Nitrogen (N) Umur tanaman mempengaruhi konsentrasi kandungan N daun pada daun ke1, daun ke-2, dan daun ke-3. Pada posisi daun ke-1, nilai kandungan N tertinggi diperoleh pada umur 3 bulan yang berbeda nyata dengan umur 6 bulan, karena pada umur 6 bulan terjadi penurunan konsentrasi N daun secara drastis. Untuk semua posisi daun terjadi penurunan konsentrasi N daunnya pada umur 6 BST. Hal ini sejalan dengan pendapat Liferdi et al. (2005) yang menyatakan bahwa perubahan hara pada daun tanaman disebabkan oleh perubahan fase pertumbuhan. Hara daun mengalami penurunan pada fase trubus dan fase generatif. Pada fase tersebut hara pada daun mengalami translokasi dari daun tua ke bagian organ yang lebih muda atau untuk pembentukan buah, akibatnya konsentrasi hara pada daun tua berkurang. Kandungan N daun ke-1 tidak berbeda nyata pada umur 3, 4, dan 5 BST, yang tertinggi adalah pada umur 3 BST yakni 3.78 % N namun tidak berbeda nyata dengan kadar N pada umur 5 BST. Pada daun posisi ke-2 dan ke-3, kandungan N daun tertinggi terjadi pada daun umur 5 BST, meskipun tidak berbeda nyata dengan umur 4 BST. Sehingga nilai konsentrasi kandungan N daun tertinggi terdapat pada posisi daun ke-2 yang berumur 5 BST yakni 3.87% N, sedang untuk posisi daun ke-3 umur 5 BST sebesar 3.81 % N. Konsentrasi N daun pada posisi daun ke-1 dan ke-2 maupun daun ke-3 terjadi penurunan (Tabel 3) . Tabel 3 Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi N pada daun ke-1, ke-2, atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl Umur Tanaman (BST) 3
Daun ke- 1 3.78 a
Konsentrasi N (%) Daun ke- 2 3.51 a
Daun Ke- 3 3.02 b
4
3.64 a
3.78 a
3.42 b
5
3.67 a
3.87 a
3.81 a
6
2.77 b
2.71 b
2.81 c
Keterangan:
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5% BST: Bulan setelah tanam
42
Fosfor (P) Umur tanaman juga mempengaruhi kandungan P daun bahkan terjadi perbedaan pengaruh yang nyata baik pada posisi daun ke-1, ke-2, maupun ke-3. Penurunan kandungan P daun untuk ketiga posisi daun terjadi pula pada umur 6 bulan. Konsentrasi kandungan P tertinggi di posisi daun ke-1 terdapat pada umur 4 bulan yakni 0.26 % P, tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi P daun ke1 pada umur 5 bulan dan 3 bulan yakni 0.25 % P. Sedang untuk di posisi daun ke-2 dan ke-3 konsentrasi P tertinggi terjadi pada umur 5 bulan yang masingmasing secara berurutan sebesar 0.24 % P dan 0.22 % P. Tabel 4 Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi P pada daun ke-1 ke-2 atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl Umur Tanaman (BST) 3
Daun ke- 1 0.25 a
Konsentrasi P (%) Daun ke- 2 0.20 b
Daun Ke- 3 0.20 a
4
0.26 a
0.23 a
0.21 a
5
0.25 a
0.24 a
0.22 a
6
0.21 b
0.19 b
0.16 b
Keterangan:
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5% BST: Bulan setelah tanam
Kalium (K) Konsentrasi kandungan K daun pada posisi daun ke-1, ke-2 maupun ke-3 berbeda nyata pada setiap umur tanaman. Penurunan konsentrasi hara K pada daun terjadi juga pada daun umur 6 bulan di posisi daun ke-1, ke-2 maupun ke-3. Kandungan K daun tertinggi diperoleh pada umur 4 bulan di posisi daun ke -2 dan ke-3 yakni masing-masing secara berurutan sebesar 4.23 % K dan 4.18 % K. Pada posisi daun ke 2 konsentrasi K daun tertinggi terjadi pada umur daun 5 BST yakni sebesar 4.24 % K yang berbeda nyata dengan daun ke-2 umur 3, 4, dan 6 BST (Tabel 5).
43
Tabel 5 Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi K pada daun ke-1, ke-2, atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri,Cipanas, 1500 m dpl Umur Tanaman (BST) 3
Daun ke- 1 3.44 b
Konsentrasi K (%) Daun ke- 2 3.09 b
Daun Ke- 3 3.16 b
4
4.23 a
3.32 b
4.18 a
5
3.27 b
4.24 a
3.30 b
6
3.17 b
2.83 c
2.48 c
Keterangan:
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5% BST: Bulan setelah tanam
Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produksi Hasil percobaan menunjukkan bahwa semua komponen produksi berupa bobot segar tanaman, bobot terna kering tanaman dan kandungan senyawa bioaktif asiatikosida semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya umur tanaman hingga 5 BST. Namun pada umur 6 BST, terjadi penurunan hasil kecuali bobot segar tanaman yang banyak mengandung stolon dan akar.
Untuk
komponen hasil yang dapat dipasarkan dari tanaman pegagan yakni bobot kering daun dan produksi bioaktif senyawa asiatikosida tertinggi terjadi pada umur 5 BST. Umur tanaman berpengaruh nyata terhadap konsentrasi K daun pada ke tiga posisi daun (Tabel 6). Tingkat kualitas dan kuantitas produksi terna suatu tanaman sangat ditentukan oleh frekuensi dan waktu panen (Wibowo 1990).
Sehingga
waktu panen tanaman pegagan yang tepat didataran tinggi dengan jenis tanah Andisol pada penelitian ini adalah pada umur 5 bulan. Hasil analisis jaringan daun tanaman pegagan menunjukkan bahwa kandungan
senyawa
asiatikosida
semakin
meningkat
dengan
semakin
meningkatnya umur tanaman (Tabel 6). Kondisi ini menunjukkan bahwa kandungan asiatikosida daun masih meningkat linier sampai umur 6 BST, meskipun produksi asiatikosidanya telah menurun pada umur 6 BST dibandingkan 5 BST.
Produksi bobot senyawa asiatikosida merupakan hasil
perkalian antara bobot kering daun dengan kadar senyawa asiatikosida daun sampel.
44
Tabel 6 Pengaruh umur tanaman terhadap produksi bobot kering daun, bobot segar dan kering tanaman, serta bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl Umur Tanaman (BST) 3
3.28 c
Produksi Bobot Bobot segar kering tanaman tanaman (g/tan) (g/tan) 58.12 c 7.70 c
4
9.65 ab
160.92 b
22.99 b
0.124 a
1.29
5
11.93 a
169.94 b
35.49 a
0.173 a
1.45
6
8.43 b
288.92 a
32.06 a
0.163 a
1.92
Keterangan:
Bobot kering daun (g/tan)
Bobot senyawa asiatikosida (g/tan) 0.034 b
Kandungan senyawa asiatikosida (%) 1.05
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5% BST: Bulan setelah tanam
Meskipun kadar senyawa asiatikosida sampel daun pada tanaman pegagan umur 6 BST lebih tinggi dari pada yang berumur 5 BST, namun jumlah produksi bobot kering daun pada 5BST yakni 11.93 g/tan adalah lebih tinggi dan berbeda nyata dengan produksi pada 6 BST yakni 8.43 g/tan. Sehingga produksi bobot asiatikosida pada umur 5 BST sebesar 0.173 g/tan menjadi lebih tinggi meskipun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan produksi bobot senyawa asiatikosida pada umur 6 BST yakni sebanyak 0.163 g/tan (Tabel 6). Hasil percobaan dan uraian diatas, maka terlihat bahwa waktu panen yang tepat didataran tinggi (pada tanah Andisol) adalah pada umur 5 bulan. Hal ini didasarkan pada umur 5 bulan menghasilkan produksi bobot terna kering dan bioaktif senyawa asiatikosida tertinggi dibandingkan umur 3, 4, dan 6 bulan (Tabel 6).
45
Tabel 7 Pengaruh posisi daun terhadap kandungan asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl. Posisi Daun Daun ke-1
Kandungan Asiatikosida (%) 1.09
Daun ke-2
1.17
Daun ke-3
1.25
Berdasarkan posisi daun, kandungan asiatikosida daun tua lebih tinggi dibandingkan daun muda. Secara berurutan umur jaringan daun pada posisi daun ke-3 adalah lebih tua dari daun ke-2, maupun daun ke-1. Kandungan bioaktif asiatikosida pada daun ke -3 lebih tinggi dibandingkan yang terdapat pada daun ke-1 dan daun ke-2 (Tabel 7).
Korelasi Status Hara N, P, K Daun Umur 3 - 6 Bulan dengan Produksi Dalam penentuan sampel daun dengan posisi yang tepat untuk analisis tanaman perlu memperhatikan nilai koefisien korelasi (r) antar kadar hara N, P, dan K daun dengan produksi. Saat tanaman berumur 3 BST memberikan nilai koefisien korelasi tinggi secara nyata antara konsentrasi N, P dan K daun dengan bobot kering daun maupun terhadap bobot senyawa bioaktif asiatikosida, namun nilai korelasinya masih lebih rendah dibandingkan yang diperoleh pada daun umur 5 bulan. Nilai r yang tertinggi secara nyata dengan konsisten antara kadar hara N, P dan K daun terhadap produksi bobot kering daun dan senyawa bioaktif asiatikosida terjadi pada umur 5 BST (Tabel 8). Oleh karena itu bahan diagnostik penetapan kebutuhan pupuk N sebagai bahan untuk analisis hara N, P, atau K daun terbaik yang memenuhi persyaratan untuk tanaman pegagan adalah umur 5 bulan.
46
Tabel 8 Korelasi (r) antar kandungan hara N, P, K daun pada umur 3, 4 ,5, 6 BST dengan produksi bobot kering daun atau bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl. Umur Tanaman (BST)
Kandungan Hara N P K
Bobot Kering Daun 1* 0.99* 1*
Bobot Senyawa Bioaktif Asiatikosida 0.54* 0.86* 0.99*
4
N P K
1* 1* 1*
0.24 0.24 0.25
5
N P K
1* 0.99* 1*
0.97* 0.97* 0.97*
6
N P K
0.99* 0.43* 9.99*
0.94* 0.95* 0.94
3
Keterangan: * = terdapat hubungan yang nyata
Tabel 9
Korelasi (r) antar kandungan hara N, P, K daun posisi ke -1, 2, 3 dengan produksi bobot kering daun atau bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl.
Posisi Daun
Kandungan Hara
Bobot Kering Daun
Bobot Bioaktif Asiatikosida
1
N P K
0.02 0.20 0.09
0.08 0.06 0.43*
2
N P K
0.05 0.23 0.05
0.18 0.05 0.10
3
N P K
0.22 0.19 0.05
0.01 -0.01 -0.01
Keterangan: * = terdapat hubungan yang nyata
47
Berdasarkan posisi daun yang memberikan nilai korelasi yang tinggi secara konsisten antara N, P, dan K daun terhadap produksi bobot kering daun dan bobot senyawa asiatikosida diperoleh pada daun ke-1 (Tabel 9). Oleh karena itu bahan diagnostik penetapan kebutuhan pupuk N, P, dan K sebagai bahan untuk analisis hara N, P, atau K daun yang terbaik dilakukan pada posisi daun ke-1. Secara umum melihat konsistensi dan keeratan korelasi antar status hara N, P atau K
daun dengan produksi terna kering dan bobot senyawa bioaktif
asiatikosida serta pertimbangan efisiensi aplikasinya, maka jaringan tanaman yang terbaik untuk dijadikan bahan diagnostik penetapan kebutuhan pupuk N, P, dan K adalah daun pada posisi ke-1 umur 5 BST. Untuk selanjutnya daun posisi ke-1 umur 5 bulan dijadikan daun sampel untuk tanaman pegagan.
SIMPULAN 1.
Konsentrasi hara N, P, dan K daun pegagan semakin menurun dengan bertambahnya umur dan kenaikan status hara N, P, dan K berkorelasi positif dengan produksi terna bobot kering daun maupun senyawa bioaktif asiatikosida.
2.
Waktu panen yang tepat untuk tanaman pegagan yang ditanam di dataran tinggi untuk mendapatkan produksi terna maupun senyawa bioaktif asiatikosida yang tinggi adalah umur 5 bulan.
3.
Kandungan senyawa bioaktif asiatikosida pada daun tua umur 6 bulan (1.92 %) lebih tinggi dari pada daun muda umur 3 bulan (1.05 % ).
4.
Sampel daun yang
tepat sebagai bahan diagnosis status hara dalam
penetapan kebutuhan pupuk N, P, dan K bagi tanaman pegagan adalah posisi daun ke-1 umur 5 bulan untuk analisis hara N, P dan K.
UJI KALIBRASI HARA N, P, K MENGGUNAKAN ANALISA JARINGAN DAUN PADA TANAMAN PEGAGAN ABSTRAK Uji kalibrasi dilakukan untuk menentukan hubungan antara nilai analisis hara N, P, K jaringan daun dengan respon produksi tanaman pegagan di lapangan. Selanjutnya interpretasi data dilakukan dengan menggunakan model regresi guna melihat pola respon produksi tanaman terhadap pemupukkan. Percobaan dilakukan di KP. Gunung Putri, Cipanas, BALITTRO, dari Januari sampai Desember 2009, pada jenis tanah Andisol yang berada pada ketinggian tempat 1500 mdpl. Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan model regresi yang tepat untuk menentukan status hara N, P, K pada jaringan daun tanaman pegagan. Selanjutnya dengan menggunakan metode Cate dan Nelson, data analisis hara pada jaringan daun pegagan dapat diinterpretasikan apakah status hara N, P, K tersebut tergolong rendah atau tinggi, serta batas titik kritisnya. Hanya yang berstatus rendah yang respon terhadap pemupukan, sehingga perlu ditambahkan pupuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model regresi terbaik antara konsentrasi hara N, P, K daun sampel pegagan dengan hasil adalah kuadratik. Batas kritis hara N, P, dan K daun pegagan untuk produksi berat kering terna terletak pada titik 2.72 % N; 0.22% P; dan 3.27 % K. Untuk produksi asiatikosida titik kritisnya terletak pada 2.78 % N; 0.22 % P; dan 2.97 % K. Berdasarkan model regresi kuadratik dosis pupuk N, P dan K untuk menghasilkan terna kering maksimum yakni 2.57 g N/tan, 0.72 g P2O5/tan dan 2.69 g K2O/tan. Konsentrasi hara N, P dan K daun sampelnya yakni 4.33 % N ; 0.32 % P ; dan 4.96 % K. Rekomendasi dosis pupuk N, P dan K untuk menghasilkan asiatikosida maksimum yakni 2.04 g N/tan, 0.42 g P2O5/tan dan 2.93 g K2O/tan. Konsentrasi hara N, P dan K daun sampelnya 3.58% N; 0.39 % P; dan 4.84% K. Kata kunci: Uji kalibrasi , batas kritis, konsentrasi hara daun, rekomendasi pupuk
CALLIBRATION TEST OF N, P, K NUTRIENTS USING LEAF’S TISSUE ANALYSIS ON ASIATIC PENNYWORT ABSTRACT Calibration test was done to determine the relationship between N, P, K nutrient analysis of leaf’s tissue with asiatic pennywort’s production response on field. Data interpretation was done using regression model to see response pattern of plant production to fertilization. The research was conducted at KP Gunung Putri, Cipanas, BALITTRO, from January to December 2009, on andisol soil at the height of 1500m above sea level. The research is aiming at getting the right regression model to determine N, P, K nutrient status on leaf’s tissue of asiatic pennywort. Using Cate and Nelson’s method, nutrient data analysis on asiatic pennywort leaf’s tissue can be interpreted whether the N, P, K nutrient status is classified as low or high, also its critical point limit. Only plants with low status
50
give response to fertilization, so that it needs the addition of fertilizer. The results show that the best regression model between N, P, K nutrient concentration on asiatic pennywort leaf’s sample and result is quadratic. Critical nutrient points for N, P, K of asiatic pennywort’s leaf to produce dry weight lie on 2.72% N; 0.22% P; and 3.27% K. To produce asiaticoside on its critical point reposed at 2.78% N; 0.22% P; and 2.97% K. Based on quadratic regression model, fertilizer doses of N, P, K to produce maximum dry weight are 2.57 g N/plant, 0.72 g P2O5/plant; and 2.69 g K2O/plant. N, P, K nutrient concentrations on sample leaf are 4.33% N; 0.32% P; and 4.96% K. The recommended fertilizer doses of N, P, K to produce maximum asiaticoside are 2.04 g N/plant, 0.42 g P2O5/plant, and 2.93 g K2O/plant. Nutrient concentrations of N, P, K on sample leaf are 3.58% N; 0.39 % P; and 4.84% K. Key words: Callibration test, crical level, nutrien status on leaf’s tissue, the recommended fertilizer doses PENDAHULUAN Dalam budidaya tanaman biofarmaka, peranan pupuk sangat berpengaruh terhadap kualitas tanaman obat yang akan di panen. Efek farmakologis yang dikandung pegagan menjadi hilang atau menjadi buruk akibat pemupukan yang salah. Suplai N mempengaruhi pertumbuhan tanamn, penampilan, dan hasil tanaman. Penambahan suplai N diikuti oleh meningkatnya kandungan senyawa yang mengandung N seperti asam amino, protein dan vitamin B. Hara P dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan akar yang baik sehingga tanaman lebih tahan terhadap kekeringan dan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyerap unsur hara yang menunjang pertumbuhan lebih lanjut. Unsur K mengendalikan aktivitas lebih dari 50 macam enzim di dalam tubuh tanaman akan mempengaruhi proses metabolisme tanaman sehingga dapat dipastikan akan berpengaruh pada mutu tanaman dan hasil panen. Musyarofah (2006) dalam penelitian membuktikan bahwa pemupukan NPK dapat meningkatkan kandungan fitokimia. Pengaruh unsur hara terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman dapat dijelaskan dengan membahas fungsi unsur hara di dalam metabolisme tanaman. Unsur hara juga dapat memperbaiki atau menurunkan ketahanan tumbuhan terhadap hama dan penyakit. Ketahanan alami meningkat melalui perubahan dalam hal anatomi seperti penebalan dinding sel epidermis, terpacunya pembentukan lignin, perubahan fisiologis dan komposisi biokimia, seperti terpacunya sintesis substansi penghambat dan penolak gangguan. Selanjutnya
dikatakan
bahwa
ketahanan
alami
dapat
terbentuk
melalui
percepatan
pembentukan tahanan mekanik (mechanical barriers) dan pecepatan proses metabolisme sekunder seperti sintesis toxin (phytoalexins) yang dapat membunuh organisme pengganggu (Marschner 1990). Beberapa pendekatan agar pemberian pupuk diberikan secara tepat yaitu dengan analisis tanah, analisis tanaman, percobaan di rumah kaca (green house) atau pot, mengamati gejala defesiensi dan melakuan percobaan lapang (Lozano 1990). Analisis jaringan tanaman lebih praktis dilakukan untuk mengetahui status hara pada tanaman, karena status hara pada jaringan tanaman juga merupakan gambaran status hara dalam tanah. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa konsentrasi suatu unsur hara di dalam tanaman merupakan hasil interaksi dari semua faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur tersebut dari dalam tanah. Penelitian untuk menyusun rekomendasi pemupukan pegagan berdasar status hara tanah dan kebutuhan tanaman terhadap hara N, P dan K belum tersedia. Disisi lain kadar hara N, P dan K tanah sangat bervariasi antara satu jenis tanah dengan jenis tanah lainnya, bahkan
pada jenis tanah yang sama juga
mempunyai tingkat ketersediaan hara yang berbeda. Pemupukan yang efisien dengan penggunaan konsep LEISA (Low External Input Sustainable) hanya bisa dilakukan apabila memperhatikan status hara tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut. Menurut Sutandi (1996) metode pendekatan untuk menentukan rekomendasi pemupukan dapat berupa metode uji tanah, analisis jaringan tanaman ataupun percobaan pemupukan. Hasil uji korelasi jaringan daun yang paling tepat hasil Penelitian 1 sebelumnya adalah daun ke-1 pada pegagan berumur 5 BST yang selanjutnya direkomendasikan sebagai sampel untuk analisis jaringan berikutnya. Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara tersebut di dalam tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi optimum. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi pemupukan didasarkan pada uji tanah dan tanaman. Nilai uji tanah dan tanaman tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi (Nursyamsi et al. 2002). Dikemukakan oleh Leiwakabessy (1996) melalui data
52
penelitian kalibrasi
maka data analisis tanah dan jaringan tanaman dari
laboratorium serta produksi relatif tanaman dimanfaatkan dalam membuat rekomendasi pemupukan rasional yang berimbang dengan takaran optimum untuk menduga produksi tanaman. Menurut Dow dan Robert (1982), terdapat beberapa pengertian batas kritis yakni: (1) kadar hara tanaman dimana masih kurang untuk mendukung tercapainya produksi maksimum, (2) kadar hara tanaman dimana cukup untuk mendukung tercapainya produksi maksimum, (3) titik dimana kadar hara tanaman berada 10% lebih rendah dari pertumbuhan maksimum, (4) kadar hara tanaman dimana pertumbuhan tanaman mulai berkurang, dan (5) jumlah terendah dari suatu unsur dalam tanaman untuk menmyertai produksi tertinggi. Meskipun batasan-batasan tersebut tampak serupa tetapi tidak identik dan dapat digunakan sebagai standar referensi untuk mendiagnosis kadar hara tanaman sampel. Namun demikian standar batas kritis tersebut sebelumnya telah dibakukan terlebih dahulu tentang sampel bagian jaringan dan umur tanamannya. Uji kalibrasi dapat dilaksanakan dengan beberapa cara diantaranya dengan metode grafik Cate-Nelson (Widjaja Adhi 1996) dan presentase hasil relatif (Evans 1987). Dalam uji kalibrasi berdasarkan metode grafik Cate-Nelson akan diperoleh nilai batas kritis uji tanah atau tanaman, yaitu nilai uji yang menunjukkan bahwa tanaman pada tanah-tanah yang nilainya berada di sebelah kiri batas kritis akan memberikan respon terhadap pemupukan. Sebaliknya, bila nilai uji berada di sebelah kanan nilai batas kritis maka tanaman tidak respon terhadap pemupukan. Metode grafik Cate-Nelson hanya memberikan dua kelas (kategori) uji tanah maupun tanaman, yaitu respon dan tidak respon. Sedangkan kalibrasi uji tanah atau tanaman dengan menggunakan persentase hasil relatif akan memberikan kategori nilai uji lebih dari 2 kelas. Kidder (1993) menjelaskan bahwa, nilai uji tanah atau tanaman dibagi atas lima kategori berdasarkan persentase hasil, yaitu: (1) sangat rendah (lebih rendah dari 50%), (2) rendah (50 sampai 75%), (3) sedang (75 sampai 100%), (4) tinggi (100%), dan (5) sangat tinggi (kurang dari 100%). Dalam penelitian ini, kalibrasi uji jaringan tanaman (daun) dapat dilakukan dengan metode yang berdasarkan kurva kontinyu. Pada metode ini, kategori uji
jaringan tanaman diperoleh dengan memplot hasil relatif dengan nilai uji jaringan tanaman, selanjutnya dengan melalui titik-titik tersebut dibuat kurva. Uji kalibrasi pada penelitian ini dilakukan agar interpretasi angka nilai analisis daun (status hara daun) lebih bermanfaat, maka nilai analisis daun yang mempunyai korelasi terbaik dengan respon tanaman`dikelompokkan kedalam beberapa kategori respon tanaman. Penetapan kategori respon tanaman mempunyai beberapa manfaat , yakni untuk memberikan makna dari nilai indeks analisis, dan untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk sekaligus membuat rekomendasi pemupukan (Dahnke dan Olson 1990; Kidder 1993). Rekomendasi
pupuk
yang
tepat
diharapkan
dapat
meningkatkan
pertumbuhan dan hasil secara maksimum. Penambahan pupuk hanya diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman, atau diluar kemampuan tanah untuk menyediakannya (Olson et al. 1985). Berdasarkan pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan penelitian status hara daun dengan uji kalibrasi agar dapat disusun rekomendasi pemupukan untuk tanaman pegagan. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendapatkan model regresi yang tepat untuk menentukan status hara N, P, K berdasarkan analisa jaringan daun yang tepat pada tanaman pegagan, (2) Menginterpretasikan status hara N, P, K berdasarkan model yang tepat untuk tanaman pegagan, (3) Menetapkan dosis maksimum pupuk N, P, K untuk mendapatkan produksi maksimum, yakni menghasilkan produksi terna daun pegagan dengan kandungan bioaktif asiltikosida yang tinggi, dan (4) Menentukan batas kritis hara N, P, dan K daun tanaman pegagan dengan kandungan bioaktif asiatikosida yang memenuhi persyaratan MMI pada tanaman pegagan. BAHAN DAN METODE
Tempat dan waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di KP. Gunung Putri, Cipanas, BALITTRO , tahun 2008–2009 pada jenis tanah Andisol yang berada pada ketinggian tempat 1500 mdpl.
54
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Bibit pegagan aksesi Boyolali, polibag, pupuk Urea, SP 36, dan KCL serta bahan-bahan untuk analisis kandungan hara dan senyawa bioaktif asiatikosida. Peralatan yang digunakan terdiri dari leaf area meter, peralatan tanam (cangkul, tugal, traktor), timbangan, jangka sorong, meteran dan alat tulis menulis.
Metodologi Penelitian Perlakuan percobaan aplikasi pupuk N, P, K masing-masing dilakukan dalam percobaan tunggal yang dilaksanakan secara paralel. Percobaan terdiri atas lima perlakuan yaitu dosis pupuk N, P, K diatur dalam rancangan acak kelompok (RAK), setiap perlakuan terdiri atas lima ulangan dengan jumlah tanaman 50 tan pegagan/unit percobaan. Sehingga masing-masing pupuk (N, P, K) menggunakan 1250 bibit tanaman pegagan yang relatif seragam.
Aplikasi Pupuk Nitrogen (N) Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan tunggal dosis pupuk Nitrogen (N) dengan 5 taraf, yakni: (1) NO = tanpa pupuk N, (2) N1 = 67.5 kg N ha-1, (3) N2 = 135 kg N ha-1 , (4) N3 = 202.5 kg N ha-1 dan (5) N4 = 270 kg N ha-1, yang diberikan dalam 3 kali pemberian dengan tempo waktu per 40 hari. Sehingga dosis pupuk N yang diberikan adalah tanpa pupuk N (N0), 0.81 g N/tan (N1), 1.62 g N/tan (N2), 2.43 g N/tan (N3), dan 3.24 g N/tan (N4). Aplikasi pupuk N pertama dilakukan seminggu setelah tanam. Pada setiap perlakuan diberikan pupuk dasar berupa 2 g SP-36/tan dan 2.65 g KCL/tan yang diberikan saat tanam. Aplikasi Pupuk Fosfat (P) Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan tunggal dosis pupuk Fosfat (P) dengan 5 taraf, yakni: (1) PO = tanpa pupuk P2O5, (2) P1 = 30 kg P2O5 ha-1, (3) P2 = 60 kg P2O5 ha-1, (4) P3 = 90 kg P2O5 ha-1 dan (5) P4 = 120 kg P2O5 ha-1, yang diberikan sekaligus saat tanam. Sehingga dosis pupuk P yang diberikan saat aplikasi pupuk P adalah tanpa pupuk P (P0), 0.36 g
P2O5 /tan (P1), 0.72 g P2O5 /tan (P2), 1.08 g P2O5 /tan (P3), dan 1.44 g P2O5 /tan (P4). Pada setiap perlakuan diberikan pupuk dasar berupa 3.60 g Urea/tan dan 2.65 g KCL/tan.
Aplikasi Pupuk Kalium (K) Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Dengan perlakuan tunggal dosis pupuk Kalium (N) dengan 5 taraf, yakni: (1) tanpa pupuk K (K0), 110 kg Kalium (K1), 220 kg Kalium (K2), 330 kg Kalium (K3), dan 440kg Kalium (K4), yang dibagi menjadi dua kali aplikasi yaitu saat tanam dan pada umur tanaman 60 hari setelah tanam (HST). Sehinga dosis pupuk K yang diberikan adalah tanpa pupuk K (K0), 1.32 g K2O/tan (K1), 2.64 g K2O /tan (K2), 3.96 g K2O /tan (K3), dan 5.28 g K2O /tan (K4). Pada setiap perlakuan diberikan pupuk dasar berupa 3.60 g Urea/tan dan 2.65 g SP 36/tan.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan bibit, persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan tanaman, panen, pengamatan produksi dilakukan seperti pada Penelitian 1.
Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap 6 tanaman contoh per petak yang diambil secara acak dan bukan tanaman pinggir, dilakukan saat tanaman berumur 2 – 16 MST. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu sekali. Peubah yang diamati adalah karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia tanaman pegagan seperti tertera pada Tabel 10.
Pengambilan Sampel Daun Jaringan daun yang dijadikan sampel daun adalah daun ke-1 umur 5 bulan yang diambil dari rumpun induk dan rumpun anakannya (hasil Penelitian 1.) yaitu daun yang mempunyai koefisien korelasi (r) terbaik antara konsentrasi hara N, P, K daun dengan hasil (terna daun pegagan dan senyawa bioaktif asitikosida). Sampel daun tersebut kemudian dianalisis di laboratorium untuk diketahui status hara N, P, K nya.
56
Tabel 10 Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang diamati No.
1.
Karakter Morfologi, Agronomi dan Kandungan Fitokimia A. Daun Panjang tangkai daun
2.
Diameter tangkai daun
3.
Jumlah daun tanaman induk
4.
Panjang daun
5.
Lebar daun
6.
Tebal daun
Deskripsi
Peubah panjang tangkai daun diamati dengan cara melakukan pengukuran dari pangkal tangkai sampai ujung tangkai terpanjang pada tanaman induk. Peubah ini dilakukan terhadap tangkai daun induk terpanjang pada bagian 1-2 cm diatas pangkal tangkai dengan jangka sorong digital. Peubah jumlah daun diamati dengan cara menghitung jumlah daun yang telah terbuka sempurna pada tanaman induk. Peubah panjang daun diamati dengan cara mengukur daun secara horizontal daun terbesar yang muncul pada tanaman induk Peubah Lebar daun diamati dengan cara mengukur daun secara vertikal daun terbesar yang muncul pada tanaman induk pada daun yang sama pada pengamatan no. 3. Tebal daun Pengukuran tebal daun dilakukan menggunakan jangka sorong pada daun no. 3 secara horizontal.
Tabel 10 ( Lanjutan) No. Karakter Morfologi, Agronomi dan Kandungan Fitokimia 7. Luas Daun
8.
B. Sulur (runner) Jumlah sulur primer
9.
Panjang sulur sekunder
10.
Panjang sulur
11.
Jumlah buku tanaman terpanjang
Deskripsi
Luas daun diukur dengan menggunakan alat automatic leaf area meter. Daun setelah dipanen dipisahkan antara helaian daun dengan tangkai daunnya kemudian helaian daun diukur luas daunnya dan kemudian dikonfersikan ke dalam Indeks Luas Daun (ILD). Peubah ini diamati dengan menghitung banyaknya sulur yang muncul dari tanaman induk. Peubah panjang sulur sekunder diamati dengan menghitung banyaknya sulur yang muncul dari sulur primer terpanjang
Peubah panjang sulur dilakukan dengan mengukur panjang sulur terpanjang yang muncul dari tanaman induk. stolon Jumlah buku stolon tanaman terpanjang dilakukan dengan menghitung jumlah buku sulur terpanjang pada tanaman induk.
C. Bunga 12.
13.
14.
15.
16.
Waktu inisiasi bunga
Penentuan waktu inisiasi bunga dilakukan ketika pada tanaman sudah muncul 95% bunga. Pengamatan jumlah bunga Pengamatan jumlah bunga induk dilakukan dengan menghitung bunga yang terbentuk induk dari tanaman induk. D. Akar Bobot akar Bobot akar dilakukan dengan menimbang akar induk dari tanaman induk setelah dilakukan penggalian akar secara hati-hati. E. Hasil Terna/Produksi Bobot basah biomassa Bobot basah biomasa diperoleh dengan cara menimbang bobot basah panen ubinan (ukuran 1 m x 1 m), yang dilakukan pada akhir penelitian. Bobot kering biomassa Bobot kering biomassa diperoleh dengan cara menimbang hasil panen ubinan yang telah mengalami proses pengeringan dalam oven pada akhir penelitian.
58
Tabel 10 ( Lanjutan) No. Karakter Morfologi, Agronomi dan Kandungan Fitokimia F.Kandungan Fitokimia/Asiatikosida 17. Analisis kandungan N, P, dan K pada jaringan tanaman
18.
Analisis kandungan asiatikosida pada jaringan tanaman
Deskripsi
Sampel daun yang dianalisa kandungan N, P, dan K nya diambil dari daun dewasa yang masing-masing berasal dari daun umur lima bulan (5 BST) yang ke 1 untuk status hara N,P dan K pada setiap petakan perlakuan. Sampel daun yang dianalisa kandungan asiatikosidanya diambil dari daun dewasa yang masing-masing berasal dari daun umur lima bulan (5 BST) yang ke 1 untuk status hara N, P dan K pada setiap petakan perlakuan.
Pengamatan faktor lingkungan tumbuh dilakukan seperti pada Penelitian 1.
Analisis Data Analisis tanaman merupakan teknik diagnostik yang sering digunakan untuk melihat status hara atau untuk meyakinkan defisiensi hara maupun guna menetapkan kebutuhan pupuk. Metode diagnosis analisis jaringan tanaman yang sering digunakan adalah batas kritis dan kisaran kecukupan hara. Kedua metode tersebut bersifat “penilaian harkat tunggal”, sehingga akan relatif sulit untuk mengetahui interaksi dengan hara lainnya. Oleh karena itu setiap perlakuan yang dicoba (yakni dosis N, P, dan K) dilakukan secara paralel dalam 3 percobaan, sehingga hanya merupakan satu faktor yang masing-masing mempunyai beberapa taraf yang berjarak sama (equal spaced) maka dapat dilakukan perbandingan secara ortogonal polinom. Dari ketiga perlakuan hara tersebut terdapat empat pembanding yaitu linier, kuadratik, kubik, dan kuartik. Tahapan analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1.
Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam, apabila hasil analisis menunjukan pengaruh nyata pada taraf nyata 0.05 dilakukan uji DMRT untuk mengetahui pola respon tanaman terhadap pemberian pada taraf dosis masing-masing pupuk N, P atau K. Sedangkan untuk mengetahui dosis
pupuk N, P maupun K yang maksimal terhadap produksi senyawa bioaktif asiatikosida pegagan tertinggi dilakukan analisis regresi. 2.
Untuk menghitung korelasi antara kadar hara N, P atau K daun dan produksi dianalisis dengan analisis korelasi linier sederhana.
3.
Produksi dinyatakan dalam persen yang merupakan hasil relatif maksimum dengan menggunakan persamaan hasil relatif (Dahnke dan Olson 1990). Yi Hasil Relatif (RY) = -------------- x 100 % Ymaks dimana : Yi
= produksi pada perlakuan taraf dosis N ke-i
Y maks = produksi maksimum pada status hara N. Selanjutnya nilai hasil relatif sebagai dependent variable (Y) dihubungkan dengan nilai kandungan hara N, P, K daun sebagai independent variable (X) untuk dianalisis dengan beberapa model regresi (kuadratik, logistik, linier dan kuartik). Model yang mempunyai kriteria terbaik secara statistik akan dipakai untuk menentukan status hara N, P, K untuk tanaman pegagan. Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara N, P, K jaringan daun dengan hasil relatif untuk menentukan status hara. Menurut Cate and Nelson (1965) dapat dibagi dalam dua katagori respon tanaman berdasarkan persentase hasil relatif yakni katagori rendah dan katagori tinggi. Untuk menentukan batas kritis hara N, P, atau K tanaman pegagan, juga menggunakan metode Cate dan Nelson, namun sebagai variabel bebasnya (X) adalah kadar hara daun tanaman pegagan yang berasal dari daun umur lima bulan (5 BST) yang ke 1 untuk status hara N, P dan K pada setiap petakan perlakuan. Penyusunan rekomendasi pemupukan N, P, dan K diperoleh dari percobaan kalibrasi, kurva respon dari tiap jenis aplikasi pupuk tersebut di tentukan melalui analisis regresi dengan bentuk persamaan : Y = a + bX + cX2. Berdasarkan persamaan regresi tersebut, kurva dibuat grafik untuk masingmasing jenis aplikasi pupuk. Dari kurva tersebut, takaran pupuk N, P, atau K maksimum ditentukan dengan persamaan :
60
dY/dX =b +2 cX = 0 x = b/2c dimana: X = takaran pupuk N, P, atau K Y = hasil relatif (%) b dan c =konstanta.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Respon Pertumbuhan Vegetatif Tanaman terhadap Pemupukan N, P dan K Hasil sidik ragam seperti tertera pada Tabel 11 menunjukkan bahwa pemupukan N (Nitrogen) di akhir pengamatan pertumbuhan vegetatif tanaman pegagan (16 MST) memperlihatkan pengaruh yang nyata, kecuali pada parameter jumlah bunga, tebal daun, jumlah daun total, panjang sulur primer, jumlah buku, jumlah sulur sekunder, jumlah bunga induk,
dan diameter tangkai. Sedang
pemupukan P (fosfor) berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman induk dan panjang daun saat 4 MST, jumlah bunga tanaman induk pada 6 dan 16 MST, tebal daun pada umur 8 MST, serta volume akar pada saat panen. Pemupukan K (kalium) terlihat pengaruh nyata terhadap jumlah buku saat 4 MST, tebal daun pada 10 MST, dan volume akar saat panen. Pertumbuhan tanaman (panjang tangkai daun, jumlah daun, panjang tunas, lebar daun, dan panjang stolon) pada semua aplikasi pupuk N, P maupun K semakin meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman hingga akhir percobaan (5 BST).
Tabel 11 Rekapitulasi Uji F pada peubah pertumbuhan pegagan pada aplikasi hara N, P, dan K Parameter Pertumbuhan
Jumlah Daun induk 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST Jumlah Sulur Primer 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST Panjang Sulur Primer Terpanjang 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST
Uji F Pada aplikasi hara
KoefisienKeragaman(%) Pada aplikasi hara
N
P
K
N
P
K
tn * * tn tn tn * **
tn * tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn
15.94 16.30 16.22 17.28 20.56 19.77 23.38 20.11
12.70 14.06 23.41 22.24 23.24 20.31 22.79 25.62
10.78 15.27 17.85 19.38 22.21 20.88 19.95 16.05
* tn tn tn tn tn tn *
tn tn tn tn tn tn tn tn
tn tn * tn tn tn tn tn
11.18 19.86 22.46 22.57 17.18 21.67 20.94 21.10
16.65 27.74 27.50 23.85 17.97 18.02 17.07 17.67
25.13 17.37 15.91 19.48 20.47 22.48 18.83 16.71
tn * * tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn
22.11 27.13 20.49 16.35 15.94 14.79 15.57 14.84
28.65 16.74 25.37 24.82 24.54 21.49 13.08 16.36
21.28 15.83 16.76 17.05 15.00 15.29 17.23 15.05
62
Tabel 11 (Lanjutan) Parameter Pertumbuhan
Jumlah Buku 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST Jumlah Sulur Sekunder 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST Jumlah Bunga Induk 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST Panjang Daun 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST Lebar Daun 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST
Uji F Pada aplikasi hara
KoefisienKeragaman(%) Pada aplikasi hara
N
P
K
N
P
K
tn * tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn
tn * tn tn tn tn tn tn
12.15 22.44 19.14 14.71 13.12 13.25 17.37 19.89
17.87 13.06 22.01 23.21 21.33 17.86 19.70 16.68
14.08 11.24 11.01 11.72 12.51 13.45 16.55 14.18
tn * tn tn tn
tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn
13.73 12.49 15.73 15.55 17.09
15.01 17.53 15.63 14.02 23.48
19.93 15.13 16.33 15.28 27.87
tn tn tn tn tn tn
* tn tn tn tn *
tn tn tn tn tn tn
13.82 24.05 17.62 17.39 25.38 13.07
15.41 13.69 26.31 24.45 20.52 22.37
29.38 27.58 26.52 24.18 16.25 14.53
tn tn tn * ** * tn **
tn * tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn
11.13 10.17 7.01 7.22 6.43 7.53 7.60 8.72
8.63 6.75 9.30 9.56 9.90 11.21 11.48 8.97
8.48 8.92 8.69 11.32 12.58 11.64 10.69 10.72
tn tn tn tn * tn * **
tn tn tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn
12.22 9.97 8.67 7.00 6.90 7.65 8.58 7.38
8.35 7.29 8.41 9.76 9.50 9.32 7.63 9.42
8.23 9.11 8.93 10.35 11.75 8.53 10.74 28.93
Tabel 11 (Lanjutan) Parameter Pertumbuhan
Uji F Pada aplikasi hara N
P
Panjang Tangkai 2 MST tn tn 4 MST tn tn 6 MST tn tn 8 MST tn tn 10 MST tn tn 12 MST tn tn 14 MST tn tn 16 MST * tn Diameter Tangkai 2 MST tn tn 4 MST tn tn 6 MST tn tn 8 MST * tn 10 MST tn tn 12 MST tn tn 16 MST tn tn Tebal Daun 2 MST tn tn 4 MST tn tn 6 MST tn tn 8 MST tn * 10 MST tn tn 12 MST tn tn 16 MST tn tn Jumlah Daun Total 16 MST tn tn Jumlah Bunga Total tn tn 16 MST tn tn Luas Daun Pertanaman tn tn Volume Akar * * Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1 % * =Nyata pada taraf 5% tn = Tidak Nyata
KoefisienKeragaman(%) Pada aplikasi hara
K
N
P
K
tn tn tn tn tn tn tn tn
16.99 20.40 21.54 9.97 9.63 9.76 12.92 10.27
13.74 22.82 21.16 10.63 12.98 11.55 10.24 12.13
13.68 18.13 16.67 13.26 13.97 11.63 12.40 13.89
tn tn tn tn tn tn tn
10.45 18.99 7.89 4.66 6.38 8.00 9.74
15.37 10.76 12.86 10.29 16.25 12.56 13.97
13.85 6.78 11.96 12.73 9.69 9.98 10.43
tn tn tn tn * tn tn
20.39 12.00 11.12 8.98 7.77 11.90 18.47
14.31 9.89 13.94 9.33 8.95 13.04 15.53
9.14 10.90 12.24 14.63 14.75 19.32 22.73
tn tn tn tn *
28.63 19.22 18.66 16.33 14.65
26.18 18.61 26.00 20.96 22.21
20.93 19.99 23.56 12.72 27.33
Hasil analisis lintas menunjukkan bahwa pengaruh langsung sisaan antara komponen pertumbuhan dengan produksi bobot terna kering maupun senyawa bioaktif asiatikosida pada aplikasi pupuk N adalah 0.34 (Gambar 3), artinya analisis lintas yang dibangun dengan menggunakan lima belas karakter bebas mampu menjelaskan ragam produksi senyawa bioaktif asiatikosida sebesar 0.66
64
atau 66%. Kontribusi dari setiap karakter terhadap kadar asiatikosida baik langsung maupun tidak langsung dianalisis melalui analisis lintas. Karakter pertumbuhan vegetatif penciri bagi produksi bobot terna kering ada 10 karakter, dimana karakter yang menunjukkan nilai korelasi sangat nyata dan pengaruh langsung tertinggi adalah jumlah daun total. Selanjutnya terhadap 10 karakter tersebut dilakukan analisis lintas lanjutan terhadap produksi bobot senyawa asiatikosida, dimana terdapat 4 karakter pertumbuhan vegetatif yakni jumlah daun total, jumlah daun sulur, lebar daun, dan jumlah sulur primer yang menunjukkan korelasi sangat nyata terhadap produksi bobot senyawa asiatikosida, namun tidak memperlihatkan pengaruh langsung secara nyata. Pengaruh langsung cukup besar diberikan oleh jumlah bunga total (0.74**), tetapi karena koefisien korelasinya tidak nyata (-15.95) maka karakter tersebut tidak dapat digunakan sebagai penduga bagi produksi terna kering maupun senyawa asiatikosida.
Begitu pula karakter jumlah bunga sulur yang nilai
pengaruh langsung tinggi (15.52) dengan koefisien korelasinya sangat nyata (0.74**), tetapi pengaruh langsungnya terhadap produksi senyawa asiatikosida pada analisis lintas lanjutnya menunjukkan pengaruh langsung yang negatif (-5.52). Karakter pertumbuhan vegetatif yang dapat digunakan sebagai penciri produksi senyawa asiatikosida pada aplikasi pupuk N adalah jumlah daun total, jumlah daun sulur, lebar daun, dan jumlah sulur primer yang memperlihatkan nilai pengaruh langsungnya maisng-masing 0.91, 0.10, 0.87, dan 0.44 dengan koefisien korelasi yang sangat erat dan sangat nyata yakni 0.84**, 0.73, 0.68, dan 0.59** (Tabel 12, 13 dan Gambar 3). Pengaruh karakter lain yang tidak dimasukkan dalam diagram lintas (pengaruh sisaan) adalah sebesar 0.34 atau 34 %. Hal ini mengisyaratkan bahwa terdapat beberapa keragaman atau aspek lain diluar karakter yang diuji namun aspek–aspek tersebut juga dapat mempengaruhi produksi senyawa asiatikosida (Gambar 3).
Tabel 12 Nilai koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dengan produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk N Karakter Jumlah bunga total Jumlah daun total Jumlah bunga sulur Jumlah daun sulur Tebal daun Diameter tangkai Panjang tangkai Lebar daun Panjang daun Jumlah bunga induk Jumlah sulur sekunder Jumlah buku Panjang sulur Jumlah sulur primer Jumlah daun induk Keterangan :
X1 X2 1 0.86**
X3 X4 X5 0.10** 0.62** 0.16
X6 X7 0.40* 0.36
1
0.86** 0.77** 0.16*
0.31
1
0.46*
X8 0.58**
X9 0.41*
X10 X11 0.52** 0.72**
0.64**
0.52** 0.47*
0.57**
0.41*
0.49*
X12 X13 X14 0.66** 0.57** 0.70**
X15 rxy 0.65** 0.74**
0.71*
0.59** 0.52** 0.82**
0.80** 0.85**
0.72**
0.66** 0.58** 0.70**
0.64** 0.74**
0.62** 0.16
0.40* 0.35
1
0.12
0.30
0.64** 0.70**
0.59** 0.36
0.55**
0.50*
0.46*
0.64**
0.61** 0.72**
1
0.31 1
-0.13 0.22
0.06 0.48*
-0.01 0.43*
0.09 0.59**
-0.02 0.29
-0.11 0.30
0.23 0.16
0.20 0.24
1
0.76** 1
0.81** 0.42* 0.94** 0.41*
0.50* 0.59**
0.35 0.48* 0.54** 0.53** 0.52** 0.63**
0.56** 0.64** 0.63** 0.71**
1
0.47 0.34
0.38 0.27
0.43* 0.19
0.59** 0.67** 0.62** 0.50*
1
0.73** 0.70** 0.56**
0.07 0.16
0.34 1
1
0.59** 0.45
0.86** 0.39* 1 0.42* 1
0.48*
0.07 0.42*
0.66**
0.20 0.55** 0.22 0.56** 0.82** 0.78** 1
0,71**
X1 : Jumlah bunga total; X2 : Jumlah daun total; X3 : Jumlah bunga sulur; X4 Jumlah daun sulur ; X5 : Tebal daun; X6 : Diameter tangkai; X7 : Panjang tangkai; X8: Lebar daun; X9 : Panjang daun; X10 : Jumlah bunga induk; X11 : Jumlah sulur sekunder; X12 : Jumlah buku; X13 : Panjang sulur; X14 : Jumlah sulur primer; X15 : Jumlah daun induk; rxy : Produksi kering terna
65
66 r xy Jumlah bunga total
P1:-15.95
Jumlah daun total
0.85**
Jumlah bunga sulur
0.74**
Jumlah daun sulur
0.72**
P2: 0.92
p xy
r xy
P3:15.52
0,91
9,84 0,73 0,73 0,34 0,60
P4: 0.09
Tebal daun
0.07
P5: -0.07 P6: 0.37
Diameter tangkai
0.42*
Panjang tangkai
0.64**
Lebar daun
0.71**
P10: 0.85
Panjang daun
0.67**
P11: -0.33
Jumlah bunga induk
0.50*
Jumlah sulur sekunder
0.66**
P14: 0.31
Jumlah buku
0.55**
P15: -0.30
Panjang sulur
0.56**
Jumlah sulur primer
0.78**
Jumlah daun induk
0.71**
-5,52 0,10
Produksi Asiatikosida
0.74**
-0,19 0,07 0,87 0,25 0,54 0,44 0,13
0,68 0,32
Produksi
P7: 0.36
terna kering
P8: -0.39 P9: 0.24
0,53 0,59 0,75
P12: 0.08 P13: 0.04
0.34 0.34 Residu (R) Residu (R)
66
Gambar 3 Diagram analisis lintas antara komponen pertumbuhan terhadap produksi asiatikosida melalui produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk N
Tabel 13
Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung komponen pertumbuhan terhadap produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk N
Karakter
Jumlah bunga total Jumlah daun total Jumlah bunga sulur Jumlah daun sulur Tebal daun Diameter tangkai Panjang tangkai Lebar daun Panjang daun Jumlah bunga induk Jumlah sulur sekunder Jumlah buku Panjang sulur Jumlah sulur primer Jumlah daun induk
Pengaruh tidak langsung melalui peubah
Peubah Pengaruh bebas langsung (Pi)
Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
Z8
Z9
Z10
Z11
Z12
Z13
Z14
Z15
Z1
-15.95
-
0.86
0.99
0.66
0.16
0.40
0.36
0.58
0.42
0.52
0.72
0.67
0.58
0.71
0.65
Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 Z9 Z10 Z11 Z12 Z13 Z14 Z15
0.92 15.52 -0.10 -0.07 0.37 0.36 -0.39 0.24 0.85 -0.33 0.08 0.04 0.31 -0.30
0.86 0.99 0.62 0.16 0.40 0.36 0.58 0.42 0.52 0.72 0.66 0.58 0.71 0.65
0.86 0.77 0.16 0.31 0.46 0.64 0.52 0.47 0.71 0.59 0.52 0.83 0.81
0.86 0.61 0.17 0.40 0.35 0.57 0.41 0.49 0.72 0.66 0.58 0.78 0.64
0.77 0.67 0.22 0.33 0.52 0.72 0.57 0.34 0.61 0.64 0.58 0.64 0.53
0.16 0.16 0.12 0.31 -0.14 0.86 -0.01 0.07 0.10 -0.02 -0.11 0.23 0.20
0.31 0.40 0.30 0.31 0.22 0.48 0.43 0.16 0.59 0.29 0.31 0.17 0.24
0.46 0.35 0.64 -0.14 0.22 0.76 0.81 0.42 0.49 0.35 0.48 0.54 0.57
0.64 0.57 0.70 0.86 0.49 0.76 0.94 0.41 0.59 0.53 0.52 0.63 0.64
0.52 0.41 0.59 0.01 0.43 0.81 0.94 0.34 0.47 0.38 0.43 0.59 0.60
0.47 0.50 0.36 0.07 0.16 0.42 0.41 0.34 0.34 0.27 0.20 0.45 0.62
0.71 0.72 0.55 0.18 0.68 0.49 0.59 0.47 0.34 0.73 0.70 0.56 0.48
0.59 0.66 0.50 -0.02 0.29 0.35 0.53 0.38 0.27 0.73 0.86 0.39 0.21
0.52 0.58 0.46 -0.11 0.31 0.48 0.52 0.43 0.20 0.70 0.86 0.42 0.22
0.83 0.70 0.64 0.23 0.17 0.54 0.63 0.59 0.45 0.56 0.39 0.42 0.82
0.81 0.64 0.61 0.20 0.24 0.57 0.63 0.59 0.62 0.48 0.21 0.22 0.82 -
Pengaruh total (rxy) 0.74** 0.85** 0.74** 0.72** 0.07 0.42* 0.64** 0.71** 0.67** 0.50* 0.66** 0.55** 0.56** 0.78** 0,71**
Keterangan : X1 : Jumlah bunga total; X2 : Jumlah daun total; X3 : Jumlah bunga sulur; X4 : Jumlah daun sulur ; X5 : Tebal daun; X6 : Diameter tangkai; X7 : Panjang tangkai; X8 : Lebar daun; X9 : Panjang daun; X10 : Jumlah bunga induk; X11 : Jumlah sulur sekunder; X12 : Jumlah buku; X13 : Panjang sulur; X14 : Jumlah sulur primer; X15 : Jumlah daun induk; rxy : Produksi kering. Efek residu/sisa bobot kering terna 0.34 (pengaruh sisa)
67
68
68
Analisis lintas pada aplikasi P yang dibangun dengan menggunakan lima belas karakter bebas mampu menjelaskan ragam produksi senyawa bioaktif asiatikosida sebesar 0.38 atau 38 % (Gambar 4). Kontribusi dari setiap karakter terhadap kadar asiatikosida baik langsung maupun tidak langsung dianalisis melalui analisis lintas. Karakter pertumbuhan vegetatif yang berkorelasi dan berpengaruh positif terhadap produksi terna kering terdapat 8 karakter (Gambar 4), tetapi hanya karakter lebar daun yang berkorelasi sangat nyata (0,47**). Hasil analisis lintas selanjutnya terhadap produksi senyawa asiatikosida , hanya karakter lebar daun yang berkorelasi nyata (0,48*) tetapi tidak berpengaruh langsung secara nyata. Sehingga karakter pertumbuhan vegetatif yang dapat digunakan sebagai penciri produksi asiatikosida pada aplikasi pupuk P adalah lebar daun
yang
memperlihatkan nilai pengaruh langsungnya 2.32 dengan koefisien korelasi yang erat dan nyata yakni 0.40* (Tabel 14 dan 15). Hasil analisis lintas menunjukkan bahwa pengaruh langsung sisaan antara komponen pertumbuhan dengan produksi bobot terna kering maupun bioaktif asiatikosida pada aplikasi pupuk P adalah 0.38 (Gambar 4). Pengaruh karakterkarakter lain yang tidak dimasukkan dalam diagram lintas (pengaruh sisaan) adalah sebesar 0.38 atau 38 %. Hal ini mengisyaratkan bahwa terdapat banyak keragaman atau aspek lain diluar karakter yang diuji namun aspek–aspek tersebut juga dapat mempengaruhi produksi bobot terna kering maupun asiatikosida.
70
Tabel 14 Nilai koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dengan produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk P Karakter Jumlah daun induk Panjang tangkai Panjang daun Lebar daun Diameter tangkai Tebal daun Jumlah sulur primer Panjang sulur Jumlah buku Jumlah bunga induk Jumlah sulur sekunder Jumlah daun sulur Jumlah bunga sulur Jumlah bunga total Jumlah daun total
X1 1
X2 0.45*
X3 0.39
X4 0.60**
X5 0.17
X6 -0.47*
X7 0.70**
X8 0.18
X9 0.27
X10 0.43*
X11 -0.03
X12 0.23
X13 0.07
X14 0.09
X15 0.33
rxy 0.37
1
0.77**
0.72**
0.51**
0.12
0.27
0.37
0.25
0.11
0.13
0.17
0.12
0.12
0.31
0.39
0.89** 1
0.48* 0.40* 1
0.10 0.04 -0.02
0.10 0.28 0.015
0.38 0.28 0.17
0.17 0.31 -0.07
0.26 0.42* 0.22
0.19 0.13 -0.09
0.09 0.14 -0.11
0.12 0.14 -0.03
0.13 0.15 -0.02
0.22 0.19 -0.04
0.39 0.47* 0.21
-0.39 1
0.02 0.13
-0.06 0.30
-0.44* 0.29
0.07 0.18
-0.09 0.33
0.06 0.15
0.04 0.16
-0.24 0.34
-0.11 0.35
0.71** 1
-0.06 0.23 1
0.45* 0.60** 0.05
0.47* 0.65** 0.28
0.48* 0.63** 0.32
0.47* 0.37 0.63** 0.26 0.37 0.12
0.26 0.22 0.16
1
0.50*
0.42*
0.42*
0.12
0.28
1
0.89**
0.88** 0.24
0.25
1
0.99** 0.16
0.11
1
1
1
1
0.17
0.12
1
0.07
Keterangan : X1 : Jumlah daun induk; X2 : Panjang tangkai; X3: Panjang daun; X4 : Lebar daun; X5 : Diameter tangkai; X6 : Tebal daun; X7 : Jumlah sulur primer; X8: Panjang sulur; X9 : Jumlah buku; X10 : Jumlah bunga induk; X11: Jumlah sulur sekunder; X12: Jumlah daun sulur; X13: Jumlah bunga sulur; X14: Jumlah bunga total; X15: Jumlah daun total; rxy : Produksi terna kering
69
r xy
P1 : -0.49 P2 : 0.44
p xy
0,03
2,32
0,40
Asiatikosida
0.38
0,28 0,87
0,31 0,06
0,14 0,45 0,51 0,72
0,30 0,25 0,14 0,02
Panjang tangkai
0.39
Panjang daun
0.39
Lebar daun
0.21
P5 : -0.10
Tebal daun
-0.11
P6 : -0.38
Jumlah sulur primer
0.35
Panjang sulur
0.26
Jumlah buku
0.22
P10 : 0.22
Jumlah bunga induk
0.16
P11 : 0.45 P12 : 0.42
Jumlah sulur sekunder
0.28
P13 : 4.40
Jumlah daun sulur
0.25
Jumlah bunga sulur
0.11
Jumlah bunga total
0.12
Jumlah daun total
0.07
P7 : 0.16
Terna
P8 : 0.81
kering
0.38
P9 : -1.12
P14 : -4.68 P15 : -0.21
Residu (R)
0.47**
Diameter tangkai
P4 : 1.94
Bobot Produksi
0.37
P3 : -1.57
r xy
0,001
Jumlah daun induk
Residu (R)
70
Gambar 4 Diagram analisis lintas antara komponen pertumbuhan terhadap produksi asiatikosida melalui produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk P
72
Tabel 15 Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung komponen pertumbuhan terhadap produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk P Karakter
Peubah Pengaruh bebas langsung (Pi)
Pengaruh total (rxy)
Pengaruh tidak langsung melalui peubah Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
Z8
Z9
Z10
Z11
Z12
Z13
Z14
Z15
Jumlah daun induk Panjang tangkai Panjang daun Lebar daun
Z1 Z2 Z3 Z4
-0.49 0.44 -1.57 1.94
0.45 0.39 0.60
0.45 0.77 0.72
0.39 0.77 0.89
0.60 0.72 0.89 -
0.17 0.51 0.48 0.40
-0.47 0.12 0.10 0.04
0.70 0.27 0.10 0.28
0.17 0.37 0.38 0.28
0.26 0.25 0.17 0.31
0.43 0.11 0.26 0.42
-0.04 0. 12 0.19 0.13
0.23 0.16 0.09 0.14
0.07 0.12 0.12 0.14
0.09 0.13 0.13 0.15
0.33 0.31 0.22 0.19
0.37 0.39 0.39 0.47*
Diameter tangkai
Z5
-0.10
0.17
0.51
0.48
0.40
-
-0.02
0.01
0.17
-0.07
0.22
-0.09
-0.11
-0.03
-0.02
-0.05
0.21
Tebal daun Jumlah sulur primer Panjang sulur
Z6 Z7 Z8
-0.38 0.16 0.81
-0.47 0.70 0.17
0.12 0.27 0.37
0.10 0.10 0.38
0.04 -0.02 0.28 0.01 0. 28 0.17
-0.39 0.02
-0.39 0.13
0.02 0.13 -
-0.06 0.30 0.71
-0.44 0.30 -0.06
0.07 0.18 0.45
-0.09 0.33 0.47
0.06 0.15 0.48
0.04 0.16 0.47
-0.24 0.34 0.37
-0.11 0.35 0.26
Jumlah buku Jumlah bunga induk
Z9 Z10
-1.12 0.22
0.26 0.43
0.25 0.11
0.17 0.26
0.31 0.42
-0.07 0.22
-0.06 -0.44
0.29 0.18
0.23
0.23 -
0.60 0.05
0.65 0.28
0.63 0.32
0.63 0.37
0.26 0.12
0.22 0.16
Jumlah sulur sekunder Jumlah daun sulur
Z11 Z12
0.45 0.42
-0.04 0.22
0.12 0.16
0.19 0.09
0.13 0.14
-0.09 -0.11
0.07 -0.09
0.18 0.33
0.71 0.06 0.45 0.47
0.60 0.65
0.05 0.28
0.49
0.49 -
0.42 0.89
0.42 0.88
0.13 0.24
0.28 0.25
Jumlah bunga sulur
Z13
4.40
0.07
0.12
0.12
0.14
-0.03
0.06
0.15
0.48
0.63
0.32
0.42
0.89
-
0.99
0.16
0.11
Jumlah bunga total Jumlah daun total
Z14 Z15
-4.68 -0.21
0.71 0.65
0.83 0.81
0.78 0.64
0.64 0.53
0.23 0.20
0.17 0.24
0.54 0.57
0.63 0.64
0.59 0.60
0.45 0.62
0.56 0.48
0.39 0.21
0.42 0.22
0.17
0.17 -
0.12 0.07
Keterangan : X1 : Jumlah daun induk; X2 : Panjang tangkai; X3: Panjang daun; X4 : Lebar daun; X5 : Diameter tangkai; X6 : Tebal daun; X7 : Jumlah sulur primer; X8: Panjang sulur; X9 : Jumlah buku; X10 : Jumlah bunga induk; X11: Jumlah sulur sekunder; X12: Jumlah daun sulur; X13: Jumlah bunga sulur; X14: Jumlah bunga total; X15: Jumlah daun total; rxy : Produksi Asiatikosida. Efek residu/sisa bobot kering terna 0.38 (pengaruh sisa)
71
73
72
Hasil analisis lintas menunjukkan bahwa pengaruh langsung sisaan antara komponen pertumbuhan dengan produksi bioaktif asiatikosida pada aplikasi pupuk K adalah 0.39 (Gambar 5), artinya analisis lintas yang dibangun dengan menggunakan lima belas karakter bebas mampu menjelaskan ragam produksi bioaktif asiatikosida sebesar 0.61 atau 61 %. Kontribusi dari setiap karakter terhadap kadar asiatikosida baik langsung maupun tidak langsung dianalisis melalui analisis lintas. Terdapat 6 karakter pertumbuhan vegetatif yang dapat dijadikan sebagai karakter penciri produksi bobot terna kering tanaman pegagan, dan karakter jumlah buku yang berkorelasi positif yakni langsungnya adalah 0,93.
sebesar
0,39 dengan pengaruh
Hasil analisis lintas selanjutnya terhadap produksi
senyawa asiatikosida, hanya karakter jumlah buku yang berkorelasi positif yakni 0,05 dengan pengaruh langsung sebesar 0,33 (Gambar 5 ). Pengaruh langsung cukup besar diberikan oleh panjang daun (0.81), dengan koefisien korelasi tidak nyata (0.08) maka karakter tersebut tidak dapat digunakan sebagai penduga bagi produksi asiatikosida. Begitu pula karakter jumlah bunga sulur yang bernilai negatif (-1.13) dengan koefisien korelasi tidak nyata (0.03). Sehingga karakter pertumbuhan vegetatif yang dapat digunakan sebagai penciri produksi asiatikosida melalui produksi bobot terna kering pada aplikasi pupuk K adalah jumlah buku yang memperlihatkan nilai pengaruh langsung 0.33 dengan koefisien korelasi positif 0.05 (lihat Tabel 16,17, dan Gambar 5). Hasil analisis lintas menunjukkan bahwa pengaruh langsung sisaan antara komponen pertumbuhan dengan produksi bioaktif asiatikosida pada aplikasi pupuk K adalah 0.39 (Gambar 5). Pengaruh karakter-karakter lain yang tidak dimasukkan dalam diagram lintas (pengaruh sisaan) adalah sebesar 0.39 atau 39 %. Hal ini mengisyaratkan bahwa terdapat banyak keragaman atau aspek lain diluar karakter yang diuji namun aspek–aspek tersebut juga dapat mempengaruhi produksi asiatikosida.
74
75
Tabel 16 Nilai koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dengan produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk K Karakter
X
X2
X3
X4
X5
X6
X7
0.54** 0.41* -0.22
0.37
0.50*
0.71** 0.28 1 0.36 1
0.67** 0.72** 0.13 0.07 1
0.66** 0.19 -0.08 -0.17 0.34 1
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
rxy
0.57** 0.40*
0.39*
0.50**
0.49*
0.19
0.17
0.18
0.18
0.56** 0.48* 0.34 0.06 0.35 0.40*
0.30 0.34 0.18 0.04 0.36 0.40*
0.32 0.34 0.04 0.11 0.35 0.34
0.41* 0.40* 0.24 0.13 0.25 0.43*
0.60** 0.39* 0.03 -0.21 0.57** 0.74**
0.27 0.24 -0.19 -0.17 0.28 0.50*
0.25 0.22 -0.20 -0.19 0.26 0.49*
0.12 0.09 0.04 0.08 0.18 -0.08
0.08 0.18 0.14 -0.14 -0.12 0.04
1
0.74**
0.61** 0.83**
0.61**
0.57**
0.54** -0.24
0.35
1
0.56** 0.78** 1 0.71**
0.68** 0.45*
0.60** 0.45*
0.57** -0.25 0.38 -0.07
0.20 0.03
0.52**
0.51**
0.46*
0.39
1
0.83** 1
0.82** -0.33 0.99** -0.63**
0.18 0.33
-0.65**
0.33
1
Jumlah daun induk Panjang tangkai Panjang daun Lebar daun Tebal daun Diameter tangkai Jumlah sulur primer Jumlah sulur sekunder Panjang sulur Jumlah bunga induk Jumlah buku Jumlah daun total Jumlah bunga total Jumlah bunga sulur Jumlah daun sulur
1
0.69* *
1
-0.11 0.17 0.10 1
1
1
-0.28
1
-0.42*
Keterangan : X1 : Jumlah daun induk; X2 : Panjang tangkai; X3: Panjang daun; X4 : Lebar daun; X5 : Tebal daun; X6 : Diameter tangkai; X7 : Jumlah sulur primer; X8: Jumlah sulur sekunder; X9 : Panjang sulur; X10 : Jumlah bunga induk; X11: Jumlah buku; X12: Jumlah daun total; X13: Jumlah bunga total r; X14: Jumlah bunga sulu; X15: Jumlah daun sulur; rxy : Produksi terna kering
73
76
Tabel 17 Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung komponen pertumbuhan terhadap produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk K Karakter
Jumlah daun induk
Peubah bebas
Z1
-0.10
Pengaruh tidak langsung melalui peubah Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
Z8
Z9
Z10
Z11
Z12
Z13
Z14
-
0.69
0.54
0.41
-0.22
0.37
0.50
0.57
0.40
0.39
0.50
0.49
0.19
0.17
Z15 0.18
0.69 0.71 0.28 -0.11 0.67 0.66 0.56 0.30 0.32 0.41 0.60 0.27 0.25 0.12 -0.85 0.53 0.71 0.36 0.17 0.72 0.19 0.48 0.34 0.34 0.40 0.39 0.24 0.22 0.10 0.81 0.41 0.28 0.36 0.10 0.13 -0.08 0.34 0.18 0.04 0.24 0.04 -0.19 -0.20 0.04 -0.14 -0.21 -0.11 0.17 0.10 0.07 -0.17 0.06 0.04 0.11 0.13 -0.21 -0.18 -0.19 0.08 -0.32 0.37 0.67 0.71 0.13 0.07 0.34 0.35 0.36 0.35 0.25 0.57 0.28 0.26 0.18 -0.33 0.50 0.66 0.19 -0.08 -0.17 0.34 0.40 0.40 0.34 0.43 0.74 0.50 0.49 -0.08 0.04 0.57 0.56 0.48 0.34 0.06 0.35 0.40 0.74 0.61 0.83 0.61 0.57 0.54 -0.24 0.48 0.40 0.30 0.34 0.18 0.04 0.36 0.40 0.73 0.56 0.78 0.68 0.60 0.57 -0.25 -0.76 0.39 0.32 0.34 0.04 0.11 0.35 0.34 0.61 0.56 0.71 0.45 0.45 0.38 -0.07 -1.13 0.50 0.41 0.40 0.24 0.13 0.25 0.43 0.83 0.78 0.71 0.52 0.51 0.46 -0.27 0.93 0.49 0.60 0.39 0.03 -0.21 0.57 0.74 0.61 0.68 0.45 0.52 0.83 0.82 -0.33 0.86 0.19 0.27 0.24 -0.19 -0.18 0.28 0.50 0.57 0.60 0.45 0.51 0.83 0.99 -0.63 6.96 0.17 0.25 0.22 -0.20 -0.19 0.26 0.49 0.54 0.57 0.38 0.46 0.82 0.99 -0.65 -7.23 0.18 0.12 0.09 0.05 0.08 0.18 -0.08 -0.24 -0.25 -0.07 -0.28 -0.33 -0.63 -0.65 -0.19 Keterangan : X1 : Jumlah daun induk; X2 : Panjang tangkai; X3: Panjang daun; X4 : Lebar daun; X5 : Tebal daun; X6 : Diameter tangkai; X7 : Jumlah sulur primer; X8: Jumlah sulur sekunder; X9 : Panjang sulur; X10 : Jumlah bunga induk; X11: Jumlah buku; X12: Jumlah daun total; X13: Jumlah bunga total r; X14: Jumlah bunga sulu; X15: Jumlah daun sulur; rxy : Produksi terna kering. Efek residu/sisa 0.39(pengaruh sisa)
74
Panjang tangkai Panjang daun Lebar daun Tebal daun Diameter tangkai Jumlah sulur primer Jumlah sulur sekunder Panjang sulur Jumlah bunga induk Jumlah buku Jumlah daun total Jumlah bunga total Jumlah bunga sulur Jumlah daun sulur
Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 Z9 Z10 Z11 Z12 Z13 Z14 Z15
Pengaruh langsung (Pi)
Pengaruh total (rxy) 0.18 0.08 0.18 0.14 -0.14 -0.12 0.04 0.35 0.20 0.03 0.39 0.18 0.33 0.33 -0.42*
77 r xy Jumlah daun induk
0.18
Panjang tangkai
0.08
Panjang daun
0.18
Lebar daun
0.14
Tebal daun
-0.14
P5 : -0.32
Diameter tangkai
-0.12
P6 : -0.33
Jumlah sulur primer
0.04
Jumlah sulur sekunder
0.35
Panjang sulur
0.20
P10 : -1.13
Jumlah bunga induk
0.03
P11 : 0.93 P12 : 0.86
Jumlah buku
0.39
P13 : 6.96
Jumlah daun total
0.18
Jumlah bunga total
0.33
Jumlah bunga sulur
0.33
Jumlah daun sulur
-0.42*
P1 : -0.10 P2 : -0.85
p xy -0,10
Produksi
-0,03
Asiatikosida
-0,06
0,33 -0,01 1,64
0.39
P3 : 0.81
r xy
P4 : -0.14
0,25 0,22
Bobot
P7 : 0.04
0,09
Terna
P8 : 0.48
kering
P9 : -0.76
0,05 0,16 0,09
0.39
P14 : -7.23 P15 : -0.19
Residu (R)
Residu (R)
Gambar 5 Diagram analisis lintas antara komponen pertumbuhan terhadap produksi asiatikosida melalui produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk K
75
76
Rekomendasi Pemupukan dan Batas Kritis pada Tanaman Pegagan Hasil uji kontras polimomial menunjukkan bahwa untuk aplikasi pupuk N, P, dan K terhadap produksi senyawa bioaktif asiatikosida pada tanaman pegagan adalah model regresi kuadratik yang merupakan model terbaik. Melalui model regresi ini dapat diketahui batas kritis hara, kisaran kecukupan hara dan dosis maksimum. Untuk analisis selanjutnya model regresi kuadratik digunakan dalam penentuan kebutuhan pupuk N, P dan K tanaman pegagan. Uji kalibrasi dilakukan dengan mengkalibrasikan nilai indeks analisis daun sampel dengan hasil yang dapat dipasarkan. Merlalui penelitian uji kalibrasi diperoleh makna nilai analisis jaringan daun dari laboratorium menjadi data interpretasi, dimana jumlah kandungan hara N, P, dan K dalam sampel daun tersebut statusnya tergolong kategori rendah dan tinggi. Hanya tanaman yang kandungan haranya tergolong rendah saja yang perlu aplikasi pemupukan. Oleh karena itu hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam menyusun rekomendasi pemupukan. Filosofi pemupukan yaitu pupuk merupakan tambahan hara kedalam tanah bila tanah tidak mampu menyediakannya bagi tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara maksimum (Danhke dan Olson 1990). Rekomendasi pemupukan berdasarkan status hara N, P, dan K tidak hanya memenuhi kebutuhan untuk tumbuh dan berproduksi secara maksimum tetapi juga menghindari kelebihan pupuk diluar kebutuhan tanaman. Guna penyusunan rekomendasi pemupukan dan penentuan batas kritis hara pada tanaman pegagan dilakukan penelitian tentang respon tanaman pegagan terhadap pemupukan N, P, K dan konsentrasinya pada jaringan pegagan akibat pemberian pupuk N, P, dan K . Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk nitrogen, fosfor dan kalium memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi bobot segar, bobot kering dan senyawa bioaktif asiatikosida baik pada tanaman sampel maupun pada sistim panen ubinan (1m2) seperti tertera pada Tabel 18, 19, 20, 21, 22, dan 23. Pemupukan Nitrogen Pemberian berbagai dosis N selain memberikan pengaruhnyata terhadap komponen produksi pegagan dan konsentrasi N daun. Produksi tertinggi (5.93 t
77
terna kering/ha) terjadi pada perlakuan N4 dengan dosis pemupukan 3.24 g N/tan adalah lebih tinggi dari produksi rata-rata yang dicapai pekebun pegagan (1.50 t terna kering /ha), maupun hasil penelitian tertinggi sebelumnya untuk aksesi Boyolali di Indonesia yakni sebesar 3.16 t terna kering/ha (Tabel 18 dan 19). Tabel 18
Pengaruh pemberian Nitrogen terhadap produksi bobot segar dan kering terna, senyawa asiatikosida, konsentrasi N daun tanaman sampel, dan status hara N tanah
Dosis Pupuk N (g N/tan)
Produksi Bobot segar (g/tan)
0 0.81 1.62 2.44 3.24 CV(%) Uji F R2 Pola respon Model terpilih
106.88b 119.31 b 102.71 b 100.63 b 127.32 a 18.41 (*) 0.45 L** L
Keterangan:* = nyata ** = sangat nyata L = regresi linier; Q
Produksi Bobot Terna Kering (g/tan) 14.97b 21.30 ab 19.45 ab 19.06 ab 22.26 a 16.93 (**) 0.38 L* Q** Q
Produksi Senyawa asiatikosida (g/tan)
Konsentrasi N-daun (%)
0.138b 0.245 ab 0.253 ab 0.290 ab 0.347 a 19.51 (*) 0.55 L* Q* Q
2.85 c 2.95 bc 3.09 bc 3.13 b 3.54 a 5.36 (**) 0.87 L** L
Status Hara N-total Tanah (%) 0.28 c 0.32 b 0.33 b 0.34 b 0.37 a 10.12 (*) 0.78 L** L
= regresi kuadratik
Tabel 19
Pengaruh pemberian Nitrogen terhadap produksi bobot segar dan kering terna, senyawa asiatikosida, dan konsentrasi N daun (ubinan 1mx1m). Dosis Pupuk N Produksi Bobot Produksi Bobot Produksi (g N/tan) segar Kering Asiatikosida (kg/m2) (g/m2) (g/m2) 0 21.80b 294.20b 2.707 c 0.81 37.07a 537.70a 6.522b 1.62 26.90a 510.52a 6.637b 2.44 28.70a 543.54a 8.262 b 3.24 33.90a 592.89a 8.764a CV(%) 15.96 16.20 13.71 Uji F (**) (**) (**)
Keterangan:*
= nyata
** = sangat nyata
Hasil uji orthogonal pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk N atau Konsentrasi Ndaun terhadap produksi
menunjukkan respon yang bersifat
kuadratik nyata sampai sangat nyata, tetapi pemberian pupuk N yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan produksi bobot segar dan kering terna serta
78
asiatikosida. Hal ini sejalan dengan pernyataan Agustin (1990) menyatakan bahwa hubungan dosis pupuk dengan hasil tanaman mengikuti pola kuadratik, artinya pemberian pupuk tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman sebaliknya dosis yang berlebihan akan mengakibatkan menurunnya hasil tanaman. Namun untuk status hara N-total tanah, pengaruh berbagai dosis N memperlihatkan respon yang bersifat linier sangat nyata. Hal ini berarti bahwa peningkatan taraf dosis yang diuji dalam penelitian ini masih akan diikuti oleh peningkatan status hara N-total tanah (Tabel 19). Hasil analisis regresi pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk N terhadap hasil relatif tanaman pegagan adalah bersifat kuadratik (Gambar 6 dan 7), diketahui bahwa dosis pemupukan N yang maksimal guna menghasilkan produksi bobot kering terna adalah 2.57 g N/tan atau setara 5.71 g urea/tan. Untuk menghasilkan senyawa bioaktif asiatikosida pegagan maksimum adalah 2.04 g N/tan atau setara 4.53 g urea/tan.
79
Gambar 6
Korelasi antara dosis N daun terhadap hasil relatif bobot kering terna per tanaman
Gambar 7 Korelasi antara dosis N daun terhadap hasil relatif asiatikosida per tanaman
senyawa
80
100.0
Produksi relatif bobot kering terna tanaman sampel (%)
90.0
Batas Kritis
80.0 70.0
T
60.0 50.0 40.0 30.0 20.0
R
10.0 0.0 2.50
3.00
3.50
4.00
Konsentrasi N daun (%)
Gambar 8
Korelasi antara konsentrasi N daun terhadap hasil relatif bobot kering terna per tanaman serta batas kritis hara N tanaman pegagan
Produksi relatif senyawa asiatikosida tanaman sampel (%)
100.0 90.0 Batas Kritis
80.0
T
70.0 60.0 50.0 40.0 30.0
R 20.0 10.0 0.0 2.50
3.00
3.50
4.00
Konsentrasi N daun (%)
Gambar 9
Korelasi antara konsentrasi N daun terhadap hasil relatif senyawa asiatikosida per tanaman serta batas kritis hara N tanaman pegagan
81
Rekomendasi Pemupukan dan Batas Kritis Hara N Tanaman Pegagan Untuk mengetahui batas kritis hara N tanaman pegagan, dilakukan analisis regresi antara kadar N daun sampel dengan persen hasil relatif tanaman pegagan. Batas kritis ditetapkan pada titik kadar N daun sampel yang menjadi pemisah antara status N kategori rendah dengan tinggi (Gambar 8 dan 9). Batas kritis untuk produksi bobot kering terna adalah pada kadar hara N daun 2.97% dengan produksi 100.95 g terna kering/tan setara 8.35 t terna kering/ha . Selanjutnya batas kritis dari hasil relatif asiatikosida yakni pada kadar hara N daun 2.98 % dengan produksi
2.13
g
senyawa
asiatikosida/tan
setara
177,05
kg
senyawa
asiatikosida/ha. Nilai status hara di bawah nilai kritis ini diklasifikasikan rendah yang akan memberikan respon tinggi pada pemupukan.
Sebaliknya, pada
tanaman pegagan yang kandungan hara N daunnya di atas batas kritis hanya sedikit atau tidak respon terhadap pemupukan.
Pemupukan Fosfor Pemberian berbagai dosis P selain memberikan pengaruh yang nyata terhadap komponen produksi pegagan juga meningkatkan konsentrasi P-daun dan status hara P tanah. Produksi semakin meningkat dengan semakin tinggi dosis P yang diberikan hingga pada perlakuan P2 (0.72 g P2O5/tan), tetapi kemudian terjadi penurunan produksi meskipun dosis pemupukan ditambahkan (Tabel 20 dan 21). Produksi tertinggi terjadi pada dosis pemupukan 0.72 g P2O5/tan yakni sebesar (9.46 t terna kering/ha/th) yang lebih tinggi dari produksi rata-rata pekebun pegagan (1.5 t terna kering/ha/th)
maupun penelitian pemupukan
pegagan aksesi Boyolali sebelumnya di Indonesia (3.16 t terna kering/ha/th).
82
Tabel 20 Pengaruh pemberian Fosfor terhadap produksi bobot segar dan kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi P daun tanaman sampel, dan status hara P-total tanah Dosis Pupuk P (g P2O5/tan) 0 0.36 0.72 1.08 1.44 CV(%) Uji F R2 Pola Respon Model Terpilih
0.099c 0.169 b 0.217 a 0.149 b 0.111 c
0.22 b 0.26 a 0.26 a 0.23 ab 0.22 b
Status Hara P-total Tanah (%) 0.07 b 0.09 a 0.09 a 0.09 a 0.09 a
22.70 (*) 0.46 Q
22.57 (**) 0.52 Kt* Q*
12.26 (*) 0.50 Q*
22.49 (*) 0.53 L*
Q
Q
Q
L
Produksi Bobot segar (g/tan) 255.46c 382.98b 473.64a 346.92b 282.33c
Produksi Bobot Kering (g/tan) 48.11 c 72.26 b 89.03 a 65.21 b 53.07 c
21.15 (*) 0.50 Q Q
Konsentrasi Produksi P-daun Asiatikosida (%) (g/tan)
Keterangan:* = nyata ** = sangat nyata L = regresi linier; Q = regresi kuadratik; K = regresi Kubik
Tabel 21
Pengaruh pemberian Fosfor terhadap produksi bobot segar dan kering terna, senyawa asiatikosida, konsentrasi P daun (ubinan 1mx1m).
Dosis Pupuk P (g P2O5/tan) 0 0.36 0.72 1.08 1.44 CV(%) Uji F
Produksi Bobot segar (kg/m2) 4.00b 4.98a 5.03a 4.70ab 4.61ab
Produksi Bobot Kering (g/m2) 755.50c 937.10b 946.10 b 883.70 ab 867.60 ab
Produksi Asiatikosida (g/m2) 1.413 b 2.340 a 2.811 a 1.822 b 1.797 b
21.15 (*)
22.70 (*)
22.57 (*)
Keterangan:* = nyata ** = sangat nyata
Hasil uji orthogonal pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk P atau Konsentrasi P-daun terhadap produksi
menunjukkan respon yang bersifat
kuadratik nyata sampai sangat nyata, tetapi pemberian pupuk P yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan produksi bobot segar dan kering terna serta asiatikosida. Namun untuk status hara P-total tanah, pengaruh berbagai dosis P mempelihatkan respon yang bersifat linier sangat nyata. Hal ini berarti bahwa
83
peningkatan taraf dosis yang diuji dalam penelitian ini masih akan diikuti oleh peningkatan status hara P-total tanah (Tabel 20). Hasil analisis regresi pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk P terhadap hasil relatif tanaman pegagan adalah bersifat kuadratik (Gambar 10 dan 11), diketahui bahwa dosis pemupukan P yang maksimal guna menghasilkan produksi bobot kering terna pegagan maksimal adalah 0.72 g P2O5/tan atau setara 2.00 g SP-36/tan. Sedang untuk menghasilkan bobot bioaktif asiatikosida maksimal adalah 0.42 g P2O5/tan atau setara 1.17 g SP-36/tan. 100
Produksi relatif bobot kering terna tanaman sampel (%)
90 80 70 60 50 40 30 y = -63.885x2 + 91.668x + 48.091 R² = 0.5065
20 10 0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
Dosis P (g P2O5/tan)
Gambar 10
Korelasi antara dosis P daun terhadap hasil relatif bobot kering terna per tanaman
84
100 Produksi relatif senyawa asitikosida tanaman sampel (%)
90 80 70 60 50 40 30 20
y = -52.03x2 + 44.21x + 53.29 R² = 0.456
10 0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
Dosis P (g P2O5/tan)
Gambar 11 Korelasi antara dosis P daun terhadap hasil relatif senyawa asiatikosida per tanaman
100.0
Produksi relatif bobot kering terna tanaman sampel (%)
90.0 80.0
Batas Kritis T
70.0 60.0 50.0 40.0 30.0
R
20.0 10.0 0.0 0.20
0.25
0.30
0.35
Konsentrasi P daun (%)
Gambar 12 Korelasi antara konsentrasi P daun terhadap hasil relatif bobot kering terna per tanaman serta batas kritis P tanaman pegagan
85
Produksi relatif senyawa asiatikosida tanaman sampel (%)
100.0 90.0 80.0
Batas Kritis
T
70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0
R
10.0 0.0 0.20
0.25
0.30
0.35
Konsentrasi P daun (%)
Gambar 13 Korelasi antara konsentrasi P daun terhadap hasil relatif bobot senyawa asiatikosida per tanaman serta batas kritis P tanaman pegagan Rekomendasi Pemupukan dan Batas Kritis Hara P Tanaman Pegagan Seperti pada hara N, penetapan batas kritis kadar hara P kritis tanaman pegagan ditetapkan dengan menggunakan metode Cate dan Nelson. Berdasarkan hasil analisis regresi (Gambar 12), diketahui batas kritis untuk produksi bobot kering terna adalah pada kadar hara Pdaun 0.23 % dengan produksi 62.09 g terna R kering/tan setara 5.15 t terna kering/ha. Selanjutnya batas kritis dari hasil relatif asiatikosida yakni pada kadar hara P daun 0.23% dengan produksi 0.157 g asiatikosida/tan setara 13 kg senyawa asiatikosida/ha (Gambar 13).
Pemupukan Kalium Aplikasi berbagai dosis K memberikan pengaruh yang nyata terhadap komponen produksi pegagan dan meningkatkan konsentrasi K-daun serta status hara K tanah. Produksi semakin meningkat dengan semakin tinggi dosis K yang
86
diberikan hingga pada perlakuan K2 (2.64 g P2O5/tan), tetapi kemudian produksi menurun meskipun dosis pemupukan ditambahkan (Tabel 22dan 23). Produksi tertinggi terjadi pada dosis pemupukan 2.64 g P2O5/tan yakni sebesar (19.16 t terna kering/ha/th) yang lebih tinggi dari produksi rata-rata pekebun pegagan (1.50 t terna kering/ha/th)
maupun penelitian pemupukan pegagan aksesi
Boyolali sebelumnya di Indonesia (3.16 t terna kering/ha/th). Tabel 22 Pengaruh pemberian Kalium terhadap produksi bobot segar dan kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi K daun tanaman sampel, dan status hara K tanah Dosis Pupuk K (g K2O/tan)
0 1.32 2.64 3.96 5.28 CV(%) Uji F R2 Pola Respon Model Terpilih
Produksi Bobot Terna segar (g/tan) 141.30b 173.86a 186.18a 182.00a 141.51b
Produksi Bobot Terna Kering (g/tan) 26.56 b 32.70 a 35.03 a 34.21 a 26.60 b
21.15 25.26 (*) 0.16 Q
22.70 27.10 (*) 0.15 Q
Produksi Konsentrasi Senyawa K-daun Asiatikosida (%) (g/tan)
Status Hara K-total Tanah (%)
0.032c 0.036cb 0.098a 0.041b 0.024c
4.31 b 5.07 a 5.15 a 4.90 ab 4.72 ab
0.40 b 0.46 a 0.46 a 0.44 a 0.49 a
22.57 25.57 (**) 0.80 Q
12.26 8.20 (**) 0.89 Q*L**
22.49 7.23 (**) 0.63 L
Keterangan:* = nyata ** = sangat nyata L = regresi linier; Q = regresi kuadratik; K = regresi Kubik
Tabel 23 Pengaruh pemberian Kalium terhadap produksi bobot segar dan kering terna, asiatikosida, konsentrasi K daun (ubinan 1mx1m) Dosis Pupuk (g K2O /tan) 0 1.32 2.64 3.96 5.28 CV(%) Uji F
Produksi Bobot segar (kg/m2) 7.87b 9.68a 10.19a 7.93b 7.35b
Produksi Bobot Kering (g/m2) 1480 b 1820 a 1916 a 1493 b 1381 b
Produksi Asiatikosida (g/m2) 1.776 c 2.108 b 5.096 a 1.792 c 1.243 c
15.59 (*)
22.04 (*)
28.14 (**)
Keterangan:* = nyata ** = sangat nyata
87
Hasil uji orthogonal pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk K atau Konsentrasi K-daun terhadap produksi
menunjukkan respon yang bersifat
kuadratik nyata sampai sangat nyata, tetapi pemberian pupuk K yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan produksi bobot segar dan kering terna serta asiatikosida. Untuk status hara K-total tanah, pengaruh berbagai dosis K mempelihatkan respon yang bersifat linier. Hal ini berarti bahwa peningkatan taraf dosis yang diuji dalam penelitian ini masih akan diikuti oleh peningkatan status hara K-total tanah (Tabel 22). Hasil analisis regresi pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk K terhadap hasil relatif tanaman pegagan adalah bersifat kuadratik (Gambar 14 dan 15), diketahui bahwa dosis pemupukan K yang maksimal guna menghasilkan produksi bobot kering terna pegagan adalah 2.69 g K2O/tan atau setara 4.48 g KCl/tan. Untuk menghasilkan bobot bioaktif asiatikosida maksimal adalah 2.93 g K2O/tan atau setara 4.88 g KCl/tan.
Gambar 14
Korelasi antara dosis K daun terhadap hasil relatif bobot kering terna per tanaman
88
Gambar 15
Korrelasi antaraa dosis K daaun terhadapp hasil relatiif bobot senyyawa asiaatikosida perr tanaman 10 00.0 Batas Kritis K
Produksi relatif bobot kering terna tanaman sampel (%)
9 90.0
T
8 80.0 7 70.0 6 60.0 5 50.0 4 40.0 R
3 30.0 2 20.0 1 10.0 0.0 2.5
3 3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
Konsen ntrasi K dau un (%)
Gambar 16
Korrelasi antaraa konsentrassi K daun terhadap haasil relatif bobot b kering terna perr tanaman seerta batas kriitis hara K taanaman pegaagan
89
Produksi relatif senyawa asiatikosida tanaman sampel (%)
100.0 90.0
Batas Kritis
80.0 T
70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0
R
10.0 0.0 2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
Konsentrasi K daun (%)
Gambar 17
Korelasi antara konsentrasi K daun terhadap hasil relatif bobot senyawa asiatikosida per tanaman serta batas kritis hara K tanaman pegagan
Rekomendasi Pemupukan dan Batas Kritis Hara K Tanaman Pegagan
Batas kritis hara K dilakukan dengan analisis regresi antara kadar K daun sampel dengan persen hasil relatif tanaman pegagan. Berdasarkan hasil analisis regresi (Gambar 16 dan 17), diketahui batas kritis untuk produksi bobot kering terna adalah pada kadar hara K daun 3.98% dengan produksi 195.87 g terna kering/tan setara 16.27 t terna kering/ha. Selanjutnya batas kritis dari hasil relatif asiatikosida yakni pada kadar hara K daun 3.85% dengan produksi 0.98 g asiatikosida/tan setara 81.77 kg senyawa asitikosida/ha.
90
SIMPULAN
1.
Karakter pertumbuhan vegetatif yang dapat digunakan sebagai penciri produksi asiatikosida pada aplikasi pupuk N, P, dan K adalah jumlah daun total, panjang daun, lebar daun, jumlah sulur primer, dan jumlah buku.
2.
Model regresi yang terbaik antara dosis pupuk N, P, K daun sampel dengan hasil relatif pada tanaman pegagan (berat kering terna maupun bobot senyawa asiatikosida) adalah kuadratik.
3.
Batas kritis hara N, P, dan K daun pegagan untuk produksi berat kering terna terletak pada titik 2.97 % N; 0.23 % P; dan 3.98 % K. Untuk produksi asiatikosida titik kritisnya terletak pada 2.98 % N; 0.23 % P; dan 3.85 % K.
4. Berdasarkan model regresi kuadratik dosis pupuk N, P dan K untuk menghasilkan terna kering maksimum yakni 2.57 g N/tan, 0.72 g P2O5/tan dan 2.69 g K2O/tan. 5.
Rekomendasi
dosis pupuk N, P dan K untuk menghasilkan asiatikosida
maksimum yakni 2.04 g N/tan, 0.42 g P2O5/tan dan 2.93 g K2O/tan.
VALIDASI PEMUPUKAN DENGAN KISARAN PEMUPUKAN N, P, K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA MAKSIMUM PADA TANAMAN PEGAGAN ABSTRAK Penelitian ini merupakan validasi dari hasil penyusunan rekomendasi pemupukan yang rasional untuk produksi terna kering maupun senyawa bioaktif asiatikosida maksimum yang memenuhi standar MMI. Perlakuan percobaan terdiri atas lima taraf dosis pupuk NPK yang diatur dalam rancangan acak kelompok (RAK), setiap perlakuan terdiri atas lima ulangan dengan jumlah tanaman 50 tanaman pegagan per unit percobaan. Perlakuan percobaan adalah sebagai berikut: 1) K0 = tanpa pupuk NPK (kontrol), 2) K1 = Kisaran Dosis NPK rendah (0.74 g N + 0.30 g P +1.07 g K/tan), 3) K2 = Kisaran Dosis NPK cukup (1.23 g N + 0.05 g P + 0.91 g K/tan), 4) K3 = Kisaran Dosis NPK maksimum (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K/tan), 5) K4 = Kisaran Dosis NPK tinggi (2.88 g N + 0.77 g P + 5.06 g K/tan). Hasil percobaan menunjukkan bahwa terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar dosis pupuk NPK yang diberikan. Dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient untuk tanaman pegagan sebesar 2.04 g N + 0.72 g P +2.93 g K /tanaman/musim tanam menghasilkan produksi pegagan tertinggi yakni sebesar 15 ton terna kering/ha dengan kandungan bioaktif asiatikosida sekitar 28.872 kg asiatikosida/ha. Kata kunci: Centella asiatica, validasi, rekomendasi pupuk VALIDATION OF FERTILIZATION WITH RANGE OF N,P,K NUTRIENTS REACH MAXIMUM GROWTH AND PRODUCTION OF ASIATICOSIDE BIOACTIVE ON ASIATIC PENNYWORT ABSTRACT The research is a validation of the disposition of fertilizer recommendation to produce maximum dry weight asiatiocide bioactive which meets the MMI standards. The experimental treatment consists of five NPK fertilizer dosage degree arranged in randomized group design (RAK), every treatment consists of five repetition with total 50 asiatic pennyworts per experimental unit. The experimental treatments are: 1) K0 = without NPK fertilizer (control), 2) K1 = low dosage range of NPK (0.74 g N + 0.30 g P +1.07 g K/tan), 3) K2 = moderate dosage range of NPK (1.23 g N + 0.05 g P + 0.91 g K/tan), 4) K3 = maximum dosage range of NPK (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K/tan), 5) K4 = high dosage range of NPK (2.88 g N + 0.77 g P + 5.06 g K/tan). The research’s outcome shows that there is a significant effect between given dosage of NPK fertilizer. Maximum dosage of multi nutrient fertilization for asiatic pennywort (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K /plants/growing season) produces the highest amount of asiatic pennywort, that is 15 ton dry weight/ha with asiaticoside bioactive approximately 28.872 kg asiaticoside/ha. Key words: Centella asiatica, validation, fertilizer recommendation
92
PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang menunjang tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal adalah ketersediaan hara yang cukup di dalam tanah. Jika tanah tidak dapat menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanaman, maka pemupukan perlu dilakukan untuk memenuhi kekurangan tersebut. Setiap jenis tanaman membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang berbeda. Ketidak tepatan pemberian hara dalam bentuk pupuk selain akan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal juga merupakan pemborosan tenaga dan biaya. Agar pemupukan menjadi efisien maka, pemberian pupuk tidak cukup hanya melihat keadaan tanah dan lingkungan saja, tetapi juga harus mempertimbangkan kebutuhan pokok unsur hara tanaman. Dengan diketahui kebutuhan pokok unsur hara tanaman pegagan, maka dosis pupuk dapat ditentukan lebih tepat. Menurut Soepartini (1990) untuk mengetahui suatu unsur hara berada dalam keadaan kurang, optimal atau kelebihan dapat ditentukan dengan cara menghubungkan antara jumlah unsur hara yang tersedia dalam jaringan tanaman dengan respon baik pertumbuhan maupun produksi tanaman secara grafikal. Metode diagnosis analisis tanaman adalah batas kritis dan kisaran kecukupan hara. Penggunaan metode ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis contoh jaringan tanaman dengan standar referensi baku yang sudah ditetapkan. Kisaran kecukupan hara adalah pengembangan dari batas kritis untuk menganalisis status hara tanaman. Disamping itu kisaran kecukupan hara juga merupakan interpretasi yang diperoleh dari hubungan antara produksi dengan kadar hara jaringan sampel tanaman. Pemupukkan dianjurkan hanya dilakukan pada status sangat rendah hingga rendah. Kelemahan dari pendekatan ‘batas kritis’ hara adalah adanya variasi kadar hara dengan umur. Oleh karena itu Sumner (1979) menyarankan untuk dilakukan (a) membuat batas kritis dari berbagai umur tanaman, atau (b) akumulasi berat kering dengan umur agar dimonitor guna mengoreksi kadar hara dengan pertambahan berat kering, atau (c) membuat batas kritis menjadi suatu ’Kisaran’, seperti kisaran kecukupan hara, batas terendah mendekati batas kritis, batas tertinggi memakai kadar yang tak umum, atau konsentrasi toksik. Oleh karena itu
93
dilakukan penelitian studi kisaran kecukupan hara pada tanaman pegagan yang merupakan validasi dari hasil-hasil peneltian 1 dan 2 sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara status hara N, P, K jaringan tanaman sampel dengan produksi terna maupun bioaktif asiatikosida berdasarkan model regresi yang tepat untuk pegagan, serta validasi dari hasil penyusun paket teknologi budidaya tanaman pegagan terutama rekomendasi pemupukan yang rasional untuk produksi senyawa bioaktif asiatikosida maksimum yang memenuhi standar MMI.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di KP. Gunung Putri, Cipanas, BALITTRO pada bulan Pebuari sampai juni 2010 pada jenis tanah Andisol yang berada pada ketinggian tempat 1500 mdpl.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Bibit pegagan aksesi Boyolali, polibag, pupuk Urea, SP 36, dan KCL, serta bahan-bahan untuk analisis kandungan hara dan senyawa bioaktif asiatikosida. Peralatan yang digunakan terdiri dari leaf area meter, peralatan tanam (cangkul, tugal, traktor), timbangan, jangka sorong, meteran dan alat tulis menulis.
Metodologi Penelitian
Perlakuan percobaan terdiri atas lima taraf dosis pupuk NPK yang diatur dalam rancangan acak kelompok (RAK), setiap perlakuan terdiri atas lima ulangan dengan jumlah tanaman 50 tanaman pegagan per unit percobaan. Sehingga jumlah bibit yang digunakan adalah 1250 bibit tanaman pegagan yang
94
relatif seragam. Perlakuan dosis pupuk P diberikan sekaligus saat tanam. Aplikasi sepertiga dosis pupuk N dan setengah dosis pupuk K pertama dilakukan seminggu setelah tanam. Pada saat tanaman berumur 40 HST dan 80 HST dilakukan pemupukan urea kembali masing-masing sepertiga dosis perlakuan, sedangkan pada 60 HST dilakukan pemupukan K kembali dengan menggunakan setengah dosis K yang belum diaplikasikan. Perlakuan percobaan adalah sebagai berikut: K0 = tanpa pupuk NPK (kontrol), K1 = Kisaran Dosis NPK rendah, umumnya dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman mendekati atau sama dengan Status hara NPK pada batas kritis, K2 = Kisaran Dosis NPK cukup, yakni dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman antara Status hara NPK pada kisaran rendah dan optimum (dipakai titik belok 10 % dari pertumbuhan atau produksi maksimum), K3 = Kisaran Dosis NPK maksimum, yakni dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman mendekati atau sama dengan Status hara NPK maksimum, K4 = Kisaran Dosis NPK tinggi, yakni dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman diatas status hara NPK maksimum(dipakai titik belok 10 % mulai menurunnya pertumbuhan atau produksi maksimum).
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Bibit
Bibit yang akan digunakan diperoleh dengan cara perbanyakan tanaman dengan stek stolon berakar. Pembibitan dilakukan di polibag di tempat yang ternaungi selama 4 minggu.
Persiapan Lahan
Sebelum dilakukan penelitian ini, lahan yang akan ditanami dianalisis tanahnya terlebih dahulu untuk mengetahui kadar hara N, P, dan K pada tanah tersebut. Pengolahan tanah dilakukan satu hari sebelum tanam. Lahan dibersihkan
95
dari gulma lalu dicangkul dan dibagi ke dalam 25 petakan, setiap petakan tersebut masing-masing berukuran 2 m x 3 m, jarak antar petakan 50 cm.
Penanaman
Penanaman akan dilakukan dengan cara membuat lubang tanam sesuai dengan ukuran polibag yang digunakan dalam kegiatan pembibitan. Jarak tanam yang digunakan adalah 30 cm x 40 cm. Tanaman dibuat seragam dengan jumlah daun maksimal 3 daun.
Pemupukan
Dosis pupuk N , P, dan K diberikan sesuai perlakuan untuk setiap satuan percobaan (petak). Aplikasi pupuk N dibagi menjadi tiga kali aplikasi yaitu pada saat tanam, 40 HST, dan 80 HST. Pemupukan P2O5 dilakukan pada saat tanam, sedangkan pupuk K2O dibagi menjadi dua kali aplikasi yaitu pada saat tanam dan pada umur tanaman 60 HST. Hasil penelitian 2 terdahulu menjadi dasar penentuan komposisi dan dosis pemupukan pegagan dalam penelitian ini, sehingga perlakuan yang diuji adalah sebagai berikut: 1) K0 = tanpa pemupukan, K1 = (0.74 g N + 0.30 g P +1.07 g K)/tan, 2) K2 = (1.23 g N + 0.05 g P + 0.91 g K)/tan, K3 = (2.04 g N + 0.42 g P +2.93 g K)/tan, dan K4 = (2.88 g N + 0.77 g P + 5.06 g K)/tan.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman yang akan dilakukan meliputi kegiatan penyulaman, penyiangan, dan penyiraman yang dilakukan sesuai kondisi lapang.
96
Panen
Panen dilakukan pada umur 5 bulan, untuk pengambilan contoh destruktif yaitu dengan menggunakan kuadran berukuran 1 m x 1 m untuk setiap unit percobaan.
Pengamatan Produksi
Produksi tanaman pegagan berupa bobot terna basah (kg) pada setiap sampel tanaman, dilakukan pada akhir percobaan. Selanjutnya bobot terna kering (kg) didapat dengan mengeringkan terna basah ke dalam oven terlebih dahulu. Sedang kandungan bioaktif asiaticosida (%) dihitung secara kuantitatif berdasarkan analisa sampel yang diambil dari produksi terna.
Tabel 24 Karakter agronomi dan kandungan fitokimia yang diamati No. Karakter Agronomi Kandungan Fitokimia 1 Bobot basah biomassa
dan
Deskripsi Bobot basah biomasa diperoleh dengan cara menimbang bobot basah panen ubinan (ukuran 1 m x 1 m).
2.
Bobot kering biomassa
Bobot kering biomassa diperoleh dengan cara menimbang hasil panen ubinan yang telah mengalami proses pengeringan dalam oven dengan suhu 105ºC selama 24 jam.
3.
Kandungan Asiatikosida (%)
Dihitung secara kuantitatif yang dilakukan di Laboratorium.
Pengamatan faktor lingkungan tumbuh dilakukan seperti pada Penelitian 1. Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam, apabila hasil analisis menunjukan pengaruh nyata pada taraf nyata 0.05 dilakukan uji DMRT untuk
97
mengetahui pola respon tanaman terhadap pemberian beberapa taraf dosis pupuk NPK. Studi kecukupan hara N P K melalui diagnose analisis jaringan tanaman menggunakan metoda kisaran kecukupan hara terhadap produksi terna dan bioaktif asiatikosida maksimum pada tanaman pegagan dilakukan dengan menggunakan dosis pupuk N, P dan K maksimum, batas kritis status hara jaringan tanaman serta perbedaan pengaruhnya dengan batasan (a) kisaran terendah, yakni status hara yang mendekati atau sama dengan batas kritis, (b) kisaran sedang, yakni status hara diantara kisaran rendah dengan kisaran tinggi, (c) kisaran tinggi, yakni status hara jaringan tanaman di atas normal atau konsentrasi toksik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Respon Pemupukan NPK terhadap Produksi Pegagan Hasil sidik ragam menunjukkan telah terjadi perbedaan pengaruh perlakuan yang nyata antar dosis pupuk perlakuan kisaran kecukupan hara yang diuji. Tingkat produksi tananaman pegagan yang dipupuk tampak lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yang tanpa pemupukan ( Tabel 25). Tabel 25 Pengaruh pemupukan NPK terhadap produksi bobot segar dan kering serta bioaktif asiatikosida tanaman pegagan Perlakuan Pemupukan NPK (per tanaman) 0
Bobot segar terna (kg/m2)
Produksi Asiatikosida (g/m2) 4.266 d
3.078 c
Bobot kering terna (g/m2) 637.44 c
0.74 g N + 0.30 g P +1.07 g K
5.088 bc
954 bc
1.23 g N + 0.05 g P + 0.91g K
5.934 b
1165.98 b
17.022 b
2.04 g N + 0.42 g P +2.93 g K
6.90a
1500.42 a
28.872 a
2.88 g N + 0.77 g P + 5.06 g K
6.852 a 7.48
1272 ab 10.45
11.574 bc 11.13
KK (%)
7.824 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%.
98
Produksi tertinggi untuk produksi bobot segar dan
kering terna secara
umum terjadi pada perlakuan K3 (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K)/tan dengan produksi 15 ton terna kering/ha yang merupakan kisaran dosis NPK maksimum, sedang untuk bobot asiatikosida tertinggi juga terjadi pada perlakuan kisaran dosis pemupukan NPK maksimum (K3) yakni 28.872 kg senyawa asiatikosida per ha. Produksi bobot segar dan kering terna maupun bobot senyawa asiatikosida pegagan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya dosis pemupukan hingga perlakuan K3. Produksi tersebut menurun pada perlakuan kisaran hara K4 yang merupakan kisaran tinggi/toksik meskipun diberikan dosis pemupukan yang lebih tinggi dibandingkan K3. Hal ini menunjukkan bahwa respon tanaman pegagan terhadap pemupukan sejalan dengan penelitian 2 terdahulu yakni pola kuadratik.
Tabel 26 Pengaruh pemupukan NPK terhadap kehilangan hara yang terangkut produksi tanaman pegagan serta senyawa asiatikosida Perlakuan Pemupukan NPK (per tanaman)
Kehilangan hara (kg/ha) K
Kadar senyawa asiatikosida (%)
N
P
0
186.36
21
220.08
0.67
0.74 g N + 0.30 g P +1.07 g K
299.52
25.74
284.28
0.82
1.23 g N + 0.05 g P + 0.91 g K
426
32.52
413.22
1.46
2.04 g N + 0.42 g P +2.93 g K
487.14
38.64
484.38
1.77
2.88 g N + 0.77 g P + 5.06 g K
455.40
38.16
446.46
0.91
Berdasarkan produksi terna kering tertinggi yang diperoleh, maka kehilangan hara NPK yang terangkut panen terna pegagan cukup besar. Kehilangan hara ini perlu diperhitungkan dalam penentuan dosis pemupukan berikutnya bila penanaman pegagan dilakukan secara berulang di tempat yang sama ( Tabel 26). Harapan pekebun pegagan adalah berupaya untuk mendapatkan produksi terna pegagan sebanyak - banyaknya dengan kandungan bioaktif asiatikosida yang
99
tertinggi, karena industri pengguna mensyaratkan standar terna pegagan dengan kadar bioaktif yang tinggi. Sehingga dimasa datang pembelian terna pegagan ditetapkan dengan memperhitungkan kadar bahan senyawa aktif yang dikandungnya. Produksi bioaktif yang dihasilkan merupakan hasil perkalian berat kering terna dengan kadar bioaktif asiatikosida yang dikandungnya. Pemupukan NPK pada tanaman pegagan memberikan respon yang positif baik terhadap pertumbuhan maupun produksi terna dan bioaktif asiatikosida. Namun dalam penyusunan rekomendasi pemupukan tetap harus memperhitungkan aspek ekonomi, terutama harga pupuk dan hasil (berat kering terna atau bobot asiatikosida) pegagan. Berdasarkan dosis pemupukan dari beberapa kisaran kecukupan hara pegagan yang telah di uji, diperoleh beberapa alternatif rekomendasi pemupukan tanaman pegagan guna mendapatkan produktivitas terna kering pegagan yang tinggi dengan kandungan senyawa bioaktif asiatikosida terstandar yang tinggi. Rekomendasi pemupukan terbaik berdasarkan kurva regresi pola kuadratik N, P, dan K hasil uji kalibrasi didapatkan standar status hara N, P, dan K daun masing-masing secara berurutan 3.58 % N, 0.39% P, dan 4.84% K. Sedangkan dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.42 g P +2.93 g K0) /tanaman/musim tanam. Perkiraan produksi pegagan dengan menggunakan rekomendasi pemupukan ini sekitar 15 ton terna kering/ha dengan kandungan bioaktif asiatikosida sekitar 28.872 kg asiatikosida/ha. Kehilangan hara yang terbawa panen sebesar 487.14 kgN + 28.64 kgP + 484.38 kg K.
SIMPULAN
Dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.42 g P +2.93 g K0) /tanaman/musim tanam. Perkiraan produksi pegagan dengan menggunakan rekomendasi pemupukan ini sekitar 15 ton terna kering/ha dengan kandungan bioaktif asiatikosida sekitar 28.872 kg asiatikosida/ha. Kehilangan hara yang terbawa panen sebesar 487.14 kgN + 28.64 kgP + 484.38 kg K.
STUDI FREKUENSI DAN CARA PANEN PEGAGAN PADA SISTEM RATOON UNTUK PRODUKSI MAKSIMUM SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui frekuensi sistem panen ratoon yang tepat untuk tanaman pegagan agar dapat diperoleh produksi maksimum dengan kandungan senyawa bioaktif asiatikosida yang memenuhi persyaratan MMI. Penelitian dilaksanakan di KP. Gunung Putri, Cipanas, BALITTRO tahun 2009 pada jenis tanah Andisol yang berada pada ketinggian tempat 1200 mdpl. Perlakuan percobaan diatur dalam rancangan penelitian Petak Terbagi (Split plot). Sebagai Petak utama (Main Plot) adalah aksesi (V) yang terdiri dari 2 aksesi yakni V1 = aksesi Boyolali dan V2 = aksesi Lokal (Gn. Putri). Anak petak (Sub Plot) adalah umur system panen Ratoon (R), yang terdiri dari 3 macam, yakni R1 = panen setiap 1 bulan, R2 = panen setiap 2 ½ bulan, dan R3 = panen setiap 5 bulan. Setiap perlakuan terdiri atas empat ulangan dengan jumlah tanaman 40 tan pegagan/unit percobaan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar aksesi Boyolali dan aksesi lokal pada pertumbuhan vegetatif seperti panjang daun, lebar daun dan tebal daun maupun produksi. Perlakuan frekwensi sistem panen ratoon yang dilakukan setiap 5 bulan (R3) merupakan perlakuan yang cenderung menghasilkan produksi bobot segar (29.88 t/ha), bobot kering (18 t/ha) atau bobot asiatikosida (25.80 kg/ha) adalah tertinggi dari sistem panen lain yang diuji. Secara statistik ketiga sistem panen ratoon yang diuji tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap produksi pegagan. Kata kunci: Centella asiatica, frekuensi sistem panen ratoon, produksi
STUDY OF PRECUENCY AND RATOON HARVEST SYSTEM ON ASIATIC PENNYWORT TO PRODUCE MAXIMUM ASIATICOSIDE BIOACTIVE ABSTRACT The research’s aim is to acknowledge the right frequency of ratoon system for harvesting asiatic pennywort to gain maximum production of asiaticoside bioactive which meets MMI standards. The research was conducted at KP Gunung Putri, Cipanas, BALITTRO in year 2009 on andisol soil at the height of 1200m above sea level. The experimental treatment was set up in split plot study design. As the main plot is the variety (V), which consists of 2 varieties, V1 = Boyolali variety and V2 = local variety (Gn.Putri). The sub plot is ratoon harvest system age (R), which consist of 3 types, R1 = harvested every 1 month, R2 = harvested every 2 ½ month, and R3 = harvested every 5 month. Every treatment consists of 4 repetition with total plants of 40 asiatic pennyworts/experimental unit. The results show no significant difference of effect between Boyolali variety and local variety on vegetative growth, such as leaf length, leaf width, leaf thick
102
and production. Frequency of ratoon harvest system which tends to produce the highest results among another harvest system tested is the treatment of harvest conducted every 5 month (R3), with the production of fresh weight (29.88 t/ha), dry weight (18 t/ha), or asiaticoside weight (25.8 kg/ha). Statistically, all ratoon harvest system tested did not show significant effect to the production of asiatic pennywort. Key words: Centella asiatica, ratoon harvest system frequency, production
PENDAHULUAN Tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas produksi terna terstandar tanaman pegagan sangat ditentukan oleh frekuensi dan penentuan waktu panen yang dilakukan. Hal ini sejalan dengan pernyataaan Wibowo (1990) bahwa penentuan tingkat kemasakan yang tepat pada saat umur panen merupakan salah satu aspek agronomi penting untuk memperoleh produk yang berkualitas tinggi.Interaksi perlakuan waktu panen dan pemberian pupuk N, P, dan K diduga dapat berpengaruh terhadap produksi bobot biomas segar dan kering serta produksi senyawa asiatikosidanya akibat perubahan kandungan fitokimia daun pegagan tersebut. Perlakuan waktu panen dan pemberian pupuk P2O5 diduga dapat berpengaruh terhadap perubahan kandungan fitokimia alkaloid, saponin, tanin, fenolik dan glikosida positif kuat sampai positif sangat kuat sekali. Produksi bobot biomas segar tertinggi pada interaksi perlakuan waktu panen 4 bulan dosis pupuk 108 kg P2O5/ha dan produksi terendah waktu panen 2 bulan dosis pupuk 72 kg P2O5/ha (Sutardi 2008). Panen pegagan biasanya dilakukan petani setelah tanaman berumur 3 - 4 bulan setelah tanam dengan cara dipangkas bagian daun dan sulurnya. Untuk mendapatkan sistem panen yang tepat, maka cara panen petani tersebut perlu dikaji lebih jauh, terutama dalam penentuan waktu dan frekwensi panen yang tepat agar diperoleh kuantitas dan kualitas produksi terna pegagan tinggi yang memenuhi persyaratan MMI. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui frekwensi, sistem dan cara panen pegagan yang tepat untuk produksi maksimum senyawa bioaktif asiatikosida.
103
BAHAN DAN METODE
Tempat dan waktu
Penelitian dilaksanakan di KP. Gunung Putri, Cipanas, BALITTRO pada bulan Juni sampai Desember 2009 pada jenis tanah Andisol yang berada pada ketinggian tempat 1500 mdpl.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Bibit pegagan aksesi Boyolali, polibag, pupuk Urea, SP 36, dan KCL serta bahanbahan untuk analisis kandungan hara dan senyawa bioaktif asiatikosida. Peralatan yang digunakan terdiri dari leaf area meter, peralatan tanam (cangkul, tugal, traktor), timbangan, jangka sorong, meteran dan alat tulis menulis.
Metodologi Penelitian
Perlakuan percobaan diatur dalam rancangan penelitian Petak Terbagi (Split plot). Sebagai Petak utama (Main Plot) adalah aksesi (V) yang terdiri dari 2 aksesi yakni V1 = aksesi Boyolali dan V2 = aksesi Lokal (Gn. Putri). Anak petak (Sub Plot) adalah umur system panen Ratoon (R), yang terdiri dari 3 macam, yakni R1 = panen setiap 1 bulan, R2 = panen setiap 2 ½ bulan, dan R3 = panen setiap 5 bulan. Setiap perlakuan terdiri atas empat ulangan dengan jumlah tanaman 40 tan pegagan/unit percobaan, sehingga jumlah tanaman yang digunakan 560 bibit tanaman pegagan yang relatif seragam. Jarak tanam pegagan adalah 50 cm x 50 cm. Sebagai perlakuan dasar diberikan pupuk N, P, dan K dengan dosis pupuk 239.04 kg N/ha setara dengan 6.4 g urea/tan; 63.91 kg P/ha setara 2.13 g SP36/tan; dan 419 kg K/ha setara 8.43 g KCl/tan.
.
104
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Bibit
Bibit yang akan digunakan diperoleh dengan cara perbanyakan tanaman dengan stek stolon berakar. Pembibitan dilakukan di polibag di tempat yang ternaungi selama 4 minggu.
Persiapan Lahan
Sebelum dilakukan penelitian ini, lahan yang akan ditanami dianalisis tanahnya terlebih dahulu untuk mengetahui kadar hara N, P, dan K pada tanah tersebut. Pengolahan tanah dilakukan satu hari sebelum tanam. Lahan dibersihkan dari gulma lalu dicangkul dan dibagi ke dalam 25 petakan, setiap petakan tersebut masing-masing berukuran 2 m x 3 m, dengan jarak antar petakan 50 cm.
Penanaman Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam sesuai dengan ukuran polibag yang digunakan dalam kegiatan pembibitan. Jarak tanam yang digunakan adalah 30 cm x 40 cm. Tanaman dibuat seragam dengan jumlah daun maksimal 3 daun.
Pemupukan Dosis pupuk N , P, dan K diberikan sebagai perlakuan dasar untuk setiap satuan percobaan (petak). Aplikasi pupuk N dibagi menjadi tiga kali aplikasi yaitu pada saat tanam, 40 HST, dan 80 HST. Pemupukan P2O5 dilakukan pada saat tanam, sedangkan pupuk K2O dibagi menjadi dua kali aplikasi yaitu saat tanam dan pada umur tanaman 60 HST.
105
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan
tanaman
yang
akan
dilakukan
meliputi
kegiatan
penyulaman, penyiangan, dan penyiraman yang dilakukan sesuai kondisi lapang.
Panen
Panen dilakukan untuk pengambilan contoh destruktif yaitu dengan menggunakan kuadran berukuran 1 m x 1 m untuk setiap unit percobaan yang dilakukan seperti tertera pada Tabel 27.
Tabel 27 Perlakuan Frekwensi Panen Sistem Ratoon Bulan Perlakuan Panen
1
2
3
R1 = Panen setiap bulan
Panen awal
R2 = Panen setiap 2.5 bulan
Panen awal
R3 = Panen setiap 5 bulan
Panen awal
Keterangan:
= saat panen
4
5
6
Jumlah 7
8
9
10
panen 6
Panen setiap bulan 3 Panen setiap 2.5 bulan 2 Panen setiap 5 bulan
Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap panen sesuai dengan perlakuan. Peubah yang diamati adalah karakter agronomi dan kandungan fitokimia tanaman pegagan seperti tertera pada Tabel 28.
106
Tabel 28 Karakter agronomi dan kandungan fitokimia yang diamati No. Karakter Agronomi dan Deskripsi Kandungan Fitokimia A. Hasil Terna/produkisi 1. Bobot basah biomassa Bobot basah biomasa diperoleh dengan cara menimbang bobot basah panen ubinan (ukuran 1 m x 1 m), yang dilakukan pada setiap panen sesuai dengan perlakuan.
2
B.Kandungan fitokimia/Asiatikosida Analisa kandungan
Sampel daun yang dianalisa kandungan
asiatikosida pada jaringan
asiatikosidanya
tanaman
dewasa yang masing-masing berasal dari
diambil
dari
daun
daun pada setiap petakan perlakuan disetiap panen sesuai dengan perlakuan.. Pengamatan faktor lingkungan tumbuh dilakukan seperti Percobaan 1.
Analisis Data Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam, apabila hasil analisis menunjukan pengaruh nyata pada taraf nyata 0.05 dilakukan uji DMRT untuk mengetahui pengaruh aksesi pegagan, sistem dan umur panen terhadap produksi bobot terna segar, terna kering, dan senyawa bioaktif asiatikosida pegagan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis sidik ragam membuktikan bahwa tidak terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar aksesi Boyolali dan aksesi lokal pada pertumbuhan vegetatif panjang daun dan tebal daun. Perlakuan frekwensi sistem panen ratoon
107
hanya memberikan perbedaan pengaruh yang nyata antar perlakuan diuji. Daun pada perlakuan R3 tampak lebih lebar dari pada perlakuan lain (Tabel 29).
Tabel 29 Pertumbuhan vegetatif panjang daun, lebar daun, dan tebal daun pada dua aksesi pegagan dan tiga macam umur panen sitem ratoon Perlakuan
Panjang Daun (cm)
Pertumbuahn vegetatif Lebar Daun Tebal Daun (cm) (mm)
A.Petak Utama (aksesi) V1 = Boyolali V2 = Lokal
4.99 a 4.93 a
1.65 a 1.50 a
0.24 a 0.21 a
B.Anak Petak (Frekwensi sistem panen ratoon) R1 = panen setiap bulan R2 = panen setiap 2.5 bulan R3= panen setiap 5 bulan KK (%)
3.74 a 5.17 a 5.97 a 6.20
0.92 b 1.64 ab 2.16 a 4.72
0.21 a 0.20 a 0.26 a 4.42
Keterangan:
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%
Hasil analisisis sidik ragam membuktikan bahwa tidak terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antara kombinasi perlakuan aksesi (petak utama) dengan frekwensi sistem panen ratoon (anak petak) terhadap pertumbuhan vegetatif dan produksi pegagan (Tabel 30). Pada perlakuan frekwensi sistem panen ratoon, terjadi perbedaan pengaruh perlakuan yang nyata pada produksi bobot segar dan kering terna serta senyawa bioaktif asiatikosida, dimana perlakuan frekwensi sistem panen ratoon setiap 5 bulan (R3) cenderung menghasilkan produksi pegagan
terbanyak. Hal ini
disebabkan karena pada umur 5 bulan tersedia cukup waktu bagi pertumbuhan daun tanaman pegagan, sehingga bobot biomas daun yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan tanaman pegagan yang dipanen lebih cepat cepat. Bila panen dilakukan setiap 2.50 bulan, maka biomas daun yang dihasilkan belum mencapai maksimal karena pertumbuhan lebar daun maksimal (rata-rata 2.46 cm)
108
untuk pegagan aksesi Boyolali terjadi pada umur 3 bulan setelah tanam (Bermawie et al. 2008). Harga senyawa asiatikosida yang saat ini mencapai Rp 1.10 juta per gram senyawa asiatikosida murni dan efisiensi biaya panen, maka perbedaan produktivitas akibat perlakuan panen yang diuji dalam penelitian ini layak untuk dipertimbangkan. Sehingga perlakuan frekwensi sistem panen ratoon yang dilakukan setiap 5 bulan (R3) merupakan perlakuan yang di anjurkan karena produksi yang dihasilkan (29.88 t terna kering/ha) dengan kandungan senyawa bioaktif asiatikosida 25.80 kg/ha) adalah jauh lebih tinggi dari produksi yang dihasilkan pada penelitian pegagan yang menggunakan aksesi Boyolali sebelumnya di Indonesia 13.30 t terna kering/ha). Tabel 30
Produksi bobot segar, bobot kering, dan bobot senyawa asiatikosida pada dua aksesi pegagan dan tiga macam umur panen sistem ratoon Perlakuan
Bobot segar terna (kg/m2)
Produksi Bobot kering terna (kg/m2)
Bobot asiatikosida (g/m2)
3.042 a 2.754 a
1.710 a 1.620 a
2.46 a 2.40 a
2.892 b 2.808 b 2.988 a
1.560 b 1.614 ab 1.824 a
2.28 b 2.40 ab 2.58 a
11.81
11.02
14.62
A.Petak Utama (aksesi) V1 = Boyolali
V2 = Lokal B.Anak Petak (Frekwensi sistem panen ratoon) R1 = panen setiap bulan R2 = panen setiap 2.5 bulan R3= panen setiap 5 bulan KK (%)
Keterangan:
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%
109
SIMPULAN
1. Tidak terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar aksesi Boyolali dan aksesi lokal pada pertumbuhan vegetatif seperti panjang daun dan tebal daun maupun produksi.
2. Secara statistik ketiga sistem panen ratoon yang diuji menunjukkan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap produksi pegagan. Perlakuan frekwensi sistem panen ratoon yang dilakukan setiap 5 bulan (R3) merupakan perlakuan yang menghasilkan produksi bobot segar (2.988 kg/m2) setara 29.88 t/ha, bobot kering (1.824 kg/m2) setara 18 t/ha atau bobot asiatikosida (2.58 g/m2) setara 25.80 kg/ha adalah tertinggi dari sistem panen lain yang diuji.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan : 1. Sampel daun yang tepat sebagai bahan diagnosis status hara dalam penetapan kebutuhan pupuk N, P, dan K bagi tanaman pegagan adalah posisi daun ke-1 umur 5 bulan untuk analisis hara N, P dan K. 2. Karakter pertumbuhan vegetatif yang dapat digunakan sebagai penciri produksi asiatikosida pada aplikasi pupuk N, P, dan K adalah jumlah daun total, panjang daun, lebar daun, jumlah sulur primer, dan jumlah buku. 3. Model regresi yang terbaik antara dosis pupuk hara N, P, K dengan hasil
relatif pada tanaman pegagan (berat kering terna maupun bobot asiatikosida) adalah kuadratik. 4. Batas kritis hara N, P, dan K daun pegagan untuk produksi berat kering terna terletak pada titik 2.97 % N; 0.23 % P; dan 3.98 % K dengan kriteria rendah N ≤ 2.97 % dan tinggi N > 2.97 %;. rendah P ≤ 0.23 % dan tinggi P > 0.23 %; rendah K ≤ 3.98 % dan tinggi K > 98 % Untuk produksi asiatikosida
titik kritisnya terletak pada 2.98 % N; 0.23 % P; dan 3.85 % K dengan kriteria rendah rendah N ≤ 2.98 % dan tinggi N > 2.98 %; . rendah P ≤ 0.23 % dan tinggi P > 0.23 %; K ≤ 3.85 % dan tinggi K > 3.85 %. Aplikasi pemupukan N, P, dan K hanya diberikan pada tanaman dengan status hara daun tergolong rendah.
5. Rekomendasi pemupukan terbaik berdasarkan kurva regresi pola kuadratik N, P, dan K hasil uji kalibrasi, didapatkan dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient yang direkomendasikan untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K) /tanaman/musim tanam dengan menerapkan sistem panen ratoon dengan interval panen 5 bulan diharapkan produksi pegagan dihasilkan mencapai antara 15 – 18.24 ton terna kering/ha yang mengandung senyawa bioaktif asiatikosida sebesar 25.80 - 28.872 kg asiatikosida/ha.
122
Saran: 1.
Untuk meningkatkan hasil terna dan kandungan senyawa bioaktif asiatikosida pegagan yang maksimum perlu dilakukan optimalisasi pemberian hara NPK pada status hara daun rendah, karena pada kadar hara tersebut telah dibutuhkan tambahan unsur hara melalui pemupukan.
2.
Diagnosis kebutuhan hara dan Rekomendasi pemupukan pegagan untuk menghasilkan asiatikosida
produksi tinggi
terna
dapat
dengan
dilakukan
kandungan dengan
senyawa
mengacu
bioaktif
pada
hasil
penelitian ini, seperti interpretasi status dan batas kritis hara, serta dosis maksimum bagi tanaman pegagan.
DAFTAR PUSTAKA
Albrigo LG. 1966. Pineapple Nutrition. In : Norman F. Childders, editor. Temperate to Tropical Fruit Nutrition. New Jersey: Rutgers-The State University, New Brunswick. pp. 611-650. Agil M., B Prayogo, dan W Sutaryadi. 1992. Pegagan Herbal Multi Manfaat yang Hampir Punah. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1 (2): 44-46. Agusta, A. 2006. Diversitas Jalur Biosintesis Senyawa Terpena pada Mahluk Hidup Sebagai Target Obat Antiinfektif (Diversity of The Terpene Biosynthetic Pathways in Living Organisms as Antiinfective Drugs Targets). Berita Biologi 8(2): 141-152. Agustin L. 1990. Nutrisi Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. Anggorowati S, T Hardiyati, E Proklamasiningsih, Kamsiah, M Dwiati, Rochmatino, L Prayoga. 2001. Fisiologi Tumbuhan. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Anh PM. 1993. Tropical Soil and Fertilizer Use Intermediate Tropical Agriculture Series. England: Longman. Scientific and Technical. Anonim. 1980. Tumbuhan Obat. Lembaga Biologi Nasional. LIPI, Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), RI. 2004. Monograf Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Vol.1. 159 hal. Baligar VC, RR Duncan. 1990. Crops as Enhancers of Nutrient Use. Academic press, Inc. Toronto 574p. Banuelos MA, Graciadeblas B, Cubero B, Navarro AR. 2002. Inventory and Functional Characterization of the Hak Potassium Transporters of Rice. Plant Physiol 130:784-795. Barnes J, LA Anderson, JD Philipson. 2002. Herbal Medicines, Second Edition. Pharmaceutical Press, London, 530 p. Bermawie N, MSD Ibrahim, Ma’mun. 2005. Eksplorasi dan Karakterisasi Aksesi Pegagan (Centella asiatica L.). Makalah Kongres Nasional ke-2 Obat Tradisional Indonesia. 12-14 Januari 2005. Bandung. Bermawie N, MSD Ibrahim, Ma’mun. 2005. Karakteristik Mutu Aksesi Pegagan (Centella Asiatica L.). Prosiding Seminar Nasional TOI XXVII, Surabaya, 15-16 Maret 2005. Balai Materia Medika. Dinkes Prop. .Jatim. hal. 259-264.
124
Bermawie N, S Purwiyanti, D Wahyuno. 2007. Karakterisasi dan Evaluasi Plasma Nutfah Tanaman Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Laporan Teknis Penelitian TA 2007. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 124-184. Bermawie, N, S. Purwiyanti, Mardiana. 2008. Keragaan Sifat Morfologi, Hasil dan Mutu Plasma Nutfah Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.). Bul. Littro. XIX (1): 1-17. Brady NC. 1990. The Nature and Properties of Soils. 10th . Ed. New York: Macmillan. Brotosisworo, S. 1979. Obat Hayati Golongan Gliokosida. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Buchanan BB, W Gruissem, RL Jones. 2000. Biochemistry and Molecular Biology of Palnts. American Society of Plant Physiologists. Rockville, Maryland. Cate RB Jr, LA Nelson. 1965. A Simple Statistica Procedure for Partitioning Soil Test Correlation into Two Classes. Soil Science Society of America Proceedings. 35: 858-860. Cheng, L., JS Guo, J Luk, MWL Koo. 2004. The Healing Efect of Centella Ectract and Asiaticosida on Acetic Acid Induced Gastric Uclers in Rats, Life Sciences, 74(18), 2237-2249 Dahnke WC, RA Olson. 1990. Soil Test Correlation, Calibration and Recommendation. In Westerman RL (ed). Soil Testing and Plant Analysis Ed ke-3. Madison. Wis:Soil Sci.Soc.Amer. Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2, Trubus Agriwidya, Jakarta: 214 hlm. Darusman, LK 2003. Good Agricultural Practices (GAP) dalam Budidaya Tanaman Obat sebagai Upaya Menghasilkan Simplisia Terstandar. Prosiding Seminar dan Pameran Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXVIII. Fak. Farmasi Univ. Pancasila. Jakarta 25-26 Maret 2003. hlm 21-35. Departemen Kesehatan, RI. Materia Medika Jilid 1. 1977a. 169 hal. Departemen Kesehatan, RI. Materia medika Jilid V. 1977b. 652 hal. De Padue, LSD, N Bunyapraphatsara, RHMJ Lemmens. 1999. Plant Resources of South-East Asia 12. Prosea Fondation. Dow Al, S. Robert. 1982. Proposal: Critical Nutrients Ranges for Diagnosis. Agron. J. 74: 401-403.
125
Duke, JA. 1987. The Handbook of Medicinal Herbs, CRC Press Inc. Boca Raton, Floroda, pp 109-110. Elumalai RP, P Nagpal, JW Reed. 2002. A Mutation in the Arabidopsis Kt2/Kup2 Potassium Transporter Gene Affects Shoot Cell Expansion. Plant Cell, 14: 119-131. Evans CE. 1987. Soil Test Calibration. In : J.R. Brown, editor. Soil Testing: Sampling, Correlation, Calibration, and Interpretation. Madison, Wisconin, USA: SSSA Spec. Pub. No. 21. Soil Sci. Soc. Amer. pp 23-29. Gardner, FP, RB Pearce, RL Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. H. Susilo (Penerjemah). Penerbit UI Press. Jakarta. 423 hal. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants. Ghulamahdi M, SA Aziz, N Bermawie, Hernani. 2007. Evaluasi Morfologi, Fisiologi dan Genetic Pegagan mendukung Standarisasi Mutu Pegagan. Laporan Hasil Penelitian IPB dan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 99 hlm. Grundon NJ. 1987. Volatile Losses of Sulfur from Intact Plants. Journal of Plant Nutrition 11: 563-576. Hanafiah KA. 2004. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Divisi Buku Perguruan Tinggi. PT Raja Grafindo Persada Jakarta. Hal. 256-266. Haralampidis K, M Trojanowska, AE Osbourn. 2002. Biosynthesis of Triperpenoid Saponins in Plants. Di dalam : Scheper Ted. Advances in Biochemical Engineering/Biotechnology. Vol. 75. Berlin, Heidelberg. Germany : Springer Verlag: 32-49. Harborne JB. 1978. Metoda Fitokimia: Penuntun Cara Moderen Menganalisis Tumbuhan (Terbitan kedua). Bandung ITB. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 286 hal. Havlin, JL, JD Beaton, SL Tisdale, WL Nelson. 2005. Soil Fertility and Fertilizers : An Introduction to Nutrient Management. 7th edition. Pearson Education, Inc. New Jersey. 515 p. Heckman J. 2001. Leaf analysis for fruit tress. Rutgers Cooperative Research dan Extension N.J. Agricultural Experiment Station. Rutgers, The state University of New Jersey, New Brunswick. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta.1884 hal.
126
Hidayat, A, A. Mulyani. 2005. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. PuslitbangTanah dan Agroklimat. Balitbang Deptan. Bogor 31 hal. Hiraoka K, Y Umemia. 2000. Estimation of Balance of Nitrogen, Phosphorus and Potassium in Relation to Chemical Fertilizer Application in Japanese Orchard Fields. JARQ 34, 87-92. Idris K. 1996. Penyerapan Hara oleh Tanaman dan Peranannya dalam Metabolisme Tanaman. Disajikan dalam Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman, Kerjasama antara Fakultas Pertanian, IPB dengan Agriculture Research and Management Project (ARMP), Bogor, 25 November - 7 Desember 1996. Ismunadji M., S Partohardjono, AS Karama. 1991. Fosfor, Peranan dan Penggunaannya dalam Bidang Pertanian, Kerjasama PT Petrokimia Gresik (Persero) dengan Balai Penelitian Tanamanan Bogor: 70 hal. Institut Pertanian Bogor. 2005. Pasar Domestik dan Ekspor Produk Tanaman Obat (Biofarmaka). Diakses Pebruari 2007. James J, I Dubery. 2011. Identification and Quantification of Triterpenoid Centelloids in Centellaasiatica (L.) Urban by Densitometric TLC. J.of Planar Chromatography 24(1):82-87. Januwati M, H Muhammad. 1992. Cara Budidaya Pegagan (Centella asiatica L. (Urban)). Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1 (2):42-44. Januwati
M, M Yusron. 2005. Budidaya http://www.balittro.go.id.[19 Mei 2008].
Tanaman
Pegagan.
Jones, JB. 1998. Plant Nutrition Manual. New York. CRC Press. Khan S, F Al-Qurainy, M Ranu, S Ahmad, MZ Abdin. 2010. Phyllanthin Biosynthesis in Phyllanthus amarus: Schum and Thonn Growing at Different Altitudes. Journal of Medicinal Plants Research 4 (1): 041048. Kidder G. 1993. Methodology for Calibrating Soil Test. Soil and, Crop Sci. Soc. Florida Proc. 52:70-73. Lakitan B. 2004. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Grafindo Persada. Leiwakabessy FM. 1996. Persiapan Contoh, Pembuatan Ekstrak dan Penetapan Kandungan Hara dalam Contoh. Disajikan dalam Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman, Kerjasama antara Fakultas Pertanian, IPB dengan Agriculture Research and Management Project (ARMP), Bogor 25 November - 7 Desember 1996.
127
Leiwakabessy FM, A Sutandi. 2004. Diktat Kuliah : Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 208 hal. Liferdi, R Poerwanto, LK Darusman. 2005. Perubahan Karbohidrat dan Nitrogen Empat Varietas Rambutan. J. Hort. 16(2):134-141. Lozano FC. 1990. Soil and Plant Analysis : A Diagnostic Tool for Nursery Soil Management in Planting Stock Production Technology. Training Course Proceeding No.1. Malezieux E, DP Bartholomew. 2003. Plant Nutrition. In : Bartholomew DP, Paul RE and Rolu-bach KG. Edited. The Pineapple Botany, Production and Uses. USA. New York. CABI Publising. pp.143-166. Marschner H. 1995. Mineral Nutrition in Higher Plants. Academic Press. New York. 889 p. Marsono, P Sigit. 2001. Pupuk Akar: Jenis dan Aplikasinya. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal. Martindale. 1967. Extrapharmacopea. Edisi XXV. The Pharmaceutical, London Press. 1514. Ming Z, S Liu, L Cao, L Tang. 2004. Effect of Total Glucosides of Centella asiatica on Antagonizing Liver Fibrosis Induced by dimethylnitrosamine in Rats. Zhongguo Zhongxiji Jiche Zazhi (China), 24(8): 731-734. Mooney PA. 1992. Citrus Nutrition-Leaf Nutrient Analysis. Hort research. New Zealand.pp.241-251. Munson DM, WL Nelson. 1990. Principles and Practices in Plant Analysis. In : Westerman RL. (Editor). Soil Testing and Plant Analysis. Third Edition. Madison, Wisconsin, USA: Soil Sci. Soc. Amer. him 359-387. Musyarofah, N. 2006. Respon Tanaman Pegagan Terhadap Pemberian Pupuk Alami di Bawah Naungan (Tesis). Departemen Agronomi dan Hortikultura, Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Musyarofah, N, S Susanto, SA Azis, S Kartosoewarno. 2007. Respon Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) terhadap Pemberian Pupuk Alami di Bawah Naungan. Bul Agron 35 (3):217-224. Nakasone HY, RE Paull. 1999. Pineapple. In : Tropical Fruits. New York, USA: CAB International. pp 292-327. Nursyamsi D. 2002. Studi Korelasi Uji Tanah Hara K Tanah Oxisol dan Inceptisols untuk Jagung (Zea mays). J. Tanah Trop. 15: 59-68.
128
Nursyamsi D, S Rochayati, Sulaeman. 2002. Kalibrasi Uji Tanah Hara P dan K di Lahan Kering untuk Tanaman Jagung (Zea mays L.). Bogor: Pusat Peneltian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Olson RA, LT Kurtz. 1985. Crop Nitrogen Requitments, Utilization, and Fertilization. In : F.J. Stevenson. (Editor) Nitrogen in Agricultural Soils. Madison, Wisconsin, USA. Soil Sci.Soc. Amer. pp : 567-604. Phillips DR, JM Rasberry, B Bartel, BST Matsuda. 2006. Biosynthestic Diversity in Plant Triterpene Cyclization. Curr. Opin. Plant Biol. 9: 305-314. Rachim, DA, Suwandi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rao KGM, S Muddanna Rao, S Gurumadhva Rao. 2006. Centella asiatica L. (Urban.) Leaf Extract Treatment During the Growth Spurt Period Enhances Hippocampal CA3 Neuronal Dendritic Arborization in Rats. Evid. Based Complement, Altern. Med. 3(3):349-357 Salisbury FB, CW Ross. 1995. Plant Physiology. 4th edition. Wadsworth Publishing Co. 540 p. Sjarif S, H Widjaja. 1994. Penentuan Metode Analisa P Tanah untuk Pendugaan Kebutuhan Pupuk P pada Andisols. Laporan Penelitian Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 17 hal. Soeharso Y, J Widyastuti, R Hutapea. 1992. Tinjauan Penggunaan Tanaman Pegagan (Centella asiatica L.) sebagai Obat Tradisional dari Beberapa Kepustakaan. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 154 hal. Soil Survey Staff. 1999. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 286 hal. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 591 hal. Soepartini, M. 1990. Kimia Tanah. Materi Pelatihan Teknik Analisa Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. 12 hal. Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta Bandung. Hlm. 61-75. Sumner ME. 1979. Interprettion of Foliar Analysis for Diagnostic Purpose. Agron. J 71: 343-348
129
Sutandi A. 1996. Rekomendasi Pemupukan Berdasarkan DRIS (the Diagnosis and Recommendation Integrated System), disajikan dalam Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman. Kerjasama antara Fakultas Pertanian IPB dengan Agriculture Research and management Project (ARPM), Bogor, 25 Nopember – 7 Desember 1996. Sutardi. 2008. Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 82 hal. Sutriadi MT, D Nursyamsi, U Kurnia. 2003. Korelasi Uji Tanah Hara P pada Typic Kandiudults di Lampung untuk Kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Di dalam: Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah masam. Bandar Lampung, 29-30 september 2003. Buku II Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hal 97-96. Sutrisno B. 1996. Ikhtisar Farmakognosi Jilid I. Jakarta: CV. Quartz. Swastika IW, MT Sutriadi, A Kasno. 2005. Pengaruh Pupuk Kandang dan Fosfat Alam terhadap Produktivitas Jagung di Typic Hapludox dan Plintik Kandiudults Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumber Tanah dan Iklim. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Vol.2:178191. Taiz L, E Zeiger. 2002. Plant Physiology. Sinauer Associates, Inc, Publisher Sunderland, Massachusetts. 690 p. Tan KH. 1982. Principles of Soil Chemistry. New York: Madison Avenua, Marcel Dekker, Inc. Terry N, A Ulrich. 1993. Effect of Phosporus Deviciency on the Photosinthesis and Respiration of Leaves in Sugar Beat.Plant Physiologi. 51 : 43-47 Thompson LM, FR Troch. 1978. Soil and Soil Fertility. New york: Mc Graw-Hill Book Company. Tisdale SL, WL Nelson, JD Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. 4th Edition. New York: Macmillan Publishing Company. Ulrich A, FJ Hills. 1967. Principle and Practice of Plant Analysis. In Soil Testing and Plant Analysis. Part II. SSSA. Special Publ. Series No. 2 : 11-24. Soil Sci. Soc. Of Amer., Madison Wis. Van Steenis CGGJ. 1997. Flora. Moeso Surjowinoto. (Penerjemah). Jakarta. Pradnya Paramitha. 324 hal.
130
Vickery ML, B Vickery. 1981. Secondary Plant Metabolism. London: The Macmillan Press LTD. London and Basingstoke. 334 p. Widjaja-Adhi IPG. 1996. Penggunaan Uji Tanah dan Analisa Daun sebagai Dasar Rekomendasi Pemupukan. Disajikan Dalam: Pelatihan Optimalisasi Pemupukan. Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bekerjasama dengan Fakultas Pertanian IPB, Bogor, 19-31 Januari 1996. Widodo, W. D. 1995. Pemangkasan Pohon Buah-buahan. PenebarSwadaya. Jakarta.103 hal. Widowati L, Pudjiastuti, D Indrari, D Sundari. 1992. Beberapa Informasi Khasiat Keamanan dan Fitokimia Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban). Warta Tumbuhan Obat Indonesia. I (2): 39-42. Wijaya KA. 2008. Nutrisi Tanaman Sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.121 hlm. Wilkinson RE (Ed) 1994. Plant-Environment Interaction. Marcel Dekker, Inc. New York. Zwart P. 2006. Fruit tree leaf analysis. www.omafra.gov.on.ca/2006/htm. [12 Agust 2008]
131