TRANSFORMASI GELOMBANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP DINAMIKA PANTAI MUARA AJKWA TAHUN 1993-2007
MUKTI TRENGGONO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Transformasi Gelombang dan Pengaruhnya Terhadap Dinamika Pantai Muara Ajkwa Tahun 1993-2007” adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009
Mukti Trenggono
ABSTRACT MUKTI TRENGGONO. Wave Transformation and Its Effect to Coastal Dynamic of Ajkwa Estuary in 1993 – 2007. Under direction of I WAYAN NURJAYA and NYOMAN METTA N. NATIH. The coast of Ajkwa estuary is a place that Ajkwa river flows into the Arafuru Sea. It is influenced by wave transformation. Based on the wave climate from wind data for the Ajkwa coast, wave transformation has been modelled by analytical and numerical, providing the needed information for potential longshore drift estimates. Furthermore the satellite remote sensing technology and GIS was used to detect and analyze the spatial changes as well as quantify the result of coastal change in Ajkwa estuary. According to its coastline orientation, different sectors of the coast present varying longshore drift patterns. Estimates have been made for the yearly-averaged wave climate as well as for each season, showing thereby the longshore drift patterns along the year. Based on the results of the potential longshore drift intensities and directions and on the shoreline outline in plan, it has been possible to identify a strongly drift dominated in the west coast than the east coast. Contrasting patterns of longshore drift between the western and eastern coast indicate a sediment surplus in the central portion (middle estuary), making sediment available for riverine transport processes, either on-or offshore. Considering long-term aspects, the longshore drift patterns are in agreement with the coastal infilling process which has mainly been driven by persistent surplus from littoral sediment drift. Key word: wave transformation, longshore drift, littoral sediment drift, Ajkwa estuary coast.
RINGKASAN MUKTI TRENGGONO. Transformasi Gelombang dan Pengaruhnya terhadap Dinamika Pantai Muara Ajkwa Tahun 1993 - 2007. Dibimbing oleh I WAYAN NURJAYA dan NYOMAN METTA N. NATIH. Pantai muara Ajkwa, merupakan bagian dari daerah hilir aliran sungai Ajkwa yang langsung menghadap ke perairan laut Arafuru. Sungai Ajkwa mengalirkan material sedimen, baik secara alami maupun akibat aktifitas manusia berupa limbah tailing. Sebagai sungai dengan debit aliran yang besar, sungai Ajkwa seharusnya mampu mengalirkan volume air dan sedimen dari daerah atas. Namun berdasarkan kajian yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia tahun 2006, material sedimen yang terbawa aliran sungai tidak sepenuhnya mengalir ke laut lepas. Pengaruh faktor hidrooseanografi terutama gelombang diduga lebih dominan dari faktor lainnya. Hasil kajian melalui citra satelit menunjukkan, bahwa akresi pantai di muara Ajkwa mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Akresi ini berpengaruh terhadap morfologi pantai bahkan terhadap sistem muara Ajkwa. Secara ekologis tingginya endapan akan berdampak terhadap komponen-komponen lingkungan di daerah muara, bahkan lebih jauh lagi dapat mencapai daerah di atasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola transformasi gelombang perairan dalam menuju pantai di muara Ajkwa menggunakan model STWave, menganalisis besar pengaruh gelombang terhadap transpor sedimen menyusur pantai di sepanjang pantai muara Ajkwa, dan melihat dinamika pantai yang terjadi berdasarkan budget sedimen secara spasial dari pengaruh gelombang melalui volume dan arah transpor sedimen menyusur pantai dengan menggunakan metode Fluks Energi. Hasil keseluruhan dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan dalam menyusun strategi pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang terintegrasi di perairan muara Ajkwa. Hasil analisis terhadap gelombang peramalan menunjukkan, pada musim barat dan pancaroba I, gelombang tertinggi dari arah baratdaya. Karakteristik gelombang musim timur memperlihatkan perubahan arah gelombang yang signifikan dibanding musim barat dan musim pancaroba I. Pada musim timur, gelombang maksimum berasal dari arah selatan sedangkan gelombang minimum yang tumbuh berasal dari tenggara. Kecepatan angin yang besar dari tenggara tidak berkorelasi positif terhadap ketinggian gelombang, hal ini dipengaruhi oleh panjang fetch tenggara yang masih dibawah fetch maksimum 200 km. Seperti halnya gelombang musim timur, pada musim pancaroba II gelombang maksimum berasal dari arah selatan, namun ketinggian gelombang yang sama juga tumbuh dari arah baratdaya. Fenomena ini sesuai dengan pergeseran kondisi angin yang bervariasi dari arah baratdaya seiring pergeseran musim menuju musim barat. Adanya perbedaan fetch efektif yang mempengaruhi pertumbuhan tinggi gelombang pada tiap arah angin memperlihatkan posisi perairan Ajkwa lebih terbuka terhadap angin dari selatan dan barat daya. Kecepatan merambat (C) pada keseluruhan musim berkisar dari 8,4 – 9,5 m/det sedangkan panjang gelombang (L) berkisar dari 51 – 85 m. Nilai C dan L di laut dalam hanya dipengaruhi oleh
periode gelombang, dimana semakin besar periodenya maka kecepatan dan panjang gelombangnya juga besar. Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses transformasi seperti refraksi dan shoaling karena pengaruh perubahan kedalaman laut. Pada saat kelancipan gelombang (steepnes) mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah dengan membentuk sudut tertentu terhadap garis pantai. Transpor sedimen terjadi setelah gelombang pecah pada kedalaman tersebut sedangkan arah transpor sedimen akan searah dengan arus menyusur pantai. Pada pantai timur, arah baratlaut arus dan transpor sedimen menyusur pantai bergerak ke kanan sedangkan arah tenggara bergerak ke kiri pantai (dari pengamat yang berdiri di pantai menghadap kearah laut). Pada pantai barat, arah timurlaut arus dan transpor sedimen menyusur pantai bergerak ke kiri sedangkan arah baratdaya bergerak ke kanan. Pergerakan arus sepanjang pantai pada musim barat dipantai barat mengarah ke timurlaut, sedangkan di pantai timur mengarah ke tenggara. Kekuatan arus musim ini paling besar dibandingkan pada musim lainnya. Selanjutnya pada musim pancaroba I, pada pantai barat arah arus berbalik menuju baratdaya, sedangkan di pantai timur arah mengarah ke tenggara. Arah sebaliknya menuju baratlaut terjadi di pantai timur pada musim timur, sedangkan pada pantai barat, berkolaborasi dengan arah arus musim pancaroba I ke arah baratdaya. Sementara pada musim pancaroba II, arah arus di pantai barat menuju ke baratlaut dan bertemu dengan aliran dari sungai Ajkwa, sedangkan pada pantai barat arus mengarah ke baratdaya seiring aliran sungai Ajkwa. Arus terbesar terjadi pada musim barat, dimana pada pantai barat terjadi pada profil P3 (0,382 m/det) ke timurlaut dan di pantai timur di profil P6 (0,139 m/det) ke tenggara. Faktor yang mempengaruhi kondisi di profil P3 dan P6 adalah kemiringan yang lebih besar dibanding profil lainnya. Volume transpor sedimen terbesar di pantai barat terjadi pada musim timur, dimana arus sepanjang pantainya ke baratdaya. Selanjutnya pada pantai timur, volume transpor sedimen terbesar terjadi pada musim barat, dengan arah transpor menuju tenggara. Faktor yang mempengaruhi transpor sedimen adalah perbedaan frekwensi dan karakteristik gelombang pecah, kemiringan pantai dan diameter sedimen. Perbandingan hasil analisis budget sedimen dan analisis citra tahun 1996, 2003 dan 2006 menunjukkan ada perbedaan pada beberapa sel. Beberapa hal yang menyebabkan adalah perbedaan faktor penghitung yang digunakan dalam kedua analisis. Pada analisis budget yang hanya memperhatikan pengaruh gelombang terhadap arus dan transpor sedimen sepanjang pantai, masukan dari aliran tidak diperhatikan. Dalam analisis citra, semua faktor yang berpengaruh terhadap akresi dan abrasi diperhitungkan, sehingga masing-masing faktor yang awalnya bekerja sendiri-sendiri dan berpengaruh kecil akan menjadi pengaruh besar setelah bekerja secara simultan dengan faktor lainnya.
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin Institut Pertanian Bogor 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin Insititut Pertanian Bogor.
TRANSFORMASI GELOMBANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP DINAMIKA PANTAI MUARA AJKWA TAHUN 1993-2007
MUKTI TRENGGONO
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul
:
Transformasi
Gelombang
dan
Pengaruhnya
Terhadap
Dinamika Pantai Muara Ajkwa Tahun 1993 - 2007 Nama
:
Mukti Trenggono
NRP
:
C551060021
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. Ketua
Dr.Ir. Nyoman Metta N. Natih, M.Si Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian : 13 Agustus 2009
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi : Dr. Ir. Erizal, M.Agr
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penyusunan tesis dengan judul: Transformasi Gelombang dan Pengaruhnya Terhadap Dinamika Pantai Muara Ajkwa Tahun 1993 - 2007, dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. dan Dr. Ir Nyoman Metta N. Natih, M.Si sebagai pembimbing Ketua dan Anggota yang telah banyak membantu memberikan masukan saran dan kritik dalam penyusunan tesis ini. 2. Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kelautan. 3. Bapak Dr. Ir. Erizal, M.Agr. sebagai penguji luar komisi. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. sebagai Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 5. Staf pengajar Program Studi Ilmu Kelautan yang telah banyak memberikan ilmu dan pengatahuan serta pengalamannya. 6. Teristimewa istriku Riyanti, kedua anakku Nadya dan Zalfaa, orang tuaku dan mertuaku tercinta, serta keluarga besarku yang telah memberikan dukungan baik moral dan spiritual, yang tak terhingga. 7. Keluarga besar PT. Freeport Indonesia. 8. Bapak Dr. Denny Nugroho ST. MSi atas bantuan fasilitas dan masukkan saran dalam pengambilan data. 9. Rekan-rekanku IKL angkatan 2006 yang telah memberikan doa dan dukungan, serta semua pihak yang telah memberi motivasi dan dukungannya selama ini. Akhir kata, penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat dan berguna dalam pengembangan ilmu khususnya bidang oseanografi. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Oleh karenanya saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. .
Bogor, Agustus 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purbalingga pada tanggal 30 Nopember 1979 sebagai anak bungsu dari pasangan Sudamri dan Kursinah. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP Semarang dari tahun 1999 - 2004. Selama menempuh studi sarjana, penulis aktif pada organisasi HMIK, unit selam UKSA-387 UNDIP. Tahun 2006, penulis diterima di program Studi Ilmu Kelautan pada Program Pascasarjana IPB sampai sekarang. Selama ini penulis pernah terlibat dalam kegiatan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Pulau-pulau Pemukiman di Gugus Pulau Panggang, Kelapa, Kelapa Dua, Harapan, Kepulauan Seribu (Asisten Peneliti Oseanografi PPSMLUI, 2002 - 2003); Studi Penyebaran Fenol dan Merkuri di Perairan Utara Jawa Barat (BP Oil West Java) (Asisten Peneliti Oseanografi, PPSMLUI- BP Oil West Java, 2002 - 2003); Studi Parameter Oseanografi dan Aplikasi Model Matematika di Perairan Kepulauan Karimunjawa (DUE-LIKE Dikti, 2003); Studi Kelayakan Kawasan Ekowisata Pulau Panjang, Kab. Jepara (Asisten Peneliti Oseanografi PSPLT-UNDIP, 2003); Supply of Coastal Zone Baseline Spatial Data Sets MCRMP (Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Jambi, NTT, NTB) ( Asisten Peneliti Oseanografi DKP, 2004-2005); Kajian Pengembangan Sumber Daya Pesisir dan Laut Pantai Nias dan Nias Selatan (Pasca Tsunami) (Asisten Peneliti Oseanografi BRR NiasAceh, 2006); Kajian Dampak Tailing terhadap Ekosistem Pesisir (Asisten Peneliti Hidrooseanografi PT. Freeport-Ecostar, 2007); Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Kabupaten Pamekasan (Tenaga Ahli SIG DKP-PT. Ridatama Kreasindo, 2008); Inventarisasi dan Identifikasi Potensi Kapal Tenggelam Menunjang Wisata Bahari (Tenaga Ahli Oseanografi-SIG DKP-PT. Pusparaya Karsa Perdana, 2008).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................... Perumusan Masalah ....................................................................... Tujuan dan Manfaat ......................................................................
1 2 4
TINJAUAN PUSTAKA Angin sebagai Pembangkit Gelombang .......................................... Gelombang .................................................................................... Transformasi Gelombang ............................................................... Karakteristik Sedimen .................................................................... Debit Sungai .................................................................................. Arus di Dekat Pantai ...................................................................... Transpor Sedimen Pantai ............................................................... Pasang Surut .................................................................................. Muara yang Didominasi Gelombang Laut ...................................... Citra Satelit Penginderaan Jauh ...................................................... Kondisi Umum Perairan Muara Ajkwa ...........................................
6 6 7 9 13 13 15 17 18 18 19
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi .......................................................................... Alat dan Bahan .............................................................................. Pengambilan Data Primer ............................................................... Pasang surut ............................................................................ Arus ........................................................................................ Gelombang .............................................................................. Sedimen .................................................................................. Batimetri ................................................................................. Pengambilan Data Sekunder ........................................................... Angin ...................................................................................... Sedimen Suspensi ................................................................... Citra Satelit Landsat ................................................................ Analisis Data .................................................................................. Arus ....................................................................................... Pasang surut ............................................................................ Bathimetri ............................................................................... Sedimen .................................................................................. Angin ...................................................................................... Peramalan Gelombang ................................................................... Parameter Gelombang Pecah ..........................................................
21 21 23 22 22 23 23 23 24 24 24 24 24 24 24 25 26 26 27 31
Transformasi Gelombang ............................................................... Arus Menyusur Pantai .................................................................... Transpor Sedimen .......................................................................... Analisis Budget Sedimen ............................................................... Analisis Morfologi Spit dan Garis Pantai Berdasarkan Citra ..........
33 36 36 37 38
HASIL DAN PEMBAHASAN Angin ............................................................................................. Profil Perairan Ajkwa ..................................................................... Arus ............................................................................................... Pasang surut ................................................................................... Karakteristik Gelombang ............................................................... Gelombang Peramalan ............................................................ Gelombang Pengukuran ......................................................... Pola Transformasi Gelombang ................................................ Musim Barat ..................................................................... Musim Pancaroba I ........................................................... Musim Timur .................................................................... Musim Pancaroba II .......................................................... Arus Menyusur Pantai dan Volume Transpor Sedimen Menyusur Pantai ............................................................................ Sebaran Sedimen ........................................................................... Analisis Budget Sedimen, Morfologi Spit di Muara dan Pantai ..... Analisis Dinamika Garis Pantai Berdasarkan Citra .........................
39 43 45 46 49 49 51 54 54 57 61 62 66 71 73 79
KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan ........................................................................................ Saran ..............................................................................................
81 82
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
83
LAMPIRAN ........................................................................................
87
vii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Klasifikasi ukuran butir ...................................................................
10
2
Penilaian harga kepencengan atau skewness ....................................
12
3
Penilaian harga kurtosis ..................................................................
13
4
Laju endap untuk berbagai ukuran partikel sedimen ........................
17
5
Alat dan bahan yang digunakan .......................................................
21
6
Persamaan parameter gelombang amplitudo kecil (CHL 2002) ........
28
7
Frekwensi kejadian angin selama musim barat ................................
39
8
Frekwensi kejadian angin selama musim pancaroba I .......................
40
9
Frekwensi kejadian angin selama musim timur ...............................
41
10 Frekwensi kejadian angin selama musim pancaroba II ....................
42
11 Data kemiringan pantai pada kedalaman referensi 3 m ....................
44
12 Hasil analisa harmonik pasut perairan estuari Ajkwa .......................
47
13 Tunggang air pasang surut untuk tipe pasang surut diurnal pada referensi MSL .................................................................................
48
14 Panjang fetch efektif di perairan muara Ajkwa ...............................
49
15 Hasil peramalan gelombang laut dalam (d= 40 m) berdasarkan angin maksimum per musim (1993 - 2007) dan Feff .........................
49
16 Perbandingan karakteristik gelombang signifikan peramalan dan survey perairan Ajkwa .............................................................
53
17 Perubahan karakteristik gelombang musim barat pada tiap profil dari baratdaya (231,40) ....................................................................
55
18 Perubahan karakteristik gelombang musim pancaroba I pada tiap profil dari barat (247,50)...................................................................
57
19 Perubahan karakteristik gelombang musim pancaroba I pada tiap profil dari barat daya (238,80) ..........................................................
58
20 Perubahan karakteristik gelombang musim pancaroba I pada tiap profil dari selatan (196,70) ................................................................
59
21 Perubahan karakteristik gelombang musim pancaroba I pada tiap profil dari tenggara (1470) ................................................................
60
22 Perubahan karakteristik gelombang musim timur pada tiap profil dari tenggara (133,00).......................................................................
62
23 Perubahan karakteristik gelombang musim pancaroba II pada tiap profil dari barat daya (235,9o ) .........................................................
63
viii
24 Perubahan karakteristik gelombang musim pancaroba II pada tiap profil dari selatan (202,1o) ................................................................
64
25 Perubahan karakteristik gelombang musim pancaroba II pada tiap profil dari tenggara (114,10) ............................................................
65
26 a) Nilai parameter gelombang pecah, kecepatan arus dan volume transpor sedimen menyusur pantai pada profil 1 - 3 ....................
69
b) Nilai parameter gelombang pecah, kecepatan arus dan volume transpor sedimen menyusur pantai pada profil 4 - 6 ....................
70
27 Bentuk butir sedimen tiap stasiun ....................................................
73
28 Hasil analisis budget sedimen berdasarkan transpor sedimen menyusur pantai setiap sel pantai selama tahun 1993 - 2007 ............
74
29
Pertambahan akresi perairan muara Ajkwa ......................................
76
30
Tabel 30 Perubahan sel pantai hasil perhitungan berdasarkan budget sedimen dan analisis citra ....................................................
79
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Diagram alir penelitian ....................................................................
5
2
Diagram segitiga campuran lumpur, pasir, dan kerikil .....................
10
3
Peta lokasi penelitian .......................................................................
22
4
Peta Fetch Efektif perairan muara Ajkwa .......................................
29
5
Diagram alir koreksi kecepatan angin .............................................
30
6
Rasio koreksi angin pada ketinggian 10 m ......................................
30
7
Rasio durasi kecepatan angin (Ut) pada kecepatan 1 jam (U3600) .....
31
8
Perbandingan/rasio (RL) kecepatan angin di atas laut (UW) dengan angin di darat (UL) ..............................................................
31
9
Skematik grid dalam STWave ........................................................
36
10
Windrose musim barat ....................................................................
39
11
Windrose musim pancaroba I ..........................................................
40
12
Windrose musim timur ...................................................................
41
13
Windrose musim pancaroba II ........................................................
42
14
Kondisi batimetri perairan Ajkwa ...................................................
44
15
Scatter plot arus di kedalaman 12 m perairan offshore Ajkwa .........
45
16
Grafik hubungan kecepatan arus dan elevasi pasut di perairan offshore Ajkwa ...............................................................................
46
17
Grafik pasut perairan muara Ajkwa ................................................
48
18
Grafik gelombang hasil peramalan tanggal 25 – 29 September 2007 ..............................................................................
51
Grafik hubungan tinggi gelombang dan pasut di perairan Offshore Ajkwa ...............................................................................
52
20
Hubungan gelombang peramalan dengan survey .............................
53
21
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari baratdaya (231,4o) ...........................................................................
56
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari barat (247,5o) ..................................................................................
58
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari barat daya (238,8o) ..........................................................................
59
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari selatan (196,7o) ...............................................................................
60
19
22 23 24 25
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari
x
tenggara (147o) ...............................................................................
61
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari tenggara (133,0o) ............................................................................
62
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari barat daya (235,9o ) ..........................................................................
63
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari selatan (202,1o) ................................................................................
64
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari tenggara (114,1o) .............................................................................
65
30
Garis pecah gelombang berdasarkan analisis citra ............................
66
31
Arah pergerakan arus dan transpor sedimen tiap musim per profil ...
67
32
a) Grafik kandungan sedimen tersuspensi di perairan muara Ajkwa ..
71
b) Grafik total produksi tailing PT Freeport ......................................
72
33
Persentase sebaran ukuran butir ......................................................
72
34
Hasil analisis model budget sedimen berdasarkan transpor sedimen menyusur pantai setiap sel pantai selama tahun 1993 – 2007 ..........
74
35
Kondisi pasang surut perekaman citra .............................................
76
36
Sebaran spasial lokasi pertambahan akresi di perairan Ajkwa berdasarkan analisis citra satelit Landsat:
26 27 28 29
37
a) akresi tahun 1996 ........................................................................
77
b) akresi tahun 2003 ........................................................................
77
c) akresi tahun 2006 ........................................................................
77
Perubahan garis pantai antara tahun 1996, 2003 dan 2006 ................
80
xi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Analisis frekwensi kejadian angin maksimum selama 15 tahun .......
88
2
Data pasut lengkap pengamatan ......................................................
90
3
Konversi data angin ........................................................................
91
4
Hubungan antara faktor tegangan angin dan panjang fetch ..............
95
5
Hasil pengukuran gelombang perairan Ajkwa tanggal 25 – 29 September 2007 .............................................................................
96
Hasil analisis empiris parameter gelombang pecah perbulan selama tahun 1993 – 2007 di pantai barat ........................................
98
Hasil analisis empiris parameter gelombang pecah perbulan selama tahun 1993 – 2007 di pantai timur .......................................
103
Persentase sebaran butir sedimen tiap stasiun .................................
108
6 7 8
PENDAHULUAN
Latar Belakang Daerah muara merupakan daerah yang unik karena di kawasan ini terjadi interaksi antara daratan dan lautan. Bentuk interaksi ini berupa inflow (masukan) dari laut melalui dinamika air laut seperti arus, gelombang dan pasang surut dan sebaliknya outflow (keluaran) berbagai material termasuk sedimen dari daratan melalui sistem aliran sungai. Keterkaitan fenomena yang terjadi di daratan dan lautan memberikan pengaruh yang cukup besar untuk daerah muara sungai dan pantai sekitarnya (Pethick, 1989). Pantai muara Ajkwa, merupakan bagian dari daerah hilir aliran sungai Ajkwa yang mengalirkan material sedimen, baik secara alami maupun akibat aktifitas manusia berupa limbah tailing. Pada saat sedimen tersuspensi dari tailing masuk ke badan sungai dan mengalir ke muara, maka terjadi proses percampuran dengan sedimen tersuspensi badan air laut. Dinamika perairan laut berpengaruh dalam proses percampuran ini. Akresi yang terbentuk di daerah muara dan pantai merupakan indikator yang menunjukkan dinamisnya interaksi antara sedimen dan faktor-faktor hidrooseanografi. Gelombang besar yang terjadi pada daerah pantai dapat menimbulkan transpor sedimen baik tegak lurus maupun sejajar pantai. Volume transpor sedimen tergantung pada karakteristik gelombang dan ketersediaan sedimen. Semakin besar gelombang dan semakin besar angkutan sedimen, maka semakin banyak sedimen yang mengendap di pantai. Muara Ajkwa merupakan sistem sungai yang langsung menghadap ke perairan lepas, laut Arafuru. Dengan debit aliran yang besar, sungai Ajkwa seharusnya mampu mengalirkan volume air dan sedimen dari daerah atas. Namun berdasarkan kajian yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia, material sedimen yang terbawa aliran sungai tidak sepenuhnya mengalir ke laut lepas. Pengaruh faktor hidrooseanografi terutama gelombang diduga lebih dominan dari faktor lainnya. Hasil kajian melalui citra satelit menunjukkan, bahwa akresi pantai di muara Ajkwa mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun (PTFI, 2006). Akresi ini berpengaruh terhadap morfologi pantai bahkan terhadap sistem muara Ajkwa. Secara ekologis tingginya endapan akan berdampak terhadap
2
komponen-komponen lingkungan di daerah muara, bahkan lebih jauh lagi dapat mencapai daerah di atasnya. Sangat diperlukan Kajian yang mendalam mengenai interaksi sedimen dan faktor hidrooseanografi terutama gelombang untuk menentukan penanggulangan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar.
Perumusan Masalah Pola hidrodinamika pantai disekitar muara bergantung pada bentuk, karakteristik dan faktor dominan yang mempengaruhi morfologi muara itu sendiri. Faktor-faktor tersebut adalah gelombang, debit sungai, dan pasang surut (Yuwono, 1994; Triatmodjo, 1999). Ketiga faktor tersebut bekerja secara simultan, namun biasanya salah satu dari ketiga faktor mempunyai pengaruh lebih dominan dari yang lainnya. Gelombang memberikan pengaruh lebih dominan pada muara kecil yang berada di laut terbuka. Sebaliknya, muara yang besar di laut tenang akan didominasi oleh debit sungai. Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai yang berpengaruh terhadap proses dinamika di pantai. Pola arus pantai disekitar muara ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang datang dengan garis pantai. Dyer (1986) menyatakan bahwa modifikasi bentuk pantai di sekitar muara merupakan fungsi dari pengaruh arus sepanjang pantai yang menghasilkan morfologi spit di depan muara. Lebih lanjut mengenai arus sepanjang pantai dapat ditimbulkan oleh gelombang pecah dengan membentuk sudut terhadap garis pantai (Triatmodjo, 1999). Gelombang yang merambat dari perairan dalam menuju ke perairan dangkal akan mengalami perubahan perilaku gelombang (transformasi) dari sifat dan parameter gelombang seperti proses refraksi, shoaling, refleksi maupun difraksi akibat pengaruh karakteristik dan bentuk pantai. Pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian rupa, sehingga mampu mereduksi energi gelombang yang datang. Akumulasi sedimen di pantai dapat menyerap dan memantulkan atau kombinasi dari keduanya secara bersama-sama terhadap energi yang berasal dari gelombang. Apabila seluruh energi gelombang terserap maka pantai dalam kondisi seimbang. Sebaliknya pantai dalam kondisi tidak seimbang apabila
3
muncul proses abrasi dan akresi yang selanjutnya menyebabkan perubahan garis pantai. Proses keseimbangan pantai dimaksud dapat disebabkan oleh daya tahan material penyusun pantai dilampaui oleh kekuatan eksternal yang ditimbulkan oleh pengaruh hidrodinamika, maupun ada atau tidak gangguan terhadap keseimbangan pasokan sedimen yang masuk ke arah pantai dan kemampuan angkutan sedimen pada suatu bagian pantai. Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini akan dijawab: 1. Bagaimana pola transformasi gelombang dari perairan dalam menuju perairan muara Ajkwa? 2. Bagaimana
pengaruh
gelombang
terhadap
arus
transpor
sedimen
sejajar/menyusur pantai di sepanjang pantai muara Ajkwa? 3. Bagaimana dinamika pantai yang terjadi berdasarkan budget sedimen dari pengaruh gelombang melalui volume dan arah transpor sedimen menyusur pantai dengan menggunakan metode Fluks Energi. Pemahaman mengenai proses-proses di pantai yang mengendalikan angkutan sedimen dan perubahan morfologi pantai memerlukan strategi. Penelitian ini adalah bagian dari strategi tersebut, dimana dalam penelitian ini mencoba menghubungkan dua teknik, yaitu model analitik dan model numerik. Untuk menunjang kedua teknik ini, digunakan juga penginderaan jauh. Model analitis hanya dapat menyelesaikan beberapa persamaan tertentu saja sehingga sangat ideal digunakan untuk sistem dengan karakteristik linear. Model numeris dapat menyelesaikan baik permasalahan linear maupun nonlinear. Metode numeris dapat menyelesaikan perumusan kompleks dengan kemudahan perhitungan. Kecepatan arus menyusur pantai sekitar muara menggunakan metode analitik yang dikembangkan oleh coastal engineering research center (CERC) (1984) dan coastal hydraulic laboratory (CHL) (2002). Transpor sedimen sepanjang pantai menggunakan metode Fluks Energi (CHL 2002) yang hanya memperhitungkan pengaruh parameter gelombang pecah dan kemiringan pantai. Pola transformasi gelombang diselesaikan dengan menggunakan model STWave. Model ini berbasis pada persamaan mild slope, yang diselesaikan secara
4
numerik dengan menggambarkan transformasi lengkap dari gelombang amplitudo kecil yang meliputi fenomena refraksi dan difraksi.
Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pola transformasi gelombang perairan dalam menuju pantai di muara Ajkwa menggunakan model STWave, menganalisis besar pengaruh gelombang terhadap transpor sedimen menyusur pantai di sepanjang pantai muara Ajkwa, dan melihat dinamika pantai yang terjadi berdasarkan budget sedimen secara spasial dari pengaruh gelombang melalui volume dan arah transpor sedimen menyusur pantai dengan menggunakan metode Fluks Energi. Selanjutnya hasil analisa ini bisa digunakan setidaknya sebagai masukan dalam upaya pengelolaan dan pengembangan daerah pantai di muara Sungai. Hasil keseluruhan dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan dalam menyusun strategi pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang terintegrasi di perairan muara Ajkwa.
Pendekatan Model Analitik
Pasut
MSL
Batimetri
Koreksi kedalaman
Data primer Sedimen Arus
Verifikasi gelombang
Gelombang Survey Lapangan
Tidak Angin
P E N E L I T I A N
Data sekunder
Gelombang ramalan
Metode SMB
Citra Landsat
Sedimen Budget
Akresi/Abrasi Peta RBI, Batimetri
Ya
Arus pantai Transpor sedimen
Grid model Model Gelombang STWAVE
Pendekatan Model
Parameter gelombang (T, H, Arah)
Pendekatan Model Numerik : Batas Pendekatan Model Analitik-Numerik
Gambar 1 Diagram alir penelitian 5
TINJAUAN PUSTAKA Angin sebagai Pembangkit Gelombang Angin merupakan massa udara yang bergerak (Lakitan, 2002). Angin dapat bergerak secara horisontal maupun secara vertikal dengan kecepatan yang bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis. Faktor pendorong bergeraknya massa udara adalah adanya perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat yang lain. Arah tiupan angin dari tempat bertekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah, hal ini terjadi jika tidak ada gaya lain yang mempengaruhi. Adanya perputaran bumi berpengaruh terhadap arah pergerakan angin ini yang dikenal dengan pengaruh Coriolis (Coriolis Effect). Menurut Davis (1991), ada tiga faktor penentu karakteristik gelombang yang dibangkitkan oleh angin yaitu:(1) lama angin bertiup atau durasi angin, (2) kecepatan angin dan (3) fetch (jarak yang ditempuh oleh angin dari arah pembangkit gelombang atau daerah pembangkitan gelombang). Semakin lama angin bertiup, semakin besar jumlah energi yang dihasilkan dalam pembangkitan gelombang. Demikian halnya dengan fetch, gelombang yang bergerak keluar dari daerah pembangkitan gelombang hanya memperoleh sedikit tambahan energi. Faktor lain yang turut mempengaruhi karakteristik gelombang adalah lebar fetch, kedalaman perairan, kekasaran dasar, stabilitas atmosfer dan sebagainya (Yuwono, 1994). Gelombang Gelombang timbul akibat adanya gaya-gaya alam yang bekerja di laut seperti tekanan atau tegangan dari atmosfir (angin), gempa bumi, gaya gravitasi bumi dan benda-benda angkasa (bulan dan matahari), gaya coriolis (akibat rotasi bumi), dan tegangan permukaan (Sorensen 1991; Komar 1998). Bascom (1959) dalam Bird (1984) menambahkan bahwa gelombang adalah gerakan berombak dari permukaan air yang dihasilkan oleh tiupan angin yang bergerak di atasnya. Pergerakan gelombang yang mendekati pantai akan mengalami pembiasan (reflection) dan akan memusat (convergence) jika mendekati semenanjung dan mengalami penyebaran (divergence ) jika mendekati cekungan. (Triatmodjo, 1999; CERC, 1984; CHL, 2002). Keadaan gelombang sangat dipengaruhi oleh
7
keadaan topografi dari dasar laut, yaitu keadaan dasar, kelengkungan garis pantai dan tonjolan dasar laut. Ippen (1966); Triatmodjo (1999); CHL (2002), mengklasifikasikan gelombang pada kedalaman relatif berdasarkan perbandingan antara kedalaman air (d) dan panjang gelombang L (d/L) sebagai berikut : 1. Gelombang laut dangkal, jika
d / L ≤ 1/20
2. Gelombang laut transisi, jika
1/20 < d / L <1/2
3. Gelombang laut dalam, jika
d / L ≥ 1/2
Klasifikasi berdasarkan kedalaman menyederhanakan rumus-rumus gelombang.
relatif
dimaksudkan
untuk
Transformasi Gelombang Gelombang akan pecah apabila tinggi gelombang telah mencapai titik batas tertentu yang berhubungan dengan panjang gelombang dan kedalaman air (CERC, 1984; Horikawa, 1988; Triatmodjo, 1999). Daerah dengan kedalaman air lebih besar dari setengah panjang gelombang, gelombangnya menjalar tanpa dipengaruhi oleh dasar laut. Pada daerah transisi dan dangkal, penjalaran gelombang dipengaruhi oleh kedalaman perairan. Sedangkan difraksi gelombang dapat terjadi apabila tinggi gelombang di suatu titik pada garis didekatnya yang mengakibatkan perpindahan energi sepanjang puncak gelombang ke arah tinggi gelombang yang lebih kecil. Gelombang pecah berbeda bentuknya, pada prinsipnya tergantung pada tinggi dan periode gelombang serta perubahan kemiringan laut. Bentuk gelombang pecah diklasifikasikan menjadi empat kategori (Iversen, 1952; Hayami, 1958; Wiegel, 1964; Galvin, 1968, 1972) dalam Horikawa (1988), yaitu spilling, plunging, surging dan collapsing. Triatmodjo (1999) menyatakan bahwa gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringan, yaitu perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang. Di laut dalam kemiringan gelombang maksimum, sedangkan gelombang mulai tidak stabil.
8
Posisi dengan kemiringan tersebut, kecepatan partikel di puncak gelombang sama dengan kecepatan rambat gelombang. Kemiringan yang lebih tajam dari batas maksimum menyebabkan kecepatan partikel di puncak gelombang lebih besar dari kecepatan rambat gelombang, sehingga terjadi ketidakstabilan. Pergerakan gelombang menuju laut dangkal tergantung dari kedalaman relatif d/L dan kemiringan laut m. Gelombang dari laut dalam bergerak menuju pantai bertambah kemiringannya sampai tidak stabil dan pecah pada kedalaman tertentu, disebut kedalaman gelombang pecah (db) Munk (1949) dalam Triatmodjo (1999). Pada pertumbuhan gelombang laut dikenal beberapa istilah seperti : 1. Fully developed seas, kondisi di mana tinggi gelombang mencapai harga maksimum (terjadi jika fetch cukup panjang). 2. Fully limited-condition, pertumbuhan gelombang dibatasi oleh fetch. Dalam hal ini panjang fetch (panjang daerah pembangkit angin) dapat dibatasi oleh garis pantai atau dimensi ruang dari medan angin 3. Duration limited-condition, pertumbuhan gelombang dibatasi oleh lamanya waktu dari tiupan angin 4. Sea waves, gelombang yang tumbuh di daerah medan angin. Kondisi gelombang di sini adalah curam yaitu panjang gelombang berkisar antara 10 sampai 20 kali lebih tinggi gelombang 5. Swell waves (swell), gelombang yang tumbuh (menjalar) di luar medan angin. Kondisi gelombang di sini adalah landai yaitu panjang gelombang berkisar antara 30 sampai 500 kali tinggi gelombang, (Ningsih 2000). Pada umumnya bentuk gelombang di alam adalah sangat rumit dan sulit digambarkan secara matematis (Triatmodjo, 1999; CHL, 2002). Kerumitan tersebut akibat perambatan yang tidak linier, tiga dimensi dan mempunyai bentuk yang acak (suatu deret gelombang mempunyai tinggi dan periode berbeda). Beberapa teori yang ada hanya menggambarkan bentuk gelombang yang sederhana dan merupakan pendekatan gelombang alam. Ada beberapa teori dengan berbagai kerumitan dan ketelitian untuk menggambarkan gelombang di alam, diantaranya adalah teori Airy, Stokes, Gerstner, Mich, Knoidal, dan teori gelombang tunggal (solitari wave). Teori gelombang Airy merupakan gelombang
9
amplitudo kecil, sedang teori yang lain adalah gelombang amplitudo terbatas (finite amplitude waves). Pengembangan pemahaman gelombang yang lebih lanjut adalah menentukan spektrum gelombang, yang menyatakan permukaan laut nyata sebagai superposisi dari sejumlah besar gelombang yang menjalar dengan periode, amplitudo, dan arah yang berbeda-beda (Bowden, 1983 dalam Massel, 1994). Bila distribusi energi gelombang hanya tergantung pada frekwensi, maka distribusi energi tersebut dinamakan spektrum searah atau spektrum frekwensi. Spektrum ini dikemukakan berdasarkan pada pengamatan gelombang laut. Spektrum gelombang laut kadang-kadang memiliki pola yang sangat rumit dimana terlihat spektrum frekwensi yang memliki puncak lebih dari satu. Bentuk spektrum ini merupakan respon dari sejumlah mekanisme. Salah satunya adalah superposisi beberapa sistem gelombang yang mendekati titik pengamatan. Spektrum yang umum dikenal antara lain spektrum Pierson-Moskowitz (1964), spektrum Bretschneider (1959), spektrum Goda (1985), dan spektrum JONSWAP (1973).
Karakteristik Sedimen Berdasarkan sumbernya, Barnes (1969) membagi jenis sedimen, yakni sedimen dari limpasan sungai yang jenisnya banyak mempengaruhi pembentukan morfologi pantai di sekitar muara sungai (disebut sedimen of inlets) dan sedimen dari darat yang terangkut ke laut oleh angin dan drainase atau penguraian sisa-sisa organisme (disebut pyroclastic sediment). Seibold dan Berger (1993) menyatakan bahwa terdapat tiga jenis utama sedimen, yaitu sedimen yang memasuki perairan laut dalam bentuk partikel, tersebar dan kemudian mengendap di dasar laut atau disebut lithogenous, sedimen yang berasal dari presipitasi langsung dari cairan atau hydrogenous dan sedimen yang berasal dari organisme yang lazim disebut biogenous. Parker dan Mehta (1982) dalam Kennedy (1982) menyatakan bahwa suspensi yang bergerak (mobile), mengendap atau mengumpul menjadi lumpur diam, kemudian sebagian dapat teraduk dan kembali ke suspensi bergerak dan sebagian lagi mengalami konsolidasi atau pemadatan menjadi sedimen lumpur
10
selanjutnya sebagian dapat tererosi lagi menjadi suspensi yang bergerak atau mobile suspensi. Sedangkan
menurut
Wentworth
(1922)
dalam
Dyer
(1986)
mengklasifikasikan sedimen berdasarkan ukuran butir penyusun fraksi sedimen yaitu kelompok lempung (clay), lanau (silt), pasir (sand), kerikil (cobble), koral (pebble), dan batu (boulder). Tabel 1 Klasifikasi ukuran butir Diameter Butir ø (phi) 2 −φ (mm) Boulder < -8 > 256 Cobble -6 s.d -8 64 – 256 Pebble -2 s.d -6 4 – 64 Granule -1 s.d -2 2–4 Very Coarse Sand 0 s.d -1 1–2 Coarse Sand 1 s.d 0 0.5 – 1 Medium Sand 2 s.d 1 0.25 – 1 Fine Sand 3 s.d 2 0.125 – 0.25 Very Fine Sand 4 s.d 3 0.062 – 0.125 Silt 8 s.d 4 0.0039 – 0.062 Clay >8 < 0.0039 Sumber: Wentworth (1922) dalam Dyer (1986) Kelas Ukuran Butir
Dalam distribusinya di perairan, berbagai jenis sedimen mengalami percampuran seiring dinamika perairan, sehingga membutuhkan metode penamaan yang mendeskripsikan percampuran ini. Penamaan sampel sedimen tersebut menggunakan sistem grafik trianguler seperti pada gambar di bawah.
Gambar 2 Diagram segitiga campuran lumpur, pasir, dan kerikil. (Sumber : Buchanan, 1984 dalam Holme dan Mc Intyre, 1984)
11
Krumbein (1934) dalam Dyer (1986) mengembangkan skala Wentworth dengan menggunakan unit phi (φ). Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengklasifikasian jika suatu sampel sedimen mengandung partikel yang berukuran kecil dalam jumlah yang besar. Skala phi didasarkan pada logaritma negatif berbasis dua dengan bentuk konversi φ = − log 2 d , simbol d merupakan diameter
partikel dalam unit mm dan tanda negatif digunakan agar partikel dengan diameter <1 mm memiliki nilai phi yang positif. Untuk mengkonversi unit phi menjadi milimeter (mm) digunakan D = 2 −φ , (CHL, 2002). Ukuran suatu partikel mencerminkan (1) keberadaan partikel dari jenis yang berbeda, (2) daya tahan (resistensi) partikel terhadap proses pelapukan (weathering). erosi atau abrasi dan (3) proses pengangkutan dan pengendapan material, misalnya kemampuan angin atau air untuk memindahkan partikel (Friedman and Sanders 1978). Selanjutnya Gross (1993) menjelaskan bahwa ukuran partikel sangat penting dalam menentukan tingkat pengangkutan sedimen dari ukuran tertentu dan tempat sedimen tersebut terakumulasi di laut. Ukuran butir median D50 adalah yang paling banyak digunakan untuk ukuran butir pasir. Untuk mengukur derajat penyebaran ukuran butir terhadap nilai rerata sering digunakan koefisien S0 yang merupakan hubungan antara D75 dan D25. kisaran nilai S0 akan memberikan interpretasi, bahwa ukuran butir pasir seragam (1,0 ≤ S0 ≤ 1,5), penyebaran ukuran butir pasir sedang (1,5 ≤ S0 ≤ 2,0), gradasi ukuran pasir sangat bervariasi (2,0 ≤ S0). Parameter penting lain dalam mekanisme transpor sedimen adalah kecepatan endap butir sedimen, terutama untuk sedimen suspensi. Untuk sedimen non kohesif, seperti pasir, kecepatan endap dapat dihitung dengan rumus Stokes yang bergantung pada rapat massa sedimen dan air, viskositas air, dimensi dan bentuk partikel sedimen. Untuk sedimen non kohesif, kecepatan endap dipengaruhi oleh banyak faktor seperti konsentrasi sedimen suspensi, salinitas dan diameter partikel. Konsentrasi suspensi adalah parameter paling penting dalam proses flokulasi, yang berarti juga pada kecepatan endap. Interpretasi berlangsungnya proses akresi dapat menggunakan analisis distribusi ukuran butir, dimana penyebaran ukuran butir sedimen mencerminkan
12
kondisi lingkungan pengendapan, yaitu proses yang berperan dan besarnya energi pengendapan tersebut. Adapun parameter statistik yang sering digunakan adalah mean grain size, skewness dan kurtosis (Folk 1974; Dyer, 1986).
1. Rata-rata (Mean) Mean merupakan nilai statistik rata-rata dari ukuran butir. Pickard (1990) menyatakan bahwa mean akan memperhatikan energi yang disebabkan oleh air atau angin dalam mentranspor sedimen, disamping itu penyebaran frekwensi besar butir akan sensitif terhadap proses lingkungan pengendapan. 2. Kepencengan (Skewness) Kepencengan atau skewness adalah penyimpangan distribusi ukuran butir terhadap distribusi normalnya. Distribusi normal adalah suatu distribusi ukuran butir dimana pada bagian tengah dari populasi mempunyai jumlah butiran yang paling banyak, dan butiran yang lebih halus tersebar di sisi kanan dan sisi kiri dari grafik dalam jumlah yang sama. Apabila ukuran butir terdistribusi secara normal maka kepencengannya bernilai nol. Apabila dalam suatu distribusi ukuran butir kelebihan partikel halus, maka kepencengannya bernilai positif. Sebaliknya bila kelebihan partikel kasar kepencengannya bernilai negatif. Dengan demikian skewness dapat digunakan untuk mengetahui dinamika akresi. Tabel 2 Penilaian harga kepencengan atau skewness Harga kepencengan
Tingkat kepencengan
Menceng sangat halus >0,30 Menceng halus +0,30 - +0,10 Menceng simetris +0,10 – -0,10 Menceng kasar -0,10 – -0,30 Menceng sangat kasar < -0,30 Sumber : Folk dan Ward dalam David (1977)
3. Kurtosis Kurtosis ini dapat dihitung melalui grafik kurtosis serta menggambarkan hubungan antara sortasi bagian tengah kurva dengan bagian bawah kurva.
13
Tabel 3 Penilaian harga kurtosis Tingkat kurtosis
Harga kurtosis
Very platykurtic < 0,67 Platykurtic 0,67 – 0,90 Mesokurtic 0,90 – 1,11 Leptokurtic 1,11 – 1,50 Very leptokurtic 1,50 – 3,00 Extremely leptokurtic > 3,00 Sumber : Folk dan Ward dalam David (1977). Keterangan : Leptokurtic = Kurva yang bentuk puncaknya lebih runcing daripada mesokurtic. Nilai kurtosisnya > 3. Mesokurtic = Kurva normal. Nilai kurtosisnya sama dengan 3. Platykurtic = Kurva yang bentuk puncaknya lebih datar daripada mesokurtic. Nilai kurtosisnya < 3.
Debit Sungai Fenomena yang terjadi di perairan pantai yang langsung berhubungan dengan sungai, sangat dipengaruhi oleh debit sungai yang dapat menimbulkan terbentuknya perbedaan (gradien) densitas. Interaksi air tawar dan air asin menentukan sirkulasi air dan proses percampuran yang diakibatkan oleh perbedaan densitas antara dua jenis air. Debit Sungai merupakan volume air yang mengalir pada suatu penampang melintang pada titik tertentu persatuan waktu, umumnya dinyatakan dalam meter kubik per detik (Sosrodarsono dan Takeda, 1993). Debit air sungai dipengaruhi oleh sifat curah hujan yang meliputi intensitas curah hujan, lama kejadian, frekwensi kejadian dan tinggi hujan. Pengukuran debit sungai selama satu tahun ditentukan berdasarkan debit limpasan dan luas DAS. Sungai sebagai salah satu media transpor sedimen mempunyai karakteristik dalam membawa sedimen tersebut. Volume sedimen yang terbawa aliran sungai bergantung pada kecepatan aliran sungai, debit aliran perubahan musim serta aktifitas manusia di daerah aliran sungai.
Arus di Dekat Pantai Triatmodjo (1999) mengatakan bahwa daerah pantai yang menjadi lintasan gelombang di pantai adalah offshore zone, surf zone dan swash zone. Daerah offshore zone, gelombang menimbulkan gerak orbit partikel air. Orbit lintasan
14
partikel tidak tertutup sehingga menimbulkan transpor massa air. Daerah surf zone (daerah antara gelombang pecah dan garis pantai) ditandai dengan gelombang pecah dan penjalaran gelombang setelah pecah ke arah pantai. Setelah pecah gelombang melintasi surf zone menuju pantai. Daerah swash zone, gelombang yang sampai di garis pantai menyebabkan massa air bergerak ke atas dan kemudian turun kembali ke permukaan pantai dan menyebabkan terjadinya arus. Arus yang terjadi di daerah tersebut sangat tergantung pada
arah datang
gelombang (CERC, 1984). Triatmodjo (1999) menyebutkan bahwa apabila garis puncak gelombang sejajar dengan garis pantai (sudut datang gelombang pecah tegak lurus garis pantai) maka akan terjadi arus dominan di pantai berupa sirkulasi sel dengan rip current, apabila gelombang pecah membentuk sudut terhadap garis pantai akan menimbulkan arus sejajar pantai di sepanjang pantai (longshore current). Rip current terjadi pada tempat dimana tinggi gelombang pecah adalah kecil. Arus sepanjang pantai yang ditimbulkan oleh gelombang pecah (Hb) dengan membentuk sudut terhadap garis pantai (αb) dibangkitkan oleh momentum yang dibawa oleh gelombang. Sorensen (1991) menambahkan bahwa berbagai arus di perairan pantai dapat disebabkan oleh angin, aliran dari sungai atau oleh pasang surut, tetapi kebanyakan arus perairan pantai merupakan aliran menyusur pantai. Menurut King (1963) dalam Schwartz (1982), refraksi gelombang merupakan salah satu penyebab timbulnya arus di perairan pantai. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa zona bergelombang tinggi akan bergantian dengan zona gelombang rendah, terutama pada relief lepas pantai yang lebih kompleks dan garis pantai berlekuk serta gelombang datang memiliki puncak yang panjang. Apabila garis puncak gelombang sejajar dengan garis pantai, maka akan terjadi arus dominan di pantai berupa sirkulasi sel dengan rip current yang menuju ke laut. Kejadian ekstrim lainnya terjadi apabila gelombang pecah dengan membentuk sudut terhadap garis pantai (αb > 5o), dapat menimbulkan arus sejajar pantai di sepanjang pantai. Kombinasi dari kedua kondisi tersebut biasanya terjadi di lapangan.
15
Transpor Sedimen Pantai Proses input sedimen merupakan akibat proses-proses baik yang dilakukan manusia maupun alami. Sedimen yang masuk dapat berasal dari angkutan sejajar pantai, angkutan sedimen dari sungai, erosi tebing (sea-cliff erosion), angkutan sedimen ke pantai (on shore transport), endapan biogenus, angkutan angin (wind transport), endapan hidrogenus (hydrogenous deposition). Sebaliknya sedimen keluar dapat terjadi akibat angkutan sejajar pantai, angkutan ke lepas pantai (offshore transport), angkutan angin, pelarutan dan abrasi dan penambangan pasir (sand mining) (Dirjen P3K DKP, 2004). Proses dinamika pantai dan sistem fisik perairan pantai adalah angkutan sedimen litoral yang didefinisikan sebagai pergerakan sedimen pada zona perairan pantai oleh gelombang dan arus. Transpor sedimen pada perairan pantai dapat diklasifikasikan menjadi transpor menuju dan meninggalkan pantai (onshoreoffshore transport) dan transpor sepanjang pantai (longshore transport). Transpor menuju dan meninggalkan pantai mempunyai arah rata-rata tegak-lurus garis pantai, sedang transpor sepanjang pantai mempunyai arah rata-rata sejajar pantai (CHL, 2002). Transpor sedimen sepanjang pantai merupakan gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkan. Transpor sedimen ini terjadi pada gelombang pecah dan garis pantai sehingga berpengaruh terhadap perubahan garis pantai akibat sedimen yang dibawanya (Komar, 1998; Horikawa, 1988). Angkutan sedimen di pantai terjadi dalam dua bentuk yaitu angkutan dasar (bedload) yang merupakan pergerakan butiran material secara menggelinding (sliding) melalui dasar sebagai akibat pergerakan air di atasnya, dan suspended load transport jika pergerakan butiran dilakukan oleh arus setelah butiran tersebut terangkat dari dasar oleh proses turbulen. Kedua bentuk angkutan sedimen di atas biasanya terjadi pada waktu yang bersamaan tetapi sulit ditentukan tempat berakhirnya angkutan dasar dan permulaan dari angkutan suspensi (van Rijn, 1993; Allen, 1985). Selanjutnya Heinemann (1999) menjelaskan bahwa angkutan sedimen kohesif sering diistilahkan dengan suspended load transport karena
16
kebanyakan sifatnya yang melayang dalam kolom air, sementara angkutan sedimen non-kohesif disebut bed load transport. Transpor sedimen banyak menimbulkan perubahan dasar perairan seperti pendangkalan muara sungai, erosi pantai, perubahan garis pantai dan sebagainya (Yuwono, 1982; CERC, 1984; Triatmodjo, 1999). Perubahan dasar perairan biasanya merupakan permasalahan, terutama pada daerah semi tertutup seperti muara dan pelabuhan, sehingga prediksinya sangat diperlukan dalam perencanaan ataupun penentuan metode pendangkalan. Ada beberapa cara yang biasanya digunakan (Sorensen, 1991; Triatmodjo , 1999; CHL 2002) antara lain: a. Melakukan pengukuran debit sedimen pada setiap titik yang ditinjau, sehingga dapat di ketahui besar transpor sedimen. b. Menggunakan peta atau foto udara atau pengukuran yang menunjukkan perubahan elevasi dasar perairan tertentu. c. Rumus empiris yang didasarkan pada kondisi gelombang dan sedimen pada daerah yang di tinjau. Berbagai persamaan yang menjelaskan kondisi suspensi pada kolom air tidak lepas hubungannya dengan nilai tekanan dasar serta kecepatan shear (u*) dari profil arus vertikal, sedangkan kecepatan geser (shear) digambarkan pada profil arus secara vertikal dalam determinasi lapisan batas dan pengadukan massa air. Pada daerah pantai kecepatan geser umumnya diakibatkan oleh aktifitas gelombang dengan amplitudo tinggi dan kecepatan geser maksimum terjadi pada daerah pecahnya gelombang (Dake, 1985). Di laut dalam, gerak partikel air oleh gelombang jarang mencapai dasar laut. Sedangkan di laut dangkal, partikel air di dekat dasar bergerak maju dan mundur secara periodik. Kecepatan partikel air di dekat dasar naik dengan bertambahnya tinggi gelombang dan berkurang dengan kedalaman, (Triatmodjo, 1999). Menurut Wibisono (2005) transpor partikel sedimen di dalam kolom air laut sangat ditentukan oleh sifat-sifat fisika baik dari partikelnya maupun dari kolom air-lautnya. Transpor ke arah vertikal ke bawah yang mempunyai implikasi kecepatan endap/ laju endap sangat tergantung dari besar butir partikel yang diendapkan.
17
Berdasarkan hukum stokes, maka diperoleh angka laju endap untuk beberapa jenis ukuran partikel sebagai berikut: Tabel 4 Laju endap untuk berbagai ukuran partikel sedimen Jenis partikel
Ukuran (mikron)
Laju endap (cm/detik)
Pasir (sand)
100
2,5
Lanau (silt)
10
0,025
Lempung (clay)
1
0,0025
Pasang Surut Pasang surut merupakan satu fenomena alam yang terjadi diwilayah lautan secara periodik. Pasang surut merupakan gelombang air dangkal (shallow water wave) yang digerakkan oleh gaya gravitasi akibat posisi bulan dan matahari yang bervariasi terhadap lautan (Heinemann, 1999). Penurunan kedalaman selama perambatan gelombang pasang surut akan menaikkan amplitudo gelombang tersebut. Kekasaran dasar yang akan mereduksi energi akan berpengaruh pula pada amplitudo gelombang. Akibatnya pada daerah dangkal gelombang pasang surut akan berjalan lebih lambat dibanding di laut lepas dengan amplitudo yang lebih besar. Reaksi yang diberikan oleh perairan dangkal terhadap gaya gravitasi menyebabkan massa air bergerak secara vertikal dan horisontal dengan periode tertentu (Ingmanson dan William, 1989; Gross, 1993). Pasang surut menjadi komponen penting dalam dinamika pantai yang menghasilkan arus dan perpindahan sedimen. Proses pasang surut sangat berpengaruh pada daerah dengan energi gelombang yang relatif lemah, lagoon, teluk dan muara (Viles dan Spencer, 1994). Komponen harmonik pasang surut merupakan komponen yang menyebabkan terjadinya pasang surut di laut. Secara umum komponen-komponen tersebut adalah S0, M2, S2 ,N2 ,K1 ,O1 ,M4 ,MS4 ,K2 dan P1. Dari komponen-komponen ini dapat untuk menentukan posisi muka laut. Untuk mendapatkan tipe pasut, digunakan istilah Konstanta Pasut (Tidal Constanta) melalui hubungan sebagai berikut :
F=
AK1 + AO1 AM 2 + AS 2
18
dalam hal ini: F = Bilangan Formzal AK1 = Amplitudo dari anak gelombang pasut harian rata-rata yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan dan matahari AO1 = Amplitudo dari anak gelombang pasut harian tunggal yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari AM2 = Amplitudo dari anak gelombang pasut harian ganda rata-rata yang dipengaruhi oleh bulan AS2 = Amplitudo dari anak gelombang pasut harian ganda rata-rata yang dipengaruhi oleh matahari Apabila harga F memiliki nilai : 0 < F < 0,25
: sifat pasut Harian Ganda Murni
0,25 < F < 1,50
: sifat pasut Campuran Condong harian Ganda
1,50 < F < 3,0
: sifat pasut Campuran Condong harian Tunggal
3,0 < F
: sifat pasut Harian Tunggal Murni
Muara yang didominasi Gelombang Laut Gelombang besar yang terjadi pada pantai berpasir dapat menyebabkan angkutan sedimen (pasir), baik dalam arah tegak lurus maupun sepanjang pantai (CERC, 1984; Yuwono, 1994; Triatmodjo, 1999; CHL, 2002). Dari kedua jenis transpor tersebut, transpor sedimen sepanjang pantai adalah yang paling dominan. Angkutan sedimen tersebut dapat bergerak ke muara sungai dan karena di daerah tersebut kondisi gelombang sudah tenang maka sedimen akan mengendap. Banyaknya endapan tergantung pada gelombang dan ketersediaan sedimen di pantai. Semakin besar gelombang semakin besar angkutan sedimen dan semakin banyak sedimen yang mengendap di muara. Apabila debit sungai kecil kecepatan arus tidak mampu mengerosi (menggelontor) endapan tersebut sehingga muara sungai menjadi benar-benar tertutup sedimen.
Citra Satelit Penginderaan Jauh Citra Landsat merupakan data penginderaan jauh. Secara sederhana, penginderaan jauh dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi untuk melakukan observasi suatu obyek melalui suatu jarak tertentu (Barrett dan Curtis 1992). Dengan kata lain, penginderaan jauh memungkinkan penggunanya untuk
19 19
melalukan identifikasi dan berbagai kegiatan observasi yang lain tanpa menyentuh obyeknya. Hal ini akan memberikan efisiensi yang besar dalam banyak hal dibandingkan dengan kegiatan observasi terestrial yang dilakukan secara langsung di lapangan. Empat komponen penting dalam teknik penginderaan jauh yaitu sumber energi, obyek, sensor dan atmosfir. Sumber energi adalah Matahari yang memancarkan gelombang elektromagnetik ke permukaan bumi. Gelombang ini akan dipengaruhi oleh lapisan atmosfir. Koreksi radiometri citra perlu dilakukan untuk mengurangi pengaruh hamburan yang disebabkan oleh partikel-partikel yang ada di atmosfer. Semakin besar panjang gelombang yang digunakan untuk perekaman citra satelit, maka pengaruh hamburan yang mempengaruhi akan semakin kecil (Lillesand dan Kiefer 1994). Pada hal ini panjang gelombang inframerah memiliki kemampuan menapis pengaruh hamburan atmosfer yang lebih baik daripada panjang gelombang tampak mata (visible). Untuk mendapatkan hasil pengukuran dan kajian yang seakurat mungkin, dalam studi penginderaan jauh, citra satelit Landsat sebagai data utama diseleksi berdasarkan
spesifikasi
teknis
kualitas
data.
Seleksi
citra
tersebut
mempertimbangkan spesifikasi teknis yang meliputi liputan awan dan kabut (haze) saat perekaman, kelengkapan spektral, kondisi pasang surut pada saat perekaman dan striping line pada citra.
Kondisi Umum Perairan Muara Ajkwa Perairan muara Ajkwa merupakan hulu dari sungai Ajkwa. Kawasan pesisir didominasi oleh hutan mangrove. Pergerakan muka laut di perairan perairan muara Ajkwa dipengaruhi oleh perambatan pasut dari Laut Arafuru dan perairan di sebelah selatan Samudera Pasifik. Tipe pasut diperairan tersebut adalah tunggal (diurnal tide) (Wyrtki, 1961; PTFI 2006). Daerah muara sungai ajkwa merupakan daerah dengan akresi tinggi. Hasil pemantauan TSS yang dilakukan oleh PTFI dari 1994 sampai 2006 menunjukkan adanya kandungan TSS yang cenderung meningkat yang dapat menyebabkan terbentuknya endapan. Terbentuknya endapan dapat dilihat dari kondisi batimetri sungai Ajkwa. Rata-rata kedalaman pada sisi sebelah kiri sekitar 2 – 2.5 meter dan sisi sebelah kanan sungai Ajkwa sekitar 1.5 – 2 meter. Di tengah-tengah badan
20
sungai memiliki kedalaman yang dangkal sekitar 0.5 meter sepanjang
2.5
kilometer menuju muara. Daerah yang memiliki kedalaman maksimal masih terdapat pada sisi sebelah timur hingga selatan pulau Ajkwa yakni sekitar 4.5 -5 meter (PTFI, 2006). Kondisi gelombang di perairan muara Ajkwa dipengaruhi oleh perambatan gelombang dari laut Arafuru. Berdasarkan perekaman data yang ada, pada musim barat gelombang maksimum (Hmak) laut Arafuru berkisar antara 2, 74 – 3,76 meter (EPA, 2004). Selanjutnya gelombang signifikan (Hsig) berkisar antara 1, 52 – 2, 17 meter.
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di perairan muara Ajkwa, Timika, Papua pada Bulan Agustus - September 2007 (Gambar 3), berupa pengambilan data dan analisis data. Analisis sampel sedimen dilakukan di Timika Environmental Laboratory (TEL).
Alat dan Bahan Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Alat dan bahan yang digunakan Nama
Kegunaan
Perangkat Survey Lapangan: • ADCP dan Wave recorder
Mengukur kecepatan dan arah arus
• Tidal Logger
Mengukur tinggi pasang surut
• Grab Sampler
Mengambil sampel sedimen
• GPS Garmin dan Echosounder
Menentukan posisi dan pemeruman kedalaman
• Kapal
Memfasilitasi pengambilan data
Bahan: • Aquades
Pemipetan sedimen
• Peta batimetri
Input pembangunan model
• Citra satelit Landsat ETM 7+
Penentuan sedimen tersuspensi, Input pembangunan model
Perangkat Analisis Data: • Sieve shaker
Memisahkan butiran sedimen
• Mikroskop
Mengamati bentuk butir sedimen
• Timbangan digital
Menimbang sampel
• Software Ermaper 6.4,
Pengolah dan analisis data
Arc ViewGIS, SMS 8.1, Sieve graph, WRPLOT.
22
Gambar 3 Peta lokasi penelitian
23
Pengambilan Data Primer Pasang surut Pengumpulan data pasang surut dimaksudkan sebagai data dasar dalam menganalisis kondisi eksisting pasang surut. Pengamatan pasang surut dilakukan di titik pada lokasi yang representatif dengan lama pengamatan 30 hari x 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan cara memasang alat ukur (Tidal Logger). Elevasi hasil pengamatan muka air selanjutnya diikatkan pada titik yang tetap (Bench Mark), yaitu pada koordinat 136o 57’ 47,5” BT dan 4o 52’ 8,77” LS. Arus Pengukuran arus dimaksudkan sebagai data dasar dalam menganalisis kondisi eksisting dan juga untuk mengetahui pola arus di perairan tersebut pada saat dilakukan pengukuran. Pengukuran arus laut dilakukan dengan menggunakan menggunakan ADCP (Sontek Argonaut Type XL) dengan metode euler (Emery dan Thomson, 1998). Pengukuran arus dilakukan selama 3 x 24 jam pada koordinat 136º 53' 36,93" BT dan 4º 54' 19,78" LS.
Gelombang Data gelombang diukur dengan wave recorder yang terintegrasi dengan pemasangan ADCP. Pengukuran dilakukan selama lima hari untuk mendapatkan gambaran gelombang di daerah studi dan untuk verifikasi gelombang hasil peramalan. Koordinat pengukuran gelombang sama dengan posisi pengukuran arus.
Sedimen Sampel sedimen permukaan dasar diambil dengan menggunakan alat grab sampler pada delapan stasiun, tiga di pantai timur, tiga di pantai barat, dan dua di daerah offshore. Sampel yang diperoleh kemudian dianalisis di Laboratorium untuk menentukan ukuran butir dan analisis parameter fisik sedimen lainnya.
Bathimetri Pengukuran bathimetri dilaksanakan untuk mendapatkan gambar topografi aktual sungai dan laut menggunakan alat GPS (Global Positioning Sistem) yang
24
telah
terintegrasi
dengan
Echosounder.
Standar
pengukuran
batimetri
menggunakan: Standard IHO 44, LPI SNI 19-6726-2002 skala 1:50.000 dan LPI SNI 19-6727-2002 skala 1:250.000, IHO S-57. Grid pengukuran yaitu 100 meter sepanjang badan sungai hingga muara dan 200 meter pada perairan pantai hingga laut Arafuru, yaitu dengan perekaman data bathimetri setiap 1 detik. pengukuran bathimetri dilakukan bersamaan dengan jadwal elevasi muka air pasang surut. Perhitungan konversi kedalaman laut dijadikan sebagai elevasi dasar laut yang dilakukan dengan mengambil titik referensi Mean Sea Level (MSL) yang diperoleh dari analisis data elevasi muka air saat pengukuran. Kedalaman perairan yang sebenarnya dan garis kontur dasar laut diperoleh dengan superposisi data pengukuran bathimetri dan elevasi saat pengukuran sebagai angka koreksi pembacaan.
Pengambilan Data Sekunder Angin Data angin diperoleh dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh Stasiun Meteorologi PT Freeport selama 15 tahun (1993 – 2007). Sedimen Suspensi (TSS) Data sedimen suspensi diperoleh dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh PTFI, dalam kurun waktu 1994 - 2007.
Citra Landsat Citra Landsat diperoleh dari PTFI yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal. Citra yang digunakan adalah tahun 1996, 2003, dan 2006.
Analisa Data Arus Besar dan arah arus ini diuraikan komponennya menjadi komponen U (timur - barat) dan V (utara - selatan). Besar komponen U didapat dari persamaan:
25
Dir π U = V Total Cos ........................................................................ (3.1) 180 Sedangkan besar komponen V didapat dari : Dir π V = V Total Sin .......................................................................... (3.2) 180 Dengan nilai π adalah 3.14 dan dir merupakan arah arus. Hasil dari perhitungan komponen U dan V ini kemudian di plot kedalam scatter plot.
Pasang Surut Hasil pengolahan data pasut berupa komponen pasang surut sembilan komponen yaitu S0, M2, S2 ,N2 ,K1 ,O1 ,M4 ,MS4 ,K2 dan P1, dengan menggunakan metoda Admiralty. Untuk mendapatkan tipe pasut, nilai F (bilangan Formzal) dihitung menggunakan formula sebagai berikut :
F=
AK 1 + AO1 ..................................................................................... (3.3) AM 2 + AS 2
Nilai-nilai kedudukan muka laut dihitung dengan formula: a. MSL (Duduk tengah) MSL = S0 ........................................................................................... (3.4) b. Lowest Lower Water Level (LLWL)
LLWL = AS o − A( M 2 + S 2 + K 1 + O1 + P1 + K 2 ) ................................ (3.5) c. Highest High Water Level (HHWL)
HHWL = AS o + A( M 2 + S 2 + K 1 + O1 + P1 + K 2 ) ................................ (3.6)
Bathimetri Data bathimetri hasil survei mempunyai format SLG sehingga perlu ditransformasi kebentuk xls. Data primer hasil akuisisi tersebut selanjutnya difilter untuk menghilangkan data yang salah. Data hasil filterisasi kemudian dikoreksi dan diinterpolasi dengan data pasut berinterval 15 menit. Selain dikoreksi dengan data pasut, juga harus dikoreksi dengan kedalaman transducer terhadap permukaan air pada saat instalasi. Data batimetri hasil akuisisi ini merupakan data DTM (Digital Terrain Model) yang intinya terdiri dari posisi horisontal dan vertikal. Koreksi kedalaman terhadap pasut menggunakan persamaan:
26
∆d = dt – ( ht – MSL)................................................................. (3.7) dimana: ∆d = kedalaman suatu titik pada dasar perairan; MSL = permukaaan air
dt = kedalaman suatu titik pada dasar laut pada pukul t;
laut rata-rata;
ht = ketinggian permukaan air pasut pada pukul t. Sedimen Analisa ukuran butir sedimen sesuai ayakan ASTM (American Society for
Testing and Materials) dengan penyaringan dan pemipetan (Buchanan 1984 dalam Mc Intyre dan Holme, 1984). Klasifikasi menurut skala Wenworth. Analisis data ukuran butiran sedimen meliputi perhitungan mean, sortasi,
skewness, dan kurtosis dengan menggunakan rumus menurut Folk dan Word (1957) dalam Boggs (1995) Rata-rata (Mean) Mϕ =
ϕ16 + ϕ 50 − ϕ 84 3
..................................................... (3.8)
dimana: ϕ16 : ukuran partikel 16 %
ϕ 50 ϕ 84
: ukuran partikel 50 % : ukuran partikel 84 %
Sortasi So = σ ϕ =
ϕ 84 − ϕ16
+
ϕ 95 − ϕ 5
............................................. (3.9) 4 6,6 Kepencengan atau Skewness ϕ + ϕ16 − 2ϕ 50 ϕ 95 + ϕ 5 − 2ϕ 50 S k = α ϕ = 84 + .............................. (3.10) 2(ϕ 84 − ϕ16 ) 2(ϕ 95 − ϕ 5 ) Kurtosis ϕ 95 − ϕ 5 .......................................................... (3.11) K = βϕ = 2.44(ϕ 75 − ϕ 25 )
Angin Adapun penyajian data dan analisa angin nantinya adalah data kecepatan dan arah dominan dengan menggunakan tabel dan mawar angin. Penyajian data tersebut dapat diberikan dalam bentuk bulanan, musiman atau untuk beberapa tahun pencatatan. Dengan tabel atau mawar angin tersebut karkteristik angin dapat dibaca dengan cepat.
27
Peramalan Gelombang Umumnya
pengukuran
data
angin
untuk
beberapa
tahun
dan
pengukurannya dilakukan di daratan, sehingga untuk dapat digunakan dalam peramalan gelombang ditransformasikan terlebih dahulu menjadi data angin laut serta dilakukan koreksi. Koreksi ini bertujuan untuk mengkondisikan angin darat sebagai angin yang terjadi di laut. Tahapan koreksi terhadap data angin ini dilakukan berdasarkan petunjuk dari CHL (2002) (Gambar 5). Peramalan gelombang yang digunakan adalah metode SMB (Sverdrup Munk Bretschneider) yang dikembangkan oleh Resio dan Vincent (1977), Ijima
dan Tang (1996) dalam (CERC 1984). Peramalan ini dibangun berdasarkan pertumbuhan energi gelombang, dengan menggunakan angin berkecepatan ≥10 knot (≥5 m/det) yang arahnya efektif untuk membangkitkan gelombang daerah perairan yang ditinjau. Pada perairan terbuka (lebih dari 20 km dari daratan), skala angin relatif berhubungan langsung dengan batas atas dari atmosfer sehingga arah aliran dianggap homogen horisontal (Tennekes, 1973; Wyngaard, 1973, 1988; Holt dan Raman, 1988 dalam CHL, 2002). Dengan asumsi ini maka panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch, maksimum diambil sejauh 200 km (Ewans, 1998; Pearse dan Hanson, 2005). Penentuan karakteristik gelombang perairan dalam, berdasarkan metode yang dikembangkan oleh CERC (1984), yaitu: Tinggi gelombang signifikan:
H s = 1, 6 x10 −3 F*0,5 dan H s = 0,243
U A2 ................................................................. (3.12) g
U A2 ; untuk F* > 2 x 104 (fully developed waves) g
Periode puncak signifikan gelombang:
Ts = 0, 2857 F∗1/ 3 dan Ts = 8,13
UA ................................................................... (3.13) g
UA ; untuk F* > 2 x 104 m (fully developed waves) .... g
Durasi pertumbuhan gelombang:
28
t = 68,8 F∗2 / 3
UA g
dan t = 7,15 x10 4
................................................................... (3.14) UA ; untuk F* > 2 x 104 m (fully developed waves) g
g F e ff
Dalam hal ini, F ∗ =
U
2 A
= fetch tak berdimensi; UA = faktor tegangan angin;
t = durasi pertumbuhan gelombang (detik); Feff = panjang fetch efektif (m); g =
percepatan gravitasi (m/det2). Analisis parameter gelombang diselesaikan dengan menggunakan teori gelombang amplitudo kecil (small- amplitude wave theory). Berdasarkan teori ini, untuk penyederhanaan rumus-rumus gelombang maka dilakukan klasifikasi gelombang berdasarkan kedalaman, sebagaimana disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Persamaan parameter gelombang amplitudo kecil (CHL 2002) Kedalaman Relatif 1. Kecepatan gelombang 2. Panjang gelombang 3. Kecepatan grup
Perairan Dangkal
Perairan Transisi
Perairan Dalam
d 1 < L 20
1 d 1 < < 20 L 2
d 1 < L 2
C=
L = gd T
L = T gd = CT
C g = C = gd
C=
L gT 2πd tanh = T 2π L
C = Co =
L=
gT 2 2πd tanh 2π L
L = Lo =
4πd L 1 C Cg = nC = 1 + 2 sinh(4πd L)
Cg =
L gT = T 2π
gT 2 = C oT 2π
1 gT C= 2 4π
29
Gambar 4 Peta Fetch Efektif perairan muara Ajkwa.
30
Data Angin
Koreksi ketinggian 10 m (Gambar 6)
Koreksi durasi angin (Gambar 7)
<16 mil (10,9 km)
Panjang Fetch
>16 mil (10,9 km)
Koreksi angin darat ke laut UW = 1,2*UL
Koreksi angin darat ke laut UW = RL*UL (Gambar 8 )
Koreksi tegangan angin UA = 0,71*UW1,23
Koreksi kondisi atmosfer UC = RT*UW, RT = 1,1
Koreksi tegangan angin UA = 0,71*UC1,23
Peramalan gelombang SMB
Keterangan: UL=Kecepatan angin di Darat; UW=Kecepatan angin di Laut; RT=Kondisi Atmosfer; UA=Faktor tegangan angin
Gambar 5 Diagram alir koreksi kecepatan angin (CHL, 2002).
Gambar 6 Rasio koreksi angin pada ketinggian 10 m.
31
Gambar 7 Rasio durasi kecepatan angin (Ut) pada kecepatan 1 jam (U3600).
Gambar 8 Perbandingan/rasio (RL) kecepatan angin di atas laut (UW) dengan angin di darat (UL) (CHL 2002). (Keterangan: Pemakaian RL, normalnya jika jarak alat pencatat angin 16 km dari laut).
Parameter Gelombang Pecah Perhitungan parameter gelombang pecah perlu mengetahui keadaan kemiringan pantai pada segmen yang ditinjau sehingga indeks gelombang (γb) pecah yang akan digunakan dalam perhitungan dapat ditentukan. Arah gelombang datang tidak selalu tegak lurus dengan garis pantai, sehingga perlu memperhitungkan pengaruh transformasi gelombang utama yakni pengaruh refraksi dan shoaling (perubahan kedalaman). Penentuan besar sudut datang gelombang di perairan dalam disesuaikan dengan sudut datang angin. Analisis transformasi gelombang, dapat dilakukan dengan menentukan gelombang dalam ekivalen ( H o' ) dengan menggunakan persamaan (CHL 2002):
32 32
H o' = H o K s K r ........................................................................... (3.15)
dimana Ks dan Kr adalah koefisien shoaling dan refraksi yang dihitung dengan persamaan:
C go
Ks =
Cg
................................................................................ (3.16)
cos θ o ............................................................................ (3.17) cos θ
Kr =
Indeks gelombang pecah dihitung dengan persamaan (Weggel 1972 dalam CHL 2002):
γb = b −a
Hb .......................................................................... (3.18) gT 2
dimana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai tan β dan diberikan oleh persamaan: a = 43,75 (1 − e −19 tan β ) ................................................................ (3.19) b = 1,56 (1 − e −19,5 tan β ) −1 .............................................................. (3.20)
Komar dan Gaughan (1973) dalam CHL (2002) memperoleh hubungan semi empiris indeks gelombang pecah (Ωb) untuk teori gelombang linear dengan persamaan: −1/ 5
H' Ωb = 0.56 o .................................................................... (3.21) Lo Sehingga parameter gelombang pecahnya dapat dihitung: Gelombang pecah:
H b = H o/ Ω b ............................................................................... (3.22) Kedalaman gelombang pada saat pecah: d b=
Hb
γb
..................................................................................... (3.23)
Lebar daerah hempasan gelombang pecah: Hb ........................................................................... (3.24) γ b tan β Kecepatan grup gelombang pecah: Xb =
C b = C gb = gd b ...................................................................... (3.25)
33
Tipe gelombang pecah: −0.5
H ξ o = tan β o ................................................................ (3.26) Lo dimana ξo = surf similarity; tan β = kemiringan pantai; Ho dan Lo = tinggi dan
panjang gelombang di perairan dalam. Selanjutnya tipe pecah dapat diduga berdasarkan surf similarity dengan kriteria sebagai berikut: Surging/Collapsing ξo > 3,3 Plunging 0.5 < ξo < 3,3 Spilling ξo < 0,5 Subskrib (o) menunjukkan parameter gelombang sebelum pecah.
Transformasi Gelombang Analisa transformasi gelombang disimulasikan menggunakan model STWave (Steady-State Spectral Wave Model) yang terintegrasi dalam program SMS 8.1. Model ini merupakan solusi numerik untuk menganalis transformasi gelombang diperairan dengan menggunakan algoritma yang ada. Kondisi batas pada onshore adalah daratan (garis pantai). Batas perairan diasumsikan terbuka dan berdasarkan energi gelombang, konsisten terhadap sel disekitarnya sebagai pembangkitan ke luar atau ke dalam domain (kondisi batas gradient nol). Pada batas daratan tidak ada energi yang dibangkitkan baik ke dalam maupun ke luar domain. Batas offshore dapat penuh atau sebagian pada kasus pembangkitan lokal (teluk/danau). Untuk pemakaian model ini beberapa asumsi yang dipakai adalah :
Kemiringan dasar kecil dan refleksi gelombang diabaikan (Mild bottom slope and negligible wave reflection).
Kondisi gelombang offshore secara spasial homogen (Spatially homogeneous offshore wave conditions).
Gelombang, arus dan angin berada dalam kondisi steady-state (Steady-state waves, currents, and winds).
Refraksi dan shoaling linear (Linear refraction and shoaling). Arus tiap kedalaman seragam (Depth-uniform current). Gesekan dasar diabaikan (Bottom friction is neglected). Tekanan radiasi linear (Linear radiation stress).
34
Adapun hubungan dispersi gelombang (Jonsson et al., 1990 dalam Smith et al., 2001) adalah:
ωr = gk tanh kd ................................................................... (3.27) Dispersi absolutnya ωa = ωr + kU cos(δ − α ) .................................................... (3.28)
dimana k : angka gelombang (2π/L) U : kecepatan arus (m/s) α : sudut datang gelombang (o) g : gravitasi (9.8 m2/det) d : kedalaman perairan (m) δ : kecepatan arus relatif pada sumbu x. Analisa refraksi dan shoaling berhubungan dengan cepat rambat gelombang Cr dan cepat rambat group gelombang Cg. Cr = Cg
ωr k
2kd = 0.5C r 1 + sinh 2kd
................................................. (3.29)
Adapun cepat rambat relatif dari gelombangnya adalah C a = C r + U cos(δ − α ) (C ga )i =
(C ) + (U ) g i
............................................................. (3.40)
i
Nilai absolut cepat rambat group gelombang didefinisikan sebagai arah aliran gelombang, yang dihitung dengan persamaan : C g sin α + U sin δ µ = tan -1 .............................................. (3.41) C g cos α + U cos δ Arah orthogonal gelombang untuk kondisi steady-state, dihitung dengan persamaan: C ga
C r k Dd k i DU i Dα =− ........................................ (3.42) DR sinh 2kd Dn k Dn
dimana D : derivatif R : koordinat arah lintasan gelombang n : koordinat normal dari ortogonal gelombang.
35
Persamaan yang dipakai untuk konservasi steady-state pada aksi gelombang spektral sepanjang lintasan gelombang adalah :
(C )
ga i
S ∂ C a C ga cos(µ − α )E (ω a , α ) .............................. (3.43) =∑ ∂xi ωr ωr
dimana E : densitas energi gelombang pemisah (ρwg) ρw : densitas air S : sumber energi dan suku sink. Difraksi Difraksi dalam STWAVE berkaitan dengan smoothing energi gelombang. Adapun persamaan yang digunakan adalah:
[
]
E j (ω a , α ) = 0.55 E j (ω a , α ) + 0.225 E j +1 (ω a , α ) + E j −1 (ω a , α ) ..... (3.44) dimana E adalah densitas energi berdasarkan frekwensi dan arah band, dan subscript j adalah indek baris grid (sejajar garis pantai).
Zona gelombang pecah Kriteria gelombang pecah merupakan rasio dari fungsi tinggi gelombang dengan kedalaman perairan, dengan persamaan:
H morms d
= 0.64 ............................................................................. (3.45)
Diskritisasi Numerik STWave merupakan model numeric finite-difference. Grid sel adalah kuadrat ( ∆x = ∆y ). Variabel resolusi grid diperoleh dengan model sarang (Gambar 9). STWave dioperasikan dalam sistem koordinat Cartesian, yaitu sumbu-x berorientasi tegak lurus pantai dan sumbu-y sejajar garis pantai. Orientasi sudut sumbu x adalah ±87,5 derajat (setengah lingkaran).
36
Gambar 9 Skematik grid dalam STWave
Arus Menyusur Pantai Kecepatan arus menyusur pantai (v) akibat pengaruh gelombang pecah dihitung dengan persamaan berikut:
5π tan β ∗ v= γ b gd b sin α b cos α b (CHL 2002) ................ (3.46) 16 C f tan β* = kemiringan pantai untuk wave setup =
tan β 3γ b2 1 + 8
Hb Cf adalah koefisien gesekan dasar = 1, 742 + 2 Log10 0, 001
.. (3.47)
−2
(3.48)
dimana: Hb = tinggi gelombang pecah; db = kedalaman gelombang pada saat pecah α b = sudut gelombang pada saat pecah; γ b = indeks gelombang pecah; g = percepatan gravitasi (m/det2).
Transpor Sedimen Analisis volume transpor sedimen total menggunakan Metode Fluks
Energi. Metode fluks energi pertama kali dikembangkan oleh CERC (1984), metode ini hanya tergantung pada komponen besar fluks energi (power) arus menyusur pantai. Metode CERC kemudian dimodifikasi oleh CHL (2002) dengan memasukkan komponen empirik (K = 0,6), densitas air dan sedimen (ρ = 1025 kg/m3 dan ρs = 2650 kg/m3), serta porositas sedimen (n = 0,4).
37
5 ρ g H 2 sin (2α ) ............................. (3.49) Ql = K 1 b 2 b 16 (ρ s − ρ )(1 − n ) Ql : Volume total angkutan sedimen menyusur pantai K : Parameter empiric (=0,6)
κ : Laju dissipasi fluks energy (= 0,15) ρ s : Densitas sedimen fraksi pasir
ρ : Densitas air n : Porositas sedimen
Analisis Budget Sedimen Konsep coastal cell (sediment budget) digunakan untuk mengetahui dinamika garis pantai sebagai akibat transpor sedimen dengan membagi garis pantai dalam sel-sel. Dalam penelitian ini sel yang dibuat berjumlah empat buah, yaitu dua di pantai timur dan dua di pantai barat. Jarak masing-masing sel tidak sama karena penentuannya berdasarkan pada morfologi pantai, kemiringan pantai dan karakteristik sedimen. Refensi kemiringan adalah 3 m dengan asumsi transpor sedimen menyusur pantai yang disebabkan oleh gelombang pecah terjadi sampai pada kedalaman tersebut. Interaksi antara energi (terutama gelombang) yang menyebabkan arus menyusur pantai dengan sedimen di daerah dekat pantai menyebabkan sedimen tersebut bergerak/terangkut dan diendapkan pada batas-batas tertentu. Analisis budget sedimen pantai didasarkan pada hukum kontinuitas (kekekalan massa
sedimen) sehingga diketahui daerah pantai yang mengalami erosi atau akresi dari aktifitas energi yang bekerja. Besarnya budget sedimen tahunan dari perhitungan besarnya laju transpor dari masing-masing profil berdasarkan volume dan arah pergerakan prediksi netto sediment transport yang diperoleh dari perhitungan di atas. Budget sedimen
adalah selisih antara sedimen yang masuk dengan yang keluar pada suatu sel pantai. Apabila nilai budget sedimennya nol maka pantai pada profil tersebut dalam kondisi seimbang, jika nilainya positif pantai mengalami akresi dan sebaliknya untuk nilai budget negatif pantai mengalami erosi. Hasil analisis
38 38
budget sedimen pada setiap sel/segmen tersebut akan dikorelasikan dengan
analisis citra untuk menentukan kesesuaian perubahan dalam budget dan citra.
Analisis Morfologi Spit dan Garis Pantai Berdasarkan Citra Landsat Perkembangan morfologi berdasarkan inderaja diekstrak dari data seri hasil perekaman Landsat multi waktu. Teknik ekstraksi perubahan tersebut didapatkan dari hasil analisis perubahan morfologi pantai di muara yang dilakukan pada tiga waktu perekaman citra satelit Landsat, yaitu 1996, 2003 dan 2006. Pemetaan morfologi muara dilakukan dengan metode semi digital (onscreen digitize) menggunakan citra satelit hasil penajaman (enhancement) yang
menonjolkan karakteristik tanah timbul akibat akresi di sekitar muara dan pantai.
HASIL DAN PEMBAHASAN
ANGIN Berdasarkan analisis data angin stasiun meteorologi Amamapare selama 15 tahun, dalam satu tahun terdapat pengertian dua musim, yaitu musim timur dan musim barat diselingi dengan musim pancaroba atau musim peralihan. Frekwensi kejadian angin musiman selama 15 tahun (1993 – 2007) disajikan pada Tabel 7 Tabel 10, sedangkan Gambar 10 - Gambar 13 adalah wind rose berdasarkan data dalam tabel tersebut. Tabel 7 Frekwensi kejadian angin selama musim barat Arah Utara (N) Timur Laut (NE) Timur (E) Tenggara (SE) Selatan (S) Barat Daya (SW) Barat (W) Barat Laut (NW) Jumlah
Frekwensi Kejadian Angin dalam Persen Kecepatan (m/s) 1,1 - 3,0 3,1 - 5,0 5,1 - 7,0 7,1 - 9,0 9,1 - 11,0 6,67 8,89 8,89 22,22 13,33 17,78 8,89 15,56 48,89 22,22
>11,0 11,11 2,22 13,33
Jumlah 15,56 55,55 28,89 100
Gambar 10 Windrose musim barat. Musim barat terjadi sekitar bulan Desember sampai Februari. Arah datang angin bervariasi dari tiga arah mata angin, yaitu selatan, baratdaya, dan barat. Dari ketiga arah ini, arah dari baratdaya mendominasi wilayah studi (Gambar 10).
40
Persentase kecepatan angin berkisar antara 5,1 – 11 m/det. Selanjutnya persentase kejadian terkecil berasal dari arah selatan dan terbesar dari arah baratdaya. Tabel 8 Frekwensi kejadian angin selama musim pancaroba I Arah Utara (N) Timur Laut (NE) Timur (E) Tenggara (SE) Selatan (S) Barat Daya (SW) Barat (W) Barat Laut (NW) Jumlah
Frekwensi Kejadian Angin dalam Persen Kecepatan (m/det) 1,1 - 3,0 3,1 - 5,0 5,1 - 7,0 7,1 - 9,0 9,1 - 11,0 2,22 2,22 2,22 11,11 8,89 1,22 17,78 21,00 13.34 2,22 11,11 6.67 37,78 42,22 20,00
>11,0 -
JumLah 2,22 2,22 2,22 20,00 1,22 52,12 20,00 100
Gambar 11 Windrose musim pancaroba I. Musim peralihan dari musim barat ke musim timur (pancaroba I) terjadi sekitar bulan Maret sampai Mei, dengan arah angin bervariasi sesuai putaran jarum jam adalah dari arah utara sampai barat, namun kejadian angin terbanyak masih didominasi dari arah baratdaya (Gambar 11). Satu hal yang menarik pada musim pancaroba ini adalah persentase arah kejadian dari barat dan tenggara sama sebesar 20%. Selanjutnya kisaran persentase kecepatan angin masih berkisar pada kecepatan 5,1 – 11 m/det (Tabel 8). Persentase kecepatan terkecil berasal dari arah selatan dan terbesar dari arah baratdaya.
41
Tabel 9 Frekwensi kejadian angin selama musim timur Arah Utara (N) Timur Laut (NE) Timur (E) Tenggara (SE) Selatan (S) Barat Daya (SW) Barat (W) Barat Laut (NW) Jumlah
Frekwensi Kejadian Angin dalam Persen Kecepatan (m/det) 1,1 - 3,0 3,1 - 5,0 5,1 - 7,0 7,1 - 9,0 9,1 - 11,0 2,22 0,13 15,56 6,67 1,66 53,34 13,33 0,29 2,22 0,10 4,44 2,22 2,18 80,00 20,00 -
>11,0 -
JumLah 2,22 22,23 66,67 2,22 4,44 2,22 100
Gambar 12 Windrose musim Timur. Musim timur terjadi pada bulan Juni sampai Agustus. Pada musim ini arah datang angin sangat berbeda dengan musim barat dan pancaroba I, dimana pada musim timur arah datang angin didominasi dari arah tenggara, walaupun masih ada variasi terhadap arah lainnya (Gambar 12). Arah datang angin terbanyak kedua setelah tenggara adalah dari arah timur. Arah dari timurlaut, selatan dan barat menempati urutan terkecil dari keseluruhan arah angin. Persentase kecepatan angin berada pada kisaran 3,1 – 9,0 m/det dengan kisaran terbanyak pada kecepatan 5,1 - 7,0 m/det (Tabel 9).
42
Tabel 10 Frekwensi kejadian angin selama musim pancaroba II Arah Utara (N) Timur Laut (NE) Timur (E) Tenggara (SE) Selatan (S) Barat Daya (SW) Barat (W) Barat Laut (NW) Jumlah
Frekwensi Kejadian Angin dalam Persen Kecepatan (m/det) 1,1 - 3,0 3,1 - 5,0 5,1 - 7,0 7,1 - 9,0 9,1 - 11,0 4,44 60,01 8,89 8,89 4,44 2,22 6,67 4,44 2,22 75,57 22,21 -
>11,0 -
JumLah 4,44 68,90 13,33 13,33 100
Gambar 13 Windrose musim pancaroba II. Musim pancaroba II terjadi pada bulan September sampai Nopember, dengan arah datang angin bervariasi searah jarum jam dari timur sampai baratdaya. Persentase arah kejadian terkecil berasal dari arah timur dan terbesar dari arah tenggara (Gambar 13). Persentase kecepatan masih dalam kisaran yang sama dengan musim timur, yaitu berkisar pada 3,1 - 9,0 m/det dengan kisaran terbanyak pada kecepatan 5,1 – 7,0 m/det (Tabel 10). Kategori angin maksimum musim barat dan pancaroba I, jika di dikonversikan ke dalam skala Beaufort berada dalam kategori gentle breeze sampai dengan strong breeze, sedangkan musim timur dan pancaroba II dalam kategori light breeze sampai moderate breeze (WMO, 1998). Hasil analisis frekwensi kejadian angin maksimum selama 15 tahun (1993 – 2007) selengkapnya disajikan pada Lampiran 1.
43
Profil Perairan Ajkwa Sounding batimetri perairan Ajkwa dilaksanakan dengan menggunakan interval grid yang berbeda, yakni 100 meter pada badan sungai mulai dari tanggul timur hingga pulau Ajkwa dan 200 meter pada muara hingga perairan laut. Perbedaan interval grid dari muara ke arah hulu lebih rapat dengan tujuan untuk mendapatkan nilai kedalaman yang lebih detail. Berdasarkan hasil pengolahan data batimetri secara spasial diperoleh, bahwa sepanjang pantai timur memiliki kedalaman yang cenderung flat ke arah laut, sedangkan pantai barat lebih terjal (Gambar 14). Kedalaman sebelah timur pulau Puriri lebih besar dibanding di sisi barat, sehingga terkesan membentuk kanal atau saluran. Saluran ini akan terlihat jelas saat perairan surut terendah dan aliran dari hulu mengalir ke laut melalui kanal ini. Terbentuknya kanal ini dimungkinkan karena adanya pergerakan sedimen baik dari laut maupun sungai yang terakumulasi disepanjang tepi pantai. Panjang saluran ini kurang lebih sekitar 9,5 kilometer ke arah laut. Interpolasi kontur kedalaman hasil sounding digunakan sebagai input dalam penentuan kemiringan pantai, yakni sampai pada kedalaman 3 (tiga) meter, untuk tiap sel, sebagaimana disajikan pada Tabel 11. Pada profil P1 – P3 (pantai bagian barat) berkisar 0,001 – 0,003, sedangkan pada profil P4 – P6 (pantai bagian timur) berkisar 0,0005 – 0,0009.
Gambar 14 Kondisi batimetri perairan Ajkwa. Tabel 11 Data kemiringan pantai pada kedalaman referensi 3 m Sel
P1
P2
P3
P4
P5
P6
Kemiringan pantai/tan β
0,001
0,002
0,003
0,0005
0,0006
0,0009
44
45
Arus Data arus diperoleh melalui pengukuran di daerah studi pada kedalaman 12 meter. Lokasi pengukuran terintegrasi dengan perekaman gelombang. Hasil pengolahan data arus dari ADCP tampak bahwa pada saat pengukuran. Gambar 15 menunjukkan pola kecenderungan arah arus dominan ke arah timur-barat hingga baratlaut-tenggara. Kecepatan arus berkisar 0,38 m/det hingga 0,57 m/det. Secara umum, aliran air timur-tenggara ketika pasut berubah dari surut ke pasang dan barat-barat laut dari pasang menuju surut, meskipun dalam beberapa hal pola tersebut tidak konstan. Hal ini berhubungan dengan kondisi pasut (tide generally forced). Pernyataan Wyrtki (1961) juga memperlihatkan bahwa secara umum
aliran air di perairan Arafuru sebelah selatan Papua pada bulan SeptemberOktober adalah dominan menuju ke barat dan timur, namun karena bentuk morfologi pantainya ke arah barat laut tenggara maka pergerakan arus di sekitar pantai akan mengikuti morfologi tersebut.
(Utara-Selatan
Timur-Barat
Gambar 15 Scatter plot arus di kedalaman (12 meter) perairan offshore Ajkwa.
46
Jika dilihat hubungan antara kondisi pasang surut dan pola arus rata-rata yang terjadi, maka terdapat hubungan seperti yang tersaji pada Gambar 16 di bawah ini.
0.7
30
0.6
25
0.5 20 0.4 15 0.3 10
Elevasi (dm)
Kecepatan Arus (m/det)
Grafik Hubungan Kecepatan Arus dan Elevasi Pasut di perairan laut Arafuru
0.2 0.1
5
0
0
Tanggal Pengukuran
Gambar 16
Kecepatan Arus (m/s)
Elevasi (dm)
Grafik hubungan kecepatan arus dan elevasi pasut di perairan offshore Ajkwa.
Dari gambar di atas menunjukkan hubungan kecepatan arus dengan elevasi pasang surut. Pada saat menuju surut, kecenderungan kecepatan arus bertambah besar, hal yang sama terjadi saat menuju pasang. Pada tanggal 26 September, pukul 09.00 – 11.00 WIT saat kondisi surut, kecepatan arus mencapai 0,54 m/det. Pada saat kondisi pasang pukul 14.00 – 15.00 WIT, kecepatan arus hingga pada kisaran 0,15 m/det. Secara umum dapat disimpulkan bahwa saat kondisi pasut mencapai
surut,
pergerakan
arus
menunjukkan
peningkatan
kecepatan.
Sebaliknya, pada saat pasang kecepatan arus menjadi berkurang. Terjadinya air diam (slack water) disini diperlihatkan pada saat arus mencapai kondisi pasang tertinggi atau surut terendah.
PASANG SURUT Pengambilan data pasut pada wilayah studi dengan menggunakan logger pasut selama 30 hari yaitu tanggal 16 Juli – 14 Agustus 2007 pada koordinat 095° 10’ 44,8” BT dan 05° 30’ 10,92” LU. Pengolahan data dengan metode Admiralty, setelah data dipotong hingga mencapai 29 hari. Hal ini dilakukan karena untuk
47
mencari nilai tengah pada 1 bulan pengukuran data. Grafik pasang surut ditampilkan dalam Gambar 17. Analisa data dilakukan untuk mendapatkan karakteristik parameter pasang surut yang meliputi sembilan konstanta harmonis pasut yaitu M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, M4, dan MS4. Dari analisa admiralty yang dilakukan didapatkan nilai konstanta harmonik yang telah disajikan dalam Tabel 12 dan karakteristik pasang surut ditampilkan pada Tabel 13. Data pasut lengkap pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 12 Hasil analisa harmonik pasut perairan estuari Ajkwa Komponen Pasut A (cm) Perhitungan
So
M2
S2
N2
K1
O1
M4
MS4
K2
P1
189
33
10
9
84
58
8
3
2
28
165
121
65
75
312
165
g(°) Perhitungan – 271 312 279 Sumber : Pengolahan Data Lapangan, 2007
Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa amplitudo pasut K1 (komponen diurnal tides akibat pengaruh matahari) lebih dominan dari komponen lainnya.
Komponen inilah yang mempengaruhi tipe pasang surut di perairan ini. Nilai muka laut rerata (MSL) adalah 189 cm dan diperoleh bilangan Formzahl (F) sebesar 3,24. Berdasarkan kriteria courtier range nilai tersebut termasuk dalam tipe pasut harian tunggal (diurnal). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 17 yang menunjukkan kondisi diurnal tide. Pada tipe pasang surut ini terjadi terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam sehari. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dipaparkan oleh Wyrtki (1961) yang menyatakan tipe pasut diperairan tersebut adalah tunggal (diurnal tide).
48
Grafik Pasang Surut Perairan Muara Ajkwa Tanggal 16 Juli -13 Agustus 2007 400
Elevasi Muka Air (cm)
350 300 250 200 150 100 50 0 1
49
97
145
193
241
289
337
385
433
481
529
577
625
673
Waktu (jam)
Gambar 17 Grafik pasut perairan muara Ajkwa. Tabel 13 Tunggang air pasang surut untuk tipe pasang surut diurnal pada referensi MSL Karakteristik Pasang Surut
Formula (Iwagaki dan Sawaragi 1979; Beer 1997)
Referensi MSL (cm)
MHWS MHWN MLWN MLWS
So + M2 + S2 So + M2 – S2 So – M2 + S2 So – M2 – S2 MSL-K1-O1-S2-M2 LAT + 2(K1+O1+S2+M2)
43,0 23,0 -23,0 -43,0 -185,0 185,0 370
LAT HAT Tidal range
Nilai Formzahl F Sumber : Pengolahan Data Lapangan, 2007
3,24
Tunggang air pasang surut pada penelitian ini menggunakan datum referensi terhadap MSL (Mean Sea Level) artinya kedalaman MSL adalah 0 (nol), sehingga nilai kedalaman yang diperoleh akan dikoreksi terhadap datum referensi tersebut. Nilai tunggang air pasut pasang purnama (spring tide), pada air tinggi rata-rata pasang (MHWS) sebesar 43,0 cm di atas MSL dan air rendah pada rata-rata surut (MLWS) adalah –43,0 cm di bawah MSL. Nilai tunggang air pasang surut saat pasang perbani (neap tide), air tinggi rata-rata pasang (MHWN) sebesar 23,0 cm di atas MSL sedang untuk air rendah pada rata-rata surut (MLWN) sebesar –23,0 cm di bawah MSL. Nilai tunggang pasut (tidal range) antara tinggi (HAT) dan rendah pasang surut (LAT) adalah 370 cm.
49
KARAKTERISTIK GELOMBANG Gelombang Peramalan Dalam peramalan gelombang, kecepatan angin yang diperoleh dikonversi menjadi kecepatan angin di atas permukaan laut. Konversi mengikuti petunjuk dari CHL (2002), hasilnya disajikan pada Lampiran 3. Hal ini dilakukan, karena data angin yang digunakan dalam peramalan gelombang adalah data angin di atas permukaan laut sebagai tegangan angin (wind stress). Untuk mereduksi hasil peramalan gelombang yang terlalu besar, maka dilakukan analisis fetch (Savile et al., 1962 dalam CERC 1984). Penarikan fetch dilakukan pada titik tinjauan yang
berada pada kedalaman 40 m, dengan asumsi gesekan dasar belum mempengaruhi transformasi gelombang sehingga hasil ramalan gelombang yang diperoleh merupakan gelombang perairan dalam. Fetch efektif disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Panjang fetch efektif di perairan muara Ajkwa Arah
Selatan
Tenggara
Baratdaya
Barat
Feff (m)
200.000
120.783,1
200.000
150.973,5
Sumber: Hasil analisis data angin berdasarkan data dari SM Amamapare (1993 – 2007).
Peramalan gelombang dilakukan dengan metode SMB yang berdasarkan pertumbuhan energi gelombang. Hasil peramalan gelombang disajikan dalam Tabel 15 berikut. Tabel 15 Hasil peramalan gelombang laut dalam (d= 40 m) berdasarkan angin maksimum per musim (1993-2007) dan Feff KejaUA Feff dian (m/det) (m) (%) 28,89 10,7 - 16,9 150.973
5.171 - 12.832
2,1 - 3,4 7,1 - 8,3 9,0 - 9,4
64,1 - 77,8
BD
55,56
10,1 - 16,2 200.000
7.451 - 19.508
2,3 - 3,7 7,6 - 9,0 9,2 - 9,5
70,4 - 85,3
Musim
α (o)
Barat
B
PI
Timur
P II
F*
Hs (m)
Ts (det)
C (m/det)
L (m)
S
15,56
8,4 - 12,6
200.000
12.380 - 27.981
1,7 - 2,9 6,9 - 8,2 9,0 - 9,4
62,2 - 77,1
B
22,22
9,4 - 13,7
150.973
7.710 - 16.687
1,9 - 2,7 6,8-7,7
60,3 - 71,3
BD
48,89
8,9 - 14,8
200.000
8.999 - 24.731
2,0 - 3,4 7,4 - 8,7 9,1 - 9,5
67,5 - 82,2
S
2,22
10,0
200.000
19.752
2,3
69,9
TG
20,00
8,4 - 12,4
120.783
7.710 - 16.687
1,5 - 2,2 6,1 - 6,9 8,5 - 8,9
51,4 - 62,0 59,4
7,6 6,7
8,9 - 9,2 9,2
B
2,22
9,1
150.973
17.792
1,8
BD
4,44
8,6 - 10,2
200.000
18.819 - 26.496
1,8 - 2,3 7,1 - 7,7 9,0 - 9,2
64,5 - 70,6 70,9
S
2,22
10,3
200.000
18.417
2,4
TG
66,67
8,3 - 11,4
120.783
9.119 - 17.108
1,5 - 2,0 6,0 - 6,7 8,4 - 8,9
51,1 - 59,6
BD
13,33
7,8 - 12,1
200.000
13.306 - 31.849
1,5 - 2,8 6,5 - 8,1 8,7 - 9,3
56,9 - 75,9
S
13,33
8,4 - 12,4
200.000
12.743 - 27.537
1,8 - 2,8 7,0 - 8,2 9,0 - 9,4
62,9 - 76,6
TG
68,89
8,5 - 11,5
120.783
9.002 - 16.506
1,5 - 2,0 6,1 - 6,7 8,5 - 8,9
51,5 - 59,8
Keterangan: B=Barat, BD=Baratdaya, S=Selatan dan TG=Tenggara
7,7
8,8 9,2
50
Pada musim barat dan pancaroba I, gelombang tertinggi dari arah baratdaya yaitu 3,4 m. Hal ini disebabakan karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi seperti kecepatan angin, durasi, arah angin, dan fetch. Pada musim barat dimana angin didominasi dari arah baratdaya, dengan fetch yang maksimum 200 km menyebabkan gelombang tumbuh lebih tinggi (CHL 2002; Triatmodjo 1999; Davis 1991). Walaupun kecepatan angin dari arah barat lebih besar, namun dengan fetch yang lebih pendek maka gelombang yang terbentuk lebih rendah. Selanjutnya pada musim pancaroba I, walaupun fetch efektif selatan mencapai maksimum 200 km, tetapi kecepatan anginnya lebih kecil dibandingkan dari arah baratdaya. Karakteristik gelombang musim timur memperlihatkan perubahan arah gelombang yang signifikan dibanding musim barat dan musim pancaroba I. Pada musim timur, gelombang maksimum berasal dari arah selatan (2,4 m) sedangkan gelombang minimum yang tumbuh berasal dari tenggara (1,5 m). Kecepatan angin yang besar dari tenggara tidak berkorelasi positif terhadap ketinggian gelombang, hal ini dipengaruhi oleh panjang fetch tenggara yang masih dibawah fetch maksimum 200 km. Seperti halnya gelombang musim timur, pada musim pancaroba II gelombang maksimum berasal dari arah selatan, namun ketinggian gelombang yang sama juga tumbuh dari arah baratdaya yaitu 2,8 m. Fenomena ini sesuai dengan pergeseran kondisi angin yang bervariasi dari arah baratdaya seiring pergeseran musim menuju musim barat. Adanya perbedaan fetch efektif yang mempengaruhi pertumbuhan tinggi gelombang pada tiap arah angin memperlihatkan posisi perairan Ajkwa lebih terbuka terhadap angin dari selatan dan barat daya. Panjang fetch ini membatasi waktu yang diperlukan gelombang untuk terbentuk, akibatnya energi yang ditransfer angin juga terbatas (CERC 1984). Selain itu Nilai fetch tak berdimensi (F*) dari kedua arah angin ada yang mencapai kondisi fully developed seas (F* < 2x104), yakni pada musim pancaroba I dan II serta musim timur untuk arah baratdaya. Arah selatan mencapai kondisi kondisi fully developed pada musim pancaroba II. Pada konsisi fully developed ini, tinggi dan periode gelombang akan mencapai nilai maksimum (Ningsih 2000).
51
Kecepatan merambat (C) pada keseluruhan musim berkisar dari 8,4 – 9,5 m/det sedangkan panjang gelombang (L) berkisar dari 51 – 85 m. Nilai C dan L di laut dalam hanya dipengaruhi oleh periode gelombang, dimana semakin besar periodenya maka kecepatan dan panjang gelombangnya juga besar. Berkaitan dengan kedalaman, hubungan linier antara periode dengan cepat rambat dan panjang gelombang tidak akan terpengaruh kedalaman jika perbandingan d/L lebih besar dari 0,5 (CERC,1984; Horikawa, 1988; Triatmodjo, 1999). Sebagaimana terlihat pada Tabel 15, karena periode gelombang dari arah baratdaya dan selatan pada tiap musim lebih besar, sementara kedalaman titik tinjauan adalah 40 m maka kecepatan dan panjang gelombang juga besar bila dibandingkan dengan arah tenggara dan barat. Hasil peramalan gelombang dengan metode SMB ini menunjukkan kecocokan yang cukup baik dengan interpretasi pada grafik yang dibuat oleh CERC (1984). Grafik tersebut berdasarkan hubungan antara faktor tegangan angin dan panjang fetch yang disajikan pada Lampiran 4. Selain peramalan gelombang dalam kurun waktu 15 tahun, untuk melihat hubungannya dengan gelombang pengukuran pada tanggal 25 – 29 September 2007, maka peramalan juga dilakukan pada waktu yang sama dan hasilnya disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18 Grafik gelombang hasil peramalan tanggal 25 – 29 September 2007.
Gelombang Pengukuran Kondisi gelombang dari data tinggi dan periode gelombang hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 19. Parameter gelombang diukur setiap 10 menit sekali selama lima hari pengukuran Hasil pengukuran gelombang
52
selengkapnya disajikan dalam Lampiran 5. Pengukuran ini dilakukan di perairan offshore Ajkwa pada kedalaman 15 m. Grafik di bawah ini menunjukkan data
tinggi dan periode gelombang secara time series. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa di daerah lepas pantai memiliki tinggi gelombang dengan kisaran 0,1 - 1,3 meter. Sedangkan periode gelombang dengan kisaran 4,3 – 7,0 detik. Grafik Hubungan Gelombang dan Elevasi Pasut di perairan laut Arafuru 1.4
30
25
1 20 0.8 15 0.6
Elevasi (dm)
Tinggi Gelombang (m)
1.2
10 0.4 5
0.2 0
0
Tanggal Penelitian
Tinggi Gelombang (m)
Elevasi (dm)
Gambar 19 Grafik hubungan tinggi gelombang dan pasut di perairan Offshore Ajkwa. Jika dibandingkan dengan elevasi muka air (pasut) pada waktu yang sama, ada kecenderungan perubahan tinggi rendah gelombang pengukuran berhubungan dengan perubahan elevasi pasang surut. Menurut Dyer (1986); Triatmodjo (1999); CHL (2002), tinggi rendah gelombang didaerah dekat muara berhubungan dengan perubahan elevasi pasang surut. Karakteristik gelombang di daerah muara akan mengikuti karakteristik elevasi pasut baik pada springtide maupun neaptide. Fenomena ini disebabkan karena resultan gaya pembangkit pasang surut pada saat spring tide lebih besar dari pada saat neap tide, sehingga gaya-gaya tersebut
mempengaruhi gaya pembangkitan gelombang Hubungan karakteristik gelombang pengukuran dengan gelombang peramalan pada waktu yang sama dapat dilihat pada Gambar 20. Kedalaman acuan gelombang peramalan adalah 40 m dan diperoleh tinggi gelombang maksimum mencapai 1,86 m dan terendah 0,009 m (Gambar 18) sedangkan gelombang pengukuran pada waktu yang sama pada kedalaman 15 m tinggi yang terukur terendah 0,1 m dan tertinggi mencapai 1,3 meter (Gambar 19).
53
Gambar 20 menunjukkan hubungan antara gelombang peramalan (perairan dalam) dan pengukuran (perairan transisi). Simbol (♦) menunjukkan distribusi dari kedua data, sedangkan garis linier menunjukkan hubungan kedua data. Tinggi gelombang peramalan menunjukkan perbedaan yang signifikan, yaitu lebih tinggi 35,48% dari gelombang tertinggi pengukuran. Ada beberapa kemungkinan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan hal ini.
Gambar 20 Hubungan gelombang peramalan dengan pengukuran. Pertama, adanya perbedaan acuan kedalaman dari masing-masing gelombang. Pada gelombang peramalan, titik acuan 40 meter menunjukkan gelombang yang tumbuh merupakan gelombang perairan dalam. Selanjutnya pada gelombang pengukuran di kedalaman 15 meter menunjukkan perambatan gelombang dari laut dalam, pada waktu yang sama memasuki perairan transisi. Pada perairan dangkal dan transisi, pengaruh kedalaman terhadap ketinggian gelombang sangat besar. Kedua, distribusi yang tidak linier dari hubungan tersebut karena input data angin yang digunakan dalam peramalan sangat ditentukan oleh faktor durasi, kecepatan, dan fetch. Semakin panjang fetch, durasi semakin lama dan kecepatannya besar maka gelombang yang dibangkitkan semakin tinggi. Tabel 16 Perbandingan karakteristik gelombang signifikan (Hs) peramalan dan pengukuran perairan Ajkwa Tanggal 9/25/07 9/26/07 9/27/07 9/28/07 9/29/07
α (o) 134,30 156,90 150,60 140,80 167,40
H (m) Pred Lap 1,02 0,94 1,27 1,09 1,35 0,90 0,91 0,76 1,33 0,64
T (m) Pred Lap 5,27 5,86 5,94 6,58 6,11 5,89 4,98 5,58 6,06 5,19
C (m/s) Pred Lap 8,08 7,99 9,23 8,37 9,49 7,98 8,04 7,78 943 7,48
L (m) Pred Lap 42,55 46,87 54,78 55,05 57,95 47,05 40,00 43,44 57,13 38,84
d/L Pred 0,940 0,730 0,690 1,000 0700
Lap 0,214 0,182 0,213 0,230 0,258
54
Berdasarkan nilai d/L dalam Tabel 16, karakter gelombang peramalan termasuk dalam gelombang laut dalam karena nilanya lebih dari 0,5. Di laut dalam, nilai panjang gelombang peramalan ini sangat dipengaruhi oleh periode. Hal ini sangat berbeda dengan gelombang pengukuran, dimana nilai perbandingan d/L menunjukkan bahwa gelombang pengukuran ini termasuk dalam gelombang laut transisi karena nilainya berkisar pada 0,1 – 0,2. Pada perairan transisi, cepat rambat dan panjang gelombang mulai berkurang karena pengaruh kedalaman.
Pola Transformasi Gelombang Gelombang yang merambat dari laut dalam (deep water) menuju pantai mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses transformasi seperti refraksi dan shoaling karena pengaruh perubahan kedalaman laut, difraksi, dan refleksi akibat bangunan pantai maupun pulau. Berkurangnya kedalaman laut menyebabkan semakin berkurangnya panjang dan kecepatan gelombang serta bertambahnya tinggi gelombang. Pada saat kelancipan gelombang (steepnes) mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah dengan membentuk sudut tertentu terhadap garis pantai. Berdasarkan bentuk pantai dan arah angin yang dapat membangkitkan gelombang pada lokasi penelitian, maka pola transformasi disesuaikan dengan kondisi tersebut. Pola transformasi ini dihasilkan dari model program STWave, kemudian divisualisasikan melalui gambar (peta). Simulasi STWave tidak mencukupi resolusi spasial dalam menentukan parameter gelombang pecah yang berperan dalam mengestimasi transpor sedimen sepanjang pantai. Untuk mengestimasi longshore energy flux pada gelombang pecah dari laut dalam (40 m) menuju pantai secara linier yang mengalami refraksi dan shoaling melewati suatu sel pantai, maka perlu dilakukan analisis empiris dengan formulasi yang berlaku (Smith dan Gravens, 2001). Hasil analisis empiris parameter gelombang pecah perbulan selama tahun 1993 – 2007 disajikan pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.
Musim Barat Pola transformasi gelombang maksimum musim barat untuk arah datang o
231,4 (arah barat daya) dari kedalaman 40 m menuju pantai disajikan pada Gambar 21. Dari gambar tersebut terlihat adanya pola transformasi gelombang
55
seperti refraksi dan difraksi. Pola refraksi terjadi karena adanya perubahan kedalaman, di laut dalam gelombang tidak mengalami perubahan, akan tetapi di laut transisi dan dangkal, kontur kedalaman sangat mempengaruhi karakteristik gelombang. Pantai barat dengan kontur kedalaman cenderung signifikan perubahannya, terlihat adanya perubahan tinggi dan arah garis ortogonal (Tabel 17). Perambatan gelombang dari arah baratdaya (231,4º) pada kedalaman awal 40 m, mengalami perubahan arah dan tinggi. Ketika gelombang memasuki kedalaman 20 m tinggi gelombang berkurang dari 3,7 m menjadi 3,44 m (7%) dengan arah 224.79º, kemudian berkurang 21,6% menjadi 2,9 m dengan arah 223,9º pada kedalaman 5 m. Memasuki profil P1 dengan kedalaman 2 m gelombang menurun drastis mencapai 0,92 m (94,6%), pada arah 230,79º, pada profil P2 mencapai 0,38 m (89,7%) arah 269,79º, dan pada profil P3 mencapai 0,38 m (89,7%) arah 234,79º. Berkaitan dengan perhitungan empiris, gelombang pada musim barat yang merambat ke arah pantai barat ketinggian gelombang pecah lebih besar dibanding pantai timur, hal ini berkaitan dengan kemiringan pantai barat yang lebih terjal, sedangkan pantai timur cenderung datar. Pantai sisi timur dengan kontur kedalaman yang cenderung datar sampai beberapa kilometer. Perambatan gelombang dari kedalaman 40 m, 20 m dan 5 m mengalami refraksi pada tiap profil P4, P5, dan P6. Memasuki profil P4 gelombang mengalami refraksi dengan arah 205,79º yang mencapai tinggi 0,31 m (91,6%). Pada profil P5 gelombang mencapai tinggi 0,36 m (90,3%) dengan arah 247,79. Sedangkan pada profil P6 gelombang mencapai 0,31 m (91,6%) dengan arah 244,79º. Tabel 17 Perubahan karakteristik gelombang musim barat pada tiap profil Stasiun
Hs (m)
Ts (s)
α (o )
D40 D20 D5 P1 P2 P3 P4 P5 P6
3,70 3,44 2,9 0,2 0,74 0,38 0,31 0,36 0,31
9,0 9,1 9,1 9,1 9,1 9,1 9,1 9,1 9,1
231,40 224,79 223,79 230,79 269,79 234,79 205,79 247,79 244,79
Persen Perubahan (%) 7,0 21,6 94,6 80,0 89,7 91,6 90,3 91,6
Keterangan Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi
56
Perubahan garis ortogonal gelombang dalam perambatannya memasuki tiap sel menunjukkan arah perambatan gelombang yang membelok dan berusaha untuk tegak lurus dengan garis kontur kedalaman, sedangkan garis puncak gelombang berusaha sejajar dengan garis kontur saat menuju perairan yang lebih dangkal. Hal ini disebabkan adanya perubahan kecepatan rambat gelombang, yaitu perubahan cepat rambat gelombang yang terjadi di sepanjang garis puncak gelombang bergerak dengan membentuk sudut terhadap kontur sebagai akibat pergerakan gelombang di laut dalam lebih cepat dari pada bagian laut yang lebih dangkal. Menurut CERC (1984), perubahan ini menyebabkan puncak gelombang membelok dan berusaha untuk sejajar dengan garis kontur kedalaman. Perubahan
arah
gelombang
menghasilkan
divergensi
pada
garis
kontur/pantai di daerah teluk. Proses divergensi ini juga akan berpengaruh pada besaranya distribusi energi gelombang dan pola arus yang terjadi di sepanjang pantai (Komar 1998). Tipe gelombang pecah pada daerah ini saat musim timur merupakan tipe spilling (berdasarkan kriteria CHL 2002 nilainya <0,5), yakni tipe gelombang pecah dengan muka gelombang sudah pecah sebelum tiba di pantai dan terjadi berangsur-angsur, oleh karena kemiringan gelombangnya kecil dan terjadi pada pantai yang datar.
Gambar 21 Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah baratdaya (231,4o).
57
Musim Pancaroba I Dalam simulasi transformasi gelombang musim Pancaroba I ini, data input menggunakan data angin dalam variasi arah sesuai dengan arah kejadiannya, yaitu dalam arah barat, baratdaya, selatan dan tenggara. Nilai-nilai yang dimasukkan adalah nilai maksimum yang tercatat dalam setiap arah.
Arah Barat Perambatan gelombang dari arah Barat pada kedalaman acuan 40 m menuju pantai mengalami penurunan ketinggian labih dari 50% pada tiap profil (Gambar 22). Namun pada stasiun D5 dengan kedalaman lima meter, gelombang mengalami shoaling. Proses shoaling yakni proses pembesaran tinggi gelombang karena pendangkalan dasar laut (Diposaptono dan Budiman, 2005). Selanjutnya fenomena shoaling pada kedalaman 5 meter berkaitan dengan konvergensi energi gelombang yang ditimbulkan oleh refraksi. Tinggi gelombang yang sampai pada semua profil di pantai bagian barat terlihat lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pantai timur. Hal ini disebabkan adanya divergensi gelombang akibat pengaruh refraksi yang terjadi pada kedalaman sebelumnya, mengingat di pantai timur batimetri yang hampir datar memanjang jauh ke arah laut. Tabel 18 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun
Hs (m)
Ts (s)
α (o)
D40 D20 D5 P1 P2 P3 P4 P5 P6
2,70 2,44 2,70 0,88 0,74 0,40 0,31 0,36 0,31
7,70 7,70 8,30 8,30 7,70 7,70 8,30 8,30 7,70
247,50 214,79 218,79 227,79 267,79 234,79 204,79 245,79 239,79
Persen Perubahan (%)
Keterangan
10,535 1,002 67,734 72,867 85,334 88,634 86,800 88,634
Refraksi Shoaling, Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi
58
Gambar 22
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah barat (247,5o).
Arah Baratdaya Pola transformasi dari arah baratdaya diperlihatkan pada Gambar 23. Pola ini hampir sama dengan arah barat, yang membedakan disini adalah proses shoaling terjadi sebelum stasiun D5. Tinggi gelombang pada tiap profil di pantai barat dan timur mengalami penurunan lebih dari 70% selama perambatannya dari laut dalam. Tabel 19 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun
Hs (m)
Ts (s)
α (o)
D40 D20 D5 P1 P2 P3 P4 P5 P6
3,4 3,11 2,9 0,91 0,74 0,39 0,31 0,36 0,31
8,7 9,1 9,1 9,1 9,1 9,1 9,1 9,1 9,1
238,8 220,79 221,79 228,79 268,79 234,79 205,79 246,79 242,79
Persen Perubahan (%)
Keterangan
7,805 14,030 73,023 78,063 88,439 90,810 89,328 90,810
Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi
Pergerakan garis orthogonal gelombang terlihat cenderung tegak lurus terhadap kontur kedalaman di bawah 5 meter. Hal ini disebabkan pengaruh kedalaman terhadap cepat rambat gelombang terjadi sebelum mendekati kontur 5 m. proses penguncupan gelombang akibat refraksi terlihat jelas dengan indikasi gradasi warna yang lebih tajam.
59
Gambar 23
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah barat daya (238,8o).
Arah Selatan Gelombang yang memasuki tiap profil mengalami refraksi, dimana perubahan arah datang gelombang bergeser dari selatan menyesuaikan kontur dan mengarah ke timurlaut memasuki daerah muara (Gambar 24). Tabel 20 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun
Hs (m)
Ts (s)
α (o)
D40 D20 D5 P1 P2 P3 P4 P5 P6
2,3 2,22 2,48 1,02 0,7 0,37 0,31 0,36 0,31
7,6 7,7 7,7 7,7 7,7 7,7 7,7 7,7 7,7
196,7 251,79 245,79 240,79 270,79 235,79 205,79 250,79 252,79
Persen Perubahan (%)
Keterangan
2,498 -8,922 55,202 69,256 83,750 86,385 84,189 86,385
Refraksi Shoaling, Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi
Gelombang yang merambat dari arah selatan terlihat jelas berusaha untuk sejajar dengan kontur kedalaman, sedangkan garis orthogonal cenderung tegak lurus terhadap kontur kedalaman. Perambatan gelombang dari kedalaman 40 meter mengalami shoaling pada kedalaman 5 m (stasiun D5). Proses ini terjadi karena garis orthogonal gelombang dari laut dalam yang tidak tegak lurus
60
terhadap kontur, ketika memasuki stasiun D5 berusaha untuk tegak lurus terhadap kontur.
Gambar 24
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah selatan (196,7o).
Arah Tenggara Arah pergerakkan rata-rata gelombang yang datang dari tenggara ketika memasuki daerah muara terjadi perubahan garis ortogonal gelombang yang pada awal pembangkitan dari arah 147o, mengalami refraksi yang signifikan (Gambar 25). Ketika memasuki pantai, baik pantai barat maupun timur, garis orthogonal gelombang mendekati tegak lurus terhadap garis pantai, sedangkan gelombang yang merambat memasuki bagian tengah muara cenderung mengikuti aliran ke hulu. Kontur batimetri yang menyerupai kanal ditengah muara ini berpengaruh besar dalam perambatan ini. Tabel 21 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun
Hs (m)
Ts (s)
α (o)
D40 D20 D5 P1 P2 P3 P4 P5 P6
2,2 2,03 2,1 1,11 0,65 0,38 0,31 0,36 0,31
6,9 6,7 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1
147,0 295,79 279,79 259,79 274,79 242,79 203,79 256,79 269,79
Persen Perubahan (%) 7,761 4,580 49,564 70,465 82,734 85,914 83,642 85,914
Keterangan Refraksi Shoaling, Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi
61
Perambatan gelombang pada tiap sel mengalami penurunan ketinggian lebih dari 80% pada sel P3 – P6 (Tabel 21). Ketika memasuki stasiun D5, gelombang mengalami peningkatan ketinggian dibanding pada stasiun D20. Hal ini disebabkan gelombang mengalami shoaling karena pengaruh kedalaman. Energy gelombang bertambah pada D5 dan selanjutnya menurun perlahan karena terdispersi pada kontur di bawah 5 meter. Berdasarkan perhitungan empiris, pada musim pancaroba I gelombang yang merambat memasuki pantai timur akan mengalami pecah lebih rendah dibanding pantai barat, mengingat perbedaan kemiringan kedua pantai.
Gambar 25
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah tenggara (147o).
Musim Timur Pola transformasi musim timur didominasi gelombang dari arah tenggara. Gelombang dari perairan dalam akan mengalami penurunan ketinggian seiring penurunan energinya ketika memasuki stasiun D20 dan D5. Pergerakan garis orthogonal gelombang dari perairan dalam bergeser arah cukup signifikan pada kedua stasiun. Hal ini dipengaruhi arah datang gelombang pada perairan dalam awalnya hampir sejajar dengan kontur kedalaman. Untuk merespon pengaruh kedalaman, garis orthogonal gelombang berusaha untuk tegak lurus terhadap kontur kedalaman, sehingga gelombang mengalami pembelokan yang nyata (Gambar 26).
62
Tabel 22 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun
Hs (m)
Ts (s)
α (o)
D40 D20 D5 P1 P2 P3 P4 P5 P6
2,0 1,8 1,78 1,12 0,66 0,39 0,31 0,36 0,31
6,7 6,7 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1
133,0 304,79 286,79 266,79 275,79 244,79 202,79 257,79 273,79
Persen Perubahan (%)
Keterangan
11,055 12,043 44,656 67,387 80,728 84,682 82,211 84,682
Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi
Penurunan ketinggian gelombang pada tiap sel lebih dari 80% pada profil P3 – P6, sedangkan penurunan dibawah 80% terjadi pada profil P1 – P2. Sama halnya dengan kedua musim sebelumnya, pada musim timur ini gelombang dari perairan dalam akan mengalami pecah dengan ketinggian terbesar terjadi pada pantai barat dan terendah pada pantai timur.
Gambar 26
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah tenggara (133,0o).
Musim Pancaroba II Barat Daya Pola transformasi gelombang maksimum musim pancaroba II untuk arah datang 235,9o (arah barat daya) dari kedalaman 40 m menuju pantai disajikan pada Gambar 27. Pantai sisi barat dengan kontur kedalaman cenderung signifikan
63
perubahannya, terlihat perubahan tinggi dan arah garis ortogonal gelombang (Tabel 23). Ketika gelombang memasuki kedalaman 20 m tinggi gelombang berkurang 6% dengan arah 221,79º. Ketika memasuki stasiun D5 dengan kedalaman 5 meter, terjadi peningkatan tinggi sekitar 2% dari kondisi awalnya. Peningkatan ketinggian gelombang disebabkan oleh penambahan energi gelombang oleh proses shoaling. Setelah melewati stasiun D5, tinggi gelombang menurun karena terdispersi. Pada profil P1 – P3 tinggi gelombang berkurang lebih dari setengah tinggi gelombang perairan dalam. Selanjutnya berkurang lebih dari dua-pertiga gelombang laut dalam. Penurunan ini disebabkan efek refraksi yang menurunkan energi dan ketinggian gelombang. Tabel 23 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun
Hs (m)
Ts (s)
α (o)
D40 D20 D5 P1 P2 P3 P4 P5 P6
2,8 2,6 2,85 0,91 0,73 0,39 0,31 0,36 0,31
8,1 8,3 8,3 8,3 8,3 8,3 8,3 8,3 8,3
235,9 221,79 223,79 229,79 268,79 234,79 205,79 246,79 242,79
Gambar 27
Persen Perubahan (%) 6,275 -2,737 67,196 73,685 85,941 88,825 87,023 88,825
Keterangan Refraksi Shoaling, Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah barat daya (235,9o).
64
Selatan Pola transformasi gelombang musim pancaroba II dari arah selatan o
(202,1 ) hampir sama dengan pola dari arah selatan pada musim pancaroba I. Arah pergerakan garis orthogonal gelombang dari perairan dalam menuju pantai hampir tegak lurus terhadap kontur kedalaman, terutama pada pantai timur. Dengan peride yang sama pada semua stasiun, perubahan cepat rambat dan panjang gelombang sangat ditentukan oleh kedalaman perairan masing-masing stasiun. Ketika memasuki stasiun D5, gelombang mengalami shoaling sehingga energi bertambah dan ketinggian bertambah 0,53% dari gelombang perairan dalam. Memasuki tiap profil energi gelombang telah terdisipasi sehingga terjadi penurunan tinggi yang signifikan. Perubahan arah penjalaran dari arah selatan menuju pantai bergeser menjadi dari arah baratdaya. Tabel 24 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun
Hs (m)
Ts (s)
α (o)
D40 D20 D5 P1 P2 P3 P4 P5 P6
2,8 2,7 2,85 1 0,71 0,37 0,31 0,36 0,31
8,2 8,3 8,3 8,3 8,3 8,3 8,3 8,3 8,3
202,1 246,79 240,79 237,79 270,79 235,79 206,79 249,79 250,79
Gambar 28
Persen Perubahan (%) 4,753 -0,538 64,723 74,954 86,948 89,064 87,300 89,064
Keterangan Refraksi Shoaling, Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi
Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah selatan (202,1o).
65
Arah Tenggara Gelombang yang datang dari arah tenggara (114,10) ketika memasuki stasiun D20 dan D5 puncak gelombang mengalami pembelokan berusaha untuk sejajar dengan kontur kedalaman, sedangkan garis orthogonal gelombang cenderung tegak lurus terhadap kontur. Perubahan arah karena refraksi menghasilkan divergensi energi gelombang. Hal ini terlihat pada penurunan tinggi gelombang selama penjalarannya ke pantai. Penurunan ketinggian gelombang pada pantai timur mencapai lebih dari 80%, sedangkan di pantai barat di bawah 80%. Tabel 25 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun
Hs (m)
Ts (s)
α (o)
D40 D20 D5 P1 P2 P3 P4 P5 P6
2,0 1,7 1,6 1,12 0,67 0,41 0,31 0,36 0,31
6,7 6,7 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 6,7 7,1
114,1 314,79 292,79 270,79 276,79 246,79 201,79 258,79 277,79
Persen Perubahan (%) 16,535 21,445 45,012 67,105 79,870 84,780 82,325 84,780
Keterangan Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi Refraksi
Gambar 29 Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah tenggara (114,1o).
66
Arus Menyusur Pantai dan Volume Transpor Sedimen Menyusur Pantai Gelombang pecah di pantai menimbulkan arus sepanjang pantai (longshore drift) dan turbulensi yang dapat menggerakan sedimen. Arus sepanjang pantai
tergantung pada energi dan arah datang gelombang yang mendekat pantai. Ketika energi gelombang konstan, kapasitas maksimum terhadap arus yang dihasilkan adalah ketika sudut datang gelombang sebesar 45o terhadap garis pantai (Siegle dan Nils, 2007). Selanjutnya arus sepanjang pantai dapat menimbulkan transpor sedimen berupa transpor menyusur pantai (longshore transport). Perbedaan kecepatan arus berpengaruh terhadap transpor sedimen, dimana semakin besar arus yang terbentuk maka transpor sedimennya juga besar (Aagaard et al, 2004; Nikolov et al, 2006; Siegle dan Nils, 2007). Variasi arus sepanjang pantai yang terjadi pada pantai muara Ajkwa selama 15 tahun sangat dipengaruhi oleh kondisi gelombang diperairan dalam. Perubahan kondisi angin sebagai pembangkit gelombang mungkin berperan terhadap karakteristik gelombang yang tumbuh. Gelombang yang merambat dari laut dalam tidak semua akan sampai pecah di pantai tergantung pengaruh proses transformasi gelombang dan bentuk pantai. Demikian halnya di perairan muara Ajkwa. Gelombang yang merambat dari perairan dalam telah pecah sebelum mencapa pantai di muara (Gambar 30).
Garis pecah gelombang 1996 2006
Gambar 30 Garis pecah gelombang berdasarkan analisis citra. Berdasarkan gambar di atas, transpor sedimen terjadi setelah gelombang pecah pada kedalaman tersebut sedangkan arah transpor sedimen akan searah
67
dengan arus menyusur pantai. Pada pantai timur, arah baratlaut dari arus dan transpor sedimen menyusur pantai bergerak ke kanan sedangkan arah tenggara bergerak ke kiri (dari pengamat yang berdiri di pantai menghadap kearah laut). Pada pantai barat, arah timurlaut arus dan transpor sedimen menyusur pantai bergerak ke kiri sedangkan arah baratdaya bergerak ke kanan. Arah arus dan transpor sedimen yang dihasilkan pada tiap musim dapat dilihat pada Gambar 31. Pada musim barat, pergerakan arus sepanjang pantai barat mengarah ke timurlaut, sedangkan di pantai timur mengarah ke tenggara (panah merah). Kekuatan arus musim ini paling besar dibandingkan pada musim lainnya, yaitu 0,072 – 0,382 m/det (lihat Tabel 26 a dan 26 b). Selanjutnya pada musim pancaroba I, pada pantai barat arah arus berbalik menuju baratdaya, sedangkan di pantai timur mengarah ke tenggara (panah putih). Arah sebaliknya menuju baratlaut terjadi di pantai timur pada musim timur, sedangkan pada pantai barat, berkolaborasi dengan arus musim pancaroba I ke arah baratdaya (panah kuning). Sementara pada musim pancaroba II, arus di pantai timur menuju ke baratlaut dan bertemu dengan aliran dari sungai Ajkwa, sedangkan pada pantai barat arus mengarah ke baratdaya seiring aliran sungai Ajkwa (panah hijau). Arus terbesar terjadi pada musim barat, dimana pada pantai barat terjadi pada profil P3 (0,382 m/det) yang mengarah ke timurlaut dan di pantai timur di profil P6 (0,139 m/det) yang mengarah ke tenggara. Faktor yang mempengaruhi kondisi di profil P3 dan P6 adalah kemiringan yang lebih besar dibanding profil lainnya (CERC, 1984; CHL, 2000).
Gambar 31 Arah pergerakan arus dan transpor sedimen tiap musim per profil.
68
Volume transpor sedimen musiman 15 tahun (1993 – 2007) pada setiap profil
menunjukkan
hasil
yang
berbeda
tergantung
faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Akibat perbedaan frekwensi dan karakteristik gelombang pecah, kemiringan pantai, dan diameter sedimen, maka volume transpor sedimen setiap profil akan berbeda, sebagaimana disajikan pada Tabel 26.a dan Tabel 26.b. Volume transpor sedimen terbesar di pantai barat terjadi pada musim timur, dimana arus sepanjang pantainya mengarah ke baratdaya. Kondisi ini berkaitan dengan letak pantai barat yang lebih terbuka terhadap pengaruh gelombang musim timur yang dominan dari arah tenggara, sehingga arus yang ditimbulkan dominan mengarah ke baratdaya. Pada profil P3, dimana diameter ukuran butir sedimen (d50= 0,066 mm) (lihat Lampiran 8) lebih halus dibanding profil lainnya, maka massa dari sedimen yang tertranspor lebih besar dibandingkan dengan sedimen berdiameter besar. Menurut van Rijn (1987), bahwa volume sedimen yang bergerak oleh arus tergantung pada sifat sedimen berupa diameter butir, bentuk dan rapat massa sedimen, untuk diameter butir sedimen yang kecil akan menghasilkan volume transpor sedimen yang lebih besar, dibandingkan dengan diameter butir sedimen yang lebih besar. Selanjutnya pada pantai timur, volume transpor sedimen terbesar terjadi pada musim barat, dengan arah transpor menuju tenggara. Keadaan ini tidak lepas dari pengaruh gelombang musim barat yang didominasi dari baratdaya dan barat. Ketika gelombang dari barat dan baratdaya mencapai pantai timur, terbentuk arus menyusur pantai mengarah ke tenggara.
Tabel 26.a Nilai parameter gelombang pecah, kecepatan arus dan volume transpor sedimen menyusur pantai barat (profil 1 - 3) Profil
tan β
Musi m Barat PI
P1
0,001 T P II Barat PI
P2
0,002 T P II Barat PI
P3
0,003 T P II
Parameter Gelombang Pecah Hb (m) db (m) Arah Min Mak Min Mak Min Mak 2,461 4,188 3,144 5,354 0,516 22,495 2,259 3,842 2,885 4,665 0,243 18,911 0,548 1,732 0,700 2,210 15,440 25,250 0,000 2,698 0,000 3,447 0,019 23,578 0,890 1,905 1,136 2,434 19,912 25,208 0,345 3,199 0,440 4,088 1,737 22,763 0,822 2,124 1,048 2,714 19,304 25,157 1,898 4,188 2,407 5,325 0,515 22,404 2,259 3,843 2,866 4,885 0,243 18,845 0,548 1,732 0,691 2,197 15,352 25,152 0,000 2,698 0,000 3,426 0,019 23,484 0,890 1,905 1,125 2,418 19,814 25,113 0,345 3,199 0,435 4,064 1,731 22,670 0,822 2,124 1,038 2,698 19,207 25,060 1,898 4,188 2,393 5,302 0,514 22,334 2,259 3,843 2,850 4,863 0,242 18,795 0,548 1,732 0,686 2,185 15,288 25,079 0,000 2,698 0,000 3,409 0,019 23,411 0,890 1,905 1,117 2,406 19,740 25,039 0,345 3,199 0,431 4,045 1,726 22,599 0,822 2,124 1,031 2,685 19,134 24,985
Arus (m/det) Min 0,004 0,002 0,042 0,000 0,067 0,009 0,062 0,008 0,003 0,084 0,000 0,133 0,018 0,125 0,012 0,005 0,125 0,000 0,200 0,027 0,186
Mak 0,127 0,107 0,112 0,119 0,116 0,125 0,117 0,255 0,214 0,224 0,238 0,232 0,250 0,234 0,382 0,320 0,335 0,357 0,347 0,375 0,351
Arah TL TL BD TL BD TL BD TL TL BD TL BD TL BD TL BD TL BD TL BD TL BD
Vol. transport (m3/hr)x 103
-89,80 -53,27 68,13 -13,31 222,21 -85,38 197,42 -81,30 -48,42 62,10 -12,11 202,42 -77,83 179,89 -110,32 -65,69 84,44 -16,45 275,07 -105,83 244,52
Keterangan: tanda negatif (–) menunjukkan arah arus dan transpor sedimen bergerak TL
69
Tabel 26.b Nilai parameter gelombang pecah, kecepatan arus dan volume transpor sedimen menyusur pantai pantai timur (profil 4 - 6) Profil
tan β
Musim Barat PI
P4
0,0005 T P II Barat PI
P5
0,0006 T P II Barat PI
P6
0,0009 T P II
Parameter Gelombang Pecah Hb (m) db (m) Arah Min Mak Min Mak Min Mak 1,998 3,477 2,453 4,303 12,557 24,071 0,653 2,378 0,790 2,916 13,554 23,316 1,822 3,153 2,233 3,893 8,871 23,558 0,623 2,456 0,753 3,053 0,738 22,365 1,600 2,070 1,962 2,564 13,838 22,145 1,708 2,465 2,091 3,044 0,544 21,772 1,572 2,581 1,935 3,181 22,154 23,351 0,991 2,533 1,202 3,132 1,687 23,337 1,998 3,477 2,453 4,303 12,557 24,071 0,653 2,378 0,790 2,916 13,554 23,316 1,822 3,153 2,233 3,893 8,871 23,558 0,623 2,456 0,753 3,053 0,738 22,365 1,600 2,070 1,962 2,564 13,838 22,145 1,708 2,465 2,091 3,044 0,544 21,772 1,572 2,581 1,935 3,181 22,154 23,351 0,991 2,533 1,202 3,132 1,687 23,337 1,998 3,477 2,453 4,303 12,557 24,071 0,653 2,378 0,790 2,916 13,554 23,316 1,822 3,153 2,233 3,893 8,871 23,558 0,623 2,456 0,753 3,053 0,738 22,365 1,600 2,070 1,962 2,564 13,838 22,145 1,708 2,465 2,091 3,044 0,544 21,772 1,572 2,581 1,935 3,181 22,154 23,351 1,998 3,477 2,453 4,303 12,557 24,071
Arus (m/det) Min 0,039 0,020 0,029 0,002 0,036 0,001 0,048 0,005 0,051 0,026 0,037 0,002 0,046 0,002 0,062 0,006 0,076 0,038 0,055 0,004 0,069 0,003 0,093 0,039
Mak 0,072 0,060 0,070 0,052 0,047 0,057 0,063 0,060 0,093 0,078 0,090 0,067 0,061 0,074 0,081 0,077 0,139 0,116 0,135 0,101 0,092 0,111 0,122 0,072
Arah TG BL TG BL TG BL TG BL TG BL TG BL TG BL TG BL TG BL TG BL TG BL TG BL
Vol. transport (m3/hr)x 103
-242,37 95,46 -165,35 94,39 -12,80 79,21 -23,54 159,75 -295,10 116,23 -9,67 114,93 -15,58 96,45 -28,66 194,50 -245,41 96,66 -167,43 95,58 -12,96 80,21 -23,83 161,75
Keterangan: tanda negatif (–) menunjukkan arah arus dan transpor sedimen bergerak TG
70
71
Sebaran Sedimen Data mengenai sedimen tersuspensi diperoleh dari hasil pengukuran PT. Freeport Indonesia. Nilai sedimen tersuspensi (mg/l) pada titik pemantauan kualitas air di daerah estuari (Ajkwa EM270) tahun 1994 – 2007. Data yang terukur meliputi kandungan minimal, rata-rata dan maksimum (Gambar 32 a). Berdasarkan data yang diperoleh, terdeteksi adanya kandungan yang ekstrim pada perairan muara. Kaitannya dengan aliran sungai Ajkwa yang merupakan aliran tailing PTFI dari hulu, maka nilai maksimum yang terukur banyak dipengaruhi oleh aliran dari hulu. Namun faktor lain seperti gelombang arus dan pasang surut mungkin secara simultan juga berpengaruh terhadap kondisi ini. Menurut Dyer (1986), apabila gelombang bergerak menuju muara akan menyebabkan terhambatnya transpor sedimen dari sungai ke arah laut. Selanjutnya berkaitan dengan pasang surut, arus yang timbul karena pasang surut di muara menyebabkan transpor sedimen dari laut masuk ke muara saat pasang dan aliran sungai masuk ke laut di saat surut (Triatmodjwo, 1999). Pada kondisi menuju pasang maupun surut arus cenderung kuat yang menyebabkan material sedimen terdispersi dari dua arah.
a)
72
b) Gambar 32 a Grafik kandungan sedimen tersuspensi di perairan muara Ajkwa b Grafik total produksi tailing PT Freeport. Selain data sedimen tersuspensi, untuk mengetahui distribusi ukuran butir tiap stasiun pada tiap sel dilakukan analisa ukuran butir dari data primer. Hasil analisa butiran terhadap seluruh sampel stasiun menunjukkan, bahwa ukuran pasir mendominasi semua profil pantai barat lebih dari 70%, sedangkan pantai timur ukuran pasir mendominasi profil P4 dan P6. Ukuran lanau (silt) mendominasi sel P5 dan stasiun OC2, sedangkan OC1 didominasi pasir. Hasil selengkapnya disajikan pada Lampiran 8. Sebaran ukuran butir di muara Ajkwa berkaitan erat dengan transpor oleh gelombang maupun dari aliran sungai.
Gambar 33 Persentase sebaran ukuran butir. Dominasi ukuran pasir di setiap sel pantai dapat menunjukkan adanya kaitan antara ukuran butir pasir dari limbah tailing yang merupakan pecahan dari batuan tambang di daerah hulu. Untuk menentukan hubungan bentuk butir sedimen
dengan
tailing
hasil
pecahan
batuan
tambang,
maka
dilihat
73
kecenderungan bentuk butir di bawah mikroskop. Bentuk butir sedimen tiap sel disajikan pada Tabel 27 berikut. Tabel 27 Bentuk butir sedimen tiap stasiun Stasiun P1 P2 P3 P4 P5 P6 OC1 OC2
Sel A B C D -
Bentuk Butir Sub rounded Sub Angular High Sphericity Angular High Sphericity Sub rounded Sub rounded Sub rounded Angular Angular
Bentuk butir angular menunjukkan butir sedimen tidak beraturan pada permukaannya dan umumnya merupakan hasil dari proses pemecahan batuan oleh manusia (Powers, 1953 dalam Leeder, 1982). Sementara bentuk rounded menunjukkan bentuk butir sedimen lebih halus dan merupakan hasil proses alami pengikisan atau penggerusan oleh aliran. Dari Tabel 27 menunjukkan bentuk butir rounded mendominasi sel di pantai timur, sedangkan bentuk angular
mendominasi sel di pantai barat dan stasiun laut.
Analisis Budget Sedimen, Morfologi Spit di Muara dan Pantai Untuk mengevaluasi volume sedimen yang masuk dan keluar dari suatu sel pantai, dilakukan analisis sedimen budget. Analisis ini berhubungan dengan arus sejajar pantai akibat gelombang pecah. Arus ini menyebabkan transpor sedimen menyusur pantai yang berpengaruh terhadap dinamika garis pantai. Sebagaimana dijelaskan Komar (1998) dan Triatmodjo (1999), bahwa transpor sedimen menyusur pantai merupakan penyebab utama terjadinya perubahan garis pantai. Sumber sedimen di daerah pantai dekat muara sangat menentukan tingkat akumulasi yang dipengaruhi oleh faktor hidrodinamika perairan. Hidrodinamika pantai ini erat kaitannya dengan morfologi pantai. Akumulasi sedimen baik di pantai barat dan timur muara Ajkwa dipengaruhi oleh morfologi pantai dalam merespon aksi gelombang yang datang.
74
Tabel 28 Hasil analisis budget sedimen berdasarkan transpor sedimen menyusur pantai setiap sel pantai selama tahun 1993 – 2007 Budget Sedimen x 103 (m3/ Tahun) A B C D 7.177,248 -619,821 238,71 -24,952 2.830,005 2.710,152 -1.705,79 1.963,116 3.368,015 652,738 1.305,96 -1.088,259 4.231,957 571,166 -323,69 632,149 6.277,207 -1.478,222 416,44 -175,126 2.261,926 1.431,511 907,02 -649,413 4.554,108 -295,637 2.000,23 -1.752,660 1.702,900 310,223 1.490,17 -1.216,509 1.116,960 2.514,076 -463,200 787,511 5.310,406 -347,387 -721,124 975,258 3.204,072 679,488 -354,826 594,634 830,185 2.756,379 -1.024,582 1.309,573 3.776,364 1.419,077 -807,902 1.127,577 2.099,025 1.513,683 1.405,404 -1.057,314 3.394,324 538,390 817,906 -596,559
Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Keterangan:
Nilai negatif (–) menunjukkan pantai terabrasi, sedangakan nilai positif menunjukkan pantai terakresi. Sumber hasil analisis (2007)
Berdasarkan hasil analisis budget sedimen, dapat dijelaskan bahwa kombinasi antara akresi/akresi dan abrasi terlihat jelas pada setiap sel baik pantai barat maupun timur (Gambar 34). Pola perubahannya dipengaruhi oleh karakter gelombang pada tiap musim yang datang dari berbagai arah. Nilai positif menunjukkan bahwa sel mengalami akresi, sedangkan nilai negatif menunjukkan sel dalam kondisi terabrasi.
6000
3
Sediment Transport (x10 m /th)
7000
3
5000 4000 3000 2000 1000 0 -1000
Sel A
Sel B
Sel C
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
-2000
Sel D
Gambar 34 Hasil analisis model budget sedimen berdasarkan transpor sedimen menyusur pantai setiap sel pantai selama tahun 1993 – 2007.
75
Pada pantai barat, kondisi sel A selama limabelas tahun mengalami akresi terus-menerus dengan laju akresi yang tinggi, sementara sel B mengalami kombinasi abrasi-akresi yaitu abrasi di tahun 1993, 1997, 1999, 2002, dan mengalami akresi selain tahun-tahun tersebut. Terakresinya sel B banyak disebabkan oleh transpor yang besar melalui arus sepanjang pantai. Sedangkan abrasi yang terjadi disebabkan tingginya transpor sedimen ke arah baratdaya yang keluar dari sel B tidak diimbangi masukan sedimen ke arah timur laut. Telah diketahui bahwa transpor sedimen ke timur laut ini banyak dipengaruhi oleh gelombang musim timur yang tinggi. Selanjutnya di sel A, tingginya akresi selama limabelas tahun banyak disebabkan besarnya transpor sedimen arah baratdaya dari sel B yang ditambah dengan transpor sedimen ke timurlaut, sementara sedimen yang keluar dari sel A baik arah timur laut maupun baratdaya volumenya kecil. Terakresinya sel A terus-menerus mungkin berhubungan juga dengan tercukupinya ketersediaan sedimen pantai yang dibawa oleh gelombang dari perairan sekitarnya dengan diameter butir yang lebih besar dan cenderung lebih cepat mengendap dan stabil. Pada pantai timur, sel C mengalami abrasi di tahun 1994, 1996, dan 2001 2005. Sementara sel D mengalami abrasi di tahun 1995, 1997 - 2000, 2006, dan 2007. Abrasi kedua sel di pantai timur ini sangat dipengaruhi oleh letak pantai timur yang sangat terbuka terhadap pengaruh gelombang dari arah barat dan baratdaya. Telah diketahui bahwa kedua arah gelombang ini hampir terjadi di setiap musimnya. Akresi sel C terjadi pada tahun 1993, 1995, 1997 - 2000, 2006, dan 2007. Akresi sel D terjadi di 1993, 1994, 1996, 2001 - 2005. Akresi di sel C mungkin banyak dipengaruhi oleh ukuran butir sedimen yang lebih besar di banding sel D. Diameter butir yang lebih besar akan lebih cepat mengendap dan cenderung stabil dari pengaruh arus sepanjang pantai. Sedangkan sel D, akresi banyak dipengaruhi oleh pengaruh tingginya masukan sedimen dari sel C diperbesar dengan masukan dari transpor sedimen ke arah baratlaut yang membawa material dari perairan sekitarnya. Hal ini sangat memungkinkan karena sepanjang pantai timur dari muara Ajkwa merupakan daerah aliran sungai besar lainnya.
76
Untuk melihat hasil analisis budget sedimen memiliki hubungan dengan analisa citra, maka perlu dilakukan analisis terhadap citra itu sendiri. Citra yang digunakan dalam analisis terdiri dari tiga tahun perekaman yaitu tahun 1996, 2003 dan 2006. Citra ini digunakan karena perekaman dilakukan pada kondisi yang sama, yaitu saat surut.
Gambar 35 Kondisi pasang surut perekaman citra. Berdasarkan analisis terhadap citra landsat, menunjukkan bahwa tanah timbul timbul (gosong) akibat akresi yang terbentuk di daerah sepanjang muara dan pantai merupakan indikator besarnya tingkat transpor sedimen yang terjadi pada daerah tersebut, baik oleh pengaruh gelombang maupun masukan dari sungai. Analisis spasial perubahan dan laju pertambahan akresi ini akan memberikan data dan informasi penting yang mendukung studi ini. Luas pertambahan sedimen di perairan Ajkwa ini dari tahun 1996, 2003, dan 2006 mengalami peningkatan signifikan. Pertambahan luas tersebut tertinggi pada hasil perekaman citra landsat tahun 2006. Adapun peningkatan akresi di perairan Ajkwa di tampilkan pada Tabel 29 berikut dan Gambar 36. Tabel 29 Pertambahan akresi perairan muara Ajkwa Tahun 1996 2003 2006
Luas Akresi (km2) 2,428 5,878 12,817
Sumber : Pengolahan data sekunder PT, FI, Tahun 1996, 2003 dan 2006
Perubahan luas akresi di muara dan pantai ini terjadi di lokasi-lokasi tertentu sepanjang perairan, di mulut muara yang membentuk delta dan di kedua
77
sisi pantai muara ini. Lokasi dan sebaran pertambahan akresi ini disajikan pada gambar di bawah ini.
a.
b.
c. Gambar 36
Sebaran spasial lokasi pertambahan akresi di perairan Ajkwa berdasarkan analisis citra satelit Landsat, a) akresi tahun 1996; b) akresi tahun 2003; c) akresi tahun 2006.
78
Analisa akresi terhadap citra tahun 1996, menunjukkan sel A – C terakresi namun tidak signifikan, hanya sel D yang menunjukkan peningkatan akresi (Gambar 36 a). Khusus sel C, pada bagian tengah cenderung terabrasi. Jika dibandingkan dengan hasil analisa budget sedimen (Gambar 34), pada sel di pantai barat dan timur menunjukan kecenderungan kesesuaian analisis. Berkaitan dengan kandungan sedimen suspensi yang terukur, akresi yang tidak terlalu signifikan mungkin berhubungan dengan rendahnya konsentrasi sedimen suspensi di muara (lihat Gambar 32 a). Adanya akresi yang signifikan pada sel D di dekat profil P6, dapat disebabkan oleh pengaruh arus sepanjang pantai yang membawa meterial dari perairan sekitarnya. Pada tahun 2003, analisis citra menunjukkan semua sel baik di pantai barat maupun timur mengalami akresi yang signifikan dibanding tahun 1996. Hal ini berbeda dari hasil analisis budget sedimen. Hasil analisis budget menunjukkan sel C mengalami abrasi. Beberapa hal yang mempengaruhi antara lain faktor gelombang dan ketersediaan sedimen di perairan. Pada analisis budget yang hanya memperhatikan pengaruh gelombang terhadap arus dan transpor sedimen sepanjang pantai, masukan dari aliran tidak diperhatikan, padahal dari hasil pengukuran sedimen suspensi di muara menunjukkan adanya kandungan sedimen suspensi yang tinggi. Dalam analisis citra, semua faktor yang berpengaruh terhadap akresi dan abrasi diperhitungkan, sehingga masing-masing faktor bekerja sendiri-sendiri dan berpengaruh kecil akan menjadi pengaruh besar setelah bekerja secara simultan dengan faktor lainnya. Analisa citra tahun 2006 menunjukkan semua sel di pantai barat dan timur mengalami akresi sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat luasnya material yang mengendap di sepanjang pantai dan daerah muara (Gambar 36 c). Kondisi yang sedikit berbeda terjadi pada analisis sedimen budget. Sel D di pantai barat mengalami akresi. Aksi gelombang setiap musim terutama musim barat dengan gelombangnya yang tinggi mengakresi material sedimen di sel D yang mengakibatkan sedimen yang keluar dari sel ini lebih besar, di lain sisi masukan yang diterima baik dari sel C dan dari arus sepanjang pantai dari perairan sekitarnya tidak mencukupi untuk mencapai keseimbangan.
79
Selanjutnya dalam analisis citra yang memperhatikan berbagai faktor, adanya aliran sedimen dari sungai sangat diperhitungkan sehingga adanya peningkatan kandungan sedimen dalam aliran sungai akan meningkatkan material sedimen di pantai. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 32 a, yang menunjukkan pada tahun 2006 kandungan sedimen suspensi yang terukur meningkat seiring peningkatan produksi tailing PT. Freeport (Gambar 32 b) walaupun material tailing ini tidak sepenuhnya masuk ke aliran sungai. Ringkasan mengenai perubahan sel pantai berdasarkan analisis budget sedimen dan analisis citra disajikan pada Tabel 30 berikut. Tabel 30 Perubahan sel pantai hasil perhitungan berdasarkan budget sedimen dan analisis citra 1996 Analisis Sel A B C D A Budget Sedimen + + - + + Citra + + + + + Keterangan : (+), sel terakresi, (-) sel terabrasi
2003 B C + + +
D + +
A + +
2006 B C + + + +
D +
Pendekatan mekanisme abrasi-akresi di muara dengan perimbangan dua parameter utama yaitu parameter sungai dan laut. Laut melalui gelombang mengabrasi pantai di muara, sungai dengan debit aliran yang membawa sedimen akan bertemu dengan gaya dari gelombang. Kombinasi kedua gaya ini secara simultan akan dipengaruhi oleh pasang surut. Saat surut material sedimen mengalir ke laut dan saat bersamaan bertemu arus sepanjang pantai di depan muara. Saat pasang material sedimen akan terbawa kembali oleh aksi gelombang dan arus pasang yang kuat. Menurut Dyer (1990), pertemuan dua massa air berbeda ini menimbulkan proses koagulasi sedimen dan terdispersi membentuk endapan baru.
Analisis Dinamika Garis Pantai Berdasarkan Citra Adanya pengaruh masukan dari aliran sungai maupun dari pengaruh gelombang akan sangat berperan dalam menentukan dinamika garis pantai di daerah muara. Perubahan yang terjadi merupakan respon pantai terhadap gayagaya yang bekerja terhadapnya. Berdasarkan analisis dinamika garis pantai berdasarkan citra tahun 1996, 2003, dan 2006 menunjukkan terjadi perubahan yang sangat signifikan terhadap garis pantai.
80
Gambar 37 Perubahan garis pantai antara tahun 1996, 2003 dan 2006. Analisis citra tahun 1996 digunakan sebagai kondisi awal atau kontrol terhadap kondisi berikutnya. Pada tahun 2003, pada sel A, pantai sepanjang 1, 5 km maju ke arah laut sekitar 50 – 300 m. Sementara sel B, dalam radius 1 km pantai maju sekitar 90 m dan mendekati profil P3 cenderung stabil. Selanjutnya pada sel C garis pantai bertambah 100-200 m, sedangkan pada sel D radius 1, 5 km (dari profil P5 ke tengah sel) pertambahan garis pantai berkisar 50 – 250 m. Kemudian dari tengah sel ini mendekati profil P6 maju sekitar 300 – 600 m. Berikutnya analisis tahun 2006, hampir sepanjang sel A garis pantai mengalami penambahan sampai 200 m ke arah laut. Sedangkan sel B, dalam radius 1 km penambahan pantai berkisar 50 – 180 m dan mendekati profil P3 cenderung stabil. Pada sel C, pantai sepanjang 2,5 km maju sejauh 100 – 25 m ke arah laut. Di sel D pantai maju 100 m terjadi dari profil P5 sampai tengah sel D. Dari tengah sel D sampai mendekati profil P6, pantai maju hampir 1 km.
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Karakteristik gelombang di perairan muara Ajkwa sangat dipengaruhi oleh kondisi angin. Pada musim barat dan pancaroba I, gelombang datang di dominasi dari arah baratdaya (2,0 – 3,7 m). Sementara pada musim timur dan pancaroba II, gelombang didominasi dari tenggara (1,5 – 2,0 m). Berdasarkan hasil model STWave, pola transformasi gelombang mengalami proses refraksi, dan shoaling sampai terjadinya gelombang pecah yang dipengaruhi bentuk dan karakteristik pantai muara Ajkwa. Karakter gelombang pecah di pantai barat mencapai tertinggi di musim barat (1,8 – 4, 18 m), sedangkan di pantai timur mencapai 1,9 – 3,4 m pada musim yang sama. Perbedaan ketinggian gelombang pecah sangat ditentukan oleh kemiringan pantai, dimana kemiringan pantai barat lebih besar dibanding pantai timur. Perbedaan gelombang hasil peramalan dengan gelombang survey sebesar 34,58% banyak disebabkan oleh perbedaan titik acuan gelombang terukur yang selanjutnya berhubungan dengan kedalaman. Transpor sedimen sepanjang pantai terbesar di pantai barat pada musim pancaroba II, terutama pada profil P3 yang memiliki ukuran butir sedimen lebih halus. Selanjutnya di pantai timur, transpor sedimen terbesar terjadi pada musim barat yang mengarah ke tenggara sebagai akibat pengaruh angin barat dan baratdaya. Sebaran ukuran butir sedimen menunjukkan, ukuran pasir mendominasi semua profil pantai barat lebih dari 70%, sedangkan pantai timur ukuran pasir mendominasi profil P4 dan P6. Ukuran lanau (silt) mendominasi sel P5 dan stasiun OC2, sedangkan OC1 didominasi pasir. Perbandingan hasil analisis budget sedimen dan analisis citra tahun 1996, 2003 dan 2006 menunjukkan ada perbedaan pada beberapa sel. Hal yang mungkin menyebabkan adalah perbedaan faktor penghitung yang digunakan dalam kedua analisis. Berdasarkan analisis budget sedimen dan citra, juga dapat terjawab dugaan sebelumnya, ternyata pengaruh gelombang tidak sepenuhnya dominan dalam
82
mempengaruhi dinamika pantai di perairan muara Ajkwa. Ada faktor lain yang berperan, berupa aliran sungai dan pasang surut yang secara simultan bersamasama dengan gelombang memberikan perubahan terhadap kondisi pantai.
Saran Untuk melihat dinamika pantai muara Ajkwa yang lebih nyata, perlu dilakukan pemodelan dengan input yang lebih kompleks berupa aliran sungai dan pasang surut yang berkolaborasi dengan gelombang. Selain itu perlu memasukan pengaruh onshore-offshore transport. Untuk menentukan perubahan garis pantai yang lebih akurat perlu dibuat titik tetap (Bench Mark) setiap radius tertentu sepanjang garis pantai yang dipantau, hal ini digunakan sebagai titik acuan terhadap perubahan garis pantai tersebut. Untuk mencegah terjadinya pendangkalan muara oleh material sedimen dari arus sejajar pantai dan aliran muara, diperlukan pengerukan secara berkala dan pembangunan jetty pada sisi kanan-kiri muara sebagai alternatif terakhir untuk mencegah agar aliran sedimen dari arus sepanjang pantai tidak memasuki muara.
DAFTAR PUSTAKA Aagaard T, Nielsen J, Jensen SG, Friderichsen J. 2004. Longshore Sediment Transport and Coastal Erosion at Skallingen, Denmark. Journal of Geography 104(1):5-14, Institute of Geography, University of Copenhagen. Alaerts G, Santika SS. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Allen JRL. 1985. Principles of Physical Sedimentology. Department of Geology, University of Reading. London: George Allen and Unwin Ltd. Barnes H. 1969. Oceanography and Marine Biology. Volume 6. London: George Allen and Unwin Ltd. Barrett EC, Curtis LF. 1992. Introduction to Environmental Remote Sensing. 3rd Ed. London: Chapman and Hall. Bird ECF. 1984. Coast; An Introduction to Coastal Geomorphology. 3th Edition. New York: Basil Backwell Inc. Boggs Jr. 1995. Principles of Sedimentology and Stratigrafi. New Jersey: Prenticle Hall Englewood. (CERC) Coastal Engineering Research Center. 1984. Shore Protection Manual. Volume I. 4th Edition. Washington: U.S. Army Coastal Engineering Research Center. (CHL) Coastal Hydraulic Laboratory. 2002. Coastal Engineering Manual, Part IVI. Washington DC: Dept. of The Army. U.S. Army Corp of Engineers. Dake JM. 1985. Hidrolika Teknik. Jakarta: Erlangga. David B. 1977. Sources and Methods in Geography, Sedimen. England: Butter Worths and Co. 168 pp. Davis RA. 1991. Oceanography; An Introduction to The Marine Environment. New Jersey: Wcb Publisher International Pub. Dewan Riset Nasional. SNI 03-2819-1992: Metode Pengukuran Aliran Sungai dan Saluran Terbuka dengan Alat Ukur Tipe Baling-Baling. Jakarta: Dewan Riset Nasional. Diposaptono S, Budiman. 2005. Tsunami. Bogor: Penerbit Buku Ilmiah Populer. Dirjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 2004. Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Garis Pantai. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.
84
Dyer KR. 1979. Estuarine Hydrography and Sedimentation. Cambridge: Cambridge University Press. 336 pp.
------. 1986. Coastal and Estuarine Sedimen Dynamics. New York: John Wiley and Sons Ltd. Emery WJ, Thomson RE. 1998. Data Analysis Methods in Physical Oceanography. UK: Elsevier Science Publishers. 634 pp. (EPA) Environmental Protection Agency. 2004. Queensland Wave Climate Summary for Season 2000–01. Coastal Services Data Report No 2000.3. Brisbane. Ewans KC. 1998. Observations of The Directional Spectrum of Fetch-Limited Waves. Journal of Physical Oceanography. Volume 28. American Meteorological Society. Folk RL. 1974. Petrology of Sedimentary Rocks. Austin Texas: Hemphill Publishing Co. Friedman GM, Je Sanders. 1978. Principles of Sedimentology. New York: John Wyley & Sons Ltd. Gross MG. 1993. Oceanography : A View of Earth. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Englewood Cliff. Heinemann. 1999. Waves, Tides and Shallow-Water Processes. England: The Oppen University, Walton Hall, Milton Keynes. Holme NA, Mc Intyre AD. 1984. Methods for The Study of Marine Benthos. 2nd Edition. Oxford: Blackwell Scientific Publication. 387 pp. Horikawa K. 1988. Nearshore Dynamics and Coastal Processes. Theory, Measurement, and Predictive Models. Japan: University of Tokyo Press., 522 pp. Ingmanson DE, William JW. 1989. Oceanography. An Introduction. California: Wadsworth Publishing Company, Belmont. 511 pp. Ippen AT. 1966. Estuary and Coastline Hydrodynamics. New York: Mc. Graw Hill Book Company, Inc. James A. 1993. An Introduction to Water Quality Modelling. 2nd Ed. England: John Wiley and Sons Ltd. Kennedy VS. 1982. Estuarine Circulation. New York: Academic Press. 709 pp.
85
Komar PD. 1998. Beach Processes and Sedimentation. Second Edition. New Jersey: Printice Hall. 539 pp. Lakitan B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada.. Hlm 141-156. Latief H. 1994. Gelombang Laut. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Lillesand TM, Kiefer RW. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. 3rd Ed. New York: John Wiley & Sons. Leeder MR. 1982. Sedimentology: Process and Product. London: George Allen and Unwin Ltd. Massel SR. 1994. Ocean Waves, Their Physics and Prediction. World Scientific Publ., Advanced Series in Ocean Engineering. 350 pp. Nikolov H, Trifonova E, Cherneva Z, Ostrowski R, Skaja M, Szmytkiewicz M. 2006. Longshore Sediment Transport at Golden Sands (Bulgaria). Oceanologia, 48 (3) Pp. 413–432. Institute of Oceanology Pas. Ningsih NS. 2000. Gelombang Laut. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Ongkosongo OSR. dan Suyarso. 1989. Pasang Surut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jakarta: Pusat Pengembangan Oseanologi. Pearse AJ, Hanson JL. 2005. Fetch-Trapping in Hurricane Isabel. American USA: Geophysical Union. Pethick J. 1989. An Introduction to Coastal Geomorphology. New York: Edward Arnold, Division of Holder and Stoughton. Pp 35-52. Pickard GL, Emery WJ. 1990. Deskriptive Physical Oceanografi : An Introduction. 5th Ed. Oxford: Pergamon Press. Pp 47-66. (PTFI) PT. Freeport Indonesia. 2006. Laporan Pelaksanaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan. Triwulan ke-4 Oktober-Nopember-Desember Tahun 2006. Jakarta: PT. Freeport Indonesia. Schwartz ML. 1982. The Encyclopedia of Beaches and Coastal Environment. Pennsylvanide: Stroudsburgh, Hutchinson Ross. Seibold E, Berger WH. 1993. The Sea Floor An Introduction to Marine Geology. Germany: Springer-Verlag. 356 pp. Siegle E, Nils E. 2007. Wave Refraction and Longshore Transport Patterns Along The Southern Santa Catarina Coast Brazilian. Journal of Oceanography. 55(2):109-120.
86
Smith JM, Sherlock AR, Resio DT. 2001. STWave. Steady-State Spectral Wave Model User’s Manual For STWave, Version 3.0. US Army Corps of Engineers. Engineer Research and Development Center. Smith JM, Gravens MB. 2001. Incident Boundary Conditions for Wave Transformation. Vicksburg, Mississippi, USA: U.S. Army Engineer Research and Development Center, Coastal and Hydraulics Laboratory. Sorensen RM. 1991. Basic Coastal Engineering. New York: John Wiley & Sons, Ltd. Sosrodarsono S, Takeda K. 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: P.T. Pradnya Paramitha. 226 hlm. Triatmodjo B. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta: Beta Offset. 397 hlm. Van Rijn LC. 1987. Mathematical Modelling of Morphologica; Processes in The Case of Suspended Sediment Transport. Thesis Approved Delft University of Technology. ------. 1993. Principles of Sediment Transport in Rrivers, Estuaries and Coastal Seas. Amsterdam: Aqua Publications. ------. 2004. Estuarine and Coastal Sedimentation Problems. Proceedings of The Ninth International Symposium on River Sedimentation. China: Yichang. October 18 – 21, 2004. Viles H, Spencer T. 1994. Coastal Problem Geomorphology, Ecology and Society at The Coast. Sussolk: St. Edmundsburg Press. 412 pp. Wibisono MS. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: Grasindo. (WMO) Word Meteorological Organization. 1998. Guide to Wave Analysis and Forecasting. 2nd Edition. Geneva, Switzerland. 159 pp. Wyrtki K. 1961. Physical Oceanography of The Southeast Asian Waters. Naga Report, 2:1-195. Yuwono N. 1994. Teknik Pantai. Volume 1. Yogyakarta: Biro Penerbit.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Windrose bulan Januari – Desember (1993 - 2007)
Januari 1993 – 2007
Februari 1993 – 2007
April 1993 – 2007
Maret 1993 – 2007
Mei 1993 – 2007
Keterangan:
Juni 1993 – 2007
m/det
88
Lampiran 1 (Lanjutan)
Juli 1993 – 2007
Oktober 1993 – 2007
Agustus 1993 – 2007
Nopember 1993 – 2007
Keterangan:
September 1993 – 2007
Desember 1993 – 2007
m/det
89
Lampiran 2 Data pengamatan pasang surut perairan muara Ajkwa Tgl / Jam 7/16/07 7/17/07 7/18/07 7/19/07 7/20/07 7/21/07 7/22/07 7/23/07 7/24/07 7/25/07 7/26/07 7/27/07 7/28/07 7/29/07 7/30/07 7/31/07 8/1/07 8/2/07 8/3/07 8/4/07 8/5/07 8/6/07 8/7/07 8/8/07 8/9/07 8/10/07 8/11/07 8/12/07 8/13/07 8/14/07
0 0,67 1,01 1,34 1,47 1,51 1,46 1,30 1,27 1,16 1,10 0,88 0,73 0,58 0,60 0,67 0,98 0,77 0,75 0,92 1,49 1,45 1,17 0,95 0,78 0,47 0,55 0,55 0,51 0,79 0,86
1 0,54 0,83 1,05 1,28 1,41 1,4 1,37 1,32 1,24 1,08 0,91 0,77 0,61 0,58 0,65 0,75 0,87 0,72 1,28 1,47 1,45 1,27 1,07 0,91 0,60 0,55 0,49 0,70 0,85 1,19
2 0,49 0,76 1,09 1,27 1,44 1,44 1,49 1,45 1,36 1,20 1,03 0,86 0,73 0,63 0,73 0,51 0,81 1,14 1,26 1,60 1,60 1,46 1,23 1,13 0,80 0,71 0,63 0,69 0,78 1,08
3 0,49 0,75 1,14 1,39 1,50 1,64 1,67 1,66 1,55 1,42 1,20 0,99 0,83 0,75 0,77 0,75 0,95 1,09 1,54 1,72 1,89 1,75 1,54 1,43 1,08 0,89 0,77 0,91 0,78 1,23
4 0,55 0,76 1,19 1,51 1,71 1,84 1,96 1,99 1,80 1,70 1,44 1,19 1,01 0,87 0,74 0,81 1,02 1,14 1,63 1,93 2,14 2,08 1,92 1,64 1,40 1,20 1,03 0,91 0,86 1,23
5 0,61 0,8 1,23 1,56 1,83 2,04 2,24 2,23 2,14 1,99 1,77 1,45 1,22 1,03 0,87 0,73 0,91 1,14 1,71 2,09 2,39 2,45 2,29 2,19 1,75 1,48 1,27 1,03 1,02 0,99
6 0,7 0,83 1,22 1,54 1,96 2,21 2,44 2,5 2,45 2,28 2,07 1,74 1,48 1,27 1,08 0,79 0,98 1,11 1,66 2,16 2,54 2,72 2,58 2,58 2,21 1,84 1,58 1,28 1,16 1,25
7 0,84 0,88 1,16 1,54 1,88 2,33 2,55 2,76 2,73 2,62 2,40 2,10 1,80 1,54 1,25 1,10 1,14 1,14 1,58 2,14 2,59 2,91 2,88 2,13 2,58 2,25 1,93 1,51 1,34 1,35
8 1,04 0,96 1,1 1,43 1,70 2,34 2,60 2,86 2,95 2,89 2,77 2,47 2,17 1,93 1,58 1,31 1,26 1,23 1,47 2,00 2,51 3,01 3,08 3,18 2,95 2,66 2,25 1,87 1,61 1,57
9 1,36 1,22 1,13 1,37 1,81 2,20 2,54 2,84 3,08 3,11 2,99 2,81 2,53 2,31 1,89 1,64 1,45 1,37 1,56 1,85 2,34 2,95 3,20 2,58 3,31 2,68 2,58 2,15 1,95 1,66
10 1,7 1,51 1,37 1,48 1,76 1,96 2,39 2,80 3,15 3,34 3,24 3,09 2,90 2,69 2,33 1,96 1,77 1,55 1,59 1,78 2,12 2,70 3,23 3,68 3,49 2,84 2,99 2,56 2,27 1,95
JAM 11 12 2,13 2,54 1,83 2,2 1,66 2,00 1,66 1,86 1,70 1,80 2,06 1,97 2,30 2,13 2,65 2,4 2,98 2,88 3,37 3,33 3,46 3,48 3,39 3,56 3,23 3,54 3,04 3,36 2,69 2,98 2,34 2,71 2,09 2,47 1,87 2,14 1,72 1,94 1,72 1,73 1,93 1,81 2,48 2,26 2,99 2,49 3,66 3,09 3,61 3,81 3,36 3,54 3,25 3,63 2,69 3,05 2,6 2,81 2,25 2,63
13 3,03 2,63 2,34 2,08 1,98 1,98 2,07 2,31 2,57 3,13 3,42 3,58 3,66 3,72 3,38 2,8 2,86 2,5 2,19 1,78 1,73 2,06 0,74 2,1 3,33 3,83 3,64 3,14 3,26 2,93
14 3,35 2,98 2,75 2,43 2,19 2,06 2,03 2,17 2,33 2,78 3,1 3,48 3,69 3,75 3,63 3,35 3,10 2,8 2,51 1,95 1,66 1,93 1,51 1,04 2,02 3,57 3,84 3,36 3,24 3,2
15 3,67 3,40 2,99 2,69 2,36 2,13 1,99 2,03 2,19 2,46 2,88 3,11 3,51 3,77 3,19 3,52 3,09 3,11 2,75 2,15 1,77 1,71 1,53 1,83 0,9 3,17 3,60 3,75 3,62 3,31
16 3,85 3,45 3,30 2,96 2,54 2,22 1,99 1,96 2,04 2,13 2,39 2,78 3,07 3,46 3,77 3,67 3,52 3,27 2,88 2,33 1,81 1,64 1,8 0,79 2,16 1,7 3,10 3,33 3,66 3,47
17 3,79 3,66 3,30 3,12 2,70 2,26 1,99 1,86 1,86 2,00 2,20 2,14 2,53 3,06 3,51 3,54 3,6 3,39 3,04 2,39 1,85 1,52 1,55 1,61 1,72 2,11 1,59 2,89 3,28 3,35
18 3,41 3,57 3,43 2,93 2,64 2,24 2,02 1,75 1,66 1,82 1,94 1,97 2,13 2,45 1,27 1,64 3,4 3,25 3,00 2,37 1,85 1,45 1,42 1,14 0,78 1,40 1,83 1,36 2,78 2,40
19 2,33 3,01 3,11 2,83 2,49 2,22 1,94 1,71 1,52 1,56 1,6 1,63 1,8 2,05 1,86 2,61 1,63 2,71 2,73 2,28 1,73 1,32 1,15 0,98 1,04 1,14 0,67 0,51 1,05 1,59
20 1,66 2,15 2,38 2,53 2,38 2,03 1,73 1,61 1,39 1,36 1,21 1,31 1,48 1,75 0,66 1,55 1,03 2,13 2,33 2,12 1,61 1,17 1,03 0,59 0,61 0,99 0,90 1,52 1,14 1,81
21 1,43 2,01 2,03 2,14 2,07 1,82 1,57 1,48 1,25 1,16 1,08 1,06 1,17 1,34 1,54 1,67 0,27 0,73 1,66 1,90 1,46 1,04 0,87 0,55 0,63 0,96 1,07 1,46 1,24 1,31
22 1,22 1,71 1,83 1,87 1,81 1,57 1,41 1,32 1,16 1,04 0,93 0,81 0,9 1,07 1,33 1,46 1,2 0,78 1,81 1,68 1,30 0,95 0,80 0,48 0,22 0,39 0,72 0,8 1,24 1,59
23 1,05 1,36 1,60 1,72 1,63 1,45 1,31 1,21 1,10 0,90 0,81 0,70 0,69 0,89 0,73 1,03 1,03 1,61 1,60 1,54 1,20 0,89 0,73 0,58 0,47 0,52 0,60 1,00 1,20 1,46
90
Lampiran 3 Konversi data angin Tahun 1993 Feff m
Arah (o)
Bulan
Tahun 1994
UL(10) (m/s)
Ut=3600 (m/s)
Uw (m/s)
UC (m/s)
UA (m/s)
Bulan
Feff m
Arah (o)
UL(10) (m/s)
Ut=3600 (m/s)
Uw (m/s)
UC (m/s)
UA (m/s)
Jan
230,8
BD
200.000
11,2
9,73
11,16
12,28
15,52
Jan
228,4
BD
200.000
11,64
10,08
11,45
12,60
16,02
Feb
225,9
BD
200.000
8,19
7,29
9,04
9,95
11,98
Feb
199,8
S
200.000
8,04
7,17
8,93
9,82
11,80
Mar
147
TG
120.783,1
8,53
7,57
9,29
10,22
12,39
Mar
196,7
S
200.000
6,562
5,93
7,78
8,56
9,96
Apr
231,2
BD
200.000
8,07
7,19
8,95
9,85
11,83
Apr
136,5
TG
120.783,1
7,37
6,61
8,42
9,26
10,97
Mei
129,5
TG
120.783,1
7,02
6,32
8,15
8,96
10,54
Mei
237,7
BD
200.000
9,02
7,97
9,65
10,62
12,98
Juni
122
TG
120.783,1
6,605
5,97
7,82
8,60
10,02
Juni
121,4
TG
120.783,1
6,746
6,09
7,93
8,72
10,19
Juli
131,7
TG
120.783,1
7,05
6,34
8,17
8,99
10,58
Juli
54,17
TL
-
6,20
-
-
-
-
Agust
123
TG
120.783,1
6,27
5,69
7,55
8,30
9,59
Agust
128,3
TG
120.783,1
6,467
5,85
7,71
8,48
9,84
Sept
133,8
TG
120.783,1
6,406
5,80
7,66
8,42
9,76
Sept
135,2
TG
120.783,1
6,875
6,20
8,03
8,84
10,36
Okt
130,4
TG
120.783,1
5,765
5,26
7,13
7,84
8,94
Okt
153,9
TG
120.783,1
6,767
6,11
7,95
8,74
10,22
Nop
123,4
TG
120.783,1
6,636
6,00
7,84
8,63
10,05
Nop
213
BD
200.000
6,306
5,72
7,58
8,33
9,64
Des
199,8
S
200.000
8,69
7,70
9,41
10,35
12,58
Des
210,9
BD
200.000
6,611
5,98
7,82
8,61
10,02
UL(10) (m/s)
Ut=3600 (m/s)
Uw (m/s)
UC (m/s)
UA (m/s)
Tahun 1995 Bulan
Tahun 1996
Arah (o)
Feff m
UL(10) (m/s)
Ut=3600 (m/s)
Uw (m/s)
UC (m/s)
UA (m/s)
Bulan
Feff m
Arah (o)
Jan
238,1
BD
200.000
8,7
7,71
9,42
10,36
12,59
Jan
245,15
BD
Feb
208,3
BD
200.000
6,787
6,12
7,96
8,76
10,25
Feb
248
B
Mar
247
BD
200.000
9,41
8,29
9,93
10,92
13,44
Mar
241,2
11,83
Apr
Apr
230,9
BD
200.000
8,07
7,19
8,95
9,85
218,4
200.000
7,62
6,82
8,61
9,47
11,28
7,2
6,47
8,29
9,12
10,76
BD
150.973,4 200.000
6,782
6,12
7,96
8,76
10,24
BD
200.000
6,346
5,75
7,61
8,37
9,69
Mei
58,21
TL
-
7,40
-
-
-
-
Mei
212,1
BD
200.000
6,264
5,68
7,54
8,30
9,58
Juni
134,2
TG
120.783,1
6,453
5,84
7,70
8,47
9,82
Juni
138,1
TG
120.783,1
5,675
5,18
7,05
7,76
8,82
Juli
122,6
TG
120.783,1
6,302
5,71
7,57
8,33
9,63
Juli
133,8
TG
120.783,1
5,996
5,46
7,32
8,05
9,24
-
Agust
138,9
TG
120.783,1
6,689
6,04
7,89
8,67
10,12
Agust
109,9
T
-
7,10
-
-
-
150,5
TG
120.783,1
5,405
4,95
6,82
7,50
8,47
Sept
139,7
TG
5,86
7,71
8,48
9,84
131
TG
120.783,1
6,523
5,90
7,75
8,53
9,91
Okt
182,5
S
120.783,1 200.000
6,47
Okt
5,381
4,93
6,80
7,48
8,44
Nop
114,1
TG
120.783,1 200.000
7,77
6,94
8,73
9,60
11,47
Nop
139,65
TG
120.783,1
6,0583
5,51
7,37
8,11
10,61
Des
248,28
B
150.973,4
10,1
8,84
10,41
11,45
9,32 14,25
Des
226,7
BD
7,08
6,37
8,19
9,01
91
Sept
Lampiran 3 (Lanjutan) Tahun 1997 Bulan Jan
Arah (o)
UL(10)
Ut=3600
Uw
UC
UA
8,91
7,88
9,57
10,53
12,85
Jan
229,7
BD
11,82
10,22
11,57
12,73
16,22
Feb
263,2
10,54
9,20
10,71
11,79
14,76
Mar
265,6
7,7
6,88
8,67
9,54
11,38
Apr
209,1
9,38
Mei
124,3 173,1 115,8
Feb
231,4
BD
Mar
238,8
BD
200.000
Apr
142,2
TG
120.783,1
148,8
B
Feff
150.973,4 200.000
Mei
250,8
TG
Tahun 1998
120.783,1
6,105
5,55
7,41
8,15
Bulan
UL(10)
Ut=3600
Uw
UC
UA
200.000
7,4
6,63
8,44
9,29
11,01
B
150.973,4
9,61
8,45
10,07
11,08
13,67
B
8,86
7,84
9,53
10,49
12,79
BD
150.973,4 200.000
6,814
6,15
7,99
8,78
10,28
TG
120.783,1
6,373
5,77
7,63
8,39
9,72
S
200000
6,843
6,17
8,01
8,81
10,32
TG
120.783,1
7,67
6,86
8,65
9,52
11,34
Feff
Arah (o)
Juni
134,1
TG
120.783,1
6,21
5,64
7,50
8,25
9,51
Juni
Juli
136,9
TG
120.783,1
6,94
6,25
8,08
8,89
10,44
Juli
Agust
143,2
TG
120.783,1
6,153
5,59
7,45
8,20
9,44
Agust
270
B
150.973,4
5,904
5,38
7,24
7,97
9,12
10,55
Sept
130,7
TG
120.783,1
6,678
6,03
7,88
8,66
10,11
Sept
135,7
TG
120.783,1
7,03
6,33
8,16
8,97
Okt
134,5
TG
120.783,1
7,12
6,40
8,23
9,05
10,66
Okt
93,2
T
-
-
-
-
75,7
T
-
7,90
-
-
-
-
Nop
223,2
BD
200.000
7,20
Nop
6,589
5,96
7,81
8,59
10,00
Des
274,4
B
150.973,4
9,32
8,21
9,87
10,85
13,33
Des
234,8
BD
200.000
9,21
8,12
9,79
10,77
13,20
UL(10)
Ut=3600
Uw
UC
UA
Tahun 1999 Bulan
Tahun 2000 Feff
Arah (o)
Ut=3600
Uw
UC
UA
200.000
11,33
9,83
11,25
12,37
15,66
Jan
222,4
BD
10,69
9,32
10,82
11,90
14,93
12,44
10,71
11,97
13,17
16,91
Feb
248,1
B
150.973,4
7,6
6,80
8,60
9,46
11,26
7,71
6,89
8,68
9,55
11,39
Mar
250,1
B
150.973,4
9,43
8,30
9,94
10,94
13,46
13,10
Apr
274,5
B
150.973,4
7,48
6,70
8,51
9,36
11,11
Jan
239
BD
Feb
250,8
B
Mar
242
BD
150.973,4 200.000
BD
200.000
Apr
243,1
Feff
UL(10)
9,12
8,05
9,72
10,69
Bulan
Arah (o)
200.000
Mei
110,9
T
-
6,20
-
-
-
-
Mei
282,3
B
150.973,4
9,59
8,43
10,06
11,06
13,65
Juni
122
TG
120.783,1
7,17
6,44
8,27
9,09
10,73
Juni
78,4
T
-
6,20
-
-
-
-
Juli
121,1
TG
120.783,1
6,383
5,78
7,64
8,40
9,73
Juli
136,5
TG
120.783,1
7,37
6,61
8,42
9,26
10,97
10,56
Agust
110,8
T
-
6,40
-
-
-
-
Agust
132
TG
120.783,1
7,04
6,33
8,16
8,98
129,4
TG
120.783,1
6,474
5,86
7,71
8,48
9,85
Sept
132,9
TG
5,84
7,69
8,46
9,82
135,6
TG
6,837
6,16
8,00
8,80
10,31
Okt
222,6
BD
6,987
6,29
8,12
8,93
10,50
Nop
202,1
S
120.783,1 200.000
120.783,1 200.000
6,449
Okt
8,54
7,58
9,30
10,23
12,40
Nop
235,9
BD
200.000
8,32
7,40
9,14
10,05
12,68
Des
BD
200.000
10,38
9,07
10,61
11,67
12,14 14,57
Des
226,6
BD
200.000
8,77
7,76
9,47
10,42
244,2
92
Sept
Lampiran 3 (Lanjutan) Tahun 2001 Bulan Jan
Feff
Arah (o) BD
200.000
UL(10)
Ut=3600
Uw
UC
UA
6,69
6,04
7,89
8,67
10,12
Jan
250
B
Bulan
Arah (o)
Feff
UL(10)
Ut=3600
Uw
UC
UA
9,21
8,12
9,79
10,77
13,20
Feb
245,7
BD
200.000
11,1
9,65
11,09
12,20
15,40
Feb
245,2
BD
150.973,4 200.000
10,33
9,03
10,57
11,63
14,52
Mar
214,5
BD
200.000
10,14
8,88
10,44
11,48
14,29
Mar
219,7
BD
200.000
8,02
7,15
8,92
9,81
11,77
Apr
247,5
B
9,66
8,49
10,11
11,12
13,73
Apr
255
B
150.973,4
7,83
6,99
8,77
9,65
11,54
BD
150.973,4 200.000
12,23
Mei
138
TG
120.783,1
5,864
5,34
7,21
7,93
9,07
129,8
TG
120.783,1
6,513
5,89
7,74
8,52
9,90
109,3
T
-
6,80
-
-
-
-
Mei
220,3
Tahun 2002
236,8
8,4
7,46
9,20
10,12
Juni
221,8
BD
200.000
6,755
6,10
7,94
8,73
10,21
Juni
Juli
129,1
TG
120.783,1
6,786
6,12
7,96
8,76
10,24
Juli
Agust
83,1
T
-
7,50
-
-
-
-
Agust
133
TG
120.783,1
7,71
6,89
8,68
9,55
11,39
9,49
Sept
137,6
TG
120.783,1
6,035
5,49
7,35
8,09
9,29
Sept
130,8
TG
Okt
153,3
TG
Nop
189
S
Des
241,3
BD
120.783,1
6,192
5,62
7,48
8,23
120.783,1 200.000
6,569
5,94
7,79
8,57
9,97
Okt
146,4
TG
120.783,1
5,779
5,27
7,14
7,85
8,96
7,9
7,05
8,83
9,71
11,63
Nop
135,1
TG
6,669
6,02
7,87
8,66
10,10
200.000
9,43
8,30
9,94
10,94
13,46
Des
199,6
S
120.783,1 200.000
7,57
6,78
8,57
9,43
11,22
Feff
UL(10)
Ut=3600
Uw
UC
UA
Tahun 2003 Bulan
Tahun 2004 Feff
Arah (o)
UL(10)
Ut=3600
Uw
UC
UA
Bulan
Arah (o)
Jan
245,5
BD
200.000
8,63
7,65
9,37
10,30
12,51
Jan
191,6
S
200.000
8,62
7,64
9,36
10,30
12,50
Feb
223,8
BD
200.000
8,41
7,47
9,21
10,13
12,25
Feb
225,8
BD
200.000
7,55
6,76
8,56
9,42
11,20
Mar
244,2
BD
200.000
8,23
7,32
9,07
9,98
12,03
Mar
217,2
BD
200.000
8,12
7,23
8,99
9,89
11,89
BD
200.000
11,50
Apr
BD
200.000
7,17
6,44
8,27
9,09
10,73
Apr
219,8
7,8
6,97
8,75
9,62
223,9
Mei
121,5
TG
120.783,1
6,108
5,55
7,41
8,15
9,38
Mei
204,1
BD
200.000
5,737
5,24
7,10
7,81
8,90
Juni
132,9
TG
120.783,1
6,474
5,86
7,71
8,48
9,85
Juni
114,8
TG
120.783,1
5,753
5,25
7,12
7,83
8,92
Juli
88
T
-
7,10
-
-
-
-
Juli
84,8
T
-
6,00
-
-
-
-
-
Agust
111,3
T
-
6,50
-
-
-
-
Agust
67,59
T
6,66
6,02
7,86
8,65
10,09
Sept
126,9
TG
5,37
7,23
7,96
9,10
120.783,1
6,123
5,56
7,43
8,17
9,40
Okt
236,3
BD
120.783,1 200.000
5,892
TG
4,935
4,55
6,41
7,05
TG
120.783,1 200.000
7,11
6,39
8,22
9,04
10,65
Nop
229,8
BD
200.000
5,856
5,34
7,20
7,92
7,84 9,06
13,70
Des
BD
200.000
5,941
5,41
7,27
8,00
163,2
S
Okt
112,6
Nop
145,5
Des
244,1
BD
6,40
9,63
-
8,46
-
10,08
-
11,09
221,6
9,17
93
200.000
Sept
Lampiran 3 (Lanjutan) Tahun 2005 Bulan Jan
Arah (o) 251,5
B
Tahun 2006
Feff
UL(10)
Ut=3600
Uw
UC
UA
150.973,4
8,02
7,15
8,92
9,81
11,77
Jan
246,2
Bulan
Arah (o)
UL(10)
Ut=3600
Uw
UC
UA
200.000
8,54
7,58
9,30
10,23
12,40
Feff BD
Feb
250,4
B
150.973,4
7,23
6,49
8,31
9,14
10,80
Feb
247,7
B
6,45
8,27
9,10
10,74
252,5
B
150.973,4
7,01
6,31
8,14
8,95
10,53
Mar
239,5
BD
150.973,4 200.000
7,18
Mar
6,524
5,90
7,75
8,53
9,91
Apr
257,9
B
150.973,4
9,02
7,97
9,65
10,62
12,98
Apr
225,8
BD
200.000
6,435
5,83
7,68
8,45
9,80
8,42
Mei
BD
200.000
6,059
5,51
7,37
8,11
9,32
226,8
BD
200.000
5,506
5,04
6,91
7,60
8,60
143,5
TG
120.783,1
5,556
5,08
6,95
7,65
8,67
Mei
132,1
TG
120.783,1
5,37
4,92
6,79
7,47
226,8
Juni
145,1
TG
120.783,1
5,381
4,93
6,80
7,48
8,44
Juni
Juli
141,1
TG
120.783,1
5,65
5,16
7,03
7,73
8,79
Juli
Agust
145,8
TG
120.783,1 200.000
6,005
5,46
7,33
8,06
9,25
Agust
150
TG
120.783,1
5,395
4,94
6,81
7,49
8,45
8,60
Sept
143,4
TG
120.783,1
6,398
5,80
7,65
8,42
9,75
Sept
175,3
S
5,502
5,03
6,90
7,59
Okt
141
TG
5,664
5,17
7,04
7,75
8,81
150,4
TG
120.783,1
5,861
5,34
7,21
7,93
9,06
Nop
192,4
S
120.783,1 200.000
Okt
5,654
5,16
7,03
7,74
8,79
Nop
139,9
TG
5,986
5,45
7,31
8,04
9,22
Des
177
S
200.000
5,755
5,25
7,12
7,83
8,93
Des
187,5
S
120.783,1 200.000
5,33
4,89
6,76
7,43
8,37
Tahun 2007 Bulan
Arah (o)
Feff
UL(10)
Ut=3600
Uw
UC
UA
255,1
B
150.973,4
7,47
6,69
8,50
9,35
11,10
Feb
249,1
B
150.973,4
8,72
7,72
9,43
10,38
12,62
Mar
250,7
B
150.973,4
8,15
7,26
9,01
9,91
11,93
Apr
255,1
B
150.973,4
6,12
5,56
7,42
8,17
9,40
Mei
349,5
U
-
5,20
-
-
-
-
Juni
118,1
TG
120.783,1
5,291
4,85
6,72
7,39
8,32
Juli
95,1
T
-
5,40
-
-
-
-
Agust
126,2
TG
120.783,1
6,294
5,71
7,57
8,32
9,62
Sept
128,32
TG
120.783,1
6,1105
5,55
7,42
8,16
9,39
Okt
139,12
TG
120.783,1
5,829
5,31
7,18
7,90
9,02
Nop
153,21
TG
5,40
7,27
7,99
9,15
195,43
S
120.783,1 200.000
5,931
Des
6,886
6,21
8,04
8,85
10,37
94
Jan
Keterangan Feff : Panjang fetch efektif (m) UL(10) : Koreksi kecepatan angin darat pada elevasi 10 m (m/det) Uw : Kecepatan angin diatas permukaan laut (m/det) UA : Faktor tegangan angin (m/det) Ut : Koreks durasi terhadap kec. Angin (m/det) UC : Koreksi kec. angin terhadap kondisi atmosfer
Lampiran 4 Hubungan antara faktor tegangan angin (UA) dan panjang fetch
95
96
Lampiran 5 Hasil pengukuran gelombang perairan Ajkwa tanggal 25 – 29 September 2007 Waktu 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 25-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007
H (m) 0,906 0,799 0,947 0,742 0,795 0,637 0,799 0,723 0,796 0,798 0,699 0,727 0,777 0,979 1,059 0,854 0,891 1,05 1,035 1,033 0,798 0,8 0,586 0,66 0,738 0,656 0,56 0,79 0,575 0,575 0,523 0,543 0,617 0,536 0,373 0,29 0,219 0,171 0,24 0,377 0,799 0,682 0,825 0,728
T (det) 5,3 6 5,8 5,5 6,1 5,9 5,7 5,9 5,5 5,9 6 6,1 6 6,2 6,2 5,6 5,9 6,3 6,7 5 6,2 5,5 5,2 5,2 5,9 4,4 4,8 5,9 6,2 5,9 6,1 5,8 5,5 4,5 5,2 5 5,7 4,8 4,8 4,5 4,7 4,9 5,1 4,9
Waktu 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 26-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007
H (m) 0,856 1,185 1,096 1,156 1,046 1,189 0,876 1,195 0,889 0,946 1,201 1,098 0,974 1,09 0,834 0,783 1,008 1,086 1,099 0,943 0,858 0,936 0,722 0,87 1,05 0,93 0,872 0,828 0,767 0,978 0,793 0,858 0,695 0,73 0,656 0,688 0,799 0,473 0,217 0,226 0,25 0,253 0,279 0,261
T (det) 4,8 4,6 5,1 4,5 6,6 5,3 5,9 5,9 5,3 6,2 6,2 5,9 6,2 20 6 6,6 5,8 5,7 6 5,3 5,2 6,1 6,4 6,2 5,4 7 5,8 6,5 6,3 5,8 6,2 6,5 6 6,8 5,9 6,6 5,5 5,2 4,9 4,7 4,8 5,3 4,6 5,1
Waktu 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 27-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007
H (m) 0,265 0,277 0,36 0,413 0,387 0,416 0,422 0,396 0,508 0,552 0,618 0,582 0,632 0,746 0,816 0,758 0,846 0,809 0,657 0,788 0,809 0,71 0,65 0,826 0,999 0,768 0,804 1,058 0,988 0,996 0,828 0,92 0,943 0,926 0,799 0,569 0,356 0,297 0,371 0,387 0,369 0,313 0,308 0,335
T (det) 4,8 4,5 4,9 4,9 4,5 4,9 6,1 4,6 4,5 4,5 4,5 5,4 5,2 4,7 4,8 5,6 4,8 5,7 5,2 5,9 6,1 5,7 6,2 5,4 6,2 5,1 6 6,1 5,8 6 6,8 6,6 5,7 6,5 5,7 5,3 5 6 6 5,2 5,5 4,5 4,4 5,6
97
Lampiran 5 (Lanjutan) Waktu 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 28-9-2007 29-9-2007
H (m) 0,448 0,28 0,297 0,357 0,345 0,397 0,374 0,308 0,337 0,376 0,334 0,377 0,389 0,451 0,48 0,471 0,436 0,579 0,471 0,615 0,567 0,589 0,78 0,653 0,735 0,72 0,859 0,87 0,653 0,656 0,796 0,827 0,822 0,764 0,694 0,752 0,704 0,565 0,795 0,734 0,719 0,65 0,715 0,502
T (det) 5,7 5,6 6,2 5,9 5,1 4,7 5,1 5,3 5 4,8 5 4,7 4,5 4,9 4,5 4,4 5 4,4 4,4 4,8 5,2 6,2 5,2 5,7 5,8 6 5,5 5,6 6 5,6 5,9 5,2 4,8 5,9 5,2 5,6 5,5 6,5 6 5,2 6,5 4,6 5,4 5,6
Waktu 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007
H (m) 0,465 0,499 0,441 0,431 0,37 0,45 0,382 0,365 0,487 0,543 0,522 0,48 0,605 0,731 0,504 0,593 0,718 0,699 0,646 0,708 0,629 0,596 0,58 0,709 0,518 0,514 0,55 0,608 0,625 0,606 0,578 0,502 0,571 0,576 0,452 0,485 0,518 0,369 0,367 0,611 0,364 0,516 0,399 0,542
T (det) 5,8 5,6 5,1 4,5 4,3 4,3 5 4,3 4,9 5 4,6 4,3 4,5 5,8 5,9 5,2 4,4 5 5,6 5,7 5,2 5 4,9 5,1 5,3 4,5 4,6 5,6 4,9 5,6 5,5 5,9 5,4 5,4 5,3 5,3 5,1 5,6 5,6 5,3 4,8 5,1 4,7 4,4
Waktu 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007 29-9-2007
H (m) 0,438 0,536 0,437 0,372
T (det) 4,7 5 5,4 4,4
98
Lampiran 6 Hasil analisis empiris parameter gelombang pecah perbulan selama tahun 1993 – 2007 di pantai barat 1993 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD BD TG BD TG TG TG TG TG TG TG S
Arah
UA
(o)
(m/det) 15,52 11,98 12,39 11,83 10,54 10,02 10,58 9,59 9,76 8,94 10,05 12,58
230,8 225,9 147 231,2 129,5 122 131,7 123 133,8 130,4 123,4 199,8
Fetch
Hs
Ts
(m)
(m)
(det)
200.000 200.000 120.783,1 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000
3,55 2,74 2,20 2,70 1,87 1,78 1,88 1,70 1,73 1,59 1,79 2,88
8,83 8,09 6,93 8,05 6,56 6,44 6,56 6,35 6,39 6,20 6,45 8,22
Kr
Hb (m)
1,00 0,99 0,31 1,00 0,77 0,85 0,73 0,85 0,71 0,78 0,84 0,93
4,02 3,14 0,96 3,12 1,73 1,80 1,68 1,72 1,52 1,50 1,79 3,13
db
L
C
α
(m)
(m)
(m/det)
(o)
5,13 4,02 1,23 3,99 2,21 2,30 2,15 2,20 1,94 1,92 2,28 3,99
83,82 75,53 61,95 75,15 57,42 56,03 57,52 54,85 55,34 52,97 56,14 77,07
9,49 9,34 8,94 9,33 8,76 8,70 8,76 8,64 8,66 8,55 8,70 9,37
9,20 14,10 87,00 8,80 69,50 62,00 71,70 63,00 73,80 70,40 63,40 40,20
1994 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD S S TG BD TG TL TG TG TG BD BD
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
16,02 11,80 9,96 10,97 12,98 10,19 9,46 9,84 10,36 10,22 9,64 10,02
200.000 200.000 200.000 120.783,1 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000 200.000
3,66 2,70 2,28 1,95 2,97 1,81 1,75 1,84 1,82 2,31 2,49
8,93 8,05 7,60 6,65 8,31 6,48 6,40 6,52 6,49 8,00 7,61
228,4 199,8 196,7 136,5 237,7 121,4 54,17 128,3 135,2 153,9 213 210,9
Kr 0,99 0,93 0,93 0,64 1,00 0,86 0,79 0,68 0,36 0,97 0,97
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
4,13 2,95 2,50 1,57 3,41 1,84 1,67 1,55 0,93 2,68 2,80
5,28 3,77 3,20 2,00 4,35 2,34 2,13 1,97 1,19 3,43 3,58
84,87 75,05 69,88 58,54 78,04 56,51 55,55 56,94 56,58 74,51 70,07
9,51 9,33 9,20 8,81 9,39 8,72 8,67 8,74 8,72 9,32 9,21
11,60 40,20 43,30 76,50 2,30 61,40 68,30 75,20 86,10 27,00 29,10
1995 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD BD BD BD TL TG TG T TG TG TG BD
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
12,59 10,25 13,44 11,83 11,02 9,82 9,63 10,65 8,47 9,91 11,47 10,61
200.000 200.000 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000
2,88 2,34 3,07 2,70 1,74 1,71 1,50 1,76 2,04 2,43
8,23 7,67 8,41 8,05 6,40 6,36 6,09 6,42 6,75 7,76
238,1 208,3 247 230,9 58,21 134,2 122,6 109,9 150,5 131 114,1 226,7
Kr 1,00 0,96 0,86 1,00 0,70 0,85 0,14 0,75 0,90 0,99
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
3,31 2,65 3,11 3,12 1,52 1,73 0,36 1,62 2,12 2,81
4,23 3,39 3,98 3,99 1,94 2,22 0,46 2,06 2,71 3,59
77,10 70,73 79,16 75,15 55,50 54,96 51,54 55,75 59,77 71,80
9,37 9,22 9,41 9,33 8,67 8,65 8,47 8,68 8,86 9,25
1,90 31,70 53,00 9,10 74,20 62,60 89,50 71,00 54,10 13,30
99
Lampiran 6 (Lanjutan) 1996 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD B BD BD BD TG TG TG TG S TG B
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
11,28 10,76 10,24 9,69 9,58 8,82 9,24 10,12 9,84 8,44 9,32 14,25
200.000 150.973,4 200.000 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000 120.783,1 150.973,4
2,58 2,14 2,34 2,33 2,28 1,57 1,64 1,80 1,75 1,77 1,66 2,83
7,92 7,11 7,67 8,04 7,95 6,17 6,27 6,47 6,41 7,00 6,29 7,82
245,15 248 241,2 218,4 212,1 138,1 133,8 138,9 139,7 182,5 139,65 248,28
Kr 0,85 0,90 0,83 0,98 0,97 0,64 0,72 0,60 0,59 0,86 0,60 0,88
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
2,64 2,25 2,35 2,73 2,65 1,28 1,46 1,38 1,31 1,87 1,26 2,89
3,37 2,88 3,00 3,49 3,39 1,63 1,86 1,76 1,68 2,39 1,61 3,69
73,67 64,13 70,71 74,99 74,00 52,62 53,84 56,32 55,56 62,87 54,08 72,46
9,30 9,02 9,22 9,33 9,30 8,53 8,59 8,71 8,67 8,98 8,60 9,27
54,85 52,00 58,80 21,60 27,90 78,10 73,80 78,90 79,70 57,50 79,65 51,72
1997 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
B BD BD TG TG TG TG TG TG TG T B
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
12,85 16,22 14,76 11,38 9,38 9,51 10,44 9,44 10,55 10,66 11,59 13,33
150.973,4 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 150.973,4
2,55 3,71 3,37 2,02 1,67 1,69 1,85 1,68 1,87 1,89 2,65
7,55 8,96 8,68 6,73 6,30 6,33 6,53 6,31 6,56 6,58 7,64
250,8 231,4 238,8 142,2 148,8 134,1 136,9 143,2 135,7 134,5 75,7 274,4
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,90 1,00 1,00 0,50 0,21 0,71 0,64 0,49 0,67 0,69 0,98
2,67 4,19 3,84 1,32 0,55 1,48 1,49 1,09 1,55 1,60 2,96
3,41 5,35 4,91 1,68 0,70 1,89 1,90 1,39 1,98 2,05 3,78
69,33 85,29 82,18 59,56 54,25 54,63 57,16 54,43 57,45 57,75 70,44
9,19 9,51 9,47 8,85 8,61 8,63 8,75 8,62 8,76 8,77 9,22
49,20 8,60 1,20 82,20 88,80 74,10 76,90 83,20 75,70 74,50 25,60
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
1,00 0,95 0,96 0,97 0,84 0,75 0,89 1,00 0,76 0,99 1,00
2,91 2,96 2,80 2,67 1,72 2,17 2,09 2,11 1,65 2,65 3,46
3,72 3,78 3,58 3,41 2,20 2,77 2,66 2,69 2,10 3,39 4,42
72,92 71,21 69,19 70,83 55,22 70,94 59,47 59,42 56,28 69,99 78,59
9,28 9,24 9,18 9,23 8,66 9,23 8,85 8,85 8,71 9,20 9,40
10,30 36,80 34,40 30,90 64,30 66,90 55,80 70,70 16,80 5,20
1998 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD B B BD TG S TG B TG T BD BD
Arah
UA
(o)
(m/det) 11,01 13,67 12,79 10,28 9,72 10,32 11,34 9,12 10,11 10,81 10,00 13,20
229,7 263,2 265,6 209,1 124,3 173,1 115,8 270 130,7 93,2 223,2 234,8
Fetch
Hs
Ts
(m)
(m)
(det)
200.000 150.973,4 150.973,4 200.000 120.783,1 200.000 120.783,1 150.973,4 120.783,1 200.000 200.000
2,52 2,72 2,54 2,35 1,73 2,36 2,01 1,81 1,80 2,28 3,02
7,86 7,71 7,54 7,68 6,38 7,69 6,72 6,72 6,46 7,60 8,36
100
Lampiran 6 (Lanjutan) 1999 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD B BD BD T TG TG TG TG TG S BD
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
15,66 16,91 11,39 13,10 9,48 10,73 9,73 10,56 9,85 10,31 12,40 12,68
200.000 150.973,4 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000 200.000
3,58 3,36 2,60 2,99 1,91 1,73 1,88 1,75 1,83 2,83 2,90
8,86 8,29 7,95 8,34 6,59 6,38 6,56 6,41 6,51 8,18 8,24
239 250,8 242 243,1 110,9 122 121,1 132 129,4 135,6 202,1 226,6
Kr 1,00 0,88 0,83 0,83 0,85 0,86 0,73 0,78 0,67 0,94 0,99
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
4,06 3,41 2,60 2,96 1,91 1,77 1,67 1,64 1,53 3,11 3,32
5,19 4,36 3,32 3,78 2,43 2,26 2,13 2,10 1,95 3,97 4,24
84,14 77,79 73,97 78,33 57,91 55,25 57,49 55,57 56,82 76,61 77,31
9,50 9,39 9,30 9,40 8,78 8,66 8,76 8,67 8,73 9,36 9,38
1,00 49,20 58,00 56,90 62,00 61,10 72,00 69,40 75,60 37,90 13,40
2000 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD B B B B T TG T TG BD BD BD
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
14,93 11,26 13,46 11,11 13,65 9,44 10,97 9,77 9,82 10,50 12,14 14,57
200.000 150.973,4 150.973,4 150.973,4 150.973,4 120.783,1 120.783,1 200.000 200.000 200.000
3,41 2,24 2,67 2,21 2,71 1,95 1,74 2,40 2,77 3,33
8,72 7,22 7,67 7,18 7,71 6,65 6,40 7,73 8,12 8,64
222,4 248,1 250,1 274,5 282,3 78,4 136,5 110,8 132,9 222,6 235,9 244,2
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,99 0,89 0,89 0,98 0,99 0,64 0,73 0,99 1,00 0,83
3,85 2,35 2,77 2,50 3,05 1,57 1,55 2,77 3,20 3,27
4,92 3,00 3,54 3,19 3,90 2,00 1,98 3,54 4,09 4,18
82,56 65,43 70,74 65,05 71,16 58,54 55,49 71,46 75,93 81,77
9,47 9,07 9,22 9,05 9,23 8,81 8,67 9,24 9,35 9,46
17,60 51,90 49,90 25,50 17,70 76,50 72,90 17,40 4,10 55,80
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,99 0,84 0,97 0,88 1,00 0,99 0,78 0,76 0,34 0,88 0,81
2,67 3,48 3,65 2,78 3,22 2,70 1,70 1,57 0,86 2,77 2,98
3,42 4,44 4,67 3,56 4,12 3,45 2,18 2,00 1,09 3,54 3,81
70,37 83,58 81,14 71,34 76,18 70,61 56,65 54,57 55,91 74,60 79,21
9,21 9,49 9,45 9,24 9,35 9,22 8,72 8,63 8,69 9,32 9,41
19,70 54,30 25,50 52,50 3,20 18,20 69,10 70,80 86,70 51,00 58,70
2001 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD BD BD B BD BD TG T TG TG S BD
Arah
UA
(o)
(m/det) 10,12 15,40 14,29 13,73 12,23 10,21 10,24 11,10 9,49 9,97 11,63 13,46
220,3 245,7 214,5 247,5 236,8 221,8 129,1 83,1 130,8 153,3 189 241,3
Fetch
Hs
Ts
(m)
(m)
(det)
200.000 200.000 200.000 150.973,4 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000 200.000
2,31 3,52 3,27 2,73 2,80 2,33 1,82 1,69 1,77 2,66 3,08
7,64 8,81 8,59 7,72 8,15 7,66 6,49 6,33 6,43 8,01 8,41
101
Lampiran 6 (Lanjutan) 2002 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
B BD BD B TG TG T TG TG TG TG S
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
13,20 14,52 11,77 11,54 9,07 9,90 10,28 11,39 9,29 8,96 10,10 11,22
150.973,4 200.000 200.000 150.973,4 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000
2,62 3,32 2,69 2,29 1,61 1,76 2,02 1,65 1,59 1,79 2,56
7,62 8,63 8,04 7,28 6,23 6,42 6,73 6,28 6,20 6,46 7,91
250 245,2 219,7 255 138 129,8 109,3 133 137,6 146,4 135,1 199,6
Kr 0,89 0,84 0,99 0,93 0,64 0,77 0,70 0,65 0,36 0,68 0,93
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
2,73 3,29 3,07 2,47 1,30 1,64 1,74 1,34 0,82 1,52 2,82
3,48 4,20 3,93 3,16 1,67 2,10 2,22 1,71 1,05 1,94 3,60
70,15 81,64 74,99 66,15 53,35 55,71 59,59 53,99 53,02 56,25 73,50
9,21 9,46 9,33 9,09 8,56 8,68 8,85 8,60 8,55 8,71 9,29
50,00 54,80 20,30 45,00 78,00 69,80 73,00 77,60 86,40 75,10 40,40
2003 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD BD BD BD TG TG T T S TG TG BD
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
12,51 12,25 12,03 11,50 9,38 9,85 10,69 9,69 10,09 9,40 10,65 13,70
200.000 200.000 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 200.000 120.783,1 120.783,1 200.000
2,86 2,80 2,75 2,63 1,67 1,75 2,31 1,67 1,89 3,13
8,21 8,15 8,10 7,98 6,30 6,41 7,63 6,31 6,58 8,46
245,5 223,8 244,2 219,8 121,5 132,9 88 67,59 163,2 112,6 145,5 244,1
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,85 0,99 0,84 0,99 0,86 0,73 0,59 0,92 0,39 0,83
2,89 3,20 2,77 3,01 1,71 1,56 1,76 1,80 1,01 3,10
3,69 4,09 3,54 3,85 2,19 1,99 2,25 2,30 1,29 3,96
76,89 76,21 75,65 74,27 54,26 55,57 70,26 54,32 57,71 79,77
9,37 9,35 9,34 9,31 8,61 8,67 9,21 8,61 8,77 9,42
54,50 16,20 55,80 20,20 61,50 72,90 76,80 52,60 85,50 55,90
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,89 0,99 0,98 0,99 0,96 0,91 0,82 1,00 1,00 0,99
3,00 2,95 3,09 2,83 2,26 1,71 1,59 1,82 2,42 2,46
3,71 3,77 3,95 3,62 2,89 2,18 2,03 2,32 3,09 3,14
76,86 73,43 75,31 72,12 67,47 52,92 53,45 56,88 68,97 70,03
9,37 9,29 9,33 9,26 9,13 8,54 8,57 8,74 9,18 9,20
48,40 14,20 22,80 16,10 35,90 54,80 66,90 3,70 10,20 18,40
2004 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
S BD BD BD BD TG T T TG BD BD BD
Arah
UA
(o)
(m/det) 12,50 11,20 11,89 10,73 8,90 8,92 9,27 9,82 9,10 7,84 9,06 9,17
191,6 225,8 217,2 223,9 204,1 114,8 84,8 111,3 126,9 236,3 229,8 221,6
Fetch
Hs
Ts
(m)
(m)
(det)
200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 200.000 200.000 200.000
2,86 2,56 2,72 2,45 1,97 1,58 1,62 1,53 2,04 2,09
8,20 7,90 8,07 7,79 7,39 6,19 6,24 6,51 7,52 7,61
102
Lampiran 6 (Lanjutan) 2005 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
B B B B TG TG TG TG S TG S S
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
11,77 10,80 10,53 12,98 8,42 8,44 8,79 9,25 8,60 8,81 8,79 8,93
150.973,4 150.973,4 150.973,4 150.973,4 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000 120.783,1 200.000 200.000
2,34 2,14 2,09 2,58 1,50 1,50 1,56 1,64 1,83 1,56 1,92 1,98
7,33 7,12 7,05 7,57 6,07 6,08 6,16 6,27 7,13 6,17 7,30 7,41
251,5 250,4 252,5 257,9 132,1 145,1 141,1 145,8 175,3 141 192,4 177
Kr 0,91 0,91 0,92 0,93 0,76 0,43 0,57 0,39 0,79 0,57 0,91 0,80
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
2,48 2,29 2,26 2,77 1,40 0,89 1,15 0,89 1,81 1,15 2,13 1,97
3,17 2,92 2,88 3,55 1,79 1,14 1,46 1,14 2,31 1,47 2,71 2,51
66,74 64,23 63,48 69,63 51,39 51,44 52,52 53,88 64,45 52,57 66,41 67,70
9,11 9,03 9,00 9,19 8,46 8,46 8,52 8,59 9,03 8,52 9,10 9,14
48,50 49,60 47,50 42,10 72,10 85,10 81,10 85,80 64,70 81,00 47,60 63,00
2006 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD B BD BD BD BD TG TG TG TG TG S
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
12,40 10,74 9,91 9,80 9,32 8,60 8,67 8,45 9,75 9,06 9,22 8,37
200.000 150.973,4 200.000 200.000 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000
2,83 2,13 2,27 2,38 2,16 1,84 1,54 1,50 1,73 1,61 1,64 1,74
8,18 7,10 7,58 8,13 7,73 7,14 6,13 6,08 6,38 6,23 6,27 6,95
246,2 247,7 239,5 225,8 226,8 226,8 143,5 150 143,4 150,4 139,9 187,5
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,86 0,89 1,00 0,99 0,99 1,00 0,49 0,00 0,48 0,12 0,59 0,90
2,88 2,25 2,65 2,82 2,55 2,18 1,01 0,00 1,10 0,35 1,24 1,90
3,68 2,87 3,38 3,60 3,26 2,78 1,29 0,00 1,41 0,44 1,59 2,42
76,61 64,06 69,74 76,06 71,50 64,51 52,15 51,50 55,31 53,34 53,81 62,20
9,36 9,02 9,20 9,35 9,24 9,04 8,50 8,47 8,66 8,56 8,59 8,95
53,80 52,30 0,50 14,20 13,20 13,20 83,50 90,00 83,40 89,60 79,90 52,50
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,93 0,89 0,90 0,94 0,90 0,82 0,80 0,61 0,34 0,92
2,39 2,61 2,50 2,06 1,58 1,68 1,61 1,26 0,80 2,58
3,05 3,33 3,20 2,63 2,02 2,14 2,05 1,60 1,02 3,30
65,01 68,79 67,13 60,26 51,07 54,94 54,27 53,21 53,60 71,10
9,05 9,17 9,12 8,88 8,44 8,64 8,61 8,56 8,58 9,23
44,90 50,90 49,30 44,90 58,10 66,20 68,32 79,12 86,79 44,57
2007 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
B B B B U TG T TG TG TG TG S
Arah
UA
(o)
(m/det) 11,10 12,62 11,93 9,40 8,14 8,32 8,50 9,62 9,39 9,02 9,15 10,37
255,1 249,1 250,7 255,1 349,5 118,1 95,1 126,2 128,32 139,12 153,21 195,43
Fetch
Hs
Ts
(m)
(m)
(det)
150.973,4 150.973,4 150.973,4 150.973,4 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000
2,20 2,51 2,37 1,87 1,48 1,71 1,67 1,60 1,63 2,37
7,18 7,50 7,36 6,79 6,05 6,36 6,30 6,22 6,25 7,70
103
Lampiran 7 Hasil analisis empiris parameter gelombang pecah perbulan selama tahun 1993 – 2007 di pantai timur 1993 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD BD TG BD TG TG TG TG TG TG TG S
Arah
UA
(o)
(m/det) 15,52 11,98 12,39 11,83 10,54 10,02 10,58 9,59 9,76 8,94 10,05 12,58
230,8 225,9 147 231,2 129,5 122 131,7 123 133,8 130,4 123,4 199,8
Fetch
Hs
Ts
(m)
(m)
(det)
200.000 200.000 120.783,1 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000
3,55 2,74 2,20 2,70 1,87 1,78 1,88 1,70 1,73 1,59 1,79 2,88
8,83 8,09 6,93 8,05 6,56 6,44 6,56 6,35 6,39 6,20 6,45 8,22
Kr
Hb (m)
0,68 0,62 0,98 0,71 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,50
2,96 2,17 2,46 2,37 2,14 2,04 2,15 1,96 1,99 1,84 2,05 1,92
db
L
C
α
(m)
(m)
(m/det)
(o)
3,65 2,66 3,05 2,92 2,66 2,54 2,67 2,44 2,47 2,28 2,55 2,34
83,82 75,53 61,95 75,15 57,42 56,03 57,52 54,85 55,34 52,97 56,14 77,07
9,49 9,34 8,94 9,33 8,76 8,70 8,76 8,64 8,66 8,55 8,70 9,37
69,20 74,10 27,00 68,80 9,50 2,00 11,70 3,00 13,80 10,40 3,40 79,80
1994 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD S S TG BD TG TL TG TG TG BD BD
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
16,02 11,80 9,96 10,97 12,98 10,19 9,46 9,84 10,36 10,22 9,64 10,02
200.000 200.000 200.000 120.783,1 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000 200.000
3,66 2,70 2,28 1,95 2,97 1,81 1,75 1,84 1,82 2,31 2,49
8,93 8,05 7,60 6,65 8,31 6,48 6,40 6,52 6,49 8,00 7,61
228,4 199,8 196,7 136,5 237,7 121,4 54,17 128,3 135,2 153,9 213 210,9
Kr 0,64 0,51 0,59 0,99 0,78 1,00 1,00 1,00 0,97 0,28 0,16
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
2,92 1,82 1,75 2,22 2,79 2,08 2,01 2,10 2,04 0,99 0,65
3,59 2,22 2,14 2,75 3,44 2,58 2,49 2,61 2,53 1,20 0,79
84,87 75,05 69,88 58,54 78,04 56,51 55,55 56,94 56,58 74,51 70,07
9,51 9,33 9,20 8,81 9,39 8,72 8,67 8,74 8,72 9,32 9,21
71,60 79,80 76,70 16,50 62,30 1,40 8,30 15,20 33,90 87,00 89,10
1995 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD BD BD BD TL TG TG T TG TG TG BD
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
12,59 10,25 13,44 11,83 11,02 9,82 9,63 10,65 8,47 9,91 11,47 10,61
200.000 200.000 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000
2,88 2,34 3,07 2,70 1,74 1,71 1,50 1,76 2,04 2,43
8,23 7,67 8,41 8,05 6,40 6,36 6,09 6,42 6,75 7,76
238,1 208,3 247 230,9 58,21 134,2 122,6 109,9 150,5 131 114,1 226,7
Kr 0,78 0,22 0,86 0,70 1,00 1,00 0,98 1,00 1,00 0,65
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
2,73 0,80 3,11 2,36 2,00 1,97 1,72 2,02 2,32 2,00
3,37 0,97 3,85 2,90 2,48 2,45 2,14 2,51 2,88 2,45
77,10 70,73 79,16 75,15 55,50 54,96 51,54 55,75 59,77 71,80
9,37 9,22 9,41 9,33 8,67 8,65 8,47 8,68 8,86 9,25
61,90 88,30 53,00 69,10 14,20 2,60 30,50 11,00 73,30
104
Lampiran 7 (Lanjutan) 1996 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD B BD BD BD TG TG TG TG S TG B
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
11,28 10,76 10,24 9,69 9,58 8,82 9,24 10,12 9,84 8,44 9,32 14,25
200.000 150.973,4 200.000 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000 120.783,1 150.973,4
2,58 2,14 2,34 2,33 2,28 1,57 1,64 1,80 1,75 1,77 1,66 2,83
7,92 7,11 7,67 8,04 7,95 6,17 6,27 6,47 6,41 7,00 6,29 7,82
245,15 248 241,2 218,4 212,1 138,1 133,8 138,9 139,7 182,5 139,65 248,28
Kr 0,85 0,90 0,83 0,46 0,24 0,99 1,00 0,99 0,99 0,82 0,99 0,88
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
2,64 2,25 2,35 1,50 0,85 1,81 1,89 2,05 2,00 1,80 1,90 2,89
3,26 2,79 2,90 1,83 1,03 2,24 2,34 2,55 2,48 2,21 2,36 3,58
73,67 64,13 70,71 74,99 74,00 52,62 53,84 56,32 55,56 62,87 54,08 72,46
9,30 9,02 9,22 9,33 9,30 8,53 8,59 8,71 8,67 8,98 8,60 9,27
54,85 52,00 58,80 81,60 87,90 18,10 13,80 18,90 19,70 62,50 19,65 51,72
1997 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
B BD BD TG TG TG TG TG TG TG T B
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
12,85 16,22 14,76 11,38 9,38 9,51 10,44 9,44 10,55 10,66 11,59 13,33
150.973,4 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 150.973,4
2,55 3,71 3,37 2,02 1,67 1,69 1,85 1,68 1,87 1,89 2,65
7,55 8,96 8,68 6,73 6,30 6,33 6,53 6,31 6,56 6,58 7,64
250,8 231,4 238,8 142,2 148,8 134,1 136,9 143,2 135,7 134,5 75,7 274,4
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,90 0,69 0,78 0,99 0,98 1,00 0,99 0,99 0,99 1,00 0,98
2,67 3,11 3,15 2,28 1,90 1,94 2,11 1,92 2,14 2,16 2,96
3,31 3,83 3,89 2,84 2,35 2,41 2,63 2,38 2,65 2,68 3,67
69,33 85,29 82,18 59,56 54,25 54,63 57,16 54,43 57,45 57,75 70,44
9,19 9,51 9,47 8,85 8,61 8,63 8,75 8,62 8,76 8,77 9,22
49,20 68,60 61,20 22,20 28,80 14,10 16,90 23,20 15,70 14,50 25,60
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,69 0,95 0,96 0,16 1,00 0,87 1,00 0,98 1,00 0,59 0,74
2,18 2,96 2,80 0,62 1,99 2,47 2,30 2,07 2,06 1,75 2,74
2,68 3,67 3,47 0,75 2,47 3,04 2,85 2,56 2,56 2,14 3,37
72,92 71,21 69,19 70,83 55,22 70,94 59,47 59,42 56,28 69,99 78,59
9,28 9,24 9,18 9,23 8,66 9,23 8,85 8,85 8,71 9,20 9,40
70,30 36,80 34,40 89,10 4,30 53,10
1998 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD B B BD TG S TG B TG T BD BD
Arah
UA
(o)
(m/det) 11,01 13,67 12,79 10,28 9,72 10,32 11,34 9,12 10,11 10,81 10,00 13,20
229,7 263,2 265,6 209,1 124,3 173,1 115,8 270 130,7 93,2 223,2 234,8
Fetch
Hs
Ts
(m)
(m)
(det)
200.000 150.973,4 150.973,4 200.000 120.783,1 200.000 120.783,1 150.973,4 120.783,1 200.000 200.000
2,52 2,72 2,54 2,35 1,73 2,36 2,01 1,81 1,80 2,28 3,02
7,86 7,71 7,54 7,68 6,38 7,69 6,72 6,72 6,46 7,60 8,36
30,00 10,70 76,80 65,20
105
Lampiran 7 (Lanjutan) 1999 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD B BD BD T TG TG TG TG TG S BD
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
15,66 16,91 11,39 13,10 9,48 10,73 9,73 10,56 9,85 10,31 12,40 12,68
200.000 150.973,4 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000 200.000
3,58 3,36 2,60 2,99 1,91 1,73 1,88 1,75 1,83 2,83 2,90
8,86 8,29 7,95 8,34 6,59 6,38 6,56 6,41 6,51 8,18 8,24
239 250,8 242 243,1 110,9 122 121,1 132 129,4 135,6 202,1 226,6
Kr 0,78 0,88 0,83 0,83 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,45 0,63
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
3,33 3,41 2,60 2,96 2,18 1,99 2,14 2,01 2,09 1,72 2,31
4,11 4,23 3,20 3,65 2,71 2,47 2,66 2,49 2,60 2,10 2,84
84,14 77,79 73,97 78,33 57,91 55,25 57,49 55,57 56,82 76,61 77,31
9,50 9,39 9,30 9,40 8,78 8,66 8,76 8,67 8,73 9,36 9,38
61,00 49,20 58,00 56,90 2,00 1,10 12,00 9,40 15,60 82,10 73,40
2000 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD B B B B T TG T TG BD BD BD
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
14,93 11,26 13,46 11,11 13,65 9,44 10,97 9,77 9,82 10,50 12,14 14,57
200.000 150.973,4 150.973,4 150.973,4 150.973,4 120.783,1 120.783,1 200.000 200.000 200.000
3,41 2,24 2,67 2,21 2,71 1,95 1,74 2,40 2,77 3,33
8,72 7,22 7,67 7,18 7,71 6,65 6,40 7,73 8,12 8,64
222,4 248,1 250,1 274,5 282,3 78,4 136,5 110,8 132,9 222,6 235,9 244,2
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,54 0,89 0,89 0,98 0,99 0,99 1,00 0,57 0,76 0,83
2,38 2,35 2,77 2,50 3,05 2,22 2,00 1,79 2,58 3,27
2,92 2,90 3,44 3,10 3,79 2,75 2,48 2,19 3,18 4,05
82,56 65,43 70,74 65,05 71,16 58,54 55,49 71,46 75,93 81,77
9,47 9,07 9,22 9,05 9,23 8,81 8,67 9,24 9,35 9,46
77,60 51,90 49,90 25,50 17,70 16,50 12,90 77,40 64,10 55,80
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,52 0,84 0,33 0,88 0,77 0,56 1,00 1,00 0,97 0,71 0,81
1,61 3,48 1,54 2,78 2,63 1,71 2,09 1,94 1,99 2,33 2,98
1,97 4,30 1,88 3,45 3,24 2,09 2,59 2,41 2,47 2,87 3,68
70,37 83,58 81,14 71,34 76,18 70,61 56,65 54,57 55,91 74,60 79,21
9,21 9,49 9,45 9,24 9,35 9,22 8,72 8,63 8,69 9,32 9,41
79,70 54,30 85,50 52,50 63,20 78,20 9,10 10,80 33,30 69,00 58,70
2001 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD BD BD B BD BD TG T TG TG S BD
Arah
UA
(o)
(m/det) 10,12 15,40 14,29 13,73 12,23 10,21 10,24 11,10 9,49 9,97 11,63 13,46
220,3 245,7 214,5 247,5 236,8 221,8 129,1 83,1 130,8 153,3 189 241,3
Fetch
Hs
Ts
(m)
(m)
(det)
200.000 200.000 200.000 150.973,4 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000 200.000
2,31 3,52 3,27 2,73 2,80 2,33 1,82 1,69 1,77 2,66 3,08
7,64 8,81 8,59 7,72 8,15 7,66 6,49 6,33 6,43 8,01 8,41
106
Lampiran 7 (Lanjutan) 2002 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
B BD BD B TG TG T TG TG TG TG S
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
13,20 14,52 11,77 11,54 9,07 9,90 10,28 11,39 9,29 8,96 10,10 11,22
150.973,4 200.000 200.000 150.973,4 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000
2,62 3,32 2,69 2,29 1,61 1,76 2,02 1,65 1,59 1,79 2,56
7,62 8,63 8,04 7,28 6,23 6,42 6,73 6,28 6,20 6,46 7,91
250 245,2 219,7 255 138 129,8 109,3 133 137,6 146,4 135,1 199,6
Kr 0,89 0,84 0,50 0,93 0,99 1,00 1,00 0,99 0,99 1,00 0,52
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
2,73 3,29 1,78 2,47 1,85 2,02 2,30 1,90 1,82 2,05 1,76
3,38 4,07 2,18 3,06 2,30 2,51 2,86 2,35 2,26 2,55 2,15
70,15 81,64 74,99 66,15 53,35 55,71 59,59 53,99 53,02 56,25 73,50
9,21 9,46 9,33 9,09 8,56 8,68 8,85 8,60 8,55 8,71 9,29
50,00 54,80 80,30 45,00 18,00 9,80 13,00 17,60 26,40 15,10 79,60
2003 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD BD BD BD TG TG T T S TG TG BD
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
12,51 12,25 12,03 11,50 9,38 9,85 10,69 9,69 10,09 9,40 10,65 13,70
200.000 200.000 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 200.000 120.783,1 120.783,1 200.000
2,86 2,80 2,75 2,63 1,67 1,75 2,31 1,67 1,89 3,13
8,21 8,15 8,10 7,98 6,30 6,41 7,63 6,31 6,58 8,46
245,5 223,8 244,2 219,8 121,5 132,9 88 67,59 163,2 112,6 145,5 244,1
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,85 0,58 0,84 0,50 1,00 1,00 0,93 1,00 0,99 0,83
2,89 2,10 2,77 1,75 1,92 2,01 2,53 1,93 2,14 3,10
3,57 2,57 3,42 2,14 2,39 2,49 3,13 2,39 2,66 3,83
76,89 76,21 75,65 74,27 54,26 55,57 70,26 54,32 57,71 79,77
9,37 9,35 9,34 9,31 8,61 8,67 9,21 8,61 8,77 9,42
54,50 76,20 55,80 80,20 1,50 12,90 43,20 25,50 55,90
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,66 0,63 0,43 0,60 0,41 1,00 1,00 0,83 0,71 0,56
2,37 2,05 1,60 1,89 1,14 1,84 1,87 1,57 1,84 1,55
2,91 2,51 1,95 2,31 1,39 2,28 2,32 1,94 2,25 1,90
76,86 73,43 75,31 72,12 67,47 52,92 53,45 56,88 68,97 70,03
9,37 9,29 9,33 9,26 9,13 8,54 8,57 8,74 9,18 9,20
71,60 74,20 82,80 76,10 84,10 6,90 63,70 70,20 78,40
2004 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
S BD BD BD BD TG T T TG BD BD BD
Arah
UA
(o)
(m/det) 12,50 11,20 11,89 10,73 8,90 8,92 9,27 9,82 9,10 7,84 9,06 9,17
191,6 225,8 217,2 223,9 204,1 114,8 84,8 111,3 126,9 236,3 229,8 221,6
Fetch
Hs
Ts
(m)
(m)
(det)
200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 200.000 200.000 200.000
2,86 2,56 2,72 2,45 1,97 1,58 1,62 1,53 2,04 2,09
8,20 7,90 8,07 7,79 7,39 6,19 6,24 6,51 7,52 7,61
107
Lampiran 7 (Lanjutan) 2005 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
B B B B TG TG TG TG S TG S S
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
11,77 10,80 10,53 12,98 8,42 8,44 8,79 9,25 8,60 8,81 8,79 8,93
150.973,4 150.973,4 150.973,4 150.973,4 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000 120.783,1 200.000 200.000
2,34 2,14 2,09 2,58 1,50 1,50 1,56 1,64 1,83 1,56 1,92 1,98
7,33 7,12 7,05 7,57 6,07 6,08 6,16 6,27 7,13 6,17 7,30 7,41
251,5 250,4 252,5 257,9 132,1 145,1 141,1 145,8 175,3 141 192,4 177
Kr 0,91 0,91 0,92 0,93 1,00 0,99 0,99 0,99 0,87 0,99 0,68 0,85
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
2,48 2,29 2,26 2,77 1,74 1,73 1,80 1,88 1,96 1,80 1,68 2,07
3,07 2,83 2,79 3,44 2,15 2,14 2,23 2,33 2,42 2,23 2,07 2,55
66,74 64,23 63,48 69,63 51,39 51,44 52,52 53,88 64,45 52,57 66,41 67,70
9,11 9,03 9,00 9,19 8,46 8,46 8,52 8,59 9,03 8,52 9,10 9,14
48,50 49,60 47,50 42,10 12,10 25,10 21,10 25,80 55,30 21,00 72,40 57,00
2006 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
BD B BD BD BD BD TG TG TG TG TG S
Arah
UA
Fetch
Hs
Ts
(o)
(m/det)
(m)
(m)
(det)
12,40 10,74 9,91 9,80 9,32 8,60 8,67 8,45 9,75 9,06 9,22 8,37
200.000 150.973,4 200.000 200.000 200.000 200.000 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000
2,83 2,13 2,27 2,38 2,16 1,84 1,54 1,50 1,73 1,61 1,64 1,74
8,18 7,10 7,58 8,13 7,73 7,14 6,13 6,08 6,38 6,23 6,27 6,95
246,2 247,7 239,5 225,8 226,8 226,8 143,5 150 143,4 150,4 139,9 187,5
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,86 0,89 0,82 0,62 0,65 0,68 0,99 0,98 0,99 0,98 0,99 0,77
2,88 2,25 2,25 1,94 1,82 1,60 1,77 1,72 1,98 1,83 1,88 1,68
3,56 2,78 2,78 2,37 2,23 1,96 2,20 2,13 2,45 2,27 2,33 2,06
76,61 64,06 69,74 76,06 71,50 64,51 52,15 51,50 55,31 53,34 53,81 62,20
9,36 9,02 9,20 9,35 9,24 9,04 8,50 8,47 8,66 8,56 8,59 8,95
53,80 52,30 60,50 74,20 73,20 73,20 23,50 30,00 23,40 30,40 19,90 67,50
Kr
Hb
db
L
C
α
(m)
(m)
(m)
(m/det)
(o)
0,93 0,89 0,90 0,94 1,00 1,00 1,00 0,99 0,98 0,61
2,39 2,61 2,50 2,06 1,72 1,97 1,92 1,84 1,85 1,87
2,96 3,23 3,10 2,55 2,13 2,44 2,38 2,29 2,29 2,29
65,01 68,79 67,13 60,26 51,07 54,94 54,27 53,21 53,60 71,10
9,05 9,17 9,12 8,88 8,44 8,64 8,61 8,56 8,58 9,23
44,90 50,90 49,30 44,90 -
2007 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
B B B B U TG T TG TG TG TG S
Arah
UA
(o)
(m/det) 11,10 12,62 11,93 9,40 8,14 8,32 8,50 9,62 9,39 9,02 9,15 10,37
255,1 249,1 250,7 255,1 349,5 118,1 95,1 126,2 128,32 139,12 153,21 195,43
Fetch
Hs
Ts
(m)
(m)
(det)
150.973,4 150.973,4 150.973,4 150.973,4 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 120.783,1 200.000
2,20 2,51 2,37 1,87 1,48 1,71 1,67 1,60 1,63 2,37
7,18 7,50 7,36 6,79 6,05 6,36 6,30 6,22 6,25 7,70
6,20 8,32 19,12 33,21 75,43
Lampiran 8 Persentase sebaran butir sedimen tiap stasiun Hasil analisa (%) Profil P1 P2 P3 P4 P5 P6 O1 O2
1-2 mm -
0,5-1 mm 0,7 -
Sand 0,2-0,5 mm 31,9 0,2 1,5 0,3 0,1 0,1 0,1 0,1
0,1-0,2 mm 59,5 47 50,3 31,9 5,1 36,9 28,1 0,1
50µm-0,1mm 0,9 38 23,6 51,6 30,4 31,2 57,4 0,4
20-50µm 1,7 7,7 10,6 8,1 51,5 22 5 20,2
Silt 5-20µm 1,5 1,1 4,1 3,3 4 4,5 1,8 40,4
2-5µm 0,8 1,4 2,5 2 0,2 0,8 2,3 12,5
Clay 0,2-2µm <0,2µm 0,3 2,7 3 1,6 2,8 4,6 1,3 1,5 1,4 7,3 1,1 3,4 2,7 2,6 16,6 9,7
D50 (mm) 0,142 0,185 0,066 0,160 0,081 0,155 0,160 0,026
108