PENGUATAN KELEMBAGAAN USAHA EKONOMI DESA SIMPAN PINJAM DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DI DESA KOTO TELUK KECAMATAN HAMPARAN RAWANG KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI
VIKING RIZARTA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Penguatan Kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto Teluk Kecamatan Hamparan Rawang Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Pebruari 2006
VIKING RIZARTA NRP. A. 154040255
ABSTRAK
VIKING RIZARTA, Penguatan Kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto Teluk Kecamatan Hamparan Rawang Kabupaten Kerinci. Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI sebagai ketua, SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA sebagai anggota komisi pembimbing. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) telah lama menjadi sarana untuk mengembangkan ekonomi rakyat dan memberdayakan rakyat kecil, disamping itu LKM merupakan salah satu pendekatan dalam menanggulangi kemiskinan, karena dapat berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan berbagai jasa keuangan, untuk kegiatan produktif maupun konsumtif bagi keluarga miskin. Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam sebagai salah satu lembaga keuangan mikro di Desa Koto Teluk belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat akan bantuan modal usaha. Tujuan kajian ini adalah menganalisis kondisi ekonomi lokal dan potensi pengembangannya, menganalisis kapasitas kelembagaan UED-SP baik pengurus maupun Anggota UED-SP, dan menganalisis performa kelembagaan UED-SP, serta merumuskan strategi dan program penguatan kapasitas kelembagaan UED SP dalam pengembangan ekonomi lokal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah; pengamatan berpartisipasi, studi dokumentasi, wawancara mendalam dan focus group discussion (FGD). Penelitian dilakukan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu pemetaan sosial, evaluasi program pengembangan masyarakat dan kajian pengembangan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Koto Teluk memiliki potensi sumberdaya alam, sumber daya manusia dan kelembagaan yang jika dimanfaatkan atau dikembangkan secara optimal akan dapat menjadi energi untuk memberdayakan ekonomi lokal. Dalam rangka penguatan kelembagaan UED-SP guna pengembangan ekonomi lokal, UED-SP mengalami permasalahan yaitu: kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang UED-SP, manajemen kelembagaan belum optimal, modal usaha yang masih terbatas, dan kurangnya ketrampilan anggota dalam pengembangan usaha-usaha baru yang potensial. Penyusunan strategi dan program dilakukan bersama-sama dengan masyarakat melalui diskusi kelompok dengan tahap -tahap : Identifikasi potensi dan permasalahan, Indentifikasi faktor intern al (kekuatan dan kelemahan), Identifikasi faktor eksternal (peluang dan ancaman), Analisis matrik SWOT, Penyusunan strategi dan rancangan program. Strategi dan program penguatan kelembagaan UED-SP yang dilaksanakan di Desa Koto Teluk adalah sebagai berikut: Penguatan Norma Lembaga Kepada Masyarakat, Penataan Manajemen UED -SP, Peningkatan Modal Usaha, Peningkatan Ketrampilan Usaha Ekonomis Produktif Anggota
@ Hak cipta milik Viking Rizarta, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm dan sebagainya
PENGUATAN KELEMBAGAAN USAHA EKONOMI DESA SIMPAN PINJAM DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DI DESA KOTO TELUK KECAMATAN HAMPARAN RAWANG KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI
VIKING RIZARTA
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Tugas Akhir
:
Penguatan Kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto Teluk Kecamatan Hamparan Rawang Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi
Nama
:
Viking Rizarta
NRP
:
A. 154040255
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS Ketua
Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.
Tanggal Ujian : 2 Pebruari 2006
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur sedalam-dalamnya pengkaji persembahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga Kajian Pengembangan Masyarakat ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam Kajian Pengembangan Masyarakat ialah "Penguatan Kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto Teluk Kecamatan Hamparan Rawang Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi”. Pada kesempatan ini pengkaji ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga atas dukungan moral dan material mulai sejak pengkajian sampai penulisan laporan ini, kepada yang terhormat : Ibu Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni,MS dan Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc selaku komisi pembimbing, serta Ibu Dr. Ir. Titik Sumarti, MS selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberikan saran. Ungkapan terimakasih juga disampaikan seluruh mahasiswa Pascasarjana Magister Pengembangan Masyarakat IPB Kelas Bandung Angkatan II. Disamping itu, penghargaan pengkaji sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan berbagai informasi yang sangat berharga dalam kajian ini. Selanjutnya terimakasih yang tulus terutama pengkaji sampaikan untuk kedua orang tua ku serta kakak dan adik ku yang senantiasa memberikan semangat, perhatian, curahan kasih sayang dan doa yang tiada henti, sehingga akhirnya pengkaji dapat menyelesaikan pendidikan ini. Semoga kajian ini dapat memberikan sumbangan kepada pihak -p ihak yang akan meneliti lebih lanjut dan dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Pebruari 2006
Viking Rizarta A. 154040255
RIWAYAT HIDUP
Pengkaji dilahirkan di Kerinci Propinsi Jambi pada tanggal 17 Mei 1977 dari pasangan H. Taufik Bakri dan Hj. Amizar. Pengkaji menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD 16/III pada tahun 1989 di Kerinci. Selanjutnya pada tahun 1992 pengkaji menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 di Kerinci. Pada tahun 1995 pengkaji menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kerinci, dan melanjutkan ke Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 1998 pengkaji diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Departemen Sosial. Dan ditempatkan di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial sampai tahun 2001. pada akhir tahun 2001, pengkaji ditempatkan di Panti Sosial Asuhan Anak Alyatama Jambi. Pada tahun 2004 pengkaji mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada Sekolah Pascasarjana dengan program studi Pengembangan Masyarakat dan menyelesaikannya pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana ini diperoleh dari Departemen Sosial Republik Indonesia.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ………………………………………………………...... DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
xi xii xii
BAB I
PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang…………………………………………... I.2 Masalah Kajian………………………………………….. I.3 Tujuan Kajian……………………………………………
1 1 7 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Masyarakat dan Konsep Pemberdayaan Masyarakat………………………………. 2.2. Kegiatan Usaha Masyarakat dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Lokal…………………………. 2.3. Usaha Ekonomi Desa – Simpan Pinjam…………............. 2.4. Pengembangan Kapasitas Dalam Penguatan Kelembagaan………......................................................... 2.5. Kerangka Analisis……………………………………….
8 8 10 14 15 18
BAB III
METODOLOGI KAJIAN 3.1. Tipe Kajian………………………………………………. 3.2. Lokasi dan Waktu Kajian………………………...……… 3.2.1. Lokasi Kajian……..………………………………. 3.2.2. Waktu Kajian…….……………………………….. 3.3. Data dan Metode Pengumpulannya……………………… 3.3.1. Jenis Data Dan Sumber Data……………………… 3.3.2. Metode Pengumpulan Data. ……………………… 3.3.3. Analisis Data……………………………………… 3.4. Penyusunan Program Kerja...…………………………….
22 22 22 22 23 23 23 24 27 27
BAB IV
PETA SOSIAL 4.1. Lokasi……………………………………………………. 4.2. Masalah Sosial…………………………………………… 4.3. Kependudukan…………………………………………… 4.4. Sistem Ekonomi…………………………………………. 4.4.1. Mata Pencaharian Pokok………………………….. 4.4.2. Pen gembangan Ekonomi Lokal…………………... 4.4.3. Potensi Pengembangan Ekonomi Lokal…………... 4.5. Struktur Komunitas……………………………………… 4.6. Kelembagaan dan Organisasi Sosial……………………..
29 29 30 32 34 34 35 41 43 46
BAB V
TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT 5.1. Program Peningkatan Pendapatan Keluarga 5.1.1. Deskripsi Program………………………………… 5.1.2. Pengorganisasian Kegiatan……………………….. 5.1.3. Kegiatan Yang Dijalankan………………….…….. 5.1.4. Evaluasi Umum…………………………………… 5.2. Program Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam 5.1.1. Deskripsi Program………………………………… 5.1.2. Pengorganisasian Kegiatan……………………….. 5.1.3. KegiatanYang Dijalankan…………...……….…… 5.1.4. Evaluasi Umum……………………………………
51 52 52 54 56 57 59 59 61 62 63
BAB VI
ANALISIS KELEMBAGAAN UED-SP 6.1. Kapasitas Anggota…………………………………………. 6.1.1. Karakteristik............................................................ 6.1.2. Pengetahuan ............................................................. 6.1.3. Ketrampilan.............................................................. 6.2. Kapasitas Pengurus…………………………………………. 6.2.1. Karakteristik………………………………………. 6.2.2. Kepemimpinan……………………………………. 6.2.3. Manajemen……………………………………….. 6.3. Performa UED-SP…………………………………………... 6.3.1. Perkembangan Anggota…………………………... 6.3.2. Perkembangan Modal……………………………... 6.3.3. Perkembangan Kegiatan…………………………... 6.4. Usaha-usaha Yang Telah Dilakukan Untuk Mengembangkan Kelembagaan UED-SP…………………...
66 66 67 69 70 71 71 73 74 78 78 79 80
PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UED-SP 7.1. Identifikasi Permasalahan dan Potensi…………………... 7.1.1. Analisis Kelompok UED-SP……………………… 7.1.2. Analisis Ekonomi Lokal………………………….. 7.2. Strategi Pengembangan …………………………………. 7.2.1. Strategi Pengembangan UED-SP…………………. 7.2.2. Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal………….. 7.3. Penyusunan Program……………………………………. 7.3.1. Penguatan Norma Kelembagaan………………….. 7.3.2. Pen ataan Manajemen UED-SP …………………… 7.3.3. Pen ingkatan Modal Usaha………………………… 7.3.4. Peningkatan Ketrampilan UEP…………………….
84 85 86 90 93 94 97 101 101 103 105 106
BAB VII
81
BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1. Kesimpulan……………………………………………… 8.2. Rekomendasi…………………………………………….
110 110 112
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… LAMPIRAN…………………………………………………………………..
115 118
DAFTAR TABEL Halaman 1. Metode Pengumpulan Data pada Kajian Penguatan Kelembagaan UED-SP di Desa Koto Teluk Tahun 2005..….…………………... 2. Konsep, Variabel dan Indikator Kajian pada Kajian Penguatan Kelembagaan UED-SP di Desa Koto Teluk Tahun 2005…………. 3. Komposisi Penduduk Desa Koto Teluk berdasarkan Umur Tahun 2004……………………………… ………………..… 4. Komposisi Penduduk Desa Koto Teluk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok Tahun 2004……………………………… 5. Penggolongan Keluarga di Desa Koto Teluk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan Tahun 2005.................................................... 6. Kualitas Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan Di Desa Koto Teluk Tahun 2004.......................... 7. Perkembangan Dana Bergulir Program UP2K-PKK Desa Koto Teluk Tahun 2005.............................................................................. 8. Karakteristik Responden Usaha Penguatan Kelembagaan UED-SP Desa KotoTeluk Tahun 2005............................................................. 9. Karateristik Pengurus UED-SP Desa Koto Teluk Tahun 2005…….. 10. Perkembangan Modal Kegiatan UED-SP di Desa Koto Teluk Teluk Tahun 2005............................................................................... 11. Penentuan Strategi Penguatan Kelembagaan UED-SP di Desa Koto Tahun 2005………………………………………………….……..… 12. Penentuan Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto Teluk Tahun 2005............................................................................... 13. Rencana Program Penguatan Kelembagaan UED-SP dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto Teluk Tahun 2005...............................................................................
25 26 33 34 35 38 54 68 71 79 96 100
108
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran Penguatan Kelembagaan UED-SP dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto Teluk Tahun 2005.....
21
2. Piramida Penduduk Desa Koto Teluk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin tahun 2004 ..................................................................
32
3. Model Tingkatan Sistem pelapisan Sosial Masyarakat d i Desa Koto Teluk Tahun 2004………………………………..………….
45
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1. Peta/Sketsa Lokasi Kajian………………………………………….
119
2. Fhoto-fhoto Kegiatan……………………………………………….
120
3. Daftar Panduan Pertanyaan………………….. …………………….
125
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah telah secara tegas menetapkan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu prioritas pembangunan sebagaimana termuat di dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS ). Dalam UU No. 25 Tahun 2000 tersebut ditegaskan bahwa sasaran yang akan dicapai dalam lima tahun (2000-2004) adalah berkurangnya jumlah penduduk miskin absolut sebesar empat persen dari tingkat kemiskinan 1999. Dengan penurunan tersebut jumlah penduduk miskin pada tahun 2004 berkurang menjadi 28,86 juta jiwa. Upaya penurunan tersebut dilaksanakan melalui: (1) peningkatan pendapatan masyarakat miskin, sehingga masyarakat
miskin
memperoleh
peluang,
kemampuan
pengelolaan,
dan
perlindungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum, maupun keamanan, (2) pengurangan pengeluaran masyarakat miskin dalam mengakses kebutuhan dasar, seperti : pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi. Sebagai perwujudan dari upaya percepatan pengurangan kemiskinan dalam kurun waktu dua tahun (2003-2004), pemerintah telah memutuskan untuk melakukan
pengarusutamaan
penanggulangan
kemiskinan
dalam
proses
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Dimulai dengan menempatkan masalah penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu prioritas kebijakan di antara sebelas prioritas yang telah ditetapkan pemerintah. Untuk itu dalam Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2003 dilakukan penajaman program/kegiatan di seluruh sektor terkait melalui langkah kebijakan : (1) penciptaan kesempatan yang berkaitan dengan sasaran pemulihan ekonomi makro, perwujudan kepemerintahan yang baik, dan peningkatan pelayanan umum; (2) pemberdayaan masyarakat yang berkaitan dengan sasaran penyediaan akses masyarakat miskin ke sumberdaya ekonomi dan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan; (3) peningkatan kemampuan yang berkaitan dengan sasaran peningkatan pelayanan pendidikan,
2
kesehatan, pangan, perumahan agar masyarakat makin produktif; dan (4) perlindungan sosial yang berkaitan dengan sasaran pemberian jaminan kehidupan bagi masyarakat yang mengalami kecacatan, fakir miskin, keterisolasian, konflik sosial, kehilangan pekerjaan sehingga berpotensi menjadi miskin. Lahirnya Undang-undang Otonomi Daerah diharapkan agar pemerintah kabupaten sampai desa bisa lebih aktif berpartisipasi dalam pembangunan dan tidak hanya sebagai objek pembangunan yang dulunya bersifat sentralilstik. Pola pendekatan yang mengejar percepatan pertumbuhan telah terbukti tidak terlalu berhasil menciptakan kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal ke arah yang lebih baik. Jumlah masyarakat miskin meningkat terutama setelah Indonesia mengalami masa krisis ekonomi. Keinginan untuk menjadi negara industri secara tidak langsung menyebabkan kita melupakan akar Negara Indonesia yang merupakan negara agraris di mana sektor pertanian merupakan sektor utama yang seharusnya mendapatkan perhatian. Dwipayana (2003) mengungkapkan bahwa ada sejumlah masalah yang menghambat pembangunan di desa terutama di bidang ekonomi. Masalah tersebut bersumber dari (1) basis ekonomi masyarakat dan adanya jerat kemiskinan, (2) kuatnya intervensi negara yang tidak sejalan dengan prinsip good governance, (3) lemahnya organisasi ekonomi dan modal sosial serta, (4) jaringan pasar yang tidak mendukung penguatan ekonomi desa. Mengacu pada hal di atas, maka menjadi penting untuk meneruskan proses desentralisasi untuk sampai pada tingkat desa. Dalam artian, ada beberapa kewenangan yang bisa ditransfer ke tingkat desa menyangkut hal-hal yang sudah mampu untuk dilaksanakan oleh desa. Pemerintah daerah dalam hal ini adalah kabupaten tinggal menjalankan urusan-urusan yang belum bisa dikelola secara mandiri oleh desa serta memberikan fasilitasi dan peningkatan kapasitas kepada desa untuk sesegera mungkin mampu menjalankan urusan -urusan yang saat ini belum bisa dilaksanakan oleh desa. Dalam konteks masyarakat, adanya otonomi berarti bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan agar terlepas dari kemiskinan dan keterbelakangan diperlukan upaya dari masyarakat itu sendiri membangun kapasitasnya baik perorangan maupun institusional guna memanfaatkan potensi sumber daya secara
3
maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maskun (1999) menyatakan pengembangan kapasitas merupakan suatu pendekatan pembangunan yang berbasis kekuatan-kekuatan dari bawah secara nyata. Selanjutnya dikatakan kekuatan -kekuatan itu adalah sumber daya alam, sumber daya ekonomi dan sumber daya manusia sehingga menjadi suatu local capacity. Dalam konteks peningkatan kapasitas masyarakat, pemerintah daerah ditempatkan pada fungsi menciptakan strategi dan kebijakan untuk mengembangkan kreatifitas perorangan maupun institusi lokal. Kelompok penduduk miskin yang berada di masyarakat pedesaan umumnya berprofesi sebagai buruh tani, petani gurem, pedagang kecil maupun nelayan. Kelompok miskin ini akan menimbulkan problema yang terus berlanjut bagi kemiskinan kultural dan struktural, bila tidak ditangani secara serius terutama bagi generasi berikutnya. Pada umumnya penduduk yang tergolong miskin adalah golongan residual, yakni kelompok masyarakat yang belum tersentuh oleh kebijakan pemerintah yang terkonsentrasi secara khusus seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT). Golongan ini termasuk sulit disentuh karena kualitas sumber daya yang rendah sehingga kurang memanfaatkan fasilitas termasuk faktor produksi. Syaukat
dan
Hendrakusumaatmaja
(2004)
menyebutkan
bahwa
penanggulangan kemiskinan dap at dilakukan dengan cara : 1. Pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat yang berupaya untuk meningkatkan pendapatan kelompok-kelompok masyarakat melalui usaha pembangunan ekonomi lokal. 2. Dari sisi lain keberhasilan upaya pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat dic irikan dengan semakin meningkatnya pendapatan dan membaiknya distribusi pendapatan dari kelompok yang diberdayakan tersebut. 3. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi harus diupayakan dapat menetes kepada kelompok sasaran. 4. Pembangunan ekonomi lokal yang mampu menyentuh kelompok lemah tidak dapat diserahkan kepada mekanisme pasar, tetapi memerlukan keberp ihakan terhadap kelompok sasaran, berupa kebijakan-kebijakan pemerintah (daerah) yang terkait dengan struktur kekuasaan.
4
Salah satu upaya menanggulangi kemiskinan khususnya di pedesaan menurut Saefuddin (2003), adalah menumbuhkembangkan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Di Indonesia LKM dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu yang bersifat formal dan informal. LKM formal terdiri dari Badan Perkreditan Rakyat (BPR), Badan Kredit Desa (BPD), dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Desa. Lembaga perkreditan desa non bank mencakup Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Unit Desa (KUD) serta pegadaian. LKM informal terdiri dari berbagai kelomp ok dan Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri (LEPMM) dan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP). Saefuddin (2003) mengatakan bahwa LKM telah lama menjadi sarana yang efektif untuk mengembangkan ekonomi rakyat dan memberdayakan rakyat kecil, disamping itu LKM merupakan pendekatan terbaik dalam menanggulangi kemiskinan, karena dapat berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan berbagai jasa keuangan, untuk kegiatan produktif maupun konsumtif bagi keluarga miskin. Persoalan masyarakat miskin dalam mengelola usaha mikro adalah permodalan. Saat ini, LKM diyakini dapat digunakan sebagai alat untuk mengatasi kemiskinan. LKM sebagai bagian dari upaya mengatasi kemiskinan tidak hanya berkaitan urusan kredit semata, namun bermuatan pula berbagai upaya pemberdayaan yang lebih luas dalam kehidupan sosial budaya. Walaupun lembaga keuangan mikro formal telah menawarkan berbagai macam jenis pinjaman, akan tetapi belum banyak mencapai sasaran yang diharapkan. Hal ini bisa disebabkan beberapa faktor, antara lain: prosedur yang berbelit-belit, persyaratan administrasi yang sangat sulit dipenuhi oleh masyarakat pedesaan, seperti harus menyediakan jaminan/agunan, proses pencairan pinjaman cukup lama, serta jarak tempat pelayanan pinjaman oleh LKM formal kepada masyarakat cukup jauh. Pemanfaatan jasa lembaga keuangan informal seperti pelepas uang, gadai gelap, maupun sistem ijon sangatlah memberatkan masyarakat karena dibebani dengan bunga pinjaman yang sangat tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah melalui Departemen Dalam Negeri yaitu Direktorat Jenderal Pembangunan Desa (Dirjen PMD) pada tahun anggran
1995/1996
melalui
Inpres
Bantuan
Pembangunan
Desa
telah
5
menyediakan dana untuk program mengembangkan masyarakat melalui Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP). Kegiatan ini selain menjadi alternatif bagi pemenuhan modal juga sebagai wadah untuk pemupukan modal masyarakat melalui tabungan dari surplus pendapatan yang diperoleh. UED-SP adalah kegiatan simpan pinjam yang diusahakan oleh pemerintah desa dan dikelola oleh masyarakat untuk kepentingan usaha-usaha ekonomi produktif masyarakat desa yang bersangkutan. Desa Koto Teluk Kecamatan Hamparan Rawang merupakan salah satu desa penerima Inpres Ban gdes di Kabupaten Kerinci, dimana untuk program UED-SP dilak sanakan pada tahun anggaran 1997/1998. Dengan modal awal sebesar Rp. 6.000.000,-. Pemanfaatan modal UED-SP dilakukan dengan pembentukan kelompok, dimana di Desa Koto Teluk kelompok dibagi berdasarkan jumlah Rukun Tetangga yang ada yaitu sebanyak tujuh kelompok. Setiap kelompok mengkoordinir anggota-anggotanya baik dalam peminjaman maupun angsuran pinjaman. Pada akhir tahun 2004, perkembangan modal mencapai Rp. Rp. 31.508.150,Dari hasil evaluasi Praktek Lapangan II, diketahui bahwa Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam belumlah memberikan hasil yang maksimal. Terbatasnya pelayanan kredit bagi anggota menyebabkan beberapa anggota merasa kecewa atas lembaga ini. Disamping itu, manajemen yang belum memadai mengakibatkan sering kali pemberian kredit/modal usaha didasarkan atas pertimbangan kedekatan ataupun kekerabatan. Hal ini tentunya sering menimpulkan kesalahpahaman antar anggota dengan pengurus yang pada akhirnya dapat berujung pada konflik dalam masyarakat itu sendiri. Walaupun bentuknya merupakan lembaga simpan pinjam, akan tetapi dalam prakteknya tidak ada masyarakat yang menyimpan uangnya di UEDSP, sehingga perkembangan kegiatan simpan pinjam ini sangat bergantung pada modal awal ditambah dengan bunga yang diperoleh dari pinjaman anggota. Bantuan modal dari UED-SP juga dirasakan belum memadai terutama bagi masyarakat yang ingin membuka usaha baru. Selama ini UED-SP di Desa Koto Teluk lebih menitikberatkan pelayanannya bagi masyarakat yang telah memiliki usaha tetap untuk pengembangan usaha. Hal ini atas pertimbangan kelancaran pembayaran pinjaman semata. Fenomena ini tentunya tidaklah kondusif bagi
6
pengembangan ekonomi lokal yang ada Desa Koto Teluk. Setiap masyarakat seharusnya diberikan kesempatan untuk memperoleh bantuan modal dari UEDSP, tidak terkecuali bagi mereka yang belum mempunyai usaha. Masalah tersebut dapat terjadi karena pengurus UED-SP belum bisa merencanakan suatu program kerja yang luwes dan sangat mementingkan pengembalian pinjaman sehingga bantuan modal hanya bisa dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja yang notabene telah memiliki usaha terlebih dahulu. Fenomena di atas sejalan dengan yang diungkapkan oleh Tonny dan Utomo (2004) bahwa kelembagaan usaha produktif skala kecil dan menengah lemah dalam: (1) merancang rencana kerja yang luwes, (2) manajemen dan administrasi secara profesio nal, (3) mengoperasikan dan melaksanakan tugastugas kelembagaan secara efektif, dan (4) melanjutkan pendanaan secara efisien dan mandiri. Belum optimalnya
UED-SP sebagai Lembaga Kredit Mikro dapat
berpengaruh pada pengembangan ekonomi lokal Desa Koto Teluk. Karena UEDSP sendiri sebagai lembaga yang menyediakan bantuan modal merupakan salah satu sumber daya saing pengembangan ekonomi lokal. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Syaukat dan Sumarti (2004) yang menjelaskan bahwa, sumber-sumber daya saing ekonomi lokal antara lain : lahan, tenaga kerja, dan modal. Pemanfaatan lahan yang ada di Desa Koto Teluk khususnya pemanfaatan sungai Batang Merao maupun lahan rawa yang ada masihlah belum optimal, selama ini pemanfaatannya sungai masih terbatas pada kegiatan kebersihan diri dan untuk pengairan lahan sawah. Padahal potensi sungai dapat dikembangkan tidak hanya terbatas pada fungsi kebersihan dan pengairan saja, akan tetapi dapat juga menjadi potensi usaha ekonomis produktif seperti usaha perikanan dengan sistem keramba. Disamping terbatasnya modal dari masyarakat, rendahnya ketrampilan masyarakat terutama dalam bidang perikanan merupakan masalah utama dalam pemanfaatan sungai Batang Merao ini. Disamping lahan, sumber daya saing pengembangan ekonomi lokal yang ada di Desa Koto Teluk adalah adanya tenaga kerja. Dari hasil Praktek Lapangan I diketahui bahwa penduduk Desa Koto Teluk termasuk ke dalam kategori struktur penduduk usia kerja. Hal ini dapat dilihat dari besarnya populasi penduduk yang
7
berusia antara 15-64 tahun yaitu sebesar 802 jiwa atau 69,25 persen. Besarnya jumlah penduduk yang berada pada usia produktif merupakan modal yang cukup potensial bagi Desa Koto Teluk dalam pembangunan desa. Untuk itu perlu adanya sebuah kajian tentang bagaimana menguatkan Lembaga Keuangan Mikro berupa kelembagaan UED-SP yang telah ada di Desa Koto Teluk agar dapat berfungsi dalam pengembangan ekonomi lokal. Terutama fungsi sebagai lembaga keuangan mikro yang mampu menyediakan bantuan modal usaha guna memanfaatkan sumber daya saing ekonomi yang ada di Desa Koto Teluk. Penguatan yang akan dilakukan juga diharapkan mampu untuk meningkatkan peran UED-SP tidak hanya sebagai lembaga keuangan desa yang dapat memberikan pelayanan optimal bagi masyarakat tapi juga sebagai lembaga pemberdayaan bagi masyarakat desa.
1.2. Masalah Kajian Dengan memperhatikan masalah yang dihadapi oleh kelembagaan UEDSP dalam pengembangan ekonomi lokal, penulis mencoba untuk merumuskan masalah kajian yaitu : Pertama, bagaimana kapasitas kelembagaan dan anggota UED-SP, Kedua, bagaimana performa Kelembagaan UED-SP, Ketiga : Bagaimana merumuskan strategi dan program penguatan kapasitas kelembagaan UED-SP dalam pengembangan ekonomi lokal.
1.3. Tujuan Kajian Kajian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis kondisi ekonomi lokal dan potensi pengembangannya. 2. Mengevaluasi program pengembangan pengembangan masyarakat. 3. Menganalisis Kapasitas Kelembagaan UED-SP. a. Menganalisis kapasitas anggota UED-SP. b. Menganalisis kapasitas pengurus UED-SP. c. Menganalisis performa kelembagaan UED-SP. d. Menganalisis usaha-usaha pengembangan UED-SP. 4. Merumuskan strategi dan program penguatan kapasitas kelembagaan UED-SP dalam pengembangan ekonomi lokal.
II. TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengembangan Masyarakat dan Konsep Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan
masyarakat
merupakan
koreksi
terhadap
proses
perencanaan pembangunan top down yang selama ini dilakukan, dimana seringkali menimbulkan kesenjangan yang lebar antara program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah dengan kebutuhan nyata masyarakat. Menurut Korten (1993), masalah pembangunan yang kritis untuk tahun 1990an bukanlah pertumbuhan, masalahnya adalah transformasi. Menurutnya transformasi ini harus menangani tiga kebutuhan pokok masyarakat global yaitu : keadilan, keberlanjutan, ketercakupan. Masalah pertama yaitu keadilan, semua orang di dunia ini harus memperoleh kesempatan untuk bekerja sehingga dia beserta keluarganya bisa hidup dengan layak. Kedua yaitu kesinambungan sumber daya alam, setiap generasi manusia harus memelihara sumber daya alam untuk generasi mendatang. Ketiga masalah partisipasi, pembangunan harus memberikan kesempatan
bagi
semua
kelompok
dimasyarakat
untuk
berpartisipasi,
menyumbang tenaga dan pikirannya. Salah satu ciri dari paradigma pengembangan masyarakat adalah pendekatan partisipasi. Pendekatan ini mendorong partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pembangunan, baik tahap identifikasi masalah dan potensi, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tahap tindak lanjut. Brokensha dan Hodge dalam Adi (2001) mengemukakan bahwa pengembangan masyarakat merupakan : Suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisifasi aktif dan jika memungkinkan, berdasarkan prakarsa komunitas. Hal ini meliputi berbagai kegiatan pembangunan tingkat distrik, baik yang dilakukan oleh pemerintah ataupun oleh lembagalembaga pengembangan masyarakat non pemerintah harus memanfaatkan gerakan koperasi dan harus dilakukan melalui kerjasama yang erat dengan lembagalembaga pemerintah setempat. Menurut Sumardjo dan Saharuddin (2005), partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila dipenuhi tiga faktor yang mendukung, yaitu: kemauan, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi.
9
Program pengembangan masyarakat haruslah dilakukan dalam kerangka keberlanjutan. Dalam konteks ini apabila pengembangan masyarakat bermaksud membangun tatanan sosial, ekonomi, dan politik baru, maka struktur dan prosesnya harus berkelanjutan. Struktur yang berkelanjutan ditandai dengan pelembagaan pelaksanaan pengembangan masyarakat tidak hanya ditingkat pelaksana proyek tetapi akhirnya beralih ke masyarakat. (Gunardi dan Sarwoprasodjo,2004). Menurut Adi (2001) sasaran pengembangan masyarakat pada dasarnya adalah
pemberdayaan
masyarakat.
Pemberdayaan
masyarakat
berarti
mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa sehingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk meng embangkan kehidupannya, tanpa ada kesan bahwa pengembangan itu adalah hasil kekuatan eksternal. Memberdayakan masyarakat berarti menempatkan masyarakat sebagai subjek sekaligus objek pembangunan. Dharmawan
(2000)
dalam
Nasdian
dan
Dharmawan
(2004)
mendefinisikan makna pemberdayaan sebagai : a process of having enough energy enabling people to expand their capabilities, to have greater bargaining power to make their own decisions, and to more easly access to a source of better living. Dari pengertian tersebut pemberdayaan mengandung makna : 1. Memperbesar peluang dalam melakukan pilihan -pilihan ekonomi dan politik. 2. Meningkatkan derajat kebebasan seseorang atau suatu komunitas tertentu dalam mengembangkan kehidupannya. 3. Meningkatkan kapasitas dalam penguasaan sumberdaya ekonomi. 4. Memiliki posisi dan kewenangan lebih besar dalam menentukan sesuatu. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya (masyarakat) dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinyanya serta berusaha untuk mengembangkannya. Selanjutnya dikatakan bahwa pemberdayaan masyarakat berarti upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain pemberdayaan adalah meningkatkan kemampuan dan memandirikan masyarakat (Mubyarto, 1999)
10
Menurut Hary Hikmat (2001), konsep pemberdayaan itu sendiri mempunyai dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan dan kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Proses ini dilengkapi dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan mandiri melalui organisasi. Kecenderungan kedua, menekankan para proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Pemberdayaan masyarakat sangat berkaitan dengan proses kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi di pedesaan dengan istilah lain pemberdayaan masyarakat identik dengan perekonomian rakyat untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Mubyarto (2000), mengatakan pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah kebijaksanaan dan program yang telah lama dikembangkan oleh pemerintah dalam membantu ekonomi rakyat sebagai kegiatan produksi bukan kegiatan konsumsi. Pemberdayaan sebagai suatu program harus tetap direncanakan secara serius dan lebih memfokuskan pada upaya-upaya yang membuat masyarakat agar lebih pandai, mampu mengembangkan komunikasi antara mereka, sehingga pada akhirnya mereka dapat saling berdiskusi secara konstruktif dan mengatasi permasalahan yang ada. Jadi tatkala agen perubahan yang berasal dari luar komunitas baik pemerintah maupun lembaga non pemerintah telah menyelesaikan programnya, maka pemberdayaan sebagai proses tetap berlangsung pada komunitas tersebut. 2.2. Pengembangan Ekonomi Lokal Menurut Syaukat dan Hendrakusumaatmaja (2004), Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) merupakan kerjasama seluruh komponen masyarakat di suatu daerah (lokal) untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, yang akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kualitas hidup seluruh masyarakat di dalam komunitas. PEL diperlukan karena selama ini daerah kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam, manusia dan sosial budaya,
11
belum termanfaatkan secara optimal dalam rangka pemerataan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Keberhasilan program PEL sangat ditentukan oleh motivasi pemerintah
Pusat/Daerah
dalam
merencanakan,
memformulasikan
dan
mengimplementasikan program-program Otonomi Daerah. Menurut Syaukat dan Hendrakusumaatmaja (2004), Pengembangan ekonomi lokal memberi kesempatan kepada pemerintah lokal, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat lokal untuk secara bersama-sama pro-aktif berusaha untuk memperbaiki dan mengembangkan lingkungan bisnisnya sehingga mereka mampu berkompetisi dengan daerah lainnya, bahkan internasional. Pengemb angan ekonomi lokal difokuskan pada upaya peningkatan daya
saing
(competitiveness),
peningkatan
pertumbuhan,
dan
restribusi
pertumbuhan tersebut melalui pembentukan usaha kecil dan menengah (SME: small and medium enterprises) dan penciptaan lapangan kerja (job creation ). Pengembangan Ekonomi Lokal pada lintasan terakhir adalah perbaikan kesejahteraan dan terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan, sedangkan kemiskinan tersebut dicirikan : rendahnya kemampuan masyarakat dalam meningkatkan penguasaan sumber daya lokal (Syaukat dan Hendrakusumaatmaja, 2004). PEL yang mampu menyentuh kelompok lemah tidak dapat diserahkan kepada mekanisme pasar, tetapi memerlukan keberpihakan terhadap kelompok sasaran berupa kebijakan pemerintah daerah dan upaya pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat, harus dilakukan dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan yaitu pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhatikan kelestarian sumber daya tersebut. Syaukat dan Sumarti (2004) menjelaskan bahwa, sumber-sumber daya saing ekonomi lokal antara lain : lahan, tenaga kerja, dan modal. Lebih lanjut Syaukat dan Sumarti (2004), mengatakan bahwa pada umumnya tingkat kepemilikan modal di desa rendah, karena banyaknya masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Ekonomi petani peasant (petani gurem) dapat ditingkatkan melalui pembentukan modal yang efektif dalam aktivitas-aktivitas tradisional. Tabungan dalam masyarakat peasant (petani gurem) bisa dilakukan dalam bentuk uang atau benda seperti : perhiasan, padi dan sebagainya. Dalam masyarakat peasant (petani gurem), asset yang dipunyai bisa
12
digolongkan dalam beberapa kategori yang tidak bisa dipertukarkan posisinya, mancakup : (1) makanan dan barang-barang; (2) barang-barang modal regular seperti sapi, logam dan; (3) kepemilikan yang lebih berharga seperti hak pemilikan lahan (Firth dan Yamey, 1969) sebagaimana dikutip oleh Syaukat dan Sumarti (2004). Berdasarkan pendapat tersebut di atas pengembangan ekonomi lokal melalui kegiatan usaha simpan pinjam sangat dipengaruhi oleh sumberdaya yang dimiliki komunitas . Menurut Sumodiningrat (1996) bahwa dalam penyaluran kredit kepada pengusaha kecil menengah harus melalui lembaga keuangan pedesaan yang sesuai dengan pola usaha masyarakatnya. Untuk itu diperlukan syarat-syarat bagi lembaga keuangan pedesaan supaya mampu berkembang, yaitu: (1) harus mencerminkan kebutuhan masyarakat; (2) mudah diawasi, dipantau dan dikelola oleh masyarakat setempat; (3) menguntungkan bagi masyarakat maupun lembaga; (4) memberikan pelayanan keuangan yang menjangkau masyarakat sesuai kondisi masyarakat setempat. Dalam hal ini pengaruh kredit pedesaan adalah sebagai berikut : (1) meningkatkan pendapatan masyarakat dilihat dari keragaman usaha, jejaring, peluang kerja dan peningkatan volume usaha; (2) memperbaiki gizi keluarga; (3 ) melepaskan masyarakat miskin dari belenggu pemberi pinjaman gelap; (4) meningkatkan posisi masyarakat dalam pasar produk maupun pasar input; (5) meningkatkan harapan akan masa depan. Menurut Syaukat dan Hendrakusumaatmaja (2004), untuk dapat mengukur keberhasilan suatu pembangunan khususnya dalam pengembangan ekonomi lokal dapat menggunakan beberapa indikator-indikator keberhasilan, yaitu : 1. Indikator Masukan Adanya kebijakan pemerintah pusat dan daerah untuk program-program terpadu yang berwawasan penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan pada instansi pemerintah, swasta, ornop dan masyarakat. Kebijakan ini haruslah ditopang dengan adanya alokasi dana dari APBN maupun Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk program-program tersebut. 2. Indikator Proses
13
Terselenggaranya kegiatan-kegiatan program penanggulangan kemiskinan sesuai dengan alokasi jadwal kegiatan dan anggaran dengan mempertimbangkan kesinambungan program. 3. Indikator Keluaran a. Indikator Penghasilan Jika penghasilan kelompok masyarakat men ingkat dari waktu ke waktu, ini menunjukkan adanya perbaikan tingkat kesejahteraan. Indikatoenya adalah pendapatan perkapita penduduk dan persentase penduduk miskin. b. Indikator Ketahanan dan Kecukupan Pangan Dapat dilihat dari sejauh mana ada peningkatan konsumsi bahan pangan, indikatornya antara lain: ketersediaan pangan yang mencukupi, distribusi pangan yang lancar dan konsumsi pangan yang memadai, serta proporsi pengeluaran rumah tangga untuk bahan bukan makanan. c. Indikator Pendidikan Indikator sektor pendidikan untuk mengukur keberhasilan penanggulangan kemiskinan adalah: partisipasi sekolah dan putus sekolah, dan proporsi orang dewasa yang buta huruf. d. Indikator Kesehatan. Indikator sektor kesehatan untuk mengukur keberhasilan antara lain: angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan dan angka harapan hidup. e. Indikator Kesempatan Kerja Indikator kesempatan kerja sebagai alat untuk mengukur keberhasilan penanggulangan kemiskinan antara lain: tingkat upah riil; proporsi tenaga kerja di sektor formal; jum lah pengangguran; tenaga kerja dibawah umur. f. Indikator Sarana dan Prasarana Indikator sarana dan prasarana yang penting adalah: ketersediaan transportasi, penerangan (listrik), informasi dan ketersedian akses untuk memperoleh air bersih, air minum, dan san itasi yang sehat. g. Indeks Pembangunan Jender Merupakan indeks yang menunjukkan upaya untuk mengurangi kesenjangan dalam pencapaian kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan. Indeks Pembangunan Jender antara lain: angka harapan hidup
14
laki-laki dan perempuan; persentase tingkat melek huruf laki-laki dan perempuan; rata-rata lamanya sekolah laki-laki dan perempuan; persentase konstribusi pendapatan laki-laki dan perempuan.
2.3. Usaha Ekonomi Desa – Simpan Pinjam Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) adalah kegiatan usaha ekonomi desa dalam bidang simpan pinjam yang diusahakan oleh pemerintah desa dan dibentuk berdasarkan hasil musyawarah desa untuk menentukan calon pengurus/pengelola UED-SP yang kemudian dibahas dalam rapat Badan Perwakilan Desa (BPD) agar mendapatkan pengesahan melalui Keputusan Desa (Dirjen PMD,1995) Tujuan dibentuknya UED-SP adalah (Dirjen PMD, 1995): 1. Menciptakan iklim permodalan yang kondusif dan mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa. 2. Memberikan pinjaman bag i masyarakat yang membutuhkan modal untuk usaha baru dan pengembangan usaha. 3. Membantu pemerintah desa dalam peningkatan sumber Pendapatan Asli Desa (PAD). 4. Mengurangi dan mengatasi praktek negatif sistem ijon, pelepas uang, gadai gelap dan kegiatan lain yang sejenis. 5. Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha bagi usaha kecil, tradisional dan usaha informal. 6. Meningkatkan pendapatan dan tabungan masyarakat desa. 7. Membantu masyarakat dalam penyediaan modal yang murah, cepat dan mudah dalam rangka menumbihkembangkan usaha ekonomi desa. 8. Memperkecil
ketergantungan
akan
dana
bantuan
pemerintah
dalam
pengembangan usaha ekonomi d esa. 9. Menciptakan jiwa kewirausahaan bagi masyarakat desa. Hak dan kewajiban anggota UED-SP diatur dalam anggaran dasar, antara lain (a) setiap anggota masyarakat yang berdomisili di desa berhak menjadi anggota UED-SP apabila memenuhi persyaratan sebagai anggota; (b) persyaratan menjadi anggota UED-SP adalah masyarakt desa yang telah membayar simpanan
15
pokok pendirian; (c) simpanan pokok pendirian untuk setiap anggota ditetapkan minimal Rp. 2000,- per anggota, dapat dibayar secara angsuran paling lama dua bulan sejak permohonan menjadi anggota; (d) simpanan pokok tidak boleh diambil pemiliknya selama yang bersangkutan menjadi anggota UED -SP ; (e) setiap peminjam pada UED-SP wajib menyetor simpanan wajib pinjam (simwapin). Besarnya simwapin ditetapkan minimal 10 persen dari pokok pinjaman; (f) simwapin dapat diambil oleh anggota setelah pinjaman lunas. Pengelola UED-SP terdiri dari : Ketua, Kasir dan Tata Usaha yang diangkat dan diberhentikan berdasarkan musyawarah LMD/BPD yang dinyatakan dengan Surat Keputusan Desa serta mempunyai masa kerja jabatan maksimal lima tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali. Besarnya honorarium pengelola ditetapkan 2,5 persen dari jumlah pokok pinjaman yang diterima. Dalam anggaran dasar dijelaskan bahwa fungsi pengawasan terhadap pengelolaan UED-SP dilakukan oleh komisaris yang beranggotakan : Ketua LKMD, Kepala Desa/Lurah dan salah satu anggota yang ditunjuk untuk mewakili anggotanya. Sumber modal UED-SP diperoleh dari : (1) modal sendiri : simpanan pokok, simpanan wajib pinjam, modal cadangan, modal gabungan, hibah; (2) modal bantuan ; berasal dari pemerintah atau bantuan pihak luar yang tidak mengikat; (3) modal pinjaman dan lembaga perbankan atau lembaga-lembaga lain serta dari masyarakat/anggota. Selanjutnya Sisa Hasil Usaha (SHU) UED-SP adalah pendapatan yang diperoleh dari hasil transaksi dikurangi dengan pengeluaran dan penyusutan barang-barang inventaris dalam satu tahun buku. Pembagian SHU ditetapkan berdasarkan anggran dasar yaitu : 25 persen untuk modal cadangan; 10 persen untuk anggota; 40 persen untuk honorarium pengelola; 10 persen untuk kontribusi pemerintahan desa; 10 persen untuk tenaga asistensi dan 5 persen untuk pendidikan pengelola UED-SP. Administrasi keuangan UED-SP menggunakan tahun buku dari 1 Januari sampai 31 Desember, dan UED-SP dapat saja dibubarkan jika terjadi kebangkrutan atau kerugian berdasarkan keinginan masyarakat melalui musyawarah BPD. 2.4. Pengembangan Kapasitas dalam Penguatan Kelembagaan Kelembagaan sosial merupakan terjemahan langsung istilah social institution. Akan tetapi ada pula yang menggunakan istilah pranata sosial untuk
16
istilah social institution tersebut, yang menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku masyarakat. Koentjaraningrat (1964) dalam Nasdian dan Utomo (2004) mengatakan pranata sosial sebagai suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi komplekskompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Bertrand (1974) dalam Nasdian dan Utomo (2004) mendefinisikan kelembagaan sosial sebagai tata abstraksi yang lebih tinggi dari group, organisasi, dan sistem sosial lainnya. Menurut Syahyuti (2003), di dalam setiap kelembagaan terdapat dua bagian yang membangun kelembagaan tersebut. Kedua bagian tersebut adalah aspek-aspek kelembagaan dan aspek-aspek organisasi. Pembedaan dalam melihat kelembagaan melalui aspek kelembagaan dan aspek organisasi bertujuan agar dapat menganalisa kelembagaan tersebut secara mendalam. Aspek kelembagaan merupakan sisi dinamis yang lebih bersifat kultural dari suatu kelembagaan, sedangkan aspek keorganisasian merupakan sisi statisnya yang lebih bersifat struktural. Jika aspek kelembagaan fokus utama kajian adalah perilaku dengan inti kajiannya adalah nilai (value), aturan (rule), dan norma (norm), maka fokus utama dari aspek keorganisasian adalah struktur dengan inti kajiannya pada peran (roles) Syahyuti (2003), mengidentifikasikan permasalahan dalam pengembangan kelembagaan, khususnya kelembagaan yang tergolong ke dalam kelembagaan yang sengaja diciptakan (enacted institution) sebagai berikut : 1. Kelembagaan yang dibangun terbatas hanya untuk memperkuat ikatan-ikatan horizontal bukan vertikal. Kelembagaan tersekat-sekat atas komoditas tertentu tanpa ada struktur yang komprehensif yang dapat menyatukan mereka dengan pihak lain yang melakukan kegiatan berbeda secara vertikal. 2. Kelembagan dibentuk untuk lebih untuk tujuan distribusi bantuan dan memudahkan kontrol dari pelaksana program, bukan untuk peningkatan sosial capital masyarakat. 3. Struktur keorganisasian yang dibangun relatif seragam dan tidak memberikan ruang pada kenyataan pluralisme yang ada di masyarakat. 4. Pembinaan yang dijalankan cenderung individual. 5. Pengembangan kelembagaan selalu mengutamakan jalur struktural dan lemah dari pengembangan aspek kultural.
17
6. Introduksi kelembagaan lebih banyak melalui budaya materialistik. 7. Kelembagaan yang baru kadang merusak kelembagaan yang telah ad a. 8. Pengembangan kelembagaan lebih merupakan jargon politik dari pada kenyataan riil dilapangan. Menurut Eade (1997) dalam Nasdian dan Utomo (2004), pengembangan kapasitas kelembagaan terfokus pada lima isu pokok berikut : 1. Pengembangan kapasitas sering digunakan secara sederhana untuk menjadikan suatu
lembaga
lebih
efektif
mengimplementasikan
proyek -proyek
pembangunan. Kelembagaan dengan demikian merupakan instrumen untuk mencapai tujuan tertentu. 2. Pengembangan kapasitas dapat juga menunjuk pada upaya mendukung organisasi untuk menjadi katalis dialog politik dan atau memberikan kontribusi dalam mencari alternatif pembangunan. Pandangan ini menekankan peran mendemokratisasikan organisasi non pemerintah dan organisasi berbasiskan masyarakat dalam “masyarakat madani”. 3. Jika pengembangan kapasitas adalah suatu cara untuk mencapai tujuan, kemudian yang dimaksudkan oleh lembaga-lembaga yang ikut serta, maka fokus pengembangan adalah mengembangkan hubungan antara struktur, proses, dan kegiatan organisasi yang menerima dukungan dan kualitas serta jumlah output dari hasil kerjanya. 4. Jika pengembangan kapasitas adalah tujuan akhir itu sendiri, maka fokusnya adalah misi organisasi yang berimbang, dan pertautannya dengan lingkungan eksternalnya, strukturnya dan aktivitasnya. 5. Jika pengembangan kapasitas adalah suatu proses penyesuaian, maka fokusnya adalah membantu mitra kerja menjadi lebih mandiri dan aktor otonom dalam hubungan jangka panjang atau penyertaan donor dan agen -agen yang relevan lainnya. Keberhasilan suatu kelembagaan dipengaruhi oleh kuatnya kepemimpinan serta adanya manajemen yang baik dalam kelembagaan tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Israel (1992) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan kekembagaan adalah:
18
1. Faktor-faktor eksogen: faktor yang mempengaruhi seluruh negara, wilayah atau sektor untuk periode tertentu, misalnya: banjir, kekeringan, peperangan,
krisis
ekonomi,
perubahan-perubahan
penting
dalam
kebijakan ekonomi. 2. Kepemimpinan individu-individu yang menonjol. 3. Manajemen yang baik mulai dari perencanaan, pengorganisasiaan, pelaksanaan serta pengawasan. 4. Komitmen. Pemberdayaan masyarakat selain meliputi penguatan individu anggota masyarakat sendiri, juga meliputi penguatan pranata. Pranata atau kelembagaan yang dimaksud baik berupa kelembagaan atau yang bersifat “badan” atau organisasi, maupun kelembagaan sosial. Kelembagaan sosial disini merupakan bentuk nyata dari pemanfaatan modal sosial serta kemandirian yang dimiliki masyarakat. Konsepsi modal sosial merupakan konsepsi yang luas, Puthnam (1993) dalam Tonny dan Utomo (2004) mendefinisikan modal sosial sebagai elemen elemen dalam masyarakat yang digunakan untuk memudahkan tindak kolektif (collective action). Elemen -elemen tersebut berupa kepercayaan (trust), norma (norm), dan jaringan (network). Ini senada dengan yang diungkapkan oleh Fedderke dkk (1999) dalam Tonny dan Utomo (2004) bahwa “modal sosial” berarti ciri-c iri dari organisasi sosial seperti jaringan, norma dan kepercayaan sosial yang memfasiltasi koord inasi dan kerja sama untuk keuntungan bersama.
2.5. Kerangka Analisis Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk memberikan kemampuan kepada masyarakat agar dapat mandiri dalam pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah. Setiap komunitas memiliki potensi atau kekuatan yang dapat didayagunakan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Tidak semua komunitas menyadari hal tersebut, khususnya kelompok miskin yang memiliki berbagai keterbatasan. Oleh karena itu diperlukan dorongan/motivasi dari pihak lain untuk memberdayakan masyarakat miskin.
19
Dari pengertian pemberdayaan yang dikemukan oleh Dharmawan (2000), pemberdayaan masyarakat
di bidang ekonomi dapat dilakukan dengan
memperbesar peluang masyarakat dalam melakukan pilihan-pilihan ekonomi dan politik serta meningkatkan kapasitas masyarakat dalam penguasaan sumberdaya ekonomi. Hal ini sejalan dengan tujuan pengembangan ekonomi lokal yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan. Kemiskinan dapat dicirikan dengan rendahnya kemampuan masyarakat dalam meningkatkan penguasaan sumber daya lokal. Salah satu sumber daya saing ekonomi lokal di samping ketersediaan lahan dan tenaga kerja adalah ketersediaan modal yang ada pada masyarakat. Rendahnya kepemilikan modal terutama di masyarakat desa, dapat diatasi dengan keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Saefuddin (2003) mengatakan bahwa keberadaan LKM telah lama menjadi sarana yang efektif untuk mengembangkan ekonomi rakyat dan memberdayakan rakyat kecil, di samping itu LKM merupakan pendekatan terbaik dalam menanggulangi kemiskinan, karena dapat berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan berbagai jasa keuangan, untuk kegiatan produktif maupun konsumtif bagi keluarga miskin. Salah satu lembaga mikro tersebut adalah Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP), yang merupakan program pemerintah untuk menggerakkan usaha ekonomi produktif di pedesaan dengan jalan membuka akses terhadap modal usaha. Tujuan pokok UED-SP diantaranya adalah menciptakan iklim permodalan yang kondusif dan mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa dan memberikan pinjaman bagi masyarakat yang membutuhkan modal untuk usaha baru dan pengembangan usaha. Jika dilihat dari derajat pencapaian tujuan pokok tersebut, maka kinerja UED-SP sebagai lembaga ekonomi lokal belum mampu memberikan pelayanan yang optimal bagi masyarakat desa terutama masyarakat ekonomi lemah. UED-SP merupakan kelembagaan yang sengaja diciptakan (enacted institution), dimana UED-SP dijadikan alat untuk menjalankan program pengembangan masyarakat dari pemerintah. Karena UED-SP adalah kelembagaan yang diintroduksikan oleh pemerintah dan bukan merupakan kelembagaan tumbuh dan berkembang dari masyarakat, menyebabkan kurangnya pemahaman
20
masyarakat tentang norma-norma dan aturan -aturan yang berlaku di UED-SP. Kurangnya pemaham an ini sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam kegiatan UED-SP. Masyarakat tidak memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai anggota UED-SP. Pemahaman yang kurang terhadap norma dan aturan UED-SP juga mengakibatkan pemanfaatan bantuan modal dari UEDSP untuk kegiatan-kegiatan yang konsumtif. Kelembagaan UED-SP sebagai lembaga keuangan desa memegang peranan yang penting dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk. Oleh karena itu diperlukan suatu lembaga yang efektif. Efektivitas lembaga dapat ditingkatkan melalui penguatan kapasitas baik secara kelembagaan maupun inidividu. Umumnya keterbatasan kapasitas individu dipengaruhi oleh aspek pengetahuan tentang norma yang berlaku pada kelembagaan UED-SP dan juga dipengaruhi oleh ketrampilan anggota dalam mengelola usahanya. Keterbatasan pengetahuan tentang norma UED-SP ini berimbas pada rendahnya partisipasi anggota pada kegiatan-kegiatan kelembagaan. Kapasitas kelembagaan (aspek Keorganisasian) dapat ditinjau melalui manajemen yang dijalankan oleh kelembagaan tersebut dan bagaimana kepemimpinan suatu kelembagaan itu. Agar kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam dapat berkembang dan melaksanakan fungsinya dalam pengembangan eko nomi lokal, maka harus diupayakan penguatan kelembagaan dengan memperhatikan dan memanfaatkan modal sosial dan faktor sosio-kultural serta struktur yang ada di masyarakat. Untuk memujudkan hal tersebut diperlukan program pemberdayaan masyarakat yang didukung partisifasi masyarakat itu sendiri. Keberhasilan program
pengembangan
kelembagaan
UED-SP
ini
diharapkan
dapat
meningkatkan keberdayaan masyarakat baik secara institusional dan individual. Berdasarkan uraian diatas, maka alur kerangka pemikiran yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka Pikir Penguatan Kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto Teluk Kecamatan Hamparan Rawang Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi Tahun 2005
Kapasitas Kelembagaan 1. Karakteristik Pengurus 2. Manajemen 3. Kepemimpinan
Performa Organisasi 1. Perkembangan Modal 2. Perkembangan Anggota 3. Perkembangan Jenis Kegiatan
Potensi Ekonomi Lokal
Kelembagaan UED-SP
Kapasitas Anggota 1. Karakteristik 2. Pengetahuan 3. Ketrampilan
Performa Anggota 1. Tingkat Partisipasi 2. Pemanfaatan Modal
Keberdayaan Kelembagaan 1. Kemandirian 2. Internalisasi Norma PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UEDSP DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Pengembangan Ekonomi Lokal
Modal Sosial
III.
METODE KAJIAN
3.1. Tipe Kajian Tipe kajian yang digunakan dalam kajian ini adalah tipologi Kajian Deskripsi. Menurut Sitorus dan Agusta (2004) kajian deskripsi merupakan kajian yang mendokumentasikan suatu kejadian/gejala sosial secara lengkap, rinci dan mendalam. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan Subyektif Mikro. P endekatan ini sangat tepat digunakan karena pendekatan kajian ini lebih menekankan pada pola perilaku, tindakan dan interaksi sosial serta mempelajari tentang persepsi, keyakinan dan ragam segi konstruksi realitas sosial. Disamping itu pendekatan ini mengharuskan interaksi langsung antara peneliti dan yang diteliti untuk mendapatkan suatu pemahaman yang holistic dan mendalam. 3.2. Lokasi dan Waktu Kajian 3.2.1. Lokasi Kajian Lokasi penelitian adalah di Desa Koto Teluk Rawang Kecamatan Hamparan Rawang Kabupaten Kerinci. Pemilihan lokasi ini di dasarkan: 1. Di Desa Koto Teluk pernah dilakukan Praktek Lapangan I, yaitu pada tanggal 10 s/d 30 Nopember 2004, dan Praktek Lapangan II selama dua minggu, yaitu pada tanggal 21 Pebruari s/d 5 Maret 2005. 2. Hasil dari kegiatan tersebut diperoleh data mengenai peta sosial dan evaluasi program pengembangan masyarakat yang sudah dilaksanakan. Dari evaluasi program pengembangan masyarakat pada Praktek Lapangan II tersebut, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk. 3. Luas lahan sawah tadah hujan tergolong kecil (24 hektar/ha) dibandingkan dengan desa-desa lain, sedangkan sebagaian besar penduduknya masih mengandalkan sektor pertanian padi sawah sebagai mata pencaharian. Melihat kondisi ini maka perlu adanya pengembangan ekonomi lokal yang tidak terlalu tergantung pada pertanian padi sawah. 4. Di Desa Koto Teluk terdapat banyak sumber daya lokal dan modal sosial yang dapat dikembangkan dalam mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat.
23
3.2.2. Waktu Kajian Penelitian telah dimulai sejak Praktek Lapangan I berupa Pemetaan Sosial pada bulan November 2004. Pemetaan sosial ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang permasalahan sosial yang ada di Desa Koto Teluk melalui pengamatan mengenai situasi sosial, budaya, ekonomi, dan ekologi serta demografi di lokasi kajian. Praktek Lapangan I ini dilanjutkan dengan Praktek Lapangan II berupa Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat pada bulan Pebruari 2005. Kegiatan ini mengevaluasi program pengembangan masyarakat yang telah ada untuk mengetahui efektivitas program bila ditinjau dari pengembangan ekonomi lokal, pengembangan modal dan gerakan sosial, dan dari segi kebijakan sosial. Kajian Pengembangan Masyarakat berlangsung pada bulan Juli sampai Agustus 2005. Setiap tahap kajian dilaksanakan saling melengkapi dan berkesinambungan, artinya data yang diperoleh dalam praktek lapangan pertama dan kedua serta kajian akhir dipadukan dalam penyusunan laporan kajian. 3.3. Data dan Metode Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data Dan Sumber Data Berdasarkan sumber data penelitian, data dapat dibagi menjadi dua yaitu: Data Primer, yaitu data yang berasal dari responden dan informan mengenai masalah penelitian, dan : Data Sekunder, berupa data mengenai monografi desa, data-data kependudukan serta data-data statistik lainnya. Responden dan informan ditentukan dan dipilih berdasarkan teknik penarikan sampel secara tidak acak (non probability sampling) dengan tujuan tertentu sesuai dengan kepentingan kajian yaitu memperoleh data yang akan dikaji secara akurat dan mendalam dalam waktu yang tidak terlalu lama. Yang dijadikan responden dalam kajian ini adalah pengurus UED-SP dan anggota UED-SP. Pengurus UED-SP yang dijadikan responden adalah pengurus UED-SP tingkat desa yaitu ketua, sekretaris dan bendahara serta pengurus UEDSP ditiap-tiap RT yang ada. Responden dalam kajian ini juga berasal dari anggota UED-SP. Di mana dalam kajian ini ditentukan sebanyak 12 responden yang sengaja dipilih karena dirasa dapat mewakili kondisi 319 anggota yang ada. Pemilihan anggota kelompok yang dijadikan responden berdasarkan latar
24
belakang keragaman usaha para anggota, keterwakilan gender, serta yang bersangkutan ada di tempat ketika penelitian dilakukan. Selain itu responden juga diambil dari anggota UED-SP yang tidak pernah meminjam pada UED-SP. Jumlah seluruh responden dalam kajian ini adalah 22 (dua puluh dua) responden. Sedangkan yang menjadi informan dalam kajian ini adalah pihak-pihak lain yang mengetahui tentang permasalahan UEDSP dan ekonomi lokal seperti para tokoh masyarakat dan aparat pemerintahan d esa dan kecamatan. 3.3.2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dipakai dalam kajian ini adalah : 1. Pengamatan Berperan Serta Pengamatan berperan serta mempersyaratkan interaksi sosial peneliti dan subjek penelitian secara langsung dalam lingkungan subjek penelitian. Pengamatan berperan serta digunakan karena membuka kemungkinan untuk: (a) melihat, merasakan, memaknai dunia, peristiwa dan gejala sosial menurut subjek penelitian, dan (b) pembentukan pengetahuan bersama (Sitorus dan Agusta, 2004) 2. Wawancara mendalam. Wawancara mendalam merupakan proses temu muka berulang-ulang antara peneliti dan subjek penelitian. Melalui cara ini, peneliti hendak memahami pandangan subjek penelitian tentang hidupnya, pengalamannya, dan situasi sosial. Wawancara mendalam berlangsung dalam suasana kesetaraan, akrab, dan informal. 3. Diskusi Kelompok. Diskusi dengan responden dan informan ataupun masyarakat untuk mendapatkan data tentang permasalahan, potensi dan alternatif pemecahan masalah bagaimana menguatkan kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam di Desa Koto Teluk . 4. Studi Dokumentasi. Merupakan penulusuran data sekunder yang diperoleh dari sumber seperti dokuman yang ada pada kelompok UED-SP, monografi desa, kecamatan dalam angka, juga laporan lainnya yang diperoleh dari instansi terkait.
25
Berdasarkan tujuan kajian, data yang dibutuhkan, sumber data dan pengumpulan data dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Metode Pengumpulan Data pada Kajian Penguatan Kelembagaan UED-SP di Desa Koto Teluk Tahun 2005
No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tujuan Mengidentifikasi potensi-potensi yang ada di Desa Koto Teluk dalam rangka pengembangan ekonomi lokal Mengevaluasi program pengembangan masyarakat
Jenis Data 1. Sumber Daya Alam 2. Sumber Daya Manusia 3. Kelembagaan Ekonomi 1. Deskripsi program 2. Dampak program 3. Jangkauan program 1. Karakteristik Anggota. 2. Pengetahuan. 3. Ketrampilan 1. Kapasitas pengurus 2. Kepemimpinan 3. Manajemen 1.Kegiatan pengembangan Kelembagaan. 2.Hambatan pengembangan
Bagaimana Kapasitas Anggota Kelembagaan UEDSP Bagaimana Kapasitas Pengurus kelembagaan UEDSP Menganalisis Usaha-usaha yang Telah Dilakukan Untuk Mengembangkan Kelembagaan UED-SP. Bagaimana Meru- 1.Analisis faktor muskan program internal (kekuatan penguatan kapasitas dan kelemahan) kelembagaan UED- 2.Analisis faktor SP dalam pengemeksternal bangan ekonomi (Kesempatan dan lokal ancaman)
Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data Obs W SD DK
Pengurus & anggota UEDSP , tokoh masyarakat, aparat desa
v
v
v
v
Pengurus/pelaks ana program, anggota masyarakat tokoh masyarakat, Pengurus, anggota, tokoh masyarakat, aparat desa Pengurus, anggota, tokoh masyarakat, aparat desa Pengurus UEDSP
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
-
v
v
v
-
v
-
v
Pengurus, anggota, stake holder
Untuk memudahkan mendapatkan data yang lengkap , maka disusun variabel dan indikator kajian berdasarkan konsep-konsep yang digunakan dalam kajian ini. Konsep, variabel dan indikator kajian dapat ditunjukkan pada Tabel 2.
26
Tabel 2. Konsep, Variabel dan Indikator Kajian pada Kajian Penguatan Kelembagaan UED-SP di Desa Koto Teluk Tahun 2005 No
Konsep
1.
Potensi Ekonomi Lokal
2.
Kapasitas Kelembagaan
3.
Kapasitas Anggota
4.
Performa Kelembagaan
5.
Keberdayaan Kelembagaaan
Variabel a. Sumber daya saing ekonomi lokal b. Potensi pengembanga n a. Karakteristik Pengurus b. Manajemen Organisasi
Indikator - luas lahan produktif - kualitas dan kuantitas tenaga kerja - kepemilikan modal
- tingkat pendidikan, status sosial & ekonomi. - hubungan kerja di dalam & luar kelompok - norma/aturan yang ada dalam lembaga: aturan perguliran dana aturan penerimaan anggota mekanisme pengambilan keputusan a. Karakterisitik - pendidikan, jenis usaha, jumlah modal, Anggota tenaga kerja. b. Pengetahuan - pengetahuan tentang jenis usaha, bantuan c. Ketrampilan modal, mekanisme pengembaliannya, pengembangan usaha a. Perkembangan - meningkatnya jumlah modal dan Modal pergulirannya b. Perkembangan - menurunnya jumlah tunggakan Anggota - meningkatnya jumlah simpanan c. Perkembangan - meningkatnya jumlah anggota Kegiatan - adanya perencanaan kegiatan - adanya indikator keberhasilan dari kegiatan tersebut - adanya pelaksanaan dari kegiatan yang telah direncanakan - pelaksanaan pengelolaan perguliran dana - penangangan permasalahan organisasi - adanya evaluasi terhadap perguliran dana - adanya evaluasi terhadap pelayanan kepada anggota - adanya pelaporan yang transparan a. Kemandirian - mampu terlepas dari tekanan top down b. Partisipasi - mampu mengumpulkan dan mengelola c. Keberlanjutan modal secara mandiri - mampu membuat aturan dalam mengatasi permasalahan. - mampu mengambil keputusan - mampu membangun jejaring kerja baik dengan individu maupun lembaga lainnya. - Mampu berkoordinasi dengan instansi terkait - Meningkatnya Partisipasi anggota dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan.
27
3.3.3. Analisis Data Menurut Miles dan Huberman (1992) dalam Sitorus dan Agusta (2004), analisis data kualitatif dilakukan melalui tiga alur : reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. 1. Reduksi Data Dengan kondisi data yang diperoleh dari lapangan yang jumlahnya tidak terbatas, maka peneliti harus melakukan reduksi, yaitu hanya memilih hal-hal pokok dan tema-tema yang relevan dengan fokus kajian. Data yang direduksi itu akan memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil kajian dan dapat membantu dalam kode-kode tertentu. 2. Penyajian Data Yaitu menyajikan data dalam bentuk matriks, network dan sebagainya yang memungkinkan data hasil kajian tidak tercampur dengan setumpuk data yang belum diolah. 3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Yaitu upaya untuk mencari pola, model, tema atau hal-hal yang sering muncul sehingga di dapat suatu kesimpulan yang semakin lama menjadi semakin jelas seiring dengan semakin banyak data yang diperoleh. 3.4. Penyusunan Program Kerja Dalam melakukan penyusunan program kerja penguatan kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam dalam pengembangan ekonomi lokal digunakan pendekatan partisipatif, karena pemberdayaan masyarakat sebagai strategi pembangunan bukanlah ketergantungan melainkan kemandirian masyarakat. Data yang diperoleh dari wawancara, observasi maupun studi dokumentasi, dibahas pada diskusi-d iskusi kelompok pada tingkat Rukun Tetangga (RT). Diskusi kelompok di tingkat RT dihadiri oleh para pengurus UED-SP tingkat RT, ketua RT dan anggota UED-SP. Diskusi kelompok ini dilaksanakan setelah kegiatan pengajian rutin yang diadakan oleh tiap RT. Hasil d iskusi kelompok pada tingkat RT ini dibawa dalam diskusi pada tingkat desa. Teknik yang digunakan adalah diskusi kelompok terfokus (Focus Discussion Group ) dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait. Diskusi
28
kelompok terfokus ini dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 2005 di Mesjid Al Falah Koto Teluk. Pihak-P ihak yang terlibat dalam Fokus Group Discussion adalah para responden serta informan dalam kajian ini, yang terdiri dari: 1. Pengurus Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam 2. Anggota Usaha Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam. 3. Aparat Pemerintahan Desa 4. Tokoh Masyarakat Secara ringkas tahapan yang akan dilakukan dalam perencanaan strategi dan program partisipatif adalah sebagai berikut 1. Mengidentifikasi potensi dan permasalahan UED-SP serta menampung pendapat dan saran dari berbagai stakeholder guna menentukan masalah prioritas 2. Melakukan Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunies, Treaths (SWOT), dengan tahapan: a. Mengidentifikasi faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) UED-SP yang selanjutnya dikonfirmasikan dengan masyarakat dalam forum diskusi kelompok terfokus. b. Mendiskusikan rencana strategi dengan menggunakan analisis matriks SWOT bersama masyarakat. c. Mendiskusikan strategi prioritas yang dapat merangkum alternatif strategi yang telah dihasilkan bersama masyarakat. d. Menyusun rencana program dan kegiatan secara partisipatif.
IV. PETA SOSIAL DESA KOTO TELUK Dalam
pelaksanaan
kegiatan
pengembangan
masyarakat
terutama
penguatan kelembagaan, posisi suatu kelembagaan dalam peta sosial komunitas menjadi faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat tersebut. Peta sosial suatu komunitas dibutuhkan sebagai bahan masukan dalam memahami aspek-aspek kehidupan masyarakat yang mempunyai keterkaitan dengan upaya pengembangan masyarakat. Aspek aspek tersebut meliputi data kependudukan, sistem ekonomi, struktur masyarakat, organisasi/kelembagaan, dan sumber daya lokal. Agar aspek-aspek kehidupan masyarakat yang mempunyai keterkaitan dengan subjek kajian dan dapat terpantau secara menyeluruh dalam peta sosial komunitas Desa Koto Teluk, maka hal-hal yang harus dipetakan meliputi kondisi geografis-administratif, kondisi demografis, kondisi sistem ekonomi, kondisi kelembagaan, dan struktur komunitas. Dengan demikian peta sosial tersebut dapat digunakan untuk menganalisa bagaimana dimensi-dimensi geografis, demografis, sosial dan ekonomi yang ada masyarakat mempunyai keterkaitan dengan upaya penguatan
kelembagaan
Usaha
Ekonomi
Desa
Simpan
Pinjam
dalam
Pengembangan Ekonomi Lokal. 4.1. Lokasi Desa Desa Koto Teluk merupakan salah satu desa yang berada dalam Kecamatan Hamparan Rawang yang merupakan salah satu kecamatan pemekaran di Kabupaten Kerinci. Terletak diketinggian 1.500 meter diatas permukaan laut, Desa Koto Teluk merupakan salah satu desa di Kecamatan Hamparan Rawang yang rawan akan bencana banjir. Hal ini dimungkinkan karena letaknya yang berada di pinggir sungai Batang Merao, Kecamatan Hamparan Rawang sendiri merupakan daerah yang berada dilembah Kerinci. Desa Koto Teluk terbagi atas empat dusun dan terdiri dari tujuh Rukun Tetangga (RT). Dilihat dari letak atau kedudukan, Desa Koto Teluk berbatasan dengan : 1. Sebelah Timur dengan
: Desa Simpang Tiga
2. Sebelah Barat dengan
: Desa Cempaka Putih
3. Sebelah Utara dengan
: Desa Kampung Diilir/Sungai Batang Merao
30
4. Sebelah Selatan dengan
: Desa Dusun Diilir
Jarak Desa Koto Teluk dengan Ibu Kota Kecamatan dan Kabupaten relatif dekat, jarak antara Desa Koto Teluk dengan Ibu Kota Kecamatan hanyalah 0,5 km, sedangkan jarak ke Ibu Kota Kabupaten adalah 2 km. Sarana perhubungan yang dipakai adalah angkutan desa dan sarana ojek motor dengan ongkos bervariasi antara Rp. 1.000 sampai Rp. 2.000. Letak Desa Koto Teluk secara geografis dan administratif yang dekat dengan pusat pemerintahan dan perdagangan, sangat menguntungkan bagi program pengembangan ekonomi lokal khususnya penguatan kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam, karena: (1) Terjangkaunya lembaga-lembaga pemerintahan baik tingkat kecamatan maupun kabupaten yang dapat dijadikan mitra dalam pengembangan ekonomi lokal melalui penguatan kelembag aan UED-SP. (2) Tersedianya sarana transportasi dan informasi yang dapat mempermudah kegiatan penguatan kelembagaan ekonomi lokal dalam pengembangan ekonomi lokal. (3) Akses terhadap pasar semakin dekat yang memungkinkan pemasaran suatu produk semakin cepat dan terjangkau. (4) Semakin terbukanya kesempatan UED-SP untuk membentuk jejaring kerja dengan lembaga keuangan lainnya seperti bank ataupun koperasi. 4.2. Masalah Sosial Berdasarkan hasil pemetaan sosial yang telah dilakukan di Desa Koto Teluk diketahui bahwa bahwa permasalahan sosial yang ada adalah masalah kemiskinan. Hal ini bisa dilihat dari jumlah keluarga miskin yang ada yaitu sebanyak 27 keluarga, wanita rawan sosial ekonomi sebanyak 40 orang dan lanjut usia terlantar sebanyak 44 orang. Karakteristik dari masalah kemiskinan pada umumnya sama seperti di daerah-daerah lain yaitu seperti kondisi perumahan yang tidak memenuhi standart kesehatan, pendapatan yang rendah, pendidikan yang rendah dan juga tingkat kesehatan yang rendah pula. Permasalahan kemiskinan ini sebenarnya telah dirasakan oleh masyarakat sejak lama, namun pada tahun 1998 setelah Indonesia dilanda krisis multidimensi semakin memperburuk kondisi masyarakat kecil. Penanganan penduduk miskin menjadi semakin sulit bukan hanya karena mereka yang paling miskin, terbelakang, terpencil dan sebagian penderita masalah sosial. Tetapi juga karena
31
kemunculan penduduk miskin baru yang semakin terpuruk, tidak berdaya serta tidak memiliki katahanan sosial dalam menghadapi dampak sosial krisis ekonomi. Fenomena kemiskinan ini menjadi hal yang menarik di Desa Koto Teluk, disamping karena jumlahnya yang relatif banyak, akan tetapi juga merupakan pengulangan masalah yang sebenarnya pernah terjadi beberapa tahun yang lalu. Sebelum tahun 1990, jumlah penduduk miskin yang ada Desa Koto Teluk cukup besar. Akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan adanya pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) baik yang legal maupun illegal ke Malaysia. Dengan adanya kesempatan kerja ini sebagian masyarakat mencoba mengadu nasib ke Malaysia. Akan tetapi setelah adanya kebijakan Pemerintah Malaysia yang memulangkan para TKI terutama TKI illegal menyebabkan jumlah pengangguran bertambah yang mengakibatkan penduduk miskin di Desa Koto Teluk menjadi membengkak kembali. Hal ini terjadi karena para TKI tersebut tidak mempunyai kebiasaan menabung. Penghasilan yang mereka peroleh selama bekerja di Malaysia sebagian besar mereka pergunakan untuk kegiatan yang konsumtif, seperti pembelian perabotan rumah tangga maupun pembangunan rumah itu sendiri. Sisi positif dari kebiasaan ini adalah hampir tidak ditemukan adanya rumah-rumah yang tidak layak huni di Desa Koto Teluk, sehingga sepintas terlihat bahwa perekonomian masyarakat Desa Koto Teluk sudah cukup baik. Padahal bila ditelusuri lebih jauh banyak diantara masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap. Walaupun demikian ada diantara para TKI tersebut yang dapat menjalan usaha lain berkat tabungannya selama bekerja di Malaysia, akan tetapi jumlahnya relatif kecil. Peningkatan jumlah penduduk miskin akibat krisis ekonomi menunjukkan bahwa semakin meningkatnya ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti untuk kebutuhan makan (pangan), pakaian (sandang), pendidikan dan kesehatan. Kondisi ini mengakibatkan semakin meningkatnya permasalahan sosial lainnya yang terkait erat dengan keterbatasan ekonomi keluarga seperti anak terlantar maupun anak cacat terlantar.
32
4.3 Kependudukan Komposisi penduduk Desa Koto Teluk berdasarkan jenis kelamin dan usia dapat dilihat pada Gambar 2.
70 + 65 - 69 60 - 64
?
?
55 - 59 50 - 54 45 - 49 40 - 44 35 - 39 30 - 34 25 - 29 20 - 24 15 - 19 10 - 14 5-9 0-4
8
7
6
5
4
3
2
1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 2 Piramida Penduduk Desa Koto Teluk berdasarkan Usia dan Kelamin Tahun 2004.
Komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin sangat penting bagi analisis -analisis kependudukan terutama bagi analisis ekonomi, dimana dari komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan umur kita dapat melihat jumlah penduduk usia kerja dan rasio beban tanggungan yang sangat berhubungan dengan analisis ekonomi. Jumlah penduduk ini sangat berpengaruh terhadap tekanan penduduk terhadap sumber daya yang ada di suatu lokasi. Fenomena dimana pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, sedangkan sumber daya alam yang ada menurun, akan mengakibatkan terjadinya kondisi kemiskinan. Dari Gambar 2 terlihat bahwa penduduk usia kerja (usia produktif) persentasenya lebih besar, keadaan ini diikuti dengan penciutan kelompok penduduk usia kurang dari 15 tahun. Hal ini berarti akan menurunnya rasio beban tanggungan umur muda. Ini terjadi seiring dengan mengecilnya besar keluarga
33
dan kemungkinan kualitas tenaga kerja yang terbentuk akan meningkat. Kondisi ini dimungkinkan karena dengan kecilnya keluarga, pengeluaran untuk keperluan sandang maupun pangan menjadi berkurang, sehingga pengeluaran yang ada lebih diarahkan bagi peningkatan pendidikan maupun kesehatan masyarakat. Keadaan ini diharapkan dapat mendorong perkembangan ekonomi suatu wilayah. Kondisi ini juga kondusif untuk berkurangnya fenomena kemiskinan dikalangan penduduk terutama dalam mengatasi kecilnya modal usaha yang ada di masyarakat. Penduduk Desa Koto Teluk termasuk kedalam kategori struktur penduduk usia kerja. Hal ini dapat dilihat dari besarnya populasi penduduk yang berusia antara 15-64 tahun yaitu sebesar 802 jiwa atau 69,25 persen. Besarnya jumlah penduduk yang berada pada usia produktif merupakan modal yang cukup potensial bagi desa dalam pembangunan desa. Dan jika dilihat rasio antara perbandingan antara laki-laki dengan perempuan maka akan diperoleh angka 93,32. Artinya jumlah penduduk perempuan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Hal ini dapat dimanfaatkan karena perempuan di samping lebih banyak berperan dalam kegiatan kesejahteraan keluarga Tabel 3. Komposisi Penduduk Desa Koto Teluk Berdasarkan Umur Tahun 2004 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Komposisi Umur (tahun) 0-4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 - 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 – 69 70 + Jumlah
Jenis kelamin Perempuan Laki-laki (jiwa) (jiwa) 48 41 51 49 46 45 40 37 60 70 62 76 45 50 49 36 34 37 41 36 29 27 26 20 18 13 22 8 28 16 599 559
Sumber : Data Desa Koto Teluk Tahun 2004.
Jumlah (jiwa) 89 100 91 77 130 138 95 85 71 77 56 46 31 30 46 1158
Ratio laki-laki per 100 perempuan 85,41 98,00 97,82 92,50 116,66 122,58 111,11 73,46 108,82 87,80 93,10 76,92 72,22 36,36 57,14 93,32
34
Rasio beban ketergantungan penduduk pada masyarakat Des a Koto Teluk yaitu sebesar 44,38. Hal ini mengindikasikan bahwa tiap seratus orang yang produktif harus menanggung sekitar 45 orang yang tidak produktif. Rasio beban ketergantungan ini akan sangat berpengaruh bagi masyarakat terutama bagi keluarga yang penghasilannya relatif kecil. Dan jika kita perhatikan rasio beban ketergantungan di Desa Koto Teluk yang relatif kecil, maka seharusnya masyarakat desa bisa terlepas dari masalah kemiskinan. Akan tetapi karena rendahnya penghasilan dan angka penggangguran yang cukup tinggi (dari 802 penduduk pada usia produktif, baru 376 jiwa yang telah memiliki pekerjaan) menyebabkan masih banyak keluarga yang tergolong keluarga pra sejahtera (27 keluarga). Hal ini disebabkan para penduduk yang secara usia termasuk produktif akan tetapi belum berproduksi atau bekerja. Penyerapan tenaga kerja usia produktif merupakan salah satu tujuan dari pengembangan ekonomi lokal. 4.4. Sistem Ekonomi 4.4.1. Mata Pencaharian Pokok Mata pencaharian pokok penduduk Desa Koto Teluk sangatlah beragam, mulai dari sektor pertanian, perdagangan sampai pada sektor jasa. Akan tetapi sektor pertanian masih merupakan mata pencaharian yang paling banyak digeluti oleh penduduk Desa Koto Teluk. Untuk jelasnya komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat dari T abel 4. Tabel 4. Komposisi Penduduk Desa Koto Teluk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok Tahun 2004 Mata Pencaharian
1.
Petani
87
2.
Buruh Tani
45
17,37
3.
PNS/ABRI
41
15,83
4.
Peternakan
10
3,86
5.
Perdagangan
33
12,74
6.
Jasa
10
3,86
7.
Bidang Transportasi
21
8,11
8.
Pensiunan
12
4,63
Jumlah
259
Sumber : Data Desa Koto Teluk Tahun 2004.
Jumlah KK
Persentase (%) 33,60
No
100,00
35
Dari Tabel 4 terlihat bahwa sebagian keluarga di Desa Koto Teluk masih bergerak sektor pertanian sebag ai mata pencaharian pokok. Persentase penduduk Desa Koto Teluk yang berprofesi sebagai petani dan buruh tani adalah sebesar 50,59 persen. Hal ini tentulah bertolak belakang dengan luas lahan pertanian di Desa Koto Teluk berupa sawah tadah hujan yang hanya seluas 24 ha. Kecilnya lahan pertanian yang ada menyebabkan terjadinya pola penghasilan ganda terutama pada masyarakat yang berprofesi sebagai petani ataupun buruh tani. Pada saat tertentu para petani ataupun buruh tani juga berprofesi sebagai buruh bangunan ataupun tukang ojek. Kondisi
ini
menyebabkan
rendahnya
pendapatan
pada
sebagian
masyarakat Desa Koto Teluk yang berpengaruh pula kepada tingkat kesejahteraan keluarga. Berdasarkan hasil pendataan BKKBN, penggolongan penduduk jika didasarkan pada tingkat kesejahteraan keluarga dapat dillihat pada Tabel 5. Tabel 5. Penggolongan Keluarga di Desa Koto Teluk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan Tahun 2005 No
Kategori Keluarga
Jumlah
Persentase
Keterangan
1.
Pra-Sejahtera
27
8,58
Pengkategorian ber-
2.
Sejahtera I
43
13,65
dasarkan pendapatan,
3.
Sejahtera II
149
47,30
kepemilikan,
4.
Sejahtera III
72
22,85
partisipasi, jaringan
5.
Sejahtera III plus
24
7,62
315
100,00
dan pendidikan
Sumber: daftar isian data dasar profil Desa Koto Teluk tahun 2005.
Dari tabel 5 terlihat bahwa 8,58 persen keluarga yang ada di Desa Koto Teluk adalah keluarga miskin yang membutuhkan adanya bantuan untuk dapat keluar dari belenggu kemiskinan. Pemberian akses ekonomi seperti kesempatan mendapatkan modal dapat membantu keluarga miskin
dalam mengatasi
permasalahan ekonomi mereka. 4.4.2. Pengembangan Ekonomi Lokal Konsep ekonomil lokal terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi fenomena ekonomi dan dimensi lokal. Fenomena ekonomi menunjuk pada gejala bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya terhadap jasa dan
36
barang langka. Cara yang dimaksud di sini berkait dengan semua aktivitas yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi jasa-jasa dan barang-barang langka. Dimensi lokal menunjuk tidak hanya pada kesatuan wilayah geografis, namun juga kesatuan entitas basis sosial untuk tindakan kolektif. Di tingkat lokal tersebut terdapat tiga entitas basis sosial, yaitu: lokalitas, komunitas, dan kelompok. Dengan demikian konsep ekonomi lokal mencakup seluruh aktivitas ekonomi yang berlangsung di masyarakat. Perkembangan ekonomi lokal tidak terlepas dari pengaruh eksternal yaitu konteks geografis yang lebih besar seperti propinsi, nasional atau bahkan internasional. Serta pengaruh internal, yaitu dinamika ekonomi yang berlangsung ditingkat komunitas, kelompok, maupun pelaku rumah tangga. Pembangunan ekonomi lokal menekankan pada pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam secara optimal untuk mengembangkan ketenagakerjaan dan menciptakan kesejahteraaan masyarakat di suatu lokalitas tertentu. Syaukat dan Sumarti (2004) menjelaskan bahwa, sumber-sumber daya saing ekonomi lokal antara lain : lahan, tenaga kerja, dan modal. Sumber-sumber daya saing yang ada di Desa Koto Teluk adalah : 1. Sumber Daya Alam Lahan merupakan sumber daya alam yang paling dapat dikontrol oleh komunitas. Seluruh produksi bisa terjadi dimana saja, tetapi membutuhkan tetapi tetap membutuhkan lokasi khusus. Semenjak tanah kemudian menjadi suatu sumberdaya ekonomi yang penting, kontrol terhadap tanah dan lahan menjadi sangatlah penting. Sumber daya alam yang dapat digunakan dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk adalah: Pertama, sumber daya alam berupa sawah tadah hujan. Luas lahan sawah tadah hujan di Desa Koto Teluk adalah sebesar 24 hektar. Hal ini tidaklah sebanding dengan jumlah penduduk yang bermata pencaharian petani. Sistem kepemilikan bersama atas lahan pertanian menyebabkan satu lahan sawah tertentu digarap secara bergantian oleh beberapa keluarga yang memilikinya. Sistem pengairan yang belum optimal mengakibatkan sebagian besar sawah yaitu sekitar delapan hektar hanya dapat sekali panen pada satu tahun. Ketergantungan yang besar pada curah hujan, mengakibatkan lahan
37
tersebut terbengkalai pada musim kemarau dan hanya dijadikan tempat para peternak mencari pakan ternak selain dilahan rawa. Kedua, sumber daya alam berupa sungai. Di Desa Koto Teluk terdapat sebuah sungai yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat bagi kegiatan usaha ekonomis produktif. Selama ini sungai Batang Merao dimanfaatkan untuk kepentingan mandi, cuci dan kakus (MCK) saja, akan tetapi sedikit demi sedikit fungsi sungai sebagai tempat MCK sudah mulai berkurang. Disamping karena adanya kesadaran akan pentingnya kebersihan akan air yang dikonsumsi, air yang ada di sungai Batang Meraopun sudah tidak layak digunakan untuk kep erluan MCK. Batang Merao airnya sudah tidak bersih dan jernih lagi, karena banyaknya warga disepanjang sungai yang memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan sampah. Sungai sekarang lebih banyak dimanfaatkan untuk memandikan hewan ternak saja seperti kuda, kerbau, sapi dan itik. Sekitar tahun 2001, di Desa Koto Teluk pernah dilaksanakan budidaya ikan dengan menggunakan sistem keramba. Akan tetapi usaha ini tidak terlalu membuahkan hasil yang optimal. Tercemarnya sungai Batang Merao menyebabkan ikan yang dipelihara mati dan masyarakat mengalami gagal panen. Disamping itu, pengikisan yang terjadi di tebingtebing sungai mengakibatkan keramba-keramba milik masyarakat akan hanyut jika terjadi curah hujan yang cukup besar. Hambatan ini menyebabkan potensi sumber daya alam berupa sungai belum dimanfaatkan bagi kegiatan usaha ekonomis produktif. Ketiga, sumber daya alam berupa lahan rawa. Luas lahan rawa yang ada di Desa Koto Teluk berkisar empat hektar, yang terdapat diperbatasan dengan desa Simpang Tiga. Keberadaan lahan rawa ini belum dimanfaatkan bagi pertanian sawah karena keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang bagaimana bercocok tanam di lahan rawa. Sistem pertanian yang masih tradisional dalam mengolah lahan tidak cocok diterapkan pada lahan rawa ini. Karena dari berbagai penuturan petani yang pernah mengolah lahan rawa ini, biaya yang dikeluarkan untuk mengolah lahan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Kondisi ini mengakibatkan terlantarnya lahan rawa tersebut. Akan tetapi lahan rawa ini justru merupakan lahan bagi para peternak
38
khususnya sapi untuk memperoleh pakan tambahan bagi ternaknya. Sistem peternakan sapi yang tradisional dengan sistem gembala yang membutuhkan lahan penggembalaan yang luas, menyebabkan peternakan sapi di Desa Koto Teluk mengalami kemacetan. Masyarakat belum terbiasa dengan sistem penggemukan dimana sapi tidak lagi digembalakan, tetapi dikandangkan dengan memberikan pakan yang dapat memacu pertumbuhan sapi. 2. Sumber Daya Manusia Sumber daya saing ekonomi lokal yang kedua adalah tenaga kerja. Tersedianya tenaga kerja yang terampil bukan hanya memiliki pendidikan yang baik, tetapi secara umum lebih intelektual dan membentuk suatu sumberdaya bagi komunitas dalam pengembangan ekonomi lokal. Di Desa Koto Teluk, sebagian besar tenaga kerja masih bertumpu pada pekerjaan di sektor pertanian, yang secara turun temurun telah menjadi mata pencaharian pokok masyarakat, walaupun sekarang pada umumnya mereka telah memiliki pekerjaan sampingan pada sektor lainnya. Kualitas angkatan kerja jika dirinci menurut pendidikan yang ditamatkan di Desa Koto Teluk masih tergolong rendah, jumlah angkatan tenaga kerja yang menamatkan Sekolah Dasar adalah sebesar 40,27 persen atau sejumlah 323 orang, dan hanya 3,87 persen atau 31 orang saja yang berpendidikan sarjana. Tabel 6. Kualitas Angkatan Kerja Jika Dirinci Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan Di Desa Koto Teluk Tahun 2004 No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (jiwa) 13
Persentase (%) 1,63
1.
Tidak Tamat SD
2.
Tamat SD
323
40,27
3.
Tamat SLTP
198
24,69
4.
Tamat SLTA
187
23,31
5.
Akademi
50
6,23
6.
Sarjana (Strata 1)
31
3,87
802
100,00
Jumlah
Sumber: daftar isian data dasar profil Desa Koto Teluk tahun 2005.
39
Krisis
ekonomi
juga
mengakibatkan
meningkatnya
jumlah
pengangguran di Desa Koto Teluk, dari daftar data dasar isian profil Desa Koto Teluk, dari 802 penduduk pada usia produktif, baru 376 jiwa yang telah memiliki pekerjaan. Ini berarti sebagian besar penduduk pada usia kerja belum memiliki pekerjaan yaitu sebesar 426 jiwa atau 53,11 persen. Walaupun angka ini belum merupakan angka pasti besarnya pengangguran, karena banyak diantara penduduk yang belum bekerja tersebut masih duduk dibangku pendidikan. Akan tetapi ini cukup untuk menggambarkan besarnya potensi ketenagakerjaan bagi pengembangan ekonomi lokal yang ada. 3. Modal Sumberdaya saing ekonomi lokal yang ketiga adalah modal. Pada umumnya tingkat pemilikan modal di desa rendah, karena banyaknya masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Tabungan yang bisa dijadikan modal biasanya dilakukan dalam bentuk uang atau benda, seperti perhiasan, padi dan sebagainya. Tabungan ini lebih ditujukan untuk antisipasi jika terjadi kegagalan panen atau persiapan pada masa paceklik. Dan hanya sedikit yang digunakan untuk kegiatan pengembangan usaha ekonomis produktif. Belum berkembangnya ekonomi lokal di Desa Koto Teluk tidak terlepas dari kecilnya modal yang ada pada anggota masyarakat. Selain karena kemiskinan yang dialami oleh masyarakat, juga disebabkan belum mampunya lembaga-lembaga keuangan mikro yang ada untuk memenuhi kebutuhan akan bantuan modal usaha bagi masyarakat. Kelembagaan UED-SP dan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K) belum mampu menyediakan modal yang cukup bagi pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk. Kelembagaan keuangan mikro yang ad a cenderung untuk memberikan bantuan modal kepada anggota masyarakat yang telah memiliki usaha terlebih dahulu. Sedangkan anggota masyarakat yang belum mempunyai usaha yang tetap mengalami kesulitan untuk mendapatkan bantuan modal tersebut. Padahal usaha yang akan dikembangkan mungkin memiliki prospek yang bagus bagi pengembangan ekonomi lokal. Selain modal yang berasal dari lembaga keuangan mikro, masyarakat Desa Koto Teluk sebenarnya bisa memanfaatkan keberadaan lembaga
40
keuangan formal seperti bank dalam mendapatkan bantuan modal usaha. Akan tetapi karena banyaknya persyaratan yang diharuskan oleh bank serta keharusan untuk menyediakan agunan, menyebabkan bantuan modal dari bank hanya dapat dinikmati oleh segelitir orang saja, dan pada umumnya adalah orang yang secara ekonomi telah cukup mapan. Akses terhadap pelayanan finansial bersifat problematik bagi penduduk miskin, sebagian karena mereka tidak tidak memiliki jaminan fisik untuk meminjam. Sebagian lagi karena lemahnya kemampuan untuk berhubungan dengan bank. Sumber modal lainnya adalah money lender (pelepas uang) yang dapat memberikan bantuan modal akan tetapi dengan bunga yang tinggi. Walaupun di Desa Koto Teluk para pelepas uang ini keberadaannya hampir tidak ada lagi, akan tetapi jika kebutuhan akan modal usaha tidak dapat dipenuhi oleh kelembagaan keuangan mikro maupun formal, para pelepas uang ini dapat memanfaatkan keadaan tersebut untuk kembali mengambil bagian dalam pengembangan ekonomi lokal. Hal ini diperkuat dengan kemampuan mereka dalam menciptakan pola hubungan antar manusia yang semakin bersifat impersonal. Pengembangan ekonomi lokal juga tidak terlepas dari keberadaan pasar yang merupakan tempat masuk dan keluarnya produk dari semua kegiatan usaha. Sistem tata niaga input dan output hasil pertanian dan non-pertanian di Desa Koto Teluk sangat bergantung pada mekanisme pasar. Hasil-hasil pertanian berupa padi selain untuk kebutuhan sendiri, juga dijual langsung ke pasar tanpa melalui fasilitas atau jalur pemasaran lain seperti koperasi. Hasil peternakan seperti telur, ayam ataupun sapi selain dipasarkan di warung-warung desa juga dipasarkan ke pasar kecamatan dan pasar kabupaten. Pemenuhan keperluan kebutuhan hidup sehari-hari dapat diperoleh dari warung didesa untuk pembelian dalam kapasitas yang kecil, sedangkan untuk pembelian dengan kuantitas lebih besar, masyarakat lebih cenderung untuk menggunakan pasar kabupaten untuk pemenuhan kebutuhannya.
41
4.4.3. Potensi Pengembangan Ekonomi Lokal 1. Sektor Peternakan Sekitar tahun 1980an, Desa Koto Teluk dikenal sebagai daerah yang mempunyai tradisi di bidang peternakan khususnya peternakan sapi. Desa Koto Teluk merupakan salah satu daerah pemasok sapi bagi kebutuhan Kabupaten Kerinci. Seiring dengan bertambahnya penduduk berakibat pula pada berkurangnya lahan yang biasanya digunakan sebagai tempat penggembalaan ternak. Berkurangnya lahan penggembalaan ini berpengaruh kepada jumlah ternak yang yang ada. Banyak para peternak yang akhirnya beralih profesi pada bidang perdagangan dan jasa. Kalaupun masih ada yang tetap memelihara sapi sifatnya merupakan pekerjaan sampingan saja dan jumlahnya tidak terlalu banyak lagi. Disamping karena berkurangnya lahan penggembalaan, kurangnya pengetahuan tentang sistem pemeliharaan sapi dengan cara dikandangkan juga menyebabkan para peternak beralih profesi. Padahal potensi pasar bagi pengembangan usaha peternakan terutama sapi potong sangatlah potensial. Dari wawancara dan pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa kebutuhan akan daging terutama daging sapi di Kabupaten Kerinci cukup besar. Selama ini disamping dari peternakan lokal yang ada di Kerinci, kebutuhan akan daging dipenuhi dengan mendatangkan sapi potong dari Propinsi Lampung. Selain potensi pasar yang ada di Kabupaten Kerinci, Kota Jambi juga merupakan potensi pasar yang potensial bagi penggemukan sapi potong. Potensi pengembangan ekonomi lokal di sektor peternakan masih sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Disamping karena potensi pasar yang ada, potensi lokal seperti sumber daya alam di Desa Koto Teluk juga memungkinkan. Adanya lahan rawa seluas empat hektar yang tidak dimanfaatkan bagi pertanian merupakan sumber bagi pakan ternak terutama sapi potong. Lahan yang di perlukan bagi pengembangan usaha ini juga masih tersedia di Desa Koto Teluk. Lahan yang dibutuhkan bagi pembuatan kandang tidak terlalu luas, karena dengan sistem pengkandangan, tidak memerlukan lahan penggembalaan yang luas.
42
Selain usaha penggemukkan sapi potong, potensi ekonomi lokal sektor peternakan yang potensial untuk dikembangkan adalah peternakan ayam negeri (ayam ras) petelur. Potensi pasar bagi pemasaran telur di Kabupaten Kerinci masih sangat besar. Menurut Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kerinci, dalam satu hari, paling tidak masyarakat Kerinci membutuhkan sekitar 100.000 butir telur. Akan tetapi yang dapat disediakan oleh peternakan yang ada di kabupaten Kerinci hanya sekitar 60.000 butir saja. Sedangkan sisanya untuk memenuhi kebutuhan tersebut didatangkan dari peternakan yang ada di Kabupaten Payakumbuh Sumatera Barat. Di Kecamatan Hamparan Rawang tercatat ada dua peternakan ayam petelur yang cukup besar dengan produksi telur sekitar 6000 sampai 7000 butir per hari per peternak. Dan terdapat sekitar sepuluh peternak dengan produksi telur berkisar antara 1000 sampai 2000 butir telur per hari per peternak. Dari Kecamatan Hampara Rawang saja diperkirakan produksi telur per hari adalah 30.000 butir atau 50 persen dari total produksi telur Kabupaten Kerinci. Keberadaan para peternak ini bisa dijadikan sistem sumber dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk. Dari para peternak ini bisa diharapkan adanya transfer ketrampilan dalam beternak bagi masyarakat di Desa Koto Teluk. Selain itu, produksi telur yang cukup besar ini juga membuka peluang usaha bagi masyarakat dalam pemasarannya. Potensi yang besar pada sektor peternakan ini belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Koto Teluk dikarenakan oleh rendahnya ketrampilan yang dimiliki oleh masyarakat. Faktor kedua adalah kecilnya modal yang dimiliki untuk mengembangkan potensi peternakan ini. Kelembagaan keuangan yang ada di Desa Koto Teluk seperti UED-SP belum mampu untuk menyediakan bantuan modal bagi pengembangan sektor ini. Kecilnya modal yang dimiliki oleh UED-SP, menyebabkan kelembagaan ini lebih banyak membantu anggotanya yang bergerak pada sektor perdagangan seperti pedagang sayur ataupun pedagang telur keliling. Modal usaha yang dibutuhkan oleh para pedagang keliling ini relatif lebih kecil dari pada yang dibutuhkan bagi pengembangan usaha ternak. Selain itu perputaran uang di
43
sektor perdagangan ini lebih cepat hingga mereka cenderung bisa mengangsur pinjaman tiap bulannya. 2. Sektor Kerajinan Potensi pengembangan ekonomi lokal lainnya yang ada di Desa Koto Teluk adalah pengembangan kerajinan anyaman dari bahan baku pand an duri. Bahan baku yang diperlukan untuk kerajinan ini yaitu pandan duri, tersedia cukup banyak di Desa Koto Teluk maupun di desa-desa lain di Kecamatan Hamparan Rawang. Kerajinan ini telah ada sejak lama, akan tetapi mengalami permasalahan dalam pengembangannya. Produknya yang dihasilkan masih terbatas pada tikar ataupun lapik (alas tempat duduk). Hal ini menyebabkan pemasaran kerajinan anyaman ini tidak berkembang. Karena produk yang dihasilkan tidak mengalami perubahan dari segi bentuk maupun motifnya, sehingga pembeli merasa bosan terhadap produk tersebut. Masalah utama dalam pengembangan kerajinan anyaman ini adalah terbatas ketrampilan pengrajin dalam berinovasi dalam mengikuti selera pasar. Ketrampilan yang mereka miliki sekarang merupakan ketrampilan yang dipelajari secara turun temurun dan terbatas sifatnya. Diperlukan adanya suatu pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan para pengerajin agar mampu memanfaatkan peluang pasar yang ada. Dicanangkannya Kabupaten Kerinci sebagai kota wisata di Propinsi Jambi pada tahun 2002, merupakan peluang bagi kerajinan tangan khas daerah Kerinci untuk dapat ambil bagian dalam kegiatan pariwisata ini. Kerajinan khas Kerinci dapat dijadikan cenderamata bagi para wisatawan yang berkunjung ke Kerinci. 4.5. Struktur Komunitas Stratifikasi merupakan karakteristik universal masyarakat manusia, dimana tidak ada suatu masyarakat yang anggotanya sama (equal). Pelapisan sosial berkenaan dengan adanya dua atau lebih kelompok-kelompok bertingkat (rangked group) dalam suatu masyarakat tertentu, yang anggota-anggotanya mempunyai kekuasaan, hak-hak istimewa dan prestise yang tidak sama pula. Jika kita berbicara mengenai struktur komunitas maka adanya gejala pelapisan sosial masyarakat merupakan salah satu hal utama yang harus kita perhatikan. Hal ini
44
penting guna mengetahui bagaimana masyarakat tersebut membangun suatu komunikasi antar individu maupun kelompok. Pelapisan sosial terdapat pada sistem sosial masyarakat Desa Koto Teluk . Pelapisan sosial ini terjadi karena adanya sesuatu yang dihargai, dihormati, dianggap penting oleh komunitas, bukan didasarkan pada kepemilikan harta benda. Dengan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pelapisan sosial seperti itu maka pelapisan sosial masyarakat Desa Koto Teluk relatif terbuka dalam arti bahwa adanya peluang seseorang untuk masuk pada lapisan sosial diatasnya. Lapisan sosial yang pertama di Desa Koto Teluk adalah lapisan yang mempunyai kekuasaan yang cukup besar yaitu lapisan para tokoh adat. Peran mereka sangat terasa terutama dalam dalam pertemuan warga baik dengan aparat desa maupun dengan pihak lainnya. Peranan mereka sangatlah terasa dalam penyelesaian konflik antar warga. Lapisan ini juga sangat berperan dalam kegiatan lain seperti pernikahan, pembangunan rumah (boleh tidaknya suatu lokasi dijadikan lokasi perumahan) dan juga pengaturan giliran pengolahan suatu lahan. Seseorang untuk dapat dikategorikan atau masuk dalam lapisan ini tidak sematamata atas dasar keturunan saja, akan tetapi setelah ia dinilai cakap oleh masyarakat untuk dapat memegang kekuasaan adat. Termasuk pada lapisan pertama adalah lapisan tokoh agama dan tokoh masyarakat. Lapisan masyarakat kedua adalah mereka yang masuk kedalam kelompok pegawai dan aparat desa. Kelompok ini diakui keberadaannya kerena mereka memberikan pelayanan bagi kepentingan masyarakat. Fungsi mereka lebih pada kegiatan-kegiatan administratif perkantoran dan hubungan-hubungan formal lainnya. Walaupun keberadaan mereka ditinjau dari segi pemerintahan sangatlah besar, akan tetapi pengaruh mereka dipengaruhi oleh bagaimana mereka mampu memperoleh dukungan dari lapisan pertama. Fungsi pemerintahan desa biasanya diserahkan kepada mereka yang secara usia relatif muda. Para tokoh adat, agama maupun masyarakat seperti ada keengganan untuk ikut serta dalam pemerintahan desa. Mereka lebih mempercayakan kepada generasi yang relatif lebih muda. Lapisan ketiga adalah kelompok masyarakat biasa. Karena pelapisan yang terjadi bersifat terbuka, maka bisa ditemui seseorang yang secara ekonomi sudah mapan dan secara keilmuan sudah tinggi tetap merupakan anggota pelapisan
45
terakhir ini. Termasuk didalam lapisan ini adalah para petani,
buruh tani,
pedagang dan anggota masyarakat kebanyakan lainnya. Lapisan ini merupakan lapisan terbesar dari segi jumlah anggotanya. Untuk lebih jelasnya model tingkatan tersebut dapat pada Gambar 3.
Tokoh adat, Agama, Masy & Kades PNS, Aparat Desa,
Masyarakat Kebanyakan (petani, buruh tani, pedagang dll)
Gambar 3. Model Tingkatan Sistem pelapisan Sosial Masyarakat Desa Koto Teluk.
Gambar 3 juga menggambarkan jumlah masing-masing lapisan, dimana lapisan pertama yang merupakan lapisan atas berjumlah relative sedikit dibanding dengan lapisan kedua dan seterusnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penetapan seseorang masuk dalam suatu tingkatkan pelapisan masyarakat sangatlah dipengaruhi oleh adanya kepemimpinan kharismatik dan keterlibatan seseorang dalam masalah kemasyarakatan serta adanya pengakuan dari masyarakat itu sendiri. Walaupun untuk menjadi lapisan tokoh adat harus ada aspek lainnya harus mendukung yaitu adanya garis keturunan. Akan tetapi hal tersebut tidaklah terlalu berpengaruh karena pada akhirnya masyarakat akan menilai sendiri tingkat keberpengaruhan seseorang dalam kehidupan masyarakat. Kepemimpinan informal biasanya melekat pada mereka yang berada pada mereka yang berada pada lapisan pertama, sedangkan kepemimpinan formal terletak pada mereka yang berada pada lapisan kedua. Aparat desa ataupun para Pegawai Negeri dianggap sebagai perpanjangan tangan pemerintah sehingga kepemimpinan mereka diperlukan terutama dalam hal-hal yang menyangkut
46
sistem
pemerintahan.
Walapun
sangat
jarang
terjadi
adanya
rangkap
kepemimpinan, akan tetapi pada beberapa orang ditemukan juga adanya fenomena tersebut. 4.6. Kelembagaan dan Organisasi Sosial Kelembagaan sosial atau kelembagaan masyarakat merupakan normanorma atau segala tindakan yang berkisar pada satu kebutuhan pokok manusia. Himpunan norma tersebut ada dalam segala tindakan yang mengatur manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Adanya kebutuhan -kebutuhan tersebut akan melahirkan suatu kelembagaan yang bertujuan sebagai sarana yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan masyarakat akan pendidikan akan melahirkan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti sekolah. Kelembagaan bersifat dinamis dimana perubahan kelembagaan sesuai dengan perkembangan zaman/masyarakat dan penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat yang selalu berubah. Jika pada awalnya suatu lembaga muncul karena adanya ikatan-ikatan emosional antar warga, lambat laun ikatan emosional tersebut merubah menjadi alasan-alasan yang lebih rasional dengan pertimbangan ekonomis. Pertambahan penduduk sangat berpengaruh pada pola hubungan menjadi semakin komersil, hal ini karena adanya persaingan dalam mengakses terhadap sumber daya yang ada. Faktor perubahan kelembagaan dapat berasal dari internal lembaga itu sendiri berupa adanya perubahan pola pikir dari lembaga itu sendiri dan dapat berasal dari eksternal lembaga karena adanya hubungan antar lembaga sehingga terjadi transfer informasi, nilai baru dan teknologi yang mengarahkan pada terjadinya perubahan kelembagaan. Dalam melihat kondisi kelembagaan yang ada di Desa Koto Teluk dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Lembaga Kekerabatan /Solidaritas Lembaga yang berdasarkan kekerabatan ataupun solidaritas adalah kelembagaan rotong royong yang hidup dalam masyarakat karena adanya sikap saling tolong menolong antar anggota masyarakat. Sikap ini lahir karena adanya ikatan emosional antar masyarakat. Di Desa Koto Teluk ikatan kekerabatan masih sangat kental sehingga sikap tolong menolong menjadi bagian dari sendi kehidupan. Hubungan antar orang dalam gotong royong
47
terjadi dalam kegiatan yang sifatnya pribadi seperti acara perkawinan maupun yang sifatnya kemasyarakatan seperti kebersihan lingkungan. Pada acara-acara pribadi seperti perkawinan, maka pihak yang mengadakan acara cukup mengutus beberapa orang dari anggota keluarga untuk mengundang secara lisan orang yang ada di lingkungan desa dan luar desa tentang acara yang akan dilaksanakan. Hubungan kelembagaan gotong royong yang ada di desa Koto Teluk dapat antar kelembagaan gotong royong yang ada di desa lain dalam mengerjakan kegiatan yang skalanya cukup besar seperti kegiatan pembuatan dam disepanjang sungai Batang Merao yang melewati hampir seluruh desa di Kecamatan Hamparan Rawang. Kegiatan pembuatan dam ini dilaksanakan secara bersama-sama tidak hanya oleh desa yang dilewati sungai saja akan tetapi dibantu oleh desa-desa lain yang ikut terkena dampak jika terjadi banjir akibat meluapnya sungai Batang Merao pada musim hujan. Sistem norma dan nilai pada kelembagaan gotong royong lebih didasarkan pada nilai kebersamaan dan solidaritas karena adanya ikatan kekerabatan yang ada. Kelembagaan ini bisa dimanfaatkan karena norma dan nilai pada kelembagaan gotong royong sejalan dengan norma dan nilai yang ada pada kelembagaan UED-SP. 2. Lembaga Ekonomi Lembaga ekonomi yang terdapat di Desa Koto Teluk dapat berupa kelembagaan yang berbentuk organisasi seperti Koperasi Unit Desa, Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K) dan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pin jam (UED-SP) itu sendiri. Walaupun secara kelembagaan Koperasi Unit Desa itu ada, akan tetapi pemanfaatannya tidaklah begitu optimal. Hubungan antara anggota dan pengurus terjadi sangat sedikit intensitasnya. Koperasi belum menjadi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat desa Koto Teluk, masyarakat lebih memilih untuk mengunakan kelembagaan pasar dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pasar yang dipergunakan oleh masyarakat terletak di Desa Larik Kemahan untuk pasar kecamatan dan terletak di Sungai Penuh untuk pasar kabupaten. Adanya kelembagaan pasar yang walaupun tidak terletak di Desa Koto Teluk merupakan potensi yang
48
sangat besar bagi pemasaran hasil kegiatan ekonomis produktif dari Desa Koto Teluk. Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam belumlah memberikan hasil yang maksimal. Terbatasnya pelayanan kredit bagi anggota menyebabkan beberapa anggota merasa kecewa atas lembaga ini. Disamping itu, manajemen yang belum memadai mengakibatkan sering kali pemberian kredit/modal usaha didasarkan atas pertimbangan kedekatan ataupun kekerabatan. Hal ini tentunya sering menimpulkan kesalahpahaman antar anggota dengan pengurus yang pada akhirnya dapat berujung pada konflik dalam masyarakat itu sendiri. Walaupun bentuknya merupakan lembaga simpan pinjam, akan tetapi dalam prakteknya tidak ada masyarakat yang menyimpan uangnya di UEDSP, sehingga perkembangan kegiatan simpan pinjam ini sangat bergantung pada modal awal ditambah dengan bunga yang diperoleh dari pinjaman anggota. Disamping itu, bantuan modal dari UED-SP dirasakan belum memadai terutama bagi masyarakat yang ingin membuka usaha baru. Selama ini UEDSP di Desa Koto Teluk lebih menitikberatkan pelayanannya bagi masyarakat yang telah memiliki usaha tetap untuk pengembangan usaha. Hal ini atas pertimbangan kelancar an pembayaran pinjaman semata. Fenomena ini tentunya tidaklah kondusif bagi pengembangan ekonomi lokal yang ada Desa Koto Teluk. Setiap masyarakat seharusnya diberikan kesempatan untuk memperoleh bantuan modal dari UED-SP, tidak terkecuali bagi mereka yang belum mempunyai usaha. Kelembagaan
tradis ional
yang
dapat
dimanfaatkan
dalam
pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk adalah kelembagaan arisan. Kelembagaan ini tumbuh di setiap RT yang ada di Desa Koto Teluk. Kelembagaan ini memiliki modal yang dapat dipinjam oleh anggotanya yang membutuhkan walapun jumlah modal yang dimiliki oleh kelembagaan ini relatif kecil. 3. Lembaga Adat Istiadat Sistem norma dan nilai yang dipakai dalam kelembagaan adat adalah ajaran agama Islam yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Minang Kabau. Istilah Adat Bersendi Syara’, Syara ’ Bersendi Kitabullah, sangat lekat
49
dan mampu menggambarkan bahwa kebudayaan Islam mempunyai pengaruh yang kuat dalam kelembagaan adat ini. Masih berlakunya sanksi-sanksi adat untuk setiap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat, menyebabkan kelembagaan ini tetap eksis bertahan dari tekanan modernisasi. Pola antar orang terutama anggota dalam kelembagaan adat sangat tergantung pada masalah yang sedang dihadapi, kelembagaan adat digunakan untuk penyelesaian masalah -masalah internal baik yang bersipat sosial seperti masalah perkawinan, pembangunan rumah maupun penyelesaian masalah yang ada seperti perselisih an antar warga dalam satu desa. Besarnya pengaruh dari kelembagaan adat ini bila dimanfaatkan dalam kegiatan penguatan kelembagaan UED-SP. Kepercayaan masyarakat terhadap kelembagaan adat ini merupakan modal sosial yang dapat dimanfaatkan dalam penyebarluasan norma-norma kelembagaan yang ada dalam UED-SP. Mengikutsertakan para tokoh-tokoh adat dalam kegiatan sosialisasi normanorma UED-SP diharapkan adanya penerimaan dari masyarakat terhadap norma-norma UED-SP tersebut. Kelembagaan adat juga berhubungan dengan lembaga lain seperti pemerintahan desa maupun kecamatan, sehingga dapat dapat dijadikan jaringan kerja dalam penguatan kelembagaan UED-SP dalam kegiatan pengembangan ekonomi lokal. 4. Lembaga Kepemudaan Sebagai wadah kegiatan kepemudaan, Karang Taruna “Maju Bersama” di Desa Koto Teluk tidak lebih hanya sebagai tempat para anggotanya mengisi waktu luang mereka dan belum mampu menjadi sarana belajar bagi para anggotanya. Kegiatan -kegiatan yang dilakukan lebih bersifat rekreatif seperti kegiatan olah raga dan kesenian. Pelaksanaan kegiatannyapun lebih banyak pada saat hari-hari besar seperti perayaan hari kemerdekaan Indonesia maupun hari besar keagamaan. Berjalantidaknya kegiatan karang taruna ini sangat bergantung pada pengurus saja. Ketergantungan yang sangat besar pada pengurus menyeb abkan kelembagaan ini belum bisa mengatasi permasalahan pemuda, khususnya masalah ketenagakerjaan. Potensi yang dimiliki oleh kelembagaan kepemudaan ini sangatlah besar jika dilihat dari usia para anggotanya. Anggota karang taruna merupakan
50
penduduk usia produktif muda (15-35 tahun) yang akan sangat potensial bagi pengembangan ekonomi lokal yang ada. Melalui kelembagaan karang taruna dapat dibentuk suatu usaha ekonomis produktif yang disamping dapat meningkatkan pendapatan juga sebagai sarana belajar bagi para anggotanya. 5. Lembaga Keagamaan Kelembagaan yang dimaksudkan disini adalah kelembagaan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap aspek-aspek spiritual keagamaan seperti adanya Kelembagaan Majelis Taklim Masjid yang ada ditiap RT dan Dusun. Pola interaksi atau hubungan yang terjadi pada kelembagaan keagamaan sangat ditentukan oleh posisi seseorang dalam kelembagaan itu sendiri. Seorang imam ataupun buya akan sangat dihormati oleh anggota lainnya. Imam ataupun buya ini didalam perkembangannya akan menjadi tokoh-tokoh agama yang disegani oleh masyarakat. Hal
ini
dapat
dimanfaatkan
dalam
kegiatan-kegiatan
yang
membutuhkan sosialisasi program kepada masyarakat. Berpengaruhnya para tokoh agama dapat dimanfaatkan dalam menyampaikan dan mensosialisasikan norma-norma kelembagaan UED-SP kepada masyarakat. Sosialisasi tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan -kegiatan keagamaan yang dilakukan. 6. Lembaga Pemerintahan Kelembagaan pemerintahan lahir karena adanya aturan pemerintah yang telah menetapkan norma-norma pemerintahan yang harus ditaati oleh masyarakat dan lembaga itu sendiri. Lembaga pemerintahan yang ada di Desa Koto Teluk adalah kelembagaan RT, dusun dan desa. Berlakunya otonomi daerah yang berimbas pada otonomi desa, sebenarnya memberikan peluang bagi desa untuk membentuk kelembagaan yang dapat mengekspresikan aspirasi masyarakat desa. Kelembagaan pemerintahan baik Pemerintah Desa maupun Badan Perwakilan Desa merupakan lembaga yang dapat dimanfaatkan bagi penguatan kelembagaan UED-SP. Kerjasama dengan lembaga pemerintahan dibutuhkan terutama dalam membentuk jaringan kerja dengan lembaga lain baik lembaga pemerintahan kecamatan maupun kabupaten, dan juga dalam mengakses informasi serta peluang pengembangan ekonomi lokal.
V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Untuk mengembangkan masyarakat menuju masyarakat yang lebih maju dan sejahtera, selama ini telah banyak program-program pengemban gan masyarakat yang dilaksanakan dari tahun ke tahun, baik yang bersumber dari pemerintah, swasta, dan juga bersumber dari masyarakat itu sendiri. Berhasil tidaknya program pengembangan masyarakat yang telah dilakukan selama ini banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam masyarakat maupun dari luar masyarakat. Untuk mengetahui sejauhmana program-program pengembangan masyarakat yang telah ada mampu mempengaruhi atau memberdayakan masyarakat khususnya dalam hal peningkatan kemampuan, taraf hidup juga kapasitas masyarakat, perlu untuk mengevaluasi program pengembangan masyarakat yang telah dilaksanakan. Program-program pembangunan yang menyertakan partisipasi aktif masyarakat ditingkat lokal menjadi pilihan oleh beberapa instasi pemerintah, swasta maupun lembaga swadaya masyarakat. Hal ini berjalan seiring dengan semangat otonomi daerah yang berusaha untuk mendelegasikan kekuasaan ketingkat yang lebih rendah. Akan tetapi semangat ini kadang justru menghasilkan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang terkesan terburu-buru dan sedikit dipaksakan. Kondisi ini justru membingungkan masyarakat yang menerima program pemberdayaan. Sering kali program pemberdayaan yang ada saling tumpang tindih. Dalam kajian ini, program pengembangan masyarakat yang akan dievaluasi adalah Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K) yang merupakan salah satu program dari Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan Program Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP). Evaluasi ini bertujuan untuk melihat apakah UP2K dan UED-SP sebagai program pemberdayaan telah menyentuh subtansi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
52
5.1. Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga-Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (UP2K-PKK) 5.1.1 Deskripsi Program Kegiatan ini dimulai sejak pemerintahan Orde Baru tepatnya sejak tahun 1985 dan masih berlangsung sampai sekarang. Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga atau disingkat UP2K merupakan suatu program yang berupaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga melalui usaha ekonomis produktif yang diusahakan oleh wanita dan keluarga sebagai motor penggeraknya. Usaha ekonomis produktif itu bisa dilakukan secara perseorangan maupun berkelompok dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan dan partisip atif. Melalui program ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran dan kemampuan berwiraswasta serta sebagai usaha menciptakan dan memperluas lapangan kerja. Penyelenggara program ini adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD). Sedangkan dana yang digunakan berasal dari Inpres Bantuan Pembangunan Desa (Inpres Bandes). Adapun dasar hukum pelaksanaan kegiatan UP2K adalah : 1. Keputusan Menteri Dalam Negeri no. 53 B Tahun 1993 tentang Pedoman Program UP2K-PKK. 2. Penyempurnaan Pedoman Pelaksanaan UP2K -PKK tahun 1994. 3. Panduan Pembinaan UP2K-PKK melalui Tim Penggerak PKK tahun 1994. Sasaran program kegiatan UP2K adalah keluarga-keluarga berpenghasilan rendah yang telah atau belum memiliki kegiatan usaha dan benar-benar membutuhkan penambahan dana. Penentuan kaluarga atau kelompok yang dapat menerima bantuan dana didasarkan pada pengamatan dan penilaian kelompok khusus PKK. Bantuan yang diberikan berupa bantuan simultan yang harus dikembalikan kepada pengelola kegiatan untuk digulirkan atau berputar kepada kelompok lain yang belum pernah menerima bantuan ini atau kepada kelompok/perorangan yang pernah mendapatkan bantuan, tetapi berhasil baik dalam usaha maupun dalam pengembalian modal. Adap un tugas kelompok khusus UP2K-PKK adalah sebagai berikut:
53
1. Membimbing dan mengarahkan, mengawasi dan mengembangkan kegiatan perorangan dan kelompok-kelompok pelaksana. 2. Membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh kelompokkelompok pelaksana dan perorangan yang meliputi bidang produksi, pemasaran dan penambahan nilai. 3. Mengatur kelancaran, mencatat dan menyimpan penyisihan dana usaha. 4. Mengatur pemberian dana usaha kepada kelompok pelaksana dan perorangan UP2K yang baru, berdasarkan penyisihan dana yang terkumpul. 5. Menetapkan ketua dan keanggotaan kelompok dengan mengutamakan musyawarah kelompok. 6. Menyampaikan laporan kepada Ketua Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan melalui Ketua Pokja II. Kegiatan usaha yang dapat dilaksanakan dalam UP2K, meliputi : 1. Usaha merupakan penyediaan/pengadaan kebutuhan masyarakat sehari-hari. 2. Hasil usaha yang mudah dipasarkan. 3. Bahan baku usaha mudah diperoleh. 4. Usaha berkelanjutan. 5. Kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan peraturan yang ada dan dengan kebudayaan setempat. Pelaksanaan program UP2K di Desa Koto Teluk dikelola oleh Tim Penggerak PKK dengan dibentuk kelompok khusus dibawah Pokja II yang kepengurusannya terdiri dari kader-kader PKK yang disetujui Pembina dan ditetapkan dengan SK Ketua Tim Penggerak PKK Desa Koto Teluk. Kegiatan UP2K di Desa Koto Teluk dimulai sejak tahun 1996 yaitu sejak diterimanya bantuan Inpres Pembangunan Masyarakat Desa sebesar Rp. 12.000.000,-. Dan dibentuk dalam lima kelompok dengan masing-masing kelompok mendapat bantuan dana sebesar Rp. 2.400.000,-. Lima kelompok besar yang ada yaitu Kelompok Melati, Kembang Kertas, Katus Indah, Mawar Putih dan Bongsai Indah diberikan kebebasan untuk menyalurkan bantuan dana kepada anggota perorangan maupun kelompok kecil dengan persetujuan kelompok khusus. Dalam pengumpulan danapun, kelompok khusus menerima langsung dari kelompok besar tersebut, dimana jika ada anggota
54
dari kelompok besar tersebut yang tidak bisa menjalankan kewajibannya maka semua anggota dari kelompok besar tersebut tidak bisa mengajukan pinjaman modal baru. Secara individual, anggota juga dapat langsung meminjam bantuan modal kepada kelompok khusus dengan persetujuan dari kelompok besar dimana anggota tersebut terdaftar. Besarnya pinjaman sangat bervariasi, sehingga dalam pencairannya tergantung pada penilaian kelompok khusus serta kondisi modal yang ada. Untuk pinjaman melalui kelompok besar, besarnya bunga pinjaman adalah 10 persen dengan jangka waktu pinjaman sepuluh bulan. Sedangkan untuk pinjaman yang sifatnya individual, bunga pinjaman adalah 10 persen dengan jangka waktu pinjaman satu bulan. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai perkembangan dana bergulir UP2K-PKK Desa Koto Teluk, dapat d ilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perkembangan Dana Bergulir Program UP2K-PKK Di Desa Koto Teluk Tahun 2004 No
Tahun Melati
BESAR MODAL (Rp) Kembang Katus Mawar Kertas Indah Putih
Bongsai Indah
Jumlah (Rp)
1
1996
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
12.000.000
2
1997
3.100.000
3.100.000
3.100.000
3.100.000
3.100.000
15.500.000
3
1998
4.000.000
4.000.000
4.000.000
4.000.000
4.000.000
20.000.000
4
1999
5.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
25.000.000
5
2000
6.400.000
6.400.000
6.400.000
6.400.000
6.400.000
32.000.000
6
2001
8.800.000
8.800.000
8.800.000
8.800.000
8.800.000
44.000.000
7
2002
11.000.000
11.000.000
11.000.000
11.000.000
11.000.000
55.000.000
8
2003
14.000.000
14.000.000
14.000.000
14.000.000
14.000.000
70.000.000
9
2004
18.000.000
18.000.000
18.000.000
18.000.000
18.000.000
90.000.000
Sumber : Pengurus UP2K Desa Koto Teluk Tahun 2005 .
5.1.2. Pengorganisasian Kegiatan Pelaksana kegiatan UP2K dikelola oleh Tim Penggerak PKK pada semua tingkatan kepengurusan Tim Penggerak PKK baik dari tingkatan kepengurusan
55
tingkat pusat sampai Desa/Kelurahan dan dibentuk kelompok khusus UP2K-PKK. Pengorganisasian kelompok khusus (poksus) UP2K-PKK diatur sebagai berikut : 1. Mulai dari tingkat pusat sampai dengan kecamatan, Kelompok Khusus UP2KPKK dijabat rangkap menjadi tugas Pokja II pada masing-masing tingkatan. 2. Di tingkat Desa/Kelurahan dibentuk kelompok khusus PKK dibawah Pokja II yang kepengurusannya terdiri dari kader-kader PKK yang disetujui oleh pembina dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Ketua Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan. 3. Susunan kepengurusan Kelompok Khusus UP2K-PKK di Desa/Kelurahan terdiri dari: Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan Anggota. Sedangkan jumlah dan susunan kepengurusan disesuaikan dengan kebutuhan. Adapun ketentuan untuk menjadi kelompok pelaksana UP2K-PKK adalah: 1. Perorangan yang sangat memerlukan dana usaha, baik yang telah maupun belum mempunyai usaha, 2. Kelompok yang terdiri dari keluarga-keluarga yang belum memiliki usaha maupun yang belum dan tergabung dalam kelompok usaha maupun belum. Setiap kelompok terdiri dari tiga sampai lima keluarga, dimana setiap keluarga terdiri dari satu wakil dan setiap keluarga hanya dapat menjadi anggota satu kelompok pelaksana saja. Dalam mengorganisasikan masyarakat, program UP2K-PKK mempunyai petunjuk teknis bagaimana mekanisme kegiatan tersebut dapat dilaksanakan secara bertahap. 1. Pembentukan Tim Penggerak PKK dari tingkat pusat sampai desa. 2. Pembentukan kelompok khusus dari tingkat pusat sampai desa. 3. Pembentukan kelompok pelaksana UP2K-PKK. Keanggotaan UP2K Desa Koto Teluk ditetapkan berdasarkan musyawarah bersama antara anggota dan pengurus PKK Desa Koto Teluk. Dari kesepakatan tersebut anggota dan pengurus sepakat bahwa yang berhak menjadi
anggota
UP2K adalah seluruh anggota PKK yang terbagi dalam lima dasawisma. Prinsip penerimaan keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela. Artinya seluruh perempuan yang bertempat tinggal di Desa Koto Teluk berkesempatan untuk menjadi anggota UP2K. Keseluruhan anggota UP2K berhak untuk mengajukan
56
pinjaman bantuan modal, akan tetapi pengurus mempunyai hak untuk menyeleksi permohonan pinjaman tersebut disesuaikan kondisi keuangan UP2K dan bentuk usaha yang dikembangkan oleh pemohon pinjaman. Jaringan kerja sama yang dibentuk oleh UP2K hanya sebatas koordinasi dengan kelembagaan pemerintah desa dan belum membentuk net work dengan kelembagaan atau instansi lain. Keterbatasan ketrampilan yang dimiliki oleh anggota UP2K belum disikapi dengan membentuk jaringan kerja sama dengan pihak yang berkompeten. Selama ini pelatihan kertrampilan yang diberikan oleh UP2K dikhususkan bagi para anggotanya yang bergerak dibidang makanan kecil dan belum menjangkau usaha lainnya. 5.1.3. Kegiatan yang Dijalankan Dengan program otonomi daerah, pendekatan pembangunan ekonomi lokal (local economic development) selayaknya diperhatikan dan sekaligus diaplikasikan
oleh
pemerintah
daerah
kabupaten
bahkan
desa
dalam
pengembangan daerahnya. Dengan pendekatan ini, kegiatan pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan dan pemanfaatan unsur-unsur endegenous (unsurunsur lokal) yang mencakup sumber daya alam, manusia, sosio kultural dan lokal strategis dalam pembangunan daerah. Dengan pendekatan ini diharapkan daerah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya secara mandiri didasarkan pada keuntungan kompetitif dan komparatif daerah. Terkait dengan pengembangan ekonomi lokal, program UP2K-PKK yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga pada akhirnyapun haruslah memperhatikan potensi-potensi lokal yang ada di desa. Para anggota yang menerima bantuan modal usaha dari UP2K-PKK diharapkan mampu untuk memanfaatkan sumber dan potensi lokal yang ada disamping memperhatikan permintaan pasar. Adapun bidang usaha yang dijalankan oleh perorangan maupun kelompok kecil adalah: 1. Peternakan Peternakan yang dikembangkan oleh anggota UP2K masih tergolong skala kecil dengan memanfaatkan pekarangan rumah yang ada. Pada umumnya peternakan yang dikembangkan oleh anggota UP2K adalah peternakan ayam
57
buras atau ayam kampung serta peternakan ayam pedaging (broiler). Untuk peternakan ayam kampung, kegiatan tersebut masih berlangsung sampai sekarang. Sedangkan untuk peternakan ayam pedaging, sejak pertengahan tahun 2005 mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan adanya wabah penyakit gumboro yang menyerang ayam ayam tersebut. Disamping itu maraknya pemberitaan tentang flu burung juga menyebabkan orang mulai mengurangi konsumsi terhadap daging ayam terutama daging ayam negeri/ras dan lebih memilih mengkonsumsi daging ayam kampung/buras. 2. Perdagangan Usaha perdagangan yang dilakukan oleh anggota UP2K meliputi usaha warungan dan pedagang telur keliling. Untuk usaha warungan yang membutuhkan modal relatif lebih besar, kebutuhan modal juga diperoleh dari bantuan modal dari UED-SP yang juga menyediakan bantuan modal. Selain usaha warungan dan pedagang keliling, usaha yang dikembangkan oleh UP2K adalah usaha makanan kecil seperti kue-kue kering maupun basah yang dititipkan diwarung-warung yang ada di Desa Koto Teluk ataupun di luar desa. 5.1.4. Evaluasi Umum Walaupun program UP2K-PKK merupakan program nasional yang bersifat Top Down yang direncanakan dan dirumuskan oleh pemerintah pusat dengan berbagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang bersifat administratif, akan tetapi jika pemerintah memberikan kelonggaran kepada masyarakat dalam mengelolanya maka akan dapat berhasil. Di Desa Koto Teluk program UP2K-PKK telah dapat membantu kesulitan akan modal usaha bagi keluarga-keluarga yang ada. Bahkan pada tahun 2003, kegiatan UP2K-PKK Desa Koto Teluk mampu memenangkan penghargaan sebagai program UP2K-PKK terbaik se Provinsi Jambi. Jika dilihat dari segi ekonomi, maka program ini mampu membantu kesulitan modal usaha dari beberapa keluarga yang ada di Desa Koto Teluk. Diharapkan dengan adanya bantuan modal usaha ini, terjadi peningkatan pendapatan keluarga sesuai dengan tujuan program UP2K-PKK tersebut. Walapun belum bisa dikatakan bahwa program ini telah meningkatkan kesejahteraan
58
masyarakat secara keseluruhan, akan tetapi setidaknya jika program ini bisa berkembang dan didukung dengan program-program pengembangan lain, kondisi masyarakat yang sejahtera bukanlah merupakan sekedar impian saja. Program inipun telah mampu memanfaatkan potensi-potensi ekonomi lokal yang ada di Desa Koto Teluk. Dengan pemanfaatan potensi ekonomi lokal diharapkan keberlanjutan kegiatan tersebut akan terjaga karena tidak terlalu tergantung dengan kondisi daerah lain, dan juga mampu mendorong berkembangnya usaha-usaha ekonomi produktif yang berhubungan dengan kegiatan UP2K-PKK ini. Agar kegiatan ini dapat berkembang dengan baik, diperlukan adanya peningkatan ketrampilan bagi para penerima bantuan modal usaha. Selama ini bantuan ketrampilan yang diberikan hanyalah bantuan ketrampilan dalam pengolahan bahan makanan yang lebih dibutuhkan oleh para anggota yang bergerak di bidang usaha pembuatan kue. Bidang-bidang usaha lain seperti kerajinan anyaman tidak pernah mendapatkan semacam pelatihan yang dapat meningkatkan ketrampilan mereka. Salah satu aspek yang bisa menjamin keberlanjutan suatu program adalah aspek keterbukaan atau tranparansi. Tranparansi terutama kepada masyarakat sangatlah dibutuhkan agar kepercayaan yang telah ada di masyarakat tetap terjaga. Transparansi di sini bukan sekedar mengenai sisi keuangan saja, akan tetapi juga menyangkut sisi perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi kegiatan dimana masyarakat perlu diikutsertakan dalam setiap kegiatan. Program UP2K-PKK merupakan program yang disamping bertujuan untuk meningkatkan pendapatan keluarga, juga merupakan program yang bertujuan untuk mengembangkan ekonomi lokal yang ada di Desa Koto Teluk. Program ini dapat saling melengkapi dengan program lain yang sejenis seperti UED-SP dalam pengembangan ekonomi lokal. Terutama dalam penyediaan modal usaha bagi masyarakat.
59
5.2 Program Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) 5.2.1 Deskripsi Program Desa Koto Teluk merupakan salah satu desa di Kabupaten Kerinci yang mendapat bantuan khusus melalui dana Inpres Bandes untuk membentuk UED-SP pada tahun 1997. Di Kecamatan Hamparan Rawang, selain Desa Koto Teluk, masih ada ada dua desa lain yang memperoleh bantuan khusus tersebut. Dua desa tersebut adalah Desa Koto Baru dan Desa Koto Dian. Kegiatan ini bertujuan untuk menggerakkan roda perekonomian masyarakat lokal dengan membuka akses masyarakat
terhadap
sumber
daya
ekonomi
terutama
modal.
UED-SP
dimaksudkan sebagai lembaga ekonomi yang memberikan pinjaman dengan bunga rendah tanpa ada jaminan apapun. Sesuai dengan tujuan tersebut seharusnya UED-SP dapat berkembang dengan baik dan masyarakat kecil yang sebagian besar bekerja di sektor informal dapat memanfaatkan sebagai modal awal maupun modal untuk mengembangkan usaha. Pada perkembangannya UED-SP Desa Koto Teluk sampai dengan saat ini masih berjalan walaupun sempat mengalami kevakuman kegiatan. Hanya satu tahun berjalan, pada tahun 1998 kegiatan UED-SP mengalami kegagalan perguliran dana sehingga dana awal sebesar Rp 6.000.000,- mengalami kredit macet. Dalam tiga tahun kevakuman tersebut tidak ada pertanggungjawaban terhadap dana UED -SP yang telah dikucurkan. Pada tahun 2001, Desa Koto Teluk mendapat bantuan dana dari program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE) untuk kegiatan ekonomi. Dari total Rp 70.000.000,- dana PDM-DKE, 70 persennya digunakan untuk kegiatan fisik berupa pengerasan jalan desa. Sedangkan 30 persennya, yaitu sebesar Rp. 21.000.000,- dipergunakan untuk menghidupkan kembali UED-SP yang telah vakum selama tiga tahun tersebut. Untuk memudahkan sistem penyaluran dana serta memudahkan pengurus UED-SP dalam mengumpulkan setoran, maka dibentuk kelompok-kelompok berdasarkan Rukun Tetanga yang ada Desa Koto Teluk. Tujuh kelompok yang menjadi anggota Usaha Ekonomi Desa adalah: 1. Kelompok Mekar Jaya 2. Kelompok Melati
60
3. Kelompok Pinang Sakti 4. Kelompok Pandan Wangi 5. Kelompok Jaya Bersama 6. Kelompok Bigau Rebah 7. Kelompok Usaha Bers ama Pada awalnya (tahun 2001-2003) UED-SP berjalan dengan baik dan lancar, jika dilihat dari aspek perputaran bantuan modal. Meskipun ada beberapa peminjam yang menunggak, tetapi pada akhirnya dapat melunasi pinjamannya. Fungsi kelompok UED-SP ditiap RT dapat berjalan dengan baik, dimana jika ada salah satu anggotanya mengalami kemacetan, kelompok dapat membantu dengan menggunakan dana yang ada pada kelompok. Walau jumlah pinjaman yang dapat diajukan relatif kecil, yaitu sebesar Rp. 200.000,- per anggota untuk pinjaman individual, minat masyarakat untuk mendapatkan pinjaman dari UED-SP sangatlah besar. Hal ini dikarenakan kemudahan dalam proses peminjaman. Setiap anggota dapat mengajukan pinjaman individual ini kepada pengurus UED-SP tingkat desa dengan bunga pinjaman sebesar 10 persen dalam jangka waktu pengembalian satu bulan. Setiap kelompok diberikan bantuan modal sebesar Rp. 3.000.000,-
pertahun
pembukuan,
mengenai
pembagiannya
diserahkan
sepenuhnya kepada kelompok yang bersangkutan. Pengurus UED-SP tingkat desa hanya menerima setoran pinjaman dari para pengurus tingkat RT untuk pinjaman kelompok. Memasuki tahun pembukuan 2003/2004, dua kelompok terpaksa tidak lagi mendapat bantuan modal lagi karena kesulitan melunasi tunggakan. Sulitnya perekonomian akibat krisis ekonomi menyebabkan beberapa nasabah mengalami kesulitan pembayaran angsuran. Di samping itu, fungsi kelompok yang biasanya dapat menanggulangi sementara tunggakan ini tidak lag i berfungsi seperti biasanya. Hal ini karena anggota yang menunggak tersebut telah berkali-kali dibantu, sehingga banyak anggota kelompok yang tidak setuju kalau harus terus menerus
mengorbankan
kas
kelompok
untuk
membantu
orang
sama.
Konsekwensi dari keadaan ini adalah dua kelompok tersebut yaitu Kelompok Melati dan Kelompok Usaha Bersama, pada tahun pembukuan 2003/2004 tidak
61
mendapat bantuan pinjaman modal baik yang diperuntukkan bagi kelompok maupun pinjaman yang sifatnya individual. 5.1.2. Pengo rganisasian Kegiatan Kelembagaan UED-SP merupakan lembaga milik desa, akan tetapi pada pelaksanaannya di Desa Koto Teluk fungsi dan kedudukan kelembagaan UED-SP dalam pemerintahan desa masih belum jelas. Hal ini berpengaruh pada kegiatan UED-SP itu sendiri. Dari wawancara yang dilakukan dengan para pengurus UEDSP tingkat desa, peneliti menangkap kesan bahwa adanya ketidakharmonisan antara pengurus UED-SP dengan aparat pemerintahan karena ketidakjelasan posisi UED-SP dalam desa. Para pengurus mengaku belum menerima Surat Keputusan Kepala Desa yang mengangkat mereka sebagai pengurus. Kondisi ini menyebabkan ketidakjelasan kepada siapa pelaporan pertanggungjawaban akhir tahun oleh pengurus UED-SP harus disampaikan. Kepengurusan UED-SP Desa Koto Teluk tahun 2001 diben tuk berdasarkan musyawarah BPD dan menetapkan tiga pengurus inti, yaitu ketua, sekretaris dan bendahara. Akan tetapi baru berjalan enam bulan salah satu pengurus yaitu ketua UED-SP mengundurkan diri karena merasa tidak sejalan dengan pengurus lainnya. Pada tanggal 11 Desember 2001 dilaksanakan musyawarah
desa
di
Mesjid
Al
Falah
untuk
menerima
Laporan
pertanggungjawaban pengurus UED-SP. Pada kesempatan yang sama juga dipilih orang yang akan menggantikan ketua yang lama, sedangkan sekretaris dan bendahara diputuskan masih dijabat oleh pengurus yang lama. Untuk melengkapi aturan-aturan kelembagaan UED-SP, pada musyawarah itu juga disepakati adanya perubahan-perubahan aturan mengenai UED-SP. Seperti halnya program UP2K, program UED-SP juga merupakan kelembagaan simpan pinjam yang bertujuan untuk memberikan bantuan modal kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Hanya saja jika program UP2K keanggotaannya adalah perempuan yang tergabung dalam program PKK, maka keanggotaannya seluruh keluarga yang ada di Desa Koto Teluk tanpa terkecuali. Dan dalam pengajuan pinjaman tidak terbatas pada suami saja, akan tetapi istripun bisa meminjam melalui UED-SP. Tentu saja ada kebijakan yang membatasi agar jangan sampai ada pinjaman yang tumpang tindih
62
dalam satu keluarga. Jika salah satu pihak baik suami maupun istri telah meminjam, pihak satunya tidak boleh mengajukan pinjaman dalam waktu yang bersamaan. Dalam pelaksanaan program UED-SP selain keterlibatan pengurus dan anggota, kesuksesan program ini juga dipengaruhi oleh partisipasi pemerintahan desa karena kedudukan lembaga UED-SP itu sendiri sebagai lembaga milik desa. Selain dengan aparat pemerintahan, stake holder yang juga berperan dalam kegiatan UED-SP adalah pihak BPD, instansi pemerintah, BUMN dan juga pihak swasta. Akan tetapi UED-SP Desa Koto Teluk belum membentuk jaringan kerja dengan para stake holder yang bisa dimanfaatkan dalam pengembangan UED -SP. 5.1.3. Kegiatan Yang Dijalankan Kegiatan utama yang dilakukan oleh UED-SP adalah kegiatan simpan pinjam bagi kegiatan usaha ekonomis produktif bagi anggotanya. Bantuan modal ini dapat digunakan oleh anggotanya untuk mengembangkan usaha yang telah ada atau membuka usaha baru yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, UED-SP mempunyai kecenderungan untuk memberikan bantuan modal kepada anggotanya yang telah mempunyai usaha saja. Sedangkan bagi anggota yang akan membuka usaha baru, pengurus UED-SP cenderung untuk menolak bantuan pinjaman yang diajukan. Hal ini karena pengurus UED-SP lebih berorientasi pada pengembalian pinjaman saja. Ada kekhawatiran yang berlebihan dari pengurus UED-SP akan keberhasilan usaha yang sifatnya baru. 1. Bidang Pertanian Walaupun tidak secara khusus berusaha untuk mengembangkan bidang pertanian, UED-SP ju ga memberikan pinjaman modal usaha bagi para petani. Pada umumnya bantuan modal tersebut dipergunakan para petani untuk membeli pupuk dan festisida maupun sebagai upah tenaga kerja. Para petani sering mengeluhkan besarnya bunga pinjaman yang harus dibayarkan yaitu sebesar 10 persen. Jangka waktu pinjaman terutama bagi pinjaman individual yang hanya satu bulan juga menjadi kendala karena pertanian padi sawah relatif membutuhkan waktu yang lebih lama guna mendapatkan hasilnya.
63
2. Bidang Peternakan Potensi pengembangan peternakan di Desa Koto Teluk cukup terbuka terutama peternakan sapi dan ayam ras petelur. Akan tetapi potensi ini belum bisa dimanfaatkan karena adanya keterbatasan modal. Karena modal usaha yang diberikan oleh UED-SP relatif kecil, maka usaha dib idang peternakan yang dikembangkan oleh anggota UED-SP juga relatif kecil dan lebih bersifat usaha sampingan. Usaha peternakan yang dikembangkan oleh anggota UEDSP adalah peternakan ayam kampung dan peternakan itik juga memanfaatkan lahan pekarangan yang kosong. 3. Bidang Perdagangan Di samping mengembangkan usaha warungan dan pedagang telur keliling seperti halnya UP2K, UED-SP juga memberikan bantuan modal usaha bagi anggotanya yang berprofesi sebagai pedagang kelontong yang berkeliling ke daerah-daerah terpencil. Selain itu UED-SP juga memberikan bantuan modal usaha bagi para pengumpul dedak yang merupakan pakan bagi peternakan ayam negeri yang banyak di Kecamatan Hamparan Rawang. 4. Bidang Kerajinan Bidang kerajinan yang coba dikembangkan oleh UED-SP adalah kerajinan anyaman pandan duri. Hasil-hasil dari kerajinan anyaman ini berupa alat-alat kebutuhan rumah tangga seperti tikar dan bakul. Selama ini pemasaran hasil kerajinan anyaman ini masih sebatas kecamatan saja. Dan pembuatannya karena adanya pesanan dari konsumen dan belum diproduksi secara besarbesaran. Disamping masalah area pemasaran yang masih terbatas, ketrampilan para pengrajin dalam mengembangkan bidang kerajinan ini juga masih rendah. Hal ini menyebabkan produk-produk yang dihasilkan terkesan monoton dan tidak inovatif. 5.1.4. Evaluasi Umum Program inipun belum mampu memanfaatkan potensi-potensi ekonomi lokal yang ada di Desa Koto Teluk secara optimal. Padahal dengan pemanfaatan potensi ekonomi lokal yang ada, diharapkan keberlanjutan kegiatan tersebut akan terjaga karena tidak terlalu tergantung dengan kondisi daerah lain karena setiap
64
kegiatan ekonomi tidak akan terlepas dari adanya keterkaitan pasar yang lebih luas. Seperti halnya kegiatan UP2K-PKK, kegiatan UED ini pun sangat dirasakan kurang dalam memberikan pelatihan ketrampilan bagi keluarga yang menerima bantuan modal. Adanya kerjasama dengan lembaga-lembaga pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan bidang usaha para anggota dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Para anggota/keluarga sebaiknya memperoleh pendampingan secara kontinyu, paling tidak agar mereka termotivasi untuk mengembangkan usaha mereka. Tujuan utama dibentuknya UED-SP adalah menciptakan iklim permodalan yang kondusif, mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa dan memberikan pinjaman bagi masyarakat yang membutuhkan modal untuk usaha baru dan pengembangan usaha. Jika mengacu pada tujuan dibentuknya UED-SP, maka kelembagaan UED-SP belum dapat dikatakan belum mencapai tujuan tersebut. UED-SP dengan segala keterbatasan modal maupun sumber daya manusia belum mampu mencip takan kondisi yang kondusif bagi pembangunan ekonomi masyarakat Desa Koto Teluk. Pertumbuhan modal yang kecil ini dikarenakan kurangnya kesadaran dari anggota untuk menyimpan uangnya pada lembaga UED-SP sangat rendah. Kondisi ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat dan anggota UED-SP tentang norma-norma yang berlaku di UED-SP. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap norma-norma yang ada di UED-SP menyebabkan normanorma tersebut menjadi tidak melembaga. Masyarakat kurang menganggap pentingnya perguliran dana bagi kelangsungan UED-SP sendiri dan juga bagi anggota lainnya. Ketidaktahuan masyarakat tentang norma-norma ini juga merupakan potensi konflik dalam masyarakat, karena adanya perasaan curiga dari sebagian masyarakat. Belum optimalnya pelayanan yang diberikan oleh lembaga UED-SP kepada masyarakat juga disebabkan manajemen yang dilakukan oleh pengurus. Belum adanya pembagian kerja yang jelas antar pengurus sehingga sering terjadi tumpang tindih kekuasaan. Setiap pengurus juga memiliki kesibukan sendiri-
65
sendiri sehingga terkesan pengurus hanya bekerja setiap tanggal 15 saja, dimana pada tanggal tersebut anggota menyetorkan pinjaman serta mengajukan pinjaman. Pada kegiatan Usaha Ekonomi Desa di Desa Koto Teluk yang merupakan program murni swadaya masyarakat seharusnya melibatkan seluruh masyarakat dalam kegiatannya. Baik dari tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai pada evaluasi. Sehingga masyarakat tidak sekedar dijadikan objek dari kegiatan UED-SP, akan tetapi masyarakat merupakan subjek dari kegiatan UEDSP. Walaupun tingkat partisipasi dari masyarakat cenderung kurang, akan tetapi melalui kegiatan inilah saatnya mulai mengajak masyarakat untuk peduli terhadap kesejahteraan bersama. Mengikutsertakan seluruh masyarakat dapat dimulai dari diskusi-diskusi ditingkat yang lebih kecil seperti di tingkat RT.
VI. ANALISIS KELEMBAGAAN UED-SP Kelembagaan UED-SP merupakan kelembagaan yang sengaja dibentuk (enacted institution) dalam rangka pembangunan desa oleh pemerintah pusat. Tapi karena ide pembentukannya berasal dari “atas”, tentu saja bentuk, tujuan dan kegiatannya sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai pihak yang mempunyai program. Mentransmisikan ide tersebut tentu membutuhkan waktu yang cukup lama. Proses perkembangan kelembagaan sosial tersebut dinamakan pelembagaan atau institutionalization yang merupakan sustu proses pengaturan dan pembinaan pola -pola prosedur disertai beragam sanksi. Proses pelembagaan dimulai dari masyarakat mengenal, mengakui, menghargai, mentaati dan menerima normanorma dalam kehidupan sehari-hari. Setelah norma diterima berlanjut sampai tahap mendarah-daging (internalisation) atau menghargai norma-norma tersebut. Analisis kelembagaan UED-SP bertujuan untuk melihat bagaimana kapasitas anggota dan pengurus yang terlibat dalam kegiatan UED-SP. Kapasitas masyarakat/anggota sangat berpengaruh pada proses internalisasi norma-norma baru yang dibawa oleh UED-SP. Analisis diawali dengan mengetahui karakteristik dan tingkat pengetahuan masyarakat tentang norma, nilai dan aturan yang berlaku di UED-SP. Analisis kapasitas pengurus bertujuan untuk melihat sejauh mana pengurus telah dapat menjalankan perannya dalam mengelola kegiatan UED-SP. Analisis pengurus ini untuk melihat bagaimana aspek keorganisasian dari kelembagaan UED-SP.
6.1. Kapasitas Anggota Prinsip penerimaan anggota UED-SP sangatlah terbuka. Keanggotaan UED-SP di Desa Koto Teluk ditetapkan berdasarkan musyawarah desa pada 12 Juni 2001, dimana berdasarkan keputusan bersama bahwa yang menjadi anggota UED-SP adalah setiap keluarga yang ada di Desa Koto Teluk tanpa terkecuali. Hal ini didasari petimbangan bahwa UED-SP merupakan milik tiap anggota masyarakat sehingga mereka berhak untuk menjadi anggota UED-SP. Konsekwensi dari kebijakan ini adalah banyaknya anggota yang hanya sekedar tercatat namanya sebagai anggota sedangkan mereka tidak pernah ikut aktif dalam kegiatan ini. Tiap anggota mempunyai hak untuk mengajukan pinjaman baik itu
67
pinjaman kepada kelompok ditingkat RT maupun tingkat desa. Hingga pada bulan Juli 2005 tercatat sebanyak 319 keluarga menjadi anggota UED-SP. Walaupun yang tercatat sebagai anggota pada umumnya adalah kepala keluarga (suami), akan tetapi dalam pengajuan pinjaman, tidak hanya kepala keluarga yang dapat meminjam, istripun dapat mengajukan pinjaman atas nama keluarga. 6.1.1. Karakteristik Untuk lebih mengetahui dan mengkaji tentang profil anggota UED-SP di Desa Koto Teluk dapat dilihat dari karakteristik anggota itu sendiri. Dalam kajian ini ditentukan sebanyak 12 responden yang sengaja dipilih karena dirasa dapat mewakili kondisi 319 anggota UED-SP yang ada. Pemilihan anggota kelompok yang dijadikan responden berdasarkan latar belakang keragaman usaha yang ada, keterwakilan gender, serta yang bersangkutan ada di tempat ketika penelitian dilakukan. Selain itu responden juga diambil dari anggota UED-SP yang belum tercatat pernah meminjam pada UED-SP untuk mengetahui pandangan mereka tentang UED-SP. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar (80%) responden berpendidikan SD. Pendidikan tidak terkait langsung dengan ketrampilan responden, karena ketrampilan didapat berdasarkan pengalaman dia melakukan usaha. Hal bisa dilihat dari kenyataan bahwa tingkat pendidikan tidak terlalu berpengaruh terhadap pendapatan responden. Keuntungan responden dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan akan berpengaruh juga oleh tanggungan keluarga. Responden yang memperoleh keuntungan lebih Rp. 50.000,- akan tetapi mempunyai tanggungan keluarga yang lebih besar pula tentunya akan sulit untuk hidup dengan layak. Status perkawinan juga berpengaruh terhadap mempengaruhi pemenuhan kebutuhan dengan keuntungan yang diperoleh. Responden yang berstatus janda akan sulit untuk hidup layak, karena ia menjadi pencari kerja tunggal. Kondisi ini berpengaruh pula kepada pengembalian pinjaman UED-SP, dimana responden akan lebih mendahulukan pemenuhan kebutuhan keluarga daripada pengembalian pinjaman.
Maaf ....................... Lembar Halaman Ini Pada Aslinya Memang Tidak Ada
69
6.1.2. Pengetahuan Pengetahuan anggota ikut menentukan keberhasilan pencapaian tujuan UED-SP. Pengetahun yang dimaksudkan di sini adalah pemahaman dan pengertian anggota tentang mekanisme perguliran dan simpan pinjam, cara-cara berusaha yang baik dan bagaimana meningkatkan pendapatan dengan membangun jaringan kerja. Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden adalah Sekolah Dasar yaitu sebanyak delapan orang, sedangkan untuk tingkat Sekolah Lanjutan yaitu SLTP dan SLTA sebanyak tiga orang, bahkan ada yang tidak menamatkan Sekolah Dasar yaitu sebanyak dua orang. Tingkat pendidikan ini secara tidak langsung berpengaruh pada pemahaman anggota terhadap norma dan aturan yang ada pada lembaga UED-SP. Para anggota tidak memahami tentang penting mekanisme perguliran dana dalam UED-SP, sehingga kurangnya kesadaran untuk membayar pinjaman modal. Pengetahuan yang masih rendah mengenai UED-SP juga mengakibatkan rendahnya kesadaran anggota untuk menabung melalui UED-SP. Hal ini sejalan dengan yang dikemukan oleh ibu RSN yang menekuni bidang anyaman. Beliau mengungkapkan bahwa : “Selama ini saya kira bantuan modal yang diberikan oleh UED sifatnya bantuan pemerintah yang tidak perlu secepatnya dikembalikan. Dan bahkan bisa kena pemutihan jika kita tidak bisa mengembalikannya. Sama seperti bantuan -bantuan lain yang sering dibagi-bagikan dulu. Saya juga tidak tau bahwa kita juga bisa menabung disana, saya kira hanya buat tempat minjam saja. Tingkat
pendidikan
juga
berpengaruh
pada
pengetahuan
tentang
bagaimana mengembangkan usaha yang dijalankan. Sektor informal maupun pertanian mungkin memang tidak memerlukan pendidikan yang tinggi, akan tetapi dengan dibekali pendidikan yang cukup , akan dapat membuka wawasan berpikir dan lebih mudah mengembangkan usaha yang sedang dijalankan. Rendahnya tingkat pendidikan para anggota berawal dari adanya lingkaran kemiskinan, dimana mereka berasal dari keluarga yang miskin pula. Kemiskinan yang dialami oleh keluarga mereka menyebabkan kesempatan mereka untuk mendapat pendidikan yang layak menjadi kecil pula.
70
6.1.3. Ketrampilan Selain pengetahuan, ketrampilan merupakan kapasitas anggota yang mempengaruhi keberhasilan program UED-SP dalam mengembangkan ekonomi lokal. Ketrampilan itu bisa dipengaruhi dari pengalaman anggota dalam menjalankan usahanya. Responden IRS yang telah membuka usaha warungan selama 10 tahun mengungkapkan bahwa pengalaman selama menekuni usaha ini telah mampu memberikan ketrampilan baginya dalam mengelola modal usaha, bagaimana membangun jaringan yang baik dengan pemasok barang dan bagaimana
mendapatkan
dan
menjaga
langganan.
Selengkapnya
IRS
mengungkapkan : “Pada awalnya saya tidak membolehkan ada pembeli yang menghutang di warung saya, karena saya tidak percaya kepada mereka akan membayar hutang mereka nantinya. Akan tetapi jika tidak diberi hutangan warung saya jadi sepi pembeli. Akhirnya saya membolehkan pembeli untuk hutang, yang belikan masih orang Koto Teluk dan saya kenal dengan mereka, jadi tidak mungkin mereka membohongi saya dan tidak membayar hutang mereka. Sekarang pelanggan saya menjadi bertambah dan alhamdulillah semua yang menghutang dapat membayarnya” Berdasarkan pernyataan ibu RSN tadi dapat kita lihat bagaimana ketrampilan ibu RSN dalam memperoleh dan mempertahankan langganannya. Tidak semua pedagang mampu melakukan hal tersebut, karena dibutuhkan rasa percaya yang tinggi. Ketrampilan seperti ini tidak hanya dibutuhkan dalam mendapatkan dan mempertahankan langganan, tetapi juga diperlukan dalam menjalin hubungan dengan pemasok barang dagangannya. Ketika para pelanggan belum mampu melunasi hutangnya, sedangkan stok barang diwarung telah menipis, ibu RSN dapat memanfaatkan hubungan baiknya dengan para pemasok barang untuk membayar setelah para pelanggan melunasi hutangnya. Dari wawancara dengan para responden diketahui bahwa untuk bidang perdagangan seperti usaha warungan, pedagang sayur, pedagang telur, pedagang ayam maupun pedagang kelontong keliling, pada umumnya mereka telah memiliki ketrampilan yang memadai dalam menjalankan usahanya. Mereka telah memiliki jaringan pemasaran yang cukup baik. Mereka telah memiliki pemasok barang dan memiliki langganan sendiri-sendiri. Kendala yang mereka hadapi
71
adalah banyaknya pesaing yang bergerak dibidang serupa dengan modal yang lebih besar. Sedangkan
untuk
usaha-usaha
yang
baru
dikembangkan
seperti
penggemukkan sapi potong maupun bidang anyaman, ketrampilan anggota UEDSP dirasakan masih minim. Hal ini menyebabkan usaha seperti penggemukan sapi potong belum memberikan hasil yang maksimal.
Selama ini kendala dalam
pengembangan anyaman ini adalah rendahnya ketrampilan para pengerajin terutama dalam diversifikasi produk serta bentuk produk yang ketinggalan zaman. Sistem pemeliharaan sapi potongpun masih bersifat tradisional dengan menggembalakan sapi pada lahan-lahan sawah yang belum digarap. 6.2. Kapasitas Pengurus Analisis kapasitas pengurus dilakukan untuk mencoba menganalisis aspek organisasi dari kelembagaan UED-SP. Dalam analisis aspek keorganisaasian, inti kajiannya adalah peran (roles), yaitu bagaimana kepengurusan UED-SP mampu untuk melaksanakan peran dan fungsinya. 6.2.1. Kara kterisitik Pengurus Untuk mengembangkan UED-SP ini peranan pengurus sangat penting, karena maju dan berkembangnya suatu organisasi tidak terlepas dari peran pengurus itu sendiri. Berikut karakteristik pengurus UED-SP di Desa Koto Teluk yang dipilih berdasarkan hasil musyawarah desa pada tanggal 11 Desember 2001. Tabel 9. Karateristik Pengurus UED-SP Desa Koto Teluk Tahun 2005 No
Nama
Jabatan
Usia (tahun) 41
Pekerjaan
Pendidikan
Pengalaman Organisasi
Dagang
SLTA
Belum ada Kelembaga an Adat PKK
1.
Azrizal
Ketua
2.
Azir
Sekretaris
43
PNS
PT
3.
Yunialida
Bendahara
32
PNS
SLTA
Sumber : Dokumen UED-SP.
Pengangkatan mereka sebagai pengurus disamping memperhatikan aspirasi dari masyarakat, juga karena mereka dipandang bisa mengembangkan UED-SP dimasa yang akan datang. Jika melihat dari tingkat pendidikan yang dimiliki, pengurus diharapkan mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memajukan kelembagaan UED-SP. Disamping itu melihat dari pekerjaan yang
72
mereka tekuni, memungkinkan mereka
mempunyai jaringan kerja yang cukup
luas bagi pengembangan UED-SP. Perkembangan UED-SP yang sedang berjalan boleh dibilang lamban jika kita lihat dari perkembangan modal yang tidak bisa memenuhi kebutuhan anggota akan bantuan modal. Hal ini disebabkan karena kesibukan para pengurus dan juga adanya perangkapan tugas dari pengurus. Apalagi sejak ketua sudah jarang ada di tempat karena sering keluar daerah karena faktor pekerjaannya. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh ibu VRW anggota UED-SP yang berprofesi sebagai pedagang telur: “Sebenarnya para pengurus sekarang sudah lumayan, hanya saja perkembangan modal sangat lambat padahal kebutuhan akan modal sekarang sangat besar. Mungkin para pengurus itu juga sibuk mengurusi pekerjaan mereka sendiri sehingga kurang memperhatikan perkembangan UED-SP, yang penting bagi mereka semua lancar-lancar saja, kalau ada uang mereka kasih kalau lagi tidak ada, ya harus menunggu dulu” Pengurus juga mengakui keadaan tersebut, bapak Azrizal yang merupakan ketua UED-SP merasa bersalah akan kesibukannya yang mengharuskan beliau jarang mengikuti kegiatan UED-SP. “Ketika saya pertama dipilih, saya masih bisa ikut dan terlibat langsung dalam kepengurusan. Waktu itu saya masih kerja di Kerinci. Akan tetapi sekarang saya harus dagang keluar daerah jadi jarang ada di kerinci, kalaupun ada paling tiga bulan sekali karena ingin menjenguk keluarga. Saya merasa tidak enak sama pak Azir, selama ini dia yang sibuk karena saya tidak bisa hadir pada tiap tanggal 15. Saya juga sudah minta agar saya diganti saja, tapi mereka tidak setuju saya berhenti. Kata mereka jika saya mau berhenti, mereka juga mau berhenti” Melihat
kondisi
UED-SP
yang
sekarang
serta
kesibukkan
para
pengurusnya, perlu kiranya ada penyegaran pengurus agar usaha UED-SP bisa berkembang dengan baik. Akan tetapi penyegaran ini bukannya tanpa hambatan, walaupun sumber daya manusia di Desa Koto Teluk cukup besar, akan tetapi ada keengganan dari masyarakat untuk menjabat posisi di kelembagaan seperti UEDSP. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh pak Azrizal:
73
“Kalau ada yang mau, sebenarnya saya dari awal saya tidak mau jadi ketua. Resikonya berat, secara materi saya tidak dapat apa-apa dari menjadi ketua. Akan tetapi karena itu amanah maka saya mau jadi ketua. Kadang-kadang saya tersinggung kalau ada yang merasa saya dan pengurus menggelapkan dana UED-SP. Demi allah tidak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk berbuat demikian. Sekarang kalau saya mau diganti, saya malah senang. Tidak ada lagi yang berburuk sangka sama saya. Tapi itulah masyarakat, bisanya mengkritik saja. Kalau disuruh jadi pengurus semuanya menolak. 6.2.2. Kepemimpinan Keberhasilan suatu lembaga seperti UED-SP dalam memberikan pelayanan kepada anggota salah satunya ditentukan oleh faktor pemimpin dalam mengelola lembaga tersebut. Seorang pemimpin yang baik tidak hanya dilihat kualitas sumber manusianya, tetapi juga kepribadian pemimpin itu sendiri. Bagaimana ia mampu masuk dan berinteraks i dengan masyarakat akan sangat berpengaruh dengan keberhasilan kepemimpinannya. Hal ini terjadi juga di UED-SP di Desa Koto Teluk. Ketua UED -SP yang dipilih dan diangkat melalui musyawarah desa pada tanggal 4 Desember 2000, yaitu bapak WR secara kualitas sumberdaya manusia bisa dikatakan cukup kompeten. Beliau adalah seorang Sarjana Ekonomi sehingga cukup mempunyai prospek untuk memimpin UED-SP. Akan tetapi karena beliau terlalu ingin menerapkan prinsip-prinsip ekonomi yang kaku kepada UED-SP menyebabkan, anggota menjadi tidak menerima beliau. Oleh karena itu pada tanggal 11 Desember 2001, bapak WR digantikan oleh bapak Azrizal melalui musyawarah desa pula. Padahal jika dilihat dari tingkat pendidikan, pak Azrizal hanya tamatan SLTA saja. Hasil wawancara dengan anggota dan pengurus UED-SP menunjukkan bahwa Ketua UED-SP dianggap baik dalam cara memimpin. Beliau dikenal sebagai orang yang tidak suka mempersulit orang lain yang ingin memperoleh bantuan. Hal ini sesuai denganyang diungkapkan oleh bapak JSM, seorang buruh tani yang juga memelihara itik: “Pak Azrizal sangat pantas menjadi ketua UED-SP, waktu dia jadi sekdes-pun dia disukai oleh masyarakat. Dia tahu benar kesulitan yang dialami oleh kita sehingga kalau berurusan dengannya tidak perlu berbelit-belit. Asal kita jujur buat apa uang yang kita pinjam,
74
walau ada yang pinjam uang buat biaya rumah sakit, asal kita ngomong jujur pasti dia setuju. Kalaupun saya belum bisa bayar anggsuran pinjaman, dia juga tidak terlalu ribut, asal bayar bunganya aja dulu biar yang lain juga dapat pinjam. Tapi sekarang dia jarang bisa mengurus koperasi lagi, dia lebih banyak di luar daerah sekarang. Setahun belakangan ini dia jadi pedagang keliling ke luar daerah kerinci, hingga jarang ikut kalau pas malam tanggal 15” Bapak SYD yang merupakan anggota BPD Desa Koto Teluk juga menyatakan hal yang sama tentang kepemimpinan bapak Azrizal : “Dulunya bapak Azrizal juga orang susah, jadi dia tidak mau orang lain jadi susah karena dia. Segala urusan dengan dia pasti lancar, tidak bertele-tele. Kalau masalah adanya yang tidak suka, ya pasti ada, namanya juga manusia. Apalagi dia bukanlah orang asli disini, hingga sampai sekarang masih ada belum percaya pada pak azrizal. Tapi saya tahu betul jiwa pak Azrizal, dia gak akan mungkin makan uang masyarakat. Sekarang dia memang tidak terlalu sering ngumpul pas malam tanggal 15 di mesjid. Dia ada pekerjaan sendiri, tapi katanya dia masih suka mengontrol UED-SP kalau dia lagi pulang ke desa”. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari wawancara dengan responden dan informan, dapat disimpulkan bahwa ketua UED-SP dianggap cakap, jujur dan bisa mengendalikan pengurus lainnya dan nasabah dalam mengelola lembaga UED-SP. Walaupun sekarang karena kesibukkannya keluar kota, akan tetapi anggota dan pengurus masih mempercayainya untuk memimpin UED-SP. Akan tetapi untuk kepentingan pengembangan kelembagaan UED-SP dimasa yang akan datang perlu adanya regenerasi pengurus terutama ketua. Penilaian baik terhadap kepemimpinan Ketua UED-SP menumbuhkan kepercayaan yang tinggi baik yang berasal dari anggota, maupun dari stakeholder lainnya seperti dinas pemerintahan ataupun pihak swasta. Kepercayaan merupakan modal sosial yang utama yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan UED-SP. 6.2.3. Manajemen Konsep kinerja yang leb ih mengacu pada hasil pelaksanaan tugas atau kegiatan yang dilaksanakan seseorang atau sekelompok orang secara bersamasama. Untuk melihat kinerja UED-SP di Desa Koto Teluk dikaji berdasarkan
75
empat
aspek
utama
manajemen,
yaitu,
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan dan evaluasi. Pelaksanaan tugas atau kegiatan suatu lembaga harus didasarkan pada perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Kinerja tersebut dapat dijadikan tolok ukur maju mundurnya suatu organisasi atau prestasi seseorang atau lembaga yang didasarkan pada hasil evaluasi. Sebagai suatu kelembagaan, dalam pencapaian tujuan yang diinginkan, UED-SP menggunakan fungsi perencanaan, penggorganisasian, pelaksanaan serta fungsi pengawasan dalam manajemen yang mereka lakukan. a. Perencanaan Suatu lembaga akan berjalan dengan baik jika didukung dengan perencanaan yang baik pula. Perencanan tersebut merupakan suatu proses yang panjang. Diawali assessment dimana proses ini merekam kejadian -kejadian waktu sebelumnya atau berupa penelitian untuk mengumpulkan data-data yang lengkap untuk merumuskan rencana yang akan disusun. Suatu perencanaan yang baik disusun secara partisipatif, yaitu harus melibatkan anggota-anggota sebagai nasabah UED-SP. Pengurus UED-SP setiap tahunnya mengadakan rapat anggota tahunan dengan mengundang seluruh anggota. Rapat ini dimaksudkan untuk membicarakan hal-hal yang akan dikerjakan untuk tahun mendatang dan untuk mencari penyelesaian secara bersama-sama tentang permasalahan yang dihadapi serta laporan pengurus mengenai besarnya modal yang dimiliki oleh UED-SP. Akan tetapi pada kenyataannya, partisipasi nasabah menghadiri pertemuan ini masih sangat rendah sekali. Ini bisa dilihat dari anggota yang hadir dalam rapat tersebut. Kebanyakan yang hadir adalah pengurus tingkat RT serta anggota lainnya yang akan menyetorkan pinjamannya. Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang diadakan oleh UED-SP di Desa Koto Teluk bersamaan dengan kegiatan rutin yaitu peminjaman serta penyetoran pinjaman. Belum ada waktu yang khusus dalam melaksanakan RAT, sehingga terkesan kegiatan RAT hanyalah kegiatan yang biasa saja. Kehadiran para pengurus tidak lebih dikarenakan pada tiap akhir tahun anggaran, kelompok di tingkat RT akan menerima Sisa Hasil Usaha sesuai dengan peraturan UED-SP. Hal ini sangat memprihatinkan karena akan mempengaruhi
76
kinerja lembaga. Kurangnya partisipasi nasabah menunjukkan lemahnya kinerja lembaga dalam memotivasi dan menggalang masyarakat, sehingga produktifitas dan efisiensi lembaga kurang maksimal. Dengan kondisi tersebut UED-SP sudah berupaya maksimal membuat suatu perencanaan yang baik, akan tetapi kondisi ini kurang didukung oleh anggota sebagai partner pengurus UED-SP. Oleh karena itu lembaga kurang dapat mengetahui dan memahami aspirasi dan kebutuhan anggota. Sehingga perencanaan yang pada akhirnya dilakukan lebih banyak berasal dari para pengurus saja. Padahal dalam perencanaan yang partisifatif, peran anggota atau masyarakat sangatlah penting. b. Pengorganisasian Adanya struktur organisasi dengan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas bagi pengurus merupakan kekuatan untuk pengorganisasian antar pengurus karena pembagian tugas ini merupakan acuan tugas yang efisien dan efektif sebagai pengurus kelompok. Walaupun struktur kelembagaan UED-SP telah terbentuk dengan pemilihan para pengurus, akan tetapi belum diikuti dengan pembagian kerja yang jelas diantara pengurus. Hal ini menyebabkan sekretaris lebih banyak berperan dalam kegiatan UED-SP dibanding ketua sendiri. Kesibukan ketua UED-SP karena profesinya sebagai pedagang keliling, menyebabkan ia sangat jarang hadir dalam kegiatan bulanan yang dilakukan oleh UED-SP. Padahal pada kesepakatan awal, pinjaman baru bisa dicairkan bila telah ada persetujuan dari ketua kelompok tingkat RT serta persetujuan dari Ketua UED-SP tingkat desa. Kondisi ini bisa menyebabkan bertumpuknya tugas dan wewenang pada sekretaris yang dikhawatirkan pada akhirnya akan menyebabkan ketua menjadi lepas tangan terhadap kegiatan UED-SP. Di samping itu kurangnya sosialisasi tentang hak dan kewajiban anggota serta kurangnya pembinaan untuk memotivasi anggota agar terlibat sepenuhnya dalam kegiatan UED-SP menyebabkan kurangnya pemahaman anggota terhadap norma-norma dan juga rendahnya kesadaran untuk terlibat dalam kegiatan UED-SP. Keberadaan seorang pemimpin dalam hal ini ketua sangat dibutuhkan dalam penguatan kelembagaan UED-SP, sehingga diperlukan upaya untuk
77
menanggulangi permasalahan ketua yang waktunya sangat terbatas bagi UED-SP. Mungkin sudah waktunya untuk memilih ketua baru yang memiliki kemampuan dan kesempatan untuk memimpin UED-SP. c. Pelaksanaan Dalam pelaksanaan kegiatannya, UED-SP telah mampu memberikan pelayanan yang cukup baik bagi anggotanya. Setiap tahun ada penambahan modal walau dirasakan masih sangat kurang dalam mendukung pengembangan ekonomi lokal. Masih ada anggota yang menunggak menyebabkan dua kelompok tidak mendapatkan lagi bantuan dana, baik modal melalui kelompok maupun pinjaman yang sifatnya individual. Pengurus UED-SP dalam memberikan pelayanannya kepada anggota sudah maksimal sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat, walaupun perencanaan itu tidak partisipatif karena dibuat oleh pengurus sendiri. Hal ini dimungkinkan karena tidak semua anggota berpartisip asi dalam perencanaan sehingga para pengurus lebih cenderung membuat perencanaan yang terkesan sekedar “cari aman” saja, yang penting modal bisa bergulir. Selain masalah tunggakan yang ada pada UED-SP, di masa yang akan datang diharapkan perlu diadakan penjajagan untuk menjalin kerjasama dengan lembaga atau instansi lain untuk memperkuat dan mengembangkan UED-SP di Desa Koto Teluk. Jika dilihat dari perkembangan modal yang ada, yang meningkat tiap tahunnya, dapat dijadikan indikator bahwa kinerja UED-SP cukup baik. Akan tetapi efisiensi UED-SP dalam memberikan pelayanan kurang maksimal, karena mas ih ada nasabah yang tidak bisa dilayani serta meningkatnya tunggakan nasabah. Untuk itu perlu dikelola secara profesional, sehingga UED-SP benarbenar merupakan lembaga ekonomi lokal yang kuat dan tangguh terutama ditengah-tengah kondisi krisis ekonomi yang berkepanjanngan. d. Pengawasan. Walaupun UED-SP merupakan program pemerintah akan tetapi pada kasus UED-SP di Desa Koto Teluk, pemerintah tidak pernah mengadakan pengawasan terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh UED-SP. Selama ini evaluasi hanya dilakukan bersamaan dengan Rapat Anggota Tahunan saja. Dan laporan mengenai kegiatan UED-SP pada akhir tahun diserahkan kepada Badan
78
Perwakilan Desa. Hal ini bisa terjadi karena belum jelasnya posisi dan kedudukan UED-SP dalam pemerintahan desa. Pertanggungjawab an yang diberikan oleh pengurus lebih banyak merupakan laporan saldo akhir tiap tahun anggaran serta berapa banyak Sisa Hasil Usaha yang akan dibagikan kepada masing-masing kelompok. Pengawasan merupakan aspek manajemen yang sangat penting untuk mengontrol jalannya suatu lembaga dalam mencapai tujuan bersama. Adanya pertanggungjawaban yang jelas juga akan meningkatkan kepercayaan anggota dan masyarakat kepada para pengurus dalam melanjutkan pelayanannya kepada masyarakat. Adanya kepercayaan ini merupakan modal sosial yang utama yang bisa dimanfaatkan dalam pengembangan UED-SP dimasa yang akan datang. 6.3. Performa UED-SP 6.3.1. Perkembangan Anggota
Partisipasi seseorang akan dipengaruhi oleh kemauan dari orang yang bersangkutan, yaitu adanya sesuatu yang mendorong/men umbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi. Hal yang mendorong kemauan antara lain adalah manfaat yang akan mereka rasakan dari partisipasi itu. Sifat keanggotaan UED-SP yang stesel pasif menyebabkan seluruh keluarga yang ada di Desa Koto Teluk secara otomatis menjadi anggota UED-SP. Hal ini didasari kebijakan bahwa UED-SP merupakan milik semua warga sehingga seluruh keluarga yang ada akan menjadi anggota UED-SP. Kebijakan ini menyebabkan tidak terjadinya perkembangan jumlah anggota UED-SP di Desa Koto Teluk, perkembangan yang terjadipun lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-fakto r kependudukan seperti kematian maupun migrasi. Keanggotaan UED-SP merupakan bagian yang tidak terpisah dalam pengelolaan UED-SP. Faktor keanggotaan merupakan unsur pokok kelangsungan usaha dan kelembagaan UED-SP karena prin sip yang dikandung oleh UED-SP adalah prinsip perkoperasian dimana anggota memegang peranan yang penting. Karena sifat keanggotaannya pula maka ada masyarakat yang menjadi anggota merasa tidak memiliki kelembagaan ini. Mereka tidak pernah menghadiri kegiatan UED-SP, walaupun kadang mereka meminjam melalui UED-SP untuk
79
kegiatan-kegiatan yang lebih banyak bersifat konsumtif. Hal ini dikemukakan oleh bapak YZR seorang tokoh adat di Desa Koto Teluk : “Kadang anggota masyarakat menggunakan bantuan pinjaman UED-SP hanya untuk sekedar beli panci ataupun piring. Memang mereka dapat mengembalikan tepat waktu, akan tetapai alangkah lebih baik jika pinjaman tersebut digunakan oleh anggota lain yang benar-benar untuk berusaha. Kalau ditanya kenapa mereka meminjam hanya untuk membeli peralatan dapur, alasan mereka adalah, kalau tidak bisa minjam percuma kita menjadi anggota” Di samping itu keanggotaan secara otomatis ini akan menyulitkan dalam mensosialisasikan budaya menabung melalui UED-SP. Masyarakat yang menjadi anggota secara otomatis akan lebih sulit diajak menabung karena mereka merasa tidak terlalu membutuhkan keberadaan UED-SP. Mereka juga tidak terlalu peduli dengan perkembangan UED-SP. 6.3.2. Perkembangan Modal Untuk melihat performa atau keragaan UED-SP yang mengelola dana bergulir, dapat dilakukan dengan mengkaji keragaan perguliran dana. Diharapkan dengan
kelancaran
perguliran
ini
akan
ada
penambahan
modal
bagi
pengembangan usaha anggota lainnya. Tabel 10 menunjukkan performa perguliran dana dari tahun 2000 sampai 2004. Tabel 10. Perkembangan Modal Kegiatan Usaha Ekonomi Desa Di Desa Koto Teluk Sampai Tahun 2004
2000
Jumlah Modal (Rp) 21.000.000
Penambahan Modal (Rp) -
Pertumbuhan (%) -
2.
2001
22.580.400
1.580.400
7,53
3.
2002
25.380.400
2.800.000
12,40
4.
2003
28.555.650
3.175.250
12,51
5.
2004
31.508.150
2.952.500
10,43
NO
TAHUN
1.
Sumber : Dokumen UED-SP Desa Koto Teluk Tahun 2005.
Berdasarkan Tabel 10 dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2003 dan 2004, UED-SP mengalami perkembangan yang lambat bahkan pada tahun 2004 mengalami penurunan pertumbuhan
perkembangan
modal.
Keadaan
ini
disebabkan pada tahun 2003 sampai 2005, ada dua kelompok yang mengalami
80
kemacetan dalam pengembalian pinjaman. Sehingga kedua kelompok tersebut tidak mendapatkan bantuan modal sebelum mereka melunasi tunggakan tersebut. Perguliran dana sangat dipengaruhi pengetahuan dan sikap anggota terhadap bantuan kredit yang diterima. Seperti yang telah dijelaskan di depan, bahwa pemahaman nasabah sangat terbatas terhadap program UED-SP dan kurang sosialisasi oleh pengurus. Tingkat pendidikan yang rendah juga berpengaruh pada pemahaman aturan-aturan dan mekanisme pergulliran dana. Perkembangan modal yang kurang memadai bagi pengembang an ekonomi lokal juga disebabkan belum berfungsinya UED-SP sebagai lembaga sebagai tepat anggota dan masyarakat menabung. Rendahnya kesadaran nasabah untuk menyimpan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap anggota serta kepercayaan anggota kepada kelembagaan. Kesadaran nasabah untuk menyimpan perlu ditumbuhkan karena sangat bermanfaat bagi kelanjutan kelembagaan dalam melayani anggota dan masyarakat. 6.3.3. Perkembangan Kegiatan UED-SP sebagai lembaga pengembangan ekonomi lokal, UED-SP telah melakukan pengembangan kegiatan usaha. Pada tahun 2003 UED-SP, selain melaksanakan kegiatan simpan pinjam, UED-SP juga membuka usaha dibidang penyewaan alat-alat pesta seperti tenda dan kursi. Akan tetapi karena terbatasnya sarana yang mereka milliki yaitu hanya ada dua tenda dan 100 kursi, perkembangan usaha ini mengalami kemacetan. Selain masalah terbatasnya alat pesta yang dimiliki, kendala yang dihadapi oleh usaha penyewaan alat pesta ini adalah belum terbiasanya masyarakat di Kecamatan Hamparan Rawang menggunakan tenda dan alat pesta lainnya dengan sistem sewa. Masyarakat lebih memilih meminjam dari keluarga, disamping memang adat-istiadat mengajarkan untuk saling tolong menolong. Ahirnya kegiatan usaha ini mengalami kevakuman dan tidak dikelola lagi oleh para pengurus. Masyarakat Desa Koto Teluk yang akan memakai peralatan tersebut dapat memakai secara bebas dengan membayar uang perawatan sekadarnya.
81
6.4. Usaha-usaha yang Telah Kelembagaan UED-SP
Dilakukan
Untuk
Mengembangkan
Melihat perkembangan UED-SP yang ada di Desa Koto Teluk, sampai saat ini belum berkembang dengan baik mengingat semenjak dibentuk sampai tahun 2005, belum berbadan hukum. Padahal badan hukum yang jelas sangat dibutuhkan terutama untuk dapat bekerjasama atau menjalin kemitraan dengan lembaga formal yang ada. Walau dalam perkembangannya sering mengalami pasang surut, akan tetapi keberadaan UED-SP sangatlah dibutuhkan terutama dalam mengatasi permasalahan permodalan bagi kegiatan ekonomi lemah. Dengan besar pinjaman maksimal Rp. 200.000,- tiap bulannya, telah mampu menyediakan modal usaha bagi usaha kecil yang perputaran uangnya cukup cepat seperti warungan, pedagang sayur, pedagang telur ataupun bagi para pedagang kelontong keliling. Akan tetapi UED-SP belum mampu untuk memberikan bantuan modal bagi kegiatan-kegiatan yang perputaran uangnya membutuhakan jangka waktu yang cukup lama. Bidang-bidang usaha seperti pertanian dan peternakan belum begitu merasakan dampak dari keberadaan UED-SP. Keharusan untuk mengembalikan pinjaman dalam waktu satu bulan menjadi kendala tersendiri bagi masyarakat yang mata pencahariannya adalah petani ataupun peternakan. Hal sesuai dengan penuturan Mrz yang bermatapencaharian tani sebagai berikut : “Sebenarnya saya ingin sekali meminjam modal dari UED-SP, akan tetapi karena bunga yang harus dibayar sangat besar sedang jangka waktu pembayarannyapun sangat singkat, saya jadi takut tidak bisa membayarnya. Padahal saya ingin sekali meminjam guna membeli bibit sapi potong untuk dipelihara. Disamping itu besarnya pinjaman yaitu Rp 200.000,- mana cukup untuk membeli bibit sapi potong, untuk membuat kandangpun uang sebanyak itu tidak cukup” Keinginan masyarakat untuk mengembangkan usaha-usaha baru yang lebih potensial sering terhambat pada terbatasnya modal dan ketrampilan. Keinginan untuk mengembangkan UED-SP ini sebenarnya cukup besar, tetapi berdasarkan hasil wawancara baik kepada pengurus maupun dengan anggota dan juga kepada informan, masih banyak kesulitan yang dialami. Walaupun tingkat
82
pendidikan pengurus UED-SP cukup memadai di mana bendahara dan ketua adalah tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas sedangkan sekretaris sendiri adalah seorang sarjana, namun pengetahuan mereka tentang usaha simpan pinjam masih kurang.
Ini
berpengaruh
pada
rendahnya
inovasi-inovasi
dalam
mengembangkan UED-SP. Dari wawancara dan diskusi dengan para pengurus diketahui ada dua upaya yang pernah dilakukan oleh pengurus untuk mengembangkan UED-SP. Ketiga upaya tersebut adalah : 1. Mengajukan Bantuan Penambahan Modal Kepada Dinas Koperasi. Proposal untuk mendap atkan bantuan tambahan modal sudah dilakukan oleh pengurus UED-SP pada tahun 2003. Akan tetapi proposal itu ditolak karena UED-SP di Desa Koto Teluk belum mempunyai badan hukum yang disyaratkan oleh Dinas Koperasi. Sedangkan untuk mendapatkan status berbad an hukum itu sendiri persyarakatn seperti adanya Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang dimiliki oleh UED-SP belum memenuhi syarat. Salah satunya adalah tidak adanya simpanan pokok dan simpanan wajib yang merupakan salah satu sumber penambahan modal kelompok. Setelah proposal ini ditolak, para pengurus tidak pernah lagi mencoba untuk mengajukan proposal lagi baik kepada Dinas Keperasi maupun lembaga lainnya. Permasalahan AD-ART UED-SP yang belum lengkap juga tidak pernah dibicarakan lagi. Alasan kes ibukan akan pekerjaan pokok para pengurus serta ketidaktahuan mereka mengenai jalan keluar masalah ini menyebabkan usaha untuk mendapatkan tambahan bantuan modal dari pihak luar menjadi terhenti. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh bapak AZ yang menjabat sekretaris UED-SP: “Jika terus-terusan saya yang bolak -balik mengurus proposal kepada Dinas Koperasi, sebaiknya proposal itu dibatalkan saja. Saya juga memiliki kesibukan tersendiri, dikantor pekerjaan saya sedang menumpuk. Sedangkan untuk membuat AD-ART kelompok bukanlah pekerjaan yang gampang. Kita para pengurus telah berusaha membuatnya akan tetapi belum beres juga. Kelompokkelompok lain malah mengupahkan pembuatan AD-ART ini kepada orang yang telah biasa”
83
2. Menggalakan Kegiatan Menabung Melalui UED-SP. Usaha kedua yang dilakukan oleh pengurus untuk meningkatkan besarnya modal usaha adalah menggalakkan kegiatan menabung melalui UED-SP. Dasar kegiatan ini dikarenakan susahnya untuk mendapatkan bantuan modal dari pihak di luar UED-SP, maka pengurus mencoba untuk memanfaatkan potensi anggotanya untuk menambah modal. Tapi karena kegiatan ini hanya bersifat himbauan kepada anggota untuk menabung sebagai simpanan sukarela, tanpa adanya paksaan menyebabkan tidak ada anggota yang mau menabungkan uangnya di UED-SP. Belum adanya koordinasi dalam kegiatan menjadikan kegiatan ini tidak berhasil. Potensi lokal seperti keberadaan tokoh masyarakat maupun tokoh adat belum dilibatkan dalam mensosialisasikan kegiatan menabung ini. Padahal pada masyarakat Desa Koto Teluk keberadaan tokoh masyarakat maupun tokoh adat sangatlah dihormati.
VII. PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN USAHA EKONOMI DESA SIMPAN PINJAM DI DESA KOTO TELUK Memberdayakan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan atau kemandirian masyarakat. Usaha memberdayakan masyarakat dalam pembangunan daerah dapat dilakukan melalui tiga cara (Kartasasmita, 1995) yaitu: 1) menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi-potensi yang dapat dikembangkan, 2) memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat (empowering), dan 3) memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Untuk itu usaha pemberdayaan masyarakat harus mengikutsertakan semua potensi yang ada pada masyarakat. Pengembangan
masyarakat
adalah
pembangunan
alternatif
yang
komprehensif dan berbasis komunitas. Oleh sebab itu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan komunitas, karena pendekatan ini mempunyai ciri: 1) partisipasi yang berbasis luas, 2) komunitas merupakan konsep yang penting, 3) kepeduliannya
bersifat
holistik.
Dengan
pendekatan
komunitas
dapat
memecahkan masalah yang menjadi kepentingan masyarakat. Keunggulan menggunakan pendekatan komunitas adalah adanya partisipasi yang tinggi dari warga dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan tindakan, adanya penelaahan masalah-masalah secara menyeluruh dan menghasilkan perubahan perubahan yang didasari oleh pengertian, dukungan moral pelaksanaan oleh seluruh warga ( Gunardi dan Sarwititi, 2004). Dalam kajian ini, sesuai dengan prinsip pengembangan masyarakat yang mengutamakan perlunya partisipasi dari bawah, maka dalam rangka penyusunan program dilakukan bersama-sama dengan masyarakat. Penyusunan program diawali dengan identifikasi potensi dan masalah dengan mengungkapkan kekuatan (strength ), kelemahan (weaknessess), peluang (opportunies) dan ancaman (threats) yang mempengaruhi penguatan UED-SP dan pengembangan ekonomi lokal. Berdasarkan faktor-faktor internal dan faktor-faktor tersebut, kemudian di diskusikan tentang rencana strategi dengan menggunakan analisis matriks SWOT bersama masyarakat. Rencana strategi tersebut di diskusikan lagi untuk menentukan strategi prioritas yang dapat merangkum alternatif strategi yang telah
85
dihasilkan dan dilanjutkan dengan menyusun rencana program dan kegiatan secara partisipatif. 7.1. Identifikasi Permasalahan dan Potensi Untuk menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu “Bagaimana strategi dan program penguatan kapasitas Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk Kecamatan Hamparan rawang Kabupaten Kerinci?”, telah dilakukan serangkaian kajian pendahuluan yang dimulai dari pemetaan sosial Desa Koto Teluk, dan evaluasi program pengembangan masyarakat. Program pengembangan masyarakat yang dicoba untuk dievaluasi adalah Program Usaha Peningkatan Pend apatan KeluargaPemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (UP2K-PKK) dan Program Usaha Ekonomi Desa-Simpan Pinjam (UED-SP). Untuk dapat merancang program pengembangan UED-SP sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal pada masyarakat, keterlibatan mas yarakat sejak dalam mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang ada sampai pada penyusunan program merupakan hal yang mutlak. Oleh karena itu berdasarkan hasil evaluasi UED-SP Desa Koto Teluk, untuk menguatkan UED-SP, pengkaji telah mencoba mengajak seluruh masyarakat untuk mencari sebab akibat mengapa UED-SP tidak berkembang dan memikirkan bagaimana alternatif pemecahannya serta membuat rancangan program atau kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja UED-SP. Upaya menggali dan mengidentifikasi potensi, dan permasalahan yang mempengaruhi kelembagaan UED-SP dalam upaya pengembangan ekonomi lokal dilakukan melalui wawancara mendalam dengan para responden dan informan. Wawancara dilakukan dengan tiga orang pengurus UED-SP tingkat desa, tiga orang pengurus UED-SP tingkat RT, dua orang aparat pemerintahan desa, seorang tokoh masyarakat, seorang tokoh adat, 12 (dua belas) anggota UED-SP dan seorang aparat pemerintahan kecamatan. Data yang diperoleh dari hasil wawancara ini kemudian diolah dan dianalisis
untuk
mengidentifikasi
permasalahan yang dihadapi. Dalam mengidentifikasi masalah ini dilakukan dengan mengadakan diskusi kelompok terfokus (FGD) dengan masyarakat untuk melakukan perumusan masalah dan kebutuhan masyarakat. Dalam diskusi
86
kelompok terfokus ini peserta diberi kebebasan seluas-luasnya kepada peserta diskusi untuk mengungkapkan permasalahan yang ada pada UED-SP. Masukan dari masing-masing peserta dibahas dan dianalisis dengan menggunakan
metode
SWOT.
Metode
SWOT
dilakukan
dengan
mengklasifikas ikan unsur-unsur yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam rangka penguatan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam guna Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto Teluk. Diskusi kelompok diadakan dengan pengurus dan anggota UED -SP pada tanggal 15 Agustus 2005 di Mesjid Koto Teluk, Diskusi kelompok itu sendiri dihadiri oleh Pengurus UED-SP yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara, pengurus UED-SP di tingkat RT, anggota UED-SP, serta peneliti yang bertindak sebagai fasilitator. Hadir dalam diskusi tersebut Kepala Desa Desa Koto Teluk dan para tokoh masyarakat. Hasil diskusi kelompok terarah dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan kelompok UED-SP sebag aimana berikut ini.
7.1.1 Analisis Kelompok UED-SP 1. Analisis Kekuatan dan Kelemahan Internal Kelompok UED-SP (a) Badan Hukum Status hukum merupakan hal penting dalam pengembangan kelembagaan, karena status hukum merupakan bukti legalitas yang diberikan pemerintah kepada satu lembaga atau organisasi untuk dapat menjalankan fungsinya secara legal. Walaupun program Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam merupakan program yang berasal dari pemerintah pusat berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 12 tahun 1997, akan tetapi UED-SP di Desa Koto Teluk belumlah mempunyai badan hukum. Hal ini berpengaruh kepada pengembangan kelembagaan keuangan desa ini, karena dalam membangun kemitraan dengan dengan pihak swasta ataupun lembaga keuangan formal lainnya, adanya jaminan berupa status badan hukum merupakan hal yang mutlak dibutuhkan. (b) Pengurus Para pengurus merupakan perwakilan tiap RT yang ada yang dipilih melalui musyawarah desa. Mereka yang menjabat sebagai pengurus UED-SP saat
87
ini merupakan orang -orang pilihan anggota yang cukup disegani dan dianggap mampu serta mempunyai potensi dan pengetahuan dalam menjalankan roda organisasi. Selain disegani, mereka cukup dihormati karena mereka juga memegang jabatan di luar kelompok seperti dalam bidang keagamaan dan kelembagaan adat. Hubungan baik yang terjalin antar para pengurus sangat membantu meningkatkan kinerja kepengurusan mereka. selain itu para pengurus merupakan penduduk usia produktif, sehingga daya pikir, kreatifitas serta stamina mereka sebenarnya cukup tinggi untuk dapat mengembangkan UED-SP di Desa Koto Teluk. Namun demikian sebagai pengurus UED-SP, para pengurus juga memegang jabatan di luar kelompok sehingga menyebabkan mereka mengalami kesulitan membagi waktu dengan pekerjaan utama. Hal lain yang menjadi kelemahan dari kelembagaan ini adalah terbatasnya kemampuan manajerial usaha simpan pinjam dari pengurus yang menyebabkan kurangnya inisiatif dan kreatifitas dalam mengembangkan kelompok. (c) Anggota Keberadaan anggota merupakan syarat mutlak suatu kelembagaan ekonomi seperti UED-SP, karena dari partisipasi anggota diharapkan adanya penambahan modal UED-SP. Jumlah anggota UED-SP di Desa Koto Teluk sebenarnya tidak terlalu banyak mengalami perubahan semenjak UED-SP dibentuk. Hal ini karena adanya kebijakan bahwa setiap Keluarga yang ada di Desa Koto teluk secara otomatis menjadi anggota UED-SP. Pada awal tahun 2005 tercatat ada 319 Kepala Keluarga yang menjadi anggota UED-SP. Di samping merupakan potensi yang besar bagi pengembangan UED-SP, anggota UED-SP juga merupakan potensi bagi pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk. Akan tetapi jumlah anggota yang terbilang besar ini belum dimanfaatkan secara optimal, hal ini karena terbatasnya pemahaman anggota tentang kegiatan UED-SP serta kurangnya minat untuk menabung melalui kelompok UED-SP. Pemanfaatan pinjaman yang tidak sepenuhnya untuk tujuan produksi, merupakan kelemahan anggota yang dapat mempengaruhi pengembalian pinjaman, baik pinjaman melalui kelompok RT maupun melalui pinjaman individual.
88
(d). Manajemen - Perencanaan Fungsi perencanaan belum dilakukan secara baik walaupun mekanis me pengambilan keputusan
pada UED-SP di Desa Koto Teluk telah
menggunakan pendekatan bottom-up. Para pengurus UED-SP lebih banyak menunggu adanya usulan dan masukan dari anggota ataupun dari pengurus RT, sedangkan anggota karena keterbatasan pengetahuan lebih mengandalkan para pengurus untuk membuat perencanaan. Kondisi ini menyebabkan akhirnya pengurus lebih banyak berperan dalam kegiatan perencanaan. - Pengorganisasian Struktur oranisasi UED-SP di Desa Koto Teluk yang mengGambarkan fungsi dan tanggung jawab masing-masing jabatan telah disusun sehingga dapat menjadi acuan bagi pengurus dalam melaksanakan tugasnya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya sering terdapat perangkapan tugas, hal ini karena belum adanya job description yang jelas. Di samping itu kesib ukan Ketua UED-SP sering menyebabkan fungsi ketua diambil alih oleh sekretaris. Kurangnya sosialisasi kepada para anggota menyebabkan mereka tidak mengetahui tentang hak dan kewajiban anggota serta manfaat yang dapat mereka peroleh mela lui UED-SP. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan partisip asi anggota dalam kegiatan UED-SP menjadi rendah. - Pelaksanaan Pelayanan peminjaman yang mudah dan cepat dan hanya bermodalkan rasa percaya merupakan kekuatan dalam menjalankan kegiatan UED-SP, karena kondisi ini mendorong keinginan yang kuat dari masyarakat untuk menjadi anggota UED-SP. Pelayanan yang tidak maksimal terhadap anggota antara lain disebabkan oleh terbatasnya modal usaha, manajemen yang kurang tepat serta belum adanya kegiatan menabung melalui UED-SP. Belum adanya pembinaan
ketrampilan
dan
pengetahuan
kepada
pengurus
dalam
meningkatkan kualitas kerja. Para anggotapun tidak dapatkan bimbingan dalam menjalankan usaha produktifnya yang berakibat adanya anggota yang menunggak pengembalian pinjaman.
89
- Pengawasan. Belum jelasnya posisi lembaga UED-SP dalam Desa Koto Teluk, menyebabkan adanya kesimpangsiuran tentang mekanisme pelaporan serta pengawasan kegiatan UED-SP. Selama ini pelaporan hanya disampaikan kepada Badan Perwakilan Desa (BPD). Dari wawancara dengan pengurus UED-SP, disebutkan bahwa Surat Keputusan tentang pengangkatan pengurus belum dikeluarkan oleh Kepala Desa, sehingga mereka merasa tidak perlu melaporkan kegiatan mereka kepada Kepala Desa. Anggota merasa tidak dilibatkan dalam pengawasan kegiatan UED-SP, karena pengurus dinilai tidak terbuka dalam pelaporan hal ini menyebabkan timbulnya kecurigaan diantara anggota yang dapat mempengaruhi partisipasi mereka dalam kegiatan.
2. Analisis Peluang dan Ancaman Eksternal UED -SP (a) Institusional Semakin banyaknya alternatif sumber dana sebagai akibat dari adanya kebijakan pemerintah yang semakin berpihak pada peningkatakan kesejahteraan masyarakat seperti adanya Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K) ataupun dana pemberdayaan ekonomi yang dikucurkan kepada usaha-usaha kecil. Untuk pengembangan UED-SP dapat juga dengan memanfaatkan peluang keberadaan lembaga ekonomi lokal seperti bank, BPR, dan Koperasi, lembaga non keuangan lain (BUMN) dan instansi-instansi pemerintah melalui jaring kemitraan. Pola jaring kemitraan ini tidak hanya dalam bentuan permodalan saja akan tetapi juga bantuan teknis seperti pelatihan-pelatihan baik pelatihan manajemen UED-SP, tetapi juga pelatihan guna meningkatkan ketrampilan masyarakat dalam melaksanakan usaha ekonomis produktif. Adanya overlapping (tumpang tindih) dengan banyaknya program pemberdayaan yang diturunkan di masyarakat tanpa adanya koordinasi yang yang jelas, baik dengan tokoh-tokoh informal dan formal yang ada di masyarakat, maaupun koordinasi antara program pemberdayaan itu sendiri. Hal ini menyebabkan tumbuhnya mental ketergantungan pada masyarakat yang bertentangan
dengan
prinsip
pemberdayaan,
yaitu
menumbuhkan
sikap
kemandirian. Dipihak lain ancaman terhadap pengembangan UED-SP selain
90
berasal dari kelompok simpan pinjam lain dalam komunitas juga keberadaan para rentenir dan adanya “julo-julo tembak” yang pada prakteknya mirip dengan sistem ijon. (b) Sosial Budaya Jumlah penduduk yang cukup banyak dan aktivitas ekonomi yang tinggi dari masyarakat merupakan potensi pengembangan kegiatan simpan pinjam maupun pengembangan ekonomi lokal. Sifat masyarakat yang terbuka dan kegotongroyongan yang berkembang dapat memudahkan UED-SP dalam menjalin kerjasama baik dengan masyarakat maupun dengan instansi terkait. Selain itu adanya dukungan dari para tokoh masyarakat dan tokoh adat pada kegiatan UED-SP membuat peluang mengembangkan UED-SP menjadi sangat terbuka. Perkembangan arus informasi dan komunikasi yang sangat pesat dapat mengakibatkan bergesernya pola pikir dan gaya hidup masyarakat dari tradisional menjadi gaya hidup modern yang sangat individualis. Ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi nilai kegotongroyongan dan saling tolong masyarakat desa. Pola hidup konsumerisme yang berlebihan dapat menyebabkan anggota memanfaatkan pinjaman dari UED-SP bukan untuk kepentingan ekonomis produktif melainkan untuk kegiatan yang konsumtif semata. 7.1.2. Analisis Ekonomi Lokal 1. Identifikasi Faktor Internal bagi Ekonomi Lokal Desa Koto Teluk (a) Kekuatan - Lokasi desa yang cukup strategis. Letak Desa Koto Teluk yang cukup mudah dijangkau baik dari ibu kota kecamatan maupun kabupaten memudahkan untuk mengakses sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan ekonomi lokal seperti bank, instansi-instansi pemerintah maupun lembagalembaga lain. Disamping itu sarana tersedianya sarana transportasi baik jalan maupun angkutan yang memadai memudahkan dijangkaunya Desa Koto Teluk. Letak Desa Koto Teluk yang dekat dengan pasar baik pasar kecamatan maupun kabupaten dapat memudahkan pemasaran dari produk-produk yang dihasilkan oleh desa.
91
- Sumber Daya Manusia. Penduduk Desa Koto Teluk termasuk kedalam kategori struktur penduduk usia kerja. Hal ini dapat dilihat dari besarnya populasi penduduk yang berusia antara 15-64 tahun yaitu sebesar 802 jiwa atau 69,25 persen. Besarnya jumlah penduduk yang berada pada usia produktif merupakan modal yang cukup potensial bagi desa dalam pembangunan desa. - Sumber Daya Alam. Sumber daya alam yang dapat digunakan dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk adalah : lahan sawah tadah hujan, sungai Batang Merao dan lahan rawa. Luas lahan sawah tadah hujan di Desa Koto Teluk adalah sebesar 24 Ha. Lahan pertanian ini belum dimanfaatkan secara optimal karena sistem pengairan yang belum dapat mencapai sawah-sawah terutama di Desa Koto Teluk. Di Desa Koto Teluk terdapat sebuah sungai yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat bagi kegiatan usaha ekonomis produktif. Selain itu di Desa Koto Teluk juga terdapat lahan rawa. Luas lahan rawa yang ada di Desa Koto Teluk berkisar empat ha, yang terdapat di perbatasan dengan desa Simpang Tiga. Lahan ini merupakan sumber bahan pakan bagi peternakan sapi yang masih ada di Desa Koto Teluk. - Kuatnya kekerabatan di antara anggota masyarakat. Hubungan kekerabatan yang terjalin dengan baik di masyarakat Desa Koto Teluk merupakan modal sosial yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan ekonomi lokal. Hubungan yang didasari oleh adanya sifat saling tolong menolong ini, merupakan norma yang coba untuk dimanfaatkan oleh kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam dalam penguatan kelembagaan yang pada akhirnya merupakan pengembangan ekonomi lokal. (b) Kelemahan - Lemahnya jaringan kerja. Jaringan kerja sama terutama di bidang ekonomi masih terbatas pada perorangan saja dan belum antar kelembagaan. Beberapa orang telah mampu memanfaatkan keberadaan kelembagaan keuangan seperti bank untuk mendapat modal usaha. Di samping karena memiliki pengetahuan tentang tata cara peminjaman, mereka juga memiliki asset lain yang dapat dijadikan sebagai jaminan seperti kepemilikan tanah, rumah maupun Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri. Kurangnya jaringan kerja ini menyebabkan terbatas modal usaha serta rendahnya ketrampilan yang dimiliki
92
oleh masyarakat. Jaringan kerja juga dibutuhkan dalam proses pemasaran produk yang dihasilkan maupun dalam penyediaan bahan baku dalam kegiatan ekonomi lokal. - Terbatasnya modal usaha. Pada umumnya tingkat pemilikan modal di desa rendah, karena banyaknya masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Selain karena kemiskinan yang dialami oleh masyarakat, juga disebabkan belum mampunya lembaga-lembaga keuangan mikro yang ada untuk memenuhi kebutuhan akan bantuan modal usaha bagi masyarakat. Kelembagaan UED-SP dan UP2K belum mampu menyediakan modal yang cukup bagi pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk terutama dalam membuka usaha-usaha baru yang potensial seperti peternakan maupun bidang kerajinan. - Terbatasnya ketrampilan masyarakat. Kekuatan dan potensi yang ada di Desa Koto Teluk belum dapat dimanfatkan secara optimal disamping dikarenakan adanya keterbatasan modal usaha, juga disebabkan rendahnya ketrampilan masyarakat dalam memanfaatkan potensi yang ada guna untuk menangkap peluang yang terbuka. Sistem peternakan yang ada di masyarakat masih tradisional sehingga hasilnya masih terbatas dan hanya sebagai kegiatan sampingan saja.
2. Identifikasi Faktor Eksternal bagi Ekonomi Lokal Desa Koto Teluk (a) Peluang - Semakin banyaknya alternatif sumber dana. Keterbatasan akan kepemilikan modal usaha bagi pengembangan ekonomi lokal dapat diatasi melalui keberadaan lembaga keuangan formal seperti bank maupun lembaga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan instansi-instansi pemerintah. Peluang tersebut berasal dari adanya kebijakan dan peraturan pemerintah yang semakin men unjukkan keberpihakan kepada usaha kecil dan menengah. Kelembagaan keuangan dapat diakses secara perorangan maupun kelompok/kelembagaan seperti UED-SP. - Pangsa pasar. Kebutuhan yang besar akan beberapa produk baik pertanian maupun peternakan merupakan peluang bagi pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk. Kebutuhan akan sapi potong dan telur bagi masyarakat Kerinci
93
yang belum bisa dicukupi dari peternakan yang ada di Kerinci merupakan pelu ang bagi pengembangan ekonomi lokal Desa Koto Teluk di bidang p eternakan. (b) Ancaman - Stabilitas ekonomi. Belum stabilnya kondisi perekonomian dalam negeri baik karena kondisi perekonomian global maupun faktor politik dalam negeri, dapat berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian lokal. Perubahan-perubahan kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah dapat mengakibatkan adanya kenaikan suku bunga bank. Kondisi ini dapat berpengaruh kepada anggota masyarakat yang membutuhkan jasa perbankan sebagai sumber modal kegiatan ekonomi mereka. - Rendahnya daya beli masyarakat. Kebijakan pemerintah untuk menaikan harga bahan bakar minyak, kenaikan tarif dasar listrik menyebabkan biaya produksi semakin tinggi. Produsen tidak mempunyai jalan lain selain menaikan harga jual produknya untuk menutupi besarnya biaya produksi tersebut. Kondisi seperti ini berpengaruh pada daya beli masyarakat. Kenaikan harga-harga yang tidak diikuti dengan kenaikan pendapatan baik pegawai negeri maupun swasta menyebabkan daya beli masyarakat menurun. - Persaingan dengan daerah lain. Era perdag angan bebas yang memungkinkan masuknya suatu produk dari suatu satu negara ke negara lainnya, dapat merupakan ancaman bagi pengembangan ekonomi lokal suatu daerah. Produkproduk dari negara atau daerah lain yang lebih murah walapun memberikan keuntungan bagi para konsumen, akan tetapi dapat mematikan usaha sejenis yang ada di daerah yang bersangkutan. Pada skala yang lebih kecil, masuknya hasilhasil peternakan seperti sapi potong maupun telur dari daerah lain ke Kabupaten Kerinci dapat merupakan ancaman bagi kegiatan peternakan yang ada di Kerinci.
7.2. Strategi Pengembangan Setelah dilakukan identifikasi terhadap faktor internal dan faktor eksternal baik bagi kelembagaan UED-SP maupun ekonomi lokal, hasilnya selanjutnya dituangkan dalam matriks SWOT guna memperoleh alternatif strategi yang paling sesuai untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh UED-SP dan pengembangan
ekonomi lokal di Desa Koto Teluk. Rangkuti (2000)
94
mengemukakan dalam analisis SWOT untuk menentukan strategi dilakukan melalui teknik strategi silang dari keempat faktor, yaitu kekuatan (strengths), kelemahan (weaknessess), peluang (opportunities ) dan ancaman (threats). 7.2.1. Strategi Pengembangan UED-SP 1. Strategi S-O, yaitu strategi memanfaatkan kekuatan guna merebut peluang. a. UED-SP akan diakui, diterima bila sesuai dengan budaya masyarakat setempat. Dalam pengembangan UED-SP nilai-nilai kegotongroyongan menjadi salah satu konsep pengembangan terutama untuk membangun keb ersamaan dan kerjasama dalam memajukan UED-SP. b. Pemanfaatan UED-SP sebagai wadah pengembangan usaha ekonomis produktif yang ada di Desa Koto Teluk mengembangkan Ekonomi Lokal. 2. Strategi W-O, yaitu strategi meminimalkan kelemahan untuk merebut peluang. a. Kurangnya pemilikan modal UED-SP menyebabkan terbatas akses masyarakat terdapa modal melalui UED-SP. Peningkatan modal kelompok selain menggalakkan kegiatan menabung juga memanfaatkan keberadaan lembaga keuangan baik formal seperti bank, BPR ataupun pihak swasta lainnya melalui kerjasama atau hubungan kemitraan dengan difasilitasi oleh pemerintah. b. Peningkatan kemampuan manajerial para pengurus UED-SP maupun anggota melalui pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh lembaga terkait seperti Dinas UKM dan Koperasi. Hal ini untuk mengatasi terbatasnya kemampuan sumberdaya manusia dalam kelembagaan UED-SP yang mempunyai kreatifitas dalam mengembangkan UED-SP. c. Peningkatan kemampuan wirausaha bagi masyarakat melalui pelatihan usaha ekonomis produktif dari instansi terkait. Hal ini guna meningkatkan pendapatan anggota yang pada akhirnya juga meningkatkan kemampuan anggota dalam mengembalikan pinjaman. d. Memanfaatkan pemimpin lokal untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan anggota tentang UED-SP. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi tentang keberadaan UED-SP menyebabkan pengetahuan
95
masyarakat termasuk anggota UED-SP itu sendiri tentang status, peran dan fungsi UED-SP sangat terbatas. 3. Strategi S-T, yaitu strategi memanfaatkan kek uatan untuk mengatasi ancaman. a. Pelayanan yang mudah dan cepat ser ta hanya berdasarkan rasa percaya semata merupakan kekuatan untuk menghadapi pesaing. Pelayanan kepada anggota akan lebih berkualitas jika kelompok UED-SP tidak hanya berfungsi sebagai lembaga ekonomi tetapi juga memiliki fungsi sosial guna meningkatkan kesejahteraan anggota. b. Mengoptimalkan potens i-potensi lokal yang ada dalam UED-SP maupun masyarakat Desa Koto Teluk dengan melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk memperluas jaringan kerja. 4. Strateg i W-T, yaitu strategi meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. a. Peningkatan pemahaman masyarakat tentang norma dan nilai-nilai pada UED-SP. Strategi ini bertujuan agar norma-norma dan nilai-nilai yang ada di UED-SP seperti tata cara peminjaman dan pengembalian pinjaman, serta aturan-aturan yang ada di UED-SP dapat diketahui oleh masyarakat. b. Penataan manajemen UED-SP yang memungkinkan anggota untuk dapat terlibat dalam setiap kegiatan. c. Penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagai syarat untuk memperoleh legalitas hukum (berbadan hukum). Legalitas hukum ini sangat diperlukan dalam menjalin kerjasama dengan lembaga lain.
Perumusan strategi melalui matriks SWOT dituangkan dalam Tabel 11.
96
97
7.2.2. Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal 1. Strategi S-O, yaitu strategi memanfaatkan kekuatan guna merebut peluang. a. Pemanfaatan hubungan kekerabatan dalam membentuk kemitraan lokal desa. Hubungan kekerabatan yang terdapat di Desa Koto Teluk merupakan modal sosial yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan ekonomi lokal. Keberadaan modal sosial ini dapat menimbulkan adanya kekompakan yang amat menentukan bagi keberlangsungan perkembangan ekonomi dan pembangunan suatu masyarakat. Hubungan kekerabatan ini bisa dimanfaatkan dalam membentuk jaringan kerja di antara anggota masyarakat yang ada. Jaringan kerja tersebut dapat berupa kerjasama dalam pengadaan bahan baku, penyediaan tenaga kerja maupun pemasaran. b. Meningkatkan kerjasama dengan daerah lain. Kerja sama dengan desa lain ataupun daerah lain sangat diperlukan dalam pengembangan ekonomi lokal. Tidak ada suatu daerah yang dapat secara swadaya memenuhi seluruh kebutuhannya. Untuk itu diperlukan adanya kerjasama dengan dearah-daerah tetangga, terutama dalam menentukan produk-produk yang dapat saling melengkapi antar daerah. Hal ini untuk mencegah jangan sampai ada produk yang melebihi permintaan pasar karena diproduksi oleh banyak daerah. Kerjasama antar daerah ini juga diperlukan dalam pengembangan bidang peternakan. Peternakan ayam petelur misalnya, dalam pengadaan bibit ayam umur satu hari masih harus mendatangkannya dari daerah lain (Kota Padang). Untuk penggemukan sapi, bibit sapi yang akan digemukkan didatangkan dari propinsi Lampung. c. Penciptaan
dan
pengembangan
produk-produk
unggulan.
Dalam
pengembangan eknomi lokal sangat penting adanya penciptaan dan pengembangan produk-produk unggulan yang dapat menjadi ciri khas suatu daerah. Di Kecamatan Hamparan Rawang, Desa Koto Teluk telah dikenal sebagai desa yang menghasilkan kerajinan anyaman tradisional. Kerajinan ini dapat dikembangkan menjadi produk unggulan yang memiliki daya saing di pasaran. Selain bid ang kerajinan, bidang peternakan seperti penggemukan sapi dan peternakan ayam petelur
98
berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk unggulan bagi Desa Koto Teluk. 2. Strategi W-O, yaitu strategi meminimalkan kelemahan untuk merebut peluang. a. Peningkatan ketramp ilan UEP bagi anggota masyarakat. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk adalah rendahnya ketrampilan yang dimiliki oleh masyarakat. Pada bidang kerajinan, rendahnya ketrampilan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak bervariasi dan cenderung monoton. Diversifikasi produk sangat dibutuhkan untuk bisa menjawab keinginan konsumen yang tiap hari berkembang mengikuti perkembangan zaman. Selama ini kerajinan hanya menghasilkan tikar dan bakul saja dengan model yang tradisional. Pemasarannyapun hanya sebatas masih sebatas memenuhi pesanan di tingkat kecamatan saja. Untuk kegiatan pengembangannya, usaha ini memerlukan pelatihan bagi pelakunya agar memiliki ketrampilan dalam menghasilkan produk yang dapat bernilai jual lebih. Serta memperluas pemasarannya tidak hanya sebatas pada tingkat kecamatan saja akan tetapi diusahakan pada tingkat kabupaten atau bahkan tingkat provinsi. Kelembagaan UED-SP dapat dimanfaatkan sebagai fasilitator dalam menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga yang dapat memberikan pelatihan guna meningkatkan ketrampilan masyarakat. Kelembagaan UED-SP juga dapat berperan dalam menyalurkan produksi kerajinan ataupun produksi lainnya yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Koto Teluk. b. Pemanfaatan lembaga keuangan mik ro yang ada di desa. Pada kegiatan perekonomian dengan skala modal yang kecil, keberadaan keuangan mikro seperti UED-SP dan UP2K sudah sangat menolong. Modal yang berasal dari dua kelembagaan ini pada umumnya dimanfaatkan oleh para pedagang dengan omset tidak terlalu besar seperti pedagang telur keliling, pedagang sayur keliling maupun para pengumpul bekatul untuk keperluan pakan ternak. Akan tetapi untuk skala yang lebih besar, seperti dalam penyediaan modal bagi kegiatan pengembangan penggemukan sapi
99
potong, kedua lembaga tersebut belum bisa menyediakan modal dalam jumlah yang besar.
3. Strategi S-T, yaitu strategi memanfaatkan kekuatan untuk mengatasi ancaman. a. Diversifikasi produk. Penganekaragaman produk ini bertujuan agar terjadi peningkatan pendapatan serta untuk menghindari ketergantungan pada pada satu atau dua produk/jenis komoditi saja. Melalui diversifikasi para petani berpeluang untuk meningkatkan pendapatannya antara lain dengan memilih komoditi yang menurutnya lebih menguntungkan dan sekaligus res ikonya paling kecil. b. Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang dihasilkan.
4. Strategi W-T, yaitu strategi meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. a. Meningkatkan jaringan kerja baik dengan konsumen, mitra usaha maupun kelembagaan keuangan formal. Dalam konteks pengembangan kapasitas komunitas serta penentuan sektor unggulan daerah, pemerintah lokal diharapkan dapat berperan sebagai fasilitator. Dengan adanya peranan ini, diharapkan seluruh stakeholder yaitu pemerintah lokal, swasta dan masyarakat mampu mensinergiskan aktivitas pengembangan masyarakat untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengembangan usaha produktif berbasis sumberdaya lokal. Jejaring ini perlu dibangun berdasarkan prinsip -prinsip kesetaraan, transparansi, kejujuran, integrasi dan dedikasi untuk mencapai tujuan bersama yaitu untuk pengembangan ekonomi lokal. Jaringan kerja tersebut juga dapat dimanfaatkan dalam penyediaan modal usaha dan kerjasama dalam peningkatan ketrampilan.
Perumusan strategi melalui matriks SWOT dituan gkan dalam Tabel 12.
100
101
7.3. Penyusunan P rogram Setelah beberapa strategi tersebut dirumuskan, langkah selanjutnya adalah menentukan strategi prioritas yang akan dilakukan dalam rangka penguatan kelembagaan UED-SP dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk. Perumusan Strategi prioritas dilakukan melalui diskusi kelompok terarah yang melibatkan stakeholders yang terkait dalam penguatan kelembagaan UED-SP dalam pengembangan ekonomi lokal. Diskusi kelompok terarah ini dihad iri oleh Pengurus UED-SP yang terdiri atas ketua, sekretaris dan bendahara, pengurus UED-SP ditingkat RT, Kepala Desa, Kabag Ekonomi dan Pembangunan Kecamatan Hamparan Rawang, Ketua BPD, tokoh masyarakat dan tokoh adat, perwakilan dari anggota serta pengkaji sendiri. Dari beberapa strategi yang ada, melalui diskusi kelompok disepakati empat strategi yang merupakan prioritas guna menguatkan kelembagaan UED-SP dalam mengembangkan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk. Empat strategi tersebut adalah : 7.3.1. Penguatan Norma Lembaga Kepada Masyarakat Berdasarkan hasil wawancara serta analisis terhadap permasalahan yang dihadapi oleh UED-SP, diketahui bahwa norma-norma yang ada dalam UED-SP belum melembaga dalam kehidupan masyarakat. Hal ini bisa dimaklumi karena norma UED-SP merupakan norma yang baru sehingga masyarakat belum terlalu mengetahuinya. Penguatan norma lembaga dimaksudkan untuk memperkuat rasa saling percaya di antara pengurus dan anggota maupun dalam membentuk suatu kerjasama dengan lembaga lokal baik formal maupun informal dalam pengembangan ekonomi lokal. Program ini sejalan dengan strategi penguatan kelembagaan UED -SP yaitu strategi S-O (1), pemanfaatan UED-SP sebagai wadah pengembangan usaha ekonomis produktif, dan strategi W-T (1), peningkatan pemah aman masyarakat tentang norma dan nilai-nilai pada UED-SP. Program ini juga sejalan dengan strategi pengembangan ekonomi lokal yaitu strategi W-O (3), pemanfaatan lembaga keuangan mikro yang ada di desa dan strategi W-O (4), penguatan kelembagaan UED-SP.
102
Kegiatan yang dapat dilakukan guna memperkuat norma kelembagaan UED-SP adalah : 1. Peningkatan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang UED-SP Untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang UED-SP, maka diperlukan adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang status, fungsi UED-SP. Dalam kegiatan sosialisasi ini, pemanfaatan potensi lokal menjadi sangat penting. Keterlibatan kelembagaan lokal dan tokoh-tokoh masyarakat akan sangat menunjang dalam penguatan norma-norma lembaga. Pada masyarakat desa umumnya terjadi kondisi dimana masyarakat akan lebih menghormati dan menghargai siapa yang menyampaikan dari pada apa yang disampaikan. Pernyataan ini menggambarkan betapa berpengaruhnya seorang tokoh dalam kehidupan masyarakat desa. Di Desa Koto Teluk yang terdiri dari empat garis keturunan, akan sangat mudah mensosialisasikan sesuatu jika melalui tokoh adat seperti “ninik mamak” yang diangkat oleh suatu garis keturunan tertentu pula. Kuatnya hubungan kekerabatan ini merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan dalam mengu atkan norma kelembagaan UED-SP. Sosialisasi norma UED-SP dapat juga melalui forum-forum pengajian yang rutin dilaksanakan ditiap-tiap RT setiap minggunya. Norma-norma lembaga seperti gotong royong serta kebiasaan menabung akan sangat membantu dalam peningkatan modal UED -SP. Kuatnya hubungan kekerabatan ini bisa dimanfaatkan dalam mengatasi kredit macet pada UED-SP.Para tokoh masyarakat juga dapat diikutsertakan dalam menangani terjadinya kredit macet. Seperti diketahui bahwa salah satu kendala tidak berfungsinya lembaga secara optimal adalah adanya kemacetan perguliran dana akibat dari kurang difahami tentang norma lembaga. 2. Mengadakan pertemuan rutin antara pengurus, anggota, masyarakat dan tokohtokoh dalam masyarakat Selama ini pertemuan yang dilakukan adalah sekali dalam sebulan, itupun dikarenakan kegiatan peminjaman dan pengembalian pinjaman semata. Yang hadir juga terbatas pada anggota yang ingin meminjam dengan para pengurus yang memberi ataupun menerima setoran dari anggota. Pertemuan rutin yang melibatkan pengurus, anggota, masyarakat dan tokoh-tokoh dalam masyarakat
103
adalah guna memperkuat hubungan sosial di antara mereka. Hal ini diharapkan dapat meredam isu-isu ataupun permasalahan yang mungkin terjadi dalam proses kegiatan UED-SP. Pertemuan rutin ini juga bisa dijadikan ajang pertukaran informasi tentang pengembangan ekonomi lokal Desa Koto Teluk. Karena beragamnya mata pencaharian masyarakat, tentu beragam pula jejaring yang mereka miliki. Untuk itulah melalui pertemuan rutin ini juga dapat dibicarakan tentang peluang-peluang usaha ekonomis produktif antar sesama masyarakat. Selain peluang-peluang usaha juga dibicarakan tentang sumber-sumber yang bisa mereka manfaatkan. Dari diskusi disepakati untuk mengadakan pertemuan rutin antara pengurus, anggota, masyarakat dan tokoh-tokoh dalam masyarakat setiap triwulan. Bertepatan dengan waktu penyetoran dan pengajuan pinjaman tiap bulan yaitu setiap tanggal 15, dengan terlebih dahulu para pengurus menyebarkan undangan terutama kepada tokoh-tokoh masyarakat. 7.3.2. Penataan Manajemen UED-SP Keberadaan suatu kelembagaan seperti UED-SP tidak terlepas dari harapan dari masyarakat untuk mendapat kehidupan yang lebih baik. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya pemb agian kerja yang jelas. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih atau perangkapan tugas. Untuk itu diperlukan adanya kerjasama baik dari pengurus, anggota maupun dari masyarakat itu sendiri. Fenomena diatas sejalan dengan yang diungkapkan oleh Tonny dan Utomo (2004) bahwa kelembagaan usaha produktif skala kecil dan menengah lemah dalam: (1) merancang rencana kerja yang luwes, (2) manajemen dan administrasi secara profesional, (3) mengoperasikan dan melaksanakan tugas tugas kelembagaan secara efektif, dan (4) melanjutkan pendanaan secara efisien dan mandiri. Program ini sejalan dengan strategi penguatan kelembagaan UED -SP yaitu strategi W-O (2), peningkatan kemampuan manajerial pengurus, strategi W-T (2), penataan manajemen UED-SP dan strategi W-T (3), mengusahakan aspek legalitas hukum bagi kelembagaan UED-SP. Program ini juga sejalan dengan
104
strategi pengembangan ekonomi lokal yaitu strategi W-O (3), pemanfaatan lembaga keuangan mikro yang ada di desa dan strategi W-O (4), penguatan kelembagaan UED-SP. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka menata kembali UED-SP adalah sebagai berikut : 1. Menyusun Job Discription agar fungsi dan tugas pengurus tidak tumpang tindih sehingga pengurus mempunyai tugas yang jelas. Hal ini didasari dari kenyataan di kelembagaan UED-SP di Desa Koto Teluk, dimana fungsi dan tugas ketua sering dijalankan oleh sekretaris karena kesibukan ketua yang berprofesi sebagai pedagang keliling yang kadang harus keluar daerah selama kurang lebih tiga (3) bulan. Di samping itu para pengurus yang lain juga memiliki pekerjaan pribadi diluar kepengurusan. Untuk itu diperlukan adanya penyegaran pengurus. Pengurus yang karena kesibukannya sehingga tidak mempunyai waktu bagi UED-SP, sudah sepantasnya untuk digantikan dengan orang yang mempunyai kemampuan dan kesempatan dalam mengurus UEDSP. 2. Peningkatan Kemampuan/Kapasitas Pengurus UED-SP. Keberlanjutan usaha simpan pinjam sangat di pengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dari kelembagaan itu sendiri. Salah satunya adalah berkaitan dengan pengetahuan pengurus
tentang
UED-SP,
terutama
dari
segi
manajemen.
Untuk
meningkatkan pengetahuan pengurus tentang manajemen UED -SP secara profesional, serta meningkatkan ketrampilan pengurus dalam mengelola kelembagaan UED-SP, dibutuhkan suatu pelatihan teknis agar kinerja UEDSP dapat meningkat pula. Pelatihan teknis ini disamping sangat berguna bagi para pengurus lama, jika terjadi pergantian pengurus juga sangat bermanfaat bagi para pengurus UED-SP yang baru. 3. Menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga bagi program UEDSP. Hal ini bertujuan agar kelembagaan UED-SP dapat memperoleh legalitas hukum berupa kelembagaan yang berbadan hukum. Adanya aspek legalitas hukum ini sangat diperlukan terutama dalam menjalin kerjasama dengan kelembagaan yang sifatnya formal seperti bank, instansi-instansi pemerintahan
105
ataupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai perhatian terhadap pemberdayaan masyarakat khususnya pengembangan ekonomi lokal. 4. Melakukan perencanaan yang partisipatif. Anggota dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan suatu kegiatan yang akan dilaksanakan oleh UED-SP. Hal ini disamping untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab anggota dan masyarakat
terhadap
kegiatan,
juga
untuk
meningkatkan
partisipasi
masyarakat dalam memajukan kelembagaan UED-SP. 5. Adanya transparansi dalam pengelolaan UED-SP. Selama ini pelaporan kegiatan rutin UED-SP hanya disampaikan kepada BPD saja karena belum jelasnya posisi UED -SP dalam struktur desa. Dengan adanya penataan kembali manajemen UED-SP, diharapkan juga sistem pelaporan dan pengawasan UED-SP yang melibatkan masyarakat didalamnya.
7.3.3. Peningkatan Modal Usaha Pertambahan modal usaha yang ada di UED-SP Desa Koto Teluk sepintas memang mengalami pertambahan tiap tahunnya. Akan tetapi pertumbuhan modal itu masih sangat kecil dan tidak dapat memenuhi kebutuhan akan bantuan modal bagi para anggotanya. Kecilnya pertumbuhan modal ini disebabkan karena belum adanya budaya menabung melalui UED-SP. Masyarakat lebih memilih menabung pada bank-bank yang ada, hal ini karena masyarakat belum mempunyai rasa percaya kepada kelembagaan UED-SP, terutama dalam menjaga uang yang akan mereka simpan. Program ini sejalan dengan strategi penguatan kelembagaan UED -SP yaitu strategi W-O (1), Peningkatan modal UED-SP yang bersumber baik dari dalam maupun luar UED-SP, dan strategi S -T (2), Mengoptimalkan potensi-potensi lokal yang ada dalam masyarakat. Program ini juga sejalan dengan strategi pengembangan ekonomi lokal yaitu strategi W-O (3), pemanfaatan lembaga keuangan mikro yang ada di desa dan strategi W-O (4), penguatan kelembagaan UED-SP dan strategi W-T (1), Penguatan kerjasama antar stake holder yang terlibat dalam pengembangan ekonomi lokal. Kegiatan yang dapat dilakukan guna meningkatkan modal usaha UED-SP adalah :
106
1. Menggalakkan kegiatan menabung melalui UED-SP. Peran tokoh masyarakat dalam kegiatan ini sangatlah penting untuk dapat memotivasi masyarakat menabung di UED-SP. 2. Memberlakukan simpanan wajib bagi setiap anggotanya. Hal ini disamping bertujuan
untuk
meningkatkan
jumlah
modal UED-SP,
juga
untuk
menumbuhkan rasa memiliki antara anggota dengan UED-SP. 3. Menjalin kemitraan dengan lembaga keuangan lain baik formal seperti bank ataupun swasta, BUMN dan instansi pemerintah yang mempunyai programprogram pemberdayaan masyarakat yang memberikan kredit permodalan dengan bunga rendah dan prosedur yang mudah.
7.3.4. Peningkatan Ketrampilan Usaha Ekonomis Produktif Anggota Program ini sejalan dengan strategi penguatan kelembagaan UED -SP yaitu strategi W-O (3), peningkatan kemampuan usaha ekonomis produktif bagi masyarakat. Program ini juga sejalan dengan strategi pengembangan ekonomi lokal yaitu strategi W-O (1), Peningkatan ketrampilan UEP bagi anggota masyarakat, dan strategi S-T (2), meningkatkan kualitas barang atau jasa yang dihasilkan. Kemitraan yang dijalin dengan kelembagaan lainnya, disamping untuk meningkatkan modal usaha, juga diharapkan adanya bimbingan teknis dari lembaga-lembaga pemberi bantuan tersebut guna meningkatkan ketrampilan masyarakat dalam usaha ekonomis produktif. Potensi pengembangan ekonomi lokal yang ada Desa Koto Teluk belumlah dimanfaatkan secara optimal. Potensi sumber daya manusia yang cukup besar belumlah ikuti dengan ketrampilan yang memadai dalam menangkap peluang yang ada. Dari hasil pengamatan dan wawancara serta diskusi kelompok diketahui bahwa ada peluang-peluang usaha yang jika dikembangkan mempunyai prospek ekonomi yang cukup besar. Disamping karena pangsa pasarnya cukup tinggi, bahan baku yang tersedia di sekitar Desa Koto Teluk juga berlimpah. Salah satunya adalah usaha anyaman dari pandan duri. Selama ini kendala dalam pengembangan anyaman ini adalah rendahnya ketrampilan para pengerajin terutama dalam diversifikasi produk serta bentuk produk yang ketinggalan zaman.
107
Peningkatan ketrampilan ini bis a dilakukan melalui kerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Kegiatan ekonomis produktif lainnya yang dapat dikembangkan adalah usaha penggemukan sapi potong. Selama ini kebutuhan akan daging bagi Kabupaten Kerinci selain diperoleh dari Kabupaten Kerinci itu sendiri, juga dipasok dari daerah lain seperti daerah Sumatera Barat maupun dari Lampung. Ini merupakan peluang usaha yang cukup potensial untuk dikembangkan. Kendala yang dihadapi oleh masyarakat dalam usaha penggemukan sapi potong ini adalah sempitnya lahan penggembalaan bagi sapi. Sistem gembala ini disamping tidak memberikan hasil yang optimal juga membutuhkan areal yang luas yang pada saat ini sangat susah untuk dicari. Disamping itu memelihara sapi masih dipandang sebagai usaha sampingan saja, sehingga pemeliharaannya terkesan seadanya saja. Sedangkan untuk sistem penggemukkan sapi potong dengan kandang belumlah terlalu memasyarakat di Desa Koto Teluk maupun Kecamatan Hamparan Rawang. Terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang cara beternak sapi yang benar menyebabkan peluang usaha ini menjadi sia-sia. Untuk meningkatkan ketrampilan beternak ini dapat dilakukan melalui kerjasama dengan Dinas Peternakan. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan tentunya harus dikordinasikan dengan stakeholder yang terkait. Adapun rencana program kegiatan penguatan kelembagaan UED-SP dalam rangka pengembangan ekonomi lokal dapat dilihat pada Tabel 13.
108
109
VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1. Kesimpulan Dari hasil kajian tentang Penguatan Kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam yang telah dilakukan di Desa Koto Teluk, dapat ditarik beberapa kesimpulan untuk menjawab tujuan kajian tersebut, sebagai berikut : Pemetaan sosial yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Desa Koto Teluk memiliki potensi sumberdaya alam, sumber daya manusia dan kelembagaan yang dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan ekonomi lokal. Sumber daya alam tersebut dapat berupa lahan sawah tadah hujan, lahan rawa dan sumberdaya sungai. Sumber daya manusia yang ada di Desa Koto Teluk masih tergolong rendah, jika dirinci menurut pendidikan yang ditamatkan. Jumlah angkatan tenaga kerja yang menamatkan Sekolah Dasar adalah sebesar 40,27 persen atau sejumlah 323 orang. Dalam konteks kelembagaan, terdapat kelembagaan -kelembagaan yang berhubungan langsung dengan pengembangan ekonomi lokal seperti kelembagaan UP2K dan UED-SP, maupun kelembagaan lain yang tidak berhubungan langsung dengan pengemban gan ekonomi lokal seperti kelembagaan adat dan kepemudaan. Keberadaan UED-SP di Desa Koto Teluk yang bertujuan untuk membuka akses masyarakat terhadap modal dalam pengembangan usaha belum sepenuhnya optimal. Keterbatasan yang dimiliki oleh UED-SP terutama dalam pelayanan kredit bagi masyarakat disebabkan adanya keterbatasan kapasitas pengurus dalam mengelola UED-SP, juga karena rendahnya partisipasi anggota UED-SP. Kondisi ini menyebabkan kinerja lembaga UED-SP belum menunjukkan hasil yang optimal
guna
memanfaatkan potensi dan sumber daya dalam rangka
pengembangan ekonomi lokal. Rendahnya partisipasi anggota dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan mereka akan norma yang berlaku di UED-SP. Masih adanya tunggakan serta pemanfaatan bantuan modal untuk kegiatan konsumtif, mengidentifikasikan bahwa pengetahuan masyarakat tentang mekanisme perguliran dana UED-SP masih rendah. Selain rendahnya pengetahuan tentang norma UED-SP, pengetahuan dan ketrampilan anggota terutama dalam pengembangan usaha ekonomis produktif dirasakan masih kurang. Hal ini menyebabkan bidang
111
peternakan dan kerajinan yang mempunyai potensi yang cukup besar belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Dari aspek keorganisasian, dalam rangka penguatan kelembagaan UED-SP guna pengembangan ekonomi lokal, UED-SP mengalami permasalahan yaitu: 1) keterbatasan waktu para pengurus UED-SP yang mempunyai kesibukan masingmasing , 2) manajemen kelembagaan belum optimal, 3) modal usaha yang masih terbatas, 4) belum adanya pembagian tugas yang jelas. Dengan permasalahan tersebut, UED-SP sebagai lembaga ekonomi lokal belum mampu menjadi lembaga yang mandiri baik dalam menentukan nasib sendiri maupun dalam pengembangan kelembagaan. Permasalahan yang dialami oleh UED-SP berpengaruh pada performa kelembagaan ini. Perkembangan modal usaha yang lambat menyebabkan lembaga tidak mampu menyediakan pinjaman modal bagi para anggota terutama dalam pengembangan sektor peternakan dan kerajinan. Usaha untuk menambah modal baik yang berasal dari anggota maupun dari Dinas Koperasi mengalami hambatan. Masyarakat belum terbiasa untuk menabung di kelembagaan UED-SP, sedangkan proposal untuk mengajukan tambahan modal kepada Dinas Koperasi terganjal masalah lembaga hukum bagi UED-SP. Untuk mengatasi permasalah tersebut serta dalam merumuskan strategi dan program penguatan kelembagaan UED-SP dalam pengembangan ekonomi lokal, dilakukan analisis faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi keberadaan UED-SP
dan pengembangan ekonomi lokal.
Penentuan faktor-faktor tersebut dilakukan secara partisipatif bersama masyarakat melalui diskusi kelompok terfokus. Dari hasil analisis tersebut ditentukan strategi dan program penguatan kelembagaan UED-SP guna mengembangkan ekonomi lokal yang dilaksanakan di Desa Koto Teluk adalah seb agai berikut: 1. Penguatan Norma Lembaga UED-SP Kepada Masyarakat, melalui : a. Mersiapkan bahan sosialisasi b. Mengadakan sosialisasi kepada masyarakat c. Mengadakan Pertemuan rutin antar anggota, pengurus dan masyarakat 2. Penataan Manajemen UED-SP, melalui:
112
a. Menyusun Job Discription b. Mengadakan
pelatihan
guna
meningkatkan
Kemampuan/Kapasitas
Pengurus UED-SP c. Menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga bagi program UED-SP d. Melakukan perencanaan kegiatan yang partisipatif e. Mengadakan pertanggungjawaban pengelolaan 3. Peningkatan Modal Usaha, melalui: a. Menggalakkan kegiatan menabung b. Memberlakukan simpanan wajib c. Menjalin kemitraan dengan lembaga keuangan lain baik formal seperti bank ataupun swasta, BUMN dan instansi pemerintah. 4. Peningkatan Ketrampilan Usaha Ekonomis Produktif Anggota, melalui: a. Menjalin kerjasama dengan instansi teknis b. Pelatihan usaha ekonomis produktif bagi anggota dan masyarakat
8.2 Rekomendasi Agar strategi dan program penguatan kelembagaan UED -SP dalam pengembangan ekonomi lokal dapat berjalan dengan baik, maka perlu adanya rekomendasi. Rekomendasi tersebut meliputi: 1. Pengurus Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam Keberadaan pengurus yang ditunjuk oleh masyarakat tentunya didasari oleh adanya harapan bahwa kepengurusan tersebut dapat mengembangkan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam kearah yang lebih baik. a. Peningkatkan kemampuan para pengurus dengan mengikuti pelatihan pelatihan
yang
dapat
meningkatkan
kemampuan
mereka
dalam
mengembangkan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam. b. Pengurus Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam diharapkan mampu menjalin kerjasama dengan pihak perbankan dan lembaga ekonomi lainnya dalam upaya meningkatkan permodalan dan pengembangan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam.
113
c. Pengurus Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam diharapkan mampu bekerja sama dengan tokoh masyarakat, tokoh agama ataupun tokoh adat dalam mensosialisasi program Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam, terutama tentang nilai dan norma yang ada di Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam. 2. Pihak Pemerintahah Desa a. Aparat desa hendaknya mendukung program pengembangan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam, dukungan ini bisa diberikan bukan hanya pada saat ini tetapi juga dalam jangka panjang, seperti memberikan kemudahan dalam membentuk jaringan kerja pada lembaga Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam maupun anggotanya dengan para pelaku usaha bisnis lainnya seperti peternak dan pedagang besar yang ada di wilayah Desa Koto Teluk dan Kecamatan Hamparan Rawang. b. Aparat desa hendaknya bisa bekerjasama dengan pengurus Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam dalam hal mengakses informasi dan peluang pengembangan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam yang berpotensi pada pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk. c. Pemerintah desa perlu untuk menetapkan peraturan desa tentang status dan kedudukan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam dalam desa, sehingga keberadaannya dapat diketahui dan dipahami oleh masyarakat. 3. Pihak Pemerintahan Kecamatan Pihak kecamatan hendaknya bisa bekerjasama dengan pengurus Ekonomi Desa Simpan Pinjam dalam jangka pengembangan jaringan dan memberikan peluang bagi Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam untuk membentuk jaringan kerjasama dengan pihak swasta yang ada di Kecamatan Hamparan Rawang. 4. Pihak Pemerintahan Kabupaten Perlu adanya kebijakan pemerintah daerah dalam upaya mendorong pembentukan dan pelaksanaan jaringan kerjasama bisnis baik secara formal ataupun informal yang mampu mendorong berkembangnya ekonomi lokal di Kabupaten Kerinci. Dalam pengembangan kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam di Desa Koto Teluk diharapkan adanya bantuan jasa teknis
114
dalam pengelolaan usaha melalui dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Kerinci melalui pelatihan teknis dan pembimbingan usaha. 5. Lembaga Keuangan. Pihak perbankan dan lembaga ekonomi lainnya diharapkan mempunyai komitmen terhadap pengembangan eknomi lokal yang ada di daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan akses masyarakat terhadap modal. Kerjasama berupa bantuan modal dengan bantuan modal dengan prosedur administrasi dan bunga yang lunak juga pembinaan atau pendampingan manajemen simpan pinjam.
DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas:Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta, 2001. Daryanto, Arief, Penguatan Kelembagaan Sosial Ekonomi Masyarakat Sebagai Modal Sosial Pembangunan dalam Agrimedia. Volume 9. MMA IPB Bogor, 2004. Dirjen PMD, Petunjuk Teknis bantuan Pengembangan Usaha Ekonomi Desa Tahun Anggaran 1995/1996. Jakarta. Dirjen PMD Depdagri. 1995. Dwipayana, AAGN Ari. Membangun Good Governance di Desa. IRE Press. Yogyakarta. 2003. Gunardi, Agung, Sarwititi.S. dan Ninuk Purwaningsih, Pengantar Pengembangan Masyarakat. MPPM, IPB Bogor, 2004. Hikmat, Harry, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Utama Perss, Bandung, 2001. Ibrahim, Jabal T, Sosiologi Pedesaan, Universitas Muhammadiyah Malang Press, Malang, 2003. Ife, Jim, Community Development, Creating Community Alternative, Vision, Analisys and Paractice, Longman Australia Pty Ltd.I.1995. Ismawan, Bambang. Pengembangan kelompok Masyarakat Dalam Program IDT. Bina Swadaya. Jakarta. 1993. Israel, Arturo diterjemahkan oleh Teku B. Basilius. Pengembangan Kelembagaan. Pengalaman Proyek-proyek Bank Dunia. LP3ES. Jakarta. 1990. Kartasasmita, G. Pemberdayaan Masyarakat, Konsep Pembelajaran yang Berakar Pada Masyarakat. Bappenas. Jakarta, 1995. Kolopaking, Lala M dan Fredian Tonny, Sosiologi Untuk Pengembangan Masyarakat, MPPM, IPB Bogor, 2004. Korten, Davis.C. Menuju Abad 21 (tindakan Sukarela dan Agenda Global), Yayasan Obor Indonesia & Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993. Maskun, H. S. Pembangunan Masyarakat Desa, Asas, Kebijakan dan Manajemen. Media Widya Mandala. Yogyakarta. 1999.
116
Mikkelsen, Britha, Metode Penelitian Partisipatoris Dan Pemberdayaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2003.
Upaya-upaya
Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi. BPPE-Yogyakarta, 2000. Nasdian, Fredian Tonny dan Utomo, Bambang S, Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial, MPPM, IPB Bogor, 2004. Nasdian, Fredian Tonny dan Dharmawan, Arya Hadi. Sosiologi untuk Pengembangan Masyarakat. MPPM, IPB Bogor, 2004 Rangkuti, Freddy. Analisis SWOT. Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2000. Rusli, Said, Sri Wahyuni E, dan Abdulkadir -Sunito, M. Kependudukan, MPPM, IPB Bogor. 2004. Saefuddin. Menuju Masyarakat Mandiri Pengembangan Modal Keterjaminan Sosial, PT Gramedia Putaka Utama Jakarta. 2003.
Sistem
Sitorus, MT Felix dan Ivanovich Agusta, Metodologi Kajian Komunitas, MPPM, IPB Bogor, 2004. Slamet, Margono. Kelompok Organisasi dan Kepemimpinan. IPB Bogor. 2002. Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1990. Suharto, Edi, dkk, Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial, STKS, Bandung, 2003. Sumardjo dan Saharuddin, Metode-metode Partisifatif Dalam Pengembangan Masyarakat, MPPM, IPB Bogor, 2005. Sumodiningrat, Gunawan. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. PT Bina Rena Parawira. Jakarta. 1996. Supriatna, Tjahya, Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan, Humaniora Utama Perss, Bandung, 1997. Syahyuti, Bedah Konsep Kelembagaan: Strategi Pengembangan dan Penerapannya Dalam Penelitian pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian Bogor, 2003. Syaukat, Yusman dan Sutara Hendrakusumaatmaja, Pen gembangan Ekonomi Lokal Berbasis Lokal, MPPM, IPB Bogor, 2004.
117
Syaukat, Yusman dan Titik Sumarti, Analisis Ekonomi Lokal, MPPM, IPB Bogor, 2004. Thoha, Miftah. Pembinaan Organisasi, Proses Diagnosa dan Intervensi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003. Vitalaya, Aida, Menggerakkan Masyarakat Lewat Penyuluhan, LPPM, IPB Bogor, 1986.
LAMPIRAN
119
SKETSA LOKASI KAJIAN (DESA KOTO TELUK) U ?
Keterangan : : Jalan
: Batas Desa
: Rumah
: Rumah Adat
: Sekolah Dasar
: Kantor Kepala Desa
: Puskesmas
: Mesjid
: Lahan Sawah
: Lahan Rawa
: Perumahan
: Lapangan
120
121
122
123
124
125
PEDOMAN WAWANCARA BAGI ANGGOTA USAHA EKONOMI DESA SIMPAN PINJAM Nomor Responden Nama Responden Alamat Tanggal Wawancara Keterangan
: : : : :
I. KARAKTERISTIK ANGGOTA A. Apa latar belakang pendidikan Bapak/Ibu? B. Apa status perkawinan Bapak/Ibu? C. Berapa jumlah tanggungan Bapak/Ibu di rumah? D. Pekerjaan/usaha utama apa yang Bapak/Ibu jalankan? 1. Berapa pendapatan Bapak/Ibu dari usaha tersebut? 2. Berapa modal usaha tersebut? 3. Dari mana sumber modal usaha tersebut diperoleh? 4. Berapa lama anda menekuni usaha tersebut? 5. Berapa keuntungan yang anda peroleh dari usaha tersebut? E. Apa usaha lain yang Bapak/Ibu lakukan untuk me ndapatkan penghasilan tambahan? 1. Berapa pendapatan Bapak/Ibu dari usaha tersebut? 2. Berapa modal usaha tersebut? 3. Dari mana sumber modal usaha tersebut diperoleh? 4. Berapa lama anda menekuni usaha tersebut? 5. Berapa keuntungan yang anda peroleh dari usaha tersebut? F. Mengapa Bapak/Ibu tertarik menjadi anggota UED-SP? G. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menjadi anggota UED-SP? H. Manfaat apa yang Bapak/Ibu rasakan sebagai anggota UED-SP? I. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengatasi masalah kredit yang macet? J. Selain dari UED-SP, darimana saja bantuan modal yang Bapak/Ibu manfaatkan? K. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengelola usaha yang dijalankan? L. Berapa luas lahan yang Bapak/Ibu punya? M. Berapa tenaga kerja yang Bapak/Ibu pekerjakan? II. PENGORGANISASIAN KELEMBAGAAN A. Manajemen UED-SP 1. Apakah anda kenal dengan ketua UED-SP? Bagaimana? 2. Apakah ketua sekarang memenuhi syarat untuk menjadi ketua? Mengapa? 3. Bagaimana cara UED-SP dalam mengatasi/menyelesaikan masalah anggotanya? 4. Apa kendala dan harapan anda dalam berhubungan dengan ketua/pengurus? 5. Apakah ada aturan-aturan yang memberatkan para anggota?Mengapa?
126
6. Bagaimana pendapat anda tentang sistem perguliran dana? 7. Apakah anda diikutsertakan dalam perencanaan program UED-SP? Bagaimana? 8. Apakah semua anggota juga diikutsertakan dalam kegiatan perencanaan tersebut? Bagaimana? 9. Apakah pendapat para anggota menjadi pertimbangan utama dalam manajemen UED-SP? 10. Apakah pengurus selalu terbuka dalam pelaporan keuangan? Bagaimana? 11. Kepada siapa laporan kegiatan UED-SP dilaporkan? Kenapa? 12. Apakah ada pertemuan rutin pengurus dan anggota? Bagaimana? 13. Apakah dalam penyelesaian masalah apa ketua mendominasi pengambilan keputusan? Bagaimana? 14. Apakah ada peraturan-peraturan yang memberatkan anggota? Bagaimana? 15. Apakah ada aturan yang belum memadai dalam pengelolaan program UED-SP?Bagaimana? 16. Apakah para anggota/nasabah mengetahui aturan yang diterapkan lembaga dalam permohonan pinjaman? B. Dinamika Kelompok 1. Apa tujuan anda menjadi anggota UED-SP? 2. Apakah tujuan anda sejalan dengan tujuan UED-SP? 3. Apakah anda saling mengenal antar sesama anggota? 4. Apakah anda saling mengenal dengan para pengurus kelompok? 5. Apakah anda saling mengenal dengan para pengurus UED-SP? 6. Bagaimana suasana dalam kelompok anda? 7. Apakah para pengurus kelompok telah melaksanakan fungsinya dengan baik dan benar? Bagaimana? 8. Apakah para pengurus UED-SP telah melaksanakan fungsinya dengan baik dan benar? Bagaimana? 9. Apakah ada pertemuan kelompok? Kapan dan bagaimana pelaksanaannya? 10. Apakah ada para pengurus kelompok telah melakukan pembinaan kepada para anggotanya? Bagaimana? 11. Apakah ada para pengurus UED-SP telah melakukan pembinaan kepada para anggotanya? Bagaimana? III. PEMANFAATAN MODAL SOSIAL A. Kepercayaan 1. Apakah anda kenal dengan para pengurus? Seberapa dekat? 2. Apakah hubungan tersebut perpengaruh terhadap peminjaman? Mengapa? 3. Sudah berapa kali anda meminjam bantuan modal dari UED-SP? 4. Apakah dalam pengajuan selanjutnya anda mengalami kesulitan? Mengapa? 5. Bagaimana usaha anda agar dapat dipercaya oleh para pengurus? 6. Apakah dana UED-SP yang dikelola oleh pengurus sudah sesuai dengan sasaran? Bagaimana?
127
B. Jaringan Kerja 1. Bagaimana cara anda mendapatkan bahan baku/bahan dagangan dan sebagainya? 2. Bagaimana hubungan anda dengan para penyedia bahan tersebut? 3. Apakah bila ada kesulitan dalam hubungan dengan pihak lain, pengurus membantu anda? Bagaimana? 4. Apakah anda melakukan kerjasama dengan orang diluar anggota UEDSP? IV. Kinerja UED-SP A. Bagaimana penilaian anda tentang kinerja UED-SP? B. Apakah proses perencanaan sampai evaluasi melibatkan anda?Bagaimana? C. Bagaimana saran anda untuk menguatkan kelembagaan UED-SP?
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI PENGURUS UED-SP Nomor Responden/Informan Nama Responden/Informan Alamat Jabatan
: : : :
I. KARAKTERISTIK PENGURUS UED-SP A. Apa latar belakang pendidikan Bapak/Ibu? B. Apa status perkawinan Bapak/Ibu? C. Berapa jumlah tanggungan Bapak/Ibu di rumah? D. Pekerjaan/usaha apa yang Bapak/Ibu jalankan? Berapa pendapatan Bapak/Ibu dari usaha tersebut? E. Apa usaha lain yang Bapak/Ibu lakukan untuk mendapatkan penghasilan tambahan? Jika ada, berapa besar pendapatan yang didapat? F. Apakah ada tambahan penghasilan setelah menjadi anggota UED-SP? Jika ada, berapa besar pengahasilan tersebut? G. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menjadi pengurus UED-SP? H. Manfaat apa yang Bapak/Ibu rasakan sebagai pengurus UED-SP? II. KELEMBAGAAN A. Bagaimana proses pembentukan UED-SP ini? Tolong jelaskan secara singkat. B. Berapa jumlah modal yang ada sekarang? C. Dari mana sumber modal itu didapat? Bagaimana? D. Apakah modal tersebut mencukupi untuk mencapai tujuan UED-SP? Bagaimana? E. Berapa jumlah anggota yang ada? F. Apakah semua anggota sudah terlayani kebutuhannya akan bantuan permodalan? Bagaimana?
128
G. Bagaimana cara anggota mengetahui tentang program UED-SP? H. Apakah anggota paham dengan sistem simpan pinjam yang diterapkan oleh UED-SP? Bagaimana? I. Apakah anggota paham tentang program-program lain yang akan dan telah dilaksanakan UED-SP? Bagaimana? J. Apakah dana yang diterima oleh anggota telah sesuai sasaran? Bagaimana? K. Apakah ada anggota yang menyimpan di UED-SP? Mengapa? L. Apakah anggota meminjam atas keinginan sendiri atau karena orang lain? Bagaimana? M. Bagaimana prosedur untuk menjadi anggota UED-SP? N. Bagaimana aturan peminjaman bagi anggota? O. Apakah para anggota/nasabah mengetahui aturan yang diterapkan lembaga dalam permohonan pinjaman? P. Apakah ada anggota yang keberatan dengan aturan tersebut? Bagaimana? Q. Bagaimana mekanisme pembagian Sisa Hasil Usaha? R. Apakah ada anggota yang keberatan dengan mekanisme tersebut? Bagaimana? S. Apakah ada pertemuan rutin pengurus UED-SP dengan anggota? Bagaimana? T. Bagaimana cara penyelesaian masalah yang mungkin timbul dari pertemuan rutin itu? U. Apakah ada peraturan-peraturan yang memberatkan anggota? Bagaimana? V. Apakah ada aturan yang belum memadai dalam pengelolaan program UEDSP? Bagaimana? III. MODAL SOSIAL A. Kepercayaan 1. Apakah Bapak/Ibu kenal dengan anggota UED-SP? Siapa saja? Dan bagaimana hubungan Bapak/Ibu dengan mereka? 2. Apakah hubungan tersebut berpengaruh terhadap proses peminjaman? 3. Apakah Bapak/Ibu kenal dengan sesama pengurus UED-SP? Siapa saja? Dan bagaimana hubungan Bapak/Ibu dengan mereka? 4. Apakah Bapak/Ibu kenal dengan aparat pemerintahan desa? Siapa saja? Dan bagaimana hubungan Bapak/Ibu dengan mereka? B. Jaringan Kerja 1. Apakah UED-SP pernah mendapatkan bantuan dari pihak lain? Bagaimana? 2. Bagaimana proses UED-SP bisa mendapatkan bantuan tersebut? 3. Bantuan tersebut dipergunakan untuk kegiatan apa saja? Bagaimana? 4. Apakah UED-SP pernah menjalin kerja sama dengan pihak lain? Bagaimana? IV. KINERJA UED-SP A. Bagaimana merencanakan kegiatan UED-SP dalam rangka memberikan pelayanan kepada anggota? Apakah semua anggota diikutsertakan? B. Bagaimana lembaga menampung permasalahan/aspirasi anggota? C. Apakah melaksanakan semua kegiatan yang telah direncanakan? Bagaimana?
129
D. Apakah lembaga melaporkan semua kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan kepada seluruh anggota? E. Bagaimana cara pengurus melakukan penilaian terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan? F. Hambatan atau kendala apa yang dihadapi sekarang? Bagaimana? G. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberlanjutan UED-SP? H. Apa rencana kerja UED-SP dimasa yang akan datang? I. Upaya-upaya apa yang telah dilakukan dalam rangka mengembangkan UEDSP? Bagaimana? J. Apakah ada instansi dari pemerintahan yang rutin melaksanakan pembinaan dan pengawasan? Bagaimana? K. Program apa yang diinginkan untuk pengembangan UED-SP? L. Apa saran Bapak/Ibu untuk pengembangan UED-SP dimasa yang akan datang?
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI TOKOH MASYARAKAT Nomor Informan Nama Informan Alamat Jabatan
: : : :
1. Apa yang anda ketahui tentang pelaksanaan program UED-SP? Bagaimana? 2. Apakah anda terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan program UED-SP? Bagaimana? 3. Sebelum program tersebut apakah ada sosialisasi terlebih dahulu? Bagaimana? 4. Apa saja yang anda ketahui tentang mekanisme program UED-SP? 5. Potensi-potensi desa apa yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk? I. KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN PENGURUS A. Bagaimana kehidupan para anggota pada umumnya? B. Bagaimana kemampuan anggota dalam mengembangkan usahanya? Apa usaha-usaha yang dilakukan? C. Bagaimana tindakan anggota dalam menghadapi masalah tunggakan? D. Bagaimana kehidupan para pengurus UED-SP pada umunya? E. Apakah mereka telah memenuhi persyaratan sebagai pengurus? Bagaimana? F. Apakah anda dilibatkan dalam pemilihan pengurus UED-SP?
130
II. PENGORGANISASIAN KELEMBAGAAN 1. Bagaimana kepemimpinan ketua UED-SP dalam membantu kegiatan para anggotanya 2. Bagaimana cara ketua dalam memimpin dan mengelola UED-SP? 3. Bagaimana usaha pengurus dalam membantu permasalahan yang dihadapi anggota? 4. Apakah anda dilibatkan oleh pengurus dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh UED-SP? 5. Apa kendala yang dihadapi oleh UED-SP? 6. Apa harapan anda terhadap program UED-SP? III. PEMANFAATAN MODAL SOSIAL A. Kepercayaan 1. Bagaimana proses seleksi terhadap calon nasabah/peminjam? 2. Apakah anda dilibatkan dalam proses tersebut? 3. Apakah pengelolaan UED-SP sudah sesuai dengan sasaran? Bagaimana? 4. Apakah ada hubungan kekerabatan/kedekatan berpengaruh dalam pengelolaan UED-SP? Bagaimana? 5. Apakah pengurus terbuka dalam pelaporan keuangan? Bagaimana? B. Jaringan Kerja 1. Apakah perlu bantuan dari luar (pemerintah, swasta, LSM) dalam mengembangkan program UED-SP? 2. Apakah UED-SP bermanfaat bagi anggota dalam mengembangkan usahanya? Bagaimana hubungan mereka? 3. Apakah anda membantu pengurus UED-SP dalam meningkatkan jejaring UED-SP? Bagaimana? 4. Bagaimana cara anggota mengatsi permasalahan bila ada kredit macet? 5. Bagaimana UED-SP mempertahankan jejaring yang telah ada? C. Norma Lembaga 1. Apakah ada pertemuan rutin pengurus dan anggota? Bagaimana? 2. Apakah dalam penyelesaian masalah apa ketua mendominasi pengambilan keputusan?Bagaimana? 3. Apakah ada peraturan-peraturan yang memberatkan anggota?Bagaimana? 4. Apakah ada aturan yang belum memadai dalam pengelolaan program UEDSP?Bagaimana? 5. Apakah para anggota/nasabah mengetahui aturan yang diterapkan lembaga dalam permohonan pinjaman. IV. KINERJA UED-SP A. Bagaimana penilaian anda tentang kinerja UED-SP? B. Apakah proses perencanaan sampai evaluasi melibatkan anda?Bagaimana? C. Bagaimana saran anda untuk menguatkan kelembagaan UED-SP?
131
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI APARAT PEMERINTAHAN DESA Nomor Informan Nama Informan Alamat Jabatan 1. 2. 3. 4.
: : : :
Bagaimana perkembangan program UED-SP? Bagaimana pelaksanaan UED-SP dilapangan? Apakah sesuai dengan tujuan? Apakah ada pembinaan rutin terhadap program UED-SP? Bagaimana? Bila terjadi permasalahan dalam pelaksanakaan UED-SP, bagaimana keterlibatan anda? 5. Pelaksanaan UED-SP apakah didasarkan oleh usulan dari pihak pemerintahan desa? Bagaimana? 6. Apakah pengurus UED-SP aktif dalam membrikan pelayanan kepada warga? Bagaimana? 7. Bagaimana pengurus mengatasi permasalahan tunggakan? Bagaimana peran anda? 8. Potensi-potensi desa apa yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk? 9. Bagaimana penilaian anda secara keseluruhan mengenai UED-SP di Desa Koto Teluk? 10. Apa yang menjadi prioritas anda dalam perencanaan UED-SP untuk masa yang akan datang berdasarkan penilaian anda tadi? Bagaimana?