STUDI PERILAKU NYAMUK Anopheles DAN KAITANNYA DENGAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI SEKITAR PUSAT REINTRODUKSI ORANGUTAN NYARU MENTENG, PALANGKA RAYA, KALIMANTAN TENGAH
RITA JULIAWATY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : ”Studi Perilaku Nyamuk Anopheles dan Kaitannya dengan Epidemiologi Malaria di Sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng, Palangka Raya, Kalimantan Tengah” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juni 2008
Rita Juliawaty B252060011
ABSTRACT
RITA JULIAWATY. The Study of Anopheles Mosquito Behaviour and Its Relation to The Epidemiology of Malaria around The Reintroduction Centre of Orangutan at Nyaru Menteng, Palangka Raya, Central Kalimantan. This research was aimed to study the behaviour of Anopheles mosquitoes in relation to the epidemiology of malaria at the area around orangutan reintroduction centre. The mosquitoes were collected by using the human bait indoor and outdoor. Resting mosquitoes were collected on the wall of houses and cattle shed. In the reintroduction centre of orangutan the mosquito was collected by light trap. The results showed that there were two spesies i.e. Anopheles letifer and A. umbrosus. There was no Anopheles mosquitoes collected by light trap. A. letifer were caught the most at the sixth week (in Februari). There were 2.00 and 2.33 mosquitoes/man/night, respectively using the human bait indoor and outdoor. These study showed that A. letifer tend to be anthropophylic and exophagic. The peak of blood sucking activity indoor and outdoor was from 7 to 8 PM, whereas as those resting on the wall was from 5 to 6 AM. Larvae of Anopheles were not found in this study. In the years 20052007 the parasite found in Kelurahan Tumbang Tahai was Plasmodium vivax and mostly spread among men. The research showed that the increase of malaria cases followed the increase of vector density one month earlier. The parasite found in orangutan (2005-2007) was P. falciparum, P. vivax, P. malariae and mix infection. In 2006 two orangutans were dead (CFR 0,87%) caused by P. falciparum. In this study no parasite transmission from orangutan to human was found. The lack of knowledge and the behaviour of people going outdoor during the night with open clothes will increase the risk of malaria infection in the study area. Keywords : Anopheles, malaria, orangutan reintroduction centre, Palangka Raya-Central Kalimantan.
RINGKASAN
RITA JULIAWATY. Studi Perilaku Nyamuk Anopheles dan Kaitannya dengan Epidemiologi Malaria di Sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng, Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Penyakit malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. Penelitian ini mengkaji perilaku nyamuk Anopheles dan kaitannya dengan epidemilogi malaria dilakukan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu di masyarakat Kelurahan Tumbang Tahai dan di dekat kandang orangutan. Penangkapan nyamuk Anopheles dewasa dilakukan dengan metode umpan orang di dalam dan luar rumah, yang hinggap di dinding rumah dan kandang sapi, serta di dekat kandang orangutan dengan light trap. Penangkapan dengan light trap tidak mendapatkan nyamuk Anopheles. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua spesies Anopheles yaitu Anopheles letifer dan A. umbrosus. A. letifer paling banyak ditemukan pada minggu ke enam (bulan Februari) baik umpan orang di dalam dan luar rumah masing-masing 2,00 dan 2,33 ekor/orang/malam. Pada penelitian ini A. letifer cenderung bersifat lebih antropofilik dan eksofagik. Perilaku menggigit dimulai pukul 18.00 hingga 06.00, dengan puncak gigitan pada umpan orang baik di dalam maupun di luar rumah pukul 19.00 hingga 20.00. Sementara itu, puncak kepadatan yang istirahat di dinding dalam rumah terlihat pada pukul 19.00 hingga 20.00 dan di kandang sapi pukul 05.00 hingga 06.00. Larva Anopheles pada penelitian ini tidak ditemukan. Jenis parasit malaria yang ada di Kelurahan Tumbang Tahai selama tiga tahun (2005-2007) adalah Plasmodium vivax dan kasus terbanyak adalah pria. Selama penelitian berlangsung peningkatan kasus umumnya diikuti dengan peningkatan rata-rata kepadatan vektor satu bulan sebelumnya. Jenis parasit pada orangutan selama tiga tahun (2005-2007) adalah P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan infeksi campuran. Tahun 2006 terjadi kematian dua ekor orangutan (CFR 0,87%) karena P. falciparum. Pada penelitian ini tidak ditemukan parasit orangutan yang menginfeksi manusia. Pengetahuan yang rendah dan kebiasaan masyarakat keluar malam tanpa pakaian tertutup dapat meningkatkan risiko penularan malaria. Kata kunci : Anopheles, malaria, pusat reintroduksi orangutan, Palangka Raya (Kalimantan Tengah).
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya lmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
STUDI PERILAKU NYAMUK Anopheles DAN KAITANNYA DENGAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI SEKITAR PUSAT REINTRODUKSI ORANGUTAN NYARU MENTENG, PALANGKA RAYA, KALIMANTAN TENGAH
RITA JULIAWATY
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Entomologi Kesehatan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi : drh. Fadjar Satrija, MSc, PhD
Judul Tesis
: Studi Perilaku Nyamuk Anopheles dan Kaitannya dengan Epidemiologi
Malaria
di
Sekitar
Pusat
Reintroduksi
Orangutan Nyaru Menteng, Palangka Raya, Kalimantan Tengah Nama
: Rita Juliawaty
NIM
: B252060011
Program Studi
: Entomologi Kesehatan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS
drh. Rita Marleta Dewi, M.Kes
Ketua
Anggota
Diketahui Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pasca Sarjana
Entomologi Kesehatan
Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS
Tanggal Ujian : 17 Juni 2008
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan izin dan anugerahnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah ”Studi Perilaku Nyamuk Anopheles dan Kaitannya dengan Epidemiologi Malaria di Sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng, Palangka Raya, Kalimantan Tengah”. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS dan Ibu drh. Rita Marleta Dewi, M.Kes serta drh. Fadjar Satrija, MSc, PhD yang telah banyak memberikan masukan, saran dan bimbingan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada pimpinan beserta staf Puskesmas Tangkiling (Pak Budi, Pak Haili dan Pak Jali), staf bagian mikrobiologi Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Kalteng (Pak Yossy, Pak Agus, Bu Yuli dan Bu Pipit), manajer, satpam, dokter hewan dan paramedis di klinik Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng (Bu Lona, Pak Agus, Pak Heldy dan Pak Bram), unit penelitian parasit dan entomologi malaria NAMRU-2 (Bu Barbara, Pak Saptoro dan Pak Awalludin) yang telah memberikan banyak bantuan secara teknis selama penelitian. Terima kasih ditujukan khusus kepada Bapak Prof. Dr. drh. Singgih H. Sigit, MS dan Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS, serta seluruh dosen di jurusan Entomologi Kesehatan (Bapak Dr. drh. F.X. Koesharto, Bapak Dr. drh. A. Arif Amin, Ibu Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, Msi, dan Ibu Dr. drh. Susi Soviana, MSi) dan staf (Pak drh. Sugiarto, Pak Heri, Pak Yunus, Bu Juju, Pak Opik, Pak Nanang dan Bibi En) di laboratorium Entomologi Kesehatan. Terima kasih kepada Dosen Kesehatan Masyarakat Veteriner (Prof. R. Roso Soejoeno dan Bapak Dr. drh. Denny), bagian Patologi (drh. Hernomoadi Huminto, MVSc) FKH-IPB. Terima kasih kepada dosen Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan (Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS) atas segala ilmu yang telah diberikan selama ini. Terimakasih
disampaikan
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
Kalimantan Tengah beserta staf dan pengelola proyek DHS-2 Provinsi Kalimantan Tengah yang telah memberikan ijin dan bantuan dana. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada kedua orang tua dan kakakku, kedua kakak iparku (Mas Suroto dan Mbak Dian Helena Pudi), keponakan-keponakanku (Indri, Indra, Rendy, Reno,
Adit, Baby, Marcelino, Andre dan Sandra), suami beserta kedua anakku atas segala doa dan kasih sayangnya. Kepada seluruh mahasiswa Pasca Sarjana Entomologi Kesehatan Angkatan 2004 (Bu Bonita), 2006 (Pak Amir, Pak Yuli, Pak Wito, Bu Endang dan Bu Fitri) dan 2007 (Bu Eti, Pak Agus, Pak Gondo, Pak Ali, Pak Mul, Pak Irwan dan Pak Yahya) terima kasih atas dukungannya. Kepada mahasiswa Pasca Sarjana Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Angkatan 2006 (Pak Dedi, Pak Kardi dan Pak Rusdi) dan 2007 (Pak Sumijan, Pak Aris dan Pak Fuad), serta Kesehatan Masyarakat Veteriner Angkatan 2006 (Bu Ina, Bu Umi) terima kasih atas persahabatannya. Terima kasih untuk sahabatku (Pak Rusdi) di Subdin Penanggulangan Penyakit Dinkes Provinsi Kalteng atas segala motivasinya padaku. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap hasil karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juni 2008 Rita Juliawaty
RIWAYAT HIDUP
Rita Juliawaty dilahirkan di Marabahan Kalimantan Selatan pada tanggal 29 Juli 1973 dari pasangan Bapak H. Tabranie Mahdi dan Ibu Ngatinah. Penulis merupakan putri ke ketiga dari tiga bersaudara. Kedua orang kakak penulis bernama Ainun Yetty (PNS) dan Mahmoud Teriady (POLRI). Penulis telah menikah pada tahun 1997 dengan Selamat Riadi dan telah dikarunia dua orang anak bernama Shafira Agustin Perdana (lahir di Banjarbaru, 16 Agustus 1998) dan Ahmad Elfero Rizky Prakoso (lahir di Banjarbaru, 11 Mei 2002). Penulis mengikuti pendidikan SD, SMP dan SMA di Kalimantan Selatan. Selanjutnya menyelesaikan pendidikan D3 di Akademi Penilik Kesehatan (APK) Banjarbaru Kalimantan Selatan pada tahun 1995. Penulis melanjutkan studi S1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cahaya Bangsa Banjarmasin melalui jalur khusus dan lulus pada tahun 2004. Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1997-2001 dan pada tahun 2001 hingga sekarang bekerja di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah pada Subdin Penanggulangan Penyakit yang beralamat di Jalan Yos Sudarso Nomor 09 Palangka Raya.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL……………………………………………………………...
xiii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………......
ix
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………...........
x
1 PENDAHULUAN………………………………………………………..... 1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1.2 Tujuan.................................................................................................... 1.3 Manfaat..................................................................................................
1 1 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA………………………………................................ 2.1 Pusat Reintroduksi Orangutan …………………................................... 2.2 Malaria Pada Manusia dan Primata………………………………….... 2.2.1 Agent penyebab malaria............................................................... 2.2.2 Vektor malaria .....…………………............................................ 2.2.3 Siklus hidup malaria..................................................................... 2.3 Pengendalian Vektor.............................................................................. 2.3.1 Penyemprotan rumah................................................................... 2.3.2 Pemakaian kelambu berinsektisida.............................................. 2.3.3 Pengelolaan lingkungan............................................................... 2.3.4 Larvasida...................................................................................... 2.3.5 Pengendalian hayati.....................................................................
4 4 5 6 8 11 12 13 13 14 15 16
3 BAHAN DAN METODE……………………………................................. 3.1 Lokasi Penelitian …………………....................................................... 3.2 Waktu Penelitian …………………....................................................... 3.3 Metode Penelitian ………………………………………...................... 3.3.1 Penangkapan nyamuk dengan umpan orang …………………... 3.3.2 Penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah dan kandang sapi dengan aspirator………………....................... 3.3.3 Penangkapan dengan perangkap cahaya……………………….. 3.3.4 Identifikasi……………………………………………………… 3.3.5 Penentuan kepadatan populasi, kelimpahan nisbi, frekuensi tertangkap dan dominasi spesies serta indeks curah hujan…………………………………………………………….. 3.3.6 Kegiatan pengumpulan larva Anopheles……………………….. 3.3.7 Kegiatan Mass Blood Survey (MBS) pada masyarakat………… 3.3.8 Pengamatan terhadap kebiasaan masyarakat…………………… 3.4 Pengolahan dan Analisa Data …………………………………………
17 17 17 17 18 20
4 HASIL DAN PEMBAHASAN………………............................................. 4.1 Jenis Nyamuk yang Ditemukan…………….......................................... 4.1.1 Kepadatan nyamuk Anopheles …………………………………. 4.1.2 Perilaku menggigit dan istirahat nyamuk Anopheles ..................
25 25 26 28
20 20 22 22 23 24 24
4.1.3 Pengaruh curah hujan, suhu dan kelembaban terhadap kepadatan nyamuk Anopheles…………………........................ 4.1.4 Larva Anopheles………………………………………………... Angka Kesakitan Malaria pada Masyarakat........................................... Hasil Pemeriksaan MBS pada masyarakat ............................................ Angka Kesakitan Orangutan ................................................................. Kebiasaan Masyarakat ........................................................................... Pembahasan Umum ...............................................................................
30
5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 5.1 Kesimpulan............................................................................................. 5.2 Saran.......................................................................................................
44 44 44
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….............
xi
4.2 4.3 4.4 4.5 4.4
33 34 36 37 39 41
DAFTAR TABEL No.
Teks
Halaman
1
Rata-rata nyamuk Anopheles tertangkap dengan metode umpan orang di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari-Maret 2008..............................………………..................
27
2
Rata-rata nyamuk Anopheles letifer tertangkap yang hinggap di dinding dalam dan kandang sapi di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari-Maret 2008.........................................................................................................
28
3
Jumlah hari hujan, curah hujan dan indeks curah hujan per penangkapan di Kecamatan Bukit Batu bulan Januari-Maret 2008........................................................................................................
31
4
Jumlah penderita Plasmodium vivax menurut jenis kelamin dan kelompok umur di Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya tahun 20052007.........................................................................................................
35
5
Kasus malaria per spesies dan jumlah nyamuk Anopheles letifer per bulan di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari–Maret 2008..............................................................
36
6
Kasus malaria pada orangutan per spesies dan rata-rata kepadatan Anopheles letifer di Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari–Maret 2008.......................................................................
38
DAFTAR GAMBAR No.
Teks
Halaman
1
Peta daerah penelitian di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu..........................................................................................................
18
2
Proses penangkapan nyamuk Anopheles dewasa dengan metode umpan orang.........................................................................................................
19
3
Proses penangkapan nyamuk Anopheles dewasa yang istirahat di dinding dalam rumah ..............................................................................
21
4
Proses penangkapan nyamuk dewasa dengan light trap..........................
21
5
Proses identifikasi nyamuk dewasa..........................................................
22
6
Kegiatan MBS di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya.................................................................................
24
7
Nyamuk Anopheles letifer........................................................................
27
8
Rata-rata nyamuk Anopheles tertangkap dengan metode umpan orang per jam penangkapan di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari-Maret 2008.......................................
29
9
Rata-rata nyamuk Anopheles letifer tertangkap yang hinggap di dinding dalam rumah dan kandang sapi per jam penangkapan di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan JanuariMaret 2008................................................................................................
29
10
Rata-rata nyamuk Anopheles letifer tertangkap per minggu penangkapan di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari-Maret 2008...............................................
32
11
Rata-rata nyamuk Anopheles letifer tertangkap dan suhu serta kelembaban di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari-Maret 2008...............................................
32
12
Lokasi penambangan pasir yang potensial sebagai tempat perindukan nyamuk......................................................................................................
33
13
Situasi malaria di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya tahun 2005-2007..............................................................
36
14
Situasi malaria pada orangutan per spesies per tahun di Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng Palangka Raya tahun 20052007..........................................................................................................
38
15
Sediaan darah orangutan positif (A) dan (B)..........................................
39
DAFTAR LAMPIRAN No.
Teks
Halaman
1
Peta penyebaran malaria di dunia dan di Indonesia.................................
51
2
Siklus hidup malaria.................................................................................
52
3
Peta penyebaran vektor di Indonesia sampai dengan tahun 2004............
53
4
Karakteristik faktor individu, pengetahuan, sikap dan perilaku tentang penyakit malaria di Kelurahan Tumbang Tahai (91 responden)..............
54
5
Jumlah nyamuk Anopheles letifer tertangkap per metode dan waktu penangkapan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng bulan Januari-Maret 2008........................................................................
56
6
Kasus Plasmodium vivax per bulan di Kelurahan Tumbang Tahai tahun 2005-2007......................................................................................
57
7
Kasus malaria pada orangutan per spesies per bulan per tahun di Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng tahun 2005-2007.....................
58
8
Surat keterangan dari ketua program studi Entomologi Kesehatan FKH-IPB..................................................................................................
59
9
Surat ijin masuk kawasan Arboretrum Nyaru Menteng...........................
60
10
Surat keterangan Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo..................
61
1 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Penyakit malaria merupakan satu di antara dari sekian banyak penyakit menular yang masih menjadi masalah serius di dunia. Risiko kematian akibat penyakit malaria lebih tinggi dibandingkan dengan penyakit infeksi lainnya. Setiap tahun diperkirakan terdapat 300-500 juta kasus malaria dengan beberapa juta kematian sebagian besar terjadi pada anak-anak. Malaria umumnya terjadi di belahan dunia antara 45°LU dan 40°LS. WHO memperkirakan bahwa sekitar 2,1 milyar orang (40% dari penduduk dunia) tinggal di wilayah endemis malaria (Goddard 2000). Di Indonesia penyakit malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting. Malaria dapat menurunkan status kesehatan, produktivitas penduduk serta menjadi hambatan penting untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, terdapat dua persen dari total kematian di Indonesia disebabkan oleh malaria. Pada tahun 1999 secara nasional angka kesakitan malaria di luar Jawa–Bali adalah sebesar 31,48 per seribu penduduk (DEPKES 2000). Kalimantan Tengah adalah satu di antara provinsi yang mempunyai kontribusi dalam peningkatan angka kesakitan malaria di luar Jawa–Bali dengan seluruh wilayah kabupaten/kota yang merupakan daerah endemis malaria. Parameter yang dipakai untuk menunjukkan besaran masalah dan situasi malaria sesuai dengan pedoman dari Depkes RI yaitu berdasarkan angka AMI (Annual Malaria Incidence). AMI adalah jumlah kasus malaria berdasarkan gejala klinis per tahun per seribu penduduk (untuk wilayah luar Jawa-Bali). Besarnya AMI di Provinsi Kalimantan Tengah selama lima tahun berturut-turut adalah 15,67 (2003), 13,63 (2004), 13,87 (2005), 13,11 (2006) dan 13,95 (2007). Kota Palangka Raya merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Tengah yang mempunyai angka kesakitan malaria / AMI selama lima tahun beturut-turut adalah adalah sebesar 14,37 (2003), 5,43 (2004), 2,97 (2005), 2,45 (2006) dan 5,18 (2007) (Dinkes Propinsi Kalteng 2008). Kota Palangka Raya terdiri atas empat kecamatan, dengan kasus malaria tertinggi adalah di Kecamatan Bukit Batu.
2 Kecamatan Bukit Batu merupakan wilayah kerja Puskesmas Tangkiling. Dalam menegakkan diagnosa malaria di Puskesmas ini berdasarkan pemeriksaan mikroskopis, dan besarnya kasus malaria berdasarkan angka API. API (Annual Parasite Rate) adalah jumlah kasus malaria berdasarkan pemeriksaan mikroskopis per tahun dari seribu penduduk.
Selama ini API digunakan untuk wilayah Jawa-Bali, namun saat kini
diharapkan seluruh wilayah menggunakan API dalam penentuan besarnya kasus malaria. Pada tahun 2006 terjadi kenaikan angka API yang signifikan yaitu sebesar 13,93 dan 12,60 pada tahun 2004 dan 2005 menjadi 28,39 pada tahun 2006. Kecamatan Bukit Batu terdapat lokasi Pusat Reintroduksi Orangutan “Nyaru Menteng” yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah. Selama kurun waktu 2003–2005 dilaporkan banyak orangutan yang positif malaria. Spesies yang ditemukan adalah Plasmodium falciparum dan P. vivax (Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Kalteng 2007). Hal tersebut diduga turut mempengaruhi angka kesakitan malaria di Kecamatan Bukit Batu karena orangutan dianggap sebagai hospes kedua setelah manusia dan ada beberapa jenis Plasmodium pada kera yang dapat ditularkan oleh nyamuk ke manusia (DEPKES 2004). Di samping itu di Serawak (Malaysia) dilaporkan 27,7% (266/960) sediaan darah penduduk yang secara mikroskopis adalah positif P. falciparum dan P. malariae ternyata setelah dianalisa secara molekuler dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah P. knowlesi (Cox-Singh 2007). Keadaan Kecamatan Bukit Batu yang sebagian besar hutan sangat cocok untuk perkembangan nyamuk Anopheles, vektor malaria. Perilaku nyamuk Anopheles dan kaitannya dengan epidemiologi malaria di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan “Nyaru Menteng”, sampai saat ini belum pernah diteliti. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi : (a) jenis dan kepadatan spesies nyamuk Anopheles, (b) perilaku menggigit dan istirahat nyamuk Anopheles dominan pada masyarakat dan orang utan, (c) angka kesakitan malaria pada manusia dan orangutan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng, dan (d) kebiasaan masyarakat di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng.
3 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi penting dalam penanggulangan penyakit malaria yang efektif dan efisien di sekitar wilayah Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng.
4 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pusat Reintroduksi Orangutan Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Borneo Orangutan Survival/BOS) adalah lembaga yang mempunyai visi memberikan kontribusi terhadap konservasi satwa liar khususnya orangutan dan habitatnya. BOS merupakan organisasi penyelamatan orangutan terbesar di dunia, di Indonesia pertama kali didirikan di kota Balikpapan, Kalimantan Timur pada tahun 1994 dengan nama Perhimpunan Orangutan Balikpapan. Selanjutnya, Yayasan BOS bekerjasama dengan Departemen Kehutanan Republik Indonesia melalui sebuah kesepakatan dan didukung oleh 12 organisasi BOS yang berada di seluruh dunia dan setiap tahunnya diaudit secara keuangan (Yayasan BOS 2008). Arboretum Nyaru Menteng adalah kawasan pelestarian plasma nutfah ekosistem hutan rawa di Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas 65,2 hektar. Arboretum Nyaru Menteng dibangun pada tahun 1988 dan merupakan areal bekas HPH yang telah dieksploitasi pada tahun 1974. Nama Nyaru Menteng berasal dari bahasa Dayak yang berarti gagah berani. Sejak tahun 1994, pengelolaan Arboretum ini dilaksanakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah. Lokasi Arboretum Nyaru Menteng terletak di sebelah timur jalan raya Tjilik Riwut KM 28 dari Kota Palangka Raya menuju Kota Sampit (Kabupaten Kotawaringin Timur). Secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Tumbang Tahai, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya. Lokasi ini dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat. Rute dari Palangka Raya menuju arah Tangkiling dan belok kanan pada kilometer 28 menuju arah Danau Tahai. Menurut BKSDA Kalteng (2000) wilayah Arboretum Nyaru Menteng termasuk ke dalam tipe hutan tropika dataran rendah dengan kondisi tanah berawa dan bergambut. Jenis tanah terdiri dari alluvial, organosol, pasir kuarsa dengan drainase tergenang. Ketinggian wilayah adalah 25 meter di atas permukaan laut dengan topografi datar. Keadaan iklim termasuk ke dalam tipe A dengan curah hujan rata-rata 2.939 milimeter per tahun. Pemanfaatan Nyaru Menteng sebagai tempat (a) pembinaan cinta alam bagi pelajar, mahasiswa, pramuka dan generasi muda, (b) pendidikan dan
5 pelatihan, (c) acara keagamaan dan wisata alam, serta (d) karantina dan rehabilitasi orangutan. Vegetasi yang ada dalam kawasan Arboretum Nyaru Menteng adalah jenis-jenis yang tumbuh dalam ekosistem hutan rawa. Komposisi vegetasi di hutan rawa beragam dan mampu beradaptasi terhadap daerah yang
anaerob serta tergenang air baik
musiman atau tetap, dengan akar tunjang dan akar banir dengan lentisel yang besar memungkinkan terjadinya difusi udara. Cara lain dengan akar-akar nafas atau pneumatofor. Berdasarkan hasil identifikasi, spesies pohon yang terdapat di Arboretrum dapat digolongkan ke dalam 43 famili dengan jumlah spesies sebanyak 139 jenis (BKSDA Kalteng 2000). Luas Arboretum Nyaru Menteng relatif kecil, namun dapat dijumpai beberapa jenis satwa liar, antara lain burung Beo (Gracula religiosa) dan cucak rawa (Pyononotus zeylanicus). Jenis lain seperti biawak (Varanus sp.), ular, monyet dan kadang-kadang dijumpai orangutan liar (Pongo pygmaeus), owa-owa (Hylobates muelleri) dan tupai / bajing (BKSDA Kalteng 2000). 2.2 Malaria pada Manusia dan Primata Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit darah jenis Plasmodium (Protozoa) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Penularan malaria umumnya secara alamiah (natural infection) melalui gigitan nyamuk Anopheles, dan cara (a) kongenital yaitu terjadi pada bayi yang baru dilahirkan dari ibu penderita malaria. Penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta, (b) secara mekanik yaitu penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada morfinis yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril lagi. Cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi di salah satu rumah sakit di Bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapat suntikan intravena dengan menggunakan alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, padahal alat suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai (disposible), (c) Penularan secara oral (melalui mulut) pernah juga dibuktikan pada burung dara (P. relection), ayam (P. gallinasium) dan monyet (P. knowlesi) (DEPKES 2000). Pada tahun 2005, di dunia dilaporkan sebanyak lebih dari satu juta orang termasuk anak-anak meninggal setiap tahun meninggal karena malaria, dimana 80%
6 kematian terjadi di Afrika dan 15% di Asia termasuk Eropa Timur. Secara keseluruhan terdapat 3,2 milyar kasus malaria yang tersebar di 107 negara. Negara yang paling banyak kasus malaria adalah Afrika yaitu di sebelah Sahara dan malaria kembali muncul di Asia Tengah, Eropa Timur serta Asia Tenggara (DEPKES 2008). Di Asia, malaria tersebar di berbagai negara termasuk India, Pakistan, Bangladesh, Thailand, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja, Indonesia dan Papua New Guinea. Resistensi P. falciparum terhadap berbagai jenis obat terjadi di beberapa bagian di Kamboja, Myanmar, Tailand dan Laos (Lampiran 1) (NAMRU-2 2007). Pada tahun 2006, di Indonesia terdapat dua juta kasus malaria klinis. Pada tahun 2007, terjadi penurunan kasus menjadi 1,75 juta. Sementara itu, berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis pada tahun 2006 dan 2007 terdapat masing-masing sekitar 350 dan 311 kasus positif malaria (Lampiran 1). Kejadian Luar Biasa (KLB) pada tahun 2006 terjadi di tujuh provinsi, tujuh kabupaten, tujuh kecamatan dan 10 desa dengan jumlah kasus malaria positif sebesar 1.107 kasus dan 74 kematian (Case Fatality Rate / CFR 2,7%). Pada tahun 2007, terjadi perluasan daerah KLB di delapan provinsi, 13 kabupaten, 15 kecamatan dan 30 desa dengan jumlah kasus malaria positif sebesar 1.256 kasus dan 74 kematian (CFR 5,9%). Tingginya angka kesakitan dan kematian malaria disebabkan berbagai faktor diantaranya adalah perubahan perilaku vektor, sosial budaya masyarakat, resistensi obat dan terbatasnya pelayanan kesehatan (DEPKES 2008, Republika 2008). Di antara beberapa faktor lainnya, peningkatan kasus disebabkan oleh perubahan lingkungan dan mobilitas penduduk yang tinggi (NAMRU-2 2007). Ancaman yang paling nyata terhadap kehidupan manusia adalah adanya nyamuk yang tidak hanya mencari mangsa di puncak-puncak pohon di hutan, tetapi juga merambah ke perkampungan untuk menggigit manusia. Jongwutiwes et al. (2004) melaporkan transmisi alami P. knowlesi secara geografi telah meluas di hutan Thailand (selatan Myanmar). Hasil pemeriksaan sediaan darah (blood films) yang sebelumnya P. falciparum setelah dilakukan cross check ternyata adalah P. knowlesi bentuk ring (tropozoit muda).
7 2.2.1 Agent penyebab malaria Genus Plasmodium termasuk ke dalam famili Plasmodiidae dari ordo Coccidiida dan subordo Haemosporidiidea. Menurut Kreier dan Baker (1987) Plasmodium diklasifikasikan ke dalam beberapa subgenus, sedangkan pada manusia ada empat spesies yaitu P. falciparum Welch, 1897, P. malariae (Laveran 1881), P. vivax (Grassi dan Feletti, 1890) dan P. ovale Stephens, 1922 semuanya termasuk dalam subgenus Plasmodium (Bruce-Chwatt 1980, Eldridge et al. 2004). P. falcifarum penyebab penyakit malaria tropika sering menyebabkan malaria berat, selebral malaria / malaria otak yang fatal, gejala serangannya timbul berselang setiap dua hari (48 jam). P. vivax penyebab penyakit malaria tertiana gejala serangannya timbul berselang setiap tiga hari. P. malariae penyebab penyakit malaria kuartana gejala serangannya timbul berselang setiap empat hari. P. ovale, jenis ini umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat (BPVRP 2006). P. falcifarum dan P. vivax adalah dua parasit yang paling banyak menginfeksi manusia di seluruh dunia. Distribusi P. vivax umumnya tersebar luas dan terdapat dalam dua iklim yaitu tropis dan sedang (Eldridge et al. 2004). P. knowlesi merupakan malaria pada kera sejak 40 tahun yang lalu dilaporkan dapat menginfeksi manusia. Peneliti lain, Chin et al. (1965) dan Coatney (1968) telah melaporkan bahwa darah dari seorang penderita malaria malariae yang disuntikkan ke kera sehat menyebabkan kera tersebut menjadi positif dengan hasil pemeriksaan P. knowlesi. Infeksi alami lainnya juga dilaporkan pada seorang pekerja lapangan yang terlibat dalam penangkapan nyamuk di puncak-puncak pohon tinggi dekat Sao Paulo, Brasil. Darah orang tersebut disuntikkan pada squirrel monkey (Saimiri sciureus) yang sebelumnya telah dilakukan splenectomy. Berdasarkan morfologi parasit penyerangnya, infeksi ini diidentifikasi sebagai P. simium. Akan tetapi, usaha yang dilakukan oleh Contacos et al. (1970) dalam Hubbert et al. (1975) tidak berhasil menginfeksi sukarelawan dengan spesies Plasmodium ini. Dengan adanya kenyataan ini harus dipertimbangkan bahwa parasit sebelumnya adalah P. vivax. Kerentanan kera Saimiri sciureus yang telah diambil limfanya terhadap spesies Plasmodium ini telah dilaporkan sebelumnya. Subspesies dari P. cynomolgi adalah Plasmodium kera pertama yang dapat dipindahkan ke manusia melalui gigitan nyamuk. Dua galur lagi dari spesies yang sama telah dilaporkan dapat dipindahkan ke manusia oleh nyamuk. Laporan terakhir
8 P. schwetsi dapat dengan baik dipindahkan dari chimpanzee ke manusia melalui gigitan nyamuk. Meskipun secara morfologis parasit ini serupa dengan P. vivax, sampai saat ini belum ada usaha untuk menyatakan bahwa kedua spesies ini sinonim (Hubbert et al. 1975). Seorang penderita malaria dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium, yang terbanyak adalah infeksi campuran antara P. falcifarum dengan P. vivax atau P. malariae. Infeksi campuran biasanya terjadi di daerah yang angka penularannya relatif tinggi seperti di Papua atau Indonesia bagian timur (DEPKES 2000). 2.2.2 Vektor malaria Genus Anopheles termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Diptera dan famili Culicidae. Di Indonesia terdapat 457 spesies yang tercakup dalam 18 genus, di antaranya 80 spesies Anopheles, 125 spesies Culex, 125 spesies Aedes dan 8 spesies Mansonia (O’Connor & Sopa 1981). Perilaku nyamuk menghisap darah sangat penting di dalam epidemiologi penularan penyakit. Ada spesies nyamuk aktif menggigit manusia di luar rumah menjelang pagi. Nyamuk ini tidak akan menggigit anak-anak karena pada waktu itu mereka umumnya berada di dalam rumah, sehingga tidak mungkin terinfeksi penyakit yang ditularkan nyamuk tersebut. Beberapa spesies nyamuk dijumpai hidup di hutan dan hanya menggigit orang yang datang dan masuk ke dalam hutan (Warrel & Gilles 2002). Penelitian mengenai keragaman Anopheles di beberapa daerah dilaporkan sebagai berikut : wilayah Jawa, di daerah Kokap Kabupaten Kulonprogo (Daerah Istimewa Yogyakarta), ditemukan spesies A. balabacencis, A. maculatus, A. vagus dan A. annularis (Effendi 2002, Sukmono 2002). Nyamuk Anopheles yang tertangkap dengan umpan orang di dalam dan luar rumah serta perangkap cahaya di Desa Sedayu Kabupaten Purworejo (Jawa Tengah) adalah A. aconitus, A. flavirostris, A. vagus, A. kochi, A. annularis, A. balacensis, A. barbirostris, A. minimus, A. maculatus dan A. subpictus (Noor 2002). Wilayah Sumatera, di Desa Pondok Mega Jambi Luar (Kota Muaro Jambi, Jambi), Maloha (2005) melaporkan 10 spesies nyamuk Anopheles yaitu A. barbirostris (35,86%), A. vagus (25,7%), A. nigerrimus (19,58%), A. aconitus (10,34%), A. kochi (5,27%), A. tesselatus (1,27%), A. indefinitus (1,05%), A. umbrosus (0,42%), A. peditaeniatus dan A. schueffueri (0,21%).
9 Wilayah Kalimantan, Salam (2005) melaporkan bahwa di Desa Alat Hantakan (Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan) ada empat spesies yang menonjol yaitu A. kochi, A. letifer, A. nigerriumus, A. barbirostris dibandingkan spesies lainnya yakni A. sinensis, A. vagus, A. aconitus, dan A. maculatus. Noor (2006) melaporkan bahwa di Desa Ambutun (Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan) terdapat delapan spesies nyamuk yaitu A. nigerrimus, A. aconitus, A. kochi, A. letifer, A. peditaeniatus, A. barbirostris dan A. tesselatus. Wilayah Sulawesi, di daerah Bolapapu (Sulawesi Tengah) dilaporkan terdapat 10 spesies yaitu Tongoa A. barbirostris, A. barbumbrosus, A. leucosphyrus, A. kochi, A. vagus, A. indefinitus, A. tesselatus, A. seperatus, A. maculatus dan A. hyrcanus (Sulaeman 2004), sedangkan di Desa Tongoa Kabupaten Donggala didapatkan delapan spesies nyamuk Anopheles yakni A. barbirostris, A. nigerrimus, A. barbumbrosus, A. tesselatus, A. vagus, A. kochi, A. punctulatus dan A. maculatus (Jastal 2005). Rata-rata kepadatan nyamuk Anopheles dengan berbagai metode penangkapan nyamuk dilaporkan di daerah Kokap Kabupaten Kulonprogo (Daerah Istimewa Yogyakarta) dengan cara umpan orang di dalam rumah adalah A. balabacencis (9,14 ekor/orang/malam), A. maculatus
(6,55 ekor/orang/malam) dan A. vagus (0,57
ekor/orang/malam), sedangkan dengan cara umpan orang di luar rumah adalah A. maculatus (6,22 ekor/orang/malam), A. balabacencis (3,35 ekor/orang/malam) dan A. vagus (0,35 ekor/orang/malam). Kelimpahan nisbi dengan cara umpan orang dalam rumah adalah A. balabacencis (56,2%), A. maculatus (40,3%) dan A. vagus (3,55%), sementara di luar rumah adalah A. maculatus (61,4%), A. balabacencis (33,1%) dan A. vagus (5,43%). Angka dominasi terbanyak adalah A. maculatus (50,35%), diikuti A. balabacencis (21,52%) dan A. vagus (2,52%) (Effendi 2002). Salam (2005) melaporkan di Desa Alat Hantakan (Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan) perilaku A. kochi, A. letifer dan A. barbirostris dalam mencari darah lebih banyak tertangkap di kandang sapi daripada metode umpan orang luar, hal ini karena spesies tersebut lebih bersifat zoofilik. Sulaeman (2004) melaporkan di daerah Bolapapu (Sulawesi Tengah) dengan metode umpan orang di dalam rumah ditangkap lima spesies Anopheles, yaitu A. barbirostris (76,74%), A. leucosphyrus (11,63%) dan A. kochi (2,33%), sedangkan metode umpan orang di luar terdapat tujuh spesies yaitu A. barbirostris (22,37%), A. barbumbrosus (11,11%), A. leucosphyrus
10 (19,46%), A. kochi (7,57%) dan A. indefinitus (0,54%). Di samping itu dengan alat perangkap cahaya di kandang babi dapat ditangkap A. barbirostris (59,91%), A. vagus (9,84%), A. kochi (8,96%), A. indefinitus (7,05%) dan A. maculatus (0,88%). Jastal (2005) melaporkan di Desa Tongoa (Donggola, Sulawesi Tengah) yang menghisap darah manusia adalah A. barbirostris (45,7%) dan A. nigerrimus (17,5%), sedangkan yang menghisap darah sapi adalah A. vagus (42%) dan A. tesselatus (30,3%). Di daerah Kokap (Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta) puncak kepadatan A. maculatus, A. balabacensis dan A. vagus tertangkap di dinding dalam rumah antara pukul 22.00–24.00, sedangkan puncak kepadatan A. maculatus dan A. balabacensis tertangkap di kandang sapi pada pukul 20.00–22.00 serta A. vagus pada pukul 22.00 (Effendi 2002). Sementara itu, Jastal (2005) melaporkan bahwa puncak kepadatan A. barbirostris adalah pukul 18.00-06.00. Noor (2006) melaporkan di Desa Ambutun (Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan) A. umbrosus di dalam rumah mencapai puncak aktivitasnya pada pukul 24.00–01.00 dan di luar rumah pada pukul 03.00–04.00, sedangkan A. letifer pada pukul 20.00–21.00. Sejauh ini terdapat empat jenis parasit malaria yang dapat ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Vythilingam et al. (2006) melaporkan pertama kali adanya malaria monyet, P. knowlesi yang menginfeksi orang di Sarawak Malaysia dengan vektor A. latens (dulu dikenal dengan A. leucosphyrus). Collin (2003) menyatakan bahwa fauna nyamuk Anopheles di dalam hutan rawa bagian utara Kuala Lumpur Malaysia, tempat terdapat infeksi malaria pada Macaca fascicularis dan M. nemestrina, menunjukkan adanya kepadatan yang tinggi pada nyamuk A. umbrosus grup. Infeksi malaria secara alami sering terjadi pada kelompok spesies ini di Malaysia. Hodgkin (1956) dalam Collin (2003) menyatakan dugaan infeksi ini mungkin berasal dari monyet. Meskipun kebanyakan Anopheles yang tertangkap dengan umpan orang dan monyet termasuk A. umbrosus grup, A. letifer adalah satu-satunya yang menyerang umpan monyet pada kanopi dalam jumlah yang banyak. Dari sekian jenis Anopheles yang ada di Indonesia, tidak semuanya berperan menularkan malaria (sebagai vektor atau tersangka vektor). Menurut Subdit Pengendalian Vektor (2007) terdapat 22 nyamuk yang berperan sebagai vektor malaria di antaranya sebanyak 18 Anopheles berdasarkan adanya sporozoit pada kelenjar ludah. Di Kalimantan Tengah vektor malaria yang telah dikonfirmasi adalah A. letifer. Selain
11 itu yang dapat beperan sebagai vektor di Kalimantan Tengah adalah A. maculatus, A. nigerimus dan A. balabacencis (Lampiran 2) (Hadi 2006 dalam Sigit & Hadi 2006). 2.2.3 Siklus hidup malaria Siklus hidup malaria sangat kompleks sesuai dengan fase pertumbuhan Plasmodium. Siklus malaria dimulai saat sporozoit masuk ke dalam tubuh manusia pada saat nyamuk menggigit manusia. Sporozit masuk ke dalam darah dan dalam waktu 30 menit masuk ke dalam sel hati dan terjadilah fase eksoeritrositer (Lampiran 2). Fase eksoeritrositer. Sporozoit yang masuk ke dalam sistem sirkulasi dan menyerang sel hati membelah secara aseksual dalam proses yang disebut eksoeritrosit skizogoni. Bentuk merozoit menyerang sel hati tetapi tidak menyebabkan reaksi peradangan pada hati. Lama kelamaan sel yang terserang menjadi besar dan rusak serta melepaskan ribuan merozoit ke aliran darah. Fase dormant atau hipnosoit. Infeksi karena P. falciparum dan P. malariae mempunyai satu bentuk tunggal eksoeritrosit. Sebaliknya, P. vivax dan P. ovale mempunyai dua bentuk eksoeritrosit. Bentuk yang pertama berkembang, menyebabkan rusaknya sel hati dan melepaskan merozoit sama seperti P. falciparum dan P. malariae. Bentuk kedua, yang berkembang pada saat bersamaan dikenal sebagai hipnosoit. Sporozoit yang masuk ke dalam sel hati berubah menjadi hipnosoit yang terus hidup dan bersembunyi selama berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Suatu saat, hipnosoit menjadi aktif dan menjadi eksoeritrosit skizogoni, membentuk merozoit yang menyebabkan kasus kambuh (NAMRU-2 2007). Khusus P. vivax dan P. ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan), sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit tetapi tertanam di jaringan hati disebut hipnosoit, bentuk hipnosoit inilah yang menyebabkan malaria relapse (Bruce-Chwatt 1980). Fase eritrosit. Merozoit yang terlepas yang masuk ke dalam sel darah merah (eritrosit) kemudian berkembang menjadi bentuk ring (tropozoit muda). Setelah masa pertumbuhan, nukleus tropozoit membelah dan berkembang, membentuk skizon dengan 8-36 nukleus dalam setiap sel darah merah. Saat proses ini selesai, sel darah merah ini yang terinfeksi akan hancur dan melepaskan merozoit matang. Gejala malaria muncul pada saat ini. Merozoit kemudian menyerang eritrosit baru dan generasi parasit lainnya
12 berkembangbiak dengan cara yang sama. Proses ini terjadi berulang-ulang selama masa infeksi dan disebut sebagai eritrosit skizogoni. Masa siklus berbeda-beda pada setiap Plasmodium. P. falciparum, P. vivax dan P. ovale selama 24-30 jam, serta 72 jam pada P. malariae. Setelah generasi siklus aseksual, beberapa merozoit berubah menjadi bentuk seksual yaitu betina disebut marogametosit dan jantan mikrogametosit kemudian berkembang di dalam sel darah merah yang diserang. Fase vektor. Nyamuk Anopheles betina mendapat darah inang yang terinfeksi Plasmodium bentuk seksual yang berkembang di dalam sel darah merah. Makrogametosit dan mikrogametosit matang di dalam perut nyamuk, kemudian bereduksi menjadi makrogamet dan delapan mikrogamet (eksflagela). Makrogamet dan mikrogamet mengadakan perkawinan dan membentuk zigot yang menghasilkan ookinet. Ookinet akan menembus lambung nyamuk melalui sel-sel epitel dan menempel pada bagian luar nyamuk dan berubah menjadi bulatan kecil yang disebut ookista. Ookista membesar saat nukleus membelah kemudian pecah dan melepaskan ribuan sporozoit. Sporozoit bergerak menuju kelenjar ludah nyamuk dan siap untuk ditularkan. Siklus hidup pada fase vektor disebut sporogoni yang membutuhkan waktu 8-35 hari tergantung pada jenis Plasmodium dan kondisi lingkungan (Bruce-Chwatt 1980, DEPKES 2000, NAMRU-2 2007). 2.3 Pengendalian Vektor Timbulnya penyakit malaria erat kaitannya dengan nyamuk Anopheles. Berbagai upaya pengendalian terhadap penyakit malaria telah lama dilakukan, namun hingga tahun 2007 KLB selalu ada dan kasus meningkat dibeberapa daerah. Kejadian ini akan terus berlangsung apabila pengendalian vektor yang dilakukan hanya berdasarkan pada tingginya kasus klinis saja tanpa mengetahui perilaku vektor, kondisi lingkungan termasuk kebiasaan masyarakat. Nyamuk membutuhkan darah untuk pemasakan telurnya. Spesies golongan antropofilik cenderung menyukai darah manusia, sedangkan golongan zoofilik lebih menyukai darah binatang. Beberapa spesies nyamuk menggigit dan menghisap darah hospesnya di dalam rumah (endofagik), tetapi ada yang hanya di luar rumah (eksofagik). Beberapa spesies istirahat di dalam rumah (endofilik), tetapi ada yang istirahat di luar rumah (eksofilik), untuk pemasakan telurnya. Kebiasaan menggigit dan perilaku
13 nyamuk dapat berubah sesuai dengan wilayah geografi, habitat dan musim. Hal tersebut sangat menentukan dalam pemilihan metode pengendalian yang tepat dan efektif untuk diaplikasikan (Rozendaal 1997). Di Indonesia dikenal beberapa metode pengendalian vektor malaria yang dikelompokkan dalam lima kegiatan yaitu (a) pemakaian kelambu berinsektisida, (b) penyemprotan rumah, (c) pengendalian hayati, (d) antilarva cara kimia, dan (e) pengelolaan lingkungan (DEPKES 1999). 2.3.1 Penyemprotan rumah Perilaku vektor malaria kebanyakan adalah endofilik. Pengendalian vektor untuk perilaku ini adalah dengan metode penyemprotan rumah (Indoor Residual Spraying / IRS). IRS
merupakan pelindung pada dinding dan permukaan rumah dengan
menggunakan insektisida. IRS tidak melindungi seseorang secara langsung terhadap gigitan nyamuk, namun suatu upaya membunuh nyamuk yang beristirahat di dinding sebelum ataupun setelah menggigit manusia. IRS akan lebih efektif dilakukan terhadap lebih dari 70% populasi yang ada pada suatu lokasi pengendalian (Anonim 2008). Penyemprotan semua rumah dilakukan pada daerah pemukiman baru (transmigran) dan pada daerah KLB yang diketahui penularan terjadi setempat. Penyemprotan rumah pernah dilakukan di desa Kumai Hilir dan Kumai Hulu kecamatan Kumai kabupaten Kotawaringin Barat karena adanya KLB malaria (Dinkes Provinsi Kalteng 2008). IRS dapat menurunkan secara drastis nyamuk Anopheles yang beristirahat di dinding dalam rumah di Burundi, Afrika (Protopopoff et al. 2007a). Namun, ternyata kombinasi penggunaan IRS dan LLINs lebih efektif dalam menurunkan angka kesakitan malaria (Protopopoff et al. 2007b). Pada kasus apabila nyamuk banyak menggigit hewan sebagai alternatif pemutusan mata rantai penularan penyakit malaria terhadap hewan adalah hewan disemprot dengan bahan kimia. Perlakuan dengan pemaparan insektisida pada sapi dapat menjaga populasi
A. vagus yang telah mengalami
penurunan pada relatif stabil (Hasan 2006). 2.3.2 Pemakaian kelambu berinsektisida Kelambu berinsektisida (Insecticide-Treated Bed Nets / ITNs) adalah perlindungan individu untuk menekan angka kesakitan dan kematian karena malaria di wilayah endemis. ITNs merupakan cara pengendalian vektor yang terbanyak dilakukan
14 saat ini. Adanya insektisida pada kelambu dapat membunuh nyamuk dan serangga lainnya. Namun, insektisida yang digunakan toksisitasnya rendah terhadap mamalia, biasanya digunakan dari golongan Piretroid. Sebelumnya, kelambu hanya bertahan selama 6-12 bulan tergantung frekwensi pencucian kelambu, karena itu sekarang ada kelambu yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama (Long-Lasting Insecticide-treated Nets / LLINs). Konsentrasi insektisida yang digunakan dapat bertahan selama lebih dari tiga tahun. WHO merekomendasikan lima LLINs untuk pencegahan malaria, antara lain : (a) Duranet (Clarke Mosquito Control), (b) Interceptor Net (BASF), (c) NetProtect (Intelligent Insect Control), (d) Olyset Net (Sumitomo Chemical) dan (e) PermaNet (Vestergaard-Frandsen) (Anonim 2008). Hadi (2001a) melaporkan bahwa penggunaan kelambu dapat mengurangi kasus malaria, sedangkan penggunaan repellent mencegah terhadap infeksi malaria. Penggunaan kelambu berinsektisida di Papua New Guenia mampu memberikan perlindungan lebih dari 95% terhadap penggunanya dari malaria (Frances et al. 2003). 2.3.3 Pengelolaan lingkungan Pengelolaan lingkungan berupa modifikasi dan manipulasi lingkungan merupakan satu cara pengendalian nyamuk. Modifikasi lingkungan adalah setiap kegiatan yang mengubah fisik lingkungan secara permanen agar tempat perindukan nyamuk hilang, seperti penimbunan, pengeringan dan pengaturan sistem pengairan. Manipulasi lingkungan adalah suatu bentuk kegiatan untuk menghasilkan suatu keadaan sementara yang tidak menguntungkan bagi nyamuk, seperti pengangkatan lumut dari lagun, pengubahan kadar garam dan sistem pengairan secara berkala di lahan pertanian. Pengaliran air dan pembersihan genangan air dari tanaman yang mengapung dapat mengubah genangan tersebut menjadi tidak menguntungkan bagi perkembangan larva Anopheles. Pembersihan semak-semak sekitar di sekitar pemukiman dapat menjauhkan tempat istirahat nyamuk A. balabacensis. Pembuatan saluran penghubung air payau dengan air laut dapat menyebabkan air payau menjadi lebih asin mengakibatkan nyamuk tidak berkembangbiak di sana (Rozendaal 1997).
15 2.3.4 Larvasida Pemberian larvasida golongan karbamat (BPMC) terhadap larva A. aconitus dapat memperpanjang masa siklus larva dari instar satu (L1) sampai instar empat (L4), mengganggu proses eklosi, kelainan telur dan menurunkan jumlah produksi telur serta memperpendek umur nyamuk bila sempat menjadi dewasa (Sujatmiko 2000). Cara alamiah dan dianggap aman untuk anti larva adalah memanfaatkan tumbuhan sebagai insektisida nabati (biopestisida). Biopestisida merupakan salah satu alternatif pengendalian yang ramah lingkungan, mudah diaplikasikan dan tidak berbahaya bagi musuh alami dan serangga menguntungkan lainnya. Insektisida ini merupakan satu sarana pengendalian hama alternatif yang lebih selektif dan aman, karena senyawa insektisida dari tumbuhan mudah terurai (terdegradasi) di alam sehingga tidak meninggalkan residu di tanah, air dan udara. Di dunia diperkirakan terdapat sekitar 300.000 jenis tumbuh-tumbuhan, 30.000 jenis diperkirakan tumbuh di Indonesia dan baru 1.000 jenis di antaranya yang telah dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan dan insektisida. Uji toksisitas beberapa tanaman telah dilakukan terhadap larva nyamuk, seperti minyak tumbuhan yang berasal dari tanaman (Camphor, Thyme, Amyris, Lemon, Cedarwood, Frankincense, Dill, Myrtle, Juniper, Black Pepper, Verbena, Helichrysum and Sandalwood) yang dilaporkan memiliki bioaktivitas sebagai larvasida nyamuk. Amer & Mehlhorn (2006) menyatakan bahwa minyak tumbuhan yang berasal dari tanaman (camphor, thyme, amyris, lemon, cedarwood, fankincense, dill, verbena and sandalwood) memiliki bioaktivitas sebagai larvasida dengan nilai LC50 sebesar 1–101,3 ppm untuk larva Aedes aegypti, sebesar 9,7–101,4 ppm pada A. stephensi, dan sebesar 1–50,2 ppm pada Culex quinquefasciatus. Minyak yang diperoleh dari ekstrak Ipomoea cairica, pada konsentrasi 100 ppm telah berhasil membunuh 100% larva C. tritaeniorhynchus dengan nilai LC50 sebesar 14,8 ppm. Konsentrasi 120 ppm mampu membunuh larva Ae. aegypti dan A. stephensi dengan nilai LC50 secara berturut-turut adalah 22,3 ppm dan 14,9 ppm (Thomas et al. 2004). Pradono et al. (2007) melaporkan bahwa minyak biji kamandrah (Croton tiglium) satu famili dengan jarak pagar (Jatropha curcas) yaitu Euphorbiaceae mempunyai dosis efektif LC50 sebesar 769,52 ppm dan LC90 sebesar 2717,4 ppm
16 terhadap kematian larva Ae. aegypti selama perlakuan 24 jam. Riyadhi (2008) melaporkan bahwa minyak biji jarak mempunyai nilai LC50 sebesar 1.507 ppm untuk 24 jam pengujian dan 866 ppm untuk 48 jam pengujian terhadap kematian larva Ae. aegypti. 2.3.5 Pengendalian hayati Pengendalian hayati adalah dengan memanfaatkan musuh-musuh alami nyamuk. Musuh alami yang digunakan dalam pengendalian hayati adalah predator, patogen dan parasit. Pengendalian populasi vektor dengan menggunakan predator vertebrata seperti ikan pemakan larva (Gambusia affinis dan Poecilia reticulata), selain dapat menyediakan protein bagi masyarakat yang berada di sekitar tempat perindukan juga terbukti dapat menurunkan populasi larva nyamuk (Rozendaal 1997). Di laboratorium, setiap ekor ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) mampu memangsa larva A. aconitus (instar tiga dan empat) rata-rata 119,4 ekor/hari (Winarno 1989) sedangkan ikan gapi (Poecilia reticulata) dalam waktu 24 jam rata-rata mampu memangsa 87,6 ekor larva A. aconitus (Arifin 1989). Sementara itu, ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dalam waktu 24 jam dapat memangsa 480 larva A. aconitus (Mattimu 1989). Interaksi sinergi endotoksin antara Bacillus sphaericus dan B. thuringensis subp. israelensis sangat penting dalam membunuh larva (Wirth et al. 2004). Evaluasi di dalam laboratorium, menunjukkan bahwa kombinasi Bacillus sphaericus dan B. thuringensis subp. israelensis menunjukkan toksisitas yang tinggi terhadap larva Ae. aegypti dengan LC50 dan LC90 masing-masing 0,023 dan 0,064 ppm (Zahiri et al. 2004).
17 3 BAHAN DAN METODE
3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya (Gambar 1). Adapun wilayah ini merupakan wilayah kerja Puskesmas Tangkiling. Wilayah kerja Puskesmas Tangkiling meliputi 14 kelurahan, yaitu Marang, Tumbang Tahai, Banturung, Habaring Hurung, Tangkiling, Sei Gohong, Kanarakan, Petuk Bukit, Pager, Gaung Baru, Panjehang, Petuk Berunai, Bukit Sua dan Mungku Baru. Jumlah cakupan penduduk dari Puskesmas Tangkiling adalah 13.553 jiwa, sedangkan penduduk di Kelurahan Tumbang Tahai berjumlah 1.853 jiwa. 3.2 Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari-Maret 2008. Penangkapan nyamuk dilakukan sebanyak 12 kali yaitu setiap satu minggu satu kali. 3.3 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam bentuk tiga kegiatan yaitu pengamatan terhadap nyamuk Anopheles, parasit dan kebiasaan masyarakat. Pengamatan terhadap nyamuk Anopheles adalah melakukan penangkapan nyamuk dewasa pada malam hari kemudian diidentifikasi di laboratorium. Lokasi penangkapan nyamuk ada di dua tempat yakni di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan (pemukiman masyarakat) dan di Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng. Penangkapan nyamuk dilakukan dengan menggunakan tiga cara yaitu (a) umpan orang (human bait), (b) menangkap nyamuk yang istirahat di dinding (resting) baik di dalam rumah dan kandang sapi, serta (c) penangkapan dengan perangkap cahaya (light trap). Pengamatan parasit dilakukan melalui data sekunder yang diperoleh dari data malaria di puskesmas setempat dan Klinik Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng. Di samping itu juga dilakukan survei darah jari (Mass Blood Survei /MBS) pada penduduk di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru. Sedangkan kebiasaan masyarakat diperoleh dengan menggunakan kuesioner.
18
Tb. Tahai
Tengkiling
Habaring Hurung
Marang
Plk. Raya
Gambar 1 Peta daerah penelitian di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu 3.3.1 Penangkapan nyamuk dengan umpan orang Kegiatan ini dilakukan di rumah penduduk yang tinggal sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng. Tujuan kegiatan adalah mengetahui perilaku nyamuk menggigit di dalam maupun luar rumah. Jumlah rumah sebanyak dua buah yaitu rumah yang pernah dilaporkan ada penderita malaria berdasarkan laporan Puskesmas Tangkiling dan rumah yang mempunyai kandang sapi, jarak dari Pusat
19 Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng ke masing-masing rumah kurang lebih dua kilometer. Penangkapan nyamuk dilakukan sepanjang malam mulai pukul 18.00 hingga 06.00 (Gambar 2). Aktivitas penangkapan setiap satu jam adalah selama 40 menit dengan menggunakan umpan orang, 10 menit berikutnya untuk penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dan 10 menit berikutnya istirahat untuk mempersiapkan penangkapan selanjutnya. Pada masing-masing rumah ditempatkan empat orang penangkap nyamuk, masing-masing dua orang baik di dalam rumah maupun di luar rumah, satu orang bertugas sebagai umpan dan satu orang lagi yang menangkap. Petugas penangkap nyamuk berusia di atas 15 tahun dan tidak merokok. Pada saat penangkapan nyamuk, petugas duduk di tempat yang tidak terganggu oleh orang lain dengan menggunakan celana pendek dan baju berlengan pendek. Nyamuk yang hinggap pada kaki dan tangan ditangkap menggunakan aspirator, kemudian dimasukkan ke dalam gelas kertas (paper cup) yang dibedakan menurut penangkapan yaitu setiap satu jam. Nyamuk kemudian dimatikan dengan kloroform dan dipin. Selama penangkapan juga dicatat suhu dan kelembaban nisbi lingkungan dengan menggunakan alat thermohygrometer.
Gambar 2 Proses penangkapan nyamuk Anopheles dewasa dengan metode umpan orang
20 3.3.2 Penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah dan
di
kandang sapi dengan aspirator Kegiatan ini merupakan kesatuan dari kegiatan penangkapan nyamuk semalam suntuk bersamaan dengan umpan orang. Tujuan kegiatan ini adalah mengetahui banyaknya nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah (Gambar 3) dan di kandang sapi sebelum atau sesudah menggigit. Setelah petugas penangkap nyamuk menangkap nyamuk dengan umpan orang selama 40 menit maka 10 menit berikutnya dimanfaatkan untuk menangkap nyamuk yang hinggap di dinding. Bagi petugas yang menangkap nyamuk dengan umpan orang di dalam rumah, penangkapan dilakukan pada nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah. Sebaliknya, bagi petugas yang menangkap nyamuk dengan umpan orang di luar rumah, penangkapan dilakukan pada nyamuk yang hinggap di kandang sapi. Nyamuk ditangkap menggunakan aspirator, kemudian dimasukkan ke dalam gelas kertas (paper cup) yang dibedakan menurut penangkapan yaitu setiap satu jam. Nyamuk kemudian dimatikan dengan kloroform dan dipin. 3.3.3 Penangkapan dengan perangkap cahaya Kegiatan ini dilakukan di Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng. Tujuan kegiatan ini adalah mengetahui banyaknya nyamuk yang menggigit orangutan. Penangkapan nyamuk dilakukan sepanjang malam mulai pukul 18.00 hingga 06.00. Satu buah alat perangkap cahaya (light trap) ditempatkan di dekat kandang orangutan yang tergelap (Gambar 4). Setiap dua jam dilakukan pengumpulan nyamuk ke gelas kertas (paper cup) menggunakan aspirator, kemudian nyamuk dimatikan dengan kloroform dan dipin. 3.3.4 Identifikasi Identifikasi nyamuk (Gambar 5) hasil tangkapan dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan, FKH-IPB, menggunakan kunci identifikasi menurut buku kunci bergambar nyamuk Anopheles dewasa di Sumatera-Kalimantan (DEPKES 2000) di bawah mikroskop stereo/desecting.
21
Gambar 3 Proses penangkapan nyamuk Anopheles dewasa yang istirahat di dinding dalam rumah
Gambar 4 Proses penangkapan nyamuk dewasa dengan light trap
22
Gambar 5 Proses identifikasi nyamuk dewasa 3.3.5 Penentuan kepadatan populasi, kelimpahan nisbi, frekuensi tertangkap dan dominasi spesies serta indeks curah hujan Penentuan kepadatan populasi tiap spesies nyamuk Anopheles dihitung dalam rata-rata per metode penangkapan, per orang umpan atau per kolektor per malam, dihitung melalui rumus sebagai berikut : Kepadatan nyamuk per orang per umpan per jam (Man Hour Density / MHD) = kepadatan nyamuk yang menggigit per orang per jam (Man Bitting Rate / MBR) : MHD = L Anopheles tertangkap per spesies
= MBR
L jam penangkapan x L pengumpan Yang hinggap di dinding rumah
= per ekor per rumah
Yang hinggap di kandang
= per ekor per kandang
Yang menggigit orang
= per ekor per orang per jam.
Indeks curah hujan = L curah hujan x hari hujan L hari dalam satu minggu 3.3.6 Kegiatan pengumpulan larva Anopheles Tujuan kegiatan ini adalah mengetahui tempat perindukan nyamuk Anopheles. Pencarian larva dilakukan di beberapa genangan air yang potensial menjadi tempat
23 berkembangbiaknya nyamuk Anopheles, yaitu di bekas galian pasir, kolam-kolam air yang tergenang dan saluran-saluran air. 3.3.7 Kegiatan Mass Blood Survei (MBS) pada masyarakat Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui angka kesakitan malaria pada kelompok masyarakat. Besar sampel dihitung berdasarkan Rumus Snedecor dan Cochran (Budiarto 2004) yakni :
n
=
1
+
Z Z
[
2 2
. p .q . p .q
/ d / d
2 2
]/
N
dimana : d = keakuratan, ZM = simpangan rata-rata distribusi normal standar pada derajat kemaknaan (M = 0.05), p = proporsi yang dikehendaki (0.5), d = toleransi kesalahan sampel (0.1 / 10%). Sehingga didapatkan besar sampel adalah 91 orang dan pemeriksaan dilakukan terhadap semua golongan umur. Orangutan yang diperiksa adalah orangutan yang sedang menunjukkan gejala klinis (dua ekor). Survei darah jari (Mass Blood Survey / MBS) dilakukan oleh tenaga mikroskopis yang sudah terlatih. Pemeriksaan parasitologis dilakukan dengan membuat sediaan tebal dan tipis dari darah jari. Darah diambil dari ujung jari manis tangan kiri (untuk anak-anak dan dewasa) atau ujung jempol kaki (untuk bayi).
Sebelumnya
tempat yang akan ditusuk dibersihkan dengan alkohol 70%, lalu ditusuk dengan alat tusuk steril (lanset) dan tetesan darah yang keluar pertama kali dibersihkan dengan kapas kering. Selanjutnya tetesan darah berikutnya ditampung pada kaca sediaan darah bersih dan kering serta diberi label. Sebanyak 1 tetes darah diletakan ditengah-tengah kaca dan ± 3 tetes lainnya diletakan terpisah dari tetes pertama (pertengahan antara darah dan label). Dengan bantuan kaca sediaan lain, dari tetesan darah pertama dibuat apusan darah tipis dan dari 3 tetesan darah disebelahnya dibuat apusan darah tebal dengan cara melebarkannya atau dibuat lingkaran hingga diameter kira-kira 1-1,5 cm. Sediaan darah dibiarkan kering pada suhu kamar di tempat yang terlindung dari debu dan kotoran atau lalat. Setelah kering (± 15 menit), sediaan darah diwarnai dengan Giemsa secara standar. Sebelumnya, bagian sediaan darah tipis difiksasi
dengan
methanol absolut. Pewarnaan dilakukan dengan perbandingan 1 : 20 antara larutan Giemsa dengan buffer pH 7,0–7,2 selama 30 menit. Pemeriksaan dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x100 dengan minyak immersi.
24
Gambar 6 Kegiatan MBS di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya Pemeriksaan/pengamatan dilakukan pada seluruh lapangan pandang. Pemeriksaan mikroskopis malaria dilakukan oleh tenaga mikroskopis Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Badan Litbang Kesehatan.
3.3.8 Pengamatan terhadap kebiasaan masyarakat Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan penyakit malaria dengan tehnik wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Jumlah responden adalah 91 orang yang didapat seperti pada perhitungan MBS dan dipilih secara acak. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner survei dinamika penularan penyakit malaria dari Departemen Kesehatan R.I.
3.4 Pengolahan dan Analisis Data Nyamuk yang tertangkap dengan menggunakan umpan orang dan yang hinggap di dinding serta light trap dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik berdasarkan parameter serta dihubungkan dengan pengaruh iklim (curah hujan, suhu dan kelembaban) kemudian dinarasikan. Angka kesakitan malaria pada masyarakat kelurahan Tumbang Tahai dan orangutan pada Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng dianalisis secara deskriptif kemudian dihubungkan dengan kepadatan vektor. Adapun kebiasaan masyarakat yang diperoleh berdasarkan kuesioner disajikan dalam bentuk tabel.
25 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jenis Nyamuk yang Ditemukan Jenis nyamuk yang menggigit manusia di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng antara lain genus Aedes, Anopheles, Culex dan Mansonia. Nyamuk yang tertangkap dengan menggunakan light trap di Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng hanya didapat genus Mansonia, dalam jumlah yang sedikit (tiga ekor). Banyak faktor yang mempengaruhi hal ini antara lain kepadatan nyamuk, rancangan perangkap, kualitas cahaya serta jenis nyamuk yang bersangkutan (Service 1976). Spesies nyamuk Aedes yang tertangkap di Kelurahan Tumbang Tahai adalah Ae. aegypti. Spesies Culex adalah C. quenquefasciatus, C. gellidus, C. hutcinsoni dan C. whitmori. Spesies nyamuk Mansonia adalah M. uniformis, sedangkan spesies nyamuk Anopheles adalah A. letifer dan A. umbrosus, ini merupakan 50% dari jumlah spesies yang terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah (empat spesies). A. letifer dikonfirmasi sebagai vektor di Kalimantan Tengah (DEPKES 1987, Hadi 2006 dalam Sigit dan Hadi 2006, Subdit Pengendalian Vektor 2007), sedangkan A. umbrosus belum dinyatakan sebagai vektor. Keberadaan A. umbrosus cocok dengan wilayah penelitian, yaitu adanya hutan rawa-rawa (Collins 2003). A. umbrosus pernah tertangkap di tepi hutan dalam kegiatan entomologi di wilayah Kabupaten Sukamara Kalimantan Tengah (Dinkes Provinsi Kalteng 2008). Spesies A. umbrosus tertangkap dengan jumlah sedikit (dua ekor), masingmasing satu ekor pada penangkapan dengan umpan orang di dalam dan luar rumah, sedangkan pada penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding rumah dan kandang sapi tidak tertangkap. Oleh karena itu hasil ini tidak dapat menggambarkan kepadatan dan perilaku mengigigit A. umbrosus. Senada dengan penelitian pada hutan rawa di Kuala Lumpur, Malaysia dari hasil penangkapan nyamuk menggunakan perangkap / trap hanya A. letifer yang lebih banyak tertangkap dibandingkan A. umbrosus grup (Collins 2003). Spesies A. letifer yang tertangkap (Gambar 7) pada Kelurahan Tumbang Tahai banyak dipengaruhi oleh lingkungan yang ada. Lokasi sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng termasuk ke dalam tipe hutan tropika dataran rendah dengan
26 kondisi tanah berawa dan bergambut (BKSDA Kalteng 2000). Sementara itu, A. letifer dapat hidup di tempat yang asam atau pH rendah (DEPKES 2000). Selain itu, di daerah ini ditemukan adanya semak-semak dan pohon-pohon sebagai tempat beristirahat nyamuk, terdapat pula perkebunan masyarakat yang dekat dengan pemukiman sebagai mata pencaharian penduduk setempat. Keadaan ini berbeda dengan di daerah lain. Keragaman Anopheles di daerah Bolapapu Sulawesi Tengah meliputi 10 spesies yaitu A. barbirostris, A. barbumbrosus, A. leucosphyrus, A. kochi,
A. vagus, A. indefinitus,
A. tesselatus,
A. seperatus,
A. maculatus dan A. hyrcanus (Sulaeman 2004), sedangkan nyamuk Anopheles di Desa Tongoa Kabupaten Donggala terdiri atas delapan spesies nyamuk Anopheles yakni A. barbirostris, A. nigerrimus, A. barbumbrosus, A. tesselatus, A. vagus, A. kochi, A. punctulatus dan A. maculatus (Jastal 2005). Salam (2005) melaporkan bahwa di Desa Alat Hantakan (Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan) terdapat empat spesies yang menonjol yaitu A. kochi, A. letifer, A. nigerriumus, A. barbirostris dibandingkan dengan spesies lainnya seperti A. sinensis, A. vagus, A. aconitus, dan A. maculatus. Sedangkan di Desa Ambutun (Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan) dilaporkan terdapat delapan spesies yaitu A. nigerrimus, A. aconitus, A. kochi, A. letifer, A. peditaeniatus, A. barbirostris dan A. tesselatus (Noor 2006). 4.1.1 Kepadatan Nyamuk Anopheles Tabel 1 menunjukkan rata-rata kepadatan nyamuk A. letifer dan A. umbrosus dengan metode umpan orang baik di dalam maupun di luar rumah per minggu penangkapan selama bulan Januari hingga Maret. Nyamuk A. letifer adalah yang terbanyak tertangkap dibandingkan dengan A. umbrosus. A. letifer paling banyak ditemukan pada minggu ke enam di dalam maupun di luar rumah (bulan Februari) masing-masing 2,00 dan 2,33 ekor/orang/malam. Pada penelitian, ini A. letifer cenderung bersifat lebih antropofilik dan eksofagik. Keadaan ini berbeda dengan di Desa Alat Hantakan (Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan) yaitu A. kochi, A. letifer dan A. barbirostris dalam mencari darah lebih banyak di kandang sapi daripada di luar. Spesies-spesies tersebut lebih bersifat zoofilik (Salam 2005).
27
Gambar 7 Nyamuk Anopheles letifer (pada costa dan urat satu ada tiga atau kurang noda-noda pucat, palpi tanpa gelang-gelang pucat, sternit abdomen segmen ke tujuh tanpa sikat yang terdiri dari sisik yang gelap dan tarsi kaki belakang dengan gelang pucat terutama pada pangkalnya)
Tabel 1 Rata-rata nyamuk Anopheles tertangkap dengan metode umpan orang di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari- Maret 2008 Bulan
Minggu
Januari
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Februari
Maret
Nyamuk Anopheles (ekor/orang/malam) A. letifer A. umbrosus UOD UOL UOD UOL 0,00 0,00 0,33 1,00 0,00 0,00 1,33 1,00 0,00 1,33 2,00 0,33 0,00 0.00 1,67 1,33 0,00 0,00 0,67 0,00 0,00 2,00 2,33 0,33 0,00 0,00 0,00 0,67 0,00 0,00 1,33 0,67 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Keterangan : UOD = Umpan Orang di Dalam Rumah, UOL = Umpan Orang di Luar Rumah
28 Tabel 2 menunjukkan rata-rata kepadatan nyamuk A. letifer dengan penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah dan kandang sapi per minggu penangkapan. Pada metode penangkapan ini tidak ditemukan nyamuk A. umbrosus, sedangkan A. letifer paling banyak tertangkap istirahat di dinding dalam rumah adalah minggu ke lima (awal Februari) yaitu 0,42 ekor/malam dan kandang sapi pada minggu ke enam dan delapan (Februari) yaitu 0,5 ekor/malam. Pada penelitian ini A. letifer cenderung lebih bersifat eksofilik. 4.1.2 Perilaku menggigit dan istirahat nyamuk Anopheles Gambar 8 menunjukkan aktifitas A. letifer menggigit dimulai pada pukul 18.00 hingga 06.00 untuk semua metode penangkapan. Puncak kepadatan menggigit A. letifer terjadi pukul 19.00-20.00 baik di dalam maupun di luar rumah. Sementara itu, A. letifer di Desa Bukit Muara Bungo (Jambi) ditemukan aktif pada pukul 22.00 dan 03.00 dengan jumlah (1,1%) tiga ekor/orang/malam (Wahyu 2005). Noor (2006) melaporkan di Desa Ambutun (Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan) aktifitas nyamuk A. umbrosus di dalam rumah adalah pukul 24.00–01.00 dan di luar rumah pada pukul 03.00–04.00, sedangkan A. letifer banyak tertangkap di luar rumah pukul 20.00– 21.00. Tabel 2 Rata-rata nyamuk A. letifer tertangkap yang hinggap di dinding dalam rumah dan kandang sapi di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari-Maret 2008 Bulan Januari
Februari
Maret
Minggu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nyamuk A. letifer (per ekor/malam) Dinding Rumah Kandang 0,08 0,00 0,00 0,00 1,00 0,00 0,06 0,25 0,42 0,17 0,08 0,50 0,17 0,00 0,33 0,50 0,08 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
29 Perilaku nyamuk A. letifer yang antropofilik dengan puncak kepadatan menggigit pada jam tersebut memerlukan suatu upaya perlindungan individu kepada masyakarat. Hadi (2001a) melaporkan bahwa penggunaan kelambu di Jawa Tengah menurunkan kasus malaria, sedangkan penggunaan repellent mencegah infeksi malaria.
Rata-rata nyamuk tertangkap (ekor/org/jam)
3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 18.0019.00
19.0020.00
20.0021.00
21.0022.00
22.0023.00
23.0024.00
24.0001.00
01.0002.00
02.0003.00
03.00- 04.00- 05.0004.00 05.00 06.00
UOD A. letifer
UOL A. letifer
Jam penangkapan
UOD A. umbrosus
UOL A. umbrosus
Rata-rata nyamuk A. letifer tertangkap (ekor/malam)
Gambar 8 Rata-rata nyamuk Anopheles tertangkap dengan metode umpan orang per jam penangkapan di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari-Maret 2008 1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0 18.0019.00
19.0020.00
20.0021.00
21.0022.00
22.0023.00
23.0024.00
24.0001.00
01.0002.00
02.0003.00
03.0004.00
04.0005.00
05.0006.00
Jam penangkapan
Dinding
Kandang
Gambar 9 Rata-rata nyamuk Anopheles letifer tertangkap yang hinggap di dinding rumah dan kandang sapi per jam penangkapan di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari-Maret 2008
30 Gambar 9 menunjukkan aktifitas A. letifer istirahat dimulai pada pukul 18.0006.00. Pada beberapa periode waktu tidak terdapat kepadatan istirahat nyamuk pada dinding di dalam rumah yaitu pukul 20.00-21.00, 24.00-01.00 dan 03.00-00.00. Puncak kepadatan istirahat di dinding dalam rumah terjadi pada pukul 19.00-20.00 (1,08 ekor/orang/rumah), sedangkan puncak kepadatan istirahat di sekitar kandang sapi pada pukul 05.00–06.00 (0,5 ekor/kandang). Effendi (2002) melaporkan di daerah Kokap Kabupaten Kulonprogo puncak kepadatan A. maculatus, A. balabacensis dan A. vagus (Daerah Istimewa Yogyakarta) di dinding dalam rumah antara pukul 22.00–24.00, sedangkan A. maculatus dan A. balabacensis di kandang sapi pada pukul 20.00–22.00 dan A. vagus pada pukul 22.00. Pada penelitian ini puncak kepadatan nyamuk yang istirahat di dinding dalam rumah yang terjadi pada pukul 19.00-20.00. Hal ini merupakan waktu yang sama dengan puncak gigitan dengan umpan orang baik di dalam maupun di luar rumah. A. letifer tampaknya hinggap terlebih dahulu di dinding dalam rumah sebelum menggigit penghuni rumah sebab pada pengamatan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah tidak ditemukan perut nyamuk yang berisi darah (bloodfeed). 4.1.3 Pengaruh curah hujan, suhu dan kelembaban terhadap keberadaan nyamuk Anopheles Data dari Badan Meteorologi dan Geofisika Kalimantan Tengah tahun 2008 menunjukkan curah hujan di Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya selama tiga bulan (Januari-Maret) berkisar antara 1,0-97,9 mm, jumlah hari hujan pada bulan Januari, Februari dan Maret masing-masing adalah 20 hari hujan, 14 hari hujan dan 23 hari hujan. Indeks curah hujan selama tiga bulan yaitu bulan Januari 300,39 dan Februari 76,00 serta Maret 379,87 (Tabel 3). Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor dan tempat perindukan (breeding places). Hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk Anopheles (DEPKES 2000). Di Desa Hargotirto Kabupaten Kulonprogo (Daerah Istimewa Yogyakarta) kepadatan nyamuk Anopheles berbanding terbalik yaitu curah hujan tinggi maka kepadatan nyamuk Anopheles menurun, sedangkan curah hujan rendah kepadatan
31 nyamuk Anopheles cenderung tinggi (Sukmono 2002). Effendi (2002) menyatakan 44,9% keragaman rata-rata kepadatan nyamuk Anopheles yang tertangkap di daerah Kokap Kabupaten Kulonprogo dipengaruhi oleh keadaan curah hujan, sedangkan sisanya sebesar 55,1% dipengaruhi oleh faktor lain seperti kelembaban, suhu udara dan kecepatan angin. Selama penelitian berlangsung (Januari-Maret) keadaan curah hujan dari awal sampai dengan akhir penelitian sangat fluktuatif. Indeks curah hujan tertinggi terdapat pada minggu ke lima penangkapan (65,03) dan terendah pada minggu ke enam (7,68) dengan kepadatan rata-rata nyamuk A. letifer tertinggi diperoleh pada minggu ke enam penangkapan (4,92 ekor/malam) dan terendah pada minggu ke sembilan penangkapan (0,08 ekor/malam) (Gambar 10). Pengukuran suhu dan kelembaban lingkungan dilaksanakan tiap jam pada saat penangkapan nyamuk dengan menggunakan alat thermohygrometer. Adanya
curah
hujan yang sangat fluktuatif mempengaruhi suhu dan kelembaban yang ada. Selama 12 kali penangkapan nyamuk didapatkan suhu rata-rata tercatat sebesar 23°C–26°C dan kelembaban rata-rata berkisar 80–87% (Gambar 11). Tabel 3 Jumlah hari hujan, curah hujan dan indeks curah hujan per penangkapan di Kecamatan Bukit Batu bulan Januari-Maret 2008 Bulan
Minggu
Januari
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Februari
Maret
Total
Jlh Hari 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 84
Hari Hujan 6 5 0 4 7 3 0 2 7 6 4 6 50
Curah Hujan (mm) 146,5 88,6 0,0 92,7 260,1 30,7 0,0 5,2 81,4 137,3 59,0 164,7 1.066,2
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Kalimantan Tengah
Indeks Curah Hujan 33,08 20,01 0,00 20,93 65,03 7,68 0,00 1,30 20,35 34,33 14,75 41,18 3.198,60
32
70
Rata-rata nyamuk tertangkap (ekor/malam)
6,00
60
5,00
50
4,00
40 3,00 30 2,00
20
1,00
10
0,00
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Minggu penangkapan
A. letifer
Indeks curah hujan
Gambar 10 Rata-rata nyamuk Anopheles letifer yang tertangkap per minggu penangkapan dan indeks curah hujan di Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari-Maret 2008
Rata-rata nyamuk tertangkap (ekor/malam)
6,00
100,0 90,0
5,00
80,0 70,0
4,00
60,0 3,00
50,0 40,0
2,00
30,0 20,0
1,00
10,0 0,00
0,0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Minggu penangkapan
A. letifer
Suhu rata-rata
Kelembaban rata-rata
Gambar 11 Rata-rata nyamuk Anopheles letifer dan suhu serta kelembaban di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari– Maret 2008 Suhu rata-rata tertinggi adalah pada penangkapan minggu ke delapan/Maret (25,5oC), sedangkan yang terendah pada penangkapan minggu ke lima/Februari (23,6oC). Kelembaban rata-rata tertinggi pada penangkapan minggu ke sebelas/Maret
33 (87,7%), sedangkan yang terendah pada penangkapan minggu ke tujuh/Maret (80,3%) dengan kepadatan rata-rata nyamuk A. letifer tertinggi diperoleh pada minggu ke enam penangkapan (3,28 ekor/malam) dan terendah pada minggu ke penangkapan (0,22 ekor/malam). Nyamuk adalah binatang berdarah dingin sehingga metabolisme dan siklus hidupnya tergantung pada suhu dan kelembaban lingkungan. Nyamuk dapat bertahan dalam suhu rendah, tetapi prosesnya metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhu turun
sampai batas kritis. Tingkat
kelembaban
63%
merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan adanya penularan malaria di Punjab, India (DEPKES 2000). 4.1.4 Larva Anopheles Sebanyak 13 titik tempat perindukan larva nyamuk telah diamati, yaitu enam titik di lokasi genangan air sekindar kandang orangutan, empat titik di bekas galian pasir (Gambar 12), dan tiga titik di sekitar pemukiman penduduk. Namun demikian, larva Anopheles tidak ditemukan pada titik potensial tersebut. Hal ini, kemungkinan disebabkan oleh curah hujan yang tidak menentu, kurangnya sampel yang diambil, atau genangan air yang cenderung kering sebelum larva berkembangbiak. Di daerah Teluk Mata Ikan, Kodya Batam, Riau ditemukan A. letifer pada air tawar dengan salinitas 0%, hal ini berkaitan dengan pembangunan yang ada pada daerah tersebut (Soekirno 1993).
Gambar 12 Lokasi penambangan pasir yang potensial sebagai tempat perindukan nyamuk di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu
34 4.2 Angka Kesakitan Malaria pada Masyarakat Kasus malaria di Kelurahan Tumbang Tahai berdasarkan laporan Puskesmas Tangkiling umumnya terjadi pada seluruh golongan umur dan jenis kelamin (Tabel 4). Kasus pada pria umumnya lebih banyak (54,55%) daripada wanita (45,55%). Adanya kasus malaria yang lebih besar pada pria biasanya dipengaruhi oleh pekerjaan dan aktivitas seseorang. Umumnya pria lebih cenderung sering keluar rumah dibandingkan wanita, sehingga peluang kontak dengan nyamuk vektor semakin besar. Di lokasi penelitian pria usia remaja sering berkumpul di luar rumah malam hari sampai larut malam, beberapa pedagang pria berbelanja untuk keperluan warungnya pada malam hari saat hari pasar dan para pekerja di Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yang bekerja malam hari umumnya adalah pria. Kebiasaan masyarakat lainnya adalah pergi ke kebun pada saat subuh. Kasus malaria pada anak-anak dibedakan berdasarkan usia yaitu 0-11 bulan, 1223 bulan, 2-9 tahun dan 10-14 tahun. Kasus malaria pada bayi (0–11 bulan) selama tiga tahun berturut-turut yakni satu orang (5,88%) pada tahun 2005, tiga orang (8,11%) pada tahun 2006, dan satu orang (2,22%) pada tahun 2007. Adanya kasus pada bayi umumnya sebagai indikator penularan penyakit setempat sebab pada usia ini mereka jarang keluar rumah. Hal ini menggambarkan bahwa vektor mampu masuk ke dalam rumah untuk kontak dengan bayi. Keadaan ini didukung oleh adanya data penderita malaria selama tiga tahun berturut-turut. Kasus malaria mulai dilaporkan pada usia 1223 bulan yaitu sebanyak tiga orang (8,11%) pada tahun 2006 dan empat orang (6,67%) pada tahun 2007. Peningkatan jumlah kasus terlihat pada usia 2-9 tahun terjadi selama tiga tahun berturut-turut yaitu satu orang (5,88%) pada tahun 2005, empat orang (10,81%) pada tahun 2006 dan delapan orang (17,78%) pada tahun 2007. Kasus rendah terlihat pada usia 12-23 bulan dibandingkan dengan usia 2-9 tahun, karena pada usia balita cenderung masih mempunyai kekebalan dari ibunya, sedangkan pada usia 2-9 tahun kekebalan yang diperoleh dari ibunya biasanya sudah tidak ada lagi sementara itu kekebalan alami belum terbentuk. Situasi malaria di Kelurahan Tumbang Tahai selama tiga tahun berturut-turut (2005-2007) sangat bervariasi. Pada tahun 2005 puncak kasus terjadi pada bulan April dan Mei. Puncak kasus yang terjadi tahun 2006 dan 2007 lebih tinggi dibandingkan dengan 2005 yaitu bulan Juni dan Februari (Gambar 13). Hal ini memperlihatkan
35 bahwa waktu terjadinya puncak penularan malaria selalu berubah-ubah. Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya kepadatan nyamuk Anopheles dan kondisi lingkungan fisik, serta adanya penderita malaria sebagai sumber penularan. Epidemiologi malaria yang disebabkan oleh nyamuk Anopheles sangat bervariasi dari tahun ke tahun dan dari daerah satu dengan daerah lainnya. Selama penelitian berlangsung (Januari-Maret) terlihat bahwa peningkatan kepadatan vektor diikuti oleh peningkatan kasus malaria. Kepadatan nyamuk yang tertinggi terjadi pada bulan Januari (11,39 ekor/orang/malam), sedangkan jumlah kasus tertinggi pada bulan Februari (11 kasus). Kasus malaria pada umumnya meningkat setelah didahului oleh peningkatan kepadatan vektor. Pada bulan Maret kasus malaria cenderung menurun yang diiringi dengan menurunnya kepadatan nyamuk Anopheles (Tabel 5). Tabel 4 Jumlah penderita Plasmodium vivax menurut jenis kelamin dan kelompok umur di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya tahun 2005–2007 Jenis Kelamin
Kel. Umur
Pria
0 - 11 bln 12 - 23 bln 2 - 9 thn 10 - 14 thn >15 thn
Jumlah Pria % Pria Wanita
0 - 11 bln 12 - 23 bln 2 - 9 thn 10 - 14 thn >15 thn
Jumlah Wanita % Wanita TOTAL Sumber data : Puskesmas Tangkiling
Jumlah Penderita P. vivax 2005 2006 2007 1 1 0 0 1 3 1 1 5 2 2 3 5 14 15 9 19 26 52,94 51,35 57,78 0 2 1 0 2 1 0 3 3 0 0 2 8 11 12 8 18 19 47,06 48,65 42,22 17 37 45
Total 2 4 7 7 34 54 54,55 3 3 6 2 31 45 45,45 99
36
600
8 7
500
400 5 4
300
3 200
Indeks curah hujan (ICH)
Jumlah kasus P. vivax
6
2 100 1 0
0 Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus September Oktober Nopember Desember
Bulan P. vivax 2005
P. vivax 2006
P. vivax 2007
ICH 2005
ICH 2006
ICH 2007
Gambar 13 Situasi malaria di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya tahun 2005–2007 Tabel 5 Kasus malaria per spesies dan jumlah nyamuk Anopheles letifer per bulan di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari–Maret 2008 Jenis parasit Jumlah Rata-Rata Kepadatan Bulan Kasus A. letifer (ekor/malam) P. vivax P. falciparum
Januari Februari Maret Jumlah
7 10 5 22
0 1 0 1
7 11 5 23
11,39 9,83 0,42 21,64
Sumber data : Puskesmas Tangkiling
4.3 Hasil Pemeriksaan MBS (Mass Blood Survey) pada Masyarakat Kegiatan MBS dilakukan terhadap 91 orang yang mempunyai risiko besar tertular penyakit malaria, yakni masyarakat sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng serta para pekerjanya. MBS dilakukan pada semua golongan umur. Namun demikian, semua sediaan darah yang diperiksa menunjukkan hasil negatif. Jenis parasit di Kalimantan Tengah yang ditemukan selama ini adalah P. falciparum, P. vivax dan P. mix, sedangkan P. malariae belum pernah ditemukan pada manusia (Dinkes Provinsi Kalteng 2008). P. malariae secara normal dalam darah rendah dan tidak ada komplikasi secara klinis, maka mirip dengan P. knowlesi (CoxSingh et al. 2007). Warren (1975) melaporkan darah yang disuntikkan kepada kera
37 rhesus yang bebas malaria didapat bahwa pasien tersebut lebih condong untuk dikatakan terserang oleh P. knowlesi daripada P. malariae. Penelitian yang dilakukan dilakukan mulai bulan Maret 2001 hingga Maret 2006 di Sarawak, Malaysia dari 960 sampel yang dianalisis secara PCR (Polymerase Chain Reaction) dari pasien-pasien malaria menunjukkan bahwa sebanyak 266 (27,7%) diinfeksi oleh P. knowlesi (Cox-Singh et al. 2007), ini menunjukkan bahwa penelitian untuk mencari parasit pada orangutan yang dapat menginfeksi manusia memerlukan suatu penelitian yang panjang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes R.I. di Kalimantan Barat di wilayah endemis malaria yang berbatasan dengan Serawak, Malaysia juga belum menemukan P. knowlesi baik pada manusia maupun kera (Dewi 2008). 4.4 Angka Kesakitan Orangutan Diagnosa malaria pada orangutan sebagian besar melalui pemeriksaan sediaan darah di klinik Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng. Selama tiga tahun berturut-turut (2005-2007) telah ditemukan orangutan yang menderita penyakit malaria yang disebabkan P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan campuran antara P. falciparum dan P. vivax (mix). Kasus tertinggi pada tahun 2006 serta terjadi kematian sebanyak dua ekor (CFR/Case Fatality Rate = 0,87%) disebabkan P. falciparum (Gambar 14).
P. falcifarum penyebab malaria tropika, yang sering menyebabkan
malaria berat / malaria otak yang fatal (BPVRP 2006). Umumnya simian malaria pada manusia menyebabkan perubahan klinis yang sama dengan infeksi ringan dengan spesies-spesies penyerang manusia. Jalannya infeksi pendek, adanya parasit dalam darah (parasitemia) sangat rendah dan bila ternyata diperlukan, pengobatan sangat efektif (Soejoedono 2004). Kasus malaria pada orangutan selama penelitian berlangsung tiga bulan berturut-turut (Januari-Maret) di Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng cenderung fluktuatif. Pada bulan Januari kasus malaria sebanyak 20 (6,67%), bulan Februari sebanyak 16 (5,33%) meningkat pada bulan Maret sebanyak 30 (10%) dari jumlah orangutan yang ada sebanyak 300 ekor (Tabel 6).
38
200 180 160
Jumlah kasus
140 120 100 80 60 40 20 0 P. falciparum
P. vivax
P. malariae
P. mix
Penyebab malaria
2005
Gambar 14
2006
2007
Situasi malaria pada orangutan per spesies per tahun di Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya tahun 2005-2007
Tabel 6 Kasus malaria pada orangutan per spesies dan rata-rata kepadatan Anopheles letifer di Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Palangka Raya bulan Januari–Maret 2008 Jenis parasit Jumlah Rata-Rata Kepadatan Bulan Kasus A. letifer (ekor/malam) P. vivax P. falciparum
Januari Februari Maret Jumlah
3 0 5 8
17 16 25 58
20 16 30 66
11,39 9,83 0,42 21,64
Sumber data : klinik Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng
Dari hasil pemeriksaan darah terhadap dua ekor orangutan yang menunjukkan gejala klinis ternyata keduanya positif malaria (100%) dengan satu ekor infeksi malaria type P. vivax (P. cynomolgi) dan satu ekor lainnya infeksi campuran antara P. falciparum dan P. vivax (Gambar 15).
39
Gambar 15
Sediaan darah orangutan yang terdapat Plasmodium bentuk ring (tropozoit muda)
4.5 Kebiasaan Masyarakat Penelitian terhadap kebiasaan masyarakat di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng adalah meliputi pengetahuan, sikap serta pengamatan terhadap kebiasaan masyarakat yang erat hubungannya dengan risiko penularan malaria. Karakteristik tingkat pendidikan responden yaitu tidak tamat SD (10,99%), tamat SD (19,77%), tamat SLTP (24,18%), tamat SLTA (43,96%) dan D1 (1,10%). Berdasarkan jawaban kuesioner yang ada, seluruh (100%) responden mengetahui nama penyakit malaria. Informasi tentang nama penyakit diketahui responden dari petugas kesehatan dan media elektronik seperti televisi dan radio. Sebanyak 35,16% responden menyatakan tidak mengetahui tanda-tanda malaria, sisanya (64,84%) menyatakan tanda malaria berupa pusing, demam menggigil, mual dan pegal-pegal. Penyebab malaria sebagian besar responden menyatakan karena nyamuk (79,12%) sisanya menyatakan tidak mengetahui (20,88%). Hanya 3,30% responden menyatakan malaria menular lewat udara, 16,48% tidak mengetahui dan 80,22% malaria ditularkan oleh nyamuk. Dari 91 responden di lokasi penelitian 100% tidak mengetahui nama nyamuk penular malaria dan ciri-cirinya. Penyuluhan tentang penyakit demam berdarah cenderung menonjol dibandingkan dengan penyuluhan malaria, sehingga nyamuk penular demam berdarah sebagian besar dicampur adukkan dengan nyamuk penular malaria. Terbatasnya pengetahuan
seseorang berhubungan
dengan pendidikan, makin tinggi pendidikan seseorang maka akan makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan
40 cenderung untuk mendapat informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat, termasuk pengetahuan tentang malaria. Upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk Anopheles sebagian besar dengan obat nyamuk bakar dan kelambu (79,12%), obat nyamuk semprot (9,89%), repellen (5,49%) dan lain-lain (5,49%). Dalam melakukan pencarian pengobatan pertama kali saat timbul gejala malaria sebanyak 54,95% responden menyatakan berobat sendiri dengan membeli obat ke warung, 31,87% pergi ke puskesmas dan 13,19% pergi ke mantri. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 1993 dalam Hadi 2001b) termasuk diantaranya perilaku dalam upaya-upaya pencegahan dan pengobatan malaria. Persepsi yang keliru tentang penyebab dan cara penularan malaria dapat mengarahkan pada perilaku masyarakat yang tidak benar terutama dalam upaya-upaya pencegahan dan pengobatan malaria. Karena tidak mengetahui bahwa malaria disebabkan oleh Plasmodium dan ditularkan melalui nyamuk Anopheles atau karena konsep tentang penyebab dan cara penularan malaria masih dicampuradukkan dengan hal lain seperti di kecamatan Prembun dan Sadang kabupaten Kebumen serta kecamatan Kandang Serang kabupaten Pekalongan masyarakat menyatakan malaria disebakan karena makan sekul wedang, nasi dang atau penyakit keturunan dan ditularkan melalui udara, maka dapat dimegerti kalau kesadaran masyarakat tentang pentingnya upaya pencegahan penyakit dengan mengurangi kontak nyamuk masih kurang (Hadi 2001b). Adanya konsep yang salah tentang cara penularan malaria dilaporkan erat kaitannya dengan rendahnya upaya perlindungan dari gigitan nyamuk dan kecenderungan masyarakat untuk melindungi diri dari nyamuk hanya dengan membakar rumput dan dedaunan (Ahorlu et al. 1997 dalam Hadi 2001b). Karakteristik pekerjaan dari 91 responden adalah pelajar 12,09%, petani 43,96%, pegawai 1,10%, satpam dan tehnisi Nyaru Menteng masing-masing 1,10%, wiraswasta 32,97% dan tidak bekerja 7,69%. Berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 69,23% dan wanita 30,77%. Sebanyak 84,62% responden mengaku sering keluar pada malam hari, hal ini sesuai dengan pengamatan yang ada di lokasi penelitian dan masyarakat yang keluar pada malam hari. Laki-laki yang keluar rumah pada malam hari umumnya tidak menutup seluruh tubuh terutama tangan dan kaki. Kebiasaan keluar
41 malam mempunyai risiko kontak terhadap gigitan nyamuk Anopheles
jika tidak
memakai pakaian yang tertutup. Selama tiga tahun berturut-turut kasus malaria pada pria umumnya lebih banyak (55,67%) daripada wanita (44,33%). Hal ini didukung dengan perilaku A. letifer yang cenderung bersifat antropofilik dan eksofagik (2,33 ekor/malam), serta puncak menggigit nyamuk A. letifer terjadi pada pukul 19.00 hingga 20.00. Selain itu pada jam 18.00 hingga 20.00 pintu rumah masyarakat umumnya dibiarkan terbuka, sehingga memungkinkan nyamuk masuk ke dalam rumah. Keadaan ini didukung dengan konstruksi rumah yang umumnya tidak rapat nyamuk. Sikap responden yaitu 100% menyatakan sikap setuju terhadap pengendalian malaria. Namun sikap ini sangat berbanding terbalik jika melihat kebiasaan masyarakat yang keluar pada malam hari tanpa pakaian yang tertutup. Sikap seseorang terhadap sesuatu cenderung menerima atau menolak suatu objek hanya berdasarkan penilaian terhadap objek itu, berguna/berharga baginya atau tidak. Bila objek dinilai “baik untuk saya” dia mempunyai sikap positif. Bila objek di nilai “jelek untuk saya” dia mempunyai sikap negatif. 4.6 Pembahasan Umum Penelitian di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng memperoleh gambaran jumlah dan fluktuasi nyamuk Anopheles yang tertangkap pada setiap minggu penangkapan per bulan. Pada penelitian ini tertangkap 1.237 spesimen dan teridentifikasi dua spesies Anopheles yaitu A. letifer dan A. umbrosus. Hanya A. letifer yang telah dikonfirmasi sebagai vektor di Kalimantan Tengah dan di antara kedua spesies tersebut A. letifer (96,43%) yang paling dominan, sebab A. umbrosus hanya tertangkap dalam jumlah yang sedikit yaitu dua ekor (3,57%). Secara umum nyamuk A. letifer banyak tertangkap dengan umpan orang (64,81%) sehingga lebih cenderung bersifat antropofilik. Nyamuk A. letifer tertangkap di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng dengan curah hujan berkisar 1,0-97,9 mm, suhu udara 23°C–26°C dan kelembaban rata-rata berkisar 80–87%. Faktor lingkungan terutama suhu sangat berperan bagi perkembangan parasit malaria dalam tubuh nyamuk. Suhu efektif untuk perkembangan sporogoni P. falciparum dalam tubuh nyamuk Anopheles adalah 2230oC, dan bila terjadi peningkatan suhu dapat menyebabkan kematian parasit
42 (Verdrager 1964 dalam Wernsdorfer & Wernsdorfer 1988). Pada penelitian ini belum dapat menggambarkan pengaruh iklim (curah hujan, suhu dan kelembaban) karena perlu longitudinal study. Gambaran hubungan antara kepadatan A. letifer dengan iklim dapat diperoleh bilamana waktu penangkapan diperpanjang dan jumlah rumah yang diteliti serta kolektor diperbanyak. Malaria terjadi karena adanya interaksi dari tiga faktor yaitu adanya agen penyebab penyakit dengan inangnya, vektor dan lingkungan yang mendukung agen untuk hidup pada inangnya. Adanya kasus malaria di Kelurahan Tumbang Tahai selama tiga tahun berturut-turut (2005-2007) menunjukkan keberadaan agen malaria di wilayah tersebut. Adanya penderita dan vektor malaria yaitu nyamuk Anopheles, memungkinkan parasit dapat berpindah dari orang yang sakit ke orang sehat. Kasus malaria lebih banyak diderita oleh pria karena kebiasaan pria yang sering keluar malam tanpa menggunakan pakaian tertutup terutama tangan dan kaki. Selama penelitian berlangsung (Januari-Maret) diketahui adanya keterkaitan antara kepadatan nyamuk dengan kasus malaria. Puncak rata-rata kepadatan nyamuk A. letifer pada bulan Januari (11,39 ekor/orang/malam), sedangkan kasus tertinggi pada bulan Februari (11 kasus). Hasil pemeriksaan darah jari pada masyarakat sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng seluruhnya negatif, walaupun kasus malaria selama penelitian di puskesmas selalu ada. Pada dasarnya kasus malaria cenderung tidak stabil, karena adanya tiga faktor di atas yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan penyakit ini. Kegiatan MBS ini dilakukan secara spot (sewaktu), oleh karena ituada kemungkinan pada saat pengambilan darah tidak terdapat kasus atau transmisi malaria. Hal ini diperkuat oleh kepadatan nyamuk Anopheles pada saat penelitian berlangsung yang cenderung fluktuatif, sehingga kasus juga kemungkinan tidak stabil. Kasus malaria yang terdapat pada orangutan selama tiga tahun berturut-turut (2005-2007) dapat beresiko besar bagi masyarakat sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng. Pada penelitian ini belum ditemukan adanya parasit orangutan yang menginfeksi manusia. Tetapi hasil pemeriksaan darah terhadap dua orangutan menunjukkan positif malaria. Hal ini berarti bahwa selain manusia terdapat hospes lain di Kelurahan Tumbang Tahai yang dapat menjadi sumber penular. Berdasarkan data kasus malaria pada masyarakat selama tiga tahun berturut-turut terdapat penderita dari golongan umur 0-11 bulan, atau golongan usia yang tidak (jarang) keluar rumah
43 sehingga penularan kemungkinan terjadi setempat. Di Serawak Malaysia sudah ditemukan malaria pada primata yang menginfeksi manusia, karena malaria bersifat tidak stabil maka gambaran kasus malaria dapat diperjelas apabila penelitian dilakukan dalam jangka waktu yang lama (longitudinal study). Uraian di atas memberikan pemikiran bahwa upaya pengendalian harus dilakukan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan/Kelurahan Tumbang Tahai. Dimulai dengan memperkaya pengetahuan tentang malaria pada masyarakat dengan fokus kepada bioekologi nyamuk Anopheles sehingga dapat ditingkatkan kesadaran masyarakat untuk hidup di lingkungan sehat yaitu lingkungan yang tidak terprovokasi oleh nyamuk. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat maka kepadatan populasi nyamuk dapat ditekan, sehingga kontak terhadap nyamuk berkurang. Pemasangan kawat kasa merupakan satu cara yang dapat dilakukan dengan. Sementara itu, kebiasaan keluar malam bagi pria dapat dikurangi atau jika tidak dapat dihindari, mereka harus menggunakan pakaian yang menutupi tangan dan kaki, atau dengan penggunaan repellen. Program pengendalian jangka panjang harus secepatnya dilakukan mengingat di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng terdapat tempat perindukan yang potensial bagi nyamuk yaitu adanya lahan-lahan bekas galian pasir, yang merupakan usaha perorangan dengan izin dari pemerintah kota Palangka Raya. Oleh karena itu, kerjasama lintas sektoral perlu dilakukan. Modifikasi lingkungan terhadap lokasi penambangan pasir perlu dilakukan untuk mencegah perkembangan stadium terlemah dari siklus hidup nyamuk. Penyemprotan rumah dengan insektisida terhadap nyamuk Anopheles dewasa dapat dilakukan. Mengingat dampak negatif insektisida terhadap lingkungan, maka seyogyanya penyemprotan memperhatikan waktu kepadatan tertinggi daripada nyamuk vektor malaria. Untuk itu kegiatan pemantauan terhadap nyamuk Anopheles perlu dilakukan melalui survei entomologi secara longitudinal oleh petugas Puskesmas Tangkiling.
44 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Jenis nyamuk Anopheles yang tertangkap di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng Kelurahan Tumbang Tahai yaitu A. letifer dan A. umbrosus. Nyamuk yang ditemukan pada kandang orangutan adalah Mansonia sp. A. letifer paling banyak ditemukan pada minggu ke enam (bulan Februari) masing-masing 2,00 dan 2,33 ekor/orang/malam. A. letifer cenderung bersifat lebih antropofilik dan eksofagik. A. letifer paling banyak tertangkap di dinding dalam rumah pada minggu ke lima (awal Februari) yaitu 0,42 ekor/malam, sedangkan yang istirahat di kandang sapi pada minggu ke enam dan delapan (Februari) yaitu 0,5 ekor/malam. Pada penelitian ini nyamuk A. letifer cenderung lebih bersifat eksofilik. Puncak kepadatan menggigit A. letifer terjadi pukul pukul 19.00-20.00 (3,33 ekor/orang/jam) baik di dalam maupun di luar rumah. Puncak kepadatan nyamuk yang istirahat di dinding dalam rumah terjadi pada pukul 19.00-20.00 (1,08 ekor/rumah), sedangkan puncak kepadatan yang istirahat di sekitar kandang sapi pada pukul 05.00– 06.00 (0,5 ekor/kandang). Kasus positif malaria di Kelurahan Tumbang Tahai selama tahun 2005 sampai 2007 adalah P. vivax. Kasus pria lebih banyak dibandingkan wanita, beberapa di antaranya ditemukan pada usia 0–11 bulan. Belum ditemukan parasit malaria pada orangutan yang menginfeksi manusia. Pengetahuan masyarakat di Kelurahan Tumbang Tahai kurang terhadap malaria. Kebiasaan masyarakat sering keluar malam tanpa pakaian yang tertutup membuat risiko penularan penyakit malaria semakin besar. 5.2 Saran Mengingat kasus yang tinggi pada masyarakat dan orangutan serta telah ditemukannya vektor malaria, maka masyarakat Tumbang Tahai disarankan selalu menghindari gigitan nyamuk Anopheles dengan cara menggunakan pakaian yang tertutup atau menggunakan repellen saat melakukan kegiatan di luar rumah pada malam hari. Perlu upaya penyuluhan yang lebih intensif terhadap masyarakat di Kelurahan
45 Tumbang Tahai agar pengetahuan masyarakat terhadap malaria meningkat sehingga dapat melakukan upaya pencegahan terhadap malaria. Pengamatan lebih lanjut perlu dilakukan terhadap parasit malaria pada primata yang dapat menginfeksi manusia di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh iklim terhadap kepadatan Anopheles dan hubungan antara kepadatan Anopheles dengan adanya kasus. Konfirmasi vektor terhadap A. umbrosus perlu dilakukan karena di Kalimantan Tengah belum dinyatakan sebagai vektor.
46 DAFTAR PUSTAKA Riyadhi, A. 2008. Identifikasi Senyawa Aktif Daun dan Biji Kamandrah (Croton tiglium) dan Jarak Pagar (Jatropha curcas) sebagai Larvasida Nabati Pencegah Demam Berdarah Dengue [Tesis]. IPB. Bogor. Amer, A. & H. Mehlhorn. 2006. Larvicidal effects of various essential oils against Aedes, Anopheles, and Culex larvae (Diptera, Culicidae). J. Parasitol. Res. 99 (4) : 121-128. Anonim. 2008. Malaria, Control and Prevention www.cdc.gov/malaria/control-prevention/vectrol control-control.htm-44 K. [020508] Arifin, M.Z. 1989. Evaluasi di Laboratorium Potensi Ikan Gapi (Poecilia reticulata) sebagai Pengendali Hayati Larva Anopeles aconitus Donitz [Tesis]. ENKIPB, Bogor. BKSDA Kalteng. 2008. Arboretum Nyaru Menteng. Palangka Raya, Kalimantan Tengah. BPVRP. 2006. Entomologi Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Depkes R.I, Jakarta. Budiarto, E. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran. EGC, Jakarta. BPVRP. 2006. Parasitologi Malaria. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Depkes R.I, Jakarta. Collins, W.E. 2003. The Primate Malarias. Division of Parasitic Diseases, Atlanta. Cox-Singh, J., T.M.E. Davis, K.S. Lee, S.S.G. Shamsul, A. Matusop, S. Ratnam, H.A. Rahman, D.J. Conway & B. Singh. 2007. Plasmodium knowlesi Malaria in Humans Is Widely Distributed and Potentially Life Threatening. CID 46 : 165-171. Depkes R.I. 1987. Pemberantasan Vektor dan Cara-Cara Evaluasinya. Ditjen PPM dan PLP, Jakarta. Depkes R.I. 2000. Epidemiologi Malaria. Ditjen PPM dan PL, Jakarta.
47 Depkes R.I. 2000. Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di SumateraKalimantan. Ditjen PPM dan PL, Jakarta. Depkes R.I. 2003. Entomologi Malaria. Ditjen PPM dan PL, Jakarta. Depkes R.I. 2004. Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Ditjen PPM dan PL, Jakarta. Depkes R.I. 2008. Peringatan Hari Malaria Sedunia, 25 April 2008. Pusat Komunikasi Publik, Setjen Depkes, Jakarta. Dinkes Prop. Kalteng. 2008. Laporan Penanggulangan Penyakit Malaria. Palangka Raya. Dewi, R.M. 2007. Pengembangan Zootik Parasit dalam Rangka Mengantisipasi Penyebaran ke Masyarakat. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, Jakarta. Effendi, A. 2002. Studi Komunitas Nyamuk Anopheles di Desa Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta [Tesis]. ENK-IPB, Bogor. Eldrige, B.F. & J.D. Edman, 2004. Medical Entomology A Textbook on Public Health and Veterinary Problems Caused by Arthropods. Kluwer Academic Publishers, Netherlands. Eye, Ian, Fer, Ann & Ant. 2008. Namru-2 Tak Bermanfaat. Harian Republika, Jumat 25 April 2008 Kol 5. hal. 11. Faisal, Y. 2007. Laporan Kasus Malaria Orangutan Nyaru Menteng (Komunikasi Pribadi). Laboratorium Kesehatan Prop. Kalteng, Palangka.Raya. Frances, S.P., R.D. Cooper, R.K. Gupta & M. Debboun. 2003. Efficacy of a New SelfSupporting Low-Profile Bednet for Personal Protection Againts Anopheles farauti (Diptera:Culicidae) in a Village in Papua New Guinea. J. Med. Entomol. 40(1):68-72. Goddard, J. 2000. Infectious Diseases and Arthropods. Humana Press, New Jersey. USA. Hadi, H. 2001a. Perilaku Manusia dan Lingkungan sebagai Faktor Risiko Kejadian Malaria di Propinsi Jawa Tengah. BKM XVII (3): 157. Hadi, H. 2001b. Kepercayaan Pengetahuan Masyarakat tentang Malaria; Implikasi bagi Program Pencegahan Malaria. BKM XVII (4): 197-208. Hasan, M. 2006. Efek Pemaparan Insektisida Deltametrin pada Kerbau terhadap Angka Gigitan Nyamuk Anopheles vagus pada Manusia [Tesis]. ENK-IPB, Bogor.
48 Hubbert, W.T., W.F. McCulloch & P.R. Schnurrenberger. 1975. Diseases Transmitted From Animals To Man, Sixth Edition. Charles Thomas Publisher, USA. Jastal. 2005. Perilaku Nyamuk Anopheles Menghisap Darah di Desa Tongoa, Donggala, Sulawesi Tengah [Tesis]. ENK-IPB, Bogor. Jongwutiwes, S. 2004. Naturallly Acquired Plasmodium knowlesi Malaria in Human, Tailand. Emerging Infectious Disease 10 (12) : 2211-2213. Junaidi, A. 2008. Laporan Kasus Malaria pada di Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng (Komunikasi Pribadi). Nyaru Menteng, Palangka Raya. Maloha, M.M. 2005. Fauna Nyamuk Anopheles di Desa Pondok Meja, Jambi Luar Kota, Muaro Jambi, Jambi [Tesis]. ENK-IPB, Bogor. Mattimu, A. 1989. Potensi Ikan Mujair Oreochromis Mossambicus (Peters) untuk Pengendalian Hayati Larva Anopeles aconitus Donitz [Tesis]. ENK-IPB. Bogor. NAMRU-2. 2007. Buku Panduan Pelatihan Diagnosis Mikroskopi Malaria. Departemen Parasitologi Medis, Jakarta. Noor, E. 2002. Studi Komunitas Nyamuk Anopheles di Desa Sedayu Kecamatan Loana Kabupaten Purworejo Jawa Tengah [Tesis]. ENK-IPB, Bogor. O’Connor, C.T. & T. Sopa. 1981. A Checklist of The Mosquitoes of Indonesia. U.S Naval Medical Research Unit 2, Jakarta. Pradono, D. I., U.K. Hadi, A. Riyadhi & Saputera. 2007. Bioprospeksi Tanaman Obat Kamandrah (Croton tiglium L.): Studi Agrobiofisik dan Pemanfaatannya sebagai Larvasida Hayati Pencegah Demam Berdarah Dengue. Balitbang Pertanian. DEPTAN. Bogor. Protopopoff, N., M.V. Herp, P. Maes, T. Reid, D. Baza, U. D’Alessandro, W.V. Bortel & M. Coosemans. 2007a. Vector Control in a Malaria Epidemic Occuring Within a Complex Emergency Situation in Burundi : a Case Study. Malaria Journal 6:93doi:10.1186/1475-2875-6-93. Protopopoff, N., W.V. Bortel, T. Marcotty, M.V. Herp, P. Maes, D. Baza, U. D’Alessandro & M. Coosemans. 2007b. Spatial Target Vector Control in the Highlands of Burundi and Its Impact on Malaria Tranmission. Malaria Journal 6:158doi:10.1186/1475-2875-6-158. Rao, T.R. 1981. The Anophelines of India. India Council of Medical Research, New Delhi.
49 Rozendal, JA. 1997. Vector Control. Methods for Use by Individuals and Communities. WHO, Geneva. Salam, A. 2005. Komunitas Nyamuk Anopheles di Desa Alat Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan [Tesis]. ENK-IPB, Bogor. Service. 1976. Mosquito Ecology. Field Sampling Methods. Aplied Service Publisher, London. Sigit, S.H. & U.K. Hadi. 2006. Hama Permukiman Indonesia Pengenalan, Biologi & Pengendalian. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman FKH-IPB. Bogor. Soejoedono, R.R. 2004. Zoonosis. Laboratorium Kesmavet, Departemen Penyakit Hewan dan Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Bogor. Subdit Pengendalian Vektor. 2007. Profil Subdit Pengendalian Vektor Tahun 2007. Direktorat PPBB, Ditjen PPMPL, Jakarta. Sujatmiko. 2000. Pengaruh Konsentrasi Subletal Insektisida BPMC terhadap Biologi Anopheles aconitus Donitz [Tesis]. IPB, Bogor. Sulaeman, D.S. 2002. Studi Komunitas dan Populasi Nyamuk Anopheles di Desa Bolapapu Sulawesi Tengah Kaitannya dengan Epidemiologi Malaria [Tesis]. ENK-IPB, Bogor. Sukmono. 2002. Potensi Desa Hargotirto (Kabupaten Kulon Progo) Dalam Penularan Penyakit Malaria dan Sikap Masyarakat Terhadap Program Pengendalian Vektor Malaria [Tesis]. ENK-IPB, Bogor. Thomas, T.G., S. Rao & S. Lal. 2004. Mosquito Larvicidal Properties of Essential Oil of an Indigenous Plant, Ipomoea cairica Linn. J. Infect. Japan. (57) : 176 – 177. Vythilingam, C.H. Tan, M. Asmad, S.T. Chan, K.S. Lee & B. Singh. 2006. Natural Transmission of Plasmodium knowlesi to Humans by Anopheles latens in Sarawak, Malaysia. J. Trop. Med. Hyg 100:1087-1088. Wahyu, L.E. 1999. Bionomi Vektor Malaria di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Depkes R.I., Jakarta. Warrel, D.A. & H.M. Gilles. 2002. Essential Malariology. Oxford University Press Inc., New York.
50 Wernsdorfer, G. & W.H. Wernsdorfer. 1988. Malaria Principles and Practice of Malariology, Social and Economic Aspects of Malaria and Its Control. Churchill Livingstone Edinbergh, London. Wirth, M.C., J.A. Jiannino, B.A. Federico & W.E. Walton. 2004. Synergi between Toxins of Bacillus thuringiensis Subs. Israelensis and Bacillus sphaericus. J.Med.Entomol. 41 (5):935-941. Winarno. 1989. Evaluasi di Laboratorium Potensi Ikan Kepala Timah (Aplocheilus panchax hamilton Bucahanan) sebagai Pengendali Hayati Larva Anopeles aconitus Donitz [Tesis]. ENK-IPB. Bogor. Yayasan BOS. 2008. Tentang BOS. www.orangutan.or.id.[020508] Zahiri, N.S., B.A. Federico & M.S. Mulia. 2004. Laboratory and Simulated Field Evaluation of a New Recombinationt of Bacillus thuringiensis Subs. Israelensis and Bacillus sphaericus againts Culex Mosquito Larvae (Diptera: Culicidae). J.Med.Entomol. 41 (3):423-429.
51 Lampiran 1 Peta penyebaran malaria di dunia dan Indonesia
Sumber : www.who.int/malaria/malariaendemiccountries.html
Endemisitas Malaria, 2004 N
W
E
S
#
# # #
#
#
#
# #
#
#
#
#
# #
# # # # ## # # #
#
#
#
#
#
# #
#
# #
# #
# #
# #
#
#
#
# #
# #
##
# #
#
#
#
#
#
# #
# #
#
##
# # # # # #
#
#
##
# #
#
#
#
#
#
#
# # # ##
# #
#
# # #
#
# # # # #
# ## # #
#
# # # # # # ### ### # ### # #
# # # #
#
# # #
## #
#
#
# #
#
# # # ## #
## # # # # #
# ## # # ## #
##
#
# #
# # ## ## #
## ## # #
## # # # # # ##
## # # # ## # # #
Kasus di Bukan Jawa Bali 1 Dot = 20 Kasus Positif di Jawa Bali 1 Dot = 5 Endemisitas rendah sedang tinggi
## ## ## ## ## ## # #
#
#
Sumber : Depkes RI, 2005
# ### #### #### ## ### # ## ## ### ### # ##
## # ## ## ##### # ##### ## # ## ### ##### ## # # #
## # ##
#### # #### # # #### ## # # # # # ### # ##
52 Lampiran 2 Siklus hidup malaria
Sumber : http:/www.dpd.cdc.gov/dpdx
Lampiran 3 ACEH 2, 14, 16, 18
SUMUT 8, 12, 14, 16, 18
PENYEBARAN VEKTOR MALARIA DI INDONESIA s/d 2004 KALBAR 2, 8, 12, 14 16, 18
KALTEN G 2, 8, 12, 14
KALSEL 2, 8, 12, 14 16, 18
KALTIM 2, 8, 12, 18 14, 16
RIAU 8, 12, 14, 16, 18
SULTENG 4, 13, 14, 17 SULUT 4, 6, 13, 17 SULTRA 4, 6, 14, 17, 18
SUMBAR 14, 16
JAMBI 2, 8, 12, 14,
LAMPUNG 1, 12, 14, 16, BENGKUL U
JATIM 1, 12, 16, 17, SUMSEL 8, 12, 14, 18 JABAR 1, 12, 16, 17, 18
Keterangan: 1. An. aconitus * 2. An. balabacensis * 3. An. bancrofti 4. An. barbirostris* 5. An. farauti* • Adalah vektor utama
MALUK U
SULSEL 3, 9, 10
JATENG 1, 2, 12,
6. An. flavirostris 7. An. koliensis* 8. An. letifer* 9. An. leucosphyrus 10. An. karwari
Sumber: Subdit Pengendalian Vektor, 2007
DIY 1, 12,
BALI 1, 12, 17, 18
11. An. ludlowi 12. An. maculatus* 13. An. minimus 14. An. nigerrimus 15. An. punctulatus*
NTB 1, 2, 4, 6, 12, 17,
NTT 1, 4, 6, 12, 17,
16. An. sinensis 17. An. subpictus* 18. An. sundaicus*
PAPUA 3, 5, 7, 10,
Lampiran 4 Karakteristik faktor individu, pengetahuan, sikap dan perilaku tentang penyakit malaria di Kelurahan Tumbang Tahai (91 responden) N o 1
Karakteristik
%
No
Pengetahuan
b. Perempuan
No
%
100, 0
a
Pernah mendengar peny. malaria 1 2
6 3 2 8
69,2 3 30,7 7
pernah tidak pernah
9 1 0
100,0 0 0
b
Sumber pengetahuan Petugas Kesehatan Sanak keluarga
a. Tidak sekolah
3
Media elektronik
4
Sekolah
0
0
5
Kader desa
0
0
c. Tamat SD d. Tamat SLTP e. Tamat SLTA f. Tamat Akademi
1
c
48,35 2 0 51,64 8
1,10
Tanda-tanda malaria 1
Pekerjaan
Tahu
1
dapat
2 3
tidak dapat tidak tahu
0 0
1
0 0
2
1 2
menghindari gigitan nyamuk minum obat malaria
9 1 0
3
minum obat tradisional
0
0
4
tidak tahu
0
0
setuju
1
ya
72
79,12
tidak setuju
0
0,00
2
tidak
19
20,88
Kegiatan keluar malam hari
b
1
ya
0
0,00
1
ya
77
84,62
2
tidak
0
0,00
2
tidak
14
15,38
0 100,0 0
Mana yg lebih baik 1
kelambu berinsektisida
9 1
100,0 0
2
tidak berinsektisida
0
0,00
d
Apakah menggunakan pelindung (lengan dan kaki)
c
1
ya
2
tidak
Gerakan pembersihan
obat nyamuk bakar
7 2
79,1 2
tempat berkembang biak nyamuk
d
Pembersihan tempat berkembang biak nyamuk
9
9,89
Demam
3
menggunakan minyak gosok
0
0
1
setuju
9 1
100,0 0
1
rutin
0
Muka pucat
4
membuat asap
5
5,49
2
tidak setuju
0
0,00
2
tidak
91
Lemas
5
memasang kasa pada ventilasi
Nafsu makan kurang Perut sebelah kiri bengkak
6 7
melindungi badan repellen tidak tahu
d. Satpam
1
1,10
Mual
e. Tehnisi
1 3 0 7
1,10 32,9 7 7,69
Pegal-pegal Tidak tahu Obat Malaria 1 2
a
obat semprot nyamuk
b. Petani c. Pegawai
d
tahu tidak tahu
d 3 2
35,16
0 5 0
5,49 0,00
e
Mengurangi nyamuk 1 2 3
membersihkan lingkungan mengalirkan air tergenang menebar ikan pemakan jentik
4
tidak tahu
8 8 0
96,7 0 0 0
3
3,30
Penebaran ikan ikan pemakan jentik
Ikut menebar ikan pemakan jentik
e
1
setuju
9 1
100,0 0
1
ya
2
tidak setuju
0
0,00
2
tidak
f
Rumah disemprot petugas 1 2
setuju tidak setuju
f 9 1 0
100,0 0 0,00
1
Memperoleh obat tahu
g 1
Diperiksa darah setuju
9
100,0
0 91
0,00 100,0 0
50
54,95
0
0
0 12
0 13,19
Pertama kali mencari pengobatan 1 2 3
e
%
Menggunakan kelambu
2
12,0 9 43,9 6 1,10
2
64,84
Jumlah N
100,0 0
Membeli kelambu
c
tidur dengan kelambu dan
Perilaku
9 1
Cara menghindari gigitan nyamuk 1
5 9
100 0
No
%
Menggunakan kelambu
100
Cara mencegah malaria
Jumlah N
Pusing
1 1 4 0 1
f. Wiraswasta g. Tidak bekerja
Sikap
a 9 1
c
g.Tamat PT
a. Pelajar
No
%
Apakah malaria dapat dicegah ?
b
1 2 10,9 9 19,7 7 24,1 8 43,9 6
Jumlah N
b
Pendidikan 1 0 1 8 2 2 4 0
Pencegahan
a
4 4 0 4 7
b. Tidak tamat SD
4
Jumlah N
Gejala & Cara Penularan 9 1
Jenkel a. Laki-laki
3
N
Umur > 15 tahun
2
Jumlah
4 5
mengobati sendiri beli obat di warung berobat ke dukun/toga berobat ke POLMADES Mantri/bidan
2
tidak
2
tidak setuju
1
0
0
0,00
6 7
f
Penyebab malaria 1 2 3 4
nyamuk malaria kuman makanan setan/roh halus
5
tidak tahu
g
7 2 0 0 0 1 9
79,12 0 0 0 20,88
Apakah bisa tertular lagi ? 1 2 3
h
ya tidak tidak tahu
8 5 4 2
93,41 4,40 2,20
Apa yang menularkan malaria? 1 2
gigitan nyamuk udara
3
tidak tahu
7 3 3 1 5
80,22 3,3 16,48
dokter Rumah Sakit/puskesmas /Pustu/Bides
0
0
29
31,87
Lanjutan Lampiran 4................ No
Karakteristik
Jumlah N
No
% i
Pengetahuan
Jumlah N
%
1 2 3
Nama nyamuk malaria Anopheles Aedes
0 62
0 68,13
1 2 3
Perilaku nyamuk saat menggigit menungging sejajar tidak tahu
0 0 91
0 0 100,00
1 2 3
Waktu nyamuk menggigit malam hingga dini hari siang hari tidak tahu
46 31 14
50,55 34,07 15,38
1 2 3
Tempat nyamuk menggigit di dalam rumah di luar rumah didalam dan diluar rumah
17 29 45
18,68 31,87 49,45
1 2 3 4 5 6
Tempat nyamuk berkembangbiak di parit-parit/saluran air di genangan air hujan di sawah di tambak di lagoon tidak tahu
32 7 18 13 15 6
35,16 7,69 19,78 14,29 16,48 6,59
1 2
Dapatkah nyamuk bisa diberantas ? dapat tidak dapat
91 0
100,00 0
j
k
l
m
n
No
Pencegahan
Jumlah N
%
No
Sikap
Jumlah N
%
No
Perilaku
Jumlah N
%
Lampiran 5 Rata-rata kepadatan nyamuk Anopheles per spesies per jam dan minggu penangkapan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng bulan Januari-Maret 2008 Waktu Penangkapan Dinding di Dalam Rumah (DD) Total MHD Dinding di Luar Rumah (DL) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 18.00-19.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 19.00-20.00 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 6 1,08 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 20.00-21.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 21.00-22.00 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0,08 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 22.00-23.00 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0,08 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 23.00-24.00 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,58 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 24.00-01.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01.00-02.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02.00-03.00 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,06 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03.00-04.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 04.00-05.00 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0,17 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 05.00-06.00 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0,17 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 Total 1 0 2 1 3 1 1 2 1 0 0 0 12 1,00 0 0 0 1 2 2 0 2 0 0 0
Waktu Penangkapan 18.00-19.00 19.00-20.00 20.00-21.00 21.00-22.00 22.00-23.00 23.00-24.00 24.00-01.00 01.00-02.00 02.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00 Total Keterangan : MHD = Man Hour Density
1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1
Umpan Orang di Dalam Rumah (UOD) 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 3 1 3 2 5 0 2 0 0 0 0
Total
MHD
3 5 2 1 0 2 1 0 0 0 1 2 17
1,33 3,33 0,67 0,67 0,00 0,67 0,67 0,00 0,00 0,00 0,67 0,67 5,67
1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 2
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Umpan Orang di Luar Rumah (UOL) 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 3 3 0 3 2 1 0 1 0 0
Total
MHD
1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 2 7
0,33 0,17 0,00 0,00 0,08 0,08 0,00 0,00 0,00 0,00 0,25 0,50 0,58
Total
MHD
1 5 1 1 1 4 0 0 1 3 1 0 18
0,33 3,33 1,33 0,33 0,67 1,33 0,00 0,00 0,33 1,00 0,67 0,00 6,00
Lampiran 6 Kasus Plasmodium vivax per bulan per tahun di Kelurahan Tumbang Tahai tahun 20052007 Bulan
Tahun
Total
2005
2006
2007
Januari
2
3
7
12
Februari
1
3
7
11
Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
0 2 3 1 1 1 2 0 2 2 17
3 1 6 7 5 3 1 3 1 1 37
4 5 5 2 4 3 5 1 2 0 45
7 8 14 10 10 7 8 4 5 3 99
Total Sumber data : Puskesmas Tangkiling
Lampiran 7 Kasus malaria pada orangutan per spesies per bulan per tahun di Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng tahun 2005-2007 Jenis Parasit/ Tahun P. vivax Januari Februari Maret Apil 2005 1 0 0 1 2006 38 17 15 42 2007 10 13 11 9 Total 30 26 52 49 P. falciparum Januari Februari Maret Apil 2005 0 4 1 4 2006 9 2 5 6 2007 3 1 3 Total 7 9 10 12 P. Malariae Januari Februari Maret Apil 2005 0 0 0 2 2006 0 0 0 0 2007 0 0 0 0 Total 0 0 2 0 P. mix Januari Februari Maret Apil 2005 0 0 0 0 2006 3 1 1 2 2007 1 0 0 0 Total 1 1 2 4 Sumber data : Klinik Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng
Bulan Mei 9 24 7 40 Mei 2 2 2 6 Mei 0 0 0 0 Mei 0 0 0 0
Juni 5 10 8 23 Juni 1 1 0 2 Juni 0 0 0 0 Juni 0 0 0 0
Juli 6 7 2 15 Juli 2 0 2 4 Juli 0 0 0 0 Juli 0 0 0 0
Agustus 6 3 27 36 Agustus 0 1 1 2 Agustus 0 0 0 0 Agustus 0 0 1 1
September 8 6 0 14 September 0 2 0 2 September 0 0 0 0 September 0 1 0 1
Oktober 13 3 8 24 Oktober 2 4 1 7 Oktober 0 0 0 0 Oktober 1 0 0 1
Nopember 7 7 14 28 Nopember 6 2 0 8 Nopember 0 0 0 0 Nopember 0 0 0 0
Desember 19 10 1 30 Desember 7 4 0 11 Desember 0 0 0 0 Desember 2 1 0 3
Total 75 182 110 428 Total 29 38 13 80 Total 2 0 0 2 Total 3 9 2 14