RISALAH RAPAT PANJA RUU KUHP KAMIS, 11 FEBRUARI 2016 MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2015-2016
BELUM DIKOREKSI
RISALAH RAPAT PANJA RUU TENTANG KUHP ------------------------------------------------------(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Sifat Jenis Rapat Hari/tanggal Acara
: 2015-2016. : III : : Terbuka. : Rapat Panja. : Kamis, 11 Februari 2016. : Melanjutkan pembahasan DIM RUU tentang KUHP.
PIMPINAN RAPAT (F-PD/DR. BENNY KABUR HARMAN, SH): Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh Selamat sore dan salam sejahtera bagi kita semua, Yang saya hormati Bapak dan Ibu Anggota Panja, Yang saya hormati Dirjen Perundang-undangan dan jajarannya, Yang sangat kami hormati para narasumber Prof. Muladi. Sebelum kita mulai kami ingin mengajak kita semua untuk memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab atas berkenan-Nya kita dapat menghadiri Rapat Panja Pembahasan DIM Rancangan Undang-Undang tentang KUHP pada sore ini dalam keadaan sehat wal’afiat. Sebelum dilanjutkan sesuai dengan kesepakatan kita tadi malam rapat kita skors untuk kita mulai lagi seharusnya malam tapi kita majukan ke pukul 16.00 WIB. Maka seizin Bapak-Ibu sekalian perkenankan kami mencabut skors rapat. (SKORS RAPAT DICABUT PUKUL 16.00 WIB) Selanjutnya kami menyampaikan terima kasih pada Dirjen Perundangundangan tim pemerintah, Prof. Muladi, demikian juga kepada Bapak-Ibu sekalian kami menyampaikan ucapan terima kasih. Agenda kita pada sore hari ini adalah
melanjutkan pembahasan tadi malam, penjelasan dari pemerintah lalu kita lanjutkan sampai dengan pemidanaan Pasal 103, kalau nanti masih ada waktu kita lanjutkan nanti dengan bagian ketiga tentang tindakan khususnya pidana dan tindakan bagi anak dan bagian keempat, lima dan enam. Kemudian nanti kita akan tutup untuk sore hari ini kita usahakan kita selesai pukul 17.30 WIB, setelah itu kita istirahat lala malam kita mulai lagi. (RAPAT:SETUJU) Sebagaimana tadi malam pemerintah telah menyampaikan materi yang telah berhasil dikonsolidasi lagi dirumuskan dan direformulasi berdasarkan keputusan Panja. Selanjutnya Pimpinan mengusulkan kepada Anggota Panja untuk mendalami dan merumuskan, membahas rumusan-rumusan yang diajukan oleh pemerintah atau kita apakah kita langsung atau kita meminta Prof. Muladi dulu untuk memberikan kita pencerahan khusus mengenai itu Pak yang berkenaan pemidanaan sampai dengan bagian yang terakhir Pasal 102 tadi malam ya. Jadi pidana pokok, pidana tambahan, pidana mati, lalu bagaimana pelaksanaannya dan lain sebagainya. Kami persilakan. PEMERINTAH (PROF. MULADI): Terima kasih Ketua. Masalah pemidanaan itu adalah sesuatu yang sentral di dalam pemidanaan dan ini terkait dengan 3 permasalahan pokok yang sedang kita bicarakan dan sangat krusial yaitu mulai dari perumusan perbuatan yang bersifat melawan hukum atau ....dan yang kedua masalah pertanggungjawaban pidana dan kesalahan mens rea dan yang ketiga adalah masalah sanksi. Jadi sanksi itu bisa berupa pidana, bisa juga bersifat tindakan karena dengan 2 model sanksi ini maka disebut pidana menganut double track system, sistem 2 jalur, tidak hanya pidana tapi juga tindakan tata tertib, di mana tindakan ini bisa berdiri sendiri atau bisa melekat pada pidana pokok. Jadi kalau kita bicara masalah pidana itu saya kira kita sudah sepakat bahwa pidana mati dulu tidak di....disebut sebagai pidana pokok dan sebagai pidana yang bersifat khusus, kira-kira suatu perkembangan yang bagus sekali. Yang kedua masalah pidana tutupan, pidana pengawasan yang dulu kita perdebatkan terakhir itu merupakan, itu bukan merupakan suatu struktur jenis pidana, bukan strachmat tapi merupakan strachmodalitet atau strach modus, dalam arti cara bagaimana pidana dilaksanakan. Sehingga perdebatan terakhir dulu waktu Bu Tuti masih menjabat itu definisinya harus berubah pasal-pasal yang menyangkut pidana pengawasan, pidana tutupan itu harus dinyatakan sebagai sesuatu yang harus diubah perumusannya akan bagaimana untuk mendapatkan sekalipun itu straktur atau strachmodalitet, tapi harus kelihatan bahwa itu juga itu suatu bagian dari jenis pidana. Kemudian kalau kita bicara masalah pidana dan tindakan ini, sebenarnya rambu-rambu itu harus dimulai dari masalah tujuan pemidanaan. Tujuan
pemidanaan yang satu adalah mencegah dilakukannya tindak pidana, jadi dengan mencegah ini dimungkinkan ada pidana keras karena ada unsur pembalasan yang tidak diperlihatkan tapi sebenarnya di situ ada unsur retributif, mencegah dilakukannya pidana seseorang tidak meniru perbuatan itu. Yang kedua baru bicara tentang pemasyarakatan, kemudian yang ketiga menyelesaikan konflik dan yang keempat pembebasan rasa bersalah karena ada satu prinsip pidana tidak boleh menderitakan dan tidak boleh merendahkan martabat manusia. Ini nanti akan sesuatu yang dijelaskan itu dilematis, harus ada suatu pintu masuk untuk memberikan pembenaran terhadap pidana cambuk, kemudian pidana pengebirian dan sebagainya itu mau kita letakkan di sana, apa mau kita samakan dengan pidana mati sebagai suatu pidana perkecualian tapi harus ada suatu pintu masuk karena definisi dan putusan pidana nggak bisa kena itu karena pidana korporal atau .....itu saya kira tidak dibenarkan melakukan serba apa ini, tidak boleh menderitakan dan merendahkan martabat manusia. Jadi tidakbisa kena, kalau pidana mencegah itu bisa kena masuk di situ, tapi yang definisi pidana tidak boleh merendahkan martabat manusia dan menderitakan itu saya kira merupakan suatu pertimbangan yang khusus seperti pembenaran terhadap pidana mati. Jadi kalau kita bisa merumuskan semuanya itu dengan baik, ini akan memberikan suatu pembenaran terus kalau kita bicara buku kedua nanti, kebutuhan tentang tindak pidana dan juga pidana-pidana yang ada di luar KUHP. Maka perumusan yang serius terhadap ...ini saya kira sesuatu yang sangat baik, jadi persoalan pidana itu merupakan suatu yang sangat strategis. Kemudian pidana tambahan, ini saya kira sesuatu hal yang banyak kita diskusikan. Pidana tambahan itu berupa perampasan barang yang ketiga kan bisa standar, perampasan barang tertentu......tapi juga jenis-jenis pidana tambahan yang lain yang ditambahkan dalam konsep KUHP ini yang bersifat sangat khusus. Pidana tambahan itu sebenarnya dimaksudkan untuk menambahkan pidana pokok yang dijatuhkan dan pada dasarnya bersifat fakultatif. Pidana tambahan harus dicantumkan secara jelas rumusan tindak pidana yang bersangkutan sehingga hakim dapat mempertimbangkan untuk dikenakan ...terpidana kecuali untuk pencabutan hak korporasi dan pemenuhan kewajiban adat. Ini sesuatu hal yang bersifat khusus di dalam rancangan KUHP ini dan tinggal tambahan yang.....pencabutan hak tertentu dapat dilakukan terhadap hak memegang jabatan, hak menjadi Anggota TNI, hak memilih dan dipilih, hak menjadi penasehat hukum, hak menjadi wali-walib pengawas dan seterusnya, hak menjalankan kuasa bapak dan hak menjalankan profesi-profesi tertentu. Terhadap subjek hukum korporasi maka hak yang dicabut adalah segala hak yang diperoleh di korporasi. Jadi khusus mengenai pidana tambahan yang dikenakan korporasi sudah berkembang begitu luas di dalam Undang-undang yang berada di luar KUHP karena korporasi itu pada dasarnya hanya bisa dipidana denda, tapi yang berat itu pidana tambahan itu pencabutan perempasan barang tertentu dan juga yang disebut sebagai penutupan seluruhnya atau sebagian yang ditempatkan di bawah pengawasan dan tindakan-tindakan tata tertib yang ...sekali. Jadi ini menjadi sesuatu hal yang sangat penting, jadi kalau kita bicara masalah pidana dimulai sebenarnya dari tujuan pemidanaan itu saya kira harus runtut dan harus konsisten sebagai bagian yang disebut sebagai permasalahan pokok yang ketiga yang sangat strategis. Kalau permasalahan pokok yang pertama itu pencelaan obyektif, yang
kedua pencelaan subyektif dan dua itu memberi pembenaran terhadap penjatuhan pemidanaan atau ver ordeling pemidanaan dan pemidanaan kita sudah dipaksakan dengan tindakan yang dinamakan sebagai double track system. Demikian Pak Ketua. PIMPINAN RAPAT : Baik, terima kasih banyak pencerahan yang disampaikan oleh Prof. Muladi. Selanjutnya saya persilakan, kita terbatas dulu untuk jenis pidana yang sebelum-sebelumnya kita kalau nanti ada hal yang penting klarifikasi kita persilakan sekaligus ya, tapi khusus jenis-jenis pidana. Silakan. F-PPP (H. ARSUL SANI, SH, M.Si): Terima kasih Ketua. Bapak-Ibu Anggota Panja RKUHP Komisi III yang saya hormati. Tim pemerintah beserta narasumber Prof. Muladi, Prof. Tuti dan lain-lain yang saya hormati. Saya pertama ingin menyampaikan apresiasi Ketua, kalau tim pemerintah seperti ini terus KUHP di akhir 2016 rasanya sudah selesai, jadi mudah-mudahan lengkap dan juga Panjanya juga lengkap juga, jangan pemerintahnya sudah semangat, Panjanya kurang semangat ini, tapi saya lihat Pak Nasir sudah semangat. Bapak-Ibu yang saya hormati. Pada saat kita konsinyering di Hotel Santika, ada catatan yang waktu itu kita tuliskan bersama terkait dengan jenis-jenis pidana. Catatannya saya bacakan bahwa selain pidana pokok dan pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 68 perlu dipertimbangkan untuk memasukkan jenis pidana lainnya. Pada saat itu diskusi merujuk kepada hukuman cambuk yang diberlakukan berdasarkan qanun jinati ya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Nah ini kok tampaknya belum terwadahi kalau pemahaman saya dari apa yang kemudian disusun oleh pemerintah dan dipresentasikan tadi malam oleh tim pemerintah. Tadi juga sudah disebut bahwa meskipun belum tentu juga kita setujui, maka terdapat kemungkinan perkembangan jenis pemidanaan yang saat ini yang ada dalam wacana sosial, bahkan konon sedang disusun Perpunya itu adalah jenis pemidanaan berupa pengebirian yang tadi sudah disinggung juga oleh Prof. Muladi. Saya kira karena ini konteksnya adalah buku I terlepas jenis pidana konkritnya itu nanti kita tentang atau kita kontroversialkan, tapi menurut saya harus ada wadahnya, tapi kok wadahnya belum tegas di dalam jenis-jenis pemidanaan karena di Pasal 66 itu di C hanya jenis-jenis pidan lainnya ini nggak terlalu jelas, tapi yang ditentukan dalam Undang-undang ini yang kemudian dibawahnya itu terkait
dengan hukuman mati. Nah ini saya mohon penjelasan tapi kalau menurut hemat saya sesuai dengan hasil konsinyering kita di Santika itu mestinya ini ada wadah yang jelas gitu untuk jenis pemidanaan yang lain karena mungkin juga di Papua inikan sekarang sedang menuntut perluasan Otsus, jangan-jangan dia ingin juga ada pemidanaan yang lain ala Papua nanti. Sekarang sedang berkembang di DPR RI perluasan Otsus tidak hanya dana khusus Otsusnya tapi juga barangkali hal-hal yang lain termasuk sistem hukum yang berlaku. Saya kira itu saja Ketua dari saya catatannya. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT : Baik, silakan ada lagi. Silakan Prof bisa tadi direspon. PEMERINTAH (PROF. MULADI): Ini yang dalam bahasa hukum pidana yang disebut pidana korporal, pidana badan. Pidana badan itu sebenarnya waktu Perancis menjajah Belanda pun, setelah Belanda bebas dari penjajahan itu dihapuskan pidana-pidana korporal. Kemudian kita muncul itu kasus Jinayah yang ada di Aceh dalam bentuk qanun-qanun. Jadi kalau kita beri contoh jinati itu semua peraturan daerah yang dianggap menyimpang harus diuji dalam peraturan di parlemen di pusat tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, kita pun demikian katakanlah....vertikal, tapi nampaknya kita juga tidak bisa mengesampingkan yang disebut tuntutan pembalasan dari masyarakat karena perbuatan yang sangat serius yang nampaknya sudah kehabisan akal bagaimana mengatasinya, contoh kejahatan seksual, child abuse, pembunuhan, perkosaan dan sebagainya terhadap anak-anak dan sebagainya dan juga cambuk itu punya landasan agama yang sangat kuat. Jadi saya setuju Pak, jadi kalau harsu ada satu pintu masuk adanya korporal punishment itu walaupun tidak dijelaskan secara jelas bahwa adanya korporal punishment seperti pidana mati misalnya itu harus betul-betul ada satu alasan yang kuat. Jadi korporal punishment itu bisa diberikan apabila ada alasan yang sangat kuat yang disertai dengan landasan-landasan akademis, alasan budaya yang sangat, tapi kita sebenarnya dalam tujuan pemidanaan yang saya katakan tadi sekalipun pembalasan itu tidak muncul, retributif, jadi pidana itu melalui retributif itu prioritas belakang, backward looking, tapi kalau pidana yang kita anut ini adalah forward looking pidana maju ke depan, mencegah memasyarakatkan, menyelesaikan konflik, membebaskan rasa bersalah, tapi dulu disepakati oleh para pendahulu bahwa semua tujuan pemidanaan itu ada pembalasan, sekalipun tidak diucapkan tapi di masing-masing tujuan itu ada unsur pembalasan yang tidak perlu ditulis. Jadi bacward looking dan forward looking itu adalah suatu kombinasi atu perpaduan. Jadi kalau ini tidak kita beri jalan masuk kita nanti akan jadi masalah, pemerintah akhirnya mendahului dan DPR RI nanti akan menyetujui pidana
pengebirian dan pidana cambuk sampai sekarang tetap berjalan di Aceh, tapi kita KUHP pusat itu harus ada suatu justifikasi, harus ada pembenaran apresiasinya bagaimana, jadi ini harus disinggung, harus disinggung dalam satu pasal khusus bahwa pidana semacam itu bisa dimungkinkan apabila dengan alasan yang sangat kuat, alasan yang sangat khusus katakanlah. Dulu waktu kita bicara pidana mati kan penyelesaiannya seringkali akhirnya di tempuh pidana mati bersyarat katakanlah. Ini harus ada suatu jalan masuk, nanti saya khawatir sebab apa, kalau ini didiamkan saja suatu saat akan mukncul pidana potong tangan juga bisa dijerat, banyak pencurian, sudah diberlakukan seperti di Saudi Arabia itu banyak orang buntung di Indonesia, potong tangan. Jadi harus betul-betul ada suatu landasan yang sangat kuat supaya tidak melebar pada hal yang bersifat luas mengenai pidana korporasi, harus tegas. Saya kira DPR RI peranannya sangat besar sekali. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT : Silakan. PEMERINTAH (EMI): Mohon izin Bapak Pimpinan, Prof. Tuti ini kebetulan ada perspektif yang lain untuk memperkaya kita. Silakan Prof. Tuti. PEMERINTAH (PROF. TUTI): Terima kasih Ibu Emi. Pimpinan dan Anggota yang saya hormati. Berkaitan dengan pertanyaan Pak Arsul mengenai pencambukan, ini saya pribadi menganggap bahwa kita harus berhati-hati sekali karena pada tahun 1998 Indonesia itu sudah meratifikasi convention againts torture, konvensi judulnya menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam dan tidak manusiawi dan merendahkan derajat manusia. Itu yang menjadi acuan kita tahun 1998. Pada tahun 2005 kita juga sudah meratifikasi International Convention on Civil and Political Rights yang salah satunya juga sudah melarang adanya penyiksaan. Selain itu juga di konstitusi kita lihat bahwa di dalam Pasal 28 I itu rights againts torture termasuk salah satu non deliverable rights yang tidak boleh dilakukan dalam kondisi apapun dan yang terakhir kita sudah punya konvensi regional di tingkat Asean yang disebut dengan Asian Declaration of Human Rights, yang antara lain salah satu pasalnya juga melarang adanya penyiksaan. Merupakan suatu kesepakatan internasional bahwa pencambukan dan tindakan-tindakan semacam itu termasuk tadi mutilasi, pemotongan tangan dan lain-lain adalah termasuk penyiksaan atau perlakuan dan penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan derajat da martabat manusia.
Saya ingin mengangkat perspektif karena Indonesia sudah menjanjikan, sudah berikrar akan menerapkan konvensi-konvensi tersebut, sudah memilikinya di dalam konstitusi, sudah menyepakatinya pada yang terakhir pada tahun 2014 kemarin dengan Deklarasi HAM di Asean. Jadi nampaknya kalau saya kemungkinan memasukkannya kok agak kecil Pak, karena kita sudah punya .....kalau kita memasukkannya berarti kita menafikkan, kita mengabaikan semua kesepakatan internasional yang telah kita tanda tangani dan telah kita ratifikasi. Demikian Pak Ketua. Terima kasih. F-PPP (H. ARSUL SANI, SH, M.Si): Boleh klarifikasi sedikit Pak Ketua, jadi yang saya maksudkan bukan memasukkan jenis korporal punishment, tapi rumah karena kita membayangkan bahwa ada perkembangan pemidanaan di luar yang ini, apakah bentuknya korporal yang masuk ke dalam kategori yang menurut internasional konvensi tadi itu penyiksaan atau bukan, itu tentu kita akan berdebat tersendiri ya. Singapura misalnya menandatangi semua konvensi itu tapi konvensi yang tadi disebutkan ICCPR dan segala macam, tapi toh dia tetap mempunyai hukuman cambuk atas kejahatan-kejahatan tertentu. Jadi yang ingin saya katakan adalah ketika sebuah pemidanaan itu baru bukan soal pengebiriannya atau cambuk, kalau cambuk bahkan sudah menjadi hukum positif. Ini rumahnya di mana, kalau di sini tidak ada, dia bukan pidana penjara, bukan tutupan, bukan pengawasan, bukan denda kerja sosial dan juga bukan pidana khusus dalam bentuk hukuman mati, ini rumahnya di mana. Nanti kan akan terjadi perdebatan konstitusional lagi ini, apakah ketika sebuah Undangundang khusus menciptakan sebuah jenis pemidanan baru yang di luar ini, tapi tidak ada dasarnya dalam buku I KUHP, apakah ini saling bertentangan atau konstitusional atau tidak. Ini akan menimbulkan hal baru bahwa itu sekarang ada cambuk sebagai hukum positif yang berlaku di Aceh itu ya kita lihat, ada wacana pemidanaan pengebirian itu iya, tapi yang saya maksudkan seperti yang dijelaskan Prof. Muladi itu rumahnya. Jadi tidak me-refer kepada cambuknya atau pengebiriannya itu hanya sebagai contoh saja, rumahnya itu yang menurut saya itu harsu ada untuk mengantisipasi perkembangan jenis pemidanaan lain di luar yang ini, hanya batasannya seperti yang saya sepakat dengan Prof. Muladi ini harus dibatasi, dirumuskan dengan satu pembatasan bahwa pemidanaan itu ya tentu tidak boleh bertentangan dengan hak azazi manusia dan lain sebagainya, tapi rumah itu harus ada menurut saya. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT : Baik, kami persilakan ada lagi. Jadi tadi ada soal apakah yang tadi disampaikan oleh Pak Arsul itu sudah masuk ke pidana tambahan Pasal 68, memenuhi kewajiban ada setempat itu
termasuk di situ tidak. Pemenuhan kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat. Artinya diberi kebebasan kepada hakim untuk menggunakan ini, itu maksudnya. F-PPP (H. ARSUL SANI, SH, M.Si): Bukan itu, saya membayangkannya ada nanti sebuah Undang-undang yang mencantumkan pemidanaan di luar yang ini. Itu tadi contohnya sekarang ada konon cina ya yang kebetulan salah satu jenis pemidaannya adalah cambuk yang dalam perspektif barangkali pejuang atau perspektif HAM barat itu adalah penyiksaan, yang dalam perspektif masyarakat Aceh itu adalah pelajaran moral karena nyambuknya juga nggak kenceng-kenceng banget kan gitu Pak Nasir, Pak Nasir udah pernah dicambuk belum sih, belum ya. Jadi di sana ada unsur edukasinya juga, jadi kalau ini tidak dimasukkan pertanyaan saya kan sudah ada hukum positif yang berlaku di satu bagian dari wilayah Indonesia. Ini wadahnya apa dalam KUHP kita, dalam konteks KUHP kita gitu, itu pertanyaannya. PIMPINAN RAPAT : Jadi kalau kita membuat norma begini bagaimana nasibnya nanti kan itu maksudnya pertanyaan itu. Yang kedua, apakah tidak sebaiknya kita masukkan dia di sini atau tidak usah atau itu berlaku khusus di Aceh. F-PPP (H. ARSUL SANI, SH, M.Si): Kalau dari sisi rumusan Ketua, bisa ditambahkan ini yang ditentukan pidana khusus dalam Undang-undang ini dan atau Undang-undang lainnya, begitu, dengan mau dikasih penjelasan boleh gitu. hanya kemudian yang 66 C-nya adalah yang dimaksud dengan pidana yang dimaksud dalam 66 C huruf C Undang-undang ini adalah hukuman mati, itu sedikit. Saya sarannya seperti itu, jadi pintu masuknya nggak usah pasal sendiri Cuma C-nya ini diubah saja sedikit dalam Undang-undang ini dan atau Undang-undang lainnya gitu. PIMPINAN RAPAT : Baik silakan Bu. PEMERINTAH (PROF. TUTI): Terima kasih Ketua. Pak Arsul, hukuman pidana inikan hukum yang sangat istimewa dan harus diterapkan dengan sangat hemat dan sangat hati-hati. Jadi memang berbeda dengan hukum perdata yang membuka adanya kemungkinan menggali yang ada di masyarakat, hukum pidana itu harus sangat spesifik, supaya negara juga dibatasi kewenangannya. Meletakkan dan Undang-undang lain di dalam tambahan C tadi menurut saya sangat membahayakan karena akhirnya semua Undang-undang bisa membentuk sanksi pidana sendiri yang kita tidak tahu seperti apa dan kalau Pak Arsul me-refer ke qanun jinati Aceh sudah lama saya sampaikan bahwa qanun ini yang dasarnya juga kepada MoU Helsinki, MoU itu sendiri mengatakan bahwa
qanun yang diciptakan di Aceh harus sesuai dengan ICCPR dan ICICA Pa. Itu jelas sekali dalam MoU Helsinki, ini yang tidak kemudian diikuti oleh teman-teman yang mengikuti kemudiannya. Jadi kalau Bapak tanya kepada kita secara dari perspektif teori hukum kan tidak sesuai dengan konstitusi karena pada Pasal 28 I sekali lagi itu termasuk, tidak bisa termasuk ke dalam hak-hak azazi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Jadi yang saya katakanlah adalah referensinya harsunya lebih valid, menurut saya qanun itu kalau di uji konstitusionalitasnya mungkin itu akan menimbulkan masalah karena memang ada di konstitusi kita, kecuali kita mengatakan oh iya Aceh nggak perlu mengacu kepada konstitusi, it’s a different story. Jadi saya hanya mau berhati-hati dan memberikan satu rumah dengan pintu terbuka bagi semua sanksi pidana itu akan sangat membahayakan hak azazi manusia, akan sangat membahayakan, akan sangat berpotensi menimbulkan pelanggaran-pelanggaran dan pembentukan sanksi-sanksi pidana yang tidak pernah kita kenal, tapi kalau sudah dikasih pintunya di dalam KUHP itu bisa seperti wild card, bisa seperti kotak pandora. Nah saya hanya ingin merekomendasikan kita sangat berhati-hati supaya nanti kita tidak terjebak dalam masalah-masalah hukum pidana di kemudian hari karena memang hukum pidana itu hukum yang harus pelit sekali, bukan diumbar, tapi justru harus diimplementasikan dan dirumuskan dengan sangat hati-hati dan spesifik dan tegas. Jadi nggak boleh multi entrepertasi kalau nggak nanti semua saksi ahli bisa mengemukakan pendapatnya sesuai dengan kepentingannya. Ini yang menurut saya bisa membahayakan dalam konteks hukum pidana. Terima kasih Pak Ketua. PIMPINAN RAPAT : Silakan Prof. PEMERINTAH (PROF. MULADI): Baik, memang itu sangat krusial tapi saya teringat pada waktu kita ingin memberlakukan hukum adat, hukum adat pidana atau the living law. Itukan banyak juga yang bertentangan dengan HAM, tapi kita membuat suatu rumusan bahwa marginnya itu untuk mengapresiasi itu 3 ukuran, satu Pancasila, HAM dan azazazaz hukum yang berlaku, diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab. Itu kita selesaikan sehingga masalah pengayoman dan sebagainya itu sulit untuk diterima atau ... dan sebagainya. Begitu juga masalah pidana mati seluruh dunia bahkan PBB pun menentang pidana mati bahkan negara Eropa dan sebagainya, negara yang menganut pidana mati tinggal sedikit, tetapi pada waktu itu dilanggar oleh negaranegara. Itu PBB mengeluarkan aturan kalau toh ada negara yang tetap mengatur pidana mati agar supaya dipenuhi syarat sebagai berikut. Jadi ini ada suatu sikap ambivalens dari PP sendiri sehingga membuka kesempatan negara-negara lain untuk melanggar protokol pilihan dari international...protokol kedua atau pertama. Jadi menurut saya memang kalau ini tidak ada rumahnya seperti yang dikatakan tadi, jadi kita itu agak sulit nanti kalau itu dilakukan pelanggaran. Jadi peraturan nasional itu tidak dihormati, tidak ada wibawa, jadi saya mencoba.....aturan penutup buku I itu. Aturan penutup Pasal 218, jadi ketentuan
dalam bab I sampai dengan bab V buku I berlaku juga bagi perbuatan yang dapat dipidana menurut peraturan perundang-undangan lain kecuali ditentukan lain menurut Undang-undang ini, kecuali....mestinjya harus ada suatu tambahan atau ayat atau kata-kata bahwa terkecuali yang tersebut tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan azaz-azaz umum dan hak azazi manusia. Jadi dengnan demikian paling tidak kalau nekad dilanggar orang akan ada uji materiil terhadap persoalan ini. Saya juga suatu saat ingin melihat bahwa hukuman cambuk itu di uji secara materiil di Mahkamah Konstitusi, sampai sekarang belum pernah, begitu juga pidana pengebirian itu. Pengebirian itu torture betul, jadi ini penyimpangan ini dimungkinkan tapi harus ada margin of precision batas pembatasnya apa. Jadi pintu masuknya ini di 218 ini. Ini menurut saya, perumusannya menurut saya dibikin general cermin.. atau perumusan yang umum tapi bisa melarang sebetulnya secara tersirat dan tersurat itu sudah melarang penyimpangan-penyimpangan itu. Terima kasih PIMPINAN RAPAT : Ok begitu Pak Asrul. F-PPP (H. ARSUL SANI, SH, M.Si): Ya saya setuju dengan Prof. Muladi barangkali nanti di pasal 218 lah dikasih bahan perumusan. Ini sekaligus ada save guard nya juga ya. Jadi 218 ini ditambahkan yang terakhir yang sepanjang tidak bertentangan dengan HAM, apa 218 itu aturan penutup buku satu nantinya. Iya sebagai catatan barangkali begitu. Tapi saya bisa menerima yang dijelaskan oleh Prof. Muladi itu. PIMPINAN RAPAT : Ok masih ada lagi? masih ada Ibu yang berkaitan dengan penindanaan. Sebelum yang lain jadi Prof. Begini saya melanjutkan pertanyaan yang sampai saat ini belum terjawab dan kita ingin ada penegasan secara normatif didalam KUHP ini. Pertanyaannya apakah pidana tambahan ini bisa berdiri sendiri atau tidak. Kalau memang bisa kita ingin dicantumkan disini di penjelasan, iya di batang tubuh, batang tubuh mana? PEMERINTAH : Mohon ijin Bapak Pimpinan. Atas pertanyaan dari Bapak Pimpinan tadi berkenaan dengan pidana tambahan. Kami coba merumuskan. Ini nanti akan menjadi rumusan baru diparagrap 8 pidana tambahan. Disini kami menyebutkan pasal 92a. Saya bacakan Pimpinan. Pasal 92a ini ayat (I) pidana tambahan dapat dijatuhkan bersama-sama dengan pidana pokok, sebagai pidana yang berdiri sendiri atau dapat dijatuhkan bersama-sama dengan pidana tambahan yang lain.
Kemudian ayat (2) pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat atau kewajiban hukum yang hidup dalam masyarakat atau pencabutan hak yang diperoleh korporasi dapat dijatuhkan walaupun tidak tercantum dalam perumusan tindak pidana. Kemudian ayat (3) pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan adalah sama dengan pidana tambahan untuk tindak pidananya. Ayat (4) Anggota Tentara Nasional Indonesia yang melakukan tindak pidana dapat dikenakan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundangundangan bagi TNI. Jadi kita munculkan ada pasal baru yang kami mengenai posisi pidana tambahan.
sebut disini pasal 92a,
Terima kasih PIMPINAN RAPAT : Baik jadi ini bisa menjawab dari anu ya? kita butuh ketegasan saja karena waktu kemarin itu kan ada narasumber kita yang memberikan pendapat bahwa dia bisa berdiri sendiri. Kan begitu? Lalu kan teman-teman semua bingung kalau begitu kan ini. Jadi tambahan dia hanya menambah kepada yang pokok, karena itu dia tidak bisa bersifat otonom dia, tidak bisa. Misalnya kalau perusahaan itu bisa tidak tanpa pokok bisa tambahan pencabutan hak. Itu kan bisa Ibu, jadi masalah juga. Misalnya kejahatan lingkungan hidup perusahaan limbah misalnya tidak kita jatuhkan pidana pokok tapi langsung pidana tambahan. Misalnya pencabutan ijin dan pencabutan hak itu, dia masuk pidana tambahan. Ini juga kita harus hati-hati juga ini. Atau perusahaan korporasi, kejahatan perusahaan bisa dia pidana denda lalu tambahannya adalah pencabutan ijin atau apa? ini juga jadi soal. Ini paling tidak masalah ini perlu dijawab ya supaya kita nanti konsisten ke.. Di dalam pasal 89 memang sudah dijelaskan disitu dalam hal terpidana adalah korporasi, pidana tambahan dapat berupa pencabutan hak yang diperoleh korporasi. Tapi itu mengandaikan oleh korporasi dijatuhkan salah satu jenis pidana pokok. Begitu Ibu ya, pemahaman ini ya? saya rasa kita ketok ini ya? kita selesai cluster soal ini. Oh belum sebelum ini sampai dengan sesuai dengan yang kita sepakati kemarin kita sampai di pasal 103. Sebelum kita tutup di 103 ini, ada pertanyaan pasal 100 pidana mati ini kita bilang ini pidana khusus kan begitu. Kalau dia disebut dengan pidana yang bersifat khusus. Khususnya itu yang mengacu kepada pidananya atau pada hukumannya ini. Kalau menunjuk kepada tindak pidana maka kita harus rumuskan secara limitatif disini jenis tindak pidana yang bisa dijatuhkan hukuman mati. Misalnya kemarin kita pernah lemparkan ide kejahatan-kejahatan narkoba, narkotika. Kejahatan pelanggaran HAM, kejahatan apalagi? Berarti diluar itu tidak boleh. Di luar itu ya
seumur hidup saja, pembunuhan berencana, pembunuhan yang sadis pun tetap tidak boleh dijatuhi hukuman mati. Ini untuk menunjukkan kekhususannya ini. Disini di pidana mati, pasal tentang pidana mati tidak memberikan definisi, tidak memberikan kekhususan tindak pidana ini apa. Tinggal putusan politiknya apakah kita mau kekhususan itu merujuk pada sifatnya itu tadi, atau kekhususannya kita tetapkan tindak pidana khusus tindak pidana tertentu yang bisa dijatuhi hukuman mati. Jadi jenis tindak pidananya. Kalau tidak begitu kan tidak ada maknanya kita kasih keluar dia dari pidana pokok. Secara pribadi saya usulkan ini diusulkan pada tindak pidana tertentu, tindak pidana khusus tertentu ditentukan dalam Undang-Undang ini. Apakah tindak pidana korupsi, apakah tindak pidana narkotika, apakah tindak pidana genosida, terorisme. Kita masukkan disitu. Tentu tidak semua juga, artinya tindak pidana yang dijatuhkan hukuman mati sesuai dengan kualitas tindak pidana nya. Itu satu Pak, ini kan menyangkut politik kriminologinya, politik pidananya. Apakah kita-kita ini mau apa sih sebetulnya. Kalau kasus korupsi yang menjadi kepentingan hukumannya itu menyangkut keuangan negara, mengapa bukan itu yang jadi fokus. Kalau itu kan tergantung, tergantung dengan pilihan-pilihan kita. Mengembalikan keuangan ganti rugi atau apa namanya begitu, atau apa. Begitu juga hal-hal yang lainnya. Ini saya lemparkan begini sebetul tutup cluster tentang jenis-jenis penindanaan. Kalau kita tidak punya pendapat berarti kita menerima rumusan Pemerintah tanpa penjelasan, kan begitu kan. Bagaimana Pak Kiyai? Jadi di pasal 100 Pemerintah tentang pidana mati, itu hanya disitu hanya mengatur norma-norma yang mengatur pelaksanaan hukuman mati. Padahal kita ingin sebelum ada norma yang mengatur hukuman mati ini harus ada dulu normanorma pidana mati ini untuk apa saja. Kekhususannya itu loh. Atau ini lemparan pandangan saja Pak, silakan. Ya silakan Prof. PEMERINTAH : Jadi jalan pikirannya demikian Pak. Sebetulnya kalau mau jujur kita itu ingin mengikuti pemikiran di PBB kalau kita ingin menghapuskan pidana mati. Itu ada ketentuannya termasuk yang dikatakan oleh Ibu Tuti tadi, dengan perjanjian internasional dan sebagainya. Tapi PBB sendiri mengatakan tidak setuju adanya pidana mati. Menganjurkan seluruh negara di dunia untuk menghapuskan. Di Afrika, di beberapa bagian negara Amerika, di Jepang, Thailand, Singapura, Indonesia dan bahkan Australia saja sudah dihapuskan termasuk masih ada yang zionis walaupun jumlahnya masih seper tiga ya? sepertiganya tinggal sepertiga. Karena itu muncul istilah, kita sebenarnya dari jajaran pidana pokok itu tidak ada nama pidana mati. Dikeluarkan pidana khusus. Pidana khusus itu artinya mengandung pengakuan kita itu sebenarnya mengharapkan itu untuk dihapuskan akan tetapi baik di negeri ini agama dan sebagainya masih ada yang menunjukkan
pembenaran. Maka atas pemikiran itulah itu dikeluarkan dari jajaran pidana pokok jadi pidana yang bersifat khusus dengan menetukan pidana mati bersyarat. Jadi menurut saya yang khusus itu adalah pidana yang bukan perbuatannya. Kalau itu perbuatan itu sangat merepotkan itu nanti. Merepotkan artinya perbuatan yang sifatnya limitatif. Itu akan memperepotkan orang-orang dan anda sebagai pembuat Undang-Undang juga akan repot, sulit untuk menambahkan. Jadi perbuatannya bisa bekembang. Suatu saat bisa muncul kejatahan yang baru yang sangat berat. Sekarang terorisme katakan, mungkin akan ada kejahatan yang lain suatu saat nanti. Jadi ini bukan khusus dalam arti perbuatannya dibuat secara limitatif. Ini dikententuan internasional yang menyebabkan pidana mati itu sesuatu yang mengakibatkan sesuatu yang fatal. Kematian, ternyata masalah korupsi juga di pidana mati di Cina dan sebagainya. Jadi menurut saya yang khusus itu di pidana nya bukan perbuatannya. Perbuatannya di open minded saja. Tapi ada ketentuan pidana mati harus dijatuhkan pada pidana yang berat. Terima kasih PIMPINAN RAPAT : Baik saya rasa jelas penjelasan Prof. Muladi tadi bahwa kekhususan itu tidak menunjuk pada perbuataannya tetapi menunjuk pada jenis hukumannya. Kekhususan, jadi kekhususan ini menunjuk kepada situasi tertentu untuk dijatuhi hukuman mati. Saya rasa jelas soal ini ya? tidak ada, ya ada silakan, silakan. PEMERINTAH : Artinya Bapak Pimpinan. Dari pasal yang sudah kami rumusakan disini cluster ini nanti akan kami tambahkan pengertian mengenai khususnya tadi itu ada dimana. Yaitu tidak perbuatannya kami batasi tapi penjelasan mengenai pidananya yang akan kami jelaskan nanti. Terima kasih PIMPINAN RAPAT : Baik, kita sepakat ya soal kekhususan itu tadi di masukan dalam penjelasan itu tadi supaya tidak ada perbedaan ya? itu setuju ya? (RAPAT : SETUJU) Bapak ada lagi, Bapak dan Ibu Anggota yang ingin menanyakan mengklarifikasi hal-hal yang belum jelas untuk cluster DIM 218 sampai dengan DIM 415. Ya kemudian nanti berkenan Pemerintah untuk pelaksanaan eksekusi mati ini terutama yang berkaitan dengan pemberian grasi itu kan ada pasal kemarin itu seolah-olah permintaan grasi ini tidak menunda eksekusi. Kalau begitu ngapain dibuatkan grasi ini. Nah ini tolong dibuat jelas juga.
Saya rasa poin ini kita sudah menerima ya? kita menerima rumusan dari Pemerintah, rumusan Pemerintah DIM 218 sampai dengan DIM 415 atau pasal 66 sampai dengan pasal 102 kita terima untuk diserahkan ke timus dan timsin. Begitu ya? begitu ya Pak Taufik begitu ya? (RAPAT : SETUJU) Terima kasih banyak. Kita istirahat dulu ya? jadi kita mulai lagi jam berapa? jam 7 ya? kita makan malam disini dan sudah disiapkan kalau bisa jam 7 kita bisa mulai supaya nanti kita bisa. Kalau malam ini kita bisa selesai sampai ini kan bagus, nanti Pemerintah membuat lagi rumusannya sesuai dengan masukan-masukan draft. Jadi kita istirahat, baik sebelum saya skors ini. Saya mohon supaya kita jangan pesan tempat dulu. Ini kita besok jadi konsiyering atau tidak? Kalau memang tidak bisa supaya bisa kita tunda minggu depan. PEMERINTAH : Mohon ijin Bapak Pimpinan. Kami sebagaimana semangat yang sudah kita lihat bahwa kita ingin mempercepat buku satu, kami ingin merampungkan sampai buku satu ini selesai. Pertama menunggu jawaban dari Anggota panja, pertama kalau masih ada tanggapan, kemudian kami akan menyelesaikan DIM yang akan diberikan yang terkait dengan buku satu. Sisanya ini akan kita habiskan semuanya kemudian kita akan bahas kembali baru kemudian kita fokus untuk konsiyering. Diharapkan nanti dalam waktu yang relatif singkat kita akan tuntas buku satu yang waktunya lebih cepat. Begitu Pak Pimpinan. PIMPINAN RAPAT : Baik dengan begitu dengan demikian nanti saya akan skors rapat ini sampai jam 7, kemudian nanti jam 7 sampai jam 10 kita usahkan nanti pembahasan dengan cluster ini. Jadi nanti masing-masing poksi nanti menyampaikan masukan atau ada hal yang tidak jelas tolong ditanyakan dan per cluster nanti langsung kalau ada yang tidak jelas maka Pemerintah akan rumuskan lagi yang sudah kita ok substansinya akan kita serahkan pada timus dan timsin. Sampai dengan nanti kalau bab penutup buku satu itu kan soal teknis saja tidak lagi perlu kita bahas. Jadi saya skors sampai dengan. F-PPP (H. ARSUL SANI, SH, M.Si): Sebentar Pimpinan. Maksudnya Ibu Eni untuk mengatakan besok jangan konsiyering loh gitu. PIMPINAN RAPAT :
Ok sebelum disetujui. Besok itu karena kalau kita sudah pesan itu tadi tidak bisa kita tunda dan buang-buang uang saja. Ok saya skors ya. Sampai jumpa nanti jam 7. Jam 19.30 mulai ya, itu selalu itu begitu maksudnya. Tidak saya disini juga saya tidak kemana-mana, hanya ada hal yang harus diselesaikan. Baik terima kasih banyak. Sampai jumpa. (RAPAT DISKORS PUKUL ... WIB) Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh Selamat malam dan salam sejahtera untuk kita semua, Yang kami hormati Bapak dan Ibu Anggota panja rancangan Undang-Undang tentang KUHP, Yang saya hormati Dirjen Perundang-undangan beserta jajarannya, Juru bicara Pemerintah dan yang kami hormati Prof. Muladi, Sesuai dengan kesepakatan kita tadi, rapat kita skors untuk dimulai pukul 19.30. Tapi karena teman-teman banyak yang harus selasaikan agenda masingmasing bekaitan dengan rencana Undang-Undang KPK, maka agak terlambat kami tiba disini. Atas seijin Bapak dan Ibu sekalian skors saya cabut. (SKORS DICABUT PUKUL 19.30 WIB) Baik, Bapak/Ibu Saudara-saudara sekalian, Tadi kita sudah selesai sampai dengan DIM 103 tadi sudah selesai. DIM 103 pasal 102 ya? Pasal 102. DIM 218 sampai dengan DIM nomor 415. Apabila berkenan pada sesi ini kita akan meminta Bapak Ibu Anggota panja untuk menyampaikan higlight issue DIM yang dibuat untuk kemudian nanti kita sangat mengharapkan Pemerintah untuk melakukan konsilidasi terhadap masukanmasukan dari Bapak dan Ibu Anggota panja, kalau berkenan. Kalau ada yang perlu disampaikan. Kita sampai dengan DIM pasal 102. Kita sekarang masuk dibagian ketiga mengenai tindakan. Kalau Pemerintah sudah mendapatkan DIM-DIM maka sudah mendapatkan gambaran apa yang menjadi permasalahan apa yang disampaikan oleh teman-teman masing-masing fraksi mengenai setiap pasal itu. Saya mohon pendapat dari Bapak dan Ibu sekalian, apakah kita akan melanjutkan pembahasan DIM per DIM atau kita tidak pakai DIM per DIM tetapi kita pakai cluster. Cluster yang sekarang ini adalah cluster mengenai tindakan. Pasal 103 sampai dengan pasal 114. Kemudian bagian keempat itu bagian pidana dan tindakan bagi anak. Bagian pidana dan tindakan bagi anak juga hampir sama dengan penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang sudah kita bahas didepan dan juga didalam Undang-Undang peradilan bagi anak. PEMERINTAH :
Mohon ijin Pimpinan. Karena ini kami menyampaikan hasil dari restrukturisasi semua pasal, ini baru kemarin dan mungkin sekali Anggota panja belum seluruhnya melihat kembali apa yang sudah kami sampaikan. Apakah sebaiknya ada waktu untuk Anggotaanggota panja untuk mendalami apa yang sudah kami sampaikan dari hasil rektrurisasi pasal-pasal tersebut, sembari kami juga dari Pemerintah, dalam minggu depan ini kami full akan melakukan konsiyering lagi dalam rangka sambil menunggu masukan dari Anggota panja termasuk juga menyelesaikan DIM yang masih tersisa, sehingga nanti semua bulat utuh kami serahkan kepada panja kembali. Sehingga kita bisa maksimal menyelesaikan buku satu. Mohon ijin begitu Pimpinan. PIMPINAN RAPAT : Baik ini ada usulan yang baik sekali dari Pemerintah. Pemerintah memohon waktu untuk melakukan konsolidasi naskah dengan mempertimbangkan memasukan semua DIM yang telah disampaikan oleh teman-teman. Jadi nanti Pemerintah masukan itu menangkap semangatnya isinya, lalu nanti pada rapat yang akan datang Pemerintah akan serahkan secara utuh kepada kita. Seperti model kemarin itu tadi Pemerintah enak, jadi menanggapi apa DIM nya teman-teman dari dewan apa. Lalu nanti kalau ada belum ada ketemu, belum ketemu itu mungkin kami yang DPR RI ini tidak menangkap, karena kami ini politisi dan kami ini banyak kerja kami ini teknis dan karena itu kita butuh waktu untuk penjelasan. Jadi mohon Pemerintah jangan bosan-bosan untuk menjelaskan kepada kami hal-hal itu. Ya Pak Asrul. F-PPP (H. ARSUL SANI, SH, M.Si): Terima kasih Pimpinan. Tentu kami bisa menerima dan menyambut baik. Hanya tentu ketika kita akan menyusun DIM itu kan dengan 786 pasal itu tentu ada hal-hal yang akan terlewatkan. Nah hari ini saja kami melihat tentu bersama-sama dengan tim Pemerintah ada hal yang harus diperhatikan dan nanti akan dikonsolidasikan lagi. Itu terkait dengan pasal 71 yang menurut kami tidak match dengan penjelasanya. Dan juga dengan sekuens penindanaan. Ini kalau saya baca ya pasal 71 jika terpidana seumur hidup telah menjalani pidana paling sedikit 15 tahun dengan berkelakuan baik maka terpidana dapat diberikan pembebasan bersyarat. Kenapa kok bukan pengurangan hukuman. Kok langsung loncat ke pembebasan bersyarat. Padahal saya kira dipenjelasannya tidak demikian. Dipenjelasannya demikian dengan pengurangan hukuman. Semangatnya seperti itu. Itu pasal 71. Kemudian di pasal untuk pasal 93. Ini sebagai bahan juga untuk konsolidasi dari tim Pemerintah saya kira ini pasal 93 ini terkait dengan pidana tambahan. Maka ini terkait dengan pencabutan hak tertentu sebagaimana tercantum
dalam 68 ayat (I) huruf a dapat berupa dan lain sebagainya. Nah menurut saya ini ditambahkan juga hak untuk membebaskan untuk mendapatkan pembebasan bersyarat. Apakah ini dapat dicabut juga oleh pengadilan juga oleh hakim. Saya kira ini yang ada di dalam come in law system saya kira seperti itu ya? dijatuhi hukuman tanpa hak untuk mendepak mendapatkan pembebasan bersyarat. Saya kira itu saja catatan dari saya Pimpinan, kalau bisa dikonsolidasikan juga tim dari Pemerintah. Terima kasih PIMPINAN RAPAT : Ok, ada yang menyampaikan pandangan PDIP, Nasdem, Gerindra? Kalau begitu kita berikan kesempatan kepada Pemerintah dua minggu, bisa ya? kita akan mulai lagi tanggal 24, tapi kalau bisa tanggal 24 itu, kalau bisa Rabu, Kamis, Jumat kita full day begitu untuk memberikan kesempatan kepada Pemerintah menyampaikan ini. Sehingga nanti waktu itu kita langsung ini kita langsung ketok pasal per pasal, jadi kalau masih ada yang ini langsung berikan catatan Pemerintah dapat jelaskan lagi selesai. Lalu kita ketok untuk kita serahkan kepada timus. Saya yakin dengan tim Pemerintah yang solid dari berbagai elemen akan semakin sempurna ini. Kalau terjadi perbedaan internal Bapak dan Ibu sekalian ya itu urusan Bapak dan Ibu sekalian. Jangan kami dibawa-bawa. Kami sangat senang kalau itu bisa sepakati, kita berikan kesempatan kepada Pemerintah kurang lebih dua minggu ini ya 10 hari lah, untuk melakukan konsilidasi dari awal sampai dengan bab satu ini. Sekaligus menerima masukan-masukan selama ini sudah kita sampaikan dan juga DIM-DIM yang sudah disampaikan oleh teman-teman untuk sekaligus dijawab. Karena ini kan rancangan Undang-Undang yang berasal dari Pemerintah. Pemerintah yang harus ini, kami hanya sifatnya mengchalenge saja supaya kita dapat paham. Nah kalau begitu kami akan, tapi kalau bisa masing-masing kita juga tolong baca naskah yang sudah jadi ini. Kalau bisa tanggal 20 kami sudah dapatkan hasilnya untuk kami dapat baca sehingga nanti diskusinya enak tanggal 23, 24, 25. Ya? tidak jadi Pak. Itu maksudnya Pak Taufiq tidak jadi, untuk memberikan kesempatan kepada Pemerintah membahas ini. lalu nanti pembahasannya bisa menggunakan cluster saja dan Pemerintah dapat menjelaskan kepada kita. Kalau ada soal teknis bahasa nanti dapat kita serahkan kepada timus dan timsin. Kecuali ada substansi nanti akan kita buat opsi-opsi saja, dan akan ada kita putuskan, misalnya soal asas legalitas, perbuatan melawan hukum dan soal hukuman mati kemarin kita sudah tidak ada masalah. Saya rasa soal itu. Yang lain-lain soal sinkronisasi saja. Saya rasa demikian Ibu, atau ada hal yang ingin disampaikan? PEMERINTAH :
Baik, terima kasih. Bapak Pimpinan kami menerima sekitar dua minggu kami akan menyiapkan dan setiap ada perkembangan kami akan kirim ke TAHUN ANGGARAN panja biar lebih cepat proses nya sampai kepada Anggota panja. Saya begitu Ketua. Terima kasih KETUA RAPAT : Baik, sangat senang kami apabila kami mendapatkan bahan seperti model yang kemarin itu. Jadi ada isi diatasnya dan dibawahnya ada penjelasan. Enak kita mengikutinya, ya kita. Baik Bapak dan Ibu, Saudara-saudara sekalian. Dirjen Perundang-undangan beserta jajarannya tim dari Pemerintah. Kami akan menutup panja kita pada malam ini dan kami menyampaikan terima kasih kepada Prof. Muladi, terima kasih Pak Dirjen dan Ibu yang menjadi Pimpinan tim Pemerintah. Bapak dan Ibu sekalian dan Bapak Ibu Anggota panja kami juga menyampaikan terima kasih dan mudah-mudahan nanti dalam dua minggu kedepan kita akan bertemu kembali dan kalau ada masalah kemudian akan kita komunikasi supaya kita bisa selesaikan. Rapat saya tutup. Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
(RAPAT DITUTUP PUKUL 20.00 WIB)