RESPONS PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN NILA YANG DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG
MUHAMMAD
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Respons Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Nila yang Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Muhammad NIM C161090051
RINGKASAN MUHAMMAD. Respons Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Nila yang Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang. Dibimbing oleh M. ZAIRIN JUNIOR, ALIMUDDIN, dan ODANG CARMAN. Hormon pertumbuhan (growth hormone/GH) berperan penting dalam pertumbuhan organisme vertebrata. Level GH alami relatif rendah dan metode isolasinya relatif rumit sehingga tidak ekonomis dan tidak praktis, maka digunakan teknologi DNA rekombinan untuk memproduksi GH rekombinan (rGH). rGH ikan dari berbagai spesies telah dapat diproduksi dalam jumlah banyak menggunakan bioreaktor berupa bakteri Escherichia coli. Saat ini penggunaan GH untuk meningkatkan pertumbuhan ikan budidaya mendapat perhatian yang cukup besar. Peningkatan pertumbuhan ikan memberi manfaat yang besar untuk memperpendek waktu produksi, meningkatkan efisiensi pakan, meningkatkan produksi, dan mengontrol ketersediaan produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji respons pertumbuhan dan reproduksi ikan nila yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH). Penelitian terdiri atas empat tahap. Penelitian pertama bertujuan mengevaluasi respons petumbuhan ikan nila merah (Oreochromis niloticus) yang diberi pakan mengandung rElGH pada dosis berbeda. Benih dengan bobot rata-rata 3.5 g dipelihara dalam akuarium berukuran 1.0x0.5x0.5 m3, kedalaman air 40 cm (200 L) dengan kepadatan 25 ekor. Pakan mengandung rElGH dengan dosis 0.03, 0.30, dan 3.00 mg/kg pakan, serta kontrol (tanpa rElGH) diberikan tiga hari sekali selama empat minggu pemberian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan biomassa (B), pertumbuhan harian (LPH), dan konversi pakan (KP) berbeda nyata (p<0.05) antara perlakuan dibandingkan dengan kontrol, tetapi antara perlakuan tidak berbeda nyata (p>0.05). B, LPH, dan KP perlakuan pemberian rElGH masing-masing berkisar 564.17-589.74 g, 3.35-3.46%, dan 1.07-1.14 lebih tinggi daripada kontrol yang berkisar 454.70-457.16 g, 3.023.03%, dan 1.36-1.38. Pemberian dosis rElGH antara 0.03-3.00 mg/kg pakan efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ikan nila merah dengan pertambahan bobot 24.07-31.68% dan dosis efisien adalah 3.00 mg/kg pakan. Penelitian kedua bertujuan untuk menguji respons pertumbuhan empat strain ikan nila yang dibudidayakan di Indonesia, yaitu SULTANA (seleksi unggul Selabintana), NIRWANA (nila ras Wanayasa), SRIKANDI (salinity resistant improvement from Sukamandi), dan nila merah. Benih ikan dengan bobot 5.80±0.19 g dipelihara dalam hapa (2x1x1m3) dengan kedalaman air 0.75 cm, dipasang dalam kolam beton (20x10x1.5 m3) dengan kepadatan 50 ekor/hapa, dipelihara selama sepuluh minggu. Pakan mengandung rElGH diberikan tiga hari sekali selama empat minggu pemberian dengan dosis 3.00 mg/kg pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LPH tertinggi (p<0.05) diperoleh pada ikan nila strain SULTANA, diikuti oleh NIRWANA (3.41%). SRIKANDI (3.36 %), dan nila merah (3.14%). KP terbaik (p<0.05) diperoleh pada ikan nila strain SULTANA (0.84), diikuti oleh NIRWANA (0.99), SRIKANDI (1.02), dan ikan nila merah (1.22). Tingkat kelangsungan hidup (TKH) keempat strain ikan nila adalah sama berkisar antara 84.67 hingga 90.00% (p>0.05). Ikan nila strain
SULTANA menunjukkan respons pertumbuhan tertinggi terhadap pemberian rElGH secara oral. Penelitian ketiga bertujuan untuk menguji respons pertumbuhan dan pemanfaatan pakan pada ikan nila strain SULTANA ukuran berbeda yang diberi pakan mengandung rElGH. Ikan dengan ukuran bobot badan 3.5±0.25 g (perlakuan A), 12.5±0.40 g (perlakuan B), dan 40.0±2.50 g (perlakuan C) dipelihara dalam hapa ukuran 2x1x1 m3, kedalaman air 0.75 m dengan padat tebar 50 ekor. Ikan dipelihara selama delapan minggu. Pakan mengandung rElGH diberikan tiga hari sekali dengan dosis 3 mg/kg pakan, selama empat minggu pemberian, dan selanjutnya ikan diberi pakan yang tidak diperkaya rElGH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata B ikan yang diberi rElGH adalah lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan dengan kontrol yang tidak diberi rElGH, sedangkan perlakuan ukuran ikan tidak berpengaruh nyata (p>0.05). LPH ikan yang diberi rElGH lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan dengan kontrol. TKH ikan perlakuan dan kontrol adalah sama (p>0.05), berkisar 90.67-96.67%. KP pada ikan yang diberi rElGH lebih baik (p<0.05) dibandingkan dengan tanpa rElGH, kecuali ikan ukuran 40 g. Kadar glikogen hati dan otot, retensi protein dan lemak, indeks hepatosomatik, dan rasio RNA:DNA ikan yang diberi rElGH lebih tinggi dibandingkan kontrol. Pemberian rElGH meningkatkan pertumbuhan dan pemanfaatan pakan untuk pertumbuhan ikan nila pada ukuran awal 12.5 g. Penelitian terakhir bertujuan untuk menguji respons reproduksi ikan nila strain SULTANA. Ikan betina dengan bobot rata-rata 100 g dipelihara dalam hapa ukuran 2x1x1 m3 kedalaman air 0.75 m dengan padat tebar 10 ekor. Pakan yang diperkaya rElGH dengan dosis 3.00 mg/kg pakan diberikan tiga hari sekali dengan frekuensi tiga kali sehari (pagi, siang, dan sore) secara at satiation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi protein darah ikan yang diberi rElGH tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (p>0.05) dibandingkan kontrol, berkisar 3.12–4.20 mg/dL. Konsentrasi hormon estradiol-17β ikan yang diberi rElGH berkisar dari 0.36 – 2.08 ng/mL lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan ikan kontrol yang berkisar 0.46–0.53 ng/mL. Konsentrasi glukosa plasma lebih tinggi (p<0.05) pada ikan yang diberi rElGH dibandingkan kontrol. Nilai indeks gonadosomatik (IGS) ikan yang diberi rElGH (3.98) dan diameter telur (2.61 mm) lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan kontrol (IGS:3.15, diameter telur: 2.31 mm ). Sementara itu, indek hepatosomatik ikan yang diberi rElGH tidak berbeda nyata (p>0.05) dibandingkan dengan kontrol. Pemberian rElGH pada ikan nila strain SULTANA memberikan pengaruh yang nyata lebih rendah (p<0.05) terhadap B, dan LPH masing-masing 1257.94 g, 1.39%, dibandingkan ikan kontrol yang masing-masing adalah 1556.74 g, 1.62%,, sementara KP ikan yang diberi rElGH 1.87 lebih tinggi dibandingkan kontrol 1.31. Dengan demikian, pakan yang mengandung rElGH yang diberikan pada calon induk ikan nila strain SULTANA lebih banyak digunakan untuk perkembangan gonad. Sebagai kesimpulan, rElGH efisien untuk meningkatkan pertumbuhan ikan nila pada dosis 3.00 mg/kg pakan. Strain ikan nila SULTANA memiliki respons pertumbuhan tertinggi pada penebaran awal ukuran 12.5 g, dan pemberian rElGH pada calon induk mempercepat perkembangan gonad. Kata kunci: estradiol-17β, gonad, hormon pertumbuhan rekombinan, Oreochromis niloticus, rasio RNA:DNA, strain, ukuran berbeda.
SUMMARY MUHAMMAD. Growth and Reproduction Responses of Nile Tilapia fed on Diet Containing Recombinant Giant Grouper Growth Hormone. Supervised by M. ZAIRIN JUNIOR, ALIMUDDIN and ODANG CARMAN. Growth hormone (GH) plays an important role in the growth of vertebrate organisms. Natural GH level is relatively low and isolation method is complicated making its application uneconomical and impractical. Therefore, the recombinant DNA technology has been applied to produce recombinant growth hormone (rGH). Fish rGH from a variety of species has been produced in large quantity using a bioreactor such as bacterium Escherichia coli. The current use of GH for promoting growth of fish culture gets considerable attention. Increased growth of fish provides great benefits to shorten production time, improve feed efficiency, and increase production, as well as to control the availability of the product. These studies aimed to examine the growth and reproduction responses of Nile tilapia fed on diet containing recombinant giant grouper (Epinephelus lanceolatus) growth hormone (rElGH). The research was divided into four steps. The first study was conducted to examine the growth response of red tilapia (Oreochromis niloticus) fed on diet containing rElGH at different dosages. Four level of rElGH doses were tested, namely 0 (control diet; CD), 0.03 (test diet 1; TD1), 0.3 (TD2) and 3.0 mg/kg diet (TD3). Red tilapia juvenile (average body weight: 3.5±0.5 g) were obtained from Experimental Station of Aquaculture Department, IPB. Fish (n= 25) were reared in the 200 L glass aquaria for eight weeks. Fish were fed with TD at interval of two days three times daily at satiation for one month. The results showed that weight gain (W), specific growth rate (SGR), and feed conversion ratio (FCR) were significantly different among treatments compared to the control (p<0.05), but were not significantly different among treatments (p>0.05). W (ranged from 564.17 to 589.74 g), SGR (3.35 to 3.46%), and FCR (1.07 to 1.14) of rElGH treatments were higher than that of control (W: 454.70-457.16 g, SGR: 3.023.03 %, FCR: 1.36-1.38). Feeding with diet containing rElGH 0.03-3 mg/kg increased growth of red tilapia with weight gain of 24.07 to 31.68% higher than control, and the efficient dose was 3 mg/kg diet. The second study was conducted to examine the growth response of four Nile tilapia (O. niloticus) strains, namely SULTANA (superior selected tilapia strain from Selabintana), NIRWANA (tilapia strain from Wanayasa), SRIKANDI (salinity resistant improvement from Sukamandi) and red tilapia fed on diet containing rElGH. The fish (avarage body weight 5.80±0.19 g) were reared in the hapa (2x1x1 m3) settled in a concrete pond (20x10x1.5 m3) at density of 50 fish/hapa for ten weeks. Fed with diet containing 3 mg/kg rElGH at satiation, at interval two days, three time daily for one month, than commercial diet was given at the rest days. The results of the second study showed that the highest (p<0.05) SGR was obtained in SULTANA (3.73%), followed by NIRWANA (3.41%), SRIKANDI (3.36 %) and red tilapia (3.14%) strain. Lowest FCR (p<0.05) was found in SULTANA (0.84), followed by NIRWANA (0.99), SRIKANDI (1.02) and red tilapia (1.22) strains. Survival of the four strains were similar, ranging
from 84.67 to 90.00 % (p>0.05). SULTANA tilapia strain showed the highest growth response on rElGH oral administration. The third study was conducted to examine the growth response and feed utilization at different size of SULTANA tilapia strain on feeding rElGH supplemented diet. The fish avarage body weight 3.5±0.25 g (treatment A), 12.5±0.40 g (treatment B), 40.0±2.50 g (treatment C)were reared in the hapa (2x1x1 m3) settled in a concrete pond (20x10x1.5 m3) at density of 50 fish/hapa for eight weeks. Each treatment was fed 3 mg/kg rElGH-enriched diet, and without rElGH supplementation as control at interval two days, three time daily for one month, than commercial diet was given at the rest days.. The results showed that weight gain of rElGH-treated fish were significantly higher p<0.05) compared with control, whereas effect of different fish size was similar (p>0.05). SGR of rElGH-treated fish were higher than without rElGH. Survival of fish was similar (p>0.05), ranged at 90.7 to 96.7%. FCR of rElGH-treated fish were higher than control, except for fish 40 g. Liver and muscle glycogen content, protein and lipid retention, hepatosomatic indexs and RNA:DNA ratio in rElGH-treated fish were higher than without rElGH treatment. Feeding with diet containing rElGH increased growth and feed utilization of Nile tilapia at initial body weight 12.5 g. The last study was conducted to examine the reproduction response of Nile tilapia SULTANA strain on feeding rElGH supplemented diet at a dose of 3 mg/kg. The fish (avarage body weight 100 g) were reared in the hapa (2x1x1 m3) settled in a concrete pond (20x10x1.5 m3) at density of 10 fish/hapa for eight weeks. The result of the study was not significanly different (p>0.05) to protein plasm (3.12 to 4.20 mg/dL). Estradiol-17β of rElGH-treated fish (0.36 to 2.08 ng/mL) was higher than (p<0.05) control (0.46 to 0.53 ng/mL). Glucose of rElGH-treated fish was also higher than control (p<0.05). Gonadosomatic index (GSI) of rElGH-treated fish (3.98) and egg diameter (2,61mm) were significantly higher (p<0.05) compared control (GSI: 3.15 and egg diameter: 2.31). HSI was not significanly different (p>0.05). Weight gain and SGR in rElGH-treated fish (1257.94 g, 1.39 %, respectively) were lower than (p<0.05) control (1556.74 g and 1.62 %, respectively). While FCR in rElGH-treated fish (1.87) higher than contro (1.31). Thus feeding Nile tilapia broodstock on diet containing rElGH is most likely spent more energy for gonad development rather than somatic growth. As conclusion, oral administration of recombinant giant grouper growth hormone at 3.00 mg/kg of feed was efficient dose in improving the growth of Nile tilapia. The rElGH administration to SULTANA tilapia strain at initial body weight of 12.5 g had the best growth response, and administration of rElGH at dose of 3 mg/kg diet stimulated gonad development of broodstock. Keywords: different fish size, different doses, estradiol-17β, gonad, Oreochromis niloticus, recombinant growth hormone, RNA:DNA ratio, strains.
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
RESPONS PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN NILA YANG DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG
MUHAMMAD
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr Ir Etty Riani, MS Staf Pengajar Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB 2. Dr Ir Mia Setiawati, MSi. Staf Pengajar Departemen Budidaya Perairan, FPIK IPB Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr Ir Wartono Hadie, MS. Peneliti Utama Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya `
2. Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi, MSi. Staf Pengajar Departemen Budidaya Perairan, FPIK IPB
iii Judul Disertasi : Respons Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Nila yang Diberi Pakan Mengandung Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang. Nama : Muhammad NIM : C161090051
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof Dr M. Zairin Junior, MSc. Ketua
Dr Alimuddin, MSc. Anggota
Dr Odang Carman, M.Sc. Anggota
Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Widanarni, MSi.
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian : 20 Agustus 2014
Tanggal Lulus : ....................
iv
v
PRAKATA Alhamdulillah, segala pujian hanya milik Allah subhanahu wa ta’ala, yang maha memberi petunjuk melimpahkan hidayah-Nya kepada penulis sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Rasulullah SAW. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 – Desember 2014 ini adalah “Respons Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Nila yang Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang”. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor di Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis sangat menyadari bahwa proses penyelesaian penelitian dan penulisan disertasi ini tidak akan dapat berjalan lancar tanpa dukungan banyak pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Muhammad Zairin Junior, MSc., Dr Alimuddin, SPi, MSc., dan Dr Ir Odang Carman, MSc. selaku komisi pembimbing atas waktu dan bimbingannya mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan disertasi. Penulis juga sampaikan terimakasih kepada penguji luar komisi pada prilium lisan Dr Dedi Jusadi, MSc. dan Dr Sri Nuryati MSi, ujian tertutup Dr Mia Setiawati, MSi. dan Dr Etty Riani, MS, Ujian terbuka Dr Agus Suprayudi, MSi. dan Dr Wartono Hadie, MS. Atas saran dan masukan untuk perbaikan disertasi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS periode Agustus 2009 – Juli 2012, Rektor Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Banjarmasin, Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan UNLAM Banjarbaru, serta Ketua jurusan dan Ketua program studi Budidaya Perairan UNLAM Banjarbaru yang telah memberikan izin kepada saya untuk menempuh pendidikan S3 di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada orangtua tercinta ayahnda H. Asmuni (Alm) dan ibunda Hj. Zubaidah atas dukungan, bantuan, pengorbanan, kasih sayang, dan do’a yang selalu dipanjatkan untuk keberhasilan dan kebahagiaan penulis. Terimakasih kepada istri tercinta Rini Marlida, dan anak-anakku tersayang Rafiqa Humaira, Annisa Amalia, Ahmad Shidqi Fadhilla, dan Ahmad Fadhil Azhim atas kesetiaan, kesabaran, pengorbanan, dan doa yang diberikan. Kepada saudara-saudaraku: H. Aziannoor dan keluarga, H. Azanuddin dan keluarga, Hj. Azinarrahmah dan keluarga, H. Azinal Mukhlis dan keluarga, Hj. Azmi Rahmiati dan keluarga, Hj. Azmiati dan keluarga, H. Aziani Yahya dan keluarga, dan Hj. Azrinayati dan keluarga, serta mertua ayahanda H. Badaruddin dan ibunda Hj. Marbani, adik-adik H. Fachri Ubadiyah SE MP dan isteri, Hj. Narima Zuraida SP, Ihklas Surianoor SHut dan isteri, serta seluruh keluarga atas dukungan, perhatian, menjaga anak-anak dan do’a nya. Terima kasih untuk teman AKU S3 khusus angkatan 2009 kepada Siti Subaidah, Suci Antoro, Woro Hastuti, Rina, Siti Hidayah Triana, Rini Marlida, Muhaimin Hamzah dan Desy Sugiani, serta teman-teman S3 AKU Yulintine, Irmawati, Ahmad Taufik Mukti, Muhammad Amin, Muhammad Safir, serta La
vi Edi (FKH), kepada rekan-rekan mahasiswa Kalimantan Selatan Taufik Hidayat, Untung Bijaksana, Indira Fitriliyani, Fatmawati, Agussyarif Hanafi, Aidi Noor, Fachrul Razi, Kissinger, Indya, Lusita Wardani, Syahdan, M. Yusuf, Surya Noor, Hadi Hermansyah, Tintin Rostini, Hamdani, dan Jumena atas doa, dukungan dan kerjasama selama ini, serta keluarga Drs. Sunyoto dan keluarga Werry Desra atas perhatian dan bantuan selama tinggal di Bogor. Terima kasih kepada, Anna Octavera, Fajar Maulana, Darmawan, Jasmadi, Rangga, Epro Barades, Dedi Supriadi, Bapak Ranta, Wasjan, dan Retno M. atas segala bantuan yang telah diberikan selama penelitian. Terimakasih saya sampaikan kepada Ir H Sarifin, MS, dan Dian Hardiantho, SPi, MSi, Arief Eko Prasetyo SPi, Dwi Hany Yanti SPi, dan Nurlatifa Khairun Nisa, SPi. selaku kepala dan Staf Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang telah membantu dan memberikan ikan SULTANA. Balai Pengembagan Benih Ikan Air Tawar (BPBIAT) Wanayasa Purwakarta, Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi Subang yang memberikan ikan nila masingmasing strain NIRWANA dan SRIKANDI. Terima kasih kepada seluruh sivitas akademika Fakultas Perikanan dan Kelautan UNLAM atas semua dukungan dan do’anya. Ungkapan terima kasih juga saya sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak mungkin saya sebutkan satu per satu, semoga Allah SWT memberikan balasan dengan kebaikan yang berlimpah. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan berkontribusi terhadap pengembangan budidaya ikan nila di masa depan.
Bogor, Agustus 2014
Muhammad
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................
Ix
DAFAR GAMBAR ...............................................................................
X
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
Xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................. Tujuan Penelitian ............................................................................. Manfaat Penelitian ........................................................................... Kebaharuan (Novelty) ...................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................
1 3 3 4 4
RESPONS PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN PADA DOSIS BERBEDA Abstrak ............................................................................................. Pendahuluan ..................................................................................... Metode Penelitian ............................................................................ Hasil dan Pembahasan ..................................................................... Kesimpulan ......................................................................................
6 8 8 10 12
RESPONS PERTUMBUHAN EMPAT STRAIN IKAN NILA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG Abstrak ............................................................................................. Pendahuluan .................................................................................... Metode Penelitian ............................................................................ Hasil dan Pembahasan ..................................................................... Kesimpulan ......................................................................................
13 15 16 18 20
RESPONS PERTUMBUHAN DAN PEMANFAATAN PAKAN PADA IKAN NILA UKURAN BERDEDA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN Abstrak ............................................................................................. Pendahuluan ..................................................................................... Metode Penelitian ............................................................................ Hasil dan Pembahasan ..................................................................... Kesimpulan ......................................................................................
21 23 23 25 29
viii
RESPONS REPRODUKSI IKAN NILA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG HORMON PERTUMBUHAN Abstrak ............................................................................................. Pendahuluan .................................................................................... Metode Penelitian ............................................................................ Hasil dan Pembahasan ..................................................................... Kesimpulan ......................................................................................
30 32 33 35 38
PEMBAHASAN UMUM .......................................................................
39
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
41
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
43
LAMPIRAN ...........................................................................................
49
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...............................................................
57
ix
DAFTAR TABEL 1
2
3
4
5
6
7
8
Proksimat pakan uji yang mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang Epinephelus lanceolatus (rElGH) dan kontrol .......................................................................................
9
Biomassa, pertambahan bobot akhir (B), laju pertumbuhan harian (LPH), konversi pakan (KP), dan tingkat kelangsungan hidup (TKH) strain ikan nila merah yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) ...............................................................................
11
Proksimat pakan yang mengandung hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang (rElGH) dan pakan harian .......................................
16
Biomassa, pertambahan bobot (B), laju pertumbuhan harian (LPH), dan tingkat kelangsungan hidup (TKH) empat strain ikan nila yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) .......................................
18
Konversi pakan, glikogen hati, glikogen otot, retensi protein, retensi lemak, dan rasio RNA:DNA empat strain ikan nila yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) ...................................................................
19
Tingkat kelangsungan hidup (TKH), pertambahan bobot akhir (B), laju pertumbuhan harian (LPH), dan konversi pakan (KP) ikan nila strain SULTANA yang dipelihara selama delapan minggu .............................................................................................
26
Kadar glikogen hati dan glikogen otot (mg/g), retensi protein dan retensi lemak (%), indek hapatosomatik (IHS), dan rasio RNA:DNA ikan nila strain SULTANA yang dipelihara selama delapan minggu ...............................................................................
28
Indeks gonadosomatik (IGS), indeks hepatosomatik (IHS), diameter telur, tingkat kelangsungan hidup (TKH), pertambahan biomassa (B), laju pertumbuhan harian (LPH), dan konversi pakan (KP) ikan nila strain SULTANA yang dipelihara selama delapan minggu ................................................................................
37
x
DAFTAR GAMBAR 1
Ruang lingkup dan alur penelitian ................................................
5
2
Biomassa ikan nila merah (Oreochromis niloticus) yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) dan kontrol ............................................
11
Biomassa empat strain ikan nila yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang ................
20
Biomassa ikan nila (Oreochromis niloticus) strain SULTANA yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (+rElGH) dan kontrol tanpa diberi rElGH (+non-rElGH) ............ .............................................
26
Konsentrasi protein darah ikan nila diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang () dan kontrol ()selama delapan minggu pemeliharaan.........................
35
Kadar hormon estradiol-17β ikan nila diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang () dan kontrol ()selama delapan minggu pemeliharaan.........................
36
Konsentrasi glukosa darah ikan nila diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang () dan kontrol () selama delapan minggu pemeliharaan........................
37
3
4
5
6
7
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1
Prosedur kerja produksi dan ekstraksi rGH .................................
49
2
Prosedur kerja analisis proksimat.................................................
50
3
Prosedur kerja pengukuran glikogen hati dan otot .....................
52
4
Prosedur kerja Analisis RNA dan DNA .......................................
53
5
Analisis ekonomi pakan mengandung rGH ikan kerapu kertang ..
54
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan dan penerapan teknologi untuk meningkatkan efisiensi produksi ikan nila berkaitan dengan upaya peningkatan pertumbuhan telah banyak dilakukan. Berbagai penelitian yang telah dilakukan terkait rekayasa genetika seperti seleksi, hibridisasi, triploidisasi, dan transgenesis. Aplikasi metode seleksi membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencapai hasil yang signifikan karena peningkatan kecepatan tumbuh yang dihasilkan per generasi relatif rendah, seperti yang dilaporkan oleh Bolivar et al. (2002) bahwa membutuhkan waktu selama 10 tahun untuk menghasilkan 12 generasi dengan kecepatan tumbuh 12.4% per generasi pada ikan nila. Penerapan teknologi hibridisasi dan triploidisasi terbatas pada ikan-ikan budidaya yang sudah diketahui teknik pemijahan buatannya secara baik. Begitu pula dengan metode transgenesis masih menimbulkan kontroversi dan kekhawatiran akan keamanan (foodsafety) dalam mengkonsumsi organisme transgenik tersebut, meskipun laju pertumbuhan 30 kali lebih cepat (Nam et al. 2001). Oleh karena itu diperlukan cara lain untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah penggunaan protein hormon pertumbuhan rekombinan (rGH) ikan. Acosta et al. (2007) menjelaskan bahwa penggunaan rGH ikan dalam meningkatkan pertumbuhan ikan budidaya dilakukan dengan prosedur yang aman, bukan merupakan genetically modified organism (GMO) karena yang dimodifikasi adalah bakteri yang memproduksi rGH saja dan rGH tidak ditransmisikan ke keturunannya. Secara alami GH terlibat di dalam pengaturan pertumbuhan somatik dan metabolisme protein, lipid, karbohidrat dan mineral (Bolander 2004). GH juga mempunyai peranan penting dalam proses-proses reproduksi (Nader et al. 1999; Reinecke 2010), osmoregulasi (Mancera & Mc Cormick 1998; Inoue et al. 2003), nafsu makan (Canosa et al. 2005) dan perilaku (Johansson 2004). Di samping itu GH merupakan salah satu modulator penting bagi sistem imun ikan (Harris & Bird 2000). Namun demikian, keberadaan GH secara alami (nGH) sangat terbatas, sehingga untuk menambah nGH perlu diberikan dari luar, yaitu dengan rGH. Kandungan GH dalam tubuh ikan berkisar antara 0.2-111.2 ng/mL plasma darah (Björnsson et al. 2000; Arnesen et al. 2003; Drennon et al. 2003; Nordgarden et al. 2005). Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan rGH mampu neningkatkan laju pertumbuhan ikan. Pemberian rGH ikan mas 0.1 μg/g bobot tubuh pada benih ikan nila dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 53.1% dibandingkan dengan kontrol (Li et al. 2003). Sekine et al. (1985) menjelaskan bahwa pemberian rGH pada ikan rainbow trout dapat meningkatkan pertumbuhan sebesar 50% dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pada benih ikan beronang pemberian rGH dosis 0.5 μg/g bobot tubuh sebanyak 1 kali per minggu selama empat minggu dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 20% dari kontrol (Funkenstein et al. 2005). Alimuddin et al. (2010) menemukan bahwa pemberian hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dalam meningkatkan bobot (20.94%) dibandingkan rGH ikan mas (18.09%), dan rGH ikan gurami (16.99%) pada benih
2
ikan nila yang diberikan melalui teknik injeksi. Selanjutnya, pemberian rGH pada benih ikan nila dengan dosis 30 mg/kg pakan (dosis basah) dengan frekuensi pemberian dua kali seminggu selama tiga minggu meningkatkan bobot tubuh sebesar 35% daripada kontrol (Hardiantho et al. 2012). Pemberian rGH melalui pakan merupakan metode yang praktis dan lebih efektif, tetapi perlu disalut (coating) untuk menghindari degradasi akibat enzim pencernaan dan pH rendah di lambung. Hasil penelitian Latar (2013) bahwa penggunaan penyalut HP55, PMC, dan kuning telur tidak berbeda terhadap pertumbuhan ikan nila. Efek rGH terhadap pertumbuhan, selain ditentukan oleh jenis rGH, juga ditentukan oleh dosis, dan umur ikan (Hertz et al. 1991). Kajian tentang dosis rGH dan umur (ukuran) ikan penting untuk dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan pada ikan nila yang merupakan salah satu jenis ikan penting dalam produksi akuakultur. Pemberian rGH dapat dilakukan dengan cara injeksi, perendaman, dan oral melalui pakan. Pemberian rGH melalui injeksi kurang aplikatif digunakan karena memerlukan waktu yang relatif lama, tenaga yang banyak, serta dibatasi oleh ukuran ikan. Metode perendaman hanya efektif dilakukan pada fase larva/benih ikan, sehingga pada penelitian ini pemberian rGH dilakukan secara oral melalui pakan. Beberapa rGH ikan seperti rGH ikan mas (Cyprinus carpio) (rCcGH), ikan gurami (Osphronemus goramy) (rOgGH), dan ikan kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus) (rElGH) telah diproduksi, dan diuji bioaktivitasnya dalam memacu laju pertumbuhan ikan (Alimuddin et al. 2010). Berdasarkan analisis SDS-PAGE, rElGH terekspresi pada level lebih tinggi dibandingkan rGH ikan mas dan rGH ikan gurami (Irmawati 2013). Ikan nila unggul yang ada di Indonesia yang telah dirilis dan beredar di masyarakat antara lain: nila merah Bangkok, nila NIRWANA (nila ras Wanayasa), nila SRIKANDI (salinity resistant from Sukamandi), nila SULTANA (seleksi unggul Selabintana), nila GIFT (genetic improvement of farmed tilapias), nila GESIT (genetically supermale Indonesian tilapia), nila JICA (Japan international cooperation agency), nila GET (genetically enhanced tilapias), nila BEST (Bogor enhanced strain tilapia), nila Jatimbulan (nila Jawa Timur Umbulan), dan nila Larasati (nila merah strain Janti). Untuk menguji apakah ada perbedaan respons pertumbuhan ikan nila yang telah dirilis dalam pemanfaatan rGH, dilakukan penelitian terhadap beberapa strain ikan nila. Pemakaian rElGH pada penelitian ini selain ditujukan untuk pertumbuhan juga untuk melihat perannya dalam proses reproduksi ikan nila. Salah satu fase penting pada siklus reproduksi ikan adalah proses pematangan gonad. Proses pematangan gonad dimulai dari sintesis vitelogenin yang merupakan prekursor kuning telur (Wiegand 1982). Salah satu kondisi yang mengatur vitelogenesis adalah tersedianya hormon yang terkait dengan vitelogenesis dalam tubuh. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa estradiol-17β dapat merangsang vitelogenesis. Barrero et al. (2007) melaporkan bahwa pemberian estradiol-17β pada ikan channel catfish (Ictalurus punctatus) menunjukkan kemampuannya dalam menginduksi produksi vitelogenin. Sintesis vitelogenin distimulir oleh estradiol-17β. Estradiol-17β masuk ke dalam sistem vaskuler dan merangsang hati menyintesis dan menyekresi vitelogenin (Nagahama 1987). Vitelogenin selanjutnya dilepas ke dalam darah dan kemudian secara selektif diambil dari
3
cairan darah untuk pengisian oosit. Konsentrasi estradiol-17β di dalam plasma yang meningkat selama periode perkembangan oosit dapat digunakan sebagai indikator vitelogenesis (Fostier et al. 1978). Singh et al. (1988) melaporkan bahwa perlakuan dengan rGH ikan salmon mampu menunjang perkembangan gonad dan menstimulasi produksi testosteron dan estradiol-17β pada ikan Fundulus heteroclitus. Selanjutnya Van Der Kraak & Wade (1994) menambahkan bahwa GH juga memberikan potensi pada GTH II menstimulasi produksi estradiol pada ovari ikan koki (Carassius auratus). Weber et al. (2007) menemukan bahwa IGF-1 pada ikan white perch (Morone americana) meningkatkan produksi testosteron dan estradiol-17β melalui fragmen ovari. Kajimura et al. (2004) melaporkan bahwa terdapat sejumlah besar reseptor GH pada oosit yang belum matang (immature) sebagaimana terdapat pada granulosa dan sel-sel teka yang mengelilingi oosit vitelogenik pada ikan mujair. GH alami memiliki kontribusi dalam proses pematangan gonad, sehingga penggunaan rGH melalui pakan diharapkan dapat meningkatkan produksi estradiol-17β dan mampu menstimulasi sintesis vitelogenin dalam proses rematurasi ikan nila. Namun demikian mengingat ikan nila yang mudah dan cepat memijah, pemberian rGH pada ukuran calon induk diharapkan dapat menghambat perkembangan gonad agar reproduksinya dapat dikontrol. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang berkaitan dengan pemberian rElGH sehingga bisa terlihat peran GH dalam mengontrol reproduksi, dan mengevaluasi apakah pemberian rElGH dapat meningkatkan pertumbuhan dan menghambat proses pematangan gonad atau sebaliknya dapat mempercepat pematangan gonad. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengevaluasi respons pertumbuhan dan reproduksi ikan nila yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan dosis optimum rElGH dalam pakan untuk pertumbuhan 2. Mengkaji respons pertumbuhan pada empat strain ikan nila yang diberi rElGH 3. Mengkaji respons pertumbuhan ikan nila pada ukuran yang berbeda setelah pemberian rElGH 4. Mengkaji peran rElGH dalam proses perkembangan gonad ikan nila
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah menjadi salah satu alternatif untuk memacu pertumbuhan dan mengontrol reproduksi, serta menyediakan informasi terkait penggunaan rElGH pada ikan nila.
4
Kebaharuan (Novelty) Pertama kalinya dilakukan penelitian aplikasi pemberian hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang untuk membandingkan respons pertumbuhan antara varietas ikan nila yang ada di Indonesia dan terhadap respons reproduksi ikan nila. Ruang Lingkup Penelitian Secara umum ruang lingkup dan tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Persiapan penelitian meliputi produksi dan penyiapan rElGH, serta penyiapan ikan uji. 2. Penelitian penentuan dosis optimum aplikasi rElGH secara oral pada ikan nila merah. Pada penelitian ini diukur parameter-parameter pertumbuhan yaitu bobot ikan, pertambahan bobot tumbuh (B), laju pertumbuhan harian (LPH), kelangsungan hidup (TKH) dan konversi pakan (KP). 3. Mengkaji efek pemberian rElGH terhadap pertumbuhan empat strain ikan nila yaitu SULTANA, NIRWANA, SRIKANDI, dan nila merah. Pada penelitian ini diukur parameter-parameter pertumbuhan, komposi proksimat, glikogen hati, glikogen otot, dan rasio RNA:DNA. 4. Mengkaji efek pemberian rElGH terhadap pertumbuhan ikan nila SULTANA pada ukuran yang berbeda. Pada penelitian ini diukur parameter-parameter pertumbuhan, komposi proksimat, glikogen hati, glikogen otot, indeks hepatosomatik (IHS), dan rasio RNA:DNA. 5. Mengkaji efek pemberian rElGH terhadap reproduksi ikan nila SULTANA. Pada penelitian ini diukur parameter-parameter reproduksi dan pertumbuhan yaitu protein darah, glukosa darah, kandungan estradiol, indeks gonadosomatik (IGS), indeks hepatosomatik (IHS), ukuran oosit, bobot ikan, B, LPH, TKH, dan konversi pakan (KP) Secara ringkas ruang lingkup dan alur penelitian yang dilaksanakan disajikan pada Gambar 1.
5
Perbaikan pertumbuhan
Seleksi, hibridisasi, poliploidisasi, dan transgenesis Aplikasi rGH
Perendaman: Larva, massal
Oral melalui pakan: massal, efektif
Injeksi: Ikan besar, tidak efektif
Optimasi dosis
Efek strain
Ukuran ikan
Reproduksi
Pertumbuhan tinggi
Mengontrol Pematangan gonad
Produksi budidaya meningkat
Gambar 1 Ruang lingkup dan alur penelitian.
Reproduksi bisa dikontrol
6
RESPONS PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN PADA DOSIS BERBEDA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi respons petumbuhan ikan nila merah (Oreochromis niloticus) yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus) (rElGH) pada dosis berbeda. Ikan nila merah dengan bobot rata-rata 3.5 g dipelihara dalam akuarium berukuran 1.0x0.5x0.5 m3 (volume air 200 L) dan diberi pakan buatan dengan dosis rElGH 3.00 mg/kg pakan (perlakuan A), 0.30 mg/kg pakan (perlakuan B), 0.03 mg/kg pakan (perlakuan C), dan 0 (kontrol). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan biomassa (B), pertumbuhan harian (LPH), dan konversi pakan (KP) tidak berbeda nyata (p>0.05) antara perlakuan, tetapi berbeda nyata jika dibandingkan dengan kontrol (p<0.05). B, LPH, dan KP perlakuan pemberian rElGH masing-masing berkisar 564.17-589.74 g, 3.353.46 %, 1.07-1.14, lebih tinggi daripada kontrol yang masing-masing berkisar 454.70-457.16 g, 3.02-3.03 %, dan 1.38-1.40. Sebagai kesimpulan pemberian dosis rElGH antara 0.03-3.00 mg/kg pakan efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ikan nila merah dengan pertambahan bobot 24.07-31.68% dan dosis yang efisien adalah 3 mg/kg pakan. Kata kunci: dosis berbeda, hormon pertumbuhan rekombinan, nila merah, Oreochromis niloticus
7
GROWTH RESPONSE OF RED NILE TILAPIA FED ON DIFFERENT DOSES OF RECOMBINANT GROWTH HORMONE SUPPLEMENTED DIET ABSTRACT This study was conducted to examine the growth response of red tilapia (Oreochromis niloticus) fed on diet containing recombinant Epinephelus lanceolatus growth hormone (rElGH). Red tilapia with initial body weight of 3.5 g were reared in 200-L glass aquaria and fed on artificial diet with different doses of crude rElGH protein, namely 3.00 mg/kg diet (treatment A), 0.30 mg/kg diet (treatment B), 0.03 mg/kg (treatment C), 0 (control). The results showed that weight gain (W), specific growth rate (SGR), and feed conversion ratio (FCR) were not significantly different among treatments (p>0.05), but significantly different compared to the control (p<0.05). W, SGR, and FCR of rElGHtreated fish were ranged 564.17 to 589.74 g, 3.35 to 3.46 % and 1.07 to1.14, and higher than that of control (W: 454.70-457.16 g, SGR: 3.02-3.03 %, FCR: 1.381.40. As conclusion, feeding with diet containing rElGH 0.03-3.00 mg/kg increased growth of red tilapia with weight gain of 24.07-31.68% and the efficient rElGH dose was 3.00 mg/kg diet.
Keywords: different doses, Oreochromis niloticus, recombinant growth hormone
8
PENDAHULUAN Hormon pertumbuhan (growth hormone/GH) berperan penting dalam pertumbuhan organisme vertebrata. Level GH alami relatif rendah dan metode isolasinya relatif rumit sehingga tidak ekonomis dan tidak praktis, maka digunakan teknologi DNA rekombinan untuk memproduksi GH rekombinan (Sekine et al. 1985). Hormon pertumbuhan rekombinan (rGH) dari berbagai spesies vertebrata, termasuk ikan telah dapat diproduksi dalam jumlah banyak menggunakan bioreaktor berupa bakteri Escherichia coli (Promdonkoy et al. 2004, Sørensen & Kim 2005, Alimuddin et al. 2010), dan ragi Pichia pastoris (Acosta et al. 2007, Weidner et al. 2010). Bioaktivitas rGH dalam memacu pertumbuhan telah diuji pada ikan, udang dan kekerangan (Moriyama & Kawauchi 2001, Acosta et al. 2007, Alimuddin et al. 2010, Santiesteban et al. 2010). Namun demikian efek rGH terhadap pertumbuhan selain ditentukan oleh jenis rGH yang diberikan, juga ditentukan oleh dosis dan ukuran ikan uji (Hertz et al. 1991). Dosis yang digunakan dalam pemberian rGH berbeda terhadap setiap spesies ikan seperti yang dilaporkan Li et al. (2003) bahwa pemberian rGH ikan mas 0.1 μg/g bobot tubuh pada benih ikan nila dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 53.1% dibandingkan dengan kontrol. Acosta et al. (2007), menyatakan bahwa rGH ikan nila yang diberikan pada benih ikan nila umur lima hari setelah menetas dengan cara perendaman selama 90 menit, dilakukan tiga kali/minggu selama enam minggu dengan dosis 0.1 mg/L air, mampu meningkatkan pertumbuhan 171% dibandingkan dengan kontrol setelah enam minggu. Selain itu, pemberian rGH ikan mas melalui pakan dengan dosis 30 mg/kg pakan dengan frekwensi pemberian dua kali seminggu selama tiga minggu pada benih ikan nila ukuran panjang tubuh sekitar 2 cm (bobot tubuh sekitar 0.7 g), diperoleh peningkatan pertumbuhan sekitar 35% dibandingkan dengan kontrol tanpa diberi rGH (Hardiantho et al. 2012). Dosis pemberian rGH harus tepat, karena jika tidak tepat maka terjadi umpan balik negatif pada kelenjar untuk tidak menyekresikan GH (Moriyama & Kawauchi 2001) sehingga kajian tentang dosis untuk meningkatkan pertumbuhan ikan perlu dilakukan.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Pemeliharaan dilaksanakan pada bulan November 2012 sampai dengan Januari 2013 di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan IPB (FPIK IPB), Bogor. Pembuatan pakan mengandung rElGH dilakukan di Laboratorium Reproduksi & Genetika Organisme Akuatik FPIK IPB. Analisis proksimat pakan dan ikan dilakukan di Laboratorium Nutrisi FPIK IPB. Produksi rElGH Produksi rElGH dilakukan menggunakan bakteri Escherichia coli BL21 yang mengandung konstruksi pCold-1/rElGH (Alimuddin et al. 2010). Bakteri
9
E.coli yang mengandung rGH tersebut diperoleh dari Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK IPB). Klon bakteri E. coli dikultur awal dalam 4 mL media 2xYT cair yang mengandung ampisilin, dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 37˚C selama 16-18 jam. Kemudian dilakukan subkultur dengan mengambil sebanyak 1 mL dari kultur awal, dimasukkan ke dalam 100 mL media 2xYT cair baru, dan diinkubasi pada suhu 37˚C selama 2 jam. Kemudian kultur diberi kejutan suhu 15 ˚C selama 30 menit, ditambahkan IPTG 1 mM sebanyak 1 mL, dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 15˚C selama 24 jam. Bakteri hasil kultur dikumpulkan dengan sentrifugasi pada 12 000 rpm selama 2-10 menit. Lisis dinding sel bakteri dilakukan secara kimiawi menggunakan lisozim. Pelet bakteri hasil sentrifugasi dicuci menggunakan 1 mL bufer tris-EDTA (TE) per 200 mg bakteri, diinkubasi pada suhu 37˚C selama 20 menit, dan selanjutnya disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit. Supernatan dalam tabung mikro dibuang, diganti dengan larutan lisozim (10 mg dalam 1 mL bufer TE) sebanyak 500 µL, diinkubasi pada suhu 37 °C selama 20 menit, lalu disentrifugasi pada 12 000 rpm selama 1 menit. Supernatan dibuang, dan pelet yang terbentuk merupakan protein rGH dalam bentuk badan inklusi (inclusion body). Pelet rGH dicuci dengan bufer fosfat salin (PBS) sebanyak 1 kali. dan rGH siap digunakan atau disimpan pada suhu -80˚C. Verifikasi protein berdasarkan berat molekul dilakukan melalui elektroforesis badan inklusi menggunakan teknik SDS-PAGE menggunakan coomasie brilliant blue sebagai pewarna (CBB staining) berdasarkan Walker (2002). Pembuatan pakan mengandung rElGH Pembuatan pakan mengandung rELGH dilakukan dengan cara mencampurkan rElGH ke dalam pakan komersial dengan dosis 0.03, 0.3, dan 3.00 mg/kg pakan dengan komposisi proksimat (isoenergi dan rasio C/P sama) seperti disajikan pada Tabel 1. Pencampuran pakan dilakukan berdasarkan metode Hardiantho et al. (2012) yaitu rELGH dilarutkan dalam 15 mL PBS dicampur dengan 2 mg kuning telur lalu dihomogenkan dengan menggunakan vorteks. Campuran tersebut disemprotkan secara merata pada 100 g pakan buatan. Selanjutnya pakan dikering-udarakan sebelum diberikan ke ikan. Tabel 1 Proksimat pakan uji yang mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang Epinephelus lanceolatus (rElGH) dan kontrol. Pakan Uji Komposisi Protein (%) Lemak (%) Serat kasar (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Air (%) GE (kkal/kg pakan)
3.00 mg/kg 31.62 3.97 1.20 41.07 8.32 13.82
0.30 mg/kg 31.52 4.18 1.02 41.75 8.38 13.15
0.03 mg/kg 31.17 4.22 1.03 41.55 8.76 13.27
Kontrol 1
Kontrol 2
30.81 4.13 1.35 41.72 8.57 13.42
32.35 3.40 1.70 44.63 8.78 9.14
3760.56 3802.57 3779.19 3758.35 3892.93 Rasio C/P (kkal/g protein) 11.89 12.06 12.12 12.20 12.03 Kontrol 1= pakan komersial ditambah dengan kuning telur. Kontrol 2= pakan komersial tidak ditambah dengan kuning telur. GE (gross energy) dihitung berdasarkan kandungan energi dalam protein 1 g =
5.4 kkal, lemak = 9.3 kkal, dan karbohidrat 1 g = 4.1 kkal (Cho dan Watanabe 1988).
10
Hewan Uji Hewan uji yang digunakan pada percobaan ini adalah ikan merah (Oreochromis niloticus) yang diperoleh dari pembenihan ikan di kolam Percobaan FPIK IPB Bogor. Sebelum digunakan, terlebih dahulu ikan uji diadaptasikan dengan kondisi pemeliharaan, kemudian diseleksi untuk mendapatkan ukuran yang seragam. Benih dengan bobot rata-rata 3.5 g dipelihara dalam akuarium berukuran 1.0x0.5x0.5 m3, kedalaman air 40 cm dengan kepadatan 25 ekor. Adaptasi terhadap pakan buatan dilakukan selama satu minggu sebelum pemberian pakan mengandung rElGH. Penelitian dilaksanakan selama delapan minggu. Pakan diberikan dengan frekuensi tiga kali sehari (07.30-08.30, 12.0013.00, dan 16.30-17.30 WIB) secara at satiation (sampai kenyang). Pakan mengandung rElGH diberikan tiga hari sekali selama empat minggu pemberian, dengan dosis sesuai perlakuan. Aerasi diberikan pada setiap akuarium untuk menjaga suplai oksigen tetap terjamin dan sesuai kebutuhan ikan. Untuk menjaga kelayakan media budidaya, dilakukan penyifonan wadah setiap hari dan dua hari sekali air diganti 100 %. Rancangan Percobaan Desain percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan mengaplikasikan tiga perlakuan dan dua kontol, setiap perlakuan diulang tiga kali. Perlakuan yang diterapkan adalah: A = Pemberian pakan mengandung rElGH 3 mg/kg pakan B = Pemberian pakan mengandung rElGH 0.3 mg/kg pakan C = Pemberian pakan mengandung rElGH 0.03 mg/kg pakan K1 = Pemberian pakan tanpa mengandung rElGH + kuning telur K2 = Pemberian pakan tanpa mengandung rElGH Efektivitas pemberian dosis rElGH ditentukan berdasarkan pertambahan bobot rata-rata (B), laju pertumbuhan harian (LPH), kelangsungan hidup (TKH) dan konversi pakan (KP). Bobot dan panjang tubuh semua ikan diukur setiap dua minggu. TKH dihitung pada akhir pemeliharaan. Perhitungan dan analisis data LPH dan KP dihitung mengikuti formula NRC (1977). LPH = (ln Wt - ln Wo) /t x 100 %. B= Wt-Wo. KP = F/(Wt+D)-Wo. Wt, Wo, F, D, dan t, masing masing adalah bobot akhir (g), Bobot awal (g), jumlah konsumsi pakan, bobot ikan mati (g), dan t waktu (hari). Semua data disajikan berdasarkan ratarata±standar deviasi (SD) dan dianalisis menggunakan one-way ANOVA, diikuti dengan uji Fisher menggunakan Minitab 16. Perbedaan dianggap nyata bila p<0.05.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan ikan nila merah yang diberi rElGH mampu memacu pertumbuhan dibanding control (Gambar 2; Tabel 2). Bobot tubuh ikan nila yang diberi perlakuan rElGH pada dosis 0.03 – 3 mg/kg pakan mampu meningkatkan
11
pertumbuhan sebesar 24.07 – 31.68 % dibanding kontrol (tanpa pemberian rElGH dan tanpa kuning telur).
Pertumbuhan Biomassa (g)
800
A K1
700 600
B K2
C
500 400 300 200 100 0 0
2
4
6
8
Waktu (Minggu ke)
Keterangan : A, B, C adalah perlakuan pemberian rElGH masing-masing 3.00 mg/kg, 0.30 mg/kg, dan 0.03 mg/kg pakan. K1: pakan komersial ditambah dengan kuning telur. K2: pakan komersial tidak ditambah dengan kuning telur.
Gambar 2 Biomassa ikan nila merah (Oreochromis niloticus) yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) dan kontrol (tanpa diberi rElGH). Hasil percobaan menunjukkan bahwa biomassa akhir, LPH, dan KP semua perlakuan pemberian rElGH lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan kontrol 1 dan 2, sedangkan TKH tidak berbeda nyata (p>0.05) (Tabel 2). Selanjutnya, biomassa, LPH, dan KP antar perlakuan rElGH tidak berbeda (p>0.05). Tabel 2 Biomassa, Pertambahan bobot (B) laju pertumbuhan harian (LPH), konversi pakan (KP), dan tingkat kelangsungan hidup (TKH) strain ikan nila merah yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) Parameter Biomassa awal (g) Biomassa akhir(g) B (g) LPH (%) KP TKH (%) B : K1 (%) B : K2 (%)
3.00 mg/kg 104.85±1.34a 703.60±21.80a 598.75±21.69a 3.46±0.06a 1.07±0.04a 93.33±2.31a 30.97 31.68
Perlakuan 0.30 mg/kg 104.72±0.99a 685.20±41.35a 580.48±42.01a 3.41±0.13a 1.14±0.06a 93.33±2.31a 26.97 27.66
0.03 mg/kg 105.72±1.01a 669.91±19.15a 564.17±18.12a 3.35±0.04a 1.14±0.03a 90.67±2.31a 23.40 24.07
Kontrol K1 K2 105.08±1.54a 105.15±0.92a 562.24±60.67b 559.89±60.56b b 457.16±60.67 454.70±60.25b b 3.03±0.21 3.02±0.20b 1.36±0.17b 1.38±0.19b a 93.33±2.31 93.33±2.31a 0 -0.53 0.54 0
Ikan dipelihara dalam 200 L akuarium selama delapan minggu. Kontrol 1: pakan komersial ditambah dengan kuning telur. Kontrol 2: pakan komersial tidak ditambah dengan kuning telur. ∆B = pertambahan bobot biomassa, ∆B:K (%) = persentase pertambahan bobot relatif terhadap kontrol. Huruf superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
GH berperan dalam meregulasi pertumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Mekanisme secara langsung adalah GH akan langsung mempengaruhi pertumbuhan organ tanpa perantara insulin growth factor-1 (IGF-
12
1) di dalam hati. Mekanisme tidak langsung adalah mekanisme GH dalam mempengaruhi pertumbuhan yang dimediasi oleh IGF-1 dalam hati ikan. Ada beberapa faktor lain yang berperan dalam mekanisme ini, yaitu: reseptor GH (GHr), GH binding proteins (GHBPs), IGF binding proteins (IGFBPs), dan reseptor IGF. GHr berfungsi dalam menangkap sinyal GH yang disekresikan oleh pituitari, GHBPs berfungsi dalam melindungi dan pengangkutan GH dari pituitari di dalam darah. IGFBPs berfungsi dalam melindungi dan mengangkut IGF-1 di dalam darah menuju ke organ target. Reseptor IGF-1 berfungsi untuk menangkap sinyal IGF-1 dalam organ-organ yang menjadi target (Wong et al. 2006; Debnanth 2010). Perbedaan respons pertumbuhan antara ikan yang diberi rElGH dengan kontol terlihat mulai minggu kedua hingga minggu kedelapan pemeliharaan. Pada dosis 0.03, 0.30, dan 3.00 mg/kg pakan dapat meningkatkan pertumbuhan masingmasing sebesar 24.07 %, 27.66%, dan 31.67 % dibanding dengan ikan kontrol (tanpa ditambah kuning telur). Peningkatan pertumbuhan juga diikuti oleh peningkatan nilai konversi pakan ikan dengan peningkatan masing-masing 21.05 %, 21.05 %, dan 28.97 %. Hasil percobaan ini mengindikasikan bahwa pemberian rElGH secara oral pada dosis 0.03 sampai 3.00 mg/kg pakan memberikan respons pertumbuhan yang sama (p>0.05) dan dapat meningkatkan pertumbuhan sebesar 24.07 sampai 31.68 %. Berdasarkan nilai konversi pakan, pemberian rElGH 3.00 mg/kg pakan dapat menghemat jumlah pakan sebanyak 28.97 %, sementara dosis 0.03 dan 0.3 mg/kg hanya menghemat 21.05%. Berdasarkan analisis ekonomi (Lampiran 5) diketahui bahwa rElGH pada dosis 3.00 mg/kg pakan merupakan dosis yang efisien. Biaya untuk pakan dapat mencapai lebih dari 50% biaya produksi perikanan budidaya. Dengan demikian, perbaikan KP tersebut sangat berpotensi menurunkan biaya produksi. Selanjutnya, peningkatan pertumbuhan akan mempercepat pencapaian ukuran panen, sehingga jumlah siklus produksi per satuan waktu menjadi meningkat. Oleh karena itu, peningkatan pertumbuhan dan perbaikan KP secara bersama-sama dapat meningkatkan pendapatan pembudidaya. Bila mengacu pada Hardiantho et al. (2012) yang melaporkan pemberian rGH ikan mas pada ikan nila maka percobaan ini menunjukkan bahwa pemberian rGH ikan kerapu kertang lebih efektif dan efisien dapat diturunkan 10 dan 100 kali lebih rendah dibanding dengan rGH ikan mas. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilaporkan Alimuddin et al. (2010) yang menyatakan bahwa rGH yang berasal dari ikan kerapu kertang lebih baik dibandingkan dengan rGH ikan gurami dan ikan mas. Ketiga level dosis rElGH yaitu 0.03, 0.30, dan 3.00 mg/kg pakan dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ikan nila. Dari tiga level dosis rElGH tersebut dapat dikemukakan bahwa pemberian rElGH untuk memacu pertumbuhan ikan nila pada dosis 3.00 mg/kg pakan menunjukkan efisiensi yang terbaik.
KESIMPULAN Pemberian dosis rElGH antara 0.03-3.00 mg/kg pakan efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ikan nila merah dengan pertambahan bobot 24.0731.68% dan dosis yang efisien adalah 3.00 mg/kg pakan.
13
RESPONS PERTUMBUHAN EMPAT STRAIN IKAN NILA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji respons pertumbuhan empat strain ikan nila (Oreochromis niloticus) yang dibudidayakan di Indonesia yaitu SULTANA (seleksi unggul Selabintana), NIRWANA (nila ras Wanayasa), SRIKANDI (salinity resistant improvement from Sukamandi), dan ikan nila merah yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus) (rElGH). Ikan dipelihara dalam hapa (2x1x1m3) yang dipasang pada kolam beton (20x10x1.5 m3). Dengan menggunakan 3 mg rElGH/kg pakan, hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot (B) ikan nila SULTANA tertinggi (p<0.05) dibanding ikan strain lainnya. Laju pertumbuhan harian tertinggi (p<0.05) diperoleh pada ikan nila strain SULTANA, diikuti NIRWANA (3.41%). SRIKANDI (3.36 %), dan nila merah (3.14%). Konversi pakan terbaik (p<0.05) diperoleh pada ikan nila strain SULTANA (0.84), diikuti NIRWANA (0.99), SRIKANDI (1.02), and nila merah (1.22). Tingkat kelangsungan hidup keempat strain ikan nila adalah sama berkisar dari 84.67 hingga 90.00 % (p>0.05). Glikogen hati dan otot, retensi protein dan lemak, dan rasio RNA:DNA tertinggi (p<0.05) pada ikan nila strain SULTANA, diikuti NIRWANA, SRIKANDI, dan nila merah. Sebagai kesimpulan, ikan nila strain SULTANA menunjukkan respons pertumbuhan yang tertinggi terhadap pemberian rElGH secara oral, dan budidaya dengan strain ini dapat membantu meningkatkan produksi akuakultur. Kata kunci: hormon pertumbuhan rekombinan, Oreochromis niloticus, rasio RNA:DNA, strain
14
Growth Response of Four Nile Tilapia Strains Fed on Diet Containing a Recombinant Teleostean Growth Hormone ABSTRACT Various Nile tilapia strains are cultured in Indonesia. This study was conducted to examine the growth response of four Nile tilapia (Oreochromis niloticus) strains, namely SULTANA (superior selected tilapia strain from Selabintana), NIRWANA (tilapia strain from Wanayasa), SRIKANDI (salinity resistant improvement from Sukamandi), and red tilapia fed on diet containing recombinant Epinephelus lanceolatus growth hormone (rElGH). The study was performed in the hapa (2x1x1m3) settled in a concrete pond (20x10x1.5 m3). By using 3 mg rElGH/kg diet, the results of the study showed that SULTANA strain weight gain (W) was the highest (p<0.05) compared with the other strains. The highest (p<0.05) spesific growth rate (SGR) was obtained in SULTANA (3.73%), followed by NIRWANA (3.41%). SRIKANDI (3.36 %), and red tilapia (3.14%) strain. Lowest feed conversion ratio (FCR) (p<0.05) was found in SULTANA (0.84), followed by NIRWANA (0.99), SRIKANDI (1.02), and red tilapia (1.22) strains. Survival of the four strains were similar, ranging from 84.67 to 90.00 % (p>0.05). The highest (p<0.05) liver and muscle glycogen, protein and fat retention, and RNA/DNA ratio were found in SULTANA, followed by NIRWANA, SRIKANDI, and red tilapia. As conclusion, SULTANA Nile tilapia strain showed high growth response on rElGH oral administration, and farming of this strain can be helpful to increase aquaculture production level. Keywords: nile tilapia, recombinant growth hormone, RNA/DNA ratio, strains
15
PENDAHULUAN Level GH alami relatif rendah dan metode isolasinya relatif rumit sehingga tidak ekonomis dan tidak praktis, maka digunakan teknologi DNA rekombinan untuk memproduksi GH rekombinan (Sekine et al. 1985). Hormon pertumbuhan rekombinan (rGH) dari berbagai spesies vertebrata, termasuk ikan telah dapat diproduksi dalam jumlah banyak menggunakan bioreaktor berupa bakteri Escherichia coli (Promdonkoy et al. 2004, Sørensen & Kim 2005, Alimuddin et al. 2010), dan ragi Pichia pastoris (Acosta et al. 2007, Weidner et al. 2010). Bioaktivitas rGH dalam memacu pertumbuhan telah diuji pada ikan, udang dan kekerangan (Moriyama & Kawauchi 2001, Acosta et al. 2007, Alimuddin et al. 2010, Santiesteban et al. 2010). Selanjutnya, metode pemberian rGH juga telah dikembangkan pada ikan nila (Li et al. 2003; Acosta et al. 2007; Alimuddin et al. 2010; Hardiantho et al. 2012; Latar 2013), salmonids (Sekine et al. 1985), rainbow trout (Moriyama et al. 1993), black seabream (Tsai et al. 1997), ikan koki (Promdonkoy et al. 2004), ikan baronang (Funkenstein et al. 2005), ikan flounder Jepang (Liu et al. 2008), ikan sidat (Handoyo 2012), ikan gurami (Irmawati et al. 2012; Safir 2012), dan udang putih Litopenaeus vannamei (Subaidah et al. 2012). Tingkat perbaikan pertumbuhan akibat pemberian rGH dapat dipengaruhi oleh jenis rGH (Alimuddin et al. 2010; Irmawati 2013), jenis dan umur ikan target (species-specific dan age dependent) (Hertz et al. 1991), dosis (Hardiantho et al. 2012: Irmawati et al. 2012; Safir 2012), dan metode pemberian melalui injeksi, imersi, oral, atau kombinasi imersi dan oral (Handoyo 2012). Tiga jenis rGH telah dibuat di Indonesia, yakni rGH ikan mas (rCcGH), ikan gurami (rOgGH) dan ikan kerapu kertang (rElGH) (Alimuddin et al. 2010). Selain itu, pemberian rGH tersebut dalam bentuk protein total menunjukkan bahwa peningkatan bobot ikan nila yang dinjeksi dengan rElGH (20,94%) lebih tinggi daripada yang diinjeksi dengan rCcGH (18.09%), dan rOgGH (16.99%) (Alimuddin et al. 2010). Selanjutnya, pemberian rCcGH pada benih ikan nila dengan dosis 30 mg/kg pakan dengan frekuensi pemberian dua kali seminggu selama tiga minggu meningkatkan bobot tubuh sebesar 35% dari kontrol (Hardiantho et al. 2012). Berbagai varietas ikan nila (Oreochromis niloticus) hasil pemuliaan dengan tujuan utama peningkatan pertumbuhan telah dirilis di Indonesia dengan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, di antaranya ikan nila strain NIRWANA (nila ras Wanayasa) (KEP 45/MEN 2006, tanggal 14 Desember 2006), dan SULTANA (seleksi unggul Selabintana) (KEP.28/MEN/2012, tanggal 7 Juni 2012). Strain SULTANA dan NIRWANA dipoduksi melalui seleksi famili. Selain itu, hibridisasi antara ikan NIRWANA dan ikan nila biru (O. aureus) menghasilkan ikan nila SRIKANDI (salinity resistant improvement from Sukamandi) (KEP.09/MEN/2012, tanggal 1 Mei 2012) dengan target utama daya adaptasi terhadap salinitas tinggi. Sementara itu ikan nila merah merupakan hasil hibridisasi antara Oreochromis niloticus dan Oreochromis honorum. Warna tubuh strain NIRWANA, SULTANA, dan SRIKANDI masing-masing adalah abu kehijauan, abu kehitaman, dan abu hijau kebiruan.
16
Respons pertumbuhan ikan nila berbeda strain terhadap pemberian rGH belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi respons pertumbuhan empat strain ikan nila (SULTANA, NIRWANA, SRIKANDI, dan Merah) pada pemberian rElGH secara oral. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 hingga April 2013. Penyiapan dan pembuatan pakan mengandung rElGH dilakukan di Laboratrium Reproduksi & Genetika Organisme Akuatik Departemen Budidaya perairan, dan pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan FPIK IPB. Analisis proksimat pakan dan ikan, glikogen hati dan otot dilakukan di Laboratrium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya perairan FPIK IPB. Produksi rElGH dan Penyiapan Pakan Bakteri Escherichia coli strain BL21 yang mengandung vektor ekspresi protein pCold-ElGH digunakan sebagai bioreaktor untuk memproduksi rElGH. Kultur bakteri, ekstraksi dan verifikasi protein rElGH mengikuti prosedur yang digunakan oleh Alimuddin et al. (2010). Pembuatan pakan mengandung rElGH dilakukan dengan cara mencampurkan rElGH ke dalam pakan komersial (kadar protein 32%) dengan dosis 3 mg/kg pakan (Tabel 3). Pencampuran pakan dilakukan berdasarkan metode Hardiantho et al. (2012), yaitu rElGH dilarutkan dalam 15 mL phosphate buffer saline (PBS) dicampur dengan 2 mg kuning telur, lalu dihomogenkan dengan menggunakan vorteks. Campuran tersebut disemprotkan secara merata pada 100 g pakan buatan. Selanjutnya pakan dikering-udarakan sebelum diberikan ke ikan. Tabel 3 Proksimat pakan yang mengandung hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang (rElGH) dan pakan harian Komposisi Nutrisi Protein (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Karbohidrat (%) Kadar Abu (%) Kadar Air (%) GE (kkal/kg pakan)** Rasio C/P (kkal/g protein)
Pakan diperkaya rElGH (3mg/kg)* 31.62 3.97 1.2 41.07 8.32 13.82 3760.58 11.89
Pakan Harian 32.35 3.40 1.70 44.63 8.78 9.14 3892.93 12.00
*) rElGH yang digunakan dalam bentuk protein total. **) GE (gross energy) dihitung berdasarkan kandungan energi dalam protein 1 g = 5.4 kkal, lemak = 9.3 kkal, dan karbohidrat 1 g = 4.1 kkal (Cho dan Watanabe 1988)
17
Pemeliharaan ikan Pada percobaan ini rancangan yang digunakan RAL dengan empat perlakuan berupa ikan nila berbeda strain, yaitu (A) SULTANA, (B) NIRWANA (C) SRIKANDI, dan (D) nila Merah. Strain SULTANA berasal dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, strain NIRWANA diperoleh dari Balai Pengembangan Benih Ikan Air Tawar (BPBIAT) Wanayasa Purwakarta, strain SRIKANDI dari Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi Subang. Setiap perlakuan diulang tiga kali. Dosis rElGH yang digunakan adalah 3 mg/kg pakan. Benih ikan dengan bobot 5,80±0,19 g dipelihara dalam hapa (2x1x1m3) dengan kedalaman air 0,75 cm, dipasang dalam kolam beton (20x10x1,5 m3) dengan kepadatan 50 ekor/hapa. Suhu air selama penelitian berkisar 24 - 31 ˚C, pH 6.0 - 6.5, oksigen terlarut (DO) 6-7 mg/L. Adaptasi terhadap pakan buatan dilakukan selama satu minggu sebelum pemberian pakan mengandung rElGH. Pakan diberikan dengan frekuensi tiga kali sehari (07.30-08.30, 12.00-13.00, dan 16.30-17.30 WIB) secara at satiation (sampai kenyang). Pakan mengandung rElGH diberikan tiga hari sekali selama empat minggu pemberian, dengan dosis sesuai perlakuan. Ikan dipelihara selama sepuluh minggu. Parameter uji Efektivitas pemberian rElGH ditentukan berdasarkan rata-rata pertambahan bobot (B), laju pertumbuhan harian (LPH), konversi pakan (KP), dan tingkat kelangsungan hidup (TKH). Bobot tubuh semua ikan diukur setiap dua minggu. Analisis TKH, retensi protein, retensi lemak, glikogen hati, glikogen otot, dan rasio RNA:DNA dilakukan pada akhir percobaan. Pada akhir percobaan, sebanyak tiga ekor ikan diambil secara acak dari setiap perlakuan pada setiap ulangan untuk dianalisis proksimat menggunakan prosedur AOAC (2000), kadar glikogen hati dan otot mengacu pada metode Wedemeyer & Yasutake (1977). Konsentrasi RNA dan DNA diukur menggunakan gene quant calculator. RNA total dan DNA diekstraksi dari organ hati dari tiga ekor ikan diambil secara acak dari tiap perlakuan. RNA total dan DNA masing-masing diekstraksi menggunakan isogen (Nippon Gene, Tokyo, Japan) dan kit Puregene®Core Kit A (QIAGEN Science Marylan USA) sesuai prosedur dalam manual. Perhitungan dan analisis data LPH dan KP dihitung mengikuti formula NRC (1977). LPH = (ln Wt - ln Wo) /t x 100 %. B= Wt-Wo. KP = F/(Wt+D)-Wo. Retensi protein (RP) dan retensi lemak (RL) dihitung berdasarkan formula Watanabe (1988); RP= Pbt Pbo per Pc x 100 %, retensi lemak (RL) = Lbt – Lbo per Lc x 100 %. Wt, Wo, F, D, t, Pbt, Pbo, Lbt, Lbo, Pc, dan Lc, masing masing adalah bobot akhir (g), Bobot awal (g), jumlah konsumsi pakan, bobot ikan mati (g), t waktu (hari), kandungan protein tubuh pada akhir percobaan (g), kandungan protein tubuh pada awal percobaan (g), kandungan lemak tubuh pada akhir percobaan (g), kandungan lemak tubuh pada awal percobaan (g), jumlah protein yang dikonsumsi (g), jumlah lemak yang dikonsumsi (g). Semua data disajikan berdasarkan ratarata±standar deviasi (SD) dan dianalisis menggunakan one-way ANOVA, diikuti
18
dengan uji Fisher menggunakan Minitab 16. Perbedaan dianggap nyata bila p<0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN Respons pertumbuhan ikan nila berbeda strain terhadap pemberian rElGH disajikan pada Tabel 4. Pertumbuhan (B dan LPH) strain SULTANA paling tinggi (p<0.05) dibandingkan strain lainnya, peningkatan pertumbuhan ikan nila strain SULTANA 44.84% dibandingkan dengan ikan nila merah (Tabel 4). Sementara itu, kelangsungan hidup semua strain ikan nila tidak berbeda nyata (p>0.05), berkisar 88.67- 91.33%, sehingga perbedaan pertumbuhan antar strain bukan disebabkan oleh perbedaan kepadatan pemeliharaan. Ikan dipelihara pada kolam yang sama dan penempatannya dalam hapa dilakukan secara acak. Dengan demikian, perbedaan respons pertumbuhan antar strain ikan nila terhadap pemberian rElGH diduga terkait dengan perbedaan histori, dan metode pemuliaan yang digunakan. Ikan nila strain SULTANA merupakan generasi kelima, dan NIRWANA adalah generasi keempat waktu dirilis. Kedua strain tersebut dihasilkan menggunakan seleksi family. Sementara itu, ikan nila strain SRIKANDI merupakan hasil hibrida antara ikan nila NIRWANA dan ikan nila biru, sedangkan ikan nila merah sudah relatif lama tidak dilakukan perbaikan kualitas genetik. Perbedaan respons pertumbuhan antar strain terhadap pemberian rGH juga telah dilaporkan oleh Silverstein et al. (2000) pada catfish berbeda strain (strain Norris dan USDA-103) yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan sapi (rbGH). Tabel 4 Biomassa, pertambahan bobot (B), laju pertumbuhan harian (LPH), dan tingkat kelangsungan hidup (TKH) empat strain ikan nila yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH). Strain ikan nila SULTANA NIRWANA SRIKANDI Nila Merah Biomassa awal (g) 276.04±5.84a 93.25±5.88a 294.29±2.21a 296.74±3.68a Biomassa akhir (g) 3584.69±32.53a 3069.86±172.50b 2987.13±180.87b 2581.06±105.48c a b 3308.65±32.17 2776.61±177.57 2692.84±182.33b 2284.32±108.10c B (g) a b LPH (%) 3.73±0.03 3.41±0.11 3.36±0.10b 3.14±0.08c a a a TKH (%) 91.33±2.31 89.33±1.16 88.67±1.16 88.67±2.31a 44.84 21.55 17.88 B : nila merah (%) Ikan dipelihara dalam hapa (2x1x1 m3) yang dipasang di kolam beton selama 10 minggu dengan kepadatan 50 ekor/hapa. B= Biomasa akhir - biomasa awal. Huruf superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05). Parameter
Sejalan dengan respons pertumbuhan terhadap pemberian rElGH (Tabel 3), ikan nila strain SULTANA memiliki respons metabolis (konversi pakan, kadar glikogen hati, glikogen otot, retensi protein, retensi lemak) dan molekuler (rasio RNA/DNA) yang tertinggi dibandingkan ketiga strain lainnya (p<0.05). Konversi pakan ikan nila strain SULTANA dan NIRWANA menujukkan nilai yang sama, dan keduanya lebih baik (p<0.05) daripada strain SRIKANDI dan nila Merah. Kadar glikogen, retensi protein dan lemak, dan rasio RNA:DNA pada strain
19
NIRWANA dan SRIKANDI adalah sama, tetapi lebih tinggi daripada ikan nila merah (Tabel 5). Nilai retensi protein dan lemak tinggi mencerminkan bahwa protein dan lemak tidak banyak dirombak untuk menghasilkan energi, dan biokonversi karbohidrat terjadi. Walsh (2003) melaporkan bahwa efek biologi utama yang dimediasi GH adalah pertumbuhan, terutama pertumbuhan tubuh dan tulang, menstimulasi sintesis protein di beberapa jaringan, memobilisasi lipid dari jaringan adipose melalui glikogenesis, dan meningkatkan deposit glikogen di hati. Selain itu, Rasmussen et al. (2001) dan Vijayakumar et al. (2010) menambahkan bahwa salah satu efek biologi GH adalah mengurangi kebutuhan asam amino dengan menekan proses proteolisis. Laju pertumbuhan dapat diprediksi dari nilai rasio RNA:DNA (Glémet & Rodriguez 2007). Pada percobaan ini ikan nila strain SULTANA memiliki pertumbuhan dan nilai rasio RNA:DNA lebih tinggi daripada ketiga strain lainnya. Namun demikian, RNA total tidak menunjukkan secara spesifik gen yang diinduksi oleh pemberian rGH dan kaitannya dengan strain. Dengan menggunakan metode semi-kuantitatif, ekspresi gen insulin-like growth factor-1 (IGF-1) meningkat dengan adanya pemberian rGH pada benih ikan nila (Hardiantho et al. 2012). Dengan fakta tersebut diduga bahwa ikan nila strain SULTANA memiliki ekspresi IGF-1 lebih tinggi daripada strain lainya. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan informasi lebih jelas faktor endogen yang membedakan respons antar strain ikan nila terhadap pemberian rElGH. Tabel 5 Konversi pakan, glikogen hati, glikogen otot, retensi protein, retensi lemak, dan rasio RNA:DNA empat strain ikan nila yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH). Parameter
Strain ikan nila
SULTANA NIRWANA SRIKANDI Nila Merah Konversi pakan 0.84±0.02c 0.99±0.07c 1.02±0.07b 1.22±0.06a a b bc Glikogen hati (mg/g) 4.90±0.02 3.40±0.01 2.60±0.06 1.70±0.03c a b bc Glikogen otot (mg/g) 41.00±0.70 36.50±1.40 25.10±6.50 23.50±5.00c a b b Retensi protein (%) 59.56±1.35 53.72±0.51 49.78±0.86 43.94±3.02c a bc b Retensi lemak (%) 206.52±14.48 157.63±6.77 168.11±0.87 138.33±8.86c a b b Rasio RNA:DNA 0.57±0.01 0.47±0.01 0.47±0.00 0.24±0.00c 3 Ikan dipelihara dalam hapa (2x1x1 m ) yang dipasang di kolam beton selama 10 minggu dengan kepadatan 50 ekor/hapa. Analisis dilakukan pada akhir percobaan. Huruf superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05).
Dengan pertumbuhan dan konversi pakan yang lebih baik budidaya ikan nila strain SULTANA berpotensi tinggi meningkatkan produksi dan efisiensi budidaya. Lama waktu budidaya ikan nila di kolam air tenang hingga mencapai ukuran konsumsi (300-500 g/ekor) adalah empat sampai dengan enam bulan. Pada percobaan ini pemberian rElGH dilakukan selama satu bulan, kemudian ikan dipelihara selama 1.5 bulan tanpa pemberian rElGH. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3, pertumbuhan cenderung masih terus meningkat, belum terlihat datar. Handoyo (2012) dan Subaidah (2013) yang masing-masing meneliti pada ikan sidat dan udang putih, melaporkan bahwa pemberian hormon ikan kerapu kertang dua kali pada fase larva dan pembesaran menunjukkan pertumbuhan yang lebih
20
baik daripada pemberian satu kali (perendaman atau oral saja). Oleh karena itu, pemberian rElGH yang kedua pada stain ikan nila diduga dapat lebih memacu pertumbuhan dan produksi menjadi lebih tinggi.
Biomassa (g)
4000
SULTANA SRIKANDI
NIRWANA Nila Merah
3000
2000
1000
0 0
2
4
6
8
10
Waktu (Minggu ke) Gambar 3
Biomassa empat strain ikan nila yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang KESIMPULAN
Ikan nila strain SULTANA, NIRWANA, SRIKANDI, dan nila Merah memberikan respons pertumbuhan berbeda terhadap pemberian hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang yang diaplikasikan secara oral, dan strain SULTANA memberikan respons pertumbuhan terbaik dengan selisih pertambahan bobot 44.84% dibandingkan dengan ikan nila merah.
21
RESPONS PERTUMBUHAN DAN PEMANFAATAN PAKAN PADA IKAN NILA UKURAN BERBEDA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji respons pertumbuhan dan pemanfaatan pakan pada ikan nila (Oreochromis niloticus) strain SULTANA ukuran berbeda yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus) (rElGH). Ukuran awal ikan yang digunakan adalah 3.5±0.25 g (perlakuan A); 12.5±0.4 g (perlakuan B) dan 40.0±2.35 g (perlakuan C). Setiap perlakuan diberi pakan mengandung 3 mg rElGH /kg dan tidak diberi rElGH (kontrol), masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan hapa 2x1x1 m3 yang dipasang di kolam beton (20x10x1.5 m3), dengan padat tebar 50 ekor/hapa, selama delapan minggu pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan biomassa ikan yang diberi rElGH adalah lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan dengan yang tidak diberi rElGH, sedangkan perlakuan ukuran ikan tidak berpengaruh nyata (p>0.05). Laju pertumbuhan harian (LPH) ikan yang diberi rElGH lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan dengan tanpa pemberian rElGH, dan LPH ikan perlakuan A lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan B dan C. Kelangsungan hidup ikan perlakuan dan kontrol adalah sama (p>0.05), berkisar 90.67-96.67%. Konversi pakan pada ikan yang diberi rElGH lebih rendah (p<0.05) dibandingkan dengan tanpa rElGH, kecuali perlakuan C. Kadar glikogen hati dan otot, retensi protein dan lemak, indeks hepatosomatik, dan rasio RNA:DNA ikan yang diberi rElGH lebih tinggi daripada tanpa pemberian rElGH. Dengan demikian, pemberian rElGH meningkatkan pertumbuhan dan pemanfaatan pakan untuk pertumbuhan ikan nila, dan hal ini berpotensi tinggi diterapkan untuk meningkatkan produksi dan efisiensi budidaya ikan nila.
Kata kunci: hormon pertumbuhan rekombinan, Oreochromis niloticus, ukuran berbeda.
22
GROWTH RESPONSE AND FEED UTILIZATION AT DIFFERENT SIZE OF NILE TILAPIA ON FEEDING RECOMBINANT GROWTH HORMONE-SUPPLEMENTED DIET ABSTRACT This study was conducted to examine the growth response and feed utilization at different size of Nile tilapia (Oreochromis niloticus) SULTANA strain on feeding recombinant Epinephelus lanceolatus growth hormone (rElGH) supplemented diet. Tilapia SULTANA strain with initial body weight of 3.5±0.25 g (treatment A), 12.5±0.4 g (treatment B) and 40.0±2.35 g (treatment C) were reared in the happa (2x1x1m3) settled in a concrete pond (20x10x1.5 m3) at density of 50 fish, for eight weeks. Each treatment was fed 3 mg/kg rElGHenriched diet, and without rElGH supplementation as control, with 3 replications. The results showed that weight gain of rElGH-treated fish were significantly higher p<0.05) compared with control, whereas effect of different fish size was similar (p>0.05). Specific growth rate (SGR) of rElGH-treated fish was higher than control, and SGR of treatment A was higher than treatments B and C. Survival of fish was similar (p>0.05), ranged at 90.7-96.7%. FCR of rElGHtreated fish were lower than control, except for treatment C. Liver and muscle glycogen content, protein and lipid retention, hepatosomatic index and RNA:DNA ratio in rElGH-treated fish were higher than control. As conclusion, feeding with diet containing rElGH increased growth and feed utilization of Nile tilapia, and this has high potential to be applied to improve production and farming efficiency.
Keywords: recombinant growth hormone, Oreochromis niloticus, different fish size
23
PENDAHULUAN Produksi hormon pertumbuhan rekombinan (rGH) ikan telah dapat dilakukan dalam jumlah banyak menggunakan fermentor, seperti bakteri Escherichia coli (Promdonkoy et al. 2004; Sørensen & Kim 2005; Demain & Vaishnap 2009; Alimuddin et al. 2010) dan ragi Pichia pastoris (Acosta et al. 2007; Weidner et al. 2010). Selanjutnya, metode pemberian rGH juga telah dikembangkan, dan telah terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan berbagai spesies ikan, di antaranya ikan nila (Li et al. 2003; Acosta et al. 2007; Alimuddin et al. 2010; Hardiantho et al. 2012; Latar 2013), ikan salmon (Sekine et al. 1985), ikan rainbow trout (Moriyama et al. 1993), ikan black seabream (Tsai et al. 1997), ikan koki (Promdonkoy et al. 2004), ikan baronang (Funkenstein et al. 2005), ikan flounder (Liu et al. 2008), ikan sidat (Handoyo et al. 2012), dan ikan gurami (Irmawati et al. 2012). Produksi benih ikan nila di Indonesia umumnya dilakukan melalui pemijahan massal di kolam. Benih yang sudah lepas dari mulut induknya (umur 45 hari) dipanen setiap hari, dan kemudian didederkan di kolam yang telah ditumbuhkan pakan alami. Benih ikan nila yang sudah dilepas dari mulut induknya bisa diberikan rGH melalui metode perendaman. Seperti yang dilakukan Acosta et al. (2007), rGH ikan nila diberikan pada benih ikan nila umur lima hari setelah menetas dengan cara perendaman selama 90 menit, dilakukan tiga kali/minggu selama enam minggu dengan dosis 0.1 mg/L air, mampu meningkatkan pertumbuhan 171% dibandingkan dengan kontrol tanpa rGH setelah enam minggu. Selain itu, pengujian pemberian rGH ikan mas melalui pakan pada benih ikan nila SULTANA ukuran panjang tubuh sekitar 2 cm (bobot tubuh sekitar 0.7 g), dan diperoleh peningkatan pertumbuhan sekitar 35% dibandingkan dengan kontrol tanpa diberi rGH. Pada minggu ketiga pemeliharaan bobot benih mencapai sekitar 2.23 g, tetapi pertumbuhannya terlihat mulai melambat (Hardiantho et al. 2012). Pemberian rGH berulang diduga dapat memacu pertumbuhannya kembali. Selain itu, respons pertumbuhan ikan nila SULTANA, NIRWANA, SRIKANDI, dan ikan nila merah terhadap pemberian rGH ikan kerapu kertang (rElGH) telah diuji, dan diketahui bahwa peningkatan pertumbuhan ikan nila SULTANA lebih tinggi daripada ketiga varietas lainnya (Muhammad et al. 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi respons pertumbuhan dan pemanfaatan pakan pada ikan nila strain SULTANA ukuran berbeda yang diberi pakan mengandung rElGH.
METODE PENELITIAN Produksi rElGH dan penyiapan pakan Bakteri Escherichia coli strain BL21 yang mengandung vektor ekspresi protein pCold-ElGH digunakan sebagai bioreaktor untuk memproduksi rElGH. Kultur bakteri, ekstraksi dan verifikasi protein rElGH mengikuti prosedur yang digunakan oleh Alimuddin et al. (2010). Pembuatan pakan mengandung rElGH dilakukan dengan cara mencampurkan rElGH ke dalam pakan komersial (kadar protein 32%) dengan dosis 3 mg/kg pakan (Tabel 3). Pencampuran pakan dilakukan berdasarkan metode Hardiantho et al. (2012), yaitu rElGH dilarutkan
24
dalam 15 mL phosphate buffer saline (PBS) dicampur dengan 2 mg kuning telur, lalu dihomogenkan dengan menggunakan vorteks. Campuran tersebut disemprotkan secara merata pada 100 g pakan buatan. Selanjutnya pakan dikering-udarakan sebelum diberikan ke ikan. Pemeliharaan Ikan dan Desain Penelitian Ikan nila strain SULTANA diperoleh dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Ikan dengan ukuran bobot badan 3.5±0.25 g (perlakuan A), 12.5±0.40 g (perlakuan B), dan 40.0±2.50 g (perlakuan C) dipelihara dalam hapa ukuran 2x1x1 m3, kedalaman air 0.75 m dengan padat tebar 50 ekor. Ikan dipelihara selama delapan minggu. Adaptasi terhadap pakan buatan dilakukan selama satu minggu sebelum pemberian pakan mengandung rElGH. Pakan diberikan dengan frekuensi tiga kali sehari (07.30-08.30, 12.0013.00, dan 16.30-17.30 WIB) secara at satiation (sampai kenyang). Pakan mengandung rElGH diberikan tiga hari sekali, selama empat minggu pemberian, dan selanjutnya ikan diberi pakan yang tidak diperkaya rElGH. Efektivitas pemberian rElGH ditentukan berdasarkan rata-rata pertambahan bobot (B), laju pertumbuhan harian (LPH), konversi pakan (KP), dan tingkat kelangsungan hidup (TKH). Bobot tubuh semua ikan diukur setiap dua minggu. TKH, retensi protein, retensi lemak, kadar glikogen hati dan otot, indeks hepatosomatik (IHS), dan rasio RNA:DNA dilakukan pada akhir percobaan. Proksimat ikan diukur pada awal dan akhir percobaan. Analisis proksimat ikan Komposisi proksimat ikan yang diberi perlakuan rElGH dan ikan kontrol (tanpa pemberian rElGH) dianalisis pada awal dan akhir percobaan. Sampel ikan sebanyak tiga ekor diambil secara acak dari setiap perlakuan pada setiap ulangan untuk dianalisis proksimat menggunakan prosedur AOAC (2000). Kandungan air diukur dengan menghitung selisih bobot ikan sebelum dan setelah dikeringkan overnight dalam oven bersuhu 105-110 ˚C. Analisis kadar protein kasar dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl, kadar lemak dengan metode Sochlet, kadar abu dengan pemanasan sampel dalam tanur bersuhu 600 ˚C, karbohidrat menggunakan metode pelarutan sampel dengan asam dan basa kuat serta pemanasan. Analisis kadar glikogen dan glukosa darah Sebanyak tiga ekor ikan diambil secara acak dari setiap perlakuan pada setiap ulangan untuk analisis kadar glikogen. Analisis kadar glikogen hati dan otot mengacu pada metode Wedemeyer dan Yasutake (1977). Analisis glukosa darah dilakukan berdasarkan metode enzymatic colorimetric menggunakan kit komersial GPO-PAP (Gmbh Germany) dengan prosedur mengikuti manual. Sampel darah ikan diambil dari 3 ekor ikan secara acak dari setiap perlakuan pada setiap ulangan untuk analisis kadar glikogen dan glukosa. Analisis IHS dan Rasio RNA:DNA Sebanyak tujuh ekor ikan tiap perlakuan diambil secara acak, ditimbang bobot hati dan bobot tubuh untuk menghitung IHS. Konsentrasi RNA dan DNA diukur menggunakan gene quant calculator. RNA total dan DNA diekstraksi dari
25
organ hati ikan pada akhir percobaan masing-masing dengan menggunakan bahan isogen (Nippon Gene, Tokyo, Japan) dan kit Puregene® Core Kit A (QIAGEN Science Marylan USA). Sampel hati ikan diambil dari tiga ekor ikan secara acak dari tiap perlakuan digabung menjadi satu untuk analisis RNA dan DNA. Perhitungan dan Analisis Data LPH dan KP dihitung mengikuti formula NRC (1977). LPH = (ln Wt - ln Wo) /t x 100 %. B= Wt-Wo. KP = F/(Wt+D)-Wo. Retensi protein (RP) dan retensi lemak (RL) dihitung berdasarkan formula Watanabe (1988); RP= Pbt Pbo per Pc x 100 %, retensi lemak (RL) = Lbt – Lbo per Lc x 100 %. Wt, Wo, F, D, t, Pbt, Pbo, Lbt, Lbo, Pc, dan Lc, masing masing adalah bobot akhir (g), Bobot awal (g), jumlah konsumsi pakan, bobot ikan mati (g), t waktu (hari), kandungan protein tubuh pada akhir percobaan (g), kandungan protein tubuh pada awal percobaan (g), kandungan lemak tubuh pada akhir percobaan (g), kandungan lemak tubuh pada awal percobaan (g), jumlah protein yang dikonsumsi (g), jumlah lemak yang dikonsumsi (g). IHS= bobot hati dibagi bobot tubuh ikan nila. Data dianalisis menggunakan sidik ragam (two-way ANOVA), dan jika terdapat pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Duncan dengan bantuan piranti lunak SPSS ver 22.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan dan kelangsungan hidup Hasil studi perlakuan pemberian rElGH pada ikan nila strain SULTANA berbeda ukuran terhadap pertumbuhan disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 4. Pemberian rElGH melalui pakan meningkatkan pertumbuhan (B) dibandingkan kontrol (p<0.05). Namun demikian, tidak ada interaksi antara peningkatan pertumbuhan akibat perlakuan rElGH dengan ukuran ikan uji (p>0.05), dan ukuran ikan menunjukkan respons yang berbeda terhadap LPH (p<0.05). Ikan berukuran kecil memiliki LPH lebih tinggi daripada ikan berukuran besar (Tabel 6). Selanjutnya, respons pertambahan bobot relatif terhadap kontrol (B:K) tertinggi diperoleh pada ikan ukuran 12.5 g (19.86%), diikuti oleh ikan ukuran 3.5 g (10.51%) dan terendah adalah ikan ukuran 40 g (5.63%). Sementara itu, TKH ikan nila yang diberi perlakuan rElGH dan kontrol tidak berbeda nyata untuk semua ukuran ikan, berkisar 90.67-96.67% (p>0.05). TKH yang sama menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan diduga hanya diakibatkan oleh perlakuan pemberian rElGH, dan bukan karena perbedaan kepadatan akibat perbedaan kelangsungan hidupnya.
26
Tabel 6 Tingkat kelangsungan hidup (TKH), pertambahan bobot akhir (B), laju pertumbuhan harian (LPH), dan konversi pakan (KP) ikan nila strain SULTANA yang dipelihara selama delapan minggu. Perlakuan TKH (%) LPH (%) KP B (g) B:K (%) A+rElGH 91.33±2.31a 5.54±0.16a 3452.79±163.43a 10.51 0.69±0.04d A+non rElGH 90.67±9.45a 5.39±0.09b 3124.34± 81.59b 0.84±0.01c a c a B+rElGH 96.67±3.06 3.44±0.06 3527.45±137.98 19.86 0.90±0.04c a d b B+non rElGH 95.33±3.06 3.16±0.05 2943.09±116.98 1.06±0.01b a e a C+rElGH 92.00±3.46 1.84±0.06 3476.56±141.16 5.63 1.15±0.06a a f b C+non rElGH 92.67±2.31 1.82±0.14 3291.38±421.55 1.09±0.06ab A, B, C adalah ukuran awal ikan masing-masing yaitu 3.5±0.25 g, 12.5±0.40 g, dan 40±2.35g. B:K= persentase pertambahan bobot ikan yang diberi rElGH (+rElGH) terhadap kontrol (K) yang tidak diberi rElGH (+non rElGH). Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf p = 0.05
6000
A+rElGH B+non rElGH
Biomassa (g)
5000
A+non rElGH C+rElGH
B+rElGH C+non rElGH
4000 3000 2000 1000 0 0
2
4
6
8
Waktu (minggu ke-)
Keterangan: A, B, C adalah 12.5±0.40 g, dan 40.0±2.35 g.
ikan dengan ukuran awal masing-masing 3.5±0.25 g,
Gambar 4. Biomassa ikan nila (Oreochromis niloticus) strain SULTANA yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (+rElGH) dan kontrol tanpa diberi rElGH (+nonrElGH). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian rElGH dapat meningkatkan pertumbuhan ikan nila SULTANA pada semua ukuran. Perbedaan pertumbuhan antara yang diberi rElGH dan tidak diberi rElGH juga membuktikan bahwa hormon pertumbuhan berperan dalam memacu pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Pierce et al. (2011) bahwa hormon pertumbuhan berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan pada kelompok vertebrata, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hasil ini konsisten dengan yang dilaporkan oleh peneliti sebelumnya bahwa pemberian rGH dapat meningkatkan pertumbuhan, baik pada ikan nila (Li et al. 2003; Acosta et al. 2007, Alimuddin et al. 2010; Hardiantho et al. 2012; Latar 2013) maupun spesies ikan lainnya: ikan salmon (Sekine et al. 1985), ikan rainbow trout (Moriyama et al. 1993), ikan koki (Promdonkoy et al. 2004), ikan baronang (Funkenstein et al. 2005), ikan flounder Jepang (Liu et al. 2008), ikan sidat (Handoyo 2012), ikan gurami (Irmawati et al. 2012; Safir 2012), dan udang vaname (Subaidah et al.
27
2012). Selanjutnya, ikan berukuran 12.5 g memiliki pertambahan bobot tertinggi, diikuti oleh ikan berukuran 3.5 g dan 40 g. Hasil ini memperlihatkan bahwa pemberian rElGH pada ikan nila berukuran 12.5 g memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan ukuran yang lebih kecil (3.5 g) dan ukuran besar (40 g). Berdasarkan hasil penelitian yang dilaporkan Hardiantho et al. (2012) bahwa pemberian rElGH ikan mas 20-30 mg/kg pakan (kadar protein 31%) pada ikan nila berukuran 0,7 g (panjang total sekitar 2 cm) memberikan respons pertumbuhan relatif yang cukup tinggi, yaitu 32-35% dibandingkan dengan kontrol, bobot akhir 2.23 g/ekor. Jika dibandingkan dengan penelitian ini, maka pertumbuhan relatif pada ikan ukuran 0.7 g lebih tinggi (sekitar 75%) dari ikan ukuran 3.5-40.0 g. Selanjutnya, hasil penelitian Handoyo (2012) pada ikan sidat menunjukkan bahwa pertumbuhan tertinggi diperoleh dengan memberi rElGH pada glass eel melalui perendaman, dan dua bulan kemudian dilanjutkan melalui oral. Hasil yang sama diduga dapat juga diperoleh dengan memberikan rElGH pada ikan nila berukuran 0.7 g seperti penelitian Hardiantho et al. (2012), kemudian dilanjutkan setelah ikan berukuran sekitar 12.5 g. Koversi pakan (KP) mengikuti pola umum bahwa ikan berukuran kecil memiliki KP lebih kecil daripada ikan berukuran besar (Tabel 6). Selanjutnya, pemberian rElGH secara signifikan memperbaiki KP, kecuali pada ikan berukuran 40 g dengan nilai KP sama antara perlakuan rElGH dan kontrol (Tabel 6). Perbaikan KP akibat pemberian rElGH pada ikan berukuran 3.5 g dan 12.5 g masing-masing adalah 22%, dan 18%. Biaya untuk pakan dapat mencapai lebih dari 50% biaya produksi perikanan budidaya. Dengan demikian, perbaikan KP tersebut sangat berpotensi menurunkan biaya produksi. Selanjutnya, peningkatan pertumbuhan akan mempercepat pencapaian ukuran panen, sehingga jumlah siklus produksi per satuan waktu menjadi meningkat. Oleh karena itu, peningkatan pertumbuhan dan perbaikan KP secara bersama-sama dapat meningkatkan pendapatan pembudidaya. Berdasarkan pertumbuhan dan nilai konversi pakan, budidaya ikan nila strain SULTANA berpotensi tinggi meningkatkan produksi dan efisiensi budidaya. Lama waktu budidaya ikan nila di kolam hingga mencapai ukuran konsumsi (300-500 g/ekor) adalah empat sampai dengan enam bulan. Handoyo (2012) dan Subaidah (2013) yang masing-masing meneliti pada ikan sidat dan udang putih, melaporkan bahwa pemberian hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang dua kali (pada fase larva dan pembesaran) menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik daripada pemberian satu kali. Oleh karena itu, pemberian rElGH yang kedua pada ikan nila strain SULTANA diduga dapat lebih memacu pertumbuhan dan produksi menjadi lebih tinggi. Glikogen hati, glikogen otot, retensi protein, dan retensi lemak Pemberian rElGH melalui pakan meningkatkan glikogen hati dan glikogen otot ikan nila (p<0.05), dan terdapat interaksi antara peningkatan glikogen hati dan glikogen otot akibat perlakuan rElGH dengan ukuran ikan uji (p<0.05). Ikan berukuran besar memiliki glikogen hati dan glikogen otot yang lebih tinggi daripada ikan berukuran kecil. Selanjutnya, pemberian rElGH meningkatkan retensi protein dan retensi lemak (p<0.05) pada ukuran 3.5 g dan 12.5 g, tetapi pada perlakuan ukuran 40 g tidak berbeda (p>0.05; Tabel 7).
28
Tabel 7 Kadar glikogen hati dan glikogen otot (mg/g), retensi protein dan retensi lemak (%), indek hapatosomatik (IHS), dan rasio RNA:DNA ikan nila strain SULTANA yang dipelihara selama delapan minggu. Kadar Kadar Rasio Retensi protein Retensi lemak IHS glikogen Hati glikogen otot RNA:DNA A +rElGH 0.79±0.001c 0.43±0.001c 75.32±4.79a 298.70±8.61a 1.76±0.20a 0.193±0.005b d d A+non rElGH 0.12±0.009 0.26±0.007 67.85±1.49b 216.24±3.10c 1.04±0.04c 0.128±0.003d B +rElGH 0.92±0.003c 0.64±0.032c 68.55±0.71b 234.22± 7.48b 1.43±0.06b 0.192±0.005b B+non rElGH 0.21±0.006d 0.49±0.032d 53.74±3.03c 145.29± 6.26d 0.93±0.23c 0.173±0.001c C +rElGH 12.96±0.47a 1.05±0.077a 56.01±2.69c 233.79± 5.75b 1.57±0.04a 0.239±0.003a C+non rElGH 10.80±0.02b 0.71±0.029b 53.65±2.91c 228.96±32.20b 1.18±0.06c 0.197±0.009b A, B, C adalah ukuran awal ikan masing-masing 3.5±0.25 g, 12.5±0.40 g, 40.0±2.35 g. Ikan nila SULTANA yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (+rElGH) dan kontrol yang tidak diberi rElGH (+non rElGH). Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada p<0.05. Perlakuan
Tingginya kadar glikogen pada perlakuan rElGH menunjukkan tingginya simpanan glukosa. Glikogen sewaktu-waktu dapat digunakan jika suplai karbohidrat dari luar kurang. Bolander (2004) menjelaskan bahwa pada metabolisme karbohidrat, GH mempunyai efek diabetogenesis, yaitu mendorong resistensi periferal terhadap insulin dan menjaga glukosa darah dalam batas-batas normal, kemudian meningkatkan sintesis glukosa di dalam hati menjadi glikogen. Glikogen merupakan bentuk simpanan karbohidrat dalam hati dan otot sebagai cadangan energi, tetapi karena kemampuan hati dan otot untuk menyimpan glikogen terbatas, maka kelebihan karbohidrat disimpan dalam bentuk lemak (lipogenesis). Tingginya proses lipogenesis pada ikan perlakuan rElGH ditunjukkan dengan tingginya retensi lemak pada penelitian ini. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Irmawati (2013) yang melaporkan bahwa kandungan glikogen hati ikan gurami pada perlakuan rGH lebih tinggi dibandingkan dengan ikan gurami kontrol. Pemberian GH juga berpengaruh dalam sintesis protein dan lemak. Ikan yang diberi GH dari luar memiliki kemampuan untuk mencerna makanan, menyerap nutrisi, dan mengkonversi lebih banyak proporsi makanan untuk membentuk komposisi tubuh ikan. Hal ini tercermin dari nilai retensi protein dan lemak (Tabel 7), ikan nila yang diberi rElGH mempunyai retensi protein dan retensi lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak diberi rElGH. Hal ini menunjukkan bahwa protein dan lemak tidak banyak dirombak untuk energi, dan biokonversi karbohidrat terjadi. Secara teori nilai retensi protein tidak lebih dari 50 %, namun pada penelitian ini nilai retensi protein melebihi nilai terebut, hal ini diduga retensi protein diperoleh dari pakan alami yang ada di kolam. Indek hepatosomatik dan rasio RNA:DNA Indek hepatosomatik (IHS) ikan perlakuan rElGH lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (p<0.05), tetapi tidak ada interaksi IHS dengan ukuran ikan uji (p>0.05). Hal ini membuktikan bahwa hati ikan perlakuan rElGH memiliki ukuran hati yang lebih besar. Hal tersebut sejala dengan yang dikemukakan oleh Kwalska et al. (2011) dan peningkatan IHS karena meningkatnya jumlah sel hepatosit dalam hati. Genten et al. (2009) menyatakan bahwa hati memiliki peranan yang sangat penting dalam sintesis protein, asimilasi nutrisi, pemeliharaan metabolisme tubuh mencakup pengolahan karbohidrat,
29
protein, lemak, dan vitamin. Dengan demikian, pertumbuhan yang tinggi dan peningkatan IHS mengindikasikan bahwa semua proses dalam hati berfungsi dan berjalan dengan baik. Selanjutnya, rasio RNA:DNA ikan yang diberi perlakuan rElGH juga lebih tinggi daripada kontrol (p<0.05), dan ikan berukuran besar memiliki rasio RNA:DNA lebih tinggi daripada ikan ukuran kecil (p<0.05). Efek pemberian rElGH terhadap pertumbuhan ikan nila juga tercermin pada rasio RNA:DNA; ikan yang diberi rElGH lebih tinggi daripada kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa rElGH menginduksi laju transkripsi (sintesis mRNA), laju transkripsi ini selanjutnya akan mempengaruhi laju sintesis protein, sehingga ikan mampu tumbuh lebih cepat. Hal ini sesuai dengan Glémet & Rodriguez (2007) bahwa laju pertumbuhan ikan dapat diprediksi melalui rasio RNA:DNA.
KESIMPULAN Pemberian rElGH pada ikan nila strain SULTANA dapat memberikan pertambahan bobot dan perbaikan konversi pakan yang berbeda pada berbagai ukuran ikan. Pertambahan bobot tertinggi (19.86%) dengan perbaikan konversi pakan sebesar 18% diperoleh pada ikan awal berukuran 12.5 g.
30
RESPONS REPRODUKSI IKAN NILA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji respons reproduksi ikan nila (Oreochromis niloticus) strain SULTANA yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang Epinephelus lanceolatus (rElGH). Ikan dengan rata-rata bobot awal 100 g dipelihara dalam hapa (2x1x1 m3) yang ditempatkan dalam kolam beton (20x10x1.5 m3) dengan padat tebar 10 ekor selama delapan minggu. Pakan yang diperkaya 3 mg/kg rElGH diberikan tiga hari sekali, selama empat minggu pemberian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi protein darah ikan yang diberi rElGH tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (p>0.05) dibandingkan kontrol, berkisar 3.12-4.20 mg/dL. Konsentrasi hormon estradiol-17β ikan yang diberi rElGH berkisar 0.36-2.08 ng/mL lebih tinggi (p<0.05) daripada ikan kontrol yang berkisar dari 0.46-0.53 ng/mL. Konsentrasi glukosa plasma juga lebih tinggi (p<0.05) pada ikan yang diberi rElGH dibandingkan kontrol. Nilai indeks gonadosomatik ikan yang diberi rElGH (3.98) berbeda nyata p<0.05) dibandingkan kontrol (3.15), sedangkan indeks hepatosomatik ikan yang diberi rElGH sama dengan kontrol di akhir penelitian. Pemberian rElGH pada ikan nila strain SULTANA ukuran 100 g menurunkan (p<0.05) pertambahan bobot akhir ikan (B) dan LPH, sedangkan KP mengalami peningkatan. Ikan perlakuan rElGH memiliki B 1257.94 g, LPH 1.39 %, dan KP 1.87, sedangkan kontrol adalah berturut-turut 1556.74 g, 1.62%, dan 1.31. Sebagi kesimpulan, pemberian pakan yang mengandung rElGH pada ikan nila strain SULTANA (bobot 100 g) dapat menstimulasi perkembangan gonad melalui induksi hormon estradiol-17β. Kata kunci: estradiol, gonad, hormon pertumbuhan rekombinan, Oreochromis niloticus.
31
REPRODUCTION RESPONSE OF NILE TILAPIA TO FEEDING RECOMBINANT GROWTH HORMONE-SUPPLEMENTED DIET ABSTRACT This study was conducted to examine the reproduction response of Nile tilapia (Oreochromis niloticus) SULTANA strain to feeding recombinant Epinephelus lanceolatus growth hormone (rElGH) supplemented diet. Fish with initial body weight of 100 g were reared for eight weeks in the hapa (2x1x1m3) settled in a concrete pond (20x10x1.5 m3) at initial density of 10 fish. Fish were fed with diet suplemented 3 mg/kg rElGH at interval of two days three times daily for four weeks. The result of the study showed no significance different (p>0.05) to protein plasm (3.12 to 4.20 mg/dL). Level of 17β-estradiol in rElGH treated fish (0.36 to 2.08 ng/mL) was higher (p<0.05) than control (0.46 to 0.53 ng/mL). Blood glucose level in rElGH treated fish was also higher (p<0,05) than control. GSI of rElGH treated (3.98) was significantly higher (p<0.05) compared to control (3.15). HSI was the same (p>0.05). Weight gain (W), specific growth rate (SGR), and feed conversion ratio (FCR) in rElGH-treated fish (1257.94 g, 1.39 %, dan 1.87, respectively) were lower (p<0.05) than control (W: 1556.74 g, SGR: 1.62 %, and FCR 1.31). As conclusion, feeding Nile tilapia (BW 100 g) on diet containing recombinant giant grouper growth hormone stimulated gonad development by inducing 17β-estradiol level.
Keywords: estradiol, gonad, growth hormone, Oreochromis niloticus
32
PENDAHULUAN Pemberian hormon pertumbuhan rekombinan (rGH) telah terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus). Seperti yang dilaporkan Li et al. (2003) Pemberian rGH ikan mas 0.1 μg/g bobot tubuh pada benih ikan nila dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 53.1% dibandingkan dengan kontrol. Alimuddin et al. (2010) melaporkan bahwa pemberian rElGH menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dalam meningkatkan bobot (20.94%) dibanding rGH ikan mas (18.09%), dan rGH ikan gurami (16.99%) pada benih ikan nila yang diberikan melalui teknik injeksi. Selain itu, Hardiantho et al. (2012) melaporkan bahwa pemberian rGH ikan mas pada benih ikan nila dengan dosis 30 mg/kg pakan dengan frekuensi pemberian dua kali seminggu selama tiga minggu meningkatkan bobot tubuh sebesar 35% dibandingkan kontrol. Pemberian hormon pertumbuhan rekombinan selain ditujukan untuk pertumbuhan, juga untuk melihat perannya dalam proses reproduksi ikan nila. Salah satu fase penting pada siklus reproduksi ikan adalah proses pematangan gonad. Proses pematangan gonad dimulai dari sintesis vitelogenin yang merupakan prekursor kuning telur (Wiegand 1982). Proses pembentukan vitelogenin melibatkan hormon gonadotropin dan steroid. Secara alamiah proses vitelogenesis memerlukan interaksi faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi sinyal-sinyal lingkungan seperti suhu, curah hujan, debit air, petrikhor feromon, dan pakan yang berkualitas. Faktor internal yang penting adalah tersedianya hormon-hormon steroid gonad terutama estradiol-17β dalam tingkat yang dapat merangsang vitelogenesis. Sintesis vitelogenin distimulir oleh estradiol-17β. Singh et al. (1988) melaporkan bahwa perlakuan dengan rGH ikan salmon mampu menunjang perkembangan gonad dan menstimulasi produksi testosteron dan estradiol-17β pada ikan Fundulus heteroclitus. Selanjutnya Van Der Kraak & Wade (1994) menambahkan bahwa GH juga memberikan potensi pada GTH II menstimulasi produksi estradiol pada ovari ikan koki (Carassius auratus). Weber et al. (2007) menemukan bahwa IGF-1 pada ikan white perch (Morone americana) meningkatkan produksi testosteron dan estradiol-17β melalui ovari. Selanjutnya, Kajimura et al. (2004) menjelaskan bahwa terdapat sejumlah besar reseptor GH pada sel oosit muda (immature) sebagaimana terdapat pada granulosa dan sel-sel teka yang mengelilingi oosit vitelogenik pada ikan tilapia. GH alami memiliki kontribusi dalam proses pematangan gonad, sehingga penggunaan rGH melalui pakan diharapkan dapat meningkatkan produksi estradiol-17β dan mampu menstimulasi sintesis vitelogenin dalam proses maturasi ikan nila. Salah satu peran penting dari GH adalah mengontrol proses reproduksi. Sirotkin (2004) menjelaskan bahwa GH dan reseptornya dihasilkan di hipofisa, gonad, uterus, placenta, mammary gland, leukosit dan jaringan tubuh lainnya. Penelitian yang berkaitan dengan perlakuan GH perlu lebih intensif sehingga bisa terlihat jelas bagaimana peran GH dalam mengontrol reproduksi. Beberapa peneliti sepakat bahwa mediator ekstraseluler utama dari aksi GH terhadap sistem reproduksi adalah IGF. Induksi GH meningkatkan sekresi dan resepsi IGF-1, dengan kata lain GH mempengaruhi sistem reproduksi melalui mekanisme IGF-1 (Hull & Harvey 2001). Pada penelitian ini dilakukan kajian respons reproduksi
33
ikan nila terhadap pemberian pakan mengandung rGH ikan kerapu kertang (rElGH) .
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Desember 2014. Penyiapan dan pembuatan pakan mengandung rELGH dilakukan di Lab Reproduksi & Genetika Organisme Akuatik BDP FPIK IPB. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan FPIK IPB. Analisis estradiol-17β, protein darah, dan glukosa darah di Lab Fisiologi FKH IPB. Hewan Uji Hewan uji yang digunakan pada percobaan ini adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) strain SULTANA yang diperoleh dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Sebelum digunakan, terlebih dahulu ikan uji diadaptasikan dengan kondisi pemeliharaan, kemudian diseleksi untuk mendapatkan ukuran yang seragam. Produksi rElGH Escherichia coli strain BL21 yang mengandung vektor ekspresi protein pCold-ElGH digunakan sebagai bioreaktor untuk memproduksi rElGH. Kultur bakteri, ekstraksi dan verifikasi badan inklusi rElGH dikerjakan sesuai dengan metode yang digunakan oleh Alimuddin et al. (2010). Bakteri E.coli yang mengandung rGH tersebut diperoleh dari Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK IPB). Klon bakteri E. coli dikultur awal dalam 4 mL media 2xYT cair yang mengandung ampisilin, dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 37 ˚C selama 16-18 jam. Kemudian dilakukan subkultur dengan mengambil sebanyak 1 mL dari kultur awal, dimasukkan ke dalam 100 mL media 2xYT cair baru, dan diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama 2 jam. Kemudian kultur diberi kejutan suhu 15 ˚C selama 30 menit, ditambahkan IPTG 1 mM sebanyak 1 mL, dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 15 ˚C selama 24 jam. Bakteri hasil kultur dikumpulkan dengan sentrifugasi pada 12 000 rpm selama 2-10 menit. Lisis dinding sel bakteri dilakukan secara kimiawi menggunakan lisozim. Pelet bakteri hasil sentrifugasi dicuci menggunakan 1 mL bufer tris-EDTA (TE) per 200 mg bakteri, diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama 20 menit, dan selanjutnya disentrifugasi pada 12000 rpm selama 1 menit. Supernatan dalam tabung mikro dibuang, diganti dengan larutan lisozim (10 mg dalam 1 mL bufer TE) sebanyak 500 µL, diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama 20 menit, lalu disentrifugasi pada 12000 rpm selama 1 menit. Supernatan dibuang, dan pelet yang terbentuk merupakan protein rGH dalam bentuk badan inklusi (inclusion body). Pelet rGH dicuci dengan bufer fosfat salin (PBS) sebanyak satu kali dan rGH siap digunakan atau disimpan pada suhu -80 ˚C. Verifikasi protein berdasarkan berat molekul dilakukan melalui elektroforesis badan inklusi menggunakan teknik SDS-PAGE menggunakan coomasie brilliant blue sebagai pewarna (CBB staining) berdasarkan Walker (2002).
34
Pembuatan pakan mengandung rElGH Pembuatan pakan mengandung rElGH dilakukan dengan cara mencampurkan rElGH ke dalam pakan komersial dengan dosis 3 mg/kg pakan (Tabel 3). Pencampuran pakan dilakukan berdasarkan metode Hardiantho et al. (2012), yaitu rElGH dilarutkan dalam 15 mL phosphate buffer saline (PBS) dicampur dengan 2 mg kuning telur lalu dihomogenkan dengan menggunakan vorteks. Campuran tersebut disemprotkan secara merata pada 100 g pakan buatan. Selanjutnya pakan dikering-udarakan dan disimpan pada suhu -20 ˚C sampai diberikan ke ikan. Desain percobaan dan parameter uji Ikan betina dengan ukuran bobot rata-rata 100 g dipelihara dalam hapa ukuran 2x1x1 m3 kedalaman air 0,75 m dengan padat tebar 10 ekor. Adaptasi terhadap pakan buatan dilakukan selama satu minggu sebelum pemberian pakan mengandung rElGH. Pakan diberikan dengan frekuensi tiga kali sehari (pagi, siang, dan sore) secara at satiation. Dosis rElGH dalam pakan perlakuan adalah 3 mg/kg pakan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan dua arah (Uji T) dengan menggunakan dua perlakuan, yaitu pemberian rElGH dan tanpa pemberian rElGH (kontrol). Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Pemeliharaan dilakukan selama delapan minggu. Parameter yang diamati adalah protein darah dan glukosa darah, kandungan estradiol diambil setiap 2 minggu, indeks gonadosomatik (IGS), indeks hepatosomatik (IHS), ukuran oosit dilakukan pada akhir percobaan. Data dianalisis menggunakan uji-T. Sampel darah diambil dari batang pangkal ekor ikan nila betina dengan menggunakan jarum suntik yang telah diberi anti koagulan (natrium sitrat 3,8%) agar tidak menggumpal. Sebelum pengambilan darah ikan terlebih dahulu dibius dengan menggunakan MS22. Sampel darah disentrifus 3 000 rpm selama 10 menit untuk diambil plasmanya dan disimpan pada suhu -20oC sampai dilakukan pengukuran. Konsentrasi protein total diukur dengan menggunakan metode biuret, konsentrasi glukosa menggunakan metode enzymatic colorimetric test dengan kit komersial, sedangkan estradiol-17β dianalisis dengan menggunakan metode ELISA. Indek gonadosomatik (IGS) diukur dengan menimbang bobot gonad dibandingkan dengan bobot tubuh ikan nila, pada akhir pemeliharaan sebanyak 5 ekor ikan sampel. IGS ditentukan dengan rumus : Bobot gonad IGS =
X 100 Bobot Tubuh
Indek hepatosomatik (IHS) diukur dengan menimbang bobot hati dibandingkan dengan bobot tubuh ikan nila, pada akhir pemeliharaan sebanyak 5 ekor ikan sapel. IHS di tentukan dengan rumus:
35
Bobot Hati HSI =
X 100 Bobot Tubuh
Pengukuran oosit. Sampel oosit diambil dengan menggunakan kanulasi sebanyak 25 butir dan difiksasi dengan etanol 70%. Pengukuran oosit dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi protein darah (mg/dL)
Hasil pengukuran kadar plasma darah ikan nila SULTANA selama penelitian disajikan pada Gambar 5, 6, dan 7. Konsentrasi protein plasma darah meningkat dari awal hingga minggu terakhir penelitian (minggu kedelapan) yaitu berkisar 3.54-4.20 mg/100 mL pada ikan yang diberi rElGH, sedangkan kontrol berkisar dari 3.12-3.65 mg/100 mL (Gambar 5). Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan indeks level vitelogenin. Peningkatan konsentrasi protein plasma ini sejalan dengan peningkatan konsentrasi estradiol17β (Gambar 6). Konsentrasi estradiol pada ikan yang diberi rElGH (0.36-2.08 ng/mL) lebih tinggi (p<0.05) daripada control (0.46-0.53 ng/mL). Hal ini juga telah dilaporkan oleh Johnson et al. (1991) dan Hachero-Cruzado et al. (2007) bahwa peningkatan konsentrasi protein plasma sangat berhubungan dengan konsentrasi estradiol-17β yang berkaitan dengan fungsi protein dalam pengikatan steroid. 5 4
a a
3
a
a
a
a a a
2 1 0 2
4
6
8
waktu (minggu ke)
Gambar 5 Konsentrasi protein darah ikan nila diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang () dan kontrol () setelah delapan minggu pemeliharaan. Estradiol merupakan steroid yang sangat penting pada ikan betina yang sedang mengalami proses vitelogenesis. Peningkatan estradiol menunjukkan ikan siap untuk mulai tahap perkembangan gonad. Zairin (2000) menjelaskan bahwa perubahan kadar steroid plasma menggambarkan perkembangan oosit pada ikan jambal siam. Kajimura et al. (2004) menambahkan bahwa terdapat sejumlah besar reseptor GH pada sel oosit muda (immature) sebagaimana terdapat pada granulosa
36
Kadar estradiol-17β (ng/dL)
dan sel-sel teka yang mengelilingi oosit vitelogenik pada ikan tilapia. Dengan demikian induksi pematangan gonad ikan nila akibat pemberian rElGH melibatkan reseptor yang ada pada sel telur. Selanjutnya, Berg et al. (2004) melaporkan bahwa produksi vitelogenin sangat dipengaruhi oleh kontrol estrogen dalam hati. Seperti ditunjukkan pada Gambar 6, level hormon estradiol-17β pada ikan nila diberi pakan diperkaya rElGH lebih tinggi daripada kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa induksi pematangan gonad ikan nila akibat perlakuan rElGH melibatkan hormon estradiol-17β. Selanjutnya, estradiol-17β selain menginduksi sintesis vitelogenin dalam hati, juga dapat memberikan rangsangan umpan balik terhadap hipofisa dan hipotalamus dalam pembentukan hormon gonadotropin. Rangsangan yang diberikan estradiol-17β adalah untuk memacu pelepasan gonodotropin releasing hormone (GnRH) yang selanjutnya hormon ini berperan merangsang hipofisa dalam melepaskan gonadotropin. Pelepasan gonadotropin tersebut berperan dalam merangsang pematangan dan ovulasi telur. 3,0 2,5
a
2,0
a
1,5 1,0 0,5
a a
a
b
b
b
0,0 2
4
6
8
waktu (minggu ke)
Gambar 6 Kadar hormon estradiol-17β ikan nila diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang () dan kontrol ()setelah delapan minggu pemeliharaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan Singh et al. (1988) bahwa perlakuan dengan rGH ikan salmon mampu menunjang perkembangan gonad dan menstimulasi produksi testosteron dan estradiol-17β pada ikan Fundulus heteroclitus. Selanjutnya Van Der Kraak & Wade (1994) menambahkan bahwa GH juga memberikan potensi pada GTH II menstimulasi produksi estradiol pada ovari ikan koki (Carassius auratus) dan Weber et al. (2007) menemukan bahwa IGF-1 pada ikan white perch (Morone americana) meningkatkan produksi testosteron dan estradiol-17β melalui fragmen ovari. Peningkatan konsentrasi protein darah memberikan gambaran perkembangan gonad dengan penambahan ukuran oosit seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8, diameter telur ikan yang diberi rElGH nyata lebih besar (p<0.05) dibandingkan kontrol. Dahbade et al. (2009) melaporkan bahwa konsentrasi protein darah dapat memberikan gambaran kondisi reproduksi ikan. Yeganeh (2011) menambahkan bahwa peningkatan konsentrasi protein darah merupakan hasil pematangan oosit. Vitelogenesis merupakan suatu penggabungan ptoteinprotein oleh oosit dan meresponnya menjadi protein kuning telur sehingga terjadi peningkatan ukuran gonad (Lubzens et al. 2010).
37
glukosa darah (mg/dL)
Peningkatan konsentrasi protein darah dan estradiol juga diikuti dengan peningkatan konsentrasi glukosa darah (Gambar 7). Konsentrasi glukosa darah dapat digunakan sebagai indikator selama proses reproduksi (Kocaman et al. 2005). Hachero-Cruzado et al. (2007) menambahkan bahwa konsentrasi glukosa darah juga dapat digunakan sebagai indikasi pentingnya karbohidrat sebagai sumber energi pada tahap reproduksi. 200 150
a
a
a
a
a
b
b
100
b
50 0 2
4
6
8
waktu (minggu ke)
Gambar 7 Konsentrasi glukosa darah ikan nila diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang () dan kontrol () setelah delapan minggu pemeliharaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi glukosa darah dari awal hingga akhir penelitian, dan di akhir penelitian terlihat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara ikan yang diberi rElGH dengan kontrol. Kadar glukosa darah ikan yang diberi rElGH (145.07 mg/dL) lebih tinggi daripada ikan kontrol (113.37 mg/dL). Begitu pula nilai indeks gonadosomatik ikan yang diberi rElGH lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa pakan yang diberikan mengandung rElGH dapat memacu perkembangan gonad ikan nila. Sementara itu, indeks hepatosomatik ikan yang diberi rElGH tidak terdapat berbeda nyata dengan kontrol di akhir penelitian (Tabel 8). Tabel 8
Indeks gonadosomatik (IGS), indeks hepatosomatik (IHS), diameter telur, tingkat kelangsungan hidup (TKH), pertambahan biomassa (B), laju pertumbuhan harian (LPH), dan konversi pakan (KP) ikan nila strain SULTANA yang dipelihara selama delapan minggu
Parameter
Perlakuan pakan rElGH Kontrol a IGS 3.98±0.39 3.15±0.57b a IHS 1.96±0.11 1.80±0.09a a Diameter telur (mm) 2.61±0.05 2.31±0.26b TKH (%) 93.33±11.55a 86.67±5.77a a Biomassa (g) 2336.65±170.40 2623.23±137.37a 1257.94±124.17b 1556.74±114.95a B biomassa (g) a LPH (%) 1.39±0.06 1.62±0.06b KP 1.87±0.08a 1.31±0.21b Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) berdasarkan uji T.
38
Pemberian rElGH pada ikan SULTANA memberikan pengaruh yang nyata lebih rendah (p<0.05) dibandingkan kontrol terhadap pertambahan bobot akhir ikan (B), LPH dan KP (Tabel 8). Keadaan ini memperlihatkan bahwa pakan yang mengandung rElGH lebih banyak dialokasikan untuk perkembangan gonad daripada untuk pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan Wong et al. (2006) GH dapat merangsang pertumbuhan gonad.
KESIMPULAN Pemberian rElGH dengan dosis 3 mg/kg pakan dapat menginduksi perkembangan gonad calon induk ikan nila strain SULTANA
39
PEMBAHASAN UMUM Pengembangan dan penerapan teknologi untuk meningkatkan efisiensi produksi ikan nila berkaitan dengan upaya peningkatan pertumbuhan telah dilakukan. Berbagai penelitian telah dilakukan terkait rekayasa genetika seperti seleksi, hibridisasi, triploidisasi, dan transgenesis. Aplikasi metode seleksi membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencapai hasil yang signifikan karena peningkatan kecepatan tumbuh yang dihasilkan per generasi relatif rendah, seperti yang dilaporkan oleh Bolivar et al. (2002) bahwa membutuhkan waktu selama 10 tahun untuk menghasilkan 12 generasi dengan kecepatan tumbuh 12,4% per generasi pada ikan nila. Penerapan teknologi hibridisasi dan triploidisasi terbatas pada ikan-ikan budidaya yang sudah diketahui teknik pemijahan buatannya secara baik. Begitu pula dengan metode transgenesis masih menimbulkan kontroversi dan kekhawatiran akan keamanan dalam mengkonsumsi organisme transgenik tersebut (foodsafety), meskipun laju pertumbuhan 30 kali lebih cepat (Nam et al. 2001), sehingga perlu ada cara lain untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah penggunaan teknologi protein rekombinan. Teknologi protein rekombinan merupakan salah satu tindak lanjut penerapan teknologi DNA rekombinan dengan mentransformasi dan memperbanyak DNA rekombinan yang sudah didisain menggunakan bakteri E. coli sebagai bioreaktor untuk memproduksi hormon pertumbuhan rekombinan (rGH). Saat ini penggunaan hormon pertumbuhan untuk meningkatkan pertumbuhan ikan budidaya mendapat perhatian yang cukup besar, mengingat GH terlibat di dalam pengaturan pertumbuhan somatik dan metabolisme protein, lemak, karbohidrat dan mineral (Bolander, 2004). Peningkatan pertumbuhan ikan memberi manfaat yang besar untuk meningkatkan produksi, menurunkan konversi pakan, dan memperpendek waktu produksi, sehingga dapat mengurangi biaya produksi. Dengan kata lain bahwa pertumbuhan menjadi faktor penting untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan keuntungan. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penggunaan rGH harus memperhatikan beberapa faktor di antaranya adalah sumber rGH, metode pemberian, dosis pemberian, ukuran ikan, dan jenis/strain ikan. Pada penelitian I, pemberian rElGH pada ikan nila merah dengan dosis 0.033.00 mg/kg pakan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05) antar perlakuan, tetapi secara nyata lebih tinggi (p<0.05) dibadingkan kontrol terhadap biomasa akhir, LPH, dan KP. Terdapat peningkatan bobot ikan nila yang diberi rElGH sebesar 24.07–31.68 % dibandingkan ikan nila kontrol (tanpa pemberian rElGH dan tanpa kuning telur). Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian rElGH secara oral pada dosis 0.03 sampai 3.00 mg/kg pakan memberikan respons pertumbuhan yang sama. Berdasarkan nilai konversi pakan, pemberian rElGH 3 mg/kg pakan dapat menghemat jumlah pakan sebanyak 28.97 %. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan I ini bila dibandingkan dengan hasil percobaan Hardiantho et al. (2012) yang melaporkan pemberian rGH ikan mas pada ikan nila, maka percobaan ini menunjukkan bahwa pemberian rGH ikan kerapu kertang lebih efektif dan efisien dapat diturunkan 10 dan 100 kali lebih rendah dibandingkan dengan rGH ikan mas. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilaporkan Alimuddin et al. (2010) yang menyatakan bahwa rGH
40
yang berasal dari ikan kerapu kertang lebih baik dibandingkan dengan rGH ikan gurami dan ikan mas. Berbagai varietas ikan nila (Oreochromis niloticus) hasil pemuliaan dengan tujuan utama peningkatan pertumbuhan telah dirilis di Indonesia, di antaranya ikan nila strain NIRWANA, SULTANA, SRIKANDI, dan nila merah. Hasil evaluasi respons pertumbuhan keempat strain ikan nila tersebut terhadap pemberian rElGH pada penelitian II, diperoleh bahwa pertumbuhan (B dan LPH) ikan nila strain SULTANA paling tinggi (p<0.05) dibandingkan strain lainnya dengan peningkatan pertumbuhan 44.84 % dibandingkan dengan ikan nila merah. Sementara itu, kelangsungan hidup semua strain ikan nila tidak berbeda nyata (p>0.05), berkisar 88.67- 91.33%, sehingga perbedaan pertumbuhan antar strain bukan disebabkan oleh perbedaan kepadatan pemeliharaan. Perbedaan respons pertumbuhan antar strain ikan nila terhadap pemberian rElGH diduga terkait dengan perbedaan histori, dan metode pemuliaan yang digunakan. Pada penelitian III, penelitian tentang perbedaan ukuran ikan yang diberi rElGH diperoleh hasil bahwa rata-rata pertambahan biomassa ikan yang diberi rElGH adalah lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan dengan yang tidak diberi rElGH, sedangkan perlakuan ukuran ikan tidak berpengaruh nyata (p>0.05). Laju pertumbuhan harian (LPH) ikan yang diberi rElGH lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan dengan tanpa pemberian rElGH, dan LPH ikan perlakuan 3.5 g lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 12.5 g dan 40 g. Respons pertambahan bobot relatif terhadap kontrol tertinggi diperoleh pada ikan ukuran 12.5 g (19.86%), diikuti oleh ikan ukuran 3.5 g (10.51%) dan terendah adalah ikan ukuran 40 g (5.63%). Kelangsungan hidup ikan perlakuan dan kontrol adalah sama (p>0.05), berkisar 90.67-96.67%. Konversi pakan pada ikan yang diberi rElGH lebih baik (p<0.05) dibandingkan dengan tanpa rElGH, kecuali perlakuan ukuran 40 g. Perbaikan konversi pakan akibat pemberian rElGH pada ikan berukuran 3.5 g dan 12.5 g masing-masing adalah 22%, dan 18%. Perbaikan konversi pakan tersebut sangat berpotensi menurunkan biaya produksi, mengingat biaya untuk pakan dapat mencapai lebih dari 50% biaya produksi perikanan budidaya. Selanjutnya, peningkatan pertumbuhan akan mempercepat pencapaian ukuran panen, sehingga jumlah siklus produksi per satuan waktu menjadi meningkat. Oleh karena itu, peningkatan pertumbuhan dan perbaikan konversi pakan secara bersama-sama dapat meningkatkan pendapatan pembudidaya. Berdasarkan hasil penelitian I, II, dan III bahwa pemberian hormon pertumbuhan rekombinan (rGH) telah terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus). Seperti yang juga dilaporkan Li et al. (2003), Alimuddin et al. (2010), Hardiantho et al. (2012), dan Latar (2013). Pemberian hormon pertumbuhan rekombinan selain ditujukan untuk pertumbuhan juga untuk proses reproduksi ikan. Hasil penelitian terhadap respons reproduksi dengan pemberian rElGH 3 mg/kg pakan menunjukkan bahwa konsentrasi estradiol ikan yang diberi rElGH berkisar dari 0.36-2.08 ng/dL lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan ikan kontrol yang berkisar dari 0.46–0.53 mg/dL, begitu pula konsentrasi glukosa plasma juga lebih tinggi (p<0.05) pada ikan yang diberi rElGH dibandingkan kontrol. Nilai indeks gonadosomatik ikan yang diberi rElGH (3.98) berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan kontrol (3.15), sementara indek hepatosomatik ikan yang diberi rElGH tidak terdapat perbedaan yang nyata dibandingkan kontrol di akhir penelitian. Sementara itu, konsentrasi protein darah
41
dan IHS ikan yang diberi rElGH tidak berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan kontrol. Pemberian rElGH pada ikan nila strain SULTANA memberikan pengaruh yang nyata lebih rendah (p<0.05) terhadap pertambahan bobot akhir ikan (1257.94 g), LPH (1.39 %), dan KP (1.87) dibandingkan ikan kontrol masingmasing 1556.74 g, 1.62 %, dan 1.31. Dengan demikian pakan yang mengandung rElGH 3 mg/kg pakan yang diberikan pada calon induk ikan nila strain SULTANA lebih banyak dipergunakan untuk perkembangan gonad. Konsisten dengan hasil yang dilaporkan Singh et al. (1988) bahwa perlakuan dengan rGH ikan salmon mampu menunjang perkembangan gonad dan menstimulasi produksi testosteron dan estradiol-17β pada ikan Fundulus heteroclitus. Selanjutnya Van Der Kraak & Wade (1994) menambahkan bahwa GH juga memberikan potensi pada GTH II menstimulasi produksi estradiol pada ovari ikan koki (Carassius auratus). Weber et al. (2007) menemukan bahwa IGF-1 pada ikan white perch (Morone americana) meningkatkan produksi testosteron dan estradiol-17β melalui fragmen ovari. Salah satu alternatif yang ditempuh saat ini untuk mencegah terjadinya pemijahan ikan yang tidak terkontrol di kolam budidaya dengan memproduksi ikan nila steril (tidak mengalami perkembangan gonad) atau triploid. Triploidisasi merupakan cara yang tepat untuk mencegah efek stunting atau penurunan pertumbuhan akibat energi pakan yang digunakan untuk perkembangan gonad, namun untuk mendapatkan ikan triploid secara massa sangat sulit, sehingga pemberian rGH pada ikan monosek jantan diharapkan dapat lebih memacu pertumbuhan ikan nila pada saat ikan memasuki masa reproduksi Sebagai kesimpulan, rElGH efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ikan nila merah pada dosis 0.03-3.00 mg/kg pakan. Strain ikan nila SULTANA merupakan strain yang memiliki respon pertumbuhan tertinggi pada penebaran awal ukuran 12.5 g, dan pada dosis 3.00 mg rElGH/kg pakan yang diberikan pada calon induk lebih banyak digunakan untuk pematangan gonad.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pemberian dosis rElGH antara 0.03-3.00 mg/kg pakan efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ikan nila merah dengan pertambahan bobot 24.07-31.68%, dan dosis yang efisien adalah 3.00 mg/kg pakan 2. Ikan nila strain SULTANA, NIRWANA, SRIKANDI, dan nila Merah memberikan respons pertumbuhan berbeda terhadap pemberian hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang yang diaplikasikan secara oral, dan strain SULTANA memberikan respons pertumbuhan terbaik dengan selisih pertambahan bobot 44.84% dibandingkan dengan ikan nila merah. 3. Pemberian rElGH pada ikan nila strain SULTANA dapat memberikan pertambahan bobot dan perbaikan konversi pakan yang berbeda pada berbagai ukuran ikan. Pertambahan bobot tertinggi (19.86%) dengan perbaikan konversi pakan sebesar 18% diperoleh pada ikan ukuran 12.5 g. 4. Pemberian rElGH dengan dosis 3 mg/kg pakan dapat meningkatkan kinerja reproduksi calon induk ikan nila strain SULTANA.
42
Saran Perlu penelitian lebih lanjut tentang pemberian rGH berulang mulai larva hingga ukuran pembesaran untuk memperoleh waktu yang paling tepat dalam pemberian rGH hingga dicapai ukuran konsumsi.
43
DAFTAR PUSTAKA Acosta J, Morales R, Morales A, Alonso M, Estrada MP. 2007. Pichia pastoris expressing recombinant tilapia growth hormone accelerates the growth of tilapia. Biotechnol Lett. 29: 1671-1676. Alimuddin, Lesmana I, Sudrajat AO, Carman O, Faizal I. 2010. Production and bioactivity potential of three recombinant growth hormones of farmed fish. Indones Aquac J. 5:11-16. AOAC. 2000. In: Helrich K. (Ed). Official Methods of Analysis. 15th ed. Association of Official Analytical Chemist, Arlington, VA. USA. Arnesen AM, Toften H, Agustsson T, Stefansson SO, Handeland SO, Björnsson BT. 2003. Osmoregulation, feed intake, growth and growth hormone levels in Atlantic salmon (Salmo salar L.) transferred to seawater at different stages of smolt development. Aquaculture 222:167-187. Barrero M, Small BC, D’Abramo LR, hanson LA, Kelly AM. 2007. Comparison of estradiol, testosterone, vitellogenen and cathepsin profiles among young adult channel catfish (Ictalurus punctatus) femeles from four selectively bred strains. Aquaculture 264: 390-397 BBPBAT Sukabumi. 2011. Pengembangan induk unggul ikan nila. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar. Sukabumi. Berg H, Modig C, Olsson PE. 2004. 17β-estradiol induced vitellogenesis is inhibited by cortisol at the post-transcriptional level in Arctic ghar (Salvelinus alphinus). Reproductive Biology nd Endocrinology 2:62. Blazquez, M, P.T. Bosma, E.J. Fraser, K.J.W. Van Look, V.L. Trudeau, 1998. Fish as models for the neuroendocrine regulation of reproduction and growth. Comp.Biochem.Physiol. Part C 119 : 345–364 Bolander FF. 2004. Molecular Endocrinology, 3rd ed. London, Elsevier Academic Press Bolivar RB, Gary F, Newkirk. 2002. Response to within family selection for body weight in Nile tilapia (Oreochromis niloticus) using a single-trait animal model. Aquaculture. 204: 371-381. BPBIAT Wanayasa. 2011. Ikan nila nirwana II. Balai Pengembangan Benih Ikan Air Tawar. Wanayasa. BPPI Sukamandi. 2011. Pengembangan iknan nila srikandi (salinity resistant from Sukamandi). Balai Penelitian Pemuliaan Ikan. Sukamandi. Björnsson BT, Hemre GI, Bjørnevik M, Hansen T. 2000. Photoperiod regulation of plasm growth hormone levels during induced smoltification of under yearling Atlantic salmon. Gen Comp Endocrinol. 119:17–25. Canosa LF, Unniappan S, Peter RE, 2005. Periprandial changes in growth hormone release in goldfish: role of somatostatin, ghrelin, and gastrinreleasing peptide. Am.J.Physiol.Reg.Integr.Comp.Physiol. 289:125–133. Cho CY, Watanabe T. 1988. Nutritional Energetics: In Fish Nutrition and Mariculture. JICA Textbook the General Aquaculture Course. Dahbade VF, Pathan TS, Shinde SE, Bhandare RY, Sonawane DL. 2009. Seasonal variations of protein in the ovary of fish Channa gachua. Recent Research in Science and Technology, 2:78-80
44
Debnanth S. 2010. A review on the physiology of insulin-like growth factor-1 (IGF-1) peptide in bony fisher and its phylogenetic correlation in 30 different taxa of 1 families of teleosts. Adv Envir Biol. 5: 31-52. Demain AL, Vaishnav P. 2009. Production of recombinant proteins by microbes and higher organisms. Biotecnol Adv. 27:297-306 Drennon K, Moriyama K, Kawauchi H, Small B, Silverstein J, Parhar I, Shepherd B. 2003. Development of an enzyme-linked immuno sorbent assay for the measurement of plasma growth hormone (GH) levels in channel catfish (Ictalurus punctatus): assessment of environmental salinity and GH secretogogues on plasm GH levels. J Gen Comp Endocrinol 133: 314-322. Fostier AC, Weil M, Terqui B, Breton and Jalabart. 1978. Plasm estradiol-17β and gonodotropin during ovulation in rainbow trout (Salmo gairdneri R). Ann Bioch Biophys 18:929:936. Funkenstein B, Dyman A, Lapidot Z, de Jesus-Ayson EG, Gertler A, Ayson FG. 2005. Expression and purification of a biologically active recombinant rabbitfish (Siganus guttatus) growth hormone. Aquaculture. 250: 504-515. Genten F, Terwinghe, Danguy. 2009. Atlas of Fish Histology. Department of Histology and Biopathology of Fish Fauna Laboratory of Functionnal Morphology Université Libre de Bruxelles (U.L.B) Brussels Belgium: Science Publishers. Glémet H, Rodriguez MA. 2007. Short-term growth (RNA/DNA ratio) of yellow perch (Perca flavescens) in relation to environmental influences and spatiotemporal variation in a shallow fluvial lake. Can. J. Fish Aquat. Sci. 64: 1646 – 1655. Hachero-Cruzodo I, Angel GL, Marcelino H, Luis VC, Gonzalo MR, Juan MM, Jose IN. 2007. Reproductive performance and seasonal plasma sex steroid and metabolite level in a captive wild broodstock of brill Scophthalmus rhombus L. Aquaculture Research 38: 1161-1174 Handoyo B, Alimuddin, Utomo NBP. 2012. Pertumbuhan, konversi dan retensi pakan, dan proksimat tubuh benih ikan sidat yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang melalui perendaman. Jurnal Akuakultur Indonesia 11 (2): 132-140 Hardiantho D, Alimuddin, Prasetyo AE, Yanti DH, dan Sumantadinata K. 2012. Performa benih ikan nila diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan mas dengan dosis berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia 11 (1): 17-22 Harris J, Bird DJ. 2000. Modulation of the fish immune system by hormones (Mini Review). Veterinary Immunol. Immunopat 77:163-176. Hertz Y, Tchelet A, Madar Z, Gertler A. 1991. Absorption of bioactive human growth hormone after oral administration in the common carp and its enhancement by deoxycholate. J Comp Physiol 161:159-163. Hull KL, Harvey S. 2001. Growth hormone: roles in female reproduction. Journal of Endocrinology 168:1-23 Inoue K, Iwatani H, Takei Y. 2003. Growth hormone and insulin-like growth factor I of a euryhaline fish Cottus kazika: cDNA cloning and expression after seawater acclimation. Gen Comp Endocrinol 131: 77–84
45
Irmawati 2013. Respons fisiologis, biokimia, dan molekuler ikan gurame yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Irmawati, Alimuddin, Zairin M, Suprayudi MA, Wahyudi AT. 2012. Peningkatan laju pertumbuhan benih ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) yang direndam dalam media yang mengandung hormon pertumbuhan ikan mas. J Iktiol Indones. 12(1):13-23 Jeh HS, Kim CH, Lee HK, Han K. 1998. Recombinant flounder growth hormone from Escherichia coli: overexpression, efficient rocovery, and growth promoting effect on juvenil flounder by oral administration, J Biotechnol. 60:183-193. Johansson V. 2004. Behavioral effects and central nervous system actions of growth hormone in salmonid fish [disertasi]. Gotheborg [SW]: Goteborg University. Johnson LL, Casillas E, Myers MS, Rhodes LD, Olson OP. 1991. Pattern of oocyte develovpment and related changes in plasma 17β estradiol, vitelogenin, and plasm chemistry in English sole (Porophyrus vetulus Girard). Journal of Exsperimental Marine Biology and Ecology 152: 161185. Kajimura S, Kawaguchi N, Kaneko T, Kawazoe I, Hirano T, Visitacion N, Grau EG, Aida K. 2004. Identification of the growth hormone receptor in an advanced teleost, the tilapia (Oreochromis mossambicus), with special reference to its distinct expression pattern in the ovary. J Endocrinol. 181: 65-76. Kocaman EM, Yanik T, Erdogan O, Ciltas AK. 2005. Alteration in cholesterol, glucosa and triglyceride levels in reproduction of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Journal of Animal and Veterinary Advences 4:801804 Kwalska A. Zakes Z, Jankowska B, Demska-Zakes K. 2011. Effect of different dietary lipid levels on growth performance, slaughter yield, chemical composition, and histology of liver and intestine of pikeperch, Sander lucioperca. Czech J. Anim. Sci. 56 (3), 136–149. Latar DI. 2013. Efektivitas Pemberian Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang melalui Pakan dengan Bahan Penyalut berbeda pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Liu S, Zang X, Liu B, Zhang X, Arunakumara KKIU, Zhang X, and Liang B. 2007. Effect of growth hormone transgenic synechocystis on growth, feed efficiency, muscle composition, haematology and histology of turbot (Scophthalmus maximus L.). Aquaculture Research 38 : 1283-1292. Moriyama S, Yamaguchi K, Takasawa T, Chiba H, Kawauchi H. 2006. Insulinlike growth factor I of Japanese eel, Anguilla japonica: cDNA cloning, tissue distribution, and expression after treatment with growth hormone and seawater acclimation. Fish Physiol Biochem. 32:189–201. Moriyama S, Kawauchi H. 2001. Growth regulation by growth hormone and insulin-like growth factor-I in teleosts. Otsuchi Mar Sci. 26:23-27 Moriyama S, Yamamoto H, Sugimoto S, Abe T, Hirano T, Kawauchi H. 1993. Oral administration of recombinant salmon growth hormone to rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Aquaculture 112: 99–106.
46
Muhammad, Zairin MJr, Alimuddin, Carman O. 2014. Growth response of four Nile tilapia strains fed on diet containing a recombinant teleostean growth hormone. Int.J.Sci: Basic and Applied Research 16 (1): 397-406 Nader MR, Miura T, Ando N, Miura C, Yamauchi K. 1999. Recombinant human insulin-like growth factor I stimulates all stages of 11-ketotestosteroneinduced spermatogenesis in the Japanese eel (Anguilla japonica) in vitro. Biology of Reproduction 61: 944–947 Nagahama Y. 1987. Gonogotropin action on gametogenesis and steroidogenesis in teleost gonad. Zool Sci 4: 209-222 Nam YK, Noh JK, Cho YS, Cho HJ, Cho KN, Kim CG, Kim DS. 2001. Dramatically accelerate growth and extraordinary gigantism of transgenic mud loach (Misgurnus mizolepis). Transgenic Research 10: 353-362. Nordgarden U, Hansen T, Hemre GI, Sundby A, Björnsson BT. 2005. Endocrine growth regulation of adult Atlantic salmon in seawater: the effects of light regime on plasma growth hormone, insulin-like growth factor-I, and insulin levels. Aquaculture 250:862-871. [NRC] National Research Council. 1977. Nutrient Requirements of Warmwater Fishes. Sub Committee on Warmwater Fish Nutrition. Committee on Animal Nutrition Board on Agriculture and Renewable Resources. National Academy Science, Washington DC. Pierce AL, Breves JP, Moriyama S, Hirano T, Grau EG. 2011. Differential regulation of Igf1 and Igf2 mRNA level in tilapia hepatocytes: effects of insulin and cortisol on GH sensitivity. Journal of Endocrinology, 211:201210. Promdonkoy B, Warit S, Panyim S. 2004. Production of a biologically active growth hormone from giant catfish (Pangasianodon gigas) in Escherichia coli. Biotechnol Lett. 26: 649-653. Rasmussen RS, Rønsholdt B, Ostenfeld TH, McLean E, Byatt JC. 2001. Growth, feed utilization, carcass composition and sensory characteristics of rainbow trout treated with recombinant bovine placental lactogen and growth hormone. Aquaculture 195:367-384. Reinecke, M. 2010. Insulin-like growth factors and fish reproduction. Biology of Reproduction 4 (82) : 656 – 661. Reinecke M, Bjornsson BT, Dickoff WW, McCormick SD, Navarro I, Power DM. 2005. Growth hormone and insulin-like growth factors in fish: where we are and where to go. Gen Comp Endocrinol 142 : 20 – 24. Safir M. 2012. Respons Benih Ikan Gurami (Osphronemus goramy) yang diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan Melalui Oral pada Dosis Berbeda. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Santiesteban D, Martín L, Arenal A, Franco R, Sotolongo J. 2010. Tilapia growth hormone binds to a receptor in brush border membrane vesicles from the hepatopancreas of shrimp Litopenaeus vannamei. Aquaculture 306: 338– 342. Sekine S, Mizukami T, Nishi T, Kuwana Y, Saito A, Sato M, Itoh S, Kawauchi H. 1985. Cloning and expression of cDNA for salmon growth hormone in Escherichia coli. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 82:4306-4310.
47
Silverstein JT, Wolters WR, Shimizu M, Dickhoff WW. 2000. Bovine growth hormone treatment of channel catfish: strain and temperature effects on growth, plasm IGF-I levels, feed intake efficiency and body composition. Aquaculture 190: 77–88. Singh H, Griffith RW, Takahashi A, Kawauchi H, Thomas P, Stegeman JJ. 1988. Regulation of gonadal steroidogenesis in Fundulus heteroclitus by recombinant salmon growth hormone and prolactin. Gen Comp Endocrinol 72:144–53. Sirotkin AV. 2005. Control of reproductive processes by growth hormone: extraand intracellular mechanisms. The Veterinary J. 170:307-317 Sørensen HP, Kim KM. 2005. Advanced genetic strategies for recombinant protein expression in Escherichia coli. J. Biotechnol 115:113–128 Subaidah S, Carman O, Sumantadinata K, Sukenda, Alimuddin, 2012. Respons pertumbuhan dan ekspresi gen udang vaname Litopenaeus vannamei setelah direndam dalam larutan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang. J. Ris. Akuakultur. 7 (3): 337 – 352. Syazili A. 2012. Kinerja pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenile ikan gurame diremdam hormon pertumbuhan rekombinan dengan frekuensi berbeda. [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Tsai HJ, Hsih MH, Kuo JC. 1997. Escherichia coli produced fish growth hormone as a feed additive to enhance the growth of juvenile black seabream (Acanthopagrus schlegeli). J Appl Ichthyol 13: 78-82. Takeuchi T. 1988. Laboratory work-chemical evaluation of dietary nutrients. In: Watanabe T, editor. Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo. Van Der Kraak G, Wade MG. 1994. A comparison of signal transduction pathways mediating gonadotropin actions in vertebrates. In: Davey KB, Peter RE, Tobe SS, editors. Perspectives in comparative endocrinology. Ottawa: National Research Council of Canada,:59–63. Vijayakumar A, Novosyadly R, Wu Y, Yakar S, LeRoith D. 2010. Biological effects of growth hormone on carbohydrate and lipid metabolism. Growth Horm IGF Res. 20:1-7. Walker JM. 2002. The Protein Protocols Handbook. Second Ed. Totowa New Jersey (US), Human Pr. Walsh G. 2003. Biopharmaceuticals, Biochemistry and Biotechnology. Second Edition. England, John Wiley & Sons Ltd. p 551. Watanabe T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo: JICA Textbook the General Aquaculture Course. Weber GM, Moore AB, Sullivan CV. 2007. In vitro actions of insulin-like growth factor-I on ovarian follicle maturation in white perch (Morone americana). Gen Comp Endocrinol. 151: 180-187. Wedemeyer GA, Yasutake WT. 1977. Clinical Methods for the Assessment of the Effects of Environmental Stress on Fish Health. Technical Paper of the U.S. Weidner M, Taupp M, Hallam SJ. 2010. Expression of recombinant proteins in the methylotrophic yeast Pichia pastoris. JoVE. 36. http://www.jove.com/ details.php?id=1862, doi: 10.3791/1862. Wiegand MD. 1982. Vitellogenesis in fishes. In: CJJ Richter and HJ Th Goos (Eds). Proceedings of the International Symposium on Reproductive Physiology of Fish. Wagenigen. Netherland. 136-146.
48
Wong AOL, Hong Z, Yonghua J, Wendy K, Ko W. 2006. Feedback regulation of growth hormone and secretion in fish and the emerging concept of intrapituitary feedbeck loop (review). Comp Biochem Physiol 144: 284-305. Yeganeh S. 2011. Seasonal changes of blood serum biochemestry in relation to sexual maturation of female common carp (Cyprinus carpio). Comp Clin Pathol 21:1059-1063 Zairin MJr. 2000. Anual changes in ovarian maturity of female Thai cathfish (Pangasius hypopthalmus) reared in a culture. Biotropia 15:48-57.
49
Lampiran 1 Prosedur Kerja Produksi dan Ekstraksi rGH Produksi rGH (Promdonkoy 2004) : 1. 2.
Menyiapkan media LB (media 2xYT) 20 mL dan 100 mL, disimpan di kulkas Koloni tunggal bakteri yang telah terinsersi vektor pCold I dan mengandung fragmen DNA GH mature dari biakan yang masih muda dipilih untuk diinokulasikan. 3. Koloni tersebut diinokulasikan dalam 20 mL LB yang mengandung ampisilin 20 µL ( 1 ppt) dalam erlenmeyer 200 mL. 4. Inokulan tersebut diinkubasi dalam shaker selama 16-18 jam dengan suhu 37°C, setelah over night biakan terlihat keruh yang berarti bakteri tumbuh. 5. Dilakukan sub kultur sebanyak 1% dan ditumbuhkan kembali dalam 100 mL LB yang telah ditambah 100 µL (1 ppt) ampisilin, 6. Diinkubasi dalam shaker suhu 370C selama 2 jam. 7. Diberikan kejutan dengan menggunakan suhu 15°C selama 30 menit. 8. Setelah itu, biakan tersebut diberikan IPTG dengan konsentrasi pada media 0.5 - 1 mM. 9. Biakan tersebut kemudian diinkubasi dalam shaker dengan suhu 15°C selama 24 jam. 10. Setelah 24 jam, bakteri yang ada dikumpulkan/pelleting dengan menggunakan sentrifugasi kecepatan 12 000 rpm selama 1 menit dan suhu 4 o C. Ekstraksi Protein rGH : 1. 2. 3. 4. 5.
6.
Pelet bakteri E. coli BL21 yang sudah memproduksi rGH hasil sentrifugasi dicuci menggunakan 1 mL bufer tris-EDTA (TE) per 200 mg bakteri bakteri, diinkubasi pada suhu 37°C selama 20 menit, dan selanjutnya disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit.. Supernatan dalam tabung microtube dibuang, diganti dengan larutan lisozim (10 mg dalam 1 mL bufer TE) sebanyak 500 µL. Kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 20 menit, lalu disentrifugasi pada 12 000 rpm selama 1 menit. Supernatan dibuang, dan pelet yang terbentuk merupakan protein rGH dalam bentuk badan inklusi (inclusion body). Pelet rGH dicuci dengan bufer fosfat salin (PBS) sebanyak 1 kali Badan inklusi yang mengandung rGH selanjutnya dapat digunakan.
50
Lampiran 2 Prosedur Kerja Analisis Proksimat (Takeuchi 1988) A. Kadar protein 1. 0.5–1.0 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, dan salah satu labu digunakan sebagai blanko, dimana pada labu itu tidak dimasukkan sampel. 2. Ke dalam labu no. 2 ditambahkan 3 gram katalis (K2SO4 + CuSO4.5H2O) dengan rasio 9 : 1, dan 10 mL H2SO4 pekat. 3. Labu no. 2 dipanaskan 3–4 jam sampai cairan dalam labu berwarna hijau, setelah itu pemanasan diperpanjang 30 menit lagi. 4. Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destilata 30 mL. Kemudian larutan no. 2 dimasukkan ke labu takar, dan ditambahkan larutan destilata sampai volume larutan menjadi 100 mL. 5. Dilakukan proses destilasi untuk membebaskan kembali NH3 yang berasal dari proses destruksi pada no. 4. 6. Labu erlenmeyer diisi 10 mL H2SO4 0.05 N dan ditambahkan 2-3 tetes indikator (metyl red/methylen blue) dipersiapkan sebagai penampung NH3 yang dibebaskan dari labu no. 4. 7. Labu destilasi diisi 5 mL larutan no. 4, lalu ditambah larutan NaOH 30%. 8. Pemanasan dengan uap terhadap labu destilasi (no. 7) dilakukan minimum 10 menit setelah kondensasi uap terlihat pada kondensor. 9. Larutan dalam labu erlenmeyer dititrasi dengan NaOH 0.05 N. 10. Prosentase protein dihitung dengan formula berikut : * x . Vb Vs . x . F . x . 6 , 25 * *. x . 20 . x . 100 S Keterangan: Vs = mL 0.05 N titar NaOH untuk sampel Vb = mL titar NaOH untuk blangko F = faktor koreksi dari 0.05 larutan NaOH S = bobot sampel (g) * = setiap mL 0.05 NaOH equivalent dengan 0.0007 g nitrogen ** = faktor nitrogen 0 , 0007
B. Kadar lemak Metode Ekstraksi dengan Soxhlet 1. Labu ekstraksi dipanaskan di oven pada suhu 110 oC selama 1 jam. Kemudian didinginkan selama 30 menit dalam desikator (X1). 2. Sampel ditimbang 1-2 g (A) dan dimasukkan ke dalam tabung filter 3. Tabung filter pada no. 2 ditempatkan ke dalam ekstraksi dari alat Soxchlet. Kemudian disambungkan kondensor dengan labu ekstraksi pada no. 1 yang telah diisi 100 mL N-Hexan. 4. N-Hexan dipanaskan pada labu ekstraksi dengan menggunakan water bath, suhu 70-100 oC selama 2-4 jam. 5. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 100 0C, kemudian timbang (X2). 6. Prosentase lemak dihitung dengan formula berikut :
51
X2 - X1 Kadar lemak (%) =
X 100% A
Metode ekstraksi dengan Folch 1. Labu silender dioven terlebih dahulu pada suhu 110 oC selama 1 jam. Kemudian didinginkan selama 30 menit dalam desikator dan ditimbang (X1) 2. Sampel ditimbang sebanyak 2-3 g (A) dan dimasukkan ke dalam gelas homogenize dan ditambahkan larutan kloroform : methanol (20XA) (B), sebagian disisakan untuk membilas pada saat penyaringan. 3. Sampel dihomogenize selama 5 menit, setelah itu disaring dengan vacuum pump. 4. Sampel yang telah disaring dimasukkan ke dalam labu pemisah yang telah diberi larutan MgCl2 0.03 M (BX0.2), kemudian di kocok dengan kuat minimal selama 1 menit. Kemudiaan ditutup dengan penutup labu dan didiamkan semalam 5. Lapisan bawah yang terdapat pada labu pemisah disaring ke dalam labu silinder, kemudian dievaporasi sampai kering. Sisa kloroform/methanol yang terdapat pada labu ditiup menggunakan vacuum. Setelah itu ditimbang (X2) X2 - X1 Kadar lemak (%) =
X 100% A
C. Kadar abu 1. Cawan porselen dipanaskan pada suhu 600 oC selama 1 jam dengan menggunakan muffle furnace, kemudian dibiarkan pada suhu muffle furnace turun sampai 110 oC, lalu cawan porselin dikeluarkan dan disimpan dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang (A). 2. Sampel dimasukkan lalu timbang (B), penimbangan sampai 4 desimal. 3. Sampel dipanaskan dalam muffle furnace pada suhu 600 oC, sampai bahan berwarna putih. 4. Cawan porselen dikeluarkan lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang (C). 5. Prosentase kadar abu dihitung dengan formula berikut : CA .x.100 % BA D. Kadar serat kasar
1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110 oC, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (A). 2. Hal yang sama juga dilakukan pada cawan porselen 3. Sampel sebanyak 1-2 g ditimbang, dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambah H2SO4 0.3 N, lalu dipanaskan selama 30 menit. Setelah itu ditambah lagi NaOH 1.5 N sebanyak 25 mL lalu dipanaskan lagi 30 menit.
52
4. Larutan pada no. 3 disaring, lalu dicuci berturut-turut dengan 50 mL air panas, 50 mL H2SO4 0.3 N, 50 mL air panas, dan 25 mL aseton. 5. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselin, d 6. ikeringkan selama 1 jam, lalu disimpan dalam desikator dan ditimbang (Y). Hasilnya kemudian dipijarkan, didinginkan lalu ditimbang (Z). 7. Prosentase serat kasar dihitung dengan formula berikut : Y Z A .x.100 % X E. Kadar air
1. Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105 oC selama 3 jam. 2. Bahan seberat A g dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang (X). 3. Cawan yang sudah berisi bahan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam, selanjutnya didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (Y). 4. Prosedur no. 3 diulang kembali, jika tidak ada perubahan berat makanan, maka pengukuran selesai. 5. Prosentase kadar air dihitung dengan formula berikut : (X Y ) .x.100 % A
Lampiran 3 Prosedur Kerja Pengukuran Glikogen Hati dan Otot (Wedemeyer dan Yasutake 1977) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jaringan hati atau otot seberat 100 mg dididihkan ke dalam 3 mL larutan KOH 30% sampai melarut (20-30 menit). Ditambahkan 0.5 mL Na2SO4 jenuh dan 3.5 mL etil alkohol 96%, dipanaskan sampai mendidih (5 menit). Kemudian didinginkan lalu disentrifuse 3.000 rpm selama 15 menit, setelah itu supernatan dibuang. Glikogen tersebut dilarutkan ke dalam 2 mL air dan diendapkan kembali dengan 2,5 mL etil alkohol 96% dan didiamkan sampai mengendap. Supernatan dibuang dan hidrolisa glikogen yang mengendap selama 30 menit dalam 2 mL HCl 5 M. Larutan didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH 0.5 M (gunakan indikator pp 1-2 tetes). Diencerkan sampai volume yang diketahui (50-100 mL), bergantung pada glikogen yang diharapkan. Uji lanjut dengan uji glukosa. Perhitungan: glikogen =
(
/
)
53
Lampiran 4 Prosedur Kerja Analisis RNA dan DNA A. 1. 2. 3. 4.
5. 6.
Ekstraksi RNA Sampel ditimbang sebanyak 20-25 mg, lalu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 200 µL ISOGEN. Jaringan digerus sampai lysis, jika belum lysis tambahkan ISOGEN sebanyak 200 µL dan dilanjutkan menggerus sampai lysis. ISOGEN ditambahkan sebanyak 400 µL dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit Ditambahkan khloroform sebanyak 200 µL, vorteks sampai homogen sekitar 30 detik (3 – 4 speed). Setelah itu dinkubasi pada suhu ruang selama 2 – 3 menit. Kemudian disentrifugasi 12 000 rpm pada suhu ruang selama 5 menit. Terbentuk 3 lapisan dan diambil lapisan teratas (bening) dengan hati-hati.
RNA
&
kloroform
bening Protein (putih) DNA dan fenol (biru)
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Larutan bening diindahkan ke tabung baru yang sudah berisi 400 µL isopropanol. Inverting sampai homogen, dan diinkubasi di suhu ruang selama 10 – 15 menit. Sentrifugasi 12 000 rpm pada suhu 4 oC selama 15 menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan 1 mL etanol 70 % dingin (tidak divorteks). Sentrifugasi 12 000 rpm pada suhu 4 oC selama 15 menit. Supernatan dibuang dan pelet RNA dikering-udarakan. Elusi dengan 30-50 µL DEPC. Konsentrasi RNA dihitung
Catatan : penggerus direndam dulu dengan DEPC selama 30 menit, meja kerja disemprot DEPC, gunakan etanol absolut 70 % + 30 % DEPC. Perlakuan DNAse : tambahan prosedur untuk pemurnian RNA dan DNAse langsung dari no. 15. Bila tidak diperlukan, ekstraksi RNA berhenti sampai no. 16 dan dilanjutkan dengan sintesis cDNA.
15. Ditambahkan Tris 3 M (pH 7.8) NaCl 5 M MgCL2 DTT 100 mM
= 18.0 µL DNAse = 3 µL = 1.0 µL RNAse inhibitor = 1 µL = 2.7 µL DEPC = sampai volume total 450 µL = 4.5 µL
16. Larutan divorteks, dispindown dan diinkubasi pada 37 oC selama 30 menit 17. Ditambahkan campuran P/C (phenol/chloroform) 450 µL 18. Sentrifugasi 12 000 rpm pada suhu ruang selama 10 menit
54
19. Bagian atas (larutan bening) diambil dengan hati-hati.
RNA & kloroform (bening) Protein (putih) DNA & fenol (kuning)
20. Larutan bening (sekitar 450 µL) dipindahkan ke dalam tabung baru, dan ditambahkan: Ethanol absolut 2 x larutan = 900 µL NaOAC 3 M (pH 5.2), 10 % larutan = 45 µL Glikogen = 1 µL o 21. Divorteks dan diinkubasi – 80 C selama 15 menit 22. Sentrifugasi 12000 rpm, 4 oC selama 5 menit, 23. Buang supernatan, pelet RNA dikering-udarakan 24. Elusi dengan 30 – 50 µL DEPC 25. Konsentrasi RNA dihitung B. Ekstraksi DNA
1. 2. 3.
4. 5.
Penghancuran sel Semua peralatan yang akan digunakan dalam ekstraksi DNA diautoklaf Sampel ditimbang sebanyak 10 – 20 mg, lalu dimasukkan ke dalam tabung eppendorf (1.5 mL), Sebanyak 400 µL cell lysis solution ditambahkan ke dalam tabung yang diletakkan di atas es lalu jaringan digerus hingga homogen. Tambah kembali dengan 200 µL cell lysis solution pada tabung tersebut, Proteinase K sebanyak 3 µL ditambahkan ke dalam tabung dan diaduk dengan menggunakan pipet, Tabung berisi suspensi kemudian diinkubasi pada suhu 55 oC selama 3-24 jam.
C. Eliminasi RNA 1.
2.
RNase sebanyak 3 µL dimasukkan ke dalam setiap tabung, lalu diaduk dengan membolak-balikkan tabung sebanyak 25 kali, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 15-60 menit. Homogenat didinginkan pada suhu ruang.
Pengendapan protein 1. Protein Precipitation Solution sebanyak 200 µL dimasukkan ke dalam larutan homogenat lalu divortex pada kecepatan tinggi selama 20 detik. 2. Homogenat disentrifugasi pada kecepatan 14 000 rpm selama 3 menit hingga terbentuk endapan protein dan larutan yang mengandung DNA.
1.
Pengendapan DNA Larutan supernatan yang terbentuk dituangkan secara hati-hati ke dalam tabung baru yang telah berisi 600 µL larutan isopropanol 100%.
55
2.
3. 4. 5.
6. 7. 8. 9.
Tabung yang berisi larutan DNA ini kemudian diaduk dengan membolakbalikan tabung sebanyak 50 kali hingga terlihat untaian pita DNA yang berwarna putih. Tabung tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 14 000 rpm selama 1 menit hingga terbentuk pelet DNA di dasar tabung. Larutan supernatan dibuang dan tabung dikeringkan di atas kertas tissue. Larutan etanol 70% dingin sebanyak 600 µL, kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi pelet DNA. Tabung dibolak-baik beberapa kali untuk membilas sisa-sisa DNA yang berada di dinding tabung. Tabung disentrifugasi pada kecepatan 14 000 rpm selama 1 menit. Larutan etanol dibuang dengan hati-hati, lalu tabung dikeringkan di atas kertas tissue dan dibiarkan kering udara selama 15 menit. Pelet DNA yang terbentuk dilarutkan kembali dengan menambahkan 100 µL akuades steril (SDW) ke dalam tabung. Larutan DNA disimpan dalam freezer atau langsung digunakan untuk proses selanjutnya.
Lampiran 5 Analisis ekonomi pakan mengandung rGH ikan kerapu kertang Jumlah pakan (g) yang dikonsumsi selama empat minggu pemeliharaan Sampling ke Perlakuan 3.00 mg/kg 0.30 mg/kg 0.03 mg/kg
Biasa
1 rGH
Jml
Biasa
2 rGH
Jml
total
88.89 88.55 85.90
12.58 12.57 12.69
101.47 101.11 98.59
135.18 137.48 121.70
28.52 26.25 26.64
163.69 163.73 148.34
41.10 38.82 39.33
Konversi pakan perlakuan: konversi pakan kontrol (K2) Perlakuan 3.00 mg/kg 0.30 mg/kg 0.03 mg/kg K2
Konversi pakan 1.07 1.14 1.14 1.38
KP : K2 (%) 28.97 21.05 21.05 0
Harga 1 g rElGH = Rp 1,000,000.00 Harga pakan 1 kg = Rp 7,000.00 1. 3 mg/kg pakan = 3/1000 X Rp 1,000,000.00 = Rp 3,000 Pakan yang digunakan 41.10 g = 41.10/1000 X Rp 3,000.00 = Rp 123.30 2. 0.3 mg/kg pakan = 0.3/1000 X Rp 1,000,000.00 = Rp 300 Pakan yang digunakan 38.82 g = 38.82/1000 X Rp 3,000.00 = Rp 11.65 3. 0.03 mg/kg pakan = 0.03/1000 X Rp 1,000,000.00 = Rp 30 Pakan yang digunakan 38.82 g = 39.33/1000 X Rp 3,000.00 = Rp 1.18
56
Peningkatan nilai pakan. Harga pakan ikan Rp 7,000/kg 3.00 mg/kg pakan rElGH = 28.97/100 X Rp 7,000 = Rp 2028 0.30 mg/kg pakan rElGH = 21.05/100 X Rp 7,000 = Rp 1474 0.03 mg/kg pakan rElGH = 21.05/100 X Rp 7,000 = Rp 1474 Pada dosis 3 mg/kg pakan rElGH dapat menghemat harga pakan Rp 2028 dengan menambah rGH seharga Rp 123.30 /kg pakan Pada dosis 0.3 mg/kg pakan rElGH dapat menghemat harga pakan Rp 1474 dengan menambah rGH seharga Rp 11.65/kg pakan Pada dosis 0.03 mg/kg pakan rElGH dapat menghemat harga pakan Rp1474 dengan menambah rGH seharga Rp 1.18/kg pakan. Jadi dosis rElGH yang efisien adalah 3.00 mg/kg.
57
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Alabio pada tanggal 04 Februari 1964 sebagai anak ketujuh dari sembilan bersaudara pasangan H. Asmuni dan Hj. Siti Zubaidah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat lulus pada tahun 1988. Pendidikan Magister ditempuh di Program Studi Ilmu Ilmu Pertanian Kekhususan Perikanan, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar lulus pada tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Ilmu Akuakultur IPB diperoleh dari program beasiswa BPPS-Dikti pada tahun 2009. Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) sejak tahun 1989. Jabatan struktural yang pernah diemban penulis adalah Kepala bidang Kerjasama dan Pengabdian Lingkungan, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UNLAM periode 2004-2007, dan 2007 – 2010. Menikah dengan Rini Marlida pada tahun 1991 dan dikaruniai 4 orang anak, Rafiqa Humaira, Annisa Amalia, Ahmad Shidqi Fadhilla, dan Ahmad Fadhil Azhim. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis telah menghasilkan artikel ilmiah berjudul “Growth response of four Nile tilapia strains fed on diet containing a recombinant teleostean growth hormone” telah diterbitkan pada International Journal of Science : Basic and Applied Research Vol 16 No 1 pp. 397-406 tahun 2014. Artikel tersebut telah dipresentasikan secar oral pada Seminar Nasional Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) pada tanggal 10-11 Desember 2013 di Banjarbaru. Artikel ilmiah lainnya berjudul “Respons Pertumbuhan dan Pemanfaatan Pakan pada Ikan Nila Ukuran Berbeda yang Diberi Pakan Mengandung Hormon Pertumbuhan Rekombinan” sedang dalam tahap review pada Jurnal Riset Akuakultur. Artikel-artikel ilmiah tersebut merupakan bagian dari penelitian disertasi.