PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE SANGKURIANG DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA
MAYA FITRIANA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Sangkuriang Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan dengan Lama Perendaman Berbeda“ adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2014
Maya Fitriana NIM C14100024
ABSTRAK MAYA FITRIANA. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Sangkuriang Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan dengan Lama Perendaman Berbeda. Dibimbing oleh ALIMUDDIN dan HARTON ARFAH. Peningkatan pertumbuhan benih dapat berkontribusi besar dalam peningkatan produksi budidaya. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan lele setelah direndam dalam air mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) selama 2 dan 4 jam. Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan dengan 3 ulangan. Sebanyak 100 ekor larva ikan lele umur 5 hari setelah menetas diberi kejut salinitas 35 g/L selama 2 menit, kemudian direndam dalam kantong plastik kemasan berisi larutan garam 9 g/L, rElGH dan serum albumin sapi (bovine serum albumin/BSA) 100 mg/L. Kontrol dibuat untuk tiap perlakuan dan direndam dalam air mengandung BSA. Ikan dipelihara selama 21 hari di dalam akuarium dan diberi pakan cacing sutera secara ad libitum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomassa benih ikan lele yang direndam selama 4 jam lebih tinggi sekitar 25,12% dibandingkan dengan kontrol, dan 12,24% dibandingkan dengan perendaman selama 2 jam. Kelangsungan hidup ikan perlakuan perendaman rElGH selama 4 jam (60,0±8,3%) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman 2 jam (56,0±10,7%). Dengan demikian, pertumbuhan benih ikan lele dapat dipacu dengan merendam larva selama 4 jam dalam air mengandung rElGH, dan teknologi ini dapat berguna dalam pengembangan budidaya ikan lele. Kata kunci: hormon pertumbuhan rekombinan, ikan lele, lama perendaman.
ABSTRACT MAYA FITRIANA. Growth and Survival of African Catfish Juvenile Administered Recombinant Growth Hormone by Different Immersion Time. Supervised by ALIMUDDIN and HARTON ARFAH. Enhanced growth can highly contribute to the increased farming production. This research was conducted to compare the growth and survival of African catfish juvenile after immersion in water containing 2 mg/L recombinant giant grouper hormone (rElGH) for 2 and 4 hours. This research consisted of four treatments and three replications. A total of 100 catfish larvae at 5-day-old after hatching were hiperosmotic treated on 35 g/L salt solution for 2 minutes, and then bath immersed in a plastic packing containing 9 g/L salt solution, rElGH, and 100 mg/L bovine serum albumin (BSA). Control was created for each treatments and immersed in water containing 100 mg/L BSA. Fish were further maintained for 21 days in the aquarium, and fed on blood worm, ad libitum. The result showed that fish biomass of 4 hours treatment was approximately 25.12% higher compared to the control and 12.24% compared to 2 hours treatment. Fish survival in 4 hours treatment (60.0±8.3%) was higher than the 2 hours treatment (56.0±10.7%). Thus, the growth of Sangkuriang catfish seed can be improved by immersing in water containing rElGH during 4 hours, and this technology can be useful to improve African catfish farming. Keywords: immersion, larval catfish, recombinant growth hormone.
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HDUP BENIH IKAN LELE SANGKURIANG DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA
MAYA FITRIANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Sangkuriang Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan dengan Lama Perendaman Berbeda Nama : Maya Fitriana NIM : C14100024 Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Disetujui oleh
Dr. Alimuddin, SPi, MSc Pembimbing I
Ir. Harton Arfah, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Sukenda, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Sangkuriang Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan dengan Lama Perendaman Berbeda”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat. Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Alimuddin, MSc dan Bapak Ir. Harton Arfah, MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan selama pengerjaan penelitian ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Junior, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan masukan, semangat dan motivasi. 3. Anna Octavera SPi, MSi; Darmawan Setia Budi, SPi; Jasmadi, SPi; Rangga Garnama, SPi; dan mahasiswa S2, S3 Genetik yang telah memberikan motivasi, informasi, bimbingan serta ilmunya. 4. Teman-teman seperjuangan genetic’s 47: Linly Amelianing, Kurdianto, Riyan Maulana, Raditya Wahyu, Zaky Abdullatif, Imam Rusydi Hsb., Steven Michail S., Habib Fadhlan T. 5. Sunarji Arifin dan Sriatun selaku orang tua yang selalu memberikan doa, dukungan moril dan materil yang tidak ternilai. 6. Hendra Satwika, SPi yang telah membantu dalam pelaksanaan teknis serta memberi dukungan dalam penelitian ini. 7. Teman-teman terbaikku di BDP 47 (Netty Dwi C., Linly Amelianing M., Aini Nurkartika M., Evy Nurul A.) atas dukungan dan persahabatan selama ini, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Mei 2014
Maya Fitriana
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii DAFTRA GAMBAR ......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii PENDAHULUAN ................................................................................................ 9 Latar Belakang .................................................................................................... 9 Tujuan .................................................................................................................. 2 BAHAN DAN METODE ..................................................................................... 2 Rancangan Percobaan .......................................................................................... 2 Pengadaan Larva Ikan Lele ................................................................................. 2 Pengadaan Hormon Pertumbuhan Rekombinan.................................................. 2 Perendaman dan Pemeliharaan Larva ................................................................. 3 Parameter Uji dan Analisis Data ......................................................................... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 5 Hasil..................................................................................................................... 5 Pembahasan ......................................................................................................... 7 KESIMPULAN .................................................................................................. 10 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 11 LAMPIRAN ....................................................................................................... 13 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ 16
viii
DAFTAR TABEL 1. Rancangan perlakuan perendaman larva ikan lele dengan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang .................................................. 2 2. Alat yang digunakan dalam pengukuran kualitas air pada media pemeliharaan benih ikan lele .............................................................................. 3 3. Bobot rerata, laju pertumbuhan panjang spesifik (LPS), biomassa, dan kelangsungan hidup (KH) larva ikan lele yang diberi rGH dan larva ikan lele kontrol dengan lama perendaman berbeda................................................... 5 4. Kisaran suhu, oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO), pH, dan amonia pada media pemeliharaan benih ikan lele ........................................................... 7
DAFTAR GAMBAR 1. Bobot rerata larva ikan lele perlakuan perendaman dan kontrol yang direndam selama 2 jam dan 4 jam dengan masa pemeliharaan 21 hari .............. 5 2. Benih ikan lele yang telah diberi perlakuan rGH pada fase larva dan kontrol yang dipelihara selama 21 hari. rElGH 2 mg/L + BSA 100 mg/L selama 4 jam (A), rElGH 2 mg/L + BSA 100 mg/L selama 2 jam (B), kontrol: BSA 100 mg/L selama 4 jam (C), dan kontrol: BSA 100 mg/L selama 2 jam (D) ................................................................................................. 5 3. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele perlakuan dan kontrol pada pangamatan hari ketiga setelah perendaman dilakukan. ..................................... 6 4. Nilai FCR (dalam bobot basah) benih ikan lele yang telah direndam dengan rElGH dosis 2 mg/L pada larva umur 5 hari pascamenetas dibandingkan dengan kontrol pada lama waktu perendaman yang sama dengan masa pemeliharaan 21 hari ..................................................................... 6
DAFTAR LAMPIRAN 1. Proses kultur protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang (rElGH) ................................................................................................ 13 2. Skema penelitian ............................................................................................... 14
PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas penting dalam budidaya air tawar di Indonesia. Perbaikan pertumbuhan diduga dapat berkontribusi besar dalam pengembangan budidaya ikan lele. Teknologi yang dapat digunakan sebagai upaya peningkatan pertumbuhan adalah seleksi (Winarlin et al. 2007), hibridisasi (Sunarma 2004), transgenesis (Kobayashi et al. 2007) dan teknologi protein hormon pertumbuhan rekombinan (rGH) (Laksana 2012; Aminah 2012). Teknologi yang dikembangkan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi untuk meningkatkan pertumbuhan adalah silang balik (backcross) dengan mengawinkan induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6) (Sunarma 2004). Kualitas genetik kedua tetua perlu ditingkatkan melalui pemuliaan. Teknologi transgenesis dapat menghasilkan ikan dengan tingkat perbaikan kualitas yang tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Kelemahan teknologi ini terkait masalah keamanan pangan karena ikan yang dihasilkan adalah ikan transgenik atau biasa disebut dengan genetically modified organism (Putra 2011). Teknologi yang cukup mudah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas benih ikan lele adalah melalui teknologi hormon pertumbuhan rekombinan (recombinant growth hormone, rGH). rGH aman untuk dikonsumsi dan bukan merupakan ikan transgenik karena tidak ditransmisikan kepada keturunan selanjutnya (Acosta et al. 2007). Aplikasi rGH dapat dilakukan melalui metode penyuntikan (injeksi), perendaman (imersi), dan oral melalui pakan. Metode perendaman adalah metode yang efektif karena dapat dilakukan secara masal dibandingkan dengan metode injeksi. Selain itu metode perendaman dapat meminimalkan leaching pada saat pemberian pakan yang mengandung rGH. Pemberian rGH yang berbeda pada ikan nila melalui metode penyuntikan/injeksi dengan dosis 1 μg protein total bakteri per gram bobot ikan berhasil meningkatkan bobot sebesar 20,94% (rGH ikan kerapu kertang, rElGH); 18,09% (rGH ikan mas); 16,99% (rGH ikan gurame) (Alimuddin et al. 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2012) dengan metode oral menggunakan rElGH pada ikan betok melalui rotifera sebanyak 40.000 individu diperoleh peningkatan biomassa sebesar 16,19% dan kelangsungan hidup sebesar 81,07%. Perendaman benih ikan gurame menggunakan air yang mengandung rElGH 0,12 mg/L meningkatkan biomassa 129,6% dan meningkatkan sintasan sekitar 40,9% (Apriadi 2012). Perendaman ikan sidat dengan rElGH mampu meningkatkan biomassa sebesar 28% dibandingkan dengan kontrol (Aminah 2012). Perendaman ikan lele menggunakan hormon pertumbuhan tilapia sebelumnya telah dilakukan oleh Carpio et al. (2007). Perendaman rGH terbukti dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan sidat (Handoyo 2012), abalon (Moriyama dan Kawauchi 2004) dan udang vaname (Laksana 2012).
2 Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk menentukan lama waktu perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) pada larva ikan lele yang menghasilkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup tertinggi.
BAHAN DAN METODE Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap, terdiri atas empat perlakuan dengan masing-masing tiga kali ulangan (Tabel 1). Perlakuan yang diberikan berupa dosis hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) 2 mg/L dan serum albumin sapi (bovine serum albumin/BSA) 100 mg/L dengan lama waktu perendaman 2 jam dan 4 jam. Perlakuan kontrol tanpa perendaman (rElGH) dan BSA dengan lama waktu perendaman 2 jam dan 4 jam. Tabel 1 Rancangan perlakuan perendaman larva ikan lele dengan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang Perlakuan 1 2 3 4
Notasi K1 K2 P1 P2
Lama perendaman dan dosis rElGH BSA 100 mg/L + 2 jam perendaman BSA 100 mg/L + 4 jam perendaman rElGH 2 mg/L + BSA 100 mg/L + 2 jam perendaman rElGH 2 mg/L + BSA 100 mg/L + 4 jam perendaman
Pengadaan Larva Ikan Lele Materi uji yang digunakan adalah induk ikan lele (Clarias sp.) dengan 3 ekor induk betina dan 3 ekor induk jantan masing-masing memiliki bobot 1-1,5 kg/ekor. Perangsangan ovulasi menggunakan ovaprim (LHRH dan antidopamin) dengan dosis 0,2 ml/kg bobot tubuh ikan lele jantan dan 0,3 ml/kg bobot tubuh ikan lele betina. Setelah disuntik, induk jantan dan betina disatukan lalu ditunggu hingga 7-8 jam sampai ikan melakukan pemijahan. Induk diangkat setelah proses pemijahan. Penetasan telur dilakukan dalam bak pemijahan. Telur-telur yang sudah menetas menjadi larva dipelihara dalam wadah akuarium berukuran 100 x 50 x 50 cm3 hingga umur 4-5 hari atau setelah kuning telur habis sebelum dilakukan perlakuan. Larva diberi pakan berupa naupli artemia dengan frekuensi pemberian tiga kali dalam sehari. Pengadaan Hormon Pertumbuhan Rekombinan Produksi rGH dilakukan menggunakan bakteri Escherichia coli BL21 dengan metode kultur dan ekstraksi seperti dijelaskan oleh Alimuddin et al. (2010) (Lampiran 1). Pelet rElGH dicuci dengan phosphate buffer saline (PBS) sebanyak 2 kali dan disimpan pada suhu -80oC hingga akan digunakan.
3 Perendaman dan Pemeliharaan Larva Perendaman larva dalam larutan rGH Larva ikan lele berumur 5 hari pascamenetas (berukuran 0,6 cm dan bobot 0,00275 gram) dihitung sebanyak 1.200 ekor dan kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing akuarium sebanyak 100 ekor/akuarium yang berisi 6 L air. Sebelum perlakuan dimulai ikan lele dipuasakan terlebih dahulu sekitar 12 jam. Ikan yang sudah berada dalam akuarium kemudian diberi perlakuan perendaman rElGH. Larva ikan lele direndam dalam larutan garam 35 g/L (kejut salinitas) selama 2 menit, lalu dimasukkan ke dalam media dengan salinitas 9 g/L yang mengandung rElGH dengan lama waktu perendaman seperti pada Tabel 1. Perendaman dilakukan satu kali, dan dilakukan dalam plastik kemas berukuran 15 cm x 30 cm untuk masing-masing ulangan. Pada setiap perlakuan direndam 100 larva ikan lele dalam 100 ml media dan dibuat 3 ulangan. Perendaman dalam larutan rElGH dilakukan dengan dosis 2 mg/L. Pemeliharaan Ikan Ikan dipelihara di dalam akuarium berdimensi 30 x 20 x 20 cm3 dengan volume air sebanyak 6 liter dan dilengkapi sistem aerasi. Padat penebaran ikan lele sebesar 17 ekor/liter. Penempatan akuarium dapat dilihat pada Lampiran 2. Larva ikan lele dipelihara selama 21 hari dan diberi pakan cacing sutera secara ad libitum dengan frekuensi pemberian 4 kali per hari. Pergantian air dilakukan setiap hari sebanyak 50%. Pergantian air total dilakukan setiap 3 hari sekali. Pembersihan sisa pakan dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Sampling Ikan Pengukuran bobot ikan dan kelangsungan hidup dilakukan pada awal perlakuan, hari ke-14 dan hari ke-21 kegiatan pemeliharaan. Sampling dilakukan untuk mengetahui biomassa dan jumlah ikan. Biomassa dihitung dengan cara menimbang seluruh ikan dalam satu ulangan sekaligus menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram. Jumlah ikan yang hidup dihitung pada saat kegiatan sampling dilakukan. Pengukuran Kualitas Air Suhu air pemeliharaan diukur setiap hari dengan menggunakan termometer yang terpasang dalam akuarium, sedangkan parameter lain yang diukur pada akhir pemeliharaan, yaitu: kadar oksigen terlarut (DO), pH, dan amoniak. Seluruh parameter tersebut diukur dengan pengukuran manual di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tabel 2 Alat yang digunakan dalam pengukuran kualitas air pada media pemeliharaan benih ikan lele C
Standar SNI: 01-6484.3-2000 25-30
DO meter
mg/L
>4
pH meter Titrasi
mg/L
6,5 – 8,5 < 0,01
Parameter
Alat Pengukur
Suhu Oksigen terlarut (Dissolved oxygen/DO) pH NH3
Termometer
Satuan o
4 Parameter Uji dan Analisis Data Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik Laju pertumbuhan spesifik (LPS) atau persentase pertambahan bobot setiap hari. LPS bobot dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan : LPS : Laju petumbuhan spesifik (%) Wt : Bobot rerata individu ikan waktu ke-t (gram/ekor) Wo : Bobot rerata individu ikan waktu ke-0 (gram/ekor) t : Lama pemeliharaan (hari) Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup (KH) adalah presentase jumlah ikan lele yang hidup setelah dipelihara (dalam waktu tertentu) dibandingkan dengan jumlah pada awal pemeliharaan yang dapat dihitung dengan rumus berikut: KH =
x 100 %
Keterangan : KH : Tingkat Kelangsungan Hidup (%) Nt : Jumlah ikan pada waktu t (ekor) No : Jumlah ikan awal pada saat ditebar (ekor) Biomassa Biomassa merupakan bobot total ikan yang diperoleh dari penimbangan seluruh jumlah ikan yang hidup dalam satu ulangan. Bobot rerata Bobot rerata merupakan bobot rata-rata per ekor ikan yang diperoleh dari hasil penimbangan biomassa dibagi dengan jumlah ikan yang ditimbang. Bobot rerata = biomassa ÷ jumlah ikan Feed Convertion Ratio (FCR) FCR merupakan banyaknya jumlah pakan yang dibutuhkan untuk membentuk satu kilogram ikan. Nilai FCR diperoleh dari jumlah pakan yang diberikan dibagi dengan selisih biomassa awal dan biomassa akhir.
Keterangan : Bt : Biomassa akhir (g) Bo : Biomassa awal (g)
5 Analisis Data Parameter penelitian yang diamati meliputi laju pertumbuhan spesifik (LPS), bobot rata-rata, biomassa, dan tingkat kelangsungan hidup (KH). Data yang diperoleh diolah dengan Microsoft Excel 2013 kemudian dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Bobot dan Biomassa Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan (bobot, panjang dan biomassa) larva yang direndam menggunakan rElGH relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Tabel 2). Perendaman rElGH selama 4 jam memiliki nilai biomassa (72,843 g), bobot rerata (1,224 g), laju pertumbuhan spesifik (0,324 %), dan panjang (6,011 cm) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol. Perendaman rElGH selama 4 jam memiliki nilai biomassa lebih tinggi sekitar 25,12% dibandingkan terhadap kontrol dan 12,24% dibandingkan dengan perendaman rElGH selama 2 jam. Peningkatan pertumbuhan larva ikan lele menunjukkan bahwa rGH ikan kerapu kertang menginduksi pertumbuhan ikan. Peningkatan bobot rerata selama 21 hari pemeliharaan pada perendaman rGH selama 4 jam sebesar 1,22 g/ekor, sedangkan kontrol dengan lama perendaman yang sama memiliki bobot rerata 1,08 g/ekor (Gambar 1). Bobot rerata pada kontrol dengan lama perendaman 2 jam yaitu sebesar 0,89 g/ekor, sedangkan perlakuan dengan lama perendaman yang sama memiliki bobot rerata sebesar 1,16 g/ekor. Perlakuan perendaman menggunakan rGH selama 4 jam mampu meningkatkan bobot rerata mencapai 36,49% dan 13,47% masing-masing lebih tinggi terhadap kontrol-1 (K1) dan kontrol-2 (K2). Tabel 3 Bobot rerata, laju pertumbuhan spesifik kelangsungan hidup (KH) larva ikan lele yang lele kontrol dengan lama perendaman berbeda. Biomassa Bobot LPS Notasi (g) rerata (g) (%) 61,944±2,521 0,897±0,125 31,691±0,740 K1 58,217±0,847 1,079±0,060 32,846±0,295 K2 64,901±3,033 1,158±0,165 33,306±0,730 P1 72,843±3,534 1,224±0,231 33,630±0,942 P2
(LPS), biomassa, dan diberi rGH dan larva ikan Panjang (cm) 4,717±0,213 5,129±0,065 5,442±0,488 6,011±0,545
KH (%) 69,3±3,8 63,3±10,7 56,0±10,7 60,0±8,3
Data ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpangan baku dari 3 ulangan. K1 = kontrol direndam menggunakan BSA 100 mg/L selama 2 jam, K2 = kontrol direndam menggunakan BSA 100 mg/L selama 4 jam, P1 = perlakuan direndam menggunakan rGH 2 mg/L dan BSA 100 mg/L selama 2 jam, dan P2 = perlakuan direndam menggunakan rGH 2 mg/L dan BSA 100 mg/L selama 4 jam. Nilai kelangsungan hidup pada tabel merupakan nilai yang diperoleh pada akhir pemeliharaan.
6
Gambar 1 Bobot rerata larva ikan lele perlakuan perendaman dan kontrol yang direndam selama 2 jam dan 4 jam dengan masa pemeliharaan 21 hari. Perlakuan rElGH dengan lama perendaman 4 jam memiliki LPS sebesar 0,325%, sedangkan kontrol memiliki LPS sebesar 0,307%. Hal ini menunjukkan bahwa perendaman rGH selama 4 jam memiliki nilai laju pertumbuhan yang lebih tinggi sebesar 5,89% dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan perendaman rGH dengan lama perendaman 2 jam memiliki LPS sebesar 0,319%, sedangkan kontrol memiliki nilai LPS sebesar 0,32%. Panjang benih ikan lele yang direndam rElGH selama 4 jam mencapai 6,011 cm, nilai ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman rElGH selama 2 jam (5,442 cm), K-2 (5,129 cm), dan K-1 (4,717 cm). Gambar 2 merupakan hasil dokumentasi ikan lele yang direndam dengan perlakuan rGH dan kontrol dengan lama perendaman 2 jam dan 4 jam.
Gambar 2 Benih ikan lele yang telah diberi perlakuan rGH pada fase larva dan kontrol yang dipelihara selama 21 hari. rElGH 2 mg/L + BSA 100 mg/L selama 4 jam (A), rElGH 2 mg/L + BSA 100 mg/L selama 2 jam (B), BSA 100 mg/L selama 4 jam (C), dan BSA 100 mg/L selama 2 jam (D). Kelangsungan Hidup Ikan Tingkat kelangsungan hidup (KH) larva ikan lele setelah perendaman diamati setelah tiga hari perendaman. Kelangsungan hidup ikan lele setelah tiga hari perendaman disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan Tabel 2 diketahui nilai KH perlakuan rElGH selama 4 jam adalah sebesar 70,67%, perendaman rElGH selama 2 jam memiliki nilai KH sebesar 68,33%. Nilai KH untuk kontrol dengan lama perendaman 2 jam dan 4 jam masing-masing sebesar 84,67% dan 76,00%. Kelangsungan hidup pemeliharaan diamati pada akhir pemeliharaan, yaitu pada
7 hari ke-21 pemeliharaan. Nilai KH pada masing-masing perlakuan memperlihatkan nilai yang relatif sama. Dengan demikian perlakuan perendaman tidak mempengaruhi kelangsungan hidup hingga akhir pemeliharaan.
Gambar 3 Tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele perlakuan dan kontrol pada pengamatan hari ketiga setelah perendaman dilakukan. Feed Convertion Ratio (FCR) Pakan yang digunakan untuk ikan lele selama pemeliharaan adalah pakan alami berupa cacing sutera. Pakan diberikan secara ad libitum, namun penggunaan pakan per ulangan pada tiap perlakuan juga dihitung setiap hari untuk mengetahui tingkat konsumsi pakan. Nilai FCR berdasarkan bobot basah pada penelitian ini ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Nilai FCR (dalam bobot basah) benih ikan lele yang telah direndam dengan rElGH dosis 2 mg/L pada larva umur 5 hari pascamenetas, dibandingkan dengan kontrol pada lama waktu perendaman yang sama dengan masa pemeliharaan 21 hari. Gambar 4 memperlihatkan bahwa perendaman ikan lele menggunakan rGH memiliki nilai FCR (dalam bobot basah) relatif lebih rendah dibandingkan
8 dengan kontrol. Pada lama perendaman 2 jam, perlakuan rGH memiliki nilai FCR sebesar 2,83%, sedangkan nilai FCR kontrol sebesar 3,06%. Begitupun pada perendaman 4 jam, perlakuan rGH memiliki nilai FCR sebesar 2,59%, sedangkan pada kontrol sebesar 2,99%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan rGH mampu menurunkan FCR sebesar 8,13% pada lama perendaman 2 jam dan sebesar 15,83% pada lama perendaman 4 jam. Nilai FCR yang semakin kecil menunjukkan bahwa tingkat efisiensi pakan di dalam tubuh ikan semakin baik. Kualitas Air Hasil pengukuran kualitas air menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda dengan kisaran optimum (SNI 2000) untuk ikan lele. Nilai kualitas air masingmasing perlakuan ditampilkan pada Tabel 3. Kualitas air media pemeliharaan ikan perlakuan dan kontrol relatif sama dan berada pada kisaran normal pemeliharan ikan lele (Tabel 3). Dengan demikian, perbedaan pertumbuhan bukan disebabkan oleh perbedaan kualitas air pemeliharaan. Tabel 4 Kisaran suhu, oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO), pH, dan amonia pada media pemeliharaan benih ikan lele. Perlakuan Suhu (◦C) 26,5-27,8 K1 26,4-27,5 K2 26,4-27,8 P1 26,5-27,8 P2 Optimal 25-30 (SNI: 01-6484.3-2000)
DO (mg/L) 6,5-7,0 5,5-6,8 6,5-6,8 5,8-6,4
pH 6,9-7,4 7,1-7,2 6,9-7,2 6,7-7,5
NH3 (mg/L) 0,002-0,009 0,003-0,005 0,002-0,005 0,001-0,009
> 4 mg/L
6,5-8,5
<0,01 mg/L
K1 = kontrol direndam menggunakan BSA 100 mg/L selama 2 jam, K2 = kontrol direndam menggunakan BSA 100 mg/L selama 4 jam, P1 = perlakuan direndam menggunakan rGH 2 mg/L dan BSA 100 mg/L selama 2 jam, dan P2 = perlakuan direndam menggunakan rGH 2 mg/L dan BSA 100 mg/L selama 4 jam.
Pembahasan Penggunaan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang pada ikan lele dengan dosis 2 mg/L dengan lama waktu perendaman selama 4 jam menunjukkan pertumbuhan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Perendaman rGH selama 4 jam mampu meningkatkan bobot rerata sebesar 13,47% atau 1,2 kali lebih besar dari kontrol. Peningkatan biomassa ikan dengan perlakuan perendaman rGH selama 4 jam sebesar 25,12% dari kontrol. Perendaman rGH selama 4 jam mampu meningkatkan biomassa sebesar 12,24% dibandingkan dengan perendaman rGH selama 2 jam (Tabel 2). Pada penelitian Carpio et al. (2007), perendaman ikan lele berumur 7 hari setelah menetas (HSM) menggunakan rekombinan tilapia NPY menghasilkan peningkatan pertumbuhan sebesar 64% dalam 30 hari pemeliharaan. Perbedaan peningkatan bobot disebabkan oleh efektivitas rGH yang dipengaruhi oleh jenis rGH yang digunakan, metode, dosis, frekuensi, ikan uji, dan waktu perendaman. Penggunaan rGH dan frekuensi berbeda pada ikan lele dapat terlihat pada penelitian ini, karena
9 pada hasil penelitian Carpio et al. (2007) yang menggunakan rGH ikan nila dengan dosis 200 μg/L dengan frekuensi pemberian 12 kali mampu meningkatkan bobot tubuh sebesar 64% daripada kontrol. Pada penelitian Moriyama et al. (2004) perendaman benih abalon pada dosis rsGH 30 mg/l dengan frekuensi pemberian rsGH setiap 7 hari sekali dan pemeliharaan 84 hari, dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 1,2 kali dari kontrol. Menurut Acosta et al. (2009) bahwa pemberian tiGH dengan metode perendaman pada larva ikan mas koki dengan frekuensi perendaman sebanyak 3 kali dalam seminggu dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 3,5 kali lipat dari perlakuan kontrol setelah pemeliharaan 15 hari. Pada penelitian ini perlakuan terbaik untuk biomassa dan bobot rerata adalah perlakuan perendaman 4 jam dengan dosis 2 mg/L dan hanya dilakukan 1 kali perendaman dengan peningkatan biomassa sebesar 25,12% dan peningkatan bobot rerata sebesar 13,47% dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan pertumbuhan menunjukkan bahwa rElGH aktif menginduksi pertumbuhan ikan, dapat dilihat pada Gambar 1, ikan lele yang direndam selama 4 jam dengan rGH mempunyai pertumbuhan relatif lebih tinggi dibandingkan pada perendaman 2 jam dan kontrol. Penggunaan rElGH pada ikan lele dengan dosis 2 mg/L dan menggunakan lama perendaman 2 jam dan 4 jam mengacu pada penelitian Aminah (2012). Hasil perlakuan dengan lama perendaman 4 jam pada penelitian ini terbukti mampu menghasilkan pertumbuhan (biomassa, bobot rerata dan panjang) yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol. Terbukti pada perlakuan perendaman 4 jam mampu meningkatkan biomassa dan bobot rerata masing-masing sebesar 12,24% dan 5,69% dibandingkan dengan perlakuan perendaman rGH selama 2 jam. Panjang benih ikan lele yang direndam rElGH selama 4 jam sebesar 10,46% relatif lebih tinggi dibandingkan dengan benih ikan lele yang direndam rElGH selama 2 jam. Perendaman rElGH selama 4 jam mampu meningkatkan panjang sebesar 17,19% dibandingkan K-1 dan 27,43% dibandingkan dengan K-2. Peningkatan biomassa, bobot rerata, dan panjang ini diduga semakin lama perendaman akan menyebabkan penyerapan rGH lebih banyak pula. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Laksana (2012) bahwa perendaman udang vaname selama 3 jam mampu memberikan pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan perendaman selama 1 jam dan 2 jam. Sonnenschein (2001) menyatakan bahwa waktu perendaman dapat mempengaruhi keefektifan penyerapan hormon pertumbuhan. KH pada penelitian ini menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda baik pada perlakuan perendaman rElGH maupun kontrol. Nilai tingkat kelangsungan hidup pada penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Acosta et al. (2009) yang menyatakan bahwa pemberian rGH pada larva dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan meningkatkan daya tahan terhadap stres dan infeksi penyakit. Penelitian perendaman pascalarva udang vaname yang dilakukan olah Laksana (2012) menunjukkan hasil serupa dengan penelitian ini bahwa pemberian rGH tidak menunjukkan peningkatan nilai KH. Perbedaan pendapat ini diduga karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup suatu individu di antaranya kualitas air, daya tahan tubuh ikan, penyakit yang menyerang, dan faktor lain. Kualitas air pada penelitian ini masih termasuk dalam kisaran optimum (SNI 2000) untuk pemeliharaan benih ikan lele.
10 Pada penelitian ini pemberian rGH tidak berpengaruh terhadap nilai KH benih ikan lele. KH yang relatif rendah diduga karena sifat kanibalisme. Mukai (2011) menyatakan bahwa pada larva ikan lele Afrika (Clarias gariepinus) sifat kanibalismenya sudah muncul saat larva berumur 7 hari. Sifat kanibalisme ini yang diduga menyebabkan tingkat kelangsungan hidup yang rendah. Kanibalisme sangat dipengaruhi oleh kepadatan stok ikan, umur ikan, ukuran dan rasio bobot dari individu predator (Fessehaye et al. 2006). Sifat kanibalisme pada ikan lele dapat dihindari dengan cara grading. Hasil penelitian Mukai (2011) menyebutkan bahwa pemeliharaan benih ikan lele dalam kondisi gelap dapat menurunkan tingkat kanibalisme dan menekan angka mortalitas. Penelitian lebih lanjut dengan metode penggelapan wadah pemeliharaan diduga dapat mempertahankan nilai kelangsungan hidup. Penelitian ini menggunakan pakan alami berupa cacing sutera sebagai pakan ikan lele. Pakan diberikan secara ad libitum. Jumlah pakan yang diberikan sama pada setiap perlakuan dan dihitung sisa pakan yang ada pada sore hari. Hasil perhitungan pakan menunjukkan bahwa ikan yang diberi rGH memiliki nilai FCR per bobot basah yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol (Gambar 4). Nilai FCR yang semakin kecil menunjukkan bahwa ikan tersebut memiliki efisiensi yang baik untuk mengubah protein pakan ke dalam protein tubuhnya. Protein merupakan sumber energi utama bagi ikan, protein dalam pakan diharapkan dapat digunakan secara optimum untuk pertumbuhan (Haryadi et al. 2005). Ikan yang diberi rElGH memiliki sifat lebih agresif dan nafsu makan yang meningkat. Pemberian rElGH pada ikan dapat meningkatkan nafsu makan yang ditandai oleh waktu yang lebih cepat untuk menghabiskan pakan dalam jumlah yang sama. Peningkatan nafsu makan (apetite) ini dipengaruhi oleh hormon ghrelin yang meningkat akibat stimulasi hormon pertumbuhan (Handoyo et al. 2012). Perbaikan FCR terkait dengan perbaikan metabolisme nutrien. Pemberian GH pada ikan mas koki mampu memperpanjang usus 43% dibandingkan dengan kontrol, meningkatkan tinggi mikrovili, luas area dan kepadatan jaringan, sehingga proses penyerapan makanan lebih optimum (Walker et al. 2004). Handoyo (2012) menyebutkan bahwa ikan yang diberi perlakuan GH dari luar memiliki kemampuan lebih besar untuk mencerna makanan, menyerap nutrisi dan mengkonversi makanan dengan proporsi yang lebih besar untuk membentuk komposisi tubuh ikan, sehingga pemberian GH dapat berpengaruh terhadap peningkatan efisiensi pemberian pakan. Produksi ikan lele dipengaruhi oleh kualitas air media hidupnya. Pengukuran kualitas air pada penelitian ini dilakukan pada akhir pemeliharaan. Nilai kualitas air yang terdapat pada media pemeliharaan pada penelitian ini masih termasuk ke dalam rentang kualitas air yang baik dalam pemeliharaan larva ikan lele menurut SNI (2000). Perubahan kelangsungan hidup dan pertumbuhan pada perlakuan perendaman rElGH pada larva ikan lele diasumsikan tidak dipengaruhi oleh kualitas air media pemeliharaan karena media pemeliharaan sudah sesuai dengan standar pemeliharaan. Perubahan pertumbuhan yang terjadi diduga karena pengaruh pemberian hormon pertumbuhan rekombinan. Mekanisme masuknya rGH ke dalam tubuh ikan belum diketahui secara pasti. Handoyo (2012) menyebutkan bahwa rGH diduga diserap oleh tubuh ikan melalui insang dan lapisan epidermis. Moriyama dan Kawauchi (1990) menyebutkan bahwa radiolabeled-BSA dapat masuk ke insang dan epidermis
11 ikan rainbow trout setelah perendaman dalam larutan dan diduga bahwa sel insang memungkinkan digunakan sebagai jalur masuk. Pada metode perendaman yang dilakukan, larva ikan diberi perlakuan kejut salinitas selama 2 menit dalam larutan NaCl 35 g/L dan kemudian dipindahkan ke dalam larutan yang berisi rGH (Putra 2010). Metode tersebut mempengaruhi sistem osmoregulasi ikan. Pemberian kejut salinitas pada ikan berfungsi untuk membuka jalur masuknya rGH melalui lapisan tipis seperti insang dan kulit dengan memanfaatkan mekanisme pertukaran cairan tubuh. Pada kondisi alami, cairan dalam tubuh ikan lele bersifat hipertonik yaitu konsentrasi zat terlarut dalam sel lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi di luar sel sehingga cairan tubuh bergerak keluar. Ketika ikan lele diberi perlakuan perendaman dalam larutan NaCl 35 g/L maka kondisinya menjadi terbalik, sel pada tubuh ikan lele bersifat hipotonik (tekanan osmotik dalam tubuh ikan lebih rendah dibandingkan dengan di luar tubuh). Larva ikan lele kemudian dipindahkan ke dalam larutan rGH bersalinitas 9 g/L. Perubahan kadar salinitas akan mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan, sehingga ikan akan melakukan penyesuaian dengan melakukan pengaturan kerja osmotik agar proses fisiologis dalam tubuhnya dapat bekerja secara normal kembali. Pada kondisi tersebut cairan dari luar tubuh akan masuk ke dalam tubuh ikan, diduga rGH masuk ke dalam tubuh ikan pada proses osmoregulasi tersebut. Metode perendaman merupakan cara yang mudah dan aplikatif untuk diterapkan pada kegiatan produksi massal. Metode perendaman yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode packing. Metode ini dimaksudkan untuk mempermudah pembudidaya yang akan menggunakan rGH. Pemberian rGH dilakukan pada saat transportasi larva, sehingga larva ikan lele yang siap tebar adalah larva ikan yang telah diberi rGH. Perendaman yang dianjurkan adalah 4 jam, di mana hasil penelitian menunjukkan kelangsungan hidup pada perendaman 4 jam cukup baik dan dapat menghasilkan biomassa yang tinggi. Aplikasi penggunaan rGH pada larva ikan lele diharapkan dapat meningkatkan produksi ikan lele dengan cara mempercepat produksi benih ikan lele. Kajian lebih lanjut mengenai pemberian rGH diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan yang lebih signifikan dan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik seperti padat tebar perendaman atau metode pemberian rGH. Kombinasi metode imersi dan oral terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ikan sidat sebesar 102,9% dibandingkan dengan kontrol (Handoyo 2012).
KESIMPULAN Aplikasi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang pada larva ikan lele 5 hari setelah menetas melalui metode perendaman dosis 2 mg/L dengan lama waktu perendaman 4 jam efektif untuk meningkatkan pertumbuhan. Biomassa dan bobot rerata benih ikan lele yang direndam rElGH selama 4 jam meningkat sebesar 25,12% dan 13,47% dibandingkan dengan kontrol. Biomassa dan bobot rerata benih ikan lele yang direndam rElGH selama 4 jam meningkat sebesar 12,24% dan 5,69% dibandingkan dengan perlakuan perendaman 2 jam.
12
DAFTAR PUSTAKA Acosta J, Morales R, Morales A, Alonso M, Estrada MP. 2007. Pichia pastoris expressing recombinant tilapia growth hormone accelerates the growth of tilapia. Biotechnol Lett 29 : 1671-1676. Acosta J, Estrada MP, Carpio Y, Ruiz O, Morales R, Martinez E, Valdes J, Borroto C, Besada V, Sanchez A, Herrera F. 2009. Tilapia somatotropin polypeptides: potent enhancers of fish growth and innate immunity. Biotecnologia Aplicada 26: 267-272. Alimuddin, Lesmana I, Sudrajat AO, Carman O, Faizal I. 2010. Production and bioactivity potential of three recombinant growth hormones of farmed fish. Indonesian Aquaculture Journal 5: 11-16 Aminah. 2012. Aplikasi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang pada glass ell dengan dosis perendaman berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Apriadi Y. 2012. Aplikasi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang pada ikan gurame melalui perendaman dosis berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Carpio Y, Leon K, Acosta J, Morales R, Estrada MP. 2007. Recombinant tilapia neuropeptide Y promotes growth and antioxidant defenses in African catfish (Clarias gariepinus). Aquaculture 272 : 649-655. Fessehaye Y, Kabir A, Bovenhuis H, Komen H. 2006. Prediction of cannibalism in juvenile Oreochromis niloticus based on predator to prey weight ratio, and effects of age and stocking density. Aquaculture 255: 314-322 Handoyo B. 2012. Respons benih ikan sidat terhadap hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang melalui perendaman dan oral [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Handoyo B, Alimuddin, Utomo NBP. 2012. Pertumbuhan, konversi dan retensi pakan, dan proksimat tubuh benih ikan sidat yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang melalui perendaman. Jurnal Akuakultur Indonesia 11 (2): 132-140. Haryadi B, Haryono A, Susilo U. 2005. Evaluasi efisiensi pakan dan efisiensi protein pada ikan karper rumput (Ctenopharyngodon idella Val.) yang diberi pakan dengan kadar karbohidrat dan energi yang berbeda. Ichthyos 4: 87-92. Kobayashi S, Alimuddin, Morita T, Miwa M, Lu J, Masato E, Takeuchi T. 2007. Transgenic Nile tilapia (Oreochromis niloticus) over-expressing growth hormone show reduced amonia excretion. Aquaculture 270: 427-435 Laksana DP. 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup post-larva udang vaname diberi hormon pertumbuhan rekombinan dengan lama perendaman berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Maulana F. 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan betok (Anabas testudineus Bloch.) yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan (rElGH) melalui rotifera air tawar (Brachionus sp.). [Skripsi]. Departemen
13 Budidaya Perairan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Moriyama S, Kawauchi H.1990. Growth stimulation of juvenile salmonids by immersion in recombinant salmon growth hormone. Nippon Suisan Gakkaishi 56: 31-34 Moriyama S, Kawauchi H. 2004. Somatic growth acceleration of juvenile abalone Haliotis discus hannai, by immersion in and intramuscular injection of recombinant salmon growth hormone. Aquaculture 229 : 469-478 Mukai Y, Lim LS. 2011. Larval rearing and feeding behavior of African catfish, Clarias gariepinus under dark conditions. Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. DOI: 10.3923 : 1-7. Putra HG. 2011. Pertumbuhan benih ikan gurame yang diberi protein rekombinan rGH melalui perendaman dengan dosis berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor SNI:01-6484.4-2000. Produksi benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada budidaya intensif. BSN. Jakarta. 12 hal. Sonnenschein L. 2001. Method of stimulating growth in aquatic animals using growth hormones. United States: United States Patent. Sunarma, A. 2004. Peningkatan produktivitas usaha lele sangkuriang (Clarias sp.). [Makalah] Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Walker RL, Buret AG, Jackson CL, Scott KG, Bajwa R, Habibi HR. 2004. Effects of growth hormone on leucine absorption, intestinal morphology, and, ultrastructure of the goldfish intestine. Canadian Journal of Physiology Pharmacology, 82 (11) : 951-959. Winarlin, Gustiano R, Kristanto AH. 2007. Uji banding pertumbuhan biomassa ikan nila (Oreochromis niloticus) seleksi dan nonseleksi di kolam dan danau. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar: Bogor.
14
LAMPIRAN Lampiran 1 Proses kultur protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang (rElGH).
15
Lampiran 2 Skema penelitian
16
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 2 April 1993 dari Ayah Sunarji Arifin dan Ibu Sriatun. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui yaitu SMAN 6 Bogor dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah magang di Raiser Ikan Hias Cibinong pada tahun 2012, dengan memilih komoditas ikan Synodontis. Tahun 2013 penulis melakukan praktek lapangan akuakultur di PT Surya Windu Kartika, Banyuwangi, Jawa Timur dengan komoditas udang vaname. Penulis juga pernah menjadi Asisten mata kuliah Dasar-Dasar Genetika semester ganjil tahun ajaran 2012/2013, Asisten mata kuliah Bioteknologi Akuakultur semester ganjil tahun ajaran 2013/2014. Penulis aktif dalam organisasi Himakua (Himpunan mahasiswa Akuakultur) sebagai Bendahara PSDM periode 2012-2013. Penulis juga aktif mengikuti lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI). Tugas akhir dalam pendidikan tinggi pada jenjang S1 ini diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Sangkuriang Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan dengan Lama Perendaman Berbeda”.