PERENDAMAN BENIH IKAN LELE DALAM LARUTAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG DENGAN KEPADATAN TINGGI
HABIB FADHLAN TAMAMI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Perendaman Benih Ikan Lele dalam Larutan Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang dengan Kepadatan Tinggi” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014
Habib Fadhlan Tamami NIM C14100048
ABSTRAK HABIB FADHLAN TAMAMI. Perendaman Benih Ikan Lele dalam Larutan Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang dengan Kepadatan Tinggi. Dibimbing oleh ALIMUDDIN dan TATAG BUDIARDI. Teknologi perendaman hormon pertumbuhan rekombinan pada ikan lele untuk memacu pertumbuhan belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lele melalui teknologi perendaman hormon pertumbuhan dari ikan kerapu kertang (rElGH) dengan dosis 2 mg/L pada padat perendaman tinggi, yakni 300 ekor/100 ml. Benih ikan lele yang berumur 5 hari pascamenetas direndam dalam air mengandung rElGH selama 2 jam, dan kemudian dipelihara selama 5 minggu. Data yang dihasilkan diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot rataan ikan lele perlakuan rElGH lebih besar 20,40% dari kontrol, biomassa sebesar 51,27% dan kelangsungan hidup perlakuan (67,33%) menunjukkan lebih besar 14,5% daripada kontrol (52,83%). Konversi pakan alami berupa cacing tubifex sebesar 2,31 sedangkan kontrol sebesar 2,33 dan konversi pakan komersial untuk perlakuan sebesar 0,97 dan kontrol sebesar 1,13. Dengan demikian perendaman hormon pertumbuhan rekombinan dengan kepadatan tinggi 300 ekor/100 ml dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lele, serta dapat meningkatkan efisiensi perendaman rElGH terhadap larva ikan lele. Kata Kunci: hormon pertumbuhan rekombinan, ikan lele, padat perendaman tinggi, pertumbuhan
ABSTRACT HABIB FADHLAN TAMAMI. High Density of Catfish Larvae Immersed in Recombinant Giant Grouper Growth Hormone Solution. Supervised by ALIMUDDIN and TATAG BUDIARDI. Application immersion of recombinant growth hormone to stimulate growth of catfish is still limited. The purpose of this study was to evaluate the growth and survival rate of catfish immersed with recombinant giant grouper growth hormone (rElGH) at a dose of 2 mg / L at high stocking density of 300 larva /100 ml. Fiveday-old catfish larvae were immersed in rElGH-containing water for 2 hours, and were reared for 5 weeks. Data obtained were processed using Microsoft Excel 2007 and were analyzed descriptively. The results showed that the average body weight of rElGH treated fish were 20.40% higher, biomass were 51.27% higher, and survival rate (67.33%) were 14.5% higher compared to control (52.83%). Feed (in form of tubifex worm) convertion ratio of the treatment group was 2.31 while the control group was 2.33. Feed conversion ratio (in form of commercial feed) of the rElGH treatment was 0.97 while the control group was 1.13. Therefore, immersion of recombinant growth hormone with high immersion density could be applied to improve growth and survival rate of catfish and was able to improve the efficiency of rElGH immersion on larval catfish. Keywords: recombinant growth hormone, catfish, high immersion density, growth
PERENDAMAN BENIH IKAN LELE DALAM LARUTAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG DENGAN KEPADATAN TINGGI
HABIB FADHLAN TAMAMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi
: Perendaman Benih Ikan Lele dalam Larutan Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang dengan Kepadatan Tinggi.
Nama
: Habib Fadhlan Tamami
NIM
: Cl4100048
Program Studi
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Disetujui oleh
<.
...
Dr Alimuddin, S.Pi, M.Sc Pembimbing I
Tanggal Lulus:
Dr Ir Tatag Budiardi, M.Si Pembimbing II
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Maret 2014 hingga Mei 2014 ialah hormon pertumbuhan rekombinan, dengan judul “Perendaman Benih Ikan Lele dalam Larutan Hormon Pertumbuhan Rekombinan dengan Kepadatan Tinggi”. Berbagai pihak telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: Dr. Alimuddin, S.Pi M.Sc. dan Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian dan penulisan, kedua orang tua tercinta, Aliyuddin dan Siti Khaeriyah yang selalu memberikan semangat dan doa; serta saudara tercinta Fitri Laila Hadiyani, Fakhrul Fuady, Hilda Nihaya Rosyida dan Rizki Muhammad Nasrullah yang selalu memberikan motivasi; Peni Puteri Ramadhaniati, Rangga Garnama S.Pi., Jasmadi S.Pi., Darmawan Setia Budi S.Pi., Denny S.Pi., Fajar Maulana S.Pi. dan Hendra S.Pi., yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada temanteman seperjuangan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Kurdianto, Zaky Abdullatif, Raditya Wahyu Prihardianto, Steven Michail Sutiono, Imam Rusydi Hasibuan, Riyan Maulana, Maya Fitriana, dan Linly Amelianing Mustikasari yang telah bersama-sama saling berkontribusi dalam setiap kegiatan penelitian; teman-teman dan sahabat seperjuangan BDP 47 dan omda PAMAUNG atas semangat, motivasi, kebersamaan, dan kenangannya; teman-teman SMA Al-Ma’soem Annisa Nur Maryam, Astrini Widianti, Setiawan, Age Baturimba, Agi Hadinata, Faisal, Elvina Melati dan Lutfi Zuhdi; sahabat saya yang selalu mendukung penelitian ini Dian Eka Ramadhani, Dede Dadang Suhaya, Ina Waliah Fathonah, Lukman Adinirwan, Ardiya Yustika, Nanda Safira, Muhammad Dira, Kresna, Dimas Napitupulu dan Dimas Sutiono, serta keluarga besar Departemen Budidaya Perairan, BDP 46, BDP 47, BDP 48, dan BDP 49 dan teman-teman Tim Basket FPIK. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, ilmu pengetahuan, masyarakat, dan seluruh pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2014
Habib Fadhlan Tamami
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ................................................................................................ x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
x
PENDAHULUAN................................................................................................
1
Latar Belakang.................................................................................................
1
Tujuan Penelitian ............................................................................................
2
METODE ............................................................................................................. 2 Produksi Larva ................................................................................................
2
Produksi rElGH ..............................................................................................
2
Perendaman Ikan dalam Larutan rElGH ......................................................... 2 Pemeliharaan Ikan ........................................................................................... 3 Sampling Ikan .................................................................................................. 3 Pengukuran Kualitas Air .................................................................................. 3 Parameter Uji.................................................................................................... 3 Analisis Data .................................................................................................... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 4 Hasil ................................................................................................................. 4 Pembahasan ..................................................................................................... 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................
9
Kesimpulan ...................................................................................................... 9 Saran ................................................................................................................ 9 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 9 LAMPIRAN.......................................................................................................... 12 RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. 13
DAFTAR TABEL 1. Konversi pakan (KP), laju pertumbuhan spesifik (LPS), biomassa, pertumbuhan panjang (PP), kelangsungan hidup (KH), dan bobot ratarata ikan lele pada akhir penelitian selama 5 minggu pemeliharaan . ........................................................................................... 2. Kualitas air yang diukur pada awal dan akhir pemeliharan dengan parameter pH, oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO), suhu dan total amonia nitrogen (TAN) pada air pemeliharaan ikan lele hingga akhir percobaan...................................................................................................
6
6
DAFTAR GAMBAR 1. Bobot rataan ikan lele selama 5 minggu pemeliharaan setelah perendaman (rElGH). Kontrol ( ): perendaman 100 mg/L BSA tanpa rElGH dengan kepadatan 300 ekor/100 mL. Perlakuan ( ): Perendaman 100 mg/L BSA dan rElGH 2 mg/L dengan kepadatan 300 ekor/100 mL. ........................................................................................................... 2. Kelangsungan hidup ikan lele selama 5 minggu pemeliharaan setelah perendaman rElGH. Kontrol ( ) : perendaman 100 mg/L BSA tanpa rElGH dengan kepadatan 300 ekor/100 mL. Perlakuan ( ): perendaman 100 mg/L BSA dan rElGH 2 mg/L dengan kepadatan 300 ekor/100 mL. ...........................................................................................................
5
5
DAFTAR LAMPIRAN 1. Skema prosedur kultur protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang (rElGH)............................................................................ 2. Skema perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) pada larva ikan lele........................................................ 3. Ciri-ciri gejala ikan yang terkena penyakit...............................................
12 12 12
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Hormon pertumbuhan (growth hormone/GH) adalah polipeptida yang disekresikan oleh bagian anterior kelenjar pituitari yang memiliki fungsi utama memacu pertumbuhan tubuh. Menurut Lesmana (2010) konsentrasi hormon pertumbuhan secara biologis oleh sel khusus pada kelenjar pituitari sangat kecil. Dengan keterbatasan jumlah GH tersebut, dan kemajuan teknologi molekuler, maka berbagai GH rekombinan (rGH) berhasil dibuat. Di Indonesia, tiga jenis rGH telah berhasil diproduksi diantaranya CcGH (ikan mas), OgGH (ikan gurami) dan rElGH (ikan kerapu kertang) (Alimuddin et al. 2010), dan tingkat produksi rGH ikan kerapu kertang (rElGH) pada bakteri Escherichia coli lebih tinggi daripada ikan mas dan ikan gurami (Irmawati 2013). Efek pemberian rElGH juga sudah diuji pada berbagai spesies ikan budidaya seperti pada ikan sidat melalui perendaman 12 mg/L menunjukkan kenaikan pertumbuhan sebesar 37,4% (Handoyo 2012), dan pada ikan kerapu bebek melalui pakan buatan mengalami peningkatan pertumbuhan 40,25% (Antoro 2014). Pemberian rGH pada fase larva lebih efektif dan praktis dilakukan melalui perendaman. Pemberian rGH melalui perendaman pada ikan sidat dengan dosis 3 mg/L pada kepadatan 25 ekor/100 mL yang dipelihara selama 8 minggu sudah terbukti menghasilkan peningkatkan biomassa 28% (Aminah 2012). Pemberian rGH pada ikan gurami dengan metode perendaman dosis 12 mg/L dan padat perendaman 100 ekor/100 mL dapat menghasilkan pertumbuhan sebesar 129,6 % (Apriadi 2012). Pertumbuhan pada pascalarva udang vaname dengan dosis 15 mg/L dan perendaman selama 3 jam dapat juga menaikkan biomassa sebesar 66% dan panjang 26,05 % (Laksana 2012). Perbedaan penggunaan dosis pada masingmasing penelitian dikarenakan adanya perbedaan reseptor antara jenis ikan dan rGH yang digunakan (Birzniece et al. 2009). Penambahan hormon pertumbuhan rekombinan pada komoditas tertentu dilandasi atas tingkat pertumbuhan yang lambat, tingkat daya tahan terhadap penyakit yang rendah dan nilai ekonomis komoditas. Oleh karena itu, perlu adanya metode yang efektif dalam penerapan bioteknolgi ini sehingga penerapan bioteknologi dapat diaplikasikan secara efisien. Jumlah larva yang direndam mempengaruhi efisiensi penggunaan rGH. Pada ikan lele, dari penelitian sebelumnya telah diketahui dosis optimal untuk perendaman larva ikan lele dengan padat perendaman 100 ekor/100 mL adalah 2 mg/L (Maulana 2014), sedangkan lama perendaman yang optimal adalah 4 jam perendaman (Fitriana 2014). Namun demikian, perendaman selama 1 jam dan 4 jam dengan kepadatan larva 100 ekor/100 mL menghasilkan kelangsungan hidup (KH) yang rendah (47,67%) dengan nilai 14% lebih tinggi daripada kontrol (Maulana 2014), sedangkan Fitriana (2014) melaporkan KH 60% dan relatif sama dengan kontrol. Untuk itu diperlukan penelitian yang mengevaluasi efektivitas perendaman larva ikan lele dalam rElGH dengan kepadatan tinggi melalui kajian pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan lele direndam rElGH pada penelitian Maulana (2014) dengan lama perendaman 2 jam dan kepadatan tinggi
1
2 yaitu 300 ekor/100 mL, lama perendaman 2 jam digunakan karena pada Fitriana (2014) menghasilkan KH yang tidak berbeda secara signifikan antara perlakuan 2 jam (56%) dan 4 jam (60%).
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh perendaman rElGH dengan kepadatan tinggi terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan lele sehingga penggunaan rElGH menjadi lebih efisien.
METODE Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan perendaman rElGH pada padat perendaman 300 ekor/100 mL air, dan kontrol, yaitu tidak direndam dengan rElGH dengan kepadatan 300 ekor/100 mL air. Penelitian dilakukan dengan tiga ulangan. Rancangan percobaan pada penelitian ini terdiri dari satu kontrol tanpa rElGH, dan perlakuan dengan rElGH, keduanya diberikan bovine serum albumin (BSA) 100 mg/L dengan kepadatan 300 ekor/100 mL yang direndam dalam larutan bersalinitas 9 g/L. Prosedur Kerja Produksi Larva Pemijahan dilakukan dengan metode semi-alami menggunakan ovaprim (Produksi Syndel Laboratories Ltd.) dengan dosis untuk induk jantan 0,3 mL/kg, dan induk betina 0,5 mL/kg. Hormon disuntikkan di otot punggung induk, kemudian induk ditebar di bak segiempat berukuran 3x1x1,5 m3 yang sudah diberi kakaban dari ijuk sebanyak 3 buah. Setelah memijah, induk dipindahkan ke wadah lain, sedangkan telur dibiarkan menetas pada wadah pemijahan.
Produksi rElGH Produksi rElGH dilakukan menggunakan bakteri Escherichia coli BL21 yang mengandung konstruksi pCold-I/ElGH dengan metode seperti dijelaskan oleh Alimuddin et al. (2010). Setelah bakteri hasil kultur dipanen, bakteri diendapkan menggunakan sentrifugasi pada 12.000 rpm selama 3 menit. Dinding sel bakteri dilisis menggunakan lisozim (Alimuddin et al. 2010). Total protein dalam bentuk badan inklusi (inclusion body) yang mengandung rElGH diendapkan menggunakan sentrifugasi, dicuci menggunakan bufer tris-EDTA (TE) sebanyak 1 mL untuk 200 mg bakteri, dan kemudian dicuci dengan phosphate buffer saline (PBS) sebanyak 2 kali. Protein disimpan pada suhu -80 ○C hingga akan digunakan (Lampiran 1). Perendaman Ikan dalam Larutan rElGH Perendaman dilakukan pada larva ikan berumur 5 hari pascamenetas. Perendaman dilakukan dengan dosis rElGH 2 mg/L dan BSA 100 mg/L mengacu
3 pada Maulana (2014). Ikan perlakuan dihitung sebanyak 300 ekor kemudian direndam pada air bersalinitas 35 g/L selama 2 menit, kemudian ikan uji dimasukkan ke dalam kantong plastik berukuran 30 cm x 20 cm yang sudah berisi 100 mL air bersalinitas 9 g/L dan larutan rElGH 2 mg/L serta BSA 100 mg/L selama 2 jam. Ikan yang sudah selesai direndam dimasukkan ke dalam akuarium yang sudah dipasang aerasi, sedangkan untuk ikan kontrol melalui proses yang sama namun air bersalinitas 9 g/L hanya ditambahkan BSA 100 mg/L tanpa rElGH dengan kepadatan 300 ekor/100 mL (Lampiran 2). Pemeliharaan Ikan Pemeliharaan ikan dilakukan selama 5 minggu, dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak tiga kali sehari. Pakan yang digunakan pada 3 minggu awal yaitu cacing Tubifex diberikan dengan cara dicacah pada minggu pertama dan utuh pada minggu kedua dan ketiga serta 2 minggu terakhir pakan komersial (kadar protein 32%), keduanya diberikan secara at satiation. Akuarium disifon setiap hari pada pagi hari dan air diganti 2 hari sekali sebanyak 75% dari total volume air. Ikan dipelihara pada kepadatan 200 ekor/75 L. Sampling Ikan Sampling dilaksanakan setiap 1 minggu sekali. Alat-alat sampling disiapkan, kemudian ikan disaring menggunakan saringan ikan. Air pada saringan ikan diserap menggunakan lap penyerap air agar pengaruh bobot karena air dapat dikurangi, lalu biomassa dan bobot per individu ikan ditimbang, serta jumlah ikan dihitung. Pengukuran Kualitas Air Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Air sampel pada setiap akuarium diambil menggunakan botol sampel, kemudian kualitas air diukur di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan FPIK-IPB. Parameter yang diukur adalah suhu, oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO), pH dan total amonia nitrogen (TAN). Parameter Uji Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) Laju pertumbuhan sesifik adalah laju pertumbuhan harian atau persentase pertambahan bobot ikan setiap harinya, yang dihitung dengan rumus: LPS = [√ Keterangan: LPS = t = Wi = Wo =
] x 100 %
Laju pertumbuhan spesifik (%) Periode pengamatan (hari) Bobot rataan individu ikan waktu ke-i (gram/ekor) Bobot rataan individu ikan waktu ke-0 (gram/ekor)
4 Pertumbuhan Panjang (PP) Panjang ikan diukur pada awal dan akhir penelitian dengan jumlah ikan 30% dari total ikan setiap perlakuan. Pertumbuhan panjang adalah rataan pertumbuhan panjang yang dihitung dengan rumus berikut: PP = Pt - Po Keterangan: PP = Pertumbuhan panjang (cm) Pt = Panjang rataan individu ikan waktu ke-t (cm) Po = Panjang rataan individu ikan waktu ke-0 (cm) Biomassa Biomassa merupakan bobot total ikan yang diperoleh dari jumlah ikan yang hidup dikalikan dengan bobot rataan ikan yang dihitung dengan rumus berikut: Bt = Nt x Wt Keterangan : Bt = Biomassa pada waktu ke-t (gram) Nt = Jumlah ikan waktu ke-t (ekor) Wt = Bobot rataan ikan pada waktu ke-t (g/ekor) Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup (KH) adalah persentase jumlah ikan yang hidup setelah dipelihara (dalam waktu tertentu) dibandingkan dengan jumlah pada awal pemeliharaan yang dapat dihitung dengan rumus berikut: KH =
x 100 %
Keterangan : KH = Kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah ikan panen pada waktu t (ekor) No = Jumlah ikan awal pada saat ditebar (ekor) Analisis Data Data yang diperoleh berupa bobot rataan, biomassa, laju pertumbuhan spesifik (LPS), pertumbuhan panjang (PP), kelangsungan hidup (KH) dan konversi pakan diolah menggunakan Microscoft Excel 2007, dan dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Pertumbuhan ikan lele perlakuan mulai terlihat lebih tinggi pada minggu ke2 dan tetap lebih tinggi hingga akhir penelitian (Gambar 1). Bobot individu ikan lele perlakuan pada akhir penelitian 20,40% lebih tinggi daripada kontrol, LPS perlakuan pada akhir penelitian (12,68%) lebih besar daripada kontrol (12,29%),
5 pertumbuhan panjang (PP) ikan perlakuan pada akhir penelitian 15,65% lebih baik daripada kontrol, dan biomassa 51,27% lebih tinggi dibandingkan kontrol. Kelangsungan hidup ikan perlakuan (67,33%) menunjukkan hasil yang lebih baik daripada kontrol (52,83%) (Gambar 2). Kelangsungan hidup (KH) ikan semakin menurun dari setiap minggunya, namun kontrol mengalami penurunan yang lebih drastis (Gambar 2). 6
Bobot Rataan (g)
5 4 3
K
2
P
1 0 0
1
2
3
4
5
Waktu (Minggu ke-)
Kelangsungan Hidup (%)
Gambar 1 Bobot rataan ikan lele selama 5 minggu pemeliharaan setelah perendaman (rElGH). Kontrol ( ): perendaman 100 mg/L BSA tanpa rElGH dengan kepadatan 300 ekor/100 mL. Perlakuan ( ): Perendaman 100 mg/L BSA dan rElGH 2 mg/L dengan kepadatan 300 ekor/100 mL
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
K P
0
1
2
3
4
5
Waktu (Minggu ke-)
Gambar 2 Kelangsungan hidup ikan lele selama 5 minggu pemeliharaan setelah perendaman rElGH. Kontrol ( ): perendaman 100 mg/L BSA tanpa rElGH dengan kepadatan 300 ekor/100 mL. Perlakuan ( ): perendaman 100 mg/L BSA dan rElGH 2 mg/L dengan kepadatan 300 ekor/100 mL
6 Tabel 2 Konversi pakan (KP), laju pertumbuhan spesifik (LPS), biomassa pertumbuhan panjang (PP), dan bobot rataan ikan lele pada akhir penelitian selama 5 minggu pemeliharaan . Perlakuan K P KP pakan komersial 1,13±0,23 0,97±0,23 KP pakan alami 2,33±0,15 2,31±0,21 LPS (%/hari) 12,29±0,85 12,68±0,32 Biomassa (g) 436,21±172,39 659,87±137,73 PP (cm) 7,36±0,80 8,51±0,26 Bobot rataan (g) 4,11±1,55 4,95±0,30 Data ditampilkan dalam bentuk rata-rata±simpangan baku dengan 3 ulangan, dengan K: kontrol dengan perendaman BSA 100 mg/L tanpa rElGH kepadatan 300 ekor/100 mL. P: perlakuan perendaman BSA 100 mg/L dan rElGH 2 mg/L dengan padat perendaman 300 ekor/100 mL.
Kualitas Air Hasil dari pengukuran kualitas air semua perlakuan dan kontrol cenderung homogen (Tabel 3). Kualitas air pemeliharaan masih berada dalam kisaran yang aman untuk budidaya ikan lele. Secara keseluruhan, nilai pH selama pemeliharaan berada pada kisaran 7-7,8, DO sebesar 5,0-5,8 mg/L, suhu 27-32 oC dan TAN sebesar 0,17-0,33 mg/L. Tabel 3 Kualitas air yang diukur pada awal dan akhir pemeliharan dengan parameter pH, oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO), suhu dan total amonia nitrogen (TAN) pada air pemeliharaan ikan lele hingga akhir percobaan Perlakuan K P Boyd (1992) pH 7,0-7,6 7,1-7,8 6,5 - 8,5 DO (mg/L) 5,1-5,8 5,0-5,6 ≥5 Suhu (◦C) 28-32 27-32 25-30 TAN (mg/L) 0,30-0,33 0,17-0,30 <1 Keterangan: K: perendaman 100 mg/L BSA tanpa rElGH dengan kepadatan 300 ekor/100 mL. P: perendaman 100 mg/L BSA dan rElGH 2 mg/L dengan kepadatan 300 ekor/100 mL Pembahasan Bobot akhir ikan lele yang direndam rElGH dengan dosis 2 mg/L menggunakan kepadatan tinggi (300 ekor/100 mL) adalah 20,40% lebih tinggi daripada kontrol. Hal ini lebih tinggi dari hasil penelitian sebelumnya, yaitu perendaman dengan kepadatan 100 ekor/100 mL pada dosis 2 mg/L, yang hanya menghasilkan peningkatan sebesar 2,5% (Maulana 2014). Tingkat kelangsungan hidup (KH) ikan pada akhir penelitian sebesar 67,33%, yaitu 14,5% lebih tinggi daripada kontrol. KH tersebut juga relatif lebih tinggi daripada yang dilaporkan Maulana (2014), yakni 54,67% dengan perbaikan 14% lebih tinggi daripada kontrol. Metode pada penelitian ini memiliki kepadatan pemeliharaan lebih rendah dan lama pemeliharaan yang lebih lama dengan Maulana (2014). Dengan demikian, berdasarkan peningkatan pertumbuhan dan KH perendaman dengan
7 kepadatan tinggi tersebut berdampak positif terhadap tingkat efisiensi penggunaan rElGH. Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan lele pada perendaman 9 g/L dengan kepadatan 300 ekor/100 mL melalui shock salinity 35 g/L sebesar 80% selama 2 jam. Hal tersebut menggambarkan bahwa daya tahan larva ikan lele cukup tinggi dan tingkat toleransi terhadap salinitas cukup tinggi dibandingkan ikan lainnya, seperti larva ikan nila yang tingkat toleransi pada salinitas >15 g/L dengan lama pemeliharaan 3 jam dengan KH 80% (Ath-thar dan Gustiano 2010). Menurut Carpio et al. (2007), perendaman hormon pertumbuhan tilapia NPY (dosis 200 µg/L) terhadap larva ikan lele dapat meningkatkan biomassa sebesar 64% dan 87% dibandingkan dengan kontrol yang dipeliharaan selama 30 hari dengan padat perendaman 10 ekor/100 mL. Hasil penelitian ini lebih rendah daripada Carpio et al. (2007) diduga akibat perbedaan kepadatan perendaman, jenis, dan kemurnian rGH yang digunakan, serta kesesuaian reseptor dengan rGH. Berdasarkan penelitian ini, perendaman rElGH pada larva ikan lele yang berumur 5 hari dengan kepadatan tinggi meningkatkan biomassa sebesar 51,27% dan meningkatkan bobot rataan sebesar 20,40% lebih baik daripada kontrol. Hal ini terbukti bahwa perendaman rElGH dengan kepadatan tinggi dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan larva ikan lele. Perendaman rElGH pun sudah terbukti menghasilkan peningkatkan biomassa 28% pada ikan sidat dengan dosis 3 mg/L pada kepadatan 25 ekor/100 mL yang dipelihara selama 8 minggu (Aminah 2012). Pada ikan gurami dengan metode perendaman 12 mg/L dan padat perendaman 100 ekor/100 mL dapat menghasilkan pertumbuhan sebesar 129,6 % (Apriadi 2012). Perendaman dengan kepadatan tinggi masih dapat meningkatkan biomassa dan bobot rataan dibandingkan kontrol. Dengan demikian, metode ini dapat lebih mengefisiensikan penggunaan rElGH khususnya pada ikan yang nilai ekonomisnya tidak terlalu tinggi. Hal tersebut juga akan berdampak pada percepatan siklus budidaya. Perbedaan hasil antar penelitian disebabkan karena perbedaan reseptor dari rGH yang digunakan pada ikan yang diuji. Hal tersebut sejalan dengan Birzniece et al. (2009) bahwa perbedaan pertumbuhan pada ikan yang diberikan rGH dapat berbeda karena reseptor yang berbeda antara jenis rGH dengan ikan yang diuji. Selain faktor perlakuan, jenis ikan akan membuat perbedaan hasil karena setiap jenis ikan tentunya memiliki kemampuan yang berbeda dalam merespons rGH dalam tubuhnya. Pertumbuhan panjang pada perlakuan memperlihatkan hasil yang lebih baik 15,7% daripada kontrol yang sesuai dengan pertumbuhan, baik biomassa maupun bobot rataan. Perendaman larva ikan lele dengan kepadatan tinggi ini selain meningkatkan pertumbuhan juga meningkatkan tingkat kelangsungan hidup dan mengurangi nilai konversi pakan, baik pakan cacing maupun pakan komersial. Tingkat kelangsungan hidup ikan selama 5 minggu pemeliharaan sebesar 27,44% lebih besar daripada kontrol, dan konversi pakan yang dihasilkan pun lebih kecil dari kontrol untuk konversi pakan pakan alami berupa cacing Tubifex sebesar 2,31, sedangkan kontrol sebesar 2,33 dan konversi pakan pakan komersial untuk perlakuan sebesar 0,97 dan untuk kontrol sebesar 1,13. Hal ini diperkuat pada penelitian Acosta et al. (2009) yang menyatakan bahwa pemberian hormon pertumbuhan dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan daya tahan ikan terhadap stres dan penyakit. Begitu pula pada penelitian Peterson et al. (2007)
8 yang mengatakan bahwa penambahan GH dalam bentuk rbGH pada channel catfish (Ictalurus punctatus) dapat meningkatkan respons imun. Hal serupa dijelaskan Sakai et al. (1997) yang menyatakan, bahwa penambahan GH pada ikan rainbow trout dapat meningkatkan resistensi terhadap Vibrio anguillarum. Ikan lele pada penelitian ini sempat terserang penyakit dengan gejala ulcer dan borok pada tubuh ikan, penyakit ini diduga merupakan Aeromonas hydrophila yang menyerang tubuh ikan lele. Berdasarkan Kabata et al. (1985), infeksi oleh A. hydrophila terjadi melalui permukaan badan yang luka, saluran pencernaan makanan atau melalui insang, kemudian bakteri masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar pada organ dalam lain yang menyebabkan pendarahan yang disertai haemoragic septicaemia. Penyakit ini menyerang semua ulangan ikan kontrol dan satu ulangan ikan perlakuan yang menyebabkan beberapa ikan mengalami kematian dan menurunkan tingkat kelangsungan hidup (Lampiran 3). Pemberian rGH juga dapat meningkatkan nafsu makan dan respons ikan terhadap pakan ikan lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan efisiensi pakan, baik pakan alami maupun pakan buatan. Penurunan nilai KP pada ikan yang diberi rGH diduga karena peningkatan nafsu makan dan respons hormon di dalam tubuh ikan yang menyebabkan pertumbuhan lebih tinggi daripada kontrol. Peningkatan nafsu makan diduga dipengaruhi oleh hormon ghrelin yang meningkat akibat stimulasi hormon pertumbuhan (Debnanth 2010). Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air yang dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan baik pada kontrol maupun perlakuan semua parameter masih ada dalam kisaran normal untuk budidaya ikan lele. Menurut Boyd (1992) kualitas air untuk menunjang kegiatan budidaya channel catfish adalah pH 6,5-8,5 DO di atas 5 mg/L suhu 25-30°C dan TAN kurang dari 1 mg/L. Dengan demikian kualitas air pada penelitian ini masih ada dalam kisaran normal dan homogen antar kontrol dengan perlakuan sehingga hasil dari penelitian ini bukan pengaruh dari kualitas air itu sendiri. Kelangsungan hidup ikan lele terus menurun selama pemeliharaan. Hal ini disebabkan oleh sifat alami ikan lele yang cenderung kanibal akibat dari perbedaan ukuran ikan dalam wadah pemeliharaan yang menyebabkan ikan saling menyerang satu sama lain. Meskipun ikan lele pada penelitian ini dipelihara pada kepadatan rendah, variasi ukuran dan sifat alamiah dari ikan lele yang kanibal menyebabkan hal tersebut terjadi. Menurut penelitian Mukai (2011), kanibalisme ikan lele ini muncul ketika ikan sudah berumur 7 hari. Berdasarkan hasil pada penelitian ini dapat diduga bahwa rElGH masih dapat diserap dengan jumlah yang cukup untuk stimulasi pertumbuhan. Penyerapan rElGH oleh larva ikan lele dapat melalui epidermis dan insang. Hal ini sejalan dengan riset Moriyama dan Kawauchi (1990) yang menyatakan bahwa penyerapan gonadotropin releasing hormone terlihat berpengaruh pada plasma ikan mas setelah pemberian melalui insang dan pada ikan rainbow trout ditemukannya radiolabeled-BSA pada insang dan epidermis. Penggunaan rElGH dengan metode perendaman dapat diaplikasikan di lapangan dengan memanfaatkan penggabungan antara teknologi rGH dengan teknik pemeliharaannya agar menekan jumlah kanibalisme dengan melakukan sortir pada beberapa segmen waktu pemeliharaan ikan lele. Dengan demikian metode ini berpeluang cukup besar untuk diaplikasikan oleh masyarakat karena dengan menggunakan dosis rendah dan padat perendaman tinggi dapat menekan
9 biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang cukup baik. Dalam penelitian Handoyo (2012), perendaman ikan sidat dengan dosis 12 mg/L dapat diaplikasikan karena meski dosis lebih tinggi dengan kepadatan lebih rendah 150 ekor/600 mL. Hal ini dimungkinkan karena nilai ekonomis ikan sidat lebih tinggi dibandingkan dengan lele, sehingga secara ekonomis masih dapat menghasilkan nilai efisiensi yang tinggi. Penelitian Muhammad (2014) dengan metode oral dengan rElGH pada ikan nila merah dapat menghasilkan peningkatan pertumbuhan 25,14% lebih baik daripada kontrol. Hasil serupa dari penelitian Antoro (2014) dengan pemberian rElGH melalui pakan terhadap ikan dengan dosis 50 mg/kg rElGH-HP55 menghasilkan pertumbuhan terbaik sebesar 40,25% dan melalui injeksi PBS+0,2 µg/g rElGH menghasilkan pertumbuhan lebih baik dibandingkan kontrol sebesar 38,77%. Hasil kedua penelitian tersebut menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan pemberian rElGH pada ikan lele dengan metode perendaman. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan melalui penggabungan metode perendaman dan oral seperti yang dilakukan oleh Handoyo (2012) pada ikan sidat. Kombinasi metode perendaman dan oral yang dihasilkan dari penelitian tersebut yaitu peningkatan biomassa 102,9% lebih tinggi daripada dengan metode perendaman atau oral saja yang masing-masing hanya menghasilkan biomassa 37,4% dan 65,7% lebih tinggi daripada kontrol.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perendaman rElGH dengan kepadatan 300 ekor/100 mL terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan bobot ikan lele sebesar 20,40% dan kelangsungan hidup sebesar 14,5% dibandingkan dengan kontrol, serta tingkat konversi pakan yang lebih baik daripada kontrol. Saran Perendaman rElGH dengan kepadatan 300 ekor/100 mL dapat diterapkan pada kegiatan budidaya ikan lele dalam skala massal. Penelitian selanjutnya disarankan menggabungkan pemberian rElGH melalui metode perendaman dan oral untuk mengevaluasi efeknya terhadap pertumbuhan ikan lele, yang disertai penerapan teknik sortir untuk mengevaluasi efeknya dalam mengurangi kanibalisme ikan lele sehingga dapat meningkatkan kelangsungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA Acosta J, Estrada MP, Carpio Y, Ruiz O, Morales R, Martinez E, Valdes J, Borroto C, Besada V, Sanchez A, Herrera F. 2009. Tilapia somatotropin polypeptides: potent enhanchers of fish growth and innate immunity. Biotecnology Aplicada. 26: 267-272. Alimuddin, Lesmana I, Sudrajat, AO, Carman O, Faizal I. 2010. Production and bioactivity potential of three recombinant growth hormones of farmed fish. Indonesian Aquaculture Journal. 5: 11-17.
10 Aminah. 2012. Aplikasi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang pada glass ell dengan dosis perendaman berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Antoro S. 2014. Respon Pertumbuhan, Komposisi Biokimia dan Imunitas Bawaan Benih Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis Valenciennes, 1828) setelah Perlakuan Hormon Pertumbuhan Rekombinan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ath-thar MHF dan Rudhy Gustiano. 2010. Performa ikan nila BEST dalam media salinitas. Balai Riset Perikanan Budidaya air Tawar Bogor (ID). Apriadi Y. 2012. Aplikasi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang pada ikan gurame melalui perendaman dosis berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Birzniece V, Sata A, Ho K. 2009. Growth hormone reseptor modulators. Clin Endocrinol (Oxf). 71 (5):715. Boyd CE. 1992. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Science Publishers . p. 32. Carpio Y, Leon K, Acosta J, Morales R, Estrada MP. 2007. Recombinant tilapia neuropeptide Y promotes growth and antioxidant defenses in African catfish (Clarias gariepinus). Aquaculture. 272 : 649-655. Debnanth S. 2010. A review on the physiology of insulin like growth factor-I (IGF-I) peptide in bony fishes and its phylogenetic correlation in 30 different taxa of 14 families of teleosts. Advances in Environmental Biology, 5:31-52. Fitriana M. 2014. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan lele sangkuriang diberi hormon pertumbuhan rekombinan dengan lama perendaman berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Handoyo B. 2012. Respon benih ikan sidat terhadap hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang melalui perendaman dan oral [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Irmawati. 2013. Respons fisiologis, biokimia, dan molekuler ikan gurame yang diberi hormon pertumbuhan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultures in the Tropics. London (GB) Taylors and Francis. Laksana DP. 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup post-larva udang vaname diberi hormon pertumbuhan rekombinan dengan lama perendaman [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lesmana I. 2010. Produksi dan bioaktivitas protein rekombinan hormon pertumbuhan dari tiga jenis ikan budidaya [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Maulana R. 2014. Aplikasi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang pada larva ikan lele sangkuriang melalui perendaman dengan dosis berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Moriyama S, Kawauchi H. 1990. Growth stimulation of juvenile salmonids by immersion in recombinant salmon growth hormone. Nippon Suisan Gakkaishi. 56: 31-34. Muhammad. 2014. Respons pertumbuhan, adaptasi dan reproduksi ikan nila yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
11 Mukai Y, Lim LS. 2011. Larval rearing and feeding behavior of African catfish (Clarias gariepinus) under dark conditions. Journal of Fisheries and Aquatic Sciences ISSN 1816-4927/DOI:10.3923. Peterson BC, Small BC, Bilodeau L. 2007. Effect of GH on immune and endocrine response of channel catfish challenged with Edwardsiella ictaluri. Comparative Biochemistry and Physiology, Part A146 : 47-53. Sakai M, Yuichiro K, Kobayashi M, Kawauchi H. 1997. Immunostimulating effect of growth hormone: in-vivo administration of growth hormone in rainbow trout enhances resistance to Vibrio anguillarum infection. Veterinary Immunology and Immunopathology, 57 : 147-152.
12 LAMPIRAN Lampiran 1 Skema prosedur kultur protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang (rElGH)
Kultur 24 jam (digoyang) 15°
Lampiran 2 Skema perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) pada larva ikan lele
Lampiran 3 Ciri-ciri gejala ikan yang terkena penyakit
13
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Juli 1991 di Bandung yang merupakan anak dari Drs. Aliyuddin dan Siti Khoeriyah S.Pd dan anak ke tiga dari tiga bersaudara yang masing-masing bernama Fitri Layla Hadiyani, Fakhrul Fuady, Hilda Nihaya Rosida dan Rizky Muhammad Nasrullah. Penulis pernah bersekolah di TK Bina Karya I (1996), SDN Cinunuk IV (1998), SMPN 2 Cileunyi (2004) dan SMA Al -Ma’soem (2007). Tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, di Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur (USMI) IPB. Penulis sempat aktif dibeberapa keorganisasian seperti UKM MAX sebagai anggota, OMDA PAMAUNG sebagai Ketua, BEM-C 2011 sebagai anggota Departemen Advokasi dan Kemahasiswaan dan BEM-C 2012 sebagai Ketua Departemen PBOS, selain itu penulis juga aktif dalam kepanitiaan seperti PORIKAN 2012, TATAR SUNDA 2012, Seminar Kepemudaan Perikanan 2012, Akuakultur Festival 2013. Penulis juga aktif dalam kegiatan Karya Ilmiah yang bertajuk Program Kreatif Mahasiswa (PKM) IPB yang berhasil didanai (DIKTI) pada PKM-P periode 2012/2013 dan PKM-P periode 2013/2014. Selain itu penulis aktif sebagai asisten beberapa mata kuliah diantaranya asisten Dasar-dasar Genetika Ikan dan asisten Prinsip Bioteknologi Akuakultur. Penulis juga aktif didalam beberapa kegiatan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauta Institut Pertanian Bogor, dan penulis pernah melakukan magang di BBAT Sukabumi dan praktek kerja lapang di BBL Lombok Nusa Tenggara Barat dengan judul “Pendederan Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis di Balai Budidaya Laut Lombok Kabupaten Sekotong Provinsi Nusa Tenggara Barat”. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Perendaman Benih Ikan Lele dalam Larutan Hormon Pertumbuhan Rekombinan dengan Kepadatan Tinggi”.