EFEKTIVITAS PERENDAMAN HORMON TIROKSIN DAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN TERHADAP PERKEMBANGAN AWAL SERTA PERTUMBUHAN LARVA IKAN PATIN SIAM
MUHAMMAD MUTTAQIN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : EFEKTIVITAS PERENDAMAN HORMON TIROKSIN DAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN TERHADAP PERKEMBANGAN AWAL SERTA PERTUMBUHAN LARVA IKAN PATIN SIAM adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2012
MUHAMMAD MUTTAQIN C14080072
EFEKTIVITAS PERENDAMAN HORMON TIROKSIN DAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN TERHADAP PERKEMBANGAN AWAL SERTA PERTUMBUHAN LARVA IKAN PATIN SIAM
MUHAMMAD MUTTAQIN
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi
: Efektivitas Perendaman Hormon Tiroksin
dan Hormon
Pertumbuhan Rekombinan terhadap Perkembangan Awal serta Pertumbuhan Larva Ikan Patin Siam Nama Mahasiswa
: Muhammad Muttaqin
Nomor Pokok
: C14080072
Disetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc. NIP. 196408131991031001
Dr. Alimuddin. S.Pi., M.Sc. NIP. 197001031995121001
Diketahui Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc NIP. 195912221986011001
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini diberi judul “Efektivitas
Perendaman
Hormon
Tiroksin
dan
Hormon
Pertumbuhan
Rekombinan terhadap Perkembangan Awal serta Pertumbuhan Larva Ikan Patin Siam”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2012, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc selaku dosen Pembimbing I dan Bapak Dr. Alimuddin, S.Pi., M.Sc selaku dosen Pembimbing II serta Ibu Dr. Sri Nuryati, S.Pi., M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Kedua orang tua (Bapak Romzi dan Ibu Tri Mulyani, S.Pd), „Mak‟ (Hj. Robiha), dan adikku (Yeni Puspitasari dan Muhammad Muladi) serta paman dan bibik yang telah memberikan dorongan semangat, materi, doa, dan kasih sayang kepada penulis. 3. Pak Wawan yang telah memberikan bantuan penyediaan ikan patin dan artemia. 4. Kunthi Fahmar Sandy, S.KPm yang telah meluangkan waktu, dorongan semangat, do‟a, dan memberikan kasih sayang kepada penulis. 5. Moch Hib Ibnu Hib yang telah menjadi rekan penulis selama penelitian. 6. Fajar Maulana, Hikma Nadatul Hikma, dan Rima Khasana Putri sebagai teman seperjuangan selama penelitian di lab betok dan lab nila . 7. Teman-temanku: Bayu Dwi Santoso, Muhammad Firdaus, Sofyan Agustiawan, dan teman-teman pondok “SABAR” (Burhanudin Faisal, Asep Bulqini, Dendi Hidayatullah, Nur Aqil, dan Ahmad Fauzan) yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan do‟a untuk keberhasilan penulis serta kebersamaannya selama ini.
8. Teman-teman angkatan „45 BDP (PATMO) atas kekompakan, kebersamaan, dan do‟anya selama ini. 9. Serta semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu. Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, tetapi semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Mei 2012
Muhammad Muttaqin
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 25 September 1989 di Desa Ulak Kerbau Baru, Kecamatan Tanjung Raja, Kab. Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Romzi dan Tri Mulyani, S.Pd. Pada tahun 2002 penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Ulak Kerbau Baru, Kec Tajung Raja (Ogan Ilir). Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Tanjung Raja (Ogan Ilir) pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas di SMA 1 Tanjung Raja (Ogan Ilir) pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa program studi Teknologi Menejemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi anggota Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Mahasiswa Bumi Sriwijaya (IKAMUSI) pada tahun 2009, anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) C bidang Komunikasi dan Informasi (KOMINFO) pada tahun 2010, ketua Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) yang didanai DIKTI dengan judul „Potensi Tumbuhan Egeria densa sebagai pengganti aerator‟ (2011), anggota Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) yang didanai DIKTI dengan judul „Akuakultur Aquaku‟ (2011), ketua Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) yang didanai DIKTI dengan judul „Efektivitas perendaman hormon tiroksin (T4) terhadap perkembangan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup larva ikan betok‟ (2012). Penulis juga penerima Beasiswa BBM (2008, 2009) dan beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) (2010, 2011). Untuk meningkatkan pengetahuan di bidang perikanan budidaya, penulis mengikuti Praktik Lapangan Akuakultur pembenihan ikan kerapu macan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Laut, Lampung (2011). Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi berjudul “Efektivitas Perendaman Hormon Tiroksin dan Hormon Pertumbuhan Rekombinan terhadap Perkembangan Awal serta Pertumbuhan Larva Ikan Patin Siam”.
ABSTRAK
MUHAMMAD MUTTAQIN. Efektivitas Perendaman Hormon Tiroksin dan Hormon Pertumbuhan Rekombinan terhadap Perkembangan Awal serta Pertumbuhan Larva Ikan Patin Siam. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan ALIMUDDIN. Pembenihan ikan patin membutuhkan teknologi dan rekayasa untuk memaksimumkan perkembangan, dan pertumbuhan ikan patin. Pada penelitian ini dilakukan pemberian hormon tiroksin (T4), dan hormon pertumbuhan rekombinan (G) serta hormon gabungan antara hormon tiroksin dan hormon pertumbuhan (GT) melalui perendaman untuk memacu perkembangan dan pertumbuhan larva ikan patin. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap, dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan; A, kontrol; B, hormon tiroksin (T4) 0,1 mg/L; C, T4 dan G (GT) (0,1 mg/L dan 10 mg/L); D, G 10 mg/L. Perendaman dilakukan selama 1 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju penyerapan kuning telur pada jam ke-16 setelah perendaman lebih cepat (P<0,05) pada perlakuan B (96,98%) dibandingkan dengan perlakuan A (18,54%), C (20,59%), dan D (32,90%). Pertumbuhan larva yang diberi perlakuan B (24,85 mm) dan C (24,00 mm) lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan A (21,71 mm) dan D (23,18 mm). Tingkat kelangsungan hidup antar perlakuan tidak berbeda (P>0,05). Ukuran sel dan sitoplasma hati ikan perlakuan relatif lebih besar dibandingkan kontrol. Tingkah laku ikan pada perlakuan B dan C lebih aktif dibandingkan perlakuan A dan D. Dengan demikian kombinasi hormon tiroksin dan hormon pertumbuhan rekombinan secara bersama (C) memiliki efisiensi pemanfaatan kuning telur, perkembangan dan pertumbuhan lebih tinggi pada larva ikan patin. Kata kunci: Ikan patin, T4, GH, penyerapan kuning telur, pertumbuhan, kelangsungan hidup, histologi hati. ---------------------------
ABSTRACT MUHAMMAD MUTTAQIN. Effectivity of immersion thyroxine and recombinant growth hormone on growth and early development of striped catfish larvae. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and ALIMUDDIN.
Catfish hatchery requires technology and engineering to maximize the development and growth of catfish. In this research the hormone thyroxine (T4), and recombinant growth hormone (G) and mix of thyroxine and growth hormones (GT) were administered by immersion to enhance the development and growth of catfish larvae. Research was using completely randomized design, with 4 treatments and 5 replications; A, control; B, thyroxine hormone (T4) 0.1 mg / L, and C, T4 and G (GT) (0.1 mg / L and 10 mg / L) D, G 10 mg / L. Immersion was performed for 1 hour. The results showed that the rate of yolk absorption at 16 hours post immersion was higher (P<0.05) in treatment B (96.98%) compared with treatments A (18.54%), C (20.59%), and D (32.90%). Larval growth of treatments B (24.85 mm) and C (24.00 mm) was higher (P <0.05) compared with treatments A (21.71 mm) and D (23.18 mm). Survival rate among treatments were similar (P>0.05). The size of liver cell and cytoplasm of treated larvae were larger than the control. Behavior of fish in the treatments B and C showed more active than the treatments A and D. Thus, combination of thyroxine and recombinant growth hormone treatment (C) has an efficiency of yolk utilization, and higher in early larval striped catfish development and growth. Keywords: striped catfish, T4, G, yolk absorption, growth, survival, liver histology. ---------------------------
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
ii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
iii
I.
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1 Latar belakang ..............................................................................
1
1.2 Tujuan .........................................................................................
4
II. BAHAN DAN METODE ................................................................
5
2.1 Rancangan penelitian ................................................................
5
2.2 Persiapan wadah........ ..................................................................
5
2.3 Penyediaan larva ikan patin................................... ........................
5
2.4 Penyediaan hormon tiroksin ........................................................
6
2.5 Penyediaan rGH............ ...............................................................
6
2.6 Penebaran dan pemeliharaan larva.......................................... .......
6
a. Perendaman hormon tiroksin.................................. .................
6
b. Perendaman hormon rGH................................................. .......
7
c. Perendaman hormon tiroksin dan rGH ...................................
7
2.7 Pemberian pakan ........................................................................
7
2.8 Pengamatan perkembangan larva ................................................
7
2.9 Pertumbuhan larva .....................................................................
8
2.10 Kelangsungan hidup larva ..........................................................
8
2.11 Histologi hati .............................................................................
9
2.12 Tingkah laku ikan .......................................................................
9
2.12 Analisis statistik ............................................................... ...........
10
III. HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................
11
3.1 Hasil ...................... .................................................................... ..
10
3.1.1 Perkembangan larva ikan........................................................
12
3.1.2 Pertumbuhan ikan.....................................................................
12
3.1.3 Tingkat kelangsungan hidup .............................................. ...
14
3.1.4 Histologi hati ..................................................................... ..
14
3.2 Pembahasan ............................................................................ ..... ..
15
3.2.1. Perkembangan larva...............................................................
15
3.2.2 Pertumbuhan ikan..................................................................... 16 3.2.3 Tingkat kelangsungan hidup .................................................
18
3.2.4 Histologi hati ........................................................................
18
3.2.5 Analisis biaya .......................................................................
19
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
20
4.1 Kesimpulan...................................... .............................................. ..
20
4.2 Saran .......................... ................................................................. ...
20
DAFTAR PUTAKA ................................................................................. ...
21
LAMPIRAN
23
......................................................................................... ...
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Mekanisme kerja perendaman hormon pertumbuhan .........................
3
2.
Volume kuning telur larva ikan patin pada setiap perlakuan selama pemeliharaan. ....................................................................................
11
Laju penyerapan kuning telur larva ikan patin pada setiap perlakuan selama pemeliharaan.............................................................. ...............
12
Rerata panjang total (mm) larva ikan patin pada setiap perlakuan selama pemeliharaan ......................................................................... .
13
Panjang total (mm) ikan patin pada setiap perlakuan saat panen umur 12 hari ............................................................................................... .
13
Rerata tingkat kelangsungan hidup (%) larva ikan patin yang tidak direndam (K), dan direndam hormon tiroksin (T), hormon pertumbuhan rekombinan (G), dan tiroksin dan hormon pertumbuhan rekombinan (G) ................................................................................. .
14
3.
4.
5.
6.
7.
Histologi hati ikan kontrol yang tidak direndam hormon (a), direndam dengan tiroksin (b), GT (c), dan hormon pertumbuhan rekombinan (d). Tanda panah pada gambar menunjukkan ukuran jaringan sel dan sitoplasma (d) ....................................................................................... 15
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Rancangan perlakuan........ ..............................................................
25
2. Persiapan wadah .............................................................................
25
3. Penyediaan hormon tiroksin ...........................................................
25
4. Perlakuan perendaman hormon................ .......................................
26
5. Laju penyerapan kuning telur .........................................................
28
6. Volume kuning telur................... ....................................................
29
7. Pertumbuhan panjang total.............................................. .................
29
8. Tingkat kelangsungan hidup............................................................
30
9. Pertumbuhan panjang total panen............................................... ......
31
10. Wadah perlakuan.................... ........................................................
31
11. Wadah penetasan Artemia................................................................
31
12. Analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji Tukey laju penyerapan kuning telur.................. ...................................................................
32
13. Analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji Tukey volume kuning telur.................. ...................................................................
35
14. Analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji Tukey panjang total...........
39
15. Analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji Tukey tingkat kelangsungan hidup.........................................................................
42
16. Analisis biaya produksi larva ikan patin menggunakan hormon tiroksin ...........................................................................................
43
17. Analisis biaya produksi larva ikan patin tanpa hormon ...................
43
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2008 mencatat bahwa dalam tiga tahun terakhir produksi perikanan budidaya Indonesia meningkat secara signifikan sebesar 10,85% per tahun. KKP juga akan memacu produksi perikanan budidaya tahun 2014 sebesar 16,89 juta ton atau meningkat 353% dibandingkan dengan produksi 2009 sebesar 4,78 juta ton. Selain itu, KKP menetapkan sembilan komoditas perikanan untuk dijadikan produk perikanan budidaya. Ikan patin Siam (Pangasianodon hypopthalmus) merupakan salah satu ikan air tawar yang menjadi target KKP. Ikan ini sangat digemari masyarakat karena memiliki cita rasa yang khas, kandungan protein tinggi, dan dapat dikonsumsi segar serta bahan olahan. Nilai ekonomis ikan patin sangat tinggi, ditunjukkan oleh harga induk matang gonad mencapai Rp.250.000,- per ekor, harga telur Rp.5-7,- per butir, harga benih ¾ inci Rp.60,- per ekor, dan harga benih ukuran 1 (satu) inci Rp.80,- per ekor (BBPBAT Sukabumi 2012). Pada tahun 2012, produksi ikan patin Siam ditargetkan mencapai 110.400 ton, sedangkan untuk kebutuhan larva diperkirakan mencapai 410.000.000 ekor. Untuk memenuhi permintaan ikan patin Siam yang kian meningkat, maka usaha pembenihan ikan patin Siam membutuhkan teknologi, dan rekayasa sehingga perkembangan dan pertumbuhan ikan patin menjadi maksimum. Perbaikan pertumbuhan benih ikan dapat dilakukan menggunakan hormon, seperti prolaktin, tiroid, dan hormon pertumbuhan (growth hormone/GH). Hormon tiroid juga mempengaruhi perkembangan, dan metamorfosis ikan. Salah satu jenis hormon tiroid yang memainkan peranan penting dalam metabolisme dan metamorfosis ikan adalah hormon tiroksin (T4). Tiroksin merupakan hormon yang terionisasi di luar sel folikel tiroid atau pada bagian luar membran apikal. Pada folikel, tiroksin berikatan dengan prohormon tiroglobulin. Djojosoebagio (1996) menyatakan bahwa hormon tiroid yang mengandung unsur yodium diikat, dan disimpan dalam folikel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas hormon tiroksin adalah dosis dan cara pemberian hormon, lama pencahayaan, kualitas makanan, waktu pemberian makanan, stres, spesies, dan ukuran ikan (Weatherlay dan Gill 1986). Menurut Djojosoebagio (1996) hormon tiroksin dapat merangsang laju oksidasi dalam sel terhadap bahan makanan, meningkatkan laju konsumsi oksigen, meningkatkan pertumbuhan, dan mempercepat proses metamorfosis. Norfirdaus (1997) menyatakan bahwa pembentukan bintik mata, gelembung renang, dan pigmentasi lebih cepat terjadi pada larva ikan betutu yang diberi hormon tiroksin konsentrasi 0,1 mg/L. Pada salinitas 1 mg/L dengan dosis T4 0,1 mg/L dapat merangsang peningkatan panjang, dan berat ikan mas dibanding kontrol, selain itu juga SR ikan mas umur 8 hari pada dosis 0,01 ppm mencapai 85% (Lam 1985). Berdasarkan fungsinya tersebut, hormon T4 diharapkan dapat mempercepat metabolisme, dan metamorfosis larva ikan sehingga dapat melewati masa kritisnya. Namun demikian dengan mempercepat metabolisme dan metamorfosis dimungkinkan terjadinya kekerdilan ikan karena energi yang digunakan terfokus pada metamorfosis ikan. Norfirdaus (1997) melaporkan bahwa perendaman hormon tiroksin terjadi gejala abnormal seperti kerusakan jaringan, tulang punggung yang bengkok dan larva tumbuh lambat (kerdil). Sehubungan hal tersebut, maka dibutuhkan hormon yang lain untuk memacu pertumbuhan ikan sehingga ikan dapat terdiferensiasi dan tumbuh cepat tanpa adanya masalah samping. Salah satu hormon yang dapat digunakan dalam memacu pertumbuhan ikan adalah GH. GH merupakan merupakan salah satu hormon hidrofilik polipeptida yang tersusun atas asam amino. Perendaman hormon pertumbuhan bekerja secara osmoregulasi yaitu rekombinan GH diduga masuk melalui insang, dan disebarkan melalui pembuluh darah (Gambar 1). Hormon yang masuk pada ikan kemudian dialirkan oleh peredaran darah, dan akan diserap oleh organ target, seperti hati, paru-paru, ginjal, dan organ lainnya (Affandi 2002).
Gambar 1. Mekanisme kerja perendaman hormon pertumbuhan.
GH mengatur pertumbuhan tubuh, reproduksi, sistem imun, dan mengatur tekanan osmosis pada ikan teleostei, serta mengatur metabolisme di antaranya aktivitas lipolitik, dan anabolisme vertebrata. Kandungan GH dalam tubuh ikan berkisar antara 0,2-111,2 ng/mL plasma darah (Bjornsson et al. 1988, Takahashi et al. 1991; Fabridge et al. 1992; Nordgarden et al. 2005). Penggunaan GH dapat dilakukan melalui beberapa metode, yaitu melalui oral, perendaman, dan penyuntikan. Metode oral dan perendaman merupakan metode yang relatif lebih mudah untuk diaplikasikan dalam budidaya. Alimuddin et al. (2010) telah berhasil membuat protein hormon pertumbuhan rekombinan (rGH) ikan gurame, ikan mas, dan ikan kerapu kertang. Pemberian rGH yang berbeda pada ikan nila melalui teknik penyuntikan meningkatkan bobot 20,94% (rGH ikan kerapu kertang), 18,09% (rGH ikan mas), dan 16,99% (rGH ikan gurame) (Lesmana 2010). Acosta et al. (2007) melaporkan perendaman hormon pertumbuhan dapat meningkatkan bobot ikan nila sebesar 171%. Perendaman hormon pertumbuhan terhadap ikan gurame juga dapat meningkatkan bobot ikan gurame sebesar 75% (Putra 2011). Handoyo (2012, belum dipublikasikan) melaporkan bahwa perendaman benih ikan sidat dalam larutan
Ephinepelus
Lanceolatus
GH
(ElGH)
12
mg/L
meningkatkan
pertumbuhan sebesar 30%, dan kelangsungan hidup benih ikan sidat diatas 90%,
sedangkan Aminah (2012, belum dipublikasikan) melaporkan bobot ikan sebesar 28%. Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan rentang dosis yang cukup luas, yaitu antara 3–12 mg/L, sehingga pada penelitian ini dipilih dosis hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang 10 mg/L. Melihat peran hormon tiroksin dan rGH, serta hasil penelitian sebelumnya, diharapkan hormon ini juga berperan dalam perkembangan awal dan pertumbuhan larva ikan patin.
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas perendaman hormon tiroksin (T4) dan rekombinan growth hormone (G) terhadap perkembangan awal, dan pertumbuhan larva ikan patin Siam.
II. BAHAN DAN METODE
2. 1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Rancangan perlakuan yang diberikan pada larva ikan patin (Lampiran 1), yaitu: a. Kontrol
: media tidak diberi larutan hormon
b. Perlakuan T
: perendaman larva ikan patin dengan hormon tiroksin 0,1 mg/L
c. Perlakuan GT : perendaman larva ikan patin dengan hormon tiroksin 0,1 mg/L dan hormon rGH 10 mg/L d. Perlakuan G
: perendaman larva ikan patin dengan hormon rGH 10 mg/L
2.2 Persiapan wadah Akuarium berukuran 20x20x25 cm sebanyak 21 unit dimasukkan ke dalam akuarium berukuran 150x70x25 cm yang diberi thermostat sebanyak 2 buah, kemudian akuarium yang berukuran besar ditutupi dengan plastik hitam di bagian luarnya. Hal ini dilakukan agar suhu setiap akuarium sama dan stabil. Sumber air yang digunakan berasal dari tandon penampungan air yang berada di Departemen Budidaya Perairan. Air yang digunakan sebelumnya ditampung di tandon dan diendapkan selama 1 hari, serta diberi aerasi kuat, dan thermostat. Akuarium diisi air sebanyak 6 liter atau dengan tinggi air 15 cm. Agar suhu air di dalam akuarium tetap stabil, maka pada akuarium besar dipasangi thermostat dengan daya 50 Watt sebanyak 2 unit dengan kisaran suhu 30-31 oC. Setiap akuarium kecil diberi aerasi yang berasal dari aerator 2 titik sebanyak 2 unit (Lampiran 2).
2.3 Penyediaan larva ikan patin Telur ikan patin Siam diperoleh dari petani ikan patin di Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, yang diperoleh dari pemijahan secara kawin suntik. Telur yang berhasil dibuahi selanjutnya dibawa ke kampus, kemudian disimpan dalam akuarium penetasan telur. Larva ikan yang baru menetas atau berumur 0 hari lalu diberi perlakuan perendaman hormon.
2.4 Penyediaan hormon tiroksin Thyrax (levothyroxine sodium) dengan dosis 0,1 mg per tablet diambil sebanyak 5 tablet, lalu dilarutkan dalam 5 L air sehingga diperoleh dosis 0,1 mg/L. Selanjutnya hormon dimasukkan ke dalam wadah 200 mL untuk perlakuan (Lampiran 3).
2.5 Penyediaan rGH Produksi protein rGH dilakukan menggunakan bakteri Escherichia coli BL 21. Klon bakteri E. coli yang mengandung pCold-l/ElGH dikultur awal dalam 4 mL media 2xYT cair yang mengandung ampisilin, dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 37oC selama 18 jam. Setelah itu dilakukan subkultur dengan mengambil sebanyak 1% dari kultur awal, dan dimasukkan ke dalam 100 mL media 2xYT cair baru dan diinkubasi lagi pada suhu 15 oC selama 30 menit, ditambahkan IPTG 1 mM sebanyak 1 mL, dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 15 oC selama 24 jam. Bakteri hasil kultur dikumpulkan dengan sentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit. Lisis dinding sel bakteri dilakukan secara kimiawi menggunakan lisozim. Pelet bakteri hasil sentrifugasi dicuci menggunakan 1 mL bufer TE per 200 mg bakteri dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 20 menit, disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit dan kemudian supernatan dalam tabung mikro dibuang. Pelet bakteri sebanyak 200 mg dalam tabung mikro ditambahkan sebanyak 500 µL larutan lisozim (10 mg dalam 1 mL bufer TE), diinkubasi pada suhu 37 oC selama 20 menit, lalu disentrifiugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit, supernatan dibuang dan pelet yang terbentuk merupakan protein rGH dalam bentuk badan inklusi (inclusion body). Pelet rGH dicuci dengan PBS sebanyak 1 kali, dan disimpan pada suhu -80 0C hingga akan digunakan.
2.6 Penebaran dan pemeliharaan larva a. Perendaman hormon tiroksin Larva yang baru menetas diambil sebanyak 240 ekor, lalu direndam dalam larutan hormon tiroksin berkadar 0,1 mg/L dalam wadah yang diisi 200 mL air
dengan saringan teh. Dosis tiroksin diambil berdasarkan penelitian Roger (1997). Lama perendaman adalah 1 jam. Setelah perendaman, larva dimasukkan ke dalam akuarium pemeliharaan larva yang berukuran 20x20x25 cm3. Larva ini dipelihara selama 12 hari (Lampiran 4).
b. Perendaman hormon rGH Larva sebanyak 240 ekor yang baru menetas dimasukkan ke dalam media yang mengandung protein rGH dengan dosis 10 mg/L dan 0,01% BSA (bovine serum albumin) selama 1 jam. Pada saat perendaman tidak dilakukan kejutan salinitas. Hal ini karena ukuran larva yang masih kecil serta belum defenitif sehingga diduga larva ikan akan mati. Selanjutnya larva dimasukkan ke dalam akuarium pemeliharaan larva. Larva dipelihara selama 12 hari (Lampiran 4).
c. Perendaman hormon tiroksin dan rGH Larva ikan patin Siam yang baru menetas dimasukkan ke dalam media yang mengandung protein rGH dengan dosis 10 mg/L dan 0,01% BSA, serta ditambahkan hormon T4 dengan dosis 0,1 mg/L. Larva direndam selama 1 jam. Setelah itu, larva dimasukkan ke dalam akuarium pemeliharaan larva, dan dipelihara selama 12 hari (Lampiran 4).
2.7 Pemberian pakan Pemberian pakan berupa naupli Artemia dilakukan pada larva ikan patin umur 48 jam setelah menetas atau menjelang kuning telur habis. Pemberian pakan dilakukan setiap 2-3 jam. Setelah larva berumur 4 hari pakan yang diberikan dicampur dengan cacing sutera Limnodrilus sp. yang sebelumnya dilakukan pencacahan, dan diberikan secara at satiation, setiap 3-4 jam. Pada umur 4 hari larva ikan diberi cacing sutera saja.
2.8 Pengamatan perkembangan larva Perkembangan larva yang diamati berupa volume, dan laju penyerapan kuning telur. Pengamatan dilakukan dengan cara mengambil lima ekor larva dari tiap-tiap perlakuan dan diamati pada jam ke- 0, 4, 8, 12, dan seterusnya sampai
kuning telur habis dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikrometer. Hasil pengukuran dikonversi dalam satuan milimeter dengan cara mengalibarasi mikroskop tersebut menggunakan mikrometer objektif. Hasil konversi ini kemudian menghitung volume, dan laju penyerapan kuning telur. Perhitungan volume, dan laju penyerapan kuning telur menggunakan rumus Blaxter dan Hempel dalam Nacario (1983), yaitu: a. Volume kuning telur larva (V): V= (π/6)LH2
dengan
V
: volume kuning telur (mm3)
L
: diameter kuning telur memanjang (mm), dan
H
: diameter kuning telur memendek (mm)
b. Laju penyerapan kuning telur (LPK)
LPK = (ln V0 - lnVt)/t x 100
dengan
LPK
: laju penyerapan kuning telur (%/jam)
V0
: volume kuning telur awal periode sampling (mm3 )
Vt
: volume kuning telur akhir periode sampling (mm3), dan
t
: periode sampling (jam)
2.9 Pertumbuhan larva Pertumbuhan diketahui dengan mengukur panjang total larva ikan. Panjang total adalah jarak antara ujung terminal mulut hingga ujung sirip ekor. Panjang total dihitung dengan cara mengambil lima ekor ikan setiap perlakuan yang selanjutnya diukur panjang total di atas kertas melimeter blok.
2.10 Kelangsungan hidup larva Kelangsungan hidup larva dihitung dengan menggunakan rumus Effendi (1979), yaitu
SR = Nt / N0 x 100 %
SR
: Kelangsungan hidup (%)
Nt
: Jumlah larva yang hidup pada akhir pemeliharaan (ekor)
N0
: Jumlah larva yang ditebar (ekor)
2.11 Histologi hati Proses pembuatan preparat histologi diawali dengan fiksasi menggunakan larutan Bouin‟s. Setelah itu hati direndam dalam larutan fiksasi, lalu dilalanjutkan dengan dehidrasi yaitu proses pengeluaran air dari dalam jaringan dengan menggunakan etanol, clearing yaitu proses pembersihan etanol dari dalam jaringan dan digantikan dengan xylol. Proses selanjutnya yaitu embedding, yaitu proses penyusupan parafin ke dalam jaringan. Setelah itu hati ikan dimasukkan ke dalam cetakan kertas, dan diisi dengan parafin (blocking). Setelah blok parafin beku, maka dilakukan pemotongan blok dengan mikrotom dengan ketebalan potongan 5-10 µm secara membujur,
kemudian
jaringan yang telah dipotong ditempatkan di permukaan air 40 oC di dalam water bath, selajutnya ditempatkan pada kaca objek dan biarkan mengering. Tahap terakhir adalah pewarnaan menggunakan pewarna hematatoxylin eosin serta meneteskan entelen atau canada balsam lalu ditutup dengan gelas penutup.
2.12 Tingkah laku ikan Tingkah laku ikan pada saat pemeliharaan meliputi pergerakan ikan, nafsu makan, dan warna kulit ikan. Pergerakan ikan dilihat dari aktif tidaknya ikan perlakuan pada saat di dalam air yang dibandingkan dengan ikan kontrol. Nafsu makan ikan didapatkan dengan cara pengamatan lama waktu pakan habis pada sesaat setelah diberi pakan yang dibandingkan setiap perlakuan. Warna ikan merupakan salah satu indikator stres pada ikan. Pada penelitian ini pengamatan warna dilakukan dengan melihat warna kulit ikan yaitu jika ikan bewarna cerah, maka ikan dikategorikan tidak stres.
2.12 Analisis statistik Data
yang
telah
diperoleh
kemudian
ditabulasi,
dan
dianalisis
menggunakan program MS. Excel 2007 dan SPSS 17.0. Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95%, digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap volume kuning telur, laju penyerapan kuning telur, laju pertumbuhan, dan kelangsungan hidup. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat tingkah laku ikan dan analisis biaya yang disajikan dalam bentuk tabel.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Perkembangan larva ikan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan penurunan volume kuning telur larva (Gambar 2, dan Lampiran 5), dan peningkatan laju penyerapan kuning telur setiap jamnya (Gambar 3, dan Lampiran 6). Pada jam ke-4 volume kuning telur tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan (p>0,05), sedangkan pada jam ke-0, jam ke-8, jam ke-12, jam ke-16, dan jam ke-20 volume kuning telur berbeda nyata
Volume kuning telur (mm3)
antar perlakuan (p<0,05).
Ket : K : Kontrol T : Perendaman hormon tiroksin GT : Perendaman hormon tiroksin + GH G : Perendaman hormon pertumbuhan (GH)
Waktu (jam ke-) Gambar 2. Volume kuning telur larva ikan patin pada setiap perlakuan selama pemeliharaan. Pada jam ke-0 perlakuan GT berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya (p<0,05), sedangkan perlakuan G dan perlakuan T tidak berbeda nyata (p>0,05). Pada jam ke-8 dan jam ke-12 perlakuan T, dan perlakuan GT tidak berbeda nyata (p>0,05), tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan K dan perlakuan G (p<0,05), sedangkan pada jam ke-16 dan jam ke-20 perlakuan T berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya (p<0,05), tetapi pada perlakuan GT dan G tidak berbeda nyata satu sama lain (p>0,05). Begitu juga pada perlakuan G dan perlakuan K tidak berbeda nyata satu sama lainnya (p>0,05).
100 90
Laj penyerapan kuning telur (%/jam)
80 70
Ket : K : Kontrol T : Perendaman hormon tiroksin GT : Perendaman hormon tiroksin + GH G : Perendaman hormon pertumbuhan (GH)
60
K
50
T
40
GT
30
G
20 10 0 0
4
8
12
16
20
Waktu (jam ke-) Gambar 3. Laju penyerapan kuning telur larva ikan patin pada setiap perlakuan selama pemeliharaan. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2 dan Lampiran 7, bahwa perlakuan perendaman hormon tiroksin memiliki laju penyerapan kuning telur lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya. Laju penyerapan kuning telur tidak dipengaruhi oleh perlakuan hormon berbeda pada jam ke-4, jam ke-12, dan jam ke-20, sedangkan pada jam ke-8 dan jam ke-16 dipengaruhi oleh perlakuan hormon tirokain (p<0,05).
3.1.2 Pertumbuhan ikan Hasil pengukuran panjang total larva ikan patin yang dipelihara selama 12 hari untuk masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 3 dan Lampiran 7. Panjang larva yang diberi perlakuan perendaman hormon tiroksin, lebih panjang dibandingkan perlakuan lainnya. Panjang total larva ikan patin pada hari ke-0 dan ke-3 pada semua perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05), sedangkan pada hari ke6, ke-9, dan ke-12 semua perlakuan panjang total ikan patin berbeda nyata (p<0,05). Pada hari ke-6 dan ke-12 perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan T yaitu 23,09% dan 14,41%, GT yaitu 20,0% dan 10,55%, dan perlakuan G yaitu 15,08% dan 6,77% (p<0,05), tetapi pada hari ke-9 perlakuan G dan GT tidak berbeda nyata terhadap perlakuan tiroksin (p>0,05). Pada hari ke-12
perlakuan kontrol dan G tidak berbeda nyata (p>0,05), sedangkan perlakuan tiroksin dan GT berbeda nyata (p<0,05), tetapi perlakuan G dan GT berbeda nyata (p<0,05) dan perlakuan GT dan tiroksin berbeda nyata (p<0,05). 30,00
Panjang total (mm)
25,00
Ket : K : Kontrol T : Perendaman hormon tiroksin GT : Perendaman hormon tiroksin + GH G : Perendaman hormon pertumbuhan (GH)
20,00 Kontrol 15,00
Tiroksin GT
10,00
G
5,00 0,00 0
3
6
9
12
Waktu (hari ke-) Gambar 4. Rerata panjang total (mm) larva ikan patin pada setiap perlakuan pada saat pengamatan. KONTROL
TIROKSIN
T+G
G
Gambar 5. Panjang total (mm) ikan patin Siam pada setiap perlakuan saat panen umur 12 hari.
3.1.3 Tingkat kelangsungan hidup Hasil pengamatan terhadap kelangsungan hidup larva ikan patin Siam yang dipelihara selama 12 hari memiliki rerata sebesar 79% (Gambar 6 dan Lampiran 8). Tingkat kelangsungan hidup tidak berbeda nyata antar perlakuan (p>0,05).
a
a
a
a
Perlakuan Gambar 6. Rerata tingkat kelangsungan hidup (%) larva ikan patin yang tidak direndam (K), dan direndam hormon tiroksin (T), hormon pertumbuhan rekombinan (G), dan tiroksin dan hormon pertumbuhan rekombinan (G). 3.1.4 Histologi hati Hasil histologi hati larva ikan patin pada hari ke-15 disajikan pada Gambar 7. Histologi hati diambil
pada umur hari ke-15 pemeliharaan serta diamati
dengan mikroskop Olympus BH2-RFCA perbesaran 400x, diambil menggunakan kamera digital Sony W210 dengan 2,4x zoom. Pada perlakuan hormon tiroksin ukuran jaringan sel dan sitoplasma masih kecil, pada perlakuan hormon tiroksin ukuran jaringan sel dan sitoplasma telah sangat besar (Gambar 7b), pada perlakuan hormon gabungan ukuran jaringan sel dan sitoplasma besar (Gambar 7c), dan pada perlakuan GH ukuran jaringan sel dan sitoplasma berukuran besar
(Gambar 7d), sedangkan perlakuan kontrol ukuran jaringan sel dan sitoplasma berukuran kecil (Gambar 7a).
a
b
20 µm
20 µm
c
d
20 µm
20 µm
Gambar 7. Histologi hati ikan kontrol yang tidak direndam hormon (a), direndam dengan tiroksin (b), GT (c), dan hormon pertumbuhan rekombinan (d). Tanda panah pada gambar menunjukkan ukuran jaringan sel ( ) dan sitoplasma ( ). 3.2 Pembahasan 3.2.1 Perkembangan ikan Volume kuning telur berbeda nyata pada beberapa perlakuan (Gambar 2). Pada dasarnya, perlakuan perendaman hormon tiroksin dapat menurunkan volume kuning telur dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan hormon tiroksin dapat memacu perkembangan proses pembentukan organ pada larva ikan sehingga volume kuning telur lebih banyak terserap. Hal ini didukung oleh Lam dan Reddy (1992) bahwa pemberian tiroksin dapat mempercepat proses diferensiasi, dan pertumbuhan pada ikan mas koki, serta memacu pembentukan jari-jari sirip dorsal dan anal. Volume telur larva ikan patin yang diberi perlakuan hormon tiroksin dan hormon rGH dapat menurun dengan cepat, akan tetapi pada perlakuan
perendaman menggunakan rGH volume kuning telur tidak cepat menurun dan belum bekerja . Hal ini juga didukung oleh volume pada perlakuan hormon rGH yang tidak terlalu cepat menurun. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan hormon ini tidak bekerja antara lain, hormon ElrGH yang diberikan ke larva ikan patin tidak kompatibel, dosis yang diberikan tidak optimum, serta waktu perendaman yang tidak optimum. Selain itu pada penelitian ini juga tidak dilakukan kejutan salinitas seperti pada penelitian ikan gurame, ikan betok maupun ikan sidat sehingga diduga hormon rGH tidak dapat masuk ketubuh ikan secara maksimum. Laju penyerapan kuning telur tertinggi yaitu 96,98% didapatkan pada perlakuan perendaman hormon tiroksin. Pada jam ke-16 hampir semua larva yang diamati kuning telurnya telah terserap, dan pada jam ke-20 semua larva yang diamati telah habis kuning telurnya. Dengan demikian, hormon tiroksin 0,1 mg/L yang diberikan pada larva ikan patin bekerja dengan optimum. Norfirdaus (1997) menyatakan bahwa pembentukan bintik mata, gelembung renang, dan pigmentasi lebih cepat terjadi pada larva ikan betutu yang diberi hormon tiroksin konsentrasi 0,1 ppm.
Perlakuan gabungan antara hormon tiroksin dan rGH tidak begitu
meningkatkan laju penyerapan kuning telur tetapi pertumbuhan pada perlakuan ini sangat cepat sehingga pemanfaatan kuning telurnya lebih efisien dibandingkan perlakuan tiroksin. Hal ini diduga karena volume kuning telur pada perlakuan tersebut tidak cepat habis sehingga laju penyerapan kuning juga tidak cepat.
3.2.2 Pertumbuhan ikan Pertumbuhan panjang total larva ikan patin yang tertinggi didapatkan pada perlakuan perendaman hormon tiroksin dengan peningkatan panjang total sebesar 14,41% dibandingkan kontrol (Gambar 5 dan Lampiran 9). Pertumbuhan panjang total pada hari ke-0 pengamatan tidak terjadi beda nyata antar perlakuan. Pada hari ke-3 terlihat bahwa pada perlakuan perendaman hormon tiroksin lebih cepat tumbuh dibandingkan perendaman hormon lain. Hal ini diduga karena laju penyerapan kuning telur ikan dapat terserap dengan cepat, sehingga dapat membentuk organ ikan yang mengakibatkan pertumbuhan menjadi lebih cepat. Etherge (1993) dalam Daneyanti (2001) melaporkan bahwa, pemberian hormon
tiroksin dapat meningkatkan metabolime tubuh. Dengan peningkatan metabolisme tubuh, dapat menyebabkan larva ikan patin yang direndam dengan hormon tiroksin memiliki tingkat pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan perendaman gabungan hormon tiroksin dan rGH memiliki pertumbuhan panjang total sebesar 24 mm pada saat hari ke-12. Pertumbuhan hormon gabungan ini diduga hanya hormon tiroksin yang bekerja, sedangkan hormon rGH belum bekerja secara optimum. Hal ini didukung dengan tidak telalu maksimum hasil perlakuan dengan hormon rGH. Meskipun perlakuan hormon gabungan bukan pertumbuhan terbaik tetapi hormon gabungan lebih efesien dibandingkan hormon tiroksin. Hal ini dikarenakan pada jam ke-16 kuning telur perlakuan tiroksin telah terserap 96,97%/jam dengan panjang total pada hari ke-3 sebasar 7,88±0,56 mm sedangkan pada perlakuan hormon gabungan kuning telur yang terserap hanya 20,596%/jam dengan panjang total pada hari ke-3 sebesar 7,72±0,61 mm. Dengan demikian bahwa hormon gabungan dapat meningkatkan panjang total dengan tidak mempercepat laju penyerapan kuning telur. Tingkah laku ikan pada saat pemeliharaan meliputi pergerakan ikan, nafsu makan, dan warna kulit ikan. Pada tingkah laku ikan, ikan yang paling aktif dalam berenang adalah perlakuan hormon tiroksin sedangkan pergerakan ikan kontrol pasif (lebih banyak diam). Hal ini diduga karena pada perlakuan hormon tiroksin laju metabolismenya tinggi, sehingga ikan bergerak aktif mencari makan. Djojosoebagio (1996) menyatakan bahwa hormon tiroksin dapat merangsang laju oksidasi dalam sel terhadap bahan makanan, meningkatkan laju konsumsi oksigen, meningkatkan pertumbuhan, dan mempercepat proses metamorfosis. Nafsu makan ikan perlakuan hormon tiroksin dan gabungan sangat tinggi dibandingkan perlakuan kontrol dan perlakuan hormon pertumbuhan. Hal ini terlihat pada saat ikan diberi pakan, pakan yang diberikan pada perlakuan ini lebih cepat habis. Cepatnya pakan yang habis pada saat diberikan akibat pergerakan ikan yang aktif sehingga dibutuhkan energi yang lebih banyak. Warna ikan yang diberi perlakuan hormon tiroksin dan gabungan lebih bening dibandingkan perlakuan lainnya. Beningnya warna ikan pada perlakuan hormon tiroksin dan hormon gabungan menandakan ikan sehat.
3.2.3 Tingkat kelangsungan hidup Rerata tingkat kelangsungan hidup larva ikan patin pada penelitian ini sebesar 79%. Perlakuan dengan perendaman hormon tiroksin memiliki tingkat kelangsungan hidup paling tinggi. Hal ini dikarenakan, adanya penyerapan kuning telur yang optimum, sehingga dapat menyebabkan perkembangan pada organ tubuh ikan berjalan dengan baik. Selain itu, diperkuat dengan pertumbuhan larva ikan patin yang cepat. Hasil penelitian Lam (1980) pada ikan mujair menggunakan hormon tiroksin dengan kadar 0,1 ppm diperoleh tingkat kelangsungan hidup lebih baik dibandingkan kontrol. Perlakuan perendaman hormon gabungan hormon tiroksin dan hormon rGH memiliki tingkat kelangsungan hidup paling rendah. Rendahnya tingkat kelangsungan hidup dimungkinkan karena larva ikan stres akibat perendaman hormon secara bersamaan.
3.2.4 Histologi hati Hati merupakan organ yang memiliki peran penting dalam mahluk hidup. Berdasarkan hasil histologi hati larva ikan didapat pada perlakuan kontrol, perlakuan hormon tiroksin dan rGH, serta perlakuan hormon rGH didapat ukuran jaringan sel hati dan ukuran sitoplasma masih kecil. Ukuran jaringan sel dan sitoplasma masih kecil dikarenakan pertumbuhan pada larva ikan tidak cepat. Perlakuan tiroksin memiliki ukuran jaringan sel hati dan ukuran sitoplasma sangat besar (Gambar 7b). Besarnya ukuran sel dan sitoplasma ini diakibatkan oleh hormon tiroksin yang harus dikonversi menjadi triiodotironin atau beberapa bentuk lainnya. Djojosoebagio (1996) menyatakan bahwa proses konversi ini berlangsung di hati dan ginjal dengan bantuan enzim T 4-5‟-deiodinase yang dihasilkan oleh mikrosoma. Pada perlakuan perendaman hormon gabungan hormon tiroksin dan hormon rGH terjadi kerusakan jaringan berupa cloudy swelling (Gambar 7c.). Cloudy swelling ditandai oleh adanya sel-sel yang membengkak disertai dengan sitoplasma yang bergranula (berbutir-butir) sehingga jaringan tampak keruh. Hal ini sejalan dengan pernyataan Himawan (1990) bahwa sel hati bengkak dengan
sitoplasma berbutir keruh mungkin disebabkan oleh pengendapan protein yang disebut sebagai degenerasi albumin.
3.2.5 Analisis biaya Kegiatan budidaya merupakan suatu usaha yang berorientasi profit sehingga biaya produksi harus minimalis dan keuntungan yang maksimum. Pada penelitian ini secara ekonomi lebih menguntungkan karena mampu memproduksi larva ikan patin benih berukuran 1 inci dengan waktu 12 hari, sedangkan ukuran ini biasanya diproduksi selama 20-30 hari dengan kepadatan pemeliharaan yang sama yaitu 40 ekor/liter. Semakin singkat usaha budidaya, maka semakin cepat siklus budidaya sehingga keuntungan semakin besar. Ditingkat petani pada hari ke-12 ukuran larva patin hanya mencapai ukuran ¾ inci dengan harga berkisar Rp.50-60,- per ekor. Melalui penelitian ini harga ikan patin dapat meningkat menjadi Rp. 80,- karena ukuran yang didapatkan 1 inci sehingga apabila diaplikasikan dapat memiliki keuntungan Rp.20-30,- per ekor (Lampiran 16 dan 17).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Perendaman hormon (hormon tiroksin, kombinasi hormon tiroksin dan hormon
pertumbuhan,
dan
hormon
pertumbuhan)
dapat
meningkatkan
perkembangan dan pertumbuhan larva ikan patin Siam. Perendaman dengan kombinasi hormon tiroksin 0,1 mg/L dan hormon pertumbuhan rekombinan 10 mg/L secara bersamaan memiliki pertumbuhan yang tinggi (24 mm) yang dicapai selama 12 hari, dengan efisiensi penyerapan laju kuning telur yang tinggi (80%). Kelangsungan hidup larva sama pada semua perlakuan.
4.2 Saran Perendaman larva patin dengan hormon tiroksin 0,1 mg/l dan hormon pertumbuhan rekombinan 10 mg/l secara bersama disarankan diaplikasikan di petani karena dapat mempercepat perkembangan dan pertumbuhan larva. Serta memiliki laju penyerapan kuning telur yang lebih efisien dalam pertumbuhan ikan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Acosta, J.R., Morales, R., Morales, A., Alonso, M., Estrada, M.P. 2007. Pichia pastoris expressing recombinant tilapia growth hormone accelerates the growth of tilapia. Biotechnol Lett 29: 1671-1676. Affandi, R. 2002. Fisiologi hewan air. Unri press. Riau. Hal; 213. Alimuddin, Lesmana I, Sudrajat A.O, Carman O, Faizal I. 2010. Production and bioactivity potential of three recombinant growth hormones of farmed fish. Indonesian Aquaculture Journal 5(1): 11-17. Aminah. 2012. Aplikasi protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang (rElHP) pada ikan sidat stadia eel dengan dosis berbeda melalui metode perendaman (belum dipublikasikan). BBPBAT Sukabumi. 2012. Harga ikan sukabumi.tripod.com/ikan.html. [11 April 2012].
patin.
http://bbat-
Bjornsson B.T, Ogasawara T, Hirano T, Bolton J.P, Bern H.A. 1988. Elevated growth hormone levels in stunted Atlantic salmon, Salmo salar. Aquaculture 73: 275281.
Crab R, Avnimelech Y, Defoirdt T, Bossier P, Verstraete W. 2007. Nitrogen removal techniques in aquaculture for a sustainable production. Aquaculture 270: 1–14. Daneyanti R. 2001. Pengaruh lama perendaman di dalam larutan hormon tiroksin terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan larva kerapu tikus. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 43 hal. Djojosaebagio S. 1990. Fisiologis kelenjar endokrin. Volume 1. Pusat Antar Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal;137. Effendie M. 1979. Metode biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Hal 106. Fabridge K.J, Flett P.A, Leatherland J.F. 1992. Temporal effects of restricted diet and compensatory increased dietary intake on thyroid function, plasma growth hormone levels and tissue lipid reserves in rainbow trout, Oncorhynchus mykiss. Aquaculture, 104, 157-174. Handoyo. 2012. Aplikasi penggunaan protein rekombinan hormon pertumbuhan pada ikan sidat dengan metode perendaman dan pakan dalam meningkatkan pertumbuhan benih ikan sidat untuk dapat diterapkan dalam skala massal (belum dipublikasikan).
Himawan S. 1990. Patalogi. Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Cetak Ulang. Unversitas Indonesia. 44p. KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). 2008. Produktivitas budidaya ikan di Indonesia. www.dkp.go.id [5 Februari 201]. __________________________________. 2010. Sembilan Komoditas Unggulan. www.dkp.go.id [7 Oktober 2011]. Lam T.J. 1980. Throxine enhances larval development and survival in Sarotherodon (Tilapia) mossambicus Rppel. Aquaculture 44: 201-212. ________. 1985. Effect of salinity and throxine on larval survival, growth and develompment in the carp, Cyprinus carpio. Aquaculture, 44: 201-212. ________, Reddy, P.K. 1992. Effect of tyroid hormone on morphogenesis and growth of larvae and fry of telescopic-eye black goldfish, Carassius auratus. Aquaculture, 107: 384-394. Lesmana I. 2010. Produksi dan bioaktivitas protein rekombinan hormon pertumbuhan dari tiga jenis ikan budidaya. [Tesis]. Depertemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nacario J. 1983. The effect of thyroxcine on the larvae and fry of Sarotheradon niloticus L. Aquaculture 34:73-83. Nordgarden U, Hansen G.I, Sundby A, Bjornsson, B.T. 2005. Endocrine growth regulation of adult atlantic salmon in seawater. The effects of light regime on plasma growth hormone, insuline-like growth factor-I, and insulin levels. Aquacultur 250:860-871. Norfirdaus A. 1997. Pengaruh perendaman di dalam larutan hormon tiroksin terhadap perkembangan dan kelangsungan hidup larva ikan betutu (Oxyeleotris mamorata). [Skripsi]. Fakulktas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Putra H.G.P. 2011. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gurame yang diberi protein rekombinan GH melalui perendaman dengan dosis berbeda. [Skripsi]. Departemen Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Ratnawati P. 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gurame yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan dengan lama perendaman yang berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Takahashi A, Ogasawara T, Kawauchi H, Hirano T. 1991. Effects of stress and fasting on plasma growth hormone levels in the immature rainbow trout. Nipp Suis Gakk 57: 231-235.
Weatherley A.H, Gill H.S. 1987. Biology of Fish Growth. Academic Press. USA. P 201-205.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rancangan perlakuan A
Lampiran 2. Persiapan wadah
Ket : Batu aerasi Thermostat
Aerator
Infus selang
Lampiran 3. Penyedian hormon tiroksin
Lampiran 4. Perlakuan/perendaman hormon
Ket : Larva ikan patin umur 0 hari
Wadah perlakuan (toples)
Saringan teh
Lampiran 5. Volume kuning telur (mm) Perlakuan
Kontrol
T
GT
G
0 jam 0,485 0,486 0,475 0,466 0,397 a 0,462±0,037 0,485 0,416 0,376 0,401 0,329 ab 0,401±0,057 0,449 0,380 0,379 0,376 0,369 0,391±0,033b 0,405 0,409 0,400 0,385 0,392 0,396±0,009 ab
Ket : K : Kontrol T : Perendaman hormon tiroksin GT : Perendaman hormon tiroksin + GH G : Perendaman hormon pertumbuhan (GH)
4 jam 0,229 0,269 0,252 0,263 0,240 a 0,251±0,017 0,319 0,271 0,202 0,241 0,229 a 0,253±0,045 0,221 0,245 0,242 0,227 0,190 0,225±0,022a 0,203 0,223 0,220 0,211 0,196 0,211±0,011a -
Jam ke8 jam 12 jam 0,122 0,044 0,124 0,042 0,152 0,055 0,145 0,051 0,140 0,049 a a 0,137±0,0127 0,048±0,005 0,096 0,034 0,061 0,021 0,103 0,035 0,081 0,027 0,062 0,022 b b 0,081±0,019 0,028±0,007 0,060 0,022 0,059 0,021 0,092 0,034 0,139 0,048 0,088 0,031 0,088±0,033b 0,031±0,011b 0,148 0,053 0,146 0,050 0,177 0,058 0,136 0,059 0,142 0,062 0,149±0,016a 0,056±0,005a
16 jam 0,017 0,036 0,036 0,016 0,019 a 0,025±0,0103 0,001 0,001 0,000 0,000 0,000 c 0,001±0,031 0,009 0,019 0,010 0,013 0,013 0,013±0,004b 0,018 0,017 0,013 0,017 0,012 0,015±0,003ab
20 jam 0,000 0,001 0,004 0,002 0,008 a 0,003±0,003 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 b 0,000±0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000±0,000ab 0,002 0,000 0,002 0,000 0,001 0,001±0,006ab
Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05). Huruf superskrip yang sama pada baris yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05).
Lampiran 6. Laju Penyerapan kuning telur (%/jam) Perlakuan
Kontrol
0 0 0 0 0 0
Rata-rata±SD
T
0 0 0 0 0
Rata-rata±SD
GT
0 0 0 0 0
Rata-rata±SD
G
Rata-rata±SD
0 0 0 0 0
4 18,78 14,79 15,79 14,28 12,57 15,24±2,29a 10,43 10,66 15,61 12,79 8,958 11,69±2,58a 17,83 10,96 11,22 12,61 16,57 13,84±3,16a 17,25 15,18 14,95 15,02 17,33 15,95±1,23a
Ket : K : Kontrol T : Perendaman hormon tiroksin GT : Perendaman hormon tiroksin + GH G : Perendaman hormon pertumbuhan (GH)
8 15,59 19,16 12,71 14,97 13,44 15,18±2,51a 29,99 37,48 16,72 27,32 32,55 28,81±7,73b 32,39 35,33 24,33 12,34 19,21 24,72±9,42a 7,99 10,69 5,51 11,02 8,14 8,67±2,25a
-
Jam ke- (jam) 12 25,42 26,85 25,47 26,34 26,31 26,08±0,614a 25,54 26,35 27,29 27,60 26,01 26,56±0,87a 25,69 25,65 24,84 26,75 26,07 25,79±0,69a 25,69 26,65 27,77 20,82 20,76 24,34±3,32a
16 24,02 4,57 10,64 29,34 24,11 18,54±10,43a 90,15 94,74 100,00 100,00 100,00 96,98±4,44b 20,25 2,844 28,76 30,69 20,44 20,59±10,99a 26,94 27,08 38,37 31,74 40,39 32,90±6,26 a
20 99,71 99,39 54,13 51,31 22,26 65,36±33,61a 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00±0,00b 100,00 100,00 86,57 82,23 92,27 92,22±7,95a 61,89 100,00 53,06 91,01 58,71 72,93±21,09a
Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05). Huruf superskrip yang sama pada baris yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05).
Lampiran 7. Pertumbuhan panjang total (mm) Perlakuan
Kontrol
Rata-rata±SD
T
Rata-rata±SD
GT
Rata-rata±SD
G
Rata-rata±SD
0 5,49 5,49 5,49 5,49 5,49 5,49±0,48 5,49 5,49 5,49 5,49 5,49 5,49±0,48 5,49 5,49 5,49 5,49 5,49 5,49±0,48 5,49 5,49 5,49 5,49 5,49 5,49±0,48
Ket : K : Kontrol T : Perendaman hormon tiroksin GT : Perendaman hormon tiroksin + GH G : Perendaman hormon pertumbuhan (GH)
-
3 6,60 5,67 6,75 8,25 7,60 6,97±0,99a 8,75 7,60 7,25 8,00 7,80 7,88±0,56a 7,00 7,60 8,60 8,00 7,40 a 7,72±0,61 7,25 7,60 7,40 7,50 6,67 7,28±0,37a
Hari ke - (hari) 6 11,80 9,20 10,20 10,75 11,75 10,74±1,09a 13,40 13,50 12,60 13,33 13,25 13,22±0,36b 13,33 13,40 11,80 13,50 12,50 b 12,91±0,74 12,20 11,80 12,40 13,00 12,40 12,36±0,43b
9 19,00 17,40 19,80 17,80 17,40 18,28±1,07a 21,20 20,60 20,20 19,75 20,40 20,43±0,53b 19,40 18,80 21,00 18,25 19,60 ab 19,41±1,03 19,60 18,80 20,20 19,00 18,80 19,28±0,60ab
12 22,20 22,20 21,40 20,40 22,33 21,71±0,812a 26,00 26,00 25,00 23,80 23,40 24,84±1,21c 25,00 24,40 24,00 23,00 23,60 bc 24,00±0,44 22,40 23,40 23,40 23,20 23,50 23,18±1,42ab
Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05). Huruf superskrip yang sama pada baris yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05).
Lampiran 8. Tingkat kelangsungan hidup (%) Perlakuan
Kontrol Rata-rata±SD
T Rata-rata±SD
GT Rata-rata±SD
G Rata-rata±SD
awal 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240
akhir 151 214 183 192 195 187 215 173 196 195 189 194 167 178 188 193 191 183 163 172 174 217 222 190
SR 63 89 76 80 81 78±9,61a 90 72 82 81 79 81±6,29 a 70 74 78 80 80 76±4,51 a 68 72 73 90 93 79±11,53a
Ket : K : Kontrol T : Perendaman hormon tiroksin GT : Perendaman hormon tiroksin + GH G : Perendaman hormon pertumbuhan (GH)
-
Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05). Huruf superskrip yang sama pada baris yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05).
Lampiran 9. Pertumbuhan panjang total panen
kontrol
Perendaman hormon tiroksin + GH
Perendaman hormon tiroksin
Perendaman hormon GH
Lampiran 10. Wadah perlakuan
Lampiran 11. Wadah penetasan Artemia
Lampiran 12. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Turkey laju penyerapan kuning telur ANOVA Sum of Squares Between Groups
Jamke4
Within Groups Total Between Groups
Jamke8
Within Groups Total Jamke12
52,808
3
17,603
93,895
16
5,868
146,703
19
1249,083
3
416,361
639,724
16
39,983
1888,807
19
13,731
3
4,577
Within Groups
50,592
16
3,162
Total
64,323
19
Within Groups Total
Jamke20
Mean Square
Between Groups
Between Groups
Jamke16
df
20568,642
3
6856,214
1154,838
16
72,177
21723,481
19
Between Groups
3928,990
3
1309,663
Within Groups
6550,852
16
409,428
10479,842
19
Total
F
Sig, 3,000
,062
10,414
,000
1,448
,266
94,991
,000
3,199
,052
Multiple Comparisons Tukey HSD 95% Confidence Interval
Mean Dependent
(I)
Variable Jamke4
Difference (I-
Std,
Lajupenyerapankuningtelur Lajupenyerapankuningtelur
J)
Error
Kontrol
T
3,55140 1,53211 ,135
-,8320
7,9348
GT
1,40340 1,53211 ,797 -2,9800
5,7868
GH
-,70440 1,53211 ,967 -5,0878
3,6790
Kontrol
-3,55140 1,53211 ,135 -7,9348
,8320
GT
-2,14800 1,53211 ,516 -6,5314
2,2354
GH
-4,25580 1,53211 ,059 -8,6392
,1276
Kontrol
-1,40340 1,53211 ,797 -5,7868
2,9800
2,14800 1,53211 ,516 -2,2354
6,5314
-2,10780 1,53211 ,531 -6,4912
2,2756
,70440 1,53211 ,967 -3,6790
5,0878
T
GT
(J)
T GH GH
Kontrol
Lower Sig,
Bound
Upper Bound
T
4,25580 1,53211 ,059
-,1276
8,6392
GT
2,10780 1,53211 ,531 -2,2756
6,4912
Jamke8
Kontrol
T
GT
-13,63700*
3,99914
,017
-25,0786
-2,1954
GT
-9,54460
3,99914
,120
-20,9862
1,8970
GH
6,50320
3,99914
,393
-4,9384
17,9448
*
13,63700
3,99914
,017
2,1954
25,0786
GT
4,09240
3,99914
,739
-7,3492
15,5340
GH
*
20,14020
3,99914
,001
8,6986
31,5818
9,54460
3,99914
,120
-1,8970
20,9862
-4,09240
3,99914
,739
-15,5340
7,3492
*
16,04780
3,99914
,005
4,6062
27,4894
-6,50320
3,99914
,393
-17,9448
4,9384
T
*
-20,14020
3,99914
,001
-31,5818
-8,6986
GT
-16,04780*
3,99914
,005
-27,4894
-4,6062
-,47960
1,12463
,973
-3,6972
2,7380
GT
,28180
1,12463
,994
-2,9358
3,4994
GH
1,74140
1,12463
,434
-1,4762
4,9590
Kontrol
,47960
1,12463
,973
-2,7380
3,6972
GT
,76140
1,12463
,904
-2,4562
3,9790
GH
2,22100
1,12463
,238
-,9966
5,4386
Kontrol
-,28180
1,12463
,994
-3,4994
2,9358
T
-,76140
1,12463
,904
-3,9790
2,4562
GH
1,45960
1,12463
,577
-1,7580
4,6772
Kontrol
-1,74140
1,12463
,434
-4,9590
1,4762
T
-2,22100
1,12463
,238
-5,4386
,9966
GT
-1,45960
1,12463
,577
-4,6772
1,7580
-78,44160
*
5,37317
,000
-93,8143 -63,0689
GT
-2,05960
5,37317
,980
-17,4323
13,3131
GH
-14,36780
5,37317
,071
-29,7405
1,0049
Kontrol
78,44160*
5,37317
,000
63,0689
93,8143
GT
*
76,38200
5,37317
,000
61,0093
91,7547
GH
64,07380*
5,37317
,000
48,7011
79,4465
2,05960
5,37317
,980
-13,3131
17,4323
T
*
-76,38200
5,37317
,000
-91,7547 -61,0093
GH
-12,30820
5,37317
,142
-27,6809
T
Kontrol
Kontrol T GH
GH
Jamke12
Kontrol
T
GT
GH
Jamke16
Kontrol
T
GT
Kontrol
T
T
Kontrol
3,0645
GH
Kontrol
14,36780
5,37317
,071
-64,07380
*
5,37317
,000
12,30820
5,37317
,142
-3,0645
27,6809
T
-34,63780 12,79732
,067
-71,2512
1,9756
GT
-26,85240 12,79732
,196
-63,4658
9,7610
GH
-7,57040 12,79732
,933
-44,1838
29,0430
Kontrol
34,63780 12,79732
,067
-1,9756
71,2512
GT
7,78540 12,79732
,928
-28,8280
44,3988
GH
27,06740 12,79732
,190
-9,5460
63,6808
Kontrol
26,85240 12,79732
,196
-9,7610
63,4658
T
-7,78540 12,79732
,928
-44,3988
28,8280
GH
19,28200 12,79732
,457
-17,3314
55,8954
7,57040 12,79732
,933
-29,0430
44,1838
T
-27,06740 12,79732
,190
-63,6808
9,5460
GT
-19,28200 12,79732
,457
-55,8954
17,3314
T GT Jamke20
Kontrol
T
GT
GH
Kontrol
*, The mean difference is significant at the 0,05 level,
-1,0049
29,7405
-79,4465 -48,7011
Lampiran 13. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Turkey volume kuning telur ANOVA Sum of Squares Jamke0
Jamke4
Jamke8
Jamke12
Jamke16
Jamke20
df
Mean Square
Between Groups
,016
3
,005
Within Groups
,023 16
,001
Total
,039 19
Between Groups
,006
3
,002
Within Groups
,012 16
,001
Total
,018 19
Between Groups
,018
3
,006
Within Groups
,007 16
,000
Total
,025 19
Between Groups
,003
3
,001
Within Groups
,001 16
,000
Total
,004 19
Between Groups
,001
3
,000
Within Groups
,001 16
,000
Total
,002 19
Between Groups
,000
3
,000
Within Groups
,000 16
,000
Total
,000 19
F
Sig,
3,658
,035
2,833
,071
13,118
,000
18,174
,000
15,706
,000
3,719
,033
Multiple Comparisons Tukey HSD 95% Confidence Interval
Mean Dependent
(I)
Variable
Volumekuningtelur Volumekuningtelur
Jamke0
K
T
GT
GH
(J)
K
T
GT
Jamke8
K
(I-J)
Error
Lower Sig,
,06032 ,02417 ,099
GT GH
Upper
Bound Bound -,0088
,1295
,07072 ,02417 ,044
,0016
,1399
,06330 ,02417 ,079
-,0058
,1324
-,06032 ,02417 ,099
-,1295
,0088
GT
,01040 ,02417 ,972
-,0587
,0795
GH
,00298 ,02417 ,999
-,0662
,0721
K
-,07072* ,02417 ,044
-,1399
-,0016
T
-,01040 ,02417 ,972
-,0795
,0587
GH
-,00742 ,02417 ,990
-,0766
,0617
K
-,06330 ,02417 ,079
-,1324
,0058
T
-,00298 ,02417 ,999
-,0721
,0662
,00742 ,02417 ,990
-,0617
,0766
-,00186 ,01709 1,000
-,0508
,0470
GT
,02560 ,01709 ,461
-,0233
,0745
GH
,03996 ,01709 ,131
-,0089
,0889
K
,00186 ,01709 1,000
-,0470
,0508
GT
,02746 ,01709 ,403
-,0214
,0764
GH
,04182 ,01709 ,108
-,0071
,0907
K
-,02560 ,01709 ,461
-,0745
,0233
T
-,02746 ,01709 ,403
-,0764
,0214
,01436 ,01709 ,835
-,0345
,0633
K
-,03996 ,01709 ,131
-,0889
,0089
T
-,04182 ,01709 ,108
-,0907
,0071
GT
-,01436 ,01709 ,835
-,0633
,0345
T
,05622 ,01349 ,004
*
,0176
,0948
GT
,04917 ,01349 ,011
*
,0106
,0878
GH
-,01255 ,01349 ,789
-,0511
,0260
K
T
GH GH
Std,
T
GT Jamke4
Difference
*
T
GT
K
-,05622* ,01349 ,004
-,0948
-,0176
GT
-,00704 ,01349 ,953
-,0456
,0316
GH
-,06877 ,01349 ,001
*
-,1074
-,0302
K
-,04917 ,01349 ,011
*
-,0878
-,0106
T
,00704 ,01349 ,953
-,0316
,0456
-,06173 ,01349 ,002
-,1003
-,0231
K
,01255 ,01349 ,789
-,0260
,0511
T
,06877 ,01349 ,001
,0302
,1074
GT
,06173* ,01349 ,002
,0231
,1003
T
,02040 ,00453 ,002
,0074
,0334
GT
,01716* ,00453 ,008
,0042
,0301
GH
-,00810 ,00453 ,314
-,0211
,0049
K
-,02040* ,00453 ,002
-,0334
-,0074
GT
-,00324 ,00453 ,890
-,0162
,0097
GH
-,02850* ,00453 ,000
-,0415
-,0155
K
-,01716 ,00453 ,008
-,0301
-,0042
T
,00324 ,00453 ,890
-,0097
,0162
-,02526* ,00453 ,000
-,0382
-,0123
K
,00810 ,00453 ,314
-,0049
,0211
T
,02850* ,00453 ,000
,0155
,0415
GT
,02526* ,00453 ,000
,0123
,0382
T
,02414* ,00355 ,000
,0140
,0343
GT
,01114* ,00355 ,029
,0010
,0213
GH
,00926 ,00355 ,080
-,0009
,0194
K
-,02414* ,00355 ,000
-,0343
-,0140
GT
-,01300 ,00355 ,010
*
-,0232
-,0028
GH
-,01488 ,00355 ,003
*
-,0250
-,0047
K
-,01114* ,00355 ,029
-,0213
-,0010
T
,01300 ,00355 ,010
,0028
,0232
GH
-,00188 ,00355 ,951
-,0120
,0083
K
-,00926 ,00355 ,080
-,0194
,0009
T
,01488* ,00355 ,003
,0047
,0250
GT
,00188 ,00355 ,951
-,0083
,0120
GH GH
Jamke12
K
T
GT
GH GH
Jamke16
K
T
GT
GH
*
*
*
*
*
Jamke20
K
T
GT
GH
T
,00296* ,00098 ,037
,0002
,0058
GT
,00268 ,00098 ,063
-,0001
,0055
GH
,00198 ,00098 ,221
-,0008
,0048
*
K
-,00296 ,00098 ,037
-,0058
-,0002
GT
-,00028 ,00098 ,992
-,0031
,0025
GH
-,00098 ,00098 ,751
-,0038
,0018
K
-,00268 ,00098 ,063
-,0055
,0001
T
,00028 ,00098 ,992
-,0025
,0031
GH
-,00070 ,00098 ,890
-,0035
,0021
K
-,00198 ,00098 ,221
-,0048
,0008
T
,00098 ,00098 ,751
-,0018
,0038
GT
,00070 ,00098 ,890
-,0021
,0035
*, The mean difference is significant at the 0,05 level,
Lampiran 14. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Turkey panjang total ANOVA Sum of Squares Harike0
Harike3
Harike6
Harike12
Mean Square
Between Groups
,000
3
,000
Within Groups
,000
16
,000
Total
,000
19
Between Groups
2,555
3
,852
Within Groups
7,190
16
,449
Total
9,745
19
18,217
3
6,072
8,232
16
,514
Total
26,449
19
Between Groups
11,599
3
3,866
Within Groups
11,516
16
,720
Total
23,115
19
Between Groups
26,738
3
8,913
Within Groups
11,677
16
,730
Total
38,415
19
Between Groups Within Groups
Harike9
df
F
Sig, ,
,
1,896
,171
11,803
,000
5,372
,009
12,213
,000
Multiple Comparisons Tukey HSD 95% Confidence Interval Dependent
(I)
(J)
Variable
Perlakuan
Perlakuan
Harike3
Kontrol
Tiroksin
-,90600
,42396 ,184
-2,1190
,3070
Tiroksin+GH
-,74600
,42396 ,327
-1,9590
,4670
GH
-,31000
,42396 ,883
-1,5230
,9030
Kontrol
,90600
,42396 ,184
-,3070
2,1190
Tiroksin+GH
,16000
,42396 ,981
-1,0530
1,3730
GH
,59600
,42396 ,514
-,6170
1,8090
,74600
,42396 ,327
-,4670
1,9590
-,16000
,42396 ,981
-1,3730
1,0530
GH
,43600
,42396 ,736
-,7770
1,6490
Kontrol
,31000
,42396 ,883
-,9030
1,5230
Tiroksin
-,59600
,42396 ,514
-1,8090
,6170
Tiroksin+GH
-,43600
,42396 ,736
-1,6490
,7770
Tiroksin
-2,47600*
,45365 ,000
-3,7739
-1,1781
Tiroksin+GH
-2,16600*
,45365 ,001
-3,4639
-,8681
GH
-1,62000*
,45365 ,012
-2,9179
-,3221
2,47600
*
,45365 ,000
1,1781
3,7739
Tiroksin+GH
,31000
,45365 ,902
-,9879
1,6079
GH
,85600
,45365 ,272
-,4419
2,1539
2,16600
*
,45365 ,001
,8681
3,4639
-,31000
,45365 ,902
-1,6079
,9879
,54600
,45365 ,633
-,7519
1,8439
1,62000
*
,45365 ,012
,3221
2,9179
Tiroksin
-,85600
,45365 ,272
-2,1539
,4419
Tiroksin+GH
-,54600
,45365 ,633
-1,8439
,7519
Tiroksin
Tiroksin+GH Kontrol Tiroksin
GH
Harike6
Kontrol
Tiroksin
Kontrol
Tiroksin+GH Kontrol Tiroksin GH GH
Harike9
Kontrol
Kontrol
Mean Difference
Std,
(I-J)
Error
Sig,
Lower
Upper
Bound
Bound
Tiroksin
-2,15000
*
,53656 ,005
-3,6851
-,6149
Tiroksin+GH
-1,13000
,53656 ,193
-2,6651
,4051
GH
-1,00000
,53656 ,282
-2,5351
,5351
Tiroksin
Kontrol
2,15000*
,53656 ,005
,6149
3,6851
Tiroksin+GH
1,02000
,53656 ,266
-,5151
2,5551
GH
1,15000
,53656 ,182
-,3851
2,6851
1,13000
,53656 ,193
-,4051
2,6651
-1,02000
,53656 ,266
-2,5551
,5151
,13000
,53656 ,995
-1,4051
1,6651
Kontrol
1,00000
,53656 ,282
-,5351
2,5351
Tiroksin
-1,15000
,53656 ,182
-2,6851
,3851
-,13000
,53656 ,995
-1,6651
1,4051
Tiroksin+GH Kontrol Tiroksin GH GH
Tiroksin+GH Harike12
Kontrol
Tiroksin
Tiroksin
-3,13400
*
,54029 ,000
-4,6798
-1,5882
Tiroksin+GH
-2,29400*
,54029 ,003
-3,8398
-,7482
GH
-1,47400
,54029 ,064
-3,0198
,0718
Kontrol
3,13400*
,54029 ,000
1,5882
4,6798
,84000
,54029 ,430
-,7058
2,3858
1,66000*
,54029 ,033
,1142
3,2058
2,29400
*
,54029 ,003
,7482
3,8398
-,84000
,54029 ,430
-2,3858
,7058
,82000
,54029 ,450
-,7258
2,3658
Kontrol
1,47400
,54029 ,064
-,0718
3,0198
Tiroksin
-1,66000*
,54029 ,033
-3,2058
-,1142
-,82000
,54029 ,450
-2,3658
,7258
Tiroksin+GH GH Tiroksin+GH Kontrol Tiroksin GH GH
Tiroksin+GH *, The mean difference is significant at the 0,05 level,
Lampiran 15, Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Turkey tingkat kelangsungan hidup ANOVA Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
F
53,350
3
17,783
Within Groups
1127,600
16
70,475
Total
1180,950
19
Sig, ,252
,859
Multiple Comparisons Tukey HSD (J) (I) Perlakuan
Perlakuan
Kontrol
Tiroksin
(I-J)
5,30943 ,941
-18,1904
12,1904
1,40000
5,30943 ,993
-13,7904
16,5904
-1,40000
5,30943 ,993
-16,5904
13,7904
Kontrol
3,00000
5,30943 ,941
-12,1904
18,1904
Tiroksin+GH
4,40000
5,30943 ,840
-10,7904
19,5904
GH
1,60000
5,30943 ,990
-13,5904
16,7904
Kontrol
-1,40000
5,30943 ,993
-16,5904
13,7904
Tiroksin
-4,40000
5,30943 ,840
-19,5904
10,7904
GH
-2,80000
5,30943 ,951
-17,9904
12,3904
Kontrol
1,40000
5,30943 ,993
-13,7904
16,5904
Tiroksin
-1,60000
5,30943 ,990
-16,7904
13,5904
2,80000
5,30943 ,951
-12,3904
17,9904
GH
Tiroksin+GH
GH
Std, Error Sig, Lower Bound Upper Bound
-3,00000
Tiroksin+GH
Tiroksin
Tiroksin+GH Tukey HSDa
Subset for alpha = 0,05 Perlakuan
N
1
Tiroksin+GH
5
76,4000
Kontrol
5
77,8000
GH
5
79,2000
Tiroksin
5
80,8000
Sig,
95% Confidence Interval
Mean Difference
,840
Lampiran 16. Analisis biaya produksi larva ikan patin menggunakan hormon tiroksin
Lampiran 17.Analisis biaya produksi larva ikan patin tanpa hormon