PENENTUAN DOSIS HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG PADA LARVA IKAN LELE SANGKURIANG MELALUI PERENDAMAN
RIYAN MAULANA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penentuan Dosis Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang Pada Larva Ikan Lele Sangkuriang Melalui Perendaman” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014
Riyan Maulana NIM C14100078
ABSTRAK RIYAN MAULANA. Penentuan Dosis Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang Pada Larva Ikan Lele Sangkuriang Melalui Perendaman. Dibimbing oleh ALIMUDDIN dan DADANG SHAFRUDDIN. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup merupakan faktor utama penentu produktivitas budidaya. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan dosis hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) yang menghasilkan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup tertinggi pada larva ikan lele (Clarias sp.) melalui perendaman. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas 4 perlakuan dengan 3 ulangan. Dosis rElGH kering yang diberikan, yaitu: 0 (kontrol); 0,2 mg/L; 2,0 mg/L dan 20,0 mg/L. rElGH dilarutkan dalam 100 mL air mengandung larutan garam NaCl 9 g/L dan serum albumin sapi 100 mg/L. Larva ikan lele umur 5 hari setelah menetas sebanyak 100 ekor diberi kejutan salinitas pada larutan garam NaCl 35 g/L selama 2 menit, kemudian direndam dalam larutan rElGH selama 1 jam. Ikan dipelihara selama 21 hari, dan diberi pakan berupa cacing sutera secara ad libitum. Hasil penelitian menunjukkan ikan perlakuan 2 mg/L memiliki biomassa sekitar 49,60% lebih tinggi, dan kelangsungan hidup sekitar 47,67% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Dengan demikian, dosis 2 mg/L dapat digunakan untuk meningkatkan biomassa dan kelangsungan hidup, dan hal ini berpotensi tinggi meningkatkan produksi budidaya. Kata kunci: larva ikan lele, hormon pertumbuhan rekombinan, perendaman.
ABSTRACT RIYAN MAULANA. Determining Doses of Recombinant Giant Grouper Growth Hormone on Larval Sangkuriang Catfish through Immersion. Supervised by ALIMUDDIN and DADANG SHAFRUDDIN. Growth and survival rate are the main factor determining the productivity of aquaculture. This research was conducted to obtain the dose of recombinant giant grouper growth hormone (rElGH) that generates highest growth and survival rate of Sangkuriang catfish at larval stage through immersion. The research used a completely randomized design and consisted of four treatments with three replications. The dose of rElGH used was 0 (control), 0.2 mg/L, 2.0 mg/L and 20.0 mg/L. rElGH was dissolved in 100 mL water containing 9 g/L salt solution and 100 mg/L bovine serum albumin. A total of 100 larvae at 5 days after hatching were hiperosmotic treated on 35 g/L salt solution for 2 minutes, and then immersed into 100 mL of rElGH solution for 1 hour. Fish were reared for 21 days and fed on blood worm ad libitum. The results showed that biomass and survival rate of 2 mg/L rElGH treated fish was 49.60% and 47.67% higher than control, respectively. Thus, the biomass of Sangkuriang catfish seed can be improved by immersing in water containing 2 mg/L rElGH, and it is potentially high to be used in order to increase aquaculture production. Keywords: larval catfish, recombinant growth hormone, immersion.
PENENTUAN DOSIS HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG PADA LARVA IKAN LELE SANGKURIANG MELALUI PERENDAMAN
RIYAN MAULANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Penentuan Dosis Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang Pada Larva Ikan Lele Sangkuriang Melalui Perendaman Nama : Riyan Maulana NIM : C14100078 Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Disetujui oleh
Dr. Alimuddin, S.Pi, MSc Pembimbing I
Ir. Dadang Shafruddin, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Sukenda, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini yang berjudul “Penentuan Dosis Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang Pada Larva Ikan Lele Sangkuriang Melalui Perendaman”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2014 di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua tercinta, Hasan Bisri dan Iyung Rumaisah yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, do’a dan dukungan yang tiada henti. Kakak Muhammad Hamdani, S.Komp yang senantiasa memberikan motivasi, nasihat dan semangat kepada penulis. 2. Dr. Alimuddin, SPi, MSc selaku Pembimbing I dan Ir. Dadang Shafruddin, MS selaku Pembimbing II dan Pembimbing Akademik atas segala masukan dan dukungannya selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini. 3. Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc selaku Dosen Penguji tamu dan Dr. Ir. Mia Setiawati, M.Si selaku Komisi Pendidikan Departemen yang telah banyak memberikan arahan, saran, dan masukkan untuk penyusunan tugas akhir ini. 4. Anna Octavera, S.Pi, M.Si, Rangga Garnama S.Pi, Jasmadi S.Pi, Darmawan Setia Budi S.Pi, Denny Wahyudi S.Pi, dan Fajar Maulana S.Pi yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian. 5. Teman-teman seperjuangan Genetic’s 47: Kurdianto, Steven Michail Sutiono, Zaky Abdullatif, Habib Fadhlan Tamami, Raditya Wahyu P, Imam Rusydi , Maya Fitriana dan Linly Amelianing Mustikasari. 6. Teman-teman dan sahabat seperjuangan BDP 47 atas semangat, motivasi, kebersamaan, dan kenangan. 7. Sahabat-sahabat terdekat: Wira Tri Barkah, Haris Achmad Nugrahadi, Rudy Angga, Vikiet Arditio, Abdul Hasyim, Syaddam Husein, Fendy Bayu, Dio Reza, Bopont Julian, Deadasa Alifiyana, Wisnu, Ricky Ramadhan, Raditha Millaty, Shella Marlinda, Aini Nurkartika, dan Agasthya Kuswandi. 8. Keluarga besar Departemen Budidaya Perairan, BDP 46, BDP 48, dan BDP 49. 9. Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI) atas Beasiswa Bidik Misi yang diberikan kepada penulis selama menempuh perkuliahan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, ilmu pengetahuan, masyarakat, dan seluruh pihak yang membutuhkan. Bogor, Mei 2014
Riyan Maulana
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2 BAHAN DAN METODE ..................................................................................... 2 Rancangan Percobaan .......................................................................................... 2 Penelitian Pendahuluan ....................................................................................... 2 Pengadaan Larva Ikan Lele ................................................................................. 3 Pengadaan rGH .................................................................................................... 3 Perendaman Larva dan Pemeliharaan Ikan ......................................................... 3 Parameter Uji dan Analisis Data ......................................................................... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 5 Hasil..................................................................................................................... 5 Pembahasan ......................................................................................................... 6 KESIMPULAN..................................................................................................... 9 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 9 LAMPIRAN ....................................................................................................... 12 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ 14
viii
DAFTAR TABEL 1. Rancangan perlakuan perendaman serum albumin sapi (BSA) 100 mg/L dengan dosis rElGH berbeda dalam larutan garam 9 g/L pada larva ikan lele sangkuriang .................................................................................................. 2 2. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele sangkuriang setelah diberi kejut salinitas berbeda ......................................................................................... 2 3. Bobot rerata, laju pertumbuhan spesifik (LPS), biomassa, kelangsungan hidup (KH) larva ikan lele kontrol serta larva ikan lele direndam hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) dengan dosis berbeda pada akhir percobaan............................................................................. 5 4. Hasil pengamatan kualitas air parameter suhu, pH, dan total amonia nitrogen (TAN) .................................................................................................. 6
DAFTAR LAMPIRAN 1. Skema Penelitian ............................................................................................... 12 2. Skema prosedur kultur protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang (rElGH). ................................................................................... 13
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Teknologi budidaya ikan lele sangkuriang, baik dari segi pembenihan maupun pembesaran telah banyak dikuasai oleh masyarakat karena relatif mudah. Namun demikian, permintaan ikan lele yang tinggi terkadang membuat pembudidaya sulit untuk memenuhi kebutuhan pasar. Peningkatan pertumbuhan dapat berperan penting dalam pemenuhan permintaan ikan lele. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ikan lele adalah dengan teknologi rekayasa genetika. Salah satu alternatif metode yang lebih mudah diaplikasikan dengan cepat untuk memacu pertumbuhan ikan lele adalah dengan menggunakan hormon pertumbuhan rekombinan (recombinant growth hormone, rGH). Hormon pertumbuhan dapat meningkatkan daya tahan terhadap stres dan infeksi penyakit serta meningkatkan kelangsungan hidup ikan (Acosta et al. 2009), pertumbuhan dan perkembangan organisme secara normal (Anathy et al. 2001), metabolisme (Rousseau dan Dufour 2007), dan kekebalan tubuh (Yada et al. 1999). Pemberian hormon pertumbuhan juga dapat memacu pertumbuhan ikan dengan cara peningkatan selera makan ikan sehingga dapat memperbaiki konversi pakan (Putra 2011). Aplikasi pemberian hormon pertumbuhan rekombinan rGH dapat dilakukan melalui perendaman (Moriyama dan Kawauchi 1990; Acosta et al. 2007; Putra 2011), injeksi/ penyuntikan (Promdonkoy et al. 2004; Utomo 2010; Lesmana 2010) dan oral menggunakan pakan (Nisa 2012). Aplikasi rGH ikan kerapu kertang melalui metode perendaman dapat meningkatkan pertumbuhan ikan gurami sebesar 129,6% (Apriadi 2012). Pengujian pada ikan yang sama dilakukan oleh Putra (2010) dengan teknik perendaman menggunakan rGH ikan gurami, hasilnya menunjukkan peningkatan 75,04% dengan dosis 30 mg/L (dosis basah) bila dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pada glass eel yang direndam rGH ikan kerapu kertang biomassanya meningkat 28% dibandingkan dengan kontrol (Aminah 2012). Pemberian rGH ikan kerapu kertang (rElGH) pada larva ikan lele melalui perendaman belum banyak dilakukan. rGH ikan kerapu kertang memiliki bioaktivitas dan memberikan respons yang baik terhadap ikan uji yang diberikan (Lesmana 2010). Terdapat kelebihan dan kekurangan dalam metode penggunaan rGH. Metode injeksi/penyuntikan dan perendaman dapat meningkatkan pertumbuhan yang baik karena dapat memaksimalkan penyerapan rGH. Kelemahan metode injeksi/penyuntikan adalah kurang efisien, membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, membutuhkan banyak pekerja, serta membutuhkan keahlian khusus. Penggunaan metode oral dapat diterapkan pada skala massal dan dapat digunakan pada beberapa stadia ikan yang disesuaikan dengan ukuran pakan, tetapi kemungkinan besar leaching pada saat pemberian pakan rGH. Metode perendaman merupakan metode yang secara teknis lebih mudah diaplikasikan dalam kegiatan budidaya secara massal. Aplikasi hormon pertumbuhan rekombinan pada ikan dianggap aman untuk dikonsumsi karena rGH tidak ditransmisikan ke keturunan selanjutnya sehingga tidak termasuk ikan transgenik (Acosta et al. 2007).
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis optimum rGH ikan kerapu kertang (rElGH) melalui metode perendaman untuk menghasilkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup tertinggi pada larva ikan lele sangkuriang.
BAHAN DAN METODE Rancangan Percobaan Penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Rancangan perlakuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Rancangan perlakuan perendaman serum albumin sapi (BSA) 100 mg/L dengan dosis rElGH berbeda dalam larutan garam 9 g/L pada larva ikan lele sangkuriang. Perlakuan K P1 P2 P3
Keterangan rElGH dosis 0 mg/L rElGH dosis 0,2 mg/L rElGH dosis 2,0 mg/L rElGH dosis 20,0 mg/L Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan kejut salinitas (shock salinity) untuk larva ikan lele. Larva ikan lele berumur 5 hari diberi kejut salinitas sebesar 35 g/L; 30 g/L; 25 g/L; 20 g/L; 15 g/L garam NaCl selama 2-4 menit dengan satu kali ulangan. Pada setiap perlakuan digunakan larva berumur 5 hari sebanyak 100 ekor. Perlakuan yang memberikan kelangsungan hidup tertinggi digunakan dalam penelitian utama. Tabel 2 Tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele sangkuriang setelah diberi kejut salinitas berbeda. Waktu (menit) 2 4
15 100 90
20 100 90
Salinitas (g/L) 25 100 90
30 100 90
35 100 90
Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa tingkat kelangsungan hidup sama antar perlakuan. Sehingga upaya memaksimalkan penyerapan rGH, maka digunakan salinitas 35 g/L untuk kejut salinitas yang digunakan pada penelitian utama.
3 Pengadaan Larva Ikan Lele Induk ikan lele jantan sebanyak 3 ekor dan betina sebanyak 3 ekor dengan bobot 1-1,5 kg/ekor diperoleh dari pembudidaya di Kampung Manggis Ciherang, Bogor, Jawa Barat. Perangsangan ovulasi dilakukan menggunakan ovaprim (LHRH dan antidopamin, produksi Syndel Laboratories Ltd.) dengan dosis 0,3 mL/kg bobot tubuh ikan lele jantan, dan 0,2 mL/kg bobot tubuh ikan lele betina. Pemijahan dilakukan secara semi alami. Setelah disuntik, induk jantan dan betina disatukan lalu ditunggu hingga 7-8 jam sampai ikan melakukan pemijahan. Telur-telur yang sudah terbuahi dipindahkan dalam wadah akuarium berukuran 100 x 50 x 50 cm3 dengan diaerasi kuat dan ditambahkan methylene blue untuk mencegah infeksi jamur pada telur. Telur diinkubasi selama 17-18 jam hingga menetas. Telur-telur yang sudah menetas menjadi larva dipelihara dalam wadah akuarium berukuran 100 x 50 x 50 cm3 hingga umur 4-5 hari atau setelah kuning telur habis sebelum dilakukan perlakuan. Pengadaan rGH Produksi rElGH dilakukan menggunakan bakteri Escherichia coli BL21 dengan metode kultur bakteri dan ekstraksi rElGH dilakukan seperti dijelaskan dalam Alimuddin et al. (2010). Pelet rElGH dicuci dengan phosphate buffer saline (PBS) sebanyak 2 kali dan disimpan pada suhu -80 ○C hingga akan digunakan. Perendaman Larva dan Pemeliharaan Ikan Perendaman Larva dalam Larutan rElGH Larva ikan lele yang digunakan adalah larva berumur 5 hari setelah menetas atau setelah kuning telur habis yang berasal dari hasil pemijahan. Larva ikan lele umur 5 hari setelah makan artemia dipuasakan terlebih dahulu kurang lebih 12 jam sebelum diberi perlakuan perendaman. Larva ikan lele direndam larutan garam 35 g/L (kejut salinitas) selama 2 menit berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, lalu dimasukkan ke dalam media yang mengandung rElGH dengan dosis berbeda. Dosis rElGH yang diberikan yaitu 0 (kontrol); 0,2 mg/L; 2,0 mg/L dan 20,0 mg/L. rElGH dilarutkan dalam 100 mL air mengandung larutan garam 9 g/L dan serum albumin sapi 100 mg/L. Pada setiap perlakuan direndam 100 ekor larva ikan lele dalam 100 mL media dan dibuat 3 ulangan. Perendaman dalam larutan rElGH dilakukan selama 1 jam dengan frekuensi 1 kali. Perlakuan kontrol direndam larutan garam 35 g/L (kejut salinitas) selama 2 menit, lalu dimasukkan ke dalam larutan garam 9 g/L dan BSA 100 mg/L selama 1 jam. Pemeliharaan Larva Pada awal percobaan jumlah larva ikan lele yang digunakan sebanyak 100 ekor setiap perlakuan dalam ulangan, dengan bobot rerata awal larva ikan lele sebesar 0,00275 g/ ekor dengan panjang rerata larva ikan lele sebesar 0,6 cm dipelihara di dalam akuarium kaca berdimensi 30 x 20 x 20 cm3, dengan volume air 5 liter. Larva ikan lele diberi pakan berupa cacing sutera secara ad libitum dengan frekuensi pemberian 4 kali. Pergantian air dilakukan setiap hari sebanyak 50%.
4 Sampling Ikan Pengukuran bobot dan biomassa larva ikan lele menggunakan metode sampling dilakukan ketika larva ikan lele sudah dapat ditimbang bobotnya, yaitu pada hari ke-14, dan 21. Biomassa dihitung dengan cara menimbang seluruh ikan dalam satu ulangan sekaligus menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram. Kelangsungan hidup ikan dihitung satu kali pada saat kegiatan sampling. Pengukuran Kualitas Air Suhu air pemeliharaan diukur setiap hari dengan menggunakan termometer yang terpasang dalam akuarium, sedangkan parameter lain yang diukur pada akhir pemeliharaan, yaitu: DO, pH, dan total ammonia nitrogen (TAN). Seluruh parameter tersebut diukur dengan pengukuran manual di Laboratorium Lingkungan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Parameter Uji dan Analisis Data Laju pertumbuhan spesifik (LPS) Laju pertumbuhan spesifik adalah laju pertumbuhan harian atau persentase pertambahan bobot ikan setiap harinya, yang dihitung dengan rumus: 𝒕
𝑾𝒊
LPS = [√𝑾𝒐 − 𝟏] x 100 Keterangan : LPS : Laju pertumbuhan spesifik (%) t : Periode pengamatan (hari) Wi : Bobot rerata individu ikan waktu ke-i (gram/ekor) Wo : Bobot rerata individu ikan waktu ke-0 (gram/ekor) Biomassa Biomassa merupakan bobot total ikan yang diperoleh dari penimbangan seluruh jumlah ikan yang hidup dalam satu ulangan. Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup (KH) adalah presentase jumlah ikan yang hidup setelah dipelihara (dalam waktu tertentu) dibandingkan dengan jumlah pada awal pemeliharaan yang dapat dihitung dengan rumus berikut: 𝑵𝒕
KH = 𝑵𝒐 x 100 % Keterangan : KH : Tingkat kelangsungan hidup (%) Nt : Jumlah ikan panen pada waktu t (ekor) No : Jumlah ikan awal pada saat ditebar (ekor) Analisis Data Parameter penelitian yang diamati meliputi laju pertumbuhan spesifik (LPS), bobot rata-rata, biomassa, dan tingkat kelangsungan hidup (KH). Data yang
5 diperoleh diolah dengan Microsoft Excel 2013 kemudian dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Biomassa dan Kelangsungan Hidup Biomassa benih ikan lele yang diberi perlakuan perendaman rElGH lebih tinggi 49,60% dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Kelangsungan hidup benih ikan lele yang diberi perlakuan perendaman rElGH lebih tinggi 47,67% dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Tabel 3 Bobot rerata, laju pertumbuhan spesifik (LPS), biomassa, kelangsungan hidup (KH) larva ikan lele kontrol serta larva ikan lele direndam hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) dengan dosis berbeda pada akhir percobaan. Perlakuan
Bobot rerata
LPS
Biomassa
KH hari ke14 (%)
KH hari ke21 (%)
(g)
(%)
(g)
K
0,36 ± 0,01
26,14 ± 0,19
15,50 ± 0,53
42,50 ± 3,53
43,00 ± 2,82
P1
0,34 ± 0,02
25,84 ± 0,46
18,13 ± 0,54
60,50 ± 3,53
53,00 ± 5,65
P2
0,37 ± 0,08
26,30 ± 1,34
23,18 ± 0,31
64,50 ±16,26
63,50 ± 14,84
P3
0,36 ± 0,03
26,06 ± 0,56
20,12 ± 1,11
57,50 ±0,70
56,50 ± 2,12
Data ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpangan baku dari 2 ulangan. K = kontrol yang direndam larutan garam 9 g/L dan serum albumin sapi (BSA) 100 mg/L, dengan perlakuan rElGH: 0,2 mg/L (P1), 2,0 mg/L (P2), 20,0 mg/L (P3) direndam dalam larutan garam 9 g/L dan BSA 100 mg/L. Hormon pertumbuhan rekombinan yang digunakan dalam bentuk bubuk (bobot kering). 25
Biomassa (g)
20 kontrol (BSA)
15
P1 (0,2 mg/L + BSA) 10
P2 (2mg/L + BSA) P3 (20 mg/L + BSA)
5 0
minggu ke-1
minggu ke-2
minggu ke-3
Gambar 1 Biomassa ikan lele sangkuriang kontrol dan yang diberi perlakuan rElGH dosis berbeda setelah pemeliharaan 21 hari. Berdasarkan hasil pada Tabel 2, larva ikan lele yang diberi perlakuan perendaman rElGH selama 21 hari pemeliharaan diperoleh data LPS tertinggi pada
6 perlakuan 2,0 mg/L yaitu 26,30 % dibandingkan perlakuan lainnya. Demikian pula dengan nilai bobot rerata pada larva ikan lele yang diberi perlakuan perendaman rElGH dengan dosis 2,0 mg/L menunjukkan nilai bobot rerata tertinggi (0,37 g) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (0,2 mg/L: 0,34 g, 20,0 mg/L: 0,36 g,) dan kontrol (0,36 g,). Sama halnya dengan nilai bobot, nilai biomassa tertinggi ditunjukkan oleh ikan lele yang diberi perlakuan perendaman rElGH dengan dosis 2,0 mg/L (biomassa: 23,18 g) dan yang terkecil ditunjukkan oleh ikan perlakuan kontrol dengan nilai biomassa 15,50 g. Peningkatan biomassa benih ikan lele perlakuan rElGH 2,0 mg/L adalah sekitar 49,60% lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan rGH dengan metode perendaman mampu meningkatkan biomassa ikan lele. Selanjutnya, kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan rElGH dengan dosis 2,0 mg/L sebesar 63,50% lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (0,2 mg/L: 53,00%, 20,0 mg/L: 56,50%) dan kontrol (43,00%) (Tabel 2) . Kualitas Air Kualitas air pada penelitian ini diukur pada akhir perlakuan perendaman rElGH. Nilai kualitas air disajikan pada Tabel 3. Kualitas air pemeliharaan larva ikan lele perlakuan dan kontrol relatif sama dan berada pada kisaran normal. Dengan demikian perbedaan pertumbuhan bukan disebabkan oleh perbedaan kualitas air pemeliharaan. Tabel 4 Hasil pengamatan kualitas air parameter suhu, pH, dan total amonia nitrogen (TAN) Parameter
Satuan
Suhu pH DO TAN
◦C mg/L mg/L
Kisaran Terendah 28 7,1 5,2 0,45
Kisaran Tertinggi 30 7,7 5,7 0,95
Effendie (2000) 28,5-31,5 7,5 - 8,5 ≥5 <1
Pembahasan Aplikasi rElGH pada larva ikan lele dengan dosis 2,0 mg/L menunjukkan peningkatan biomassa lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Peningkatan biomassa pada perlakuan 2,0 mg/L sebesar 49,60% atau 1,5 kali lebih besar dibandingkan dengan kontrol (Tabel 2). Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Aminah (2012) mengenai perendaman benih ikan sidat stadia glass eel dengan menggunakan perendaman rGH ikan kerapu kertang pada dosis 3 mg/L dengan frekuensi pemberian 1 kali dan masa pemeliharaan 8 minggu pemeliharaan, terjadi peningkatan bobot tubuh sebesar 1,3 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol. Berbeda dengan Moriyama dan Kawauchi (2004) yang melaporkan bahwa perendaman benih abalon dengan rsHP dosis 30 mg/L dengan frekuensi pemberian setiap 7 hari sekali selama 84 hari pemeliharaan mampu meningkatkan bobot tubuh abalon sebesar 1,2 kali lebih besar dari kontrol. Namun pada penelitian ini hanya dilakukan satu kali sehingga metode perendaman dalam penelitian ini lebih praktis. Peningkatan pertumbuhan larva ikan lele menunjukkan bahwa rElGH aktif
7 menginduksi pertumbuhan larva ikan lele, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 pertumbuhan larva ikan lele yang direndam rElGH mempunyai pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Perbedaan pertumbuhan pada masing-masing ikan uji diduga akibat dari perbedaan jenis ikan dan jenis rGH yang digunakan. Organ atau jaringan pada tubuh ikan mempunyai reseptor masing-masing terhadap respons hormon pertumbuhan yang dapat mengenali rGH yang diberikan kemudian diteruskan ke sel-sel somatik hingga terjadi proses pertumbuhan. Jenis rGH yang digunakan pun akan berpengaruh terhadap kecocokan antara reseptor dan jenis rGH yang digunakan (Reinecke et al. 2005). Penggunaan hormon pertumbuhan pada ikan claridae masih jarang dilakukan. Carpio et al. (2007) melakukan penelitian dengan merendam larva ikan lele menggunakan rekombinan tilapia NPY dan menghasilkan biomassa sebesar 87% dan 64% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol setelah 18 dan 30 hari pemeliharaan. Pada penelitian ini larva ikan lele dipelihara selama 21 hari dengan menghasilkan pertumbuhan biomassa 49,60% lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol. Penelitian yang berbeda dilakukan oleh Silverstein et al. (2000) yang menyuntikkan hormon pertumbuhan rekombinan dari sapi (rbGH) pada channel catfish yang menunjukkan hasil pertumbuhan 90% dan konsumsi pakan 81% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Tingkat kelangsungan hidup merupakan salah satu parameter utama pada penelitian ini. Menurut Effendie (1997), tingkat kelangsungan hidup merupakan peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu. Jika dilihat dari hasil penelitian pada Tabel 2, pada larva ikan lele yang direndam rElGH memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan dosis 2 mg/L memiliki tingkat kelangsungan hidup yang paling tinggi di antara perlakuan lain dan memiliki tingkat kelangsungan hidup 47,67% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Acosta et al. (2009) yang menyatakan pemberian rGH pada larva dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan meningkatkan daya tahan terhadap stres dan infeksi penyakit. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Peterson et al. (2007) yang menyatakan pengaruh pemberian GH berupa rbGH pada channel catfish (Ictalurus punctatus) dapat meningkatkan respons imun yang diuji tantang Edwardsiella ictaluri. Sakai et al. (1997) menyebutkan bahwa pemberian nGH dan rGH pada ikan rainbow trout juga efektif untuk meningkatkan resistensi terhadap Vibrio anguillarum. Tingkat kelangsungan hidup yang rendah pada larva ikan lele dalam penelitian ini diduga disebabkan bukan karena terserang penyakit melainkan karena sifat kanibalisme pada ikan lele. Menurut hasil pengamatan Mukai (2011) menyebutkan bahwa pada larva ikan lele Afrika (Clarias gariepinus) sifat kanibalismenya sudah muncul pada larva umur 7 hari. Sifat kanibalisme inilah yang menyebabkan tingkat kelangsungan hidup yang rendah. Nilai kelangsungan hidup pada Tabel 2 memiliki ragam yang relatif tinggi, hal ini diduga disebabkan karena banyaknya ukuran yang tidak seragam pada benih ikan lele yang menyebabkan timbulnya kanibalisme pada ikan lele, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fessehaye et al. (2006) menunjukkan bahwa kanibalisme sangat dipengaruhi oleh kepadatan stok ikan, umur ikan, keseragaman ukuran dan rasio bobot dari individu predator. Oleh karena itu, pada penelitian ini diduga bahwa rendahnya kelangsungan hidup pada ikan lele disebabkan oleh sifat kanibalisme
8 yang muncul pada ikan lele tersebut. Tingkat kanibalisme pada ikan lele dapat dikurangi dengan cara grading atau memisahkan ikan sesuai dengan ukurannya. Atse et al. (2008) menyatakan bahwa tingkat kanibalisme pada ikan lele Afrika dapat dikurangi dengan menghomogenkan atau menyeragamkan ukuran ikan yang dipelihara. Salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan produksi larva ikan lele adalah pengelolaan kualitas air. Pengukuran kualitas air pada penelitian ini dilakukan pada akhir pemeliharaan, berdasarkan hasil yang didapat nilai kualitas air masih termasuk kedalam rentang kualitas air yang baik dalam pemeliharaan larva ikan lele menurut Effendie (2000) sehingga diasumsikan perubahan kelangsungan hidup dan pertumbuhan pada perlakuan perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) pada larva ikan lele bukan diakibatkan oleh kualitas air media pemeliharaan. Penelitian ini digunakan protein hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) yang digunakan dalam proses perendaman. Lesmana (2010) menyebutkan bahwa Pertambahan bobot ikan nila yang diinjeksi dengan rGH El-mGH (20,94%) terlihat sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kedua rGH lainnya (18,09% untuk Cc-mGH dan 16,99% untuk Og-mGH). Hal ini diduga karena perbedaan responss ikan nila dalam menerima rGH dari ikan kerapu kertang lebih baik dari rGH ikan gurame dan ikan mas. Dapat disimpulkan bahwa hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang dapat memberikan respons yang baik terhadap pertumbuhan larva ikan lele. Mekanisme masuknya rGH pada ikan belum diketahui secara pasti. Handoyo (2012) menyebutkan bahwa rGH diduga diserap oleh tubuh ikan melalui insang dan lapisan epidermis. Pada penelitian sebelumnya juga disebutkan bahwa pada percobaan BSA yang diberi label radioaktif mampu melewati insang dan lapisan epidermis ikan rainbow trout yang direndam BSA tersebut (Moriyama dan Kawauchi 1990). Menurut Ratnawati (2012) hormon pertumbuhan rekombinan masuk dalam tubuh ikan diduga melalui insang dan kulit yang berkaitan dengan sistem osmoregulasi pada ikan. Ikan lele yang merupakan ikan air tawar dengan kondisi lingkungan hipotonik maka air dari media eksternal cenderung menembus masuk ke dalam tubuh melalui organ semipermabel seperti insang dan kulit. Affandi (2002) menyatakan bahwa pada ikan teleostei mekanisme pertukaran ion terjadi pada sel klorida yang terdapat pada epithelium insang. Metode perendaman yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kejut salinitas sebesar 35 g/L selama 2 menit kemudian ikan dipindahkan ke dalam larutan berisi rGH seperti yang dilakukan Putra (2011). Metode perendaman tersebut diduga dapat mempengaruhi sistem osmoregulasi ikan. Fungsi kejut salinitas pada ikan adalah untuk membuka jalur masuknya rGH melalui lapisan-lapisan tipis pada ikan seperti insang dan kulit. Insang dan kulit merupakan organ yang berperan penting dalam proses osmoregulasi, hal ini dikarenakan insang memiliki permukaan yang lebih luas/besar dan didukung oleh tingkat permeabilitasnya yang tinggi (Affandi 2002). Kondisi lingkungan yang hipertonik untuk ikan air tawar membuat air dari cairan tubuh cenderung keluar, sehingga filamen-filamen insang akan terbuka untuk mengatur pengeluaran ion-ion monovalent seperti Na dan Cl. Larva ikan lele yang telah direndam dalam kejutan salinitas 35 g/L dipindahkan dalam media larutan perlakuan yang memiliki kadar garam 9 g/L, sehingga ikan akan beradaptasi dengan menyerap media air perlakuan karena tubuh ikan bersifat hiperosmotik dari
9 media. Berdasarkan proses osmoregulasi ini diduga rGH masuk melalui insang dan disebarkan melalui pembuluh darah. Metode yang digunakan untuk pemberian rGH pada larva ikan lele adalah melalui metode perendaman. Metode ini merupakan cara yang mudah, murah, dan sangat aplikatif untuk diterapkan pada kegiatan budidaya secara massal. Kelemahan dari metode ini adalah harus dilakukan pada saat akan melakukan proses produksi karena efek penggunaan rGH tidak diturunkan ke generasi selanjutnya. Penelitian ini digunakan larva ikan lele yang direndam dengan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang dengan dosis berbeda (100 ekor dalam 100 mL larutan garam 9 g/L) dengan frekuensi perendaman hanya satu kali. Penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan pertumbuhan larva ikan lele direndam hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang masih perlu banyak dikaji untuk meningkatkan produksi dan pertumbuhan ikan lele, seperti yang dilakukan Handoyo (2012) bahwa pemberian rElGH dengan dosis yang tepat baik melalui perendaman, oral dan kombinasinya mampu meningkatkan pertumbuhan benih ikan sidat dengan signifikan, hal ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi ikan sidat. Kajian lebih lanjut tentang pemberian hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan lele yang lebih baik, seperti lama perendaman, kepadatan ikan yang direndam agar dapat diproduksi secara massal, ataupun metode pemberian rGH lain seperti oral dan penyuntikkan perlu dilakukan untuk mengetahui efektivitas rGH dalam meningkatkan pertumbuhan ikan lele. Selain itu, perlu adanya kegiatan grading benih ikan lele sangkuriang sesuai ukuran yang diberi rGH untuk mengurangi tingkat kanibalisme serta dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup benih ikan lele sangkuriang apabila ingin diproduksi secara massal.
KESIMPULAN Pemberian hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) melalui perendaman dengan dosis 2,0 mg/L efektif untuk meningkatkan biomassa dan kelangsungan hidup larva ikan lele. Biomassa larva ikan lele yang direndam rElGH meningkat sekitar 49,60% lebih tinggi, dan kelangsungan hidup sekitar 47,67% lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol.
DAFTAR PUSTAKA Acosta J, Morales R, Morales A, Alonso M, Estrada MP. 2007. Pichia pastoris expressing recombinant tilapia growth hormone accelerates the growth of tilapia. Biotechnol Lett. 29 : 1671-1676. Acosta J, Estrada MP, Carpio Y, Ruiz O, Morales R, Martinez E, Valdes J, Borroto C, Besada V, Sanchez A, Herrera F. 2009. Tilapia somatotropin polypeptides: potent enhanchers of fish growth and innate immunity. Biotec Aplicada. 26: 267-272. Affandi R. 2002. Fisiologi Hewan Air. UNRI Press. Pekanbaru
10 Alimuddin, Lesmana I, Sudrajat AO, Carman O, Faizal I. 2010. Production and bioactivity potential of three recombinant growth hormones of farmed fish. Indonesian Aquaculture Journal. 5: 11-16 Aminah. 2012. Aplikasi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang pada glass eel dengan dosis perendaman berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Anathy V, Venugopal T, Koteeswaran R, Pandian TJ, Mathavan S. 2001. Cloning, sequencing and expression of cDNA encoding growth hormone from Indian catfish (Heteropneustes fossilis). Journal of Biosciences. 26 : 315-324. Apriadi Y. 2012. Aplikasi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang pada ikan gurame melalui perendaman dosis berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Atse BC, Koumi AR, Kouame P. 2008. Growth and cannibalism of the African catfish (Heterobranchus longifilis) fingerlings (Valencienes, 1840) fed isoproteic diets with partial or total substitution of fish protein with soya protein. Journal of Fisheries International. 3: 68-74. Carpio Y, Leon K, Acosta J, Morales R, Estrada MP. 2007. Recombinant tilapia neuropeptide Y promotes growth and antioxidant defenses in african catfish (Clarias gariepinus). Aquaculture. 272 : 649-655. Effendi I. 2004. Pengantar akuakultur. Penebar Swadaya, Depok. Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. Effendi H. 2000. Telaah Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. Fessehaye Y, Kabir A, Bovenhuis H, Komen H. 2006. Prediction of cannibalism in juvenile Oreochromis niloticus based on predator to prey weight ratio, and effects of age and stocking density. Aquaculture. 255: 314-322 Handoyo B. 2012. Respons benih ikan sidat terhadap hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang melalui perendaman dan oral [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Lesmana I. 2010. Produksi dan bioaktivitas protein rekombinan hormon pertumbuhan dari tiga jenis ikan budidaya. [Tesis]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Moriyama S, Kawauchi H.1990. Growth stimulation of juvenile salmonids by immersion in recombinant salmon growth hormone. Nippon Suisan Gakkaishi. 56: 31-34 Moriyama S, Kawauchi H. 2004. Somatic growth acceleration of juvenile abalone Haliotis discus hannai, by immersion in and intramuscular injection of recombinant salmon growth hormone. Aquaculture. 229 : 469-478 Mukai Y, Lim LS. 2011. Larval rearing and feeding behavior of African catfish, Clarias gariepinus under dark conditions. Journal of Fisheries and Aquatic Sciences ISSN 1816-4927 / DOI : 10.3923/jfas.2011 Nisa NK. 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan betok yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang melalui pakan. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
11 Peterson BC, Small BC, Bilodeau L. 2007. Effect of GH on immune and endocrine response of channel catfish challenged with Edwardsiella ictaluri. Comparative Biochemistry and Physiology, Part A. 146 : 47-53 Promodonkoy B, Warit S, Panyim S. 2004. Production of a biologically active growth hormone from giant catfish (Pangasionodon gigas) in Escherichia coli. Biotechnology Lett. 26: 649-653 Putra HG. 2011. Pertumbuhan benih ikan gurame yang diberi protein rekombinan rGH melalui perendaman dengan dosis berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Ratnawati P. 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gurame yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan dengan lama perendaman yang berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Reinecke M, Bjornsson BT, Dickhoff WW, McCormick SD, Navarro I, Power DM, Gutierrez J. 2005. Growth hormone and insulin-like growth factors in fish : where we are and where to go. General and Comparative Endocrinology. 142 : 20-24 Rousseau K, Dufour S. 2007. Comparative aspects of GH and metabolic regulation in lower vertebrates. Neuroendocrinol. 86 : 165-174. Sakai M, Yuichiro K, Kobayashi M, Kawauchi H. 1997. Immunostimulating effect of growth hormone: in-vivo administration of growth hormone in rainbow trout enhances resistance to Vibrio anguillarum infection. Veterinary Immunology and Immunopathology. 57 : 147-152 Silverstein JT, Wolters WR, Shimizu M, Dickhoff WW. 2000. Bovine growth hormone treatment of channel catfish : strain and temperature effects on growth, plasma IGF-I levels, feed intake and efficiency and body composition. Aquaculture. 190 : 77-88 Utomo DSC. 2010. Produksi dan uji bioaktivitas protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan mas. [Tesis]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Yada T, Nagae M, Moriyama S, Azuma T. 1999. Effect of prolactin and growth hormone on plasma immunoglobulin levels of hypophysectomized rainbow trout, Oncorhncus mykiss. Gen Comp Endocrinol .115:46-52
12
LAMPIRAN Lampiran 1 Skema Penelitian
13 Lampiran 2 Skema prosedur kultur protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang (rElGH).
14
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 24 April 1992. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Hasan Bisri dan Iyung Rumaisah. Penulis mengawali pendidikan di SDN Kebon Baru 6 tahun 1998-2004. Melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Cirebon pada tahun 2004-2007 dan SMA Negeri 4 Cirebon pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dan memilih Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai Kadep Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) periode 2011/2012, Bina Desa FPIK periode 2011/2012, Kadiv Riset dan Keilmuan HIMAKUA periode 2012/2013. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Oseanografi Umum 2012/2013 dan 2013/2014, asisten praktikum mata kuliah Fisiologi Hewan Air tahun 2012 dan 2014, asisten praktikum mata kuliah Biologi Laut tahun 2014, asisten praktikum mata kuliah Prinsip Bioteknologi Akuakultur 2013/2014, asisten praktikum mata kuliah Engineering Akuakultur tahun 2014, asisten praktikum mata kuliah Ikan Hias dan Akuaskap tahun 2014. Penulis juga aktif mengikuti lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI). Penulis juga merupakan penerima Beasiswa Bidik Misi dari Kementerian Pendidikan Nasional melalui Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI). Selain itu, penulis juga aktif di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis pernah melaksanakan magang kerja di Balai Budidaya Air Payau Situbondo dengan mengambil komoditas udang vannamei dan di BLUPPB Pangandaran dengan mengambil komoditas udang windu. Penulis pernah melaksanakan praktik lapang akuakultur (PLA) dengan judul “Pembenihan Ikan Kerapu Tikus di Balai Budidaya Air Payau Situbondo”. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Penentuan Dosis Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang pada Larva Ikan Lele Sangkuriang Melalui Perendaman”.