INTRODUKSI DAN EKSPRESI GEN HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA IKAN LELE (Clarias sp)
GUSRINA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa semua pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul : “Introduksi dan Ekspresi Gen Hormon Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Ikan Lele (Clarias sp)” merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan pembimbingan oleh para komisi pembimbing, terkecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Agustus 2011
Gusrina C161060121
ABSTRACT GUSRINA. Introduction and expression of tilapia (Oreochromis niloticus) growth hormone gene in catfish (Clarias sp). Under direction of KOMAR SUMANTADINATA, ALIMUDDIN, and UTUT WIDYASTUTI. The gene transfer technology applied in commercially important aquatic animals is to enhance genetic quality of aquaculture broodstock. This study was conducted to introduce gene encoding growth hormone (GH) in catfish embryos to improve its growth rate. In fish, microinjection was the earliest technique developed to introduce foreign DNA into fertilized eggs. However, the opaquness, stickiness and buoyancy of the embryos, the invisibility of the pronuclei, the togness of the chorion, and the higher mortality of injected eggs make this technique time consuming and requires sophisticated skills. Electropration method is able to produce mass fish transgenic. In this study, we transferred a plasmid containing GH gene of Nile tilapia (tiGH), driven by medaka β-actin promoter (mBP) into catfish using microinjection and electroporation methods, to obtain growth enhanced transgenic fish. The DNA solution (mBPtiGH) used was 50 µg/ml in sterile distillated water. The parameter observed was survival rate of embryos (SRe), hatching rate (HR), and the percentage of individual carrying mBP-tiGH. Transgenic individual carrying tiGH was identified by PCR ( Polymerase Chain Reaction) method with specific primer for tiGH gene. The analysis of gene expression was conducted by RT-PCR. The results of research from 100 catfish embryos showed that control uninjected treatment was higher SRe and HR of eggs fertilized while the Sre and HR in electroporatedsperm was similar with control (SRe 98.5%; HR 91.2%). Percentage of catfish carrying tiGH gene by microinjection methods was 42.86% (12/28) while by electroporation methods was 87% and 93%. Germ line transmission of the transgene at first generation was 4.0 % - 8.33%. The growth of catfish in founder generation was not different between transgenic and nontransgenic. The growth of transgenic catfish at first generation were up to 7 fold higher compared with nontransgenic fish. Keywords : catfish, electroporation, gene transfer, GH, microinjection, promoters
RINGKASAN GUSRINA. Introduksi dan Ekspresi Gen Hormon Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Ikan Lele (Clarias sp). Dibimbing oleh KOMAR SUMANTADINATA, ALIMUDDIN dan UTUT WIDYASTUTI. Kementerian Kelautan Perikanan menargetkan peningkatan produksi ikan lele 50% pertahun. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi adalah dengan memelihara ikan yang tumbuh cepat. Saat ini sedang dicoba suatu metode yang dapat menunjang program tersebut yaitu teknologi transgenesis. Teknologi transgenesis merupakan suatu teknik rekayasa genetik dengan cara mengintroduksi gen yang khas pada ikan untuk mendapatkan keunikan yang memiliki nilai tambah. Teknologi transfer gen telah dikembangkan untuk memperbaiki karakter kuantitatif dan kualitatif. Gen dari individu suatu spesies diisolasi, dihubungkan ke promoter (sebagai sekuens pengatur ekspresi gen atau on/off switches), diklon dan diperbanyak terutama dalam plasmid . Aplikasi teknologi transgenik pada ikan lele di Indonesia belum dilakukan. Pada penelitian ini untuk menghasilkan ikan lele transgenik dilakukan beberapa tahapan penelitian. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah melakukan pengujian terhadap aktivitas promoter. Promoter yang digunakan dalam pengujian ini adalah ß-aktin yang berasal dari ikan medaka yang disambungkan dengan gen penyandi protein berpendar hijau dalam konstruksi ßaktin-GFP (mBP-GFP). Aktivitas promoter tersebut dianalisis dengan mengamati ekspresi gen penanda GFP (Green fluorescent protein) pada embrio ikan lele. Tahap kedua dalam penelitian ini adalah mengintroduksikan gen mBP-tiGH pada embrio ikan lele menggunakan metode mikroinjeksi. Tahap ketiga dalam penelitian ini adalah menganalisis ekspresi gen mBP-tiGH pada generasi founder dan generasi pertama pada ikan lele. Pada tahap terakhir dilakukan juga transfer gen menggunakan metode elektroporasi untuk menghasilkan ikan transgenik dalam jumlah banyak. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi acuan dalam rangka memproduksi ikan lele transgenik yang mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Pada tahap pertama digunakan konstruksi gen dalam bentuk plasmid mBA-GFP dengan konsentrasi 50 µg/ml . Konstruksi gen tersebut diinjeksikan ke dalam blastodisk embrio ikan lele fase 1 sel. Jumlah telur yang diinjeksi untuk konstruksi gen adalah sebanyak 30 embrio dan dilakukan 2 pengulangan. Telur diinkubasi pada akuarium dengan suhu air sekitar 28oC. Ekspresi gen GFP diamati menggunakan mikroskop fluoresen (Olympus SZX 16) dimulai pada jam ke-4 setelah fertilisasi dan dilanjutkan setiap 2 jam sekali hingga ekspresi GFP tidak terdeteksi. Derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) dianalisis sebagai data pendukung. DKH-e dihitung sebelum telur menetas, sedangkan DP dihitung ketika semua telur telah menetas. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DKHe (63,33±3,34%) dan DP (63,63± 10,03%) kontrol tidak diinjeksi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan injeksi. DKH-e yang diinjeksi dengan mBA-GFP adalah 25,00±1,67%. Nilai DP untuk mBA-GFP adalah 18,34±1,65%. Persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP adalah 3,3 ±0,0%. Puncak ekspresi gen GFP yang dikendalikan oleh promoter β-aktin adalah pada jam ke-10. Ekspresi gen GFP tidak tampak lagi pada saat telur menetas. Kesimpulannya adalah bahwa promoter β-aktin dari ikan medaka dapat aktif mengendalikan ekspresi gen asing pada ikan lele, sehingga promoter tersebut dapat digunakan dalam pembuatan ikan lele transgenik.
Penelitian tahap kedua dilakukan untuk mengetahui keberhasilan introduksi gen penyandi hormon pertumbuhan (Growth Hormone, GH) pada embrio ikan lele sehingga dapat memperbaiki kecepatan tumbuhnya. Gen GH dari ikan nila (tiGH) yang dikontrol oleh promoter beta-aktin (mBP) dari ikan medaka ditransfer menggunakan metode mikroinjeksi ke dalam blastodisk embrio ikan lele fase satu sel. Konsentrasi konstruksi gen mBP-tiGH yang ditransfer adalah 50 µg/ml akuabides. Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP) dan persentase individu ikan lele yang membawa mB-tiGH. Identifikasi ikan yang membawa mBtiGH ditentukan menggunakan metode PCR dengan primer spesifik untuk gen tiGH. Hasil penelitian dengan menggunakan metode mikroinjeksi dari 100 embrio yang diinjeksi menunjukkan bahwa nilai DKHe (97%) dan DP (94%) pada kontrol (tidak dimikroinjeksi) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan mikroinjeksi (30% untuk DKHe, dan 28% DP). Ikan lele yang membawa mBP-tiGH dengan metode mikroinjeksi adalah 42,86% (12/28). Penelitian tahap ketiga bertujuan untuk menganalisis ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan ikan nila (tiGH) pada ikan lele (Clarias sp) pada generasi pertama. Ikan lele transgenik founder yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya dilakukan pemeliharaan sampai siap untuk dipijahkan. Setelah 12 bulan pemeliharaan dilakukan pengamatan tingkat kematangan gonad dan diperoleh 4 ekor induk ikan lele yang matang kelamin dengan jumlah jantan 3 ekor dan betina 1 ekor. Ikan lele jantan transgenik founder disilangkan dengan ikan lele betina nontransgenik, sedangkan ikan lele betina transgenik founder disilangkan dengan ikan lele jantan nontransgenik. Proses pemijahan dilakukan secara semi-buatan. Penetasan telur dan pemeliharaan larva dilakukan sesuai dengan prosedur SNI (2004). Parameter yang diamati adalah ekspresi gen secara fenotipe dan genotipe. Ekspresi gen secara fenotipe diketahui dengan mengamati pertumbuhan ikan lele, sedangkan secara genotipe adalah dengan analisa RT-PCR. Berdasarkan hasil analisis RT-PCR, terdapat 1 ekor memperlihatkan ekspresi transgen dari 9 ekor pada generasi founder, sedangkan pada generasi pertama memperlihatkan ekspresi transgen terdapat 5 ekor dari 7 ekor yang dianalisis. Hal ini memperlihatkan bahwa gen yang telah disisipkan tersebut terekspresi, walaupun tidak semua mengekspresikan transgen. Identifikasi ikan yang membawa gen mBP-tiGH ditentukan menggunakan metode PCR dengan primer spesifik untuk gen tiGH. Hasil penelitian dari 4 ekor induk lele transgenik founder hanya 2 ekor yang memijah dan diperoleh hasil pada ikan lele transgenik generasi pertama yang membawa gen mBP-tiGH adalah 8,33% (15 dari 180) dan 4,0% (6 dari 150). Pertumbuhan ikan lele pada generasi founder tidak berbeda antara transgenik dan nontransgenik. Pertumbuhan ikan lele generasi pertama (rata-rata bobot) antara transgenik dan nontransgenik berbeda nyata dengan peningkatan sampai 7 kali lipat dibandingkan dengan nontransgenik. Kesimpulan adalah bahwa gen mBPtiGH dapat ditransmisikan pada generasi pertama dan memberikan peningkatan pertumbuhan pada benih ikan lele. Transfer gen menggunakan elektroporasi menunjukkan bahwa nilai DKHe dan DP antara kontrol dengan perlakuan elektroporasi relatif sama 98,5% untuk DKHe, dan 91,2% DP. Ikan lele yang membawa mBP-tiGH dengan metode elektroporasi yaitu 90% lebih tinggi dibandingkan dengan mikroinjeksi. Dengan demikian metode elektroporasi dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah ikan lele tarnsgenik yang dihasilkan. Kata kunci : elektroporasi, GFP, GH, mikroinjeksi, PCR, transfer gen
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
INTRODUKSI DAN EKSPRESI GEN HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA IKAN LELE (Clarias sp)
GUSRINA
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Ujian Tertutup : Penguji Ujian Terbuka :
Dr. Ir. Widanarni, MSi Dr. Ir. Suharsono, DEA Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.S.c Dr. Ir. Rudhy Gustiano, MSc
Judul Disertasi
:
Introduksi dan Ekspresi Gen Hormon Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Ikan Lele (Clarias sp)
Nama
:
Gusrina
NIM
:
C 161060121
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir. Komar Sumantadinata,M.Sc Ketua
Dr. Alimuddin, S.Pi, MSc Anggota
Dr.Ir. Utut Widyastuti, M.Si Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Perairan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. Enang Harris, M.S
Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian : 6 Juni 2011
Tanggal Lulus : .........................
PRAKATA Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillah, puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Alloh SWT atas segala karunia dan petunjuk-NYA, sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Solawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya dan petunjuk bagi kehidupan umat manusia hingga akhir zaman. Disertasi dengan judul ”Introduksi dan Ekspresi Gen Hormon Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Ikan Lele (Clarias sp)” disusun berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan di lapangan yaitu di Balai Besar Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar Sukabumi, Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian, Cianjur serta Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Perikanan Budidaya Air Tawar Sukamandi. Dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan disertasi ini tidak semata didapatkan sendiri, melainkan atas kerjasama dan bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir Komar Sumantadinata, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Alimuddin SPi, MSc dan Dr. Ir. Utut Widyastuti, MSi selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melakukan studi di IPB mulai dari awal penelitian hingga akhir penyusunan disertasi ini. 2. Dr. Ir. Widanarni, MSi dan Dr. Ir. Suharsono, DEA, selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan saran pada saat sidang tertutup. 3. Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.S.c dan Dr. Ir. Rudhy Gustiano, MSc selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan saran pada saat sidang terbuka. 4. Kepala Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian, Cianjur yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan dan kesempatan tugas belajar S3 kepada penulis . 5. Kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar di Sukabumi dan staf atas perijinan dan segala bantuannya. 6. Kepala Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Perikanan Budidaya Air Tawar di Sukamandi dan staf atas perijinan dan segala bantuannya. 7. Rasa terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada suami tercinta Hamdan Nasution, ananda Salma Afifah, Haristian Afif Nasution, Muhammad Farhan Nasution dan Muthiia Naziifah yang telah melengkapi dan memberikan kebahagiaan bagi kehidupan penulis serta dengan segala pengertian, pengorbanan, kesabaran dan doa yang tidak pernah terlupakan selama penulis menyelesaikan studi S3 ini. 8. Ayahanda dan Ibunda (almarhum dan almarhumah), kakak, dan adik-adikku serta Ibunda Mariah yang telah mencurahkan segala doa restu, kasih sayang, baik dukungan moril maupun materil. 9. Serta kepada semua orang yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu atas segala bantuan dan dukungannya. Akhir kata, semoga disertasi ini bermanfaat bagi kepentingan penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan. Bogor, Agustus 2011 Gusrina
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Oktober 1965 dari pasangan ayah Agus Syam (Almarhum) dan ibu Musripah (Almarhumah). Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1988. Pada tahun 2002 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Ilmu Perairan. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor pada Program Studi Ilmu Perairan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian Cianjur, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Nasional. Penulis mulai bekerja di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian, Cianjur sebagai staf pada departemen Agribisnis Perikanan sejak tahun 1990 sampai sekarang. Jabatan fungsional Widyaiswara Muda diperoleh pada tahun 2000 dan pada tahun 2006 menjadi Widyaiswara Madya. Selama menjadi Widyaiswara pada tahun 2006 menjadi widyaiswara teladan sebagai juara pertama penulisan karya ilmiah Tingkat Nasional. Satu buah karya ilmiah berjudul Transfer gen penyandi hormon pertumbuhan ikan nila (tiGH) pada ikan lele (Clarias sp) dengan metode mikroinjeksi telah dibuat dan diterima sebagai makalah dan dipresentasikan pada Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (FITA) I yang diselenggarakan oleh Badan Riset Kelautan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan di Surabaya pada tanggal 24 Juni 2009 dan diterbitkan pada Jurnal Riset Akuakultur Volume 4 No.3 Desember 2009.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL..........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
xvi
I. PENDAHULUAN UMUM....................................................................... Latar belakang................................................................................... Perumusan masalah ......................................................................... Tujuan dan manfaat .......................................................................... Kebaruan Penelitian .........................................................................
1 1 4 7 7
II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE (Clarias sp) .......................................................................................... Abstrak............................................................................................... Abstract ............................................................................................. Pendahuluan ..................................................................................... Bahan dan metode ........................................................................... Hasil dan Pembahasan...................................................................... Kesimpulan .......................................................................................
8 8 9 9 12 16 21
III. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tiGH) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE MIKROINJEKSI ...................................................................................... Abstrak............................................................................................... Abstract ............................................................................................. Pendahuluan ..................................................................................... Bahan dan metode ........................................................................... Hasil dan Pembahasan...................................................................... Kesimpulan ........................................................................................
22 22 22 23 24 30 35
IV. EKSPRESI GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA PADA IKAN LELE (Clarias sp)...................................................... Abstrak............................................................................................... Abstract ............................................................................................. Pendahuluan ..................................................................................... Bahan dan metode ........................................................................... Hasil dan Pembahasan...................................................................... Kesimpulan ........................................................................................
36 36 37 37 40 44 49
V. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tiGH) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ................................................................................. Abstrak............................................................................................... Abstract ............................................................................................. Pendahuluan ..................................................................................... Bahan dan metode ........................................................................... Hasil dan Pembahasan...................................................................... Kesimpulan ........................................................................................
50 50 50 51 53 58 65
VI. PEMBAHASAN UMUM .........................................................................
66
VII. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN..................................................... . DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
73 74
LAMPIRAN .................................................................................................
82
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Teknologi transfer gen GH pada berbagai jenis ikan ....................
2.
Derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP) dan persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP menggunakan konstruksi gen mBA-GFP pada ikan lele (Clarias sp) ..
16
Derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP) dan persentase ikan lele yang membawa gen mBP-tiGH (PIMG) dengan menggunakan mikroinjeksi............................. .........................
31
Transmisi gen mBP-tiGH pada generasi pertama dari induk ikan lele jantan yang berbeda..............................................................................
44
5.
Kriteria penilaian motilitas spermatozoa............................................
55
6.
Motilitas dan kelangsungan hidup spermatozoa ikan lele setelah elektroporasi pada kondisi kuat medan listrik yang berbeda ...............
58
Motilitas spermatozoa yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan listrik dan jumlah kejutan...............................
58
Motilitas spermatozoa ikan lele yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kuat medan listrik dengan jumlah kejutan 3............................
59
Motilitas spermatozoa ikan lele yang dielektroporasi pada tingkat kuat medan listrik 125 dengan beberapa jumlah kejutan.............................
59
Derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP) dan persentase ikan lele yang membawa gen mBP-tiGH (PIMG) dengan metode elektroporasi .............................................................
61
11.
SMGT pada berbagai jenis ikan...........................................................
68
12.
Perbandingan derajat kelangsungan hidup embrio, derajat penetasan dan persentase individu yang membawa gen pada ikan lele dengan metode transfer gen berbeda................................................................
69
3.
4.
7.
8.
9.
10.
2
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Peta konstruksi gen mBP-GFP .............................................................
11
2.
Cekungan agarosa ................................................................................
13
3.
Injeksi pada blastodisk embrio ikan lele fase satu sel...........................
14
4.
Ekspresi gen GFP pada embrio ikan lele (Clarias sp) yang diinjeksi dengan mBA-GFP pada jam ke : 6,8,10,12,14,16,18 dan 20 setelah di injeksi..................................................................................................... 18
5.
Peta konstruksi gen mBP-tiGH..............................................................
6.
Deteksi insersi gen mBP-tiGH menggunakan metode PCR pada benih ikan lele umur 30 hari hasil transfer menggunakan metode mikroinjeksi.............................................................................................. 32
7.
Sebaran bobot dan jumlah benih ikan lele nontransgenik dan transgenik founder pada umur 30 hari.................................................... 34
8.
Deteksi ekspresi dari transgenik founder menggunakan RT-PCR 35 menggunakan cetakan cDNA................................................................
9.
Deteksi ekspresi dari transgen pada ikan transgenik generasi pertama (F 1 ) menggunakan metode One Step RT- 45 PCR.......................................
26
10. Sebaran distribusi bobot benih ikan lele transgenik generasi pertama 47 umur 2 bulan.......................................................................................... 11. Sebaran distribusi bobot benih ikan lele transgenik generasi pertama 47 umur 3 bulan.......................................................................................... 12. Laju pertumbuhan harian antara ikan transgenik generasi pertama dan 48 nontransgenik................................................................................ 13.
14. 15.
Pertumbuhan rata-rata ikan lele transgenik dan nontransgenik 48 generasi pertama.................................................................................... 48 Ikan transgenik generasi pertama dan nontransgenik umur 3 bulan..... 55 Spermatozoa ikan lele yang diamati dengan pembesaran 10X40.........
16. Derajat pembuahan telur ikan lele yang dibuahi oleh spermatozoa yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan 60 listrik ...................................................................................................... 17. Derajat penetasan telur ikan lele yang dibuahi oleh spermatozoa yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan 60 listrik.......................................................................................................
18. Deteksi insersi gen mBP-tiGH pada larva ikan lele yang baru menetas 62 dengan metode elektroporasi................................................................ 19. Deteksi insersi gen mBP-tiGH pada benih ikan lele umur 90 hari 63 dengan metode elektroporasi................................................................ 20. Distribusi berat individu benih ikan lele umur 30 hari hasil introduksi 64 gen mBP-tiGH dengan konsentrasi yang berbeda.................................
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Metode kultur cair perbanyakan bakteri dan isolasi plasmid DNA : mBA-tiGH dan mBA-GFP................................................................
82
2
Seperangkat alat pengamatan ekspresi gen Green Fluorescent Protein ...............................................................................................
83
3
Hasil analisis data bobot ikan lele ......................................................
84
4
Sekuens gen GH Oreochromis niloticus............................................
88
5
Alignment gen ikan nila dan ikan lele ................................................
90
1
I. PENDAHULUAN UMUM
Latar belakang Produksi akuakultur setiap tahun meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk di Indonesia. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 220 juta jiwa dan membutuhkan ikan sebanyak 6,3 juta ton jika konsumsi perkapita 28,7 kg/orang/tahun. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia meningkat menjadi 235 juta jiwa dan membutuhkan ikan sebanyak 7,0 juta ton jika konsumsi perkapita naik menjadi 30,0 kg/orang/tahun (Dahuri 2006). Dalam program revitalisasi Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010-2014 ada beberapa komoditas yang ditargetkan meningkat produksinya. Ikan lele merupakan
salah
satu
komoditas
akuakultur
yang
selalu
meningkat
permintaannya setiap tahun. Peningkatan produktivitas akuakultur dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Salah satu pendekatan terkini yang diharapkan
dapat
meningkatkan
produksi
adalah
teknologi
trangenesis.
Teknologi transgenesis merupakan suatu teknik rekayasa genetik dengan cara mengintroduksi gen yang khas pada ikan tertentu untuk mendapatkan keunikan yang memiliki nilai tambah. Teknologi transgenesis ini telah diaplikasikan pada bidang akuakultur sejak tahun 1985 di Cina dengan mengintroduksi gen pengkode hormon pertumbuhan yang berasal dari manusia pada ikan maskoki (Zhu et al. 1985). Sejak itu, teknologi transfer gen mulai dikembangkan di beberapa negara dengan fokus
penelitian pada transfer
gen hormon
pertumbuhan. Pada penelitian selanjutnya di gunakan gen hormon pertumbuhan (Growth Hormone /GH) dari ikan, gen anti beku, gen pengatur sintesa DHA, gen anti penyakit dan gen pengatur warna (Dunham 2004). Introduksi gen GH pada ikan umum dilakukan oleh beberapa peneliti. Pada beberapa jenis ikan yang diintroduksi gen GH mengalami pertumbuhan yang luar biasa dimana telah terjadi pertumbuhan 10 kali lipat pada ikan Salmon (Devlin et al. 1994), pertumbuhan 35 kali lipat pada ikan mud loach (Nam et al. 2001), dan pertumbuhan 7 kali lipat pada ikan nila (Kobayashi et al. 2007). Peningkatan pertumbuhan pada ikan ini dapat memberikan keuntungan pada akuakultur karena waktu produksi menjadi lebih singkat dan meningkatkan efisiensi pakan (Devlin et al. 2004). Penelitian tentang transfer gen GH pada berbagai jenis ikan telah dilakukan oleh para peneliti (Tabel 1).
2
Tabel 1. Teknologi transfer gen GH pada berbagai jenis ikan Jenis Ikan Goldfish Rainbow Trout Channel Catfish Common Carp Common Carp Pike Common Carp Channel catfish Common Carp Common Carp Nile Tilapia Atlantik Salmon Common Carp Rainbow Trout Sockeye Salmon Common Carp Nile Tilapia Rainbow Trout Mudloach Zebra Fish Ayu Fish Common Carp Coho Salmon Nile Tilapia Ikan Patin
Konstruksi Gen mMT-hGH SV40-hGH mMT-hGH RSV-csGH pCaβ-csGHcDNA RSV-bGH pCaβ-csGH RSVLTR-csGHcDNA RSV-rtGH mMT-hGH mMT-rGH AFP-csGHcDNA pCaβ-rtGH prtMtb-gbs-GHcDNA OnMT-GH1 pCaβ-csGHcDNA CMV-tiGH OnMTGH Pmlβact-mlGH cβp-chrtiGH ccBA-rtGH1cDNA CA-gcGH OnMT-GH1 mBP-tiGH pccBA-phGH
Referensi Zhu et al. (1985) Chourrout et al. (1986) Dunham et al. (1987) Zhang et al. (1990) Liu et al. (1990) Guise et al. (1992) MaClean et al. (1992) Dunham et al, (1992) Power et al. (1992) Zhu (1992) Rahman & Maclean (1992) Du et al. (1992) Chen et al. (1993) Cavari et al. (1993) Devlin et al (1994) Moav et al. (1995) Martinez et al. (1996) Devlin et al. (2001) Nam et al. (2001) Morales et al. (2001) Cheng et al. (2002) Gang et al. (2003) Devlin et al. (2004) Kobayashi et al. (2007) Dewi (2010)
Ket : mMT=mouse metallothionein, hGH= human growth hormone, SV40=Simian Virus 40, pCaß=plasmid carp ßactin, csGHcDNA=chinook salmon growth hormone complementary DNA, RSVLTR= Rous Sarcoma Virus Long Terminal Repeat, RSV=Rous Sarcoma Virus, bGH=bovine growth hormone, csGH=chinook salmon growth hormone, AFP= Anti Freeze Protein, rGH= rat growth hormone, rtGH= rainbow trout growth hormone, onMT= Onchorhynchus metallothionein, CMV=Cytomegalovirus, pmlßact= plasmid promoter ß actin mudloach, mlGH= mud loach growth hormone, cßp= carp ß actin promoter, chrtiGH= gen kromosom tilapia growth hormone, tiGH=tilapia growth hormone, OnMTGH= Onchorhynchus Metallothionein Growth Hormone, CA= promoter beta aktin ikan mas, gcGH= grass carp growth hormone, ccBA= cyprinus carpio beta aktin, mBP= medaka beta aktin, pccBA= plasmid Cyprinus carpio beta aktin, phGH= Pangasionodon hypophthalmus growth hormone
Aplikasi teknologi transgenesis pada ikan budidaya di Indonesia baru diperkenalkan pada tahun 2009. Ikan lele merupakan ikan air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat karena dagingnya empuk dan tidak terdapat banyak duri dalam tubuhnya. Kebutuhan ikan lele saat ini belum terpenuhi, untuk memenuhi kebutuhan benih tersebut harus dilakukan program pembenihan ikan lele yang intensif. Menurut Rustidja (1999) dan Dunham (2004), perbaikan mutu ikan dapat dilakukan dengan beberapa strategi, antara lain dengan cara seleksi, hibridisasi, silang balik, ginogenesis maupun transgenik. Perbaikan mutu ikan
3
lele secara konvensional dapat dilakukan dengan selective breeding dan hibridisasi. Sedangkan perbaikan mutu ikan lele secara bioteknologi dapat dilakukan
dengan cara menerapkan teknologi transgenesis
meningkatkan pertumbuhan.
yang
akan
Teknologi transgenesis adalah suatu proses
mengintroduksikan satu atau lebih DNA asing ke hewan uji dengan tujuan untuk memanipulasi genotipenya kearah yang lebih baik dan selanjutnya dapat ditransmisikan ke keturunannya (Beamont & Hoare 2003). Menurut Hackettt (1993), ada tiga tahapan utama untuk menghasilkan ikan transgenik yaitu (1) mempersiapkan konstruksi gen yang tersusun atas gen penyandi protein tertentu dan elemen regulator yang mengontrol/mengendalikan ekspresi gen, (2) mengintroduksi konstruksi gen ke dalam inti sel embrio yang sedang berkembang supaya bisa didistribusikan ke semua jaringan tubuh ikan, (3) mengidentifikasi individu ikan yang mengekspresikan gen asing atau transgen karena tidak semua transgen yang ditransfer akan efektif dan tidak semua konstruksi gen akan bekerja sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan penelitian untuk memperoleh ikan transgenik. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah melakukan pengujian terhadap aktivitas promoter. Promoter yang digunakan dalam pengujian ini adalah ß-aktin yang berasal dari ikan medaka yang disambungkan dengan gen penyandi protein berpendar hijau dalam konstruksi ß-aktin-GFP (mBP-GFP). Aktivitas promoter tersebut dianalisis dengan mengamati ekspresi gen penanda GFP (Green fluorescent protein) pada embrio ikan lele. Penelitian ini dilakukan karena konstruksi gen yang di introduksikan pada embrio ikan lele pada tahap selanjutnya menggunakan kontruksi gen mBP-tiGH
dimana gen GH yang
digunakan berasal dari ikan nila dan elemen regulatornya yaitu promoter berasal dari ikan medaka. Tahap kedua dalam penelitian ini adalah mengintroduksikan gen mBP-tiGH pada embrio ikan lele. Metode transfer gen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mikroinjeksi dan elektroporasi.
Tahap terakhir dalam
penelitian ini adalah menganalisis ekspresi gen mBP-tiGH
pada generasi
pertama hasil introduksi gen dengan metode mikroinjeksi pada ikan lele. Dalam penelitian ini dengan perlakuan transfer gen GH diharapkan akan meningkatkan kecepatan tumbuh ikan lele sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi ikan lele ukuran konsumsi menjadi lebih cepat. Konstruksi gen yang ditransfer kedalam embrio ikan lele yang telah dibuahi pada fase satu
4
sel adalah mBP-tiGH. Konstruksi gen mBP-tiGH merupakan konstruksi gen yang dibuat oleh Kobayashi et al. (2007). Penelitian ini merupakan tahap awal dari produksi ikan lele transgenik dan diharapkan akan memberikan efek yang sama atau lebih tinggi seperti yang telah dilakukan pada ikan nila oleh Kobayashi et al. (2007). Perumusan masalah
Kebutuhan manusia akan ikan lele setiap waktu semakin meningkat seiring kesadaran manusia untuk mengkonsumsi bahan pangan bergizi. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang harganya relatif murah sehingga mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Pada program kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Dirjen Perikanan Budidaya pada tahun 2010 – 2014 ditargetkan terjadi peningkatan produksi 353% dari 5,26 juta ton menjadi 16,89 juta ton dengan jenis komoditas adalah rumput laut, lele, patin, bandeng, nila dan kerapu. Ikan lele termasuk salah satu komoditas yang ditargetkan meningkat. Selama kurun waktu 2009-2014 ditargetkan kenaikan produksi ikan lele sebesar 450% yaitu 200 ton pada tahun 2009 dan 900 ton pada tahun 2014 (Warta Pasar Ikan, 2010). Saat ini, permasalahan utama dalam budidaya ikan lele adalah benih sebar yang bermutu sangat rendah. Hal ini dikarenakan induk ikan lele yang bermutu baik relatif sulit didapat. Induk ikan lele yang unggul sesuai kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI) harus mempunyai berat badan lebih dari 500 gram. Untuk mencapai berat badan 500 gram saat ini dibutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 9 – 12 bulan, jika ketersediaan induk tidak mencukupi maka ketersediaan benih tidak tercukupi. Menurut Nurhidayat (2000), lele dumbo yang berasal
dari Sleman,
Tulung Agung dan Bogor mempunyai stabilitas perkembangan yang rendah akibat telah mengalami tekanan silang-dalam yang ditunjukkan dengan tingginya nilai fluktuasi asimetri dan adanya individu yang tidak tumbuh sirip dada dan sirip perut pada kedua sisinya (abnormal). Ikan lele yang telah mengalami tekanan silang dalam akan mengalami pertumbuhan yang lambat. Oleh karena itu, untuk memperbaiki karakter-karakter yang berguna bagi akuakultur seperti peningkatan laju pertumbuhan perlu dilakukan suatu upaya agar ikan lele mempunyai kecepatan tumbuh yang lebih baik.
5
Untuk memperbaiki kecepatan tumbuh pada ikan budidaya dapat di lakukan dengan beberapa pendekatan. Pendekatan secara genetis melalui seleksi, perbaikan teknik budidaya dan nutrisi telah banyak dilakukan (Fjalested et al. 2003). Pendekatan sistem endokrin untuk mengontrol pertumbuhan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (McLean & Devlin 2000), dan juga pendekatan dengan pemberian hormon pertumbuhan dalam bentuk pelet implantasi telah diaplikasikan. Dari beberapa pendekatan tersebut mempunyai beberapa kelemahan antara lain: pendekatan genetis melalui seleksi membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang banyak. Pendekatan dengan pemberian hormon melalui implantasi membutuhkan dosis yang tepat, dalam waktu yang lama dan harus dilakukan pada setiap siklus produksi. Saat ini suatu metode baru telah dikembangkan yang dapat mengatasi masalah tersebut yaitu
teknologi
transgenesis. Teknologi transgenesis merupakan suatu teknik rekayasa genetik dengan cara mengintroduksi gen yang khas pada ikan tertentu untuk mendapatkan keunikan yang memiliki nilai tambah. Teknologi transfer gen telah dikembangkan untuk memperbaiki karakter kuantitatif dan kualitatif. Gen dari individu suatu spesies diisolasi, dihubungkan ke promoter (sebagai sekuens pengatur DNA atau on/off switches), diklon dan diperbanyak terutama dalam plasmid (Dunham 2004). Teknik transfer gen yang dapat diaplikasikan pada ikan ada beberapa metode antara lain adalah mikroinjeksi, elektroporasi, infeksi retroviral, ballistic bombardment dan transfeksi, inkubasi sperma dengan DNA (Alimuddin et al. 2003; Dunham 2004). Dari beberapa metode tersebut yang sering diaplikasikan adalah metode mikroinjeksi. Metode mikroinjeksi ini dikembangkan dari teknik produksi tikus transgenik. Gen yang akan diintroduksi disuntikkan ke sel menggunakan gelas pipet yang sangat kecil (diameter ujung jarum sekitar 0,05 – 0,15 mm). Pekerjaan ini dilakukan menggunakan mikroskop dengan bantuan sebuah mikromanipulator pengatur gerak jarum suntik dan volume larutan DNA yang akan disuntikkan.
Mikroinjeksi harus dilakukan pada fase 1 sel untuk
mendistribusikan gen ke setiap sel yang membelah. Jika penyuntikan dilakukan ke dalam salah satu blastomer setelah pembelahan sel, gen hanya bisa terdistribusikan dari sel yang disuntik tadi. Tingkat kelangsungan hidup dan persentase ikan yang membawa gen yang telah disuntikkan bervariasi bergantung pada ketrampilan dan spesies ikan (Alimuddin et al.2003). Metode mikroinjeksi telah sukses dilakukan untuk memproduksi ikan transgenik dan
6
umumnya teknik ini yang digunakan. Tetapi teknik mikroinjeksi akan sangat sulit jika diterapkan untuk memproduksi ikan transgenik secara massal dalam jumlah yang besar. Metode ini tidak hanya membutuhkan waktu pengerjaan yang relatif lama dan biaya laboratorium yang tinggi tetapi juga sangat dibatasi oleh jumlah telur dan fisiologi telur ikan. Nukleus dari telur ikan sangat kecil dan sukar untuk dilihat tanpa bantuan alat, membran telur atau korion akan mengeras segera setelah pembuahan, mudah pecah, buram dan sebagainya (Lanes et al. 2009). Berdasarkan hasil penelitian dengan metode mikroinjeksi memberikan hasil introduksi gen yang relatif sedikit. Oleh karena itu dibutuhkan metode lain sebagai alternatif dari berbagai macam problem dengan metode mikroinjeksi yaitu elektroporasi. Metode elektroporasi sebagai solusi untuk memproduksi transgenik secara massal, karena metode ini tidak membutuhkan waktu dan biaya laboratorium yang mahal serta tidak membatasi fisiologis telur ikan (Hostetler et al. 2003). Metode elektroporasi dapat diaplikasikan pada transfer gen ikan dengan dua cara yaitu elektroporasi pada embrio yang telah dibuahi ( Inoue et al. 1990; Sheela et al.1999) dan elektroporasi pada sperma ( Symonds et al.1994; Tsai 2000). Menurut Tsai (2000) aplikasi elektroporasi dengan perantara sperma pada ikan memiliki beberapa keuntungan antara lain yaitu : (1) Teknik ini merupakan teknik transfer gen secara masal, (2) Teknik ini mampu mengatasi beberapa kekurangan sistem transfer gen konvensional yang disebabkan karakter telur seperti warna yang kabur/buram, menempel, melayang, pronuklei yang tidak tampak, dan korion yang keras, (3) DNA asing harus ditransfer ke dalam nukleus, jika telur hasil fertilisasi dielektroporasi dengan DNA asing, fragmen DNA memiliki kesempatan yang lebih besar untuk ditransfer ke dalam beberapa tempat selain blatodisk karena volumenya sangat kecil dalam telur hasil fertilisasi, (4) Sperma ikan mudah ditangani karena penambahan air secara sederhana mampu untuk mengaktifkan sperma, (5) Sperma dari hewan akuatik dapat dikriopreservasi sehingga sperma dapat selalu tersedia untuk digunakan. Oleh karena itu, sperma ikan dapat digunakan sebagai vektor dalam mengintroduksi DNA asing untuk memproduksi ikan transgenik. Dalam penelitian ini dilakukan transfer gen Growth Hormone (GH) yaitu gen pengkode hormon pertumbuhan yang berasal dari ikan nila dan promoter ßaktin yang berasal dari ikan medaka pada fase zigot dengan menggunakan metode mikroinjeksi dan elektroporasi. Diharapkan gen GH yang ditransfer
7
mampu terintegrasi dan terekspresi pada ikan lele sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan. Tujuan dan manfaat
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menghasilkan ikan lele (Clarias sp)
transgenik
generasi
pertama
(F 1 )
dan
menganalisis
keberhasilan
transformasi DNA rekombinan pada telur ikan lele yang telah dibuahi dan mengetahui ekspresi gen GH ikan nila (Oreochromis niloticus) pada ikan lele (Clarias sp) sehingga dapat memperbaiki kecepatan tumbuh. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menguji aktivitas promoter ß-aktin pada ikan lele 2. Melakukan introduksi gen dengan menggunakan metode mikroinjeksi dan elektroporasi 3. Menganalisis keberhasilan transfer gen mBP-tiGH generasi pertama hasil introduksi gen dengan metode mikroinjeksi pada ikan lele
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian adalah (1) Diperoleh individu ikan lele transgenik generasi pertama (F 1 ) yang mempunyai pertumbuhan yang cepat dibandingkan nontransgenik (2) Menghasilkan metode transfer gen pada ikan lele yang dapat diadopsi untuk membuat ikan lele transgenik dengan gen lainnya.
Kebaruan Penelitian
Kebaruan (novelty) dalam penelitian ini adalah : (1) Efektivitas metode mikroinjeksi dan metode elektroporasi pada ikan lele (2) Keberhasilan transfer gen mBP-tiGH dengan mikroinjeksi pada ikan lele dan (3) Produksi ikan lele transgenik generasi pertama (F 1 ) tumbuh cepat.
8
II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE (Clarias sp)
ABSTRAK
Promoter berperan penting dalam transgenesis sebagai pengatur ekspresi gen yang diintroduksi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas promoter β-aktin dari ikan medaka (mBP) pada ikan lele (Clarias sp.) sebagai langkah awal dalam rangka produksi ikan lele transgenik dengan karakter yang berguna bagi akuakultur. Aktivitas promoter diketahui dengan cara mengamati ekspresi gen penyandi protein berpendar hijau (green fluorescent protein, GFP) pada embrio hasil mikroinjeksi. Konstruksi gen dalam bentuk plasmid mBP-GFP dengan konsentrasi 50 µg/ml . Konstruksi gen tersebut diinjeksikan secara terpisah ke dalam blastodisk embrio ikan lele fase 1 sel. Jumlah telur yang diinjeksi untuk konstruksi gen adalah sebanyak 30 embrio dan dilakukan 2 pengulangan. Telur diinkubasi pada akuarium dengan suhu air sekitar 28oC. Ekspresi gen GFP diamati menggunakan mikroskop fluoresen (Olympus SZX 16) dimulai pada jam ke-4 setelah fertilisasi dan dilanjutkan setiap 2 jam sekali hingga ekspresi GFP tidak terdeteksi. Derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) dianalisis sebagai data pendukung. DKH-e dihitung sebelum telur menetas, sedangkan DP dihitung ketika semua telur telah menetas. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DKH-e (63,33±3,34%) dan DP (63,63± 10,03%) kontrol tidak diinjeksi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan injeksi. DKH-e yang diinjeksi dengan β-aktin-GFPadalah 25,00±1,67%. Nilai DP untuk β-aktin-GFP adalah 18,34±1,65%. Persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP adalah 3,3 ±0,0%. Puncak ekspresi gen GFP yang dikendalikan oleh promoter β-aktin adalah pada jam ke-10. Ekspresi gen GFP tidak tampak lagi pada saat telur menetas. Kesimpulannya adalah bahwa promoter β-aktin dari ikan medaka dapat aktif mengendalikan ekspresi gen asing pada ikan lele, sehingga promoter tersebut dapat digunakan dalam pembuatan ikan lele transgenik. Kata kunci: ikan lele, GFP, mikroinjeksi, promoter
9
II. ACTIVITY OF MEDAKA ß-ACTIN PROMOTER IN CATFISH (Clarias sp)
ABSTRACT Promoters play the important role in transgenesis as a gene expression regulator. This study was conducted to detect of activity ß-actin promoter from medaka fish (mBP) in catfish (Clarias sp) as beginning step in order to produce transgenic catfish with character good for aquaculture. Activity of promoter is known by analyze expression of gene encodes protein green luminescent ( Green Fluorescent Protein , GFP) in microinjected embryos. Gene construction used was in the form of plasmid mBP-GFP with concentration of 50 µg/ml and injected into blastodisk catfish embryo in 1 cell stage. Injection was performed to 30 embryos in duplicates. The injected embryos was incubated in aquaria with water temperature of 28oC. GFP gene expression was observed using fluorescent microscope at fourth hour after fertilization and continued every 2 hours. Survival rate of embryos (SRe), hatching rate (HR), and the percentage of individual which expressing GFP were analyzed as supporting data. SRe was calculated before hatching and HR was calculated at that time of all embryos hatching. Data was analyzed descriptively. The results of research showed that DKH-e (63.33 ± 3.34%) and DP (63.63 ± 10.03%) control was higher than injected. DKH-e between ß-actin GFP is 25.00 ± 1.67% and DP ß- actin GFP is 18.34 ± 1.65% . Percentage of embryos expressing GFP gene was 3,33 ± 0,0%. Highest GFP gene expression level that controlled by promoter β-actin is at the tenth hour after fertilization. GFP gene expression will no longer appear when hatching afterwards. The conclusion that promoter ß -actin from medaka can drive foreign gene expression in catfish , so that it can be used to produce transgenic catfish. Keywords: catfish, GFP, microinjection, promoters
PENDAHULUAN Promoter merupakan sekuens DNA yang menginisiasi terjadinya proses transkripsi (Dunham 2004), pengatur waktu, tempat, dan tingkat ekspresi suatu gen sehingga promoter dapat dianalogikan sebagai switch suatu gen (Glick & Pasternak, 2003). Promoter merupakan sekuen DNA yang terletak pada bagian upstream (terminal 5’) dari kodon awal suatu gen (Hackettt 1993), yang berfungsi sebagai tempat RNA polymerase menempel dan menginisiasi transkripsi (Glick & Pasternak 2003). Dalam transgenesis, promoter berperan penting dalam menentukan apakah karakter yang dikodekan oleh gen yang ditransfer atau transgen dapat diekspresikan sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai jenis promoter yang sudah digunakan dalam pembuatan ikan transgenik antara lain adalah Cytomegalovirus (CMV), Rous Sarcoma Virus Long Terminal Repeat (RSV-LTR), β-actin, Mouse Metallothionein (MT), Rainbow
10
Trout MT, Simian Virus tipe 40 (SV-40), CMV-tk, CMV-IE, MMTV, Polyoma Viral Promoter, Human MT, Human heat-shock protein 70 (hsp 70), carp β-actin (Dunham 2004). Pada awal perkembangan transgenik pada ikan, peneliti umumnya menggunakan promoter yang diperoleh dari vertebrata lain atau dari virus. Namun, promoter tersebut memberikan ekspresi yang rendah atau tidak menghasilkan ekspresi gen (Chourrout et al. 1990 dalam Alimuddin et al. 2003). Hasil yang negatif ini mungkin disebabkan oleh sifat sekuens promoter yang spesifik spesies dari ikan. Beberapa promoter telah berhasil diisolasi antara lain β-aktin dari ikan medaka (Takagi et al. 1994). Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan pengujian aktivitas promoter β-aktin yang berasal dari ikan medaka (Takagi et al. 1994). Promoter β-aktin memiliki beberapa sifat yang terkait dengan aktivitas elemen-elemennya yaitu constitutive, ubiquitous dan house keeping (Liu et al. 1990). Constitutive berarti promoter ini mampu aktif tanpa membutuhkan faktor pemicu seperti rangsangan hormon atau rangsangan suhu. Promoter β-aktin bersifat ubiquitous artinya dapat aktif pada semua jaringan otot. House keeping berarti promoter β-aktin dapat aktif kapan saja bila diperlukan. Promoter β-aktin ikan medaka merupakan salah satu jenis promoter yang memiliki aktivitas tinggi pada beberapa jenis ikan, misalnya ikan medaka (Takagi et al. 1994; Hamada et al. 1998), ikan rainbow trout (Yoshizaki 2001; Boonanuntanasam et al. 2002), ikan zebra (Alimuddin et al. 2005), ikan nila (Kobayashi et al. 2007), ikan mas (Purwanti 2007) dan ikan lele (Ath-thar 2007). Untuk mengetahui aktivitas promoter, diperlukan adanya gen penanda (marker) yang disambungkan dengan promoter. Promoter dikatakan aktif apabila gen penanda dapat terekspresi. Gen penanda yang biasa digunakan dalam pengujian
aktivitas
promoter,
yaitu lacZ, luciferase (luc), green
fluorescent
protein (GFP), dan chloramphenicol acetyl transferase (Iyengar et al. 1996). Pada penelitian ini digunakan gen GFP. Gen GFP memiliki keunggulan yaitu tidak memerlukan substrat tambahan untuk ekspresinya, memiliki kandungan protein yang berpendar dan dapat divisualisasikan dengan menggunakan mikroskop fluoresen (Chalfie et al. 1994 dalam Iyengar et al. 1996). Gen GFP diisolasi dari ubur-ubur Aequorea victoria namun ada juga yang diisolasi dari anthozoa (soft coral) jenis Renilla reniformis yaitu gen hrGFP (Humanized Renilla reniformis Green Fluorescent Protein) (Felts et al. 2001).
11
Promoter beta aktin ikan medaka disambungkan dengan gen GFP dalam bentuk konstruksi beta aktin-GFP (mBP-GFP) (Gambar 1). Apabila promoter ini mampu mengendalikan ekspresi gen GFP pada ikan lele, maka diduga gen lain yang mengkodekan karakter penting dalam budidaya ikan dapat diintroduksikan sebagai pengganti gen GFP dalam proses transgenesis ikan lele. Ikan lele digunakan dalam penelitian ini karena kondisi di lapangan telah terjadi penurunan pertumbuhan (Nurhidayat 2000) dan jenis ikan ini merupakan komoditas yang ditargetkan sebagai ikan konsumsi masyarakat pada program kerja 2009-2014 Kementerian Kelautan dan Perikanan.
mBP-GFP (7 kb)
Gambar 1. Peta konstruksi gen mBP-GFP (Takagi et al. 1994)
Umumnya pengujian aktivitas promoter dilakukan dengan metode mikroinjeksi yaitu menginjeksikan konstruksi DNA ke embrio dan mengamati ekspresi sementara (transient expression) yang dihasilkan gen penanda (Takagi et al. 1994; Higashijima et al. 1997; Hamada et al. 1998; Yazawa et al. 2005; Kato et al., 2007; Ath-thar 2007; Purwanti 2007). Oleh karena itu dalam penelitian ini konstruksi DNA mBP-GFP diinjeksikan ke blastodisk embrio ikan lele fase satu sel dengan menggunakan mikroinjektor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas promoter ß-actinGFP (mBP-GFP) pada ikan lele, dengan cara mengamati ekspresi sementara dari gen GFP sebagai penanda.
12
BAHAN DAN METODE
Pengadaan Embrio Ikan Lele
Embrio ikan lele fase satu sel diperoleh dengan cara pemijahan buatan. Induk betina yang telah matang gonad disuntik ovaprim dengan dosis 0,3 ml/kg bobot ikan, sedangkan induk jantannya menggunakan dosis 0,1 ml/kg bobot ikan. Sekitar 12 jam pasca injeksi, dilakukan stripping pada induk betina untuk mendapatkan telur, sementara induk jantan dibedah untuk diambil spermanya. Sperma diencerkan (0,5%) menggunakan larutan fisiologis NaCl 0,9%. Setelah itu, telur dan sperma dicampur dalam 1 wadah dan diberi air, diaduk dengan menggunakan bulu ayam. Penghilangan Daya Rekat Telur
Telur ikan lele yang telah dibuahi bersifat adesif, yaitu melekat pada substrat. Penghilangan daya rekat telur diperlukan untuk memudahkan proses mikroinjeksi. Untuk menghilangkan daya rekat telur, setelah pembuahan, telur direndam dengan larutan Tannin (0,5 gram Tannin/liter akuades) (Woynarovich dan Horvath 1980) selama 3-5 detik kemudian segera dibilas dengan air bersih sebanyak 2 kali. Telur yang telah dibuahi diambil lalu disimpan pada cekungan agarosa (Gambar 2) untuk selanjutnya dilakukan perlakuan mikroinjeksi.
Gel agarosa
Cekungan (Tempat telur)
Gambar 2. Cekungan Agarosa
13
Pembuatan Gel Agarosa Penahan Embrio
Pembuatan gel dilakukan pada cawan petri dengan cara membuat larutan agarosa 2% yaitu sebanyak 0,6 gram agarosa dicampur dengan akuades sebanyak 30 ml dan dipanaskan ke dalam microwave selama 2 menit. Setelah suhu gel sekitar 40oC, gel dituangkan ke dalam cawan petri yang di bagian tengahnya terdapat cetakan marmer. Cetakan marmer dipindahkan sehingga terbentuk cekungan. Gel penahan embrio bisa digunakan beberapa kali dan setelahnya dicuci dengan 70% etanol, kemudian dibilas dengan air destilasi. Gel penahan embrio yang telah digunakan ditutup dengan plastik dan disimpan pada kulkas (Meng et al. 1999). Perbanyakan Konstruksi DNA Bakteri Escherichia coli yang mengandung konstruksi plasmid DNA βaktin-GFP (mBA-GFP) Takagi et al. 1999 (Gambar 1) diperbanyak dengan menggunakan metode kultur cair. Bakteri dikultur dalam media cair yang mengandung Triptone 1,6%, yeast extract 1%, NaCl 0,5% dan antibiotik kanamisin, diinkubasi menggunakan shaker dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 37oC, selama 16 – 18 jam. Plasmid DNA diisolasi menggunakan kit EZ 10 Spin column Plasmid DNA sesuai dengan prosedur dalam manual (Lampiran 1). Konsentrasi DNA yang diperoleh adalah dihitung menggunakan mesin DNA/RNA (Gene Quant). Pelaksanaan Mikroinjeksi
Larutan DNA dengan konsentrasi 50 µg/ml diambil sebanyak 4 µL menggunakan mikropipet dengan tip panjang dibagian ujungnya dan kemudian dimasukkan ke dalam jarum mikroinjeksi. Minyak mineral ditambahkan ke dalam jarum mikroinjeksi menggunakan jarum minyak mineral yang telah dipasang pada needle holder. Jarum minyak mineral dilepas dan jarum mikroinjeksi yang telah berisi larutan DNA dan minyak mineral disambungkan ke needle holder pada seperangkat alat mikroinjektor. Embrio ikan lele fase 1 sel dipindahkan secara perlahan pada lubang gel penahan embrio menggunakan pipet. Jarum mikroinjeksi diatur posisinya dengan
14
bantuan mikromanipulator, diposisikan pada bagian atas telur dan cairan DNA secara perlahan diinjeksikan sekitar seperlima dari volume blastodisk. Embrio yang telah diinjeksi diinkubasi pada suhu sekitar 28 ˚C
(Gambar 3). Konstruksi
gen diinjeksikan ke embrio sebanyak 30 butir dengan ulangan 2 kali.
Jarum mikroinjeksi
Blastodisk
Gambar 3. Injeksi pada blastodisk embrio ikan lele fase satu sel Pengamatan Ekspresi Gen GFP
Pengamatan ekspresi GFP dilakukan pada jam keempat
setelah
pembuahan, selanjutnya setiap 2 jam sekali sampai telur menetas. Pengamatan perkembangan embrio dan ekspresi gen GFP dilakukan dengan menggunakan mikroskop fluoresen (Olympus SZX16) yang dilengkapi filter GFP (Olympus SZXGFPHQ) dan burner (Olympus U-RFL-T). Embrio dan larva difoto dengan menggunakan kamera digital High Speed Compact Color 2 megapiksel (DP 20) Olympus, kemudian ditransfer ke komputer yang memiliki software Olympus DH2-BW melalui remote controller (Olympus DP-20) (Lampiran 2).
Analisis Data
Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e), derajat penetasan (DP) dan persentase embrio mengekspresikan transgen (PEMG). DKH-e adalah persentase jumlah embrio yang hidup dibandingkan jumlah embrio awal. Derajat penetasan adalah persentase jumlah embrio
yang
menetas
dari
jumlah
awal
embrio.
Persentase
embrio
mengekspesikan GFP ini didapatkan dari perbandingan jumlah telur yang di
15
dalamnya terdapat ekspresi gen dibandingkan dengan jumlah total telur yang telah diinjeksi. Data dianalisis secara deskriptif. Derajat kelangsungan hidup embrio adalah persentase jumlah embrio yang hidup dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan 20 jam setelah fertilisasi, dimana embrio belum menetas dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
Derajat penetasan adalah persentase jumlah embrio yang menetas dibandingkan jumlah embrio awal.
Perhitungan dilakukan ketika larva telah
menetas secara keseluruhan dengan rumus perhitungan sebagai berikut :
Persentase
embrio
mengekspresikan
gen
GFP
diperoleh
dari
perbandingan jumlah embrio yang mengekspresikan gen GFP dengan jumlah total embrio yang diinjeksi. Perhitungan dilakukan pada jam ke-12 dengan rumus perhitungan sebagai berikut :
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) pada perlakuan injeksi memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan kontrol tidak diinjeksi (Tabel 2). DKH-e yang diinjeksi dengan konstruksi gen
mBP-GFP
mempunyai nilai 25,00±1,67%, sedangkan nilai DP adalah 18,34±1,65%.
Tabel 2. Derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e), derajat penetasan (DP) dan persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP (PEMG) menggunakan konstruksi gen mBP-GFP pada ikan lele Clarias sp. Perlakuan
Injeksi dengan mBP-GFP Tidak diinjeksi
Embrio yang Diinjeksi (butir, n=2)
DKH-e (%)
DP (%)
30
25,00 ± 1,67
18,34 ± 1,65
30
63,33 ± 3,34
63,63 ± 10,03
PEMG (%)
3,33 ± 0,0 0,00 ± 0,0
Ket : mBP-GFP = medaka ß-aktin- Green Fluorescent Protein
Adanya ekspresi GFP menunjukkan bahwa promoter β-aktin ikan medaka dapat digunakan untuk membuat ikan transgenik dengan gen yang berpengaruh terhadap akuakultur. Persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP (PMEG) untuk mBA-GFP adalah 3,33±0,0%. Telur ikan lele yang digunakan saat penelitian memiliki kualitas yang cukup bagus, dilihat dari nilai rata-rata derajat kelangsungan hidup dan derajat penetasan kontrol cukup tinggi. Nilai derajat kelangsungan hidup dan derajat penetasan dari perlakuan lebih rendah jika dibandingkan kontrol (tanpa perlakuan injeksi). Hal ini mungkin disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada sel embrio setelah diinjeksi sehingga perkembangan embrio menjadi tidak normal dan kemudian mengalami kematian. Selain itu, juga diduga akibat tingginya volume larutan DNA yang diinjeksikan. Transfer gen dengan metode mikroinjeksi umumnya membutuhkan larutan DNA yang diinjeksikan dalam jumlah copy yang tinggi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan integrasi transgen ke dalam genom inang (Zbikwoska, 2003). Namun demikian, semakin tinggi jumlah copy DNA yang diinjeksikan juga akan meningkatkan mutagenesis atau meningkatkan jumlah partikel asing yang
17
masuk dalam embrio, sehingga dapat mengganggu stabilitas embrio dan menyebabkan kematian (Hackettt, 1993). Ekspresi gen GFP yang dikendalikan oleh promoter mBP mulai terlihat pada jam ke-4 setelah fertilisasi (embrio fase gastrula), semakin terang pada fase gastrula dimana perisai embrio sudah mulai terbentuk (jam ke-6 setelah fertilisasi), mencapai puncaknya pada fase organogenesis (jam ke-14 setelah fertilisasi), dan setelah itu ekspresi gen GFP tidak terdeteksi (Gambar 4). Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat perbandingan penampakan telur yang terekspresi gen GFP (Gambar 4C) dan telur yang tidak terekspresi gen GFP (Gambar 4B). Ekspresi gen terkuat terjadi pada saat 8 dan 10 jam setelah diinjeksi. Pada 12, 14,16 dan 18 jam setelah diinjeksi penampakan ekspresi gen pada embrio terlihat menunjukkan tanda penurunan dan akhirnya hilang pada saat larva menetas. Pada penelitian ini, ekspresi gen GFP pada telur lele dengan promoter ßaktin sudah mulai terlihat pada fase gastrula (jam ke-4 setelah fertilisasi), semakin terang pada fase gastrula dimana perisai embrio sudah mulai terbentuk (jam ke-6 setelah fertilisasi) dan mencapai puncaknya pada fase organogenesis (jam ke-14 setelah fertilisasi), setelah itu ekspresi gen menghilang. Etkin & Balcells (1985) dalam Winkler (1991) menyatakan bahwa ekspresi DNA asing hanya dapat dilihat pada embriogenesis awal pada fase midblastula. Pada ikan medaka disebutkan bahwa ekspresi gen wtGFP (wild-type GFP) dan mtGFP (mutant GFP) dimulai pada fase midblastula dan ekspresi terkuat terjadi sampai dengan fase gastrula akhir (Hamada et al. 1998). Menurut Stuart et al. (1988) ekspresi gen terkuat pada ikan zebra terjadi pada fase gastrula awal. Untuk ikan medaka ekspresi gen terkuat terjadi pada fase gastrula (Chong & Vielkind, 1989 dalam Volckaert, 1994). Sedangkan pada ikan Loach Misgurnus sp. terjadi pada gastrula akhir (Maclean et al.
1987 dalam Volckaert, 1994). Penelitian
yang dilakukan Volckaert (1994) mendapatkan hasil bahwa pada lele Afrika Clarias gariepinus ekspresi gen tertinggi terjadi pada fase gastrula awal (permulaan epiboly).
18
Jam
(A)
(B)
(C)
ke-
6
8
10
12
Gambar 4.
Ekspresi gen GFP pada embrio ikan lele (Clarias sp) yang diinjeksi dengan mBA-GFP pada jam ke : 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18 dan 20 jam setelah diinjeksi. A : Telur diamati dengan mikroskop tanpa UV B : Telur diamati dengan mikrokop UV (telur tidak terekspresi gen GFP) C : Telur diamati dengan mikrokop UV (telur terekspresi gen GFP)
19
Jam
(A)
(B)
( C)
Ke-
14
16
18
20
Gambar 4. Lanjutan Pola ekspresi sementara seperti ini umumnya terjadi pada banyak pengujian aktivitas promoter antara lain pada ikan medaka (Winkler et al. 1991; Takagi et al. 1994), ikan lele Afrika (Volckaert et al. 1994), ikan zebra (Higashijima et al. 1997), ikan kakap merah (Kato et al. 2007), ikan lele (Ath-thar, 2007), dan ikan mas (Purwanti, 2007) dengan menggunakan promoter yang berbeda pula. Pola ekspresi gen yang terbentuk umumnya hampir sama
20
walaupun ada perbedaan waktu ekspresi gen antara satu promoter dengan promoter lainnya pada spesies ikan yang berbeda, yaitu pada awalnya rendah, meningkat, kemudian menurun hingga tidak terlihat lagi. Perbedaan waktu yang terjadi diduga karena tiap embrio memiliki kemampuan berkembang yang berbeda dimana dipengaruhi oleh laju transkripsi sel dalam embrio dan suhu inkubasi telur. Volckaert et al. (1994) menjelaskan bahwa pola waktu ekspresi gen asing bergantung pada pola perkembangan embrio. Woynarovich & Horvath (1980) juga menambahkan bahwa laju perkembangan embrio bergantung pada suhu inkubasi. Hal ini dikarenakan di dalam embrio terdapat sejumlah enzim yang berperan terhadap perkembangannya. Pada penelitian ini suhu air inkubasi adalah sama antara yang diberi injeksi dengan kontrol. Menurut Iyengar et al. (1996) terjadinya ekspresi sementara ini berhubungan erat dengan ketahanan dari DNA yang diinjeksikan. Tingginya ekspresi yang terjadi pada fase gastrula adalah kemungkinan sebagai hasil dari akumulasi DNA yang diinjeksikan yang berlanjut pada peningkatan replikasi pada fase pembelahan (cleavage) dan akumulasi dari enzim (RNA polymerase II) yang menyebabkan dimulainya transkripsi pada saat MBT (mid-blastula transition). Degradasi dari DNA pada saat fase lanjutan pada pembelahan sel diperkirakan akan menyebabkan penurunan bertahap dari jumlah DNA sehingga ekspresi akan semakin melemah. Ekspresi gen GFP mulai terlihat pada fase blastula yaitu pada fase terbentuknya rongga yang membedakan antara kuning telur dengan sel (Woynarovich & Horvath, 1980). Lebih lanjut dijelaskan bahwa waktu ekspresi berhubungan erat dengan keberadaan DNA yang diinjeksikan. Puncak ekspresi atau ekspresi terkuat yang dihasilkan dari perlakuan diduga disebabkan oleh terjadinya replikasi DNA yang diinjeksikan di dalam embrio pada fase perkembangan awal (Winkler et al. 1991). Peningkatan ekspresi gen yang terjadi ditambahkan oleh Iyengar et al. (1996) merupakan akumulasi dari enzim produk transkripsi pada fase mid blastula transition. Ekspresi gen GFP melemah setelah 14 jam fertilisasi dan menghilang sebelum telur ikan lele tersebut menetas. Perbedaan tingkat ekspresi dijelaskan oleh Dunham (2004) yaitu disebabkan karena promoter yang diintroduksikan bukan berasal dari ikan yang homolog. Promoter yang bukan berasal dari ikan yang homolog memiliki interaksi antara elemen cis-regulator pada promoter dan elemen trans-regulator inang yang berbeda. Hackett (1993) juga menambahkan bahwa elemen cis-regulator akan berikatan dengan trans-regulator protein lainnya yang kemudian akan
21
mengakibatkan peningkatan atau penurunan tingkat transkripsi. Fletcher dan Davies (1991) dalam Ath-thar (2007) menjelaskan bahwa tingkat ekspresi yang tinggi dipengaruhi oleh kesesuaian antara elemen cis-regulator dan transregulator.
KESIMPULAN Promoter β-aktin ikan medaka aktif mengendalikan ekspresi gen pada ikan lele, dan dapat digunakan untuk membuat ikan lele transgenik.
22
III. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tiGH) PADA IKAN LELE (Clarias Sp) DENGAN METODE MIKROINJEKSI ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan introduksi gen penyandi hormon pertumbuhan (Growth Hormone, GH) pada embrio ikan lele sehingga dapat memperbaiki kecepatan tumbuhnya. Gen GH dari ikan nila (tiGH) yang dikontrol oleh promoter beta-aktin (mBP) dari ikan medaka ditransfer dengan metode mikroinjeksi ke dalam blastodisk embrio ikan lele fase satu sel. Konsentrasi konstruksi gen mBP-tiGH yang ditransfer adalah 50 µg/ml. Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP) dan persentase individu ikan lele yang membawa mBP-tiGH. DKHe dihitung sebelum telur menetas, sedangkan DP dihitung pada saat semua telur menetas. Identifikasi ikan yang membawa mBPtiGH ditentukan menggunakan metode PCR dengan primer spesifik untuk gen tiGH. Hasil penelitian dengan menggunakan metode mikroinjeksi dari 100 embrio yang diinjeksi menunjukkan bahwa nilai DKHe (97%) dan DP (94%) pada kontrol (tidak dimikroinjeksi) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan mikroinjeksi (30% untuk DKHe, dan 28% DP). Ikan lele yang membawa mBP-tiGH dengan metode mikroinjeksi adalah 42,86% (12/28). Kesimpulan adalah bahwa tiGH dapat ditransfer pada benih ikan lele dengan metode mikroinjeksi. Kata kunci : transfer gen, GH, PCR, ikan lele, mikroinjeksi. III. TRANSFER OF GENE ENCODING TILAPIA GROWTH HORMONE (tiGH) IN CATFISH (Clarias Sp) BY MICROINJECTION METHOD ABSTRACT This study was conducted to determine of introducing gene encoding growth hormone (GH) in catfish embryos that can improve its growth rate. GH gene of Nile tilapia, driven by medaka βactin promoter was injected to one cell stage of catfish embryos by microinjection method. Concentration of gene construction mBP-tiGH transfered is 50 µg/ml. The observed parameter was survival rate of embryos (SRe), hatching rate (HR), and the percentage of catfish carrier gene mBP-tiGH. SRe was counted before hatching while HR was calculated at the time the embryos hatching. To identify fish carrier of mBP-tiGH, used PCR (Polymerase Chain Reaction) method with specific primer for tiGH gene. The research result used microinjection method explained that from 100 injected catfish embryos, the grade of SRe (97%) and HR (94%) within non-microinjection control was higher than microinjection (at range of 30% for SRe and 28% for HR). The percentage of catfish carrying tiGH gene by microinjection methods was 42,86% (12/28). Conclusion that tiGH could be transferred in catfish by microinjection method. Keywords : gene transfer, GH, PCR, catfish, microinjection, electroporation.
________________ *) Bab ini sebagian telah dipublikasikan dengan judul Transfer gen penyandi hormon pertumbuhan ikan nila (mBP-tiGH) pada ikan lele (Clarias sp) dengan metode mikroinjeksi , pada Jurnal Riset Akuakultur Volume 4 No.3 Desember 2009; 333 - 340
23
PENDAHULUAN
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang menjadi target peningkatan produksi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan 20092014. Produksi ikan lele dapat ditingkatkan dengan melakukan budidaya ikan secara intensif. Pertumbuhan ikan lele yang dibudidayakan oleh masyarakat telah mengalami pertumbuhan yang lambat dibandingkan pada saat pertama kali ikan lele didatangkan ke Indonesia. Untuk memperbaiki karakter-karakter yang berguna bagi akuakultur seperti peningkatan laju pertumbuhan maka perlu dilakukan suatu upaya agar ikan lele mempunyai kecepatan tumbuh yang lebih baik. Untuk memperbaiki kecepatan tumbuh pada ikan budidaya dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Pendekatan secara genetis melalui seleksi, perbaikan teknik budidaya dan nutrisi telah banyak dilakukan (Fjalested et al. 2003). Pendekatan sistem endokrin untuk mengontrol pertumbuhan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (McLean & Devlin 2000). Dari beberapa pendekatan tersebut mempunyai beberapa kelemahan antara lain: pendekatan genetis melalui seleksi membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang banyak. Saat ini sedang dicoba suatu metode yang dapat mengatasi masalah penurunan pertumbuhan tersebut yaitu
teknologi transgenesis. Teknologi
transgenesis
rekayasa
merupakan
suatu
teknik
genetik
dengan
cara
mengintroduksi gen yang khas pada ikan untuk mendapatkan keunikan yang memiliki nilai tambah. Sedangkan menurut Beardmore & Porter (2003) transgenik adalah organisme dimana DNA dari donor dimasukkan dan bergabung dengan menggunakan teknik in vitro. Teknologi transfer gen telah dikembangkan untuk memperbaiki karakter kuantitatif dan kualitatif. Gen dari individu suatu spesies diisolasi, dihubungkan ke promoter (sebagai sekuens pengatur DNA atau on/off switches), diklon dan diperbanyak terutama dalam plasmid (Dunham 2004). Teknologi transfer gen pada channel catfish (Ictalurus punctatus) berdasarkan penelitian Dunham et al. (1987) menggunakan konstruksi gen Mouse Metallothionein-human growth hormone fusion gene (MthGHg), 20% ikan dilakukan analisis pada usia 3 minggu dan dilakukan sampling ulang pada usia 3 bulan dan hasilnya hanya sekitar 4% ikan yang mengandung MthGHg. Berdasarkan penelitian Zhu et al. (1985) dimana hGHg dimasukkan ke dalam germinal disc
ikan koki dan hasilnya 75% ditransformasikan dan terjadi
peningkatan pertumbuhan 4,6 kali dibandingkan dengan kontrol. Chourrout et
24
al. (1986) melakukan injeksi dengan gen konstruk hGHg cDNA pada sitoplasma telur ikan trout yang telah dibuahi dan 33% diintegrasikan ke dalam genom pada usia 30 hari embrio tetapi tidak menunjukkan ekspresi dan peningkatan pertumbuhan. Smitherman et al. (1996) telah melakukan transfer gen pada Ictalurus punctatus dan Clarias gariepinus dengan menggunakan metode mikroinjeksi dan elektroporasi, hasilnya gen asing tersebut telah diekspresikan dan diwariskan dimana pertumbuhan transgenik Ictalurus punctatus mengandung gen GH salmon 20 – 40% lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Menurut Beardmore & Porter (2003), transgenik dibedakan menjadi dua tipe yaitu autotransgenik (gen asing yang diintroduksi berasal dari spesies yang sama) dan allotransgenik (gen asing yang diintroduksi berasal dari spesies yang berbeda). Pada penelitian ini dilakukan transfer gen yang berasal dari spesies yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan transfer gen pertumbuhan ikan nila (tiGH) dengan metode mikroinjeksi pada ikan lele. Diharapkan gen mBP-tiGH yang ditransfer dapat terekspresi pada embrio ikan lele.
BAHAN DAN METODE
Koleksi Gamet
Induk ikan lele dipilih dari kolam pemeliharaan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi. Induk jantan dan betina yang digunakan adalah induk ikan lele yang mempunyai ukuran 500 – 1000 gram perekor. Induk diseleksi berdasarkan tingkat kematangan gonadnya. Induk ikan lele jantan dan betina dipilih yang matang gonad dan dilakukan penyuntikan ovaprim untuk mempercepat tingkat kematangan gonad. Induk betina yang telah matang gonad disuntik ovaprim dengan dosis 0,3 ml/kg bobot ikan, sedangkan induk jantannya menggunakan dosis 0,1 ml/kg bobot ikan. Setelah 8 jam dilakukan stripping pada induk betina untuk mendapatkan telur. Induk jantan dibedah untuk diambil spermanya. Sperma diencerkan (0,5%) menggunakan larutan fisiologis NaCl 0,9%.
25
Pembuatan Gel Agarosa Penahan Embrio
Pembuatan gel dilakukan pada cawan petri dengan cara membuat larutan agarosa 2% yaitu sebanyak 0,6 gram agarosa dicampur dengan akuades sebanyak 30 ml dan dipanaskan ke dalam microwave selama 2 menit. Biarkan larutan tersebut pada suhu ruang dan jika sudah hangat dituangkan ke dalam cawan petri yang di bagian tengahnya terdapat cetakan marmer.
Setelah
agarosa membeku, cetakan marmer dipindahkan sehingga terbentuk cekungan. Gel penahan embrio bisa digunakan beberapa kali dan setelahnya dicuci dengan 70% etanol kemudian dibilas dengan air destilasi. Gel penahan embrio yang telah digunakan ditutup dengan plastik dan disimpan pada ˚C 4(Meng
et al.
1999). Gel agarose penahan embrio ini dipergunakan untuk memudahkan dalam melakukan transfer gen dengan metode mikroinjeksi. Untuk menghilangkan daya rekat telur yang dapat menganggu saat melakukan penyuntikan, larutan tannin ditambahkan dengan konsentrasi 0,5 ppm selama 5 detik sambil diaduk dan dibilas dengan air sebanyak 2 kali. Telur yang telah dibuahi diambil lalu disimpan pada cawan petri untuk selanjutnya dilakukan perlakuan mikroinjeksi.
Perbanyakan Konstruksi Gen
Konstruksi gen berupa plasmid mBP-tiGH berisi gen GH ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan promoter β-Aktin (mBP) dari ikan medaka (Oryzias latipes). Konstruksi gen yang digunakan berasal dari Kobayashi et al. (2007) (Gambar 5). Perbanyakan konstruksi gen dilakukan dengan menggunakan prosedur standar (Sambrook et al. 1989). Bakteri Eschericia coli yang mengandung konstruksi plasmid mBP-tiGH diperbanyak dengan metode kultur cair . Bakteri dipanen dan dikultur dalam media cair yang mengandung Triptone 1,6%, yeast extract 1%, NaCl 0,5%, dan antibiotik kanamisin, diinkubasi menggunakan shaker dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 37oC, selama 16-18 jam. Kemudian, bakteri hasil kultur dimasukkan ke dalam microtube 1,5 ml, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 30 detik. Supernatan dibuang, pelet plasmid DNA yang terbentuk diisolasi dengan kit GF-1 Plasmid DNA extraction (Version 2.1) Vivantis (Lampiran 1). Konsentrasi larutan DNA awal dihitung dengan menggunakan GeneQuant, kemudian dibuat konsentrasi larutan
26
DNA untuk transfer gen dengan metode mikroinjeksi sebesar 50 µg/ml sedangkan dengan metode elektroporasi sebesar 65 dan 80 µg/ml.
Gambar 5. Peta konstruksi gen mBP-tiGH (Kobayashi et al. 2007)
Mikroinjeksi
Mikroinjeksi dilakukan pada embrio ikan lele fase 1 sel dengan prosedur mengikuti Kobayashi et al. (2007). Larutan DNA yang digunakan diambil dari larutan stok yang berisi konstruksi plasmid mBP-tiGH Kobayashi et al. (2007). Konsentrasi larutan yang digunakan sebanyak 50 µg/ml dalam akuabides. Embrio yang telah disuntik diinkubasi pada wadah terkontrol yang terpisah dari wadah inkubasi untuk embrio normal tanpa penyuntikan. Teknik penanganan dan pendederan benih ikan lele sesuai standar SNI (2004). Jumlah telur yang dimikroinjeksi sebanyak 100 butir. Telur dipindahkan secara perlahan pada lubang gel penahan embrio mikroinjeksi dengan menggunakan pipet. Telur yang akan dimikroinjeksi diletakkan pada lubang gel penahan embrio ini. Jarum mikroinjeksi diatur posisinya dengan bantuan mikromanipulator.
Jarum mikroinjeksi diposisikan
pada bagian atas telur dan cairan DNA diinjeksikan dengan perlahan pada blastodisk. Normalnya, cairan DNA yang diinjeksikan mencapai kira-kira seperlima dari volume telur yang diinjeksi. Embrio yang telah diinjeksi dipindahkan ke cawan petri dan diinkubasi pada suhu 28˚C.
27
Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva
Telur hasil mikroinjeksi dipindahkan dalam akuarium inkubasi berukuran 80 X 60 X 40 cm yang telah diberi biru metilena, kemudian diberi aerasi sedang. Wadah dilengkapi dengan heater agar temperatur air stabil pada suhu 28oC. Telur yang tidak dibuahi dan mengalami deformasi dapat dengan mudah dikenali, kemudian dibuang pada 4-5 jam setelah mikroinjeksi. Telur-telur yang telah diinjeksi akan menetas pada jam ke-24 setelah pembuahan. Pemeliharaan larva dilakukan dengan pemberian pakan alami berupa Artemia secara ad libitum yang dimulai pada hari ke-2 hingga ke-4. Pada hari ke-3 larva mulai diberi pakan alami cacing rambut yang dicacah hingga halus sampai larva lele berumur 14 hari. Setelah itu larva lele mulai diberi pakan buatan secara at satiation. Identifikasi Individu Membawa Transgen
Individu ikan transgenik founder (F0) yang membawa gen GH diidentifikasi menggunakan metode PCR dengan cetakan DNA genomik yang telah diekstraksi dari sirip ekor pada umur 4 minggu. Isolasi DNA genomik dilakukan menggunakan DNA Purification Kit (Puregene, Minneapolis, USA). Prosedur yang digunakan adalah : sampel sirip ekor ikan lele dimasukkan ke dalam tabung mikro, ditambahkan 200 µl cell lysis solution, 2 µl Proteinase K (20 mg/ml) dan selanjutnya dihomogenasi menggunakan vorteks. Inkubasi dilakukan pada suhu 55oC selama semalam. RNase sebanyak 2 µl (4 mg/ml) ditambahkan ke dalam larutan dan diaduk dengan hati-hati dengan cara membolak-balik tabung mikro. Larutan diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit dan disimpan dalam suhu 4oC selama 5 menit. Sebanyak 200 µl protein precipitation solution (Puregene, Minneapolis, USA) ditambahkan ke dalam larutan, diaduk perlahan, dan selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikro berisi isopropanol, lalu tabung mikro dibolak-balik sebanyak 50x dengan hati-hati dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 – 15 menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan 300 µl Etanol 70% dingin. Sentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit, supernatan dibuang dan pelet DNA dikering-udarakan. DNA yang diperoleh dilakukan pengecekan dengan melihat pita band pada DNA
28
yang telah diekstraksi dengan elektroforesis pada gel agarose 0,8%.
PCR
dilakukan menggunakan 2 set primer spesifik yang bisa membedakan tiGH dengan gen GH endogenous ikan lele, yaitu tiGH-1F Forward primer (5’-AGA CAG CCA GCG TTT GTT CT-3’) dan tiGH-1R Reverse primer (5’CCA GGA CTC AAC CAG TCC AT-3’) (Lampiran 4). Program PCR yang digunakan ialah 95°C selama 5 menit, 35 siklus (95°C selama 20 detik, 62°C selama 15 detik, 72°C selama 20 detik), dan 72°C selama 3 menit. Setelah mesin menunjukkan suhu 4°C, maka mesin dapat dimatikan. Selanjutnya hasil PCR dapat langsung dianalisa dengan elektroforesis atau disimpan di dalam refrigerator dengan suhu 4°C. Pembesaran ikan transgenik F0
Benih ikan lele yang positif membawa transgen di jaringan siripnya dipelihara sampai dipergunakan untuk penelitian selanjutnya. Benih dipelihara dalam wadah pemeliharaan dengan pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari dengan tingkat pemberian pakan berkisar antara 3-5% perhari. Jenis pakan yang diberikan disesuaikan dengan ukuran larva dan benih yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami antara lain Artemia, Daphnia dan cacing rambut, sedangkan pakan buatan dalam bentuk pelet. Analisis ekspresi transgen
Ekspresi transgen pada benih ikan generasi founder yang telah berumur 3 bulan dianalisis menggunakan metode RT-PCR. RNA diekstraksi dari sirip ekor ikan transgenik founder. Prosedur isolasi RNA dan sintesa cDNA menggunakan prosedur Boonanuntanasarn et al. (2002). Jaringan dari sirip ekor ditimbang 50 mg dan dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 ml yang telah berisi 200 µL ISOGEN (on ice), kemudian digerus sampai hancur. Jika belum hancur, ditambahkan lagi 200 µL ISOGEN, digerus kembali sampai semua jaringan hancur. Jika semua jaringan telah hancur, ditambahkan 400 µL ISOGEN (volume akhir 800 µL) dan disimpan pada suhu ruang selama 5 menit (lysis). Kemudian ditambahkan 200 µL Chloroform (CHCl 3 ), dilakukan vortex selama 15 detik pada kecepatan sedang dan simpan di suhu ruang, selama 2 – 3 menit. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu ruang selama 5 menit,
29
supernatan yang terbentuk di pindah ke tube yang baru. Supernatan dipindahkan pada tube baru yang telah berisi 400 µL isopropanol. Dilakukan vortex dengan pelan-pelan sampai homogen, disimpan pada suhu ruang selama 5 – 10 menit kemudian larutan disentrifugasi pada suhu 4oC dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 detik. Supernatan dibuang dan ditambahkan 1 ml Etanol 70% dingin (tidak boleh di vortex) kemudian dilakukan sentrifugasi pada suhu 4oC dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 detik. Supernatan dibuang, lalu dikering udarakan, setelah kering tambahkan DEPC (20 – 50 µL). Pengukuran konsentrasi larutan RNA dengan alat Gene Quant. Ekstraksi RNA diperoleh dari sampel jaringan sirip ekor sebanyak 9 sampel yang dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 ml yang berisi ISOGEN (Nippon Gene, Japan) dan dilakukan penghancuran sampai terjadi lisis. Kontaminasi DNA yang ada didegradasi menggunakan DNase RQ1 Rnase-free (Promega, USA). Setelah perlakuan phenol-chloroform dan etanol, pelet RNA akan dilarutkan dengan air yang mengandung diethylpyrocarbonate (air-DEPC). cDNA disintesa dari 2-3 µg RNA total menggunakan Ready-to-Go You-Prime First-Strand Beads (GE Healthcare, USA) dengan primer dT3’RACE-VECT (5’GTA ATA CGA ATA ACT ATA GGG CAC GCG TGG TCG ACG GCC CGGGCT GGT TTT TTT TTT TTT TTT -3’) . PCR
dilakukan
dengan
volume
reaksi 10 µL yang mengandung 1 µL LA buffer Ex Taq, 1µL dNTPs mix, 0,05 µL Ex Taq polymerase (Takara Bio, Shiga Japan), 1 µl cDNA dan 1 µL dari masingmasing primer forward dan reverse yang spesifik untuk transgen yaitu primer Forward adalah MBP-F1 dan primer Reverse adalah tiGH. Primer forward MBPF1 adalah 5’-ACG TTA CCC GTC CGA GTT GA-3’ dan primer reverse tiGH Reverse adalah 5’-TGA GTC GAC CAA TGC AAC ACA TTT ATT TCA CAG AT3’. Jumlah siklus PCR yang digunakan adalah 35 siklus. Dua mikroliter hasil PCR dielektroforesis menggunakan 0,7% gel agarose, distaining dengan etidium bromida, dan difoto dengan kamera digital dalam kondisi disinari dengan cahaya ultraviolet. Analisis Data
Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e), derajat penetasan (DP) dan persentase embrio mengekspresikan transgen (PEMG). Derajat kelangsungan hidup embrio adalah persentase jumlah
30
embrio yang hidup dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan 20 jam setelah fertilisasi, dimana embrio belum menetas dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
Derajat penetasan adalah persentase jumlah embrio yang menetas dibandingkan jumlah embrio awal.
Perhitungan dilakukan ketika larva telah
menetas secara keseluruhan dengan rumus perhitungan sebagai berikut :
Persentase individu mengekspresikan gen mBP-tiGH diperoleh dari perbandingan jumlah individu yang mengekspresikan gen mBP-tiGH jumlah total individu yang hidup dan dilakukan analisis DNA.
dengan
Perhitungan
dilakukan setelah diperoleh individu benih ikan lele membawa gen mBP-tiGH dengan rumus perhitungan sebagai berikut :
PIMG
=
Jumlah ikan yang mengekspresikan gen tiGH
x 100%
Jumlah ikan yang hidup
HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat kelangsungan hidup embrio dan derajat penetasan telur ikan lele yang mengalami perlakuan mikroinjeksi lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (Tabel 3). Rendahnya nilai DKHe dan DP pada perlakuan mikroinjeksi disebabkan oleh kerusakan sel telur karena proses penyuntikan.
Proses
penyuntikan telur dilakukan satu persatu sehingga dibutuhkan waktu dan ketrampilan agar telur yang disuntik tidak rusak. Selama proses penyuntikan terjadi kebocoran pada telur dengan keluarnya kuning telur, hal ini dapat disebabkan oleh jarum yang dimasukkan ke blastodisk terlalu dalam. Selain itu selama proses penyuntikan telur diletakkan pada gel penahan telur dan terjadi
31
pemaparan telur selama proses penyuntikan sehingga telur yang telah dibuahi berhubungan langsung dengan udara. Selain itu rendahnya nilai DKHe dan DP pada perlakuan mikroinjeksi diakibatkan oleh ketrampilan peneliti dalam proses penyuntikan seperti pada saat penyuntikan telur ikan biasanya menempel pada jarum dan untuk melepaskannya jarum harus diangkat pada permukaan gel agarosa.
Hal ini diperkuat oleh Alimuddin et al. (2003) bahwa bervariasinya
tingkat kelangsungan hidup dan persentase ikan yang membawa gen yang telah disuntikkan juga bergantung pada ketrampilan operator dan spesies ikan yang diujikan. Ikan lele merupakan ikan air tawar yang mempunyai ukuran telur yang kecil dan lengket sehingga relatif sulit untuk melakukan proses mikroinjeksi karena telur akan menempel pada jarum suntik.
Tabel 3 . Derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP) dan persentase ikan lele yang membawa gen mBP-tiGH (PIMG) dengan metode mikroinjeksi ∑ telur (butir)
DKHe (%)
DP (%)
PIMG (%)
Kontrol
100
97,0
94,0
0
Mikroinjeksi
100
30,0
28,0
42,86
Perlakuan
Persentese
individu
yang
membawa
gen
mBP-tiGH
dilakukan
perhitungan setelah diperoleh individu benih ikan lele. Analisis keberadaan gen mBP-tiGH dilakukan pada benih ikan lele berumur 4 minggu menggunakan PCR dengan primer oligonukleotida yang spesifik untuk gen GH eksogenous. Berdasarkan hasil PCR
sampel ikan lele yang diberi perlakuan transfer gen
dengan metode mikroinjeksi ini diperoleh hasil sebanyak 28 ekor ikan yang hidup dan dari 28 ekor yang hidup diperoleh hasil positif pada 12 sampel yaitu sampel no : 1, 2, 3, 4, 5, 13, 18, 20, 21, 25, 26 dan 28 (Gambar 6).
32
◄ 250 bp
◄ 250 bp
◄ 250 bp
◄ BA 190 bp
Gambar 6. Deteksi insersi gen mBP-tiGH menggunakan metode PCR pada benih ikan lele umur 30 hari hasil transfer menggunakan metode mikroinjeksi. Ket. M merupakan Marker DNA 2-log ladder, N adalah sampel ikan nontransgenik, K+ adalah kontrol positif berupa plasmid mBP-tiGH, K- adalah kontrol negative tanpa DNA templet, 1 – 28 adalah sampel individu hasil amplifikasi PCR benih ikan lele & BA : beta aktin(kontrol internal).
33
Menurut Alimuddin et al. (2003), bila gen terintegrasi ke dalam genom pada fase satu sel, gen akan didistribusikan ke setiap sel dan 50% dari germ sel akan memiliki gen asing tersebut setelah meiosis. Namun biasanya integrasi terjadi setelah sel membelah beberapa kali. Oleh karena itu, akan terdapat dua macam sel, yaitu sel yang memiliki gen yang ditransfer dan yang tidak membawa. Hal ini dikenal dengan istilah mosaik. Keadaan mosaik inilah yang menyebabkan tidak semua sel telur yang diinjeksi akan membawa gen yang disisipkan. Pada penelitian ini dari 100 butir telur diinjeksi dan pada umur 30 hari yang hidup hanya sejumlah 28 ekor. Dari 28 ekor yang dilakukan analisa DNA secara individu diperoleh hasil persentase ikan yang membawa gen mBP-tiGH sebanyak 42,86% (12 ekor dari 28 ekor benih ikan lele yang hidup). Pada penelitian transfer gen untuk ikan channel catfish menurut Dunham et al. (1987) menggunakan konstruksi gen Mouse Metallothionein-human growth hormone fusion gene (MthGHg) hasilnya hanya sekitar 4%. Kobayashi et al. (2007) menggunakan konstruksi gen mBP-tiGH pada ikan nila memberikan hasil 8,51% yaitu sebanyak 8 ekor dari 94 individu. Rachman dan Maclean (1999) menganalisa 118 ekor ikan nila yang diinjeksi dengan konstruksi OPAFPcsGH hanya 3 ekor yang membawa konstruksi gen tersebut pada gonadnya. Dari ketiganya, frekuensi transmisi konstruksi OPAFPcsGH
pada keturunan
selanjutnya (F1) masing-masing sebesar 1%, 8% dan 6%. Untuk memperbesar peluang mendapatkan ikan yang membawa konstruksi gen asing dalam gonadnya, jumlah telur yang disuntik harus diperbanyak dan penyuntikan harus dilakukan pada tahap perkembangan satu sel. Pada ikan lele transgenik founder yang diperoleh dari hasil mikroinjeksi diperoleh data pertumbuhan berat antara transgenik dan nontransgenik dalam satu populasi (Gambar 7). Pada gambar tersebut dapat diperlihatkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara ikan transgenik dan nontransgenik.
34
Jumlah individu (ekor)
4.5 4
Nontransgenik
3.5
Transgenik
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 2,0-3,0
3,0-4,0
4,0-5,0
5,0-6,0
6,0-7,0
7,0-8,0
8,0-9,0
9,0-10,0
Bobot (g)
Gambar 7. Sebaran bobot dan jumlah benih ikan lele non transgenik dan transgenik founder pada umur 30 hari.
Berdasarkan hasil analisis RT-PCR, ada satu individu dari sembilan sampel yang diuji memperlihatkan ekspresi transgen pada generasi founder (Gambar 8). Hal ini memperlihatkan bahwa gen yang telah disisipkan tersebut terekspresi, walaupun tidak semua individu mengekspresikan transgen. Menurut Iyengar et al. (1996), bahwa pada awal perkembangan embrio, gen yang ditransfer akan direplikasi tanpa mengalami integrasi ke dalam genom resipien. Lebih lanjut dijelaskan bahwa setelah mengalami beberapa pembelahan sel, sebagian gen asing tersebut terintegrasi secara acak ke dalam genom resipien di salah satu blastomer sehingga akan terdapat dua macam sel, yaitu sel yang membawa transgen dan sel
yang
tidak
membawa transgen.
Hal ini
mengakibatkan tidak semua sel membawa transgen atau dikenal dengan istilah kejadian mosaik. Menurut Chou et al. (2001) ketika fragmen DNA yang terdiri dari suatu gen target atau gen penanda homolog maupun heterolog ditransfer, maka akan sangat umum menemukan kejadian mosaik. Selain itu, menurut Alimuddin et al. (2003) selain terintegrasi ke dalam genom, ada sebagian dari gen asing berada dalam suatu posisi ekstrakromosomal. Lebih lanjut dijelaskan bahwa gen asing yang terintegrasi akan stabil di dalam genom, sementara dalam bentuk ekstrakromosomal akan terdegradasi oleh endogeneus nuclease.
35
◄ 200 bp
Gambar 8.
Deteksi ekspresi dari transgen pada ikan founder menggunakan metode RT-PCR menggunakan cetakan cDNA. M merupakan Marker DNA 2 log ladder, 1 – 3 adalah hasil amplifikasi PCR cDNA ikan lele dan 4 adalah sampel ikan nontransgenik, K+ adalah kontrol positif berupa plasmid mBP-tiGH, K- adalah kontrol negatif. KESIMPULAN
Gen penyandi hormon pertumbuhan ikan nila (tiGH) dapat ditransfer pada ikan lele dilihat dari individu yang membawa transgen yaitu 42,86% (12 dari 28 ekor). Berdasarkan analisis RT-PCR menggunakan cetakan cDNA, gen tiGH terekspresi pada ikan lele.
36
IV. EKSPRESI GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA PADA IKAN LELE (Clarias sp) TRANSGENIK KETURUNAN PERTAMA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan ikan nila (tiGH) pada ikan lele (Clarias sp) pada generasi pertama. Ikan lele transgenik founder yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya dilakukan pemeliharaan sampai siap untuk dipijahkan. Diperoleh dua ekor jantan yang siap dipijahkan. Ikan lele jantan transgenik founder disilangkan dengan ikan lele betina nontransgenik. Proses pemijahan dilakukan secara semibuatan. Penetasan telur dan pemeliharaan larva dilakukan sesuai dengan prosedur SNI (2004). Parameter yang diamati adalah ekspresi gen secara fenotipe dan genotipe. Ekspresi gen secara fenotipe dengan mengamati pertumbuhan ikan lele, sedangkan secara genotipe dengan analisa RT-PCR. Identifikasi ikan yang membawa gen tiGH ditentukan menggunakan metode PCR dengan primer spesifik untuk gen tiGH. Hasil penelitian dari 2 ekor induk lele jantan transgenik founder yang memijah dan diperoleh hasil pada ikan lele transgenik generasi pertama yang membawa gen tiGH adalah 8,33% (15 dari 180) dan 4,0 % (6 dari 150). Pertumbuhan ikan lele generasi pertama antara transgenik dan nontransgenik berbeda nyata dengan pertumbuhan sampai 7 kali lipat dibandingkan dengan nontransgenik. Kesimpulan adalah bahwa gen tiGH diduga telah terintegrasi ke dalam genom ikan lele sehingga gen asing tersebut dapat ditransmisikan pada generasi pertama dan memberikan peningkatan pertumbuhan pada benih ikan lele. Kata kunci : Ekspresi gen, gen penyandi hormon pertumbuhan, transmisi gen
37
V. EXPRESSION OF GROWTH HORMONE GENE OF TILAPIA (tiGH) IN CATFISH (Clarias sp.) TRANSGENIC FIRST GENERATION ABSTRACT The research intends to analyse expression of growth hormone gene of tilapia (tiGH) at the first generation of transgenic catfish (Clarias sp). Founder transgenic catfish which produced from the previous research was maintained until they get ready for spawning. The male founder transgenic catfish was crossed to nontransgenic female catfish; on the contrary the female founder transgenic catfish was crossed to non-transgenic male catfish. Spawning process is meant to be semi artificial spawning (induced spawning). Hatchery and larva nursery was undertaken in line with SNI (Indonesia National Standard) procedures (2004). The observed parameter was gene expressions by means of phenotype and genotype method. Phenotype method was the observation of catfish growth, while genotype was done by RT-PCR. Identification of fish carrying tiGH gene was performed by PCR method with specific primary for tiGH gene. The research shows that first generation of transgenic catfish which carried tiGH gene was as much 8,33% (15 from 180) and 4,0% (6 from 150). The catfish growth from first generation is significantly different between transgenic and non-transgenic where transgenic grew up to 7 faster than non-transgenic. It comes to the conclusion that the transferred gene of tiGH might be integrated into catfish genome so that transgene can be transmitted to the first generation and enhanced the growth. Keywords : gene expressions, growth hormone encoding gene, gene transmissions PENDAHULUAN
Ikan lele dalam proses pembenihannya dapat dilakukan dengan cara pemijahan alami, semi buatan dan buatan. Telur ikan lele yang dihasilkan dari satu pasang induk dapat mencapai puluhan ribu yang akan dibuahi secara eksternal. Embrio relatif mudah diperoleh, dimanipulasi, diinkubasi dan menetas secara cepat pada beberapa jenis ikan. Menurut Dunham (2004), karena ikan mengalami pembuahan di luar merupakan potensi yang sangat besar untuk embrio berkembang karena tidak membutuhkan manipulasi yang komplek, seperti mengkultur embrio secara in vitro dan mentransfer ke dalam tubuh induknya. Hal ini membuat ikan merupakan organisma yang baik untuk mengaplikasikan transfer gen. Teknologi transgenesis salah satu solusi yang ditawarkan pada abad ini untuk meningkatkan produktivitas akuakultur sangat mungkin untuk diaplikasikan. Aplikasi teknologi transgenesis di Indonesia saat ini belum dilakukan untuk menghasilkan ikan transgenik. Ikan transgenik hasil rekayasa genetika akan bermanfaat sebagai plasma nutfah jika transgen di dalam genomnya stabil
38
dari generasi ke generasi. Stabilitas yang dimaksud adalah dalam hal integrasinya dalam genom, ekspresi dan pewarisaannya/transmisinya dari generasi ke generasi sehingga tingkah laku transgen dapat diperkirakan. Salah satu keuntungan dari teknologi transgenesis antara lain adalah gen yang telah diintroduksi dapat terintegrasi dalam genom resipien dan selanjutnya dapat ditransmisikan ke keturunannya (Khoo 2000). Ekspresi gen adalah proses dimana kode-kode informasi yang ada pada gen diubah menjadi protein-protein yang beroperasi di dalam sel. Ekspresi gen melibatkan tahap transkripsi, pascatranskripsi dan translasi (Meyer 1995). Gen adalah sepotong DNA yang menyandikan rantai polipeptida dan RNA. Tidak semua gen diekspresikan secara tepat dalam bentuk rantai polipeptida. Beberapa gen menyandikan beberapa jenis RNA transfer dan gen lain menyandi berbagai jenis RNA ribosomal. Gen yang menyandi polipeptida dan RNA dikenal sebagai gen struktural. Gen ini menentukan struktur beberapa produk akhir gen, seperti suatu enzim atau RNA yang stabil. DNA juga mengandung segmen atau urutan lain yang hanya menjalankan fungsi pengaturan (regulasi). Beberapa diantara segmen pengatur menyusun isyarat yang menunjukkan awal dan akhir gen struktural, yang lain berpartisipasi dalam memulai atau mengakhiri proses transkripsi gen struktural. Jadi kromosom mengandung gen struktural dan urutan pengatur (Lehninger 1994). Teknologi transgenik sudah dilakukan sejak tahun 1984 dengan model sistem tentang integrasi dan ekspresi dari rekombinan human growth hormone (hGH) pada ikan maskoki. Akhir-akhir ini posisi integrasi telah di karakterisasi dan dibandingkan antara ikan transgenik dan ikan nontransgenik dalam penggunaan pakan dan performa pertumbuhan. Biosafety dan bioethics ikan transgenik dengan menggunakan konstruksi gen „all fish” CagcGH yaitu promoter
beta-aktin
ikan
mas
berfusi
dengan
gen
pengkode
hormon
pertumbuhan dari ikan grass carp yang diinduksi pada ikan mas (Cyprinus carpio) yang berasal dari sungai Yellow di China telah aman dimakan oleh manusia setiap hari. Hal ini telah dilakukan pengujian dengan prinsip uji pathologis dari Departemen Kesehatan China (Gang et al. 2003). Hal ini juga didukung dari hasil penelitian Guillen et al. (1999), dilakukan penelitian terhadap sukarelawan sebanyak 22 orang dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok A sebanyak 11 orang mengkonsumsi ikan nila transgenik selama 5 hari dari hari Senin sampai Jumat. Kelompok B mengkonsumsi ikan transgenik dan
39
nontransgenik selama 2 hari. Parameter yang diamati adalah sampel darah seluruh individu secara klinik dan biokimia. Hasilnya tidak ada perbedaan secara klinis dan biokimia antara kelompok A, B dan kontrol. Di negara Kanada ada dua cara yang dilakukan untuk meningkatkan produksi ikan salmon yaitu memproduksi ikan salmon dengan cara menyisipkan gen anti beku dan meningkatkan laju pertumbuhan dengan melakukan transfer gen pengkode hormon pertumbuhan (Fletcher et al. 2003). Hasil yang didapatkan dengan melakukan transfer gen pengkode hormon pertumbuhan pada ikan salmon adalah pertumbuhan ikan menjadi 10 kali lipat dibandingkan dengan nontransgenik (Devlin et al. 1994). Gen hormon pertumbuhan secara normal diekspresikan pada kelenjar pituitari yang dikontrol oleh sistem saraf pusat. Selanjutnya dengan kontrol sistem saraf pusat ini akan memodifikasi elemen spesifik jaringan dari gen yang akan diekspresikan dan dapat bekerja dimana saja. Integrasi genom transgen frekuensinya yang telah diamati hampir sama dengan gen anti beku berkisar 2 – 3%. Hal ini dapat diakibatkan karena penggunaan konstruksi gen yang berbeda dengan jenis ikan yang mendapat transfer gen. Transgen dapat terintegrasi ke dalam satu atau lebih kromosom dan lebih dari satu kopi gen. Seluruh founder transgenik GH adalah mosaik mengindikasikan bahwa transgen tidak terintegrasi ke dalam kromosom pada saat proses organogenesis dan separuh dari mereka gagal diteruskan pada keturunannya. Kira-kira 40% ikan founder transgenik meningkat laju pertumbuhannya di atas rata-rata sampai 3 – 6 kali dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan hukum Mendel transgen GH dan kecepatan tumbuh secara fenotipe akan stabil setelah generasi ketiga (Fletcher 2003). Pada penelitian ini dilakukan transfer gen pengkode hormon pertumbuhan yang berasal dari ikan nila dan promoter beta-aktin yang berasal dari ikan medaka, hal ini memperlihatkan bahwa penelitian ini termasuk ke dalam allotransgenik dimana transgenik tersebut mengandung bahan-bahan transgenik dari spesies yang berbeda. Pada transgenik, penggunaan elemen yang homolog antara gen struktural dan promoter biasanya lebih efektif dibandingkan dengan heterolog. Generasi dari ikan autotransgenik yang membawa konstruksi GH (dimana elemen tersebut berasal dari ikan yang sama) secara signifikan meningkatkan fenotipe pertumbuhan (Nam et al. 2008). Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan analisis ekspresi gen mBP-tiGH pada ikan lele transgenik generasi pertama.
40
BAHAN DAN METODE
Pembesaran Ikan Lele Transgenik F0
Benih ikan lele yang positif membawa gen tiGH hasil mikroinjeksi pada bulan April 2009 sebanyak 22 ekor dilakukan pemeliharaan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi sampai mencapai ukuran siap matang gonad dengan prosedur SNI (2004). Benih dipelihara dalam wadah pemeliharaan dengan pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari dengan feeding rate berkisar antara 3-5% perhari. Jenis pakan yang diberikan disesuaikan dengan ukuran larva dan benih yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami antara lain Artemia sp, Daphnia sp dan cacing rambut sedangkan pakan buatan dalam bentuk pelet. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai matang gonad berkisar antara 8 - 12 bulan. Produksi Ikan Lele Transgenik F1
Induk ikan lele dumbo transgenik founder yang telah matang kelamin diseleksi secara individu. Berdasarkan seleksi secara individu diperoleh 3 ekor induk jantan dan 1 ekor induk betina yang matang gonad. Ikan lele betina transgenik disilangkan dengan ikan lele jantan normal untuk menghasilkan progeni F1 atau ikan lele jantan transgenik disilangkan dengan ikan lele betina normal. Induk betina yang telah matang gonad disuntik ovaprim dengan dosis 0,3 ml/kg bobot ikan, sedangkan induk jantannya menggunakan dosis 0,1 ml/kg bobot ikan. Induk jantan dan betina yang telah disuntik dimasukkan ke dalam wadah pemijahan dan dilakukan pengamatan sampai terjadi proses pemijahan. Setelah induk selesai memijah, pada pagi harinya telur ikan lele diangkat untuk ditetaskan di wadah penetasan. Telur ikan lele menetas menjadi larva setelah 20 jam dari saat pemijahan. Perawatan Larva dan Benih F1 Setelah telur menetas, kakaban diangkat untuk menghindari penurunan kualitas air akibat adanya pembusukan dari telur – telur yang tidak menetas. Disamping itu juga dilakukan pergantian air bak penetasan dengan membuang air sampai ¾ bagian volume air dan kemudian diisi kembali dengan air yang
41
baru. Larva ikan lele yang baru menetas akan berwarna hijau dan berkumpul di dasar bak penetasan di bagian yang gelap. Setelah berumur 2 hari, larva mulai bergerak dan menyebar ke seluruh bak penetasan. Sampai umur 2 hari larva tidak perlu diberi pakan tambahan, karena masih memanfaatkan cadangan makanan yang dibawa di dalam tubuhnya. Larva ikan lele baru diberikan pakan tambahan setelah berumur 2 hari dengan memberikan emulsi kuning telur ayam atau naupli Artemia sp. Pemberian pakan tersebut sampai umur 7 hari. Setelah menginjak umur 6 hari, larva diberi pakan alami antara lain kutu air (Daphnia sp) atau cacing sutera (Tubifex sp). Selama pemeliharaan benih atau larva dilakukan pengelolaan kualitas air dengan melakukan penyifonan dan pergantian air. Pergantian air dilakukan setiap 2 – 3 hari sekali. Jumlah air yang diganti sebanyak 50 – 70 % dengan cara menyifon. Pemeliharaan benih ikan lele transgenik generasi pertama dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi sampai benih benih berumur 3 bulan. Identifikasi Individu Ikan Membawa Transgen Individu ikan transgenik keturunan pertama (F1) yang membawa gen tiGH diidentifikasi menggunakan metode PCR dengan cetakan DNA genomik yang telah diekstraksi dari sirip ekor pada umur 4 minggu. Isolasi DNA genomik dilakukan menggunakan DNA Purification Kit (Puregene, Minneapolis, USA) dengan prosedur sesuai manual. PCR dilakukan menggunakan 2 set primer spesifik yang bisa membedakan tiGH dengan gen GH endogenous ikan lele, yaitu tiGH-1F Forward primer (5’-AGA CAG CCA GCG TTT GTT CT-3’) dan tiGH-1R Reverse primer (5’CCA GGA CTC AAC CAG TCC AT-3’) (Kobayashi et al. 2007). Program PCR yang digunakan adalah 95°C selama 5 menit, 35 siklus (95°C selama 20 detik, 62°C selama 15 detik, 72°C selama 20 detik), dan 72°C selama 3 menit. Setelah mesin menunjukkan suhu 4°C, maka mesin dapat dimatikan. Selanjutnya hasil PCR dapat langsung dianalisa dengan elektroforesis atau disimpan di dalam refrigerator dengan suhu 4°C. Analisis Ekspresi Transgen Ekspresi transgen pada benih ikan yang telah berumur 3 bulan dianalisis menggunakan metode RT-PCR. RNA diekstraksi dari sirip ekor ikan transgenik F1. Ekstraksi RNA diperoleh dari sampel jaringan sirip ekor sebanyak 7 sampel
42
yang dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 ml. Prosedur isolasi RNA dengan menggunakan RNeasy Mini Kit (Qiagen) sesuai manual. Jaringan dari sirip ekor ditimbang 30 mg dan dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 ml secara on ice. Selanjutnya ditambahkan larutan buffer RLT sebanyak 600 µL untuk melisiskan jaringan, kemudian digerus sampai semua jaringan hancur. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu ruang selama 3 menit, supernatan dibuang dengan cara pipetting dan di pindahkan ke mikrotube yang baru. Penambahan 600 µL Etanol 70% ke dalam mikrotube dan dicampur dengan cara pipetting, tidak boleh disentrifugasi. Sebanyak > 700 µL sampel termasuk precipitate lainnya yang terbentuk dipindahkan ke dalam RNeasy spin column 2 ml collection tube. Kemudian tabung ditutup rapat dan larutan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu ruang selama 15 detik. Larutan yang berada dibagian bawah dibuang. Selanjutnya dilakukan penambahan 700 µL buffer RW1 ke dalam RNeasy spin column dan ditutup rapat. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu ruang selama 15 detik. Larutan yang berada dibagian bawah dibuang dan ditambahkan 500 µL buffer RPE ke dalam RNeasy spin column dan ditutup rapat. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu ruang selama 15 detik. Larutan yang berada dibagian bawah dibuang. Penambahan 500 µL buffer RPE ke dalam RNeasy spin column dan ditutup rapat. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu ruang selama 2 menit. RNeasy spin column dipindahkan ke collection tube yang baru. Kemudian ditambahkan 30 – 50 µL RNase free water langsung ke dalam spin column membran dan ditutup rapat, kemudian dilakukan sentrifugasi pada suhu ruang dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit untuk elute DNA. Konsentrasi larutan RNA diukur dengan alat Gene Quant. Hasil dari ekstraksi RNA dan diperoleh konsentrasi larutan RNAnya dilakukan analisis ekspresi gen dengan menggunakan Qiagen One Step RT-PCR Kit sesuai prosedur. RT-PCR dilakukan dengan volume reaksi 20 µL yang mengandung 5X Qiagen Buffer 4 µL, 1 µL dNTPs mix, 1 µL Qiagen enzyme mix, 9 µL Rnase free water, 2 µl RNA template dan 1,5 µL dari masing-masing primer forward dan reverse yang spesifik untuk transgen yaitu tiGH-1F Forward primer (5’-AGA CAG CCA GCG TTT GTT CT-3’) dan tiGH-1R Reverse primer (5’CCA GGA CTC AAC CAG TCC AT-3’). Program PCR yang digunakan adalah 50oC selama 30 menit untuk melakukan proses Reverse Transcription : 95°C selama 15 menit, 35 siklus (95°C selama 20 detik, 62°C selama 15 detik, 72°C selama
43
15 detik), dan 72°C selama 10 menit . Setelah mesin menunjukkan suhu 4°C, maka mesin dapat dimatikan. Selanjutnya hasil PCR dapat langsung dianalisa dengan elektroforesis atau disimpan di dalam refrigerator dengan suhu 4°C. Dua µl hasil PCR dielektroforesis menggunakan 1% gel agarose, distaining dengan red gel, dan difoto dengan kamera digital dalam kondisi disinari dengan cahaya ultraviolet.
Tahap Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menguji keberadaan gen tiGH pada generasi pertama dan mengukur pertumbuhan benih ikan lele. Untuk mengetahui pertumbuhan ikan yang dipelihara antara ikan transgenik dan nontransgenik, dilakukan pengukuran pertambahan panjang dan bobot tubuh setiap bulan sekali selama tiga bulan pemeliharaan. Selanjutnya dapat dihitung laju pertumbuhan harian spesifik (Specifik Growth Rate/SGR) menggunakan rumus : ln W2 – ln W1 SGR = t2 – t1 dimana : W1 : berat ikan pada periode waktu 1 (t1) W2 : berat ikan pada periode waktu 2 (t2)
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik untuk
mengetahui
perbedaan antara transgenik dan nontransgenik mempunyai pengaruh nyata. Sedangkan data analisa DNA dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.
44
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ikan lele transgenik founder yang diperoleh dari hasil mikroinjeksi pada bulan April tahun 2009 dilakukan pemeliharaan di BBPBAT Sukabumi. Setelah 12 bulan pemeliharaan dilakukan pengecekan kematangan gonad ikan. Ikan lele yang sudah matang gonad dilakukan pemijahan antara transgenik jantan dan nontransgenik betina atau transgenik betina dan nontransgenik jantan. Induk ikan lele generasi founder yang siap untuk dipijahkan diperoleh empat ekor induk siap memijah yang terdiri dari tiga ekor jantan dan satu ekor betina. Proses pemijahan dilakukan secara semi buatan dan diperoleh hasil dua induk jantan transgenik founder berhasil memijah. Larva ikan lele yang diperoleh dilakukan pemeliharaan sesuai standar operasional. Setelah berumur satu bulan dilakukan pengujian analisa DNA untuk melihat transmisi gen tiGH pada generasi pertama. Benih ikan lele generasi pertama dari hasil mikroinjeksi pada penelitian sebelumnya dilakukan pengujian analisa DNA dengan mengambil sampel jaringan pada sirip ekor sebanyak 180 ekor benih lele secara pooling. Diperoleh hasil sebanyak 30 ekor positif membawa gen tiGH dan dilakukan pengujian analisa DNA secara individu diperoleh hasil sebanyak 15 ekor. Pada benih ikan lele generasi pertama lainnya dilakukan pengujian analisa DNA sebanyak 150 ekor secara pooling dan diperoleh hasil sebanyak 30 ekor positif membawa gen tiGH dan dilakukan pengujian analisa DNA secara individu diperoleh hasil sebanyak 6 ekor (Tabel 4).
Tabel 4.
Transmisi gen tiGH pada generasi pertama dari induk ikan lele jantan yang berbeda.
Jantan Transgenik
Jumlah sampel (ekor)
Nomor 1 Nomor 2
180 150
Jumlah individu Transgenik (ekor) 15 6
Persentase Transmisi transge (%) 8,33 4,00
Pada generasi pertama ekspresi gen tiGH ikan lele transgenik dianalisis dengan teknik RT-PCR. Dari tujuh sampel yang positif membawa gen tiGH pada generasi pertama diperoleh 5 individu yang mempunyai ekspresi gen tiGH (Gambar 9). Hal ini memperlihatkan bahwa gen yang telah disisipkan tersebut terekspresi, walaupun tidak semua mengekspresikan transgen. Menurut Iyengar et al. (1996), bahwa pada awal perkembangan embrio, gen yang ditransfer akan direplikasi tanpa mengalami integrasi ke dalam genom resipien. Lebih lanjut
45
dijelaskan bahwa setelah mengalami beberapa pembelahan sel, sebagian gen asing tersebut terintegrasi secara acak ke dalam genom resipien di salah satu blastomer sehingga akan terdapat dua macam sel, yaitu sel yang membawa transgen dan sel yang tidak membawa transgen. Hal ini mengakibatkan tidak semua sel membawa transgen atau dikenal dengan istilah kejadian mosaik.
◄
200 bp
Gambar 9. Deteksi ekspresi dari transgen pada ikan transgenik generasi pertama (F 1 ) menggunakan metode One Step RT-PCR. M merupakan Marker DNA 1 log ladder, 1 – 7 adalah hasil amplifikasi RT-PCR RNA ikan lele generasi pertama dan K+ adalah kontrol positif. Menurut Chou et al. (2001) ketika fragmen DNA yang terdiri dari suatu gen target atau gen penanda homolog maupun heterolog ditransfer, maka akan sangat umum menemukan kejadian mosaik. Selain itu, menurut Alimuddin et al. (2003) selain terintegrasi ke dalam genom, ada sebagian dari gen asing berada dalam suatu posisi ekstrakromosomal. Lebih lanjut dijelaskan bahwa gen asing yang terintegrasi akan stabil di dalam genom, sementara dalam bentuk ekstrakromosomal akan terdegradasi oleh endogeneus nuclease. Berdasarkan hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa gen yang telah disisipkan tersebut terekspresi, walaupun tidak semua mengekspresikan transgen. Selain itu dapat juga memperlihatkan bahwa gen tiGH yang disisipkan dapat ditransmisikan pada keturunannya. Gen asing yang dapat ditransmisikan pada generasi pertama ini menunjukkan bahwa gen asing tersebut telah terintegrasi ke dalam gonad ikan lele transgenik founder. Rahman & Maclean (1999) melakukan penyisipan gen GH ikan salmon-gen antibeku ocean pout (OPAFPcsGH), laju germline transmision dari F0 ke F1 hanya kurang dari 10%. Namun laju transmisi transgen dari F1-F2 adalah sekitar ± 50% (sesuai dengan hukum Mendel). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Kobayashi et al. (2007) yang juga menggunakan
46
gen mBP-tiGH pada generasi pertama ditransmisikan pada generasi pertama sebesar 5,71% dan 14,3%. Setiap individu yang terintegrasi gen asing ke dalam genom akan ditransmisikan kepada keturunannya. Untuk mengaplikasikan teknik ini pada akuakultur maka produksi massal ikan transgenik diperlukan (Yoshizaki et al. 1991). Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa individu ikan lele transgenik founder membawa gen yang telah disisipkan kepada keturunannya sebesar 4,0% dan 8,33% pada generasi pertama. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya pada ikan nila transgenik dengan konstruksi gen yang sama memberikan hasil transmisi pada generasi pertama sebesar 5,7% – 14,3%. Pada ikan mud loach laju transmisi transgen pada generasi pertama bervariasi berkisar antara 2% – 33% (Nam et al. 2001). Menurut Alimuddin et al. (2005) laju transmisi transgen pada generasi pertama bervariasi antara 4,2% – 44,1%. Untuk mengetahui pengaruh introduksi gen tiGH terhadap pertumbuhan benih ikan lele dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan panjang dan berat sampai benih berumur 3 bulan. Pertumbuhan antara ikan lele transgenik F 1 dan ikan lele nontransgenik yang berasal dari populasi yang sama dilakukan pengukuran dan diperoleh data bobot ikan transgenik generasi pertama (F 1) pada umur satu bulan tidak berbeda antara transgenik dan nontransgenik. Pada umur 2 bulan bobot ikan transgenik berkisar antara 15 gram – 30 gram, sedangkan bobot ikan nontransgenik berkisar antara 5 gram – 20 gram. Hal ini memperlihatkan pada umur 2 bulan perbandingan bobot antara transgenik dan nontransgenik berkisar 1 – 3 kali lipat. Pada umur tiga bulan dilakukan pengukuran bobot benih ikan transgenik berkisar antara 25 gram – 150 gram, sedangkan benih ikan nontransgenik berkisar antara 6 gram – 22 gram. Hal ini memperlihatkan pada umur 3 bulan perbandingan bobot antara transgenik dan nontransgenik berkisar antara 1 – 7 kali lipat (Gambar 10 dan11).
47
12
Jumlah (ekor)
10 8 Transgenik
6
Nontransgenik
4 2 0 5
10
15
20
25
30
Bobot (g)
Gambar 10. Sebaran distribusi bobot benih ikan lele transgenik dan nontransgenik generasi pertama (F1) umur 2 bulan. 12
Jumlah (ekor)
10 8 Transgenik
6
Nontransgenik
4 2 0 5
10
15 20
25 30 35
40 45
70 150
Bobot (g)
Gambar 11. Sebaran distribusi bobot benih ikan lele transgenik dan nontransgenik generasi pertama (F1) umur 3 bulan. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran baik panjang, berat atau volume dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan ini secara fisik diekspresikan dengan adanya perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh pada periode waktu tertentu. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran laju pertumbuhan harian setiap bulan selama tiga bulan pemeliharaan dan diperoleh hasil antara transgenik dan nontransgenik pada bulan pertama pemeliharaan tidak terdapat perbedaan, perbedaan laju pertumbuhan harian terjadi pada bulan kedua dan ketiga setelah pemeliharaan (Gambar 12). Performa pertumbuhan bobot ratarata antara benih ikan lele transgenik dan nontransgenik pada umur tiga bulan secara fenotipe dan genotipe berbeda (P< 0,05) (Gambar 13 dan 14).
Laju Pertumbuhan Harian (%)
48
18 16 14 12 Transgenik
10
Non Transgenik
8 6 4 2 0 1
2
3
Bulan ke-
Gambar 12.
Laju pertumbuhan harian antara ikan transgenik generasi pertama dan nontransgenik.
60
Bobot (gram)
50 40 Nontransgenik
30
Transgenik
20 10 0 1
2
3
Umur (bulan)
Gambar 13. Pertumbuhan rata-rata ikan lele trangenik dan nontransgenik generasi pertama
A. Transgenik
B. Nontransgenik
Gambar 14. Ikan transgenik generasi pertama (A) dan nontransgenik (B) umur 3 bulan.
49
Pertumbuhan ikan lele transgenik generasi pertama lebih baik dari kontrol walaupun pertumbuhannya tidak luar biasa dan hasil pertumbuhan ikan lele transgenik generasi pertama memberikan pertumbuhan 1-7 kali lipat daripada nontransgenik,
hal
ini
memperlihatkan
bahwa
hasil
penelitian
dengan
menggunakan konstruksi gen yang sama pada ikan nila memberikan hasil yang sama karena bisa mencapai 7 kali lipat (Kobayashi et al. 2007). Pertumbuhan yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah. Pertumbuhan itu merupakan
proses
biologis
yang
komplek
dimana
banyak
faktor
mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu ialah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Urat daging dan tulang pada ikan merupakan bagian terbesar dari tubuhnya. Pertambahan sel-sel pada jaringan tersebut bertanggung jawab terhadap pertambahan massa ikan (Effendi 1997). Pertumbuhan jaringan atau organ selain dipengaruhi oleh kualitas makanan juga dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan. Hormon pertumbuhan meningkatkan transpot asam amino melalui membran atau mempercepat proses kimia sintesis protein sehingga protein jaringan bertambah. Selain itu hormon pertumbuhan juga bekerja pada metabolisme lemak yang bertugas meningkatkan kecepatan pengeluaran lemak dari depot lemak, sehingga memungkinkan lemak tersedia sebagai energi dan selanjutnya mengurangi kecepatan oksidasi asam amino dan akibatnya meningkatkan jumlah asam amino jaringan yang disintesis menjadi protein (Fujaya 2004). KESIMPULAN
Gen tiGH diduga telah terintroduksi ke dalam gonad sehingga
dapat
ditransmisikan pada generasi F 1 . Pada generasi pertama transmisi gen berkisar antara 4,0% – 8,33%. Pertumbuhan bobot antara ikan transgenik dan nontransgenik adalah 1 – 7 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan nontransgenik pada generasi pertama.
50
VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tiGH) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan introduksi gen penyandi hormon pertumbuhan (Growth Hormone, GH) pada embrio ikan lele menggunakan metode elektroporasi. Gen GH dari ikan nila (tiGH) yang dikontrol oleh promoter beta-aktin (mBP) dari ikan medaka ditransfer dengan metode elektroporasi. Konsentrasi konstruksi gen mBP-tiGH yang ditransfer adalah 65 µg/ml dan 80 µg/ml. Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP) dan persentase individu ikan lele yang membawa mBP-tiGH. DKHe dihitung sebelum telur menetas, sedangkan DP dihitung pada saat semua telur menetas. Identifikasi ikan yang membawa mBPtiGH ditentukan menggunakan metode PCR dengan primer spesifik untuk gen tiGH. Hasil penelitian dengan menggunakan elektroporasi menunjukkan bahwa nilai DKHe dan DP antara kontrol (97,5% DKHe; 94% DP) dengan perlakuan elektroporasi relatif sama 98,5% untuk DKHe, dan 91,2% DP. Ikan lele yang membawa mBP-tiGH dengan metode elektroporasi yaitu 87% untuk konsentrasi DNA 65 µg/ml dan 93% untuk konsentrasi DNA 80 µg/ml. Kesimpulan adalah bahwa tiGH dapat ditransfer pada benih ikan lele dengan metode elektroporasi. Kata kunci : transfer gen, GH, PCR, ikan lele, elektroporasi.
IV. TRANSFER OF GENE ENCODING TILAPIA GROWTH HORMONE (tiGH) IN CATFISH (Clarias Sp) BY ELECTROPORATION METHOD
ABSTRACT This study was conducted to determine of introducing gene encoding growth hormone (GH) in catfish embryos that can improve its growth rate. GH gene of Nile tilapia, driven by medaka β-actin promoter was transferred by electroporation method. Concentration of gene construction mBP-tiGH transferred is 65 µg/ml and 80 µg/ml. The observed parameter was survival rate of embryos (SRe), hatching rate (HR), and the percentage of catfish carrier gene mBP-tiGH. SRe was counted before hatching while HR was counted at the time the embryos hatching. To identify fish carrier of mBP-tiGH, used PCR ( Polymerase Chain Reaction) method with specific primer for tiGH gene. The research result used electroporation methods shows that between control (97.5% DKHe; 94% DP) and electroporation treatment was relatively similar at range of 98,5% for SRe and 91,2% for HR. The percentage of catfish carrying tiGH gene by electroporation method was 87% for concentration of 65 µg/ml and 93% for 80 µg/ml. Conclusion that tiGH could be transferred in fry catfish transgenic produced by electroporation methods. Keywords : gene transfer, GH, PCR, catfish, electroporation.
51
PENDAHULUAN Teknologi transgenesis merupakan suatu teknik rekayasa genetik dengan cara mengintroduksi gen yang khas pada ikan untuk mendapatkan keunikan yang memiliki nilai tambah. Teknologi transfer gen telah dikembangkan untuk memperbaiki karakter kuantitatif dan kualitatif. Gen dari individu suatu spesies diisolasi, dihubungkan ke promoter (sebagai sekuens pengatur DNA atau on/off switches), diklon dan diperbanyak terutama dalam plasmid (Dunham 2004). Teknik transfer gen yang dapat diaplikasikan pada ikan ada beberapa metode antara lain adalah mikroinjeksi, elektroporasi ada 2 cara yaitu elektroporasi pada embrio yang telah dibuahi dan elektroporasi pada sperma, penggunaan vektor retroviral atau infeksi retroviral, ballistic bombardment dan transfeksi, inkubasi sperma dengan DNA (Alimuddin et al. 2003, Hostetler et al. 2003, Dunham 2004,). Metode mikroinjeksi telah sukses dilakukan untuk memproduksi ikan transgenik dan umumnya teknik ini yang digunakan. Tetapi teknik mikroinjeksi relatif sulit jika diterapkan untuk memproduksi ikan transgenik secara massal dalam jumlah yang besar. Metode ini tidak hanya membutuhkan waktu pengerjaan yang relatif lama dan biaya laboratorium yang tinggi tetapi juga sangat dibatasi oleh jumlah telur dan fisiologi telur ikan. Nukleus dari telur ikan sangat kecil dan sukar untuk dilihat tanpa bantuan alat, membran telur atau khorion akan mengeras segera setelah pembuahan, mudah pecah, buram dan sebagainya (Lanes et al. 2009). Oleh karena itu dibutuhkan metode lain sebagai alternatif dari berbagai macam problem dengan metode mikroinjeksi yaitu elektroporasi. Metode elektroporasi membuat teknik transfer gen menjadi lebih efisien. Metode elektroporasi dapat diaplikasikan pada transfer gen ikan dengan dua cara yaitu elektroporasi pada embrio yang telah dibuahi (Inoue et al. 1990, Sheela et al. 1999) dan elektroporasi pada sperma (Symonds et al. 1994; Tsai 2000). Menurut Tsai (2000) aplikasi elektroporasi dengan perantara sperma pada ikan memiliki beberapa keuntungan antara lain yaitu : (1) Teknik ini merupakan teknik transfer gen secara masal, (2) Teknik ini mampu mengatasi beberapa kekurangan sistem transfer gen konvensional yang disebabkan karakter telur seperti warna yang kabur/buram, menempel, melayang, pronukleus yang tidak tampak, dan korion yang keras, (3) DNA asing harus ditransfer ke dalam nukleus, jika telur hasil fertilisasi dielektroporasi dengan DNA asing, fragmen DNA
52
memiliki kesempatan yang lebih besar untuk ditransfer ke dalam beberapa tempat selain blastodisk karena volumenya sangat kecil dalam telur hasil fertilisasi, (4) Sperma ikan mudah ditangani karena penambahan air secara sederhana mampu untuk mengaktifkan sperma, (5) Sperma dari hewan akuatik dapat dikriopreservasi sehingga sperma dapat selalu tersedia untuk digunakan. Oleh karena itu, sperma ikan dapat digunakan sebagai vektor dalam mengintroduksi DNA asing untuk memproduksi ikan transgenik. Metode
elektroporasi
merupakan
metode
yang
menggunakan
serangkaian arus listrik pendek untuk melewati membran sel sehingga DNA rekombinan dapat masuk ke dalam sel. Metode elektroporasi digunakan karena efisien, sederhana, dan membutuhkan waktu yang relatif lebih cepat, serta dapat digunakan untuk memproduksi ikan secara bersamaan atau massal (Chen et al. 1996). Sperma digunakan sebagai media transfer gen, karena pengikatan gen secara optimal dapat dilakukan oleh sperma, sperma dalam keadaan motil dan konsentrasi DNA cukup tinggi, dengan menggunakan elektroporasi menunjukkan DNA asing dapat stabil di dalam sperma. Pada ikan lele Amerika (Ictalurus punctatus) telah dilakukan teknologi transfer gen dengan menggunakan metode elektroporasi dimana telur ditempatkan dalam larutan buffer yang mengandung DNA dan diberi kejutan listrik. Jumlah telur yang diletakkan berkisar antara 15 – 50 telur dalam larutan DNA dan hasilnya sukses serta lebih efisien dibandingkan dengan mikroinjeksi. Metode elektroporasi dapat lebih baik digunakan untuk transfer DNA dalam jumlah besar pada embrio ikan yang harus dilakukan pada waktu yang singkat. Pada ikan channel catfish dapat dilakukan elektroporasi sebanyak 15 – 100 telur setiap 4 detik (Dunham 2004). Selain itu Power et al. (1992) mengatakan bahwa metode elektroporasi lebih efisien daripada mikroinjeksi dimana kelangsungan hidup berkisar antara 30 – 100% dan dengan metode elektroporasi dapat memproduksi 10 sampai 100 kali lipat dibandingkan dengan mikroinjeksi. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan transfer gen mBP-tiGH yang disambungkan dengan promoter ß-aktin dari ikan medaka pada ikan lele (Clarias sp.) dengan menggunakan metode elektroporasi pada sperma.
53
BAHAN DAN METODE
Koleksi Gamet
Induk ikan lele dipilih dari kolam pemeliharaan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi. Induk jantan dan betina yang digunakan adalah induk ikan lele yang mempunyai ukuran 500 – 1000 gram perekor. Induk diseleksi berdasarkan tingkat kematangan gonadnya. Induk ikan lele jantan dan betina dipilih yang matang gonad penyuntikan
dan dilakukan
ovaprim untuk mempercepat tingkat kematangan gonad. Induk
betina yang telah matang gonad disuntik ovaprim dengan dosis 0,3 ml/kg bobot ikan, sedangkan induk jantannya menggunakan dosis 0,1 ml/kg bobot ikan. Setelah 8 jam dilakukan stripping pada induk betina untuk mendapatkan telur. Induk jantan dibedah untuk diambil spermanya dan sperma diencerkan dengan larutan fisiologis dengan perbandingan 1 : 1.
Perbanyakan Konstruksi Gen
Konstruksi gen berupa plasmid mBP-tiGH berisi gen GH ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan promoter β-Aktin (mBP) dari ikan medaka (Oryzias latipes). Perbanyakan konstruksi gen dilakukan dengan menggunakan prosedur standar (Sambrook et al. 1989). Bakteri Eschericia coli yang mengandung konstruksi plasmid mBP-tiGH diperbanyak dengan metode kultur cair . Bakteri dipanen dan dikultur dalam media cair yang mengandung Triptone 1,6%, yeast extract 1%, NaCl 0,5%, dan antibiotik kanamisin, diinkubasi menggunakan shaker dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 37oC, selama 1618 jam. Kemudian, bakteri hasil kultur dimasukkan ke dalam microtube 1,5 ml, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 30 detik. Supernatan dibuang, pelet plasmid DNA yang terbentuk diisolasi dengan kit GF-1 Plasmid DNA extraction (Version 2.1) Vivantis (Lampiran 1). Konsentrasi larutan DNA awal dihitung dengan menggunakan GeneQuant, kemudian dibuat konsentrasi larutan DNA untuk transfer gen dengan metode elektroporasi sebesar 65 dan 80 µg/ml. Pada penelitian pendahuluan dengan menggunakan metode elektroporasi konstruksi gen yang digunakan ada dua yaitu mBP-GFP dan ccBP-GFP dimana kedua konstruksi gen tersebut dilakukan perbanyakan sesuai prosedur standar.
54
Elektroporasi Sperma
Elektroporasi sperma dilakukan dengan menggunakan mesin Gene Pulser Xcell (Biorad, USA). Sperma diencerkan dengan menggunakan larutan fisiologis (1 : 1) sebelum dicampur dengan plasmid. Untuk mendapatkan kondisi elektroporasi yang optimal maka dilakukan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan kisaran kuat medan listrik yang mendukung motilitas dan kelangsungan
hidup
spermatozoa
yang
tinggi
sehingga
tetap
memiliki
kemampuan untuk membuahi sel telur. Kisaran kuat medan listrik yang digunakan ada tiga yaitu 125, 250 dan 375 V/cm dengan jumlah kejutan listrik 1, 3, 5 dan 7. Elektroporasi dilakukan dengan tipe kejutan square wave dengan kuat medan listrik ada tiga perlakuan dengan luas kuvet yang digunakan 0,2 cm, panjang kejutan (pulse length) 30 milidetik serta interval kejutan (pulse interval) 0,1 detik.
Jumlah DNA yang dicampurkan ke dalam sperma dihitung
berdasarkan konsentrasi awal DNA. Volume total dari larutan sperma tersebut dicampur dengan plasmid sebanyak 200 mikroliter. Larutan sperma yang telah dielektroporasi tersebut digunakan untuk membuahi telur sebanyak 200 – 300 butir. Motilitas dan Kelangsungan Hidup Spermatozoa
Kualitas sperma hasil elektroporasi diukur dengan menentukan derajat motilitasnya.
Satu tetes sperma diteteskan dengan menggunakan mikropipet
diatas gelas objek kemudian ditutup dengan gelas penutup. Pada tepi gelas penutup diteteskan akuades lalu dilihat pergerakan spermatozoa setelah terkena air di bawah mikroskop dengan pembesaran 10X40. Penilaian motilitas didasarkan pada kriteria banyaknya sperma yang bergerak maju (progresif) dengan skor yang diberikan sesuai pergerakan sperma (Tabel 6). Kuantitas sperma yang hidup setelah elektroporasi diamati melalui pewarnaan eosin. Sperma diteteskan di atas gelas objek dan ditambahkan eosin 2%, kemudian dicampur secara merata dan dibuat preparat ulas yang tipis. Preparat ulas dibiarkan kering udara kemudian dibilas dengan akuades. Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10X40 dengan 3 bidang pandang. Spermatozoa yang hidup ditandai dengan kepala sperma yang
55
berwarna merah muda dan berbentuk bulat, sedangkan kepala sperma yang mati berwarna hitam dan berbentuk tidak beraturan (Gambar 9).
Tabel 5. Kriteria penilaian motilitas spermatozoa (Dewi 2010) Kriteria > 70% spermatozoa bergerak cepat dengan arah maju dengan pergerakan ekor bervariasi 55-70% spermatozoa bergerak maju dan beberapa menunjukkan gerakan cepat 40-55% spermatozoa bergerak maju dan beberapa menunjukkan gerakan cepat 25-40% spermatozoa menunjukkan gerakan arah maju 10-25% spermatozoa menunjukkan gerakan arah maju 1-10% spermatozoa bergerak maju, kebanyakan spermatozoa tidak bergerak Semua spermatozoa tidak bergerak
Skor 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,5 0,0
Gambar 15. Spermatozoa ikan lele yang diamati dengan pembesaran 10X40 , A = spermatozoa hidup, B = spermatozoa mati Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva
Telur hasil elektroporasi dipindahkan dalam akuarium inkubasi berukuran 80 X 60 X 40 cm yang telah diberi biru metilena, kemudian diberi aerasi sedang. Wadah dilengkapi dengan heater agar temperatur air stabil pada suhu 28oC. Telur yang tidak dibuahi dan mengalami deformasi dapat dengan mudah dikenali, kemudian dibuang pada 4-5 jam setelah mikroinjeksi dan elektroporasi. Telur-
56
telur yang telah diinjeksi dan dielektroporasi akan menetas pada jam ke-24 setelah pembuahan. Pemeliharaan larva dilakukan dengan pemberian pakan alami berupa Artemia secara ad libitum yang dimulai pada hari ke-2 hingga ke-4. Pada hari ke-3 larva mulai diberi pakan alami cacing rambut yang dicacah hingga halus sampai larva ikan lele berumur 14 hari. Setelah itu larva ikan lele mulai diberi pakan buatan secara at satiation.
Identifikasi Individu Membawa Transgen
Individu ikan transgenik founder (F0) yang membawa gen GH diidentifikasi menggunakan metode PCR dengan cetakan DNA genomik yang telah diekstraksi dari sirip ekor pada saat baru menetas dan setelah berumur 12 minggu. Isolasi DNA genomik dilakukan menggunakan DNA Purification Kit (Puregene, Minneapolis, USA). Prosedur yang digunakan adalah : sampel sirip ekor ikan lele dimasukkan ke dalam tabung mikro, ditambahkan 200 µl cell lysis solution,
2 µl Proteinase K (20 mg/ml) dan selanjutnya dihomogenasi
menggunakan vorteks. Inkubasi dilakukan pada suhu 55oC selama semalam. RNase sebanyak 2 µl (4 mg/ml) ditambahkan ke dalam larutan dan diaduk dengan hati-hati dengan cara membolak-balik tabung mikro. Larutan diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit dan disimpan dalam suhu 4oC selama 5 menit. Sebanyak 200 µl protein precipitation solution (Puregene, Minneapolis, USA) ditambahkan ke dalam larutan, diaduk perlahan, dan selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikro berisi isopropanol, lalu tabung mikro dibolak-balik sebanyak 50x dengan hati-hati dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 – 15 menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan 300 µl Etanol 70% dingin. Sentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit, supernatan dibuang dan pelet DNA dikering-udarakan. DNA yang diperoleh dilakukan pengecekan dengan melihat pita band pada DNA yang telah diekstraksi dengan elektroforesis pada gel agarose 0,8%. PCR dilakukan sesuai dengan prosedur sebelumnya pada bab III.
57
Analisis Data
Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e), derajat penetasan (DP) dan persentase embrio mengekspresikan transgen (PEMG). Derajat kelangsungan hidup embrio adalah persentase jumlah embrio yang hidup dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan 20 jam setelah fertilisasi, dimana embrio belum menetas dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
Derajat penetasan adalah persentase jumlah embrio yang menetas dibandingkan jumlah embrio awal.
Perhitungan dilakukan ketika larva telah
menetas secara keseluruhan dengan rumus perhitungan sebagai berikut :
Persentase individu mengekspresikan gen mBP-tiGH diperoleh dari perbandingan jumlah individu yang mengekspresikan gen mBP-tiGH jumlah total individu yang hidup dan dilakukan analisis DNA.
dengan
Perhitungan
dilakukan setelah diperoleh individu benih ikan lele membawa gen mBP-tiGH dengan rumus perhitungan sebagai berikut :
PIMG
=
Jumlah ikan yang membawa gen tiGH Jumlah ikan yang hidup
x 100%
58
HASIL DAN PEMBAHASAN
Motilitas dan Kelangsungan Hidup Spermatozoa Setelah Elektroporasi
Derajat motilitas dari sperma yang akan dipergunakan untuk membuahi telur ikan lele diamati di bawah mikroskop dan skor yang diberikan menggunakan kriteria
penilaian
motilitas
spermatozoa
setelah
sperma
dielektroporasi.
Sedangkan kelangsungan hidup spermatozoa setelah dielektroporasi diamati di bawah mikroskop setelah sperma diwarnai dengan eosin. Untuk mendapatkan kondisi elektroporasi yang optimal pada sperma ikan lele, maka dilakukan uji pendahuluan untuk mendapatkan kuat medan listrik yang optimal. Hasil pengujian
berbagai
kondisi
kuat
medan
listrik
terhadap
motilitas
dan
kelangsungan hidup spermatozoa dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. Tabel 6. Motilitas dan kelangsungan hidup spermatozoa ikan lele setelah elektroporasi pada kondisi kuat medan listrik yang berbeda Kuat medan listrik (V/cm) Kontrol (0) 250 500 750 1000 1250 Tabel 7.
Indeks Motilitas (Skor) 4 4 3 2 1 0
Kelangsungan hidup spermatozoa (%) 91,47 ± 2,82 88,51 ± 7,24 88,39 ± 5,27 55,49 ± 3,09 32,03 ± 6,04 0,00 ± 0,00
Motilitas spermatozoa yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan listrik dan jumlah kejutan
Kuat medan listrik (V/cm) Kontrol (0) 250 500 750 1000 1250
Indeks Motilitas (Skor) Jumlah kejutan 1 4 4 3 2 1 0
Jumlah kejutan 3 4 4 3 0,5 0 0
Kelangsungan hidup spermatozoa Jumlah Jumlah kejutan 1 kejutan 3 98,28 ± 2,12 96,70 ± 1,27 90,29 ± 1,82 92,45 ± 2,62 90,89 ± 3,35 74,85 ± 2,16 55,48 ± 3,94 59,65 ± 3,67 32,03 ± 6,24 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, perlakuan elektroporasi dengan jumlah kejutan 3 dan kuat medan listrik 250 V/cm memberikan hasil kelangsungan hidup spermatozoa yang tertinggi yaitu 92,45 ± 2,62 dan indeks
59
motilitas dengan skor 4. Selanjutnya dilakukan penelitian dengan menggunakan konstruksi gen ccBP-GFP dan mBP-GFP dengan menggunakan jumlah kejutan sebesar 3 dan kuat medan listrik dari 125 V/cm, 250 V/cm dan 375 V/cm. Hasil pengujian berbagai kondisi kuat medan listrik terhadap indeks motilitas antara konstruksi gen ccBP-GFP dan mBP-GFP terdapat hasil yang optimal pada kuat medan listrik 125 V/cm dengan hasil indeks motilitas 4 (Tabel 8). Dari hasil penelitian tersebut kemudian dilakukan pengujian dengan kuat medan listrik 125 V/cm dengan jumlah kejutan yang berbeda yaitu 3, 5 dan 7, diperoleh hasil yang terbaik untuk konstruksi gen ccBP-EGFP dan mBA-GFP adalah 5 (Tabel 9). Tabel 8. Motilitas spermatozoa ikan lele yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kuat medan listrik dengan jumlah kejutan 3 Kuat medan listrik (V/cm) Kontrol 125 250 375
Indeks motilitas (skor) ccBP-GFP mBP-GFP 4 4 4 4 4 4 3 3
Ket : ccBP-GFP = cyprinus carpio ß-Actin- Green Fluorescent Protein, mBP-GFP = medaka ßActin- Green Fluorescent Protein
Tabel 9.
Motilitas spermatozoa ikan lele yang dielektroporasi pada tingkat kuat medan listrik 125 V/cm dengan beberapa jumlah kejutan
Jumlah kejutan listrik 3 5 7
Kontrol 4 4 4
Indeks motilitas (skor) ccBP-GFP mBP-GFP 4 4 4 4 3 3
Ket : ccBA-GFP = cyprinus carpio Beta Actin- Green Fluorescent Protein, mBP-GFP = medaka Beta Actin- Green Fluorescent Protein
Sperma yang dielektroporasi pada kuat medan listrik 125 V/cm dengan perlakuan jumlah kejutan listrik 3, 5 dan 7 mempunyai motilitas yang tidak berbeda antara jumlah kejutan 3 dan 5, sedangkan pada jumlah kejutan 7 mempunyai motilitas lebih rendah dari 3 dan 5. Selanjutnya untuk mengetahui derajat pembuahan dan derajat penetasan sperma yang telah dielektroporasi dilakukan proses pembuahan dari sperma yang telah diberi perlakuan jumlah kejutan 3 dan kuat medan listrik ada empat perlakuan (0, 125, 250 dan 375 V/cm).
Hasil pengujian berbagai kondisi kuat medan listrik terhadap derajat
pembuahan dan derajat penetasan telur antara konstruksi gen ccBP-GFP dan mBP-GFP dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.
60
140 120 100 80
Derajat pembuahan (%)
mBmBP A
60
c c BccBP A
40 20 0 0
125
250
375
Kuat medan listrik (V/cm)
Gambar 16. Derajat pembuahan telur ikan lele yang dibuahi oleh spermatozoa yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan listrik. 120 100 80
Derajat penetasan (%)
60
mB A mBP
40
cccBP cBA
20 0 0
125
250
375
Kuat medan listrik (V/cm)
Gambar 17. Derajat penetasan telur ikan lele yang dibuahi oleh spermatozoa yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan listrik. Pada penelitian ini sperma ikan lele yang telah dilakukan perlakuan elektroporasi masih memiliki kemampuan untuk membuahi telur. Nilai derajat pembuahan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan 125 V/cm untuk konstruksi gen mBP-GFP dan pada perlakuan 250 V/cm untuk konstruksi gen ccBP-GFP. Sedangkan nilai derajat penetasan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan 125 V/cm untuk konstruksi gen mBP-GFP dan ccBP-GFP. Telur yang telah dibuahi oleh sperma yang dielektroporasi pada 125 V/cm dengan jumlah kejutan 5 kali menunjukkan derajat pembuahan dan derajat penetasan yang terbaik. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan tersebut dapat diperoleh kondisi elektroporasi yang optimal yang akan dipergunakan untuk mentransfer gen mBPtiGH dengan metode elektroporasi. Kondisi elektroporasi yang optimal untuk transfer gen mBP-tiGH yaitu kuat medan listrik 125 V/cm, panjang kejutan (pulse
61
length) 30 milidetik, jumlah kejutan (number of pulse) 5 kali serta interval kejutan (pulse interval) 0,1 detik. Selanjutnya
dilakukan
transfer
gen
mBP-tiGH
dengan
kondisi
elektroporasi berdasarkan penelitian pendahuluan. Larva yang telah diperoleh dari hasil transfer gen dengan metode elektroporasi dilakukan pengamatan tentang derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP) telur ikan lele dan persentase ikan lele yang membawa gen mBP-tiGH. Pada metode transfer gen dengan menggunakan metoda elektroporasi derajat kelangsungan hidup embrio dan derajat penetasan antara embrio yang dilakukan pembuahan dengan sperma yang mengalami perlakuan elektroporasi relatif sama dibandingkan dengan kontrol (Tabel 10).
Hal ini sesuai dengan
pernyataan dalam Power et al. (1992) bahwa metode elektroporasi lebih efisien daripada mikroinjeksi dimana kelangsungan hidup berkisar antara 30 – 100% dan dengan metode elektroporasi dapat memproduksi 10 sampai 100 kali lipat dibandingkan dengan mikroinjeksi. Selain itu dengan menggunakan metode elektroporasi dimana sperma digunakan sebagai media pembawa gen sehingga pada
saat
melakukan proses
pembuahan tidak
berpengaruh
terhadap
kelangsungan hidup embrio. Berdasarkan hasil penelitian ini transfer gen mBPtiGH dengan menggunakan metode elektroporasi melalui sperma lebih efektif untuk memproduksi ikan lele transgenik dibandingkan dengan menggunakan metode mikroinjeksi (Gambar 18 dan 19). Tabel 10 . Derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP) dan persentase ikan lele yang membawa gen mBP-tiGH (PIMG) dengan metode elektroporasi ∑ telur (butir)
DKHe (%)
DP (%)
PIMG (%)
Kontrol
300
97,5
94,0
0
Elektroporasi-1
300
98,5
91,2
87
Elektroporasi-2
300
97,3
81,6
93
Perlakuan
Smitherman et al. (1996) telah melakukan transfer gen pada Ictalurus punctatus dan Clarias gariepinus dengan menggunakan metode mikroinjeksi dan elektroporasi, hasilnya gen asing tersebut telah diekspresikan dan diturunkan dimana transgenik Ictalurus punctatus mengandung gen GH salmon dan pertumbuhannya 20 – 40% lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Power
62
(1992) mengatakan bahwa metode elektroporasi lebih efisien daripada mikroinjeksi dimana kelangsungan hidup berkisar antara 30 – 100%. Metode elektroporasi dapat lebih baik digunakan untuk transfer DNA dalam jumlah besar pada embrio ikan yang harus dilakukan pada waktu yang singkat. Pada ikan catfish dapat dilakukan elektroporasi sebanyak 15 – 100 telur setiap 4 detik. M
K1 K2 P1-1 P1-2 P2-1 P2-2
◄ 250 bp
Gambar 18. Deteksi insersi gen mBP-tiGH pada larva ikan lele yang baru menetas dengan metode elektroporasi. M merupakan Marker DNA 100 kb, K2 adalah kontrol negatif ulangan 1, K1 adalah kontrol negatif ulangan 2, P1-2 adalah konsentrasi 60 µg/ml ulangan 1, P1-1 adalah konsentrasi 60 µg/ml ulangan 2, P2-1 adalah konsentrasi 80 µg/ml ulangan 1 P2-2 adalah konsentrasi 80 µg/ml ulangan 2 hasil amplifikasi PCR larva ikan lele yang baru menetas. Aplikasi kejutan listrik pada suspensi sel menginduksi polarisasi komponen membran sel dan mengembangkan potensi tegangan di seluruh permukaan membran. Pada saat perbedaan potensil antara bagian dalam dan luar membran sel melewati titik kritis, komponen membran direorganisasi ke dalam pori dalam area terlokalisasi, dan kemudian sel menjadi permeabel terhadap masuknya makromolekul (Knight,1981; Knight & Scrutton, 1986). Ukuran pori dapat diubah melalui berbagai panjang kejutan (dalam milidetik), kuat medan listrik (dalam Volts/sentimeter), dan kekuatan ionik media (Tsong, 1983). Berdasarkan penelitian Cheng et al. (2002), motilitas sperma ikan ayu menurun sampai 50% setelah 120 detik ketika dikejut dengan voltase 9 kV. Symonds et al. (1994) mendemontrasikan bahwa aktivitas sperma chinook salmon menurun dari 82% menjadi 2% pada saat sperma dielektroporasi dengan kuat medan listrik yang meningkat dari 625 V/cm menjadi 1000 V/cm.
63
◄ 250 bp
◄ 250 bp
◄ 250 bp
◄ 250 bp
Gambar 19. Deteksi insersi gen mBP-tiGH pada benih ikan lele umur 90 hari dengan metode elektroporasi. M merupakan Marker DNA 100 kb, P1.1- P1.15 adalah sampel individu hasil amplifikasi PCR benih ikan lele dengan perlakuan konsentrasi DNA 65 µg/ml, P2.1- P2.15 adalah sampel individu hasil amplifikasi PCR benih ikan lele ikan dengan perlakuan konsentrasi DNA 80 µg/ml, K+ adalah kontrol positif dengan plasmid mBP-tiGH dan K- adalah kontrol negative tanpa cetakan DNA.
64
Pada umur 30 hari jumlah benih yang diperoleh dari hasil transfer gen dengan metode elektroporasi dilakukan pengukuran pertumbuhan panjang dan berat secara individu. Distribusi pertumbuhan berat benih ikan lele berumur 30 hari antara perlakuan tidak berbeda (Gambar 20).
Jumlah individu (ekor)
45 40 35 30 25
Ulangan 1
20
Ulangan 2
15 10 5 0 0-0,5
0,6-1,0
1,1-1,5
1,6-2
(a)
2,1-3
Jumlah individu (ekor)
Berat benih (gram)
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Ulangan 1 Ulangan 2
0-0,5
0,6-1,0
1,1-1,5
1,6-2
(b)
2,1-3
Berat benih (gram)
Jumlah individu (ekor)
45 40 35 30 25
Ulangan 1
20
Ulangan 2
15 10 5 0 0-0,5
0,6-1,0
1,1-1,5
1,6-2
2,1-3
( c)
Berat benih (gram)
Gambar 20. Distribusi berat individu benih ikan lele umur 30 hari hasil introduksi gen mBP-tiGH dengan konsentrasi yang berbeda, (a) = 60 µg/ml, (b) = 80 µg/ml dan (c ) = kontrol.
65
Penelitian Sin et al. (2000) pada sperma salmon menunjukkan bahwa kondisi elektroporasi optimal pada sperma salmon adalah pada kuat medan listrik 800 sampai 1000 V/cm, lama waktu kejutan 27,4 msec dan 2 kejutan. Motilitas sperma pasca elektroporasi bergantung pada voltase, panjang kejutan, jumlah kejutan dan kekuatan ionik buffer (Symonds et al. 1994). Menurut Lanes et al. (2009), jika sperma diinkubasi oleh DNA eksogen tetapi tidak dielektroporasi, efisiensi Sperm Mediated Gene Transfer (SMGT) untuk produksi ikan trangenik rendah atau bahkan tidak ada. Hasil penelitian Zhong et al. (2002) pada ikan koan menunjukkan bahwa sperma ikan koan yang dicampur dengan plasmid pCAhLFc dan diinkubasi selama 10 – 30 menit dan dicampurkan ke telur untuk fertilisasi buatan, memiliki efisiensi transfer gen antara 2,2 – 4,3%. Adapun tingkat keberhasilan transfer gen diantara benih yang diperoleh dari telur yang difertilisasi oleh sperma yang dielektroporasi yaitu antara 19,6 – 46,8%. Pada sperma ikan zebra (Danio rerio) yang diinkubasi dengan DNA asing memiliki kapasitas untuk mengambil DNA asing. Pengambilan/pemasukan DNA asing dapat
ditingkatkan melalui
elektroporasi.
Peningkatan
DNA
asing
oleh
spermatozoa ikan zebra meningkat 1 – 2 kali lipat setelah dielektroporasi dengan kuat medan listrik 500, 1000, dan 1500 V/cm. Peningkatan kuat medan listrik menyebabkan penurunan motilitas sperma, bahkan pada kuat medan listrik yang tinggi menyebabkan sperma menggumpal (Patil & Khoo, 1996). KESIMPULAN
Transfer gen pada ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan metode elektroporasi. Metode elektroporasi lebih efektif dalam proses transfer gen penyandi hormon pertumbuhan pada ikan lele.
66
VI. PEMBAHASAN UMUM
Teknik rekayasa genetika merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan dalam mengatasi masalah rendahnya produksi, karena dengan teknik ini kita dapat mengintroduksi gen unggul tertentu ke dalam inang. Agar ikan hasil rekayasa genetika dapat digunakan sebagai plasma nutfah, maka transgen harus stabil dari generasi ke generasi serta harus stabil pada beragam latar belakang genetik. Kestabilan tersebut meliputi aspek-aspek integrasi, ekspresi dan transmisinya dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga tingkah laku transgen dapat diperkirakan. Oleh karena itu untuk memperoleh ikan transgenik ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dimana diawali dari memutuskan gen apa yang akan disisipkan, melakukan isolasi gen target, menyiapkan konstruksi gen dan memperbanyak konstruksi gen dalam plasmid, melakukan transformasi konstruksi gen ke dalam jaringan resipien, menginkubasi dan melakukan pemeliharaan ikan transgenik, melakukan seleksi individu yang membawa transgen dan melakukan program breeding sampai diperoleh individu ikan transgenik yang stabil dan siap dipasarkan (Matheson 2010). Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahapan penelitian untuk memperoleh ikan transgenik. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah melakukan pengujian terhadap promoter yang digunakan karena konstruksi gennya adalah mBP-tiGH berasal dari ikan nila dan elemen regulatornya berasal dari ikan medaka yang dibuat oleh Kobayashi et al. (2007). Tahap kedua dalam penelitian ini adalah melakukan introduksi gen dengan menggunakan metode transfer gen yaitu mikroinjeksi. Selanjutnya hasil dari introduksi gen dengan metode mikroinjeksi dilakukan pemeliharaan dan persilangan pada generasi founder untuk menghasilkan generasi pertama (F 1 ) serta menganalisis ekspresi gen tiGH pada ikan lele generasi pertama. Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah pengembangan metode elektroporasi pada sperma ikan. Hal ini dilakukan karena hasil introduksi gen dengan metode mikroinjeksi sedikit. Tahap pertama menunjukkan hasil bahwa promoter ß-aktin yang berasal dari ikan medaka dapat mengekspresikan GFP pada benih ikan lele. Hal ini memperlihatkan bahwa promoter β-aktin dari ikan medaka aktif mengendalikan ekspresi gen pada ikan lele, dan dapat digunakan untuk membuat ikan lele transgenik. Promoter sebagai salah satu bagian dari konstruksi gen yang akan diintroduksikan berperan mutlak pada keberhasilan transfer gen ini. Promoter
67
adalah bagian dari DNA dimana RNA polymerase menempel. Fungsi dari promoter ini adalah untuk mengarahkan RNA polymerase sehingga transkripsi terjadi. Promoter ada yang bekerja di semua jenis jaringan/sel (ubiquotous) dan ada yang bekerja pada jaringan spesifik.
Promoter merupakan salah satu
penentu/pengatur spatial-temporal ekspresi gen, sehingga promoter bisa dianalogikan sebagai switch suatu gen. Gen yang digunakan pada penelitian ini adalah gen GFP (Green Fluorescent Protein) yang berasal dari ubur-ubur jenis Aequorea victoria (Iyengar et al., 1994). Gen GFP memiliki keunggulan yaitu tidak memerlukan substrat tambahan untuk ekspresinya, memiliki kandungan protein yang berpendar dan bisa divisualisasikan ekspresinya pada sel dengan menggunakan sinar UV (Ultra Violet).
Promoter β-actin dapat aktif pada
berbagai spesies ikan antara lain pada ikan rainbow trout (Boonanuntanasarn et al., 2002; Yoshizaki, 2001), mud loach (Nam et al., 2001), ikan zebra (Williams et al., 1996; Alimuddin et al., 2005). Hal ini didasarkan pada sifat promoter β-actin yaitu constitutive promoter (Volckaert 1994) yang berarti promoter ini bisa aktif tanpa diberikan rangsangan dari luar seperti suhu dan hormon. Tahap kedua dalam penelitian ini adalah melakukan transfer gen mBPtiGH pada embrio ikan lele. Untuk mengintroduksi konstruksi gen ke dalam inti sel embrio yang sedang berkembang dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain adalah mikroinjeksi, elektroporasi, transfeksi, lipofeksi dan gene-gun bombardment (Hackett 1993; Alimuddin et al. 2003). Pada penelitian ini dilakukan transfer gen dengan metode mikroinjeksi dan dilakukan analisis DNA pada benih ikan lele berumur 30 hari terdapat 12 individu positif membawa gen yang telah diintroduksi dari 28 individu yang dilakukan analisa DNA. Hal ini memperlihatkan bahwa gen tiGH yang diintroduksi pada embrio ikan lele pada fase satu sel pada generasi founder sebesar 42,86%. Metode mikroinjeksi telah dilakukan pada channel catfish berdasarkan penelitian Dunham et al. (1987) dengan menggunakan konstruksi gen Mouse Metallothionein-human growth hormon fusion gene (MthGHg) hasilnya hanya sekitar 4%. Berdasarkan penelitian Zhu et al. (1985) dimana hGHg dimasukkan ke dalam germinal disc goldfish dan hasilnya 75% ditransformasikan dan terjadi pertumbuhan 4,6 kali dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan Chourrout et al. (1986) melakukan injeksi pada sitoplasma telur trout yang telah dibuahi dengan gen konstruk hGHg cDNA dan 33% diintegrasikan ke dalam genom pada usia 30 hari embrio tetapi tidak menunjukkan ekspresi dan peningkatan pertumbuhan. Smitherman et al.
68
(1996) telah melakukan transfer gen pada Ictalurus punctatus dan Clarias gariepinus dengan menggunakan metode mikroinjeksi dan elektroporasi, hasilnya gen asing tersebut telah diekspresikan dan diturunkan dimana transgenik
Ictalurus
punctatus
mengandung
gen
GH
salmon
dan
pertumbuhannya 20 – 40% lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Pada penelitian selanjutnya dilakukan transfer gen mBP-tiGH dengan menggunakan metode elektroporasi dikarenakan hasil yang diperoleh dengan metode mikroinjeksi ini sangat sedikit. Aplikasi metode elektroporasi dalam transfer gen ada dua cara yaitu melakukan elektroporasi pada embrio dan elektroporasi
pada
sperma.
Efektivitas
transfer gen mBP-tiGH dengan
menggunakan elektroporasi melalui sperma lebih efektif untuk memproduksi ikan lele transgenik. Aplikasi sperm-mediated gene transfer (SMGT) menunjukkan tingkat keberhasilan yang bervariasi antara spesies ikan (Tabel 12). Dalam penelitian ini diperoleh hasil 87% untuk konsentrasi DNA 65 µg/ml dan 93% untuk konsentrasi DNA 80 µg/ml. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa keberadaan gen dengan metode elektroporasi sangat bervariasi antara jenis ikan tetapi transfer gen pada ikan lele dengan metode elektroporasi memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan metode mikroinjeksi. Ada kecenderungan juga bahwa peningkatan konsentrasi DNA yang digunakan meningkatkan persentase individu yang membawa DNA asing.
Tabel 12. SMGT pada berbagai jenis ikan Jenis Ikan Tilapia African catfish Chinook salmon Loach Zebra fish Salmon Silver seabream Labeo rohita Catla catla Patin siam American catfish
Umur pengamatan 30 hari 10 hari Benih 14 hari 14 hari benih benih 14 hari 14 hari 60 hari 90 hari
% transgenik 3 3,5 1,5 30,5 14,5 90,0 25 13 45 85,71 25
Referensi Muler et al. (1992) Muler et al. (1992) Sin et al. (1993) Tsai et al. (1995) Patil and Khoo (1996) Walker et al. (1995) Venugopal et al. (1998) Venugopal et al. (1998) Lu et al. (2002) Dewi et al. (2010) Collares et al. (2010)
Metode transfer gen dengan menggunakan elektroporasi memberikan nilai kelangsungan hidup embrio dan derajat penetasan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan
mikroinjeksi.
Keberadaan
gen
dengan
metode
69
elektroporasi lebih tinggi daripada mikroinjeksi (Tabel 13). Menurut Khoo (2000) metode elektroporasi merupakan metode transfer gen secara massal yang sangat efektif dengan cara melakukan pembuahan secara buatan dengan menggunakan sperma atau telur yang telah direndam dengan DNA dan dilakukan kejutan listrik. Oleh karena itu untuk melakukan transfer gen secara massal metode yang tepat adalah elektroporasi karena simpel dan sangat cepat dilakukan serta dapat diaplikasikan untuk banyak embrio dalam waktu singkat.
Tabel 13. Perbandingan derajat kelangsungan hidup embrio, derajat penetasan dan persentase individu yang membawa gen pada ikan lele dengan metode transfer gen berbeda Metode
Derajat Kelangsungan Hidup embrio (%) 30,00
Derajat Penetasan (%)
28,00
Persentase Individu Membawa Gen (%) 42,86
Elektroporasi 1
98,49
91,20
87
Elektroporasi 2
97,30
81,60
93
Mikroinjeksi
Penelitian ini merupakan awal dari produksi ikan lele transgenik secara massal. Dimana dilakukan transfer gen penyandi hormon pertumbuhan ikan nila pada ikan lele. Hasil yang diharapkan adanya pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Pertumbuhan ikan yang cepat diperoleh dikarenakan telah terintegrasi antara gen pengkode hormon pertumbuhan dengan genom ikan itu sendiri. Pada ikan salmon Atlantik dan Pasifik dengan menggunakan konstruksi gen „all fish” memberikan ekspresi yang menakjubkan. Pada generasi kedua ikan salmon Atlantik mengandung transgen diseluruh jaringan tubuh ikan tidak hanya dikelenjar pituitary (Devlin 1994).
Pada
penelitian ini pertumbuhan ikan lele transgenik pada generasi pertama dibandingkan dengan nontransgenik berkisar antara 1-7 kali lipat lebih tinggi. Hal ini memperlihatkan bahwa gen pengkode hormon pertumbuhan yang berasal dari ikan nila dapat terintegrasi ke dalam tubuh ikan lele. Gen pengkode hormon pertumbuhan yang telah terintegrasi ke dalam genom ikan lele ternyata dapat memberikan perubahan pertumbuhan yang signifikan pada generasi pertama. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah.
70
Pertumbuhan itu merupakan
proses biologis yang komplek dimana banyak
faktor mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu ialah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Urat daging dan tulang pada ikan merupakan bagian terbesar dari tubuhnya. Pertambahan sel-sel pada jaringan tersebut bertanggung jawab terhadap pertambahan massa ikan (Effendi 1997).
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adalah
hormon. Hormon yang berpengaruh pada pertumbuhan ikan selain hormon pertumbuhan (GH) adalah IGF-1, hormon tiroid dan hormon insulin. GH adalah hormon yang berperan utama pada proses pertumbuhan ikan, IGF-1 memperantarai aksi GH dalam memacu pertumbuhan, dimana GH tidak beraksi secara langsung untuk memacu pertumbuhan ikan.
Selain GH dan IGF-1,
hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal, hormon ini juga berperan dalam metamorfosis beberapa spesies ikan. Hormon tiroid juga berinteraksi dengan hormon lain secara sinergis dalam mengatur laju metabolisme. Hormon tiroid memfasilitasi pelepasan GH dan sel-sel hipofisis, meningkatkan lipolisis dan meningkatkan pengambilan pakan. Pada vertebrata hormon insulin berperan penting dalam pengaturan metabolisme karbohidrat, tetapi pada ikan peran insulin lebih ke arah metabolisme protein dan memacu inkorporasi asam-asam amino ke protein jaringan (Zairin 2003). Ikan lele transgenik founder dilakukan pemeliharaan agar dapat dilakukan proses persilangan untuk memperoleh ikan lele transgenik yang stabil. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang lain dikatakan bahwa pada generasi ketiga baru akan diperoleh ikan lele transgenik yang stabil. Pada usia tiga bulan dilakukan analisis ekspresi gen mBP-tiGH pada sampel ikan lele generasi founder sebanyak 9 ekor. Analisis ekspresi gen dilakukan dengan menggunakan RT-PCR, karena mRNA mudah terdegradasi maka mRNA diubah menjadi cDNA. Keberhasilan sintesis cDNA dan kemurniannya dianalisis dengan primer spesifik. Dari analisis RT-PCR tersebut diperoleh hasil 1 ekor yang positif dari 9 ekor sampel yang dianalisis (11,11%) pada generasi founder. Keberadaan DNA asing pada ikan transgenik relatif rendah dan bervariasi, dan sebagian besar transgenik founder bersifat mosaik baik pada sel somatik maupun sel germinal,
yang
menyebabkan
frekuensi
transmisi
yang
lebih
rendah
dibandingkan dengan yang diharapkan apabila mengikuti hukum segregasi Mendel (Iyengar et al. 1996). Pada penelitian selanjutnya dilakukan persilangan antara transgenik founder dengan nontransgenik, hasil persilangan pada
71
generasi pertama terdapat individu yang positif membawa transgen. Selanjutnya untuk mengetahui ekspresi gen pada generasi pertama dilakukan analisis ekspresi gen dan memberikan hasil positif pada generasi pertama sebesar 71,43% yaitu 5 ekor positif dari 7 ekor benih yang dianalisis. Ekspresi gen pada generasi pertama ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan pernyataan Fletcher (2003) yaitu integrasi genom transgen frekuensinya berkisar antara 2 – 3%. Dan juga berdasarkan hukum Mendel pada generasi pertama integrasi gen akan berkisar antara 0 – 40%. Transfer gen dengan menggunakan konstruksi gen „all salmonid” yang mengandung gen GH-1 dari sockeye salmon (O. nerka) yang disambungkan dengan promoter sockeye salmon metallothionein-B (MT-B) pada coho salmon (O.
kisutch),
yaitu
spesies
yang
kekerabatannya
dekat,
menyebabkan
peningkatan pertumbuhan yang drastis (Devlin et al. 1994). Hal ini terlihat dari hasil persilangan antara ikan lele transgenik founder dengan ikan lele nontransgenik dan diperoleh benih ikan lele generasi pertama yang hanya membawa gen mBP-tiGH sebesar 8,33% dan 4%. Dari hasil deteksi transgen tersebut memperlihatkan bahwa gen pengkode hormon pertumbuhan yang disisipkan pada embrio ikan lele tidak terintegrasi ke dalam gonad semua ikan lele transgenik founder, sehingga gen asing tersebut dalam hal ini mBP-tiGH tidak ditransmisikan pada semua induk ikan lele yang dipijahkan ke generasi selanjutnya. Pada penelitian transgenik sebelumnya telah dilaporkan tentang keberhasilan embrio membawa gen yang telah disisipkan rata-rata adalah 5% (Stuart et al. 1990). Transmisi transgen pada generasi F1 sesuai dengan hukum Mendel bahwa transgen terintegrasi secara stabil ke dalam garis keturunannya akan membawa sifat P1 (Stuart et al. 1990). Selain itu bedasarkan hasil evaluasi terhadap kasus-kasus transformasi tersebut menunjukkan, tidak terekspresinya suatu transgen diantaranya berkaitan dengan letak integrasinya didalam genom dan jumlah kopinya. Integrasi suatu transgen pada daerah heterokromatin pada genom menyebabkan transgen tidak terekspresikan, sedangkan integrasi transgen pada daerah eurokromatin menyebabkan transgen terekspresi. Kemudian juga diketahui, integrasi transgen dalam genom yang mempengaruhi ekspresi ternyata tidak hanya menyangkut daerah heterokromatin atau eurokromatin tetapi juga masalah komposisi basabasa nitrogen AT/GC dan ada tidaknya sekuen berulang pada genom. Ekspresi gen dipengaruhi juga oleh jumlah kopi DNA (Matzke & Matzke1995).
72
Dari hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa transfer gen tiGH pada ikan
lele
yang
merupakan
allotransgenik
dimana
transgenik
tersebut
mengandung bahan-bahan transgen dari spesies yang berbeda memberikan percepatan pertumbuhan pada generasi pertama berkisar sampai 7 kali lipat. Peningkatan pertumbuhan yang signifikan pada penelitian ini dikarenakan promoter dan gen GH yang digunakan berasal dari ikan (all-fish gene construct). Hal ini juga telah dibuktikan pada ikan transgenik mud loach yang menggunakan promoter ß-aktin dan GH dari ikan mud loach memberikan percepatan pertumbuhan 35 kali lipat (Nam et al. 2001). Pada ikan nila dengan konstruksi gen yang sama yaitu mBP-tiGH memberikan kecepatan tumbuh 7 kali lebih besar dibandingkan dengan ikan nontransgenik (Kobayashi et al. 2007). Untuk memperoleh ikan transgenik yang stabil, maka penelitian ini masih harus dilanjutkan sampai diperoleh individu transgenik homozygot. Produksi transgenik homozygot ini berguna untuk produksi massal transgenik. Ikan lele transgenik yang homozygot dapat diperoleh dengan cara yaitu ikan transgenik generasi pertama disilangkan dengan ikan lele nontransgenik dan akan diperoleh ikan lele generasi kedua yang heterozygot. Untuk mempercepat memperoleh ikan transgenik homozygot pada generasi kedua dapat dilakukan dengan cara menyilangkan antara transgenik generasi pertama dengan transgenik generasi pertama dan secara teoritis akan diperoleh ikan lele transgenik homozygot sebanyak 25%, normal 25% dan heterozygot 50%. Selanjutnya ikan generasi kedua yang homozygot jika disilangkan dengan ikan lele nontransgenik maka akan dihasilkan ikan transgenik sebesar 100%.
73
VI. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN
Kesimpulan Umum Berdasarkan beberapa tahapan penelitian yang telah dilakukan dalam produksi ikan lele transgenik, diperoleh kesimpulan umum sebagai berikut : 1.
Gen mBP-tiGH berhasil diintroduksi dengan metode mikroinjeksi dan elektroporasi.
2.
Keberhasilan transfer gen pada ikan lele dengan metode mikroinjeksi adalah 42,86%, sementara dengan elektroporasi adalah 87% dan 93%.
3.
Ekspresi gen GH
mampu meningkatkan pertumbuhan bobot ikan lele
generasi pertama sebesar 1 – 7 kali lipat dibandingkan nontransgenik pada benih ikan lele umur 3 bulan. Saran Untuk mencapai sasaran utama dalam memproduksi ikan lele transgenik yang stabil, beberapa tahapan penelitian masih harus dilanjutkan antara lain adalah : Produksi ikan lele transgenik generasi kedua dan selanjutnya agar diperoleh transgenik homozigot yang berguna dalam produksi massal ikan lele transgenik. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis
mengucapkan
terimakasih
kepada
Kepala
Balai
Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi dan staf yaitu Ir. Maskur, MSi; Ir. M. Abduh Nurhidayat, MSi; Dian Hardiantho, Spi, MSi; Ir. Ahmad Jauhari Pamungkas, MSi; Ir. Ade Sunarma, MSi; Ir. Adi Sucipto, MSi; Nurly Faridah, SPi, Dwi Hany SPi dan Arif Setiawan SPi. dan kepala Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Perikanan Budidaya Air Tawar Sukamandi yaitu Drs I Wayan Subamia, MSi; Dr. Imron, MSc; Dr. Ir. R.R. Sri Pudji S Dewi, MSi; Diah, Amd; Tarmo, Amd; beserta staf Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik FPIK, IPB yaitu Ana Octavera, SPi dan Lina Mulyani atas segala bantuan dan fasilitas yang diberikan selama melakukan penelitian ini. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Goro Yoshizaki (Tokyo University of Marine Science and Technology, Jepang) yang memberikan konstruksi gen yang digunakan untuk penelitian ini.
74
DAFTAR PUSTAKA Alimuddin, Yoshizaki G, Carman O, Sumantadinata K. 2003. Aplikasi Transfer Gen dalam Akuakultur. Jurnal akuakultur Indonesia 2 (1) : 41 –50. Alimuddin, Yoshizaki G, Kiron V, Satoh S, Takeuchi T. 2005. Enhancement of EPA and DHA biosynthesis by over-expression of masu salmon ∆6 desaturase-like gene in zebrafish. Transgenic Research 14 : 159 – 165. Alimuddin, Yoshizaki G, Carman O, Takeuchi,T. 2007. Efektivitas promoter hCMV, mEF1α dan mAct dalam mengatur ekspresi gen asing pada transgenic ikan zebra. Jurnal akuakultur Indonesia 6 : 65 –77. Alimuddin, Kiron V, Satoh S, Takeuchi T, Yoshizaki G. 2008. Cloning and expression of masu salmon elongase-like gene in zebrafish. Aquaculture 282 : 13 – 18. Anonim. 2009. Revitalisasi Perikanan Budidaya 2010 – 2014. Departemen Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia. Jakarta. Ath-thar MHF. 2007. Efektivitas promoter β-actin ikan medaka Oryzias latipes dengan penanda gen hrGFP (Humanized Renilla reniformis Green Fluorescent Protein) pada ikan lele Clarias sp. Keturunan F0. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 25 hal. Beardmore JA, Porter JS. 2003. Genetically modified organisms and aquaculture. FAO Fisheries Circular. No. 989. Rome. 35p. Beamont AR, Hoare K. 2003. Biotechnology and genetics in fisheries and aquaculture. Blackwell Science, 158 pp. Boonanuntanasarn S, Yoshizaki G, Takeuchi Y, Morita T, Takeuchi T. 2002. Gene knock-down in rainbow trout embryos using antisense morpholino phosphorodiamidate oligonucleotides. Marine Biotechnology 4 : 256 – 266. Cavari B, Funkenstein B, Chen TT, Gonzalez-Villasenor LI, Schartl M. 1993. Effect of growth hormone on the growth rate of the gilthead seabream (Sparus aurata), and use of different constructs for the production of transgenic fish. Genetics in Aquaculture IV. Eds. G. A. E. Gall and H. Chen pp.189-197. Chen TT, Knight K, Lin CM, Powers DA, Hayat M, Chatakondi N, Ramboux AC, Duncan PL, Dunham RA. 1993. Expression and inheritance of RSVLTRrtGH1 complementary DNA in the transgenic common carp, Cyprinus carpio. Molecular Marine Biology and Biotechnology 2: 88-95. Cheng C, KL Lu, EL Lau, Ts Yang, CY Lee, JL Wu, CY Chang. 2002. Growth promotion in ayu (Plecoglossus altivelis) by gene transfer of the rainbow trout growth hormone gene. Zoological Studies 41 (3) : 303 – 310.
75
Chen TT, Vrolijk NH, Lu JK, Lin CM, Reimschuessel R, Dunham RA. 1996. Transgenic Fish and its Application in Basic and Applied Research. Biotechnology Annual Review 2 : 205-236 Chou CY, Hong LS and Tsai HJ. 2001. Uniform GFP-expression in transgenic medaka (Oryzias latipes) at the F0 generation. Transgenic Research 10 : 303-315 Chourrout D, R.Guyomard , L.M.Houdebine. 1986. High efficiency gene transfer in rainbow trout (Salmo gairneri Rich) by microinjection into egg cytoplasm. Aquaculture 51: 143 – 150. Collares T, Campos VF, Seixas FK, Cavalcanti PV, Dellagostin OA, Moreira HLM and Deschamps JC. 2010. Transgene transmission in South American catfish (Rhamdia quelen) larvae by sperm-mediated gene transfer. Journal of Bioscience 35 (1) : 39-47. Dahuri. R. 2006. Road Map Pembangunan Akuakultur Indonesia. Konferensi Akuakultur Indonesia. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Devlin RH, Biagi CA, Yaseki TY, Donaldson EM. 1994. Extraordinary salmon growth. Nature 371 : 209 – 210. Devlin RH, Biagi CA, Yesaki TY, Smailus DE, Byatt JC. 2001. Growth of domesticated transgenic fish. Nature. 409 : 781-782. Devlin RH, Biagi CA, Yaseki TY. 2004. Growth, viability and genetic characteristic of GH transgenic coho salmon strains. Aquaculture 236 : 607 – 632. Dewi RRSPS. 2010. Studi over ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan melalui elektroporasi sperma untuk membuat ikan patin siam transgenik cepat tumbuh. [Disertasi].’ Bogor, Sekolah PascaSarjana, Institut Pertanian Bogor. Du SJ, Gong Z, Fletcher GL, Shears MA, King MJ, Idler DR, Hew CL. 1992. Growth enhancement in transgenic Atlantic salmon by the use of an “all fish” chimeric growth hormone gene construct. BioTechnology 10: 176-181. Dunham RA. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology Genetic approaches. CABI Publishing. Wallingford, Oxfordshire Ox 10.8 DE. UK. Dunham RA, Ramboox AC, Duncan PI, Hayat M, Chen TT, Lin CM, Kight, Gonzales-Villasenor LI, DA Powers. 1992. Transfer, expression and inheritance of salmonid growth hormone in channel catfish (Ictalurus punctatus) and effect on performance traits. Molecular Marine Biology and Biotechnology 1 : 380 – 389. Dunham RA, Eash J, Askin J, Townes TM. 1987. Transfer of the metallothionein human growth hormone fusion gene into channel catfish. Transgenic American Fish of Society 116 : 87 -91. Effendi. M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta. Yayasan Pustaka Nusatama.
76
Fletcher GL, Shears MA, King MJ, Goddart SV. 2003. Transgenic Salmon For Culture and Consumption. Nature 414 : 534 – 536. Felts K, Rogers B, Chen K, Ji H, Sorge J, Vaillancourt P. 2001. Recombinant Renilla reniformis GFP displays low toxicity. Stratagene 13: 85-87. Fjalested KT, Moen T, Gomez-Raya L. 2003. Prospect for genetic technology in Salmon breeding programmes. Aquaculture Research 34 : 397 – 406. Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta. Rineka Cipta. Gang Wu, Sun YH, Zhu Zuoyan. 2003. Growth hormone gene transfer in common carp. Aquatic Living Resources 16(5) : 416-420. Glick BR, Pasternak JJ. 2003. Molecular Biotechnology : Principles and Applications of Recombinant DNA (Third Edition). ASM Press. Washington, D.C. Guillen I, Berlanga J, Valenzuela CM, Morales A, Toledo J. 1999. Safety Evaluation of Transgenic Tilapia with Accelerated Growth. Marine Biotechnology 1: 2 – 14 Guise KS, Hackettt PB, Faras AJ. 1992. Transfer of genes encoding neomycin resistance, chloramphenicol acetyl transferase and growth hormone into goldfish and northern pike. In Transgenic Fish. Eds. C. L. Hew and G. L. Fletcher. pp142-163. Hackettt PB. 1993. The molecular biology of transgenic fish. In: Hochachka and Mommesen (Eds.). Biochemistry and Molecular Biology of Fishes 2: 218221. Hamada K, Tamaki K, Sasado T, Watai Y, Kani S, Wakamatsu Y, Ozato K, Kinoshita M, Kohno R, Takagi S, Kimura M. 1998. Usefulness of the medaka β-actin promoter investigated using a mutant GFP reporter gene in transgenic medaka Oryzias latipes. Molecular Marine Biology and Biotechnology 7: 173-180. Hernandez O, Guillen I, Estrada MP, Cabrera E, Pimentel R, Pina JC, Abad Z, Sanchez V, Hidalgo Y, Martinez R, Lleonart R, de la Fuente J. 1997. Characterization of transgenic tilapia lines with different ectopic expression of tilapia growth hormone. Molecular Marine Biology and Biotechnology 6: 364-375. Higashijima S, Okamoto H, Ueno N, Hotta Y, Eguchi G. 1997. High-frequency generation of transgenic zebrafish which reliably express GFP in whole muscle or the whole body by using promoters of zebrafish origin. Development Biology 192: 289-299. Hostetler HA, Peck SL, Muir WM. 2003. High efficiency production of germ line transgenic Japanese medaka (Oryzias latipes) by electroporation with direct current shifted radio frequency pulser. Transgenic Research 12 : 413-424
77
Iyengar A, Muller F, Maclean N. 1996. Regulation and expression of transgenes in fish-a review. Transgenic Research 5 : 147-166. Inoue K, Yamashita S, Hata J, Kabeno S, Asada S, Nagahisa E, Fujita T. 1990. Electroporation as a new technique for producing transgenic fish. Cell Differentiation and Development 29 : 123 – 128. Kato K, Takagi M, Tamaru Y, Akiyama S, Konishi T, Murata O, and Kumai H. 2007. Construction of an expression vector containing a β-actin promoter region for gene transfer by microinjection in red sea bream Pagrus major Fisheries Science 73 : 440-445. Knight DE, 1981. Rending cells permeable to exposure to electric fields. Technologyand Cell Physiology 113 : 1 – 10. Knight DE, Scrutton MC. 1986. Gaining access to the cytosol : the technique and some application of electropermeabilization. Biochemistry Journal 234 : 497 – 506. Kobayashi SI, Alimuddin, Tetsuro Morita, Misako Miwa, Jun Lu, Masato Endo, Toshio Takeuci, Goro Yoshikazi. 2007. Transgenic Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) over-expressing growth hormone show reduced ammonia excretion. Aquaculture 270 : 427 – 435. Khoo, HW. 2000. Transgenesis and its applications in aquaculture. Asian fish Science 8 : 1 – 25. Lanes CFC, Sampaio LA, Marins LF. 2009. Evaluation of DNase activity in seminal plasma and uptake of exogenous DNA by spermatozoa of the Brazilian flound Paralichthys orbignyanus. Theriogenology 71: 525 – 533. Lehniger AL. 1994. Principle of Biochemistry. Worth Publisher. Inc. Alih bahasa: Maggy T. Penerbit Erlangga. Jakarta. Liu Z, Moav B, Faras AJ, Guise KS, Kapuscinski AR, Hackett PB. 1990. Development of expression vectors for transgenic fish. Molecular Cell of Biology 10 : 3432 – 3440. Lu JK, Fu BH, Wu JL, Chen T T. 2002. Production of transgenic silver sea bream (Sparus sarba) by different gene transfer methods. Marine Biotechnology 4 : 328-337 Martinez R, Estrada MP, Berlanga J, Guillen I, Hernandez O, Pimentel R, Morales R, Herrera F, de la Fuente J. 1996. Growth enhancement in transgenic tilapia by ectopic expression of tilapia growth hormone. Molecular Marine Biology and Biotechnology 5: 62-70. Matheson JC. 2010. Transgenic Fish Developments : Are Transgenic Catfish in our future ?. Office of Surveillance and Compliance Centre for Veterinary Medicine US Food & Drug Administration.
78
Matzke MA, Matzke AJM. 1995. Homology dependent gene silencing in transgenic plants : what does it really tell us? Trends in Genetic 11 (1) : 1-3. McLean E , Devlin RH. 2000. Application of Biotechnology to enhance growth of salmonid and other fish. Recent Advances in Marine Biotechnology. Science Publisher, USA, pp. 17 – 55 Meng, Anming, Jessen JR , Lin S. 1999. Transgenesis, Westerfield M, Zon LI (eds), Methods in Cell Biology 60 :133-148 Meyer P. 1995. Understanding and controlling transgene expression. Trends in Biotechnology 13 : 332-337. Moav B, Hinits Y, Groll Y, Rothbard S. 1995. Inheritance of recombinant carp ssactin/GH cDNA gene in transgenic carp. Aquaculture 137: 179-185. Morales R, Herrera MT, Arenal A, Cruz A, Hernandez O, Pimentel R, Guillen I, Martinez R, Estrada MP. 2001. Tilapia chromosomal growth hormone gene expression accelerates growth in transgenic zebra fish (Danio rerio). Marine Biotechnology 4 (2) : 52-58. Muller R, Ivics Z, erdelyi F, Papp T, Varadi L, Horvarth L, Maclean N. 1992. Introducing foreign genes into fish eggs with electroporated sperm as a carrier. Molecular Marine Biology and Biotechnology. 1: 276-281 Nam YK, Noh JK, Cho YS, Cho HJ, Cho KN, Kim CG, Kim DS. 2001. Dramaticaly accelerated growth and extraordinary gigantism of transgenic mud loach Misgunus mizolepis. Transgenic Research 10. : 353 – 362. Nam YK, Maclean N, Kim DS. 2008. Autotransgenic and Allotransgenic manipulation of growth traits in fish aquaculture : a rieview. Journal of Fish Biology 72 (1) : 1 – 26. Nurhidayat MA. 2000. Fluktuasi asimetri dan abnormalitas pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) yang berasal dari tiga daerah sentra budidaya di Pulau Jawa. [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 26 hal. Pandian TJ, Venugopal T. 2005. Contribution to Transgenesis in Indian Major Carp Labeo rohita. In : Fish Genetic and Aquaculture Biotechnology. Science Publisher, Inc. USA. Patil JG, Khoo HW. 1996. Nuclear internalization of foreign DNA by zebrafish spermatozoa and its enhancement by electroporation. The Journal of Experimental Zoology 274: 121-129 Powers D, Hereford L, Cole T, Chen TT, Lin CM, Kight K, Creech K, Dunham R. 1992. Electroporation : a method for transferring genes into the gametes of zebrafish (Brachydanio rerio), channel catfish (Ictalurus punctatus), and common carp (Cyprinus carpio). Molecular Marine Biology and Biotechnology 1 : 301 – 308. Purwanti LI. 2007. Uji aktivitas promoter β-actin ikan medaka (Oryzias latipes) dengan penanda gen hrGFP (Humanized Renilla reniformis Green
79
Fluorescent Protein). [Skripsi], Bogor : Departemen Budidaya Perairan. Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Rahman MA, Maclean N. 1992. Production of transgenic tilapia (Oreochromis niloticus) by one-cell-stage microinjection. Aquaculture 105 : 219 – 232. Rahman MA, Maclean N. 1999. Growth performance of transgenic tilapia containing an exogenous piscine growth hormone gene. Aquaculture 173 : 333 – 346. Rahman MA, Hwang G, Razak SA, Sohm F, Maclean N. 2000. Copy number dependent transgene expression in hemizygous and homozygous transgenic tilapia (Oreochromis niloticus). Transgenic Research 9 : 417 – 427. Rocha A, Ruiz S, Estepa A, Coll JM. 2004. Application of inducible and targeted gene strategies to produce transgenic fish : A review. Marine Biotechnology 6: 118 – 127. Rustidja. 1999. Perbaikan mutu genetik ikan lele dumbo dan cryopreservation. Prosiding Pertemuan Perekayasaan Teknologi Perbenihan Agribisnis Ikan Air Tawar, Payau dan Laut. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. Sambrook J, Fritssch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning. A Laboratory Manual. Second edition. Cold Spring Harbor Lobaratory Press. USA. Sheela SG, Pandian TJ, Mathavan S. 1999. Electroporatic transfer, stable integration, expression and transmission of ZpßypGH and ZpßrtGH in Indian catfish (Heteropneustes fossilis, Bloch). Aquaculture Research 30 : 233-248. Sin FYT, Bartley AL, Walker SP, Sin IL, Symonds JE, Hawke L, Hopkins CL. 1993. Electroporation of fish sperm for gene transfer. Aquaculture 117: 5769. Sin FYT, Walker SP, Symonds JE, Mukherjee UK, Khoo JGI, Sin IL, 2000. Electroporation of salmon sperm for gene transfer : efficiency, reliability, and fate of transgene. Molecular reproduction and Development 56 : 285288 Symonds JE, Walker SP, Sin FYT. 1994. Development of mass gene transfer method in Chinook salmon: optimazation of gene transfer by electroporated sperm. Molecular Marine Biotechnology 3:104-111 Smitherman RO, Dunham RA, Whitehead PK. 1996. Selection, hybridization and genome manipulation in Siluroidei. In : The biology and culture of catfishes. M.Legendre,J.P. Proteau eds. Aquatic Living Resource 9 : 93 – 102. Stuart GW, McMurray JV, Westerfield M. 1988. Replication, integration and stable germ-line transmission of foreign sequnces injected into early zebrafish embryos. Development 103 : 403 – 412.
80
Stuart GW, Vielkind JR, McMurray JV, Westerfield M. 1990. Stables lines of transgenic zebrafish exhibit reproducible patterns of trangene expression. Development 109 : 577 – 584. SNI. 2004. Standar Nasional Indonesia Pembenihan Ikan. Badan Standarisasi Nasional (BSN). Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Takagi S, Sasado G, Tamiya G, Ozato K, Wakamatsu Y, Takeshita A, and Kimura M. 1994. An efficient expression vector for transgenic medaka construction. Molecular Marine Biology and Biotechnology 3: 192-199. Tsai HJ, Wang SH, Inoue K, Takagi S, Kimura M, Wakamatsu Y. 1995. Initiation of the transgenic lacZ gene expression in medaka (Oryzias latipes) embryos. Molecular Marine Biology and Biotechnology 4 : 1-9. Tsai HJ. 2000. Electroporated sperm mediation of a gene transfer system for finfish and shellfish. Molecular Reproduction and Development 56:281-284 Volckaert FA, Hellemans BA, Galbusera P, Ollevier F. 1994. Replication, expression and fate of foreign DNA during embryonic and larval development of the African catfish Clarias gariepinus. Molecular Marine Biology and Biotechnology 3: 57-69. Venugopal T, Pandian TJ, Mathavan S, Sarangi N. 1998. Gene transfer in Indian major carps by electroporation. Current Science 74 : 636-638 Warta Pasar Ikan, Edisi Juli 2010. Volume 83. Direktorat Pemasaran Dalam Negeri. Dirjen Pengolahan & Pemasaran Hasil Perikanan. Kementerian Kelautan & Perikanan. Jakarta. Walker SP, Symonds JE, Sin IL, Sin FYT. 1995. Gene transfer by electroporated chinook salmon sperm. Journal of Marine Biotechnology 3 : 232-234. Winkler C, Vielkind JR, Schartl M. 1991. Transient expression of foreign DNA during embryonic and larval development of the medaka fish Oryzias latipes. Molecular Gen Genetic 226 : 129-140. Williams DW, Muller F, Lavender FL, Orban L, Maclean N. 1996. High transgene activity in the yolk synctial layer affects quantitative transient expression assay in zebrafish Danio rerio Embryos. Transgenic Research 5: 433-442 Woynarovich E ,Horvath L. 1980. The Artificial Propagation of Warm Water Finfishes – A Manual for Extension. FAO Fisheries Technical Paper 201: 183p. Yazawa R, Hirono I, Aoki T. 2005. Characterization of promoter activities of four different Japanese flounder promoters in transgenic zebrafish. Marine Biotechnology 7: 625-633. Yoshizaki. G. 2001. Gene transfer in salmonidae : application to aquaculture. Suisanzoshoku 49 (2): 137 – 142. Yuwono.T. 2005. Biologi Molekuler. Penerbit Erlangga. Jakarta.
81
Zairin MJ. 2003. Endokrinologi dan perannya bagi masa depan Perikanan Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Fisiologi Reproduksi dan Endokrinologi Hewan Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Zhang P, Hayat M, Joyce C, Gonzalez-Villasenor Li, Lin CM, Dunham RA, Chen TT, Powers DA. 1990. Gene transfer, expression and inheritance of pRSVrainbow trout-GHcDNA in the carp, Cyprinus carpio (Linnaeus). Molecular Reproduction and Development 25: 3-13. Zbikowska, HM. 2003. Fish can be first – advances in fish transgenesis for commercial applications. Transgenic Research 12: 379-389 Zhu Z, Li G, He L , Chen S. 1985. Novel gene transfer into the fertilized eggs of goldfish (Carassius auratus). Journal of Applied Ichthyology 1 : 31 - 34 Zhu, Z. 1992. Generation of fast growing transgenic fish: Methods and mechanisms. Singapore World Scientific, pp.92-119.
82
Lampiran 1.
Metode Kultur Cair Perbanyakan Bakteri dan Isolasi Plasmid DNA.
Endapan dibuang, sentrifuse 10000 rpm, 1 menit
Keterangan : = metode kultur cair = metode isolasi plasmid
Skema isolasi DNA plasmid menggunakan kit GF-1 plasmid DNA Extraction (Vivantis) Resuspensi
Alkalin lisis
Netralisasi
Sentrifugasi
Pelet diresuspensi dgn 250 µl S1 dan divorteks
250 µl S2 ditambahkan dan dicampur
400 µl Buffer NB ditambahkan dan dicampur
Kecepatan 12.000 rpm 10 min
Pengisian kolom
Sentrifugasi
Pencucian kolom
10.000 x g 1 min
10.000 x g 1 min
Supernatan Ditransfer ke kolom
Sisa penyaringan dibuang
Sentrifugasi
700 µl Wash Buffer ditambahkan ke kolam
Elusi
10.000 x g 1 min
Pengeringan kolom
Sentrifugasi
Sisa penyaringan dibuang
Sentrifugasi
10.000 x g 1 min
Kolom dipindahkan ke tabung baru, 100 µl Elution Buffer dan diinkubasi 1 min
DNA disimpan pada -200C
83
Lampiran 2. Seperangkat Alat Pengamatan Ekspresi Gen Green Fluorescent Protein
Keterangan : A. B. C. D. E.
Mikroskop Burner Remote controller Notebook Kamera digital
84
Lampiran 3. Hasil analisis data bobot tubuh ikan lele HASIL ANALISIS DATA BOBOT IKAN LELE RANCANGAN ACAK KELOMPOK
The SAS System The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
jenis_ikan
2
AB
umur
3
123
Number of Observations Read
82
Number of Observations Used
82
The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: bobot_ikan Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
8210.38801
2736.79600
11.49
<.0001
Error
78
18575.85589
238.15200
Corrected Total
81
26786.24390
R-Square
Coeff Var
Root MSE
bobot_ikan Mean
0.306515
111.3942
15.43217
13.85366
Source jenis_ikan
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1
2852.841797
2852.841797
11.98
0.0009
85
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
2
5357.546212
2678.773106
11.25
<.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
jenis_ikan
1
4233.785641
4233.785641
17.78
<.0001
umur
2
5357.546212
2678.773106
11.25
<.0001
umur
Source
Hipotesis Pengaruh Perlakuan (jenis ikan) H0 : =...= =0 (Tidak ada pengaruh perlakuan) H1 : minimal ada satu i dimana Pengaruh Blok ( umur ) H0 : =...= =0 (Tidak ada pengaruh blok) H1 : minimal ada satu i dimana Karena nilai p-value= 0.0009 kurang dari 5% maka jenis ikan transgenik dan nontransgenik memberikan pengaruh yang berbeda terhadap bobot ikan lele. Karena nilai p-value < 0,0001 maka minimal ada salah satu blok yang memberikan pengaruh berbeda terhadap bobot ikan lele. The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for bobot_ikan
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom
0.05 78
Error Mean Square
238.152
Harmonic Mean of Cell Sizes
34.7561
86
Note: Cell sizes are not equal. Number of Means Critical Range
2 7.370
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
jenis_ikan
A
22.760
25
A
B
9.947
57
B
Artinya Jenis ikan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap bobot ikan lele. Jenis ikan transgenik memberikan pengaruh peningkatan bobot ikan lebih tinggi dibandingkan yang nontransgenik. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata bobot jenis ikan transgenik sebesar 22,760 sedangkan yang nontransgenik sebesar 9.947. The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for bobot_ikan
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom
0.05 78
Error Mean Square
238.152
Harmonic Mean of Cell Sizes
27.3253
87
Note: Cell sizes are not equal. Number of Means Critical Range
2
3
8.312
8.746
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
umur
A
22.607
28
3
B
12.963
27
2
5.667
27
1
B B
Artinya umur 1 dan 2 bulan memberikan pengaruh yang sama terhadap bobot ikan lele sedangkan umur 3 bulan memberikan pengaruh berbeda terhadap bobot ikan lele dibandingkan umur 1 dan 2 bulan. Dari ketiga umur yang memberikan peningkatan bobot ikan lele adalah umur 3 bulan.
88
Lampiran 4. Sekuen Gen GH Oreochromis niloticus GenBank: A07830.1 LOCUS A07830 887 bp RNA linear PAG 04-NOV-1993 DEFINITION O.niloticus TGH mRNA for growth hormone. ACCESSION A07830 VERSION A07830.1 GI:493009 KEYWORDS growth hormone. SOURCE Oreochromis niloticus (Nile tilapia) ORGANISM Oreochromis niloticus Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata; Euteleostomi; Actinopterygii; Neopterygii; Teleostei; Euteleostei; Neoteleostei; Acanthomorpha; Acanthopterygii; Percomorpha; Perciformes; Labroidei; Cichlidae; African cichlids; Pseudocrenilabrinae; Tilapiini; Oreochromis. REFERENCE 1 (bases 1 to 887) AUTHORS Rentier-Delrue,F., Martial,J. and Renard,A. TITLE Recombinant fish hormone proteins JOURNAL Patent: EP 0387457-A1 11 19-SEP-1990; EUROGENTEC S.A FEATURES Location/Qualifiers source 1..887 /organism="Oreochromis niloticus" /mol_type="unassigned RNA" /db_xref="taxon:8128" CDS 27..650 /codon_start=1 /product="growth hormone" /protein_id="CAA00723.1" /db_xref="GI:493010" /translation="MPAMNSVVLLLSVVCLGVSSQQITDSQRLFSIAVNRVTHLHLLA QRLFSDFESSLQTEEQRQLNKIFLQDFCNSDYIISPIDKHETQRSSVLKLLSISYGLV ESWEFPSRSLSGGSSLRNQISPRLSELKTGILLLIRANQDEAENYPDTDTLQHAPYGN YYQSLGGNESLRQTYELLACFKKDMHKVETYLTVAKCRLSPEANCTL"
89
ORIGIN Primer F 5’-agc ctg aac tga tgc cag cc-3’
1 61 121 181 241 301 361 421 481 541 601 661 721 781 841
ctcgcccgca cggttgtgtg ttgcagtcaa agagctctct gcaactctga tgaagctgct tgtctggagg gaatcttgct ccctccagca gacaaactta tgacggtagc tattgatact tgttagcatt ctgacataac tgcattgaaa
aacagagcct tttgggcgtc cagagtcacg gcagacggag ttacatcatc gtcgatctcc ttcctctctg gctgatcagg cgctccttac tgaattgctg taaatgtcga gatacgtgct agcaatagga tgtgatgcaa aaaaaaaaaa
gaactgatgc tcctctcagc cacctgcacc gagcaacgtc agcccgatcg tatggactgg aggaaccaga gccaatcagg ggaaactatt gcttgcttca ctctctccag ctgtagcccc taataatagc ggtgtgaacg aaaaaaaaaa
cagccatgaa agatcacaga tgctcgccca agctcaacaa acaaacacga ttgagtcctg tttcaccaag atgaagcaga atcaaagtct agaaggacat aagcaaactg accctcatgt agtggtaatc ggaataatgt aaaaaaaaaa
ctcagtcgtc cagccagcgt gagactcttc aatcttcctg gacgcagcgc ggagtttccc gctgtctgag gaattatcct gggaggcaac gcacaaggtg cactctgtag tggcaaactc gtgacatcag tatctgtgaa aaaaaaa
Primer R 5’-cga tcg ggc tga tga tgt aa-3’
ctcctgctgt ttgttctcca tcggactttg caggacttct agctcggtcc agtcgctctc cttaaaacgg gacaccgaca gaatcgctga gagacctacc ctccacctaa tgcttacatg aacgtttttt ataaatgtgt
90
Lampiran 5. Alignment gen GH ikan nila dan ikan lele ikan lele.txt ikan nila.txt
1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - A T G G C T C G A G T T T T G G T G C T G C T C T 25 1 C T C G C C C G C A A A C A G A G C C T G A A C T G A T G C C A G C C A T G A A C T C A G T C G T C C T C C T G C T G T 60
ikan lele.txt ikan nila.txt
26 61
C T G T G G T G G T G G C G A G T C T G T T C T T T A A T C A A G G C G C G A C A T T T G A G A C C C A G C G G C T C T 85 C G G T T G T G T G T T T G G G C G T C T C C T C T C A G C A - - G A T C - A C A - - - G A C A G C C A G C G T T T G T 114
ikan lele.txt ikan nila.txt
86 115
T C A A C A A C G C G G T C A T C C G T G T G C A A C A C C T T C A C C A A C T G G C T G C C A A G A T G A T G G A T G 145 T C T C C A T T G C A G T C A A C A G A G T C A C G C A C C T G C A C C T G C T C G C C C A G A G A C T C T T C T C G G 174
ikan lele.txt ikan nila.txt
146 175
A C T T T G A A G A A G C T T T G T T A C C T G A A G A A C G - C A A C A G C T G A G C A A G A T C T T C C C C C T G T 204 A C T T T G A G A G C T C T C T G C A G A C G G A G G A G C A A C G T C A G C T C A A C A A A A T C T T C C T G C A G G 234
ikan lele.txt ikan nila.txt
205 235
C A T T C T G C A A C T C G G A C T C T A T C G A G G C T C C G G C A G G C A A G G A C G A G A C C C A G A A A A G C T 264 A C T T C T G C A A C T C T G A T T A C A T C A T C A G C C C G A T C G A C A A A C A C G A G A C G C A G C G C A G C T 294
ikan lele.txt ikan nila.txt
265 295
C C G T G C T G A A A C T G C T G C A C A C A T C T T A T C G T C T G A T C G A G T C A T G G G A G T T - C C C A G C A 323 C G G T C C T G A A G C T G C T G T C G A T C T C C T A T G G A C T G G T T G A G T C C T G G G A G T T T C C C A G T C 354
ikan lele.txt ikan nila.txt
324 355
A G A A C C T G - - - - - - - - G G C A A C C C T - - - - A A C C A T A T C T C T G A A A A G C T G G C T G A C C T G A 371 G C T C T C T G T C T G G A G G T T C C T C T C T G A G G A A C C A G A T T T C A C C A A G G C T G T C T G A G C T T A 414
ikan lele.txt ikan nila.txt
372 415
A A A T G G G C A T C G G T G T G C T T A T T G A G G G A T G T G T G G A T G G A C A A A C C A G C C T G G A C G A G A 431 A A A C G G G A A T C T T G C T G C T G A T C A G G G C C A A T C A G G A T G A A G C A G A G A A T T A T C C T G A C A 474
ikan lele.txt ikan nila.txt
432 475
A T G A C G C A T T T - - G C T C C G C C C T T - C G A G G A T T T C T A C C A G A C C C T G A G C G - - A G G G G A A 486 CC CT T T A C G G A A A C T A T T A T C A A A G T C T G G G A G G C A A C G A A T 534 CCGACACCCTCCAGCACGCTC
ikan lele.txt ikan nila.txt
487 535
C T T G A G G A A G A G C T T C C G T C T - G C T G T C T T G C T T T A A G A A A G A C A T G C A C A A A G T G G A G A 545 C G C T G A G A C A A A C T T A T G A A T T G C T G G C T T G C T T C A A G A A G G A C A T G C A C A A G G T G G A G A 594
ikan lele.txt ikan nila.txt
546 595
C T T A T C T C A G C G T G G C C A A G T G C A G G A G G T C C C T G G A T T C C A A C T G C A C T C T G T A G - - - - 601 C C T A C C T G A C G G T A G C T A A A T G T C G A C T C T C T C C A G A A G C A A A C T G C A C T C T G T A G C T C C 654
ikan lele.txt ikan nila.txt
601 655
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 601 A C C T A A T A T T G A T A C T G A T A C G T G C T C T G T A G C C C C A C C C T C A T G T T G G C A A A C T C T G C T 714
ikan lele.txt ikan nila.txt
601 715
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 601 T A C A T G T G T T A G C A T T A G C A A T A G G A T A A T A A T A G C A G T G G T A A T C G T G A C A T C A G A A C G 774
ikan lele.txt ikan nila.txt
601 775
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 601 T T T T T T C T G A C A T A A C T G T G A T G C A A G G T G T G A A C G G G A A T A A T G T T A T C T G T G A A A T A A 834
ikan lele.txt ikan nila.txt
601 835
------------ATGTGTTGCATTG
601 847
LAMPIRAN