EFEKTIVITAS PERENDAMAN HORMON TIROKSIN DAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN TERHADAP KERAGAAN BENIH IKAN PATIN SIAM
NUR AQIL
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
EFEKTIVITAS PERENDAMAN HORMON TIROKSIN DAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN TERHADAP KERAGAAN BENIH IKAN PATIN SIAM
NUR AQIL
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
EFEKTIVITAS PERENDAMAN HORMON TIROKSIN DAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN TERHADAP KERAGAAN BENIH IKAN PATIN SIAM adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Oktober 2012
NUR AQIL C14080067
Judul Skripsi
: Efektivitas Perendaman Hormon Tiroksin dan Hormon Pertumbuhan Rekombinan terhadap Keragaan Benih Ikan Patin Siam
Nama Mahasiswa : Nur Aqil Nomor Pokok
: C14080067
Disetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Agus Oman Sudrajat NIP. 19640813 199103 1 001
Dr. Dinar Tri Soelistyowati NIP. 19611016 198403 2 001
Diketahui Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Sukenda NIP. 19671013 199302 1 001
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni-Juli 2012 adalah pembenihan ikan patin, dengan judul “Efektivitas Perendaman Hormon Tiroksin dan Hormon Pertumbuhan Rekombinan terhadap Keragaan Benih Ikan Patin Siam” bertempat di Teaching Farm Departemen Budidaya Parairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak, diantaranya: Kedua orang tua, Ahmadi dan Taslimah yang selalu memberikan dukungan moril serta doa dan kasih sayangnya. Dr. Agus Oman Sudrajat dan Dr. Dinar Tri Soelistyowati, selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penelitian dan penulisan. Dr. Alimuddin sekalu dosen pembimbing akademik dan Dr. Widanarni sebagai dosen penguji tamu. Dadang Shafruddin, MS. selaku wakil dari komisi pendidikan, yang telah memberikan saran dan evaluasinya. Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam, Kementrian Agama RI atas beasiswa yang diberikan kepada penulis selama studi di Institut Pertanian Bogor ini. Pak Wawan, yang telah memberikan bantuan penyediaan benih ikan patin serta informasi tentang budidaya ikan patin. Teman-teman “pondok ikan” (Muhammad Muttaqin, S.Pi., Dendi Hidayatullah, Burhanuddin Faisal, Ahmad Fauzan, S.Pi., Asep Bulkini, dan Muhammad Firdaus) yang telah memberikan saran dan membantu penulis selama melakukan penelitian serta kebersamaannya selama ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pihak lain yang memerlukannya.
Bogor, Oktober 2012
Nur Aqil
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujungharapan, Desa Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi pada tanggal 09 Agustus 1989. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ahmadi dan Taslimah. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah Madrasah Ibtidaiyah Attaqwa 01 pada tahun 1996 - 2002, lalu melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Attaqwa 01 Putra pada tahun 2002 - 2005, dan melanjutkan di Madrasah Aliyah 01 Putra pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Kementrian Agama RI dengan program studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah magang dalam pembenihan dan pembesaran ikan kerapu bebek di PT. Biru Laut Persada, Tanjung Putus, Lampung. Penulis juga mengikuti Praktik Lapangan Akuakultur dalam pembenihan ikan gurame di PT. Semata, Singaparna, Tasikmalaya. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Dasar-dasar Akuakultur pada tahun ajaran 2010/2011 dan 2011/2012. Selain itu, penulis juga aktif sebagai peserta dalam Program Mahasiswa Wirausaha tahun 2012 dari Direktorat Pengambangan Karir dan Hubungan Alumni Institut Pertanian Bogor yang didanai dengan jenis usaha yaitu pendederan ikan patin. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Efektivitas Perendaman Hormon Tiroksin dan Hormon Pertumbuhan Rekombinan terhadap Keragaan Benih Ikan Patin Siam”.
ABSTRAK NUR AQIL. Efektivitas Perendaman Hormon Tiroksin dan Hormon Pertumbuhan Rekombinan terhadap Keragaan Benih Ikan Patin Siam. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan DINAR TRI SOELISTYOWATI. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas hormon tiroksin (T4) dan hormon pertumbuhan rekombinan (rGH) melalui metode perendaman terhadap keragaan benih ikan patin. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor yaitu dosis T4 (0, 0.01, 0.05, dan 0.10 mg/L) dan dosis rGH (0 dan 10 mg/L). Semua perlakuan diulang tiga kali. Benih ikan patin yang digunakan memiliki rata-rata panjang total 3.2±0.2 cm dan bobot tubuh 0.27±0.07 g. Benih direndam dalam larutan hormon selama 1 jam, kemudian dipelihara selama 15 hari dan diberi pakan buatan sebesar 10% dari biomassa ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap perlakuan hormon yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0.05) terhadap pertumbuhan (T1 4.7 cm; T2 4.7 cm; T3 4.7 cm; GT1 4.7 cm; GT2 4.8 cm; GT3 4.8 cm; rGH 4.6 cm) dan tingkat kelangsungan hidup (T1 97.73%; T2 97.33%; T3 97.07%; GT1 96.27%; GT2 95.47%; GT3 98.13%; rGH 97.60%) dibandingkan kontrol (4.6 cm; 98%). Perlakuan GT2 (145%) dan GT3 (147%) menunjukkan efisiensi pakan yang berbeda nyata (P<0.05) dibandingkan kontrol (141%), T1 (135%), T2 (134%), T3 (130%), GT1 (140%), dan rGH (131%). Dengan demikian, pemberian hormon campuran (T4 dan rGH) memberikan efisiensi pakan yang terbaik. Kata kunci: benih ikan patin, tiroksin, hormon pertumbuhan rekombinan, pertumbuhan, kelangsungan hidup, efisiensi pakan ___________
ABSTRACT NUR AQIL. Effectivity of Immersion Thyroxine and Recombinant Growth Hormone on Variability of Sutchi Catfish Fry. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and DINAR TRI SOELISTYOWATI. This research was conducted to determine the effectiveness of the hormone thyroxine (T4) and recombinant growth hormone (rGH) through immersion method on variability of sutchi catfish fry. This research was using factorial completely randomized design with two factor is T4 doses (0, 0.01, 0.05, and 0.10 mg/L) and rGH doses (0 and 10 mg/L). All treatment was repeated three times. Catfish fry used had an average total length of 3.2±0.2 cm and body weight 0.27±0.07 g. Frys immersed in a solution of hormones for 1 hour, then were reared for 15 days and fed pellet on 10% of the fish biomass. The results showed that any given hormone treatment did not impact significantly different (P>0.05) on growth (T1 4.7 cm; T2 4.7 cm; T3 4.7 cm; GT1 4.7 cm; GT2 4.8 cm; GT3 4.8 cm; rGH 4.6 cm) and survival rate (T1 97.73%; T2 97.33%; T3 97.07%; GT1 96.27%; GT2 95.47%; GT3 98.13%; rGH 97.60%) compared to the control (4.6 cm; 98%). Treatments GT2 (145%) and GT3 (147%) showed feed efficiency significantly different (P<0.05) compared to the control (141%), T1 (135%), T2 (134%), T3 (130%), GT1 (140%), and rGH (131%). Thus, a compound of the hormone (T4 and rGH) give the best feed efficiency. Keywords: sutchi catfish fry, thyroxine, recombinant growth hormone, growth, survival rate, feed efficiency ___________
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
iv
PENDAHULUAN ................................................................................
1
II. BAHAN DAN METODE ..................................................................... 2.1 Rancangan Penelitian ....................................................................... 2.2 Benih Ikan Patin ............................................................................... 2.3 Hormon Tiroksin .............................................................................. 2.4 rGH .................................................................................................. 2.5 Perendaman, Penebaran dan Pemeliharaan Benih ........................... a. Perendaman dalam larutan hormon tiroksin ................................. b. Perendaman dalam larutan rGH ................................................... c. Perendaman dalam larutan hormon tiroksin dan rGH .................. d. Pemberian Pakan .......................................................................... 2.6 Pengamatan Benih ........................................................................... a. Pengukuran benih (panjang dan bobot) ........................................ b. Pertumbuhan panjang relatif ........................................................ c. Laju pertumbuhan harian bobot .................................................... d. Tingkat kelangsungan hidup ........................................................ e. Efisiensi pakan .............................................................................. 2.7 Pengukuran Kualitas Air .................................................................. 2.8 Analisis statistik ...............................................................................
5 5 5 5 6 6 6 7 7 7 7 7 8 8 8 9 9 9
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 3.1 Hasil ................................................................................................. 3.1.1 Pertumbuhan ............................................................................ 3.1.2 Tingkat kelangsungan hidup ................................................... 3.1.3 Efisiensi pakan ........................................................................ 3.2 Pembahasan ......................................................................................
10 10 10 13 13 14
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 4.1 Kesimpulan ...................................................................................... 4.2 Saran ................................................................................................
20 20 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
21
LAMPIRAN .................................................................................................
24
I.
DAFTAR TABEL Halaman 1. Faktorial pada perlakuan dosis hormon tiroksin dan rGH .......................
5
2. Rata-rata panjang total, bobot akhir, pertumbuhan panjang relatif, dan laju pertumbuhan harian (SGR) bobot benih ikan patin pada perlakuan perendaman dalam hormon tiroksin dan rGH ..........................................
10
ii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Panjang total benih ikan patin ..................................................................
11
2. Bobot benih ikan patin .............................................................................
11
3. Pertumbuhan panjang relatif benih ikan patin ..........................................
12
4. Laju pertumbuhan harian bobot benih ikan patin .....................................
12
5. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan patin ..........................................
13
6. Efisiensi pakan benih ikan patin pada perlakuan perendaman dalam hormon tiroksin dan rGH .........................................................................
13
iii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perhitungan kandungan tiroksin per tablet Thyrax ..................................
25
2. Hasil uji interaksi antara dua variabel dalam parameter pertumbuhan ....
25
3. Hasil uji interaksi antara dua variabel dalam parameter SR ....................
26
4. Nilai efisiensi pakan tiap perlakuan dan ulangan .....................................
26
5. Hasil uji interaksi antara dua variabel dalam parameter efisiensi pakan ..
27
6. Uji lanjut Duncan pada parameter efisiensi pakan ...................................
27
7. Kualitas air media pemeliharaan benih ikan patin selama penelitian ......
27
8. Analisis biaya tiap perlakuan per 1000 ekor benih ..................................
28
iv
I. PENDAHULUAN Ikan patin memiliki potensi yang besar untuk dibudidayakan secara komersial, karena ikan konsumsi air tawar ini relatif lebih mudah dibudidayakan, bernilai ekonomis, dan banyak digemari oleh masyarakat terutama di pulau Sumatera dan Kalimantan (Zelvina 2009). Harga larva ikan patin berkisar antara Rp. 5-7/ekor, sedangkan untuk harga benih ukuran ¾ inchi Rp. 60-70/ekor, ukuran 1 inchi Rp. 80/ekor, ukuran 2 inchi Rp. 250/ekor dan ukuran 3 inchi Rp. 350/ekor. Menurut Hamid et al. (2009) budidaya ikan patin, baik dalam ukuran benih maupun konsumsi didominasi oleh jenis patin siam (Pangasius hypophthalmus). Ikan patin siam banyak dipilih petani untuk dibudidayakan karena mempunyai kelangsungan hidup yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap kondisi perairan yang ekstrim seperti kandungan oksigen terlarut dan pH yang rendah. Ikan patin merupakan salah satu dari sepuluh komoditas unggulan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang ditargetkan pada tahun 2014 produksinya mencapai 1.883.000 ton. Pada tahun 2011, target kebutuhan benih ikan patin nasional mencapai 478.000.000 ekor, namun total produksi sampai akhir tahun 2011 hanya sebesar 263.023.634 ekor atau terpenuhi sekitar 55%. Pada tahun 2012 ini, produksi ikan patin nasional ditargetkan 651.000 ton. Sementara itu, proyeksi kebutuhan benih ikan patin hanya untuk wilayah Sumatera saja sebesar 251.900.000 ekor dengan target produksi 97.100 ton. Selain itu, pada tahun 2012 ini KKP menetapkan ikan patin sebagai salah satu komoditas industrialisasi budidaya perikanan bersama udang, bandeng, dan rumput laut (KKP 2012). Kebutuhan benih ikan patin yang masih belum terpenuhi disebabkan oleh produksi benih yang tidak berkesinambungan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pembenihan yang cukup rumit serta ketersedian lahan potensial yang kurang memadai. Menurut Bukit (2007) pembenihan ikan patin lebih banyak berkembang di Jawa Barat dibanding daerah lain, hal ini dikarenakan oleh kondisi cuaca, iklim, dan pH air yang menunjang, serta pakan yang berupa cacing sutera banyak ditemukan di Jawa Barat. Hal ini berbeda
1
dengan wilayah Kalimantan dan Sumatera yang lebih fokus pada usaha pembesaran. Produksi yang berkesinambungan salah satunya dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kapasitas produksi per satuan waktu dan pengaturan pola tanam. Namun, hal tersebut juga akan mengakibatkan kebutuhan lahan yang lebih luas. Cara lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi namun tanpa penambahan lahan adalah dengan menyingkat waktu produksi per siklus. Menyingkat waktu produksi per siklus dapat dilakukan dengan cara mempercepat pertumbuhan ikan, namun juga tidak mengurangi kapasitas produksi dan tidak menurunkan tingkat kelangsungan hidup serta efisiensi pakan. Melihat dari hal tersebut,
maka
diperlukan
suatu
teknik
budidaya
untuk
mempercepat
pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup serta efisiensi pakan, agar lama waktu proses produksi dapat dipersingkat dan menghasilkan jumlah yang maksimal. Hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan benih ikan patin nasional. Penggunaan teknik rekayasa hormonal merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan secara signifikan. Beberapa hormon yang telah diketahui memiliki peran positif dalam meningkatkan pertumbuhan ikan antara lain adalah hormon tiroksin (T4) dan hormon pertumbuhan (growth hormone/ GH). Hormon tiroksin merupakan salah satu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid berfungsi untuk membuat, menyimpan, dan mengeluarkan zat yang berhubungan dengan pengaturan laju metabolisme (Turner dan Bagnara 1976). GH merupakan rantai polipeptida rantai tunggal dengan ukuran 22 kDa yang dihasilkan di kelenjar pituitari dengan fungsi pleiotropik pada setiap hewan vertebrata (Rousseau dan Dufour 2007). Penggunaan hormon tiroksin dan GH dalam merangsang pertumbuhan ikan telah dilakukan melalui beberapa metode, antara lain melalui penyuntikan atau injeksi, melalui pakan atau secara oral, dan perendaman. Diantara metode tersebut pemberian melalui pakan dan perendaman merupakan metode yang secara teknis lebih mudah diaplikasikan dalam budidaya. Hormon tiroksin di dalam tubuh berperan penting dalam proses metabolisme, perkembangan, dan pertumbuhan jaringan (Turner dan Bagnara 1976), hormon ini juga dapat mempengaruhi metabolisme, meningkatkan
2
pertumbuhan dalam panjang dan bobot, memicu produksi GH, mempengaruhi pigmentasi, meningkatkan tingkah laku ikan, menurunkan efisiensi fosforilasi dan meningkatkan aktivitas spesifik sistem enzim oksidatif (Matty 1985). GH berfungsi mengatur pertumbuhan jaringan, reproduksi, sistem imun, dan mengatur tekanan osmosis pada ikan teleostei, serta mengatur metabolisme di antaranya yaitu aktivitas lipolitik dan anabolisme protein pada vertebrata (Rousseau dan Dufour 2007). Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa pemberian hormon tiroksin dapat meningkatkan perkembangan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup larva maupun benih ikan. Lam (1980) melaporkan pemberian hormon tiroksin 0.1 ppm pada larva ikan mujair melalui perendaman dapat meningkatkan perkembangan dan kelangsungan hidup dibandingkan dengan kontrol. Menurut Nacario (1983) perendaman benih ikan nila pada larutan hormon tiroksin 0.1 ppm dan 0.3 ppm meningkatkan pertumbuhan bobot sebesar 29% dan 8.9% serta panjang total sebesar 7.2% dan 1.9 %. Namun, pada dosis 0.3 ppm menyebabkan abnormalitas pada sirip dada. Reddy dan Lam (1992) perendaman larva ikan mas koki mata balon pada larutan hormon tiroksin 0.02 ppm dan 0.05 ppm meningkatkan pertumbuhan dibandingkan kontrol, dan perendaman benih ikan mas koki mata balon dalam larutan hormon tiroksin 0.05 ppm dan 0.1 ppm serta hormon triiodotironin 0.01 ppm dapat meningkatkan pertumbuhan benih sebesar 15-24%. Penggunaan rekombinan GH (rGH) dalam meningkatkan pertumbuhan pada berbagai ikan telah banyak dilaporkan. Pemberian rGH pada ikan rainbow trout dapat meningkatkan pertumbuhan sebesar 50% (Sekine et al. 1985). Pemberian rGH ikan mas sebesar 0.1 µg/g bobot tubuh pada benih ikan nila dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 53.1% dibandingkan dengan kontrol (Li et al. 2003). Menurut Funkenstein et al. (2005) pemberian rGH sebesar 0.5 µg/g sebanyak 1 kali per minggu selama 4 minggu pada ikan baronang meningkatkan bobot tubuh sebesar 20% dibandingkan kontrol. Alimuddin et al. (2010) melaporkan bahwa pemberian rGH yang berbeda pada ikan nila melalui teknik penyuntikan dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 20.94% (rGH ikan kerapu kertang), 18.09% (rGH ikan mas), dan 16.99% (rGH ikan gurame). Perendaman
3
benih ikan gurame dalam larutan rGH 30 mg/l dapat meningkatkan bobot ikan gurame sebesar 75% (Putra 2011). Aplikasi kombinasi hormon tiroksin dan rGH telah dilakukan terhadap larva ikan patin. Muttaqin (2012) melaporkan bahwa perendaman larva ikan patin pada larutan hormon tiroksin 0.1 mg/L dan ElrGH 10 mg/L dapat meningkatkan efisiensi penyerapan kuning telur dan pertumbuhan dibandingkan kontrol. Pemberian hormon kombinasi ini meningkatkan pertumbuhan larva ikan patin sebesar 20% pada hari ke-6 dan 10.5% pada akhir penelitian. Selanjutnya dalam penelitian ini akan diaplikasikan pada benih ikan patin. Berdasarkan peran dan fungsi kedua hormon tersebut, penelitian ini ingin menguji efektivitas penggunaan hormon tiroksin dan rGH serta kombinasinya terhadap keragaan benih ikan patin siam melalui metode perendaman.
4
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor yaitu dosis hormon tiroksin dan dosis rGH (Tebel 1). Dosis hormon tiroksin yaitu 0 mg/L, 0.01 mg/L, 0.05 mg/L, dan 0.1 mg/L, sementara dosis rGH yaitu 0 mg/L dan 10 mg/L. Semua perlakuan diulang tiga kali. Tabel 1 Faktorial pada perlakuan dosis hormon tiroksin dan rGH Hormon Tiroksin (mg/L) rGH (mg/L)
0
0.01
0.05
0.1
0
Kontrol
T1
T2
T3
10
rGH
GT1
GT2
GT3
2.2 Benih Ikan Patin Benih diperoleh dari petani patin di daerah Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Benih patin yang digunakan memiliki panjang total 3.2±0.2 cm dengan bobot tubuh 0.27±0.07 g dan berumur 40 hari. Benih ini dihasilkan dari pemijahan buatan induk ikan patin dan dilanjutkan dengan pemeliharaan larva hingga mencapai ukuran benih.
2.3 Hormon Tiroksin Hormon tiroksin yang digunakan yaitu hormon tiroksin komersial bermerek dagang Thyrax. Kandungan tiroksin per tablet Thyrax adalah 100 mcg atau setara dengan 0.1 mg tiroksin (Lampiran 1). Thyrax (levothyroxine sodium) dengan dosis 0.1 mg per tablet diambil sebanyak 10 tablet dan digerus dengan mortar, lalu dilarutkan dalam 10 L air sehingga diperoleh dosis 0.1 mg/L (larutan stok). Dosis 0.01 mg/L diperoleh dengan cara 1 L larutan stok diencerkan dengan 9 L air. Dosis 0.05 mg/L diperoleh dengan cara 3 L larutan stok diencerkan dengan 3 L air, dan untuk dosis 0.1 mg/L diperoleh dari larutan stok tanpa dilakukan pengenceran.
5
2.4 rGH Produksi protein rGH dilakukan menggunakan bakteri E. Coli BL.21 yang mengandung pCold-rElGH dikultur awal dalam 3 mL media LB cair yang mengandung ampisilin dan NaOH 5M, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 jam dengan shaker 200 rpm. Setelah itu dilakukan subkultur dengan mengambil sebanyak 1% dari kultur awal dan dimasukkan ke dalam 100 mL media LB cair baru yang mengandung ampisilin dan NaOH 5M, kemudian diinkubasi lagi pada suhu 37oC selama 3 jam dengan shaker 200 rpm. Induksi produksi rGH dilakukan dengan memberikan kejutan suhu 15oC selama 30 menit, ditambahkan IPTG (100 mM) sebanyak 750 µL dan diinkubasi pada suhu 15oC selama 24 jam dengan shaker. Bakteri hasil kultur dikumpulkan dengan cara disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit. Lisis dinding sel bakteri dilakukan secara kimiawi menggunakan lysozim. Pelet bakteri hasil sentrifugasi dicuci menggunakan buffer Tris-EDTA (TE) sebanyak 1 mL per 200 mg bakteri dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 20 menit. Selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit, kemudian supernatan dalam tabung mikro dibuang. Pelet bakteri (natan) yang diperoleh dalam tabung mikro ditambahkan larutan lisozim (10 mg dalam 1 mL buffer TE) sebanyak 500 µL, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 20 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit, supernatan dibuang dan pelet yang terbentuk merupakan protein rGH dalam bentuk badan inklusi (inclusion body). Pelet rGH dicuci dengan PBS (phosphate buffer saline) sebanyak 1 kali dan disimpan pada suhu -80oC hingga akan digunakan.
2.5 Perendaman, Penebaran dan Pemeliharaan Benih a. Perendaman dalam larutan hormon tiroksin Benih diambil sebanyak 250 ekor untuk setiap dosis perlakuan hormon tiroksin, lalu direndam dengan larutan hormon tiroksin selama 1 jam. Setelah 1 jam benih direndam dalam larutan tiroksin, kemudian benih diangkat dan dimasukkan ke dalam akuarium pemeliharaan yang berukuran 50 x 30 x 25 cm. Padat penebaran perendaman dalam larutan tiroksin yaitu 50 ekor/200 mL. Benih dipelihara selama 15 hari, dengan padat penebaran 10 ekor/L.
6
b. Perendaman dalam larutan rGH Sebanyak 250 ekor benih ikan patin dimasukkan ke dalam media yang mengandung protein rGH dengan dosis 10 mg/L selama 1 jam. Setelah 1 jam benih direndam, kemudian benih diangkat dan dimasukkan ke dalam akuarium pemeliharaan yang berukuran 50 x 30 x 25 cm. Padat penebaran perendaman dalam media yang mengandung protein rGH yaitu 50 ekor/200 mL. Benih dipelihara selama 15 hari, dengan padat penebaran 10 ekor/L. c. Perendaman dalam larutan hormon tiroksin dan rGH Benih diambil sebanyak 250 ekor untuk setiap dosis perlakuan, kemudian dimasukkan ke dalam media yang mengandung protein rGH dengan dosis 10 mg/L dan hormon tiroksin dengan dosis 0.01 mg/L, 0.05 mg/L, dan 0.1 mg/L dengan lama waktu perendaman 1 jam. Selanjutnya setelah 1 jam benih direndam, kemudian benih diangkat dan dimasukkan ke dalam akuarium pemeliharaan yang berukuran 50 x 30 x 25 cm. Padat penebaran perendaman yaitu 50 ekor/200 mL. Benih dipelihara selama 15 hari, dengan padat penebaran 10 ekor/L. d. Pemberian Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu berupa pakan buatan komersil berbentuk butiran dan merupakan pakan terapung. Pakan yang diberikan memiliki kandungan protein sebesar 40%. Jumlah pakan yang diberikan per hari yaitu sebesar 10% dari biomassa ikan. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali/hari, yaitu pada pagi, siang, dan sore hari. 2.6 Pengamatan Benih a. Pengukuran benih (panjang dan bobot) Pengukuran panjang benih ikan patin dilakukan dengan cara mengukur panjang total. Panjang total adalah jarak antara ujung terminal mulut hingga ujung sirip ekor. Panjang total dihitung dengan cara mengambil lima ekor ikan setiap ulangan secara acak, selanjutnya diukur panjang total menggunakan penggaris. Pengukuran bobot ikan diukur menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.01 g. Pengukuran ini dilakukan dengan cara mengambil lima ekor ikan setiap ulangan secara acak, lalu ditimbang bobot ikan per ekor. Pengukuran panjang dan bobot benih ikan patin menggunakan individu yang sama. Pengukuran ini dilakukan setiap 3 hari sekali. 7
b. Pertumbuhan panjang relatif Pertumbuhan panjang relatif dapat dihitung dengan rumus (Effendie 1979):
Keterangan: lt
: Panjang rata-rata benih pada waktu ke-t (cm/ekor)
lo
: Panjang rata-rata benih pada waktu ke-o (cm/ekor)
c. Laju pertumbuhan harian bobot Laju pertumbuhan harian atau disebut juga dengan Spesific growth rate (SGR) merupakan persentase pertumbuhan ikan per hari. Laju pertumbuhan harian bobot ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Huisman 1987): [√
]
Keterangan: wt
: Berat rata-rata benih pada waktu ke-t (g/ekor)
wo
: Berat rata-rata benih pada waktu ke-o (g/ekor)
t
: Periode pengamatan (hari)
SGR
: Laju pertumbuhan harian (%)
d. Tingkat kelangsungan hidup Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) merupakan persentase jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah ikan awal tebar. Tingkat kelangsungan hidup dinyatakan dengan persamaan berikut (Goddard 1996):
Keterangan: Nt
: Jumlah ikan pada waktu akhir pemeliharaan (ekor)
No
: Jumlah ikan pada waktu awal pemeliharaan (ekor)
SR
: Tingkat kelangsungan hidup (%)
8
e. Efisiensi pakan Efisiensi pakan (EP) merupakan persentase pemanfaatan pakan yang diberikan untuk pertumbuhan ikan. Efisiensi pakan dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Zonneveld et al. 1991):
Keterangan: Wt
: Biomassa ikan pada waktu ke-t (g)
Wo
: Biomassa ikan pada waktu ke-o (g)
Wm
: Biomassa ikan yang mati (g)
Pa
: Jumlah pakan yang diberikan (g) Perhitungan
jumlah
pakan
yang
diberikan
adalah
dengan
cara
mengakumulasikan pakan yang dihabiskan per hari dari awal hingga akhir pemeliharaan untuk masing-masing perlakuan dan ulangan.
2.7 Pengukuran Kualitas Air Kualitas air yang diukur meliputi suhu, DO, pH, kesadahan, alkalinitas, dan Total Ammonia Nitrogen (TAN). Pengukuran suhu dilakukan setiap hari pada jam 06:00 WIB, 12:00 WIB, dan 18:00 WIB, sedangkan DO, pH, kesadahan, alkalinitas, dan TAN dilakukan pada awal sebelum penebaran dan akhir pemeliharaan.
2.8 Analisis Statistik Data pertumbuhan panjang, pertumbuhan bobot, pertumbuhan panjang relatif, laju pertumbuhan harian bobot, tingkat kelangsungan hidup, dan efisiensi pakan yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan program MS. Excel 2010 dan SPSS 17.0. Analisis deskriptif digunakan untuk mengevaluasi pengaruh kualitas air.
9
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Pertumbuhan benih ikan patin pada akhir pemeliharaan yang diberi perlakuan hormon maupun kontrol disajikan pada Tabel 2. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa pada akhir pemeliharaan pertumbuhan ikan patin yang diberi perlakuan hormon tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan dengan ikan kontrol (Lampiran 2). Tabel 2 Rata-rata panjang total, bobot akhir, pertumbuhan panjang relatif, dan laju pertumbuhan harian (SGR) bobot benih ikan patin pada perlakuan perendaman dalam hormon tiroksin dan rGH Perlakuan
Panjang Total (rataan±SD; cm)
Bobot Akhir (rataan±SD; g/ekor)
Panjang Relatif (rataan±SD; %)
SGR Bobot (rataan±SD; %)
Kontrol
4.6±0.1
0.78±0.02
2.99±0.12
7.36±0.19
T1
4.7±0.1
0.77±0.05
3.19±0.12
7.26±0.42
T2
4.7±0.2
0.75±0.07
3.06±0.32
7.00±0.69
T3
4.7±0.1
0.72±0.03
3.06±0.12
6.78±0.29
GT1
4.7±0.1
0.79±0.07
3.19±0.32
7.46±0.56
GT2
4.8±0.2
0.81±0.02
3.40±0.12
7.57±0.22
GT3
4.8±0.1
0.83±0.10
3.33±0.21
7.71±0.91
rGH
4.6±0.1
0.72±0.02
2.99±0.12
6.76±0.20
Pertumbuhan panjang benih ikan patin meningkat seiring bertambahnya waktu pada ikan kontrol maupun ikan perlakuan hormon (Gambar 1). Pada akhir pemeliharaan, ikan perlakuan hormon tiroksin memiliki rata-rata panjang total 4.7 cm, ikan perlakuan hormon campuran (GT) memiliki rata-rata panjang total berkisar antara 4.7-4.8 cm, perlakuan rGH 4.6 cm dan ikan kontrol 4.6 cm. Pertumbuhan bobot benih ikan patin kontrol dan perlakuan hormon disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa bobot ikan pada setiap perlakuan bertambah seiring waktu berjalan. Pada akhir pemeliharaan, ikan perlakuan hormon tiroksin memiliki bobot tubuh berkisar antara 0.72-0.77 g, ikan perlakuan hormon campuran berkisar antara 0.79-0.83 g, perlakuan rGH 0.72 g, dan kontrol sebesar 0.78 g.
10
Panjang Total (cm)
6 5 4 3 2 1 0 0
3
6
9
12
15
Hari KeGambar 1 Panjang total benih ikan patin. (♦) kontrol, (■) T1, (▲) T2, () T3, () GT1, (●) GT2, (ǀ) GT3, dan rGH.
Bobot (g/ekor)
1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 0
3
6
9
12
15
Hari KeGambar 2 Bobot benih ikan patin. (♦) kontrol, (■) T1, (▲) T2, () T3, () GT1, (●) GT2, (ǀ) GT3, dan rGH. Pertumbuhan panjang relatif benih ikan patin kontrol dan perlakuan hormon disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan gambar tersebut, pemberian perlakuan hormon tidak memberikan pengaruh yang berbeda (P>0.05) (Lampiran 2c). Ikan kontrol memiliki pertumbuhan panjang relatif sebesar 2.99%, ikan perlakuan hormon tiroksin memiliki pertumbuhan panjang relatif berkisar antara 3.063.19%, ikan perlakuan hormon campuran memiliki pertumbuhan panjang relatif berkisar antara 3.19-3.40%, dan ikan perlakuan rGH sebesar 2.99%.
11
Pertumbuhan Panjang Relatif (%)
4.00 3.50
3.00
2.99
3.19
3.06
3.06
3.19
3.40
3.33 2.99
2.50 2.00 1.50 1.00
a
a
a
a
a
a
a
a
Kontrol
T1
T2
T3
GT1
GT2
GT3
rGH
0.50 0.00 Perlakuan
Gambar 3 Pertumbuhan panjang relatif benih ikan patin. Laju pertumbuhan harian bobot benih ikan patin kontrol dan perlakuan hormon disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan gambar tersebut, laju pertumbuhan harian bobot ikan perlakuan hormon tiroksin menurun dengan meningkatnya dosis hormon, sedangkan untuk perlakuan hormon campuran (GT) laju pertumbuhan harian bobot ikan perlakuan cenderung meningkat dengan meningkatnya dosis hormon. Namun, laju pertumbuhan harian bobot benih ikan patin tidak berbeda
Laju Pertumbuhan Harian Bobot (%)
nyata (P>0.05) antar perlakuan (Lampiran 2d). 9.00 8.00
7.36
7.46
7.57
7.71
7.26
7.00
6.78
a
a
a
a
a
a
a
a
Kontrol
T1
T2
T3
GT1
GT2
GT3
rGH
7.00
6.76
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 Perlakuan
Gambar 4 Laju pertumbuhan harian bobot benih ikan patin.
12
3.1.2 Tingkat kelangsungan hidup Tingkat kelangsungan hidup (Gambar 5) benih ikan patin yang diberi perlakuan hormon tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0.05) dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 3). Tingkat kelangsungan hidup yang didapatkan
Tingkat Kelangsungan Hidup (%)
berkisar antara 95.47-98.13%. 100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
98.00
97.73
97.33
97.07
96.27
95.47
98.13
97.60
a
a
a
a
a
a
a
a
Kontrol
T1
T2
T3
GT1
GT2
GT3
rGH
Perlakuan
Gambar 5 Tingkat kelangsungan hidup benih ikan patin. 3.1.2 Efisiensi pakan Efisiensi pakan (Gambar 6; Lampiran 4) pada perlakuan GT2 (145±3%) dan GT3 (147±8%) memiliki nilai efisiensi pakan yang lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol, tetapi antara perlakuan GT2 dan GT3 tidak berbeda nyata (P>0.05) dalam efisiensi pakan (Lampiran 5 dan Lampiran 6). 160
141
Efisiensi Pakan (%)
145
a
bcd
d
d
ab
T3
GT1
GT2
GT3
rGH
134
130
cd
abc
abc
Kontrol
T1
T2
140
147
140
135
131
120 100 80 60 40 20 0 Perlakuan
Gambar 6 Efisiensi pakan benih ikan patin pada perlakuan perendaman dalam hormon tiroksin dan rGH.
13
3.2 Pembahasan Pemberian perlakuan hormon tiroksin, rGH, dan kombinasinya melalui perendaman tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan dan laju pertumbuhan harian, hal ini diduga pemanfaatan bahan makanan yang telah dicerna oleh ikan banyak digunakan untuk keperluan metabolisme dibandingkan untuk pertumbuhan ikan itu sendiri. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ikan yang diberi perlakuan hormon tidak berbeda dibandingkan dengan ikan kontrol. Menurut Affandi dan Tang (2002) sebagian atau bahkan seluruh energi yang dapat dimetabolisir akan digunakan untuk proses metabolisme. Kebutuhan energi untuk metabolisme harus dipenuhi terlebih dahulu, apabila berlebih maka kelebihannya akan digunakan untuk pertumbuhan. Hal ini berarti bahwa apabila energi yang dapat dimetabolisasi jumlahnya terbatas maka energi tersebut hanya akan digunakan untuk metabolisme saja dan tidak untuk pertumbuhan. Penurunan laju pertumbuhan harian serta semakin kecilnya bobot ikan pada akhir pemeliharaan dengan meningkatnya pemberian dosis hormon tiroksin diduga akibat pengaruh negatif dari hormon tiroksin tersebut. Hal ini diduga karena terjadi kelebihan konsentrasi hormon tiroksin dalam tubuh yang menyebabkan abnormalitas pada metabolisme tubuh. Penurunan laju pertumbuhan akibat kelebihan konsentrasi hormon tiroksin juga pernah dilaporkan oleh Zairin et al. (2005) pada ikan plati koral. Kelebihan konsentrasi hormon tiroksin dalam tubuh diduga kelenjar tiroid ikan telah mampu menghasilkan hormon sesuai dengan kebutuhan, seperti hormon tiroksin dan hormon triiodotironin yang berhubungan dengan pengaturan laju metabolisme. Oleh karena itu, penambahan hormon tiroksin dari luar dengan dosis yang cukup tinggi dapat meningkatkan konsentrasi hormon tiroksin dalam tubuh sehingga melebihi jumlah yang dibutuhkan. Nacario (1983) melaporkan bahwa folikel tiroid tidak ditemukan pada larva ikan nila, namun pada benih ikan nila folikel tiroid dapat ditemukan. Mengacu dari penelitian yang dilakukan Nacario, diduga pada benih ikan patin yang digunakan sebagai ikan uji telah terdapat folikel tiroid. Djojosoebagio (1996) menyatakan bahwa individu dengan kadar tiroksin yang tinggi biasanya cenderung selalu kurus karena seolah-olah individu tersebut
14
melakukan metabolisme terhadap sel-selnya sendiri. Hal inilah yang diduga terjadi pada ikan perlakuan hormon tiroksin dengan meningkatnya dosis hormon yang diberikan. Menurut Zairin et al. (2005) konsentrasi hormon tiroksin yang tinggi pada darah menyebabkan kecepatan pembentukan dan perusakan sel hampir sama sehingga penambahan sel baik jumlah maupun ukuran relatif tidak ada. Selain itu, kerja hormon tiroid diduga lebih anabolik pada dosis optimum, sebaliknya akan lebih bersifat katabolik jika melebihi konsentrasi optimum. Konsentrasi hormon tiroksin mengontrol produksi insulin, jika konsentrasi hormon tiroksin meningkat maka pemecahan insulin meningkat sehingga menyebabkan produksi insulin oleh pankreas juga meningkat. Jika tidak terjadi keseimbangan, akan terjadi peningkatan konsentrasi hormon tiroksin dalam darah sehingga meningkatkan deiodinasi yang akan berpengaruh pada peningkatan sekresi hormon triiodotironin. Pada beberapa jaringan peningkatan deiodinasi ini dapat menyebabkan pengaruh yang berlawanan. Matty (1985) menyatakan juga bahwa pada dosis yang tinggi hormon tiroksin bersifat katabolik. Kadar tiroksin pada ikan teleostei biasanya dibawah 500 ng/100 ml. Perlambatan pertumbuhan akibat pemberian hormon tiroksin juga terjadi pada ikan salmon seperti dilaporkan Dales dan Hoar (1954); Honma dan Murakawa (1955) dalam Nacario (1983). Perlakuan hormon campuran (GT) memperlihatkan hasil yang sebaliknya, dimana pertumbuhan bobot dan laju pertumbuhan harian meningkat seiring dengan meningkatnya pemberian dosis hormon tiroksin. Hasil yang didapatkan pada perlakuan hormon tiroksin dibandingkan dengan perlakuan hormon tiroksin yang dicampur dengan rGH, mengindikasikan terdapat peran yang positif dari rGH itu sendiri dalam mengontrol kadar hormon tiroksin yang tinggi dalam tubuh ikan. Hal tersebut terkait dengan fungsi rGH yang memiliki fungsi pleiotropik pada setiap hewan vertebrata. Mekanisme interaksi antara hormon tiroksin dan rGH belum diketahui secara pasti. Namun diduga, rGH berperan dalam mengatur metabolisme dalam tubuh ikan, yang berkaitan dengan aktivitas lipolitik, katabolisme, anabolisme, dan laju oksidasi bahan makanan sehingga dapat menekan pengaruh negatif dari hormon tiroksin yang berlebihan. Menurut Turner dan Bagnara (1976) GH adalah hormon anabolik protein yang mempengaruhi pertumbuhan banyak jaringan, tidak hanya sistem kerangka saja. Hormon ini
15
tampak menunda katabolisme asam-asam amino dan memacu inkorporasinya ke dalam protein tubuh. Pengaruh hormon tiroksin yang tidak signifikan terjadi juga pada ikan betutu, ikan sebelah dan ikan gurame. Menurut Roger (1997) panjang total ikan betutu yang direndam dalam 0.1 ppm tiroksin pada umur yang berbeda (0, 10, dan 20 jam), setelah sembilan hari pemeliharaan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Yoo et al. (2000) juga melaporkan bahwa ikan sebelah yang diberi perlakuan berupa perendaman 10 nM tiroksin pada stadia larva yang berbeda, setelah 40 hari pemeliharaan memiliki panjang total dan rata-rata pertumbuhan spesifik yang sama dengan kontrol. Ikan gurame dengan umur yang berbeda (1, 5, dan 10 hari setelah menetas) yang diberi perlakuan hormon tiroksin 0.1 ppm selama 24 jam, setelah 56 hari pemeliharaan tidak berbeda nyata dengan kontrol dalam panjang total dan bobot tubuh (Mulyati et al. 2002). Menurut Nacario (1983) respon tiap jenis ikan berbeda-beda, bergantung kepada metode pemberian, jenis hormon, dosis, dan lama waktu perlakuan. Selain itu, Lam et al. (1985) menyatakan bahwa stadia ikan yang digunakan pun mempengaruhi sensitivitas terhadap hormon tiroksin. Pemberian rGH yang tidak signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan juga pernah dilaporkan oleh Husna (2012), dimana benih ikan betok yang diberi perlakuan perendaman rGH ikan kerapu kertang pada dosis yang berbeda (3, 6, dan 12 ppm) tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan pada bobot tubuh akhir dan laju pertumbuhan harian, namun signifikan terhadap panjang baku dan panjang total pada dosis 12 ppm. Pengaruh pemberian rGH yang tidak signifikan diduga akibat penyerapan rGH yang tidak optimal pada saat perendaman. Rendahnya efek pertumbuhan bisa juga disebabkan oleh kurang tepatnya rGH yang diberikan. Rahmawaty (2011) menyatakan bahwa perbedaan pengaruh pertumbuhan dapat terjadi dikarenakan perbedaan rGH yang digunakan. Hal ini dikarenakan tidak cocoknya rGH yang diberikan terhadap reseptor hormon pertumbuhan yang terdapat di dalam tubuh ikan target (Birzniece et al. 2009). Selain itu, menurut Schulte (1989) cara pemberian, dosis, waktu dan frekuensi perendaman mempengaruhi efektifitas hormon pertumbuhan yang diberikan.
16
Perlakuan hormon yang diberikan pada percobaan ini pun tidak efektif dalam meningkatkan tingkat kelangsungan hidup benih ikan patin. Menurut SNI (2000) tentang produksi benih ikan patin siam kelas benih sebar, tingkat kelangsungan hidup ikan patin pada pendederan tahap II yaitu berkisar antara 8085%. Pada percobaan ini, walaupun pemberian hormon tiroksin dan hormon rGH tidak efektif dalam meningkatkan tingkat kelangsungan hidup, namun tingkat kelangsungan hidup benih ikan patin masih berada di atas 95%. Yoo et al. (2000) juga melaporkan tentang pemberian hormon tiroksin yang tidak efektif dalam meningkatkan tingkat kelangsungan hidup, dimana tingkat kelangsungan hidup ikan sebelah yang direndam dalam larutan hormon tiroksin pada stadia yang berbeda setelah 40 hari sama dengan kontrol yaitu sebesar 60%. Pemberian hormon tiroksin yang tidak efektif dalam meningkatkan tingkat kelangsungan hidup juga dilaporkan Mulyati et al. (2002), dimana tingkat kelangsungan hidup ikan gurame yang direndam dalam larutan hormon tiroksin pada umur larva yang berbeda setelah 56 hari pemeliharaan sama dengan kontrol yaitu sebesar 60-70%. Zairin et al. (2005) juga melaporkan bahwa ikan plati koral yang diberikan hormon tiroksin melalui pakan tidak berpengaruh nyata pada tingkat kelangsungan hidup ikan uji. Pemberian rGH pada percobaan ini juga tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata dalam tingkat kelangsungan hidup. Hal serupa juga dilaporkan oleh Husna (2012), dimana pemberian rGH ikan kerapu kertang pada benih ikan betok melalui perendaman tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata dalam tingkat kelangsungan hidup dibandingkan dengan kontrol setelah 8 minggu pemeliharaan. Selain itu, Muttaqin (2012) juga melaporkan bahwa larva ikan patin yang diberikan hormon tiroksin 0.1 ppm dan rGH ikan kerapu kertang 10 ppm melalui perendaman tidak berbeda nyata dalam tingkat kelangsungan hidup dibandingkan dengan kontrol setelah 12 hari pemeliharaan. Efisiensi pakan pada ikan perlakuan GT2 dan GT3 menunjukkan hasil yang signifikan (P<0.05) dalam pemanfaatan pakan yang diberikan dibandingkan dengan ikan perlakuan lain dan kontrol, namun di antara keduanya tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan hormon campuran lebih efisien dalam memanfaatkan bahan makanan dibandingkan dengan hormon tiroksin atau
17
pun rGH saja. Efisiensi dalam pemanfaatan bahan makanan juga pernah dilaporkan oleh Muttaqin (2012), dimana larva ikan patin yang diberi perlakuan perendaman hormon campuran (hormon tiroksin 0.1 ppm dan rGH ikan kerapu kertang 10 ppm) lebih efisien dalam pemanfaatan kuning telur dibandingkan dengan perlakuan hormon tiroksin ataupun rGH saja. Hal tersebut terlihat dari hasil yang didapatkan, pada jam ke-16 kuning telur perlakuan tiroksin telah terserap 96.97% dengan menghasilkan panjang total pada hari ke-3 sebesar 7.88 mm, sedangkan pada perlakuan hormon campuran kuning telur yang terserap hanya 20.59% dengan menghasilkan panjang total pada hari ke-3 sebesar 7.72 mm. Efisiensi pakan pada perlakuan hormon tiroksin menurun seiring meningkatnya dosis yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pakan yang dikonsumsi oleh ikan perlakuan hormon tiroksin, akan tetapi hal tersebut tidak memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ikan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bahan makanan yang dicerna banyak digunakan untuk metabolisme dibandingkan untuk pertumbuhan. Hal ini diduga terjadi abnormalitas pada metabolisme yang disebabkan tingginya kadar tiroksin dalam tubuh ikan, sehingga pemanfaatan bahan makanan untuk pertumbuhan menjadi berkurang. Menurut Affandi dan Tang (2002) hormon tiroid yang berlebihan akan mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap konversi keratin menjadi kreatinin. Akibat dihambatnya pembentukan kreatinin ini maka pembentukan fosfokreatin juga terhambat yang berakibat dieksresikannya keratin ke dalam urine. Kehilangan keratin dari otot-otot menyebabkan kerja otot tidak efisien. Keadaan inilah yang diduga terjadi pada ikan perlakuan hormon tiroksin, sehingga memerlukan lebih banyak energi untuk aktivitasnya dibandingkan dengan ikan perlakuan yang lain. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi efektivitas hormon dan pertumbuhan ikan. Kondisi lingkungan yang optimal akan meningkatkan nafsu makan dan efektivitas hormon sehingga pertumbuhan yang dihasilkan menjadi lebih baik. Selama penelitian berlangsung, beberapa parameter kualitas air yang diukur masih berada pada kisaran normal untuk benih ikan patin (Lampiran 7).
18
Kegiatan budidaya merupakan suatu usaha yang berorientasi profit. Oleh sebab itu, pemberian perlakuan hormon pada penelitian ini akan ditinjau juga dari segi ekonomisnya. Ikan yang tidak diberi perlakuan hormon memiliki keuntungan sebesar Rp. 157.35/ekor ikan yang diproduksi, dengan total waktu pemeliharaan selama 17.65 hari. Ikan yang diberikan perlakuan perendaman dengan hormon tiroksin memiliki keuntungan per ekor ikan yang diproduksi sebesar Rp. 156.29 (T1) dengan total waktu pemeliharaan selama 16.77 hari, Rp. 152.15 (T2) dengan total waktu pemeliharaan selama 17.33 hari, dan Rp. 147.21 (T3) dengan total waktu pemeliharaan selama 17.33 hari. Pemberian hormon campuran antara hormon tiroksin dan rGH memiliki keuntungan per ekor ikan yang diproduksi sebesar Rp. 152.17 (GT1) dengan total waktu pemeliharaan selama 16.77 hari, Rp. 148.37 (GT2) dengan total waktu pemeliharaan selama 16.01 hari, dan Rp. 145.85 (GT3) dengan total waktu pemeliharaan selama 16.25 hari. Ikan yang diberi perlakuan rGH memiliki keuntungan sebesar Rp. 154.26/ekor ikan yang diproduksi, dengan total waktu pemeliharaan selama 17.65 hari (Lampiran 8).
19
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Pemberian perlakuan perendaman selama 1 jam dalam larutan hormon tiroksin, hormon pertumbuhan rekombinan dan kombinasinya memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup benih ikan patin pada pemeliharaan selama 15 hari. Namun, perlakuan kombinasi hormon tiroksin dan rGH dapat meningkatkan efisiensi pakan sebesar 140-147%.
4.2 Saran Pemberian kombinasi hormon tiroksin dan rGH dengan dosis 0.05 ppm dan 10 ppm melalui teknik perendaman disarankan dapat dilakukan dalam pemeliharaan benih ikan patin ukuran 1 inchi, dengan ukuran panen yaitu sebesar 2 inchi dengan waktu pemeliharaan selama 15 hari.
20
DAFTAR PUSTAKA Affandi, R., Tang, U.M. 2002. Fisiologi hewan air. Unri Press. Riau. Alimuddin, Lesmana, I., Sudrajat, A.O., Carman, O., Faizal, I. 2010. Production and bioactivity potential of three recombinant growth hormones of farmed fish. Indonesian Aquaculture Journal 5(1): 11-17. Birzniece, V., Sata, A., Ho, K.K. 2009. Growth hormone receptor modulator. Clin endocrinol (Oxf) 71(5): 715. PMID 19170715 Bukit, A. 2007. Analisis kelayakan usaha ikan patin di kabupaten Bogor (kasus pembenihan di Kecamatan Ciampea dan pembesaran di Kecamatan Kemang). [Skripsi]. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Djojosoebagio, S. 1996. Fisiologi kelenjar endokrin. UI-Press. Jakarta. Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Funkenstein, B., Dyman, A., Lapidot, Z., de Jesus-Ayson, E.G., Gertler, A., Ayson, F.G. 2005. Expression and purification of a biologically active recombinant rabbit fish (Siganus guttatus) growth hormone. Aquaculture, 250: 504-515. Goddard, S. 1996. Feed Management in intensive aquaculture. Chapman and Hall. New York. Hamid, M.A., Wahyu B.W., Rangga W., Lubis R.A. dan Furusawa A. 2009. Analisa efektivitas manajemen induk dan pembenihan ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) di BBAT Jambi. Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(1): 29-35. Huisman, E.A. 1987. The principles of fish culture production. Department of Aquaculture, Wageningen University, Netherland. Husna, H.N. 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan betok yang direndam dengan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang pada dosis berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. KKP. 2012. Rumusan workshop peningkatan kinerja unit pelaksana teknis dinas (UPTD). www.perbenihan-budidaya.kkp.go.id. [27 Juli 2012]. Lam, T.J. 1980. Throxine enhances larval development and survival in Sarotherodon (Tilapia) mossambicus Ruppell. Aquaculture, 21: 287-291. Li, Y., Bai, J., Jian, Q., Ye, X., Lao, H., Li, X., Luo, J., Liang, X. 2003. Expression of common carp growth hormone in the yeast Pichia pastoris 21
and growth stimulation of juvenile tilapia (Oreochromis niloticus). Aquaculture, 216: 329-341. Matty, A.J. 1985. Fish endocrinology. Croom Helm. London and Sydney. Mulyati, S., Zairin, M.J., dan Raswin, M.M. 2002. Pengaruh umur larva saat dimulainya perendaman dalam hormon tiroksin terhadap perkembangan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup ikan gurame (Osphronemus gouramy). Muttaqin, M. 2012. Efektivitas perendaman hormon tiroksin dan hormon pertumbuhan rekombinan terhadap perkembangan awal serta pertumbuhan larva ikan patin siam. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nacario, J. 1983. The effect of thyroxine on the larvae and fry of Sarotherodon niloticus L. (Tilapia niloticus). Aquaculture, 34: 73-83. Nugrahaningsih, K.A. 2008. Pengaruh tekanan osmotik media terhadap tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan patin (Pangasius sp.) pada salinitas 5 ppt. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Putra, H.G.P. 2011. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gurame yang diberi protein rekombinan GH melalui perendaman dengan dosis berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rahmawaty, I. 2011. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gurame yang diberi pakan alami yang disuplementasi hormon pertumbuhan rekombinan. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Reddy, P.K. dan Lam, T.J. 1992. Effect of thyroid hormones on morphogenesis and growth of larvae and fry of telescopic-eye black goldfish, Carassius auratus. Aquaculture, 107: 383-394. Roger. 1997. Pengaruh umur larva saat dimulainya perendaman di dalam hormon tiroksin terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan larva ikan betutu. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rousseau, K., Dufour, S. 2007. Comparative aspects of GH and metabolic regulation in lower vertebrates. Neuroendocrinology, 86: 165-174 Schulte, P.M., Down, N.E. Donaldson, E.M. dan Souza, L.M. 1989. Experimental administration of recombinant bovine growth hormone to juvenile rainbow trout (Salmo gairdneri) by injection or by immersion. Aquaculture, 76: 145156.
22
Sekine, S., Mizukami, T., Nishi, T., Kuwana, Y., Saito, A., Sato, M., Itoh, S., Kawauchi, H. 1985. Cloning and expression of cDNA for salmon growth homone in Escherichia coli. Proceeding of the National Academy of Sciences of the United State of America. 1 Juli 1985, pp. 4306-4310. SNI 01-6483.4-2000. 2000. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) kelas benih sebar. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Turner, C.D. dan Bagnara, J.T. 1976. General endocrinology. W.B. Saunders Company. USA. Yoo, J.H., Takeuchi, T.M., Tagawa, and Seikai, T. 2000. Effect of thyroid hormones on the stages spesific pigmentation of the Japanese flounder, Paralichthys olivaceus. Zoological Science, 17: 1101-1106. Zairin, M.Jr., Pahlawan, R.G. dan Raswin, M. 2005. Pengaruh pemberian hormon tiroksin secara oral terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan plati koral Xiphophorus maculates. Jurnal Akuakultur Indonesia 4(1): 3135. Zelvina, O. 2009. Analisis pendapatan usaha pembenihan dan pemasaran benih ikan patin di desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Zonneveld, N., Huisman, E.A., Boon, J.H. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
23
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan kandungan tiroksin per tablet Thyrax tiroksin
Lampiran 2. Hasil uji interaksi antara dua variabel dalam parameter pertumbuhan a. Panjang Total Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
.017
1.864
.143
532.984
1
532.984
58143.682
.000
rGH
.000
1
.000
.045
.834
Tiroksin
.048
3
.016
1.742
.199
rGH * Tiroksin
.071
3
.024
2.591
.089
Error
.147
16
.009
Total
533.250
24
.266
23
Corrected Model Intercept
Corrected Total
.120
b. Bobot Akhir Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
.005
1.458
.251
14.307
1
14.307
4572.049
.000
rGH
.006
1
.006
2.025
.174
Tiroksin
.014
3
.005
1.464
.262
rGH * Tiroksin
.012
3
.004
1.262
.321
Error
.050
16
.003
Total
14.389
24
.082
23
Corrected Model Intercept
Corrected Total
.032
c. Pertumbuhan Panjang Relatif Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
.072
1.840
.148
238.581
1
238.581
6083.669
.000
rGH
.002
1
.002
.047
.831
Tiroksin
.202
3
.067
1.720
.203
Corrected Model Intercept
.505
25
Type III Sum of
Source
df
Squares
Mean Square
rGH * Tiroksin
.301
3
.100
Error
.627
16
.039
Total
239.714
24
1.133
23
Corrected Total
F
Sig.
2.559
.091
d. SGR Bobot Type III Sum of
Source
df
Squares
Mean Square
F
Sig.
a
7
.383
1.535
.226
1256.864
1
1256.864
5030.895
.000
.499
1
.499
1.997
.177
1.225
3
.408
1.635
.221
.960
3
.320
1.280
.315
Error
3.997
16
.250
Total
1263.545
24
6.681
23
Corrected Model
2.684
Intercept rGH Tiroksin rGH * Tiroksin
Corrected Total
Lampiran 3. Hasil uji interaksi antara dua variabel dalam parameter SR Type III Sum of
Source
df
Squares
Mean Square
F
Sig.
a
7
2.514
.776
.616
226748.160
1
226748.160
69984.000
.000
rGH
2.667
1
2.667
.823
.378
Tiroksin
7.200
3
2.400
.741
.543
rGH * Tiroksin
7.733
3
2.578
.796
.514
Error
51.840
16
3.240
Total
226817.600
24
69.440
23
Corrected Model Intercept
Corrected Total
17.600
Lampiran 4. Nilai efisiensi pakan tiap perlakuan dan ulangan (dalam %) Ulangan 1 2 3 Rataan Stdv
Kontrol 144 138 142 141 3
T1 135 136 133 135 2
T2 127 144 130 134 9
T3 130 131 128 130 2
GT1 140 135 145 140 5
GT2 147 147 142 145 3
GT3 138 153 151 147 8
rGH 130 132 132 131 1
26
Lampiran 5. Hasil uji interaksi antara dua variabel dalam parameter efisiensi pakan Type III Sum of
Source
df
Squares
Mean Square
F
Sig.
a
7
128.452
5.208
.003
456504.167
1
456504.167
18506.926
.000
228.167
1
228.167
9.250
.008
34.167
3
11.389
.462
.713
rGH * Tiroksin
636.833
3
212.278
8.606
.001
Error
394.667
16
24.667
Total
457798.000
24
1293.833
23
Corrected Model
899.167
Intercept rGH Tiroksin
Corrected Total
Lampiran 6. Uji lanjut Duncan pada parameter efisiensi pakan a
Duncan
Subset for alpha = 0.05 EPP
N 1
2
3
4
T4 0.10
3
129.67
rGH
3
131.33
131.33
T4 0.05
3
133.67
133.67
133.67
T4 0.01
3
134.67
134.67
134.67
GT 0.01
3
140.00
140.00
140.00
Kontrol
3
141.33
141.33
GT 0.05
3
145.33
GT 0.10
3
147.33
Sig.
.273
.065
.100
.114
Lampiran 7. Kualitas air media pemeliharaan benih ikan patin selama penelitian Parameter
Awal
Akhir
Pustaka*)
Suhu ( C)
26
26
24-32
pH
6.84
5.54-6.82
6.5-8.0
DO (mg/L) Kesadahan (mg/L CaCO3) Alkalinitas (mg/L CaCO3) Amonia (mg/L)
5.4
3.3-4.9
>3
44.84
40.36-80.72
32 – 100
80.8
12-148
30-500
0.0059
0.15-0.29
o
< 0.5 *) Nugrahaningsih (2008)
27
Lampiran 8. Analisis biaya tiap perlakuan per 1000 ekor benih Biaya pembuatan rGH: menghasilkan 2.5 g protein rElGH Bahan Jumlah Satuan Biaya (Rp.) Trypton 1.6% 6.8 g 11.968 Yeast Extract 1.0% 4.25 g 7.752 NaCl 0.5% 2.13 g 1.353 IPTG 3 ml 1.350 Ampicillin 404 µl 492 MiliQ Water 425 ml 6.375 Tip Biru 12 buah 1.680 Tip Kuning 8 buah 1.520 Eppendorf (1.5 ml) 24 buah 4.800 Lysozim (200 mg bakteri) 70 mg 67.200 Tris-EDTA 21.85 ml 65.500 PBS 20 ml 712 Jumlah Rp. 177.902 Biaya tiap 1 mg rGH adalah sebesar Rp. 71.16 Kontrol Pengeluaran
Jumlah
Satuan
Benih ikan patin 1 inchi Pakan Pakan (2.65 hari)*
1.000 0.54 0.095 Jumlah
ekor kg kg
Produksi per siklus (SR 98.00%) Harga pokok produksi Harga jual Keuntungan per ekor Keuntungan per siklus
Harga Satuan (Rp.) 80 17.000 17.000
Biaya (Rp.) 80.000 9.180 1.620 Rp. 90.800
= 980 ekor = Rp. 92.65 = Rp. 250 = Rp. 157.35 = Rp. 154.203
T1 Pengeluaran
Jumlah
Satuan
Benih ikan patin 1 inchi Tiroksin Pakan Pakan (1.77 hari)*
1.000 0.4 0.56 0.066 Jumlah
ekor tablet kg kg
Produksi per siklus (SR 97.73%) Harga pokok produksi Harga jual Keuntungan per ekor Keuntungan per siklus
Harga Satuan (Rp.) 80 2.300 17.000 17.000
Biaya (Rp.) 80.000 920 9.520 1.121 Rp. 91.561
= 977 ekor = Rp. 93.71 = Rp. 250 = Rp. 156.29 = Rp. 152.695
28
T2 Pengeluaran
Jumlah
Satuan
Benih ikan patin 1 inchi Tiroksin Pakan Pakan (2.33 hari)*
1.000 2 0.54 0.084 Jumlah
ekor tablet kg kg
Produksi per siklus (SR 97.33%) Harga pokok produksi Harga jual Keuntungan per ekor Keuntungan per siklus
Harga Satuan (Rp.) 80 2.300 17.000 17.000
Biaya (Rp.) 80.000 4.600 9.180 1.429 95.209
= 973 ekor = Rp. 97.85 = Rp. 250 = Rp. 152.15 = Rp. 148.041
T3 Pengeluaran
Jumlah
Satuan
Benih ikan patin 1 inchi Tiroksin Pakan Pakan (2.33 hari)*
1.000 4 0.54 0.084 Jumlah
ekor tablet kg kg
Produksi per siklus (SR 97.07%) Harga pokok produksi Harga jual Keuntungan per ekor Keuntungan per siklus
Harga Satuan (Rp.) 80 2.300 17.000 17.000
Biaya (Rp.) 80.000 9.200 9.180 1.429 Rp. 99.809
= 971 ekor = Rp. 102.79 = Rp. 250 = Rp. 147.21 = Rp. 142.940
GT1 Pengeluaran
Jumlah
Satuan
Benih ikan patin 1 inchi Tiroksin rGH Pakan Pakan (1.77 hari)*
1.000 0.4 40 0.55 0.065 Jumlah
ekor tablet mg kg kg
Produksi per siklus (SR 96.27%) Harga pokok produksi Harga jual Keuntungan per ekor Keuntungan per siklus
Harga Satuan (Rp.) 80 2.300 71.16 17.000 17.000
Biaya (Rp.) 80.000 920 2.846 9.350 1.101 Rp. 94.217
= 963 ekor = Rp. 97.83 = Rp. 250 = Rp. 152.17 = Rp. 146.539
29
GT2 Pengeluaran
Jumlah
Satuan
Benih ikan patin 1 inchi Tiroksin rGH Pakan Pakan (1.01 hari)*
1.000 2 40 0.53 0.036 Jumlah
ekor tablet mg kg kg
Produksi per siklus (SR 95.47%) Harga pokok produksi Harga jual Keuntungan per ekor Keuntungan per siklus
Harga Satuan (Rp.) 80 2.300 71.16 17.000 17.000
Biaya (Rp.) 80.000 4.600 2.846 9.010 609 Rp. 97.065
= 955 ekor = Rp. 101.63 = Rp. 250 = Rp. 148.37 = Rp. 141.693
GT3 Pengeluaran
Jumlah
Satuan
Benih ikan patin 1 inchi Tiroksin rGH Pakan Pakan (1.25 hari)*
1.000 4 40 0.55 0.046 Jumlah
ekor tablet mg kg kg
Produksi per siklus (SR 98.13%) Harga pokok produksi Harga jual Keuntungan per ekor Keuntungan per siklus
Harga Satuan (Rp.) 80 2.300 71.16 17.000 17.000
Biaya (Rp.) 80.000 9.200 2.846 9.350 780 Rp. 102.176
= 981 ekor = Rp. 104.15 = Rp. 250 = Rp. 145.85 = Rp. 143.078
rGH Pengeluaran
Jumlah
Satuan
Benih ikan patin 1 inchi rGH Pakan Pakan (2.65 hari)*
1.000 40 0.53 0.094 Jumlah
ekor mg kg kg
Produksi per siklus (SR 97.60%) Harga pokok produksi Harga jual Keuntungan per ekor Keuntungan per siklus
Harga Satuan (Rp.) 80 71.16 17.000 17.000
Biaya (Rp.) 80.000 2.846 9.010 1.590 Rp. 93.446
= 976 ekor = Rp. 95.74 = Rp. 250 = Rp. 154.26 = Rp. 150.557
*biaya tambahan untuk produksi benih patin hingga ukuran 2 inchi
30