WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA DALAM HORMON 17@METHYLTESTOSTERON TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN JANTANISASI BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Ridhoven Apri Yurizal 1, Yuneidi Basri 2, dan Nawir Muhar 2 e-mail :
[email protected] 1 Mahasiswa Budidaya FPIK Univ. Bung Hatta 2) Dosen Budidaya FPIK Univ. Bung Hatta Abstract This study was conducted from July to 31 November 2012 in UPTD Fish Seed Installation Sijunjung . Aims to determine the effective time of immersion in the hormone 17 @ - methyltestosteron the success rate sex reversal Oreochromis niloticus fish . The method in this study is an experiment with 4 treatments 3 replications . Treatment in this study was soaking seeds Oreochromis niloticus fish 200 fish / container , aged 14 days with a dose of the hormone - methyltestosteron 17 @ 60 mg / L , with different soaking time that treatment A ( soaking for 5 days ) , treatment B ( immersion during 7 days ) , treatment C ( submersion for up to 9 days ) , and treatment D ( submersion for up to 11 days ) . Statistical test results showed that soaking seeds Oreochromis niloticus fish with different immersion time in the solution of the hormone 17 - @ methyltestosteron significantly different ( P > 0.05 . ) The success rate sex reversal Oreochromis niloticus fish . The rate of survival was highest in treatment B and C with an average ( 66 % ) . The highest percentage of success sex reversal found in treatment C with an average of ( 89.94 % ) Keywords : Hormone 17@-methyltestosteron and Oreochromis niloticus. (kelamin jantan) karena pertumbuhan ikan
PENDAHULUAN Usaha
peningkatan
kualitas
dan
kuantitas produksi ikan nasional makin
Nila jantan 40% lebih cepat dibandingkan dengan ikan Nila betina.
digalakkan
dalam
rangka
memenuhi
Untuk memperoleh
kebutuhan
protein
hewani
masyarakat,
secara tunggal kelamin adalah
agribisnis,
menambah
rangsangan hormon 17@-methyltestosteron
pendapatan pembudidaya ikan dan devisa
dengan cara perendaman dan oral melalui
negara.
dilakukan
pakan. Melalui perendaman hormon 17@-
peningkatan dan pengembangan perikanan
methyltestosteron bekerja masuk kedalam sel
melalui penyediaan benih yang unggul baik
dengan melintasi membran plasma secara
dari segi kualitas maupun kuantitas dan juga
difusi,
kemudian dialirkan melalui darah
penerapan teknologi yang tepat guna.
keotak,
dikendalikan
pengembangan
Untuk
itu
perlu
Salah satu cara untuk meningkatkan
hypotalamus
oleh
populasi
ikan
melalui
hypotalamus,
mempengaruhi
kelenjer
dan pengembangan perikanan adalah dengan
hipofisa, dan meransang hormon endrogen
budidaya ikan Nila secara tunggal kelamin
untuk pertumbuhan dan perkembangan gonat jantan.
2
Rubianti (2006), menunjukkan bahwa dosis
hormon
yang
efektif
terhadap
deferensiasi kelamin larva ikan Nila adalah
MATERI PENELITIAN Bahan Yang Digunakan Bahan
yang
digunakan
dalam
menghasilkan
penelitian ini adalah benih ikan Nila umur 14
90,35%. Selanjutnya Asus dan Budi (2007),
hari sebanyak 2.400 ekor, Hormon 17@-
untuk mendapatkan populasi jantan pada
metyltestosteron 60mg/L, alkohol 70%, dan
ikan Nila melalui metode sex reversal dengan
pakan ikan.
perlakuan
dosis
60mg/l
cara perendaman sebaiknya dilakukan pada umur ikan 14 hari.
Alat Yang Digunakan Alat-alat yang digunakan
adalah
Atas dasar tersebut maka penulis
corong viber dengan ukuran diameter 30 cm
berkeinginan untuk melakukan penelitian
tinggi 47 cm sebanyak 12 buah sebagai
dengan judul perendaman yang berbeda
wadah perendaman benih, kolam bak beton
dengan
17@-
sebagai pendederan pertama dengan ukuran
tingkat
180 x 180 x 50 cm, kolam pendederan kedua
menggunakan
methyltestosteron
hormon
terhadap
keberhasilan jantanisasi ikan Nila. Penelitian
ini
untuk
serok, baskom, eutech instrumen ciberscen
mengetahui waktu perendaman yang efektif
standar protable seris dan livibon water
dalam
testing untuk pengukur kualitas air
hormon
bertujuan
dengan ukuran 400 x 400 x 80 cm, air rasi,
17@-methyltestosteron
terhadap keberhasilan jantanisasi benih ikan Metoda Penelitian
Nila. Penelitian
ini
diharapkan
dapat
Metoda
yang
digunakan
dalam
menambah informasi untuk memproduksi
penelitian ini adalah eksperimen, dengan
benih ikan Nila berkelamin jantan, serta
rancangan acak lengkap yaitu 4 perlakuan
dapat
dan 3 kali ulangan.
menjadi
acuan
untuk
peneliti
selanjutnya. MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai 30 November 2012 di UPTD Balai Benih Ikan Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatra Barat.
Perlakuan Perlakuan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah : A. Perendaman benih ikan Nila selama 5 hari dengan dosis hormon 17-@ metyltestosteron 60 mg/L B. Perendaman benih ikan Nila selama 7 hari dengan dosis hormon 17@metyltestosteron 60mg/L
3
C. Perendaman benih ikan Nila selama 9 hari dengan dosis hormon 17@metyltestosteron 60mg/L D. Perendaman benih ikan Nila selama 11 hari dengan dosis hormon 17@metyltestosteron 60mg/L
selanjutnya
PEUBAH YANG DIAMATI Laju Sintasan diukur dengan rumus
jantanisasi ikan Nila digunakan analisa
Effendi (1979), Keberhasilan jantanisasi ikan Nila Nila diukur dengan menggunakan rumus Zairin (2000) dan untuk mengukur Kualitas Air yaitu : Oksigen terlarut, suhu, pH, karbondioksida, amoniak diukur dengan eutechinstrumen
ciberscen
di
ukur
dengan
livibond water testing. Analisa Data Untuk menganalisa data keberhasilan
varian (sidik ragam). Untuk mengetahui sejauh
mana
perbedaan
masing-masing
perlakuan dilakukan uji lanjut Duncant. HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Sintasan
standard
protableseries dengan tingkat ketelitian 0,1.
kecerahan
Hasil
pengamatan
persentase
laju
sintasan selama penelitian setiap perlakuan dan ulangan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata persentase laju sintasan Ikan Nila Wadah Pemeliharan Corong Perendaman (pemeliharaan sesui perlakuan) Pendederan 1 (pemeliharaan dua bulan)
Pendederan 2 (pemeliharaan dua bulan)
Ulangan
Perlakuan
Jumlah
Rata rata (%)
A
1 98,50
2 99,00
3 99,00
296,50
98,83
B
99,00
98,00
98,00
295,00
98,33
C
98,50
97,00
97,50
293,00
97,66
D
97,50
96,50
96,00
290,00
96,66
A B
85,00 74,50
75,50 90,00
75,00 84,00
235,50 248,00
78,50 82,83
C
80,50
85,00
77,00
242,50
80,83
D A
86,00 47,00
81,50 39,00
76,50 58,00
244,00 144,00
81,33 48,00
B
47,50
74,00
76,50
198,00
66,00
C
69,00
71,50
57,50
198,00
66,00
D
62,50
47,50
52,00
162,00
54,00
Keterangan : A. B. C. D.
Perendaman benih ikan Nila selama 5 hari dengan dosis hormon 17-@ metyltestosteron 60 mg/L Perendaman benih ikan Nila selama 7 hari dengan dosis hormon 17 @-metyltestosteron 60mg/L Perendaman benih ikan Nila selama 9 hari dengan dosis hormon 17 @-metyltestosteron 60mg/L Perendaman benih ikan Nila selama 11 hari dengan dosis hormon 17 @-metyltestosteron 60mg/L
4
Dari Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata
hormon
kedalam
tubuh
ikan
melalui
persentase laju sintasan ikan Nila akhir
pertukaran seperti insang, kulit dan gurat sisi
penelitian tertinggi terdapat pada perlakuan
proses ini menyebabkan ikan mengalami
B dan C yaitu (66 %) kemudian perlakuan
stres dan ikan yang tidak mampu bertahan
D (54%) dan yang terendah adalah perlakuan
akan mati.
A (48 %).
Mortalitas
ikan
uji
pada
masa
Dalam penelitian ini benih ikan Nila
perendaman dalam larutan hormon 17@-
ditangkap dan dipindahkan sebanyak 2 kali
methyltestosteron dipengaruhi juga oleh lama
yaitu dari corong viber perendaman ke kolam
perendaman dan pertambahan umur benih
pendederan pertama, setelah pemeliharaan 2
ikan
bulan benih ikan Nila dipindahkan lagi
pemeliharaan, pada perlakuan A tingkat rata-
kependederan kedua ini bertujuan untuk
rata laju sintasan tinggi yaitu (98,83%) hal
mengimbangi padat tebar ikan.
ini terjadi karena waktu perendaman hanya 5
Rata–rata laju sintasan ikan Nila pada pemeliharaan wadah corong yang
tertinggi
secara
perendaman
berurutan adalah
Nila
masing-masing
wadah
hari lain halnya pada perlakuan D rata-rata laju
sintasan
(96,66%).
benih
Mortalitas
ikan
Nila
adalah
dipengaruhi
oleh
perlakuan A (98,83%) kemudian perlakuan B
terhadap lamanya perendaman benih. Ini
(98,33%), selanjutnya perlakuan C (97,66%)
sesui
dan rata-rata laju sintasan ikan Nila yang
menyatakan
terendah adalah perlakuan D (96,66%). Hasil
dipengaruhi oleh umur ikan, dan periode
ini menunjukkan bahwa ada kecendrungan
waktu pemeliharaan selama perendaman.
semakin lama waktu perendaman maka semakin tinggi angka mortalitas ikan atau rendah tingkat laju sintasannya. Mortalitas untuk setiap perlakuan terjadi pada awal dan akhir perendaman. Mortalitas terjadi
pada
pada hari
awal
pertama
perendaman dan
kedua
perendaman hal ini diduga akibat proses difusi hormon terhadap benih ikan Nila, menyebabkan benih menjadi stres. Ini sesui pendapat Zairin (2002), menyatakan bahwa proses difusi hormon, yaitu proses masuknya
pendapat
Nagi,
bahwa
et.
al.,
tingkat
(1997)
mortalitas
Rata-rata laju sintasan ikan Nila pada pemeliharaan pendederan pertama secara berurutan yang tertinggi adalah perlakuan B (82,83%), kemudian perlakuan D (81,33%), selanjutnya perlakuan C (80,83%) dan ratarata laju sintasan ikan Nila yang terendah pada pendederan kedua adalah perlakuan A (78,55%). Kematian diduga akibat perpindahan dan penyesuian lingkungan dari
dalam
5
ruangan (corong perendaman) keluar ruangan
tubuh,
kondisi
ini
memberi
(pendederan pertama).
terserangnya parasit dan bakteri.
peluang
Tingkat kematian tinggi terdapat pada Selain hal diatas laju sintasan rendah
saat pemeliharaan pada kolam pendederan
pada ikan uji adalah pengaruh kualitas air
kedua dengan rata-rata laju sintasan 58,50
akibat hujan, pada penelitian ini kolam
%. Hal ini terjadi akibat penanganan yang
pendederan yang digunakan adalah kolam
kurang hati- hati, saat pemindahan dari
outdor (luar ruangan) dimana pemasukan
pendederan pertama ke pendederan kedua
airnya berasal dari air sungai, ababila terjadi
ikan Nila sudah berada pada tahap dewasa
hujan dengan curah yang cukup tinggi dapat
berukuran rata-rata 8-12 cm, dimana ikan
menyebabkan perubahan kualitas air secara
sudah memiliki sirip punggung yang keras
mendadak, kolam menjadi keruh, akibat
dan tajam.
bertambahnya sedimen dan partikel - partikel
Akibat pemindahan dan penanganan ini
kecil kedalam kolam yang terbawa arus
terlihat tubuh ikan Nila mengalami goresan,
sungai, menyebabkan berkurangnya oksigen
luka pada bagian mata dan terkikisnya lendir
terlarut dalam perairan,
pada sisik sehingga ikan mengalami, stres
naiknya kadar
amoniak dan karbondioksida, turunya suhu
dan menjadi lemah. Ikan yang tidak mampu
yang cukup drastis, dan berkurangnya tingkat
bertahan ditumbuhi jamur dan dihinggapi
kecerahan air kolam. Benih yang tidak
bakteri.
mampu bertahan juga mengalami kematian
Gufran (2003), mengatakan ikan Nila
(Tabel 3).
dewasa sangat rentan terhadap gesekan dan penanganan dalam penangkapan, karena ikan
Keberhasilan Pembentukan Jantanisasi Ikan Nila.
Nila mempunyai sirip punggung yang keras dan tajam, penanganan ikan Nila yang
Hasil
nilai
rata-rata
pengamatan
kurang hati-hati akan memperburuk kondisi
persentase keberhasilan jantanisasi ikan Nila
ikan itu sendiri menyebabkan ikan menjadi
untuk setiap perlakuan dan ulangan disajikan
stres, memar dan luka diseluruh bagian
pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata–rata persentase keberhasilan pembentukan jantanisasi ikan Nila Perlakuan Ulangan
A
B
C
D
1
63,82
74,73
92,02
78,40
6
2
62,82
83,10
83,91
92,63
3
64,65
68,62
93,91
87,00
Jumlah
191,29
226,45
269,84
258,03
Rata-rata %
63,76a
75,48b
89,94c
86,01c
Keterangan : A. B. C. D.
Perendaman benih ikan Nila selama 5 hari dengan dosis hormon 17-@ metyltestosteron 60 mg/L Perendaman benih ikan Nila selama 7 hari dengan dosis hormon 17 @-metyltestosteron 60mg/L Perendaman benih ikan Nila selama 9 hari dengan dosis hormon 17 @-metyltestosteron 60mg/L Perendaman benih ikan Nila selama 11 hari dengan dosis hormon 17 @-metyltestosteron 60mg/L
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa
Ikbal (2004), terjadi peningkatan persentase
rata-rata persentase ikan jantan tertinggi
jenis kelamin ikan Nila
terdapat
(89,94%),
dengan peningkatan lama perendaman pada
kemudian perlakuan D (86,01%), selanjutnya
setiap perlakuan. Ini terjadi karena efektifitas
perlakuan B (75,48 %) dan yang terendah
hormon 17@-methyltestosteron meningkat
pada perlakuan A (63,76%). Berdasarkan
pada saat waktu perendaman ditingkatkan.
analisa varian memperlihatkan bahwa lama
Hormon 17@-methyltestosteron akan bekerja
perendaman hormon 17@-methyltestosteron
aktif hanya pada selang waktu tertentu
yang berbeda berpengaruh nyata ( P > 0,05)
dimana semakin lama perendaman akan
pada
Untuk
perlakuan
mencari
C
perbedaan
antar
makin
banyak
jantan sejalan
individu
jantan
yang
perlakuan dilakukan Uji Lanjut perbandingan
dihasilkan dan akhirnya terhenti pada lama
ganda. Hasil uji lanjut perbandingan ganda
perendaman pencapaian yang optimal.
membuktikan bahwa perlakuan
C dan D
Agus et. al., (2007), mengatakan
tidak berbeda nyata tetapi antara A dan B, A
penggunaan
dan C, A dan D, B dan C, serta B dan D
terhadap perendaman benih selama 10 jam
berpengaruh nyata.
kurang efektif untuk menghasilkan ikan Nila
Tingginya jenis kelamin jantan pada perlakuan
C
menunjukkan
rata-rata
hormon
methyltestosteron
berkelamin jantan persentase tertinggi hanya 59,5 %. Ini juga didukung percobaan yang
jantanisasi yang tertinggi sebesar 89,94%
dilakukan
dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal
penelitiannya pengaruh lama perendaman
ini membuktikan bahwa dengan perendaman
berbeda
benih ikan Nila selama 9 hari cukup efektif
methiltestosteron
menerima
pembentukan kelamin jantan ikan baung
rangsangan
methyltestosteron,
hormon
sebagai
mana
17@yang
dikatakan oleh Nagi et. al., (1997) dalam
oleh
dengan
mengatakan
Junius
(2013),
menggunakan terhadap
perendaman
dalam
hormon
keberhasilan
mempengaruhi
7
terhadap keberhasilan pembentukan kelamin
betina dapat di bedakan dengan melihat alat
jantan terbukti hasil terbaik hanya 61,83 %
kelaminnya yang terletak didekat dubur yang
yang direndam selama 1 hari.
dinamakan papila. Pada ikan jantan ujung
Mantau (2007), dalam penelitiannya
papila hanya berlubang satu buah, sedangkan
produksi benih ikan Nila jantan dengan
pada ikan Nila betina berlubang dua buah,
rangsangan hormon methytestosteron dalam
dimana pengeluaran urinnya terletak di ujung
tepung pelet menunjukkan dosis hormon
papila dan pengeluaran telur ditengah atau
yang optimal adalah 15 mg MT/kg pakan,
didepan lubang urin. Selain itu dapat juga
Hormon diaplikasikan selama 1 bulan.
dibedakan dengan melihat perbedaan warna
Baker et. al., (1988), mengemukakan
sirip ekor, pada ikan Nila jantan sirip ekor
pada telur ikan chinook (oncorhunchus
bewarna kemerahan sedangkan ikan Nila
tshawytcha) yang baru membentuk bintik
betina bawarna hitam.
mata dan akan menetas menghasilkan ikan
Dalam penelitian ini hormon terdifusi
jantan 100% pada konsentrasi hormon 17@-
cukup baik kedalam tubuh ikan, sehingga
methyltestosteron 0,2 ppm selama 120 menit.
dapat mempengaruhi organ (sel) terget.
Dilihat direndam
pada
selama
perlakuan 11
hari,
D
yang
rata-
rata
Sebagaimana dalam
yang
Taufik
dikatakan
(2002),
Donough
Hormon
17@-
keberhasilan jantanisasi benih ikan Nila
methyltestosteron ini mempengaruhi terget
mengalami penurunan yaitu 86,01 % hal ini
sel yaitu gonat dan saluran otak. Hormon
terjadi pada perlakuan D tingkat mortalitas
17@-methyltestosteron dapat masuk kedalam
tinggi, diduga ikan yang mati adalah ikan
sel dengan melintasi membran plasma secara
yang berkelamian jantan (tabel 1). Namun
difusi, kemudian dialirkan oleh darah ke
perlu
otak. Secara garis besar mekanisme kerja
diperhatikan
bahwa
adanya
kecendrungan perendaman yang waktu yang
sistem
lebih pendek, 5 hari dan 7 hari menyebabkan
hypotalamus.
proses keberhasilan jantanisasi berlangsung
mempengaruhi kelenjar hypofisa yang dapat
kurang sempurna.
mengeluarkan
Pada penelitian ini untuk menentukan
sebagian
endrokrin
dari
dikendalikan Hypotalamus
beberapa hormon
macam tersebut
oleh akan
hormon dapat
jantanisasi ikan Nila adalah dengan metode
meransang kelenjar lain untuk menghasilkan
morfologi yaitu dengan cara melihat alat
hormon tertentu seperti hormon endrogen.
kelaminnya secara langsung dan melihat
Organ yang menjadi target disini adalah
warna sirip ekor ikan Nila. Mujiman (1986),
gonat,
mengatakan ikan Nila jantan dan ikan Nila
methyltestosteron akan dapat merangsang
sehingga
hormon
17@-
8
hormon endogen (hormon jantan) untuk
corong
pertumbuhan
pendederan
dan
perkembangan
gonat
secara fungsional.
perendaman,
awal
dan
akhir
awal
dan
akhir
pertama,
pendederan kedua, dan setelah hari hujan. Hasil pengukuran parameter kualitas air
Kualitas Air
dapat dilihat pada Tabel 3.
Pengamatan
kualitas
air
wadah
pemeliharaan ikan Nila dilakukan 7 kali selama penelitian yaitu pada awal dan akhir Tabel 3. Hasil rata- rata pengukuran parameter kualitas air pada penelitian Corong perendaman
Pendederan pertama
Pendederan kedua
Kualitas air Awal
Akhir
Awal
Akhir
Awal
Akhir
Setelah hujan
Suhu (°c)
24,6
25,7
24,9
24,1
24,8
24,6
22,9
pH
7,10
7,56
7,10
7,57
7,10
7,46
6,11
D0 (ppm)
6,14
6,09
6,80
6,76
6,95
7,06
5,17
CO2 (ppm)
2,01
2,63
2,20
2,63
2,20
2,50
3,09
NH3 (ppm)
0,10
0,13
0,10
0,17
0,10
0,18
0,75
Kecerahan (m)
6,68
6,60
6,68
6,08
6,68
6,87
0,68
Dari Tabel 3 terlihat bahwa parameter kualitas
air
pemeliharaan
ikan
wajar walaupun mengalami penurunan pada
Nila
saat hujan (6,11) namun masih cukup layak
mempunyai kisaran suhu 22,9 - 25,7 °C .
untuk kegiatan pemeliharaan benih ikan nila.
Suhu cukup rendah pada saat terjadi hujan
Sebagaimana
yaitu 22,9 ºC kondisi ini masih dapat
(1995), bahwa pertumbuhan ikan Nila akan
mendukung sintasan benih ikan Nila. Sesui
baik apabila pH perairan berkisar antara pH
yang dikatakan Suyanto (1994) bahwa suhu
6-9 dan ikan Nila masih dapat menyesuaikan
optimal untuk kehidupan ikan berada pada
diri terhadap pH 4,5-10,8.
kisaran 24 - 28 °C. Derajat
keasaman
yang
dikatakan
Djarijah
Kadar oksigen terlarut dalam penelitian (pH)
selama
penelitian berkisar antara 6,11 – 7,57 angka ini masih dinyatakan dalam taraf yang masih
berkisar 5,17-7,06 ppm. Menurut Suyanto (1994),
kandungan oksigen terlarut yang
9
baik untuk budidaya minimal 4 ppm dan harus kurang dari 12 ppm. Kandungan
pada perlakuan B dan C dengan rata-rata
karbondioksida
bebas
dalam air harus kurang dari 5 ppm, namun ikan
Nila
masih
1. Laju sintasan ikan Nila tertinggi terdapat
mampu
pada perlakuan A dengan rata-rata (48%).
pada
2. Persentase keberhasilan jantanisasi ikan
kandungan karbondioksida 25 ppm, batas
Nila tertinggi secara berurutan terdapat
toleransi
pada
tertinggi
bagi
hidup
(66%), dan laju sintasan terendah terdapat
ikan
terhadap
perlakuan
C
dengan
rata-rata
karbondioksida bebas dalam air berkisar 50
(89,94%), kemudian perlakuan D dengan
ppm lebih dari itu ikan akan mati (Pulin
rata-rata (86,01%) selanjutnya perlakuan
dalam
B
Yelsi
(2000).
karbondioksida
bebas
selama
Kandungan penelitian
berkisar 2,01 – 3,09 ppm.
rata-rata
(75,48%)
dan
keberhasilan jantanisasi terendah terdapat pada
Menurut Soeseno (1997), kandungan
dengan
perlakuan
A
dengan
rata-rata
(63,76%).
kadar amoniak 0,5 ppm merupakan batas maksimum bagi kehidupan ikan sedangkan kadar amoniak yang lebih dari 1 ppm merupakan Kandungan
masa amoniak
kritis selama
bagi
ikan.
penelitian
berkisar antara 0,10 – 0,75 ppm. Kecerahan perairan pada penelitian ini berkisar antara 0,68 – 6,87 /m. kisaran ini masih dapat mendukung laju sintasan ikan Nila (Gufran dan Kodri 2013). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang perendaman yang berbeda dengan menggunakan
hormon
methyltestosteron
terhadap
17@tingkat
keberhasilan jantanisasi ikan Nila dapat disimpulkan bahwa:
DAFTAR PUSTAKA Agus O. Sudrajat. 2007. Seks Reversal Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) Melalui perendaman Larva Menggunakan Aromatase inhibitor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor Asus, M dan Budi, S 2007. Pengaruh Umur yang Berbeda Pada Larva Ikan Nila Terhadap Tingkat Keberhasilan Pembentukan Kelamin Jantan Dengan Menggunakan Methyltestosteron Baker, I.J, I.I. Solar dan E.M Donaldson. 1988. Masculinization of chinook salmon (Onchorhynchus tshwytscha) by immersion treatment using 17@methyltestosteron around the time of hatching. Aquacultur Djarijah, A. S. 2002. Budidaya Nila Gif Secara Intensif. Penerbit Kanisius, Yogyakarta 87 hal Effendi,M.I. 1979. Metoda Perikanan. Yayasan Nusantara. Yokyakarta
Biologi Pusaka
10
Ikbal 2008. Menghasilkan populasi ikan Nila jantan melalui perendaman hormon 17@-methyltestosteron kepada larva ikan nila. kabupaten konawe. Mantau, Z. 2007. Produksi Benih Ikan Nila Jantan dengan Rangsangan Hormon Methyltestosteron Dalam Tepung Pelet. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara, Sulawesi Utara Mudjiman , A. 1985. Budidaya Ikan Nila. Penerbit Yasaguna, Jakarta Rubianti, 2006. Pengaruh Pemberian Hormon Metiltestosteron Terhadap
Deferensiasi Kelamin Larva Ikan Nila, Universitas Muhammadiyah Malang. Soeseno, S 1974. Beternak Ikan Dikolam, Yasaguna, Jakartab Suyanto, R. 2003. Nila. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Taufik, A. Priyambodo 2002. Perendaman larva ikan nila terhadap keberhasilan perubahan jenis kelamin. Zairin, M. 2002. Sex-Reversal Memproduksi Benih Ikan Nila. Swadaya, Jakarta