PERTUMBUHAN BENIH IKAN BETOK (Anabas testudineus, Bloch) YANG DISUNTIK HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG DENGAN DOSIS BERBEDA
BAEHAKI FAJRI IBNU ABBAS
TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pertumbuhan Benih Ikan Betok (Anabas testudineus, Bloch) Yang Disuntik Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang Dengan Dosis Berbeda” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013
Baehaki Fajri Ibnu Abbas NIM C14080084
ABSTRAK BAEHAKI FAJRI IBNU ABBAS. Pertumbuhan benih ikan betok (Anabas testudineus, Bloch) yang disuntik hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang dengan dosis berbeda. Dibimbing oleh M. ZAIRIN Jr dan ALIMUDDIN. Penelitian dilakukan untuk menentukan dosis hormon pertumbuhan rekombinan (recombinant growth hormone, rGH) yang sesuai pertumbuhan ikan betok Anabas testudineus. Penelitian ini dilakukan dengan tiga perlakuan dosis rGH (0 µg rGH/g bobot tubuh, 0,5 µg rGH/g bobot tubuh dan 1,5 µg rGH/g bobot tubuh) dan satu kontrol. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Produksi protein rGH dilakukan menggunakan bakteri Escherichia coli BL21 sehingga dihasilkan pelet rGH yang digunakan untuk penyuntikan pada ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian rGH melalui injeksi dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan betok. Dosis rGH yang baik untuk meningkatkan pertumbuhan dan mempertahankan kelangsungan hidup ikan betok melalui injeksi adalah 0,5 µg rGH/g bobot tubuh ikan betok. Kata kunci: hormon pertumbuhan rekombinan, penyuntikan, Anabas testudineus
ABSTRACT BAEHAKI FAJRI IBNU ABBAS. The growth of climbing perch (Anabas testudineus, Bloch) injected with recombinant giant grouper growth hormone at different doses. Guided by M. ZAIRIN Jr. and ALIMUDDIN. The research was carried out to determine the suitable dose of recombinant growth hormone to the survival and growth of climbing perch. This research was conducted with three doses of rGH treatment (0 µg rGH/g body weight, 0.5 µg rGH/g body weight and 1.5 µg rGH/g body weight) and one control. Each treatment was repeated three times. Production of rGH was done using Escherichia coli BL21 so that produced pellets rGH be used for injecting fish. The results showed that providing rGH by injection was able to increase growth and survival of climbing perch. Suitable dose for increasing growth and survival of climbing perch by injection was 0.5 µg rGH/g body weight. Keywords: recombinant growth hormone, injection, Anabas testudineus
PERTUMBUHAN BENIH IKAN BETOK (Anabas testudineus, Bloch) YANG DISUNTIK HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG DENGAN DOSIS BERBEDA
BAEHAKI FAJRI IBNU ABBAS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan
TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi
: Pertumbuhan benih ikan betok (Anabas testudineus, Bloch) yang disuntik hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang dengan dosis berbeda Nama : Baehaki Fajri Ibnu Abbas NIM : C14080084 Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Disetujui oleh
Prof Dr Muhammad Zairin Jr Pembimbing I
Dr Alimuddin Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Sukenda, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat, iman dan islam sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Beribu macam cara tak mampu membalas terhadap kebaikan orangorang di sekeliling penulis, sehingga hanya kata terima kasih yang tulus ikhlas dapat diucapkan penulis kepada Prof. Dr. Muhammad Zairin Jr selaku Pembimbing I dan Pembimbing Akademik, Dr. Alimuddin selaku Pembimbing II, Dr. Ir. Dedi Jusadi M. Sc sebagai dosen tamu ujian skripsi, Anna Octavera SPi, M.Si yang telah membantu dalam berjalannya penelitian dan penyusunan skripsi ini, Basuni S.IP dan Teja Ningsih selaku orang tua, dan Ari Syuhada Ab yang selalu memberikan do’a terbaik, dukungan moril dan materil setiap saat. Ibu Yulintine, Pak Muhammad, Mas Boyun, Bang Safir, Kakak BDP 42 (Kak Fuad, Kak Fatwa, Kak Wika, kak Firman, Kak Sandre dkk), kakak BDP 43 (Kak Misbah, kak Rahmat, Kak Wawan, Kak Darmawan dkk) dan kakak BDP 44 (Kak Fahir, Kak Rafli, Kak Ika, Kak Pustika, Mba Vida, Mba Retno dkk) yang telah memberi motivasi, informasi bimbingan serta ilmunya. Rekan-rekan seperjuangan: Ipha, Sri, Rima, Yadi, Daus, Ami, Dita, Hikma dan Adya yang selalu membantu dan memberi dukungan, BDP angkatan 45 yang selalu memberi dukungan dan kerjasama yang baik dalam suka maupun duka selama menjalankan kegiatan perkuliahan. Sahabat seperjuangan di kosan MADINA, BADUT (Balio 23) dan Asrama pembinaan PPSDMS yang telah memberikan ilmu kehidupan sebagai bekal dimasa yang akan datang, saudara seperjuangan di Al-Fata 33H, elImtiyaz, DPM MPM KM IPB 2012, DPM C 2011, Lorong 4 gedung C2 2008, kelas A11-12 yang telah menjadi keluarga terbaik selama menjalankan kuliah di IPB dan Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung Semoga semua yang telah disusun dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak dan untuk kebaikan Indonesia, karena yang penulis harapkan adalah Indonesia yang lebih baik dan bermartabat serta kebaikan dari Allah-pencipta alam semesta.
Bogor, Mei 2013
Baehaki Fajri Ibnu Abbas
DAFTAR ISI
PRAKATA………………………………………………………………………viii DAFTAR TABEL………………………………………………………………… x DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………... x DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………… x PENDAHULUAN…………………………………………………………………1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2 METODE…………………………………………………………………………. 2 HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………… 5 Hasil..................................................................................................................... 5 Pembahasan ......................................................................................................... 7 KESIMPULAN…………………………………………………………………… 9 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 9 LAMPIRAN……………………………………………………………………... 12 RIWAYAT HIDUP………………………………………………………………14
DAFTAR TABEL 1. Perlakuan, dosis, dan bobot awal ikan yang digunakan pada penelitian ........... 3 2. Rerata pertumbuhan panjang, tinggi dan lebar badan benih ikan betok
pada saat panen .................................................................................................. 5 3. Kelangsungan hidup (KH), biomassa, pertumbuhan bobot harian (PH), laju pertumbuhan bobot harian (LPH) pada saat panen .................................... 6 4. Data nilai parameter kualitas air pemeliharaan ikan betok di akuarium ........... 7
DAFTAR GAMBAR 1. Pertumbuhan panjang total benih ikan betok perlakuan penyuntikan rGH
dengan dosis 0 µg rGH/g bobot tubuh(■); 0,5µg rGH/g bobot tubuh (▲); 1,5µg rGH/g bobot tubuh (×) dan kontrol (♦) ................................................... 5 2. Rerata bobot tubuh ikan betok antar perlakuan pada masa panen ..................... 7 3. Ukuran ikan betok antar perlakuan pada akhir pemeliharaan ........................... 6
DAFTAR LAMPIRAN 1. Konversi dosis dari metode oral (30 mg/kg pakan) ke dosis injeksi ............... 12 2. Proses kultur bakteri Escherichia coli BL 21 dengan kontruksi hormon
pertumbuhan ikan kerapu kertang ................................................................... 13 3. Proses penyuntikan dan sampling ................................................................... 13
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu jenis ikan lokal yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah ikan betok Anabas testudineus Bloch. Ikan betok tahan pada kondisi lingkungan yang buruk, tetapi harganya relatif mahal, yakni Rp 20.000–40.000 per kilogram (KKP 2011). Salah satu kendala pengembangan budidaya ikan betok adalah pertumbuhan yang lambat, karena untuk mencapai ukuran 100 gram per ekor memerlukan waktu sekitar satu tahun (DKP 2008). Selain itu, pemenuhan permintaan pasar akan ikan betok masih banyak mengandalkan dari alam, sehingga upaya budidaya ikan betok sangat potensial untuk terus dikembangkan (KKP 2011). Pengembangan budidaya ikan betok perlu dilakukan agar didapatkan pertumbuhan dan hasil budidaya yang baik, sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. Pengembangan budidaya dapat dilakukan dengan pendekatan fisiologis. Salah satu teknologi yang telah diujicobakan adalah penggunaan protein rekombinan hormon pertumbuhan (recombinant growth hormone, rGH) dalam sistem produksi benih (Lesmana 2010; Utomo 2010) dan menunjukkan hasil yang cukup baik. Metode ini dikatakan aman untuk dikonsumsi karena hormon pertumbuhan rekombinan tidak ditransmisikan kepada keturunannya, dan juga bukan merupakan genetically modified organism atau GMO (Acosta et al. 2007). Hormon pertumbuhan rekombinan yang berasal dari ikan kerapu kertang (rElGH) memiliki bioaktivitas pada ikan nila lebih baik dibandingkan dengan hormon pertumbuhan ikan mas, dan ikan gurami (Alimuddin et al. 2010). Aplikasi rGH pada ikan dapat dilakukan melalui imersi (Moriyama &Kawauchi 1990; Acosta et al. 2007; Putra 2011), injeksi (Promdonkoy et al. 2004; Lesmana 2010; Utomo 2010), dan oral (Jeh et al. 1998; Ben-Atia et al. 1999). Aplikasi pemberian rElGH pada ikan betok telah dilakukan dengan metode imersi dan oral. Penggunaan metode pemberian rElGH secara imersi pada ikan betok telah dilakukan oleh Pogram (2012) dan Husna (2012) yang dapat meningkatkan biomassa sebesar 4% dan 27,11%. Pemberian rElGH dengan metode oral yang dilakukan oleh Maulana (2012) yang dapat meningkatkan pertumbuhan biomassa ikan betok sebesar 0,1% dan juga Nisa (2012) dengan dosis 30 mg rElGH/kg pakan dapat meningkatkan pertumbuhan biomassa ikan betok senilai 7,58%. Aplikasi pemberian rElGH pada ikan betok melalui injeksi belum pernah dilakukan. Berdasarkan laporan Nisa (2012), dosis yang terbaik adalah 30 mg/kg pakan yang jika dikonversikan dalam dosis injeksi (Lampiran 1) akan menjadi 42 µg rGH/g bobot tubuh ikan betok. Dosis ini dirasa sangat tinggi karena berdasarkan laporan Utomo (2010), dosis 1 µg rGH dalam 10 PBS/g bobot tubuh dengan penyuntikan 1 minggu sekali dapat meningkatkan pertumbuhan sebesar 106,56% pada ikan mas. Oleh karena itu, pada perlakuan kali ini dilakukan perlakuan dengan dosis 1,5 µg rGH/g bobot tubuh ikan betok, dan sebagai pembanding, digunakan pula dosis lainnya yaitu 0 µg rGH/g bobot tubuh; 0,5 µg rGH/g bobot tubuh; dan ikan yang tidak diberikan perlakuan apapun (kontrol).
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) yang sesuai untuk pertumbuhan ikan betok Anabas testudineus dengan metode injeksi.
METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-November 2012, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, dan Laboratorium Teaching farm, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Persiapan Wadah Persiapan wadah dilakukan dengan cara pencucian akuarium kemudian dilakukan pembilasan dan pengisian air. Selanjutnya pada akuarium dipasang instalasi aerasi di dalam media pemeliharaan. Persiapan Ikan Ikan yang dipakai dalam penelitian ini adalah ikan betok Anabas testudineus berumur 3 bulan dengan rerata bobot awal yaitu 3,6±0,12 gram; rerata panjang total awal 5,8±0,04 cm. Ikan betok yang digunakan adalah ikan hasil budidaya, yang berasal dari Kalimantan. Produksi rGH Hormon pertumbuhan rekombinan yang digunakan berasal dari ikan kerapu kertang (rElGH). Produksi protein rGH dilakukan menggunakan bakteri Escherichia coli BL21. Klon bakteri E.coli BL21 yang mengandung pColdI/lElGH (Alimuddin et al. 2010) dikultur awal dalam 4 mL media 2xYT cair yang mengandung ampisilin, dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 37oC selama 18 jam. Setelah itu dilakukan subkultur dengan mengambil sebanyak 1% dari kultur awal dan dimasukkan ke dalam 10 mL media 2xYT cair baru dan diinkubasi lagi pada suhu 37oC selama 2 jam. Kemudian diberikan kejutan dengan suhu 15oC selama 30 menit, ditambahkan IPTG sebanyak 1 mL dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 15oC selama 24 jam. Bakteri hasil kultur dikumpulkan dengan sentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan lisis dinding sel bakteri. Lisis dinding sel bakteri dilakukan secara kimiawi menggunakan lisozim. Pelet bakteri hasil sentrifugasi dicuci menggunakan 1 mL bufer tris-EDTA (TE) per 200 mg bakteri dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 20 menit, disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit dan kemudian supernatan dalam tabung mikro dibuang. Pelet bakteri sebanyak 200 mg dalam tabung mikro ditambahkan sebanyak 500 µL larutan lisozim (10 mg dalam 1 mL buffer TE), diinkubasi pada suhu 37oC selama 20 menit, lalu disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang terbentuk merupakan protein rGH dalam
3 bentuk badan inklusi (inclusion body). Pelet rGH dicuci dengan PBS sebanyak 1 kali dan disimpan pada suhu -80oC hingga akan digunakan. Pemberian Perlakuan Perlakuan yang diberikan adalah sebanyak empat perlakuan, dengan tiga kali ulangan di masing-masing perlakuan. Badan inklusi yang mengandung protein rGH disuntikkan secara intramuskular kepada ikan betok. Benih ikan Tabel 1. Perlakuan, dosis, dan bobot awal ikan yang digunakan pada penelitian Perlakuan Dosis Penyuntikan 1 Tanpa Penyuntikan 2 10 µL PBS/ g bobot tubuh, tanpa rGH 3 0,5µg rGH/10 µL PBS/ g bobot tubuh 4 1,5µg rGH /10 µL PBS/ g bobot tubuh
Rerata Bobot Awal 3,6±0,09 g 3,6±0,19 g 3,6±0,05 g 3,5±0,01 g
betok disuntik sebanyak empat kali yang dilakukan setiap dua minggu dengan dosis masing-masing perlakuan. Pemeliharaan Ikan Ikan dipelihara di Laboratorium Produksi Benih Ikan. Pemeliharaan dilakukan pada akuarium berukuran 50x30x25 cm3 dilengkapi dengan sistem aerasi. Akuarium yang digunakan sebanyak 12 akuarium dengan kepadatan 10 ekor/akuarium dengan volume air 25 liter. Ikan dipelihara selama 8 minggu. Ikan diberi pakan pelet komersial dengan kandungan protein 39-41%. Frekuensi pemberian pakan sebanyak tiga kali, yaitu pagi, siang, dan sore hari secara at satiation atau sekenyangnya. Setiap satu minggu sekali dilakukan penggantian air sebanyak 75%. Pengukuran Kualitas Air Parameter yang diukur meliputi kadar oksigen dalam air atau DO (dissolved oxygen), kadar keasaman (pH), suhu, TAN (total ammonia nitrogen), kesadahan, dan alkalinitas. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal pemeliharaan untuk melihat profil air yang digunakan dalam pemeliharaan. Parameter Penelitian Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan terhadap lebar, panjang total, panjang baku, bobot, dilakukan setiap dua pekan sekali pada semua ikan perlakuan. Jumlah ikan yang hidup dihitung pada akhir perlakuan. Parameter lainnya adalah jumlah pakan yang dihabiskan, dan kualitas air pada wadah yaitu pH, DO, kesadahan, alkalinitas, suhu dan TAN dengan mengambil sampel dan diukur di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Data yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung parameter-parameter yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian ini, yaitu tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak dan efisiensi pakan. Kelangsungan hidup (KH) adalah perbandingan ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan. Menurut Effendi (1979) metode yang umum untuk menduga kelangsungan hidup ialah dengan
4 membandingkan jumlah ikan yang hidup pada akhir suatu periode dengan jumlah ikan yang hidup pada awal periode pemeliharaan, dihitung dengan rumus sebagai berikut. KH = Keterangan:
KH Nt No
t o
100
(Effendi 1979)
= Kelangsungan hidup (%) = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor) = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
Laju pertumbuhan bobot harian (LPH) adalah persentase pertambahan bobot ikan setiap harinya. Laju pertumbuhan bobot harian didapatkan melalui sampling awal dan akhir. Nilai laju pertumbuhan bobot harian dihitung dengan rumus: t
√ Keterangan:
LPH Wt Wo t
t o
– 1] x 100% (Huisman 1987)
= Laju pertumbuhan bobot harian (%/hari) = Bobot rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (g) = Bobot rata-rata ikan pada pemeliharaan awal (g) = Lama pemeliharaan (hari)
Panjang total merupakan panjang ikan yang diukur mulai dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian ekor. Sedangkan panjang baku adalah panjang ikan yang diukur mulai dari ujung terdepan dari kepala sampai ujung terakhir dari tulang punggungnya (Effendi 1979). Pertumbuhan panjang merupakan selisih dari panjang awal pemeliharaan dengan panjang ikan pada akhir pemeliharaan. Pertumbuhan panjang dihitung dengan menggunakan rumus : p = Pt – Po Keterangan :
p Pt Po
= Pertumbuhan panjang (cm) = Panjang rata-rata ikan pada saat akhir (cm) = Panjang rata-rata ikan pada saat awal (cm)
Pertumbuhan bobot harian adalah rerata pertumbuhan ikan disetiap harinya. Didapatkan melalui penimbangan bobot ikan uji pada pengambilan data awal dan akhir menggunakan timbangan. Pertumbuhan harian dihitung dengan rumus: H Keterangan :
PH Wt Wo t
tt
o
(Hepher 1978)
= Pertumbuhan bobot harian (g/hari) = Bobot rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (g) = Bobot rata-rata ikan pada pemeliharaan awal (g) = Lama pemeliharaan (hari)
5 Analisis Data Dosis terbaik untuk pertumbuhan ikan dapat dilihat dari laju pertumbuhan bobot harian (LPH), pertumbuhan bobot harian (PH), kelangsungan hidup (KH) dan biomassa ikan. Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif menggunakan program Microsoft Excel 2007.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan panjang, lebar dan tinggi benih Ikan Betok Seperti ditunjukkan pada Tabel 2, pertumbuhan panjang benih ikan betok dengan perlakuan suntikan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) dengan dosis 0,5 µg rElGH/g bobot tubuh memiliki panjang total, panjang baku dan lebar yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Perlakuan dengan dosis 1,5 µg rElGH/g bobot tubuh memiliki panjang total, panjang baku, tinggi dan lebar yang paling rendah dibandingkan yang lainnya. Tabel 2. Rerata pertumbuhan panjang, tinggi dan lebar badan benih ikan betok pada saat panen Parameter
Kontrol 6,6±0,11 5,6±0,16 1,9±0,03 1,3±0,02
Panjang (cm)
Panjang Total (cm) Panjang Baku (cm) Tinggi Badan (cm) Lebar Badan (cm) 6.80
kontrol
6.60
0
6.40
0,5
6.20
1,5
0 µg rGH 6,5±0,08 5,4±0,08 1,8±0,02 1,3±0,02
Perlakuan 0,5 µg rGH 6,7±0,07 5,7±0,07 1,9±0,02 1,4±0,03
1,5 µg rGH 6,3±0,31 5,3±0,28 1,7±0,11 1,2±0,05 6.72 6.63 6.53 6.33
6.00 5.80 5.60 minggu ke-0
minggu ke-2
minggu ke-4
minggu ke-6
minggu ke-8
Gambar 1. Pertumbuhan panjang total benih ikan betok perlakuan penyuntikan rGH dengan dosis 0 µg rGH/g bobot tubuh(■); 0,5µg rGH/g bobot tubuh (▲); 1,5µg rGH/g bobot tubuh (×) dan kontrol (♦) Rerata panjang ikan betok yang disuntik dengan dosis 1,5 µg rElGH/g bobot tubuh memiliki nilai terendah yakni 6,33 cm, sedangkan ikan betok yang disuntik dengan dosis 0,5 µg rGH/g bobot tubuh memiliki nilai tertinggi, yaitu 6,67 cm.
6
KH, PH, LPH, Biomassa dan Rerata Bobot Tubuh Ikan Kelangsungan hidup semua perlakuan bernilai 100% (Tabel 3). Biomassa, laju pertumbuhan harian dan laju pertumbuhan spesifik tertinggi berada pada perlakuan penyuntikan dengan dosis 0,5 µg rElGH/g bobot tubuh, sedangkan terendah didapatkan pada perlakuan penyuntikan dengan dosis 1,5 µg rElGH/g bobot tubuh. Gambaran variasi ukuran ikan uji pada akhir penelitian ditunjukkan pada Gambar 2. Tabel 3. Kelangsungan hidup (KH), biomassa, pertumbuhan bobot harian (PH), laju pertumbuhan bobot harian (LPH) pada saat panen
KH (%)
Kontrol 100±0,00
Perlakuan 0 µg rGH 0,5 µg rGH 100±0,00 100±0,00
Biomassa (g)
56,5±5,36
54,1±1,43
56,9±3,33
49,1±8,99
PH (g/hari) LPH (%)
0,04±0,008 0,81±0,128
0,03±0,004 0,71±0,113
0,04±0,005 0,83±0,092
0,03±0,016 0,60±0,334
Parameter
1,5 µg rGH 100±0,00
Biomassa ikan pada penyuntikan dosis 0,5 µg rElGH/g bobot tubuh yaitu 56,9±3,33 gram sedangkan pada dosis 1,5 µg rElGH/g bobot tubuh yaitu 49,1±8,99 gram. Pertumbuhan bobot harian pada dosis 0,5 µg rElGH/g bobot tubuh yaitu 0,04±0,005 gram/hari sedangkan pada dosis 1,5 µg rElGH/g bobot tubuh yaitu 0,03±0,016 gram/hari. Laju pertumbuhan bobot harian pada dosis 0,5 µg rElGH/g bobot tubuh yaitu 0,83±0,092 %/hari, sedangkan pada dosis 1,5 µg rElGH/g bobot tubuh yaitu 0,60±0,334 %/hari.
Gambar 2. Ukuran ikan betok antar perlakuan pada akhir pemeliharaan
7 Rerata bobot tubuh ikan tertinggi ada pada perlakuan penyuntikan dengan dosis 0,5 µg rElGH/g bobot tubuh dan kontrol sedangkan yang terendah berada pada perlakuan dengan dosis 1,5 µg rElGH/g bobot tubuh. Rerata bobot tubuh ikan pada dosis 0,5 µg rElGH/g bobot tubuh yaitu 5,7±1,45 gram, sedangkan pada dosis 1,5 µg rElGH/g bobot tubuh yaitu 4,9±1,17 gram (Gambar 3).
8.000
5,7±1,02
Bobot tubuh (Gram)
7.000
5,7±1,45 5,4±1,16
4,9±1,17
6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000
0.000 Kontrol
0 0,5 Perlakuan (µg rGH)
1,5
Gambar 3. Rerata bobot tubuh ikan betok antar perlakuan pada masa panen
Pengukuran Kualitas Air Parameter kualitas air yang diamati meliputi DO, pH, TAN, kesadahan, dan alkalinitas pada media pemeliharaan ikan betok. Nilai kualitas air berada pada kisaran normal yang sesuai dengan acuan (Tabel 4). Tabel 4. Data nilai parameter kualitas air pemeliharaan ikan betok di akuarium Parameter Kualitas Air pH DO (mg/l) Alkalinitas (mg/l CaCO3) Kesadahan (mg/l CaCO3) TAN (mg/l) Keterangan:
a) b)
Nilai Kualitas Air Wadah 7,9 5,4 55 213 0,06
Pustaka 6,5-8,5a >5a 30-200b >20a <1a
Effendi (2000) Stickney (1979)
Pembahasan Aplikasi protein rekombinan hormon pertumbuhan pada ikan betok menggunakan metode penyuntikan dengan dosis berbeda berpengaruh pada panjang total, panjang baku, lebar, tinggi, dan biomassa ikan betok antar perlakuan. Biomassa awal setiap perlakuan dengan tiga ulangan memiliki nilai sebagai berikut: 35,86 g (kontrol atau tanpa perlakuan); 36,49 g (0 µg rElGH/g
8 bobot tubuh); 35,84 g (0,5 µg rElGH/g bobot tubuh) dan 34,69 g (1,5 µg rElGH/g bobot tubuh). Pada akhir penelitian, perlakuan dengan dosis penyuntikan 0,5 µg rElGH/g bobot tubuh memiliki nilai tertinggi yaitu 56,86 g, nilai tersebut hanya meningkat 0,57% dibandingkan ikan kontrol yang memiliki nilai biomassa akhir yaitu 56,53 g. Adapun nilai terendah terdapat pada perlakuan dengan dosis 1,5 µg rElGH/g bobot tubuh dengan biomassa 49,13 g. Pengaruh yang relatif kecil ini dapat disebabkan oleh jenis rGH yang digunakan. Seperti yang disampaikan oleh Rahmawaty (2011) bahwa perbedaan pengaruh pertumbuhan dapat terjadi karena perbedaan rGH yang digunakan. Hal ini diduga terjadi karena ketidakcocokkan rGH yang diberikan terhadap reseptor hormon pertumbuhan yang terdapat di dalam tubuh ikan target (Birzniece et al. 2009). Pertumbuhan yang lebih signifikan akan mungkin terjadi jika digunakan rGH yang berasal dari ikan yang sama atau tingkat kekerabatan yang dekat. Respons benih ikan yang diberi perlakuan 1,5 µg rElGH/g bobot tubuh memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil tersebut berbeda dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dimana dengan dosis lebih tinggi yakni 30 mg/kg pakan berhasil meningkatkan biomassa ikan betok 7,58% lebih tinggi dibandingkan kontrol (Nisa 2012) dan meningkatkan LPH sebesar 101,2% pada ikan sidat (Handoyo 2012). Pada perlakuan penyuntikan dengan dosis 1,5 µg rElGH/g bobot tubuh terjadi hal yang sebaliknya yaitu Biomassa, LPH dan pertumbuhan yang lebih kecil daripada kontrol. Biomassa perlakuan 1,5 µg rElGH/g bobot tubuh ikan betok 13,09% lebih kecil dibandingkan kontrol dan laju pertumbuhan bobot harian perlakuan tersebut 25,52% lebih rendah dibandingkan kontrol. Berbeda halnya dengan perlakuan penyuntikan yang menggunakan dosis 0,5 µg rElGH/g bobot tubuh ikan dimana pada perlakuan ini dapat meningkatkan biomassa ikan sebesar 0,57% dan LPH sebesar 1,85% dibandingkan biomassa dan LPH kontrol. Hal ini disebabkan oleh pemberian hormon yang diberikan kepada ikan. Pemberian dosis rGH yang rendah pada ikan tidak akan memberikan efek positif terhadap pertumbuhan, sedangkan pemberian dosis yang terlampau tinggi akan memberikan efek negatif/negative feedback dalam regulasinya secara hormonal terhadap ikan (Debnanth 2010). Ukuran dan umur ikan yang digunakan pada penelitian ini berpengaruh pula terhadap hasil yang didapatkan. Ikan yang digunakan pada penelitian kali ini berukuran 5,8±0,04 cm dengan umur tiga bulan. Ukuran ikan yang digunakan sebelumnya oleh Nisa (2012) yaitu 3,6±0,06 cm atau umur dua bulan menggunakan metode oral dengan dosis terbaiknya adalah 30 mg/kg pakan dapat meningkatkan pertumbuhan panjang total mencapai 1,4±0,17 cm atau 27,3 % lebih tinggi dibandingkan kontrol. Husna (2012) melakukan penelitian pula pada ikan betok dengan metode perendaman menggunakan ukuran awal ikan berupa larva berumur 6 hari berhasil meningkatkan ukuran panjang total ikan sampai ke ukuran 5,6±0,01 cm atau 3,7% lebih tinggi dibandingkan kontrol. Penelitian ini hanya dapat meningkatkan ukuran panjang total sampai 6,7±0,07 cm atau hanya berbeda 1,5% lebih tinggi dibandingkan kontrol. Hal tersebut dapat disebabkan ukuran yang digunakan pada setiap penelitian berbeda, karena berdasarkan pernyataan Huwoyon dan Kusmini (2010) dalam Gustiano et al. (2010) bahwa pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh factor internal yang meliputi umur, genetis, kemampuan memanfaatkan pakan dan kemampuan daya tahan tubuh terhadap penyakit, sedangkan faktor eksternal meliputi kualitas air pakan dan ruang gerak.
9 Kelangsungan hidup benih ikan betok antar perlakuan bernilai sama yaitu 100% (Tabel 3). Hal ini disebabkan oleh kualitas air yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh ikan serta kepadatan ikan yang optimum. Berdasarkan hasil analisis kualitas air (Tabel 4) yang dilakukan pada awal pemeliharaan didapat nilai pH, DO, alkalinitas, kesadahan, dan TAN masih berada pada kisaran normal. Nilai pH 7,9; DO 5,4 mg/L; alkalinitas 55 mg/L CaCO3; kesadahan 213 mg/L CaCO3, dan TAN 0,06 mg/L. Kepadatan pada pemeliharaan sudah cukup optimum di mana ikan dipelihara dengan kepadatan 10 ekor/25 liter air. Nilai pada masing-masing parameter kualitas air dan kepadatan ikan tersebut menunjukkan bahwa kualitas air pada media pemeliharaan tidak berpengaruh terhadap parameter-parameter uji dan tidak ada stressor yang dapat menyebabkan penurunan kesehatan pada ikan tersebut.
KESIMPULAN Pemberian rElGH dengan metode injeksi dapat meningkatkan pertumbuhan ikan betok. Dosis yang baik untuk meningkatkan pertumbuhan ikan betok dan dapat digunakan pada aplikasi pemberian rGH menggunakan metode injeksi adalah 0,5 µg rGH/g bobot tubuh ikan betok.
DAFTAR PUSTAKA Acosta J, Morales R, Morales A, Alonso M, Estrada MP. 2007. Pichia pastoris expressing recombinant tilapia growth hormone accelerates the growth of tilapia. Biotechnol Lett. 29:1671–1676. Alimuddin, Lesmana I, Sudrajat AO, Carman O, Faizal I. 2010. Production and bioactivity potential of three recombinant growth hormones of farmed fish. Indonesian Aquaculture Journal. 5(1):11-17. Ben-Atia I, Fine M, Tandler A, Funkenstein B, Maurice S, Cavari B, Gertler A. 1999. Preparation of recombinant gilthead seabream (Sparus aurata) growth hormone and its use for stimulation of larvae growth by oral administration. General and Comparative Endocrinology. 113: 155–164. Birzniece V, Sata A, Ho K. 2009. Growth hormone reseptor modulators. Clin Endocrinol (Oxf). 71(5):715. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Biologi ikan Papuyu. Mandiangin: Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. Debnanth S. 2010. A review on the physiology of insulin like growth factor-I (IGF-I) peptide in bony fishes and its phylogenetic correlation in 30 different taxa of 14 families of teleosts. Advances in Environmental Biology. 5:31-52. Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.
10 Effendi, MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sari. Bogor. 112 p. Gustiano R, Kusmini I, Mulyasari, Prihadi T, Mujiutami E, Wahyutomo, Huwoyon G.H, Iskandariah. 2010. Penyediaan protein ikan melalui budidaya ikan nila unggul. Balai Riset Ikan Hias Depok, balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor, dan Balai Riset Budidaya Air Tawar Mandiangin. Handoyo B. 2012. Respons benih ikan sidat terhadap hormon pertumbuhan rekombinan kerapu kertang melalui perendaman dan oral [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hepher B. 1978. Ecological aspect of warm-water fishpond management. Hal 447-468. In Gerging SD.(Ed). Ecological of Freshwater Fish Production Blackwell Sci. R.bi., Oxford. Huisman, E.A. 1987. Principles of fish production. Department of Fish Culture and Fisheries Wageningen University. Wageningen Netherlends. 122 p. Husna HN. 2012. Pertumbuhan benih ikan betok yang diberi protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang (rElHP) dengan dosis berbeda melalui perendaman [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011. Ikan Betok dan Potensinya [internet]. [diacu 9 Agustus 2012. Tersedia dari: http://www.djpb.kkp.go.id /berita.php?id=611. Jeh HS, Kim CH, Lee HK, Han K. 1998. Recombinant flounder growth hormone from Escherichia coli: overexpression, efficient recovery, and growthpromoting effect on juvenile flounder by oral administration. J Biotechnol. 60: 183-193. Lesmana I. 2010. Produksi dan bioaktivitas protein rekombinan hormon pertumbuhan dari tiga jenis ikan budidaya [Tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Maulana F. 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan betok (Anabas testudineus Bloch.) yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan (rHP) melalui rotifera air tawar (Brachionus sp.) [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Moriyama S, Kawauchi H. 1990. Growth stimulation of juvenile salmonids by immersion in recombinant salmon growth hormone. Nipp Suis Gakk. 56: 31-34. Nisa NK. 2012. Aplikasi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang melalui pakan untuk meningkatkan pertumbuhan benih ikan betok [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pogram RKS. 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan betok yang direndam hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang rekombinan dengan dosis berbeda pada umur 12 hari [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Promdonkoy B, Warit S, Panyim S. 2004. Production of a biologically active growth hormone from giant catfish (Pangasianodon gigas) in Escherichia coli. Biotechnology Lett. 26: 649-653. Putra HGP. 2011. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gurame yang diberi protein rekombinan GH melalui perendaman dengan dosis berbeda
11 [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rahmawaty I. 2011. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gurame yang diberi pakan alami yang disuplementasi hormon pertumbuhan rekombinan [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Stickney, R. R. 1979. Principle of Warmwater Aquaculture. John Willey and Sons Inc. New York. 375 p. Utomo DSC. 2010. Produksi dan uji bioaktivitas protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan mas [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
12
LAMPIRAN Lampiran 1. Konversi dosis dari metode oral (30 mg/kg pakan) ke dosis injeksi Diketahui : Dosis terbaik pemberian rElGH melalui pakan : 30 mg/kg pakan (Nisa, 2012) pemberian pakan dua kali perminggu (Nisa, 2012) feeding rate 10% (asumsi) Ditanyakan
: Dosis injeksi rGH ( x µg/g bobot tubuh) -
FR = 10% per hari 1 g ikan 0,1 g pakan = 100 mg Misalkan dosis perhari χ Maka dosis yang dikonsumsi oleh ikan perharinya adalah: χ µg 0 mg 100 mg 1000000mg χ µg χ
-
000 mg 1000000 mg = =
0,003 mg 3 µg
Dosis yang dikonsumsi selama dua pekan adalah 3 µg x 14 hari = 42 µg
Jadi konversi dosis dari 30 mg/kg pakan ke dosis injeksi adalah 42 µg/g bobot tubuh untuk 2 pekan
13 Lampiran 2. Proses kultur bakteri Escherichia coli BL 21 dengan kontruksi hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang
Lampiran 3. Proses penyuntikan dan sampling
Pengukuran Bobot
Pengukuran Panjang
14
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 30 januari 1990. Putra dari Bapak Basuni S.IP dan Ibu Teja Ningsih. Penulis merupakan anak kesatu dari dua bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Kota Sukabumi. Tahun 2008 diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi sebagai ketua Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Sukabumi IPB (IKAMASI IPB) 2010. Menjadi anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa FPIK perwakilan kelas BDP pada periode 20092011 dan anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor 2011-2012 perwakilan FPIK dan diamanahi sebagai Ketua umum. Penulis aktif di forum lembaga legislatif mahasiswa Indonesia (FL2MI) dan diamanahi sebagai koordinator bidang internal di kepengurusan pusat FL2MI 2013. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Akuakultur pada semester ganjil 2010-2011 dan 2011-2012 serta asisten mata kuliah Pendidikan agama islam pada semester yang sama. Penulis menjadi penerima beasiswa Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis (PPSDMS) yayasan Nurul Fikri selama 2 tahun sejak 2010, beasiswa PPA pada tahun 2011 dan Korean Exchange Bank (KEB) pada tahun 2012. Penulis juga berkesempatan menjadi delegasi IPB pada Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) XXV tahun 2012 dan mendapatkan juara kedua pada kelas persentasi pada Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P). Penulis sempat melaksanakan magang di BBPBAT Sukabumi. Tulisan penulis pernah dimuat di majalah Trubus dengan judul “Rapatkan Barisan Perikanan” pada maret 2011. Penulis pernah melaksanakan praktikum lapang akuakultur dengan judul “Pendederan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB), Karawang, Jawa Barat”. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Pertumbuhan Benih Ikan Betok (Anabas testudineus, Bloch) Yang Disuntik Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang Dengan Dosis Berbeda”.