PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DALAM KERAMBA JARING APUNG DAN KERAMBA JARING TANCAP DI PERAIRAN KARANG CONGKAK, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA
PANJI ABDILLAH
SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DALAM KERAMBA JARING APUNG DAN KERAMBA JARING TANCAP DI PERAIRAN KARANG CONGKAK, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2010
PANJI ABDILLAH C14053020
RINGKASAN PANJI ABDILLAH. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dalam Keramba Jaring Apung dan Keramba Jaring Tancap di Perairan Karang Congkak, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Dibimbing oleh IRZAL EFFENDI dan KUKUH NIRMALA. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap. Efisiensi pemberian pakan, penyakit dan fisika-kimia air dalam wadah pemeliharaan ikan kerapu macan juga diamati. Penelitian ini dilaksanakan dari Desember 2009 hingga Januari 2010 di Perairan Karang Congkak Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Ikan kerapu macan dipelihara dalam keramba jaring apung (KJA) dan keramba jaring tancap (KJT), masing-masing terdiri dari dua kantong jaring ukuran 1,5 x 1,0 x 1,0 m bermata jaring 1 inchi. Setiap kantong jaring diisi ikan sebanyak 17 ekor. Pada kedua kantong KJA dipelihara ikan berukuran 12,0-14,0 cm rata-rata 13,4 ± 0,6 cm dan 15,0-17,0 cm rata-rata 15,8 ± 0,6 cm. Pada kedua kantong KJT dipelihara ikan berukuran 12,0-14,0 cm rata-rata 13,0 ± 0,5 cm dan 15,0-17,0 cm rata-rata 15,7 ± 0,6 cm. Ikan diberi pakan pelet berukuran 1 cm dengan kadar protein 46,12%, 2 kali pada pagi dan sore hari, sebanyak 2% dari biomasa ikan per hari. Ikan dipelihara selama 29 hari dalam ke dua sistem budidaya tersebut. Ikan diukur panjang dan bobotnya pada awal, tengah dan akhir pemeliharaan. Perendaman ikan dalam air tawar serta pergantian jaring dilakukan dua kali yaitu pada awal dan pertengahan pemeliharaan. Data laju pertumbuhan spesifik, pertambahan panjang mutlak, efisiensi pakan, derajat kelangsungan hidup, jumlah kasus penyakit ikan dan fisika-kimia air dianalisis secara statistik inferensia dan deskriptif Ikan kerapu macan ukuran kecil yang dipelihara dalam KJA memiliki derajat kelangsungan hidup 100%, laju pertumbuhan spesifik 0,47%, efisiensi pakan 24% dan 1 kasus penyakit, sedangkan pada KJT tingkat kelangsungan hidup 100%, laju pertumbuhan spesifik 0,44%, efisiensi pakan 21% dan 2 kasus penyakit. Pada kelompok ikan kerapu macan ukuran besar perlakuan KJT memiliki laju pertumbuhan spesifik sebesar 0,86%, dan KJA 0,62%, sedangkan pada efisiensi pakan, tingkat kelangsungan hidup dan kasus penyakit untuk KJA memiliki nilai secara berturut-turut 33%, 100% dan 0 kasus penyakit, kemudian untuk KJT 28%, 82,35% dan 2 kasus penyakit. Berdasarkan analisis statistik dengan selang kepercayaan 95%, tidak berbeda nyata baik antara perlakuan KJA dan KJT serta antara kedua kelompok ukuran kecil dan besar untuk semua peubah yang diukur. Kualitas perairan di sekitar wadah budidaya pada umumnya masih dalam kisaran baku mutu untuk budidaya ikan kerapu macan walaupun kecepatan arus dan suhu pada lokasi tersebut di luar kisaran standar baku mutu budidaya ikan kerapu macan.
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DALAM KERAMBA JARING APUNG DAN KERAMBA JARING TANCAP DI PERAIRAN KARANG CONGKAK, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA
PANJI ABDILLAH
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul
: Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dalam Keramba Jaring Apung dan Keramba Jaring Tancap di Perairan Karang Congkak, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Nama Mahasiswa
: Panji Abdillah
Nomor Pokok
: C14053020
Disetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Irzal Effendi, M.Si NIP.196403301989031003
Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc NIP.196106251987031001
Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP 196104101986011002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada 23 April 1987, adalah anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Kurniawan dan Ibu Nunung Masnuah. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 3 Cimahi, Jawa Barat pada 2005, kemudian masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan pada 2006 diterima di Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan dengan Minor Teknologi Observasi Bawah Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB. Selama kuliah, penulis aktif di berbagai organisasi diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB, DKM Al Hurriyyah IPB, Koperasi Mahasiswa IPB dan Kelurahan Asrama C3 Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB pada 2005-2006. Penulis aktif di Asrama Sylvalestari sebagai Ketua Bidang Event Organizer pada 2007-2008 dan Kepala Perpustakaan pada 20082009. Penulis juga aktif di Fisheries Diving Club FPIK IPB pada 2006-2009 sebagai Ketua Ekspedisi Zooxanthellae X di Biak Papua. Penulis pernah menjadi peserta dalam Monitoring Ekosistem Terumbu Karang Kepulauan Seribu pada 2009 bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Terumbu Karang Indonesia. Penulis menulis sebuah buku yang dicetak oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan judul ”Pesona dari Pulau Karang Biak” pada 2009. Pada 2008, penulis melaksanakan Praktek Lapangan Budidaya
Ikan
Arwana Super Red di PT Inti Kapuas Arwana tbk., Pontianak, Kalimantan Barat. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dalam Keramba Jaring Apung dan Keramba Jaring Tancap di Perairan Karang Congkak, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta”.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kemudahan yang diberikan dalam penulisan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dalam Keramba Jaring Apung dan Keramba Jaring Tancap di Perairan Karang Congkak, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta”. Sholawat dan salam selalu tercurah pada Rosulullah SAW. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: Kedua Orangtua dan Keluarga yang selalu memberi dukungan dan doa selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ir. Irzal Effendi M.Si dan Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc selaku Dosen Pembimbing. Prof. Dr. Enang Harris, M.S. selaku Dosen Penguji Tamu. Prof. Dr. Tridoyo Kusumastanto, M.S. Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB yang telah menyediakan fasilitas penelitian di Perairan Karang Congkak. Ketua dan seluruh Staf Pengajar Departemen Budidaya Perairan yang telah memberi masukan dan pengajaran selama masa perkuliahan. Fajar Adi Kuncoro, Perwira Aria dan para teknisi Balai Sea Farming Karang Congkak atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. Rekan-rekan BDP 42 yang telah memberi motivasi selama penyusunan skripsi ini. Rekan-rekan Fisheries Diving Club dan Keluarga Besar Asrama Sylvalestari atas dukungan yang tiada henti. Semoga karya tulis ini dapat berguna, baik bagi penulis maupun semua pihak yang membacanya. Terima kasih.
Bogor, April 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv DAFTAR TABEL .................................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 2.1 Ikan Kerapu Macan ................................................................................. 2.2 Sistem Budidaya ..................................................................................... 2.2.1 Keramba Jaring Apung (KJA) ....................................................... 2.2.2 Keramba Jaring Tancap (KJT) ....................................................... 2.2.3 Sea Farming ................................................................................... 2.3 Teknik Budidaya ..................................................................................... 2.4 Fisika dan Kimia Perairan .......................................................................
3 3 5 5 6 7 7 11
III. METODOLOGI ............................................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 3.2 Rancangan Percobaan ............................................................................. 3.3 Manajemen Budidaya ............................................................................. 3.3.1 Persiapan Wadah dan Alat ............................................................. 3.3.2 Penebaran Benih ............................................................................ 3.3.3 Pemberian Pakan ............................................................................ 3.3.4 Pengelolaan Kualitas Air ............................................................... 3.3.5 Pencegahan dan Pemberantasan Hama Penyakit ........................... 3.4 Pengamatan ............................................................................................. 3.4.1 Pertumbuhan .................................................................................. 3.4.2 Kelangsungan Hidup ...................................................................... 3.4.3 Efisiensi Pemberian Pakan ............................................................. 3.4.4 Penyakit Ikan ................................................................................. 3.4.5 Fisika-Kimia Air ............................................................................ 3.5 Analisis Data ...........................................................................................
14 14 14 15 15 16 17 17 18 18 19 19 20 20 21 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 4.1 Hasil ........................................................................................................ 4.1.1 Pertumbuhan Bobot ....................................................................... 4.1.2 Pertumbuhan Panjang .................................................................... 4.1.3 Kelangsungan Hidup ...................................................................... 4.1.4 Efisiensi Pemberian Pakan ............................................................. 4.1.5 Penyakit .......................................................................................... 4.1.6 Fisika-Kimia Air ............................................................................ 4.2 Pembahasan .............................................................................................
22 22 22 23 25 27 28 29 35
iii
V. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 38 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 38 5.2 Saran ....................................................................................................... 38 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 39 LAMPIRAN ........................................................................................................... 41
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) berumur 3 bulan berukuran 17 cm. ............................................................................................. 4 2. Lingkungan alami ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) pada kedalaman 3 meter di perairan Karang Congkak Kepulauan Seribu. .............................................................................................................. 4 3. Konstruksi satu unit keramba jaring apung dan bagian-bagiannya untuk pemeliharaan ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). a. rangka keramba, b. kantong jaring, c. keramba tampak samping, d. jangkar.............................................................................................................. 6 4. Rancangan wadah dan ukuran ikan yang ditebar pada penelitian pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. ...................................................... 14 5. Sketsa konstruksi wadah pemeliharaan ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Perairan Kaeang Congkak Kepulauan Seribu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. a. jalan inspeksi, b. kantong jaring, c. pemberat, d. tiang tancap, e. pelampung, f. pasang surut air laut .................... 15 6. Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. a. pemberat, b. floating droadge, c. refraktometer dan pH meter, d. Seichi disk, e. timbangan analitik. .................................................................... 16 7. Pakan ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) (Pelet) ukuran 1 cm dalam wadah C3 dan C2 untuk ikan dalam KJT ukuran besar dan kecil serta wadah B3 dan B2 untuk ikan dalam KJA ukuran besar dan kecil. ................................................................................................................. 17 8. Bobot ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. ...................................................... 22
v
9. Laju pertumbuhan spesifik ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. ......... 23 10. Pertumbuhan panjang ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. ...................................................... 24 11. Pertumbuhan panjang mutlak ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dpelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. ......... 25 12. Jumlah ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. ...................................................... 26 13. Tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. ......... 26 14. Efisiensi pakan Ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. ...................................................... 27 15. Kasus penyakit pada ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. ...................................................... 28 16. Fluktuasi kadar oksigen dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. .................................................. 29
vi
17. Fluktuasi kecerahan dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masingmasing berukuran kecil dan besar. ............................................................... 30 18. Fluktuasi suhu dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. ........................................................................... 30 19. Fluktuasi kecepatan arus dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. .................................................. 32 20. Fluktuasi salinitas dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masingmasing berukuran kecil dan besar. ............................................................... 32 21. Fluktuasi pH dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. ............................ Error! Bookmark not defined. 22. Fluktuasi nitrat dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masingmasing berukuran kecil dan besar. ............................................................... 33 23. Fluktuasi amoniak dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masingmasing berukuran kecil dan besar. ............................................................... 34 24. Fluktuasi ortophosphat dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. PCK dan PCB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. .................................................. 34
DAFTAR TABEL Halaman 1. Wadah pemeliharaan, padat tebar, lama pemeliharaan, dan sintasan produksi pada beberapa ukuran ikan kerapu macan (Epinephelus fuscogutattus).......................................................................................... ........ 8 2. Tingkat pemberian pakan ikan rucah dan pelet bagi ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) pada beberbagai ukuran. ..................................... 9 3. Pertumbuhan berat ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) selama fase pembesaran ................................................................................... 9
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Diagram alur budidaya ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) pada program sea farming Kepulauan Seribu......................... 42
2.
Data pengamatan ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. ................................................................................ 43
3.
Data panjang dan bobot ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. ....................................................... 44
4.
Analisis statistik laju pertumbuhan spesifik pada ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. ...................................... 46
5.
Analisis statistik pertambahan panjang mutlak pada ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. ........................... 47
6.
Analisis statistik derajat kelangsungan hidup (SR) pada ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. ........................... 48
7.
Analisis statistik efisiensi pemberian pakan pada ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. ...................................... 49
8.
Foto ikan yang mengalami penyakit selama pemeliharaan selama 4 minggu. ........................................................................................................... 50
9.
Analisis statistik kasus penyakit pada ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. ...................................... 51
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Ikan kerapu merupakan salah satu ikan laut ekonomis penting yang banyak
dibudidayakan dan diekspor. Permintaan pasar komoditas ini stabil bahkan cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Produksi ikan kerapu Indonesia pada 2006 sebanyak 4.021 ton dan pada 2007 meningkat menjadi 8.035 ton dengan rata-rata kenaikan tiap tahunnya antara 2005-2009 sebesar 7,48% (DKP, 2009). Ekspor ikan kerapu pada 2006 mencapai 4.800 ton senilai 24 juta dolar AS (Rp 240 milyar) dan meningkat pada 2007 menjadi 6.340 ton atau 31,7 juta dolar AS (Rp 310 milyar) (Anonimus, 2007a). Harga kerapu macan di pasar domestik (Jakarta) relatif stabil antara Rp 100.000,00-150.000,00 per kilogram. Permintaan terhadap kerapu macan di pasaran tersebut di atas tidak dapat dicukupi oleh hasil tangkapan alam. Oleh karena itu pengembangan usaha budidaya ikan ini memiliki prospek yang cukup baik. Sea farming merupakan kegiatan memproduksi benih (seed production), kemudian melepaskan benih tersebut ke laut (releasing atau restocking) dan selanjutnya menangkap kembali ikan tersebut (recapturing atau harvesting). Output dari kegiatan sea farming adalah benih ikan restocking dan ikan yang tertangkap kembali oleh nelayan. Ikan restocking membutuhkan suatu adaptasi dengan lingkungannya dan ikan yang tertangkap kembali mungkin masih berukuran kurang dari ukuran pasar (edible size), sehingga perlu dilakukan pemeliharaan lanjutan dalam sistem marikultur, baik karamba jaring apung (KJA) maupun keramba jaring tancap (KJT) (Effendi, 2005). Ikan kerapu macan menjadi komoditas dalam sea farming yang dikembangkan di Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Dalam sea farming awalnya pemeliharaan ikan kerapu macan ukuran 3-6 cm dipelihara dalam bak di hatchery hingga ikan berukuran 7-9 cm dan dilepas ke alam setelah dipelihara dalam KJA hingga berukuran 11-13 cm kemudian dilanjutkan dengan KJT hingga ukuran 13-15 cm (Lampiran 1). KJA dan KJT laut merupakan wadah pengadaptasian ikan pada kondisi alamiah. KJA memiliki jarak antara dasar kantong jaring dengan dasar perairan dan pasang surut tidak mempengaruhi ketinggian air pada kantong tersebut. Pada
2
KJT, dasar kantong jaring berkenaan langsung dengan dasar perairan dan ketinggian air pada kantong jaring tersebut dipengaruhi oleh pasang surut. Perbedaan kondisi kedua sistem marikultur (KJA dan KJT) dan ukuran ikan mungkin menyebabkan munculnya perbedaan
laju pertumbuhan spesifik,
pertambahan panjang mutlak, efisiensi pakan, kasus penyakit dan tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu macan yang dipelihara. Oleh karena itulah penelitian ini dilakukan. 1.2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pertumbuhan dan kelangsungan
hidup ikan kerapu macan yang berbeda ukuran dalam sistem keramba jaring apung dan keramba jaring tancap. Efisiensi pemberian pakan, kasus penyakit dan fisika kimia air dalam wadah pemeliharaan ikan kerapu macan juga diamati.
II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Kerapu Macan Ikan kerapu memiliki 15 genera yang terdiri atas 159 spesis. Ikan kerapu
termasuk famili Serranidae, Subfamili Epinephelinea, yang umumnya dikenal dengan nama groupers, rockcods, flowery dan manchado. Ikan kerapu ditemukan diperairan Laut Merah, Afrika Selatan dan Indo-Pasifik. Ikan kerapu macan diklasifikasikan sebagai berikut (Heemstra dan Randall, 1993) : Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Sub ordo
: Percoidea
Devisi
: Perciformis
Famili
: Serranidea
Sub famili : Epinephelinea Genus
: Epinephelus
Spesies
: Epinephelus fuscoguttatus
Ikan kerapu macan memiliki sirip dorsal (punggung), sirip anal (perut), sirip pektoral (dada), sirip caudal (ekor) dan garis lateral (gurat sisi). Sirip dorsal memanjang hampir sepanjang bagian punggung dengan jumlah duri keras dan lunak yang sama yaitu 14-15 buah. Sirip anal terdiri dari 3 buah duri. Sirip ekor berbentuk membulat dengan jumlah duri sebanyak 15-17 buah. Sisik ikan kerapu menutupi seluruh permukaan tubuh berbentuk kecil, mengkilat dengan bentuk sikloid. Warna dasar ikan kerapu macan adalah cokelat, dengan perut berwarna putih serta bercak hitam dan putih disekujur tubuh yang tidak beraturan (Heemstra dan Randall, 1993). Ikan kerapu macan memiliki bentuk tubuh memanjang agak membulat dengan mulut berukuran lebar (Gambar 1). Posisi mulut serong keatas dan bibir bawah menonjol keatas.
4
17 cm
Gambar 1. Ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) berumur 3 bulan berukuran 17 cm. Salah satu indikator keberadaan kerapu macan adalah adanya terumbu karang pada suatu wilayah perairan. Di Indonesia ikan kerapu macan banyak ditemukan di perairan Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Ikan kerapu macan hidup pada perairan dengan kedalaman yang relatif dangkal, yaitu berkisar 0,5 – 40 m. Dasar perairan yang disukai ikan ini adalah perairan dengan dasar pasir berkarang yang ditumbuhi oleh lamun (Anononimus, 2007b) (Gambar 2).
Gambar 2. Lingkungan alami ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) pada kedalaman 3 meter di perairan Karang Congkak Kepulauan Seribu. Dalam
siklus hidupnya ikan kerapu macan muda (ukuran 12-20 cm)
menyukai perairan pantai dekat muara dengan kedalaman 0,5-3,0 m, selanjutnya ketika menginjak dewasa (ukuran 30-50 cm) beruaya ke perairan dengan
5
kedalaman 7-40 m. Ruaya ikan kerapu macan biasanya terjadi pada siang dan senja hari. Pada saat stadia telur dan larva, kerapu macan bersifat pelagis, namun begitu menginjak usia muda sampai dewasa bersifat demersal (Anononimus, 2007b).
2.2
Sistem Budidaya Sistem budidaya ikan kerapu di laut antara lain karamba jaring apung dan
keramba jaring tancap.
2.2.1 Keramba Jaring Apung (KJA) KJA adalah sistem budidaya dalam wadah berupa jaring yang mengapung dengan bantuan pelampung dan ditempatkan di perairan seperti danau, waduk, selat, laguna, dan teluk. Sistem KJA terdiri dari beberapa komponen seperti rangka, kantong jaring, pelampung, jalan inspeksi, dan jangkar (Gambar 3). Rangka (a) terbuat dari kayu, bambu, pipa paralon atau berfungsi sebagai tempat bergantungnya kantong rumah jaga. Kantong
alumunium yang
jaring, jalan inspeksi dan
jaring (b) terbuat dari bahan polyethelene (PE) atau
polyprophelene (PP) dengan berbagai ukuran mata jaring dan berbagai ukuran benang, berfungsi sebagai wadah pemeliharaan dan treatment ikan. Pelampung (c) berupa drum plastik maupun besi dengan volume 200 l yang berfungsi untuk mempertahankan kantong jaring tetap mengapung di dekat permukaan air. Jalan inspeksi terletak diantara kantong jaring, terbuat dari kayu, papan, atau bambu yang berfungsi untuk memudahkan operasional budidaya. Jangkar (d) berfungsi untuk menambatkan KJA sehingga tetap pada posisinya pada suatu perairan, terbuat dari beton, batu, atau patok kayu yang diikatkan ke rangka dengan menggunakan tali jangkar. Sistem KJA ditempatkan di perairan dengan kedalaman 7-40 m (Effendi, 2004).
6
a.
b
c
d
Gambar 3.
Konstruksi satu unit keramba jaring apung dan bagian-bagiannya untuk pemeliharaan ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). a. rangka keramba, b. kantong jaring, c. keramba tampak samping, d. jangkar.
2.2.2 Keramba Jaring Tancap (KJT) Keramba jaring tancap (fixed net cage) adalah sistem teknologi budidaya dalam wadah berupa jaring yang diikatkan pada patok yang menancap ke dasar perairan. Komponen ini meliputi rangka, kantong jaring, patok dan rumah jaga. Fungsi bahan dan spesifikasi setiap komponen pada KJT sama dengan KJA, kecuali patok. Patok berfungsi sebagai penyangga jaring sehigga dapat berbentuk segi empat, terbuat dari bambu, kayu, atau beton. Sistem ini ditempatkan pada perairan danau, laut, sungai, atau waduk yang memiliki kedalaman sekitar 3-7 m. Penempatan sistem ini harus memperhatikan kisaran pasang surut. Pada saat pasang kantong jaring terendam yang dapat mengakibatkan ikan lepas ke luar, sedangkan pada saat surut ketinggian air dari dasar kantong masih bersisa minimal 1 m (Effendi, 2004). Tinggi tiang tancap biasanya berkisar anatara 1,5 sampai 2 meter dari batas air. Kemudian tiang tancap disambung dengan kayu horizontal yang dipasang
7
mengelilingi tiang tancap tersebut, hal tersebut dimaksudkan agar tiang menjadi kokoh (Beveridge, 2004).
2.2.3 Sea Farming Sea farming berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata sea berarti laut dan farming yang berarti berusaha tani, sehingga secara harfiah berarti berusaha tani di laut dalam rangka memproduksi ikan. Berdasarkan kegitannya sea farming dapat didefinisikan sebagai kegiatan memproduksi benih (seed production), kemudian melepaskan benih tersebut ke laut (releasing atau restocking) dan selanjutnya menangkap kembali ikan tersebut (recapturing atau harvesting) untuk dijual sebagai produk perikanan laut. Peraian laut untuk restocking ini dianggap sebagai kawasan sea ranching, bisa berupa teluk atau gosong (laut dangkal terlindung) dengan luas ratusan hingga ribuan hektar (Effendi, 2005). Output dari kegiatan sea farming adalah ikan yang tertangkap kembali oleh nelayan dan benih ikan yang ditebar. Ikan yang tertangkap kembali berukuran mungkin kurang dari ukuran pasar (edible size), sehingga perlu dilakukan pemeliharaan lanjutan dalam sistem marikultur, baik karamba jaring apung, pen culture maupun keramba jaring tancap. Dengan demikian output sea farming menjadi input produksi marikultur. Demikian pula sebaliknya, ikan yang akan ditebar di kawasan sea farming perlu dideder terlebih dahulu dalam sistem marikultur sebagai proses adaptasi di habitat sea ranching. Dengan demikian output dari sistem marikultur menjadi input bagi kegiatan sea farming. Hatchery sea farming juga bisa diarahkan produksinya untuk memenuhi permintaan benih oleh sistem marikultur (Effendi, 2005).
2.3
Teknik Budidaya Dalam membudidayakan ikan kerapu macan terdapat beberapa aspek
penting antara lain wadah pemeliharaan, padat penebaran, sintasan produksi, teknik pemberian pakan dan pemberian obat (Anonimus, 2008). Benih ikan kerapu macan yang digunakan berasal dari tangkapan maupun pembenihan. Benih ikan kerapu macan hasil tangkapan umumnya sangat terbatas, ukuran tidak
8
seragam, dan sering terserang penyakit akibat luka saat penangkapan atau pengangkutan. Berbeda dengan hasil tangkapan, benih yang berasal dari budidaya memiliki jumlah yang relatif banyak, ukuran relatif seragam serta kualitas dan kontinuitasnya terjamin. Benih ikan kerapu macan yang sehat tampak dari warnanya cerah, geraknya lincah dan aktif, nafsu makannya tinggi serta tidak ada cacat tubuh. Pada Tabel 1 diberikan gambaran standar padat tebar dan ukuran tebar pada setiap tingkatan pembesaran ikan kerapu (Anonimus, 2008). Tabel 1. Wadah pemeliharaan, padat tebar, lama pemeliharaan, dan sintasan produksi pada beberapa ukuran ikan kerapu macan (Epinephelus fuscogutattus). No.
Keterangan
1. 2. 3. 4.
Wadah pemeliharaan Padat tebar (ekor/m3) Lama pemeliharaan (bulan) Sintasan produksi (%)
Ukuran ikan / larva (gram) 15 – 25 50 – 75 400 – 500 Jaring Jaring Jaring 150 – 200 75 – 100 20 - 25 1 2 4 > 80 > 85 > 95
Kepadatan optimum untuk fase pendederan adalah 150-200 ekor/m3 dengan panjang rata-rata ikan 9-12 cm dan berat 15-25 gram. Setelah dibesarkan selama 1-1,5 bulan, kepadatannya dikurangi menjadi 100 ekor/m3. Kepadatan ini harus dipertahankan hingga masa pembesaran 2 bulan, selanjutnya kepadatan menjadi 20-25 ekor/m3 dipertahankan selama 4 bulan hingga ikan mencapai ukuran konsumsi (400-500 gram) (Anonimus, 2008). Pemilihan jenis pakan untuk pembesaran didasarkan pada kemauan ikan untuk memakan pakan yang diberikan, kualitas, nutrisi dan harga atau nilai ekonomis. Pada umumnya, ikan kerapu macan diberi pakan berupa ikan rucah segar dan pelet. Keberhasilan pembesaran ikan kerapu bergantung pada kecukupan pakan. Pada tahap awal pembesaran ikan kerapu macan, pemberian pakan dilakukan sesering mungkin sampai ikan benar-benar kenyang, minimal tiga kali sehari. Tahap berikutnya waktu dan frekwensi pemberian pakan pada ikan ini 2 kali pagi dan sore hari. Tingkat pemberian pakan ikan kerapu macan tertera pada Table 2 (Anonimus, 2008).
9
Tabel 2. Tingkat pemberian pakan ikan rucah dan pelet bagi ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) pada beberbagai ukuran. No.
Jenis pakan
1. Ikan rucah segar (%) 2. Pelet (%)
15 – 25 10 - 15 7,5 – 10
Ukuran ikan (gram) 50 – 75 400 – 500 7,5 – 10 5 - 7,5 5 - 7,5 3-5
Untuk menentukan dosis pakan, dilakukan pengukuran bobot dan panjang ikan sebulan sekali dengan cara sampling (acak) sebanyak 10% dari populasi. Kematian selama pemeliharaan juga dihitung untuk memperoleh nilai SR (survival rate atau derajat kelangsungan hidup). Laju pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh jenis pakan, jumlah yang diberikan dan mutu pakan. Laju pertumbuhan kerapu macan adalah sekitar 2,5-3 gram/hari (Anonimus, 2008). Dari hasil pengamatan di Balai Budidaya Laut Lampung, ikan kerapu macan dapat dipanen pada bulan ke tujuh dengan berat 525 gram. Pertumbuhan bobot kerapu macan dalam pembesaran di KJA terlihat pada Tabel 3
Tabel 3. Pertumbuhan berat ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) selama fase pembesaran Bulan ke1 2 3 4
Bobot (gram) 82,5 165,0 247,5 320,0
Bulan ke5 6 7
Bobot (gram) 412,5 495,0 577,5
Penyeragaman ukuran (grading) ikan kerapu macan dalam wadah pemeliharaan dilakukan mulai dari awal pembesaran dan selanjutnya minimal dua minggu sekali, terutama jika terjadi variasi ukuran. Pemilahan ukuran dilakukan dengan cara jaring/waring diangkat, lalu ikan diambil dan ditampung dalam ember plastik berkapasitas 100 liter, kemudian ikan diseleksi berdasarkan ukuran dan dimasukan kembali dalam wadah pemeliharaan (Anonimus, 2008). Grading dilakukan pada pagi atau sore hari ketika cuaca teduh (Putro dan Sunaryat, 1998) Penggantian waring/jaring kotor dengan yang bersih dilakukan setiap 7-10 hari sekali. Hal tersebut dilakukan karena kondisi jaring sudah penuh ditempeli oleh organisme penempel yang dapat menghambat pertukaran air dan pasokan oksigen sehingga menyebabkan pertumbuhan ikan ikan kerapu macan terhambat
10
serta menimbulkan penyakit pada ikan tersebut (Putro dan Sunaryat, 1998). Waring/jaring yang kotor dijemur sampai kering lalu dicuci dengan cara disemprot air. Setelah bersih dijemur kembali sampai kering, sebelum digunakan waring/jaring dikontrol kembali apakah ada yang rusak atau putus (Anonimus, 2008). Penyakit pada ikan kerapu macan dapat disebaban oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, cacing dan parasit. Mikroba penyebab penyakit seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa merupakan sumber penyakit yang memberikan dampak yang besar bagi populasi ikan. Berbeda halnya dengan cacing dan parasit akan lebih mudah dan lebih cepat untuk ditanggulangi karena tidak memberikan dampak yang terlalu besar dan dengan ukurannya yang relatif lebih besar dibandingkan
mikroba
sehingga
memudahkan
untuk
mengidetifikasinya
(Sindermann, 1990). Penyakit yang disebabkan oleh virus yang umumnya terdapat pada ikan air laut yaitu Lymphocistis, Viral Erythrocytic Necrosis (VEN), Infectious Pancrestic Necrosis (IPN), Infectious Hematopietic Necrosis (IHN), and Viral Hemoragic Cepticemia (VHC). Akibat dari virus ini umumnya akan menyebabkan kematian pada ikan secara masal (Sindermann, 1990). Pada keramba sea farming, tahun 2008 ditemukan dua jenis bakteri yang menjangkit ikan kerapu macan diantaranya
Vibrio alginolyticus dan Vibrio
anguillarum dengan ciri-ciri ikan mengalami borok pada kulit dan penggeripisan pada ekor. Selain itu juga ditemukan beberapa parasit seperti Myxosporea, Trichodina, Metacercaria, dan Diplectanum. Myxosporea ditemukan dalam bentuk kista pada insang. Secara visual, insang tampak pucat dan terdapat bintik merah pada bagian lamela insang. Trichodina merupakan jenis parasit yang berbentuk seperti piring terbang dengan pergerakan berputar melayang di permuaan kulit atau insang. Metacercaria memiliki bentuk seperti telur dan menempel di insang yang menyebabkan menurunnya kemampuan ikan dalam berespirasi. Parasit Diplectanum menyerang Kerapu Macan dengan ditandai oleh pucatnya warna insang, operculum yang membuka tutup dengan cepat serta tingkah laku renang yang abnormal (Rahayu, 2009).
11
Cacing monoggenea, termatoda, cestoda, acanthocephala, dan nematoda merupakan jenis yang banyak ditemukan hidup pada ikan laut. Biasanya semua cacing kecuali monogenea dan acanthocephala merupakan larva cacing yang terlihat sangat signifikan. Pada ikan laut dewasa dia menyerang saluran pencernaan, sedangkan pada larva ikan cacing menyerang pada daging dan isi perut. Cacing dapat masuk kedalam tubuh inang dikarenakan adanya kesalahan dalam mekanik, hilangnya substansi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam metabolisme, adanya fasilitas bagi mikroorganisme patogen untuk masuk kedalam tubuh inangnya. Lingkungan yang buruk menyebabkan ikan mudah terjangkit, selain itu lingkungan yang buruk akan menyebabkan rusaknya daur kehidupan. Cacing baru akan merusak jika terdapat dalam jumlah yang banyak dalam tubuh inang tersebut. Sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan, hancur dan kematian bagi inangnya (Sindermann, 1990)
2.4
Fisika dan Kimia Perairan Fisika kimia air menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi untuk
budidaya ikan kerapu macan. Beberapa parameter fisika dan kimia air yang penting bagi budidaya ikan kerapu macan yaitu kekeruhan, salinitas, suhu, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut, amoniak, nitrat, dan ortophosphat. Perairan yang keruh atau penuh dengan partikel suspensi lebih dari 5-10 mg/liter, tidak dikehendaki untuk kegiatan budidaya ikan kerapu karena dapat menyebabkan : - menurunnya kualitas air dan mempercepat penempelan organisme penempel. - timbulnya senyawa beracun, yang akan mengganggu aktifitas tubuh dan pertumbuhan. - kerusakan pada insang dan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit (Sudjiharno dan Winanto, 1998).
Salinitas menggambarkan padatan total di perairan, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi yang dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰). Laut memiliki salinitas berkisar antara 30-40‰ (Effendi, 2000).
12
Pertumbuhan terbaik indukan ikan kerapu macan di Balai Budidaya Lampung terjadi pada kisaran salinitas 31-33‰ (Sudjiharno dan Winanto, 1998). Perairan laut cenderung memiliki suhu yang konstan karena mengandung panas jenis yang tinggi. Ikan kerapu menunjukan pertumbuhan yang baik pada kisaran suhu 27 – 28 0C. Perubahan suhu yang cukup ekstrim akan berpengaruh terhadap proses metabolisme atau nafsu makan ikan ini (Sudjiharno dan Winanto, 1998). Kondisi perairan dengan pH netral atau sedikit basa sangat ideal untuk kehidupan air laut. Perairan dengan pH rendah dapat mengakibatkan aktivitas tubuh menurun atau ikan menjadi lemah, lebih mudah terkena infeksi dan biasanya diikuti dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Kadar pH ideal untuk kegiatan perikanan ialah 6,5-8,5 (Sudjiharno dan Winanto, 1998). Konsentrasi dan ketersediaan oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi ikan yang dibudidayakan. Konsenterasi oksigen dalam air dapat mempengaruhi pertumbuhan, konversi pakan dan mengurangi daya dukung perairan. (Sudjiharno dan Winanto, 1998). Dari Standar Nasional Indonesia (SNI 01-6488.4-2000), ikan yang dibudidayakan dapat hidup layak pada perairan dengan kandungan oksigen terlarut lebih dari 5 ppm (Anononimus, 2007b). Produksi amoniak di perairan umum berasal dari pupuk, kotoran ikan dan dari pelapukan mikrobial dari senyawa nitrogen. Berdasarkan surat keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 mengenai baku mutu air laut, amoniak yang masih diperbolehkan untuk memelihara biota laut ialah 0,3 mg/liter. Amoniak yang teroksidasi sangat berbahaya bagi kehidupan ikan, terutama akan menghambat daya serap terhadap oksigen sehingga ikan menjadi lemas dan mati. Amoniak juga berpengaruh terhadap metabolisme sehingga nafsu makan ikan menurun (Sudjiharno dan Winanto, 1998). Konsenterasi nitrat yang tinggi dapat diindikasikan sebagai keberdaan limbah biologi di perairan. Nitrat yang berlebihan akan menurunkan kualitas air dan mendorong laju pertumbuhan alga. Pada ikan yang dipelihara pada kandungan nitrat yang tinggi akan mengakibatkan terganggunya aktifitas tubuh, diantaranya nafsu makan menurun sehingga ikan menjadi lemah. Kadar nitrat 45 mg/liter terbukti cukup baik untuk kehidupan organisme air (Sudjiharno dan
13
Winanto, 1998). Kadar nitrat yang lebih dari 0,2 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan), yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming) (Effendi, 2000). Diperairan phosphat biasanya berasal dari limbah biologis dan residunya. Pada jumlah tertentu phosphat dibutuhkan oleh organisme air dan sering kali menjadi nutrien pembatas untuk pertumbuhan. Kelebihan phosphat dapat meningkatkan suhu air, serta
kesuburan yang berlebihan pada perairan.
Akibatnya vegetasi perairan tumbuh pesat dan kadar oksigen terlarut menjadi berkurang. Batas toleransi ikan pada kadar phosphat yaitu antara 10-110 g/liter (Sudjiharno dan Winanto, 1998).
III. METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Desember sampai Januari 2009 di Perairan
Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta. Analisis fisika-kimia air dilakukan di lapangan dan di Laboratorium Proling, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB.
3.2
Rancangan Percobaan Ikan kerapu macan dipelihara dalam wadah yang berbeda yaitu pada
keramba jaring apung (KJA) dan keramba jaring tancap (KJT) selama 1 bulan. Setiap wadah terdiri dari dua buah jaring, setiap jaring diisi ikan sebanyak 17 ekor. Ukuran ikan yang dipelihara dalam KJA yakni 12,0-14,0 cm dengan ratarata 13,4 ± 0,6 cm dan 15,0-17,0 cm dengan rata-rata 15,8 ± 0,6 cm. Pada KJT ikan yang dipelihara berukuran 12,0-14,0 cm dengan rata-rata 13,0 ± 0,5 cm dan 15,0-17,0 cm dengan rata-rata 15,7 ± 0,6 cm. Perlakuan pada penelitian kali ini ialah KJT dan KJA sedangakan ukuran ikan 12,0-14,0 cm dan 15,0-17,0 cm dinyatakan sebagai kelompok. Rancangan wadah dan ukuran ikan yang di tebar dapat dilihat pada Gambar 4. 1,5 m
1m
1,5 m
1m
KJT KJA KJA KJT B K B K Ikan 12-14 Ikan 15-17 Ikan 12-14 Ikan 15-17 cm cm cm cm Gambar 4. Rancangan wadah dan ukuran ikan yang ditebar pada penelitian pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar.
15
3.3
Manajemen Budidaya
3.3.1 Persiapan Wadah dan Alat Wadah yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu KJA dan KJT (Gambar 5). Wadah yang digunakan memiliki ukuran yang sama yaitu 1,5 x 1 x 1 m bermata jaring 1 inchi. Pada KJA, posisi dasar jaring ke dasar perairan yaitu 6,5 s.d 8 m, sedangakan KJT permukaan jaring terpapar langsung dengan dasar perairan yang ditambahkan dengan lindungan (shelter) berupa karang sehingga nampak seperti di habitat aslinya. a
e
d
KJAK
KJAB c f
Gambar 5.
b
KJTK
KJTB
Sketsa konstruksi wadah pemeliharaan ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Perairan Karang Congkak Kepulauan Seribu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masingmasing berukuran kecil dan besar. a. jalan inspeksi, b. kantong jaring, c. pemberat, d. tiang tancap, e. pelampung, f. pasang surut air laut
Kantong jaring pada KJA dan KJT diikatkan pada rangka keramba dan bagi KJT dasar jaring diikatkan pula ke dasar perairan dengan menggunakan batu. Kemudian disimpan pemberat disetiap sudut bawah kantong jaring sehingga kantong berbentuk persegi. Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa alat pengukur kualitas air diantraranya kertas pH untuk mengukur kadar pH, termometer untuk mengukur suhu, Refraktometer untuk mengukur salinitas (c), Seichi disk untuk mengukur kecerahan (d) dan floating droadge untuk mengukur kecepatan arus di wadah
16
pemeliharaan di laut (b), sedangkan spektrofotometer digunakan untuk mengukur kadar amoniak, nitrat, dan ortophosphat di laboratorium. Selain itu terdapat pula peralatan dalam pemeliharaan ikan diantaranya kantong jaring untuk memelihara ikan, pemberat untuk membuat kantong jaring tetap pada bentuknya ketika dimasukan kedalam laut (a), tali ikat untuk mengikatkan jaring pada rangka keramba, tangga sebagai akses untuk pengontrolan pada KJT, serokan untuk menangkap ikan, bak untuk menampung ikan pada saat sampling dan pada saat perendaman, penggaris untuk mengukur panjang ikan, timbangan untuk mengukur bobot ikan (e) dan alat dasar selam untuk memonitoring ikan (Gambar 6).
a
d. Gambar 6.
c
b
e.
Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) selama yang dipelihara 4 minggu. a. pemberat, b. floating droadge, c. timbangan analitik dan pH meter, d. Seichi disk, e. refraktometer.
3.3.2 Penebaran Benih Benih ikan kerapu macan yang ditebar berasal dari Bali yang telah dipelihara selama 3 bulan pada wadah keramba jaring tancap Balai sea farming Perairan Karang Congkak, Kepulauan Seribu. Ikan yang diujikan memiliki ukuran
17
12,0-14,0 cm dengan bobot rata-rata 47,5 ± 7,2 gram dan 14-17 cm dengan ratarata bobot 76,8 ± 14,6 gram masing-masing sebanyak 34 ekor. Sebelum ditebar benih diukur dan ditimbang terlebih dahulu, kemudian direndam untuk mencegah munculnya penyakit pada ikan dengan menggunakan air tawar selama 10 menit. Setelah direndam benih kemudian dimasukan kedalam wadah percobaan dengan padat tebar masing-masing 17 ekor/wadah.
3.3.3 Pemberian Pakan Pakan yang diberikan berupa pelet berukuran 1 cm dengan kadar protein 46,12% (Gambar 7), dan diberikan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari sebanyak 2% dari biomasa ikan atau 2-30 gram per hari. Pelet diberikan dengan cara ditebar sedikit demi sedikit secara merata dari atas keramba dan ikan makan semua. Pemberian pakan dihentikan jika ikan terlihat sudah tidak mau makan lagi.
Gambar 7. Pakan ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) (Pelet) berdiameter 1 cm dalam wadah C3 dan C2 untuk ikan dalam KJT ukuran besar dan kecil serta wadah B3 dan B2 untuk ikan dalam KJA ukuran besar dan kecil. 3.3.4 Pengelolaan Kualitas Air Pengelolaan kualitas air berupa penggantian kantong jaring kotor dengan kantong jaring bersih yang dilakukan dua minggu sekali dengan menggunakan mesin steam. Penggantian kantong jaring dimaksudkan agar sirkulasi air dan oksigen di dalam wadah pemeliharaan tidak terhambat akibat organisme penempel yang menempel pada mata jaring selama pemeliharaan sehingga kualitas air dalam wadah tetap terjaga.
18
3.3.5 Pencegahan dan Pemberantasan Hama Penyakit Pencegahan dan pemberantasan terhadap hama penyakit pada ikan kerapu macan, dilakukan perendaman ikan dalam air tawar sebanyak 1 kali dalam 2 minggu pada box styrofoam berukuran 100x50x20 cm dengan kepadatan 10 ekor per box. Pada saat perendaman, air diberi airasi agar kadar oksigen dalam wadah tersebut tetap terjaga. Selama perendaman ikan terlihat semakin lemas, setelah 10 menit kemudian ikan segera diukur berat dan panjangnya lalu dimasukan kedalam box air laut. Setelah selesai semua pengukuran ikan dalam box air tawar ikan dalam box air laut ditebar kembali pada wadah perlakuan. Perlakuan perendaman ikan akan membantu dalam pencegahan terhadap hama penyakit pada ikan, terutama pada hama penyakit yang memiliki kisaran toleransi salinitas yang sempit, seperti cacing yang menempel pada permukaan kulit ikan akan menjadi lemas dan mati ketika dirandam dalam air tawar. Selain perendaman pada ikan, pencucian jaring dari kotoran dan biota lain yang menempel pada kantong jaring akan membantu dalam pencegahan dan pemberantasan terhadap vektor hama penyakit.
3.4
Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap ikan kerapu macan yang dipelihara dan
kondisi fisika-kimia air di sekitar wadah pemeliharaan. Pengamatan terhadap ikan uji dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada saat awal penebaran, tengah dan akhir pemeliharaan. Parameter yang diukur yaitu bobot ikan, panjang ikan, penyakit yang terlihat secara visual, dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Pengukuran panjang dan bobot dilakukan dengan cara merendam ikan dalam air tawar kemudian setelah lemas ikan diambil dan ditiriskan dengan menggunakan kain agar air pada permukaan tubuh ikan tidak terhitung pada saat penimbangan. Pengukuran panjang dilakuakan dengan menggunakan penggaris, sedangkan pengukuran bobot dilakuan dengan menggunakan timbangan analitik. Pengukuran parameter penyakit berdasarkan jumlah kasus penyakit yang terjadi pada ikan kerapu macan dalam wadah pemeliharaan. Pengukuran jumlah pakan yang dikonsumsi ditimbang setiap hari. Hasil dari pengukuran tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan rumus sehingga didapatkan parameter laju
19
pertumbuhan spesifik, panjang mutlak, persen kelangsungan hidup, dan efisiensi pakan ikan kerapu macan.
3.4.1 Pertumbuhan Pertumbuhan yang diukur berupa bobot dan panjang total ikan, kemudian dihitung laju pertumbuhan spesifik dan pertumbuhan panjang mutlaknya. Laju pertumbuhan spesifik merupakan persentase pertumbuhan ikan per ekor yang dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Huisman 1987) :
t
Wt
1) 100 %
Wo
Keterangan :
α
= Laju pertumbuhan spesifik (%)
t
= Waktu (hari)
Wo
= Bobot awal (gram)
Wt
= Bobot akhir (gram)
Pertumbuhan panjang mutlak merupakan selisih dari panjang rata-rata akhir dengan panjang rata-rata awal yang dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Effendie, 1997):
PM
Lt
Lo
Keterangan : PM = Pertambahan panjang mutlak (cm) Lt
= Panjang rata-rata akhir (cm)
Lo
= Panjang rata-rata awal (cm)
3.4. 2 Kelangsungan Hidup Kelangsungan Hidup merupakan persentase ikan hidup hingga akhir pemeliharaan yang dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Goddard, 1996):
20
SR
( Bt / xWt )
x100 %
No
Keterangan : SR
= Persen kelangsungan hidup (%)
Bt
= Biomasa ikan akhir (kg)
xWt
= Rata-rata bobot ikan akhir (kg)
No
= Jumlah ikan awal (ekor)
3.4. 3 Efisiensi Pemberian Pakan Efisiensi pemberian pakan merupakan persentase jumlah pakan yang mampu diserap oleh tubuh ikan sehingga terjadi pertumbuhan bobot dari ikan tersebut. Efisiensi pakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Pillay and Kutty, 2005):
EP
( Bt
d)
Bo
x100 %
F
Keterangan : EP
= Efisiensi pakan (%)
Bt
= Biomasa ikan akhir (gram)
d
= Biomasa ikan mati (gram)
Bo
= Biomasa ikan awal (gram)
F
= Jumlah pakan yang diberikan (gram)
3.4.4 Penyakit Ikan Pengamatan penyakit ikan dilakukan secara visual yaitu melihat gejalagejala yang timbul pada ikan atau ada tidaknya parasit berukuran makro yang menempel pada permukaan kulit atau insang ikan tanpa adanya penelitian lanjutan. Sebagai perhitungan parameter penyakit, jenis penyakit yang terjadi pada masing-masing ikan diamati dan dihitung sebagai jumlah kasus dalam wadah selama pemeliharaan berlangsung.
21
3.4.5 Fisika-Kimia Air Pengukuran fisika-kimia air dilakukan secara insitu untuk variabel kadar oksigen terlarut dengan menggunakan metode winkler, salinitas dengan menggunakan refraktometer, pH dengan menggunakan pH test, kecerahan dengan menggunakan seichi disk, kecepatan arus dengan menggunakan floating droadge dan suhu dengan menggunakan termometer yang diukur setiap minggunya. Pengukuran air secara insitu dilakukan dalam wadah pemeliharaan di kolom air pada waktu sore hari. Sedangkan pengukuran kadar nitrat dengan menggunakan metode brusin sulfat, amoniak dengan menggunakan metode phenate dan ortophosphat dengan menggunakan metode molibdat ascorbis dilakukan di laboratorium sebanyak 3 kali pada awal, tengah dan akhir pemeliharaan. Air sampel yang diukur, diambil dari dalam wadah pemeliharaan di kolom perairan pada sore hari dengan menggunakan botol polietylen sebanyak 500 ml, kemudian diukur di laboratorium sebelum tiga hari dari pengambilan sampel.
3.5
Analisis Data Data hasil penelitian berupa kinerja ikan dianalisis statistik menggunakan
rancangan acak kelompok (RAK) pada program Microsoft Excel 2007. Perlakuan dari penelitian ini adalah KJA dan KJT, sedangkan kelompoknya yaitu ikan ukuran 12-17 cm dan 15-17 cm. Selain itu data hasil penelitian dianalisis secara statistik deskriptif.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan
kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan hidup serta efisiensi pakan dan kasus penyakit sebagai parameter pendukung. Selain itu terdapat pula parameter fisika kimia perairan berupa pH, salinitas, kecepatan srus, suhu, secerahan, oksigen terlarut, amoniak, nitrat, dan ortophosphat. Data pengamatan ikan dan kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.1.1 Pertumbuhan Bobot Bobot
ikan
dari
masing-masing
kelompok
perlakuan
mengalami
peningkatan (Gambar 8). Peningkatan bobot ikan yang signifikan terjadi pada KJTB dengan peningkatan bobot sebesar 18,70 gram, pada saat penebaran ikan memiliki berat 75,96 gram dan pada akhir pemeliharaan bobot ikan bertambah menjadi 94,65 gram. Ikan pada KJTK memiliki pertumbuhan bobot yang tidak terlalu signifikan seperti halnya KJAK dengan nilai secara berturut-turut 5,33 dan 6,72 gram (Lampiran 3).
Gambar 8.
Bobot ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar.
23
Laju pertumbuhan spesifik pada keempat kelompok perlakuan berbeda satu sama lain. KJTB memiliki laju pertumbuhan spesifik yang tertinggi yaitu sebesar 0,86%, sedangkan kelompok perlakuan ikan KJTK memiliki nilai laju pertumbuhan spesifik yang paling kecil yaitu 0,44%. Laju pertumbuhan spesifik ikan ukuran besar dalam KJA lebih kecil dibanding KJT, namun sebaliknya pada ikan ukuran kecil, KJA lebih tinggi dibandingkan KJT (Gambar 9). Secara umum ikan berukuran besar memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan ikan ukuran kecil.
Gambar 9
Laju pertumbuhan spesifik ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar.
Pengujian dengan statistik pada selang kepercayaan 95% antar perlakuan KJA, KJT dan antar kelompok kecil (12-14 cm), besar (15-17 cm) laju pertumbuhan spesifik ikan ukerapu macan tidak berbeda nyata (Lampiran 4).
4.1.2 Pertumbuhan Panjang Pertumbuhan panjang paling pesat terjadi pada KJTB, pada awal pemeliharaan rata-rata panjang ikan di KJAB lebih tinggi dibanding dengan KJTB yaitu berturut-turut 15,8 cm dan 15,7 cm, namun pada akhir pemeliharaan ikan uji KJTB memiliki rata-rata panjang yang lebih tinggi dibandingkan KJAB yaitu
24
secara berturut-turut 16,7 cm dan 16,3 cm (Lampiran 3). Perbedaan terlihat pula pada pertumbuhan panjang ikan uji pada KJTK dan KJAK. Pada pertumbuhan panjang ikan KJTK memiliki kecenderungan pola pertumbuhan yang sama dengan KJAK, namun pada pertumbuhan panjang ikan KJAK lebih besar
Panjang (cm)
dibandingkan KJTK seperti yang terlihat pada Gambar 10. 17,0 16,5 16,0 15,5 15,0 14,5 14,0 13,5 13,0 12,5 12,0
KJTK KJTB KJAK KJAB
0
2
4
minggu keGambar 10
Pertumbuhan panjang ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar.
Selama penelitian, pertumbuhan panjang mutlak yang tertinggi ditunjukkan oleh kelompok perlakuan KJTB dengan pertumbuhan panjang sebesar 0,90 cm, namun nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan ikan uji pada kelompok perlakuan KJAK yaitu 0,86 cm. Hal tersebut juga terjadi pada kelompok perlakuan KJAB yang nilainya tidak berbeda jauh dengan KJTK yang pertumbuhan panjangnya berturut-turut 0,45 cm dan 0,44 cm. Pertumbuhan panjang mutlak dari keempat kelompok perlakuan tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
25
Gambar 11
Pertumbuhan panjang mutlak ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar.
Pengujian statistik pada selang kepercayaan 95% antar perlakuan KJA, KJT dan antar kelompok kecil (12-14 cm), besar (15-17 cm), pertumbuhan panjang mutlak ikan uji tidak berbeda nyata (Lampiran 5).
4.1.3 Kelangsungan Hidup Populasi ikan uji selama penelitian pada umumnya memiliki jumlah yang tetap, hanya pada KJTB saja yang mengalami penurunan. Penurunan jumlah populasi pada KJTB terjadi pada minggu ke dua dan minggu ke tiga. Pada minggu ke dua jumlah ikan pada KJTB berkurang sebanyak 2 ekor sedangkan pada minggu ke tiga berkurang lagi sebanyak 1 ekor. Berkurangnya populasi pada KJTB diakibatkan karena kematian ikan pada saat pemeliharaan. Perubahan jumlah ikan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.
Jumlah ikan (ekor)
26
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
KJTK KJTB KJAK KJAB
0
Gambar 12
1
2 Minggu ke-
3
4
Jumlah ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar.
Pada umumnya tingkat kelangsungan hidup dari semua perlakuan cenderung sama yaitu 100% hanya KJTB saja yang memiliki tingkat kelangsungan hidup sebesar 82,35% seperti yang terlihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar.
27
Berdasarkan uji statistik dengan selang kepercayaan 95% antara perlakuan KJT dan KJA tidak berbeda nyata dengan rata-rata SR 100,00% untuk KJA dan 91,17% untuk keramba jaring tancap, serta kedua kelompok ikan besar maupun ikan kecil juga tidak berbeda nyata (Lampiran 6).
4.1.4 Efisiensi Pemberian Pakan Berdasarkan perhitungan efisiensi pemberian pakan dari keempat kelompok perlakuan terlihat bahwa ikan uji pada kelompok KJAB memiliki efisiensi pakan yang paling baik yaitu sebesar 33%. Pada ikan uji dengan perlakuan keramba jaring tancap (KJTK,KJTB), efisiensi pakannya cenderung lebih kecil dibanding pada ikan di KJA (KJAK,KJAB) yaitu 21% untuk KJTK dan 28% untuk KJTB dibandingkan KJAK sebesar 24% dan KJAB sebesar 33% yang dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14
Efisiensi pakan Ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar.
Pengujian statistik mengenai efisiensi pemberian pakan dengan selang kepercayaan 95% menujukan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara kedua perlakuan yaitu KJT dan KJA serta kedua kelompok ikan besar maupun ikan kecil (Lampiran 7).
28
4.1.5 Penyakit Kasus penyakit pada ikan uji banyak ditemukan pada perlakuan keramba jaring tancap baik kelompok KJTK maupun KJTB yaitu sebanyak 2 kasus pada masing-masing kelompok. Pada KJTK ikan yang terkena penyakit memiliki ciriciri mata katarak, terdapat benjolan seperti kutil, lecet pada mulut dan terdapat cacing pada siripnya, sedangkan pada KJTB ikan sakit terlihat benjolan seperti kutil dan terdapat cacing pada siripnya. Kasus penyakit pada perlakuan KJA hanya ditemukan pada kelompok KJAK saja sebanyak 1 kasus dengan ciri-ciri penyakit terdapat benjolan seperti kutil pada tubuh ikan dan untuk kelompok KJAB tidak ditemukan. Beberapa gambaran dari kasus yang ditemukan terdapat pada Lampiran 8. Jumlah kasus penyakit yang ditemukan selama penelitian terlihat pada Gambar 15.
Gambar 15
Kasus penyakit pada ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar.
Berdasarkan uji statistik dengan SK 95% kasus penyakit yang terjadi pada perlakuan KJT, KJA dan kelompok ukuran kecil, besar tidak berbeda nyata (Lampiran 9).
29
4.1.6
Fisika-Kimia Air
a. Oksigen Terlarut Kadar oksigen perairan pada saat pengamatan selama 4 minggu, antara kedua perlakuan memiliki kisaran yang hampir sama yaitu 5,968 – 9,671 ppm untuk keramba jaring tancap dan 5,893 – 9,661 ppm untuk KJA. Kadar oksigen perairan meningkat pada minggu ke-2 dan menurun kembali pada minggu ke-3 dan ke-4. Kadar oksigen yang berada pada kedua sistem budidaya masih berada di atas standar baku kelayakan budidaya yaitu antara 4-15 ppm. Fluktuasi dari oksigen terlarut selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16 Fluktuasi kadar oksigen dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. b. Kecerahan Kecerahan perairan di sekitar lokasi penelitian pada umumnya berada pada kisaran baku mutu perairan untuk budidaya kerapu yaitu di atas 3 m. kecerahan di kedua wadah perlakuan memiliki nilai yang sama yaitu berkisar antara 4-10 m. Fluktuasi dari kecerahan selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 17.
30
Gambar 17 Fluktuasi kecerahan dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. c. Suhu Suhu perairan selama penelitian berkisar antara 29,0 0C hingga 29,6 0C untuk keramba keramba jaring tancap dan 29,5 0C hingga 29,8 0C untuk keramba jaring apung. kedua kisaran tersebut berada di luar kisaran baku mutu perairan untuk budidaya kerapu secara intensif (Gambar 18).
Gambar 18 Fluktuasi suhu dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar.
31
d. Kecepatan Arus Kecepatan arus pada kedua wadah perlakuan sama yaitu berkisar antara 0,03 m/s sampai dengan 0,08 m/s. Kisaran kecepatan arus selama penelitian masih berada di bawah nilai baku mutu perairan untuk budidaya kerapu. Fluktuasi dari kecepatan arus selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19 Fluktuasi kecepatan arus dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. e. Salinitas Salintas perairan pada kedua wadah perlakuan cenderung normal berada pada kisaran baku mutu perairan untuk budidaya kerapu. Pada umumnya salinitas di keramba jaring tancap lebih tinggi berkisar antara 33-35 ppt dibandingkan KJA yang kisarannya antara 30-33 ppt. Fluktuasi dari salinitas selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 20.
32
Gambar 20 Fluktuasi salinitas dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. f. Derajat Keasaman (pH) Kisaran pH pada kedua tempat berada pada kisaran baku mutu perairan untuk budidaya kerapu yaitu 6,5 – 9. Nilai derajat keasaman pada KJA cenderung lebih tinggi berkisar 8 – 9 dibandingkan pH pada keramba jaring tancap yang berkisar 7 – 8. Fluktuasi dari derajat keasaman selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21 Fluktuasi pH dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masingmasing berukuran kecil dan besar. g. Nitrat
33
Kadar nitrat pada kedua tempat memiliki kisaran yang sangat rendah, bahkan pada saat awal pemeliharaan hampir tidak terdeteksi dan selalu di dalam kisaran nilai baku mutu. Fluktuasi dari nitrat selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22
Fluktuasi nitrat dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar.
h. Amoniak Nilai kisaran amoniak selama penelitian masih berada pada kisaran baku mutu perairan untuk budidaya kerapu yaitu di bawah 1,00 ppm. Pada wadah keramba jaring tancap kisaran amoniak cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di KJA yaitu 0,10 – 0,22 ppm berbanding 0,06 – 0,10 ppm. Fluktuasi dari amoniak selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 23.
34
Gambar 23 Fluktuasi amoniak dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. i. Ortophosphat Nilai ortophosphat di KJA cenderung lebih tinggi yaitu 0,10 – 0,12 ppm dibandingkan dengan keramba jaring tancap yang berkisar antara 0,05-0,08 ppm. Kedua kisaran tersebut masih dalam kondisi yang baik untuk budidaya ikan kerapu yaitu 0,01 – 0,10 ppm. Fluktuasi dari ortophosphat selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24
Fluktuasi ortophosphat dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. PCK dan PCB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar.
35
4.2
Pembahasan Selama penelitian, data fisika-kimia perairan yang diukur di dalam wadah
pemeliharaan baik KJA maupun KJT, pada sore hari setiap minggunya secara umum memiliki nilai baku mutu yang masih sesuai dengan standar baku perairan untuk budidaya. Hanya pada suhu dan kecepatan arus saja yang nilainya tidak sesuai. Selama penelitian suhu berkisar antara 29-29,8 0C sedangkan standar baku perairan untuk budidaya kerapu ialah 26,5-28 0C, namun kisaran suhu tersebut cenderung konstan dan menurut Sudjiharno dan Winanto (1998) perubahan suhu yang cukup ekstrim akan berpengaruh terhadap proses metabolisme atau nafsu makan ikan. Karena selama penelitian tidak terjadi perubahan suhu yang ekstrim, sehingga faktor suhu masih dianggap layak untuk dilaksanakannya budidaya kerapu. Kecepatan arus pada saat penelitian berkisar anatara 0,02 – 0,08 m/s yang seharusnya standar baku perairan untuk budidaya kerapu memiliki kisaran kecepatan arus 0,2 – 0,3 m/s. Hal tersebut diduga berdampak pada penurunan mutu perairan diantaranya kadar oksigen perairan. Pada saat penelitian pengukuran fisika-kimia perairan hanya dilakukan pada sore hari dimana kadar oksigen terlarut masih tinggi. Pada malam hari kadar oksigen di perairan akan berkurang disebabkan konsumsi oksigen di perairan selain digunakan oleh ikan kerapu macan juga digunakan oleh fitoplankton dalam perairan untuk respirasi, sehingga kompetisi dalam memperoleh oksigen semakin tinggi. Dengan kecepatan arus yang relatif kecil, perputaran air pada wadah menjadi lambat menyebabkan kadar oksigen pada wadah semakin krisis. Oleh karena itu kematian ikan selama penelitian yang terjadi pada malam hari diduga karena kadar oksigen dalam wadah yang menurun secara drastis. Pada KJT kadar amoniak (0,14 ppm) lebih tinggi dibandingkan KJA (0,08 ppm), sedangkan kelarutan oksigen KJT (7,33 ppm) lebih rendah dibandingkan KJA (7,34 ppm), menurut Effendi (2000) toksisitas amoniak akan meningkat seiring dengan menurunnya kadar oksigen dalam suatu perairan. Oleh karena itu toksisitas amoniak pada KJT lebih tinggi dibandingkan di KJA sehingga secara umum ikan pada KJT lebih rentan dibandingkan ikan pada KJA.
36
Keberadaan perairan tersebut memberikan dampak pada nafsu makan ikan, efisiensi pakan dan tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu macan. Pada kelompok ikan ukuran kecil KJA dan kelompok ikan ukuran kecil KJT memiliki nilai rata-rata konsumsi pakan harian yang sama yaitu 2,2% dari biomasa ikan, namun nilai efisiensi pakan dari ikan tersebut berbeda yaitu KJA (23%) lebih tinggi dibandingkan KJT (21%). Dengan demikian energi dari pakan yang dikonsumsi oleh ikan ukuran kecil pada KJT lebih sedikit diserap oleh tubuh dibandingkan ikan ukuran kecil pada KJA. Hal tersebut menyebabkan laju pertumbuhan spesifik ikan kecil pada KJT (0,44%) lebih rendah dibandingkan ikan kecil pada KJA (0,47%). Begitu pula yang terjadi pada ikan yang berukuran besar, nilai rata-rata konsumsi pakan harian ikan ukuran besar pada KJT (2,2% dari biomasa) lebih tinggi dibandingkan ikan ukuran besar pada KJA (2,0% dari biomasa). Hal tersebut menyebabkan laju pertumbuhan pada ikan ukuran besar pada KJT (0,86%)
lebih tinggi dibandingkan ikan ukuran besar pada KJA
(0,62%). Nafsu makan dan laju pertumbuhan yang tinggi menunjukan bahwa ikan menyukai perairan tersebut. Sesuai dengan pola hidup ikan kerapu macan menurut Anonimus (2007b), Pada saat stadia telur dan larva, ikan kerapu macan bersifat pelagis, namun begitu menginjak usia muda sampai dewasa bersifat demersal. Pada penelitian ini terlihat ikan kerapu ukuran kecil lebih menyukai wadah KJA dibandingkan KJT dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi pada KJA. Wadah KJA memiliki karakteristik pelagis dimana kantong jaring berada pada kolom perairan. Demikian pula pada ikan kerapu macan ukuran besar lebih menyukai wadah KJT yang memiliki karakteristik demersal dimana kantong jaring berada di dasar perairan. Hal tersebut juga sesuai dengan sistem pengadaptasian pada kegiatan sea farming dimana ikan kerapu macan ukuran kecil (11-13 cm) dipelihara dalam KJA, kemudian setelah besar (13-15 cm) dipelihara dalam KJT. Tingkat kelangsungan hidup dari masing-masing kelompok perlakuan umumnya memiliki nilai yang sama yaitu 100%, hanya kelompok ikan ukuran besar pada KJT saja yang memiliki tingkat kelangsungan hidup sebesar 82,35%. Pada sistem KJA, kantong jaring pemeliharaan ikan berada jauh dari dasar perairan yaitu 6,5 s.d 8 m, sedangkan keramba jaring tancap permukaan kantong
37
jaring berkenaan langsung dengan dasar perairan sehingga ikan dapat kontak langsung dengan substrat perairan yang menjadi tempat mengendapnya senyawasenyawa organik dan anorganik serta limbah yang bersifat toksik. Selain itu pada dasar perairan pun banyak terdapat vektor penyakit yang dapat menjangkit tubuh ikan kerapu macan yang dipelihara. Hal tersebut dapat terlihat pada kasus penyakit yang terjadi selama penelitian, pada ikan kerapu macan yang dipelihara dalam KJT didapatkan 2 kasus penyakit disetiap wadah, sedangkan pada ikan uji yang dipelihara pada KJA hanya terdapat 1 kasus penyakit yaitu pada kelompok ikan ukuran kecil. Dilihat dari sampel ikan yang mengalami kematian pada ikan ukuran besar dalam KJT, ikan mati dengan kondisi kurus yang diduga karena terjangkit oleh penyakit dalam pencernaan seperti cacing. Menurut Sindermann (1990), pada ikan dewasa cacing menyerang pada saluran pencernaan, sedangkan pada larva ikan cacing menyerang pada daging dan isi perut. Cacing dapat masuk ke dalam tubuh inang dikarenakan adanya kesalahan dalam mekanik, hilangnya substansi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam metabolisme, adanya fasilitas bagi mikroorganisme patogen untuk masuk ke dalam tubuh inangnya serta lingkungan yang buruk menyebabkan ikan mudah terjangkit. Pada ikan yang terserang cacing pada pencernaannya akan terlihat kurus dan terlihat lemas. Kematian hanya terjadi pada ikan yang berukuran besar di KJT diduga karena pada saat terjadi up wealing atau gelombang tinggi, substrat dasar yang banyak mengandung senyawa-senyawa toksik terangkat dan terlarut dalam perairan, kemudian ikan besar lebih banyak menyerap air untuk metabolisme tubuh sedangkan perairan pada saat itu sedang mengalami penurunan mutu, akhirnya ikan besar akan banyak menyerap toksik dari perairan dan menyebabkan kematian terutama pada ikan yang sebelumnya telah terserang oleh penyakit.
V.
5.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Pertumbuhan tertinggi ikan kerapu ukuran kecil terjadi pada KJA,
sebaliknya ikan kerapu ukuran besar terjadi pada KJT dan secara umum pertumbuhan ikan besar lebih tinggi dibandingkan ikan kecil. Kelangsungan hidup ikan kerapu pada KJA lebih tinggi dibandingkan KJT terutama pada ikan berukuran besar. Efisiensi pakan dan kasus penyakit pada KJA lebih baik dibandingkan KJT. Namun secara statistik, kelangsungan hidup, efisiensi pakan, dan kasus penyakit tidak berbeda nyata antar perlakuan wadah dan kelompok ukuran. Fluktuasi fisika kimia perairan pada saat pengukuran masih dalam kisaran standar baku mutu untuk budidaya kecuali kecepatan arus dan suhu.
5.2
Saran Berdasarkan penelitian sebaiknya ikan mulai ditebar pada KJT pada saat
ukuran ikan mencapai 15-17 cm dan pemilihan lokasi yang baik sesuai dengan standar baku mutu perairan untuk budidaya ikan kerapu akan memberikan dampak terhadap produksi yang lebih baik. Selain itu pada penelitian selanjutnya sebaiknya digunakan padat tebar yang sesuai dengan petani.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2007a. Produksi Kerapu Indonesia Diperkirakan Geser Cina. www. kapanlagi.com. 16 September 2009. Anonimus. 2007b. Pembesaran Ikan Kerapu di Keramba Jaring Apung. ikankubatam.blogspot.com. 16 September 2009. Anonimus. 2008. Teknik Budidaya Ikan Kerapu. Buku Petunjuk Teknis Budidaya Laut Ikan Kerpu. Ditjen Perikanan Budidaya. www.my.opera.com. 16 September 2009. Anonimus. 2009 Budidaya Teripang. http://budidaya-perairan.blogspot.com.16 September 2009 Beveridge, M. 2004. Cage Aquaculture, Thrid Edition. Blackwell Publishing. Oxford. p : 69. Boyd, C. E. 1990. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perikanan. Alih bahasa oleh Sidik, A. S. 2001. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman. Samarinda. 47, 58 hal. Darwisto, S. 2002. Strategi Reproduksi Pada Ikan Kerapu (Epinephelus sp.). Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana/S3, Institut Pertanian Bogor. DKP. 2009. Kelautan dan Perikanan dalam Angka. Pusat Data Statistik dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK – IPB. Bogor. 66 hal. Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar swadaya. Jakarta. 84 hal. Effendi, I. 2005. Riset Terapan Pengembangan Sea Farming di Kepulauan Seribu. http://www.pksplipb.or.id. 16 September 2009. Effendi, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama.101 hal. Goddard, S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall, New York. p : 172. Putro, D. H. dan Sunaryat. 1998. Teknik Pendederan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan Balai Budidaya Laut Lampung. 50-51 hal. Heemstra, P. C. dan Randall, J. E. 1993. Epinephelus fuscogutattus. www.fishbase.org. 23 Maret 2010. Huisman, E. A. 1987. The Principles of Fish Culture Production. Department of Aquaculture. Wageningen University, Netherland. p: 122.
40
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tentang Baku Mutu Air Laut. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta Pillay, T. V. R. dan Kutty M. H. 2005. Aquaculture Principles and Practices Second Edition. Blackwell Publishing. p: 162 Rahayu, A. M. 2009. Keragaman dan Keberadaan Penyakit Bakterial dan Parasitik Benih Kerapu Macan Ephinephelus fuscoguttatus di Keramba Jaring Apung Balai Sea Farming Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Sindermann, C. J. 1990. Principal diseases of Marine Fish and Shellfish. Academic Press, inc. New York. p: 117. Sudjiharno dan Winanto, T. 1998. Pembenihan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoguttatus). Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan Balai Budidaya Laut Lampung.16-17 hal.
LAMPIRAN
42
Gambar 34 3-6 cm Kasus penyakit pada ikan kerapu macan 4-9 cm Bak KJA (Ephinephelus (di laut) fuscoguttatus) yang dipelihara Gambar dalam keramba Gambar 34 Kasus Restocking 34 Kasus jaring apung dan penyakit keramba jaring penyakit Gambar 33 pada ikan 150-250 tancap selama 4 pada ikan Kasus penyakit kerapu 150-250 minggu gram kerapu 150-250 pada ikan kerapu macan gram macan gram macan (Ephineph (Ephineph (Ephinephelus elus fuscoguttfuscoguttatus) elus KJT fuscogutt KJA yang dipelihara atus) yang atus) yang dalam keramba dipelihara dipelihara dalam jaring apung dan 500-1000 Gambarjaring dalam Gambar kerambakeramba 500-1000 500-1000 gram 34 selama Kasusgram keramba 34 Kasus jaring tancap 4 gram penyakit jaring penyakit apung minggu pada ikan apung pada ikan dan kerapu kerapu kerambaRestockyng dan macan 34 keramba macan jaring Gambar (Ephineph penyakit jaring (Ephineph tancap Kasus Pasar elus tancap elus selama pada 4 ikan kerapu fuscogutt selama 4 fuscogutt minggu macan atus) yang minggu (Ephinephelus atus) yang dipelihara34 fuscoguttatus) Gambar dipelihara dalam yang dipelihara Kasus dalam keramba dalam keramba penyakit keramba jaring jaring apung dan pada ikan jaring apung jaring keramba kerapu apung dan selama 4 tancap macan dan keramba minggu (Ephinephel keramba usjaring jaring tancap fuscoguttatu tancap 4 s)selamayang selama 4 minggu dipelihara minggu dalam
11-13 cm Keramba jaring tancap
13-15 cm 34 Gambar Kasus penyakit pada ikan kerapu macan Keramba (Ephinephelus jaring tancap fuscoguttatus ) yang dipelihara dalam Gambar 500-100034 keramba Kasusgram penyakit jaring apung pada ikan dan keramba kerapu macan jaring tancap (Ephinephelus selama 4 fuscoguttatus) minggu yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu
Pembesaran
Hatchery (di darat)
Pendederan
Pembenihan
Lampiran 1. Diagram alur budidaya ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) pada program Sea Farming Kepulauan Seribu.
43
Lampiran 2. Data Pengamatan ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu.
Pengamatan Ikan Kelompok Panjang LPS SR Perlakuan Mutlak (cm) (%) (%) 0,44 KJT kecil 0,44 100 0,90 KJT Besar 0,86 82,35 0,86 KJA Kecil 0,47 100 0,45 KJA Besar 0,62 100 LPS = laju pertumbuhan spesifik SR = survival rate (derajat kelangsungan hidup) EP = efisiensi pakan
EP (%) 21 28 24 33
Penyakit (Kasus) 2 2 1 0
Pengamatan Fisika-Kimia Air Parameter pH Salinitas (‰) Kec. Arus (m/s) Suhu (0C) Kecerahan (m) DO (ppm) Amoniak (ppm) Nitrat (ppm) Ortophosphat (ppm)
Perlakuan KJA KJT KJA KJT KJA KJT KJA KJT KJA KJT KJA KJT KJA KJT KJA KJT KJA KJT
Pengukuran 0 3 7 33 33 0,03 0,03 30 29,8 10 10 0,1 0,11 0 0 0,11 0,05
1
2
3
4
9 7 32 33 0,03 0,03 29 29,5 10 10 6,693 7,036 -
8 8 30 32 0,02 0,02 29,3 29,8 5,8 5,8 9,661 9,671 0,08 0,22 0,03 0,01 0,1 0,05
8 8 33 35 0,05 0,05 29,5 29,5 4 4 7,064 6,676 -
8 7 32 34 0,08 0,08 29,6 29,6 5,8 5,8 5,893 5,968 0,06 0,1 0,06 0,08 0,12 0,08
44
Lampiran 3. Data panjang dan bobot ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. Keramba Jaring Apung Kecil No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 x
Panjang p1 p2 12 12 12,5 12,5 12,6 12,6 12,6 13,2 13,2 13,7 13,5 13,7 13,5 14 13,5 14 13,5 14 13,5 14 14 14,8 14 14,8 14 14,7 14 14,7 14 14,2 14 14,9 14 15 13,44 13,93
p3 12,3 13,6 12,6 13,5 14,1 14 14,2 14,5 14,7 14,7 14,8 14,8 14,8 14,8 15 15,2 15,5 14,30
b1 37,02 51,02 39,91 52,48 46,63 49,12 49,3 54,1 56,6 47,41 57,81 54,68 55,47 53,82 53,09 47,6 66,51 51,33
Bobot b2 36,39 47,15 36,19 54,55 46,7 50,92 53,31 55,58 67,69 50 63,01 63,15 56,66 60,08 53,72 55,66 69,29 54,12
b3 35,96 54,38 37,71 56,6 46,06 47,26 67,35 65,05 69,7 57,05 57,15 79,81 58,53 59,46 59,83 67,13 67,8 58,05
Keterangan kutil
Katarak
Katarak
Kutil
Kutil
Mouth rot
Mouth rot
Keramba Jaring Apung Besar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 x
Panjang p1 p2 p3 15 15 15 15 15 15 15,3 15,3 15,5 15,5 15,5 15,5 15,5 15,5 16 15,5 15,6 16 15.5 15,9 16 15,5 16 16,2 15,9 16 16,3 15,5 16 16,5 15,5 16 16,5 16 16,5 16,5 16 16,5 16,6 16 16 17 17 17 17 17 17,2 17,3 17 17,5 17,5 15,81 16,03 16,26
B1 62,5 65,4 69,9 67 62,2 77,9 69,4 77,3 66,1 77,8 69,9 91,8 75,8 69,5 102 91,9 126 77,8
Bobot b2 b3 65,3 65,7 65,9 67,15 73,8 84,27 67,9 66,43 62,8 65,59 77,5 79,03 73,1 88,97 85 87,99 67,1 79,9 89,5 96,67 81,4 99,96 97,1 99,67 86,6 109,23 76,3 103,25 113 114,19 107 113,18 137 134,25 83,9 91,5
Keterangan
kutil
kutil
kutil
kutil
45
Lampiran 3. Lanjutan Keramba Jaring Tancap Kecil No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 x
Panjang p1 p2 12,2 12,5 12,5 12,5 12,5 13,0 12,5 13,0 12,5 13,0 12,7 13,0 13,0 13,0 13,0 13,2 13,0 13,5 13,0 13,5 13,0 13,6 13,0 13,6 13,2 13,6 13,2 14,0 13,5 14,0 14,0 14,1 14,0 15,0 12,99 13,42
p3 12,5 12,5 13,0 13,0 13,0 13,0 13,0 13,2 13,6 13,6 13,6 13,6 13,6 14,0 14,0 14,1 15,0 13,43
b1 39,74 35,17 47,48 45,01 39,88 37,15 39,82 41,1 44,34 41,32 44,34 41,63 42,68 45,18 49,12 58,11 49,52 43,62
Bobot b2 41,11 37,27 49,17 46,2 42,15 37,8 41,24 42,39 47,43 42,27 49,45 41,67 44,93 49,45 52,46 61 52,28 45,78
Keterangan b3 42,56 36,02 Katarak, kutil Katarak, kutil 49,57 46,02 42,51 35,48 45,06 cacing 40,19 Mouth rot Mouth rot 52,87 51,53 49,55 Mouth rot Mouth rot 46,92 kutil 53,57 52,27 54,65 64,76 68,62 48,95
Keramba Jaring Tancap No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 x
p1 15 15 15,2 15,5 15,8 15,8 16 16 16 16 16 16,5 16,6 17 15,89
Panjang p2 15 15,5 15,5 15,5 16 16,3 16,3 16,4 16,5 16,5 16,5 17 17 17,8 16,27
p3 15 15,5 15,5 16,2 16,5 16,5 17 17,5 16,5 16,7 17 17,5 17,7 18 16,65
b1 80,3 75,4 78,8 82,6 89,5 75,6 84 88,6 96,7 62 71,4 70,2 64,4 92,6 79,43
Bobot b2 89,46 79,29 79,67 90,23 97,11 86,7 86,96 97,95 116,05 63,63 75,47 73,32 66,83 100,78 85,96
15
15,2
15,5
59,39
16
15
15
55,03
17
15
16
61,3
Keterangan b3 107,92 74,41 62,03 94,42 97,53 93,35 96,77 105,11 97,06 79,14 85,67 97,68 107,14 126,93 94,65 mati 48,94 (kurus) mati 41,91 (kurus) mati 70,98 (stress)
kutil&cacing
1/1/2010 1/2/2010 1/7/2010
46
Lampiran 4. Analisis statistik laju pertumbuhan spesifik pada ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu.
Anova: Two-Factor Without Replication Laju Pertumbuhan Spesifik SK 95% SUMMARY Row 1 Row 2 Column 1 Column 2
Count 2 2 2 2
ANOVA Source of Variation Rows Columns Error
SS 0,081225 0,011025 0,018225
Total
0,110475
Sum 0,91 1,48 1,3 1,09
Average 0,455 0,74 0,65 0,545
Variance 0,00045 0,0288 0,0882 0,01125
df
MS 0,081225 0,011025 0,018225
F 4,45679 0,604938
1 1 1
P-value 0,281624 0,579167
F crit 161,4476 161,4476
3
Rows (Kelompok ukuran) F
47
Lampiran 5. Analisis statistik pertambahan panjang mutlak pada ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu.
Anova: Two-Factor Without Replication Pertumbahan Panjang Mutlak SK 95 % SUMMARY Row 1 Row 2 Column 1 Column 2
Count
Sum Average Variance 2 1,305882 0,652941 0,089689 2 1,353735 0,676867 0,100286 2 1,34197 0,670985 0,105624 2 1,317647 0,658824 0,084775
ANOVA Source of Variation Rows Columns Error
SS 0,000572 0,000148 0,189827
Total
0,190547
df
MS F P-value F crit 1 0,000572 0,003016 0,965075 161,4476 1 0,000148 0,000779 0,982235 161,4476 1 0,189827 3
Rows (Kelompok ukuran) F
48
Lampiran 6. Analisis statistik derajat kelangsungan hidup (SR) pada ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu.
Anova: Two-Factor Without Replication SUMMARY Row 1 Row 2 Column 1 Column 2
ANOVA Source of Variation Rows Columns Error Total
Count 2 2
Sum 200 182,4
Average 100 91,18
Variance 0 156
2 2
182,4 200
91,18 100
156 0
SS 77,85 77,85 77,85
df 1,00 1,00 1,00
MS 77,85 77,85 77,85
233,56
3,00
F 1,00 1,00
P-value 0,50 0,50
F crit 161,45 161,45
Rows (Kelompok ukuran) F
49
Lampiran 7. Analisis statistik efisiensi pemberian pakan pada ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu.
Anova: Two-Factor Without Replication SUMMARY Row 1 Row 2 Column 1 Column 2
Count Sum 2 0,4 2 0,6
Average 0,224713 0,302758
Variance 0,000224 0,001488
2 2
0,5 0,6
0,244807 0,282664
0,001882 0,004488
ANOVA Source of Variation SS Rows 0,006 Columns 0,001 Error 3E-04
df 1 1 1
MS 0,006091 0,001433 0,000279
F 21,8534 5,141753
Total
0,008
P-value 0,13416 0,26442
F crit 161,4476 161,4476
3
Rows (Kelompok ukuran) F
50
Lampiran 8 Foto ikan yang mengalami penyakit selama pemeliharaan selama 4 minggu.
Penyakit seperti kutil pada ikan kerapu macan (Epinephelus fuscogutattus) ukuran 17 cm.
Penyakit cacing pada ekor ikan kerapu macan (Epinephelus fuscogutattus) ukuran 15 cm.
Penyakit cacing pada sirip anal ikan kerapu macan (Epinephelus fuscogutattus) ukuran 15 cm.
Penyakit borok pada kepala ikan kerapu macan (Epinephelus fuscogutattus) ukuran 17 cm.
51
Lampiran 9 Analisis statistik kasus penyakit pada ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu.
Anova: Two-Factor Without Replication SUMMARY Row 1 Row 2 Column 1 Column 2
Count 2 2
Sum 4 1
Average 2 0,5
Variance 0 0,5
2 2
2 3
1 1,5
2 0,5
1 1 1
MS 2,25 0,25 0,25
ANOVA Source of Variation Rows Columns Error
SS 2,25 0,25 0,25
Total
2,75
df
F 9 1
P-value 0,2048328 0,5
F crit 161 161,44
3
Rows (Kelompok ukuran) F