KEBERADAAN PARASIT BENIH IKAN KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus PADA PENDEDERAN DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
HENI SELA ARIANTY
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
KEBERADAAN PARASIT BENIH IKAN KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus PADA PENDEDERAN DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2010
Heni Sela Arianty C 141053525
RINGKASAN HENI SELA ARIANTY. Keberadaan Parasit Benih Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus pada Pendederan di Karamba Jaring Apung Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu Jakarta. Dibimbing oleh YANI HADIROSEYANI dan IRZAL EFFENDI. Ikan kerapu macan merupakan salah satu komoditas perikanan laut yang bernilai ekonomis tinggi baik di pasar domestik maupun di Asia. Salah satu lokasi yang dikembangkan untuk pendederan ikan kerapu macan adalah karamba jaring apung Balai Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun dan Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Kegiatan pendederan di KJA Balai Sea Farming menghadapi permasalahan penyakit termasuk parasit. Kematian disebabkan oleh serangan parasit mencapai 30%. Serangan parasit yang muncul pada masa pendederan bila tidak ditangani bisa menjadi jalur masuknya penyakit lain pada ikan seperti bakteri. Selain itu, serangan parasit dalam intensitas yang besar pada ikan dapat menimbulkan kematian dan mengganggu produktivitas budidaya. Berdasarkan keadaan tersebut maka dilakukan penelitian dengan pemantauan dilakukan mulai dari awal benih ditebar hingga benih mencapai ukuran untuk pembesaran sehingga diketahui waktu, penyebab, gejala klinis, serta besarnya frekuensi dan intensitas serangan parasit. Contoh ikan diambil antara Juni sampai Agustus 2009 dari keramba jaring apung Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu, Jakarta. Identifikasi parasit dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kerapu macan berukuran 7 - 12,5 cm (bobot ikan 7,5 – 24,9 g) dipantau keberadaan ektoparasitnya selama 3 bulan. Setiap 1 minggu dilakukan pemeriksaan terhadap 5 ekor ikan contoh. Ikan sampel memiliki gejala terinfeksi penyakit seperti lukaluka fisik. Metode pemeriksaan dan identifikasi ektoparasit mengikuti petunjuk Kabata (1985). Data yang diperoleh dari hasil penelitian meliputi jenis parasit, prevalensi dan intensitas parasit yang dianalisis secara deskriptif. Ikan kerapu macan yang diambil dari KJA Perairan Pulau Semak Daun dan Pulau Karang Congkak, Kepulauan Seribu menunjukkan adanya serangan penyakit yang disebabkan oleh parasit Diplectanum, Trichodina, Alitropus sp. dan Kista Myxosporea. Prevalensi parasit yang menginfeksi benih KJA perairan Pulau Semak Daun ialah sampling pertama tidak ditemukan parasit. Sampling kedua, prevalensi parasit Diplectanum 100% dan Alitropus sp. nilai prevalensinya sebesar 60%. Sampling ketiga, parasit Diplectanum memiliki prevalensi sebesar 100%, sedangkan untuk prevalensi parasit Trichodina 40%. Untuk sampling keempat 100% dari jumlah ikan yang diperiksa terinfeksi parasit Diplectanum. Pada sampling kedua intensitas Diplectanum sebesar 71.67 dan Alitropus sp.1.3, Untuk sampling ketiga diperoleh intensitas parasit Diplectanum sebesar 72.8, dan Trichodina 46.5. Untuk sampling keempat nilai intensitas parasit Diplectanum adalah 5.5 ditemukan dari 5 ekor ikan yang diperiksa. Pada sampling kelima tidak dilakukan penghitungan karena parasit tidak ditemukan. Prevalensi dan intensitas parasit yang menginfeksi benih di KJA perairan Pulau Karang Congkak ialah parasit Diplectanum nilai prevalensi sebesar 100%, sedangkan Alitropus sp. memiliki nilai prevalensi parasit 20 %. Untuk prevalensi parasit kista Myxosporea sebesar 20%. Intensitas parasit tertinggi yang menyerang benih kerapu macan di KJA perairan pulau Karang Congkak diperoleh dari sampling pertama yaitu Diplectanum sebesar 62.8, adapun intensitas parasit Alitropus sp. 1, dan kista Myxosporea 15.
KEBERADAAN PARASIT BENIH IKAN KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus PADA PENDEDERAN DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
HENI SELA ARIANTY
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Keberadaan Parasit Benih Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus Pada Pendederan Di Karamba Jaring Apung Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu, Jakarta.
Nama Mahasiswa : Heni Sela Arianty Nomor Pokok
: C14053525
Disetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Irzal Effendi, M. Si. NIP. 196403301989031003
Ir. Yani Hadiroseyani, MM NIP. 196001311986032002
Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc. NIP. 196104101986011002
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Keberadaan Parasit Benih Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus Pada Pendederan Di Karamba Jaring Apung Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu Jakarta”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ir. Yani Hadiroseyani, MM dan Ir. Irzal Effendi, M. Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan untuk skripsi ini. 2. Prof. Dr Tridoyo Kusumastato M.Si sebagai Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB yang telah mengizinkan menggunakan
Balai
Sea
Farming
Kepulauan
Seribu
untuk
pelaksanaan penelitian. 3. Dr. Sukenda atas masukkannya sebagai Dosen Penguji Tamu terhadap kesempurnaan skripsi ini. 4. Ayahanda Hasanuddin, Ibunda Laelatul Badriah serta kedua adikku Yogei Maulana Alfad dan Muh. Reza Habibi yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat. 5. Teman- teman seperjuangan di Kep. Seribu (Ratna, Wanya, dan Jardi), LKI CREW, BDP 42, dan Kak Budi yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini di lapangan serta Himawan Widyatmoko
yang
selalu
memberikan
doa,
dukungan
dan
semangatnya. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Juni 2010
Heni Sela Arianty
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, tanggal 24 September 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Ayah bernama Hasanuddin dan Ibu bernama Laelatul Badriah. Penulis telah menyelesaikan jenjang pendidikan pada SDN Kramat Pela 011 Pagi Jakarta lulus 1999, SLTPN 19 Jakarta lulus 2002 dan SMUN 46 Jakarta lulus 2005. Pada 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama kuliah, penulis pernah mengikuti Praktek Kerja Umum di Lokariset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi dan Praktek Kerja Lapangan pembenihan ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada 2008. Selama di IPB penulis mengikuti organisasi kampus, yaitu sebagai Bendahara Umum di Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) (2006-2008). Penulis juga pernah menjadi asisten Dasar–Dasar Mikrobiologi Akuatik (20082009) jenjang Sarjana dan Diploma, Penyakit Organisme Akuatik (2009) jenjang Sarjana, serta Teknik Pencegahan Penyakit dan Pengobatan Ikan (2009) jenjang Diploma. Untuk menyelesaikan studi di IPB, penulis melakukan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul “Keberadaan Parasit Benih Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus Pada Pendederan Di Karamba Jaring Apung Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu Jakarta”.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL………………………………………………………………
ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………..
x
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………...
xi
I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………………………………………………………... 1.2 Tujuan …………………………………………………………..................
1 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kerapu Macan Ephinephelus fuscoguttatus ................................ 2.2 Penyakit parasit pada Ikan Kerapu Macan .......................................... 2.3 Prevalensi dan Intensitas ....................................................................
3 4 12
III. METODE PENELITIAN 3.1 Pemeliharaan Ikan Kerapu Macan....................................................... 3.2 Pengambilan Ikan Contoh ................................................................... 3.3 Pemeriksaan dan Identifikasi Parasit .................................................. 3.4 Analisis Data ........................................................................................
14 15 17 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ..................................................................................................... 4.1.1 Kondisi Umum Perairan Lokasi Penelitian ....................................... 4.1.2 Parasit yang ditemukan..................................................................... 4.2. Pembahasan ......................................................................................
19 19 21 27
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 5.2 Saran ...................................................................................................
34 34
DAFTAR PUSTAKA
35
DAFTAR TABEL Halaman 1. Tinjauan penyakit parasit pada ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus....................................................................................... 2. Keberadaan dan jenis parasit pada benih kerapu macan di KJA Perairan Pulau Semak Daun Balai Sea Farming Kepulauan Seribu ............................................................................................................ 3. Keberadaan dan jenis parasit pada benih kerapu macan di KJA Perairan Pulau Karang Congkak Balai Sea Farming Kepulauan Seribu ................................................................................................. 4. Prevalensi (P) dan Intensitas (I) parasit yang menyerang benih ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA Perairan Pulau Semak Daun Balai Sea Farming Kepulauan Seribu ............................................................................................................ 5. Prevalensi (P) dan Intensitas (I) parasit yang menyerang benih ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA Perairan Pulau Karang Congkak Balai Sea Farming Kepulauan Seribu ………………………………………………………………………………
9 19
20
25
26
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan Kerapu Macan Ephinephelus fuscoguttatus ................................
3
2. Parasit Cryptocaryon sp. ..................................................................... 3. Parasit Trichodina ................................................................................ 4. Jenis-jenis Trichodina yang menyerang ikan kerapu macan di BBPBL Lampung ................................................................................. 5. Parasit Caligus sp. ............................................................................... 6. Parasit Neobedenia ……………………………………………………… 7. Parasit Diplectanum ……………………………………………….......... 8. Siklus hidup Diplectanum .................................................................... 9. Infeksi parasit Haliotrema pada filamen insang ………………………. 10. Skema Metode Penelitian ………………………………………………. 11. Tanda-tanda benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) terinfeksi penyakit ……………………………………………………….. 12. Jenis – jenis parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan …. 13. Parasit Diplectanum yang menginfeksi benih ikan kerapu macan … 14. Parasit Trichodina yang menginfeksi benih kerapu macan ……….... 15. Parasit Alitropus sp. yang menginfeksi benih kerapu macan ……….
4 6 6 7 8 9 10 10 16 23 23 24 25 26
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus merupakan salah satu komoditas perikanan laut yang bernilai ekonomis tinggi baik di pasar domestik maupun di Asia seperti terutama Hongkong, Cina, Taiwan dan Singapura. Harga ikan kerapu macan di dalam negeri Rp. 80.000,- sampai dengan Rp. 120.000,per kg dan di Hongkong mencapai US$ 12 - 17 per kg (Baliprov 2009). Sejauh ini Indonesia adalah pemasok utama kerapu di luar Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Indonesia memasok 40% pasar kerapu dunia. Data Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) menyebutkan ekspor kerapu pada 2006 mencapai 4.800 ton senilai US$24-juta. Pada 2007 angka itu meningkat menjadi 6.340 ton senilai US$ 31,7-juta (Helmina 2009). Oleh karena memiliki harga yang cukup tinggi dan permintaan untuk kerapu macan yang terus meningkat maka usaha untuk membudidayakan ikan kerapu macan merupakan salah satu peluang yang masih sangat terbuka luas. Sistem kegiatan budidaya ikan kerapu macan terbagi menjadi tiga tahapan
yaitu
pembenihan,
pendederan
dan
pembesaran.
Pembenihan
merupakan serangkaian kegiatan untuk mendapat benih yang bermutu. Benih yang dihasilkan dari hatchery berukuran 5-7 cm. Dari ukuran tersebut, benih dipelihara lebih lanjut pada tahapan pendederan hingga ukuran benih ikan mencapai 10-12 cm sehingga benih lebih siap memasuki tahap pembesaran. Dalam kegiatan pendederan benih ikan kerapu macan terdapat dua macam wadah pemeliharaan yaitu bak dan waring di karamba jaring apung. Salah satu lokasi yang dikembangkan untuk pendederan ikan kerapu macan adalah KJA Balai Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun dan Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Balai Sea Farming merupakan unit penyedia benih bagi masyarakat dan juga sebagai pelaksana pendampingan teknis dalam pengelolaan budidaya ikan di Kepulauan Seribu. Perairan Pulau Karang Congkak termasuk ke dalam perairan selat sedangkan perairan di Semak Daun merupakan perairan gosong. Kegiatan pendederan dalam KJA di perairan pulau Karang Congkak dan Semak Daun menghadapi permasalahan penyakit termasuk parasit. Kematian disebabkan oleh serangan parasit mencapai 30%. Parasit banyak ditemukan pada
insang,
kulit,
maupun
mata.
Hal
yang
memacu
kecepatan
perkembangbiakan organisme parasit dan penyakit sehingga dapat merugikan inang, bahkan dapat menyebabkan kematian yaitu kondisi kepadatan tinggi, dan jaring kotor serta jarang diganti dan dibersihkan. Serangan parasit yang muncul pada masa pendederan bila tidak ditangani bisa menjadi jalur masuknya penyakit lain pada ikan seperti bakteri. Selain itu, serangan parasit dalam intensitas yang besar pada ikan dapat menimbulkan kematian dan mengganggu produktivitas budidaya. Berdasarkan keadaan tersebut maka dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui keberadaan parasit pada pendederan benih ikan kerapu macan yang dilaksanakan pada waktu dan musim yang berbeda dari Rahayu (2009). Pemantauan dilakukan mulai dari awal benih ditebar dalam wadah pendederan (waring) hingga benih mencapai ukuran untuk pembesaran untuk mengetahui. waktu, penyebab, gejala klinis, serta besarnya frekuensi dan intensitas serangan parasit.
1.2 Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memantau keberadaan parasit pada benih ikan kerapu macan di KJA Perairan Pulau Semak Daun dan Karang Congkak, Kepulauan Seribu Jakarta.
Kejadian parasitisme meliputi
prevalensi dan intensitas parasit yang menyerang benih kerapu selama tahap pendederan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus Ikan kerapu tergolong dalam famili Serrenidae, tubuhnya tertutup oleh sisik-sisik kecil. Kebanyakan hidup di perairan terumbu karang dan sekitarnya, adapula yang hidup di sekitar muara sungai. Menurut Nontji (1987) nama kerapu biasanya digunakan untuk empat genus anggota famili Serranidae yaitu Epinephelus, Variola, Plectropomus dan Cromileptes. Sebagian besar genus anggota Serranidae hidup di perairan relatif dangkal dengan dasar terumbu karang, tetapi beberapa jenis diantaranya dapat ditemukan pada kedalaman sekitar 300 meter. Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) menurut Heemstra dan Randall (1993) memiliki sistematika yaitu : Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Osteichtyes
Subclass
: Actinopterygii
Ordo
: Percomorphi (Perciformes)
Sub ordo
: Percoidea
Family
: Serranidae
Genus
: Epinephelus
Spesies
: Epinephelus fuscoguttatus
Gambar 1. Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus (BBPBL 2002) Ikan kerapu genus Epinephelus tubuhnya ditutupi oleh bintik – bintik berwarna coklat, merah atau putih, sirip ekor berbentuk bundar, bentuk tubuhnya agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam (Gambar 1.). Ikan kerapu merupakan karnivora dan cara makannya dengan menangkap makanan sebelum sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai jenis Crustacea (rebon, dogol, dan krosok) untuk ikan muda atau benih, selain itu jenis ikan-ikan (tembang, teri dan
belanak) bagi ikan kerapu yang lebih dewasa. Rotifer, krustacea kecil, kopepoda dan zooplankton pakan untuk larva kerapu. Kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang dan malam hari, lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari (Tampubolon dan Mulyadi 1989 dalam BBPBL 2002).
2.2 Penyakit Ektoparasit pada Ikan Kerapu Macan Ektoparasit yang umumnya menyerang ikan kerapu macan ada 3 golongan yaitu protozoa, crustacea dan trematoda. Untuk protozoa jenis parasit yang biasa menginfeksi adalah Trichodina sp. (insang), dan Cryptocaryon irritans (insang dan kulit). Kemudian dari golongan Crusatacea jenis parasitnya adalah Caligus sp. Untuk trematoda jenis parasitnya terdiri dari Benedia sp., Neobenedenia sp., Diplectanum sp. dan Haliotrema sp (BBPBL 2002) Cryptocaryon sp. Cryptocaryon sp. (Gambar 2) jika menginfeksi tubuh ikan akan terlihat bercak putih.menampakkan pada tubuh ikan yang tersering terlihat bercak putih. Stadia parasit yang menginfeksi ikan dan menimbulkan penyakit adalah disebut trophont berbentuk seperti kantong atau genta berukuran antara 0.3-0.5 mm, dan dilengkapi dengan silia. Tanda klinis ikan yang terserang adalah ikan seperti ada gangguan pernafasan, bercak putih pada kulit, produksi mukus yang berlebihan, kadang disertai dengan hemoragi, kehilangan nafsu makan sehingga ikan menjadi kurus. Erosi (borok) dapat terjadi karena infeksi sekunder dari bakteri (Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, 2004).
Gambar 2. Parasit Cryptocaryon sp. (Ruangpan, L 1982)
Trichodina Menurut Lom (1962) Trichodina yang merupakan ektokomensal, dimana mereka menggunakan inang sebagai daerah untuk mencari makanannya, yaitu partikel air, bakteri dan detritus. Trichodina yang menempel di insang umunmya berukuran lebih kecil dibandingkan yang hidup di kulit, contohnya adalah Trichodinella. Populasi Trichodina sp di air meningkat pada saat peralihan musim, dari musim panas ke musim dingin. Berkembang biak dengan cara pembelahan yang berlangsung di tubuh inang, mudah berenang secara bebas, dapat melepaskan diri dari inang dan mampu hidup lebih dari dua hari tanpa inang. Parasit ini merupakan protozoa dari golongan ciliata berukuran ± 50µm berbentuk bundar dengan sisi lateral berbentuk lonceng, memiliki cincin dentikel sebagai alat penempel dan memiliki silia di sekeliling tubuhnya. Penempelan Trichodina pada tubuh ikan sebenarnya hanya sebagai tempat pelekatan (substrat), sementara parasit ini mengambil partikel organik dan bakteri yang menempel di kulit ikan. Tetapi karena pelekatan yang kuat dan terdapatnya kait pada cakram, mengakibatkan seringkali timbul luka, terutama pada benih dan ikan muda. Pelekatan pada insang juga seringkali disertai luka dan sering ditemukan sel darah merah dalam vakuola makanan Trichodina. Pada kondisi ini maka Trichodina (Gambar 3) merupakan ektoparasit sejati yaitu ektoparasit yang menghabiskan seluruh siklus hidupnya dan mengakibatkan kerugian pada inang (Grabda 1991), dimana mereka memakan sel yang rusak dan bahkan dapat menembus masuk ke dalam insang ataupun jaringan kulit. Menurut Afrianto dan Liviawati (1992) dalam Susanti (2002), timbulnya serangan penyakit pada ikan akibat hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan dan organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebakan ikan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah terserang penyakit. Populasi Trichodina di air meningkat pada saat peralihan musim, dari musim panas ke musim dingin. Berkembang biak dengan cara pembelahan yang berlangsung di tubuh inang, mudah berenang secara bebas, dapat melepaskan diri dari inang dan mampu hidup lebih dari dua hari tanpa inang (Wikipedia 2009). Ketika trichodinids menjadi masalah di akuakultur, biasanya menunjukkan eutrofikasi atau kualitas air yang buruk. Bakteri tinggi beban untuk memberikan berlimpah trichodininds, yang kemudian berkembang biak di host dan kemudian menyebabkan patologi yang berhubungan dengan lampiran (Lom, J. dan Dykova (1992).
Gambar 3. Parasit Trichodina (BBPBL 2002) Dibawah ini (Gambar 4) terdapat jenis-jenis Trichodina yang menyerang ikan kerapu macan di BBPBL Lampung yang ditemukan oleh Sonya (2006) :
Gambar 4. Jenis-jenis Trichodina yang menyerang ikan kerapu macan di BBPBL Lampung (a-b). Trichodina retuncinata (c-d). Trichodina sp.I (e-f). Trichodina sp. II Trichodina retuncinata yang ditemukan memiliki diameter tubuh 42,7 mikron(33,6-51,3 mikron, n = 6). Lebar border membrane adalah 2,8 mikron (2,54,0
mikron,
n
=
8).
Diameter
adhesive
disc
berukuran
23,6
mikron (18,5-33,5 mikron, n = 9). Cincin dentikel memiliki diameter 12,3 mikron (9,5-16,5
mikron,
n
=
9)
dan
jumlah
dentikel
dimiliki
adalah
21
(19-23, n = terbentuk 9) (Grupcheva et al. 1989, Xu et al. 2001 dalam Sonya 2006) Trichodina sp. I (Gambar 4c,d), spesies ini berbeda dari Trichodina retuncinata dilihat dari ukuran dan bentuk dentikelnya. Diameter tubuh yang dimiliki sekitar 60 mikron (n = 1), lebar border membrane berukuran 2.8 mikron (2,5 – 3.0 mikron, n = 2) dan diameter adhesive disc adalah 33.4 mikron (27,5 – 40,0 mikron, n = 4), bentuk dentikel menyerupai bulan sabit dan jumlah dentikel sebanyak 21 (20-23, n=4) (Lom & Dyková 1992 dalam Sonya 2006). Trichodina sp. II (Gambar 4e,f), memiliki diameter cincin dentikel 18.3 mikron (17,5-19,0 mikron, n = 2) dan dentikel berjumlah 21 (20-222, n = 2). Panjang blade adalag 4,3 mikron ( 4,0-4,5 mikron, n = 2), dengan panjang dentikel 8.0 mikron (n = 2) (Lom dan Dykova 1992 dalam Sonya 2006).
Caligus Caligus sp. (Gambar 5) sering ditemukan baik pada induk ikan di KJA maupun di tambak. Penempelan ektoparasit ini dapat menimbulkan luka, dan akan lebih parah lagi karena ikan yang terinfeksi dengan parasit sering menggosok-gosokkan tubuhnya ke dinding bak atau substrat keras lainnya. Timbulnya luka akan diikuti dengan infeksi bakteri. Caligus sp. berukuran cukup besar yaitu 2-3 mm sehingga dapat diamati dengan tanpa bantuan mikroskop (BBPBL 2002).
Gambar 5. Parasit Caligus sp. (Heemstra P.C., dan Randall J.E.,. 1993)
Neobenedenia Parasit Neobenedenia (Gambar 6) termasuk Ordo Dactylogyridea, Famili Capsilidae. Monogenean Capsalid dikenal sebagai cacing kulit dan merupakan parasit eksternal yang paling umum pada budidaya ikan laut. Capsalid meliputi
beberapa spesies dan mempunyai kesamaan morphologi yaitu berbentuk oval (lonjong) dan gepeng dengan sepasang sucker bulat (anterior sucker) pada tepi bagian depan dan sebuah haptor besar (opisthapthor) pada tepi bagian belakang. Di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, telah ditemukan beberapa jenis Capsalid yang didapat dari induk ikan-ikan kerapu, ikan napoleon dan ikan kakap. Capsalid yang ditemukan pada ikan kerapu bebek telah diidentifikasi
sebagai
Neobenedenia
girellae
dan
Benedenia
epinepheli.
Neobenedenia girellae mempunyai tingkat patogenisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan Benedenia epinepheli, karena Neobenedenia girellae selain dapat menginfeksi kulit juga menyerang mata yang menyebabkan kebutaan. Ikan kerapu yang terinfeksi Neobenedenia girellae memperlihatkan gejala klinis; kehilangan nafsu makan, tingkah laku berenangnya lemah dan adanya perlukaan karena infeksi sekunder bakteri. Secara spesifik terlihat adanya mata putih keruh, yang menimbulkan kebutaan yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Sebaliknya jenis capsalid yang lain tidak meyebabkan mata putih keruh pada ikan yang teinfeksi. Capsalid merupakan parasit yang tidak berwarna yang ada di permukaan badan ikan, sehingga sangat sulit untuk mengetahui adanya infeksi parasit. Untuk itu, merendamkan ikan beberapa menit dalam air tawar adalah cara yang sangat mudah untuk mengetahui adanya infeksi karena parasit akan segera berubah warna menjadi putih didalam air tawar tersebut. Upaya pengendalian terhadap infeksi parasit ini, dianjurkan merendam dalam air tawar selama 10-15 menit atau dalam H2O2 150 ppm selama 30 menit (Zafran et al., 1997; Zafran et al., 1998; Koesharyani et al., 2001).
Gambar 6. Parasit Neobedenia (Zafran et al., 1997)
Diplectanum Parasit Diplectanum (Gambar 7) termasuk Ordo Dactylogyridea, Famili Diplectanidae dan dikenal sebagai parasit Monogenetik trematoda insang. Parasit Diplectanum disebut juga cacing insang, merupakan parasit yang cukup berbahaya dan sering ditemukan pada ikan laut. Beberapa jenis parasit insang dapat menyebabkan kematian yang cukup serius pada ikan yang dibudidaya . Parasit Diplectanum mempunyai kekhasan yang membedakannya dari spesies lain dalam Ordo Dactylogyridea yaitu mempunyai squamodisc (satu di ventral dan satu di dorsal), dan sepasang jangkar yang terletak berjauhan (Zafran et al., 1997). Parasit Diplectanum adalah parasit yang hidup pada insang ikan.
Gambar 7. Parasit Diplectanum yang menginfeksi kerapu (Zafran et al., 1997) Diplectanum memiliki siklus hidup langsung (Gambar 8), artinya tidak melibatkan inang antara. Siklus hidupnya dimulai dari telur yang dilepaskan diperairan, lalu 2-3 hari akan membentuk larva bersilia (oncomirasidium) oncomirasidium bergerak bebas di alam (diperairan) selama 6-8 jam maksimal 24 jam, kemudian mencari inang yang tepat. Oncomirasidium akan menempel pada insang dan berkembang menjadi dewasa (Grabda 1991).
Gambar 8. Siklus hidup Diplectanum (Grabda 1991) a=Diplectanum dewasa; b=telur yang dilepas keperairan; c=oncomirasidium mulai menetas; d=oncomirasidium berenang bebas
Haliotrema Parasit
Haliotrema (Gambar 9) termasuk Ordo Dactylogyridea, Famili
Diplectanidae dan dikenal sebagai parasit Monogenetik trematoda insang. Parasit ini disebut juga cacing insang, merupakan parasit yang cukup berbahaya dan sering ditemukan pada ikan laut. Ikan kerapu yang terinfeksi memperlihatkan gejala klinis; menurunnya nafsu makan, tingkah laku berenang yang abnormal pada permukaan air, warna tubuh berubah menjadi pucat. Serangan berat dari parasit ini dapat merusak filamen insang dan kadang-kadang dapat menimbulkan kematian karena adanya gangguan pernapasan (Koesharyani et al. 2001).
Gambar 9. Infeksi parasit Haliotrema pada filamen insang kerapu (Zafran et al., 1997)
Jenis parasit yang biasanya menginfeksi ikan kerapu macan seperti tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Tinjauan penyakit parasit pada ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus Penyakit
Gejala Klinis
Pengobatan
Pustaka
Cryptocaryon
-kehilangan nafsu
-ikan direndam dalam larutan
- Ghufran
makan
Formalin 200 ppm selama 30-
H dan
-terdapat bintik-bintik
60 menit. Perendaman diulang
Kordi K.
putih pada insang dan
sampai
( 2004)
kulit/sisik
sembuh.
-produksi lendir
-ikan
meningkat
tawar selama 15 menit atau
-terdapat luka yang
dengan methylene blue 0,1
tersebar dan terjadi
ppm
pendarahan pada kulit
Perendaman diulang sebanyak
bagian dalam
2-3 kali.
ikan
benar-benar
- BBPBL
direndam
selama
dengan
30
air
(2002)
menit.
-mata membengkak, sisiknya lepas Trichodina
- iritasi pada kulit,
-ikan direndam dalam larutan
- Ghufran
produksi lendir
Formalin 200 ppm selama 30-
H dan
berlebih,
60 menit. Perendaman diulang
Kordi K.
-insang pucat, megap-
sampai
(2004)
megap sehingga ikan
sembuh.
sering menggantung
-ikan
di permukaan air atau
tawar selama 15 menit atau
dipinggir kolam
dengan methylene blue 0,1
-nafsu makan
ppm
menurun, gerakan
Perendaman diulang sebanyak
ikan lemah, sirip ekor
2-3 kali.
rusak dan berwarna
(selama
kemerahan akibat
aerasi cukup)
pembuluh darah kapiler pada sirip pecah, dan warna tubuhnya terlihat pucat
ikan
benar-benar
- BBPBL
direndam
selama
dengan
30
pengobatan
air
menit.
diberi
(2002)
Caligus
-ikan direndam dalam air tawar
- Ghufran
dan akan lebih parah
selama 10-15 menit
H dan
lagi karena ikan yang
-perendaman dengan formalin
Kordi K.
terinfeksi
200 ppm selama 30 menit
(2004)
-menimbulkan
luka,
dengan
parasit
sering
(selama
pengobatan
diberi
- BBPBL
aerasi cukup)
(2002)
nafsu
-merendam dalam air tawar
Zafran et
makan, tingkah laku
selama 10-15 menit atau dalam
al., (1997)
berenangnya
H2O2 150 ppm selama 30 menit
menggosok-gosokkan tubuhnya ke dinding bak
atau
substrat
keras
lainnya.
Timbulnya luka akan diikuti dengan infeksi bakteri
Lanjutan 1. Neobenedenia
kehilangan
dan
adanya
karena
lemah luka infeksi
sekunder
bakteri.
Secara spesifik terlihat adanya
mata
keruh,
putih yang
menimbulkan kebutaan
yang
disebabkan
oleh
infeksi bakteri
(selama
pengobatan
aerasi cukup)
diberi
Diplectanum
-bernafas cepat tutup
-perendaman dengan air tawar
Zafran et
insang selalu terbuka
selama 15 menit kemudian
al., (1997)
-insang yang terinfeksi
untuk mengantisipasi adanya
berwarna pucat
infeksi sekunder direndam
-produksi
acriflavin 10 ppm selama 1 jam
lendirnya
-perendaman formalin 250 ppm
berlebihan -tingkah
laku
berenang
yang
selama 1 jam -perendaman dengan air laut
abnormal
bersalinitas
-warna tubuh pucat
selama 15 menit (selama
tinggi
60
pengobatan
ppt diberi
aerasi cukup) Haliotrema
-nafsu
makan
menurun -tingkah
laku
-perendaman formalin 250 ppm
Zafran et
selama 1 jam
al., (1997)
-perendaman dengan air laut
berenang abnormal
bersalinitas tinggi 60 ppt
-warna tubuh pucat
selama 15 menit (selama pengobatan diberi aerasi cukup)
2.3 Prevalensi dan Intensitas Tingkat penularan parasit biasanya dinyatakan dalam prevalensi dan intensitas.
Prevalensi
adalah
persentase
ikan
yang
terinfeksi
parasit
dibandingkan dengan seluruh ikan contoh yang diperiksa, sedangkan intensitas merupakan jumlah rata-rata parasit per ikan yang terinfeksi. Prevalensi dan intensitas tiap jenis parasit tidak selalu sama karena banyaknya faktor yang berpengaruh, yaitu umur ikan, jenis ikan, waktu, dan sifat kimia perairan dimana parasit tersebut hidup (Sutika 1997) dalam Susanti (2002). Menurut Dogiel et al. (1961), ada beberapa faktor penting yang menentukan intensitas dan serangan parasit pada inang, yaitu : a. Adanya makanan inang yang merupakan inang antara dari parasit. b. Inang yang berumur panjang akan mengalami akumulasi parasit dalam jumlah besar. c. Pergerakan individu ikan selama hidupnya dan besarnya ukuran daerah yang sudah dilalui selama pergerakan dan hubungan dengan berbagai kondisi lingkungan.
d. Kebiasaan dan lingkungan yang sama antara parasit dan inang yang dapat mengakibatkan terjadinya kontak antar inang dan parasit. e. Ukuran inang yang besar memungkingkan berakumulasinya bermacammacam parasit. Menurut Noble et al. (1989) ikan yang menghabiskan seluruh siklus hidupnya hanya di satu tipe perairan akan memiliki parasit lebih sedikit daripada ikan yang berpindah-pindah.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Pemeliharaan Ikan Pemeliharaan ikan dilakukan di karamba jaring apung (KJA) yang terletak di dua lokasi yaitu Perairan Pulau Semak Daun dan Pulau Karang Congkak. Balai Sea Farming Kepulauan Seribu, Jakarta. Benih berasal dari hatchery di Bali dengan ukuran 5-7 cm. Benih ditebar pada tanggal 30 Mei 2009 di KJA di Perairan Pulau Semak Daun sebanyak 4.900 ekor berukuran 7 cm. Padat penebaran setiap waring berukuran 3 m x1,5m x1,5m 300-400 ekor. Benih didederkan hingga ukuran ≥ 10 cm, yang kemudian ikan akan dibesarkan oleh para nelayan anggota Sea Farming. Kegiatan pendederan di KJA Balai Sea Farming terdiri dari persiapan wadah, pengadaan dan penebaran benih, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air, pencegahan dan pengobatan hama dan penyakit, monitoring pertumbuhan dan populasi, dan pemanenan. Persiapan wadah pada keramba jaring apung meliputi pengeringan, pembersihan, dan pemeriksaan jaring sebagai wadah pemeliharaan ikan apakah ada yang berlubang atau tidak. Jaring yang digunakan adalah jaring yang bersih dari organisme penempel seperti teritip dan rumput laut. Benih ikan kerapu macan didatangkan menggunakan pesawat melalui bandara Soekarno Hatta kemudian dilakukan repacking di Laboratorium Ancol. Kegiatan selama repacking antara lain penggantian air jika kondisi air sudah buruk dan pengisian oksigen. Kemudian benih dikirim ke lokasi pendederan menggunakan kapal ojeg dari Muara Angke dimana kapal ojeg berlabuh sampai Pulau Panggang dan untuk selanjutnya benih dibawa menggunakan kapal kecil ke Pulau Semak Daun dan Pulau Karang Congkak. Lama perjalanan benih dari Bali sampai lokasi ± 10 jam. Ikan yang tiba di Balai Sea farming kemudian diaklimatisasi ke dalam waring yang telah dipersiapkan. Setelah 10 menit, plastik dibuka dan dimasukan air dari lingkungan sedikit demi sedikit dan benih dibiarkan keluar dengan sendirinya. Dalam satu waring berukuran 3m x 1,5m x 1,5 m ditebar benih kerapu sebanyak 300-400 ekor. Pakan buatan yang diberikan yaitu pakan pellet dengan bobot pakan yang diberikan per harinya sebesar 300 gram. Frekuensi pemberian pakan 4-5 kali sehari. Penggantian waring/jaring yang kotor dengan yang bersih dilakukan minimal 2 minggu sekali. Waring/jaring yang kotor dibersihkan dengan air dan disikat. Setelah bersih, waring atau jarring kemudian dijemur sampai
kering
sebelum digunakan waring/jaring dikontrol kembali apakah ada yang
rusak atau putus. Kegiatan pencegahan penyakit dilakukan dengan cara perendaman dengan air tawar. Pencegahan penyakit dilakukan dengan cara perendaman dengan air tawar. Kegiatan pencegahan dilakukan secara bersamaan dengan proses grading (pemilahan ikan sesuai ukuran). Pengobatan ikan dilakukan dengan cara perendaman ikan di air tawar dicampur Acriflavin + Elbaju atau Formalin dengan dosis 5 gr untuk 25 liter air. Untuk ikan ukuran benih, perendaman bisa dilakukan seminggu dua kali, sedangkan untuk ikan ukuran besar, perendaman dilakukan satu minggu sekali. Wadah yang digunakan untuk perendaman adalah boks sterofoam dengan ukuran 80 x 40 x 40 cm. Selama masa pemeliharaan,
sering ditemukan berbagai macam penyakit yang
ditimbulkan dari beberapa parasit. Monitoring pertumbuhan dan populasi dilakukan dengan cara sampling dan dilakukan juga penyortiran untuk memisahkan ikan yang pertumbuhannya agak lambat. Biasanya sampling populasi ikan dilakukan bersamaan dengan kegiatan pencucian ikan. Sampling bobot jarang dilakukan dan biasanya dilakukan ketika ikan mendekati usia panen. Pemanenan dilakukan ketika ukuran ikan mencapai ≥ 10 cm, kemudian ikan tersebut dibesarkan oleh nelayan anggota kelompok Sea Farming hingga ukuran konsumsi (0,5 kg per ekor).
3.2 Pengambilan Ikan Sampel Ikan sampel diambil setiap minggu antara Juni sampai Agustus 2009 dari keramba jaring apung Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu, Jakarta. Identifikasi parasit dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan sampel menggunakan purpose sampling yaitu sampel dipilih yang memperlihatkan gejala klinis sakit. Skema penelitian yang dilakukan seperti tercantum pada Gambar 8.
Pemisahan ikan sakit dari ikan sehat berdasarkan abnormalitas organ
Pengambilan ikan sakit sampel dari KJA Sea Farming
Pemeriksaan ikan dan identifikasi
Pembuatan preparat ulas dari organ
Identifikasi parasit berdasarkan morfologi
Perhitungan prevalensi, dan intensitas
Gambar 10. Skema Metode Penelitian Benih berukuran ±7 cm (ukuran ikan awal tebar) dengan bobot ikan (± 7,5 g) dipantau keberadaan ektoparasitnya selama 2 bulan hingga ukuran ikan mencapai ± 13 cm (bobot ikan ± 24,9 g). Setiap satu minggu dilakukan pemeriksaan terhadap lima ekor ikan sampel. Ikan sampel memiliki gejala terinfeksi penyakit seperti luka-luka fisik, lendir berlebihan dan ikan yang berenangnya melemah. Ikan sampel yang diambil berasal dari ikan yang sudah melalui tahap pemisahan antara ikan sakit dengan ikan sehat. Ikan sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik packing yang telah berisi air dan diberi oksigen. Kepadatan ikan adalah lima ekor ikan per kantong berukuran 60 x 40 cm. Ikan yang telah dikemas dimasukkan ke dalam plastik besar dan diberi es untuk menurunkan suhu sehingga metabolisme ikan menurun. Kemudian ikan dibawa
ke Laboratorium Kesehatan Ikan dengan waktu tempuh ± 6 jam. Setelah sampai di tempat pemeriksaan, ikan diaklimatisasi dahulu lalu dimasukkan ke dalam akuarium penampungan dengan aerasi yang cukup. Keesokan harinya baru dilakukan pemeriksaan terhadap ikan. Pemeriksaan ikan dan parasit ikan sampel dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan. Sebelum dilakukan pemeriksaan, ikan terlebih dahulu diukur panjangnya menggunakan penggaris dan bobotnya dengan menggunakan timbangan digital. Kemudian ikan dimatikan dengan cara menusukkan jarum penusuk tepat di bagian medulla obllongatanya. Ikan sampel diamati seluruh permukaan tubuhnya untuk melihat abnormalitas organ.
3.3 Pemeriksaan dan Identifikasi Parasit Prosedur pemeriksaan parasit yang dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Ikan yang masih hidup dimatikan segera dengan cara menusukkan jarum pada daerah medulla oblongata di kepala. 2. Ikan diletakkan pada papan bedah dengan kepala menghadap ke kiri dan bagian perut menghadap ke bawah. 3. Dilakukan pengamatan seluruh permukaan tubuh ikan secara visual, meliputi kepala, operculum, insang, sisik/kulit dan sirip. 4. Lendir pada permukaan tubuh meliputi kepala, operculum, insang, sisik/kulit dan sirip dikerik dengan menggunakan scapel dari sisi kiri maupun kanan ikan. Dibuat preparat ulas pada gelas obyek yang kemudian diamati di bawah mikroskop. 5. Operculum dibuka menggunakan gunting bedah, bagian dalam operculum dikerik dan dibuat preparat ulasnya kemudian diperiksa di bawah mikroskop. 6. Insang dikeluarkan dengan cara bagian pangkal busur insang digunting, masing-masing lembar insang dipisahkan dan dipindahkan ke gelas obyek kemudian diamati dibawah mikroskop. Setiap preparat ulas diberi beberapa tetes air untuk memberi ruang gerak parasit. Setiap parasit yang ditemukan segera dipindahkan ke dalam cawan petri berisi larutan fisiologis sebelum dilakukan proses fiksasi. Identifikasi parasit didasarkan pada ciri-ciri khusus atau organ-organ yang terkait dengan penentu sistematikanya seperti parasit dari genus Monogenea dapat dilihat dari bintik mata dan adanya jangkar sebagai pengait
pada inang, data panjang dan diameter tubuh. Parasit yang ditemukan difoto menggunakan
kamera
digital
sebagai
dokumentasi.
Parasit
kemudian
diidentifikasi mengikuti petunjuk dari Kabata (1985).
3.4 Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian meliputi jenis parasit, prevalensi dan intensitas parasit yang dianalisis secara deskriptif. Tingkat penularan parasit dinyatakan dalam prevalensi dan intensitas. Prevalensi adalah persentase ikan yang terinfeksi parasit dibandingkan dengan seluruh ikan sampel yang diperiksa, sedangkan intensitas merupakan jumlah rata-rata parasit per ikan yang terinfeksi (Woo 1995). Prevalensi dan intensitas parasit dihitung dengan menggunakan rumusan sebagai berikut : Prevalensi =
A 100% B
Intensitas rata-rata =
Keterangan : A = Jumlah ikan yang terserang parasit a B = Jumlah ikan yang diperiksa C = Jumlah parasit a yang ditemukan D = Jumlah ikan yang terinfeksi parasit a
C D
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1 Kondisi umum perairan lokasi penelitian Perairan pulau Semak Daun terletak di sebelah utara pulau Panggang dan Pulau Karya, dan di sebelah selatan pulau Karang Bongkok. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi karang penghalang (barier reef) sehingga terbentuk perairan dangkal terlindung (perairan karang dalam/gosong) seluas 315 ha (PKSPL 2009). Perairan ini memiliki karakteristik hidroseanografi sebagai berikut : Tipe pasut di perairan ini tergolong pasut campuran dominan tunggal, yaitu mengalami satu kali pasang dan satu kali surut selama 24 jam. Arah arus dominan menuju barat daya, yang berarti jika laut sedang pasang, maka arus akan mengalir ke barat daya, dan ketika surut akan menuju timur laut. Secara umum pola arah perambatan gelombang di lokasi Sea Farming mengikuti arah perambatan gelombang di Laut Jawa dan dipengaruhi oleh angin musim. Pada musim barat, gelombang akan merambat dari arah utara ke selatan dengan tinggi gelombang mencapai 0,5 m, sedangkan pada musim timur arah gelombang merabat dari timur ke barat dengan tinggi gelombang menacapai 0,6 m (SEAWATCH BPPT 2000 dalam PKSPL 2009). Suhu di area Sea Farming berkisar 29,6 0C hingga 30,4 0C. Suhu di perairan ini mempunyai pola harian yang nyata, dimana suhu merambat secara perlahan untuk mencapai nilai maksimum dan menurun secara perlahan untuk mencapai nilai minimum. Salinitas perairan berada diantara 32,53 psu hingga 33, 1 psu. Kisaran kandungan O2 di area Sea Farming tidak terlalu besar, yaitu antara 4.421 hingga 4.596 mg/l. Selain itu, perairan di area Balai Sea Farming memiliki karakteristik kualitas air sebagai berikut: 1. Parameter Fisika Perairan terdiri dari kekeruhan, kecerahan air (kedalaman Secchi) dan kandungan partikel tersuspensi. Kandungan TSS di lokasi balai masih berada di bawah baku mutu yang tersedia (< 20 mg/L), berarti kegiatan di KJA Balai Sea Farming tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai TSS di lokasi perairan. Untuk parameter fisik lainnya seperti kekeruhan dan kecerahan air (kedalaman Secchi) masih menunjukkan nilai di bawah batas maksimal baku mutu untuk kekeruhan batas dalam baku mutu yaitu 5 m, sedangkan kekeruhan standar baku mutunya < 5 NTU. 2 Parameter Kimia Perairan terkait parameter kelarutan oksigen,
kandungan bahan organik dan nutrient dan parameter kontaminan seperti logam. Kandungan oksigen terlarut di lokasi KJA masih dalam nilai sangat baik dan berada di atas baku mutu (diatas 5 mg/L). Nilai BOD5 masih sangat jauh di bawah baku mutu yang diperkenankan yaitu 20 mg/L. Rendahnya parameter ini mengindikasikan masih rendahnya kandungan beban bahan organik yang harus diuraikan oleh bakteri secara biologis di perairan dan kolom air khususnya. Kandungan minyak lemak di lokasi ini menunjukkan nilai yang sangat rendah dibawah detection limit: < 1 mg/ L, berarti aktifitas manusia hanya memberikan sedikit sumbangan kandungan minyak lemak di kawasan ini. Berbeda dengan KJA perairan pulau Semak Daun, KJA perairan pulau Karang Congkak memiliki karakteristik kualitas air sebagai berikut : 1. Parameter fisik yaitu suhu berkisar antara 30.4 - 31. 0C, kecerahan masih berada dalam batas baku mutu kedalaman sechi yaitu 3 – 5 m, kandungan padatan tersuspensi (TSS) berada di bawah baku mutu yang tersedia (< 20 mg/L), sedangkan untuk kekeruhan masih dibawah batas maksimal baku mutu yaitu 5 NTU. 2. Parameter kimia terdiri dari kandungan oksigen terlarut masih sangat baik dan berada diatas baku mutu 5 mg/L (6.26 – 7.15 mg/L), salinitas 34 psu dengan standar baku mutu antara 33 – 34 psu, kandungan amoniak dalam nilai yang rendah dan aman di bawah baku mutu, kandungan nitrat berada jauh melebihi kandungan maksimal yang diperbolehkan dalam baku mutu yaitu 0,008 mg/L (diduga terkait dengan peran oksigen dalam proses nitrifikasi dan denitrifikasi), dan kandungan logam berat yang diukur meliputi Pb, Cu, Cd dan Hg menunjukkan telah terjadi kecenderungan peningkatan nilai-nilai kandungan logam-logam di perairan. Tingginya nilai kandungan logam di lokasi diduga disebabkan oleh pengaruh massa air dari Teluk Jakarta yang masuk ke lokasi terbawa oleh arus musim. Pada saat musim timur khususnya, massa air Teluk Jakarta masuk ke kawasan ini, karena tidak dijumpai aktifitas manusia di kawasan pulau-pulau di Kepulauan Seribu yang menghasilkan logam berat.
4.1.2 Parasit yang ditemukan Ikan kerapu macan yang diambil dari KJA Perairan Pulau Semak Daun dan Pulau Karang Congkak, Kepulauan Seribu menunjukkan adanya serangan penyakit yang disebabkan oleh parasit Diplectanum, Trichodina, Alitropus sp. dan kista Myxosporea (Tabel 2 dan Tabel 3). Tabel 2. Keberadaan dan jenis parasit pada benih kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA perairan pulau Semak Daun Balai Sea Farming Kepulauan Seribu Tanggal
Ukuran
Sampling
ikan (cm)
Parasit Organ yang diperiksa Kulit/
Sirip
Sisik
D
P
V
C
Operculum
Insang
3/06/09
7 - 8,5
-
-
-
-
-
-
-
13/06/09
7,4 - 8,7
Diplectanum
-
-
-
-
-
Diplectanum; Alitropus sp.
20/06/09
8,5 - 10,9
Trichodina;
-
-
-
-
-
Diplectanum; Trichodina;
Diplectanum
Alitropus sp. 30/06/09
8,4 – 12,2
-
-
-
-
-
-
Diplectanum;
12/07/09
11 – 12,5
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan : (-) : tidak ditemukan parasit Berdasarkan Tabel 2, keberadaan parasit di KJA perairan pulau Semak Daun dimulai pada sampling kedua, yaitu Diplectanum (pada kulit/sisik dan insang) dan Alitropus sp. (pada insang). Untuk sampling ketiga parasit Trichodina ditemukan menyerang kulit dan insang, serta Diplectanum dan Alitropus sp. pada insang. Sampling ke-4 hanya parasit Diplectanum yang ditemukan pada insang. Untuk sampling kelima tidak ditemukan parasit saat dilakukan pemeriksaan.
Tabel 3. Keberadaan dan jenis parasit pada benih kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA perairan pulau Karang Congkak Balai Sea Farming Kepulauan Seribu Tanggal
Ukuran ikan
Parasit
Sampling
(cm)
Organ yang diperiksa Kulit /
Sirip
Operculum
Insang
Sisik 20/06/09
10,4 – 11,5
-
D
P
V
C
-
-
-
-
-
Diplectanum; Alitropus sp.
30/06/09
10,7 – 12,4
-
-
-
-
-
-
Diplectanum; Kista Myxosporea
12/07/09
11,0 – 12,5
-
-
-
-
-
-
-
25/07/09
11,5 – 12,8
-
-
-
-
-
-
-
10/08/09
12,0 – 13,0
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan : (-) : tidak ditemukan parasit D : Sirip Dorsal
P : Sirip Pectoral
V : Sirip Ventral
C : Sirip Caudal
Berdasarkan Tabel 3, keberadaan parasit di KJA perairan pulau Karang Congkak ditemukan pada organ insang saja. Pada sampling ke-1, parasit yang ditemukan yaitu Diplectanum dan Alitropus sp. Untuk sampling ke-2, parasit Diplectanum dan Kista Myxosporea. Pada sampling berikutnya tidak ditemukan parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan. Pengambilan sampel berbeda waktunya dengan KJA di perairan Pulau Semak Daun dikarenakan kedatangan ikan yang berbeda pada masing-masing KJA. Gejala benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) terinfeksi suatu parasit ditandai lendir yang berlebihan, dan penggeripisan sirip ekor seperti
Ekor gripis
tampak pada Gambar 9. Lendir yang berlebihan dikarenakan adanya reaksi yang ditimbulkan oleh ikan ketika parasit yang menginfeksi tubuhnya sehingga dengan lendir ikan berupaya untuk melindungi dirinya.
Lendir
Gambar 11. Tanda-tanda benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang didederkan di KJA Balai Sea Farming yang terinfeksi penyakit Adapun jenis-jenis parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan antara lain Diplectanum, Trichodina, Alitropus sp., dan kista Myxosporea seperti tampak pada Gambar 10.
a.
c.
b.
d.
Gambar 12. Jenis – jenis parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan, a). Diplectanum, b). Alitropus sp., c). Trichodina d). Kista Myxosporea Parasit Diplectanum termasuk Ordo Dactylogyridea, Famili Diplectanidae dan dikenal sebagai parasit Monogenetik trematoda insang. Parasit Diplectanum disebut juga cacing insang, merupakan parasit yang cukup berbahaya dan sering ditemukan pada ikan laut. Parasit Diplectanum mempunyai kekhasan yang
membedakannya dari spesies lain dalam Ordo Dactylogyridea yaitu mempunyai squamodisc (satu di ventral dan satu di dorsal), dan 2 pasang jangkar yang terletak berjauhan (Zafran et al., 1997). Menurut Diani (1996) dalam Susanti (2001) panjang Diplectanum berkisar antara 0,5 – 1,0 mm.
a.
b.
c.
Gambar 13. Parasit Diplectanum a). Spesimen pada insang benih kerapu macan b) Morfologi spesimen dari kerapu macan (perbesaran 40x10) c). Sketsa Parasit Diplectanum menurut Noble et al. 1989 Trichodina merupakan ektoparasit di ikan air laut yang bersifat ektokomensal, dimana mereka menggunakan inang sebagai daerah untuk
mencari makanannya, yaitu partikel air, bakteri dan detritus. Dilihat dari bentuk blade, Trichodina yang didapat pada penelitian ini memiliki blade yang bengkok seperti sabit dan bagian ujungnya meruncing. Selain itu, arah putaran blade dari Trichodina yang ditemukan melawan arah jarum jam. Thorn berbentuk agak ramping, sedikit bengkok dan meruncing ke arah tengah. Bagian tengah adhesive disc yaitu dentikel ring terdiri dari 24 dentikel (Gambar 12a.). Parasit ini merupakan protozoa dari golongan ciliata berukuran ± 50µm berbentuk bundar dengan sisi lateral berbentuk lonceng, memiliki cincin dentikel sebagai alat penempel dan memiliki silia di sekeliling tubuhnya.
Gambar 14. Parasit Trichodina yang menginfeksi benih kerapu macan Parasit Alitropus sp. (Gambar 13) yaitu parasit Crustacea yang masuk ke dalam kelas Isopoda, Family Aegidae, dan Genus Alitropus sp.. Alitropus sp. memiliki badan pipih, lebar, oval dengan bagian perut yang datar dan permukaan punggung yang agak cembung, memiliki dua antena, mata yang besar dan bersifat fakultatif. Secara umum tubuh Isopoda terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala (cephalon) yang tidak bersegmen, dilengkapi sepasang mata, dua pasang antena dan mulut. Tubuh (peraon) terdiri dari 7 segmen dan masing-masing dilengkapi sepasang kaki (peraepoda). Bagian terakhir dari Isopoda adalah pleon yang terdiri dari 6 segmen dan segmen tersakhir disebut pleotelson (Kabata 1985).
Gambar 15. Parasit Alitropus sp. Tabel 4. Prevalensi (P) dan Intensitas (I) parasit yang menyerang benih ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA Balai Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun Balai Sea Farming Kepulauan Seribu. Tanggal
Ukuran ikan
Diplectanum
Trichodina
Alitropus
Sampling (cm)
sp. P(%)
I
P(%)
I
P(%)
I
3/06/09
7,0 - 8,5
0
0
0
0
0
0
13/06/09
7,4 - 8,7
100
71.67
0
0
60
1.3
20/06/09
8,5 -10,9
100
72.8
40
46.5
0
0
30/06/09
8,4 - 12,2
100
5.5
0
0
0
0
12/07/09
11,0 - 12,5
0
0
0
0
0
0
Dilihat hasil pada Tabel 4, sampling pertama tidak ditemukan parasit. Sampling kedua, prevalensi parasit Diplectanum 100% dan Alitropus sp. nilai prevalensinya sebesar 60%. Sampling ketiga, parasit Diplectanum memiliki prevalensi sebesar 100%, sedangkan untuk prevalensi parasit Trichodina 40%. Untuk sampling keempat 100% dari jumlah ikan yang diperiksa terinfeksi parasit Diplectanum. Nilai 100% menyatakan bahwa ikan yang terserang parasit Diplectanum dan Alitropus sp. sebesar 60% dari jumlah ikan yang diperiksa sedangkan ikan yang terinfeksi parasit Trichodina sebanyak 40% dari jumlah ikan yang diperiksa.
Pada sampling kedua intensitas Diplectanum sebesar 71.67 dan Alitropus sp.1.3, berarti jumlah rata-rata parasit Diplectanum ditemukan pada ikan yang terinfeksi sebesar 71.67 dan parasit Alitropus sp. sebesar 1,3 dari jumlah ratarata parasit yang ditemukan dari jumlah ikan yang terinfeksi parasit tersebut. Untuk sampling ketiga diperoleh intensitas parasit Diplectanum sebesar 72.8, dan Trichodina 46.5. Untuk sampling keempat nilai intensitas parasit Diplectanum adalah 5.5 berarti sebanyak 5.5 Diplectanum ditemukan dari 5 ekor ikan yang diperiksa. Pada sampling kelima tidak dilakukan penghitungan karena parasit tidak ditemukan. Tabel 5. Prevalensi (P) dan Intensitas rata-rata (I) parasit yang menyerang benih ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA Perairan Pulau Karang Congkak Balai Sea Farming Kepulauan Seribu Tanggal
Ukuran ikan
Sampling
(cm)
Diplectanum
Kista
Alitropus
Myxosporea
sp.
P(%)
I
P(%)
I
P(%)
I
20/06/09
10,4 – 11,5
100
62.8
0
0
20
1
30/06/09
10,7 – 12,4
40
15
20
10
0
0
12/07/09
11,0 – 12,5
0
0
0
0
0
0
25/07/09
11,5 – 12,8
0
0
0
0
0
0
10/08/09
12,0 – 13,0
0
0
0
0
0
0
Pada Tabel 5. sampling pertama yaitu sebesar 100% ikan yang terinfeksi parasit Diplectanum, sedangkan Alitropus sp. memiliki nilai prevalensi parasit 20 % dari jumlah ikan yang diperiksa terinfeksi parasit Alitropus sp. Untuk sampling kedua, prevalensi Diplectanum sebesar 40%, dan kista Myxosporea sebesar 20% berarti sebanyak 20% ikan yang terinfeksi parasit kista Myxosporea dari jumlah ikan yang diperiksa. Sampling ketiga, keempat dan kelima tidak ditemukan parasit. Intensitas parasit tertinggi yang menyerang benih kerapu macan di KJA perairan pulau Karang Congkak diperoleh dari sampling tanggal 20 Juni 2009 yaitu Diplectanum sebesar 62.8 yang berarti ada 62.8 parasit Diplectanum yang menginfeksi benih ikan kerapu macan. Selain itu, terdapat intensitas parasit
Alitropus sp. 1, dan 15 Kista Myxosporea dari jumlah rata-rata ikan yang terinfeksi parasit tersebut.
4.2 Pembahasan Benih ikan kerapu macan di KJA Perairan Pulau Semak Daun terinfeksi oleh parasit. Parasit yang ditemukan yaitu Diplectanum, Trichodina dan Alitropus sp. Sedangkan, benih ikan di KJA Perairan Pulau Karang Congkak terinfeksi parasit Diplectanum, Alitropus sp., dan kista Myxosporea. Diplectanum merupakan parasit yang bersifat inang spesifik, dan lebih dominan menyerang insang. Parasit ini banyak ditemukan menyerang ikan-ikan dari famili Serrenidae. Kabata (1985) menemukan Diplectanum sp. menyerang ikan Epinephelus tauvina yang dipelihara di karamba jaring apung perairan Singapura. Diplectanum ditemukan dikulit kemungkinan karena terhempas dari insang dan menempel dikulit. Hal ini dapat dilihat dari intensitas rata-rata Diplectanum yang ditemukan dikulit sangat sedikit. Ikan kerapu yang terinfeksi Diplectanum terlihat bernapas lebih cepat dengan tutup insang yang selalu terbuka. Infeksi Diplectanum mempunyai hubungan erat dengan penyakit sistemik seperti vibriosis. Insang yang terinfeksi biasanya berwarna pucat dan produksi lendirnya berlebihan (Chong & Chao, 1986). Selain itu, gejala klinis yang ditimbulkan adalah menurunnya nafsu makan, tingkah laku berenang yang abnormal pada permukaan air, warna tubuh berubah menjadi pucat. Parasit Diplectanum ditemukan pada semua ikan sampel, dan umumnya menyerang organ insang. Serangan berat dari parasit ini dapat merusak filamen insang dan kadang-kadang dapat menimbulkan kematian karena adanya gangguan pernapasan. Selain itu, gangguan pernafasan disebabkan oleh karena produksi lendir yang berlebihan sehingga insang tertutup lendir. Warna insang ikan kerapu yang terinfeksi terlihat pucat (Zafran et al., 1998; Koesharyani et al., 2001). Vektor atau pembawa parasit Diplectanum sp. ialah air. Hal ini dapat dilihat dari siklus hidupnya. Diplectanum memiliki siklus hidup langsung (Grabda 1991), artinya tidak melibatkan inang antara dimana telur yang dilepaskan diperairan, setelah 2-3 hari akan menetas menjadi larva bersilia (oncomirasidium) yang bergerak bebas di alam (diperairan) selama 6-8 jam maksimal 24 jam,
kemudian mencari inang yang tepat. Oncomirasidium akan menempel pada insang dan berkembang menjadi dewasa. Trichodina mempunyai siklus hidup yang sangat sederhana. Yaitu mereka merupakan inang tunggal dan tidak menggunakan pergantian generasi atau penggandaan pembelahan menghasilkan
diri
secara
asexual
pada
inang.
menjadi
dua,
membelah
diri
anak
dengan
jumlah
denticle
Reproduksinya
dengan
langsung.
setengah
dari
dengan Sehingga
sel
induk.
Pelengkapan denticle dipulihkan oleh syntesis denticle baru dari tepi sel bagian luar. Transmisi terjadi melalui kontak langsung dari host yang terinfeksi dan tidak terinfeksi, dan juga dengan berenang aktif dari trichodinids dari satu host ke yang lain. Trichodina sel berenang dengan permukaan adoral menghadap ke depan. Di permukaan, mereka bergerak lateral, dengan menghadap adoral permukaan substrat. Trichodina yang ditemukan oleh Sonya (2006) pada ikan kerapu macan yaitu Trichodina retuncinata, Trichodina sp.1, dan Trichodina sp.2 jika dilihat dari arah putaran dentikelnya yaitu searah jarum jam. Akan tetapi, Trichodina yang ditemukan pada penelitian yaitu melawan jarum jam. Hal ini berarti, ada jenis Trichodina lain yang juga menyerang ikan kerapu macan dan ditemukan di perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu. Dengan ini, telah ditemukannya 4 spesies Trichodina yang menginfeksi benih kerapu macan. Ikan kerapu yang terinfeksi mengalami iritasi pada kulit, produksi lendir berlebih, insang pucat, megap-megap sehingga ikan sering menggantung di permukaan air atau dipinggir jaring, nafsu makan menurun, gerakan ikan lemah, sirip ekor rusak dan berwarna kemerahan akibat pembuluh darah kapiler pada sirip pecah. Luka yang disebabkan oleh parasit Trichodina dapat dijadikan sebagai jalan masuk bagi bakteri untuk menginfeksi benih ikan kerapu macan. Parasit Alitropus sp. melekat pada ikan dan melewati stadia jantan sebelum menjadi betina. Baik Isopoda jantan maupun betina menempel secara permanen ditubuh ikan. Kemudian telur dilepaskan ke perairan dan berkembang menjadi larva lalu melekat pada inang hingga dewasa ketika ikan dalam keadaan lemah atau lingkungan yang buruk. Isopoda kemungkinan mempunyai inang spesifik yang tinggi dan akan mencari kesempatan untuk memilih inang yang tepat. Isopoda ini merupakan parasit fakultatif, yaitu parasit yang akan menempel pada ikan jika keadaannya lemah atau lingkungan yang buruk. Dengan sifat oportunistik dan parasit fakultatif, maka derajat kerusakan pada ikan bervariasi
sesuai dengan tempat penempelan dan perbandingan antara intensitas Isopoda dengan inangnya. Ukuran Isopoda yang besar dapat menyebabkan kerusakan dan abrasi jika menempel pada kulit dan insang ikan (Grabda 1991). Alitropus sp. ditemukan menyerang insang dan permukaan kulit benih ikan kerapu macan yang dipelihara di keramba jaring apung. Serangan Alitropus sp. pada insang benih ikan kerapu macan menyebabkan ikan mengalami kesulitan bernafas sehingga insang pucat, kehilangan nafsu makan dan berenang tidak teratur. Akibat serangan parasit ini jaringan tubuh ikan rusak, nekrosis pada dermis dan filamen insang. Parasit ini bila tidak segera ditangani menyebabkan kematian bagi ikan. Gejala klinis ikan yang terserang parasit Alitropus sp. yaitu abnormalitas dalam
berenang,
gerakan
lamban,
kehilangan
nafsu
makan,
anemia,
pertumbuhan lambat dan kematian akan terjadi pada hari ke 2-3 setelah ikan diserang Alitropus sp. (Koesharyani et al., 1999). Oleh masyarakat pulau Seribu parasit ini disebut kutu jokong. Klasifikasi parasit golongan Myxosporea didasarkan pada karakteristik morfologi dari fase vegetative dan spora (Dana dalam Suryani 1998). Spora Myxosporea terbentuk oleh cangkang yang terdiri dari dua katup yang biasanya simetrik dalam bentuk maupun ukuran. Pada bagian apora terdapat kapsul polar, dan pada bagian posterior terdapat sporoplasma (Kudo dalam Suryani 1998). Pada sampel ikan yang terinfeksi Myxosporea dapat dilihat insang tampak pucat dan terdapat bintik merah pada bagian lamella insang. Kista Myxosporea hanya ditemukan pada benih ikan kerapu macan di KJA perairan Pulau Karang Congkak. Kista Myxosporea ditemukan pada ikan kerapu macan yang berukuran ± 10 cm, dengan umur ikan ± 30 hari. Dilihat dari siklus hidupnya kista Myxosporea berasal dari cacing tubificid sebagai tuan rumah perantara, kemudian masuk ke dalam tubuh ikan melalui pakan atau air. Di dalam tubuh ikan, cacing bereproduksi menghasilkan telur. Myxosporea menyerang epitel ikan dan dalam waktu 1-1,5 bulan membentuk kista di organ inang. Pada pemeliharaan ikan di KJA pakan yang diberikan yaitu pakan buatan atau pellet. Kista ini diduga berasal dari hatchery sebagai tempat awal pemeliharaan ikan, karena kita tidak mengetahui ikan ketika di hatchery diberi pakan pellet atau rucah. Apabila dilihat dari keragaman parasit yang terdapat di perairan Pulau Semak Daun dan Pulau Karang Congkak jumlah spesies parasitnya termasuk
sedikit. Menurut Noble et al. (1989) ikan yang menghabiskan seluruh siklus hidupnya hanya di satu tipe perairan akan memiliki parasit lebih sedikit daripada ikan yang berpindah-pindah. Pada awal pemeliharaan benih ikan kerapu macan tidak terinfeksi parasit namun setelah seminggu pemeliharaan ikan terinfeksi parasit, diduga ikan pada saat itu dalam kondisi stress atau lemah. Hal yang menyebabkan ikan dalam kondisi
stress
atau
lemah
dikarenakan
adanya
perubahan
lingkungan
pemeliharaan, ikan yang semula dipelihara didalam bak di hatchery kemudian didederkan di KJA. Pemeliharaan ikan di hatchery lingkungannya lebih terkontrol dibandingkan di KJA. Di KJA lingkungan pemeliharaan ikan sangat dipengaruhi oleh kondisi alam. Adanya arus dan suhu yang selalu berfluktuasi mengakibatkan ikan stress. Akan tetapi setelah satu bulan pemeliharaan di KJA perairan Pulau Semak Daun, parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan tidak ditemukan.
Kemungkinan
ikan
sudah
bisa
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya, selain itu diduga karena ikan sudah diberi penanganan pengobatan. Parasit yang ditemukan memang hidup di perairan sekitar KJA, dengan air sebagai vektornya maka parasit akan siap menyerang ikan jika dalam kondisi ikan melemah. Selain itu, ikan-ikan yang hidup di perairan sekitar KJA kemungkinan juga bisa menularkan parasit. KJA perairan Pulau Semak Daun dilihat dari nilai intensitas serangan parasit dan waktu kemunculan parasit yang lebih dominan dibanding KJA perairan Pulau Karang Congkak. Hal ini berarti potensi KJA perairan Pulau Semak Daun untuk terserang penyakit parasit lebih besar dibanding KJA pulau Karang Congkak. Sifat lingkungan perairan dengan arus yang tidak besar yang memungkinkan parasit dapat berkembang biak dengan baik. Penurunan intensitas parasit Diplectanum pada masing-masing lokasi KJA dikarenakan ikan mengalami pertambahan ukuran. Ektoparasit pada ikan karnivora
akan
berkurang
intensitasnya
jika
ikan
tersebut
mengalami
pertambahan pertumbuhan. Insang yang menjadi substrat oleh parasit Diplectanum akan mengeras, sehingga Diplectanum tidak dapat berkembang biak. Selain itu, dikarenakan telah dilakukan tindakan pengobatan yaitu pencucian ikan dengan air tawar dan diberi acriflavin maka intensitas serangan parasit Diplectanum berkurang.
Kondisi lingkungan berhubungan erat dengan penyebab ikan terserang penyakit. Serangan penyakit terjadi pada pengambilan sampel pertama hingga ketiga. Kemungkinan pada saat itu kondisi lingkungan yang buruk menyebabkan ikan terserang penyakit. Kondisi gelombang dan arus dipengaruhi oleh angin musim. Pada musim angin timur, perairan dari Teluk Jakarta masuk ke dalam perairan kepulauan Seribu. Musim angin timur ditandai dengan sedikitnya curah hujan tetapi angin kencang. Sebagaimana kita tahu, perairan Teluk Jakarta saat ini sudah tercemar akan limbah. Sampah yang terbawa oleh gelombang masuk ke dalam perairan lokasi KJA terperangkap membuat kondisi ikan menjadi stress. Selain itu, adanya serangan penyakit parasit kemungkinan tertular dari ikan-ikan yang hidup di perairan lokasi KJA. Parasit merupakan organisme yang hidup pada atau didalam organisme lain yang menjadi inangnya dengan mengambil keuntungan dari inang dan menimbulkan kerugian pada inang. Parasit tumbuh dan berkembang dengan menempel pada inangnya. Menurut hasil penelitian Rahayu (2009), pada Bulan Agustus hingga September KJA di Perairan pulau Karang Congkak dan Semak Daun, Kepulauan Seribu Jakarta benih ikan kerapu yang didederkan terinfeksi penyakit parasit dan bakteri.
Parasit
yang
ditemukan
adalah
Trichodina,
Diplectanum,
kista
Myxosporea dan Metacercaria sedangkan untuk bakteri adalah Vibrio sp. 1 dan Vibrio sp.2. Pada bulan Agustus hingga September mengalami peralihan musim yaitu musim penghujan dengan dipengaruhi angin musim Barat, perairan dari Lautan bebas dan sekitar pulau Karang Congkak dan Semak Daun masuk ke dalam lokasi KJA. Gelombang pada musim angin barat tidak sebesar pada musim angin timur, dan curah hujan yang tinggi. Air membawa sampah limbah rumah tangga dari pulau sekitar masuk dan terperangkap di lokasi KJA. Penyakit bakteri yang ditemukan oleh Rahayu (2009) diduga merupakan infeksi sekuder dari serangan parasit. Hal ini terkait hasil penelitian yang dilakukan pada bulan sebelumnya dengan musim yang berbeda didapat parasit Diplectanum yang menyebabkan infeksi sekunder. Prevalensi dan intensitas parasit Diplectanum yang ditemukan juga lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Rahayu (2009). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa parasit yang menginfeksi benih kerapu macan seperti Diplectanum, Trichodina, dan Alitropus sp. berasal dari perairan sekitar lokasi KJA. Oleh karena ikan pernah terinfeksi parasit tersebut maka perlu diwaspadainya parasit akan menginfeksi kembali di pembesaran.
Upaya untuk menanggulangi serangan penyakit parasit dilakukan pencegahan dan pengobatan. Hal yang memacu kecepatan perkembangbiakan organisme parasit dan penyakit
sehingga
dapat merugikan
inang, bahkan dapat
menyebabkan kematian yaitu kondisi kepadatan tinggi, dan jaring kotor serta jarang diganti dan dibersihkan. Kondisi lingkungan perairan di sekitar memang tidak bisa dikendalikan, tidak seperti dalam hatchery yang bisa kita kontrol. Hal ini menjadi resiko tersendiri dalam pemeliharaan ikan di KJA. Tindakan pencegahan yang dilakukan antara lain mengatur kondisi kepadatan ikan dan penggunaan jaring yang bersih serta melakukan pencucian dengan air tawar selama 5-10 menit secara rutin dan berkala. Pemberian pakan dicampur dengan multivitamin, guna meningkatkan daya tahan tubuh ikan. Terhadap penyakit Trichodina tindakan yang lebih penting ialah pencegahan. Hal ini dilakukan dengan menciptakan suasana kesegaran dan kesehatan bagi ikan, sehingga ikan mempunyai daya tahan yang besar terhadap penyakit ini. Caranya ialah dengan memilih lokasi di mana air dapat selalu berganti lewat arus yang cukup. Bila ikan telah diketahui terserang penyakit maka tindakan yang perlu dilakukan ialah pengobatan. Tindakan pengobatan bila ikan terinfeksi parasit adalah sebagai berikut (Ghufran dan Kordi ( 2004)) ; 1. Parasit Diplectanum -perendaman dengan air tawar selama 15 menit kemudian untuk mengantisipasi adanya infeksi sekunder direndam acriflavin 10 ppm selama 1 jam -perendaman formalin 250 ppm selama 1 jam -perendaman dengan air laut bersalinitas tinggi 60 ppt selama 15 menit (selama pengobatan diberi aerasi cukup) 2. Parasit Trichodina -ikan direndam dalam larutan Formalin 200 ppm selama 30-60 menit. Perendaman diulang sampai ikan benar-benar sembuh. -ikan direndam dengan air tawar selama 15 menit atau dengan methylene blue 0,1 ppm selama 30 menit. Perendaman diulang sebanyak 2-3 kali. (selama pengobatan diberi aerasi cukup) 3. Parasit Alitropus sp. -ikan direndam dalam air tawar selama 15-30 menit -perendaman dengan formalin 200 ppm selama 30 menit (selama pengobatan diberi aerasi cukup)
-atau dengan pengendalian mekanis dengan mengambil langsung parasit ini dari bagian tubuh ikan yang terserang. 4. Kista Myxosporea -ikan direndam dalam air tawar selama 10-15 menit. -Penyakit disebabkan oleh parasit ini hingga kini belum ditemukan obat yang efektif.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Benih kerapu macan yang dipelihara pada tahap pendederan dua lokasi KJA Balai Sea Farming, yaitu Perairan Pulau Semak Daun dan Karang Congkak mengalami serangan parasit pada tingkat prevalensi dan intensitas yang berbeda. Parasit yang ditemukan pada Perairan Pulau Semak Daun adalah Diplectanum, Trichodina, dan Alitropus sp. sedangkan parasit pada benih yang diambil dari lokasi penelitian KJA perairan pulau Karang Congkak meliputi Diplectanum, Alitropus sp., dan Kista Myxosporea. Prevalensi dan intensitas parasit yang menginfeksi benih KJA perairan Pulau Semak Daun ialah sampling pertama tidak ditemukan parasit. Sampling kedua, prevalensi parasit Diplectanum 100% dan Alitropus sp. nilai prevalensinya sebesar 60%. Sampling ketiga, parasit Diplectanum memiliki prevalensi sebesar 100%, sedangkan untuk prevalensi parasit Trichodina 40%. Untuk sampling keempat 100% dari jumlah ikan yang diperiksa terinfeksi parasit Diplectanum. Nilai 100% menyatakan bahwa ikan yang terserang parasit Diplectanum dan Alitropus sp. sebesar 60% dari jumlah ikan yang diperiksa sedangkan ikan yang terinfeksi parasit Trichodina sebanyak 40% dari jumlah ikan yang diperiksa. Pada sampling kedua intensitas Diplectanum sebesar 71.67 dan Alitropus sp.1.3, berarti jumlah rata-rata parasit Diplectanum ditemukan pada ikan yang terinfeksi sebesar 71.67 dan parasit Alitropus sp. sebesar 1,3 dari jumlah ratarata parasit yang ditemukan dari jumlah ikan yang terinfeksi parasit tersebut. Untuk sampling ketiga diperoleh intensitas parasit Diplectanum sebesar 72.8, dan Trichodina 46.5. Sampling keempat nilai intensitas parasit Diplectanum adalah 5.5 berarti sebanyak 5.5 Diplectanum ditemukan dari 5 ekor ikan yang diperiksa. Pada sampling kelima tidak dilakukan penghitungan karena parasit tidak ditemukan. Prevalensi dan intensitas parasit yang menginfeksi benih di KJA perairan Pulau Karang Congkak ialah sampling pertama yaitu sebesar 100% ikan yang terinfeksi parasit Diplectanum, sedangkan Alitropus sp. memiliki nilai prevalensi parasit 20 % dari jumlah ikan yang diperiksa terinfeksi parasit Alitropus sp. Untuk sampling kedua, prevalensi Diplectanum sebesar 40%, dan kista Myxosporea sebesar 20% berarti sebanyak 20% ikan yang terinfeksi parasit kista Myxosporea
dari jumlah ikan yang diperiksa. Sampling ketiga, keempat dan kelima tidak ditemukan parasit. Intensitas parasit tertinggi yang menyerang benih kerapu macan di KJA perairan pulau Karang Congkak diperoleh dari sampling tanggal 20 Juni 2009 yaitu Diplectanum sebesar 62.8 yang berarti ada 62.8 parasit Diplectanum yang menginfeksi benih ikan kerapu macan. Selain itu, terdapat intensitas parasit Alitropus sp. 1, dan 15 Kista Myxosporea dari jumlah rata-rata ikan yang terinfeksi parasit tersebut.
5.2 Saran Dari pengamatan selama penelitian, pencucian benih dengan air tawar dan bahan kimia yang digunakan ternyata tidak dapat mencegah infeksi parasit Diplectanum, Alitropus sp. , Trichodina dan Kista myxosporean. Oleh karena itu, disarankan perlunya cara lain yang lebih efektif menggunakan bahan kimia lainnya atau menambah waktu perendaman benih dalam air tawar.
DAFTAR PUSTAKA Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. 2002. Pembenihan Ikan Kerapu. Seri Budidaya Laut No : 13. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Lampung. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, 2004. Jenis Penyakit Pada Ikan (Finfish) Budidaya Air Payau dan Laut. http://www.dkp.go.id. (25 Desember 2009) Baliprov. 2009. Investasi 2009 Dominasi Asing belum Tergoyahkan di Denpasar, Bali (BisnisBali) (Ikan Kerapu). http://www.bpm.baliprov.go.id. (10 Februari 2010). Chong, Y. C. and T. M. Chao.1986. Common Disease of Marine Foodfish. Fisheries Handbook No.2. Primary Production Departement. Ministry of National Development. Republic of Singapore. 33p. Dogiel, V. A., G. K. Ptrushevski and Yo I. Polylanski (Eds).1961. Parasitology of Fishes. T. F. H. Publishers Inc. Ltd, Hongkong. Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology. PWN – Polish Publisher Warsawa. 304p. Ghufran H dan Kordi K., ( 2004). Penanggulangan Penyakit Infeksi Ikan. PT. Rineka Cipta dan PT. Bina Adiaksara. Jakarta. Heemstra P.C., dan Randall J.E.,. 1993. FAO Spesies Catalog Vol.16 : Grouper of The World (Family Serrenidae, Subfamily Ephinephelus). Rome. Food and Agriculture Organization of The Unit ed Nation. Helmina, Andretha. 2009. Cetak Rupiah http://www.majalahtrubus.com/bisnis/peluang/796.php. 2010).
dari (10
Kerapu. Februari
Kabata, Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in the Tropics. Pasific Biological Station. British Columbia. Canada. Koesharyani, I., D. Roza, K. Mahardika, F. Johnny, Zafran and K. Yuasa. 2001. Marine Fish Lanjutan and Crustaceans Diseases in Indonesia In Manual for Fish Diseases Diagnosis II (Ed. By K. Sugama, K. Hatai and T. Nakai). 49 p. Gondol Research Station for Coastal Fisheries, CRIFI and Japan International Cooperation Agency. Lom, J. 1962. Trichodinid ciliates from fishes of the Rumanian Black Sea Coast. Parasitology, 52: 49-61. Lom, J. dan Dykova I. (1992) Parasit Protozoa dari Fishes. Perkembangan Perikanan Budidaya dan Perikanan Ilmu, 26. Elsevier: Amsterdam. 315pp. "http://en.wikipedia.org/wiki/Trichodina"[11 Maret 2010]
Noble, E. R., G. A. Noble, G. A. Schad and A. J. Maclnnes. 1989. Parasitology, The Biology of Animal Parasites. Lea and Febiger. Philadelphia. London. Nontji, A. 1987. Laut Nusantara, Penerbit Djembatan. Jakarta. Noga, E. J. 2000. Fish Disease: Diagnosis and Treatment. Iowa State University Press. Novrina. 2002. Inventarisasi Parasit pada Ikan Maanvis, Ikan Black Ghost, Ikan Maskoki dan Ikan Cupang di Jakarta Timur, DKI Jakarta. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Pescod, M. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standard for Tropical Countries. AIT, Bangkok. Rahayu, A.M. 2009. Keragaman dan Keberadaan Penyakit Bakterial dan Parasitik Benih Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus Di Karamba Jaring Apung Balai Sea Farming Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Ruangpan, L. 1982. Diseases and Parasites of Seabass, Lates Calcarifer. Fisheries and Aquaculture Department. FAO Corporate Document Repository. Sonya, Rückert. 2006. Marine Fish Parasites in Indonesia ; State of Infestation and Importance for Grouper Mariculture. Thesis. Institute for Zoormophology, Cell Biologi and Parasitology, Heinrich. Heine. University Dussedolf. Germany. http://www.marine parasitology.com (10 Februari 2010). Suryani, Y. 1998. Potensi Lumbricus sp. (Oligochaeta) Sebagai Inang Antara Parasit Myxosporea pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Institut Pertanian Bogor. Susanti, A. 2001. Inventarisasi Parasit Ikan Laut. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Zafran, I. Koesharyani dan K. Yuasa. 1997. Parasit pada Ikan Kerapu di Panti Benih dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. III(4):16-23. Zafran, D. Roza, I. Koesharyani, F. Johnny and K. Yuasa. 1998. Marine Fish and Crustaceans Disesases in Indonesia In Manual for Fish Diseases Diagnosis (Ed. By K. Sugama, H. Ikenoue and K. Hatai). 44p. Gondol Research Station for Coastal Fisheries, CRIFI and Japan International Cooperation Agency. Wikipedia. 2010. Trichodina. http://www.wikipedia.com (10 Februari 2010).