ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
MANAJEMEN PEMELIHARAAN BENIH IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DI BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR
PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN
Oleh : BEBBI VIANA RAMADHANI PROBOLINGGO – JAWA TIMUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2010
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
MANAJEMEN PEMELIHARAAN BENIH IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DI BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR
Praktek Kerja Lapang Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi S-1 Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Oleh : BEBBI VIANA RAMADHANI NIM. 060710311 P
PKL
Mengetahui,
Menyetujui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh.,DEA NIP. 19520517 197803 2 001
Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh.,DEA NIP. 19520517 197803 2 001
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh – sungguh, kami berpendapat bahwa Praktek Kerja Lapang (PKL) ini, baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan.
Tanggal Ujian : 11 November 2010
Menyetujui, Panitia Penguji,
Ketua
Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA. NIP. 19520517 197803 2 001
Sekretaris
Anggota
Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP NIP. 19720302 199702 2 001
Ir. Muhammad Arief, M.Kes NIP. 19600823 198601 1 001
Surabaya, 20 Desember 2010 Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Dekan,
Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA. NIP. 19520517 197803 2 001
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
RINGKASAN
BEBBI VIANA RAMADHANI. Praktek Kerja Lapang tentang Manajemen Pemeliharaan Benih Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Balai Budidaya Air Payau Situbondo Provinsi Jawa Timur. Dosen Pembimbing Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA.
Ikan kerapu macan atau Epinephelus fuscoguttatus adalah jenis kerapu yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Tingginya harga jual dan permintaan pasar di dalam dan luar negeri menuntut adanya pemenuhan produksi kerapu. Ketersediaan benih secara kontinyu merupakan salah satu solusi dalam mendukung produksi kerapu. Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kerja serta untuk mengetahui permasalahan yang dapat mempengaruhi manajemen pemeliharaan benih ikan kerapu macan. Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Dusun Pecaron, Desa Klatakan, Kecamatan Kendit, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur pada tanggal 19 Juli – 31 Agustus 2010. Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan data meliputi data primer dan data sekunder. Pengambilan data dilakukan dengan cara partisipasi aktif, observasi, wawancara dan studi pustaka. Usaha pembenihan kerapu macan di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo merupakan usaha milik pemerintah. Sumber air diperoleh langsung dari laut melalui proses filtrasi dengan menggunakan pipa PVC 8 inchi yang bagian ujungnya dilengkapi dengan filter hisap dan dihubungkan langsung dengan pompa electromotor berkapasitas 15 PK (11.250 watt). Parameter kualitas air pada pemeliharaan larva antara lain suhu 30-31 0C, salinitas 31-33 ppt, oksigen terlarut (DO) > 5 ppm dan
pH 7,8-8,3. Pemijahan dilakukan secara alami dengan
manipulasi lingkungan. Produksi telur dalam sekali pemijahan mampu mencapai iv
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
5 juta telur. Pakan alami yang diberikan selama pemeliharaan larva adalah Chlorella sp., Rotifer (Branchionus sp.) dan naupli Artemia sp. serta udang rebon (jambret). Pakan buatan yang diberikan adalah Rotemia, Rotifier, Otohime B1, Otohime B2, Otohime C1, Otohime C2, Otohime S1, Otohime S2 dan EP. Penyakit yang umum menyerang adalah Vibrio spp., Viral Nervous Necrosis (VNN) dan Iridovirus. Tingkat kelangsungan hidup sampai benih sekitar 5%. Beberapa daerah pemasaran kerapu macan yaitu Lampung, Aceh, Jepara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, NTB, dan pasaran lokal sendiri.
v
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
SUMMARY
BEBBI VIANA RAMADHANI. Field Job Practice about Rearing Management of Brown-Marbled Grouper (Epinephelus fuscoguttatus) Fry in Departement of Brackishwater Aquaculture Situbondo Province of East Java. Lecturer of Concelour Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA.
Brown-Marbled grouper or Epinephelus fuscoguttatus is a type of grouper fish that has a high economic value. The highest prices and market demand both local and export required for the sufficient production of it. Fry supply continuously is one of the solution to sufficient grouper’s production. The aims of this Field Job Practice were getting the knowledge, skill and experience work and also to know all problems that could influence the rearing management of grouper fry. This Field Job Practice was done in Departement of Brackishwater Aquaculture in Pecaron Situbondo, Klatakan district, Kendit sub district, Situbondo regency, East Java on July 19 th until 31th Agustus 2010. Work method used was descriptive method with data intake technique covers primary and secondary datas.
Data intake was done by active participate, observation,
interview, and literature. The kind of Brown-Marbled grouper’s hatchery in Departement of Brackishwater Aquaculture (BBAP) Situbondo belongs to government. Water source was got directly from the sea through the filtration process using 8-inch PVC pipe that the edges are equipped with suction filter and directly connected with the pump capacity of 15 PK Electromotor (11.250 watts). Water quality that measured were temperature of 30-31 0C, salinity 31-33 ppt, dissolved oxygen (DO) > 5 ppm and pH 7,8 – 8,3. Spawning was done naturally by environment manipulation. Eggs production in once spawning cycle could reach 5 million. Natural food was given during the larval rearing were Chlorella sp., Rotifers (Branchionus sp.) and naupli of Artemia sp. and little crustacean. Artificial feed given were Rotemia, Rotifier, Otohime B1, Otohime B2, Otohime C1, Otohime vi
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
C2, Otohime S1, Otohime S2 and EP. The disease that usually occurred were Vibrio spp., Viral Nervous Necrosis (VNN) and Iridovirus. The survival rates were about 5%. Some areas of marketing Brown-Marbled grouper’s such as Lampung, Aceh, Jepara, South Kalimantan, West Kalimantan, East Kalimantan, South Sulawesi, Southeast Sulawesi, Central Sulawesi, NTB and local market itself.
vii
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapang (PKL) tentang Manajemen Pemeliharaan Benih Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dengan baik. Karya Ilmiah Praktek Kerja Lapang (PKL) ini disusun berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapang yang telah dilaksanakan di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Dusun Pecaron, Desa Klatakan, Kecamatan Kendit, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 19 Juli – 31 Agustus 2010. Pelaksanaan dan penyusunan Karya Ilmiah Praktek Kerja Lapang (PKL) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Praktek Kerja Lapang (PKL) ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi semua pihak, khususnya bagi Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama budidaya perairan.
Surabaya, November 2010
Penulis
viii PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapang ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan penuh rasa hormat dan penghargaan penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Keluargaku tercinta Bapak, Ibu dan Adekku yang telah memberikan cinta dan doa serta dukungan moril maupun materi. 2. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA. selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga dan sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, petunjuk serta bimbingan sejak penyusunan hingga selesainya penyusunan laporan Praktek Kerja Lapang ini. 3. Ibu Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., M.P dan Bapak Ir. Muhammad Arief, M.Kes. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran atas perbaikan laporan Praktek Kerja Lapang ini. 4. Bapak Sugeng Harjono, S.Pi. selaku Pembimbing Lapangan yang telah memberikan arahan dan masukan saat pelaksanaan Praktek Kerja Lapang. 5. Bapak Akhmad Taufiq Mukti, S.Pi., M.Si. selaku Koordinator Praktek Kerja Lapang. 6. Bapak Ir. Slamet Subiyakto M.Si selaku Kepala Balai Budidaya Air Payau Situbondo yang telah memberikan ijin dan bantuan fasilitas selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini. 7. Seluruh staf dan karyawan BBAP Situbondo yang telah membimbing dan membantu kami selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini. ix
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
8. Khoirunnisa’ Assidqi, Niken Herawati, serta Indra Firmansyah, terima kasih atas segala bantuan dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis. 9. Teman-temanku Buper 2007 (Myrbud, Dian, Erlina, Huda ‘mbek’, Taufik, Galih, serta Rama) dan semua pihak yang selalu memberi semangat dan membantu penulis dalam pelaksanaan maupun penyelesaian Laporan Kerja Lapang ini. 10. Teman–teman selama Praktek Kerja Lapang antara lain Gebbie, Sofyan, Kurnia, Geri, Dilla, Milan (IPB); Ivan, Didi dan Jun (UMI Makasar); Arman dan Ayuk (Hang Tuah Surabaya) serta Amir (SMK Jember), terima kasih atas kebersamaannya.
Surabaya, November 2010
Penulis
x
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN…………………………………………………………..
iv
SUMMARY…………………………………………………………….
vi
KATA PENGANTAR………………………………………………….
viii
UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………………...
ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………
xiv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………...
xv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………
xvi
I
1
PENDAHULUAN…………………………………………………. 1.1
Latar Belakang………………………………………………..
1
1.2
Tujuan…………………………………………………………
3
1.3
Kegunaan……………………………………………………..
3
II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………
5
2.1
Taksonomi dan Morfologi…………………………………….
5
2.2
Penyebaran dan Habitat……………………………………….
6
2.3
Siklus Reproduksi dan Perkembangan Gonad………………..
7
2.4
Kebiasaan Makan……………………………………………..
8
2.5
Persyaratan Lokasi Pembenihan………………………………
9
2.6
Pemeliharaan Larva…………………………………………... 2.6.1 Seleksi Telur………………………………………….. 2.6.2 Persiapan Bak………………………………………… 2.6.3 Penetasan dan Penebaran Telur………………………. 2.6.4 Pengelolaan Pakan……………………………………. 2.6.5 Pengelolaan Kualitas Air……………………………... 2.6.6 Penyeragaman Ukuran (Grading)……………………..
10 10 10 10 11 11 12
xi
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
III PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANG…………………
13
3.1
Waktu dan Tempat……………………………………………
13
3.2
Metode Kerja………………………………………………….
13
3.3
Metode Pengumpulan Data…………………………………... 3.3.1 Data Primer…………………………………………… 3.3.2 Data Sekunder…………………………………….......
13 13 15
IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………….
16
4.1
Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang………………. 4.1.1 Sejarah Berdirinya BBAP Situbondo………………… 4.1.2 Letak Geografis BBAP Situbondo…………………… 4.1.3 Struktur Organisasi…………………………………… 4.1.4 Tugas dan Fungsi……………………………………... 4.1.5 Visi dan Misi………………………………………….. 4.1.6 Dukungan Sumber Daya Manusia……………………. 4.1.7 Sarana dan Prasarana…………………………………. 4.1.7.1 Sarana Pembenihan…………………………. 4.1.7.2 Prasarana Pembenihan……………………… 4.1.8 Sumber Air…………………………………………… 4.1.8.1 Air Laut…………………………………….. 4.1.8.2 Air Tawar……………………………………
16 16 17 18 21 22 23 23 23 30 32 32 33
4.2
Kegiatan Pemeliharaan Benih………………………………… 4.2.1 Pengadaan Induk……………………………………... 4.2.2 Pemanenan dan Seleksi Telur………………………… 4.2.3 Penetasan dan Penebaran Telur………………………. 4.2.3.1 Persiapan Wadah Penetasan………………… 4.2.3.2 Penebaran Telur……………………………... 4.2.4 Pengelolaan Pakan……………………………………. 4.2.4.1 Pemberian Pakan…………………………… 4.2.4.2 Kultur Pakan Alami………………………… a. Chlorella sp……………………………… b. Rotifer (Branchionus sp.)……………….. c. Artemia sp……………………………..… d. Udang Rebon (Jambret)………………… 4.2.4.3 Pemberian Pakan Buatan…………………… 4.2.5 Perkembangan Larva…………………………………. 4.2.6 Fase Kritis…………………………………………….. 4.2.7 Pengelolaan Kualitas Air……………………………... 4.2.8 Penyeragaman Ukuran (Grading)…………………….. 4.2.9 Panen…………………………………………………. 4.2.10 Pengendalian Hama dan Penyakit…………………….
34 34 36 38 38 40 42 42 44 44 45 47 49 49 51 53 54 55 57 58
4.3
Pemasaran dan Analisis Usaha………………………………..
59
xii
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4.3.1 Pemasaran…………………………………………….. 4.3.1.1 Packing dan Transportasi…………………… 4.3.2 Analisis Usaha…………………………………………
59 59 61
Permasalahan dan Kemungkinan Pengembangan Usaha…….. 4.4.1 Permasalahan…………………………………………. 4.4.2 Kemungkinan Pengembangan Usaha…………………
62 62 62
V PENUTUP…………………….…………………………………….
64
4.4
5.1
Kesimpulan……………………………………………………
64
5.2
Saran…………………………………………………………..
65
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..
66
LAMPIRAN…………………………………………………………….
69
xiii
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Pendistribusian Sistem Aerasi di BBAP Situbondo………………….
30
2. Bangunan di BBAP Situbondo…………………………………….....
31
3. Spesifikasi Pompa di BBAP Situbondo………………………………
34
4. Jumlah Telur pada Bulan Juli 2010…………………………………...
38
5. Nilai Hatching Rate Telur Kerapu Macan di Pembenihan Tengah…...
41
6. Komposisi Pupuk Majemuk untuk Kultur Chlorella sp………………
45
7. Standar Prosedur Operasional Pembenihan Ikan Kerapu Macan…......
51
8. Hasil Uji Parameter Kualitas Air………………………………….......
55
9. Jumlah Ikan yang dipanen dan Tujuan Distribusi…………………......
61
xiv
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Ikan Kerapu Macan Dewasa (Epinephelus fuscoguttatus)…………….
6
2. Struktur Organisasi Balai Budidaya Air Payau Situbondo……….......
19
3. Bak Pemeliharaan dan Pemijahan Induk……………………………..
24
4. Bak Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva………………………..
26
5. Bak Kultur Pakan Alami………………………………………………
27
6. Bak Karantina dan Pengobatan Ikan………………………………….
28
7. Blower Vortex………………………………………………………...
30
8. a) Tandon Air Tawar…………………………………………………. b) Tandon Air Laut……………………………………………………
33 33
9. Egg Collector………………………………………………………….
37
10. Persiapan Wadah Penetasan…………………………………………..
39
11. Minyak Cumi………………………………………………………….
42
12. a) Bak Kultur Chlorella sp…………………………………………… b) Bak Kultur Rotifer (Branchionus sp.)……………………………...
45 45
13. a) Pemanenan Rotifer………………………………………………… b) Pemberian Pakan Rotifer…………………………………………..
47 47
14. a) Artemia yang digunakan…………………………………………… b) Cyste Artemia………………………………………………………
48 48
15. Pakan yang digunakan dalam Masa Pemeliharaan……………………
50
16. Perkembangan Larva………………………………………………….
52
17. Grading Ikan Kerapu………………………………………………….
57
18. Packing Benih Kerapu…………………………………………….......
60
xv
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Peta Lokasi Praktek Kerja Lapang…………………..………………..
69
2. Daerah Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo………………
70
3. Denah Balai Budidaya Air Payau Situbondo…………………………
71
4. Daftar Ukuran Pakan………………………………………………….
73
5. Jadwal Pemberian Pakan………………………………………………
74
6. Analisis Usaha Pembenihan Kerapu Skala Rumah Tangga (HSRT)….
75
xvi
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Ikan kerapu merupakan jenis ikan yang hidup di perairan terumbu
karang, yang dalam dunia internasional dikenal dengan nama grouper atau coral reef fish. Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) adalah jenis kerapu yang benihnya sangat laku di pasaran. Dalam perdagangan internasional, ikan kerapu macan ini dikenal dengan nama flower atau carped cod (Kordi, 2001). Binatang yang memiliki perkembangan gonad yang berubah-ubah (hermaprodit protogini) ini hidup di daerah tropis, di laut yang berkarang. Di Indonesia, populasi ikan kerapu macan cukup banyak adalah perairan Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, dan Ambon. Ikan kerapu kecil, dengan tubuh ditutupi oleh sisik kecil yang mengkilap dan juga dipenuhi dengan bintik – bintik gelap yang rapat mirip bulu macan (Subyakto dan Cahyaningsih, 2005). Ikan kerapu juga merupakan salah satu komoditas sumber daya perairan yang memiliki nilai ekonomis penting di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan tingginya harga jual serta permintaan pasar baik di dalam maupun di luar negeri. Permintaan pasar yang cenderung semakin meningkat menuntut adanya pemenuhan produksi ikan kerapu. Dewasa ini telah dikenal beberapa spesies ikan kerapu dengan nilai ekonomis yang tinggi
seperti ikan kerapu tikus/bebek
(Cromileptes altivelis), kerapu sunu (Plectropomus leoporus), kerapu lumpur (Epinephelus tauvina dan E. suillus) dan kerapu alis/napoleon (Cheilinus undulatus).
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2
Ikan kerapu macan memiliki beberapa keunggulan yaitu memiliki harga jual tinggi baik di pasar lokal ataupun pasar ekspor, pertumbuhan yang cepat dan banyak diminati oleh masyarakat. Di Indonesia, pembenihan dan pembesaran ikan kerapu telah mulai dikembangkan sebagai usaha alternatif dalam mengantisipasi kekurangan ikan kerapu akibat meningkatnya permintaan pasar (Wardana, 1994). Namun begitu usaha ini belum dapat mencukupi kebutuhan pasar akan ikan kerapu sehingga sebagian dari benih yang dibudidayakan maupun yang dijual berasal dari benih tangkapan di alam. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dalam hal benih dan juga karena belum berhasilnya budidaya larva kerapu untuk memproduksi benih. Keberadaan dan sumber benih harus diperhitungkan sebelum pelaksanaan budidaya (Tridjoko dkk., 1996). Ikan kerapu macan berhasil dipijahkan pada tahun 1987 dengan tingkat kematian benih masih sangat tinggi. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, tingkat kematian dapat ditekan dan berhasil dipijahkan pada tahun 1990 (Kordi, 2001). Sejak saat itu produksi benih ikan kerapu macan dilakukan oleh panti pembenihan (hatchery) untuk memenuhi permintaan pasar. Permintaan pasar terhadap ikan kerapu macan mengalami peningkatan, sedangkan pasokan benih ikan kerapu macan yang telah dilakukan oleh panti pembenihan (hatchery) masih terbatas. Salah satu faktor keberhasilan pemeliharaan benih ikan kerapu adalah manajemen pemeliharaan benih. Manajemen dalam pemeliharaan ikan kerapu merupakan suatu strategi pengelolaan benih dengan memanfaatkan sumber daya manusia (SDM), fasilitas serta sumber daya alam (SDA) yang ada untuk mencapai
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3
tujuan produksi benih ikan kerapu yang berkualitas dan jumlah yang diinginkan. Pada kenyataannya, di lapangan sering ditemui beberapa permasalahan dalam pemeliharaan benih ikan kerapu macan yaitu tingkat survival rate yang rendah serta pertumbuhan yang kurang optimal. Beberapa permasalahan tersebut disebabkan karena pengelolaan kualitas air dan pakan yang kurang optimal disamping adanya sifat kanibalisme serta serangan penyakit. Oleh karena itu, untuk mengatasi beberapa permasalahan pada pemeliharaan benih kerapu macan diperlukan suatu manajemen pemeliharaan terhadap benih kerapu macan.
1.2
Tujuan Tujuan dari praktek kerja lapang ini adalah : 1. Mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktek tentang
manajemen
pemeliharaan
benih
ikan
kerapu
macan
(Epinephelus fuscoguttatus) di Balai Budidaya Air Payau Situbondo. 2. Mengetahui bagaimana cara mengatasi berbagai permasalahan dalam pemeliharaan benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Balai Budidaya Air Payau Situbondo.
1.3
Kegunaan Praktek Kerja Lapang ini diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan menambah wawasan terhadap permasalahan yang timbul di lapangan, sehingga dapat memahami dan memecahkan permasalahan tentang manajemen pemeliharaan benih ikan kerapu macan (Epinephelus
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4
fuscoguttatus) di Balai Budidaya Air Payau Situbondo dengan cara memadukan antara teori yang ada dengan kenyataan yang ada di lapangan.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi dan Morfologi Ikan kerapu macan di pasaran internasional dikenal dengan nama flower atau carped cod. Menurut Randall (1987) dalam Antoro, S., dkk., (1998) menjelaskan sistematika ikan kerapu macan adalah : Phylum Subphylum Classis Subclassis Ordo Subordo Familia Genus Species
: Chordata : Vertebrata : Osteichtyes : Actinopterigii : Percomorphi : Percoidea : Serranidae : Epinephelus : Epinephelus fuscoguttatus
Deskripsi oleh Subyakto dan Cahyaningsih (2005) menyebutkan bahwa ikan kerapu macan ini memiliki bentuk tubuh memanjang dan gepeng (compressed), tetapi kadang – kadang ada juga yang agak bulat. Mulutnya lebar serong ke atas dan bibir bawahnya menonjol ke atas. Rahang bawah dan atas dilengkapi gigi – gigi geratan yang berderet dua baris, ujungnya lancip, dan kuat. Sementara itu, ujung luar bagian depan dari gigi baris luar adalah gigi – gigi yang besar. Badan kerapu macan ditutupi oleh sisik yang mengkilap dan bercak loreng mirip bulu macan. Menurut Kordi (2001) bentuk tubuh ikan kerapu macan menyerupai kerapu lumpur, tetapi tubuh kerapu macan lebih tinggi. Kulit tubuh ikan kerapu macan dipenuhi dengan bintik – bintik gelap yang rapat. Sirip dadanya berwarna kemerahan, sedangkan sirip – sirip yang lain mempunyai tepi
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
6
cokelat kemerahan. Pada garis rusuknya, terdapat 110 – 114 buah sisik. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber : anonymous, 2005a
Gambar 1. Ikan kerapu macan dewasa (Epinephelus fuscoguttatus)
2.2 Penyebaran dan Habitat Daerah penyebaran kerapu macan adalah Afrika Timur, kepulauan Ryukyu (Jepang Selatan), Australia, Taiwan, Mikronesia, dan Polinesia. Weber dan Beaufort (1931) dalam Subyakto dan Cahyaningsih (2005) mengatakan bahwa perairan di Indonesia yang memiliki jumlah populasi kerapu cukup banyak adalah perairan Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, dan Ambon. Salah satu indikatornya adalah perairan karang, Indonesia memiliki perairan karang yang cukup luas sehingga potensial sumber daya ikannya sangat besar (Tampubolon dan Mulyadi, 1989). Ikan kerapu muda umumnya hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5 – 3,0 m. Habitat yang paling disenangi adalah perairan pantai di dekat muara sungai. Setelah menginjak dewasa (buraya) berpindah ke perairan yang lebih dalam, yaitu di kedalaman 7 – 40 m, biasanya perpindahan ini
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
7
berlangsung pada siang dan sore hari. Telur dan larva bersifat pelagis sedangkan ikan kerapu muda hingga dewasa bersifat demersal atau berdiam di dasar kolam (Tampubolon dan Mulyadi, 1989). Habitat benih ikan kerapu macan adalah pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticulata dan Gracillaria sp., setelah dewasa hidup
di perairan
yang
lebih
dalam
dengan
dasar
pasir
berlumpur
(www.warintekprogressio.or.id, 1996). Parameter biologis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu yaitu temperatur antara 24 - 32 oC, salinitas antara 30 – 33 ppt, oksigen telarut lebih besar dari 3,5 ppm dan pH antara 7,8 – 8,0 (Chua and Teng, 1978 dalam Antoro, dkk., 1998).
2.3 Siklus Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan kerapu macan bersifat hermaprodit protogini, yaitu pada tahap perkembangan mencapai dewasa (matang gonad) berjenis kelamin betina kemudian berubah menjadi jantan setelah tumbuh besar atau ketika umurnya bertambah tua. Fenomena perubahan jenis kelamin pada kerapu sangat erat hubungannya dengan aktivitas pemijahan, umur, indeks kelamin dan ukuran benih (Smith, 1982 dalam Subyakto dan Cahyaningsih, 2005). Bobot kerapu macan betina 3,0 – 4,5 kg dan bobot kerapu macan jantan 5,0 – 6,0 kg ke atas atau ketika kerapu macan jantan sudah mampu menghasilkan sperma untuk membuahi telur ikan betina. Menurut Chen (1991) mengatakan bahwa pada jenis E. diacanthus kecenderungan perkembangan matang gonad terjadi selama masa non reproduksi yaitu antara umur 2 – 6 tahun. Perkembangan matang gonad terbaik terjadi antara umur 2 – 3 tahun.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
8
Proses pemijahan dilakukan secara bergerombol di perairan Indo Pasifik, puncak pemijahan berlangsung beberapa hari sebelum bulan purnama pada malam hari (Tampubolon dan Mulyadi, 1989). Beberapa spesies dari ikan kerapu mempunyai musim pemijahan 6 – 8 kali per tahun sedangkan pemijahan pertama (prespawning) terjadi satu sampai dua kali per tahun (Shapiro, 1987 dalam Antoro, dkk., 1998). Musim pemijahan ikan kerapu di Indonesia terjadi pada bulan Juni – September dan November – Februari (Sugama, 1999).
2.4 Kebiasaan Makan Ikan kerapu macan dikenal sebagai predator atau piscivorous yaitu pemangsa jenis ikan – ikan kecil, zooplankton, udang – udangan, invertebrata, rebon dan hewan – hewan kecil lainnya (Kordi, 2001). Ikan kerapu macan termasuk jenis karnivora dan cara makannya memangsa satu per satu makanan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar, sedangkan larva ikan kerapu pemakan larva moluska (trokofor), rotifera, microcrustacea, copepoda dan zooplankton (www.warintekprogressio.or.id, 1996). Tampubolon dan Mulyadi (1989) menjelaskan bahwa spesies kerapu yang mempunyai panjang usus lebih panjang dibandingkan panjang tubuhnya, diduga memiliki pertumbuhan yang cepat. Hal ini disebabkan oleh aktivitas dan kebiasaan dalam tingkat pemilihan jenis makanan. Panjang usus relatif ikan kerapu sebagai ikan karnivora berkisar 0,26 – 1,54 meter, selain itu usus ikan kerapu yang di amati memiliki lipatan – lipatan yang dapat menambah luas permukaan usus ikan dan berfungsi sebagai penyerapan makanan.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
9
Utoyo, dkk., dalam Antoro, dkk., (1998) menyatakan bahwa kapasitas penyerapan makanan meningkat dengan meningkatnya luas permukaan dinding usus ikan melalui pengembangan klep spiral lipatan usus. Nybakken dalam Antoro, dkk., (1998) menambahkan bahwa ikan kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif bergerak di dalam kolom air dan bersifat nocturnal. Selain itu mereka juga mempunyai sifat buruk, yakni kanibalisme yang muncul pada larva yang berumur 30 hari akibat pasokan makanan yang tidak mencukupi.
2.5 Persyaratan Lokasi Pembenihan Persyaratan lokasi pembenihan yang baik meliputi faktor teknis dan non teknis. Faktor teknis adalah segala persyaratan yang harus dipenuhi dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu macan yang berhubungan langsung dengan aspek teknis dalam memproduksi benih (Subyakto dan Cahyaningsih, 2005). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) beberapa aspek penting yang harus dipenuhi adalah letak unit pembenihan di tepi pantai untuk memudahkan perolehan sumber air laut. Pantai tidak terlalu landai dengan kondisi dasar laut yang tidak berlumpur dan mudah dijangkau untuk memperlancar transportasi. Air laut harus bersih, tidak tercemar dengan salinitas 28 – 35 ppt. Sumber air laut dapat dipompa minimal 20 jam per hari. Sumber air tawar tersedia dengan salinitas maksimal 5 ppt. Peruntukan lokasi sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah/Wilayah (RUTRD/RUTRW). Faktor non teknis merupakan pelengkap dan pendukung faktor – faktor teknis dalam pemilihan lokasi pembenihan. Persyaratan lokasi yang termasuk dalam faktor non teknis meliputi beberapa kemudahan seperti sarana transportasi,
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
10
komunikasi, instalasi listrik (PLN), tenaga kerja, pemasaran, laboratorium, asrama, tempat ibadah dan pelayanan kesehatan. Selain itu, hal lain yang dapat menunjang kelangsungan usaha yakni adanya dukungan dari pemerintah daerah setempat, termasuk dukungan masyarakat sekitar (Subyakto dan Cahyaningsih, 2005).
2.6 Pemeliharaan Larva 2.6.1 Seleksi Telur Seleksi telur dilakukan setelah telur – telur hasil pemijahan dipanen. Telur yang baik akan terapung, berwarna transparan, berbentuk bulat, kuning telur berada di tengah, berukuran 850 – 900 µm sedangkan telur yang jelek berwarna putih susu dan sebaiknya disifon (Minjoyo dkk., 1998).
2.6.2 Persiapan Bak Minjoyo dkk. (1998) menyatakan bahwa bak pemeliharaan larva bisa berbentuk segi empat atau bulat dengan kedalaman air 1 – 1,5 m. Umumnya bak yang digunakan adalah 10 – 20 ton. Penggunaan bak yang berukuran besar bertujuan untuk mengurangi fluktuasi suhu, khususnya pada waktu larva masih berumur 0 – 10 hari. Terlebih dahulu, bak dibersihkan lalu dikeringkan dan dibilas dengan kaporit. Salinitas media pemeliharaan yaitu 30 – 33 ppt dan suhu berkisar 27 – 29 0C.
2.6.3 Penetasan dan Penebaran Telur Penetasan telur terdiri dari dua cara yaitu pertama telur ditetaskan dalam wadah penetasan kemudian larvanya dipindah ke dalam bak pemeliharaan larva.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
11
Kedua, telur langsung ditetaskan dalam bak pemeliharaan larva. Cara kedua ini didasarkan pada efisiensi kerja serta mengurangi stres yang diakibatkan oleh penanganan dan perubahan lingkungan (Minjoyo dkk., 1998). Padat penebaran telur antara 30 – 50 butir/liter. Padat tebar 40 ekor/liter memberikan tingkat kelulushidupan lebih baik pada masa pemeliharaan larva umur 1 – 15 hari dan 10 ekor/liter untuk masa pemeliharaan larva umur 15 – 30 hari (Resmiyati dkk., dalam Minjoyo dkk., 1998).
2.6.4 Pengelolaan Pakan Media pemeliharaan larva umur 1 – 15 hari diberi Chlorella vulgaris untuk menjaga keseimbangan kualitas air dan sebagai pakan Rotifera yang ada dalam bak pemeliharaan. Pada larva umur 3 – 15 hari pakan alami yang diberikan adalah Rotifera dengan kepadatan 10 – 20 individu/ml. Larva umur 12 – 20 hari pakan alami yang diberikan adalah naupli Artemia spp. dengan kepadatan 1 – 3 individu/ml. Larva umur 21 – 30 hari diberi Artemia spp. muda dengan kepadatan 1 – 1,5 individu/ml. Larva umur 30 – 45 hari diberi Artemia spp. dewasa (Minjoyo dkk., 1998).
2.6.5 Pengelolaan Kualitas Air Pada hari pertama setelah menetas dilakukan penyifonan untuk membuang cangkang dan telur yang tidak menetas. Minjoyo dkk., (1998) menyatakan larva umur 2 – 7 hari tidak dilakukan penyifonan karena masih dalam masa kritis sehingga sangat membutuhkan kondisi lingkungan yang stabil. Penyifonan dilakukan pada larva umur 8 – 20 hari tiap 3 hari sekali, larva umur 21 hari
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
12
penyifonan dilakukan setiap 2 hari sekali. Pergantian air mulai dilakukan pada larva umur 8 – 15 hari sebanyak 5 – 10% tiap 3 hari sekali. Pada larva umur 15 – 25 hari sebanyak 10 – 25% dan umur 25 – 35 hari sebanyak 20 – 30% tiap 1 hari sekali. Pada larva umur 35 hari sebanyak 40 – 60% tiap hari.
2.6.6 Penyeragaman Ukuran (Grading) Minjoyo dkk. (1998) menyatakan bahwa grading dimaksudkan untuk menyeragamkan ikan peliharaan yang ditempatkan dalam satu wadah dan bukan merupakan jalan pemecahan untuk mengatasi sifat kanibal melainkan mengurangi sifat kanibal. Sifat kanibal menurunkan tingkat populasi dan cara yang paling tepat untuk menguranginya adalah menyediakan pakan secara optimal. Grading pada ikan dilakukan pada waktu larva berumur 35 hari dimana larva sudah menjadi benih.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
III PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANG
3.1
Tempat dan Waktu Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di Balai Budidaya
Air Payau Situbondo, Dusun Pecaron, Desa Klatakan, Kecamatan Kendit, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur atau Jl. Raya Pecaron Po. Box. 5 Panarukan, Situbondo, Jawa Timur. Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal 19 Juli – 31 Agustus 2010. Peta Lokasi Praktek Kerja Lapang (PKL) tertera pada lampiran 1.
3.2
Metode Kerja Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode
deskriptif, yaitu metode yang menggambarkan keadaan atau kejadian pada suatu daerah tertentu. Metode deskriptif adalah metode untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 1993).
3.3
Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Data Primer Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya melalui prosedur dan teknik pengambilan data yang berupa wawancara, observasi, partisipasi aktif maupun menggunakan instrumen pengukuran yang sesuai tujuan (Azwar, 1998).
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
A.
14
Observasi Observasi atau pengamatan secara langsung adalah pengambilan data
dengan menggunakan indera mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut (Nazir, 1998). Pada Praktek Kerja Lapang ini observasi akan dilakukan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan pemeliharaan benih meliputi persiapan bak, sumber air, seleksi dan penetasan telur, pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air, pengelolaan pakan, pengendalian hama dan penyakit, grading benih dan panen, sarana serta prasarana yang ada baik yang dipakai untuk operasional maupun untuk budidaya.
B.
Wawancara Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan cara tanya jawab
sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan Praktek Kerja Lapang. Wawancara memerlukan komunikasi yang baik dan lancar antara penanya (pewawancara) dengan penjawab (responden), sehingga pada akhirnya bisa didapatkan data yang dapat dipertanggungjawabkan secara keseluruhan (Nazir, 1998). Wawancara disini dilakukan dengan cara tanya jawab dengan pegawai mengenai latar belakang berdirinya Balai Budidaya Air Payau Situbondo, struktur organisasi, tugas dan fungsi, visi dan misi, produksi, pemasaran hasil budidaya, sumber daya manusia serta permasalahan yang dihadapi dalam menjalankan usaha.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
C.
15
Partisipasi Aktif Partisipasi aktif adalah keterlibatan dalam suatu kegiatan yang dilakukan
secara langsung di lapangan (Nazir, 1998). Kegiatan yang dilakukan adalah usaha pemeliharaan larva dan benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Kegiatan tersebut diikuti secara langsung mulai dari persiapan bak, pengukuran kualitas airnya (pH, suhu, salinitas dan lain – lain), pengambilan telur, penetasan telur, pemeliharaan larva, pemberian pakan pada benih, grading serta kegiatan lainnya yang berkaitan dengan Praktek Kerja Lapang yang dilakukan.
3.3.2 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung dan serta dilaporkan oleh orang di luar dari Praktek Kerja Lapang itu sendiri (Azwar, 1998). Data ini diperoleh dari data dokumentasi, majalah, koran, buku, lembaga penelitian, dinas perikanan, pustaka, laporan pihak swasta, masyarakat dan pihak lain yang berhubungan dengan usaha pemeliharaan larva dan benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus).
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang 4.1.1 Sejarah Berdirinya Balai Budidaya Air Payau Situbondo Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo merupakan balai budidaya ikan milik pemerintah yang berkembang dan tumbuh baik sebagai balai perekayasaan. Balai berdiri pada tahun 1986, yang mulanya bernama Proyek Sub Senter Udang Windu Jawa Timur yang pada saat itu masih berupa fasilitas pemeliharaan benur udang windu di bawah naungan Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Sub Senter Udang Windu ini terletak di Desa Blitok, Kecamatan Mlandingan, Kabupaten Situbondo dan merupakan cabang dari BBAP Jepara, Jawa Tengah. Sub Senter Udang Windu ini kemudian melepaskan diri dari Balai Budidaya Air Payau Jepara dan berganti nama menjadi Loka Balai Budidaya Air Payau Situbondo yang ditetapkan pada tanggal 18 April 1994 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 264/Kpts/OT.210/4/94. Loka Balai Budidaya Air Payau Situbondo terdiri dari tiga divisi meliputi divisi ikan, divisi udang dan divisi budidaya. Loka Balai Budidaya Air Payau Situbondo merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan di bidang pengembangan produksi budidaya perikanan air payau yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Dengan beban tugas dan tanggung jawab yang semakin berat, maka pada tanggal 1 Mei 2001 status Loka Balai Budidaya Air Payau dinaikkan menjadi Balai Budidaya Air Payau
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
17
Situbondo berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan No. KEP.26D/MEN/2001. Pada 1 Januari 2007 Unit Pembenihan Udang Gelung yang dulunya merupakan bantuan dari BADP (Brackishwater Aquaculture Development Project) mulai bergabung dengan dengan Balai Budidaya Air Payau Situbondo Jawa Timur dengan nama Instalasi Pembenihan Udang Gelung.
4.1.2 Letak Geografis BBAP Situbondo Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo merupakan suatu balai yang memiliki prestasi yang besar dalam bidang produksi dan perekayasaan. Devisi kegiatan yang terdapat di Balai Budidaya Air Payau Situbondo ini terdiri dari 3 divisi yaitu divisi udang, divisi ikan, dan divisi budidaya. Divisi ikan terletak di Dusun Pecaron, Desa Klatakan, Kecamatan Kendit, Kabupaten Situbondo yang merupakan kantor utama dengan luas areal 4,39 Ha. Divisi udang terletak di tiga lokasi yang berbeda yaitu unit Blitok, unit Gelung, dan unit Tuban. Unit Blitok terletak di Kecamatan Bungatan sekitar 10 Km ke arah Barat dari kantor utama dengan luas areal 1,45 Ha. Unit Gelung yang terletak di desa Gelung Kecamatan Panarukan sekitar 25 Km ke arah Timur dari kantor utama dengan luas areal 8 Ha . Unit Tuban yang terletak di Kabupaten Tuban dengan luas areal 7 Ha. Sementara divisi budidaya terletak di Desa Pulokerto Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan dengan luas areal 30 Ha yang merupakan areal untuk produksi rumput laut Glacilaria sp., udang dan ikan bandeng.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
18
Secara geografis, Balai Budidaya Air Payau Situbondo terletak pada 113o55’6’’ BT – 114 o00’’BT dan 07o41’32’’LS – 07o42’35’’LS. Lokasi ini dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim penghujan (November – Maret) dan musim kemarau (April – Oktober). Praktek Kerja Lapang dilaksanakan di Divisi Ikan dengan batas lokasi sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Madura
Sebelah Selatan berbatasan dengan pemukiman penduduk
Sebelah Timur berbatasan dengan Hatchery Udang “ Jaya Abadi “
Sebelah Barat berbatasan dengan Hatchery Kerapu Tikus “ Kelola Benih Unggul “ dan pemukiman penduduk.
4.1.3 Struktur Organisasi Berdasarkan surat keputusan menteri Perikanan dan Kelautan RI no. KEP.26D/MEN/2001 tanggal 1 Mei 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja, Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo dipimpin oleh seorang Kepala Balai. Tugas Kepala Balai dibantu oleh Kepala sub bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pelayanan Teknis dan Kepala Seksi Standarisasi dan Informasi, Koordinator Jabatan Fungsional meliputi Perekayasaan, Litkayasa dan Pengawas Benih. Susunan Organisasi Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo secara lengkap dapat dlihat pada Gambar 2.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
19
Kepala Balai Ir. Slamet Subyakto, M.Si.
Kepala Seksi Bag. Tata Usaha Ir. Made Yodriksa
Kepala Seksi Pelayanan Teknis
Kepala Seksi Stand. & Info.
Dede Sutende
Akhmad Romadlon, S.PT. M.Si.
Kelompok Jabatan Fungsional Koord. : Ir. Siti Zubaidah, M.Si.
Litkayasa
Perekayasa Pengawas Benih
Pengawas Budidaya
Pranata Humas
Peng. Hama dan Peny. Ikan
Fungsional Lainnya Sumber : Laporan BBAP Tahun 2009
Gambar 2. Struktur Organisasi Balai Budidaya Air Payau Situbondo
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
20
Adapun uraian tugas di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo sebagai berikut : 1) Kepala Balai Kepala Balai Budidaya Air Payau Situbondo bertugas merumuskan kegiatan, mengkoordinasikan dan mengarahkan tugas penerapan teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau. Selain itu, Kepala Balai bertugas melestarikan sumber daya induk/benih ikan air payau dan lingkungan serta membina bawahan di lingkungan Balai Budidaya Air Payau sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku untuk kelancaran pelaksanan tugas. 2) Sub Bagian Tata Usaha Tata
Usaha
mempunyai
tugas
melakukan
administrasi
keuangan,
kepegawaian, perlengkapan surat – menyurat dan rumah tangga Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo dan pelaporan. 3) Seksi Standarisasi dan Informasi Seksi Standarisasi mempunyai tugas menyiapkan bahan standar teknik dan pengawasan pembenihan dan budidaya ikan air laut dan air payau, pengendalian hama dan penyakit ikan, lingkungan, sumber daya induk dan benih, serta pengelolaan jaringan informasi dan perpustakaan. 4) Seksi Pelayanan Teknis Pelayanan teknis mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis kegiatan pengembangan, penerapan, serta pengawasan teknik pembenihan dan budidaya air payau.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
21
5) Kelompok Jabatan Fungsional Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan kegiatan perekayasaan, pengujian,
penerapan
dan
bimbingan
penerapan
standard/sertifikasi
pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau. Selain itu bertugas dalam pengendalian hama dan penyakit ikan, pengawasan benih, budidaya dan penyuluhan, serta kegiatan lain yang sesuai dengan tugas masing – masing jabatan fungsional berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan tugasnya, Kepala Balai, Kepala Seksi, Kepala Urusan, dan Kelompok Jabatan Fungsional wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi masing – masing maupun antar unit kerja dengan instansi lain di luar Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan.
4.1.4 Tugas dan Fungsi Berdasarkan surat keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.26D/MEN/2001. Tugas dan fungsi Balai Budidaya Air Payau Situbondo adalah sebagai berikut : a. Tugas Melaksanakan penerapan teknik dan pembudidayaan ikan air payau serta pelestarian sumber daya induk / benih ikan dan lingkungan. b. Fungsi Pengkajian, pengujian dan bimbingan, penerapan standar pembenihan pembudidayaan ikan air payau. Pengkajian standar dan pelaksanaan sertifikasi sistem mutu dan sertifikasi personil pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
22
Pengkajian sistem dan tata laksana produksi dan pengelolaan induk penjenis dan induk dasar ikan air payau. Pelaksanaan pengujian teknik dan pembudidayaan ikan air payau. Pengkajian
standar
pengawasan
benih,
pembudidayaan
serta
pengendalian hama dan penyakit ikan air payau. Pelaksanaan sistem jaringan laboratorium pengujian, pengawasan benih dan pembudidayaan ikan air payau. Pengelolaan dan pelayanan informasi dan publikasi pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
4.1.5 Visi dan Misi Balai Budidaya air payau Situbondo memiliki visi dan misi dalam pencapaian kerjanya. Visi dari balai Budidaya Air Payau Situbondo yaitu mewujudkan BBAP Situbondo sebagai institusi pelayanan prima dalam pengembangan akuakultur yang berdaya saing berkelanjutan dan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi andalan. Misi dari BBAP Situbondo yaitu : a. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) b. Menghasilkan, menerapkan, dan mensosialisasikan paket-paket teknologi akuakultur yang standard dan efisien c. Menghasilkan benih dan bibit unggul d. Menerapkan sistem sertifikasi perikanan dan pelayanan laboratorium
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
23
e. Melaksanakan sistem perikanan budidaya yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan.
4.1.6 Dukungan Sumberdaya Manusia Dalam melakukan tugasnya Balai Budidaya Air Payau Situbondo didukung sumberdaya manusia sebanyak 143 orang karyawan berstatus pegawai negeri sipil dengan berbagai tingkatan pendidikan yaitu : 10 orang bergelar Master (S2), 45 orang bergelar Sarjana (S1) dan 88 orang lainnya lulusan SD hingga D-3. Sumberdaya terbagi ke dalam beberapa bagian divisi yaitu bagian perekayasa sebanyak 17 orang, bagian litkayasa 16 orang, bagian pengawas 27 orang, Bagian Pranata Humas 3 orang, bagian umum 26 orang, dan 54 orangnya dibagian lain.
4.1.7 Sarana dan Prasarana Pembenihan 4.1.7.1 Sarana Pembenihan Sarana pembenihan merupakan fasilitas yang dapat secara langsung menunjang proses produksi yang meliputi antara lain bak pemeliharaan induk, bak penetasan telur dan bak pemeliharaan larva, bak kultur pakan alami, bak karantina dan pengobatan ikan, reservoir dan bak filter air, bak pengumpul telur, bak penampungan air, sistem aerasi.
a. Bak Pemeliharaan Induk Bak pemeliharaan induk kerapu sekaligus digunakan sebagai bak pemijahan induk (Gambar 3), berjumlah 4 buah berbentuk bulat yang terbuat dari beton. Bak pemeliharaan berdiameter 10 m dengan kedalaman 3 m dan kapasitas bak 300 m3. Dasar bak miring ke arah outlet yang berada di bagian
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
24
tengah sekitar 5 % untuk mempermudah penyurutan air, pembuangan kotoran dan sisa pakan. Adapun keuntungan dari bak berbentuk bulat yaitu tidak adanya sudut mati sehingga distribusi oksigen lebih merata serta aman bagi induk untuk berenang dan terkesan luas. Bak pemeliharaan induk dilengkapi dengan saluran air masuk (inlet) yang terbuat dari pipa PVC berdiameter 4 inchi serta dua saluran pengeluaran (outlet) berdiameter 8 inchi. Outlet tersebut berada di bagian bawah dan atas, outlet bagian bawah berfungsi untuk pengeluaran sisa pakan dan feses serta pembuangan air sedangkan outlet bagian atas berfungsi untuk pengeluaran (penyaluran) telur dari bak ke wadah pengumpul telur (egg collector). Bak induk juga dilengkapi 4 titik aerasi untuk suplai oksigen. Bak pemeliharaan dihubungkan dengan bak penampungan telur yang berisi egg collector, menggunakan pipa PVC 4 inchi dan dilengkapi juga dengan pipa aerasi berdiameter ¾ inchi. Sumber air yang digunakan untuk pemeliharaan berasal dari laut yang dialirkan dengan menggunakan pipa 4 inchi. Selain itu juga bak induk dilengkapi dengan jaring yang memiliki diameter mata jarring 10 x 10 cm. jaring dipasang di bagian atas bak yang berfungsi sebagai penutup agar ikan tidak meloncat pada saat bak diisi air penuh.
Gambar 3. Bak Pemeliharaan dan Pemijahan Induk
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
25
Bak pemijahan induk di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo berbentuk bulat dan terbuat dari beton. Bak ini berdiameter 10 m dan kedalaman 3 m dengan kapasitas 250 m3 serta memiliki kemiringan 5 – 10 % ke arah saluran pembuangan (outlet) di tengah – tengah bak.
b. Bak Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva Bak penetasan telur berfungsi juga sebagai bak pemeliharaan larva dan benih. Bak pemeliharaan larva berjumlah 24 buah yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu 12 buah di Pembenihan Barat, 6 buah di Pembenihan Tengah dan 6 buah di Pembenihan Timur masing – masing berukuran 5 x 2 x 1,25 m3. Kapasitas bak pemeliharaan larva sebanyak 12,5 m3 dengan pengisian air optimal 10 m3. Menurut Akbar dan Sudaryanto (2001), permukaan bak harus dibuat sehalus mungkin dan sudut mati harus dihilangkan untuk menghindari adanya penumpukan kotoran pada sudut bak. Adanya sudut mati dapat menyebabkan penumpukan kotoran di satu tempat juga menyebabkan sirkulasi air tidak sempurna. Bak pemeliharaan larva berada di dalam ruangan (indoor), memiliki dasar miring kearah outlet sekitar 5 % untuk mempermudah proses pemanenan dan pembersihan bak. Bak pemeliharaan dilengkapi dengan pipa saluran inlet berdiameter 2 inchi dan pipa saluran outlet 4 inchi. Pada bak pemeliharaan terdapat16 titik aerasi yang dihubungkan dari pipa aerasi ¾ inchi.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
26
Gambar 4. Bak Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva
c. Bak Kultur Pakan Alami Terdapat dua jenis pakan alami yang dibudidayakan di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo yaitu Chlorella dan Rotifera. Pakan alami untuk pemeliharaan larva berasal dari kultur massal yang berada di luar ruangan (outdoor) (Gambar 5). Bak untuk kultur Chlorella berjumlah 20 buah yang terbagi menjadi menjadi 12 unit di Pembenihan Barat dan 8 unit di Pembenihan Timur, bak kultur Chlorella berukuran 5 x 2 x 1,25 m3 dengan kapasitas 12,5 m3 tanpa sudut mati dan kemiringan dasar bak 5 % kearah outlet. Bak kultur dilengkapi dengan pipa saluran inlet 2 inchi dan pipa saluran outlet 4 inchi. Selain itu juga bak dilengkapi dengan 3 titik aerasi yang disalurkan dengan menggunakan pipa ¾ inchi. Bak kultur Rotifera berjumlah 8 buah dengan ukuran 5 x 2 x 1,25 m3 dan kapasitas 12,5 m3. Kultur Rotifera terbagi 4 unit di Pembenihan Barat dan 4 unit di Pembenihan Timur. Bak kultur Rotifera dilengkapi dengan pipa saluran inlet 2 inchi, pipa saluran outlet 4 inchi dan pipa saluran Chlorella ¾ inchi. Bagian
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
27
dasar bak kultur memiliki kemiringan 5 % kearah outlet dan dilengkapi juga dengan 3 titik aerasi yang disalurkan dengan pipa ¾ inchi.
Gambar 5. Bak Kultur Pakan Alami
Selain bak semen, untuk kultur pakan alami juga menggunakan bak yang menggunakan bak yang terbuat dari fiber. Bak fiber berbentuk melingkar dan berbentuk persegi digunakan untuk kultur pakan alami dan pemeliharaan benih ikan. Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo memiliki bak – bak fiber dengan ukuran 0,5 ton dan 2 ton.
d. Bak Karantina dan Pengobatan Ikan Bak karantina dan pengobatan ikan berjumlah 8 buah dengan ukuran masing – masing 5 x 2 x 1,25 m3 dan kapasitas 12,5 m3 (Gambar 6). Bak karantina ini bersifat semi outdoor karena berada di luar ruangan namun bagian atas tertutup atap. Bak ini dilengkapi dengan pipa aerasi ¾ inchi, pipa inlet 2 inchi, pipa outlet 4 inchi dan pipa saluran air tawar ¾ inchi. Bak karantina juga dilengkapi dengan pompa berkapasitas 7,5 PK.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
28
Gambar 6. Bak Karantina dan Pengobatan Ikan
e. Reservoir dan Bak Filter Air Reservoir air tawar memiliki kapasitas 8 m3 untuk mensuplai dan menampung air tawar pada kegiatan pembenihan. Air tawar dalam reservoir diperoleh dari sumur bor pada kedalaman 80 m. Reservoir air laut berjumlah 3 unit namun yang aktif hanya 2 unit dengan kapasitas masing – masing sebanyak 80 – 100 m3. Air laut dipompa dan dialirkan dengan menggunakan pipa sepanjang 200 – 300 m dari garis pantai, agar bebas dari pencemaran dan antisipasi terhadap pasang surut air laut. Air laut dapat langsung digunakan untuk pemeliharaan induk, namun untuk pemeliharaan benih dan pakan alami air laut perlu diendapkan dan difilter terlebih dahulu. Sedangkan untuk pendistribusian air laut ke bak pembenihan dan bak kultur pakan alami terlebih dahulu masuk ke bak penampungan (tandon) dengan disaring menggunakan filter fisik atau sand filter berukuran 2 x 1 x 0,5 m3. Saringan fisik untuk filter air tersusun dari bawah ke atas berupa batu kali, kerikil, bungkusan arang, ijuk, waring 500 µm dan pasir laut.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
29
f. Bak Pengumpul Telur Bak pengumpul telur berbentuk segitiga sama sisi dengan kedalaman 1 m. Bak tersebut terletak di dekat bak pemeliharaan induk yang dihubungkan dengan menggunakan pipa PVC 4 inchi sebagai saluran outlet air permukaan (atas) dan saluran pemasukan telur ke bak penampungan telur yang dilengkapi dengan egg collector. Egg collector yang digunakan berukuran 1,35 x 0,5 x 1,3 m3 terbuat dari waring dengan ukuran mata waring 300 µm.
g. Bak Penampungan Air Bak penampungan air dibuat kokoh berbentuk persegi empat terbuat dari beton yang diharapkan dapat menahan tekanan air yyang cukup besar. Bak penampungan air Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo ada unit diantaranya satu unit ada di pembenihan barat dan satu lainnya di pembenihan timur. Bak penampungan air juga dilengkapi dengan bak filter. Pada pembenihan barat ada 2 bak filter. Susunan bahan pembuatan filter yang terdapat di dalam bak filter meliputi pasir, ijuk, arang dan batu. Sedangkan bak tandon memiliki ukuran 4 x 4 x 1,25 m3.
h. Sistem Aerasi Sistem aerasi digerakkan oleh 3 blower (Gambar 7), yaitu 1 buah blower berkekuatan 5 PK dan 2 buah berkekuatan masing – masing 7,5 PK. Sistem aerasi tersebut dialirkan dengan menggunakan pipa PVC ¾ inchi ke dalam bak – bak pemeliharaan benih, bak karantina ikan, bak pakan alami dan bak pemeliharaan induk. Aerasi selain untuk suplai oksigen, juga berfungsi untuk
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
30
mencegah pengendapan fitoplankton dan membantu proses pelepasan gas beracun (H2S dan NH3). Pendistribusian aerasi dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Pendistribusian Sistem Aerasi di Balai Budidaya Air Payau Situbondo No.
Sumber Aerasi
Spesifikasi
Distribusi
1.
Blower Vortex
Daya 7,5 PK
Bak penggelondongan kerapu dan bak induk di pembenihan timur
2.
Rood Blower
Daya 5 PK
Bak karantina ikan, pembenihan timur, sebagian pembenihan tengah dan kultur pakan alami timur
3.
Blower Vortex
Daya 7,5 PK
Pembenihan barat, kultur pakan alami barat dan sebagian pembenihan tengah
Gambar 7. Blower Vortex
4.1.7.2 Prasarana Pembenihan Prasarana pembenihan merupakan fasilitas yang secara tidak langsung dapat menunjang produksi. Prasarana pembenihan diantaranya adalah tenaga listrik, bangunan dan alat transportasi.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
31
a. Tenaga Listrik Tenaga listrik yang digunakan Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo berasal dari PLN cabang Situbondo dengan kekuatan 197 KVA. Sebagai cadangan bila aliran listrik dari PLN terputus, Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo memiliki generator set (genset) sebanyak 2 buah berkekuatan 210 KVA. Listrik digunakan sebagai sumber tenaga untuk menjalankan peralatan pembenihan, seperti blower dan pompa.
b. Bangunan Sarana dan prasarana yang mendukung keberadaan Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo di divisi ikan antara lain laboratorium pakan alami, laboratorium nutrisi, laboratorium penyakit dan kualitas air, rumah pompa, rumah genset, rumah dinas karyawan, mushola, kantor, asrama, perpustakaan, ruang auditorium dan jalan raya. Bangunan yang terdapat di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Bangunan di Balai Budidaya Air Payau Situbondo Bangunan a. Kantor b. Laboratorium
c. Gudang
PKL
Uraian - Kantor Utama (Kepala Balai) - Kantor Tata Usaha - Nutrisi dan Teknologi Pakan - Hama dan Penyakit - Lingkungan - Pakan Alami - Bioteknologi
Jumlah 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit
- Pakan Buatan dan Pupuk (2 x 2 m) - Pakan Alami (Freezer) (3 x 2 m)
1 Unit 1 Unit
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
32
d. Rumah Karyawan
- Rumah Karyawan - Rumah Kepala Balai / Tamu
14 Unit 1 Unit
e. Rumah Genset
- Genset dan Panel Listrik (5 x 2 m)
1 Unit
f. Lainnya
- Perpustakaan - Aula - Asrama - Tandon Air Tawar - Guest house
1 Unit 1 Unit 7 Unit 1 Unit 1 Unit
c. Alat Transportasi Alat transportasi di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo berupa 5 unit mobil untuk keperluan kantor dan 1 unit mobil pick – up untuk keperluan pengangkutan benih, pakan ikan serta pembelian alat – alat perlengkapan. Kondisi jalan menuju Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo sangat bagus dan strategis, sehingga mendukung kelancaran transportasi dan pendistribusian hasil produk. Alat angkut (transportasi) yang ada di
Balai
Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo terdiri dari pick- up, L-300, Suzuki Future, Isuzu Panther, Kijang Innova, bus dan mobil kesehatan.
4.1.8 Sumber Air 4.1.8.1 Air Laut Air merupakan faktor terpenting dalam kegaiatan pembenihan. Sumber air laut yang digunakan di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo berasal dari Selat Madura yang berjarak 200 m dari Balai. Pengambilan atau penyaluran air dari laut ke dalam bak tandon penampungan air menggunakan pipa PVC 8 inchi yang bagian ujungnya dilengkapi dengan filter hisap dan dihubungkan langsung dengan pompa electromotor berkapasitas 15 PK (11.250 watt). Pompa tersebut
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
33
dihubungkan dengan pipa paralon PVC 8 inchi sepanjang 200 – 300 m dari laut. Spesifikasi pompa disesuaikan dengan jumlah air yang diperlukan tiap satuan jam. Air laut langsung dialirkan ke bak pemeliharaan induk menggunakan pipa PVC 4 inchi. Air yang telah difilter kemudian dipompa ke tandon pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah menggunakan pompa electromotor berkapasitas 7 PK. Setelah itu, baru air didistribusikan secara gravitasi ke bak pembenihan dan bak kultur pakan alami.
4.1.8.2 Air Tawar Penyediaan air tawar digunakan untuk kebutuhan kegiatan pembenihan, air minum, keperluan karyawan Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo dan asrama. Air tawar diperoleh dari tiga sumber sumur bor dengan kedalaman 80-100 m dari permukaan tanah dengan menggunakan pompa kapasitas 7 PK. Air tawar dialirkan melalui pipa yang berada di bawah tanah ke unit pembenihan, laboratorium, kantor, perumahan karyawan dan asrama.
Gambar 8. a) Tandon Air Tawar dan b) Tandon Air Laut
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
34
Tabel 3. Spesifikasi Pompa di BBAP Situbondo Pompa
Air Tawar
Air Laut
Jenis
Sedot dan dorong
Sedot dan dorong
Merek
Grundfoss
Ebara
Kapasitas
1 PK 1 unit
15 PK 3 unit
½ PK 2 unit
7,5 PK 4 unit
Diameter inlet
1,8 inchi
4 inchi
Diameter outlet
0,9 inchi
8 inchi
4.2 Kegiatan Pemeliharaan Benih 4.2.1 Pengadaan Induk Induk kerapu macan yang ada di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Siubondo berasal dari alam yang ditangkap oleh para nelayan dari perairan selat Madura, Maluku dan Sulawesi. Induk juga didatangkan dari Lampung. Induk betina yang digunakan adalah yang berumur 1-2 tahun dengan berat 1-2,5 kg, sedangkan induk jantan yang telah berumur 3 tahun dengan berat lebih dari 2,5 kg. Jumlah induk kerapu macan yang ditebar ke dalam bak pemeliharaan induk berjumlah 40 ekor dengan jumlah induk jantan 15 ekor dan induk betina 25 ekor. Bobot induk jantan mencapai 10 kg dan induk betina 6 – 8 kg. Untuk membedakan induk jantan dan betina dapat dilakukan dengan cara melihat fisiknya. Induk jantan relatif lebih besar dari induk betina. Induk betina memiliki panjang tubuh kurang dari 600 mm dan induk jantan memiliki panjang tubuh lebih dari 600 mm (BBAP Situbondo, 2003). Pemilihan induk kerapu macan saat ini masih tergantung tangkapan di alam. Sebelum calon induk digunakan terlebih dahulu diadaptasikan dengan lingkungan pemeliharaan selama 14 hari hingga satu bulan. Proses ini dinamakan
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
35
dengan aklimatisasi. Selama proses aklimatisasi induk dilakukan pemberian antibiotik berupa furozolidon dengan dosis 1,5 ppm dilarutkan ke dalam gayung yang berisi air. Tempat aklimatisasi dilakukan di bak karantina yang berukuran 5 x 2 x 1 m3. Tahap selanjutnya adalah seleksi dan pengamatan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad. Calon induk dipilih dengan ciri – ciri induk yang sehat, tidak cacat dan memiliki standar berat minimal 5 – 10 kg serta bebas penyakit. Pengamatan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad dilakukan dengan teknik stripping untuk induk jantan dan canulasi untuk induk betina. Induk kerapu macan dipijahkan secara massal. Pemijahan induk kerapu macan dilakukan secara alami dengan manipulasi lingkungan. Induk kerapu macan dipelihara dalam bak beton yang berbentuk bulat. Diameter bak beton adalah 10 m dengan kedalaman 3 m dan ketebalan dinding bak tersebut adalah 20 cm. Air diisi dengan ketinggian 2,9 m. Bak induk dilengkapi dengan aerasi sebanyak 20 titik yang letaknya mengelilingi bak induk tersebut. Air yang digunakan untuk induk dialirkan dari tandon air laut dengan menggunakan pipa paralon yang berdiameter 8 inchi, pipa paralon tidak diberi filter bag, kemudian air tersebut dialirkan pada empat bak induk dengan menggunakan pipa paralon yang berdiameter 10 cm. Volume total untuk satu bak induk kerapu adalah 235 m3. Bak indukan dilengkapi dengan bangunan bak berbentuk segitiga sebagai tempat peletakkan egg collector. Bak segitiga memiliki panjang sisi 3 m dengan kedalaman 110 cm. Pada bagian bawah terdapat saluran dengan diameter 3 inchi. Saluran tersebut berfungsi untuk mengeluarkan air yang terdapat pada bak segitiga. Pemeliharaan induk dan pemijahan induk dilakukan pada wadah yang
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
36
sama. Induk dipelihara dan dipijahkan pada bak beton berbentuk bulat. Induk kerapu yang telah memijah, dipindahkan ke bak yang memiliki diameter 12 m dengan tinggi 3 m. Kegiatan pemeliharaan induk di Balai Budidaya Air Payau Situbondo terdiri dari tahap persiapan wadah, pengelolaan induk, pemberian pakan dan vitamin, pengelolaan air serta pencegahan hama dan penyakit.
4.2.2 Pemanenan dan Seleksi Telur Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) memiliki telur yang melayang. Telur yang terbuahi akan melayang di dalam air dan mudah terbawa arus. Egg collector dipasang di depan outlet atas. Egg collector terbuat saringan yang bermata kecil yaitu 40 µm dengan ukuran 135 x 80 x 80 cm3. Saringan tersebut di sanggah oleh pipa paralon yang berbetuk kotak, penyangga ini bertujuan untuk memperkuat posisi egg collector. Telur dipanen dipagi hari yaitu pukul 06.00 – 07.00 WIB. Telur yang baik dan terbuahi akan melayang di permukaan dan berwarna transparan. Sedangkan telur yang buruk dan tidak terbuahi akan mengendap di dasar dan bewarna putih keruh. Diameter telur kerapu macan adalah 700 – 800 µm (Usman dkk., 2003 dalam Minjoyo dkk., 1998). Telur kerapu macan yang telah terkumpul di egg collector dipanen dengan menggunakan saringan yang bermata jaring 300 µm dan ditransportasikan menuju akuarium dengan menggunakan ember. Telur tersebut dipindahkan dari egg collector menuju akuarium dan diberi aerasi. Pemberian aerasi bertujuan meningkatkan kadar oksigen di dalam akuarium. Akuarium yang digunakan
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
37
sebagai penampungan telur yaitu 0,5 x 0,5 x 0,5 m3 dan air laut diisi setinggi 45-48 cm.
Gambar 9. Egg collector
Penghitungan jumlah telur total yang dihasilkan dihitung melalui sampling yaitu dengan menghitung jumlah telur yang terdapat dalam volume tertentu dan dikali dengan volume air. Sedangkan, jumlah telur yang dibagikan ke unit pembenihan tidak dilakukan dengan menggunakan rumus sampling, melainkan dengan menggunakan alat yang berbentuk sendok dengan ujungnya berbentuk seperti setengah bola pimpong penghitungan telur seperti ini dikenal sebagai metode penghitungan telur secara kering. Satu sendok tersebut dapat menampung sebanyak 25.000 butir telur. Telur yang akan dibagi ke unit pembenihan merupakan telur yang baik, telur mengendap yang terdapat di dalam akuarium disipon dan dibuang, sedangkan telur yang digunakan adalah telur yang melayang. Pemindahan telur dari akuarium menuju ember dilakukan dengan cara penyiponan. Menurut Romadhon (2002), perhitungan telur dilakukan dengan metode volumetrik, yaitu dengan menghitung telur pada volume dan penghitungan jumlah total telur dengan rumus:
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
38
Volume akuarium (ml) Jumlah telur =
x rata – rata jumlah telur hasil samping Volume air sampel (ml)
Setelah jumlah telur diketahui, maka telur telah dapat dijual dan didistribusikan ke pembeli. Harga tiap butir telur kerapu macan adalah Rp 1,0 Pembeli telur hasil pemijahan kerapu macan di BBAP Situbondo berasal dari PT Kelola Benih Unggul (KBU) dan petani-petani ikan di sekitar Situbondo.
Tabel 4. Jumlah Telur pada Bulan Juli 2010 Tanggal 17 Juli 2010 18 Juli 2010 Total
Jumlah Telur (butir) 1.000.000 2.500.000 3.500.000
4.2.3 Penetasan dan Penebaran Telur 4.2.3.1 Persiapan Wadah Penetasan Bak penetasan telur juga berfungsi sebagai bak pemeliharaan larva. Pemeliharaan larva dan penetasan telur dilakukan pada wadah yang sama, hanya saja proses penyiponan cangkang telur terjadi pada umur larva 1 hari (D1). Telur yang akan ditetaskan diletakkan ke dalam bak penetasan. Sebelum telur diletakkan ke dalam bak penetasan perlu dilakukan persiapan wadah. Bak beton yang berukuran 2 x 5 x 1,25 m3 dibersihkan. Bak ini memiliki bentuk cekung pada setiap sudut-sudutnya agar tidak terbentuk sudut mati pada wadah pemeliharaan yang menyebabkan menumpuknya kotoran pada bagian sudut bak. Bak yang akan dibersihkan dikeringkan terlebih dahulu. Air yang terdapat di dalam bak dikeluarkan dengan membuka outlet. Bak dikeringkan dan dibilas dengan air
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
39
tawar, semua selang aerasi dilepas. Kemudian bak di siram dengan larutan klorin cair sebanyak 500 ml yang dicampur dengan 10 l air tawar dan dibiarkan selama 1-3 hari. Bak yang telah disiram klorin, kemudian dicuci dengan air tawar dan detergen. Bak dicuci dan dibilas dengan air tawar hingga bersih dari bau kaporit. Kemudian bak penetasan telur diisi air laut yang berasal dari tandon pembenihan setinggi 80 cm dengan volume 8 m3.
Gambar 10. Persiapan Wadah Penetasan
Sebelum air masuk ke dalam bak penetasan, filter bag dipasang terlebih dahulu pada bagian pipa pemasukan air laut. Pemasangan filter bag bertujuan untuk menyaring air yang masuk ke dalam bak. Air yang masuk benar-benar baik. Air yang terdapat di dalam bak diberi formalin sebanyak 200 ml untuk 8 m3. Selang aerasi kemudian dipasang dengan jarak 40-50 cm sehingga di dalam wadah terdapat 18 titik aerasi. Batu aerasi dipasang beserta dengan pemberat yang terbuat dari timah. Jarak dari dasar terhadap batu aerasi sekitar 1 cm agar kotoran dan sisa-sisa pakan dapat mengendap di dasar. Bak diberi aerasi yang kuat agar formalin yang terdapat di dalam air
menguap. Konsentrasi formalin yang
digunakan adalah 0,025 ppm yaitu 200 ml formalin dilarutkan dalam 8 m3 air laut.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
40
Penggunaan formalin pada air bertujuan sebagai pendesinfeksi air. Melalui pemberian aerasi, formalin akan menguap dan tidak berbahaya bagi larva ikan. Bagian dasar dan dinding bak dicat dengan warna biru muda, pada setiap bak dilengkapi dengan tutup plastik berwarna biru dan thermometer sebagai pengukur suhu. Bak yang dicat perlu dilakukan perendaman air tawar satu malam dan digosok dengan buah nanas tujuannya untuk menghilangkan bau cat dari bak tersebut. Penutupan plastik bertujuan untuk mencegah terjadinya penetrasi cahaya dan menjaga suhu agar tetap hangat. Setiap bak larva dilengkapi dengan pipa pemasukan air laut berdiameter 2 inchi, satu pipa pemasukkan Chlorella sp. dengan diameter ¾ inchi dan satu pipa untuk distribusi udara dari blower. Setelah semua persiapan selesai, telur dapat ditebar. Telur dan wadah pengangkut dimasukkan ke dalam bak secara bersamaan, dan telur dilepaskan ke dalam air.
4.2.3.2 Penebaran Telur Penebaran telur dilakukan setelah menyeleksi dan mengambil telur yang memiliki kualitas yang baik. Seleksi telur dengan cara memisahkan telur yang baik dan telur yang tidak bagus. Selang aerasi yang terdapat di dalam akuarium diangkat, dan air yang terdapat di dalam akuarium dibiarkan tenang. Setelah itu, telur yang mengendap pada bagian dasar disipon dan dibuang. Telur yang mengendap merupakan telur yang memiliki kualitas tidak baik, sedangkan telur yang diambil untuk penetasan adalah telur kerapu macan yang melayang. Telur yang melayang tersebut disipon dengan selang yang berdiameter 0,5 cm dan dimasukkan ke dalam ember yang berisi air dimana dibagian dalam ember terdapat saringan yang berfungsi sebagai penyaring telur.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
41
Telur kerapu yang ditebar dalam satu bak pemijahan berkisar antara 100.000-200.000 telur per bak. Penebaran telur dilakukan dengan cara menyebar telur di titik aerasi bagian tengah agar telur terdistribusi secara sempurna di dalam bak. Telur kerapu macan akan menetas antara 17-19 jam setelah pembuahan pada suhu 27-29 0C. Kemudian, dilakukan perhitungan daya tetas telur atau hatching rate. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut : 1. Air media pemeliharaan yang telah ditebar telur sehari sebelumnya diambil menggunakan pipa paralon berdiameter 1,5 inchi dengan panjang 150 cm. 2. Setelah dimasukkan ke dalam air berketinggian 80 cm, bagian atas pipa ditutup dengan tangan 3. Pipa diangkat, air di dalam paralon segera dimasukkan ke dalam gelas ukur bervolume 250 ml. 4. Jumlah larva yang terambil dengan pipa paralon dalam 250 ml air dihitung satu per satu, kemudian dihitung dengan menggunakan rumus HR (%)
Rumus penghitungan Hatching Rate (BBAP Situbondo, 2003):
Tabel 5. Nilai Hatching Rate Telur Kerapu Macan di Pembenihan Tengah Nomor Bak 1 2 3 4
PKL
Tanggal Tebar Telur 14 Juli 2010 9 Juli 2010 19 Juli 2010 15 Juli 2010
Padat Tebar Telur 150.000 butir 100.000 butir 100.000 butir 150.000 butir
Manajemen Pemeliharaan ...
HR (%) 18,24 40 28,43 14,1
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
42
4.2.4 Pengelolaan Pakan 4.2.4.1 Pemberian Pakan Larva yang berumur D1 tidak perlu diberi pakan karena masih memiliki kuning telur (yolk sack) dan larva yang belum bisa berenang dengan baik sehingga dapat terperangkap di permukaan air. Pemberian minyak cumi diberikan pada larva berumur 1-8 hari (D1-D8) sebanyak dua kali sehari yaitu pukul 06.00 WIB dan 15.30 WIB. Jumlah minyak cumi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan yaitu 0,1 ml/m2, minyak cumi diberikan pada aerasinya agar minyak cumi tersebar sendiri. Minyak cumi berguna sebagai “pelicin” karena menurunkan tegangan permukaan air sehingga larva yang berenang ke atas dapat masuk kembali ke dalam air. Selain itu pemberian minyak cumi berguna untuk mensuplai vitamin A yang berguna untuk meningkatkan kemampuan larva untuk melihat.
Gambar 11. Minyak Cumi
Selain minyak cumi, bak larva juga diberi Chlorella sp. Chlorella sp. diberikan pada larva yang berumur 2 hari (D2). Chlorella sp.diberikan sebagai penetrasi cahaya yang masuk, hal itu dikarenakan larva sensitif terhadap cahaya
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
43
yang masuk. Pemberian Chlorella sp. juga bertujuan sebagai pakan bagi Rotifer agar Rotifer tetap bertahan di dalam bak pemeliharaan larva. Chlorella sp. diberikan pada pagi hari yaitu pukul 07.30 WIB
pemberian Chlorella sp.
dilakukan sekali dalam sehari. Jumlah Chlorella sp. yang diberikan pada larva umur 2 hari (D2) yaitu 250 l. Jumlah Chlorella sp. semakin berkurang seiring bertambahnya umur larva. Penghentian penggunaan Chlorella sp. dilakukan pada saat larva berumur 30 hari (D30). Rotifer yang diberikan kepada larva kerapu macan adalah Rotifer yang telah mengalami pengkayaan. Pengkayaan Rotifer dengan menggunakan scott’s emulsion. Pengkayaan dilakukan 1-2 jam sebelum diberikan kepada larva. Rotifer diberikan ke larva dari umur 2-30 hari (D2-D30) tergantung kondisi ikan saat pemeliharaan. Rotifer diberikan dua kali sehari yaitu pagi pukul 09.00 WIB dan sore hari pukul 15.00 WIB. Kepadatan Rotifer yang diberikan pada larva umur 2-7 hari (D2-D7) yaitu sekitar 120 ml dengan kepadatan 3-5 individu/ml. Rotifer tidak lagi diberikan pada larva ikan yang berumur 30 hari (D30). Naupli Artemia merupakan pakan alami yang diberikan pada larva ikan saat larva berumur 12 hari (D12). Jumlah Artemia yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan larva. Larva berumur 12-20 hari (D12-D20) Artemia diberikan sebanyak 1-3 individu/ml dengan frekuensi pemberian dua kali perhari yaitu pada pagi hari jam 09.00 dan sore hari jam 16.00. Pada saat umur 21-30 hari (D21-D30) frekuensi pemberian Artemia ditambah menjadi 3 kali dengan kepadatan 1-3 individu/ml dan pada umur 31-45 hari (D31-D45) Artemia diberikan 3 kali sehari dengan kepadatan 3-10 individu/ml.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
44
Pakan diberikan pada larva ikan agar memperoleh kecukupan nutrisi untuk tumbuh dan berkembang. Pakan yang diberikan pada larva disesuaikan dengan bukaan mulut larva. Pakan yang diberikan dapat berupa pakan buatan maupun pakan alami. Pakan alami yang diberikan berupa Rotifer (Branchionus sp.) dan naupli Artemia sp. serta udang rebon (jambret). Pakan buatan yang diberikan adalah Rotemia, Rotifier, Otohime B1, Otohime B2, Otohime C1, Otohime C2, Otohime S1, Otohime S2 dan EP.
4.2.4.2 Kultur Pakan Alami a. Chlorella sp. Kultur Chlorella sp. secara massal dilakukan dalam bak berukuran 5 x 2 x 1,2 m3 dengan kapasitas 12 ton yang terbuat dari beton dan dilengkapi dengan instalasi oksigen (aerasi) di 3 titik menggunakan pipa paralon ¾ inchi. Bak kultur Chlorella sp. ditempatkan pada ruang terbuka (outdoor), sehingga pada saat kultur untuk pertumbuhan Chlorella sp. mendapatkan cahaya matahari secara langsung. Sebelum digunakan, bak dibersihkan terlebih dahulu dengan cara disikat kemudian dibilas dengan air laut hingga bersih. Bak diisi air laut sebanyak 75% (9 ton) dan disinfektan dengan menggunakan kaporit 50 ppm (50 gr), diaerasi kuat dan didiamkan selama 1 hari. Sebelum penebaran inokulan, dilakukan pengecekan kandungan kaporit dalam air dengan cara mengambil sampel air pada tabung reaksi dan ditambahkan 3 tetes OTO 1 (chlorine/bromine test) kemudian dinetralisir dengan thiosulfat 25 ppm (25 gr). Penggunaan thiosulfat hanya dilakukan bila kandungan atau residu
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
45
chlorine masih ada dalam air media yang akan digunakan. Media pupuk dengan menggunakan pupuk majemuk dengan komposisi seperti pada tabel 6. Setelah pemupukan, bak diisi inokulan Chlorella sp. sebanyak 15 – 20% (1,8 ton) dengan mengalirkan inokulan menggunakan selang 1 inchi dan pompa celup berkapasitas 450 V.
Tabel 6. Komposisi Pupuk Majemuk untuk Kultur Chlorella sp. Komposisi Urea TSP Za FeCl3 EDTA
Dosis (ppm) 40 – 60 20 – 30 20 – 30 1–2 1–5
Pemanenan Chlorella sp. dilakukan setelah Chlorella sp. dipelihara atau ditumbuhkan selama 5 – 7 hari. Chlorella yang dipanen dialirkan melalui pipa paralon 1 inchi dan pompa celup dengan kapasitas 450 V yang dialirkan langsung ke bak pemeliharaan benih dan bak kultur Rotifer.
Gambar 12. a) Bak Kultur Chlorella sp. dan b) Bak Kultur Rotifer
b. Rotifer (Branchionus sp.) Kultur massal Rotifer menggunakan bak beton 5 x 2 x 1,2 m3 berkapasitas 12 ton berbentuk persegi panjang tanpa sudut mati dengan 3
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
46
titik aerasi. Sebelum digunakan, bak dicuci dengan menggunakan sikat kemudian dibilas dengan air laut sampai bersih, lalu diberi kaporit 100-150 ppm, dibiarkan selama 1-2 hari. Lalu dibilas kembali sampai bau kaporit hilang dan dikeringkan. Bak yang bersih diisi dengan air laut sebanyak 2/3 volume bak dan Chlorella sp. dimasukkan 1/3 volume bak, kemudian inokulan dimasukkan dengan kepadatan awal 20-30 individu/ml. Pada kultur Rotifer tidak dilakukan pemupukan, hanya penambahan Chlorella sp. setelah panen. Awal pemanenan dilakukan 3-4 hari setelah kultur awal. Pemanenan Rotifer dapat dilakukan secara pemanenan harian atau pemanenan total. Pemanenan harian dengan memanen Rotifer sebanyak 20-30% dari volume total kemudian ditambahkan bibit Chlorella sp. sebanyak 20-30% volume bak. Pemanenan total dengan cara mengalirkan air media kultur bersamaan dengan Rotifer ditampung dengan plankton-net 200 – 400 µm. Pemanenan Rotifer dilakukan di pagi dan sore hari. Rotifer (Branchionus plicatilis) merupakan zooplankton berukuran 80-400 µm (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Rotifer bersifat non selective filter feeder, pakan yang diambil secara terus-menerus sambil berenang, sehingga memiliki kandungan nutrisi tergantung dari media kulturnya. Yeast roti diberikan tiap hari sebanyak 0,2 gr/m3 sebagai sumber vitamin B untuk meningkatkan pertumbuhan Rotifer.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
47
Gambar 13. a) Pemanenan Rotifer dan b) Pemberian Pakan Rotifer
c. Artemia sp. Artemia yang akan diberikan harus ditetaskan dulu. Penetasan Artemia dilakukan pada ember cat. Artemia dapat ditetaskan secara langsung maupun melalui dekapsulasi. Penetasan Artemia yang dilakukan di BBAP Situbondo melalui proses dekapsulasi yaitu dengan melakukan penipisan lapisan luar cyste. Tujuan proses dekapsulasi untuk menipiskan lapisan luar cyste (chorion) tanpa merusak kelangsungan hidup embrio, meningkatkan daya tetas cyste, dan mencuci hama cyste dari bakteri atau penyakit patogen pada cangkang (Akbar dan Sudaryanto, 2001). Penetasan dengan proses dekapsulasi dilakukan dengan menggunakan larutan klorin. Klorin bertindak sebagai penipis lapisan luar cangkang. Cyste Artemia yang akan ditetaskan direndam di dalam air tawar selama 1-2 jam. Tujuan perendaman dengan air tawar yaitu untuk membuat cyste menjadi bulat sempurna. Setelah cyste direndam dengan air tawar, cyste tersebut disaring dan dimasukkan ke dalam ember. Klorin sebanyak 500 ml dimasukkan ke dalam ember tersebut dan cyste diaduk secara cepat sambil menyemprotkan air pada bagian luar ember. Penyemprotan air bertujuan
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
48
untuk menjaga suhu agar tetap berada di bawah 40 0C. Kemudian cyste tersebut dibilas dengan air tawar dan disaring dengan saringan Artemia. Setelah itu ulangi kegiatan tersebut sampai terjadi perubahan warna. Cyste yang telah berubah warna dibilas dengan air tawar hingga bau klorinnya hilang. Bila belum hilang, rendam cyste dalam air tawar yang telah diberi tiosulfat. Tiosulfat ini akan menetralkan keberadaan klorin. Setelah itu cyste disaring dan diperas, cyste siap digunakan. Cyste yang telah didekapsulasi disimpan dalam kulkas agar bertahan lama. Terdapat beberapa
keuntungan
yang
diperoleh dari kegiatan
dekapsulasi Artemia yaitu membunuh bakteri dan jamur yang ada pada cyste lewat perlakuan pemberian hipoklorit, mengurangi kotoran cangkang setelah penetasan karena cangkang yang ada menjadi tipis, telur yang sudah didekapsulasi bisa langsung diberikan sebagai pakan larva ikan, lebih cepat menetas karena naupli Artemia mudah merobek cangkang yang tipis sehingga derajat penetasannya tinggi.
Gambar 14. a) Artemia yang digunakan dan b) Cyste Artemia
Penetasan cyste yang telah didekapsulasi memerlukan waktu antara 18-30 jam pada air laut dengan kepadatan tidak lebih dari 5 gram/liter. Untuk hasil optimum, pertahankan suhu kisaran 25 – 30 0C dan pH 8 – 9.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
49
Pemanenan Artemia dimulai dengan cara menghentikan aerasi dan tunggu selama 15 menit agar telur-telur Artemia mengendap. Setelah itu Artemia di sifon menggunakan selang dan ditampung di dalam saringan 300 µm. Setelah dipanen naupli Artemia siap diberikan ke larva.
d. Udang Rebon (Jambret) Udang rebon mulai diberikan pada saat ikan kerapu berumur 25-35 hari (D25-D35). Udang rebon dikenal sebagai pakan selingan kerapu. Sebelum rebon diberikan pada kerapu, rebon akan mengalami proses penyaringan. Rebon yang telah disaring dimasukkan ke dalam campuran air tawar dan air laut dengan perbandingan 1:1. Rebon mendapatkan perlakuan pemberian methylen blue untuk mencegah adanya jamur yang terdapat pada rebon. Rebon diberikan dua kali sehari pada pukul 12.00 WIB dan pukul 15.30 WIB. Rebon diberikan pada kerapu sekenyangnya.
4.2.4.3 Pemberian Pakan Buatan Pakan buatan mulai diberikan pada saat larva berumur 8 hari (D8). Pakan yang digunakan adalah rotemia. Rotemia merupakan pakan yang berukuran lebih kecil. Pakan buatan ini diberikan sebagai pakan buatan utama pada larva. Jumlah awal rotemia (20-50 µm) yang diberikan adalah setengah sendok teh atau setara 8 gram. Rotemia diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pada pagi pukul 06.00 WIB dan sore pukul 14.00 WIB. Rotemia (20-50 µm) diberikan pada larva umur 8-17 hari (D8-D17). Setelah berumur 18 hari (D18) kerapu macan diberikan pakan buatan rotifier (50-100 µm). Rotifier ini diberikan pada kerapu hingga
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
50
berumur 21 hari (D21). Pemberian Rotifier diberikan 3 kali sehari sebanyak 10 gram/pemberian. Pakan selanjutnya yang diberikan adalah Otohime B1 (200300 µm) hingga larva berumur 34 hari (D34) dan dilanjutkan dengan pakan Otohime B2 (300-600 µm). Pada umur 45 hari (D45) pakan yang diberikan adalah Otohime S1 (1 mm). Pemberian Otohime S1 diberikan 4 kali sehari. Pada larva yang berumur lebih dari 50 hari (D50), pakan diberikan 4-6 kali sehari.
Gambar 15. Pakan yang digunakan dalam Masa Pemeliharaan
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
51
Tabel 7. Standar Prosedur Operasional Pembenihan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) No
Hari
1 2
D0 D1
3
D2
4 5
6
D21D30
D31D45
8
D46D50 D51panen
Manajemen Kualitas Air
Jenis Pakan
Dosis
Kuning telur Kuning telur
-
-
50-100 ribu sel/ ml 3-5 ind/ml 50-100 ribu sel/ ml 3-5 ind/ml 50-100 ribu sel/ ml 3-5 ind/ml 8 gr/pemberian
1x 1x 2x 3x 2x 3x 2x (D7-D30); 3x (D18) 2x (D13) 2x 3x 3x (D21) 2-3x (D21-D30) 1x 3x 3x 2x 3x 4x 2x 2-3x 4x
Chlorella sp Rotifer D3-D7 Chlorella sp Rotifer D8Chlorella sp D20 Rotifer Pakan buatan
7
9
Manajemen Pakan
Naupli Artemia Chlorella sp Rotifer Pakan buatan Naupli Artemia
1-3 ind/ml 50-100 ribu sel / ml 3 – 5 ind/ml 10 gr / pemberian 3-5 ind/ml
Udang jambret Naupli Artemia Pakan buatan Udang jambret Udang jambret Pakan buatan Udang jambret Teri nasi Pakan buatan
secukupnya 7-10 ind/ml 15 gr / pemberian secukupnya secukupnya 15 gr / pemberian secukupnya 3-5% bobot badan 10-15 gr/pemberian
Frekwensi
Pergantian Air -
Sifon
-
Sifon telur mengendap -
-
-
10-20%
20-50 %
Sifon
50-75 %
Sifon
75-100 %
Sifon
100% flowthrough
Sifon
4.2.5 Perkembangan Larva Telur yang menetas akan tumbuh menjadi larva. Berikut merupakan perkembangan larva hingga mencapai juvenil
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
D-0
52
Telur dalam masa perkembangan hingga menetas, D-0 dihitung
sebagai awal tebar telur. Pada umur ini telur ikan mengalami perkembangan dan menetas dalam waktu satu malam.
D-1
Larva sudah kelihatan, dengan warna hitam dan kecil. Pada umur
ini larva kerapu masih memiliki yolk sac yaitu kuning telur sebagai cadangan makanan awal bagi larva.
D-2
Cadangan makanan pada beberapa ikan sudah mulai habis
sehingga larva membutuhkan pakan dari luar yaitu Rotifer (Branchionus plicatilis).
D-3
Bintik mata pada larva kerapu mulai terlihat
D-6
Pangkal ekor, bakal sirip punggung dan perut mulai menonjol.
D-9
Mulai lepas spina/duri, sirip punggung dan dada terlihat jelas.
D-11 Duri sirip punggung terlihat semakin memanjang
D-25 Sirip punggung dan dada mereduksi menjadi keras, mulai muncul bintik hitam di sekujur tubuh ikan hingga pertumbuhan D-45
D-0
D-6
D-1
D-9
D-2
D-11
D-3
D-25
Gambar 16. Perkembangan Larva (BBAP Situbondo, 2003)
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
53
4.2.6 Fase Kritis Setelah telur menetas menjadi larva, larva ikan kerapu macan dalam perkembangannya menjadi juvenil akan mengalami fase kritis (Akademi Perikanan Sidoarjo, 2005) yaitu sebagai berikut : 1. Umur Kritis I Larva umur 3-7 hari (D3-D7), persediaan kuning telur telah habis, bukaan mulut larva juga masih terlalu kecil untuk memangsa larva seperti Rotifer. Sementara itu, organ pencernaannya belum berkembang secara sempurna, sehingga belum dapat memanfaatkan pakan yang tersedia secara maksimal. 2. Umur Kritis II Kematian larva terjadi pada umur 10-12 hari (D10-D12). Pada saat itu spina calon sirip punggung dan dada mulai tumbuh semakin panjang. Pada fase ini kebutuhan komposisi nutrisinya lebih komplit. Pakan yang diberikan masih sama dengan fase yang sebelumnya. 3. Umur Kritis III Kematian larva terjadi pada umur 21-25 hari (D21-D25) ketika terjadi metamorfosis, yakni pada saat spina tereduksi menjadi sirip punggung dan sirip dada pada kerapu muda. 4. Umur Kritis IV Pada fase ini benih berumur lebih dari 35 hari (D35). Sifat kanibalnya sudah mulai nampak, benih yang besar akan memakan benih yang lebih kecil.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
54
4.2.7 Pengelolaan Kualitas Air Kualitas air perlu dijaga agar larva maupun ikan kerapu yang terdapat di dalam wadah budidaya tetap sehat dan terhindar dari berbagai penyakit. Pergantian air pada larva dilakukan saat larva berumur 8 hari (D8). Air yang terdapat didalam bak dibiarkan 8 m3 hingga larva berumur 8 hari (D8). Air yang terdapat di dalam bak mulai ditambah menjadi 10 m3 pada larva berumur 8 hari (D8). Pergantian air dilakukan pada kerapu berumur 8-20 hari (D8-D20) sebanyak 10-20% yaitu 0.5 m3. Pergantian air dimaksudkan untuk menjaga kualitas air. Pengurangan air dilakukan dengan memasang selang kecil pada bagian outlet dan diatur sesuai volume yang ingin dibuang. Pemasangan selang kecil dilakukan dari pada sore hari dan dibiarkan semalaman. Sementara air dimasukkan ke dalam pada pagi air. Air yang dimasukkan adalah air yang berasal dari tandon yang telah mengalami sterilisasi dengan formalin 20 ppm. Seiring bertambahnya umur larva, jumlah air yang dikurangi semakin banyak. Untuk kerapu yang berumur 21-30 hari (D21-D30), pergantian air dilakukan sebanyak 20-50% sekitar 1 m3, kerapu yang berumur 31-45 hari (D31-D45) dilakukan pergantian hari sebanyak 50-75% yaitu 2 m3. Sementara untuk juvenil, sistem pengairan dengan sistem flowthrough yaitu air mengalir secara terus menerus. Sumber air yang diganti tidak lagi berasal dari tandon, namum berasal dari air laut yang langsung disedot menggunakan pompa. Proses penyiponan juga dilakukan agar kotoran yang terdapat pada dasar bak tidak merusak kualitas air. Pengaturan pemberian pakan juga diatur sedemikan rupa agar tidak banyak pakan yang terbuang. Pakan yang terbuang
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
55
akan terdegradasi menjadi ammonia yang dapat merusak kualitas air. Selain pergantian air dan penyiponan, pemberian probiotik juga dilakukan untuk menjaga kualitas air yaitu dengan pemberian probiotik dengan konsentrasi 16 gr untuk 10 m3. Kondisi air juga perlu diperiksa seperti kadar ammonia, suhu, pH, dan salinitas untuk menentukan kecocokan kondisi lingkungan bagi pertumbuhan ikan. berdasarkan uji kualitas air yang dilakukan pada tanggal 2 Juli 2010, kondisi media hidup larva pada umur 55 hari, 29 hari, dan 25 hari yaitu sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Uji Parameter Kualitas Air No
Parameter
Satuan
1 2 3 4 5
pH Salinitas Nitrit(NO2-N) TAN (NH3-N) Amoniak (NH3)
0/00 mg/l mg/l mg/l
Hasil 29 hari 7,73 32 0,03 0,254 0,0068
55 hari 7,85 32 0,002 0,325 0,0109
25 hari 7,365 32 3,13 0,229 0,001
Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa ikan yang berumur lebih tua memiliki kadar ammonia yang tinggi dibandingkan ikan larva, hal itu dikarena adanya tingkat metabolisme yang tinggi dan sisa pakan. Sementara untuk nitrit yang lebih tinggi adalah pada media yang berisi ikan berumur 25 hari (D25). Nilai salinitas untuk semua umur larva sama dan nilai pH untuk ketiga larva tidak berbeda jauh.
4.2.8 Penyeragaman Ukuran (Grading) Penyeragaman ukuran (grading) merupakan salah satu teknik untuk menyeragamkan pertumbuhan dan mengurangi sifat kanibalisme benih kerapu macan. Kanibalisme pada kerapu terjadi pada saat kondisi kekurangan makanan
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
56
dan perbedaan ukuran, untuk menghindari hal tersebut perlu dilakukan grading. Selain itu grading juga dilakukan saat akan panen untuk mengetahui ukuran ikan yang nantinya akan berhubungan dengan harga ikan. Harga ikan kerapu macan sendiri ditentukan berdasarkan panjang tubuh. Grading dilakukan pada juvenile berumur 30-35 hari (D30-D35). Grading dilakukan setiap 3 hari sekali atau melihat perbedaan ukuran benih yang didederkan. Pendederan dapat dilakukan langsung dalam bak. Untuk bak dengan kapasitas 10 m3 pendederan dapat dilakukan dengan padat penebaran 4.000-5.000 ekor. Padat tebar pemeliharaan juvenile kerapu yaitu 10-15 ekor/L. Pakan yang diberikan adalah udang rebon (udang jambret) dan pakan buatan. Udang rebon diberikan dua kali sehari pada pagi hari dan sore hari. Sedangkan pakan buatan diberikan 4 kali sehari sebanyak 10-15 gram/pemberian. Proses pendederan berfungsi untuk memilah ukuran benih dengan ukuran benih 2-3 cm menggunakan keranjang berdiameter ± 35 cm dengan tinggi ± 20 cm dan ukuran rata – rata 5 cm kepadatan populasi dapat dikurangi setengahnya. Jumlah benih yang dapat ditampung dalam keranjang adalah 100-150 ekor. Ada 2 cara dalam proses grading yaitu grading atas dan grading bawah. Grading atas dilakukan di atas permukaan bak dengan menampung benih antara 200-300 ekor dalam keranjang/tudung saji selanjutnya akan dipilih perbedaan ukurannya. Sebelum dilakukan grading, air di dalam bak pemeliharaan larva diturunkan perlahan-lahan hingga mencapai 30 cm.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
57
Gambar 17. Grading Ikan Kerapu
Selain grading atas pendederan juga dapat dilakukan dengan proses grading bawah. Kegiatan ini menggunakan pipa paralon panjang yang telah memiliki titik lubang dimana tiap lubang akan mengalirkan air yang dihubungkan dengan pipa air laut di sisi bak pemeliharaan.
4.2.9 Panen Pemanenan dilakukan pada juvenile yang siap jual sebagai benih. Pemanenan biasanya dilakukan pada kerapu yang berumur 45-55 hari (D45-D55). Panjang rata – rata juvenile yang dipanen ± 1 inchi dengan kesempurnaan bentuk mencapai 70 %. Pemanenan dilakukan sekitar pagi sampai sore hari. Alat yang digunakan dalam proses pemanenan adalah baskom plastik (diameter 40 cm dan tinggi 15 cm), skopnet, keranjang/tudung saji. Air pada bak pemeliharaan larva diturunkan secara perlahan-lahan sampai tinggi permukaan air dalam bak mencapai kira-kira 30 cm. Setelah ketinggian air mencapai 30 cm benih kerapu dapat dipanen. Juvenil yang telah dipanen dipisahkan berdasarkan ukurannya (grading). Selanjutnya benih dapat dipindahkan ke bak pendederan sampai ukuran siap jual. Harga benih per ekor 800 – 1000 rupiah tergantung pada ukuran tubuh
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
58
ikan. Jumlah ikan kerapu macan yang dipanen pada tanggal 15 juli 2010 yaitu 5555 ekor. Ikan kerapu ini dipanen pada umur 65 hari.
4.2.10 Pengendalian Hama dan Penyakit Hama dan penyakit sering mengancam larva maupun juvenile ikan. Hama dan penyakit perlu dicegah dengan pengelolaan kualitas air, sanitasi, biosecurity, dan desinfeksi. Pencegahan hama dan penyakit dilakukan melalui pengelolaan kualitas air. Pengelolaaan kualitas air merupakan kunci utama mencegah munculnya penyakit pada larva ikan. Penyakit dapat muncul karena kondisi lingkungan yang kurang baik. Pengelolaan kualitas air melalui penyiponan, penggunaan probiotik dan pergantian air. Sanitasi, desinfeksi, dan biosecurity juga dilakukan untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit. Biosecurity dan desinfeksi dapat mencegah penyebaran penyakit. Biosecurity yang digunakan adalah larutan kalium permanganat. Setiap pekerja yang masuk wajib melewati biosecurity. Desinfeksi yaitu membunuh bakteri maupun penyakit yang dapat mengganggu larva. Bahan desinfeksi yang digunakan yaitu formalin. Formalin diberikan pada tandon dan bak dengan dosis 20 ppm. Formalin akan membunuh semua bakteri patogen. Selain itu, pencegahan hama dan penyakit dapat juga dilakukan melalui sanitasi dimana pekerja menjaga kebersihan diri dan peralatan. Misalnya menggunakan alkohol 70% dan sabun pencuci tangan untuk membersihkan tangan.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
59
4.3 Pemasaran dan Analisis Usaha 4.3.1 Pemasaran Pemasaran merupakan rantai akhir dalam usaha pembenihan ikan kerapu, kegiatan ini merupakan kegiatan penting yang harus diperhatikan. Pemasaran berarti mendistribusikan produk dalam hal ini ikan kerapu untuk dijual. Harga benih ikan kerapu berfluktuatif sebagaimana komoditas lainnya, harga di pasar tingkat produsen. Ikan kerapu macan dengan ukuran 2,5 – 3 cm memiliki harga berkisar antara Rp 800-1.000 per ekor. BBAP Situbondo menjual benih kerapu macan ukuran 2,5 – 3 cm dengan harga Rp 800 per ekor. Sejauh ini memasarkan benih ikan kerapu macan untuk segala ukuran (3-10 cm) dan berapapun banyaknya tidaklah sulit. Ikan kerapu sendiri selain dibeli dan dipesan oleh konsumen juga dibeli oleh orang yang ada di dalam lingkup balai sendiri. Beberapa daerah pemasaran kerapu macan yaitu Lampung, Aceh, Jepara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, NTB, dan pasaran lokal sendiri. Biaya transportasi benih ditanggung oleh pembeli.
4.3.1.1 Packing dan Transportasi Benih yang telah siap panen akan dijual dan didistribusikan ke pembeli. Benih yang akan ditransportasikan mengalami beberapa perlakuan diantaranya proses pengemasan. Wadah pengemas pada benih dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan stereofoam dan kardus. Pengemasan dengan menggunakan stereofoam dilakukan dengan cara benih ikan yang akan didistribusikan dipuasakan sehari semalam. Setelah itu benih ikan dimasukkan ke
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
60
dalam kantong plastik yang telah berisi air dengan suhu 260C kemudian diberi karbon aktif. Satu kantong berisi ikan 600 - 700 ekor dengan ukuran 2,7 – 3 cm. Setelah itu ikan kantong plastik diberi oksigen. Perbandingan air dan oksigen pada proses pengemasan ini yaitu 2:3. Benih ikan yang telah dibungkus plastik dimasukkan ke dalam stereofoam. Stereofoam yang telah di isi kantong plastik dilakban pada bagian tepi, atas, dan bagian bawah tujuannya agar tutup stereofoam tidak terlepas. Setelah itu benih ikan siap didistribusikan. Sementara itu, pengemasan dengan menggunakan kardus dilakukan dengan cara yang hampir sama hanya saja pengemasan dengan kardus ditambahkan es batu yang dibungkus dengan koran dan plastik. Penambahan es batu bertujuan untuk menjaga suhu media tetap dingin yaitu 26 – 27 0C.
Gambar 18. Packing Benih Kerapu
Benih ikan biasanya didistribusikan melalui jalur darat, laut, dan udara. Benih ikan tersebut biasanya didistribusikan dengan menggunakan bus kramat jati, pahala kencana, dan safari, sementara untuk jalur udara sendiri lebih sering menggunakan Batavia Airlines, Lion Airlines, dan Sriwijaya Airlines. Ikan yang dipasarkan diuji Viral Nervous Necrosis (VNN) secara laboratorium agar kualitas ikan yang dijual terbukti bebas virus. Adanya hasil uji
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
61
Viral Nervous Necrosis (VNN) pada ikan yang dipanen membuktikan bahwa ikan tersebut bebas dari Viral Nervous Necrosis (VNN). Uji ini juga berfungsi untuk meyakinkan pembeli mengenai kualitas ikan yang dijual.
Tabel 9. Jumlah Ikan yang dipanen dan Tujuan Distribusi Tanggal panen Jumlah 15 juli 2010 5555 ekor 3,5cm = 1300 ekor 3cm = 2255 ekor 2,5 cm = 2000 ekor 26 Juli 2010 3000 ekor 4cm = 1300 ekor 3cm = 1700 ekor
Wadah kemas Menggunakan stereofoam
Kardus
Tujuan Lampung
Jawa Tengah
4.3.2 Analisis Usaha Untuk mempertimbangkan suatu usaha budidaya, menentukan besarnya biaya investasi serta biaya operasional yang tergantung dari sasaran produksi yang akan dicapai, sangatlah penting untuk dibuat suatu analisis usaha (Murtidjo, 2002). Analisis usaha merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan yang dicapai selama usaha berlangsung (Rahardi dkk., 1993). Usaha pembenihan kerapu macan skala rumah tangga memberikan keuntungan bersih yang besar, yaitu Rp. 95.342.500 atau penghasilan per bulan sebesar Rp. 7.945.210. Pay back period selama 1,2 tahun sehingga modal akan kembali setelah kurang lebih 3 siklus. Analisis usaha pembenihan kerapu macan skala rumah tangga (Backyard Hatchery) tertera pada lampiran 6.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
62
4.4 Permasalahan dan Kemungkinan Pengembangan Usaha 4.4.1 Permasalahan Beberapa
hal
yang
masih
menjadi
permasalahan
dalam
usaha
pemeliharaan benih kerapu macan di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo antara lain : a. Kurangnya kontinuitas pakan yang berkuantitas dan berkualitas menyebabkan pertumbuhan larva lambat dan kanibalisme pada benih. b. Kualitas benih yang buruk karena abnormalitas tulang belakang, rahang dan tutup insang yang tidak sempurna menyebabkan harga jual turun. c. Kematian massal yang sering terjadi selama stadia larva sampai benih terutama pada umur 3-5 hari (D3-D5), 11-12 hari (D11-D12), dan 21-24 hari (D21-D24) baik yang diakibatkan oleh kualitas air, pakan, penyakit maupun kemampuan dalam melewati masa kritis menyebabkan tingkat kelulushidupan (survival rate) benih sangat rendah dan pertumbuhannya lambat. d. Belum ada tindak lanjut terhadap serangan penyakit, sehingga penanganannya hanya sebatas upaya pencegahan dan jika ditemukan ikan yang sakit atau cacat ikan langsung dibuang ke laut atau dilakukan penelitian lebih lanjut. e. Tempat pemeliharan larva yang kurang baik dapat terjadinya fluktuasi kualitas air terutama yang berada diluar ruangan (outdoor). f. Perbaikan dan pemeliharaan sarana produksi yang masih terbatas.
4.4.2 Kemungkinan Pengembangan Usaha Kebutuhan dan harga kerapu macan yang tinggi memberikan potensi tersendiri bagi usaha kerapu jenis ini yang merupakan penyokong untuk usaha
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
budidaya
selanjutnya
(pendederan
dan
63
pembesaran).
Dalam
rangka
pengembangan usaha dan peningkatan produksi pembenihan, beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
1)
Penerapan ilmu atau teknologi yang tepat melalui
uji coba juga diperlukan guna meningkatkan pertumbuhan, survival rate serta kualitas benih ikan kerapu macan, dihasilkan,
3)
2)
Menjaga mutu atau kualitas benih yang
Perbaikan sarana dan prasarana yang memadai sehingga produksi
benih ikan kerapu macan dapat terpenuhi secara kontinyu,
4)
Menjalin kerjasama
dengan berbagai pihak terutama dalam kegiatan pemasaran.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Manajemen pemeliharaan benih ikan kerapu macan di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo meliputi:
1)
persiapan bak pemeliharaan larva,
2)
penetasan (HR 28,43%) dan penebaran larva dengan padat tebar
100.000-200.000 butir/bak,
3)
pengelolaan pakan antara lain pakan alami
berupa Chlorella sp. (D2-D30) dengan kepadatan 50.000-100.000 sel/ml; Rotifer (D2-D30) dengan kepadatan 3-5 individu/ml; naupli Artemia sp. (D12-D30) sebanyak 1-3 individu/ml, dan pada umur D31-D45 sebanyak 3-10 individu/ml; udang rebon (D25-D35) diberikan sekenyangnya serta pakan buatan berupa Rotemia (8 gr/pemberian, D8-D17); Rotifier (10 gr/pemberian, D18-D21); Otohime B1 (10 gr/pemberian, D22-D34); Otohime B2 (15 gr/pemberian, D35-D44); Otohime S1 (15 gr/pemberian, D45-D50) dan > D50 diberi 10 – 15 gr/pemberian, 4)pengelolaan kualitas air antara lain suhu 30-31 0C, salinitas 31-33 ppt, oksigen terlarut (DO) > 5 ppm dan pH 7.8 – 8.3, 5)grading, 6)panen mencapai 3,7% serta 7)pengendalian hama dan penyakit.
Permasalahan yang terjadi dalam pemeliharaan benih ikan kerapu macan di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo antara lain kanibalisme pada benih, kematian massal terjadi selama stadia larva sampai benih terutama pada umur 3-5 hari (D3-D5), 11-12 hari (D11-D12), dan 21-24 hari (D21D24) diakibatkan oleh kualitas air, kurangnya kontinuitas pakan baik secara
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
65
kualitas dan kuantitas, penyakit maupun kemampuan dalam melewati masa kritis, abnormalitas pada benih, serta perbaikan dan pemeliharaan sarana produksi yang masih terbatas.
5.2 Saran Kegiatan manajemen pemeliharaan benih perlu ditingkatkan agar diperoleh produksi benih secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas terjamin. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah padat penebaran telur agar menghasilkan tingkat pertumbuhan yang optimal dan survival rate yang tinggi. Selain itu, perlunya pengkayaan pakan alami untuk meningkatkan pertumbuhan larva dan pemberian pakan yang tepat waktu.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR PUSTAKA
Akademi Perikanan Sidoarjo. 2005. Teknik Pemeliharaan Larva Kerapu Skala Rumah Tangga. Departemen Kelautan dan Perikanan. Hlmn 11 – 15. Akbar, S., dan Sudaryanto. 2001. Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Bebek. Penebar Swadaya. Jakarta. 104 hal. Anonymous. 2005a. Pembenihan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). http://www.iptek.net.id/warintek/Budidaya_perikanan_idx.php?doc=3b7. 10 Mei 2010. 3 hal. Antoro, S., E. Widiastuti dan P. Hartono. 1998. Biologi Kerapu Macan. Dalam : Balai Budidaya Laut Lampung (Eds). Pembenihan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung. Hlmn 4 – 18. Azwar, S. 1998. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hlmn 15, 61. Balai Budidaya Air Payau Situbondo. 2003. Petunjuk Teknis Pembenihan Kerapu Macan. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jawa Timur. Hlmn 8 – 14. Balai Budidaya Air Payau Situbondo. 2009. Laporan Tahunan Balai Budidaya Air Payau Situbondo Tahun Anggaran 2008/2009. Balai Budidaya Air Payau Situbondo Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan. Chen, J., and Shetty N.P.S. 1991. Culture of Marine Feed Organism UNDP/FAO Regional Seafarming Development and Demonstration Project, National Inland Fisheries Institute, Kasetsart University Campus, Bangkhen. Bangkok. Ismi, S. 2002. Kultur Plankton untuk Penyediaan Pakan Alami pada Pembenihan Ikan Kerapu. Lokakarya Nasional dan Pameran Pengembangan Agrobisnis Kerapu II. Jakarta. Hlmn 196 – 201. Isnansetyo, A., dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme-Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta. 115 hal. Kordi K., M.G.H. 2001. Usaha Pembesaran Kerapu di Tambak. Kanisius. Yogyakarta. 111 hal.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
67
2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Ikapi. Jakarta. 189 hal. Minjoyo, H., Mustamin dan M. Thariq. 1998. Pemeliharaan Larva. Dalam : Balai Budidaya Laut Lampung (Eds). Pembenihan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung. Hlmn 44 – 48. Murtidjo, B.A. 2002. Budidaya Kerapu dalam Tambak. Kanisius. Yogyakarta. 80 hal. Nazir, M. 1998. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hlmn 22 – 23, 37 – 38. Rahardi, F., Kristiawati, R., dan Nazarudin. 1993. Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta. 61 hal. Randall, J.E. 1987. A Preliminary Synopsis of the Groupers (Perciformes; Serranidae; Epinephelinae) of the Indo Pacific Region, J.J. Polovina and S. Ralston (editors), Boulder and London : Tropical Snapper and Groupers : Biology and Fisheries Management, Westview Press. Inc. Romadhon. 2002. Teknik Pembenihan Kerapu. Kepala Teknisi Balai Budidaya Air Payau Situbondo. Subyakto, S., dan Cahyaningsih, S. 2005. Pembenihan Kerapu Skala Rumah Tangga : Kiat Mengatasi Masalah Praktis. Agromedia Pustaka. Jakarta. 62 hal. Sugama, K. 1999. Inventarisasi dan Identifikasi Budidaya Laut dan Pantai yang telah Dikuasai untuk Diseminasi. Seminar Nasional Penelitian dan Diseminasi Teknologi Budidaya Laut. Suryabrata, S. 1993. Metodologi Penelitian. Rajawali. Jakarta. Hlmn 80. Tampubolon, G.H dan Mulyadi, E. 1989. Sinopsis Ikan Kerapu di Perairan Balit Bangkan. Semarang. Hlmn 2. Tridjoko, B. Slamet, D. Makatutu dan K. Sugama. 1996. Pengamatan Pemijahan dan Perkembangan Telur Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) pada Bak secara Terkontrol. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, II (2) : 55-62. Wardhana, I.P. 1994. Pembesaran Kerapu dengan Keramba Jaring Apung. Penebar Swadaya. Jakarta.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
68
www.dkp.go.id. 2005. Produksi Benih Kerapu Macan. http://www.dkp.go.id. 15 Juni 2010. 2 hal. 2006. Jenis Ikan Kerapu yang Dibudidayakan. http://www.dkp.go.id/content.php?c=908. 15 Juni 2010. 1 hal. www.warintek.progressio.or.id. 1996. Pembenihan Ikan Kerapu Macan. http://www.warintek.progressio.or.id/perikanan/kerapu.htm. 15 Juni 2010. 6 hal.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Lokasi Praktek Kerja Lapang Desa Pecaron, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
70
Lampiran 2. Daerah Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
71
Lampiran 3. Denah Balai Budidaya Air Payau Situbondo
6
1
3
23 4
1
23
1 1
23
5 7
10
10
9
30 11
7
23
9 28
7
31
30
7
12
14
29
13
23
23
8
16
15
25
26
27 23 32
19
23
17 33
34
17
17
35
15
19
24
8 18
23
23
23
9 21 18
20
22
U
21
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
72
Lampiran 3. (Lanjutan)
Keterangan : 1. Bak induk kerapu. 2. Bak penampungan telur 3. Rumah genset. 4. Broodstock Center Udang Vanname 5. Pompa air laut. 6. Rumah blower. 7. Bak calon induk kerapu. 8. Bak kultur Chlorella sp. 9. Bak kultur Brachionus plicatilis 10. Bak pemeliharaan nener 11. Bak karantina 12. Bak pembenihan timur 13. Laboratorium pakan alami 14. Bak pembenihan Abalone 15. Bak filter sand 16. Bak pembenihan tengah 17. Bak induk bandeng 18. Bak pembesaran udang Vanname 19. Bak tandon air laut 20. Bak pembenihan barat. 21. Asrama 22. Dapur. 23. Rumah karyawan. 24. Ruang pembuatan pellet. 25. Laboratorium nutrisi dan pakan buatan 26. Laboratorium penyakit dan kualitas air. 27. Ruang staf teknis dan Laboratorium Bioteknologi 28. Auditorium. 29. Perpustakaan 30. Kantor. 31. Musholla. 32. Bak tandon air tawar. 33. Koperasi dan workshop. 34. Garasi mobil. 35. Ruang kuliah.
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
73
Lampiran 4. Daftar Ukuran Pakan Uraian Rotemia NRD ½ NRD 2/3 NRD 2/4 NRD 3/5 NRD 4/6 NRD 5/8 NRD G8 (8/12) NRD G12 (12/20) Nosan R-1 Rotifier Love Larva Otohime B-1 Otohime B-2 Otohime C-1 Otohime C-2 Otohime S-1 Otohime S-2 Otohime EP1 Otohime EP2
PKL
Ukuran pakan 20 – 50 µm 100 – 200 µm 200 – 300 µm 200 – 400 µm 300 – 500 µm 400 – 600 µm 500 – 800 µm 800 – 1.200 µm 1.200 – 2.000 µm 20 – 50 µm 50 – 100 µm 100 – 200 µm 200 – 300 µm 300 – 600 µm 500 – 900 µm 900 – 1.400 µm 1.000 µm 1.400 µm 1.500 µm 2.200 µm
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
74
Lampiran 5. Jadwal Pemberian Pakan Waktu 06.00 07.00 09.00 10.00 11.00 12.00 14.00 15.00 15.30 16.00
PKL
Jenis Pakan Minyak cumi Pakan buatan (Rotifier/Rotemia) Pakan Buatan Rotifer Artemia Pakan Buatan Pakan Buatan Artemia Pakan Buatan Rotifer Artemia Udang rebon
Manajemen Pemeliharaan ...
Keterangan Larva (D2-D8) Larva -Benih Benih Larva (D2- D30) Larva-Benih Benih Larva-Benih Benih Larva-Benih Larva (D2-D30) Larva-Benih Benih
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
75
Lampiran 6. Analisis Usaha Pembenihan Kerapu Skala Rumah Tangga (HSRT)
1
2 a.
b.
Uraian Bahan
Jumlah
Investasi Lahan Pembuatan bak larva dan pengatapan Pembuatan bak pakan alami Pembuatan bak reservoir, filter Pompa celup Pompa air laut Instalasi pompa air laut High blow 200 watt Instalasi aerasi Instalasi listrik Genset 3 KVA Peralatan pembenihan Lain – lain
500 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1
Total Biaya Investasi Biaya Operasional Pertahun Biaya tetap Perawatan alat (5%) Penyusutan (10%) Bunga modal (24%) Total Biaya Tetap Biaya variabel Telur (600.000/siklus) Pupuk Bahan kimia dan obat-obatan Pakan Artemia (6 kaleng/siklus) Udang jambret Listrik Gaji dan upah Lain – lain Total Biaya Variabel Total Biaya Operasional
m2 unit unit unit buah unit unit unit unit unit buah unit unit
Harga Satuan
Jumlah Harga (Rp)
300.000 24.000.000 6.000.000 10.000.000 900.000 2.000.000 1.500.000 4.000.000 1.000.000 500.000 3.500.000 1.000.000 3.000.000
15.000.000 24.000.000 6.000.000 10.000.000 900.000 4.000.000 1.500.000 8.000.000 1.000.000 500.000 3.500.000 1.000.000 3.000.000 78.400.000
1 1 1
paket paket paket
2.962.500 5.925.000 14.220.000
2.962.500 5.925.000 14.220.000 23.107.500
1 1 1 4 6 100 3 12 12
paket paket paket siklus kaleng kantong siklus bulan bulan
600.000 500.000 1.000.000 1.000.000 275.000 4.500 250.000 400.000 500.000
600.000 500.000 1.000.000 4.000.000 1.650.000 450.000 750.000 4.800.000 6.000.000 19.150.000 42.257.500
3. Penjualan Benih ikan kerapu macan (1 tahun 3 siklus) a. Penebaran telur : 10 butir/liter atau 100.000 butir/bak b. Sintasan benih ukuran panjang 3-4 cm rata-rata = 10% (60.000 ekor/siklus)
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
76
c. Harga jual rata-rata = Rp.1.200/ekor d. Pendapatan 3 siklus = 3 x 60.000 x Rp.1.200 = Rp. 216.000.000 e. Keuntungan sebelum pajak
Pendapatan – Biaya Operasional = Rp. 216.000.000 - Rp. 42.257.500 = Rp. 173.742.500
Keuntungan bersih = Rp. 173. 742.500 – Rp. 78.400.000 = Rp. 95.342.500
Rata – rata penghasilan per bulan = Rp. 7.945.210
f. Analisis Biaya Manfaat
Arus Kas Laba bersih + penyusutan = Rp. 95.342.500 + Rp. 5.925.000 = Rp. 101.267.500
Rentabilitas Ekonomi =
Laba Operasional
X 100%
Investasi + B. Operasional =
Rp. 216.000.000
X 100%
Rp. 78.400.000 + Rp. 42.257.500 = 179.02% (> 19%)
Layak usaha
4. Break Even Point (BEP)
BEP Volume Produksi
=
Total Biaya Operasional Harga Satuan
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
=
77
Rp. 42.257.500 Rp. 1.200
=
35.215 ekor
Berarti titik modal akan tercapai bila volume produksi sebesar 35.215 ekor.
BEP Harga
=
Total Biaya Operasional Total Produksi
=
Rp. 42.257.500 60.000 ekor
= Rp. 704,292 / ekor Berarti bahwa titik balik modal akan tercapai bila harga produk sebesar Rp. 704,292 / ekor.
5. R/C ratio =
Hasil penjualan Biaya produksi
=
Rp.216.000.000 Rp. 42.257.500
= 5,11 (>1%)
Layak usaha
Nilai tersebut berarti dengan biaya Rp. 42.257.500 diperoleh hasil penjualan sebesar 5,11 kali (Rahardi dkk., 1993).
6. Pay Back Period =
Investasi + B. Operasional Arus kas
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
=
78
Rp. 78.400.000 + Rp. 42.257.500 Rp. 101. 267.500
= 1,2 tahun Artinya modal akan kembali dalam jangka waktu 1,2 tahun atau setelah 3 siklus. 7. Return of Investment (ROI) ROI =
Laba usaha Modal usaha
ROI = Rp. 95.342.500 Rp. 42.257.500 = 2,26 atau 226% Berarti bahwa dari Rp. 100,00 modal yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 226,00 (Rahardi dkk., 1993).
PKL
Manajemen Pemeliharaan ...
BEBBI VIANA RAMADHANI