939
Pengembangan vaksin bakteri untuk meningkatkan imunitas ... (Des Roza)
PENGEMBANGAN VAKSIN BAKTERI UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS IKAN KERAPU MACAN, Epinephelus fuscoguttatus TERHADAP PENYAKIT INFEKSI Des Roza, Fris Johnny, dan Zafran Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Jl. Br. Gondol Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng, Kotak Pos 140, Singaraja, Bali 81101 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Perkembangan pesat budidaya berbagai spesies ikan laut di Indonesia, baik di pembenihan maupun pembesaran di keramba jaring apung (KJA), ternyata juga diikuti oleh berjangkitnya berbagai jenis penyakit, baik disebabkan oleh infeksi virus, bakteri maupun berbagai jenis parasit. Suatu penelitian untuk mengetahui efektivitas vaksin bakteri untuk meningkatkan kekebalan spesifik yuwana kerapu macan telah dilakukan. Masing-masing sebanyak 100 ekor ikan kerapu ukuran antara 6–8 cm disuntik 0,1 mL/ekor ikan dengan vaksin anti bakteri secara intra muskular, sedangkan kontrol hanya disuntik dengan PBS. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Selanjutnya ikan dipelihara dalam bak beton volume 2 m3 berisi air sebanyak 1,5 m3 masing-masing sebanyak 3 bak untuk perlakuan vaksinasi vaksin bakteri dan 3 bak untuk kontrol. Pada hari ke-30 dilakukan penyuntikan ulang sebagai booster. Pada hari ke-60 dilakukan sampling darah untuk dilakukan uji aktivitas titer antibodi. Ikan dipelihara selama 60 hari dan pada akhir percobaan dilakukan uji tantang. Pengamatan dilakukan terhadap tingkat imunitas dan sintasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa titer antibodi kelompok ikan yang divaksin lebih tinggi (1/64) dibanding kontrol (1/4). Begitu juga dengan sintasan di mana sintasan rata-rata pada kelompok ikan yang divaksin lebih tinggi (80%) dibanding kontrol (56%). Sintasan ikan hasil uji tantang adalah 87% dan kontrol 66%. Hasil ini membuktikan bahwa vaksin yang diberikan efektif meningkatkan kekebalan spesifik yuwana kerapu macan.
KATA KUNCI:
vaksin bakteri, Epinephelus fuscoguttatus, imunitas spesifik
PENDAHULUAN Ikan kerapu merupakan salah satu andalan Indonesia sebagai penghasil devisa dari komoditas perikanan. Karena itu, tidak heran kalau banyak pengusaha yang berani menanamkan investasi dalam bidang budidaya kerapu di berbagai wilayah perairan Indonesia. Perkembangan usaha budidaya kerapu ini ternyata diikuti pula oleh berjangkitnya berbagai jenis penyakit baik yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit maupun oleh penyakit non-infeksi seperti malnutrisi dan deformiti. Seiring dengan pengiriman atau penyebaran ikan kemana-mana, maka potensi penyebaran penyakit yang terbawa bersama ikan, air, maupun alat-alat pengangkutan akan semakin luas. Dari kelompok bakteri, umumnya adalah dari genus Vibrio dan Streptococcus. Penyakit pada ikan dapat ditanggulangi dengan berbagai cara, antara lain dengan perbaikan lingkungan, karena penyakit biasanya berkembang apabila lingkungan jelek sehingga ikan stres. Selain itu, perbaikan nutrisi juga memegang peran penting dalam meningkatkan ketahanan ikan terhadap penyakit. Sampai saat ini metode yang umum digunakan untuk menanggulangi penyakit pada ikan budidaya adalah pengobatan dengan zat kimia atau antibiotik. Pemakaian zat kimia atau antibiotik ini sangat berisiko tinggi karena dapat menimbulkan resistensi bakteri, terjadinya akumulasi residu antibiotik tersebut dalam tubuh ikan serta berdampak terhadap pencemaran lingkungan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka metode yang efektif dan praktis untuk penanggulangan kasus penyakit adalah melalui peningkatan kekebalan tubuhnya dengan vaksinasi. Vaksinasi diyakini dapat memberikan kekebalan spesifik pada ikan terhadap penyakit tertentu. Beberapa penelitian pendahuluan telah membuktikan bahwa ikan kerapu memberikan respons positif terhadap inaktif vaksin anti bakteri (Egidius, 1987; Austin & Austin, 1993; Evelyn, 2002; Tendencia & Lavilla-Pitogo, 2004; Johnny & Roza, 2005; Roza & Johnny, 2007). Vaksin merupakan suatu produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan dapat merangsang timbulnya kekebalan tubuh spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
940
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas vaksin bakteri dalam meningkatkan kekebalan spesifik ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus. Diharapkan dengan vaksinasi menggunakan vaksin bakteri dapat dijadikan alternatif sebagai upaya pencegahan penyakit infeksi di hatceri yang efektif dan efisien tanpa menimbulkan dampak negatif. BAHAN DAN METODE Pembuatan Vaksin Bakteri di Laboratorium Vaksin bakteri dibuat dari bakteri Vibrio harveyi dengan cara dikultur secara massal pada media TSA + 2% NaCl selama 24 jam pada suhu 27°C. Bakteri tersebut dipanen dan dikultur pada media TSB + 2% NaCl selama 24 jam, setelah itu, bakteri dimatikan dengan formalin 0,5% dan disimpan pada suhu 27°C selama 24 jam. Selanjutnya dicuci sebanyak 3 kali melalui sentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3.200 rpm pada suhu 4°C untuk menghilangkan formalin. Kepadatan bakteri diatur 1010 cfu/mL. Vaksin bakteri disimpan dalam kulkas sampai digunakan. Uji Aplikasi Vaksin Bakteri Pada Benih Ikan Kerapu Macan, Epinephelus fuscoguttatus di Hatcheri Masing-masing sebanyak 100 ekor ikan kerapu macan ukuran antara 6–8 cm disuntik 0,1 mL/ekor ikan dengan vaksin anti bakteri secara intra muskular, sedangkan kontrol hanya disuntik dengan PBS. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Selanjutnya ikan dipelihara dalam bak beton volume 2 m3 yang berisikan air sebanyak 1,5 m3 masing-masing sebanyak 3 bak untuk perlakuan vaksinasi vaksin bakteri dan 3 bak untuk kontrol. Pada hari ke-30 dilakukan penyuntikan ulang sebagai booster. Pada hari ke-60 dilakukan sampling darah untuk dilakukan uji aktivitas titer antibodi. Ikan dipelihara selama 60 hari dan pada akhir percobaan dilakukan uji tantang. Pengamatan dilakukan terhadap tingkat imunitas dan sintasan. Koleksi serum dilakukan setiap kali sampling. Sebanyak 3 ekor ikan dari masing-masing perlakuan dikoleksi darahnya untuk memperoleh serum sebagai bahan uji titer. Darah ikan uji dikoleksi dari vena anterior. Sampel darah disedot dengan spuit plastik steril volume 1 cc dengan jarum no. 18. Selanjutnya koleksi darah disimpan dalam tabung mikro (eppendorff). Koleksi darah pada tabung eppendorff dan diamkan sekitar 3 jam, kemudian disentrifusa dengan minisentrifus kecepatan 6.000 rpm selama 10 menit, setelah disentrifus dipisahkan serum darah ke tabung eppendorff baru dengan mikropipet. Serum ini siap digunakan untuk uji titer. Uji Titer Uji titer adalah prosedur yang disusun dalam seri pengenceran bertingkat dari semua yang diuji. Setiap pengenceran kemudian diuji aktivitasnya. Perbandingan terbalik pengenceran tertinggi yang memberi reaksi positif disebut titer dan merupakan ukuran jumlah antibodi dalam serum. Uji titer dilakukan dalam wadah uji titer 96 sumur. Uji titer menggunakan sistem penghambatan hemaglutinasi dengan prosedur inokulum bakteri Vibrio harveyi yang ditambahkan ke masing-masing sumur berjumlah konstan sedang serum yang diuji diencerkan seri. Pada sumur no. 1 dimasukkan 100 μL serum, kemudian sebanyak 50 μL dipindahkan pada sumur no. 2, ditambahkan 50 μL PBS pada sumur no. 2 dan diaduk rata, selanjutnya dipindahkan 50 μL ke sumur no. 3 dengan perlakuan yang sama pada sumur no. 2 dilanjutkan sampai sumur no. 8. Pada masing-masing sumur mulai no. 1 sampai no. 9 diisikan antigen bakteri sebanyak 50 μL, dan pada sumur no. 9 hanya berisikan antigen bakteri saja. Antigen bakteri diperoleh dari penanaman bakteri ke media TSA kemudian dipanen ditambahkan air laut steril sebanyak 10 mL. Setelah inokulum bakteri dan serum dicampur, digoyang dengan rotator plate selama 1–3 menit, kemudian didiamkan selama 4–6 jam pada suhu kamar. Terakhir hemaglutinasi diamati dengan mikroskop sampai sumur yang keberapa terjadinya hemaglutinasi. Antibodi dinyatakan positif bila terjadi reaksi hemaglutinasi (Tizard, 1988 yang dimodifikasi). Reaksi hemaglutinasi yang positif terjadi diamati di bawah mikroskop dengan memperhatikan aglutinasi yang terlihat seperti gelembung bening.
941
Pengembangan vaksin bakteri untuk meningkatkan imunitas ... (Des Roza)
Uji Tantang Percobaan ini dilakukan setelah 60 hari perlakuan vaksinasi dengan menggunakan inokulum Vibrio harveyi dengan penyuntikan secara intramuskular dosis 1 mL/kg bobot ikan. Uji tantang dilakukan pada bak beton volume 2 m3 berisikan 1,5 m3 air laut masing-masing berisi 50 ekor ikan uji. Parameter yang diamati adalah gejala klinis dan sintasan selama 15 hari pemeliharaan. HASIL DAN BAHASAN Hasil pengukuran titer atibodi pada kedua kelompok ikan (perlakuan vaksin dan kontrol), menunjukkan bahwa selama penelitian terlihat peningkatan yang nyata pada kelompok ikan yang diberi vaksin di mana pada akhir penelitian selama 60 hari telah mencapai 1/64 dibanding kontrol yang hanya 1/4 (Tabel 1). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa vaksin bakteri Vibrio efektif meningkatkan kekebalan spesifik ikan kerapu macan terhadap infeksi penyakit. Dari tingkat sintasan di akhir penelitian terlihat adanya perbedaan yang nyata antara kelompok ikan yang divaksin dibanding kelompok kontrol, yaitu rata-rata 88% pada kelompok ikan yang divaksin dan 56% pada kelompok kontrol (Tabel 2). Dengan tingginya nilai titer antibodi pada kelompok ikan yang divaksin dibanding kontrol, diharapkan sintasannya juga akan lebih tinggi dari kontrol apabila kedua kelompok ikan diinfeksi dengan bakteri patogen. Tabel 1. Nilai titer antibodi ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus setelah vaksinasi Perlakuan
Ulangan
Nilai titer
Vaksinasi
1 2 3 Rataan
1/64 1/64 1/64 1/64
Kontrol
1 2 3 Rataan
1/4 1/4 1/4 1/4
Tabel 2. Sintasan (%) ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus selama 60 hari penelitian
*
Sintasan (%)
Perlakuan
Ulangan
Vaksinasi
1 2 3 Rataan
85 94 85 88b
Kontrol
1 2 3 Rataan
58 56 54 56a
Angka-angka dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
Hasil uji tantang terhadap kedua kelompok ikan uji menunjukkan adanya perbedaan nyata dalam sintasan setelah 15 hari pemeliharaan. Pada kelompok vaksinasi sintasan yang diperoleh sebesar 87% dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 66% (Tabel 3). Demikian pula gejala klinis yang
942
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Tabel 3. Sintasan (%) ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus selama 15 hari setelah uji tantang dengan bakteri Vibrio harveyi
*
Sintasan (%)
Perlakuan
Ulangan
Vaksinasi
1 2 3 Rataan
88 90 83 87b
Kontrol
1 2 3 Rataan
60 58 80 66a
Angka-angka dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
terlihat pada kelompok kontrol persentase ikan yang mengalami borok ternyata lebih tinggi, dibanding pada ikan dari kelompok yang divaksin. Hal tersebut menunjukkan bahwa kekebalan ikan yang divaksin terhadap infeksi bakteri lebih tinggi dibanding ikan kontrol. Data titer antibodi selama ikan dipelihara juga mendukung fenomena tersebut di mana nilai titer antibodi ikan yang divaksin lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang tidak divaksin. Prinsip dasar vaksinasi adalah memasukkan antigen ke dalam tubuh ikan yang sudah dihilangkan patogenisitasnya, untuk merangsang sel-sel limfosit sehingga menimbulkan ketahanan humoral (spesifik). Vaksinasi dapat memberikan perlindungan yang cukup tinggi, dalam jangka waktu lama dan tidak berdampak negatif. Umumnya dalam menanggulangi penyakit digunakan antibiotik, di mana penggunaannya dapat menimbulkan resistensi bakteri, pencemaran lingkungan, dan adanya residu pada ikan yang membahayakan manusia sebagai konsumen. Selain itu, penggunaan antibiotik atau obat-obatan dapat menekan kemampuan pertahanan humoral, seluler, dan imunitas, bahkan dapat menekan pertumbuhan ikan. Vaksin bekerja menstimulus sistem kekebalan spesifik ikan. Vaksin merupakan sediaan antigen dari mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan. Syarat vaksin antara lain: a). aman, di mana vaksin tersebut tidak boleh menimbulkan penyakit pada ikan uji, b) menimbulkan kekebalan terhadap ikan uji dan c). protektif, maksudnya vaksin harus dapat melindungi ikan dari infeksi patogen. Beberapa jenis antigen yang dapat digunakan untuk vaksinasi antara lain: 1. Antigen O, berupa bakteri yang dilemahkan melalui pemanasan di mana bagian membrannya hanya mengandung polisakarida (karbohidrat) karena bagian lipid telah hilang saat terjadi pemanasan. 2. Antigen H, adalah bakteri yang dilemahkan dengan formalin di mana selnya mengalami pengkerutan akibat kehilangan cairan. 3. Supernatan, debris sel, dan lain-lain. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi vaksinasi adalah: 1). Temperatur, di mana pada temperatur rendah produksi antibodi lambat, dan 2). Umur dan bobot ikan, sebaiknya vaksinasi dilakukan pada ikan yang umurnya lebih dari 2 minggu dan bobotnya di atas 1 g. Karena pada larva ikan yang berumur kurang dari 2 minggu sistem kekebalan tubuhnya belum terbentuk dengan sempurna untuk memproduksi antibodi (Ghufran & Kordi, 2004). Selain itu, efektivitas vaksinasi juga ditentukan oleh jumlah dan mutu antigen, cara vaksinasi, umur ikan, kondisi lingkungan, serta sifat dan kemampuan masing-masing individu ikan.
943
Pengembangan vaksin bakteri untuk meningkatkan imunitas ... (Des Roza)
Vaksinasi pada ikan sudah banyak dilaporkan baik dari luar maupun di Indonesia. Menurut hasil beberapa penelitian vaksinasi dapat dilakukan pada ikan air tawar (Ghufran & Kordi, 2004; Triyanto, 2004) maupun pada ikan laut terutama ikan kerapu (Roza et al., 2004; Roza & Johnny, 2008; Kamiso et al., 2005). Vaksinasi pada budidaya ikan dapat dilakukan dengan cara penyuntikan secara intraperitonial (IP), intramuskular (IM), oral, pencelupan, perendaman, dan penyemprotan. Anderson (1974) menyatakan penyuntikan secara IP lebih disukai karena antigen lebih cepat diserap, namun perlu dilakukan dengan cermat agar tidak mengenai usus karena dapat menimbulkan pendarahan dan kehilangan antigen. Sedangkan penyuntikan secara IM sering menyebabkan kerusakan pada daerah otot tempat suntikan, tetapi teknik ini mampu menstimulasi antibodi lebih konstan. Teknik secara oral dinilai lebih menguntungkan karena dapat menvaksin ikan dalam jumlah banyak, namun perlu dicari cara yang aman untuk mencegah kerusakan antigen serta distribusi vaksin supaya merata. Vaksinasi dengan cara pencelupan secara langsung memberikan hasil yang baik, di mana insang ikan dapat menyerap vaksin lebih banyak (Gould et al., 1979), tetapi ikan akan mengalami stres karena waktu pencelupan relatif singkat. Bahkan Thune (1980); Roza et al. (2004) melaporkan bahwa dengan cara perendaman efektif untuk menimbulkan imunitas karena antigen lebih lama kontak dengan ikan. Modifikasi dari teknik pencelupan adalah penyemprotan, yaitu ikan di taruh dalam wadah dan diberi air setengah badan agar ikan mudah digeser pada saat disemprot dengan vaksin (Ward, 1982). Hasil penelitian Roza et al. (2004), vaksinasi benih kerapu bebek, Cromileptes altivelis dengan vaksin anti-VNN menggunakan metode perendaman efektif untuk meningkatkan kekebalannya terhadap infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN). Secara konvensional metode pembuatan vaksin dapat dilakukan dengan; a). Heat Killed Vaccine (HKV), yaitu mematikan bakteri dengan cara pemanasan, b). Formalin Killed Vaccine (FKV), di mana bakteri dimatikan dengan menggunakan formalin. Dalam penelitian ini vaksin dibuat dengan cara mematikan bakteri menggunakan formalin. Formalin berasal dari larutan formaldehid yang dicampur air dengan perbandingan kadar 30%–40%. Formalin mengandung metanol dan berfungsi sebagai stabilisator serta desinfektan. Formaldehid mampu membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri kekurangan air atau mengalami dehidrasi, yang mengakibatkan sel bakteri mengering dan membentuk lapisan baru di permukaan. Artinya formalin tidak hanya membunuh bakteri tetapi juga menghancurkannya. Vaksinasi mampu menimbulkan antibodi karena ikan mempunyai daya lindung yang baik. Bahkan Roza et al. (2006); Roza & Johnny (2008) melaporkan bahwa bakterin Vibrio juga dapat digunakan sebagai imunostimulan yang efektif untuk meningkatkan imun respons non-spesifik ikan kerapu bebek, C. altivelis terhadap infeksi VNN. Selain itu, sebagai upaya pencegahan penyakit, vaksinasi juga menguntungkan karena tidak menimbulkan dampak resistensi bakteri, terjadinya residu pada organ ikan tersebut sehingga aman bagi manusia sebagai konsumen utama maupun pencemaran lingkungan. Diharapkan vaksinasi dapat diaplikasikan dengan metode yang tepat guna, efisien, ekonomis, dan praktis di lapangan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan vaksin bakteri efektif, efisien, dan aman untuk meningkatkan kekebalan spesifik ikan kerapu macan, E. fuscoguttatus terhadap infeksi bakteri Vibrio. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dibiayai dari dana hibah penelitian bagi peneliti dan perekayasa kerja sama Depdiknas dan DKP Tahun 2009. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Slamet Haryanto dan Muhamad Anshari sebagai teknisi Laboratorium Patologi atas bantuannya selama penelitian ini berlangsung. DAFTAR ACUAN Anderson, D.P. 1974. Fish Immunology. In Snieszko, S.F. & Axelrod, H.R. (Eds.), Diseases of Fish. TFH Publications, Hongkong.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
944
Austin, B. & Austin, D.A. 1993. Vibrionaceae Representative. In : Austin, B. & Austin, D.A. (Eds.), Bacterial Fish Pathogens: Diseases in Farmed and Wild Fish. Ellis Horwood Ltd, Chichester. p. 265–307. Egidius, E. 1987. Vibriosis: Pathogenicity and Pathology. Aquaculture, 67: 15–28. Evelyn, T.P.T. 2002. Finfish Immunology and its Use in Preventing Infectious Diseases in Cultured Finfish. In Lavilla-Pitogo, C.R. & Cruz-Lacierda, E.R. (Eds.). Diseases in Asian Aquaculture IV. p. 303– 324. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila. Ghufran, M. & Kordi, K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Bina Adiaksa Rineka Cipta, Jakarta. Gould, R., Antipa, W.R., & Amed, D.F. 1979. Immersion Vaccination of Sock Eye Salmon (Onchorynchus nerca) with Two Pathogenic Strains of Vibrio angullarum. In Robert, R.J. (Ed.). Microbial Diseases of Fish. Acad. Press. London. Johnny, F. & Roza, D. 2005. Pengaruh Vaksin Viral Nervous Necrosis (VNN) terhadap Kekebalan Benih Ikan Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 2005. Jakarta, 21–22 September 2005, hlm. 21–28. Kamiso, H.N., Isnansetyo, A., Triyanto, Murdjani, M., & Solichah, L. 2005. Efektivitas Vaksin Polyvalen untuk Pencegahan Vibriosis pada Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). J. Perikanan, VII(2): 95– 100. Roza, D., Johnny, F., & Tridjoko. 2004. Peningkatan Imunitas Yuwana Ikan Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis terhadap Infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) dengan cara vaksinasi melalui perendaman. J. Pen. Perik. Indonesia, 10(1): 61–70. Roza, D., Johnny, F., & Tridjoko. 2006. Peningkatan Respon Imun Non-Spesifik Benih Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis dengan Imunostimulan dan Bakterin terhadap Infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN). J. Perikanan, VIII(1): 25–25. Roza, D. & Johnny, F. 2007. Kasus Penyakit Ekor Busuk pada Benih Ikan Kerapu Lumpur, Epinephelus coioides. Prosiding Konferensi Aquaculture Indonesia, Surabaya 5–7 Juni 2007, hlm. 68–72. Roza, D. & Johnny, F. 2008. Aplikasi Bakterin sebagai Imunostimulan untuk Pencegahan Infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) pada Benih Ikan Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis. J. Perikanan, X(2): 139– 146. Tendencia, E.A. & Lavilla-Pitogo, C.R. 2004. “Bacterial Diseases”. In Nagasawa, K. & Cruz-Lacierda, E.R. (Eds.). Diseases of Cultured Groupers, p. 19–28. Thune, R.L. 1980. Immunization of Channel Catfish (Ichtalurus punctatus) via Hyperosmotic in Filtrati. MSc. Thesis, Auburn University. Tizard, I. 1988. Pengantar Immunologi Veteriner. Terjemahan Partodiredjo et al. 1988. Airlangga University Press. 497 pp Triyanto. 2004. Pengendalian Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) pada Lele Dumbo (Clarias gariepinus) melalui Vaksinasi. Sains dan Sibernatika, 17(3). Ward, P.D. 1982. The Development of Bacterial Vaccines for Fish. In Robert, R.J. (Ed.). Microbial Diseases of Fish. Acad. Press. London.