381
Pendederan kerapu macan pada hatcheri skala rumah tangga (Anak Agung Alit)
PENDEDERAN KERAPU MACAN, Epinephelus fuscoguttatus, PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA Anak Agung Ketut Alit Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Jl. Br Gondol Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng, Kotak Pos 140 Singaraja, Bali 81101 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pendederan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) telah dilakukan penelitian di hatcheri skala rumah tangga dengan menggunakan bak-bak semen ukuran 2 m x 3 m x 1 m selama 2 bulan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi padat penebaran yang terbaik pada pendederan di hatcheri. Padat penebaran yang digunakan sebagai perlakuan adalah 100, 150, dan 200 ekor/m³. Bobot awal benih kerapu macan yang digunakan pada perlakuan sekitar 1,25—1,65 g/ekor. Pemberian pakan berupa pakan komersial, dan jembret diberikan sampai panjang total kerapu macan 4 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan padat tebar tidak berbeda nyata (P>0,05) pada pertambahan bobot dan tidak mempengaruhi sintasan. Rasio konversi pakan 1,95—2,05. Padat penebaran yang terbaik adalah perlakuan B dengan padat penebaran 150 ekor/m³ dan dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk pendederan di hatcheri skala rumah tangga.
KATA KUNCI:
pertumbuhan, sintasan, yuwana, kerapu macan
PENDAHULUAN Sumberdaya perikanan yang ada di Indonesia sebagian besar pemanfaatannya masih dititik beratkan pada kegiatan penangkapan dari alam. Salah satu jenis ikan yang banyak ditangkap adalah ikan kerapu macan, karena merupakan jenis ikan laut yang sangat populer di dalam maupun di luar negeri serta memiliki nilai ekonomis penting di Asia Tenggara (Purba & Mayunar, 1991; Mayunar et al., 1991). Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) saat ini merupakan ikan budidaya yang sedang dikembangkan sebagai komoditas unggulan untuk ekspor dengan nilai yang cukup tinggi, yang umumnya berasal dari hasil tangkapan dari alam (Anindiastuti, 1991), sementara harga kerapu macan di pasaran sekitar U$11—U$19 per kilogram (Anonim, 1998). Permintaan jenis kerapu macan di pasaran internasional terus meningkat sehingga untuk keperluan ekspor cukup tinggi dibandingkan jenis kerapu lainnya. Informasi dari salah satu perusahan swasta yang mengekspor berbagai jenis ikan ekonomis penting menjelaskan bahwa permintaan untuk jenis kerapu sekitar 4.000 kg/hari (Anonim, 1998), sedang jenis ikan lain sekitar 500—1.000 kg. Untuk memenuhi permintaan ekspor dalam jumlah yang cukup besar tersebut, maka diupayakan memproduksi benih kerapu macan untuk keperluan budidaya. Untuk memenuhi kebutuhan benih tersebut, maka perlu dilakukan pembenihan secara buatan untuk mengantisipasi kebutuhan benih secara berkesinambungan (Sugama et al., 2001; Sutarmat et al., 2002; 2003). Balai Besar Riset Peikanan Budidaya Laut Gondol, telah mengaplikasikan teknologi perbenihan ke masyarakat dalam bentuk hatcheri skala rumah tangga (HSRT) dan telah berkembang sejak tahun 2002. Hingga saat ini jumlah produksi benih kerapu macan yang dihasilkan dengan panjang total hingga 2—3 cm, sedangkan pendederan sampai ukuran panjang 5—10 cm jarang dilakukan di hatcheri skala rumah tangga. Permintaan benih ikan kerapu untuk ditebar di keramba jaring apung (KJA) adalah ukuran panjang lebih dari 5—10 cm. Untuk memenuhi permintaan tersebut perlu dilakukan pendederan di bak-bak. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi kepadatan yang terbaik pada pendederan benih kerapu macan yang dapat meningkatkan sintasan dan pertumbuhan.
382
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 METODE PENELITIAN
Percobaan ini telah dilakukan dengan menggunakan bak-bak semen dengan ukuran 2 m x 3 m x 1 m sebanyak 6 buah dengan kapasitas 6 m³, dan yuwana kerapu macan dengan bobot awal 1,25— 1,68 g dipelihara di bak-bak. Sebagai perlakuan adalah padat penebaran berbeda yaitu A: 100 ekor/ m³ dengan TL: 3,20 cm ± 0,33 cm dan BW: 1,52 ± 3,75 g; pelakuan B: 150 ekor/m³ dengan TL: 3,28 ± 0,41 cm; BW: 1,68 ± 4,25 g; dan perlakuan C: 200 ekor/m³ dengan TL: 3,15 ± 0,53 cm; BW: 1,25 ± 5,35 g. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 2 bulan. Pemberian pakan yang digunakan adalah pelet komersial. Pemberian rebon (jembret) hanya sampai ukuran panjang total ikan uji rata-rata 4 cm dan selanjutnya diberi pakan pelet saja. Waktu pemberian pakan 2 kali sehari pada pukul 07.00 dan 16.00. Pemberian pakan diberikan sedikit demi sedikit sampai ikan tidak mau makan lagi (ad libitum) analisis komposisi pakan dapat dilihat pada Tabel 1. Ikan uji dipelihara dengan menggunakan sistem air mengalir dengan pergantian air sekitar 100%—200% selama 24 jam. Pertumbuhan harian dan ikan uji dianalisis dengan sidik ragam taraf nyata 95%. Peubah yang diamati selama pemeliharaan adalah pertumbuhan (TL dan BW) setiap 10 hari sekali, serta laju pertumbuhan dan dihitung dengan rumus Yamaguci dalam Sugama et al. (1986). Pertumbuhan panjang dan bobot mutlak dihitung dengan rumus Ricker dalam Basyari & Putra (1991). Sintasan ikan dihitung pada akhir percobaan (Effendi, 1978). Pengamatan kualitas air sebagai data penunjang diamati setiap hari meliputi salinitas, suhu, pH, dan oksigen terlarut. Tabel 1. Analisis proksimat (% bahan kering) pakan buatan, dan rebon yang digunakan untuk penelitian Komposisi
Pakan buatan
Jembret (rebon)
Protein Lemak Serat Abu
48 12 2 12
65,6 8,06 7,04 1,21
HASIL DAN BAHASAN Pengamatan dan perhitungan beberapa variabel yang terkait dengan pertumbuhan, sintasan dalam pendederan ikan kerapu macan seperti pertambahan bobot dan panjang total, laju pertumbuhan individu, dan sintasan disajikan pada Tabel 2. Hasil pengamatan terhadap bobot rata-rata ikan kerapu macan pada awal penimbangan setiap sampling dan akhir penelitian selama percobaan disajikan dalam grafik pertumbuhan bobot ikan yang dapat dilihat pada Gambar 1. Sedangkan grafik sintasan ikan kerapu macan disajikan pada Gambar 2. Tabel 2. Pertumbuhan dan sintasan ikan kerapu macan selama 60 hari Perlakuan (padat penebaran) Variabel Bobot awal rata-rata (g) Bobot akhir rata-rata (g) Pertambahan bobot akhir rata-rata (g) Panjang total awal (cm) Panjang total akhir (cm) Pertambahan panjang (cm) Pertumbuhan induvidu (g/hari) Rasio konversi pakan Sintasan (%)
A B C (100 ekor/bak) (150 ekor/bak) (200 ekor/bak) 1,8±0, 31 7,37±0,85ª 6,19±0,73 3,20±0,53 7,27±0,62ª 4,07±0,39 0,10 1,95ª 78,25±2,40 ª
1,20±0,25 7,95±0,88ª 6,75±0,76 3,28±0,51 7,54±0,65ª 4,26±0,42 0,11 1,98ª 82,30±2,90ª
1,11±0,30 7,34±0,87ª 6,23±0,78 3,15±0,45 7,66±0,67ª 4,51±0,37 0,10 2,05ª 76,10±1,80ª
383
Pendederan kerapu macan pada hatcheri skala rumah tangga (Anak Agung Alit)
9 Bobot badan (g)
8 7 6 5 4 3
100 ekor A 150 ekor B 200 ekor C
2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
Pengamatan (60 hari)
Gambar 1. Bobot ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus pada padat penebaran selama 60 hari pemeliharaan 120
Sintasan (%)
100 80 60 40
100 ekor A 150 ekor B 200 ekor C
20 0 1
2
3
4
5
6
7
Pengamatan (60 hari)
Gambar 2. Sintasan kerapu macan pada tiap perlakuan padat penebaran selama 60 hari penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dari variabel yang diamati dan terkait dengan pertumbuhan pada ketiga perlakuan dengan padat penebaran 100, 150, dan 200 ekor/m³ (Tabel 2.) menunjukkan semuanya tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini berarti bahwa perbedaan padat penebaran tidak mempengaruhi sintasan. Menurut Stickney & Lovell (1977), bahwa semakin tinggi padat penebaran ikan semakin tinggi pula persaingan dalam ruang gerak. Untuk pendederan ikan kerapu macan di hatcheri skala rumah tangga selama 60 hari dengan kepadatan 100, 150, dan 200 ekor/m³ ikan lebih agresif dan mendapatkan pakan yang cukup efektif. Peningkatan padat penebaran akan menyebabkan pertumbuhan agak lambat, ruang gerak terganggu, dan terjadi kompetisi dalam mengambil pakan. Menurut Stickney & Lovell (1977), peningkatan padat penebaran dapat dilakukan sampai tingkat tertentu, batas tersebut berbeda atau bervariasi tergantung pada jenis ikan maupun udang yang dibudidayakan, berdasarkan umur dan ukuran masing-masing individu, serta metode atau sistem budidaya yang digunakan. Menurut Wedemeyer (1966), padat penebaran dan pergantian air mempunyai pengaruh yang mendasar terhadap pertumbuhan dan konversi pakan.
384
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
Dari hasil analisis komposisi pakan yang diberikan seperti pakan pelet (pakan buatan) yang mempunyai kandungan protein (48,0%) dan lemak (12,0%), begitu juga rebon mempunyai kandungan protein (65,6%) dan lemak (7,06%) yang lebih tinggi dibanding pakan pelet, namun lemaknya lebih rendah. Dengan pemberian pakan pelet dan jembret (rebon) sampai panjang ikan 4 cm dan untuk panjang ikan 5—7 cm hanya diberikan pakan pelet saja untuk pendederan kerapu macan dapat meningkatkan pertumbuhan dan mempertahankan sintasan. Pakan buatan yang berupa pelet kualitasnya terjamin, selain itu, pakan pelet sudah ditambahkan vitamin dan mineral untuk keseimbangan nutrisi. Konversi pakan ketiga perlakuan sekitar 1,95—2,05 dan berdasarkan analisis sidik ragam tidak menunjukkan perbedaan yang berarti (P>0,05) dari ketiga perlakuan pada padat penebaran yang berbeda 100, 150, dan 200 ekor/m³. Menurut Pascual (1979), makin rendah nilai konversi suatu pakan semakin baik karena jumlahnya yang dihabiskan untuk menghasilkan bobot tertentu adalah semakin sedikit. Ikan kerapu macan adalah ikan karang yang habitatnya di batu karang dan merupakan ikan yang suka bergerombol dan selalu aktif mencari pakan, jika pemberian pakan kurang terutama pada ukuran panjang di bawah 4 cm, ikan ini akan memakan temannya (kanibal). Pendederan kerapu memerlukan pakan dengan kandungan protein yang tinggi seperti menurut Giri et al. (1999) kebutuhan protein kerapu bebek adalah 54,2%. Menurut Halver (1976), protein merupakan salah satu nutrien yang diperlukan oleh ikan untuk pertumbuhan. Penggunaan protein untuk pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran, umur, kualitas protein, kandungan energi pakan, keseimbangan gizi, dan tingkat pemberian pakan. Menurut Lowell (1980) dan Boonyaratpalin (1999), kebutuhan energi untuk hidup pokok harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum energi pakan dipakai untuk pertumbuhan. Persentase sintasan yuwana kerapu macan terlihat cenderung mengalami penurunan, namun tidak setiap hari mengalami kematian dari ketiga perlakuan. Sintasan diperoleh sekitar 76,10— 82,30 (Tabel 2) hasil ini tidak menunjukkan hal yang berarti (P>0,05) dari jumlah ikan uji setiap perlakuan (Gambar 2). Hasil penelitian ini tidak sama dengan hasil penelitian Purba & Basyari (1991) pada ikan kerapu lumpur bahwa semakin tinggi padat penebaran sintasannya cenderung menurun dan padat penebaran tinggi akan meningkatkan risiko kematian. Kondisi kualitas air selama percobaan dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil pengamatan beberapa peubah kualitas air menunjukkan salinitas 34‰—35,50‰; suhu 29,00°C—30,50°C; pH 7,00—7,50; oksigen terlarut 6,17—6,63 mg/L; dan amonia 0,290—0,861 mg/L. Selama percobaan 60 hari pemeliharaan di bak-bak dinilai masih layak untuk mendukung pertumbuhan dan kesehatan yuwana ikan kerapu macan. KESIMPULAN DAN SARAN Pendederan yuwana kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus dengan padat penebaran berbeda dari 100, 150, dan 200 ekor/m³ tidak berbeda nyata terhadap sintasan dan pertumbuhan. Padat Tabel 3. Data kualitas air di bak-bak pemeliharaan yuwana kerapu macan selama 60 hari Perlakuan (padat penebaran) Parameter
A (100 ekor/m³)
B (150 ekor/m³)
C (200 ekor/m³)
Suhu (°C) pH Salinitas (ppt) Oksigen terlarut (mg/L) Amonia (NH3) (mg/L) Fosfat (mg/L) N02 (mg/L)
29,00–29,80 7,10–7,45 34,00–35,50 6,25–6,28 0,290–0.,625 0,020–0,622 0,020–0,075
29,30–30,20 7,00–7,50 34,0–34,50 6,30–6,63 0,349–0,765 0,025–0,627 0,022–0,856
29,20–30,1 0 7,30–7,50 33,30–35,50 6,17–6,60 0,298– 0,861 0,026–0,725 0,019–0,876
385
Pendederan kerapu macan pada hatcheri skala rumah tangga (Anak Agung Alit)
penebaran 150 ekor/m³, dapat direkomendasikan sebagai padat penebaran yang layak untuk pendederan yuwana kerapu macan di hatcheri skala rumah tangga (HSRT). UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada DEPDIKNAS kerja sama dengan DKP Tahun 2009, yang telah memberikan hibah dana penelitian, dan pemilik backyard hatchery skala rumah tangga Bapak Gede Jedur, teknisi pemeliharaan yuwana (Putu Sudi) dan Katimin teknisi litkayasa Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali, serta teknisi bagian kualitas air (Ayu Kenak dan Ari Arsini) atas bantuan dan kerja sama yang diberikan selama penelitian berlangsung. DAFTAR ACUAN Anonim. 1998. Komposisi permintaan dan nilai komersial. PT Tri Dinasti Mulia, Tanjung Pinang. Anindiastuti. 1991. Pemberian hormon secara oral pada pemijahan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus. Bull. Budidaya Laut. Dep Tan. Ditjen perikanan, Balai Budidaya Laut Lampung. Basyari, A. & Putra, D.N. 1991. Pengaruh perbedaan sumber protein utama dalam makanan buatan terhadap pertumbuhan benih ikan kerapu lumpur, Epinephelus tauvina. J. Pen. Budidaya Pantai, 7(2): 102—109. Boonyaratpalin, M. 1999. Nutritional Rquirement of grouper (Epinephelus spp.). In Report of the APEC/ NACA. Cooperative Grouper Aquaculture Workshop, Hat Yai, Thailand, 7—9 April 1999. Collaborative APEC Grouper Research and Development Networks (FWG 01/99). NACA, Bangkok. Thailand, p. 119—124. Effendi, M.I. 1978. Biologi Perikanan, Bag.1, Study natural history, Fak.Perikanan IPB, Bogor.105 hlm. Giri, N.A., Suwirya, K., & Marzuqi, M. 1999. Kebutuhan protein, lemak dan vitamin C pada yuwana kerapu bebek, Cromileptes altivelis. J. Pen. Perik. Indonesia, 5(3): 38—49. Halver, J.E. 1976. National requirement of culture warm water and cold water fish species Aquaculture, 112: 227—235. Lowell, T. 1980. Feeding tilapia. Aquaculture, 7: 42—43. Mayunar, Diani, S., & Slamet, B. 1991. Fekunditas, derajat pertumbuhan dan derajat penetasan telur ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus, yang diberi ransum berbeda. J. Pen. Budidaya Pantai, 7(2): 1—9. Purba, R. & Mayunar. 1991. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva kerapu macan sampai umur 35 hari dan padat tebar yang berbeda. J. Pen. Perik. Pantai, 9(5): 12—19. Stickney, R.R. & Lovell, R.T. 1977. Nutrition and Feeding of Chanel Catfish. Dept of Research information of Aubun University Alabama. USA. 55 pp. Sugama, K., Danakusumah, E., Sunyoto, P., & Eda, H. 1986. Effect of feeding frequency on the growth of young estuary grouper. Ephinephelus tauvina (Forskal) cultured in floating net cage. Scientific Report of Mariculture Reseach and Development Project ATA-192 in Indonesia. Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai Bojonegara-Serang, hlm. 242—250. Sugama, K., Tridjoko, Slamet, B., Ismi, S., Setiadi, E., & Kawahara, S. 2001. Petunjuk teknis produksi benih ikan kerapu bebek, Chromileptes altivelis, Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Pusat Riset dan Pengembangan Eksploiasi Laut, Japan International Cooperation Agency, 40 pp. Sutarmat, T., Hanafi, A., & Kawahara, S. 2002. Leaflet Budidaya kerapu bebek (Chromileptes altivelis) di karamba jaring apung (KJA). Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Sutarmat, T., Ismi, S., Hanafi, A., & Kawahara, S. 2003. Petunjuk Teknis Budidaya kerapu bebek (Chromileptes altivelis) di KJA. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya laut Gondol, Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan Perikanan dan Japan International Cooperation Agency, 56 pP. Pascual, F.P. 1979. Aquaculture nutrition. UNDP/FAO. Network of Aquaculture Center in Asia Philippine lead Center, Tighauan, Ilito. Wedemeyer, A. 1996. Physiologi of fish in intensive culture system international thompson publishing. New York, 227 pp.