ANALISIS KERAGAAN USAHA BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DAN IKAN KERAPU BEBEK Chromileptes altivelis DALAM SISTEM KARAMBA JARING APUNG DI KAWASAN SEA FARMING PULAU PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU
SKRIPSI
LORA SEPWINTA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRAK LORA SEPWINTA. Analisis Keragaan Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus dan Ikan Kerapu Bebek Chromileptes altivelis dalam Sistem Karamba Jaring Apung di Kawasan Sea Farming Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh IIS DIATIN dan IRZAL EFFENDI. Pulau Panggang, Kepulauan Seribu merupakan salah satu wilayah pengembangan sea-farming di Indonesia yang mengembangkan usaha budidaya pembesaran ikan kerapu macan dan kerapu bebek dengan mayoritas pembudidaya menggunakan sistem karamba jaring apung. Pembudidaya kerapu tergabung dalam kelompok Sea Farming, yang merupakan kelompok pembudidaya yang dibina oleh PKSPL-IPB, dan mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu. Semua anggota kelompok ini telah mendapat pelatihan mengenai cara berbudidaya ikan kerapu. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis keragaan usaha pembesaran kerapu dari sisi teknis dan finansial. Metode yang digunakan adalah studi kasus. Satuan kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembudidaya yang melakukan usaha pembesaran kerapu macan dan atau bebek. Pengamatan dilakukan pada ikan berukuran 100-200 gram, 200-300 gram, 300400 gram, 400-500 gram dan up 500 gram yang tergabung dalam kelompok Sea Farming di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Sumber data yang digunakan berupadata primer dan data sekunder.Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Metode pengambilan data dilakukan secara langsung meliputi bobot tubuh, panjang tubuh, jumlah ikan awal, jumlah ikan akhir, jumlah pakan dan pengamatan kualitas air. Hasil penelitian menunjukan bahwa manajemen usaha budidaya yang dilakukan di Pulau Panggang kurang baik, melihat hasil analisis teknis budidaya yang diperoleh kecil untuk parameter SR, SGR dan FCR yaitu sebesar 36% untuk SR kerapu macan, 57% untuk SR kerapu bebek, SGR kerapu macan sebesar 4,49%, SGR kerapu bebek 4,05%, FCR kerapu macan sebesar 12,2 dan FCR kerapu bebek sebesar 8,5. Secara analisis usaha, kegiatan usaha pembesaran kerapu macan di Pulau Panggang merugi namun untuk kerapu bebek masih tetap untung sebesar Rp 8.051.137,00. Akan tetapi jika pembudidaya melakukan perbaikan dan optimalisasi sesuai hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka secara analisis finansial usaha budidaya kerapu macan dikatakan layak dan memberikan tambahan nilai keuntungan sebesar 379,8%.
Kata kunci :
Kerapu macan, kerapu bebek, karamba jaring apung, budidaya pembesaran, kelayakan usaha.
iv
ABSTRACT LORA SEPWINTA. The Epinephelus fuscoguttatus and Polka Aquaculture Business Condition in Panggang Island, Kepulauan Seribu DIATIN and IRZAL EFFENDI.
Analysis of Brown Marbled Grouper Dot Grouper Chromileptes altivelis Rearing Floating Net Cage at Sea Farming Area District Administration. Supervised by IIS
Panggang island, Kepulauan Seribu is well-known as one of sea farming development area in Indonesia which developing grouper fish rearing aquaculture business, specially brown marbled grouper and polka dot grouper, using the floating net system. The grouper fish farmers is grouped as a Sea Farming group which supervised by PKSPL-IPB and supported by Kepulauan Seribu District Government. The purpose of this research is to analyze of grouper fish rearing aquaculture business in technical condition and financial aspect. The method used is case study. Unit case in this research is fish farmer who has the job to brown marbled grouper farm and polka dot grouper farm. The observation did for grouper in size range 100-200 g, 200-300g, 300-400g, 400-500g and more than 500g which is in the group of Sea Farming. Primary data and secondary data is the source of data in this research. The sampling methods that used in the research is purposive sampling methods. Methods of data retrival is performed directly to surface of weight, length, number of fish in the early, the final number of fish, feed quantity and water quality. The research shows that the management of cultural business in Panggang island is not good enough, refers to the result of cultural technical analysis that showing small value for some parameters such as SR, SGR and FCR. The SR value for brown marbled grouper is 36% and 57% for polka dot grouper, SGR for brown marbled grouper is 4,49% and 4,05% for polka dot grouper, FCR for brown marbled grouper is 12,2 and 8,5 for polka dot grouper. The result for brown marbled grouper cash flow in Panggang island showed that the business is lose out but the result for polka dot grouper cashflow showed that the business is profitable for Rp 8.051.137,00. On the other hand, if fish farmers repaired technical aspects and used optimalization input for grouper fish rearing aquaculture is resulted brown marbled grouper aquaculture business in this research the result from financial analysis suitable to manage it and will give increasing profit for 379,8%. Key words : Brown Marbled Grouper, Polka Dot Grouper, Floating Net Cage, rearing aquaculture, bussines feasibility.
v
ANALISIS KERAGAAN USAHA BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DAN IKAN KERAPU BEBEK Chromileptes altivelis DALAM SISTEM KARAMBA JARING APUNG DI KAWASAN SEA FARMING PULAU PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU
LORA SEPWINTA
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
ANALISIS KERAGAAN USAHA BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DAN IKAN KERAPU BEBEK Chromileptes altivelis DALAM SISTEM KARAMBA JARING APUNG DI KAWASAN SEA FARMING PULAU PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya-karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis yang telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, November 2011
Lora Sepwinta C14070061
Judul
: Analisis Keragaan Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus dan Ikan Kerapu Bebek Chromileptes altivelis dalam Sistem Karamba Jaring Apung di Kawasan Sea Farming Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu
Nama
: Lora Sepwinta
NRP
: C14070061
Disetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Iis Diatin, MM
Ir. Irzal Effendi, M.Si
NIP. 19630908 199902 2 001
NIP. 19640330 198903 1 003
Diketahui, Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Odang Carman NIP 19591222 198601 1 001
Tanggal Lulus : vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Analisis Keragaan Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus dan Ikan Kerapu Bebek Chromileptes altivelis dalam Sistem Karamba Jaring Apung di Kawasan Sea Farming Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu” dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Iis Diatin, M.M. dan Ir. Irzal Effendi, M.Si. selaku Dosen Pembimbing atas arahan dan masukan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini, Drs. Agus Oman Sudrajat selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dr. M. Agus Suprayudi, M.Si. selaku Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan banyak masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Disamping itu penulis menyampaikan penghargaan kepada Balai Sea-Farming PKSPL IPB dan para Anggota Kelompok Sea-Farming yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian pada unit produksi mereka. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ayahanda Sutarno, Ibunda Puji Astuti dan Keluarga Besar Sastra Kartadji atas dukungan, doa, motivasi, materi dan kasih sayangnya, kepada Norihiko Zikrie, Ari Nado, Rani Rehulina Tarigan, Aryadiani Astika, Masagus Zulhafiz dan Bang Cepot atas segala bantuan dan kerjasama dalam proses penelitian dan penyusunan skipsi. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi pembaca pada umumnya.
viii
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Lora Sepwinta, dilahirkan di Purbalingga pada tanggal 2 September 1989 sebagai anak tunggal dari ayah Sutarno dan ibu Puji Astuti. Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SMA N 1 Purbalingga dan lulus pada 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) dan memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya,
Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah Magang Mandiri di Balai Budidaya Air Tawar Purbalingga dan Praktek Lapangan Akuakultur (PLA) dengan menyusun laporan “Pembenihan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) di Balai Budidaya Laut Batam”. Penulis juga pernah menjadi Asisten mata kuliah Fisika Kimia Perairan pada 2010-2011 (S1) dan Manajemen Marikultur 2011 (S1 dan D3). Selain itu penulis juga aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan periode 2009/2010, pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2009/2011, Kakak Asuh Pro-KA IPB periode 2007/2009, anggota Paduan Suara Endeavour FPIK periode 2008/2010 dan freelance jurnalis harian online BOGORnews 2011.Penulis pernah mendapatkan pendaanan DIKTI pada Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-M) pada 2010 dengan judul “Papercraft : Permainan Edukatif untuk Anak Kreatif”. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Analisis Keragaan Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus dan Ikan Kerapu Bebek Chromileptes altivelis dalam Sistem Karamba Jaring Apung di Kawasan Sea Farming Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu”.
ix
iii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ………………………………………………………. .
viii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..
ix
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
x
I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1.2 Tujuan dan Kegunaan ...................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaan Umum Komoditas Ikan Kerapu .................................... 2.2 Kerapu Macan dan Kerapu Bebek ............................................... 2.3 Ekologi dan Kebutuhan Lingkungan ............................................ 2.4 Penyakit Ikan Kerapu .................................................................... 2.5 Karamba Jaring Apung ................................................................. 2.6 Manajemen dan Budidaya Kerapu ................................................ 2.7 Analisis Finansial ..........................................................................
1 3
5 5 7 8 8 9 10
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................ 3.2 Metode Penelitian ........................................................................ 3.3 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 3.4 Metode Pengambilan Sampel Pembudidaya ................................. 3.5 Metode Pengambilan Data ........................................................... 3.6 Pengamatan dan Perhitungan Data................................................ 3.6.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR) .............. 3.6.2 Laju Pertumbuhan................................................................ 3.6.2.1 Pertumbuhan Panjang (P)……………………….... 3.6.2.2 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate, SGR) ................................... 3.6.3 Feed Convertion Ratio (FCR) ............................................. 3.6.4 Uji Kualitas Air ................................................................... 3.7 Analisis Data .................................................................................. 3.7.1 Analisis Fungsi Produksi .................................................... 3.7.2 Analisis Finansial ............................................................... 3.7.2.1 Analisis Usaha......................................................... 3.7.2.2 Analisis Kriteria Investasi ....................................... 3.7.3 Analisis Sensitivitas ............................................................ 3.8 Batasan dan Pengukuran ................................................................
18 18 19 21 21 24 25 26 28 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Budidaya......................................................... 4.2 Analisis Teknis Budidaya .............................................................
30 32
13 13 13 14 15 15 16 16 17
vi
4.2.1 Tingkat Kelangsungan Hidup .............................................. 4.2.2 Laju Pertumbuhan Spesifik ................................................. 4.2.3 Feed Convertion Ratio (FCR) ............................................. 4.2.4 Kualitas Air.......................................................................... 4.3 Analisis Usaha Kerapu Macan dan Kerapu Bebek ....................... 4.4 Faktor Produksi Kerapu Macan .................................................... 4.4.1 Analisis Pendugaan Fungsi Produksi .................................. 4.4.2 Analisis Efisiensi Penggunaan Input ................................... 4.4.3 Analisis Kriteria Investasi dan Analisis Sensitivitas……... 4.3.4 Hubungan Analisis Hasil Teknis dan Analisis Finansial…..
32 34 36 38 40 43 45 50 53 58
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……………………………………………………… 5.2 Saran…………………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... LAMPIRAN .............................................................................................
60 60 61 63
vii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Standar Penggunaan Jenis dan Dosis Anastesi, Desinfeksi dan Obat-obatan pada Pembesaran Ikan Kerapu…………………………… 2. Lama Pengalaman Berbudidaya Kerapu Responden……………….......
10 31
3. Tingkat Pendidikan Responden………………………………………. ..
31
4. Hubungan Pertambahan Bobot dan Pertambahan Panjang Tubuh……..
36
5. Persentase Pemberian Pakan Rucah untuk Ikan Kerapu……………….
38
6. Hasil Pengamatan Kualitas Air di Pulau Panggang Periode April-Juli 2011…………………………………………………
39
7. Analisis Usaha Pembesaran Kerapu Macan dan Kerapu Bebek di Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu……....
41
8. Rata-rata Input Per Musim Tanam dari Usaha Pembesaran Kerapu Macan pada Kondisi Aktual di Pulau Panggang Tahun 2011 .....
45
9. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan di Pulau Panggang…………………………………………………….. .
46
10. Nilai NVM, Input dan Output yang Efisien, serta Nilai Rasio NVM dan Pxi pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan di Pulau Panggang Tahun 2011……………………………………………………………...
50
11. Investasi, Total Biaya, Penerimaan, Keuntungan dan Analisis Usaha Budidaya Pembesaran Kerapu Macan di Pulau Panggang per Tahun pada Kondisi Aktual dan Optimal………………………………………
52
12. Kriteria Investasi pada Optimal Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Pakan……………………………………………………………….…. .
56
13. Kriteria Investasi pada Optimal Skenario 1 Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Pakan…………………………………….………….. .
57
14. Kriteria Investasi pada Optimal Skenario 2 Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Pakan…………………………………………………
58
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)……………………………
6
2. Kerapu Bebek (Chromileptes altivelis)…………………………….......
7
3. Tingkat Kelangsungan Hidup Kerapu Macan dan Kerapu Bebek Periode April-Juli 2011 di Pulau Panggang……….........
33
4. Laju Pertumbuhan Spesifik Kerapu Macan dan Kerapu Bebek Periode April – Juli 2011di Pulau Panggang……….…..
35
5. FCR Kerapu Macan dan Kerapu Bebek Periode April – Juli 2011 di Pulau Panggang…………………………………………………….....
37
6. Tata Letak Satu Unit KJA 6 Petakan……………………………….... .. .
44
7. Peralatan Uji DO Winkler………… ....................................................... .
66
8. Alat dan Bahan Uji TAN………………………………………………..
67
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
Peta Lokasi Penelitian…………………………………………………… 64
2.
Peta Lokasi Stasiun Pengamatan Kualitas Air..................... ..................
65
3.
Cara Pengukuran Oksigen Terlarut (Dissolved Oksigen, DO) ..............
66
4.
Cara Pengukuran Nitrogen Amonia Total (Total Amonia Nitrogen, TAN)……………………………………. ..............................................
67
5.
Karakteristik Pembudidaya Kerapu di Pulau Panggang ........................
68
6.
Kuisioner Masyarakat Pulau Panggang………………………………
69
7.
Hasil Sampling Pertumbuhan Bobot Tubuh Kerapu Macan ..................
71
8.
Hasil Sampling Pertumbuhan Bobot Tubuh Kerapu Bebek ..................
71
9.
Hasil Sampling Pertumbuhan Panjang Tubuh Kerapu Macan ………..
72
10. Hasil Sampling Pertumbuhan Panjang Tubuh Kerapu Bebek ……… .
72
11. Perhitungan Nilai SGR Kerapu Macan………………………….. ........
73
12. Perhitungan Nilai SGR Kerapu Bebek…………………………...........
73
13. Perhitungan Nilai FCR Kerapu Macan………………………….. ........
73
14. Perhitungan Nilai FCR Kerapu Bebek………………………….. .........
73
15. Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pembesaran Kerapu Dalam Kondisi Aktual dengan Ukuran KJA 214 m3 (6 petakan @ berukuran 3x3m) Tahun 2011….. ...................................
74
16. Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pembesaran Kerapu Dalam Kondisi Aktual dengan Ukuran KJA 149 m3 (4 petakan @ berukuran 3x3m) Tahun 2011…………………….. .......
75
17. Perhitungan Analisis Usaha Aktual Kerapu Macan dan Kerapu Bebek di Pulau Panggang Tahun 2011……………………………………….
76
18. Data Produksi, Faktor Produksi, Harga dan Nilai Beli Produksi Per Musim Tanam pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan di Pulau Panggang. .................................................................................
77
19. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Kerapu Macan Dengan Metode Kuadrat Terkecil…………………………………..
79
20. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Kerapu Macan dengan Minitab 15…………………………………… ……..………
79
21. Contoh Perhitungan Input Produksi Kerapu Macan…………..…..
81
22. Nilai VIF dan Nilai Toleransi untuk Setiap Varibel Input………….....
82
23. Analisis Usaha Pembesaran Kerapu Macan di Pulau Panggang pada Kondisi Aktual dan Optimal……………………………………..
83
x
24. Kenaikan Harga Pakan Rucah 5 Tahun Terakhir……………………… 25. Cashflow pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan Kondisi Optimal…
84 85
26. Cashflow pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan Kondisi Optimal Skenario 1……………………………………………………………..
87
27. Cashflow pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan Kondisi Optimal Skenario 2………………………………………………………………
89
28. Cashflow pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan Kondisi Optimal dengan Asumsi Kenaikan Harga Pakan Sebesar 20%............................
91
29. Cashflow pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan Kondisi Optimal Skenario 1 dengan Asumsi Kenaikan Pakan Sebesar 20%.....................
93
30. Cashflow pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan Kondisi Optimal Skenario 1 dengan Asumsi Kenaikan Pakan Sebesar 20%.....................
95
xi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pendapatan golongan masyarakat menengah ke atas, gaya hidup dan tradisi masyarakat keturunan Tionghoa menjadi pemacu meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat akan ikan komoditas penting khususnya ikan kerapu.
Penyediaan ikan untuk konsumsi dari 2008 hingga 2010 meningkat
7,65% atau 33,07 Per Kapita dan tercatat total produksi budidaya laut Pulau Jawa tahun 2009 sebesar 259 ton dari jenis ikan kerapu sedangkan tingkat konsumsi ikan oleh masyarakat 30,47 Per Kapita (KKP 2011). Untuk mencukupi permintaan penduduk akan stok ikan kerapu maka diperlukan produksi ikan yang berasal dari budidaya laut sebagai kegiatan antara menuju sea-farming. Seafarming adalah kegiatan pemeliharaan ikan dari hulu ke hilir secara utuh dan melibatkan berbagai kegiatan yang terkait. Menurut Ahmad (2002) sea-farming merupakan usaha yang sangat menjanjikan, mengingat keunggulan komparatif dalam bentuk sumber daya lahan dan hayati yang dimiliki serta kondisi iklim tropis Indonesia. Salah satu wilayah pengembangan sea-farming di Indonesia adalah Pulau Panggang-Kepulauan Seribu, yang mengembangkan usaha pembesaran ikan kerapu dengan mayoritas pembudidaya menggunakan karamba jaring apung. Pulau Panggang merupakan daerah terlindung karang dan masyarakatnya memiliki minat untuk menerapkan konsep sea-farming ini. Mayoritas penduduk Pulau Panggang bermatapencaharian utama sebagai nelayan, sedangkan budidaya merupakan pekerjaan sampingan. Menurut Soesilo dan Budiman (2002), budidaya ikan kerapu dapat mengatrol tingkat kesejahteraan nelayan. Namun peningkatan kesejahteraan nelayan atau masyarakat di Pulau Panggang hanya sekitar 22% melihat rata-rata tingkat kekayaan masyarakat masih tergolong kelas menengah ke bawah serta masyarakat yang dapat menempuh pendidikan tinggi tergolong sedikit yaitu sebesar 0,56%
dari total jumlah
penduduk di pulau ini dengan mayoritas tingkat pendidikan tertinggi hanya dicapai pada tingkat SD yaitu sebesar 41,88% (Anonim, 2010). Pencatatan data produksi budidaya yang dilakukan hampir tidak ada. Padahal seharusnya 1
pembudidaya dapat mengontrol kondisi usaha budidayanya dari hasil pencatatan data produksi dan bisa mengetahui kebutuhan-kebutuhan pendukung yang diperlukan dalam usaha budidaya seperti pakan, obat dan vitamin agar kegiatan budidaya berlangsung secara efektif dan efisien. Ada salah satu kelompok pembudidaya kerapu di Pulau Panggang yang tergabung
dalam kelompok
Sea
Farming,
yang
merupakan
kelompok
pembudidaya bentukan PKSPL-IPB, dan mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu. Kelompok Sea Farming telah berdiri sejak tahun 2006. Anggotanya merupakan masyarakat yang memiliki minat terhadap budidaya, memiliki karamba,dan mengikuti pelatihan budidaya. Jumlah anggota Sea Farming hingga tahun 2011 tercatat sebanyak 74 orang dengan jumlah anggota aktif sebanyak 43 orang. Masyarakat yang sudah menjadi anggota Kelompok Sea Farming akan mendapat pinjaman benih dan baru dibayar saat panen dengan sejumlah uang secara lunas. Pinjaman benih pada tahap pertama sebanyak 200 ekor, dan akan bertambah kelipatannya ketika anggota membayar pinjaman sebelumnya. Hingga saat ini rata-rata anggota mendapat pinjaman benih sebanyak 400 ekor ikan kerapu macan dan 200 ekor ikan kerapu bebek. Anggota Sea Farming mayoritas bermatapencaharian utama sebagai nelayan, sehingga memiliki kesulitan pembagian jam kerja sebagai nelayan dan sebagai pembudidaya. Manajemen pemberian pakan kerapu yang telah dilakukan selama ini terlihat kurang sebab pakan yang diberikan hanya pakan rucah yang ketersediannya tergantung dari keadaan alam, selain itu jumlah dan frekuensi pemberian pakan tidak menentu. Manajemen kualitas air yang dilakukan selama ini pun terlihat sangat kurang, tidak ada pengecekan kualitas air kontinu oleh anggota, hal ini disebabkan oleh keterbatasan alat dan pengetahuan anggota. Data jumlah ikan mati selama pemeliharaan, jumlah pakan yang digunakan, lama budidaya tidak diketahui secara pasti oleh anggota sebab pencatatan data produksi mayoritas tidak dilakukan oleh anggota. Rendahnya tingkat peningkatan kesejahteraan masyarakat pembudidaya kerapu di Pulau Panggang menjadi hal yang patut dipertanyakan. Pembudidaya yang sudah mendapat pelatihan mengenai cara membudidayakan ikan kerapu seharusnya sudah paham akan cara berbudidaya yang baik dan benar. Akan tetapi 2
hasil budidaya berupa output ikan kerapu konsumsi yang siap untuk dijual saat panen masih berjumlah sedikit sehingga hasil dari usaha budidaya ini tidak terlalu berpengaruh untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka. Oleh karena itu diperlukan suatu evaluasi terhadap kegiatan budidaya kerapu yang telah dilakukan selama ini. Evaluasi dilakukan dengan menganalisis keragaan dari sisi teknis dan sisi finansial. Analisis finansial diperlukan agar dapat diketahui berapa besar profit yang diperoleh dari kegiatan budidaya yang telah dilakukan selama ini, apakah memiliki nilai profit yang tinggi, sebanding atau sebenarnya tidak memiliki nilai profit, melihat kurang jelasnya pembagian fungsi uang yang keluarmasuk dari sisi budidaya atau dari sisi pekerjaan lainnya (nelayan tangkap). Analisis keragaan ini dilakukan dengan melihat bagaimana kinerja usaha pembesaran ikan kerapu yang telah dijalankan selama ini. Kinerja usaha pembesaran kerapu menghasilkan output berupa ikan konsumsi, dimana output tersebut akan berkaitan dengan besar profit usaha yang diperoleh. Kinerja usaha pembesaran dipengaruhi oleh faktor
produksi atau input yang digunakan.
Pencapaian keuntungan maksimum dengan biaya minimum dapat dicapai apabila penggunaan input (faktor produksi) digunakan secara optimal. Optimalisasi diterapakan sesuai dengan konsep pengembangan budidaya atau akuakultur yaitu efisiensi, produktifitas, intensifikasi dan sustainability. Agar diperoleh suatu sistem budidaya yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan dan memiliki nilai tambah terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
1.2 Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis keragaan usaha budidaya pembesaran kerapu dengan : 1. Menganalisis aspek teknis budidaya ikan kerapu dengan cara menghitung tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik dan nilai FCR serta menghitung input optimal yang digunakan dalam kegiatan pembesaran ikan kerapu macan 2. Menganalisis kelayakan finansial dengan menghitung analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), analisis Payback
3
Period (PP), analisis Break Even Point (BEP), analisis kriteria investasi dan analisis sensitivitas. Kegunaan dari penelitian ini antara lain : 1.
Bagi mahasiswa, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor serta melatih kemampuan teknis dan analisis dalam menangani permasalahan di bidang perikanan khususnya budidaya ikan kerapu
2.
Bagi pembudidaya ikan kerapu, dapat digunakan sebagai masukan atau informasi dalam upaya peningkatan produksi
3.
Bagi pemerintah, sebagai pertimbangan untuk menentukan suatu arah kebijakan bagi pengembangan sektor perikanan laut, misalnya arah kebijakan ekonomi
4.
Sebagai referensi tambahan bagi penelitian yang berkaitan dengan permasalahan tersebut di masa yang akan datang
4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Komoditas Ikan Kerapu Ikan kerapu merupakan jenis ikan demersal yang menyukai hidup di perairan karang, diantaranya celah-celah karang atau di dalam gua di dasar perairan (Soesilo dan Budiman 2002). Secara umum, ikan kerapu memiliki kepala yang besar, mulut lebar, dan tubuhya ditutupi sisik-sisik kecil. Bagian tepi operculum, bergerigi dan terdapat duri-duri pada operculum. Letak dua sirip punggungnya (yang pertama berbentuk duri-duri), terpisah. Semua jenis kerapu mempunyai tiga duri pada sirip dubur dan tiga duri pada bagian tepi operculum (Ghufran 2001). Ikan kerapu di alam tergolong karnivora yang memakan ikan, udang dan crustacea. Ikan dari golongan serranidae ini mempunyai lebih dari 46 spesies yang hidup tersebar dengan tipe habitat yang beragam dan hanya beberapa jenis yang telah dibudidayakan. Ikan kerapu dinamakan sebagai grouper diperdagangan internasional dan dipasarkan dalam keadaan hidup (Sunyoto dan Mustahal 2002). Ikan kerapu bersifat hermaphrodit protogynous (hermaprodit protogini), yang berarti setelah mencapai ukuran dewasa, akan berganti kelamin (charger sex) dari betina menjadi jantan. Selain itu ikan kerapu tergolong jenis ikan yang bersifat hermaphrodit synchroni, yaitu di dalam satu gonad satu individu ikan, terdapat sel seks betina dan sel seks jantan yang dapat masak dalam waktu yang sama, sehingga ikan dapat mengadakan pembuahan sendiri dan dapat pula tidak. Ikan kerapu merupakan ikan berukuran besar, yang dapat mencapai 450 kg atau lebih per ekor (Ghufran 2001). 2.2 Kerapu Macan dan Kerapu Bebek Dari 46 jenis kerapu atau grouper, yang tergolong dalam tujuh genus dan hidup tersebar di laut dengan tipe habitat beragam, hanya ada enam jenis yang saat ini dipandang memiliki nilai ekonomis penting yaitu kerapu bebek, kerapu sunu, kerapu lumpur, kerapu macan, kerapu batik dan kerapu lodi (Ghufran 2001). Komoditas dalam penelitian ini termasuk kedalam jenis ikan kerapu yang memiliki nilai ekonomis penting tersebut yaitu kerapu macan dan kerapu bebek.
5
1)
Kerapu Macan Bentuk kerapu macan mirip dengan kerapu lumpur, tetapi dengan badan
agak lebar. Dalam masyarakat internasional dikenal dengan sebutan flower atau carpet cod (Ghufran 2001). Kerapu macan memiliki mulut lebar serong ke atas dengan bibir bawah menonjol ke atas dan sirip ekor yang umumnya membulat (rounded). Gambar ikan kerapu macan dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber : http://o-nlinenews.blogspot.com/p/kerapu-macan.html
Gambar 1. Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) Taksonomi ikan kerapu macan menurut Kordi K, 2005 adalah sebagai berikut :
2)
Filum
: Chordata
Class
: Pisces
Ordo
: Perciformes
Famili
: Serranidae
Genus
: Epinephelus
Species
: Epinepheus fuscoguttatus
Kerapu Bebek Kerapu bebek sering disebut sebagai kerapu tikus, di pasaran Internasional
dikenal dengan nama polka dot grouper, namun ada pula yang menyebutnya hump backed rocked. Ikan kerapu bebek ini berbentuk pipih dan warna dasar kulit tubuhnya abu-abu dengan bintik-bintik hitam di seluruh permukaan tubuh. Kepala berukuran kecil. Dengan moncong agak meruncing. Kepala yang kecil mirip bebek menyebabkan jenis ikan ini popular disebut kerapu bebek, namun ada pula yang menyebutnya sebagai kerapu tikus, karena bentuk moncongnya yang meruncing menyerupai moncong tikus (Gambar 2).
6
Sumber : http://tipspetani.blogspot.com/2010/05/pembesaran-ikan-kerapu-bebek.html
Gambar 2. Kerapu Bebek (Chromileptes. altivelis) Taksonomi ikan kerapu bebek menurut Samoilys & Pollard (2000) adalah sebagai berikut : Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Serrendae
Genus
: Chromileptes
Spesies
: C. altivelis
Ikan kerapu bebek dikategorikan sebagai ikan konsumsi bila bobot tubuhnya telah mencapai 0,5-2,0 kg per ekor. Selain dijual sebagai ikan konsumsi, ikan kerapu bebek juga dapat dijual sebagai ikan hias dengan nama grace kelly. Ikan kerapu bebek memiliki bentuk sirip yang membulat. Sirip punggung tersusun dari 10 jari-jari keras dan 19 jari-jari lunak. Pada sirip dubur, terdapat 3 jari-jari keras dan 10 jari-jari lunak. Ikan ini bisa mencapai panjang tubuh 70 cm atau lebih, namun yang dikonsumsi, umumnya berukuran 30-50 cm. kerapu bebek tergolong ikan buas yang memangsa ikan-ikan dan hewan-hewan kecil lainnya. Ikan kerapu bebek merupakan salah satu ikan laut komersial yang telah dibudidayakan baik dengan tujuan pembenihan maupun pembesaran (Ghufran 2001). 2.3 Ekologi dan Kebutuhan Lingkungan Dalam siklus hidupnya, pada umumnya ikan kerapu muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5 – 3 m, selanjutnya menginjak dewasa beruaya ke perairan yang lebih dalam antara 7 – 40 m. Telur dan larva ikan kerapu bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda dan dewasa bersifat demersal. Habitat
7
favorit larva dan ikan kerapu macan muda adalah perairan pantai dengan dasar pasir berkarang yang banyak ditumbuhi padang lamun. Parameter-parameter ekologis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu macan yaitu temperatur antara 24-31oC, salinitas antara 30-33 ppt, kandungan oksigen terlarut > 3,5 ppm dan derajat keasaman (pH) antara 7,8 – 8. Jika terjadi perubahan pH yang tidak terlalu mendadak, ikan kerapu dapat mentolerir perubahan tersebut dengan batas maksimal toleransi pH adalah 11 dan batas minimal adalah 4 . Perairan dengan kondisi seperti ini, pada umumnya terdapat di perairan terumbu karang (Asmawi 1986). 2.4 Penyakit Ikan Kerapu Jenis hama yang potensial mengganggu usaha budidaya ikan kerapu macan dalam KJA adalah ikan buntal, burung, dan penyu, sedangkan jenis penyakit infeksi yang sering menyerang ikan kerapu adalah: (a) penyakit akibat serangan parasit, seperti : parasit crustacea dan flatworm (b) penyakit akibat protozoa, seperti : cryptocariniasis dan broollynelliasis (c) penyakit akibat jamur (fungi), seperti : saprolegniasis dan ichthyosporidosis (d) penyakit akibat serangan bakteri (e) penyakit akibat serangan virus, yaitu VNN (Viral Neorotic Nerveus) (Ghufran 2001). 2.5 Karamba Jaring Apung Karamba jaring apung adalah sistem teknologi budidaya berupa jaring yang mengapung dilengkapi beberapa komponen seperti rangka, kantong jaring, pelampung, jalan inspeksi, rumah jaga dan jangkar (Krisanti dan Imran 2005). Komoditas yang akan dibudidayakan mempengaruhi konstruksi karamba jaring apung. Selain itu dipengaruhi pula oleh faktor kondisi lingkungan, metode budidaya, sifat bahan, dan keterampilan tenaga setempat. Secara ideal bahan yang digunakan untuk karamba jaring apung harus kuat, ringan, tahan cuaca dan korosi, mudah dikerjakan dan diperbaiki, bebas gesekan, tekstur halus agar tidak melukai ikan. Tata letak karamba jaring apung harus diperhitungkan berdasarkan arah dan kekuatan arus karena bentuk karamba jaring apung sangat dipengaruhi arus (Kordi 2005). 8
Untuk pemeliharaan kerapu cocok digunakan karamba jaring apung dengan banyak sudut seperti segienam, segidelapan, atau segiempat. Hal ini dikarenakan semua spesies kerapu cenderung hidup bersembunyi, berbaring di dasar perairan di bawah naungan (Achmad et al. 1995). Karamba pembesaran kerapu terbuat dari jaring PE yang bermata jaring 1,5 -2 inchi dengan ukuran karamba 3m x 3m x3m (Kordi 2005). Budidaya ikan kerapu dapat dilakukan menggunakan teknologi KJA (karamba jaring apung), atau pun menggunakan teknologi jaring tancap. Metode KJA merupakan teknik akuakultur yang paling produktif. Beberapa keuntungan yang dimiliki metode KJA, yaitu tingginya padat penebaran, jumlah dan mutu air yang selalu memadai, tidak diperlukannya pengolahan tanah, mudahnya pengendalian gangguan pemangsa, dan mudahnya pemanenan (Kordi K 2005). 2.6 Manajemen Budidaya Kerapu Budidaya ikan sangat dipengaruhi oleh manajemen pakan dan manajemen kualitas air. Menurut Akbar (2001), Ikan kerapu adalah jenis ikan buas (karnivora). Sifat kanibalnya muncul apabila kekurangan pakan, terutama terlihat pada ikan kerapu stadia awal. Dari pengamatan isi perut ikan kerapu kecil diketahui kandungan di dalamnya didominasi oleh golongan krustacea (uangudangan dan kepiting) sebanyak 83% dan ikan-ikanan sebesar 17%. Namun semakin besar ukuran ikan kerapu, komposisi isi perutnya cenderung didominasi oleh ikan-ikanan. Jenis udang krosok (Parapeneus sp.), udang dogol (Metapenaeus sp.), dan udang jerbung (Penaeus merguiensis). Sementara dari kelompok ikan-ikanan yang ditemui pada umumnya adalah ikan teri (Stelopterus sp.), beronang (Sinagus sp.), tembang (Sardinella sp.), belanak (Mugil sp.), jenaha (Luthanus sp.), dan cumi-cumi (Loligo sp.) dalam jumlah kecil. Oleh karena itu perlu diperhatikan waktu pemberian pakan (feeding time), dosis pemberian (feeding rate), cara pemberian pakan (feeding method) dan frekuensi pemberian pakan (feeding frequency). Pakan yang diberikan berupa pakan rucah dan pakan pellet dengan metode at satiation yaitu pakan diberikan kepada ikan sampai kenyang sebanyak 2 kali sehari sebanyak 6-7,5% pakan rucah dan 3-5% pakan pellet untuk ikan ukuran 500-1200 gram (SNI 01-6488.4-2000).
9
Pemeriksaan kualitas air menurut SNI 01-6488.4-2000 minimum dilakukan 2 kali seminggu. Cara pengukuran kualitas air (suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut) dilakukan dengan menggunakan termometer untuk mengukur suhu, refractometer untuk mengukur salinitas, pH meter atau kertas lakmus untuk mengukur pH, DO meter untuk mengukur oksigen terlarut dan water quality test kit untuk mengukur kualitas air lainnya sesuai dengan petunjuk kerja masingmasing alat yang digunakan. Dalam kegiatan usaha pembesaran kerapu juga menggunakan anastesi, desinfektan dan obat-obatan menurut SNI 01-6488.4-2000 (Tabel 1). Tabel 1. Standar Penggunaan Jenis dan Dosis Anastesi, Desinfektan dan Obatobatan pada Pembesaran Ikan Kerapu Jenis
Dosis
Keterangan
Treflan
1 ppm
Dioleskan
Acriflavin
5 – 10 ppm
Perendaman 1 – 2 jam
Prefuran
1 ppm
Perendaman 30 – 60 menit
Methilyne blue
3 – 5 ppm
Perendaman 30 – 60 menit
Vitamin C
2 – 4 g/kg pakan
Pencampuran dalam pakan
Multivitamin
3 – 5 g/kg pakan
Pencampuran dalam pakan
Sumber : SNI 01-6488.4-2000
Perawatan KJA pun perlu dilakukan dalam usaha pembesaran kerapu. Pengecekan jaring dan waring yang digunakan diperlukan agar ikan tidak dapat lolos dari dalam jaring atau waring yang rusak. Pembersihan jaring dan waring dapat dilakukan dengan penyemprotan air dan penjemuran atau hanya dengan penjemuran saja (Darmansah 2009). 2.7 Analisis Finansial Analisis finansial
adalah analisis yang dilakukan terhadap
suatu
proyek, dimana proyek dilihat dari sudut badan atau orang yang menanamkan uangnya dalam
proyek
maupun
yang
memiliki
kepentingan
terhadap
jalannya proyek. Analisis finansial ini penting untuk memperhitungkan insentif bagi badan maupun orang-orang yang terlibat di dalam proyek (Soekartawi 2003). Asumsi perhitungan analisa finansial diperoleh dari data teknis yang kemudian direpresentasikan ke dalam fungsi produksi. Fungsi produksi ialah 10
hubungan fisik antara variable yang dijelaskan (Y) dan variable yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Hubungan fisik antara X dan Y ini sering disebut factor relationship (FR) dan dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 2003) : Y = f (X1, X2, X3,………..Xn)………………………………………………………………..(1) dimana : Y
= produk atau variabel yang dijelaskan
Xn
= faktor produksi atau variabel yang menjelaskan
Model fungsi produksi yang digunakan adalah faktor produksi CobbDouglas. Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel dependen, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya dengan cara regresi dimana variasi Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. dengan demikian, kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi CobbDouglas. Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 2003) : Y = aX1b1X2b2………….Xnbneu…………………………………………………..(2) dimana : Y
= variabel yang dijelaskan
X
= variabel yang menjelaskan
a, b
= besaran yang diduga
u
= kesalahan (disturbance term)
e
= logaritma natural, e = 2,718
n
= 1,2,3…………..dan seterusnya
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (2), persamaan tersebut dapat diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan di atas adalah : lnY = ln a + b1lnX1 + b2lnX2 ………..+ bnlnXn + u Pada persamaan (2) terlihat bahwa nilai b1 dan b2 adalah tetap walau pun variabel yang terlibat telah dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti karena b1 dan b2 pada fungsi Cobb-Douglas adalah sekaligus menunjukan elastisitas X terhadap Y 11
(Soekartawi 2003). Model Cobb-Douglas mempunyai kelebihan dari fungsi produksi yang lain karena pangkat dari fungsi menunjukan besarnya elastisitas produksi, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor-faktor produksi. Pengertian elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan output sebagai akibat dari persentase perubahan input (Soekartawi 2003). Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum fungsi ini digunakan (Soekartawi 2003). Persyaratan ini antara lain : a) Tidak ada nilai pengamatan bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). b) Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. Artinya, kalau fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan; dan bila diperlukan analisi yang memerlukan lebih dari satu model katakanlah dua model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. c) Tiap variabel X adalah perfect competition. d) Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan, u. Penggunaan faktor produksi berdasarkan pada prinsip optimalisasi. Prinsip optimalisasi pengunaan faktor produksi adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut secara efisien. Dalam ilmu ekonomi, pengertian efisiensi dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) efisiensi teknis, (2) efisiensi alokatif (efisiensi harga), dan (3) efisiensi ekonomi. Penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Efisiensi harga terjadi jika nilai dari produk marginal sama dengan faktor produksi bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi jika usaha mencapai efisiensi teknis sekaligus mencapai efisiensi harga (Soekartawi 2003).
12
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada April sampai dengan Juli 2011 di Kawasan Sea Farming Pulau Panggang Kepulauan Seribu, Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium
Teknologi
dan
Manajemen
Produksi
Akuakultur. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus mengenai
subjek
penelitian
yang
berkenaan
dengan
suatu
fase
spesifik dari keseluruhan personalitas (Nazir, 1998). Penelitian dengan studi kasus adalah memberikan gambaran secara detail tentang latar belakang, sifat-sifat, dan karakter yang khas dari unit yang dianalisis. Menurut Soeratno dan
Arsyad
(1999),
metode
penelitian dengan
menggunakan studi kasus, menunjukkan bahwa penelitian dilakukan dalam lingkup
yang
terbatas,
sehingga
hasil
penelitian
tidak
dapat
digeneralisasikan. Studi kasus digunakan sebagai metode dalam penelitian ini, karena metode ini paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di daerah penelitian. Satuan kasus yang pembudidaya
yang
melakukan
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
usaha pembesaran kerapu di kawasan Sea
Farming Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. 3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data text. Data text adalah data yang diperoleh dalam bentuk alphabet dan angka numerik (Fauzi, 2001). Jenis data text digunakan untuk faktor produksi, biaya investasi, dan jumlah produksi yang dihasilkan. Parameter faktor produksi yang diamati ialah kelangsungan hidup, laju pertumbuhan, efisiensi pemberian pakan, kualitas air dan penyakit. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui pengamatan secara langsung di 13
lapangan (KJA masyarakat Pulau Panggang) dangan cara mengikuti secara langsung kegiatan yang dilakukan pembudidaya, wawancara dan pengisian kuisioner. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik pembudidaya, teknis produksi, input dan output produksi, penerimaan, biaya investasi, biaya variabel, biaya tetap dan biaya penyusutan. Data sekunder diperlukan sebagai penunjang data primer yang telah didapatkan. Data sekunder yang diperlukan adalah data kualitas air, Laporan Tahunan Pulau Panggang, standar nasional produksi ikan kerapu, statistik perikanan Indonesia dan produksi ikan kerapu di daerah-daerah lain. Data sekunder ini diperoleh melalui informasi dari instansi dan lembaga terkait seperti PKSPL IPB, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Jakarta, Kantor Kelurahan Pulau Panggang, Badan Pusat Statistik Jakarta dan literatur-literatur. 3.4 Metode Pengambilan Sampel Pembudidaya Metode pengambilan sampel pembudidaya (responden) ikan kerapu macan dan ikan kerapu bebek dilakukan dengan metode purposive
sampling, yaitu
anggota populasi dipilih untuk memenuhi tujuan tertentu menggandalkan logika
atas
kaidah-kaidah
yang
berlaku
yang didasari
pertimbangan
peneliti. Metode pengambilan sampel yang representatif pada dasarnya menyangkut masalah sampai manakah ciri-ciri yang terdapat pada sampel yang terbatas itu benar-benar
menggambarkan
keadaan
sebenarnya
dari
keseluruhan populasi (Soeratno dan Arsyad, 1999). Responden yang diambil berjumlah
20
orang pembudidaya kerapu di Pulau Panggang, Kepulauan
Seribu dari total pembudidaya yang termasuk dalam kelompok Sea-farming sebanyak 74 orang. Responden yang dipilih
merupakan individu yang
dianggap memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Pembudidaya masih aktif melakukan usaha pembesaran kerapu dan memiliki pengalaman dalam kegiatan pembesaran minimal 1 tahun 2. Memiliki size ikan yang digunakan dalam penelitian yaitu ukuran 100200 gram, 200-300 gram, 300-400 gram, 400-500 gram dan up 500 gram. Alasan pengambilan ukuran ikan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi 5 kelas ukuran dikarenakan ketersediaan ukuran ikan secara umum yang 14
dimiliki oleh responden pada saat dilakukan survey lapang adalah ikan pada selang ukuran 100 gram hingga up 500 gram. Selain itu digunakan untuk pemenuhan kebutuhan tujuan penelitian pada aspek analisis teknis budidaya pada ukuran kelas yang berbeda agar dapat diketahui kondisi budidaya ikan kerapu pada tiap ukuran tersebut. 3.5 Metode Pengambilan Data Pengukuran secara langsung beberapa parameter digunakan dalam metode pengambilan data. Parameter-parameter tersebut ialah bobot ikan, panjang tubuh ikan, biomassa ikan, luas wadah budidaya yang digunakan, banyaknya pakan yang digunakan, banyaknya obat yang digunakan dan pengukurun kualitas pada beberapa titik yang berbeda untuk mengetahui pengaruh perbedaan tempat terhadap kinerja usaha pembesaran ikan kerapu. Pengambilan kualitas air dilakukan dibeberapa titik sampel pada air permukaan. Titik sampel pengambilan kualitas air ditentu Contoh titik pengukuran kualitas air yang diambil yaitu sebagai berikut : 1. Titik A yaitu perairan yang berada di tengah wilayah terlindung karang (berada pada sekitar titik S 05o44'27,7''/E 106o35'53,5") 2. Titik B yaitu perairan yang berada di pinggir dekat karang (berada pada sekitar titik S 05o 44'16,1"/E 106o35'49,2") 3. Titik C yaitu perairan yang berada di luar wilayah terlindung karang (berada pada sekitar titik S 05o 44'23,9"/E 106o 35'25,5"). Alasan pengambilan letak titik pengukuran di sekitar daerah karang berhubungan dengan letak karamba pembudidaya yang menjadi responden dalam penelitian ini terletak di sekitar wilayah tersebut. Peta pengambilan sampel kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 2. 3.6 Pengamatan dan Perhitungan Data Pengamatan dilakukan secara langsung di lapang dengan melakukan pencatatan hasil dan kemudian dilakukan perhitungan hasil data yang diperoleh. Pengamatan secara langsung dilakukan untuk parameter suhu dan pH. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer pada air permukaan. Sedangkan pengukuran nilai pH menggunakan kertas lakmus. Pengamatan secara 15
langsung juga dilakukan untuk parameter salinitas dengan menggunakan alat refraktometer di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Air sampel yang telah diambil dan disimpan pada botol sampel dengan diberi pendingin atau es agar kualitas air tetap terjaga. Data yang telah diperoleh selanjutnya dicatat pada worksheet. Perhitungan data dilakukan untuk parameter kelangsungan hidup (Survival Rate, SR), laju pertumbuhan panjang (P), laju pertumbuhan spesifik (Specific Growth Rate, SGR), feed convertion ratio (FCR), uji oksigen terlarut (Dissolved Oksigen, DO), uji nitrogen amonia total (Total Amonia Nitrogen, TAN) dan uji kecepatan arus. Data yang diperlukan untuk perhitungan SR, P, SGR dan FCR adalah bobot tubuh, panjang tubuh, jumlah ikan awal dan akhir, jumlah pakan yang digunakan dan lama pemeliharaan. Pengambilan sampel yang digunakan berjumlah 10 ekor ikan dari tiap responden. Pengambilan sampel ikan menggunakan serok dari petakan KJA yang digunakan sebagai wadah budidaya dengan melakukan pengangkatan sebagian bagian jaring yang digunakan. Pengangkatan bagian jaring dilakukan dengan menggunakan bambu. Sampel ikan diambil secara acak dari tiap petakan KJA yang sama dari setiap responden untuk tiap sampling. Pengukuran bobot tubuh dan jumlah pakan
menggunakan
timbangan jarum yang sebelumnya dikalibrasi terlebih dahulu. Pembudidaya mempunyai takaran wadah pemberian pakan yang digunakan sebagai acuan dari banyaknya pakan yang diberikan. Wadah ditimbang berat kotor dan berat bersih untuk mengetahui takaran pemberian pakan yang diberikan selama kegiatan budidaya berlangsung. Pengukuran panjang tubuh menggunakan penggaris. Cara pengukuran panjang tubuh yaitu mengukur jarak antara ujung mulut sampai dengan ujung sirip ekor menggunakan penggaris dalam satuan sentimeter (cm). 3.6.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR) Tingkat kelangsungan hidup digunakan untuk mengetahui baik-buruknya usaha budidaya yang telah dilakukan dengan melihat banyaknya jumlah ikan awal dan jumlah ikan akhir hasil budidaya. Untuk mengetahui jumlah ikan awal dilakukan dengan wawancara, sedangkan jumlah ikan selama penelitian dan jumlah ikan akhir diketahui dengan wawancara dan penghitungan langsung saat 16
sampling jika sampling berlangsung bersamaan dengan kegiatan pencucian ikan responden. Penghitungan jumlah ikan dilakukan setiap pencucian ikan yaitu seminggu sekali yang mayoritas dilakukan pada hari Jumat. Tingkat kelangsungan hidup dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dalam yang mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ialah genetika ikan. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhinya ialah manajemen kualitas air dan manajemen pakan. Secara ekonomis, usaha perikanan selalu berbanding lurus dengan mortalitas. Mortalitas
menunjukan
nilai
yang
berbanding
terbalik
dengan
tingkat
kelangsungan hidup (SR), yang berarti jika mortalitas rendah maka SR tinggi dan keuntungan yang diperoleh pun lebih besar. Penghitungan tingkat kelangsungan hidup menggunakan rumus : SR =
Nt x100% ................................................................... (3) No
Ket: Nt = Populasi ikan ke-t (hari ke-112) No = Populasi ikan ke-0 3.6.2 Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan mempengaruhi besar biaya operasional yang digunakan dalam usaha budidaya. Laju pertumbuhan yang lambat menyebabkan biaya operasional menjadi tinggi sehingga kurang menguntungkan secara ekonomis. Laju pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal budidaya yaitu kualitas air, pakan, vitamin, obat-obatan hingga cara perlakuan pembudidaya itu sendiri terhadap usaha budidayanya. 3.6.2.1 Pertumbuhan Panjang (P) Pertumbuhan panjang (P) dapat digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan. Penghitungan panjang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara bobot dengan panjang tubuh selama pemeliharaan.
Ikan dengan
pertumbuhan panjang tubuh tinggi namun pertambahan bobotnya rendah, namun ada juga sebaliknya pertumbuhan panjang badan rendah namun pertambahan bobot rendah atau dapat dikatakan ikan mengalami obesitas. Data panjang tubuh ikan diperoleh dengan mengukur panjang total yaitu panjang tubuh ikan dari 17
mulut hingga ekor ikan sampel dari tiap responden. Penghitungan pertambahan panjang atau selisih panjang selama waktu pemeliharaan menggunakan rumus : P = Pt – Po........................................................................ (4) Ket: Pt = Panjang rata-rata ikan ke-t Po = Panjang rata-rata ikan ke-0 3.6.2.2 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate, SGR) Laju pertumbuhan spesifik digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan harian tiap individu usaha budidaya ikan kerapu. Ukuran ikan yang diambil sampelnya pada penelitian ini adalah ikan berukuran 100 gram hingga up 500 gram dan kemudian dikelaskan menurut bobot tubuh yang dimiliki pada selang tersebut. Penghitungan SGR dilakukan secara kumulatif dari tiap kelas bobot yang ada. Lama pemeliharaan adalah periode sampling yaitu 28 hari. Acuan bobot ratarata ikan hari ke-0 adalah bobot rata-rata ikan pada sampling pertama yang dilakukan dalam penelitian ini. Pertumbuhan spesifik atau laju pertumbuhan harian diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus : SGR = [t
Wt − 1] x100 % ......................................................... (5) Wo
Ket: Wt = Bobot rata-rata ikan ke-t Wo = Bobot rata-rata ikan ke-0 t
= Lama pemeliharaan
3.6.3 Feed Convertion Ratio (FCR) Feed Convertion Ratio ialah suatu ukuran yang digunakan untuk menentukan banyaknya pakan yang diberikan untuk menghasilkan 1 Kg daging. Semakin kecil nilai FCR menunjukan pakan yang diberikan dikonsumsi dengan benar oleh ikan. Nilai FCR juga dipengaruhi oleh manajemen pemberian pakan yang dilakukan. Sifat ikan dan jenis pakan yang diberikan harus diperhatikan agar nutrisi pakan tidak hilang atau leaching (berkurangnya kadar nutrisi pakan oleh air).
18
FCR =
Pa ..........................................................………(6) Bt − Bo + Ba
Ket: Bt = Biomassa ikan ke-t (akhir) Bo = Biomassa ikan ke-0 (awal) Ba = Biomassa ikan mati Pa = Jumlah pakan yang diberikan 3.6.4 Uji Kualitas Air Parameter uji kualitas air yang diamati ialah pH, suhu, DO, TAN dan kekuatan arus. Pengukuran parameter pH dan suhu dilakukan dapat diketahui secara langsung saat pengamatan. Sedangkan untuk parameter DO, TAN dan kekuatan arus harus melalui tahap perhitungan melalui rumus agar diperoleh hasilnya. a) DO Dissolved oksigen (DO) atau oksigen terlarut ialah jumlah kadar oksigen di dalam air. Seperti manusia, ikan pun memerlukan oksigen untuk dapat mempertahankan hidupnya. Pengamatan DO dapat dilakukan menggunakan DOmeter atau DO winkler. Pemilihan cara pengamatan menggunakan DO winkler disebabkan oleh pengamatan dilakukan di lapang dan pengamatan DO harus dilakukan langsung atau tidak terlalu lama dari proses pengambilan air sampel yang berpengaruh terhadap keakuratan hasil. Penghitungan DO menggunakan rumus sebagai berikut : DO =
mltitraanxNtitranx8000 volumebotol − volumereagen ........................... (7) volumesampel − ( ) volumebotol
b) TAN Total Amonia Nitrogen atau TAN pada suatu perairan diperlukan untuk membantu proses metabolisme organisme perairan. Kadar TAN yang terlalu tinggi menunjukan kondisi perairan telah tercemar. Semakin kecil kadar TAN suatu perairan, semakin baik kondisi perairan tersebut. Namun, bukan berarti kadar TAN yang terlalu rendah pun baik bagi perairan, sebab ikan membutuhkan ammonia untuk metabolisme tubuh. 19
Perhitungan TAN atau Total Amonia Nitrogen dilakukan menggunakan rumus : ........................... …..(8)
TAN= c) Kekuatan arus
Arus laut adalah gerakan massa air laut dari satu tempat ke tempat lain baik secara vertical (gerak ke atas) maupun secara horizontal (gerakan ke samping). Kecepatan arus air berpengaruh terhadap layak tidaknya suatu kawasan digunakan untuk budidaya, khususnya dalam sistem karamba jaring apung. Menurut Sunyoto (1996) bahwa perairan yang memiliki kecepatan arus lebih dari 4 m/s termasuk dalam kategori sesuai untuk usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung. Pengamatan kecepatan arus dapat dilakukan dengan menggunakan metode Floating droudge atau metode bola pingpong. Dalam penelitian ini pengamatan kecepatan arus dilakukan dengan metode Floating droudge sederhana. Arus diukur dengan menggunakan alat yang sederhana yakni botol air mineral, tali tambang ukuran 2 mm, meteran, stopwatch yang ada di hand phone serta alat tulis untuk mencatat hasil. Pertama botol diikat mengunakan tali, kemudian ukur panjang jalur yang akan dipakai. Panjang yang digunakan sepanjang 1 meter dan diukur menggunakan meteran, jadi hasil yang di dapat dalam meter per detik. Setelah siap, botol yang diikat tali tersebut dilemparkan ke atas permukaan air dan stopwatch mulai dinyalakan. Botol dibiarkan terbawa arus sampai jarak 1 meter yang telah diukur tadi. Apabila botol telah terbawa arus sepanjang 1 meter maka stopwatch dimatikan dan dicatat hasilnya. Proses ini dilakukan di atas KJA. Perhitungan arus dilakukan menggunakan rumus : V = s .......................................................................................... (9) t
Ket: V = Kecepatan arus (m/s) s = Jarak yang ditempuh Floating droudge dari saat menyentuh air sampai menegang (m) t = waktu yang diperlukan untuk menempuh s (sekon)
20
3.7 Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Data dan informasi yang telah terkumpul ditabulasikan untuk selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus-rumus perhitungan data teknis yang kemudian hasilnya digunakan sebagai acuan pada analisis fungsi produksi model Cobb-Douglas dan analisis finansial. 3.7.1 Analisis Fungsi Produksi Analisis fungsi produksi dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi model Cobb-Douglas. Analisis fungsi produksi digunakan pada analisis fungsi produksi kerapu macan.
Fungsi produksi
Cobb-Douglas
digunakan untuk menduga hubungan antara produksi pembesaran kerapu dengan penggunaan faktor-faktor
produksinya. Asumsi penggunaan faktor-faktor
produksi yang digunakan ialah hasil dari analisa teknis. A Model pendugaan dari persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut : Y = aX1b1X2b2X3b3X4b4X5b5 X6b6....................................................................... (10) Model pendugaan tersebut didasarkan pada kegiatan budidaya selama satu siklus produksi (9 bulan). Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan diatas, maka persamaan tersebut diubah ke dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut menjadi : LnY = ln a + b1lnX1 + b2lnX2 + b3lnX3 + b4lnX4+ b5lnX5 ……..………….……..(11) Dimana : Y
= Produksi kerapu (ekor/m2)
X1
= Luas KJA (m2)
X2
= Benih Kerapu (ekor/m2)
X3
= Pakan Rucah (Kg)
X4
= Tenaga Kerja Operasional (Jam Kerja)
X5
= Tenaga Kerja Pemeliharaan (Jam Kerja)
Ketepatan model yang digunakan sebagai alat analisis diuji dengan menggunakan uji statistik sebagai berikut : 1)
Uji statistik t, digunakan untuk mengetahui seberapa jauh masing-
masing faktor produksi (Xi) sebagai variabel bebas mempengaruhi produksi 21
(Y) sebagai variabel tidak bebas. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut : H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh) t hitung = (bi – 0)/Sbi Keterangan : Sbi = standard error dari b bi = koefisien regresi •
Jika thitung < ttabel, maka H0 diterima, artinya X1 tidak berpengaruh nyata terhadap Y.
• Jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak, artinya X1 berpengaruh nyata terhadap Y. 2) Uji statistik f, digunakan untuk mengetahui faktor produksi (X1) secara bersama mempengaruhi output (Y). Hipotesis yang diuji adalah : H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh) F hitung =
⁄
……..……… ……………………………………….…………………….........
(12)
Keterangan : JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKD = Jumlah Kuadrat Residual n
= Jumlah Sampel
k
= Jumlah Variabel
•
Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima, artinya faktor produksi secara simultan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.
•
Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak, artinya faktor produksi secara simultan berpengaruh nyata terhadap produksi.
Pada analisis fungsi produksi, selain digunakan analisis kriteria statistik juga dilakukan analisis kriteria ekonometrik untuk menguji ketepatan model yang digunakan. Analisis kriteria ekonometrik dilakukan untuk mengetahui apakah
model
regresi
memenuhi
asumsi
normalitas,
multikolinearitas,
homoskedastisitas, dan autokorelasi. Menurut Santoso
(2000),
normalitas adalah suatu kondisi dalam
model regresi dimana nilai Y (variabel dependent) didistribusikan secara 22
normal terhadap nilai X (variabel independent). Suatu model regresi yang baik harus memenuhi asumsi normalitas ini. Menurut Santoso suatu model
regresi
(2000),
yang
multikolinearitas adalah
diakibatkan
adanya
korelasi
problem dalam antar
variabel
independent. Beberapa cara untuk mengatasi problem multikolinearitas diantaranya dengan menambah jumlah sampel dan mengeluarkan variabel yang mempunyai korelasi tinggi. Homoskedastisitas adalah asumsi dalam model regresi dimana variasi disekitar garis regresi seharusnya konstan untuk setiap nilai X (Santoso, 2000). Bila asumsi ini tidak terpenuhi berarti model regresi mengalami problem heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas adalah masalah yang terjadi pada model regresi apabila terjadi asumsi variance error term konstan untuk setiap nilai pada variabel penjelas dilanggar. Masalah heteroskedastisitas ini sering
terjadi
pada data
cross-section.
Cara
mengatasi
masalah
heteroskedastisitas ini diantarnya adalah dengan : a) Menggunakan Weight Least Square Regression (nilai variabel dibagi
dengan
nilai
variabel
yang
dianggap
menyebabkan
heteroskedastisitas). b) Menggunakan
fungsi
log
untuk
variabel
penjelas
yang
mengakibatkan heteroskedastisitas. Autokorelasi adanya korelasi
adalah antara
masalah
kesalahan
dalam model regresi pengganggu
pada
linear karena
periode
t
dengan
kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi ini biasanya terjadi pada model regresi yang menggunakan data time series atau berdasarkan waktu berkala (Santoso, 2000). Analisis Return to Scale (RTS) sangat penting untuk dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan usaha yang sedang diteliti tersebut berada dalam kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale. Analisis RTS ini dilakukan dengan menjumlahkan besaran elastisitas (bi). Berdasarkan persamaan 1 maka : 1 < b1 + b2 + b3 + b4 < 1 ………………………………………………... (13) 23
a. Jika b1 + b2 + b3 + b4 < 1, maka usaha berada dalam keadaan decreasing return to scale. Artinya apabila faktor produksi yang digunakan ditambahkan maka besarnya penambahan output akan lebih kecil dari proporsi penambahan input. b. Jika b1 + b2 + b3 + b4 = 1, maka usaha berada dalam keadaan constant return to scale, dimana penambahan proporsi input yang digunakan akan sama dengan penambahan proporsi output yang dihasilkan. c.
Jika b1 + b2 + b3 + b4 > 1, maka usaha berada dalam keadaan
increasing return to scale, dimana proporsi penambahan output yang dihasilkan akan lebih besar dari penambahan proporsi input. Tingkat alokasi input yang optimal dapat diketahui melalui analisis dari fungsi keuntungan, yaitu : Π = TR – TC atau Π = PyY – PxiXi ................................................................................................. (14) Keuntungan maksimum pada usaha pembesaran kerapu dapat tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi keuntungan usaha terhadap faktor produksi sama dengan nol, yaitu : Π = PyY – PxiXi =0 Py (dy/dxi) = Pxi PyPMxi = Pxi NPMxi = Pxi = 1.................................................................................................................................. (15) 3.7.2 Analisis Finansial Analisis finansial
adalah analisis yang dilakukan terhadap
suatu
proyek, dimana proyek dilihat dari sudut badan atau orang yang menanamkan uangnya dalam jalannya
proyek
maupun
yang
memiliki
kepentingan
terhadap
proyek. Analisis finansial digunakan untuk menganalisis kegiatan
budidaya kerapu macan dan kerapu bebek. Analisis finansial ini penting untuk memperhitungkan insentif bagi badan maupun orang-orang yang terlibat di dalam proyek.
24
3.7.2.1 Analisis Usaha Analisis
usaha
merupakan
bagian
dari
analisis
finansial
yang
digunakan untuk menghitung besarnya keutungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha dalam waktu satu tahun. Asumsi penghitungan analisa usaha diperoleh dari analisa teknis. Analisis usaha ini terdiri dari analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), analisis payback period (PP), dan analisis break even point (BEP). a. Analisis Pendapatan Usaha Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat di dalam usaha dan besar keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha. Secara matematis konsep pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut : n Xi . Pxi Π = Y.Pi=0 y –∑
...................................................................................................................
(16)
Dimana : Π
= Pendapatan (Rp per musim)
Y
= Total Produksi (Kg per musim)
Xi
= Jumlah input i yang digunakan (unit)
Py
= Harga persatuan output (Rp)
Pyi
= Harga persatuan input (Rp)
Py.Y
= Penerimaan total (Rp)
Px.ΣXi
= Biaya Total (Rp)
b. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan. Secara matematis analisis imbangan penerimaan dan biaya dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 1995) R/C =
.......................................................................................................................................
(17)
Dimana : TR = Total Revenue atau Penerimaan total (Rp) 25
TC = Total Cost atau Biaya Total (Rp) Dengan kriteria usaha R/C > 1, usaha menguntungkan R/C = 1, usaha impas R/C = 1, usaha rugi c. Payback period (PP) Analisis
ini
digunakan
untuk
mengetahui
berapa
lama
waktu
yang dibutuhkan untuk menutupi investasi yang ditanamkan pada suatu usaha (Husnan, 1998). Metode payback period secara sistematis dinyatakan dalam rumus berikut: X 1 tahun ………………………………….(18)
Payback Period =
d. Analisis Break Event Point (BEP) Break Event
Point
merupakan
suatu nilai dimana hasil penjualan
output produksi sama dengan biaya produksi. Pada kondisi Break Event Point ini pengusaha mengalami impas. Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi (Husnan, 1998). Selain itu BEP dapat dipakai untuk merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai pedoman dalam mengendalikan operasi yang sedang berjalan. BEP dapat dihitung dengan persamaan matematis seperti ini: BEP (Nilai Produksi)
=
BEP (Volume Produksi)
=
/
…………..(19)
………………………………..(20)
Dimana: TFC
= Biaya tetap total (Rp)
AVC
= Biaya variabel rata-rata (Rp)
Py
= Harga komoditas (Rp/kg)
3.7.2.2 Analisis Kriteria Investasi Analisis
kriteria
investasi
penting
dilakukan
untuk
mengetahui
besar manfaat dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Indikator yang biasa digunakan untuk analisis kriteria investasi diantaranya adalah : 26
a. Net Present Value (NPV) Net Present Value adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih yang akan didapatkan pada masa yang akan datang. NPV ini pada dasarnya merupakan kombinasi pengertian present value penerimaan dan present value pengeluaran (Husnan, 1998). Secara matematis NPV dinyatakan dalam rumus berikut : NPV = Σi=0n
B
C
…...……...…………………………... (21)
Dengan kriteria usaha sebagai berikut : -
NPV < 0 , usaha tidak layak
-
NPV = 0 , usaha tersebut memberikan hasil yang sama dengan modal yang digunakan (impas)
-
NPV > 0 , usaha layak untuk dijalankan karena akan dapat menghasilkan keuntungan
Keterangan: Bt
= manfaat unit usaha pada tahun t (Rp)
Ct
= Biaya usaha pada tahun ke t (Rp)
i
= Discount rate (%)
t
= umur proyek (3 tahun)
b. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari keuntungan bersih pada tahun-tahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif
dengan keuntungan bersih bernilai negatif (Kadariah et al, 1976).
Secara matematis Net B/C dinyatakan dengan rumus : Net B/C =
…………………………………………...(22)
Syarat : Bt – Ct > 0 Ct – Bt < 0 Dengan kriteria usaha : -Net B/C < 1, berarti usaha itu sebaiknya tidak dilaksanakan karena 27
tidak layak -Net B/C > 1, berarti usaha itu akan mendatangkan keuntungan, sehingga usaha ini dapat dilaksanakan. Keterangan : Bt = Benefit sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) Ct = Biaya sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) t = Umur Proyek (3 tahun) i = Discount rate (%) c. Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol (Kadariah et al, 1976). Secara matematis IRR dinyatakan dengan rumus: ….…………...………….. (23)
IRR = i +
IRR ≥ i (discount rate), berarti usaha dapat dilaksanakan IRR < i (discount rate), berarti usaha lebih baik tidak dilaksanakan Keterangan : i’
= discount rate yang menghasilkan NPV+ (%)
i”
= discount rate yang menghasilkan NPV- (%)
NPV’ = NPV pada tingkat bunga i’(Rp) NPV” = NPV pada tingkat bunga i”(Rp) 3.7.3 Analisis Sensitivitas Analisis
sensitivitas
dilakukan
dengan
mengubah
suatu
unsur
kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis, unsur yang digunakan pada analisis sensitivitas usaha pembesaran ikan kerapu ini adalah unsur pakan. Pakan merupakan faktor produksi yang utama, sehingga perubahannya akan sangat berpengaruh pada kelangsungan usaha. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kenaikan harga pakan tertinggi selama 5 tahun terakhir.
28
3.8 Batasan dan Pengukuran a) Variabel yang dijelaskan (output) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian ini adalah kerapu macan dengan size 100-200 gram, 200-300 gram, 300-400 gram, 400-500 gram, dan up 500 gram. b) Variabel yang menjelaskan (input) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian ini terdiri atas jumlah benih (ekor), pakan rucah (Kg), t e n a g a k e r j a o p e r a s i o n a l ( J a m k e r j a ) , tenaga kerja pemeliharaan (Jam kerja), obat-obatan (ml) dan BBM (l). Variabel input ini dihitung per m2. c) Umur proyek dalam penelitian ini ditetapkan selama 3 tahun dan merupakan umur teknis terlama dari komponen investasi yaitu jaring yang digunakan. d) Optimalisasi dengan menggunakan metode Cobb-Douglas dan kelayakan usaha dengan analisis kelayakan finansial. e) Analisis sensitivitas dengan menaikan harga pakan sebesar kenaikan harga pakan tertinggi selama 5 tahun terakhir.
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Budidaya Secara geografis Kelurahan Pulau Panggang merupakan salah satu kelurahan di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Wilayah ini merupakan gugusan pulau-pulau yang terdiri dari 13 pulau, dimana dua pulau diperuntukan sebagai pemukiman yaitu Pulau Panggang dan Pulau Pramuka, 6 pulau diperuntukan sebagai peristirahatan, dan sebagian lainnya untuk PHU, pariwisata, PHKA, perkantoran, TPU dan marcusuar. Kelurahan Pulau Panggang memiliki luas wilayah 62,10 Ha dengan ketinggian tanah 1 meter dari permukaan laut dan suhu udara rata-rata 27oC-32oC. Kelurahan Pulau Panggang memiliki batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara
: 05’41’41”LS-05’41’41”LS
Sebelah Selatan
: 106’44’50”BT
Sebelah Barat
: 106’19’30”BT
Sebelah Timur
: 05’47’00”LD-05’45’14”LS
Keadaan angin di Kelurahan Pulau Panggang Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin muson yang secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin Musim Barat (Desember-Maret) dan Angin Musim Timur (Juni-September). Musim Pancaroba terjadi antara bulan April-Mei dan Oktober-November. Kecepatan angin pada musim barat bervariasi antara 7-20 knot per jam, yang umumnya bertiup dari barat daya sampai barat laut.
Angin kencang dengan
kecepatan 20 knot per jam biasanya terjadi antara bulan Desember-Februari. Pada musim Timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot per jam yang bertiup dari arah timur sampai tenggara. Musim hujan biasanya terjadi antara bulan Nopember-April dengan hujan antara 10-20 hari/bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan total curah hujan tahunan sekitar 1700 mm. Peta wilayah Pulau Panggang dapat dilihat pada Lampiran 1. Kegiatan budidaya kerapu di Pulau Panggang sudah berjalan lebih dari 6 tahun. Pembudidaya yang menjadi responden dalam penelitian ini ialah pembudidaya yang termasuk ke dalam kelompok Sea Farming. Jumlah anggota kelompok Sea Farming sebanyak 74 orang dengan jumlah anggota yang aktif hanya 43 orang. Anggota yang menjadi responden dipilih sebanyak 20 orang 30
dimana ia memenuhi persyaratan yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu telah memiliki pengalaman berbudidaya kerapu minimal satu tahun dan memiliki ikan kerapu macan atau kerapu bebek dengan size 100-200 gram, 200-300 gram, 300400 gram, 400-500 gram dan up 500 gram. Lama waktu pengalaman berbudidaya kerapu dari pembudidaya yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Lama Pengalaman Berbudidaya Kerapu Responden Lama Berbudidaya (Tahun)
Jumlah (Orang)
%
8
11
55
7
7
35
6
2
10
Jumlah
20
100
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2011
Setiap anggota Sea Farming diwajibkan mendapat pelatihan tentang budidaya yang diadakan oleh Suku Dinas Perikanan-Kelautan Administratif Kepulauan Seribu bekerja sama dengan PKSPL IPB. Berdasar tingkat pendidikan anggota yang menjadi responden dalam penelitian ini, jumlah responden terbanyak adalah lulusan SD. Tingkat pendidikan responden terdiri dari tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA. Data tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat Pendidikan Responden Pendidikan
Jumlah (Orang)
%
Tidak tamat SD
2
14.3
Tamat SD
15
71.4
SMP
2
9.5
SMA
1
4.8
Jumlah
20
100
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2011
Usia responden berkisar antara 37 tahun sampai 65 tahun dengan usia ratarata 49 tahun yang tergolong usia produktif. Responden memiliki jumlah tanggungan keluarga berkisar antara dua orang sampai enam orang dengan ratarata jumlah tanggungan keluarga tiga orang. Berdasarkan usia responden, dapat diketahui bahwa rata-rata responden berada pada usia produktif. Hal ini menunjukan bahwa responden memiliki kesempatan mencari usaha yang lebih 31
banyak. Namun kenyataannya responden memilih budidaya perikanan sebagai usahanya karena mayoritas responden sudah berkeluarga. Mayoritas responden bermatapencaharian utama sebagai nelayan, sedangkan pembudidaya merupakan matapencaharian sampingan. Jenis pekerjaan budidaya yang bersifat sampingan ini berpengaruh terhadap manajemen budidaya yang dilakukan oleh responden. Pembagian jam kerja sebagai nelayan dan sebagai pembudidaya terlihat kurang seimbang atau dapat dikatakan jam kerja untuk kegiatan budidaya masih kurang. Responden masih berpikiran tradisional bahwa matapencaharian sebagai nelayan tetap yang utama, dan jika tidak melaut mereka tidak akan bisa memberi makan untuk keluarga mereka. Peran serta keluarga dalam kegiatan budidaya pun kurang, padahal hal ini akan sangat membantu untuk melaksanakan suatu manajemen budidaya yang baik dan sesuai dengan yang diajarkan dalam pelatihan berbudidaya yang diselenggarakan oleh kelompok Seafarming, misalnya dalam hal pemantauan biota, pemberian pakan dan pembersihan KJA. Seharusnya jika responden tidak dapat mengontrol keadaan KJA karena pergi melaut, keluarga dapat membantu menggantikan responden melakukan hal tersebut agar kegiatan budidaya lebih terkontrol sehingga hasil dari usaha budidaya bisa lebih meningkat dari sebelumnya. Karakteristik pembudidaya ikan kerapu di Pulau Panggang yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 5. 4.2 Analisis Teknis Budidaya Perolehan hasil analisis teknis budidaya digunakan sebagai acuan dalam analisis finansial usaha pembesaran kerapu. 4.2.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup tertinggi kerapu bebek berada pada kelas bobot 200-300 gram sebesar 51,57%, sedangkan tingkat kelangsungan hidup tertinggi kerapu macan berada pada kelas bobot 100-200 gram sebesar 60,55%. Tingkat kelangsungan hidup terendah kerapu macan berada pada kelas bobot 300-400 gram sebesar 37,11% , demikian pula untuk kerapu bebek sebesar 35%. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup kerapu macan sebesar 36% dan rata-rata tingkat kelangsungan hidup kerapu bebek sebesar 59%. Tingkat kelangsungan hidup kerapu macan dan kerapu bebek mengalami ketidakstabilan pada tiap kelas 32
bobotnya. Pada kelas bobot diatas 500 gram disebutkan bahwa tingkat kelangsungan hidup kerapu macan dibawah sebesar 51,75%, jika dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia
No 01-6488.4-2000 maka tingkat
kelangsungan hidup kerapu macan pada bobot diatas 500 gram dibawah standar yang telah ditetapkan yaitu 95%. Jika dibandingkan pula dengan hasil penelitian Minjoyo,dkk (2004) di Lampung, tingkat kelangsungan hidup kerapu macan di Pulau Panggang pun di bawah nilai tingkat kelangsungan hidup yang pernah ada yaitu 80%. Grafik tingkat kelangsungan hidup kerapu macan dan kerapu bebek di
Tingkat Kelangsungan Hidup (%)
Pulau Panggang selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
98,5 60,55
43,93
37,1135,00 36,22
47,14 51,75
kerapu macan kerapu bebek
100‐200
200‐300
300‐400
400‐500
up 500
Kelas Bobot (g)
Gambar 3. Tingkat Kelangsungan Hidup Kerapu Macan dan Kerapu Bebek Periode April – Juli 2011 di Pulau Panggang Dalam kegiatan budidaya, nilai tingkat kelangsungan hidup berbanding terbalik dengan kelas bobot. Semakin besar kelas bobot maka tingkat kelangsungan hidupnya akan semakin menurun. Secara keseluruhan tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu di Pulau Panggang sesuai dengan kaidah tingkat kelangsungan hidup ikan budidaya, namun pada kelas bobot tertinggi yaitu up 500 gram, tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu justru naik atau lebih tinggi dari nilai tingkat kelangsungan hidup dikelas bobot yang lebih kecil. Hal ini diduga, kematian lebih banyak terjadi pada kelas bobot 300-500 gram untuk kedua jenis ikan kerapu yang disebabkan oleh pengaruh musim, kualitas air dan pakan. Kualitas air mempengaruhi pertumbuhan ikan berkaitan dengan habitat tinggal ikan tersebut. Jika kondisi habitat tidak sesuai dengan kondisi normal, maka berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan dan dapat menyebabkan kematian. Parameter yang lebih berpengaruh terhadap nilai tingkat kelangsungan hidup yang 33
rendah pada masa pemeliharaan ikan kelas bobot 300-500 gram ialah DO dan TAN. Nilai DO yang rendah (4,04 mg/l) dan dibawah baku mutu yang ditetapkan MENLH untuk biota laut (> 5mg/l) yang mengakibatkan ikan kekurangan oksigen dan menyebabkan kematian. Nilai TAN lingkungan sekitar KJA pembudidaya (0,03-1,18 mg/l) juga tidak berada pada nilai baku mutu yang ditetapkan MENLH (0,3 mg/l), hal ini menunjukan perairan di sekitar lokasi budidaya sudah tercemar oleh limbah sehingga berpengaruh terhadap kemampuan ikan untuk bertahan hidup selama masa pemeliharaan. Musim berpengaruh terhadap ketersediaan pakan yang diberikan pada ikan mengingat pakan yang diberikan berupa ikan rucah dan diperoleh dari hasil tangkapan. Saat ikan kerapu berada pada kelas bobot 300-500 gram, masa pemeliharaan terjadi pada bulan Mei-Juni 2011 yang dipengaruhi oleh angin barat. Angin barat membawa air dingin dari samudra pasifik sehingga perairan yang dilewati arus tersebut suhunya menjadi turun, pH menjadi turun dan salinitas naik. Angin barat juga berpengaruh terhadap gelombang tinggi yang menyebabkan nelayan sulit untuk melaut sehingga hasil tangkapan ikan rucah sedikit. Diduga pula ikan-ikan rucah relatif berenang ke perairan yang lebih dalam untuk menghindari pengaruh gelombang tinggi sehingga lebih sulit pula untuk ditangkap dan menyebabkan kuantitas pakan yang diberikan menjadi lebih sedikit. Selain itu terjadi serangan bakteri pada beberapa ikan, sehingga ikan mengalami kerusakan sirip dan tubuh serta menyebabkan kematian. Tindakan pencegahan yang dilakukan dengan perendaman rutin terhadap ikan yang dipelihara dalam air tawar ataupun ait laut yang diberi elbaju telah dilakukan namun tidak banyak ikan yang tertolong. 4.2.2 Laju Pertumbuhan Spesifik Penghitungan SGR dilakukan secara kumulatif dari tiap kelas bobot yang ada. Nilai SGR kerapu macan dan kerapu bebek mengalami fluktuatif pada tiap kelas bobot. Nilai SGR turun dari kelas bobot 100-200 gram (4,07%) kekelas bobot 200-300gram (3,07%), kemudian meningkat pada kelas bobot 300-400 gram (4,68%) lalu naik dan turun lagi dikelas bobot up 500 gram (5,53%) untuk kerapu macan serta kenaikan SGR untuk kerapu bebek pada kelas bobot 300-400 gram (4,92%) dan penurunan pada bobot up 500 gram (4,78%). Rata-rata nilai SGR untuk kerapu macan sebesar 4,49% dan SGR untuk kerapu bebek sebesar 34
4,05%. Grafik laju pertumbuhan spesifik kerapu macan dan kerapu bebek di Pulau
Laju pertumbuhan Spesifik (%)
Panggang selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
5,53
4,69 4,92
4,07 3,07
5,11 4,78
2,44 kerapu macan kerapu bebek
100‐200
200‐300
300‐400
400‐500
up 500
Kelas Bobot (g)
Gambar 4. Laju Pertumbuhan Spesifik Kerapu Macan dan Kerapu Bebek Periode April – Juli 2011 di Pulau Panggang Jika dibandingkan dengan prinsip pertumbuhan pada kegiatan budidaya, maka grafik tersebut secara keseluruhan sesuai prinsip, dimana grafik menunjukan peningkatan kemudian penurunan setelah mencapai stadia dewasa untuk laju pertumbuhan harian tiap individunya. Akan tetapi, terjadi penurunan laju pertumbuhan pada kelas bobot 200-300 gram untuk kerapu macan. Pada fase dewasa laju pertumbuhan menurun sebab sebagian energi yang diperoleh dari aktifitas feeding digunakan untuk pertumbuhan reproduktif (generatif) seperti perkembangan, pertumbuhan dan pematangan gonad, serta aktivitas dan tingkah laku reproduktif lainnya seperti pencarian pasangan kawin, percumbuan dan sebagainya. Naik dan turunnya laju pertumbuhan spesifik ikan kerapu pada penelitian ini diduga disebabkan oleh pengaruh kualitas air (DO dan TAN), pengaruh pakan dan genetika ikan itu sendiri. Tidak stabilnya kualitas air yang menjadi habitat hidup ikan menyebabkan pertumbuhan ikan lambat. Kualitas air selama pemeliharaan dari bulan April hingga Juli 2011 dipengaruhi oleh 2 musim yaitu musim barat dan musim timur. Musim berpengaruh terhadap kondisi kualitas air pada parameter DO, saat musim barat suhu air cenderung rendah sehingga DO pun rendah. Nilai TAN yang tinggi menunjukan kondisi perairan di sekitar tempat budidaya telah tercemar dan kurang baik untuk budidaya. Laju pertumbuhan ikan kerapu macan tertinggi berada pada kelas bobot terkecil yaitu 100-200 gram. Diduga pakan yang diberikan dikonsumsi dengan baik oleh ikan untuk 35
pertumbuhan, sesuai fungsi pakan pada ikan dengan ukuran 100-200 gram tersebut. Laju pertumbuhan ikan kerapu macan pada kelas bobot 400-500 gram lebih tinggi dari kelas bobot 200-400 gram, hal ini diduga kualitas perairan (DO dan TAN) tempat hidup ikan mulai seimbang lagi sesuai dengan habitat hidup ikan kerapu macan dan kuantitas pakan yang diberikan lebih banyak serta dikonsumsi dengan baik oleh ikan untuk pertumbuhan. Genetika ikan juga dapat berpengaruh terhadap penurunan nilai SGR. Diduga ada beberapa benih ikan yang kurang bagus genetikanya. Hal ini dapat dilihat dari hubungan pertambahan bobot dan pertambahan panjang tubuh selama pemeliharaan pada Tabel 4. Tabel 4. Hubungan Pertambahan Bobot dan Pertambahan Panjang Tubuh Kelas Bobot (gram) 100-200 200-300 300-400 400-500 Up 500 Keterangan :
Kerapu Macan Pertambahan Pertambahan Bobot (gram) Panjang (cm) 80 1,4 106 1,3 106 1,0 101 -0,4 121 0,4
Kerapu Bebek Pertambahan Pertambahan Bobot (gram) Panjang (cm) 129 3,8 161 2,8 287 4
Keterangan (+) (+) (+) (-) (+)
(+) = Terjadi pertambahan bobot dan pertambahan panjang tubuh (-) = Terjadi pertambahan bobot tetapi tidak terjadi pertambahan panjang tubuh
Pertambahan bobot tubuh ikan kerapu macan dan ikan kerapu bebek pada semua kelas bobot menunjukan nilai yang positif, tetapi pada pertambahan panjang tubuh ikan kerapu macan kelas bobot 400-500 gram terjadi penurunan panjang tubuh. Perolehan hasil pertambahan panjang tubuh yang menurun disebabkan oleh pengambilan ikan sampel secara acak. Hal ini menunjukan pengambilan sampel sudah mewakili populasi yang ada. Pertambahan bobot tubuh yang tidak diimbangi dengan pertambahan panjang tubuh mengakibatkan bentuk tubuh ikan tidak ideal. Seperti manusia, bentuk tubuh ikan juga dapat dikatakan obesitas ataupun kuntet (kerdil). Hal ini diduga disebabkan adanya pengaruh genetika (keturunan) dari induk ikan yang digunakan sebagai benih. Faktor keturunan merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan dan keberadaannya sulit dikontrol. 4.2.3 Feed Convertion Ratio (FCR) Nilai FCR kerapu macan menunjukan grafik yang semakin meningkat kemudian turun pada kelas bobot up 500 gram. Sedangkan FCR untuk kerapu 36
bebek menunjukan grafik naik kemudian turun pada ketiga kelas bobot. Rata-rata nilai FCR kerapu macan sebesar 12,2 sedangkan untuk kerapu bebek sebesar 8,5. Grafik nilai FCR kerapu macan dan kerapu bebek di Pulau Panggang selama
FCR
pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 5.
25 20 15 10 5 0
5,40
10,86 5,73
15,72 12,50
19,45 9,39
7,29
kerapu macan kerapu bebek
100‐200
200‐300
300‐400
400‐500
up 500
Kelas Bobot (g)
Gambar 5. FCR Kerapu Macan dan Kerapu Bebek Periode April – Juli 2011 di Pulau Panggang Nilai FCR pada budidaya ikan akan menunjukan grafik yang menaik untuk kelas bobot yang semakin besar. Nilai FCR mengalami penurunan pada kelas bobot up 500 gram untuk kerapu macan dan kerapu bebek. Diduga pakan rucah yang masuk ke dalam tubuh ikan pada kelas bobot tersebut digunakan untuk pertumbuhan reproduktif (generatif) seperti perkembangan, pertumbuhan dan pematangan gonad, serta aktivitas dan tingkah laku reproduktif lainnya seperti pencarian pasangan kawin, percumbuan dan sebagainya. Nilai FCR untuk ikan kerapu tergolong tinggi dimana diperoleh FCR rata-rata untuk ikan kerapu macan sebesar 12,2 yang berarti ikan membutuhkan pakan sebanyak 12,2 Kg untuk menghasilkan 1 Kg daging dan FCR rata-rata untuk kerapu bebek sebesar 8,5 yang berarti ikan membutuhkan 10,4 Kg pakan untuk menghasilkan 1 Kg daging. Nilai FCR yang tinggi diduga disebabkan oleh terbuangnya lebih dari 50% pakan selama feeding, karena pemberian pakan rucah dibuang jeroan dan kepalanya, pemberian pakan rucah dipengaruhi jumlah kandungan air dari ikan rucah tersebut dan nilai leaching pakan rucah lebih tinggi dari pellet serta kualitas rucah yang kurang baik. Diduga waktu pemberian pakan untuk setiap kelas bobot kurang sesuai (masih ada pengaruh sinar matahari) sehingga ikan kerapu tidak mau makan dan cenderung berada di dasar wadah pemeliharaan sehingga menyebabkan pakan 37
rucah yang diberikan terbuang. Waktu pemberian pakan dipengaruhi oleh jam kerja pembudidaya sebagai nelayan, sekitar pukul 06.30 dan atau pukul 16.00 merupakan jam kerja responden untuk kegiatan budidaya. Mayoritas jam kerja efektif yang digunakan responden untuk pemberian pakan adalah pukul 16.00, dimana matahari masih sedikit terik. Seharusnya waktu pemberian pakan dilakukan sebelum matahari terbenam atau sekitar pukul 17.30 agar nafsu makan ikan kerapu lebih meningkat. Untuk mengetahui persentase jumlah pakan rucah yang diberikan selama pemeliharaan pada tiap ukuran ikan atau kelas bobot dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Persentase Pemberian Pakan Rucah untuk Ikan Kerapu % Pemberian Pakan Rucah Harian
Ukuran Ikan (gram)
Frekuensi Harian
% Pemberian Pakan
Frekuensi Harian
Rucah Harian
Menurut
Menurut Literatur
Literatur
Kerapu
Kerapu
Kerapu
Kerapu
Macan
Bebek
Macan
Bebek
100-200
6,3
-
1
1
8-10
1-2
200-300
5,4
5,7
1
1
6-8
1
300-400
5,6
11,2
1
1
4-6
1
400-500
4,8
-
1
1
4-6
1
Up 500
4,3
8,6
1
1
4-6
1
Literatur menurut ACIAR (Australian Centre for International Agricultural Research) dalam Pedoman Praktis Pemberian dan Pengelolaan Pakan untuk Ikan Kerapu yang di Budidaya
Jika dibandingkan dengan Pedoman Praktis Pemberian dan Pengelolaan Pakan untuk Ikan Kerapu yang di Budidaya menurut ACIAR, persentase pemberian pakan rucah untuk ikan kerapu macan kelas bobot 100 hingga 200 gram masih kurang. Persentase pemberian pakan rucah untuk ikan kerapu macan yang sesuai dengan anjuran ACIAR ada pada kelas bobot 300 gram hingga up 500 gram. Sedangkan untuk ikan kerapu bebek, persentase pemberian pakan rucah yang sesuai dengan anjuran ACIAR hanya ada pada kelas bobot 200-300 gram. Hal ini diduga disebabkan oleh ketersediaan pakan rucah yang tidak menentu dan tidak adanya pencatatan data budidaya mengenai biomassa ikan selama pemeliharaan pada tiap kelas bobot sehingga pembudidaya tidak dapat mengetahui berapa banyaknya pakan rucah yang harus diberikan.
38
4.2.4 Kualitas Air Pengamatan kualitas air dilakukan pada beberapa titik sampling selama periode April – Juli 2011 dengan waktu pengambilan sampel pada pukul 10.00 WIB untuk setiap sampling. Pengamatan sampel air terjadi pada saat musim kemarau. Hasil pengamatan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Pengamatan Kualitas Air di Pulau Panggang Periode April-Juli 2011 Parameter
Baku Mutu*
Hasil Sampling
Hasil Sekunder**
pH Salinitas (O/oo) Suhu (oC) DO (mg/l) TAN (mg/l) Kecepatan Arus (m/dtk)
7 – 8.5 33 – 34 28 – 32 >5 0,3 -
7–8 30,8 – 32,3 28 – 32 4,04 -6,46 0,03 – 1,18 4,5 – 5
8,18 – 8,28 34 30,4 – 31,4 6,80 – 7,30 0,01 – 0,53 -
Sumber : *) Baku mutu berdasarkan Keputusan MENLH No.51/2004 untuk biota Laut **) Hasil sekunder berdasarkan Hasil Analisa Laboratorium 2009 PKSPL IPB
Beberapa parameter pengamatan kualitas air yang dilakukan di perairan Pulau Panggang pada periode April-Juli 2011 termasuk dalam kondisi normal atau sesuai dengan baku mutu kualitas air untuk biota laut berdasarkan Keputusan MENLH No.51/2004, kecuali parameter salinitas, DO dan TAN. Nilai salinitas selama pengamtan berada dibawah nilai baku mutu yang telah ditentukan. Namun nilai salinitas tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan kerapu, sebab kerapu macan dan kerapu bebek bersifat euryhaline yang berarti memiliki toleransi terhadap perubahan salinitas. Nilai pengamatan parameter DO ada yang berada dibawah nilai baku mutu yang ditentukan. Nilai DO yang rendah tersebut diduga disebabkan oleh karakteristik massa air yang buruk. Karakteristik massa air menggambarkan kondisi lapisan air. Kondisi lapisan air dipengaruhi oleh proses kimia dan faktor eksternal lingkungan sekitar. Saat buangan limbah atau nutrient rendah, berarti pertumbuhan fitoplankton rendah yang menyebabkan kandungan oksigen rendah. Faktor lain yang berpengaruh terhadap rendahnya nilai DO adalah kekuatan arus dan suhu. Arus rendah dan suhu rendah berarti nilai DO juga rendah. Nilai TAN menunjukan tercemar atau tidaknya suatu perairan. Pengambilan sampel kualitas air di dalam, di tepi dan di luar karang Pulau Panggang menunjukan nilai TAN yang berbeda atau dalam kata lain kondisi perairan di 39
Pulau Panggang bervariatif. Nilai TAN di daerah sekitar Pulau Panggang cukup tinggi menunjukan perairan tersebut telah tercemar. Letak Pulau Panggang terlewati jalur transportasi wisatawan yang datang ke Pulau Pramuka atau Pulau Semak Daun. Hal ini berpengaruh terhadap pencemaran yang terjadi dimana wisatawan tersebut membuang sampah secara sembarangan di laut. Diduga pula nilai TAN yang bervariatif berkaitan dengan sistem limbah buangan yang tidak terfokus pada satu arah. Kandungan ammonia dan nitrogen diperlukan dalam proses metabolisme tubuh. Oleh karena itu limbah buangan rumah tangga pun berguna bagi kelangsungan hidup biota laut, namun dalam kadar yang rendah. Kondisi kualitas air berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup ikan kerapu. Jika kualitas perairan tidak sesuai dengan habitat asal kerapu, maka keberlangsungan hidup ikan kerapu akan terganggu. Kualitas air juga dapat memicu timbul atau sebagai faktor pembawa penyakit bagi ikan kerapu. Kondisi kualitas air pun berhubungan dengan kuantitas pakan rucah di alam. Saat kualitas air (cuaca) memburuk, misal gelombang tinggi, maka proses penangkapan ikan rucah akan menjadi lebih sulit dan ikan rucah pun cenderung berenang ke perairan yang lebih dalam untuk mencari perlindungan dari gelombang tinggi. 4.3 Analisis Usaha Kerapu Macan dan Kerapu Bebek Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan
dalam
suatu
kesatuan
dengan
menggunakan
sumberdaya-
sumberdaya yang dimiliki baik sebagaian maupun seluruhnya yang dikorbankan dari penggunaan masa sekarang untuk memperoleh manfaat dimasa depan (Soekartawi, 2003). Kegiatan usaha budidaya termasuk kegiatan yang berorientasi pada keuntungan.
Analisis usaha pada usaha pembesaran kerapu di Pulau
Panggang meliputi analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), analisis Payback Period (PP) dan analisis Break Even Point (BEP). 1) Analisis Keuntungan Analisis pendapatan usaha digunakan untuk menghitung besarnya keuntungan yang diperoleh pada usaha pembesaran kerapu macan dan kerapu bebek. Pada analisis pembesaran kerapu macan dan kerapu bebek ini, biaya yang harus dikeluarkan pembudidaya dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. 40
Usaha pembesaran kerapu macan membutuhkan biaya sebesar Rp 8.497.333,00 (Rp 116.401,83/m2) dengan total penerimaan Rp 6.988.975,00 (Rp 95.739,37/ m2) sehingga keuntungan yang diperoleh sebesar Rp – 1.508.359,00 (Rp – 20.662,00/ m2). Sedangakan untuk usaha pembesaran kerapu bebek membutuhkan biaya sebesar Rp 12.225.583,00
(Rp 167.857,00/m2) dengan total penerimaan Rp
20.304.720,00 (Rp 278.146,85/m2) sehingga keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 8.051.137,00 (Rp 110.289/m2). Perhitungan dilakukan dengan asumsi satu tahun terdapat satu musim sebab lama pemeliharaan kerapu macan membutuhkan waktu 9 bulan dan lama pemeliharaan kerapu bebek ialah 12 bulan. Perhitungan analisa usaha pembesaran kerapu macan dan kerapu bebek dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Analisis Usaha Pembesaran Kerapu Macan dan Kerapu Bebek di Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu No
1
2 3 4 5 6 7 8 9
Keterangan Investasi Konstruksi KJA Bambu Hitam Diameter 9 cm Drum Pelampung Tali Tambang 6 mm Tali Jangkar Polyethyline 8 mm Paku Upah Pembuatan KJA dan jangkar (TK operasional) Upah Pembuatan Jaring* Upah Tarik KJA dan Kapal Jaring* Waring Pemberat Kapal* Mesin* Total Investasi Biaya Tetap Tenaga Kerja Pemeliharaan Perbaikan Jaring* Penyusutan*
Satuan
Kerapu Macan Jumlah Harga Satuan
Batang
28
18.000
504.000
28
Buah
17
70.000
1.190.000
17
70.000
1.190.000
Kg
3
42.000
126.000
3
42.000
126.000
Meter
128
4.000
512.000
128
4.000
512.000
Kg Paket
5 1
20.000 770.000
100.000 770.000
5 1
20.000 770.000
100.000 770.000
Paket
1
200.000
400.000
1
200.000
400.000
Paket
1
100.000
100.000
1
100.000
100.000
Kantong Kantong Buah Buah Buah
1 10 24 1 1
500.000 30.000 3.000 1.500.000 2.700.000
100.000 300.000 72.000 300.000 540.000 4.804.000
1 10 24 1 1
500.000 30.000 3.000 1.500.000 2.700.000
100.000 300.000 72.000 300.000 540.000 4.804.000
Rp/siklus
1
1.820.000
1.820.000
1
2.812.500
2.812.500
Rp/siklus
1
60.000
60.000
1
60.000
60.000
Rp/siklus
1
1.189.333
1.189.333
1
1.189.333
1.189.333
Harga Total
Jumlah
Kerapu Bebek Harga Harga Total Satuan 18.000
504.000
41
10 11 12
12 13 14 15
17
Perawatan Rp/siklus 1 KJA Perbaikan Rp/siklus 1 Waring Alat Produksi Serok Unit 2 Sterofom Unit 2 Tudung Saji Unit 2 Bambu Unit 2 Penarik Waring Tempat Pakan Unit 1 Gunting Unit 1 Dirigen Unit 2 Total Biaya Tetap Biaya Variabel Benih Ekor 400 Pakan Rucah Kg 199 Obat-Obatan Gram 11 BBM Liter 94 Total Biaya Variabel Modal Kerja Penerimaan Ikan Kg 58 Konsumsi Total Penerimaan Keuntungan Keuntungan Per Musim Tanam (Rp) Analisis Usaha R/C Pay Back Period (Tahun) Break Even Point (Rp) Break Even Point (Kg)
75.000
75.000
1
75.000
75.000
15.000
15.000
1
15.000
15.000
25.000 20.000 15.000 15.000
50.000 40.000 30.000 30.000
2 2 2 2
25.000 20.000 15.000 15.000
50.000 40.000 30.000 30.000
5.000 7.000 30.000
5.000 7.000 60.000 3.381.333
1 1 2
5.000 7.000 30.000
5.000 7.000 60.000 4.446.833
10.000 3.000 20.000 4.500
4.000.000 598.000 225.000 421.200 5.116.000 8.497.333
200 614 15 312
22.500 3.000 20.000 4.500
4.500.000 1.842.750 300.000 1.404.000 7.806.750 12.253.583
6.988.975
66
120.000
350.000
20.304.720
6.988.975 -1.508.359 -1.508.359
20.304.720 8.051.137 8.051.137
0,8 12.617.391 203
1,7 0,60 7.224.510 4.803
Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2011 *) Biaya setelah memperhitungkan input usaha (biaya bersama)
2) Analisa Imbangan Penerimaan dan Biaya Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan. Pada penelitian ini untuk usaha pembesaran kerapu macan diketahui nilai R/C menunjukan angka 0,8 yang artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan pada usaha pembesaran kerapu macan ini akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 0,8. Sedangkan untuk usaha pembesaran kerapu bebek pada penelitian ini nilai R/C menunjukan angka 1,7 yang artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan pada usaha pembesaran kerapu bebek akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,7. Nilai R/C yang lebih dari satu menunjukan bahwa suatu usaha layak untuk dijalankan. 3) Analisis Payback Period (PP) Analisis Payback Period (PP) bertujuan untuk mengetahui seberapa cepat 42
investasi yang ditanamkan pada usaha pembesaran kerapu di Pulau Panggang ini dapat kembali. Pada usaha pembesaran kerapu macan tidak dapat dihitung nilai PPnya sebab usaha yang dilakukan menunjukan nilai keuntungan bernilai negatif. Sedangkan pada usaha pembesaran kerapu bebek nilai PP menunjukan angka 0,60 tahun yang artinya bahwa modal yang dikeluarkan dapat kembali dalam 0,60 tahun (1 musim tanam). 4) Analisis Break Even Point (BEP) Break Even Point (BEP) merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan output produksi sama dengan biaya produksi. Pada kondisi aktual break even point ini pengusaha mengalami impas. Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum produksi untuk usaha pembesaran kerapu di Pulau Panggang. Nilai BEP untuk usaha pembesaran kerapu macan adalah sebesar Rp 12.617.391,00 dan nilai BEP kerapu bebek menunjukan angka Rp 7.224.510,00 yang berarti titik impas untuk usaha pembesaran kerapu macan terjadi pada saat nilai penerimaan dan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 12.617.391,00 dan sebesar Rp 7.224.510,00 untuk kerapu bebek. Pada kondisi ini pembudidaya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menanggung kerugian. 4.4 Faktor Produksi Kerapu Macan Produksi merupakan rangkaian kegiatan untuk menghasilkan suatu barang atau jasa. Faktor produksi yang digunakan dalam suatu usaha budidaya pembesaran kerapu macan terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam kegiatan usaha pembesaran kerapu macan ini meliputi luas karamba, jumlah benih, pakan, obat dan tenaga kerja. Faktor eksternal dalam usaha pembesaran kerapu macan ini diantaranya adalah cuaca, suhu dan musim. Faktor eksternal merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan. Faktor eksternal dalam penelitian ini berpengaruh secara nyata dengan faktor internal pakan, sebab pakan yang digunakan ialah pakan rucah dimana ketersediaannya tergantung oleh alam. Perolehan hasil teknis dari penelitian dijadikan sebagai acuan perhitungan faktor produksi yang digunakan dalam usaha pembesaran ikan kerapu macan yang selanjutnya dilakukan analisis 43
pendugaan fungsi produksi agar dapat dianalisis efisiensi penggunaan inputnya lalu diketahui besar keuntungan secara finansial sesuai dengan orientasi kegiatan budidaya yaitu untuk mendapatkan profit. Perhitungan faktor produksi kerapu bebek tidak dapat dilakukan dalam penelitian ini karena jumlah data yang diperoleh dilapang tidak memenuhi keterwakilan syarat perhitungan faktor produksi suatu usaha. Karamba Jaring Apung (KJA) yang digunakan untuk usaha pembesaran kerapu macan di Pulau Panggang ini rata-rata memilki luas per unit 71 m2 dengan kisaran luas per unit KJA antara 49 m2 sampai dengan 105 m2. Luas KJA tersebut merupakan hasil penjumlahan dari keseluruahan luasa KJA yang dimiliki pembudidaya yang digunakan untuk usaha pembesaran usaha kerapu macan dan dihitung luasan satu unit. Satu unit KJA pembudidaya terdiri dari 4 – 9 petakan, dengan rata-rata memiliki 6 petakan. Bahan KJA yang digunakan pembudidaya mayoritas terbuat dari bambu, dan minoritas terbuat dari kayu. Contoh tata letak satu unit KJA 6 petakan dapat dilihat pada Gambar 8.
1
2
3
4
5
6
Gambar 6. Tata Letak Satu Unit KJA 6 petakan Jumlah benih yang digunakan tiap musim tanam pada usaha pembesaran kerapu macan di Pulau Panggang 400 ekor benih, dengan rata-rata input sebesar 2 ekor/m2. Menurut SNI 01-6488.4-2000 padat penebaran ikan berukuran 500 – 600 gram sebanyak 20 – 25 ekor/m2.Benih yang digunakan pembudidaya berukuran ± 100 gram, sehingga dapat diduga padat penebaran yang bisa dilakukan melihat acuan SNI 01-6488.4-2000 adalah berkisar antara 30 – 50 ekor/m2.Yang berarti bahwa padat penebaran yang dilakukan pembudidaya masih dapat ditingkatkan lagi.Data rata-rata penggunaan faktor produksi pada usaha pembesaran kerapu macan pada kondisi aktual di Pulau Panggang dapat 44
dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rata-rata Input Per Musim Tanam Dari Usaha Pembesaran Kerapu Macan pada Kondisi Aktual di Pulau Panggang Tahun 2011 Penggunaan Input No
Keterangan
1
Luas KJA (m2)
2
Minimum
Maksimum
Rata-rata input per m2 luas KJA
Rata-rata
49
105
71
-
Benih (ekor)
370
570
416
2,000
3
Pakan Rucah (Kg)
156
273
199
0,933
4
Tenaga Kerja Operasional (Jam)
84
168
126
0,590
5
Tenaga Kerja Pemeliharaan (Jam)
240
1050
420
1,703
6
Output (Kg)
18
117
49
1,000
Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2011
Pakan pada usaha pembesaran kerapu macan berjenis pakan rucah dengan jumlah pakan yang diberikan per musim tanam sebesar 199 Kg per musim tanam, dengan rata-rata pakan per luas KJA sebesar 0,933 Kg/m2.Pakan yang diberikan hanya berupa pakan rucah yang ketersediaannya sangat bergantung dari faktor alam yang menyebabkan kuantitas pemberian pakan tidak menentu. Pembesaran kerapu macan juga perlu ditunjang oleh tenaga kerja, tenaga kerja dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja operasional dan tenaga kerja pemeliharaan.Tenaga kerja operasional bekerja pada saat persiapan, penebaran dan panen.Namun pada saat panen, jam kerja tidak terlalu tinggi sebab tenaga kerja yang bekerja berasal dari pembeli kerapu macan itu sendiri.Tenaga kerja pemeliharaan secara keseluruhan dilakukan oleh pembudidaya itu sendiri. Ratarata jam kerja yang digunakan untuk masing-masing pekerjaan adalah 0,590 jam/m2 untuk operasional dan 1,703 jam/m2 untuk pemeliharaan. Upah rata-rata yang diberikan sebesar Rp 6.111,00/jam untuk persiapan dan Rp 5.000,00 untuk pemeliharaan. 4.4.1 Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara variabel dependent (Y) dan variabel independent (X). Hasil pengamatan pada usaha pembesaran kerapu macan di Pulau Panggang bahwa ada beberapa variabel yang diduga dapat 45
mempengaruhi hasil panen atau output.Variabel tersebut adalah luas KJA (X1), benih (X2), pakan rucah (X3), tenaga kerja operasional (X4) dan tenaga kerja pemeliharaan (X5).Model yang digunakan dalam analisis fungsi produksi usaha pembesaran kerapu macan ini adalah model fungsi Cobb-Douglas. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) diperoleh nilai koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Data hasil pendugaan koefisien regresi dengan metode kuadrat terkecil dapat dilihat pada Tabel 8 Elastisitas produksi untuk produksi kerapu macan yaitu luas KJA, benih, pakan rucah, tenaga kerja operasional dan tenaga kerja pemeliharaan masing-masing adalah 1,6145; 0,4329; 0,2217; 1,1713; 0,5412. Dengan t hitung masing-masing adalah 1,2727; 0,4083; 0,3399; 0,9619; 1,1421 (Tabel 9). Tabel 9. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan di Pulau Panggang No
Peubah
Koefisien Regresi
t hitung
1
Intercept
8,9187
6,4074
2
X1 (Luas KJA)
1,6145
1,2727
3
X2 (Benih)
0,4329
0,4083
4
X3 (Pakan Rucah)
0,2217
0,3399
5
X4 (Tenaga Kerja Operasional)
1,1713
0,9619
6
X5 (Tenaga Kerja Pemeliharaan)
0,5412
1,1421
Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2011
Keterangan : R square
= 0,4604
F tabel
= 2,015
Adjusted R Square
= 0,2356
t tabel
= 6,3280
Standard Error
= 0,5510
F hitung
= 2,0481
Berdasarkan analisis Ordinary Least Square pada Tabel 7, dapat dibuat persamaan linear sebagai berikut : Y = 8,9187 + 1,6145 Ln X1 + 0,4329 Ln X2 + 0,2217 Ln X3 + 1,1713 Ln X4 + 0,5412 LnX5……………………………………………………………………………………………..(24) a) Kriteria Statistik Melalui analisa kriteria statistik terhadap hasil pendugaan fungsi produksi dangan menggunakan model kuadrat terkecil diperoleh nilai R Square 0,4604yang 46
menunjukan bahwa variabel input yang digunakan dapat menjelaskan besarnya output sebesar 46%, sedangkan sisanya yaitu 54% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,2356 menunjukan bahwa semakin banyak variabel sebagai variabel penjelas dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Nilai standard error yang diperoleh dari hasil analisis model kuadrat terkecil sebesar 0,5510 dan nilai ini merupakan nilai galat baku dari regresi secara keseluruhan. Nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil analisis fungsi produksi adalah sebesar 2,0481 dan Ftabel sebesar 2,015. Apabila nilai Fhitung ini lebih besar daripada Ftabel maka dapat disimpulkan tolak H0, artinya faktor produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan. Hal ini juga menunjukan bahwa model produksi dapat digunakan dalam analisis selanjutnya. b) Kriteria Ekonometrik Analisis kriteria ekonometrik dalam penelitian in menggunakan software Minitab 15. Suatu model regresi yang baik adalah model regresi yang memenuhi asumsi-asumsi seperti normalitas, homoskedastisitas, multikolinearitas dan autokorelasi. Asumsi normalitas pada suatu model regresi dipenuhi apabila Y (variabel dependen)
didistribusikan
secara
normal
terhadap
nilai
X
(variabel
independen).Dalam uji ekonometrik ini diperoleh grafik Normal P-P Plot of Regresion (Lampiran 20), dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas, karena data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dalam uji ekonometrik ini akan diperoleh nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan nilai toleransi yang menjadi indicator terjadinya multikolinearitas. Suatu model regresi dikatakan bebas dari multikolinearitas bila mempunyai nilai VIF disekitar angka satu dan nilai toleransi mendekati angka satu.Pada hasil pengujian dengan menggunakan Minitab 15 ini tidak diperoleh nilai VIF yang mendekati
angka
1.Hal
ini
menunjukan
semua
variabel
X
bersifat
multikolinearitas.Data nilai VIF dapat dilihat pada Lampiran 18. Hasil analisis fungsi produksi dengan menggunakan Cobb-Douglas, multikolinearitas
merupakan
masalah
yang
sulit
dihindarkan.Masalah 47
multikolinearitas dalam suatu analisis dapat diabaikan bila terjadi pada variabelvariabel dengan koefisien regresi yang tidak tinggi.Multikolinearitas pada variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi ini disebut multikolinearitas yang tidak sempurna. Heteroskedastisitas dalam suatu model regresi terjadi bila terdapat ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Deteksi terjadinya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat apakah terjadi pola tertentu pada hasil scatterplot. Jika pada hasilscatterplot terlihat titik-titik yang menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu seperti yang terlihat pada Lampiran 16, maka hal ini menunjukan bahwa model regresi pada penelitian tentang usaha pembesaran kerapu macan mengindikasikan tidak adanya problem heteroskedastisitas, sehingga model regresi layak digunakan untuk analisi pendugaan fungsi produksi. Nilai
Durbin-Watson
pada
hasil
analisi
ekonometrik
sebesar
1,9246(Lampiran 20) menunjukan tidak adanya autokorelasi. Suatu model regresi dikatakan bebas dari problem autokorelasi apabila memiliki nilai Durbin-Watson diantara -2 sampai dengan +2.Apabila suatu model regresi memiliki nilai DurbinWatson diatas +2 berarti memiliki problem autokorelasi negating dan jika dibawah -2 berarti memiliki problem autokorelasi positif.Autokorelasi ini biasanya terjadi akibat tidak dimasukannya variabel penting dalam model atau karena data tidak linear.Bila suatu model regresi memiliki masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan menjadi tidak layak untuk dipakai. c) Kriteria Ekonomi Kriteria ekonomi diperlukan untuk menunjukan sejauh mana suatu fungsi produksi layak dilakukan, apabila dilihat dari segi ekonomi. Secara apriori teori ekonomi, tanda yang diharapkan dalam penggunaan suatu input produksi adalah positif. Tanda positif dalam penggunaan input produksi menunjukan bahwa input masih dapat ditambah untuk meningkatkan output. Berdasarkan hasil analisa kuadrat terkecil pada Tabel 8.dan persamaan 24, menunjukan tanda positif dari semua koefisien variabel input (luas KJA, benih, pakan rucah, tenaga kerja operasional dan tenaga kerja pemeliharaan). Hal ini berarti apabila X1, X2, X3, X4 48
dan X5 dinaikkan, maka output yang dihasilkan akan meningkat sesuai dengan besar koefisien yang dimilikinya. Berdasarkan uji statistik, ekonometrik dan ekonomi, maka persamaan 24 ditransformasikan ke bentuk model fungsi produksi yang diharapkan sesuai dengan asumsi bahwa variabel yang tidak berbeda nyata dan memilki koefisien negatif dianggap tetap (given) (Lampiran 21). Dengan demikian maka persamaan 24 dapat ditransformasikan menjadi persamaan : Y = 7480,09. X11,61 . X20,43 . X30,222 . X41,17 . X50,541…………………………(25) d) Elastisitas Produksi Elastisitas produksi adalah nilai yang menunjukan persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input. Nilai elastisitas pada variabel X1 (luas KJA) sebesar 1,61 yang artinya apabila luas KJA yang digunakan ditambah sebesar 1 satuan dengan asumsi input yang lain dianggap tetap (ceteris paribus), maka output akan bertambah 1,61 satuan. Nilai elastisitas pada variabel X2 (benih) adalah 0,43 yang artinya apabila jumlah benih ditambah sebesar 1 satuan dengan asumsi input yang lain dianggap tetap, maka output akan bertambah sebesar 0,43 satuan. Nilai elastisitas pada variabel X3 (pakan rucah) ialah 0,222 yang artinya apabila jumlah pakan rucah ditambah sebesar 1 satuan dengan asumsi input yang lain dianggap tetap, maka output akan bertambah sebesar 0,222 satuan. Nilai elastisitas pada variabel X4 (tenaga kerja operasional) ialah 1,17 yang artinya apabila jumlah tenaga kerja operasional ditambah sebesar 1 satuan dengan asumsi input yang lain dianggap tetap, maka output akan bertambah sebesar 1,17 satuan. Nilai elastisitas pada variabel X5 (tenaga kerja pemeliharaan) ialah 0,541 yang artinya apabila jumlah tenaga kerja pemeliharaan ditambah sebesar 1 satuan dengan asumsi input yang lain dianggap tetap, maka output akan bertambah sebesar 0,541 satuan. e) Skala Usaha (Return to Scale) Analisis Return to Scale (RTS) sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah kegiatan usaha berada dalam kondisi increasing, constant atau
49
decreasing to scale. Kondisi skala usaha ini dapat diketahui dengan cara menjumlahkan besaran elastisitas pada fungsi produksi. Dalam penelitian ini diketahui bahwa usaha pembesaran kerapu macan di Pulau Panggang berada dalam kondisi increasing to scale.Hal ini dapat dilihat dari hasil penjumlahan besaran elastisitas yang terdiri atas variabel X1 (1,614), X2 (0,433), X3 (0,222), X4 (1,171) dan X5 (0,541) yang hasilnya adalah 3,974.kondisiincreasing to scale ini menunjukan apabila kelima faktor produksi ditingkatkan secara proporsional sebesar satu satuan, maka output yang dihasilkan akan meningkat lebih dari satu satuan. 4.4.2 Analisis Efisiensi Penggunaan Input Berdasarkan persaman 25, maka tingkat penggunaan input yang efisien dapat dicari dengan menggunakan rumus : NVM =
b.Y .Py X
Penggunaan input produksi yang efisien pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan output yang optimal. Data secara lengkap mengenai hasil perhitungan untuk Nilai Produksi Marginal (NVM), input dan output yang efisien serta rasio NVMdengan harga input pada usaha pembesaran kerapu macan di Pulau Panggang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai NVM, Input dan Output yang Efisien, serta Nilai Rasio NVM dan Pxi pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan di Pulau Panggang Tahun 2011 No
1
Keterangan
Output
Satuan
Bi
Kg 2
Pxi
NVM
NVM/ Pxi
120.000
Optimal
Aktual
(per m2)
(per m2)
4,800
1,000
2
Luas KJA
m
1,61
8.052.000
207,645
0,00002
49,000
73,000
3
Benih
Ekor
0,43
10.000
6006,073
0,60061
4,000
2,000
4
Pakan Rucah
Kg
0,222
3.000
6566,499
2,18883
5,801
0,933
5
Tenaga Kerja Operasional
Total Jam Kerja
1,17
6.111
54732,203
8,95634
15,026
0,590
6
Tenaga Kerja Pemeliharaan
Jam kerja
0,541
5.000
8762,676
1,75253
8,491
1,703
Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2011
50
Berdasarkan Tabel 10, harga rata-rata untuk output adalah Rp 120.000,00 , harga rata-rata untuk KJA adalah Rp 8.7052.000,00 yang dilihat dari biaya pembuatan KJA bambu satu unit dengan 6 petak berukuran 3x3 m, harga rata-rata untuk benih ialah Rp 10.000,00 yang dilihat dari ukuran rata-rata benih yang digunakan pembudidaya, harga rata-rata untuk pakan rucah sebesar Rp 3.000,00 , nilai upah atau harga rata-rata untuk tenaga kerja operasional sebesar Rp 6.111,00 serta sebesar Rp 5.000,00 untuk upah atau harga rata-rata tenaga kerja pemeliharaan. Menurut Soekartawi (2003), penggunaaan faktor produksi akan efisien apabila antara NPM dan Pxi sama dengan satu (NPM / Pxi = 1). Apabila rasio ini lebih besar dari satu, maka penggunaan faktor produksi (input) belum efisien dan masih dapat dilakukan penambahan. Apabila rasio ini kurang dari satu, maka penggunaan faktor produksi (input) sudah tidak efisien dan harus dikurangi. Berdasarkan Tabel 10, diperoleh nilai rasio antara NPM dan Pxiuntuk luas KJA sebesar 0,00002, untuk benih adalah 0,60061, untuk pakan rucah adalah 2,18883, untuk tenaga kerja operasional adalah 8,95634 dan untuk tenaga kerja pemeliharaan adalah 1,75253. Penggunaan input luas KJA dan benih harus dikurangi, sebab rasio NPM kurang dari satu. Penggunaan KJA dikurangi menjadi luas 49m2 satu unit (4 petakan) dari luas 73 m2 satu unit(6 petakan) dan untuk ukuran 1 petakan adalah 3x3 m, sedangkan benih dapat dikurangi menjadi 200 ekor dari 400 ekor sesuai jumlah benih yang dipinjamkan Balai Sea Farming kepada anggota. Menurut hasil perhitungan, padat tebar ditingkatkan dari 2 ekor/m2 menjadi 4 ekor/m2dengan jumlah benih 200 ekor untuk 4 petakan satu unit KJA.Penambahan input diperlukan untuk variabel input pakan rucah sebesar 5,801 Kg/m2 dari 0,933 Kg/m2. Penggunaan tenaga kerja operasional perlu ditambah menjadi 15,026 jam/m2 dari keadaan aktualnya sebesar 0,590 jam/m2 dan penggunaan tenaga kerja pemeliharaan pun perlu ditambah menjadi 8,491 jam/m2 dari keadaan aktual sebesar 1,703 jam/m2. Penambahan faktor produksi yang dilakukan berupa penambahan pakan rucah dan tenaga kerja operasional serta tenaga kerja pemeliharaan. Faktor produksi pakan rucah dan tenaga kerja pemeliharaan memiliki keterikatan tinggi.Jumlah pakan rucah yang diberikan kepada ikan bergantung kepada kondisi faktor alam yang berimplikasi pada melaut-tidak melautnya
51
nelayan. Nelayan yang sekaligus bermatapencaharian sebagai pembudidaya ratarata kurang memiliki jam kerja budidaya sehingga manajemen pakan budidaya kerapu diduga menjadi kurang baik. Untuk mengetahui pengaruh hasil perhitungan optimal secara nominal atau persentase efisien atau tidak, maka dilakukan perbandingan hasil analisis usaha kerapu macan pada kondisi aktual dan optimal.Hasil perbandingan analisis usaha kerapu macan kondisi aktual dan optimal di Pulau Panggang dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11.Investasi, Total Biaya, Penerimaan, Keuntungan dan Analisis Usaha Budidaya Pembesaran Kerapu Macan di Pulau Panggang per Tahun Pada Kondisi Aktual dan Optimal No
Uraian
Kondisi Aktual
Optimal
Perubahan (%)
1
Investasi (Rp)
4.804.000
4.101.000
- 14,6
2
Total Biaya (Rp)
8.497.333
9.472.000
11,5
3
Penerimaan (Rp)
6.988.975
14.172.087
102,7
4
Keuntungan (Rp)
-1.380.025
3.861.316
379,8
5
Analisis Usaha 0,8
1,5
87,5
-
0,87
-
Break Even Point (Rp)
12.617.391
7.422.616
-41,2
Break Even Point (Kg)
203
188
-8,0
R/C Pay Back Period (Tahun)
Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2011
Biaya investasi yang digunakan pada kondisi optimal menurun 14,6% dari kondisi aktual, namun total biaya yang digunakan meningkat sebesar 11,5% dari kondisi aktual ke optimal. Peningkatan total biaya produksi kondisi optimal tidak berpengaruh terhadap usaha budidaya kerapu macan, sebab penerimaan yang diperoleh meningkat sebesar 102,7% dan keuntungan meningkat sebesar 379,8%. Nilai R/C yang awalnya tidak layak pada kondisi aktual menjadi layak diatas 1 yaitu sebesar 1,5 dan meningkat sebesar 87,5%. Nilai PP pada kondisi aktual tidak dapat dihitung sebab keuntungannya menunjukan nilai yang negatif yang berarti modal usah yang dikeluarkan tidak dapat kembali, akan tetapi pada kondisi optimal nilai PP dapat dihitung dan menunjukan angka 0,87 yang berarti modal usaha yang dikeluarkan dapat kembali selama 0,87 tahun (2 masa produksi). Nilai BEP kondisi optimal menurun sebesar 41,2%. Nilai BEP menunjukan suatu nilai
52
dimana hasil penjualan output produksi sama dengan biaya produksi. Hal ini menunjukan bahwa biaya produksi kondisi optimal lebih rendah pada hasil penjualan output yang diperoleh selama produksi. Secara keseluruhan hasil analisis usaha kondisi optimal lebih menguntungkan dibandingkan kondisi aktual, meskipun terjadi peningkatan total biaya produksi namun keuntungan yang diperoleh lebih tinggi dan usaha produksi menjadi layak dari sisi analisis usahanya (Lampiran 22). 4.4.3 Analisis Kriteria Investasi dan Analisis Sensitivitas Kelayakan usaha pembesaran kerapu macan di Pulau panggang dapat dihitung melalui analisis terhadap kriteria invesatasi pada usaha tersebut. Beberapa kriteria investasi yang penting untuk dianalisis sisi kelayakan usaha budidaya pembesaran kerapu macan diantaranya adalah nilai Net Present Value (NPV), Net Benefit/Cost (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR). Nilai NPV menunjukan besarnya manfaat bersih yang diperoleh selama umur proyek yang dihitung saat ini dengan discount rate 6% pertahun. Nilai Net B/C menunjukan perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari keuntungan bersih pada tahuntahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negatif (Kadariahetal,1976). Sedangkan IRR menunjukan nilai discount rate yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol (Kadariahetal,1976). Analisis kriteria investasi yang dilakukan pada penelitian ini merupakan analisis kriteria investasi pada kondisi optimal aktual dan optimal skenario. Analisis kriteria investasi dilakukan dengan menggunakan cashflow dari usaha yang dilakukan. Dalam cashflow ini terdapat komponen penting yaitu arus kas masuk (inflow) dan arus kas keluar (outflow). Beberapa asumsi yang digunakan dalam menyusun cashflow dalam penelitian budidaya pembesaran kerapu macan di Pulau Panggang diantaranya adalah : 1. Umur proyek selama 3 tahun yang didasarkan kepada umur teknis terlama dari komponen investasi yaitu waring 2. Penggunaan input mengacu dari hasil perhitungan optimalisasi penggunaan input faktor produksi yaitu KJA berukuran 149 m3, benih 4 ekor/m3, pakan rucah 5,8 kg/m3, tenaga kerja operasional 15 total jam kerja/m3 dan tenaga kerja pemeliharaan 8,4 jam kerja/m3. 53
3. Untuk memperbaiki kinerja usaha budidaya kerapu di Pulau Panggang maka dilakukan dua analisis tambahan skenario usaha dengan SR aktual sebesar 36% dan peningkatan SR 80% (Minjoyo 2004) pada penggunaan input optimal. 4. Skenario yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a. Optimal adalah optimalisasi penggunaan input dengan SR produksi aktual sebesar 36% b. Optimal SR 1 adalah optimalisasi penggunaan input dengan peningkatan SR 80% dengan melakukan perbaikan manajemen pakan yaitu penambahan jumlah pakan sebesar 34,6% dari jumlah yang ditetapkan dalam acuan input optimal mengacu pada anjuran SNI 01-6488.4-2000 yaitu sebesar 10% dari total biomassa ikan atau sebesar 525 Kg pakan rucah c. Optimal SR 2 adalah optimalisasi penggunaan input dengan peningkatan SR 80% dengan melakukan perbaikan manajemen kualitas air. 5. Pemilihan skenario berdasarkan pada kondisi di Pulau Panggang yang mayoritas pembudidaya mempunyai pekerjaan primer sebagai nelayan sehingga kurang memperhatikan manajemen pemberian pakan dan manajemen kualitas air. 6. Analisis sensitivitas adalah suatu teknik untuk menguji secara matematis apa yang akan terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Suatu hasil analisis sensitivitas dikerjakan dengan mengubah suatu unsur tertentu pada hasil analisis (Kadariah et al, 1976). Analisis ini dilakukan dengan menaikan harga pakan sebesar 20% sebab kenaikan tertinggi selama 5 tahun terakhir adalah sebesar 20% (Lampiran 23) sehingga harga pakan yang digunakan sebesar Rp 3.600,00/Kg. 7. Harga pakan dipilih sebagai komponen yang dinaikkan karena harga pakan merupakan faktor produksi yang paling tinggi biayanya dan amat penting untuk kelangsungan usaha budidaya.
54
8. Siklus panen yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9 bulan. 9. Tingkat suku bunga (discount rate) yang digunakan ialah sebesar 6% yang merupakan acuan tingkat suku bunga deposito Bank Indonesia pada bulan November 2011. Pada analisis kriteria investasi, arus kas keluar (outflow) terdiri dari biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel.Biaya investasi dihitung dari besarnya biaya yang dikeluarkan untuk barang-barang yang memiliki umur teknis minimal satu tahun.Sedangkan cashflow dibuat untuk mengetahui arus tambahan manfaat bersih sebagai akibat pengurangan biaya bersih tambahan selama umur proyek, yaitu dari kondisi aktual ke optimal dan optimal ke optimal skenariodengan tambahan biaya operasional yang harus ditambah sebesar Rp 37.000,00 pada kondisi optimal, dan penambahan biaya operasional sebesar Rp 486.000,00 pada optimal skenario satu serta penambahan biaya operasional sebesar Rp 270.000,00 pada optimal skenario dua. a. Optimal Analisis kriteria investasi pada usaha pembesaran kerapu macan di Pulau Panggang kondisi optimal diperoleh nilai NPV sebesar Rp 3.106.533,00. Yang berarti besar manfaat bersih selama umur proyek tiga tahun diperoleh sebesar Rp 3.106.533,00pada tingkat discount rate 6%. Nilai Net B/Cyang diperoleh pada kondisi ini sebesar 1,16 yang berarti usaha tersebut akan memberikan manfaat bersih sebesar 1,16 untuk setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan selama 3 tahun, sedangkan nilai IRR yang diperoleh pada kondisi optimal sebesar 52% yang menunjukan usaha layak untuk dijalankan karena nilai NPV lebih dari 0, Net B/C lebih besar dari 1 dan nilai IRR lebih besar dari nilai discount rate. Analisis sensitivitas pada kondisi optimal menunjukan bahwa kenaikan harga pakan sebesar 20% akan menurunkan nilai NPV menjadi Rp 1.370.684,00 , nilai Net B/C menjadi 0,42 dan nilai IRR menjadi 20%. Hal ini berarti perubahan harga pakan sebesar 20% menyebabkan usaha menjadi tidak layak sebab nilai Net B/C tidak memenuhi syarat kelayakan usaha pada analisis finansial yaitu Net B/C kurang dari 1 (Tabel 12). Secara analisis sensitifitas, kenaikan harga pakan sensitif terhadap kondisi usaha budidaya pembesaran ikan kerapu macan optimal sebab kenaikan harga pakan sebesar 20% membuat kondisi usaha menjadi tidak layak 55
sehingga tidak dapat dijalankan. Tabel 12. Kriteria Investasi pada Optimal Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Pakan No
Kriteria Investasi
Sebelum Kenaikan Harga Pakan
Setelah Kenaikan Harga Pakan
Keterangan
1
NPV
3.106.533
1.370.684
2
Net B/C
1,16
0,42
Penggunaan acuan optimal input produksi dari hasil perhitungan
3
IRR (%)
52%
20%
b. Optimal SR 1 Pada kondisi optimal SR pertama, peningkatan SR dilakukan dengan melakukan perbaikan manajemen pakan. Perbaikan manajemen pakan yang dilakukan ialah meningkatkan lagi jumlah pakan yang diberikan sebesar 34,6% dari perolehan acuan hasil perhitungan optimalasasi dari kondisi optimal dengan mengacu pada anjuran SNI 01-6488.4-2000 yaitu sebesar 10% dari total biomassa ikan atau sebesar 525 Kg pakan rucah. Analisis kriteria investasi pada usaha pembesaran kerapu macan di Pulau Panggang kondisi optimal skenario pertama, diperoleh hasil perhitungan nilai NPV sebesar Rp 5.507.362,00 pada tingkat discount rate 6%, NetB/C sebesar 2,78 dan IRR sebesar 114% yang menunjukan usaha budidaya kerapu macan di Pulau Panggang pada kondisi optimal skenario pertama layak untuk dijalankan sebab NPV lebih dari 0, Net B/C lebih besar dari 1 dan nilai IRR lebih besar dari nilai discount rate. Analisis sensitivitas pada optimal skenario pertama menunjukan bahwa kenaikan harga pakan sebesar 20% akan menyebabkan nilai NPV menjadi Rp 4.416.247,00 (Lampiran 29). Nilai Net B/C setelah dilakukan analisis sensitivitas menjadi 1,92 (berkurang 0,86) dan nilai IRR menjadi 82% (Tabel 13).Hal ini menunjukan perubahan harga pakan sebesar 20% tetap menjadikan usaha ini layak untuk dijalankan. Secara analisis sensitifitas, kenaikan harga pakan tidak sensitif terhadap kondisi usaha budidaya pembesaran ikan kerapu macan optimal SR pertama sebab kenaikan harga pakan sebesar 20% membuat kondisi usaha tetap layak dan dapat tetap dijalankan.
56
Tabel 13. Kriteria Investasi pada Optimal Skenario 1 Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Pakan No
Kriteria Investasi
Sebelum Kenaikan Harga Pakan
Setelah Kenaikan Harga Pakan
Keterangan
1
NPV
5.507.362
4.416.247
2
Net B/C
2,78
1,92
3
IRR (%)
114%
82%
Perlakuan peningkatan output produksi sebesar 80% dan perbaikan manajemen pemberian pakan
c.
Optimal SR 2 Pada kondisi optimal SR kedua ini peningkatan SR diperoleh dengan
melakukan perbaikan manajemen kualitas air. Perbaikan manajemen kualitas air yang dilakukan ialah penambahan jam kerja untuk pemantauan kondisi kualitas air terutama kegiatan pembersihan karamba dan pemberian multivitamin sesuai acuan SNI 01-6488.4-2000 yaitu pemberian multivitamin dengan dosis 3-5g/kg pakan. Hasil perhitungan analisis kriteria investasi pada kondisi ini diperoleh nilai NPV sebesar Rp 5.280.575,00pada nilai discount rate 6%, nilai Net B/C sebesar 2,94 dan IRR sebesar 118%. Hal ini menunjukan usaha budidaya kerapu macan di Pulau Panggang pada kondisi optimal skenario kedua layak untuk dijalankan sebab NPV lebih dari 0, Net B/C lebih besar dari 1 dan nilai IRR lebih besar dari nilai discount rate. Analisis sensitivitas pada skenario kedua menunjukan bahwa kenaikan harga pakan 20% akan menyebabkan nilai NVP menjadi Rp 4.470.033,00, nilai Net B/C menjadi 2,20 (berkurang 0,74) dan nilai IRR menjadi 91% (Tabel 14) yang berarti perubahan harga pakan sebesar 20% tetap menjadikan usaha ini layak untuk dijalankan. Secara analisis sensitifitas, kenaikan harga pakan tidak sensitif terhadap kondisi usaha budidaya pembesaran ikan kerapu macan optimal SR kedua sebab kenaikan harga pakan sebesar 20% membuat kondisi usaha tetap layak dan tetap dapat dijalankan.
57
Tabel 14. Kriteria Investasi pada Optimal Skenario 2 Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Pakan No
Kriteria Investasi
Sebelum Kenaikan Harga Pakan
Setelah Kenaikan Harga Pakan
Keterangan
1
NVP
5.280.575
4.470.033
2
Net B/C
2.94
2,20
3
IRR (%)
118%
91%
Perlakuan peningkatan output produksi sebesar 80% dan perbaikan manajemen kualitas air
Berdasarkan hasil analisis kriteria investasi pada usaha pembesaran kerapu macan di Pulau Panggang menunjukan bahwa usaha pada optimal SR kedua memberikan manfaat terbesar. Disarankan pembudidaya di Pulau Panggang melakukan perbaikan optimalisasi penggunaan input produksi dan perbaikan manajemen kualitas air agar hasil output yang diperoleh lebih tinggi dari kondisi aktual. 4.3.4 Hubungan Analisis Teknis Budidaya dan Analisis Finansial Kegiatan budidaya berorientasi terhadap profit (keuntungan). Hasil teknis yang diperoleh berpengaruh terhadap besaroutput dan keuntungan yang diperoleh. Tingkat kelangsungan hidup akan menunjukan jumlah total ikan yang dipanen, yang berarti jumlah pemasukan dalam sisi finansial. Jumlah ikan yang mati selama pemeliharaan tetap dihitung, sebab berpengaruh terhadap sisi finansial yang mempengaruhi nilai biaya pemeliharaan.Laju pertumbuhan mempengaruhi besar biaya pemeliharaan.Semakin lambat laju pertumbuhan berarti semakin lama pemeliharaan dan biaya yang dikeluarkan semakin besar.Nilai FCR menunjukan jumlah pakan yang dikonversi menjadi 1kg daging.Nilai FCR dipengaruhi oleh bagaimana manajemen pemberian pakan yang dilakukan. Manajemen pemberian pakan berkaitan dengan laju pertumbuhan, jika manajemen pemberian pakan yang dilakukan benar maka kemungkinan besar laju pertumbuhan ikan akan lebih cepat. Nilai FCR dalam sisi finansial disebut sebagai jumlah biaya yang dikeluarkan selama pemeliharaan.Semakin kecil nilai FCR berarti biaya yang dikeluarkan akan semakin sedikit pula. Kualitas air juga mempengaruhi hasil analisis teknis budidaya yang berimplikasi dengan hasil finansial. Jika kualitas air daerah perairan sesuai dengan habit hidup alami ikan kerapu, maka kemungkinan terganggunya kondisi
58
kesehatan ikan akan bernilai kecil sehingga jumlah kematian ikan selama pemeliharaan pun kecil yang berarti output lebih besar. Manajemen budidaya yang baik akan menghasilkan output budidaya yang tinggi sehingga keuntungan yang diperoleh pun besar secara finansial. Oleh sebab itu perlu dilakukan perbaikan sisi teknis dalam usaha budidaya pembesaran kerapu di Pulau Panggang.Perbaikan yang perlu dilakukan adalah perbaikan manajemen pemberian pakan dan perbaikan manajemen kualitas air. Dari hasil analisis kriteria investasi yang diperoleh dalam penelitian ini, penggunaan input produksi optimal, perbaikan manajemen pakan dan perbaikan manajemen kualitas air akan berpengaruh terhadap output budidaya yang diperoleh. Perbaikan optimalisasi penggunaan input produksi dari sisi pakan dapat dilakukan dengan penambahan pakan pellet untuk mengatasi kelangkaan pakan rucah. Kesulitan pemberian pakan pellet oleh pembudidaya dipengaruhi oleh keterbatasan modal.Oleh karena itu dapat dijadikan pertimbangan bagi PKSPL IPB agar bantuan yang diberikan tidak hanya peminjaman benih saja, namun peminjaman pakan pellet. Sedangkan untuk perbaikan manajemen kualitas air dapat dilakukan dengan pengecekan kondisi kualitas air secara kontinu minimal 2 minggu sekali sesuai anjuran SNI 01-6488.4-2000. Keterbatasan alat dan pengetahuan menjadi masalah dalam hal perbaikan manajemen kualitas air. Hal ini dapat dijadikan pertimbangan bagi PKSPL IPB untuk menyediakan alat pengukur kualitas air terutama DO dan TAN sebab parameter DO dan TAN yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kondisi budidaya ikan kerapu di Pulau Panggang. Pengukuran DO dapat dilakukan secara langsung menggunakan DO meter, namun pengukuran TAN dilakukan dengan analisis laboratorium. Sebaiknya ada petugas dari PKSPL IPB yang memantau kondisi kualitas air di Pulau Panggang secara kontinu. Selain itu pembersihan perairan di sekitar Pulau Panggang dari limbah diperlukan agar nilai TAN disekitar perairan tersebut tidak tinggi yang akan berpengaruh terhadap keberlangsungan budidaya ikan kerapu.
59
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Manajemen usaha budidaya yang dilakukan di Pulau Panggang kurang baik, melihat hasil analisis teknis budidaya yang diperoleh kecil untuk parameter SR, SGR dan FCR yaitu sebesar 36% untuk SR kerapu macan, 57% untuk SR kerapu bebek, SGR kerapu macan sebesar 4,49%, SGR kerapu bebek sebesar 4,05%, FCR kerapu macan sebesar 12,2 dan FCR kerapu bebek sebesar 8,5 Secara analisis usaha, kegiatan usaha pembesaran kerapu macan di Pulau Panggang merugi namun untuk kerapu bebek masih tetap untung. Akan tetapi jika pembudidaya melakukan perbaikan dan optimalisasi sesuai hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka secara analisis finansial usaha budidaya kerapu macan dikatakan layak dan memberikan nilai keuntungan yang tinggi. 5.2 Saran Meningkatkan keuntungan yang diperoleh dari sisi finansial dengan melakukan peningkatan hasil dari sisi teknis budidaya pada aspek perbaikan manajemen pemberian pakan dan manajemen kualitas air. Menerapkan hasil perhitungan optimalisasi pada penelitian ini untuk kegiatan budidaya pembesaran ikan kerapu macan di Pulau Panggang yaitu dengan menggunakan KJA seluas 49 m2, benih 4 ekor/m2, pakan rucah 5,8 Kg/ m2, tenaga kerja operasional 15 jam kerja total/ m2 dan tenaga kerja pemeliharaan 8,5 jam/m2. Selain itu perlu melakukan pemantauan kondisi kualitas air di sekitar kawasan budidaya secara kontinu dan peminjaman modal untuk biaya pakan pellet agar keberlangsungan ketersediaan pakan lebih terjaga.
60
DAFTAR PUSTAKA Achmad T, Rukyani A, Wijono A. Teknik Budidaya Laut dengan Keramba Jaring Apung. 1995. Di Dalam: Temu Usaha Pemasyarakatan Teknologi Keramba Jaring Apung bagi Budidaya Laut [Prosiding Workshop]. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian bekerja sama dengan Forum Komunikasi Penelitian dan Pengembangan Agribisnis (FKKPA). Hlm 6973. Ahmad T. 2002. Mariculture and bio-products in coastal ecosystem. Proceadings Workshop on Mariculture in Indonesia. 11-15 February 2002. Mataram, Lombok: 130-135. Akbar. 2001. Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Macan. Jakarta: Penebar Swadaya. 104 hal. Anonim. 2010. Laporan Tahunan Kelurahan Pulau Panggang 2010. Jakarta Antoro S, Sarwono HA, Sudjiharno. 2004. Biologi Kerapu. Di dalam: Balai Budidaya Laut Lampung. Pembenihan Ikan Kerapu. Lampung: Balai Budidaya Laut. Hlm 5-6. Asmawi S. 1986. Pemeliharaan Ikan dalam Karamba. Jakarta: PT Gramedia. Darmansah MA. 2009. Pembesaran Ikan Kerapu Macan Ephinephelus fuscoguttatus di Kelompok Sea Farming, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. [Laporan Praktik Lapangan Akuakultur] Bogor: Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Fauzi
A. 2001. Prinsip-prinsip Penelitian Sosial Ekonomi: Panduan Singkat. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ghufran M. 2001. Pembesaran Kerapu Bebek di Keramba Jaring Apung. Yogyakarta: Kanisius. 132 hlm. Husnan S. 1998. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan. Buku 1.Yogyakarta BPFE 459hal. Kadariah L, Karlina dan Gray C. 1976. Pengantar Evaluasi Proyek. Jilid 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. KKP.
2011. http://statistik.kkp.go.id/index.php/statistik/c/3/0/1/Statistik Penyediaan-. [9 Oktober 2011]
-
61
Kordi KMGH. 2005. Pembesaran Kerapu Bebek di Keramba Jaring Apung. Jakarta : Penerbit Kanisius. 132 halaman Kristanti M dan Imran Z. 2005. Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Ekas Untuk Pengembangan Kegiatan Budidaya Ikan Kerapu dalam Karamba Jaring Spung. [Laporan Penelitian]. Bogor: Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. 53 halaman. Minjoyo H, Kurnia B, Sudjiharno. 2004. Produksi Massal Ikan Kerapu di Karamba Jaring Apung di Balai Budidaya Laut Lampung. www.faperta.ugm.ac.id/semnaskan/abstrak/prosiding.2004/abstrak_bidan g_akuakultur.php [10 September 2011] Nazir M. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Saoilys M dan Pollard D. 2000. Chromileptess altivelis. 2006 IUCN Red List of Threatened Species. Santoso. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. SNI 01-6488.4-2000. Produksi Pembesaran Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoguttatus, Forskal) Kelas Pembesaran. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional. Soeratno dan Arsyad L. 1999. Metode Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Soesilo I dan Budiman. 2002. Iptek untuk Laut Indonesia. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia. Jakarta. 189 halaman. Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis CobbDouglas. Jakarta: PT. Raja Grafindo. 258 hlm.
Sunyoto P. 1996. Pembesaran Kerapu dengan Karamba Jaring Apung. Jakarta: Penebar Swadaya. Sunyoto P dan Mustahal. 2002. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis: Kerapu, Kakap, Beronang. Jakarta: PT Penebar Swadaya. 84 halaman.
62
LAMPIRAN
63
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
Sumber : http://travelwithmita.wordpress.com/2010/06/29/1000-rasa-di-kepulauan-1000/ dan http://pulomandiriphbs.blogspot.com/2010/07/eryanti-farida-kebiasaan-makanan-ikan.html
64
Lampiran 2. Peta Lokasi Stasiun Pengamatan Kualitas Air
65
Lampiran 3. Cara pengukuran Oksigen Terlarut (Dissolved Oksigen, DO) Bahan-bahan atau reagen yang digunakan dalam proses pengamatan DO ialah sulfamic acid, MnSO4, NaOHKI, amilum, H2SO4 dan tiosulfat. Sedangkan alat-alat yang digunakan ialah botol DO, Erlenmeyer, gelas ukur dan syringe. Syringe digunakan untuk mengambil reagen. Syringe yang digunakan untuk tiap pengambilan reagen berbeda atau dengan kata lain satu syringe untuk satu jenis reagen. Yang harus dilakukan pertama kali adalah mengambil air sampel secara langsung dan memasukannya ke dalam botol DO, penutupan botol dilakukan didalam air. Selanjutnya memasukkan 1ml sulfamic acid ke dalam botol berisi air sampel, kemudian dikocok perlahan. Lalu memasukkan 2ml MnSO4 ke dalam botol dan dikocok lagi. NaOHKI dimasukan ke dalam botol sebanyak 2ml setelah memasukan MnSO4, kemudian dikocok lagi dan menunggu hingga reagen mengendap. Air sampel akan berwarna coklat yang menandakan reagen telah mengendap. Setelah itu memasukan 2ml H2SO4 ke dalam botol dan dilakukan pengocokan dengan menggunakan kain lap karena sifat H2SO4 yang bersifat asam pekat dan menimbulkan panas, pengocokan dilakukan hingga endapan hilang. Air sampel yang telah diberi reagen-reagen tersebut dipindahkan sebanyak 100ml ke dalam Erlenmeyer. Lalu dilakukan Titrasi 1 atau pemberian tiosulfat ke dalam Erlenmeyer berisi air sampel dengan cara meneteskan syringe berisi tiosulfat sambil menggoyang-goyangkan Erlenmeyer tersebut. Jumlah tiosulfat yang digunakan dicatat pada worksheet. Selanjutnya meneteskan 4-8 tetes amilum ke dalam erlenmyer tersebut hingga warna air sampel berbeda dari sebelumnya (kuning pucat). Kemudian dilanjutkan dengan titrasi 2 hingga air sampel berwarna bening. Jumlah tiosulfat yang digunakan dicatat kembali pada worksheet dan dilakukan perhitungan.
Gambar 5. Peralatan Uji DO Winkler
66
Lampiran 4. Cara Pengukuran Nitrogen Amonia Total (Total Amonia Nitrogen, TAN) Pengamatan nilai TAN dilakukan di Lab Ligkungan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan air sampel dilakukan secara langsung dengan memasukkannya ke dalam botol sampel yang telah diberi awetan terlebih dahulu, kemudian air sampel disimpan di dalam coolbox agar kualitas air sampel tidak rusak sampai pengamatan di laboratorium. Tahapan awal pengamatan air sampel di laboratorium adalah dengan melakukan destilasi 50/25. Tahapan destilasi ini dikerjakan oleh laboran Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Setelah tahap destilasi, dilakukan uji TAN dengan memasukan air sampel ke dalam beker gelas. Kemudian menambahkan 1tetes MnSO4 ke dalamnya. Lalu memasukkan 0,5ml Clorox dengan menggunakan mikropipet, selanjutnya memasukkan 0,6ml phenat. Setelah itu menggoyangkan beker gelas berisi air sampel tersebut dan membiarkannya selama 15 menit. Pengukuran nilai TAN dilakukan dengan menggunakan alat Spechtrophotometer. Air sampel diambil sebanyak ±6 ml lalu memasukannya ke dalam ruang sampel pada Spechtrophotometer. Nilai yang tertera pada Spechtrophotometer dicatat pada worksheet untuk selanjutnya dilakukan perhitungan.
(a)
(b)
Gambar 6. Alat dan Bahan Uji TAN : (a) labu ukur, mikropipet, larutan MnSO4, larutan chlorox, beker gelas (b) Spechtrophotometer.
67
68
Lampiran 6. Kuisioner Masyarakat Pulau Panggang 1. Apakah pekerjaan utama anda a. Pembudidaya kerapu b. Nelayan c. PNS d. Lain-lain….. 2. Apakah pendidikan terakhir anda a. SD b. SMP c. SMA d. Sarjana 3. Berapa jumlah anggota keluarga anda a. 2-3 b. 3-4 c. 5-6 d. >6 4. Apakah anda mempunyai kapal bermotor a. Ya b. Tidak c. Ya (sewa) 5. Berapa banyak bensin yang dihabiskan untuk perjalanan 1 kali ke KJA anda a. 0-1 liter b. 1-2 liter c. 2-3 liter d. >3 liter 6. Apakah bekal yang anda bawa saat bekerja ke KJA a. Makanan dan minuman dari rumah b. Makanan dan minuman membeli c. Rokok d. Lain-lain… 7. Apakah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit kerapu anda a. Betadine
69
b. Kunyit c. …elbaju 8. Apakah anda menggunakan pakan rucah dan dari mana asalanya a. Ya, menangkap (sebanyak …1,5kg) b. Ya, membeli (seharga…………per………) c. Ya, mambeli dan menangkap d. Tidak 9. Apakah anda menggunakan air tawar dalam usaha pembesaran kerapu a. Ya, membeli b. Ya, menampung air hujan c. Tidak 10. Apakah anda memberikan vitamin pada ikan kerapu anda a. Ya, …………………………… b. Tidak *) huruf yang dicetak tebal merupakan mayoritas jawaban dari pembudidaya
70
Lampiran 7. Hasil Sampling Pertumbuhan Bobot Tubuh Kerapu Macan Kelas Bobot (gram) 100-200
Rata-Rata Hasil Sampling Tiap
Kumulatif Hasil Sampling Per
Pembudidaya (gram)
Kelas Bobot (gram)
106
149,76
121,11 146 153 156 161 169 186 200-300
262,33
206 289 292
300-400
363
327 350 356 384 398
400-500
462,22
420 458,33 460 493,75 499
Up 500
620
620
Sumber : Data Primer Diolah
Lampiran 8. Hasil Sampling Pertumbuhan Bobot Tubuh Kerapu Bebek Kelas Bobot (gram)
Rata-Rata Hasil Sampling Tiap
Kumulatif Hasil Sampling
Responden (gram)
Per Kelas Bobot (gram)
200-300
222
222
300-400
383
383
Up 500
668
669
670 Sumber : Data Primer Diolah
71
Lampiran 9. Hasil Sampling Pertumbuhan Panjang Tubuh Kerapu Macan Kelas Bobot (gram) 100-200
Rata-Rata Hasil Sampling Tiap
Kumulatif Hasil Sampling
Responden (cm)
Per Kelas Bobot (cm) 16,04
16 16,7 16 17,6 17,3 16,3 16 12,4
200-300
21,7
19,1 23 23
300-400
24
24 24 24 24 24
400-500
24,96
25,7 24 24 26,1 25
Up 500
28
28
Sumber : Data Primer Diolah
Lampiran 10. Hasil Sampling Pertumbuhan Panjang Tubuh Kerapu Bebek Kelas Bobot (gram)
Rata-Rata Hasil Sampling Tiap
Kumulatif Hasil Sampling
Responden (cm)
Per Kelas Bobot (cm)
200-300
3,8
3,8
300-400
2,8
2,8
Up 500
3,2
4,0
4,8 Sumber : Data Primer Diolah
72
Lampiran 11. Perhitungan Nilai SGR Kerapu Macan Ukuran Ikan
Periode Sampling
(gram)
(hari)
Wo (gram)
Wt (gram)
SGR (%)
100-200
28
100
149
4,07
200-300
28
149
262
3,06
300-400
28
262
363
4,68
400-500
28
363
466
5,53
Up 500
28
466
620
5,10
Wo (gram)
Wt (gram)
SGR (%)
Sumber : Data Primer Diolah
Lampiran 12. Perhitungan Nilai SGR Kerapu Bebek Ukuran Ikan
Periode Sampling
(gram)
(hari)
200-300
28
90
222
2,43
300-400
28
222
3383
4,49
Up 500
28
383
669
4,47
Sumber : Data Primer Diolah
Lampiran 13. Perhitungan Nilai FCR Kerapu Macan Ukuran Ikan (gram)
Lama Pemeliharaan (hari)
Total Pa (Kg)
Bo (Kg)
Bt (Kg)
% Pemberian Pakan Harian
FCR
100-200
28
64,4
36,3
48,2
6,3
5,4
200-300
28
70
46,1
52,6
5,4
10,8
300-400
28
84
53,9
59,2
5,5
15,7
400-500
28
92,4
67,5
72,3
4,8
19,4
Up 500
28
140
116,9
131,8
4,3
9,4
Sumber : Data Primer Diolah
Lampiran 14. Perhitungan Nilai FCR Kerapu Bebek Ukuran Ikan (gram)
Lama Pemeliharaan
Pa (Kg)
Bo (Kg)
Bt (Kg)
(hari)
% Pemberian Pakan Harian
FCR
200-300
28
70
43,7
55,9
5,7
5,7
300-400
28
84
26,8
33,5
11,2
12,5
Up 500
28
126
51,9
69,2
8,6
7,3
Sumber : Data Primer Diolah
73
74
75
Lampiran 17. Perhitungan Analisis Usaha Aktual Kerapu Macan dan Kerapu Bebek di Pulau Panggang Tahun 2011 Analisis Usaha pada Kondisi Aktual Kerapu Macan dalam Setahun Pendapatan
= TR – TC = Rp 6.988.975,00 - Rp 8.497.333,00 = Rp – 1.508.359,00
R/C
= TR/TC = Rp 6.988.975,00/ Rp 8.497.333,00 = 0,8
PP
= Total Investasi/Keuntungan x 1 tahun = Rp 4.804.000,00/ Rp – 1.508.359,00x 1 tahun =-
BEP nilai Produksi
= =
/ .
.
,
.
.
,
.
.
= Rp 12.617.391,00 Analisis Usaha pada Kondisi Aktual Kerapu Bebek dalam Setahun Pendapatan
= TR – TC = Rp 20.304.720,00 - Rp 12.253.583,00 = Rp 8.051.137,00
R/C
= TR/TC = Rp 20.304.720,00 / Rp 12.253.583,00 = 1,7
PP
= Total Investasi/Pendapatan x 1 tahun = Rp 4.804.000,00/ Rp 20.304.720,00 x 1 tahun = 0,60 (satu musim tanam)
BEP nilai Produksi
= =
/ .
. .
, .
.
, .
,
= Rp 7.224.510,00
76
77
78
Lampiran 19. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Kerapu Macan Dengan Metode Kuadrat Terkecil SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R
0.678564
R Square Adjusted R Square Standard Error
0.460449 0.235636 0.551001
Observations
18
ANOVA Df Regression
SS
MS
5
3.109101415
0.621820283
Residual
12
3.643226632
0.303602219
Total
17
6.752328048
Coefficients
Standard Error
t Stat
F 2.048141428
P-value
Significance F 0.143373847
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
Intercept
8.918711
6.613461825
1.348569511
0.202376764
-23.32820844
5.490782
-23.3282
5.490782
Karamba Benih Kerapu Macan
1.614495
1.268557462
1.272701227
0.227230164
-1.149454631
4.378444
-1.14945
4.378444
0.431999
1.058131555
0.408265943
0.690269247
-1.873471527
2.73747
-1.87347
2.73747
0.221709
0.654010499
0.338999529
0.740468556
-1.203257212
1.646676
-1.20326
1.646676
1.171313
1.217719721
0.961890248
0.355087398
-1.481870623
3.824496
-1.48187
3.824496
0.541168
0.473835677
1.142100264
0.275689579
-0.4912314
1.573567
-0.49123
1.573567
Pakan Rucah Tenaga Kerja Operasional Tenaga Kerja Pemeliharaan
Lampiran 20. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Kerapu Macan dengan Minitab 15 Probability Plot of Y Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4, X5 The regression equation is Y = 8.92 + 1.61 X1 + 0.43 X2 + 0.222 X3 + 1.17 X4 + 0.541 X5
Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5
Coef 8.919 1.614 0.432 0.2217 1.171 0.5412
SE Coef 6.613 1.269 1.058 0.6540 1.218 0.4738
T P 1.35 0.202 1.27 0.227 0.41 0.690 0.34 0.740 0.96 0.355 1.14 0.276
VIF 7.843 8.897 3.298 8.147 3.148
79
S = 0.551001
R-Sq = 46.0%
PRESS = 7.67431
R-Sq(adj) = 23.6%
R-Sq(pred) = 0.00%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 12 17
SS 3.1091 3.6432 6.7523
MS 0.6218 0.3036
F 2.05
P 0.143
Durbin-Watson statistic = 1.92466
Residual Plots for Y Correlations: X1, X2, X3, X4, X5 X1 -0.861 0.000
X2
X3
-0.677 0.002
0.805 0.000
X4
-0.923 0.000
0.853 0.000
0.675 0.002
X5
-0.528 0.024
0.744 0.000
0.739 0.000
X2
X3
X4
0.490 0.039
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
80
Lanjutan Lampiran 20. Residual Plots for Y Versus Fits 1.0
90
0.5
Residual
Percent
Normal Probability Plot 99
50 10 1
-1.0
-0.5
0.0 Residual
0.5
0.0 -0.5 -1.0
1.0
-2
-1 Fitted Value
Versus Order
6.0
1.0
4.5
0.5 Residual
Frequency
Histogram
3.0 1.5 0.0
-1.0
-0.5
0
0.0 Residual
0.5
0.0 -0.5 -1.0
1.0
2
4
6 8 10 12 14 Observation Order
16
18
Lampiran 21. Contoh Perhitungan Input Produksi Kerapu Macan LnY = a + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 Ln X4 + b5 Ln X5 = 8,92 + 1,61 Ln X1 + 0,43 Ln X2 + 0,222 Ln X3 + 1,17 Ln X4 + 0,541 Ln X5 Transformasi dengan ketentuan given, maka bentuk persamaannya menjadi : Y = 7480,09 . X11,61 . X20,43 . X30,222 . X41,17 . X50,541 .
Optimalisasi ; Xi = X2
=
X3
=
X4
=
X5
=
,
.
, ,
. .
. .
,
, .
. .
= 3,375 ,
, .
= 5,801 = 15,026
,
= 8,491
NPM Xi (Nilai Produk Marginal) = NPM X1
=
,
.
.
,
.
.
= 207,645
81
NPM X2
=
NPM X3
=
NPM X4
=
NPM X5
=
,
.
.
,
= 6006,073
, ,
.
.
,
, ,
.
.
,
= 54732,203
, ,
.
.
= 6566,499
,
,
= 8762,676
Tingkat Output optimal Y
= 7480,09. X11,61 . X20,43 . X30,222 . X41,17 . X50,541 = 7480,09. 0,0151,61 . 3,375 0,43 . 5,8010,222 . 15,0261,17 . 8,490,541 = 7480,09. 0,00116 . 1,68716 . 1,47739 . 23,81808 . 3,18082 = 1638,56
Skala usaha
= b1 + b2 + b3 + b4 + b5 = 1,61 + 0,43 + 0,222 + 1,17 + 0,541 = 3,974 (increasing to scale)
Lampiran 22. Nilai VIF dan Nilai Toleransi untuk Setiap Varibel Input No
Keterangan
Nilai Toleransi
Nilai VIF
1
X1 (Luas KJA)
0,227
7,843
2
X2 (Benih)
0,690
8,897
3
X3 (Pakan Rucah)
0,740
3,298
4
X4 (Tenaga Kerja Operasional)
0,355
8,147
5
X5 (Tenaga Kerja Pemeliharaan)
0,276
3,148
Sumber : Data Primer Tahun 2011
82
Lampiran 23. Analisis Usaha Pembesaran Kerapu Macan di Pulau Panggang pada Kondisi Aktual dan Optimal No
Keterangan
Kondisi
Satuan 1
Investasi Konstruksi KJA
Aktual Harga Jumlah Satuan
Harga Total
Jumlah
ukuran 73
Bambu hitam diameter 9 cm Drum Pelampung
batang
Tali tambang 6 mm Tali jangkar polyethylene 8 mm Paku
kg
paket
2
Upah Pembuatan KJA dan jangkar (TK operasional) Upah Pembuatan Jaring* Upah Pembuatan Waring Upah Tarik KJA dan kapal Jaring *
3
Waring
kantong
4
Pemberat
buah
5
Kapal *
buah
6
Mesin *
buah
7
Total Investasi
Optimal Harga Satuan
Harga Total
49
28
18.000
504.000
24
18.000
432.000
17
70.000
1.190.000
12
70.000
840.000
3
42.000
126.000
4
42.000
84.0000
128
4.000
512.000
128
4.000
512.000
5
20.000
100.000
4
20.000
80.000
1
770.000
770,000
1
770.000
770.000
1
200.000
40.000
1
200.000
40.000
1
150.000
150.000
1
100.000
100.000
1
100.000
100.000
1
75.000
75.000
1
100.000
100.000
1
100.000
100.000
10
30.000
300.000
6
30.000
180.000
24
3.000
72.000
16
3.000
48.000
1
1.500.000
300.000
1
1.500.000
300.000
1
2.700.000
540.000 4.804.000
1
2.700.000
540.000 4.804.000
Rp/siklus
1
1.820,000
1.820.000
1
1.820.000
1.820.000
Rp/siklus
1
60.000
60.000
1
40.000
40.000
Rp/siklus
1
1.189.333
1.189.333
1
988.000
988.000
Rp/siklus
1
75.000
75.000
1
50.000
50.000
Rp/siklus
1
15.000
15.000
1
10.000
10.000
Serok
unit
2 25.000
50.000
2
25.000
50.000
Sterofom
unit 2
20.000
40.000
2
20.000
40.000
Tudung Saji
unit 2
15.000
30.000
2
15.000
30.000
2
15.000
30.000
2
15.000
30.000
buah
Meter Kg
paket paket paket kantong
Biaya Tetap Tenaga Kerja Pemeliharaan Perbaikan jaring* Penyusutan Perawatan KJA Perbaikan waring Alat Produksi
Bambu Waring
Penarik
unit
83
Tempat Pakan
unit
Gunting
unit
Dirigen
unit
1
5.000
5.000
1
5.000
5.000
1
7.000
7.000
1
7.000
7.000
2
30.000
60.000 3.381.333
2
30.000
60.000 3.130.000
400
10.000
4.000.000
400
10.000
4.000.000
199
3.000
598.000
468
3.000
1.404.000
11
4.000 4.500
50.000 468.000
13 104
4.000 4.500
50.000 468.000
Total Biaya Tetap Biaya Variabel 8
Benih
ekor
9
Pakan Rucah
kg
11
Obat-obatan
gram
12
BBM
liter
Vitamin
gram
104 0
0
0
120
3.500
420.000
Pakan Pellet
kg
0
0
0
0
0
0
13
Total Biaya Variabel
5.116.000
6.342.000
14
Modal Kerja
8.497.333
9.472.000
15
Penerimaan
16 17
kerapu macan konsumsi Total Penerimaan
18 19
kg
58
120.000
6.988.975
120.000
14.172.087
6.988.975
14.172.087
Keuntungan
-1.508.359
4.700.087
Keuntungan Per Musim Tanam (Rp) Analisis Usaha
-1.508.359
4.700.087
R/C 0,8 -
Pay Back Period (Tahun)
-
1.5 0.87
Break Even Point (Rp) 12.617.391
7.422.616
203
188
Break Even Point (Kg) Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2011 *) Biaya setelah memperhitungkan input usaha (biaya bersama)
Lampiran 24. Kenaikan Harga Pakan Rucah 5 Tahun Terakhir No
Tahun
Harga (Rp)
1
2010
3.000
2
2009
2.800
3
2008
2.600
4
2007
2.500
5
2006
2.500
Sumber : www.kaskus.us
84
Lampiran 5. Karakteristik Responden Pembudidaya Ikan Kerapu di Pulau Panggang No
Nama
Usia (Tahun)
Jumlah Tanggungan (Orang)
Pendidikan
Pengalaman Budidaya (Tahun)
Status Pekerjaan
Pekerjaan Lain
Jenis Ikan
Ukuran Ikan dalam Kelas Bobot ke-
Jumlah Kantong Produksi / Cadangan
Lokasi Budidaya
1
Rajiun
40
4
Tidak Tamat SD
7
Sampingan
Nelayan
KM
1
2/2
A
2
Jaya
41
2
SMP
7
Sampingan
Nelayan
KM
1
2/4
B
3
Zakaria
52
4
SD
8
Sampingan
Nelayan
KM
1
3/3
B
4
Sukur
50
2
SD
7
Sampingan
Nelayan
KM
1
3/3
B
5
Sukma
57
4
SD
8
Sampingan
Nelayan
KM
1
3/3
B
6
Mahiyin
52
5
SD
7
Sampingan
Nelayan
KM
1&2
2/2
B
7
Leman
42
3
SD
6
Sampingan
Nelayan
KM
1
5/4
A
8
Nawawi
64
4
SD
8
Utama
Tidak Ada
KM
1
10 / 5
A
9
Marhadi
48
3
SD
6
Sampingan
Nelayan
KM
2
6/4
B
10
Seru
58
5
SD
8
Sampingan
Nelayan
KM
2
3/3
B
11
Miung
51
3
SD
8
Utama
Tidak Ada
KM, KB
3, 5
14 / 4
A
12
Asari
45
4
SD
7
Sampingan
Nelayan
KM
3
2/2
A
13
Mahuyin
37
2
STM
7
Sampingan
Nelayan
KM
4
2 /2
A
14
Tarsim
40
3
SD
8
Sampingan
Nelayan
KM
3
6/4
A
15
Beri
46
3
SD
7
Utama
Tidak Ada
KM
4
11 / 4
B
16
La Kardi
52
3
SMP
8
Sampingan
Nelayan
KM
4
2/2
B
17
Simin
56
1
Tidak Tamat SD
8
Sampingan
Nelayan
KM
4
3/3
A
18
Dedi
50
4
SD
8
Sampingan
Nelayan
KM
5
5/3
A
19
Anggi
47
3
SD
8
Sampingan
Nelayan
KB
2&5
3/3
B
20
H Saluri
65
3
SD
8
Sampingan
Nelayan
KB
5
2/2
A
Ket :
68
KM = Kerapu Macan KB = Kerapu Bebek
Kelas Bobot ke-1 = 100-200 gram Kelas Bobot ke-2 = 200-300 gram Kelas Bobot ke-3 = 300-400 gram Kelas Bobot ke-4 = 400-500 gram Kelas Bobot ke-5 = Up 500 gram
Lokasi A = Pulau Panggang Lokasi B = Goba Semak Daun
Lampiran 15. Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pembesaran Kerapu dalam Kondisi Aktual di Pulau Panggang dengan Ukuran KJA 214 m3 (6 petakan @ berukuran 3x3m) Tahun 2011 Jumlah
Satuan
Harga Per Satuan (Rp)
Jumlah Biaya (Rp)
Jumlah Setelah Biaya Bersama (Rp)
Umur Ekonomis (tahun)
Bambu Hitam Diameter 9 cm
28
batang
18.000
504.000
504.000
Drum Pelampung
17
buah
70.000
1.190.000
Tali tambang 6 mm
3
Kg
42.000
375.000
128
meter
4.000
100,000
100.000
100.000
100.000
No I.
Komponen Biaya
Nilai Sisa (Rp)
Nilai Penyusutan (Rp)
1,5
46.000
336.000
92.000
1.190.000
5
120.000
238.000
596.000
375.000
3
50.000
42.000
50.000
3
10.000
170.667
10.000
1,5
10.000
66.667
20.000
Nilai Akhir Proyek
pembuatan KJA 6 petakan bambu 1
Konstruksi KJA
Tali jangkar polyethylene 8 mm
-
-
-
Paku
5
Kg
20.000
Upah Pembuatan KJA dan jangkar (TK operasional)
1
paket
770.000
770.000
770.000
0
0
0
0
Upah Pembuatan Jaring 1 buah*
1
paket
200.000
200.000
40.000
0
0
0
0
Upah Pembuatan Waring
1
paket
150.000
150.000
150.000
0
0
0
0
Upah Tarik KJA dan kapal
1
paket
100.000
100.000
100.000
0
0
0
0
2
Jaring*
1
kantong
500.000
500.000
100.000
5
30.000
20.000
70.000
3
Waring
10
kantong
30.000
300.000
300.000
3
75.000
100.000
75.000
4
Pemberat
24
buah
3.000
72.000
72.000
1,5
0
48.000
0
1.500.000
300.000
5
160.000
60.000
280.000
2.700.000
540.000
5
240.000
108.000
456.000
5
Kapal*
1
buah
1.500.000
6
Mesin*
1
buah
2.700.000
Total *) Biaya setelah memperhitungkan input usaha (biaya bersama)
74
4.804.000
741.000
1.189.333
1.649.000
Lampiran 16. Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pembesaran Kerapu dalam Kondisi Optimal di Pulau Panggang dengan Ukuran KJA 149 m3 (4 petakan @ berukuran 3x3m) Tahun 2011 Jumlah
Satuan
Harga Per Satuan (Rp)
Jumlah Biaya (Rp)
Jumlah Setelah Biaya Bersama (Rp)
Umur Ekonomis (tahun)
Nilai Sisa (Rp)
Nilai Penyusutan (Rp)
Bambu hitam diameter 9 cm
24
batang
18.000
432.000
432.000
1,5
36.000
288.000
72.000
Drum Pelampung
12
buah
Tali tambang 6 mm
2
Kg
70.000
840.000
42.000
84.000
840.000
5
90.000
168.000
426.000
84.000
3
40.000
28.000
40.000
128
Meter
4.000
512.000
512.000
3
10.000
170.667
10.000
Paku
4
Kg
20.000
80.000
80.000
1,5
7.500
53.333
15.000
Upah Pembuatan dan jangkat (TK operasional)
1
paket
770.000
770.000
770.000
0
0
0
0
Upah Pembuatan Jaring 1 buah*
1
paket
200.000
200.000
40.000
0
0
0
0
Upah Pembuatan Waring
1
paket
100.000
100.000
100.000
0
0
0
0
Upah Tarik KJA dan Kapal
1
paket
75.000
75.000
75.000
0
0
0
0
No I.
Komponen Biaya
Nilai Akhir Proyek
pembuatan KJA 4 petakan bambu 1
Konstruksi KJA
-
Tali jangkar polyethylene 8 mm
-
-
-
2
Jaring*
1
kantong
500.000
500.000
100.000
5
30.000
20.000
70.000
3
Waring
6
kantong
30.000
180.000
180.000
3
45.000
60.000
45.000
4
Pemberat
16
buah
3.000
48.000
48.000
1,5
0
32.000
0
5
Kapal*
1
buah
1.500.000
1.500.000
300.000
5
160.000
60.000
280.000
6
Mesin*
1
buah
2.700.000
2.700.000
540.000
5
240.000
108.000
456.000
Total *) Biaya setelah memperhitungkan input usaha (biaya bersama)
75
4.101.000
658.500
988.000
1.414.000
Lampiran 18. Data Produksi, Faktor Produksi, Harga dan Nilai Beli Produksi Per Musim Tanam pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan di Pulau Panggang Ukuran @unit
Benih Kerapu Macan
No m2
Tenaga Kerja Operasional
Jml (ekor)
Padat tebar (ekor/m2)
Harga (Rp/ekor)
Jam Kerja
Upah (Rp/Jam)
Nilai Upah
1
50
400
3
10.000
4.000.000
273
3.000
819.000
126
6.000
756.000
2
73
400
2
10.000
4.000.000
273
3.000
819.000
126
6.000
756.000
3
73
400
2
10.000
4.000.000
273
3.000
819.000
126
6.000
756.000
4
73
400
2
10.000
4.000.000
273
3.000
819.000
126
6.000
756.000
5
50
400
3
10.000
4.000.000
273
3.000
819.000
126
6.000
756.000
6
37
400
4
10.000
4.000.000
156
3.000
468.000
126
6.000
756.000
7
105
400
1
10.000
4.000.000
273
3.000
819.000
126
6.000
756.000
8
84
600
2
10.000
6.000.000
273
3.000
819.000
168
7.000
1.176.000
9
105
400
1
10.000
4.000.000
234
3.000
702.000
126
6.000
756.000
10
73
400
2
10.000
4.000.000
234
3.000
702.000
126
6.000
756.000
11
73
400
2
10.000
4.000.000
195
3.000
585.000
84
7.000
588.000
12
50
400
3
10.000
4.000.000
195
3.000
585.000
126
6.000
756.000
13
50
400
3
10.000
4.000.000
156
3.000
468.000
126
6.000
756.000
14
73
400
2
10.000
4.000.000
195
3.000
585.000
126
6.000
756.000
15
84
400
2
10.000
4.000.000
156
3.000
468.000
126
6.000
756.000
16
50
400
3
10.000
4.000.000
156
3.000
468.000
126
6.000
756.000
17
73
400
2
10.000
4.000.000
156
3.000
468.000
126
6.000
756.000
18
95
200
1
10.000
2.000.000
117
3.000
351.000
126
6.000
756.000
Jumlah
641
3.800
19
90.000
38.000.000
1.794
2,000
5.382.000
2.268
110.000
13.860.000
Max
105
600
3
10.000
6.000.000
273
3.000
819.000
168
7.000
1.176.000
50
400
1
10.000
4.000.000
156
3.000
468.000
84
6.000
588.000
422
2,08
10.000
4.222.222
199
3.000
598.000
126
6.111
770.000
Min Rata-Rata Rata-Rata Input/luas
77
71
1,9764
Nilai beli
Pakan Rucah Harga/ Jumlah (Kg) kg
0,9331
Nilai Beli
0,59
Lanjutan Lampiran 18. Tenaga Kerja Pemeliharaan Jam Kerja
Nilai Upah
Jml (ekor)
364
5.000
1.820.000
150
364
5.000
1.820.000
190
364
5.000
1.820.000
190
364
5.000
1.820.000
70
364
5.000
1.820.000
230
364
5.000
1.820.000
175
364
5.000
1.820.000
250
910
5.000
4.550.000
312
5.000
1.560.000
123
208
5.000
1.040.000
220
650
5.000
3.250.000
125
260
5.000
1.300.000
50
208
5.000
1.040.000
60
260
5.000
1.300.000
120
260
5.000
1.300.000
250
208
5.000
1.040.000
165
208
5.000
1.040.000
63
156
5.000
780.000
66
3.276
45.000
16.380.000
1.682
910
5.000
4.550.000
208
5.000
364
5.000
1,7039
78
Upah (Rp/Jam)
Output (Kerapu Macan Konsumsi) Padat Tebar (ekor/m3)
Total Biaya SR (%)
bobot rata-rata (kg)
biomassa akhir (kg)
Harga (Rp/kg)
Pemasukan
Nilai Jual
37,50
0,15
22,50
120.000
2.700.000
7.395.000
2.700.000
47,50
0,15
28,50
120.000
3.420.000
7.395.000
3.420.000
47,50
0,15
28,50
120.000
3.420.000
7.395.000
3.420.000
17,50
0,15
10,50
120.000
1.260.000
7.395.000
1.260.000
57,50
0,15
34,50
120.000
4.140.000
7.395.000
4.140.000
43,75
0,15
26,25
120.000
3.150.000
7.044.000
3.150.000
62,50
0,15
37,50
120.000
4.500.000
7.395.000
4.500.000
73,33
0,15
66,00
120.000
7.920.000
12.545.000
7.920.000
30,75
0,26
31,98
120\.000
3.837.600
7.018.000
3.837.600
55,00
0,47
102,52
120.000
12.302.400
6.498.000
12.302.400
31\25
0,36
45,38
120.000
5.445.000
8.423.000
5.445.000
12,50
0,36
18,15
120.000
2.178.000
6.641.000
2.178.000
15,00
0\,47
27,96
120,000
3.355.200
6.264.000
3.355.200
30,00
0,36
43,56
120.000
5.227.200
6.641.000
5.227.200
62,50
0,47
116,50
120.000
13.980.000
6.524.000
13.980.000
41,25
0,47
76\,89
120.000
9.226.800
6.264.000
9.226.800
15,75
0,47
29,36
120.000
3.522.960
6.264.000
3.522.960
33,00
0,62
40,92
120.000
4.910.400
3.887.000
4.910.400
8
400
4
599
1.080.000
63.472.200
66.818.000
71.905.560
440
2
73
1
117
120.000
13.980.000
12.545.000
13.980.000
1.040.000
50
0
13
0
18
120.000
2.178.000
6.264.000
2.178.000
1.820.000
153
1
36
0
54
120\.000
7.052.467
7.424.222
6.536.869
440
0,7158
1 1 1 0 2 2 1 2 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0
0,25
Lampiran 25. Cashflow pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan Kondisi Optimal No
Uraian
A
1
Tahun 2
3
14.172.087
14.172.087
28.344.175
Tanpa Proyek
Inflow Penjualan Ikan
6.988.975
Nilai sisa
56.000
Total Inflow B
6.988.975
14.172.087
14.172.087
741.000 29.085.175
Outflow 1
Biaya Investasi Konstruksi KJA Bambu hitam diameter 9cm
504.000
432.000
1.190.000
840.000
Tali tambang 6 mm
126.000
300.000
Tali jangkar polyehtyline 8 mm
512.000
100.000
Paku
100.000
80.000
Upah Pembuatan KJA dan jangkar (TK operasional)
770.000
770.000
Drum Pelampung
Upah Pembuatan Jaring*
40.000
40.000
Upah Pembuatan Waring
150.000
100.000
Upah Tarik KJA dan kapal
100.000
75.000
Jaring *
100.000
100.000
Waring
300.000
180.000
Pemberat
72.000
48.000
Kapal *
300.000
300.000
Mesin *
540.000
540.000
Total Biaya Investasi 2
-
4.101.000
Biaya Tetap Tenaga Kerja Pemeliharaan
85
4.804.000
-
1.820.000
1.820.000
1.820.000
3.640.000
Perbaikan jaring*
60.000
40.000
40.000
80.000
Perawatan KJA
75.000
50.000
50.000
100.000
Perbaikan waring
15.000
10.000
10.000
20.000
Alat Produksi Serok
50.000
50.000
50.000
100.000
Sterofom
40.000
40.000
40.000
80.000
Tudung Saji
30.000
30.000
30.000
60.000
Bambu Penarik Waring
30.000
30.000
30.000
60.000
Tempat Pakan
5.000
5.000
5.000
10.000
Gunting
7.000
7.000
7.000
14.000
Dirigen
60.000
Total Biaya Tetap 3
2.192.000
60.000
2.142.000
120.000 4.284.000
Biaya Variabel Benih
4.000.000
4.000.000
4.000.000
8.000.000
Pakan Rucah
598.000
1.404.000
1.404.000
2.808.000
Obat-obatan
50.000
50.000
50.000
100.000
468.000
468.000
468.000
936.000
-
-
-
-
BBM Vitamin Total Biaya Variabel Total Outflow Net benefit Incremental Net Benefit DF 16% PV
5.116.000
5.922.000
12.112.000
12.165.000
(5.123.025)
2.007.087
8.064.000
16.128.000
1.041.062
12.957.175 7.834.149
0,74
0,64
(2.686.154)
773.679
5.019.008
3.106.533
PV Positif
3.106.533
PV Negatif
(2.686.154)
*) Biaya setelah memperhitungkan input usaha (biaya bersama)
11.844.000
0,86
NPV
Net B/C
5.922.000
6.164.087
(3.115.938)
IRR
86
60.000
2.142.000
52% 1,16
Lampiran 26. Cashflow pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan Kondisi Optimal Skenario 1 No
Uraian
A
Tahun
Tanpa Proyek 1
2
3
15.531.055
15.531.055
Inflow Penjualan Ikan
6.988.975
Nilai sisa
56.000
Total Inflow B
6.988.975
15.531.055
15.587.055
31.062.109 741.000 31.803.109
Outflow 1
Biaya Investasi Konstruksi KJA Bambu hitam diameter 9 cm
432.000
432.000
Drum Pelampung
840.000
840.000
Tali tambang 6 mm
84.000
84.000
Tali jangkar polyethylene 8 mm
100.000
100.000
Paku Upah Pembuatan KJA dan jangkar (TK operasional) Upah Pembuatan Jaring 1 buah * Upah Pembuatan Waring Upah Tarik KJA dan kapal
80.000 770.000
40.000
40.000
100.000
100.000
75.000
75.000
Jaring *
100.000
100.000
Waring
180.000
180.000
Pemberat
48.000
48.000
Kapal *
300.000
300.000
Mesin *
540.000
540.000
Total Biaya Investasi 2
4.101.000
-
-
1.820.000
3.640.000
4.101.000
Biaya Tetap Tenaga Kerja Pemeliharaan
87
80.000 770.000
1.820.000
1.820.000
Perbaikan jaring *
40.000
40.000
40.000
80.000
Perawatan KJA
50.000
50.000
50.000
100.000
Perbaikan waring
10.000
10.000
10.000
20.000
Serok
50.000
50.000
50.000
100.000
Sterofom
40.000
40.000
40.000
80.000
Tudung Saji
30.000
30.000
30.000
60.000
Bambu Penarik Waring
30.000
30.000
30.000
60.000
5.000
5.000
5.000
10.000
Alat Produksi
Tempat Pakan Gunting
7.000
7.000
7.000
14.000
Dirigen
60.000
60.000
60.000
120.000
Total Biaya Tetap 3
2.142.000
2.142.000
4.284.000
Biaya Variabel Benih
4.000.000
4.000.000
4.000.000
8.000.000
Pakan Rucah
1.404.000
1.890.000
1.890.000
3.780.000
50.000
50.000
50.000
100.000
468.000
468.000
468.000
936.000
-
-
-
-
Obat-obatan BBM Vitamin Total Biaya Variabel Total Outflow Net benefit Incremental Net Benefit DF 16% PV
5.922.000
6.408.000
6.408.000
12.816.000
12.165.000
12.651.000
8.550.000
17.100.000
(5.176.025)
2.880.055
7.037.055
14.703.109
(2.295.971)
1.861.029
9.527.084
0,86
0,74
0,64
(1.979.285)
1.383.048
6.103.599
NPV
5.507.362
PV Positif
5.507.362
PV Negatif
(1.979.285)
IRR Net B/C *) Biaya setelah memperhitungkan input usaha (biaya bersama)
88
2.142.000
114% 2,78
Lampiran 27. Cashflow pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan Kondisi Optimal Skenario 2 No
Uraian
Tahun
Tanpa Proyek 1
A
2
3
Inflow Penjualan Ikan
6.988.975
15.531.055
15.531.055
Nilai sisa
56.000
Total Inflow B
6.988.975
15.531.055
15.587.055
31.062.109 741.000 31.803.109
Outflow 1
Biaya Investasi Konstruksi KJA Bambu hitam diameter 9cm
432.000
432.000
Drum Pelampung
840.000
840.000
Tali tambang 6 mm
84.000
84.000
Tali jangkar polyethiline 8 mm
512.000
512.000
80.000
80.000
770.000
770.000
40.000
40.000
100.000
100.000
75.000
75.000
Jaring *
100.000
100.000
Waring
180.000
180.000
Paku Upah Pembuatan KJA dan jangkar (TK operasional) Upah Pembuatan Jaring 1 buah * Upah Pembuatan Waring Upah Tarik KJA dan kapal
Pemberat
48.000
48.000
Kapal *
300.000
300.000
Mesin *
540.000
540.000
Total Biaya Investasi 2
-
4.101.000
Biaya Tetap Tenaga Kerja Pemeliharaan
89
4.101.000
-
1.820.000
1.820.000
1.820.000
3.640.000
Perbaikan jaring*
40.000
40.000
40.000
80.000
Perawatan KJA
50.000
50.000
50.000
100.000
Perbaikan waring
10.000
10.000
10.000
20.000
Alat Produksi Serok
50.000
50.000
50.000
100.000
Sterofom
40.000
40.000
40.000
80.000
Tudung Saji
30.000
30.000
30.000
60.000
Bambu Penarik Waring
30.000
30.000
30.000
60.000
5.000
5.000
5.000
10.000
Gunting
7.000
7.000
7.000
14.000
Dirigen
60.000
60.000
60.000
120.000
Tempat Pakan
Total Biaya Tetap 3
2.142.000
2.142.000
4.284.000
Biaya Variabel Benih
4.000.000
4.000.000
4.000.000
8.000.000
Pakan Rucah
1.404.000
1.404.000
1.404.000
2.808.000
50.000
50.000
50.000
100.000
468.000
468.000
468.000
936.000
Pembersihan karamba
-
270.000
270.000
540.000
multivitamin
-
420.000
420.000
840.000
Obat-obatan BBM
Total Biaya Variabel Total Outflow Net benefit Incremental Net Benefit DF 16% PV NPV
5.922.000
6.192.000
6.612.000
13.224.000
12.165.000
12.435.000
8.754.000
17.508.000
(5.176.025)
3.096.055
6.833.055
14.295.109
(2.079.971)
1.940.029
9.402.084
0,86
0,74
0,64
(1.793.078)
1.231.443
5.842.211
5.280.575
PV Positif
5.280.575
PV Negatif
(1.793.078)
IRR Net B/C *) Biaya setelah memperhitungkan input usaha (biaya bersama)
90
2.142.000
118% 2,94
Lampiran 28. Cashflow pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan Kondisi Optimal dengan Asumsi Kenaikan Pakan Sebesar 20% No
Uraian
Tahun
Tanpa Proyek 1
A
2
3
Inflow Penjualan Ikan
6.988.975
14.172.087
Nilai sisa
56.000
Total Inflow B
14.172.087
6.988.975
14.172.087
14.172.087
28.344.175 741.000 29.085.175
Outflow 1
Biaya Investasi Konstruksi KJA Bambu hitam diameter 9cm
504.000
432.000
1.190.000
840.000
Tali tambang 6 mm
126.000
300.000
Tali jangkar polyehtyline 8 mm
512.000
100.000
Drum Pelampung
Paku
100.000
80.000
Upah Pembuatan KJA dan jangkar (TK operasional)
770.000
770.000
Upah Pembuatan Jaring*
40.000
40.000
Upah Pembuatan Waring
150.000
100.000
Upah Tarik KJA dan kapal
100.000
75.000
Jaring *
100.000
100.000
Waring
300.000
180.000
Pemberat
72.000
48.000
Kapal *
300.000
300.000
Mesin *
540.000
540.000
Total Biaya Investasi
-
5.216.000
4.101.000
1.820.000
1.820.000
1.820.000
3.640.000
Perbaikan jaring *
60.000
40.000
40.000
80.000
Perawatan KJA
75.000
50.000
50.000
100.000
2
Biaya Tetap Tenaga Kerja Pemeliharaan
91
-
Perbaikan waring
15.000
10.000
10.000
20.000
Serok
50.000
50.000
50.000
100.000
Sterofom
40.000
40.000
40.000
80.000
Tudung Saji
30.000
30.000
30.000
60.000
Bambu Penarik Waring
30.000
30.000
30.000
60.000
5.000
5.000
5.000
10.000
Alat Produksi
Tempat Pakan Gunting
7.000
7.000
7.000
14.000
Dirigen
60.000
60.000
60.000
120.000
Total Biaya Tetap 3
2.192.000
2.142.000
4.284.000
Biaya Variabel Benih
4.000.000
4.000.000
4.000.000
8.000.000
Pakan Rucah
598.000
1.684.800
1.684.800
3.369.600
Obat-obatan
50.000
50.000
50.000
100.000
468.000
468.000
468.000
936.000
-
-
-
-
BBM Vitamin Total Biaya Variabel Total Outflow Net benefit Incremental Net Benefit DF 16% PV
5.116.000
6.202.800
6.202.800
12.405.600
12.524.000
12.445.800
8.344.800
16.689.600
(5.535.025)
1.726.287 (3.808.738) 0,86 (3283.395)
NPV
1.370.684
PV Positif
1.370.684
PV Negatif IRR Net B/C *) Biaya setelah memperhitungkan input usaha (biaya bersama)
92
2.142.000
(3.283.395) 20% 0.42
5.883.287 384.262 0,74 258.815
12.395.575 6.860.549 0,64 4.395.263
Lampiran 29. Cashflow pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan Kondisi Optimal Skenario 1 dengan Asumsi Kenaikan Pakan Sebesar 20% No
Uraian
Tahun
Tanpa Proyek 1
A
2
3
Inflow Penjualan Ikan
6.988.975
15.531.055
Nilai sisa Total Inflow B
6.988.975
15.531.055
15.531.055
31.062.109
56.000
741.000
15.587.055
31.803.109
Outflow 1
Biaya Investasi Konstruksi KJA Bambu hitam diameter 9cm
432.000
432.000
Drum Pelampung
840.000
840.000
Tali tambang 6 mm
84.000
84.000
Tali jangkar polyethiline 8 mm
512.000
512.000
Paku Upah Pembuatan KJA dan jangkar (TK operasional) Upah Pembuatan Jaring 1 buah * Upah Pembuatan Waring Upah Tarik KJA dan kapal
80.000 770.000
40.000
40.000
100.000
100.000
75.000
75.000
Jaring *
100.000
100.000
Waring
180.000
180.000
Pemberat
48.000
48.000
Kapal *
300.000
300.000
Mesin *
540.000
540.000
Total Biaya Investasi 2
4.101.000
-
-
4.101.000
Biaya Tetap Tenaga Kerja Pemeliharaan Perbaikan jaring *
93
80.000 770.000
1.820.000
1.820.000
1.820.000
3.640.000
40.000
40.000
40.000
80.000
Perawatan KJA
50.000
50.000
50.000
100.000
Perbaikan waring
10.000
10.000
10.000
20.000
Serok
50.000
50.000
50.000
100.000
Sterofom
40.000
40.000
40.000
80.000
Tudung Saji
30.000
30.000
30.000
60.000
Bambu Penarik Waring
30.000
30.000
30.000
60.000
Tempat Pakan
5.000
5.000
5.000
10.000
Gunting
7.000
7.000
7.000
14.000
Dirigen
60.000
60.000
60.000
120.000
Alat Produksi
Total Biaya Tetap 3
2.142.000
4.284.000
Biaya Variabel Benih
4.000.000
4.000.000
4.000.000
8.000.000
Pakan Rucah
1.404.000
2.268.000
2.268.000
4.536.000
50.000
50.000
50.000
100.000
468.000
468.000
468.000
936.000
-
-
-
-
Obat-obatan BBM Vitamin Total Biaya Variabel Total Outflow Net benefit Incremental Net Benefit DF 16% PV NPV PV Positif PV Negatif IRR Net B/C *) Biaya setelah memperhitungkan input usaha (biaya bersama)
94
2.142.000
2.142.000
5.922.000
6.786.000
6.786.000
13.572.000
12.165.000
13.029.000
8.928.000
17.856.000
(5.176.025)
2.502.055
6.659.055
13.947.109
(2.673.971)
1.483.029
8.771.084
0,86
0,74
0,64
(2.305.147)
1.102.132
5.619.262
4.416.246 4.416.246 (2.305.147) 82% 1,92
Lampiran 30. Cashflow pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan Kondisi Optimal Skenario 2 dengan Asumsi Kenaikan Pakan Sebesar 20% No
Uraian
A
Tahun
Tanpa Proyek 1
2
3
15.531.055
15.531.055
31.062.109
56.000
741.000
Inflow Penjualan Ikan
6.988.975
Nilai sisa Total Inflow B
6.988.975
15.531.055
15.587.055
31.803.109
Outflow 1
Biaya Investasi Konstruksi KJA Bambu hitam diameter 9cm Drum Pelampung
432.000
840.000
840.000
Tali tambang 6 mm
84.000
84.000
Tali jangkar polyethiline 8 mm
512.000
512.000
Paku
80.000
80.000
770.000
770.000
40.000
40.000
100.000
100.000
75.000
75.000
Jaring *
100.000
100.000
Waring
180.000
180.000
Upah Pembuatan KJA dan jangkar (TK operasional) Upah Pembuatan Jaring 1 buah* Upah Pembuatan Waring Upah Tarik KJA dan kapal
Pemberat
48.000
48.000
Kapal *
300.000
300.000
Mesin *
540.000
540.000
4.101.000
4.101.000
Total Biaya Investasi 2
-
-
Biaya Tetap Tenaga Kerja Pemeliharaan Perbaikan jaring*
95
432.000
1.820.000
1.820.000
1.820.000
3.640.000
40.000
40.000
40.000
80.000
Perawatan KJA
50.000
50.000
50.000
100.000
Perbaikan waring
10.000
10.000
10.000
20.000
Serok
50.000
50.000
50.000
100.000
Sterofom
40.000
40.000
40.000
80.000
Tudung Saji
30.000
30.000
30.000
60.000
Bambu Penarik Waring
30.000
30.000
30.000
60.000
Alat Produksi
Tempat Pakan
5.000
5.000
5.000
10.000
Gunting
7.000
7.000
7.000
14.000
Dirigen
60.000
60.000
60.000
120.000
Total Biaya Tetap 3
2.142.000
2.142.000
4.284.000
Biaya Variabel Benih
4.000.000
4.000.000
4.000.000
8.000.000
Pakan Rucah
1.404.000
1.684.800
1.684.800
3.369.600
50.000
50.000
50.000
100.000
Obat-obatan BBM
468.000
468.000
468.000
936.000
Pembersihan karamba
-
270.000
270.000
540.000
multivitamin
-
420.000
420.000
840.000
Total Biaya Variabel Total Outflow Net benefit Incremental Net Benefit DF 16% PV
5.922.000
6.472.800
6.892.800
13.785.600
12.165.000
12.715.800
9.034.800
18.069.600
(5.176.025)
2.815.225
6.552.255
13.733.509
(2.360.771)
11.376.229
8.557.484
0,86 (2.035.147)
NPV
4.470.033
PV Positif
4.470.033
PV Negatif
(2.035.147)
IRR Net B/C *) Biaya setelah memperhitungkan input usaha (biaya bersama)
96
2.142.000
91% 2,20
0,74
0,64
1.022.762
5.482.418