ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN DI PULAU PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA
Oleh : Febryanto Wardhana Utama A14105546
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN FEBRYANTO WARDHANA UTAMA. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Di Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. (Di bawah bimbingan LUSI FAUSIAH). Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memilliki potensi kelautan dan perikanan yang besar. Sumberdaya perikanan yang telah besar dimaanfaatkan adalah komoditas ikan karang, seperti ikan kerapu (Epinephelus spp.). Indonesia merupakan produsen terbesar kedua dengan pertumbuhan produksi 14,7% per tahun. Produksi kerapu di Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan langsung di laut. Negara yang menjadi tujuan ekspor untuk ikan kerapu Indonesia adalah Hongkong, Taiwan, Singapura, Cina, dan Jepang. Hongkong adalah negara tujuan ekspor utama Indonesia untuk kerapu. Ekspor kerapu indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Hal ini disebabkan terjadinya over fishing ikan kerapu karena nilai ekonomisnya yang tinggi. Salah satu wilayah yang mempunyai kontribusi dalam produksi kerapu adalah perairan Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu berada di wilayah Teluk Jakarta yang memiliki banyak potensi dibidang kelautan dan perikanan, antara lain ikan konsumsi, ikan hias, terumbu karang, rumput laut, dan mangrove. Ikan yang paling banyak ditangkap oleh nelayan adalah kerapu. Karena jumlah hasil tangkapan yang cenderung menurun, saat ini pemerintah melalui DKP lebih fokus untuk mengembangkan budidaya kerapu. Dari jenis-jenis ikan kerapu, ikan kerapu macan memiliki kelebihan dibandingkan ikan kerapu jenis lain. Ikan ini bernilai ekonomis tinggi karena mempunyai daging yang lezat, bergizi tinggi dan mengandung asam lemak tak jenuh. Keberhasilan pengembangan budidaya ikan sangat ditentukan oleh pasokan benih yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas. Permasalahan utama dalam pengembangan budidaya ikan kerapu macan adalah terbatasnya benih dalam kualitas maupun kuantitas, meskipun diantara ikan kerapu lainnya, pembenihan jenis ikan ini relatif lebih mantap. Meskipun memiliki prospek yang baik dan potensi sumber daya alam yang baik, budidaya kerapu dengan sistem KJA masih belum banyak dilakukan oleh masyarakat. Kendala utama yang dihadapi oleh masyarakat adalah modal untuk menjalankan budidaya kerapu, khususnya ikan kerapu macan. Kendala yang kedua adalah ketersediaan bibit ikan kerapu macan di Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Panggang yang belum mampu dipenuhi oleh pihak pemasok bibit yang ada di Kepulauan Seribu. Berdasarkan keadaan diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan usaha untuk mengetahui apakah KJA yang ada di Pulau Panggang saat ini layak atau tidak diusahakan jika dilihat dari aspek finansial, aspek teknis, dan aspek pasar. Aspek-aspek yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah aspek finansial, aspek pasar, dan aspek teknis. Pada analisis finansial dianalisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Periods (PP). Pada analisis pendpatan usaha dilakukan analisis R/C Ratio, dan Cost per Unit, Analisis sensitiviitas dilaukan untuk melihat daya tahan usaha terhadap perubahan biaya variabel (harga bibit ikan kerapu macan) dan tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu macan.
Analisis terhadap aspek pasar budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang dilakukan dengan melihat potensi permintaan dan penawaran di pasar. Setiap tahunnya, Hongkong mengimpor ikan kerapu hidup dalam jumlah yang besar dari mancanegara, seperti Australia, Malaysia, Filipina dan Indonesia sebesar 30.000 ton sedangkan Indonesia baru bisa memasok rata-rata 267,19 ton per tahun. Harga ikan kerapu macan di Pulau Panggang berkisar antara Rp. 120.000,- sampai Rp. 125.000,- per kilogram, sedangkan di Jakarta berkisar antara Rp. 130.000,- per kilogram. Berdasarkan gambaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa peluang usaha budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang masih sangat besar dan layak untuk diusahakan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dilapangan, secara teknis masih banyak yang harus dibenahi dalam budidaya ikan kerapu macan KJA karena kebanyakan petani masih menggunakan cara tradisional yang beresiko tinggi menyebabkan kegagalan panen. Hal ini dapat dilihat dari survival rate (SR) kerapu macan budidaya yang berkisar 53,8-69,8 persen, sedangkan SR kerapu macan ideal berkisar antara 70-75 persen. Penyuluhan yang lebih intensif dan pemberian pelatihan mengenai teknik budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA dari Sudin Perikanan Kepulauan Seribu dan pihak lain yang terkait diharapkan mampu meningkatkan ketrampilan pembudidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang. Berdasarkan hasil analisis finansial yang dilakukan, maka usaha budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA ukuran 2 kotak, 4 kotak, maupun 6 kotak dan KJT 4x4 meter layak untuk diusahakan karena memberikan tambahan manfaat yang positif setelah dianalisis dalam nilai sekarang. Hasil analisis sensitivitas pada KJA maupun KJT menunjukkan usaha ini masih memberikan keuntungan walaupun terjadi penurunan nilai SR dan kenaikan harga bibit ikan kerapu macan sebesar 10 persen. Penelitian budidaya ikan kerapu macan dengan KJA di Pulau Panggang didapatkan bahwa usaha budidaya kerapu macan dengan menggunakan sistem KJA layak diusahakan secara teknis tetapi harus dengan adanya perbaikan dibeberapa komponen teknis seperti pemberian pakan dan vitamin, dan penentuan lokasi yang benar-benar sesuai untuk KJA. Usaha budidaya kerapu macan dengan menggunakan sistem KJA layak diusahakan dari aspek pasar karena pembeli yang tersedia banyak serta mampu membeli seluruh hasil produksi petani budidaya ikan kerapu macan sesuai dengan harga pasar. Usaha budidaya kerapu macan dengan menggunakan sistem KJA layak diusahakan dari aspek finansial karena Nilai NPV yang didapat bernilai positif, IRR lebih besar dari DF, Net B/C yang lebih besar dari satu serta payback periode yang masih berada dalam umur proyek. Budidaya dengan sistem KJA lebih baik dibandingkan KJT karena keuntungan yang didapatkan lebih besar serta sensitifitas KJA terhadap perubahan biaya variabel maupun SR lebih baik dibandingkan dengan KJT.
ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN DI PULAU PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA
Oleh : Febryanto Wardhana Utama A14105546
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Di Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Nama : Febryanto Wardhana Utama NRP : A14105546 Program Studi : Ektensi Manajemen Agribisnis
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Lusi Fausia, M.Ec NIP 131 578 845
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019
Tanggal kelulusan: 13 Juni 2006
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN DI PULAU PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHANBAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH
Bogor,
Juni 2008
Febryanto Wardhana Utama A14105546
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Februari 1984 di Medan, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan A. Bangun dan S. Surbakti. Pendidikan yang telah penulis tempuh adalah SD pada tahun 1989 ,SLTP pada tahun 1995. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan ke SMUN 1 Medan, dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan Diploma 3 pada Program Studi Teknologi Informasi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Setelah itu pada tahun 2005 penulis melanjutkan kembali pendidikannya ke Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Bapa atas segala kasih dan Berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini mengambil topik mengenai ”Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Di Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha budidaya ikan kerapu macan dengan sistem budidaya karamba jaring apung. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk lebih menyempurnakan skripsi ini. Semoga apa yang penulis sampaikan pada skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Bogor,
Juni 2008
Febryanto Wardhana Utama A14105546 .
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH BAPA atas segala kasih dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan moril, semangat, bimbingan dan arahan dari semua pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua tercinta A.Bangun dan S. Surbakti serta adik-adikku tersayang Astra Yudha Riady dan Afriliany Tri Lestari yang telah memberikan dukungan moril, materil serta doa dan kasih sayang. 2. Ir. Lusi Fausia, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya. 3. Ir. Juniarti Atmakusumah, M.Si yang telah menjadi dosen evaluator yang memberikan banyak saran pada penelitian saya. 4. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji utama yang telah memberikan koreksi dan saran pada skripsi saya. 5. Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji komdik yang memberikan koreksi dan saran pada penulisan skripsi saya. 6. Someone special for the passion and love. You give me more than I need. 7. Anak-anak Mariners Camp. Iqbal, Eponk, Kincit, Alin, Inyo, Farah, Franky,
Gilang
atas
dukungan
dan
bantuannya
selama
penulis
melaksanakan penelitian dan skripsi. 8. Teman-teman X10C Murry”entes” Hadi N, Simon A, Tomson B, Alfredo Z, Panjang, Marudut H, Dongok, serta semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xii DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xiv
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 8 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian................................................................................ 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Laut di Indonesia.............................................................................10 2.2 Biologi Ikan Kerapu.........................................................................................11 2.3 Prospek Budidaya Ikan Kerapu di Indonesia ...................................................13 2.3.1 Budidaya Ikan dengan Karamba Jaring Apung ......................................17 2.3.2 Teknik Budidaya Ikan Kerapu dengan Sistem Karamba Jaring Apung ...........................................................................................18 2.4 Penelitian Terdahulu ........................................................................................25 2.5 Persamaan dan Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu ................................27 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi..................................................................28 3.1.1.1 Analisis Kelayakan Finansial.....................................................29 3.1.1.2 Analisis Kelayakan Pasar...........................................................30 3.1.1.3 Analisis Kelayakan Teknis ........................................................30 3.1.1.4 analisis dampak Terhadap Lingkungan .....................................31 3.1.2 Teori Biaya dan Manfaat ........................................................................31 3.1.3 Analisis Sensitivitas................................................................................32 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................................33
IV. METODOLOGI 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................................35 4.2 Jenis dan Sumber Data .....................................................................................35 4.3 Metode Analisis Data.......................................................................................36 4.4 Analisis Kelayakan Investasi ...........................................................................36 4.5 Analisis Sensitivitas .........................................................................................40 V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Potensi Sumber Daya Manusia ........................................................................41 5.2 Karakteristik Nelayan Pulau Panggang............................................................42 5.3 Nelayan dan Pembudidaya di Pulau Panggang................................................44 5.4 Permasalahan Nelayan di Pulau Panggng .......................................................47
VI. ANALISIS KELAYAKAN USAHA 6.1 Analisis Aspek Pasar.......................................................................................49 6.1.1 Keputusan Kelayakan Berdasarkan Aspek Pasar...................................52 6.2 Analisis Aspek Teknis ....................................................................................52 6.2.1 Pemilihan Lokasi Karamba Jaring Apung .............................................52 6.2.2 Teknik Budidaya Ikan Kerapu dengan Sistem KJA 6.2.2.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan ................................................55 6.2.2.2 Penebaran Bibit .........................................................................56 6.2.2.3 Pemberian Pakan.......................................................................57 6.2.2.4 Penyortiran (Sampling) .............................................................60 6.2.2.5 Perbaikan dan Pembersihan Waring .........................................60 6.2.2.6 Pemanenan ................................................................................61 6.2.3 Keputusan Kelayakan Berdasarkan Aspek Teknis ................................61 6.3 Analisis Dampak Terhadap Lingkungan.........................................................62 6.3.1 Keputusan Berdasarkan Analisis Dampak Lingkungan.........................62 6.4 Analisis Aspek Finansial 6.4.1 Identifikasi Biaya Manfaat ....................................................................63 6.4.2 Keuntungan............................................................................................76 6.4.3 Proyeksi Cash Flow...............................................................................76 6.4.4 Kriteria Kelayakan Usaha
6.4.4.1 Analisis Kelayakan Investasi Usaha .........................................78 6.5 Analisis Sensitifitas.........................................................................................82 6.5.1 Penurunan SR Sebesar 10 Persen ..........................................................83 6.5.2 Kenaikan Harga Bibit Kerapu Macan 10 Persen...................................87 6.6 Keputusan Kelayakan Berdasarkan Aspek Finansial......................................91 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan .....................................................................................................92 7.2 Saran................................................................................................................93 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................94 LAMPIRAN.........................................................................................................96
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Produksi Ikan Kerapu Nasional........................................................................3 2. Nilai Produksi Ikan Kerapu ..............................................................................3 3. Produksi Ikan Kerapu Kepulauan Seribu .........................................................6 4. Evaluasi Penilaian Lokasi Karamba Jaring Apung ........................................20 5. Hubungan Antara Ukuran Benih Dengan Mata Waring ................................21 6. Komposisi Pekerjaan Kepala Keluarga di Kelurahan Pulau Panggang Tahun 2001 (KK) ..........................................................................41 7. Komposisi Pekerjaan Penduduk di Kelurahan Pulau Panggang Tahun 2001 ....................................................................................................42 8. Pendidikan Nelayan Pulau Panggang.............................................................43 9. Persentase Nelayan Menurut Penggunaan Alat Tangkap...............................44 10. Penghasilan Rata-rata Nelayan Berdasarkan Alat Tangkap...........................47 11. Ekspor Nasional Kerapu.................................................................................50 12. Kondisi Fisika, Kimia Pulau-Pulau di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu .............54 13. Aturan Pemberian Pakan Ikan Rucah Untuk Ikan Kerapu.............................58 14. Komponen Biaya Investasi Ikan Kerapu Macan 2 Kotak ..............................64 15. Komponen Biaya Ikan Kerapu Macan 4 Kotak .............................................65 16. Komponen Biaya Investasi Ikan Kerapu Macan 6 Kotak ..............................66 17. Komponen Biaya Variabel Ikan Kerapu Macan 2 Kotak...............................67 18. Komponen Biaya Variabel Ikan Kerapu Macan 4 Kotak...............................68 19. Komponen Biaya Variabel Ikan Kerapu Macan 6 Kotak...............................69 20. Penyusutan KJA 2 Kotak................................................................................73 21. Penyusutan KJA 4 Kotak................................................................................74 22. Penyusutan KJA 6 Kotak................................................................................75 23. Analisis Kelayakan Investasi Usaha...............................................................91 24. Analisis Sensitifitas SR Turun 10 persen .......................................................91 25. Analisis Sensitifitas Biaya Bibit naik 10 persen.............................................91
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogattus)...............................................11 2. Karamba Jaring Apung......................................................................................14 3. Jumlah Rumah Tangga/Pengusaha Budidaya ...................................................16 4. Luas Lahan Budidaya Karamba ........................................................................16
5. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya Karamba ...............................................16 6. Konstruksi Karamba Jaring Apung ...................................................................17 7. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Kerapu dengan Sistem KJA..................................................34 8. Rantai Pemasaran Ikan Kerapu Macan Hasil Budidaya di Pulau Panggang ............................................................................................51 9. Persiapan Wadah Karamba Jaring Apung.........................................................56 10. Proses Aklimatisasi Ikan Kerapu Macan..........................................................57 11. Pakan Alami (Rucah) Ikan Kerapu Macan.......................................................58 12. Waring Yang Sedang Dijemur Setelah Dibersihkan ........................................61
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Proyeksi Rugi Laba KJA 2 Kotak ....................................................................96 2. Proyeksi Rugi Laba KJA 4 Kotak ....................................................................97 3. Proyeksi Rugi Laba KJA 6 Kotak ....................................................................98 4. Cash Flow KJA 2 Kotak...................................................................................99 5. Cash Flow KJA 4 Kotak.................................................................................100 6. Cash Flow KJA 6 Kotak.................................................................................101 7. Analisis Sensitifitas Harga Bibit Kerapu Naik 10% KJA 2 Kotak ................102 8. Analisis Sensitifitas Harga Bibit Kerapu Naik 10% KJA 4 Kotak ................103 9. Analisis Sensitifitas Harga Bibit Kerapu Naik 10% KJA 6 Kotak ...............104 10. Analisis Sensitifitas SR Turun 10% KJA 2 Kotak ........................................105 11. Analisis Sensitifitas SR Turun 10% KJA 4 Kotak ........................................106 12. Analisis Sensitifitas SR Turun 10% KJA 6 Kotak .......................................107
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sumberdaya kelautan dan perikanan merupakan potensi yang dapat memberikan manfaat ekonomi yang tinggi kepada masyarakat. Sebagai negara maritim yang mempunyai luas perairan sekitar 5,8 juta km2, garis pantai sepanjang 81.000 km serta pantai berkarang yang menyimpan kekayaan flora dan fauna seluas 3.124.747 Ha Indonesia belum sepenuhnya memanfaatkan potensi tersebut (Departemen Kelautan dan Perikanan/DKP, 2005). Saat ini sektor kelautan dan perikanan dapat dijadikan sebagai salah satu pilar dalam pemulihan krisis ekonomi yang dialami bangsa Indonesia. Beberapa landasan yang dapat dijadikan sebagai alasan untuk lebih meningkatkan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan antara lain sebagai berikut : (1) Permintaan ikan konsumsi dari luar negeri, khususnya ikan karang konsumsi belum dapat diakomodasi seluruhnya karena minimnya produksi Indonesia; (2) Perkembangan teknologi dibidang kelautan dan perikanan juga dapat mendorong pemanfaatan sumberdaya yang belum banyak dieksplorasi; (3) Pertambahan penduduk menyebabkan permintaan barang dan jasa juga turut meningkat, selain itu juga terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat dewasa ini yang lebih berorientasi pada makanan laut1). Saat ini sumberdaya perikanan yang telah dimanfaatkan dalam skala yang cukup besar adalah komoditas ikan karang, seperti ikan kerapu (Epinephelus spp.). Ikan kerapu banyak terdapat di ekosistem terumbu karang khususnya di kawasan Asia Pasifik. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, (2005) pada 1) www.portaliptek.com
tahun 1997 kawasan ini memasok sekitar 90 persen dari total produksi kerapu dunia. Ikan kerapu digolongkan dalam komoditas terpenting dan telah banyak informasi berbagai aspek dalam pemilihannya sebagai komoditas budidaya. Dari jenis-jenis ikan kerapu, ikan kerapu macan memiliki kelebihan dibandingkan ikan kerapu jenis lain. Ikan ini bernilai ekonomis tinggi karena mempunyai daging yang lezat, bergizi tinggi dan mengandung asam lemak tak jenuh. Dengan tingginya permintaan pasar terhadap ikan kerapu macan, usaha ikan kerapu macan harus dilakukan. Indonesia merupakan produsen terbesar kedua dengan pertumbuhan produksi 14,7 persen per tahun2). Produksi kerapu di Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan langsung di laut. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, (2005) produksi ikan kerapu budidaya hanya sekitar 7.500 ton atau sekitar 15,45 persen dari sekitar 48.516 ton produksi kerapu Indonesia. Perdagangan kerapu Indonesia berkembang dengan pesat pada pertengahan tahun 1990-an dengan jumlah ekspor sebesar 300 ton pada tahun 1989 menjadi 3.800 ton pada tahun 1995. Besarnya tingkat permintaan ikan konsumsi terutama ikan kerapu disebabkan adanya permintaan pasar luar negeri terhadap ikan karang hidup konsumsi yang dikenal dengan istilah Live Reef Fish for Food (LRFF). Jumlah produksi ikan kerapu nasional dapat dilihat pada Tabel 1.
2) www.portaliptek.con
Tabel 1. Produksi Ikan Kerapu Nasional Jenis Ikan Kerapu Karang Kerapu Bebek Kerapu Balong
1999 (Ton) 43.472 -
Tahun 2001 2002 (Ton) (Ton) 48.516 48.400 -
2000 (Ton) 48.422 -
2003 (Ton) 53.743 -
2004 (Ton) 14.392 5.807 1.182
Keterangan : - (Data Tidak Tersedia) Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan, 2005
Negara yang menjadi tujuan ekspor untuk ikan kerapu Indonesia adalah Hongkong, Taiwan, Singapura, Cina, dan Jepang. Hongkong adalah negara tujuan ekspor utama Indonesia untuk kerapu. Pada tahun 2000, total impor kerapu Hongkong sebesar 14.000 ton, Indonesia memasok sebanyak 252,60 ton (DKP, 2005). Ekspor kerapu indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Hal ini disebabkan terjadinya over fishing ikan kerapu karena nilai ekonomisnya yang tinggi. Meskipun ekspor ikan kerapu terus mengalami penurunan, tetapi nilai ekspor yang dihasilkan masih cukup tinggi sehingga ikan kerapu tetap masih menjadi komoditi yang menjanjikan untuk ekspor. Nilai produksi ikan kerapu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Produksi Ikan Kerapu Jenis Ikan Kerapu Karang Kerapu Bebek Kerapu Lumpur
2001 (Rp) 509.113.698 -
Tahun 2002 (Rp) 2003 (Rp) 617.975.592 561.328.311 -
2004 (Rp) 147.186.349 213.901.280 49.021.850
Keterangan : - (Data Tidak Tersedia) Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan, 2005
Ikan
kerapu
macan
hasil
budidaya
juga
memiliki
keunggulan
dibandingkan dengan hasil tangkapan langsung di laut. Keunggulan yang pertama adalah ukuran ikan yang seragam, yang memungkinkan pembudidaya untuk
memanen ikan pada saat ukuran panen/konsumsi yang memiliki nilai ekonomis paling tinggi yaitu pada saat ikan berbobot delapan ons. Yang kedua adalah pasokan ikan kerapu macan hasil budidaya dapat terus menerus ada karena dapat diatur masa penanaman dan panen sesuai dengan kebutuhan pembudidaya/pasar. Nilai produksi ikan kerapu yang cukup besar dan keunggulan ikan kerapu hasil budidaya dibandingkan dengan hasil tangkapan langsung membuat Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah menjadikan ikan kerapu sebagai salah satu komoditas unggulan nasional. Salah satu wilayah yang mempunyai kontribusi dalam produksi kerapu adalah perairan Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu berada di wilayah Teluk Jakarta yang memiliki banyak potensi dibidang kelautan dan perikanan, antara lain ikan konsumsi, ikan hias, terumbu karang, rumput laut, dan mangrove. Ikan yang paling banyak ditangkap oleh nelayan adalah kerapu. Sebagai wilayah kabupaten di dalam Propinsi DKI Jakarta, maka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu banyak memiliki ke-khasan yang memerlukan pendekatan khusus pula dalam proses pembangunannya. Beberapa ke-khasan tersebut adalah : (1) Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah wilayah kepulauan yang terdiri atas 110 buah pulau-pulau sangat kecil dan perairan yang luas; (2) Penduduk yang menempati hanya 11 pulau pemukiman yang terpencar dari selatan ke utara dan hampir semua adalah warga pendatang; (3) Alternatif kegiatan pembangunan yang relatif terbatas yaitu utamanya perikanan tangkap dan pariwisata dan lain-lain. Mengingat potensi perairan yang besar, salah satu kegiatan ekonomi yang dapat dikembangkan adalah perikanan budidaya perairan (marikultur). Perairan
laut kawasan ini terdiri dari laut dangkal (shallow sea, perairan karang dalam) berupa reef flat, laguna (goba) dan teluk, serta laut lepas (deep sea) berupa selat (perairan di antara dua pulau) yang berpotensi untuk pengembangan budidaya laut (marikultur). Luas kawasan potensial untuk marikultur tersebut diperkirakan mencapai 4.376 Ha (Soebagyo, 2004). Untuk memulai kegiatan pengembangan marikultur tersebut, Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tahap awal tengah mempelopori mengembangkan budidaya laut percontohan skala besar di empat pulau untuk dijadikan areal budidaya rumput laut dengan sistem longline dan budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA (karamba jaring apung/cage culture) oleh masyarakat, terutama penduduk Pulau Panggang. Jumlah produksi kerapu di Perairan Kepulauan Seribu antara tahun 1994 sampai 2004 sebesar 555,55 ton, tetapi produksi kerapu setiap tahunnya cenderung menurun. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2005), jumlah tangkapan ikan kerapu nasional antara tahun 2002-2003 mengalami penurunan sebesar 72,78 persen. Hal ini disebabkan oleh penangkapan yang banyak menggunakan potasium sianida dan terjadinya over fishing. Karena jumlah hasil tangkapan yang cenderung menurun, saat ini pemerintah melalui DKP lebih fokus untuk mengembangkan budidaya kerapu. Produksi ikan kerapu di Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Produksi Ikan Kerapu di Kepulauan Seribu Tahun Produksi (Kg) 1994 27.856,40 1995 19.246,24 1996 21.494,10 1997 23.726,50 1998 29.141,90 1999 62.491,46 2000 63.075,86 2001 36.466,34 2002 119.100,00 2003 62.410,00 2004 90.540,00 Rata-rata 50.504,44
Pertumbuhan (%) -30,90 11,67 10,38 22,82 114,13 0,93 -42,18 226,60 -72,78 45,07 15,67
Sumber : Suku Dinas Perikanan Kepulauan Seribu, 2005
Kepulauan Seribu merupakan daerah yang sangat berpotensi untuk budidaya kerapu karena memiliki pantai berkarang yang luas. Pantai dengan karakteristik seperti ini merupakan habitat yang paling baik bagi kerapu. Menurut penelitian Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL IPB, 2002), potensi budidaya kerapu di Kepulauan Seribu seluas 359,49 Ha yang tersebar di Kelurahan Pulau Kelapa, Kelurahan Pulau Harapan, Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Pari, dan Kelurahan Pulau Panggang. Kondisi fisik di pulaupulau diatas sangat baik untuk membudidayakan kerapu, terutama budidaya dengan menggunakan Karamba Jaring Apung (KJA). Pemanfaatan lahan ini diharapkan dapat menjadi alternatif mata pencaharian penduduk di Kepulauan Seribu yang mayoritas pekerjaannya adalah nelayan tangkap.
1.2 Perumusan Masalah Keberhasilan pengembangan budidaya ikan sangat ditentukan oleh pasokan benih yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas. Permasalahan utama dalam pengembangan budidaya ikan kerapu macan adalah terbatasnya benih dalam
kualitas maupun kuantitas, meskipun diantara ikan kerapu lainnya, pembenihan jenis ikan ini relatif lebih mantap. Permasalahan kedua yang dihadapi oleh pembudidaya adalah keterbatasan modal yang membatasi untuk dilakukannya pengembangan usaha budidaya ikan kerapu macan. Pengetahuan mengenai teknik budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA juga merupakan permasalahan yang ditemui di Pulau Panggang yang berakibat pada tidak optimalnya hasil budidaya KJA pembudidaya. Kepulauan Seribu khususnya di Pulau Panggang memiliki prospek yang sangat bagus untuk budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA. Sumberdaya alam berupa pantai berkarang yang merupakan habitat kerapu yang sangat baik untuk budidaya dengan sistem KJA merupakan sebuah nilai tambah bagi perairan Kepulauan Seribu. Meskipun memiliki prospek yang baik dan potensi sumber daya alam yang baik, budidaya kerapu dengan sistem KJA masih belum banyak dilakukan oleh masyarakat. Budidaya ikan kerapu, khususnya ikan kerapu macan yang umumnya dilakukan oleh masyarakat Pulau Panggang masih diusahakan dalam skala kecil. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa kendala yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Panggang. Kendala utama yang dihadapi oleh masyarakat adalah modal untuk menjalankan budidaya kerapu, khususnya ikan kerapu macan. Hal ini disebabkan adanya ketakutan pihak perbankan maupun investor selaku pemilik modal mengenai tingkat keberhasilan budidaya ikan kerapu khususnya dengan sistem KJA. Kendala yang kedua adalah ketersediaan bibit ikan kerapu macan di
Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Panggang yang belum mampu dipenuhi oleh pihak pemasok bibit yang ada di Kepulauan Seribu. Berdasarkan keadaan diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan usaha untuk mengetahui apakah KJA yang ada di Pulau Panggang saat ini layak atau tidak diusahakan jika dilihat dari aspek finansial, aspek teknis, dan aspek pasar. Aspek finansial dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya dan pemasukan untuk megusahakan budidaya kerapu sistem KJA sehingga dapat diketahui apakah budidaya diatas layak atau tidak secara finansial. Aspek teknis dilakukan untuk mengetahui apakah lokasi KJA yang dipilih layak atau tidak dilihat dari segi kondisi alam dan ketersediaan input yang digunakan dalam usaha. Aspek pasar perlu dianalisis untuk mengetahui berapa besar tingkat permintaan dan penawaran kerapu di pasar sehingga dapat diketahui peluang pasar yang dapat diraih.
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA di Pulau Panggang ditinjau dari: 1. Aspek finansial 2. Aspek pasar 3. Aspek teknis 4. Analisis sensitifitas 5. Analisis dampak terhadap lingkungan
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : a. Masyarakat Pulau Panggang sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan usaha maupun pengembangan usaha budidaya kerapu macan. b. Calon investor/pengusaha sebagai bahan pertimbangan sebelum berinvestasi pada usaha budidaya kerapu macan dengan sistem KJA. c. Pihak pihak yang terkait khususnya Suku Dinas Perikanan Kepulauan Seribu untuk membantu mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Panggang dalam usaha budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan hanya pada ruang lingkup budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan diatas. Penelitian ini tidak menganalisis karamba Jaring tancap (KJT) yang juga terdapat di Pulau Panggang dikarenakan KJT telah dilarang penggunaannya oleh Pemerintah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. KJT dilarang karena keberadaannya yang terlalu dekat dengan pantai dan konstruksinya yang menancap langsung ke dasar perairan sehingga menyebabkan rusaknya terumbu karang dan mengganggu jalur kapal bersandar.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perikanan Laut di Indonesia Secara garis besar, perikanan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya baik di darat maupun di laut. Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang melakukan penangkapan terhadap hewan air dan tumbuhan air. Perikanan budidaya adalah kegiatan ekonomi yang melibatkan manusia dalam membudidayakan hewan dan tumbuhan air. Menurut DKP (2005), sumberdaya perikanan di Indonesia dibagi menjadi dua wilayah perairan yaitu : (1) Perairan barat yang meliputi perairan : Selat Malaka, timur Sumatera, Laut Jawa, Laut Cina Selatan, dan timur Kalimantan; (2) Perairan timur yang meliputi perairan: Sulawesi, Irian, Maluku, Nusa Tenggara, dan Laut Banda. Karakteristik perairan barat Indonesia ditandai dengan perairan yang subur (banyak terdapat fitoplankton), dangkal dan sumberdaya ikan yang dominan adalah ikan demersal dan pelagis kecil. Ikan pelagis besar hanya terdapat di barat Sumatera, selatan Jawa, dan Selat Makassar. Di perairan timur Indonesia, ikan yang dominan adalah ikan pelagis besar. Akibat dari over fishing, saat ini jumlah ikan di perairan barat Indonesia lebih rendah dibandingkan perairan timur. Daerah lain yang mengalami over fishing adalah perairan utara Jawa, Selat Malaka, dan Selat Bali. Pada perairan timur Indonesia hanya udang saja yang telah diekplorasi dalam jumlah besar, seperti di perairan Laut Arafura dan Papua.
2.2 Biologi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) adalah ikan yang hidup di ekosistem terumbu karang. Bentuk tubuhnya agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam, terdapat bintik putih coklat pada kepala, badan dan sirip, bintik hitam pada bagian dorsal (punggung) dan poterior (badan). Habitat ikan kerapu macan adalah pantai yang banyak alga dan karangnya, setelah dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar terdiri dari pasar berlumpur. Ikan kerapu macan termasuk jenis karnivora dan cara makannya mematuk makanan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai jenis Crustaceae (rebon, dogol, dan krosok), selain itu jenis ikan-ikan pelagis kecil (tembang, teri, dan belanak). Bentuk tubuh ikan krapu macan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) Sumber: www.fishbase.com
Klasifikasi Ikan Kerapu Macan3) Class : Chondrichthyes Sub class : Ellasmobranchii Ordo : Percomorphi Divisi : Perciformes Famili : Serranidae Genus : Epinephelus Species : Epinephelus fuscoguttatus
Di pasar internasional kerapu dikenal dengan nama grouper atau trout. Kerapu mempunyai sekitar 46 spesies yang tersebar di berbagai jenis habitat. Dari semua spesies tersebut, bisa dikelompokkan ke dalam tujuh genus meskipun hanya tiga genus yang sudah dibudidayakan dan menjadi jenis komersial yaitu genus Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus. Spesies
kerapu
komersial
Chromileptes
altivelis
termasuk
jenis
Serranidae, ordo Perciformes. Jenis kerapu ini disebut juga polka dot grouper atau hump backed rocked atau dalam bahasa lokal sering disebut ikan kerapu bebek. Ciri-ciri tubuh adalah berwarna dasar abu-abu dengan bintik hitam. Daerah habitatnya meliputi Kepulauan Seribu, Kepulauan Riau, Bangka, Lampung, dan kawasan perairan terumbu karang. Kerapu Sunu (coral trout) sering ditemukan hidup di perairan berkarang. Warna tubuh merah atau kecoklatan sehingga disebut juga kerapu merah, yang warnanya bisa berubah apabila dalam kondisi stres. Mempunyai bintik-bintik biru bertepi warna lebih gelap. Daerah habitat tersebar di perairan Kep. Karimunjawa, Kep. Seribu, Lampung Selatan, Kep. Riau, Bangka Selatan, dan perairan terumbu karang. Kerapu Lumpur (estuary grouper) 3)www.fishbase.com
mempunyai warna dasar hitam berbintik-bintik sehingga disebut juga Kerapu Hitam. Spesies ini paling banyak dibudidayakan karena laju pertumbuhannya yang cepat dan benih relatif lebih banyak ditemukan. Daerah habitat banyak ditemukan di Teluk Banten, Segara Anakan, Kepulauan Seribu, Lampung, dan daerah muara sungai.
2.3 Prospek Budidaya Ikan Kerapu di Indonesia Budidaya laut (Marine culture) adalah suatu kegiatan pemeliharaan organisme akuatik laut dalam wadah dan perairan yang terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan. Ada beberapa jenis sistem budidaya yang bisa digunakan di laut, yaitu sistem sistem kandang (Pen culture), sistem karamba (Cage culture), dan tali panjang (Longline). Sistem budidaya yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah sistem kandang dan sistem karamba. Sistem kandang adalah metode budidaya yang membatasi suatu wilayah di laut dengan luasan tertentu dengan menggunakan kurungan tancap (dikenal dengan Karamba Jaring Tancap /KJT) atau kurungan apung (dikenal dengan Karamba Jaring Apung/KJA). Sistem ini juga biasa digunakan pada budidaya ikan air tawar dan air payau, tetapi tingkat keberhasilannya di laut masih belum maksimal dibandingkan dengan di air tawar dan payau. Sistem karamba adalah metode budidaya dengan cara membuat suatu bangunan semi permanen di laut dan menempatkan jaring di tengahnya dengan kedalaman tertentu. Sistem ini yang paling banyak digunakan pada budidaya laut di Indonesia. Bentuk dari Karamba Jaring Apung (KJA) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Karamba Jaring Apung Produksi kerapu saat ini masih relatif rendah sehingga mengakibatkan harga jual kerapu juga masih mahal. Harga jual kerapu dalam kondisi hidup lebih mahal dibandingkan dalam keadaan mati (segar). Harga ikan Kerapu Bebek (Chromileptis altivelis) ditingkat produsen atau pembudidaya KJA mencapai Rp 390.000 per kilogram, sedangkan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoguttatus) Rp 90.000 per kilogram. Rendahnya produksi kerapu disebabkan oleh masih tingginya penangkapan langsung dari laut yang hanya bisa menggunakan alat tangkap kail, yaitu hand line dan long line. Alat tangkap ini hanya bisa menangkap ikan satu per satu sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan kerapu dalam jumlah yang besar. Selain itu jumlah kerapu di laut juga semakin berkurang karena terjadi over fishing dibeberapa daerah dan penggunaan bahan peledak serta potasium sianida yang mengakibatkan anak-anak kerapu yang belum layak tangkap juga mati. Penangkapan dengan menggunakan cara di atas juga menyebabkan ikan yang didapat dalam keadaan mati, padahal
permintaan pasar luar negeri maupun dalam negeri lebih banyak menginginkan kerapu dalam keadaan hidup. Kegiatan budidaya kerapu macan relatif lebih mudah dan peluang keberhasilannya juga tinggi dibandingkan budidaya ikan kerapu jenis lain, udang maupun bandeng tambak. Kerapu macan mudah untuk dibudidayakan karena tingkat kelangsungan hidup-nya (survival rate) tinggi serta pakan alami (rucah) bisa menggunakan ikan laut jenis apapun. Kendala teknis yang paling banyak ditemukan adalah ketersediaan benih kerapu, karena selama ini pembudidaya sangat tergantung dari hasil tangkapan di laut. Namun ketersediaan benih yang berasal dari laut tidak kontinyu dan semakin lama semakin sedikit. Menurut Sari (2006), tingkat pemanfaatan kerapu hasil tangkapan di Kepulauan Seribu telah melampaui batas optimal yang disarankan. Produksi penangkapan dan produksi budidaya kerapu pada interaksi optimal sebesar 32.798 kilogram per tahun untuk penangkapan dan budidaya sebesar 28.348 kilogram per tahun. Permasalahan benih telah dapat sedikit teratasi dengan adanya BBL yang menjual benih kerapu yang berkualitas tinggi dan harga yang lebih murah, serta hatchery yang ada di Bali dan Situbondo (Jawa Timur) sehingga pembudidaya kerapu tidak lagi sepenuhnya bergantung pada benih yang berasal dari laut. Berdasarkan keadaan diatas dapat dilihat usaha budidaya kerapu macan memiliki peluang yang sangat besar untuk dikembangkan. Meskipun demikian analisis kelayakan usaha budidaya kerapu tetap diperlukan untuk mencegah kerugian investor/pembudidaya kerapu sebelum menanamkan modalnya. Pengembangan budidaya dengan sistem karamba yang dilakukan pemerintah beserta instansi yang terkait menyebabkan peningkatan usaha
budidaya dengan karamba. Hal ini ditandai dengan pertambahan Jumlah Rumah Tangga (JRT)/perusahaan budidaya (Gambar 3), luas lahan budidaya (Gambar 4), dan jumlah produksi perikanan budidaya karamba (Gambar 5). Menurut DKP (2005), dari tahun 1999-2004 JRT mengalami kenaikan rata-rata sebesar 27,34 persen, luas lahan budidaya 41,26 persen, dan produksi sebesar 16,24 persen.
Jumlah(buah)
25000 20000 15000 10000 5000 0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Sumber : Statistik Perikanan dan Kelautan, 2005
Gambar 3 Jumlah Rumah Tangga/Pengusaha Budidaya Karamba Jaring Apung 1000 Luas (Ha)
800 600 400 200 0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Sumber: Statistik Perikanan dan Kelautan, 2005
Jumlah (Ton)
Gambar 4 Luas Lahan Budidaya Karamba 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Sumber: Statistik Perikanan dan Kelautan, 2005
Gambar 5 Jumlah Produksi Perikanan Budidaya Karamba
Daerah yang telah berhasil mengembangkan budidaya kerapu dengan sistem KJA antara lain Kabupaten Munu, Bali, Kepulauan Riau, dan Bangka. Perkembangan teknologi budidaya kerapu saat ini diharapkan mendorong daerah lain yang memiliki pantai dengan karakteristik seperti habitat kerapu dapat mencoba untuk melakukan budidaya kerapu. 2.3.1 Budidaya Ikan dengan Karamba Jaring Apung Karamba Jaring Apung (KJA) adalah sistem budidaya yang paling banyak digunakan di Indonesia. KJA telah dilakukan di Jepang pada tahun 1954 dan kemudian menyebar ke Malaysia pada tahun 1973. Di Indonesia KJA mulai dikenal pada tahun 1976 di Kepulauan Riau dan sekitarnya, sedangkan di Teluk Banten dimulai pada tahun 1979. Salah satu kelebihan KJA adalah ikan dapat dipelihara pada kepadatan yang tinggi tanpa kekurangan oksigen. Konstruksi KJA dapat dilihat pada Gambar 6.
Waring
Sumber: Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Laut di Jaring Apung
Gambar 6 Konstruksi Karamba Jaring Apung
Sarana dan prasarana yang idealnya digunakan dalam usaha budidaya ikan kerapu antara lain: 1. Rakit Konstruksi wadah budidaya ikan kerapu macan merupakan konstruksi berupa rakit. Rakit adalah kotak yang dilengkapi dengan pelampung yang biasanya berupa tong plastik atau sterofoam. Rakit ini merupakan wadah untuk melekatkan atau mengikat jaring. Rakit biasanya terbuat dari kayu dengan ukuran bingkai 8 x 8 meter, dimana tiap rakit terbagi menjadi 4 kotak berukuran 3,5 x 3,5 meter. 2. Waring Waring adalah kantong yang terbuat dari jaring. Waring digunakan sebagai wadah untuk memelihara ikan kerapu. Untuk pembesaran ikan kerapu, jaring yang digunakan berukuran 3,5 x 3,5 x 3,5 meter dengan ukuran mata jaring (mesh size) 1-2 inci. 3. Perahu Perahu merupakan sarana transportasi petani karamba. Perahu ini juga dapat digunakan untuk pencarian pakan alami ikan kerapu (rucah). Idealnya setiap petani KJA memiliki minimal 1 perahu.
2.3.2 Teknik Budidaya Ikan Kerapu Dengan Sistem Karamba Jaring Apung a. Lokasi Usaha Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar KJA dapat berjalan dengan baik seperti terdapat pada Tabel 4. Dalam hal tata letak, persyaratan umum yang harus dipenuhi dalam pemilihan lokasi karamba adalah sebagai berikut:
1. Terlindung dari angin dan gelombang besar Angin dan gelombang besar dapat merusak konstruksi sarana budidaya (rakit) dan dapat menggangu aktifitas budidayaseperti pemberian pakan. Tinggi gelombang yang disarankan untuk budidaya kerapu tidak lebih dari 0,5 meter. 2. Kedalaman perairan Kedalaman perairan ideal untuk budidaya ikan kerpau macan yang menggunakan karamba jaring apung adalah 5-15 meter. Perairan yang terlalu dangkal (kurang dari lima meter) dapatmempengaruhi kualitas air karena banyak sisa pakan yang membusuk. Pada perairan yang kedalamannya lebih dari 15 meter dibutuhkan tali yang panjang untuk mengikat jangkar sehingga dibutuhkan tambahan biaya. 3. Jauh dari limbah pencemaran Lokasi yang jauh dari buangan limbah seperti limbah indusri, pertanian, rumah tangga, dan tambak sangat dianjurkan untuk budidaya iakn kerapu macan dengan sistem KJA. Limbah rumah tangga biasanya dapat menyebabkan tingginya bakter perairan. Limbah industri dapat membuat konsentrasi logam berat di perairan tinggi. Sementara limbah tambak dapat meningkatkan kesuburan perairan sehingga organisme penempel seperti teritip dan kerang-kerangan tumbuh subur dan dapt menyebabkan jaring menjadi tertutup. 4. Dekat sumber pakan Sumber pakan yang dekat dengan lokasi karamba sangat penting karena pakan merupakan kunci keberhasilan budidaya ikan kerapu macan. Daerah penangkapa ikan dengan menggunakan lift net merupakan lokasi terbaik karena pakan berupa ikan segar dapt diperoleh dengan mudah dan murah.
5. Sarana transportasi Tersedianya sarana transportasi yang baik dan mudah diakses adalah suatu keuntungan tersendiri pada lokasi budidaya ikan kerapu macan karena memberikan kemudahan dalam hal pengangkutan pakan dan hasil panen. Tabel 4 Evaluasi Penilaian Lokasi Karamba Jaring Apung Parameter Nilai Bobot Faktor Ekologi > 1.0 = 5 A. Tinggi Air Pasang (meter) 0.5 - 1.0 = 3 High Tide (meter) < 0.5 = 1 0.2 - 0.4 = 5 B. Arus (meter / detik) 0.005 - 0.2 = 3 Marine Current (meter/second) 0.4 - 0.5 = 1 C. Kedalaman Air dari dasar Jaring > 10 = 5 (meter) 4 - 10 = 3 Water Depth from Net Bottom <4=1 (meter) 5=5 D. Oksigen Terlarut (ppm) 3-5=3 Soluble Oxygen (ppm) <3=1 Jarang = 5 E. Perubahan Cuaca Sedang = 3 Weather Change Sering = 1 Faktor Pendukung Baik = 5 A. Sumber Listrik Cukup = 3 Electric Supply Kurang = 1 Baik = 5 B. Sumber Pakan Cukup = 3 Feed Supply Kurang = 1 Baik = 5 C. Tenaga Kerja Cukup = 3 Manpower Kurang = 1 Baik = 5 D. Ketersediaan Benih Cukup = 3 Fry Supply Kurang = 1 Baik = 5 E. Pencemaran Cukup = 3 Pollution Kurang = 1 Sumber: Sunyoto, 2000
Bobot 2
2
2
Nilai 10 6 2 10 6 2 10 6 2
2
2
1
1
1
1
1
10 6 2 10 6 2 5 3 1 5 3 1 5 3 1 5 3 1 5 3 1
Pada tabel evaluasi penilaian lokasi KJA diatas nilai bobot menunjukkan tingkatan kondisi ideal dari parameter pada nilai yang tertera pada kolom nilai bobot, sedangkan bobot menunjukkan tingkat kepentingan dari parameterparameter diatas.
b. Persiapan Wadah Kegiatan persiapan wadah meliputi pencucian jaring atau waring dengan mesin penyemprot samapai bersih. Setelah itu dipasang di karamba dengan diikat dengan tali dan diberi pemberat berupa batu atau jangkar yang diikat di keempat ujung waring. Ukuran mata jaring yang digunakan harus disuaikan dengan ukuran benih yang akan ditebar. Hubungan antara ukuran mata jaring dan ukuran benih dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hubungan Antara Ukuran Benih dengan Mata Waring No Ukuran Benih (cm) Ukuran Mata Jaring 1 2-3 4 2 3-5 4 3 5-7 4 4 7-9 0,5 5 >9 1-2
Satuan mm mm mm inchi inchi
Sumber: Pembesaran Kerapu dengan Karamba Jaring Apung, 2004
c. Penebaran Ikan Benih kerapu macan yang digunakan dalam usaha pembesaran ikan di karamba jaring apung berasal dari benih yang dibeli dari hatchery di Gondol, Situbondo, dan Lampung. Penebaran dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu air tidak teralalu tinggi. Aklimatisasi dilakukan agar ikan tidak stres dengan perbedaan suhu dan salinitas antara pembenihan dan pembesaran. Aklimatisasi dilakukan dengan cara memasukkan kantong plastik berisi ikan kedalam calon
media pemeliharaan. Kantong dibiarkan mengapung selama 10-15 menit, setelah itu ikatannya dibuka dan ikan dibiarkan keluar dari plastik dengan cara menenggelamkan setengah mulut plastik sehingga ikan keluar dengan sendirinya.
d. Pemberian Pakan Pemilihan jenis pakan pada ikan kerapu macan harus didasarkan pada kemauan ikan untuk memangsa pakan yang diberikan, kualitas, nutrisi, dan nilai ekonomisnya. Jenis pakan adalah ikan rucah segar (ikan-ikan non ekonomis penting) dengan kandungan lemak rendah seperti jenis selar, tanjan, dan benggol karena harganya relatif murah dan nilai gizinya masih mencukupi untuk ikan budidaya. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari dengan feeding rate (FR) sebesar sepuluh persen dari bobot tubuh pada pagi hari sekitar pukul 08.00-09.00 WIB dan sore hari pada pukul 16.00-17.00 WIB. Benih kerapu dengan berat kurang dari 5-10 gram berat tubuh umumnya perlu diberi pakan lebih dari tiga kali sehari untuk memaksimalkan pengambilan pakan dan mempercepat pertumbuhan ikan. Semakin besar ukuran ikan, semakin kurang frekuensi pemberian pakan, tanpa memberi pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan. Jika ikan diberi makan dua kali setiap harinya, pemberian pakan harus dilakukan pada pagi hari dan petang. Untuk ikan yang diberi makan sekali sehari, lebih baik dilakukan pada waktu petang sebelum matahari terbenam. Tidak baik memberi pakan pada siang dan sebelum petang, karena sinar matahari yang terik. Pada waktu tersebut, ikan kerapu cenderung beristirahat di dasar wadah pemeliharaan dan umumnya kurang aktif makan. Jika pembudidaya ikan menerapkan pemberian pakan sampai kenyang dan mendistribusikan pakan secara merata, maka hal ini akan mencegah
ikan makan dengan agresif dan dengan demikian mengurangi terbuangnya sisa pakan ke dasar wadah dan .memperkecil pencemaran. Hindari cara pemberian pakan dengan melemparkan begitu saja sejumlah pakan baik ikan rucah atau pellet ke dalam wadah tanpa memeriksa kebiasaan makan dari ikan-ikan tersebut karena akan banyak pakan yang keluar dari dasar karamba dan menjadi limbah yang mencemari perairan sekitar. Pemberian pakan diharapkan tidak meninggalkan sisa pada dasar wadah pemeliharaan karena sisa pakan akan menjadi incaran ikan-ikan diluar wadah, terutama ikan buntal yang sangat berbahaya dan dapat merobek waring. Penambahan multivitamin pada ikan laut dapat menambah kekebalan tubuh ikan, mempercepat pertumbuhan, menceagah terjadinya pembengkokan badan, dan mempertinggi tingkat kelulus hidupan (Survival rate/SR). Dosis pemberian vitamin atau multivitamin dan mineral mix adalah sebesar satu sampai dua persen dari berat pakan. e. Penyortiran (Sampling) Ikan kerapu adalah ikan yang memiliki tingkat kanibalisme yang tinggi. Faktor penyebab terjadinya kanibalisme adalah ukuran ikan yang tidak seragam, kepadatan yang terlalu tinggi, kekurangan pakan, dan kualitas air yang jelek. Kegiatan pemilahan ukuran atau penyortiran dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan, penentuan dosis pakan, dan SR. Sampling dilakukan seminggu sekali dengan mengambil ikan secara acak sebanyak sepuluh persen dari jumlah ikan yang ada. Pada saat sampling dilakukan perhitungan, pengukuran panjang, dan berat tubuhnya sehingga dapat diamati SR-nya. Dari hasil sampling kita juga
dapat menentukan jumlah pakan yang harus diberikan, yaitu sepuluh persen dari biomassa ikan. f. Perbaikan dan Pembersihan Waring Penggantian dan pembersihan waring selama masa pemeliharaan mutlak dilakukan. Waring kotor akibat penempelan lumpur atau biota penempel, seperti kerang, teritip, dan alga. Apabila hal ini dibiarkan maka dapat menghambat pertumbuhan kerapu dan menimbulkan penyakit. Biasanya waring berukuran 8 mm akan kotor setelah dua minggu, waring ukuran 25 mm akan kotor diatas dua minggu, dan waring ukuran 38 mm akan kotor setelah dua bulan. Jaring kotor dijemur terlebih dahulu kemudian disemprot dengan air sampai seluruh kotoran yang menempel terlepas dari waring. Sebelum dipasang kembali waring harus diperiksa terlebih dahulu, sehingga apabila ada yang robek dapat diperbaiki. Ikan baronang yang merupakan pemakan tumbuhan dapat membantu membersihkan waring dari biota penempel khususnya dari jenis tumbuhan. Waring berukuran 3 x 3 x 3 meter dapat dimasukkan 15-20 ekor ikan baronang. g. Pemanenan Pada budidaya kerapu macan hasil panen biasanya dijual atau dikonsumsi dalam keadaan hidup. Untuk menjaga agar ikan tetap sehat dan segar, maka pemanenan sebaiknya dilakukan pada sore hari karena suhu relatif lebih rendah. Pemanenan pada sore hari diharapkan dapat mengurangi tingkat stres pada ikan. Ada dua metode pemanenan yang biasanya diterapkan pada budidaya ikan kerapu macan yaitu metode panen selektif dan metode panen total. Panen selektif merupakan pemanenan terhadap ikan yang telah mencapai ukuran tertentu menurut keinginan pasar. Panen total merupakan pemanenan secara keseluruhan
yang biasanya dilakukan untuk memenuhi permintaan dalam skala besar, tetapi ukuran seluruh ikan telah memenuhi kriteria jual. Alat panen yang biasanya digunakan adalah scoop net yang terbuat dari kain kasa. Scoop net yang kasar tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan luka yang dapat menyebabkan penyakit dan stres pada ikan pada saat dibawa ke tempat penjualan/konsumsi. Pemanenan ikan dilakukan dengan cara mengangkat waring pemeliharaan dengan tongkat kayu. Tongkat kayu diletakkan pada bagian dasar waring kemudian diangkat sehingga waring terbagi menjadi dua bagian sehingga dapat memudahkan pengambilan ikan dari waring secara selektif maupun total.
2.4 Penelitian Terdahulu Maulana (2003) menganalisis kelayakan usahatani pembesaran dan pemasaran ikan nila gift budidaya KJA. Analisis yang dilakukan berdasarkan aspek pasar, teknis, finansial, dan lingkungan. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat tingkat kepekaan usahatani terhadap perubahan harga pakan, benih, biaya tenaga kerja, penurunan harga jual serta penurunan volume produksi. Marjin pemasaran dan saluran pemasaran juga dianalisis untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis data yang dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah usahatani tersebut layak diusahakan. Nilai NPV, Net B/C, dan IRR yang dihasilkan memberikan kemungkinan untuk pengembangan usahatani tersebut. Berdasarkan analisis sensitivitas dan switching value dapat disimpulkan usahatani tersebut kurang peka terhadap perubahan yang telah diasumsikan.
Secara keseluruhan saluran pemasaran kurang efisien, hal ini disebabkan oleh tingginya biaya pengangkutan dan penyusutan ikan. Atmoko (2006) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani pembesaran dan pemasaran ikan mas. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis keragaan dan kelayakan usahatani pembesaran ikan mas berdasarkan aspek pasar, teknis, finansial, dan lingkungan. Selain itu juga menganalisis tingkat sensitivitas kelayakan usahatani terhadap perubahan harga pakan, benih, biaya tenaga kerja, penurunan harga jual serta penurunan volume produksi. Marjin pemasaran dan saluran pemasaran juga dianalisis untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani pembesaran ikan mas. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis kelayakan investasi, analisis sensitivitas, dan analisis biaya pemasaran. Hasil dari penelitian didapatkan kesimpulan bahwa dari aspek pasar, aspek teknis, aspek lingkungan, dan aspek finansial usahatani tersebut dapat dijalankan. Usahatani diatas memiliki tingkat kepekaan yang rendah terhadap perubahan yang telah diasumsikan. Secara keseluruhan saluran pemasaran kurang efisien, hal ini disebabkan oleh tingginya biaya pemasaran dan menyebabkan tingginya marjin pemasaran ikan mas. Herlina (2006) melakukan penelitian usaha budidaya pendederan ikan kerapu macan Pulau Semak Daun. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha pendederan ikan kerapu macan ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen. Metode yang digunakan adalah analisis dekriptif untuk menganalisis data yang tidak termasuk dalam aspek finansial dan analisis kuantitatif untuk analisis data finansial. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan usaha budidaya tersebut dari aspek pasar, teknis,
dan manajemen layak untuk diusahakan. Secara finansial tidak dapat diusahakan karena nilai jual benih yang dihasilkan dibawah harga pasar, namun usaha tersebut dapat layak diusahakan apabila harga benih yang dijual mengikuti harga pasar.
2.5 Persamaan dan Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu Penulis
Persamaan • Menganalisis kelayakan usahatani pembesaran dan pemasaran ikan nila gift budidaya KJA.
Maulana
Atmoko
Herlina
Perbedaan • Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat tingkat kepekaan usahatani terhadap perubahan harga pakan, benih, biaya tenaga kerja, penurunan harga jual serta penurunan volume produksi. • Analisis Marjin pemasaran dan saluran pemasaran untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani.
• Menganalisis keragaan dan • Menganalisis tingkat kelayakan usahatani sensitivitas kelayakan pembesaran ikan mas usahatani terhadap berdasarkan aspek pasar, teknis, perubahan harga pakan, finansial, dan lingkungan benih, biaya tenaga kerja, penurunan harga jual serta penurunan volume produksi. • Analisis Marjin pemasaran dan saluran pemasaran untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani. • Menganalisis kelayakan usaha • Dilakukan pada usaha pendederan ikan kerapu macan pendederan ikan, tidak pada ditinjau dari aspek finansial, pembesaran. aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya untuk memperoleh keuntungan atau manfaat. Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Karena sumber-sumber yang tersedia bagi pembangunan terbatas, maka perlu diadakan pemilihan diantara berbagai macam proyek yang dapat diusahakan. Tujuan utama dilakukannya studi kelayakan proyek adalah untuk menghindari kesalahan investasi yang memakai dana relatif besar yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan secara ekonomi. Manfaat yang diharapkan dari studi kelayakan proyek adalah memberikan masukan informasi kepada pengambil keputusan untuk memutuskan dan menilai alternatif proyek investasi yang akan dilakukan. Analisis yang bisa digunakan dalam menganalisis kelayakan suatu investasi, yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Dalam melaksanakan analisis proyek terdapat aspek-aspek yang saling berkaitan dan secara bersama-sama menentukan keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi tertentu. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), beberapa aspek yang mempengaruhi kelayakan suatu proyek adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek keuangan, aspek hukum, dan aspek ekonomi suatu negara. Aspek pasar dan pemasaran melihat tentang permintaan dan penawaran, harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan yang bisa dicapai oleh usaha.
Aspek teknis berhubungan dengan hal-hal teknis yang diperlukan dalam suatu proyek, seperti alat-alat yang digunakan, fasilitas produksi, dan lokasi. Aspek keuangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan dana yang dibutuhkan untuk usaha. Aspek hukum berhubungan dengan segala sesuatu yang menyangkut hukum dan ketentuan yang berlaku di negara tempat proyek akan dilaksanakan. Kelayakan aspek-aspek diatas akan menentukan apakah suatu usaha yang akan dianalisis layak atau tidak diusahakan. Aspek-aspek yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah aspek finansial, aspek pasar, dan aspek teknis.
3.1.1.1 Analisis Kelayakan Finansial Analisis aspek finansial merupakan analisis manfaat-biaya yang berpusat pada hasil dari modal yang ditanamkan dalam proyek dan merupakan penerimaan langsung bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaannya (Kadariah, 1980). Analisis finansial penting dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang terlibat langung dalam pelaksanaan proyek yang dilaksanakan. Menurut Gittinger (1986), unsur-unsur dalam analisis finansial antara lain: 1. Harga yang digunakan adalah harga pasar 2. Pembayaran transfer, yaitu pajak merupakan biaya proyek dan sebagai pengurang laba. Subsidi akan mengurangi biaya proyek sehingga menambah manfaat proyek 3. Waktu perolehan return (penerimaan) 4. Kelayakan investasi
3.1.1.2 Analisis Kelayakan Pasar Gittinger (1986) menyatakan bahwa analisis kelayakan usaha dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan rencana pemasaran suatu produk dan rencana penyediaan input produksi. Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial, dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai (Kotler, 2005). Para pemasar menggunakan sejumlah alat untuk mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari pasar sasaran mereka. Alat-alat itu membentuk suatu bauran pemasaran. Bauran pemasaran adalah seperangkat alatalat yang digunakan perusahaan secara terus menerus untuk mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Alat-alat itu diklasifikasikan dan dikenal dengan istilah empat P, yaitu product (produk), price (harga), place (tempat), dan promotion (promosi) (Kotler, 2005). Pangsa pasar (market share) juga termasuk aspek yang harus dikaji untuk mengetahui berapa besar permintaan pasar dan berapa yang mampu dipasok oleh produsen, terutama produsen ikan kerapu dari Kepulauan Seribu umumnya dan Pulau Panggang pada khususnya. Setelah pangsa pasar diketahui, dapat dilihat posisi para petani karamba di Pulau Panggang di pasar sehingga dapat disusun langkah-langkah strategis untuk memperbaiki posisi petani karamba untuk menambah pangsa pasarnya.
3.1.1.3 Analisis Kelayakan Teknis Analisis teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi). Menurut Gittinger (1986), analisis ini meliputi keadaan tanah dan
potensinya, ketersediaan air, varietas benih yang cocok dengan areal proyek, pengadaan produksi, mekanisasi, pemupukan, dan alat-alat kontrol yang diperlukan. Variabel utama yang perlu diperhatikan pada aspek teknis adalah ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, tenaga kerja dan transportasi. Sistem agribisnis yang dimulai dari hulu, on farm, dan hilir dapat juga diterapkan pada budidaya ikan kerapu KJA untuk membantu peningkatan efisiensi dan produktivitas budidaya ikan kerapu KJA sehingga hasil yang didapat oleh petani dapat meningkat. Selain itu petani juga dapat lebih meningkatkan mutu produknya karena sistem agibisnis adalah sebuah sistem yang sangat terstruktur sehingga hasil yang didapatkan lebih maksimal.
3.1.1.4 Analisis Dampak Terhadap Lingkungan Analisis dampak terhadap lingkungan adalah analisis yang dilakukan terhadap perubahan-perubahan lingkungan perairan yang terjadi pada saat usaha budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA dilaksanakan. Parameter yang dianalisis meliputi kecerahan air dan kandungan kimia perairan serta dampaknya terhadap jalur pelayaran/bersandarnya kapal.
3.1.2 Teori Biaya dan Manfaat Dalam analisis proyek, tujuan analisis harus disertai dengan definisi mengenai biaya dan manfaat. Biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan manfaat adalah sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya-biaya yang umumnya dimasukkan dalam perhitungan analisis usaha pertanian adalah biaya-biaya yang berpengaruh langsung terhadap suatu investasi,
seperti biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah pengeluaran untuk pembangunan yang tahan lama seperti bangunan, mesin, peralatan dan biaya untuk penggantiannnya. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan perusahaan seperti biaya bahan baku, upah tenaga kerja langsung, pemeliharaan, dan pembayaran kembali (angsuran bunga dan angsuran pokok serta pajak). Manfaat adalah sesuatu yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang menggunakan sejumlah biaya. Manfaat yang dihitung merupakan manfaat yang dapat diukur (tangible) dari hasil penjualan produk. Menurut Kadariah (1980), manfaat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : a. Manfaat langsung (direct benefit) yang diperoleh dari adanya kenaikan nilai output, fisik, dan atau penurunan biaya. b. Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yang disebabkan oleh adanya proyek tersebut biasanya dirasakan oleh orang tertentu beserta masyarakat berupa adanya efek berganda (multiplier) dan skala ekonomi yang lebih besar, misalnya perubahan dalam produktifitas tenaga kerja yang disebabkan oleh keahlian. c. Manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible effect), misalnya perbaikan lingkungan hidup.
3.1.3
Analisis Sensitivitas Menurut Gittinger (1986), analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat
sampai berapa persen penurunan harga atau kenaikan biaya yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi, yaitu dari layak menjadi tidak
layak dilaksanakan. Dalam analisis ini setiap kemungkinan harus dicoba, hal ini diperlukan karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Perubahan-perubahan yang perlu diperhatikan adalah : (1) perubahan harga jual produk; (2) keterlambatan pelaksanaan proyek; (3) kenaikan biaya; (4) perubahan volume produksi. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Melihat prospek budidaya kerapu yang cukup tinggi, banyak individu maupun perusahaan tertarik untuk mengusahakan budidaya ini. Tetapi karena masih rendahnya tingkat pengetahuan mengenai kerapu dan budidaya kerapu khususnya dengan menggunakan sistem KJA, banyak calon pengusaha yang kurang berminat berinvestasi di bidang ini. Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Panggang merupakan daerah yang sangat potensial untuk melakukan usaha budidaya kerapu dengan menggunakan sistem KJA. Sampai saat ini hanya sedikit pengusaha maupun individu yang melakukan usaha budidaya ini, sehingga menarik untuk dikaji apakah usaha budidaya kerapu dengan menggunakan sistem KJA layak atau tidak layak diusahakan di Pulau Panggang. Aspek-aspek yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah aspek finansial, aspek teknis, dan aspek pasar. Kriteria yang digunakan dalam menilai kelayakan suatu proyek antara lain Net Present Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Periode. Kerangka pemikiran operasional analisis kelayakan usaha budidaya kerapu dengan sistem KJA pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.
• • • •
Penurunan Jumlah Ikan Kerapu Hasil Tangkapan Langsung Teknik Budiadaya Ikan Kerapu Yang Masih Belum Benar Kekurangan Modal dan Bibit Ikan Kerapu Macan Kelebihan Ikan Kerapu hasil Budidaya dibanding Tangkapan Langsung
Budidaya Ikan Kerapu Macan Dengan Sistem KJA
Analisis Kelayakan Usaha
Analisis Aspek Teknis
Analisis Aspek Pasar
Layak Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Dengan Sistem KJA
Analisis Aspek Finansial
Analisis Dampak Lingkungan
Tidak Layak
Evaluasi dan Saran
Gambar 7 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Dengan Sistem KJA
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Lokasi penelitian ini ditetapkan dengan sengaja (purposive). Pulau Panggang dipilih sebagai lokasi penelitian karena budidaya kerapu dengan menggunakan sistem KJA di Kepulauan seribu paling banyak berada disini walaupun jumlahnya belum terlalu banyak. Penelitian ke lapangan dilakukan pada bulan Maret 2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan berupa cross section data. Data diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap kegiatan produksi dan wawancara menggunakan kuesioner. Responden yang diambil dilihat berdasarkan jumlah petak keramba dominan yang dimiliki oleh petani budidaya KJA. Data primer yang diperoleh adalah biaya investasi, biaya operasional, dan pendapatan pembudidaya. Data sekunder berasal dari beberapa sumber serta buku-buku yang dapat dijadikan referensi yang relevan terhadap penelitian ini. Data sekunder yang digunakan antara lain kondisi fisika perairan Pulau Panggang, teknik budidaya ikan kerapu, jumlah produksi, dan ekspor ikan kerapu.
4.3 Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data dari aspek pasar dan aspek teknis, dan analisis dampak lingkungan sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis data finansial.
4.4 Analisis Kelayakan Investasi Analisis finansial merupakan analisis untuk menilai proyek dari suatu badan atau orang-orang yang berkepentingan langsung dengan proyek. Asumsiasumsi yang digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis aspek finansial usaha budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA di Pulau Panggang meliputi: a. Penentuan umur ekonomis proyek didasarkan kepada umur investasi yang paling lama yaitu perahu selama lima tahun. Hal ini dilakukan dengan asumsi selama investasi masih ada dan dapat digunakan maka usaha akan tetap bisa berjalan. b. Penentuan discount factor (DF). DF yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tingkat suku bunga deposito pada bulan Februari sampai Agustus 2008 (suku bunga deposito Bank Mandiri) yaitu sebesar 5,25 persen. c. Harga produk yang digunakan adalah harga yang berlaku di pasar pada saat penelitian dilakukan sebesar Rp 120.000 - Rp 125.000. d. Faktor-faktor yang diukur dalam analisis sensitifitas adalah kenaikan biaya pembelian bibit ikan kerapu dan penurunan survival rate (SR) ikan kerapu
macan sebesar sepuluh persen berdasarkan inflasi rata-rata pada tahun 2007 sampai maret 2008 sebesar delapan persen4).
Analisis kelayakan finansial yang sering digunakan dalam penilaian kegiatan produksi (proyek) adalah : a. Net Present Value (NPV) Net Present Value (Nilai bersih sekarang) adalah jumlah nilai arus tunai pada waktu sekarang setelah dikurangi dengan modal investasi yang dianggap sebagai biaya investasi selama waktu tertentu, atau selisih antara total present value dari benefit dengan total present value dari cost. Secara matematis pengertian diatas dapat diformulasikan sebagai berikut : NPV = Present Value Benefit – Present Value Cost atau : n
NPV = ∑ t =0
Bt − Ct (1 + i) t
Dimana : Bt = Benefit bruto proyek pada tahun t Ct = Biaya bruto proyek pada tahun t i = Suku bunga t = 0,1,2,3,...,n Proyek dapat dijalankan apabila nilai NPV ≥ 0. Jika NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan sebesar Social Opportunities of Capital. Jika NPV < 0, berarti proyek tidak layak untuk dilaksanakan karena ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk sumber-sumber yang akan dipergunakan untuk proyek tersebut.
b. Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah tingkat suku bunga suatu usaha dalam jangka waktu tertentu (i rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan internal yang diperoleh dari investasi yang ditanamkan. Secara matematis formulasi dari IRR adalah sebagai berikut : NPV ' ⎛ ⎞ IRR = i '+⎜ ⎟ × (i"−i ') ⎝ NPV '− NPV " ⎠
Keterangan : I’
= Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif
i”
= Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif
NPV’ = NPV pada tingkat bunga i’ NPV” = NPV pada tingkat bunga i’” Apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto (discount rate/DR) yang berlaku, maka dari aspek finansial usaha layak untuk dilaksanakan. Pada penelitian ini tingkat DR yang digunakan sebesar 5,25% yang merupakan tingkat suku bunga deposito Bank Mandiri yang berlaku mulai 25 Februari 2008 sampai dengan 31 Agustus 2008.
c. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis proyek. Net B/C merupakan perbandingan antara total nilai sekarang dari penerimaan bersih yang bersifat positif (Bt – Ct > 0) dengan total nilai sekarang dari penerimaan yang bersifat negatif (Bt – Ct < 0). Untuk menghitung indeks terlebih dahulu dihitung
Bt − Ct (1 + i) t
untuk setiap tahun t. Lalu Net B/C merupakan perbandingan sedemikian
rupa sehingga pembilangnya terdiri atas Present Value total dari benefit bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih itu bersifat positif, sedangkan penyebutnya terdiri atas Present Value total dari biaya bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih itu bersifat negatif yaitu biaya kotor lebih besar daripada benefit kotor. Secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :
Bt − Ct
n
Net B/C =
∑ (1 + i) t =1 n
Ct − Bt
∑ (1 + i) t =1
t
t
Bt − Ct (1 + i ) t Ct
− Bt
(1 + i ) t
> 0 < 0
Jika Net B/C >1 berarti usaha layak untuk diusahakan, apbila Net B/C = 1 berarti usaha hanya mengembalikan sebesar jumlah modal yang dipakai, dan apabila Net B/C <1 berarti usaha tidak layak untuk diusahakan.
d. Payback Periods (PP)
Analisis ini dilakukan untuk melihat waktu pengembalian investasi dengan cara membandingkan investasi dengan keuntungan selama satu tahun. Formulasi untuk mendapatkan nilai payback periods adalah sebagai berikut: PP =
Investasi Keuntungan
4.5 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas adalah suatu alat analisis untuk menguji secara sistematis perubahan pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi perubahan atau adanya perbedaan dengan perkiraan-perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Analisis sensitivitas diperlukan karena pada setiap proyek pasti terdapat unsur ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Untuk penelitian ini akan dilakukan uji sensitivitas terhadap perubahan harga bibit kerapu sebesar sepuluh persen berdasarkan tingkat inflasi rata-rata sebesar delapan persen, dan perubahan tingkat SR ikan kerapu macan sebesar 10 persen. Dengan adanya analisis ini dapat diketahui sampai berapa besar perubahan yang berada dalam batas toleransi proyek yang dilaksanakan.
V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Potensi Sumber Daya Manusia
Kelurahan Pulau Panggang terdiri atas dua pulau pemukiman yaitu pulau Panggang dan Pulau Pramuka.
Di Pulau Panggang jumlah penduduk adalah
sebesar 3.301 orang, sedang di Pulau Pramuka jumlah Penduduk sebesar 963 orang. Dengan demikian jumlah penduduk Kelurahan Pulau Panggang Tahun 2001 sebesar 4.264 orang. Bila dilihat dari komposisi pekerjaannya pada tahun 2001 di Kelurahan Pulau Panggang sebagai berikut pada Tabel 6. Tabel 6 Komposisi Pekerjaan Kepala Keluarga di Kelurahan Pulau Panggang Tahun 2001 (KK) No
Jenis Pekerjaan
1
Perikanan
2
Perdagangan
3
Pegawai
4
Jumlah KK
Persentase
847
77,40
45
4,11
152
13,9
Jasa
22
2,01
5
Lainnya
28
2,56
6
Total
1.094
100,00
Sumber : Sudin Perikanan Kepulauan Seribu, 2005 Dari jumlah penduduk sebesar 4.264 orang di kelurahan P. Panggang, yang sudah bekerja sebesar 2.015 orang atau 47,9 persen. Dari jumlah penduduk yang sudah bekerja tersebut, maka komposisi perkerjaannya adalah sebagai berikut pada Tabel 7.
Tabel 7 Komposisi Pekerjaan Penduduk Kelurahan Pulau Panggang Tahun 2001 No
Jenis Perkerjaan
1
Nelayan
2
Jumlah (orang)
Persentase
1.727
86,71
Pedagang
49
2,43
3
Buruh
21
1,04
4
PNS
192
9,53
5
TNI/Polri
4
0,19
6
Lain-lain
22
1,09
2.015
100,00
Total Sumber : Sudin Perikanan Kepulauan Seribu, 2005
5.2 Karakteristik Nelayan Kelurahan Pulau Panggang
Nelayan di Pulau Panggang bisa dibedakan menurut jenis ikan yang ditangkapnya, peralatan yang digunakan, dan menurut status nelayan. Menurut jenis ikan, terdapat beberapa jenis nelayan yaitu : •
Nelayan ikan hias,
•
Nelayan udang,
•
Nelayan cumi,
•
Nelayan ikan tongkol,
•
Nelayan kerapu
•
Nelayan musiman yang menangkap apa adanya tergantung musim.
Dari jenis alat tangkap, bisa dikelompokan menjadi : •
nelayan pancing,
•
Nelayan bubu,
•
Nelayan jaring,
•
Nelayan muroami. dan
•
Nelayan jaring tegur
Selain itu nelayan juga bisa dikelompokkan berdasarkan status nelayan yaitu : •
Nelayan mandiri,
•
Nelayan yang bekerja untuk pemilik kapal yang biasanya masih milik keluarga,
•
Nelayan pekerja yang digaji,
•
Nelayan bagi hasil, serta
•
Nelayan yang melaut sebagai upaya mendapatkan tambahan penghasilan. Bagaimana anatomi sosial nelayan umumnya 14,29 persen persen, mereka
adalah lulusan sekolah dasar. Semakin tinggi pendidikan persentase sebagai nelayan semakin berkurang yaitu 4,76 persen lulusan SLTP, 4,76 persen lulusan SMU dan sisanya adalah tidak lulus SD 76,19 persen. tingkat pendidikan nelayan di Pulau Panggang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Pendidikan Nelayan Pulau Panggang Lokasi Persentase
Tidak Tamat SD 76,19
SD
SLTP
14,29
4,76
SMU 4,76
Perguruan Tinggi -
Sumber : Sudin Perikanan Kepulauan Seribu, 2005 Berdasarkan alat tangkap yang digunakan, terlihat bahwa nelayan yang menggunakan alat tangkap perangkap dalam hal ini umumnya bubu menempati urutan pertama terbesar yaitu sekitar 43 persen sedangkan yang paling sedikit adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap pengumpul (bagan) sebagaimana dilihat pada Tabel 9 berikut ini.
Tabel 9 Persentase Nelayan Menurut Penggunaan Alat Tangkap Alat Tangkap Persentase
Jaring
Pancing
34,76
Perangkap (bubu)
Pengumpul (bagan)
Muroami
14.,29
4,76
1,2
44,99
Sumber : Sudin Perikanan Kepulauan Seribu 2005 Umumnya
(62
persen)
nelayan
di
Pulau
Panggang
melakukan
perjalanan/penangkapan dalam satu hari perjalanan (satu trip dilakukan satu hari),ini terutama nelayan ikan hias. Hanya sekitar 10 persen yang melakukan penangkapan lebih dari satu minggu dalam satu tripnya. Berdasarkan klasisifikasi melaut, Nelayan Pulau Panggang dapat dibedakan atas: •
Melaut satu hari (pagi sampai sore) dan pada hari keduanya libur,
•
Melaut tiap hari melaut, tetapi hanya setengah hari.
•
Bila berencana melaut lebih dari satu hari maka yang mereka lakukan umumnya adalah melaut enam hari. Mereka tidak melaut pada hari Jumat {namun ketentuan hari Jumat tidak melaut sudah mulai tidak diberlakukan lagi sejak akhir tahun 80-an)
5.3 Nelayan dan Pembudidaya di Pulau Panggang
Aktivitas nelayan di Pulau Panggang terdiri dari nelayan pancing, nelayan bubu, pengusaha nelayan jaring muroami, dan pengusaha nelayan jaring tegur. Nelayan dapat dikategorikan dalam dua bagian, pertama adalah kelompok nelayan
tangkap, sedangkan kelompok kedua adalah kelompok nelayan budidaya yang hanya menekuni budidaya rumput laut dan budi daya ikan kerapu. Dalam hal memanfaatkan peluang yang ada, dukungan keterampilan dan pengalaman sangat menentukan.
Saat ini kegiatan perikanan budidaya telah
dilakukan oleh masyarakat Pulau Panggang,
namun keberhasilan budidaya
rumput laut yang pernah dinikmati, saat ini telah surut, karena masalah penyakit ice-ice yang belum diketahui cara mengatasinya. Demikian pula pembudidayaan
ikan kerapu yang telah dicobakan atas bantuan pemerintah selama empat tahun terakhir, sebagian besar gagal. Kegagalan yang terjadi diidentifikasi karena aspek teknis maupun penyebab aspek non teknis. Beberapa aspek teknis yang menjadi penyebab kegagalan pembudidayaan kerapu adalah : kualitas benih yang rendah dan teknik budi daya yang belum tepat. Sedang aspek non teknis diantaranya adalah : institusi kelompok dalam pengelolaan yang gagal, penguasaan teknologi budidaya yang belum dikuasai pembudidaya ikan sepenuhnya, dan lain-lain. Kekurangan dari berbagai bantuan proyek selama ini adalah (1) Pendampingan; dari pihak dinas terkait dalam implementasi proyek, sehingga kesulitan teknis di lapangan tidak dapat diantisipasi oleh nelayan; (2) Organisasi; dalam hal pengorganisasian nelayan belum mengenal budaya organisasi yang baik, sehingga masing-masing anggota saling menyalahkan jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan (perencanaan), hal ini berpengaruh besar pada keberhasilan proyek-proyek terdahulu; (3) Aturan main; antara pihak yang terlibat belum bisa dijalankan, karena kepentingan-kepentingan yang berbeda belum terkoordinasikan dengan baik. Untuk aturan main konservasi sudah ada inisiasi daerah perlindungan laut (DPL), sedangkan jaring tegur yang diinisiasikan
nelayan ikan hias sudah berjalan lebih lama, seiring dengan penggantian alat tangkap dari penggunaan sianida dan potas ke jaring tegur. Berbagai proyek yang gagal lebih banyak disebabkan oleh aturan main yang tidak jelas atau tidak dijalankan oleh si pembuat. Pengalaman berkelompok selama ini tidak begitu mengesankan bagi orang pulau, mungkin disebabkan oleh homgenitas masyarakat yang tinggi, sehingga kohesifitas sosial yang berkaitan dengan evaluasi dan saling tegur menjadi rendah, sebab utamanya mereka enggan dan sungkan karena sebagian masyarakat Pulau Panggang adalah bersaudara (memiliki hubungan kekerabatan). Sebab lain adalah pihak pembina atau pemerintah kurang optimal menyiapkan kelembagaan terlebih dahulu sesuai dengan aspirasi dan kondisi masyarakat. Pengertian tentang organisasi dan aturan main adalah pemahaman mereka (dinas) bukan pemahaman orang pulau. sehingga, misalnya, pengertian tentang koperasi (cooperative-kerjasama) lebih banyak dipahami sebagai membangun organisasi (Badan Hukum) kopeasi dibadingkan menanamkan aturan main—nilai-nilai koperasi itu sendiri. Permasalahan lain terutama dalam kaitannya dengan budidaya (sebagai alternatif budaya tangkap) adalah (1) Kurangnya kesabaran pembudidaya dalam pemeliharaan ikan, maupun pemeliharaan fasilitas (karamba) (2) Tidak ada insentif selama masa produksi dan panenan, sehingga pembudidaya masih enggan mengembangkan budaya tangkap, (3) Ketidakpercayaan dikalangan mereka sendiri jika ladang/karamba terlalu banyak yang mengurus, mereka sampai saat ini memiliki keyakinan bahwa kelompok yang paling baik adalah dua. Dua orang
atau banyak namun memiliki tanggungjawab sendiri-sendiri di dalam mengelola karamba, baik dalam hal pemberian pakan, pemelihraan dan lain-lain. Dampak yang terlihat dalam pengelolaan karamba/bagan selama ini adalah dampak lingkungan dimana banyak bangkai karamba yang dibiarkan, sehingga mengganggu arus lalu lintas kapal dan mengganggu pemandangan bagi turis yang ingin menikmati pemandangan. Dilihat dari sisi penghasilan para nelayan berdasarkan alat tangkap maka terlihat bahwa nelayan jaring kecil dan nelayan muroami memiliki keuntungan rata-rata terbesar, sedangkan nelayan perangkap memiliki keuntungan terkecil pertrip-nya (sehari). Penghasilan rata-rata nelayan berdasarkan alat tangkap secara jelas diterangkan pada Tabel 10. Tabel 10 Penghasilan Rata-rata Nelayan Berdasarkan Alat Tangkap Lama Trip (Hari)
Alat tangkap
1
Pancing
6
Muroami
1
Perangkap
6
Jaring Kecil
1
Bubu
Nilai tangkap
Biaya
Untung
655.000
56.000
599.000
2.000.000
464.000
1.536.000
24.000
23.500
500
2.180.000
560.000
1.620.000
69.000
16.923
52.077
Sumber : Sudin Perikanan Kepulauan Seribu, 2005
5.4 Permasalahan Nelayan di Pulau Panggang
Kesulitan untuk memperoleh ikan (baik nelayan ikan hias dan nelayan ikan makan), penyebabnya menurut nelayan adalah banyaknya nelayan dari pulau lain (diluar kepulauan seribu) seperti Bangka Belitung dan Madura, Makassar yang menggunakan alat tangkap lebih besar (canggih) dari mereka. Penyebab kedua adalah terjadinya overfishing yang menurut nelayan sudah terasa
dampaknya sejak awal 1990. Sebagian besar ikan dijual di luar kepulauan seribu sehingga struktur harga ditentukan oleh pihak luar. Khusus untuk nelayan ikan hias mereka masih melihat pemakaian potas sebagai sebab utama menurunnya hasil tangkapan dalam 20 tahun terakhir. Keadaan ini menyebabkan generasi baru Pulau Panggang tidak tertarik dengan kegiatan nelayan, mereka lebih suka menjadi buruh, atau PNS di darat. Kegiatan ekonomi lain yang banyak adalah perdagangan (yaitu) berdagang barang-barang konsumsi yang sumbernya diambil dari Jakarta Utara (Pasar Angke). Kegiatan ini meliputi penjualan barang konsumsi (pangan) dan pakaian. Sedangkan barang-barang elektronik biasanya langsung dibeli oleh masyarakat Pulau Panggang dari kota dan dibawa langsung ke Pulau.
VI ANALISIS KELAYAKAN USAHA
6.1 Analisis Aspek Pasar
Analisis terhadap aspek pasar budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang dilakukan dengan melihat potensi permintaan dan penawaran di pasar. Kelangsungan usaha budidaya ikan kerapu macan sangat tergantung oleh keberhasilan memasarkan produk hasil dari budidaya tersebut. Pasar ekspor kerapu dunia pada umumnya adalah negara-negara yang banyak terdapat etnis chinesse karena kerapu merupakan makanan tradisi dari etnis
tersebut.
Negara-negara
tersebut
antara
lain
China,
Hongkong,
Taiwan,Singapura, dan Jepang. Pasar terbesar ikan kerapu adalah Hongkong. Setiap tahunnya, Hongkong mengimpor ikan kerapu hidup dalam jumlah yang besar dari mancanegara, seperti Australia, Malaysia, Filipina dan Indonesia sebesar 30.000 ton. (DKP, 2005). Ukuran kerapu yang paling banyak diminati di pasar Hongkong adalah ukuran 500-1.200 gram per ekor (Dish size). Permintaan ikan kerapu Hongkong juga berkaitan dengan siklus ekonomi dan budaya masyarakat Hongkong. Permintaan ikan kerapu tertinggi umumnya menjelang tahun baru Imlek (tahun baru china) yang jatuh antara bulan Desember - Februari. Permintaan terendah akan terjadi pada saat hari raya Ching Bing (mengunjungi makam para leluhur) sebab saat itu masyarakat Hongkong sangat dipantangkan memakan ikan selama 4 hari berturut-turut. Indonesia sebagai Negara penghasil kerapu terbesar kedua di dunia masih belum mampu untuk memenuhi permintaan pasar dari Negara-negara diatas
dikarenakan jumlah tangkapan langsung ikan kerapu dari laut cenderung mengalami penurunan dan hasil dari budidaya belum cukup tinggi. Ekspor ikan kerapu Indonesia dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Ekspor Nasional Kerapu Tahun Volume (Ton) 1997 338,58 1998 349,84 1999 395,80 2000 252,60 2001 195,00 2002 185,50 2003 205,20 2004 215,00 Rata-rata 267,19
Pertumbuhan (%) 3,25 13,13 -36,17 -22,80 -5,02 10,61 4,78 -4,03
Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan, 2005
Pertumbuhan produksi ikan kerapu di Kepulauan Seribu menunjukkan nilai yang positif, namun pembudidaya menghadapi beberapa kendala sehubungan dengan budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA. Kendala yang dihadapi antara lain adalah sulitnya memperoleh bibit dalam kualitas dan kuantitas yang memenuhi syarat budidaya. Rendahnya ketersediaan bibit ini dikarenakan masih sedikit pembudidaya yang berhasil untuk membudidayakan kerapu macan. Hal ini disebabkan oleh sifat kanibal yang dimiliki oleh kerapu macan selama masa pendederan. Pasokan bibit ikan kerapu di Pulau Panggang masih sangat bergantung dari Gondol (Bali) dan Situbondo. Di Pulau Panggang juga ada pembenih (hatchery) ikan kerapu macan yaitu Nuansa Ayu Karamba, tetapi jumlah bibit ikan kerapu macan siap tanam (ukuran 11-15 cm) yang dipasarkan masih dalam jumlah yang sangat rendah. Biasanya pembenih ini menjual bibit ikan kerapu macan ukuran 3-
5 cm sehingga dibutuhkan pembesaran/penggelondongan terlebih dahulu sebelum bibit siap dimasukkan kedalam KJA. Di Pulau Panggang hasil panen budidaya ikan kerapu macan biasanya langsung dijual kepada pedagang pengumpul (tengkulak) yang juga berasal dari Pulau Panggang atau dari Pulau Pramuka. Adapun rantai pemasaran ikan kerapu macan hasil budidaya di Pulau Panggang dapat dilihat pada Gambar 8.
Nelayan Pembudidaya Kerapu
Penampung di Pulau (Tengkulak)/ Konsumen
Gambar 8 Rantai Pemasaran Ikan Kerapu Macan Hasil Budidaya di Pulau Panggang Ikan kerapu macan yang dipanen biasanya berusia delapan sampai sepuluh bulan dengan berat rata-rata 0,7 – 0,8 kilogram. Petani KJA di Pulau Panggang tidak pernah kesulitan untuk menjual hasil panen ikan kerapu macan hasil budidaya ini karena para pedagang pengumpul mampu membeli seluruh ikan hasil panen dengan harga yang berlaku di pasar. Petani KJA kebanyakan tidak menjual hasil budidayanya langsung ke Jakarta walaupun harga yang ditawarkan lebih tinggi dikarenakan biaya transportasi dan biaya pengepakan ikan yang cukup tinggi. Selain itu resiko kematian ikan pada saat dibawa juga cukup tinggi, sedangkan pembeli atau pedagang pengumpul hanya mau membeli ikan kerapu macan dalam keadaan hidup. Harga ikan kerapu macan di Pulau Panggang berkisar antara Rp 120.000 sampai Rp 125.000 per kilogram, sedangkan di Jakarta berkisar antara Rp 130.000 per kilogram. Pada saat penjualan, pedagang pengumpul langsung datang ke
lokasi KJA petani untuk pengambilan ikan kerapu macan sehingga petani tidak memiliki resiko kematian ikan setelah panen.
6.1.1 Keputusan Kelayakan Berdasarkan Aspek Pasar
Berdasarkan gambaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa peluang usaha budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang masih sangat besar dan layak untuk diusahakan karena hasil produksi ikan kerapu macan hasil KJA sudah memiliki pembeli yang pasti dan mampu membeli dalam jumlah yang tidak terbatas. Selain itu sistem pembelian langsung ke lokasi KJA juga menyebabkan petani tidak memiliki resiko kematian ikan kerapu macan. Untuk pasar ekspor juga peluang masih sangat terbuka karena jumlah ekspor Indonesia masih sangat jauh dibandingkan permintaan pasar, khususnya dari Hongkong.
6.2 Analisis Aspek Teknis
Analisis aspek teknis dilakukan terhadap teknik budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA, kegiatan kegiatan yang bersifat teknis dalam pengadaan input, dan pemilihan lokasi KJA yang dilakukan oleh petani budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang.
6.2.1
Pemilihan Lokasi Karamba Jaring Apung
Pemilihan lokasi KJA diterapkan di kawasan perairan laut yang memiliki kedalaman 5-40 meter pada saat surut dan memiliki arus laut dengan kecepatan 0,15-0,35 m/detik dengan substrat dasar berupa pasir atau batu. Arus yang melebihi batas yang disarankan dapat mempengaruhi posisi dari jaring dan sistem
penjangkaran. Kuatnya arus perairan juga dapat menyebabkan bergesernya posisi rakit dan sebaliknya arus yang terlalu kecil dapat mengurangi pertukaran air keluar masuk jaring. Hal ini akan mempengaruhi ketersediaan oksigen terlarut dan timbulnya penyakit akibat parasit yang berasal dari sisa-sisa pakan yang mengendap di waring. Berdasarkan pengamatan dilokasi penelitian, pembudidaya KJA di Pulau Panggang tidak meneliti terlebih dahulu apakah lokasi KJA mereka telah sesuai dengan literarur-literatur maupun yang dianjurkan oleh Suku Dinas (Sudin) Perikanan Kepulauan Seribu seperti kedalaman air dari dasar waring, kecepatan arus, pencemaran terutama dari kapal dan limbah rumah tangga, dan lain-lain. Kebanyakan petani budidaya menetapkan lokasi KJA hanya karena melihat lokasi yang kosong dan ukurannya cocok untuk menempatkan KJA-nya. Data Sudin Perikanan Kepulauan Seribu daerah yang menjadi lokasi KJA pembudidaya masih layak diusahakan karena berdasarkan aspek fisika-kimia perairan masih sesuai dengan standar ketentuan lokasi KJA. Kondisi fisika-kimia dapat dilihat pada Tabel12.
Tabel 12 Kondisi Fisika, Kimia pulau-pulau di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu.
No. I 1 2 3 4 5
6 II 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pulau Panggang
Pulau Karang Congkak
Pulau Semak Daun
30,2 (29,6)*) 6 10 0,70 (1,00) 32 (31) 0,15-0,40 m/detik
30,2 (29,5) 9 12,2 0,70 (0,70) 32 (32) 0,10-0,25 m/detik
29,5 (29,5) 8,5 11 0,60 (0,65) 32 (32) 0,15-0,35 m/detik
8,21 (8,16)
8,19 (8,14)
8,22 (8,28)
mg/l
7,03 (6,35)
7,03 (5,56)
7,11 (5,65)
mg/l
2,94 (6,43)
COD
mg/l
73,35 (73,35)
NH3-N (NH3+NH4)
mg/l
0,021 (0,031)
Nitrit (NO2-N)
mg/l
0,006 (0,011)
Seng (Zn)
mg/l
0,028 (0,014)
Timah hitam (Pb)
mg/l
0,008 (0,008)
Tembaga (Cu)
mg/l
0,026 (0,026)
Nikel (Ni)
mg/l
0,025 (0,034)
Deterjen
mg/l
Phenol
mg/l
3,62 (3,15) 77,43 (73,35) 0,031 (0,025) 0,006 (0,003) 0,030 (0,030) 0,009 (0,006) 0,050 (0,029) 0,025 (0,029) <0,001 (<0,001) <0,001 (<0,001)
3,59 (3,95) 73,35 (69,28) 0,016 (0,011) 0,005 (0,007) 0,025 (0,022) 0,006 (0,005) 0,026 (0,044) 0,025 (0,025) <0,001 (<0,001) <0,001 (<0,001)
Parameter Fisika Suhu Kecerahan Kedalaman Kekeruhan Salinitas
Arus Kimia pH Oksigen terlarut (DO) BOD5
Satuan o
C meter meter meter O /oo m/detik
<0,001 (<0,001) <0,001 (<0,001)
Sumber : Sudin Perikanan Kepulauan Seribu, 2005 Keterangan: *) angka di dalam kurung adalah hasil pengukuran kualitas air dekat dasar laut di kawasan laguna.
Dari tabel diatas, kondisi fisika perairan yang meliputi suhu, kecerahan kolom peraian, kedalaman perairan, tingkat kekeruhan, salinitas dan arus perairan di Pulau Panggang yang menjadi lokasi budidaya masuk dalam kriteria lokasi yang layak untuk budidaya ikan kerapu macan denga sistem KJA. Perairan Pulau
Panggang juga memenuhi syarat lokasi karena memenuhi beberapa kriteria kesesuaian lahan budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA, yaitu: a. Perairan yang terlindung dari angina dan gelombang besar. b. Kedalaman perairan 10 meter sesuai dengan budidaya sistem KJA. c. Dasar perairan yang berkarang dan berpasir yang merupakan habitat alami dari ikan kerapu macan. d. Letak lokasi yang tidak mengganggu jalur pelayaran. e. Relative dekat dengan sumber pakan alami (rucah) f. Sarana transportasi yang tersedia. g. Kecepatan arus 0,15-0,40 m/detik, kecerahan 6 meter, salinitas 32 persen, DO 7,03 mg/l, dan pH 8,21.
6.2.2
Teknik Budidaya Ikan Kerapu dengan Sistem KJA
6.2.2.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan
Dalam satu unit KJA terdiri dari empat waring/kotak sebagai wadah pemeliharaan/pembesaran ikan. Media yang digunakan adalah jaring yang terbuat dari bahan polyethylen dengan bukaan jaring (mesh size) dua inci. Ukuran waring yang digunakan adalah 3.5 x 3.5 x 3.5 meter per kotak. Persiapan pembudidaya dalam persiapan wadah dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Persiapan Wadah Karamba Jaring Apung
6.2.2.2 Penebaran Bibit
Bibit kerapu macan yang digunakan dalam usaha budidaya di Pulau Panggang berasal dari sea farming Pulau Semak Daun, Nuansa Ayu Karamba, Gondol (Bali), dan Situbondo (Jawa Timur). Bibit yang ditebar rata-rata berukuran 11-15 cm. Penebarannya dilakukan pada pagi atau sore hari pada saat suhu air tidak terlalu tinggi. Penebaran bibit pada pagi atau sore hari yang dilakukan petani budidaya telah sesuai dengan aturan yang dianjurkan untuk budidaya ikan kerapu macan. Jumlah bibit yang ditebar adalah dua ratus ekor per kotak sehingga kepadatan ikan sesuai dengan standar padat tebar ikan yang disarankan. Sebelum bibit ditebar terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi selama tigapuluh menit. Proses aklimatisasi dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Proses Aklimatisasi Ikan Kerapu Macan
6.2.2.3 Pemberian Pakan
Petani budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang memberikan pakan rucah dua kali dalam satu hari pada pagi hari pada pukul 08.00-09.00 WIB dan pada sore hari pada pukul 16.00-17.00 WIB. Pakan yang diberikan adalah ikan rucah segar yang dibeli atau didapatkan petani dari hasil mencari sendiri. Dosis pakan rucah yang diberikan petani tidak terukur dengan baik. Pembudidaya memberikan pakan berdasarkan penglihatan mereka di karamba. Apabila ikan sudah tidak antusias dalam memakan pakan yang diberikan, maka pembudidaya akan berhenti memberikan rucah. Petani tidak membandingkan antara biomassa ikan dan jumlah pakan yang diberikan sehingga jumlah pakan yang diberikan tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya. Hal ini menyebabkan tidak efisiennya jumlah pakan yang diberikan kepada ikan. Aturan pemberian pakan ikan rucah untuk ikan kerapu dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Aturan Pemberian Pakan Ikan Rucah Untuk Ikan Kerapu Macan Ukuran Ikan (g)
Ransum Harian (%BT*)
Frekuensi Harian
5-10 10-50 50-150 150-300 300-600
15-20 10-15 8-10 6-8 4-6
3-4 2-3 1-2 1 1
Sumber: Sih-Yang Sim et all, 2005 Keterangan : *) Berat Tubuh
Selain itu pakan yang seharusnya digunting untuk memperkecil ukurannya hanya dicincang secara kasar oleh pembudidaya. Hal ini mengakibatkan banyak rucah yang belum terpotong dengan sempurna sehingga ukurannya tidak sesuai dengan besar bukaan mulut ikan yang dibudidaya. Pakan alami (rucah) yang diberikan oleh pembudidaya dapat dilihat pada Gambar 11. Penambahan mulitivitamin yang bertujuan untuk meningkatkan daya tahan ikan terhadap penyakit sangat jarang dilakukan oleh petani. Pemberian obat hanya dilakukan pada saat terdapat ada ikan yang sakit atau mati untuk mencegah ikan yang lain tertular penyakit yang sama.
Gambar 11 Pakan Alami (Rucah) Ikan Kerapu Macan Petani pembudidaya juga tidak menghitung pertambahan bobot tubuh ikan berdasarkan jumlah pakan yang diberikan (rasio konversi pakan/FCR). FCR ini dihitung untuk melihat apakah jumlah pakan yang diberikan sebanding dengan
laju pertambahan bobot ikan sehingga dapat diketahui apakah pemberian pakan yang diberikan telah efisisen atau belum. FCR dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. FCR =
Total pakan yang dikonsumsi Total pertambahan berat ikan
Pada KJA dua kotak rata-rata total pakan yang diberikan 4,17 Kg per ekor dan bobot awal ikan rata-rata 0,01 Kg per ikan dan bobot pada saat panen 0,8 Kg. Maka FCR ikan pada KJA dua kotak adalah 5,28. KJA empat kotak rata-rata total pakan yang diberikan 3,13 Kg per ekor dan bobot awal ikan rata-rata 0,01 Kg per ikan dan bobot pada saat panen 0,8 Kg. Maka FCR ikan pada KJA dua kotak adalah 3,96. Pada KJA enam kotak rata-rata total pakan yang diberikan 2,42 Kg per ekor dan bobot awal ikan rata-rata 0,01 Kg per ikan dan bobot pada saat panen 0,8 Kg. Maka FCR ikan pada KJA dua kotak adalah 3,06. Pada penelitian ini tidak dapat dibandingkan FCR antara ikan kerapu macan dengan pakan rucah dan pelet sebagai perbandingan efektifitas pakan antara rucah dan pelet karena pembudidaya di Pulau Panggang jarang sekali memberikan pelet pada ikan kerapu macan.
6.2.2.4 Penyortiran (Sampling)
Penyortiran ikan bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan, menentukan dosis pakan, dan memisahkan ikan yang berukuran sama kedalam satu kotak.
Petani budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang tidak melakukan penyortiran ikan. Hal ini menyebabkan petani tidak mengetahui tingkat pertumbuhan, pertambahan panjang dan tingkat kelulusan hidup ikan kerapu macan. Ikan yang berukuran lebih besar juga tidak dipindahkan kedalam satu waring, sehingga menyebabkan ikan yang lebih besar memangsa ikan yang berukuran lebih kecil sehingga tingkat kelangsungan hidup ikan menjadi rendah. Tidak dilakukannya penyortiran dan pemindahan ikan yang berukuran seragam juga nenyebabkan tingkat kepadatan ikan dalam satu waring tidak merata. Hal ini dapat menyebabkan tingkat stress ikan yang tinggi.
6.2.2.5 Perbaikan dan Pembersihan Waring
Penggantian dan pembersihan waring selama masa pemeliharaan selalu dilakukan oleh petani budidaya. Waring kotor akibat penempelan lumpur atau biota penempel, seperti kerang, teritip, dan alga. Pembersihan dan perbaikan waring dilakukan dua minggu sekali sampai ikan berumur tiga bulan dan setelah umur tiga bulan sampai masa panen perbaikan dan pembersihan dilakukan dua bulan sekali. Proses pembersihan waring dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Waring Yang Sedang Dijemur Setelah Dibersihkan
6.2.2.6 Pemanenan
Pada budidaya kerapu macan di Pulau Panggang panen biasanya dilakukan pada sore hari karena suhu relatif lebih rendah. Metode panen yang dilakukan adalah panen total, yaitu pemanenan secara keseluruhan yang biasanya dilakukan untuk memenuhi permintaan dalam skala besar, dan ukuran seluruh ikan telah memenuhi kriteria jual. Ukuran ikan yang biasanya dipanen berkisar antara 0,5-1 kilogram. Permintaan ukuran ikan di pasar untuk konsumsi berkisar 0.5-1.2 kilogram.
6.2.3 Keputusan Kelayakan Aspek Teknis
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dilapangan, secara teknis masih banyak yang harus dibenahi dalam budidaya ikan kerapu macan KJA karena kebanyakan petani masih menggunakan cara tradisional yang beresiko tinggi menyebabkan kegagalan panen. Hal ini dapat dilihat dari survival rate (SR) kerapu macan budidaya yang berkisar 53,8-69,8 persen, sedangkan SR kerapu macan ideal berkisar antara 70-75 persen.
Penyuluhan yang lebih intensif dan pemberian pelatihan mengenai teknik budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA dari Sudin Perikanan Kepulauan Seribu dan pihak lain yang terkait diharapkan mampu meningkatkan ketrampilan pembudidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang.
6.3 Analisis Dampak Terhadap Lingkungan
Hasil pengamatan dilapangan selama penelitian ini dilakukan, tidak terdapat perubahan yang signifikan pada kondisi perairan Pulau Panggang yang menjadi tempat budidaya ikan kerapu macan. Hal ini juga didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudin Perikanan dan Kelautan Kepulauan Seribu terhadap kondisi kimia perairan Pulau Panggang. Keberadaan KJA juga tidak mengganggu jalur pelayaran/bersandar kapal karena posisinya yang berada antara 50-150 meter dari garis pantai dan tidak pada jalur pelayaran. Sisa pakan ikan kerapu macan juga tidak menimbulkan toksik pada perairan karena pakan tidak mengendap tetapi hanyut terbawa arus.
6.3.1
Keputusan Berdasarkan Analisis Dampak Lingkungan
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis dari data yang ada, maka budidaya KJA ikan kerapu macan layak untuk dilaksanakan karena tidak memberikan dampak negatif pada perairan Pulau Panggang dan tidak mengganggu jalur pelayaran dan bersandar kapal. 6.4 Analisis Aspek Finansial
Analisis aspek finansial yang pertama kali dilakukan adalah identifikasi komponen-komponen yang digolongkan sebagai biaya dan manfaat, kemudian
menyusun dan menganalisis aliran manfaat dan biaya serta yang terakhir adalah menganalisis kelayakan investasi berdasarkan pada investasi yang digunakan.
6.4.1
Identifikasi Biaya dan Manfaat
a. Biaya
Biaya-biaya yang dikeluarkan pada usaha budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang adalah biaya-biaya yang dapat dikuantifikasi atau biaya yang berpengaruh langsung. Biaya-biaya yang dihitung pada penelitian ini adalah biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan diawal untuk memperoleh barang-barang fisik yang akan digunakan dalam jangka waktu yang lama (umumnya lebih dari satu tahun). Biaya investasi terdiri atas biaya konstruksi KJA, biaya pembelian peralatan, dan biaya pembuatan perahu. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi KJA ikan kerapu macan. Komponen biaya operasional terbagi atas biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai terdiri atas biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel yang meliputi biaya pembelian bibit, biaya pakan alami, dan biaya pakan buatan. Biaya tetap yang meliputi biaya perawatan keramba. Biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan meliputi biaya tenaga kerja (pemilik), biaya penyusutan alat, biaya penyusutan KJA dan biaya penyusutan perahu. Metode penyusutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penyusutan garis lurus.
1. Biaya investasi
Pada KJA 2 kotak, biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 3.620.000. Pengeluaran terbesar adalah biaya konstuksi KJA yaitu sebesar Rp 1.880.000 dan biaya terendah adalah biaya pembelian peralatan budidaya sebesar Rp 240.000. Pembelian rakit adalah pengeluaran terbesar pada biaya konstruksi KJA yaitu sebesar Rp 600.000. Rataan komponen biaya investasi KJA 2 kotak selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Komponen Biaya Investasi Ikan Kerapu Macan 2 Kotak Harga Jumlah Uraian dan Umur Jumlah Satuan No Satuan Biaya (Rp) Teknis Satuan (Rp) Konstruksi KJA Rakit/Tong Buah 6 100.000 600.000 Bambu/Kayu Batang 15 30.000 450.000 1 Jaring Kg 7 50.000 350.000 Pemberat/Jangkar Buah 4 100.000 400.000 Tali Gulung 2 40.000 80.000 Sub Total 1.880.000 Peralatan Budidaya Parang Buah 1 50.000 50.000 Serok Jaring Buah 2 30.000 60.000 2 Cool Box Gabus Buah 1 40.000 40.000 Sikat Buah 3 10.000 30.000 Ember Buah 3 20.000 60.000 Sub Total 240.000 Perahu Buah 1 1.500.000 1.500.000 3 Sub Total 1.500.000 Total 3.620.000
Biaya investasi pada KJA 4 kotak adalah Rp 5.980.000. Pengeluaran terbesar adalah biaya konstuksi KJA yaitu sebesar Rp 4.120.000 dan biaya terendah adalah biaya pembelian peralatan budidaya sebesar Rp 360.000. Biaya terbesar pada konstruksi adalah biaya pembelian rakit sebesar Rp 1.200.000. Rataan komponen biaya investasi KJA 4 kotak selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Komponen Biaya Investasi Ikan Kerapu Macan 4 Kotak Harga Jumlah Uraian dan Umur Jumlah Satuan Biaya No Satuan Teknis Satuan (Rp) (Rp) 1 Konstruksi KJA Rakit/Tong Buah 12 100.000 1.200.000 Bambu/Kayu Batang 34 30.000 1.020.000 Jaring Kg 14 50.000 700.000 Pemberat/Jangkar Buah 10 100.000 1,000.000 Tali Gulung 5 40.000 200.000 Sub Total 4.120.000 2 Peralatan Budidaya Parang Buah 2 50.000 100.000 Serok Jaring Buah 4 30.000 120.000 Cool Box Gabus Buah 1 40.000 40.000 Sikat Buah 4 10.000 40.000 Ember Buah 3 20.000 60.000 Sub Total 360.000 3 Perahu Buah 1 1.500.000 1.500.000 Sub Total 1.500.000 Total 5.980.000
Pada KJA 6 kotak, biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 7.625.000. Pengeluaran terbesar adalah biaya konstuksi KJA yaitu sebesar Rp 5.625.000 dan biaya terendah adalah biaya pembelian peralatan budidaya sebesar Rp 500.000. Pembelian rakit adalah pengeluaran terbesar pada biaya konstruksi KJA 6 kotak yaitu sebesar Rp 1.800.000. Rataan komponen biaya KJA 6 kotak dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Komponen Biaya Investasi Ikan Kerapu Macan 6 Kotak Harga Jumlah Uraian dan Umur Satuan Satuan No Satuan Teknis (Rp) 1 Konstruksi KJA Rakit/Tong Buah 18 100.000 Bambu/Kayu Batang 43 30.000
Jumlah Biaya (Rp) 1.800.000 1.290.000
2
3
Jaring Pemberat/Jangkar Tali Sub Total Peralatan Budidaya Parang Serok Jaring Cool Box Gabus Sikat Ember Sub Total Perahu Sub Total Total
Kg Buah Gulung
21 11 7
50.000 100.000 55.000
1.050.000 1.100.000 385.000 5.625.000
Buah Buah Buah Buah Buah
2 5 2 7 5
50.000 30.000 40.000 10.000 20.000
Buah
1
1.500.000
100.000 150.000 80.000 70.000 100.000 500.000 1.500.000 1.500.000 7.625.000
2. Biaya Operasional a. Biaya Tunai 1. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang berkaitan langsung dengan input dan output. Biaya akan semakin besar apabila terdapat penambahan input untuk meningkatkan output, demikian juga sebaliknya. Komponen biaya variabel budidaya ikan kerapu macan KJA di Pulau Panggang adalah biaya pembelian benih, pakan buatan, dan pakan alami. Biaya variabel pada KJA 2 kotak adalah sebesar Rp 4.530.300. Biaya terbesar dikeluarkan untuk pembelian bibit ikan kerapu macan. Harga bibit kerapu macan Rp 1000 sampai Rp 1500 per centimeter. Petani budidaya biasanya membeli bibit berukuran 10-15 centimeter. Pakan alami kerapu diperoleh pembudidaya dengan mencari sendiri dengan memancing atau menjaring dan membeli dari nelayan. Harga pakan alami di Pulau Panggang berkisar antara Rp 2000 sampai Rp 3000 per kilogram. Ikan selar adalah pakan alami yang paling sering digunakan
oleh pembudidaya karena ketersediaan yang banyak di perairan sekitar Pulau Panggang. Pada KJA 2 kotak ada penggunaan pakan buatan hanya sedikit dikarenakan harga pakan yang mahal dibandingkan pakan alami. Harga pakan buatan (pelet) Rp 192.50 per bal. Rataan biaya variabel budidaya ikan kerapu macan untuk KJA 2 kotak dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Komponen Biaya Variabel Budidaya Ikan Kerapu Macan KJA 2 Kotak Jumlah Harga Jumlah Jenis Satuan Satuan Satuan (Rp) Total (Rp) Pakan Buatan/Pelet Bal 0,2 192.500 38.500 Pakan Alami/Rucah Kg 834 2.700 2.251.800 Bibit Kerapu Ekor 200 11.200 2.240.000 Total Biaya Variabel 4.530.300 Biaya variabel yang dikeluarkan untuk KJA 4 kotak adalah sebesar Rp 8.305.600. Biaya terbesar adalah pembelian bibit ikan kerapu macan. Harga bibit kerapu macan Rp 1000 sampai Rp 1500 per centimeter. Petani budidaya biasanya membeli bibit berukuran 10-15 centimeter. Bibit ikan kerapu macan diperoleh dari sea farming yang berada di Pulau Semak Daun, Nuansa Ayu Karamba, dan hatchery di Gondol (Bali) dan Situbondo (Jawa Timur). Pakan alami kerapu diperoleh pembudidaya dengan mencari sendiri dengan memancing atau menjaring dan membeli dari nelayan. Harga pakan alami di Pulau Panggang berkisar antara Rp 2000 sampai Rp 3000 per kilogram. Ikan selar adalah pakan alami yang paling sering digunakan oleh pembudidaya karena ketersediaan yang banyak di perairan sekitar Pulau Panggang. Pada KJA 4 kotak petani budidaya tidak menggunakan pakan buatan (pelet) karena harganya yang mahal dan ketersediaan yang sedikit di Pulau Panggang. Rataan biaya variabel budidaya ikan kerapu macan untuk KJA 4 kotak dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Komponen Biaya Variabel Budidaya Ikan Kerapu Macan KJA 4 Kotak
Jenis Pakan Buatan/Pelet Pakan Alami Bibit Kerapu Total Biaya Variabel
Satuan
Jumlah Satuan
Bal Kg Ekor
Harga Satuan (Rp)
1.252 400
2.800 12.000
Jumlah Total (Rp) 3.505.600 4.800.000 8.305.600
Biaya variabel pada KJA 6 kotak adalah sebesar Rp 10.437.500. Biaya terbesar dikeluarkan untuk pembelian bibit ikan kerapu macan sebesar Rp
6.450.000. Harga bibit kerapu macan Rp 1000 sampai Rp 1500 per
centimeter. Petani budidaya biasanya membeli bibit berukuran 10-15 centimeter. Pakan alami kerapu diperoleh pembudidaya dengan mencari sendiri dengan memancing atau menjaring dan membeli dari nelayan. Harga pakan alami di Pulau Panggang berkisar antara Rp 2000 sampai Rp 3000 per kilogram. Ikan selar adalah pakan alami yang paling sering digunakan oleh pembudidaya karena ketersediaan yang banyak di perairan sekitar Pulau Panggang. Pada KJA 6 kotak petani budidaya tidak menggunakan pakan buatan (pelet) karena harganya yang mahal dan ketersediaan yang sedikit di Pulau Panggang. Rataan komponen biaya variabel budidaya ikan kerapu macan untuk KJA 6 kotak dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Komponen Biaya Variabel Budidaya Ikan Kerapu Macan KJA 6 Kotak Jumlah Harga Jumlah Jenis Satuan Satuan Satuan (Rp) Total (Rp) Pakan Buatan/Pelet Bal Pakan Alami Kg 1.450 2.750 3.987.500 Bibit Kerapu Ekor 600 10.750 6.450.000 Total Biaya Variabel 10.437.500
Dari hasil diatas dapat kita lihat komponen biaya variabel yang paling besar adalah biaya untuk membeli bibit ikan kerapu macan. Komponen pakan buatan/pelet pada karamba ukuran empat kotak dan enam kotak tidak ada dikarenakan jarang sekali petani di Pulau Panggang memberikan pakan buatan. Alasan petani tidak memberikan pakan buatan antara lain adalah karena harganya yang mahal dan ketersediaannya di Pulau Panggang sedikit.
2. Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan biaya yang besarannya tidak berubah walaupun outputnya berubah. Komponen biaya tetap pada penelitian ini adalah biaya perawatan karamba.. Biaya perawatan karamba adalah biaya yang digunakan untuk pembersihan waring dan perbaikan karamba. Besarnya rataan biaya pemeliharaan untuk KJA 2 kotak sebesar Rp 70.000 dalam satu periode budidaya ikan kerapu macan, KJA 4 kotak sebesar Rp 100.000, dan KJA 6 kotak sebesar Rp 120.000 per tahun. Biaya pemeliharaan ini dikeluarkan untuk pembersihan waring.
b. Biaya Tidak Tunai 1. Biaya Penyusutan
Perhitungan biaya penyusutan pada penelitian ini menggunakan metode penyusutan garis lurus. Berikut akan dijelaskan penyusutan komponen-komponen investasi. a. Rakit/Tong
Rakit/tong digunakan sebagai pelampung pada karamba jaring apung. Rakit diikat pada sisi luar dan tengah karamba sesuai dengan kebutuhan. Rakit ini terbuat dari tong plastik. Harga satu rakit Rp 100.000 dengan umur teknis selama lima tahun. Setelah umur teknisnya habis rakit masih bisa digunakan seabagai media penyimpanan ikan atau pakan alami. b. Bambu/Kayu Bambu/kayu digunakan sebagai kerangka dari karamba jaring apung. Untuk bambu/ kayu kualitas sedang umur teknisnya berkisar dua tahun, setelah itu tidak dapat dipergunakan lagi. Harga satu batang bambu di Pulau Panggang Rp 30.000. c. Waring/Jaring Waring adalah bahan yang digunakan sebagai media pemeliharaan ikan kerapu macan. Waring ini terbuat sari bahan polyethylene dengan ukuran mata waring dua inci. Harga jaring per-kilogram Rp 50.000 dengan umur teknis selama lima tahun. Waring masih dapat digunakan setelah umur tenisnya habis sebagai alat untuk menangkap ikan dan masih memiliki nilai ekonomis. d. Pemberat/Jangkar Pemberat digunakan untuk mengikat karamba agar posisinya tidak berubah di sisi-sisi keramba. Pada perairan yang memiliki arus kencang jumlah pemberat biasanya lebih banyak yang dipasang. Biasanya jumlah pemberat yang dipasang empat buah untuk dua kotak. Pemberat ini terbuat dari besi atau semen cor yang dibeli seharga Rp 100.000 per buah. Umur teknis pemberat ini selama lima tahun dan masih dapat dipergunakan kembali. e. Tali
Tali digunakan untuk mengikat bambu/kayu dan jangkar. Tali yang digunakan adalah tali rafia ukuran sedang yang dibeli seharga Rp 40.000 per gulung. Umur teknisnya selama lima tahun dan tidak dipergunakan lagi sesudah umur teknisnya habis. f. Parang Parang digunakan untuk memotong pakan alami ikan kerapu macan. Umur teknisnya selama lima tahun dan tidak memiliki nilai sisa. Harga sebuah parang di Pulau Panggang Rp 50.000. g. Serok Jaring Serok jaring digunakan untuk memanen ikan atau untuk mengambil ikan kerapu macan yang mati di karamba. Umur teknisnya lima tahun dan tidak memiliki nilai sisa. Harga serok jaring yang digunakan pembudidaya Rp 30.000 per buah. h. Cool box gabus Cool box gabus digunakan sebagai wadah penyimpanan sementara pakan
ikan alami sebelum dipotong-potong. Umur teknisnya selama lima tahun dan tidak memiliki nilai sisa karena setelah itu tidak dapat digunakan lagi. Harga sebuah cool box gabus ini Rp 40.000.
i. Sikat Sikat digunakan untuk pembersihan waring. Umur teknisnya selama lima tahun dan tidak memiliki nilai sisa. Harga sebuah sikat yang digunakan pada budidaya ikan kerapu macan Rp 10.000. j. Ember
Ember digunakan sebagai wadah untuk pakan ikan alami (rucah). Umur teknisnya selama lima tahun. Harga sebuah ember yang digunakan Rp 20.000. k. Perahu Perahu adalah sarana transportasi nelayan ke karamba jaring apung. Umur teknisnya selama lima tahun, tetapi masih mempunyai nilai sisa karena masih dapat digunakan dan masih memiliki nilai ekonomis. Harga sebuah perahu Rp 1.500.000.
Penyusutan pada KJA 2 kotak meliputi penyusutan konstruksi KJA, peralatan budidaya, dan perahu. Biaya penyusutan terbesar pada KJA 2 kotak adalah penyusutan bambu/kayu. Bambu/kayu memiliki penyusutan terbesar dikarenakan umur teknisnya lebih singkat dibandingkan yang lainnya yaitu dua tahun. Penyusutan pada KJA 2 kotak dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Penyusutan KJA 2 Kotak No 1
Uraian Konstruksi KJA Rakit/Tong Bambu/Kayu
Nilai Awal (Rp)
600.000 450.000
Umur Ekonomis (Tahun)
Nilai Sisa(Rp)
Penyusutan/ Tahun (Rp)
5
200.000
80.000
2
-
225.000
2
3
Jaring Pemberat/ Jangkar Tali Sub Total Peralatan Parang Serok Jaring Cool Box Gabus Sikat Ember Sub Total Perahu Total Biaya Penyusutan
350.000
5
150.000
40.000
400.000
5
100.000
60.000
80.000
5 -
450.000
16.000 421.000
50.000 60.000
5 5
-
10.000 12.000
40.000
5
-
8.000
30.000 60.000
5 5
1.500.000
5
500.000
6.000 12.000 48.000 200.000
950.000
669.000
Penyusutan pada KJA 4 kotak meliputi penyusutan konstruksi KJA, peralatan budidaya, dan perahu. Biaya penyusutan terbesar pada KJA 4 kotak adalah penyusutan bambu/kayu. Bambu/kayu memiliki penyusutan terbesar dikarenakan umur teknisnya lebih singkat dibandingkan yang lainnya yaitu dua tahun. Penyusutan komponen investasi KJA 4 kotak selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Penyusutan KJA 4 Kotak No 1
Uraian Konstruksi KJA Rakit/Tong Bambu/Kayu Jaring
Nilai Awal
Umur Ekonomis (Tahun)
1.200.000 1.020.000 700.000
5 2 5
Nilai Sisa(Rp) 400.000 300.000
Penyusutan/ Tahun (Rp) 160.000 510.000 80.000
2
3
Pemberat/Jangkar Tali Sub Total Peralatan Parang Serok Jaring Cool Box Gabus Sikat Ember Sub Total Perahu Total Biaya Penyusutan
1.000.000 200.000
5 5
250.000 950.000
150.000 40.000 940.000
100.000 120.000 40.000 40.000 60.000
5 5 5 5 5
-
500.000
5
500.000
20.000 24.000 8.000 8.000 12.000 72.000 200.000
1.450.000
1.212.000
Penyusutan pada KJA 6 kotak meliputi penyusutan konstruksi KJA, peralatan budidaya, dan perahu. Biaya penyusutan terbesar pada KJA 6 kotak adalah penyusutan bambu/kayu. Bambu/kayu memiliki penyusutan terbesar dikarenakan umur teknisnya lebih singkat dibandingkan yang lainnya yaitu dua tahun. Penyusutan komponen investasi KJA 6 kotak dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Penyusutan KJA 6 Kotak No
Uraian
1
Konstruksi KJA Rakit/Tong Bambu/Kayu Jaring Pemberat/Jangkar
Nilai Awal
1.800.000 1.290.000 1.050.000 1.100.000
Umur Ekonomis (Tahun)
Nilai Sisa(Rp)
Penyusutan/ Tahun (Rp)
5 2 5 5
600.000 150.000 300.000
240.000 645.000 180.000 160.000
2
3
Tali Sub Total Peralatan Parang Serok Jaring Cool Box Gabus Sikat Ember Sub Total Perahu Total Biaya Penyusutan
385.000
5
1.050.000
77.000 1.302.000
100.000 150.000 80.000 70.000 100.000
5 5 5 5 5
-
1.500.000
5
500.000
20.000 30.000 16.000 14.000 20.000 100.000 200.000
1.550.000
1.602.000
2. Biaya Tenaga Kerja (Pemilik)
Besarnya upah tenaga kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah besaran upah pekerja karamba yang berlaku di Pulau Panggang, yaitu Nuansa Ayu Karamba sebesar Rp 500.000 per bulan. Biaya tenaga kerja untuk seluruh jenis karamba pada penelitian ini sama karena pembudidaya sendiri (satu orang) yang mengerjakan seluruh operasional budidaya ikan kerapu macan. Total biaya tenaga kerja selama satu periode budidaya ikan kerapu macan adalah Rp 5.000.000.
6.4.2 Keuntungan
Keuntungan adalah hasil produksi yang dapat dinilai dengan uang dikurangi dengan biaya. Besarnya keuntungan yang didapatkan oleh petani budidaya ditentukan oleh jumlah produksi ikan kerapu macan dan harga jual di pasar. Jumlah produksi ini dipengaruhi oleh survival rate (SR) ikan kerapu macan yang didapatkan dari perhitungan jumlah ikan yang dipanen dibandingkan yang
ditebar. Selama penelitian ini dilakukan tingkat kelangsungan hidup (SR) ikan kerapu macan di Pulau Panggang adalah 70 persen untuk KJA 2 kotak dengan rataan jumlah panen 139,6 ekor , 64 persen untuk KJA 4 kotak dengan rataan jumlah panen 254.8 ekor, dan 54 persen untuk KJA 6 kotak dengan rataan jumlah panen 322.75 ekor. Jumlah ikan yang ditebar adalah 200 ekor untuk setiap kotaknya. Harga ikan kerapu macan berkisar antara Rp 120.000 sampai Rp 125.000 per kilogram dengan berat rata-rata penjualan ikan 0,8 kilogram. Hasil penjualan ikan kerapu yang didapat oleh petani adalah Rp 12.703.600 untuk KJA 2 kotak, Rp 22.167.600 untuk KJA 4 kotak, dan Rp 28.644.063 untuk KJA 6 kotak.
6.4.3
Proyeksi Cash Flow
Proyeksi cash flow memiliki arti penting bahwa investor dapat melakukan invesatasi dan membayar kewajiban finansial, sedangkan laba tidak dapat digunakan sebagai alat memenuhi berbagai keperluan kas tersebut. Husnan dan Suwarsono,1999 mengatakan bahwa proyeksi aliran kas sangat terkait dengan nilai waktu dari uang yang menyatakan bahwa nilai uang saat ini lebih berharga daripada nanti. Budidaya ikan kerapu macan dengan KJA melakukan investasi pada tahun awal sedangkan manfaat dari investasi itu baru diterima pada tahun berikutnya atau setelah satu periode produksi. Komponen-komponen yang aliran kas pada cash flow dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu initial cash flow, operational cash flow, dan terminal cash flow.
a. Komponen-komponen Initial Cash Flow
Komponen-komponen yang termasuk dalam initial cash flow adalah biaya untuk investasi pembuatan KJA. Rataan biaya investasi yang dikeluarkan oleh petani untuk budidaya ikan kerapu KJA adalah sebesar Rp 3.620.000 untuk KJA 2 kotak, Rp 5.980.000 untuk KJA 4 kotak, dan Rp 7.625.000 untuk KJA 6 kotak.
b. Komponen-konponen Operational Cash Flow
Komponen-komponen yang termasuk dalam operational cash flow meliputi laba bersih (net benefit) dan penyusutan. Rataan operational cash flow yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebesar Rp 6.826.750 untuk KJA 2 kotak. Nilai ini diperoleh dari net benefit yang dihasilkan Rp 6.157.750 dan nilasi penyusutan dalam setahun sebesar Rp 669.000. Operational cash flow pada KJA 4 kotak sebesar Rp 11.585.333. Nilai ini
didapatkan dari nilai net benefit KJA 4 kotak sebesar Rp 10.373.333 dan nilai penyusutan per tahun sebesar Rp 1.212.000. Operational cash flow yang didapatkan pada KJA 6 kotak sebesar Rp 15.231.635. Nilai ini didapatkan dari penambahan nilai net benefit sebesar Rp 13.629.635 dan nilai penyusutan per tahun sebesar Rp 1.602.000.
c. Komponen-komponen Terminal cash Flow Terminal cash flow terdiri dari cash flow nilai sisa investasi. Nilai sisa yang
diperoleh pada akhir umur proyek adalah sebesar Rp 950.000 untuk KJA 2 kotak. Nilai sisa ini diperoleh dari komponen rakit sebesar Rp 200.000, nilai sisa jaring sebesar Rp 150.000. Nilai sisa dari pemberat/jangkar sebesar
Rp 100.000 dan nilai sisa dari perahu sebesar Rp 500.000. Pada KJA 4 kotak nilai sisa total sebesar Rp 1.450.000. Nilai ini diperoleh dari nilai sisa pada komponen rakit sebesar Rp 400.000, nilai sisa pada komponen jaring sebesar Rp 300.000, nilai sisa dari pemberat/jangkar sebesar Rp 250.000 dan nilai sisa dari perahu sebesar Rp 500.000. Nilai sisa pada KJA 6 kotak didapatkan sebesar Rp 1.550.000 yang berasal dari nilai sisa rakit sebesar Rp 600.000, nilai sisa dari jaring sebesar Rp 150.000, nilai sisa dari pemberat sebesar Rp 300.000, dan nilai sisa dari perahu sebesar Rp 500.000.
6.4.4
Kriteria Kelayakan Usaha
6.4.4.1 Analisis Kelayakan Investasi Usaha
Analisis kelayakan invesatasi usaha ini bertujuan untuk melihat kelayakan antara KJA 2 kotak, KJA 4 kotak dan KJA 6 kotak sebagai media pembudidayaan ikan kerapu macan.
a. KJA 2 Kotak
Hasil pengolahan data yang dilakukan untuk KJA 2 kotak didapatkan nilai NPV sebesar Rp 24.172.937. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dikurangi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 55.357.467 dan nilai outflow sebesar Rp 31.184.530. Nilai NPV yang positif ini menunjukkan bahwa poyek ini layak untuk dilaksanakan karena memberikan tambahan manfaat dari nilai sekarang. Nilai IRR sebesar 220,57 persen juga menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar dari tingkat diskonto sebesar 5,25
persen. Nilai IRR ini juga menunjukkan bahwa usaha ini akan memberikan tingkat pengembalian modal yang ditanamkan sebesar 220,57 persen. Net B/C yang didapat sebesar 1,78, yang berarti setiap pengeluaran usaha sebesar Rp 1 akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 1,78. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dibagi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 55.357.467 dan nilai outflow sebesar
Rp 31.184.530. Payback periode (PP) usaha ini selama 5,64 bulan. Hal ini menunjukkan
keuntungan usaha yang diperoleh akan dapat menutupi biaya investasi setelah 5,64 bulan. Jika dilihat dari periode budidaya ikan kerapu macan yang berkisar kurang lebih sepuluh bulan, maka PP didapat sebelum masa panen ikan kerapu macan dilakukan. Hal ini disebabkan oleh keuntungan bersih yang didapatkan sangat besar jika dibandingkan biaya investasi. Dari hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa secara nyata seluruh biaya investasi baru didapatkan setelah satu periode budidaya walaupun secara perhitungan didapatkan PP sebelum masa pemanenan.
b. KJA 4 Kotak
Hasil pengolahan data KJA 4 kotak didapatkan nilai NPV sebesar Rp 52.563.430. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dikurangi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 96.437.143 dan nilai outflow sebesar Rp. 43.873.713. Nilai NPV yang positif ini menunjukkan bahwa poyek ini layak untuk dilaksanakan karena memberikan tambahan manfaat dari nilai sekarang.
Nilai IRR sebesar 225,68 persen juga menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar dari tingkat diskonto sebesar 5,25 persen. Nilai IRR ini juga menunjukkan bahwa usaha ini akan memberikan tingkat pengembalian modal yang ditanamkan sebesar 225,68 persen. Net B/C yang didapat sebesar 2,20 yang berarti setiap pengeluaran usaha sebesar Rp 1 akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 2,20. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dibagi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 96.437.143 dan nilai outflow sebesar
Rp 43.873.713. Pada KJA 4 kotak didapatkan payback periode usaha ini selama 5,49 bulan. Hal ini menunjukkan keuntungan usaha yang diperoleh akan dapat menutupi biaya investasi setelah 5,49 bulan. Jika dilihat dari periode budidaya ikan kerapu macan yang berkisar kurang lebih sepuluh bulan, maka PP didapat sebelum masa panen ikan kerapu macan dilakukan. Hal ini disebabkan oleh keuntungan bersih yang didapatkan sangat besar jika dibandingkan biaya investasi. Dari hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa secara nyata seluruh biaya investasi baru didapatkan setelah satu periode budidaya walaupun secara perhitungan didapatkan PP sebelum masa pemanenan.
c. KJA 6 Kotak
Hasil pengolahan data KJA 6 kotak didapatkan nilai NPV sebesar Rp 55.235.042. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dikurangi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp. 124.361.541 dan nilai outflow sebesar Rp 69.126.499. Nilai NPV yang positif ini
menunjukkan bahwa poyek ini layak untuk dilaksanakan karena memberikan tambahan manfaat dari nilai sekarang. Nilai IRR sebesar 232,86 persen juga menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar dari tingkat diskonto sebesar 5,25 persen. Nilai IRR ini juga menunjukkan bahwa usaha ini akan memberikan tingkat pengembalian modal yang ditanamkan sebesar 232,86 persen. Net B/C yang didapat sebesar 1,80 yang berarti setiap pengeluaran usaha sebesar Rp 1 akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 1,80. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dibagi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 124.361.541 dan nilai outflow sebesar
Rp 69.126.499. Hasil perhitungan pada KJA 6 kotak didapatkan payback periode usaha ini selama 5,32 bulan. Hal ini menunjukkan keuntungan usaha yang diperoleh akan dapat menutupi biaya investasi setelah 5,32 bulan. Jika dilihat dari periode budidaya ikan kerapu macan yang berkisar kurang lebih sepuluh bulan, maka PP didapat sebelum masa panen ikan kerapu macan dilakukan. Hal ini disebabkan oleh keuntungan bersih yang didapatkan sangat besar jika dibandingkan biaya investasi. Dari hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa secara nyata seluruh biaya investasi baru didapatkan setelah satu periode budidaya walaupun secara perhitungan didapatkan PP sebelum masa pemanenan.
6.5 Analisis Sensitifitas
Ada dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk analisis sensitifitas yaitu tingkat kelangsungan hidup (SR) dan komponen biaya variabel
yang mengeluarkan biaya terbesar yaitu biaya pembelian bibit ikan kerapu. SR dianalisis karena berhubungan erat dengan jumlah output dari usaha budidaya ikan kerapu macan yang nantinya akan menentukan besar keuntungan usaha budidaya ini. Biaya pembelian bibit kerapu dianalisis karena merupakan komponen biaya variabel yang terbesar selama usaha budidaya ini berlangsung, sehingga apabila terjadi perubahan/peningkatan harga akan mempengaruhi tingkat pengeluaran dan keuntungan yang didapat usaha budidaya kerapu macan.
6.4.1 Penurunan SR Sebesar 10 Persen
Besarnya perubahan SR yang digunakan sebesar 10 persen dari SR awal sebesar 70 persen pada KJA 2 kotak, 64 persen pada KJA 4 kotak, dan 54 persen pada KJA 6 kotak. Nilai penurunan sebesar 10 persen dipilih karena menurut informasi yang didapatkan dari Sudin Perikanan Kepulauan Seribu SR minimum agar usaha budidaya ikan kerapu macan menghasilkan keuntungan sebesar 40 persen. Dari nilai SR terendah yang didapatkan di tempat penelitian (54 persen), maka apabila terjadi penurunan SR sebesar 10 persen usaha tersebut sudah tidak mendatangkan keuntungan berdasarkan informasi yang didapatkan.
a. KJA 2 Kotak
Apabila SR turun menjadi 60 persen untuk KJA 2 kotak, banyaknya jumlah ikan yang dipanen 120 ekor. Total pemasukan yang didapatkan sebesar Rp 10.920.000. Hasil pengolahan data yang dilakukan untuk KJA 2 kotak didapatkan nilai NPV sebesar Rp 24.172.937. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow
dikurangi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 47.688.487 dan nilai outflow sebesar Rp 23.515.550. Nilai NPV yang positif ini menunjukkan bahwa poyek ini layak untuk dilaksanakan karena memberikan tambahan manfaat dari nilai sekarang. Nilai IRR sebesar 170,61 persen juga menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar dari tingkat diskonto sebesar 5,25 persen. Nilai IRR ini juga menunjukkan bahwa usaha ini akan memberikan tingkat pengembalian modal yang ditanamkan sebesar 170,61 persen. Net B/C yang didapat sebesar 2,03 yang berarti setiap pengeluaran usaha sebesar Rp 1 akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 2,03. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dibagi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 47.688.487 dan nilai outflow sebesar
Rp 23.515.550. Payback periode (PP) usaha ini selama 7,23 bulan. Hal ini menunjukkan
keuntungan usaha yang diperoleh akan dapat menutupi biaya investasi setelah 7,23 bulan. Jika dilihat dari periode budidaya ikan kerapu macan yang berkisar kurang lebih sepuluh bulan, maka PP didapat sebelum masa panen ikan kerapu macan dilakukan. Hal ini disebabkan oleh keuntungan bersih yang didapatkan sangat besar jika dibandingkan biaya investasi. Dari hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa secara nyata seluruh biaya investasi baru didapatkan setelah satu periode budidaya walaupun secara perhitungan didapatkan PP sebelum masa pemanenan.
b. KJA 4 Kotak
Penurunan SR sebesar 10 persen untuk KJA 4 kotak membuat jumlah ikan yang dipanen 216 ekor. Total pemasukan yang didapatkan sebesar Rp 18.792.000. Nilai NPV yang didaptkan sebesar Rp 38.049.297. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dikurangi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 81,923,011 dan nilai outflow sebesar Rp 43,873,713. Nilai NPV yang positif ini menunjukkan bahwa poyek ini layak untuk dilaksanakan karena memberikan tambahan manfaat dari nilai sekarang. Nilai IRR sebesar 168,19 persen juga menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar dari tingkat diskonto sebesar 5,25 persen. Nilai IRR ini juga menunjukkan bahwa usaha ini akan memberikan tingkat pengembalian modal yang ditanamkan sebesar 168,19 persen. Dari perhitungan yang dilakukan didapatkan nilai Net B/C 1,87 yang berarti setiap pengeluaran usaha sebesar Rp. 1,- akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 1,87. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dibagi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 81.923.011 dan nilai outflow sebesar Rp 43.873.713. Nilai Net B/C ini menunjukkan usaha budidaya ikan kerapu macan ini layak untuk diusahakan. Payback periode usaha ini selama 7,27 bulan. Hal ini menunjukkan
keuntungan usaha yang diperoleh akan dapat menutupi biaya investasi setelah 7,27 bulan. Jika dilihat dari periode budidaya ikan kerapu macan yang berkisar kurang lebih sepuluh bulan, maka PP didapat sebelum masa panen ikan kerapu macan dilakukan. Hal ini disebabkan oleh keuntungan bersih yang didapatkan sangat besar jika dibandingkan biaya investasi. Dari hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa secara nyata seluruh biaya investasi baru didapatkan setelah
satu periode budidaya walaupun secara perhitungan didapatkan PP sebelum masa pemanenan.
c. KJA 6 Kotak
Apabila SR turun menjadi 60 persen untuk KJA 6 kotak, banyaknya jumlah ikan yang dipanen 264 ekor. Total pemasukan yang didapatkan sebesar Rp 23.430.000. Nilai NPV yang didapat sebesar Rp 59.878.739. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dikurangi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 101.942.536 dan nilai outflow
sebesar Rp 42.063.797. Nilai NPV yang positif ini menunjukkan bahwa poyek ini layak untuk dilaksanakan karena memberikan tambahan manfaat dari nilai sekarang. Nilai IRR sebesar 148,62 persen juga menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar dari tingkat diskonto sebesar 5,25 persen. Nilai IRR ini juga menunjukkan bahwa usaha ini akan memberikan tingkat pengembalian modal yang ditanamkan sebesar 148,62 persen. Net B/C yang didapat sebesar 2,42 yang berarti setiap pengeluaran usaha sebesar Rp 1 akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 2,42. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dibagi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 101.942.536 dan nilai outflow sebesar
Rp 42.063.797. Nilai Net B/C ini menunjukkan usaha budidaya ikan kerapu macan ini layak untuk diusahakan. Hasil perhitungan pada KJA 6 kotak didapatkan payback periode usaha ini selama 8,17 bulan. Hal ini menunjukkan keuntungan usaha yang diperoleh akan
dapat menutupi biaya investasi setelah 8,17 bulan. Jika dilihat dari periode budidaya ikan kerapu macan yang berkisar kurang lebih sepuluh bulan, maka PP didapat sebelum masa panen ikan kerapu macan dilakukan. Hal ini disebabkan oleh keuntungan bersih yang didapatkan sangat besar jika dibandingkan biaya investasi. Dari hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa secara nyata seluruh biaya investasi baru didapatkan setelah satu periode budidaya walaupun secara perhitungan didapatkan PP sebelum masa pemanenan.
6.4.2
Kenaikan Harga Bibit Ikan Kerapu Macan 10 Persen
a. KJA 2 Kotak
Kenaikan harga bibit ikan kerapu pada KJA 2 kotak membuat biaya variabel berubah menjadi Rp 4.754.300. Hasil pengolahan data yang didapatkan nilai NPV sebesar Rp 25.136.074. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dikurangi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 55.163.901 dan nilai outflow sebesar Rp 30.027.827. Nilai NPV yang positif ini menunjukkan bahwa poyek ini layak untuk dilaksanakan karena memberikan tambahan manfaat dari nilai sekarang. Nilai IRR sebesar 214,89 persen juga menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar dari tingkat diskonto sebesar 5,25 persen. Nilai IRR ini juga menunjukkan bahwa usaha ini akan memberikan tingkat pengembalian modal yang ditanamkan sebesar 214,89 persen. Net B/C yang didapat sebesar 1,84 yang berarti setiap pengeluaran usaha sebesar Rp 1 akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 1,84. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dibagi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount
rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 55.163.901 dan nilai outflow sebesar
Rp 30.027.827. Payback periode (PP) usaha ini selama 5,51 bulan. Hal ini menunjukkan
keuntungan usaha yang diperoleh akan dapat menutupi biaya investasi setelah 5,51 bulan. Jika dilihat dari periode budidaya ikan kerapu macan yang berkisar kurang lebih sepuluh bulan, maka PP didapat sebelum masa panen ikan kerapu macan dilakukan. Hal ini disebabkan oleh keuntungan bersih yang didapatkan sangat besar jika dibandingkan biaya investasi. Dari hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa secara nyata seluruh biaya investasi baru didapatkan setelah satu periode budidaya walaupun secara perhitungan didapatkan PP sebelum masa pemanenan.
b. KJA 4 Kotak
Kenaikan harga bibit ikan kerapu pada KJA 4 kotak membuat biaya variabel berubah menjadi Rp 8.890.600. Hasil pengolahan data yang didapatkan nilai NPV sebesar Rp 49.622.249. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dikurangi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 96.011.298 dan nilai outflow sebesar Rp 46.389.049. Nilai NPV yang positif ini menunjukkan bahwa poyek ini layak untuk dilaksanakan karena memberikan tambahan manfaat dari nilai sekarang. Nilai IRR sebesar 215,69 persen juga menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar dari tingkat diskonto sebesar 5,25 persen. Nilai IRR ini juga menunjukkan bahwa usaha ini akan memberikan tingkat pengembalian modal yang ditanamkan sebesar 21,69 persen.
Net B/C yang didapat sebesar 2,07 yang berarti setiap pengeluaran usaha sebesar Rp 1 akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 2,07. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dibagi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 96.011.298 dan nilai outflow sebesar
Rp 46.389.049. Payback periode (PP) usaha ini selama 5,45 bulan. Hal ini menunjukkan
keuntungan usaha yang diperoleh akan dapat menutupi biaya investasi setelah 5,45 bulan. Jika dilihat dari periode budidaya ikan kerapu macan yang berkisar kurang lebih sepuluh bulan, maka PP didapat sebelum masa panen ikan kerapu macan dilakukan. Hal ini disebabkan oleh keuntungan bersih yang didapatkan sangat besar jika dibandingkan biaya investasi. Dari hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa secara nyata seluruh biaya investasi baru didapatkan setelah satu periode budidaya walaupun secara perhitungan didapatkan PP sebelum masa pemanenan.
c. KJA 6 Kotak
Kenaikan harga bibit ikan kerapu pada KJA 6 kotak membuat biaya variabel berubah menjadi Rp 11.332.500. Hasil pengolahan data yang didapatkan nilai NPV sebesar Rp 63.726.988. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dikurangi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 124.013.122 dan nilai outflow sebesar Rp 60.286.134. Nilai NPV yang positif ini menunjukkan bahwa poyek ini layak untuk dilaksanakan karena memberikan tambahan manfaat dari nilai sekarang.
Nilai IRR sebesar 206,51 persen juga menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar dari tingkat diskonto sebesar 5,25 persen. Nilai IRR ini juga menunjukkan bahwa usaha ini akan memberikan tingkat pengembalian modal yang ditanamkan sebesar 206,51 persen. Net B/C yang didapat sebesar 2,06 yang berarti setiap pengeluaran usaha sebesar Rp 1 akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 2,06. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dibagi nilai total outflow yang telah dikalikan nilai discount rate. Nilai inflow yang didapat sebesar Rp 124.013.122 dan nilai outflow sebesar
Rp 60.286.134. Payback periode (PP) usaha ini selama 5,68 bulan. Hal ini menunjukkan
keuntungan usaha yang diperoleh akan dapat menutupi biaya investasi setelah 5,68 bulan. Jika dilihat dari periode budidaya ikan kerapu macan yang berkisar kurang lebih sepuluh bulan, maka PP didapat sebelum masa panen ikan kerapu macan dilakukan. Hal ini disebabkan oleh keuntungan bersih yang didapatkan sangat besar jika dibandingkan biaya investasi. Dari hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa secara nyata seluruh biaya investasi baru didapatkan setelah satu periode budidaya walaupun secara perhitungan didapatkan PP sebelum masa pemanenan.
6.6 Keputusan Kelayakan Berdasarkan Aspek Finansial
Berdasarkan hasil analisis finansial yang dilakukan, maka usaha budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA ukuran 2 kotak, 4 kotak, maupun 6 kotak
layak untuk diusahakan karena memberikan tambahan manfaat yang positif setelah dianalisis dalam nilai sekarang. Hasil analisis sensitivitas pada KJA menunjukkan usaha ini masih memberikan keuntungan walaupun terjadi penurunan nilai SR dan kenaikan harga bibit ikan kerapu macan sebesar 10 persen. Berdasarkan hasil analisis finansial yang dilakukan, KJA 6 kotak merupakan KJA yang paling baik diantara tiga jenis KJA yang ada di Pulau Panggang dilihat dari NPV, IRR, Net B/C, dan payback periode. Hasil dari analisis aspek finansial dapat dilihat pada tabel yang tertera di bawah ini.
Tabel 23 Analisis Kelayakan Investasi Usaha KJA 2 Kotak 4 Kotak 6 Kotak
NPV (Rp)
PP (Bulan) 5,64 5,49 5,32
Tabel 24 Analisis Sensitifitas SR turun 10 persen KJA NPV (Rp) IRR (%) Net B/C 2 Kotak 24.172.937 170,61 2,03 4 Kotak 38.049.297 168,19 1,87
PP (Bulan) 7,23 7,27
59.878.739
220,57 225,68 232,86
Net B/C 1,78 2,20 1,80
6 Kotak
24.172.937 52.563.430 55.235.042
IRR (%)
148,62
2,42
8,17
Tabel 25 Analisis Sensitifitas Biaya Bibit Naik 10 persen KJA NPV (Rp) IRR (%) Net B/C 2 Kotak 25.136.074 214,89 1,84 4 Kotak 49.622.249 215,69 2, 07 6 Kotak 63.726.988 206,51 2,06
PP (Bulan) 5,51 5,45 5,68
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian budidaya ikan kerapu macan dengan KJA di Pulau Panggang adalah sebagai berikut: 1. Usaha budidaya kerapu macan dengan menggunakan sistem KJA layak diusahakan secara teknis tetapi harus dengan adanya perbaikan dibeberapa komponen teknis seperti pemberian pakan dan vitamin, dan penentuan lokasi yang benar-benar sesuai untuk KJA. 2. Usaha budidaya kerapu macan dengan menggunakan sistem KJA layak diusahakan dari aspek pasar karena pembeli yang tersedia banyak serta mampu membeli seluruh hasil produksi petani budidaya ikan kerapu macan sesuai dengan harga pasar. 3. Usaha budidaya kerapu macan dengan menggunakan sistem KJA layak diusahakan dari aspek finansial karena Nilai NPV yang didapat bernilai positif, IRR lebih besar dari DF, Net B/C yang lebih besar dari satu serta payback periode yang masih berada dalam umur proyek.
4. KJA 6 kotak merupakan KJA yang paling baik diantara tiga jenis KJA yang ada di Pulau Panggang dilihat dari NPV, IRR, Net B/C, dan payback periode.
7.2 Saran Dari penelitian yang dilakukan ada beberapa saran yang perlu diperhatikan
agar budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang dapat berjalan dengan lebih baik, yaitu: 1. Perlu diberikannya pelatihan yang berkesinambungan mengenai teknik budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA dan pengawasan terhadap aktivitas budidaya ikan kerapu macan agar tetap sesuai dengan ketentuanketentuan teknik budidaya ikan kerapu. 2. Pemberian bantuan modal kepada petani untuk pengembangan usaha budidaya kerapu macan agar tingkat pendapatan petani budidaya KJA dapat lebih baik lagi. 3. Ketersediaan bibit ikan kerapu macan di Pulau Panggang lebih ditingkatkan agar petani budidaya tidak kesulitan mendapatkan bibit pada saat musim tanam ikan kerapu macan. 4. Penelitian sejenis didaerah lain untuk melihat potensi perikanan budidaya khususnya tentang budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA.
DAFTAR PUSTAKA
Atmoko, Gus Dwi. 2006. Analisa Kelayakan Usahatani Pembesaran dan Pemasaran Ikan Mas (Cyprinus carpio) Budidaya Karamba Jaring Apung. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Stastistik Kelautan dan Perikanan Gittinger, J. Price. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta Herlina, Dewi. 2006. Kajian Kelayakan Usaha Pendederan dan Penggelondongan Ikan Kerapu Macan di Balai Budidaya Laut (BBL) Pulau Semak Daun Kabupaten Administrasi Pulau Seribu provinsi DKI Jakarta. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Husnan, Suad dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi Keempat. UPP AMP YKPN. Yogyakarta Kadariah. 1980. Evaluasi Proyek; Analisa Ekonomi. Lembaga Penerbit FE-UI. Jakarta Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Edisi Kesebelas. Indeks. Jakarta Maulana, Andi Budi. 2003. Analisa Kelayakan Usahatani Pembesaran dan Pemasaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Budidaya Karamba Jaring Apung. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2005. Jurnal Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Laut di Jaring Apung. Hal 5. Pusat kajian sumberdaya Pesisir dan Lautan LPPM-IPB. 2004. Kajian Model Budidaya Laut di Pulau Semak Daun. Bogor Sari, Yesi Deswita. 2006. Interaksi Optimal Perikanan Tangkap dan Budidaya (Studi Kasus Perikanan Kerapu di Perairan Kepulauan Seribu, Kabupaten Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta). Tesis. IPB. Bogor Sih-Yang Sim et all, 2005. Pedoman Praktis Pemberian dan Pengelolaan Pakan untuk Ikan Kerapu yang di Budidaya. Asia-Pacific Marine Finfish Aquaculture Network. Australia
Soebagio, 2004. Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang dan Pesisir dan Laut Kepulauan Seribu dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Melalui Kegiatan Budidaya Perikanan dan Pariwisata. Tesis. IPB. Bogor Sunyoto, 2000. Jurnal Evaluasi Penilaian Lokasi Karamba Jaring Apung. Hal 2. Sudin Perikanan Kepulauan Seribu. Laporan Tahunan Perikanan. 2005.
LAMPIRAN
96 Lampiran 1 Proyeksi Rugi Laba KJA 2 Kotak No A
B
C D E F
Uraian Penerimaan Penjualan Ikan Kerapu (± 0,7 kg) Total Penerimaan Tunai Biaya I. Biaya Tunai a. Biaya Variabel Pakan Buatan/Pelet Pakan Alami Benih Kerapu Total Biaya Variabel b. Biaya Tetap Biaya Perawatan Karamba Total Biaya Tetap Tunai Total Biaya Tunai II. Biaya Tidak Tunai Tenaga Kerja Penyusutan KJA Penyusutan Peralatan Penyusutan Perahu Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA PRODUKSI KEUNTUNGAN SEBELUM PAJAK Pajak Penghasilan KEUNTUNGAN SETELAH PAJAK R/C Cost Per Unit
Satuan
Jumlah satuan
Harga satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Ekor
139.6
91,000
12,703,600 12,703,600
Kg Kg Ekor
0,2 834 200
192,500 2,700 11,200
38,500 2,251,800 2,240,000 4,530,300
Tahun
1
70,000
70,000 70,000 4,600,300
Periode Tahun Tahun Tahun
1 1 1 1
500,000 381,000 48,000 200,000
5,000,000 421,000 48,000 200,000 5,669,000 10,269,300 2,434,300 0 2,434,300
1.24 73,562
97 Lampiran 2 Proyeksi Rugi Laba KJA 4 Kotak No A
B
C D E F
Uraian Penerimaan Penjualan Ikan Kerapu (± 0,7 kg) Total Penerimaan Tunai Biaya I. Biaya Tunai a. Biaya Variabel Pakan Buatan/Pelet Pakan Alami Benih Kerapu Total Biaya Variabel b. Biaya Tetap Biaya Perawatan Karamba Total Biaya Tetap Tunai Total Biaya Tunai II. Biaya Tidak Tunai Tenaga Kerja Penyusutan KJA Penyusutan Peralatan Penyusutan Perahu Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA PRODUKSI KEUNTUNGAN SEBELUM PAJAK Pajak Penghasilan KEUNTUNGAN SETELAH PAJAK R/C Cost Per Unit
Satuan
Jumlah satuan
Harga satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Ekor
254.8
87,000
22,167,600 22,167,600
Kg Kg Ekor
0 1252 400
0 2,800 12,000
0 3,505,600 4,800,000 8,305,600
Tahun
1
100,000
100,000 100,000 8,405,600
Periode Tahun Tahun Tahun
1 1 1 1
500,000 1,000,000 72,000 200,000
5,000,000 940,000 72,000 200,000 6,212,000 14,617,600 7,550,000 0 7,550,000
1.52 57,369
98 Lampiran 3 Proyeksi Rugi Laba KJA 6 Kotak No A
B
C D E F
Uraian Penerimaan Penjualan Ikan Kerapu (± 0,7 kg) Total Penerimaan Tunai Biaya I. Biaya Tunai a. Biaya Variabel Pakan Buatan/Pelet Pakan Alami Benih Kerapu Total Biaya Variabel b. Biaya Tetap Biaya Perawatan Karamba Total Biaya Tetap Tunai Total Biaya Tunai II. Biaya Tidak Tunai Tenaga Kerja Penyusutan KJA Penyusutan Peralatan Penyusutan Perahu Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA PRODUKSI KEUNTUNGAN SEBELUM PAJAK Pajak Pengjasilan (10%) KEUNTUNGAN SETELAH PAJAK R/C Cost Per Unit
Satuan
Jumlah satuan
Ekor
322.75
88,750
28,644,063 28,644,063
Kg Kg Ekor
0 1450 600
0 2,750 10,750
0 3,987,500 6,450,000 10,437,500
Tahun
1
1,200,000
1,200,000 1,200,000 11,637,500
1 1 1 1
500,000 1,382,000 100,000 200,000
5,000,000 1,382,000 100,000 200,000 6,682,000 18,319,500 10,324,563 1,032,456 9,292,106
Periode Tahun Tahun Tahun
1.56 56,761
Harga satuan (Rp)
Nilai (Rp)
99 Lampiran 4 Cash Flow KJA 2 Kotak No
Keterangan 0
A
B
C D E F G H I
INFLOW Hasil Penjualan Nilai Sisa Total Inflow OUTFLOW 1. Biaya Investasi Konstruksi KJA (5tahun) Peralatan Perahu Total Biaya Investasi 2. Biaya Reinvestasi 3. Total Biaya Variabel 4. Biaya Tetap Perawatan Karamba Sub Total Total Outflow Benefit Net Benefit Discuont Factor 8.5% Present Value Net Present Value IRR Net Benefit/Cost PP
1
Tahun 2
3
4
5
-
12,703,600 12,703,600
12,703,600 12,703,600
12,703,600 12,703,600
12,703,600 12,703,600
12,703,600 950,000 13,653,600
1,880,000 240,000 1,500,000 3,620,000 0 -
0 4,530,300
450,000 4,530,300
0 4,530,300
450,000 4,530,300
0 4,530,300
70,000 70,000 4,600,300 8,103,300 8,103,300 0.9501 7,699,097
70,000 70,000 5,050,300 7,653,300 7,653,300 0.9027 6,908,830
70,000 70,000 4,600,300 8,103,300 8,103,300 0.8577 6,950,173
70,000 70,000 5,050,300 7,653,300 7,653,300 0.8149 6,236,778
70,000 70,000 4,600,300 9,053,300 9,053,300 0.7743 7,009,651
0 0 3,620,000 (3,620,000) (3,620,000) 1 (3,620,000) 24,172,937 220.57 1.78 5.64
100 Lampiran 5 Cash Flow KJA 4 Kotak No
Keterangan 0
A
B
C D E F G H I
INFLOW Hasil Penjualan Nilai Sisa Total Inflow OUTFLOW 1. Biaya Investasi Konstruksi KJA (5tahun) Peralatan Perahu Total Biaya Investasi 2. Biaya Reinvestasi 3. Total Biaya Variabel 4. Biaya Tetap Perawatan Karamba Sub Total Total Outflow Benefit Net Benefit Discuont Factor 5.25% Present Value Net Present Value IRR Net Benefit/Cost PP
1 -
4,120,000 360,000 1,500,000 5,980,000 5,980,000 (5,980,000) (5,980,000) 1 (5,980,000) 52,563,430 225.68 2.20 5.49
Tahun 2
3
4
5
22,167,600 22,167,600
22,167,600 22,167,600
22,167,600 22,167,600
22,167,600 22,167,600
22,167,600 1,450,000 23,617,600
8,305,600
1,020,000 8,305,600
8,305,600
1,020,000 8,305,600
8,305,600
100,000 100,000 8,405,600 13,762,000 13,762,000 0.9501 13,075,534
100,000 100,000 9,425,600 12,742,000 12,742,000 0.9027 11,502,530
100,000 100,000 8,405,600 13,762,000 13,762,000 0.8577 11,803,621
100,000 100,000 9,425,600 12,742,000 12,742,000 0.8149 10,383,629
100,000 100,000 8,405,600 15,212,000 15,212,000 0.7743 11,778,115
101 Lampiran 6 Cash Flow KJA 6 Kotak No
Keterangan 0
A
B
C D E F G H I
INFLOW Hasil Penjualan Nilai Sisa Total Inflow OUTFLOW 1. Biaya Investasi Konstruksi KJA (5tahun) Peralatan Perahu Total Biaya Investasi 2. Biaya Reinvestasi 3. Total Biaya Variabel 4. Biaya Tetap Perawatan Karamba Sub Total Total Outflow Benefit Net Benefit Discuont Factor 5.25% Present Value Net Present Value IRR Net Benefit/Cost PP
1 -
5,625,000 500,000 1,500,000 7,625,000 7,625,000 (7,625,000) (7,625,000) 1 (7,625,000) 55,235,042 232.86 1.80 5.32
Tahun 2
3
4
5
28,644,063 28,644,063
28,644,063 28,644,063
28,644,063 28,644,063
28,644,063 28,644,063
28,644,063 1,550,000 30,194,063
10,437,500
1,290,000 10,437,500
10,437,500
1,290,000 10,437,500
10,437,500
120,000 120,000 10,557,500 18,086,563 18,086,563 0.9501 17,184,382
120,000 120,000 11,847,500 16,796,563 16,796,563 0.9027 15,162,688
120,000 120,000 10,557,500 18,086,563 18,086,563 0.8577 15,512,783
120,000 120,000 11,847,500 16,796,563 16,796,563 0.8149 13,687,748
120,000 120,000 10,557,500 19,636,563 19,636,563 0.7743 15,203,898
102 Lampiran 7 Analisis Sensitifitas Harga Bibit Kerapu Naik 10% KJA 2 Kotak No
Keterangan 0
A
B
C D E F G H I
INFLOW Hasil Penjualan Nilai Sisa Total Inflow OUTFLOW 1. Biaya Investasi Konstruksi KJA (5tahun) Peralatan Perahu Total Biaya Investasi 2. Biaya Reinvestasi 3. Total Biaya Variabel 4. Biaya Tetap Perawatan Karamba Sub Total Total Outflow Benefit Net Benefit Discuont Factor 8.5% Present Value Net Present Value IRR Net Benefit/Cost PP
1
Tahun 2
3
4
5
-
12,703,600 12,703,600
12,703,600 12,703,600
12,703,600 12,703,600
12,703,600 12,703,600
12,703,600 700,000 13,403,600
1,880,000 240,000 1,500,000 3,620,000 -
0 4,754,300
0 450,000 4,754,300
0 4,754,300
0 450,000 4,754,300
0 4,754,300
70,000 70,000 4,824,300 7,879,300 7,879,300 0.9501 7,486,271
70,000 70,000 5,274,300 7,429,300 7,429,300 0.9027 6,706,620
70,000 70,000 4,824,300 7,879,300 7,879,300 0.8577 6,758,049
70,000 70,000 5,274,300 7,429,300 7,429,300 0.8149 6,054,238
70,000 70,000 4,824,300 8,579,300 8,579,300 0.7743 6,642,649
3,620,000 (3,620,000) (3,620,000) 1 (3,620,000) 25,136,074 214.89 1.84 5.51
103 Lampiran 8 Analisis Sensitifitas Harga Bibit Kerapu Naik 10% KJA 4 Kotak No
Keterangan 0
A
B
C D E F G H I
INFLOW Hasil Penjualan Nilai Sisa Total Inflow OUTFLOW 1. Biaya Investasi Konstruksi KJA (5tahun) Peralatan Perahu Total Biaya Investasi 2. Biaya Reinvestasi 3. Total Biaya Variabel 4. Biaya Tetap Perawatan Karamba Sub Total Total Outflow Benefit Net Benefit Discuont Factor 5.25% Present Value Net Present Value IRR Net Benefit/Cost PP
1
Tahun 2
3
4
5
-
22,167,600 22,167,600
22,167,600 22,167,600
22,167,600 22,167,600
22,167,600 22,167,600
22,167,600 900,000 23,067,600
4,120,000 360,000 1,500,000 5,980,000 -
8,890,600
1,020,000 8,890,600
8,890,600
1,020,000 8,890,600
8,890,600
100,000 100,000 8,990,600 13,177,000 13,177,000 0.9501 12,519,715
100,000 100,000 10,010,600 12,157,000 12,157,000 0.9027 10,974,436
100,000 100,000 8,990,600 13,177,000 13,177,000 0.8577 11,301,868
100,000 100,000 10,010,600 12,157,000 12,157,000 0.8149 9,906,905
100,000 100,000 8,990,600 14,077,000 14,077,000 0.7743 10,899,325
5,980,000 (5,980,000) (5,980,000) 1 (5,980,000) 49,622,249 215.69 2.07 5.45
104 Lampiran 9 Analisis Sensitifitas Harga Bibit Kerapu Naik 10% KJA 6 Kotak No
Keterangan 0
A
B
C D E F G H I
INFLOW Hasil Penjualan Nilai Sisa Total Inflow OUTFLOW 1. Biaya Investasi Konstruksi KJA (5tahun) Peralatan Perahu Total Biaya Investasi 2. Biaya Reinvestasi 3. Total Biaya Variabel 4. Biaya Tetap Perawatan Karamba Sub Total Total Outflow Benefit Net Benefit Discuont Factor 5.25% Present Value Net Present Value IRR Net Benefit/Cost PP
1
Tahun 2
3
4
5
-
28,644,063 28,644,063
28,644,063 28,644,063
28,644,063 28,644,063
28,644,063 28,644,063
28,644,063 1,100,000 29,744,063
5,625,000 500,000 1,500,000 7,625,000 -
11,332,500
1,290,000 11,332,500
11,332,500
1,290,000 11,332,500
11,332,500
1,200,000 1,200,000 12,532,500 16,111,563 16,111,563 0.9501 15,307,898
1,200,000 1,200,000 13,822,500 14,821,563 14,821,563 0.9027 13,379,805
1,200,000 1,200,000 12,532,500 16,111,563 16,111,563 0.8577 13,818,832
1,200,000 1,200,000 13,822,500 14,821,563 14,821,563 0.8149 12,078,293
1,200,000 1,200,000 12,532,500 17,211,563 17,211,563 0.7743 13,326,306
7,625,000 (7,625,000) (7,625,000) 1 (7,625,000) 63,726,988 206.51 2.06 5.68
105 Lampiran 10 Analisis Sensitifitas SR Turun 10% KJA 2 Kotak No
Keterangan 0
A
B
C D E F G H I
INFLOW Hasil Penjualan Nilai Sisa Total Inflow OUTFLOW 1. Biaya Investasi Konstruksi KJA (5tahun) Peralatan Perahu Total Biaya Investasi 2. Biaya Reinvestasi 3. Total Biaya Variabel 4. Biaya Tetap Perawatan Karamba Sub Total Total Outflow Benefit Net Benefit Discuont Factor 8.5% Present Value Net Present Value IRR Net Benefit/Cost PP
1
Tahun 2
3
4
5
-
10,920,000 10,920,000
10,920,000 10,920,000
10,920,000 10,920,000
10,920,000 10,920,000
10,920,000 950,000 11,870,000
1,880,000 240,000 1,500,000 3,620,000 -
0 4,530,300
0 450,000 4,530,300
0 4,530,300
0 450,000 4,530,300
0 4,530,300
70,000 70,000 4,600,300 6,319,700 6,319,700 0.9501 6,004,466
70,000 70,000 5,050,300 5,869,700 5,869,700 0.9027 5,298,729
70,000 70,000 4,600,300 6,319,700 6,319,700 0.8577 5,420,385
70,000 70,000 5,050,300 5,869,700 5,869,700 0.8149 4,783,299
70,000 70,000 4,600,300 7,269,700 7,269,700 0.7743 5,628,672
3,620,000 (3,620,000) (3,620,000) 1 (3,620,000) 24,172,937 170.61 2.03 7.23
106 Lampiran 11 Analisis Sensitifitas SR Turun 10% KJA 4 Kotak No
Keterangan 0
A
B
C D E F G H I
INFLOW Hasil Penjualan Nilai Sisa Total Inflow OUTFLOW 1. Biaya Investasi Konstruksi KJA (5tahun) Peralatan Perahu Total Biaya Investasi 2. Biaya Reinvestasi 3. Total Biaya Variabel 4. Biaya Tetap Perawatan Karamba Sub Total Total Outflow Benefit Net Benefit Discuont Factor 5.25% Present Value Net Present Value IRR Net Benefit/Cost PP
1
Tahun 2
3
4
5
-
18,792,000 18,792,000
18,792,000 18,792,000
18,792,000 18,792,000
18,792,000 18,792,000
18,792,000 1,450,000 20,242,000
4,120,000 360,000 1,500,000 5,980,000 -
8,305,600
1,020,000 8,305,600
8,305,600
1,020,000 8,305,600
8,305,600
100,000 100,000 8,405,600 10,386,400 10,386,400 0.9501 9,868,314
100,000 100,000 9,425,600 9,366,400 9,366,400 0.9027 8,455,290
100,000 100,000 8,405,600 10,386,400 10,386,400 0.8577 8,908,380
100,000 100,000 9,425,600 9,366,400 9,366,400 0.8149 7,632,807
100,000 100,000 8,405,600 11,836,400 11,836,400 0.7743 9,164,507
5,980,000 (5,980,000) (5,980,000) 1 (5,980,000) 38,049,297 168.19 1.87 7.27
107 Lampiran 12 Analisis Sensitifitas SR Turun 10% KJA 6 Kotak No
Keterangan 0
A
B
C D E F G H I
INFLOW Hasil Penjualan Nilai Sisa Total Inflow OUTFLOW 1. Biaya Investasi Konstruksi KJA (5tahun) Peralatan Perahu Total Biaya Investasi 2. Biaya Reinvestasi 3. Total Biaya Variabel 4. Biaya Tetap Perawatan Karamba Sub Total Total Outflow Benefit Net Benefit Discuont Factor 5.25% Present Value Net Present Value IRR Net Benefit/Cost PP
1
Tahun 2
3
4
5
-
23,430,000 23,430,000
23,430,000 23,430,000
23,430,000 23,430,000
23,430,000 23,430,000
23,430,000 1,550,000 24,980,000
5,625,000 500,000 1,500,000 7,625,000 -
10,437,500
1,290,000 10,437,500
10,437,500
1,290,000 10,437,500
10,437,500
1,200,000 1,200,000 11,637,500 11,792,500 11,792,500 0.9501 11,204,276
1,200,000 1,200,000 12,927,500 10,502,500 10,502,500 0.9027 9,480,876
1,200,000 1,200,000 11,637,500 11,792,500 11,792,500 0.8577 10,114,387
1,200,000 1,200,000 12,927,500 10,502,500 10,502,500 0.8149 8,558,630
1,200,000 1,200,000 11,637,500 13,342,500 13,342,500 0.7743 10,330,627
7,625,000 (7,625,000) (7,625,000) 1 (7,625,000) 59,878,739 148.62 2.42 8.17