TIPOLOGI HABITAT PESISIR SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT DI KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU
Oleh : JEUNIKE SUCIAYU MATKUSSA
C06499903
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
RINGKASAN Jeunike S. Matkussa. Tipologi Habitat Pesisir Suaka Margasatwa Pulau Rambut di Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta. Dibimbing oleh JOKO PURWANTO dan R. WIDODO. Penelitian ini berfungsi untuk memberikan penggambaran visual tentang tipe ekosistem mangrove, tipe ekosistem danau alam laut, tipe ekosistem terumbu karang yang ada di Pulau Rambut, dan menganalisis nilai kualitas setiap ekosistem penyusun tersebut. Penilitian dilakukan pada kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada bulan Februari dan Mei. Pertama pada tanggal 29 Februari 2004, pengambilan zooplankton di perairan dengan metode horisontal dan pengambilan contoh mangrove. Kemudian pada tanggal 29 Mei 2004, pengambilan zooplankton di perairan menggunakan metode vertikal dan pengambilan contoh mangrove. Ekosistem mangrove di Pulau Rambut pada keseluruhan stasiun ada 6 jenis mangrove, yang terdiri dari Rhizophora mucronata LMK., Excoecaria agallocha L. (buta-buta), Avicennia officinalis L., Xylocarpus granatum (bola-bola), Rhizopora apiculata, dan Rhizophora stylosa. Tipe ekosistem mangrove pada stasiun 1 didominasi tipe Rhizophora mucronata LMK., dan tipe Excoecaria agallocha L. (buta-buta). Stasiun 2 didominasi tipe Excoecaria agallocha L. (buta-buta), tipe Xylocarpus granatum (bola-bola) dan tipe Rhizophora mucronata. Stasiun 3 didominasi tipe Rhizophora stylosa, kemudian tipe Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata. Stasiun 4 didominasi tipe Rhizophora mucronata. Rata-rata nilai keragaman morfometrik daun keseluruhan jenis mangrove tinggi yang mengakibatkan kompetisi tinggi dan daya adaptasi pada lingkungan rendah, yang menunjukkan mangrove di Pulau Rambut rusak. Nilai salininas yang paling rendah terdapat pada stasiun 3 yaitu berkisar 20 ‰ yang kurang sesuai dengan mangrove berjenis Avicennia yang hanya dapat mencapai pertumbuhan maksimal pada tingkat salinitas berkisar 25 ‰ . Sedangkan salinitas tertinggi disekitar perairan tempat tumbuh mangrove terdapat pada stasiun 1 dan pada stasiun 4 berkisar sekitar 28 ‰ sangat sesuai dengan jenis manrove Rhizhophora sp. Derajat keasaman perairan mangrove yang didapat pada tiap stasiun adalah sebesar 8, dimana pH tersebut agak tinggi untuk jenis Rhizophora sp Tipe ekosistem danau alam laut untuk zooplankton pada stasiun 1 didominasi oleh tipe Nauplius, dan tipe Larva molusca, stasiun 2 didominasi oleh tipe Tintinnopsis, stasiun 3 didominasi oleh tipe Tintinnopsis dan tipe Nauplius, sedangkan stasiun 4 didominasi tipe Favella, Tintinnopsis, dan Nauplius. Tipe Nauplius pada setiap stasiun selalu yang lebih banyak dan sering muncul, menunjukkan bahwa diperairan sekitar Pulau Rambut memiliki banyak ikan dan ditunjang pertambahan jenis burung yang ada sekarang di Pulau Rambut. Burung pecuk sangat menyukai daerah barat laut sampai daerah utara (Azhar, 2002) karena jenis mangrove seperti Rhizophora mucronata LMK. Xylocarpus granatum, dan Avicennia officinalis L. memiliki kanopi yang rimbun dan rapat sehingga bagus untuk membuat sarang. Hal ini didukung oleh kesuburan terumbu karang pada bagian utara dan barat Pulau Rambut yang membuat perairan di sekitar itu kaya akan unsur zat hara. Unsur itulah yang menarik fitoplankton dan membuat laju pertumbuhan zooplankton dan ikan yang merupakan pakan pecuk.
TIPOLOGI HABITAT PESISIR SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT DI KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU
Oleh : JEUNIKE SUCIAYU MATKUSSA
C06499903
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
SKRIPSI Judul
: TIPOLOGI HABITAT PESISIR SUAKA
Nama Mahasiswa
: Jeunike S. Matkussa
Nomor Pokok
: C06499903
MARGASATWA PULAU RAMBUT DI KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU
Disetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Joko Purwanto, DEA Nip. 130 521 372
Ir. Widodo Nip. 130 217 464
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi Nip. 130 805 031
Tanggal lulus : 10 November 2005
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
TIPOLOGI HABITAT PESISIR SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT DI KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini. Bogor, Desember 2005 Jeunike Suciayu Matkussa C06499903
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan, pengarahan, masukkan, dan pengetian sehingga skripsi ini dapat disusun, kepada : 1. Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih sayang dari awal sampai akhir penyusunan skripsi ini. 2. Bpk. Dr. Ir. Joko Purwanto, DEA sebagai pembimbing pertama saya dan Ir. R. Widodo sebagai pembimbing kedua saya, yang memberi arahan, masukkan, dan koreksi dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bpk. Ir. Nyoto Santoso, MS. sebagai penguji tamu saya yang memberikan waktu dan masukkan untuk melengkapi skripsi ini. 4. Ibu Ir. Yuli Naulita MSc. sebagai penguji Program Studi yang memberikan koreksi, masukkan, waktu, dan arahan untuk menyempurnakan skripsi ini. 5. Orang tua saya, Drs. Jeheskiel Matkussa dan Pdt. Ny. Sartje Nureroan Matkussa beserta kakak saya, Jone Surya Matkussa, SE dan adik saya, Jewerly Silast Matkussa, ST juga adik-adik sepupu saya Enjel, Erlin, Olvin dan tak lupa pengasuh saya dari kecil mbak Surnaseh atas bantuan doa, nasehat, pengetian, dan kasih sayang selama awal kuliah sampai akhir pembuatan skripsi ini. 6. Balai Konservasi Sumber Daya Alam yang mengijinkan saya untuk meliti di Pulau Rambut. 7. Lumban Spi, Dolorosa Bria Spi, Esti Rahayu Spi, Ella Bria, Chepi, Muhammad Sharir Spi, dan Pak Ali atas bantuannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 8. Ance puspa Spi, Srieko susilowati Spi, Denti Spi, Mutia, Rahel Spi, Jacky prtama Spi, Bang Samsul Spi, Wayan Spi, dan Pak Doel atas bantuan, pengertian, dan kerjasama dalam MOSI dan penyusunan skripsi ini. 9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga selalu di berkati Tuhan, terimakasih.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tipologi Habitat Pesisir Suaka Margasatwa Pulau Rambut di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu” Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunannya, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para dosen, terutama doesen pembimbing Dr. Ir. Joko Purwanto, DEA dan Ir. R. Widodo, serta dosen lainnya yang bersedia membimbing dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang turut membantu penelitian, memberi kritik dan saran terhadap penelitian ini.
Bogor, Desember 2005
Jeunike Suciayu Matkussa
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ............................................................................ 1.2 Tujuan penelitian .........................................................................
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem pesisir di pulau kecil .................................................... 2.1.1 Ekosistem mangrove ....................................................... 2.1.1.1 Pengertian mangrove ................................................. 2.1.1.2 Manfaat dan fungsi mangrove.................................... 2.1.2 Ekosistem danau alam laut ............................................... 2.1.2.1 Pengertian danau alam laut ....................................... 2.1.2.2 Manfaat dan fungsi danau alam laut........................... 2.1.2.3 Zooplankton ............................................................ 2.1.2.3.1 Pengertian zooplankton ................................... 2.1.2.3.2 Ukuran zooplankton.......................................... 2.1.3 Ekosistem terumbu karang .............................................. 2.1.3.1 Pengertian terumbu karang ....................................... 2.1.3.2 Klasifikasi terumbu karang ....................................... 2.1.3.3 Manfaat dan fungsi terumbu karang .......................... 2.1.3.4 Ikan karang di Pulau Rambut .................................... 2.1.3.5 Jenis terumbu karang di Pulau Rambut ..................... a. Kelimpahan terumbu karang di sebelah utara Pulau Rambut .......................................................... b. Kelimpahan terumbu karang di sebelah barat Pulau Rambut .......................................................... c. Kekeruhan ............................................................... d. Persen penutupan biota ............................................ 2.2 Parameter kualitas perairan ........................................................... 2.2.1 Suhu ................................................................................ 2.2.2 Turbiditas atau kekeruhan ............................................... 2.2.3 Salinitas ........................................................................... 2.2.4 pH ...................................................................................
1 2 3 3 3 5 6 6 7 8 8 9 9 9 10 13 13 17 19 20 21 22 23 24 24 25 25
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan lokasi .......................................................................... 3.2 Alat dan bahan .............................................................................. 3.3 Penentuan posisi dan waktu pada stasiun pengambilan data .......... 3.4 Pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi perairan .............. 3.5 Pengumpulan data ......................................................................... 3.5.1 Ekosistem mangrove ............................................................ 3.5.2 Ekosistem danau alam laut (miniatur upwelling area) .......... a. Zooplankton ..................................................................... b. Kontur tiga dimensi dari Pulau Rambut ............................ 3.6 Analisis data ................................................................................. 3.6.1 Kondisi ekosistem mangrove berdasarkan morfometrik daun 3.6.2 Kelimpahan zooplankton ...................................................... 1. Indeks ekologi komunitas mangrove dan zooplankton ...... a. Indeks keanekaragaman (diversity index) ................. b. Indeks kewajaran (evenness index) .......................... c. Indeks dominansi .....................................................
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ekosistem pulau kecil ................................................................... 4.1.1 Ekosistem mangrove berdasarkan morfometrik daun ............ a. Rhizophora mucronata LMK ............................................ b. Excoecaria agallocha L.(buta-buta) ................................ c. Avicennia officinalis L. ..................................................... d. Xylocarpus granatum (bola-bola) ..................................... b. Rhizophora apiculata ...................................................... c. Rhizophora stylosa ........................................................... 4.1.2 Parameter perairan pada ekosistem mangrove ..................... a. Salinitas dan pH ............................................................... b. Suhu ................................................................................ 4.1.3 Indeks ekologi komunitas mangrove ................................... 4.1.4 Ekosistem danau alam laut .................................................. a. Zooplankton .................................................................... b. Turbiditas, pH, dan suhu .................................................. c. Kontur tiga dimensi dari Pulau Rambut ............................
5. KESIMPULAN DAN SARAN
26 26 27 29 29 30 31 31 31 32 32 34 34 34 35 36 37 37 37 39 40 41 41 42 43 43 44 45 46 46 49 50
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 5.2 Saran ............................................................................................
52 55
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
56
LAMPIRAN ...........................................................................................
59
RIWAYAT HIDUP ...............................................................................
77
Tabel
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kelimpahan burung Pecuk dari Tahun 1983-2001 (Azhar, 2002) .........
8
2. Pengelompokan plankton berdasarkan ukuran klasifikasi .....................
9
3. Morfologi karang lunak dan karang keras ...........................................
11
4. Famili dan spesies ikan karang di sebelah barat Pulau Rambut ...........
14
5. Famili dan spesies ikan karang di utara Pulau Rambut ........................
15
6. Kelas, ordo, sub ordo, famili, dan genus terumbu karang di Pulau Rambut ........................................................................................
18
7. Jumlah koloni, total koloni, dan kelimpahan pada utara Pulau Rambut ......................................................................................
19
8. Jumlah koloni, total koloni, dan kelimpahan pada barat Pulau Rambut .....................................................................................
20
9. Nilai persen penutupan biota penyusun dasar perairan Pulau Rambut ..
22
10. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitain ................................
26
11. Posisi dan waktu pengambilan data mangrove ....................................
27
12. Posisi dan waktu pengambilan data zooplankton .................................
27
13. Parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang diambil selama penelitian ................................................................................
29
14. Nilai salinitas di perairan ekosistem mangrove ...................................
44
15. Nilai suhu di perairan ekosistem mangrove .........................................
45
16. Indeks keanekaragaman (H') dan kewajaran (E), dan dominansi mangrove ...........................................................................................
46
17. Jumlah jenis, kelimpahan, keanekaragaman dan kewajaran zooplankton .......................................................................................
48
18. Nilai Turbiditas dan suhu dalam dua kali pengambilan contoh ............
50
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1. Grafik kelimpahan burung Pecuk dari Tahun 1983-2001 (Azhar, 2002) .....................................................................................
8
2. Grafik komposisi jumlah jenis ikan karang (a). Barat dan (b) Utara ....
17
3. Grafik komposisi kelimpahan terumbu karang di Pulau Rambut (a). Barat dan (b) Utara .......................................................................
21
4. Persen penutupan biota penyusun dasar perairan Pulau Rambut (a). Barat; (b). Utara; dan (c). Timur laut ...........................................
23
5. Lokasi pengambilan data ....................................................................
28
6. Pengambilan data daun mangrove .......................................................
30
7. Teknik pengukuran panjang (P) dan lebar (L) daun mangrove (Kitamura et al., 1997) .......................................................................
30
8. Grafik log normal Rhizophora mucronata LMK. (a). Stasiun 1; (b). Stasiun 2; (c). Stasiun 3; (d). Stasiun 4 .......................................
38
9. Grafik log normal Excoecaria agallocha L. pada stasiun 1 .................
40
10. Grafik log normal Avicennia officinalis L. pada stasiun 3 ...................
40
11. Grafik log normal Xylocarpus granatum pada stasiun 3 ......................
41
12. Grafik log normal Rhizopora apiculata pada stasiun 2 ........................
42
13. Grafik log normal Rhizophora stylosa pada stasiun 2 ..........................
42
14. Grafik komposisi zooplankton dalam pengambilan pertama (a,b) dan pengambilan kedua (c,d,e,f) ................................................................
49
15. Peta tiga dimensi Pulau Rambut .........................................................
51
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1. Data morfometrik daun Excoecaria agallocha L (buta-buta) ...............
60
2. Data morfometrik daun Rhizophora mucronata LMK .........................
61
3. Data morfometrik daun (a). Rhizophora stylosa dan (b). Avicennia officinalis L ................................................................
63
4. Data morfometrik daun Xylocarpus granatum (bola-bola) ..................
64
5. Data morfometrik daun Rhizophora apiculata ....................................
65
6. Data mangrove ....................................................................................
67
7. Data zooplankton .................................................................................
67
8 a. Contoh mangrove pada stasiun 1 sebelah Selatan ...............................
68
b. Contoh mangrove pada stasiun 2 sebelah Barat ..................................
68
c. Contoh mangrove pada stasiun 3 sebelah Utara .................................
68
d. Contoh mangrove pada stasiun 4 sebelah Timur .................................
69
Gambar-gambar zooplankton yang di dapat di Pulau Rambut ............
69
10. Gambar-gambar terumbu karang di Pulau Rambut .............................
70
11. Gambar jenis-jenis terumbu karang di Pulau Rambut .........................
71
12. Gambar jenis-jenis ikan terumbu karang di Pulau Rambut ..................
73
13. Penyebaran burung-burung laut yang ada di Pulau Rambut menurut Azhar, 2002 .. .......................................................................
75
14. Gambar burung Pecuk .. .....................................................................
76
9.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas daratan mencapai 1,9 juta km2 dan luas perairan laut mencapai 7,9 juta km2 dengan garis pantai sekitar 81,791 km (Supriharyono, 2000). Mengingat perairan pantai atau pesisir merupakan wilayah yang sangat produktif untuk potensi sumber daya alam (hayati), sehingga kita harus dapat mengolah dan menjaganya agar berguna bagi pembangunan ekonomi di negara ini. Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut adalah wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar (Supriharyono, 2000). Wilayah pesisir berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan dan perlidungan pantai yang penting artinya bagi kelanjutan hidup manusia. Kandungan sumber daya alam dan upaya pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan tidak akan terlepas dari upaya konservasi, agar apa yang dilakukan dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan manusia secara berkelanjutan. Salah satu upaya pemanfaatan dan konservasi terhadap kawasan pulau-pulau yang tersebar di Indonesia yaitu berupa Taman Nasional Laut. Salah satu contoh Taman Nasional Laut adalah Pulau Rambut yang terletak di ke pulauan seribu DKI Jakarta, Taman ini dikelola oleh Balai Konsevasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta.
Pulau Rambut dijadikan Taman Nasional Laut dibawah BKSDA dikarenakan beberapa tahun terakhir telah terjadi penurunan kualitas maupun kuantitas kondisi fisik dan biotik di kawasan ini sehingga di kawatirkan akan mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Ini terlihat dari kerusakan hutan mangrove, pegurangan jumlah burung yang datang ke Pulau Rambut, erosi pantai, air yang tercemar sampah dan permasalahan lainnya. Tahun 1997 dilaporkan bahwa sekitar 2 hektar hutan mangrove rusak berat, hal ini menyebabkan lahan terbuka. Dengan perubahan statusnya dari cagar alam menjadi suaka margasatwa sejak tahun 1999, dimungkinkan untuk melakukan upaya perbaikan-perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan habitat yang terjadi di Pulau Rambut (Santoso et al., 2002) Salah satu upaya perbaikan dari keadaan tersebut adalah dengan melakukan studi lengkap sesuai dengan potensi dan permasalahannya. Sistem zonasi atau tipologi dari ekosistem yang menyusun Taman Nasional Laut Pulau Rambut digunakan agar potensi yang ada dapat disimpan dan diketahui sebagai satukesatuan ekosistem, sehingga dapat dikembangkan semaksimal mungkin untuk mendukung fungsi wilayah tersebut dan menghindari kerusakan sumber daya alam yang ada. 1.2. Tujuan Penelitian ini berfungsi untuk : 1. Memberikan penggambaran visual tentang tipe ekosistem mangrove, tipe ekosistem danau alam laut, dan tipe ekosistem terumbu karang yang ada di Pulau Rambut. 2. Menganalisis nilai kualitas setiap ekosistem penyusun tersebut.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem pesisirdi pulau kecil Tipologi habitat pesisir adalah tipe-tipe habitat atau ekosistem-ekosistem yang terletak di kawasan pesisir. Kawasan pesisir memiliki definisi yang berbeda tetapi secara umum diartikan sebagai kawasan pertemuan antara darat dan laut. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua kategori batas (boundaries), yaitu : batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (crosshore) (Supriharyono, 2000). Pulau Rambut merupakan contoh ekosistem pesisir yang memiliki luas 90 hektar, sudah termasuk wilayah lautnya. Pulau ini termasuk pulau sangat kecil karena luasnya kurang dari 100 km2 (UNESCO, 1991 in Bengen, 2004) dan langsung terbuka menghadap ke arah laut sehingga tidak memiliki ekosistem estuari. Ekosistem pesisir Pulau Rambut yang diteliti adalah ekosistem mangrove, ekosistem danau alam laut (mixing zone) dan ekosistem terumbu karang. Pulau Rambut memiliki komposisi tanah terdiri dari kapur yang berasal dari karang laut, ditutup oleh lapisan lapukan biologis bercampur dengan lumpur dan pasir 10-20 cm (Mardiastuti, A., 1992 in Santoso et al., 2002) dan daerah daratan tertinggi dari Pulau Rambut mencapai 10 m dari permukaan laut. 2.1.1. Ekosistem mangrove 2.1.1.1. Pengertian mangrove Mangrove sebuah kata yang biasa menunjukkan tumbuhan yang hidup pada daerah pantai-pantai terlindung atau datar di daerah tropis dan subtropis sebagai suatu komunitas hutan atau individu sesuai dengan kebutuhannya. Macnae (1968)
in Supriharyono (2000) mengatakan bahwa mangrove merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove yang bermakna perairan tenang (calm water). Istilah mangrove menurutnya digunakan untuk individu tumbuhan dan menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas. Supriharyono (2000) mengatakan komunitas mangrove hidup di daerah antara level pasang naik tertinggi (maximum spring tide) sampai level disekitar atau diatas permukaan laut rata-rata (mean sea level). Hutan mangrove merupakan ekosistem pesisir yang mempunyai jumlah gugur daun yang tinggi sehingga produktivitas hayatinya tinggi. Produktivitas tersebut menurut Carter (1973) in Supriharyono (2000) sangat di pengaruhi oleh dua kelompok utama yaitu: 1. Fluktuasi pasang, terdiri dari: a. Transpor oksigen sistem perakaran. b. Air tanah dan jumlah pertukaran air yang digunakan untuk menghalau zat racun sulfit. c. Arus pasang-surut dan pengaruhnya terhadap deposisi dan erosi substrat dasar. d. Fluktasi air yang berkaitan dengan keberadaan unsur hara di daerah hutan mangrove. 2. Kimia air, terdiri dari: e. Salinitas pada substrat dasar dan kemampuan daun-daun bertahan. f. Kandungan unsur hara makro (macronutrients) dalam tanah. g. Jumlah aliran permukaan (surface run-off) yang membawa unsur hara makro dari tanah.
Menurut Sukardjo (1993) in Monk et al., (2000) zonasi mangrove di kawasan pantai dipengaruhi oleh : 1. Gelombang; yang menentukan frekuensi tergenang. 2. Salinitas; yang berkaitan dengan hubungan osmosis mangrove. 3. Substrat. 4. Pengaruh darat; seperti aliran air masuk dan rembesan air tawar. 5. Keterbukaan terhadap gelombang, sehingga menentukan jumlah substrat yang dapat dimanfaatkan. Semua faktor tersebut memberikan pengaruh terhadap seluruh organisme yang hidup di hutan mangrove. Organisme yang dapat bertahan terhadap faktor-faktor tersebut akan hidup, sedangkan yang tidak tahan akan mati, karena itulah dibuat zonasi komunitas mangrove. 2.1.1.2. Manfaat dan fungsi mangrove Hutan mangrove memiliki produktivitas yang tinggi, menurut Claridge dan Burnett (1993) in Bengen (2000) ekosistem wilayah pesisir memiliki beberapa fungsi ekologis penting, antara lain : 1. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan. 2. Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan pohon mangrove yang gugur. Detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan oleh organisme pemakan detritus dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.
3. Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam organisme perairan (ikan, udang dan kerang–kerangan) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai. 4. Sebagai penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku untuk membuat arang dan juga untuk dibuat bubur kertas (pulp). 5. Tempat pariwisata. 2.1.2. Ekosistem danau alam laut 2.1.2.1. Pengertian danau alam laut Ekosistem danau alam laut adalah ekosistem yang memiliki suatu badan air lautan bersifat diam dan berukuran besar yang merupakan habitat tumbuhan dan hewan. Ekosistem ini disebut daerah ekoton atau mixing zone (Purwanto, 2003). Purwanto (2003) menyatakan bahwa ekosistem perairan danau alam laut memiliki peranan sebagai pusat pengembangan fitoplankton air, selain itu juga merupakan sumber dan distributor untuk perbaikan kualitas air ke ekosistem lainnya. Hal ini dikarenakan adanya upwelling dalam perairan ekosistem tersebut. Nybakken (1992) menyatakan upwelling adalah gerakan vertikal air yang disebabkan oleh angin sehingga mengakibatkan air mengalami suatu sirkulasi vertikal atau gerakkan ke atas. Dengan adanya peristiwa ini, Pulau Rambut yang merupakan salah satu contoh dari pulau kecil memiliki karakteristik seperti danau alam laut. Menurut Salm et al, (2000) pulau kecil memiliki karakteristik geologi yang umumnya berasal dari karang, mempunyai sedikit mineral penting, tanahnya mudah meresap air, keanekaragaman hayati rendah, pergantian spesies tinggi dan pemijahan massal hewan laut bertulang belakang cukup tinggi.
Hal ini didukung dengan pertambahan jenis burung di Pulau Rambut menurut Mardistuti (1992) in Santoso et. al., (2002), bahwa terdapat 52 jenis burung dan semakin bertambah menjadi 61 jenis (Mardiastuti et al., 2003). Jenis burung yang jumlahnya tetap lebih banyak dari tahun ke tahun adalah burung jenis pecuk (Phalacrocorax sp.). Hal ini dikarenakan ikan, crustaceae, dan amphibi merupakan pakan yang disukai burung pecuk (Azhar, 2002). Jenis ikan yang ditemukan pada daerah pantai adalah beberapa jenis ikan hias seperti lepu ayam (Pterois ruslii), bendera (Zanclus cornitus), garu (Amprion percula) dan kuda laut (Micocampus kuda) (Santoso et al., 2002)). 2.1.2.2. Manfaat dan fungsi danau alam laut Fungsi ekosistem danau alam laut sangat ditentukan oleh faktor morphoedamic, musim, umur kronologis atau umur fisiologis. Fungsi utama adalah tempat aktifitas fotosintesis di lapisan permukaan, aktifitas mineralisasi di lapisan bawah dan aktifitas jebakan sedimen di lapisan dasar. Produktivitas danau alam laut dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu produktivitas sedang untuk danau yang dangkal (<800 m) dan produktivitas tinggi untuk danau yang dalam (>1000 m) (Purwanto, 2003). Produktivitas tinggi pada ekosistem danau alam laut dapat dilihat dari keberadaan burung pecuk. Burung pecuk (Phalacrocorax sp.) banyak terdapat di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, dengan jenis pakan ikan dan crustacea. Keberadaan ekosistem danau sering dimanfaatkan burung pecuk sebagai tempat mencari makan. Data keberadaan burung pecuk di Pulau Rambut telah dilakukan oleh Azhar, Wiriosoepartho, Mahmud, dan Mardiastuti (Azhar, 2002) (Tabel 1).
Tabel 1. Kelimpahan burung pecuk dari tahun 1983-2001 (Azhar, 2002) Wiriosoepartho, 1986 November April 1983 1984 5008 6814
Mahmud, 1991
Mardiastut i, 1992 1990-1991 Min. Mak. 2222 6883
1990 September Oktober 4332 4306
Azhar, 2002 2001 Februari Maret 3458 4076
Sumber : Azhar, 2002 dan Lampiran 21, 22 Data kelimpahan burung pecuk jika dibuat grafik akan membentuk garis percepatan linier, yang menunjukan penurunan jumlah burung pecuk dari tahun ketahun sehingga mengindikasikan kondisi habitat Pulau Rambut yang semakin menurun (Gambar 1).
6883
6814 5008
4332
4306
3458
4076
Maret, 2001
Februari, 2001
Maksimum, 1990-1991
Tahun
Minimum, 1990-1991
Oktober, 1990
September, 1990
2222 April, 1983
8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
November, 1983
Kelimpahan (ekor)
Kelimpahan Burung Pecuk
Sumber : Tabel 1 Gambar 1. Grafik kelimpahan burung pecuk dari tahun 1983 - 2001 2.1.2.3. Zooplankton 2.1.2.3.1. Pengertian zooplankton Zooplankton adalah anggota plankton yang bersifat hewani, sangat beraneka ragam dan terdiri dari bermacam larva dan bentuk dewasa yang mewakili hampir
seluruh filum hewan (Nybakken, 1992). Ukurannya lebih besar dari fitoplankton, dan bisa mencapai lebih dari 1 m contohnya ubur-ubur (Nontji, 1993). 2.1.2.3.2. Ukuran zooplankton Pengelompokan plankton berdasarkan ukuran menurut kalasifikasi Dussart (1965) in Basmi (1997) dapat dilihat pada Tabel 2. Faktor fisik-kimia seperti suhu, intensitas cahaya, salnitas, pH dan zat cemaran sangat mempengaruhi kelimpahan jenis plankton di perairan, sedangkan faktor biotik seperti tersedianya pakan, banyaknya predator dan adanya pesaing dapat mempengaruhi komposisi species (Arinardi et al., 1997). Tabel 2. Pengelompokan plankton berdasarkan ukuran klasifikasi Kelompok Ukuran Ultrananoplankton < 20 µm Nanoplankton 2-20 µm Mikroplankton 20-200 µm Mesoplankton Makroplankton Mikronekton Megaloplankton (glatinous plankton)
Sebagian Besar Organisme Bakteri planktonis Jamur, flagellate mikro, dan diatom mikro Sebagian besar fitoplankton, foraminifera, ciliata, rotifera, dan nauplius copepoda 200 µm-2 mm Cladocera, copepoda, larva 2-20 mm Pteropoda, copepoda, euphausiida, chaetognatha 20-200 mm Cephalopoda, euphausiida, sergestida, myctophida > 200 mm Scyphozoa, thaliacea
Sumber : Dussart, 1965 in Basmi, 1997 2.1.3. Ekosistem terumbu karang 2.1.3.1. Pengertian terumbu karang Ekosistem terumbu karang termasuk salah satu komponen penting penyusun ekosistem perairan pesisir. Terumbu karang (coral reefs) merupakan kumpulan organisme yang hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur
(CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Organisme yang dominan hidup di daerah ini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur dan algae, dimana di antarannya banyak juga yang mengandung kapur (Dawes, 1981 in Supriharyono, 2000). Terumbu karang adalah ekosistem yang rapuh dan sangat sensitif. Perubahan lingkungan yang sangat kecil akan mempengaruhi kondisinya, tetapi terumbu karang juga memiliki kemampuan yang besar untuk kembali ke kondisi aslinya dari bencana. Kemampuan memperbaiki diri ini tergantung penyebab kerusakannya. 2.1.3.2. Klasifikasi terumbu karang Terumbu karang dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk utama (Darwin, 1842 in Monk et al., 2000) yaitu: 1. Karang tepi adalah karang yang berada dekat dan sejajar dengan garis pantai, dimana terdapat celah yang sempit antara karang dan pantai yang biasanya merupakan laguna dangkal. 2. Atol juga merupakan karang tepi yang berbentuk cincin. Umumnya banyak terdapat di Samudera Pasifik. 3. Karang penghalang serupa dengan karang tepi, kecuali bahwa ada jarak yang cukup jauh antara karang dan daratan atau pantai. Celah ini terdiri dari perairan yang dalam. Stoddart (1973) in Monk et al., (2000) menambahkan dua bentuk karang yaitu karang meja yang terdapat di laut lepas dan hampir menyerupai bentuk atol, serta karang yang bentuknya tidak beraturan namun memiliki goba yang digambarkan sebagai karang dengan banyak goba berukuran kecil.
Terumbu karang Indonesia mempunyai keragaman paling tinggi di dunia, diperkirakan luasnya sekitar 7.500 km2 (KHL, 1993 in Monk et al., 2000) dimana karang meja adalah bentuk terumbu karang yang dominan terdapat di Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. Morfologi pertumbuhan karang kapur dipengaruhi oleh faktor fisiologi karang dan dipengaruhi oleh tekanan fisika kimia lingkungan, sehingga pada satu jenis dapat memiliki beberapa morfologi bentuk pertumbuhan. Perbedaan utama antara morfologi karang lunak dan karang keras adalah kemampuan dalam membentuk kerangka kapur dari kalsium karbonat (Tabel 3). Tabel 3. Morfologi karang lunak dan karang keras Morfologi Bentuk dan susunan tubuh
Karang lunak Seperti tabung, lunak dan tertanam dalam massa gelatin. Membentuk koloni.
Tentakel
Berjumlah 8 dan berduri
Kerangka tubuh
Tidak menghasilkan kerangka kapur yang radial, tetapi spikul yang terpisah dan berkapur lunak. Bersifat endoskeleton.
Daya tahan tubuh
Dapat bertahan lama walaupun tidak ada penetrasi cahaya matahari ke dalam air laut. Gerak Dapat bergerak, bahkan dapat merambat ke atas koloni karang hidup dan memangsanya. Hubungan Antara polip yang satu dengan yang antara polip lainnya secara internal melalui jaringan solenia. Sumber : Pane, 2004
Karang keras Seperti tabung, terlindung dalam kerangka kapur yang radial, Soliter atau membentuk koloni. Berjumlah enam atau kelipatan enam dan tidak berduri. Menghasilkan kerangka kapur yang radial dalam membentuk Kristal aragonik. Bersifat eksoskeleton. Akan segera mati bila tidak ada penetrasi matahari. Tidak dapat bergerak Tidak ada hubungan secara internal
Terumbu karang dapat dibedakan antara binatang karang (reef coral) sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat dan terumbu karang (coral reef) sebagai suatu ekosistem, termasuk di dalamnya organisme-organisme
karang. Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur, ada dua tipe karang yaitu karang yang membentuk bangunan karang (hermatypic corals) dan yang tidak dapat membentuk bangunan karang (ahermatypic corals). Hermatypic corals adalah binatang karang yang dapat membentuk bangunan karang dari kalsium karbonat, sedangkan ahermatypic corals adalah binatang karang yang tidak dapat membentuk bangunan karang. Faktor yang mempengaruhi penyebaran karang adalah : 1. Cahaya; karang polip hidup secara simbiosis dengan alga sel tunggal yang dinamakan zooxanthellae. Alga dinoflagelata ini hidup pada serat-serat ektodermal dari karang polip (Fakowski et al., 1991 in Monk et al., 2000). Karang memperoleh sebagian besar makanannya dari zooxanthellae selama siang hari, dan karang karang polip memberi makan bagi zooplankton ini selama malam hari. 2. Sedimentasi; keberadaan karang polip sering dipengaruhi oleh sedimentasi, kendati tentakel karang ini menghasilkan mukus untuk melindunginya dari sedimentasi. Sedimentasi mengurangi intensitas cahaya, dan menghalangi proses fotosintesis pada zooxanthellae. 3. Substrat; substrat sangat penting sebagai tempat menempel larva. Larva karang membutuhkan substrat keras sebagai tempat menempel, substrat yang tidak sesuai akan mengurangi rekrutmen karang (Fisk dan Harriot 1989 in Monk et al., 2000) Achituv dan Dubinsky, (1991) in Supriharyono (2000) mengatakan bahwa distribusi karang dipengaruhi oleh beberapa kondisi dan faktor utama yang mempengaruhi misalnya suhu, karena karang tidak dapat tumbuh di perairan yang
suhunya kurang dari 180C. Perairan tropis dengan suhu sekitar 25-310C merupakan tempat yang paling sesuai untuk pertumbuhan karang. Faktor lain yang menentukan adalah arus, dimana penyebaran larva dan sumber makanan bagi karang bergantung pada pola arus air. Faktor fisik dan kimia lain yang mempengaruhi distribusi karang adalah salinitas, angin, pola pasang surut, dan gangguan alam seperti angin topan, angin ribut dan gempa bumi. 2.1.3.3. Manfaat dan fungsi terumbu karang Terumbu karang dinyatakan sebagi ekosistem laut yang paling tinggi keragamannya di dunia baik keragaman binatang maupun tumbuhannya. Hal ini mendukung potensi ekologi dan ekonomi terumbu karang, sehingga sangat bermanfaat bagi sektor perikanan, budidaya laut, produk-produk farmasi di masa depan dan pariwisata bahari. Perikanan karang berperan secara nyata bagi ekonomi negara-negara tropis. Potensi ekologi dari terumbu karang adalah sebagai habitat bagi begitu banyak binatang dan tumbuhan, daerah asuhan bagi banyak jenis ikan yang penting secara ekonomi bagi industri perikanan dan dapat menarik binatang-binatang besar seperti penyu dan dugong yang memakan berbagai organisme yang hidup pada karang. Pertumbuhan dan struktur karang merupakan tempat berlindung bukan hanya bagi ikan, tetapi juga bagi binatang-binatang yang menetap seperti kerang, spong, anemon, dan karang kipas. 2.1.3.4. Ikan karang di Pulau Rambut Ikan karang di Pulau Rambut menurut Pane (2004) terdapat di sebelah utara dan di sebelah barat Pulau Rambut. Jenis ikan yang ditemukan di sebelah barat Pulau Rambut terdiri dari 5 famili dengan 8 spesies ikan karang dimana famili
Pomacentridae dari jenis Pomacentrus caeruleus paling banyak ditemukan yaitu sebesar 17 ekor, sedangkan yang paling sedikit adalah famili Serranidae berjenis Ephinephelus quoyanus dan famili Synodontidae berjenis Synodus jaculum sebanyak 1 ekor. Untuk jenis yang lain dapat dilihat pada Tabel 4 dan komposisi ikan karang dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 4. Famili dan spesies ikan karang di sebelah barat Pulau Rambut No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Famili Pomacentridae Apogonidae Serranidae Synodontidae Nemipteridae
Spesies
Jumlah
Chormis viridis Pomacentrus caeruleus Plectroglyphidodon lacrymatus Cheilodipterus altus Ephinephelus areolatus Ephinephelus quoyanus Synodus jaculum Scolopsis trilineatus Total
5 17 4 15 4 1 1 3 50
Sumber : Pane, 2004 dan lampiran 20 Famili Pomacentridae memiliki morfologi tubuh berbentuk oval dan pipih. Pada ke dua sisi tubuh terdapat masing-masing satu lubang hidung. Warna badan cukup beragam dari coklat, abu-abu, hitam kombinasi oranye, kuning, sampai biru terang dengan sirip ekor bercagak. Famili ini memiliki tingkah laku hidup berkelompok dan membuat sarang untuk menjaga telurnya (nest builders). Famili Serranidae berciri khas 3 duri pada tutup insang, sirip punggung memanjang dan memiliki lateral line yang lengkap. Famili ini juga memiliki bentuk mulut yang lebar dengan lebih dari satu gigi dan ekornya membentuk setengah lingkaran. Kelompok ini merupakan kelompok ikan predator dan menyukai tinggal disekitar terumbu karang atau karang mati/batu-batuan. Memiliki teritorial yang tinggi dan merupakan penghuni dasar yang penyendiri.
Ikan dalam famili Synodontidae dapat berkamufulase bila ada predator dengan merubah warna tubuhnya menyerupai warna habitatnya. Memiliki mulut yang lebar dengan gigi yang lengkap. Memiliki bentuk tubuh yang pipih memanjang dan silindris. Sirip punggung panjang dan diikuti oleh sirip-sirip kecil dengan bentuk yang menghadap sirip ekor. Sifat hidupnya selalu berpasangan dengan gerakan yang pasif (Pane, 2004). Pada sebelah utara Pulau Rambut ditemukan 5 famili dengan 9 spesies ikan dimana famili Apogonidae dari jenis Cheilodipterus altus paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 25 ekor, sedangkan yang paling sedikit adalah famili Pomacentridae jenis Chrysiptera cyanea, famili Labridae jenis Labroides dimidatus dan famili Scaridae jenis Scarus flavipectoralis berjumlah 1ekor, untuk jenis yang lain dapat dilihat pada Tabel 5 dan komposisinya dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 5. Famili dan spesies ikan karang di sebelah utara Pulau Rambut No
Famili
1.
Nemipteridae
2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pomacentridae
8. 9.
Scaridae Apogonidae
Labridae
Spesies
Total
Scolopsis vosmeri
1
Amblyglyphidodon curacoa Pomacentrus bankanensis Chrysiptera cyanea Chrysiptera cyanea (juv) Neoglyphidodon melas Labroides dimidatus
6 14 1 9 5 1
Scarus flavipectoralis Cheilodipterus altus
1 25 63
Total Sumber : Pane, 2004 dan lampiran 20
Famili Apogonidae memiliki ukuran tubuh berkisar antara 5-15 cm, memiliki mata lebar, hidung pendek, mulutnya panjang ke bawah dan giginya kadangkadang besar. Memiliki bentuk sirip punggung yang terpisah. Pada umumnya berasosiasi dengan coral reef dan kebanyakan spesies ini dijumpai pada kolam pasut yang dangkal. Kebanyakan aktivitas pada malam hari, karena tidak menyukai cahaya yang kuat. Famili ini memiliki kelompok ikan karnivora Famili Labridae terdiri dari ikan-ikan yang biasanya menggunakan sirip insang untuk berenang. Memiliki sisik lebar, banyak warna, dan pada masa pertumbuhan dapat berubah warna, bintik, bentuk tubuhnya bahkan dapat merubah jenis kelaminnya dari betina ke jantan. Ikan ini memakan hewan dasar seperti kepiting, udang, bintang laut, dan gastropoda kecil. Memiliki bentuk mulut yang bagian atas lebih panjang dengan bibir yang tipis. Sirip punggung yang memanjang ke belakang. Sistem makan yang berkelompok di dasar perairan. Ikan dari famili Scaridae memiliki mulut dan gigi mirip dengan burung kakatua. Aktif pada siang hari dan menggunakan sirip insang untuk berenang. Perilaku seks dapat berubah dari betina ke jantan. Ikan ini memiliki gigi yang sangat kuat sehingga mampu memakan alga yang menempel pada karang mati, mengerat koral dan moluska. Pada malam hari beberapa jenis ikan ini membungkus dirinya dengan selaput lendir yang berguna pada saat tidur (Pane, 2004). Total dari 7 famili ikan karang yang ditemukan, famili yang paling banyak jumlah jenisnya adalah Pomacentridae. Famili ini dikenal dengan jenis-jenis ikan pemakan zooplankton, alga dan invertebrata. Beberapa jenis ikan yang ditemukan
masih dalam tahap juvenile, sehingga dapat diperkirakan bila perairan di sekitar Pulau Rambut memiliki jumlah plankton yang banyak.
Barat
2% Synodus jaculum Scolopsis trilineatus
Chormis viridis 10% quoyanus 6% Ephinephelus 2% Ephinephelus Pomacentrus caeruleus areolatus Cheilodipterus altus 34% Plectroglyphidodon 8% 30% lacrymatus 8%
(a) Utara Cheilodipterus altus 39%
Scolopsis vosmeri 2%
2% Scarus flavipectoralis Labroides dimidatus Neoglyphidodon melas 2% 8% a (b) Sumber : Tabel 4 dan Tabel 5
Amblyglyphidodon curacoa 10% Pomacentrus bankanensis 21% Chrysiptera cyanea 2% Chrysiptera cyanea (juv) 14%
Gambar 2. Grafik komposisi jumlah jenis ikan karang di Pulau Rambut (a) Barat dan (b) Utara t 2.1.3.5. Jenis terumbu karang di Pulau Rambut Jenis terumbu karang yang terdapat di sebelah utara dan barat Pulau Rambut terdiri dari 15 genera karang keras dan 3 genera karang lunak yang tergabung dalam satu filum yaitu filum Cnidaria (Coenlentrata) (Pane, 2004) (Tabel 6). Di sebelah timur laut Pulau Rambut tidak ditemukan satupun koloni karang hidup dan hanya ditemukan karang mati yang ditumbuhi alga, hamparan pasir dan pecahan karang. Secara umum ukuran dan jumlah koloni terumbu karang yang
ditemukan kecil tetapi khusus di utara Pulau Rambut terdapat keistimewaan biota yang menghuninya. Contoh biota lain yang mendominasi dasar perairan pada kedalaman 5 m adalah Discosoma, dimana biota ini termasuk satu filum dengan karang namun jenis ini tidak mampu membentuk rangka kapur dari kalsium karbonat. Tabel 6. Kelas, ordo, sub ordo, famili, dan genus terumbu karang di Pulau Rambut No. Kelas Ordo Sub ordo Famili 1. Coenthecalia Helioporidae 2. Acroporidae Archaecoenina 3. 4. Pocilloporidae 5. Mussidae 6. 7. Scleractinia Faviina 8. Faviidae 9. 10 Anthozoa 11. 12. 13. Meandrina Oculinidae 14. Poritina Poritidae 15. 16. 17.
Alcyoniina
Alcyonidae
Genus Heliopora Acropora Montipora Pocillopora Lobophyllia Hydnopora Caulastrea Favia Favites Platygyra Oulastrea Chypatrea Galaxea Porites Goniopora Sinularia Sarcophyton Lobophyton
Sumber : Pane, 2004 dan lampiran 19 Genera dari famili Poritidae ditemukan lebih banyak dalam jumlah koloni dibanding genera lain sehingga mengindikasikan bahwa, jenis-jenis tertentulah yang mampu berkembang dan bertahan terhadap tekanan lingkungan seperti sedimentasi. Genera Porites merupakan salah satu jenis yang paling resistan terhadap tekanan ini.
a. Kelimpahan terumbu karang di sebelah utara Pulau Rambut Kelimpahan terumbu karang tertinggi pada daerah ini adalah dari jenis Discosoma sebesar 0,19 koloni/m2 dan kelimpahan terendah dari jenis Caulastrea, Montipora, Oulastrea, dan Lobophyllia sebesar 0,01 koloni/m2 (Tabel 7). Tabel 7. Jumlah koloni, total koloni, dan kelimpahan pada utara Pulau Rambut No
Genus
A. 1.
Karang keras Acropora
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. B. 15. 16. 17. C. 18.
Jumlah koloni U-1 U-2
Total koloni
Kelimpahan (koloni/m2)
1
1
2
0,02
Lobophyllia Platygyra Pocillopora Hydnopora Favites Goniopora Porites Lutea Galaxea Oulastrea Favia sp Heliopora Caulastrea Montipora Karang lunak Sinularia
1 2 1 3 1 1 2 0 0 0 0 0 0
0 1 4 0 3 1 4 2 1 3 6 1 1
1 3 5 3 4 2 6 2 1 3 6 1 1
0,02 0,03 0,04 0,03 0,03 0,02 0,05 0,02 0,01 0,03 0,05 0,01 0,01
0
2
2
0,02
Sarcophyton Lobophyton Biota lain Discosoma Total koloni
9 5
0 4
9 9
0,08 0,08
9 35
14 48
23 83
0,19
Sumber : Pane, 2004 dan lampiran 9 Discosoma merupakan karang yang berkembang biak secara seksual maupun aseksual. Pembiakan secara seksual terjadi melalui penyatuan gamet jantan dan
betina untuk membentuk larva bersilia yang disebut planula. Planula akan menyebar kemudian menempel pada substrat keras dan tumbuh menjadi polip, kemudian polip tersebut akan melakukan pembiakan aseksual. Pembiakan aseksual dilakukan dengan cara fragmentasi, sehingga terbentuk polip-polip baru yang saling menempel sampai terbentuk koloni yang besar, dengan bentuk yang beragam sesuai jenisnya (Nybakken, 1992). b. Kelimpahan terumbu karang di sebelah barat Pulau Rambut Kelimpahan terumbu karang tertinggi terdapat pada tipe karang lunak jenis Sinularia sebesar 0,06 koloni/m2, sedangkan kelimpahan terendah pada jenis Favia sp, Caulastrea, dan Platygyra sebesar 0,01 koloni/m2 (Tabel 8) dan untuk komposisinya dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 8. Jumlah koloni, total koloni, dan kelimpahan pada barat Pulau Rambut No
Genus
A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. B. 10. 11.
Karang keras Pocillopora Favites Porites Lutea Montipora Cypastraea Favia sp Goniopora Caulastrea Platygyra Karang lunak Sarcophyton Sinularia Total Koloni
Jumlah koloni U-1 U-2
Total koloni
Kelimpahan (koloni/m2)
1 2 4 3 3 1 6 1 1
0 1 1 0 0 0 0 0 0
2 3 5 3 3 1 6 1 1
0,02 0,03 0,04 0,03 0,03 0,01 0,05 0,01 0,01
5 7 34
0 0 2
5 7 36
0,04 0,06
Sumber : Pane, 2004 dan lampiran 10
Ekosistem terumbu karang disebelah utara Pulau Rambut berdasarkan kelimpahan genusnya menunjukan bahwa perairan tersebut lebih subur dari pada sebelah barat pulau.
Barat 19% Sinularia 12% Sarcophyton 3% Platygyra
Favites 9% Pocillopora 6%
Porites Lutea 12% Montipora 9%
3% Caulastrea
Goniopora 15%
Cypastraea 9% Favia sp 3%
(a) Utara 3% Acropora 3% Lobophyllia 26% Discosoma Platygyra 4% 11% Lobophyton 11% Sarcophyton 3% Sinularia 1% Montipora
Pocillopora 5% Hydnopora 4% Favites 4% Goniopora 3% Porites Lutea 7% Galaxea 3% Oulastrea 1% Favia sp 4% 1% Caulastrea Heliopora 7% (b)
Sumber : Tabel 7 dan Tabel 8 Gambar 3. Grafik komposisi kelimpahan terumbu karang di Pulau Rambut (a) Barat dan (b) Utara. c. Kekeruhan Tingkat kekeruhan perairan di sebelah utara Pulau Rambut lebih rendah dibanding sebelah barat Pulau Rambut. Hal ini menunjukkan bahwa penetrasi cahaya lebih baik pada utara Pulau rambut sehingga lebih mendukung penyebaran
terumbu karang. Tingginya tingkat kekeruhan pada sebelah barat Pulau Rambut membuat penetrasi cahaya yang masuk kedalam perairan berkurang sehingga dengan cepat menyebabkan kematian terumbu karang, selain itu partikel-partikel sedimen yang terbawa oleh air dapat menyumbat polip (Pane, 2004). Penyebaran terumbu karang di Pulau Rambut diduga dipengaruhi oleh faktor keberadaan sedimen, dimana banyaknya sedimen yang masuk ke dalam perairan memberi tekanan tehadap perkembangan terumbu karang. Faktor lain yang mempengaruhi penyebaran terumbu karang adalah kedekatan Pulau Rambut dengan daratan Jakarta yang merupakan salah satu pemicu meningkatnya tekanan anthropogenik terhadap perkembangan terumbu karang. d. Persen penutupan biota Ekosistem terumbu karang merupakan habitat berbagai biota perairan, termasuk didalamnya ikan karang, moluska, ekinodermata dan biota lainnya. Kualitas terbaik suatu habitat dapat dilihat dari luas atau tidaknya persen penutupan karang keras ataupun karang lunak yang hidup diperairan tersebut.
Tabel 9. Nilai persen penutupan biota penyusun dasar perairan Pulau Rambut Benthic lifeform Karang keras (Acropora) Karang lunak (Non acropora) Karang mati Alga Biota lain Abiotik Total Sumber : Pane, 2004
Barat Rambut (%) 0,00
Utara Rambut (%) 0,58
Timur Laut Rambut (%) 0,00
5,17
8,05
0,00
35,46 1,67 10,71 46,98 100
13,08 7,50 53,12 17,67 100
29,55 0,00 0,45 70,00 100
Penutupan karang keras yang masih hidup umumnya dibawah 10 %, berdasarkan Gomez dan Yap (1988) in Budiayu (2003) menunjukkan kondisi yang buruk. Hal ini juga menjelaskan bahwa dominansi karang mati dan abiotik pada seluruh titik contoh sangat tinggi, dimana karang mati yang ditemukan pada umumnya telah ditumbuhi alga yang mengindikasikan bahwa proses kematian karang sudah berlangsung cukup lama (Tabel 9 dan Gambar 4) (Pane, 2004). Barat Karang Keras (Acropora) 0% 47% Abiotik
Karang Lunak (non acropora) 5% Karang Mati 35% Alga 2% Biota lain 11% (a) Utara
1% Karang Keras (Acropora) 18% Abiotik
Karang Lunak (non acropora) 8% Karang Mati 13% Alga 8%
52% Biota lain (b) Timur Laut 0% Karang Keras (Acropora)
Karang Lunak (non acropora) 0% Karang Mati 30% Alga
70% Abiotik
0%
Biota lain 0% (c)
Sumber : Tabel 9 Gambar 4. Persen penutupan biota penyusun dasar perairan Pulau Rambut (a). Barat; (b). Utara; dan (c). Timur laut. 2.2. Parameter kualitas perairan
Kehidupan ekosistem mangrove dan ekosistem danau alam laut dipengaruhi oleh parameter fisik-kimia lingkungan perairan. Untuk ekosistem danau alam laut parameter fisik perairan yang mempengaruhi meliputi kekeruhan dan suhu, sedangakan parameter kimia meliputi salinitas dan pH. Pada ekosistem mangrove parameter fisik yang mempengaruhi adalah suhu, sedangkan parameter kimia yang mempengaruhi adalah salinitas dan pH. 2.2.1. Suhu Suhu merupakan parameter yang sangat penting karena dapat mempengaruhi sifat fisik-kimia air, mempengaruhi suatu stadium daur hidup organisme dan merupakan faktor pembatas penyebaran suatu jenis dalam mempertahankan kelangsungan hidup, reproduksi, perkembangan larva, metabolisme dan kompetisi (Krebs, 1972). Temperatur untuk daerah tropis seperti di Indonesia biasanya memiliki variasi suhu tahunan pada lapisan permukaan air sangat kecil, pada umumnya suhu air rata-rata diseluruh Indonesia berkisar antara 24-32 0C (Hutabarat dan Evans, 1988). Saenger dan Moverley (1985) in Hutchings dan Saenger (1987) mengatakan bahwa suhu memiliki hubungan yang erat dengan jumlah produksi daun mangrove. Suhu rata-rata di hutan mangrove dari perairan terbuka sampai batas akhir daerah hutan mangrove sekitar 140 m terhadap daratan berkisar antara 29, 5-27,6 0C (Gomez in Whitten et al., 1987). 2.2.2. Turbiditas atau kekeruhan Turbiditas atau kekeruhan merupakan gambaran sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan tersuspensi dan senyawa koloid di dalam air yang meliputi partikel lumpur, bahan
organik makro, detritus, dan organisme yang melimpah baik nabati maupun hewani (David dan Cornwell, 1197 in Effendi, 2003). Perairan yang keruh dapat menggangu sistem fotosintesis dari fitoplankton sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan dari zooplankton.
2.2.3. Salinitas Salinitas adalah jumlah total materi terlarut (garam) di dalam air laut dan umumnya bersatuan satu per seribu (‰) (Nybakken, 1992). Sebaran salinitas di laut tidak merata pada seluruh permukaan laut, hal ini terkait dengan kondisi letak geografi laut tersebut selain itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, besar kecilnya run off dari sungai (Lalli dan Parsons, 1993). Keanekaragaman dan jumlah spesies mencapai maksimal pada kisaran salinitas 30-40 ‰. Kadar salinitas dapat mempengaruhi struktur dan fungsi or gan biota laut lewat perubahan tekanan osmosis, kerapatan, viskositas, bahan pelarut, perubahan penyerapan sinar (Kinne, 1964). Macnae (1968) menyatakan salinitas merupakan parameter pengendali dari pertumbuhan, berat, ketahanan hidup, dan zonasi mangrove. Respons tiap jenis mangrove terhadap salinitas pun beragam. 2.2.4. pH Derajat keasaman atau pH memberikan informasi penting dalam kualitas air sebab setiap organisme memerlukan kisaran pH optimun bagi kehidupannya. Air laut merupakan buffer yang sangat luas dengan pH relatif stabil 7-8,5
(Odum, 1971). Nilai pH sangat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesa, aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen, dan adanya kation dan anion dalam perairan.
3.
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan lokasi Penelitian dilakukan di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada bulan Februari dan Mei 2004. Penelitian pertama dilaksanakan pada tanggal 29 Februari 2004 pukul 09:42-10:48 WIB, untuk pengambilan contoh di perairan dan pukul 11:15-15:55 WIB untuk pengambilan contoh daun mangrove. Penelitian kedua pada tanggal 29 Mei 2004 pukul 09:30-10:50 WIB untuk pengambilan contoh di perairan dan pukul 11:3016:00 WIB untuk pengambilan contoh daun mangrove. 3.2. Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat di Tabel 10. Identifikasi jenis mangrove menggunakan buku identifikasi yang dikeluarkan oleh Wetlands International Indonesia Programme (1999). Contoh zooplankton diidentifikasi menggunakan buku identifikasi Yamaji (1966). Tabel 10. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Jenis data
Alat
Kantong plastik, tali rafia, meteran, pisau, kamera, kertas label, alat tulis, rol meter (100 m) dan tali plastik Peta laut Pulau Rambut skala 1:50.000 km2, alat Zooplankton pengukur arus, ember plastik bervolume 11 L botol Nansen, Planktonet dan botol film, mikroskop binokuler
Bahan
Mangrove
3.3. Penentuan posisi dan waktu pada stasiun pengambilan data
Lugol
Penentuan posisi stasiun penelitian dengan menggunakan GPS (Global Position System) dimana pengambilan contoh dilakukan di delapan stasiun penelitian disekitar perairan Pulau Rambut yang terdapat mangrove dan zooplankton (Gambar 5). Posisi stasiun untuk mangrove dibagi menjadi 4 stasiun dan stasiun zooplankton juga terbagi menjadi 4 stasiun. Posisi dan waktu pengambilan data mangrove dan zooplankton (Tabel 11. dan Tabel 12). Tabel 11. Posisi dan waktu pengambilan data mangrove Stasiun
Posisi Stasiun
Posisi Geografis
1.
Selatan P. Rambut
2.
Barat P. Rambut
3.
Utara P. Rambut
4.
Timur P. Rambut
S 050 58,628′ E 1060 41,566′ S 050 58,438′ E 1060 41,393′ S 050 58,437′ E 1060 41,531′ S 050 58,550′ E 1060 41,645′
29 Februari 2004 Waktu 11:15 WIB
29 Mei 2004 Waktu 11:30 WIB
12:10 WIB
12:30 WIB
14:30 WIB
15:00 WIB
15:55 WIB
16:00 WIB
Tabel 12. Posisi dan waktu pengambilan data zooplankton Stasiun
Posisi Stasiun
Posisi Geografis
29 Februari 2004 Waktu 09:42 WIB
29 Mei 2004 Waktu 09:10 WIB
1.
Selatan P. Rambut
S 050 58,742′ E1060 41,372′
2.
Barat P. Rambut
S 050 57,241′ E1060 41,142′
09:50 WIB
09:50 WIB
3.
Utara P. Rambut
S 050 57,938′ E1060 41,588′
10:40 WIB
10:13 WIB
4.
Timur P. Rambut
S 050 58,441′ E 1060 41,877′
10:48 WIB
10:50 WIB