PERENCANAAN INTERPRETASI DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA
Oleh : Andi Nur Gustiana Syam E34101077
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERENCANAAN INTERPRETASI DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
ANDI NUR GUSTIANA SYAM
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 5 Agustus 1983, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara keluarga Bapak Suryadi Syam dan Ibu Dedeh Dewi Sadiah. Pendidikan yang pernah diperoleh penulis adalah: 1. Taman Kanak-kanak Cangkurileung, Nyantong-Tasikmalaya. 2. Sekolah Dasar Negeri Cikalang I Tasikmalaya lulus pada tahun 1995. 3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tasikmalaya lulus pada tahun 1998. 4. Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Tasikmalaya lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan melalui program Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Cagar Alam Sancang-Papandayan BKSDA Garut, KPH Sumedang (BKPH Tomo Utara-BKPH Cadas Ngampar) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat pada bulan Juli-Agustus 2004. Selanjutnya, pada bulan Februari-April 2005, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan penulis melaksanakan penelitian di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kep. Seribu
DKI
Jakarta
dalam
rangka
penyusunan
skripsi
dengan
judul:
“Perencanaan Interpretasi di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kepulauan Seribu DKI Jakarta” dengan dosen pembimbing Prof.Dr.Ir. Ani Mardiastuti, MSc dan Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
:
PERENCANAAN MARGASATWA
INTERPRETASI PULAU
RAMBUT
DI
SUAKA
KEPULAUAN
SERIBU, DKI JAKARTA. Nama Mahasiswa
:
ANDI NUR GUSTIANA SYAM
Nomor Pokok
:
E34101077
Departemen
:
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Menyetujui, Pembimbing Skripsi I
Pembimbing Skripsi II
(Dr.E.K.S. Harini Muntasib, MS.)
(Prof.Dr.Ir. Ani Mardiastuti, MSc.)
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799
Tanggal lulus :
RINGKASAN
Andi Nur Gustiana Syam (E34101077). Perencanaan Interpretasi di Suaka Margasatwa Pulau Rambut Kepulauan Seribu, DKI jakarta. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc. dan Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS.
Pulau Rambut pertama kali ditetapkan sebagai Cagar Alam pada tahun 1939 melalui Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.7/1939. Selanjutnya, pada tahun 1970 pemerintah Indonesia memperkuat status kawasan ini sebagai Cagar Alam melalui Keputusan Pemerintah No.11/I/20 tertanggal 28 Mei 1970. Kemudian melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Indonesia No. 275/Kpts-II/1999, ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa. Perubahan status kawasan ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kondisi alami di Pulau Rambut, sehingga perlu adanya upaya pengelolaan habitat di Pulau Rambut. Kerusakan habitat di Pulau Rambut dapat berdampak negatif terhadap keberadaan keanekaragaman hayatinya. Sesuai dengan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Pulau Rambut dipandang memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa. Jenis satwa yang memiliki keanekaragaman tinggi dan mendominasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut adalah jenis burung air (15 jenis) (Azhar, 2002). Diantara berbagai jenis burung air, terdapat satu jenis burung air yang sangat dilindungi yaitu burung Bangau bluwok (Mycteria cinerea). Dalam dokumen Bird to Watch II, spesies ini dimasukkan ke dalam kategori terancam punah secara global dengan penyebab utama ancaman kepunahan adalah berkurangnya habitat di alam. Namun selain terbuka bagi upaya pengelolaan habitat, perubahan status dari Cagar alam menjadi Suaka Margasatwa mengakibatkan Pulau Rambut terbuka bagi aktivitas lainnya seperti kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata terbatas. Oleh karena itu, diperlukan interpretasi yang dapat mengungkapkan potensi Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan menjadi penuntun kepada siapapun yang melakukan kegiatan di kawasan ini agar dapat lebih memahami Pulau Rambut dan segala potensinya, serta terilhami untuk ikut melestarikannya. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun perencanaan interpretasi berdasarkan analisis potensi kawasan dan tanggapan pengunjung, bagi kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata terbatas yang dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kepulauan Seribu DKI Jakarta, selama 1 bulan (12 Februari – 13 Maret 2006). Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: buku fieldguide pengenalan burung, buku identifikasi tumbuhan, peta kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, kuesioner untuk pengunjung, pedoman wawancara untuk pengelola, alat tulis-menulis, kamera, Global Positioning System (GPS), Garmin III+ Plus, binokuler dan alat perekam audio. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder melalui studi pustaka, dan data primer ketika verifikasi dan observasi lapangan. Kemudian menganalisisnya bersama dengan data yang didapat dari hasil wawancara dan penyebaran kuesioner pada pengunjung. Ide-ide yang muncul berkaitan dengan keadaan kawasan penelitian dan data yang diperoleh, digunakan sebagai bahan untuk melakukan perencanaan interpretasi di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut, kemudian hasilnya diuraikan secara deskriptif. Perencanaan interpretasi yang dilakukan adalah perencanaan satuan interpretasi, yang meliputi perencanaan jalur interpretasi dan fasilitas pendukung interpretasi, dilengkapi dengan pemetaan obyek-obyek interpretasi yang terdapat di dalam jalur interpretasi. Selama penelitian dilaksanakan ditemukan 13 jenis burung air, diantaranya burung Bangau bluwok (Mycteria cinerea), burung Ibis pelatuk besi (Threskiornis melanocephalus) dan burung Ibis roko-roko (Plegadis falcinellus). Sedangkan untuk jenis burung lainnya ditemukan 20 jenis burung, diantaranya burung Kepodang kuduk hitam (Oriolus chinensis), burung Kucica kampung (Copysycus saularis) dan burung Pergam laut (Ducula bicolor). Selain jenis burung, ditemukan pula jenis satwa lainnya yaitu dari jenis mamalia kalong (Pteropus vampyrus) serta dari jenis reptilia Ular sanca (Phyton reticulatus), ular Cincin emas (Boiga dendrophila), Biawak air-asia (Varanus salvator), Kadal (Mabuya mabouya), dan Tokek (Gecko gecko). Satwa-satwa tersebut relatif menempati habitat yang tetap, sehingga dapat dipetakan pada peta penutupan lahan Pulau Rambut. Pemetaan tersebut menunjukkan penyebaran satwa pada bulan Februari-Maret 2006. Pada bulanbulan ini, burung-burung air lebih banyak tersebar di bagian Tengah Pulau Rambut, tepatnya di hutan sekunder campuran bagian Tengah dan Timur. Hal ini disebabkan adanya tiupan angin barat yang kencang di sekeliling Pulau Rambut, sehingga burung-burung ini berlindung di bagian tengah yang ditumbuhi pepohonan khas hutan sekunder campuran. Inventarisasi tumbuhan sepanjang jalur interpretasi yang sudah ada (10 m kiri dan kanan jalur) mencatat 34 jenis tumbuhan diantaranya kepuh (Sterculia foetida), kedoya (Dyxoxylum caulostachyum), mengkudu (Morinda citrifolia ) dan melinjo (Gnetum gnemon). Selain itu, ditemukan juga semak dan tumbuhan bawah seperti Kingkit (Triphasia trifolia), Cabai jawa (Piper retrofractum), Oyot ubi (Dioscorea bulbifera) dan Sundel malam (Ipomoea longiflora). Dari berbagai jenis tumbuhan yang tercatat selama penelitian, diketahui beberapa tumbuhan yang memiliki keunikan/kekhasan seperti vegetasi di hutan magrove, Cabai jawa (Piper retrofractum) dan mengkudu (Morinda citrifolia). Selama penelitian dihimpun 2 cerita rakyat yang menerangkan sejarah terbentuknya Pulau Rambut menurut kepercayaan masyarakat yaitu: 1) Cerita rakyat versi “Tusuk Konde Puteri (Nyi Roro Kidul)”, 2) Cerita rakyat versi “jawara”. Selain itu terdapat peninggalan sejarah berupa kuburan yang diangap sebagai kuburan nenek moyang sebuah keluarga di Depok. Interaksi masyarakat dengan Pulau Rambut sangat tinggi, terutama masyarakat yang berasal dari Pulau Untung Jawa dan Tanjung Pasir sebagai daerah yang paling dekat dengan Pulau Rambut. Tujuan masyarakat datang ke Pulau Rambut terutama untuk mencari bahan makanan seperti keong, kerang, rajungan dan ikan serta tumbuh-tumbuhan yang bisa dimakan seperti daun pepaya dan melinjo. Dalam pengelolaan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Pulau Untung Jawa telah dijadikan sebagai daerah penyangga (buffer zone) untuk menunjang kegiatan pengawasan dan pengamanan kawasan tersebut. Masyarakat turut berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan di Pulau Rambut, serta dengan menginformasikan potensi Pulau Rambut kepada wisatawan yang datang. Pengunjung Pulau Rambut sebagian besar berasal dari Jakarta (67,64%) dan berjenis kelamin laki-laki (58,82%) serta berusia 26-50 tahun (52,94%). Hal ini terkait dengan tingkat pendidikan pengunjung yang sebagian besar sedang mengikuti pendidikan atau sudah lulus dari perguruan tinggi (91,17%). Tujuan utama pengunjung datang ke Pulau Rambut adalah untuk
berekreasi (23.52%) dan penelitian (25.47%). Kegiatan yang paling disukai pengunjung terutama melihat dan menikmati pemandangan alam (61.76%). Pengunjung lebih banyak datang bersama keluarga (70.58%). Pengunjung memandang keunikan binatang terutama burung air (73.52%) sebagai potensi utama Pulau Rambut. Pendapat tersebut dikuatkan dengan pilihan binatang yang paling menarik yaitu burung (70.58%). Pengunjung memilih cara untuk melakukan kegiatannya disertai oleh pemandu (88.23%). Sebagian besar pengunjung yang menilai bahwa pemanduan yang ada sudah cukup baik (58.82%). Pengunjung menginginkan adanya penambahan fasilitas pendukung interpretasi seperti pusat informasi pengunjung (67.64%). Perencanaan interpretasi yang dilaksanakan mencakup perencanaan jalur dan perencanaan fasilitas pendukung interpretasi. Metode interpretasi yang dapat dilaksanakan adalah interpretasi dengan pemanduan (guided interpretation). Meski demikian, pengunjung yang datang dengan tujuan untuk penelitian bisa diberi pengecualian untuk melakukan kegiatannya tanpa pemanduan. Jalur-jalur interpretasi yang direncanakan, ditujukan untuk mengungkapkan potensi Suaka Margasatwa Pulau Rambut, baik potensi flora maupun fauna (satwa). Tiga jalur interpretasi yang direncanakan, yaitu jalur interpretasi Dermaga dengan panjang sekitar 136,78 meter dan obyek utama atraksi burung air yang terbang keluar-masuk Pulau Rambut. Jalur interpretasi Hutan Pantai – Menara Pengamatan dapat dibagi menjadi 3 jalur interpretasi yaitu jalur yang langsung menuju menara pengamatan (373,99 meter), jalur yang melalui percabangan jalur kanan-menara (503,63 meter) dan jalur yang melalui percabangan jalur kiri-menara (451,79 meter) dengan obyek utama perilaku burung air. Jalur interpretasi Menara – Hutan Mangrove dengan panjang sekitar 171,44 meter dan obyek utama vegetasi hutan mangrove dan kerusakannya. Berbagai Fasilitas pendukung yang sudah dibangun sejak lama, seperti papan nama obyek/papan interpretasi, jalur interpretasi, papan penunjuk arah, papan peringatan dibangun untuk mendukung kegiatan interpretasi yang dilaksanakan di Pulau Rambut, sudah dalam kondisi yang rusak dan perlu segera diperbaiki. Fasilitas pendukung interpretasi yang dapat ditambahkan sesuai dengan keinginan pengunjung adalah pusat informasi pengunjung, buku informasi tentang Pulau Rambut, shelter, dan peta jalur perjalanan. Selain itu perlu dibuat pula tambahan papan peringatan atau larangan untuk pengunjung yang datang terutama yang berhubungan dengan menjaga kelestarian Pulau Rambut dan keanekaragaman hayatinya. Interpretasi yang disampaikan mengenai suatu kawasan dan potensi yang dimilikinya haruslah bersifat utuh dan menyeluruh. Selain itu, dalam penyampaian interpretasi dengan berbagai metode dengan bantuan berbagai media interpretasi, keselamatan pengunjung merupakan persyaratan yang perlu diperhatikan. Namun sesuai dengan fungsi utama Suaka Margasatwa sebagai kawasan perlindungan satwaliar, serta batasan kegiatan yang dapat dilakukan di kawasan ini (pendidikan, penelitian dan wisata terbatas). Sehingga interpretasi yang dilaksanakan, selain memperhatikan keselamatan pengunjung, perlu juga menjaga kelestarian sumberdaya sebagai prioritas utama dalam pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR........................................................................................ iii DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang............................................................................. 1 1.2. Tujuan .......................................................................................... 2 1.3. Manfaat ........................................................................................ 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suaka Margasatwa Pulau Rambut ............................................. 3 2.1.1. Status ............................................................................ 3 2.1.2. Fungsi ........................................................................... 3 2.1.3. Iklim............................................................................... 4 2.1.4. Flora .............................................................................. 4 2.1.5. Fauna ............................................................................ 5 2.1.6. Pengelolaan: Pengelola, Arah Kebijakan dan Fasilitas .................................................................. 10 2.2. Interpretasi .................................................................................. 11 2.2.1. Pengertian..................................................................... 11 2.2.2. Tujuan ........................................................................... 11 2.2.3. Obyek Interpretasi......................................................... 12 2.2.4. Jalur Interpretasi ........................................................... 12 2.2.5. Metode Penyampaian Interpretasi ................................ 13 2.2.6. Perencanaan Interpretasi.............................................. 14 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 16 3.2. Alat .............................................................................................. 16 3.3. Metode Pengumpulan data.......................................................... 16 3.3.1. Studi Pustaka ............................................................... 16 3.3.2. Verifikasi dan Observasi Lapangan ............................. 17 3.3.3. Wawancara dan Kuesioner ........................................... 17 3.4. Analisis dan Sintesis Data .......................................................... 18 3.5. Perencanaan Interpretasi ............................................................ 19
i
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Potensi Satwa .............................................................................. 20 4.1.1. Pemetaan Potensi Satwa.............................................. 25 4.2. Potensi Flora................................................................................ 29 4.3. Potensi Budaya............................................................................ 30 4.4. Interaksi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Suaka Margasatwa Pulau Rambut ............................. 32 4.4.1. Pemanfaatan Potensi Kawasan .................................... 32 4.4.2. Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Suaka Margasatwa Pulau Rambut ........................................... 32 4.5. Karakteristik, Pengetahuan dan Tanggapan Pengunjung ........... 33 4.5.1. Karakteristik Pengunjung .............................................. 33 4.5.2. Pengetahuan Tentang Potensi Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut................................ 37 4.5.3. Tanggapan Terhadap Kegiatan dan Fasilitas yang Mendukung Interpretasi ................................................ 38 4.6. Perencanaan Interpretasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut ..... 40 4.6.1. Perencanaan Jalur Interpretasi ..................................... 42 4.6.2. Perencanaan Fasilitas Pendukung Interpretasi ............ 52 4.7. Keselamatan Pengunjung dan Sumberdaya ............................... 55 4.7.1. Keselamatan Pengunjung ............................................. 55 4.7.2. Keselamatan Sumberdaya............................................ 56 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .................................................................................. 57 5.2. Saran ........................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 59
ii
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. Bagan Alir Penelitian Perencanaan Interpretasi di Suaka Margasatwa Pulau Rambut ....................................................................................... 19 2. Peta Penutupan Lahan Suaka Margasatwa Pulau Rambut ................... 25 3. Pemetaan Satwa di Suaka Margasatwa Pulau Rambut pada Bulan Februari-Maret 2006 .............................................................................. 28 4. Jalur Interpretasi Dermaga .................................................................... 45 5. Jalur Hutan Pantai – Menara Pengamatan ............................................ 48 6. Jalur Menara Pengamatan – Hutan Mangrove Rusak ........................... 51
iii
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Jenis-jenis burung air yang berada di Suaka Margasatwa Pulau Rambut pada Februari-Maret 2001 (Azhar, 2002) ............................... 6 2. Kelimpahan burung air di Pulau Rambut berdasarkan penjumlahan burung yang tinggal dan penghitungan sore hari pada bulan Februari-Maret 2001 ......................................................... 8 3. Burung-burung air yang ditemukan selama penelitian ......................... 21 4. Burung terestrial dan burung pantai yang ditemukan selama penelitian ................................................................................. 23 5. Flora sepanjang jalur interpretasi ......................................................... 29 6. Latar belakang pengunjung.................................................................. 34 7. Tujuan dan pola kunjungan pengunjung .............................................. 36 8. Pengetahuan pengunjung tentang potensi kawasan ........................... 37 9. Tanggapan pengunjung terhadap kegiatan dan fasilitas pendukung interpretasi ........................................................................................... 38 10. Potensi interpretasi utama pada setiap jalur interpretasi ..................... 44 11. Flora di jalur interpetasi mangrove ....................................................... 49 12. Fasilitas-fasilitas pendukung interpretasi yang sudah ada di Suaka Margasatwa Pulau Rambut .................................................................. 52 13. Rencana tambahan fasilitas pendukung interpretasi ........................... 53 14. Fasilitas yang direncanakan pada tiap jalur interpretasi ...................... 54
iv
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Kuesioner Penelitian ............................................................................. 62 2. Data Kunjungan ke Suaka Margasatwa Pulau Rambut pada Tahun 2005 dan Tahun 2006 ...................................................... 65 3. Struktur Organisasi BKSDA DKI Jakarta .............................................. 66 4. Satwa yang Ditemukan pada Pukul 06.00-18.00 WIB di Suaka Margasatwa Pulau Rambut (Februari-Maret 2006) .............................. 67 5. Pemetaan Satwa yang Ditemukan pada Pukul 06.00-18.00 WIB (Februari-Maret 2006) .......................................................................... 72 6. Hasil Dokumentasi Selama Penelitian .................................................. 78
v
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Rambut pertama kali ditetapkan sebagai Cagar Alam pada tahun 1939 melalui Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.7/1939. Selanjutnya, pada tahun 1970 pemerintah Indonesia memperkuat status kawasan ini sebagai Cagar Alam melalui Keputusan Pemerintah No.11/I/20 tertanggal 28 Mei 1970. Kemudian melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Indonesia No. 275/Kpts-II/1999, Pulau Rambut ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa. Perubahan status kawasan ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kondisi alami di Pulau Rambut, sehingga perlu adanya upaya pengelolaan habitat di Pulau Rambut. Kerusakan habitat di Pulau Rambut dapat berdampak negatif terhadap keberadaan keanekaragaman hayatinya. Sesuai dengan UU No. 5 tahun 1990 tentang
Konservasi
Ekosistemnya,
Pulau
Keanekaragaman Rambut
Sumberdaya
dipandang
memiliki
Alam ciri
Hayati khas
dan
berupa
keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa. Jenis satwa yang memiliki keanekaragaman tinggi dan mendominasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut adalah jenis burung air (15 jenis) (Azhar, 2002). Diantara berbagai jenis burung air, terdapat satu jenis burung air yang sangat dilindungi yaitu burung Bangau bluwok (Mycteria cinerea). Dalam dokumen Bird to Watch II, spesies ini dimasukkan ke dalam kategori terancam punah secara global dengan penyebab utama ancaman kepunahan adalah berkurangnya habitat di alam. Namun selain terbuka bagi upaya pengelolaan habitat, perubahan status dari Cagar alam menjadi Suaka Margasatwa mengakibatkan Pulau Rambut terbuka bagi aktivitas lainnya seperti kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata. Kondisi ini dapat menyebabkan dampak negatif bagi keanekaragaman hayati Pulau Rambut bertambah besar, selain dari ancaman faktor-faktor alami, tetapi juga dari manusia. Hal ini dikarenakan satwa di Pulau Rambut terutama jenis burung air merupakan jenis satwa yang sangat sensitif dan mudah stress. Dampak negatif dari aktivitas manusia di Pulau Rambut terhadap kelestarian keanekaragaman hayatinya dapat meningkat karena tidak adanya interpretasi yang menyampaikan informasi yang lengkap dan utuh mengenai Pulau Rambut kepada pengunjung. Kondisi tersebut menyebabkan kegiatan yang dilakukan hanya didasarkan atas kemauan pengunjung, serta tidak mengikuti peraturan atau batasan-batasan kegiatan yang boleh dilakukan sesuai
dengan fungsi Pulau Rambut sebagai kawasan perlindungan satwaliar, terutama berbagai jenis burung air. Oleh karena itu, diperlukan interpretasi yang dapat mengungkapkan potensi Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan menjadi penuntun kepada siapapun yang melakukan kegiatan di kawasan ini agar lebih memahami dan terilhami untuk ikut serta melestarikan Pulau Rambut, serta dapat meminimalisir dampak negatif yang dapat diakibatkan oleh kehadiran manusia.
1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menyusun perencanaan interpretasi berdasarkan analisis potensi kawasan dan tanggapan pengunjung bagi kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata terbatas, yang dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
1.3. Manfaat Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai panduan bagi pengunjung yang melakukan kegiatan di Pulau Rambut, untuk lebih memahami potensi yang dimiliki serta batasan-batasan dalam melakukan kegiatan di Pulau Rambut. Sehingga dampak negatif dari aktivitas manusia terhadap keanekaragaman hayati di Pulau Rambut dapat diminimalisir.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suaka Margasatwa Pulau Rambut 2.1.1. Status Pulau Rambut awalnya bernama Pulau Middleburg. Pada tahun 1936 Bass Becking sebagai Direktur Kebun Raya Bogor mengusulkan agar Pulau Rambut ditetapkan sebagai cagar alam. Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan potensi biologi maupun potensi fisik Pulau Rambut. Pulau Rambut memiliki vegetasi hutan mangrove yang khas dan merupakan habitat dari berbagai jenis burung air yang terdapat dalam jumlah besar (Imanuddin dan Mardiastuti, 2003). Kemudian pada tahun 1939 Pulau Rambut ditetapkan sebagai Cagar Alam melalui Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.7/1939. Selanjutnya, pada tahun 1970 pemerintah Indonesia memperkuat status kawasan ini sebagai Cagar Alam melalui Keputusan Pemerintah No.11/I/20 tertanggal 28 Mei 1970 dengan luas areal 45 ha. Adanya status Cagar Alam tersebut berarti, secara resmi tidak diperbolehkan adanya campur tangan manusia di pulau ini. Meningkatnya pembangunan di sekitar Teluk Jakarta mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan di wilayah tersebut. Kondisi ini juga menyebabkan penurunan kualitas lingkungan Pulau Rambut sebagai salah satu pulau di wilayah Teluk Jakarta dengan adanya pencemaran sampah, limbah minyak dan deterjen. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah mengubah status Pulau Rambut menjadi Suaka Margasatwa melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 275/Kpts-II/1999 tanggal 7 Mei 1999 dengan luas 90 ha termasuk wilayah perairan di sekitarnya (Ayat, 2002).
2.1.2. Fungsi Mengacu
kepada
UU
No.
5
tahun
1990
tentang
Konservasi
Keanekaragaman Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Pulau Rambut dipandang memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa
yang
untuk
kelangsungan
hidupnya
dapat
dilakukan
pembinaan/pengelolaan di dalamnya. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sehubungan dengan status tersebut yaitu kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas dan kegiatan
lainnya yang menunjang budidaya serta pelestarian potensi sumberdaya alam hayati Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
2.1.3. Iklim Pulau Rambut termasuk ke dalam daerah dengan tipe iklim C (Schmidt dan Ferguson). Musim kering tiap-tiap tahun dimulai pada bulan Mei dan berakhir pada bulan Oktober, dengan jumlah hari hujan 80 hari dan curah hujan 1152,9 mm per tahun. Bulan-bulan basah dengan rata-rata curah hujan per bulan di atas 100 mm dimulai pada bulan Oktober sampai Maret. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret (278 mm). Suhu maksimum berkisar antara 31,2° - 36,8° C, sedangkan suhu minimum rata-rata berkisar antara 22,8° - 23,7°C. Selama musim barat (Desember – Februari) dan Musim timur (Juni – Agustus) keadaan laut sekitar Pulau Rambut berbahaya bagi pelayaran karena besarnya angin dan gelombang. Pada musim tersebut, gelombang dapat mencapai ketinggian 1,5 – 2 meter disertai hujan dan angin yang bertiup terus menerus selama 24 jam (Imanudin dan Mardiastuti, 2003).
2.1.4. Flora Terdapat tiga formasi vegetasi hutan di Pulau Rambut, yaitu hutan pantai, hutan mangrove dan hutan sekunder campuran (Mardiastuti, 1992). Daerah hutan pantai yang berpasir didominasi oleh komunitas Thespesia populnea – Acacia auriculiformis. Jenis lain, diantaranya Daun barah (Ipomoea pes-caprae), Rumput lari-lari (Spinifex littoreus), ketapang (Terminalia catappa) dan Waru laut (Thespesia pupolnea). Hutan mangrove ditumbuhi oleh bakau (Rhizophora mucronata), pedada (Sonneratia alba), bola-bola (Xylocarpus granatum), jangkar (Bruguiera gmynorrhiza), api-api (Avicennia officinalis) serta paku pacar air (Acrostichum aureum). Pada hutan sekunder campuran terdapat pohon kepuh (Sterculia foetida), kresek (Ficus timorensis), kedoya (Dyxoxylum caulostachyum), kingkit (Triphasia trifolia) dan lain-lain (Imanudin dan Mardiastuti, 2003).
4
2.1.5. Fauna Jenis satwa yang mendominasi Pulau Rambut adalah jenis burung air, sebanyak 15 jenis (Azhar, 2002). Jenis burung air yang ada di Pulau Rambut diantaranya burung Bangau bluwok (Mycteria cinerea), Ibis pelatuk besi (Threskiornis melanocephalus), Roko-roko (Plegadis falcinellus), kuntul (Egretta sp) dan Cangak (Ardea sp). Selain didominasi oleh jenis burung air, di Pulau Rambut terdapat pula 39 jenis burung darat (terestrial) yang populasinya tidak sebanyak burung air. Selain itu, terdapat jenis reptilia: Biawak (Varanus salvator), Ular cincin emas (Boiga dendrophila), Ular phyton (Phyton reticulatus) dan mamalia: Kalong (Pteropus vampyrus) (Imanudin dan Mardiastuti, 2003).
a. Jenis-jenis burung air dan penyebarannya Spesies utama yang menjadi ciri khas Pulau Rambut adalah burung air, populasinya mencapai lebih dari 24.000 ekor (kelimpahan 530 ekor/ha) pada musim berbiak dan hanya mencapai 4.500 ekor pada musim tak berbiak (Mardiastuti, 1992). Burung-burung air yang menghuni Suaka Margasatwa Pulau Rambut (Tabel 1) terdiri dari jenis-jenis burung yang menetap dan tidak menetap. Jenis burung air yang menetap adalah jenis burung yang menetap sepanjang tahun. Sedangkan
jenis
yang
tidak
menetap
biasanya
hanya
pada
musim
berkembangbiak saja tinggal di Pulau Rambut. Burung yang tidak menetap tersebut akan meninggalkan Pulau Rambut setelah selesai berkembangbiak. Jenis burung air yang tidak menetap di Pulau Rambut yaitu Bangau bluwok, Ibis pelatuk besi, dan Kuntul kerbau. Jenis burung air yang menetap yaitu Pecuk ular, Pecuk, Kuntul besar, Kuntul kecil, Kuntul sedang, Kuntul karang, Kowak malam kelabu, cangak abu, Cangak merah dan Roko-roko (Azhar, 2002). Sedangkan menurut Imanudin dan Mardiastuti (2003), burung Kuntul kerbau merupakan burung migran pada awalnya, namun menjadi burung yang menetap di Pulau Rambut. Mardiastuti (1992) menyatakan bahwa faktor alami yang membedakan penyebaran burung air di Suaka Margasatwa Pulau Rambut yaitu pola penyebaran yang senantiasa berkelompok dengan kelompok menyebar secara acak. Pola ini berkaitan dengan habitat yang mendukungnya dan senantiasa berubah-ubah sesuai dengan musim berkembangbiak (sebelum dan sesudah
5
musim berbiak). Selain itu faktor angin pun mempengaruhi perubahan penyebaran burung tersebut. Tabel 1. Jenis-jenis burung air yang berada di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Februari-Maret 2001 (Azhar, 2002) No
Famili
Jenis dan Nomor MacKinnon
Nama lokal
Nama Inggris
1
Anhingidae
Anhinga melanogaster (28)
Pecuk ular
2
Ardeidae
Ardea cinerea (33)
Cangak abu
Oriental Darter Grey Heron
Ardea purpurea (34)
Cangakmerah
Purple Heron
Egretta alba (42)
Kuntul besar
Great Egret
Egretta garzetta (44)
Kuntul kecil
Little Egret
Egretta intermedia (43)
Kuntul sedang
Intermediete
Egretta sacra (40)
Kuntul karang
Pacific reef-Egret
Bubulcus ibis (39)
Kuntul kerbau #
Cattle Egret
Nycticorax nycticorax (45)
Kowak
Black-crowned
Egret
malam
kelabu
night Heron
Bluwok #
Milky Stork
3
Ciconiidae
Mycteria cinerea (54)
4
Phalacrocoracidae
Phalacrocorax niger (27)
Pecuk belang
Little Cormorant
Phalacrocorax sulcirostris (24)
Pecuk hitam
Little
black-
Cormorant Phalacrocorax melanoleucus (26)
Pecuk kecil
Little
pied-
Cormorant 5
Threskiornitidae
Plegadis falcinellus (63)
Roko-roko
Glossy Ibis
Threskiornis
Pelatuk besi (Ibis
Black-headed Ibis
(61)
melanocephalus
Cucuk besi) #
Keterangan: # jenis burung air yang tidak menetap di Pulau Rambut. Nomor MacKinnon dalam buku Burung-burung di Jawa, Bali dan Kalimantan
Dari hasil penelitian Azhar (2002) pada bulan Februari-Maret, burungburung air yang berada di Pulau Rambut tersebar di hutan campuran bagian Tengah dan Timur serta hutan mangrove di bagian Utara, Timur laut, dan Barat laut. Jenis-jenis yang menempati hutan campuran adalah Cangak abu, Bluwok, Pecuk dan Pecuk ular. Sedangkan jenis-jenis yang menempati hutan mangrove adalah Pecuk, Pelatuk besi, Roko-roko, Kowak malam kelabu, Kuntul kecil, Kuntul kerbau, Cangak merah, Kuntul perak, Kuntul besar dan Kuntul sedang. Burung air di Pulau Rambut pada bulan Februari tersebar di hutan mangrove dan hutan campuran. Untuk Pecuk ular dan Cangak abu tersebar pada hutan campuran bagian tengah. Sedangkan jenis-jenis Pecuk, Cangak merah, Kuntul besar, Kuntul kecil, Kuntul sedang, Kuntul kerbau, Pelatuk besi, Roko-roko dan Kowak malam kelabu menempati bagian Utara dan Timur Laut di hutan mangrove. Cangak abu dan Pecuk ular pada bulan Maret penyebarannya meluas di hutan campuran. Pecuk juga mengalami penyebaran luas pada bulan Maret, yaitu bagian Timur Laut hutan mangrove. Untuk Cangak penyebarannya
6
meluas pada bagian Timur. Sedangkan Pecuk ular mengalami perluasan di bagian Tengah pulau, yaitu pada pohon Kedoya. Jumlah spesies burung yang menghuni hutan mangrove lebih banyak dari hutan campuran. Hutan mangrove memiliki beberapa komunitas untuk tempat bersarang burung air. Komunitas pada hutan mangrove sebagian rusak karena gangguan alam yang datang yaitu, angin dan arus laut. Hampir semua komunitas hutan mangrove dihuni burung air. Hanya komunitas Rhizophora stylosa saja yang tidak dihuni oleh burung air. Perubahan pola penyebaran biasanya terjadi pada saat akan mulai musim berkembangbiak dan setelah musim
berkembangbiak.
Hal
tersebut
disebabkan
karena
musim
berkembangbiak tiap jenis berbeda atau tidak bersamaan. Walaupun burung air tidak menggunakan pohon yang tetap untuk bertengger tetapi relatif memilih jenis yang sama untuk tempat beristirahat dan bersarang.
b. Kelimpahan burung air Kelimpahan menurut Shaw (1965) dalam Azhar (2002) adalah istilah yang umum digunakan untuk suatu populasi satwa dalam hal jumlah yang sebenarnya, kecenderungan naik turunnya populasi atau keduanya. Terdapat perbedaan kelimpahan burung air yang mencolok pada penghitungan pagi dan sore hari. Jenis pelatuk besi dan bluwok lebih banyak pada pagi hari. Sedangkan jenis pecuk, pecuk ular, cangak merah, cangak abu, kuntul besar, kuntul kecil, kuntul sedang, kuntul kecil, roko-roko dan kowak malam kelabu lebih banyak jumlahnya pada penghitungan sore hari daripada pagi hari (Azhar, 2002). Menurut Azhar (2002) sebagian besar jenis burung air di Pulau Rambut berjumlah lebih banyak pada penghitungan sore hari dibandingkan dengan hasil penghitungan pada pagi hari. Apabila dua hasil penghitungan antara jumlah burung yang tinggal di pulau dengan penghitungan sore hari digabungkan, maka akan diperoleh hasil seperti disajikan pada Tabel 2. Perubahan kelimpahan pada suatu komunitas merupakan fenomena yang alami. Pada waktu tertentu kelimpahan burung sangat tinggi, begitupun sebaliknya. Meningkatnya kelimpahan burung air di Pulau Rambut pada waktuwaktu tertentu disebabkan adanya masa berkembangbiak. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kelimpahan adalah sumber pakan yang berkurang, habitat yang rusak, persaingan antar jenis dalam mencari tempat bersarang,
7
adanya predator (kematian), pengaruh faktor fisik (angin) dan pengaruh aktivitas manusia. Tabel 2. Kelimpahan burung air di Pulau Rambut berdasarkan penjumlahan burung yang tinggal dan penghitungan sore hari, Februari-Maret 2001. Kelimpahan burung (ekor)
Jenis
Februari
Maret
Pecuk
3458
4076
Pecul ular
230
227
Cangak merah
427
343
Cangak abu
165
176
Kuntul besar
64
71
Kuntul kecil
1427
1278
Kuntul sedang
296
256
Kuntul kerbau
274
263
Pelatuk besi
14
31
Roko-roko
1320
978
Kowak malam kelabu
2224
1950
Bluwok
33
33
Jumlah
9933
9681
Keterangan: pecuk terdiri dari pecuk belang (Phalacrocorax niger), pecuk kecil (Phalacrocorax melanoleucus) dan pecuk hitam (Phalacrocorax sulcirostris).
c. Perilaku burung air Satwaliar mempunyai berbagai perilaku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Untuk mempertahankan kehidupannya, mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang agresif, melakukan persaingan
dan
bekerjasama
untuk
mendapatkan
makanan,
pelindung,
pasangan untuk kawin, reproduksi dan sebagainya. Sehingga dapat dikenal adanya perilaku makan (ingestif), perilaku membuang kotoran (eliminatif), perilaku seksual, perilaku memelihara (epimeletik), perilaku mendekati yang memelihara (etepimeletik), perilaku menentang/konflik (agonistik), perilaku meniru (alelomimetik), perilaku mencari perlindungan dan perilaku memeriksa (Alikodra, 2002). Perilaku berbiak burung air merupakan serangkaian perilaku yang dimulai dengan percumbuan dan diakhiri dengan fase memelihara anak. Lengkapnya, rangkaian perilaku tersebut terdiri dari perilaku diam, perilaku percumbuan (courtship behaviour), perilaku kawin (mating behaviour), perilaku bersarang (nesting behaviour), perilaku mengeram (incubation behaviour), perilaku menelisik (preening behaviour) dan perilaku memelihara anak (chick raising behaviour) (Ayat, 2002).
8
Menurut Berger (1998) dalam Azhar (2002), burung memberi respon negatif terhadap aktivitas manusia di perairan sekitar lokasi bersarang. Adanya gangguan aktivitas manusia juga dapat menyebabkan penurunan jumlah telur dan kematian anakan, premature fledging dan penurunan massa dan ukuran tubuh juga perkembangan anakan. Mobilitas burung sangat ditentukan oleh kemampuan terbang. Pada prinsipnya burung terbang dengan dua cara yaitu flapping dan soaring. Flapping adalah cara terbang dengan mengepak-ngepakkan sayap dan menggunakan energi untuk melakukannya. Soaring adalah cara untuk terbang dengan cara melayang dan memanfaatkan kolom udara panas yang diakibatkan oleh sinar matahari atau dorongan angin. Soaring menggunakan energi yang lebih kecil daripada flapping (Azhar, 2002). Perilaku sosial pada umumnya dijumpai pada satwaliar, terutama dalam upaya untuk memanfaatkan sumberdaya di habitatnya, mengenali tanda-tanda bahaya, dan melepaskan diri dari serangan pemangsa. Perilaku sosial ini berkembang sesuai dengan adanya perkembangan dari proses belajar mereka (Alikodra, 2002). Suatu jenis burung dapat atau tidak dapat berasosiasi dengan jenis lainnya tergantung kepada sumberdaya yang tersedia dan keuntungan yang diperoleh dari asosiasi tersebut. Suatu jenis dapat berasosiasi apabila sumberdaya yang digunakan bersama tersedia dalam jumlah yang mencukupi (Mahmud, 1991). Jenis-jenis
burung
dari
genus
yang
sama
di
Pulau
Rambut
kemungkinan besar akan membutuhkan sumberdaya yang sama, sehingga sangat kecil kemungkinannya untuk dapat berasosiasi. Terdapat 8 pasang burung yang berasosiasi secara positif, 4 pasang diantaranya pada taraf kepercayaan 99% dan 4 pasang lainnya pada taraf kepercayaan 95%. Kedelapan pasang tersebut adalah cangak merah - kuntul besar, kuntul kecil pecuk, roko-roko - pecuk, cangak abu - kowak malam kelabu, pecuk - kowak malam kelabu, dan cangak abu - bluwok. Kowak malam kelabu hampir dapat berasosiasi dengan semua jenis burung, walaupun dengan cangak merah, kuntul besar, kuntul kecil, roko-roko, pecuk ular dan bluwok ada asosiasi tetapi secara statistik tidak nyata. Hanya dengan kuntul kerbau saja kowak malam kelabu tidak berasosiasi. Cangak merah dan cangak abu adalah jenis-jenis yang memiliki marga yang sama sehingga tidak dapat berasosiasi (Azhar, 2002).
9
2.1.6. Pengelolaan: Pengelola, Arah Kebijakan dan Fasilitas. Pulau Rambut berada di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) DKI Jakarta, yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Selain itu di pulau ini terdapat pula perwakilan instansi Dinas Kehutanan DKI Jakarta, yang berada di bawah naungan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Fasilitas yang sudah ada di Pulau Rambut merupakan fasilitas-fasilitas yang dibangun oleh kedua instansi tersebut. Fasilitas-fasilitas yang dibangun oleh Dinas Kehutanan adalah, papan informasi satwa di Pulau Rambut, menara pengamatan setinggi 15 m, mess jagawana, ruang pertemuan, dan WC. Sedangkan fasilitas yang dibagun oleh BKSDA adalah papan petunjuk kawasan suaka margasatwa, pos jaga dan WC (Imanuddin dan Mardiastuti, 2003). Berdasarkan laporan Konsep Pengembangan Lingkungan Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang disusun atas kerjasama Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta dengan Fakultas Kehutanan IPB (2002), ditetapkan arah kebijakan manajemen pengelolaan SMPR di masa yang akan datang
adalah
mengoptimalkan
keseimbangan
antara
aspek
save
it
(perlindungan), study it (pengawetan), dan use it (pemanfaatan). Ditetapkan pula rencana program pengembangan potensi biofisik kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, yang menitikberatkan pada dua kegiatan yaitu 1) pendidikan dan penelitian, dan 2) wisata terbatas. Kegiatan wisata terbatas yang dimaksudkan di Pulau Rambut adalah pembatasan dalam hal jumlah pengunjung, musim kunjungan dan lokasi yang dikunjungi. Selain itu, dari sisi kelembagaan direncanakan pula untuk menyerahkan Pulau Rambut secara penuh kepada pihak BKSDA DKI Jakarta, agar tidak terjadi dualisme dalam pengelolaannya.
10
2.2. Interpretasi 2.2.1. Pengertian Interpretasi merupakan suatu usaha untuk membantu orang lain menghargai sesuatu yang kita anggap spesial atau penting. Suatu kawasan akan dilestarikan apabila dianggap penting, karenanya interpretasi merupakan jalan untuk membantu orang lain memahami hal tersebut (Carter, 2001). Menurut Veverka (1994) Interpretasi bukanlah suatu benda, tetapi merupakan suatu proses komunikasi. Tilden (1957) menjelaskan bahwa Interpretasi merupakan aktivitas pendidikan yang mengungkapkan makna dan hubungan dalam penggunaan obyek-obyek alami
melalui pengalaman tangan pertama dan dengan media
ilustrasi, serta lebih dari sekedar mengkomunikasikan informasi faktual. Muntasib (2003) menerangkan bahwa Interpretasi lingkungan adalah suatu seni dalam menjelaskan keadaan lingkungan (flora, fauna, proses geologis, proses biotik dan abiotik yang terjadi) oleh pengelola kawasan kepada pengunjung yang datang ke lokasi tersebut, sehingga dapat memberikan inovasi dan menggugah pemikiran untuk mengetahui, menyadari, mendidik dan bila memungkinkan menarik minat pengunjung untuk ikut menjaga lingkungan tersebut atau mempelajarinya lebih lanjut.
2.2.2. Tujuan Tilden (1957) menegaskan bahwa tujuan Interpretasi bukan hanya mengungkapkan keindahan suatu kawasan pada orang lain. Tapi, interpretasi bertujuan pula untuk meyakinkan pentingnya keberadaan kawasan tersebut dan mendorong mereka untuk ikut serta melestarikannya. Selanjutnya tujuan interpretasi sebagai berikut: 1. tujuan utama interpretasi adalah untuk membantu mengubah tingkah laku dan sikap untuk memotivasi, memberikan inspirasi, mengambil informasi dan membuatnya berarti dan menarik. 2. tujuan akhir interpretasi adalah untuk membawa pengunjung melalui proses sensitivitas-kewaspadaan-pemahaman-apresiasi dan akhirnya komitmen. Sharpe (1982) dalam Muntasib (2003) menyebutkan 3 sasaran interpretasi, yaitu: a. Membantu pengunjung dalam mengembangkan kesadaran, apresiasi dan pemahaman tentang lokasi yang dikunjungi.
11
b. Membantu pihak pengelola mencapai tujuan-tujuan pengelolaan karena: (i) interpretasi dapat mendorong pengunjung menggunakan sumberdaya dengan baik, (ii) interpretasi dapat memperkecil atau menghindari dampak dari aktivitas manusia. c. Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap sasaran dan tujuan yang hendak dicapai oleh suatu institusi/instansi, dengan memasukkan pesanpesan ke dalam program interpretasi.
2.2.3. Obyek Interpretasi Veverka (1994) membagi obyek interpretasi kedalam 3 kelompok, yaitu: 1. Area Biologis yang terdiri dari; danau, sungai, tipe habitat, bentukan unik, spesies langka, fenomena musiman (mekarnya bunga liar, migrasi burung dll), area demonstrasi potensial, area perbaikan habitat, area/ program pengelolaan hidupan liar dan area pengelolaan kayu (tipe manajemen). 2. Sumberdaya Budaya yang terdiri dari: rumah tua atau benteng pertahanan, puing-puing bangunan tua (penggergajian, dll), medan perang, tapak kejadian sejarah, tapak arkeologi. 3. Sumberdaya Geologis yang terdiri dari: batuan yang muncul di permukaan, taman fosil dan bentukan geologis.
2.2.4. Jalur Interpretasi Berkmuller (1981) menyatakan bahwa cara terbaik untuk menentukan panjang jalur adalah berdasarkan pada waktu berjalan kaki. Hal ini tergantung pada tanah lapang, jarak aktual dan orang yang berjalan di jalur tersebut. Jalur ideal umumnya tidak melebihi 45 menit waktu berjalan kaki, yang terbaik adalah antara 15 menit sampai 20 menit.
Karakteristik jalur interpretasi yang baik
menurut Berkmuller (1981) adalah: a. Menyajikan pemandangan alam yang indah seperti air terjun, habitat satwaliar, aliran sungai, gua, pohon besar berumur ratusan tahun dan sebagainya. b. Jalur yang menyenangkan untuk berjalan (tidak licin, tidak curam, tidak berlumpur atau tergenang). c. Membuat pengunjung tetap gembira, tidak tegang. d. Mudah dilalui pengunjung, terdapat tanda-tanda serta peta lokasi (jalur) yang jelas.
12
e. Tidak membahayakan pengunjung. Menurut Veverka (1994) jalur yang direncanakan dapat berupa : 1. Area yang berhubungan dengan panca indera, seperti: taman bunga, pekarangan, pemandangan yang indah dan air terjun. 2. Fasilitas yang meliputi: pusat pengunjung, jembatan, toko cinderamata, kantor informasi, kios-kios, fasilitas demonstrasi (seperti kebun/ladang tebu) dan lahan pertanian atau taman pekarangan. 3. Kawasan orientasi antara lain: - Atraksi tapak dan sumberdaya terdekat yang mungkin saja bukan merupakan bagian dari tapak, tetapi dapat menginterpretasikan tapak yang sama atau berkaitan - Lokasi kunci untuk orientasi pengunjung seperti persimpangan jalan utama, camping ground, area penambatan kapal/perahu dan area kontak pengunjung lainnya.
2.2.5. Metode Penyampaian Interpretasi Secara garis besar terdapat dua metode dalam penyampaian interpretasi (Sharpe, 1982 dalam Muntasib, 2003) : 1. Teknik secara langsung (Attended service) Teknik secara langsung adalah kegiatan interpretasi yang melibatkan pemandu (interpreter) dan pengunjung, langsung bersentuhan dengan obyek interpretasi yang ada, sehingga pengunjung dapat secara langsung melihat, mendengar atau bila mungkin mencium, meraba, dan merasakan obyekobyek interpretasi tersebut. 2. Teknik secara tidak langsung (Unattended service) Teknik secara tidak langsung adalah kegiatan interpretasi yang dilaksanakan dengan menggunakan alat bantu (media) dalam memperkenalkan obyek interpretasi. Sedangkan menurut Veverka (1994), bentuk layanan dan program interpretif disampaikan melalui teknik komunikasi yang terbagi menjadi dua yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal. Setiap teknik memiliki elemen yang membantu kita mengembangkan isi dan struktur pesan interpretif: 1.
Komunikasi Verbal Untuk memahami komunikasi verbal dalam interpretasi, poin utama yang dipertimbangkan adalah bahwa pilihan kata yang kita gunakan dapat
13
menyampaikan banyak pesan tersembunyi. Dalam beberapa layanan interpretif (seperti kaset rekaman, swa-panduan untuk auto tour) pesan verbal mencakup semuanya. Baik musik latar, tipe suara laki-laki atau perempuan, muda atau tua, dan jenis aksen adalah semua bagian dari penciptaan gambaran yang diharapkan. Pesan ini juga merupakan komponen penghubung antara pendengar dengan pesan-pesan yang disampaikan. 2.
Komunikasi Non-Verbal Secara umum komunikasi ini memanfaatkan alat indera yang kita miliki.
Beberapa elemen komunikasi non-verbal mencakup : suara, aroma, rasa, tekstur, warna, simbol, penggunaan ruang, bahasa tubuh dan waktu. Penyampaian interpretasi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media interpretasi yang merupakan suatu cara, metode, rekaman atau peralatan yang bisa menyampaikan pesan interpretasi kepada publik.
2.2.6. Perencanaan Interpretasi Menurut Bradley (1982) sebagaimana dikutip oleh Sharpe (1982) dalam Muntasib (2003) menyatakan bahwa, agar sebuah perencanaan interpretasi mencapai tujuannya dengan baik, maka perencanaan tersebut haruslah : 1. Dapat dipergunakan Dalam interpretasi yang direncanakan, fasilitas interpretasi yang disediakan harus dapat dipergunakan oleh semua orang. Perhatian utama ditujukan pada keselamatan pengunjung. 2. Efisiensi Fasilitas yang dibuat harus efisien dari segi pelayanan, penggunaan dan pembiayaan serta dapat membantu perencanaan interpretasi. 3. Dapat mengungkapkan keindahan Menyediakan suatu paket yang bervariasi, tetapi kompak pada sebuah karakteristik yang ada, indah dan peka serta menimbulkan bayangan atau gambaran dari subyek interpretasinya. 4. Fleksibel dan selektif Perencanaan interpretasi merupakan suatu proses yang dinamis, maka harus fleksibel dan selektif dalam perencanaan interpretasi. Interpretasi yang disampaikan harus terus berkembang sehingga pengunjung dapat lebih tertarik.
14
5. Dampak kerugian atau kerusakan seminimal mungkin pada sumberdaya alam budaya. 6. Penggunaan sumberdaya yang optimal. 7. Partisipasi publik Diperlukan pula pendapat umum atau saran-saran dari publik dalam sebuah perencanaan interpretasi secara keseluruhan. Hal ini berfungsi sebagai kritik dan saran dalam penyusunan interpretasi.
15
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian
dilaksanakan
di
Suaka
Margasatwa
Pulau
Rambut,
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini selama 1 bulan (12 Februari – 13 Maret 2006). 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Buku fieldguide pengenalan burung 2. Buku identifikasi tumbuhan 3. Peta kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut 4. Kuesioner untuk pengunjung 5. Pedoman wawancara 6. Alat tulis-menulis 7. Kamera 8. Global Positioning System (GPS), Garmin III+ Plus. 9. Binokuler 10. Alat perekam audio 11. Software OziExplorer, ArcView 3.3, Adobe Photoshop 7.0 3.3. Metode Pengumpulan Data Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder melalui studi pustaka, dan data primer ketika verifikasi dan observasi lapangan. Kemudian menganalisisnya bersama dengan data yang didapat dari hasil wawancara dan penyebaran kuesioner pada pengunjung.
3.3.1. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai sejarah terbentuknya Suaka Margasatwa Pulau Rambut, kondisi umum kawasan (status dan fungsi kawasan, topografi, iklim, tipe-tipe ekosistem dan pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut), keanekaragaman flora dan fauna serta fasilitas-fasilitas interpretasi, khususnya yang terdapat di sepanjang jalur interpretasi.
3.3.2. Verifikasi dan Observasi Lapangan Kegiatan ini dilakukan untuk verifikasi (mencocokkan) data yang telah dikumpulkan pada tahap studi pustaka dengan kondisi yang ada saat ini, serta menambah dan melengkapi data tersebut dengan data yang didapat dari hasil observasi lapangan, termasuk kegiatan inventarisasi obyek-obyek interpretasi. Observasi lapangan dilakukan terhadap: a. Potensi flora, khususnya yang berada di dalam jalur interpretasi dengan jangkauan sejauh 10 meter di kiri dan kanan jalur b. Potensi fauna, pengamatan dan pemetaan satwa dalam jalur interpretasi dengan jangkauan sejauh 10 meter di kiri dan kanan jalur. Data-data yang dikumpulkan mencakup: -
jenis satwa yang ditemukan
-
lokasi (habitat) setiap satwa di dalam jalur
-
waktu ditemukan
-
perilaku satwa serta interaksi dengan lingkungannya
c. Potensi budaya dan atau sejarah yang mencakup: obyek sejarah, mitos atau cerita rakyat tentang Pulau Rambut d. Fasilitas pendukung interpretasi yang sudah ada di Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
3.3.3. Wawancara dan Kuesioner Wawancara langsung dengan pengelola Suaka Margasatwa Pulau Rambut yaitu pihak BKSDA DKI Jakarta, masyarakat sekitar dan pengunjung Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Selain itu, diberikan kuesioner kepada pengunjung yang datang ke Suaka Margasatwa Pulau Rambut. a. Wawancara dengan Pengelola Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui rencana yang telah, sedang maupun yang akan dilakukan pengelola Suaka Margasatwa Pulau Rambut (BKSDA DKI Jakarta) yang berkaitan dengan interpretasi kawasan, sistem pengelolaan kawasan, struktur organisasi serta data penunjang lainnya. b. Wawancara dengan Masyarakat Wawancara ini dilakukan kepada masyarakat dan nelayan sekitar (Pulau Untung Jawa, Tanjung Pasir serta dari wilayah-wilayah dan pulau-pulau sekitar yang dekat dengan Pulau Rambut) yang sering datang ke kawasan Suaka
17
Margasatwa Pulau Rambut, serta partisipasi dan interaksi masyarakat terhadap kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut. c. Wawancara dengan Pengunjung dan Kuesioner Wawancara dengan pengunjung dikombinasikan dengan penyebaran kuesioner terstruktur (Lampiran 1). Hal ini untuk mengetahui latar belakang pengunjung, tujuan dan pola kunjungan/kegiatan yang dilakukan, perhatian terhadap sumberdaya/potensi (flora, fauna, sejarah), serta persepsi dan harapanharapan pengunjung mengenai kegiatan pemanduan dan fasilitas pendukung interpretasi di dalam kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Kish (1965) dalam Fahruddin (1997) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan survei terhadap populasi yang besar, maka besarnya intensitas sampling berkisar antara 0,1 - 10%, besarnya tergantung dari derajat homogenitas sampel, tingkat ketepatan yang dikehendaki, besarnya biaya, waktu dan tenaga yang tersedia. Pada penelitian ini, jumlah responden (pengunjung) yang dimintai informasinya dengan wawancara dan pengisian kuesioner adalah sejumlah 60 orang (10% dari jumlah kunjungan tahun 2005). Meskipun begitu, akan dilakukan wawancara secara acak (random) pada pengunjung lain untuk melengkapi informasi yang didapat dari penyebaran kuesioner.
3.4. Analisis dan Sintesis Data Analisis data merupakan kegiatan pengolahan terhadap data yang telah dikumpulkan. Ide-ide yang muncul berkaitan dengan keadaan kawasan penelitian dan data yang diperoleh, digunakan sebagai bahan untuk melakukan perencanaan interpretasi di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, kemudian hasilnya diuraikan secara deskriptif. Analisis yang dilakukan mencakup: - Analisis sumberdaya - Analisis jalur yang ditetapkan untuk kegiatan Interpretasi - Analisis fasilitas pendukung interpretasi - Analisis karakteristik pengunjung.
18
3.5. Perencanaan Interpretasi Kegiatan
perencanaan
ini
merupakan
tahapan
yang
dapat
menghasilkan suatu perencanaan interpretasi, yang diperoleh dari tahap analisis dan sintesis data yang telah dikumpulkan. Adapun perencanaan yang akan dilakukan adalah rencana satuan interpretasi, yang meliputi perencanaan jalur interpretasi dan fasilitas pendukung interpretasi, dilengkapi dengan pemetaan obyek-obyek interpretasi yang terdapat di dalam jalur interpretasi. Bagan alir penelitian perencanaan interpretasi di Suaka Margasatwa Pulau Rambut ini disajikan dalam gambar 1. Suaka Margasatwa Pulau Rambut
Studi Pustaka
Verifikasi dan Observasi Lapangan Wawancara dan Kuesioner
Analisis dan Sintesis Data
Perencanaan Interpretasi di Suaka Margasatwa Pulau Rambut Gambar 1. Bagan Alir Penelitian Perencanaan Interpretasi di Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Potensi Satwa Suaka Margasatwa Pulau Rambut memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi. Hal ini berhubungan dengan beragamnya habitat yang terdapat di Pulau Rambut. Satwa-satwa yang sudah teridentifikasi dan mudah ditemukan di kawasan daratan Pulau Rambut mencakup jenis burung, mamalia dan reptilia. Jenis burung merupakan satwa yang mendominasi Pulau Rambut lebih dari jenis satwa lainnya, oleh karena itu, Pulau Rambut dikenal juga sebagai surga bagi burung, terutama jenis burung air. Burung air yang ditemukan selama penelitian sebanyak 13 jenis (Tabel 3) dari 6 famili burung air yaitu Ciconiidae, Ardeidae, Threskiornitidae, Anhingidae dan Phalacrocoracidae. Diantara jenis burung air tersebut terdapat jenis burung air migran (bukan penetap) yaitu burung Bangau bluwok (Mycteria cinerea) yang sangat dilindungi dengan status terancam punah (vulnerable) dan Ibis pelatuk besi (Threskiornis melanocephalus). Burung Kuntul kerbau (Bubulcus ibis) dan Roko-roko (Plegadis falcinellus) pada awalnya merupakan burung migran, akan tetapi sekarang sudah menjadi burung penetap di Pulau Rambut. Burung-burung migran datang ke Pulau Rambut pada saat musim berkembangbiak terutama pada pertengahan bulan Januari dan Februari-Maret. Hal ini terjadi karena pada bulan-bulan ini sedang terjadi pergeseran musim dari musim barat yang berangin kencang ke musim peralihan yang berangin pelan, sehingga burung-burung ini mempunyai cukup waktu untuk beradaptasi dengan kondisi Pulau Rambut sebelum memasuki masa perkembangbiakan. Burung Bangau bluwok datang pada pertengahan bulan Januari dan meninggalkan Pulau Rambut bersama anakannya pada bulan Juli (Ayat, 2002). Pada musim berbiak tahun 1992 populasi burung air dapat mencapai 24.000 ekor, sedangkan pada musim tak berbiak populasinya hanya mencapai 4.500 ekor (Mardiastuti, 1992). Pada Februari-Maret 2006 kelimpahan total burung air diperkirakan sebanyak 6.030 ekor. Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Azhar (2002), jumlahnya mengalami penurunan, hal ini terjadi karena sebagian besar burung air di Pulau Rambut, pada bulan Februari-Maret baru memasuki tahap awal perkembangbiakan (fase percumbuan-perkawinanmenyusun sarang), sehingga belum dihasilkan banyak keturunan. Perubahan (meningkat atau menurunnya) kelimpahan burung air di Pulau Rambut dapat
disebabkan oleh faktor-faktor alami maupun bukan alami. Kelimpahan akan meningkat drastis selama musim berkembangbiak, dan akan menurun secara bertahap selepas musim ini. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kelimpahan adalah sumber pakan yang berkurang, habitat yang rusak, persaingan antar jenis dalam mencari tempat bersarang, adanya predator (kematian), pengaruh faktor fisik (angin) dan pengaruh aktivitas manusia (Azhar, 2002). Adanya aktivitas manusia di Pulau Rambut, terutama di dalam hutan sekunder campuran menyebabkan burung-burung air yang sedang bertengger, mengerami telur dan anakan stress. Ketergangguan tersebut dapat menyebabkan jatuhnya telur-telur yang sedang dierami dan anakan burung ke lantai hutan, sehingga menyebabkan kematian, baik langsung maupun dimangsa satwa lainnya seperti biawak. Burung-burung air yang memiliki kelimpahan paling banyak adalah burung
Kowak
malam
kelabu
(Nycticorax
nycticorax),
burung
Pecuk
(Phalacrocorax sp.) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta). Meskipun bulan Februari dan Maret merupakan masa awal perkembangbiakan bagi sebagian besar jenis burung air di Pulau Rambut, tapi ketiga jenis burung air ini sudah lebih dulu memasuki masa perkembangbiakannya, hal ini dapat dilihat dari banyaknya sarang serta anakan. Jenis lain yang sudah menghasilkan keturunan pada waktu penelitian dilaksanakan adalah burung Cangak merah (Ardea purpurea) dan kuntul kerbau (Bubulcus ibis). Tabel 3. Burung-burung air yang ditemukan selama penelitian Nama spesies
Perkiraan kelimpahan (ekor)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Lokal Bangau bluwok * Ibis pelatuk besi * Ibis roko-roko Kowak malam kelabu Kuntul besar Kuntul kecil Kuntul sedang Kuntul kerbau Cangak abu Cangak merah Pecuk # Pecuk ular Kokokan laut
Latin Mycteria cinerea Threskiornis melanocephalus Plegadis falcinellus Nycticorax nycticorax Egretta alba Egretta garzetta Egretta intermedia Bubulcus ibis Ardea cinerea Ardea purpurea Phalacrocorax sp. Anhinga melanogaster Butorides striatus jumlah
famili Ciconiidae Threskiornitidae Threskiornitidae Ardeidae Ardeidae Ardeidae Ardeidae Ardeidae Ardeidae Ardeidae Phalacrocoracidae Anhingidae Ardeidae
7 10 83 1.958 125 1.530 213 225 97 75 1.640 67 tak diketahui 6.030
Keterangan: * burung air migran # Pecuk terdiri dari Pecuk kecil (Phalacrocorax niger), Pecuk belang (Phalacrocorax melanoleucus) dan Pecuk hitam (Phalacrocorax sulcirostris).
Burung Kowak malam kelabu ditemukan hampir di semua tempat yang dapat dilalui manusia di Pulau Rambut, dan sering ditemukan bersama-sama
21
dengan jenis lainnya seperti burung Pecuk serta burung Cangak abu (Ardea cinerea) pada satu pohon besar. Hal ini disebut dengan asosiasi, yang merupakan bentuk perilaku sosial burung air di Pulau Rambut. Burung-burung air yang dapat berasosiasi adalah dari famili yang berbeda, karena terdapat spesifikasi kebutuhan akan sumberdaya dari masing-masing jenis tersebut yang tidak saling tumpang tindih, sehingga dapat hidup bersama. Burung Kowak malam kelabu dapat berasosiasi dengan hampir seluruh jenis burung air, bahkan dapat berasosiasi dengan jenis mamalia (Kalong). Burung Bangau bluwok (Mycteria cinerea) merupakan burung yang sangat peka terhadap gangguan, burung ini jarang berkumpul dengan burung air lain pada satu pohon. Hal ini terjadi karena burung bluwok berukuran lebih besar dari burung-burung lain, sehingga membutuhkan ruang yang leluasa untuk bergerak, terutama untuk terbang dengan cara flapping (mengepakkan sayap). Meskipun begitu burung Bangau bluwok kadang ditemukan bersama dengan burung Ibis pelatuk besi (Threskiornis melanocephalus) dan Cangak abu di pohon-pohon besar seperti pohon kepuh, kedoya dan sawo kecik. Jenis burung lain yang ditemukan selama penelitian sebanyak 20 jenis burung (Tabel 4) terdiri dari burung terestrial dan burung pantai. Jenis burungburung selain burung air ini memiliki pergerakan (mobilitas) yang sangat tinggi, sehingga dapat ditemukan kapan saja hampir di seluruh areal Pulau Rambut. Burung terestrial yang paling sering ditemukan adalah burung Kepodang kudukhitam (Oriolus chinensis). Burung ini kadang berada di depan pos BKSDA pada pagi hari, dan lebih seringnya melakukan pergerakan di dalam hutan sekunder campuran sampai ke dekat menara pengamatan. Burung terestrial lain yang dapat ditemukan di dekat pos BKSDA adalah Gagak hutan (Cervus enca), Kucica kampung (Copysycus saularis), Remetuk laut (Gerygone sulphurea) dan burung Madu sriganti (Nectarinia jugularis). Burung-burung terestrial lainnya, yang terlihat dari menara pengamatan adalah burung Pergam laut (Ducula bicolor), Elang laut-perut putih (Haliaeetus leucogaster) dan tekukur (Streptopelia chinensis). Burung-burung ini dapat teramati dari menara pengamatan karena terbang menembus tajuk pepohonan yang tinggi, dan sering bertengger di pepohonan yang dekat dengan menara pengamatan.
22
Tabel 4. Burung terestrial dan burung pantai yang ditemukan selama penelitian No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama spesies Lokal Latin Kerak kerbau Acridotheres javanicus Kepodang kuduk-hitam Orilous chinensis Burung madu sriganti Nectarinia jugularis Gagak hutan Corvus enca Kucica kampung Copysycus saularis Cekakak sungai Halycon cyanoventris Tekukur Streptopelia chinensis Pergam laut Ducula bicolor Remetuk laut Gerygone sulphurea Elang laut perut putih Haliaeetus leucogaster Srigunting gagak Dicrurus hottentottus Kekep babi Artamus leucorhynchus Cikalang kecil Fregata ariel Kutilang Pycnonotus aurigaster Tuwur asia Eudynamys scolopacea Caladi ulam Dendrocopus masei Cabai jawa Dicaeum trochileum Bubut Jawa Centropus nigrorufous Trinil pantai Tringa hypoleucos Gajahan kecil Numenius phaeopus
Jenis mamalia yang berada di Pulau Rambut adalah Kalong (Pteropus vampyrus). Kalong setidaknya menempati 3 lokasi koloninya di dalam hutan sekunder campuran dan bergelantungan di pohon Kedoya, jumlahnya kurang lebih 200 ekor. Kalong-kalong ini keluar mencari makan dari Pulau Rambut pada sore hari bersama burung kowak malam kelabu (nokturnal) dan kembali pada pagi hari. Kesamaan sifat ini mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan burung Kowak malam kelabu mampu berasosiasi dengan kalong. Keberadaan kalong di Pulau Rambut secara umum tidak memberi gangguan berarti pada burung air, tetapi akan sangat mengganggu bila terjadi ledakan populasi, karena satwa ini menggunakan jenis pohon yang sama dengan yang dibutuhkan oleh berbagai jenis burung air sebagi tempat tinggal. Jenis reptilia yang ditemukan selama penelitian adalah ular Sanca kembang (Phyton reticulatus), ular Cincin emas (Boiga dendrophila), Biawak airasia (Varanus salvator), Kadal (Mabouya mabouya) dan Tokek (Gecko gecko). Reptil-reptil ini tersebar terutama di hutan sekunder campuran, namun sering pula ditemukan di hutan pantai dan hutan mangrove untuk mencari makan. Biawak merupakan jenis reptil yang paling mudah ditemukan,selain karena jumlahnya paling banyak diantara reptil-reptil lainnya, jenis satwa ini memiliki mobilitas (pergerakan) yang tinggi di Pulau Rambut. Pada pagi dan sore hari biawak akan mudah terlihat, bahkan mencari makan sampai ke pantai. Hal ini terjadi karena biawak memilih waktu-waktu dengan kondisi cuaca yang tidak terlalu panas untuk bergerak. Pada siang hari, banyaknya biawak berada di hutan sekunder campuran yang lebih rindang dengan iklim mikro yang sejuk.
23
Biawak merupakan pemangsa alami untuk burung air di Pulau Rambut. Reptil ini memangsa burung air yang jatuh atau melakukan aktivitas di lantai hutan. Selain itu, memiliki kemampuan untuk menaiki pohon-pohon yang tidak terlalu tinggi dan memangsa telur-telur burung air. Meskipun begitu, biawak termasuk satwa yang sangat peka terhadap kehadiran manusia, satwa ini akan lari dan bersembunyi dengan cepat bila bertemu dengan manusia. Pada musim perkembangbiakan burung air di Pulau Rambut, jumlah biawak akan meningkat seiring dengan peningkatan kelimpahan burung air. Hal ini merupakan hubungan yang logis antara mangsa dan pemangsa. Semakin banyak mangsa, maka akan meningkat pula jumlah pemangsa. Selama penelitian dilaksanakan, banyak ditemukan sisa-sisa telur biawak yang telah menetas dan anakannya. Reptilia jenis ular Sanca kembang dan ular Cincin mas, masing-masing hanya ditemukan sekali selama penelitian. Berdasarkan informasi dari petugas BKSDA di lapangan, satwa-satwa ini memang memiliki sifat yang mudah terganggu dan menghindari pertemuan dengan manusia. Meskipun satwa ini merupakan pemangsa alami burung air, namun jumlahnya tidak sebanyak biawak karena jenis satwa ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencerna makanannya. Ular Cincin mas menggunakan tumbuhan kingkit dengan tajuk yang rapat untuk berjemur, ataupun ditemukan melilit di cabang atau ranting pohon. Ular ini mencari makan dengan bergerak dari satu pohon ke pohon lain.
24
4.1.1. Pemetaan Potensi Satwa Hutan sekunder campuran dan hutan mangrove memiliki wilayah paling luas di Pulau Rambut, dan merupakan habitat utama bagi sebagian besar jenis satwa di Pulau Rambut terutama jenis burung air. Burung-burung air menyebar dalam kelompok secara acak di kedua jenis hutan ini, namun penyebarannya sangat dipengaruhi oleh kondisi penutupan lahan di Pulau Rambut. Secara umum, penutupan lahan Suaka Margasatwa Pulau Rambut diperlihatkan pada Gambar 2.
Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE.
Gambar 2. Peta Penutupan Lahan Suaka Margasatwa Pulau Rambut
Pada bulan Februari-Maret, burung-burung air lebih banyak tersebar di bagian Tengah Pulau Rambut, tepatnya di hutan sekunder campuran bagian Tengah dan Timur. Hal ini disebabkan adanya tiupan angin barat yang kencang di sekeliling Pulau Rambut, sehingga burung-burung ini berlindung di bagian tengah yang ditumbuhi pepohonan khas hutan sekunder campuran. Pohon-pohon yang dipilih terutama jenis pohon yang memiiki ketahanan yang kuat terhadap tiupan angin serta memiliki ketinggian dan percabangan yang ideal untuk menempatkan sarangnya seperti pohon kepuh, kedoya dan sawo kecik. Jenis-jenis burung air yang menempati bagian tengah Pulau Rambut adalah burung Kowak malam kelabu, burung Pecuk padi dan Pecuk hitam,
25
burung Kuntul kerbau, Cangak abu, Pecuk ular, Ibis pelatuk besi dan Bangau bluwok. Hampir semua jenis burung air yang menempati hutan sekunder campuran di bagian Tengah Pulau Rambut, menempati pula hutan mangrove di sebelah Barat Laut, Utara dan Timur Laut Pulau Rambut kecuali burung Ibis pelatuk besi. Namun, kelimpahan burung air yang menempati hutan sekunder pada bagian Tengah Pulau Rambut pada bulan Februari-Maret lebih banyak daripada yang menempati hutan mangrove. Kondisi ini terjadi karena adanya kerusakan hutan mangrove yang cukup luas di bagian Timur Laut Pulau Rambut, sehingga burung-burung air terdorong untuk menempati hutan sekunder campuran (selain adanya pengaruh angin barat). Jenis satwa lainnya (mamalia dan reptilia) menempati hutan sekunder campuran bersama dengan burung air. Reptilia menempati menempati lantai hutan, tetapi memiliki kemampuan naik ke strata yang lebih tinggi, terutama untuk memangsa burung-burung air. Meskipun dapat melakukan mobilitas tinggi, namun sama seperti sebagian besar jenis burung air yang terdapat di hutan sekunder campuran, satwa-satwa ini relatif menempati habitat yang tetap sehingga dapat dipetakan posisinya. Suaka Margasatwa Pulau Rambut sesuai dengan fungsinya merupakan kawasan perlindungan keunikan atau kekhasan berbagai jenis satwa. Keunikan satwa-satwa tersebut terletak pada berbagai segi diantaranya keanekaragaman jenis, ciri khas setiap jenis, perilaku setiap jenis dan interaksi diantara jenis satwa yang ada. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Pulau Rambut memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi terutama jenis burung air. Setiap jenis satwa memiliki ciri-ciri khusus (morfologi) yang membuatnya dapat dikenali dan dibedakan dari jenis lainnya. Perilaku satwa pun merupakan hal yang sangat menarik untuk diamati. Setiap jenis satwa yang berada di Pulau Rambut memiliki perilaku yang khas, baik perilaku secara individu, kelompok, maupun hasil interaksi dengan individu dan kelompok. Perilaku setiap jenis satwa mulanya berkaitan dengan morfologi yang dipunyai dan terjadi sebagai respon atas kondisi lingkungan di sekitarnya dengan tujuan untuk mempertahankan hidup. Perilaku perkembangbiakan burung air dapat diamati pada bulan Februari-Maret. Secara umum, rangkaian perilaku perkembangbiakan burung air dimulai dengan fase percumbuan (dilanjutkan ke fase kawin), fase membuat sarang sampai fase memelihara anak. Rangkaian perilaku perkembangbiakan ini
26
merupakan atraksi yang sangat menarik untuk diamati karena setiap burung air memiliki cara tersendiri (khas) untuk melakukannya. Pada fase percumbuan, burung (induk) jantan akan melakukan display untuk menarik perhatian burung betina. Fase ini merupakan fase awal, serta upaya sinkronisasi kesiapan pasangan untuk kemudian melakukan perkawinan. Fase lainnya yang juga menarik adalah fase membuat sarang. Pada sebagian besar burung air, pasangan akan bekerjasama untuk membuat sarang. Hal yang paling menarik adalah ketika burung mencari bahan-bahan untuk membuat sarang dan menyusun sarang. Bahan-bahan untuk sarang sebagian besar terdiri atas ranting-ranting pohon dengan komposisi bahan berbeda untuk setiap jenis burung air. Ranting-ranting hidup didapat langsung dari pohon yang dipatahkan dengan menggunakan paruhnya yang tajam. Burung-burung air yang menempati hutan sekunder campuran di bagian Tengah Pulau Rambut relatif menetap pada lokasi-lokasi tertentu, terutama bila sudah
menempatkan
sarangnya
pada
pohon
yang
tepat,
sehingga
mempermudah untuk dilakukan pemetaannya. Selanjutnya, satwa-satwa yang ditemukan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut selama penelitian dilaksanakan (bulan Februari-Maret 2006) dipetakan pada peta penutupan lahan dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3. Secara umum, satwa-satwa di Pulau Rambut dapat ditemukan sepanjang waktu, akan tetapi ada pula jenis satwa yang muncul pada waktuwaktu tertentu saja. Data dan pemetaan potensi satwa pada selang waktu 06.0018.00 WIB selama Bulan Februari-Maret 2006 di Suaka Margasatwa Pulau Rambut dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
27
4.2. Potensi Flora Terdapat tiga tipe vegetasi utama di Pulau Rambut yaitu vegetasi hutan pantai, hutan sekunder campuran dan hutan mangrove. Hutan pantai didominasi oleh komunitas Thespelia populnea - Acacia auriculliformis, hutan sekunder campuran
didominasi
oleh
komunitas
Sterculia
foetida
-
Dyxoxylum
caulostachyum sedangkan pada tingkat semak dikuasai kingkit (Triphasia trifolia) dan hutan mangrove didominasi oleh komunitas Ceriops tagal - Rhizophora mucronata (Imanuddin dan Mardiastuti, 2003). Inventarisasi tumbuhan yang dilakukan sepanjang jalur interpretasi yang sudah ada di Pulau Rambut (10 m kiri dan kanan jalur), mencatat 34 jenis tumbuhan (Tabel 5) diantaranya kepuh (Sterculia foetida), kedoya (Dyxoxylum caulostachyum), mengkudu (Morinda citrifolia ) dan melinjo (Gnetum gnemon). Selain itu, ditemukan juga semak dan tumbuhan bawah seperti Kingkit (Triphasia trifolia), Cabai jawa (Piper retrofractum), Oyot ubi (Dioscorea bulbifera) dan Sundel malam (Ipomoea longiflora). Tabel 5. Flora sepanjang jalur interpretasi (10 meter kanan-kiri jalur pengamatan) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama jenis Lokal Anting-anting Api-api Bakau Baniran Bayam duri Beringin pencekik Bola-bola Boni-bonian Cabai jawa Daun suji Jambu-jambu Jati pasir Kayu hitam Kedoya Kepuh Kesambi Ketapang Kingkit Kolang-kaling Koreak Kresek Lebar daun Melinjo Mengkudu Mindi Oyot ubi Papasan Pepaya Pereak/imer-imer Petai cina Pulai Rotan wowo Saga pohon Sangga langit
Latin Avicenia officinalis Rhizophora mucronata Neoscarthechinia kingii Amarantus spinosus Ficus sp Xylocarpus granatum Piper retrofractum Draceana sanderiana Eugenia spp Scaerota frustescens Diospyros maritima Dyxoxylum caulostachyum Sterculia foetida Schleichera oleosa Terminallia catappa Triphasia trifolia Cyratia trifolia Guettarda speciosa Ficus timorensis Gnetum gnemon Morinda citrifolia Melia azedirach Dioscorea bulvifera Carica papaya Breynia racemosa Leucaena leucocepohala Alstonia shcolaris Rhapidophora minor Adenanthera pavonina Quamoclit pennata
Bentuk Tumbuhan (Life form) Tumbuhan bawah Pohon Pohon Pohon Tumbuhan bawah Pohon Pohon Tumbuhan bawah Tumbuhan bawah Semak Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Tumbuhan bawah Tumbuhan bawah Tumbuhan bawah Pohon Tumbuhan bawah Pohon Pohon Pohon Tumbuhan bawah Tumbuhan bawah Tumbuhan bawah Pohon Pohon Tumbuhan bawah Pohon Pohon
29
Pohon Kepuh (Sterculia foetida) dan pohon Kedoya (Dyxoxylum caulostachyum) termasuk jenis pohon besar dengan percabangan yang rindang, sehingga digunakan oleh berbagai jenis burung air sebagai tempat meletakkan sarang, maupun sekedar tempat berlindung sementara (shelter). Jenis satwa yang menggunakan pohon Kepuh dan Kedoya sebagai tempat tinggal diantaranya burung Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), Pecuk padi (Phalacrocorax niger), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis) dan Bangau bluwok (Mycteria cinerea). Kingkit (Triphasia trifolia) merupakan tumbuhan semak yang dapat ditemukan hampir di sepanjang jalur interpretasi yang sudah ada di Pulau Rambut dan kadang dililit oleh tumbuhan merambat Oyot ubi (Dioscorea bulvifera). Pertumbuhan kingkit dapat mencapai 3 sampai 4 meter, buahnya merah menyala bila telah masak dan rasanya masam. Kingkit dengan percabangan rindang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi karena baik bila diolah menjadi bonsai. Mengkudu (Morinda citrifola) dan Cabai jawa (Piper retrofractum) termasuk jenis tumbuhan obat yang sudah sangat dikenal masyarakat. Mengkudu terutama berkhasiat sebagai obat liver dan hipertensi (darah tinggi), dan Cabai jawa digunakan sebagai campuran jamu (termasuk obat peningkat stamina/daya tahan tubuh). Tumbuhan-tumbuhan ini mudah ditemukan di Pulau Rambut, dan tumbuh di sepanjang jalur interpretasi di dalam hutan sekunder campuran. Sedangkan tumbuhan-tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan diantaranya papasan (dimanfaatkan buah dan daunnya), kesambi (Schleichera oleosa) daunnya dapat dimakan, melinjo (Gnetum gnemon) buah dan daun dapat dimakan, dan pepaya (Carica papaya) dimanfaatkan daun dan buahnya. 4.3. Potensi Budaya a. Cerita Rakyat Pulau Rambut, sebagai salah satu kawasan yang sangat diperhatikan karena keunikan dan keanekaragaman hayatinya, terutama jenis burung air, dan dilindungi dengan berbagai undang-undang/peraturan, tetap tidak terlepas dari berbagai cerita rakyat yang diceritakan secara turun-temurun. Meskipun sekarang sudah banyak versi ceritanya, namun dari hasil wawancara dengan petugas BKSDA DKI Jakarta yang telah lama bertugas di Pulau Rambut yang merupakan warga asli Pulau Untung Jawa, dapat dihimpun 2 cerita rakyat yang
30
menerangkan sejarah terbentuknya Pulau Rambut menurut kepercayaan masyarakat. 1. Cerita rakyat versi “Puteri” Dulu ada putri dari daerah selatan Jawa (Nyi Roro Kidul) yang berkunjung ke utara dengan disertai oleh banyak pengawal dan membawa banyak perbekalan pula. Puteri tersebut menggunakan “cemara” atau rambut tambahan konde di kepalanya. Akan tetapi di tengah perjalanan di laut utara rombongan tersebut terkena angin ribut (badai) dan karam. Kemudian bokor yang karam berubah menjadi Pulau Bokor, damar yang dibawa dan karam berubah menjadi Pulau Damar serta cemara yang dipakai sang puteri terlepas dan berubah menjadi Pulau Rambut. 2. Cerita rakyat versi “Jawara” Dulu ada seorang jawara yang memiliki kekuatan luar biasa kuat, tak ada yang bisa mengalahkannya karena ia bisa bangkit kembali walaupun telah dibunuh dan dikubur kecuali dipisahkan rambut dari tubuhnya sebelum dikubur terpisah. Akhirnya jawara tersebut dapat dikalahkan dengan memisahkan rambutnya dari tubuhnya dan rambut jawara yang dipisahkan tersebut kemudian berubah menjadi Pulau Rambut.
b. Peninggalan Sejarah Interpretasi bukan hanya menyampaikan informasi atas obyek-obyek ilmiah saja, tapi juga termasuk informasi budaya atau sejarah. Selain keanekaragaman hayati yang tinggi terutama jenis burung air, terdapat pula suatu peninggalan sejarah di Pulau Rambut. Peninggalan sejarah tersebut berupa dua buah kuburan yang dipercaya merupakan kuburan nenek moyang dari satu keluarga yang tinggal di daerah Depok. Beberapa anggota keluarga tersebut melakukan ziarah ke Pulau Rambut secara rutin pada waktu-waktu tertentu. Meskipun sekilas obyek ini tidak berkaitan dengan obyek-obyek ilmah lain yang ada di Pulau Rambut, tapi dapat turut memperkaya informasi yang disampaikan kepada pengunjung melalui interpretasi. Selain itu menunjukkan bahwa Pulau Rambut sudah dikenal sejak lama dan perlu dilestarikan keberdaannya mengingat kawasan ini sangat penting sebagai habitat utama berbagai jenis burung air.
31
4.4. Interaksi
dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Suaka Margasatwa
Pulau Rambut 4.4.1. Pemanfaatan Potensi Kawasan Interaksi masyarakat dengan Pulau Rambut sangat tinggi, terutama masyarakat yang berasal dari Pulau Untung Jawa dan Tanjung Pasir sebagai daerah yang paling dekat dengan Pulau Rambut. Selain itu, ada juga yang berasal dari daerah lainnya seperti Rawa Bokor, Tanjung Kait, Pulau Lancang dan Muara Karang yang semuanya masih termasuk wilayah Tangerang dan Jakarta. Selama penelitian tercatat sebanyak 10 kali kunjungan masyarakat sekitar (yang langsung ke Pulau Rambut), rata-rata 5 orang per kunjungan. Sedangkan masyarakat nelayan datang setiap hari dengan menggunakan perahu motor, untuk menjaring ikan di sekeliling Pulau Rambut. Tujuan masyarakat datang ke Pulau Rambut terutama untuk mencari bahan makanan seperti keong, kerang, rajungan dan ikan serta tumbuhtumbuhan yang bisa dimakan seperti daun pepaya dan melinjo. Masyarakat nelayan yang mencari ikan datang ke pulau rambut hampir setiap hari dengan menggunakan perahu nelayan yang dilengkapi jaring penangkap ikan. Masyarakat masih diperbolehkan untuk memasuki kawasan Pulau Rambut, bahkan penetrasinya sampai kedalam hutan sekunder/pada jalur interpretasi. Meski
demikian, petugas selalu memberikan himbauan agar
masyarakat tidak melakukan aktivitas yang mengganggu kelestarian Pulau Rambut dan terus melakukan pengawasan.
4.4.2. Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Suaka Margasatwa Pulau Rambut Pulau Untung Jawa telah dijadikan sebagai daerah penyangga (buffer zone) dalam pengelolaan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, untuk menunjang kegiatan pengawasan dan pengamanan kawasan tersebut. Selain karena jaraknya yang paling dekat dengan Pulau Rambut, masyarakat Pulau Untung Jawa juga merupakan masyarakat yang intensitas hubungannya paling tinggi dengan Pulau Rambut bila dibandingkan dengan masyarakat daerah lainnya. Hal tersebut dikuatkan dengan pencanangan Pulau Untung Jawa sebagai “desa wisata nelayan andalan” pada akhir tahun 2003 (BKSDA, 2005). Berdasarkan informasi dari petugas BKSDA DKI Jakarta di lapangan, masyarakat Pulau Untung Jawa selalu diikutsertakan apabila ada proyek-proyek
32
pembangunan di Pulau Rambut, seperti pembangunan tanggul beton penahan abrasi di sebelah Timur Pulau Rambut. Hal inilah yang menguatkan rasa memiliki masyarakat Pulau Untung Jawa terhadap Pulau Rambut, ditambah dengan kedekatan yang terjalin sejak lama karena hampir seluruh petugas Pulau Rambut berasal dari Pulau Untung Jawa. Selain itu, banyaknya pengunjung (wisatawan) Pulau Untung Jawa yang berkeinginan meneruskan kunjungannya ke Pulau Rambut secara tidak langsung menjadi tuntutan bagi masyarakat Pulau Untung Jawa untuk menjaga dan mengetahui potensi Pulau Rambut sehingga dapat menginformasikannya pada pengunjung yang datang.
4.5. Karakteristik, Pengetahuan dan Tanggapan Pengunjung Data mengenai pengunjung didapat dari hasil penyebaran kuisioner yang ditujukan kepada seluruh pengunjung yang datang. Selama penelitian dilaksanakan didapat 34 orang pengunjung yang mengisi kuisioner. Data ini merupakan salah satu acuan dalam melihat karakteristik serta kecenderungan minat dan harapan pengunjung, dalam melaksanakan kegiatannya di Pulau Rambut. 4.5.1. Karakteristik Pengunjung a. Latar Belakang Pengunjung Latar belakang pengunjung Suaka Margasatwa Pulau Rambut (Tabel 6) yang dimaksud mencakup asal, jenis kelamin, usia dan pendidikan terakhir. Pengunjung yang datang ke Pulau Rambut (selama penelitian dilaksanakan) sebagian besar berasal dari wilayah yang dekat dengan Pulau Rambut yaitu Jakarta (67,64%), menunjukkan bahwa Pulau Rambut disadari sebagai lokasi yang memiliki keunikan tertentu. Adanya pengunjung yang berasal dari daerahdaerah
yang cukup
jauh dengan Pulau
Rambut
(Bogor, Bandung,dll)
menunjukkan bahwa kawasan ini telah cukup dikenal oleh masyarakat luas. Pengunjung-pengunjung tersebut kebanyakan tinggal di kota yang dekat dengan Pulau Rambut (Jakarta dan Bekasi) baik untuk bekerja maupun belajar/kuliah. Pengunjung yang datang lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki (58,82%). Hal ini berhubungan dengan kondisi laut di wilayah Pulau Rambut yang berombak cukup tinggi (angin musim barat) pada bulan Februari-Maret. Serta menunjukkan pula bahwa pengunjung yang datang ke Pulau Rambut sangat memperhatikan keselamatan mereka.
33
Tabel 6. Latar belakang pengunjung No
Karakteristik Pengunjung
1.
Asal
2.
Jenis kelamin
3.
Usia
4.
Pendidikan terakhir
5.
Lama kunjungan
Jakarta Bekasi Bogor Tangerang Banten Cilegon Pontianak Bandung Ambon Laki-laki Perempuan 26 – 50 tahun 18 – 25 tahun 12 – 17 tahun >50 tahun Perguruan tinggi SMA SMP 2 hari 1 hari lebih dari 1 bulan 3 hari 1 minggu
Jumlah Responden 23 2 2 2 1 1 1 1 1 20 14 18 16 0 0 31 3 0 23 9 2 0 0
Persentase jawaban 67,64 5,88 5,88 5,88 2,94 2,94 2,94 2,94 2,94 58,82 41,17 52,94 47,05 0 0 91,17 8,82 0 67,64 26,47 5,88 0 0
Usia pengunjung yang datang didominasi oleh pengunjung yang berumur 26 - 50 tahun (52,94%), hal ini menunjukkan bahwa interpretasi yang disampaikan merupakan interpretasi untuk pengunjung berusia dewasa. Selain itu, penggunaan fasilitas-fasilitas pendukung interpretasi dapat dioptimalkan dengan memberi keterangan secara lengkap/rinci yang dilengkapi dengan namanama ilmiah/latin dari obyek yang ada di Pulau Rambut. Penggunaan keterangan-keterangan ilmiah akan tetap dimengerti oleh pengunjung, hal tersebut terkait dengan tingkat pendidikan pengunjung yang tinggi karena sebagian besar sedang mengikuti pendidikan atau sudah lulus dari perguruan tinggi (91,17%). Pengunjung Pulau Rambut pada tahun 2005 (Lampiran 2), sebagian besar berlatar belakang pendidikan SMU dan datang pada musim liburan (akhir tahun) dengan jumlah yang sangat besar, bahkan pada bulan September 2005 ada sejumlah 100 orang yang datang ke Pulau Rambut dalam satu kali kunjungan. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Rambut masih dipandang sebagai daerah tujuan wisata seperti daerah wisata pada umumnya. Oleh karena itu, peraturan yang ada harus benar-benar diterapkan oleh pihak BKSDA DKI Jakarta mengenai pembatasan aktivitas manusia di Pulau Rambut (jumlah pengunjung, musim kunjungan dan lokasi yang dikunjungi). Sedangkan pada tahun 2006 sebagian besar berlatar belakang pendidikan perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pada bulan
34
Februari-Maret terjadi musim barat dengan air yang bertiup kencang dan ombak yang mencapai ketinggian 1,5 m – 2 m, Suaka Margasatwa Pulau Rambut tetap menajdi daerah tujuan kegiatan pendidikan dan atau penelitian. Pengunjung yang datang ke Pulau Rambut sebagian besar selama 2 hari (67,64%) dan menginap sehingga harus diperhatikan pengaturan jumlah maksimal pengunjung yang datang, serta fasilitas penginapan. Pengunjung sebaiknya disarankan untuk menginap di Pulau Untung Jawa, baik di penginapan-penginapan yang dimiliki penduduk, penginapan BKSDA ataupun di camping ground. Sehingga aktivitas yang mungkin dapat mengganggu satwa di malam hari dapat dihindarkan kecuali untuk pengunjung yang berada di Pulau Rambut lebih dari 1 bulan dan melakukan penelitian (5,88%), perlu dibangun pondok khusus peneliti, baik terpisah atau disatukan dengan pos BKSDA yang telah ada.
b. Tujuan dan pola kunjungan Karakteristik pengunjung pada bagian ini mencakup tujuan kunjungan, kegiatan yang paling disukai dan bentuk kedatangan ke Suaka Margasatwa Pulau Rambut (Tabel 7). Tujuan pengunjung datang ke Pulau Rambut adalah untuk penelitian (25,47%), hal ini sesuai dengan fungsi Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang dititikberatkan pada kegiatan-kegiatan pendidikan dan atau penelitian. Oleh karena itu, fasilitas interpretasi yang mendukung tujuan ini perlu dioptimalkan dengan memberikan informasi lengkap mengenai Pulau Rambut dan segala potensinya. Selain itu, tujuan pengunjung untuk penelitian akan mempermudah diterimanya pesan-pesan mengenai upaya perlindungan Pulau Rambut. Selain untuk penelitian, sebagian pengunjung datang dengan tujuan berekreasi (23,52%). Hal ini berhubungan dengan asal pengunjung yang sebagian besar dari kota-kota besar yang padat penduduk dan polusi, sehingga pengunjung sengaja mencari daerah-daerah seperti Pulau Rambut yang masih menyajikan kondisi alam yang bisa menyegarkan kembali pikiran. Pengunjung yang bertujuan lain ke Pulau Rambut (47,05%) diantaranya untuk kegiatan kemahasiswaan (tugas kuliah, kegiatan pecinta alam) dan kunjungan kedinasan. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan terhadap pengunjung tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengunjung yang datang
35
untuk
tujuan
kemahasiswaan
dapat
dikategorikan
melakukan
kegiatan
pendidikan atau penelitian. Tabel 7. Tujuan dan pola kunjungan pengunjung No 1.
Karakteristik Pengunjung
Jumlah Responden
Tujuan utama datang ke Pulau Rambut
penelitian rekreasi perjalanan ilmiah sekolah lainnya 2. Kegiatan yang paling melihat & menikmati disukai di Pulau Rambut * pemandangan mengamati binatang mengamati tumbuhan memancing dan berenang lainnya 3. Bentuk kedatangan keluarga sendiri teman lainnya Ket: * pengunjung menjawab lebih dari 1 jawaban
9 8 1 16
Persentase jawaban 26,47 23,52 2,94 47,05
21
61,76
11 7 5 4 24 1 1 8
32,35 20,58 14,71 11,76 70,58 2,94 2,94 23,53
Kegiatan yang disukai pengunjung di pulau Rambut terutama melihat dan menikmati pemandangan alam (61,76%) hal ini terutama karena kondisi alami Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang memiliki lokasi-lokasi dengan pemandangan yang indah seperti laguna dan pantai berpasir. Berimbangnya pengunjung yang datang dengan tujuan penelitian dan tujuan berekreasi dapat mengarah kepada suatu interpretasi yang mendukung hal ini. Di lokasi-lokasi yang
disukai
pengunjung
dapat
dibuat
suatu
papan
interpretasi
yang
menjelaskan kondisi alamiah yang ada dengan disertai peringatan-peringatan untuk selalu menjaga kelestarian Pulau Rambut. selain itu, pengunjung datang untuk mengamati binatang (32,35%), sehingga informasi mengenai Suaka Margasatwa Pulau Rambut terutama tentang keanekaragaman dan keunikan satwanya harus disampaikan melalui media-media yang mudah dilihat dan dipahami. Pengunjung lebih banyak datang bersama keluarga (70,58%) dan lainnya (26,47%) yang kebanyakan datang berkelompok, sehingga interpretasi dapat disampaikan pula dengan diskusi kelompok. Informasi yang disampaikan kepada pengunjung yang berkelompok dapat bermanfaat dalam menghimpun dukungan pelestarian Pulau Rambut dari masyarakat luas. Pembatasan jumlah pengunjung dan frekuensi kegiatan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut perlu ditegaskan melalui peraturan yang sah, sehubungan dengan pola kedatangan pengunjung yang sebagian besar berkelompok ini.
36
4.5.2. Pengetahuan Tentang Potensi Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut Pengetahuan pengunjung ini mencakup pengetahuan mengenai potensi Pulau Rambut baik flora maupun fauna (Tabel 8). Pengunjung memandang keunikan binatang terutama
burung air (73,52%) dan keunikan tumbuhan
(20,58%) di Pulau Rambut sebagai potensi utamanya. Hal ini menunjukkan bahwa pengunjung menyadari bahwa Suaka Margasatwa Pulau Rambut merupakan kawasan bagi perlindungan keanekaragaman hayati terutama satwaliar. Interpretasi tentang fauna dan flora perlu diterangkan dengan jelas kepada pengunjung melalui fasilitas interpretasi seperti papan obyek dan peta interpretasi yang menunjukkan dimana satwa-satwa dapat ditemui dengan aman oleh pengunjung. Tabel 8. Pengetahuan pengunjung tentang potensi kawasan No 1.
Pengetahuan Pengunjung Daya tarik utama Pulau Rambut
keunikan binatang keunikan hutan dan tumbuhan serta kegunaannya pemandangan alam lainnya 2. Binatang yang paling burung menarik ular biawak kalong lainnya 3. Jenis burung air yang kowak menarik * cangak kuntul pecuk lainnya 4. Jenis burung lain (selain elang laut burung air) yang kepodang menarik * kucica lainnya 5. Tumbuhan yang bakau menarik * kingkit kepuh kedoya lainnya 6. Hal yang menarik dari fungsinya sebagai habitat binatang tumbuhan tersebut ciri-ciri fisiknya nilai ekonomi/harganya lainnya 7. Perlukah potensi itu ya dipertahankan tidak Ket: * pengunjung boleh menjawab lebih dari 1 jawaban
Jumlah Responden 25
Persentase jawaban 73,52
7
20,58
4 3 24 6 4 3 0 13 11 10 10 11 23 8 3 5 25 9 7 3 1 17 16 1 1 32 2
11,76 8,82 70,58 17,64 11,76 8,82 0 38,23 32,35 29,41 29,41 32,35 67,64 23,52 8,82 14,70 73,52 26,47 20,58 8,82 2,94 50 47,05 2,94 2,94 94,11 5,88
Pendapat diatas dikuatkan dengan pilihan binatang yang paling menarik bagi pengunjung yaitu burung (70,58%). pengunjung menyukai burung karena banyaknya atraksi yang ditampilkan burung-burung tersebut seperti pada saat terbang, mencari makan maupun membuat sarang, juga karena burung-burung tersebut dapat dengan mudah dilihat serta jumlahnya yang banyak.
37
Secara spesifik burung air yang menarik menurut pengunjung yang datang adalah burung Kowak malam kelabu (38,23%) dan cangak (32,35%). Kedua jenis burung ini memang termasuk burung yang paling sering terlihat di Pulau Rambut, sehingga pengunjung dapat dengan mudah mengenalinya. Sedangkan untuk jenis tumbuhan yang menarik bagi pengunjung adalah bakau (73,52%) dan kingkit (26,47%) karena tumbuhan tersebut memiliki kekhasan tertentu seperti bentuk/ ciri-ciri fisiknya yang unik (47,05%). 4.5.3. Tanggapan Terhadap Kegiatan dan Fasilitas yang Mendukung Interpretasi Tanggapan
pengunjung
terhadap
kegiatan
dan
fasilitas
yang
mendukung interpretasi (Tabel 9) mencakup cara yang dipilih untuk melakukan kegiatan di Pulau Rambut, kegiatan pemanduan dan harapan/keinginan terhadap fasilitas interpretasi. Tabel 9. Tanggapan pengunjung terhadap kegiatan dan fasilitas pendukung interpretasi No 1.
Tanggapan terhadap kegiatan dan fasilitas interpretasi Cara yang dipilih untuk melakukan kegiatan
perjalanan dengan pemandu jalur pemanduan sendiri (mandiri) lainnya 2. Pendapat mengenai sudah cukup baik pemanduan yang ada informasi yang disampaikan sedikit pemandu kurang informatif lainnya 3. Fasilitas pendukung pusat informasi interpretasi yang perlu buku informasi tentang Pulau ditambahkan * Rambut shelter peta interpretasi lainnya 4. Fasilitas tambahan lain yang WC perlu dibangun * tempat sampah homestay toko souvenir lainnya Ket: * pengunjung boleh menjawab lebih dari 1 jawaban
Jumlah Responden 30
Persentase jawaban 88,23
3
8,82
1 20
2,94 58,82
9
26,47
3 1 23
8,82 2,94 67,64
21
61,76
15 13 4 15 14 14 6 8
44,11 38,23 11,76 44,11 41,17 41,17 17,64 23,52
Pengunjung yang datang ke Pulau Rambut memilih cara untuk melakukan kegiatannya disertai oleh pemandu (88,23%), lainnya memilih untuk melakukan perjalanan secara mandiri (8,82%). Sehingga perlu diperhatikan adanya sumberdaya pemandu, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pemandu (interpreter) perlu menguasai kecakapan khusus yang diperlukan sebagai
interpreter,
serta
pengetahuan
tentang
segala
potensi
Suaka
Margasatwa Pulau Rambut. Pilihan tersebut sesuai dengan tanggapan sebagian besar pengunjung yang menilai bahwa pemanduan yang ada sudah cukup baik
38
(58,82%), lainnya menilai informasi yang disampaikan sedikit (26,82%) dan pemandu kurang informatif (8,82%). Dari hasil wawancara dengan beberapa pengunjung dihimpun tanggapan yang menilai bahwa pengetahuan pemandu sudah cukup baik tetapi kemampuan teknis sebagai seorang interpreter sangatlah kurang, terutama kemampuan berkomunikasi. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus karena komunikasi merupakan unsur utama interpretasi. Harapan/keinginan
pengunjung
terhadap
penambahan
fasilitas
pendukung interpretasi sangat tinggi terutama pusat informasi pengunjung (67,64%), hal ini menunjukkan bahwa pengunjung memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap potensi Pulau Rambut. Sedangkan fasilitas tambahan lainnya yang diinginkan yaitu WC (44,11 %), tempat sampah (41,17%) dan homestay (41,17%). Meski pengunjung menginginkan adanya tempat sampah, tetapi pengunjung tetap harus dihimbau agar tidak membuang sampah di Pulau Rambut dan membawa kembali sampah yang dibawanya, himbauan ini dapat disampaikan melalui media interpretasi seperti papan peringatan. Homestay diperlukan untuk pengunjung yang melakukan kunjungan lebih dari 1 hari di Pulau Rambut/penelitian, tetapi sebaiknya dibangun di Pulau Untung Jawa, agar aktivitas yang dilakukan di malam hari tidak mengganggu satwa di Pulau Rambut.
39
4.6. Perencanaan Interpretasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut Interpretasi yang dapat dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut merupakan interpretasi untuk kegiatan khusus, dalam hal ini pendidikan dan penelitian. Walaupun di kawasan ini dapat dilaksanakan kegiatan wisata terbatas, namun wisata yang dilaksanakan bukanlah seperti wisata pada umumnya, melainkan kegiatan wisata yang berbasis pendidikan dan penelitian. Metode interpretasi yang dapat dilaksanakan sehubungan dengan pemikiran diatas dan cara yang dipilih pengunjung dalam melakukan kegiatannya di Pulau Rambut, yaitu interpretasi dengan pemanduan (guided interpretation). Meski demikian, pengunjung yang datang dengan tujuan untuk penelitian bisa diberi pengecualian untuk melakukan kegiatannya tanpa pemanduan, sehingga bisa lebih leluasa. Dengan rencana yang disusun ini, efektifitas penyampaian interpretasi dan mekanisme pengawasan bagi kegiatan yang dilaksanakan pengunjung di kawasan ini dapat ditingkatkan. Sehingga dampak negatif dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan terhadap kelestarian kawasan dan segala potensinya, dapat ditekan seminimal mungkin. Meskipun demikian, pengecualian dapat diberikan pada peneliti atau kegiatan penelitian yang tidak terlalu membutuhkan pemanduan (self interpretation). Kendala
dalam
pelaksanaan
interpretasi
ini
adalah
minimnya
sumberdaya pemandu di Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Pemandu yang ada sekarang merupakan petugas BKSDA DKI Jakarta yang hanya berjumlah 4 orang dan belum memiliki kemampuan yang cukup sebagai pemandu (interpreter), hal ini berkaitan dengan kurangnya kegiatan pelatihan pemanduan. Untuk mengatasi hal ini, perlu segera dilaksanakan kegiatan pelatihan pemanduan bagi petugas BKSDA di Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan beberapa anggota masyarakat sekitar Pulau Rambut (Pulau Untung Jawa), sehingga kualitas dan kuantitas pemandu dapat ditingkatkan. Selain itu, dapat menjadi upaya pemberdayaan masyarakat sekitar dalam pegelolaan Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Perencanaan interpretasi yang dilaksanakan adalah perencanaan jalur interpretasi dan fasilitas pendukung interpretasi. Jalur-jalur ini dibuat dengan pertimbangan bahwa jalur-jalur tersebut berada pada areal-areal dengan potensi flora dan fauna yang cukup besar, aman bagi pengunjung, serta memiliki rentang
40
yang tidak terlalu panjang sehingga dapat mendukung upaya penyampaian informasi kepada pengunjung secara utuh dan optimal. Pemilihan jalur-jalur ini mempertimbangkan juga dampak negatif yang dapat timbul terhadap kelestarian kawasan dan potensi keanekaragaman hayatinya, akibat adanya aktivitas manusia di Pulau Rambut terutama terhadap keberadaan burung air. sehingga pembatasan-pembatasan dalam hal jumlah pengunjung, aktivitas, lokasi yang dikunjungi dan frekuensi kunjungan harus segera diperjelas dan disahkan. Berdasarkan wawancara dengan pegawai BKSDA DKI Jakarta, dihimpun informasi bahwa sampai saat ini belum dikeluarkan peraturan yang sah untuk mengatur hal tersebut. Peraturan yang dilaksanakan saat ini merupakan peraturan yang bersifat sementara. Jumlah total pengunjung yang diperbolehkan datang dalam satu kali kunjungan sebanyak 50 orang, serta yang masuk ke jalur interpretasi yang sudah ada (di dalam hutan sekunder campuran) dibatasi sebanyak 10 orang. Biaya pemanduan ditentukan sebesar Rp. 75.000 per hari untuk setiap pemandu. Pengaturan ini dikontrol langsung oleh pihak BKSDA DKI Jakarta pusat, sama dengan peraturan ijin masuk kawasan yang diharuskan mengajukan pembuatan Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI), sehingga kemungkinan terjadinya benturan kegiatan dan jumlah kunjungan dapat dihindarkan. Pembatasan-pembatasan perlu lebih ditingkatkan untuk kegiatankegiatan yang dilaksanakan di Pulau Rambut, khususnya pada musim berbiak burung air karena jenis burung ini memiliki kepekaan dan ketergangguan yang sangat tinggi terhadap aktivitas manusia. Pembatasan yang dapat dilakukan adalah dengan menurunkan jumlah total pengunjung yang datang dalam satu kali kunjungan dari 50 orang menjadi 20 orang per kunjungan dan maksimal pengunjung yang masuk ke dalam jalur interpretasi sebanyak 2 - 5 orang. Ditentukan pula waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan pengamatan satwa, kecuali untuk kegiatan penelitian yang membutuhkan rentang waktu lama.
41
4.6.1. Perencanaan Jalur Interpretasi Interpretasi merupakan suatu upaya mengkomunikasikan sumberdaya dengan pengunjung. Oleh karena itu diperlukan suatu fasilitas (jalur interpretasi) yang menghubungkan kedua hal ini secara langsung. Meskipun sudah ada jalur interpretasi di Pulau Rambut, namun perlu direncanakan jalur-jalur lainnya agar informasi yang disampaikan lebih banyak dan mendalam. Jalur-jalur interpretasi yang direncanakan, terutama ditujukan untuk mengungkapkan potensi Suaka Margasatwa Pulau Rambut, baik potensi flora maupun fauna (satwa) kepada pengunjung. Berdasarkan hasil analisis tentang potensi Pulau Rambut, terdapat 3 jalur interpretasi yang direncanakan. Jalur-jalur tersebut mewakili 3 tipe vegetasi yang ada di Pulau Rambut (hutan pantai, hutan sekunder campuran, dan hutan mangrove) yaitu jalur interpretasi Dermaga, jalur interpretasi hutan pantai – menara pengamatan dan jalur menara pengamatan – hutan mangrove rusak (jalur interpretasi mangrove). Jalur-jalur tersebut dapat ditempuh dalam waktu kurang dari 1 jam, namun dalam interpretasi yang bebasis penelitian dan pendidikan ini, aktivitas pengunjung tidak dibatasi dari lamanya waktu tempuh dalam jalur, karena kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan membutuhkan kebebasan dalam waktu.
a. Jalur Interpretasi Dermaga Jalur interpretasi Dermaga terletak di bagian Timur-Selatan Suaka Margasatwa Pulau Rambut dengan panjang sekitar 136,78 meter. Pengunjung dapat menikmati pemandangan lautan yang indah ke arah Jakarta dari dermaga kapan saja, sambil melakukan pengamatan satwa. Waktu-waktu yang paling tepat untuk melakukan pengamatan satwa adalah sekitar pukul 05.15-06.45 WIB pagi dan pukul 17.15-18-00 WIB sore, karena berbagai jenis burung air dengan kelimpahan yang besar keluar-masuk Pulau Rambut dapat dilihat dengan jelas pada waktu-waktu tersebut. Hampir semua jenis burung air yang bersifat diurnal dan sebagian besar jumlahnya, terbang keluar pada pagi hari untuk mencari makan di daerah-daerah sekitar Pulau Rambut, kecuali burung Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax) dan kalong (Pteropus vampyrus) yang mempunyai sifat berbeda (nokturnal) datang kembali ke Pulau Rambut. Hal sebaliknya akan terjadi di sore hari, burung Kowak malam kelabu dan kalong terbang keluar sedangkan burung air yang lain kembali pulang ke Pulau Rambut.
42
Pengunjung dapat mengamati perilaku burung pecuk (Phalacrocorax sp.) yang sedang mencari makan. Pecuk merupakan salah satu jenis burung air yang memiliki selaput dikakinya sehingga dapat berenang dan menyelam di laut untuk mencari ikan. Burung cikalang (Fregata ariel) yang merupakan perampok makanan burung lain dapat dilihat selalu terbang berputar-putar di sekitar Pulau Rambut. selain jenis burung air, biawak (Varanus salvator) pun sering mencari makan sampai ke pantai di pagi dan sore hari, reptil ini memiliki kemampuan seperti pecuk untuk mencari makan dengan menyelam ke laut. Jalur ini merupakan jalur yang paling aman, baik untuk pengunjung maupun bagi berbagai jenis satwa yang dapat ditemukan di jalur ini. Karena kegiatan yang dilakukan untuk mengamati satwa dapat dilakukan dari jarak yang ideal tanpa mengganggu ketenangan satwa. Selain itu, segala aktivitas pengunjung di jalur ini dapat terus dalam pengawasan petugas BKSDA di Pulau Rambut. Potensi interpretasi utama yang dapat dilihat di jalur dermaga dapat dilihat pada Tabel 10, sedangkan jalur interpretasi dermaga disajikan pada Gambar 4.
43
Tabel 10. Potensi interpretasi utama pada tiap jalur interpretasi No 1.
Jalur Dermaga (Ht. Pantai – Ht. Mangrove)
Obyek
Atraksi
Semua jenis burung air dan
Keluar-masuk pulau
kalong
rambut di pagi dan sore
Burung cikalang (Fregata
Terbang berputar-putar
ariel)
di angkasa
Biawak (Varanus salvator)
Mencari makan di laut
Burung Pecuk (Phalacrocorax
Mencari makan di laut
hari
sp.) Burung Roko-roko (Plegadis
Mencari makan di ht.
falcinellus), pecuk, kowak,
mangrove di belakang
cangak abu dan kuntul kecil
pos BKSDA. Roko-roko, pecuk dan kowak bersarang di pohon Rhizophora.
2.
Hutan Pantai – Menara Pengamatan
Asosiasi burung air
Pecuk, kowak dan cangak abu yang hidup bersama di satu pohon di beberapa lokasi
Burung kuntul kerbau, kowak,
Perilaku diam
pecuk dan cangak, bluwok,
(bertengger),
pelatuk besi, pecuk ular
percumbuan, kawin, menyusun sarang, mengerami telur.
Kingkit, cabai jawa, beringin
Flora dengan bentuk dan manfaat yang khas.
Kalong
Berisitirahat pada pohon kedoya di siang hari, di beberapa lokasi
Reptil (biawak, ular sanca dan
Mencari makan di lantai
cincin mas)
hutan sekunder campuran, berjemur di atas kingkit, melilit di cabang pohon.
Kuntul besar, kuntul kecil,
Diamati dari menara,
cangak merah, kowak, cangak
bertengger di pohon-
abu, kuntul kerbau
pohon di hutan mangrove pulau rambut bagian barat laut.
3.
Menara Pengamatan – Ht. Mangrove
Berbagai jenis flora hutan
Bentuk dan sifatnya
rusak
mangrove
yang khas di hutan mangrove.
Burung cangak merah, kuntul,
Mencari makan di hutan
bluwok.
mangrove yang rusak.
44
4.2. Potensi Flora Terdapat tiga tipe vegetasi utama di Pulau Rambut yaitu vegetasi hutan pantai, hutan sekunder campuran dan hutan mangrove. Hutan pantai didominasi oleh komunitas Thespelia populnea - Acacia auriculliformis, hutan sekunder campuran
didominasi
oleh
komunitas
Sterculia
foetida
-
Dyxoxylum
caulostachyum sedangkan pada tingkat semak dikuasai kingkit (Triphasia trifolia) dan hutan mangrove didominasi oleh komunitas Ceriops tagal - Rhizophora mucronata (Imanuddin dan Mardiastuti, 2003). Inventarisasi tumbuhan yang dilakukan sepanjang jalur interpretasi yang sudah ada di Pulau Rambut (10 m kiri dan kanan jalur), mencatat 34 jenis tumbuhan (Tabel 5) diantaranya kepuh (Sterculia foetida), kedoya (Dyxoxylum caulostachyum), mengkudu (Morinda citrifolia ) dan melinjo (Gnetum gnemon). Selain itu, ditemukan juga semak dan tumbuhan bawah seperti Kingkit (Triphasia trifolia), Cabai jawa (Piper retrofractum), Oyot ubi (Dioscorea bulbifera) dan Sundel malam (Ipomoea longiflora). Tabel 5. Flora sepanjang jalur interpretasi (10 meter kanan-kiri jalur pengamatan) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama jenis Lokal Anting-anting Api-api Bakau Baniran Bayam duri Beringin pencekik Bola-bola Boni-bonian Cabai jawa Daun suji Jambu-jambu Jati pasir Kayu hitam Kedoya Kepuh Kesambi Ketapang Kingkit Kolang-kaling Koreak Kresek Lebar daun Melinjo Mengkudu Mindi Oyot ubi Papasan Pepaya Pereak/imer-imer Petai cina Pulai Rotan wowo Saga pohon Sangga langit
Latin Avicenia officinalis Rhizophora mucronata Neoscarthechinia kingii Amarantus spinosus Ficus sp Xylocarpus granatum Piper retrofractum Draceana sanderiana Eugenia spp Scaerota frustescens Diospyros maritima Dyxoxylum caulostachyum Sterculia foetida Schleichera oleosa Terminallia catappa Triphasia trifolia Cyratia trifolia Guettarda speciosa Ficus timorensis Gnetum gnemon Morinda citrifolia Melia azedirach Dioscorea bulvifera Carica papaya Breynia racemosa Leucaena leucocepohala Alstonia shcolaris Rhapidophora minor Adenanthera pavonina Quamoclit pennata
Bentuk Tumbuhan (Life form) Tumbuhan bawah Pohon Pohon Pohon Tumbuhan bawah Pohon Pohon Tumbuhan bawah Tumbuhan bawah Semak Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Tumbuhan bawah Tumbuhan bawah Tumbuhan bawah Pohon Tumbuhan bawah Pohon Pohon Pohon Tumbuhan bawah Tumbuhan bawah Tumbuhan bawah Pohon Pohon Tumbuhan bawah Pohon Pohon
29
Pohon Kepuh (Sterculia foetida) dan pohon Kedoya (Dyxoxylum caulostachyum) termasuk jenis pohon besar dengan percabangan yang rindang, sehingga digunakan oleh berbagai jenis burung air sebagai tempat meletakkan sarang, maupun sekedar tempat berlindung sementara (shelter). Jenis satwa yang menggunakan pohon Kepuh dan Kedoya sebagai tempat tinggal diantaranya burung Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), Pecuk padi (Phalacrocorax niger), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis) dan Bangau bluwok (Mycteria cinerea). Kingkit (Triphasia trifolia) merupakan tumbuhan semak yang dapat ditemukan hampir di sepanjang jalur interpretasi yang sudah ada di Pulau Rambut dan kadang dililit oleh tumbuhan merambat Oyot ubi (Dioscorea bulvifera). Pertumbuhan kingkit dapat mencapai 3 sampai 4 meter, buahnya merah menyala bila telah masak dan rasanya masam. Kingkit dengan percabangan rindang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi karena baik bila diolah menjadi bonsai. Mengkudu (Morinda citrifola) dan Cabai jawa (Piper retrofractum) termasuk jenis tumbuhan obat yang sudah sangat dikenal masyarakat. Mengkudu terutama berkhasiat sebagai obat liver dan hipertensi (darah tinggi), dan Cabai jawa digunakan sebagai campuran jamu (termasuk obat peningkat stamina/daya tahan tubuh). Tumbuhan-tumbuhan ini mudah ditemukan di Pulau Rambut, dan tumbuh di sepanjang jalur interpretasi di dalam hutan sekunder campuran. Sedangkan tumbuhan-tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan diantaranya papasan (dimanfaatkan buah dan daunnya), kesambi (Schleichera oleosa) daunnya dapat dimakan, melinjo (Gnetum gnemon) buah dan daun dapat dimakan, dan pepaya (Carica papaya) dimanfaatkan daun dan buahnya. 4.3. Potensi Budaya a. Cerita Rakyat Pulau Rambut, sebagai salah satu kawasan yang sangat diperhatikan karena keunikan dan keanekaragaman hayatinya, terutama jenis burung air, dan dilindungi dengan berbagai undang-undang/peraturan, tetap tidak terlepas dari berbagai cerita rakyat yang diceritakan secara turun-temurun. Meskipun sekarang sudah banyak versi ceritanya, namun dari hasil wawancara dengan petugas BKSDA DKI Jakarta yang telah lama bertugas di Pulau Rambut yang merupakan warga asli Pulau Untung Jawa, dapat dihimpun 2 cerita rakyat yang
30
menerangkan sejarah terbentuknya Pulau Rambut menurut kepercayaan masyarakat. 1. Cerita rakyat versi “Puteri” Dulu ada putri dari daerah selatan Jawa (Nyi Roro Kidul) yang berkunjung ke utara dengan disertai oleh banyak pengawal dan membawa banyak perbekalan pula. Puteri tersebut menggunakan “cemara” atau rambut tambahan konde di kepalanya. Akan tetapi di tengah perjalanan di laut utara rombongan tersebut terkena angin ribut (badai) dan karam. Kemudian bokor yang karam berubah menjadi Pulau Bokor, damar yang dibawa dan karam berubah menjadi Pulau Damar serta cemara yang dipakai sang puteri terlepas dan berubah menjadi Pulau Rambut. 2. Cerita rakyat versi “Jawara” Dulu ada seorang jawara yang memiliki kekuatan luar biasa kuat, tak ada yang bisa mengalahkannya karena ia bisa bangkit kembali walaupun telah dibunuh dan dikubur kecuali dipisahkan rambut dari tubuhnya sebelum dikubur terpisah. Akhirnya jawara tersebut dapat dikalahkan dengan memisahkan rambutnya dari tubuhnya dan rambut jawara yang dipisahkan tersebut kemudian berubah menjadi Pulau Rambut.
b. Peninggalan Sejarah Interpretasi bukan hanya menyampaikan informasi atas obyek-obyek ilmiah saja, tapi juga termasuk informasi budaya atau sejarah. Selain keanekaragaman hayati yang tinggi terutama jenis burung air, terdapat pula suatu peninggalan sejarah di Pulau Rambut. Peninggalan sejarah tersebut berupa dua buah kuburan yang dipercaya merupakan kuburan nenek moyang dari satu keluarga yang tinggal di daerah Depok. Beberapa anggota keluarga tersebut melakukan ziarah ke Pulau Rambut secara rutin pada waktu-waktu tertentu. Meskipun sekilas obyek ini tidak berkaitan dengan obyek-obyek ilmah lain yang ada di Pulau Rambut, tapi dapat turut memperkaya informasi yang disampaikan kepada pengunjung melalui interpretasi. Selain itu menunjukkan bahwa Pulau Rambut sudah dikenal sejak lama dan perlu dilestarikan keberdaannya mengingat kawasan ini sangat penting sebagai habitat utama berbagai jenis burung air.
31
4.4. Interaksi
dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Suaka Margasatwa
Pulau Rambut 4.4.1. Pemanfaatan Potensi Kawasan Interaksi masyarakat dengan Pulau Rambut sangat tinggi, terutama masyarakat yang berasal dari Pulau Untung Jawa dan Tanjung Pasir sebagai daerah yang paling dekat dengan Pulau Rambut. Selain itu, ada juga yang berasal dari daerah lainnya seperti Rawa Bokor, Tanjung Kait, Pulau Lancang dan Muara Karang yang semuanya masih termasuk wilayah Tangerang dan Jakarta. Selama penelitian tercatat sebanyak 10 kali kunjungan masyarakat sekitar (yang langsung ke Pulau Rambut), rata-rata 5 orang per kunjungan. Sedangkan masyarakat nelayan datang setiap hari dengan menggunakan perahu motor, untuk menjaring ikan di sekeliling Pulau Rambut. Tujuan masyarakat datang ke Pulau Rambut terutama untuk mencari bahan makanan seperti keong, kerang, rajungan dan ikan serta tumbuhtumbuhan yang bisa dimakan seperti daun pepaya dan melinjo. Masyarakat nelayan yang mencari ikan datang ke pulau rambut hampir setiap hari dengan menggunakan perahu nelayan yang dilengkapi jaring penangkap ikan. Masyarakat masih diperbolehkan untuk memasuki kawasan Pulau Rambut, bahkan penetrasinya sampai kedalam hutan sekunder/pada jalur interpretasi. Meski
demikian, petugas selalu memberikan himbauan agar
masyarakat tidak melakukan aktivitas yang mengganggu kelestarian Pulau Rambut dan terus melakukan pengawasan.
4.4.2. Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Suaka Margasatwa Pulau Rambut Pulau Untung Jawa telah dijadikan sebagai daerah penyangga (buffer zone) dalam pengelolaan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, untuk menunjang kegiatan pengawasan dan pengamanan kawasan tersebut. Selain karena jaraknya yang paling dekat dengan Pulau Rambut, masyarakat Pulau Untung Jawa juga merupakan masyarakat yang intensitas hubungannya paling tinggi dengan Pulau Rambut bila dibandingkan dengan masyarakat daerah lainnya. Hal tersebut dikuatkan dengan pencanangan Pulau Untung Jawa sebagai “desa wisata nelayan andalan” pada akhir tahun 2003 (BKSDA, 2005). Berdasarkan informasi dari petugas BKSDA DKI Jakarta di lapangan, masyarakat Pulau Untung Jawa selalu diikutsertakan apabila ada proyek-proyek
32
pembangunan di Pulau Rambut, seperti pembangunan tanggul beton penahan abrasi di sebelah Timur Pulau Rambut. Hal inilah yang menguatkan rasa memiliki masyarakat Pulau Untung Jawa terhadap Pulau Rambut, ditambah dengan kedekatan yang terjalin sejak lama karena hampir seluruh petugas Pulau Rambut berasal dari Pulau Untung Jawa. Selain itu, banyaknya pengunjung (wisatawan) Pulau Untung Jawa yang berkeinginan meneruskan kunjungannya ke Pulau Rambut secara tidak langsung menjadi tuntutan bagi masyarakat Pulau Untung Jawa untuk menjaga dan mengetahui potensi Pulau Rambut sehingga dapat menginformasikannya pada pengunjung yang datang.
4.5. Karakteristik, Pengetahuan dan Tanggapan Pengunjung Data mengenai pengunjung didapat dari hasil penyebaran kuisioner yang ditujukan kepada seluruh pengunjung yang datang. Selama penelitian dilaksanakan didapat 34 orang pengunjung yang mengisi kuisioner. Data ini merupakan salah satu acuan dalam melihat karakteristik serta kecenderungan minat dan harapan pengunjung, dalam melaksanakan kegiatannya di Pulau Rambut. 4.5.1. Karakteristik Pengunjung a. Latar Belakang Pengunjung Latar belakang pengunjung Suaka Margasatwa Pulau Rambut (Tabel 6) yang dimaksud mencakup asal, jenis kelamin, usia dan pendidikan terakhir. Pengunjung yang datang ke Pulau Rambut (selama penelitian dilaksanakan) sebagian besar berasal dari wilayah yang dekat dengan Pulau Rambut yaitu Jakarta (67,64%), menunjukkan bahwa Pulau Rambut disadari sebagai lokasi yang memiliki keunikan tertentu. Adanya pengunjung yang berasal dari daerahdaerah
yang cukup
jauh dengan Pulau
Rambut
(Bogor, Bandung,dll)
menunjukkan bahwa kawasan ini telah cukup dikenal oleh masyarakat luas. Pengunjung-pengunjung tersebut kebanyakan tinggal di kota yang dekat dengan Pulau Rambut (Jakarta dan Bekasi) baik untuk bekerja maupun belajar/kuliah. Pengunjung yang datang lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki (58,82%). Hal ini berhubungan dengan kondisi laut di wilayah Pulau Rambut yang berombak cukup tinggi (angin musim barat) pada bulan Februari-Maret. Serta menunjukkan pula bahwa pengunjung yang datang ke Pulau Rambut sangat memperhatikan keselamatan mereka.
33
Tabel 6. Latar belakang pengunjung No
Karakteristik Pengunjung
1.
Asal
2.
Jenis kelamin
3.
Usia
4.
Pendidikan terakhir
5.
Lama kunjungan
Jakarta Bekasi Bogor Tangerang Banten Cilegon Pontianak Bandung Ambon Laki-laki Perempuan 26 – 50 tahun 18 – 25 tahun 12 – 17 tahun >50 tahun Perguruan tinggi SMA SMP 2 hari 1 hari lebih dari 1 bulan 3 hari 1 minggu
Jumlah Responden 23 2 2 2 1 1 1 1 1 20 14 18 16 0 0 31 3 0 23 9 2 0 0
Persentase jawaban 67,64 5,88 5,88 5,88 2,94 2,94 2,94 2,94 2,94 58,82 41,17 52,94 47,05 0 0 91,17 8,82 0 67,64 26,47 5,88 0 0
Usia pengunjung yang datang didominasi oleh pengunjung yang berumur 26 - 50 tahun (52,94%), hal ini menunjukkan bahwa interpretasi yang disampaikan merupakan interpretasi untuk pengunjung berusia dewasa. Selain itu, penggunaan fasilitas-fasilitas pendukung interpretasi dapat dioptimalkan dengan memberi keterangan secara lengkap/rinci yang dilengkapi dengan namanama ilmiah/latin dari obyek yang ada di Pulau Rambut. Penggunaan keterangan-keterangan ilmiah akan tetap dimengerti oleh pengunjung, hal tersebut terkait dengan tingkat pendidikan pengunjung yang tinggi karena sebagian besar sedang mengikuti pendidikan atau sudah lulus dari perguruan tinggi (91,17%). Pengunjung Pulau Rambut pada tahun 2005 (Lampiran 2), sebagian besar berlatar belakang pendidikan SMU dan datang pada musim liburan (akhir tahun) dengan jumlah yang sangat besar, bahkan pada bulan September 2005 ada sejumlah 100 orang yang datang ke Pulau Rambut dalam satu kali kunjungan. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Rambut masih dipandang sebagai daerah tujuan wisata seperti daerah wisata pada umumnya. Oleh karena itu, peraturan yang ada harus benar-benar diterapkan oleh pihak BKSDA DKI Jakarta mengenai pembatasan aktivitas manusia di Pulau Rambut (jumlah pengunjung, musim kunjungan dan lokasi yang dikunjungi). Sedangkan pada tahun 2006 sebagian besar berlatar belakang pendidikan perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pada bulan
34
Februari-Maret terjadi musim barat dengan air yang bertiup kencang dan ombak yang mencapai ketinggian 1,5 m – 2 m, Suaka Margasatwa Pulau Rambut tetap menajdi daerah tujuan kegiatan pendidikan dan atau penelitian. Pengunjung yang datang ke Pulau Rambut sebagian besar selama 2 hari (67,64%) dan menginap sehingga harus diperhatikan pengaturan jumlah maksimal pengunjung yang datang, serta fasilitas penginapan. Pengunjung sebaiknya disarankan untuk menginap di Pulau Untung Jawa, baik di penginapan-penginapan yang dimiliki penduduk, penginapan BKSDA ataupun di camping ground. Sehingga aktivitas yang mungkin dapat mengganggu satwa di malam hari dapat dihindarkan kecuali untuk pengunjung yang berada di Pulau Rambut lebih dari 1 bulan dan melakukan penelitian (5,88%), perlu dibangun pondok khusus peneliti, baik terpisah atau disatukan dengan pos BKSDA yang telah ada.
b. Tujuan dan pola kunjungan Karakteristik pengunjung pada bagian ini mencakup tujuan kunjungan, kegiatan yang paling disukai dan bentuk kedatangan ke Suaka Margasatwa Pulau Rambut (Tabel 7). Tujuan pengunjung datang ke Pulau Rambut adalah untuk penelitian (25,47%), hal ini sesuai dengan fungsi Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang dititikberatkan pada kegiatan-kegiatan pendidikan dan atau penelitian. Oleh karena itu, fasilitas interpretasi yang mendukung tujuan ini perlu dioptimalkan dengan memberikan informasi lengkap mengenai Pulau Rambut dan segala potensinya. Selain itu, tujuan pengunjung untuk penelitian akan mempermudah diterimanya pesan-pesan mengenai upaya perlindungan Pulau Rambut. Selain untuk penelitian, sebagian pengunjung datang dengan tujuan berekreasi (23,52%). Hal ini berhubungan dengan asal pengunjung yang sebagian besar dari kota-kota besar yang padat penduduk dan polusi, sehingga pengunjung sengaja mencari daerah-daerah seperti Pulau Rambut yang masih menyajikan kondisi alam yang bisa menyegarkan kembali pikiran. Pengunjung yang bertujuan lain ke Pulau Rambut (47,05%) diantaranya untuk kegiatan kemahasiswaan (tugas kuliah, kegiatan pecinta alam) dan kunjungan kedinasan. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan terhadap pengunjung tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengunjung yang datang
35
untuk
tujuan
kemahasiswaan
dapat
dikategorikan
melakukan
kegiatan
pendidikan atau penelitian. Tabel 7. Tujuan dan pola kunjungan pengunjung No 1.
Karakteristik Pengunjung
Jumlah Responden
Tujuan utama datang ke Pulau Rambut
penelitian rekreasi perjalanan ilmiah sekolah lainnya 2. Kegiatan yang paling melihat & menikmati disukai di Pulau Rambut * pemandangan mengamati binatang mengamati tumbuhan memancing dan berenang lainnya 3. Bentuk kedatangan keluarga sendiri teman lainnya Ket: * pengunjung menjawab lebih dari 1 jawaban
9 8 1 16
Persentase jawaban 26,47 23,52 2,94 47,05
21
61,76
11 7 5 4 24 1 1 8
32,35 20,58 14,71 11,76 70,58 2,94 2,94 23,53
Kegiatan yang disukai pengunjung di pulau Rambut terutama melihat dan menikmati pemandangan alam (61,76%) hal ini terutama karena kondisi alami Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang memiliki lokasi-lokasi dengan pemandangan yang indah seperti laguna dan pantai berpasir. Berimbangnya pengunjung yang datang dengan tujuan penelitian dan tujuan berekreasi dapat mengarah kepada suatu interpretasi yang mendukung hal ini. Di lokasi-lokasi yang
disukai
pengunjung
dapat
dibuat
suatu
papan
interpretasi
yang
menjelaskan kondisi alamiah yang ada dengan disertai peringatan-peringatan untuk selalu menjaga kelestarian Pulau Rambut. selain itu, pengunjung datang untuk mengamati binatang (32,35%), sehingga informasi mengenai Suaka Margasatwa Pulau Rambut terutama tentang keanekaragaman dan keunikan satwanya harus disampaikan melalui media-media yang mudah dilihat dan dipahami. Pengunjung lebih banyak datang bersama keluarga (70,58%) dan lainnya (26,47%) yang kebanyakan datang berkelompok, sehingga interpretasi dapat disampaikan pula dengan diskusi kelompok. Informasi yang disampaikan kepada pengunjung yang berkelompok dapat bermanfaat dalam menghimpun dukungan pelestarian Pulau Rambut dari masyarakat luas. Pembatasan jumlah pengunjung dan frekuensi kegiatan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut perlu ditegaskan melalui peraturan yang sah, sehubungan dengan pola kedatangan pengunjung yang sebagian besar berkelompok ini.
36
4.5.2. Pengetahuan Tentang Potensi Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut Pengetahuan pengunjung ini mencakup pengetahuan mengenai potensi Pulau Rambut baik flora maupun fauna (Tabel 8). Pengunjung memandang keunikan binatang terutama
burung air (73,52%) dan keunikan tumbuhan
(20,58%) di Pulau Rambut sebagai potensi utamanya. Hal ini menunjukkan bahwa pengunjung menyadari bahwa Suaka Margasatwa Pulau Rambut merupakan kawasan bagi perlindungan keanekaragaman hayati terutama satwaliar. Interpretasi tentang fauna dan flora perlu diterangkan dengan jelas kepada pengunjung melalui fasilitas interpretasi seperti papan obyek dan peta interpretasi yang menunjukkan dimana satwa-satwa dapat ditemui dengan aman oleh pengunjung. Tabel 8. Pengetahuan pengunjung tentang potensi kawasan No 1.
Pengetahuan Pengunjung Daya tarik utama Pulau Rambut
keunikan binatang keunikan hutan dan tumbuhan serta kegunaannya pemandangan alam lainnya 2. Binatang yang paling burung menarik ular biawak kalong lainnya 3. Jenis burung air yang kowak menarik * cangak kuntul pecuk lainnya 4. Jenis burung lain (selain elang laut burung air) yang kepodang menarik * kucica lainnya 5. Tumbuhan yang bakau menarik * kingkit kepuh kedoya lainnya 6. Hal yang menarik dari fungsinya sebagai habitat binatang tumbuhan tersebut ciri-ciri fisiknya nilai ekonomi/harganya lainnya 7. Perlukah potensi itu ya dipertahankan tidak Ket: * pengunjung boleh menjawab lebih dari 1 jawaban
Jumlah Responden 25
Persentase jawaban 73,52
7
20,58
4 3 24 6 4 3 0 13 11 10 10 11 23 8 3 5 25 9 7 3 1 17 16 1 1 32 2
11,76 8,82 70,58 17,64 11,76 8,82 0 38,23 32,35 29,41 29,41 32,35 67,64 23,52 8,82 14,70 73,52 26,47 20,58 8,82 2,94 50 47,05 2,94 2,94 94,11 5,88
Pendapat diatas dikuatkan dengan pilihan binatang yang paling menarik bagi pengunjung yaitu burung (70,58%). pengunjung menyukai burung karena banyaknya atraksi yang ditampilkan burung-burung tersebut seperti pada saat terbang, mencari makan maupun membuat sarang, juga karena burung-burung tersebut dapat dengan mudah dilihat serta jumlahnya yang banyak.
37
Secara spesifik burung air yang menarik menurut pengunjung yang datang adalah burung Kowak malam kelabu (38,23%) dan cangak (32,35%). Kedua jenis burung ini memang termasuk burung yang paling sering terlihat di Pulau Rambut, sehingga pengunjung dapat dengan mudah mengenalinya. Sedangkan untuk jenis tumbuhan yang menarik bagi pengunjung adalah bakau (73,52%) dan kingkit (26,47%) karena tumbuhan tersebut memiliki kekhasan tertentu seperti bentuk/ ciri-ciri fisiknya yang unik (47,05%). 4.5.3. Tanggapan Terhadap Kegiatan dan Fasilitas yang Mendukung Interpretasi Tanggapan
pengunjung
terhadap
kegiatan
dan
fasilitas
yang
mendukung interpretasi (Tabel 9) mencakup cara yang dipilih untuk melakukan kegiatan di Pulau Rambut, kegiatan pemanduan dan harapan/keinginan terhadap fasilitas interpretasi. Tabel 9. Tanggapan pengunjung terhadap kegiatan dan fasilitas pendukung interpretasi No 1.
Tanggapan terhadap kegiatan dan fasilitas interpretasi Cara yang dipilih untuk melakukan kegiatan
perjalanan dengan pemandu jalur pemanduan sendiri (mandiri) lainnya 2. Pendapat mengenai sudah cukup baik pemanduan yang ada informasi yang disampaikan sedikit pemandu kurang informatif lainnya 3. Fasilitas pendukung pusat informasi interpretasi yang perlu buku informasi tentang Pulau ditambahkan * Rambut shelter peta interpretasi lainnya 4. Fasilitas tambahan lain yang WC perlu dibangun * tempat sampah homestay toko souvenir lainnya Ket: * pengunjung boleh menjawab lebih dari 1 jawaban
Jumlah Responden 30
Persentase jawaban 88,23
3
8,82
1 20
2,94 58,82
9
26,47
3 1 23
8,82 2,94 67,64
21
61,76
15 13 4 15 14 14 6 8
44,11 38,23 11,76 44,11 41,17 41,17 17,64 23,52
Pengunjung yang datang ke Pulau Rambut memilih cara untuk melakukan kegiatannya disertai oleh pemandu (88,23%), lainnya memilih untuk melakukan perjalanan secara mandiri (8,82%). Sehingga perlu diperhatikan adanya sumberdaya pemandu, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pemandu (interpreter) perlu menguasai kecakapan khusus yang diperlukan sebagai
interpreter,
serta
pengetahuan
tentang
segala
potensi
Suaka
Margasatwa Pulau Rambut. Pilihan tersebut sesuai dengan tanggapan sebagian besar pengunjung yang menilai bahwa pemanduan yang ada sudah cukup baik
38
(58,82%), lainnya menilai informasi yang disampaikan sedikit (26,82%) dan pemandu kurang informatif (8,82%). Dari hasil wawancara dengan beberapa pengunjung dihimpun tanggapan yang menilai bahwa pengetahuan pemandu sudah cukup baik tetapi kemampuan teknis sebagai seorang interpreter sangatlah kurang, terutama kemampuan berkomunikasi. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus karena komunikasi merupakan unsur utama interpretasi. Harapan/keinginan
pengunjung
terhadap
penambahan
fasilitas
pendukung interpretasi sangat tinggi terutama pusat informasi pengunjung (67,64%), hal ini menunjukkan bahwa pengunjung memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap potensi Pulau Rambut. Sedangkan fasilitas tambahan lainnya yang diinginkan yaitu WC (44,11 %), tempat sampah (41,17%) dan homestay (41,17%). Meski pengunjung menginginkan adanya tempat sampah, tetapi pengunjung tetap harus dihimbau agar tidak membuang sampah di Pulau Rambut dan membawa kembali sampah yang dibawanya, himbauan ini dapat disampaikan melalui media interpretasi seperti papan peringatan. Homestay diperlukan untuk pengunjung yang melakukan kunjungan lebih dari 1 hari di Pulau Rambut/penelitian, tetapi sebaiknya dibangun di Pulau Untung Jawa, agar aktivitas yang dilakukan di malam hari tidak mengganggu satwa di Pulau Rambut.
39
4.6. Perencanaan Interpretasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut Interpretasi yang dapat dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut merupakan interpretasi untuk kegiatan khusus, dalam hal ini pendidikan dan penelitian. Walaupun di kawasan ini dapat dilaksanakan kegiatan wisata terbatas, namun wisata yang dilaksanakan bukanlah seperti wisata pada umumnya, melainkan kegiatan wisata yang berbasis pendidikan dan penelitian. Metode interpretasi yang dapat dilaksanakan sehubungan dengan pemikiran diatas dan cara yang dipilih pengunjung dalam melakukan kegiatannya di Pulau Rambut, yaitu interpretasi dengan pemanduan (guided interpretation). Meski demikian, pengunjung yang datang dengan tujuan untuk penelitian bisa diberi pengecualian untuk melakukan kegiatannya tanpa pemanduan, sehingga bisa lebih leluasa. Dengan rencana yang disusun ini, efektifitas penyampaian interpretasi dan mekanisme pengawasan bagi kegiatan yang dilaksanakan pengunjung di kawasan ini dapat ditingkatkan. Sehingga dampak negatif dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan terhadap kelestarian kawasan dan segala potensinya, dapat ditekan seminimal mungkin. Meskipun demikian, pengecualian dapat diberikan pada peneliti atau kegiatan penelitian yang tidak terlalu membutuhkan pemanduan (self interpretation). Kendala
dalam
pelaksanaan
interpretasi
ini
adalah
minimnya
sumberdaya pemandu di Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Pemandu yang ada sekarang merupakan petugas BKSDA DKI Jakarta yang hanya berjumlah 4 orang dan belum memiliki kemampuan yang cukup sebagai pemandu (interpreter), hal ini berkaitan dengan kurangnya kegiatan pelatihan pemanduan. Untuk mengatasi hal ini, perlu segera dilaksanakan kegiatan pelatihan pemanduan bagi petugas BKSDA di Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan beberapa anggota masyarakat sekitar Pulau Rambut (Pulau Untung Jawa), sehingga kualitas dan kuantitas pemandu dapat ditingkatkan. Selain itu, dapat menjadi upaya pemberdayaan masyarakat sekitar dalam pegelolaan Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Perencanaan interpretasi yang dilaksanakan adalah perencanaan jalur interpretasi dan fasilitas pendukung interpretasi. Jalur-jalur ini dibuat dengan pertimbangan bahwa jalur-jalur tersebut berada pada areal-areal dengan potensi flora dan fauna yang cukup besar, aman bagi pengunjung, serta memiliki rentang
40
yang tidak terlalu panjang sehingga dapat mendukung upaya penyampaian informasi kepada pengunjung secara utuh dan optimal. Pemilihan jalur-jalur ini mempertimbangkan juga dampak negatif yang dapat timbul terhadap kelestarian kawasan dan potensi keanekaragaman hayatinya, akibat adanya aktivitas manusia di Pulau Rambut terutama terhadap keberadaan burung air. sehingga pembatasan-pembatasan dalam hal jumlah pengunjung, aktivitas, lokasi yang dikunjungi dan frekuensi kunjungan harus segera diperjelas dan disahkan. Berdasarkan wawancara dengan pegawai BKSDA DKI Jakarta, dihimpun informasi bahwa sampai saat ini belum dikeluarkan peraturan yang sah untuk mengatur hal tersebut. Peraturan yang dilaksanakan saat ini merupakan peraturan yang bersifat sementara. Jumlah total pengunjung yang diperbolehkan datang dalam satu kali kunjungan sebanyak 50 orang, serta yang masuk ke jalur interpretasi yang sudah ada (di dalam hutan sekunder campuran) dibatasi sebanyak 10 orang. Biaya pemanduan ditentukan sebesar Rp. 75.000 per hari untuk setiap pemandu. Pengaturan ini dikontrol langsung oleh pihak BKSDA DKI Jakarta pusat, sama dengan peraturan ijin masuk kawasan yang diharuskan mengajukan pembuatan Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI), sehingga kemungkinan terjadinya benturan kegiatan dan jumlah kunjungan dapat dihindarkan. Pembatasan-pembatasan perlu lebih ditingkatkan untuk kegiatankegiatan yang dilaksanakan di Pulau Rambut, khususnya pada musim berbiak burung air karena jenis burung ini memiliki kepekaan dan ketergangguan yang sangat tinggi terhadap aktivitas manusia. Pembatasan yang dapat dilakukan adalah dengan menurunkan jumlah total pengunjung yang datang dalam satu kali kunjungan dari 50 orang menjadi 20 orang per kunjungan dan maksimal pengunjung yang masuk ke dalam jalur interpretasi sebanyak 2 - 5 orang. Ditentukan pula waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan pengamatan satwa, kecuali untuk kegiatan penelitian yang membutuhkan rentang waktu lama.
41
4.6.1. Perencanaan Jalur Interpretasi Interpretasi merupakan suatu upaya mengkomunikasikan sumberdaya dengan pengunjung. Oleh karena itu diperlukan suatu fasilitas (jalur interpretasi) yang menghubungkan kedua hal ini secara langsung. Meskipun sudah ada jalur interpretasi di Pulau Rambut, namun perlu direncanakan jalur-jalur lainnya agar informasi yang disampaikan lebih banyak dan mendalam. Jalur-jalur interpretasi yang direncanakan, terutama ditujukan untuk mengungkapkan potensi Suaka Margasatwa Pulau Rambut, baik potensi flora maupun fauna (satwa) kepada pengunjung. Berdasarkan hasil analisis tentang potensi Pulau Rambut, terdapat 3 jalur interpretasi yang direncanakan. Jalur-jalur tersebut mewakili 3 tipe vegetasi yang ada di Pulau Rambut (hutan pantai, hutan sekunder campuran, dan hutan mangrove) yaitu jalur interpretasi Dermaga, jalur interpretasi hutan pantai – menara pengamatan dan jalur menara pengamatan – hutan mangrove rusak (jalur interpretasi mangrove). Jalur-jalur tersebut dapat ditempuh dalam waktu kurang dari 1 jam, namun dalam interpretasi yang bebasis penelitian dan pendidikan ini, aktivitas pengunjung tidak dibatasi dari lamanya waktu tempuh dalam jalur, karena kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan membutuhkan kebebasan dalam waktu.
a. Jalur Interpretasi Dermaga Jalur interpretasi Dermaga terletak di bagian Timur-Selatan Suaka Margasatwa Pulau Rambut dengan panjang sekitar 136,78 meter. Pengunjung dapat menikmati pemandangan lautan yang indah ke arah Jakarta dari dermaga kapan saja, sambil melakukan pengamatan satwa. Waktu-waktu yang paling tepat untuk melakukan pengamatan satwa adalah sekitar pukul 05.15-06.45 WIB pagi dan pukul 17.15-18-00 WIB sore, karena berbagai jenis burung air dengan kelimpahan yang besar keluar-masuk Pulau Rambut dapat dilihat dengan jelas pada waktu-waktu tersebut. Hampir semua jenis burung air yang bersifat diurnal dan sebagian besar jumlahnya, terbang keluar pada pagi hari untuk mencari makan di daerah-daerah sekitar Pulau Rambut, kecuali burung Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax) dan kalong (Pteropus vampyrus) yang mempunyai sifat berbeda (nokturnal) datang kembali ke Pulau Rambut. Hal sebaliknya akan terjadi di sore hari, burung Kowak malam kelabu dan kalong terbang keluar sedangkan burung air yang lain kembali pulang ke Pulau Rambut.
42
Pengunjung dapat mengamati perilaku burung pecuk (Phalacrocorax sp.) yang sedang mencari makan. Pecuk merupakan salah satu jenis burung air yang memiliki selaput dikakinya sehingga dapat berenang dan menyelam di laut untuk mencari ikan. Burung cikalang (Fregata ariel) yang merupakan perampok makanan burung lain dapat dilihat selalu terbang berputar-putar di sekitar Pulau Rambut. selain jenis burung air, biawak (Varanus salvator) pun sering mencari makan sampai ke pantai di pagi dan sore hari, reptil ini memiliki kemampuan seperti pecuk untuk mencari makan dengan menyelam ke laut. Jalur ini merupakan jalur yang paling aman, baik untuk pengunjung maupun bagi berbagai jenis satwa yang dapat ditemukan di jalur ini. Karena kegiatan yang dilakukan untuk mengamati satwa dapat dilakukan dari jarak yang ideal tanpa mengganggu ketenangan satwa. Selain itu, segala aktivitas pengunjung di jalur ini dapat terus dalam pengawasan petugas BKSDA di Pulau Rambut. Potensi interpretasi utama yang dapat dilihat di jalur dermaga dapat dilihat pada Tabel 10, sedangkan jalur interpretasi dermaga disajikan pada Gambar 4.
43
Tabel 10. Potensi interpretasi utama pada tiap jalur interpretasi No 1.
Jalur Dermaga (Ht. Pantai – Ht. Mangrove)
Obyek
Atraksi
Semua jenis burung air dan
Keluar-masuk pulau
kalong
rambut di pagi dan sore
Burung cikalang (Fregata
Terbang berputar-putar
ariel)
di angkasa
Biawak (Varanus salvator)
Mencari makan di laut
Burung Pecuk (Phalacrocorax
Mencari makan di laut
hari
sp.) Burung Roko-roko (Plegadis
Mencari makan di ht.
falcinellus), pecuk, kowak,
mangrove di belakang
cangak abu dan kuntul kecil
pos BKSDA. Roko-roko, pecuk dan kowak bersarang di pohon Rhizophora.
2.
Hutan Pantai – Menara Pengamatan
Asosiasi burung air
Pecuk, kowak dan cangak abu yang hidup bersama di satu pohon di beberapa lokasi
Burung kuntul kerbau, kowak,
Perilaku diam
pecuk dan cangak, bluwok,
(bertengger),
pelatuk besi, pecuk ular
percumbuan, kawin, menyusun sarang, mengerami telur.
Kingkit, cabai jawa, beringin
Flora dengan bentuk dan manfaat yang khas.
Kalong
Berisitirahat pada pohon kedoya di siang hari, di beberapa lokasi
Reptil (biawak, ular sanca dan
Mencari makan di lantai
cincin mas)
hutan sekunder campuran, berjemur di atas kingkit, melilit di cabang pohon.
Kuntul besar, kuntul kecil,
Diamati dari menara,
cangak merah, kowak, cangak
bertengger di pohon-
abu, kuntul kerbau
pohon di hutan mangrove pulau rambut bagian barat laut.
3.
Menara Pengamatan – Ht. Mangrove
Berbagai jenis flora hutan
Bentuk dan sifatnya
rusak
mangrove
yang khas di hutan mangrove.
Burung cangak merah, kuntul,
Mencari makan di hutan
bluwok.
mangrove yang rusak.
44
b. Jalur Hutan Pantai – Menara Pengamatan Jalur interpretasi ini awalnya dibangun di tengah-tengah Suaka Margasatwa Pulau Rambut (hutan sekunder campuran) dan
diperuntukkan
sebagai jalur patroli keamanan. Jalur yang berawal dari hutan pantai ini, dapat dibagi menjadi 3 jalur interpretasi yaitu jalur yang langsung menuju menara pengamatan (373,99 meter), jalur yang melalui percabangan jalur kanan-menara (503,63 meter) dan jalur yang melalui percabangan jalur kiri-menara (451,79 meter). Pengunjung dapat memilih salah satu jalur ini ataupun melakukan perjalanan pada seluruh jalur yang ada. Perjalanan pada jalur percabangan kanan maupun kiri dapat diteruskan sampai ke menara pengamatan. Jalur interpretasi ini dapat dikatakan merupakan jalur utama yang ada di Pulau Rambut bagian Tengah, karena dihuni oleh banyak jenis burung air, mamalia dan reptilia. Selain itu memiliki keanekaragaman flora paling tinggi dibanding tipe hutan lainnya yang ada di Pulau Rambut. Data-data satwa yang ditemukan di jalur ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Jenis-jenis burung air yang dapat diamati di jalur ini diantaranya burung Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), Pecuk (Phalacrocorax sp.), Cangak abu (Ardea cinerea), Bangau bluwok (Mycteria cinerea) dan Ibis Pelatuk besi (Threskiornis melanocephalus). Perilaku yang menarik untuk diamati pada jalur ini yaitu adanya perilaku sosial (asosiasi) dari burung-burung air tersebut untuk hidup bersama pada satu pohon. Selain itu, bulan Februari-Maret merupakan musim perkembangbiakan bagi sebagian besar jenis burung air, sehingga sepanjang jalur akan sering ditemui rangkaian perilaku berbiak burungburung ini seperti perilaku percumbuan, perilaku membuat sarang, dan perilaku mengerami telur serta memelihara anak. Selain jenis satwa, di sepanjang jalur ini dapat ditemukan tumbuhan dengan keunikan dan manfaat khusus seperti kingkit (Triphasia trifolia), cabai jawa (Piper retrofractum) dan beringin pencekik (Ficus sp). Kingkit merupakan tumbuhan dengan bentuk menarik, ketinggiannya dapat mencapai 3-4 meter, buahnya berwarna merah ranum dan berasa masam bila telah masak. Karena keunikannya, tumbuhan ini dapat bernilai ekonomis tinggi, sebab sangat baik bila diolah menjadi bonsai. Cabai jawa merupakan tumbuhan obat yang berkhasiat untuk meningkatkan dan menjaga stamina, oleh karena itu tumbuhan ini sering
46
digunakan sebagai campuran jamu. Tumbuhan ini, sama dengan kingkit, tersebar acak di dalam hutan sekunder campuran dan mudah ditemukan. Ara pencekik atau beringin pencekik (Ficus sp) memiliki bentuk yang sangat unik. Pohon ini hidup sebagai parasit pada pohon lain, memulai hidup di tajuk pohon lain, bila bijinya diciritkan burung. Biji tersebut akan tumbuh terus di tajuk pohon inang dan lama kelamaan akar-akar gantungnya akan membelit batang pohon inang. Cengkeraman akar gantung pohon parasit ini akan semakin menguat, bila akar gantungnya sudah menyatu akan tampak seperti tali besar yang berbelit-belit di seputar inangnya. Pohon inang akan mati setelah seluruh tajuknya tertutup tajuk parasit ini. Bagian bawah pohon beringin, terutama yang pohon inangnya sudah mati, akan berlubang-lubang dan biasanya dijadikan sarang biawak. Jalur interpretasi dari hutan pantai menuju ke menara pengamatan, dapat dilihat pada Gambar 5.
47
c. Jalur Menara Pengamatan – Hutan Mangrove Rusak (Jalur Interpretasi Mangrove) Jalur lain yang paling potensial untuk dikembangkan adalah jalur interpretasi mangrove (Gambar 6). Jalur ini merupakan kelanjutan dari jalur utama yang bermula dari hutan sekunder campuran, sampai ke hutan magrove di sebelah utara Pulau Rambut, dengan panjang sekitar 171,44 meter. Perjalanan di jalur ini melalui dataran hasil pelapukan karang (atol) dan biota laut berkapur yang berwarna putih kehijauan, karena ditumbuhi lumut serta di beberapa bagian bercampur lumpur khas hutan mangrove. Sesuai dengan namanya, jalur interpretasi mangrove ini memiliki berbagai
macam
potensi
vegetasi
khas
hutan
mangrove
yang
dapat
diinterpretasikan kepada pengunjung, pemandangannya yang indah dan teduh, serta dapat memperlihatkan kepada pengunjung bagian hutan mangrove yang sudah rusak di sebelah utara Pulau Rambut dan pengaruhnya negatifnya terhadap keanekaragaman hayati di dalamnya terutama pada jenis burung air. Pada jalur interpretasi mangrove tercatat 12 jenis tumbuhan (Tabel 11), yang sebagian besar diantaranya merupakan tumbuhan khas mangrove yaitu bola-bola (Xylocarpus granatum), buta-buta (Excoecaria agallocha), Tengar (Ceriops tagal) dan bakau (Rhizophora mucronata). Selain itu terdapat tumbuhan Bunga kupu-kupu (Bauhinea purpurea) dan gambir laut (Calelodendron inerme). Tabel 11. Flora di jalur interpretasi mangrove No
Nama jenis Lokal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bola-bola Buta-buta Bunga kupu-kupu Papacaran/Gambir laut Sawo kecik Bakau Bayur laut Centigi Kingkit Waru laut Rotan wowo Tengar
Latin Xylocarpus granatum Excoecaria agallocha Bauhinea purpurea Calelodendron inerme Manilkara kauki Rhizophora mucronata Pterospermum sp Pemphis acidula Triphasia trifolia Thespelia populnea Rhapidophora minor Ceriops tagal
Bentuk (life form) Pohon Pohon Pohon Tumbuhan bawah Pohon Pohon Pohon Pohon Semak pohon Tumbuhan bawah pohon
Selain memiliki potensi vegetasi khas mangrove, di jalur ini pun terdapat beberapa jenis burung air yang menjadi obyek interpretasi seperti burung Cangak merah, Kuntul besar, Kuntul kecil, Cangak abu dan Bangau bluwok. Burung-burung air tersebut terutama dapat diamati ketika sedang mencari makan di hutan mangrove yang rusak. Biawak biasanya berada dekat menara pengamatan, pada awal jalur menuju ke hutan mangrove.
49
Dengan memperlihatkan hutan mangrove yang sudah rusak kepada pengunjung diharapkan pengunjung dapat memahami bahwa kondisi fisik Pulau Rambut semakin menurun, dan dengan itu menurun pula kualitas daya dukungnya terhadap kehidupan berbagai jenis satwa yang ada, terutama berbagai jenis burung air yang menggunakan hutan mangrove sebagai habitat utamanya. Informasi mengenai faktor penyebab kerusakan (terutama karena adanya sampah dan abrasi) ini dapat dijelaskan kepada pengunjung serta dipadukan dengan ajakan untuk turut serta dalam upaya pelestarian Pulau Rambut dan keanekaragaman hayatinya. Selain itu, pengunjung diharapkan akan mengkampanyekan hal ini kepada khalayak luas, sehingga dukungan masyarakat untuk melestarikan Pulau Rambut semakin tinggi.
50
4.6.2. Perencanaan Fasilitas Pendukung Interpretasi a. Kondisi fasilitas yang sudah ada saat ini Berbagai fasilitas pendukung interpretasi yang sudah ada di Suaka Margasatwa Pulau Rambut (Tabel 12) seperti papan nama obyek/papan interpretasi, jalur interpretasi, papan penunjuk arah, papan peringatan dibangun untuk mendukung kegiatan interpretasi yang dilaksanakan di Pulau Rambut. Fasilitas pendukung tersebut telah dibangun sejak lama sehingga sebagian besar sudah dalam kondisi yang rusak dan perlu segera diperbaiki. Papan nama obyek interpretasi terbuat dari seng yang diberi tulisan dengan cat yang mudah luntur dan menjadi tidak jelas, papan penunjuk arah dan papan peringatan yang ada terbuat dari kayu dan papan, yang sudah lapuk serta pesan yang disampaikan tidak jelas lagi. Kondisi fasilitas interpretasi yang sudah rusak akan berpengaruh kepada banyaknya informasi yang bisa diterima dan dimengerti pengunjung serta berkurangnya efektifitas interpretasi. Selain itu, penempatan fasilitas pendukung interpretasi tersebut perlu ditata kembali agar memberikan informasi secara optimal kepada pengunjung yang datang ke Pulau Rambut. Penempatan fasilitas intepretasi sebaiknya di lokasi-lokasi yang mudah dilihat oleh pengunjung, tidak tersembunyi atau terhalangi, serta memberikan informasi yang tepat mengenai suatu obyek interpretasi. Tabel 12. Fasilitas-fasilitas pendukung Interpretasi yang sudah ada di Suaka Margasatwa Pulau Rambut No 1
Nama Papan peringatan 1
2
Papan peringatan 2
3
Papan obyek 1
4
Penunjuk arah 1
5 6 7 8 9 10 11
Papan obyek 2 Papan obyek 3 Papan obyek 4 Papan obyek 5 Papan arah 2 Papan arah 3 Menara pengamatan
12 13
Shelter Jalur interpretasi
Kowak malam kelabu dan Bangau bluwok Arah ke menara dan obyek pengamatan Raja udang dan Kuntul kecil Pohon kepuh dan Biawak Kalong Kingkit dan Ular Cincin mas Jalur 2 (elang laut dan laguna) Jalur 1 Dibangun tahun 1983 oleh Dinas Kehutanan DKI Di jalur utama arah kanan Sepanjang total 0,59 Km
14
Label tumbuhan
Pohon-pohon
15
Relief potensi flora dan fauna di Pulau Rambut Papan peringatan Papan penunjuk
Dibangun oleh Dinas Kehutanan DKI Jakarta Mei 1978 Depan pos BKSDA Arah persemaian
16 17
Deskripsi Larangan merokok dalam jalur pengamatan Keberadaan ular berbisa
Keterangan (kondisi) Masih baik, perlu perbaikan dan perawatan Terbuat dari kayu dan papan, lapuk. Perlu diganti permanen Tulisan masih baik, gambar rusak Lapuk, tulisan masih baik Tulisan masih baik, gambar rusak Tulisan dan gambar rusak Baik Baik Baik Baik Rusak Rusak, tak terawat Secara umum masih baik, perlu perbaikan di beberapa bagian, perawatan Secara umum masih baik, perlu perawatan Perlu perbaikan (pembaruan obyek) tulisan dan gambar Rusak Baik
52
b. Fasilitas pendukung Interpretasi yang direncanakan Fasilitas interpretasi yang dibangun merupakan media penyampaian informasi dan pesan-pesan mengenai Pulau Rambut dan potensinya kepada pengunjung. Karenanya perlu dilakukan penambahan fasilitas yang mendukung interpretasi dan sesuai dengan metode penyampaian interpretasi yang telah direncanakan, sesuai dengan perkembangan aktivitas yang dilakukan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang berbasis pendidikan dan penelitian. Fasilitas pendukung interpretasi yang dapat ditambahkan sesuai dengan keinginan pengunjung (Tabel 13) adalah pusat informasi pengunjung, buku informasi tentang Pulau Rambut, shelter, dan peta jalur perjalanan. Selain itu perlu dibuat pula tambahan papan peringatan atau larangan untuk pengunjung yang datang terutama yang berhubungan dengan menjaga kelestarian Pulau Rambut dan keanekaragaman hayatinya. Sedangkan fasilitas tambahan lainnya yang diinginkan oleh pengunjung yaitu WC, tempat sampah, dan homestay. Tabel 13. Rencana tambahan Fasilitas pendukung Interpretasi No 1 2
3
4
Nama
deskripsi
Pusat informasi pengunjung
1 buah di dekat pos BKSDA
Peta interpretasi
1 buah berukuran cukup besar dan mudah dibaca di setiap awal
Shelter
tambahan 1 buah di jalur kiri atau jalur utama dekat menara
jalur
pengamatan Papan peringatan
himbauan
untuk
tidak
mengganggu
satwa
dalam
jalur
interpretasi, masing-masing 1 di setiap jalur
7
Pal jalur interpretasi
sepanjang jalur interpretasi
8
Petunjuk arah
pada percabangan jalur/awal dan akhir suatu jalur interpretasi
Pusat informasi pengunjung yang dibangun tidak perlu terlalu luas yang terpenting adalah tersedianya informasi mengenai Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang bisa didapat dengan optimal oleh pengunjung. Infomasi yang ditampilkan bisa dalam bentuk display hasil dokumentasi, deskripsi potensi flora dan fauna, serta hasil-hasil penelitian yang diaksanakan di Pulau Rambut. Peta interpretasi yang dibangun adalah yang menampilkan jalur-jalur pengamatan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, panjangnya serta potensi di dalamnya. Homestay dapat dibangun di Pulau Untung Jawa sebagai tempat peristirahatan bagi pengunjung yang datang lebih dari 1 hari di Pulau Rambut. Pondok peneliti dapat dibangun berdekatan ataupun bersatu dengan pos BKSDA bagi peneliti yang tinggal di Pulau Rambut dalam waktu yang cukup lama.
53
Pembangunan
atau
penempatan
fasilitas-fasilitas
pendukung
interpretasi tersebut harus memperhatikan kondisi lingkungan di sekitarnya agar tidak memberi kesan yang terlalu kontras dengan alam sehingga tidak menjadi gangguan bagi satwa-satwa di Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Hal ini bisa dilakukan dengan pemilihan bahan yang alami seperti dari kayu, atap yang dilapisi rumbia serta warna bangunan yang tidak terlalu mencolok serta ditempatkan mengumpul dekat dengan pos BKSDA terutama pusat informasi dan homestay. Fasilitas pendukung interpretasi tersebut dibangun mengumpul agar tidak terlalu banyak lahan yang terpakai, sehingga kondisi alamiah di sekitarnya tetap terjaga, serta agar tidak terlalu mengusik satwa-satwa dengan kehadiran bangunan-bangunan ini. Fasilitas-fasilitas interpretasi tersebut pada dasarnya merupakan penunjang kegiatan interpretasi pada jalur-jalur yang telah direncanakan. Oleh karena itu, fasilitas-fasilitas yang dibangun harus berisi informasi yang tepat, mengena dan sesuai dengan kondisi yang ada di Pulau Rambut. Fasilitas interpretasi yang direncanakan pada tiap jalur interpretasi disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Fasilitas yang direncanakan pada tiap jalur interpretasi No 1.
Jalur Interpretasi Dermaga (Ht. Pantai – Ht. Mangrove)
Fasilitas yang diperlukan Pusat informasi Peta interpretasi Peneduh/shelter Papan peringatan Petunjuk arah Papan interpretasi
2.
Hutan Pantai – Menara Pengamatan
Peta interpretasi Pal Petunjuk arah Shelter tambahan (2 buah) Papan interpretasi Papan peringatan
3.
Menara Pengamatan – Hutan Mangrove Rusak
Peta interpretasi Pal Papan peringatan Papan interpretasi Petunjuk arah
54
4.7. Keselamatan Pengunjung dan Kelestarian Sumberdaya Interpretasi yang disampaikan mengenai suatu kawasan dan potensi yang dimilikinya haruslah bersifat utuh dan menyeluruh. Selain itu, dalam penyampaian interpretasi dengan berbagai metode dengan bantuan berbagai media interpretasi, keselamatan pengunjung merupakan persyaratan yang perlu diperhatikan. Namun sesuai dengan fungsi utama Suaka Margasatwa sebagai kawasan perlindungan satwaliar, serta batasan kegiatan yang dapat dilakukan di kawasan ini (pendidikan, penelitian dan wisata terbatas). Sehingga interpretasi yang dilaksanakan, selain memperhatikan keselamatan pengunjung, perlu juga menjaga kelestarian sumberdaya sebagai prioritas utama dalam pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
4.7.1. Keselamatan Pengunjung Keselamatan pengunjung merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam interpretasi. Adanya jalur interpretasi dan fasilitas pendukung interpretasi dalam suatu kawasan merupakan sarana untuk mengkomunikasikan potensi suatu kawasan kepada pengunjung, sekaligus menuntun pengunjung dalam melakukan kegiatannya. Sehingga pengunjung dapat diarahkan untuk menghindari hal-hal yang dapat mengganggu keselamatan dan keamanannya selama melakukan kegiatan. Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut secara umum merupakan kawasan yang cukup aman bagi pengunjung. Meski demikian, perlu disampaikan kepada pengunjung mengenai kondisi alami Pulau Rambut dan berbagai resiko yang mungkin timbul bila tidak berhati-hati. Pengarahan yang dilakukan pada pengunjung ketika pengunjung datang di Pulau Rambut merupakan salah satu upaya pencegahan terhadap gangguan keselamatan pengunjung yang paling efektif. Sesuai dengan kondisi fisik Pulau Rambut yang beragam, pengunjung diharuskan memakai alas kaki (sepatu), topi dan pakaian yang menutup kaki sampai mata kaki selama melakukan kegiatan di Pulau Rambut. Khusus di dalam hutan sekunder campuran, baju yang dipakai hendaknya berwarna gelap dan berlengan panjang. Selain itu, pengunjung sebaiknya tidak diperkenankan untuk berenang karena di daerah pantai di Pulau Rambut banyak ditemukan Bulu babi, ikan Pari dan ikan Sembilang karena memiliki alat pertahanan (duri, ekor, patil) yang berbahaya bagi manusia, serta sampah yang dapat membahayakan pengunjung.
55
4.7.2. Kelestarian sumberdaya Interpretasi yang dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut sebagai jembatan antara pengunjung dan sumberdaya yang terdapat dalam suatu kawasan, harus sesuai dengan fungsi utama kawasan ini sebagai kawasan bagi perlindungan satwaliar. Sebagian besar jenis satwa yang hidup di Pulau Rambut, terutama jenis burung air merupakan satwa yang sangat sensitif dan mudah stres terhadap kehadiran manusia. Ketergangguan terhadap kehadiran manusia ini ditunjukkan dengan melarikan diri, jatuhnya makanan, telur dan anakan ke lantai hutan. Bila kegiatan yang dilakukan tidak terkendali, maka dampak negatif yang mengancam kelestarian keanekaragaman hayati di Pulau Rambut akan semakin besar. Pembatasan-pembatasan untuk kegiatan yang dilakukan di Pulau Rambut mencakup pembatasan jumlah pengunjung, musim kunjungan, serta lokasi yang dapat dikunjungi oleh pengunjung. Jumlah pengunjung maksimal yang datang ke Pulau Rambut pada satu kali kunjungan maupun jumlah pengunjung yang diperbolehkan masuk ke dalam jalur interpretasi harus dibatasi. Pada musim perkembangbiakan burung air, pengunjung dibatasi maksimal 20 orang untuk satu kali kunjungan, dengan pembagian kelompok yang masuk ke jalur interpretasi maksimal 5 orang, atau tidak ada kunjungan sama sekali kecuali untuk kepentingan penelitian. Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan satwa-satwa di Pulau Rambut, terutama burung air untuk berkembangbiak dengan optimal. Sedangkan pada musim selain musim perkembangbiakkan, jumlah pengunjung dapat ditambah sampai 50 orang, dengan pembagian kelompok yang masuk ke jalur interpretasi maksimal 10 orang. Lokasi yang dapat dikunjungi pengunjung dibatasi pada lokasi-lokasi yang menampilkan potensi Pulau Rambut, namun tidak seluruhnya. Lokasi-lokasi yang perlu dijaga dari pengunjung misalnya lokasi bertelur dan lokasi mencari makan burung air. Pengunjung dapat melakukan pengamatan dari menara pengamatan atau dari jarak yang tidak terlalu dekat dengan menggunakan alat bantu (teropong) untuk lokasi-lokasi yang dibatasi kunjungannya. Pembatasan-pembatasan bagi kegiatan yang dapat dilaksanakan di Pulau Rambut ini perlu ditetapkan dengan peraturan yang sah serta disosialisasikan kepada pengunjung yang datang maupun pengunjung yang akan datang ke Pulau Rambut (actual visitors and potential visitors), sehingga kelestarian potensi keanekaragaman hayati Pulau Rambut dapat terus terjaga.
56
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwaliar jilid I. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan (YPFK). Bogor. Ayat, A. 2002. Perilaku Berbiak Burung Bluwok (Mycteria cinerea Raffles) di Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Azhar, A. 2002. Evaluasi Terhadap Kelimpahan dan Pola Penggunaan Habitat Bersarang Burung Merandai Pada Musim Berbiak Di Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Berkmuller, K. 1981. Guidelines and Techniques for Environmental Interpretation. Published with the Support of the Netherlands Foundation for International Nature Protection (Van Tienhoven Foundation) and International Union for Conservation of Nature Resources. BKSDA DKI Jakarta. 2005. Mengenal Keanekaragaman Hayati: Suaka Margasatwa Pulau Rambut. BKSDA DKI jakarta. Jakarta. Carter, J. 2001. A Sense of Place: An interpretive planning handbook. Second edition with revisions published in electronic format on the website of the Scottish Interpretation Network (www.scotinterpnet.co.uk) Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta dan Fahutan IPB. 2002. Konsep Pengembangan Lingkungan Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Proyek Penelitian Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta. Jakarta. Dwi.S. 2003. Pengembangan Interpretasi di Indonesia. Prosiding. Laboratorium Rekreasi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Fahruddin, L. 1997. Program Interpretasi Lingkungan di Wana Wisata Sarangan KPH Lawu Ds. Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fahutan IPB. Bogor. Fitriana, N. 1999. Ekologi Lansekap Cagar Alam Pulau Rambut, Jakarta. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Imanuddin dan A. Mardiastuti. 2003. Ekologi Bangau Bluwok (Mycteria cinerea) di Pulau Rambut, Jakarta. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fahutan IPB-Disney Wildlife Conservation-Wildlife Trust, USA. Bogor. Mahmud, A. 1991. Kelimpahan dan Pola Penyebaran Burung-Burung Merandai di Cagar Alam Pulau Rambut. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mardiastuti, A. 1992. Habitat and nest-site characteristics of waterbirds in Pulau Rambut Nature Reserve, Jakarta Bay, Indonesia. PhD Dissertation, Michigan State University, Michigan, USA. Muntasib E.K.S.H. 2003. Interpretasi Wisata Alam. Laboratorium Rekreasi Alam. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sharpe, G.W. 1982. Interpreting The Environment. Second Edition. John Wiley and Sons Inc. New York. Sopiyudin, E. 2003. Perencanaan Interpretasi Lingkungan di Wana Wisata Gunung Bunder KPH Bogor. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Somantri, O. 1996. Perencanaan Program Interpretasi Lingkungan di Taman Wisata Alam Gunung Papandayan Propinsi Jawa Barat. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tilden, F. 1957. Interpreting Our Heritage. The University of North Carolina Press. New York. UNESCO. 2000. Reducing Megacity Impacts on Coastal Environment-Alternative Livehoods and Waste Management in Jakarta and The Seribu Island. Coastal Region and Small Island Paper 6, UNESCO, Paris, 59 pp. Veverka .J. A. 1994. Interpretive Master Planning. Acorn Naturalist. California.
60
LAMPIRAN
Lampiran 1. KUISIONER PENELITIAN
,
Salam lestari,
Sebelumnya saya mohon maaf apabila mengganggu aktivitas Bapak/Ibu/Saudara/i. Kuisioner ini merupakan bagian dari penelitian yang bertujuan untuk menyusun suatu perencanaan interpretasi di Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang nantinya dapat digunakan sebagai penuntun dalam pelaksanaan kegiatan di Pulau Rambut. Melalui penelitian ini diharapkan dampak negatif kegiatan manusia di Pulau Rambut dapat ditekan seminim mungkin sehingga kelestariannya tetap terjaga. Karena pentingnya penelitian ini, saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuisioner ini, Terimakasih. Lingkari jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara/i pilih atas pertanyaan- pertanyaan di bawah ini. A. Latar Belakang Pengunjung 1. Jenis kelamin : P / L 2. Kota asal : …………........................................................ 3. Berapa usia Anda ? a. 12 - 17 tahun b. 18 - 25 tahun c. 26 – 50 tahun d. Lebih dari 50 tahun. 4. Apakah pendidikan terakhir/tertinggi Anda ? a. Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang setingkat b. Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang setingkat c. Perguruan Tinggi
B. Tujuan dan Pola Kunjungan
1. Apa tujuan utama Anda datang ke Suaka Margasatwa Pulau Rambut ? a. Melepas kepenatan dan kejenuhan (rekreasi) b. Penelitian c. Perjalanan ilmiah sekolah d. Lainnya (sebutkan)............................................................................. 2. Kegiatan apa yang paling Anda sukai di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut ? a. Melihat dan menikmati pemandangan alam b. Memancing dan berenang c. Mengamati binatang
62
d. Mengamati tumbuhan e. Lainnya (sebutkan)............................................................................. 3. Bersama siapa Anda datang ke kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut? a. Sendiri
b. Keluarga...............orang
c. Teman...................orang d. lainnya (sebutkan)........................................................................orang 4. Berapa lama Anda melakukan kunjungan di Pulau Rambut a. 1 hari
c. 3 hari
b. 2 hari
d. I minggu
e. lebih dari 1 bulan.
C. Potensi Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut 1. Menurut Anda, apa yang menjadi daya tarik utama dari kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut ini ? a. Keunikan binatang, terutama jenis burung air (Bluwok, Pecuk, Cangak, dll) b. Keunikan hutan dan tumbuhan, serta kegunaannya c. Pemandangan alam d. Lainnya (sebutkan)................................................................................ 2. Binatang apa yang paling menarik bagi Anda? a. Burung
c. Biawak
b. Kalong
d. Ular
e. lainnya (sebutkan)................................................................................... 3. Jenis burung air apa yang menarik bagi Anda? (boleh lebih dari 1 jawaban) a. Kowak
c. Kuntul
b. Pecuk
d. Cangak
e. lainnya (sebutkan).......................................................................................... 4. Jenis burung lain apa yang menarik bagi anda? (boleh lebih dari 1 jawaban) a. kepodang
b. kucica
c. Elang laut
d. lainnya (sebutkan)........................................................................................... 5. Tumbuhan apa yang menarik bagi Anda? (boleh lebih dari 1 jawaban) a. Kingkit
c. Bakau (hutan mangrove)
b. Kedoya
d. kepuh
e. Lainnya (sebutkan)....................................................................................... 6. Hal apa yang menarik paling menarik dari tumbuh-tumbuhan tersebut? a. Nilai ekonominya (harga) b. Ciri-ciri fisiknya c. Fungsinya sebagai tempat hidup binatang, terutama burung air
63
d. lainnya (sebutkan)........................................................................................... 7. Menurut Anda, apakah segala potensi (burung, ular, biawak, hutan, tumbuhan berguna, dll) yang ada di Pulau Rambut perlu dilindungi dan dilestarikan keberadaannya ? a. Ya
b. Tidak
D. Pemanduan – Interpretasi
1. Cara apa yang anda pilih untuk melakukan kegiatan di Pulau Rambut ? a. Perjalanan dengan pemandu
b. Jalur pemanduan sendiri (mandiri)
c. lainnya (sebutkan)............................................................................. 2. Apa pendapat anda mengenai pemanduan yang ada sekarang (dari petugas SM Pulau Rambut) ? a. pemanduan sudah cukup baik
b. Informasi yang disampaikan sedikit
c. pemandu kurang komunikatif
d. lainnya..............................................................
3. Menurut Anda fasilitas pendukung interpretasi apa yang perlu ditambahkan? (boleh lebih dari 1 jawaban) a. Pusat Informasi bagi pengunjung b. Peta jalur perjalanan c. Shelter (tempat istirahat) d. Buku Informasi tentang Suaka Margasatwa Pulau Rambut e. Lainnya (sebutkan)....................................................................................... 4. Menurut Anda fasilitas tambahan apa yang perlu dibangun di Suaka Margasatwa Pulau Rambut? (boleh lebih dari 1 jawaban) a. Tempat sampah b. WC c. Toko souvenir d. Homestay e. lainnya (sebutkan).............................................................................................
64
Lampiran 2. Data kunjungan ke Suaka Margasatwa Pulau Rambut selama tahun 2005 No. 1. 2. 3. 4. 5 6
Tanggal 9 -10 Februari 2005 9-10 Februari 2005 6 Maret 2005 6 Maret 2005 12 Maret 2005 12-15 Maret 2005
Instansi Tri Budi Panapak Pemda DKI TV7
Jumlah orang 25 10 8 20 7 8
7 8 9 10
20 Maret 2005 7 April 2005 20 April 2005 20 April 2005
Akper Pelita Harapan TV7
5 20 4 6
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
22-24 April 2005 23 April 2005 24 April 2005 24 April 2005 30 April 2005 30 April-2 Mei 2005 24 September 2005 26-27 September 2005 28 Oktober 2005 30 Oktober 2005 18-20 November 2005
3 5 51 10 90 100 57 37
22 23 24
22-23 November 2005 25-26 November 2005 9 Desember 2005
10 64 40
Observasi Observasi Observasi
25 26 27
12 Desemeber 2005 11 Januari 2006 12-26 Januari 2006
30 5
Observasi Kunjungan pengamatan Observasi
28 29 30 31 32 33 34
Feb`06-Maret`06 18 Februari 2006* 18 Februari 2006* 24 Februari 2006* 9 Maret 2006* 11 Maret 2006* 12 Maret 2006*
FMIPA UPI-Bandung Gogirl Magazine SMAN 20 Jakarta SMUN 36 Jaktim SMAN 100 Jakarta SMA PSKD VII Yayasan Mangrove Indonesia SMA Yayasan Pendidikan Keluarga Widur FFI-Indonesia Programe Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Poltek Kesehatan Jur. Teknik Radiodiagnostik&Radioterapi FFI-Indonesia Programe The Wildlife Photografers Community IPB FFI-Indonesia Programe FMIPA-UI Dinas Kehutana DKI Jakarta Perhimpunan Kader Konservasi Universitas Mercubuana Jakarta FFI-Indonesia Programe
keterangan Aksi bersih laut Observasi Refreshing Observasi Mancing Shooting film “Kehidupan Satwa Di Pulau Rambut” Survey lapangan Observasi Observasi Shooting film “kehidupan satwa di Pulau Rambut; Ular sanca dan Biawak” Observasi Pengajian al kautsar Mancing Observasi Observasi Observasi Observasi Observasi Observasi Observasi Observasi
1 20 5 23 8 15 16
Penelitian Observasi Survey lapangan Kunjungan dinas Survey lapangan Observasi Mapala Observasi
Keterangan: * kunjungan selama penelitian berlangsung
65
Lampiran 3. Struktur Organisasi Balai Konservasi Sumberdaya Alam DKI Jakarta.
Kepala BKSDA DKI Jakarta
Kepala Seksi Wilayah I
Kepala Seksi Wilayah II Tegal Alur
Penata Usaha Umum dan Keuangan Penata Usaha Kepegawaian dan Perlengkapan Penata Bina Wisata Alam dan Kader Konservasi Penata Bina Konservasi dan Perlindungan Penata Rencana Program dan Pelaporan Penjaga/Pengaman P. Untung Jawa, S.M. P. Rambut dan C.A. P. Bokor
66
Lampiran 4. 1. Satwa yang ditemukan pada pukul 06.00-08.00 WIB (Februari-Maret 2006) Nama spesies HM/Jalur
I
lokal Biawak
Lokasi latin
Varanus salvator
kiri, 20 meter
06.09
25
kanan, 15 meter
06.10
25
kiri, 5 meter
06.20
kiri, 10 meter
06.53
kiri, 10 meter
06.10
nycticorax, Ardea
48
kiri, 5 meter
06.13
kelabu, Cangak
cinerea,
63
abu,
Phlacrocorax niger.
malam
Pecuk
82
Pecuk padi
Phalacrocorax niger
Kowak
malam
Nycticorx
26
63
kiri, 5 meter
06.23
kanan, 10 meter
06.73
kanan, 20 meter
06.55
kanan, 5 meter
06.16
kiri, 10 meter
06.20
kelabu
nycticorax
Biawak
Varanus salvator
130
Kalong
Pteropus vampirus
155
kanan, 10 meter
06.23
Kuntul kerbau
Bubulcus ibis
163
kiri, 10 meter
07.00
Bangau bluwok
Mycteria cinerea
196
Ibis pelatuk besi
Threskiornis melanocephalus
Kalong
Pteropus vampirus
kanan, 10 meter
06.27
kanan, 10 meter
06.27
236
kanan, 5 meter
07.34
274
kanan, 5 meter
07.38
196
Cangak abu
Ardea cinerea
288
kanan, 5 meter
07.40
Kuntul kerbau
Bubulcus ibis
29
kiri, 10 meter
07.20
Kuntul kecil
Egretta garzetta
47
kiri, 10 meter
07.17
55
kiri, 5 meter
07.18
79
kiri, 20 meter
07.20
33
kanan, 5 meter
06. 20
65
kiri, 20 meter
06.28
kanan, 20 meter
07. 08
kiri, 10 meter
07.06
Asosiasi Bangau bluwok Kanan
10
25
padi)
kiri
Ditemukan
92
(Kowak
III
Kanan/Kiri jalur
ke
Nycticorax
Asosiasi*
II
Meter
Waktu
Mycteria cinerea
Asosiasi Kuntul kerbau
Bubulcus ibis
Kowak
Nycticorax
malam
kelabu
nycticorax
Pecuk ular
Anhinga melanogaster
100
112
Keterangan: • Asosiasi (Kowak malam kelabu, Cangak abu, Pecuk padi) • (A) Jalur menuju menara, (B) JalurPercabangan Kanan, (C) Jalur Percabangan Kiri
Lanjutan lampiran 4.
67
2. Satwa yang ditemukan pada pukul 08.00-10.00 WIB (Februari-Maret 2006) Nama Spesies HM/jalur I
II
III
Kiri Kanan
Lokal
Lokasi
Waktu ditemukan
Meter ke 14 14 85 27
kanan, 5 meter kiri, 10 meter kanan, 10 meter kanan, 5 meter
08.15 08.15 08.24 08.20
90 142 151 151 195 195
kanan, 10 meter kiri, 5 meter kiri, 5 meter kiri, 5 meter kanan, 10 meter kanan, 10 meter
08.25 08.27 08.30 08.30 09.09 09.09
Varanus salvator Bubulcus ibis Nycticorax nycticorax
169 239 274 287 296 37 55 40 42 64 100
kiri, 15 meter kanan, 10 meter kanan, 5 meter kanan, 10 meter kanan, 5 meter kiri, 10 meter kiri, 5 meter kanan, 10 meter kanan, 5 meter kiri, 15 meter kanan, 20 meter
08.36 08.51 08.56 09.47 09.50 09.01 09.02 08.42 08.49 09.04 08.55
Ardea cinerea Anhinga melanogaster
100 112
kiri, 20 meter kanan, 20 meter
08.51 08.52
Latin
Pecuk padi Asosiasi
Phalacrocorax niger
Kowak malam kelabu Bangau bluwok Asosiasi Biawak
Nycticorax nycticoax
Bangau bluwok Ibis pelatuk besi Kuntul kerbau Kalong
Mycteria cinerea Threskiornis melanocephalus Bubulcus ibis Pteropus vampirus
Biawak Cangak abu Kuntul kerbau Asosiasi Asosiasi Biawak Kuntul kerbau Kowak malam kelabu Cangak abu Pecuk ular
Varanus salvator Ardea cinerea Bubulcus ibis
Mycteria cinerea Varanus salvator
kanan/kiri jalur
3. Satwa yang ditemukan pada pukul 10.00-12.00 WIB (Februari-Maret 2006) Nama Spesies HM/jalur I
II
III Kiri
Kanan
Lokal
Kuntul kerbau Asosiasi Kuntul kecil Kowak malam kelabu Asosiasi Kuntul kerbau Pecuk ular
Waktu ditemukan
Phalacrocorax niger Nycticorax nycticorax
kiri, 10 meter kiri, 10 meter kanan, 15 meter kanan, 20 meter kanan, 15 meter
10.31 10.33 10.52 10.30 10.51
Egretta sp Anhinga melanogster Nycticorax nycticorax
48 101 126
kiri, 15 meter kanan, 10 meter kanan, 5 meter
10.00 10.13 10.15
Pteropus vampirus
145 153 199
kanan, 10 meter kanan, 15 meter kanan, 10 meter
10.18 10.36 10.39
232 274 29 49 49 35 132 35 69 109
kanan, 10 meter kanan, 10 meter kiri, 20 meter kiri, 10 meter kiri, 20 meter kanan, 10 meter kanan, 5 meter kanan, 10 meter kiri, 20 meter kanan, 15 meter
10.24 10.00 10.49 10.50 10.50 10.38 10.45 11.00 11.25 11.35
Asosiasi (kowak malam kelabu, cangak abu, pecuk padi) Pecuk padi Kowak malam kelabu Kuntul Pecuk ular Kowak malam kelabu Kalong Asosiasi Ibis pelatuk besi Kalong
Lokasi Meter ke 14 77 96 14 25
Latin
Threskiornis melanocephalus Ptropus vampirus Bubulcus ibis Egretta garzetta Nycticorax nycticorax
Bubulcus ibis Anhinga melanogaster
kanan/kiri jalur
Lanjutan lampiran 4. 4. Satwa yang ditemukan pada pukul 12.00-14.00 WIB (Februari-Maret 2006) Nama Spesies HM/jalur I
Lokal
Lokasi Latin
Asosiasi (kowak malam kelabu, cangak abu, pecuk padi)
Meter ke 25 52 89
kanan/kiri jalur kanan, 5 meter kanan, 15 meter kiri, 5 meter
Waktu ditemukan 12.19 12.38 12.50
68
II
III Kiri
Kanan
Kuntul kerbau Asosiasi Kalong Kuntul kerbau Bangau bluwok Kalong
Bubulcus ibis Pteropus vampirus Bubulcus ibis Mycteria cinerea Pteropus vampirus
Kuntul kerbau Bubulcus ibis asosiasi (kowak malam kelabu, Cangakabu, Pecuk padi) Asosiasi Kuntul kecil Egretta garzetta Kuntul kerbau Bubulcus ibis Pecuk ular Anhinga melanogaster Kowak malam Nycticorax nycticorax kelabu
25 134 152 164 193 235 275 29 51
kanan, 15 meter kanan, 5 meter kanan, 10 meter kiri, 15 metr kiri, 25 meter kanan, 10 meter kanan, 10 meter kiri, 20 meter kiri, 5 meter
12.51 12.48 12.47 12.46 12.40 12.29 12.31 12.43 12.44
35 76 65 127
kanan, 10 meter kiri, 25 meter kiri, 10 meter kanan, 25 meter
13.10 13.02 13.02 13.35
127
kanan, 20 meter
13.35
69
Lanjutan lampiran 4. 5. Satwa yang ditemukan pada pukul 14.00-16.00 WIB (Februari-Maret 2006) Nama Spesies HM/jalur I
Lokal
Lokasi
Latin
Kuntul kecil
Egretta garzetta
Pecuk padi
Phalacrocorax niger
Cangak abu
Ardea cinerea
Kowak malam kelabu
Nycticorax nycticorax
Biawak
Varanus salvator Nama spesies Lokal
Hm 1
Latin
Asosiasi (Kowak malam kelabu,cangak abu, Pecuk padi) II
Asosiasi Pecuk padi Kalong Kuntul kerbau Kuntul sedang
III
Kalong Biawak Cangak abu
Kiri Kanan
Phalacrocorax niger Pteropus vampirus Bubulcus ibis Egretta intermedia Pteropus vampirus Varanus salvator Ardea cinerea
Meter ke 33
kanan, 20 meter 74 kanan, 15 meter 82 kanan, 15 meter 103 kanan, 3 meter 33 kanan, 10 meter 47 kanan, 15 meter 33 kanan, 20 meter 33 kanan, 3 meter Lokasi Kanan/kiri Meter ke jalur 33 kiri, 5 meter 99 kanan, 20 meter 126 kanan, 5 meter 146 kanan, 5 meter 146 176 191 237 273 220 289
Kuntul kerbau Asosiasi Asosiasi
Bubulcus ibis
30 54 33
Kuntul kerbau Pecuk ular
Bubulcus ibis Anhinga melanogaster Nycticorax nycticorax
65 113
Kowak malam kelabu
kanan/kiri jalur
130
kanan, 12 meter kiri, 15 meter kiri, 20 meter kanan, 5 meter kanan, 5 meter kanan, 3 meter kanan, 10 meter kiri, 15 meter kiri, 10 meter kanan, 10 meter kiri, 10 meter kanan, 20 meter kanan, 7 meter
Waktu ditemukan 15.34 14.07 14.15 14.17 14.07 14.11 15.34 15.16 Waktu ditemukan 15.11 15.15 15.28 15.09 14.19 15.24 14.25 14.37 14.40 14.42 14.36 15.01 14.48 15.10 14.31 14.35 14.38
70
Lanjutan lampiran 4. 6. Satwa yang ditemukan pada pukul 16.00-18.00 WIB (Februari-Maret 2006) Nama Spesies HM/jalur I
Lokal Pecuk padi
Lokasi Latin
Phalacrocorax niger
Asosiasi
Kowak malam kelabu II
Asosiasi Pecuk padi Kalong Bangau bluwok
Nycticorax nycticorax Phalacrocorax niger Pteropus vampirus Mycteria cinerea
Ibis pelatuk besi
Threskiornis melanocephalus Nama spesies
Hm II
Lokal III
latin
Kuntul kerbau Cangak abu Kalong
Bubulcus ibis Ardea cinerea Pteropus vampirus
Kowak malam kelabu
Nycticorax nycticorax Bubulcus ibis
Kiri
Kuntul kerbau Asosiasi
Kanan
Asosiasi Kuntul kerbau Pecuk ular Kowak malam kelabu
Bubulcus ibis Anhinga melanogaster Nycticorax nycticora
Meter ke 21
kanan/kiri jalur
kanan, 20 meter 42 kanan, 20 meter 31 kanan, 10 meter 67 kanan, 5 meter 78 kanan, 15 meter 123 kanan, 5 meter 137 kanan, 12 meter 142 kanan, 10 meter 142 kanan, 20 meter 165 kiri, 20 meter 198 Kiri, 15 meter Lokasi Kanan/kiri Meter ke jalur 173 kiri, 20 meter 203 Kiri, 15 meter 233 kanan, 5 meter 275 kanan, 15 meter 265 kanan, 10 meter 33 kiri, 5 meter 56 kiri, 5 meter
Waktu ditemukan 16.00 17.24 16.20 16.22 17.23 16.01 17.20 16.25 16.01 16.05 16.24 Waktu ditemukan 16.08 16.24 16.26 16.59 16.52 17.05 16.38
31 72 72
kanan, 5 meter kiri, 20 meter kiri, 20 meter
16.11 16.13 16.14
127
kanan, 20 meter
16.32
71
. Lampiran 5.
Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE, Fahutan - IPB
Gambar 1. pemetaan satwa pada pukul 06.00-08.00 WIB (Februari-Maret 2006) 72
Lanjutan lampiran 5
.
Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE, Fahutan - IPB
Gambar 2. pemetaan satwa pada pukul 08.00-10.00 WIB (Februari-Maret 2006) 73
Lanjutan lampiran 5
Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE, Fahutan – IPB.
Gambar 3. pemetaan satwa pada pukul 10.00-12.00 WIB (Februari-Maret 2006) 74
Lanjutan lampiran 5
Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE. Fahutan – IPB.
Gambar 4. pemetaan satwa pada pukul 12.00-14.00 WIB (Februari-Maret 2006) 75
Lanjutan lampiran 5
Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE. Fahutan - IPB
Gambar 5. pemetaan satwa pada pukul 14.00-16.00 WIB (Februari-Maret 2006) 76
Lanjutan lampiran 5 .
Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE. Fahutan – IPB.
Gambar 6. pemetaan satwa pada pukul 16.00-18.00 WIB (Februari-Maret 2006) 77
Lampiran 6. Hasil Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Jalur interpretasi utama
Gambar 2. Papan nama obyek
Gambar 3. Bakau (Rhizophora sp.)
Gambar 4. Penunjuk obyek
Gambar 5. Papan peringatan
Gambar 6. Menara Pengamatan
78
Gambar 7. Hutan Mangrove rusak
Gambar 8. Kingkit (Triphasia trifolia)
Gambar 9. Burung air di hutan mangrove
Gambar 10. Pos BKSDA
79
Gambar 11. Papan Peringatan
Gambar 12. Relief Potensi Kawasan
80