BIODIVERSITAS Volume 9, Nomor 1 Halaman: 39-43
ISSN: 1412-033X Januari 2008 DOI: 10.13057/biodiv/d090110
Kajian Rekrutmen Karang Scleractinia di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Study of Scleractinia coral reef recruitment in Kepulauan Seribu, Jakarta EDI RUDI♥ Jurusan Biologi FMIPA Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH), Banda Aceh 23111 Diterima: 21 Nopember 2007. Disetujui: 31 Januari 2008
ABSTRACT This research was conducted at three sites (Lancang, Pari, and Payung Islands) in the coral reef ecosystem of Kepulauan Seribu, from March 2004 to March 2005 in order to study pattern of coral recruitment. Limestone substrata as collectors were laid for 3 months at 5 and 10 m waters depth at each site, and further were taken and replace with new ones. The result shows that significant recruits number were occurred between locations, number of coral recruits became higher in the direction to the outer part of Kepulauan Seribu. Results also show that coral recruitment at Kepulauan Seribu was occurred year around, but recruits number varied significantly among seasons and waters depth. West season (December 2004-March 2005) and 5 meter waters depth were the highest abundance of coral recruits. © 2008 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta Key words: recruitment, coral, Scleractinia, Kepulauan Seribu.
PENDAHULUAN Ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu DKI Jakarta adalah salah satu yang terus mengalami degradasi di Indonesia terutama berkaitan dengan polusi dan sedimentasi di Teluk Jakarta. Dalam mengendalikan dan mengelola ekosistem demikian, maka diperlukan pengetahuan dan informasi melalui penelitian. Data dan informasi yang diperoleh dapat dijadikan bahan masukan bagi pengelola dalam mengambil kebijakan di masa yang akan datang. Salah satu faktor yang menentukan kelestarian suatu terumbu karang adalah keberhasilan karang pembangun terumbu (karang hermatipik dari ordo Scleractinia) melakukan regenerasi di suatu terumbu karang melalui rekrutmen karang. Proses rekrutmen itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kemelimpahan populasi karang dewasa baik dari komunitas setempat yang sudah mantap maupun dari komunitas karang di wilayah yang jauh, sirkulasi air laut karena kebanyakan larva karang hidup sebagai plankton sebelum turun ke dasar perairan dan menjadi juvenil, kompleksitas tipe substrat (Richmond, 1997), pemangsaan/herbivora (Richmond dan Hunter, 1990; Thacker et al., 2001), allelopati karang lunak (Maida et al., 1995), dan kompetitor (McCook, 2001). Pemanfaatan substrat tertentu untuk rekrutmen karang anggota ordo Scleractinia merupakan kajian mendasar untuk keperluan rehabilitasi mengingat secara alamiah proses keberhasilan pemulihan terumbu karang yang rusak ditentukan oleh kolonisasi karang baru, sedangkan
♥ Alamat korespondensi: Kampus Unsyiah, Darussalam, Banda Aceh 23111 Tel. & Fax.: +62-651-7428212; +62-651-7410248 e-mail:
[email protected]
kolonisasi sendiri didukung oleh adanya substrat yang sesuai untuk menempel. Dengan kajian ini akan diperoleh gambaran bahwa rekrutmen karang Scleractinia dengan berbagai cara reproduksi akan bervariasi di dalam dan antar lokasi, sehingga data-data tentang pola reproduksi dan rekrutmen karang Scleractinia dapat diaplikasikan untuk kegiatan pengelolaan terumbu karang yang baik dan berkelanjutan. Walaupun kajian rekrutmen karang itu penting, namun hal ini belum banyak dilakukan di wilayah Indonesia. Penelitian rekrutmen karang pada substrat penempelan ini dilakukan pada zona yang memungkinkan untuk dilakukan pengambilan data dan pengamatan selama satu tahun mengingat perairan Kepulauan Seribu sangat fluktuatif dan dipengaruhi oleh angin musim. Wilayah pengamatan ditetapkan mulai dari pulau Lancang sampai ke pulau Payung yang memperlihatkan perbedaan kualitas air dan kondisi penutupan karang hidupnya.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan faktorial tersarang. Perlakuannya terdiri dari tiga stasiun penelitian yaitu: pulau Lancang dengan kondisi terumbu karang jelek, posisinya adalah 05026’028” LS dan 0 106 36’038” BT; pulau Pari dengan kondisi terumbu karang sedang, posisinya adalah 05051’112” LS dan 106036’472” BT, serta pulau Payung dengan kondisi terumbu karang baik, posisinya 05049’085” LS dan 106033’747” BT (Gambar 1.) dan dua kedalaman air sebagai blok yang terdiri atas bagian permukaan 4-5 m dan bagian yang dalam 8-10 m. Semua perlakuan tersarang dalam waktu pengambilan yaitu sebanyak empat kali (sekali dalam tiga bulan atau satu musim) selama satu tahun, sedang jumlah ulangan adalah enam kali.
B I O D I V E R S I T A S Vol. 9, No. 1, Januari 2008, hal. 39-43
40
HASIL DAN PEMBAHASAN P.Payung P. Payung
Dari pengamatan rekrutmen karang pada tiga stasiun P. Pari penelitian di Kepulauan Seribu -5.85 DKI Jakarta selama satu tahun (Maret 2004 s.d. Maret 2005) diperoleh empat familia dengan 10 spesies rekrut karang dari ordo Scleractinia yang terdiri dari P. Lancang Acropora tenuis, A. palifera, A. P.Lancang millepora, Montipora digitata P.Bokor P.Laki (Familia Acroporidae), Pocillopora -5.95 P.Damar damicornis, Seriatopora hystrix, Stylophora pistillata (PocillopoP.Wanara ridae), Porites sp., Goniopora sp. (Poritidae) dan Fungia fungites P.Ayer Tg.Kait (Fungiidae). Beberapa spesies P.Nirwana yang diperoleh ditampilkan pada Gambar 2. -6.05 P.Bidadari Rerata kepadatan rekrut TANGERANG karang yang didapatkan selama TELUK JAKARTA JAKARTA BAY pengamatan berkisar antara 0,3Tg.Priok 13 koloni/substrat, dengan rerata Pel. Sunda Kelapa tertinggi diperoleh di pulau Payung pada musim barat, NORTH OF JAKARTA sedangkan terendah di pulau JAKARTA UTARA ANCOL Waduk Pluit Km Lancang pada musim timur Waduk Sunter -6.15 (Gambar 3). Tingginya 106.50 106.60 106.70 106.80 106.90 kepadatan rekrut karang di pulau Bujur Timur Payung terjadi di musim barat dan nilainya berbeda nyata dengan pengamatan lainnya. Namun, pengamatan di tiga musim Gambar 1. Stasiun penelitian di Kepulauan Seribu DKI Jakarta lainnya di pulau Payung nilainya lebih rendah, misalnya musim peralihan barat ke timur dan peralihan timur ke barat. Hasil pengamatan secara umum mengambarkan Penelitian ini menggunakan batu kapur sebagai substrat terjadinya penurunan jumlah rekrut karang pada wilayah penempelan larva sesuai dengan Rudi et al. (2005). yang semakin dekat daratan utama yaitu pulau Lancang 3 Substrat berukuran 20x20x2 cm terlebih dahulu diberi yang diperkirakan berkaitan dengan kondisi perairan yang lubang di setiap sudutnya untuk mengikatkan kerangka kurang mendukung antara lain kecerahan yang rendah, besi, lalu permukaannya dikasarkan dengan sikat kawat. sedimentasi yang tinggi, serta kandungan Total Organic Substrat ditempatkan pada kerangka besi yang ditanam Matter (TOM) dan Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi secara kuat di dasar perairan pada kedalaman sekitar 5 m (data tidak dipublikasikan). Menurut Szmant (2002), tinggidan 10 m. Penempatan substrat pada kerangka besi adalah nya sedimentasi dan rendahnya kecerahan dapat membusecara vertikal (tegak lurus) dengan tujuan memperoleh nuh karang dewasa dan menghalangi terjadinya rekrutmen kelulusan hidup optimum dari larva karang yang menempel karang baru. Hasil yang diperoleh menggambarkan bahwa sesuai dengan Harrison dan Wallace (1990). Jarak antar pulau Lancang sulit menjadi “stepping stones” pemencaran substrat penempelan minimal 5 cm. Substrat penempelan larva karang ke wilayah bagian selatan Kepulauan Seribu. diikatkan pada kerangka besi dengan menggunakan tali Hasil penelitian mengindikasikan bahwa reproduksi tise. Penempatan dan pengambilan substrat dilakukan karang di sekitar wilayah penelitian berlangsung sepanjang dengan menggunakan gunting, keranjang, dan SCUBA. tahun, walaupun terlihat adanya fluktuasi. Fluktuasi terjadi Substrat diambil sekali dalam tiga bulan (satu musim), karena adanya puncak-puncak pemijahan pada waktulalu dilakukan penggantian dengan substrat baru yang akan waktu tertentu. Hal ini diperkirakan serupa dengan yang diambil tiga bulan berikutnya. Substrat diangkat secara hatiterjadi di kepulauan Karimunjawa sepanjang bulan Marethati dengan keranjang, lalu di atas kapal disusun dengan April dan Oktober-Nopember (Edinger et al., 1996; Munasik memberi busa pembatas, selanjutnya dibawa ke dan Azhari, 2002; Munasik dan Widjatmoko, 2005). Hasil laboratorium untuk identifikasi. Identifikasi rekrut karang serupa dilaporkan oleh Guest et al. (2005) bahwa waktu sampai ke tingkat spesies dilakukan dengan bantuan pemijahan massal karang di Singapura terjadi dua kali mikroskop binokuler, mengacu pada English et al. (1997), dalam setahun dengan puncaknya pada Maret-April dan Baird dan Babcock (2000), serta Babcock et al. (2003). diikuti dengan Oktober-Nopember. Namun, untuk rekrutmen Pemotretan rekrut karang dilakukan menggunakan karang pada substrat penempelan, diperkirakan tidak hanya fotomikroskop. Analisis data kepadatan koloni (jumlah waktu reproduksi yang menentukan, namun juga sejumlah koloni/substrat) dilakukan dengan ANOVA. Apabila terdapat faktor lain seperti kompetensi larva, kesesuaian substrat, perbedaan yang nyata antar perlakuan, maka dilakukan uji dan kualitas perairan. lanjut Tukey pada selang kepercayaan 95%.
Lintang Selatan
P.JAWA
RUDI – Rekrutmen karang Scleractinia
500 μm
500 μm
41
A
1000 μm
B
C
500 μm
D
Gambar 2. Beberapa spesies rekrut karang yang didapatkan di perairan kepulauan Seribu, Jakarta. A. Pocillopora damicornis, B Acropora tenuis, C. Montipora digitata, dan D. Porites sp.
Musim pengamatan berpengaruh terhadap kepadatan rekrut karang yang menempel pada substrat. Dari rerata rekrut yang berkisar antara 2,5-6,87 koloni/substrat, nilai tertinggi diperoleh pada musim barat (Desember 2004Maret 2005) dan terendah pada musim peralihan barat ke timut (Gambar 4). Gleason (1996) yang melakukan pengamatan rekrutmen karang di Moorea, PolynesiaPerancis dengan pengamatan sekali dalam empat bulan memperoleh hasil serupa, yaitu laju rekrutmen karang tertinggi diperoleh dalam periode Desember sampai April yang diduga berhubungan erat dengan periode suhu perairan tertinggi sebagai pemicu terjadinya reproduksi masal karang. Tingginya kemelimpahan rekrut selama musim barat di kepulauan Seribu diperkirakan berhubungan dengan puncak waktu reproduksi karang, yaitu bulan Maret-April yang merupakan akhir dari musim barat. Selain itu, substrat penempelan yang diletakkan sejak Januari sudah
teradaptasi dengan baik dan dilingkupi oleh lapisan biologis sehingga cocok bagi penempelan dan metamorfosis larva karang. Lapisan biologis ini menjadi penting terutama bagi sebagian larva karang yang memerlukan perangsang kimia berupa mikroalga dan bakteri tertentu. Menurut Baird dan Morse (2004), larva planula karang yang akan menempel bereaksi dengan lapisan biologis, terutama dengan komunitas crustose coralline algae (CCA) yang mendiami permukaan substrat. Hal ini juga didukung hasil pengamatan Harrington et al. (2004) bahwa spesies tertentu dari mikroalga kelompok CCA bertindak sebagai perangsang penting dalam penempelan larva Acropora tenuis dan Acropora millepora. Peranan bakteri tertentu dalam memicu penempelan larva karang telah dilaporkan oleh Samidjan (2005), bahwa spesies Micrococcus luteus memicu terjadinya penempelan rekrut karang P. damicornis dan bakteri Marinomonas communis adalah pionir untuk mendorong terjadinya penempelan karang A. tenuis.
B I O D I V E R S I T A S Vol. 9, No. 1, Januari 2008, hal. 39-43
42
P. Pari
P. Lancang
P. Payung
16 Rerata kepadatan rekrut (koloni/substrat) ± SE
14 12 10 8 6 4 2
Barat
Peralihan 2
Timur
Barat
Peralihan 1
Timur
Peralihan 2
Barat
Peralihan 1
Peralihan 2
Timur
Peralihan 1
0
Gambar 3. Rerata kepadatan rekrut karang (koloni/substrat penempelan).
8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0
Peralihan-2 (Sept-Des 04)
Peralihan-1 (Mart-Juni 04)
0.0
Barat (Des 04- Mart 05)
1.0 Timur (Juni-Sept 04)
Rerata Rekrut Rerata Kepadatan Kepadatan Rekrut (koloni/substrat) SE (koloni/substrat) ±±SE
9.0
Musim (bulan)
Gambar 4. Rerata rekrut karang menurut empat musim pengamatan.
10 8 6 4
5 meter
Timur
Peralihan-1
Barat
Peralihan-2
Timur
Peralihan-1
0
Barat
2 Peralihan-2
Rerata kepadatan rekrut (koloni/substrat) ± SE
12
10 meter
Gambar 5. Kepadatan rekrut karang pada dua kedalaman perairan dengan musim tertentu.
Alasan lainnya yang mendukung berlimpahnya rekrut karang di musim barat adalah berkaitan dengan pola arus yang secara umum dari barat laut menuju tenggara. Pola arus yang demikian membawa sumber larva yang berasal
dari ekosistem terumbu karang di bagian utara kepulauan Seribu yang kondisinya cenderung lebih baik sebagaimana dilaporkan oleh Giyanto dan Sukarno (1997), sehingga wilayah bagian selatan kepulauan Seribu menjadi tempat menempelnya larva-larva karang tersebut. Hasil pengamatan rendahnya kepadatan rekrut karang pada waktu musim peralihan barat ke timur (Maret-Juni) memberikan gambaran adanya pengaruh lama penempatan substrat sebelum siap dikolonisasi oleh rekrut karang. Walaupun massa air diperkirakan mengandung cukup banyak larva planula karang, namun yang mampu menempel pada substrat relatif sedikit. Rendahnya kemelimpahan rekrut karang yang ditemukan pada substrat penempelan diperkirakan karena substrat yang belum cukup teradaptasi dan lapisan biologis yang terbentuk belum optimum. Hal ini menjadi penting karena sejumlah larva karang justru menjadikan lapisan biologis tersebut sebagai prasyarat untuk menempel dan bermetamorfosis. Selain itu lamanya larva karang menjalani kehidupan sebagai organisme planktonik dan kompetensi larvanya (periode sepanjang larva melewati kemampuan untuk menempel dan metamorfosis) sangat terbatas pada sejumlah spesies, seperti Acropora. Menurut Richmond (1988) Acropora melakukan reproduksi secara spawning (memijah) dengan masa kompetensi larva hanya selama 20 hari (sekitar 3-4 minggu), sedangkan Pocilloporidae melakukan reproduksi dengan brooding (mengerami), sehingga larva mempunyai zooxanthellae, dengan kompetensi yang lebih lama, yaitu sekitar 100 hari. Diaz-Pulido dan McCook (2002) menyatakan bahwa substrat di lingkungan terumbu karang dengan cepat akan dikolonisasi oleh alga filamen, namun proses suksesi substrat dari alga filamen ke CCA akan memakan waktu berminggu-minggu bahkan tahunan. van Moorsel (1988) mengemukakan bahwa waktu yang diperlukan oleh substrat baru untuk cocok sebagai tempat penempelan larva karang adalah tiga bulan. Namun menurut Glynn et al. (1991) karang Pocilloporidae mampu mengkolonisasi substrat sesegera mungkin, sehingga anggota familia ini merupakan spesies pionir dalam kolonisasi substrat baru. Pocilloporidae mampu memijah sepanjang tahun, sehingga sering mendominasi komunitas karang dewasa yang mantap. Kedalaman perairan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah rekrut karang yang menempel. Hasil pengamatan rekrut karang selama empat musim dengan dua kedalaman perairan, yaitu: 5 m dan 10 m, memperlihatkan bahwa rerata rekrut karang berkisar antara 1,13-9,13 koloni/substrat, nilai tertinggi diperoleh di kedalaman 5 m pada pengamatan musim barat dan nilai terendah di kedalaman 10 m pada musim peralihan timur ke barat (Gambar 5). Hasil ini menunjukkan bahwa faktor cahaya dan kecerahan perairan menjadi penentu penyebaran vertikal organisme karang. Cahaya menjadi penting bagi karang karena sebagai organisme yang bersimbiosis dengan zooxanthellae, cahaya diperlukan untuk fotosintesis simbionnya. Tingginya kemelimpahan rekrut karang di kedalaman 5 m dibandingkan dengan 10 m juga dapat teramati dari lebih baiknya kondisi terumbu karang yang sudah mantap di kedalaman 5 m dibandingkan 10 m. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini didukung oleh laporan Baird et al. (2003), bahwa spesies karang yang mempunyai sebaran vertikal yang luas ,seperti Platygyra daedalea akan lebih memilih untuk menempel pada substrat yang ditempatkan di perairan dangkal (3 m) dibandingkan pada substrat di perairan dalam (10 m). Hal yang sama diperlihatkan oleh karang di reef flat, Goniastrea aspera dan G. retiformis
RUDI – Rekrutmen karang Scleractinia
yang menempel empat kali lebih banyak pada substrat di perairan dangkal. Tingginya kemelimpahan rekrut karang di kedalaman 5 m dibandingkan 10 m diperkirakan dipengaruhi oleh faktor cahaya. Lokasi penelitian mempunyai intensitas cahaya yang terbatas pada kedalaman kurang dari 10 m, terutama di pulau Lancang dan pulau Pari. Kurangnya intensitas cahaya pada kedalaman 10 m membuat organisme simbion, zooxanthellae, yang terdapat di dalam tubuh karang tidak dapat hidup dengan baik dan optimalkarena keterbatasan dalam melakukan fotosintesis. Cahaya sangat diperlukan bagi kehidupan karang mulai dari tahap larva sampai dewasa. Mundy dan Babcock (1998) membuktikan bahwa intensitas cahaya dan kualitas spektrumnya mempengaruhi densitas penempelan larva karang. Hasil penelitian Babcock dan Mundy (1996) pada skala laboratorium dengan menggunakan intensitas cahaya berbeda memperlihatkan bahwa cahaya merupakan variabel yang bertanggungjawab terhadap orientasi penempelan larva karang. Menurut Veron (1995), karang pembangun terumbu memanfaatkan cahaya matahari sehingga cahaya matahari menjadi kunci keberadaannya di wilayah tropis dan menjadi faktor pembatas penyebarannya.
KESIMPULAN Rekrutmen karang Scleractinia pada substrat batu kapur berlangsung sepanjang tahun di ekosistem terumbu karang kepulauan Seribu. Kemelimpahan rekrut karang terlihat berbeda antar lokasi dengan kecenderungan semakin tinggi menuju bagian terluar (arah utara) kepulauan Seribu. Perbedaan kemelimpahan rekrut karang juga terlihat antar musim dan kedalaman, yang tertinggi adalah pada musim barat (Desember 2004-Maret 2005) dan kedalaman perairan 5 meter. Rekrut karang Scleractinia dari Familia Pocilloporidae mendominasi substrat penempelan.
UCAPAN TERIMA KASIH Kami ucapkan terima kasih kepada Prof Dedi Soedharma, Dr. Harpasis Sanusi dan Dr. John I. Pariwono atas segala masukannya pada tulisan ini. Terima kasih juga ditujukan pada M. Abrar, Abdus Syakur, dan Amirudin yang telah memberikan bantuan terbaiknya untuk pekerjaan di lapangan. Sebagian dari dana untuk penelitian ini diperoleh dari Bantuan Beasiswa Nanggroe Aceh Darussalam (BBNAD).
DAFTAR PUSTAKA Babcock, R.C., A.H. Baird, S. Piromvaragorn, D.P. Thomson, and B.L. Willis. 2003. Identification of Scleractinian coral recruits from Indo-Pacific reefs. Zoological Studies 42: 211-226. Babcock, R.C. and C. Mundy 1996. Coral recruitment: consequences for settlement choice for early growth and survivorship in two scleractinians. Experimental Marine Biology and Ecology 206: 179-201.
43
Baird, A.H. and R.C. Babcock. 2000. Morphological differences among three species of newly settled pocilloporid coral recruits. Coral Reef 19: 179183. Baird, A.H., R.C. Babcock, and C.P. Mundy. 2003. Habitat selection by larvae influences the depth distribution of six common coral species. Marine Ecology Progress Series 252: 289-293. Baird, A.H. and A.N.C. Morse. 2004. Induction of metamorphosis in larvae of brooding corals Acropora palifera and Stylophora pistillata. Marine and Freshwater Research 55: 469-472. Diaz-Pulido, G, and L.J. McCook. 2002. The fate of bleached corals: patterns and dynamics of algal recruitment. Marine Ecology Progress Series 232: 115-128. Edinger, E.N., I. Azhar, W.E. Mallchok, and E.G. Setyadi. 1996. Mass spawning of reef corals in the Java Sea, Indonesia. Proceeding 8th International Coral Reef Symposium, Panama, Abstract: 57. English, S., C. Wilkinson, and V. Baker. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Townsville: Australian Institute of Marine Science. Giyanto dan Sukarno. 1997. Perbandingan komunitas terumbu karang pada dua kedalaman dan empat zona yang berbeda di pulau-pulau Seribu Jakarta. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 30: 33-51. Gleason, M.G. 1996. Coral recruitment in Moorea, French Polynesia: the importance of patch type and temporal variation. Experimental Marine Biology and Ecology 207: 79-101. Glynn, P.W., N.J. Gassman, C.M. Eakin, J. Cortes, D.B. Smith, and H.M. Guzman. 1991. Reef coral reproduction in the Eastern Pacific: Costarica, Panama and Galapagos Islands (Ecuador). Marine Ecology 109: 355-368 Guest, J.R., A.H. Baird, B.P.L. Goh, and L.M. Chou. 2005. Reproductive seasonality in an equatorial assemblage of scleractinian corals. Coral Reef 24: 112-116 Harrison, P.L. and C.C Wallace. 1990. Reproduction, dispersal and recruitment of Scleractinian corals. In: Dubinsky (ed.). Ecosystem of the World, Coral Reef. Amsterdam: Elsevier Science. Harrington, L., K. Fabricius, G. De’ath, and A. Negri. 2004. Recognition and selection of settlement substrata determine post-settlement survival in corals. Ecology 85: 3428-3437. Maida, M, P.W. Sammarco, and J.C. Coll. 1995. Effects of soft corals on scleractinian recruitment, directional allelopathy and inhibition of settlement. Marine Ecology Progress Series 121: 191-202. McCook, L.J. 2001. Competition between coral and algal turfs along a gradient of terrestrial influence in the nearshore central Great Barrier Reef. Coral Reef 19: 419-425. Moorsel, G.W.N.M. van. 1988. Early maximum growth of stony corals (Scleractinia) after settlement on artificial substrata on a Caribbean Reef. Marine Ecology Progress Series 50: 127-135. Munasik dan Azhari. 2002. Masa reproduksi dan struktur gonad karang Acropora aspera di pulau Panjang, Jepara. Prosiding Konperensi Nasional III Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia. Bali, 21-24 Mei 2002. Munasik dan Widjatmoko. 2005. Reproduksi karang Acropora aspera di pulau Panjang, Jawa Tengah: Waktu spawning. Ilmu Kelautan 10: 30-34 Mundy, C.N. and R.C. Babcock. 1998. Role of light intensity and spectral quality in coral settlement: implications for depth-dependent settlement? Experimental Marine Biology and Ecology 223: 235-255 Richmond, R.H. 1988. Competency and dispersal potential of planula larvae of aspawning versus a brooding coral. Proceeding 6th International Coral Reef Symposium, Townsville 2: 827-831. Richmond, R.H. 1997. Reproduction and recruitment in corals: critical links in the persistence of reef. In: Birkeland (Ed). Life and Death of Coral Reefs. New York: Chapman & Hall. Richmond, R.H. and C.L. Hunter. 1990. Reproduction and recruitment in corals: comparisons among the Caribbean, the Tropical Pacific, and the Red Sea. Marine Ecology Progress Series 60: 185-203. Rudi, E., E. Soedharma, H. Sanusi, and J.I. Pariwono. 2005. Affinitas penempelan larva karang (Skleraktinia) pada substrat keras. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 12: 129-137. Samidjan, I. 2005. Suksesi Struktur Komunitas pada Terumbu Karang Buatan di Perairan Pulau Menjangan Besar dan Gon Waru, Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah. [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Szmant, A.M. 2002. Nutrient enrichment on coral reefs: is it a major cause of coral reef decline? Estuaries 25: 743-766. Thacker, R.W., D.W. Ginsburg, and V.J. Paul. 2001. Effects of herbivore exclusion and nutrien enrichment on coral reef macroalgae and cyanobacteria. Coral Reef 19: 318-329. Veron, J.E.N. 1995. Coral in Space and Time. Townsville: Australian Institute of Marine Science.