PRODUKTIVITAS HASIL TANGKAPAN BUBU PADA TERUMBU KARANG BUATAN DI PULAU PRAMUKA KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA
NUR LINA MARATANA NABIU
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produktivitas Hasil Tangkapan Bubu pada Terumbu Karang Buatan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Nur Lina Maratana Nabiu NIM C44080061
ABSTRAK NUR LINA MARATANA NABIU. Produktivitas Hasil Tangkapan Bubu pada Terumbu Karang Buatan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Dibimbing oleh MULYONO S BASKORO dan ROZA YUSFIANDAYANI. Terumbu karang buatan yang terbuat dari tempurung kelapa merupakan habitat buatan yang menyerupai karakteristik terumbu karang alami yang dapat menjadi alternatif untuk memperbaiki degradasi terumbu karang alami. Peluang pemanfaatan terumbu karang buatan diteliti melalui penelitian lapang dan penelitian laboratorium. Penelitian lapang digunakan untuk melakukan proses penangkapan ikan di sekitar terumbu karang buatan. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2013. Penelitian laboratorium dilakukan pada bulan September 2013 dengan meneliti sampel usus ikan untuk mendapatkan data kelimpahan plankton yang ada dalam perut ikan. Hasil penelitian lapang menunjukkan Ikan yang tertangkap dengan bubu selama penelitian di terumbu karang buatan sebanyak 64 ekor dengan 12 spesies. Spesies yang paling mendominasi adalah ikan Nori Merah (Cheilinus fasciatus) dari famili Labridae. Komposisi plankton yang terdapat pada isi perut ikan hasil tangkapan di tiga terumbu didominasi oleh Genus Rhizosolenia dan Leptocylindricus yang merupakan indikasi baik dari suatu kondisi perairan. Nilai indeks keanekaragaman (H’), nilai keseragaman (E) dan indeks dominansi (C) pada hasil tangkapan terumbu karang buatan secara berturut adalah 0,52-0,66, 0,17-0,21 dan 0,27-0,45
Kata kunci: bubu, terumbu karang alami, terumbu karang buatan, plankton
ABSTRACT NUR LINA MARATANA NABIU. Productivity of Trap Catches in Artificial Reef on the Pramuka Island, Seribu Island, DKI Jakarta. Supervised by MULYONO S BASKORO and ROZA YUSFIANDAYANI. Artificial reef made of coconut shell is an artificial habitat which is created to resemble the characteristics of natural reefs and become the alternative to improve the natural coral reefs that have been damaged. The opportunity of artificial reef utilization was researched by using experimental fishing and laboratory observe methods. The use of experimental fishing is to do the catching proses around the artificial reefs. The research was done in August 2013. Laboratory observe was done in September 2013 by observe the sample of fish intestines to get the data of abundance plankton from the inside of fish stomach. The results showed that 64 fishes was catches by bubu consist of 12 species. Red Breast Wrasse (Cheilinus fasciatus) from family Labridae is the dominant species. The plankton composition from the laboratory observe showed that Rhizosolenia and Leptocylindricus are the dominant plankton which indicate that the water is on good condition. Artificial diversity index ranged between 0,52-0,66; the uniformity index ranged between 0,17-0,21 and dominance index-0,45. Keywords: trap, coral reef, artificial reef, plankton
PRODUKTIVITAS HASIL TANGKAPAN BUBU PADA TERUMBU KARANG BUATAN DI PULAU PRAMUKA KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA
NUR LINA MARATANA NABIU Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Produktivitas Hasil Tangkapan Bubu pada Terumbu Karang di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu DKI Jakarta Nama : Nur Lina Maratana Nabiu NIM : C44080061 Program Studi : Teknologi dan Manajenemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc Pembimbing I
Dr Roza Yusfiandayani, SPi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Produktivitas Basil Tangkapan Bubu pada Terumbu Karang di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu DKI Jakarta : Nur Lina Maratana Nabiu Nama : C44080061 NIM Program Studi : Teknologi dan Manajenemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
c Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc Pembimbing I
Dr Roza Yusfiandayani. SPi Pembimbing II
ir awan MSc
Tanggal Lulus:
2 1 APR 20 14
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya tulis yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 sampai November 2013 ini mengambil judul Produktivitas Hasil Tangkapan Bubu pada Terumbu Karang Buatan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Karya tulis ini diharapkan dapat membantu mewujudkan perikanan tangkap yang efektif dan efisien. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc dan Dr Roza Yusfiandayani, SPi sebagai komisi pembimbing atas segala saran dan bimbingannya; 2. Dr Ir Iin Solihin, MSi dan Dr Yopi Novita SPi MSi sebagai Komisi Pendidikan Departemen PSP dan; 3. Pak Maemudin dan keluarga yang sudah membantu saat penulis berada di Pulau Pramuka; 4. Orang tua penulis Musriyadi Nabiu dan Sapta Suryaningsih serta adik penulis Dinaino Nabiu dan Nadya Fitriasih Nabiu yang selalu memberikan doa dan semangat; 5. Sahabat-sahabat yang senantiasa membantu dan mengingatkan saya (Fristi, Arif Nugraha, Rheka, Ani, Udin, Uwox, Tejo), PSP 45, teman satu bimbingan (Lutfi, Cahra dan Doni Periyanto), PSP 46, PSP 47; 6. Keluarga Wisma Fahmeda (Dini, Arin, Nurul, Mbak Arda); 7. Angkatan 45 D’Amora (Adith, Fauzan, Vita, Emir, Melly, Verlin, Morina), angkatan 46 (Esa, Nadia, Kresna, Adit Sapto, Yovitha, Stefy), Tim Teknis dan keluarga besar PSM IPB Agria Swara yang sudah menjadi “rumah” kedua selama penulis di Bogor; 8. Teman-teman seperjuangan SMA, TPB dan keluarga besar IMBR; 9. Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, April 2014 Nur Lina Maratana Nabiu
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
4
Waktu dan Tempat Penelitian
4
Bahan dan Alat
4
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
KESIMPULAN DAN SARAN
16
Kesimpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
18
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1 Komposisi plankton pada isi usus ikan
14
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kerangka pemikiran pendekatan penelitian Lokasi penelitian Konstruksi bubu tambun Ilustrasi pemasangan bubu Konstruksi terumbu buatan Komposisi hasil tangkapan bubu berdasarkan spesies Jumlah hasil tangkapan bubu per stasiun bubu Nilai kelimpahan plankton pada usus ikan Perbandingan plankton hasil pengamatan usus berdasarkan genus Nilai kelimpahan plankton per spesies ikan hasil tangkapan Indeks Keanekaragaman (H'), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi (C) pada ikan hasil tangkapan terumbu karang buatan
3 4 5 6 6 11 12 13 13 14 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Data hasil tangkapan ikan dan kelimpahan plankton Alat dan bahan penelitian Perbandingan kondisi terumbu karang buatan Hasil tangkapan bubu tambun
18 24 25 26
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hamparan terumbu karang yang mencakup areal sekitar 50.000 km2. Perairan Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan terumbu karang yang terdapat di Indonesia yang memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang cukup besar. Namun dengan peningkatan suhu bumi dan banyaknya penangkapan ikan dengan menggunakan alat peledak mengakibatkan banyaknya terumbu karang mengalami kerusakan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2009) menyebutkan bahwa sebagai “etalase” terumbu karang dunia, Indonesia memiliki 82% dan 590 spesies karang keras yang tersebar pada 74.748 km2 atau setara dengan 18% dari luasan terumbu karang dunia. Namun demikian, keberadaan terumbu karang juga mengalami peningkatan kerusakan dan ancaman yang tinggi setiap tahunnya. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2009) juga menyebutkan dari sampling di 985 lokasi sebesar 31,98 persen terumbu karang berada dalam kondisi kurang baik. Permasalahan yang muncul tersebut diusahakan untuk dicari solusinya. Salah satunya adalah dengan membuat terumbu karang buatan (artificial reef). Berbagai macam konstruksi dan material dapat digunakan dalam pembuatan terumbu karang tersebut dengan meniru beberapa karakteristik terumbu karang alam sehingga dapat memikat jenis-jenis organisme laut untuk hidup dan menetap serta meningkatkan produksi perikanan. Menurut Soedharma (1995) yang diacu dalam Pardede (2012) terumbu buatan bisa dibuat dari barang bekas (mobil, kapal, ban bekas dan bahan-bahan buatan lainnya). Salah satu material yang pernah digunakan untuk membuat terumbu karang adalah tempurung kelapa. Metode tersebut disebut dengan metode Bioreeftek yang sudah diterapkan oleh E. Elvan Ampou, MSi di Karimun Jawa sejak tahun 2008. Modifikasi bioreeftek sudah dipasang di perairan Pulau Pramuka sejak Maret 2012 melalui penelitian yang dilakukan oleh Pardede dengan judul “Efektivitas Terumbu Buatan Berbahan Dasar Tempurung Kelapa sebagai Fish Aggregating Device di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu”. Sejak pemasangannya, terumbu karang tersebut dinilai memiliki peluang untuk tumbuh karang yang nantinya dapat menjadi perbaikan ekosistem terumbu karang alami. Namun dalam perkembangannya, terumbu karang tersebut perlu diteliti lebih lanjut mengenai hasil tangkapannya dan peluang penggunaan keberlanjutan dari terumbu karang buatan tersebut. Perumusan Masalah Kondisi terumbu karang di beberapa daerah sudah banyak mengalami kerusakan dan hal tersebut mengancam ekosistem ikan-ikan karang. Pembuatan dan pemasangan terumbu karang buatan berbahan dasar tempurung kelapa yang dilakukan sejak tahun 2012 perlu dilihat lebih jauh mengenai produksi hasil tangkapannya dengan alat tangkap bubu, sehingga bisa dianalisis terumbu karang buatan tersebut efektif atau tidak (Gambar 1).
2 Pemasangan terumbu karang buatan berbahan dasar tempurung kelapa tersebut perlu juga diteliti mengenai ikan-ikan yang bersimbiosis di terumbu karang tersebut. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi komposisi serta jumlah ikan yang berkumpul di sekitar terumbu karang buatan; 2) Menganalisis isi perut ikan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi hasil tangkapan; 3) Mengidentifikasi peluang pemanfaatan terumbu karang buatan tersebut untuk kegiatan penangkapan ikan.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan gambaran mengenai prospek positif dari terumbu karang buatan berbahan dasar tempurung kelapa sehingga terumbu karang tersebut dapat menjadi salah satu alternatif pengganti terumbu karang alami yang mengalami degradasi.
3
Terumbu Karang
Habitat Biota Laut
Natural stock
Penunjang Sumberdaya Perikanan
Terumbu karang buatan dengan bahan tempurung kelapa Latar belakang
Terumbu karang alami
Terumbu karang buatan
Efektivitas penggunaan terumbu karang buatan dengan bahan tempurung kelapa
Produksi hasil tangkapan dengan menggunakan bubu Permasalahan
Indikator biologis Input
Analisis plankton dari terumbu karang buatan Analisis isi perut ikan
Proses
Potensi untuk penangkapan ikan Tingkat keanekaragaman, keseragaman dan dominansi ikan Output
Komposisi hasil tangkapan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi ikan
Peluang pemanfaatan terumbu buatan untuk penangkapan ikan Tujuan
Gambar 1 Kerangka pemikiran pendekatan penelitian
4
4
METODE Penelitian ini menggunakan metode experimental fishing, dimana peneliti melakukan eksperimen langsung di lapangan. Data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer yang dikumpulkan antara lain: 1) Jenis spesies ikan karang di sekitar terumbu karang buatan; 2) Komposisi dan kelimpahan plankton di sekitar terumbu karang; 3) Isi perut dari ikan-ikan karang yang tertangkap; Tahap penelitian untuk pengambilan data primer ini terdiri dari penempatan alat tangkap bubu tambun yang akan digunakan untuk menangkap ikan di sekitar terumbu karang buatan dan pengambilan sampel plankton.
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta (Gambar 2). Penelitian laboratorium dilaksanakan pada bulan September 2013 di Laboratorium Ekobiologi dan Konservasi Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 2 lokasi penelitian Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 64 sampel usus ikan yang diambil dari ikan hasil tangkapan terumbu karang buatan, formalin 15%. Alat yang digunakan dalam melakukan penelitian, yaitu 3 buah alat tangkap bubu tambun alat tulis, kamera, alat bedah, botol film, kertas label, kompresor dan underwater camera.
5 Analisis Data Metodologi Pengambilan sampel ikan di sekitar terumbu karang buatan dilakukan dengan menggunakan bubu tambun yang terbuat dari bambu dengan ukuran panjang 70 cm, lebar 60 cm, bukaan mulut 20 cm dan panjang mulut 43 cm (Gambar 3). Bubu tersebut dipasang di dekat terumbu karang buatan dengan jarak 3 meter, agar bubu yang dipasang tidak berpindah atau hilang karena arus, bubu ditimbun dengan menggunakan karang mati.
Gambar 3 Konstruksi bubu tambun Sumber: Ramadan (2011)
5
6 6
Gambar 4 Ilustrasi Pemasangan Bubu Terumbu karang buatan yang sudah ditanam di dasar perairan sejak satu tahun sebelumnya terletak di dekat terumbu karang alami. Konstruksi dari terumbu buatan tersebut merupakan adaptasi dari terumbu karang buatan yang dibuat oleh E.Elvan Ampou, MSi yang sudah menerapkan metode Bioreeftek di Karimun Jawa sejak 2008. Perbedaan antara bioreeftek dengan terumbu buatan yang dipasang di Pulau Pramuka terdapat pada ketebalan beton yang digunakan sebagai pemberat dan pengunci di bagian atas tempurung kelapa. Masing-masing terumbu karang buatan dipasang dengan jarak 5 meter. Bubu dipasang di depan terumbu karang buatan dengan jarak 3 meter. Selama proses penelitian, bubu dioperasikan selama tiga hari. Pemasangan bubu dilaksanakan pada pagi hari dan diangkat pada pagi hari keesokan harinya.
Gambar 5 Konstruksi terumbu buatan Sumber: Pardede (2012) modifikasi dari E. Elvan Ampou, MSi
7 Analisis Ikan Hasil Tangkapan Analisis terhadap hasil tangkapan melalui identifikasi kelompok ikan bertujuan untuk melihat apakah terumbu karang buatan yang dipasang sudah bisa dikatakan sebagai terumbu karang ataukah hanya sebagai fish aggregating device. Marasabessy (2010) menjelaskan bahwa ikan dibedakan atas tiga kelompok besar, yakni kelompok ikan-ikan indikator (indicator species), kelompok ikanikan target (target species) dan kelompok ikan-ikan lain (major group species). Ikan yang dikelompokkan ke dalam indicator species adalah jenis-jenis ikan yang dianggap berasosiasi paling kuat dengan karang. Secara umum kelompok ini terdiri dari beberapa marga (Chaetodon spp., Heniochus spp., Forcipiger spp., dan Hemitaurichthys sp.) yang masuk dalam suku Chaetodontidae. Di alam, ikan marmut umumnya hidup sendiri-sendiri atau berpasang-pasangan dan selalu dijumpai dalam kelompok-kelompok kecil. Biasanya berenang di antara bongkahan dan koloni-koloni karang, memangsa polip pembentuk karang. Kebiasaan hidup sendiri (solitaire) memungkinkan kelompok ikan tersebut sangat mudah dihitung satu demi satu atau sepasang demi sepasang (actual account). Kelompok ikan target (target species) meliputi ikan-ikan konsumsi dan ekonomis penting yang berasosiasi dengan karang, termasuk di antaranya adalah kakap (Lutjanus sp) dari suku Lutjanidae, kerapu (Epinephelus sp) dari suku Serranidae, baronang (Siganus sp) dari suku Siganidae, serta beberapa jenis yang selalu diburu nelayan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Umumnya ikan-ikan target hidup secara soliter sehingga mudah dihitung satu demi satu. Ada beberapa jenis ikan target yang dijumpai dalam kelompok besar misalnya ikan ekor kuning (Caesio sp.) suku Caesionidae. Ikan-ikan target yang dijumpai dalam kelompok besar biasanya dihitung dengan menaksir jumlah ikan seperti yang dilakukan terhadap ikan-ikan major group. Jenis-jenis ikan yang dikelompokkan sebagai major group meliputi semua ikan yang tidak termasuk dalam kedua kelompok di atas. Umumnya hidup dalam kelompok besar (schooling fish), misalnya ikan Betok (Chromis ternatensis), C. margaritifer dan Dascillus reticulatus (Pomacentridae), beberapa jenis dari suku Pomacanthidae, Serranidae, Acanthuridae dan Labridae. Ikan-ikan yang tergabung dalam kelompok major fish umumnya berukuran kecil-kecil dan hanya sebagian kecil berpotensi sebagai ikan hias. Analisis Isi Usus Ikan Ikan-ikan yang tertangkap diidentifikasi dengan mengacu buku identifikasi: Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan Jilid 2 (Saanin, 1984), kemudian ikan dibedah dengan cara menggunting bagian perut ikan dimulai dari anus hingga ke tutup insang, kemudian ususnya diambil secara perlahan. Usus dan lambung ikan dimasukkan ke dalam botol sampel dan diawetkan dengan menggunakan formalin 15% untuk perhitungan analisis makanan yang dilakukan di laboratorium. Botol diberi label yang ditempelkan di dinding luar botol sampel. Label tersebut dituliskan: nomor stasiun, tanggal dan waktu pengambilan serta nama ikan. Sampel usus ikan satu per satu dikeluarkan dari botol sampel dan dibersihkan dari formalin. Kemudian isi usus dipisahkan dari daging usus dengan cara menggunting daging usus dan diambil isinya, isi usus diencerkan dengan aquades sebanyak 3 ml dan diaduk-aduk sehingga tidak terjadi penumpukan isi usus di
8 suatu wilayah. Satu tetes pengenceran diambil kemudian diamati menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 10x10 dan pengambilan lima lapang pandang dalam satu kali pengamatan. Pengamatan diulang sebanyak tiga kali sehingga akan didapatkan data dari 15 lapang pandang. Apabila jenis organisme yang didapat adalah plankton, maka dapat diidentifikasi dengan mengacu pada buku identifikasi: Illustration of the Marine Plankton of Japan (Yamaji, 1976). Kelimpahan Plankton Kelimpahan plankton digunakan untuk mengetahui jumlah kemungkinan plankton yang terdapat dalam usus ikan yang sudah diamati. isi usus dipisahkan dari daging usus dengan cara menekan daging usus sampai semua isinya keluar, diencerkan dengan aquades sebanyak 3 ml dan diaduk-aduk sehingga tidak terjadi penumpukan isi usus di suatu wilayah. Satu tetes pengenceran diambil kemudian diamati menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 10x10 dan pengambilan lima lapang pandang dalam satu kali pengamatan. Pengamatan diulang sebanyak tiga kali sehingga akan didapatkan data dari 15 lapang pandang. Apabila jenis organisme yang didapat adalah plankton, maka dapat diidentifikasi dengan mengacu pada buku identifikasi: Illustration of the Marine Plankton of Japan (Yamaji, 1976). Metode menghitung jumlah kelimpahannya dengan rumus berikut ini : 𝑉𝑏 𝑁= 𝑥𝑛 𝑉𝑖 Keterangan : N = jumlah kelimpahan organisme dalam usus ikan Vb = volume pengeceran Vi = volume satu tetes contoh n = banyaknya organisme dalam satu tetes contoh Trofik Level Hasil Tangkapan Trofik level adalah posisi suatu organisme dalam jaring makanan (Froese dan Pauly (2000). Stergiou et al. (2007) menyebutkan bahwa trofik level menunjukkan keberadaan ikan dan organisme lainnya yang masing-masig berperan dalam jaring makanan. Trofik level suatu jenis ikan ditentukan berdasarkan komposisi makanan dan trofik level masing-masing fraksi makanannya (food items) yang diperoleh dari hasil analisis aisi perut (Froese dan Pauly 2000). Deskripsi kebiasaan makan dilakukan untuk mengestimasi trofik level yang meliputi tiga kasus, yaitu sebagai berikut: 1. Kasus 1: semua makanan adalah tumbuhan atau detritus, maka trofik levelnya =2 dan kuadrat frekuensi kejadiannya = 0; 2. Kasus 2: hanya ada satu makanan dan tidak ada satupun tumbuhan atau detritus, maka trofik levelnya = 1+ trofik level makanan dan kuadrat frekuensi kejadiannya = kuadrat frekuensi kejadian makanan; 3. Kasus 3: terdapat beberapa macam makanan dan paling sedikit bukan tumbuhan atau detritus, maka trofik levelnya ditentukan dengan persamaan: 𝑇𝑟𝑜𝑓𝑖𝑘 𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙 = Keterangan:
𝑝 𝑖=1 𝑃𝑖
𝑥 𝑇𝑟𝑜𝑓𝑖𝑘 𝑖 𝑃𝑖
9 Trofik level : Rata-rata trofik level Pi : fraksi makanan ke-i Trofiki : Trofik level makanan ke-i Ristiani (2012) menjelaskan bahwa trofik level ini mengacu pada konvensi Internasional Program Biologi pada tahun 60-an yang menyepakati produser primer (fitoplankton) dan detritus (termasuk bakteri) dikategorikan dalam trofik level satu (TL 1), sementara zooplankton dalam trofik level dua (TL 2). Indeks Keanekaragaman (H’) Indeks keanekaragaman (H’) adalah ukuran kekayaan jenis komunitas ikan karang dilihat dari jumlah spesies dalam suatu kawasan berikut jumlah individu dalam setiap spesiesnya. Tingginya keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem yang seimbang dan memberikan peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang merusak ekosistem dan suatu spesies dibandingkan dengan spesies lain. Nilai indeks keanekaragaman (H’) menunjukkan distribusi individu-individu antar spesies ikan karang dalam komunitasnya. Semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman, menunjukkan keseimbangan makin baik. Kreb (1985) menjelaskan bahwa untuk menghitung indeks keanekaragaman digunakan indeks Shanon-Wiener: 𝑠 ′
𝐻 =−
(𝑝𝑖 ln pi) 𝑖=1
Keterangan: H’ : Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener; s : jumlah spesies ikan karang; pi : proporsi jumlah ikan karang spesies ke-i terhadap jumlah total ikan karang pada stasiun pengamatan. Kisaran indeks keanekaragaman diklasifikasikan untuk ikan karang adalah: H’ ≤ 3,2 : Keanekaragaman kecil, tekanan lingkungan kuat; 3,2 < H’ ≤ 9,9 : Keanekaragaman sedang, tekanan lingkungan sedang; dan H’ > 9,9 : Keanekaragaman tinggi, terjadi keseimbangan ekosistem.
Indeks Keseragaman (E) Untuk mengukur keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman (E), yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam komunitas (Kreb, 1985). 𝐸=
𝐻′ 𝐻 ′ 𝑚𝑎𝑥
Keterangan: E : Indeks keseragaman; H’max : Indeks keanekaragaman maksimum: ln s; dan s : jumlah spesies dalam komunitas;
10 Nilai indeks keseragaman antara 0-1 dengan kriteria sebagai berikut. 0 < E ≤ 0,5 : Keseragaman kecil, komunitas tekanan; 0,5 < E ≤ 0,75 : Keseragaman sedang, komunitas labil; dan 0,75 < E ≤ 1 : Keseragaman tinggi, komunitas stabil. Dari kisaran nilai ini terlihat semakin kecil indeks keseragaman (E), semakin kecil pula keseragaman populasi yang berarti penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama dan ada kecenderungan populasi didominasi oleh jenis organisme tertentu. Begitu pula sebaliknya, semakin besar nilai E maka populasi tersebut menunjukkan keseragaman yang tinggi, yaitu jumlah individu setiap jenis dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda. Indeks Dominansi (C) Apabila indeks dominansi suatu komunitas tinggi maka komunitas tersebut cenderung labil. Rumus yang digunakan sebagai berikut (Kreb, 1985 diacu dalam Yusfiandayani, 2004): 𝑠
𝑝𝑖 2
𝐶= 𝑖=1
Keterangan: C : Indeks dominansi; pi : proporsi jumlah ikan karang spesies ke-i terhadap jumlah total ikan karang pada stasiun pengamatan. Indeks dominansi berkisar antara 0-1, apabila nilai mendekati 1 maka ada kecenderungan satu individu mendominasi yang lainnya. Kisaran indeks diklasifikasikan sebagai berikut: 0 < C ≤ 0,5 : Dominansi rendah; 0,5 < C ≤ 0,75 : Dominansi sedang; dan 0,75 < E ≤ 1 : Dominansi tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemasangan Bubu Tambun Proses awal dari penelitian ini adalah pemasangan bubu tambun sebanyak tiga buah bubu yang digunakan untuk menangkap ikan di sekitar terumbu karang buatan. Penelitian ini merupakan kegiatan monitoring dari penelitian sebelumnya. Terumbu karang buatan yang terbuat dari tempurung kelapa tersebut sudah dipasang di lokasi sejak Maret 2012 melalui penelitian yang dilakukan oleh Pardede yang berjudul “Efektivitas Terumbu Buatan Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Sebagai Fish Aggregating Device di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu”. Saat pengamatan terakhir, kondisi terumbu karang buatan tersebut masih cukup
11 baik bahkan karang-karang sudah mulai tumbuh di beberapa substrat tempurung kelapa. Letak lokasi terumbu karang yaitu 05045045,50 LS; 1060360380 BT dengan kedalaman 23 meter dan memiliki dasar berpasir. Pemasangan tiga bubu tambun dimulai pagi hari pada tanggal 27 Agustus 2013 dengan kondisi arus dan gelombang yang cukup baik. Sebelum bubu dipasang, bubu telah direndam selama satu minggu di dekat lokasi terumbu. Pemasangan bubu tambun dilakukan oleh dua orang nelayan. Satu orang berada di bawah kapal dan satu orang lagi berada di atas kapal. Jarak pemasangan bubu tambun dari terumbu buatan sekitar 3 meter. Pemasangan bubu ini dilakukan rutin selama tiga hari dengan waktu pemasangan yang hampir sama dengan waktu pemasangan di hari sebelumnya. Hasil Tangkapan Bubu Tambun Hasil tangkapan ikan di terumbu karang buatan dengan menggunakan tiga alat tangkap bubu selama penelitian sebanyak 64 ekor dengan 12 spesies. Spesies yang paling mendominasi adalah ikan Nori Merah (Cheilinus fasciatus) dari famili Labridae sebanyak 23% dari hasil tangkapan yaitu 15 ekor ikan. Spesies kedua yang mendominasi hasil tangkapan adalah Sersan Mayor (Abudefduf bengalensi) dari famili Pomacentridae sebanyak 10 ekor ikan dan Betok Susu (Dischitodus perspicillatus) dari famili Anabantidae yang merupakan spesies dominan ketiga dari hasil tangkapan juga sebanyak 10 ekor ikan (Gambar 6).
Gambar 6 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun berdasarkan spesies
Hasil tangkapan bubu menunjukkan bahwa terdapat ikan-ikan dari tiga pengelompokan ikan karang. Ikan marmut (Chaetodontoplus mesoleucus) ditemukan pada hasil tangkapan sebagai ikan yang masuk dalam indicator species. Menurut Marabessy (2010), ikan marmut termasuk ikan yang berasosiasi kuat dengan karang, biasanya berenang di antara bongkahan dan koloni karang, memangsa polip pembentuk karang. Ikan kerapu yang didapat dari hasil
12
Jumlah Ikan (ekor)
tangkapan merupakan ikan yang menjadi target species, sementara mayoritas ikan yang tertangkap merupakan ikan yang masuk ke dalam kategori major species, seperti ikan betok dan ikan nori merah. Hal ini menunjukkan bahwa terumbu karang buatan yang terpasang sudah mulai menjadi tempat asosiasi bagi ikan-ikan di sekitarnya sehingga terumbu karang buatan tersebut diperkirakan sudah menyerupai habitat terumbu karang alami. Hasil tangkapan bubu mengalami fluktuasi di setiap tripnya. Hal tersebut dikarenakan cuaca yang berubah-ubah sehingga hampir tidak mendukung proses penangkapan seperti yang terjadi pada trip di hari pertama, dimana gelombang dan arus tergolong cukup kuat. Jumlah dan komposisi ikan terbanyak didapat saat penangkapan di hari kedua. Namun variasi spesies pada penangkapan hari ketiga lebih banyak jika dibandingkan hari sebelumnya, seperti kerapu lumpur yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Jumlah hasil tangkapan setiap bubu pada setiap penangkapan disajikan pada Gambar 7.
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Bubu 1 Bubu 2 Bubu 3
1
2
3
Penangkapan ke-
Gambar 7 Jumlah hasil tangkapan bubu per stasiun terumbu Hasil tangkapan bubu yang dipasang di terumbu pertama lebih mendominasi dalam setiap proses penangkapan, diduga karena posisi terumbu karang yang lebih dekat dengan terumbu karang alami. Pada hari pertama, hasil tangkapan tidak sebanyak dua hari berikutnya. Hal itu kemungkinan disebabkan oleh cuaca di hari pertama yang kurang mendukung untuk melakukan proses penangkapan. Analisis Kelimpahan Plankton pada Usus Ikan Analisis plankton pada usus ikan dimulai pada bulan September selama dua minggu. Analisis tersebut digunakan untuk melihat kelimpahan plankton yang ada di dalam usus ikan. Berdasarkan hasil pengamatan, kelimpahan plankton tertinggi pada hasil tangkapan bubu pertama saat penangkapan di hari kedua sebanyak 5.640 plankton/ml (Gambar 8). Plankton terbanyak yang terlihat adalah plankton dari genus Rhizosolenia. Genus lain yang ditemukan adalah genus Leptocylindricus, Coscinodiscus, Pleurosigma, Sagitta. Sementara kelimpahan
13 plankton terkecil terdapat pada hasil tangkapan bubu kedua saat penangkapan hari pertama dengan kelimpahan plankton sebanyak 1860 plankton/ml.
Nilai Kelimpahan individu/ml
6000 5000 4000 3000
Bubu ke-1
2000
Bubu ke-2
1000
Bubu ke-3
0 0
1
2
3
Penangkapan ke-
Gambar 8 Nilai kelimpahan plankton pada usus ikan Plankton genus Rhizosolenia merupakan jenis plankton yang bisa ditemukan di perairan laut dan payau, terutama di perairan yang memiliki suhu hangat (Microbewiki, 2010). Hasil pengamatan dari usus, plankton Rhizosolenia juga ditemukan hampir di semua pengamatan. Perbandingan plankton hasil pengamatan usus ikan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Perbandingan plankton hasil pengamatan usus ikan berdasarkan genus
14 Scarus niger
6000
Abudeduf bengalensis
Nilai Kelimpahan Individu/ml
5000
Dischitodus pseudochrysopoecilus Lethrinus obsoletus
4000
Plectropomus leopardus 3000
Scolopsis lineata Epinephelus tauvina
2000
Chaetodontoplus mesoleucus 1000
Siganus sp Rhinecanthus aculeatus
0
Dischitodus perspicillatus
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Spesies ke-
Cheilinus fasciatus
Gambar 10 Nilai kelimpahan plankton per spesies ikan hasil tangkapan Plankton Rhizosolenia mendominasi hasil pengamatan dengan persentase lebih dari 50 persen, sementara Leptocylindricus sp. menjadi plankton yang mendominasi kedua dengan persentase sebesar 5 persen. Menurut Microbewiki (2010) dan red-tide (1999), Rhizosolenia dan Leptocylindricus bisa menjadi salah satu indikasi kondisi perairan. Semakin banyak Rhizosolenia dan Leptocylindricus yang ditemukan, maka semakin baik suatu perairan, contohnya Leptocylindricus akan menjadi racun apabila kondisi oksigen di sekitarnya menurun. Tabel 1 Komposisi plankton pada isi perut ikan Nori Merah (Cheilinus fasciatus)
Sersan Mayor (Abudefduf bengalensis)
Rhizosolenia
Leptocylindricus Sagitta
-
Pleurosigma
Genus Plankton
Spesies ikan Kakak Betok Susu Tua (Dischitodus (Scarus perspicillatus) niger)
Betok (Dischitodus pseudochrysopoecilus)
-
-
-
-
-
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada lima ikan yang paling dominan tertangkap semuanya ditemukan plankton genus Rhizosolenia. Genus Leptocylindricus hanya ditemukan pada spesies Nori Merah, Sersan Mayor dan Betok. Genus Sagitta ditemukan pada spesies Sersan Mayor, Betok Susu dan Betok. Spesies Nori Merah, Sersan Mayor dan Betok Susu ditemukan memiliki genus Pleurosigma di dalam ususnya
15 Trofik Level Hasil Tangkapan Hasil dari analisis isi usus ikan menunjukkan bahwa sebagian besar isi dalam usus ikan ditemukan Rhizolenia yang merupakan salah satu jenis fitoplankton. Leptocylindricus, Coscinodiscus, Pleurosigma juga merupakan jenis fitoplankton yang ditemukan pada isi usus ikan. Menurut Ristiani (2012) yang mengacu pada konvensi Internasional Program Biologi pada tahun 60-an, fitoplankton merupakan produser primer yang dikategorikan dalam trofik level satu (TL 1). Ristiani (2012) juga mengatakan bahwa ikan yang berada di trofik level harus lebih sedikit tertangkap daripada ikan pada trofik level di atasnya. Hal tersebut berbanding lurus dengan analisis isi usus ikan hasil tangkapan yang menunjukkan ikan yang berada pada trofik level satu lebih banyak dibanding trofik level diatasnya. Banyaknya hasil tangkapan ikan yang tertangkap pada trofik level satu menyebabkan trofik level hasil tangkapan seimbang. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan tidak berpotensi merusak keseimbangan ekosistem pada habitat terumbu karang buatan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi Ikan Hasil Tangkapan pada Terumbu Karang buatan Hasil tangkapan ikan dengan jumlah trip tiga kali memiliki indeks keanekaragaman berkisar antara 0,52-0,66. Indeks tersebut menunjukkan asumsi bahwa keanekaragaman kecil, tekanan lingkungan kuat. Sementara indeks keseragaman berkisar antara 0,17-0,21, ini berarti keseragaman ikan di sekitar terumbu karang kecil dengan penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama. Indeks dominansi berkisar 0,27-0,45. Hal tersebut menunjukkan bahwa dominansi ikan hasil tangkapan di sekitar terumbu karang buatan rendah. Perbandingan indeks tersebut dapat dilihat pada Gambar 11. 0.7
Nilai Indeks
0.6 0.5 0.4
H'
0.3
E
0.2
C
0.1 0 Terumbu A
Terumbu B
Terumbu C
Gambar 11 Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominan (C) pada ikan hasil tangkapan terumbu karang buatan Apabila dilihat dari hasil perhitungan, ketiga indeks tersebut menunjukkan keanekaragaman, keseragaman dan dominansi yang rendah. Tingkat keanekaragaman yang rendah menunjukkan tingkat keseimbangan populasi yang
16 rendah, tingkat keseragaman dan dominansi yang rendah menunjukkan kesamaan jumlah individu antar spesies dalam komunitas rendah, ini berarti dalam hasil tangkapan tidak ada spesies ikan yang tertangkap dalam jumlah yang dominan, setiap spesies tertangkap memiliki jumlah yang hampir sama. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kondisi perairan yang kurang mendukung pada saat melakukan proses pemasangan dan penangkapan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini sebagai berikut ini: 1. Ikan yang tertangkap dengan bubu selama penelitian di terumbu karang buatan sebanyak 64 ekor dengan 12 spesies. Spesies yang paling mendominasi adalah ikan Nori Merah (Cheilinus fasciatus) dari famili Labridae. 2. Komposisi plankton yang terdapat pada isi perut ikan hasil tangkapan di tiga terumbu didominasi oleh Genus Rhizosolenia dan Leptocylindricus yang merupakan indikasi kondisi perairan. Nilai indeks keanekaragaman (H’), nilai keseragaman (E) dan indeks dominansi (C) pada hasil tangkapan terumbu karang buatan secara berturut adalah 0,52-0,66, 0,17-0,21 dan 0,27-0,45. 3. Terumbu buatan yang digunakan dalam penelitian memiliki tingkat efisien sebagai fish aggreating device yang cukup baik dan memiliki peluang positif untuk dapat menjadi salah satu alternatif terumbu karang yang sudah mengalami degradasi.
Saran 1.
2. 3.
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan penggunaan unit terumbu karang buatan yang lebih banyak dan penentuan lokasi yang lebih baik serta kedalaman yang berbeda sehingga dapat menjadi penguat bukti bahwa terumbu karang buatan dapat menjadi alternatif terumbu karang alami. Diperlukannya penelitian lebih lanjut tentang komposisi plankton dan perifiton yang terdapat pada terumbu karang buatan. Perlu dilakuka peningkatan intensitas penangkapan agar diperoleh sampel usus ikan yang lebih banyak dan mewakili populasi di lokasi tersebut sehingga diperoleh gambaran yang lebih baik tentang struktur rantai makanan (food chain).
17
DAFTAR PUSTAKA Froese R dan Pauly D, Editors. 2000. FishBase 2000: Concepts, Design and Data Sources. Philippines (PHL): International Center for Living Aquatic Resources Management. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2009. Pengelolaan Terumbu Karang Perlu Dukung Semua Pihak. [internet]. [diunduh 2014 Jan 5]. Tersedia pada: http://www.kkp.go.id/index.php/mobile/arsip/c/1736. Krebs, C. J. 1985. Experimental Analysis of Distribution of Abundance. Third Edition. Harper & Row Publisher. New York. Marabessy MD. 2010. Keanekaragaman Jenis Ikan Karang di Perairan Pesisir Biak Timur Papua. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Microbewiki. 2010. Rhizosolenia. [Internet]. [diunduh 2013 Okt 26]. Tersedia pada: http// microbewiki.com. Pardede FM. 2012. Efektivitas Terumbu Buatan Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Sebagai Fish Aggregating Device Di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ramadan ANS. 2011. Uji Coba Tutupan Ijuk dan Goni pada Pengoperasian Bubu Tambun di Perairan Kepulauan Seribu. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Red-tide. 1999. Leptocylindricus. [Internet]. [diunduh 2013 Okt 27]. Tersedia pada http// red-tide.org. Ristiani. 2012. Dampak Penangkapan Ikan Terhadap Keseimbangan Trofik Level pada Habitat Lamun di Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. [Skripsi]. Bogor (ID); Institut Pertanian Bogor. Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan Jilid 2. Bogor (ID): Penerbit Djambatan. Soedharma D. 1995. Studi Komunitas Perifiton dan Komunitas Ikan pada Terumbu Ban dan Bambu di Teluk Lampung, Prosiding Seminar Hasil Penelitian Ilmu Kelautan. IPB. Hal 99-113. Stergiou KI, Moutopulus DK, Casal HJA dan Erzini K. 2007. Trophic Signatures of Small-Scale Fishing Gears: Implications for Conservation and Management. Marine Ecology Progress Series. No. 33:117-128. Yamaji I. 1976. Illustrations of The Marine Plankton of Japan. Osaka (JPN): Hoikusha Publishing. Co. LTD. Yusfiandayani R. 2004. Studi Tentang Mekanisme Berkumpulnya Ikan Pelagis Kecil di Sekitar Rumpon dan Pengembangan Perikanan di Perairan Pasauran, Propinsi Banten. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
18 Lampiran 1 Data Hasil Tangkapan Ikan dan Kelimpahan Plankton Terumbu A Pemasangan hari pertama Tanggal : 28 Agustus 2013
No
Nama Umum
Nama Latin
Organisme Plankton
Ratarata
Kelimpahan (individu/ml)
1
Kakak Tua
Scarus niger
Rhizosolenia sp
7
420
2
Kakak Tua
Scarus niger
Rhizosolenia sp
2
120
3
Sersan Mayor
Abudeduf bengalensis
Rhizosolenia sp
9
480
4
Sersan Mayor
Abudeduf bengalensis
Rhizosolenia sp
6
360
5
Sersan Mayor
Abudeduf bengalensis
Rhizosolenia sp
14
840
6
Sersan Mayor
Abudeduf bengalensis
Rhizosolenia sp
4
240
4
240
Leptocylindricus sp Jumlah Kelimpahan
2700
Pemasangan hari kedua Tanggal : 29 Agustus 2013
No 1
Betok
2
Betok
3
Betok
Nama Latin Dischitodus pseudochrysopoecilus Dischitodus pseudochrysopoecilus Dischitodus pseudochrysopoecilus
4
Lencam
Lethrinus obsoletus
5
Nori Merah
6
Nori Merah
7
Nama Umum
Kerapu Merah
Organisme Plankton
Rata-rata
Kelimpahan (individu/ml)
Rhizosolenia sp
12
720
Rhizosolenia sp
5
300
Rhizosolenia sp
2
120
Rhizosolenia sp
1
60
Cheilinus fasciatus
Rhizosolenia sp
13
780
Cheilinus fasciatus
Rhizosolenia sp
4
240
Leptocylindricus sp
2
120
Rhizosolenia sp
12
720
Chaetoceros sp
1
60
Melosira sp
1
60
Plectropomus leopardus
8
Serak
Scolopsis lineate
Rhizosolenia sp
7
420
9
Serak
Scolopsis lineate
Rhizosolenia sp
10
600
1
60
22
1320
1
60
Coscinodiscus sp 10
Sersan Mayor
Abudeduf bengalensis
Rhizosolenia sp Phalacroma sp Jumlah Kelimpahan
5640
19 Pemasangan hari ketiga Tanggal : 30 Agustus 2013
No 1
Nama Umum Betok
Nama Latin Dischitodus pseudochrysopoecilus
Organisme Plankton
Ratarata
Kelimpahan (individu/ml)
Rhizosolenia sp
8
480
Leptocylindricus sp
1
60
2
Kakak Tua
Scarus niger
Rhizosolenia sp
7
420
3
Kea-kea
Siganus sp
Rhizosolenia sp
8
480
Leptocylindricus sp
1
60
4
Nori Merah
Cheilinus fasciatus
Rhizosolenia sp
6
360
Pleurosigma sp
1
60
10
600
5
Nori Merah
Cheilinus fasciatus
Leptocylindricus sp Rhizosolenia sp Jumlah Kelimpahan
3
180 2700
20 Terumbu B Pemasangan hari pertama Tanggal : 28 Agustus 2013
No
Nama Umum
Nama Latin
Organisme Plankton
Ratarata
Kelimpahan (individu/ml)
1
Kakak Tua
Scarus niger
Rhizosolenia sp
5
300
2
Kakak Tua
Scarus niger
Rhizosolenia sp
4
240
3
Sersan Mayor
Abudeduf bengalensis
Tontonia sp
2
60
Strombium sp
2
120
Rhizosolenia sp
7
420
Rhizosolenia sp
5
300
Pleurosigma sp
1
60
4
Sersan Mayor
Abudeduf bengalensis
5
Sersan Mayor
Abudeduf bengalensis
Rhizosolenia sp
5
300
6
Sersan Mayor
Abudeduf bengalensis
Rhizosolenia sp Jumlah Kelimpahan
1
60 1860
Pemasangan hari kedua Tanggal : 29 Agustus 2013
No
Nama Umum
Nama Latin
Organisme Plankton
Ratarata
Kelimpahan (individu/ml)
1
Betok Susu
Dischitodus perspicillatus
Rhizosolenia sp
6
360
2
Betok Susu
Dischitodus perspicillatus
Rhizosolenia sp
1
60
3
Betok Susu
Dischitodus perspicillatus
Rhizosolenia sp
7
420
4
Betok Susu
Dischitodus perspicillatus
Rhizosolenia sp
5
300
Pleurosigma sp
1
60
5
Betok Susu
Dischitodus perspicillatus
Rhizosolenia sp
10
600
6
Kerapu Merah
Plectropomus leopardus
Rhizosolenia sp
4
240
7
Kerapu Merah
Plectropomus leopardus
Rhizosolenia sp
7
420
8
Nori Merah
Cheilinus fasciatus
Rhizosolenia sp
3
180
9
Nori Merah
Cheilinus fasciatus
Rhizosolenia sp
1
60
10
Nori Merah
Cheilinus fasciatus
Rhizosolenia sp Jumlah Kelimpahan
4
240 2940
21 Pemasangan hari ketiga Tanggal : 30 Agustus 2013
No 1
2 3
Nama Umum Betok
Betok Susu Betok Susu
Nama Latin Dischitodus pseudochrysopoecilus
Dischitodus perspicillatus Dischitodus perspicillatus
4
Kea-kea
Siganus sp
5
Kea-kea
Siganus sp
6
Kerapu Lumpur
Epinephelus tauvina
7
Kerapu Lumpur
Epinephelus tauvina
8
Nori Merah
Cheilinus fasciatus
9
Nori Merah
Cheilinus fasciatus
10
Nori Merah
Cheilinus fasciatus
Organisme Plankton
Ratarata
Kelimpahan (individu/ml)
Rhizosolenia sp
7
420
Paralia sp
2
120
Sagitta sp
8
480
Rhizosolenia sp
5
300
Thalassiosira
1
60
Rhizosolenia sp
6
360
Pleurosigma sp
1
60
Strombilidium sp
1
60
Rhizosolenia sp
4
240
Nitzchia sp
1
60
Leptocylindricus
4
240
Rhizosolenia sp
1
60
Leptocylindricus
2
120
Rhizosolenia sp
2
120
Rhizosolenia sp
9
540
Lithodesmium
1
60
Rhizosolenia sp
4
240
Gymnodinium sp
2
120
Dinophysis sp
1
60
Gymnodinium sp
1
60
5
300
Rhizosolenia sp Jumlah Kelimpahan
4080
22 Terumbu C Pemasangan hari pertama Tanggal : 28 Agustus 2013
No
Nama Umum
Organisme Plankton
Ratarata
Kelimpahan (individu/ml)
Rhizosolenia sp
17
1020
Helicostomella sp
1
60
Flavella sp
1
60
Rhizosolenia sp
3
180
Nama Latin
1
Kakak Tua
Scarus niger
2
Kakak Tua
Scarus niger
3
Kakak Tua
Scarus niger
Rhizosolenia sp
3
180
4
Nori Merah
Cheilinus fasciatus
Rhizosolenia sp
5
300
5
Sersan Mayor
Abudeduf bengalensis
Pleurosigma sp
1
60
Leptocylindricus sp
2
120
4
240
Rhizosolenia sp Jumlah Kelimpahan
2220
Pemasangan hari kedua Tanggal : 29 Agustus 2013
No 1
Nama Umum Betok Susu
Organisme Plankton
Ratarata
Kelimpahan (individu/ml)
Sagitta sp
6
360
Cerianthus sp
1
60
Nitzschia sp
1
60
Nama Latin Dischitodus perspicillatus
2
Betok Susu
Dischitodus perspicillatus
Rhizosolenia sp
2
120
3
Nori Merah
Cheilinus fasciatus
Rhizosolenia sp
9
540
Coscinodiscus sp
1
60
Rhizosolenia sp
8
480
Sagitta sp
3
180
3
180
4
Marmut
Chaetodontoplus mesoleucus
Thalassiosira sp Jumlah Kelimpahan
2040
Pemasangan hari ketiga Tanggal : 30 Agustus 2013
No 1
Nama Umum Betok
Nama Latin Dischitodus pseudochrysopoecilus
Organisme Plankton
Rata -rata
Kelimpahan (individu/ml)
Rhizosolenia sp
5
300
Coscinodiscus sp
1
60
2
Betok Susu
Dischitodus perspicillatus
Rhizosolenia sp
7
420
3
Kakak Tua
Scarus niger
Rhizosolenia sp
3
180
Leptocylindricus sp
1
60
Pleurosigma sp
2
120
Rhizosolenia sp
7
420
Rhizosolenia sp
4
240
4 5
Marmut Nori Merah
Chaetodontoplus mesoleucus Cheilinus fasciatus
23
6
Nori Merah
Cheilinus fasciatus
Pennale diatom
1
60
Leptocylindricus sp
2
120
Rhizosolenia sp
2
120
7
Nori Merah
Cheilinus fasciatus
Rhizosolenia sp
6
420
8
Triger
Rhinecanthus aculeatus
Rhizosolenia sp Jumlah Kelimpahan
12
720 3240
24 Lampiran 2 Alat dan bahan penelitian
Bubu Tambun
Alat Bedah
Botol Film
Mikroskop Binokuler
Kertas Label Formalin 15%
25 Lampiran 3 Perbandingan kondisi terumbu karang buatan Dokumentasi 2012 Sumber : Pardede (2012)
Terumbu buatan sebelum diletakkan di perairan
Dokumentasi 2013 Sumber : Doni Periyanto
Terumbu buatan setelah dua minggu pemasangan
26 Lampiran 4 Hasil tangkapan ikan dominan pada bubu tambun
Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina)
Betok Susu Dischitodus perspicillatus
Nori Merah Cheilinus fasciatus
Kakak Tua Scarus niger
Kerapu Merah Plectropomus leopardus
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 18 Maret 1990 dari ayah Musriyadi Nabiu dan ibu Sapta Suryaningsih. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kota Bengkulu dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis bergabung di organisasi kemahasiswaan HIMAFARIN (Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan) dan aktif di UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Paduan Suara Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Agria Swara. Selama di UKM tersebut, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan internal dan eksternal kampus. Penulis juga aktif mengikuti lomba paduan suara yang diadakan pada tingkat nasional. Dua tahun berturut-turut, penulis sebagai salah satu anggota tim paduan suara ikut mengantarkan timnya menjadi Juara II pada Lomba Lagu Perjuangan yang dilaksanakan di Universitas Tarumanegara di tahun 2010 dan 2011. Tahun 2012 penulis juga menjadi satu dari 40 delegasi Institut Pertanian Bogor dan Indonesia dalam kompetisi paduan suara internasional The 4th International Harald Andersen Chamber Choir Competition yang dilaksanakan di Helsinki, Finlandia. Dalam rangka menyelesaikan studinya, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Uji Coba Penangkapan Bubu pada Terumbu Karang Buatan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc dan Dr. Roza Yusfiandayani, S.Pi.