PENG GARUH JENIS J UM MPAN BU UATAN TERHAD T DAP HASIIL TAN NGKAPAN N BUBU TALI DI PERAIR RAN KEP PULAUAN N SERIB BU
MIIRA NURY YAWATI
MAYO OR TEKNO OLOGI DA AN MANAJ JEMEN PE ERIKANAN N TANGKA AP DEP PARTEMEN PEMAN NFAATAN SUMBERD DAYA PER RIKANAN N FAKUL LTAS PERIIKANAN DAN D ILMU U KELAUT TAN INSTITU UT PERTA ANIAN BOG GOR 2011 1
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Jenis Umpan Buatan Terhadap Hasil Tangkapan Bubu Tali di Perairan Kepulauan Seribu adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011 Mira Nuryawati
© Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
ABSTRAK
MIRA NURYAWATI, C44070058. Pengaruh Jenis Umpan Buatan Terhadap Hasil Tangkapan Bubu Tali di Perairan Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh ARI PURBAYANTO dan MOCHAMMAD RIYANTO. Bubu tali merupakan alat tangkap yang dioperasikan tanpa mengganggu atau merusak terumbu karang. Pengoperasian bubu tali memerlukan umpan sebagai atraktan. Dari hasil penelitian sebelumnya didapatkan kombinasi umpan buatan diantaranya campuran arginin dan leusin (umpan buatan A) serta minyak ikan dan tepung ikan (umpan buatan B). Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis hasil tangkapan bubu tali, menganalisis pengaruh umpan buatan terhadap hasil tangkapan bubu tali dan menentukan jenis umpan buatan yang efektif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental di lapangan dengan menggunakan bubu sebanyak 12 unit dengan masing-masing 3 buah diberi perlakuan yaitu tanpa umpan, umpan alami, umpan buatan A, dan umpan buatan B. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan komposisi hasil tangkapan bubu tali terdiri dari 30 spesies yang digolongkan menjadi 15 famili. Famili terbanyak tertangkap diantaranya adalah Nemipteridae (63,65%), Mulidae (7,31%), Labridae (4,04%), dan Lutjanidae (3,65%). Jumlah hasil tangkapan terbanyak terdapat pada bubu tali yang diberi umpan buatan B (41%) yaitu sebanyak 213 ekor. Uji statistik menunjukkan bahwa umpan buatan A dan umpan buatan B memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil tangkapan. Efektivitas penangkapan berdasarkan hasil tangkapan utama pada bubu tali dengan umpan buatan A dan umpan buatan B memiliki nilai efektivitas tertinggi (100%). Efektivitas penangkapan untuk famili Nemipteridae pada bubu tali diberi umpan buatan A memiliki nilai efektivitas yang cukup tinggi yaitu 63,33% dan pada umpan buatan B sebesar 70%. Efektivitas penangkapan untuk famili Serranidae, Lutjanidae dan Labridae pada semua perlakuan bubu dengan umpan mendapatkan nilai efektivitas yang rendah (< 50%). Kata kunci : bubu tali, perairan Kepulauan Seribu, umpan alami, umpan buatan A, umpan buatan B
PENGARUH JENIS UMPAN BUATAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN BUBU TALI DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU
MIRA NURYAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Pengaruh Jenis Umpan Buatan Terhadap Hasil Tangkapan Bubu Tali di Perairan Kepulauan Seribu
Nama
: Mira Nuryawati
NRP
: C44070058
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Mochammad Riyanto, S.Pi, M.Si. NIP: 19821025 200701 1 001
Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. NIP: 19660121 199002 1 001
Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP: 19621223 198703 1 004
Tanggal lulus : 17 Juni 2011
KATA PENGANTAR Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengaruh Jenis Umpan Buatan Terhadap Hasil Tangkapan Bubu Tali di Perairan Kepulauan Seribu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hasil tangkapan bubu tali, menganalisis pengaruh umpan terhadap hasil tangkapan bubu tali di Kepulauan Seribu, dan menentukan jenis umpan yang efektif dalam pengoperasian bubu tali di Kepulauan Seribu. Dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu pengoperasian bubu tali sehingga terwujudnya perikanan tangkap yang berkelanjutan. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesarbesarnya kepada : 1. Prof.Dr.Ir Ari Purbayanto, M.Sc dan Mochammad Riyanto,S.Pi, M.Si sebagai komisi pembimbing atas saran dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini: 2. Ir. Ronny Irawan Wahyu, M.Phil selaku dosen penguji tamu; 3. Dr.Ir. Mohammad Imron, M.Si selaku komisi pendidikan Departemen PSP; 4. Keluarga Bapak Jayadi dan Bapak Asep atas bantuan dan dukungan selama penelitian di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu; 5. Keluargaku Bapak Suganda dan Ibu Ade serta kakakku Sandi, Rani dan Seni 6. Donny, Baskoro, Danang, Nova, Keristina, kak Didin, dan Satria yang telah banyak membantu dan mendukung selama penelitian dan penyusunan skripsi; 7. Seluruh dosen dan staf Departemen PSP yang telah memberikan arahan dan dukungan hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini; dan 8. Rekan-rekan PSP 44 (Ade, Dudi, Reza, Ryan, Dede, Ibay, Baginda, Muklis, Leo, Willy, Wawan, Fadli, Anton, Haidir, Ndalu, Rusak, Sudi, Khaerul, Nado, Pram, Rois, Diki, Nooke, Daya, Fani, Vera, Via, Eneng, Lili, Nela, Wulan, Siro, Tri, Hana) dan adik-adik angkatan 45,46 untuk dukungan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca Bogor, 17 Juni 2011 Mira Nuryawati
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Januari 1989 di Bandung, dari pasangan Bapak Suganda dan Ibu Ade Santiawati. Penulis adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal di SMA Negeri 12 Bandung pada tahun 2007, pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
(IPB)
sebagai
salah
satu
mahasiswi
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Teknologi Alat penangkapan Ikan (TAPI) pada tahun ajaran 2009/2010 – 2010/2011. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai organisasi diantaranya anggota KOPMA IPB (Koperasi Mahasiswa) periode 2007/2008, anggota KP2K BEM FPIK IPB periode 2008/2009, Staf Departemen Kewirausahaan HIMAFARIN periode 2008/2009, dan Ketua Departemen Kewirausahaan HIMAFARIN periode 2009/2010. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Jenis Umpan Buatan Terhadap Hasil Tangkapan Bubu Tali di Perairan Kepulauan Seribu” dan dinyatakan lulus dalam sidang sarjana pada tanggal 17 Juni 2011.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
iv
DAFTAR ..................................................................................................
v
1 PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1.2 Tujuan ........................................................................................... 1.3 Manfaat .........................................................................................
1 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
4
2.1 Deskripsi Ikan Karang .................................................................. 2.2 Habitat Ikan Karang ...................................................................... 2.3 Unit Penangkapan Ikan ................................................................. 2.3.1 Alat tangkap bubu ............................................................. 2.3.2 Nelayan ............................................................................. 2.3.3 Armada penangkapan ........................................................ 2.4 Umpan ........................................................................................... 2.4.1 Jenis umpan ....................................................................... 2.4.2 Ukuran dan bobot umpan .................................................. 2.4.3 Posisi pemasangan umpan ................................................ 2.5 Hasil Tangkapan Bubu .................................................................. 2.6 Metode Pengoperasian Bubu ........................................................ 2.7 Musim Penangkapan ..................................................................... 2.8 Daerah Penangkapan Ikan............................................................. 2.9 Efektivitas Penangkapan ...............................................................
4 4 6 6 9 10 11 12 12 12 13 13 14 15 16
3 METODOLOGI ..................................................................................
17
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5
Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. Metode Pengambilan Data ............................................................ Metode Pengoperasian Bubu Tali ................................................. Analisis Data ................................................................................. 3.5.1 Hasil tangkapan bubu tali .................................................. 3.5.2 Pengaruh perbedaan umpan .............................................. 3.5.3 Efektivitas penangkapan ikan dengan berbagai umpan ....
17 17 22 23 25 25 25 27
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ................................
28
4.1 Keadaan Geografis dan Perairan ................................................... 4.2 Musim ........................................................................................... 4.3 Unit Penangkapan Ikan ................................................................. 4.3.1 Alat penangkapan ikan ...................................................... 4.3.2 Armada penangkapan ........................................................ 4.3.3 Nelayan ............................................................................. 4.4 Produksi Ikan ................................................................................
28 29 29 29 30 30 31 i
4.5 Daerah Penangkapan Ikan.............................................................
31
5 HASIL PENELITIAN ........................................................................
33
5.1 Hasil Tangkapan .......................................................................... 5.1.1 Total hasil tangkapan ....................................................... 5.1.2 Proporsi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan pada bubu tali .................................................. 5.2 Pengaruh Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Bubu Tali ... 5.2.1 Pengaruh perbedaan jenis umpan terhadap hasil Tangkapan bubu tali ......................................................... 5.2.2 Jumlah hasil tangkapan pada bubu tali diberi umpan alami .................................................................................. 5.2.3 Jumlah hasil tangkapan pada bubu tali diberi umpan buatan A ............................................................................ 5.2.4 Jumlah hasil tangkapan pada bubu tali diberi umpan buatan B ............................................................................ 5.3 Efektivitas Penangkapan Ikan Pada Bubu Tali .............................
34 34 35 37 37 38 39 40 41
6 PEMBAHASAN ..................................................................................
44
6.1 Komposisi Hasil Tangkapan ......................................................... 6.2 Pengaruh Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Bubu Tali .... 6.3 Efektivitas Penangkapan Ikan Karang Konsumsi .........................
44 47 49
7 KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
52
7.1 Kesimpulan ................................................................................... 7.2 Saran .............................................................................................
52 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
53
LAMPIRAN ...............................................................................................
58
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Alat dan sarana yang digunakan selama penelitian ............................
17
2
Bahan-bahan yang digunakan selama penelitian .................................
19
3
Komposisi kimia umpan buatan A (berat total umpan 8 gr) ................
20
4
Komposisi umpan buatan dari bahan alami .........................................
21
5
Perhitungan efektivitas tangkapan dengan berbagai jenis umpan .......
27
6 Pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara .................................................... 28 7
Jenis alat tangkap di Kelurahan Pulau Panggang pada tahun 2010
30
8
Data armada penangkapan di Kelurahan Pulau Panggang pada tahun 2010 ............................................................................................
30
Data nelayan di Kelurahan Pulau Panggang pada tahun 2010.............
31
10 Data produksi perikanan di Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2006 ............................................................................................
31
11 Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan pada bubu tali...........
36
9
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kontruksi bubu tali...............................................................................
18
2
Proses pembuatan umpan buatan B .....................................................
21
3
Proses pemasangan umpan...................................................................
24
4
Proses pengangkatan bubu ...................................................................
25
5
Komposisi jumlah hasil tangkapan total ..............................................
34
6
Komposisi berat hasil tangkapan total ................................................
35
7
Perbandingan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan pada bubu tali .....................................................................
37
8 Perbandingan hasil tangkapan total setiap perlakuan ..........................
38
9
Komposisi hasil tangkapan bubu tali diberi umpan alami ...................
39
10 Komposisi hasil tangkapan bubu tali diberi umpan buatan A .............
40
11 Komposisi hasil tangkapan bubu tali diberi umpan buatan B..............
41
12 Perbandingan efektivitas penangkapan seluruhnya tiap perlakuan......
42
13 Perbandingan nilai efektivitas ikan ekonomis penting terhadap tiap perlakuan .......................................................................................
43
iv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Lokasi penelitian dengan letak penanaman bubu tali ..........................
59
2
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian .................................
60
3
Hasil tangkapan selama penelitian ......................................................
62
4
Gambar hasil tangkapan ......................................................................
63
5
Jenis dan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh pada tiap lokasi penangkapan setiap trip .......................................................................
69
6 Jumlah dan persentase spesies hasil tangkapan bubu tali seluruhnya ..
90
7
Jumlah dan persentase spesies total hasil tangkapan berdasarkan ke empat perlakuan .............................................................................
92
8
Jumlah dan persentase spesies hasil tangkapan bubu tali tanpa umpan
93
9
Jumlah dan persentase spesies hasil tangkapan bubu tali diberi umpan alami ........................................................................................
94
10 Jumlah dan persentase spesies hasil tangkapan bubu tali diberi umpan buatan A ..................................................................................
95
11 Jumlah dan persentase spesies hasil tangkapan bubu tali diberi umpan buatan B ..................................................................................
96
12 Efektivitas setiap famili berdasarkan keempat perlakuan ...................
97
13 Hasil Perhitungan Kolmogorov-Smirnov menggunakan SPSS ............
98
14 Hasil uji statistik menggunakan perhitungan Kruskal Wallis menggunakan SPSS ............................................................................
99
15 Hasil perhitungan uji Dunn .................................................................
100
v
1
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km2. Wilayah lautan yang luas tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan dan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, salah satunya adalah ekosistem terumbu karang. Terumbu karang merupakan ekosistem khas daerah tropis dengan pusat penyebaran di wilayah Indo-Pasifik. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia (Walters 1994 diacu dalam Suharsono 1998). Kepulauan Seribu merupakan salah satu wilayah di Jakarta yang memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati laut. Hampir seluruh daerahnya dikelilingi oleh perairan karang yang kaya akan berbagai jenis ikan. Pemanfaatan sumberdaya
ikan
menjadi
sumber
utama
kehidupan
sebagian
besar
masyarakatnya. Pemanfaatan sumberdaya ikan di Kepulauan Seribu yang terus meningkat tiap tahun berimplikasi pada penurunan produksi ikan karang. Kondisi terumbu karang Kepulauan Seribu sebanyak 30 persen rusak, hal ini berkontribusi terhadap penurunan produksi ikan (Anonim 2011). Nelayan Kepulauan Seribu menangkap ikan menggunakan jaring payang, jaring insang dasar, jaring gebur (gillnet), bubu kecil, dan muroami (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2010). Penangkapan ikan sekitar karang banyak menggunakan bubu. Bubu (pots) merupakan salah satu perangkap yang bersifat pasif menunggu ikan yang masuk dan terperangkap sehingga cocok dioperasikan di perairan karang. Hasil tangkapan bubu dalam keadaan hidup dengan tingkat kerusakan ikan yang rendah, sehingga memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Bubu yang banyak digunakan di Kepulauan Seribu antara lain bubu tambun, bubu tali, dan bubu lempar (Pramono 2006). Setiap bubu mempunyai karakteristik dan pengoperasian yang berbeda-beda. Pengoperasian bubu tambun dapat dikatakan tidak ramah lingkungan karena dalam proses pengoperasiannya banyak menggunakan karang-karang hidup sebagai penutup. Bubu tali umumnya dioperasikan di perairan karang dalam, tanpa perlu ditutup oleh karang sehingga
2
pengoperasian bubu ini tidak mengganggu karang hidup (Pramono 2006; Riyanto 2008). Umpan merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan, khususnya untuk alat tangkap pasif seperti bubu dan pancing (Subani dan Barus 1989). Pengoperasian bubu kerap kali dibantu dengan umpan. Adanya umpan pada bubu dapat mengoptimalkan hasil tangkapan bubu sehingga sesuai dengan target tangkapan. Umpan digunakan dalam pengoperasian bubu berfungsi sebagai pemikat (attractor) dengan tujuan agar ikan karang yang sifatnya bersembunyi pada terumbu karang dapat keluar dan tertarik untuk masuk ke dalam bubu (Riyanto 2008). Umpan dapat dikelompokan menjadi umpan alami (natural bait) dan umpan buatan (artificial bait). Umpan yang biasa dipakai oleh nelayan Kepulauan Seribu yaitu bulu babi dan ikan rucah (umpan alami). Penggunaan umpan alami secara terus menerus akan menyebabkan berkurangnya sumberdaya dan kelestariannya terancam. Penelitian terkait dengan penggunaan umpan pada bubu yang telah dilakukan diantaranya adalah pengaruh penggunaan jenis umpan terhadap hasil tangkapan ikan karang pada bubu (trap) (Mawardi 2001), seleksi umpan bubu untuk meningkatkan hasil tangkapan keong macan di perairan Teluk Jakarta (Maulana 2003), perbandingan hasil tangkapan rajungan pada bubu lipat dengan menggunakan umpan yang berbeda (Ramdani 2007), efektivitas penangkapan ikan karang konsumsi menggunakan bubu dengan umpan yang berbeda di Kepulauan Seribu (Nugraha 2008), respons penciuman ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) terhadap umpan buatan (Riyanto 2008),
respons
penglihatan dan penciuman ikan kerapu terhadap umpan dalam efektivitas penangkapan (Fitri 2008). Berdasarkan pada hal tersebut di atas penelitian tentang penggunaan umpan buatan pada bubu tali belum dilakukan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian penggunaan jenis umpan buatan pada pengoperasian bubu tali di Kepulauan Seribu.
3
1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis hasil tangkapan bubu tali. 2) Menganalisis pengaruh umpan buatan terhadap hasil tangkapan bubu tali di Kepulauan Seribu. 3) Menentukan jenis umpan buatan yang efektif dalam pengoperasian bubu tali di Kepulauan Seribu. 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi nelayan mengenai penggunaan umpan buatan (artificial bait) untuk meningkatkan efektivitas pengoperasian bubu tali. Memberikan informasi jenis – jenis sumberdaya ikan hasil tangkapan bubu tali dan informasi bagaimana bubu tali dioperasikan.
4
2 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Ikan Karang Ikan karang merupakan organisme laut yang sangat mencolok di ekosistem
terumbu karang, sehingga sering dijumpai dengan jumlah yang besar dan mengisi daerah terumbu karang maka dapat terlihat bahwa ikan ini merupakan penyokong hubungan yang ada di ekosistem terumbu (Nybakken 1992). Metode pengelompokan ikan karang berdasarkan pada peranannya dalam ekosistem, yakni sebagai berikut (Anonim 2004): (1) Ikan target Ikan yang merupakan target untuk penangkapan atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti: Seranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae, Labridae (Chelinus, Himigymnus, Choerodon), dan Haemulidae; (2) Ikan indikator Sebagai ikan penentu untuk terumbu karang karena ikan ini erat hubungannya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan famili Chaetodontidae (Kepekepe); dan (3) Ikan lain (mayor family) Ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae,
Caesionidae,
Scaridae,
Pomacanthidae,
Labridae,
Apogonidae, dan lain-lain). 2.2
Habitat Ikan Karang Terumbu karang memiliki variasi habitat yang mempunyai komunitas
berbeda (Sondita dan Bachtiar 2002). Berbagai variasi habitat yang ada pada terumbu karang adalah : (1) Rataan terumbu (reef flat) (2) Tubir (reef slope) (3) Goba (lagoon) (4) Gudus (reef cest) Tipe terumbu karang berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan daratan dibagi ke dalam tiga klasifikasi tipe
5
yang sampai sekarang masih secara luas digunakan. Tipe terumbu karang tersebut adalah: (1) Terumbu karang tepi (Fringing reefs) Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas persisir pantai sari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah vertikal. Beberapa perairan karang yang memiliki terumbu karang tipe terumbu karang tepi adalah Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), dan Nusa Dua (Bali). (2) Terumbu karang penghalang (barrier reefs) Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0,52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan kedalaman hingga 75 meter. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Beberapa perairan karang yang memiliki terumbu karang tipe terumbu karang penghalang adalah Great Barrier Reef (Australia), Spermonde (Sulawesi Selatan), Bangan Kepulauan (Sulawesi Tengah). (3) Terumbu karang cincin (atolls) Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas-batas dari pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter. Beberapa perairan karang yang memiliki terumbu karang tipe terumbu karang cincin adalah Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pualu Dana (NTT), Mapia (Papua). Namun demikian, tidak semua terumbu karang yang ada di Indonesia bisa digolongkan ke dalam salah satu dari ketiga tipe di atas. Dengan demikian ada satu tipe terumbu karang lagi yaitu : (4) Terumbu karang datar/gosong terumbu (patch reefs) Gosong terumbu terkadang disebut juga sebagai pualu datar. Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan
6
berkembang secara horizontal dan vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Beberapa perairan karang yang memiliki terumbu karang tipe gosong karang adalah Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh). 2.3
Unit Penangkapan Ikan
2.3.1 Alat tangkap bubu Menurut Brandt (1984), traps adalah salah satu alat tangkap menetap yang umumnya berbentuk kurungan, ikan dapat masuk dengan mudah tanpa ada paksaan tetapi sulit keluar atau meloloskan diri karena dihalangi dengan berbagai cara. Ditambahkan oleh Sainsburry (1982) bahwa pada dasarnya traps bersifat statis pada saat dioperasikan, sehingga efektivitas alat tergantung dari gerakan alat renang ikan. Penyediaan tempat-tempat untuk bersembunyi maupun berlindung bagi ikan sebagai salah satu pikatan telah lama dipraktekkan orang. Pikatan biasanya digunakan dengan alat yang berbentuk perangkap. Pada prinsipnya ikan masuk ke dalam perangkap dimaksudkan sebagai tempat berlindung. Kontruksi alat dibuat sedemikian rupa, sehingga ikan yang telah masuk ke dalamnya tidak dapat melarikan diri (Gunarso 1988). Slack dan Smith (2001) membedakan terminologi antara perangkap (trap) dengan bubu (pot). Perangkap merupakan alat tangkap yang bersifat pasif dan menetap, yang memudahkan ikan untuk masuk dan sulit untuk keluar. Pada beberapa konstruksi perangkap, terdapat bagian yang berfungsi mengarahkan ikan agar masuk ke dalam perangkap. Perangkap bersifat menetap sehingga tidak dapat dipindah-pindahkan karena konstruksi dan ukurannya yang besar. Beberapa macam perangkap diantaranya adalah sero, barrier atau penghadang yang terbuat dari tumpukan batu, fyke, dan lain-lain. Secara umum, bubu terdiri dari mulut dan badan bubu. Adapun tempat umpan dan pintu khusus untuk mengeluarkan hasil tangkapan tidak terdapat pada setiap bubu. Slack dan Smith (2001) menyatakan bahwa bubu terdiri dari: (1) Rangka Rangka dibuat dari material yang kuat dan dapat mempertahankan bentuk bubu ketika dioperasikan dan disimpan. Pada umumnya rangka bubu dibuat dari besi atau baja. Namun demikian dibeberapa tempat rangka bubu dibuat
7
dari papan atau kayu (Brandt 1984). Di Kepulauan Seribu bubu untuk menangkap ikan karang menggunakan rangka yang terbuat dari bambu dan besi, bahkan untuk bubu tambun, hampir seluruhnya terbuat dari bambu (Susanti 2005). (2) Badan Badan pada bubu modern biasanya terbuat dari kawat, nylon, baja, bahkan plastik. Pemilihan material badan bubu tergantung dari kebudayaan atau kebiasaaan masyarakat setempat, kemampuan pembuat, ketersediaan material, dan biaya dalam pembuatan. Selain itu, pemilihan material tergantung pula pada target hasil tangkapan dan kondisi daerah penangkapan. Dibeberapa tempat masih dijumpai badan bubu yang terbuat dari anyaman rotan dan bambu. (3) Mulut Salah satu bentuk mulut pada bubu adalah corong. Lubang corong bagian dalam biasanya mengarah ke bawah dan dipersempit untuk menyulitkan ikan keluar dari bubu. Jumlah mulut bubu bervariasi ada yang hanya satu buah dan ada pula yang lebih dari satu. (4) Tempat umpan Tempat umpan pada umumnya terletak di dalam bubu. Umpan yang dicacah biasanya dibungkus menggunakan tempat umpan yang terbuat dari kawat atau plastik, sedangkan umpan yang tidak dicacah biasanya umpan tersebut hanya diikatkan pada tempat umpan dengan menggunakan kawat atau tali. Tempat umpan tidak terdapat pada semua jenis bubu, misalnya pada bubu gurita dan beberapa bubu ikan karang. (5) Pintu untuk mengeluarkan hasil tangkapan (6) Pemberat Pemberat dipasang pada bubu untuk mengatasi pengaruh pasang surut, arus laut, dan gelombang, sehingga posisi bubu tidak berpindah-pindah dari tempat setting semula. Pemberat pada bubu bisa terbuat dari besi, baja, batu bata, dan jenis-jenis batuan lainnya. Pemasangan pemberat juga berfungsi untuk memastikan bubu mendarat di dasar perairan secara benar.
8
Pemasangannya didasarkan atas pengetahuan tentang lintasan-lintasan yang merupakan daerah ruaya ikan ataupun yang berhubungan erat dengan ruaya ikan ke arah pantai pada waktu-waktu tertentu (Gunarso 1985). Menurut Martasuganda (2003), ada beberapa alasan utama pemakaian bubu di suatu daerah penangkapan, yaitu: (1) Adanya larangan pengoperasian alat tangkap selain bubu; (2) Topografi daerah penangkapan yang tidak mendukung alat tangkap lain untuk dioperasikan; (3) Kedalaman daerah penangkapan yang tidak memungkinkan alat tangkap lain untuk dioperasikan; (4) Biaya pembuatan alat tangkap bubu murah; (5) Pembuatan dan pengoperasian alat tangkap bubu tergolong mudah; (6) Hasil tangkapan dalam keadaan hidup; (7) Kualitas hasil tangkapan baik; (8) Hasil tangkapan umumnya bernilai ekonomis tinggi, dan pertimbangan lainnya. Menurut Tiku (2004), ada beberapa alasan ikan atau hewan laut lainnya masuk ke dalam bubu, yaitu: (1) Sifat dasar ikan atau hewan laut lainnya yang selalu mencari tempat untuk berlindung; (2) Ikan atau hewan laut lainnya masuk karena tertarik oleh umpan yang berada di dalam perangkap; (3) Ikan terkejut karena ditakuti sehingga mencari tempat berlindung; dan Ikan masuk karena digiring oleh nelayan. Ciri khas bubu adalah mempunyai satu atau lebih catching chambers dan apabila ikan atau hewan laut lainnya sudah masuk, maka sukar bagi hewan tersebut untuk keluar. Jadi pada dasarnya alat ini dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat mencegah atau mempersulit hewan tersebut untuk keluar (Tiku 2004). Letak dan bentuk mulut bubu disesuaikan dengan tingkah laku dan habitat ikan yang menjadi target hasil tangkapan. Sainsbury (1996) menambahkan bahwa menurut metode pengoperasiannya, bubu digolongkan menjadi dua, yaitu sistem tunggal dan sistem rawai.
9
(1)
Sistem tunggal Pada pengoperasian bubu dengan sistem tunggal, bubu dipasang satu per
satu serta tidak hanyut di dasar perairan. Agar posisi bubu tepat ketika berada di dasar perairan, maka bubu tersebut biasanya diberi pemberat. Setiap bubu dilengkapi dengan pelampung tanda yang dihubungkan dengan tali. Menurut Martasuganda (2003), salah satu bubu yang dipasang dengan sistem tunggal adalah bubu pintur. Bubu ini dioperasikan di daerah pantai dengan target hasil tangkapan berupa kepiting dan udang. Susanti (2005) menambahkan selain bubu pintur, bubu yang dipasang dengan sistem tunggal adalah bubu tambun. Adapun target hasil tangkapan bubu tambun adalah ikan karang. (2)
Sistem rawai Pengoperasian bubu dengan sistem rawai dilakukan dengan cara merangkai
bubu yang satu dengan lainnya dengan menggunakan tali utama. Jarak antar bubu disesuaikan dengan kebutuhan dan jumlah bubu. Pemasangan bubu dengan sistem rawai diawali dengan menurunkan jangkar, tali pelampung, dan pelampung tanda. Kemudian dilanjutkan dengan penurunan tali utama dan bubu yang diikatkan pada tali tersebut. Selanjutnya bubu yang diikat pada tali utama diturunkan ke dalam perairan. Setelah seluruh bubu selesai diturunkan, lalu diikuti dengan penurunan jangkar dan pelampung tanda terakhir. Contoh bubu yang dipasang dengan sistem rawai adalah bubu rajungan (Prakoso 2005). Martasuganda (2003) menambahkan bahwa bubu paralon adalah salah satu jenis bubu yang dipasang dengan sistem rawai. Bubu ini dibuat dari paralon dengan diameter antara 10–15 cm dan panjang antara 60-80cm. 2.3.2 Nelayan Menurut UU No 45 tahun 2009, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan kecil adalah orang bermata pecaharian sebagai penangkap ikan di laut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 gross ton (GT). Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1997), nelayan dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
10
(1) Nelayan penuh Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air lainnya. (2) Nelayan sambilan utama Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air lainnya. (3) Nelayan sambilan tambahan Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air lainnya. Dalam operasi penangkapan ikan menggunakan alat tangkap bubu, jumlah nelayan yang mengoperasikannya berbervariasi, sesuai dengan jenis bubu yang dioperasikan dan tingkat kesulitannya (Martasuganda 2003). Adapun untuk bubu tambun, pada umumnya bubu ini hanya dioperasikan oleh 1 orang nelayan (Susanti 2005; Pramono 2006; Riyanto 2008). 2.3.3 Armada penangkapan Kapal merupakan alat yang berfungsi untuk membawa nelayan dan alat tangkap menuju fishing ground dan selanjutnya membawa nelayan, alat tangkap (jika dibawa kembali pulang), dan hasil tangkapan kembali menuju fishing base. Dalam perikanan bubu pada umumnya nelayan banyak yang menggunakan kapal kayu, namun ada pula yang menggunakan kapal dari bahan fiber. Besar kecilnya kapal yang digunakan tergantung alat tangkap dan daerah penangkapan ikannya. Kapal yang digunakan oleh nelayan bubu yang mengoperasikan bubu di daerah pantai biasanya memiliki panjang antara 5 – 6 m. Kapal ini hanya menggunakan mesin tempel. Sedangkan untuk kapal yang digunakan oleh bubu yang dioperasikan di lepas pantai pada umumnya berukuran lebih besar. Kapal ini memiliki panjang antara 18 – 40 m (Sainsbury 1996). Kapal atau perahu memiliki arti penting dalam operasi penangkapan. Perahu digunakan nelayan untuk mencapai daerah penangkapan yang dituju. Menurut UU No 45 tahun 2009 kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang
11
digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan. Slack dan Smith (2001) menjelaskan bahwa ukuran kapal yang dibutuhkan dalam operasi penangkapan ikan tergantung dengan jenis dan ukuran bubu yang digunakan, kondisi perairan, jarak menuju daerah penangkapan ikan, dan jumlah nelayan. Kapal yang digunakan dalam pengoperasian bubu kawat atau bubu bambu di Pulau Sebesi adalah kapal kayu berdimensi LOA 7-9 m, lebar 0,5-1 m, dan tinggi (depth) 0,5-0,7 m. Kapal bubu ini menggunakan mesin motor tempel berkekuatan 5,5 PK (Adianto 2007). Menurut Pramono (2006) kapal yang digunakan oleh nelayan Pulau Panggang umumnya berukuran 5 GT. Jenis perahu ini umumnya mengunakan mesin inboard. Dimensi kapal tersebut mempunyai panjang total (LOA) 6-9 m, lebar 1,2-1,6 m, tinggi (depth) 0,6-1 m, dan tinggi (draft) 0,5-0,7 m. Mesin yang digunakan umumnya mesin diesel dengan kekuatan 5, 8, dan 13 PK. Kapal yang digunakan umumnya terbuat dari kayu mentruk, damar, dan meranti. 2.4
Umpan Umpan merupakan salah satu bentuk rangsangan (stimulus) yang bersifat
fisika dan kimia yang dapat memberikan respons bagi ikan-ikan tertentu pada proses penangkapan ikan. Umpan merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh yang besar terhadap keberhasilan dalam usaha penangkapan, baik masalah jenis umpan, sifat, dan cara pemasangan (Sadhori 1985). Menurut pendapat Hansen dan Reutter (2004) bahwa ikan predator (buas) yang memakan makanan yang tidak hidup (umpan) menggunakan sistem penciuman mereka untuk dapat merangsang makan dan dapat membedakan stimuli asam amino. Menurut Yudha (2006), Penggunaan alat bantu penangkapan, seperti umpan (bait), pada bubu dasar atau bubu karang merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan efektivitas penangkapan dan sekaligus dapat mencegah masalah kerusakan terumbu karang. Beberapa ahli perikanan sependapat bahwa umpan merupakan alat bantu perangsang yang mampu memikat sasaran penangkapan dan sangat berpengaruh untuk meningkatkan efektivitas alat tangkap.
12
Menurut Djatikusumo (1975) diacu dalam Riyanto (2008), umpan yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1) Tahan lama (tidak cepat busuk); (2) Mempunyai warna yang mengkilap sehingga mudah terlihat dan menarik bagi ikan yang menjadi tujuan penangkapan; (3) Mempunyai bau yang spesifik sehingga merangsang ikan datang; (4) Harga terjangkau; (5) Mempunyai ukuran memadai; dan (6) Disenangi oleh ikan yang menjadi tujuan penangkapan. 2.4.1 Jenis umpan Berdasarkan kondisinya, umpan dapat dibedakan sebagai umpan hidup (live bait) dan umpan mati (dead bait). Menurut penggunaannya, umpan dibedakan sebagai umpan yang dipasang pada alat tangkap dan umpan yang tidak dipasang pada alat tangkap. Adapun menurut sifat asalnya, umpan dibedakan sebagai umpan alami (natural bait) dan umpan buatan (artificial bait) (Leksono 1983). 2.4.2 Ukuran dan bobot umpan Ukuran dan bobot umpan mempengaruhi hasil tangkapan. Karena menurut Gunarso (1985), indera penglihatan dan penciuman ikan merupakan indera yang digunakan dalam aktivitas keseharian ikan. Salah satunya adalah aktivitas makan. Semakin besar ukuran bobot umpan, maka akan semakin mudah terlihat oleh ikan dan semakin banyak bau yang dilepaskan oleh umpan. Sehingga ikan akan mudah untuk menemukan umpan tersebut. Umpan yang padat seperti ikan utuh, tulang hewan, biasanya diletakkan secara langsung pada bagian dalam bubu. 2.4.3 Posisi pemasangan umpan Letak dan posisi pemasangan umpan sangat berpengaruh dalam keberhasilan penangkapan. Umpan harus diletakan pada posisi yang strategis sehingga membuat ikan masuk untuk memakan umpan tersebut. Posisi umpan yang dipasang pada bubu sebaiknya mempermudah ikan untuk menemukan pintu masuk. Posisi pemasangan umpan yang tepat tergantung dari tingkah laku ikan yang menjadi target tangkapan (Slack dan Smith 2001).
13
2.5
Hasil Tangkapan Bubu Jenis ikan yang menjadi hasil tangkapan bubu tergantung dari lokasi bubu
itu dioperasikan. Menurut Riyanto (2008), hasil tangkapan dengan bubu tambun terdiri dari ikan kerapu (famili Serrenidae), kakatua (Scaridae), betok (Pomacentidae), serak (Nemipteridae), nori (Labridae), dan jenis ikan lainnya. Tiyoso (1979) dalam Risamasu (2008) menyatakan bahwa fluktuasi hasil tangkapan bubu dapat terjadi karena beberapa alasan seperti : (1) Migrasi perubahan harian, musiman maupun tahunan dari kelompok ikan; (2) Keragaman ukuran ikan dalam populasi; (3) Tepat tidaknya penentuan tempat pemasangan bubu, karena alat tangakap ini bersifat pasif dan menetap. Menurut Risamasu (2008) hasil tangakapan bubu dasar berupa ikan karang terutama
family
Pomacentridae,
Chaeetodontidae,
Siganidae,
Serranidae,
Scaridae, Achanthuridae, Lutjanidae, Labridae, dan jenis lainnya. 2.6
Metode Pengoperasian Bubu Pengoperasian bubu dapat dilakukan secara tunggal (single trap) maupun
dengan sistem rawai (longline trap). Pemasangan bubu dengan sistem tunggal biasanya digunakan untuk menangkap ikan karang maupun bubu yang dioperasikan perairan sekitar hutan-hutan bakau untuk menangkap kepiting bakau. Hal ini karena lokasi penangkapan yang tidak memungkinkan pemasangan bubu dengan sistem rawai. Pemasangan bubu dengan sistem rawai (longline trap) sering digunakan pada penangkapan rajungan. Menurut Pramono (2006) dan Riyanto (2008), metode pengoperasian bubu tambun adalah sebagai berikut: (1) Persiapan Tahap persiapan dilakukan sebelum menuju daerah peletakan bubu. Tahap ini meliputi persiapan perbekalan, persiapan alat tangkap, persiapan alat bantu penangkapan, dan persiapan perahu. Persiapan alat tangkap meliputi persiapan bubu dan rautan bambu untuk perbaikan bubu jika ada bubu yang rusak. Alat bantu penangkapan yang disiapkan berupa kaca mata selam, ganco, dan ember. Jika semua persiapan sudah selesai dilakukan, maka selanjutnya pergi ke fishing ground.
14
(2) Pemasangan bubu (setting) Pemasangan bubu dilakukan dengan cara ditimbun menggunakan batu karang, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati. Penambunan akan dihentikan jika bubu telah tertutupi oleh karang. Tahap akhir dari pemasangan bubu adalah pembuatan jalan ikan pada daerah sekitar mulut bubu. (3) Perendaman bubu (soaking) Perendaman bubu dilakukan kurang lebih selama 24 jam. (4) Pengangkatan bubu (hauling) Proses pengangkatan bubu diawali dengan menyingkirkan batu karang yang digunakan untuk menimbun bubu. Pengangkatan bubu dibantu dengan alat “ganco” untuk memudahkan pada proses pengangkatan. Seletah diangkat, selanjutnya pintu bubu dibuka untuk mengeluarkan hasil tangkapan. Metode pengoperasian bubu menurut FAO (1968) meliputi : (1) Rigging atau tali-temali berupa pemasangan
tali-temali terutama tali
pelampung tanda; (2) Baiting atau pemasangan umpan; (3) Setting atau pemasangan bubu, keberhasilan penangkapan ikan sangat bergantung pada lokasi penempatan bubu dan posisi penempatan bergantung pada jenis ikan yang menjadi sasaran penangkapan; (4) Soaking time atau lama perendaman bergantung pada tingkah laku dari ikan sasaran penangkapan dan daya tahan umpan. Pada saat ikan sangat aktif mencari makan, lama perendaman hanya membutuhkan beberapa menit; (5) Hauling atau pengangkatan dilakukan secara manual maupun dengan bantuan mesin line hauler. Setelah bubu diangkat, hasil tangkapan dipindahkan di palkah atau keranjang yang telah disiapkan sebelumnya; 2.7
Musim Penangkapan Musim penangkapan suatu alat tangkap disetiap daerah bermacam-macam.
Biasanya nelayan mengoperasikan alat tangkap tergantung dari keberadaan ikan yang menjadi target tangkapan setiap musimnya. Hal ini biasa dilakukan untuk alat tangkap yang menangkap ikan secara spesifik. Namun, karena Indonesia memiliki jenis ikan yang multispesies, maka sebagian besar alat tangkap dioperasikan sepanjang tahun. Menurut LONLIPI (1977) diacu dalam Mawardi
15
(2001), di perairan Indonesia khususnya Kepulauan Seribu kegiatan penangkapan dipengaruhi oleh 3 musim, yaitu: (1) Musim Barat Musim ini terjadi pada bulan Desember sampai pertengahan bulan Maret. Keadaan angin bervariasi dari arah Barat Daya sampai Barat Laut dengan kecepatan 720 knot. Dalam periode bulan Desember sampai Februari sering terjadi angin kencang dengan kecepatan lebih dari 20 knot, gelombang besar dan arus kuat, sehingga dalam bulan ini kegiatan nelayan nyaris terhenti. Keadaan alam yang buruk inilah salah satu penyebab hasil ikan laut pada akhir maupun awal tahun menurun. Alat tangkap yang memberikan hasil terbaik pada musim ini adalah payang, gill net, dan bagan. (2) Musim Timur Musim ini terjadi pada bulan Juni hingga September, angin bervariasi dari arah Timur Laut sampai Tenggara dengan kecepatan 715 knot. Keadaan ombak relatif sedang, sehingga semua alat penangkapan dapat bekerja dengan hasil tangkap cukup baik. Alat tangkap yang hasil tangkapannya baik adalah payang, gill net, muroami, bagan, dan bubu. (3) Musim Pancaroba Musim ini terjadi pada bulan April hingga Mei dan Oktober hingga November. Arah angin umumnya bervariasi dengan kecepatan lemah. Semua alat penangkapan dapat bekerja aktif dengan hasil cukup bagus, terutama alat tangkap gill net, muroami, payang, bagan, bubu, dan hand line. 2.8
Daerah Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan adalah semua tempat dimana ikan ada dan alat
tangkap dapat dioperasikan (Djatikusumo 1975 diacu dalam Risamasu 2008). Penentuan daerah penangkapan untuk pengoperasian bubu tidak begitu rumit dan sedikit dipengaruhi oleh faktor oseanografi, hal terpenting dalam menentukan daerah penangkapan adalah keberadaan ikan dasar, kepiting, atau udang sebelum operasi penangkapan dilakukan (Martasuganda 2003). Menurut Sadhori (1985) ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan daerah penangkapan ikan, yaitu: (1) Adanya ikan hasil tangkapan;
16
(2) Ikan tersebut dapat ditangkap; (3) Penangkapan dapat dilakukan secara kesinambungan; dan (4) Hasil tangkapan menguntungkan. 2.9
Efektivitas Penangkapan Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil yang telah dicapai terhadap suatu
tujuan. Efektivitas (Ef) sama dengan hasil yang telah dicapai atau telah didapatkan dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dinyatakan dalam persen (Gibson et al. 1990). Suatu alat tangkap dapat dikatakan memiliki efektivitas tinggi jika alat tersebut dapat menangkap ikan yang sesuai dengan target operasi. Efektivitas alat tangkap adalah suatu kemampuan alat tangkap untuk mendapatkan hasil tangkapan yang optimum sesuai dengan tujuan penangkapan. Nilai efektivitas alat tangkap dapat dikatagorikan tiga, yaitu; apabila nilainya kurang dari 50 % dapat dikatakan alat tangkap tersebut efektivitasnya rendah, nilai 50%80% dikatakan alat tangkap yang cukup efektivitasnya dan nilai 80%-100% dikatakan alat tangkap yang efektivitasnya tinggi (Baskoro et al. 2006). Efisiensi metode penangkapan erat hubungannya dengan kemampuan alat tangkap tersebut untuk menangkap ikan dalam jumlah besar. Cara penangkapan yang efisien akan sangat tergantung pada pengetahuan akan tingkah laku ikan yang menjadi sasaran penangkapan. Respon ikan karang terhadap alat tangkap yang pasif dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya ikan tertarik pada bentuk maupun warna bubu, sehingga ikan mendekati dan akhirnya tertangkap didalamnya. Secara tidak langsung ikan tertarik dengan adanya umpan di dalam bubu (Mawardi 2001).
17
3
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanaan selama 6 (enam) bulan dimulai dengan pembuatan proposal pada September 2010, selanjutnya pengambilan data di lapangan yang dilakukan pada bulan Oktober hingga November 2010. Pengolahan data dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Februari 2011. Penyusunan Skripsi dilakukan pada bulan Maret hingga April 2011. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan di Kepulauan Seribu, tepatnya fishing base di Pulau Panggang dan daerah pengoperasiannya (fishing ground) di perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu. Peta lokasi penelitian di perairan Kepulauan Seribu disajikan pada Lampiran 1. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian Alat dan sarana yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan, papan pengukur ikan, kantong plastik, alat tulis, data sheet, buku identifikasi, software SPSS 13, GPS, bubu, ganco, dan kapal. Keterangan alat dan sarana yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Alat dan sarana yang digunakan selama penelitian Peralatan/Sarana Penelitian Timbangan Papan pengukur ikan (measuring board) Kantong plastik Alat tulis Data sheet Buku identifikasi Software SPSS 13 GPS
Kegunaan Mengukur massa hasil tangkapan Mengukur panjang hasil tangkapan Tempat hasil tangkapan Membantu penulisan data Mencatan hasil tangkapan Mengetahui jenis ikan Mengolah Data Hasil Tangkapan Menentukan Posisi
Bubu Ganco Kapal
Menangkap ikan Mengangkat bubu Alat transportasi
Bubu yang digunakan pada penelitian ini adalah bubu tali yang umum digunakan oleh nelayan setempat. Bubu ini dioperasikan pada kedalaman ± 30 m pada perairan karang dalam. Pemasangan bubu dilakukan dengan sistem tunggal, bubu dipasang satu per satu serta tidak hanyut di dasar perairan. Bubu dilengkapi
18
pemberat dengan bantuan tali sepanjang 30 m yang dihubungkan oleh pelampung tanda. Rangka bubu tali hampir sama dengan bubu tambun umumnya terbuat dari bambu. Bambu tersebut dikelilingi oleh jaring yang terbuat dari PE (polyethilene) dengan mata berukuran satu inci. Bubu tali memiliki dimensi 80
100
. Mulut bubu tali berbentuk menyerupai corong, bulat pada bagian luar
35
dan mengecil ke bagian dalam. Lubang corong bagian dalam biasanya mengarah ke bawah dan dipersempit untuk menyulitkan ikan keluar dari bubu. Jumlah mulut bubu tali hanya satu buah. Konstruksi bubu tali selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.
50
c
80 35 cm
45 cm
35
a 25
(a) Bubu tampak Keterangan : Panjang : 100 cm Lebar : 80 cm Tinggi : 35 cm Diameter mulut : 35 cm
(b) Bubu tampak
b
a : pemberat b : mulut bubu c : tempat pemasangan umpan : 1 inci
Gambar 1 Konstruksi bubu tali.
19
Bubu tali yang digunakan pada penelitian ini adalah bubu baru. Pada saat akan melakukan pengambilan data, bubu tali baru tersebut direndam di pinggir Pulau Panggang selama 2 hari. Perendaman tersebut berfungsi untuk mengurangi bau bubu baru, berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan ikan akan menghindari bubu tersebut jika ada bau bubu baru. Bubu tali yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 12 unit. Pada setiap 3 unit bubu diberikan perlakuan yang berbeda-beda yaitu tidak diberi umpan, diberi umpan alami, umpan buatan A, dan umpan buatan B. Pemasangan bubu dibutuhkan waktu selama 1-1,5 jam dalam satu kali trip. Pengangkatan bubu dilakukan selama 1,5-2 jam. Waktu perendaman dilakukan selama 24 jam atau satu hari yaitu setelah melakukan hauling langsung di setting kembali. Pada saat hauling digunakan alat bantu yaitu ganco atau pengait yang berfungsi untuk mangkaitkan pelampung tanda. Perahu yang digunakan dalam penelitian ini memiliki dimensi dengan panjang total (LOA) 9 m, lebar 1,8 m, tinggi (depth) 1,2 m, dan tinggi dek (draft) 0,75 m. Perahu dengan ukuran 5 GT memakai mesin Yanmar dengan kekuatan 18 PK. Bahan-bahan lainnya yang digunakan pada saat penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Bahan-bahan yang digunakan selama penelitian Jenis Umpan Umpan Alami
Umpan Buatan A
Umpan Buatan B
Bahan Bulu babi (Diademasetosum) Bantal raja (Culcitanovaguineae) Arginin A5006-100G Leusin L8000-100G CMC (Cellulose Metil Carboxyl) Pewarna makanan Air Minyak ikan Tepung ikan Tepung terigu Tepung tapioka Air
Kegunaan Umpan alami Umpan alami Umpan buatan Umpan buatan Media perekat arginin dan leusin Memberi warna pada umpan Pencampur Mewakili amoniak dan asam lemak Mewakili asam lemak dan asam amino Stabilitator Stabilitator Pencampur
20
Pengoperasian bubu tali menggunakan umpan sebagai atraktan. Pada penelitian ini diberi empat perlakuan berbeda-beda, satu perlakuan tanpa diberi umpan guna menjadi pembanding, tiga perlakuan lainnya adalah sebagai berikut : (1)
Umpan Alami Umpan alami adalah umpan yang berasal dari alam. Berdasarkan hasil
wawancara dengan nelayan disana, umpan alami yang biasa digunakan adalah bulu babi dan bantal raja. Dari hasil penelitian Riyanto (2008) menyatakan efektivitas penangkapan ikan kerapu dengan bubu tambun yang diberikan umpan alami memiliki nilai sebesar 55,40%, yang berarti sudah cukup efektif karena nilainya sudah diatas 50,00%. (2)
Umpan buatan A Umpan buatan A yang dimaksud adalah umpan yang terbuat dari campuran
arginin dan leusin. Pada mamalia, arginin termasuk ke dalam asam amino esensial. Asam amino ini merupakan asam amino yang paling umum, sedangkan leusin paling banyak dijumpai pada kandungan protein yang diperlukan dalam perkembangan dan pertumbuhan. Leusin berperan dalam menjaga perombakan dan pembentukan protein otot. Penelitian Indrawatie (2010) mengenai pengujian umpan buatan (arginin dan leusin) terhadap ikan kerapu pada skala laboraturium menghasilkan formulasi umpan asam amino jenis arginin dan leusin. Bahan tambahan pada pembuatan umpan buatan A ini adalah Cellulose Metil Carboxyl (CMC) untuk merekatkan kedua asam amino serta pewarna makanan. Komposisi arginin dan leusin dihitung terhadap 100 gr umpan. Namun dalam pengambilan data umpan yang diujikan 8% dari 100 gr umpan. Komposisi kimia umpan buatan yang diujikan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi kimia umpan buatan A (berat total umpan 8 gr) Asam Amino Arginin Leusin (3)
Komposisi Kimia Umpan (gr) 0,38 0,42
Umpan buatan B Umpan buatan B adalah umpan yang didapatkan dari penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya menggunakan umpan minyak ikan dan tepung ikan (umpan setengah alami). Umpan tersebut memberikan jumlah hasil
21
tangkapan yang cukup banyak dan memiliki nilai efektivitas sebesar 44,60% (Riyanto 2008). Menurut Riyanto (2008) formulasi umpan setengah alami yang efektif dalam penangkapan ikan karang konsumsi adalah dengan kandungan minyak ikan sebesar 35%. Komposisi bahan umpan setengah alami selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Tabel komposisi umpan buatan dari bahan alami No 1 2 3 4
Komposisi Bahan Minyak Ikan Tepung Ikan Tepung Terigu Tepung Tapioka Total berat (gr)
Umpan setengah alami (gr) 35 1 13 39 100
Proses pembuatan umpan buatan B (umpan setengah alami) dimulai dengan menimbang
semua
bahan
yang
diperlukan
sesuai
dengan
takarannya,
mencampurkan bahan-bahan kering terlebih dahulu (tepung ikan, tepung terigu, dan tepung tapioka) kemudian diaduk secara merata. Selanjutnya mencampurkan bahan-bahan kering tersebut dengan minyak ikan dan air. Aduk adonan hingga tercampur merata dan mulai mencetak bentuknya dan dibungkus dengan kain kassa.
Gambar 2 Proses pembuatan umpan buatan B.
22
3.3 Metode Pengambilan Data Data yang diperlukan dalam penelitian dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan dengan cara mengambil langsung dari hasil penelitian. Data primer yang diambil adalah data jenis, jumlah, dan berat hasil tangkapan. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan setempat data hasil tangkapan dipisahkan berdasarkan jenis hasil tangkapan utama dan tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi sedangkan hasil tangkapan sampingan memiliki nilai ekonomis rendah dan ukurannya tidak layak tangkap untuk ikan hias. Data sekunder adalah data yang didapatkan dari data hasil penelitian terdahulu atau dari sumber-sumber dinas pertanian dan sejenisnya. Data sekunder yang diambil adalah kondisi daerah penelitian, unit penangkapan ikan, daerah penangkapan ikan, dan data produksi. Data sekunder yang diambil meliputi keadaan umum daerah penelitian guna untuk menunjung atau sebagai perbandingan data primer yang telah dilakukan secara langsung. Metode pengambilan data pada penelitian ini adalah metode experimental fishing, yaitu pengambilan data nya melalui kegiatan uji coba penangkapan ikan di lapangan. Data didapatkan dengan cara melakukan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan 12 unit bubu. Pengoperasian bubu dilakukan dengan sistem tunggal dengan jarak pemasangannya 1,5 m sampai 4 m (Hartsjuijker dan Nicholson 1981; Parrish 1982; Luckhurst dan Ward 1985 diacu dalam Ferno dan Olsen 1994). Pemasangan bubu dilakukan sebanyak 10 kali ulangan dengan rincian sebagai berikut: 1. Trip ke-1, setting pada lokasi penempatan bubu. 2. Trip ke-2, hauling dan setting kembali pada masing-masing lokasi. 3. Trip ke-3, hauling dan setting kembali pada masing-masing lokasi. 4. Trip ke-4, hauling dan setting kembali pada masing-masing lokasi. 5. Trip ke-5, hauling dan setting kembali pada masing-masing lokasi. 6. Trip ke-6, hauling dan setting kembali pada masing-masing lokasi. 7. Trip ke-7 dan seterusnya sampai 8. Trip ke-10, hauling dan setting kembali pada masing-masing lokasi.
23
3.4 Metode Pengoperasian Bubu Tali Pengoperasian bubu tali di Kepulauan Seribu pada penelitian kali ini dilakukan setiap hari 1 trip. Masing-masing trip diulang sebanyak 3 kali, sehingga total ulangan adalah 30 kali. Pemasangan (setting) bubu tali dilakukan pada siang hari, begitu pula saat pengangkatan (hauling) keesokan harinya pada saat siang hari. Setelah pengangkatan (hauling) hasil tangkapan dicatat panjang dan beratnya, lalu bubu tali diberi umpan dan dipasang (setting) kembali. Tahaptahap pengoperasian bubu tali diuraikan berikut ini : (1) Persiapan Tahap persiapan dalam pengoperasian bubu tali yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan alat tangkap, membuat umpan buatan, dan umpan alami, mempersiapkan kapal/perahu, dan mempersiapkan perbekalan. Dalam pembuatan umpan buatan dilakukan sehari sebelum operasi penangkapan dan umpan tersebut dibungkus kain kassa. Persiapan alat tangkap meliputi membuat rangka kontruksi bubu tali serta dipasang tali sepanjang 30 m dan diberi pelampung tanda. Dibutuhkan juga alat bantu penangkapan yaitu ganco dan ember untuk mengambil dan menangkap hasil tangkapan. Untuk membedakan perlakuan bubu, maka bubu diberikan tanda (tagging). Persiapan kapal perikanan meliputi pengisian bahan bakar dan pengecekan kondisi kapal. Persiapan perbekalan pada saat menuju fishing ground adalah makan dan minuman. (2) Pemasangan umpan Pada tahap ini umpan yang sudah dipersiapkan sebelumnya dipasang ke dalam bubu pada saat alat tangkap akan dipasang (setting) di daerah fishing ground. Umpan yang digunakan ada 3 macam yaitu umpan alami, umpan buatan A dan umpan buatan B. Umpan alami yang digunakan adalah daging ikan bantal raja yang dipotong-potong. Umpan buatan A dan umpan buatan B disimpan pada mulut bubu dan diikat dengan kuat. Umpan yang dipasang disesuaikan dengan tanda perlakuan yang ada di bubu tersebut. Proses pemasangan umpan di atas kapal dapat dilihat pada Gambar 3.
24
Gambar 3 Proses pemasangan umpan. (3) Pemasangan bubu (setting) Tahap pemasangan bubu dilakukan di perairan karang yang memiliki kedalaman perairan maksimal 30 m dan tidak dipasang pada daerah alur pelayaran. Setelah mendapatkan fishing ground yang tepat dengan mengikuti kebiasaan nelayan, dalam kondisi kapal tetap menyala bubu dipasang dengan kapal berjalan perlahan, bubu dilempar ke air dengan mengulur tali bubu hingga pelampung tanda dilemparkan. (4) Perendaman bubu (soaking) Perendaman bubu tali ini dilakukan selama 24 jam atau seharian penuh. Bubu tali ditinggalkan oleh nelayan tersebut hingga keesokan harinya. (5) Pengangkatan bubu (hauling) Tahap pengangkatan bubu dilakukan setelah perendaman selama 24 jam. Nelayan mencari pelampung tanda dan mengaitnya menggunakan ganco. Pada saat pengangkatan kapal dalam kondisi mati. Tali bubu di tarik secara perlahan-lahan. Hingga bubu tali terangkat dan di simpan diatas kapal. Hasil tangkapannya diambil dan dicatat. Proses pengangkatan bubu tali dapat dilihat pada Gambar 4.
25
Gambar 4 Proses pengangkatan bubu. 3.5 Analisis Data 3.5.1 Hasil tangkapan bubu tali Komposisi hasil tangkapan dilakukan untuk mengelompokan hasil tangkapan ke dalam kelompok-kelompok (kelas) ukuran tertentu. Ukuran yang digunakan untuk mengelompokan hasil tangkapan adalah ukuran berat dan panjang total ikan. 3.5.2 Pengaruh perbedaan umpan Data hasil tangkapan diuji dahulu kenormalannya dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika asumsi kenormalan dan asumsi lainnya tidak terpenuhi atau sukar untuk dipenuhi walaupun dalam berbagai upaya transformasi data telah dilakukan, maka digunakan prosedur alternatif lainnya untuk mengetahui pengaruh perbedaan umpan. Prosedur yang dapat digunakan adalah metode non parametrik, karena metode ini tidak memperhatikan bentuk sebaran data dan asumsi analisis ragamnya. Uji Kruskal-Wallis, disebut juga uji H Kruskal Wallis, merupakan generalisasi uji dua contoh Wilcoxon untuk k > 2 contoh. Uji ini digunakan untuk
26
menguji hipotesis nol Ho bahwa k contoh bebas itu berasal dari populasi yang identik. Uji nonparametrik ini merupakan alternatif bagi uji F untuk pengujian kesamaan beberapa nilai tengah (dalam analisis ragam bila ingin menghindari dari asumsi bahwa contoh diambil dari populasi normal). Hipotesis yang dibuat : Ho: semua perlakuan pengaruhnya sama H1: minimal ada perlakuan yang memberikan pengaruh yg berbeda. Misalkan
1,2, … ,
adalah ukuran contoh ke-i. Pertama-tama ...
gabungkan semua contoh dan susunlah
pengamatan itu dari
yang terkecil sampai yang terbesar, dan kemudian tentukan peringkatnya masingmasing. Dalam hal ada beberapa nilai pengamatan yang sama, berikan peringkat rata-ratanya. Lambangkan jumlah peringkat dalam contoh ke-i dengan Ri. Selanjutnya perhatikan statistik 12 1
3
1 ,
Jika uji Kruskal-Wallis menghasilkan penolakan Ho, secara alami akan muncul pertanyaan populasi mana yang berbeda. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah menggunakan prosedur pembanding berganda yang disarankan oleh Dunn. Pertama dapatkan rataan peringkat tiap contoh dan misalkan peringkat contoh ke-i dan
rataan
rataan peringkat contoh ke-j.
Jika kita mempunyai contoh, maka akan ada k(k-1)/2 pasangan contoh yang dapat dibandingkan. Hipotesis yang dibuat: :
:
Kaidah keputusan : , Tolak Ho (terima H1)
jika N = jumlah semua contoh Untuk ukuran contoh-contoh sama, jika
, Tolak H0 (Walpole 1995)
27
3.5.3 Efektivitas penangkapan ikan dengan berbagai umpan Pengukuran efektivitas umpan pada penangkapan ikan dengan bubu dilakukan dengan cara menghitung bubu dengan umpan tertentu yang menangkap ikan dengan jumlah total bubu yang digunakan. Menurut Riyanto 2008 metode yang ditunjukan untuk mengukur efektivitas penggunaan umpan pada bubu untuk menangkap ikan (Ef), yaitu banyaknya bubu yang menangkap ikan dengan menggunakan umpan (Ku) dibandingkan terhadap total bubu yang digunakan (TB) dinyatakan dalam persen. Perhitungan efektivitas tangkapan dengan menggunakan berbagai jenis umpan disajikan pada Tabel 5. 100% Tabel 5 Perhitungan efektivitas tangkapan dengan berbagai jenis umpan
Jumlah bubu Bubu isi ikan Setting ke-1 Setting ke-2 Setting ke-3 Setting ke-4 Setting ke-n Total setting Efektivitas rata-rata
Tanpa umpan
Umpan alami
Umpan Buatan A
Umpan Buatan B
TB1 Ku1 Ku1-1/ TB1 Ku1-2/ TB1 Ku1-3/ TB1 Ku1-4/ TB1 Ku1-n/ TB1 ∑ Ku1-n/ TB1 ∑(Ku1-n/ TB1) ×100/n
TB2 Ku2 Ku2-1/ TB2 Ku2-2/ TB2 Ku2-3/ TB2 Ku2-4/ TB2 Ku2-n/ TB2 ∑ Ku2-n/ TB2 ∑(Ku2-n/ TB2) ×100/n
TB3 Ku3 Ku3-1/ TB3 Ku3-1/ TB3 Ku3-1/ TB3 Ku3-1/ TB3 Ku3-1/ TB3 ∑ Ku3-1/ TB3 ∑(Ku3-n/TB3) ×100/n
TB4 Ku4 Ku4-1/ TB4 Ku4-1/ TB4 Ku4-1/ TB4 Ku4-1/ TB4 Ku4-1/ TB4 ∑ Ku4-1/ TB4 ∑(Ku4-n/TB4) ×100/n
Efektivitas total bubu berumpan ∑ TBi ∑ Kui ∑ Kui-1/ TBi-1 ∑ Kui-2/ TBi-2 ∑ Kui-1/ TBi-3 ∑ Kui-1/ TBi-4 ∑ Kui-n/ TBi-n ∑ Kui-n/ TBi-n ∑(Kui-n/TBi-n) ×100/n
28
4
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Geografis dan Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah sebuah kabupaten administrasi di Provinsi DKI Jakarta dimana sebelumnya menjadi salah satu kecamatan di Kotamadya Jakarta Utara. Kabupaten Kepulauan Seribu meliputi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 1986/2000 tanggal 27 Juli 2000, tentang Pemecahan, Pembentukan, Penetapan Batas, dan Nama Kelurahan di Kecamatan Kepulauan Seribu wilayah Kotamadya Jakarta Utara Provinsi DKI Jakarta sebagai berikut : Luas wilayah Kelurahan Pulau Panggang 62,10 ha dengan batas-batas geografis: •
Sebelah Utara
•
Sebelah Selatan : 106’44’50”BT
•
Sebelah Barat
: 106’19’30”BT
•
Sebelah Timur
: 05’47’00”LS-05’45’14”LS
: 05’41’41”LS-05’41’41”LS
Adapun rincian pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6 Pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Nama Pulau Pulau Panggang Pulau Pramuka Pulau Karya Pulau Peniki Pulau Kariang Bongkok Pulau Karang Congkak Pulau Kotok Besar Pulau Air Besar Pulau Gosong Sekati Pulau Semak Daun Pulau Gosong Pandan Pulau Opak Kecil Pulau Kotok Kecil Jumlah
Luas 9 ha 16 ha 6 ha 3 ha 0,50 ha 0,60 ha 20,75 ha 2,90 ha 0,20 ha 0,75 ha 1,10 ha 1,30 ha 62,10 ha
Keterangan Pemukiman Pemukiman Perkantoran / TPU Navigasi Peristirahatan Peristirahatan Pariwisata Peristirahatan Peristirahatan PHU Peristirahatan Peristirahatan PHU
29
Berdasarkan SK. Gubernur DKI Jakarta tersebut, pulau yang terdapat di Kelurahan Pulau Panggang berjumlah 16 pulau namun akibat abrasi air laut sampai saat ini secara fisik berkurang menjadi 13 pulau. Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Pulau Panggang adalah sebagai berikut: 1) Sebelah Utara : berbatasan dengan wilayah perairan Kelurahan Pulau Kelapa; 2) Sebelah Selatan : berbatasan dengan wilayah perairan Kelurahan Pulau Tidung; 3) Sebelah Timur : berbatasan dengan wilayah perairan Laut Jawa; 4) Sebelah Barat : berbatasan dengan wilayah perairan Laut Jawa. Pulau Semak Daun secara administrasi termasuk kedalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepualuan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. 4.2 Musim Ketinggian tanah Pulau Panggang dari permukaan laut adalah 1 m. Kelembaban udara 79,4
Hg/mm, Kecepatan angin di Pulau Panggang 0-18
km/jam dan suhu udara rata-rata 27o-32oC. Tipe iklim pada sebelas pulau di Kepualuan Seribu adalah tropika panas dengan suhu maksimal 32oC dan suhu minimum 21,6oC. Pada bulan Maret, April, dan Mei keadaan cuaca di Kepulaun Seribu dalam kondisi baik. Curah hujan di Kepulauan Seribu berkisar 100-400 mm. Musim yang terdapat di Kepulauan Seribu adalah musin barat dan musim timur. Pada musim barat, angin bertiup dari barat disertai dengan hujan lebat. Adapun pada musim timur, angin bertiup dari timur serta kering. Angin barat terjadi pada bulan Desember hingga Maret dan angin timur terjadi antara bulan Juni hingga September. Musim pancaroba terjadi antara bulan April hingga Mei dan Oktober hingga November. Kecepatan angin berkisar 7-20 knot, biasanya terjadi pada bulan Desember hingga Februari. Musim hujan di Kepulauan Seribu biasanya terjadi antara bulan November hingga April dengan jumlah hari hujan 10-20 hari/bulan. 4.3 Unit Penangkapan Ikan 4.3.1 Alat penangkapan ikan Jenis alat tangkap yang dominan di Kelurahan Pulau Panggang adalah pancing sebanyak 532 unit. Selanjutnya bubu besar sebanyak 200 unit. Alat
30
tangkap lain yang digunakan nelayan Kelurahan Pulau Panggang adalah jaring payang, jaring dasar, jaring gebur, bubu kecil, dan jaring muroami. Jenis alat tangkap di Kelurahan Pulau Panggang pada tahun 2010 selengkapnya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Jenis alat tangkap di Kelurahan Pulau Panggang pada tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Alat Jaring Payang Jaring Dasar Jaring Gebur Bubu Besar Bubu Kecil Pancing Jaring muroami
Jumlah Alat 22 21 100 200 20 532 10
Sumber: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2010) 4.3.2
Armada penangkapan Data armada penangkapan yang dominan di Kelurahan Pulau Panggang
adalah perahu motor sebanyak 417 unit. Jumlah armada penangkapan yang paling sedikit adalah perahu layar sebanyak 11 unit. Armada lain yang berada di Kelurahan Pulau Panggang adalah kapal motor, perahu dayung/sampan, dan speed boat. Data armada penangkapan di Kelurahan Pulau Panggang pada tahun 2010 selengkapnya disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Data armada penangkapan di Kelurahan Pulau Panggang pada tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Sarana Kapal Motor Perahu Motor Perahu Layar Perahu Dayung/Sampan Speed Boat
Jumlah 27 417 11 36 13
Sumber: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2010) 4.3.3
Nelayan Data nelayan di Kabupaten Kepulauan Seribu cukup seragam. Menurut
Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kota Jakarta tahun 2010 jumlah nelayan terbanyak yaitu nelayan pancing sebanyak 444 orang selanjutnya nelayan jaring payang dan jaring dasar masing-masing sebanyak 20 orang dan 21 orang. Jumlah nelayan yang paling sedikit yaitu nelayan bubu kecil hanya 12 orang. Data nelayan di Kelurahan Pulau Panggang pada tahun 2010 disajikan pada Tabel 9.
31
Tabel 9 Data nelayan di Kelurahan Pulau Panggang pada tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Alat Jaring Payang Jaring Dasar Jaring Gebur Bubu Besar Bubu Kecil Pancing Jaring Muroami
Jumlah Pemilik 20 21 10 17 12 444 10
Sumber: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2010) 4.4 Produksi Ikan Produksi ikan dilihat dari sektor perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Seribu cukup bervariasi. Menururt data dari Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kota Jakarta, pada tahun 2006 total produksi perikanan tangkap mencapai 2.734.725 kg. Produksi tersebut dihasilkan oleh nelayan dengan menggunakan beberapa alat tangkap seperti pancing, payang, bubu, jaring, muroami, dan alat tangkap lainnya. Data jumlah produksi perikanan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tahun 2006 disajikan pada Tabel 10 Tabel 10 Data produksi perikanan di Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2006 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis alat tangkap Pancing Payang Muroami Bubu Jaring Lainnya Jumlah
Jumlah produksi (kg) 915.000 1.058.400 370.000 287.000 87.045 17.280 2.734.725
Persentase (%) 33,46 38,70 13,53 10,49 3,18 0,63
Sumber: Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kota Jakarta Utara (2006) Kontribusi terhadap produksi perikanan tangkap juga dihasilkan oleh alat tangkap lain. (bagan perahu, sero, dan lain-lain). Adapun alat tangkap jaring diantaranya adalah jaring dasar, jaring gebur, dan lain-lain. 4.5 Daerah Penangkapan Ikan Daerah operasi penangkapan merupakan daerah yang diperkirakan banyak terdapat ikan sehingga operasi penangkapan dapat dilakukan di tempat tersebut. Daerah penangkapan nelayan Pulau Panggang diantaranya adalah Pulau Semak Daun, Pulau Kotok Kecil, Pulau Kotok Besar, Pulau Karang Congkak, Pulau
32
Gosong Pandan, Pulau Gosong Keroya, Pulau Karya, Pulau Air, dan lain sebagainya. Sebagian besar wilayah tersebut merupakan daerah subur, karena wilayahnya merupakan daerah karang yang merupakan habitat berbagai jenis ikan karang. Selain daerah karang lokasi tersebut juga merupakan daerah padang lamun yang merupakan salah satu tempat bagi ikan karang untuk mencari makan. Kondisi arus di perairan Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu mengikuti pola angin musim yang terjadi di Laut Jawa, dimana pada musim Barat arus bergerak ke arah timur, dan pada musim Timur arus bergerak ke arah Barat. Kecepatan arus rata-rata pada musim Barat adalah 0,3-0,5 m/s (Riyanto 2008; Fitri 2008).
33
5
HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Tangkapan 5.1.1 Total hasil tangkapan Hasil tangkapan bubu tali selama 10 kali operasi adalah 520 ekor dengan berat seluruhnya sebesar 43,595 kg. Hasil tangkapan didapatkan 30 spesies dalam 15 famili, yaitu Serranidae (kerapu koko, kerapu karet, lodi), Nemipteridae (pasir, serak, mata belo), Lutjanidae (lencam, kakap tanda, menggaru), Monachantidae (kupas-kupas),
Labridae (kenari terompet, pelo, nori item, kenari merah),
Pomacentridae (betok hitam, betok belang), Mulidae (janggut, kuniran), Siganidae (kea-kea), Holocentridae (swanggi), Scorpaenidae (lepu ayam), Caesionidae (ekor kuning), Chaetodontidae (strip 8, marmut, kepek-kepek monyong), Muraenidae (belut laut), Xanthidae (kepiting), Diodontidae (buntal), dan ikan lainnya (poge, kurisi, wakong cabe, ragan, beseng). Secara rinci hasil tangkapan yang diperoleh beserta identifikasi spesies hasil tangkapan disajikan pada Lampiran 6. Jumlah hasil tangkapan famili terbanyak adalah famili Nemipteridae yaitu 331 ekor (63,65%). Selanjutnya famili Mulidae sebanyak 38 ekor (7,31%), Famili Labridae ditangkap sebanyak 21 ekor (4,04%), Lutjanidae sebanyak 19 ekor (3,65%), Pomacentridae sebanyak 14 ekor (2,69%), Holocentridae sebanyak 13 ekor (2,50%), Serranidae sebanyak 10 ekor (1,92%), Chaetodontidae sebanyak 10 ekor (1,92%), Monachantidae, dan Muraenidae masing-masing sebanyak 6 ekor (1,15%), Caesionidae sebanyak 5 ekor (0,96%),
Xanthidae sebanyak 4 ekor
(0,77%), Scorpaenidae sebanyak 4 ekor (0,77%), Siganidae sebanyak 3 ekor (0,58%), Diodontidae sebanyak 2 ekor (0,38%), dan ikan lainnya sebanyak 34 ekor (6,54%). Komposisi total berdasarkan jumlah hasil tangkapan disajikan pada Gambar 5.
34
Serranidae
1,92% 2,50% 0,96% 4,04% 0,77%
0,77%
0,38%
1,15%
Nemipteridaae Pomacentrid dae
1,92%
Lutjanidae
6,54% %
0 0,58%
Monachantiidae
7,31%
Scorpaenidaae Labridae Caesionidae e 63 3,65%
Mulidae Siganidae Holocentridae
1,15%
Muraenidae e
3,65%
Xanthidae Chaetodontidae
2,69 9%
Diodontidae e Lain‐lain
Gambbar 5 Kompposisi jumlaah hasil tanggkapan totall. Fam mili yang memiliki m beerat yang teerbanyak adalah a famiili Nemipteeridae yaitu 21,7735 kg (49,886%). Selannjutnya fam mili Serraniddae ditangkkap seberat 3,155 kg (7,24% %), famili Lutjanidae L d ditangkap seberat s 3,1225 kg (7.177%), Muraeenidae ditangkap seberat 3,0000 kg (6.888%), Mulidaae ditangkapp seberat 2,,310 kg (5.3 30%). Caesioniddae seberat 1,600 kg (3.67%), Monachanntidae sebeerat 0,940 kg
Labridae seberat s 1,4435 kg (3.2 29%).
90 kg (2.16%), Holocentridae seeberat 0,79
(1,81%), Diodontidae D e seberat 0,520 kg (1,1 19%), Chaettodontidae seberat 0,410 kg (0,94%), Pomacentrid P dae seberat 0,375 kg (0 0,86%), Scoorpaenidae seberat 0,27 75 kg (0,63%), Siganidae seberat 0,210 kg (0 0,48%), Xaanthidae seeberat 0,20 00 kg (0,46%), dan ikan lainnya l sebberat 3,515 5 kg (8,06% %). Kompoosisi berat hasil G 6. tangkapann total disajiikan pada Gambar
35
1,81% 0,48% 3,67%
1,19%
Serranidae
0,94%
Nemipteridae
0,46%
8,06%
Pomacentridae
7,24%
Lutjanidae
6,88%
Monachanttidae Scorpaenidaae
% 5,30%
Labridae Caesionidae e
49,86%
Mulidae
7,17%
Siganidae Holocentrid dae
3,29%
Muraenidae e
0,63% 2,16%
Xanthidae
0,86% %
Chaetodonttidae Diodontidae e Lain‐lain
Gam mbar 6 Kom mposisi beratt hasil tangkkapan total. 5.1.2 Prop porsi hasil tangkapan n utama dan hasil tanggkapan sam mpingan Jum mlah famili hasil h tangkaapan utamaa pada penggoperasian bubu tali adalah a 11 famili yaitu y terdirii dari ikan konsumsi k daan ikan hiass. Ikan konssumsi terdirri dari famili Serrranidae, Neemipteridaee, Pomacen ntridae, Lutjjanidae, Labbridae, Mu ulidae, Caesioniddae,
Siganiidae,
dan
Xanthidaae.
Ikan
hias
terdiiri
dari
famili f
Chaetodonntidae dan Scorpaeniddae. Jumlaah hasil tanngkapan saampingan ada a 4 famili yaang terdiri dari Holocentridae, Monachaantidae, M Muraenidae, dan Diodontiddae. Proporssi hasil tanggkapan utam ma dan sam mpingan seleengkapnya dapat dilihat padda Tabel 11 .
36
Tabel 11 Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan pada bubu tali Hasil Tangkapan Ikan Konsumsi Serranidae Nemipteridae Pomacentridae Lutjanidae Labridae Mulidae Utama Caesionidae Siganidae Xanthidae Ikan Hias Chaetodontidae Scorpaenidae Sub Total Holocentridae Muraenidae Sampingan Monachantidae Diodontidae Lainnya Sub Total TOTAL
Total
Persentase
10 331 14 19 21 38 5 3 4
1,92 63,65 2,69 3,65 4,04 7,31 0,96 0,58 0,77
10 4 459
1,92 0,77 88,27
13 6 6 2 34 61 520
2,50 1,15 1,15 0,38 6,54 11,73 100,00
Jumlah hasil tangkapan utama pada penelitian ini adalah 459 ekor (88,27%) dan hasil tangkapan sampingan adalah 61 ekor (11,73%). Perbandingan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan pada bubu tali disajikan pada Gambar 7.
37
SSampingan 11,73%
Utama 88,27%
Gambar 7 Perbandinggan hasil tanngkapan utaama dan hassil tangkapaan sampingaan pada bubu tali. U Terrhadap Ha asil Tangkaapan Bubu Tali 5.2 Pengaaruh Jenis Umpan 5.2.1 Pengaruh perb bedaan jeniis umpan terhadap haasil tangkaapan bubu tali t Darii
hasil
p pengujian
kenormalan n
data
d dengan
meenggunakan n
uji
Kolmogorrov-Smirnovv pada SPS SS 13. Hassil yang diddapatkan addalah data tidak menyebar normal, haal ini ditunjjukan dengaan nilai Asyymp. Signiffikasinya ku urang dari taraf signifikasi (α = 0,05) sebesar 0,004. Pengolaahan data ddilakukan deengan menggunaakan uji noon parametrrik yaitu ujji Kruskal-Wallis. Hassil yang diidapat adalah baahwa Tolak Ho (berbeda nyata) yang y berartti ada salahh satu perlaakuan yang berppengaruh, hasil h ini ditunjukkan dengan niilai Asympp. Signifikaasinya kurang darri taraf signnifikasi (α =0,05) = sebessar 0,000. Jum mlah total haasil tangkappan yang did dapatkan addalah untuk perlakuan tanpa umpan meendapatkan 43 ekor (8% %) , umpan alami sebannyak 77 ekoor (19%), um mpan buatan A sebanyak 171 ekor (33%), ( dan umpan buuatan B sebbanyak 213 ekor (41%). Perbandingann hasil tanngkapan to otal setiap perlakuan disajikan pada Gambar 8.
38
Tanpa umpan 8%
Umpan Alami % 18%
Um mpan Buatan B B 41%
Um mpan buatan A A 33%
G Gambar 8 Perbandinga P an hasil tang gkapan totall setiap perllakuan. Dataa yang diperoleh berdaasarkan jum mlah dan berrat hasil tanggkapan totaal dari empat perrlakuan yanng dilakukaan dengan 30 3 kali ulanngan setiapp masing-m masing perlakuan. Mean rannk yang diddapatkan pada bubu tanpa t umpaan adalah 28,55. 2 Bubu di beri b umpan alami mem miliki nilai mean rankk 50,28, bubbu diberi um mpan buatan A sebesar 744,92, dan buubu diberi umpan buaatan B mem miliki nilai mean S antarr perlakuan dibandingkkan dengan yang didap patkan rank sebessar 88,25. Selisih dari mengggunakan prosedur p pem mbanding berganda b yaang disarannkan oleh Dunn. D Hasil perhhitungan Ujii Dunn dapaat dilihat di Lampiran 12 1 5.2.2 Jum mlah hasil tangkapan pada p bubu u tali yang diberi d ump pan alami Hasiil tangkapann pada bubbu tali yang g diberi umppan alami m menghasilkaan 93 ekor denggan berat 8,3330 kg, terddiri dari 13 spesies darri 9 famili aantara lain famili f Serranidaee, Nemipterridae, Haem mulidae, Mu ulidae, Holoocentridae, Monachan ntidae, Siganidae, Muraeniddae, dan Xanthidae. X Jumlah dann persentasse spesies hasil tangkapann bubu tali diberi d umpan alami dap pat dilihat pada Lampirran 9. Hasiil tangkapaan dominann dari segi jumlah paada bubu bberumpan alami adalah darri famili Neemipteridaee yaitu 70 ekor e (75,27% %) dengan berat 5,52 25 kg, famili Muulidae yaitu 6 ekor (6,455%) dengan n berat 0,2995 kg, famili Monachan ntidae
39
yaitu 4 ekor (4,30% %) dengan berat 0,065 5 kg, famili Serranidae yaitu 3 ekor d beraat 0,58 kg, famili Haeemulidae yaaitu 3 ekor (3,23%) deengan (3,23%) dengan berat 0,455 kg, famili Muranidae yaitu 2 eko or (2,15%) dengan berrat 1,2 kg, famili f Xanthidaee yaitu 2 ekoor (2,15%) dengan berat 0,1 kg, faamili Siganiidae yaitu 1 ekor (1,08%) dengan d beraat 0,06 kg, famili f Holocentridae yaitu 1 ekor (1,08%) deengan berat 0,033 kg. Kompposisi jumlaah hasil tang gkapan padda bubu diberi umpan alami disajikan pada p Gambar 9. 4,30% 1,08%
1,08%
2,15% 2,15%
3,2 23%
1,08%
Nemipteridae
45% 6,4
3,23%
Serranidaae
Haemulid dae Holocenttridae Monachaantidae Siganidaee Mulidae 75,27 7%
Muraenid dae Xanthidae Lain‐lain
Gam mbar 9 Kom mposisi hasiil tangkapan n pada bubuu diberi umppan alami. 5.2.3 Jum mlah hasil tangkapan pada p bubu u tali yang diberi d ump pan buatan A Bubbu tali yanng diberi umpan u buattan A menndapatkan hasil tangk kapan sebanyak 173 ekor dengan d beraat 12,360 kg g, terdiri daari 19 spesiees dari 11 famili f mili Serraniddae, Nemippteridae, Labridae, L Poomacentridaae, Haemulidae, yaitu fam Mulidae,
Holocenttridae,
Sccorpaenidae,
Caesionnidae,
Muuraenidae,
dan
Chaetodonntidae. Jum mlah dan peersentase sp pesies hasil tangkapan bubu tali diberi d umpan buatan A dapaat dilihat paada Lampiraan 10. umlah padaa bubu beruumpan buattan A Hasiil tangkapan dominan dari segi ju adalah darri famili Neemipteridaee yaitu 106 ekor (61,277%) dengann berat 6,02 20 kg, Mulidae berjumlah b 15 ekor (8,677%) dengan n berat 0,933 kg, Pomaccentridae 14 4 ekor (8,09%) dengan d beraat 0,375 kg, Holocentriidae berjum mlah 8 ekor (4,62%) deengan
40
berat 0,3445 kg, Haem mulidae beerjumlah 5 ekor (2,89% %) dengan berat 0,800 kg, Caesioniddae berjumlaah 5 ekor (22,89%) deng gan berat 1,,6 kg, Labriidae berjum mlah 4 ekor (2,311%) dengann berat 0,2660 kg, Sco orpaenidae berjumlah 3 ekor (1,73%) dengan beerat 0,25 kg, k Chaetoddontidae berrjumlah 3 ekor e (1,73% %) dengan berat 0,080 kg, Muraenidaee berjumlahh 2 ekor (1,16%) dengaan berat 0,885 kg, Serraanidae berjumlahh 2 ekor (1,116%) dengaan berat 0,500 kg Kom mposisi hasill tangkapan n pada bubu diberri umpan buuatan A disaajikan padaa Gambar 100. 3,47% %
1,73% 4,62% 2,89%
1,73%
2,89%
1,16%
1,16%
Serranidaee Nemipteridae Labridae Pomacentridae
8,67% %
Haemulidaae Mulidae
8,09%
61,27%
Holocentridae Scorpaenid dae Caesionidaae Chaetodon ntidae
2,31%
Muraenidaae Lain‐lain
Gambbar 10 Kom mposisi hasil tangkapan n bubu tali diberi d umpaan buatan A. 5.2.4 Jum mlah hasil tangkapan pada p bubu u tali yang diberi d ump pan buatan B Bubbu tali yanng diberi umpan u buattan B menndapatkan hasil tangk kapan sebanyak 213 ekor dengan d beraat 19,420 kg g, terdiri daari 27 spesiees dari 13 famili f diantaranyya Haemulidaae,
famili
Serranidaae,
Mullidae,
Nemip pteridae,
H Holocentrida ae,
Labridae,
Pomacentrridae,
Scorrpaenidae,
Caesion nidae,
Chaetodonntidae, Murraenidae, Xaanthidae, daan Diodontiidae. Jumlahh dan perseentase spesies haasil tangkaapan bubu tali diberi umpan buuatan B dappat dilihat pada Lampiran 11. Hasiil tangkapaan dominan dari segi jumlah padaa bubu beruumpan buattan B adalah darri famili Neemipteridaee yaitu 136 ekor (63,855%) dengann berat 9,26 60 kg, Serranidaee berjumlahh 4 ekor (1,88%) dengan berat 1,9975 kg, Labbridae berju umlah 15 ekor (7,04%) ( denngan berat 0,975 kg, Mulidae berjumlah b 113 ekor (6,10%)
41
dengan beerat 0,86 kg, k Chaetoddontidae berrjumlah 6 ekor e (2,82% %) dengan berat 0,315 kg,, Haemuliddae berjum mlah 4 eko or (1,88%)) dengan bberat 1,050 0 kg, Holocentrridae berjum mlah 3 ekorr (1,41%) dengan d beraat 0,315 kg,, Monachan ntidae berjumlahh 2 ekor (0,94%) denggan berat 0,875 kg, Muuraenidae bberjumlah 2 ekor (0,94%) dengan d beraat 0,95 kg, Xanthidae X berjumlah b 2 ekor (0,94%) dengan berat 0,100 kg,, Scorpaennidae berjum mlah 1 ek kor (0,47%)) dengan bberat 0,025 5 kg, Diodontiddae berjumlah 1 ekor (0,47%) ( dengan berat 0,300 kg. Komposisi hasil tangkapann pada bubuu diberi umppan buatan B disajikan pada Gambbar 11. 0,9 94% 0,94%
47% 0,4
0,9 94% 0 0,47%
1,41% 1,88%
Serranidae Nemipterid dae
1,88%
Labridae
11,27%
Chaetodon ntidae Haemulidae
6,10%
Mulidae Holocentrid dae
7,04% % 63,85%
Monachantidae Scorpaenid dae Muraenidaae
2,82%
Xanthidae Diodontidaae lain‐lain
Gam mbar 11 Kom mposisi hasil tangkapan n bubu tali diberi d umpaan buatan B.. 5.3 Efektiivitas Penangkapan Ik kan pada Bubu B Tali Hasiil tangkapaan pada pennelitian ini digolongkaan menjadi hasil tangk kapan utama dann hasil tanngkapan saampingan. Hasil H tangkkapan utam ma terdiri famili f Serranidaee, Nemiptteridae, Poomacentridaae, Lutjaniidae, Labrridae, Mu ulidae, Caesioniddae, Siganiddae, Xanthhidae, Chaeetodontidae,, dan Scorrpaenidae. Hasil tangkapann
sampinggan
terdirri
dari
famili f
Hoolocentridaee,
Muraen nidae,
Monachanntidae, dan Diodontidaae. Berdasaarkan hasil tangkapan bubu ump pan A dan umpaan B memilliki nilai effektivitas tertinggi yaittu 100%. B Bubu yang diberi d umpan alaami sebesaar 90%. Nillai efektivitas terendaah adalah ppada bubu tanpa umpan yaaitu 60%. Perbandinga P an nilai efeektivitas peenangkapan seluruhnyaa tiap perlakuan disajikan pada p Gambaar 12.
42
120 Efektifitas Penangkapan %±SE
110
n=30
100
100±0,00
100±0,00
umpan buatan A
Umpan buatan B
90±0,02
90 80 70
60±0,04
60 50 40 30 20 10 0 tanpa umpan
umpan alami
Jenis Umpan
Gambar 12 Perbandingan efektivitas penangkapan seluruhnya tiap perlakuan. Famili Serranidae, Nemipteridae, Lutjanidae, Labridae merupakan ikan ekonomis penting dalam penelitian ini. Penangkapan pada perlakuan bubu tanpa umpan memiliki nilai efektivitas tertinggi adalah famili Nemipteridae sebesar 26,67%, selanjutnya famili Lutjanidae adalah 16,67%, famili Labridae sebesar 6,67%, dan famili Serranidae memiliki nilai efektivitas sebesar 3,33%. Perlakuan kedua yaitu bubu diberi umpan alami memiliki nilai efektivitas terhadap famili Nemipteridae sebesar 73,33%, selanjutnya famili Serranidae memiliki nilai efektivitasnya sebesar 10%, famili Lutjanidae sebesar 6,67%, dan famili Labridae memiliki nilai efektivitas sebesar 3,33%. Perlakuan ketiga yaitu bubu diberi umpan buatan A memiliki nilai efektivitas terhadap famili Nemipteridae adalah 63,33%, famili Lutjanidae sebesar 10%, selanjutnya famili Serranidae dan famili Labridae memiliki nilai efektivitas yang sama yaitu sebesar 6,67%. Perlakuan keempat yaitu bubu diberi umpan buatan B memiliki nilai efektivitas terhadap famili Nemipteridae adalah 70%, famili Labridae sebesar 30%, selanjutnya famili Serranidae dan famili Lutjanidae memiliki nilai efektivitas yang sama yaitu sebesar 6,67%. Perbandingan nilai efektivitas ikan ekonomis penting terhadap tiap perlakuan disajikan pada Gambar 13.
43
80
n=30 73,33±0,02
75
70±0,03
70 63,33±0,03
Efektifitas Penangkapan %±SE
65 60 55 50 45 40 35
30±0,03
30
26,67±0,03
25 20
16,67±0,03
15 10±0,02
10 5
6,67±0,02 3,33±0,01
10±0,02 6,67±0,02
6,67±0,01
6,67±0,016,67±0,01 6,67±0,01
3,33±0,01
0 Tanpa umpan
Umpan alami
Umpan buatan A
Umpan buatan B
Jenis Umpan Serrenidae
Nemipteridae
Lutjanidae
Labridae
Gambar 13 Perbandingan nilai efektivitas ikan ekonomis penting terhadap tiap perlakuan.
44
6 PEMBAHASAN 6.1
Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan bubu tali pada penelitian ini didominasi oleh famili
Nemipteridae. Famili Nemipteridae merupakan hasil tangkapan utama yang terdiri dari ikan serak (Scolopsis lineatus), ikan mata belo (Clupea kanagurta), dan ikan pasir (Pentapodus trivittatus). Ikan jenis ini merupakan ikan target penangkapan yang memiliki warna yang cerah, hidup di dasar perairan. Ikan ini merupakan pemakan invertebrata, ikan kecil, udang, kepiting, dan cacing. Banyaknya hasil tangkapan ikan ini diduga berkaitan dengan sifat ikan famili Nemipteridae yang hidup bergerombol. Yudha (2006) mengatakan bahwa ikan famili Nemipteridae biasa hidup berkelompok, dimana ikan-ikan tersebut tertangkap dalam jumlah relatif lebih banyak. Jenis ikan Nemipteridae tertangkap pada semua jenis perlakuan umpan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ikan jenis ini tidak mengkhususkan diri pada suatu jenis makanan tertentu. Hal ini sesuai dengan Tabolt (1979) dalam Nybakken (1992) yang menyatakan bahwa ikan-ikan yang hidup disekitar karang merupakan karnivora khususnya famili Nemipteridae yang tidak mengkhususkan makanannya pada suatu sumber makanan tertentu, tetapi sebaliknya bersifat opurtunistik dan mengambil apa saja yang berguna baginya. Famili Mulidae yang tertangkap adalah ikan janggut (Parupeuneus macronema) dan ikan kuniran (Upeneus sulphureus). Jumlah hasil tangkapan mulidae adalah hasil tangkapan terbanyak kedua. Famili Mulidae merupakan ikan pencari makan di dasar yang memiliki sepasang sungut mencolok yang memanjang dari dagunya seperti jenggot. Ikan ini diduga masuk ke dalam bubu karena tertarik oleh bau umpan karena ikan famili Mulidae mempunyai sungut yang sensitif dengan bau kimiawi. Famili Mulidae yang tertangkap ke dalam bubu sedang dalam keadaan mencari makan karena ikan ini mencari makan di dalam karang berpasir dan menganggap bubu tali sebagai karang dan memasukinya. Famili Labridae merupakan ikan target dari penangkapan bubu tali yaitu yang tertangkap jenis ikan kenari terompet (Epibulus insidiator), ikan pelo (Halichoeres hortulatus), ikan nori item (Chelinus sp.), dan ikan kenari merah (Chelinus fasciatus). Ikan ini memiliki warna yang menarik yang hidup pada
45
kedalaman 10-100 m (Anonim 2004). Diduga famili Labridae tertangkap bubu tertarik oleh ikan-ikan kecil yang telah tertangkap bubu tali sebelumnya. Famili Lutjanidae termasuk ikan target hal ini disebabkan karena ikan yang termasuk famili ini memiliki nilai jual yang tinggi. Jenis ikan famili Lutjanidae yang tertangkap adalah ikan lencam (Lutjanus sp.), ikan kakap tanda (Lutjanus rufolineatus), dan ikan menggaru (Lutjanus decussatus). Menurut Iskandar dan Mawardi (1997) menyatakan bahwa jenis ikan kakap umumnya termasuk ikan buas, karena pada umumya merupakan predator yang senantiasa aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal). Aktifitas ikan nocturnal (malam hari) tidak seaktif ikan diurnal (siang hari). Diduga ikan nokturnal lebih banyak menggunakan indera perasa dan penciuman dibandingkan indera penglihatan. Karena yang sifatnya nokturnal maka diduga ikan ini masuk karena tertarik bau umpan. Famili Serranidae termasuk ekonomis tinggi karena memiliki nilai jual tinggi dan termasuk ikan konsumsi. Hasil tangkapan bubu tali untuk famili ini adalah ikan kerapu koko (Ephinephelus quoyanus), ikan kerapu karet (Ephinephelus heniocus), dan ikan kerapu lodi (Plectropomus leopardus). Berat rata-rata ikan kerapu koko yang didapat adalah 250 gr, ikan kerapu karet 100 gr, dan ikan lodi 1250 gr. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan ikan kerapu lodi yang menjadi hasil tangkapan utama bubu tali ini memiliki nilai jual berkisar Rp 150.000 - Rp200.000 per kg. Jika dalam keadaan hidup ikan ini dapat dijual lebih mahal. Dengan penangkapan menggunakan bubu, ikan kerapu lodi dapat ditangkap dalam keadaan hidup. Ikan dari famili ini merupakan ikan predator ganas yang memangsa ikan-ikan pada struktur trofik yang lebih rendah dan aktif mencari makan di malam hari sampai menjelang subuh (Riyanto 2008). Hasil tangkapan terbanyak terdapat pada bubu umpan B. Tertangkapnya ikan kerapu pada bubu berumpan diduga masuk kedalam bubu karena tertarik oleh bau umpan atau pada ikan-ikan kecil yang tertangkap terlebih dahulu. Rata-rata jumlah tertangkapnya kerapu pada bubu relatif sedikit, hal ini terjadi dikarenakan ikan jenis ini adalah predator ganas dan hidupnya bersoliter. Pernyataan ini sama yang dikatakan oleh Anonim (2004) bahwa famili Serranidae ini hidup bersoliter jarang ditemukan bergerombol, sering bersembunyi di gua-
46
gua. Jenis famili Serranidae yang berukuran panjang sering ditemukan pada kedalaman 30 m. Jenis ikan dari famili Siganidae adalah ikan kea-kea (Siganus virgatus). Ikan kea-kea umumnya merupakan herbivora (pemakan alga). Famili ini mencari makan dalam kelompok besar namun terkadang hidup soliter atau berpasangan (Dahuri 2003). Diduga ikan kea-kea memasuki bubu tali karena tertarik dengan alga-alga yang berada pada bubu tali. Ikan indikator adalah ikan pada famili Chaetodontidae yaitu ikan strip 8 (Chaetodon octofasciatus), ikan marmut (Chaetodontoplus mesoleucus), dan ikan kepek-kepek monyong (Chelmon rostratus). Dari penampakannya ikan ini memiliki warna yang menarik. Ikan jenis ini yang tertangkap dominan berwarna hitam, kuning, dan putih. Bubu tali ini dioperasikan deket karang dalam, hal ini membuktikan tertangkap ikan famili Chaetodontidae. Ikan jenis ini adalah ikan indikator yang menjadi penentu untuk terumbu karang karena ikan ini erat hubungannya dengan kesuburan terumbu karang (Anonim 2004). Ikan ini paling aktif saat siang hari, mencari makan atau menjaga daerah rumahnya. Di malam hari mereka beristirahat di celah dan gua di terumbu (Erdmann 2004). Jenis ikan dari famili Pomacentriedae yang tertangkap adalah ikan betok hitam (Neoglyphidodon) dan ikan betok belang (Abudefduf septemfasciatus). Ikan ini merupakan ikan kecil yang banyak dijumpai di terumbu karang. Sebagian besar ikan betok yang tertangkap ada yang berwana hitam dan ada juga yang berwarna-warni. Beberapa ikan betok merumput di alga, di daerah kekuasaannya yang mereka jaga secara agresif terhadap ikan-ikan lain dari semua ukuran. Diduga famili ini tertangkap karena tidak sengaja masuk karena pengoperasian bubu tali di daerah lereng karang yang curam biasa menjadi habitat ikan betok dan tertarik dengan bau umpan. Jenis ikan dari famili Caesionidae adalah ikan ekor kuning (Redbelly yellowtail fusilier). Ikan ekor kuning sering kali terlihat berenang dalam kelompok besar dan pemakan zooplankton. Diduga famili Caesionidae masuk kedalam bubu karena tertarik oleh ikan-ikan lain dan yang tertangkap sebelumya dan zooplankton yang ada di dalam bubu.
47
Ikan lainnya yang tertangkap adalah famili Monachantidae (kupas-kupas), Scorpaenidae (lepu ayam), Muranidae (belut laut), Xanthidae (kepiting), dan Diodontidae (buntal). Ikan lainnya yang tertangkap kedalam bubu dalam jumlah sedikit. Diduga ikan famili yang disebutkan diatas masuk kedalam bubu tidak disengaja karena ikan tersebut sedang mencari makan lalu tidak sengaja memasukinya atau ikan tersebut sedang berlindung dari pemangsa. 6.2
Pengaruh Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Bubu Tali Bubu tali merupakan alat tangkap pasif yang dioperasikan pada kedalaman
30 m. Dengan bantuan umpan, bubu tali akan mendapatkan hasil tangkapan lebih banyak. Umpan yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu umpan alami dan umpan buatan. Umpan alami yang digunakan pada penelitian ini adalah umpan
yang
biasa
digunakan
nelayan
setempat
yaitu
bulu
babi
(Diadema setosum) dan bantal raja (Culcita novaguineae). Bulu babi dan bantal raja memiliki bau yang menyengat dan amis. Zarochman (1994) mengatakan bahwa syarat-syarat umpan mati yang biasa digunakan alat tangkap pasif bersifat memiliki bau dan warna yang sesuai dengan ikan-ikan sasaran. Perbedaan jenis umpan (alami dan buatan) memberikan pengaruh sebagai atraktan yang sama untuk menangkap ikan karang. Pengaruh yang sama tersebut disebabkan proses pelarutan kandungan kimia dari masing-masing umpan di dalam air adalah sama, artinya bahwa formulasi umpan buatan telah berdaya guna yang sama (performance) dengan umpan alami (Januma et al. 2003). Menurut Lokkeborg (1996), umpan buatan yang terbuat dari ekstrak udang mempunyai nilai pelarutan (rate release) kandungan asam amino yang sama dengan ikan mackerel sebagai umpan alami. Berdasarkan hal tersebut di atas maka umpan buatan dapat mensubstitusi umpan alami. Umpan buatan pada penelitian ini ada dua macam yaitu campuran bahan kimia (arginin dan leusin) dan campuran tepung ikan serta minyak ikan. Formulasi umpan tersebut didapatkan dari penelitian Indriwatie (2010) yaitu hasil pengujian umpan buatan (arginin dan leusin) terhadap ikan kerapu macan pada skala laboratorium. Asam amino dan minyak ikan merupakan kandungan kimia umpan yang dapat merangsang organ penciuman ikan (Fujaya 2004: Djarijah 1998; Purbayanto dan Fitri 2009). Maka dari itu untuk umpan buatan A
48
menggunakan campuran bahan asam amino yaitu arginin dan leusin yang dapat menyerupai rasa pengganti umpan ikan. Berdasarkan penelitian Fitri (2008), perbandingan lemak dan protein antara umpan alami dan umpan buatan menunjukkan bahwa umpan buatan memiliki kandungan lemak dan protein lebih banyak. Perbedaan ini dimungkinkan karena umpan buatan merupakan hasil pengolahan ikan dengan tingkat konsentrasi kandungan lemak dan protein yang tinggi dari bahan yang terpisah. Namun perbedaan yang cukup besar terjadi pada kandungan asam amino (alanin dan leusin), dimana umpan alami memiliki jumlah kandungan alanin dan leusin yang lebih banyak. Untuk umpan buatan B terbuat dari minyak ikan dan tepung ikan. Minyak ikan memiliki kandungan asam lemak yang merupakan bahan perespon utama dalam penciuman ikan (Fujaya 2004). Minyak ikan memberikan rangsangan bau terhadap ikan pada kedalaman 30 m. Ikan yang hidup pada kedalaman 30 m cenderung lebih banyak mengandalkan indera penciuman. Menurut penelitian Riyanto (2008) komposisi umpan buatan (minyak ikan dan tepung ikan) memiliki kandungan lemak tertinggi. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa ikan akan merespons semua makanan yang dianggap memiliki kandungan asam lemak, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemilihan minyak ikan dan tepung ikan sebagai bahan penyusun utama umpan buatan ini dikarenakan minyak ikan mengandung komposisi kimiawi asam lemak yang merupakan bahan perespons utama dalam proses penciuman ikan (Hara 2006). Tepung ikan merupakan pengeringan dari ikan segar yang dihilangkan kandungan airnya, sehingga kandungan asam amino merupakan kandungan utama. Komponen kimia dalam umpan yang telah diidentifikasi sebagai perangsang nafsu makan (Fitri 2009) Kedua umpan buatan tersebut sangat berpengaruh menjadi atraktan pada bubu tali sehingga ikan banyak yang tertarik umpan tersebut. Dengan begitu hasil tangkapan pada bubu tali meningkat. Penggunaan umpan buatan pada pengoperasian bubu tali memberikan pengaruh terhadap hasil tangkapan bubu. Dari hasil uji statistik bahwa keempat perlakuan yang diberikan terhadap bubu tali tersebut minimal satu perlakuan berpengaruh. Hal itu mengindikasikan bahwa (1) dalam pengoperasian bubu tali dibutuhkan bantuan umpan buatan untuk
49
meningkatkan hasil tangkapan, (2) banyak ikan yang terjebak dalam bubu tali karena tergoda oleh bau umpan yang menyengat. Berdasarkan uji Dunn umpan buatan A dan umpan buatan B lebih berpengaruh dibandingkan dengan kontrol dan umpan alami. Dengan komposisi minyak ikan dan tepung ikan akan membuat umpan buatan B lebih mempunyai bau yang lebih menyengat dibandingkan keempat umpan tersebut. Ikan yang tertangkap oleh bubu tali sebagian besar nokturnal, hal ini berarti ikan mencari makan pada malam hari dan menggunakan indera penciuman. Dilihat dari ke empat perlakuan, bubu dengan umpan buatan B yang memiliki bau yang lebih menyengat, sehingga ikan banyak tertangkap pada umpan ini. Umumnya ikan yang aktif di malam hari (nocturnal) akan menyukai umpan hidup yang memiliki bau yang kuat (Baskoro dan Efendy 2005). Pengoperasian bubu tali dilakukan pada kedalaman ± 30 meter dengan demikian jarak pandang ikan semakin berkurang dan lebih mengandalkan indera penciuman. Umpan buatan B memiliki bau yang lebih merangsang dibanding umpan yang lainnya. Keempat perlakuaan umpan ini memiliki hasil tangkapan yang berbeda-beda. Dari bubu tanpa diberi umpan menangkap hasil tangkapan paling sedikit yaitu 43 ekor ikan dikarenakan bubu tersebut tidak memiliki daya tarik bagi ikan untuk mendatanginya. Selanjutnya bubu yang diberi umpan alami sebanyak 93 ekor ikan. Bubu yang diberi perlakuan umpan buatan A hasilnya didapatkan 171 ekor ikan dan bubu yang diberi umpan buatan B sebanyak 213 ekor ikan. 6.3
Efektivitas Penangkapan Ikan Karang Konsumsi Menurut Baskoro et al. (2006) bahwa nilai efektivitas alat tangkap dapat
dikategorikan menjadi 3 (tiga), yaitu : apabila nilainya kurang dari 50% dapat dikatakan alat tangkap tersebut efektivitasnya rendah, nilai 50-80% dikatakan alat tangkap yang cukup efektivitas dan nilai 80-100% dikatakan alat tangkap yang efektivitasnya tinggi. Hasil tangkapan dibagi menjadi dua golongan yaitu hasil tangkapan utama dan sampingan, berdasarkan pengelompokan yang dilakukan oleh nelayan Kepulauan Seribu. Efektivitas total dari keempat bubu untuk menangkap ikan hasil tangkapan utama yaitu bubu tanpa umpan sebesar 60%, umpan alami sebesar 90%, umpan buatan A sebesar 100%, dan umpan buatan B
50
sebesar 100%. Dengan demikian dapat dikatakan pada umpan alami, umpan buatan A, dan umpan buatan B memiliki nilai efektivitas yang tinggi (80-100%) untuk menangkap ikan tangkapan utama bubu tali. Hal ini disebabkan bubu tali menggunakan umpan memiliki daya tarik (atraktan) agar ikan masuk. Rendahnya efektivitas pada bubu tanpa umpan disebabkan karena bubu tidak memiliki atraktan untuk menarik ikan masuk. Nilai efektivitas bubu tali berdasarkan tertangkapnya famili Serranidae. Umpan alami memiliki nilai efektivitas terbesar yaitu 10%, selanjutnya umpan buatan A dan umpan buatan B memiliki nilai yang sama yaitu 6,67% dan yang paling sedikit nilai efektivitasnya adalah bubu tanpa umpan sebesar 3,33%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari keempat perlakuan nilai efektivitasnya rendah (kurang dari 50%) untuk menangkap ikan jenis famili Serranidae. Rendahnya hasil tangkapan famili Serranidae disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : sifat famili Serranidae adalah jenis ikan predator ganas yang memakan ikan-ikan kecil dan kondisi perairan pada saat penelitian tidak mendukung seperti arus kencang. Nilai efektivitas bubu tali berdasarkan tertangkapnya famili Nemipteridae. Dari keempat perlakuan yang memiliki nilai efektivitas terbesar adalah pada umpan alami sebesar 73,33%, selanjutnya umpan buatan B sebesar 70%, umpan buatan A sebesar 63,33%, dan yang paling sedikit nilai efektivitasnya adalah bubu tanpa umpan sebesar 26,67%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perlakuan bubu tanpa umpan memiliki nilai efektivitas rendah (kurang dari 50%) untuk menangkap ikan jenis famili Nemipteridae. Rendahnya hasil tangkapan famili Nemipteridae pada bubu tanpa umpan disebabkan oleh bubu ini tidak memiliki atraktan untuk menarik ikan masuk kedalam bubu. Pada bubu perlakuan umpan alami, umpan buatan A, dan umpan buatan B memiliki nilai efektivitas yang tinggi. Hal ini disebabkan karena pada bubu tersebut ada atraktan umpan untuk menarik ikan mendatangi bubu. Nilai efektivitas bubu tali berdasarkan tertangkapnya famili Lutjanidae. Dari keempat perlakuan yang memiliki nilai efektivitas terbesar adalah pada bubu tanpa umpan sebesar 16,67%. Selanjutnya umpan alami, umpan buatan A, dan umpan buatan B memiliki nilai efektivitas yang sama, yaitu sebesar 6,67%.
51
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari keempat perlakuan nilai efektivitasnya rendah (kurang dari 50%) untuk menangkap ikan jenis famili Lutjanidae. Rendahnya hasil tangkapan famili Lutjaniadae disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : sifat famili Lutjanidae adalah jenis ikan predator ganas yang memakan ikan-ikan kecil dan kondisi perairan pada saat penelitian tidak mendukung seperti arus kencang. Nilai efektivitas bubu tali berdasarkan tertangkapnya famili Labridae. Dari keempat perlakuan yang memiliki nilai efektivitas terbesar adalah pada umpan buatan B sebesar 30%, selanjutnya bubu tanpa umpan dan umpan buatan A memiliki nilai yang sama sebesar 6,67%, dan yang paling sedikit nilai efektivitasnya adalah bubu umpan alami sebesar 3,33%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari keempat perlakuan nilai efektivitasnya rendah (kurang dari 50%) untuk menangkap ikan jenis famili Labridae. Rendahnya hasil tangkapan famili Labridae disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : sifat famili Labridae adalah jenis ikan diurnal yang mencari makan pada siang hari dan pemakan ikanikan kecil sedangkan pengangkatan bubu tali pada siang hari.
52
7 7.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1) Hasil tangkapan bubu tali pada penelitian ini sebanyak 30 spesies yang tergabung dalam 15 famili, yaitu : Nemipteridae (63,65%), Mulidae (7,31%), Labridae (4,04%), Lutjanidae (3,65%), Pomacentridae (2,69%), Holocentridae (2,50%), Serranidae (1,92%), Chaetodontidae (1,92%), Monachantidae (1,15%), Muraenidae (1,15%), Caesionidae (0,96%), Xanthidae (0,77%), Scorpaenidae (0,77%), Siganidae (0,58%), Diodontidae (0,38%) dan ikan lainnya sebanyak 34 ekor (6,54%). Hasil tangkapan terbanyak adalah ikan-ikan yang memiliki sifat nokturnal dan predator ikan-ikan kecil, yaitu ikan-ikan dalam famili Serranidae dan Lutjanidae. 2) Pemberian umpan alami (natural bait) dan umpan buatan (artificial bait) memberikan pengaruh terhadap hasil tangkapan. Umpan buatan A dan umpan buatan B memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil tangkapan. 3) Efektivitas penangkapan berdasarkan hasil tangkapan utama pada bubu tali dengan umpan buatan A dan umpan buatan B memiliki nilai efektivitas tertinggi (100%). Efektivitas penangkapan untuk famili Nemipteridae pada bubu tali diberi umpan buatan A memiliki nilai efektivitas yang cukup tinggi yaitu 63,33% dan pada umpan buatan B sebesar 70%. Efektivitas penangkapan untuk famili Serranidae, Lutjanidae, dan Labridae pada semua perlakuan bubu dengan umpan mendapatkan nilai efektivitas yang rendah (< 50%). 7.2
Saran
1) Umpan buatan dapat dijadikan alternatif pengganti umpan alami dalam pengoperasian bubu tali. 2) Perlu penelitian lanjutan mengenai lamanya pengoperasian bubu tali guna menyempurnakan efektivitas bubu tali dalam penangkapan ikan konsumsi terutama famili Serranidae.
53
DAFTAR PUSTAKA
Adianto H. 2007. Tingkat Keramahan Unit Penangkapan Ikan Karang dan Krustasea Terhadap Lingkungan di Pulau Sebesi Lampung [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Allen G, Steene RC, Humann P, dan Deloach N. 2003. Reef Fish Identification Tropical Pacific. New World Publication, Inc. Jacksonville, Florida USA; 457 hal [Anonim]. 2004. Panduan Dasar Untuk Pengenalan Ikan Karang Secara Visual Indonesia. [Terhubung Berkala]. Http://Www.Terangi.Or.Id. [08 Januari 2011]. ________.2011.http://www.berita-pulauseribu.com/pembangunan/687-kepulauanseribu-targetkan-1000-nelayan-alih-profesi.html. [05 Mei 2010]. Baskoro M dan Effendy A. 2005. Tingkah Laku ikan (Hubungannya dengan Metode Pengoperasian Alat Tangkap Ikan). Dept Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Baskoro M, Telussa RF, dan Purwangka F. 2006. Efektivitas Bagan Motor di Perairan Waai, Pulau Ambon. Prosiding Seminar Perikanan Tangkap. ISBN: 979-1225-00-1. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 115-121 hlm. Brandt AV. 1984. Fishing Catching Methods of The World. England: Fishing News Books Ltd. Dahuri R. 2003. Keaneakragaman Hayati Laut : Asset Pengembangan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pusaka Utama. Direktorat Jenderal Perikanan. 1997. Statistik Perikanan Indonesia (Fisheries Statictic of Indonesia). Jakarta: Departemen Pertanian. Djarijah AS. 1998. Membuat Pellet Pakan Ikan. Penerbit Kanisius. Djatikusumo EW. 1975. Dinamika Populasi Ikan. Bahan Kuliah. Jakarta: Akademi Usaha Perikanan. Eldridge P J, V G Burrell, and Steele G. 1979. Develovment of a Self Culling Blue Crab Pot. J. Const. int. Explor. Mer. 2127. Erdmann AM 2004. Panduan Sejarah Ekologi Taman Nasional Komodo. Buku ke 2 : Lautan, The Nature Concervancy, Indonesia Coastal and Marine Program. 32 pp.
54
FAO. 1968. Modern Fishing Gear of The World. London. Fishing News Book Ltd. P. 1-607. Ferno A dan Olsen S. 1994. Marine Fish Behaviour and Abudance Estimation. Fishing News Books, England. 221 hlm. FishBase. 2005. www.fishbase.org Fitri ADP. 2008. Respon Penglihatan dan Penciuman Ikan Kerapu Terhadap Umpan Dalam Efektivitas Penangkapan [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan : Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rhineka Cipta. Jakarta Gibson, Ivancevich, dan Donnely. 1990. Organisasi dan Manajemen. Djoerban Wahid, penerjemah. Jakarta Penerbit Erlangga. Terjemah dari: Organization and Management. Gunarso W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode, dan Teknik Penangkapan. Bogor: IPB Press. __________ 1988. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya Dengan Alat, Metode, dan Teknik Penangkapan. Diklat Mata Ajaran Tingkah Laku Ikan (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hansen A dan Reutter K. 2004. Chemosensory Systems in Fish:Structural, Functional and Ecological Aspects. Di dalam: Emde, G. V. D: Mogdans, J; Kapoor, B.G, editor. The Sense of Fish (Adaptations for the Reception of Natural Stimuli). Kluwer Academic Publishers. Pp: 55-106. Hara. 2006. Feeding Behaviour in Some Teleosts is Triggered by Single Amino Acids Primarily Throught Olfaction. Journal of Fish Biology (68): 810-825 Hartsuijker L dan Nocholson WE. 1981. Result Of Potfishing Survey on Pedro Bank (Jamaica): The Relations Between Catch Rates, Catch Composition, The Size Of Fish And Their Recruitment to Fishery. Fish. Div. Min Agri. Jamaica Tech. Rep. No. 2 Of The Project. FAO/TCO/JAM 8902: Pot Fishing Survey Pedro Bank. Pp 200. Indrawatie D. 2010. Pengujian Umpan Buatan (Arginin dan Leusin) Terhadap ikan Kerapu Macan Pada Skala Laboratorium [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor; Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Iskandar BH dan Mawardi W. 1997. Studi Perbandingan Keberadaan Ikan-ikan Karang Nokturnal dan Diurnal Tujuan Penangkapan di Terumbu Karang Pulau Pari Jakarta Utara. Bulletin PSP 6 : 1. Hal 17-27.
55
Januma S, Miyajima K, dan Abe T. 2003. Development and Comparative Test of Squit Liver artificial Bait for Tuna Longline. J. Fisheries Science (69) : 288292. Leksono U. 1983. Suatu Studi Tentang Penggunaan Umpan Ikan Lemuru Sebagai Umpan Pada Perikanan Rawai Tuna di PT. Perikanan Samudera Besar, Benoa, Bali [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Lokkeborg. 1996. Umpan Long Line dengan Suatu Tinjauan terhadap Tingkah Laku Ikan dan Sosok Umpan serta Pengaruh Daya Aroma Penarik yang Keluar dari Umpan. BPPI. Semarang. [Diterjemahkan oleh Zarochman]. Luckhurst B dan Ward J. 1985. Behavioural Dynamics of Coral Reef Fishes in Antillian Fish Trap at Bermuda. Proc. Gulf. Caribb. Fish Inst 38:528-542. Maulana RRM. 2003. Seleksi Umpan Bubu Untuk Meningkatkan Hasil Tangkapan Keong Macan di Perairan Teluk Jakarta[Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Istitut Pertanian Bogor. Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor. Mawardi M dan Ilyas. 2001. Pengaruh Penggunaan Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Karang Pada Alat Tangkap Bubu (Trap) di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nugraha A. 2008. Efektivitas Penangkapan Ikan Karang Konsumsi Menggunakan Bubu dengan Umpan Yang Berbeda Di Kepulauan Seribu [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Istitut Pertanian Bogor. Nybakken JW. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, Hutomo, dan Sukardjo, 1982, Marine Biology An Ecological Approach. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Parrish JO. 1982. Fishes at The Puerto Rican Coral Reef. Distribution, Behavioural and Response to Passive Fishing Gear. Carib Journal Scicences 18; 9-20. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu. 2006. Data Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Jakarta: Pemkab Kepulauan Seribu. Pemerintah Kelurahan Pulau Panggang 2010. Laporan Tahunan 2010. Jakarta: Pemerintah Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Prakoso G. 2005. Pengaruh Attractor Dalam Pengoperasian Alat Tangkap Bubu Rajungan di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Istitut Pertanian Bogor.
56
Pramono J. 2006. Perikanan Bubu dan Peluang Pengembanganya di Sekitar Lokasi Sea Farming Kepulauan Seribu. [Skripsi] Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Purbayanto A dan Fitri ADP. 2009. Pengaruh Perbedaan Umpan Terhadap Pola Tingkah Laku Makan Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoguttatus). Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Hal. 25-31. Ramdani D. 2007. Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan Pada Bubu Lipat Dengan Menggunakan Umpan yang Berbeda. [Skripsi] Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Randall JE dan James H. 1993. Grouper Of The World (Family Serranidae Sub Family Epinephelinae). FAO Fisheries Sinopsis. [Terhubung Berkala]. Http://Www.Fishbase.Sinica.Edu.Tw. [1 Desember 2008]. Risamasu FJL. 2008. Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Riyanto M. 2008. Respons Penciuman Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) Terhadap Umpan Buatan [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian bogor. Sadhori. 1985. Teknologi Penangkapan Ikan. Jakarta: CV. Yasaguna. Sainsbury JC. 1982. Commercial Fishing Methods. Fishing News Books Ltd. London ____________. 1996. Commercial Fishing Methods. An IIntroduction to Vessel and Gears. 3 rd Edition. London: Fishing News Books. Slack RJ dan Smith. 2001. Fishing With Traps and Pots. FAO Training Series. Italy: FAO. Sondita FA dan Bachtiar I. 2002. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang di Dalam : Darmawan, Editor. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pualu-Pulau Kecil Secara Terpadu. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Subani W dan Barus HR. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Edisi Khusus. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Suharsono. 1996. Jenis-jenis karang yang umum dijumpai di perairan Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembagan Oseanologi. Proyek penelitian dan Pengembangan daerah Pantai: 116 hlm.
57
Susanti Y. 2005. Pengoperasian Bubu Tambun dan Kerusakan Terumbu Karang Yang Diakibatkannya di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tiku M. 2004. Pengaruh Jenis Umpan dan Waktu Pengoperasian Bubu Lipat Terhadap Hasil Tangkapan Kepiting Bakau (Sylla serrata) di Kecamatan Kubu, Kabupaten Pontianak [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian bogor. Tiyoso SJ. 1979. Alat-Alat Penangkapan Ikan Tidak Memungkinkan Ikan Kembali (Non Return Traps). [Karya Ilmiah]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Walpole RE. 1995. Pengantar Statistik. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. 515 hlm. Yudha IG. 2006. Pengaruh Perbedaan Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Bubu Karang (Coral Trap) di Perairan Pulau Puhawang, Lampung Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Hal: 26-27 _____________. Pengaruh Warna Pemikat Cahaya (Light Attractor) Berkedip terhadap Jenis dan Jumlah Ikan hasil Tangkapan Bubu Karang (Coral Trap) Di Perairan Pulau Puhawang, Lampung Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. _____________. Pengaruh Perbedaan Warna Media Bubu Karang (Coral Trap) Terhadap Hasil Tangkapan. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Zarochman. 1994. Suatu Pengenalan Teknik Penangkapan Crab Dengan Bulu Babi Perangkai di Jepang. Jurnal Ariomma, I (I) : Media Informasi Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut. Departemen Kelautan dan Perikanan. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang. Hlm 1-12.
58
LAMPIRAN
59
Lampiran 1 Lokasi penelitian dengan letak penanaman bubu tali
PETA LOKASI PENANAMAN BUBU TALI -5.69
LEGENDA L LOKASI 1 L LOKASI 2 L LOKASI 3
-5.7
P SEMAK DAUN
LAUT DARAT SUMBER PETA: BAKOSURTANAL TAHUN PEMBUATAN : 2011
-5.72
KARTOGRAFER: MIRA NURYAWATI C44070058 -5.73
INSET -5.6
-5.74
-5.75 106.52
LINTANG
LINTANG
-5.71
106.53
106.54
106.55
106.56
106.57
BUJUR
-5.8
106.58 -6 106.4
0m
1.12 m
2.24 m
3.36 m
4.48 m
106.6 BUJUR
106.8
60
Lampiran 2 Alat dan Bahan yangg digunakan n pada peneelitian
Papan penggukur ikan
Dongdang
Timbaangan
Perahu u
Bubuu
Ganco
61
Lanjutan L Lampiran 2
Bantal rajja
Bulu baabi
Argininn
Leusiin
Tepung Ikkan
Minyak Ikan
62
Lampiran 3 Hasil tangkapan selama penelitian No. 1
2
3
Famili Serranidae
Nemipteridae
Pomacentridae
4
Lutjanidae
5
Labridae
6
Mulidae
7
Chaetodontidae
8 9 10 11 12 13 14 15
Siganidae Holocentridae Monachantidae Scorpaenidae Caesionidae Muraenidae Xanthidae Diodontidae
Nama Lokal Kerapu koko Kerapu karet Lodi Pasir Serak Mata belo Betok hitam Betok belang Lencam Kakap tanda Menggaru Kenari terompet Pelo Nori item Kenari merah
Spesies Ephinephelus quoyanus Ephinephelus heniochus Plectropomus leopardus Pentapodus trivittatus Scolopsis lineatus Clupea kanagurta Neoglyphidodon Abudefduf septemfasciatus Lutjanus sp. Lutjanus rufolineatus Lutjanus decussatus Epibulus insidiator Halichoeres hortulatus Chelinus sp. Cheilinusfasciatus
Janggut Kuniran Strip 8 Marmut Kepek-kepek monyong Kea-kea Swanggi Kupas-kupas Lepu Ayam Ekor Kuning Belut laut Kepiting Buntal
Parupeneus macronema Upeneus sulphureus Chaetodon octofasciatus Chaetodontoplus mesoleucus
Nama Internasional Longfin grouper Three lined rockcod Leopard coral grouper Striped whiptail Striped Spinecheek Bowtie damselfish Banded sergeant Snapper Yellowstriped snapper Checkered snapper Slingjaw wrasse wrasses Scarlet–breasted maori wrasse Longbarbel Goatfish Sulphur goatfish Eightbanded butterflyfish Vermiculate angelfish
Chelmon rostratus Siganus virgatus Sargocentron rubrum Cantherhines fronticinctus Pterois volitans Redbelly yellowtail fusilier Scuticaria okinawa Atergratis floridus Diodon sp.
Long-beaked coralfish Barhedmspinefoot Red Squirrelfish Spectacled Filefish Lionfishes Caesio cuning Okinawan snake morays Reef crab Porcupinefishes
63
Lampiran 4 Gambar hasil tangkapan Sumber Identifikasi : Allen G, Steene RC, Humann P dan Deloach N. 2003. Reef Fish Identification Tropical Pacific. New World Publication, Inc. Jacksonville, Florida USA; 457 hal
Serranidae Nama Lokal : Kerapu koko Nama Latin : Epinephelus quoyanus Nama Internasional : Longfin grouper
Nama Lokal : Kerapu Karet Nama Latin : Ephinephelus heniochus Nama Internasional : Three lined rockcod
Nama Lokal : Kerapu Lodi Nama Latin : Plectropomus leopardus Nama Internasional : Leopard coralgrouper
Pomacentridae Nama Lokal : Betok Hitam Nama Latin : Neoglyphidodon Nama Internasional : Bowtie damselfish
Nama Lokal : Betok Belang Nama Latin : Abudefduf septemfasciatus Nama Internasional : Banded sergeant
64
Lanjutan lampiran 4
Nemipteridae Nama lokal : Pasir Nama latin : Pentapodus trivittatus Nama internasional : Striped whiptail Nama lokal : Serak Nama latin : Scolopsis lineatus Nama internasional : Striped Spinecheek Nama Lokal : Mata Belo Nama Latin : Clupea kanagurta Nama Internasional : -
Lutjanidae Nama Lokal : Lencam Nama Latin : Lutjanus sp. Nama Internasional : Snapper
Nama lokal : Kakap Tanda Nama latin: Lutjanus rufolineatus Nama internasional : Yellowstriped Snapper Nama Lokal : Menggaru Nama Latin : Lutjanus decussatus Nama Internasional : Checkered snapper
www.oseanografi.lipi.go.id, http://eol.org
65
Lanjutan lampiran 4
Labridae Nama Lokal : Kenari terompet Nama Latin : Epibulus insidiator Nama Internasional : Slingjaw wrasse
Nama lokal : Pelo Nama latin : Halichoeres hortulatus Nama Internasional : Checkerboard wrasse Nama Lokal : Nori item Nama Latin : Chelinus sp. Nama Internasional : wrasses
Nama lokal : Kenari merah Nama latin : Cheilinus fasciatus Nama internasional : Scarlet –breasted maori wrasse
Mulidae Nama lokal : Janggut Nama latin : Parupeneus macronema Nama internasional : Longbarbel Goatfish Nama lokal : Kuniran Nama latin : Upeneus sulphureus Nama internasional : Sulphur Goatfish
http://fishbase.org
66
Lanjutan lampiran 4
Chaetodontidae Nama lokal : Marmut Nama latin : Chaetodontoplus Mesoleucus Nama internasional : Vermiculate angelfish Nama lokal : Strip delapan/kepekepe Nama latin : Chaetodon octofasciatus Nama internasional : Eightbanded butterflyfish
Nama Lokal : Kepe-kepe monyong Nama Latin : Chelmon rostratus Nama Internasional : Long-beaked coralfish
Siganidae Nama Lokal : Kea-kea Nama Latin : Siganus virgatus Nama Internasional : Barhedmspinefoot
Holocentridae Nama lokal : Swanggi Nama latin : Sargocentron rubrum Nama internasional : Red Squirrelfish
67
Lanjutan lampiran 4
Monachantidae Nama lokal : Kupaskupas Nama latin : Cantherhines fronticinctus Nama internasional : Spectacled Filefish
Scorpaenidae Nama Lokal : Lepu ayam Nama Latin : Pterois volitans Nama Internasional : Lionfishes
Caesionidae Nama lokal : Ekor Kuning Nama latin : Caesio cuning Nama internasional : Redbelly yellowtail fusilier
Muraenidae Nama Lokal : Belut laut Nama Latin : Scuticaria okinawa Nama Internasional : Okinawan snake morays
Xanthidae Nama Lokal : Kepiting Nama Latin : Atergratis floridus Nama Internasional : Reef crab
68
Lanjutan lampiran 4
Diodontidae Nama Lokal : Buntal Nama Latin : Diodon sp. Nama Internasional : Porcupinefishes
69
Lampiran 5 Jenis dan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh pada tiap lokasi penangkapan setiap trip Setting ke-1 Daerah Penangkapan Waktu setting seluruhnya Lama setting seluruhnya Waktu hauling seluruhnya Lama hauling seluruhnya Bubu tanpa umpan
: Semak Daun : 10.27-11.15 : 48 menit : hari ke 2, 13.10-14.30 : 80 menit
No
Panjang Total (cm)
Berat (gr)
25 17 14 18 14.5
220 75 65 100 45
Panjang Total (cm)
Berat (gr)
26 17 18 14 9 10 75
250 80 85 30 15 15 600
Panjang Total (cm)
Berat (gr)
13 11 12 11 12 13 13 13 13 14 14 13 14
30 30 20 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
1 2 3 4 5 No 1 2 3 4 5 6 7 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jenis Hasil Tangkapan Buntal Belimbing Pasir Pasir Lencam Kuniran Bubu umpan alami Jenis Hasil Tangkapan Kerapu Pasir Pasir Serak Kupas-kupas Kupas-kupas Belut laut Bubu umpan buatan A Jenis Hasil Tangkapan Ragan Betok hitam Betok hitam Betok hitam Betok hitam Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir
70
No 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Jenis Hasil Tangkapan Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Kuniran Kuniran Kuniran Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Belut laut Bubu umpan buatan B Jenis Hasil Tangkapan Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Ragan Ragan Ragan Swanggi Pelo
Panjang Total (cm)
Berat (gr)
14 14 13 17 18 15 16 21 17 12 16 18 20 14 13 11 14 65
25 25 25 75 80 50 50 110 55 25 60 100 110 30 25 20 40 425
Panjang Total (cm)
Berat (gr)
15 15 15 11 11 11 17 18 18 21 16 14 16.5 12 11 20 20 20 20 20
40 40 40 15 15 20 75 80 80 100 55 55 55 15 15 120 120 120 120 120
71
Setting ke-2 Daerah Penangkapan Waktu setting seluruhnya Lama setting seluruhnya Waktu hauling seluruhnya Lama hauling seluruhnya
: Semak Daun : 13.10-14.30 : 80 menit : hari ke3 12.45-13.50 : 75 menit
Bubu tanpa umpan No 1 2 3 4 5 6
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Jenis Hasil Tangkapan Kerapu karet Kakap tanda Lencam Lencam Lencam Lencam Bubu umpan alami Jenis Hasil Tangkapan Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak
Panjang Total (cm)
Berat (gr)
19 18 19 18 19 22
100 75 100 100 150 150
Panjang Total (cm) 14 16 15 12 13 18 9 19 21 17 17 14 15 18 21 17 17 18
Berat (gr) 50 75 50 25 25 100 10 100 110 75 100 50 75 100 150 75 75 80
72
Bubu umpan buatan A No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Jenis Hasil Tangkapan Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Betok belang Betok belang Betok belang Pasir Serak Kuniran Kakap tanda Kakap tanda
Bubu umpan buatan B No Jenis Hasil Tangkapan 1 Serak 2 Serak 3 Serak 4 Serak 5 Serak 6 Serak 7 Serak 8 Serak 9 Serak 10 Serak 11 Serak 12 Serak 13 Serak 14 Serak
Panjang Total (cm)
Berat (gr)
15 13 18 15 14 17 16 17 18 15 15 14 17 21 12 12 12 17 16 16 17 21
50 20 100 50 50 100 60 60 75 50 50 50 75 125 25 25 25 100 60 50 75 150
Panjang Total (cm) 17 13 12 11 22 14 11 22 20 14 16 20 28 28
Berat (gr) 100 25 25 25 150 75 25 150 125 75 100 125 350 400
73
No 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Jenis Hasil Tangkapan Kakap tanda Buntal Kepiting Janggut Kurisi Kurisi Kurisi Pasir Pasir Pasir Poge Poge Gebel
Panjang Total (cm) 21 26 14 16 17 17 14 13 19 28 28 23
Berat (gr) 150 300 50 25 50 75 75 50 30 100 350 400 500
74
Setting ke-3 Daerah Penangkapan Waktu setting seluruhnya Lama setting seluruhnya Waktu hauling seluruhnya Lama hauling seluruhnya
: Semak Daun : 12.45-13.50 : 75 menit : hari ke4 13.05-14.10 : 65 menit
Bubu tanpa umpan Jenis Hasil Tangkapan Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Poge Pasir Kurisi
Panjang Total (cm) 12 16 17 19 14 16 17 13 16 17 18 20 30 17 14.5
Berat (gr) 10 50 75 100 75 80 100 20 85 100 125 150 600 75 45
Bubu umpan alami No Jenis Hasil Tangkapan 1 Kerapu 2 Pasir 3 Pasir 4 Serak 5 Kupas-kupas 6 Kupas-kupas 7 Belut laut
Panjang Total (cm) 24 17 18 14 15 10 75
Berat (gr) 230 80 85 30 20 15 600
Bubu umpan buatan A No Jenis Hasil Tangkapan 1 Ragan 2 Betok 3 Betok 4 Betok
Panjang Total (cm) 13 11 12 11
Berat (gr) 30 30 20 25
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
75
No 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Jenis Hasil Tangkapan Betok Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Kuniran Kuniran Kuniran Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Belut laut
Panjang Total (cm) 12 13 13 13 13 14 14 13 14 14 14 13 17 18 15 16 21 17 12 16 18 20 14 13 11 14 65
Berat (gr) 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 75 80 50 50 110 55 25 60 100 110 30 25 20 40 425
Bubu umpan buatan B No Jenis Hasil Tangkapan 1 Pasir 2 Pasir 3 Pasir 4 Pasir 5 Pasir 6 Pasir 7 Pasir 8 Serak 9 Serak
Panjang Total (cm) 15 15 15 11 11 11 17 18 18
Berat (gr) 40 40 40 15 15 20 75 80 80
76
No 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Jenis Hasil Tangkapan Serak Serak Serak Serak Serak Serak Ragan Ragan Ragan Swanggi Pelo
Panjang Total (cm) 21 16 14 16.5 12 11 20 20 20 20 20
Berat (gr) 100 55 55 55 15 15 120 120 120 120 120
77
Setting ke-4 Daerah Penangkapan Waktu setting seluruhnya Lama setting seluruhnya Waktu hauling seluruhnya Lama hauling seluruhnya Bubu tanpa umpan No Jenis Hasil Tangkapan 1 Bubu umpan alami No Jenis Hasil Tangkapan 1 Janggut 2 Janggut 3 Janggut 4 Janggut 5 Janggut 6 Lencam 7 Serak 8 Serak 9 Serak 10 Serak 11 Serak 12 Serak 13 Serak 14 Serak 15 Serak 16 Lencam 17 Kakap tanda 18 Ragan 19 Kepiting Bubu umpan buatan A No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Hasil Tangkapan Pasir Pasir Serak Serak Serak Serak Swangi Swangi Swangi
: Semak Daun : 13.05-14.10 : 65 menit : hari ke5 13.35-15.00 : 85 menit Panjang Total (cm)
Berat (gr)
Panjang Total (cm) 15 11 12 14 14 17 15 15 16 15 14 10 15 18 21 17 29 10
Berat (gr) 75 50 50 50 50 75 50 50 75 50 50 30 75 100 150 75 300 25
Panjang Total (cm)
Berat (gr)
12 13 23 16 13 17 14 17 15
25 25 200 150 25 100 30 50 50
78
No 10 11 12 13
Jenis Hasil Tangkapan Ragan Ekor Kuning Ekor Kuning Ekor Kuning Bubu umpan buatan B
Panjang Total (cm) 22 23 21 22
Berat (gr) 150 150 100 150
No
Jenis Hasil Tangkapan
Panjang Total (cm)
Berat (gr)
17 13 12 11 11 11 11 11 11 11 11 11 14 22 14 11 22 14 14 14 14 14 14 16 20 15 15 15 18 30
100 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 75 150 75 25 150 75 75 75 75 75 75 100 125 50 50 50 75 500 50 25 1250
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Pasir Pasir Pasir Swanggi Lencam Kepiting Lepu ayam Lodi
13 60
79
Setting ke-5 Daerah Penangkapan Waktu setting seluruhnya Lama setting seluruhnya Waktu hauling seluruhnya Lama hauling seluruhnya Bubu tanpa umpan No Jenis Hasil Tangkapan 1 Nori 2 Nori 3 Marmut 4 Janggut 5 Janggut 6 Janggut 7 Serak 8 Serak 9 Serak
Panjang Total (cm) 20 20 7 16 16 18 12 13 12
Berat (gr) 100 100 15 50 55 75 25 40 25
Bubu umpan alami Jenis Hasil Tangkapan Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Serak Serak Janggut
Panjang Total (cm) 20 13 13 15 10 10 12 12 14 8 12 12
Berat (gr) 100 25 25 50 20 20 25 25 30 15 20 20
Bubu umpan buatan A Jenis Hasil Tangkapan Serak Serak Serak Serak Serak Serak
Panjang Total (cm) 17 16 15 15 14 13
Berat (gr) 75 60 60 50 30 25
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
No 1 2 3 4 5 6
: Semak Daun : 13.35-15.00 : 85 menit : hari ke6 12.45-13.50 : 75 menit
80
No 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jenis Hasil Tangkapan Serak Serak Serak Serak Serak Serak Pasir Pasir Kerapu koko Swanggi Janggut
Panjang Total (cm) 12 16 16 16 13 16 16 11 22 12 14
Berat (gr) 20 50 75 50 25 50 50 20 250 20 25
Bubu umpan buatan B No Jenis Hasil Tangkapan 1 Serak 2 Serak 3 Serak 4 Serak 5 Serak 6 Serak 7 Serak 8 Serak 9 Serak 10 Pasir 11 Pasir 12 Pasir 13 Pasir 14 Pasir 15 Pasir 16 Pasir 17 Pasir 18 Pasir 19 Janggut 20 Janggut 21 Nori 22 Kakap tanda 23 Lencam 24 Ragan 25 Beseng 26 Beseng
Panjang Total (cm) 18 14 17 17 16 13 10 10 16 12 12 12 12 16 19 17 17 12 16 16 11 24 22 16 12 12
Berat (gr) 75 25 75 75 75 15 15 20 75 20 20 25 25 50 100 75 75 30 50 55 15 200 200 75 15 15
81
Setting ke-6 Daerah Penangkapan Waktu setting seluruhnya Lama setting seluruhnya Waktu hauling seluruhnya Lama hauling seluruhnya Bubu tanpa umpan No Jenis Hasil Tangkapan 1 Serak Bubu umpan alami No Jenis Hasil Tangkapan
: Semak Daun : 12.45-13.50 : 75 menit : hari ke7 13.45-14.30 : 45 menit Panjang Total (cm)
Berat (gr) 20
120
Panjang Total (cm)
Berat (gr)
Serak Swanggi Kerapu koko Bubu umpan buatan A
16 13 20
75 30 100
No Jenis Hasil Tangkapan
Panjang Total (cm)
Berat (gr)
16 18 20 14 12 15 11 16 16
60 100 110 30 25 50 20 50 50
Panjang Total (cm) 18 18 18 18 13 15 17 17 18 16 22 19
Berat (gr) 75 75 75 90 25 50 75 80 80 50 250 175
1 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Serak Serak Serak Serak Swanggi Swanggi Swanggi Nori Nori Bubu umpan buatan B No Jenis Hasil Tangkapan 1 Pasir 2 Pasir 3 Pasir 4 Serak 5 Serak 6 Serak 7 Ragan 8 Ragan 9 Janggut 10 Nori 11 Kerapu koko 12 Kerapu koko
82
Setting ke-7 Daerah Penangkapan Waktu setting seluruhnya Lama setting seluruhnya Waktu hauling seluruhnya Lama hauling seluruhnya
: Semak Daun : hari ke7 13.45-14.30 : 45 menit : hari ke3 12.55-13.50 : 55 menit
Bubu tanpa umpan No Jenis Hasil Tangkapan 1 Serak
Panjang Total (cm) 15
Berat (gr) 50
Bubu umpan alami No Jenis Hasil Tangkapan 1 Serak 2 Serak 3 Serak 4 Serak 5 Mata belo
Panjang Total (cm) 26 17 18 14 10
Berat (gr) 250 80 85 30 25
Bubu umpan buatan A No Jenis Hasil Tangkapan 1 Serak 2 Serak 3 Serak 4 Serak 5 Serak 6 Serak 7 Serak 8 Janggut 9 Janggut 10 Ragan 11 Menggaru 12 Menggaru 13 Ekor kuning 14 Ekor kuning 15 Swanggi 16 Kerapu koko 17 Pasir
Panjang Total (cm) 14 15 12 17 17 16 13 11 12 18 16 26 22 28 17 22 17
Berat (gr) 30 30 20 75 75 75 15 50 50 100 75 400 400 800 100 250 80
83
Bubu umpan buatan B No Jenis Hasil Tangkapan 1 Janggut 2 Janggut 3 Nori 4 Nori 5 Nori 6 Marmut 7 Serak 8 Serak 9 Serak 10 Beseng 11 Beseng
Panjang Total (cm) 15 15 15 15 11 11 10 10 16 15 12
Berat (gr) 75 75 75 75 50 30 15 20 75 30 15
84
Setting ke-8 Daerah Penangkapan Waktu setting seluruhnya Lama setting seluruhnya Waktu hauling seluruhnya Lama hauling seluruhnya
: Semak Daun : 12.55-13.50 : 55 menit : hari ke9 13.45-14.50 : 65 menit
Bubu tanpa umpan No Jenis Hasil Tangkapan 1 Swanggi 2 Lencam 3 Wakong cabe 4 Kea-kea 5 Kea-kea
Panjang Total (cm) 15 21 13 18 19
Berat (gr) 100 150 75 75 75
Bubu umpan alami No Jenis Hasil Tangkapan 1 Serak 2 Serak 3 Pasir 4 Kea-kea
Panjang Total (cm) 14 16 18 15
Berat (gr) 50 75 110 60
Bubu umpan buatan A No Jenis Hasil Tangkapan 1 Serak 2 Serak 3 Serak 4 Lepu Ayam 5 Lepu Ayam 6 Lepu Ayam 7 Janggut 8 Janggut 9 Janggut 10 Janggut 11 Janggut
Panjang Total (cm) 14 13 21 17 16 16 15 19 16 16 16
Berat (gr) 60 50 125 100 75 75 75 100 50 50 50
85
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Bubu umpan buatan B Jenis Hasil Tangkapan Pelo Pelo Pelo Pelo Nori Nori item Beseng Ragan Marmut Marmut Kenari merah Kenari merah Wakong cabe Wakong cabe Mata belo
Panjang Total (cm) 17 14 14 14 18 16 13 23 13 9 13 17 13 13 15
Berat (gr) 100 40 40 40 75 50 20 100 50 20 50 75 50 50 100
86
Setting ke-9 Daerah Penangkapan Waktu setting seluruhnya Lama setting seluruhnya Waktu hauling seluruhnya Lama hauling seluruhnya
: Semak Daun : 13.45-14.50 : 65 menit : hari ke10 13.15-14.20 : 65 menit
Bubu tanpa umpan No Jenis Hasil Tangkapan 1 Pasir
Panjang Total (cm) 13
Berat (gr) 35
Panjang Total (cm) 21 17
Berat (gr) 150 75 50
Bubu umpan buatan A No Jenis Hasil Tangkapan 1 Strip 8 2 Strip 8 3 Strip 8 4 Beseng 5 Beseng 6 Nori 7 Pelo
Panjang Total (cm) 15 7 9 12 13 16 17
Berat (gr) 45 15 20 20 20 60 100
Bubu umpan buatan B No Jenis Hasil Tangkapan 1 Kupas-kupas 2 Kupas-kupas 3 Kepek-kepek monyong 4 Kepek-kepek monyong 5 Ragan 6 Ragan 7 Serak 8 Serak 9 Serak 10 Serak 11 Serak 12 Serak
Panjang Total (cm) 45 42 17 17 18 20 18 22 18 17 16 20
Berat (gr) 500 375 100 100 75 150 100 150 100 75 75 125
Bubu umpan alami No Jenis Hasil Tangkapan 8 Serak 9 Serak 16 Kepiting
87
No 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Jenis Hasil Tangkapan Pasir Pasir Pasir Pasir Strip 8 Janggut Janggut Janggut Janggut Janggut Mata Belo
Panjang Total (cm) 19 17 17 12 7 19.5 18 18 18 18 17
Berat (gr) 100 75 75 30 15 100 75 75 75 75 150
88
Setting ke-10 Daerah Penangkapan Waktu setting seluruhnya Lama setting seluruhnya Waktu hauling seluruhnya Lama hauling seluruhnya Bubu tanpa umpan No Jenis Hasil Tangkapan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Bubu umpan alami Jenis Hasil Tangkapan Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Pasir Pasir Pasir Bubu umpan buatan A Jenis Hasil Tangkapan Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Serak Serak Serak Betok cabe Betok cabe Betok cabe Kakap tanda tanda
: Semak Daun : 13.15-14.20 : 65 menit : hari ke11 13.45-15.00 : 75 menit Panjang Total (cm)
Berat (gr)
Panjang Total (cm) 21 17 17 14 15 18 21 17 17 18 28 28 14 13 19
Berat (gr) 110 75 100 50 75 100 150 75 75 80 350 400 50 30 100
Panjang Total (cm) 15 14 18 15 13 17 16 17 18 15 12 12 19
Berat (gr) 50 50 100 50 20 100 60 60 75 50 25 25 100
89
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Bubu umpan buatan B Jenis Hasil Tangkapan Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Serak Kuniran Gebel Kerapu koko Pasir Pasir Pasir
Panjang Total (cm) 17 13 12 11 22 14 11 22 20 14 16 20 15 15 14 17 21 14 16 16 20 24 17 18 15
Berat (gr) 100 25 25 25 150 75 25 150 125 75 100 125 50 50 50 75 125 75 100 50 450 300 75 80 50
90
Lampiran 6 Jumlah dan persentase spesies hasil tangkapan bubu tali seluruhnya Famili
Serranidae
Nemipteridae
Pomacentridae
Lutjanidae
Labridae
Mulidae
Chaetodontidae
Spesies
Jumlah Berat (ekor) (gram)
Presentase Presentase jumlah berat (%) (%) 0,19 0,23 1,54 4,14 0,19 2,87 1,92 7,24
Kerapu koko Kerapu karet Lodi Sub total
1 8 1 10
100 1805 1250 3155
Pasir Serak Mata belo Sub total
106 222 3 331
5140 16320 275 21735
20,38 42,69 0,58 63,65
11,79 37,44 0,63 49,86
Betok hitam Betok belang Sub total
8 6 14
200 175 375
1,54 1,15 2,69
0,46 0,40 0,86
Lencam Kakap tanda Menggaru Sub total
10 7 2 19
1600 1050 475 3125
1,92 1,35 0,38 3,65
3,67 2,41 1,09 7,17
Kenari terompet Pelo Nori item Kenari merah Sub total
11 7 1 2 21
700 560 50 125 1435
2,12 1,35 0,19 0,38 4,04
1,61 1,28 0,11 0,29 3,29
Janggut Kuniran Sub total
26 12 38
1555 755 2310
5,00 2,31 7,31
3,57 1,73 5,30
Strip 8 Marmut Kepek-kepek monyong Sub total
4 4
95 115
0,77 0,77
0,22 0,26
2
200
0,38
0,46
10
410
1,92
0,94
91
Lanjutan Lampiran 6 Famili Siganidae Holocentridae Monachantidae Scorpaenidae Caesionidae Muraenidae Xanthidae Diodontidae
Lain-lain
Spesies Kea-kea Swanggi Kupas-kupas Lepu Ayam Ekor Kuning Belut laut Kepiting Buntal Poge Kurisi Wakong cabe Ragan Beseng Sub total TOTAL
Jumlah Berat (ekor) (gram) 3 13 6 4 5 6 4 2 3 4 3 17 7 34 520
210 790 940 275 1600 3000 200 520 1350 245 175 1610 135 3515 43595
Presentase Presentase jumlah berat (%) (%) 0,58 0,48 2,50 1,81 1,15 2,16 0,77 0,63 0,96 3,67 1,15 6,88 0,77 0,46 0,38 1,19 0,58 3,10 0,77 0,56 0,58 0,40 3,27 3,69 1,35 0,31 6,54 8,06 100 100
92
Lampiran 7 Jumlah dan persentase spesies total hasil tangkapan berdasarkan ke empat perlakuan. Famili Serranidae Nemipteridae Pomacentridae Lutjanidae Labridae Mulidae Chaetodontidae Siganidae Holocentridae Monachantidae Scorpaenidae Caesionidae Muraenidae Xanthidae Diodontidae Lain-lain TOTAL
Tanpa umpan 1 21 0 7 2 4 1 2 1
Jenis Umpan Umpan Umpan Alami buatan A 3 2 70 104 0 14 3 5 0 4 6 15 0 3 1 0 1 8 4 0 0 3 0 5 2 2 2 0 0 0
Umpan Buatan B 4 136 0 4 15 13 6
Total
Persentase Total % 1.92 63.65 2.69 3.65 4.04 7.31 1.92 0.58 2.50 1.15 0.77 0.96 1.15 0.77 0.38 6.54 100.00
3
1
6
24
10 331 14 19 21 38 10 3 13 6 4 5 6 4 2 34
43
93
171
213
520
0 0 0 0 0 1
0 3 2 1 0 2
2 1
93
Lampiran 8 Jumlah dan persentase spesies hasil tangkapan bubu tali tanpa umpan Famili
Serranidae Nemipteridae
Haemulidae
Labridae Chaetodontidae Holocentridae Mulidae Siganidae Diodontidae Lain-lain
Spesies Kerapu koko Pasir Serak
Jumlah (ekor)
Berat (gram)
1
100
Sub total
4 17 21
250 1180 1430
Lencam Kakap tanda
6 1
750 75
Sub total
7
825
Nori Marmut Swanggi Janggut belang Kea-kea Buntal Belimbing Poge Kurisi Wakong cabe Sub total
2 1 1
200 15 100
4 2
225 150
1
220
1 1 1
600 45 75
3
TOTAL
44
Presentase jumlah (%)
Presentase berat (%)
2,33 9,30 39,53 48,84
2,51 6,27 29,61 35,88
13,95 2,33 16,28
18,82 1,88 20,70
4,65 2,33 2,33 9,30 4,65
5,02 0,38 2,51 5,65 3,76
720
2,33 2,33 2,33 2,33 6,98
5,52 15,06 1,13 1,88 18,07
3985
100,00
100,00
94
Lampiran 9 Jumlah dan persentase spesies hasil tangkapan bubu tali diberi umpan alami Famili Serranidae Nemipteridae
Haemulidae
Holocentridae Monachantidae Siganidae Mulidae Muraenidae Xanthidae Lain-lain
Spesies
Jumlah (ekor)
Berat (gram)
Presentase jumlah (%)
Presentase berat (%)
3,23 55,91 18,28 1,08 75,27
6,96 54,74 11,28 0,30 66,33
2,15 1,08 3,23
1,80 3,60 5,40
295 1200 100 25
1,08 4,30 1,08 6,45 2,15 2,15 1,08
0,36 0,78 0,72 3,54 14,41 1,20 0,30
8330
100,00
100,00
Kerapu Karet Serak Pasir Mata belo Sub total
3 52 17 1
580 4560 940 25
70
5525
Lencam Kakap tanda Sub total
2 1
150 300
3
450
1 4 1 6
30
Swanggi Kupas-kupas Kea-kea Janggut Belut laut Kepiting Ragan TOTAL
65 60
2 2 1 93
95
Lampiran 10 Jumlah dan persentase spesies hasil tangkapan bubu tali diberi umpan buatan A Famili Serranidae
Nemipteridae
Labridae
Pomacentridae
Haemulidae
Mulidae
Holocentridae Scorpaenidae Caesionidae
Chaetodontida e Muraenidae Lain-lain
Spesies Kerapu karet Pasir Serak Sub total Pelo Kenari terompet Sub total Betok hitam Betok belang Sub total Kakap tanda Menggaru Sub total
Jumla h (ekor) 2 46 58
Berat (gram)
Presentas e jumlah (%)
Presentas e berat (%)
500 2000 3520 6020
1,16 26,59 33,53 61,27
4,05 16,18 28,48 48,71
100 160 260
0,58 1,73 2,31
0,81 1,29 2,10
14
200 175 375
4,62 3,47 8,09
1,62 1,42 3,03
3 2
325 475
5
800
1,73 1,16 2,89
2,63 3,84 6,47
7 8
4,05 4,62 8,67
3,88 3,64 7,52
106 1 3 4 8 6
Kuniran Janggut Sub total
15
480 450 930
Swangi Lepu Ayam Ekor Kuning
8 3 5
345 250 1600
4,62 1,73 2,89
2,79 2,02 12,94
Strip 8
3
Belut laut Ragan Beseng Sub total
2 4 2 6
80 850 310 40 350
1,73 1,16 2,31 1,16 3,47
0,65 6,88 2,51 0,32 2,83
TOTAL
173
12360
100
100
96
Lampiran 11 Jumlah dan persentase spesies hasil tangkapan bubu tali umpan buatan B Famili Serranidae Nemipteridae Labridae
Chaetodontidae Haemulidae Mulidae Holocentridae Monachantidae Scorpaenidae Muraenidae Xanthidae Diodontidae
Spesies
Jumlah (ekor)
Berat (gram)
Kerapu karet Lodi
3 1
725 1250
Sub total Serak Pasir Mata belo
4 95 39 2
1975
Sub total Kenari terompet Nori item Kenari merah Pelo
136 6 1 2 6
Sub total Marmut Strip 8 Kepek-kepek
15 3 1 2
Sub total Lencam Kakap tanda
6 2 2
Sub total Janggut Kuniran
4 12 1
Sub total Swanggi Kupas-kupas Lepu ayam Gebel
13 3 2
Kepiting Buntal Poge Wakong cabe Beseng Ragan
2 1 2 2 5 12 3
7060 1950 250 9260 340 50 125 460 975 100 15 200 315 700 350 1050 810 50 860
1 2
315 875 25 950 100 300
Kurisi Sub Total
24
750 100 95 1275 200 2420
TOTAL
212
19420
lain-lain
Presentase jumlah (%)
Presentase berat (%)
1,41 0,47 1,88 44,60 18,31 0,94 63,85 2,82 0,47 0,94 2,82 7,04 1,41 0,47 0,94 2,82 0,94 0,94 1,88 5,63 0,47 6,10 1,41 0,94 0,47 0,94 0,94 0,47 0,94 0,94 2,35 5,63 1,41 11,27
3,73 6,44 10,17 36,35 10,04 1,29 47,68 1,75 0,26 0,64 2,37 5,02 0,51 0,08 1,03 1,62 3,60 1,80 5,41 4,17 0,26 4,43 1,62 4,51 0,13 4,89 0,51 1,54 3,86 0,51 0,49 6,57 1,03 12,46
100
100
97
Lampiran 12 Efektivitas setiap famili berdasarkan keempat perlakuan Perlakuan
Tanpa umpan
Umpan alami
Umpan buatan A
Umpan buatan B
Nama Ikan Serrenidae Nemipteridae Lutjanidae Labridae Serrenidae Nemipteridae Lutjanidae Labridae Serrenidae Nemipteridae Lutjanidae Labridae Serrenidae Nemipteridae Lutjanidae Labridae
Efektifitas STDEV (Ef) 3,33 0,11 26,67 0,31 16,67 0,32 6,67 0,21 10 0,16 73,33 0,21 6,67 0,21 3,33 0,11 6,67 0,14 63,33 0,33 10 0,16 6,67 0,14 6,67 0,14 70 0,33 6,67 0,14 30 0,29
Se 0,01 0,03 0,03 0,02 0,02 0,02 0,02 0,01 0,01 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03 0,01 0,03
98
Lampiran 13 Hasil Perhitungan Kolmogorov-smirnov menggunakan SPSS
NPar Tests Descriptive Statistics
respon
N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
120
4,4167
3,65436
,00
15,00
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
respon N
120
Normal Parameters(a,b) Most
Extreme
Differences
Mean Std. Deviation
3,65436
Absolute
,162
Positive
,162
Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
4,4167
-,113 1,770 ,004
99
Lampiran 14 Hasil Uji Statistik menggunakan perhitungan Kruskal Wallis menggunakan SPSS
NPar Tests Descriptive Statistics N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
respon
120
4.4167
3.65436
.00
15.00
faktor
120
2.5000
1.12272
1.00
4.00
Kruskal-Wallis Test Ranks Faktor respon
N
Mean Rank
1
30
28.55
2
30
50.28
3
30
74.92
4
30
88.25
Total
120
Test Statisticsa,b Respon Chi-Square
52.837
Df Asymp. Sig.
3 .000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: faktor
Jika asymp Sig > α (0,05), maka H0 diterima Jika asymp Sig < α (0,05), maka H0 ditolak Nilai asymp Sig 0,000 < α (0,05), Maka H0 ditolak
100
Lampiran 15 Hasil Perhitungan Uji Dunn K N sum (t^3) sum t Z
4 120 22599 120 1,96
Pembanding Ranks Factor 1 2 3 4
17,48878
N
Mean Rank 30 30 30 30
28,55 50,28 74,92 88,25
1
2
3
21,73 46,37 59,7
24,64 37,97
13,33