REPRESENTASI KEBUDAYAAN MASYARAKAT SUKU LIO DALAM NOVEL ATA MAI
Kristina Wanti Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Abstrak: Ata Mai merupakan salah satu jenis novel serius yang mengangkat tentang kehidupan sosial budaya masyarakat suku Lio yang tinggal di pedalaman kota Ende Flores Nusa Tenggara Timur. Penggambaran kehidupan nyata masyarakat yang sarat akan muatan budaya dituangkan dalam bentuk yang imajinatif dan ekspresif oleh Maria D. Andriana melalui pengalaman hidupnya langsung dengan masyarakat suku Lio, meski pun sebetulnya pengarang berasal dari Jawa. Ata Mai mendeskripsikan sekaligus membandingkan dua bentuk kebudayaan yang berbeda yakni budaya Jawa dan budaya suku Lio. Fenomena kebudayaan sebagai hasil dari sosialisasi kelompok masyarakat yang sarat akan nilai kehidupan digambarkan dalam novel Ata Mai. Fenomena kebudayaan yang dominan dalam novel ini adalah nilai. Nilai dimaksud adalah nilai kepercayaan, nilai kepribadian dan nilai sosial. Kata-kata kunci: representasi, kebudayaan, suku Lio, novel, Ata Mai Karya sastra merupakan miniatur kehidupan nyata manusia yang diungkapkan kembali dalam berbagai bentuk yang imajinatif dan estetis dengan menggunakan medium bahasa. Sastra lahir dari pengalaman dan pengamatan nyata yang kemudian diproses secara imajinatif oleh pengarang. Meskipun proses penciptaanya bersifat imajinatif, namun sastra mencerminkan keadaan nyata masyarakat dalam suatu wilayah, dengan segala aspek yang menyertainya, baik aspek sosial, budaya, politik, maupun religi. Dengan kata lain potret atau gambaran kehidupan nyata suatu masyarakat dapat tercermin dalam sebuah karya sastra. Sastra lahir dari kehidupan masyarakat, maka karya sastra dapat dipakai oleh pengarang untuk menggambarkan atau mengungkapkan segala persoalan kehidupan nyata manusia. Novel Ata Mai karya Maria D. Andriana merupakan salah satu karya sastra prosa
yang lahir dalam sebuah komunitas masyarakar suku Lio yang terisolir di wilayah Ende Flores Nusa Tenggara Timur. Sebagai sebuah karya fiksi yang lahir di tengah masyarakat, Ata Mai merupakan cerminan kehidupan manusia nyata yang diciptakan oleh pengarang melalui sebuah proses kreatif yang bersifat khayalan. Walaupun bersifat khayalan, tidak benar jika fiksi dianggap hasil kerja lamunan semata melainkan penghayatan dan perenungan secara intens, perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan, perenungan yang dilakukan dengan sadar dan penuh rasa tanggung jawab. Fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni (Nurgiyantoro, 2014 : 3). Dengan demikian Ata Mai merupakan sebuah karya fiksi yang menawarkan berbagai model kehidupan sebagaimana yang diidealkan oleh Maria D. Andriana untuk menunjukan sosok masyarakat
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 654
suku Lio sebagi sebuah komunitas yang kaya akan nilai budaya yang wajib untuk dijaga dan dieksplorasi keberadaannya baik dalam skala lokal, skala nasional maupun skala internasional. Gaya bercerita yang imajinatif namun realistis menampilkan sosok asli masyarakat yang erat hubungannya dengan alam sebagai satu kesatuan tatanan sosial dan budaya yang tak terpisahkan. Keindahan panorama Flores khusunya Ende dipaparkan secara deskriptif dengan memadukan unsur kekuatan alam, arwah dan Tuhan sebagai trilogi kebudayaan setempat. Konsep Ketuhanan yang diyakini masyarak suku Lio dalam novel Ata Mai tidak terlepas dari kekuatan alam dengan berbagai simbol budaya yang memiliki makna yang sifatnya monopoli semantik, artinya hanya masyarakat suku inilah yang menyakini dan mempercayai kekuatan atau kebenarannya. Sastra lahir dari sebuah kehidupan nyata manusia, maka karya sastra dapat dipakai oleh pengarang untuk menuangkan segala persoalan hidup manusia dalam masyarakat. Karya sastra dapat dikatakan sebagai terjemahan perilaku manusia dalam kehidupannya. Damono (2003:2) mengungkapkan bahwa karya sastra menampilkan gambaran kehidupan; dan kehidupan merupakan kenyataan sosial Dalam karya sastra segala perjalanan hidup manusia digambarkan, mulai dari kelahiran hingga kematian yang diwarnai dengan peristiwa yang terjadi dalam perjalanan hidupnya. Karya sastra menunjukan gejala kehidupan sosial budaya mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah sosial maupun masalah budaya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa karya sastra adalah suatu produk kehidupan yang mengandung nilai sosial dan nilai budaya dari suatu fenomena kehidupan manusia. Sebagai sebuah lembaga sosial yang diciptakan oleh pengarang, maka di
dalam karya sastra terdapat aturan dan norma tertentu yang menjadi ciri sebuah lembaga. Aturan dan norma tersebut sifatnya mengikat anggota lembaga tertentu guna mencapai tujuan sosial bersama. Ata Mai sebagi sebuah karya sastra yang sarat akan muatan sosial budaya masyarakat di wilayah timur Indonesia, tepatnya di wilayah Ende memiliki tatanan kehidupan sosial budaya yang tergolong masih murni jika dibandingkan dengan tatanan sosial budaya masyarakat Indonesia di masa sekarang. Fungsi kebudayaan melekat erat dalam diri masyarakat suku Lio yang secara geografis dapat dikategorikan sebagai daerah terisolir di wilayah kota Ende. Kebudayaan sebagai nilai, keyakinan dan perilaku tergambar dengan jelas. Komponen kebudayaan berupa simbol-simbol khusus masih tetap dijaga dan diwariskan oleh para tokoh sebagai satu kesatuan lembaga sosial. Kebudayaan masyarakat suku Lio merupakan ciri kelompok dan komunitas, melalui kebudayaan para tokoh mengekspresikan kehidupan sosial, dan melalui kebudayaan para tokoh membentuk sebuah pemaknaan semantik. Salah satu fenomena yang dipelajari dalam sosilogi adalah kebudayaan. Definisi tentang kebudayaa sangatlah beragam dan ketika definisi tersebut direntangkan tampak ada pengertian dan konotasi yang sama. Macionis (dalam Faruk, 2012:89) mengungkapkan bahwa kebudayaan sebagai nilai, keyakinan, perilaku dan materi (material objects) yang mengatur kehidupan masyarakat. Adapun komponen antara lain, simbol, bahasa, nilai dan keyakinan. Belajar tentang masyarakat berarti belajar tentang kebudayaan yang dihasilkan. Oleh karena itu belajar tentang masyarakat suku Lio berarti belajar tentang kebudayaan yang dihasilkan antara lain nilai, bahasa, dan kepercayaan.
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 655
Masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah penggunaan bahasa yang mencerminkan nilai kepercayaan masyarakat suku Lio yang terdapat dalam novel Ata Mai karya Maria D. Andriana? (2) bagaimanakah penggunaan bahasa yang mencerminkan nilai kepribadian masyarakat suku Lio yang terdapat dalam novel Ata Mai karya Maria D. Andriana? (3) bagaimanakah penggunaan bahasa yang mencerminkan nilai sosial masyarakat Suku Lio yang terdapat dalam novel Ata Mai karya Maria D. Andriana?Sejalan dengan masalah penelitian yang telah dipaparkan maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan bahasa yang mencerminkan nilai kepercayaan masyarakat suku Lio yang terdapat dalam novel Ata Mai karya Maria D. Andriana, mendeskripsikan penggunaan bahasa yang mencerminkan nilai kepribadian masyarakat suku Lio yang terdapat dalam novel Ata Mai karya Maria D. Andriana, mendeskripsikan penggunaan bahasa yang mencerminkan nilai sosial masyarakat Suku Lio yang terdapat dalam novel Ata Mai karya Maria D. Andriana.Manfaat yang diperoleh dalam proses penelitian ini dapat dilihat dari dua segi yakni segi teoritis dan segi praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan analisis secara implisit dan eksplisit mengenai aspek sosial budaya masyarakat suku Lio yang terdapat dalam novel Ata Mai Karya Maria D. Andriana sehingga hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan kepada masyarakat sastra, bahwa karya sastra pun dapat diteliti secara ilmiah dari segi sosial budaya dan dapat dimanfaatkan sebagai rujukan atau bahan perbandingan untuk penelitian sejenis yang dilakukan terhadap karya-karya sastra lain. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pijakan untuk mengembangkan penelitian lain
khususnya penelitian sastra yang berkaitan dengan aspek sosial budaya masyarakat. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pengembang analisis khususnya tentang telaah sastra jenis prosa,penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengembangkan model analisis sastra pembelajaran khususnya pada bidang muatan lokal terutama di wilayah kabupaten Ende flores Nusa Tenggara Timur. Bagi para budayawan Lokal atau budayawan setempat di wilayah Ende, penelitian ini sebagai informasi budaya dalam rangka mempertahankan kearifan budaya lokal. Bagi para guru khususnya guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar dalam bidang apresiasi sastra prosa. Bagi penikmat sastra, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi teknik apresiasi sastra khususnya novel. METODE Sesuai dengan jenisnya, penelitian ini adalah penelitan kualitatif. Pemilihan jenis kualitatif didasarkan atas beberapa pertimbangan bahwa (1) memberikan perhatian utama pada makna dan pesan sesuai dengan hakikat objek yakni sebagai studi kultural, (2) penelitian bersifat alamiah terjadi dalam konteks sosial budaya masing-masing, (3) penelitian dilakukan secara deskriptif artinya terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar jika diperlukan dan bukan dalam bentuk angka-angka, (4) lebih mengutamakan proses dibandingkan hasil karena karya sastra merupakan fenomena yang banyak mengundang penafsiran, (5) proses analisis dilakukan secara induktif. Teknik analisis isi digunakan peneliti untuk melakukan interpretasi terhadap temuan data. Klaus Krippendorff mendefinisikan analisis isi sebagai teknik penelitian dalam
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 656
membuat kesimpulan-kesimpulan dari data konteksnya. Dalam bukunya Conten Analysis Introduction to its Theory and Methodology, memuat jenis klasifikasi analisis isi yakni, (1) analisis isi pragmatik / Pragmatic Content Analysisyaitu prosedur memahami teks dengan mengklasifikasikan tanda menurut sebab atau akibatnya yang mungkin timbul, misalnya penghitungan berapa kali suatu kata ditulis atau diucapkan, yang dapat mengakibatkan munculnya sikap suka atau tidak suka terhadap suatu rezim pemerintahan. (2) analisis isi semantik/Semantic Content Analysis yaitu prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut makna. Analisi semantik terdiri dari tiga jenis yakni (a) analisis penunjukan/ Designation Analysis, yaitu menghitung frekuensi seberapa sering objek tertentu misalnya orang, benda, kelompok atau konsep dirujuk. (b) analisis pensifatan/ Attribution Analysis yakni menghitung frekuensi seberapa sering karakterisasi objek tertentu dirujuk atau disebut, (c) analisis pernyataan/ Assertion Analysis yakni analisis teks dengan menghitung seberapa sering objek tertentu dilabel atau diberi karakter secara khusus dan (3) analisis sarana tanda/ Sign-Vehicle Analysis yakni prosedur memahami dengan cara menghitung frekuensi. Analisis isi berhubungan dengan isi komunikasi, baik secara verbal dalam bentuk bahasa, maupun nonverbal, seperti artitekstur, pakaian, alat rumah tangga dan lain-lain. Dasar analisis isi adalah penafsiran dan yang ditafsir adalah isi pesan komunikasi. Peneliti menekankan proses pemaknaan isi komunikasi, memaknai isi interaksi simbolik yang terjadi dalam peristiwa komunikasi (Ratna, 2013:49) Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai instrumen utama atau instrumen kunci. Penggunaan teknik pengumpulan data jenis dokumentasi dilakukan dengan menempatkan peneliti sebagai instrumen primer/utama dengan
pertimbangan bahwa penggunaan instrumen manusia/human instrumen memiliki keunggulan antara lain: (1) sesuai dengan metode penelitian yakni deskriptif kualitatif, (2)insrumen manusia lebih responsif terhadap data yang diperoleh,(3) lebih dapat memahami konteks secara menyeluruh dan utuh. Data dalam penelitian ini berupa kalimat dialog, monolog para tokoh atau narasi pengarang yang menggambarkan adanya nilai kepercayaan, nilai kepribadian dan nilai sosial serta segala unsur yang menyertainya dan menjadi ciri khas atau identitas masyarakat suku Lio yang ditentukan berdasarkan intuisi peneliti pada sumber data penelitian. Sumber data adalah objek yang menjadi tempat data diperoleh dalam suatu penelitian. Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah novel yang berjudul Ata Mai karya Maria D. Andriana yang berjumlah 351halaman. Novel ini diterbitkan pada bulan Juni 2005 oleh penerbit Galang Press (anggota IKAPI) Yogyakarta. HASIL DAN PEMBAHASAN Kepercayaan Kepada Tuhan Mangunwijaya (dalam Rahmawati, 2008:30) manyatakan bahwa pada awalnya sastra itu religius. Hal ini menunjukan bahwa semula sastra lahir untuk acara kebaktian manusia kepada Tuhannya. Melalui sastra manusia dapat mengungkapkan kedekatannya dengan Tuhan. Wujud religi dapat berupa tindakan manusia untuk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak dapat dicapai secara naluri atau akal. Sedangkan pusat dari sistem religi atau kepercayaan di dunia adalah adalah ritus atau upacara. Novel Ata Mai sebagai sebuah karya sastra menggambarkan adanya aktivitas religi yang ditujukan kepada Tuhan melalui upacara keagamaan yang diikuti oleh
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 657
pengikut. Pengikut dimaksud adalah masyarakat suku Lio. Kehadiran misi katolik yang dibawah oleh orang-orang Portugis di wilayah Ende sejak abad XVI mendasari alasan bahwa sebagian besar penduduk di wilayah ini menganut agama Katolik, sebagai salah satu agama formal yang diakui dan dilindungi oleh negara. 1) Seluruh warga desa beragama Katolik. Mereka beribadah dan menyanyikan puji-pujian dengan iringan gitar (AM 87) 2) Akitivitas religi yang ditujukan kepada Tuhan berupa tindakan beribadah dan menyanyikan puji-pujian merupakan bukti bahwa masyarakat ini memiliki konsep tentang Tuhan. Untuk menjamin keberadaan masyarakat dalam menjalankan aktifitas religi maka dibentuklah sebuah wadah yang disebut agama. Melalui agama setiap anggota masyarakat bebas mengekspresikan emosi keagamaan (Koentjaraningrat, 2009:297) Du’a Ngga’e Konsep Tuhan bagi Suku Lio Pokok-pokok khusus dalam sistem ilmu gaib (magic) pada lahirnya memang sering tampak sama dengan sistem religi (Koentjaraningrat, 2009:297). Kesamaan sistem ini merujuk pada hal yang sama yakni abstrak. Sistem keyakinan yang sama tentang unsur abstrak tersebut dibangun berdasarkan ide atau gagasan yang sama tentang suatu unsur. Masyarakat suku Lio memiliki persamaan konsep pemikiran tentang unsur Tuhan dan alam yang dalam kajian antropologi disebut Kosmogini. Masyarakat suku Lioyang mendiami wilayah daratan Flores, memiliki kepercayaan terhadap wujud tertinggi yang dinamakan Du’a Ngga’e.
3) Orang flores mempunyai religi tradisional mengenai figur Sang Maha Kuasa, konsep Allah dalam bentuk Dwi Tunggal, Du’a Nggae. Sam menjelaskan padaku mengenai sang penguasa langit atas alam yakni D’ua Lulu Wula dan penguasa tertinggi bumi, Nggae Wena Tana. Du’a Ngga’e merupakan konsep Allah. Dua tetapi satu jika salah satu saja, tidak berarti (AM 183) Du’a Ngga’e adalah bentuk kata majemuk yang terdiri atas Du'a dan Ngga'e. Sebagai wujud tertinggi. Konsep Du’a Ngga’e itu dipercayai oleh masyarakat suku Lio telah ada sebelum segala sesuatu ada. Du'a hadir sebagai yang sulung, yang paling awal hadir dari segalanya termasuk manusia. Du'a bahkan telah ada sebelum bumi tercipta. Kata Du'a selalu berarti, sulung, terdahulu, tertua. berdaulat, berpribadi tertinggi, sedangkan konsep Ngga'e mengandung makna keagungan, penuh dengan daya, kebijaksanaan, kekuatan, kekayaan. Ungkapan tentang keagungan dan kebesaran Du’a Ngga’e tersurat pada Du'a gheta lulu wula, Ngga’e ghale wena tana yang secara harafiah diartikan Du’a yang berkuasa di ujung bulan, dan Ngga’e yang menguasai dasar bumi yang paling dalam. Du’a Ngga’e adalah roh yang tak kelihatan; tidak mempunyai suara atau sekurangkurangnya hanya dapat didengar dari suaranya. Atau dapat dikatakan bahwa Du’a Ngga’e ada seperti bayangan orang dicermin, yang dapat dilihat tetapi tidak mempunyai tubuh material. Pada umumnya orang membayangkan Du'a adalah seorang laki-laki tua dan Ngga’e sebagai seorang ibu tua. 4) Dua Nggae melambangkan wujud kekuatan langit yaitu prinsip laki-laki dan kekuatan bumi terdalam yaitu perempuan. Pernikahan kosmos dua penguasa alam ini diyakini sebagai sumber kesuburan baik dalam berladang
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 658
maupun perkembangbiakan ternak juga manusia (AM 184) Kepercayaan Kepada Roh/Arwah Sehubungan dengan konsep kepercayaan kepada Roh atau arwah, (Koentjaraningrat, 2009:295) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut. Sistem keyakinan secara khusus mengandung subunsur. Konsepsi subunsur dimaksud dalam kajian antropologi merujuk pada konsepsi tentang dewa-dewi;konsepsi tentang makhluk halus lainnya seperti roh leluhur, roh-roh lain yang baik maupun yang jahat, hantu dan lain-lain. Konsep ini tampak dalam diri masyarakat suku Liodengan mengakui keberadaan serta pengaruhnya bagi kehidupan. Selain percaya kepada Tuhan yang secara formalitas menganut salah satu agama yang ditentukan oleh negara, masyarakat suku Lio pun masih memercayai unsur lain yakni arwah atau roh. Masyarakat suku Lio percayaan kepada arwah leluhur/roh orang yang telah meninggal karena melalui kepercayaan ini mereka dapat meramal masa depan dan menghindari diri dari bala atau petaka yang akan terjadi di masa depan. Wujud nyata bentuk kepercayaan ini yakni dengan diadakannnya ritual suci di rumah adat dan memercayai adanya pantangan atau larangan dalam menjalani aktifitas keseharian. Kepercayaan kepada arwah leluhur/roh orang yang telah meninggal digambarkan dengan sikap (a) selalu percaya pada kekuatan roh leluhur dan (b) mensakralkan benda-benda kuno. 5) Perhatianku tertuju pada makammakamnya yang bertebaran hampir di setiap halaman rumah. Letak makam di halaman rumah mendekatkan para leluhur pada keturunannya. Tiada kesan seram melainkan hanya rasa hormat akan keberadaan makan leluhur. Suasana itu terlihat dengan kenyataan bahwa beberapa batu
penutup makam dipergunakan untuk menjemur kemiri, padi, kopi dan cengkeh. Penduduk merawat makan dengan penuh kasih dan kesadaran bahwa di dalam bersemayam jasad leluhur (AM 88-89) Kepercayaan kepada arwah leluhur atau roh orang yang telah meninggal didasari pada mitos masyarakat setempat. Mitos tentang kelahiran, demikian pula kematian adalah benar sebab kelahiran dan kematian benarbenar terjadi (Ratna, 2011:111). Bagi masyarakat Flores umumnya dan suku Liokhususnya, makam atau kuburan yang diletakan di pekarang rumah, baik di bagian depan, samping ataupun belakang rumah merupakan pemandangan yang biasa. Antara orang yang telah meninggal dan orang yang masih hidup, dianggap masih memiliki ikatan batin. Karena masih memiliki ikatan batin, masyarakat suku Liomemakamkan orang-orang tercinta khususnya para leluhur mereka tidak jauh dari rumah tempat tinggal, sebagai bentuk penghargaan atau penghormatan serta kasih sayang. Meskipun badan telah mati namun, roh tetap hidup. Dengan memakamkan orang-orang tercinta tidak jauh dari rumah, tersirat sebuah harapan agar roh mereka yang telah meninggal tidak pergi jauh dari mereka, melainkan tetap bersama-sama dengan mereka, memberkati setiap usaha mereka dan melindungi mereka dari bala atau petaka. Kepercayaan Kepada Alam Kepercayaan masyarakat suku Lio kepada kekuatan alam tidak terlepas dari unsur mitos yang menjadi identitas budaya. Mitos berisi tentang sejumlah kepercayaan terhadap hal-hal gaib yang sulit diterima secara logis. Mitos membatasi tindakan manusia. Mitos menimbulkan keberanian tetapi dapat pula menimbulkan ketakutan bagi
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 659
masyarakat yang meyakini keberadaannya. Mitos merupakan model untuk bertindak yang selanjutnya berfungsi untuk memberikan makna dan nilai bagi kehidupan (Ratna, 2011:111). Kepercayaan masyarakat suku Lio, tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Taman Nasional Danau Kelimutu. Danau kelimutu dikenal dengan nama ”danau tiga warna” karena di tempat ini terdapat tiga buah kawah dengan warna yang berbedabeda. Danau kelimutu merupakan ikon kota Ende, karena melalui tempat wisata inilah, kota Ende pulau Flores dan Nusa Tenggara Timur dikenal oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia. Kelimutu merupakan gabungan kata dari "keli" yang berarti gunung dan kata "mutu" yang berarti mendidih. Jadi kelimutu adalah gunung yang mendidih. Menurut kepercayaan penduduk setempat, variasi warna yang terdapat di danau Kelimutu memiliki arti masingmasing dan memiliki kekuatan alam yang sangat dahsyat.Danau kelimutu memiliki tiga warna yang setiap saat selalu berubah-ubah. Perubahan warna pada danau kelimutu dihubungkan dengan situasi sosial politik dalam negeri. Melalui perubahan warna yang terjadi pada danau kelimutu, masyarakat setempat dapat meramal atau memprediksi peristiwa yang akan terjadi pada masa mendatang. Selain memiliki fungsi pariwisata karena banyak dikunjungi turis domestik maupun manca negara, danau kelimutu pun memiliki fungsi mistik yang diyakini oleh penduduk setempat khususnya masyarakat suku Lio sebagai penduduk asli. Melalui danau ini, masyarakat suku Lio dapat berkominikasi dengan para leluhur mereka yang telah meninggal. Hingga kini, penduduk sekitar gunung Kelimutu percaya bahwa mereka dapat melakukan kontak dengan arwah orang tua atau leluhur merekadengan memanggil nama orang tua atau leluhurnya sebanyak tiga kali di depan
TiwuAta Mbupu(danau berwarna biru diyakini bersemayam roh para orang tua). Menurut kepercayaan, setelah pemanggilan dilakukan, biasanya arwah orang tuanya atau leluhur akan datang dan memberikan petunjuk melalui mimpi. Kontak dengan orang tua/leluhur tersebut biasa dilakukan untuk mendapatkan petunjuk apabila terjadi musibah, seperti kehilangan barang atau ternak. 6) Orang Lio percaya adanya hidup sesudah mati. Setiap roh yang meninggal akan pergi ke danau Kelimutu. Sebelum mencapai puncak gunun, roh harus melewati penjaga gerbang suci, Pere Konde yang sangat sakti. Ia yang menentukan tujuan roh-roh tersebut pada tiga danau yang berlainan warna. Apabila orang yang meninggal masih berusia muda rohnya akan menuju danau yang berwarna hijau yang dalam bahasa daerah disebut ‘tiwu ata muwa muri koo fai’ atau danau untuk pemuda dan pemudi. Letak danau ini bersebelahan dengan danau yang berwarna merah darah yang disebut ‘tiwu ata polo’ artinya danau untuk penyihir. Konde akan mengirim roh orang jahat, tukang tenun atau suwanggi dan pembunuh ke danau merah. Agak terpisah dari kedua danau itu terdapat satu danau yang dulu berwarna putih susu, namun sekarang berwarna biru tua disebut sebagai danau’Tiwu Ata Mbupu’ atau danau untuk orang tua (AM 174175) Deskripsi tentang Nilai Kepribadian Kepribadian merupakan organisasi faktor-faktor biologis, sosiologis dan psikologis, yang mendasari perilaku individu. Kepribadian mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap dan sifat lain yang khas dimiliki seseorang yang
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 660
berkembang melalui proses sosialisasi (Soekanto, 2012:162). Kepribadian juga dapat diartikan sebagai susunan unsurunsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia. Kepribadian disebut juga personality. Kepribadian merupakan ciri watak yang konsisten dan menjadi identitas khusus seseorang. Kepribadian seseorang dibentuk oleh pengetahuan (khusus yaitu persepsi, penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep dan fantasi mengenai bemacam hal yang ada dalam lingkungannya). Selain pengetahuan, kepribadian juga terbentuk oleh berbagai perasaan, emosi dan keinginan tentang bermacam hal yang ada di lingkungannya (Koentjaraningrat, 2009:90) Masyarakat suku Lio merupakan salah satu kelompok masyarakat yang mendiami wilayah pegunungan kabupaten Ende. Karakter wilayah pegunungan yang terletak di Ende yakni kering dan gersang sehingga sangat menyulitkan masyarakat untuk memperoleh air bersih. Kesulitan memperoleh air bersih bagi sebagian masyarakat suku Liodideskripskan secara langsung oleh pengarang . 7) Tina pulang membawa seember air di atas kepala, berjalan dengan beban berat dalam kegelapan. Mereka, maksudku kaum perempuan kampung itu adalah sosok-sosok yang tegar dan tangguh (AM 128) Keadaan alam ini secara langsung memengaruhi masyarakat setempat untuk bekerja keras mempertahankan hidupnya. Sebagian besar penduduk suku Lioyang menghuni wilayah pegunungan bermatapencaharian sebagai petani dan menggantungkan hidup pada alam. Curah hujan yang rendah di musin kemarau, membuat masyarakat harus bekerja ekstra mencari air untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Bagi masyarakat suku ini, air bukanlah barang yang murah dan mudah didapat. Nilai Keramahan Selain karakter kerja keras, masyarakat suku Liomemiliki kepribadian yang ramah. Keramahan masyarakat suku Lio tampak dalam bentuk ucapan maupun perlakuan yang ditujukan kepada orang lain. Keramahan sikap masyarakat dalam bentuk komunikasi lisan terkadang menimbulkan kesan terlalu terbuka/blak-blakan, bagi mereka yang bukan berasal dari wilayah Flores. Komunikasi yang terbuka ini merupakan bagian dari keramahan masyarakat setempat. 8) “Jijik melihat saya makan sirih?” (AM 18) Nilai Kesederhanaan Kesederhanaan hidup merupakan salah satu ciri masyarakat tradisional yang bermukim di wilayah pedesaan. Kesederhana tidak sama dengan kemiskinan. Kesederhanaan hidup adalah cara menjalani hidup dengan tidak berkelimpahan atau berlebihan tetapi menikmati apa yang ada dengan penuh keikhlasan hati.Konsep kesederhanaan ini dapat ditemui dalam kehidupan masyarakat suku Lio. Kesederhanaan masyarakat suku Liotampak dalam bentuk pola pikir maupun pola sikap. Kesederhanaan pola sikap masyarakat suku Liotampak dalam keseharian mereka yang selalu merasa bersyukur dan menjalani hidup sesuai dengan kemampuan dan potensi diri yang ada, dan tidak pernah merasa kekurangan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kesederhanaan hidup masyarakat suku ini adalah faktor geografis wilayah. Karena letak geografis wilayah yang cenderung terisolir membuat masyarakat di wilayah pedesaan memiliki keterbatasan informasi. Hal ini mempengaruhi pola pikir masyarakat. Yang dipikirkan
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 661
masyarakat adalah apa yang dilihat. Mereka tidak memikirkan sesuatu yang mungkin bagi mereka sulit untuk diperoleh. Misalnya menyangkut tujuan hidup, masyarakat tradisional tidak memiliki tujuan yang kompleks, tetapi mereka memiliki pikiran atau pandangan yang sederhana tentang hidup dan kehidupan. 9) “Kita hidup hanya untuk makan dua-tiga kali, “ Komentar seorang pria dengan sederhana(AM76) Nilai Kasih Sayang Kehidupan sosial masyarakat suku Liobersifat komunal, maka tidak mengherankan jika antara anggota masyarakat saling mengasihi dan menyayangi. Saling berbagi antar anggota kelompok tampak dalam kehidupan mereka. Ikatan batin yang kental antara anggota komunitas sangat erat, dikarenakan oleh fakta kekerabatan atau hubungan kekeluargaan. Umumnya anggota masyarakat suku Lio yang tinggal dalam sebuah wilayah memiliki hubungan pertalian darah dengan adanya perkawinan antar anggota masyarakat suku yang mendiami wilayah yang sama sehingga secara alamiah membangun sebuah ikatan kekeluargaan yang kental. Bentuk kasih sayang sebagai ekpresi perasaan diungkapkan dengan cara yang beragam. Ada kasih sayang yang diungkapkan secara langsung (verbal), maupun kasih sayang dalam bentuk sikap (perhatian). Selain itu adapula bentuk kasih sayang yang diwakili dengan pemberian barang sebagai simbol rasa tersebut. Bentuk-bentuk kasih sayang inipun dimiliki oleh komunitas suku ini. 10) Mereka bercerita bahwa dulu orang menenun seindah-indahnya bukan untuk dijual melainkan untuk dihadiahkan pada orang-orang yang dikasihi (AM 106)
Nilai Kepasrahan Sebagai anggota masyarakat tradisional yang bermata pencaharian sebagai petani, maka salah satu kepribadian yang menonjol dalam diri setiap individu adalah sikap pasrah. Sikap pasrah yang dimaksud, bukanlah sikap malas ataupun sikap tidak mau berusaha, tetapi sikap pasrah yang dimaksud adalah sikap”Nrimo” menerima dan bersyukur segala sesuatu yang dimiliki. Sikap pasrah ini, menuntun masyarakat ini hidup damai tanpa merasa ada persaingan dalam hidup. Sikap pasrah ini pula yang membatasi masyarakat ini untuk mengendalikan rasa ketidak puasan dalam hidup. Atau dengan kata lain sikap pasrah mengajari masyarakat untuk merasa puas atau tetap bersyukur dengan apapun yang telah dimiliki. 11) Kepasrahan bukan menyerah pada kemiskinan, tetapi sebagai suatu bentuk keikhlasan untuk menerima keadaan dan memetik secukupnyakebutuhan hidup dari alam (AM223) Nilai Sosial Dalam suatu kelompok masyarakat terdapat nilai. Kesamaan konsep tentang nilai oleh anggota masyarakat membentuk kesamaan sikap. Nilai sosial disebut juga etika sosial yang dikonsepkan sebagai, codes yang di dalamnya terendap prinsip-prinsip moral berupa kelayakan atau kepatuhan. Integrtitas dan kejujuran yang direfleksikan dalam sikap dan tindakan (Usman, 2012,99). Dalamkajian antropologi nilai sosial merupakan bagian dari sistem nilai budaya yang di dalamnya terdapat kebiasaan atau adat istiadat. Hal ini sebabkan karena nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran sebagai bagaian dari masyarakat yang dianggap bernilai, berharga, penting dalam hidup sehingga dapat
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 662
berfungsi sebagai pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 2009:153). Nilai sosial merupakan pedoman hidup bermasyarakat maka, di dalam nilai sosial terdapat aturan yang memuat tentang larang dan juga sangksi sosial. Jika ada anggota masyarakat yang melanggar nilai sosial maka akan dikenakan sangksi sosial sebagai pengontrol dan menciptakan efek jera bagi individu tersebut dan juga invididu lain. Makna Sosial Belis Bagi masyarakat Flores umumnya dan suku Lio khususnya, mas kawin atau belis memiliki nilai sosial yang sangat tinggi. Belis mempunyai makna kultural-simbolik, bukan karena tradisi yang diwariskan turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya tetapi karena belis mengangkat dan memperkuat tatanan sosial dalam kekerabatan. Secara adat, belisadalah pengikat hubungan cinta anatara pria dan wanita serta menjadi jembatan penghubung dan pemersatu seluruh keluarga adat, baik dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Masyarakat yang memegang teguh nilai belis, tidak pernah memandangnya dari sisi ekonomi, tetapi memandang belis dari sisi sosial. Belis dianggap sebagai tali yang digunakan sebagai pengikat dan pemersatu seluruh keluarga atas dasar saling menghargai dan saling menghormati. Secara adat, belis mewakili harga diri kedua belah pihak, baik laki-laki sebagai pihak pemberi maupun perempuan sebagai pihak penerima. Belis mengajari setiap kelompok sosial untuk saling menghargai dan menghormati dalam sebuah bentuk pemberian. Pemberian belis atas dasar penghormatan akan berbeda dengan pemberian belis atas dasar pamrih. Jika memberikan belis atas dasar rasa hormat, maka pihak
pemberi akan menerima balasan dari pihak perempuan dengan penuh rasa hormat pula. Tetapi jika pemberian belis disertai dengan rasa pamrih, maka makna sosial belis berubah menjadi makna ekonomi. Hukum ekonomi akan berlaku dalam tradisi belis hingga akhirnya nilai luhur belis yang semula menyatukan kedua keluarga besar, justru menjadi penghancur keluarga. Bahkan lebih ekstrim dari itu, hubungan cinta kasih antara pria dan wanita menjadi terganggu baik secara moril maupun materil. Dalam hal pemberian dan penerimaan belis, terjadi hubungan komplementer. Pihak laki-laki beserta seluruh keluarga besarnya tidak hanya semata-mata sebagai pihak pemberi saja, tetapi mereka pun akan menjadi pihak penerima. Begitupun sebaliknya. Pihak perempuan tidak semata-mata berada pada posisi sebagi penerima saja, tetapi mereka pun akan menjadi pihak pemberi. Antara pihak laki-laki dan pihak perempuan berada pada posisi yang sama. Jika pihak laki-laki memberikan emas, uang, hewan kepada pihak perempuan, maka pihak perempuan wajib membalasnya dengan memberikan kain tenunan atau kain adat kepada pihak laki-laki sebagai ungkapan terimakasih dan penghormatan adat. Akan menjadi sebuah kesalahan jika belis dimaknakan secara ekonomi, atau belis dijadikan alasan untuk mendiskriminasi individu atau kelompok sosial tertentu. Terkadang timbul kekerasan dalam rumah tangga atau perlakuan tidak adil yang dialami oleh seorang istri ketika menjadi bagian dari keluarga pihak laki-laki. Hal ini diakibatkan oleh pemahaman yang salah tentang makna di balik pemberian belis. Jika belis yang diminta pihak perempuan dapat dilunasi oleh pihak laki-laki maka timbul pemikiran bahwa perempuan yang dilamar adalah miliki seutuhnya pihak laki-laki beserta seluruh keluarganya, sehingga memberikan peluang untuk terjadinya tindakan
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 663
kekerasan dalam rumah tangga. Deskripsi situasi sosial lainnya sebagai akibat pemaknaan yang salah tentang belis yakni, perlakuan tidak adil yang dialami seorang istri jika belis yang diberikan oleh pihak suami mendapat balasan yang tidak setimpal. 12) Yohana tiba-tiba mengomel. Sistem belis hanya menguntungkan kaum pria, ujarnya. Seorang suami yang membayar belis tinggi, kerap kali menyia-nyiakan istri karena merasa telah membelinya. Makna belis yang semula memuliakan perempuan,justru berbalik merendahkan perempuan. Para suami semenamena memperlakukan istri seperti benda yang lunas dibayar, bahkan banyak yang mencari pacar baru dan melupakan istri. (AM46-47) Nilai Kekerabatan Kekerabatan menyangkut hubungan darah antar individu dalam suatu kelompok masyarakat, atau antar kelompok sosial yang satu dengan kelompok sosial yang lain. Kekerabat terjadi sebagai hasil sebuah perkawinan. Penyatuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan memungkinkan bersatunya pula dua keluarga besar menjadi satu kerabat dekat. Nilai kekerabatan mengatur tentang beberapa hal, diantaranya perkawinan yang diperbolehkan dan larangan dalam perkawinan. 13) “Memang ada perjodohan, namanya pa’atua juga dilakukan saat anak masih dalam kandungan” (AM 47) Nilai Kebersamaan Kebersamaan masyarakat suku Lio tampak dalam setiap aktifitas sosial. Aktifitas sosial dimaksud yakni perayaan adat/pesta rakyat maupun perayaan Gereja/pesta Gereja. Bentuk kebersamaan dalam perayaan adat
misalnya ritual adat membuka ladang, menanam, memohon hujan maupun ritual memanen awal. Perayaan adat lain misalnya upacara kelahiran, pernikahan maupun kematian. Kebersamaan dalam perayaan rohani misalnya, perayaan Komuni Suci Pertama maupun perayaan hari besar agama Katolik misalnya, Natal dan Tahun Baru bersama. Semua perayaan tersebut, baik bernuansa suka maupun duka, semuanya dirayakan secara bersama-sama. Masyarakat Flores umumnya dan suku Lio khususnya selalau mengekspresikan rasa gembira dengan menggelar pesta. Bagi masyarakat lain, yang bukan berasal dari daerah ini akan memiliki persepsi bahwa “masyarakat Flores, identik dengan pesta”. Persepsi ini tidaklah salah karena setiap fase kehidupan manusia mulai dari kelahiran hingga kematian selalu dirayakan. Tujuan diadakannya pesta adalah untuk berbagi kebahagiaan dan mempererat hubungan persaudaraan di antara anggota masyarakat. Dalam pesta masyarakat ini memotong hewan berkaki empat misalnya babi, sapi hingga kerbau sesuai dengan kemampuan bersama. Kebersamaan bagi masyarakat ini akan menjadi tidak lengkap tanpa musik, tarian dan moke. Moke disebut juga arak atau tuak. Moke adalah minuman keras khas masyarakat Flores yang dihasilkann oleh sadapan buah nira/lontar jantan yang dimasak dan uapnya diendapkan melalui proses sublimasi. Bagi masyarakat suku Lio, moke merupakan salah satu hasil kebudayaan yang berasal dari alam dan wajib dinikmati oleh generasi yang berasal dari daerah setempat atau pun orang asing yang datang dan bergabung dengan mereka. 14) Kami menutup tahun 2000 dengan meriah. Makan, berjoget dan berbincang-bincang semalam suntuk. Ada pisang bakar, singkong, kentang, opor ayam dan babi panggang. Semua ikut membakar dan ikut makan,
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 664
aroma masakan menghidupkan desa yang biasanya sudah sunyi sekitar pukul delapan malam (AM 98) SIMPULAN DAN SARAN Nilai adalah sesuatu yang abstrak. Oleh karena itu nilai berupa konsep, ide atau gagasan. Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat disebut kebudayaan. Oleh karena itu memahani tentang nilai berarti memahami tentang kebudayaaan. Nilai kepercayaan merupakan hasil ide sebuah sistem kebudayaan. Kepercayaan dimaksud merujuk pada tiga unsur sesuai dengan hasil penemuan yakni unsur Tuhan, unsur roh/arwah dan unsur alam. Ketiga unsur kepercayaan ini dimiliki oleh masyarakat suku Lio sebagai hasil dari proses sosialisasi. Keberadaan unsur roh dan unsur kekuatan alam tidak terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakat suku ini, karena dalam pelaksanaannya ketiga unsur ini saling berdampingan. Konsep tentang nilai kepercayaan merupakan salah satu wujud kebudayaan, yang secara nyata dapat dilihat pada perilaku yang merujuk pada kepercayaan yang disebut religi. Aktivitas religi tersebut berdasarkan atas getaran jiwa yang disebut emosi keagaman. Tuhan, roh, dan alam diyakini memiliki kekuatan yang dapat membangkitkan emosi religi. Adapun komponen religi dimaksud berbeda-beda. Komponen dimaksud yakni, tempat, saat-saat upacara, bendabenda dan alat upacara, orang-orang yang melakukan upacara dan yang meimpin upacara. Aktifitas religiberdasarkan pada komponen tempat misalnya, yang merujuk pada unsur Tuhan terjadi di gereja tetapi aktivitas religi yang merujuk pada roh atau alam terjadi di gua, rumah adat, danau atau hutan bahkan di kuburan. Berdasarkan komponen benda, aktivitas
religi yang ditujukan pada unsur Tuhan berupa Hosti, tetapi aktifitas religi yang ditujukan pada roh atau alam misalnya pisau, parangm, gunting, sirih pinang dan lain sebagainya. Aktivitas religi yang berdasarkan komponen pemimpin upacara. Jika aktifitas religi ditujukan kepada Tuhan maka pemimpinya adalah Pastur atau Romo, tetapi aktivitas religi yang merujuk pada Roh atau alam dipimpin oleh dukun atau tua adat. Jika aktivitas religi berdasarkan komponen saat upacara/hari yang merujuk pada Tuhan dilakukan pada hari Minggu maka aktivitas religi yang merujukm pada roh atau alam berdasarkan kalender adat. Aktivitas reliji yang berhubungan dengan roh atau alam erat kaitannya dengan mitos maupun legenda. Masyarakat suku Lio meyakini mitos sebagai cerita sakral yang merupakan riwayat atau asal-usul terjadinya sesuatu misalnya, mitos danau kelimutu, mitos Inem Mbu dan juga mitos ular sebagai roh leluhur penghuni asli penduduk Flores. Kepribadian adalah keseluruhan cara hidup seorang individu dalam berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian suatu individu tampak dalam pola pikir, pola ucap, maupun pola sikap. Kepribadian sering dideskripsikan dengan istilah sifat yang dapat ditunjukan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat. Kepribadian antrar individu yang satu dengan individu yang lain dalam satu kelompok berbeda, namun dari berbagai pebedaan tersebut terdapat kesamaan yang bersifat universal. Kepribadian individu yang bersifat universal inilah yang dijadikan sebagai kepribadian sebuah kelompok masyarakat tertentu. Kepribadian universal dimaksud misalnya, sederhana, ramah-tamah, kerja keras, cinta damai, pantang menyerah, dan berbagai macam nilai lainnya. Nilai kepribadian dimaksud tidak tumbuh dengan sendirinya tetapi didorong oleh
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 665
faktor lain misalnya faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis misalnya kebutuhan akan makan, minum, penyaluran seks, genetik dan lain-lain sedangkan faktor psikologis menyangkut emosi yang terdir dari totalitas rasa yakni rasa marah, benci, cinta, puas dan lain-lain. Suku Lio sebagai salah satu kelompok sosial yang disebut masyarakat memiliki kepribadian yang menjadi identitas pembeda antara kelompok mereka dengan kelompok sosial lain. Nilai kepribadian yang menonjol dalam masyarakat ini yakni nilai, kesederhanaan, nilai keramahan, nilai kasih sayang, pasrah dan nilai kerja keras. Disebut nilai kepribadian masyarakat karena nilai-nilai inilah yang menonjol dalam diri setiap individu dalam komunitas tersebut. Nilai sosial merupakan pedoman hidup bermasyarakat maka, di dalam nilai sosial terdapat aturan yang memuat tentang larang dan juga sangksi sosial. Jika ada anggota masyarakat yang melanggar nilai sosial maka akan dikenakan sangksi sosial sebagai pengontrol dan pencipta efek jera bagi individu tersebut dan juga invididu lain. Nilai sosial dalam suatu kelompok masyarakat berlaku secara umum bagi seluruh anggota masyarakat. Antara kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain memiliki perbeedaan nilai sosial. Perbedaan ini, diakibatkan oleh konsep ide gagasan serta kepribadian setiap anggota pada masing-masing kelompok masyarakat. Nilai sosial berwujud adat-istiadat dan juga norma sosial. Di dalam adat istiadat setiap anggota masyarakat diatur dengan hukum adat sebagai pengontrol tindakan sosial. Hal-hal yang merujuk pada adat-istidat sebagai nilai sosial yakni nilai perkawinan, tahapan perkawinan, aturan perkawinan, kekerabatan, kebersamaan dan nilai musyawarah. Keseluruhan nilai sosial
dimaksud direpresentasikan oleh Maria D. Andriana dalam novelnya yang berjudul Ata Mai. Paparan tentang kehidupan sosial dan fenomena kebudaayaan difokuskan pada kehidupan masyarakat suku Lio yang berorientasi pada pola kehidupan yang bersifat komunal. Saran Berdasarkan hasil penelitian tentang nilai sebagai bagian dari unsur kebudayaan masyarakat suku Lio yang terdapat dalam novel Ata Mai karya Maria D. Andriana, maka peneliti mengajukan saran kepada beberapa pihak antara lain. Salah satu fungsi utama karya sastra adalah mendidik. Untuk memenuhi fungsi mendidik maka di dalam karya sastra terdapat nilai-nilai edukatif. Karya sastra yang edukatif dapat dijadikan sumber belajar atau bahan bacaan bagi siswa. Keberadaan karya sastra sangat berkontribusi dengan dunia pendidkan formal Oleh karena itu akan bagi guru bahasa dan sastra Indonesia, diharapkan dapat menggunakan karya sastra lokal sebagai sumber belajar khususnya apresiasi prosa fiksi. Kebudayaan daerah merupakan akar kebudayaan Nasional. Oleh karena itu merupakan sebuah keharusan bagi anggota masyarakat, khususnya kaum budayawan lokal agar tetap membangun rasa bangga tehadap kebudayaan daerah setempat dengan berbagai cara, misalnya menggelar forum diskusi lintas budaya, mengadakan lomba yang bernuansa kebudayaan lokal setempat berupa tarian, nyanyian, teater, dan kegiatan lainnya. Kebudayaan merupakan salah satu identitas kelompok masyarakat. Oleh karena itu menjaga dan melestarikan kebudayaan lokal merupakan tanggung jawab seluruh komponen masyarakat, termasuk pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah. Berbagai upaya dapat dilakukan
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 666
guna melestarikan kebudayaan lokal misalnya dengan mengintensifkan kegiatan yang bernuansa budaya lokal pada setiap jenjang pendidikan baik dasar, menengah pertama maupun menengah atas dengan mengolahnya dalam bentuk muatan lokal dalam setiap kurikulum di masing-masing lembaga pendidikan, serta secara rutin mengadakan kegiatan perlombaan yang bernuansa kedaerhan di masing-masing gugus wilayah dan masing-masing jenjang pendidikan. Kebudayaan lahir dari proses sosialisasi antar individu yang membentuk sebuah komuniatas yang dinamakan masyarakat. Kebudayaan yang lahir dari masyarakat tersebut adalah milik masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu bagi masyarakat suku Lio, agar tetap mempertahankan dan menjaga nilai kebudayaan setempat sebagai cermin identitas kelompok sosial.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013b. Penelitian Sastra. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antopologi Sastra. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Soekanto, Soejono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Usman, Sunyoto. 2012. Sosiologi. Yogjakarta: Pustaka Pelajar
DAFTAR RUJUKAN Andriana, Maria D. 2005. Ata Mai. Yogjakarta: Galang Press (Anggota IKAPI)) Damono, Sapardi Djoko. 2003. Sosiologi Sastra. Semarang: Magister Ilmu Susastra Universitas Diponegoro. Faruk. 2013. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123 456789/25871/4/Chapter%20II.pdf. Analisis Isi Krippendorff. Pdf, diakses 17 Juni 2014. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antopologi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 667