PUTUSAN Nomor : 252/PDT/2017/PT BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada peradilan tingkat banding menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara : 1.
Ir. MOHAMAD IRFAN, Laki-Laki, Wiraswasta, Jakarta, 11-11-1966, NIK: 3276041111660005 yang beralamat di Jl. Bukit Cinere Kav. 113-D., RT/RW 041/006, Kel. Gandul, Kec. Cinere., Depok, jawa Barat;
2.
Dra. Hj. PIA MANTOFIANA, Perempuan, Wiraswasta, Riau, 07-12-1967, NIK: 3276044712670003
yang beralamat di Jl.
Bukit Cinere Kav. 113-D., RT/RW 041/006, Kel. Gandul, Kec. Cinere., Depok, jawa Barat. dalam hal ini diwakili oleh kuasanya bernama : Willie Sanjaya, Dipl.Kfm., S.H., Heru Mario Buhamin, S.H., M.H., Endy Pratama Chandra, S.H., Ida Cholidah, S.H. dan I. Gusti Ngurah Tri Prawirawan, S.H. Konsultan Hukum pada Yura Law Office
beralamat
Advokat dan
di Gedung
Dipo
Tower Lt. 6 Unit C, Jalan Gatot Subroto Kav. 51-52, Jakarta Pusat 10260, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 11 Juli 2016, yang telah didaftarkan
di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Depok dibawah register
Nomor : 313/SK/PDT/2016/PN.DPK
tertanggal 13 Juli 2016,
untuk
selanjutnya disebut sebagai Pembanding semula semula Penggugat; MELAWAN : 1.
ALDI KUSUMA, Nik (3174082611810004) yang Kalibata
berlamat
di
komplek
Indah Nomor B.15, RT.001/RW.006,
Kelurahan Rawajati Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan; 2.
FIZA YASIN, Nik (3175071107810006) yang beralamat di Billy & Moon Blok K 1/11, RT.007/RW.010, Kelurahan Pondok Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur;
3.
ZAKRY SULISTO, Nik (3174062001820006) yang beralamat di Puri Mutiara 5 Cilandak, RT.009/RW.011, Kelurahan
Halaman 1 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan; dalam hal ini diwakili oleh kuasanya bernama
:
H.M. Milano, S.H,
Dhanurdhara G, S.H, Rahma Triadliana, S.H.,M.H, Teguh Putra A. Lubis, S.H., Dantes Hutagaol, S.H. dan Marsya Fitriani, S.H. Advokat/Penasehat Hukum pada MILANO RAHMA ALLIANSICH – ATTORNEYS AT LAW, beralamat di Grah Toedjoeh Empat Jalan Woltermonginsido Nomor 15 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan berdasarkan tertanggal 27 Januri 2017, Pengadilan
Negeri
yang
Depok
Surat
telah didaftarkan dibawah
Kuasa Khusus di Kepaniteraan
register
Nomor
:
50/SK/PDT/2017/PN.DPK tertanggal 1 Februari 2017, untuk selanjutnya disebut sebagai Terbanding I, II dan III semula Tergugat I, II dan III; 4.
PT. BANK CIMB NIAGA
yang
beralamat
di
Graha
niaga
jalan
Sudirman Kaveling 58, Jakarta Selatan, dalam hal ini diwakili oleh Togor M Siahaan selaku Presiden Direktur PT.Bank CIMB Niaga Tbk dan Samir Gupta selaku Direktur PT.Bank CIMB Niaga Tbk telah memberi kuasa kepada Beny Lesmana, S.H., Ponco Nugroho, S.H. dan Maralda H. Kariupan, S.H.,LLM, FCIArb Advokat/Penasehat Hukum pada kantor
Hukum
CHRISTIE
ALLIANCE
LAW
PRACTICE, yang beralamat di Jalan Utan Kaya Raya Nomor 65 Jakarta 13120, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus
Nomor
029/SKa/DIR/VII/15
tertanggal 31 Juli 2015, yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Depok dibawah register
Nomor
:
353/SK/PDT/2015/PN.DPK
tertanggal 26 Agustus 2015, selanjutnya disebut sebagai Terbanding IV semula Tergugat IV; Dan : 5.
DEPARTEMEN
KEUANGAN
REPUBLIK
INDONESIA
Pelayanan kekayaan Negara
cq.
Kantor
dan Lelang Bogor
yang beralamat di Jalan Veteran Nomor 43 Bogor 16113,
selanjutnya
disebut
sebagai Turut
Terbanding semula Turut Tergugat;
Halaman 2 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Pengadilan Tinggi tersebut; Telah membaca berkas perkara dan surat-surat
yang berhubungan
dengan perkara ini; TENTANG DUDUK PERKARA Membaca surat gugatan tertanggal 26 April 2015, yang telah didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Depok pada tanggal 26 April 2015, dibawah Register Perkara No. 64/Pdt.G/2015/PN.Dpk, yang telah dilakukan perubahan sesuai dengan surat tertanggal 13 Juni 2015, sebagai berikut : 1. Bahwa Para Penggugat adalah pasangan suami isteri, Bahwa Tergugat I, II dan III adalah orang-orang yang mengaku sebagai pemilik sekarang atas tanah dan bangunan rumah yang berlokasi di Jl. Bukit Cinere No. 113 D RT. 041/RW.006 kelurahan Gandul, kecamatan Limo, Kotamdya Depok, Propinsi Jawa Barat dengan luas tanah 325 M2; 2. Bahwa yang dijadikan jaminan (Hak Tanggungan) objek perjanjian kredit antara Penggugat (Isteri) dengan Tergugat IV (dahulu bernama PT. Bank Niaga, Tbk) pada tanggal 29 April 2004 di Jakarta dengan nomor Perjanjian kredit No. 0618/NHC/PAL/IV/04 adalah tanah dan bangunan rumah yang berlokasi di Jl. Bukit Cinere No. 113 D RT. 041/RW.006 kelurahan Gandul, kecamatan Limo, Kotamadya Depok, Propinsi Jawa Barat dengan luas tanah 325 M 2, dengan Bukti kepemilikan SHM 1344, IMB No. 648.11/67/TKBPr/1996 tanggal 30 Mei 1996; 3. Bahwa Tergugat I, II dan III bukanlah pihak di dalam Perjanjian kredit No. 0618/NHC/PAL/IV/04
dengan jaminan tanah dan bangunan rumah yang
berlokasi di Jl. Bukit Cinere No. 113 D RT. 041/RW.006 kelurahan Gandul, kecamatan Limo, Kotamdya Depok, Propinsi Jawa Barat dengan luas tanah 325 M 2, dengan Bukti kepemilikan SHM 1344, IMB No. 648.11/67/TKBPr/1996 tanggal 30 Mei 1996; 4. Bahwa oleh karena satu dan lain hal Penggugat (suami) telah dinyatakan gagal melakukan pembayaran, kemudian atas jaminan tersebut diajukan permohonan lelang oleh Tergugat IV dengan nomor Penetapan 13/ Pen.Pdt/ lelang.Eks.HT/ 2007/PN.Dpk tanggal 28 Februari 2008; 5. Bahwa setelah adanya Penetapan 13/Pen.Pdt/lelang.Eks.HT/2007/PN.Dpk tanggal 28 Februari 2008 maka diadakan Lelang nomor 122/2008 tanggal 15 Mei 2008 yang dilakukan di Kantor Turut Tergugat I Dan ditetapkan sebagai
Halaman 3 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
pemenang lelang yaitu Tergugat IV dengan harga lelang Rp. 352.100.000,(tiga ratus lima puluh dua juta rupiah); 6. Bahwa setelah ditetapkan sebagai pemenang lelang Tergugat IV masih membuka peluang untuk menjual ke Penggugat berdasarkan Surat nomor 181/RA/CHAG/VII/2014 pada tanggal 11 Juli 2014 dari Tergugat IV yang sekiranya berisikan harga jual beli yang disetujui oleh pihak Tergugat IV adalah sebesar Rp. 850.000.000,-(delapan ratus lima puluh juta rupiah); 7. Bahwa Tergugat I, II dan III dikarenakan mereka bukanlah pemenang lelang sehingga bukanlah pihak yang berhak mengajukan Permohonan Penetapan Eksekusi No. 01/ Pen.Pdt / Aanm.Eks.Ht/ 2015/ PN.Dpk., tanggal 20 Maret 2015 yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri depok. Dikarenakan Tergugat IV adalah pemenang lelang berdasarkan Lelang nomor 122/2008 tanggal 15 Mei 2008 yang dilakukan Turut Tergugat I; 8. Bahwa berdasarkan pasal 200 HIR ayat 11 yang sekiranya berbunyi di dalam penjelasannya poin 5 “Bagaimana kalau keputusan hakim itu mengenai pengosongan barang tetap oleh pihak yang kalah, atau sesudah barang tetap itu dijual lelang, orang yang dijual barangnya tidak mau meninggalkan barang itu? Dalam hal ini ketua pengadilan negeri membuat surat perintah kepada pejabat yang berkuasa menjalankan penyitaan untuk dengan bantuan panitera serta jika perlu dengan pertolongan polisi, agar barang tetap itu dikosongkan.”; 9. Bahwa berdasarkan poin 7 diatas maka dapat disimpulkan terhadap eksekusi pengosongan barang tetap hanya didasarkan oleh 2 hak yaitu yang pertama adalah terhadap orang atau pihak yang menang di dalam keputusan hakim yaitu melalui gugatan perdata dan sebagai pihak yang menang di dalam suatu lelang, dalam hal ini Tergugat I,II dan III bukanlah pihak yang menang dalam suatu gugatan perdata ataupun bukanlah pihak pemenang lelang nomor 122/2008 tanggal 15 Mei 2008 yang dilakukan di Kantor Turut Tergugat I. 10. Bahwa Tergugat I, II dan III adalah bukan pihak yang berhak untuk mengajukan permohonan eksekusi pengosongan atas objek sengketa yang disebutkan diatas; 11. Bahwa dikarenakan alasan pada poin 9 diatas maka sudah seharusnya Ketua
Pengadilan
pengosongan,
tetapi
Negeri yang
Depok terjadi
menolak Ketua
permohonan
pengadilan
negeri
eksekusi Depok
Halaman 4 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
mengeluarkan penetapan dengan No. 01/ Pen.Pdt / Aanm.Eks.Ht/ 2015/ PN.Dpk; 12. Bahwa dapat dikatakan Penetapan Eksekusi No. 01/ Pen.Pdt / Aanm.Eks.Ht/ 2015/ PN.Dpk. telah keliru dan tidak sah sehingga dapat diajukan pembatalan; 13. Bahwa dikarenakan Penggugat selaku termohon yang dirugikan di dalam penetapan eksekusi No. 01/ Pen.Pdt / Aanm.Eks.Ht/ 2015/ PN.Dpk. dikarenakan sebenarnya upaya atas mediasi dengan para pihak PT. CIMB Niaga Tbk, sedang dilakukan terus menerus; 14. Bahwa Tergugat I, II dan III bukan lah pihak di dalam Perjanjian kredit No. 0618/NHC/PAL/IV/04 dan bukan jugalah pihak di dalam lelang nomor 122/2008 tanggal 15 Mei 2008. Bahwa berdasarkan hal-hal yang diuraikan diatas kami mohon kehadapan Bapak/Ibu Ketua Pengadilan Negeri Depok agar berkenan kiranya memeriksa perkara ini dan memutus yang amarnya sebagai berikut: DALAM PROVISI: 1. Memerintahkan kepada Ketua Pengadilan negeri Depok dan Jurusita Pengadilan negeri Depok untuk menunda pelaksanaan Penetapan Eksekusi No. 01/ Pen.Pdt / Aanm.Eks.Ht/ 2015/ PN.Dpk., tanggal 20 Maret 2015 oleh Ketua Pengadilan Negeri depok antara: 2. Menyatakan bahwa putusan dalam provisi ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu
meskipun
ada
bantahan,
banding
maupun
kasasi
sampai
diperolehnya putusan yang pasti menurut hukum mengenai pokok perkaranya. DALAM POKOK PERKARA PRIMAIR 1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya ; 2. Menyatakan Tergugat I,II dan III adalah bukanlah pihak yang mempunyai hak atas permohonan eksukusi; 3. Menyatakan telah terjadi kekeliruan
yang nyata dan Membatalkan
Penetapan Eksekusi No. 01/ Pen.Pdt / Aanm.Eks.Ht/ 2015/ PN.Dpk., tanggal 20 Maret 2015 oleh Ketua Pengadilan Negeri depok antara;
Halaman 5 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
4. Menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum Penetapan Eksekusi No. 01/ Pen.Pdt / Aanm.Eks.Ht/ 2015/ PN.Dpk., tanggal 20 Maret 2015 oleh Ketua Pengadilan Negeri depok antara; 5. Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dijalankan dengan serta merta (Uit voorbaar bij voorraad) , meskipun ada verzet, banding atau kasasi; 6. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Tergugat I,II,III, IV dan Turut Tergugat I ; SUBSIDAIR Jika Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) Membaca, Surat Jawaban Kuasa Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III tertanggal 26 Agustus 2015, sebagai berikut : DALAM EKSEPSI: PENGGUGAT TIDAK MEMPUNYAI HAK DAN BUKANLAH PIHAK YANG BERKEPENTINGAN UNTUK MENGAJUKAN GUGATAN 1.
Bahwa sebagaimana yang telah Penggugat nyatakan sendiri dalam Gugatannya, Penggugat telah dinyatakan gagal melakukan pembayaran/ penyelesaian atas Perjanjian Kredit No. 0618/NHC/PAL/IV/04 antara Penggugat (Isteri) dengan Tergugat IV sehingga atas jaminan kredit berupa tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit Cinere No. 113 D RT.041/RW.006, Kelurahan Gandul, Kecamatan Limo, Depok, Jawa Barat sebagaimana berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 00597/ Gandul atas sebidang tanah dalam Surat Ukur tanggal 30 Maret 2000 No. 260/Gandul/2000 seluas 325 M2 diajukan permohonan lelang oleh Tergugat IV dengan nomor Penetapan 13/Pen.Pdt/Lelang.Eks.HT/2007/ PN.Dpk tanggal 28 Februari 2008. Kemudian dilaksanakan Lelang oleh Turut Tergugat I dengan No. 122/2008 tanggal 15 Mei 2008 yang dilakukan di Kantor Turut Tergugat I melalui lelang resmi berdasarkan Kutipan Risalah Lelang Nomor 122/2008 yang dibuat oleh Mujiran,SE selaku Pejabat Lelang Kelas I Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bogor.
2.
Bahwa selanjutnya Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III membeli tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit Cinere Kav No. 113D,
Halaman 6 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
RT.022/RW.06, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok, Jawa Barat sebagaimana
berdasarkan
Sertifikat
Hak
Guna
Bangunan
No.
00597/Gandul atas sebidang tanah dalam Surat Ukur tanggal 30 Maret 2000 No. 260/Gandul/2000 seluas 325 M2 yang telah terdaftar atas nama PT. Bank CIMB Niaga Tbk (Tergugat IV) yang tercatat dalam Akta Jual Beli No. 170/2014 tanggal 23 Oktober 2014 oleh Notaris Maghdalia, S.H. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Akta Jual Beli, sejak ditandatanganinya Akta Jual Beli tersebut maka objek jual beli yaitu tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit Cinere Kav No. 113D, RT.022/RW.06, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok, Jawa Barat telah menjadi milik Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III. 3.
Bahwa dengan telah terlaksananya lelang berdasarkan Kutipan Risalah Lelang Nomor 122/2008 yang dimenangkan oleh Tergugat IV, dan jual beli berdasarkan Akta Jual Beli No. 170/2014 tanggal 23 Oktober 2014 oleh Notaris Maghdalia, S.H. maka tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit
Cinere
Kav
No.
113D,
RT.022/RW.06,
Kelurahan
Gandul,
Kecamatan Cinere, Depok, Jawa Barat telah menjadi milik Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III sebagaimana tertera dalam Sertifikat Hak Milik No. 4342 atas nama Aldi Kusuma, Fiza Yasin, dan Zakry Sulisto, maka Penggugat bukanlah Pihak yang berkepentingan dan sudah tidak memiliki hak lagi atas maka tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit Cinere Kav No. 113D, RT.022/RW.06, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok, Jawa Barat. 4.
Bahwa Penggugat telah diberikan kesempatan oleh Tergugat IV untuk menyelesaikan tunggakan pembayaran sebagaimana telah diakui oleh Penggugat dalam angka 6 Gugatannya, akan tetapi Penggugat tidak juga menyelesaikan kewajibannya kepada Tergugat IV sehingga pada akhirnya diajukan eksekusi dan Lelang terhadap jaminan kredit berupa tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit Cinere Kav No. 113D, RT.022/RW.06, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok, Jawa Barat.
5.
Bahwa dengan telah di eksekusi dan dilelangnya objek jaminan tersebut maka secara hukum hak Penggugat telah gugur dan dengan tidak juga diselesaikannya kewajiban Penggugat selama proses eksekusi hingga ditambah faktanya hingga saat ini Penggugat tidak juga keluar dari objek lelang secara sukarela meskipun sudah dilakukan eksekusi dan lelang,
Halaman 7 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
maka Penggugat tidak mempunyai itikad baik dalam mengajukan gugatan aquo. 6.
Bahwa dengan tidak adanya lagi hak dari Penggugat atas tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit Cinere Kav No. 113D, RT.022/RW.06, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok, Jawa Barat selanjutnya Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk menyatakan Penggugat bukanlah pihak yang beritikad baik dan tidak memiliki hak atas tanah dan menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima.
GUGATAN YANG DIAJUKAN PENGGUGAT KABUR (OBSCUUR LIBEL) 7.
Bahwa materi Gugatan yang diajukan oleh Penggugat adalah Pembatalan Penetapan Eksekusi, sedangkan sampai dengan Gugatan aquo diajukan belum ada Penetapan Eksekusi yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Depok
sebagaimana
disebutkan
oleh
Penggugat
dalam
Gugatan
Pembatalan Penetapan Eksekusi No. 01/Pen.Pdt/Aanm.Eks.Ht/2015/ Pn.Dpk. 8.
Bahwa sehubungan dengan permohonan eksekusi yang diajukan oleh Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III, Pengadilan Negeri Depok tidak serta merta melaksanakan eksekusi dengan Penetapan Eksekusi namun sesuai dengan hukum acara yang berlaku terlebih dahulu dilaksanakan aanmaning
terhadap Penggugat
selaku Para Termohon
Eksekusi
sebagaimana berdasarkan Penetapan Aanmaning/Teguran Pengadilan Negeri Depok No. 01/Pen.Pdt/Aanm.Eks/2015/PN.Dpk tanggal 20 Maret 2015. 9.
Bahwa dengan belum adanya Penetapan Eksekusi dari Pengadilan Negeri Depok atas tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit Cinere No. 113 D RT.041/RW.006, Kelurahan Gandul, Kecamatan Limo, Depok, Jawa Barat maka dapat disimpulkan Gugatan Pembatalan Penetapan Eksekusi yang diajukan Penggugat adalah kabur, sehingga Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima.
PENGADILAN
NEGERI
TIDAK
MEMPUNYAI
KEWENANGAN
UNTUK
MEMERIKSA DAN MENGADILI GUGATAN AQUO (KOMPETENSI ABSOLUT)
Halaman 8 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
10. Bahwa, Penggugat melakukan upaya hukum dengan mengajukan Gugatan sehubungan dengan dikeluarkannya Penetapan Eksekusi No. 01/Pen.Pdt/Aanm.Eks.HT/2015/PN.Dpk dan meminta agar Majelis Hakim yang memeriksanya membatalkan penetapan tersebut. 11. Bahwa sesuai dengan doktrin dan praktek peradilan, penetapan yang dijatuhkan dalam perkara yang berbentuk permohonan atau voluntair pada umumnya merupakan putusan peradilan tingkat pertama yang bersifat pertama dan terakhir, dan terhadap putusan yang bersifat pertama dan terakhir tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum banding. 12. Bahwa menurut Yahya Harahap, terdapat beberapa upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap penetapan yaitu dengan: -
mengajukan
perlawanan
terhadap
permohonan
selama
proses
pembatalan
kepada
pemeriksaan berlangsung -
mengajukan
gugatan
perdata,
mengajukan
Mahkamah Agung atas penetapan -
mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK)
13. Bahwa upaya hukum kasasi untuk membatalkan suatu penetapan, merujuk kepada Penjelasan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Agung. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika permohonan terhadap perkara telah menggunakan upaya hukum banding, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Ketentuan tersebut sejalan dengan ketentuan: Pasal 11 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor : 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa: mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung dalam tingkat Kasasi berwenang memeriksa dan memutus permohonan pembatalan penetapan pengadilan. Pasal 30 Undang-Undang Nomor : 14 tahun 1985 jo Undang-undang Nomor : 5 tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor: 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menyebutkan bahwa “Mahkamah Agung dalam tingkat Kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan oleh karena itu, maka upaya hukum yang dapat ditempuh adalah Kasasi, bukanlah mengajukan gugatan sebagaimana
Halaman 9 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
perkara in kasu, terlebih lagi pengajuan permohonan voluntair ini bukanlah pengajuan
permohonan
voluntair
yang
keliru
artinya
yang
tidak
dibenarkan.” 14. Bahwa mengenai kewenangan absolute suatu pengadilan diatur dalam Pasal: 125 ayat (2), 134 dan Pasal 136 HIR, / Pasal : 149 ayat (2) dan Pasal. 162 RBG. Dalam perkara aquo, ketidakwenangan suatu pengadilan untuk menerima, memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang sebenarnya menjadi kewenangan pengadilain lain dalam lingkungan peradilan yang berbeda. Majelis Hakim walaupun tidak diminta oleh pihak Tergugat, namun hakim secara ex oficio harus menyatakan tidak berwenang memeriksa perkara tersebut. 15. Bahwa berdasarkan kaidah hukum tersebut, maka Pengadilan Negeri Depok
tidak berwenang untuk mengadili gugatan Para Penggugat,
sehingga dengan demikian gugatan Para Penggugat haruslah dinyatakan tidak dapat diterima (Niet onvtvankelijke verklaard). DALAM POKOK PERKARA: PROSEDUR PELAKSANAAN EKSEKUSI DAN LELANG TELAH TEPAT DAN MEMENUHI SYARAT 1.
Bahwa segala yang diajukan dalam Eksepsi diajukan pula dan menjadi bagian dalam pokok perkara.
2.
Bahwa Para Tergugat menolak seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh Penggugat dalam Gugatannya, kecuali hal-hal yang telah diakui secara tegas tentang kebenarannya oleh Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III.
3.
Bahwa status atas tanah dan bangunan yang menjadi objek perkara aquo, secara hukum telah terbukti dilaksakan eksekusi dan lelang berdasarkan Kutipan Risalah Lelang
Nomor 122/2008 yang dibuat oleh Mujiran,SE
selaku Pejabat Lelang Kelas I Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bogor Jo. Surat Penetapan Aanmaning Ketua Pengadilan Negeri Depok Nomor: 13.Pen.Pdt/Aanm.Eks.HT/2007/PN.Dpk tanggal 29 Oktober 2007 Jo. Surat Penetapan Eksekusi Ketua Pengadilan Depok Nomor: 13.Pen.Pdt/Sita.Eks.HT/2007/PN.Dpk tanggal 12 Desember 2007 Jo. Surat Penetapan Lelang Eksekusi Pengadilan Depok Nomor: 13.Pen.Pdt/Lelang.Eks.HT/2007/PN.Dpk
tanggal
28
Februari
2008,
Halaman 10 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
dengan demikian eksekusi dan pelelangan atas objek perkara aquo adalah sah. TERGUGAT I, TERGUGAT II, DAN TERGUGAT III ADALAH PIHAK YANG BERHAK MENGAJUKAN ESKEKUSI KE PENGADILAN NEGERI DEPOK 4.
Bahwa dengan telah terlaksananya lelang berdasarkan Kutipan Risalah Lelang Nomor 122/2008, dan dilaksanakannya jual beli sebagaimana Akta Jual Beli No. 170/2014 tanggal 23 Oktober 2014 oleh Notaris Maghdalia, S.H. maka tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit Cinere Kav No. 113D, RT.022/RW.06, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok, Jawa Barat telah menjadi milik Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III berdasarkan Sertifikat Hak Milik No. 4342 atas nama Aldi Kusuma, Fiza Yasin, dan Zakry Sulisto.
5.
Bahwa oleh karena milik Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III dilaksanakannya jual beli dengan Tergugat IV sebagaimana Akta Jual Beli No. 170/2014 tanggal 23 Oktober 2014 oleh Notaris Maghdalia, S.H. dan pada faktanya sampai dengan hari ini Penggugat masih menempati lokasi tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit Cinere Kav No. 113D, RT.022/RW.06, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok, Jawa Barat tanpa alas hak kepemilikan yang jelas. Oleh karena Penggugat tidak secara sukarela keluar dari objek perkara sehingga Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III sebagai pemegang hak milik tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit Cinere Kav No. 113D, RT.022/RW.06, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok, Jawa Barat berdasarkan Sertifikat Hak Milik No. 4342/Gandul adalah mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri Depok.
PENGGUGAT BUKANLAH PEMILIK HAK ATAS OBJEK PERKARA 6.
Bahwa Penguggat telah mengakui gagal melakukan pembayaran/ penyelesaian atas Perjanjian Kredit No. 0618/NHC/PAL/IV/04 antara Penggugat (Isteri) dengan Tergugat IV sehingga atas jaminan kredit berupa tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit Cinere No. 113 D RT.041/RW.006, Kelurahan Gandul, Kecamatan Limo, Depok, Jawa Barat sebagaimana
berdasarkan
Sertifikat
Hak
Guna
Bangunan
No.
00597/Gandul atas sebidang tanah dalam Surat Ukur tanggal 30 Maret 2000 No. 260/Gandul/2000 seluas 325 M2 yang kemudian diajukan permohonan eksekusi dan lelang oleh Tergugat IV dengan nomor
Halaman 11 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Penetapan 13/Pen.Pdt/Lelang.Eks.HT/2007/PN.Dpk tanggal 28 Februari 2008. Kemudian dilaksanakan Lelang oleh Turut Tergugat I berdasarkan Kutipan Risalah Lelang
Nomor 122/2008 yang dibuat oleh Mujiran,SE
selaku Pejabat Lelang Kelas I Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). 7.
Bahwa selanjutnya Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III membeli tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit Cinere Kav No. 113D, RT.022/RW.06, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok, Jawa Barat sebagaimana
berdasarkan
Sertifikat
Hak
Guna
Bangunan
No.
00597/Gandul atas sebidang tanah dalam Surat Ukur tanggal 30 Maret 2000 No. 260/Gandul/2000 seluas 325 M2 yang telah terdaftar atas nama PT. Bank CIMB Niaga Tbk (Tergugat IV) yang tercatat dalam Akta Jual Beli No. 170/2014 tanggal 23 Oktober 2014 oleh Notaris Maghdalia, S.H. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Akta Jual Beli, sejak ditandatanganinya Akta Jual Beli tersebut maka objek jual beli yaitu tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit Cinere Kav No. 113D, RT.022/RW.06, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok, Jawa Barat telah menjadi milik Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III. 8.
Bahwa dengan telah terlaksananya lelang berdasarkan Kutipan Risalah Lelang Nomor 122/2008 yang dimenangkan oleh Tergugat IV, dan Akta Jual Beli No. 170/2014 tanggal 23 Oktober 2014 oleh Notaris Maghdalia, S.H. maka tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Bukit Cinere Kav No. 113D, RT.022/RW.06, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok, Jawa Barat sebagaimana berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 00597/Gandul telah menjadi milik Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III sebagaimana tertera dalam Sertifikat Hak Milik No. 4342 atas nama Aldi Kusuma, Fiza Yasin, dan Zakry Sulisto, maka Penggugat bukan lagi sebagai
pemilik/pemegang hak atas maka tanah dan bangunan yang
terletak di Jl. Bukit Cinere Kav No. 113D, RT.022/RW.06, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok, Jawa Barat, sehingga oleh karenanya Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara aquo untuk menolak Gugatan Penggugat. 9.
Bahwa berdasarkan Pasal 200 ayat (11) Hir mengatur sebagai berikut: “Jika orang yang barangnya dijual itu, enggan meninggalkan barang yang tetap itu, maka ketua pengadilan negeri membuat satu surat perintah kepada orang yang berkuasa menjalankan surat jurusita, supaya dengan
Halaman 12 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
bantuan panitera pengadilan negeri, jika perlu dengan pertolongan polisi, barang yang tetap itu ditinggalkan dan dikosongkan oleh orang, yang dijual barangnya itu, serta oleh kaum keluarganya”, maka pihak pemenang lelang atau pembeli lelang yang dalam hal ini Para Tergugat berhak untuk mengajukan permohonan eksekusi pengosongan. 10. Bahwa Para Tergugat juga telah memberikan Surat Teguran/Somasi melalui untuk mengosongkan tanah dan bangunan terhadap pihak yang menempati
tanah
tersebut
dengan
Surat
Teguran/Somasi
I
No.
041/MRA/I/2015 tertanggal 27 Januari 2015, Surat Teguran/Somasi II No. 042/MRA/II/2015 tertanggal 2 Februari 2015 dan Surat Teguran/Somasi III No. 45/MRA/II/2015 tertanggal 10 Februari 2015 akan tetapi objek perkara tidak juga secara sukarela untuk mengosongkan. 11. Bahwa adalah juga tidak benar dan Para Tergugat bantah dengan tegas, Penggugat tidaklah dirugikan karena sudah tidak memiliki hak atas objek perkara dan sangat mengada-ngada Penggugat masih mengadakan mediasi dengan Tegugat IV. DALAM PROVISI: 1.
Bahwa terhadap permohonan provisi yang diajukan oleh Penggugat, menurut doktrin, yang dimaksud dengan tuntutan provisi adalah tuntutan yang berisikan agar Hakim menjatuhkan putusan yang sifatnya mendesak dilakukan terhadap salah satu pihak dan bersifat sementara disamping adanya tuntutan pokok dalam surat gugatan, yang mendahului putusan akhir dan tidak boleh menyangkut pokok perkara. HIR dan RBg tidak mengatur secara jelas tentang tuntutan provisi ini, HIR dan RBg hanya mengatur secara sekilas dalam Pasal 180 (1) HIR dan Pasal 191 ayat (1) RBg.
2.
Bahwa pengaturan tentang tuntutan provisi secara tegas dan jelas diatur dalam Pasal 53 RV dan Surat Edaran Mahkamah Agung RI. No. 4 tahun 1965 dan Nomor : 3 tahun 2000 tentang petunjuk pelaksanaan tuntutan provisi. Pasal 53 RV menyebutkan sebagai berikut “Jika ada tuntutan provisi dan perkara tersebut siap diputus dalam pokok perkara maupun dalam rovisi maka terhadap hal ini Hakim menjatuhkan satu putusan”. Putusan MARI Nomor : 1070 /Sip/1972 tanggal 7 Mei 1973 menyebutkan bahwa:
Halaman 13 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
“tuntutan provisi yang tercantum dalam Pasal 180 HIR hanyalah untuk memperoleh tindakan sementara selama proses berjalan, tuntutan provisi yang mengenai pokok perkara tidak dapat diterima.” Putusan MARI Nomor : 279 K / Sip / 1976 tanggal 5 Juli 1977 menyebutkan bahwa “Permohonan provisi seharusnya bertujuan ada tindakan Hakim yang tidak mengenai pokok perkara, permohonan provisi yang berisikan pokok perkara harus ditolak.” 3.
Bahwa tuntutan provisi Penggugat isinya telah memasuki materi pokok perkara artinya Gugatan tersebut adalah merupakan suatu bentuk perbuatan hukum, dan untuk melaksanakannya, terlebih dahulu harus dibuktikan adanya alas hak dari perbuatan hukum tersebut. Berdasarkan ketentuan hukum acara perdata, doktrin dan Putusan MARI yang telah dipertimbangkan di atas, maka Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III mohon kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini untuk menyatakan tuntutan provisi Penggugat tersebut tidak beralasan hukum.
Bahwa oleh karena segala dalil Tergugat didasarkan pada bukti-bukti dan faktafakta yang kuat maka mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara aquo agar memberikan putusan sebagai berikut: DALAM EKSEPSI: 1. Menerima seluruh eksepsi Tergugat. 2. Menyatakan Permohonan Provisi Penggugat tidak dapat diterima untuk seluruhnya. 3. Menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet On Vanklijk Verklaard). DALAM POKOK PERKARA: 1. Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya. 2. Menolak Permohonan Provisi Penggugat untuk seluruhnya. 3. Menyatakan Penggugat sebagai Pelawan yang tidak beritikad baik. 4. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara. Atau apabila Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex aequo Et bono).
Halaman 14 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Membaca, Surat Jawaban Kuasa Tergugat IV tertanggal 26 Agustus 2015, sebagai berikut : DALAM EKSEPSI KOMPETENSI ABSOLUT PENGADILAN NEGERI DEPOK TIDAK BERWENANG UNTUK MEMERIKSA DAN MENGADILI SENDIRI PRODUK HUKUM YANG DIBUATNYA 1.
Bahwa
yang
menjadi
pokok
gugatan
yang
diajukan
oleh
PARA
PENGGUGAT ialah dikarenakan PARA PENGGUGAT merasa keberatan atas produk hukum yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Depok berupa Penetapan Eksekusi dengan No. 01/Pen.Pdt/Aanm.Eks.Ht/2015/PN.Dpk. tertanggal 20 Maret 2015. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam Halaman 1 Gugatan PARA PENGGUGAT, sebagai berikut: “..., dengan ini mengajukan Gugatan Pembatalan Penetapan Eksekusi No. 01/Pen.Pdt/Aanm.Eks.Ht/2015/PN.Dpk., tanggal 20 Maret 2015 oleh Ketua Pengadilan Negeri Depok, antara:...” Lebih lanjut, PARA PENGGUGAT dalam salah satu dalil Gugatannya pada halaman 2 menyatakan: “Bahwa menurut Penggugat, Penetapan yang telah ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Depok tersebut dapat diduga telah mengandung kekeliruan di dalam pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga sampai menyebabkan terjadinya penetapan yang keliru, tidak benar dan merugikan Penggugat, maka dari itu Penggugat merasa keberatan atas Penetapan Pengadilan Negeri Depok tersebut di atas.” Berdasarkan hal tersebut di atas, maka nyatalah bahwasanya PARA PENGGUGAT telah mengajukan Gugatan Pembatalan Penetapan Eksekusi yang diterbitkan oleh Pengadilan Negeri Depok, kepada Pengadilan Negeri Depok itu sendiri; 2.
Bahwa dari konstruksi hukum tersebut di atas, maka yang layak menjadi pertanyaan adalah apakah Pengadilan Negeri Depok berwenang untuk memeriksa dan mengadili produk hukum yang diterbitkannya sendiri tersebut ?
3.
Dari
pertanyaan
tersebut
di
atas,
TERGUGAT
IV
berpandangan
bahwasanya Pengadilan Negeri Depok tidak memiliki kewenangan atau kompetensi untuk mengadili sendiri produk hukum yang diterbitkannya.
Halaman 15 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Dalam Hukum Acara Perdata, terdapat berbagai cara yang dapat ditempuh oleh suatu pihak apabila dirinya merasa dirugikan oleh suatu produk hukum dari suatu pengadilan negeri. Proses tersebut, antara lain adalah banding, perlawanan, dan pengajuan kasasi hingga pengajuan Peninjauan Kembali. Namun demikian, TERGUGAT IV tidak menemukan satu pun dasar hukum atau
literatur
yang
membenarkan
tindakan
PARA
PENGGUGAT
menggugat suatu Penetapan Eksekusi Pengadilan Negeri Depok No. 01/2015 di Pengadilan Negeri Depok itu sendiri; 4.
Terkait pencarian tersebut di atas dan logika hukum yang ada, justru TERGUGAT IV berkeyakinan bahwa pengujian suatu produk pengadilan negeri haruslah dilakukan kepada lembaga peradilan yang lebih tinggi hirarkinya, atau dalam kasus tertentu dan spesifik dapat juga upaya itu diajukan ke pengadilan negeri yang sama, yaitu dalam hal ada pihak yang merasa berkepentingan namun tidak pernah dijadikan pihak dalam perkara tersebut (in casu derden verzet). Bahkan, dalam beberapa kasus spesifik, terdapat beberapa produk hukum yang kepadanya tidak dapat diajukan suatu upaya hukum (seperti terhadap Penetapan Eksekusi berdasarkan Risalah Lelang, maupun Keputusan Presiden dalam Penolakan Grasi). Terkait perihal pembagian wewenang kekuasaan ini, kiranya layak untuk disimak dan diperhatikan Pendapat Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, S.H. dalam Bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata di Indonesia, Cetakan Ketujuh, Penerbit Sumur Bandung, 1980, halaman 39 yang menyatakan sebagai berikut:
“PEMBERIAN
KEKUASAAN
PENGADILAN
NEGERI
(attributie
van
rechtsmacht) Agar permohonan gugat dapat berhasil, maka pertama-tama harus diperhatikan, apakah Pengadilan Negeri, dimana permohonan gugat disampaikan, adalah berkuasa untuk memeriksa perkara itu. Soal kekuasaan Pengadilan Negeri ini ada dua macam. Kesatu: Apakah Pengadilan Negeri pada umumnya, bukan lain macam Pengadilan atau badan kekuasaan lain, adalah berkuasa memeriksa perkara semacam yang dimaksudkan dalam permohonan gugat?
Halaman 16 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Kedua: Apakah Pengadilan Negeri yang disebut dalam permohonan gugat, bukan Pengadilan Negeri lain, adalah berkuasa memeriksa perkara tertentu yang dimaksudkan dalam permohonan gugat? Soal
menjatuhkan putusan menolak atau mengabulkan eksepsi.”
Berdasarkan
ketentuan-
kesatu
biasanya
dinamakan
“attributie”
(=
Pemberian) kekuasaan kepada Pengadilan Negeri pada umumnya, soal kedua “distributie” (= Pembagian) kekuasaan antara beberapa Pengadilan Negeri. Juga dikatakan bahwa kekuasaan Pengadilan Negeri yang kesatu itu dinamakan kekuasaan yang bersifat bulat, “absoluut”, yaitu untuk semua Pengadilan Negeri (absolute kompetentie) dan kekuasaan Pengadilan Negeri yang kedua dinamakan kekuasaan yang bersifat terperinci, “relatief,” yaitu untuk suatu Pengadilan Negeri yang tertentu (relatieve kompetentie). Soal attributie atau pemberian kekuasaan kepada Pengadilan Negeri adalah bertingkat dua; Ke 1: soal apakah perkara yang bersangkutan masuk kekuasaan Hakim biasa pada umumnya yang terdiri dari 3 macam Pengadilan yaitu 1 Pengadilan Negeri, 2 Pengadilan Tinggi dan 3 Mahkamah Agung. Ke 2: soal apakah Pengadilan Negeri, bukan Pengadilan tinggi atau Mahkamah Agung, berkuasa untuk memeriksa perkara yang bersangkutan. Soal ke 2 adalah sangat mudah, maka sebaiknya dibicarakan lebih dulu. Di atas sudah dikemukakan, bahwa Pengadilan Negeri memeriksa perkara perdata dalam tingkatan kesatu, Pengadilan Tinggi dalam tingkatan kedua dan Mahkamah Agung dalam tingkatan kasasi.
Inilah perbedaan
kekuasaan antara tiga macam Pengadilan ini....” Berdasarkan pada pencarian hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT IV nyatalah bahwasanya tidak ada ketentuan yang mendasari kewenangan pengadilan negeri untuk memeriksa, mengadili, dan memutus sendiri atas Penetapan Eksekusi yang telah diterbitkannya.
Artinya, tidak ada
pemberian wewenang kekuasaan (attributie van rechtsmacht) kepada pengadilan negeri untuk memeriksa, mengadili, dan memutus sendiri atas Penetapan Eksekusi yang diterbitkannya.
Halaman 17 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Terkait hal ini, kiranya terdapat persamaan ketika Pengadilan Tata Usaha Negara menolak Gugatan yang diajukan Terpidana Mati atas Keputusan Presiden yang menolak permohonan grasi mereka. Ketika itu, Pengadilan Tata Usaha Negara menyatakan dirinya tidak mempunyai wewenang (attributie van rechtsmacht) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut. Dalam kasus tersebut, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara menyatakan secara tegas bahwasanya pokok gugatan yang diajukan (in casu Gugatan terhadap Keputusan Presiden yang menolak Grasi Terpidana Mati) tidak termasuk dalam wewenang pengadilan. Artinya, Pengadilan Tata Usaha Negara menyatakan dirinya tidak diberikan attributie van rechtsmacht untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut dan Gugatan tersebut kemudian dinyatakan tidak dapat diterima sedari awal. Selain itu, kiranya layak pula dijadikan pertimbangan bagi Majelis Hakim bahwasanya apabila gugatan semacam ini diterima dan diperiksa lebih lanjut, maka boleh jadi di kemudian hari akan terjadi kejadian serupa. Dimana bahkan eksekusi terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dapat saja diakali oleh pihak yang beritikad buruk (te kwaade trouw) dengan pengajuan gugatan semacam ini. Hal ini tidak saja akan berakibat pada lambannya proses keadilan, melainkan juga akan menciderai kepastian hukum (rechtzekerheid) itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, maka jelaslah bahwasanya Pengadilan Negeri Depok tidak mempunyai kewenangan atau tidak memiliki kompetensi untuk memeriksa dan mengadili suatu penetapan eksekusi yang bahkan diproduksinya sendiri (in casu Penetapan Eksekusi PN Depok No. 01/2015). Dan oleh karena itu sudah selayaknya apabila Majelis Hakim Yang Terhormat mengabulkan Eksepsi Kompetensi Absolut yang diajukan oleh TERGUGAT IV ini, untuk kemudian menyatakan diri tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini. DALAM EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF PENGADILAN NEGERI DEPOK TIDAK BERWENANG MENGADILI PERKARA A QUO KARENA TIDAK ADA SATUPUN PIHAK TERGUGAT YANG BERTEMPAT TINGGAL/ BERDOMISILI DI WILAYAH DEPOK
Halaman 18 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
5.
Bahwa hukum acara perdata Indonesia menganut asas actor sequitur forum rei yang artinya suatu gugatan harus diajukan di Pengadilan di tempat kedudukan atau domisili hukum Tergugat. Asas tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 118 ayat (1) HIR dimana pasal tersebut mengatur secara tegas sebagai berikut: “Tuntutan (gugatan) perdata yang pada tingkat pertama termasuk lingkup wewenang pengadilan negeri, harus diajukan dengan surat permintaan (surat gugatan) yang ditandatangan oleh Penggugat, atau oleh wakilnya menurut pasal 123, kepada ketua pengadilan negeri di tempat diam si tergugat, atau jika tempat diamnya tidak diketahui, kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang sebenarnya.” Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka jelas bahwa sesuai dengan hukum acara perdata Indonesia, gugatan harus diajukan di tempat kedudukan (domisili hukum) dari tergugat. Selain itu, dimungkinkan adanya pengecualian bahwa gugatan dapat diajukan di tempat kedudukan penggugat apabila kediaman tergugat tidak diketahui atau apabila sengketa yang dipersoalkan adalah mengenai benda tetap, maka gugatan dapat diajukan di pengadilan dimana benda tersebut terletak (forum rei sitae). Hal tersebut secara jelas diatur dalam Pasal 118 ayat (3) HIR, yang mengatur sebagai berikut: “Jika tidak diketahui tempat diam si tergugat dan tempat tinggalnya yang sebenarnya, atau jika tidak dikenal orangnya, maka tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal penggugat atau salah seorang penggugat, atau kalau tuntutan itu tentang barang tetap, maka tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terletak barang itu.”
6.
Bahwa dalam perkara a quo dapat diketahui bahwa tuntutan yang diajukan oleh PARA PENGGUGAT dalam Gugatannya bukan tentang barang tetap, melainkan gugatan yang mempersoalkan Penetapan Eksekusi yang diterbitkan oleh Pengadilan Negeri Depok. Dan dalam hal ini secara nyata tempat kedudukan (domisili hukum) PARA TERGUGAT jelas diketahui tidak ada yang berdomisili di Depok, yakni: -
TERGUGAT I di Komplek Kalibata Indah No. B.15, RT 001/ RW 006, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan;
Halaman 19 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
-
TERGUGAT II di Billy & Moon Blok K 1/11, RT 007/ RW 010, Kelurahan Pondok Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur;
-
TERGUGAT III di Puri Mutiara 5 Cilandak RT 009/ RW 011, Kelurahan Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan;
-
TERGUGAT IV di Graha Niaga Jalan Sudirman Kaveling 58, Jakarta Selatan.
Sehingga berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Pengadilan Negeri Depok tidak berwenang mengadili perkara a quo karena tidak ada satupun dari PARA TERGUGAT yang berkedudukan (berdomisili hukum) di Depok dan perkara a quo pun bukan mengenai tuntutan barang tetap; 7.
Terkait dengan hal ini kiranya layak disimak pendapat Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. dalam Bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty Yogyakarta, Edisi Keempat, Agustus 1993, halaman 65, sebagai berikut: Wewenang Nisbi daripada Hakim (Kompetensi Relatif) Kepada Pengadilan Negeri dimanakah gugatan atau tuntutan hak itu harus diajukan? Pertanyaan ini menyangkut pembagian kekuasaan kehakiman (distribusi kekuasaan kehakiman) atau apa yang dinamakan wewenang nisbi daripada hakim (kompetensi relatif).
Jelasnya, kompetensi relatif
diatur dalam Pasal 118 HIR (ps. 142 Rbg). Sebagai asas ditentukan, bahwa Pengadilan Negeri di tempat tergugat tinggal (mempunyai alamat, berdomisili) yang wenang memeriksa gugatan atau tuntutan hak: actor sequitur forum rei (ps. 118 ayat 1 HIR, 142 ayat 1 Rbg). Jadi gugatan harus diajukan kepada pengadilan negeri di tempat tergugat tinggal. Kalau penggugat bertempat tinggal di Yogyakarta, sedang tergugat bertempat tinggal di Surabaya.
Kiranya tidaklah layak apabila
tergugat harus menghadap ke Pengadilan Negeri tempat penggugat tinggal. Tergugat tidak dapat dipaksa untuk menghadap ke Pengadilan Negeri di tempat penggugat tinggal, hanya karena ia digugat oleh penggugat, yang belum tentu terbukti kebenaran gugatannya. Bukanlah kehendak tergugat, bahwa ia digugat oleh penggugat. Lain daripada itu belum tentu gugatan penggugat itu dikabulkan oleh pengadilan. Maka oleh karena itu tergugat haruslah dihormati dan diakui hak-haknya selama belum terbukti kebenaran gugatan penggugat, sehingga tidak dapat dipaksa berkorban untuk kepentingan pihak penggugat, yang belum tentu tinggal sekota dengan
Halaman 20 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
tergugat, dengan menghadap ke Pengadilan Negeri di tempat penggugat tinggal.
Tergugat haruslah dianggap pihak yang benar selama belum
terbukti sebaliknya.” 8.
Bahwa dengan demikian, maka jelas PARA PENGGUGAT telah keliru dalam mengajukan Gugatan a quo ke Pengadilan Negeri Depok karena tidak ada satupun dari PARA TERGUGAT berkedudukkan (berdomisili hukum) di Depok dan perkara a quo pun bukan mengenai tuntutan barang tetap, sehingga berdasarkan hal tersebut maka Pengadilan Negeri Depok tidak mempunyai kewenangan secara relatif untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo. Dan oleh karena itu sudah selayaknya apabila Majelis Hakim Yang Terhormat mengabulkan Eksepsi Kompetensi Relatif yang diajukan oleh TERGUGAT IV ini, untuk kemudian menyatakan diri tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka dengan diajukannya EKSEPSI
MENGENAI
KOMPETENSI
ABSOLUT
DAN
RELATIF
oleh
TERGUGAT IV, maka sesuai Hukum Acara Perdata serta demi memastikan terlaksananya asas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan dalam perkara a quo, kami mohon kepada Majelis Hakim Yang Terhormat untuk terlebih dahulu memeriksa dan menjatuhkan putusan atas Eksepsi Kewenangan Mengadili ini sebelum memeriksa materi pokok perkara dalam Gugatan PENGGUGAT. Adapun alasannya akan kami uraikan sebagai berikut: EKSEPSI
PERIHAL
KOMPETENSI
ABSOLUT
DAN
RELATIF
HARUS
DIPERIKSA DAN DIPUTUS TERLEBIH DAHULU SEBELUM PEMERIKSAAN ATAS POKOK PERKARA 9.
Pengajuan eksepsi kompetensi absolut dan relatif diatur secara tersurat di dalam Pasal 125 ayat (2) Het Herziene Indonesisch Reglement (“HIR”), Pasal 133 HIR, Pasal 134 HIR dan Pasal 136 HIR, yang masing-masing menyatakan: Pasal 125 ayat (2) HIR: “Indien echter de gedaagde bij zijn in art. 121 bedoeld antwoord de exceptie van onbevoegdheid van den landraad heft voorgesteld, zal hoewel hij niet verschijnt, noch iemand van zijnentwege doet verschijnen, de landraad, den eischer gehoord, op die exceptie recht doen en slechts bij verwerping daarvan op de hoofdzaak uitspraak doen.”
Halaman 21 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Yang bunyi terjemahannya adalah: “Akan tetapi jika si tergugat dalam surat jawabnya yang tersebut dalam Pasal 121 mengajukan perlawanan bahwa pengadilan negeri tidak berhak akan memeriksa perkara itu, hendaklah pengadilan negeri, walaupun si tergugat sendiri atau wakilnya tidak menghadap, sesudah mendengar si penggugat, mengadili perlawanannya dan hanya kalau perlawanan itu ditolak, maka keputusan dijatuhkan mengenai pokok perkara.” Pasal 133 HIR: “Ingeval echter het geschil o“Indien de gedaagde voor een landraad is geroepen, voor walken hij volgens het bepaalde bij art. 118 niet behoeft terecht te staan, zal hij, mits zulks dadelijk bij den aanvang der eerste terechtzitting geschiede, kunnen vorderen, dat de rechter zich onbevoegd verklare; die vordering zal niet meer in aanmerking komen, zoodra de gedaagde zich met de voordracht van eenige andere verdediging heft ingelaten.” Yang bunyi terjemahannya adalah: “Jika si tergugat dipanggil menghadap pengadilan negeri, sedang menurut yang ditentukan dalam pasal 118, ia tak usah menghadap pengadilan negeri itu, bolehlah ia, asal berlaku dengan segera pada permulaan persidangan pertama menuntut supaya hakim mengaku, bahwa ia tidak berkuasa; tuntutan itu tidak akan diperhatikan lagi, kalau si tergugat telah mencampurkan diri dalam sesuatu perlawanan lain.” Pasal 134 HIR: ver een onderwerp loopt, hetwelk niet tot de kennisneming van de landraden behoort, zal in elken stand van vet geding kunnen gevorderd worden, dat de rechter zich onbevoegd verklare, en is deze zelfs verplicht dit ambtshalve te doen.” Yang bunyi terjemahannya adalah: “Tetapi dalam hal perselisihan itu mengenai suatu perkara yang tiada masuk kekuasaan pengadilan negeri, maka pada sembarang waktu pemeriksaan perkara itu, boleh dituntut supaya hakim mengaku dirinya tidak berhak dan hakim sendiri berwajib mengakui itu karena jabatannya.” Pasal 136 HIR:
Halaman 22 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
“De exception, die de gedaagde mocht willen voordragen, die van onbevoegdheid van den rechter alleen uitgezonderd, zullen niet afzonderlijk mogen worden voorgesteld en beoordeld, maarmoeten gelijktijdig met de hoofdzaak behandeld en uitgewezen worden.” Yang bunyi terjemahannya adalah: “Perlawanan yang sekiranya hendak dikemukakan oleh si tergugat, dikecualikan hanya hal-hal hakim tidak berkuasa, tidak boleh dikemukakan dan ditimbang satu-satu, tetapi harus dibicarakan dan diputuskan sekaligus dengan pokok perkara.” 10. Begitu pula halnya dengan doktrin Ny. Retnowulan Sutantio, S.H. dan
Iskandar Oeripkartawinata, S.H. dalam bukunya yang berjudul “Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek”, penerbit Mandar Maju, cetakan tahun 1997, halaman 39-41, yang menyatakan: “Eksepsi mengenai kekuasaan relatif adalah eksepsi yang menyatakan, bahwa pengadilan negeri tertentu adalah tidak berkuasa mengadili perkara tertentu, misalnya oleh karena perkara tersebut bukan merupakan wewenang pengadilan negeri di Bandung, akan tetapi merupakan wewenang pengadilan negeri Cianjur. Eksepsi ini diatur dalam Pasal 125 (2), 133 dan 136 HIR. Eksepsi semacam tersebut di atas tidak diperkenankan untuk diajukan pada setiap waktu, melainkan harus diajukan pada permulaan sidang, yaitu sebelum tergugat menjawab pokok perkara secara lisan atau tertulis. Apabila eksepsi tersebut terlambat diajukan, maka eksepsi tersebut tidak akan diterima oleh pengadilan, dan pengajuannya sia-sia saja (bandingkan dengan putusan Mahkamah Agung tertanggal 13 September 1972 No. 1340 K/Sip/1971 yang termuat dalam Yurisprudensi Indonesia, diterbitkan oleh Mahkamah Agung RI, penerbit tahun 1974, hal. 354 dan putusan pengadilan tinggi Surabaya tgl. 5 Maret 1952 No. 164/1951 Pdt. termuat dalam Hukum, Majalah Pahi, 1952 No. 3 hal. 36). Pasal 134 HIR menyangkut eksepsi mengenai kekuasaan absolut, ialah eksepsi yang menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili perkara tertentu, dikarenakan persoalan yang menjadi dasar gugat tidak termasuk wewenang pengadilan negeri, akan tetapi merupakan wewenang badan peradilan yang lain.
Halaman 23 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Misalnya gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri terhadap suaminya kepada pengadilan negeri, sedangkan mereka menikah di kantor urusan agama, oleh karena mereka beragama Islam. Juga persoalan pemutusan hubungan kerja di perusahaan swasta bukan merupakan wewenang pengadilan negeri, tetapi merupakan wewenang Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4D). Eksepsi mengenai kekuasaan absolut dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan perkara berlangsung, bahkan hakim wajib karena jabatannya, artinya tanpa diminta oleh pihak tergugat, untuk memecahkan soal berkuasa tidaknya beliau memeriksa persoalan tersebut dengan tidak usah menunggu diajukannya keberatan dari pihak yang berperkara. Apabila eksepsi dibenarkan, maka putusan pengadilan negeri berbunyi bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili gugatan tersebut. Dalam hal eksepsi perihal kekuasaan relatif, diktum putusan akan berbunyi bahwa pengadilan di ..... tidak berwenang untuk mengadili gugatan tersebut. Dengan dibenarkannya eksepsi oleh pengadilan negeri perkara tersebut selesai pada tingkat pertama dan kalau pihak penggugat merasa tidak puas terhadap putusan yang demikian itu, ia dapat mengajukan permohonan banding kepada pengadilan tinggi yang bersangkutan. Apabila eksepsi ditolak oleh pengadilan negeri oleh karena tidak beralasan, maka dijatuhkan putusan sela dan dalam putusan tersebut sekalian diperintahkan agar supaya kedua belah pihak
melanjutkan perkara
tersebut. Selanjutnya pokok perkara diperiksa dan pada akhirnya dijatuhkan putusan akhir. Menurut Pasal 136 HIR, eksepsi selainnya, kecuali yang menyangkut kekuasaan hakim, secara absolut dan relatif tersebut di atas harus dibahas dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara. Maksud dari ketentuan pasal 136 HIR itu adalah untuk menghindarkan kelambatan yang tidak perlu, atau dibuat-buat, agar proses berjalan cepat dan lancar.” Selain itu, Prof. Dr. R. Soepomo, S.H. dalam bukunya, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Cetakan ke-13, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1994, hal. 48 dan seterusnya yang menyebutkan bahwa berkenaan dengan eksepsi atas yurisdiksi pengadilan dapat diperiksa dan diputus secara terpisah; dan buku mantan Ketua
Mahkamah Agung RI Wirjono
Prodjodikoro, Hukum Atjara Perdata di Indonesia, Cetakan ke-2, Vorkink-
Halaman 24 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
van Hoeve, Bandung, 1958, hal.57, yang menyatakan bahwa menurut pertimbangan para pembuat undang-undang seyogyanya eksepsi diputus terlebih dahulu sebelum hakim memeriksa pokok perkara; Sejalan dengan pendapat-pendapat hukum di atas, mantan Hakim Agung M. Yahya Harahap, S.H., dalam Buku Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, halaman 426, menyatakan secara tegas: “a. Penyelesaian Eksepsi Kompetensi. Pada bagian ini dijelaskan cara penyelesaian yang mesti dilakukan hakim terhadap eksepsi kompetensi yang diajukan tergugat serta sekaligus dibicarakan mengenai upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan yang diambil pengadilan terhadapnya: 1)
Diperiksa dan Diputus Sebelum Memeriksa Pokok Perkara.
Apabila tergugat mengajukan eksepsi kompetensi absolut dan relatif, Pasal 136 HIR memerintahkan hakim:
Memeriksa dan memutus lebih dahulu tentang eksepsi tersebut;
Pemeriksaan dan pemutusan tentang itu, diambil dan dijatuhkan sebelum pemeriksaan pokok perkara;
Berarti, apabila tergugat mengajukan eksepsi yang berisi pernyataan PN tidak berwenang mengadili perkara, baik secara absolut dan relatif:
Hakim menunda pemeriksaan pokok perkara;
Tindakan yang dapat dilakukan, memeriksa dan memutus eksepsi lebih dahulu;
11.
Tindakan demikian bersifat imperatif, tidak dibenarkan memeriksa pokok perkara sebelum ada putusan yang menegaskan apakah PN yang bersangkutan berwenang atau tidak memeriksanya. Hakim bebas ketentuan hukum dan pendapat-pendapat hukum tersebut, maka jelas pengajuan eksepsi kompetensi absolut dan relatif dibenarkan, dan hakim dalam memberikan putusan terhadap eksepsi kompetensi absolut dan relatif tidak harus menunggu dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara, tetapi diputuskan terlebih dahulu oleh hakim sebelum pokok perkara;
Halaman 25 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
12.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka TERGUGAT IV memohon kepada Majelis Hakim Yang Terhormat untuk dapat menerima dan memberikan putusan terhadap eksepsi kompetensi absolut dan eksepsi kompetensi relatif
yang diajukan oleh TERGUGAT IV tanpa harus
menunggu dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara, dimana hal ini semata-mata TERGUGAT IV ajukan demi terpenuhinya asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, sebagaimana yang terdapat di dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“Undang-Undang Kehakiman”) dan penjelasannya, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Kehakiman: “Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan”. Penjelasan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Kehakiman: “Yang
dimaksud
dengan
“sederhana”
adalah
pemeriksaan
dan
penyelesaian perkara dilakukan dengan cara yang efisien dan efektif. Yang dimaksud dengan “biaya ringan” adalah biaya perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Namun demikian, asas sederhana, cepat, dan biaya ringan dalam pemeriksaan
dan
penyelesaian
perkara
di
pengadilan
tidak
mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari kebenaran dan keadilan.” Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan tersebut di atas mengenai tidak berwenangnya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam memeriksa dan memberikan putusan dalam perkara a quo, maka TERGUGAT IV mohon kepada Majelis Hakim Yang Terhormat dalam perkara a quo agar berkenan memberikan putusan sebagai berikut: 1. Menerima dan mengabulkan eksepsi kompetensi absolut dan eksepsi
kompetensi relatif yang diajukan oleh TERGUGAT IV; 2. Menyatakan Pengadilan Negeri Depok tidak berwenang untuk memeriksa
dan mengadili perkara No. 64/Pdt.G/2015/PN.Dpk; 3. Menghukum PARA PENGGUGAT untuk membayar biaya perkara.
Halaman 26 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Namun demikian, apabila Majelis Hakim Yang Terhormat berpendapat lain, maka berikut kami paparkan Jawaban kami dalam bagian Eksepsi, sebagai berikut: DALAM EKSEPSI I.
GUGATAN PARA PENGGUGAT KABUR DAN TIDAK JELAS (EXCEPTIO OBSCUUR LIBELUM);
13.
Bahwa Gugatan PARA PENGGUGAT adalah kabur dan tidak jelas. Yang mana terkait dengan dalil ini, TERGUGAT IV mempunyai berbagai alasan, sebagai berikut: a.
Gugatan PARA PENGUGAT sama sekali tidak menguraikan mengenai ketentuan/ dasar hukum mana yang menjadi landasan Gugatannya; Bahwa dalam suatu gugatan, haruslah terdapat dasar fakta dan dasar hukum (fetelijk grond en rechtelijk grond) yang jelas. Tanpa adanya kejelasan atas dua hal tersebut, maka suatu gugatan dapat dikatakan tidak jelas atau kabur (obscuur). Terkait hal ini, kiranya layak disimak pendapat mantan Hakim Agung M. Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya yang berjudul “Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan,
Persidangan,
Penyitaan,
Pembuktian,
dan
Putusan
Pengadilan”, Penerbit Sinar Grafika Cetakan Kesebelas, Juli 2011, Jakarta, pada halaman 449, yang menyatakan: “Dalam praktik, dikenal beberapa bentuk eksepsi gugatan kabur. Masing-masing bentuk didasarkan pada faktor tertentu, antara lain: a)
Tidak jelasnya dasar hukum dalil gugatan. Posita atau fundamentum petendi, tidak menjelaskan dasar hukum (rechts grond) dan kejadian atau peristiwa yang mendasari gugatan. Bisa juga, dasar hukum jelas tetapi tidak dijelaskan dasar fakta (fetelijke grond). Dalil gugatan seperti itu, tidak memenuhi syarat formil. Gugatan dianggap tidak jelas dan tidak tertentu (een duidelijke en bepaalde conclusie)….”
Berdasarkan pada kutipan tersebut di atas, maka selain penggugat diwajibkan untuk menguraikan secara fakta peristiwa yang menjadi dasar
gugatannya,
penggugat
pun
diwajibkan
pula
untuk
menguraikan apa dasar hukum yang menjadi landasan gugatannya;
Halaman 27 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Dalam Gugatannya, secara nyata PARA PENGGUGAT sama sekali tidak menguraikan mengenai ketentuan mana landasan
gugatannya.
Dalam
awal
yang menjadi
Gugatannya,
PARA
PENGGUGAT hanya mengutip Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman yang pada intinya menyatakan bahwa Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas; Namun
demikian,
menjelaskan
dasar
PENGGUGAT
tidak
PARA hukum
PENGGUGAT
sama
gugatannya.
menguraikan
apa
sekali
Mengapa yang
menjadi
tidak PARA dasar
gugatannya? Hal itu secara nyata dikarenakan Gugatan PARA PENGGUGAT memang tidak berdasar hukum (onrechtmatig).
Karena memang
tidak ada dasarnya bagi suatu pengadilan negeri untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu penetapan yang diterbitkannya sendiri.
Terlebih, penetapan tersebut merupakan Penetapan
Eksekusi yang merupakan kepanjangan tangan dari sesuatu yang bersifat final dan memang bersifat eksekutorial; Berdasarkan hal tersebut, maka nyatalah bahwasanya gugatan PARA PENGGUGAT adalah bertentangan dengan formalitas dalam beracara karena tidak menguraikan apa yang menjadi dasar hukum gugatannya
(onrechtmatig).
Terlebih
lagi,
Gugatan
PARA
PENGGUGAT ini diajukan terhadap Produk Penetapan Eksekusi terhadap sesuatu yang memang bersifat eksekutorial (in casu lahir dari lembaga hak jaminan). Dapat dibayangkan kalau Penetapan Eksekusi dapat diajukan pembatalannya melalui suatu gugatan, tentunya tidak akan ada kepastian hukum terhadap lembaga jaminan lagi, yang dalam hal ini malahan bertentangan dengan filosofi lahirnya lembaga jaminan itu sendiri sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“Undang-Undang No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan”).
Terkait hal ini kiranya layak
disimak apa yang menjadi semangat dari lahirnya Undang-Undang
Halaman 28 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam Bagian Penjelasan Umum Butir 1, sebagai berikut: “Pembangunan nasional
Ekonomi,
merupakan
sebagai
salah
satu
bagian
dari
upaya
untuk
pembangunan mewujudkan
kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam rangka memelihara
kesinambungan pembangunan tersebut, yang para pelakunya meliputi baik Pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perseorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang besar. Dengan meningkatynya kegiatan pembangunan, meningkat juga keperluan akan tersedianya dana, yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan. Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan tersebut dalam proses pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat pula memberikan
kepastian
hukum
bagi
semua
pihak
yang
berkepentingan.” Dari uraian-uraian sebelumnya dan uraian Penjelasan Umum Undang-Undang No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan tersebut, maka nyatalah bahwasanya tidak ada dasar hukumnya bagi PARA PENGUGAT untuk mengajukan Gugatan aquo, yang justru dengan adanya Gugatan a quo malahan menciptakan suatu ketidakpastian hukum (onrechtzekerheid) terhadap lembaga hak jaminan itu sendiri; Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas,
maka sudah selayaknya
apabila Majelis Hakim Yang Terhormat menyatakan tidak menerima Gugatan yang diajukan oleh PARA PENGGUGAT (niet ontvankelijk verklaard). b.
Petitum Gugatan PARA PENGGUGAT tidak jelas dan tidak rinci; Bahwa dalam Gugatannya, PARA PENGGUGAT telah menyebutkan permohonannya dalam Petitum, namun demikian PARA PENGGUGAT telah memuat Petitum yang tidak jelas dan tidak rinci. Hal ini sebagaimana dapat dilihat di dalam Petitum Dalam Provisi No. 1 halaman 4, dan Petitum Dalam Pokok Perkara No. 3 dan No. 4 halaman 5, yaitu sebagai berikut:
Halaman 29 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Petitum Dalam Provisi No. 1 halaman 4:\ “Memerintahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Depok dan Jurusita Pengadilan Negeri Depok untuk menunda pelaksanaan Penetapan Eksekusi No. 01/Pen.Pdt/Aanm.Eks.Ht/2015/PN.Dpk, tanggal 20 Maret 2015 oleh Ketua Pengadilan Negeri Depok antara;” Petitum Dalam Pokok Perkara No. 3 halaman 5: “Menyatakan telah terjadi kekeliruan yang nyata dan membatalkan Penetapan Eksekusi No. 01/Pen.Pdt/Aanm.Eks.Ht/2015/PN.Dpk, tanggal 20 Maret 2015 oleh Ketua Pengadilan Negeri Depok antara;” Petitum Dalam Pokok Perkara No. 4 halaman 5: “Menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum Penetapan Eksekusi No. 01/Pen.Pdt/Aanm.Eks.Ht/2015/PN.Dpk, tanggal 20 Maret 2015 oleh Ketua Pengadilan Negeri Depok antara;” Dari kutipan Petitum Gugatan PARA PENGGUGAT tersebut di atas, jelas bahwasanya Petitum PARA PENGGUGAT tidak jelas dan tidak rinci. PARA PENGGUGAT dalam Petitumnya memuat kata “antara” yang tidak jelas maksudnya dan tujuannya, dan tidak ada perincian lebih lanjut setelah kata “antara”. Hal ini tentu saja membuat Gugatan PARA PENGUGAT menjadi kabur atau tidak jelas (obscuur libel).
Terkait hal ini kiranya layak jika disimak pendapat mantan
Hakim Agung M. Yahya Harahap, S.H. dalam Buku yang sama sebagaimana yang kami sebut di atas, pada halaman 452, yang menyatakan: “Bentuk petitum yang tidak jelas, antara lain: (1) Petitum tidak rinci Petitum gugatan hanya berbentuk kompositur atau ex aequo et bono. Padahal, berdasarkan teori dan praktik:
Pada prinsipnya petitum primair harus rinci;
Apabila petitum primair ada secara terinci, baru boleh dibarengi dengan petitum subsidiair secara rinci atau berbentuk kompositur (ex aequo et bono).
Halaman 30 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Pelanggaran terhadap hal tersebut mengakibatkan gugatan tidak jelas, dan memberi kesempatan bagi tergugat mengajukan eksepsi obscuur libel.” Berdasarkan pada fakta yang terlihat dalam Petitum Gugatan PARA PENGGUGAT dan Pendapat Hukum M. Yahya Harahap, S.H. tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Gugatan PARA PENGGUGAT adalah kabur atau tidak jelas (obscuur libel), karena tidak menyebut Petitum secara jelas dan rinci.
Oleh
karena itu, kiranya beralasan apabila Majelis Hakim Yang Terhormat menyatakan Gugatan PARA PENGGUGAT tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). c.
Petitum Gugatan PARA PENGGUGAT tidak sejalan dengan Posita Gugatan karena tuntutan Provisi dan tuntutan Serta Merta (uitvoerbaar bij voorraad verklaard) yang terdapat dalam Petitum Gugatan tidak diuraikan dalam Posita Gugatan; Bahwa PARA PENGGUGAT dalam Petitum Gugatannya telah memuat tuntutan Provisi dan tuntutan Serta Merta (uitvoerbaar bij voorraad verklaard) sebagaimana terdapat di halaman 4 dan halaman 5, yaitu sebagai berikut: Petitum Dalam Provisi halaman 4: 1.
Memerintahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Depok dan Jurusita
Pengadilan
pelaksanaan
Negeri
Depok
Penetapan
01/Pen.Pdt/Aanm.Eks.Ht/2015/PN.Dpk,
untuk
menunda
Eksekusi
No.
tanggal
20
Maret
ini
dapat
2015 oleh Ketua Pengadilan Negeri Depok antara; 2.
Menyatakan
bahwa
putusan
dalam
provisi
dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada bantahan, banding maupun kasasi sampai diperolehnya putusan yang pasti menurut hukum mengenai poko perkaranya.” Petitum Dalam Pokok Perkara No. 5 halaman 5: “Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dijalankan dengan serta merta (uit voorbaar bij voorrad) meskipun ada verzet, banding atau kasasi;”
Halaman 31 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Ternyata tuntutan Provisi dan tuntutan Serta Merta (uitvoerbaar bij voorraad verklaard) tersebut sama sekali tidak diuraikan atau dikemukakan Gugatannya.
oleh
PARA
PARA
PENGGUGAT
PENGGUGAT
di
dalam
Posita
sama
sekali
tidak
mencantumkan dasar-dasar tuntutan Provisi dan tuntutan Serta Merta di dalam Posita Gugatan, namun tiba-tiba tuntutan Provisi dan tuntutan Serta Merta muncul begitu saja di dalam Petitum Gugatan. Hal ini tentu saja mengakibatkan Gugatan menjadi kabur dan tidak jelas (obscuur libel) karena tidak adanya kesesuaian antara Petitum Gugatan dengan Posita Gugatan. Terkait dengan hal ini, kiranya layak disimak pendapat hukum mantan Hakim Agung M. Yahya Harahap, S.H., dalam Buku Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, halaman 66, menyatakan: “Petitum Tidak Sejalan dengan Dalil Gugatan Masalah lain yang harus diperhatikan, petitum gugatan harus sejalan dengan dalil gugatan. Dengan demikian, petitum meski bersesuaian atau konsisten dengan dasar hukum dan fakta-fakta yang dikemukakan dalam posita. Tidak boleh terjadi saling bertentangan atau kontroversi diantaranya. Apabila terjadi saling bertentangan, mengakibatkan gugatan mengadung cacat formil, sehingga gugatan dianggap kabur (obscuur libel). Kejadian yang seperti ini, ditegaskan dalam salah satu putusan, antara lain menyatakan: Petitum yang tidak sejalan dengan dalil gugatan mengandung cacat obscuur libel, oleh karena itu gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.” Berdasarkan pada fakta yang terlihat dalam Petitum Gugatan PARA PENGGUGAT dan Pendapat Hukum M. Yahya Harahap, S.H. tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Gugatan PARA PENGGUGAT adalah kabur atau tidak jelas (obscuur libel), karena Petitum Gugatan PARA PENGGUGAT tidak sejalan dengan Posita Gugatan.
Oleh karena itu, kiranya beralasan
apabila Majelis Hakim Yang Terhormat menyatakan Gugatan PENGGUGAT tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
Halaman 32 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
II. PARA PENGGUGAT ADALAH PIHAK YANG MEMPUNYAI ITIKAD BURUK (TE KWAADE TROUW) DALAM PENGAJUAN GUGATANNYA; 14.
Bahwa perkara ini bermula dari kedudukan PARA PENGGUGAT yang pada awalnya merupakan Debitur dari TERGUGAT IV yang pernah mengikatkan diri dalam Perjanjian Kredit No. 0618/NHC/PAL/IV/04 tertanggal 29 April 2004 (Bukti T.IV-1). Yang mana kemudian para pihak dalam Perjanjian Kredit tersebut menjaminkan tanah dan bangunan rumah yang berlokasi di Jl. Bukit Cinere No. 113 D RT 041/RW 06 Kelurahan Gandul, Kecamatan Limo, Kotamadya Depok, Propinsi Jawa Barat dengan luas tanah 325 M2 yang terdaftar dengan SHM No. 1344, IMB No. 648.11/67/TKB-Pr/1996 tanggal 30 Mei 1996 (“Obyek Eksekusi”), yang kemudian jaminan tersebut didaftarkan dalam Sertifikat Hak Tanggungan Peringkat Pertama Nomor: 1323/2004 tanggal 29 Juni 2004 (Bukti T.IV-2) dan Akta Pemberian Hak Tanggungan Nomor 58/2004 tanggal 29 April 2004 (Bukti T.IV-3);
15.
Bahwa kemudian ternyata PARA PENGGUGAT wanprestasi terhadap Perjanjian Kredit tersebut dan menyisakan hutang sejumlah Rp 557.077.733,- (lima ratus lima puluh tujuh juta tujuh puluh tujuh ribu tujuh ratus tiga puluh tiga Rupiah), yang kemudian akhirnya Obyek Eksekusi tersebut dilelang setelah adanya Penetapan Pengadilan Negeri Depok No. 13/Pen.Pdt/lelang.Eks.HT/2007/PN.Dpk., tertanggal 28 Februari 2008 dan TERGUGAT IV ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan harga Rp 352.100.000,- (tiga ratus lima puluh dua juta Rupiah) (Bukti T.IV-4);
16.
Setelah TERGUGAT IV memenangkan lelang tersebut, kemudian TERGUGAT IV mencoba menjual Obyek Eksekusi tersebut ke berbagai pihak (Bukti T.IV-5), namun ternyata Obyek Eksekusi dimaksud juga gagal
terjual,
yang
salah
satu
sebabnya
ialah
karena
PARA
PENGGUGAT masih menghuni Obyek Eksekusi dimaksud walaupun kepemilikannya sudah beralih kepada TERGUGAT IV. Atas kendala tersebut, bahkan TERGUGAT IV sudah mengirimkan Surat No. 046/RA/CHA-KP/III/2014 tertanggal 10 Maret 2014 agar PARA PENGGUGAT mengosongkan Obyek Eksekusi tersebut (Bukti T.IV-6). Namun ternyata, surat itu tidak ditanggapi dengan pengosongan Obyek Eksekusi oleh PARA PENGGUGAT;
Halaman 33 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
17.
Atas keadaan tersebut, kemudian TERGUGAT IV tetap melakukan publikasi rencana penjualan Obyek Eksekusi yang akhirnya pada tanggal 23 Juni 2014 diperoleh penawaran dari Pihak Bapak Imam Sanyoto seharga Rp 670.000.000,- (enam ratus tujuh puluh juta Rupiah) (Bukti T.IV-7). Ternyata ditanggal yang sama, TERGUGAT IV pun memperoleh surat dari PARA PENGGUGAT melalui Kantor Kuasanya yang pada intinya PARA PENGGUGAT mengajukan Permohonan Pelunasan Hutang (Bukti T.IV-8);
18.
Atas permohonan PARA PENGGUGAT tersebut, kemudian TERGUGAT IV
sebagai
pemilik
baru
memberikan
jawaban
kepada
PARA
PENGGUGAT melalui surat tertanggal 11 Juli 2014 yang intinya menetapkan harga jual sejumlah Rp 850.000.000,- dengan berbagai persyaratan, antara lain agar pelunasan dilakukan sebelum tanggal 25 Juli 2014, dan TERGUGAT IV sebagai pemilik baru Obyek Eksekusi tetap berhak untuk menawarkan dan menjual Obyek Eksekusi kepada pihak lain (Bukti T.IV-9). Selanjutnya, Bapak Imam Sanyoto membatalkan rencana pembeliannya atas Obyek Eksekusi; 19.
Selanjutnya,
PARA
PENGGUGAT
pada
tanggal
15
Juli
2014
mengajukan permohonan agar diberikan perpanjangan waktu pelunasan hutang selama 3 (tiga) bulan (Bukti T.IV-10). Atas permohonan PARA PENGGUGAT
tersebut,
TERGUGAT
IV
kemudian
memberikan
tanggapan sebagaimana surat tanggal 7 Agustus 2014 yang intinya memberikan perpanjangan waktu maksimal pelunasan sampai dengan tanggal 15 September 2014 dan selama waktu tersebut TERGUGAT berhak untuk menawarkan dan menjual Obyek Eksekusi kepada pihak lain (Bukti T.IV-11). 20.
Kemudian pada tanggal 14 Agustus 2014, pihak PARA PENGGUGAT mengirimkan surat kembali kepada TERGUGAT IV yang pada intinya menyatakan hanya sanggup melakukan pembelian kembali Obyek Eksekusi dengan harga Rp 516.504.539,- (Bukti T.IV-12). Yang mana atas hal tersebut, TERGUGAT IV menyatakan penawaran tersebut tidak dapat disetujui dan TERGUGAT IV pun menyatakan bahwa hingga jangka waktu berakhir pada tanggal 15 September 2014 ternyata PARA
Halaman 34 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
PENGGUGAT tidak juga melakukan pembayaran. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan TERGUGAT IV melalui Surat Tanggapannya No. 258/RA/ADD/IX/2014 tertanggal 23 September 2014 (Bukti T.IV-13); 21.
Selanjutnya, pihak TERGUGAT IV melakukan publikasi bahwa Obyek Eksekusi telah terjual kepada pihak TERGUGAT I dengan harga Rp 670.200.000,- (Bukti T.IV-14). Dan pada tanggal 1 Oktober 2014, Pihak TERGUGAT I melakukan pembayaran tanda jadi atas Obyek Eksekusi (Bukti T.IV-15);
22.
Atas hal tersebut, kemudian PARA PENGGUGAT mengirimkan surat pada tanggal 7 Oktober 2014, yang pada intinya menyatakan kesanggupannya membeli kembali Obyek Eksekusi sejumlah Rp 800.000.000,- (Bukti T.IV-16);
23.
Akhirnya setelah proses pembayaran pajak serta proses administrasi lainnya, diadakanlah Akta Jual Beli antara TERGUGAT IV dengan TERGUGAT I, TERGUGAT II, dan TERGUGAT III pada tanggal 23 Oktober 2014 (Bukti T.IV-17). Yang kemudian pihak TERGUGAT IV mengirimkan pemberitahuan pula kepada PARA PENGGUGAT perihal jual beli tersebut pada tanggal 24 Oktober 2014 (Bukti T.IV-18).
24.
Berdasarkan pada uraian-uraian fakta tersebut di atas, maka nyatalah bahwa PARA PENGGUGAT selalu mencari cara dan alasan agar Obyek Eksekusi dimaksud tidak dikuasai oleh pihak selain dari PARA PENGGUGAT. Padahal, PARA PENGGUGAT sendiri telah menyepakati pengosongan Obyek Eksekusi tersebut, sebagaimana yang terlihat dalam salah satu butir pada Pasal 2 Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 58/2004 tertanggal 29 April 2004 yang dibuat dihadapan Notaris Ninuk Samsuwarni Priyambodo, S.H. (“APHT No. 58/2004”), sebagai berikut: “Jika Pihak Kedua mempergunakan kekuasaannya untuk menjual Obyek
Hak
Tanggungan.
Pihak
Pertama
akan
memberikan
kesempatan kepada yang berkepentingan untuk melihat Obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan pada waktu yang ditentukan oleh Pihak Kedua dan segera mengosongkan atau suruh mengosongkan dan menyerahkan Obyek Hak Tanggungan tersebut kepada Pihak Kedua
Halaman 35 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
atau pihak yang ditunjuk oleh Pihak Kedua agar selanjutnya dapat menggunakan dalam arti kata yang seluas-luasnya.” 25.
Begitupula halnya dengan Gugatan aquo, yang secara nyata merupakan cara atau alasan bagi PARA PENGGUGAT untuk menghambat pelaksanaan eksekusi lelang. Berdasarkan hal tersebut, maka secara nyata Gugatan aquo telah diajukan dengan itikad buruk (te kwaade trouw), sehingga sudah selayaknya apabila Majelis Hakim Yang Terhormat menyatakan tidak menerima Gugatan yang diajukan oleh PARA PENGGUGAT ini (niet ontvankelijk verklaard).
Berdasarkan pada uraian-uraian tersebut di atas, maka sudah selayaknya apabila Gugatan PARA PENGGUGAT dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Berdasarkan Eksepsi-Eksepsi: II.
GUGATAN
PARA
PENGGUGAT
KABUR
DAN
TIDAK
JELAS
(EXCEPTIO OBSCUUR LIBELUM); III.
PARA PENGGUGAT ADALAH PIHAK YANG MEMPUNYAI ITIKAD BURUK (TE KWAADE TROUW) DALAM PENGAJUAN GUGATANNYA.
Maka TERGUGAT IV mohon kiranya agar Majelis Hakim Yang Terhormat menyatakan
Gugatan
PARA PENGGUGAT
tidak
dapat
diterima
(niet
ontvankelijk verklaard). Namun, apabila Majelis Hakim Yang Terhormat berpendapat lain, kami mohon kiranya agar Majelis Hakim Yang Terhormat mempertimbangkan dalil-dalil kami dalam Bagian Pokok Perkara, sebagai berikut: DALAM POKOK PERKARA I. ANTARA TERGUGAT I, TERGUGAT II, dan TERGUGAT III DENGAN TERGUGAT IV TELAH TERIKAT JUAL-BELI, YANG MANA DALAM HAL INI MAKA SELURUH HAK TERGUGAT IV YANG MELEKAT PADA OBYEK JUAL BELI JUGA BERALIH PADA TERGUGAT I, TERGUGAT II DAN TERGUGAT III; 26.
Dalam Gugatannya, PARA PENGGUGAT telah mempersoalkan perihal TERGUGAT I, TERGUGAT II, dan TERGUGAT III yang mengajukan Permohonan Penetapan Eksekusi dengan alasan ketiga pihak tersebut bukanlah pihak yang memenangkan lelang. Hal ini sebagaimana yang
Halaman 36 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
dinyatakan oleh PARA PENGGUGAT dalam halaman 3 Butir 7 Gugatannya, sebagai berikut: “Bahwa Tergugat I, Tergugat II, dan III dikarenakan mereka bukan lah pemenang lelang sehingga bukanlah pihak yang berhak mengajukan Permohonan Penetapan Eksekusi No. 01/Pen.Pdt/Aanm.Eks.Ht/2015/ PN.Dpk., tanggal 20 Maret 2015 yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Depok, dikarenakan Tergugat IV adalah pemenang lelang berdasarkan Lelang nomor 122/2008 tanggal 15 Mei 2008 yang dilakukan Turut Tergugat I;” 27.
Terkait dengan dalil PARA PENGGUGAT tersebut, kiranya layak untuk dipertimbangkan bahwa TERGUGAT IV memperoleh kepemilikan atas Obyek Eksekusi berdasarkan Lelang melalui Lembaga Hak Jaminan yang didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku (in casu UndangUndang No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan); Bahwa kemudian TERGUGAT IV melakukan jual beli atas Obyek Eksekusi tersebut kepada pihak TERGUGAT I, TERGUGAT II, dan TERGUGAT III sebagaimana terlihat dalam Akta Jual Beli No. 170/2014 tanggal 23 Oktober 2014. Berdasarkan Akta Jual Beli No. 170/2014 tanggal 23 Oktober 2014 tersebut, maka jelaslah bahwa terhitung tanggal 23 Oktober 2014, maka seluruh hak dan kewajiban terkait Obyek Eksekusi telah beralih kepada TERGUGAT I, TERGUGAT II, dan TERGUGAT III. Hal ini sebagaimana pula yang secara jelas dan tegas dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1 Akta Jual Beli No. 170/2014 tanggal 23 Oktober 2014, sebagai berikut: “Mulai hari ini Objek Jual Beli yang diuraikan dalam akta ini telah menjadi milik Pihak Kedua dan karenanya segala keuntungan yang didapat dari, dan segala kerugian/ beban atas Objek Jual Beli tersebut di atas menjadi hak/ beban Pihak Kedua (kursif kami: TERGUGAT I, TERGUGAT II, dan TERGUGAT III).” Yang mana atas hal tersebut, maka TERGUGAT I, TERGUGAT II, dan TERGUGAT III memiliki hak untuk mempertahankan apa yang menjadi haknya.
28.
Selain itu, kiranya layak pula dipahami bahwa Obyek Eksekusi merupakan Benda, sedangkan upaya hukum (in casu hak untuk
Halaman 37 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
mengajukan permohonan penetapan eksekusi) termasuk salah satu hak kebendaan. Bahwa Hak Kebendaan akan selalu mengikuti Bendanya.
Termasuk
untuk mengajukan permohonan Penetapan Eksekusi PN Depok No. 01/2015. Terkait hal ini kiranya layak disimak pendapat Vollmar, sebagai berikut: “Dikatakan secara lain: ada hak-hak, yang meskipun hak-hak itu tidak dapat dihitung lengkap termasuk ke dalam golongan hak-hak kebendaan, tokh mempunyai sekedar ‘droit de suite’ atau ‘zaaksgevolg’. Droit de suite itu ialah, bahwa hak kebendaan itu melekat pada benda yang bersangkutan, di dalam tangan siapapun benda itu ada.” Dan: “Sekarang apakah sifat daripada hak kebendaan? Hak kebendaan itu mempunyai sifat absolute atau mutlak, oleh karena hak itu memberikan kepada orang yang berhak terhadap benda yang menjadi sasaran hak itu, suatu penguasaan tertentu yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang.” Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, maka nyatalah bahwasanya dengan beralihnya kepemilikan Obyek Eksekusi dari TERGUGAT IV kepada TERGUGAT I, TERGUGAT II, dan TERGUGAT III, maka beralih pula hak kebendaan pada Obyek Eksekusi tersebut, termasuk hak untuk mengajukan
permohonan
penetapan
eksekusi
terhadap
PARA
PENGGUGAT yang secara melawan hak masih menghuni Obyek Eksekusi tersebut; 29.
Dari seluruh uraian-uraian tersebut di atas, maka nyatalah bahwa Penetapan Eksekusi PN Depok No. 01/2015 adalah berdasar, dan oleh karena itu sudah selayaknya apabila Gugatan yang diajukan oleh PARA PENGGUGAT dinyatakan ditolak.
II. PARA PENGGUGAT TELAH KELIRU DALAM MENAFSIRKAN PASAL 200 AYAT (11) HIR; 30.
Bahwa dalam Gugatannya, PARA PENGGUGAT telah menyebut Pasal 200 ayat 11 HIR dan menyimpulkannya sendiri sebagaimana yang
Halaman 38 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
dinyatakan dalam halaman 3-4 Butir 8 dan 9 Gugatan PARA PENGGUGAT sebagai berikut: “8.
Bahwa berdasarkan pasal 200 HIR ayat 11 yang sekiranya berbunyi di dalam penjelasannya poin 5 ‘Bagaimana kalau keputusan hakim itu mengenai pengosongan barang tetap oleh pihak yang kalah, atau sesudah barang tetap itu dijual lelang,
orang
yang
dijual
barangnya
tidak
mau
meninggalkan barang itu? Dalam hal ini ketua pengadilan negeri membuat surat perintah kepada pejabat yang berkuasa menjalankan penyitaan untuk dengan bantuan panitera serta jika perlu dengan pertolongan polisi, agar barang tetap itu dikosongkan’; 9.
Bahwa berdasarkan poin 7 diatas, maka dapat disimpulkan terhadap eksekusi pengosongan barang tetap hanya didasarkan oleh 2 hak yaitu yang pertama adalah terhadap orang atau pihak yang menang di dalam keputusan hakim yaitu melalui gugatan perdata dan sebagai pihak yang menang di dalam suatu lelang, dalam hal ini Tergugat I, II, dan III bukanlah pihak yang menang dalam suatu gugatan perdata ataupun bukanlah pihak pemenang lelang nomor 122/2008 tanggal 15 Mei 2008 yang dilakukan di Kantor Turut Tergugat I.”
Dari dalil Gugatan PARA PENGGUGAT tersebut, seolah-olah ketentuan Pasal 200 ayat (11) HIR menitikberatkan pada dasar hak pengosongan barang. Padahal tidak; 31.
Bahwa terlepas dari Teori Hak Kebendaan sebagaimana yang telah TERGUGAT IV uraikan dalam sub bab sebelumnya, maka terkait dalil PARA PENGGUGAT mengenai Pasal 200 ayat (11) HIR ini, TERGUGAT IV hendak meluruskan mengenai ketentuan Pasal 200 ayat (11) HIR yang secara letterlijk menyatakan: “Indien de geexecuteerde weigert het onroerend goed te ontruimen,
vaardigt
de
voorzitter
van
den
landraad
een
schrifrelijken last uit op een tot het doen van exploiten bevoegden persoon om, bijgestaan door den griffier van den landraad of door een anderen door den voorzitter daarvoor aan te wijzen
Halaman 39 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Europeeschen ambtenaar of beambte, desnoods met behulp van den sterken arm, het goed door den geexecuteerde met de zijnen en het zijne te doen ontruimen en ledig te maken.” Yang dalam terjemahan bebasnya berarti: “Jika seseorang enggan meninggalkan barang tetapnya yang dijual, maka ketua pengadilan negeri akan membuat surat perintah kepada orang yang berwenang, untuk menjalankan surat juru sita dengan bantuan panitera pengadilan negeri atau seorang pegawai bangsa Eropa yang ditunjuk oleh ketua, dan jika perlu dengan bantuan polisi, supaya barang tetap itu ditinggalkan dan dikosongkan oleh orang yang dijual barangnya serta oleh sanak saudaranya.” Berdasarkan bunyi asli Pasal 200 ayat (11) HIR maka nyatalah bahwasanya PARA PENGGUGAT telah keliru dalam memahami apa yang menjadi esensi sesungguhnya dari ketentuan Pasal 200 ayat (11) HIR tersebut; 32.
Bahwa esensi dari Pasal 200 ayat (11) HIR tersebut pada intinya menerangkan Ketua Pengadilan Negeri akan membuat surat perintah kepada pihak yang berwenang untuk mengosongkan atau “mengusir” seseorang yang tidak mau meninggalkan barang tetapnya yang telah dijual. Berdasarkan pada esensi Pasal 200 ayat (11) HIR tersebut maka nyatalah Penetapan PN Depok No. 01/2015 justru telah dibuat berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku (in casu Pasal 200 ayat (11) HIR). Terlebih lagi, TERGUGAT I, TERGUGAT II, dan TERGUGAT III merupakan pihak-pihak yang berhak atas Obyek Eksekusi dimaksud, karena selepas terjadinya levering atas Obyek Eksekusi (in casu Akta Jual Beli No. 170/2014 tanggal 23 Oktober 2014), maka melekat pula hak TERGUGAT
I,
TERGUGAT
II,
dan
TERGUGAT
III
untuk
mempertahankan apa yang menjadi haknya (vide Pasal 542 Burgerlijk Wetboek Jo. Doktrin Vollmar). 33.
Justru, perbuatan PARA PENGGUGAT yang masih menghuni Obyek Eksekusi walaupun obyek tersebut telah dijual jauh-jauh hari merupakan bentuk perbuatan yang melawan hak, baik terhadap TERGUGAT IV maupun terhadap TERGUGAT I, TERGUGAT II, dan TERGUGAT III.
Halaman 40 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Terlebih
lagi,
PARA
PENGGUGAT
sendiri
telah
menyepakati
pengosongan Obyek Eksekusi tersebut, sebagaimana yang terlihat dalam salah satu butir pada Pasal 2 APHT No. 58/2004 yang telah disepakati oleh PARA PENGGUGAT, sebagai berikut: “Jika Pihak Kedua mempergunakan kekuasaannya untuk menjual Obyek Hak Tanggungan.
Pihak Pertama akan memberikan
kesempatan kepada yang berkepentingan untuk melihat Obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan pada waktu yang ditentukan oleh Pihak Kedua dan segera mengosongkan atau suruh mengosongkan dan menyerahkan Obyek Hak Tanggungan tersebut kepada Pihak Kedua atau pihak yang ditunjuk oleh Pihak Kedua agar selanjutnya dapat menggunakan dalam arti kata yang seluas-luasnya.” 34.
Berdasarkan pada uraian-uraian tersebut di atas, maka nyatalah bahwa dalil-dalil
PARA
PENGGUGAT
dalam
Gugatannya
adalah
tidak
beralasan dan justru menunjukkan itikad buruk PARA PENGGUGAT atas apa yang telah disepakatinya sendiri dalam APHT No. 58/2004. Oleh karena itu, sudah selayaknya apabila gugatan yang diajukan oleh PARA PENGGUGAT dinyatakan ditolak. III. GUGATAN YANG DIAJUKAN OLEH PARA PENGGUGAT MERUPAKAN AKAL-AKALAN
YANG
DILAKUKAN
PARA
PENGGUGAT
UNTUK
MENUNDA-NUNDA PELAKSANAAN EKSEKUSI; 35.
Bahwa sebagaimana kronologis perkara a quo yang telah diuraikan oleh TERGUGAT
IV
dalam
bagian
Eksepsi
Jawaban
ini,
nyatalah
sesungguhnya Gugatan a quo hanya diajukan sebagai penghambat bagi pihak yang berwenang untuk melakukan eksekusi pengosongan Obyek Eksekusi; 36.
Oleh karena itu, TERGUGAT IV mohon kiranya agar Majelis Hakim Yang Terhormat dapat menimbang pengajuan Gugatan a quo sebagai bentuk itikad buruk (te kwaade trouw) PARA PENGGUGAT terhadap PARA TERGUGAT, termasuk bahkan terhadap Pengadilan itu sendiri;
37.
Berdasarkan hal tersebut, maka kami mohon kiranya agar Majelis Hakim Yang
Terhormat
menolak
Gugatan
yang
diajukan
oleh
PARA
PENGGUGAT tersebut.
Halaman 41 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
IV. OLEH KARENA PARA PENGGUGAT SUDAH SELAYAKNYA UNTUK DINYATAKAN KALAH DALAM PERKARA PERDATA INI, MAKA SUDAH SELAYAKNYA PULA APABILA PARA PENGGUGAT DIHUKUM UNTUK MEMBAYAR BEBAN BIAYA PERKARA PERDATA INI. Berdasarkan seluruh uraian TERGUGAT IV tersebut di atas, maka sudah
38.
selayaknya jika Gugatan PARA PENGGUGAT dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard); Bahwa sebagai akibat dari ditolak atau tidak diterimanya Gugatan PARA
39.
PENGGUGAT
tersebut,
maka
sudah
selayaknya
jika
PENGGUGAT dihukum untuk membayar biaya perkara.
PARA Hal ini
sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 181 ayat (1) HIR, sebagai berikut: “Al wie bij vonnis in het ongelijk gesteld wordt, zal in de kosten verwezen worden. Echter zullen de kosten in het geheel of ten deele gecompenseerd mogen worden tusschen echtgenooten, bloedverwanten in de rechte linie, broeders en zesters of aangehuwden in denselfden grad, mitsgaders indien de partijen over en weder op eenige punten in het ongelijk zaijn gesteld.” Yang terjemahan Bahasa Indonesianya adalah: “Barangsiapa dikalahkan dengan keputusan, akan dihukum membayar biaya perkara. Akan tetapi biaya perkara itu semuannya atau sebagianya boleh diperhitungkan antara laki-isteri, keluarga sedarah dalam keturunan lurus, saudara laki-laki dan perempuan atau keluarga semenda yang sama pupunya, lagipula jika kedua pihak masing-masing dikalahkan dalam beberapa perkara.” Berdasarkan hal tersebut, oleh karena sudah selayaknya PARA PENGGUGAT dinyatakan sebagai pihak yang kalah dalam perkara perdata ini, maka sudah sepatutnya pula jika PARA PENGGUGAT yang dibebankan biaya perkara perdata ini. Berdasarkan seluruh uraian-uraian tersebut di atas, maka kami mohon kiranya agar Majelis Hakim memberikan putusan, sebagai berikut: DALAM EKSEPSI KOMPETENSI ABSOLUT: -
Mengabulkan Eksepsi Kompetensi Absolut yang diajukan oleh TERGUGAT IV;
Halaman 42 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
-
Menyatakan Pengadilan Negeri Depok tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini.
DALAM EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF: -
Mengabulkan Eksepsi Kompetensi Relatif yang diajukan oleh TERGUGAT IV;
-
Menyatakan Pengadilan Negeri Depok tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini.
DALAM EKSEPSI: -
Menerima seluruh eksepsi yang diajukan oleh TERGUGAT IV;
-
Menyatakan Gugatan PARA PENGGUGAT tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
DALAM POKOK PERKARA: -
Menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh PARA PENGGUGAT;
-
Menghukum PARA PENGGUGAT untuk membayar biaya perkara ini. Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain kami mohon putusan yang
seadil-adilnya (ex aequo et bono). Membaca putusan Pengadilan Negeri Depok tanggal 30 Juni 2016 Nomor 64/Pdt.G/2015/PN.Dpk. yang amarnya sebagai berikut : DALAM EKSEPSI : -
Menolak EKSEPSI Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV untuk seluruhnya;
DALAM POKOK PERKARA 1. Menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verlaard): 2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang sampai putusan ini sebesar Rp.3.146.000,-(Tiga juta seratus
empat puluh enam
ribu rupiah) ; Membaca
Risalah
Pernyataan
Pemohonan
Banding
Nomor
64/Pdt.G/2015/PN.Dpk. yang ditanda tangani oleh Panitera Pengadilan Negeri Depok, yang menyatakan bahwa pada hari Rabu tanggal 13 Juli 2016, para Penggugat melalui kuasanya telah mengajukan permohonan banding terhadap putusan tersebut, permohonan banding mana telah diberitahukan secara patut
Halaman 43 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
kepada Terbanding I, II dan III semula Tergugat I, II dan III masing-masing pada tanggal 21 Desember 2016, kepada Terbanding IV semula Tergugat IV melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kelas 1A Khusus pada tanggal 7 April 2017 dan kepada Turut Terbanding semula Turut Tergugat melalui Pengadilan Negeri Bogor Kelas 1B pada tanggal 20 Maret 2017; Membaca surat memori banding dari kuasa para Pembanding semula para Penggugat yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Depok pada tanggal 18 Nopember 2016 dan telah diberitahukan secara seksama kepada Terbanding I, II dan III semula semula Tergugat I, II dan III masing-masing pada tanggal 21 Desember 2016, kepada Terbanding IV semula Tergugat IV melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kelas 1A Khusus pada tanggal 7 April 2017 dan kepada Turut Terbanding semula Turut Tergugat melalui Pengadilan Negeri Bogor Kelas 1B pada tanggal 20 Maret 2017; Membaca surat kontra memori banding yang diajukan oleh kuasa Terbanding I, II dan III semula Tergugat I, II dan III yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Depok pada tanggal 17 Februari 2017 dan telah diberitahukan secara seksama kepada kuasa para Pembanding semula para Penggugat pada tanggal 1 Maret 2017; Membaca Surat Pemberitahuan Memeriksa Berkas Perkara (Inzage) Nomor 64/Pdt.G/2015/PN.Dpk. yang menyatakan bahwa kepada kuasa para Pembanding semula para Penggugat pada tanggal 18 Nopember 2016, kepada Terbanding I, II dan III semula semula Tergugat I, II dan III masing-masing pada tanggal 21 Desember 2016, kepada Terbanding IV semula Tergugat IV melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kelas 1A Khusus pada tanggal 7 April 2017 dan kepada Turut Terbanding semula Turut Tergugat melalui Pengadilan Negeri Bogor Kelas 1B pada tanggal 20 Maret 2017 telah diberi kesempatan untuk mempelajari berkas perkara Nomor 64/Pdt.G/2015/PN.Dpk. sebelum berkas perkara dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat untuk diperiksa dalam tingkat banding; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa permohonan banding dari para Pembanding semula para Penggugat diajukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara yang ditentukan oleh Undang-undang, oleh karenanya permohonan banding tersebut dapat diterima;
Halaman 44 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Menimbang, bahwa dalam permohonan bandingnya kuasa para Pembanding semula para Penggugat telah menyampaikan memori banding yang pada pokoknya sebagai berikut : -
Bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok yang menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verlaard) sangat tidak mendasar, karena gugatan yang diajukan dalam perkara a quo tidak mengandung cacat formil;
-
Bahwa Penetapan Eksekusi No. 01/Pen.Pdt/Aanm.Eks.Ht/2015/PNJ.Dpk. telah keliru dan tidak sah sehingga dapat diajukan pembatalan;
-
Bahwa Terbanding I, II dan III semula Tergugat I, II dan III bukanlah pihak dalam perjanjian kredit No. 0618/NHC/PAL/IV/04 dan bukan juga pihak dalam lelang Nomor 122/2008 tanggal 15 Mei 2008; Menimbang, bahwa sebaliknya Terbanding I, II dan III semula Tergugat
I, II dan III dalam kontra memori banding telah menyampaikan sanggahansanggahannya yang pada pokoknya menolak dengan tegas alasan-alasan dalam memori banding para Pembanding secara keseluruhan, oleh karenanya putusan Nomor 64/Pdt.G/2015/PN.Dpk. tersebut harus dikuatkan; Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian putusan dalam perkara ini, maka seluruh isi memori banding dan kontra memori banding dari para pihak yang berperkara tersebut diatas, dianggap telah termaktub dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam putusan ini; Menimbang, mempelajari
bahwa
Majelis
keberatan-keberatan
Hakim
yang
Pengadilan
dikemukakan
Tinggi
oleh
setelah
kuasa
para
Pembanding semula para Penggugat didalam memori bandingnya ternyata tidak ada hal-hal baru untuk dipertimbangkan karena hanya merupakan pengulangan dari surat gugatan yang telah disampaikan pada persidangan tingkat pertama; Menimbang, bahwa begitu pula dengan kontra memori banding yang disampaikan oleh Terbanding I, II dan III semula Tergugat I, II dan III, terhadap kontra memori banding tersebut diberlakukan pertimbangan yang sama dengan memori banding; Menimbang, bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi setelah meneliti dan mempelajari berkas perkara dengan seksama yang terdiri dari Berita Acara persidangan, surat-surat bukti yang diajukan dalam perkara ini, salinan resmi putusan
Pengadilan
Negeri
Depok
tanggal
30
Juni
2016
Nomor.
Halaman 45 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
64/Pdt.G/2015/PN.Dpk., memori banding serta kontra memori banding yang diajukan dalam perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pertimbangan hukum dari Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam putusannya tersebut telah tepat dan benar sehingga oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi diambil alih dan dijadikan dasar pertimbangannya sendiri dalam memutus perkara ini dalam tingkat banding; Menimbang, bahwa berdasarkan alasan dan pertimbangan tersebut diatas, maka putusan Pengadilan Negeri Depok tanggal 30 Juni 2016 Nomor 64/Pdt.G/2015/PN.Dpk., yang dimohonkan banding tersebut harus dikuatkan; Menimbang, bahwa oleh karena para Pembanding semula para Penggugat tetap dipihak yang kalah baik dalam peradilan tingkat pertama maupun dalam peradilan tingkat banding, maka dihukum pula untuk membayar biaya dalam kedua tingkat peradilan; Mengingat, Undang-undang Nomor 20 tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura, Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan peraturan hukum lain yang bersangkutan; MENGADILI -
Menerima permohonan banding dari para Pembanding semula para Penggugat;
-
Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Depok tanggal 30 Juni 2016 Nomor 64/Pdt.G/2015/PN.Dpk. yang dimohonkan banding tersebut;
-
Menghukum para Pembanding semula para Penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam kedua tingkat peradilan, dan dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat pada hari Kamis tanggal 13 Juli 2017, oleh kami Berlin Damanik, S.H., M.Hum. sebagai Hakim Ketua Majelis, H. Hanifah Hidayat Noor, S.H., M.H. dan H. Sutoto Hadi, S.H., M.Hum. masing-masing sebagai Hakim Anggota, berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Jawa
Halaman 46 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG
Barat Nomor 252/PEN/PDT/2017/PT.BDG, tanggal 22 Mei 2017, putusan mana diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Rabu, tanggal 19 Juli 2017 oleh Ketua Majelis tersebut dengan dihadiri Hakim-hakim Anggota dan Asep Gunawan, S.H. Panitera Pengganti pada Pengadilan Tinggi Jawa Barat, tanpa dihadiri pihak-pihak yang berperkara. Hakim-hakim Anggota
Hakim Ketua Majelis
Ttd
Ttd
H. Hanifah Hidayat Noor, S.H., M.H. Ttd
Berlin Damanik, S.H., M.Hum.
H. Sutoto Hadi, S.H., M.Hum. Panitera Pengganti Ttd Asep Gunawan, S.H. Perincian biaya perkara : 1. Biaya Meterai ..............………Rp.
6.000,00
2. Biaya Redaksi putusan …… Rp.
5.000,00
3. Biaya Pemberkasan ………. Rp. 139.000,00 Jumlah ………………………... Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah)
Halaman 47 dari 47 halaman putusan Nomor 252/PDT/2017/PT.BDG