Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Pusat Transformasi Kebijakan Publik 2016
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
©2016 Pusat Transformasi Kebijakan Publik. Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Publikasi ini disusun oleh Pusat Transformasi Kebijakan Publik (Transformasi), bekerja sama dengan Lee Kuan Yew School of Public Policy, dengan dukungan penuh dari Rajawali Foundation. Segala pandangan, posisi dan kesimpulan yang diutarakan dalam publikasi ini merupakan tanggung jawab penulis. Dengan demikian, Transformasi tidak mengambil posisi kebijakan tertentu.
Penulis: Mulya Amri, PhD Candidate; Prof. Eduardo Araral Penerjemah: Wicaksono Prayogie, B.Sc. Penyunting: Dr. Jonathan Pincus; Nazla Mariza, M.A; Ika Dahlia, M.T.; Wicaksono Prayogie, B.Sc. Tata Letak dan Desain: Andryanto Suswardoyo, S.Sn. Tim Komunikasi dan Produksi: Fardila Astari, M.Si.; Mohamad Burhanudin, S.Ip.; Muhammad Syarifullah, S.S.; Andryanto Suswardoyo, S.Sn. Penanggung Jawab/Direktur Eksekutif Transformasi: Ir. Nugroho Wienarto
Pusat Transformasi Kebijakan Publik www.Transformasi.org
i
ii
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Tentang Pusat Transformasi Kebijakan Publik Transformasi merupakan organisasi jaringan para pemikir (networked think tank) yang melibatkan para pembuat kebijakan, kalangan akademisi, sektor swasta, dan masyarakat, untuk mendorong proses pembuatan kebijakan berbasis fakta untuk berkontribusi pada upaya peningkatan kesejahteraan, kesetaraan, dan keberlanjutan di dalam konteks sistem desentralisasi di Indonesia. Transformasi adalah organisasi independen yang berbasis di Jakarta, Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun 2013 oleh Dr. Jonathan Pincus dari Rajawali Foundation, yang didedikasikan untuk memberikan bantuan teknis tentang kebijakan publik yang berbasis fakta kepada pemerintah pusat pada umumnya dan pemerintah daerah pada khususnya. Kehadiran Transformasi di tahun 2014 dalam peluncuran rekomendasi kebijakan yang berjudul “Pilihan Ekonomi yang Dihadapi Presiden Baru” ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, cukup diperhitungkan dalam membantu arah kebijakan ekonomi Indonesia. Tidak hanya fokus pada ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, Transformasi juga mengembangkan fokusnya pada isu-isu Perkotaan dan juga Perikanan dan Kelautan.
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Kata Pengantar Era desentralisasi menandai hadirnya pola baru dalam kepemerintahan di negeri ini. Daerah tiba-tiba tampil sebagai ujung tombak bagi negara dalam menjalankan fungsi luhurnya, yaitu melayani dan menyejahterakan masyarakat. Maka, tata kelola pemerintahan yang baik menjadi sebuah frasa kunci pada era ini. Sejauh mana daerah mampu mengemban fungsinya, sangat tergantung bagaimana tata kelola yang baik ditegakkan. Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan BangsaBangsa mengidentifikasi, setidaknya ada enam prinsip yang harus dipenuhi dalam tata kelola pemerintahan yang baik, yakni transparansi, pertanggungjawaban, akuntabilitas, partisipasi, koordinasi, dan ketanggapan. Dalam praktiknya, prinsip-prinsip itu tak begitu saja mudah dijalankan. Banyak daerah di Indonesia sepanjang era otonomi daerah ini terlihat gagap dalam mengemban peran sebagai penata kelola pemerintahan yang baik. Beberapa justru menampakkan wajah yang minim inovasi, kurang transparan, birokrasi yang tidak efektif, dan koordinasi antarlini birokrasi yang timpang. Bukan rahasia lagi, di era desentralisasi, korupsi nyaris selalu menjadi isu miring yang mengemuka. Namun begitu, bukan berarti semua daerah bertahan dalam kemandekan semacam itu. Sejumlah daerah terus berupaya berbenah dengan bermacam rupa cara. Kota Banda Aceh, sebagai ibukota provinsi terujung barat Nusantara, adalah satu dari beberapa daerah yang telah bertekad merintis jalan menuju tata pengelolaan pemerintahan yang baik tersebut. Mereka menempuhnya melalui e-Kinerja, yang telah dirintis sejak tahun 2011 silam. E-Kinerja adalah sistem manajemen sumber daya manusia berbasis internet yang memungkinkan pelacakan kegiatan staf dan tingkat produktivitas secara nyaris dalam waktu nyata (real time). Sistem ini dapat diakses menggunakan komputer dan tablet atau ponsel pintar. Sistem ini mengukur seberapa produktif seorang pegawai negeri dalam melakukan pekerjaannya. Langkah pertama yang ditempuh Pemkot Banda Aceh untuk mengimplementasikan e-Kinerja adalah menyusun regulasi terkait program pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung kerja pemerintahan. Regulasi tersebut untuk memastikan agar agenda-agenda e-Kinerja itu masuk ke dalam kerangka kebijakan pembangunan daerah secara resmi. Basis operasional dari e-Kinerja di Banda Aceh ini adalah pemanfaatan infrastruktur jaringan digital dengan perangkat lunak yang gratis dan terbuka (free and open source software). Perangkat keras atau hardware yang digunakan untuk menunjang e-Kinerja tersebut dikendalikan dengan sebuah data center, yang menjadi pusat database dan layanan server untuk seluruh Kota Banda Aceh. Melalui jaringan yang terkoneksi secara simultan itu, pimpinan pemerintahan dan kepala-kepala dinas dapat melakukan analisis pekerjaan dan analisis beban kerja untuk staf mereka. Staf di jajaran birokrasi juga dapat melaporkan kegiatan hariannya ke dalam aplikasi berbasis web,
iii
iv
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
dan atasan langsungnya dapat memberikan persetujuan dalam waktu secepatnya. Lalu, sebuah unit penilaian independen memverifikasi kedua masukan dan persetujuan. Proses yang cepat dan efisien ini memotong jalur birokrasi yang panjang sehingga tugas-tugas pemerintahan dan layanan masyarakat bisa dilaksanakan dengan lebih cepat. Pada bulan Maret 2012, e-Kinerja dilaksanakan dalam skala terbatas di lima organisasi pemerintah kota. Hingga akhir 2014, sebanyak 38 organisasi telah mengadopsi e-Kinerja. Alhasil, Kota Banda Aceh yang sejak tahun 2000 kering penghargaan dalam hal tata kelola pemerintahan yang baik, antara tahun 2009-2015 mendapat sejumlah penghargaan dalam layanan umum berkat e-Kinerja ini. Hal tersebut termasuk pengakuan tertinggi untuk kebersihan, manajemen lalu lintas, udara bersih, pengembangan perumahan, akses ke teknologi dan informasi, tata kelola pemerintahan yang baik, dan manajemen perkotaan. Penilaian audit wajar tanpa pengecualian selama tujuh kali berturut-turut sejak 2008 pun sukses mereka raih. Studi kasus ini hendak menggambarkan dan menganalisis bagaimana e-Kinerja Banda Aceh berjalan. Sejauhmana efektivitas e-Kinerja ini dalam membangun tata kelola pemerintahan yang baik? Apa kendala, tantangan, dan pekerjaan rumah yang mesti harus dituntaskan agar e-Kinerja ini mampu mendorong prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan koordinasi? Muara dari studi kasus ini adalah apa pelajaran yang bisa dipetik oleh daerah-daerah lain di Indonesia dari pelaksanaan e-Kinerja di Banda Aceh. Studi kasus kebijakan pemerintah daerah merupakan salah satu program Pusat Transformasi Kebijakan Publik atau Transformasi untuk menggali inspirasi, model kebijakan yang baik, dan analisis yang komprehensif. Produk penelitian ini nantinya akan didiseminasi, didiskusikan, dan menjadi materi bagi studi kasus beragam kegiatan ilmiah, seperti pelatihan dan seminar, yang ditujukan bagi peningkatan kapasitas pemimpin-pemimpin daerah. Tentunya, tak ketinggalan di sini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mulya Amri dari Lee Kwan Yew School of Public Policy, yang telah meneliti dan menyusun laporan studi kasus ini, bersama Tim Transformasi. Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Illiza Sa’ aduddin Djamal, Wali Kota Banda Aceh, beserta staf jajarannya, yang telah menerima dengan tangan terbuka, serta membantu kegiatan penelitian ini. Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya untuk Rajawali Foundation, yang dengan setia mendukung serta mensponsori kegiatan penelitian studi kasus Kota Banda Aceh ini. Semoga kerja sama ini dapat terus berlanjut untuk turut membangun Indonesia yang lebih sejahtera, khususnya melalui penciptaan kebijakan publik yang baik.
Hormat Kami
Ir. Nugroho Wienarto (Direktur Eksekutif Transformasi)
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara Pusat Transformasi Kebijakan Publik (Center for Public Policy Transformation) Lee Kuan Yew School of Public Policy, NUS Rangkaian Studi Kasus Perkotaan Indonesia
Ringkasan Eksekutif Studi kasus ini membahas kemajuan yang telah dibuat Banda Aceh dalam meningkatkan manajemen aparatur negara, dengan fokus pada e-Kinerja sebagai salah satu program unggulan kota ini. E-Kinerja adalah sistem manajemen sumber daya manusia berbasis internet yang memungkinkan pelacakan kegiatan staf dan tingkat produktivitas secara nyaris dalam waktu nyata (real time). Sistem ini dapat diakses menggunakan komputer dan tablet atau ponsel pintar. Sistem ini mengukur seberapa produktif seorang pegawai negeri dalam melakukan pekerjaannya. e-Kinerja mendukung banyak aspek dari upaya reformasi birokrasi Indonesia: (1) merupakan cara yang lebih obyektif untuk mengukur kinerja aparatur negara/pegawai negeri, sebagai basis untuk memberikan penghargaan atau sanksi, (2) memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai berbagai tingkat beban kerja di berbagai pekerjaan dan departemen, sebagai basis untuk mengatur kembali tenaga kerja dan organisasi, (3) memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai jenis-jenis kegiatan yang dilakukan staf dan tingkat produktivitas mereka, sebagai basis untuk mengadakan pelatihan dan meningkatkan prosedur operasional standar. Secara garis besar, e-Kinerja bekerja seperti ini: seorang staf melaporkan kegiatannya ke dalam aplikasi berbasis web (harian), atasan langsungnya menyetujui input tersebut (mingguan), sebuah unit penilaian independen memverifikasi kedua masukan dan persetujuan tersebut, dan memberikan nilai kinerja (bulanan), dan kantor keuangan membayarkan bonus e-Kinerja sesuai dengan nilai yang
diperoleh (bulanan). Catatan kehadiran yang rendah dapat berdampak buruk terhadap nilai seorang staf, sementara kelalaian memverifikasi masukan anak buah dapat membuat seorang atasan kehilangan pekerjaannya. Di lain pihak, kinerja tinggi yang konsisten dapat dihargai dengan diberikannya pelatihan, beasiswa, dan peluang untuk bepergian. e-Kinerja telah menjadi “dasbor” untuk sistem pendukung keputusan eksekutif di Banda Aceh. Sistem ini terkoneksi ke data elektronik dan aplikasi lain yang dikelola oleh kota. Kapanpun, walikota, wakil walikota, dan sekretaris daerah dapat masuk ke dalam e-Kinerja, “menarik” data dari berbagai sumber, dan membandingkan kemajuan pekerjaan masing-masing departemen terhadap sasaran tahunan dan bulanan. Para pimpinan kota menggelar rapat mingguan berdasarkan data yang diambil dari e-Kinerja untuk membantu mengidentifikasi isu-isu yang ada dan mengatasinya dengan cepat. Pengembangan e-Kinerja dipimpin oleh sekretaris daerah. Pada tahun 2011, ia menugaskan seluruh dinas/departemen kota untuk melakukan analisis pekerjaan dan analisis beban kerja untuk staf mereka. Secara paralel, aplikasi ini dikembangkan secara internal (memanfaatkan staf kota serta infrastruktur yang ada, dan perangkat lunak gratis dan sumber terbuka (free and open source software), regulasi disusun, dan keterlibatan staf dimobilisasi. Pada bulan Maret 2012, e-Kinerja dilaksanakan dalam skala terbatas di lima organisasi pemerintah kota. Isu-isu diidentifikasi dan diselesaikan, dan perlahan-lahan lebih banyak departemen
1
2
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
ditambahkan ke dalam sistem. Hingga akhir 2014, sebanyak 38 organisasi telah mengadopsi e-Kinerja. Pelaksanaan sistem ini menemui tantangan dari berbagai aspek, tapi pimpinan kota mempunyai keinginan kuat untuk mewujudkan e-Kinerja. Pada awalnya, banyak staf pemerintahan tidak tahu bagaimana mengoperasikan komputer, sehingga harus diadakan pelatihan. Selain itu, banyak orang tidak menganggap e-Kinerja dengan serius, dan mengalami kesulitan menyesuaikan dengan budaya yang lebih transparan dan akuntabel. Lebih jauh lagi, seiring lebih banyak departemen yang ditambahkan, permasalahan teknis mulai muncul dan beban kerja meningkat. Namun, pimpinan kota bertekad untuk menerapkan e-Kinerja dengan benar; mereka berkomitmen untuk membangun sistem tersebut dan memastikan hal ini mendapat dukungan secara politik dan administratif. e-Kinerja dapat dievaluasi dengan berbagai cara. Dalam hal penelusuran pekerjaan dan kinerja, sistem ini telah memfasilitasi pegawai untuk mencatat kegiatan harian mereka, dan pemerintah untuk memonitornya secara waktu nyata (real time). Dalam hal manajemen sumber daya manusia dan organisasi, e-Kinerja telah memberikan insentif yang lebih adil dan efektif
agar pegawai negeri menjadi lebih produktif. Pembayaran bonus kinerja langsung pada satu bulan setelahnya membantu untuk lebih erat menghubungkan kinerja dengan remunerasi. e-Kinerja dapat sangat diuntungkan dengan adanya studi sistematis untuk mengevaluasi sejauh mana program tersebut telah mencapai sasarannya. Secara anekdot, beberapa staf pemerintah masing menganggap e-Kinerja sebagai beban, namun tidak muncul adanya umpan balik resmi dari pegawai negeri. Selain itu, masih terlalu awal untuk melihat apakah perubahan dalam statistik sosial dan ekonomi kota dapat dikaitkan dengan e-Kinerja. e-Kinerja adalah pendekatan menjanjikan yang telah menarik perhatian organisasi pemerintah pusat dan daerah dalam upaya untuk menjadikan birokrasi mereka lebih baik. Banyak pemerintah daerah telah datang ke kota Banda Aceh untuk mempelajari program ini, dan pemerintah pusat juga mempertimbangkan untuk menerapkan beberapa aspek dari sistem ini di skala nasional. Semangat untuk mereplikasi tentu saja disambut baik, tapi tetap harus ada pertimbangan bahwa inti e-Kinerja adalah sistem pemeriksaan dan keseimbangan yang kuat, serta dukungan yang kuat dari pejabat tingkat atas, dimana hal ini sangatlah penting dalam memastikan keberhasilan pelaksanaan di Banda Aceh sejauh ini.
1. Pendahuluan Hingga akhir tahun 2000an, Kota Banda Aceh sangat jarang menerima penghargaan atau pengakuan tingkat nasional. “Bahkan kita dapat katakan kota ini tidak melakukan banyak pencapaian,” ujar Walikota Banda Aceh, Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal, pada bulan Juni 2015. Namun, antara tahun 2009 dan 2015, kota ini telah mendapatkan pengakuan dengan diberikannya sejumlah penghargaan pelayanan umum, termasuk pengakuan tertinggi untuk kebersihan, manajemen lalu lintas, udara bersih, pengembangan perumahan, akses ke TIK, tata kelola pemerintahan yang baik, dan manajemen perkotaan.1 Pemerintah kota telah menerima penilaian audit wajar tanpa pengecualian selama tujuh kali berturut-turut sejak 2008.2 Pelayanan umum juga menjadi pusat perhatian: lantai dasar dari balai kota yang baru (selesai dibangun pada tahun 2011) didedikasikan untuk pelayanan satu atap modern, dimana dimana satu-satunya cara walikota dapat mengakses kantornya adalah dengan berjalan melewati masyarakat yang datang untuk berinteraksi dengan birokrasi kota. 1 Contohnya, penghargaan Adipura untuk kebersihan (2009, 2010, 2012, 2013, 2014); penghargaan Wahana Tata Nugraha untuk manajemen lalu lintas (2011, 2013, 2014); penghargaan Langit Biru untuk udara bersih (2013); penghargaan Adiupaya Puritama untuk pengembangan perumahan (2011); Penghargaan ICT Pura untuk akses ke ICT (TIK) (2011); Penghargaan Pemerintah Inovatif (2012); Penghargaan Inovasi Manajemen (2012, 2014), dan banyak lagi. 2 Ini adalah tingkat opini audit yang tertinggi dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
e Salah satu program khas kota Banda Aceh adalah sistem manajemen kinerja pegawai negeri yang disebut dengan e-Kinerja Salah satu program khas kota Banda Aceh adalah sistem manajemen kinerja pegawai negeri yang disebut dengan e-Kinerja.3 Program ini menjadi finalis dari Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik yang prestisius pada tahun 2014.4 e-Kinerja telah diadopsi oleh tiga pemerintah daerah di seluruh Indonesia, dan telah dipelajari atau dikunjungi oleh 22 pemerintah daerah, serta organisasi pemerintah pusat.5 Studi kasus ini melihat upaya-upaya yang telah dilakukan Banda Aceh untuk meningkatkan manajemen pelayanan publiknya, dengan fokus pada e-Kinerja. Pembaca studi kasus ini hendaknya senantiasa mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini: 1. Apa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam hal reformasi birokrasi? Apa saja upaya yang dilakukan untuk mengatasi tantangan tersebut? 2. Apa itu e-Kinerja, bagaimana cara kerjanya, dan bagaimana program ini diharapkan akan meningkatkan kinerja sektor publik? 3. Bagaimana e-Kinerja dipersiapkan? Apa tantangan yang dihadapinya, dan bagaimana Kota mengatasi tantangan tersebut? 4. Seberapa efektif e-Kinerja dalam membantu Banda Aceh mereformasi birokrasinya? Studi kasus ini dibagi menjadi tujuh bagian. Setelah perkenalan ini, kami akan memberikan beberapa informasi latar belakang kota Banda Aceh. Kemudian, kami akan melihat isu-isu reformasi birokrasi di Indonesia pada umumnya dan Banda Aceh pada khususnya. Lalu kami akan menjelaskan e-Kinerja sebagai jawaban Banda Aceh atas tuntutan akan reformasi birokrasi. Setelah menjelaskan program ini secara lebih rinci dan bagaimana pelaksanaannya, kami akan memberikan evaluasi dan kesimpulan awal.
2. Tentang Banda Aceh Banda Aceh adalah ibukota provinsi paling barat Indonesia, Aceh. Kota ini berada di wilayah seluas 61,36 km2 di ujung barat laut Sumatera, langsung menghadap Samudera Hindia (Lihat Gambar 1). Secara geografis, Banda Aceh berada lebih dekat dengan Pulau Andaman dan Nicobar di Indonesia dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Kota ini sangat dikenal sebagai 3 Kinerja adalah kata Indonesia untuk menggambarkan performa atau performance. Kata depan “e-“ berarti secara elektronik. 4 Kompetisi tahunan (Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik atau SINOVIK), yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dengan dukungan dari Rajawali Foundation, menarik 515 aplikasi dari program-program pemerintah pusat dan daerah. 5 http://unpan3.un.org/unpsa/Public_NominationProfilev2014.aspx?id=3046
3
4
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
“Serambi Mekah” karena di masa lalu, kota ini merupakan tempat persinggahan calon jemaah haji sebelum melanjutkan perjalanan mereka lewat laut ke Mekah. Selama hampir tiga dekade (1976-2005), provinsi Aceh terus diganggu konflik militer antara kaum separatis dan Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang memakan korban 10.000 orang meninggal dan 35.000 terlantar.6 Sebagian besar konflik terjadi di wilayah perdesaan, sehingga menciptakan ketimpangan antara tingkat pembangunan di perkotaan dan di perdesaan. Gambar 1: Peta Banda Aceh Peta Situasi7
Rencana Tata Guna Lahan Kota 2006-20268
6 Consultative Group on Indonesia, 2005, Preliminary Damage and Loss Assessment. 7 Sumber: Google Maps 8 Sumber: Kota Banda Aceh
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Banda Aceh memperoleh perhatian dunia internasional setelah peristiwa gempa bumi di Samudera Hindia dan tsunami pada Desember 2004 yang menghancurkan sebgian besar kota dan menewaskan lebih dari 30.000 jiwa, hanya di kota Banda Aceh saja.9 Rekonstruksi besar-besar dilakukan di berbagai wilayah yang terkena dampak antara tahun 2005 dan 2009, dengan banyak dukungan dari pemerintah nasional dan internasional, lembaga donor, dan LSM/NGO. Bencana ini dan rekonstruksi yang dilakukan setelahnya membantu menyelesaikan konflik yang sudah lama berlangsung di daerah ini, dan menghasilkan penandatanganan perjanjian perdamaian di tahun 2005. Selama periode rekonstruksi, Banda Aceh menjadi ramai oleh kegiatan dan orang, termasuk upaya untuk memodernisasi infrastuktur dan pelayanan publik. Salah satu transformasi penting yang terjadi selama rekonstruksi adalah pengembangan besar-besaran dalam hal Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Hal ini terjadi baik di tingkat pribadi maupun masyarakat, serta di dalam birokrasi. Di tingkat pribadi, warga Banda Aceh berinteraksi dengan banyak pekerja bantuan profesional menggunakan alat mobile elektronik (laptop, ponsel pintar.) Mereka yang terlibat dalam proses rekonstruksi harus cepat belajar menggunakan komputer dan internet. Di tingkat masyarakat, berbagai kedai kopi diharapkan dapat menyediakan Wi-Fi gratis untuk mengakomodir kebutuhan pekerja bantuan. Dalam beberapa tahun, Wi-Fi gratis di dalam kedai kopi yang sangat terjangkau dapat dengan mudah ditemukan di seluruh penjuru kota.10 Tiba-tiba, banyak warga Banda Aceh yang tadinya tidak mengenal internet kini telah menggunakannya sebagai bagian dari kegiatan mereka sehari-hari.
Dalam kaitannya dengan birokrasi, pemerintah provinsi dan kota menerima banyak dukungan untuk membangun akses dan kapasitas TIK Dalam kaitannya dengan birokrasi, pemerintah provinsi dan kota menerima banyak dukungan untuk membangun akses dan kapasitas TIK. Di antaranya, Banda Aceh berkolaborasi dengan GTZ untuk mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Perkotaan atau Municipality Information Management System (MIMS), dimana beberapa hasilnya adalah situs web resmi kota (2008), sistem email staf, sistem pengadaan elektronik, sistem manajemen keluhan masyarakat (2009), rencana induk TI Banda Aceh untuk 2010-2014, dan pengembangan tahap awal e-Kinerja (2011-2012). Berbagai kementerian nasional juga melengkapi kota dengan sistem informasi manajemen. Contohnya, Kementerian Dalam Negeri memberikan sistem SIPKD untuk manajemen keuangan publik.11 Hingga 2009, seluruh dinas dan lembaga kota sudah terkoneksi ke internet dan masingmasing dari mereka biasanya memiliki dua staf yang terlatih dalam bidang TIK, sehingga dapat memecahkan permasalahan-permasalahan lokal. 9 Ibid. 10 Rencana Induk TI Banda Aceh 2010-2014 menyatakan bahwa berdasarkan survei tahun 2009, 80% kedai kopi di kota menyediakan layanan Wi-Fi gratis. 11 SIPKD merupakan singkatan dari Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (http://www.kemendagri.go.id/ pages/sipkd/sistem-informasi-pengelolaan-keuangan-daerah-sipkd)
5
6
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Banda Aceh adalah kota berukuran menengah dengan Indeks Pembangunan Manusia yang relatif baik, tapi kurang memiliki peluang untuk memperoleh pekerjaan. Populasi kota ini pada tahun 2013 diperkirakan berjumlah 249.282 orang, dimana angka ini hanyalah 12,8% lebih tinggi dari populasinya pada tahun 2002 (lihat Gambar 2). Jumlah populasi ini berfluktuasi, dengan adanya penurunan tajam pada 2004-2005 karena adanya kematian yang berkaitan dengan bencana, kenaikan tajam pada 2006-2007 karena adanya partisipasi dalam kegiatan rekonstruksi, dan sedikit penurunan pada 2007-2009 karena kegiatan rekonstruksi yang semakin berkurang. Pada 2013, angka harapan hidup di Banda Aceh adalah 71,7 tahun dan tingkat keaksaraan adalah 99,4%: keduanya lebih tinggi dari angka di tingkat nasional (masing-masing 70,0 tahun dan 94,1%). Namun, tingkat pengangguran di kota cukup tinggi dan secara konsisten lebih tinggi dibandingkan di tingkat nasional antara tahun 2008 dan 2012. Pada 2008, tingkat pengangguran Banda Aceh adalah 11,4%, dibandingkan dengan 8,4% di tingkat nasional (lihat Gambar 3). Gambar 2: Populasi Banda Aceh, 2002-2013
Gambar 3: Angka Harapan Hidup, Tingkat Keaksaraan, Kemiskinan, dan Pengangguran di Banda Aceh12
12 BPS Indonesia, BPS Provinsi Aceh, BPS Kota Banda Aceh: berbagai tahun
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Ekonomi kota didominasi oleh industri tersier (jasa), terutama administrasi pemerintahan. Jasa mencakup 95% Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota di tahun 2013. Sementara itu, pertanian, peternakan, dan perikanan jika digabungkan hanya mencakup 2% dari PDRB kota, dan manufaktur (terutama makanan dan minuman) berkontribusi terhadap 3% sisanya. Administrasi
7
8
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
pemerintahan menjadi sub-sektor terbesar dalam PDRB kota, mencapai empat triliun rupiah di harga berlaku tahun 2013, atau setara dengan 34,3% dari PDRB. Jika dibandingkan, sub-sektor kedua dan ketiga, masing-masing perdagangan grosir dan eceran berada pada 21,5%, dan transportasi pada 18,9% (lihat Gambar 4). Tren ini sebagian besar tetap konsisten sejak 2007.
Gambar 4: PDRB Banda Aceh, 201313
Dengan mempertimbangkan faktor inflasi, perdagangan grosir dan eceran telah berkembang jauh lebih cepat dari administrasi pemerintah. Pada 13 Sumber: BPS Banda Aceh: PDRB Kota Banda Aceh Menurut Lapangan Usaha 2010-2013
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
harga konstan, perdagangan grosir bertumbuh sebesar 64,6% antara tahun 2007 dan 2013, sementara perdagangan eceran bertumbuh sebesar 31,3% (lihat Gambar 5). Akan tetapi, sub-sektor yang paling berkembang dengan pesat adalah utilitas (listrik, air, dan gas), yang bertumbuh sebesar 109,5% selama periode yang sama, meskipun hanya berkontribusi 0,5% ke PDRB kota di tahun 2013. Pertumbuhan yang paling lambat terjadi di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan (tapi masih bertumbuh sebesar 20,2% antara 2007 dan 2013).
Gambar 5: PDRB & Tingkat Pertumbuhan PDRB di Banda Aceh, 2007-201314
14 Sumber: BPS Kota Banda Aceh: Banda Aceh dalam Angka, berbagai edisi (2008-2014)
9
10
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
3. Tuntutan untuk Reformasi Birokrasi Upaya Nasional Reformasi politik Indonesia pasca 1998 memandatkan pengembangan pemerintahan yang lebih bersih, efektif, dan responsif.15 Namun, kemajuannya lambat. Pemerintah pusat menghadapi tugas sulit untuk mengawasi reformasi birokrasi, baik di tingkat nasional dan di lebih dari 500 pemerintah daerah (subnasional). Untuk mempercepat pencapaian “pemerintahan kelas dunia” pada 2025, Presiden Yudhoyono pada tahun 2010 menerbitkan Peraturan Presiden yang menggambarkan “rancangan besar” untuk reformasi birokrasi.16 Menurut dokumen ini, reformasi birokrasi bertujuan untuk mencapai tiga sasaran utama, yaitu: 1) Pemerintah bersih yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, 2) peningkatan kualitas pelayanan publik, dan 3) peningkatan kinerja dan akuntabilitas sektor publik. Rancangan besar ini dibagi menjadi tiga “peta jalan,” dimana peta jalan pertama adalah untuk tahun 2010-2014.17 Peta jalan ini mengidentifikasi program-program untuk meningkatkan struktur organisasi, prosedur kerja, manajemen sumber daya manusia, mekanisme monitoring dan 15 Contohnya, Tap MPR RI No XI/MPR/1998 dan UU No. 28/1999 tentang pengelolaan negara yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, Tap MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang etika nasional, Tap MPR RI No VII/MPR/2001 tentang arahan kebijakan untuk membasmi dan mencegah korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan Tap MPR RI No VI/MPR/2002 tentang reformasi birokrasi dengan penekanan pada budaya birokrasi yang transparan, akuntabel, bersih, dan bertanggung jawab. 16 Peraturan Presiden No. 81/2010 tentang Rancangan Besar Reformasi Birokrasi: 2010-2025. 17 Peraturan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20/2010 tentang Peta Jalan Reformasi Birokrasi: 2010-2014.
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
evaluasi, kinerja dan akuntabilitas, serta pelaksanaan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Meskipun terdapat kemajuan dalam mencapai birokrasi yang lebih baik, sebagian besar sasaran rancangan besar untuk tahun 2014 belum dicapai (lihat Gambar 6). Reformasi birokrasi mencakup membuat pilihan sulit dan mengambil tindakan yang lebih sulit lagi, seperti memperkuat penegakan audit dan hukum, dan melembagakan perubahan norma dan kebiasaan. Di tingkat daerah, upaya menuju reformasi tetap mendapatkan tantangan dari para elit yang hanya mementingkan diri sendiri, dan terhambat oleh kesadaran dan disiplin masyarakat yang rendah.
Gambar 6: Indikator Pencapaian Reformasi Birokrasi (2010-2014)18 Sasaran
Pemerintah yang Bersih
Pelayanan Publik yang Lebih Baik
Indikator
Indeks Persepsi Korupsi dari Transparency International Opini “Wajar Tanpa Pengecualian” dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Indeks “Integritas Pelayanan Publik” dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
2009 (Data Awal)
2014 (Sasaran)
2014 (Aktual)
Untuk Indonesia 28
50
34
Untuk lembaga 42.17% pemerintah di tingkat nasional
100%
74% (2013)
Untuk 2.73% pemerintah daerah Untuk lembaga 6.64 pemerintah di tingkat nasional
60%
27% (2013)
8.00
6.80 (nasional)
6.46 Untuk pemerintah daerah Untuk Indonesia 122
8.00
6.82 (daerah)
75
120
0.5
-0.24 (2013)
80%
70.06% (2013)
Peringkat “Melakukan Usaha” dari Bank Dunia Untuk Indonesia -0.29 Peningkatan Indeks “Efektivitas kapasitas dan Pemerintah” dari akuntabilitas Worldwide Governance Indicators Evaluasi akuntabilitas LAKIP 24%
7.37 (pusat)
Banyak tantangan dalam hal pencapaian birokrasi yang lebih baik dapat dihubungkan dengan manajemen sumber daya manusia. Pegawai negeri seringkali tidak mempunyai deskripsi pekerjaan yang terperinci dan standar beban kerja. Selain itu, sulit untuk menentukan kinerja staf. Apa dasar dari perekrutan dan pemberhentian serta kenaikan jabatan dan demosi pegawai negeri? Sebagian orang mengklaim hal-hal seperti ini seringkali didasari oleh 18 Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi: Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) tahun 2013 (http://www.menpan.go.id/publikasi/unduh-dokumen-2/akuntabilitas-kinerja/laporan-kinerja/laporanakuntabilitas-kinerja-lakip-tahun-2013/book/13/Array), Transparency International, KPK, World Bank
11
12
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
“suka dan tidak suka,” serta “kedekatan” dengan pimpinan. Pemerintah pusat telah mencoba untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah staf dan jabatan struktural di tingkat daerah. Desentralisasi memungkinkan pemerintah daerah untuk merekrut pegawai negeri dengan pengawasan pemerintah pusat,19 sehingga menyebabkan peningkatan jumlah staf pemerintah daerah. Sebuah keputusan menteri telah diterbitkan pada tahun 2004 untuk m e n s ta n d a r d i s a s i k a n jumlah staf,20 tapi hal ini tidak terlalu efektif. Pada waktu yang sama, pemerintah daerah semakin meningkatkan jumlah departemen dan sub-departemen baru. Ini meningkatkan jumlah pegawai negeri dengan jabatan struktural (“eselon,”) yang pada akhirnya mendapatkan tambahan gaji (tunjangan struktural.) Sebuah peraturan pemerintah yang telah diterbitkan pada tahun 2007 menetapkan batasan nasional pada jumlah departemen dan subdepartemen yang dapat dimiliki suatu pemerintah daerah, tergantung dari populasi, wilayah, dan anggaran daerah mereka.21
menurut sensus pegawai negeri.22 Tujuannya adalah untuk memahami seluruh jabatan yang benar-benar ada di dalam organisasi, termasuk deskripsi kerja,23 persyaratan dan kualifikasi, dan jabatan di dalam struktur organisasi. Satu lagi peraturan menteri diterbitkan di tahun 2008 dalam rangka melaksanakan analisis beban kerja:24 hal ini merupakan kegiatan yang lebih rinci untuk menentukan beban kerja untuk setiap jabatan (termasuk volume pekerjaan dan “durasi standar” yang dibutuhkan untuk melakukan tugastugas tersebut.) Dengan membandingkan beban kerja dengan jam kerja yang efektif, kita dapat mengidentifikasi jabatan mana yang kelebihan beban kerja atau kekurangan beban kerja. Dokumen analisis pekerjaan dan analisis beban kerja merupakan dasar bagi pemerintah untuk melakukan reorganisasi, membagi beban kerja, meningkatkan prosedur, dan merencanakan kegiatan pengembangan kapasitas. Namun, karena analisis pekerjaan & analisis beban kerja tidak dilakukan secara berkala, mengukur kinerja staf tetaplah merupakan suatu tantangan.
Dokumen analisis pekerjaan dan analisis beban kerja merupakan dasar bagi pemerintah untuk melakukan reorganisasi, membagi beban kerja, meningkatkan prosedur, dan merencanakan kegiatan pengembangan kapasitas
Berbagai peraturan juga telah diterbitkan untuk mengatur deskripsi pekerjaan dan beban kerja pegawai negeri secara lebih baik. Sebuah peraturan menteri telah diterbitkan pada tahun 2005, yang mengharuskan seluruh pemerintah daerah untuk melakukan analisis jabatan 19 Peraturan Pemerintah Nomor 97/2000 tentang Pembentukan Pegawai Negeri 20 Keputusan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 75/2004 tentang Pedoman untuk Memperhitungkan Kebutuhan Staf 21 Peraturan Pemerintah Nomor 41/2007 tentang Organisasi Pemerintah Daerah; ini diadopsi di Banda Aceh melalui Peraturan Kota (Qanun) Nomor 2/2008.
Upaya yang lebih terpadu untuk mengukur dan meningkatkan kinerja pegawai negeri hanya dimulai baru-baru ini. Kata “kinerja” baru dicantumkan dalam bahasa peraturan pegawai negeri di tahun 1999, ketika saat itu dinyatakan bahwa kenaikan jabatan akan dilakukan melalui “evaluasi kinerja.”25 Namun, operasionalisasi pernyataan tersebut baru dikeluarkan pada 22 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4/2005; diganti oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 35/2012 tentang Analisis Pekerjaan. 23 Deskripsi pekerjaan mencakup tugas dan kewenangan, serta input, output dan alat bantu melakukan pekerjaan 24 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12/2008 tentang Analisis Beban Kerja 25 UU No. 43/1999 tentant Prinsip Aparatur Negara, Pasal 20
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
tahun 2011, dimana setiap staf pemerintah dievaluasi dan menerima “nilai kinerja.”26 Lebih dari setengah (60%) dari nilai kinerja dihitung berdasarkan sejauh mana staf mencapai sasaran kerja pegawai tahunan mereka, dan 40% berdasarkan sejauh mana mereka menunjukkan perilaku kerja yang baik. Namun, menilai kinerja secara berkala dan obyektif masih merupakan hal yang sulit. “Sasaran kerja” dinilai berdasarkan kuantitas, kualitas, waktu, dan biaya yang dikaitkan dengan tugas. “Perilaku kerja” mencakup karakter seperti orientasi pada pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerja sama, dan kepemimpinan. Kedua hal ini dinilai di akhir tahun oleh pejabat dengan posisi tertinggi pada masing-masing unit kerja. Ini tampaknya menjanjikan evaluasi kinerja yang lebih baik, namun demikian tidak ada cara yang obyektif untuk menentukan kualitas kerja, orientasi pada pelayanan, kerja sama, dll. Lebih jauh lagi, karena evaluasi diadakan setiap tahun, muncul pertanyaan apakah orang akan mengingat apa yang mereka kerjakan berbulan-bulan lalu. Sebuah buku agenda diberikan untuk staf agar mencatat kegiatan mereka, tapi hal ini tidak efektif dan baik staf maupun atasan tidak menggunakannya.27
Jawaban Banda Aceh Banda Aceh tidak kebal dari kondisi-kondisi yang berujung pada kinerja birokrasi yang rendah. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota 2012-2017 menyebutkan sejumlah isu di sektor publik, seperti “mekanisme sub-optimal tata kelola pemerintahan” dan “rendahnya kapasitas staf pemerintah,” yang tercermin dalam rendahnya kualitas pelayanan publik.28 Tidak ada cara obyektif untuk mengukur kinerja seseorang. Akibatnya, semua orang mendapatkan penghargaan yang sama, terlepas dari produktivitas mereka masing-masing. Selain itu, sulit untuk menjatuhkan sanksi untuk kinerja buruk karena kurangnya bukti. Karena itu, salah satu misi kota Banda Aceh adalah untuk memperkuat tata kelola pemerintahan yang baik dengan meningkatkan kompetensi, profesionalisme, integritas, dan daya tanggap pegawai negeri, dan mengembangkan e-government.29 Di Banda Aceh, dimana sektor publik adalah penghasil ekonomi yang utama, bekerja untuk pemerintah dianggap sebagai gengsi. Pada tahun 2008, kota Banda Aceh memiliki tingkat pengangguran sebesar 11,4%, lebih tinggi dibandingkan tingkat pengangguran nasional, yaitu 8,4%. Antara tahun 2007 dan 2010 (kumulatif), sebanyak 6.575 pencari kerja dengan gelar sarjana dan diploma telah mendaftarkan diri di kantor tenaga kerja lokal, dimana banyak diantaranya berharap untuk dapat bekerja di sektor pemerintah (lihat Gambar 7). Akibatnya, ada tekanan sosial yang besar untuk mengakomodir masyarakat ke dalam pekerjaan di sektor publik, dan perekrutan pegawai negeri menjadi tidak diawasi. Ini merupakan fenomena yang terjadi di banyak daerah di Indonesia, terutama di Banda Aceh.
26 27 28 29
Peraturan Pemerintah No. 46/2011 tentang Evaluasi Kinerja Pegawai Negeri Wawancara dengan pegawai negeri di Banda Aceh Rencana Pembangunan Jangka Menengah Banda Aceh, 2012-2017, Bab IV, bagian 4.3.2 dan 4.4.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Banda Aceh, 2012-2017, Bab V, bagian 5.2.
13
14
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Gambar 7: Kondisi Tenaga Kerja dan Pencari Kerja
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Jumlah penerimaan tenaga kerja di sektor publik di kota Banda Aceh secara proporsional lebih besar dibandingkan di banyak wilayah Indonesia lainnya Jumlah penerimaan tenaga kerja di sektor publik di kota Banda Aceh secara proporsional lebih besar dibandingkan di banyak wilayah Indonesia lainnya. Pada tahun 2007, Banda Aceh memiliki 7.483 staf, yang dapat diterjemahkan ke rasio pegawai negeri terhadap populasi, yaitu 3,4%. Ini hampir dua kali lipat rasio untuk seluruh Indonesia, yaitu hanya 1,8% pada tahun 2007 (lihat Gambar 8 dan Gambar 9). Jika kita menambahkan pegawai negeri yang bekerja untuk pemerintah provinsi Aceh (7.473 orang pada tahun 2007), dan kebetulan tinggal dan bekerja di kota Banda Aceh, maka rasio pegawai negeri terhadap populasi akan menjadi 6,8%. Hampir dua pertiga (64,4%) dari anggaran kota di tahun 2008 digunakan untuk gaji staf dan tunjangan (lihat Gambar 10).
Gambar 8: Rasio Pegawai Negeri terhadap Populasi30
30 Sumber: BPS Kota Banda Aceh: Banda Aceh dalam Angka, berbagai edisi (2008-2014)
15
16
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Gambar 9: Pegawai Negeri di Banda Aceh, 2007-201431
Sumber 10: Anggaran Banda Aceh 2008-201332
31 Sumber: BPS Kota Banda Aceh: Banda Aceh dalam Angka, berbagai edisi (2008-2014) & Situs Web BKPP Banda Aceh untuk data tahun 2014 (http:// bkpp.bandaacehkota.go.id/data-index.html, diakses 4 September 2015) 32 Sumber: Laporan Realisasi Keuangan 2008-2013, dari situs web DPKAD Banda Aceh (http://dpkad.bandaacehkota.go.id/ diakses 4 September 2015), pilihan menu Publikasi > Laporan Keuangan.
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Sebuah reformasi kunci yang mencerminkan keinginan kota untuk meningkatkan manajemen pegawai negeri adalah e-Kinerja. Sebuah momentum terjadi di tahun 2007, ketika pilkada langsung pertama di kota Banda Aceh melahirkan tim pimpinan yang kapabel. Almarhum Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng, M.Sc33 menjadi walikota pertama di kota Banda Aceh yang dipilih langsung, setelah sebelumnya menjabat sebagai walikota sementara selama satu tahun, setelah terjadinya tsunami. Ia merupakan jurusan teknik sipil dan perencanaan kota di Institut Teknologi Bandung, salah satu lulusan dari universitas ternama di Indonesia, dan Universitas New South Wales, Australia. Wakil walikota, Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal, SE, merupakan organisir akar rumput, aktivis keagamaan, dan politisi yang populer. Ia tengah menjabat sebagai ketua DPP PPP Banda Aceh ketika memutuskan untuk mencalonkan diri bersama dengan Mawardy sebagai wakil walikota di tahun 2007. Sekretaris daerah yang baru dipromosikan, Drs. T. Saifuddin TA, M.Si, meniti karir sebagai birokrat di Banda Aceh ketika dipromosikan ke jabatan daerah tertinggi, bersamaan dengan terpilihnya Mawardy dan Illiza. Ketiganya kemudian disebut 33 Mawardy meninggal dunia di bulan Februari 2014 di usia 59 tahun karena sakit.
17
18
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
dengan “Trio.”34 Trio Banda Aceh ini merupakan sekelompok pimpinan berkarisma dan berkomitmen, yang saling melengkapi dan mendukung satu sama lain. Sebagai walikota, Mawardy merupakan pemimpinnya, dan menjadi pengambil keputusan. Sementara beliau kuat dalam perencanaan kota dan isu-isu infrastruktur, ia mempercayai penilaian Illiza dalam urusan pembangunan sosial (contohnya, Illiza memperkenalkan proses penganggaran partisipatif yang hanya melibatkan perempuan, pertama di Indonesia) dan Saifuddin dalam hal-hal manajemen publik (misalnya e-Kinerja.) Trio ini berkomunikasi erat dan memiliki satu suara mengenai sebagian besar isu yang ada. Masing-masing dari mereka dianggap memiliki integritas dan tidak takut untuk mengambil keputusan sulit atau tidak populer. Di bawah konteks inilah Banda Aceh melakukan sejumlah upaya untuk mereformasi birokrasi kota, pertama dengan memberlakukan moratorium perekrutan. Langkah logis yang harus diambil ketika jumlah staf menjadi terlalu banyak adalah membekukan perekrutan pegawai negeri. Ini merupakan salah satu keputusan kunci pertama yang diambil pada tahun 2007 oleh Trio yang baru memimpin ini. Terakhir kali Banda Aceh melakukan perekrutan pegawai negeri adalah di tahun 2006; di pertengahan 2015, perekrutan tidak dilanjutkan. Moratorium perekrutan pegawai negeri telah mengurangi rasio pegawai negeri terhadap populasi Banda Aceh, dari 3.4% di tahun 2007 menjadi 2.4% di tahun 2013 (lihat Gambar 8). Akibatnya, jumlah pegawai negeri yang bekerja untuk kota telah berkurang lebih dari satu perlimanya, dari 7.483 orang di tahun 2007 menjadi 5.926 orang di tahun 2014 (lihat Gambar 9). Mengingat pentingnya administrasi pemerintahan sebagai salah satu penghasil lapangan kerja terbesar di Banda Aceh, ini merupakan keputusan yang sangat tidak populer. Sebuah reformasi kunci yang mencerminkan keinginan kota untuk meningkatkan manajemen pegawai negeri adalah e-Kinerja.35 e-Kinerja adalah sistem manajemen sumber daya manusia elektronik berbasis internet yang memungkinkan penelusuran aktual atau real-time dari kegiatan dan produktivitas masing-masing staf. Sistem ini dapat diakses menggunakan komputer desktop atau laptop, serta tablet dan ponsel pintar. e-Kinerja menyelesaikan banyak hal terkait agenda reformasi birokrasi Indonesia, terutama terkait manajemen pelayanan publik. Pertama, e-Kinerja memungkinkan adanya cara yang lebih obyektif untuk mengukur kinerja pegawai negeri, yang dapat digunakan sebagai basis untuk memberikan penghargaan atau hukuman kepada staf. Kedua, sistem ini memberikan peta tingkat beban kerja yang lebih terperinci pada seluruh pekerjaan dan departemen, yang dapat digunakan sebagai basis untuk mengatur kembali tenaga kerja dan organisasi. Ketiga, e-Kinerja memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang kegiatan yang diakukan staf serta produktivitas mereka, yang dapat digunakan sebagai basis untuk menyelenggarakan pelatihan dan meningkatkan prosedur operasional standar.
34 Setelah keberhasilan masa jabatan pertama (2007-2012), Mawardy dan Illiza dipilih kembali dalam jabatan mereka masing-masing di tahun 2012. 35 E-Kinerja dapat diakses di http://kinerja.bandaacehkota.go.id/
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilaporkan ke dalam e-Kinerja sejalan dengan apa yang seharusnya dikerjakan staf tersebut, laporan analisis pekerjaan dan analisis beban kerja staf terlebih dahulu disiapkan
4. e-Kinerja Bagaimana Cara Kerja e-Kinerja36 Secara umum, seorang staf melaporkan kegiatannya ke dalam aplikasi berbasis web (harian), atasan langsungnya menyetujui input tersebut (mingguan), sebuah unit asesmen independen memverifikasi input dan persetujuan tersebut (bulanan), dan kantor keuangan membayar bonus menurut hasil asesmen (bulanan). Sebuah bagan alur tentang cara kerja e-Kinerja ditunjukkan di Gambar 11. Jumlah jam kerja yang diverifikasi dijadikan nilai, dan nilai dijadikan bonus uang. Setiap saat, data tersebut dapat “diambil” dan diagregasikan oleh staf (untuk mengetahui nilai awalnya), atau oleh walikota (untuk mengetahui kinerja staf di suatu departemen). Pada akhirnya, e-Kinerja mengukur seberapa produktif seorang pegawai negeri (atau suatu dinas kota) melakukan pekerjaannya dibandingkan dengan uraian kerja dan beban kerja standarnya. Untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilaporkan ke dalam e-Kinerja sejalan dengan apa yang seharusnya dikerjakan staf tersebut, laporan analisis pekerjaan dan analisis beban kerja staf terlebih dahulu disiapkan. Ini kemudian diringkas dan dimasukkan ke dalam sistem oleh administrator, dan menjadi basis untuk melaporkan kegiatan harian staf.
36 Bagian ini diuraikan berdasarkan Peraturan Walikota Banda Aceh No. 38/2012 tentang e-Kinerja, dan Peraturan Walikota No. 12/2013 tentang Prosedur Operasional Standar e-Kinerja, serta wawancara-wawancara yang telah dilakukan.
19
20
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Gambar 11: Bagaimana Cara Kerja e-Kinerja37 Pegawai Negeri
No.
Atasan Langsung
Tim Asesmen
Tim Keuangan
MULAI 1
Memasukkan kegiatan ke dalam e-Kinerja Meninjau masukan/input e-Kinerja dari bawahan
2
3
Memverifikasi input & persetujuan di e-Kinerja
Meninjau verifikasi e-Kinerja
Menerima? 4
5
6
Tidak Mengajukan komplain
Meneruskan komplain
Menerima komplain & menyelesaikannya lewat rapat pleno
Ya
Menandatangani penerimaan verifikasi atau komplain Membayar bonus kinerja
Waktu
Output
Real-time (tenggat mingguan pada Minggu 24.00). Durasi Standar: 30 menit/hari
Catatan e-Kinerja (kegiatan, durasi, lampiran)
Real-time (tenggat bulanan di hari terakhir setiap bulan). Durasi Standar: 10 menit/hari
Penerimaan, penolakan, dan koreksi terhadap input bawahan di e-Kinerja.
Tanggal 1 - 10 di bulan berikutnya.
Diberi label “telah diverifikasi” atau “dipertanyakan” terhadap catatan kehadiran & durasi standar.
Tanggal 11 - 12 di bulan berikutnya.
Jika ada, komplain diserahkan ke Sekretaris Daerah melalui atasan langsung.
Tanggal 13 - 15 di bulan berikutnya untuk menganalisis komplain. Tanggal 16 - 17 untuk menyelesaikannya.
Daftar isu-isu dan penyelesaian akhir.
Tanggal 18-20 di bulan berikutnya.
Penerimaan nilai & jumlah bonus yang akan diterima telah ditandatangani.
Tanggal 21 - 24 di bulan berikutnya.
Transfer bonus kinerja. Jumlahnya bervariasi menurut nilai dan eselon/golongan staf (lihat Gambar 13).
7 SELESAI
Bagi staf pemerintah, fungsi utama e-Kinerja adalah untuk mencatat kegiatan harian sesuai dengan seperangkat standar yang telah ditetapkan. Informasi yang dimasukkan staf ke dalam e-Kinerja mencakup kegiatan yang ia lakukan, waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap kegiatan tersebut, dan output yang terkait kegiatan itu. Seperangkat kegiatan standar yang berkaitan dengan uraian kerja staf tersebut (berdasarkan dokumen analisis pekerjaannya) telah tersedia melalui pilihan menu yang ada. Jadi, di sebagian besar kasus, staf tidak perlu “menciptakan” atau “mengarang” sebuah kegiatan untuk dimasukkan ke dalam e-Kinerja. Untuk setiap kegiatan, ditampilkan sebuah “durasi standar” (berdasarkan dokumen analisis beban kerja). Ini menjadi 37 Berdasarkan Peraturan Walikota Banda Aceh No. 12/2013 tentang Prosedur Operasional Standar e-Kinerja
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
bahan perbandingan bagi pegawai negeri untuk melaporkan durasi kegiatannya, dan kemudian bagi atasan langsungnya untuk menyetujui/ menolak/mengoreksi masukan tersebut. Seorang staf dapat memilih untuk memasukkan kegiatan yang tidak tertera di pilihan menu (misalnya, seorang operator komputer dapat diminta melakukan perbaikan-perbaikan kecil, meskipun hal tersebut bukanlah bagian dari tanggung jawabnya). Kemudian, ini akan dianalisis untuk meningkatkan dokumen analisis pekerjaan & beban kerja, dan untuk membantu dinas dalam menganalisis kebutuhan tenaga kerja. Seorang staf diharapkan untuk memasukkan kegiatannya ke dalam e-Kinerja setiap hari. Secara teknis, ia dapat melakukannya kapan saja, karena program ini tersedia online. Namun, agar realistis, staf memiliki rentang waktu setiap minggunya antara Senin pagi (08:00) dan Minggu malam (24:00) untuk menginput kegiatannya. Diluar tenggat waktu itu, sistemnya akan mengunci secara otomatis. Durasi standar untuk melakukan hal ini adalah 30 menit per hari kerja. Seluruh pegawai negeri hingga jabatan tertinggi di kota (sekretaris daerah) harus memasukkan kegiatan mereka setiap hari ke dalam e-Kinerja. Setelah masuk, data tersebut dapat langsung dilihat oleh atasan langsung. Jadi, setiap saat atasan dapat melihat jumlah jam kerja yang telah dilaporkan oleh stafnya.
bawahan. Jadi, setiap saat staf dapat melihat berapa jam kerjanya yang telah disetujui oleh atasannya. Atasan memiliki rentang waktu bulanan sampai hari terakhir setiap bulan untuk menyetujui, menolak, atau mengkoreksi input-input tersebut. Durasi standar untuk melakukan ini adalah 10 menit per hari atau 50 menit per minggu. Di hari terakhir bulan, seluruh masukan staf yang belum ditinjau oleh atasan mendapatkan “persetujuan otomatis” (yang diberi tanda dengan jelas). Ini biasanya terjadi ketika hari terakhir bulan jatuh di pertengahan minggu kerja. “Persetujuan otomatis” diberikan agar masukan staf tidak ditolak secara otomatis hanya karena tidak disetujui tepat waktu oleh atasan. Sebuah unit independen menilai data yang masuk (oleh pegawai negeri) dan persetujuan/ penolakan/ koreksi (oleh atasan langsung) setiap bulannya.39 Ini dilakukan antara tanggal satu dan sepuluh di bulan berikutnya. Unit ini juga memiliki durasi standar untuk melakukan asesmen ini, berkisar dari 20 menit untuk 100 item pertama (12 detik per item), hingga 150 menit untuk maksimal 1.500 item (6 detik per item). Tim membandingkan masukan dengan durasi standar yang ditetapkan untuk kegiatan tersebut dan catatan kehadiran (elektronik) staf. Masukan yang diberi tanda “persetujuan otomatis” diperiksa kembali. Tim dapat membatalkan sebagian jam kerja yang telah disetujui atasan langsung, sehingga berujung pada nilai yang lebih rendah (dan bonus yang lebih rendah) dari yang awalnya diharapkan staf. Jam kerja yang telah diverifikasi (dan kemungkinan telah diubah) kemudian dikirimkan kembali ke setiap staf.
Sebuah unit independen menilai data yang masuk (oleh pegawai negeri) dan persetujuan/ penolakan/ koreksi (oleh atasan langsung) setiap bulannya
Atasan langsung staf diharapkan untuk meninjau input bawahannya setiap minggu.38 Sekali lagi, secara teknis ia dapat melakukannya kapan saja, tapi peninjauan ini diharapkan dilakukan setiap minggu. Setelah memberi kode “disetujui”, “ditolak”, atau “dikoreksi” (dengan catatan) pada data yang telah dimasukkan, hasil peninjauan ini dapat langsung dilihat oleh 38 Masukan sekretaris daerah tidak ditinjau (sekretaris daerah adalah pejabat pegawai negeri sipil lokal yang tertinggi). Meskipun demikian, sekretaris tetap mengisi data e-Kinerja untuk tujuan pencatatan.
Setelah menerima verifikasi dari input e-Kinerja nya, staf memiliki pilihan untuk menerima verifikasi tersebut atau 39 Tim ini disebut denganhe Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB) e-Kinerja
21
22
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
menolaknya. Jika tidak ada komplain, staf data menandatangani pernyataan telah mengetahui verifikasi e-Kinerja nya, yang juga mencantumkan nilainya. Staf dapat menolak penilaian dan verifikasi tersebut dengan mengajukan komplain ke sekretaris daerah melalui atasan langsungnya dalam dua hari setelah menerima verifikasi tersebut (antara tanggal 11 dan 12 di bulan berikutnya). Tim asesmen mempunyai dua hari untuk menganalisis penolakan tersebut (antara tanggal 13 dan 14), dan membawanya ke rapat pleno arbitrasi (yang dilakukan tanggal 15 dan 16). Arbitrasi akan menyatakan keputusan akhir tentang masalah ini (nilai staf), kemudian staf harus menandatangani pernyataan telah mengetahui nilainya (antara tanggal 18 dan 20). Tim keuangan membayarkan bonus (kinerja) e-Kinerja kepada setiap staf sesuai nilai mereka. Peraturan nasional menyatakan total jam kerja seorang pegawai negeri adalah 7 jam dan 30 menit per hari, tapi jam kerja efektif adalah 75% dari jumlah tersebut, atau setara dengan sekitar 5 jam dan 30 menit per hari.40 Mereka yang bekerja selama rata-rata 5 jam dan 30 menit (atau lebih) dari jam kerja efektif per hari dalam satu bulan mendapatkan nilai “A”. Mereka yang efektif hanya bekerja rata-rata selama 15 menit hingga 2 jam per hari dalam satu bulan mendapatkan nilai “E”. Besarnya bonus tergantung pada nilai dan eselon/golongan (lihat Gambar 12). Seorang kepala dinas (eselon II.b) dapat memperoleh antara Rp. 3.900.000 (untuk nilai “A”) dan Rp. 400.000 (untuk nilai “E”). Siapapun yang mendapatkan nilai “E” akan menerima Rp. 400.000 sebagai “bonus” terendah, terlepas dari eselon/golongan mereka.
Gambar 12: Penghargaan Kinerja e-Kinerja41 Eselon/ Golongan
Contoh Jabatan
Bonus Kinerja per bulan, menurut Golongan (Rupiah)
A
B
C
D
E
II.a II.b
Sekretaris Daerah
7,500,000
6,000,000
4,500,000
3,000,000
400,000
Asisten Daerah, Kepala Dinas & Badan
3,900,000
3,300,000
2,700,000
2,100,000
400,000
III.a
Kepala Bagian di Sekretariat Daerah, Kepala Kantor, Camat
2,600,000
2,200,000
1,800,000
1,400,000
400,000
III.b
Kepala Bidang di Dinas atau Badan
2,275,000
1,925,000
1,575,000
1,225,000
400,000
IV.a
Kepala Sub-bagian, Sub-bidang, Seksi, di Dinas atau Badan, Lurah
1,625,000
1,375,000
1,125,000
875,000
400,000
IV.b
Kepala Sub-bagian, Sub-bidang, Seksi di Kecamatan, Kepala Seksi di Desa
1,300,000
1,100,000
900,000
700,000
400,000
Non-eselon (Golongan IV & III)
1,170,000
990,000
810,000
630,000
400,000
Non-eselon (Golongan II dan I)
1,040,000
880,000
720,000
560,000
400,000
40 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 12/2008 tentang Analisis Beban Kerja 41 Besarnya bonus & penghargaan lain tergantung pada kapasitas keuangan daerah, dan disebutkan dalam Keputusan Walikota. Dalam hal ini, peraturan yang berlaku adalah Keputusan Walikota No. 87/2013 tentang biaya unit untuk pendapatan tambahan berdasarkan kinerja e-Kinerja
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Catatan:42 1. Nilai tergantung dari jam kerja efektif per bulan yang disetujui dan diverifikasi: • A = >108 jam (rata-rata 5.5 jam per hari atau lebih) • B = 92 jam - 107 jam 59 menit (rata-rata 4.6 – 5.5 jam per hari) • C = 66 jam - 94 jam 59 menit (rata-rata 3.3 – 4.6 jam per hari) • D = 40 jam - 65 jam 59 menit (rata-rata 2.0 – 3.3 jam per hari) • E = 5 jam - 39 jam 59 menit (rata-rata 15 menit – 2 jam per hari) 2. Mereka yang tidak memenuhi 80% kehadiran elektronik dan 80% kehadiran pada apel pagi dan sore diturunkan satu nilai (A ke B, B ke C, dst). 3. Mereka yang mendapatkan nilai “E” dan tidak memenuhi persyaratan kehadiran tidak memperoleh bonus. 4. Mereka yang mendapatkan nilai “A” selama tiga bulan berturut-turut dapat memperoleh penghargaan lain, seperti pelatihan, beasiwa, dan perjalanan (untuk tujuan studi banding).
Kehadiran yang rendah dapat menjatuhkan nilai staf. Catatan kehadiran harian disimpan secara elektronik melalui sistem pemindaian sidik jari. Selain itu, setiap pagi (sebelum dimulainya hari kerja) dan sore hari (di akhir hari kerja), setiap departemen melaksanakan apel selama 10 menit, yang harus dihadiri seluruh staf. Jika seorang staf memperoleh kurang dari 80% kehadiran berdasarkan data sidik jarinya, dan kurang dari 80% kehadiran di apel-apelnya, nilainya akan diturunkan satu tingkat (dari A ke B, dari B ke C, dst.). Jika ia sudah memperoleh nilai “E” dan gagal memenuhi 80% persyaratan kehadirannya, ia tidak akan memperoleh bonus, bahkan bonus yang terendah sekalipun yang berjumlah Rp. 400.000. Pengabaian berulang dalam memverifikasi masukan bawahan dapat menghancurkan karir seorang atasan. Jika, setelah diverifikasi, 50% atau lebih dari masukan staf ditemukan disetujui dengan tidak benar, maka tidak ada bonus yang akan diberikan kepada atasan maupun bawahannya. Jika ini terjadi tiga bulan berturut-turut, atasan (sebagai yang bertanggung jawab memeriksa kegiatan bawahannya) dapat diberhentikan dari pekerjaannya. 42 Sumber: Peraturan Walikota Banda Aceh No. 38/2012 tentang e-Kinerja.
Di lain pihak, kinerja tinggi yang konsisten dapat diberikan penghargaan melebihi sekedar bonus uang. Pegawai negeri yang memperoleh nilai “A” selama tiga bulan berturutturut, disertai rekomendasi dari unit asesmen, dapat memenuhi syarat untuk memperoleh penghargaan atau pengakuan yang lain, seperti pelatihan, beasiswa, dan perjalanan untuk tujuan studi banding/referensi. Namun demikian, hal ini tergantung dari kapasitas keuangan kota pada saat itu.
Bagaimana e-Kinerja digunakan untuk mendapatkan dampak yang lebih besar e-Kinerja terhubung dengan data dan aplikasi elektronik kota lainnya. Fitur inti e-Kinerja tetaplah pekerjaan staf, tapi pada praktiknya, sistem ini telah menjadi “dasbor” untuk berbagai fungsi manajemen eksekutif. Dari dasbor e-Kinerjanya, seorang pimpinan dapat menarik dan mengumpulkan berbagai data, dari tingkat pegawai ke tingkat departemen. Di tingkat pegawai, seorang pimpinan dapat melihat masing-masing departemen melalui struktur organisasi, dan mengklik jabatan tertentu untuk melihat uraian kerja, beban kerja, dan data terkait lainnya, seperti curriculum vitae. e-Kinerja terhubung dengan data kehadiran elektronik real-time yang dikumpulkan melalui pemindaian sidik jari beberapa kali dalam sehari. Pada umumnya, ketika staf masih diharapkan bekerja dari kantor, masukan ke e-Kinerja dapat diverifikasi hanya dengan memeriksa data kehadiran. Untuk tujuan koordinasi, kepala departemen dapat langsung memeriksa online apakah staf tertentu hadir di kantor. Program ini disebut dengan e-Disiplin. Saat ini, Banda Aceh tengah memasang kamera CCTV di berbagai kantor pemerintah, sebagai bagian dari program ini. e-Kinerja juga terhubung ke informasi terkait pembelanjaan anggaran dan kemajuan kerja setiap departemen. Banda Aceh menggunakan aplikasi manajemen keuangan yang disebut
23
24
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Untuk tujuan koordinasi, kepala departemen dapat langsung memeriksa online apakah staf tertentu hadir di kantor. Program ini disebut dengan e-Disiplin. dengan SIPKD43, dimana bendahara setiap departemen memasukkan jumlah anggaran yang telah digunakan dinasnya hingga saat ini, serta kemajuan fisik proyek dan kegiatan mereka (dalam persentase penyelesaian). Setiap saat walikota, wakil walikota, dan sekretaris daerah dapat masuk ke dalam e-Kinerja, “menarik” data dari SIPKD, dan membandingkan kemajuan finansial dan fisik setiap departemen dengan sasaran tahunan dan bulanannya. Ini memberikan gambaran tentang berbagai tingkat kemajuan di departemen yang berbedabeda. Karena e-Kinerja digunakan oleh seluruh pegawai kota, hal ini juga menjadi alat komunikasi dan publikasi. Pemerintah kota memasang pengumuman di e-Kinerja, dan staf dapat menggunakan fitur percakapan berbasis teksnya untuk berkomunikasi dengan staf di dinas lain yang pada saat bersamaan sedang online. Namun, e-Kinerja membawa dampak lebih besar karena digunakan secara aktif untuk meningkatkan pengelolaan kota. Dalam hal manajemen sumber daya manusia, data e-Kinerja digunakan untuk meningkatkan uraian kerja dan beban kerja standar, dan mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kapasitas staf berdasarkan kekuatan dan kelemahan staf tersebut. Data ini juga mengidentifikasi staf yang dapat mengemban peran dan tanggung jawab baru. Selain itu, ini dapat juga menganjurkan kemungkinan reorganisasi, seperti mutasi staf dari satu departemen ke departemen lainnya. Tapi yang paling penting, e-Kinerja dapat berfungsi sebagai sistem pendukung keputusan eksekutif. Para pimpinan kota (Trio) menggelar rapat mingguan dengan dinas yang berbeda-beda. Pada hari Senin, Trio ini bertemu dengan seluruh asisten daerah dan kepala bagian di sekretariat daerah untuk membahas permasalahan umum di tingkat kota. Pada hari Selasa, mereka bertemu dengan camat dan membahas pembangunan lokal dan isu-isu pelayanan publik. Pada hari Rabu, mereka bertemu dengan kepala dinas, badan, kantor, dll, di tingkat kota untuk membahas kemajuan dan isu-isu di berbagai sektor. Setiap bulan, mereka secara resmi meninjau perkembagan pembelanjaan anggaran & penyelesaian kegiatan. 43 SIPKD (Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah) merupakan Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah yang dikembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri, untuk digunakan oleh pemerintah daerah.
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Diskusi dalam rapat-rapat tersebut berdasarkan pada data yang telah diambil dari e-Kinerja. Setiap minggu, para pimpinan kota memiliki akses ke daftar 10 departemen teratas dan 10 departemen terbawah menurut kinerja kelembagaan dan staf mereka. Ini membantu para pimpinan untuk mengidentifikasi departemen yang kurang baik, menunjuk permasalahan yang menjadi penyebabnya, dan mengambil tindakan dini untuk mengatasinya. Sekretaris daerah pada saat itu, Saifuddin, juga dikenal karena menggelar rapat-rapat khusus dengan departemen tertentu untuk membahas isu-isu tertentu, baik segera setelah rapat pleno departemen, atau di waktu-waktu yang lain dalam minggu tersebut.
5. Menerapkan e-Kinerja Bagaimana e-Kinerja dipersiapkan e-Kinerja dikembangkan oleh tim lintas bagian pada sekretariat daerah, dikepalai langsung oleh sekretaris daerah. Kegiatan ini dimulai pada tahun 2011 dan melibatkan bagian organisasi, bagian administrasi pembangunan, dan bagian hukum, serta didukung oleh bagian hubungan masyarakat, dan kemudian pada tahun 2013 oleh unit penilaian e-Kinerja atau UPTB e-Kinerja (Unit Pelaksana Teknis Badan e-Kinerja). Lihat Gambar 13 untuk melihat gambaran umum tentang bagaimana e-Kinerja dipersiapkan.
analisis tersebut mengkonfirmasi yang sudah diketahui sekretaris: bahwa staf kota kurang dimanfaatkan secara maksimal. Moratorium perekrutan pegawai negeri sudah berlaku, tapi meningkatkan produktivitas kerja juga sama pentingnya. Dokumen analisis pekerjaan dan analisis beban kerja telah diverifikasi dan merupakan sebuah “standard” bagi pegawai negeri untuk melaporkan kegiatan harian mereka dan bagi kota untuk menilai kinerja mereka. Banda Aceh membutuhkan suatu sistem penelusuran kinerja pegawai negeri secara elektronik dan berbasis internet. Agenda berbasis kertas masih tersedia, tapi tidak efektif: seringkali hilang atau tertinggal di rumah; sulit untuk memeriksa apakah orang menggunakannya secara reguler; setiap masukan harus dihitung secara manual untuk mendapatkan total jam kerja. Kantor administrasi pembangunan di akhir 2011 ditugaskan untuk mengembangkan sendiri aplikasi tersebut dengan menggunakan staf kota dan infrastruktur TIK yang ada. Kegiatan ini mencakup analisis sistem, pemrograman, pengkodean, mendesain antar muka, menguji aplikasi, dan menyusun pedoman pengguna. Selain manajer program, asisten program, dan kontributor, tim teknis terdiri dari 10 orang: dua analis sistem, satu analis jaringan, empat programmer, satu programmer keamanan web, satu desainer web, dan satu desainer grafis.44 Ini adalah staf teknis kota yang ada (bukan orang yang khusus direkrut untuk mengembangkan e-Kinerja).
ee
Banda Aceh membutuhkan suatu sistem penelusuran kinerja pegawai negeri secara elektronik dan berbasis internet
Pada tahun 2011, sekretaris daerah menugaskan bagian organisasi untuk memastikan semua dinas/departemen kota melaksanakan analisis pekerjaan dan analisis beban kerja untuk seluruh stafnya. Sebelum dilakukannya analisis ini, pegawai negeri tidak memiliki uraian kerja, indikator kinerja, atau standar beban kerja yang jelas meski memiliki posisi dan jabatan. Analisis pekerjaan dan analisis beban kerja didahului oleh pelatihan yang melibatkan narasumber dari kementerian dalam negeri. Hasil-hasil
Aplikasi yang digunakan untuk mengembangkan e-Kinerja adalah aplikasi gratis dan open source; tidak ada dana tambahan atau khusus yang dikeluarkan untuk membeli aplikasi. Jaringan dan server yang digunakan juga sudah tersedia sebagai 44 Daftar pengembang e-Kinerja: https://kinerja.bandaacehkota. go.id/anjab/ekinerja-developer.html (diakses September 2014) dan korespondensi email dengan asisten manajer e-Kinerja (7 Oktober 2015)
25
26
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
bagian dari infrastruktur TIK kota. Untuk melihat konfigurasi teknis perangkat keras, perangkat lunak, dan konektivitas jaringan yang digunakan dalam e-Kinerja di Banda Aceh, lihat Gambar 14. Namun, ini hendaknya tidak dijadikan sebagai persyaratan standard atau minimum untuk menerapkan e-Kinerja, melainkan hanya sebagai acuan.
Gambar 13: Bagaimana e-Kinerja dipersiapkan45 Sekretaris Daerah
Bagian Organisasi
Bagian Administrasi Pembangunan
Pelatihan dengan Kementerian Dalam Negeri
Mengembangkan sendiri (e-Kinerja)
Bagian Hukum
Bagian Hubungan Masyarakat
Menyusun Keputusan & Peraturan Walikota
Menyusun strategi hubungan masyarakat
MULAI
Memfasilitas dinas kota untuk melakukan analisis pekerjaan & analisis beban kerja Persyaratan hukum siap Mengarahkan, mengawasi & mendukung proses
Memasukkan uraian kerja & beban kerja standar e-Kinerja
Versi Beta e-Kinerja siap digunakan
Percobaan e-Kinerja di 5 kantor dalam gedung yang sama
Memperluas e-Kinerja ke seluruh departemen kota
PENINGKATAN BERKELANJUTAN
45 Berdasarkan analisis wawancara untuk memperoleh data dan dokumen yang ada
Promosi dan publikasi
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Gambar 14: Konfigurasi Teknis e-Kinerja46 Aspek Perangkat Keras
Perincian Di tingkat kota: • Server data kehadiran: 1 unit (dual xeon prosesor, 32 GB RAM, HDD 1 TB) • Server Web: 2 Unit (xeon prosesor, memori 8 GB, 500 GB HDD) • Penyimpanan: 1 unit (xeon Prosesor, 2 TB HDD) • Router, Switch, dll.
Untuk pengguna: • Komputer atau laptop • Tablet atau ponsel pintar berbasis android • Untuk kantor dengan komputer yang digunakan bersama oleh pengguna, direkomendasikan untuk memiliki rasio komputer terhadap pengguna 1:4. Perangkat Lunak Untuk pengembang: Aplikasi gratis & open source: • Bahasa pemrograman: PHP • Desain antar muka pengguna: jQuery dan Flash • Database: MySQL • Perangkat lunak server web: Apache.
Jaringan Pemeliharaan
Untuk pengguna: • Browser internet • Konektivitas 32 MBPS untuk tingkat kota • Di departemen kota, untuk menyesuaikan sesuai dengan jumlah pengguna • Mengganti baterai UPS di server • Backup data • Dll.
Keputusan Banda Aceh untuk mengembangkan sendiri aplikasi ini didasari oleh sejumlah pengalaman yang tidak menyenangkan ketika menggunakan sistem yang dikembangkan oleh daerah atau lembaga lain. Contohnya, mereka secara tidak terduga diminta membayar karena menggunakan aplikasi manajemen publik kota lain. Selain itu, mereka tidak diperbolehkan untuk menyesuaikan sistem manajemen informasi yang disediakan oleh kementerian agar lebih cocok dengan kebutuhan khusus mereka. Rekonstruksi pasca tsunami membuat Banda Aceh mampu membangun infrastruktur TIK yang lebih baik dan mengembangkan kapasitas staf dalam bidang perangkat keras, perangkat lunak, dan jaringan. Berdasarkan pengalaman dan kapasitas ini, kota memutuskan untuk mengembangkan sistem penelusuran kinerja dengan menggunakan aplikasi dan prinsip sumber terbuka atau open source. Pemerintah daerah manapun dapat menggunakan e-Kinerja hanya dengan mengakui hak cipta Banda Aceh, tanpa harus membayar. 46 Korespondensi email dengan asisten manajer e-Kinerja (7 Oktober 2015) dan brosur e-Kinerja (untuk komponen perangkat lunak)
27
28
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Pengembang aplikasi ini berkoordinasi secara intensif dengan sekretaris daerah, dan harus menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit. Contohnya, sekretaris daerah menanyakan:47 1) Bagaimana tim akan menjelaskan e-kinerja ke staf, dan apakah mereka akan mengerti tujuan aplikasi dan bagaimana penggunaannya, 2) Bagaimana menangani staf yang tidak terlatih menggunakan komputer, 3) Langkah-langkah dalam melaksanakan program, mempertimbangkan berbagai tingkatan kesiapan infrastruktur di seluruh departemen/dinas kota, 4) Prosedur menggunakan program, seperti kemungkinan untuk menunda memasukkan data apabila seseorang tidak memiliki waktu untuk melakukan hal tersebut di hari atau minggu tertentu. Aplikasi ini telah melalui serangkaian revisi. Setelah beberapa versi e-Kinerja, kantor bidang organisasi memasukkan uraian kerja dan beban kerja standar setiap orang ke dalam sistem. Sementara aplikasi dan prosedurnya disiapkan, bagian hukum ditugaskan untuk memimpin proses penyusunan peraturan. Konten utama datang dari bagian organisasi dan bagian administrasi pembangunan. Bagian hukum menyusun berbagai peraturan walikota, surat edaran antar kantor, dan prosedur operasional standar. Sejumlah peraturan dan keputusan walikota telah diterbitkan sebagai dasar hukum e-Kinerja.48 Setelah e-Kinerja siap untuk diujicobakan (saat itu, versinya adalah versi 3.0), kantor hubungan masyarakat memimpin publikasi inisiatif baru dan memobilisasi pelibatan staf. Selebaran dan brosur disiapkan, dan sesi-sesi pemberian informasi diadakan di dinas/departemen yang berbeda dengan narasumber dari bagian yang berbeda-beda. Pada bulan Maret 2012, e-Kinerja diterapkan dalam skala terbatas pada lima organisasi kota yang terletak di kompleks yang sama. Kelima organisasi tersebut meliputi: 1) kantor walikota atau Setda, 2) Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP), 3) Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP), 4) Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD), dan 5) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Kelima organisasi ini berbagi infrastruktur TIK yang sama dan bangunan mereka saling bersebelahan. Ini memungkinkan adanya penanganan masalah yang lebih responsif. Secara perlahan, berbagai isu diidentifikasi dan diluruskan. Di waktu yang sama, lebih banyak dinas ditambahkan ke dalam sistem. Ada enam persyaratan yang harus dipenuhi oleh dinas atau lembaga kota sebelum mereka dapat mulai menggunakan e-Kinerja:49 1) Hasil analisis pekerjaan untuk setiap jabatan, 2) Hasil analisis beban kerja untuk setiap jabatan, 47 Wawancara dengan manajer program e-Kinerja dan Wakil Walikota untuk Administrasi Umum, Bapak M. Nurdin, S. Sos 48 Peraturan lokal yang relevan adalah: Peraturan Walikota No. 9/2012 mengenai remunerasi pegawai negeri, yang direvisi dengan Peraturan Walikota No. 22/2012 mengenai penerapan e-Kinerja, yang direvisi dengan Peraturan Walikota No. 38/2012 mengenai program e-Kinerja. Prosedur operasional standar diatur dalam Peraturan Walikota No. 12/2013. Standar terkini terkait besarnya bonus adalah berdasarkan pada Keputusan Walikota No. 87/2013 mengenai biaya unit untuk mempeoleh penerimaan tambahan berdasarkan kinerja dalam e-kinerja. 49 Berdasarkan Peraturan Walikota No. 12/2013
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
3) Rencana strategis lima tahun dan rencana kerja satu tahun, 4) Sasaran kinerja, 5) Sistem kehadiran sidik jari elektronik, dan 6) Pelaksanaan apel pagi dan sore setiap hari. Apabila suatu dinas tidak memenuhi persyaratan ini, mereka tidak dapat menggunakan e-Kinerja. Sebagian persyaratan ini bukanlah persyaratan ‘sulit’ atau teknis, tapi lebih kepada persyaratan administratif. Dengan kata lain, penerapan e-Kinerja juga memungkinkan sekretaris daerah untuk memastikan bahwa berbagai dinas mempersiapkan dokumen dan sistem yang seharusnya telah berjalan, terlepas dari adanya e-Kinerja atau tidak. Di akhir 2014, sebanyak 38 organisasi pemerintah kota (dinas, badan, dll) telah mengadopsi e-Kinerja. Ini setara dengan seluruh organisasi kecuali rumah sakit daerah (Puskesmas), dan sekolah.50 Keputusan untuk membentuk unit teknis untuk melakukan asesmen dan verifikasi diambil pada pertengahan 2013 setelah melihat skala verifikasi yang harus dilakukan terhadap masukan-masukan e-Kinerja.51 Berbagai peningkatan dan perbaikan terhadap sistem terus dilakukan, dan pada Juli 2015, e-Kinerja sudah berada pada versi 3.4.
Bagaimana e-Kinerja mengatasi tantangan Penerapan e-Kinerja menemui tantangan dari berbagai aspek, yang pertama adalah rendahnya kapasitas teknis pegawai negeri. Pada bulan Maret 2012, ketika e-Kinerja diujicobakan, Sekretaris Daerah Saifuddin mengakui bahwa banyak staf pemerintah yang tidak mengetahui bagaimana mengoperasikan komputer. Sebagian dari mereka yang kurang memiliki kemampuan mengoperasikan komputer mencakup pemegang jabatan eselon yang seharusnya menyetujui masukan e-Kinerja bawahan mereka. Untuk mengatasi isu ini, 50 Namun, lembaga-lembaga ini (yang belum menerapkan e-Kinerja), mempekerjakan sebagian besar pegawai negeri di kota (3.959 orang atau 72.8% dari staf kota di bulan Juli 2015), menurut situs web BKPP Banda Aceh [http://bkpp.bandaacehkota.go.id/view/data/cetak/ ckomskpd.php (diakses 29 Juli 2015)] 51 Peraturan Walikota No. 25/2013.
prioritas untuk mengikuti pelatihan komputer diberikan kepada mereka yang memegang jabatan tersebut. Penerapan e-Kinerja mulai menginventarisasi keterampilan teknis pegawai negeri, diikuti dengan pelatihan skala besar. Antar muka pengguna juga direvisi untuk memastikan simplisitas dan usabilitas melalui ponsel pintar. Tantangan lain adalah kesalahan pada perangkat keras, perangkat lunak, dan jaringan. Contohnya, beberapa isu teknis muncul pada tahun 2012, ketika asesmen yang dilakukan oleh tim teknis tidak tersinkronisasi dengan server pusat. Isu-isu teknis seperti ini langsung dilaporkan melalui korespondensi tertulis ke sekretaris daerah, sementara di waktu yang sama, komunikasi langsung (telepon, rapat) dilakukan antara kepala tim asesmen e-Kinerja dan tim TIK di dalam bagian administrasi pembangunan. Seiring lebih banyak dinas dan staf yang mulai menggunakan e-Kinerja, beban kerja tim asesmen meningkat. Tim asesmen dibentuk di pertengahan 2013 untuk memverifikasi masukan masing-masing staf, tapi jumlah pengguna e-Kinerja terus bertambah hingga akhir 2014. Sementara itu, tim ini juga mempunyai tenggat waktu untuk menyelesaikan verifikasi sebelum tanggal 12 di bulan berikutnya. Apabila tenggat waktu tersebut tidak dipenuhi, sistem akan secara otomatis mengunci. Pada Januari 2014, setelah terjadi penambahan sejumlah dinas baru ke dalam sistem, tenggat waktu ini tidak dipenuhi (tim asesmen harus menyesuaikan dengan beban kerja baru yang lebih berat, serta menghadapi isu-isu teknis terkait jaringan). Ini mengakibatkan sistem secara otomatis mengunci sebelum verifikasi selesai dilakukan. Sekali lagi, isu ini berhasil diselesaikan dengan komunikasi yang cepat dan langsung antara kepala tim asesmen dan pihak yang memiliki otoritas untuk membuka sistem. Sementara itu, surat resmi juga dikirim ke sekretaris daerah untuk menyoroti isu-isu terkait dengan meningkatnya beban kerja. Pada awalnya, orang tidak menggunakan e-Kinerja dengan serius. Sebagian dari permasalahannya adalah keengganan untuk menyesuaikan dengan kebiasaan baru, yaitu melaporkan kegiatan secara berkala. Sebagian lain adalah menyesuaikan dengan pola pikir
29
30
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
baru, yaitu dapat dimintai pertanggungjawaban atas jam kerja mereka. Banyak staf mengeluhkan tentang bagaimana persyaratan untuk menggunakan e-Kinerja membuat mereka merasa tidak nyaman dan memakan waktu produktif mereka. Sebelum tenggat waktu penguncian otomatis setiap minggu diterapkan, staf cenderung untuk memasukkan kegiatan mereka menjelang akhir bulan. Akibatnya, mereka yang memiliki nilai awal “E” untuk sebagian besar bulan tersebut dapat mengubahnya menjadi “B” atau bahkan “A” di hari terakhir, sehingga menimbulkan masalah dalam melaksanakan asesmen. Lebih jauh lagi, terdapat sikap yang longgar terhadap akuntabilitas. Contohnya, banyak masukan acak seperti “xx”, “dd”, “123”, dan disetujui oleh atasan mereka.
kantor tim asesmen e-Kinerja untuk memprotes penolakan dan meminta tim asesmen untuk menyetujui seluruh jam kerja yang mereka laporkan. Untuk segala komplain, tim asesmen e-Kinerja menolak membuat keputusan apapun dan meminta staf untuk mengajukan komplain resmi. Para pemimpin kota, terutama sekretaris daerah pada saat itu, ingin sekali e-Kinerja diterapkan dengan benar. Ia memastikan tim asesmen dapat melakukan pekerjaan mereka secara independen, sehingga uang rakyat tidak terbuang untuk membayar bonus ke orang yang tidak pantas mendapatkannya. Pernah suatu kali, seorang kepala dinas memanggil tim asesmen untuk memprotes penolakan jam kerja yang dilaporkannya. Namun, setelah mendengar bahwa penolakan tersebut dilakukan langsung oleh sekretaris daerah (atasan langsungnya), ia tidak meneruskan protes tersebut. Menurut wawancara, sekretaris daerah memiliki otoritas, karisma, dan integritas yang begitu tinggi sehingga banyak pegawai negeri ragu untuk berdebat dengannya.
Banyak staf mengeluhkan tentang bagaimana persyaratan untuk menggunakan e-Kinerja membuat mereka merasa tidak nyaman dan memakan waktu produktif mereka
Tim asesmen mempermasalahkan masukan staf yang diminta melakukan suatu tugas (suruhan) dan tidak ragu untuk mempertanyakan jam kerja yang meragukan. Ini menyebabkan berkurangnya jumlah jam kerja yang disetujui dibandingkan yang awalnya diharapkan staf, yang berujung pada nilai yang lebih rendah, kemudian pada bonus yang lebih rendah. Contohnya, pada bulan Januari 2015 saja, 52 staf “diturunkan” nilai awalnya (sebelum asesmen). Setiap asesmen, termasuk keputusan untuk menolak jam kerja dan alasannya dicatat dan dilaporkan ke sekretaris daerah setiap bulan. Sekretaris Daerah kemudian akan berbicara pada berbagai kepala di dinas yang memiliki jumlah masukan suruhan yang besar. Hal ini tidak menghentikan pegawai negeri untuk memprotes jam kerja yang ditolak. Segala komplain atas asesmen yang disengketakan seharusnya disampaikan secara tertulis ke sekretaris daerah (pejabat pegawai negeri tertinggi di kota). Tetap saja, pegawai negeri – terkadang dengan marah – datang ke
Sekretaris Daerah merupakan penggiat terbesar e-Kinerja; ia menuntut data e-Kinerja disisipkan dalam rapat-rapat eksekutif. Saifuddin secara pribadi mengingatkan staf untuk menganggap serius e-Kinerja dan mendorong para pejabat eselon II dan III untuk membeli tablet (dengan uang mereka sendiri bila perlu) untuk membantu mereka menggunakan program ini secara lebih efektif. Ia tidak ragu untuk mencabut orang dari jabatan struktural apabila mereka tetap tidak responsif. Hasilnya, banyak dari mereka takut untuk “macammacam” terhadap Saifuddin. Data e-Kinerja dipaparkan dan didiskusikan dalam rapat mingguan dan bulanan kota, sehingga kepala dinas tidak punya pilihan
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
selain menganggap serius e-Kinerja. Ketika walikota melakukan mutasi dan promosi terhadap 70 pejabat di Januari 2015, Illiza mengatakan bahwa keputusannya didasari oleh analisis data e-Kinerja. Ia juga meminta staf kota untuk menginput data dengan benar, agar kinerja dinas mereka tergambar dengan akurat.
Survei kinerja publik atau evaluasi kepercayaan publik belum dilakukan 6. Mengevaluasi e-Kinerja e-Kinerja dapat dievaluasi dari berbagai sudut pandang: dampaknya terhadap peningkatan penelusuran kerja dan penelusuran kinerja, dampaknya terhadap peningkatan manajemen sumber daya manusia dan organisasi di kota Banda Aceh, dan dampaknya terhadap kinerja sektor publik yang lebih luas dan manfaatnya bagi warga masyarakat (lihat Gambar 15 untuk melihat gambaran umum dari kondisi sebelum dan setelah e-Kinerja). Dalam hal penelusuran kerja dan kinerja, sekarang menjadi lebih mudah bagi staf untuk mencatat kegiatan harian, dan bagi pemerintah kota untuk memonitor dan menganalisis hal tersebut dalam waktu nyata (real time). Karena sistem secara otomatis mengunci setelah melewati tenggat waktu, staf dianjurkan untuk menginput data mereka tepat waktu. Karena kegiatan yang dilaporkan melalui verifikasi dua langkah, oleh atasan langsung dan tim asesmen independen, penelusuran kerja dilakukan dengan lebih tepat. Selain itu, karena sistem membutuhkan keterampilan teknis dasar, pelatihan komputer diadakan untuk meningkatkan kapasitas staf. Dalam hal manajemen sumber daya manusia dan organisasi, e-Kinerja telah memberikan insentif yeng lebih adil dan efektif untuk pegawai negeri agar mereka menjadi lebih produktif. Integrasi e-Kinerja dengan catatan kehadiran elektronik telah meningkatkan tingkat kehadiran di seluruh dinas-dinas kota.52 Selain itu, pembayaran bonus kinerja dalam bentuk moneter pada bulan berikutnya membantu mengaitkan kinerja lebih erat dengan penghargaan. Lebih jauh lagi, data e-Kinerja juga digunakan untuk membantu membuat keputusan organisasional dan mengidentifikasi isu-isu sebelum mereka berada di luar kendali, sehingga membuat kota menjadi lebih efektif. 52 http://unpan3.un.org/unpsa/Public_NominationProfilev2014.aspx?id=2963
31
32
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Namun, tidak ada studi sistematis yang pernah dilakukan untuk memperoleh umpan balik tentang e-Kinerja dari pegawai negeri. Secara anekdot, sebagian staf pemerintah masih menganggap e-Kinerja sebagai beban, meskipun mereka ragu-ragu untuk mengutarakan pendapat tersebut secara formal atau terbuka. Selain itu, dampak e-Kinerja terhadap kinerja sektor publik secara keseluruhan, atau dalam memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, masih kurang jelas. Survei kinerja publik atau evaluasi kepercayaan publik belum dilakukan. Lebih jauh lagi, masih terlalu awal untuk melihat apakah perubahan yang terjadi di dalam statistik sosial dan ekonomi kota berkaitan dengan e-Kinerja. Persentase anggaran kota yang dialokasikan untuk belanja pegawai telah turun dari 70,7% di tahun 2012 menjadi 64,9% di tahun 2013 (lihat Gambar 10) menjadi 56,5% di tahun 2014.53 Penurunan menjadi 64,9% di tahun 2013 tidaklah spektakuler, karena persentase belanja pegawai sudah menjadi 64,3% di tahun 2008 dan 64,7% di tahun 2009. Namun, penurunan menjadi 56,5% (jika dapat dikonfirmasikan) adalah yang terendah di Banda Aceh dalam tujuh tahun terakhir. Gambar 15: Kondisi Sebelum dan Setelah e-Kinerja No. Aspek 1 Penelusuran Kerja 2
3
4 5
6
7
8
9
Penelusuran kinerja
Sebelum e-Kinerja Pekerjaan dicatat/ditulis dalam agenda yang disimpan masingmasing pegawai Sulit mengetahui apakah pegawai telah menuliskan pekerjaannya di dalam agenda Pekerjaan tidak direkapitulasi hingga akhir tahun
Setelah e-Kinerja Pekerjaan dimasukkan ke dalam aplikasi berbasis web tanpa kertas (e-Kinerja) setiap saat (harian) Sistem mengetahui dalam waktu nyata apakah pegawai telah memasukkan pekerjaannya Pekerjaan dapat direkapitulasi setiap saat oleh pegawai, menurut waktu (minggu, bulan), menurut organisasi (sub-dinas, dinas) Rekapitulasi pekerjaan mencakup Rekapitulasi pekerjaan dilakukan langsung kerja ekstra/lembur oleh sistem Di akhir tahun, sulit untuk Masukan pekerjaan diverifikasi oleh 1) catatan kehadiran elektronik [waktu-nyata], menilai: 1) kualitas dan kuantitas pekerjaan, dan 2) Apakah masukan 2) atasan langsung yang mengetahui dilaporkan dengan benar dan jujur pekerjaan bawahan [mingguan], 3) tim penilai independen [bulanan] Sulit untuk menilai produktivitas Produktivitas dinilai dari jumlah jam kerja (tidak ada pembanding) efektif terhadap durasi standar (berdasarkan analisis beban kerja sebelumnya) Sulit untuk menilai kualitas Kualitas pekerjaan dinilai dari jumlah jam pekerjaan (tidak ada pembanding) kerja yang disetujui, ditolak, atau direvisi oleh atasan (dokumen pendukung dilampirkan) “Kinerja” seringkali diukur dengan “Kinerja” adalah: 1) diukur dengan standar subyektif (“suka atau tidak suka”, yang formal dan telah disepakati, 2) diukur atau “kedekatan dan familiaritas” dalam jam kerja efektif dan nilai, dan 3) dengan atasan) ditelusuri secara efektif dan berkala. Kinerja tidak ditelurusi secara Pegawai mengetahui berapa banyak jam kerja transparan yang telah disetujui dan ditolak, yang dapat diterjemahkan ke nilai awal dalam waktu nyata.
53 Angka 2014 berdasarkan pada anggaran 2014 APBD 2014, bukan pada laporan pembelanjaan aktual.
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
No. Aspek 10 Manajemen Sumber Daya Manusia 11
12
13
Manajemen Kelembagaan
14
15
16
17
18
19
Dampak lebih luas
Sebelum e-Kinerja Produktivitas: Pekerjaan dan penelusuran kinerja yang longgar cenderung menghasilkan etika kerja yang rendah Bonus: Insentif moneter tidak secara jelas dikaitkan dengan kinerja staf
Setelah e-Kinerja Pegawai diberikan insentif untuk lebih menyadari pekerjaan yang mereka seharusnya/dapat lakukan
Kinerja yang baik diberikan penghargaan secara transparan dengan bonus bulanan, juga pelatihan, beasiswa, dan perjalanan, jika berlaku. (lihat Gambar 12) Karir: Promosi dan mutasi antar Data kinerja digunakan untuk menyarankan departemen tidak secara jelas promosi, demosi (mencabut orang dari dikaitkan dengan kinerja staf jabatan struktural), dan mutasi. Kesulitan bagi pimpinan untuk Data kinerja staf dipisah-pisahkan di tingkat dinas, dan disisipkan di rapat-rapat menilai kinerja staf dinas secara waktu nyata manajemen. E-Kinerja “menarik” data dari sistem Kesulitan bagi pimpinan untuk informasi lain yang disimpan kota, termasuk menilai kemajuan kegiatan dinas secara waktu nyata (anggaran & pembelanjaan anggaran & penyelesaian kegiatan menurut dinas. Data dimasukkan ke penyelesaian kegiatan fisik) dalam rapat manajemen mingguan. e-Kinerja mengaitkan kinerja dengan analisis Struktur (bagan organisasi) dinas tidak secara jelas dikaitkan dengan pekerjaan & beban kerja sebelumnya, dan analisis pekerjaan dan kinerja dapat digunakan untuk menyarankan organisasi reorganisasi. Pengeluaran publik untuk staf Tidak berubah (lihat Gambar 10: Anggaran pemerintah: Relatif tinggi Banda Aceh 2008-2013). Dibutuhkan penelitian untuk memahami apakah pengeluaran telah digunakan secara lebih efektif. Lebih cepat? Lebih responsif? Kualitas Pelayanan publik: Lebih lambat? Kurang responsif? Kualitas rendah? lebih baik? Dibutuhkan penelitian untuk menjawabnya. Dibutuhkan penelitian untuk menjawabnya. Kepercayaan publik: Lebih rendah? Lebih tinggi? Dibutuhkan penelitian untuk Dibutuhkan penelitian untuk menjawabnya. menjawabnya. Ekonomi Daerah: Tergantung Kini setelah rekonstruksi selesai, tidak seaktif dari rekonstruksi? Dibutuhkan yang diharapkan? Dibutuhkan penelitian penelitian untuk menjawabnya. untuk menjawabnya.
e-Kinerja dikaitkan dengan pembayaran bonus kinerja kepada para pegawai kota. Antara bulan Januari dan April 2015, pembayaran tersebut rata-rata berjumlah Rp. 1,85 miliar per bulan (lihat Gambar 16). Dari sekitar 1.740 pegawai negeri yang menggunakan e-Kinerja, mayoritas (rata-rata 1.136 orang atau 65%) memperoleh nilai “A”. Analisis biaya dan manfaat e-Kinerja, termasuk jumlah jam kerja per orang yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem dibandingkan dengan manfaat administratif, substantif, dan politik secara keseluruhan belum dilakukan. Analisis ini akan mampu memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai dampak program.
33
34
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Keberlanjutan e-Kinerja belum terbukti; untuk saat ini, sepertinya masih tergantung pada kepemimpinan Keberlanjutan e-Kinerja belum terbukti; untuk saat ini, sepertinya masih tergantung pada kepemimpinan. Kerangka regulasi untuk e-Kinerja didasari oleh sejumlah peraturan serta keputusan dan surat edaran walikota, yang dapat dikatakan kurang bertahan lama dibandingkan dengan peraturan daerah. Sejak September 2015, tidak ada peraturan daerah (Qanun) yang dikeluarkan oleh dewan kota untuk mengatur e-Kinerja. Ini berarti e-Kinerja berisiko untuk dihapus oleh walikota selanjutnya, bahkan oleh walikota yang sekarang.
Gambar 16: Pembayaran Bonus e-Kinerja dan Komposisi Nilai, Januari – April 201554
54 Data dari UPTB e-Kinerja, September 2015
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Sebagian pejabat pemerintah kota berpendapat peraturan daerah tidak dibutuhkan, karena e-Kinerja hanya digunakan secara terbatas di lingkungan cabang eksekutif. Apabila e-Kinerja didukung oleh peraturan pemerintah, maka program tersebut menurut undang-undang harus dilakukan, dan jika tidak melakukannya, ada sanksi hukumnya. Saat ini, program tersebut baru berjalan sedikit lebih dari dua tahun, dan kota belum siap untuk mengambil tindakan formal terhadap mereka yang tidak melaksanakan program (yaitu memecat atasan karena tidak menyetujui masukan bawahannya dengan benar). Selain itu, e-Kinerja masih terus dikembangkan dan disesuaikan sesuai dengan kebutuhan. Contohnya, program ini masih perlu disesuaikan agar dapat lebih sejalan dengan standar yang dinyatakan dalam peraturan pemerintah no. 46/2011 tentang evaluasi kinerja pegawai negeri. Ada kekuatiran bahwa memformalisasinya dalam bentuk peraturan daerah akan membatasi fleksibilitas e-Kinerja dalam menanggapi berbagai perkembangan dan kebutuhan.
35
36
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
7. Kesimpulan Kota Banda Aceh telah menawarkan sistem yang menjanjikan untuk meningkatkan manajemen pegawai negeri dalam kaitannya dengan upaya Indonesia untuk melakukan reformasi birokrasi. e-Kinerja memanfaatkan TIK untuk memungkinkan pegawai negeri melaporkan dengan nyaman kegiatan harian mereka, dan melihat laporan tersebut diterjemahkan ke dalam data kinerja dan sistem pendukung keputusan eksekutif dalam waktu nyata. Banda Aceh telah mengembangkan sistem untuk mengukur kinerja pegawai negeri dengan cara yang lebih adil, jelas, dan responsif. Sistem ini telah menarik perhatian berbagai organisasi pemerintah nasional dan daerah dalam upaya mereka untuk meningkatkan birokrasi. Banyak pemerintah daerah telah datang ke kota Banda Aceh untuk mempelajari program ini, dengan harapan dapat mereplikasinya. Pemerintah pusat juga mempertimbangkan kemungkinan untuk menerapkan aspek-aspek tertentu dari sistem ini dalam skala nasional. Bagi mereka yang ingin mereplikasi e-Kinerja, tinjaulah lebih jauh Gambar 11-15, serta enam persyaratan untuk melaksanakan e-Kinerja berdasarkan Peraturan Walikota No. 25/2013. Hal tersebut sangat disarankan sebagai awal. Namun, mereplikasi e-Kinerja sebaiknya dilakukan dengan hati-hati; inti dari sistem ini adalah sebuah sistem pemeriksaan dan keseimbangan yang kuat, serta berfungsi untuk mendukung pejabat tingkat atas. Contohnya, setiap kegiatan yang dilaporkan oleh staf disetujui oleh atasan langsungnya, dan kemudian dinilai dan diverifikasi oleh sebuah unit teknis independen. Sistem kehadiran elektronik (terkait program lain yang disebut dengan e-Disiplin) dan penggunaan lampiran dan deskripsi sebagai materi pendukung merupakan kunci untuk memverifikasi masukan. Apabila timbul perselisihan, pimpinan tingkat atas tidak perlu ragu untuk meluruskan isu-isu yang sedang dipermasalahkan. Program ini telah memetik manfaat dari dukungan positif dari para pimpinan kota. Trio Aceh benar-benar berkomitmen untuk membangun sistem ini dan memastikan kesuksesan sistem tersebut. Mereka secara aktif mempromosikan dan menggunakan e-Kinerja, dan tidak ada pilihan bagi pegawai untuk tidak menggunakan sistem ini. Pada akhirnya, e-Kinerja adalah alat bantu dimana keberhasilan atau dampaknya tergantung dari pengguna. Sebagai alat bantu, sistem ini memiliki kekurangan dan dapat disalahgunakan. Pegawai negeri dapat “mengarang” kegiatan palsu, dan atasan mereka dapat menyetujuinya karena kelalaian atau keacuhan. Itulah mengapa terdapat tulisan “Allah maha melihat” pada layar e-Kinerja. Sementara teguran moral diklaim lebih efektif di Banda Aceh yang berbasis Syariah, memiliki sistem pemeriksaan dan keseimbangan yang kuat membantu memastikan program digunakan sebagaimana mestinya.
Program e-Kinerja Banda Aceh: Mereformasi Birokrasi Melalui Peningkatan Manajemen Aparatur Negara
Sejak dimulainya desentralisasi, Indonesia telah melihat munculnya banyak upaya menjanjikan dari berbagai daerah, tapi kemudian menghilang setelah pimpinan berorientasi reformasi tidak lagi memimpin. Sekarang giliran Banda Aceh untuk membuktikan hal tersebut keliru.
Tantangan terbesar untuk e-Kinerja adalah keberlanjutan: apakah akan terus digunakan dan dikembangkan secara efektif sesuai dengan kebutuhan kota. Trio pimpinan Aceh berakhir pada 2014: Mawardy meninggal dunia dan Saifuddin pensiun. Illiza diangkat menjadi walikota pada bulan Februari 2014. Wakil walikotanya yang baru, dipilih oleh anggota dewan kota pada bulan April 2015, adalah Drs. H. Zainal Arifin: seorang aktivis keagamaan dan ketua DPD PAN Banda Aceh. Sekretaris Daerah yang baru, ditunjuk pada bulan Desember 2014, adalah Ir. Bahagia, Dipl. SE, yang dulu menjabat sebagai asisten walikota dan kepala Bappeda Banda Aceh. Meski Illiza telah menunjukkan konsistensi dalam mendukung e-Kinerja dan inovasi terbaru lainnya di kota Banda Aceh, belum jelas apakah tim kepemimpinan baru ini akan memiliki dampak sebesar Trio dahulu. Namun, mantan Kepala Bagian Administrasi Pembangunan, M. Nurdin, S.Sos, salah satu figur kunci yang memimpin pengembangan program e-Kinerja, telah diangkat menjadi asisten walikota bidang administrasi. Hal ini menyiratkan bahwa program ini akan tetap menjadi prioritas pemerintah kota. Kepemimpinan berubah setiap beberapa tahun, tapi sistem diharapkan akan lebih stabil. Sejak dimulainya desentralisasi, Indonesia telah melihat munculnya banyak upaya menjanjikan dari berbagai daerah, tapi kemudian menghilang setelah pimpinan berorientasi reformasi tidak lagi memimpin. Sekarang giliran Banda Aceh untuk membuktikan hal tersebut keliru.
37
? Pertanyaan Lebih Lanjut untuk Diskusi Pertanyaan-pertanyaan berikut ini bertujuan untuk membawa studi kasus lebih jauh lagi, dengan menggunakannya sebagai titik awal untuk memulai diskusi mengenai isu-isu yang lebih besar. Pertanyaan dibagi menjadi pertanyaan terkait efektivitas, replikabilitas, dan keberlanjutan.
Efektivitas 1. Sejauh mana menurut anda e-Kinerja (berpotensi) efektif dalam meningkatkan kinerja pelayanan publik? 2. Sejauh mana menurut anda e-Kinerja efektif secara biaya (mempertimbangkan perangkat keras, perangkat lunak, persyaratan jaringan, dan waktu yang dibutuhkan untuk melaporkan, menyetujui, memverifikasi, dan merekonsiliasi laporan)? 3. Apa yang anda rekomendasikan untuk membuat e-Kinerja lebih efektif? 4. Adakah hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik, baik sebagai tambahan atau alternatif selain e-Kinerja?
Replikabilitas 1. Kondisi apa yang harus dipenuhi pemerintah daerah sebelum berupaya mereplikasi e-Kinerja? 2. Seberapa penting menurut anda aspek-aspek berikut ini terhadap kesuksesan replikasi e-Kinerja? Mengapa? a. komitmen dari pimpinan b. komitmen dari pegawai negeri c. kapabilitas TIK yang baik dari pegawai negeri d. infrastruktur TIK yang baik di kota e. dorongan dari masyarakat sipil 3. Apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah pusat atau pemerintah provinsi untuk memfasilitasi replikasi? 4. Dengan cara apa replikasi e-Kinerja lebih cocok untuk pemerintah daerah tertentu? Dengan cara apa replikasi ini tidak cocok?
Keberlanjutan 1. Aspek apa yang penting keberlanjutan e-Kinerja?
untuk
mempertahankan
2. Pihak eksternal mana (selain pemerintah daerah) dapat membantu mempertahankan keberlanjutan e-Kinerja? Apa peran mereka? 3. Bagaimana sebaiknya e-Kinerja dikembangkan lebih lanjut untuk mengakomodir kebutuhan di masa mendatang (Siapa yang berhak memutuskan perkembangan e-Kinerja di masa mendatang? Seberapa sering e-Kinerja sebaiknya dievaluasi dan dikembangkan lebih lanjut?) 4. Dapatkah e-Kinerja nantinya dianggap usang? Dalam kondisi apa?
Transformasi Center for Public Policy Transformation Workshop: Jl. Cipaku V No. 24, Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta 12170, Indonesia +62 21 7209946 www.tr g +62 21 2702401/2 Office: Perkantoran Fatmawati Mas Blok I/118, Jl. Fatmawati Raya No. 20, Jakarta 12430, Indonesia www.transformasi.org
[email protected]
+62 21 7209946
+62 21 2702401/2
Transformasi Indonesia
@transformasi_id
Transformasi Indonesia
@transformasi_id