“POTRET SINETRON REMAJA DI TELEVISI” (Penelitian Bersama Fikom Universitas Mercu Buana, YPMA dan Program Ilmu Komunikasi di Indonesia - 2009)
Juwono Tri Atmodjo, Agustina Zubair, Heri Budianto. How pervasive are content of Movie for short (the Indonesian term is called Sinetron) on contemporary entertaiment television in Indonesian ? We find that in a total of 80.000 hours (if average 20 hour everiday) of broadcast on all Indonesia's stations. Sinetron are seen on all Indonesian stations on a regular basic and are more frequent used to fill an extra few hours and have significance rating. Adolescent’s sinetron rating illustrated of these entertaiment is importance in the lives of Indonesian adult. If some violent behavior, bullying, and unwanted sexual behavior etc, in Sinetrons content may have been found to influence the behavior and attitudes of young people. This research design to describe how physical, psicological, sexual harrasement, mystics, motivation, moral violence from regulations content of movie for short “Sinetron” on some Indonesian stations in 2008. Key word : Sinetron content, violent behavior, bullying, and unwanted sexual behavior etc. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang Jumlah dan proporsi tayangan sinetron tergolong banyak diantara tayangan entertaiment yang lain misalnya musik, game show (talk show), menempati waktu utama (prime time) telah diangap oleh stasiun televisi sebagai tayangan yang disukai penonton. Kehadiran media televisi dalam kehidupan sehari-hari sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari dinamika masyarakat. Hampir seluruh rumah di Jawa ini memiliki televisi, bahkan diarena publik tidak jarang adanya media televisi yang menyala sepanjang hari. Disisi lain, perkembangan siaran televisi dalam beberapa tahun terakhir ini, makin terasa bahwa regulasi bidang siaran televisi dan pelaksanaannya tidak cukup mampu menghasilkan isi siaran yang sopan, bermartabat, dan menghibur secara sehat serta aman bagi anak dan remaja. Saat ini, telah ada 11 stasiun televisi yang bersiaran secara nasional. Siaran ini dapat ditangkap oleh sekitar 40 juta rumah tangga yang memiliki televisi di Indonesia. 1 1 Bila satu rumah tangga beranggotakan 5 orang, artinya penonton TV di Indonesia mencapai kurang lebih 200 juta jiwa. 2 Bila secara rata-rata setiap stasiun TV bersiaran selama 20 jam sehari, maka pada Data BPS yang dikutip oleh Alex Kumara saat diskusi Sinetron Indonesia oleh KPI, 5 September 2007. Tahun data tidak disebutkan. 2 Asumsi satu keluarga beranggotakan lima orang dipakai oleh AGB Nielsen Media Research dalam menghitung jumlah orang yang menjadi populasi riset mereka. 1
1
2
saat ini setiap hari ditayangkan sekitar 220 jam acara TV yang berasal dari luar maupun produksi lokal. Dalam setahun, diperoleh angka kurang lebih 80.000 jam. Bila diasumsikan bahwa setiap stasiun TV bersiaran selama 20 jam sehari, maka pada saat ini setiap hari ditayangkan sekitar 220 jam acara TV yang berasal dari luar maupun produksi lokal. Dalam setahun, diperoleh angka kurang lebih 80.000 jam. Sinetron menjadi jenis tayangan yang paling menonjol dan paling tinggi frekuensinya penayangannya dibandingkan jenis acara televisi lainnya. Sinetron dengan segmen remaja memang menjadi sasaran utama karena potensi jumlah penontonnya yang sangat besar, tidak saja dari mereka yang berumur 12-18 tahun, tetapi juga ditonton oleh anak-anak, dewasa dan orang tua. Namun sayangnya hampir tidak ada penelitian dan pemantauan yang dilakukan secara intensif dan berkesinambungan terhadap materi tayangan sinetron remaja. Padahal keluhan akan tayangan sinetron telah sering dilontarkan dalam berbagai diskusi publik, artikel surat kabar/majalah, dan surat pembaca surat kabar. Isi sinetron yang terkait dengan kekerasan, seks, mistis, dan moral menjadi keluhan yang utama. Sinetron, seperti yang pernah kita tonton, terkadang membuat kita terhibur, tersenyum geli, terpuaskan kebutuhan kognisi, dan tidak jarang sinetron sebagai bahan interaksi kita dengan orang-orang didekat kita. Disisi lain, tayangan kekerasan, seks, tidak mau susah, glamour, mistik membuat banyak orang cemas, akibatnya pada anak-anak dan remaja yang tidak mau mencerna isi tersebut. Media televisi tidak bisa mengontrol apa efek isi tayangan sinetron tersebut pada khalayaknya. 1.2 Permasalahan Sebagai upaya untuk memperoleh bukti ilmiah yang sistematis, berkaitan dengan variasi isi tayangan sinetron dengan melakukan penelitian ini. Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan penelitian dirumuskan : Bagaimana gambaran variasi isi kekerasan, bentuk kekerasan, adegan seks, mistis dan aspek moralitas dalam sinetron-sinetron Remaja di Media Televisi ? Seberapa sering (frekuensi) isi kekerasan, bentuk kekerasan, adegan seks, mistis dan aspek moralitas dalam sinetron-sinetron Remaja di Media Televisi ? 1.3. Tujuan Penelitian Mendeskripsikan bagaimana kekerasan, seks, mistis, dan moral itas digambarkan dalam sinetron remaja Indonesia di Media Televisi. Memperlihatkan seberapa sering isi yang menyangkut kekerasan, seks, mistis, dan moral ditampilkan dalam sinetron remaja Indonesia di Televisi.
3
1.4. Manfaat Hasil studi yang teruji secara ilmiah dapat menjadi sumber informasi untuk berbagai keperluan. Pertama, agar masyarakat memiliki informasi mengenai isi dan kualitas sinetron remaja Indonesia sehingga mereka lebih bisa menentukan sikap. Kedua, sebagai bahan masukan bagi pengelola media televisi dan produsen sinetron Ketiga, hasil studi akan digunakan sebagai bahan advokasi ke pengelola televisi, lembaga regulator penyiaran di Indonesia, dan berbagai institusi lainnya agar kualitas sinetron remaja kita meningkat. Ketiga, hasil studi dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi peneliti berikutnya. Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa Proses komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (buku, surat kabar, majalah, tabloid dsb) maupun elektonik (televisi, radio) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang-orang yang terlembagakan, yang menyeleksimenginterpretasikan- dan menyususun kembali informasi dari lingkunganya untuk disampaiakan kepada orang banyak, tersebar tempat tinggalnya, anonim, dan heterogen. Sifat isi pesanya umum, yang didistribusikan secara cepat, serentak, disampaikan dan untuk pesan media elektonik bersifat selintas ( siapa yang tidak mendengar atau menonton) tidak dapat menonton kembali. Sinetron remaja: sinema elektronik di televisi baik yang berseri panjang, pendek, ataupun sekali tayang yang karakter utamanya masih berusia 12 – 18 Tahun (ditandai dengan seragam sekolah putih-biru atau putih-abu) atau yang alur ceritanya berada seputar masalah remaja; sekolah, pertemanan, pacaran, dll. Karakteristik televisi memiliki perbedaan dengan media yang sebelumnya ada, yaitu media cetak dan media audio. Televisi secara bersamaan dapat menampilkan tulisan, suara dan gambar. Karakteristik demikian televisi memiliki daya persuasif yang lebih besar dibandingkan media yang lain apabila digunakan oleh khalayak. Effendi Uchjana ( 1993:91), mengemukaan bahwa : ” Televisi mempunyai daya tarik yang sangat kuat yang tidak perlu dijelaskan lagi, beda dengan radio walaupun radio memiliki daya tarik yang kuat seperti halnya, adanya unsur kata-kata, musik dan sound effect, walaupun televisi memiliki ke- 3 kelebihan tersebut karena televisi memiliki unsur visual dengan berbentuk gambaran dan gambar yang ada di luar kaca tersebut bukanlah gambar mati akan tetapi gambar yang dapat bergerak, sehingga tidak membuat penonton jenuh untuk menyaksikannya.
4
Daya tarik televisi nampaknya hiburan yang dikemas dalam berbagai bentuk sepertinya mendominasi waktu siaran. Masing-masing televisi memiliki alokasi waktu yang berbeda-beda untuk berbagai variasi isi tersebut, secara normatif proporsi isi tertuang dalam UU siaran tentunya. Isi lain yang tidak kalah banyak yaitu isi yang bersifat persuasif dalam wujud iklan, baik iklan komersial maupun iklan layanan masyarakat. Salah satu sumber pendapatan terbesar media yaitu dari kue iklan yang dapat menghasilkan uang. Effendi Uchjana ( 1993:91), mengemukaan bahwa : ” Televisi mempunyai daya tarik yang sangat kuat yang tidak perlu dijelaskan lagi, beda dengan radio walaupun radio memiliki daya tarik yang kuat seperti halnya, adanya unsur kata-kata, musik dan sound effect, walaupun televisi memiliki ke- 3 kelebihan tersebut karena televisi memiliki unsur visual dengan berbentuk gambaran dan gambar yang ada di luar kaca tersebut bukanlah gambar mati akan tetapi gambar yang dapat bergerak, sehingga tidak membuat penonton jenuh untuk menyaksikannya. Sinetron di Televisi Indonesia digemari penonton setelah munculnya televisi swasta bermunculan. Acara-acara drama lepas dari luar negeri, infotainment yang direproduksi dari luar negeri, yang akhirnya merangsang tumbuhnya rumah-rumah produksi yang memproduksi acara sinetron. Kondisi alamiah suatu jenis kemasan program, apabila digemari oleh masyarakat dengan rating tinggi biasanya, akan mendorong media massa televisi untuk menyajikan acara serupa, yaitu berupa tayangan sinetron. 2.2. Isi Media Televisi Isi pesan dalam media televisi sebagai pesan yang kompleks, karena merupakan perpaduan elemen suara (paralinguistik), gambar, tulisan, kombinasi-kombinasi warna, cara penyajian, gaya bahasa dsb. Analisis wacana sebenarnya tidak saja ditujukan untuk mengkaji bahasa tutur-katakata dalam teks, tetapi juga pada pesan-pesan non verbal. Setting tampilan, urutan tampilan, gerak tubuh (kinesik), artifaktual (pernak-pernik pakaian/kostum) sebenarnya bagian dari wacana atau yang diwacanakan oleh komunikator. Selain teks sebagai representasi dari bahasa ujaran, pesan non verbal tersebut dapat digunakan untuk menajamkan pemahaman peneliti pada konteks dan wacana komunikator. Isi tayangan televisi dapat menimbulkan efek atau dampak tertentu pada khalayaknya, mulai dari tahap kognitif, afektif, hingga behavior. Kepustakaan komunikasi antara lain menjelaskan pengaruh ini melalui studi Cultivation Analysis, Social Learning Theory, Uses and effect dan Desensitization Effect (Bryan, Jennings & Susan Thompson; 2002; lihat juga Dominick, 1999: 519; Dominick, 2005:469, Severin Windahl (1982). Batasan materi kekerasan terbuka peluang untuk diperdebatkan batasannya, untuk itu batasan kekerasan Sunarto (2007) mengemukakan dimensinnya, adalah :
5
1. Dimensi bentuk kekerasan: a. Kekerasan fisik, yakni kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban dengan cara memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ke tubuh, menginjak, melukai dengan tangan kosong, atau dengan alat/senjata, menganiaya, membunuh, serta perbuatan lain yang relevan. b. Kekerasan psikologis, yakni kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap mental korban dengan cara membentak, menyumpah, mengancam, merendahkan, memerintah, melecehkan, menguntit dan memata-matai atau tindakan lain yang menimbulkan rasa takut. c. Kekerasan seksual, yakni tindakan yang mengarah pada desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium, atau melakukan tindakan yang tidak dikehendaki korban, ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan, dengan mengarah pada aspek jenis kelamin, memaksa hubungan seks tanpa persetujuan korban, memaksa melakukan aktivitas seksual yang tidak dikehendaki, pornografi, kawin paksa. d. Kekerasan finansial, yakni bentuk-bentuk seperti mencuri uang korban, menahan atau tidak memberi pemenuhan kebutuhan finansial korban, mengendalikan dan mengawasi pengeluaran uang sampai sekecilkecilnya. e. Kekerasan spiritual, yakni perilaku merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa korban untuk meyakini hal-hal yang tidak diyakininya, memaksa korban untuk mempraktekkan ritual dan keyakinan tertentu. f. Kekerasan fungsional, yakni perilaku memaksa melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan, menghalangi atau menghambat aktivitas pekerjaan tertentu, memaksa kehadiran tanpa dikehendaki, membantu tanpa dikehendaki, dan lain-lain yang tidak relevan. g. Kekerasan relasional, adalah kekerasan yang berakibat negatif pada hubungan antar personal/hubungan sosial di tengah masyarakat: menggunjingkan, mempermalukan, menggencet (bullying), memusuhi, melalaikan tanggung jawab, mengutamakan kepentingan diri sendiri. 2. Dimensi partisipan kekerasan: a. Pelaku: Tokoh yg melakukan kekerasan terhadap tokoh lain. b. Korban: Tokoh yang mengalami penderitaan karena tindak kekerasan tertentu. 3. Dimensi motif kekerasan: a. Sengaja: Kekerasan yang disertai maksud dalam diri pelaku yang dinyatakan secara verbal atau visual.
6
b. Tidak sengaja: Kekerasan yang tanpa disertai maksud dalam diri pelakunya, tetapi tetap memberikan efek penderitaan. Misalnya, gurauan yang berakibat kesakitan, hanya ikut-ikutan, membela diri dari aksi kekerasan. 4. Dimensi ekspresi kekerasan: a. Verbal: Kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan dan ditulis, berupa memaki, menyindir, sumpah serapah, mengancam, mengeluarkan kata-kata kasar. b. Non verbal: kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan tindakan secara langsung. Misal: memukul, menendang, menampar, mendorong, menjambak, memperkosa, membunuh, menodong, memalak, mencekik, melempar, bullying, dll. c. Gabungan: gabungan kekerasan verbal dan non verbal. Batasan materi (isi) seks dalam tayangan sinetron berpedoman pada P3SPS KPI (2007) adalah sebagai Berikut : 1. Ciuman (ps 41 ayat 1 dan 2) : Adegan ciuman eksplisit didasarkan atas hasrat seksual (di luar adegan ciuman dalam konteks kasih sayang dalam keluarga dan persahabatan, seperti mencium rambut, mencium pipi, dll.) 2. Hubungan (ps. 42 ayat 1 dan 5): Adegan yang mengesankan aktivitas hubungan seks baik secara implisit maupun eksplisit. • Percakapan atau adegan yang menggambarkan rangkaian aktivitas ke arahhubungan seks. • Suara-suara atau bunyi-bunyian yang mengesankan berlangsungnya kegiatanhubungan seks. • Adegan yang menggambarkan hubungan seks antarhewan secara vulgar ataumanusia dan hewan. • Adegan yang memuat pembenaran bagi berlangsungnya hubungan seks di luar nikah. 3. Pemerkosaan/pemaksaan seksual (ps 43): • Adegan pemerkosaan atau pemaksaan seksual atau upaya ke arah pemerkosaan atau pemaksaan seksual. • Adegan yang memuat pembenaran terjadinya perkosaan atau yang menggambarkan perkosaan sebagai bukan kejadian serius 4. Eksploitasi seks (ps 44) • Adegan yang menyuarakan lagu dan video klip berisikan lirik bermuatan • seks, baik secara implisit maupun eksplisit.
7
•
Adegan tarian dan atau lirik yang dapat dikategorikan sensual, menonjolkan seks, membangkitkan hasrat seksual, atau memberi kesan hubungan seks. • Adegan atau lirik yang merendahkan perempuan menjadi objek seks. • Tayangan yang menjadikan anak-anak dan remaja sebagai objek seks, termasuk di dalamnya adegan yang menampilkan anak-anak dan remaja berpakaian minim, bergaya dengan menonjolkan bagian tubuh dan melakukan gerakan yang lazim diasosiasikan dengan daya tarik seksual. 5. Masturbasi (ps 45): Adegan yang menggambarkan berlangsungnya masturbasi atau suara yang mengesankan berlangsungnya masturbasi. 6. Perilaku menyimpang (ps. 47): • Adegan yang menggambarkan hubungan seks antara orang dewasa dengan anak-anak/remaja. • Adegan yang menggambarkan hubungan seks sesama anak/remaja di bawah umur. 7. Kata-kata cabul (ps. 52): Menggunakan bahasa atau kata-kata makian yang memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar. 2.3.
Moralitas Aspek moralitas memiliki bentangan yang lebih luas, tentang baikburuknya sesuatu, benar salahnya, boleh tidak boleh, wajar atau tidak dsb yang mengacu pada nilai, norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat dimana pandangan itu berada. Demikian juga aspek moralitas dapat memiliki kontekstual dalam tayangan, misalnya adegan memegang tangan sang pacar, adegan tersebut secara visual tidak sesuai dengan moral karena bukan muhrimnya, tetapi bisa diangap wajar untuk usia tersebut. Nilai (valeu) dan nilai-nilai (valeus) memiliki pengertian yang sedikit berbeda yang dikonsepsikan, nilai lebih merujuk pada apa perlu dihargai, sesuatu yang baik, yang semestinya, yang menjadi sejumlah anggapan dalam dunia konseptual yang dibentuk dari tingkah laku manusia. Garna (1999:168) mengemukakan, sebenarnya makna nilai (valeu) lebih menyangkut pada aspek objektififas ilmiah (pen:tidak memberikan penilaian baik-buruknya nilai dalam sisten sosial budaya tertentu), sedangkan nilainilai atau Nilai- nilai budaya (Cultural valeus) lebih banyak menyangkut kepada kepemilikan bersama anggota masyarakat pada baik buruknya tindakan sosial dan perilaku dalam melakukan relasi dan interaksi seseorang dengan orang lain. Pada saat seseorang dihadapkan pada suatu tayangan tertentu dari televisi, dihadapkan dengan berbagai situasi dan kondisi, kita sering dihadapkan dengan berbagai pilihan-pilihan, apa dan bagaimana kita menangapi, apakah sesuai dengan dunia konsepsi yang dimilikinya dan
8
dunia kesadaran yang dimilikinya, sesuai dengan standar, prinsip, yang lebih disukai, dianggap terbaik dan yang harus diupayakan, menjadi tujuan dan dilakukan dalam menonton isi tayangan sinetron. Aspek moralitas ini berpedoman pada baik buruknya sesuatu dengan berpedoman pada “Nilai” yang dituangan pada peraturan tentang penyiaran P3SPS KPI (2007). Semakin banyak frekuensi tayangan yang secara obyektif tidak sesuai dengan aturan tersebut digolongkan sebagai tayangan yang tidak sesuai dengan aspek moralitas. Katz (1959) menyatakan tentang adanya perubahan teoritis dari suatu khalayak yang pasip ke suatu khalayak yang aktif, setelah banyak studi komunikasi yang kurang berhasil menunjukkan efek dari media massa yang langsung dan menyeluruh pada khalayaknya. Ia mengatakan bahwa peneliti-peneliti komunikasi harus lebih sedikit perhatian pada apa yang dilakukan oleh media kepada khalayaknya dan lebih banyak perhatian pada apa yang dilakukan khalayak terhadap suatu media. Faktor personal yaitu demografis individu seperti faktor usia, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, pengetahuan dan psikologis dsb serta faktor lingkungan sosial seperti organisasi, sistem sosial, dan struktur sosial dan sebagainya sebagai antesenden pada motif orang. Sedangkan motif sendiri dapat diartikan sebagai dorongan pada diri individu untuk bereaksi tertentu pada situasi dan kondisi tertentu, termasuk pada saat dihadapkan dengan media massa. Berbagai macam kebutuhan yang memotivasi orang mengapa mengunakan media Selanjutnya Mc. Quail (1984 : 128) menyatakan bahwa pendekatan ini mempunyai keragaman, termasuk di dalamnya adalah : (1) alokasi waktu pada media yang berbeda, (2) hubungan penggunaan media dan penggunaan waktu untuk kegiatan lain, (3) hubungan penggunaan media, penyesuaian diri dan hubungan sosial, (4) fungsi media yang berbeda atau tipe isi , dan (5) berbagai alasan penggunaan media massa. Mc Quail, Blumer, Brown (1972) dalam Severin and Tankard (1997:332) mengkategorikan “kebutuhan dan gratifikasi khalayak” adalah : 1. Divertion (escape from routine and problem (lepas dari rutinitas dan masalah sehari-hari), pemenuhan kebutuhan emosi; santai, senang, hiburan dsb) 2. Personal relationship (informasi dari media sebagai bahan untuk sosialisasi dengan orang lain) 3. Personal indentity or individual Psycology (mencari penguatan atau peneguhan indentitan diri, memperoleh pengetahuan, pengertian, dan mempelajari realitas yang ada)
9
4. Survenillance (informasi tentang sesuatu hal, dibutuhkan pada suatu waktu tertentu olehnya)
yang
mungkin
Sedangkan penggunaan dan efek (Uses And Effects) pilihan jenis dan isi media televisi-sinetron oleh khalayak. Khalayak yang berbeda memiliki perhatian yang berbeda pada jenis dan isi media yang sama atau berbeda, sehingga berbeda juga persepsinya. Perbedaan ini pada akhirnya akan membedakan predisposisinya terhadap obyek, gagasan dan ide tertentu dari isi sinetron. Efek isi sinetron yaitu efek isi media yang diterima individu akan menimbulkan efek pada individu. Bab III Metodologi Penelitian 3.1. Desain dan Metode Penelitian Desain (sifat) penelitian yaitu penelitian deskripsi dan metode yang digunakan yaitu analisis isi kuantitatif. Tekhnis penelitian kualitatif digunakan sebatas pengunaan teknik pengumpulan data untuk mendapatkan deskripsi alur cerita masing-masing episode. 3.2. Unit Analisis Unit analisis adalah sinetron per judul, sedangkan unit observasi adalah sinetron per babak. 3.3. Populasi dan Sampel Populasi: Sepanjang Tahun 2007, Televisi Nasional di Indonesia telah menayangkan sebanyak kurang lebih 178 judul sinetron remaja (83 sinetron berseri, 95 sinetron pendek/sekali tayang), dengan total 3.641 episode atau setara dengan lebih kurang 4.019 jam. Karakteristik sampel didasarkan pada data AGB Nielsen dipilih judul sinetron yang memiliki rating tinggi (masuk dalam Top 20 Program per bulan). Dari setiap judul sinetron yang terpilih akan diambil 5-6 buah episode yang akan diobservasi (masing-masing dua episode di awal, tengah, dan akhir masa tayang sinetron), dengan karakteristik tersebut diperoleh sampel sebanyak 125 sampel. Tim sub Universitas Mercubuana - Jakarta mendapat pembagian 12 Episode sinetron, yaitu Mini 1 – 5 dan Film lepas ; Evan Hate Clup, Pilih-Pilih Cinta, Mencari Romeo, Rahasia Pacarku, Gue Mau Loe Berubah, Maunya Sih Jadi Petualang.
3.4. Operasionalisasi Konsep Deskripsi kualitatif digunakan untuk mengambarkan alur cerita pada masing-masing sinetron yang diteliti. Aspek Kuantitatif meliputi : jumlah judul sinetron, jumlah episode, proporsi isi kekerasan yang diperasionalkan sebagai berikut :
10
Operasionalisasi Konsep Variable Posisi tokoh
Bentuk Kekerasan
Partisipasi kekerasan Motif kekerasan
Ekspresi kekerasan
Dimensi Utama
Tokoh yang ambil bagian dalam sebagian besar peristiwa dalam cerita, biasanya peristiwa-peristiwa tersebut menyebabkan terjadinya perubahan sikap terhadap diri tokoh atau perubahan pandangan penonton terhadap tokoh tersebut.
Pembantu
Peran yang menggambarkan keberadaan seseorang dalam suatu cerita hanya berfungsi untuk membantu atau mendampingi keberadaan tokoh utama.
Fisik
Kekerasan yg dilakukan oleh pelaku terhadap korban dgn cara memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ke tubuh, menginjak, melukai dgn tangan kosong, atau dengan alat/senjata, menganiaya, membunuh, serta perbuatan lain yang relevan.
Psikologis
Gabungan
Kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap mental korban dengan cara membentak, menyumpah, mengancam, merendahkan, memerintah, melecehkan, menguntit dan memata-matai atau tindakan lain yang menimbulkan rasa takut. Kekerasan phisik dan psikologis yang dilakukan secara bersama-sama.
Pelaku
Tokoh yg melakukan kekerasan terhadap tokoh lain.
Korban
Tokoh yang mengalami penderitaan karena tindak kekerasan tertentu.
Sengaja
Kekerasan yang disertai maksud dalam diri pelaku yang dinyatakan secara verbal atau visual.
Tidak sengaja
Kekerasan yang tanpa disertai maksud dalam diri pelakunya, tetapi tetap memberikan efek penderitaan. Misalnya, gurauan yang berakibat kesakitan, hanya ikut-ikutan, membela diri dari aksi kekerasan.
Verbal
Kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan dan ditulis, berupa memaki, menyindir, sumpah serapah, mengancam, mengeluarkan kata-kata kasar. Kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan tindakan secara langsung, mis. Memukul, menendang, menampar, mendorong, menjambak, memperkosa, membunuh, menodong, memalak, mencekik, melempar, dijedotin, bullying, dll. Gabungan kekerasan verbal dan non verbal. Dinamisme: Ritual pemujaan pada benda-benda atau kekuatan alam, seperti akik, keris, batu besar, pohon besar, makam-makam, benda ritual gaib dan lain-lain. Animisme: Ritual pemujaan pada makhluk berkekuatan gaib seperti jin, iblis, dll. Gabungan animisme dan dinamisme Persekutuan: meminta tolong atau mencari solusi masalah pada makhluk atau kekuatan gaib, meminta perlindungan, rejeki, dll. Permusuhan: bertarung dengan kekuatan gaib, pertarungan antar makhluk gaib.
Non verbal;
Representa si unsur Mistik
Indikator
Ritualistik
Interaksi
11
Visualisasi Bentuk adegan seks
Ciuman
Hubungan
Adegan yang mengesankan aktivitas hubungan seks baik secara implisit maupun eksplisit. - Percakapan atau adegan yang menggambarkan rangkaian aktivitas ke arah hubungan seks. - Suara-suara atau bunyibunyian yang mengesankan berlangsungnya kegiatan hubungan seks. Adegan yang menggambarkan hubungan seks antarhewan secara vulgar atau manusia dan hewan. - Adegan yang memuat pembenaran bagi berlangsungnya hubungan seks di luar nikah.
Pemerkosa an/pemaks aan seksual
-Adegan pemerkosaan atau pemaksaan seksual atau upaya ke arah pemerkosaan atau pemaksaan seksual. -Adegan yang memuat pembenaran terjadinya perkosaan atau yang menggambarkan perkosaan sebagai bukan kejadian serius
Eksploitasi seks
-Adegan yang menyuarakan lagu dan video klip berisikan lirik bermuatan seks, baik secara implisit maupun eksplisit. -Adegan tarian dan atau lirik yang dapat dikategorikan sensual, menonjolkan seks, membangkitkan hasrat seksual, atau memberi kesan hubungan seks. Adegan atau lirik yang merendahkan perempuan menjadi objek seks. Tayangan yang menjadikan anak-anak dan remaja sebagai objek seks, termasuk di dalamnya adegan yang menampilkan anak-anak dan remaja berpakaian minim, bergaya dengan menonjolkan bagian tubuh dan melakukan gerakan yang lazim diasosiasikan dengan daya tarik seksual. Berpakaian minim diinterpretasikan KPI (Ade Armando & Bimo): adegan yang menampilkan belahan dada atau celana dalam. Adegan yang menggambarkan berlangsungnya masturbasi atau suara yang mengesankan berlangsungnya masturbasi.
Masturbasi
Moral
Penampakan realitas gaib, munculnya simbol, firasat/pertanda, makhluk gaib, kekuatan supranatural, dll. Adegan ciuman eksplisit didasarkan atas hasrat seksual (di luar adegan ciuman dalam konteks kasih sayang dalam keluarga dan persahabatan, seperti mencium rambut, mencium pipi, dll.)
Perilaku Menyimpa
Adegan yang menggambarkan hubungan seks antara orang dewasa dengan anak-anak/remaja. -Adegan yang menggambarkan hubungan seks sesama anak/remaja di bawah umur.
Adegan Telanjang
-Gambar manusia telanjang atau mengesankan telanjang, baik bergerak atau diam. -Adegan yang tidak menyamarkan manusia telanjang atau berkesan telanjang dalam konteks budaya tertentu. -Close up bagianbagian tubuh yang dianggap membangkitkan birahi seperti paha, pantat, payudara, alat kelamin.
Kata-kata cabul
Menggunakan bahasa atau kata-kata makian yang memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar.
Sesuai
Adegan yang menunjukkan perilaku yang sejalan dengan nilai etika, estetika, norma hukum, dan budaya yang berlaku di masyarakat.
Tidak sesuai
Adegan yang menunjukkan perilaku yang tidak sejalan dengan nilai etika, estetika, norma hukum, dan budaya yang berlaku di masyarakat.
12
3.5. Reliabilitas Kontrol terhadap kualitas penelitian dapat dilakukan dalam beberapa tahap: (1). Saat penyusunan rancangan penelitian face validity (2). Melakukan pretest terhadap satu atau dua sinetron. (3). Saat coding dan analisis data inter-rater reliability (satu sinetron di-koding dan analisis oleh dua tim peneliti atau dua orang peneliti). 3.6. Tekhnik Pengumpulan dan Analisis Data Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan bahan yaitu (a) Lembar Koding (b). Petunjuk Pengisian Koding (c). Format transkrip (d). Copy DVD (e). Profil sinetron secara ringkas (f). Daftar sinetron. Tahap berikutnya yaitu mengobservasi masing-masing babak dalam episode sampai selesai dan mentranskrip materi audiovisual (sinetron). Tahap berikutnya yaitu dilakukan analisis isi secara kuantitatif pada data yang telah ditabulasikan dalam coding sheet sebelumnya dengan statistik deskriptif (jumlah, rata-rata, frekuensi, proporsi dan membuat diagram proporsional masing-masing dimensi).
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1. Deskripsi Sinetron Mencari Romeo, sinetron ini ditayangkan oleh SCTV – Satu Untuk Semua, yang berdurasi lebih kurang 2 jam 17 menit pada 21 Juni 2008. Tayangan pembuka kurang dari 1 menit dan penutup kira-kira 2 menit. Sinetron ini dibuat oleh Surya Citra Pictures - Frame Ritz production, Pimpinan Produksi Andre Forester, Penulis Skenario M. Rois Said, Produser Sentot Sahid, Sutradara Joko Nugroho, Tema lagu “Di Hatiku-Signy-Saga Music. Sinetron ini mengisahkan tentang kisah cinta dua saudara tiri (kakak beradik) yang mencintai satu pria yang sama. Feby mempunyai kucing peliharaan bernama Romeo yang merupakan tanda cinta pemberian dari sang kekasih (Tomy). Kisah ini mengalir ketika suatu hari Feby memberikan kepercayaan kepada Kiran untuk menjaga Romeo selama ia pergi ke luar kota. Padahal Kiran alergi sama kucing karena penyakit asmanya, namun demi menuruti sang kakak, Kiran pun rela untuk menjaga Romeo. Sampai suatu ketika romeo hilang dari pengasuhan Kiran. Dan dari situlah berbagai persoalan lain membalut cerita ini hingga secara tidak sengaja Kiran bertemu dengan Tomy dan menjadi kekasih Tomy. Dan diakhir cerita, Feby yang selama ini sangat membenci kiran karena ia menyimpan dendam lama karena menganggap Ibu Kiran telah merebut ayahnya dari Ibunya, kini dapat menerima dan menyayangi Kiran.
13
Sinetron Pilih-Pilih Cinta, sinetron ini ditayangkan oleh SCTV – Satu Untuk Semua, yang berdurasi lebih kurang 2 jam 20 menit pada 16 Juni 2008. Tayangan pembuka kurang dari 1 menit dan penutup kira-kira 2 menit. Sinetron ini dibuat oleh Surya Citra Pictures - Frame Ritz production, Pimpinan Produksi dana Ariyanto dan Andre Forester, Penulis Skenario Imam Hendarto, Produser Sentot Sahid, Sutradara Yulianto, Tema lagu “Masih Jomblo-Glenn Fredly. Sinetron ini mengisahkan tentang seorang gadis remaja yang masih duduk dibangku SMU (bernama Tari). Gadis ini berkarakter aneh, karena ia selalu percaya dengan segala hal yang berhubungan sama takhayul dan berusaha menghindarinya. Kisah ini lantas mengalir sejak kejadian naas tersebut dengan segala persoalan yang mengiringinya hingga akhir cerita Tari mendapatkan pasangan hidup. Evan Hate Club, sinetron ini ditayangkan oleh SCTV – Satu Untuk Semua, yang berdurasi lebih kurang 2 jam 19 menit pada 18 Mei 2008, tayangan pembuka kurang dari 1 menit dan penutup kira-kira 2 menit. Sinetron ini Produksi Star Vision, produser Chang Prawez, Tema lagu oleh Simangunsong. Sinetron ini mengisahkan kehidupan sekolah yang didalamnya terdapat sebuah klub yang berangotakan cewek – cewek yang patah hati akibat perlakuan seorang cowok playboy (bernama Evan). Klub ini dikenal dengan sebutan EHC (Evan Hate Club). Anggota klub EHC yang terdiri dari Risma, Ella, dan Fitri yang mengetahui perasaan Evan terhadap Puti, tentunya hal itu menjadi kabar baik buat mereka, mereka berusaha memperalat Puti sebagai umpan untuk aksi pembalasan dendam atas sakit hati mereka terhadap Evan selama ini. Gue Mau Loe Berubah, sinetron ini ditayangkan oleh SCTV – Satu Untuk Semua, yang berdurasi lebih kurang 2 jam 20 menit pada 23 Februari 2008, tayangan pembuka kurang dari 1 menit dan penutup kira-kira 2 menit. Sinetron ini Produksi Dharmawangsa Studio Sepuluh jakarta 2008, dengan Sutradara Karsono Hadi, Cerita dan skenario Yenni Hardiwijaya, Tema lagu “Cinta Di Ujung Jalan – Agnes Monica”. Tayangan ini menayangkan tentang kehidupan murid SMP dengan pemeran utama Doni dan peran pembantu pendek (kecil) yang dipanggil Emon (Laki-Laki tubuh kerdil ) dipanggil “Cebol”. Demikian pula sikap dan perilaku siswa digambarkan sikap yang selalu dalam pertentangan, sikap meremehkan, sikap bikin onar, perilaku yang kekerasan fisik dengan pemukulan, penelanjangan teman lainnya, pengeroyokan, yang dikombinasikan dengan kata-kata kasar. Maunya Sih Jadi Petualang, sinetron ini ditayangkan oleh SCTV – Satu Untuk Semua, yang berdurasi lebih kurang 2 jam 17 menit pada 25 Mei 2008. Sinetron ini dibuat oleh Surya Citra Pictures - Frame Ritz production, Sutradara Purnomo A Chalil, produser Sentot sahid, Skenario Henny Surya, Lagu “Seperti Dulu, Kutunggu Disini, Cinta Semu, Sepi, Usai, Pijar.
14
Orang tuannya digambarkan sebagai orang yang mampu secara ekonomis, rumah besar, pekerjaan mapan, memiliki mobil, sibuk kerja sepanjang hari, penampilan mentereng dan sederet lainnya. Mama bertemu anak-anak hanya pagi saja, anak-anak membayangkan kalau mama tidak bekerja. Aldi punya ide untuk mingat, dan berpetualang kaya Dobi (temanya), akhirnya ia mingat dengan adiknya. Rahasia Pacarku, sinetron ini ditayangkan oleh SCTV – Satu Untuk Semua, yang berdurasi lebih kurang 2 jam 14 menit pada 20 Januari 2008. Sinetron yang berdurasi 2 jam 14 menit ini dibuat oleh Surya Citra Pictures Frame Ritz production, Pimpinan Produksi Dana Ariyanto, Sutradara Ninos Joned, produser Sentot sahid, Skenario M. Rois Said, Lagu “Arti CintaSultan Ciptaan Erni dan Jecky. Sinetron ini menceritakan tentang kehidupan remaja SMU yang sedang berpacaran, sang pacar laki-laki Ray merasa jika sudah pacaran dapat mengatur apa saja maunnya, sedangkan cewek perempuan Melly merasa tindakan itu tidak benar. Percekcokan dalam mobil malam itu, Kata-kata kasar dari Ray sampai pada Melly disuruh turun. Justin yang sedang kencing ditepi jalan, merasa peduli dengan apa yang dilakukan Ray keterlaluan, lalu merusaha menolong. Akhirnya Ray merasa tersinggung dan terjadilah perkelahian, Ray menghajar Justin sampai terkapar. Mini 1 – 5, sinetron ini ditayangkan oleh “RCTI – Kebanggaan Bersama Milik Bangsa” yang berdurasi lebih kurang 49 Menit 55 detik yang ditayangkan pada 10 Juni 2007 dengan tayangan pembuka 2 menit 13 detik dan penutup 2 menit. Tayangan isi sinetron kira-kira 9 menit 51 detik dengan kira-kira iklan 1 menit. Sinetron ini di produksi oleh SinemArt, Cerita dan skenario Serena Luna, pimpinan produksi Indra Kurniawan, produser Leo Sutanto, Tema lagu “I Love Yuo-Dewi Sandra”. Pada suatu malam ada sinar dari langit, lalu jatuhlah sebuah boneka pada tempat sampah dekat kampus, anehnya boneka tersebut dapat menangis. Sementara paginnya, Duta di kampus ada pengumuman IP tertinggi, dan Dutalah Mahasiswa dengan IP tertinggi. Kebahagiaan tersebut ingin dibagi dengan pacarnya Mila, tetapi apa kata Mila, ia tambah memutuskan hubungan pacaran dengan Duta karena Duta miskin. Duta semakin penasaran dan tidak percaya, supaya percaya Duta minta disiapkan makanan, dan dalam sekejap makanan diatas meja sudah penuh. Begitus elanjutnya, setiap pagi Mini si boneka ajaib menyiapkan makanan. Duta akhirnya mencium Mini, dan Mini berubah menjadi perempuan remaja yang cantik, maka Duta menawarkan Mini sebagai model dengan bayaran 3 juta. Theo setuju, dan Mini di photo, tetapi hasilnya potonya Mini kecil-kecil. Mini tanggap, maka poto dalam amplop tersebut disihir sehingga terbakar. Teo percaya bahwa Mini bukan manusia biasa. “yah, ini pasti ngak salah lagi, si Mini itu bener-bener penyihir, dan gue harus bisa ngedapetin dia.” Ujar Teo dan keinginan nya semakin menggebu untuk mendapatkan Mini.
15
Episode sebelumnya yaitu kisah Boneka yang dapat melakukan sihir serta dapat berubah wujud menjadi manusia. Pada episode ketiga ini mengisahkan kejadian – kejadian yang dialami Mini karena diusir oleh tuannya yang bernama Duta. Mulai dari dikejar- kejar seekor anjing hingga peristiwa lain tentang sebuah cincin ajaib yang dihuni oleh peri cinta dan munculnya pangeran dari negeri sihir bernama Zetta. Berbagai adegan mengharukan dan peristiwa kekonyolan tampak menghiasi sinetron ini, antara lain ketika Duta menyatakan cintanya kepada Mini, lalu kejadian ketika Zetta berkelahi dengan Theo untuk memperebutkan Mini. Episode kali ini mengisahkan persekongkolan antara Zetta sang pangeran dari Negeri sihir yang datang untuk menjemput Mini dengan Theo yang licik dan terobsesi pergi ke dunia sihir. Beragam aksi sihir kerap tampak jelas dalam episode keempat ini. Zetta berupaya dengan segala kemampuan sihirnya untuk mencari dan mendapatkan Mini kembali. Tetapi semua usahanya sia- sia saja, Mini dan Duta dapat mengalahkan kekuatan sihir Zetta. Akhir cerita Zetta yang telah kehilangan kemampuan sihirnya menuruti kemauan Theo untuk bekerja sebagai penjaga keamanan di perpustakaan dimana Duta juga bekerja ditempat yang sama sebagai pustakawan. Tanpa disengaja, Duta menemukan sebuah buku cerita yang isinya mirip dengan kisah Mini si gadis boneka yang berasal dari negeri sihir. Pada episode ini menceritakan kalau Guru mengutuk sang putri menjadi boneka dan membuangnya ke dunia manusia, sang putri baru akan kembali kewujudnya yang semula bila ada laki-laki yang menciumnya. Dan satu kutukan lagi sang putri akan jatuh cinta pada manusia yang menciumnya, sehingga rela melayani manusia itu seperti melayani seorang tuan, yaitu Duta. 4.1.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Variasi isi tayangan sinetron yang menonjol diantara isi yang lain yaitu adanya berbagai bentuk kekerasan yang disajikan secara vulgar. Kekerasan fisik, kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban dengan cara memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ke tubuh, menginjak, melukai dengan tangan kosong, atau dengan alat/senjata, menganiaya, membunuh, serta perbuatan lain yang relevan tidak sulit mengenali bentuk kekerasan ini. Sedangkan kekerasan psikologis yang dilakukan ada yang disajikan hanya merupakan kekerasan psikologis, tetapi sebagiuan besar kekerasan psikologis digunakan untuk menguatkan adegan kekerasan pisik. Bentukbentuk kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap mental korban dengan cara membentak, menyumpah, mengancam, merendahkan, memerintah, melecehkan, menguntit dan memata-matai atau tindakan lain yang menimbulkan rasa takut.
16
Sedangkan kekerasan seksual sebagai tindakan yang mengarah pada desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium, atau melakukan tindakan yang tidak dikehendaki korban, ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan, dengan mengarah pada aspek jenis kelamin, memaksa hubungan seks tanpa persetujuan korban, memaksa melakukan aktivitas seksual yang tidak dikehendaki, pornografi, kawin paksa dikategorikan sebagai bentuk kekerasan lain-lain. Bentuk kekerasan psikologis menempati porsi yang paling besar dalam keseluruhan sinetron dan film pendek yaitu 68,42%. Wujud ekpresi kekerasan psikologis ini nampak pada ucapan verbal yang dilakukan pemeran utama dengan ungkapan yang membentak, mengancam, mengumpat, mencemooh, menakuti-nakuti dan yang setara dengan itu pada pemeran pembantu. Bentuk kekerasan diekspresikan secara verbal dengan : berkata kasar, mengancam, marah-marah, menghina, membentak, mengancam, caci maki, mengumpat, berteriak-teriak, menyindir, mengejek, berkata-kata kasar. Bentuk kekerasan diekspresikan secara non verbal (pisik) dilakukan dengan memukul, menyerang rame-rame, menampar, menjambak rambut, mendorong, menampar, menyeret paksa, memukul kepala dengan benda tumpul, menyumpal mulut, gebrakan ke meja dengan rotan, berkomplot untuk menyerang, menarik tangan, melotot, menyekap, menodongkan pisau, mengikat, menyeret, menyindir, memaksa korban menyerahkan uang, mengamcam dengan pisau, memiting, menembak, menyeret tangan, mengusir, menelanjangi, melempar barang dsb. Sedangkan kekerasan gabungan dilakukan dengan membentak dan memukul, mendorong sambil membentak, memukul sambil berteriak-teriak dsb. Ekspresi kekerasan yang ada dalam ke-sebelas sinetron ini 46,15 % adalah kekerasan verbal (dengan kata-kata) sedangkan kekerasan non verbal (pisik) sebanyak 45,19%. Sedangkan kekerasan yang dilakukan secara pisik dan disertai kata-kata kasar yang membuat tidak nyaman secara psikologis sebanyak 25,96%. Ekspresi kekerasan tersebu, lebih banyak dilakukan secara sengaja, baik oleh pemeran utama atau pemeran pembantu. Sedangkan kekerasan tidak sengaja (terpukul, terjatuh, terhalang dsb) hanya sebanyak 12,5%, seperti pada tabel dibawah ini. Peran masing-masing pemain sinetron yang mewarnai isi tayangan merupakan relasi-relasi bentukan medua, yang dikontruksikan oleh produser isi tayangan. Kategori peran yang paling mudah dikenali, yaitu sebagai laki-laki atau perempuan. Peran apa yang dimainkan laki-laki pada tayangan tersebut, apakah sebagai pemeran utama pada tayangan tersebut. Pemeran utama dan pembantu lazimnya disajikan pada awal tayangan, sedangkan dalam isi tayangan pemeran utama disajikan dengan prorsi ditampilkan dalam isi yang terbanyak, mengikuti alur cerita. Dinamika alur cerita dibentuk oleh apa yang dilakukan oleh pemeran utama ini.
17
Salah satu simbol khas laki-laki dikontruksikan dengan berbagai bentuk kekerasan, kekerasan pisik digunakan untuk menekankan peran lakilaki yang sarat dengan kekerasan pisik, dan perempuan digambarkan dengan peran khas dengan kekerasan psikologis. Stigma diatas apakah seluruhnya benar, setidaknya deskripsi pada tabel berikut cenderung menguatkan stigma itu, apakah secara general umumnya peran laki-laki atau peran perempuan dalam dunia sosial seperti itu, nampaknya dunia makna penontonlah yang bisa menjawabnya. Berdasarkan usia pelaku kekerasan verbal ternyata remaja menempati porsi yang terbesar (67%), sedangklan kekerasan orang dewasa (3,008%) pada remaja atau anak-anak secara berturut-turut menempati posisi berikutnya dari seluruh episode. Tingginya kekerasan gabungan remaja (31,579) menunjukkan bahwa kekerasan verbal diikuti oleh kekerasan pisik. Beberapa tayangan kekerasan hampir ada dalam setiap episode secara bersama-masa (keroyokan). Perilaku kekerasan pisik dikuatkan dan dipertajam dengan kekerasan verbal , misalnya membentak disertai pemukulan, memegang muka disertai hardikan, menarik kasar tangan sambil diteriaki dsb. Pengolongan kekerasan dalam semua tayangan dilakukan apakah dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja, motif kekerasan yang disengaja dilakukan dengan sadar oleh peran yang harus dimainkan oleh pemeran laki-laki atau perempuan. Mengacung-ngacungkan benda, mendorong, menelanjanggi, menjegal dsb digolongkan sebagai kekerasan dengan motif disengaja. Sedangkan kekerasan karena ketidak sengajaan, misalnya kerkena tumpahan makanan, kaki melintang lalu tersangkut pemeran lain, tergencet pintu dsb yang dapat diamati, walaupun apa yang disajikan semua melalui proses produksi yang disengaja. Motif pemeran utama maupun pembantu melakukan tindakan kekerasan yang disadari atau disengaja menempati posisi terbesar. Tabel diatas variasi atau perbandingan antara kekerasan yang merupakan kesengajaan, pemeran utama perempuan dan laki-laki menempati proporsi yang seimbang yaitu 26 episode dari 133 episode. Secara keseluruhan motif sengaja dan tidak sengaja mencapai 84,96 % dan hanya 15,04% yang tidak mengandung kekerasan. Adegan mistik terbanyak disumbangkan oleh tayangan Mini 1 sampai Mini 5, sedangkan tayangan lain adegan mistik hampir tidak ada yang menonjol dalam satu babak. Sepanjang tayangan, muatan mistik yang manusia yang berubah jadi makhluk halus, dan makluk halus berubah menjadi boneka, boneka yang berubah menjadi remaja yang bernama Mini. Maka tidak mengherankan proporsi makhluk halus baik sebagai pemeran utama atau pembantu paling banyak, Laki-laki sebagai pemeran utama 6,015 % dan pembantu 6,76%. Pemeran utama pemeran utama perempuan 12,03 % dan pemeran pembantu 4,81%.
18
Adegan seksual terbanyak yaitu adegan ciuman yang dilakukan oleh peran utama remaja, disusul oleh dewasa dan tidak ada yang dilakukan oleh anak-anak. Hal ini wajar, karena memang sebagian besar tayangan ini tentang remaja. Sedangkan adegan ciuman yang menarik, proporsi adegan ciuman yang dilakukan oleh laki-laki sama dengan perempuan, artinya kedua jenis kelamin tersebut sama-sama agresifnya. Hal ini agak berbada dalam kelaziman pada kehidupan sehari-hari, biasanya laki-laki lebih agresif. Secara total dari 133 episode tayangan sinetron yang aman 52% dan yang tidak aman 48%. Asumsi tidak aman tayangan untuk orang dewasa, tentunya tidak aman pula untuk remaja dan anak-anak. Yang tidak aman tayangan untuk remaja dan anak-anak. Sebaliknya tayangan yang tidak aman untuk anak-anak tentunya tidak aman untuk anak-anak dan semakin berkurang untuk remaja apalagi dewasa. Beberapa perilaku dewasa yang tidak seharusnya dilakukan misalnya orang dewasa yang menghardik remaja atau anak-anak, perilaku orang dewasa yang tidak sepantasnya misalnya mencopet, berkelahi, tidak peduli dengan anak-anak dsb. Bab V Kesimpulan dan saran 5.1. Kesimpulan Gambaran dan proporsi isi babak yang mengandung kekerasan dan tidak pada tayangan sinetron yaitu : 1. Bentuk kekerasan psikologis pada tayangan sinetron remaja ditampilkan dengan mengancam, menghina, mencaci maki, merendahkan martabat, mengusir, suka marah-marah, menyindir, mengejek, kata-kata dengan nada tinggi (kasar), mengacungkan tongkat dan membentak-bentak, 2. Bentuk kekerasan fisik tergambarkan melalui adegan perkelahian antar pelajar, mendorong, menyeret, menampar, mengusir, melempar barang, menusuk, menelanjanggi paksa, gebrakan ke meja dengan rotan, berkomplot untuk menyerang, memaksa korban menyerahkan uang, menarik tangan, menembak, menyeret paksa, menyumpal mulut, menarik rambut, memukul anggota badan (kepala), pengeroyokan, bodoh, bego, gembel, miskin, bodoh, 3. Kekerasan gabungan dilakukan secara bersamaan, antara kekerasan pisik dan psikologis, yang lazimnya dilakukan dengan bahasa verbal, misalnya membentak dan memukul, mendorong sambil membentak, memukul sambil berteriak-teriak, mengancam dan merebut uangnya, membentak sambil mendorong, berteriak-teriak sambil mengancam dengan benda tajan atau tumpul, dsb. 4. Ekspresi kekerasan yang ada dalam sebelas sinetron ini (133 babak), berisi 46,15 % adalah kekerasan verbal (dengan kata-kata) sedangkan kekerasan non verbal (pisik) sebanyak 45,19%, dan gabungan (kekerasan pisik dan disertai kata-kata kasar/psikologis sebanyak
19
5.
6.
7.
8.
25,96% . Ekspresi kekerasan tersebu, lebih banyak dilakukan secara sengaja 42,11 %, baik oleh pemeran utama atau pemeran pembantu. Sedangkan kekerasan tidak sengaja (terpukul, terjatuh, terhalang dsb) hanya sebanyak 12,5%. Berdasarkan jenis kelamin ungkapan kekerasan, kekerasan psikologis ini lebih banyak dilakukan oleh pemeran utama laki-laki dibandingkan pemeran utama perempuan, baik sebagai pemeran utama atau pembantu. Berdasarkan usia pelaku kekerasan verbal ternyata remaja menempati porsi yang terbesar (67%), sedangklan kekerasan orang dewasa (3,008%) pada remaja atau anak-anak secara berturut-turut menempati posisi berikutnya dari seluruh episode. Adegan mistik terbanyak disumbangkan oleh tayangan Mini 1 sampai Mini 5, sedangkan tayangan lain adegan mistik hampir tidak ada yang menonjol dalam satu babak. makhluk halus, benda mistik, boneka mistik, sihir, cincin bertuah, kekuatan gaib, dukun, orang pintar, dan pertarungan kekuatan gaib. Adegan seksual secara fulgar memang tidak nampak pada seluruh episode, beberapa adegan seksual sebanyak ada 17 babak dari 133 babak. Adegan yang muncul sebatas ciuman, adegan hubungan seksual dan pemerkosaan tidak ada pada 11 sinetron. Selebihnya hanya sebatas bermesraan ringan, misalnya memeluk, mengandeng tangan, menatap mesra sambil memegang rambut mengelus rambut. Secara total dari 133 episode tayangan sinetron yang aman 52% dan yang tidak aman 48%. Asumsi tidak aman tayangan untuk orang dewasa, tentunya tidak aman pula untuk remaja dan anak-anak. Yang tidak aman tayangan untuk remaja dan anak-anak. Sebaliknya tayangan yang tidak aman untuk anak-anak tentunya tidak aman untuk anak-anak dan semakin berkurang untuk remaja apalagi dewasa. Beberapa perilaku dewasa yang tidak seharusnya dilakukan misalnya orang dewasa yang menghardik remaja atau anak-anak, perilaku orang dewasa yang tidak sepantasnya misalnya mencopet, berkelahi, tidak peduli dengan anak-anak dsb yang dipertontonkan keruang publik berdasarkan P3SPS KPI (2007).
5.2. Saran-saran Keberadaan media massa Televisi dalam kehidupan manusia sebagai sesuatu yang alamiah dan tidak dapat dibendung lagi. Masyarakat dapat memanfatkan isi tayangan untuk memenuhi kebutuhanya. Secara faktual, hampir seluruh rumah tangga memiliki media televisi, jumlah penontong juga banyak, pemasang iklan juga banyak, isi informatif (berita) masih banyak, walau nampaknya semakin berkurang. Berdasarkan analisis isi kuantitatif dan kualitatif muatan kekerasan masih memiliki proporsi yang banyak, sehingga media massa seharusnya memilih tayangan dengan muatan kekerasan yang semakin turun
20
proporsinya. Bagi khalayak penguna isi tayangan sinetron untuk memberikan pendampingan dan bimbingan pada saat anak menonton televisi, karena dampak media tidak selamannya dapat dikontrol oleh media. Pemerintah seharusnya memberikan aturan dan kewenangan yang jelas pada lembaga yang mengawasi siaran televisi. Demikian juga elemen masyarakat, pemerhati media, budayawan, akademisi, lembaga pendidikan, tokoh agama dan sebagainya semakin kritis terhadap berbagai tayangan media.
Daftar Pustaka
Effendi, Onong Uchjana, 2000, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, Bandung. __________, 2000, Dinamika Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung. __________, 2007, Kekerasan Dalam Media, IISIP, Jakarta, __________, 2006, Media Televisi dan Perubahan Sosial, LIPI, Jakarta __________, 2007, P3 SPS KPI, Jakarta. __________,2007, Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 Tahun, __________, Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran, Jakarta. __________,2007,Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03 Tahun 2007, Tentang Standart program Siaran, Jakarta. Sunarto, 1997, Komunikasi Massa, Jakarta Wimmer P. Roger, Dominick R. Josepp, 1987, Mass Media Research, Wadsworth. Inc, USA.