PERUBAHAN MAKNA DALAM NOVEL AZAB DAN SENGSARA KARYA MERARI SIREGAR SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
oleh Sri Wahyuningsih NIM. 1110013000022
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016
ABSTRAK Sri Wahyuningsih (1110013000022), “Perubahan Makna pada Novel Azab dan Sengsara serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Pembimbing: Dr. Nuryani, M.A. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mendeskripsikan perubahan makna dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar dan (2) mendeskripsikan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan makna pada penggunaannya di Novel Azab dan Sengsara, yakni Perluasan Makna terjadi pada kata sesat, Penyempitan Makna terjadi di antaranya pada kata tuan dan cerai, Ameliorasi terjadi pada kata janda, dan Peyorasi terjadi di antaranya pada kata mati dan belanja. Sementara itu, implikasi perubahan makna terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, yakni dalam perubahan makna, siswa menjadi kaya akan ilmu pengetahuan yang luas, khususnya perubahan makna dalam bahasa Indonesia dan mampu memilih dan menerapkan penggunaan kata yang sesuai dengan penggunaannya pada situasi dan kondisi. Perubahan makna yang dipaparkan pun semakin meningkatkan tradisi membaca pada siswa karena dalam perubahan makna, siswa dituntut aktif dalam membaca untuk melihat perubahan-perubahan makna dari waktu ke waktu. Kata Kunci: Perubahan Makna, Novel, Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA
i
ABSTRACT
Sri Wahyuningsih (1110013000022), "The Changes of Meaning in Azab dan Sengsara Novel and its Implications to Indonesian Language and Literature Learning in High School". Department of Indonesian Language and Literature Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Supervisor: Dr. Nuryani, M.A. The purpose of this study was to: (1) describe the changes of meaning in Azab dan Sengsara novel written by Merari Siregar and (2) describe how its implications to Indonesian language and literature learning in high school are. This study used descriptive qualitative research method. Research showed that meaning changes have occurred to several words in the novel Azab dan Sengsara, namely Widening, which occurred to the word sesat; Narrowing which occurred among others to the words tuan and cerai; Amelioration which occurred to the word janda; and Pejoration which occurred to the words mati and belanja. Meanwhile, the implications changes of meaning to Indonesian Language and Literature learning, namely of meaning changes, meant that students gain more knowledge, particularly in the changes of the existing meaning in Indonesian, and are able to select and implement using of words based on a situation and condition. The changes of meaning described also increased student’s reading habit because they are required to be active in reading to know the changes of meaning from time to time. Keywords: The Change of Meaning, Novel, Language and Literature Study in High School
ii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan nikmat yang tak terhingga, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Perubahan Makna pada Novel Azab dan Sengsara Karya Merari Siregar serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. Shalawat serta salam teruntuk Baginda Nabi Besar Muhammad saw, yang telah membawa kehidupan dari kancah kegelapan ke kancah terang-benderang. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari, dalam proses pembuatan skripsi banyak sekali membutuhkan doa, dukungan, semangat, maupun dukungan lainnya yang tidak terhitung jumlahnya. Maka, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Makyun Subuki. M.Hum., selaku ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan kemudahan dalam penulisan skripsi. 3. Dona Aji Karunia Putra, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membantu segala hal di Jurusan. 4. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., selaku Penasihat Akademik PBSI A 2010 yang selalu memberi nasihat dan sarannya. 5. Dr. Nuryani, M.A., selaku dosen pembimbing yang banyak memberi bantuan, baik kesediannya dalam bentuk waktu, dukungan, semangat, dan bimbingannya dalam penyusunan skripsi. 6. Djoko Kentjono, M.A., yang selalu memberikan doa, dukungan dan pembelajaran kehidupan untuk penulis. iii
7. Seluruh dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama perkuliahan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. 8. Kedua orangtua penulis, bapak Muh. Darman dan ibu Sataria Ningsih, yang bersedia menunggu, mendukung serta selalu mendoakan anaknya di mana pun dan dalam keadaan apapun. Bukanlah apa-apa saya, tanpa kasih sayang beliau. 9. Kakek dan Nenek yang selalu menularkan kebaikan kepada cucunya serta kakak dan adik yang semoga dapat berkumpul di sana. 10. Keluarga Eko Yudi Prasetyo yang selalu memberikan doa, dukungan, serta kesediaanya terhadap penulis. 11. Sahabat dan para guru yang selalu menyemangati, Umi, Alfiah Chairiah, Eka Lutfhiani, Badrina Alfi, Mba Yani, Yeni, Ema, Erna, Fesya, Tiwa, Diah, Arin, Rara. 12. Sahabat Komunitas Lukis, Aida, Fera, Lia, Imam, Bang Eko, Bang Fatur, Bang slash, Bang Dimas, Bang Diki. 13. Sahabat seperjuangan angkatan 2010 PBSI (A,B,C), Ratna Agustina, Amalia Utami, Nur Amalina, Liza Amalia, Dessy Husnul, Ayu Rizqi, Astuti Nurasani, Nur Rafiqah, Edah, Ihda, Nayla, Lina, Aulia, Churin dan semua yang tidak dapat disebutkan tetapi tidak mengurangi rasa kasih sayang penulis. Tiada gading yang tak retak. Begitu juga dengan penulisan skripsi ini, pasti memiliki kekurangan yang sebelumnya dengan segala kemampuan, kekuatan dan keterbatasan yang ada, penulis dengan maksimal dan mengupayakan segala cara yang kompetitif untuk menyelesaikan skripsi ini sebaik mungkin. Namun kembali kepada kodrat manusia yang tidak sempurna, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan penulisan yang lebih lanjut dan berguna bagi semua. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan pendidikan dan pembelajaran bahasa dan Sastra Indonesia. Semoga iv
Allah SWT melimpahkan ilmu, keberkahan, kebahagiaan, hidayah dan rahmatnya kepada kita semua. Aamiin
Jakarta, 7 Desember 2016 Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI LEMBAR PENGESAHAN SKRPSI LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
ABSTRAK. ......................................................................................................
i
ABSTRACT .....................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................
1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................
4
C. Batasan Masalah ........................................................................
4
D. Rumusan Masalah ......................................................................
4
E. Tujuan Masalah ..........................................................................
5
F. Manfaat Penelitian .....................................................................
5
BAB II KAJIAN TEORETIK A.
Pengertian Semantik ..................................................................
7
B.
Perubahan Bahasa ......................................................................
10
C.
Makna dan Arti ..........................................................................
12
vi
D.
Jenis-jenis Makna ......................................................................
14
E.
Jenis-jenis Perubahan Makna .....................................................
15
F.
Faktor-faktor Perubahan makna .................................................
20
G.
Periode Sejarah Sastra Indonesia ...............................................
22
H.
Penelitian yang Relevan .............................................................
23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian .........................................................................
25
B. Ciri-ciri Metode Kualitatif ...........................................................
25
C. Data dan Sumber Penelitian .........................................................
27
D. Instrumen Penelitian .....................................................................
27
E. Tahap Pengumpulan Data ............................................................
27
F. Teknik Pengumpulan Data ...........................................................
28
G. Teknik Analisis Data .....................................................................
29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Biografi Pengarang .......................................................................
31
B. Sinopsis ........................................................................................
33
C. Penyajian Data...............................................................................
41
D. Analisis Data .................................................................................
56
E. Implikasi Perubahan Makna .........................................................
84
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan........................................................................................
86
B. Saran.. ............................................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
88
LAMPIRAN-LAMPIRAN vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Uji Referensi
Lampiran 2
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
Lampiran 3
Biodata Penulis
Lampiran 4
Kompas Berita Online
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia. Begitulah salah satu isi dari Sumpah Pemuda. Rintisan para penggagas lahirnya bahasa Indonesia yang perlu diabadikan dalam setiap jiwa rakyat Indonesia. Bangsa Indonesia memiliki bahasa persatuan yang sangat kaya akan perbendaharaan kata yang terus berkembang sejak dulu hingga kini. Dalam setiap perkembangannya, bahasa Indonesia tidak luput dari penggunaan kata-kata yang dipakai oleh masyarakat itu sendiri. Bahasa Indonesia digunakan oleh bangsa Indonesia dalam kegiatan seharihari dengan segala kepentingan yang dimaksudkan pada setiap aspeknya. Bahasa yang digunakan tersebut mengalami fungsi-fungsi yang beraneka ragam dalam menjembatani setiap maksud dari penutur kepada mitra tutur. Dengan adanya fungsi-fungsi bahasa yang terus berjalan, hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa Indonesia tidak akan, bahkan mustahil jika bahasa Indonesia ditanggalkan keberadaannya. Penggunaan bahasa Indonesia pun tak luput pada penggunaan dalam keseharian, baik lisan maupun tulisan. Penggunaan bahasa secara lisan terjadi dalam proses komunikasi secara langsung. Sebaliknya, penggunaan bahasa tulisan terjadi pada individu dengan maksud dan tujuan setiap individu, baik dalam hal surat-menyurat maupun kegiatan lainnya untuk mengabadikan apa yang ingin disampaikan, baik berupa kritik, ajakan, ataupun sebagai jejak yang ingin ditinggalkan dalam sejarah kehidupan. Hal di atas terjalin di antara keberagaman masyarakat Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh salah satu seorang ilmuwan bahasa dalam bukunya, “dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu dalam garis besarnya dapat berupa untuk menyatakan ekspresi diri, sebagai alat komunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial.”
1
2
Keberagaman yang ada dalam bangsa Indonesia memiliki andil yang kuat dalam perkembangan bahasa Indonesia secara terus-menerus. Perkembangan itulah yang dapat dilihat dari semakin banyaknya kata-kata yang digunakan yang secara sengaja ataupun tidak sengaja turut disepakati oleh bangsa Indonesia dalam perubahannya. Keragaman itu pula yang mengakibatkan adanya perubahan makna yang secara sadar atau tidak sadar, perubahan makna tersebut menjadi ada. Perubahan makna dalam bahasa Indonesia tentunya terdapat dalam kurun waktu tersendiri. Perubahan makna tersebut terlihat dari penggunaan pada kata yang mengalami pemaknaan yang berbeda antara makna pada era jauh sebelum pemaknaannya kini. Perbedaan makna yang ditimbulkan tersebut terjadi atas beberapa hal yang melandasinya, di antaranya baik dikarenakan perkembangan sosial masyarakat di Indonesia, perkembangan terknologi, bahkan perbedaan tanggapan masyarakat yang berbeda atas pemaknaan dahulu dan sekarang yang dianggap memiliki nilai rasa yang berbeda. Tidak dapat dipungkiri, beberapa faktor tersebut memberikan perbedaan-perbedaan makna yang melekat pada saat ini. Pemaknaan yang bervariasi mampu memberikan ciri khas pada arti kata yang mengalami perubahan, baik mengalami perluasan makna, penyempitan makna, perubahan arti ke arah yang lebih baik ataupun sebaliknya. Arah perubahan terebut menjadi bagian dari bentuk perubahan makna yang dihasilkan atas faktor-faktor yang terjadi dan terus berkembang pada masyarakat Indonesia. Perubahan arti yang mengarah kepada perluasan makna, misalnya pada kata saudara. Dahulu kata saudara memiliki pengertian khusus bagi sebutan orang yang memiliki hubungan darah, namun saat ini saudara banyak digunakan pada sebutan ataupun sapaan yang ditunjukkan pada orang yang diajak bicara. Dibandingkan dengan perubahan arti yang mengalami perluasan, perubahan arti juga membentuk pemaknaan yang bersifat menyempit dalam arti pemakaiannya tidak seluas pemakaian sebelumnya, misalnya pada kata sarjana. Kata sarjana awalnya diperuntukkan bagi orang-orang yang pandai, namun saat ini sarjana diperuntukkan untuk sebutan orang yang lulus dari perguruan tinggi.
3
Selanjutnya, perubahan makna pun mengalami perubahan ke arah yang lebih positif, contohnya terjadi pada kata janda. Kata janda dahulu memiliki pemaknaan yang kurang baik, namun saat ini kata janda memiliki anggapan yang sudah biasa bahkan anggapan kata janda diartikan sebagai wanita yang tidak tergantung kepada laki-laki. Sebaliknya, kata bini yang duhulu biasa dipakai untuk menyebutkan istri, sekarang memiliki nilai yang kurang baik sehingga perubahan tersebut mencirikan makna ke arah yang lebih negatif. Dari beberapa perbedaan dalam pemaknaan kata yang semakin berkembang dalam bahasa Indonesia membuktikan bahwa masyarakat Indonesia harus mampu memilah kata-kata yang banyak mengalami perbedaan makna dahulu dan sekarang sehingga mampu mengimbangi penggunaanya sesuai dengan kepentingan-kepentingan yang hadir dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan makna sebelumnya sudah dijelaskan terlihat pula penggunaannya pada tulisan. Tulisan yang mampu dikaji, salah satunya ada dalam sebuah novel yang digunakan sebagai objek pengkajian. Novel yang berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar merupakan karya sastra yang mampu memberikan gambaran penggunaan kata-kata yang disusun dengan bahasa yang tidak asing penggunaannya pada saat itu dan mampu dijadikan sebagai objek kajian dalam menelaah pemaknaan saat ini. Dengan menelaah perubahan makna yang terjadi di antara novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar dan dalam penggunaannya di beberapa novel yang lahir pada tahun 2000-an, hal tersebut dapat memperluas ilmu pengetahuan mengenai perubahan dalam pemaknaan yang terus berkembang yang pastinya memiliki arti yang berbeda dengan sebelumnya. Hal tersebut mampu melestarikan bahasa persatuan yang perkembangannya harus diketahui dan dijaga oleh bangsanya, khususnya bagi penerus bangsa ini agar mampu melahirkan peradaban yang unggul. Maka dari itulah penulis mengambil judul penelitian yang mampu memberikan tulisan yang sedikit banyak dijadikan rekaman atas perkembangan bahasa Indonesia dengan judul Perubahan Makna dalam Novel
Azab dan
Sengsara karya Merari Siregar serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.
4
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, diperoleh beberapa identifikasi masalah sebagai berikut. 1. Perubahan makna di dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar. 2. Dalam penggunaannya sebagai sumber belajar, kata yang digunakan untuk pembelajaran haruslah kata yang baik sesuai dengan kaidah kebahasaaan yang berlaku. 3. Ragam perubahan makna yang ada dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar. C. Batasan Masalah Pembatasan
masalah
dalam
sebuah
penelitian
diperlukan
untuk
menghindari pembahasan yang terlalu luas dan tidak fokus, sehingga tujuan dalam penulisan dapat tercapai. Penelitian mengenai perubahan makna di dalam novel novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar dibatasi pada empat jenis perubahan makna, yakni Perluasan makna, Penyempitan makna, Ameliorasi, Peyorasi. Kemudian penelitian difokuskan pada konteks yang digunakan dalam novel dan ditelaah kembali penggunaannya di novel-novel yang lahir pada tahun 2000-an serta implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka perumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana perubahan makna di dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar? 2. Bagaimanakah implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMA/MA?
5
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang dapat disimpulkan adalah 1. Mendeskripsikan kata yang mengalami perubahan makna pada novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar. 2. Mendeskripsikan implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas XI SMA/MA.
F. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoretis: Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap atas hasil dari penelitian ini, 1. Dapat bermanfaat bagi para guru bahasa Indonesia, khususnya dalam setiap pengajaran dan pendidikannya untuk para peserta didik, sebagai bahan bacaan terutama dalam pengetahuan dalam kata yang mengalami perubahan makna. Dengan adanya pengetahuan tersebut, guru dapat mengetahui bentuk perubahan makna yang dialami pada kata dalam bahasa Indonesia. 2. Selain manfaat yang diterima oleh guru, manfaat penelitian ini juga dapat dirasakan oleh mahasiswa sebagai sumber bacaan dan memperluas pengetahuan mengenai bentuk perubahan makna pada kata di dalam bahasa Indonesia. Dengan mengetahui hal tersebut, mahasiswa khususnya dapat menumbuhkan kecintaan terhadap ragam bahasa di Indonesia dan lebih mengetahui waktu dan tempat di mana penggunaan kata yang sudah mengalami perubahan makna.
b. Manfaat Praktis: 1. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi para guru untuk dapat mengajarkan dan mendidik para peserta didik untuk memperkaya khasanah pengetahuan mengenai kata yang mengalami
6
perubahan makna yang terkait pula dengan pembelajaran bahasa Indonesia. 2. Selain untuk guru, penelitian ini juga bermanfaat untuk peserta didik agar mengenal lebih jauh penggunaan kata yang mengalami perubahan makna dalam bahasa Indonesia terhadap pembelajaran bahasa Indonesia. 3. Manfaat lain yang dapat dirasakan bagi mahasiswa yakni, dapat meningkatkan
pengetahuan
akan
perkembangan
kata-kata
yang
mengalami perubahan makna yang berkaitan erat dengan bidang bahasa, khususnya bagi mahasiswa pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN Penelitian ini mengambil judul Perubahan Makna dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar. Seperti yang telah diketahui bersama, perubahan makna merupakan bagian dari ilmu semantik yang mengkaji perubahan makna yang terjadi dalam penggunaannya dari masa lampau sampai masa sekarang yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Agar lebih jelas mengenai perubahan makna, penulis akan menjelaskan hal tersebut secara rinci.
A. Semantik 1. Pengertian Semantik Perbendaharaan makna yang berkembang dalam bahasa Indonesia sangat banyak sekali dan tidak dapat kita cakup keseluruhan makna tersebut dalam pemakaiannya. Makna tersebut dikaji dalam suatu ilmu yang dinamakan semantik. Apakah semantik itu? Muhammad Fatkhan dalam bukunya An Introduction to Linguistics berpendapat bahwa semantik adalah cabang linguistik yang dikhususkan untuk mempelajari makna, terutama arti kata, frasa, kalimat, dan teks.1 Semantik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ilmu tentang makna kata dan kalimat; pengetahuan mengenai seluk-beluk dan pegeseran arti kata2. Pendapat lain dikemukakan oleh Palmer dalam Robert Sibarani, yang mengatakan bahwa semantik adalah istilah teknis yang digunakan untuk mengacu
pada ilmu yang mempelajari makna dan karena makna
merupakan salah satu bagian bahasa, maka semantik termasuk cabang linguistik.3 Arti yang dikaji dalam semantik terbatas pada arti kalimat, arti komponen
1
Muhammad Fatkhan, An Introduction to Linguistics, (Jakarta: Penelitian UIN Jakarta & UIN Jakarta Press, 2006), h. 97 2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia IV, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.1258. 3 Robert Sibarani,dkk, Semantik Bahasa Batak Toba, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), h. 5
7
8
pembentuk kalimat, dan bagaimana arti kalimat ini dibentuk melalui makna komponen pembentuknya dan hubungan antarkomponen tersebut. Sementara itu, Gorys Keraf dalam buku Tata Bahasa Indonesia menyatakan semantik adalah bagian dari tata bahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu, mencari asal mula dan perkembangan dari arti suatu kata. Jadi dalam semantik hanya dibicarakan tentang makna kata dan perkembangan makna kata.4 Istilah semantik, semula belum terlalu jinak dalam Bahasa Indonesia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, semainem. Artinya lebih kurang „bermaksud‟ atau ‘berarti‟.5 Definisi tersebut dikemukakan oleh Ahmad Rahman dalam bukunya Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI. Ilmu semantik juga dinyatakan oleh T. Fatimah Djajasudarma, dalam bukunya Semantik1: Pengantar ke Arah Ilmu Makna bahwa dalam studi semantik, dalam kaitannya dengan
masalah
perubahan
makna kata yang merupakan
perspektif studi semantik secara sinkronis atau secara diakronis dan dapat menampilkan sesuatu yang abstrak, dan apa yang ditampilkan oleh semantik sekadar membayangkan kehidupan mental pemakai bahasa.6 Pendapat ini mengacu kepada studi semantik yang erat hubungannya dengan perubahan makna yang ditelaah urutan waktu atau perkembangan zaman yang mempengaruhi perubahan makna dan apa yang dikatakan oleh semantik hanya membayangkan kehidupan mental pemakai bahasa yang tidak terlepas dari sebuah kondisi dan lingkungan bahkan latar belakang pemakainya. Selanjunya, James R. Hurford, Brendan Heasley, Michael B. Smith, mengemukakan pendapat tentang pengeertian semantik yakni Semantic is the study of meaning in language.7
4 5
Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, (Flores: Nusa Indah, 1984), cet. X, h. 129 Ahmad Rahman, Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI, (Flores: Nusa Indah, 1987), h.
27 6
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1: Pengantar ke Arah Ilmu Makna, (Bandung: PT, Refika Aditama, 1999), h. 14 7 James R. Hurford, dkk, Semantics A Coursebook, (Cambridge University Press, 2007), cet. 2, h. 1
9
Henry Guntur Tarigan dalm bukunya Pengajaran Kosakata, semantik adalah telaah makna. Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap
manusia dan masyarakat. Oleh karena itu, semantik
mencakup makna-makna kata, perkembangan dan perubahannya.8 Rasyid Sartuni, Lamuddin Finoza, Siti Aisyah Sundari dalam bukunya Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi menyatakan bahwa semantik adalah bagian dari tatabahasa yang meneliti makna kata dan perkembangannya dalam suatu tata bahasa disebut semantik.9 Kushartanti, Untung Yuwono, Multamia RTM Lauder dalam buku yang mereka sunting, Pesona Bahasa, menyatakan bahwa semantik merupakan bidang linguistik yang mempelajari makna tanda 10
bahasa.
Griffiths dalam buku Semantik: Pengantar Memahami Makna Bahasa,
berpendapat bahwa semantik adalah kajian “perangkat” arti: pengetahuan yang tersandikan dalam kosakata bahasa dan bagaimana kata tersebut digunakan dalam bentuk arti yang lebih luasa hingga pada tingkatan kalimat. Definisi agak berbeda dikemukakan oleh Strazny dalam Encyclopedia of Linguistic, bahwa semantik adalah kajian terhadap makna tanda dan representasi, baik secara mental maupun secara linguistik. Tujuan akhir dari semantik adalah membangun teori yang bersifat umum tentang arti. Semantics is the study of the meaning of signs and representation, both mental and linguistic. The ultimate target of semantics is the construction of a general theory of meaning.11 Muhadjir mengungkapkan bahwa semantik adalah telaah tentang makna. Usaha memahami hakikat bahasa adalah memahami bagaimana melakukan deskripsi atau menjelaskan tentang cara bagaimana bahasa mengekspresikan makna.12 Gorrys Kerraf berpendapat lagi dengan menyebutkan semantik hanya 8
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Kosakata, (Bandung: Angkasa, 2011), h. 147 Rosyid Sartuni, dkk, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Nina Dinamika, 1984), h. 38 10 Kushartanti,Untung Yuwono, Multamia RTM Lauder (ed), Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 114 11 Makyun Subuki, Semantik: Pengantar Memahami Makna Bahasa, (Jakarta: Trans Pustaka, 2011), h. 5 12 Muhadjir, Semantik dan Pragmatik, (Tangerang: PT. Pustaka Mandiri, 2016), h. 3 9
10
membicarakan tentang makna kata dan perkembangan makna kata. Tidak semua ahli bahasa memiliki keseragaman pemikiran mengenai hal ini. Ada yang pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Slametmuljana. Dia menyatakan bahwa semantik adalah cabang linguistik yang bertugas semata-mata meneliti makna kata, bagaimana mula, bukan bagaimana perkembangannya, dan apa sebabsebabnya terjadi perubahan makna dalam sejarah bangsa.13 Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa semantik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji, menelaah makna atau arti, juga mencari asal mula dan perkembangan dari arti suatu kata yang dapat dilihat dari sebab-sebab atau faktor-faktor yang cukup rumit untuk melatarbelakanginya, baik itu dari sikap pemakai, kepentingan pemakai, kebutuhan bahasa, perkembangan teknologi dan lain sebagainya yang erat hubungannya dan turut mengiringi perubahan makna kata tersebut.
B. Perubahan Bahasa Dalam perkembangannya, bila kita menyimak secara cermat, maka akan terasa bahwa kosa kata adalah bagian bahasa yang paling tidak konsisten kehadirannya. Tidaklah terlalu mengherankan apabila pada suatu masa dijumpai ada kata yang hilang penggunaannya di masyarakat luas dan di saat yang sama muncul kata-kata baru di masyarakat tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan bahasa bersifat dinamis. Perubahan yang didapati pada bahasa dapat berupa bunyi, kalimat, maupun maknanya.14 Makna, dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Perubahan tersebut bisa saja terjadi oleh faktor-faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap pemakaian suatu bahasa. Melihat begitu pesatnya perkembangan zaman, peradaban, kebudayaan setiap individu, bahkan teknologi turut pula membentuk perubahan-perubahan makna pada suatu bahasa. Terlebih
13
Slametmuljana, Semantik (Ilmu Makna)), (Kuala Lumpur: Oxford university press,
1965), h. 1 14
116
A. Hamid Hasan Lubis, Glosarium Bahasa dan Sastra, (Bandung: Angkasa, 1994), h.
11
lagi, bahasa adalah kebutuhan pokok bagi setiap individu untuk mengungkapkan keinginan. Lebih lanjut mengenai hal tersebut, variasi bahasalah yang menjadi syarat paling umum bagi perubahan bahasa, sedangkan faktor-faktor sosial memainkan peranan penting dalam perubahan bahasa.15 Hal tersebut disampaikan oleh S.C Dick dan J.G Kooij dalam bukunya Ilmu Bahasa Umum. L. Bloomfield menyatakan dalam bukunya yang berjudul Language bahwa perubahan yang menggantikan makna leksikal daripada fungsi bentuk gramatikal disebut sebagai perubahan makna atau perubahan semantik (Innovations which change the lexical meaning rather than the grammatical function of a form, are classed as change of meaning or semantic change) .
16
A. Hamid Hasan Lubis,
berpendapat pada bukunya Glosarium Bahasa dan Sastra bahwa pada perubahan makna, bisa jadi makna itu meluas, dan bisa juga menyempit atau berubah sama sekali.17 Jean Aitchison menyatakan bahwa dahulu perubahan bahasa dianggap berkaitan dengan faktor-faktor yang membingungkan, mencakup hampir semua aspek kehidupan manusia yang bersifat jasmani, sosial, mental dan lingkungan. Setengah abad yang lalu, misalnya, ada pendapat bahwa perubahan-perubahan konsonan bermula di daerah pegunungan karena intensitas pernafasan di daerah yang tinggi itu (In the past, language change has been attributed to a bewildering variety of factors ranging over almost every aspect of human life, physical, social, mental and environmental. Half a century ago, for example, there was a suggestion that consonant change begin in mountain region due to the intensity of epiration in high altitudes). 18 Dari beberapa pendapat tersebut mengenai perubahan bahasa dapat diketahui bahwa perubahan bahasa tidak terjadi hanya karena waktu yang terus bergulir saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor lain tersebut adalah 15
S.C Dick dan J.G Kooij , Ilmu Bahasa Umum, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1994), h. 262 16 L. Bloomfield, Language, (New York: United States Of America, 1961), h. 425 17 Lubis, op.cit, h. 116 18 Jean Aitchison, Language Change: Progress or Decay, 1995), h. 105
12
perubahan sosial, mental, lingkungan, dan individu yang menggunakan bahasa itu sendiri. Dengan berbagai faktor yang secara tidak langsung telah mengubah makna sebuah kata, bahasa memiliki sifat yang begitu dinamis mengikuti perkembangan zaman.
C. Makna dan Arti Makna merupakan istilah yang paling ambigu dan paling kontroversial dalam teori tentang bahasa. Dalam The Meaning of Meaning, Ogden dan Richards mengumpulkan tidak kurang dari 16 definisi yang berbeda, bahkan menjadi 23 jika tiap bagian kita pisahkan.19 W.M Verhaar dalam bukunya Pengantar Linguistik menyatakan bahwa makna adalah sesuatu yang berada di dalam ujaran itu sendiri, atau makna adalah gejala dalam ujaran (utterance-internal phenomenon Inggrisnya).20 Ruth M. Kempson berpendapat dalam Teori Semantik bahwa pemecahan lain terhadap masalah hakikat makna kata ialah menjelaskan makna kata dalam batas-batas imaji yang ada pada otak penutur (atau pendengarnya). 21 Kaelan, M.S dalam Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya berpendapat bahwa memahami sesuatu berarti menafsirkannya. Sebagaimana halnya penafsiran sebuah teks, mana teks itu terdapat dalam penerapan teks itu secara kreatif oleh pembacanya.22John Lyons berpendapat dalam bukunya Pengantar Teori Linguistik bahwa definisi arti jauh lebih rumit daripada definisi panjang (atau berat, dan sebgainya) karena ada lebih banyak yang terlibat daripada hubungan persamaan dan perbedaan. 23 Gorys Keraf, dalam bukunya Tata Bahasa Indonesia menyatakan bahwa makna adalah isi yang terkandung di dalam bentuk-bentuk bahasa yang dapat 19
Stephen Ullman, Pengantar Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), cet. V, h.
65 20
W.M. Verhaar, Pengantar Linguistik, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1990), h. 127 21 Ruth M. Kempson, Teori Semantik, (Malang: Airlangga University Press, 1995), h. 12 22 Kaelan, M. S, Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya, (Yogyakarta: Paradigma, 1998), cet. 1, h. 311 23 John Lyons, Pengantar Teori Linguistik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995), h. 436
13
menimbulkan reaksi tertentu.24 Sementara itu, M. M. Purbo-hadiwidjoyo berpendapat bahwa artian atau makna yang diberikan kepada setiap kata pun sebenarnya bergantung pada keadaan. Jika sebuah kata tidak jelas batasannya, maknanya dapat ditafsirkan sekehendak orang sehingga bermakna ganda atau bahkan beranekamakna.25 Gorys Keraf berpendapat pada bukunya Tata Bahasa Indonesia bahwa arti adalah hubungan antara tanda berupa lambang bunyi-ujaran dengan hal atau barang yang dimaksudkan.26A. Hamid Hasan Lubis memiliki kesamaan pendapat dengan Gorys Keraf dalam bukunya Glosarium Bahasa dan Sastra bahwa makna adalah arti atau sesuatu yang ditunjuk oleh apa yang kita katakan. 27 Samsuri menyatakan bahwa batasan arti yang sebenarnya ialah yang diberikan oleh konteks.28 T. Fatimah Djajasudarma menyatakan bahwa makna (sense – bahasa Inggris) dibedakan
dari arti (meaning – bahasa Inggris) di dalam semantik.
Makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata).29 Makna menurut Palmer dalam Fatimah Djajasudarma, makna dapat dipertimbangkan dari fungsi dan dapat dibedakan atas: (1) Sense „pengertian; (2) Feeling „perasaan‟ (3) Tone „nada‟ (4) Intension „tujuan‟30 Makna adalah isi yang terkandung di dalam bentuk-bentuk bahasa yang hubungan antara tanda berupa lambang bunyi-ujaran dengan hal atau barang yang
24
Keraf, op. cit, h. 16 m. m. purbo-hadiwidjoyo, Kata dan Makna, (Bandung: ITB Bandung, 1989), h. 51 26 Keraf, op. cit, h. 130 27 Lubis, op. cit, h. 96 28 Samsuri, Analisa Bahasa: Memahami Bahasa secara Ilmiah, (Jakarta: Erlangga, 1980), cet. 2, h. 15 29 Djajasudarma, op. cit, h. 5 30 Ibid, h. 1 25
14
dimaksudkan mewakili sesuatu yang ditunjuk oleh apa yang kita katakan. 31 Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa makna kata dalam batasbatas imaji yang ada pada otak penutur (atau pendengarnya). Makna dapat mengantarkan pemahaman seseorang untuk mengetahui atau mempertajam pemahamannya akan sebuah kata.
D. Jenis-jenis Makna a. Makna Leksikal Robert Sibarani, dan kawan-kawan dalam Semantik Bahasa Batak Toba berpendapat bahwa makna leksikal pada dasarnya mengacu pada arti kata seperti yang dijumpai dalam leksikon kamus.32A. Hamid Hasan Lubis
menyatakan
bahwa makna leksikal adalah arti sebuah kata atau kelompok kata yang dipakai secara lepas atau tidak dalam kalimat. Arti leksikal itu terdapat dalam kamus.33 Gorys Keraf juga menyatakan pendapat yang sama dalam Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia bahwa arti leksikal ialah arti sebuah kata yang dapat dijumpai dalam sebuah kamus (leksikon=kamus).34 Rasyid Sartuni, Lamuddin Finoza, Siti Aisyah Sundari, penulis Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi berpendapat bahwa makna Leksikal (makna denotasi atau makna lugas), yaitu makna tertera dalam leksikon atau kamus.35
b. Makna Gramatikal Robert Sibarani, dkk dalam Semantik Bahasa Batak Toba menyatakan bahwa makna gramatikal dapat juga disebut makna konstruksi karena makna sebuah kata itu dapat diberi makna dalam hubungannya dengan kata-kata lain dalam satu konstruksi kalimat.36
31
Lubis, op. cit, h. 96 Sibarani, op. cit, h. 6 33 Lubis, op. cit, h. 97 34 Gorys Keraf, Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo , 1991),
32
h. 160 35 36
Sarturini op. cit, h. 38 Sibarani, op. cit, h. 12
15
A. Hamid Hasan Lubis, Glosarium Bahasa dan Sastra berpendapat bahwa makna gramatikal adalah makna sebuah kata atau kelompok kata dalam hubungannya dengan kata lain. Contoh: Dia sudah dibereskan – dibunuh.37 Dari uraian pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa makna leksikal adalah makna yang menunjukkan kelugasan yang tertera dalam leksikon atau kamus. Makna gramatikal adalah paduan makna yang turut membangun penggunaanya dalam membentuk sebuah kalimat.
E. Jenis-jenis Perubahan Makna Kushartanti menyatakan bahwa asosiasi muncul dalam benak seseorang jika mendengar kata tertentu. Asosiasi ini dipengaruhi unsur-unsur psikis, pengetahuan dan pengalaman seseorang. 38 Sol Steinmetz dan Barbara Ann Kipfer berpendapat dalam bukunya The Life of Language bahwa tidak ada yang mampu menyusun keberlangsungan perubahan makna, tetapi ada beberapa jenis perubahan yang terkenal. Generalisasi terjadi ketika sebuah kata menjadi lebih luas dalam arti. Spesialisasi terjadi ketika sebuah kata menjadi sempit dalam arti. Ameliorasi terjadi ketika kata mengarah ke arti positif dan peyorasi terjadi ketika sebuah kata mengarah ke arti negatif.39 a. Perluasan makna Masih banyak perdebatan antara para pakar semantik bahwa perluasan makna lebih besar terjadi daripada penyempitan makna. Gunawan Wibosono Adidarmojo menyatakan pendapatnya dalam Randa-renda Bahasa bahwa perubahan makna dikatakan meluas apabila cakupan makna sekarang lebih luas daripada makna yang lama.40
37
Lubis op.cit, h. 97 Kushartanti, op. cit, h. 119 39 Sol Steinmetz dan Barbara Ann Kipfer, The Life of Language, (Canada: Random House Reference, 2006), h. 104 40 Gunawan Wibisono Adidarmodjo. Renda-renda Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1989). Cet, 10, h. 10 38
16
J.D. Parera menyatakan dalam Teori Semantik bahwa perluasan makna cukup menarik bagi bahasa Indonesia karena masyarakat Indonesia cenderung membuat generalisasi. 41 Perluasan makna adalah perubahan makna kata yang cakupan makna sekarang lebih luas daripada makna yang lama.
42
Perluasan makna
mencakup bidang semantik historis untuk mengkaji perubahan makna suatu kata dari makna yang dulu hingga makna yang sekarang. Dahulu kata bapak dan saudara hanya dipakai dalam hubungan biologis, sekarang semua orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya disebut bapak, sedangkan segala orang yang dianggap sama derajat disebut saudara.43 Cakupan makna sekarang lebih luas dari makna yang lama. Misalnya kata putra-putri hanya dipakai untuk anak-anak raja dan sekarang untuk semua anak laki-laki dan wanita. Demikian juga kata berlayar, bapak, saudara, dan lain-lainl.44 Abdul Chaer berpendapat, yang dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah „makna‟, tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain.45 Dalam Buku Praktis Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa perubahan maujud yang ditunjuk oleh lambang bunyi bahasa (kata) tertentu tidak selalu harus diikuti oleh penciptaan kata baru. Bahkan, perubahan yang sangat radikal sekalipun sering tidak diikuti oleh perubahan nama, seperti yang terjadi pada kata kereta api dan saudara. Hal itu terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan bahasa dalam fungsinya sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.46
41
J.D. Parera, Teori Semantik, (Jakarta: Erlangga, 2004), cet. IX, h. 127 Sibarani, op. cit, h. 79 43 Keraf, op. cit, h. 131 44 Ibid. 45 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), cet. II, h. 141 46 Departemen Pendidikan, Buku Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), h. 78 42
17
Hamid Hasan Lubis menyatakan pendapatnya bahwa makna luas adalah arti ujaran yang lebih luas dari arti sebenarnya.47 Begitu pun sebaliknya, makna sempit. Arti ujaran yang lebih sempit dari arti yang sebenarnya. Dari beberapa pendapat di atas mengenai perluasan makna, maka dapat disimpulkan bahwa makna pada suatu kata dapat menjadi luas pemakaian dan pemahamannya dibandingkan dengan makna sebelumnya atau terdahulu. Hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan zaman, kebutuhan akan suatu bahasa yag dapat mewakili sebuah makna, maupun karena perkembangan kebudayaan suatu masyarakat itu sendiri.
b. Penyempitan makna J.D. Parera berpendapat kecenderungan penyempitan makna lebih sering didorong oleh spesialisasi makna dalam kelompok tertentu, misalnya kelompok ilmuwan. Kata dengan makna umum yang berfungsi sebagai istilah untuk bidang ilmu pengetahuan memang dipersempit maknanya.48 Abdul Chaer menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perubahan menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja.49 Menyempit, cakupan arti dulu lebih luas dari arti sekarang. Misalnya, kata sarjana dulu dipakai untuk semua cendikiawan, sekarang hanya untuk gelar akademis. Demikian juga kata pendeta.50 Penyempitan makna adalah perubahan makna kata yang cakupan makna sekarang lebih sempit daripada makna yang lama. Penyempitan makna (narrowing of meaning) juga mencakup bidang semantik historis untuk makna yang sekarang. Dengan kata lain, penyempitan makna adalah
47
Lubis, op. cit, h. 97-98 Parera, op. cit, h. 126 49 Chaer, op. cit, h. 142 50 Sibarani, op.cit, h. 79 48
18
proses pembatasan makna sebuah unsur bahasa menjadi lebih sempit atau lebih terbatas daripada makna sebelumnya.51 Jadi penyempitan makna merupakan batas suatu makna yang lebih sempit dari pemakaian sebelumnya. Hal ini bisa saja terjadi dikarenakan pemakai lebih condong untuk merincikan makna sebagai bentuk wakil dari makna suatu kata.
c. Ameliorasi Ameliorasi atau biasa juga disebut elevation merupakan gejala perubahan arti ke arah yang lebih positif, yaitu bahwa arti dari sebuah kata atu leksem menjadi lebih baik dari sebelumnya. Perlu dicatat bahwa ameliorasi sangat terkait dengan pandangan sosial yang berlaku di ruang dan waktu yang spesifik. Kata janda, misalnya dulu sangat bernilai negatif. Kini, setelah banyak artis dengan mudah melakukan perceraian dan dengan senang hati mereka mempublikasikannya melalui kata janda tidak senegatif dulu. Bahkan kadangkala diidentifikasi dengan „wanita mandiri‟.52 J.D. Parera, dalam Teori Semantik menyatakan bahwa gejala yang mengarahkan makna kata ke arah yang menyenangkan dan positif disebut ameliorasi dan adjektifnya ameliorasi.53 Dalam Glossary of Historical Linguistics oleh Lyle Campbell dan Mauricio J. Mixco, ameliorasi adalah perubahan yang terkait dengan makna di mana arti kata bergeser ke arah nilai positif dalam pemikiran pengguna bahasa.54 Ameliorasi, adalah suatu proses perubahan arti di mana arti baru dirasakan lebih tinggi atau lebih baik nilainya dari arti dulu. Misalnya, istri dan nyonya lebih baik dari pada bini. Demikian juga wanita-perempuan; laki-suami; WTS-pelacur, dan lain-lain. 51
Ibid, h. 83 Subuki, op.cit, h. 120 53 Parera, op. cit, h. 129 54 Lyle Campbell dan Mauricio J. Mixco, Glossary of Historical Linguistic, (Edinburgh University Press, 2007), h. 52 52
19
Ameliorasi adalah proses perubahan makna yang menunjukkan bahawa makna baru sebuah kata atau ungkapan dirasakan lebih tinggi atau lebih baik nilainya daripada makna lamanya.55 Peyorasi adalah proses perubahan makna yang menunjukkan bahwa makna baru sebuah kata atau ungkapan dirasakan lebih rendah atau lebih jelek nilainya daripada makna lamanya.56 Dengan demikian, kata-kata yang digolongkan dalam ameliorasi memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada kata-kata yang digolongkan dalam peyorasi.
d. Peyorasi Berdasarkan latar belakang pemakaian makna kata dan pengalaman pemakaian makna kata dalam situasi dan konteks yang kurang menyenangkan, maka makna kata tersebut cenderung mengalami peyorasi. Hal tersebut dinyatakan dalam Teori Semantik oleh J.D. Parera.57 Peyorasi, kebalikan ameliorasi, adalah suatu proses perubahan makna di mana arti baru dirasakan lebih rendah nilainya dari arti dulu. Bini dianggap baik pada zaman lampau, sekarang dianggap kasar. Kata-kata yang lain: perempuan, kaki-tangan, laki, dan lain-lainl.58 Dalam Glossary of Historical Linguistics oleh Lyle Campbell dan Mauricio J. Mixco, peyorasi dalam perubahan yang terkait dengan makna di mana arti kara bergeser ke arah nilai negatif menurut pemikiran pengguna bahasa.59 Peyorasi atau disebut juga dengan degeneration, merupakan gejala perubahan nilai emotif arti ke arah yang lebih negatif.
60
Maksudnya, arti
yang kini dimiliki oleh sebuah kata lebih buruk daripada arti sebelumnya. Peyorasi adalah proses perubahan makna yang menunjukkan bahawa makna 55
Sibarani, op. cit, h. 86 Ibid, h. 86 57 Parera, op. cit, h. 128 58 Sibarani, op. cit, h. 79 59 Lyle Campbell dan Mauricio J. Mixco, Glossary of Historical Linguistic, (Edinburgh University Press, 2007), h. 40 60 Sibarani, op. cit, h. 86 56
20
baru sebuah kata atau ungkapan dirasakan lebih rendah atau lebih jelek nilainya daripada makna lamanya. Prasangka sosial dan peristiwa sejarah juga membentuk nilai rasa tertentu akan sebuah ungkapan. Sebab melalui dua hal itu masyarakat menyimpan trauma dan kenangan manis yang selanjutnya terekam dalam kosa kata mereka. Dulu sebelum pemberontakan PKI Madiun 1948 dan Jakarta 1965, kata komunis dan juga marxisme barangkali memiliki arti yang biasa saja. Setelah peristiwa G30 SPKI, kata komunis dan marxisme sangat bernilai negatif, sehingga masyarakat secara membabi buta bersikap antipati terhadap komunisme dan marxisme.61 Peyorasi terjadi juga dikarenakan adanya sebab-sebab sejarah suatu bahasa yang berkembang dan dipakai untuk mewakili hal-hal yang sesuai lalu diangap berubah menjadi makna yang negatif karena adanya kata lain yang dapat mewakili pemaknaan pada masa sekarang.
F. Faktor-faktor Perubahan Makna Berikut ini dijelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi sebuah kata dapat mengalami perubahan makna. 1. Perkembangan Ilmu dan Teknologi Perkembangan teknologi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat sehingga secara tidak langsung masuk kosa kata baru berkaitan dengan teknologi tersebut.62 2. Perkembangan Sosial dan Budaya Semakin berkembangnya sosial dan budaya masyarakat, dimulai dari tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka kosakata yang berhubungan dengan istilah dalam dunia pendidikan semakin berkembang. 3. Perbedaan Bidang Pemakaian Seseorang yang memiliki kegiatan yang berbeda, pasti memiliki beberapa perbedaan penggunaan kosakata dengan yang lainnya. Contohnya saja, 61
. Parera, op.cit, h. 128 Suhardi, Dasar-dasar Ilmu Semantik, (Jakarta: Ar-ruzz Media, 2015), h.120
62
21
petani menggunakan kata menggarap untuk menggarap sawah dan mahasiswa yang menggunakan kata menggarap untuk menggarap skripsi. 4. Adanya Asosiasi Misalnya kata amplop yang yang berarti sampul surat, namun berbeda pemaknaannya jika di dalam amplop tersebut diisi dengan uang yang berarti sogokan. 5. Pertukaran Tanggapan Indera Di dalam penggunaan bahasa sering terjadi kasus pertukaran tanggapan Indera yang satu dengan yang lain. Misalnya kata pedas yang seyogyanya ditangkap oleh indera perasa, namun tertukar menjadi indera pendengaraan saat dilontarkan dengan kata-kata kasar. 6. Perbedaan Tanggapan pemakainya Misalnya kata bini
dianggap sebagai peyorasi, sedangkan kata istri
dianggap sebagai ameliorasi. Hal tersebut menyatakan bahwa setiap unsur leksikal atau kata memiliki makna yang tetap, namun seiring dengan perkembangan pandangan hidup dan ukuran norma dalam bermasyarakat, maka banyak kata yang memiliki pemaknaan yang berbeda sesuai dengan pengguna bahasa. Makna kata yng dapat mengalami perubahan akibat pemakai bahasa cenderung ke hal-hal yang menyenangkan atau ke hal-hal yang sebaliknya.63 7. Adanya Penyingkatan Misalnya let dan dok atau akronim satpam, hankam, tilang dianggap tidak banyak lagi orang yang mengetahui bentuk utuhnya. 8. Pengembangan Istilah.64 Misalnya perubahan makna sebagai akibat dari usaha pembentukan istilah, seperti kata canggih. Berikut ini merupakan kaitannya dengan perubahan makna yang dikemukakan oleh Jean juga Bloomfield mengenai faktor perubahan bahasa
63
Fatimah Djajasudarma, Semantik 2, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2013) cet.5, h. 81 Muhammad Muis, dkk, Perluasan Makna Kata dan Istilah Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Kementrian pendidikan Nasional, 2010), h. 11 64
22
yang dikutip dari Jean Aitchison, dalam bukunya Language Change: Progress or Decay? Perubahan bahasa mungkin sekali disebabkan oleh gabungan faktor. Languae change is likely to be due to a combination of factors.65 Dalam pendapatnya, Aitchison melihat kepada Bloomfield yang menyatakan bahwa karena kebingungan (tidak terpecahkan) dan perbedaan pendapat mengenai penyebab perubahan tersebut, tidak mengherankan beberapa linguis menganggapbahwa bidang ini dianggap merupakan wilayah bencana dan lalu tidak mau membicarakannya. Ada dua kategori yang dinyatakan sebagai faktor penyebab perubahan bahasa, yakni
faktor sosiolinguistik dan
psikolinguistik.
G. Periode Sejarah Sastra Indonesia Sudah sejak abad ke-19 ada hasil-hasil sastera berbahasa Melayu yang tidak ditulis oleh orang-orang yang berasal dari Kwpulauan Riau dan Sematera. Kesusasteraan Melayu, juga kesusasteraan Jawa, Sunda, Bali, Aceh, Bugis, dan lain-lain merupakan kesusasteraan yang kaya dan sudah tua, berabad-abad. Beberapa orang penelaah sastera Indonesia telah mencoba membuat babakan baru (periodisasi) sejarah sastera Indonesia.66 1. MASA KELAHIRAN atau MASA PENJADIAN (kurang lebih 1900 1945) yang dapat dibagi lagi menjadi beberapa periode, yaitu: a. Periode awal hingga 1933; b. Periode 1933-1942 c. Periode 1942-1945; Ketiganya ditandai dengan adanya „bacaan liar‟ dan Commisie voor de Volkslectuur (Balai Pustaka, sajak-sajak Yamin dan Roestam Effendi, Azab dan Sengsara buah tangan Merari Siregar merupakan kritik tak langsung kepada berbagai adat dan kebiasaan buruk kuna yang tidak lagi
65 66
Jean Aitchison, Language Change: Progress or Decay, 1995), h. 106 Ajip Rosidi, Ikhtisar Sejarah Sastera Indonesia, (Bandung:Pustaka Jaya, 2011), h. 23
23
sesuai dengan zaman modern. Sitti Nurbaya karya Marah Rusli. Darah Muda (1927), Asmara Jaya (1928) dan pengarang lainnya. 2. MASA PERKEMBANGAN (1945 hingga sekarang) yang lebih lanjut dapat pula dibagi menjadi beberpa periode sebagai berikut; a. Periode 1945-1953; b. Periode 1953-1961; c. Periode 1961-sampai sekarang; Munculnya Chairil Anwar di panggung sejarah sastera Indonesia memberikan sesuatu yang baru. Sajak-sajaknya tidak seperti sajak-sajak Amir Hamzah yang betapa pun masih mengingatkan kita kepada sastera Melayu, meskipun sajak-sajak Amir itu memang indah dan bernilai tinggi. Selain Chairil Anwar, pengarang lainnya yakni Idrus, Achdiat K. Mihardja, Prameodya Ananta Toer, dan lainnya.
H. Penelitian yang Relevan Penelitian yang berkaitan dengan judul penelitian penulis terhadap perubahan makna pernah dilakukan oleh Untoro, program Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta pada 2003, dengan judul tesis, yaitu Perubahan Makna Leksem Nomina dalam Bahasa Indonesia.67 Penelitian Untoro mengupas pelbagai wujud perubahan makna leksem nomina di dalam bahasa Indonesia, misalnya perubahan makna meluas, perubahan makna menyempit, perubahan makna amelioratif, perubahan makna peyoratif, perubahan makna total, perubahan maknayang disertai perubahan kelas leksem. Dengan beberapa telaah yang dilakukan Untoro menghasilkan telaah yang kurang spesifik karena mencakup beberapa bagian perubahan makna. Penelitian yang hampir sama dan dikaji lebih spesifik lagi dibahas oleh oleh Muhammad Muis dengan judul Perluasan Makna Kata dan Istilah dalam
67
Untoro, Perubahan Makna Leksem Nomina Dalam Bahasa Indonesia, http://www.distrodoc.com/72604-perubahan-makna-leksem-nomina-dalam-bahasa-indonesia, di unduh pada 11 Okober 2016, pukul 05.30 WIB
24
Bahasa Indonesia.68 Hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat sejumlah leksem nominal (dan verbal) yang berupa nomina dan verba serta istilah yang mengalami perubahan makna, terutama perluasan atau perkembangan makna. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa terjadi perkembangan pesat bukan hanya pada aspek pertambahan kosakata dan istilah bidang ilmu tertentu, tetapi juga pada aspek makna. Perbedaan kedua penelitian tersebut hanya terdapat pada pengkhususan kajian yang dilakukan oleh Muhammad Muis, dkk yang lebih fokus terhadap kajian perluasan makna dalam istilah bahasa Indonesia.
68
Muhammad Muis, Perluasan Makna Kata dan Istilah dalam Bahasa Indonesia, http://opac.lib.unlam.ac.id/id/opac/detail.php?q1=418&q2=Mui&q3=p&q4=978-685-304-3, di unduh pada 11 Oktober 2016, pukul 07.15 WIB
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode kualitatif deskriptif. Borg dan Gall dalam Sugiyono berpendapat bahwa metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga sebagai metode etnografi karena pada awalnya metode ini lebih banyak dugunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.1 Andi Prastowo berpendapat bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen karena mendapat perlakuan).2 Telaah yang mendalam tersebut akan menghasilkan pemaknaan yang bersifat rinci, dalam dan menyeluruh.
B. Ciri-ciri metode kualitatif 1. Sumber data berada dalam situasi yang wajar (natural setting), tidak dimanipulasi oleh angket dan tidak dibuat-buat sebagai kelompok eksperimen. 2. Laporan sangat deskriptif 3. Mengutamakan proses dan produk 4. Peneliti sebagai instrument penelitian (key instrument). 5. Mencari makna, dipandang dari pikiran dan perasaan responden. 6. Mementingkan data langsung (tangan pertama), karena itu pengumpulan datanya mengutamakan observasi partisipasi, wawancara dan dokumentasi.
1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung : Alfabeta, 2010), h.14 2 Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian, (Jakarta: Ar-ruzz Media, 2011), h. 183
25
26
7. Menggunakan trioangulasi, yaitu memeriksakan kebenaran data yang diperoleh kepada pihak lain.3 Steppen C. Pepper dalam Ibnu Hajar, menyatakan bahwa perbedaan kuantitatid dan kualitatif, yakni kuantitatif didasarkan pada pandangan formisme dan mekanisme, sedangkan penelitian kualitatif didasarkan pada pandangan kontekstualisme dan organisme.4 Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomenas sosial dari sudut atau perspektif pastisipan.5 Bogdan dan Tylor dalam Moleong menyimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah perosedur penelitian yang meghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sementara itu Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristiwanya.6 Dengan metode kualitatif, peneliti mendeskripsikan bentuk perubahan makna kata pada novel Azab dan Sengasara karya Merari Siregar terhadap perubahan makna yang terjadi penggunaannya pada beberpa novel tahun 2000-an. Dalam instrument penelitian, peneliti menggunakan novel Azab dan Sengsara sebagai objek penelitian, menggunakan Malay-English Dictionary 1959 karena arti yang digunakan dalam novel Azab dan Sengsara masih menggunakan bahasa Melayu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat tahun 2008, buku panduan perubahan makna, serta peneliti yang menjadi instrument. Data penelitian berupa data deskriptif, yaitu novel Azab dan Sengasar karya Merari Siregar. Analisis dilakukan dengan mendeskripsikan penggunaan kata yang mengalami perubahan makna di antara kedua novel sehingga terlihat perbedaan atau perubahan yang terjadi pada kurun waku tertentu, 3
Husaini Usman, Purnomo Setiady Akbar, Metodoligi penelitian sosial, (Jakarta: bumi aksara, 2008), cet. ke 2, h. 103 4 Ibnu Hajar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada, 1999), cet. 1, h. 31 5 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), cet. 9, h. 94 6 Margono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), h. 36
27
sesuai dengan waktu lahirnya novel Azab dan Sengsara tahun 20-an dengan penggunaaannya di beberpa novel tahun 2000-an, sehingga terlihat perbedaan atau perubahan makna kata yang dipakai pada tahun 20-an dengan bebrapa novel yang lahir di tahun 2000-an. Deskripsi menjadi alat bantu dalam jenis tulisan lain, misalnya dalam tulisan yang bersifat argumentasi, deskripsi membantu mendeskripsikan data sebagai alat penguat pendapat argumentasi. Penulis menggunakan metode ini karena data penelitian berupa analisis terhadap bentuk perubahan makna yang terjadi pada dua novel yang berbeda tahun kelahirannya di waktu yang cukup jauh. Dengan demikian, penggunaan metode deskriptif kualitatif sangat cocok untuk menganalisis data kedua novel tersebut.
C. Data dan Sumber Data Data yang ditemukan dalam penelitian ini berupa kata-kata yang termasuk ke dalam empat jenis perubahan makna, yakni Perluasan Makna, Penyempitan Makna, Ameliorasi, dan Peyorasi. Sumber data yang digunakan berupa data primer berupa hasil temuan kata-kata pada novel Azab dan Sengsara yang lahir pada tahun 1920 yang masih menggunakan bahasa Melayu dan novel yang lahir pada tahun 2000-an seperti Petir karya Dewi Lestari yang lahir tahun pada 2005, Perahu Kertas karya Dewi Lestari yang lahir pada tahun 2010, Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy yang lahir pada tahun 2004, Sabtu Bersama Bapak karya Aditya Mulya yang lahir pada tahun 2014, dan temuan dari sumber pendukung lainnya yang menggunakan ejaan bahasa Indonesia.
D. Instrumen Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif, maka instrumen penelitian utamanya adalah peneliti sendiri. Peneliti melakukan pengumpulan data, menganalisis, dan mendeskripsikan terhadap perubahan makna kata dalam novel Azab dan Sengsara dan beberapa novel yang lahir di tahun 2000-an.
E. Tahap Pengumpulan Data
28
Dalam praktik penelitian untuk mendapatkan data, peneliti menggunakan cara dasar dalam pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah teknik kepustakaan dan analisis.
Tahap-tahap pengumpulan data adalah sebagai berikut. 1. Tahap persiapan Pada tahap ini, penulis mencari objek yang sesuai dengan kajian penulis, yakni kajian terhadap perubahan makna kata yang berbeda pada penggunaan dalam novel, maka penulis juga mencari objek yaitu novel yang memiliki jangka waktu lahir yang cukup jauh, kurang lebih sekitar 60 tahun yang di dalamnya untuk membantu menganalisis sesuai dengan kajian. Penulis mencari data dari beberapa sumber buku yang dapat menjelaskan teori-teori yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai oleh penulis. 2. Tahap pelaksanaan Pelaksanaan penelitian ini secara terus menerus di dalam sebuah novel dengan tetap mencari data-data yang menunjang pendeskripsian. 3. Tahap penyelesaian Setelah
penemuan
kata
yang mengalami
perubahan
dalam
pemakaiannya di dalam novel, maka penulis mendeskripsikan kata hasil temuan tersebut sehingga mampu memberikan penjelasan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
F. Teknik Pengumpulan Data 1. Membaca Dalam menganalisis di dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar, terlebih dahulu penulis membaca novel tersebut secara menyeluruh untuk mendapatkan pemahaman akan konteks yang berkaitan pula dengan penggunaan perubahan makna kata di novel Azab dan Sengsara dengan novel yang lahir di tahun 2000-an. Cara ini membutuhkan waktu yang
29
cukup lama karena harus membaca dengan teliti satu persatu dan mengingat kata apa saya yang bisa dikategorikan memiliki perubahan makna. Setelah ditemukan data yang cukup banyak, tidak semata-mata data tersebut (yang diperkirakan memiliki perubahan makna) dapat langsung digunakan, namun memerlukan proses penyaringan terus menerus sampai mendapatkan data yang sebenar-benarnya. Walau data yang ditemukan hanya beberapa dari sekian puluh kata, karena pada proses analisis ini, data tidak dapat dimanipulasi menjadi diperbanyak atau dikurangi. 2. Mencatat Setelah membaca, penulis mencatat kata apa saja yang mengalami perubahan penggunaan yang menghasilkan perubahan makna di novel-novel tersebut. 3. Mengelompokkan Sebelum pendeskripsian, kata-kata yang sudah ditemukan lalu dikelompokkan dalam sebuah tabel sesuai dengan jenis-jenis perubahan makna. Penulis mengelompokkan pembagian perubahan makna menjadi beberapa jenis, di antaranya Perluasan Makna, Penyempitan Makna, Ameliorasi, dan Peyorasi. 4. Mendeskripsikan Teknik yang selanjutnya adalah dengan mendeskripsikan dan menganalisis perubahan makna kata yang terjadi pada kedua novel.
G. Teknik Analisis Data Setelah membaca sumber data, yakni dua novel. Pada novel pertama, yakni novel Azab dan Sengsara
yang lahir pada tahun 1920, peneliti harus
mengurutkan data dan mengelompokkannya sesuai dengan pola maupun kategori dari sumber data. Pada penelitian ini, peneliti mengunakan metode analisis kualitatif deskriptif untuk menganalisis data yang merupakan bagian dari kelompok data perluasan makna, penyempitan makna, ameliorasi, dan peyorasi. Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami seperti mengurutkan data, mengelompokkan data, dan
30
memberikan kode. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai berikut: 1. Membaca novel Azab dan Sengsara dengan teliti. Disini, kejelian, ketelitian dan kesabaran sangat dibutuhkan. Seperti yang sudah dijelaskan dalam teknik pengumpulan data, cara ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena harus membaca dengan teliti satu persatu dan mengingat kata apa saya yang bisa dikategorikan memiliki perubahan makna. Setelah ditemukan data yang cukup banyak, tidak semata-mata data tersebut (yang diperkirakan memiliki perubahan makna) dapat langsung digunakan, namun memerlukan proses penyaringan terus menerus sampai mendapatkan data yang sebenar-benarnya. Walau data yang ditemukan hanya beberpa dari sekian puluh kata, karena pada proses analisis ini, data tidak dapat dimanipulasi menjadi diperbanyak atau dikurangi. 2. Menandai data yang memiliki hubungan perluasan makna, penyempitan makna, ameliorasi, peyorasi pada data yang sudah ditemukan dari semua novel. 3. Mengelompokkan kata ke dalam bagian-bagain empat jenis perubahan data. 4. Menganalisis satu per satu kata yang sudah diklasifikasikan ke dalam enam bagian tersebut. 5. Menganalisis kata yang sudah ditemukan dan harus ditelaah kembali apakah itu merupakan kata yang memiliki perubahan makna atau tidak. Jika hanya memiliki kesamaan pada penulisan kata, belum tentu bisa digunakan.
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Peneliti akan menyajikan biografi pengarang novel Azab dan Sengsara dan kelima novel yang terbit pada tahun 2000-an kemudian menyajikan data yang ditemukan dalam kedua novel tersebut ke dalam tabel penyajian data. Data terlebih dahulu dikelompokkan sesuai masing-masing kategori jenis perubahan makna kemudian menganalisis data dengan mendeskripsikan kata-kata yang menunjukkan setiap jenis kategori tersebut. Di bagian terakhir bab ini, yaitu implikasi perubahan makna tehadap pembelajaran bahasa Indonesia SMA.
A. Biografi Merari Siregar Merari Siregar merupakan penulis yang lahir di Sipirok, Sumatera Utara, tanggal 13 Juni 1896, meninggal di Kalianger, Madura, 23 April 1940. Pendidikan terakhirnya adalah tamat Handelscorrespondent Bond A di Jakarta (1923). Pernah bekerja di Medan (sebagai guru), Rumah Sakit Umum Jakarta, dan Opium & Zourregie Kalianget. Tahun terbit novelnya yang pertama, Azab dan Sengsara, yakni tahun 1920, lazim dianggap sebagai tahun mulainya atau lahirnya kesusastraan Indonesia modern. Karyanya yang lain, yaitu Cerita si Jamin dan si Johan (1918) saduran dari karya Justus van Maurik (Uit het Volk). Merari Siregar merupakan sosok yang sangat mengecam perkawinan paksa, akan tetapi tidak dapat memberontak dengan penulisannya, karena rata-rata penulis Balai Pustaka ialah sebagai seorang guru Sekolah Dasar. Sebagai seorang terpelajar, mereka melihat ketimpangan dalam masyarakatnya. Misalnya dalam penulisan-penulisan roman ditunjukkan betapa banyak perempuan jadi pelacur karena diceraikan oleh suaminya akibat gagalnya perkawinan yang terpaksa itu. Sebagai pendobrak sosial, para pengarang yang guru ini tidak berani revolusioner. Apalagi jabatan guru membuat mereka harus mentaati budaya masyarakat zamannya, harus menjadi teladan. Sikap yang mendua ini mungkin sudah
31
32
ditinggalkan oleh rekan mereka yang pengarang tetapi berasal dari kalangan wartawan. Diperebutkan Sineas, Azab dan Sengsara merupakan salah satu dari deretan roman yang memiliki bobot tinggi. Roman yang ditulis oleh Merari Siregar dan diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka tahun 1926 ini sempat menjadi bacaan wajib di sekolah. Tak heran kalau sempat diperebutkan Sineas. Meski terbit 70 tahun silam, Edo (Sineas) berpendapat, roman Azab dan Sengsara tetap memiliki pesan yang relevan untuk saat ini. Roman tersebut mengandung filosofi dan kritik soisal serta budaya yang cukup tinggi. Roman ini juga pekat dengan pesan moral tentang orangtua yang otoriter, harta warisan yang menjadi pangkat bencana dan perkawinan yang hancur karena berlandaskan harta semata.
Dewi Lestari Dewi Lestari Simangunsong yang akrab dipanggil Dee adalah seorang penulis dan penyanyi asal Indonesia. Dee pertama kali dikenal masyarakat sebagai anggota trio vocal Rida Sita Dewi. Dee lahir pada 20 Januari 1976 di kota Kembang, Bandung. Anak keempat dari lima bersaudar adari pasangan Yohan Simangunsong dan Turlan br Siagian (alm) ini, sejak kecil telah akrab dengan music.
Habiburrahman El-Shirazy Habiburrahman El-Shirazy yang lebih dikenal dengan panggilan Kang Abik lahir di Semarang, Jawa Tengah, 30 September 1976. Ia adalah seorang dai, novelis, dan penyair yang karya-katyanya terkenal tidak hanya di Indonesia, tetapi di negara lain seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Nama Kang Abik mulai melambung ketika karya novelnya yang berjudul “Ayat-ayat Cinta” tampil di layar kaca. Sejak itulah banyak karya-karyanya yang juga difilmkan dan diminati oleh khalayak ramai.
33
Aditya Mulya Aditya Mulya pertama kali dikenal sebagai penulis lewat novel komedi Jomblo terbitan 2003. Novel perdananya itu kemudian diadaptasi menjadi film sukses dengan judul sama yang dibintangi Ringgo Agus Rahman, Christian Sugiono, Dennis Adhiswara dan Rizky Hanggono. Aditya Mulya lahir pada 3 Desember 1977 juga menulis buku Gege Mengejar Cinta, Catatan Mahasiswa Gila, dan Mancoba Sukses. Bukunya Sabtu Bersama Bapak dilincurkan dalam versi film yang disutradarai oleh Monthy Tiwa.
B. Sinopsis Novel Sinopsis Azab dan Sengsara Roman pertama dalam sejarah sastra Indonesia ini cukup menarik untuk diteliti. Azab dan Sengsara dari Merari Siregar ini bukan kebetulan berjudul demikian. Tradisi ini akan berlanjut dalam roman-roman Balai Pustaka sesudahnya. Roman Balai Pustaka tak jauh beranjak dari soal kesengsaraan dan kematian tokoh-tokohnya karena menderita kesedihan akibat putus cinta. Tengoklah judul “Tak Putus Dirundung Malang”, “Karam Dalam Gelombang Percintaan”, “Sengsara Membawa Nikmat”, “Kasih Tak Sampai alias Sitti Nurbaya” dsb, menunjukkan isi atau saran suasana cerita yang penuh kemalangan itu. Roman Merarai Sirgar ini sebenarnya hanya mempunyai plot pendek saja, yang mungkin bisa ditulis dalam sebuah cerita pendek. Ringkasnya: Pemuda Aminu‟din adalah anak seorang kepala kampung yang disegani di Luhak Sipirok. Ia sejak kecil mempunyai teman sekolah perempuan bernama Mariamin. Setelah dewasa mereka saling jatuh cinta. Mereka menempatkan diri sebagai kakak beradik atau dalam bahasa Tapanuli sebagai angkang dan anggi. Percintaan kedua pemuda itu makin bertambah erat ketika Aminu‟din pada suatu kali menolong Mariamin dari bahaya banjir. Aminudin harus bekerja sebagai kerani di Medan. Tetapi ia menjanjikan pada Mariamin untuk mengekalkan percintaan mereka. Dari Medan Aminu‟din
34
meminta kepada orang tuanya untuk meminang Mariamin, tetapi ayah Aminu‟din tidak menyetujui permintaan anaknya. Pada pandangannya, tidak pantas anak seorang terpandang menikah dengan gadis dari keluarga yang hina. Mariamin hidup bersama ibunya di sebuah rumah kecil setelah ditinggalkan mati oleh ayahnya. Ayah Mariamin dahulu merupakan orang yang kaya, tetapi karena ia bersifat tamak, akhirnya jatuh miskin setelah gagal merebut harta warisan dari saudara seneneknya lewat pengadilan. Orang tua Aminu‟din mengirimkan utusan ke Medan untuk menolak permintaan anaknya ini. Sebagai anak yang baik, Aminu‟din bersedia dikawinkan dengan gadis terpandang pilihan orang tua. Aminu‟din mengirim surat pada Mariamin yang isinya memutuskan tali percintaan. Mariamin kemudian dikawinkan dengan orang kerani yang tinggal di Medan bernama Kasibun. Kerani ini sebenarnya sudah punya bini. Ia berwatak kejam, juga pencemburu. Mariamin dibawa suaminya ke Medan. Sementara itu Aminu‟din yang sebenarnya masih mencintai Mariamin suatu kali ingin menengok keluarga Mariamin di Medan. Pada waktu datang di rumah Mariamin, suaminya kebetulan sedang di kantor. Aminu‟din dijamu oleh Mariamin dan ternyata bahwa hidup perkawinan Mariamin tidak bahagia. Kedatangan Aminu‟din ke rumah Mariamin membuat Kasibun marah pada isterinya. Ia menuduh Mariamin tidak mau melayani suaminya justru mau melayani orang lain. Mariamin dianiaya oleh Kasibun, dan akhirnya melarikan diri dan lapor pada polisi. Hasilnya Mariamin bercerai dengan Kasibun. Mariamin lalu kembali ke ibunya di tepi sungai Sipirok. Usianya tak lama karena ia menanggung azab dan sengsara terlalu berat.
Sinopsis Perahu Kertas Awal kisah dimulai dengan tokoh anak muda bernama Keenan. Ia seorang remaja yang baru saja menyelesaikan SMAnya di Belanda, yakni di Amsterdam. Keenan menetap di Negara tersebut selama hampir 6 tahun lamanya, bersama sang nenek. Keenan terlahir dengan cita-cita menjadi pelukis. Namun, ia dipaksa untuk kembali ke Indonesia oleh sang Ayah. Keluarganya tidak mendukung
35
Keenan menjadi seorang pelukis. Ia pada akhirnya memulai perkuliahan di salah satu Universitas di Bandung. Ia mengalah dan memutuskan untuk belajar di Fakultas Ekonomi.
Tokoh sentral lainnya adalah wanita bertubuh mungil bernama Kugy. Ia digambarkan dengan kepribadian yang riang dan ceria. Berbeda dengan Keenan yang cenderung dingin dan kaku, Kugy sangat mudah dikenali jika ada di dalam kerumunan. Kugy menggilai dongeng dan kisah klasik. Sedari kecil ia bercita-cita menjadi seorang penulis dongeng. Ia memiliki sejumlah koleksi buku dongeng, ingin penjadi seorang perancang dongen pun juru dongeng. Namun di tengah impiannya yang menggebu, kenyataan ia sadar bahwa penulis dongeng bukan profesi yang banyak menghasilkan materi. Kugy dipaksa untuk menyimpan mimpinya demi sebuah realitas yang ada. Meski demikian, tokoh Kugy ini tidak menyerah. Ia mencintai dunia tulis-menulis. Hal ini yang membuat ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Sastra di salah satu Universitas di Bandung. Tempat kuliah yang sama dengan tokoh lainnya, Keenan. Pertemuan antara kedua tokoh ini tak terlepas dari tokoh lain yakni Noni dan Eko. Noni merupakan sahabat dekat Kugy. Sementara itu, Eko adalah sepupu Keenan.
Seiring berjalannya waktu, Kugy pun Keenan menjalin persahabatan bersama Eko dan Noni. Diam-diam, mereka saling mengagumi. Kugy yang senang bercerita lewat dongeng merasa takjub bertemu dengan Keenan, seseorang yang mampu bercerita lewat gambar. Mereka diam-diam jatuh cinta dalam diam. Namun, kondisi menuntut mereka untuk terus diam dan menebak. “Diam”-nya mereka terhadap perasaan masing-masing semakin menjadi dikarenakan Kugy telah memiliki pacar bernama Ojos atau Joshua. Sementara itu, Keenan yang belum memiliki pasangan, hendak dijodohkan dengan tokoh bernama Wanda. Wanda sendiri adalah seorang Kurator. Hal ini yang membuat Eko juga Noni bersemangat mendekatkannya dengan Keenan yang jago melukis. Persahabatan Kugy, Keenan, Eko dan Noni berjalan apa adanya. Namun lambat laun hubungan mereka menjauh. Kugy sibuk dengan muridnya di sekolah darurat. Ia menjadi
36
salah satu guru relawan. Lain lagi dengan Keenan, ia juga sibuk dengan kehidupannya termasuk kedekatannya dengan Wanda. Pada mulanya, hubungan mereka baik-baik saja. Namun, beberapa waktu hubungan tersebut menjadi pelik dan menghentak Keenan. Ia menyadari bahwa apa yang ia berusaha bangun, hancur dalam hitungan waktu semalam. Ia sedih, remuk dan kecewa. Keenan pun memutuskan untuk meninggalkan Kota Bandung menuju Kota Bali. Di Pulau Dewata tersebut, Keenan tinggal dengan Pak Wayan. Sahabat ibunya. Sebelum pergi, Kugy memberi Keenan buku dongen “Jenderal Pilik dan Pasukan Alit”. Keenan membawanya ke Bali. Di tempat Pak Wayan, perlahan Keenan membangun hidup dan mimpinya kembali. Ia hidup bersama banyak seniman dan menjadikan naluri seninya dalam melukis semakin terasah. Di Bali, Keenan mengagumi Luhde Laksmi, keponakan Pak Wayan. Pada akhirnya, Setelah beberapa waktu, Keenan menjadi salah satu pelukis yang karyanya diburu. Ia menciptakan serial lukisan yang digemari kolektor. Kisah tersebut adalah dongeng yang sebelumnya Kugy berikan. Sementara itu, selepas kuliah Kugy kembali ke Jakarta dan menjadi seorang Copywriter. Ia kemudian menjalin hubungan dengan atasannya yang juga merupakan karib kakaknya. Ia dan Remi menjalin hubungan meski diam-diam Kugy masih sering mengenang Keenan. Sampai suatu waktu, Kugy kembali bertemu dengan Keenan yang terpaksa meninggalkan Bali karena ayahnya terkena serangan stroke. Keenan harus melanjutkan perusahaan ayahnya. Pertemuan Kugy dan Keenan di kondisi yang berbeda ini membuat mereka tak bisa lagi menahan perasaan masing-masing.
Sinopsis Petir Di Kota Bandung Jawa Barat ada tempat servis elektronik yang bernama Wijaya Eletronik. Ini adalah usaha dari sebuah keluarga keturunan China (Tiong Hoa). Sang Ayah sering dipanggil Dedi dan memiliki 2 anak perempuan. Anaknya diberi nama dengan nuansa listrik dan elektronik, sang kakak diberi nama Watti (dengan 2 huruf t), dan yang kedua bernama Elektra yang berusia
37
sekitar 20 tahun. Sejak masih kecil, kedua anak ini sangat jarang mempunyai mainan baru, kalau ada hanya hasil dari mainan rusak yang diperbaiki Dedi. Pernah juga waktu kecil Elektra tersetrum listrik dari kabel yang tidak sengaja disentuh, tapi dia tidak cedera. Ternyata dari dulu, Dedi memang sudah memiliki nuansa dan aura kelistrikan. Pernah Elektra menyentuhkan test-pen ke tubuh Dedi dan dapat menyala. Waktu kecil Elektra sangat senang menyaksikan kilatan petir dan sering menari-nari di bawah hujan saat petir manggelegar. Watti merasa heran melihat tingkah laku Elektra. Pada suatu hari Watti minta izin pada Dedi untuk pindah ke Agama Islam. Lalu mereka sekeluarga membahas kepindahan agama tersebut. Perjalanan mereka dalam keluarga dikagetkan
oleh
Dedi mendapat serangan penyakit
stroke. Tapi sayang ayah dari Watti dan Elektra meninggal dunia karena penyakit itu. Kedua anak perempuan tersebut jadi sangat sedih. Terlebih lagi Elektra yang menjadi trauma atas kehilangan ayahnya. Beberapa waktu setelah sang ayah meninggal, Watti menikah dengan Kang Atam yaitu seorang dokter lulusan Universitas Pajajaran. Pasangan ini kemudian pindah ke Tembagapura, lalu mereka hidup dalam naungan agama islam. Sementara Elektra tinggal sendiri di rumah yang disebut Eleanor. Pada suatu hari dia menerima surat dari STIGAN (Sekolah Tinggi Ilmu Gaib Nasional) dan menawarkan padanya untuk menjadi Asisten Dosen di Universitas tersebut. Membaca surat tersebut Elektra jadi heran dan resah, lalu dia pergi ke seorang dukun sakti untuk meminta perlindungan. Ternyata si dukun malah berniat tidak senonoh kepada gadis ini. Untuk melindungi diri, Eletra menepisnya dan memegang pundak si dukun. Setelah disentuh Elektra, seketika si dukun pingsan seperti kena setrum listrik. Akhirnya Elektra selamat dari tindakan tidak senonoh. Kemudian Elektra menyelidiki dan mengetahui bahwa surat dari STIGAN hanyalah mainan orang iseng dan ingin menakuti orang lain. Pada suatu hari Elektra bertemu dengan teman sekolahnya waktu SMA dulu. Dia memiliki warnet. Elektra pun diajarkan menggunakan internet. Semenjak saat itu Elektra seperti menemukan kehidupan baru semenjak kenal internet. Setelah itu Elektra
38
menjadi kecanduan internet dan mampu berada di depan komputer dalam jangka waktu yang sangat lama. Akhirnya Elektra jatuh sakit karena kelelahan. Setelah itu datanglah Ibu Sati yang memiliki toko yang menjual perlengkapan pemujaan. Setelah berbincang dan berdiskusi, kemudian Ibu Sati mengajarkan berbagai hal kepada Elektra. Ibu Sati juga yang menyarankan Elektra untuk mempunyai komputer sendiri. Kemudian Ibu Sati memberitahu bahwa Elektra memiliki kemampuan yang luar biasa. Kemudian Elektra dilatih agar bisa mengendalikan kemampuan dan kekuatannya. Setelah berhasil dilatih dan Elektra menjadi mahir, maka didirikanlah “Klinik Elektrik” di ruang rental Play Station. Keajaiban kembali terjadi. Klinik ini sangat sukses. Banyak sekali orang yang datang untuk berobat ke tempat itu. Keahlian dan kesaktian Elektra semakin bertambah. Elektra sanggup membaca pikiran seseorang hanya dengan menyentuh tangan orang tersebut. Elektra juga bisa menggerakkan sendok tanpa disentuh. Sinopsis Ayat-ayat Cinta Novel ini mengangkat kisah cinta. Tapi bukan cuma sekadar kisah cinta yang biasa. Ini tentang bagaimana menghadapi turun-naiknya persoalan hidup dengan cara islam. Fahri bin Abdillah adalah pelajar Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al-Azhar. Selalu berjumpa dengan panas-debu Mesir. Berkutat dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Semua target dijalani Fahri dengan penuh antusias kecuali satu: menikah. Fahri adalah laki-laki taat yang begitu lurus. Dia tidak mengenal pacaran sebelum menikah. Dia selalu pasif saat berhadapan dengan makhluk bernama perempuan. Hanya ada sedikit perempuan yang dekat dengannya selama ini. Neneknya, Ibunya dan saudara perempuannya. Pindah ke Mesir membuat hal itu berubah. Tersebutlah Maria Girgis. Tetangga satu flat yang beragama Kristen Katolik tapi mengagumi AlQuran, dan mengagumi Fahri. Kekaguman yang berubah menjadi cinta. Sayang, cinta Maria hanya tercurah dalam diari saja.
39
Lalu ada Nurul. Anak seorang kyai terkenal yang juga mengeruk ilmu di Al-Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis manis ini. Sayang rasa mindernya yang hanya anak keturunan petani membuatnya tidak pernah menunjukkan rasa apa pun pada Nurul. Sementara Nurul pun menjadi ragu dan selalu menebak-nebak. Setelah itu ada Noura, juga tetangga yang selalu disiksa Ayahnya sendiri. Fahri berempati penuh dengan Noura dan ingin menolongnya. Sayang hanya empati saja. Tidak lebih. Namun Noura yang mengharap lebih. Dan nantinya ini menjadi masalah besar ketika Noura menuduh Fahri memperkosanya. Terakhir muncullah Aisha. Si mata indah yang menyihir Fahri. Sejak sebuah kejadian di metro, saat Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku, Aisha jatuh cinta pada Fahri. Dan Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya.
Sinopsis Sabtu Bersama Bapak Gunawan hanya memiliki sedikit waktu untuk melanjutkan hiduonya. Gunawan berpikir bahwa kematian tak boleh membatasinya dari menyayangi kedua anak. Ia membuat banyak rekaman berisikan pesan-pesan untuk kedua anaknya. Setelah Gunawan berpulang, Itje, sang istri memutuskan agar kedua anak dapat bertemu sang bapak satu kali seminggu, setiap hari Sabtu. Kehidupan Itje, Satya dan Cakra , berlanjut. Satya sudah beristri, Rissa, dua anak laki-laki (Rian dan Miku), Satya bekerja sebagai tenaga offshore di lepas pantai Denmark. Cakra
menjadi deputi direktur di sebuah bank asing di Jakarta dan masih
menjomblo. Itje, tetap sendiri menjalankan bisnis warung makannya di Bandung. Mengikuti pesan sang ayah, Satya sangat kaku dengan pemikirannya dan hubungannya tidak terlalu dekat dengan sang istri. Mengikuti pesan sang bapak, Cakra fokus bertahun-tahun menyiapkan materi sehingga lupa bahwa menyiapkan diri untuk mencari pasangan. Itje menyimpan sebuah rahasia, dan tidak ingin kedua anaknya tahu. Sewaktu kecil, mereka tidak menyusahkan Itje, Sekarang, Itje tidak ingin menyusahkan mereka. Sehingga sampai menjalani operasi pengangkatan kanker payudara anak anak itje tidak mengetahuinya, sang ibu tidak
40
mau merepotkan satya maupun cakra, sampai suatu saat rahasia itu tetap terbongkar, dan menjadi kesedihan yang mendalam bagi Cakra. Sinopsis Jealous Putus nyambung-putus nyambung adalah gambaran cinta Raka dan Kiara. Putus pertama sampai ketiga selalu diakhiri dengan baikan lagi. Tetapi pada putus keempat. Bencana itu datang. Raka tak akan kembali lagi padanya. Seorang gadis berumur 20-an telah menggantikan posisi Kiara. Mulailah di saat itu, Kiara berusaha mati-matian mendapatkan cinta Raka kembali. Cara pertaman adalah dengan pellet celana dalam. Pendapat ini berasal dari dukun kenalan Rani, sahabatnya, tetapi gagal. Pembantu Raka yang memang pada dasarnya tidak senang dengan Kiara memergokinya ketika mencari barang tersebut. Keadaan makin bertambah runyam, setelah Raka menjadi model di kantor Kiara. Semula teman-temannya tidak mengetahui bahwa Kiara dan Raka sudah putus sampai ketika Johana, pacar baru Raka dan menjadi pasangan di dalam iklan tersebu mengatakan bahwa Raka adalah pacarnya. Sampai suatu waktu setelah banyak peristiwa terjadi ketika sahabatnya memintanya ntuk menjadi panitia di acara pernikahannya, ia pun menerimanya. Pada acara itu, untuk pertama kalinya semnejak ia putus dari Raka, ia mulai mempertimbangkan Ivan sebagai pengganti Raka di hatinya. Sinopsis Lelaki Laut Di sebuah pulau, tinggal lelaki muda yang hidupnya mulai mengalami perubahan kea rah yang negatif. Ia terpengaruh pergaulan buruk di lingkungannya. Setiap hari orangtuanya sering menasehatinya namun ia tetap saja membangkang dan sampai pada puncaknya, Bang Jar namanya memutuskan berhenti kuliah dan menjadi seorang nelayan seperti masyarakat di desanya. Keputusan tanpa izin kepada orangtuanya jelas sangat mengecewakan kedua orangtuanya. Disusul dengan kematian ayahnya yang tiba-tiba saat menunaikan haji, Bang Jar justru sedang berada di Pulau Jawa bersama bibinya untuk direhabilisasi karena pengaruh obat-obatan terlarang. Akhirnya Bang Jar sembuh dan bekerja di suatu majalah. Bang Jar kemudia menikah dan dikaruniai
41
seorang anak namun kehidupan sulit yang dilaluinya tetap lebih terasa pahit saat ia hampir menggapai kesuksesannya dalam pendidikan.
C. Penyajian Data Kata-kata yang telah ditemukan di dalam novel Azab dan Sengsara dan keempat novel: Perahu Kertas, Petir, Ayat-ayat Cinta,, Sabtu Bersama Bapak, Jealous yang lahir tahun 2000-an disajikan dalam sebuah tabel data yang membedakan jenis-jenis bentuk perubahan makna pada setiap kata yang sudah dikelompokkan menurut jenis perubahan makna masing-masing. Masing-masing kata tersebut dibagi ke dalam bentuk „Perluasan Makna‟, „Penyempitan Makna‟, „Ameliorasi‟, „Peyorasi‟. Keterangan PL
: Perluasan Makna
PS
: Penyempitan Makna
AM
: Ameliorasi
PY
: Peyorasi Tabel 4.1
Pengertian kata yang terdapat dalam Malay-English Dictionary 1959 dan Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008, edisi ke-IV
Kamus No.
Besar Bahasa Indonesia
Malay-English Dictionary 1959, R. J. tahun 2008, edisi ke-IV Wilklinson
1.
Tuan
Tuan
tuan. Master: Lord; (Mal.) a title assigned tu.an n 1 orang yang mengabdi, sgb by
modern
Malay
custom
to
male lawan kata hamba, budak; 2 yang
Europeans and to Syeds, Sharifahs and memberi pekerjaan; majikan; kepala Hajis. In literature and poetry == master, (perusahaan dsb); pemilik atau yg liege lord,sovereign lady; so used between empunya (toko dsb); 3 orang laki-laki lovers in pantuns, etc. Etym., the word is (yg patut dihormati); 4 kata sapaan
42
ancient and veru honourable; the title assun, kpd orang laki-laki yg patut dihormati; ed by the first Malay sovereign was yang- 5
kata
sapaan
kpd
perempuan
dipertuan (Mal. Annals 22); that rank an the bangsawan (putri raja dsb); 6a pesona address tuan-ku are the bighest of all tothis orang kedua laki-laki (engkau atau – day ini Malaya. T. Puteri is common for mu yg takzim); b pesona orang kedua princesses in literature; and the use by perempuan (engkau atau –mu yg Raffles and Crauford of the expression takzim); (1496) tuan Sultan (as recorded by Abdullah, ef. Ht. Abd. 165, 185, 239) was due to Java custom and not to ignorance of Malay; ef. tuan (of a ruler), Ht. Panj. 08, and tuan permaisuri (of his consort), Ht. Panj. 23. Tuan Sultan is still correct in Java; also (Sum.) t. gedang yamtuan besar at Batipoh. (halaman 1288) 2.
Cerai cherai.
Cerai Sundering;
Cheraikan:
to
put
parting; asunder.
divorce. ce.rai v 1 pisah; 2 putus hubungan sbg Bercherai suami istri; talak; (261)
(divorce); bercherai tidak bertalak (a men.ce.rai.kan v 1 menjadikan supay divorce that needs no formalities, I, e a tidak berhubungan (bercampur dsb) union without a legal tie); kalau tiada kulit lagi; memisahkan; 2 meleraikan orang tulang bercherai (were there no skin his berkelahi
dsb;
3
memutuskan
bones would fall apart,== skin and bone, hubunga sbg suami istri; menjatuhkan emaciated). Becherai-cherai: piecemeal; in talak; menalak; 4 memberhenikan dr portions; e.g. kuran itu di-turun-nya menyusu; menyapih; (261) bercherai-cherai (the Koran came down to us a little at a time), Mith. Sar. 19 (halaman 216)
3.
Mati
Mati
43
mati. Death; extinction; to perish. In ma.ti v 1 sudah hilang nyawanya; various senses.
tidak hidup lagi; 2 tidak bernyawa; 3
(i) Literally. M andar, m. modar. To die tidak berair; 4 tidak berasa lagi; 5 idly or unavenged. M. beragan: padam; 6 tidak terus; 7 tidak dapat to die without visible cause of berubah lagi; 8 sudah tidak digunakan death. (ii) Figuratively.
lagi; 9 ki tidak ada gerak atau Belanja
m:
fixed kegiatan, spt bubar; 10 diam atau
allowance. (iii) Miscellaneous.
berhenti (tt angina dsb); 11 tidak M.
di-bunoh. ramai;12 tidak bergerak; (888)
Destined to come to a bad end. (halaman 749)
4.
Untung
Untung
untong. Fate; destiny; common lot; one‟s un.tung 1 n sesuatu (keadaan) yg portion, whether happy or the reverse; luck telah digariskan oleh Tuhan Yang in the ordinary way of things, in contr. to MahaKuasa bagi perjalanan hidup tuah or unexpected luck. Keuntongan, u. seseorang; 2 a mujur; bahagia; 3 n nasib: id. Cf. u. ada tuah tidak: profit, yes; laba yg diperoleh dl berdagang dsb; 4 luc, no,-said of the man who has merited his n guna; manfaat; faedah; (1532) good fortune; Prov. Bawa u.: to tulfil one‟s destiny; to put up with what comes. Mendapat u.: to get some return on one‟s work or capital. Mengadu u.: to lay one‟s case before a a third party; Ht. Angg. 40. U. melambong, malang menimpa: il it is in you to rise, you rise; if fate is against you, down you go; Prov. (halaman 1269)
5.
Gedung
Gedung
gedong. I. Godown; ==(Nin.) gadong. ge.dung n 1 bangunan tembok dsb yg
44
Etym. and in Java and Johore: stone berukuran besar sbg tempet kegiatan, building, in contr. to the usual kampong- spt
perkantoran,
house of wood or wicker. In Malaya, of perniagaan,
pertunjukan,
pertemuan, olahraga,
warehonses (better gudang); in Sumatra, of dsb; 2 rumah tembok yg berukuran European houses. G. gebernur: Government besar; (425) House; Sid. Rama 32. Pintu g.:- (Pk.) bridal arch under which the newly married pair sit at a wedding. II. (Java) Wrapper, swaddling-band; B. (halaman 835) 6.
Belanja
Belanja
belanja. Outlay; disbursement; expenditure; be.lan.ja n 1 uang yg dikeluarkan (politely)
salary,
rgqrded
as
a untuk suatu keperluan; ongkos; biaya;
reimbursement and not as a wage. (i) Actual
expenses:
berbelanja
orang
(marriage
2 uang yg dipakai untuk keperluan berbini sehari-hari (rutin); 3 upah; gaji; (161) nieans
maintenance); biarlah hilang b. hamba (let me cut my losses), Mal. Annals 163; (ii) Euphemism for gift: b. dapur, b. hangus
(contribution
by
bridegroom‟s family to cost of wedding festivities); b. menetek (gift
to
bride‟s
mother
for
<suckling the bride>; batil b. (bowl in which guests lay sinall presents
in
return
for
hospitality); (iii) Euphemism for fee or salary; b. bidsn
(widwife‟s fee); b. mati
45
(fixed
salary);
kesempitn
b.
(limited means). 7.
Cemburu
Cemburu
cemburu. Suspicion; esp. jealous suspicion. cem.bu.ru a 1 merasa tidak atau Etym., of misgivings generally (Sund. kurang senang melihat orang lain timburuan== mistrust); cf. chemburuan beruntung dsb; sirik; iri; 2 kurang barangkali
orang
Temenggong
juga percaya; curiga; (256)
menikam Raja Farquhar: suspecting that it was one of the Temenggong‟s men who had stabbed Resident Farquhar, Ht. Abd, 177, Usually of conjugal jealousy, see Ht. Angg. 135 (of a wife‟s suspicions) and the passage Jangan
di-chemburukan,
tidak
di-
chemburukan pun tiada-lah juga boleh (don‟t be a jealos husband; but not to show jealousy at all is also a plan that
won‟t
work), Ninety-nine Laws, 78. (halaman 204) 8.
Payah
Payah
payah. Difficult (of work); serious illness);
hard
(of
time).
(of pa.yah a 1 lelah; penat; 2 sukar;
Kepayahan: susah; 3 dl kesulitan; 4 sangat atau
difficulties; l‟overty; Sh. Lamp. 20. Sakit p.: berat (tt sakit); 5 usah; (1033) serious illness; Ht. Koris, Hg. Tuah 352, Ht. Abd. 5, 149, 323. (halaman 857) 9.
Laki
Laki
laki. Husband. Less respectful than suami. la.ki n 1 kas suami (imbangi bini); 2 L. bini: husband and wife; male and female; pria; (773) married pair. Berlaki: to take a husband. (halaman 640)
46
10.
Upah
Upah
upah. Payment for service rendered; tip; upah n 1 uang dsb yg dibayarkan sbg wage; salary. In contr. to payment for an pembalas jasa atau sbg pembayar article used or bought, or relainer for service tenaga yg sudah dikeluarkan untuk still to be rendered (penempah). (halaman mengerjakan sesuatu; gaji; imbalan; 2 1269)
ki
hasil
sgb
akibat
(dr
suatu
perbuatan); risiko; (1533) 11.
Sesat
Sesat
sesat. Astray; off the path; (naut.) out of se.sat a 1 tidak melalui jalan yg benar; one‟s course;== (Min.) sesat. Sesatkan: to salah jalan; 2 ki salah (keliru) benar; mislead. S. barat: much astray; all wrong. berbuat
yg
tidak
senonoh;
Mati s.: to die a violent or sudden death; menyimpang dr kebenaran (tt agama Hn. Putek Ini orang s.: I am a man who has dsb); (1293) lost bis way; Ind. Nata. Malu bertanya s. jalan : shy-to-ask is soon astray. (halaman 1092) 12.
Pondok
Pondok
pondok. Night-shelter. In two senses:
pon.dok
n
1
bangunan
untuk
(i) In Mal. And Min.: hut, shanty; lean- sementara (spt yg didirikan di lading, to; a depreciatory description of di hutan, dsb); teratak; 2 rumah one‟s own house; cf. p. darwis (sebutan untuk merendahkan diri); 3 (anchorite‟s
shelter),
Dar. bangunan tempat tinggal yg berpetak-
Chandu 7; p. robek (decaying petak yg berdinding bilik dan beratap leaf-
shelter);
pemondokan rumbia (untuk tempat tinggal beberpa
yang menjaga (quarters for the keluarga); 4 madrasah dan asrama watchmen), Sul. Hid. 23; jika (tempat tuan sudi bernaung di-p. aku. (ii) In Java and Sp.: a sort of hotel or residential clubhose (in Sp. For Boyanese); ef. kepala p. ==(Sp.)
mengaji,
Islam); (1093)
belajar
agama
47
Boyanese headman); Possibly==Ar. Funsuk (inn), (Spanish) fonda; Sund. Mondok (to take up quarters for the night). (halaman 911) 13.
Bini
Bini
bini. Wife; apouse. Less respectful than bi.ni n cak perempuan yg menjadi isteri, q. v. Berbini: to be a married man. pasangan sah dr seorang laki-laki;
14.
Berbinikan: to be married. (halaman 142)
istri; (195)
Kawin
Kawin
kawin. Marriage, wedlock. Often written ka.win 1 v membentuk keluarga dgn kahwin. Kawinkan: to give in marriage. K. lawan jenis; bersuami atau berisri; gantong: child-marriage of which then menikah; 2 v melakukan hubungan consummation is postponed. K. mawin: kelamin; berkelamin (untuk hewan); 3 marriage celebrations of all sorts; J. M. A. v cak bersetubuh; 4 n perkawinan; S. iv 144. Isi k., mahar k., mas k.: marriag (639) settlements on the bride. Kenduri k.: religious feast in honour of a marriage. Tun Tijah di-kawini oleh Sultan Mhmud: Tun Tijah was taken in marriage by Sultan Mahmud; Mal. Annals 190. (halaman 519) 15.
Janda
Janda
janda. (Skr. randa (widower); Sund randa jan.da n wanita yg tidak bersuami lagi (widow) Woman previously married but krn bercerai ataupun krn ditinggal now husbandless, i.e.a widow or a divorcees mati suaminya; (564) and hot honorific. J. berhias: wedding-diess janda, i.e.a janda who has never borne children and is entiled to modified bridal dress should she marry again (kawin j. berhias). J. kepulangan: name of a cake.
48
Lenggang j., the merry widow swagger, a name given to a kind of knife-blade that is anything but straight. J. belum berlaki: a widow before marriage,-- said of a girl seduced and abandoned. J. sakali kirai: awoman only once divorced or widowed. See also randa, raugda. (halaman 443)
Tabel 4.2 Kutipan di dalam Novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar yang sudah dikelompokkan ke dalam jenis perubahan makna Penggunaan No. novel
Azab
dalam Penggunaan pada kelima Jenis dan novel di tahun 2000-an
Makna
Sengsara 1.
Belanja
PL
hari
menjelang
pengecara yang pandai keberangkatan
ke
di sana. Akan belanja Alexandria, kami belanja ke dalam perjalanan yang Attaba. (El-Shirazy, Ayatsejauh itu sudah tentu ayat Cinta, 2004:281) berguna uang beratusratus pula, ya beriburibu lagi, asal ada, sudah
PS
AM PY
Belanja
Boleh jadi ia beroleh Dua
Perubahan
49
tentu pokrol harus diberi upah yang cukup, di jalan pun naik kereta saja. (97) 2.
Bini
Bini
Orang tua laki-laki itu “…. bekerja
tiada
mencari
akan punya
Mah
ndak
sempat
pegangan.
Duit
nafkahnya segini abis dibagi-bagi buat
sendiri, tetapi anak dan bayar utang, beli pakaian bininya
harus
pula anak, ama simpenan bini.”
diberinya makan. Oleh Kata Bang Sarman. sebab itu terpaksalah ia (Alamsyah memikul
beban
yang Lelaki
M.
Laut:
Dja‟far, Mengayuh
lebih berat , supaya ia Semangat dan Cita-cita dari lebih
banyak
beroleh Pulau Seribu, 2010 : 57)
uang, dan kalau ia tiada kuat,
apakah
jadinya
anak bininya? (42) 3.
Cemburu
Cemburu
Ia disukai oleh kawan- “Jangan cemburu ya?” kawannya, seorang pun “Nggak. Mau ambil juga iada
yang
cemburu
menaruh boleh,” kataku asal. kepadanya, (Sujatrini Liza, Jealous,
lagi pula taka da jalan 2011) bagi
temannya
akan
membencinya. (27) Perempuan itu pun tiada bersenang hati, karena hati
yang
cemburu
50
sudah acap kali timbul dalam pikirannya (42) Hati tamak,
cemburu,
loba,
dengki,
dan
khizit, sekaliannya itu sudah berurat berakar dalam darahnya; itulah yang akan merusakkan diri Sutan Baringin. (84) 4.
Cerai, menceraikan
Cerai, menceraikan
Simole-ole menceraikan
“Aku
senang
dengan
dataran tinggi itu pada sebutan keluarga listrik.” ebelah
utara
dengan Kata Volta sambil tertawa. tinggi “Mama
dataran
Papaku
bercerai
(Toba). dua tahun lalu,…” (Dee,
Pangaribuan (13)
Petir, 2004:)
Sekuat-kuat tenaga ia menahan “Semakin lama, aku bosan
tadi dukacitanya,
sejak dengan keadaan seperti ini.
bercerai dengan anak Aku ingin anak darimu, tapi muda
itu
sampai
meninggalkan (!9)
ia mengapa
kau
malah
ibunya. mandul. Dasar istri tidak berguna!” Lanjut suaminya
Sebab rumah Mariamin dengan sangat marah. yang lebih dekat dari “Maaf” jawab si istri pelan. tempat itu, mereka itu “ pun
Sudahlah
tidak
ada
bersama-samalah gunanya kau minta maaf.
berjalan menuju Sipirok. Kau kuceraikan saat ini Biasanya keduanya itu juga. Aku ingin wanita yang bercerai di tengah jalan, bisa
memberiku
anak.”
51
masing-masing
pulang Jawab suaminya.
ke kampungnya. (51) Di
sini
(Cerita Pendek, 2011)
terpaksa
perempuan itu terdiam, lidahnya tiada berdaya meneruskan percakapaannya, hanya air matanya saja yang mengalir di pipi yang pucat dan cekung itu, menunjukkan
kepada
orang yang melihat dia, betapa
beratnya
perasaan si ibu bercerai dengan anaknya.(65) 5.
Gedung Dahulu
Gedung tinggal
di Perkawinan eketrisnya itu
gedung besar, sekarang terjadi ketika Dedi sedang dalam pondok kecil dan mengerjakan instalsi listrik bambu. (103)
untuk proyek gedung bank terbesar di bandung. (Dee, Petir, 2004:12)
6.
Janda
Janda
Sebagai sebuah contoh Ibu Itje duduk di bangku betapa kemelaratannya taman, perkawinan yang tiada rumahnya,
di
samping ditemani
kukuh itu, ada tertera di secangkir teh panas. Sekilas, bawah ini: Seorang janda
banyak yang akan bertanya perempuan bagaimana seorang janda pekerjaannya beranak dua yang tidak
52
menjadi
koki
dalam pernah menikah lagi, dapat
rumah seorang Eropa di tinggal di lingkungan seperti Jakarta. Perempuan itu ini. Karena memang harus ada mempunyai seorang diakui, anak
bukan
pekerjaannya lingkungan yang terjangkau
menjadi penjaga anak oleh tuannya
ini
yang
banyak
masih (Aditya
kalangan.
Mulya,
Sabtu
kecil. Setelah di anak Bersama Bapak, 2014:27) berusia
lima
tahun,
belas
datanglah
seorang muda meminta dia akan jadi bininya. Si ibu pun menyampaikan permintaan
orang
itu
kepada anaknya itu. (60) 7.
Kawin
Kawin
Itulah sebabnya, maka “Emang!
Kadang-kadang
ibunya lekas mengambil mendingan
ng-date
pake
anak dara untuk jadi sepeda kumbang daripada istri anaknya itu. Lagi flat kuning itu. Lebih sering pula kalau anaknya itu si Fuad mogok daripada si sudah
tentu kombi kawin.” (Dee, Perahu
kawin,
hatinya lekas tua dan kertas, 2009:7) perangainya
berubah Hai Fahri kapan rencanamu
menjadi baik. (59)
kawin? Kenapa tidak kau tuli sdalam peta hidupmu? (El-Shirazy,
Ayat-ayat
Cinta, 2004: 104) 8.
Laki
Laki
Kawin artinya si laki “For
your
information,
53
mengambil perempuan, rumah kurang rapi karena sebab
ia
perlu ya, namanya juga ada tiga
kepadanya. (77)
anak. Laki semua. Duh tambahan lagi, saya kan juga
bekerja
di
rumah.”(Adhitya
Mulya,
Sabtu
Bapak,
Bersama
2014:27) 9.
Mati
Mati
“Jika sekiranya saya Jawaban Maria membuat mati, apatah jadinya biji aku dan Aisha kaget bukan mataku
kedua
ini? main. Dari mana dia tiba-
Benar
ada
lagi tiba dapat kekuatan untuk
saudaranya
mendiang berkata
seperti
itu
dan
bapaknya,
tetapi sejelas itu? Apakah dia akan
tahulah
saya, mati? Tanyaku dalam hati.
bagaimana
kebiasaan (El-Shirazy,
Ayat-ayat
manusia di dunia inu.” Cinta, 2004:398) (h. 19) 10.
Payah
Payah
“Sudahkan Aminu’ddin?” suaminya,
tertidur “Dasar anak gila!” tanya “Kurang ajar lagi ….” setelah “Iya! Kurang ajar!”
sejurus panjang lamanya “Gimana sih, gua. Payah banget.”
ia termenung.
“Adinda rasa sudah,” Noni tiba-tiba tertawa. “Kok sahut
istrinya.
“Tadi lu jadi marahin diri lu
sesudah makan, ia terus sendiri!”
(Dee,
ke kamarnya, karena ia kertas, 2009:7) sudah
payah
benar
Perahu
54
bekerja sehari ini.” (28)
11.
Pondok
Pondok
“Lama lagi hujan akan Wajahnya
kulihat
pucat.
turun, barangkali nanti Aku merasa kasihan juga malam. Bagaimanapun melihatnya.
Kalau
dia
lekasnya, saya sempat sampai malu, dan pulang lagi
menyiapkan masih lapar padahal baru
pekerjaanku
yang saja dari restauran besar,
terbengkalai
ini,
tak apa tidak kasihan. Aku jadi
banyak lagi, “ jawab tringat dengan cerita teman Mariamin. Dan dengan satu
pondok
dulu.
(El-
suara yang ramah ia Shirazy, Ayat-ayat Cinta, berkata
pula
“Barangkali
, 2004:91)
angkang
bosan menunggu saya, eloklah angkang pergi duduk-duduk ke pondok itu!” (37) 12.
Sesat
Sesat
Tetapi tak mengapa, kita Tuduhan terhadap gerakan takkan sesat, sebab jalan Fajar Nusantara (Gafatar) itu tak banyak simpang- sebagai siurnya,
lagi
dikenal
benar-benar. berkeluh
Tengoklah
ke
organisasi
sesat
telah membuat para pengikutnya kesah.
muka! Harian/Online
(Berita KOMPAS
Apakah yang Nampak? 25/1/2016) (24) 13.
Tuan Kalau
Tuan tuan
sebutkan Mereka menjelma menjadi
55
juga,
bahwa
pada
tempatnya
meletakkan
tiadalah wanita karier sukses, pergi saya menghadap
perkataan lalu
“kota”
itu,
sajalah
begitu,
tuan-tuannya,
memecat
biarkan pembantu.
diri
(Dee,
jadi Petir,
dan 2004:38)
bacalah kota kota itu kampung atau dusun. (h. 12) “Janganlah
tuan
menangis, wahai gadis yang
cantik
tiadakah
sayang tuan melihat air mata tuan yang mahal itu
terbuang-buang?
Diamlah tuan, janganlah tuan
terlampau
bercintakan
hal
amat yang
belum kejadian …” (h. 20) “Bukanlah
ku
yang
kurang ramah, bukan aku
yang
kurang
menyayangi angkang, tetapi tuanlah yang lebih dulu
meninggalkan
aku.” (h. 21) 14.
Untung
Untung
“Itu tidak benar. Aku Untung nama kamu bukan tinggal, hidup dengan Voltasia ... atau Sri Sekring untungku,
Aminu’ddin … (Dee, Petir, 2004:42)
56
tak
melihatku,
mendengar
tiada suaraku
lagi, sebab tuan sudah jauh,
tentu
tuan
melupakan aku lambat launnya …” (21) 15.
Upah
Upah
Itu semua karena ia
Setelah
mendengar hasutan
menjauh,
orang yang hendak
melepaskan genggamannya.
mencelakakan dia,
“Sebagai
karena orang itu hendak
ngilang, hari ini saya mau
mencari upah
seharian booking kamu.”
daripadanya. (31)
(Dee,
bayangan
Ami Keenan
upah
Perahu
kamu
kertas,
2009:123)
D. Analisis data yang mengalami perubahan makna dalam penggunaannya 1. Perluasan Makna Perluasan makna merupakan perubahan makna kata yang pada penggunaannya lebih luas cakupan maknanya daripada sebelumnya. Di bawah ini ditemukan data yang memiliki perluasan makna, hal tersebut terlihat dari pengertian denotatif dari data yang ditemukan, salah satunya adalah sesat.
1.a. Perluasan makna yang terjadi pada kata sesat Sesat menurut Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson adalah astray; off the path; (naut.) out of one‟s course; sesat. Sesatkan: to mislead. S. barat: much astray; all wrong. Mati s.: to die a violent or sudden death; Ini orang s.: I am a man who has lost bis way:. Malu bertanya s. jalan : shy-to-ask is soon astray. Sementara itu, sesat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008 edisi ke IV, sesat adalah 1 tidak melalui jalan yg benar; salah jalan; 2 ki salah
57
(keliru) benar; berbuat yg tidak senonoh; menyimpang dr kebenaran (tt agama dsb). Secara leksikal, pengertian sesat menurut Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson adalah sesat; dari jalan. Keluar dari satu jalan. Pengertian pada jalan yang sesungguhnya, yakni tanah atau aspal. Sesat juga memiliki kiasan yakni berupa kesalahan, kekeliruan atau perbuatan yang tidak senonoh. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia IV menyatakan bahwa sesat memiliki arti sebagai salah jalan dalam pengertian jalan yang sebenarnya, tempat orang berlalu-lalang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia IV, sesat memiliki arti kiasan, yakni sebagai perbuatan yang tidak benar atau tidak senonoh, tetapi lebih dispesifikkan lagi dengan menambahkan „tentang agama‟. Sebenarnya, yang dapat digunakan dan dimasukkan ke dalam kategori perubahan makna adalah kata yang tidak digunakan dalam kata kiasan. Sementara itu, kata sesat yang penulis ambil di dalam Kompas Berita Harian Online bertindak sebagai makna kiasan. Penulis secara sadar telah menyimpang dari kategori perubahan makna yang hanya dapat digunakan yakni data yang tidak memiliki makna kiasan untuk di analisis lebih dalam. Alasan penulis tetap memakai kata sesat yakni ingin lebih memperinci kembali bahwa kata sesat yang ditemukan masih bisa digunakan jika dilihat dari perubahan maknanya dari perbedaan gejala sosial yang terjadi di dalam sebuah masyarakat. Berikut adalah penggunaanya pada novel dan berita harian online yang memiliki dampak dalam penggunaan sebuah kata, terutama kata sesat. Dalam novel Azab dan Sengsara, kata sesat terlihat pada kalimat pengarang yang ingin menggambarkan latar suasana pada novel tersebut. Tetapi tak mengapa, kita takkan sesat, sebab jalan itu tak banyak simpang-siurnya, lagi telah dikenal benar-benar. Tengoklah ke muka! Apakah yang Nampak?. Selanjutnya, penggunaan kata sesat digunakan pada penulisan dalam berita Kompas, Harian Online 2016 yakni: “Tuduhan terhadap gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sebagai organisasi sesat membuat para pengikutnya berkeluh kesah“.
58
Dalam konteksnya, kata sesat pada novel Azab dan Sengsara, pengarang memiliki tujuan menunjukkan sebuah jalan, yakni jalan sebenarnya (tempat untuk berjalan) untuk menujukkan sebuah jalan yang mengarahkan pembaca untuk menggambarkan keberadaan sebuah tempat di mana kehidupan Mariamin dan keluarganya berlangsung hidup. Penggunaan kata sesat pada berita Kompas memiliki makna sebuah ajakan atau gerakan kelompok orang-orang yang berkumpul dengan visi misinya tersendiri. Berbeda dengan penggunaan kata sesat pada novel kutipan sebelumnya, kata sesat pada waktu sekarang ini memiliki pengertian yang berbeda dan mempunyai arti tersendiri dalam anggapan masyarakat. Penggunaan kata sesat lebih memiliki makna yang luas lagi yakni salah satunya sebagai ajaran atau gerakan yang tidak sesuai dengan kebenaran. Khususnya lagi sesat dalam ajaran agama. Sesuai dengan pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keIV. Dapat disimpulkan, penggunaan kata sesat pada masa sekarang memiliki perluasan makna. Perluasan makna tersebut terlihat dari penggunaannya pada masa sekarang memiliki pandangan tersendiri dalam benak masyarakat. Kata sesat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke- IV terdapat penambahan yang lebih memperinci kembali makna kiasan, yakni tentang agama. Penambahan makna kiasan tentang agama inilah yang membuat penulis ingin mendeskripsikan lebih jauh lagi. Sebelumnya, makna kiasan tentang agama ini hanya sebuah pandangan yang menganggap seseorang atau suatu golongan yang memiliki perbedaan atau cara pandang dalam melakukan ibadah kepada Tuhannya, dianggap sesat. Namun kata sesat saat ini lebih ditajamkan kembali dan secara tidak langsung mengenalkan lebih jauh golongan atau kumpulan manakah dan siapa sajakah yang dianggap sesat dan sudah melekat di dalam benak masyarakat. Hal inilah yang dimaksudkan penulis memiliki perluasan makna dari sebelumnya. Pengenalan sebuah makna kata terhadap masyarakat memiliki proses yang unik. Baik dari proses yang hadir karena perbedaan lingkungan, cara pandang maupun kebutuhan suatu kata untuk dapat terwakili pemaknaannya, dan lain sebagainya.
59
2. Penyempitan Makna Penyempitan makna merupakan perubahan makna kata yang pada penggunaannya lebih sempit daripada sebelumnya. Di bawah ini ditemukan data yang memiliki penyempitan makna.
2.a. Penyempitan makna yang terjadi pada kata Tuan Tuan dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson memiliki arti master: lord; Mal. a title assigned by modern Malay custom to male Europeans and to Syeds, Sharifahs and Hajis. In literature and poetry, master, liege lord,sovereign lady. Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008 edisi ke IV, kata tuan memiliki arti sebagai 1 orang yang mengabdi, sebagai lawan kata hamba, budak; 2 yang memberi pekerjaan; majikan; kepala (perusahaan dsb); pemilik atau yg empunya (toko dsb); 3 orang laki-laki (yg patut dihormati); 4 kata sapaan kpd orang laki-laki yg patut dihormati; 5 kata sapaan kpd perempuan bangsawan (putri raja dsb); 6a pesona orang kedua laki-laki (engkau atau –mu yg takzim); b pesona orang kedua perempuan (engkau atau –mu yg takzim). Secara leksikal, pada kata tuan tidak ada pebedaan arti yang signifikan di dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia IV. Dalam kamus Malay-English R.J. Wilklinson, kata tuan memiliki makna Tuhan, yang dituhankan, sebuah sebutan yang diberikan orang Melayu untuk menyebut bangsa laki-laki Eropa dan panggilan untuk Syekh, Syarifah, dan Haji.
Kata tuan sama-sama memiliki arti sebagai orang yang
mengabdi, budak, sapaan kepada orang yang lebih tua, sapaan kepada orang yang dihormati dan sebagainya. Hanya saja perbedaannya terletak pada penggunaannya di novel Azab dan Sengsara dengan novel Petir karya Dewi Lestari. Penggunaan kata tuan pada novel Azab dan Sengsara terlihat dalam kutipan sebagai berikut: “Kalau tuan sebutkan juga, bahwa tiadalah pada tempatnya saya meletakkan perkataan “kota” itu, biarkan sajalah begitu, dan bacalah
60
kota-kota itu kampung atau dusun. Dan terlihat pada kutipan selanjutnya, yakni “Janganlah tuan menangis, wahai gadis yang cantik tiadakah sayang tuan melihat air mata tuan yang mahal itu terbuang-buang? Diamlah tuan, janganlah tuan terlampau amat bercintakan hal yang belum kejadian …”. Penyebutan kata tuan juga terlihat pada kutipan di bawah ini: “Bukanlah ku yang kurang ramah, bukan aku yang kurang menyayangi angkang, tetapi tuanlah yang lebih dulu meninggalkan aku.” Sementara itu, penggunaan kata tuan pada novel yang lahir pada tahun 2000-an, yakni novel Petir terlihat penggunaannya sebagai berikut: Mereka menjelma menjadi wanita karier sukses, pergi menghadap tuantuannya, lalu memecat diri jadi pembantu. Kata tuan pada novel Azab dan Sengsara pada penggunaannya mempunyai makna tempat orang mengabdikan diri, sebutan penghormatan pada seseorang, dan sebagainya, terlihat pada contoh berikut. Kalau tuan sebutkan juga, bahwa tiadalah pada tempatnya saya meletakkan perkataan “kota” itu, biarkan sajalah begitu, dan bacalah kota itu kampung atau dusun.
Konteks dari kutipan tersebut adalah pengarang, Merari Siregar pada saat membuka sebuah cerita, mendeskripsikan sebuah kampung tempat tinggal Aminu‟ddin dan Mariamin dengan penjabarannya yang begitu detail. Penulis menggunakan kata tuan
untuk menyapa para pembaca. Hal demikian
menunjukkan bahwa kata tuan pada tahun 1920-an masih identik dengan penggunaan sapaan sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang dimuliakan. Penggunaan kata tuan juga dipakai oleh Mariamin untuk menghibur dirinya sendiri karena ditinggal oleh kekasihnya, Aminu‟ddin, yakni: “Janganlah tuan menangis, wahai gadis yang cantik tiadakah sayang tuan melihat air mata tuan yang mahal itu terbuang-buang? Diamlah tuan, janganlah tuan terlampau amat bercintakan hal yang belum kejadian”
61
Pada kutipan tersebut Mariamin menghibur dirinya sendiri denga menggunakan kata tuan. Hal tersebut menujukkan bahwa penggunaan kata tuan diperuntukkan untuk menyebut laki-laki atau perempuan dalam kesehariannya. Begitu juga kata tuan terdapat pada kutipan di bawah ini” “Bukanlah ku yang kurang ramah, bukan aku yang kurang menyayangi angkang, tetapi tuanlah yang lebih dulu meninggalkan aku.” Pada kutipan tersebut, penggunaan kata tuan dipakai oleh Mariamin untuk menyapa kekasihnya Aminu‟ddin. Dari ketiga kutipan di atas menunjukkan bahwa penggunaan kata tuan di dalam novel Azab dan Sengsara lebih luas ranah penggunaannya, yakni diperuntukkan untuk menyebut laki-laki atau perempuan, sapaan kepada orang yang dimuliakan dan lain sebagainya, tidak merujuk kepada sesuatu tempat mengabdi. Berbeda dengan penggunaan kata tuan pada saat ini. Kata tuan pada saat ini ditujukan untuk seorang majikan atau sebutan penghormatan untuk orang yang berkedudukan tinggi. Kata tuan biasa disampaikan oleh seorang pembantu rumah tangga kepada majikannya atau yang mempunyai pekerjaan. Ranah penggunaan kata tuan lebih sempit. Walaupun sudah jarang sekali dipakai, terdapat penggunaan kata tuan yang hanya diperuntukkan untuk seseorang yang dianggap pantas disebut kata tuan, misalnya sapaan untuk seseorang yang memiliki kedudukan tinggi dalam sebuah acara formal dan terdapat pula penggunaan kata tuan yang masih dipakai walau hanya segelincir orang yang menggunakannya, yakni sapaan pembantu kepada majikannya atau pemilik dari sebuah pekerjaan. Contoh kutipan novel pada tahun 2000-an yang memiliki perbedaan penggunaannya pada kata tuan, yakni sebagai berikut: Mereka menjelma menjadi wanita karier sukses, pergi menghadap tuantuannya, lalu memecat diri jadi pembantu. Kutipan tersebut menyatakan bahwa penggunaan kaa tuan menujukkan bahwa penggunaan kata tuan lebih sempit, yakni hanya kepada orang yang memiliki kedudukan yang tinggi atau pemilik pekerjaan. Faktor yang melatarbelakangi perubahan kata tuan yang ditunjukkan pada perbedaan penggunaan kata tuan pada novel yang memiliki jarak lahir yang
62
cukup jauh dari keduanya merupakan bagian dari perubahan atau berkembangnya sosial budaya dalam masyarakat. Pada novel Azab dan Sengsara yang lahir pada tahun 1920-an erat hubungannya dengan sapaan yang masih berbau koloni, namun pada saat sekarang masyarakat memiliki sebuah pandangan tersendiri pada penyebutan kata tuan. Bahkan kata tuan sendiri kerap kali dipakai sebagai bahan olokan pada suasana non formal. Perubahan sosial budaya inilah yang sedikit demi sedikit mengubah makna tuan menjadi memiliki pengkhususan dan penyebutannya saat ini.
2.b. Penyempitan makna terjadi pada kata cerai Kata cerai dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson, yakni sundering; parting; divorce. Cheraikan: to put asunder. Bercherai (divorce); bercherai tidak bertalak (a divorce that needs no formalities, I, e a union without a legal tie); kalau tiada kulit tulang bercherai (were there no skin his bones would fall apart, skin and bone, emaciated). Becherai-cherai: piecemeal; in portions; e.g. kuran itu di-turun-nya bercherai-cherai (the Koran came down to us a little at a time). Sedangkan menuut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008, edisi ke IV, cerai memiliki arti sebagai 1 pisah; 2 putus hubungan sbg suami istri; talak. Dalam Kamus Malay-English R. J. Wilklinson, kata cerai mengacu pada kata talak yang memiliki pengertian perpisahan antara dua orang: suami dan istri. Tidak jauh berbeda dengan pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata cerai memiliki pengertian berpisah atau memisahkan. Berikut kutipan dari novel Azab dan Sengsara dan Petir. Penggunaan kata cerai terlihat pada kutipan dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar halaman 19 sebagai berikut: Simole-ole menceraikan dataran tinggi itu pada sebelah utara dengan dataran tinggi Pangaribuan (Toba). Sekuat-kuat tenaga ia tadi menahan dukacitanya, sejak bercerai dengan anak muda itu sampai ia meninggalkan ibunya. Pada halaman 51 dan 65 juga terlihat penggunaan kata cerai dalam novel yang sama yakni”
63
“Sebab rumah Mariamin yang lebih dekat dari tempat itu, mereka itu pun bersama-samalah berjalan menuju Sipirok. Biasanya keduanya itu bercerai di tengah jalan, masing-masing pulang ke kampungnya”, “Di sini terpaksa perempuan itu terdiam, lidahnya tiada berdaya meneruskan percakapaannya, hanya air matanya saja yang mengalir di pipi yang pucat dan cekung itu, menunjukkan kepada orang yang melihat dia, betapa beratnya perasaan si ibu bercerai dengan anaknya.” Penggunaan kata cerai (menceraikan) pada novel Azab dan Sengsara memiliki makna memisahkan tempat satu ke tempat lainnya, hal tersebut terdapat pada halaman 13. Simole-ole menceraikan dataran tinggi itu pada sebelah utara dengan dataran tinggi Pangaribuan. Dalam penggunaannya, kata menceraikan dipakai untuk memisahkan sebuah tempat, yakni Simole-ole yang memisahkan sebelah utara dengan dataran tinggi Pangaribuan. Pada penggunaan cerai yang terdapat pada halaman 19 novel Azab dan Sengsara, penggunaan kata cerai digunakan sebai bentuk perpisahan, yakni: Sekuat-kuat tenaga ia tadi menahan dukacitanya, sejak bercerai dengan anak muda itu sampai ia meninggalkan ibunya. Di sini terpaksa perempuan
itu
terdiam,
lidahnya
tiada
berdaya
meneruskan
percakapaannya, hanya air matanya saja yang mengalir di pipi yang pucat dan cekung itu, menunjukkan kepada orang yang melihat dia, betapa beratnya perasaan si ibu bercerai dengan anaknya. Kutipan di atas menunjukkan bahwa, kata cerai pada novel Azab dan Sengsara digunakan pada suatu peristiwa perpisahan Mariamin yang dinikahkan dengan orang kaya terpandang dan harus merelakan dirinya berpisah dengan ibundanya. Cerai pada kalimat tersebut bermakna berpisah. Hal tersebut juga terdapat pada kutipan yang terdapat di halaman 51 novel Azab dan Sengsara, yakni: Sebab rumah Mariamin yang lebih dekat dari tempat itu, mereka itu pun bersama-samalah berjalan menuju Sipirok. Biasanya keduanya itu bercerai di tengah jalan, masing-masing pulang ke kampungnya.
64
Pada kutipan tersebut, Mariamin berpisah dengan Aminu‟ddin di tengah jalan untuk kembali ke kampungnya masing-masing. Lain halnya dengan kutipan pada novel dan kutipan cerita pendek pada tahun 2011, yakni: “Aku senang dengan sebutan keluarga listrik.” Kata Volta sambil tertawa. “Mama Papaku bercerai dua tahun lalu”, “Semakin lama, aku bosan dengan keadaan seperti ini. Aku ingin anak darimu, tapi mengapa kau malah mandul. Dasar istri tidak berguna!” Lanjut suaminya dengan sangat marah. “Maaf” jawab si istri pelan. “ Sudahlah tidak ada gunanya kau minta maaf. Kau kuceraikan saat ini juga. Aku ingin wanita yang bisa memberiku anak.” Jawab suaminya. Pada kutipan dalam novel Petir dan kutipan cerpen di atas, kata cerai lebih memfokuskan pengertiannya pada makna berpisah dalam hubungan suami istri pada saat ini. Penggunaan kata cerai pada masa lampau dengan saat ini berbeda. Perbedaan penggunaan pada saat ini, yakni kata cerai atau bercerai identik atau khusus digunakan oleh orang yang sudah memiliki status suami istri, namun berpisah daam arti keduanya tidak lagi menyandang sebagai suami istri. Kata cerai pada saat ini memiliki makna yang lebih menyempit, hanya dikhususkan penggunaanya. Penggunaan kata cerai pada saat ini memiliki arti berpisah sebagai pasangan suami istri. Hal demikian digunakan dalam novel Petir dan Cerita Pendek di atas dalam penggunaannya pada kata cerai.
2.c. Penyempitan makna pada kata untung Kata untung dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson, memeiliki arti fate; destiny; common lot; one‟s portion, whether happy or the reverse; luck in the ordinary way of things, in contr. to tuah or unexpected luck. Keuntongan, u. nasib, profit, yes, luc, no,-said of the man who has merited his good fortune. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008, edisi ke IV, untung memiliki arti 1 sesuatu (keadaan) yg telah digariskan oleh Tuhan Yang MahaKuasa bagi perjalanan hidup seseorang; 2 a mujur; bahagia; 3 n laba yg diperoleh dl berdagang dsb; 4 n guna; manfaat; faedah.
65
Secara leksikal, pada kata untung tidak ada pebedaan arti yang signifikan di dalam Kamus Malay-Englis Dictionary, dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia IV. Kata untung memiliki sedikit perbedaan. Jika pada kamus awal disebutkan bahwa untung adalah nasib, bahagia, mujur, tidak celaka, manfaat, guna, atau lain sebagainya yang mengarah kepada sesuatu hal yangbaik, maka sedikit berbeda dengan arti untung di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia IV yang menyatakan bahwa, untung merupakan sesuatu yang digariskan oleh Tuhan Yang MahaKuasa. Garis kehidupan tersebut bisa saja nasib baik atau nasib yang kurang baik. Penggunaan kata untung pada novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar, terlihat pada kutipan sebagai berikut: “Itu tidak benar. Aku tinggal, hidup dengan untungku, Aminu’ddin tak melihatku, tiada mendengar suaraku lagi, sebab tuan sudah jauh, tentu tuan melupakan aku lambat launnya …”. Dalam konteks ini di atas, Mariamin hanya mampu menahan untungnya sendiri, yakni kedukaannya sendiri setelah ditinggal pergi oleh kekasihnya, Aminu‟ddin untuk merantau ke Medan. Kepergiannyalah yang membuat hari-hari Mariamin bertambah sedih. Penggunaan kata untung pada kutipan novel Azab dan Sengsara kata untung dipergunakan untuk menyebutkan nasib Mariamin yang sedang susah atau nasib buruk yang menimpanya. Berbeda lagi dengan perubahan makna pada masa sekarang yang lebih mengkhususkan penggunaan kata untung pada nasib keberuntungan atau nasib baik. Berikut kutipan novel tahun 2000-an yang memuat kata untung. “Untung nama kamu bukan Voltasia . . . atau Sri Sekring …” Kutipan tersebut tergambar saat Elektra meledek Wati. Etra selalu keki dengan yang bernama Napoleon, sampai-sampai menjurus ke arah ejek-mengejek nama masing-masing. Penggunaan kata untung pada saat sekarang lebih spesifik lagi atau lebih berdasarkan kepada keuntungan, keberuntungan, mujur atau nasib yang baik. Penggunaan kata untung menjadi memiliki perubahan makna menyempit pada
66
penggunaannya pada saat sekarang, terlihat pada penggunaannya di dalam novel Petir. Dalam novel Petir, kata untung tidak digunakan untuk menyebutkan keadaan yang duka, seperti yang sudah dicontohkan di dalam novel Azab dan Sengsara.
2.d. Penyempitan makna pada kata gedung
Pengertian kata gedung dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson yakni Godown, gadong. Etym. and in Java and Johore: stone building, in contr. to the usual
kampong-house of wood or wicker. In Malaya, of
warehonses (better gudang); in Sumatra, of European houses. G. gebernur: Government House. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia IV, gedung merupakan 1 bangunan tembok dsb yg berukuran besar sbg tempet kegiatan, spt perkantoran, pertemuan, perniagaan, pertunjukan, olahraga, dsb; 2 rumah tembok yg berukuran besar. Penggunaan kata gedung pada novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar terlihat pada kutipan di bawah ini: “Dahulu tinggal di gedung besar, sekarang dalam pondok kecil dan bambu”. Kutipan pada novel Azab dan Sengsara tersebut mengisahkan kehidupan Mariamin yang berubah miskin sepeninggal ayahnya yang gila harta. Dahulu Mariamin adalah anak dari orang yang terpandang di kampungnya. Namun, sejak ayah Mariamin meninggl dunia sebab sakit yang diderita karena terus-menerus tamak dengan hartanya. Sejak itulah mariamin tidak tinggal lagi di rumah yang tergolong besar dan bagus. Kali ini Mariamin, ibu dan adiknya tinggal di pondok kecil di dekat tepi sungai. Penggunaan kata gedung pada kutipan tersebut, yakni menggambarkan kondisi rumah Mariamin pada saat keluarganya masih kaya raya. Rumah yang disebut gedung itu merupakan rumah besar dan bagus, masuk ke dalam kategori rumah orang yang berada.
67
Arti dalam Kamus Malay-English R.J Wilklinson, kata gedung mempunyai arti rumah besar berdinding batu, bangun-bangunan, gudang. Namun, pada saat sekarang penggunaan kata gedung dikhususkan kepada bangunan tinggi atau tempat berbagai aktivitas seperti perkantoran. Sesuai pada arti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-IV tahun 2008, yakni 1 bangunan tembok dsb yg berukuran besar sbg tempet kegiatan, spt perkantoran, pertemuan, perniagaan, pertunjukan, olahraga, dsb; 2 rumah tembok yg berukuran besar. Dalam kamus tersebut, kata gedung memiliki penambahan arti yang sesuai diguakan pada saat ini, yakni bangunan besar sebagai tempat kegiatan berlangsung, seperti perkantoran, pertemuan, perniagaan, pertunjukan, olahraga dan sebagainya. Kutipan penggunaan kata gedung tersebut terdapat pada salah satu novel yang terbit pada tahun 2004, yakni: Perkawinan eketrisnya itu terjadi ketika Dedi sedang mengerjakan instalsi listrik untuk proyek gedung bank terbesar di bandung. Penggunaan kata gedung pada novel Petir lebih khusus digunakan untuk menunjukkan tempat yang memiliki bangunan besar sebagai tempat kegiatan berlangsung, seperti perkantoran, pertemuan, perniagaan, pertunjukan, olahraga. Dengan demikian, penggunaan kata gedung pada saat ini merujuk kepada bangunan koko, tinggi, tempat orang melakukan kegiatan berkantor, dan sebagainya. Berbeda dengan penggunaannya pada waktu lampau yang sudah diwakili dengan kutipan penggunaan kata gedung untuk menyebut bangunan yang terbuat dari batu bata namun tidak seperti bangunan gedung pada saat ini. Dapat disimpulkan bahwa kata gedung memiliki perubahan makna menyempit, yakni lebih dikhususkan atau lebih dibatasi penggunaannya saat ini daripada penggunaannya di waktu lampau.
2.e. Penyempitan makna pada kata cemburu Pengertian kata cemburu dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson memiliki arti suspicion; esp. jealous suspicion. Etym., of misgivings generally, mistrust, usually of conjugal jealousy, of a wife‟s suspicions. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008 edisi ke IV,
68
cemburu memiliki arti 1 merasa tidak atau kurang senang melihat orang lain beruntung dsb; sirik; iri; 2 kurang percaya; curiga. Secara leksikal, tidak ada perbedaan yang signifikan antara arti cemburu pada kamus Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S Poerwadarminta, 1953) dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia IV. Namun perubahan makna bisa terjadi pada konteks sebuah kalimat. Seperti penggunaan kata cemburu dalam novel Azab dan Sengsara dengan novel Gadis Pantai di bawah ini. Penggunaan kata cemburu pada novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar terlihat pada kutipan pada halaman 27, 42 dan 84 sebagai berikut: “Ia disukai oleh kawan-kawannya, seorang pun tiada yang menaruh cemburu.”, “ Perempuan itu pun tiada bersenang hati, karena hati yang cemburu sudah acap kali timbul dalam pikirannya. kepadanya, lagi pula taka da jalan bagi temannya akan membencinya”, “Hati cemburu, loba, tamak, dengki, dan khizit, sekaliannya itu sudah berurat berakar dalam darahnya; itulah yang akan merusakkan diri Sutan Baringin.” Kutipan pada novel Azab dan Sengsara pada halaman 27 menggunakan kata cemburu untuk menyebut iri hati. Pada konteks tersebut, Aminu;ddin adalah sosok yang pintar dikelasnya, sedari kecil hingga dewasa teman-temannya tidak pernah memiliki rasa cemburu yang bermakna iri hati ataupun dengki. Penggunaan cemburu juga terdapat pada halaman 42 yang mengisahkan seorang perempuan yang merasa cemburu dalam arti iri hati dan dengki kepada laki-laki yang memiliki pendapatan lebih banyak daripada dirinya. Penggunaan kata cemburu sebagai arti iri hati atau tidak suka akan sesuatu juga ditunjukan untuk menggambarkan sosok ayah Mariamin, yakni Sutan Baringin yang memiliki sifat dengki, iri hati, tamak dan sebagainya. Berbeda dengan penggunaan kata cemburu pada ketiga kutipan di atas, kata cemburu pada penggunaannya saat ini memiliki makna yang menyempit, yakni biasanya hanya ditujukan kepada laki-laki atau perempuan yang merasa iri, khawatir akan lawan jenis disebabkan menaruh rasa suka atau cinta, seperti kutipan pada novel Jealous di bawah ini: “Jangan cemburu ya?” “Nggak. Mau ambil juga boleh,” kataku asal.
69
Jadi jika dibandingkan dengan penggunaannya pada masa lampau, kata cemburu memiliki pergeseran makna menjadi menyempit atau khusus kepada penggunaan tertentu saja, yakni kepada lawan jenis karena menaruh rasa suka atau cinta.
2.f. Penyempitan makna pada kata pondok Pengertian kata pondok dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson, yakni night-shelter. In two senses: In Mal. And Min.: hut, shanty; lean-to; a depreciatory description of one‟s own house; cf. p. darwis (anchorite‟s shelter), p. robek (decaying leaf- shelter); pemondokan yang menjaga (quarters for the watchmen), jika tuan sudi bernaung di-p. aku. In Java and Sp.: a sort of hotel or residential clubhose. Sementara itu, pengertian kata pondok dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008 edisi ke IV, yakni 1 bangunan untuk sementara (spt yg didirikan di ladang, di hutan, dsb); teratak; 2 rumah (sebutan untuk merendahkan diri); 3 bangunan tempat tinggal yg berpetak-petak yg berdinding bilik dan beratap rumbia (untuk tempat tinggal beberapa keluarga); 4 madrasah dan asrama (tempat mengaji, belajar agama Islam). Terdapat sedikit perbedaan pada Kamus Malay-English R.J. Wilklinson dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia IV. Pada kamus awal disebutkan arti pondok berarti sebuah rumah sementara. Arti rumah sementara dapat diartikan sebagai rumah atau tempat tinggal, sedangkan pada Kamus
Besar Bahasa
Indonesia memiliki arti bangunan sementara. Disebutkan sebagai bangunan, bukan rumah. Bangunan yang diidentikkan dengan sebuah bangun yang didirikan hanya untuk sementara dan bukan di lingkungan tempat tinggal, biasanya di sawah atau lading. Dari kedua arti kamus di atas, dapat terlihat ada sedikit arti yang berbeda. Hal tersebut memungkinkan pula perbedaannya pada penggunaan dalam sebuah kalimat. Berikut ini merupakan penggunaan kata pondok pada novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar. “Lama lagi hujan akan turun, barangkali nanti malam. Bagaimanapun lekasnya, saya sempat lagi menyiapkan pekerjaanku yang terbengkalai ini, tak
70
banyak lagi,“ jawab Mariamin. Dan dengan suara yang ramah ia berkata pula , “Barangkali angkang bosan menunggu saya, eloklah angkang pergi duduk-duduk ke pondok itu!”. Dan terlihat penggunaan kata pondok pada novel yang lahir pada tahun 2004, Ayat-ayat Cinta sebagai berikut: “Wajahnya kulihat pucat. Aku merasa kasihan juga melihatnya. Kalau dia sampai malu, dan pulang masih lapar padahal baru saja dari restauran besar, apa tidak kasihan. Aku jadi tringat dengan cerita teman satu pondok dulu.” Penggunaan kata pondok dalam novel Azab dan Sengsara pada halaman 37 memiliki arti rumah kecil atau gubuk kecil yang ada di sawah. Dalam konteksnya, Mariamin pempersilakan Aminu‟ddin untuk menunggu dirinya sambil dudukduduk di sebuah pondok (biasanya sebagai tempat orang beristirahat di sawah). Berbeda dengan arti dalam novel Azab dan Sengsara, penggunaan kata pondok dalam novel Ayat-ayat Cinta memiliki arti sebagai tempat menuntut ilmu. Penggunaan kata pondok pada masa sekarang memiliki makna yang lebih sempit dari sebelumnya. Biasanya penggunaan kata pondok memiliki arti tempat tinggal sementara, gubuk dan sebagainya, namun pada waktu sekarang, penggunaan kata pondok
lebih banyak menunjuk kepada tempat-tempat untuk menuntut ilmu
agama Islam. Perubahan makna pada kata pondok memiliki cakupan yang lebih kecil dibandingkan dengan pemaknaan yang sebelumnya. Perubaahan inilah yang dinamakan perubahan makna. 3. Ameliorasi Ameliorasi adalah perubahan makna yang memiliki perubahan pada nilai makna yang dianggap buruk menjadi nilai makna yang dianggap lebih baik.
3.a. Ameliorasi yang terjadi pada kata janda Pengertian kata janda dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson, memiliki arti randa (widower), sund randa (widow) Woman previously married but now husbandless, widow or a divorcees and hot honorific.
71
J. berhias: wedding-diess janda, janda who has never borne
children and is
entiled to modified bridal dress should she marry again (kawin j. berhias). See also randa, raugda. Sementara itu, kata janda dalam Kamus
Besar Bahasa
Indonesia tahun 2008 edisi ke IV memiliki arti wanita yg tidak bersuami lagi krn bercerai ataupun krn ditinggal mati suaminya. Secara leksikal, pada kata janda tidak ada pebedaan arti yang signifikan di dalam Kamus Malay-English R.J. Wilklinson
dengan Kamus Besar Bahasa
Indonesia IV. Kata janda sama-sama memiliki arti sebagai orang yang bercerai, tidak bersuami. Hanya saja perbedaannya terletak pada konteks penggunaannya di novel Azab dan Sengsara dengan novel Sabtu Bersama Bapak. Pada novel Azab dan Sengsara, penggunaan kata janda terlihat pada kutipan berikut ini: “Seorang perempuan janda pekerjaannya menjadi koki dalam rumah seorang Eropa di Jakarta. Perempuan itu ada mempunyai seorang anak pekerjaannya menjadi penjaga anak tuannya yang masih kecil. Setelah di anak berusia lima belas tahun, datanglah seorang muda meminta dia akan jadi bininya. Si ibu pun menyampaikan permintaan orang itu kepada anaknya itu” Sementara itu, pada novel Sabtu Bersama Bapak terdapat pada kutipan di bawah ini: “Ibu Itje duduk di bangku taman, di samping rumahnya, ditemani secangkir teh panas. Sekilas, banyak yang akan bertanya bagaimana seorang janda beranak dua yang tidak pernah menikah lagi, dapat tinggal di lingkungan seperti ini. Karena memang harus diakui, ini bukan lingkungan yang terjangkau oleh banyak kalangan”. Penggunaan kata janda pada novel Azab dan Sengsara halaman 60, ibu Mariamin berusah memberikan gambaran mengenai ketakutan seorang ibu yang sudah tidak lagi bersuami, namun harus tetap bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya dan mencarikan laki-laki yang bisa mengangkat Mariamin dari kemiskinan agar tidak seperti dirinya. Ibu Mariamin menanyakan kesediaan Mariamin untuk menikah dengan laki-laki kaya raya itu, namun Mariamin berusaha menolaknya, ia tidak mau berpisah dengan ibunya.
72
Kata Janda pada kutipan tersebut menggambarkan sosok perempuan yang tidak lagi memiliki daya setelah suaminya meninggal dunia atau karena ditinggal pergi oleh suaminya. Janda pada novel Azab dan Sengsara menggambarkan perempuan yang tidak banyak melakukan sesuatu atau kegiatan di luar rumah sepeninggal suaminya. Ia harus menjaga dirinya sendiri, karena janda rawan oleh omongan masyarakat, sehingga mudah mendapat pandangan yang negatif. Berbeda dengan kata janda yang ada dalam novel Azab dan Sengsara, kata janda yang ada dalam novel Sabtu Bersama Bapak yang terdapat pada halaman 27 menggambarkan sosok perempuan yang modern, mampu membiayai hidupnya sendiri tanpa kekurangan. Sosoknya pun dianggap menjadi sosok yang mandiri dan produktif. Terlihat perbedaan yang sangat mencolok dari makna kata janda pada kedua novel tersebut. Kata janda pada waktu sekarang memiliki nilai emotif sebagai perempuan yang mandiri, produktif, tidak bergantung kepada laki-laki, mampu mengikuti perkembangan zaman dan menjaga keluarganya sendiri walaupun sudah berpisah atau ditinggal pergi oleh suaminya, sehingga banyak perempuan yang sudah tidak lagi bersuami yang mampu berdiri sendiri disebut dengan istilah „Wonder Woman’. Kata janda pada waktu sekarang memiliki nilai ke arah positif daripada kata janda pada sebelumnya. Sosoknya pada anggapan masyarakat memiliki tingkat atau level yang lebih tinggi daripada kata janda sebelumnya. Jadi dapat disimpulkan, kata janda memiliki nilai emotif ke arah positif dari sebelumnya.
4. Peyorasi Peyorasi merupakan gejala perubahan makna kata yang pada penggunaannya lebih memiliki nilai emotif yang dinilai mengacu ke arah negatif. Di bawah ini ditemukan data yang memiliki penyempitan makna, di antaranya:
4.a. Perubahan makna peyorasi pada kata mati Kata mati dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson memiliki arti death; extinction; to perish. In various senses, m. modar. To die idly or unavenged. M., beragan: to die without visible cause of death., Figuratively.
73
Belanja m: fixed allowance., Miscellaneous. M. di-bunoh. Destined to come to a bad end. Sementara itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mati memiliki arti 1 sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi; 2 tidak bernyawa; 3 tidak berair; 4 tidak berasa lagi; 5 padam; 6 tidak terus; 7 tidak dapat berubah lagi; 8 sudah tidak digunakan lagi; 9 ki tidak ada gerak atau kegiatan, spt bubar; 10 diam atau berhenti (tt angina dsb); 11 tidak ramai;12 tidak bergerak. Secara leksikal, pada kata mati tidak ada pebedaan arti di dalam Kamus Malay-English R.J. Wilklinson dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia IV. Kata mati sama-sama memiliki arti sebagai orang yang sudah tidak bernyawa, tidak hidup lagi, tidak berfungsi lagi, dan lain sebagainya. Penggunaan kata mati pun digunakan sebagaimana mestinya pada sebuah konteks dalam novel. Hanya saja, kata mati sudah tidak lagi memiliki nilai yang baik jika digunakan untuk menyebut manusia yang meninggal dunia. Nilai yang terkandung dalam kata mati pada saat ini jika digunakan untuk menyebutkan manusia yang meninggal dunia, maka nilai tersbut menjadi berubah kea rah yang lebih buruk karena seiring berkembangnya pola pikir, budaya dan kesantunaan masyarakat, masyarakat lebih bisa menempatkan penggunaan kata mati tersebut hanya untuk hal-hal yang dianggap „lumrah‟ digunakan pada saat ini, yakni hanya untuk menyebut keadaan tidak bernyawa binatag atau ketidakberfungsian benda. Penggunaan kata mati yang masih memiliki anggapan bernilai baik terlihat dalam kutipan novel Azab dan Sengsara halaman 19, yakni: “Jika sekiranya saya mati, apatah jadinya biji mataku kedua ini? Benar ada lagi saudaranya mendiang bapaknya, tetapi tahulah saya, bagaimana kebiasaan manusia di dunia ini.” Penggunaan kata mati pada novel Azab dan Sengsara
halaman 19,
terdapat penggunaan kata mati yang dipakai pada saat ibu Mariamin yang sedang sakit dan megkhawatirkan kedua anaknya jika dirinnya meninggal dunia. Pengggunaa kata mati dalam konteks ini bermakna meninggal dunia pada manusia. Namun penggunaan kata mati yang ditujukan pada manusia pada masa sekarang memiliki makna yang kasar, atau mati pada penggunaanya pada saat ini
74
hanya ditujukan kepada selain manusia. Berikut kutipan novel yang terbit pada tahun 2004 yang menggunakan kata mati. Jawaban Maria membuat aku dan Aisha kaget bukan main. Dari mana dia tiba-tiba dapat kekuatan untuk berkata seperti itu dan sejelas itu? Apakah dia akan mati? Tanyaku dalam hati. Dari contoh di atas, penggunaan kata mati pada saat ini mengalami penghalusan makna menjadi meninggal dunia (pada manusia), sehingga kata mati tidak lagi memiliki kepantasan dalam penyebutan bagi orang yang meninggal dunia. Dalam pengertiannya, tidak jauh berbeda pengertian kata mati di antara kedua kamus, hanya saja penggunaan kata mati pada saat ini tidak lagi memiliki makna yang positif jika disandingkan untuk menyebut orang atau manusia. Kata mati memiliki makna yang lebih negative atau buruk dari pada penggunaannya pada waktu lampau.
4.b. Perubahan makna peyorasi pada kata belanja Kata belanja dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson memiliki arti Outlay; disbursement; expenditure; (politely) salary. Actual expenses: orang berbini berbelanja (marriage nieans maintenance); biarlah hilang b. hamba (let me cut my losses). Euphemism for gift: b. dapur, b. hangus (contribution by bridegroom‟s family to cost of wedding festivities). Euphemism for fee or salary; b. bidsn (widwife‟s fee); b. mati (fixed salary); kesempitan b. (limited means). Pengertian belanja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008 edisi ke IV, adalah 1 uang yg dikeluarkan untuk suatu keperluan; ongkos; biaya; 2 uang yg dipakai untuk keperluan sehari-hari (rutin); 3 upah; gaji. Pengertian pada kedua kamus di atas tidak memiliki arti yang jauh berbeda. Pada Kamus Malay-English R.J. Wilklinson, kata belanja juga memiliki arti biaya, ongkos. Hanya saja, penggunaan kata belanja saat ini sudah memiliki makna ke nilai yang kurang baik, walau tidak terjadi pada penggunaan keseluruhan kata belanja. Penggunaan kata Belanja pada saat ini lebih memfokuskan arti kepada kebutuhan yang dibeli bukan pada porsi kebutuhan primer. Berbeda dengan penggunaannya pada waktu lampau, kata belanja pada
75
saat itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan primer, seperti kebutuhan pokok atau hal yang mendesark lainnya, sedangkan pada penggunaannya saat ini tidak lagi difokuskan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau kebutuhan yang mendesak. Penggunaan kata belanja pada novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar terlihat pada kutipan berikut ini: “Boleh jadi ia beroleh pengecara yang pandai di sana. Akan belanja dalam perjalanan yang sejauh itu sudah tentu berguna uang beratusratus pula, ya beribu-ribu lagi, asal ada, sudah tentu pokrol harus diberi upah yang cukup, di jalan pun naik kereta saja”. Kutipan penggunaan kata belanja pada novel Azab dan Sengsara halaman 97 memiliki arti suatu kebutuhan yang diperlukan oleh ayah Mariamin yang hendak pergi ke kota untuk mendapatkan kemenangan atas harta keluarga melalui jalan pengadilan. Perbedaan konteks penggunaan terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta melalui kutipan berikut ini: “Dua hari menjelang keberangkatan ke Alexandria, kami belanja ke Attaba”. Penggunaan kata belanja pada novel Ayat-ayat Cinta memiliki kepentingan yang berbeda dengan penggunaan kata belanja
pada Azab dan
Sengsara. Hal tersebut digambarkan pada novel yang lahir tahun 2004, yakni Ayat-ayat Cinta, kata belanja memiliki makna yang bukan pemenuhan kebutuhan prier lagi, melainkan kebutuhan sekunder bahkan terisier. Jika dibandingkan dengan penggunaannya pada novel Azab dan Sengsara yang memiliki kondisi kesusahan dalam pemenuhan kebutuhan, berbeda halnya pada penggunaan masa sekarang. Penggunaan kata belanja sekarang ini memiliki arti yang leboh condong ke arah negative karena sifat masyarakat yang kebanyakan memiliki sifat konsumtif sehingga kata belanja pada saat ini lebih bermakna membeli barangbarang kesukaan, bukan lagi membeli keperluan yang dibutuhkan sehari-hari.
4.c. Perubahan makna peyorasi pada kata payah
76
Kata payah dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson memiliki arti difficult (of work); serious (of illness); hard (of time). Kepayahan: difficulties; l‟overty. Sakit p.: serious illness. Sementara itu, pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008, edisi ke IV adalah 1 lelah; penat; 2 sukar; susah; 3 dl kesulitan; 4 sangat atau berat (tt sakit); 5 usah. Jika dilihat dari kedua kamus di atas, kata payah masing-masing memiliki arti denotatif yang sama, yakni sebagai suatu kesukaran atau ketidakmampuan seseorang itu melakukan sesuatu atau pekerjaan berat. Namun, kata payah pada penggunaannya saat ini memiliki nilai yang dianggap negatif, bahkan menjadi sebuah ejekan. Hal tersbut dapat dibedakan dalam pada penggunaan kata payah dalam novel Azab dan Sengsara dan novel Perahu Kertas. Pada novel Azab dan Sengsara terlihat pada kutipan “Sudahkan tertidur Aminu’ddin?” tanya suaminya, setelah sejurus panjang lamanya ia termenung. “Adinda rasa sudah,” sahut istrinya. “Tadi sesudah makan, ia terus ke kamarnya, karena ia sudah payah benar bekerja sehari ini”. Sedangkan pada novel Perahu Kertas, kata payah ditunjukkan pada kutipan berikut ini: “Dasar anak gila!” “Kurang ajar lagi ….” “Iya! Kurang ajar!” “Gimana sih, gua. Payah banget.” Noni tiba-tiba tertawa. “Kok lu jadi marahin diri lu sendiri!” Kata payah dalam novel Azab dan Sengsara pada halaman 28 mempunyai arti kelelahan atau letih. Dalam penggunaannya, kata payah dimaksudnya untuk menunjukkan hasil dari perbuatan atau kondisi seseorang dalam keadaan sudah tidak sanggup. Seperti pada kutipan berikut: “Sudahkan tertidur Aminu’ddin?” tanya suaminya, setelah sejurus panjang lamanya ia termenung. “Adinda rasa sudah,” sahut istrinya. “Tadi sesudah makan, ia terus ke kamarnya, karena ia sudah payah benar bekerja sehari ini.” Dalam novel halaman 28 tersebut, kata payah terlontar dari perkataan ibunda Aminu‟ddin kepada suaminya yang menanyakan perihal Aminu‟ddin.
77
Aminu‟ddin yang seharian bekerja merasa payah atau merasa lelah sehingga sepulang dari ia bekerja, dilanjutkan makan dan pergi menuju kamarnya. Penggunaan payah dalam kutipan tersebut memiliki makna yang berupa kondisi seseorang yang sedng merasa lelah atau penggambaran kondiri seseorang atau ketidakmampuan seseorang yang memiliki nilai positif. Berbeda dengan penggunaan pada, novel Azab dan Sengsara, pada kutipan novel yang lahir pada tahun 2000-an, salah satunya, yakni novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari, kata payah digunakan dalam arti yang berbeda. “Dasar anak gila!” “Kurang ajar lagi ….” “Iya! Kurang ajar!” “Gimana sih, gua. Payah banget.” Noni tiba-tiba tertawa. “Kok lu jadi marahin diri lu sendiri!” Dalam kutipan novel Perahu kertas halaman 7 tersebut, kata payah digunakan untuk menggambarkan sebuah kondisi dalam nilai yang lebih negatif. Kata payah digunakan untuk menyebut seseorang yang dianggap tidak mampu dalam melakukan sesuatu atau sebagai celaan bagi seseorang yang dianggap tidak bisa diandalkan. Penggunaan kata payah ditujukan oleh Kugy untuk dirinya sendiri untuk membalas perkataan Noni sahabatnya yang menyebut dirinya „anak kurang ajar‟ karena telah membuat Noni melalukan banyak hal. Jawaban Kugy saat menyebut kata payah untuk mencemooh dirinya sendiri. Dari contoh penggunaan kata payah pada kedua novel di atas memiliki perubahan makna yang memiliki nilai emotif ke arah negatife karena kata payah tidak digunakan untuk menyebut peristiwa dan keadaan sesorang yang sedang dalam kondisi kesusahan. Tetapi kata payah pada novel tahun 2000-an memiliki makna emotif menuju ke arah yang negatif, yakni biasa disebutkan untuk merendahkan dirinya atau orang lain yang tidak sanggup melakukan suatu kegiatan. Penggunaan kata payah pada kutipan novel Perahu Kertas, merupakan salah satu contoh dari penggunaan kata payah yang ditujukan untuk cemoohan kepada seseorang dengan intonasi tertentu. Penggunaan intonasi saat menyebut
78
kata payah juga bisa membedakan keadaan seseoran saat menyebutnya, dalam keadaan marah, ejekan atau candaan. Perubahan makna yang terjadi pada kata payah bisa disebabkan oleh kebutuhan bahasa untuk mengungkapkan suatu keadaan atau paristiwa yang dihadapai. Kebutuhan bahasa inilah yang secara sedikit demi sedikit mampu menggeser makna yang semula terkandung oleh suatu kata.
4.d Perubahan makna peyorasi pada kata laki Kata laki dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson laki: Husband. Less respectful than suami. L. bini: husband and wife; male and female; married pair. Berlaki: to take a husband. Sama arti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008 edisi ke IV, yakni 1 kas suami (imbangi bini); 2 pria; Secara leksikal, pada kata laki tidak ada pebedaan arti yang signifikan di dalam Kamus Malay-English, R.J. Wilklinson dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia IV, sama-sama memfokuskan pengertiannya pada arti suami atau pendamping istri. Kata laki sebagai suami. Ada sedikit perbedaan dengan Kamus Malay-English, R.J. Wilklinson, pada Kamus Besar Bahasa Indonesia IV, ada penambahan arti pria, yang pada saat ini banyak digunakan untuk menyebutkan identitasa atau sifat dari laki-laki itu seniri. Penggunaaan kata laki pada novel Azab dan Sengsara terlihat pada kutipan berikut: Kawin artinya si laki mengambil perempuan, sebab ia perlu kepadanya. Sementara itu, pada novel Sabtu Bersama Bapak, penggunaan kata laki terlihat pada kutipan berikut: “For your information, rumah kurang rapi karena ya, namanya juga ada tiga anak. Laki semua. Duh tambahan lagi, saya kan juga bekerja di rumah.” Si laki dalam novel Azab dan Sengsara, penulis bermaksud untuk menjelaskan bahwa seorang suami harus menafkahi perempuan yang ia nikahi, karena ia juga membutuhkan keberadaan seorang istri untuk merawat dan
79
menyiapkan segala kebutuhan suami. Kata laki dalam novel Azab dan Sengsara ini tidak mengacu kepada laki-laki (lawan kata perempuan), tetapi laki yang bermakna suami. Dalam novel Sabtu Bersama Bapak, kata laki pada halaman 27 pada novel tersebut, arti laki pada novel tersebut bukan arti dari suami, melainkan arti dari sosok laki-laki. Penggunaannya apda novel tahun 2000-an jarang sekali ditemukan. Sehingga kata lagi pada novel-novel di atas tahun 2000-an memiliki arti lain yakni sifat yang dimiliki laki-laki, dan banyak kutipan novel yang menggunakan kata „laki banget‟, karena penggunaannya pada kata sekarang pun memiliki makna yang berbeda atau tangkapan arti yang berbeda oleh masyarakat. Berbeda dengan penggunaannya pada waktu sekarang, kata laki memiliki nilai emotif lebih kasar daripada penggunaan kata suami untuk menyebut laki-laki yang memiliki istri. Kata laki pada masa lampau masih dianggap memiliki nilai emotif yang sesuai dengan penggunaannya pada waktu itu, namun pada masa sekarang kata laki memiliki nilai emotif yang kasar diaripada penggunaannya pada masa lampau sehingga penggunaan kata suami dianggap lebih pantas dan sesuai dengan masa sekarang, khususnya pada penggunaan secara formal. 4.e. Perubahan makna peyorasi pada kata upah Kata upah memiliki arti
dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson,
payment for service rendered; tip; wage; salary. In contr. to
payment for an article used or bought, or relainer for service still to be rendered (penempah). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008 edisi ke IV, upah memiliki arti
1
uang dsb yg dibayarkan sbg pembalas jasa atau sbg
pembayar tenaga yg sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu; gaji; imbalan; 2 ki hasil sebagai akibat (dari suatu perbuatan); risiko. Secara leksikal, pada kata upah tidak ada pebedaan arti yang signifikan di dalam Kamus Malay-English R.J. Wilklinson dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia IV.
Kata upah sama-sama memiliki arti imbalan atau uang yang
diberikan sebagai balasan atas apa yang sudah dikerjakan. Penggunaan kata upah memiliki nilai kepantasan yang berbeda antara penggunaannya pada masa lampau
80
dengan penggunaannya pada saat sekarang, Penggunaan tersebut dapat terlihat dari kutipan novel Azab dan Sengsara, yakni: “Itu semua karena ia mendengar hasutan orang yang hendak mencelakakan dia, karena orang itu hendak mencari upah daripadanya” Dan pada novel Perahu Kertas berikut: “Setelah bayangan Ami menjauh, Keenan melepaskan genggamannya. “Sebagai upah kamu ngilang, hari ini saya mau seharian booking kamu.” Kutipan yang memuat kata upah dalam novel Azab dan Sengsara pada halaman 31, memiliki arti bayaran yang diberikan sesorang yang diminta untuk membantu. Pada penggunaan dalam novel tersebut Sutan Baringin, yakni ayahanda Mariamin memiliki hasrat untuk memenangkan harata dalam keluarganya sehingga ia harus banyak mengeluarkan upah untuk orang –orang yang sengaja menjebaknya dengan dalih ingin membantunya. Dalam hal ini penggunaan kata upah disepakati sebagai kata yang sesuai digunakan untuk memberikan bayaran kepada orang-orang yang membantunya. Berbeda dengan kutipan pada novel yang lahir tahun 2000-an, pada novel Perahu Kertas juga menggunakan kata upah untuk menyebut balasan yang harus diterima karena Kugy menghilang selama sehari penuh, sehingga Keenan berhak memberikan Kugi upah atau balasan yang harus diterima Kugy pada saat itu. Penggunaan kata upah pada kedua novel memiliki nilai emotif yang berbeda. Pada novel Azab dan Sengsara, kata upah tidak memiliki nilai emotif yang kasar. Nilai emotif yang terdapat pada kata upah dalam novel Azab dan Sengsara sesuai dengan penggunaannya pada masa lampau. Berbeda dengan novel Azab dan Sengsara, penggunaan kata upah terdapat dalam novel Perahu Kertas yang jika dibandingkan pemaknaannya, makna kata upah pada waktu sekarang memiliki nilai emotif yang kasar, sehingga kata upah diganti dengan kata lain yang sesuai dengan nilai rasa dalam sebuah konteks, misalnya gaji. Sehingga kata gaji dianggap lebih pantas menggantikan kata upah pada masa sekarang.
4.f. Perubahan makna peyorasi pada kata bini
81
Kata bini dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson, memiliki artiife (less courteous than isteri); anal: b., family, berbini, to be married; berbinikan, to marry, to take to wife. Arti yang sama juga ditunjukkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008 edisi ke IV, yakni perempuan yg menjadi pasangan sah dr seorang laki-laki; istri. Secara leksikal, pada kata bini tidak ada pebedaan arti yang signifikan di dalam Kamus Malay-English R.J. Wilklinson dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia IV. Kata bini sama-sama memiliki arti sebagai lawan dari suami, atau perempuan pasangan dari suami. Penggunaan kata bini juga secara kontektual, sama-sama berperan sebagai istri dari suami. Yang membedakannya hanyalah nilai rasa atau kepantasan yang ada dalam konteks yang digunakan pada saat sekarang memeiliki perubahan nilai rasa menjadi lebih kea rah negatif atau kurang memiliki etika kesopanan, khususnya digunakan dalam acara formal. Sebagai contoh, penggunaan tersebut terlihat dalam kutipan novel Azab dan Sengsara halaman 42, di bawah ini: “Orang tua laki-laki itu bekerja tiada akan mencari nafkahnya sendiri, tetapi anak dan bininya harus pula diberinya makan. Oleh sebab itu terpaksalah ia memikul beban yang lebih berat , supaya ia lebih banyak beroleh uang, dan kalau ia tiada kuat, apakah jadinya anak bininya?” Kata yang sama juga ditunjukkan dalam novel Lelaki Laut yang lahir pada tahun 2010, yakni sebgai berikut: “…. Mah ndak sempat punya pegangan. Duit segini abis dibagi-bagi buat bayar utang, beli pakaian anak, ama simpenan bini.” Kata Bang Sarman. Penggunaan kata bini pada novel Azab dan Sengsara halaman 42 memiliki arti seorang istri, pasangan dari suami. Penggunaan kata bini pada novel Lelaki Laut pun mempunyai arti yang sama, yakni seorang istri, pasangan dari suami. Nilai emotif pada kata bini pada masa lampau berbeda dengan penggunaan pada masa sekarang. Pada masa sekarang, kata bini memiliki nilai emotif yang lebih kasar dibandingkan dengan penggunaan pada waktu lampau. Penggunaan kata bini pada waktu sekarang sudah jarang digunakan oleh masyarakat yang berasal dari luar Betawi. Apalagi dalam situasi formal, kata bini tidak dipergunakan.
82
4.g. Perubahan makna peyorasi pada kata kawin Kata kawin dalam Malay-English Dictionary 1959, R. J. Wilklinson, memiliki arti Marriage, wedlock. Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008 edisi ke IV, kata kawin memiliki arti 1 v membentuk keluarga dengan lawan jenis; bersuami atau berisri; menikah; 2 v melakukan hubungan kelamin; berkelamin (untuk hewan); 3 v cak bersetubuh; 4 n perkawinan. Dari arti yang terdapat dalam masing-masing kamus, kawin dalam kamus pertama diartikan sebagai pernikahan, sedangkan pada kamus kedua, kata kawin diartikan sebagai menikah dan sebutan berkelamin untuk hewan, juga bersetubuh untuk manusia. Dari pengertian di atas, kata kawin saat ini memiliki arti berhubungan kelamin untuk hewan dan bersetubuh untuk manusia. Maka, penggunaan kawin pada waktu lampau dengan sekarang, kurang cocok jika penyebutan kata kawin dimaksudkan untuk sebuah pernikahan manusia. Kata kawin bukan lagi diprioritaskan sebagai pernikahan seperti penggunaannya pada waktu yang lampau. Penggunaan itu terlihat pada novel Azab dan Sengsara pada halaman 59 di bawah ini: “Itulah sebabnya, maka ibunya lekas mengambil anak dara untuk jadi istri anaknya itu. Lagi pula kalau anaknya itu sudah kawin, tentu hatinya lekas tua dan perangainya berubah menjdai baik” Penggunannya juga dapat dilihat pula pada kutipan pada novel perahu Perahu Kertas dan Ayat-ayat Cinta, yakni” “Emang! Kadang-kadang mendingan ng-date pake sepeda kumbang daripada flat kuning itu. Lebih sering si Fuad mogok daripada si kombi kawin.”, “Hai Fahri kapan rencanamu kawin? Kenapa tidak kau tuli sdalam peta hidupmu?”. Penggunaan kata kawin pada novel Azab dan Sengsara halaman 59 menujuk pada Sutan Baringin yang akan disegerakan menikah dengan Nuria (perempuan yang melahirkan Mariamin setelah berkeluarga dengan Sutan Baringin. Pada novel Perahu Kertas, kata kawin ditujukan untuk benda. Dan pada novel Ayat-
83
ayat Cinta, kata kawin dikeluarkan dari mulut Maria saat dirinya belum memperhatikan target Fahri dalam hidupnya yang ia kira tidak memikirkan soal perkawinan. Penggunaan kata kawin pada novel Azab dan Sengsara tidaklah memiliki nilai emotif yang kasar, tetapi pada penggunaannya saat ini atau pada novel-novel yang lahir pada pada tahun 2000-an misalnya, hal tersebut memiliki nilai emotif yang lebih kasar. Kata kawin pada saat sekarang dan pada penggunaan dalam novel 2000-an khususnya memiliki nilai omotif yang berbeda jika terdapat penggunaan kata kawin daripada kata nikah atau menikah. Dalam situasi formal, kata kawin tidak digunakan. Kata kawin tidak pula digunakan untuk menyebut orang yang menikah, tetapi khususnya sebagai penyebutan untuk binatang yang melakukan „kawin’. Dari contoh-contoh yang sudah dipaparkan di atas, dapat diketahui perubahan makna meluas, menyempit, ameliorasi, dan peyorasi yang ada dalam sebuah novel pada penggunaannya di waktu lampau dan masa sekarang yang terlihat perubahan maknanya pada masa sekarang dibandingkan dengan penggunaanya di waktu lampau. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor yang memengaruhinya, baik perkembangan sosial-budaya, teknologi dan lain sebagainya yang mampu memilih kata-kata yang sesuai untuk dapat digunakan pada saat sekarang, khususnya penggunaan dalam wilayah formal.
84
I. Implikasi Perubahan Makna dengan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Bahasa merupakan sarana komunikasi yang efektif untuk berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Untuk mencapai komunikasi yang efektif haruslah memiliki pemahaman terhadap bahasa yang dipergunakan. Penggunaan bahasa yang tidak sesuai akan menjadi pemahaman arti yang berbeda pada suatu komunikasi. Pada tulisan, penggunaan bahasa yang tidak sesuai akan membuat tanggapan akan arti yang dimaksudkan menjadi berbeda pemaknaannya. Pada lisan, bisa menjadi gesekan antara penyampai dan penerima dalam suatu komunikasi. Perubahan
makna
dalam
bahasa
atau
dalam
suatu
kata
pada
penggunaannya, memiliki keeratan yang tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan bahasa dari waktu ke waktu. Perubahan makna tidak bisa diabaikan begitu saja dalam penggunannya. Salah satu penerapan penggunaan perubahan makna adalah di dalam aktivitas pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah yang dilakukan oleh guru dengan murid dan sebaliknya. Perubahan makna dapat diterapkan dalam bahasa lisan dan tulis. Bahasa lisan digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi di kelas dengan tetap memperhatikan penggunaan kata yang sesuai dengan makna yang terkandung agar tujuan dari ujaran tersebut dapat diterima dengan baik oleh siswa. Pada bahsa tulisan, siswa dapat menggunakan sebagai pemahaman kepada tingkat yang lebih tinggi sebagai akibat dari perubahan makna yang dipelajari baik pada buku cetak Bahasa Indonesia, karya satra maupun media massa. Pada pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah terdapat keterampilan yang diterapkan, yakni keterampilan mendengarkan, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. dalam pembelajaran bahsa Indonesia, karya satra merupakan salah satu bentuk bahan pengajaran yang efektif dipergunakan dalam melatih keterampilan-keterampilan tersebut. Dalam karya sastra, siswa mampu memahami, mengamati, memberikan pandangan terhadap karya satra yang disajikan. Karya sastra yang disajikan pun beraneka ragam, melalui novel, cerpen, puisi, hikayat dan lain sebagainya.
85
Di dalam silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas XI1 semester ganjil terdapat standar kompetensi membaca untuk mencari kata yang memiliki perubahan makna pada novel. Dari standar kompetensi tersebut memiliki tujuan agar siswa memahami dan mengetahui perkembangan serta perubahan makna pada bahasa Indonesia serta mampu mengaplikasikan penggunaan bahasa yang sesuai dengan perubahan makna yang terjadi dalam bahasa Indonesia. Perubahan makna yang terdapat pada novel memiliki makna yang berubah sesuai dengan perkembangan zaman, yakni di antaranya adalah Perluasan Makna, Penyempitan Makna, Ameliorasi, Peyorasi. Perubahan makna meluas merupakan perubahan makna yang apada penggunaannya saat ini lebih memiliki ranah yang lebih luas dibandingkan dengan penggunaan sebelumnya. Perubahan makna menyempit merupakan perubahan yang penggunaanya memiliki ranah yang lebih spesifik lagi daripada penggunaan sebelumnya. Ameliorasi atau perubahan makna ke nilai emotif yang lebih positif dan sebaliknya Peyorasi merupakan perubahan makna nilai emotif ke arah negatif. Dengan mempelajari perubahan makna pada karya sastra maupun ilmu pengetahuan lainnya, siswa mampu meluaskan khasanah pengetahuannya dengan tetap mempertahankan tradisi membaca bahkan diharapkan meningkatkan kemampuan membaca dari yang sebelumnya dan menjadikan pengetahuan akan perubahan makna pada kata dapat disesuaikan dengan kebutuhan, situasi maupun perkembangan zaman dan menguatkan proses interaksi dalam bermasyarakat.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap perubahan makna dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar serta implikasinya dengan pembelajaran bahasa dan satra Indonesia di SMA menunjukkan bahwa terdapat perubahan makna perluasan dan penyempitan makna serta ameliorasi dan peyorasi dalam penggunaannya pada novel Azab dan Sengsara dengan penggunaannya pada waktu sekarang. Perubahan makna meluas terjadi pada kata sesat. Perubahan makna menyempit terjadi pada kata cemburu, cerai, gedung, tuan, untung, dan pondok. Perubahan makna bernilai ke arah positif (Ameliorasi) terjadi pada kata janda dan perubahan makna bernilai kea rah negatif (Peyorasi) terjadi pada kata belanja, bini, kawin, laki, upah, mati, payah. Dari hasil analisis tersebut, kata yang paling dominan yang terjadi yakni perubahan makna yang bernilai ke arah negatif (Peyorasi) dan sedikit sekali perbedaannya dengan jumlah kata yang ditemukan pada perubahan makna yang menyempit. Keempat
perubahan
makna
yang
difokuskan
terdapat
dalam
penggambaran atau pendeskripsian pada novel yang ditulis oleh Merari Siregar, percakapan, sehingga novel tersebut dapat dijadikan sebagai sumber belajar pada pembelajaran sastra di sekolah yang tetap bertimbal balik dengan pengajaran bahasa Indonesia, khususnya pada materi ajar perubahan makna. Setelah melalui proses, pemilihan sumber, pencarian data, pengelomokan data, dan proses analisis, terdapat perubahan makna yang wajib diketahui oleh guru dan siwa bahwa perubahan makna yang terjadi pada sebuah bahasa tidak lepas dari perkembangan zaman dan kebutuhan bahasa yang sehari-hari kita temukan. Sehingga materi perubahan makna dapat mempantu semua pihak untuk tetap beriringan, menjaga, dan melestarikan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah bahasa. Dengan menggunakan novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar sebagai sumber belajar, siswa mampu mempelajari, mengamati dan memahami
86
87
perubahan makna yang ada dalam bahasa Indonesia, yang salah satunya bisa dilihat dari sumber karya sastra seperti novel yang lahir jauh sebelum penggunaannya terlibat pada waktu sekarang. Pengetahuan yang didapat, baik sejarah, maupun penggunaan kata mampu menjadi pegangan penggunaan bahasa oleh siswa untuk tetap dalam jalur yang sesuai dengan perubahan makna yang ada pada waktu sekarang.
A. Saran
Berdasarkan simpulan hasil penelitian terhadap perubahan makna dalam novel Azab dan Sengsara Karya Merari Siregar beserta relevansinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA, maka saran yang diperoleh sebagai berikut. 1. Kepada siswa agar dapat memahami, mengamati, dan mengaplikasikan penggunaan
perubahan
makna
yang
sesuai
dalam
situdi
dan
perkembangan bahasa pada waktu sekarang. 2. Kepada para guru untuk selalu menerapkan pemakaian bahasa sesuai dengan makna yang berkembang dan mematuhi kaidah berbahasa. 3. Kepada guru bahasa Indonesia selalu meghadirkan bahan ajar yang lebih variatif atau karya sastra lainnya untuk menambah pengetahuan siswa akan perubahan makna. 4. Kepada peneliti bahasa Indonesia untuk lebih menanjamkan lagi analasis perubahan makna yang ada dalam bahasa Indonesia sesuai dengan proses dari waktu ke waktu untuk memperkaya khasanah pengtahuan dan menumbuhkan cinta terhadap bahasa Indonesia dengan tetap menjaga dan melestarikannya. 5. Kepada pembaca diharapkan dapat mengambil manfaat atas penulisan ini dan mendiskusikan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA Adidarmodjo, Gunawan Wibisono. Renda-renda Bahasa. Bandung: Angkasa, Cet. 10, 1989. Aitchison, Jean. Language Change: Progress or Decay?. Cambridge University Press, 1991. Bloomfield, L. Language. New York, 1933. Campbell, Lyle dan Mauricio J. Mixco. Glossary of Historical Linguistic. Edinburgh University Press, 2007. Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002. Departemen Pendidikan. Buku Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta:Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia IV. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008. Dick, S.C dan J.G Kooij. Ilmu Bahasa Umum. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1994. Djajasudarma, Fatimah: Semantik I Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT Eresco, 1993. Djajasudarma, Fatimah. Semantik 1 Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: PT Refika Aditama, 1999. Djajasudarma, Fatimah. Semantik 2. Bandung: PT Refika Aditama, Cet. 5, 2013. Fatkhan, Muhammad. An Introduction to Linguistics. Jakarta: Penelitian UIN Jakarta & UIN Jakarta Press, 2006. Hadiwidjoyo, m.m. purbo. Kata dan Makna. Bandung: ITB, 1989. Hajar, Ibnu. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan. Jakarta: PT Raja Garfindo Persada, Cet. 1, 1999. Hurford, James R. Semantics A Coursebook. New York: CanbridgeUniversity Press, 1983. Kempson, Ruth M. Teori Semantik. Malang: Airlangga University Press, 1995.
88
89
Keraf, Gorys. Tata Bahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah, Cet. X, 1984. Keraf, Gorys. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Grasindo, 1991. Kushartanti, dkk. Pesona Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007. Lubis, Hamid Hasan. Glosarium Bahasa dan Sastra. Bandung:Angkasa, 1994. Lyons, John. Pengantar Teori Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995. Margono. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007. Muhadjir. Semantik dan Pragmatik. Tangerang: PT Pustaka Mandiri, 2016. Muis, Muhammad, Perluasan Makna Kata dan Istilah Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Kementrian pendidikan Nasional, 2010. Muis, Muhammad. Perluasan Makna Kata dan Istilah dalam Bahasa Indonesia.http://opac.lib.unlam.ac.id/id/opac/detail.php?q1=418&q2=M ui&q3=p&q4=978-685-304-3, di unduh pada 11 Oktober 2016, pukul 07.15 WIB. Muljana, Slamet. Semantik Ilmu Makna. Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1965. M.S, Kaelan. Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Paradigma. Cet. 1, 1998. Parera, JD. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga, 2004.
Pusat Dokumentasi Sastra HB. Jassin. Taman Ismail Marzuki Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Jakarta: Ar-ruzz Media, 2011. Rahayu, Minto. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo, 2007. Rahman, Ahmad. Pembnaan Bahasa Indonesia di TVRI. Flores: Nusa Indah, 1987. Rosidi, Ajip. Ikhtisar Sejarah Sastera Indonesia. Bandung:Pustaka Jaya, 2011.
90
Samsuri. Analisa Bahasa: Memahami Bahasa secara Ilmiah. Jakarta: Erlangga. Cet. 2, 1980. Sartuni, Rasyid, dkk. Bahasa Indonesua untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Nina Dinamika, Cet. 3, 1987. Sibarani, Robert, dkk. Semantik Bahasa Batak Toba. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Steinmetz, Sol dan Barbara Ann Kipfer. The Life of Language. Canada: Random House Reference, 2006. Subuki, Makyun. Semantik: Pengantar Memahami Makna Bahasa. Jakarta: Transpustaka, 2011. Sugiyono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, Cet. 10, 2010. Suhardi. Dasar-dasar Ilmu Semantik. Jakarta: Ar-ruzz Media, 2015. Sukmadinata,Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. 9, 2013. Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa, 2011. Ullman, Stephen. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. 5, 2014. Untoro, Perubahan Makna Leksem Nomina Dalam Bahasa Indonesia. http://www.distrodoc.com/72604-perubahan-makna-leksem-nominadalam-bahasa-indonesia, di unduh pada 11 Okober 2016, pukul 05.30 WIB. Verhaar, W.M. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1990. Wilklinson R.J. Malay-English Dictionary. New York: Macmillan and CO LTD, 1959.
RPP (RENCANA PERENCANA PEMBELAJARAN)
Sekolah
: SMA (Sekolah Menengah Atas)
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas/Semester
: XII/2
Standar Kompetensi : Menguasai berbagai komponen kebahasaan dalam berbahasa lisan dan tulis. Kompetensi Dasar
: Mengidentifikasi perubahan makna.
Indikator
: 1. Menyebutkan kata-kata yang mengalmi perubahan makna. 2. Menggolongkan kata ke dalam jenis perubahan makna
Alokasi Waktu
: 2 x 45 menit
1. Tujuan Pembelajaran Melalui kegiatan pembelajaran siswa diharapkan dapat: 1. Siswa dapat menyebutkan kata-kata yang mengalami perubahan makna 2. Siswa dapat membedakan jenis perubahan makna 3. Siswa dapat menggolongkan kata-kata ke dalam jenis perubahan makna 2. Materi Pembelajaran 1.Jenis-jenis
perubahan
makna
(Meluas,
Peyorasi) 2. Contoh kata yang mengalami perubahan 3. Model Strategi
: Kontruktivisme : Cooperative Learning
Menyempit,
Ameliorasi,
Pendekatan: Keterampilan Proses 4. Langkah-langkah Pembelajaran
No.
Kegiatan
Alokasi
Metode
Waktu 1.
Kegiatan Pendahuluan
10 menit
tanya jawab,
1. Guru memberikan salam dan
diskusi,
siswa menjawabnya
inkuiri,
2. Guru mempersilakan ketua kelas
simulasi
untuk memimpin doa sebelum belajar 3. Guru mengabsen siswa dengan urutan acak 4. Guru membacakan materi apa yang akan dipelajari bersama beserta tujuannya 5. Guru
memberikan
contoh
beberapa kata yang mengalami perubahan makna seperti bapak guru dengan bapak yang berarti orangtua kita.
2.
Ceramah,
Kegiatan Inti Eksplorasi 1. Guru memeberikan pertanyaan
70 menit
pancingan yang terkait dengan kata
bapak,
ibu,
saudara.
(mengembangkan rasa ingin tahu) 2. Peserta didik distimulus berupa pemberian materi perubahan makna. Elaborasi 1. Peserta didik mencari dan mengidentifikasi
kata-kata
yang mengalami perubahan makna kemudian menjelaskan makna
kata-kata
tersebut
berdasarkan penggunan dalam kalimat (menggunakan novel yang memiliki rentan waktu yang
cukup
jauh
dengan
bahasa yang digunakan pada saat ini, misalnya novel dari Balai Pustaka.) 2. Peserta
didik
mengelompokkan
hasil
penemuan kata ke dalam jenis perubahan makna 3. Guru
dan
peserta
mendiskusikan
didik materi
perubahan makna yang ada dalam
bahan
ajar,
serta
mendiskusikan kata
jenis-jenis
yang
sudah
dikelompokkan
ke
dalam
jenis perubahan makna. Konfirmasi 1. Guru
memberikan
apresiasi
kepada siswa yang sudah berani memberikan
pendapatnya
mengenai jenis perubahan makna pada setiap kata yang ditemukan dalam sebuah novel. 2. Guru
memberi
kepada
kesempatan
siswa
mengomentari
untuk (memberikan
pendapat lain atau sanggahan) pendapat temannya. 3. Guru menengahi dan memberi arahan perihal perubahan makna yang sudah didiskusikan oleh peserta didik. 4. Guru bertanya perihal materi yang
belum
dimengerti
oleh
siswa. 5. Guru menjawab pertanyaan siswa yang diajukan oleh siswa yang belum memahami materi ini. 6. Peserta
didik
diberikan
pertanyaan perihal manfaat yang dapat diambil dari proses diskusi materi perubahan makna. 7. Guru memotivasi siswa dengan memberikan sebuah cerita dan memberikan penilaian terhadap pendapat peserta didik perihal manfaat yang dapat diambil dari pembelajaran yang berlangsung.
3.
Penutup 1. Penguatan keterampilan berupa refleksi 2. Guru memberi tugas kepada peserta didik untuk mencari kata yang dalam dapat
mengalami
perubahan
penggunaannya ditemukan
yang dalam
kehidupan sehari-hari. 3. Guru berdoa
bersama
peserta
untuk
mengakhiri
kegiatan pembelajaran. 4. Guru memberi salam.
didik
5. Penilaian a. Diskusi, tanya jawab, dan peugasan materi bahasa Indonesia Perubahan Makna. No
Nama Siswa
(tulis dan lisan)
Keterangan: Rentan nilai 10-100 a. b. c. d.
Ketepatan
Penugasan
Sangat Baik: 90-100 Baik: 70-89 Cukup: 60-69 Kurang: 10-59
Kesantunan
Aktivitas
menentukan dan menjelaskan
Jumlah skor
Nilai: Jumlah skor 4
6. Sumber Belajar - Novel (Balai Pustaka). - Buku penunjang yang terkait dengan materi, Aktif berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia untuk kelas XII SMA dan MA karangan Nenden Lilis Aisyah dkk., (e-book) - Imam, Mokhamad, dkk. Bahasa Indonesia 3 untuk SMK/MAK Semua Program Kejuruan Kelas XII. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008. - Internet, salah satunya website www.pelajaranbahasaindonesia.com.
Jakarta, 10 Oktober 2016 Mengetahui, Kepala SMA,
(
Guru Mata Pelajaran,
)
(
)
Lampiran Materi
Pergeseran Makna (Jenis, Pengertian, dan Contohnya) 1. Perluasan Makna Pergeseran makna meluas adalah perubahan makna sebuah kata dari makna yang khusus/sempit ke makna yang lebih umum/luas. Contoh: Silakan bapak-bapak meneliti dengan saksama tanaman-tanaman ini! 2. Penyempitan makna Pergeseran makna menyempita adalah perubahan makna dari makna yang lebih umum/luas ke makna yang lebih khusus/sempit. Contoh: Pendeta itu sedang mempimpin misa gereja. 3. Sinestesia Sinestesia adalah perubahan kata yang terjadi karena persamaan sifat. Contoh: Pidatonya hambar. 4. Asosiasi Asosiasi adalah perubahan kata yang terjadi karena persamaan sifat. Contoh: Dialah kunci permasalahan ini.
Anggota Gafatar: Agama Sesat, Sesatnya di Mana?
TRIBUNPON TIANAK.CO.ID/MADROSIDRibuan masyarakat Mempawah mendatangi kamp pemukiman eks Gafatar di Moton Panjang,
Jumat (15/1). Warga meminta agar eks Gafatar itu segera meninggalkan Kabupaten Mempawah dalam kurun waktu 3 hari.
Terkait
Aher Usulkan Anggota Gafatar Asal Jabar Ikut Transmigrasi Polisi Hibur Anak-anak Pengungsi Gafatar di Surabaya Pemerintah Diminta Berdialog Sebelum Pulangkan Paksa Eks Anggota Gafatar
Semarang, KOMPAS.com — Tuduhan terhadap Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sebagai organisasi sesat membuat para pengikut dan mantan pengikutnya berkeluh kesah. Mereka resah karena nasibnya kini tidak menentu akibat pengusiran paksa dari tanah perantauan. Di Kota Semarang, Jawa Tengah, seorang pria paruh baya bekas anggota Gafatar, Subur Wibowo, terkejut ketika banyak orang menganggap Gafatar sebagai aliran sesat. Gafatar, organisasi yang digelutinya selama berada di Kalimantan Barat, diakuinya tidak pernah mengajarkan agama. "Kalau dinilai sesat, sesatnya di mana? Di sana semua agama bisa masuk karena Gafatar tidak mengajarkan agama," kata Subur saat berada di Terminal VIP Pelabuhan Tanjung Emas, Kota Semarang, Senin (25/1/2016).
Dia bersama 350 warga bekas anggota Gafatar tiba di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Senin pukul 07.45 pagi WIB. Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan berdialog dengan Gubernur Jawa Tengah pada Senin sekitar pukul 13.00 WIB, mereka dilepas menuju Asrama Haji Donohudan, Kabupaten Boyolali. Subur berangkat ke Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, sejak September 2015. Saat itu, dia diajak temannya untuk bertani di Kalimantan. Subur pun mengaku tergiur lantaran di sana bisa bertani sekaligus berbaur dengan para transmigran asal Pulau Jawa. "Gafatar itu kegiatannya sosial, anggotanya banyak, program-programnya pertanian. Gafatar tidak mengajarkan agama," ujar pria asal Kabupaten Wonogiri itu. Kendati demikian, selama bergabung dengan Gafatar, Subur mengaku pernah mendengar sosok Ahmad Musaddek. Hal yang sama disampaikan Udji Andrianto (18) yang juga berasal dari Wonogiri. Remaja berkacamata lulusan sebuah SMA di Jakarta ini tertarik bergabung dengan program sosial yang diusungGafatar. Bersama ibu kandungnya, ia lalu bergabung dengan Gafatar dan tinggal di Kabupaten Kubu Raya. "Saya dulu shalat, sekarang sudah enggak. Dulu hanya ikut-ikutan saja, enggak ngerti ilmunya," kata Udji. Kendati demikian, sejak SD hingga SMA, dia selalu mendapatkan materi pelajaran agama di sekolah.
U.II REFRENSI
Nama
: Sri Wahyuningsih
NIIVI
:1110013000022
Judul Skripsi'
: Perubahan Makna pada Novel Azab dan sengsara Karya Merari Siregar dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di
SMA Dosen Pembimbing
:
Dr. Nuryani, M.A
Adidarmodjo, Gunawan Wibisono. Renda-renda Bahosa Bandung: Angkasa, Cet. 10, 1989.
Aitchison, Jean. Language Change: progress or Decay? . Cambridge University Press, 1 991 .
,d Bloomfield,L. Language. New York, 1933.
,^ Campbell, Lyle dan Mauricio J. Mixco. Giossary of Historical Linguistic. Edinburgh University press, 2007.
Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.
praktis Brhrsa Indonesia. Jakarta:Pusat Bahasa Departemen Departgmen Pendidikan. Buku
Pendidikan Nasional, 2003.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar IV. Jakarta: PT. Gramedia pustaka
Bahasa Indonesia
Utama,2008. a
Dick, S.C dan .I.G Kooij. imu Aahosa Umum. .Iakarta: Pusat Pembinaan dan pengembangan tsahasa, 1994.
9.
Djajasudarma, Fatimah: Semantik I pem;iamon llrr,rxt Malma. Bandung: PT. Eresco,1993.
4 10.
Djajasudarma, Fatimah. Semantik l-pr"gr"tm te Arah llmu Makna. Bandung: pT. Refika Aditama, 1999.
4 ll
Djajasudarma, Fatimah. Semantikr. Eanaurg: pT. Refika Aditama, Cet. 5, 2013.
12.
Fatkhan, Muhammad. An Jakarta: Penelitian
t
Introductioi toT@, UIN Jakarta & UIN Jakarta press,
2006.
,fl t3.
Hadiwidjoyo, m.m. purbo. xaitaBandung: ITB, 1989.
14.
aanffi.
4
Hajar, Ibnu. Dasar-dasar Metodologi pe"elitian Kwantitatif dalam Pendiditcan. Jakarta: pT. Raja Garfindo Persada, Cet.
l,
0
1999.
4 15.
16.
Hurford, James R. SemanttrsM York: CanbridgeUniversity press, I 9g3.
Kempson, Ruth
M.
Teori
,\
Siiiltik:@
Airlangga University Press, 1995.
{
TV.
Keraf, Gorys. Tota Bahasa Indonesia" Fto.es,: Nrsa Indah, Cet.
n8"
X,
1984.
4
Keraf Gorys. Tata Bahasa Rujukan Brhrra Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo, 1991.
19.
Kushartanti,
dkk. Pesona Bahasa. Jakarta:
( FT.
Gramedia Pustaka Utama, 2007.
20.
Lubis, Hamid Hasan. Glosarium Bahasa dan Sastra. Bandung:Angkasa, I 994.
21.
Lyons, John. Pengantar Teori Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995.
22.
4
pT
Margono. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007.
,h 23.
Muhadjir. Semantik dan Pragmatik. Tangerang: pT. Mandiri, 2016.
Pustaka
d 24.
Muis, Muhammad, dkk. Perluasan Malou Xata dan Istilah' Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: pusat Bahasa Kementrian pendidikan Nasional, 2010.
d, 25.
Muljana, Slamet. Semantik llmu Makna. Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1965.
26.
.{
M.S, Kaelan. Filsafat Bahasa: Masatah
dan Perkembangannya. Yogyakarta: Paradigma. Cet. l, r998.
,^ 1
\
27.
Parera, JD. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga, 2004.
28.
Foerwadaruninta, W.J"S" Kamus (Jmum Bahasa
4
Indonesia l.Djakarta: Balai Pustaka, 1952.
\ 29.
Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. (Jakarta: Ar-ruzz
Media,20Il. 30
.\
Rahayu, Minto. Bahasa Indonesia Tinggi. Jakarta: PT. Grasin do, 2007
di
Perguruan
.
{ 31.
Rahman, Ahmad. Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI. Flores: Nusa Indah, 1987.
& 32.
Rosidi, Ajip. Ikhtis ar Bandung:Pustaka
J
Sej arah Sastera Indone sia.
aya, 201
l.
4 JJ.
Samsuri. Analisa Bahasa: Memahami Bahasa secaro Ilmiah. Jakarta: Erlangga. Cet.2, 1980.
A 34.
35.
Sartuni, Rasyid, dkk. Bahasa Indonesua untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Nina Dinamika, Cet. 3, t987.
Sibarani, Robert, dlck. Semantik Bahasa Batak Toba. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,2003.
0
q t\
\ 36.
Steinmetz, Sol dan Barbara Ann Kipfer. The Life of Language. Canada: Random House Reference, 2006.
,\
37.
38.
Subuki, Makyun. Semantik: Pengantar Memqhami Makna B ahasa. Jakarta: Transpustaka, 201 L
Sugiyono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, Cet. 10, 20lA.
h
\
39"
Suhardi. Dosar-dasar llmu Semantik. Jakarta: ArruzzMedia,2015.
{ 40.
41.
Sukmadinata,Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. 9,2013.
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran
h
Kosakata.
I
Bandung: Angkasa, 2011.
42.
Ullman, Stephen. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. 5, 2014.
43.
q
Verhaar, W.M. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1990.
,[
J
akarta, 9 Desember 201 6
Dosen Pembimting,
28 200912 2003
KEMENTERIAN AGAMA UIN JAKARTA FITK
FORM (FR)
Dokumen
Tgl.
Terbit :
No.
Jl. lr. H. Juatda t'lo 95 Ciputat 15412 lndonesia
;
No.
Revisi: :
Hal
FITK-FR-AKD-081 1 Maret 2010 01
1t1
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI Nomor : Un.olff . l/KM .Ofi l.lbA.l2oll Hal : Bimbingan Skripsi
Jakartq
1
Mei 2014
Kepada Yth.
Dr. Nuryani, MA Pembimbing Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan LIIN Syarif Hidayatullah JakartaAs
s
alamu' alaikum
Dengan
w r.w b.
ini
diharapkan kesediaan Saudara untuk m'enjadi pembimbing
ll\l
(materilteknis) penulisan skripsi mahasiswa: Nama
Sri Wahyuningsih
NIM
1
Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Semester
13 (Tiga Belas)
Judu! Skripsi
Perubahan Makna pada Novel Azab dan Sengsara karya Merari
I 100i3000022
Siregar dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.
Judul tersebut telah Cisetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal I Mei 2014, abstraksi/oztline tefler;nptr. Saudara dapat melalnrkan perubahan redaksional pada judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlq mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih datrulu. Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutny a tanpa surat perpanjangan.
Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih. Was s al amu'
alaikum wr.w
b.
?X$$'BIYA/r0\
"--N-ffie:.,
llembusan: ;" Dekan FITK 2. Mahasiswa ybs.
s,
KEMENTERIAN AGAMA UIN JAKARTA FITK
lrrrrl
lLIilrI
Jl.
lr.
H.
Juada tlo 95
Ciputat 15412
No. Tgl. No.
FORM (FR)
h&nesia
: FITK-FR-AKD-081 Terbit : 1 Maret 2010 Revisi: : 0'1 Dokumen
Hal
1t1
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI Nomor
Hal
: Un.O 1,f. 1/KM .Ot.St.LhH.tZOtt : Bimbingan Skripsi
Jakarta, 1 Mei 2014
Kepada Yth.
Dr. Nuryani, MA Pembimbing Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. As s alamu' alaikum wr.w b.
Dengan
ini
diharapkan kesediaan
Saudara
nntuk menjadi pembimbing
llll
(materi/teknis) penulisan skripsi mahasiswa: Nama
Sri Wahluningsih
NiM
11
Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Semester
13 (Tiga Belas)
Judul Sl:ripsi
Perubahan Makna pada Novel Azob dan Sengsara karya Merari
10013000022
Siregar dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.
Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal i Mei 2014, abstraksi/ozrtline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perh:, mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih dahulu. Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.
Atas perhatian dan kerja sama SaudarE kami ucapkan terima kasih. Was s alamu'
alaikum wr.w b.
Ternbusan:
ii. 2.
Deft.an
FITK
Mahasiswa ybs.
BIOGRAFI PENULIS Sri Wahyuningsih, lahir di Kebumen, 14 Agustus 1992. Anak semata wayang dari
pasangan bapak Muh. Darman dan Ibu
Sataria Ningsih. Menempuh pendidikan dasar di SD N 010 Pagi Pejaten Barat Jakarta Selatan 1998-2004. Lulus dari SD melanjutkan ke SMP N 227 Jakarta Selatan tahun 2004-2007. Setelah lulus Sekolah Menengah Pertama2 Kemudian melanjutkan ke sekolah SMA N 51 Jakarta Timur pada tahun 2007 dan lulus tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikannya ke bangku kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010 jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis memiliki semboyan “Cintai dan sayangilah semua tanpa berharap apakah mereka membalasnya”. Selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis aktif dalam sebuah tim Musikalisasi Puisi Kemangilodi dan memiliki kegiatan yang penuh suka duka, dimulai sebagai pengisi acara jurusan, rekaman yang dibantu oleh salah satu dosen, kompetisi musikalisasi puisi antar Universitas, berbagai perlombaan yang Alhamdulillah membuahkan hasil dan di antaranya adalah juara harapan I Helvy Tiana Rosa dengan membawakan aransemen Ketiga Mata Cinta, Juara I tingkat Nasional cipta lagu BNN Anti Narkoba, dan berbagai penghargaan lainnya baik dari jurusan PBSI maupun dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tanpa membanggakan diri, besar harapan Kemangilodi untuk tetap terus melestrikan dan meluaskan musikalisasi puisi kepada semua kalangan. Harapan juga ditujukan untuk mengharumkan jurusan PBSI dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis juga bergabung dengan Komunitas Kalung Rautan yang bertujuan untuk mengasah bakat seni dari semua kalangan. Komunitas tersebut sudah dialihkan dengan kegiatan lain dan dengan nama yang lain yang sampai saat ini perkumpulannya tetap memberikan ruang positif bagi penulis serta menumbuhkan dan mengeratkan persaudaraan yang sangat penulis rasakan (baik kesenian,
agama, dan bidang lainnya). Persaudaraan tersebut juga masih terjalin dengan kuat dan berharap tidak akan pernah putus. Penulis juga pernah berkecimpung dalam sebuah perkumpulan antar mahasiswa dari berbagai Universitas dalam Sanggar Kreatif Anak Bangsa yang bertujuan untuk memberikan pendidikan dengan kurikulum tersendiri bagi anak jalanan dan anak yang berkemauan keras untuk tetap terus belajar. Dari sana penulis juga mengenal berbagai permasalahan dalam dunia pendidikan dan permasalahan yang sedikit banyak sangat mempengaruhi anak untuk berkemauan belajar. Setelah lulus, penulis ingin sekali ilmu yang telah ditempuh dapat terus menerus tidak putus dan bermanfaat dunia akherat bagi sesama serta mampu menerapkannya di dalam pribadi, keluarga, lingkungan dan lembaga pendidikan formal maupun informal. Penulis juga sangat berharap untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Aamiin. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari do’a dan dukungan dari berbagai pihak.