MASALAH ALUR DALAM NOVEL MADA, SEBUAH NAMA YANG TERBALIK KARYA ABDULLAH WONG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Nur Laela Sari 1111013000061
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi robbil „alamin segala puji bagi Allah Swt atas segala limpahan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Salawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan untuk Nabi besar Muhammad saw, keluarga, para sahabat, dan umatnya. Penulis menyusun penelitian ini untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana pendidikan program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisan penelitian ini penulis banyak mendapat masukan, bimbingan, saran, dorongan, dan semangat dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.
2.
Makyun Subuki, M.Hum., ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah.
3.
Dona Aji Karunia, M.A., sekertaris jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah.
4.
Ahmad Bahtiar, M.Hum., dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing dan memberikan dorongan untuk segera merampungkan penelitian ini.
5.
Dosen-dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
yang
telah membagi ilmunya selama masa perkuliahan. 6.
Bapak dan Ibu selaku orang tua yang sangat luar biasa memberikan semangat untuk segera merampungkan penelitian ini dan segera meraih gelar Sarjana.
7. Abdullah Wong yang telah berkenan meluangkan waktu untuk diwawancarai penulis, untuk memberikan informasi sebagai data penunjang penelitian ini, dan memberikan izin untuk melakukan penelitian terhadap novel ini.
iii
8.
Rizki Kurnia Sari, Raudhah, Yuanita Tala, Maimunah, Redita Dwi Pinasti, Desi Komalasari, dan Fenty Yanuarti, sahabat terdekat penulis yang selalu memberikan dukungan, saran, dan motivasi kepada penulis.
9.
Mochamad Irwansyah, sahabat, teman berbagi, dan pendamping terhebat bagi penulis. Terima kasih atas waktu, tenaga, pikiran, kasih sayang, dan segala hal yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu berkat dukungan dan motivasi yang diberikan.
10. Teman-teman PBSI angkatan 2011, khususnya kelas B yang senantiasa menemani tidak hanya selama perkuliahan tapi diwaktu-waktu senggang lainnya. Terima kasih pula untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian penelitian ini. Semoga Allah membalas kalian semua. Penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menjadikan penelitian ini lebih baik lagi. Besar harapan penulis, penelitian ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis pribadi maupun pembaca. Jakarta, 03 Oktober 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................
i
ABSTRACT ....................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iii
DAFTAR ISI .......................................................................... ........................
v
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1
B. Identifikasi Masalah
4
C. Batasan Masalah
5
D. Rumusan Masalah
5
E. Tujuan Penelitian
5
F. Manfaat Penelitian
5
G. Metode Penelitian
6
1. Pendekatan
6
2. Subjek dan Objek Penelitian
6
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
7
4. Teknik Analisis atau Pengolahan Data
7
5. Teknik Penulisan
8
BAB II LANDASAN TEORI A. Novel
9
1.
Pengertian Novel
9
2.
Jenis-Jenis Novel
12
a. Novel Populer
12
b. Novel Serius
13
B. Alur
15
C. Pembelajaran Sastra di Sekolah
20
D. Penelitian Relevan
24
v
BAB III ANALISIS A. Unsur Intrinsik 1.
Tema
28
2.
Tokoh dan Penokohan
30
3.
Latar dan Setting
41
4.
Alur
46
5.
Bahasa
48
6.
Sudut Pandang
49
7.
Amanat
50
B. Alur C. Implikasi Terhadap Pembelajaran
BAB V
28
53 107
PENUTUP A. Simpulan
109
B. Saran-saran
110
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Biografi Pengarang dan Sinopsis Novel Lampiran 2 Sekuen Peristiwa Lampiran 3 Bagan Alur Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) PROFIL PENULIS
111
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Biografi Penulis dan Sinopsis Novel Lampiran 2 Sekuen Peristiwa Lampiran 3 Tabel Alur Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Lampiran 5 Surat Uji Referensi Lampiran 6 Lembar Uji Referensi Lampiran 7 Profil Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Ilmu sastra menunjukkan keistimewaan, barangkali juga keanehan yang mungkin tidak dapat dilihat pada banyak cabang ilmu pengetahuan lainnya, karena memiliki objek utama penelitian yang tidak tentu.1 Kata sastra dapat ditemukan dalam berbagai konteks pernyataan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa sastra bukan hanya istilah untuk menyebutkan fenomena yang sederhana dan gamblang. Sastra merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda.2 Sastra adalah kristalisasi keyakinan, nilai-nilai, dan normanorma yang disepakati masyarakat. Setidaknya begitulah yang terjadi di zaman lampau ketika kepengarangan tidak dimasalahkan dan berbagai jenis tradisi lisan dimiliki beramai-ramai oleh masyarakat, tidak oleh individu.3 Sastra berasal dari kata sas (sansekerta) yang berarti
mengarahkan, mengajar,
memberi petunjuk, dan intruksi. Akhiran tra berarti alat atau sarana. Jadi secara leksikal sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik.4 Sastra merupakan sebuah sarana yang memiliki nilai seni yang sarat akan nilai-nilai kehidupan manusia yang dapat mengarahkan, mengajarkan, dan memberi petunjuk bagi manusia dalam menjalankan kehidupan seharihari agar menjadi manusia yang lebih baik kedepannya. Karya sastra merupakan gabungan antara kenyataan dan khayalan. Seorang pengarang mengungkapkan semua pengalaman dan pengetahuan yang didapatkannya dari lingkungan kehidupan sehari-hari, kemudian diolah dengan kemampuan imajinasinya. 1
A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1984), h.21. B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, “Pegangan Guru Pengajar Sastra”, (Yogyakarta, Kanisius, 1988), h.9. 3 Robert Escarpit, Sosiologi Sastra, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h.viii. 4 Nyoman Kutha Ratna, S.U “Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan Fakta”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.4. 2
1
2
Imajinasi menjadi alat bantu sastra dalam mereplikakan pencitraan kenyataan. Hal ini dibutuhkan bagi manusia sebagai makhluk sosial dalam berhubungan dengan kenyataan yang ditemui sehari-hari. Oleh karena itu, imajinasi dalam sastra menjadi suatu sarana bagi manusia untuk memahami berbagai persoalan kemasyarakatan yang terjadi.5 Sastra dipandang sebagai suatu gejela sosial. Sastra dapat ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu. Pengarang menggubah karyanya selaku seorang warga masyarakat tersebut.6 Berdasarkan penjabaran di atas, menjadi landasan yang kuat bahwa karya sastra merupakan bentuk nyata dari kehidupan yang dituangkan oleh seorang pengarang ke dalam bentuk imajiner, maka tidak jarang ideologi seorang pengarang mempengaruhi isi karya sastra. Adanya pengaruh tersebut, timbullah perbedaan gaya dari masing-masing karya sastra. Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui permasalahan yang diangkat, pelukisan tokoh dan penokohan, penggunaan gaya bahasa yang digunakan, amanat yang hendak disampaikan, dan cara pengarang mengemas rangkaian peristiwa di dalam cerita. Novel adalah sejenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, dan latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang pengarang dan mengandung nilai kehidupan.7 Alur ialah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami pelaku.8 Alur merupakan salah satu unsur penting yang membangun sebuah cerita. Analisis terhadap alur yang terdapat di dalam novel dapat memberikan pengetahuan bahwa pada dasarnya sebuah cerita 5
Septiawan Santana K, Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h.25. 6 Jan van Luxemburg, dkk, Pengantar Ilmu Sastra, (Jakarta: PT Gramedia, 1986), cet.2, h.23. 7 Abdul Rozak Zaidan, dkk, Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet.3, h.136. 8 Jan van Luxemburg, dkk, op cit, h.149.
3
tidak hanya tersusun secara urutan waktu, akan tetapi juga terdapat hubungan sebab-akibat yang mendasari terbentuknya sebuah cerita. Alur dianggap sebagai bagian penting dalam struktur cerita. Hal ini dikarenakan pemahaman terhadap suatu cerita bergantung kepada alur yang digunakan pengarang dalam menampilkan cerita. Secara sederhana, dalam sebuah cerita, peristiwa diceritakan berdasarkan urutan waktu. Peristiwa yang satu berlangsung sesudah terjadinya peristiwa yang lain, permasalahan dalam sebuah cerita lebih ditekankan pada kelanjutan sebuah peristiwa. Akan tetapi, peristiwa juga dapat ditampilkan secara tidak kronologis, karena urutan waktu dapat ditampilkan secara maju, mundur, sorot balik, dan campuran. Selain ditampilkan secara kronologis, permasalahan sebuah alur juga lebih ditekankan pada kelogisan hubungan antarperistiwa yang dikisahkan. Kelogisan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan akan memiliki hubungan yang saling bersebab-akibat. Peristiwa yang satu hadir disebabkan karena ada peristiwa lain yang muncul di dalam sebuah cerita. Bahasan mengenai alur sangat tepat dikaji dengan menggunakan pendekatan objektif. Melalui pendekatan ini, analisis akan berfokus pada karya sastra. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang mandiri. Alur yang terdapat di dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong merupakan salah satu keunikan yang dimiliki dalam novel ini. Abdullah Wong menyuguhkan peristiwa-peristiwa yang sangat menarik dengan menggunakan alur yang unik. Selain itu, novel MADA memiliki lebih dari satu alur cerita atau dikenal dengan alur ganda, yakni terdiri dari terdiri atas plot utama dan subplot. Plot utama dalam novel ini adalah petualangan Mada dan kawan-kawannya dalam mencari Buku Gunadarma.
Sedangkan, subplot dalam novel ini adalah bagian yang
menceritakan kisah kehidupan Mada dan kawan-kawannya. Kajian terhadap alur dalam novel ini juga ditunjukan sebagai sarana untuk pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah. Terlebih, dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, peserta didik belum sepenuhnya
4
memahami mengenai tahapan alur yang tersusun berdasarkan urutan waktu, sebab-akibat yang menjadi dasar terjadinya sebuah peristiwa, dan kelogisan sebuah peristiwa yang terdapat di dalam sebuah novel. Selain itu, sebagai lembaga pendidikan, sekolah bertugas memberikan pembelajaran moral, agama, dan sosial kepada para peserta didik. Pembelajaran ini bisa dilakukan dengan memberikan pembinaan melalui karya sastra. Pada hakikatnya, novel MADA merupakan novel yang berisi cerita yang baik dan menarik yang turut memberikan pengaruh dan peranan yang sangat penting dalam pembentukan watak, prilaku, dan kepribadian anak. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis masalah alur yang terkandung di dalam sebuah karya sastra, khususnya novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan penjabaran yang melatarbelakangi diambilnya judul mengenai “Masalah Alur yang terdapat di dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik”, identifikasi masalah yang ditemukan sebagai berikut: 1.
Peserta didik mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi lebih lanjut mengenai unsur-unsur intrinsik di dalam sebuah karya sastra.
2.
Sulitnya memahami alur novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik.
3.
Kurangnya pemahaman mengenai analisis alur pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
4.
Masalah alur dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong belum adanya implikasi terhadap kajian pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
5
C. Batasan Masalah Dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti agar pembahasan lebih terarah, spesifik, dan sistematik. Untuk menghindari terlalu luas dan melebarnya pembahasan, maka penelitian ini akan memberikan penjelasan secara deskriptif mengenai “Masalah Alur dalam Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik Karya Abdullah Wong dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. D. Rumusan Masalah Permasalahan penelitian ini akan menjawab beberapa pertanyaan berikut: 1.
Apa masalah alur yang terdapat dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik Karya Abdullah Wong?
2.
Bagaimana implikasi penelitian yang akan dilakukan terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia?
E. Tujuan Penelitian 1.
Mendeskripsikan masalah alur yang terdapat dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong.
2.
Mendeskripsikan
hasil
penelitian
dan
implikasinya
terhadap
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang terkait, terutama bagi pihak-pihak berikut ini: 1. Manfaat Akademis a) Penelitian ini menjadi sebuah kajian yang menarik dalam menempatkan novel sebagai salah satu media untuk memperoleh pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan pembaca dalam mengkaji salah satu unsur pembangun karya sastra, yaitu alur.
6
b) Penelitian ini dapat menambah khazanah juga referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan sastra.
2. Manfaat Praktis a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan menambah wawasan pendidikan sastra bagi mahasiswa. b) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan ajar guru Bahasa dan Sastra Indonesia untuk meningkatkan kemampuan analisis siswa dalam pembelajaran sastra. c) Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memahami sebuah karya sastra lebih kritis.
G. Metode Penelitian 1.
Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis isi (content analysis) yang sering kali digunakan untuk mengkaji pesan-pesan. Metode ini bertujuan untuk mencari makna kata maupun kalimat serta makna tertentu yang terkandung dalam sebuah karya sastra. Melalui metode kualitatif dengan pendekatan analisis isi ini bertujuan untuk mengetahui masalah alur yang terdapat di dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong. Penulisan ini menekankan pada analisis masalah alur yang terdapat dalam novel MADA dengan menggunakan pendekatan tekstual, yaitu mengacu kepada teks yang terdapat di dalam karya tersebut. Penulis mencoba menguraikan masalah alur yang terdapat di dalam novel.
2.
Subjek dan Objek Penelitian Subjek dan objek penelitian berkaitan dengan tempat memperoleh data. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah masalah alur dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong dan sebagai objek penelitiannya adalah novel MADA, Sebuah
7
Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong terbitan Makkatana, Jakarta, tahun 2013. 3.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode simak yang diikuti dengan teknik lanjutan catat, karena datanya berupa teks. Teknik catat ini dilakukan dengan mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitian.9 Penulis mencari data-data mengenai hal atau variabel yang sesuai dengan masalah dan tujuan pengkajian sastra, dalam hal ini analisis masalah alur. Langkah-langkah pengumpulan data, yakni membaca novel MADA secara cermat dan berulang-ulang. Setelah itu, dilakukan analisis secara mendalam mengenai masalah alur yang terdapat dalam novel MADA dengan menganalisis kronologis dan kelogisan setiap peristiwa yang terdapat di dalam novel dengan disertai sekuen peristiwa dan tabel alur. Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.
Observasi teks, yakni dengan cara mengamati data-data yang terdapat dalam novel MADA.
b. Studi dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data-data berupa buku penelitian, buku pendidikan, dan buku teori sastra. 4.
Teknik Analisis atau Pengolahan Data Menurut Bogdan, analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.10 Pada tahap pengolahan data, peneliti menganalisis unsur intrinsik yang difokuskan pada masalah alur yang terdapat dalam novel MADA.
9
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.94. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&H, (Bandung: Alfabeta, 2011), cet. 14, h.244. 10
8
5.
Teknik Penulisan Teknik penulisan menggunakan buku panduan dari FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011/2012, yakni Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi). Penulis membagi dalam empat bab yang dapat dilihat dalam sistematika penulisan di bawah ini. Bab I Pendahuluan, terbagi atas; latar belakanng masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Kajian Teori terbagi atas; novel, alur, pembelajaran sastra di sekolah, dan penelitan relevan. Bab III Analisis terbagi atas, analisis unsur intrinsik, analisis masalah alur, dan implikasi terhadap pembelajaran. Bab IV Penutup terbagi atas; simpulan dan saran.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Novel 1.
Pengertian Novel Novel merupakan sastra yang cukup tua di samping puisi dalam perjalanan sejarah kesusastraan Indonesia kalau dibandingkan dengan bentuk-bentuk karya sastra lainnya seperti cerpen, esai atau kritik, dan drama.1 Kata novel berasal dari bahasa Latin, yakni novellus yang dalam bahasa Inggris novies yang berarti “baru”. Pengertian “baru” merujuk pada jenis-jenis sastra lain, seperti puisi, drama, dan lain-lainnya yang lebih dulu muncul dibandingkan novel.2 Novel adalah jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, dan latar rekaan yang menceritakan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang pengarang dan mengandung nilai kehidupan yang diolah dengan teknik lisan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulis.3 Novel adalah gambaran kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis dan bersifat realistis.4 Novel dianggap sebagai dokumen atau kasus sejarah, sebagai pengakuan (karena ditulis sengat meyakinkan), sebagai cerita kejadian sebenarnya, sebagai sejarah hidup seseorang dan zamannya.5 Novel merupakan salah salah satu genre sastra yang mengangkat problematika kehidupan yang dialami oleh seorang tokoh dengan teknik penceritaan mengalir dan penggunaan latar yang ada di dalam cerita oleh seorang pengarang. Cerita yang ada merupakan perpaduan pengalaman
1
Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), cet.2, h.
2
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 2011), h.167. Abdul Rozak Zidan, dkk. Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet.3,
65-67. 3
h.180. 4
Rene wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Penerjemah: Melani Budianta), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h.282. 5 Ibid, h.276.
9
10
kehidupan yang dialami oleh seorang pengarang dengan proses imajinatif yang dimiliki pengarang, sehingga novel sarat akan makna yang dapat bermanfaat bagi kehidupan pembacanya. Novel merupakan sebuah karya totalitas yang bersifat artistik yang dihasilkan oleh pengarang. Sebagai sebuah totalitas, novel memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain yang berfungsi membangun cerita. Unsur-unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Burhan Nurgiantoro dalam bukunya Teori Pengkajian Fiksi, novel dibangun oleh unsur instrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsurunsur inilah yang menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks sastra, unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita.6 a. Tema, yaitu gagasan sentral dalam suatu karya sastra. Dalam novel, tema merupakan gagasan utama yang dikembangkan dalam sebuah plot.7 b. Alur, yaitu rentetan peristiwa yang biasanya bersebab-akibat atau berkaitan secara kronologis. Alur terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap perkenalan, tahap pertikaian, tahap akhir. Pada tahap perkenalan dilukiskan tempat, waktu, dan tokoh pada tempat dan saat tertentu. Pada tahap pertikaian
dilukiskan munculnya pertikaian
yang
berkembang menuju puncak atau klimaks. pertikaian dapat berupa konflik batin dalam diri sendiri, antartokoh dalam suatu keluarga atau masyarakat. Pada tahap akhir dilukiskan penyelesaian konflik masalah yang dihadapi.8 c. Latar, yaitu lingkungan yang meliputi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang 6
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005), cet.10, h. 9. 7 Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.75. 8 T. Raman Tinambunan, Sastra Lisan Dairi, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996), h.8-9.
11
berlangsung. Latar dapat berwujud dekor atau tempat. Selain itu, latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Penggunaan latar penting di dalam cerita untuk membuat pembaca merasa penasaran dengan inti cerita yang ada di dalam novel.9 d. Tokoh dan penokohan Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa di dalam cerita. Selain terdapat tokoh utama (protagonis), ada jenis-jenis tokoh lain, yang terpenting adalah tokoh lawan (antagonis), yakni tokoh yang diciptakan untuk mengimbangi tokoh utama. Tokoh-tokoh lain yang fungsinya hanya melengkapi disebut tokoh bawahan.10 Sedangkan, penokohan adalah proses penampilan tokoh dengan pemberian watak, sifat, atau kebiasaan tokoh dalam pemeran suatu cerita. Watak dan sifat tokoh itu terlihat dalam lakuan fisik (tindakan dan ujaran) dan lakuan rohani (renungan atau pikiran).11 e. Sudut pandang Sudut pandang adalah cara bercerita yang digunakan oleh pengarang dari titik pandang mana atau siapa cerita itu dikisahkan. Pusat pengisahan menerangkan “siapa yang bercerita”.12 f. Amanat, yaitu pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca baik secara tersurat maupun tersirat yang disampaikan melalui karyanya.13 Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur pengaruh luar dan unsur lahiriah yang terdapat dalam karya sastra.14 Unsur ekstrinsik berkaitan
9
Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stantion, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.28-
35. 10
Melani Budianta, dkk, Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi, (Magelang: Indonesia Tera, 2003), cet.2, h.86. 11 Abdul Rozak Zaidan, dkk, op cit, h.206. 12 Rahmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008), cet.5, h.75. 13 Abdul Rozak Zaidan, dkk, op cit, h.27.
12
dengan keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup. Unsur biografi pengarang akan turut menentukan corak karya sastra yang dihasilkan. Unsur psikologi pengarang sangat berpengaruh dari ekonomi, politik, dan sosial.15 Dapat dikatakan, unsur ekstrinsik juga sangat mempengaruhi jalannya cerita di dalam sebuah novel. Terlebih dalam proses penciptaan sebuah karya sastra, yakni novel. Seorang pengarang selain memadukan pengalaman hidupnya dengan proses imajinasinya, juga menuangkan pemikiran dan pandangan hidupnya.
2.
Jenis Novel a.
Novel Populer Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dari kalangan remaja. Novel jenis ini selalu menampilkan permasalahan yang aktual sesuai dengan zamannya. Novel populer pada umumnya hanya bersifat sementara sehingga jenis novel populer biasanya mudah dilupakan untuk orang terlebih apabila muncul novel-novel baru yang lebih populer pada masa berikutnya. Contoh novel populer seperti Karmila dan Badai Pasti Berlalu (Marga T).16 Novel populer memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Bertemakan asmara dengan ceritanya pria tampan dan wanita cantik dengan kehidupan yang bersuasana mewah; 2) Plot sengaja dibuat lancar dan sederhana; 3) Perwatakan tokoh tidak dikembangkan sehingga terasa dangkal; 4) Menggunakan bahasa yang aktual, lincah, dan gaya cerita yang sentimental.
14
Suparman Natawidjaja, Apresiasi Sastra & Budaya, (Jakarta: PT Intermasa, 1982), cet.2,
15
Burhan Nurgiantoro, op cit, h.9. Ibid, h.19-20.
h.101. 16
13
5)
Bertujuan untuk menghibur sehingga cerita yang disuguhkan dengan cara yang mengasyikan dan ringan, namun memiliki ketegangan, penuh aksi, warna, dan humor.
6) Bersifat komersial dan komunikatif. Dari ciri-ciri di atas, dapat disimpulkan bahwa novel populer adalah jenis novel yang bersifat komersial, tidak begitu mementingan nilai atau mutu karya itu sendiri, tetapi lebih kepada penjualan novelnya semata karena tema cerita yang sesuai dengan zamannya yang disuguhkan secara ringan dengan bahasa yang komunikatif sehingga pembaca seakan larut dalam alur ceritanya. Bahasa yang ringan dan mudah dipahami menjadi nilai lebih untuk jenis novel ini karena pembaca tidak menemukan kesulitan yang berarti ketika membaca jenis novel ini. b. Novel Serius Novel serius adalah novel bermutu sastra atau disebut juga novel
literer.
Novel
serius
menyajikan
persoalan-persoalan
kehidupan manusia secara serius. Contohnya, novel Gairah untuk Hidup dan untuk Mati, Pada Sebuah Kapal, Burung-burung Manyar, Para Priyayi, Saman, dan Supernova.17 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius memiliki fungsi sosial, yakni novel berfungsi untuk membina masyarakat menjadi manusia. Novel serius cenderung melakukan penggalian dan eksplorasi dalam berbagai unsur, yakni tema, plot, tokoh, konflik, gaya bahasa, dan lain-lain. Adapun tema percintaan dan asmara di dalam novel serius hanyalah sebuah pelengkap. Kisah cinta diungkapkan dengan perspektif yang berbeda dan baru. Novel serius memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
17
Burhan Nurgiantoro, op cit, h.23.
14
1)
Temanya mengetengahkan persoalan kehidupan manusia yang universal, seperti persoalan atau kejadian dalam kehidupan manusia yang serius, berat dan dalam. Kejadian tersebut dialami, sudah dialami, atau akan dialami manusia kapan saja dan di mana saja;
2) Penggarapan
cerita
dikupas
secara
mendalam.
Hal
ini
diungkapkan karena kematangan pribadi pengarangnya sebagai intelektual yang kaya dengan ide-ide, gagasan, dan petuahpetuah tentang kehidupan; 3)
Menuntut aktivitas pembaca secara lebih serius, menuntut pembaca untuk mengoperasikan daya intelektualnya;
4) Isi cerita penuh dengan inovasi, segar, dan baru; 5)
Bahasanya standar dan terpelihara, banyak inovasi, dan gaya bahasanya menarik;
6)
Mementingkan tema, karakteristik, plot, dan unsur-unsur cerita lainnya dalam membangun cerita. Dari ciri-ciri tersebut, jelas bahwa novel serius adalah novel
yang mengutamakan mutu dan kualitas dari novel itu sendiri. pembaca tidak hanya disuguhkan cerita yang hanya sebatas menghibur saja, tetapi juga dapat memperoleh makna di balik ceritanya. Pembaca dapat mengambil pesan dari cerita yang ada. Alur cerita yang bermutu ini tentunya tidak terlepas dari peran pengarang dalam membuat novel ini yang tidak hanya sekedar membuat, akan tetapi juga menggabungkan ide, gagasan, dan pengalaman yang dimiliki sehingga menghasilkan novel yang berkualitas. Berdasarkan penggolongan jenis-jenis novel berdasarkan Burhan Nurgiantoro, menurut asumsi peneliti bahwa novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong dapat dikategorikan ke dalam jenis novel serius karena mengangkat tema yang berkaitan dengan persoalan kehidupan manusia yang universal
15
dan penggarapan cerita yang dikupas secara mendalam dengan kemasan yang menarik dan dibangun dengan unsur-unsur intrinsik yang kuat.
B. Alur Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama dan menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan ke arah klimaks dan penyelesaian untuk mencapai efek tertentu (pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal atau waktu dan oleh hubungan kausal atau sebabakibat).18 Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Alur merupakan tulang punggung cerita. berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya. Alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan.19 Selain kausalitas, pengarang juga menggambarkan peristiwa secara pararel dan kemiripan di antara tokoh, situasi, dan peristiwa. Hal ini dicapai dengan cara sedemikian rupa sehingga novel yang tercipta memiliki koherensi, sekalipun alurnya tidak tersusun berdasarkan hubungan-hubungan
18
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia “Edisi Keempat”, (Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2008), h.45. 19 Robert Stanton, op cit, h.28.
16
kronologis dan kausalitas. Sebuah novel dapat pula dibentuk oleh tokoh atau peristiwa yang serupa.20 Hal ini tentunya berkaitan dengan kreatifitas seorang pengarang dalam menghasilkan sebuah karya sastra. Seorang pengarang dengan sekreatif mungkin mengemas setiap peristiwa agar menjadi daya tarik bagi pembaca. Salah satunya ialah dengan menggunakan alur yang tidak kronologis bentuknya. Akan tetapi, penggunaan alur yang tidak kronologis dapat membuat jalan cerita menjadi kabur namun bagaimana pun bentuknya penggunaan alur dalam sebuah novel oleh seorang pengarang, tetap saja menjadi salah satu unsur penting dalam membentuk suatu jalan cerita yang utuh. Alur yang tersusun secara kronologis ialah urutan peristiwa yang diceritakan berdasarkan urutan kewaktuan. Tersusun berdasarkan urutan waktu kapan peristiwa tersebut terjadi. Misalnya hari-hari sebelumnya, pagi ini pun Yeni bangun pukul 05.00 WIB. Ini merupakan prestasi yang telah biasa dialaminya dan jarang terlambat. Kesadarannya segera membayangkan pada berbagai kegiatan rutin yang telah biasa dialaminya. Dimulai dari menyucikan diri, sembahyang, mandi, sarapan pagi, dan akhirnya berangkat ke sekolah dengan sepedanya. Di sekolah kegiatan yang tidak kalah rutinitasnya, siap menunggu. Yeni menjalani semua itu dengan perasaan yang biasa-biasa saja tanpa perasaan bosan. Ia menjalaninya begitu saja dengan kawan dan seluruh kegiatannya itu untuk menunggu bel jam pulang. Peristiwa yang terjadi pada contoh di atas merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara rutin dan telah menjadi kebiasaan. Apa yang terjadi kemudian tidak disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya. Peristiwa-peristiwa tersebut muncul secara berurutan berdasarkan keterangan waktu. Berbeda dengan contoh berikut ini, beberapa orang yang mengajar pagi di jam pertama sering kali menyindir, bahkan ada yang lebih dari itu, Nita 20
yang
selalu
datang terlambat.
Furfqonul Azis dan Abdul Hasim, op cit, h.69.
Jika
dihitung dengan
waktu,
17
keterlambatannya berkisar antara 5 sampai 30 menit. Akan tetapi, herannya, Nita sendiri seperti tidak perduli. Maka tidak jarang dosen yang rajin mempertimbangkan faktor nonakademis, tetapi penting untuk pembentukan karakter, akan mempertimbangkan sekali lagi kelulusannya. Hari Senin yang lalu pun ia terlambat hampir 25 menit. Ternyata hal itu telah diduga oleh sang dosen yang mengajar di kelasnya jam 07.00 WIB, karena pada malam harinya, menjelang tengah malam, suatu hal yang lain dari biasanya, sang dosen yang keluar rumah mencari angin segar, melihat Nita berjalan rapat dan nyaris menggelendot dengan seorang laki-laki di sebrang jalan. Kejadian tersebut yang dilakukan oleh orang yang sama bukanlah pemandangan baru bagi dosen tersebut. Berbeda dengan contoh sebelumnya, contoh di atas merupakan suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kaitan sebab-akibat. Artinya, kemunculan peristiwa-peristiwa sebelumnya akan menyebabkan munculnya peristiwa-peristiwa selanjutnya. Peristiwa ialah peralihan dari keadaan yang satu ke keadaan yang lain. Peristiwa dapat bersifat fungsional atau tidak. Peristiwa yang bersifat fungsional ialah peristiwa yang mempengaruhi perkembangan alur. Selain itu, terdapat juga peristiwa-peristiwa yang mengaitkan peristiwa-peristiwa penting. Contohnya, perpindahan dari lingkungan yang satu ke lingkungan lain, penampilan pelaku baru, adegan-adegan singkat bila tidak terjadi sesuatu yang penting. Sekalipun peristiwa tersebut terlihat sepele, namun sangat penting dalam sebuah cerita untuk mengendurkan perhatian pembaca agar tidak terus-menerus ditegangkan oleh peristiwa-peristiwa yang terdapat di dalam cerita. Selain itu, banyak peristiwa yang secara tidak langsung berpengaruh bagi perkembangan sebuah alur, tidak turut menggerakkan jalan cerita, tetapi mengacu kepada unsur-unsur lain, seperti bagaimana watak seseorang, bagaimana suasana yang meliputi para pelaku, dan sebagainya. 21 Subplot merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian dari alur utama, namun memiliki ciri khas tersendiri. Satu subplot bisa 21
Jan van Luxemburg, dkk, Pengantar Ilmu Sastra, (Jakarta: PT Gramedia, 1986), cet.2, h.150-151.
18
memiliki bentuk yang pararel dengan subplot lain. Salah satu bentuk subplot yang lazim dikenal adalah naratif bingkai. Sesuai dengan namanya, subplot ini membingkai dan membungkus naratif utama sehingga akan menghasilkan cerita dalam cerita.22 Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak jelas) hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter dengan lingkungannya. Konflik-konflik spesifik ini merupakan subordinasi satu konflik utama yang bersifat eksternal, internal, atau dua-duanya. Konflik utama selalu bersifat fundamental, membenturkan sifat-sifat dan kekuatankekuatan tertentu, seperti kejujuran dengan kemunafikan, kenaifan dengan pengalaman, atau individualitas dengan kemauan beradaptasi. Konflik semacam inilah yang menjadi inti struktur cerita. sebuah cerita mungkin mengandung lebih dari satu konflik kekuatan, tetapi hanya konflik utamalah yang dapat merangkum seluruh peristiwa yang terjadi dalam alur. Konflik utama selalu terikat teramat intim dengan tema cerita.23 Peristiwa-peristiwa pokok yang terdapat di dalam alur ialah situasi awal, komplikasi dan penyelesaian. Dengan berbagai cara situasi-situasi itu dapat dikombinasikan dan diulang dalam satu alur. Sedangkan, bagian besar alur ialah komplikasi. Secara global komplikasi dapat berupa kemajuan dan kemunduran, sejauh pelaku utama maju atau mundur. Berbagai peristiwa pada taraf abstraksi yang lebih rendah dapat juga dicirikan sebagai kemajuan atau kemuduran, perbaikan atau pemburukan. Alur tidak dapat dilepaskan dari hubungan antara para pelaku yang mengakibatkan atau mengalami berbagai peristiwa.24 Alur sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan waktu, baik dikemukakan secara eksplisit maupun implisit. Oleh karena itu, dalam sebuah cerita, tentu ada awal kejadian, kejadian berikutnya, dan 22
Robert Stanton, op cit,h.27. Robert Stanton, op cit, h.31-32. 24 Jan van Luxemburg, dkk, op cit, h.152-153. 23
19
barangkali pula ada akhirnya. Namun, alur sebuah karya fiksi sering kali tidak menyajikan peristiwa secara kronologis dan runtut, melainkan penyajiannya yang dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian yang mana pun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal dan kejadian akhir. Dengan demikian, tahap awal cerita tidak harus berada di awal cerita atau di bagian awal teks, melainkan dapat terletak di bagian mana pun.25 Tahap awal, sebuah cerita pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahaptahap berikutnya, yaitu berupa penunjukkan dan pengenalan latar serta pengenalan tokoh-tokoh yang terdapat di dalam cerita. Tahap tengah, menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Tahap akhir, menampilkan peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Bagian ini mengisahkan kesudahan cerita atau menyarankan pada hal bagaimanakah akhir sebuah cerita.26 Tahap-tahap alur yang telah dikemukakan di atas dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram. Diagram struktur yang dimaksud biasanya didasarkan pada urutan kejadian dan atau konflik secara kronologis. Sebenarnya lebih menggambarkan struktur alur jenis progresif-konvensionalteoretis. Misalnya, diagram yang digambarkan oleh Jones seperti ditunjukkan berikut ini.27
25
Burhan Nurgiantoro, op cit, h.141. Ibid, h.141-146. 27 Ibid, h.150. 26
20
Klimaks
Inciting Forces +) *)
**)
Awal
Pemecahan
Tengah
Keterangan : *)
Akhir
konflik diimunculkan dan semakin ditingkatkan
*)
konflik dan ketegangan dikendorkan
+)
Inciting forces menyarankan pada hal-hal yang semakin meningkatkan konflik sehingga akhirnya tercapai klimaks.
C. Pembelajaran Sastra di Sekolah Horatius seorang penyair besar Romawi (65-8 SM) berpandangan bahwa karya sastra harus bertujuan dan berfungsi dulce et utile, yakni menghibur dan bermanfaat. Bermanfaat karena pembaca dapat mengambil pelajaran yang berharga ketika membaca karya sastra, yang mungkin bisa menjadi pegangan hidupnya. Mungkin juga karena karya sastra mengisahkan hal-hal yang tidak terpuji, tetapi pembaca masih bisa menarik pelajaran dari karya sastra tersebut karena dalam membaca dan menyimak karya sastra, pembaca dapat mengingat dan sadar untuk tidak berbuat hal yang dialami oleh tokoh di dalam cerita. Selain itu, sastra harus bisa memberi nikmat melalui keindahan isi dan gaya bahasanya.28 Hakikat
pendidikan
ialah
membina
anak
didik
ke
arah
pertumbuhannya menjadi manusia yang dapat bermasyarakat dengan baik.29 Yus Rusyana mengatakan, untuk kepentingan pendidikan, tujuan pengajaran sastra merupakan bagian dari tujuan pendidikan secara keseluruhan, karena 28
Partini Sardjono Pratokusumo, Pengkajian Sastra, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.5-6. 29 Bambang Kaswanti Purwo, Bulir-Bulir Sastra & Bahasa, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), cet.1, h.39.
21
proses belajar dan mengajarkan sastra merupakan bagian dari proses pendidikan. Tujuan pengajaran menentukan komponen pengajaran lainnya. Jadi, pengajaran sastra sebagai kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan.30 Tujuan pengajaran sastra merupakan tolak ukur tujuan pendidikan, karena sebuah penciptaan karya sastra yang sarat akan nilai-nilai kehidupan dapat memberikan manfaat bagi pembacanya. Selain mengangkat cerita yang dapat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari, suatu karya sastra juga sarat akan nilai-nilai yang menyinggung berbagai sisi dalam kehidupan yang tentunya dapat bermanfaat
dalam proses mendidik siswa dan proses
pembelajaran di sekolah. Sastra dapat membukakan mata pembaca untuk mengetahui realitas sosial, politik, dan budaya dalam bingkai moral dan estetika. Melalui karya sastra para pembaca akan menikmati realitas imajinasi pengarang melalui tokoh, peristiwa, dan latar yang disajikan. Belajar sejarah tidak harus membaca buku sejarah. Dengan membaca tokoh, peristiwa, dan latar sastra yang berlatarkan peristiwa tertentu, pembaca akan diajak berpikir dan bersentuhan dengan sejarah.31 Karya sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia pendidikan secara nyata. Kinayati Djoyosuroto mengatakan bahwa sastra bukan hanya sumber nilai moral ataupun sumber pengetahuan, akan tetapi sastra dapat mempertajam kesadaran sosial dan religiusitas pembacanya. Menurut Suminto A Sayuti, terdapat korelasi positif antara pembelajaran sastra dan pembelajaran bidang studi lain. Pembelajaran sastra dilaksanakan dengan kreatif, dengan pilihan bahan yang mampu merangsang daya kritis siswa, serta sastra juga merupakan sarana yang mampu mengantarkan siswa ke jenjang kedewasaan.32
30
Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, (Bandung: CV. Dipenogoro, 1984), h.313. 31 Kinayati Djojosuroto, Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya, (Yogyakarta: Pustaka, 2006), h.77-78. 32 Ibid, h.83-84.
22
Pendidikan dapat diterapkan pula melalui sebuah karya sastra. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam kurikulum 2004 yang pertama adalah, peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Tujuan yang kedua adalah, peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Tujuan itu pula dijabarkan ke dalam kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis sastra. Sebetulnya, kompetensi yang akan dikembangkan sudah cukup baik. Terkadang, yang terjadi di lapangan tidak selalu sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Kompetensi ini dijabarkan di dalam buku pembelajaran, isinya masih berkisar pada pembahasan
tema, tokoh, watak, alur, sudut pandang, latar, gaya
bahasa, nilai-nilai, dan amanat pada pembelajaran prosa. Pembelajaran sastra sebenarnya dapat ditingkatkan lagi dengan pendidikan melalui sastra. Melalui sastra kita dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam hal keseimbangan antara spiritual, emosional, etika, logika, estetika, dan kinestika. Pengembangan kecakapan hidup, belajar sepanjang hayat, serta pendidikan menyeluruh dan kemitraan.33 Suwardi Endraswara memaparkan mengenai pembelajaran sastra yang mengarah kepada pembelajaran KBK bahwa orientasi pembelajaran sastra tidak harus bertele-tele dengan banyaknya teori yang disampaikan. Akan tetapi dapat melakukan action research yang berupa kerjasama guru untuk merancang pembelajaran sastra yang bernuansa KBK. Selain itu, dalam pembelajaran sastra peserta didik diperkenalkan untuk mengapresiasi sesuai dunia remaja. Pertama, peserta didik diajak untuk mencermati hakikat puisi dengan menyimpulkan sendiri apa itu puisi. Kedua, peserta didik diajak untuk mengenali imaji, tanggap terhadap lingkungan, dan alam secara estetis. Ketiga, peserta didik selalu dimotivasi untuk terus mencoba dan berlatih. 33
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h.170-171.
23
Keempat, peserta didik diajak untuk belajar seni merangkai kata, bercerita lewat puisi. Melalui langkah demikian, pembelajaran sastra memiliki kegunaan spiritual, khususnya untuk keseimbangan emosi. Pembelajaran puisi akan menjadi wahana menghaluskan rasa humanis.34 Apresiasi berkaitan dengan penghargaan dan penilaian. Langkah dasar untuk mengapreasiasi karya sastra adalah dengan membaca. Selain itu, pembaca harus melakukan serangkaian kegiatan, yakni penafsiran, analisis, dan penilaian untuk dapat mengapresiasi sebuah karya sastra.35 Berdasarkan hal yang telah dikemukakan di atas, terdapat relevansi antara sastra dengan
pendidikan,
yakni
berkaitan
dengan
kegiatan
mengapreasiasi sebuah karya sastra. Peserta didik melakukan serangkaian kegiatan yang berkaitan untuk mengenal sebuah karya sastra hingga akhirnya dapat memahami secara mendalam sebuah karya sastra. Peserta
didik
diajak
untuk
langsung
membaca,
memahami,
menganalisis, dan menikmati karya sastra secara langsung. Dengan pendidikan sastra, peserta didik tidak hanya diajak untuk memahami dan menganalisis berdasarkan bukti nyata yang ada di dalam karya sastra dan kenyataan yang ada di luar sastra, tetapi juga diajak untuk mengembangkan sikap positif terhadap karya sastra. Pendidikan semacam ini akan mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan keterampilan peserta didik.36 Berdasarkan hal yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra dan pendidikan memiliki keterkaitan yang sangat erat. Sastra bukan hanya sebuah bahan bacaan, akan tetapi proses peciptaan karya sastra juga berfungsi untuk menghibur dan memberikan manfaat bagi pembacanya, yakni melalui nilai-nilai positif yang ada di dalam cerita dan melalui peristiwa yang dialami oleh tokoh di dalam cerita. Terlebih, tujuan pengajaran sastra 34
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi, (Jakarta: CAPS, 2013), h.193. 35 Heru Kurniawan, Sastra Anak: dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotika, hingga Penulisan Kreatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), cet.2, h.7-13. 36 Wahyudi Siswanto, op cit, h.168-169.
24
yang merupakan tolak ukur tujuan pendidikan dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran dan mendidik siswa di sekolah. Dengan pendidikan sastra, peserta didik tidak hanya diajak untuk memahami dan menganalisis berdasarkan bukti nyata yang ada di dalam karya sastra dan kenyataan yang ada di luar sastra, tetapi juga diajak untuk mengembangkan sikap postif terhadap
karya
sastra.
Pendidikan
sastra
mampu
mengembangkan
kemampuan berpikir, sikap, dan keterampilan peserta didik. Sastra juga bukan hanya sumber nilai moral ataupun sumber pengetahuan, akan tetapi sastra dapat mempertajam kesadaran sosial dan religiusitas pembacanya. Banyak jenis karya sastra yang dapat diapresiasi oleh peserta didik untuk pembelajaran di sekolah, salah satunya adalah novel. Novel yang dapat dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran sastra adalah novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik, karena novel ini mengangkat cerita yang sesuai dengan dunia remaja dan memiliki unsur-unsur pembangun yang menarik untuk dianalisis oleh peserta didik di sekolah.
D. Penelitian Relevan Berdasarkan penelusuran penulis pada koleksi skripsi di Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta bahwa penelitian terhadap Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong belum pernah ada yang meneliti. Akan tetapi, penelitian yang berkaitan dengan analisis alur pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya adalah sebagai berikut. 1) Ahmad Darmawan, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, tahun 2013. Mengangkat skripsi dengan judul “Analisis
Karakter
Tokoh
dan
Alur
dalam
Novel
Pengembaraan Hang Jebat Pencarian Meretas Zaman Karya Ashadi Zain & Moh Dat Molok”. Hasil dari penelitian ini adalah beberapa tokoh dalam novel Pengembaraan Hang Jebat Pencarian Meretas Zaman Karya Ashadi Zain dan Moh Dat Molok, yaitu: 1)
25
Hang Jebat memiliki watak teguh berpendirian, pemarah, adil, penyayang, jujur, pemberani, tegas, semangat juang, tidak sombong, penolong, bijak, terpercaya, berterima kasih, religius, dan penasaran. 2) Hang Tuah memiliki watak taat kepada raja. 3) Hang Lekir memiliki watak pemarah. 4) Hang Katsuri memiliki watak pemarah. 5) Sultan Malaka memiliki watak sombong dan kejam. 6) Kerma Wijaya memiliki watak kejam. 7) Puteri Laila memiliki watak sakti. 8) Adinda Sultan Salahuddin memiliki watak penyayang dan religius. 9) Sultan Salahuddin memiliki watak bimbang dan religius. Terdapat 20 tokoh protagonis dan 6 tokoh antagonis di dalam novel Pengembaraan Hang Jebat Pencarian Meretas Zaman. Alur yang terdapat dalam novel Pengembaraan Hang Jebat Pencarian Meretas Zaman karya Ashadi Zain dan Moh Dat Molok adalah alur progresif. Alur maju terdapat 18 alur yang menceritakan perjalanan pengembaraan Hang Jebat dari awal ia berguru hingga ia ditugaskan Sang Persata Nala gurunya mengembara dari zaman ke zaman untuk menumpas kebatilan dan menegakan keadilan. Alur mundur terdapat 24 alur yang menceritakan perjalanan Hang Jebat menembus lorong waktu yang ditugaskan oleh Sang Persata Nala gurunya dari zaman Sultan Hasanuddin sampai ke zaman negeri Malaka. Alur campuran terdapat 26 alur yang menceritakan perjalanan Hang Jebat dari zaman ke zaman kelantan, zaman kerajaan Sultan Hasanuddin, hingga ia kembali ke zaman Malaka.37 2) Bunga Pramita, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2013. Mengangkat skripsi dengan judul “Analisis Plot (Hubungan Kausalitas) Novel Lalita 37
Skripsi Ahmad Darmawan, Analisis Karakter Tokoh dan Alur dalam Novel Pengembaraan Hang Jebat Pencarian Meretas Zaman Karya Ashadi Zain & Moh Dat Molok, Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung Pinang, 2013.
26
Karya Ayu Utami dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Hasil dari penelitian ini adalah analisis objektif terhadap novel Lalita menjelaskan makna pokok atau gagasan dasar yang terkandung
dalam
keseluruhan
novel
Lalita,
yaitu
proses
menemukan kesadaran sejati. Berdasarkan urutan waktu kejadian, peristiwa yang ditampilkan novel Lalita menggunakan teknik pengembangan plot yang bersifat progresif. Jika dianalisis berdasarkan kriteria jumlah, plot Lalita menggunakan teknik cerita berbingkai. Analisis tokoh dalam kajian ini ditentukan berdasarkan perannya dalam pengembangan plot. Oleh karena itu, dapat ditentukan
tokoh
utama
novel
ini
adalah
Lalita.
Dalam
menggambarkan tokoh-tokohnya, pengarang menggunakan metode analitik, yakni penggambaran tokoh dengan memaparkan secara langsung sifat-sifat lahir (fisik) dan batik (perasan, hasrat, pikiran) kepada pembaca. Pendeskripsian latar dalam novel ini merupakan jenis latar tipikal karena disertai deskripsi sifat khas tertentu yang menonjol pada sebuah latar baik yang menyangkut unsur tempat, waktu, maupun sosial. Penggunaan beberapa jenis gaya bahasa di antaranya
majas
metafora,
pleonasme,
dan
polisendenton.
Penggunaan sudut pandang orang ketiga mahatahu memberi kemudahan kepada pembaca untuk memahami detail cerita. dengan teknik ini, pembaca seolah diajak untuk terlibat langsung dan merasakan kedekatan emosional dengan cerita. Dengan demikian, kesimpulan akhir yang diperoleh bahwa novel Lalita mempunyai struktur bangunan yang kokoh bila dilihat dari unsur-unsur pembangun yang saling menguatkan satu sama lain. Analisis hubungan
kausalitas
akan
membawa
kita
pada
kaidah
pengembangan plot yang mencakup unsur plausabilitas, suspense, surprise, dan unity. Berdasarkan hasil analisis hubungan kausalitas, persepsi awal penulis bahwa novel ini bertema spiritual dan saint terbantahkan, sebab ditemukan keterkaitan antarsequen yang
27
menunjukkan hubungan antar peristiwa dengan makna yang ingin disampaikan pengarang, yakni tentang pencapaian “kesadaran sejati” tersebut. Implikasi analisis plot (hubungan kausalitas) terhadap pembelajaran sastra adalah melatih peserta didik untuk berpikir logis dan memperoleh pengetahuan baru bahwa unsur yang terkandung dalam sebuah plot bukan hanya terdapat hubungan temporal atau kronologis, seperti pengetahuan mereka pada umumnya yang hanya mengenal urutan waktu dalam kegiatan analisis plot, tetapi terdapat juga unsur lain, yaitu hubungan kausalitas atau sebab akibat yang diciptakan kelogisan dalam setiap kemunculan peristiwa.38 3) Fahmi Nur Muzaqi, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2014. Mengangkat skripsi dengan judul “Analisis Alur Novel Orb Karya Galang Lufityanto suatu Tinjauan Semiotik Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”. Hasil dari penelitian ini adalah tahapan alur yang digunakan pengarang dimulai dari eksposisi – penurunan – konflik – eksposisi – konflik – eksposisi – klimakseksposisi – konflik – klimaks – peleraian – penyelesaian – konflik. Beberapa keunikan alur novel Orb, yaitu 1) Orb karya Galang Lufityanto digambarkan seperti gelombang. Pengarang sering kali memasukkan tahap eksposisi di tengah-tengah konflik. 2) Terdapat dua klimaks dalam novel ini. 3) Tahap penyelesaian alur dalam novel ini tidak dijadikan akhir sebuah cerita dalam novel melainkan diletakkan menjelang berakhirnya cerita. Implikasi penelitian ini terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas, yakni analisis alur novel Orb karya Galang Lufityanto bisa dijadikan sebagai salah satu media dalam melaksanakan pembelajaran 38
Bunga Pramita, Analisis Plot (Hubungan Kausalitas) Novel Lalita Karya Ayu Utami dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
28
Bahasa Indonesia pada kelas X di materi teks prosedur kompleks. Guru dapat menjadikan novel ini sebagai bahan diskusi siswa dengan referensi yang berbobot. Melalui proses penelaahan unsur intrinsik ini siswa dapat mengambil nilai-nilai penting melalui prosesnya seperti menghargai perbedaan argumen masing-masing siswa dan juga membuat siswa lebih kritis dalam membaca novel.39
39
Fahmi Nur Muzaqi, Analisis Alur Novel Orb Karya Galang Lufityanto suatu Tinjauan Semiotik Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA, Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
BAB III PEMBAHASAN
Sebuah karya fiksi merupakan bentuk atau hasil imajinasi seorang pengarang yang direalisasikan melalui bentuk nyata, yakni berupa sebuah karya. Sebuah karya sastra yang dibangun dengan unsur-unsur yang memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya merupakan unsur yang dapat membangun karya tersebut. Unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. A. Unsur Intrinsik Berikut akan disajikan analisis struktural yang dibatasi hanya unsur tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, bahasa, sudut pandang, dan amanat dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong. 1. Tema Tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah karya sastra sebagai struktur semantis dan bersifat abstrak yang secara berulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara tidak langsung atau implisit.1 Tema yang terdapat dalam novel MADA ialah mengenai petualangan Mada dan kawan-kawannya untuk mencari Buku Gunadarma yang merupakan petualangan untuk mencari jati diri mereka sesungguhnya. “Nia apakah kamu tidak pernah bertanya kepada ayahmu, Tentang kelanjutan cerita itu?” “Sudah, tapi ayahku juga tidak tahu akhir cerita gunadarma. Tapi kalo tidak salah, ayahku pernah bilang, Di Desa Jumeneng tersimpan buku Gunadarma,” jawab Nia “Oh ya? Semua kembali berbinar ceria. “di manakah desa itu, Nia?” “Entahlah, mungkin tersimpan di sebuah Taman Bacaan, Pasti, nanti aku tanyakan kepada ayahku,” jawab Nia Kini giliran Angelica yang mengajukan rencana “Bagaimana kalau kita ramai-ramai mencarinya?” Semua menatap wajah Angelica dengan penuh tanda tanya 1
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005), cet.10, h. 9.
28
29
Tapi entah kenapa, seakan kami punya jawaban yang sama. “Ya, setuju. Kita semua harus mencarinya, bersama.”2 Awal kisah novel MADA adalah ketika Mada dan kawan-kawannya mendengarkan cerita mengenai Gunadarma yang disampaikan oleh ibu guru Aminah Mukhlas ketika pelajaran berlangsung di dalam kelas. Gunadarma adalah seorang anak laki-laki yang baik hati. Ia suka menolong orang lain tanpa pamrih. Gunadarma adalah seorang anak yatim yang pada akhirnya hidup sebatang kara karena ditinggalkan oleh orangorang yang ia cintai. Akan tetapi, ia selalu sabar dan tabah dalam menghadapi kehidupannya. Gunadarma adalah seorang pembelajar yang pemberani dan tangguh. Melalui cerita Gunadarma yang disampaikan oleh ibu guru Aminah Mukhlas tersebut, anak-anak merasa kagum terhadap sosok Gunadarma. Mereka ingin menjadi seperti Gunadarma. Hal tersebut yang menjadi alasan Mada dan kawan-kawannya untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma. “Nia, apakah kamu tidak pernah bertanya kepada ayahmu, Tentang kelanjutan cerita itu?” “Sudah, tapi ayahku juga tidak tahu akhir cerita Gunadarma. Tapi kalau tidak salah, ayahku pernah bilang, Di Desa Jumeneng tersimpan buku Gunadarma,” jawab Nia ...Kini giliran Angelica yang mengajukan rencana “Bagaimana kalau kita ramai-ramai mencarinya?!” Semua menatap wajah Angelica dengan penuh tanda tanya Tapi entah kenapa, seakan kami punya jawaban yang sama. “Ya, setuju. Kita semua harus mencarinya, bersama.”3 Setelah kesepakatan yang telah diambil bersama, Mada dan kawan-kawannya sepakat untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma ke sebuah Taman Bacaan yang terletak di Desa Jumeneng. Sebuah petualangan yang melewati berbagai macam rintangan yang
2
Abdullah Wong, MADA, Sebuah Nama Yang Terbalik, (Jakarta: Makkatana, 2013), h.105-
3
Ibid, h.105-106.
106.
30
pada kenyataannya Buku Gunadarma yang mereka cari tidak pernah ada. “Ternyata, semua petualangan adalah rangkaian dari pesanPesan Pesan yang sejatinya telah dihamparkan Tuhan Segala pesan itu begitu luas tak bisa dibayangkan Kecuali dengan kerendahan hati untuk mau belajar dengan Penuh kesabaran.”4 Kutipan tersebut merupakan akhir dari kisah petualangan Mada dan kawan-kawannya dalam mencari Buku Gunadarma. Kisah Gunadarma yang diceritakan oleh ibu guru Aminah Mukhlas ternyata merupakan cerita yang sering ia dengar dari ayahnya semasa ia kecil. Tokoh Gunadarma itu sendiri pada hakikatnya sudah tercermin dalam diri Mada dan kawan-kawannya yang memiliki keberanian dalam melakukan petualangan untuk mencari Buku Gunadarma yang menghadapi berbagai macam rintangan. 2. Tokoh dan Penokohan Istilah
tokoh
merujuk
kepada
pelaku
cerita.
Sedangkan,
penokohan sering disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan. 5 Tokoh dapat dikatakan orang yang berperan dalam cerita dan penokohan adalah karakter yang berkaitan dengan sikap, sifat, dan kepribadian yang dimiliki oleh tokoh tersebut. Penokohan dalam novel MADA didasarkan dalam bentuk metode analitis (metode ekspositori). Metode analitis adalah pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Pengarang menghadirkan tokoh ke hadapan pembaca dengan cara tidak berbelit-belit, melainkan menyampaikan secara langsung mengenai sifat, sikap, watak, tingkah laku, atau bahkan
4
Abdullah Wong, op cit, h.219. Burhan Nurgiantoro, op cit, h.247.
5
31
ciri fisikya.6 Berikut penjabaran mengenai tokoh dan penokohan yang terdapat dalam novel MADA. a.
Mada Mada bernama lengkap Ahmad Mustofa. Mada merupakan tokoh utama dalam novel. Penggunaan nama Mada sebagai tokoh utama memiliki keterkaitan dengan judul novel. Nama Mada yang apabila dibaca terbalik menjadi Adam. Adam merupakan seorang nabi yang melanggar larangan dengan memakan buah Khuldi hingga akhirnya ia diusir dari surga dan menjadi manusia pertama yang ada di bumi. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan nama Mada sebagai judul novel memiliki keterkaitan yang menjelaskan bahwa secara keseluruhan novel ini menceritakan petualangan dan kisah hidup seorang anak Adam bernama Mada untuk mencari Buku Gunadarma sebagai petualangan untuk menemukan jati dirinya sendiri melalui rintangan-rintangan yang dihadapi. Mada digambarkan sebagai seorang anak yang nakal, usil, congkak, dan penuh ambisi. “Mada ingat benar bagaimana dirinya ketika masih kecil Ia dikenal orang sebagai anak nakal dan usil Bahkan seringkali congkak, penuh ambisi dan degil”.7 Kutipan tersebut secara langsung melukiskan penokohan Mada. Penokohan yang dimiliki Mada semasa kecil menjadi dasar terbentuknya kepribadian Mada hingga dewasa. Penggambaran sikap usil Mada semasa kecil membentuk Mada sebagai seorang anak yang mudah bergaul hingga memiliki banyak teman dan digemari oleh teman-temannya. Sikap Mada yang nakal dan penuh ambisi membuatnya menjadi sosok yang tidak memiliki rasa takut terhadap segala macam rintangan. Hal ini yang membuatnya
6 7
Abdullah Wong, op cit, h.279-280. Ibid, h.13.
32
dianggap sebagai seorang pemimpin dalam melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma. “Mada selaku pemimpin rapat menerangkan Saat melakukan aktifitas di luar ruangan, Tubuh kita bekerja tidak seperti biasa Terik matahari menguras cairan tubuh, Membuat badan seperti kuntum bunga layu Maka, tubuh kita membutuhkan siraman air yang sejuk Supaya segar selalu.”8 Walaupun Mada digambarkan sebagai seorang anak yang nakal dan usil, akan tetapi, ia adalah seorang anak yang mandiri dan dewasa. Ia juga merupakan seorang anak yang berbakti kepada orang tua. Ia tidak pernah melawan kepada orang tua, bahkan ia selalu membantu pekerjaan orang tuanya. “Mungkin bagi sebagian orang, Mada adalah anak manja Namun sesungguhnya Mada mandiri dan dewasa”.9 Sikap mandiri dan dewasa yang dimiliki Mada terbentuk melalui lingkungan keluarganya. Mada memiliki sosok ayah yang tegas dan bijaksana dan seorang ibu yang baik dan berhati lembut. Ayahnya yang tegas dan bijaksana mendidik Mada agar menjadi seorang anak yang mandiri dan dewasa. Selain itu, sikap mandiri dan dewasa yang dimiliki oleh Mada merupakan alasan kuat yang melatarbelakangi Mada dijadikan sebagai seorang pemimpin dalam petualangan mencari Buku Gunadarma. Mada dianggap lebih dewasa dibandingkan teman-temannya yang lain dan memiliki ambisi yang tinggi untuk mencari buku Gunadarma. Sikap dewasa Mada
ditunjukan
ketika
ia
mengambil
keputusan
selama
petualangan mencari Buku Gunadarma berlangsung. Ia mampu mengambil keputusan dengan bijaksana yang menunjukan dirinya memiliki pemikiran yang dewasa.
8 9
Abdullah Wong, op cit, h.160. Ibid, h.17.
33
“Bagaimana, Mada?” Affwah bertanya. “Baiklah. Lebih baik Ihsan dan Diwan pulang saja dulu...” “Mada dan kawan-kawan lain meyakinkan Ihsan Agar dirinya tidak kecewa karena tidak berhasil melanjutkan Perjalanan Diwan dan Ihsan melambaikan tangan.”10 Mada digambarkan sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tua. Ia tidak pernah melawan kepada orang tua. Bahkan, ia sering membantu pekerjaan orang tuanya. “Kawan-kawan, maafkan aku.” Mada kembali bicara “Kalian tetap teruskan pencarian buku Gunadarma Tapi aku sama sekali tidak bisa ikut bersama Aku harus membantu ayahku bekerja Apalagi adikku masih kecil, aku harus membantu ibuku menjaganya.”11 Latar belakang keluarga Mada yang memiliki seorang ibu berhati baik dan lembut menjadi alasan kuat yang melatarbelakangi terbentuknya sikap Mada yang berbakti kepada orang tua. Penggambaran Mada yang memiliki sikap nakal dan usil tetapi ia adalah anak yang berbakti kepada orang tua memperbaiki pola pikir yang berkembang di masyarakat saat ini, bahwa anak yang terlihat nakal dan usil sering kali melawan kepada orang tua. Akan tetapi, dalam novel ini pengarang justru mengambarkan Mada sebagai anak yang berbakti kepada orang tua meski ia nakal dan usil. b.
Hakim Hakim adalah tokoh yang berperan sebagai ayah Mada. Hakim digambarkan sebagai seorang ayah yang tegas dan bijaksana. Selain itu, Hakim juga dekat dengan anaknya. Dalam bahasa Arab, Hakim bermakna bijaksana. Hal tersebut menjelaskan bahwa penggunaan nama Hakim menggambarkan penokohan
10 11
Abdullah Wong, op cit, h.186-187. Ibid, h.121.
34
Hakim yang terdapat di dalam novel, yakni seorang yang tegas dan bijaksana. “Sungguh beruntung seorang Mada Punya ayah yang tegas bijaksana Hakim, namanya Bekerja sebagai seniman yang menulis lagu-lagu cinta Bernyanyi di atas panggung penuh lampu aneka warna Disambut riuh dan sorak para penggemarnya.”12 Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Hakim bekerja sebagai seorang seniman yang gemar menulis lagu. Ia juga menyanyikan lagu-lagu ciptaannya dari satu panggung ke panggung lainnya dengan
penggemar
setia
yang
selalu
menyaksikan
pertunjukkannya. Sikap tegas dan bijaksana Hakim ditunjukan saat ia mendidik anak-anaknya dan ditunjukan dari sosoknya sebagai seorang Ayah dan kepala keluarga. “Mada, nanti kalau kalau sudah makan siang, jangan lupa temui ayah.” Mada mengangguk. Mada merasakan ada sesuatu yang ingin disampaikan ayah...” “Mada, ayah mau tanya. Kenapa kamu baru pulang sekolah?” “Apakah ayah marah?” “Ayah tidak marah. Ayah hanya bertanya, kenapa kamu baru pulang sekolah,” “Ayah, tadi Mada bersama kawan-kawan ada latihan sepak bola di sekolah.” “Apakah Mada tidak mau jadi anak yang berani?” “Mada, anak berani selalu jujur dan pantang bohong, Apalagi berbohong pada orang tua sendiri...” “Mada, kamu sudah cerita jujur dan benar Ibu dan ayah bangga karena Mada memang anak pintar Anak pintar tak pernah gentar untuk berkata benar.”13
12 13
Abdullah Wong, op cit, h.13. Ibid, h.41-43.
35
Akan tetapi, walaupun Hakim digambarkan sebagai sosok yang tegas, Hakim senang bercanda dan mengajak main anakanaknya. “Mada begitu dekat dengan Hakim, ayahnya Seringkali Hakim mengajak bermain dan bercanda Membuat Mada senantiasa rindu untuk selalu bersama.”14 Kutipan tersebut jelas menggambarkan Hakim sebagai sosok ayah yang tegas dan bijaksana. Ia tegas mendidik Mada agar Mada menjadi anak yang jujur dan tidak berbohong kepada orang tua. Hakim tidak marah ketika mendengar Mada berbohong, tetapi ia bersikap tegas dengan memberikan nasihat kepada Mada untuk tidak berbohong dan bersikap bijaksana dengan melihat sisi positif dari masalah yang ada, yakni memuji kejujuran Mada. Selain itu, seorang ayah juga harus memiliki kedekatan emosional yang baik dengan anak. Kedekatan emosional yang terjalin antara seorang ayah dan anak mampu menciptakan hubungan dan komunikasi yang baik. c.
Sophia Sophia merupakan tokoh yang berperan sebagai ibu Mada. Sophia digambarkan sebagai seorang ibu yang cantik, baik hati, dan lembut. Dalam bahasa Yunani, Sophia berarti kebijaksanaan, kepandaian, atau pengertian yang mendalam. Berdasarkan arti kata tersebut, penggunaan nama Sophia menggambarkan karakter tokoh Sophia di dalam novel ini yang memiliki sikap kebijaksanaan, kepandaian, dan pengertian yang mendalam terhadap keluarganya sebagai seorang ibu. “Sementara ibu Mada, Bagaikan bidadari yang turun dari nirwana Sophia, namanya Berparas jelita penuh pesona.”15
14
Abdullah Wong, op cit, h.17.
36
Berdasarkan kutipan tersebut, digambarkan mengenai fisik Sophia yang memiliki wajah yang cantik dan seorang ibu yang pintar memasak dan selalu berdoa. “Ia tak akan pernah menjelaskan hakikat dari yang diberi nama Ibu Mada memang ahli memasak, dan Mada tak pernah bosan untuk selalu memujinya.”16 Penggambaran Sophia yang cantik, pintar memasak dan selalu berdoa menunjukkan bahwa Sophia memiliki hati yang lembut. Ia selalu melalukan segala pekerjaan dengan penuh cinta dan kelembutan. Sosok Sophia yang berhati baik dan lembut menjadi alasan kuat yang melatarbelakangi terbentuknya sikap Mada yang tidak melawan kepada orang tua karena Mada dididik dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. d.
Rindu Rindu adalah adik Mada. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Rindu berarti sangat ingin dan berharap benar terhadap sesuatu.17 Berdasarkan arti kata tersebut memiliki keterkaitan dengan penokohan Rindu yang terdapat di dalam novel ini. Rindu digambarkan sebagai seorang anak yang memiliki keingintahuan yang besar terhadap sesuatu hal. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini. “Apa yang sedang kamu warnai, Rindu?” “Kakak, ini namanya sepatu.” Mada masih menemani Rindu... “Rindu, apakah kamu mau dengar cerita tentang sepatu?” “Ya, Rindu mau. Tapi Rindu masih mewarnai sepatu.” Mada hanya tersenyum mendengar jawaban Rindu...”18
15
Abdullah Wong, op cit, h.13. Ibid, h.34. 17 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia “Edisi Keempat”, (Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2008), h.1175. 18 Abdullah Wong, op cit, h.131. 16
37
Berdasarkan kutipan tersebut, digambarkan sosok Rindu yang ingin mendengarkan cerita mengenai Kisah Sepatu. Akan tetapi, ia juga memiliki keinginan untuk menyelesaikan pekerjaannya mewarnai sepatu. e.
Aminah Mukhlas Aminah Mukhlas adalah seorang guru yang mengajar di sekolah Mada. Aminah adalah seorang guru yang memiliki sikap keibuan. Aminah begitu perhatian dan memiliki rasa kepedulian yang besar kepada murid-muridnya. “Ibu guru mengusap kepala Arya Sepertinya ibu guru lebih paham dari mereka Ibu guru berbisik lembut pada Arya Sementara mereka hanya bisa menduga.” “Arya jadilah anak hebat. Anak hebat pasti melewati banyak rintangan. Kalau Arya tabah dan sabar, Pasti segalanya dimudahkan Tuhan.”19 Berdasarkan kutipan tersebut, Aminah digambarkan sebagai seorang guru yang lembut dan keibuan. Penokohan Aminah ini memiliki keterkaitan dengan penggunaan nama Aminah yang merupakan nama ibu dari Nabi Muhammad saw. Hal tersebut tentunya berkaitan karena ibu dari Nabi Muhammad saw merupakan seorang ibu yang keibuan dan lemah lembut, dan hal tersebut tercermin pada sosok Aminah di dalam novel ini. Aminah yang
bermakna
menggambarkan
dapat
dipercaya
penokohan
Aminah
dalam yang
bahasa
Arab,
mendapatkan
kepercayaan oleh murid-murid di kelas dan menyayanginya seperti ibu kandung sendiri. Hal ini terbukti dari kutipan di atas, bahwa Arya percaya untuk menceritakan masalah keluarganya kepada Aminah.
19
Abdullah Wong, op cit, h.58-59.
38
Berdasarkan hal tersebut, secara jelas terlihat sikap keibuan, perhatian, dan kepeduliaan Aminah terhadap murid-muridnya. Aminah digambarkan sebagai seorang guru yang mempunyai pengaruh besar dalam mendidik dan mengajar.
Ia selalu
menyampaikan pesan bagi murid-muridnya untuk menjadi anak yang hebat dan pembelajar yang sejati. Aminah mengajar dengan metode pembelajaran yang merangsang keaktifan siswa di dalam kelas. “Anak-anakku, hari ini kita akan belajar tentang matahari, Apakah di antara kalian ada yang tahu tentang matahari...?” “Luar biasa, jawaban kalian sangat hebat!” Apakah ada yang mau menambahkan tentang matahari...?” “Baiklah, anak-anak, apa yang bisa kita petik dari keberadaan Matahari? Masing-masing dari mereka menjawab,”20 Selain itu, Aminah juga memanfaatkan alam sebagai tempat untuk belajar dan mengajar, sehingga siswa tidak merasa bosan karena belajar di dalam ruangan secara terus-menerus. “Kami semua keluar dengan girang Affwah dan Angelica mengajak ia dengan tenang Sementara Diwan dan Ihsan asyik jalan melenggang Sedangkan Mada dan Arya jalan santai di belakang Mereka semua duduk-duduk di bawah pohon cherry Dengan wajah berseri-seri kami bercanda Sambil menunggu ibu guru datang kemari Sesekali kami tertawa, lalu diam kembali”.21 Berdasarkan kutipan tersebut, jelas tergambar penokohan Aminah Mukhlas sebagai sosok guru yang mempunyai pengaruh besar dalam mendidik dan mengajar murid-muridnya.
20 21
Abdullah Wong, op cit, h.88-89. Ibid, h.88.
39
f.
Aghnia Cahaya Aghnia Cahaya atau yang dipanggil Nia adalah sahabat Mada. Nia
adalah siswa baru di sekolah Mada. Nia digambarkan seperti seorang putri bak permainsuri. “Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru, Dia akan menjadi salah satu temanmu. Nanti kalian mengenalkan diri satu per satu, Setelah temanmu ini mengenalkan diri padamu.” Masing-masing dari mereka menatap wajahnya Seorang perempuan cantik, anggun, bersahaja Kulit putih, rambut panjang, mata lebar mempesona Mereka masih menunggu ia memperkenalkan dirinya.”22 Kata Aghnia berasal dari bahasa Arab, yakni Ghaniyyun yang berarti orang kaya. Kaya bukan hanya dalam arti memiliki banyak harta, akan tetap juga kaya akan ilmu pengetahuan, amal, teman, dan pengalaman. Arti kata tersebut memiliki keterkaitan dengan penokohan Nia di dalam novel ini. Nia digambarkan sebagai anak orang kaya dari seorang konsultan musik dan produser ternama. Selain itu, Nia juga digambarkan sebagai sosok yang pintar di dalam kelas. “Apakah ada yang bisa membedakan cahaya dan matahari?” Nia, siswa baru itu, menjawab dengan bangga “Cahaya tidak mungkin bisa dipisahkan dari sumber cahaya... “Luar biasa, jawaban Nia sangat memuaskan!” Jawaban Nia membuat Mada dan kawan-kawannya terkesan...”23 Nia juga memiliki pengetahuan yang luas. Hal ini digambarkan ketika Nia sudah lebih dulu mengetahui mengenai Kisah Dewa Matahari dan Kisah Gunadarma dibandingkan dengan teman-temannya. Arya bertanya kepada Nia, “Nia, kamu sudah pernah mendengar cerita Gunadarma?” “Gunadarma? Cerita apakah itu?...” Arya tersenyum dan merasa menang. “Aha! Sayang sekali kamu belum pernah mendengar cerita Gunadarma. Padahal cerita Gunadarma adalah cerita hebat Yang pernah aku dengar.” 22 23
Abdullah Wong, op cit, h.87. Ibid, h.89.
40
Arya kali ini senang karena menang, Mada dan Arya tertawa kecil melihat kekalahan Nia “...Iya maafkan saya. Saya memang tidak tahu Gunadarma. Yang aku tahu, Hanya cerita Mbah Linglung yang sakti madraguna.” “Hah?! Kamu sudah tahu cerita itu, Nia?!” Arya kaget mendengarnya,”24 Walaupun Nia digambarkan sebagai seorang perempuan yang memiliki pengetahuan yang luas, Nia adalah teman yang setia kawan. Ia selalu membantu temannya yang mengalami kesusahan. Hal ini mencerminkan bahwa arti kata Aghnia yang berarti Ghaniyyun dalam bahasa Arab, yakni Nia memiliki banyak teman karena ia adalah sosok teman yang baik dan senang membantu orang lain. “Ini memang ide Nia, Ia selalu semangat untuk membantu siapa saja Apalagi kepada Mada yang menjadi teman sekelasnya Dan bersama yang lainnya, semua selalu mendukung Nia Bila mereka berhasil menjual buku-buku cerita.”25 g.
Arya Arya adalah sahabat Mada yang memeluk agama Budha. Arya
digambarkan seperti singa. Hal ini dapat menjelaskan penokohan Arya di dalam novel ini
yang lincah dan bersemangat seperti singa yang
meraung. Selain itu, Arya juga gemar membaca. Mada kerap kali bermain ke rumah Arya untuk belajar dan membaca buku karena ayah Arya memiliki perpustakaan di dalam rumahnya. “...Arya anak yang lincah dan gemar membaca “Mada sering belajar bersama di rumah Arya Mada merasa nyaman bermain di rumah Arya Di sana ada perpustakaan Pak Darma, ayah Arya...”26
24
Abdullah Wong, op cit, h.93-94. Ibid, h.127. 26 Ibid, h.15. 25
41
3. Latar atau Setting Latar atau Setting adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana yang terjadi lakuan dalam karya sastra. Deskripsi latar dapat bersifat fisik, realistis, dokumenter, dan deskripsi perasaan.27 Latar tempat yang menggambarkan suasana menegangkan yang terdapat dalam novel MADA adalah Desa Purna Raga, Desa Purna Rasa, Sungai Mawasdiri, Gunung Suwung, dan Desa Purna Indra yang merupakan tempat-tempat yang dilalui oleh Mada dan kawan-kawannya dalam melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma. “Nia apakah kamu tidak pernah bertanya kepada ayahmu, tentang kelanjutan cerita itu?” “Sudah tapi ayahku juga tidak tahu akhir cerita Gunadarma. Tapi kalau tidak salah, ayahku pernah bilang, Di Desa Jumeneng tersimpan buku Gunadarma,” jawab Nia.28 Perjalanan untuk menuju Desa Purna Indra hanya bisa dilalui dengan naik angkutan umum yang hanya ada satu-satunya di terminal. Sebuah mobil berwarna merah dengan satu garis kuning tebal melintang di tubuhnya. Mereka melewati pesawahan, hutan tebu, bukit dan pegunungan untuk akhirnya sampai di Desa Purna Indra. “Purna Indra! Di sanalah buku Gunadarma berada Purna Indra adalah nama sebuah desa Di sanalah taman bacaan desa Meskipun barangkali, taman bacaan itu sudah sepi pembaca Barangkali juga saat ini buku itu sedang berdiri kaku dalam rak kayu Huruf-hurufnya kaku, sementara sampulnya telah berdebu.”29 Setelah turun dari angkutan umum, sebelum sampai di Desa Purna Indra, Mada dan kawan-kawannya terlebih dahulu melewati Desa Purna Raga. Di Desa Purna Raga, Mada dan kawan-kawannya bertemu seorang Kakek Tua yang mengantarkannya bertemu dengan Pak Cakra 27
Melani Budianta, dkk, Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi), (Magelang: Indonesia Tera, 2003), cet.2, h.86. 28 Abdullah Wong, op cit, h.105. 29 Ibid, h.165.
42
yang merupakan seorang pengrajin kaca penduduk asli Desa Purna Indra. “Masing-masing tersenyum melihat tingkah Diwan, “Kek, kalau boleh tahu, kenapa namanya Desa Purna Indra?” “Oh, ini bukan Desa Purna Indra, tapi Desa Purna Raga. Ketika kalian melewati perkebunan tebu, Itu adalah perbatasan Desa Purna Raga. Purna Raga membentang dan berbatasan dengan sungai Mawasdiri.” Nah, kalau kalian telah menyebrangi sungai Mawasdiri, itulah Desa Purna Indra.”30 Atas bantuan kakek tersebut, Mada dan Kawan-kawannya bertemu dengan Pak Cakra. Ihsan dan Diwan tidak dapat melanjutkan perjalanan, dikarenakan Ihsan sakit dan Diwan harus menemani Ihsan untuk pulang ke rumah. Akhirnya, Mada dan kawan-kawan lainnya melanjutkan petualangan mereka untuk mencari Buku Gunadarma tanpa Ihsan dan Diwan. Akan tetapi, ketika akan menyeberangi sungai Mawasdiri, Affwah dan Angelica merasa takut dan akhirnya mereka pun tidak ikut untuk melanjutkan petualangan mencari Buku Gunadarma. Hanya tersisa Mada, Nia, dan Arya yang menyebrangi sungai Mawasdiri untuk sampai di Desa Jumeneng tempat Buku Gunadarma tersimpan di sebuah Taman Bacaan. Setelah menyebrangi sungai Mawasdiri, Mada dan kawankawannya sampai di Desa Purna Rasa. “Sekarang kita sudah di Desa Purna Rasa, Apa yang harus kita lakukan, Mada?” “Kita harus bertanya kepada orang yang kita jumpa.” “Benar, Mada”.31 Setelah melewati Desa Purna Rasa dan bertanya mengenai Taman Bacaan kepada penduduk desa tersebut, Mada dan kawan-kawannya melanjutkan perjalanan. “Kalian lihat gunung itu? Lihat, di lereng gunung itu terlihat 30 31
Abdullah Wong, op cit, h.175. Ibid, h.200.
43
Jelas tumpukan batu-batu yang kini telah berlumut itu. BatuBatu yang mirip candi itu adalah perpustakaan yang kalian Maksud itu.” “Lalu apa yang terjadi dengan taman bacaan itu, Pak?” “Kalau tidak salah seratus tahun yang lalu Gunung Suwung Pernah meletus. Semua yang ada di bawah hancur, terbakar Dan hangus. Tapi tak lama, tempat ini kembali hidup, bahkan Semakin subur dan makmur.”32 Mereka melewati jalan setapak yang dipenuhi pohon-pohon dan semak di sekelilingnya. Akhirnya, mereka sampai di sebuah tanah lapang. Mereka meyakini bahwa Taman Bacaan tersebut berada di sana. “Mereka mulai mendaki jalan setapak Di kanan kiri mereka dipenuhi pohon-pohon dan semak Tapi mereka terus melangkah, dengan tetap menjaga jarak.” “Mereka terus naik dengan hati riang Sampailah mereka di sebuah hamparan tanah lapang Inilah mungkin sisa taman bacaan yang kini telah hilang.”33 Latar atau setting dalam novel ini bersifat tipikal, yakni penggambaran latar tempat yang memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu, baik yang menyangkut unsur tempat, waktu, maupun sosial. Kehadiran latar tipikal dalam sebuah karya fiksi lebih meyakinkan dan memberikan kesan secara lebih mendalam kepada pembaca. Ia mampu memberikan kesan dan imajinasi secara konkret kepada pembaca. Oleh karena itu, latar tipikal biasanya digarap secara teliti dan hati-hati oleh pengarang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesan kepada pembaca agar karya tampak realistis dan terlihat sungguh-sungguh diangkat dari latar faktual.34 Penggunaan nama latar di dalam novel ini menunjukan adanya keterkaitan antara latar dengan amanat melalui penggunaan nama daerah dan sejarah asal-usul daerah. Penggunaan nama daerah merupakan bentuk imajinasi pengarang dengan menyisipkan sejarah asal-usul nama desa tersebut sebagai amanat. 32
Abdullah Wong, op cit, h.201-202. Ibid, h.203. 34 Burhan Nurgiantoro, op cit, h.221-222. 33
44
“Nama desa yang sangat indah. Apakah nama-nama itu memiliki sejarah dan arti tertentu, Kek?” Arya bertanya. “Benar, bocah, nama-nama desa di sini, Dulu diberikan oleh para leluhur yang berhasil merambah Hutan-hutan menjadi perkampungan. Purna Raga artinya Segala hal yang berkaitan dengan tubuh telah selesai.” “Apa maksud kakek?” “Ya, Purna itu artinya selesai atau sempurna. Sedangkan Raga artinya tubuh atau jasad. Nah, siapa yang ingin memulai perjalanan abadi, semua Hal yang berkaitan dengan tubuhnya harus diselesaikan lebih Dulu.” “Memang kenapa kek?” Mada bertanya. “Tubuh adalah lambang keberadaan lahiriah manusia. Alam lahiriah harus dijaga dan dirawat.”35 Kutipan tersebut secara jelas menerangkan mengenai asal-usul sejarah nama desa yang digunakan dalam novel ini. Nama desa Purna Raga yang digunakan dalam novel berkaitan dengan amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang mengenai kewajiban untuk menjaga kesehatan tubuh secara jasmani dan rohani dengan melakukan olahraga dan membiasakan makan dan minum yang baik dan benar. Dengan cara tersebut kita akan memiliki tubuh yang sehat secara jasmani dan rohani. “Purna Indera, artinya urusan-urusan indera kita harus diselesaikan Dan disempurnakan. Kita semua punya panca indera yang lima. Kelima indera itu Adalah untuk pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa Dan peraba. Semua unsur indera itu harus dikerahkan dengan Baik. jika kita mempertajam semua indera itu, Kita akan banyak mengetahui hal-hal yang lebih dalam lagi.”36 Penggunaan nama desa Purna Indra pun memiliki sejarah yang berkaitan dengan hubungan latar dengan amanat. Amanat yang hendak disampaikan, yakni berkaitan dengan kewajiban untuk memanfaatkan
35 36
Abdullah Wong, op cit, h.175. Ibid, h.176.
45
panca indera yang kita miliki dengan baik. Mempertajam indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba menjadikan kita manusia yang lebih mensyukuri atas nikmat yang telah diberikan oleh sang maha pencipta dan mengetahui banyak hal yang lebih dalam lagi mengenai kehidupan. Kemampuan menggunakan panca indera dengan baik menjadikan kita sebagai manusia yang lebih mawas diri dan lebih memiliki rasa empati dan simpati yang tinggi terhadap lingkungan sekeliling kita. Penggunaan nama desa Purna Rasa berkaitan dengan tanggapan indera terhadap rangsangan saraf dan pengecap, yakni berkaitan dengan pahit, manis, panas, dingin, dan lain-lain. Selain itu, juga berkaitan dengan tanggapan hati terhadap sesuatu, seperti sedih, bahagia, takut, dan lain-lain. Amanat yang hendak disampaikan ialah berkaitan dengan kewajiban untuk mampu memiliki daya tanggap yang tinggi terhadap rangsangan saraf dan hati. Kemampuan memiliki daya tanggap yang tinggi terhadap rangsangan saraf dan hati menjadikan kita lebih memahami diri kita sendiri. Penggunaan nama Gunung Suwung berkaitan dengan arti kata Suwung dalam bahasa Jawa, yakni kosong. Arti kata tersebut menggambarkan keadaan yang terjadi sekarang pada Gunung Suwung yang hanya menjadi hamparan tanah lapang. Tempat tinggal penduduk yang dulu berada di bawah Gunung Suwung hangus dan terbakar saat Gunung Suwung meletus. Penggunaan nama Sungai Mawasdiri mengingatkan kita agar senantiasa tidak lupa diri dalam keadaan apapun yang kita hadapi dalam kehidupan, terlebih terhadap segala rintangan yang akan kita temui. Kita harus senantiasa mawas diri agar mampu melewati segala rintangan yang ada. Hal ini tersirat melalui perjuangan Mada dan kawan-kawannya ketika hendak menyebrangi Sungai Mawasdiri yang memiliki arus yang begitu deras.
46
4. Alur Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita.37 Alur yang digunakan oleh Abdullah Wong dalam novel MADA adalah alur campuran. Hal ini terlihat jelas melalui pengenalan awal mengenai Mada selaku tokoh utama di dalam novel ini yang berusia 22 tahun. “Namanya memang Mada Muda usianya, belum genap dua puluh dua Meski ia tengah berdiri di sini dan saat ini Namun ingatan masa kecilnya belum juga beranjak pergi.”38 Berdasarkan kutipan di atas, Mada dijelaskan sebagai seorang laki-laki dewasa berumur 22 tahun. Akan tetapi, alur menjadi mundur. “Dua belas tahun Mada belajar di sekolah dasar Kini Mada di sekolah atas yang bangunannya lebih besar Menuju sekolah tak perlu takut, cemas dan gentar Doa dan semangat menjadi bekal yang selalu membakar Semoga Tuhan mengajari Mada antara yang salah dan yang benar.”39 Kutipan di atas menceritakan Mada yang beranjak besar dan menginjak Sekolah Dasar. Selanjutnya, alur menjadi maju dengan penceritaan mengalir ke depan dengan menceritakan kehidupan Mada yang mulai tumbuh besar dan remaja dengan konflik-konflik yang terdapat di dalam cerita. Alur atau peristiwa-peristiwa cerita dalam
sebuah
novel
dimanisfestasikan melalui perbuatan dan tingkah laku tokoh dalam cerita. Bahkan pada umumnya, peristiwa yang ditampilkan dalam cerita berkaitan dengan perbuatan dan tingkah laku para tokoh baik bersifat fisik maupun batin, verbal maupun nonverbal. Alur merupakan cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah 37
Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stantion, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.26. Abdullah Wong, op cit, h.12-13. 39 Ibid, h.19. 38
47
kehidupan.40
Alur novel MADA dibuka dengan tahap Pengenalan
Situasi yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokohtokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembuka cerita dan pemberian informasi awal mengenai Mada dan kehidupannya. “Ia dipanggil Mada Ahmada Mushtofa nama lengkapnya Mada adalah nama istimewa untuknya Meski bagi yang lain terdengar biasa Karena meskipun sebuah nama diyakini istimewa, Tetap saja ia sebuah nama Ia tak akan pernah menjelaskan hakikat dari yang diberi nama.”41 Setelah itu mulai menuju pada adanya konflik. Hal ini hanya sebagian kecil dari keseluruhan konflik yang ditimbulkan. Mada dan kawan-kawannya memutuskan untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma yang terdapat di Taman Bacaan di Desa Jumeneng. “Kini giliran Angelica yang mengajukan rencana “Bagaimana kalau kita ramai-ramai mencarinya?!” Semua menatap wajah Angelica dengan penuh tanda tanya Tapi entah kenapa, seakan kami punya jawaban yang sama. “Ya, setuju. Kita semua harus mencarinya, bersama.”42 Peningkatan konflik terjadi dengan munculnya peristiwa yang tidak terduga. Hakim ditipu oleh sahabat lamanya dan ibu guru Aminah Mukhlas dipecat dari sekolah karena dituduh telah menggelapkan gaji karyawan. Setelah itu, konflik semakin memuncak karena Hakim jatuh miskin karena masalah penipuan yang dialaminya tersebut. Ia kehilangan rumah dan pekerjaannya. Hal ini menjadikan kehidupannya berada dalam kesulitan. Hakim dan keluarganya tinggal di sebuah rumah kontrakan yang hanya berisi satu kamar. Ia bekerja di stasiun kota mengangkat barang bawaan penumpang kereta. Selain itu, ia juga sering kali mengamen di trotoar. Akan tetapi, Mada selalu membantu pekerjaan orang tuanya, baik mengamen bersama Hakim, menjual kue 40
Burhan Nurgiantoro, op cit, h.168-169. Abdullah Wong, op cit, h.11. 42 Ibid, h.106. 41
48
buatan ibunya, atau membantu ibunya menjaga adiknya, Rindu. Keadaan sulit yang dialami oleh Mada tersebut, membuatnya membantalkan
diri
untuk
ikut
berpetualangan
mencari
Buku
Gunadarma karena ia merasa harus membantu orang tuanya untuk bekerja. Tahap peleraian ketika Hakim mendapatkan tawaran pekerjaan dari seorang konsultan dan produser musik ternama, yang merupakan orang tua dari Nia, yaitu Mantra. Setelah bekerja dengan Mantra, kehidupan Hakim dan keluarganya kembali seperti semula. Hakim dan keluarga kembali tinggal di rumahnya dan akhirnya rencana Mada untuk berpetualang mencari Buku Gunadarma pun terlaksana. Akhir cerita, Mada dapat melakukan petualangannya mencari Buku Gunadarma bersama kawan-kawannya dengan melewati berbagai rintangan hingga akhirnya, hanya Mada dan Nia lah yang mampu mendengar kelanjutan cerita Gunadarma. 5. Bahasa Gaya bahasa ialah pemakaian ragam bahasa dalam mewakili atau melukiskan sesuatu dengan pemilihan dan penyusunan kata dalam kalimat untuk memperoleh efek tertentu.43 Analisis gaya bahasa meliputi pilihan kata, majas, sarana retorika, bentuk kalimat, dan bentuk paragraf. Dapat dikatakan gaya bahasa merupakan setiap aspek bahasa yang digunakan oleh penulis. Secara keseluruhan, bentuk kalimat dan paragraf yang terdapat di dalam novel MADA adalah liris. Liris semula hanya terdapat dalam puisi, tetapi pada perkembangan lebih jauh meluas ke seluruh genre sastra yang berisi curahan perasaan pribadi terutama lukisan perasaan.
43
h.51.
Zainudin, Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992),
49
Hal ini dapat terlihat melalui bunyi akhir di setiap larik yang memperlihatkan kesamaan yang menunjukan bahwa itu merupakan rima yang merupakan ciri ragam puisi. “Bagi Mada begitu terasa segar jiwanya Jika air wudhu telah menyiram wajahnya Apalagi sujud pasrah kepada-Nya Demi pengakuan, kepatuhan, dan cinta.”44 Selain itu, pengarang juga menggunakan gaya bahasa asosiasi atau perumpamaan di dalam novel ini. Berikut kutipannya. “Gumpalan awan bergerak memayungi Mada dan Arya”.45 “Arya selalu semangat seperti singa yang meraung.”46 “Terik matahari menguras cairan tubuh Membuat badan seperti kuntum bunga layu.”47 Berdasarkan kutipan di atas, secara jelas terlihat penggunaan gaya bahasa perumpamaan, karena gumpalan awan yang merupakan benda non-manusia digambarkan memayungi Mada dan Arya. Padahal kata memayungi tersebut menunjukan awan yang pada dasarnya memang berada tepat di atas Mada dan Arya. Selain itu, singa yang meraung bermakna
semangat
Arya
yang
begitu
menggebu-gebu
dan
penggambaran panasnya matahari yang begitu terik membuat badan menjadi lemas digambarkan seperti menguras cairan tubuh dan membuat badan seperti kuntum bunga yang layu. Penggunaan gaya bahasa perumpamaan tersebut digunakan agar kalimat tersebut memberikan kesan lebih berjiwa. 6. Sudut Pandang Sudut pandang merupakan cara pengarang untuk menceritakan sebuah cerita. sudut pandang yang digunakan dalam novel MADA 44
Abdullah Wong, op cit, h.14. Ibid, h.39. 46 Ibid, h.57. 47 Ibid, h.160. 45
50
adalah sudut pandang orang ketiga, yakni serba tahu, karena pada keseluruhan cerita, narator seolah-olah mengetahui pikiran, perasaan, dan setiap peristiwa yang terjadi kepada tokohnya. “Lalu kapan Mada merasa bahagia?” “Mada merasa sangat bahagia saat Mada bisa membantu dan Menolong sesama.” “Wah, anak ayah memang luar biasa. Sekarang bantu ibumu, Ya. Ibu sedang membuat telur dadar kesukaanmu. Ayah mau Membersihkan gitar.” “Baik, ayah.”48 Selain itu, secara keseluruhan, narator menggunakan penyebutan dengan nama tokoh di setiap penceritaannya. “Mada memeluk, mencium dan menyalami Sophia dan Hakim tersenyum dan mengerti Mada benar-benar menyesali Mada kini berjanji tak akan berbohong lagi.”49 Sudut pandang serba tahu adalah cara pengarang mengungkapkan cerita dengan mengetahui segala sesuatu yang terjadi. Bahkan, pikiran dan perasaan pelakunya, dan dapat melihat tingkah laku mereka dari segala sudut.50 Penggunaan nama tokoh dalam suatu karya sastra kerap kali digunakan untuk memberikan ide atau menumbuhkan gagasan, memperjelas serta mempertajam perwatakan tokoh.51 7. Amanat Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong memberikan banyak amanat yang dapat bermanfaat dalam menjalani kehidupan. Pengarang menyisipkan pesan-pesan yang memberikan pelajaran di setiap dialog dan sisipan cerita yang terdapat dalam novel ini.
48
Abdullah Wong, op cit, h.32. Ibid, h.43. 50 Abdul Rozak Zaidan, dkk, op cit, h.194. 51 Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h.8. 49
51
Amanat yang disampaikan berkaitan dengan tolerasi antar umat beragama, menjaga persahabatan, menjaga kebersihan, senatiasa bersyukur, kewajiban menuntut ilmu, tidak boleh berbohong dan malas, menghormati orang tua, saling menolong, tidak sombong dan senantiasa
rendah
hati,
menghargai
pendapat
dan
belajar
mendengarkan, dan tidak pantang menyerah dan putus asa dalam menggapai harapan. Berikut ini contoh kutipan amanat yang disampaikan oleh pengarang di dalam novel. “Sang ayah juga selalu berpesan Mada Jadilah anak hebat dan berani senantiasa Besok berangkat sekolah tak usah malu dan ragu Karena di kelas kau akan bertemu teman-teman baru Banyak sahabat adalah harta tiada tara Anak yang tak punya sahabat akan miskin dan menderita Maka jagalah persahabatan dengan saling percaya.”52 Berdasarkan kutipan di atas secara jelas pengarang memberikan amanat untuk memiliki banyak sahabat dan menjaga persahabatan, karena dengan memiliki banyak sahabat hidup akan terasa lebih berharga. Sahabat akan selalu ada dalam keadaan apapun, baik suka maupun duka. Jika kita tidak memiliki sahabat, hidup akan terasa miskin dan menderita. Menjaga persahabatan dapat dilakukan dengan menumbuhkan rasa saling percaya. “Oh, Tuhan. Inikah lagu sendu yang harus kami nyanyikan? Ataukah ini drama haru yang mesti kami mainkan? Kami sangat yakin inilah caramu mengingatkan Agar kami selalu sadar pada Diri-Mu, Tuhan Dan hanya kepada Engkau, kami memohon pertolongan Kuatkanlah kami, Tuhan. Ajari kami tetap bersyukur Atas segala apa yang Engkau berikan.”53 Kutipan di atas secara jelas menerangkan bahwa amanat yang hendak disampaikan adalah kita harus senantiasa bersyukur dalam
52 53
Abdullah Wong, op cit, h.17. Ibid, h.33.
52
menjalani
kehidupan,
baik
dalam
keadaan
kesulitan
maupun
berkecukupan dan senantiasa memohon pertolongan kepada Allah Swt. Pengarang memberikan pesan-pesan yang berkaitan dengan kehidupan yang berada di sekitar pembaca, sehingga pembaca lebih dapat menangkap maksud yang hendak disampaikan oleh pengarang di dalam novel ini. Secara keseluruhan amanat dikemas dalam satu kesatuan tema cerita mengenai petualangan Mada dan kawan-kawannya mencari Buku Gunadarma bahwa dalam perjalanan yang akan kita lalui pasti akan selalu ada tantangan yang harus kita hadapi. “Akhirnya mereka kembali Melintasi jalan-jalan yang sebelumnya mereka lewati Akhirnya, kami pun menyadari Bahwa semangat Gunadarma selalu ada di hati Dan semua percuma bila tak dijalani Memberikan makna dan manfaat di muka bumi.”54 Kutipan di atas menggambarkan secara keseluruhan mengenai amanat di dalam novel, yakni mengenai petualangan Mada dan kawankawannya dalam mencari Buku Gunadarma yang memberikan banyak pelajaran yang bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan. Setiap tantangan yang dihadapi dalam hidup, tentunya membutuhkan pematangan sikap dan cara berpikir yang akan menjadikan manusia yang sesungguhnya yang lebih kuat dan bijak dalam menghadapi tantangan kehidupan.
54
Abdullah Wong, op cit, h.218.
53
B. Analisis Alur dalam Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik Alur adalah salah satu unsur pembangun dalam sebuah karya sastra yang berisi rangkaian peristiwa yang terjadi secara sebab-akibat dan tersusun secara kronologis. Berikut akan dipaparkan mengenai analisis alur yang berkaitan dengan kronologis dan kelogisan setiap peristiwa yang terdapat di dalam novel MADA dengan disertai sekuen peristiwa dan tabel alur yang disertakan di dalam lampiran. Tahap perkenalan yang terdapat di awal cerita, Mada digambarkan sebagai sosok seorang lelaki yang beranjak dewasa dengan usia dua puluh dua tahun yang sedang teringat masa kecilnya. peristiwa ini dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini. “Namanya memang Mada Muda usianya, belum genap dua puluh dua Meski ia tengah berdiri di sini dan saat ini Namun ingatan masa kecilnya belum juga beranjak.”55 Berdasarkan kutipan tersebut, jelas digambarkan bahwa Mada adalah seorang lelaki yang sudah beranjak dewasa yang teringat masa kecilnya. Ingatannya tersebut membuat alur di dalam novel menjadi mundur pada saat Mada baru dilahirkan ke dunia. Peristiwa ini terlihat pada sekuen ke 4. “Mada lahir pada Ramadhan hari ketiga Ketika setiap muslin menjalankan puasa Bukan sekedar menahan lapar dan dahaga Dari fajar hingga malam tiba Tapi menahan diri berbuat nista Selama sebulan puasa mesti dijaga Hingga hari raya sebagai pamungkas untuk berbuka.”56 Peristiwa Mada yang teringat masa kecilnya merupakan peristiwa yang logis. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang memiliki sebabakibat. Mada yang diceritakan berumur 22 tahun yang tiba-tiba teringat masa kecilnya bertujuan untuk menjelaskan mengenai bagaimana sosok Mada pada saat berumur 22 tahun tersebut. Seorang lelaki yang beranjak 55 56
Abdullah Wong, op cit, h.12-13. Ibid, h.13.
54
dewasa di usianya, yang siap melangkah untuk menghadapi tantangan kehidupan dengan berbagai pengalaman yang sudah dimiliki. Di usia 22 tahun, Mada sudah memiliki kematangan dalam berpikir dan bersikap. Hal tersebut terbentuk dari kejadian-kejadian yang sudah ia lalui semasa hidupnya. Mada sudah memiliki banyak pengalaman yang sudah ia lewati yang tentunya memberikan pelajaran bagi dirinya untuk menjalani kehidupan. Peristiwa Mada yang kembali mengingat masa kecilnya merupakan peristiwa yang tidak kronologis karena di awal cerita dijelaskan bahwa Mada berumur 22 tahun. Kemudian, ia mengingat masa kecilnya hingga kemudian melompat pada peristiwa yang menceritakan sosok Hakim, Sophia, dan kelahiran Mada yang terdapat pada sekuen 1, 2, 3, dan 4. “Mada ingat benar bagaimana dirinya ketika kecil Ia dikenal orang sebagai anak nakal dan usil Bahkan seringkali congkak, penuh ambisi dan degil Sungguh beruntung seorang Mada Punya ayah tegas bijaksana Hakim, namanya ...Sementara ibu Mada, Bagaikan bidadari yang turun dari nirwana Sophia, namanya Berparas jelita penuh pesona Mada lahir pada Ramadhan hari ketiga Ketika setiap muslim menjalankan puasa.”57 Kemudian, pada sekuen ke 6, 7, 8, 9, dan 10 menceritakan mengenai Krisna Anton, dan Arya. “Rumah Mada tak jauh dari gereja Di sana tempat Anton, kawan Mada berdoa...” “Krisna adalah sahabat yang baik, meski umurnya lebih tua Krisna sering mengajak Mada main ke rumahnya Di rumahnya Krisna, Mada biasa meminta ayahnya bercerita, Pak Wisnu itulah nama ayah Krisna...”58
57 58
Abdullah Wong, op cit, h.13. Ibid, h.14.
55
Peristiwa yang menceritakan Krisna, Anton, dan Arya merupakan peristiwa logis karena memiliki sebab-akibat. Krisna, Anton, dan Arya merupakan tokoh yang memiliki kisah di dalam novel, maka mereka diceritakan pada tahap perkenalan. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya peristiwa yang membahas mengenai Krisna dan Anton yang terdapat pada sekuen 54 dan 55. Berikut kutipannya. “Krisna adalah kakak kelas di sekolah Mada Dia seringkali jahil dan nakal kepada Mada Dan kawan-kawannya Terlebih sejak ayah menggadaikan rumahnya Krisna semakin congkak dan seringkali menghina Padahal dulu, Krisna adalah teman yang baik senantiasa Dia tak pernah menghina apalagi menyakiti Mada Itu dulu ketika ayah Krisna masih miskin ...Krisna sekelas dengan Anton yang juga badung Mereka sering menggoda, Membuat Mada dan teman-temannya sering tersinggung.”59 Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Krisna dan Anton merupakan tokoh yang berpengaruh di dalam kehidupan Mada. Krisna dan Anton merupakan teman baik Mada ketika kecil. Akan tetapi, setelah duduk di bangku sekolah, Krisna dan Anton menjadi anak yang sombong dan nakal. Selain itu, Krisna juga berpengaruh terhadap kehidupan Mada ketika Mada jatuh miskin, karena ayah Mada menggadaikan rumahnya kepada ayah Krisna dan mengontrak di rumah milik ayah Krisna. Kemudian, Arya yang juga mempunyai kisah di dalam novel ini karena Arya merupakan sahabat Mada sejak kecil. Selain itu, kehidupan Arya yang menceritakan tentang pertengkaran yang terjadi di antara kedua orang tuanya terdapat pada sekuen 33, 37, 38, 40, 41, 42. “Ayah dan ibuku...” Suara Arya terhenti, sementara mereka masih menunggu “Ayah dan ibuku, tadi bertengkar di rumahku... Arya takut kalau mereka akan meninggalkanku Arya takut kalau mereka tak lagi bersatu 59
Abdullah Wong, op cit, h.119.
56
Arya takut kalau...”60 Selain itu, hal yang menjadi sebab lain tokoh Arya diceritakan di dalam novel ini karena Arya adalah salah satu dari kawan Mada yang berhasil sampai di tujuan terakhir dalam petualangan mencari Buku Gunadarma meski ia tidak mendengar kelanjutan cerita Gunadarma hingga selesai karena peristiwa tergigit ular. Setelah itu, dikisahkan perisitiwa mengenai kehamilan Sophia yang terdapat pada sekuen 11. Berikut kutipannya. “Rumah Mada nyaman karena sentuhan lembut ibunya Seperti ayah yang selalu menjaganya Seperti ibu yang sedang hamil mengandung adik Mada...”61 Dilihat secara keseluruhan peritiwa yang terdapat di dalam novel, peristiwa kehamilan Sophia merupakan peristiwa yang tidak tersusun secara kronologis karena setelah diceritakan bahwa Sophia hamil, peristiwa justru melompat dengan mendeskripsikan rumah Mada yang menghadirkan tokoh Rudi pada sekuen ke 12 dan 13. Bahkan peristiwa yang menceritakan mengenai Sophia melahirkan terdapat pada sekuen ke 64. “Jangan lupa, cat rumahnya berwarna biru Seperti air laut dengan langit ketika sedang menyatu Tentu ayah Mada yang mengecat rumahnya Dibantu Om Rudi, paman yang selalu memujinya.”62 Berdasarkan kutipan tersebut, disebutkan sosok bernama Rudi pada tahap perkenalan di dalam novel bukanlah hal yang kebetulan dan sepele. Akan tetapi, merupakan peristiwa yang memiliki sebab-akibat. Hal ini dikarenakan Rudi merupakan tokoh yang menyebabkan kehidupan Hakim dan keluarganya jatuh miskin. “Datang sebuah mobil mewah Keluar seorang lelaki dengan wajah yang sangat cerah Pakaian indah, rambut klimis seperti basah, 60
Abdullah Wong, op cit, h.58. Ibid, h.16. 62 Ibid, h.16. 61
57
Sepatu dan kemeja yang mustahil berharga murah Dialah Rudi, sahabat Hakim yang sudah lama berpisah. Kutipan tersebut merupakan peristiwa yang terdapat pada sekuen 38. Apa yang dibicarakan Rudi dan Hakim pada saat itu tidak dijelaskan, hingga akhirnya pada sekuen ke 49, datanglah dua orang lelaki berbaju tentara yang membawa berita mengenai Rudi yang ternyata adalah seorang penipu. “Maaf, apakah benar Saudara yang bernama Hakim?” “Benar, nama saya Hakim.” “Maaf, Tuan Hakim. Kami datang dengan membawa berita.” “Berita apakah saudara-saudara?” “Apakah benar Saudara kenal dengan orang yang bernama Rudi?” “Ya, benar. Ada apa dengan Rudi?” “Apakah benar Saudara Rudi pernah datang kemari?” “Benar. Waktu itu dia menawarkan bisnis investasi.”63 Berdasarkan kutipan tersebut menjelaskan bahwa pertemuan Hakim dan Rudi pada saat Rudi mengunjungi rumah Hakim adalah untuk menawarkan bisnis investasi yang menyebabkan Hakim percaya untuk menggadaikan surat rumahnya kepada Rudi yang menjanjikan bahwa Hakim akan mendapatkan keuntungan lebih dan rumah baru dengan segera. Peristiwa penipuan yang dialami oleh Hakim membuatnya jatuh miskin dan hidup dalam kesulitan. Hakim mengontrak di sebuah rumah kecil milik Pak Wisnu dan bekerja di stasiun kota untuk mengangkat barang bawaan penumpang kereta. Peristiwa ini merupakan peristiwa munculnya konflik di dalam novel. peristiwa ini terlihat pada sekuen 52 dan 53. “Kini rumah Mada digadaikan kepada ayahnya Krisna Lalu mereka mengontrak di sebuah rumah kecil dan sederhana Rumah kecil milik keluarga Pak Wisnu, ayahnya Krisna Di sana hanya ada satu kamar saja...” Hakim rela menjual gitar kesayangannya itu. “Ini aku bawakan oleh-oleh untuk anak-anak kita. Ayah sudah dapatkan pekerjaan di stasiun kota. 63
Abdullah Wong, op cit, h.107.
58
Di sana ayah bisa mengangkat barang bawaan penumpang kereta.”64 Secara keseluruhan peristiwa yang telah dipaparkan di atas merupakan peristiwa yang tidak tersusun secara kronologis, karena pada tahap perkenalan, disebutkan nama Rudi yang kemudian di pertengahan cerita baru diceritakan bahwa Rudi datang berkunjung ke rumah Hakim tanpa dijelaskan maksud dan tujuannya. Akan tetapi, setelah peristiwa Sophia melahirkan baru diceritakan bahwa tujuan Rudi
datang
mengunjungi Hakim pada saat itu adalah untuk menawarkan bisnis investasi dan ternyata Rudi adalah seorang penipu. Setelah itu, peristiwa berlanjut dengan menceritakan kedekatan Mada dengan Hakim. Peristiwa ini dapat dilihat pada sekuen ke 14. “Mada begitu dekat dengan Hakim, ayahnya Seringkali Hakim mengajak bermain dan bercanda Membuat Mada senantiasa rindu untuk selalu bersama.”65 Berdasarkan kutipan tersebut, dijelaskan mengenai kedekatan Mada dengan Hakim ketika kehidupan mereka masih hidup dalam keadaan yang berkecukupan.
Sedangkan
kedekatan
mereka
saat
berada
kemiskinan berikut kutipannya. “Suatu ketika Mada tengah duduk di trotoar bersama ayahnya Mereka berdua mengaso setelah sejak pagi mengamen di bis Kota Karena hari itu libur, mereka manfaatkan untuk bekerja Dalam duduk sambil menyaksikan bisingnya kota Mada duduk di samping ayahnya... Tiba-tiba ayah Mada mengelus pundak Mada... Mada menahan nafas, tak terasa ia meneteskan air mata. Mada makin dewasa, Maka Mada makin mengerti apa maksud perkataan ayahnya. Kini Hakim mendekap tubuh Mada Mereka berpelukan di trotoar jalan raya...”66
64
Abdullah Wong, op cit, h.117-118. Ibid, h.17. 66 Ibid, h.126. 65
dalam
59
Kemudian, ketika kehidupan Mada kembali seperti semula, peristiwa yang menceritakan mengenai kedekatan Mada dengan Hakim pun masih diceritakan. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 80. “Mada, ayah minta maaf kepadamu. Mungkin akhir-akhir ini, ayah kurang memperhatikanmu, Ayah selama ini benar-benar diselimuti kesibukan baru, Ayah sendiri khawatir, Bila Mada punya prasangka kepadaku, Aku sebagai ayahmu, tentu saja selalu memikirkanmu, Ayah berjanji, ayah akan selalu punya waktu untukmu, Kita akan kembali bermain, berdiskusi, juga berbagi ceritaCerita baru.”67 Berdasarkan penjabaran di atas mengenai kedekatan Mada dengan Hakim, peristiwa terjadi secara logis dan bersifat kuat. Peristiwa tersebut bertujuan untuk menjelaskan penokohan yang dimiliki oleh Mada dan Hakim. Mada yang digambarkan memiliki sikap tegas, berjiwa pemimpin, dan dewasa, ternyata ia juga merupakan sosok yang manja dan membutuhkan perhatian dari kedua orang tuanya. Sedangkan, melalui kutipan tersebut, menggambarkan penokohan Hakim yang merupakan sosok ayah yang perhatian dan pengertian. Ia merupakan sosok ayah yang tidak hanya bijaksana dan mampu menjadi teladan yang baik pada anaknya, akan tetapi Hakim juga merupakan seorang ayah yang memiliki kedekatan secara emosional dengan anaknya. Peristiwa ini juga merupakan peristiwa yang tersusun secara kronologis karena kedekatan Mada dengan Hakim diceritakan ketika kehidupan Mada masih dalam kecukupan, mengalami kesulitan dan jatuh miskin, hingga kehidupannya kembali seperti semula. Setelah menceritakan mengenai peristiwa kedekatan Mada dengan Hakim, cerita berlanjut mengenai peristiwa yang menjelaskan bahwa Mada mulai beranjak besar dan sudah duduk di bangku sekolah. Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini. “Mada menyiapkan buku-buku sekolahnya 67
Abdullah Wong, op cit, h.157.
60
Ia simpan di dalam tas baru yang dibelikan ayahnya...”68 Kutipan tersebut terdapat pada sekuen 17. Berdasarkan kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Mada mulai beranjak besar dan baru akan duduk di bangku sekolah. Akan tetapi, pada sekuen 19, Mada diceritakan sudah 12 tahun belajar di sekolah dasar. Berikut kutipannya. “Dua belas tahun Mada belajar di sekolah dasar Kini Mada di sekolah atas yang bangunannya lebih besar Menuju sekolah tak perlu takut, cemas dan gentar Doa dan semangat menjadi bekal yang selalu membakar Semoga Tuhan mengajari Mada antara yang salah dan yang benar.”69 Berdasarkan kutipan tersebut, peristiwa yang terdapat pada sekuen 19 menjelaskan bahwa Mada sudah 12 tahun belajar di sekolah dasar. Kemudian, melalui kutipan di bawah ini, Mada dijelaskan baru pertama kali masuk sekolah. “Di hari pertama Mada mendapatkan cerita seru tentang Gunadarma Meski cerita belum usai Tapi Mada mendapatkan banyak makna Ya, kita harus menjadi murid setia Murid yang mau berguru kepada siapa saja Kepada apa saja di alam semesta.”70 Kemudian, pada sekuen 29 dijelaskan bahwa Mada sedang duduk di bangku SMA. “Masa sekolah memang masa istimewa Apalagi masa-masa SMA Di sekolah Mada punya banyak kesempatan untuk bertanya Bertanya banyak hal yang belum ia pahami sebelumnya Hingga cakrawala ilmu terbuka dengan segala makna.”71 Penjabaran di atas yang menjelaskan mengenai masa sekolah Mada dengan peristiwa yang langsung menjelaskan bahwa Mada sudah 12 tahun belajar di sekolah dasar dan sudah duduk di bangku SMA merupakan 68
Abdullah Wong, op cit, h.18. Ibid, h.19. 70 Ibid, h.29. 71 Ibid, h.51. 69
61
peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena Mada mendengarkan Kisah Gunadarma di bangku SMA yang menarik rasa keingintahuannya. Rasa keingintahuannya yang besar membuatnya menjadi sosok yang berani untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma bersama kawankawannya. Melalui petualangan tersebut, Mada mendapatkan pengalaman dan pelajaran yang berharga untuk menjalani kehidupan kedepannya. Petualangan yang melewati berbagai macam rintangan yang menjadikan Mada sosok yang kuat, berani, tangguh, tidak pantang menyerah, dan ambisius dalam meraih apa yang ia inginkan. Akan tetapi, secara keseluruhan cerita, peristiwa masa sekolah Mada, tidak terjadi secara kronologis karena peristiwa langsung melompat dengan menjelaskan bahwa Mada sudah 12 tahun duduk di bangku sekolah dan sudah berada tingkat SMA. Selain menjelaskan mengenai masa sekolah Mada, disebutkan juga mengenai sosok Aminah Mukhlas. Aminah Mukhlas merupakan sosok yang penting di dalam novel karena Aminah Mukhlas merupakan guru yang menceritakan Kisah Gunadarma kepada murid-murid di dalam kelas dan menyelesaikan Kisah Gunadarma hingga selesai di akhir cerita dalam novel. Peristiwa mengenai Aminah Mukhlas dapat dilihat pada sekuen 22 dan 23. Ia merupakan sosok yang berpengaruh terhadap cerita karena ia adalah orang yang pertama kali menceritakan mengenai Setelah diceritakan mengenai masa sekolah Mada, peristiwa berlanjut dengan menceritakan sosok Hakim. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 25. Berikut kutipannya. “Mada pun teringat ayahnya yang juga seorang pekerja Ayahnya menulis lagu memainkan musik penuh irama Kalau ayahnya sudah memainkan gitar, betapa indahnya Sophia kadang senyum dan melirik padanya pertanda bangga Hakim juga sering mengajak Mada Menulis lagu dan bermain gitar bersama Ayah memulai lalu Mada mengikuti Ayah mengajari lalu Mada mencoba.”72 72
Abdullah Wong, op cit, h.31.
62
Kemudian, diceritakan juga mengenai sosok Sophia yang pintar memasak. Peristiwa menggambarkan ketika Mada dan keluarganya makan bersama menikmati masakan Sophia yang nikmat dan lezat. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 26. Hmm, betapa nikmat aroma masakan ibu, dari jauh sudah Terasa betapa lezat masakan itu... Ibu Mada memang ahli memasak, dan Mada tak pernah Bosan untuk selalu memujinya.”73 Peristiwa yang menjelaskan mengenai sosok Hakim yang bekerja menulis lagu dan memainkan alat musik, serta Sophia yang pintar memasak merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Kemampuan Hakim dalam menulis lagu dan memainkan alat musik menjadi lahan pekerjaan baginya untuk mencari uang ketika ia jatuh miskin. Hakim mengamen di bis kota, warung tenda, dan toko-toko membawakan lagulagu ciptaannya dengan suara merdunya. “Ayah Mada terus mengamen di satu bis kota Kadang pula mengamen di warung-warung tenda Sesekali ia mengamen di depan toko-toko di kota ...Hakim menyanyikan lagu tentang jiwa merdeka dengan Merdunya.”74 Selain itu, kemampuan Hakim tersebut juga yang membuat kehidupannya kembali seperti semula. Hakim menjadi seorang komposer lagu di ibukota melalui pekerjaan yang ditawarkan Mantra yang merupakan seorang produser ternama di ibukota. “Oh, betapa bahagia hati Mada Sekarang ia bisa kembali pulang ke rumah sebelumnya Setelah Hakim bekerja bersama Pak Mantra Kehidupan mereka kembali seperti semula”.75 Selain itu, peristiwa mengenai sosok Sophia yang pintar memasak juga menjadi lahan pekerjaan bagi dirinya dan keluarga ketika jatuh
73
Abdullah Wong, op cit, h.32-34. Ibid, h.134. 75 Ibid, h.154. 74
63
miskin. Sophia membuat kue yang kemudian dijual oleh Mada dan kawankawannya. “Setiap hari Mada menjalani hidup ganda Pagi Mada sekolah, sore hari ia menjual kue milik ibunya.”76 Selain itu, kelezatan masakan Sophia juga dibuktikan melalui sekuen 40. Berikut kutipannya. “Arya, ayo lagi. Itu ikan guraminya dihabiskan, ya.” “Ya, Bu. Masakan ibu sangat nikmat! Pantas saja, Mada sering cerita.” “...Ya, Mada sering cerita, kalau masakan Ibu sangat istimewa.” “Coba, Nak Arya tanyakan kepada Mada apa resepnya.” Arya melirik Mada. Sambil memandang wajar Arya, Mada menjawab, “Resepnya hanya cinta!”77 Berdasarkan kutipan tersebut, digambarkan bahwa masakan Sophia istimewa, nikmat, dan lezat karena ia memasak dengan cinta. Ia melakukan pekerjaannya dengan penuh cinta. Peristiwa ini memiliki hubungan yang logis dan bersifat kuat dengan Kisah Tukang Kayu yang diceritakan oleh Sophia kepada Mada yang terdapat pada sequen 27. Kisah Tukang Kayu ini mempunyai kesamaan dengan keahlian Sophia dalam memasak yang intinya memberikan pesan bahwa dalam melakukan pekerjaan apapun, kita harus mengerjakannya dengan penuh cinta tanpa mengharapkan pujian atau imbalan apapun. Kisah ini bertujuan untuk menggambarkan penokohan Sophia yang menjelaskan bahwa masakan Sophia selalu lezat dan nikmat karena ia memasak dengan penuh cinta untuk orang yang ia cinta tanpa mengharapkan pujian. Selanjutnya, beralih pada peristiwa mengenai kegemaran Mada bermain sepakbola yang terdapat pada sekuen 18. Meski tubuhnya mungil namun Mada rajin olahraga Bersama aya, Mada sering diajak lari pagi di taman kota Tapi dari semua jenis olahraga, sepakbola menjadi olahraga Yang ia suka.”78 76 77
Abdullah Wong, op cit, h.125. Ibid, h.79.
64
Kemudian, pada sekuen 67 dijelaskan mengenai pertandingan sepak bola antara Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa. “Kali ini sekolah Mada akan melawan sekolah dari luar kota Ini adalah pertandingan persahabatan Yang selama ini tertunda Mada dipercaya sebagai penyerang seperti biasa Para guru dan para siswa tengah menanti pertandingan Inilah pertandingan sepak bola Antara Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa.”79 Berdasarkan kutipan tersebut, kegemaran Mada dalam olahraga sepakbola
menjadikannya
penyerang
dan
kapten
tim
sepakbola
sekolahnya. Peristiwa mengenai kegemaran Mada dalam olahraga sepakbola merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Kegemaran Mada bermain sepakbola, menjadikan Mada seorang pemain sepakbola yang handal. Maka, Mada dijadikan sebagai penyerang dan kapten kesebelasan sekolahnya. Selain itu, peristiwa yang menjelaskan Mada menjadi seorang penyerang dan kapten tim bertujuan untuk menggambarkan penokohan Mada. Diusianya yang sudah dewasa dan duduk di bangku SMA, Mada dijadikan seorang kapten kesebelasan sepakbola sekolahnya. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa Mada adalah sosok yang dewasa diantara kawan-kawannya dan juga memiliki jiwa pemimpin. Selain itu, Mada juga digambarkan sebagai sosok yang dapat bekerjasama. Peristiwa ini terlihat pada sekuen ke 69. Berikut kutipannya. “Lihat, Mada sedang menggiring bola Mada terus berlari membawa bola ke depan lawannya Tiga lawan maju menghadang, tapi Mada bisa melewatinya Kini Mada dan gawang lawan sangat dekat di hadapan Mada Sementara kiper lawan sudah bersiap dengan tendangan Mada ternyata tidak menendang langsung, Tapi dioperkan kepada Arya Arya tak menyia-nyiakan operan dari Mada
79
Abdullah Wong, op cit, h.133.
65
Arya menjemput bola dan langsung menendangnya Yeah, tendangan Arya menerobos masuk dengan kerasnya “...Hei, Mada! Bukanlah kamu tadi bisa menendang langsung, Mada?” “Ah, Arya ini tim, bukan permainanku. Kita harus kerja Sama!”80 Setelah peristiwa tersebut, diceritakan mengenai peristiwa penjual obat di taman bunga yang dilihat Mada dan Arya ketika pulang sekolah. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 28. “Lihat, Mada! Ada kerumunan orang di taman bunga.” “Wah iya, ada apa, ya?” “Bagaimana kalau kita lihat saja ke sana?” Mada dan Arya menyebrang jalan, Lalu mendatangi kerumunan orang yang begitu banyaknya.”81 Akibat melihat peristiwa tersebut, Mada pulang terlambat. Mada berbohong kepada Hakim dan Sophia bahwa ia pulang terlambat karena latihan sepakbola bersama kawan-kawannya. Berikut kutipannya. “Ayah tidak marah. Ayah hanya bertanya, kenapa kamu baru Pulang sekolah?” “Ayah, tadi Mada bersama kawan-kawan ada latihan sepakbola Di sekolah.” “Apakah Mada tidak mau jadi anak yang berani?” “Bu, Mada memang anak yang pemberani.” “Mada, anak berani selalu jujur dan pantang bohong, Apalagi berbohong pada orang tua sendiri.” “Tapi benar Bu, Mada ada tambahan pelajaran seni.” “Tadi Mada bilang ikut latihan sepak bola, sekarang ada Tambahan pelajaran seni.” “Anu, Yah. Itu, Bu. Mada Cuma lihat orang main atraksi.”82 Peristiwa penjual obat di taman bunga ini merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis. Peristiwa ini terjadi ketika Mada dan Arya pulang sekolah. Di tengah perjalanan pulang, ia melewati taman bunga yang terdapat kerumunan orang di taman bunga tersebut. Akhirnya mereka melihat kerumunan tersebut yang ternyata adalah penjual obat yang sedang 80
Abdullah Wong, op cit, h.134. Ibid, h.39. 82 Ibid, h.42. 81
66
melakukan atraksi. Setelah melihat peristiwa tersebut, mereka melanjutkan perjalanan pulang ke rumah masing-masing. Peristiwa ini juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena sebab menonton atraksi penjual obat di taman bunga, akibatnya Mada pulang sekolah terlambat. Selain itu, peristiwa ini memiliki sebabakibat dengan pesan yang akan disampaikan kepada pembaca. Peristiwa ini menyampaikan pesan untuk tidak berbohong kepada orang tua. Peristiwa ini juga menggambarkan penokohan Mada yang selalu jujur, karena melalui peristiwa tersebut ia berjanji tidak akan berbohong lagi. Dengan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Mada mendapatkan pelajaran yang berharga melalui peristiwa tersebut. Ia berjanji tidak kan berbohong lagi. Maka, sosok Mada diusianya yang ke 22 tahun, Mada merupakan sosok yang jujur. Selain itu, melalui peristiwa ini juga menggambarkan penokohan Hakim dan Sophia yang merupakan sosok orang tua yang penuh dengan pengertian dan bijaksana. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini. “Mada, kamu sudah cerita jujur dan benar Ibu dan ayah bangga karena Mada memang anak pintar Anak pintar tak pernah gentar untuk berkata benar.” Mada memeluk, mencium dan menyelami Sophia dan Hakim tersenyum dan mengerti Mada benar-benar sangat menyesali Mada kini berjanji tak akan berbohong lagi.”83 Berdasarkan kutipan tersebut, terlihat bahwa Hakim dan Sophia merupakan sosok orang tua yang pengertian dan bijaksana. Mereka tidak memarahi Mada ketika Mada berbuat salah dan berbohong, akan tetapi mereka justru menasehati Mada dan memuji kejujuran Mada. hal ini membuktikan bahwa Hakim dan Sophia merupakan sosok orang tua yang mendidik anaknya dengan pengertian dan bijaksana. Jika anak melakukan
83
Abdullah Wong, op cit, h.43.
67
kesalahan, mereka akan menasehati dan membimbing anak tersebut menuju hal yang benar. Setelah peristiwa penjual obat di taman bunga, peristiwa beralih pada peristiwa yang menceritakan mengenai Mada dan kawan-kawannya yang membaca buku berjudul “Siapa Aku” yang ia temukan dengan Diwan di perpustakaan ketika mendapatkan tugas bersama ketika sedang berpencar mencari sebuah buku. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 31 dan 32. “Mereka bersama ke perpustakaan untuk mencari buku-buku Mereka berpencar demi menemukan sebuah buku ...Tak begitu lama Mada berhasil mendapatkan satu buku Meskipun tipis, namun buku itu memancing rasa ingin tahun Buku itu berjudul: Siapa Aku? ...Mereka sepakat untuk membaca buku itu di rumah Mada Usai sekolah, usai makan di rumah. Mereka akan datang ke rumah Mada.”84 Peristiwa tersebut kronologis.
Peristiwa
merupakan diawalinya
peristiwa dengan
yang terjadi
Mada
bersama
secara Diwan
mendapatkan tugas bersama satu kelompok bersama Ihsan dan Arya yang mencari buku-buku di perpustakaan. Mada menemukan sebuah buku yang berjudul “Siapa Aku”. Akhirnya, Mada dan kawan-kawannya berencana untuk membaca buku tersebut seusai pulang sekolah di rumah Mada. “Namun mereka tak kunjung tiba Mada maklum, hujan masih mengguyur dengan indahnya Setelah hujan mulai reda Satu persatu sahabat-sahabat Mada datang juga.”85 Selain itu, peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Peristiwa tersebut bertujuan untuk menggambarkan sikap Mada yang memiliki rasa ingin tahu yang besar akan sesuatu hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengajak kawan-kawannya membaca buku tersebut di rumahnya. Setelah peristiwa tersebut pada sekuen 33 Hakim 84 85
Abdullah Wong, op cit, h.51. Ibid, h.52.
68
menceritakan mengenai Kisah Burung Parkit yang bertujuan untuk menyampaikan pesan mengenai kebebasan dan kebersamaan. Kisah ini memiliki persamaan dengan keadaan Mada dan kawan-kawannya. Buku yang dibaca Mada dan kawan-kawannya merupakan sebuah buku yang menceritakan mengenai kebebasan dalam menentukan akan menjadi apa dan seperti apa kita nantinya. Selain itu, pesan mengenai kebersamaan dalam Kisah Burung Parkit menjelaskan mengenai kebersamaan dengan orang-orang yang dicintai meski dalam keadaan yang berkekurangan. Hal ini juga sesuai dengan keadaan Mada dan kawan-kawannya yang selalu bersama dalam keadaan susah maupun senang. Kawan-kawan Mada selalu ada untuk membantu Mada ketika Mada berada dalam kesusahan. Kemudian, diceritakan mengenai peristiwa kesedihan Arya karena orang tuanya bertengkar. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 34. “Ayah dan ibuku...” Suara Arya terhenti, sementara mereka masih menunggu “Ayah dan ibuku, tadi bertengkar di rumahku... Arya takut kalau mereka akan meninggalkanku Arya takut kalau mereka tak lagi bersatu Arya takut kalau...”86 Aminah Mukhlas menenangkan Arya yang sedang berada dalam kesedihan. Kemudian Aminah Mukhlas melanjutkan Kisah Gunadarma yang pada dasarnya memiliki persamaan dengan kehidupan Arya yang sedih karena berpisah dengan ayahnya. Cerita ini juga disampaikan oleh Aminah Mukhlas untuk memberikan Arya semangat dan menenangkan hati Arya yang sedang bersedih. “Kisah Gunadarma tak jauh dengan pengalaman Arya Gunadarma yatim karena ditinggal ayah ibunya Sementara Arya, hanya berpisah dengan ayahnya...”87 Peristiwa terjadi secara kronologis. Peristiwa terjadi di dalam kelas ketika jam pelajaran akan dimulai. Arya terlihat murung. Kemudian, Arya
86 87
Abdullah Wong, op cit, h.58. Ibid, h.59.
69
menceritakan mengenai kesedihannya hingga Aminah Mukhlas yang kembali melanjutkan Kisah Gunadarma yang terdapat pada sekuen 35. “Tapi, ibu guru kembali memecah suasana “Anak-anakku, masih mau mendengar cerita Gunadarma?” Serentak mereka mengangguk, begitu pula dengan Arya.”88 Peristiwa ini juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Kesedihan yang dialami Arya karena orang tuanya bertengkar pada akhirnya menjadikan sosok Arya yang kuat. Selain itu, Aminah Mukhlas yang melanjutkan Kisah Gunadarma bertujuan untuk mencairkan suasana dan memberikan semangat kepada Arya karena kisah ini memiliki kesamaan dengan kehidupan yang sedang Arya alami. “Sebenarnya, Kisah Gunadarma tak jauh dengan pengalaman Arya Gunadarma yatim karena ditinggal ayah ibunya Sementara Arya, hanya berpisah dengan ayahnya.”89 Setelah itu, ketika dalam perjalanan pulang sekolah, Mada dan kawan-kawannya bercerita mengenai sosok Mbah Sobri yang memiliki seekor anjing bernama Bleki, hingga akhirnya Mada menceritakan mengenai Kisah Sangkuriang kepada kawan-kawannya. Peristiwa ini terdapat pada sekuen ke 36 dan 37. “Mereka berjalan sambil sesekali berlari Apalagi kalau sudah melewati rumah Mbah Sobri Wah, kami harus cepat-cepat berlari Ya, karena biasanya ada seekor anjing yang berjaga di depan Rumah Mbah Sobri.”90 Peristiwa Mbah Sobri yang memiliki seekor anjing bernama bleki dengan peristiwa Mada yang menceritakan Kisah Sangkuriang merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis karena peristiwa tersebut terjadi ketika Mada dan kawan-kawannya sedang dalam perjalanan pulang sekolah. Kemudian, mereka melewati rumah Mbah Sobri yang memiliki 88
Abdullah Wong, op cit, h.61-62. Ibid, h.59. 90 Ibid, h.70. 89
70
anjing yang bernama Bleki hingga akhirnya Mada menceritakan Kisah Sangkuriang. Selain itu, peristiwa ini merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena Mbah Sobri yang memiliki anjing yang bernama Bleki memiliki kesamaan dengan Kisah Sangkuriang yang memiliki seorang ayah yang merupakan seekor anjing bernama Tumang. “Kalau melihat Bleki, aku jadi ingat cerita Sangkuriang...”91 Kemudian, pada sekuen 38 peristiwa kembali kepada Arya. Arya malas untuk pulang ke rumah karena masalah pertengkaran yang terjadi di antara kedua orang tuanya. “...Entah kenapa Arya kini terdiam dan menatap Mada “Ada apa, Arya?” “Apakah aku boleh main ke rumahmu, Mada?” “Tentu saja boleh, Arya.” “Aku malas untuk pulang ke rumahku, Mada....”92 Arya main ke rumah Mada. Di teras rumah, Hakim sedang bermain gitar dan menulis lagu. Kemudian, datanglah Rudi, sahabat Hakim yang sudah lama berpisah. “Sementara, Hakim, Masih bermain gitar dan menulis lagu penuh gairah Belum lama Mada dan Arya masuk ke dalam rumah Datang sebuah mobil mewah Keluar seorang lelaki dengan wajah yang sangat cerah Pakaian indah, rambut klimis seperti basah, Sepatu dan kemeja yang mustahil berharga murah Dialah Rudi, sahabat Hakim yang sudah lama berpisah.”93 Di rumah Mada, Arya menceritakan kesedihannya kepada Sophia yang terdapat pada sekuen 41. “...Ibu, sebenarnya Arya sedang sedih Dia mau cerita tapi malu...” “Begini, Bu. Ayah dan ibuku bertengkar. Arya benar-benar takut....” “...Tapi, Bu. Ayahku telah pergi. Arya dan ibuku dilarang ikut.” Sophia menarik dan mengeluarkan nafas dengan lembut.”94 91
Abdullah Wong, op cit, h.73. Ibid, h.77. 93 Ibid, h.78. 92
71
Kemudian, Rudi pun pamit. Hakim menghampiri Mada, Arya, dan Sophia yang duduk di ruang tamu membahas Kisah Gunadarma. Kemudian, Mada dan Arya pun menceritakan Kisah Gunadarma kepada Hakim. Pada sekuen 43 dijelaskan bahwa ibu Arya datang ke rumah Mada untuk menjemput Arya pulang. “Tak lama ibu Arya datang ke rumah Mada Tak lain adalah untuk menjemput Arya... “Walah, Arya. Ternyata kamu betah di sini?” “Ya, Bu. Arya masih asyik bermain di sini...” “Ayo Arya, kita pulang...”95 Di tengah perjalanan pulang terjadi perdebatan antara Arya dan ibunya. “Arya, maafkan ibumu Karena ayah dan ibumu sudah tak lagi bersatu Sesungguhnya ini semua bukan rencana yang kami mau Tapi bagaimana lagi, kita semua harus setuju.” “Setuju!? Kenapa kita harus setuju Pada sesuatu yang kita tidak mau?” “Anakku, Seringkali kita tidak punya kesempatan untuk memilih setuju Karena terkadang apa yang kita mau Menjadi jalan terbaik untuk memenangkan apa yang kita Mau “Jalan terbaik untuk siapa, bu?” “Tentu saja untuk semua, dan termasuk dirimu.” “Apakah ayah juga setuju?” “Iya, ini adalah keputusan kami, demi masa depanmu.” “Masa depan seperti apa, seorang anak yang hidup tanpa Seorang ayah?” “Kami tetap memiliki ayah, anakku. Hanya saja ayah tak Selalu disampingmu.” Baiklah, apapun yang ibu mau, Arya akan ikut setuju.” “Oh, Anakku. Aku bersyukur mempunyai anak sepertimu.”96 Secara keseluruhan, peristiwa yang telah dijabarkan di atas merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Peristiwa yang menjelaskan mengenai kedatangan Rudi ke rumah hakim berakibat pada 94
Abdullah Wong, op cit, h.80. Ibid, h.83. 96 Ibid, h.84. 95
72
jatuh miskinnya Hakim yang terdapat pada sekuen 50 dan peristiwa yang terjadi pada Arya bertujuan untuk menceritakan kisah kehidupan Arya yang setelah perpisahan orang tuanya, Arya belajar menjadi sosok yang lebih kuat, mandiri, dan menerima kenyataan. Peristiwa di atas juga merupakan peristiwa pararel yang terikat pada latar tempat dan waktu yang sama, yaitu latar tempat di rumah Hakim dengan peristiwa yang terjadi dalam waktu yang bersamaan. Rudi datang mengunjungi Hakim dan Arya yang mampir ke rumah Hakim setelah pulang sekolah untuk bermain dengan Mada. Pada sekuen 44, Mada mendapatkan teman baru di kelasnya yang bernama Aghnia Cahaya. “Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru, Dia akan menjadi salah satu temanmu. Nanti kalian mengenalkan diri satu persatu, Setelah temanmu ini mengenalkan diri padamu....” “Namaku Aghnia Cahaya, Kalian boleh memanggilku Nia.”97 Setelah semua murid berkenalan dengan Aghnia Cahaya atau yang biasa dipanggil Nia, Aminah Mukhlas mengajak murid-murid untuk belajar di luar kelas tentang matahari. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 45. “Anak-anakku, hari ini kita belajar di luar kelas Kita akan melihat alam dan pemandangan bebas Jangan lupa keluar dengan tertib dari kelas “...Anak-anakku, hari ini kita akan belajar tentang matahari, Apakah di antara kalian ada yang tahu tentang matahari?”98 Kemudian, setelah jam pelajaran berakhir, Mada dan kawankawannya istirahat. Awalnya Mada bertanya kepada Nia dari mana ia berasal. Nia menjawab, bahwa ia berasal dari sebuah kota yang dekat dengan matahari. Mada terkejut karena ternyata Nia mengetahui mengenai Kisah Dewa Matahari. Sedangkan, Arya belum pernah mendengarnya. 97 98
Abdullah Wong, op cit, h.87-88. Ibid, h.88.
73
Akhirnya Nia pun menceritakan Kisah Dewa Matahari kepada Arya pada sekuen 46. “Sebenarnya kalian ini Mau atau tidak menceritakan Dewa Matahari kepadaku?” Nia memandang wajah Mada, saling berpandangan seolah Saling memberi tanda “Biar kamu saja yang cerita, Nia,” kata Mada. “Ah, kamu saja, Mada,” jawab Nia Mada dan Nia saling terdiam memandang wajah Arya. “Ayolah, kalian keberatan kalau bercerita?” “Baiklah biar aku saja yang bercerita,” kata Nia.99 Peristiwa yang dipaparkan di atas merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis. Peristiwa terjadi ketika jam pelajaran berlangsung di sekolah. Mada mendapatkan teman baru yang bernama Nia, kemudian Mada dan kawan-kawannya belajar tentang Matahari bersama Aminah Mukhlas, dan Nia yang menceritakan Kisah Dewa Matahari kepada Arya ketika jam istirahat tiba. Peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Sosok Nia merupakan sosok yang penting di dalam novel ini. Nia adalah tokoh yang berpengaruh pada petualangan mencari Buku Gunadarma dan ia juga merupakan tokoh yang berperan untuk membantu kehidupan Mada kembali seperti semula. Dalam petualangan mencari Buku Gunadarma, Nia merupakan salah satu tokoh yang mengetahui mengenai Kisah Gunadarma. Nia juga menceritakan kelanjutan Kisah Gunadarma ketika Aminah Mukhlas sudah diberhentikan dari sekolah, dan Nia adalah tokoh yang mendengar kelanjutan Kisah Gunadarma hingga selesai. Selain itu, Nia merupakan orang yang berperan dalam membantu kehidupan Mada kembali seperti semula. Melalui rencana Nia dan ayahnya Mantra, kehidupan Mada kembali seperti semula. Pelajaran tentang Matahari dengan Kisah Dewa Matahari yang diceritakan Nia merupakan peristiwa yang berkaitan, karena Nia
99
Abdullah Wong, op cit, h.94.
74
menceritakan kisah tersebut setelah pelajaran yang disampaikan oleh Aminah Mukhlas tentang Matahari kepada murid-murid. Kemudian berlanjut pada peristiwa Sophia melahirkan yang terdapat pada sekuen 47. “Malam ini adalah malam yang mendebarkan Mada bersama ayah sedang duduk berduaan Sementara ibu sedang di dalam ruang untuk Diperiksa dokter, “Mungkin malam ini ibu melahirkan. “Mada bangunlah ibumu sudah melahirkan. Semua selamat, dan adikmu perempuan!”100 Berdasarkan kutipan di atas, Sophia melahirkan seorang anak perempuan yang kemudian diberi nama Rindu Rembulan. Berikut kutipannya. “Ayah, bagaimana kalau nama adikku, Rembulan?” “Bagaimana, Ibu? Apa ibu setuju nama Rembulan?” “Apa ibu boleh menambahkan?” “Oh, tentu ibu. Ibu boleh saja menambahkan.” “Ibu selalu rindu pada rembulan, maka ibu usul ada Rindu Di nama itu.” “Baik, bagaimana kalau namanya Rindu Rembulan?” ...Akhirnya mereka sepakat, nama adik Mada adalah Rindu Rembulan.”101 Setelah peristiwa Sophia melahirkan, kawan-kawan Mada datang mengunjungi Mada ke rumah sakit untuk melihat adik Mada. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 48. “Jam sembilan lewat lima puluh Terdengar dari jauh suara gemuruh Mada seperti mengenal, siapa yang biasa membuat gaduh Ternyata mereka adalah kawan-kawan Mada Oh, bahagianya Mada, Mereka mau menjenguk ibu dan adiknya.”102 Setelah menengok adik Mada, Mada dan
kawan-kawannya
mengobrol di teras. Kemudian, mereka membahas mengenai Kisah 100
Abdullah Wong , op cit, h.102. Ibid, h.103. 102 Ibid, h.104. 101
75
Gunadarma yang belum mereka dengar hingga selesai. Akhirnya, mereka sepakat untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma. “Kini giliran Angelica yang mengajukan rencana “Bagaimana kalau kita ramai-ramai mencarinya?” Semua menatap wajah Angelica dengan penuh tanda tanya Tapi entah kenapa, seakan kami punya jawaban yang sama. “Ya, setuju. Kita semua harus mencarinya, bersama.”103 Berdasarkan penjabaran di atas, menjelaskan bahwa peristiwa Sophia melahirkan yang memunculkan tokoh Rindu Rembulan dan peristiwa kawan-kawan Mada yang datang mengunjungi Mada dan akhirnya mereka sepakat untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Kedua peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang terikat dengan ruang dan waktu yang sama, yaitu pada waktu mengunjungi Sophia yang melahirkan dan dengan latar di rumah sakit. Selain itu, kesamaan suasana yang terjadi di antara kedua peristiwa tersebut yaitu berkaitan dengan rasa gembira. Kegembiraan hadirnya anggota baru dalam keluarga Mada, yaitu Rindu Rembulan dan kegembiraan Mada dan kawannya yang berencana untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma. Setelah itu, muncullah konflik yaitu kasus penipuan yang dialami Hakim yang dilakukan oleh temannya sendiri, yaitu Rudi. “...Hah?! Berarti saya ditipu? Padahal aku sudah menggadaikan surat-surat rumahku. Kata Rudi aku akan untung, dan segera mendapatkan rumah Baru. Oh, aku tak menyangka. Padahal Rudi adalah kawan baikku.”104 Berdasarkan kutipan tersebut, peristiwa di atas menjelaskan kasus penipuan yang dialami Hakim yang dilakukan oleh Rudi. Hakim telah menggadaikan surat-surat rumahnya kepada Rudi untuk bisnis investasi dengan harapan akan mendapatkan untung lebih dan Hakim akan
103 104
Abdullah Wong, op cit, h.106. Ibid, h.108.
76
mendapatkan rumah baru. Akan tetapi, Rudi yang sudah ia anggap sebagai saudara tega menipunya. Secara keseluruhan, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang tidak terjadi secara kronologis karena peristiwa Rudi yang datang mengunjungi Hakim dijelaskan pada sekuen 39 dan peristiwa yang menjelaskan datangnya dua orang lelaki berbaju tentara membawa kabar berita mengenai Rudi yang ternyata adalah seorang penipu terdapat pada sekuen 50. Akan tetapi, peristiwa yang terjadi di atas merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat, karena Hakim menggadaikan surat-surat rumahnya untuk bisnis investasi yang ternyata hanya penipuan yang mengakibatkan kehidupan Hakim jatuh miskin dan rencana Mada untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma pun tidak terlaksana karena ia harus membantu orang tuanya bekerja. Pada sekuen 51 terdapat peristiwa Aminah Mukhlas yang diberhentikan karena difinah telah menggelapkan gaji guru dan karyawan di sekolah. Hal tersebut, memberikan kesedihan kepada murid-murid di kelas karena mereka begitu menyayangi Aminah Mukhlas. Selain itu, Kisah Gunadarma yang diceritakan oleh Aminah Mukhlas pun belum selesai diceritakan. “Memang apa yang terjadi, Bu? Kenapa sampai ibu diberhentikan?” tanya Diwan “Ibu difitnah menggelapkan gaji guru dan karyawan Padahal sungguh, ibu sama sekali tidak melakukan...”105 Kemudian, pada sekuen 52, Aminah Mukhlas menceritakan Kisah Cincin Perak yang merupakan pengalaman pribadinya. “Ibu ceritakan kepada kami apa yang sangat ibu sayangi dan Ibu banggakan.” Ibu guru tersenyum, sambil memegang cincin perak di jari Manisnya, ia berkata, “Ini yang akan ibu ceritakan.” “...Mereka memeluk, bahkan mencium cincin perak yang punya Cerita mendebarkan. 105
Abdullah Wong, op cit, h.111.
77
Selamat jalan ibuku; Selamat jalan sahabatku; Selamat jalan orangtuaku,” Demikan perpisahan mereka Dengan pemilik cincin perak itu.”106 Peristiwa diberhentikannya Aminah Mukhlas dengan Kisah Cincin Perak yang diceritakan olehnya kepada murid-muridnya merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Hal ini dikarenakan peristiwa diberhentikannya Aminah Mukhlas disebabkan karena ia telah difitnah menggelapkan gaji guru dan karyawan di sekolah yang mengakibatkan ia diberhentikan. Selain itu, peristiwa diberhentikannya Aminah Mukhlas dari sekolah menjadi alasan kuat bagi Mada dan kawan-kawannya untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma, karena Aminah Mukhlas belum menyelesaikan kisah tersebut, sehingga Mada dan kawankawannya merasa penasaran ingin mengetahui akhir cerita Gunadarma. Setelah itu, perstiwa Aminah Mukhlas yang menceritakan tentang Kisah Cincin adalah sebagai kenang-kenangan terakhir dan perpisahan dengan murid-muridnya. Kisah Cincin Perak merupakan pengalaman pribadi Aminah Mukhlas yang berisi pesan yang disampaikan oleh orang tuanya yang kemudian disampaikan kembali kepada murid-muridnya sebagai pesan untuk menghadapi kehidupan kedepannya. Konflik memuncak ketika kehidupan Hakim jatuh miskin. Hakim dan keluarganya mengontrak di sebuah rumah kecil dan sederhana. Sebuah kontrakan milik ayah Krisna, Pak Wisnu. Keadaan keluarga Mada berada dalam kesulitan dan kemiskinan, hingga akhirnya Hakim bekerja di stasiun kota untuk mengangkat barang bawaan penumpang kereta. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 53 dan 54. “Kini rumah Mada digadaikan kepada ayah Krisna Lalu mereka mengotrak di sebuah rumah kecil dan sederhana Rumah kecil milik keluarga Pak Wisnu, ayah Krisna Di sana hanya ada satu kamar saja, “...Ayah sudah dapatkan pekerjaan di stasiun kota. 106
Abdullah Wong, op cit, h.112-115.
78
Di sana ayah bisa mengangkat barang bawaan penumpang Kereta.”107 Peristiwa di atas yang menjelaskan kehidupan Hakim yang jatuh miskin hingga ia mengontrak di rumah kontrakan milik ayah Krisna merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis, karena peristiwa sebelumnya menjelaskan mengenai kasus penipuan yang dialami oleh Hakim yang terjadi pada sekuen 50. Peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena peristiwa tersebut merupakan akibat yang timbul karena Hakim telah menggadaikan surat-surat rumahnya kepada Rudi hingga akhirnya ia harus mengontrak di sebuah rumah kecil dan sederhana. Hakim pun harus bekerja untuk mengangkat barang bawaan penumpang kereta di stasiun kota untuk mencari uang dan menafkahi makan keluarganya. Kemudian, berlanjut dengan menceritakan Krisna dan Anton yang terdapat pada sekuen 55 dan 56. “Padahal dulu, Krisna adalah teman yang baik senantiasa Dia tak pernah menghina apalagi menyakiti Mada Itu dulu ketika ayah Krisna masih miskin Dan sering meminjam uang pada ayah Mada Tapi kini Krisna kaya raya, di rumahnya semua ada Krisna sekelas dengan Anton yang juga badung Mereka saling menggoda, Membuat Mada dan teman-temannya sering tersinggung Hanya Diwan yang kadang berani Meladeni mereka bertarung Tapi dilerai Nia dan Arya, Membuat Diwan dan Mada urung.”108 Kutipan di atas menunjukkan bahwa Krisna yang dulu dan sekarang adalah Krisna yang berbeda. Dulu, Krisna adalah teman yang baik. Akan tetapi, sekarang ia adalah orang yang sombong. Ia selalu menghina dan mengganggu Mada dan kawan-kawannya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini. 107 108
Abdullah Wong, op cit, h.117-118. Ibid, h.119.
79
“Seperti ketika mereka sedang olahraga, Krisna dan Anton menyembunyikan tas yang ada di meja Mereka pura-pura tidak melakukannya Padahal Affwah adalah saksinya, Karena ia jelas-jelas melihatnya Tapi mereka tak pernah mengakui perbuatannya Tentu saja Mada marah dan ingin sekali menghajarnya Andai saja Ibu Aminah masih ada, Pasti sudah diadukan padanya Kini guru yang menggantikan kami adalah Bapak Kuntala Ia sering membela Krisna Hanya karena dia anak orang kaya Ah, rasanya hidup semakin tak adil saja.”109 Peristiwa yang menceritakan mengenai Krisna dan Anton serta contoh kenakalan yang dilakukan oleh mereka merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis karena sebelumnya pada sekuen 6 dan 7 dijelaskan bahwa Krisna dan Anton adalah sahabat baik Mada ketika kehidupan mereka masih miskin. Akan tetapi, pada sekuen 55 dan 56 mereka sudah menjadi orang kaya hingga mereka menjadi orang yang sombong dan nakal. Berdasarkan pemaparan di atas, peristiwa yang menceritakan Krisna dan Anton juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Peristiwa yang menceritakan sosok Krisna dan Anton adalah peristiwa yang memiliki sebab-akibat karena pada tahap perkenalan dijelaskan mengenai sosok Krisna dan Anton yang merupakan teman baik Mada. Akan tetapi, pada sekuen 55 dan 56 tersebut, Krisna dijelaskan merupakan orang yang sombong karena ia sudah menjadi orang kaya. Ia juga nakal sama hal dengan Anton. Selain itu, sebab lain adanya peristiwa yang menceritakan sosok Krisna adalah karena Hakim menggadaikan rumahnya kepada ayah Krisna. Hakim dan keluarganya juga mengontrak di rumah milik ayah Krisna. Ayah Krisna yang dulu sering meminjam uang kepada Hakim ketika ia masih miskin, sekarang sudah menjadi orang kaya. Melalui peristiwa yang menceritakan Krisna dan Anton juga bertujuan 109
Abdullah Wong , op cit, h.119-120.
80
untuk menyampaikan pesan untuk tidak menjadi orang yang sombong meskipun memiliki kekayaan yang berlimpah, karena kekayaan tersebut hanya sebuah titipan. Selain itu, berdasarkan kutipan di atas disebutkan mengenai guru pengganti di sekolah Mada yang bernama Bapak Kuntala. Meski sosok Bapak Kuntala hanya disebutkan secara singkat, akan tetapi melalui kutipan di atas dapat menggambarkan seperti apa sosok Bapak Kuntala. Seorang guru yang hanya membela anak-anak orang kaya. Seorang guru yang tidak adil dan tidak sepenuhnya menyayangi murid-muridnya seperti Aminah Mukhlas. Peristiwa yang menjelaskan mengenai guru pengganti Aminah Mukhlas merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis karena peristiwa yang menyebutkan sosok Bapak Kuntala terjadi setelah peristiwa pemberhentian yang dialami oleh Aminah Mukhlas. Peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Kasus pemberhentian Aminah Mukhlas dengan guru pengganti Bapak Kuntala seakan-akan memiliki keterkaitan bahwa Bapak Kuntala adalah orang yang telah memfitnah Aminah Mukhlas hingga akhirnya ia diberhentikan dari sekolah. Kemudian, pada sekuen 59 dijelaskan bahwa Mada tidak dapat ikut melakukan petualangan
mencari
Buku Gunadarma.
Hal
tersebut,
dikarenakan keadaan keluarga Mada yang sedang dalam kesulitan dan kemiskinan. Mada harus membantu ayah dan ibunya untuk bekerja. “Kawan-kawan, maafkan aku.” Mada kembali bicara “Kalian tetap teruskan pencarian buku Gunadarma Tapi aku sama sekali tidak bisa ikut bersama Aku harus membantu ayahku bekerja Apalagi adikku masih kecil, aku harus membantu ibuku Menjaganya.”110 Peristiwa di atas merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis dan memiliki sebab-akibat. Setelah, kasus penipuan yang dialami oleh 110
Abdullah Wong, op cit, h.121.
81
ayahnya, Mada jatuh miskin dan harus mengontrak di sebuah rumah kontrakan. Hal tersebut tentunya mengharuskan ia untuk membantu kedua orang tuanya mencari uang. Mada harus membantu orang tuanya untuk bekerja dan menjaga adiknya. Keadaan Mada yang jatuh miskin dan memutuskan untuk tidak ikut dalam petulangan mencari Buku Gunadarma pun berakibat pada pada sekuen 60 yang menjelaskan mengenai kawan-kawan Mada berencana untuk membantu Mada yang sedang dalam kesusahan. “Mada. deritamu derita kami juga. Bahagiamu, bahagia kami Juga.” “Benar, Mada. kami semau ada di belakangmu Kami semua akan membantumu,” Entah siapa yang memberi perintah, tiba-tiba semua berseru.”111 Rencana kawan-kawan Mada untuk membantu Mada yang sedang dalam kesusahan adalah peristiwa yang terjadi secara kronologis karena rencana tersebut muncul setelah peristiwa penipuan yang dialami oleh ayah Mada hingga akhirnya Mada memutuskan untuk tidak ikut dalam petualangan mencari Buku Gunadarma. Peristiwa ini juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena kawan-kawan Mada adalah sahabat yang setia. Mereka selalu bersama dalam suka maupun duka. Kawan-kawan Mada membantu Mada yang sedang dalam kesusahan. Mereka berencana untuk membantu Mada karena mereka ingin Mada ikut dalam petualangan untuk mencari Buku Gunadarma. Kemudian, pada sekuen 61 Nia menceritakan Kisah Sebuah Pulau yang memiliki kesamaan dengan kehidupan Mada yang mengalami kesulitan dan kemiskinan, akan tetapi ia memiliki kawan-kawan setia yang selalu ada dalam keadaan suka menolongnya dalam keadaan duka. Peristiwa Nia yang menceritakan Kisah Sebuah Pulau pun merupakan
peristiwa
logis
dan
bersifat
kuat
karena kisah
ini
mengambarkan kerelaan hati kawan-kawan Mada yang berencana untuk 111
Abdullah Wong, op cit, h.121.
82
menolong Mada. selain itu, kisah ini diceritakan oleh Nia kepada Mada sebagai pesan bahwa Mada memiliki sahabat setia yang selalu ada untuk membantu dan menolongnya. Pada sekuen 62 dan 63 dijelaskan bahwa Mada sudah setahun lebih hidup dalam kesulitan dan kemiskinan. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini. “...Tanpa terasa, Sudah setahun lebih Mada dan keluarga menjalani hidup Yang berbeda Meski dalam keadaan yang sangat sederhana Mereka tetap senyum bahagia Mereka tetap bahagia.”112 Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa peristiwa terjadi secara kronologis karena peristiwa sebelumnya menceritakan mengenai kasus penipuan yang dialami oleh ayah Mada, Mada tinggal di sebuah kontrakan, Hakim bekerja mengangkut barang bawaan penumpang di stasiun kereta, dan sering kali Hakim dan Mada mengamen, dan kehidupan Mada yang berada dalam kesulitan dan kemiskinan sudah berlangsung selama satu tahun lebih. Peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena Hakim hanya bekerja mengangkut barang bawaan penumpang di stasiun kereta dan mengamen yang penghasilannya tidak besar, sehingga uang yang didapatkan pun hanya cukup untuk makan sehari-hari. Bukan pekerjaan yang menghasilkan uang yang besar dan bisa menebus kembali rumahnya, hingga akhirnya satu tahun pun tidak terasa mereka lewati dalam keadaan yang kesulitan dan kemiskinan. Peristiwa berlanjut dengan menceritakan rencana kawan-kawan Mada untuk membantu Mada yang sedang berada dalam kesulitan dan kemiskinan yang terdapat pada sekuen 64 dan 65. “Ayah Nia bernama Mantra Dia adalah seorang konsultan yang selalu gigih bekerja 112
Abdullah Wong, op cit, h.124.
83
Dia juga seorang produser yang cukup ternama “...Setahuku, ayah Mada bisa menulis lagu. Ya, ayah Mada bisa Menciptakan lagu,” Jawab Diwan begitu semangatnya. “Nah, maksudku begini. Kita bersama bicara kepada ayahku, Kita bilang saja kalau ayah Mada pandai menulis lagu,” “Lalu?” “...Kita bilang supaya ayahku mau membantu Membantu ayah Mada yang bisa menulis lagu itu. “Membantu bagaimana?” kini Affwah bertanya. “Ya tentu saja, membantu supaya ayahku mau menjadi Produser ayahnya Mada”113 Berdasarkan kutipan di atas, peristiwa yang menggambarkan mengenai rencana Nia untuk membantu Mada merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Hal ini dikarenakan, kemampuan Hakim yang bisa menulis lagu merupakan sebab Nia berencana untuk membujuk ayahnya yang seorang produser untuk mau memproduseri lagu-lagu yang diciptakan oleh Hakim. Rencana kawan-kawan Mada tersebut tentunya dengan harapan agar keadaan Mada kembali seperti semula sehingga Mada pun bisa ikut dalam petualangan mencari Buku Gunadarrma. Setelah rencana Nia untuk membantu Mada, pada sekuen 66 peristiwa beralih pada sosok Rindu, adik Mada. “Rindu berhenti mewarnai Sejenak sambil menatap wajah Maja “Itu namanya, Raja Sepatu, Kakak Mada!”114 Kemudian, pada sekuen 67 Mada menceritakan mengenai Kisah Sepatu kepada Rindu. Peristiwa Mada yang menemani Rindu mewarnai menjelaskan bahwa Rindu sudah dapat berbicara dan bisa mewarnai. Berdasarkan kutipan di atas, secara keseluruhan peristiwa yang menjelaskan bahwa Rindu sudah bisa berbicara dan mewarnai merupakan bukti bahwa
113 114
Abdullah Wong, op cit, h.129-130. Ibid, h.132.
84
peristiwa tersebut tidak tersusun secara kronologis karena setelah peristiwa Sophia melahirkan tidak dijelaskan mengenai perkembangan Rindu. Akan tetapi, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena sebelumnya pada sekuen 62 dan 63 dijelaskan bahwa satu tahun lebih Mada menjalani hidup dalam kemiskinan hal inipun tentunya menjelaskan bahwa Rindu sudah beranjak besar hingga pada sekuen 66 dijelaskan bahwa Rindu sudah dapat bicara dan mewarnai. Peristiwa Mada yang menceritakan Kisah Sepatu pun merupakan peristiwa yang logis karena pada saat itu Rindu yang sedang mewarnai sepatu. Setelah itu, terdapat peristiwa pertandingan sepakbola antara Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa dengan kapten kesebelasan Sekolah Bening yang dipegang oleh Mada. “Kali ini sekolah Mada akan melawan sekolah dari luar kota Ini adalah pertandingan persahabatan Yang selama ini tertunda Mada dipercaya sebagai penyerang seperti biasa Para guru dan para siswa tengah menanti pertandingan Inilah pertandingan sepak bola Antara Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa.”115 Akan tetapi, pada sekuen 69 menjelaskan peristiwa Hakim yang sedang mengamen bis kota dengan lantang dan gembira. “Sementara di luar sana, di sebuah jalan raya kota Ayah Mada sedang mengamen di bis kota Dia menyanyi penuh lantang dan gembira.”116 Kemudian, pada sekuen 70 kembali menjelaskan pada pertandingan sepakbola Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa. “Lihat, Mada sedang menggiring bola Mada terus berlari membawa bola ke depan lawannya Tiga lawan maju menghadang, tapi Mada bisa melewatinya Kini Mada gawang lawan sangat dekat di hadapan Mada Sementara kiper lawan sudah bersiap dengan tendangan Mada ternyata Mada tidak menendang langsung, Tapi dioperkan kepada Arya 115 116
Abdullah Wong, op cit, h.133. Ibid, h.133.
85
Arya tidak menyia-nyiakan operan dari Mada Arya segera menjemput bola dan langsung menendangnya Yeah, tendangan Arya menerobos masuk dengan kerasnya “Goool!!!”117 Kemudian, peristiwa kembali pada Hakim yang sedang menyanyi di sebuah warung tenda. Menyanyi sebuah lagu tentang jiwa merdeka dengan merdunya. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 71. “Sementara Ayah Mada sedang menyanyi di sebuah warung tenda Hakim menyanyi lagu tentang jiwa merdeka dengan Merdunya.”118 Pertandingan sepakbola pun usai. Tim Sekolah Dasar Bening tampil sebagai juara karena kerjasama Mada yang mengoper bola kepada Arya dan akhirnya Arya mencetak gol untuk Sekolah Bening. Setelah itu, terdapat peristiwa Arya dan ibunya pada sekuen 72. “Ketika semua sedang bersorak gembira Dari jauh Arya melihat ibunya Arya berlari menuju ibunya yang berdiri di tepi lapangan bola Arya berlari dan segera memeluk ibunya Mereka berpelukan dan tak terasa saling meneteskan airmata Mungkin terbayang, andai saja ayah Arya ada di sisi mereka.”119 Kemudian, Mada dan kawan-kawannya merayakan kemenangan mereka melawan Sekolah Perkasa. Pesta kemenangan tersebut digelar di halaman rumah Diwan yang rindang. Kemudian pada sekuen 73, Nia menceritakan kelanjutan mengenai Kisah Gunadarma. “...Setelah Nia datang, Entah mengapa semua merasa gembira Ternyata mereka tengah menantikan Nia bercerita “Nah, ini dia sang pencerita kita,” teriak Arya “Wah, ternyata Nia datang juga,” demikian tutur Mada “Bagaimana, serius mau mendengar lanjutan Gunadarma?” “Tentu Nia. Sejak ibu guru pergi, kami tak tahu nasib Gunadarma.” “Baiklah, saya akan bercerita, 117
Abdullah Wong, op cit, h.134. Ibid, h.134. 119 Ibid, h.135. 118
86
Memang sudah sampai di mana Kalian dengan cerita Gunadarma?” “Anu, kalau tidak salah, Cerita sampai ketika Gunadarma di hutan Gunadarma.”120 Berdasarkan penjabaran di atas menjelaskan peristiwa pertandingan sepakbola Sekolah Bening dan Sekolah Perkasa merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis karena pertandingan tersebut merupakan pertandingan persahabatan antara Sekolah Bening dan Sekolah Perkasa. Selain itu, peristiwa yang menjelaskan Mada menjadi seorang penyerang dan kapten kesebelasan bertujuan untuk menggambarkan penokohan Mada. Diusianya yang sudah dewasa dan duduk di bangku SMA, Mada dijadikan seorang kapten kesebelasan sekolahnya. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa sosok Mada diusianya 22 tahun adalah sosok yang dewasa diantara kawan-kawannya dan juga memiliki jiwa pemimpin. Selain itu, Mada juga digambarkan sebagai sosok yang dapat bekerjasama. Peristiwa pertandingan sepakbola antara Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa hingga akhirnya Sekolah Bening memenangkan pertandingan setelah gol yang dicetak oleh Arya melalui operan yang diberikan oleh Mada dengan petistiwa Hakim yang mengamen di bis kota dengan warung tenda dengan membawakan lagu tentang jiwa medeka merupakan peristiwa yang terjadi secara logis dan bersifat kuat karena peristiwa tersebut merupakan peristiwa pararel yang terikat pada latar suasana yang sama, yaitu menunjukkan suasana merdeka dan kemenangan. Pada sekuen 74 peristiwa berlanjut dengan menceritakan sosok ayah Nia, Mantra yang datang mengunjungi rumah Mada untuk bertemu Hakim. “Sebuah mobil berhenti dan parkir di depan rumah Kemudian keluar seorang lelaki yang sangat ramah Dia tersenyum kepada Mada, juga pada Rindu adiknya Lalu dia melangkah menuju ayah dan ibu Mada “Maaf, benarkah ini tempat tinggal Pak Hakim?” “Benar, Pak. Saya sendiri Hakim.” 120
Abdullah Wong, op cit, h.126.
87
“Maaf, Pak Hakim. Perkenalkan, nama saya Mantra.”121 Sementara Hakim dan Mantra asyik mengobrol, Mada dan Sophia menemani Rindu yang sedang bermain boneka. Kemudian, Sophia menceritakan Kisah Boneka kepada Rindu. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 76. “Wah, Ibu. Mamanya Anton seperti malaikat saja.” “Ya, Rindu. Kamu pun bisa menjadi malaikat juga...”122 Setelah peristiwa di atas, dijelaskan kembali mengenai peristiwa Hakim dan Mantra yang masih berbincang di teras rumah. Akhirnya, setelah Mantra pamit pulang, Hakim masuk ke dalam rumah dengan wajah senang. “...Ternyata, Pak Mantra adalah seorang produser musik di ibu kota, Tadi Ayah Mada mendapat tawaran kerja Kebetulan, Pak Mantra sedang mencari komposer dengan Segera Dan baru saja, Ayah Mada diminta segera bekerja...” ...Rindu tiba-tiba berkata singkat, “Ayah, apakah tamu tadi seorang malaikat?”123 Peristiwa yang dijabarkan di atas mengenai kedatangan Mantra ke rumah Hakim untuk menawarkan sebuah pekerjaan dengan peristiwa Sophia yang menemani Rindu bermain boneka merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis. Peristiwa ini merupakan peristiwa pararel yang terikat pada latar tempat dan waktu yang sama, yaitu rumah Hakim. Selain itu, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang terjadi secara logis dan bersifat kuat. Kedatangan Mantra merupakan hasil dari rencana Nia dan kawan-kawannya yang bicara kepada Mantra untuk mau memproduseri lagu-lagu yang diciptakan oleh Hakim. Kedatangan Mantra yang menawarkan pekerjaan kepada Hakim hingga akhirnya ia bekerja
121
Abdullah Wong, op cit, h.147-148. Ibid, h.151. 123 Ibid, h.152. 122
88
sebagai komposer lagu bersama Mantra berakibat pada kehidupan Mada yang kembali seperti semula. Kemudian, peristiwa Sophia yang menemani Rindu bermain boneka hingga akhirnya ia menceritakan Kisah Boneka juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Kisah Boneka tersebut diceritakan oleh Sophia karena pada pada saat yang bersamaan Rindu sedang bermain boneka. Selain itu, Kisah Boneka memiliki keterkaitan dengan ibu Anton, karena Kisah Boneka tersebut merupakan pengalaman pribadi yang dialami oleh ibu Anton. Melalui cerita ini, ibu Anton digambarkan seperti seorang ibu yang baik, penyayang, suka memberi, dan tidak sombong. Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan sikap Anton yang sombong. Melalui cerita itu, dapat disimpulkan bahwa orangtua Anton adalah orang yang baik. Akan tetapi, Anton menjadi anak yang sombong karena orangtuanya kaya dan ia merasa memiliki segalanya. Secara tidak langsung, melalui kisah tersebut juga bertujuan untuk menjelaskan sosok Anton. Pada sekuen 77 menjelaskan peristiwa Hakim yang membawa kabar baik untuk keluarganya mengenai kedatangan Mantra. “Ternyata, Pak Mantra adalah seorang produser musik di ibu kota, Tadi, ayah Mada mendapat tawaran kerja Kebetulan, Pak Mantra sedang mencari komposer dengann Segera Dan baru saja, ayah Mada diminta segera bekerja Ayah harus segera membuat lagu lagu dan irama ...Rindu tiba-tiba berkata singkat, “Ayah, apakah tamu tadi seorang malaikat?”124 Berdasarkan kutipan di atas, peristiwa terjadi secara kronologis karena Hakim membawa kabar baik tersebut setelah Mantra pamit pulang dari rumahnya. Kata-kata yang diucapkan Rindu yang berkaitan dengan pertanyaan
mengenai
apakah
Mantra
adalah
seorang
malaikat
berhubungan dengan Kisah Boneka yang diceritakan Sophia kepada Rindu 124
Abdullah Wong, op cit, h.152.
89
yang merupakan pengalaman pribadi ibu Anton yang telah menolong seorang anak kecil yang Rindu anggap bahwa ibu Anton adalah seorang malaikat karena membantu orang lain, sama halnya dengan Mantra yang membantu Hakim. Setelah peristiwa kedatangan Mantra ke rumah Hakim, pada sekuen 78 menjelaskan kehidupan Hakim dan keluarganya kembali seperti semula. Mada kembali menempati rumahnya dan Hakim mendapatkan pekerjaan sebagai komposer lagu. “Oh betapa bahagia hati Mada Sekarang bisa kembali pulang ke rumah sebelumnya Setelah Hakim bekerja bersama Pak Mantra Kehidupan mereka kembali seperti semula Mada bersama semua keluarga memang sangat bahagia.”125 Kehidupan Hakim dan keluarganya memang kembali seperti semula. Akan tetapi, Mada merasa sedih karena sekarang, Hakim sibuk bekerja. “Lihatlah Hakim yang kini sibuk bekerja. Sejak Hakim terlibat kerjasama dengan Pak Mantra, Semua terasa berbeda setidaknya itu yang dirasakan Mada Hakim kini jarang pulang dan tinggal bersama keluarga Mada Dan Rindu jarang sekali berjumpa dengan ayahnya Tentu saja sang ibu hanya bisa menghibur anak-anaknya ...Kesibukan Hakim seakan harus dibayar dengan keluarga Kini Hakim tak sempat lagi mengurusi keluarga Meski hanya untuk menanyakan bagaimana kabar sekolah Mada Mada merasa sepi, dan tidak mendapat perhatian ayahnya.”126 Kesedihan Mada terus berlangsung hingga ia berangkat sekolah. Mada bersedih karena merasa ditinggalkan ayahnya. “Sampai di gerbang sekolah, Mada berpapasan dengan Nia Ketika itu, baru saja turun dari mobil dengan riang Gembira Sementara Mada berjalan kaki Sambil menundukkan wajahnya ...Nia merasakan ada sesuatu yang lain pada diri Mada 125 126
Abdullah Wong, op cit, h.154. Ibid, h.154-155.
90
Padahal biasanya Mada sangat gembira Meskipun dalam kondisi menderita, Mada tetap gembira Tapi kali ini sangat berbeda.”127 Di sekolah, kawan-kawan Mada membahas kembali mengenai rencana mereka untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 80. “Nia, liburan sekolah sudah hampir tiba. Kapan kita memulai rencana kita?” Diwan memulai berbicara “Rencana yang mana, ya?” “Kamu lupa, Nia? Rencana mencari Buku Gunadarma!” “Oh iya, tentu saja. Aku selalu ingat rencana kita, Diwan. Bukan begitu, Mada?” Mada hanya mengangguk, seakan tak punya selera.128 Perbincangan Mada dan kawan-kawannya di sekolah mengenai kelanjutan rencana mereka untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma berlanjut pada sekuen 81. Mada meminta izin kepada Sophia dan Hakim untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma. Kemudian, Hakim meminta maaf kepada Mada mengenai kesibukannya selama ini. “Mada meminta izin dan restu kepada Sophia, ibunya Ketika ayahnya pulang, Mada juga meminta restunya ...”Mada, ayah minta maaf kepadamu. Mungkin akhir-akhir ini, ayah kurang memperhatikanmu, Ayah selama ini benar-benar diselimuti kesibukan baru, Ayah sendiri khawatir, Bila Mada punya prasangka kepadaku, Aku sebagai ayahmu, tentu saja selalu memikirkanmu, Ayah berjanji, ayah akan selalu punya waktu untukmu, Kita akan kembali bermain, berdiskusi, juga berbagi cerita Cerita baru Apakah Mada mau memaafkan aku?”129 Pada sekuen 83, kawan-kawan Mada meminta izin kepada orang tuanya masing-masing untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma. 127
Abdullah Wong, op cit, h.155-156. Ibid, h.156. 129 Ibid, h.157. 128
91
“Sementara di rumah kawan-kawan Mada, Masing-masing dari mereka sedang berpamitan kepada orang Tua mereka Semua meminta restu kepada orangtua.”130 Berdasarkan kutipan di atas, rangkaian peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis. Selain itu, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena setelah Hakim bekerja dengan Pak Mantra, Hakim kembali ke rumahnya karena ia bisa menebus surat-surat rumahnya yang ia gadaikan kepada Pak Krisna, akan tetapi pekerjaannya sebagai komposer lagu di ibukota membuatnya menjadi sibuk. Hakim jarang pulang ke rumah dan tidak lagi memperhatikan Mada. Akan tetapi, kesedihan Mada yang merasa Hakim tidak memperhatikannya lagi tidak berlangsung lama karena Hakim meminta maaf kepada Mada hingga akhirnya semua masalah selesai setelah dibicarakan dengan baik-baik dan dengan saling pengertian. Selain itu, peristiwa di sekolah yang membahas mengenai rencana untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma pun merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena rencana tersebut kembali dibahas setelah keadaan kehidupan Mada kembali seperti semula. Mada tidak lagi hidup dalam kemiskinan dan harus bekerja membantu kedua orang
tuanya.
Akhirnya,
mereka
memutuskan
untuk
melakukan
petualangan mencari Buku Gunadarma dan meminta izin kepada orang tua mereka masing-masing. Mereka melanjutkan kembali rencana untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma karena rasa penasaran yang besar akan akhir cerita Gunadarma. Pada sekuen 84, petualangan Mada dan kawan-kawannya mencari Buku Gunadarma pun dimulai. “...Dan tiba-tiba, sudah sampai di saat liburan Hari yang lama dinantikan Liburan kali ini pastilah lebih istimewa dari biasa Karena Mada dan teman-teman akan bertualang mencari 130
Abdullah Wong, op cit, h.158.
92
Buku Gunadarma Pada Sabtu pagi pukul sembilan, Sesuai dengan kesepakatan yang dibulatkan Telah datang ke rumah Mada dan teman-teman satu perjuangan.”131 Setelah rencana Mada dan kawan-kawannya untuk berpetualang mencari Buku Gunadarma tertunda karena peristiwa Mada yang mengalami kesulitan, akhirnya petualangan tersebut pun terlaksana. Petualangan dimulai dengan berkumpul di rumah Mada. Sebelum berangkat, Mada dan kawan-kawannya menyusun rencana dengan Mada yang bertugas sebagai pemimpin rapat. Peristiwa ini dapat dilihat pada sekuen 85. “Mada selaku pemimpin rapat menerangkan Saat melakukan aktifitas di luar ruangan, Tubuh kita bekerja tidak seperti biasa Terik matahari menguras cairan tubuh, ...Di situlah vitamin C banyak membantu Karena ia mengandung antioksidan tinggi, Yang dapat menangkal radikal bebabs dan meningkatkan Kesegaran.”132 Pada sekuen 86 perjalanan pun dimulai. Mereka bersama-sama menuju barat kota untuk mencari angkutan umum, yakni sebuah minibus elf berwarna dasar merah dengan garis kuning tebal melintang. Setelah menemukan minumus tersebut, mereka langsung naik. Setelah menunggu lama, mobil yang mereka naiki untuk sampai di Desa Purna Indra pun mulai berjalan. Setelah melewati pesawahan, kebun tebu, bukit dan pegunungan, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. “Setelah melintasi bukit dan pegunungan, Angkutan kota menghentikan perjalanan “Anak-anak, kalian sudah sampai di tujuan.” Mereka semua turun dan membayar ongkos angkutan. “Kalian terus berjalan, nanti di sana ada pertigaan. Kalau sudah di pertigaan kalian akan menemukan rumah Yang nyaman. Bertanyalah kalian di sana. Itu saja. Dan hati-hati di jalan.”133 131 132
Abdullah Wong, op cit, h.159. Ibid, h.160.
93
Setelah berjalan dengan mengikuti petunjuk supir minibus, akhirnya mereka menemukan sebuah rumah mungil di sebrang jalan. Sebuah rumah yang terbuat dari kayu dengan tulisan besar “Klinik Kesehatan Alami” pada sebuah papan di atas pintunya. “Tiba-tiba seorang kakek tua menyambut mereka di depan pintu ...Kulitnya keriput, Di wajahnya melintang garis-garis dari lipatan kulitnya yang Layu Rambut dan jenggotnya sudah memutih, Tidak ada yang masih hitam betapapun satu ...Tapi si kakek tampak terlihat kuat dan bugar.”134 Ternyata, kakek tua tersebut membuka Klinik Kesehatan Alami. Kemudian, pada sekuen 89, kakek tua tersebut memberitahu mengenai khasiat obat-obatan yang ada di kliniknya. Obat-obatan tersebut dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. “Setelah memasuki rumah itu Aroma rempah-rempah segera menusuk hidung mereka Banyak toples berukuran sedang berjajar di atas meja Terbuat dari kaca bersih tidak berdebu Di dalam toples itu berisi umbi-umbian, Akar-akaran, dan dedaunan Mengingat tulisan yang terpampang tadi di depan Pastilah semuanya digunakan untuk pengobatan.”135 Kemudian, Mada bertanya kepada kakek tua tersebut mengenai Desa Purna Indra. “Kakek, kami sedang mencari desa Purna Indra, tahukah Di mana?” Mada bertanya. “Oh, itu mudah sekali. Ikuti saja jalan raya di depan itu. Sekitar lima kilometer dari sini. Ayo ikuti kakek.” “Maksudnya, kakek mau mengantar kami?” “Iya, ayolah.” “...Kita naik apa ke sana kek? Giliran Diwan bertanya “Berjalan kaki.” “Apa? Berjalan kaki?” “Iya. Kakek akan mengantar kalian ke Pak Cakra. Ia 133
Abdullah Wong, op cit, h.169-170. Ibid, h. 172. 135 Ibid, h.172-173. 134
94
Penduduk asli Desa Purna Indra. Tempatnya bekerja tidak Jauh dari sini, cukup lima menit berjalan kaki.” “...Nanti kakek akan menyuruh Pak Cakra memberikan kalian Tumpangan.” “Memang pak Cakra punya mobil?” Ihsan bertanya. “Bukan. Pak Cakra punya rakit bambu.” “...Kalian harus menyebrangi sungai Mawasdiri yang lebar.”136 Kemudian, Diwan bertanya mengenai nama Desa Purna Indra. “Kek, kalau boleh tahu, kenapa namanya Desa Purna Indra?” “Oh ini bukan Purna Indra, tapi Desa Purna Raga. Ketika kalian melewati perkebunan tebu, Itu adalah perbatasan Desa Purna Raga. Purna Raga membentang dan berbatasan dengan sungai Mawasdiri. Nah, kalau kalian telah menyebrangi sungai Mawasdiri, Itulah Desa Purna Indra.”137 Setelah Diwan, kini giliran Arya yang bertanya mengenai sejarah dan arti tertentu dari nama-nama desa tersebut. Kakek tua pun menceritakan mengenai sejarah dan arti dari nama-nama desa tersebut. “...Purna Raga artinya tubuh atau jasad. Nah, siapa pun yang ingin memulai perjalanan abadi, semua Hal yang berkaitan dengan tubuhnya harus diselesaikan lebih Dulu.” “...Tubuh adalah lambang keberadaan lahiriah manusia. Alam lahiriah harus dijaga dan dirawat. Caranya dengan menjaga kesehatan tubuh. Kita bisa melakukannya dengan olahraga, Dan kebiasaan makan dan minum yang baik dan benar.138 Kemudian Ihsan bertanya mengenai sejarah dan arti nama Desa Purna Indra. “...Purna Indra, artinya urusan indera kita harus diselesaikan Dan disempurnakan. Kita semua punya panca indera yang lima. Kelima indera itu Adalah untuk pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa, Dan peraba. Semua unsur indera itu harus dikerahkan dengan Baik. jika kita pertajam semua indera itu, 136
Abdullah Wong, op cit, h.174-175. Ibid, h.175. 138 Ibid, h.175. 137
95
Kita akan banyak mengetahui hal-hal yang lebih dalam lagi.”139 Rangkaian peristiwa di atas, mulai dari keberangkatan Mada dan kawan-kawannya menuju Desa Purna Indra adalah peristiwa yang terjadi secara kronologis. Peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Sesampainya di Desa Purna Indra mereka berjalan dan menemukan sebuah rumah yang ternyata merupakan sebuah klinik kesehatan alami milik seorang kakek tua. Kemudian, kakek tua tersebut memberitahukan mengenai khasiat obat-obatan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit karena di tempat tersebut merupakan klinik kesehatan alami. Kemudian, sang kakek menanyakan maksud kedatangan Mada dan kawan-kawannya yang ingin pergi ke Desa Purna Indra. Akhirnya, kakek tersebut menceritakan mengenai sejarah nama Desa Purna Indra dan Purna Raga. Peristiwa yang menceritakan mengenai khasiat obat-obatan berkaitan dengan kakek tua pemilik Klinik Kesehatan Alami yang mereka temui dan memberikan Mada bingkisan kecil berisi obat anti racun yang berasal dari tumbuhan dan kemudian peristiwa yang menceritakan mengenai sejarah dan arti nama Desa Purna Indra dan Purna Raga berkaitan dengan tempat tujuan dan tempat mereka singgah sekarang. Kakek tua tersebut mengantarkan Mada dan kawan-kawannya menuju rumah Pak Cakra seorang pengrajin kaca penduduk asli Desa Purna Indra. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 90. “Itulah dia Pak Cakra, Pengrajin kaca dari desa Purna Indra Tempat di mana buku Gunadarma berada “...Kalian tunggulah di sini sebentar. Pak Cakra akan mengantar kalian. Sekarang kakek akan pulang dulu.” “Terimakasih banyak ya, Kek.” Mereka serempak berseru.140
139 140
Abdullah Wong, op cit, h.176. Ibid, h.181.
96
Setelah bertemu dengan Pak Cakra, Mada dan kawan-kawannya berpisah dengan kakek tua yang memberikan sebuah bingkisan kecil kepada Mada. Bingkisan tersebut berisi obat anti racun yang sewaktuwaktu bisa digunakan oleh Mada. Setelah itu, Pak Cakra mengajak Mada dan kawan-kawannya untuk bersiap-siap. Akan tetapi, pada sekuen 91 dijelaskan bahwa Ihsan dan Diwan tidak dapat melanjutkan petualangan mencari Buku Gunadarma. Hal ini dikarenakan Ihsan sakit dan Diwan harus mengantarkannya kembali pulang ke rumah. “Ihsan kenapa?” Mada bertanya kepada Diwan. “Entahlah Mada. tiba-tiba ia merasa mual.” “Kamu masuk angin?” Nia bertanya “Entahlah. Tapi setelah memakan panganan tadi tiba-tiba Perutku terasa aneh.” “Panganan?” Affwah bertanya “Iya, tuh. Ihsan sejak berangkat di mobil, tidak berhenti Makan. Semua bekal yang ia bawa ludes ia makan.”141 Berdasarkan kutipan tersebut dijelaskan bahwa Ihsan mual dan sakit karena ia terlalu banyak makan hingga semua bekal yang ia bawa habis. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa logis yang bersifat kuat karena terlalu banyak makan, Ihsan menjadi mual dan sakit perut sehingga ia tidak bisa melanjutkan perjalanan mencari Buku Gunadarma. Begitu juga dengan Diwan karena harus menemani Ihsan pulang ke rumah. Kawankawan Mada merupakan kawan yang setia. Sikap Diwan yang memutuskan untuk menemani Ihsan pulang ke rumah dan tidak melanjutkan perjalanan mencari Buku Gunadarma adalah karena sikap setia kawan yang ia milliki. Diwan mengorbankan kepentingan pribadinya demi membantu sahabatnya. Akan tetapi, melalui kutipan di atas peristiwa menjelaskan mengenai Ihsan yang tidak berhenti makan selama di perjalanan merupakan peristiwa yang tidak masuk akal, karena sebelumnya ketika dalam 141
Abdullah Wong, op cit, h.185-186.
97
perjalanan menuju Desa Purna Indra tidak dijelaskan bahwa Ihsan makan selama di perjalanan. Kemudian, tanpa Ihsan dan Diwan, Pak Cakra diikuti Mada, Arya, Nia, Angelica, dan Affwah melanjutkan perjalanan melintasi hutan bambu yang rimbun menuju sungai Mawasdiri. Akan tetapi, rakit Pak Cakra hilang terbawa arus sungai. Peristiwa ini dapat dilihat pada sekuen 92. “Oh, sepertinya rakitku terbawa arus.” “Ada apa, Pak Cakra?” tanya Angelica dengan serius “Rakit, Nak. Rakitku terbawa arus.” Kami semua mendekati Pak Cakra “Sepertinya di puncak gunung sedang turun hujan.” “Bagaimana Pak Cakra tahu, kalau di lereng gunung sedang Turun hujan?” “Ya, lihat saja sungai itu. Arusnya sangat deras, Bahkan rakit yang aku ikat di pohon Akasia itu pun terseret Arus.”142 Pak Cakra menanyakan keseriusan Mada dan kawan-kawannya untuk menyebrangi sungai Mawasdiri. Mada, Arya, dan Nia menjawab siap dengan kompak, kecuali Affwah dan Angelica. Mereka merasa takut untuk menyebrangi sungai Mawasdiri. Akhirnya, pada sekuen 93, Pak Cakra memutuskan untuk membuat rakit bambu baru sambil menunggu arus hujan kembali normal. “Mereka kembali tak mampu bicara Sementara Pak Cakra mendekati mereka berlima “Jika ada yang takut, bagaimana kalau kita menunggu sampai Arus sungai kembali menjadi normal. Selama menunggu, saya Akan membuat rakit bambu yang baru.”143 Pak Cakra dibantu Mada dan Arya membuat rakit. Sedangkan, Nia, Affwah, dan Angelica membantu Bu Cakra menyiapkan makan siang. “Aku harap, kalian perempuan Membantu ibu di rumahku Sebentar lagi ibu pasti pulang, dia akan memasak untukku Bantulah ibu di rumah, biarkan Arya dan Mada membantu Menebang pohon bambu.”144 142 143
Abdullah Wong, op cit, h.189. Ibid, h.190.
98
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa peristiwa terjadi secara logis dan bersifat kuat. Mada dan kawan-kawannya melanjutkan perjalanan dipimpin oleh Pak Cakra. Akan tetapi, rakit milik Pak Cakra hanyut terbawa derasnya arus sungai yang terjadi karena hujan lebat hingga akhirnya mereka harus membuat rakit baru terlebih dahulu. Hal ini berakibat pada sekuen 95 yang menjelaskan bahwa Mada dan kawankawannya menginap di rumah Pak Cakra. “Matahari yang sedari tadi terik, kini seperti memudar Mendung mulai datang, bahkan petir-petir kecil mulai Terdengar “...Anak-anak, hujan sebentar lagi turun. Apakah kalian masih mau meneruskan membuat rakit?” Tentu, Pak Cakra.” Baiklah, mari kita lanjutkan.”145 Berdasarnya kutipan di atas, dapat disimpulkan cuaca pada saat itu sedang buruk. Langit mendung, petir, dan seperti akan turun hujan menjadi penyebab yang mengakibatkan Mada dan kawan-kawannya menginap di rumah Pak Cakra, karena terlalu membahayakan bila cuaca buruk mereka harus menyebrangi sungai Mawasdiri. Pada malam hari, Mada dan kawankawannya menyusun rencana mengenai perjalanan yang akan mereka lanjutkan besok. “Di ruang tengah, Di antara serpihan dan tumpukan kaca-kaca yang pecah Mereka sedang menyusun rencana esok, agar terarah.”146 Pagi pun tiba. Mada dan kawan-kawannya berkemas untuk melanjutkan perjalanan. Pak Cakra datang membawa berita bahwa arus sungai mawasdiri masih sangat deras. Mada, Arya dan Nia siap untuk menyebrangi sungai mawasdiri, tetapi Affwah dan Angelica tampak ragu, sedih dan takut. Akhirnya, mereka menyebrangi sungai mawasdiri tanpa Affwah dan Angelica. 144
Abdullah Wong, op cit, h.191. Ibid, h.195. 146 Ibid, h.195. 145
99
“...Biarlah Affwah dan Angelica menunggu di rumah ini. Menemani istri saya, sambil menunggu kedatangan kalian Dari Desa Purna Rasa. Bagaimana?” Semua mengangguk setuju. ...Mada, Nia, dan Arya Pak Cakra dengan segala perlengkapannya Berjalan menuju sungai Mawasdiri yang terkenal berbahaya Sementara Affwah dan Angelica Melepas kepergian tiga sahabatnya Mereka tetap tinggal, bersama ibu Cakra Hati-hati, kalian semua.” Dalam hati Affwah berdoa.”147 Peristiwa tidak ikutnya Affwah dan Angelica adalah peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Mereka merasa takut disebabkan karena arus sungai Mawasdiri yang masih deras. Akhirnya, mereka tidak melanjutkan petualangan untuk mencari Buku Gunadarma. Pak Cakra, Mada, Arya dan Nia menyebrangi sungai Mawasdiri hingga sampailah mereka di Desa Purna Indra. Kemudian, mereka bertanya pada penduduk setempat mengenai keberadaan taman bacaan di desa tersebut. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 97. “Maaf, Pak kami mengganggu.” Mada bertanya kepada seorang yang sedang membelah kayu Lelaki itu menghentikan pekerjaannya, lalu menatap wajah Mada “Ya, apa yang bisa saya bantu?” Dengan suara yang sangat gagah lelaki itu menyapa Mada “kami dari kota. Kami kemari sedang mencari taman bacaan.” “Taman bacaan?” ia heran “Ya, Pak. Taman bacaan, tempat menyimpan buku-buku,” Tambah Arya “Betul, Pak. Taman bacaan atau perpustakaan,” tambah Nia.148 Setelah mengingat-ingat mengenai Taman Bacaan yang dimaksud Mada, Arya, dan Nia. Akhirnya, bapak tersebut mengatakan bahwa Taman Bacaan yang mereka maksud sudah tidak ada setelah kejadian meletusnya Gunung Suwung. 147 148
Abdullah Wong, op cit, h.198. Ibid, h.201.
100
Oh, taman bacaan?” rupanya lelaki itu baru mengingatnya “Kalau taman bacaan yang kalian inginkan, sayang sekali Anak-anak, semua sudah tidak ada.” “Tidak ada? Maksud Bapak bagaimana?” “Kalian lihat gunung itu? Lihat, di lereng gunung itu terlihat Jelas tumpukan batu-batu yang kini telah berlumut itu. Batu-batu yang mirip candi itu adalah perpustakaan yang kalian Maksud itu. “Lalu apa yang terjadi dengan taman bacaan itu, Pak?” “Kalau tidak salah, seratus tahun yang lalu Gunung Suwung Pernah meletus. Semua yang ada di bawah hancur, terbakar Dan hangus. Tapi tak lama, tempat ini kembali hidup, bahkan Semakin subur dan makmur.”149 Akhirnya, mereka melanjutkan perjalanan menyusuri jalan setapak yang dipenuhi pohon-pohon dan semak-semak. Tanpa diduga, Arya digigit ular. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 98. “Ketika itu, Mereka tak menyadari sebuah bahaya datang “Auw! Aduuh, sakiit!” Arya berteriak mengerang Arya lalu terjungkal dan berguling di tanah lapang Seekor ular melintas lalu secepat kilat menghilang “Arya, kamu kenapa?” Tanya Nia panik “Arya digigit ular!” Jawab Arya sambil memekik”150 Peristiwa Mada, Arya, dan Nia yang bertanya pada penduduk Desa Purna Indra mengenai taman bacaan di desa tersebut yang ternyata sudah hancur dan hangus merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Mereka mendapatkan jawaban bahwa ternyata taman bacaan yang mereka maksud telah hancur dan hangus. Maka, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju taman bacaan yang mereka cari yang terletak di sebuah tanah lapang. Mereka kecewa tetapi memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan melihat taman bacaan tersebut meski tidak dapat menemukan Buku Gunadarma hingga akhirnya diperjalanan Arya digigit ular.
149 150
Abdullah Wong, op cit, h.201-202. Ibid, h.203.
101
Peristiwa Arya yang digigit ular juga merupakan peristiwa yang logis karena jalan yang dilalui mereka jalan setapak yang dipenuhi oleh pohon rimbun dan semak-semak. Di mana tempat tersebut merupakan tempat tinggal ular. Mada dan Nia panik. Mada menggendong Arya dan Nia menopang dari belakang sambil membawakan tas Arya. Mereka berlari menuju sebuah rumah gubuk yang mereka lihat di atas tanah lapang. Pada sekuen 99, mereka bertemu seorang nenek pemilik rumah gubuk tersebut. “Tanpa pikir panjang lagi Mada merebahkan Arya di teras Rumah “Maaf, Nek. Bolehkah kami merebahkan kawan saya ini? Dia Terluka parah.” “Oh, silakan. Ada apa dengan kawanmu? Kenapa kakinya Berdarah?” “Dia digigit ular, Nek,” jawab Nia yang semakin gelisah.”151 Nia ingat mengenai obat penawar racun yang diberikan oleh kakek tua dari Desa Purna Raga. Setelah membubuhkan obat penawar racun tersebut di atas luka Arya dan meminumkannya kepada Arya, Arya jatuh pingsan tidak sadarkan diri. “Mada! Bukankah kamu diberi obat penawar racun oleh Kakek dari Desa Purna Raga itu?” “Oh, iya, Nia. Aku ingat. Ya, aku segera mengambilnya.” Mada mengeluarkan bungkusan kecil dari dalam tasnya Ia membubuhkan obat itu di atas luka Arya Lalu ia meminumkannya pada Arya “Arya, minumlah. Ini penawar racun dari Purna Raga.” Setelah Arya meminum itu, ia jatuh pingsan dan menutup Mata.”152 Peristiwa Mada dan Nia yang membawa Arya ke sebuah rumah yang pemiliknya adalah seorang nenek tua merupakan peristiwa yang logis karena rumah tersebut adalah satu-satunya rumah yang terletak di atas tanah lapang yang dilihat oleh Mada dan Nia. Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini. 151 152
Abdullah Wong, op cit, h.204. Ibid, h.204.
102
“Mada, ini harus bagaimana?” “Tenang, Nia. Kita harus mencari penawarnya.” “Nia, ayo kita angkat ke atas sana. Aku lihat ada rumah Gubuk di atas sana.”153 Setelah itu, Peristiwa Mada yang memberikan obat anti racun kepada Arya juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat, karena obat anti racun tersebut merupakan obat pemberian dari kakek tua yang mereka temui di Desa Purna Raga. Peristiwa kakek tua yang memberikan bingkisan obat anti racun kepada Mada terjadi pada sekuen 90 dan peristiwa Arya yang digigit ular terjadi pada sekuen 98. Mada dan Nia mengangkat Arya ke dalam kamar untuk beristirahat. Setelah itu, Mada dan Nia beristirahat di teras. Dari kejauhan, mereka melihat seorang perempuan yang tidak asing bagi mereka. Ternyata perempuan itu adalah Aminah Mukhlas. “Lho, Mada, Nia, kenapa kalian ada di sini?” Keduanya seperti disambar petir, Tapi kami tak perduli Keduanya segera berdiri dan berlari Lalu keduanya memeluk erat perempuan yang sangat mereka Kenali. Meski tubuh mereka lemas, Tapi mereka tak lagi cemas, Bahkan hati mereka terasa lega dan puas Inilah Ibu Aminah Mukhlas.154 Mada dan Nia pun menceritakan mengenai petualangan yang sudah mereka lewati untuk mencari Buku Gunadarma. Mada pun bercerita tentang perjalanan bersama kawankawannya “...Mada dan Nia mulai bercerita tentang Ihsan dan Diwan Juga Affwah, Angelica, dan juga Arya.”155 Kemudian, Aminah Mukhlas menanyakan mengenai tujuan Mada dan kawan-kawan datang ke Desa Purna Indra. 153
Abdullah Wong, op ci,, h.204. Ibid, h.207. 155 Ibid, h.208. 154
103
“Ada gerangan apakah kalian sampai datang kemari, Mada?” “Bu, kami ingin sekali menemukan Buku Gunadarma.” “Oooh, luar biasa. Karena sebuah buku, kalian melakukan petualangan yang Luar biasa.”156 Aminah Mukhlas mengatakan bahwa Buku Gunadarma yang selama ini mereka cari tidak pernah ada. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 101. Berikut kutipannya. “Anak-anakku, kalaupun taman bacaan itu masih ada, Kalian tetap saja tidak akan menemukan Buku Gunadarma.” “Bukankah di taman bacaan Gunung Suwung ini ada Buku Gunadarma?” “Kata siapa? Buku Gunadarma itu tidak pernah ada.” “Tidak ada?! Mada dan Nia menjawab serentak semakin tak Percaya.”157 Akhirnya, Aminah Mukhlas melanjutkan Kisah Gunadarma hingga selesai dan hanya Mada dan Nia lah yang mendengarkan kelanjutan Kisah Gunadarma. Pertemuan Mada dan Nia dengan Aminah Mukhlas adalah pertemuan yang tidak terduga. Akan tetapi, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Mada dan Nia bertemu Aminah Mukhlas, mereka menceritakan petualangan yang telah mereka lewati, Aminah menanyakan tujuan mereka datang ke Desa Purna Indra, hingga mereka mengetahui bahwa Buku Gunadarma tidak pernah ada. Selain itu, peristiwa yang menjelaskan bahwa Buku Gunadarma tidak pernah ada hingga akhirnya Aminah Mukhlas menceritakan Kisah Gunadarma hingga selesai merupakan peristiwa yang logis. Aminah Mukhlas merupakan orang yang pertama kali menceritakan Kisah Gunadarma dan di akhir cerita, dia yang melanjutkan Kisah Gunadarma hingga selesai dan hanya Mada dan Nia lah yang mendengar kelanjutan Kisah Gunadarma.
156 157
Abdullah Wong, op cit, h.208. Ibid, h.209.
104
Peristiwa yang menjelaskan bahwa hanya Mada dan Nia yang mendengar kelanjutan Kisah Gunadarma hingga selesai juga merupakan peristiwa yang logis karena Mada adalah tokoh utama di dalam ini yang dari awal memiliki ambisi dan semangat untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma tanpa pernah merasa takut. Ia juga sosok yang dewasa dan memiliki jiwa pemimpin di antara kawan-kawannya. Terlebih, sosok Mada dan Gunadarma memiliki persamaan dalam segi penokohan. Kemudian, Nia yang juga mendengar Kisah Gunadarma merupakan tokoh yang lebih dulu tahu mengenai Kisah Gunadarma dibandingkan Mada dan yang lainnya. Ia juga merupakan tokoh yang sempat melanjutkan untuk menceritakan Kisah Gunadarma kepada Mada dan kawan-kawannya. Dua hari berlalu. Mada, Arya, dan Nia hendak pamit pulang kepada Aminah Mukhlas. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 103. “Dua hari tak terasa, Arya pun kin telah terjaga Mereka meminta pamit kepada Ibu Aminah Mukhlas “...Jika kalian ada waktu, datanglah kemari, Ibu akan selalu Menanti.”158 Peristiwa perjalanan Mada, Arya dan Nia pulang merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena Arya baru saja sadar dan bangun dari pingsannya. Setelah itu, Di perjalanan pulang, Mada mengenang perkataan yang disampaikan oleh Pak Cakra. Berikut kutipannya. “Mada masih ingat perkataan Pak Cakra malam itu, “Kalau engkau benci pada seseorang Bagaimana engkau bisa bersikap adil pada orang Atau bahkan bila engkau terlalu cinta pada sesuatu Bagaimana engkau bisa melihat bijak pada sesuatu.”159 Kemudian, setelah Mada mengenang perkataan-perkataan yang disampaikan Pak Cakra. Terdapat Kisah Rembulan pada sekuen 105.
158 159
Abdullah Wong, op cit, h.218. Ibid, h.219.
105
Peristiwa di atas merupakan peristiwa yang logis karena di perjalanan Mada mengingat perkataan Pak Cakra yang berkaitan dengan pengalaman dan perjalanan dalam kehidupan, serta tentang adab mendengarkan. Mada mengingat semua perkataan Pak Cakra setelah perjalanan yang ia lalui dalam petualangan mencari Buku Gunadarma. Selain itu, Kisah Gunadarma yang terdapat pada sekuen 105 juga memiliki pesan mengenai adab mendengarkan. Setelah petualangan mencari Buku Gunadarma, Mada tampak murung
dan gelisah. Ia teringat Kisah Gunadarma. Ia bertanya-tanya
mengapa orang baik selalu hidup dengan sengsara. Sama halnya dengan Gunadarma yang menjalani hidupnya dengan penuh kesengsaraan. Akhirnya, Mada bertanya kepada Hakim mengenai orang-orang baik yang hidupnya menderita. Hakim menjawab dengan menceritakan Kisah Nabi Musa kepada Mada yang terdapat pada sekuen 107. Kemudian, pada sekuen 108 Mada teringat cerita yang dikisahkan pamannya mengenai Kisah Seorang Kakek Rajin Beribadah. Kemudian, Hakim kembali menceritakan sebuah kisah mengenai Seorang Kakek Buta Sakti. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 109. Kemudian, Mada teringat mengenai Kisah Seorang Pendosa yang dituturkan oleh Pak Cakra. “Mada teringat cerita yang dituturkan Pak Cakra Sewaktu berpetualang mencari Buku Gunadarma.”160 Rangkaian peristiwa di atas merupakan peristiwa yang logis karena kisah-kisah yang diceritakan oleh Hakim, Pak Cakra, dan paman Mada merupakan kisah yang memiliki memiliki persamaan cerita dengan Kisah Gunadarma, yakni mengenai kisah orang-orang baik yang hidupnya menderita. Akan tetapi, peristiwa yang menjelaskan mengenai Kisah Nabi Musa yang dituturkan oleh Pak Cakra menjadi tidak masuk akal karena pada 160
Abdullah Wong, op cit, h.233.
106
sebelumnya selama perjalanan petualangan mencari Buku Gunadarma berlangsung tidak pernah diceritakan bahwa Pak Cakra pernah bercerita mengenai Kisah Seorang Pendosa. Peristiwa terakhir di dalam novel dijelaskan pada sekuen 111 mengenai surat yang diberikan oleh Nia kepada Mada. “Mada masih berdiri di gapura Menunggu ayah menjemput dirinya Ketika mobil Nia hendak melintas melewati gapura Dari jendela kaca, Nia berseru pada Mada “Hei, Mada! tahukah kamu perancang Borobudur, candi Megah yang menjadi keajaiban dunia?” Mada tak sempat Menjawab pertanyaan Nia. Ketika mobil yang membawa Nia telah lenyap di depan mata Mada secara perlahan membuka tulisan tangan Nia Mada, di dalam hati mulai membaca.”161 Berdasarkan kutipan di atas, peristiwa penutup di dalam novel ini merupakan peristiwa yang logis karena surat yang diberikan Nia kepada Mada berisi semua perkataan yang pernah disampaikan oleh Mada yang di tulis dengan tangan Nia. Nia menulis semua perkataan Mada karena ia merasa sudah mendapatkan berbagai pelajaran dan pengalaman yang berharga melalui sosok Mada dan melalui perjalanan dalam petualangan mencari Buku Gunadarma. Berdasarkan analisis alur yang telah dipaparkan, disimpulkan bahwa alur yang terdapat dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong adalah maju-mundur. Secara keseluruhan, alur yang terdapat di dalam novel MADA tidak tersusun secara kronologis, tetapi secara kesuluruhan peristiwa terjadi secara logis dan bersifat kuat. Tahapan-tahapan
peristiwa
alur
dapat
dilihat
berdasarkan
tahap
pengenalan, tahap munculnya konflik, tahap peningkatan konflik (klimaks), tahap peleraian, dan akhir cerita dengan 6 episode dan 111 peristiwa di dalam novel dengan plot utama petualangan Mada dan kawankawannya mencari Buku Gunadarma dan subplot tentang kisah kehidupan 161
Abdullah Wong, op cit, h.235.
107
Mada dan kawan-kawannya. Selain itu, terdapat 13 sisipan cerita di dalam novel ini yang berfungsi untuk memperlambat alur yang terdapat di dalam novel dan menyampaikan pesan untuk pembaca.
C. Implikasi terhadap Pembelajaran Pendidikan merupakan sebuah proses pembentukan kecakapan secara intelektual dan emosial yang dilakukan oleh seorang individu secara sadar agar
mendapatkan
pengakuan
secara
sosial
di
dalam
lingkungan
bermasyarakat. Pendidikan menciptakan individu yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas. Pembelajaran sastra di sekolah seharusnya dapat menciptakan kondisi peserta didik yang lebih mampu melakukan pengamatan, penilaian dan penghargaan terhadap karya sastra dengan adanya evaluasi pembelajaran yang
dilakukan
oleh
seorang
guru.
Evaluasi
pembelajaran
dapat
dikelompokan ke dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif mencakup kegiatan mental dan intelektual yang dimiliki peserta didik. Sedangkan ranah afektif mencakup kegiatan penilaian sikap atau tingkah laku yang ditunjukan peserta didik, dan ranah psikomotor mencakup keterampilan atau kemampuan yang dimiliki peserta didik. Penilaian yang dilihat melalui ranah kognitif, afektif, dan psikomotor memberikan kemudahan seorang guru dalam menilai peserta didik, karena penilaian sudah terpola ke dalam ranahnya masing-masing. Selain itu, penilaian tersebut, memberikan kesadaran kepada peserta didik untuk meningkatkan kemampuan intelektual, memperbaiki perilaku, dan menggali kemampuan yang dimiliki. Berdasarkan kajian terhadap novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong, kompetensi dasar yang digunakan dalam pembelajaran di sekolah tingkat SMA/MA adalah mengkaji unsur intrinsik di dalam sebuah karya sastra, yakni novel dengan memfokuskan peserta didik untuk dapat menganalisis alur yang terdapat di dalam novel. Pembelajaran ini mampu meningkatkan kemampuan peserta didik untuk lebih melakukan pengamatan dan penilaian secara mendalam terhadap sebuah karya sastra.
108
Ranah kognitif dapat dilihat melalui kemampuan peserta didik memahami pembelajaran mengenai unsur-unsur intrinsik sebuah karya sastra dan mampu menganalisis alur yang terdapat dalam novel MADA. Setelah mengetahui kemampuan intelektual yang dimiliki peserta didik, guru mengamati sikap atau tingkah laku peserta didik selama pembelajaran berlangsung. kemudian, guru melakukan pengamatan terhadap keterampilan peserta didik. Penilaian tersebut tidak hanya dilakukan ketika pembelajaran berlangsung, akan tetapi guru tetap melakukan penilaian di luar kelas, sehingga peserta didik mampu menerapkan sikap-sikap yang ditanamkan ketika pembelajaran berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia memiliki keterkaitan dengan kajian novel MADA, karena melalui novel ini peserta didik akan melakukan pengamatan dan penilaian secara mendalam terhadap unsur intrinsik yang membangun sebuah karya sastra, terlebih mengenai alur. Hal ini tentunya dapat mengasah kekuatan analisis siswa terhadap suatu karya sastra. Pembelajaran mengenai mengkaji unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra sesuai dengan pembelajaran di tingkat SMA/MA sehingga berdasarkan tujuan pembelajaran dan kesesuaian materi tersebut novel MADA, Sebuah Nama yang
Terbalik
karya
Abdullah Wong dapat
diimplikasikan
dalam
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong, novel ini kaya akan pesan-pesan yang bermanfaat yang dapat diaplikasikan dan diteladani oleh peserta didik dalam menjalani kehidupan, yakni mengenai tolerasi antar umat beragama, menjaga persahabatan, menjaga kebersihan, senatiasa bersyukur, kewajiban menuntut ilmu, tidak boleh berbohong dan malas, menghormati orang tua, saling menolong, tidak sombong dan senantiasa rendah hati, menghargai pendapat dan belajar mendengarkan, dan tidak pantang menyerah dan putus asa dalam menggapai harapan.
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan penelitian terhadap novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Alur yang terdapat dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong adalah maju-mundur. Secara keseluruhan, peristiwa yang terdapat di dalam novel MADA tidak tersusun secara kronologis, tetapi secara kesuluruhan peristiwa terjadi secara logis dan bersifat kuat. Tahapan-tahapan
peristiwa
alur
dapat
dilihat
berdasarkan
tahap
pengenalan, tahap munculnya konflik, tahap peningkatan konflik (klimaks), tahap peleraian, dan akhir cerita dengan 6 episode dan 111 peristiwa di dalam novel dengan plot utama petualangan Mada dan kawankawannya mencari Buku Gunadarma dan subplot tentang kisah kehidupan Mada dan kawan-kawannya.. Selain itu, terdapat 13 sisipan cerita di dalam novel ini yang berfungsi untuk memperlambat alur yang terdapat di dalam novel dan juga menyampaikan pesan untuk pembaca. 2.
Implikasi yang dapat diterapkan dari novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik
terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah
melalui novel ini peserta didik akan melakukan pengamatan dan penilaian secara mendalam terhadap unsur intrinsik yang membangun sebuah karya sastra, terlebih mengenai alur. Hal ini tentunya dapat mengasah kekuatan analisis siswa terhadap suatu karya sastra. Pembelajaran mengenai mengkaji unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra sesuai dengan pembelajaran
di
tingkat
SMA/MA
sehingga
berdasarkan
tujuan
pembelajaran dan kesesuaian materi tersebut novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong dapat diimplikasikan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah.
109
110
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan implikasi penelitian, maka ada beberapa saran yang dapat menjadi masukkan, yakni sebagai berikut: 1. Peserta Didik Peserta didik dapat mengambil nilai-nilai positif yang disampaikan melalui pesan-pesan yang dapat diaplikasikan untuk menjalani kehidupan sehari-hari, yakni mengenai tolerasi antar umat beragama, menjaga persahabatan, menjaga kebersihan, senatiasa bersyukur, kewajiban menuntut ilmu, tidak boleh berbohong dan malas, menghormati orang tua, saling menolong, tidak sombong dan senantiasa rendah hati, menghargai pendapat dan belajar mendengarkan, dan tidak pantang menyerah dan putus asa dalam menggapai harapan. Selain itu, peserta didik dapat mencontoh sikap-sikap yang dapat diteladani melalui penggambaran watak tokoh di dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Tebalik, yakni menghormati orang tua, suka menolong, rajin membaca dan belajar, setia kawan, mandiri, dewasa, tidak mudah putus asa, sabar, dan bersyukur.
2. Tenaga Pendidik a. Pendidik harus memiliki pengetahuan yang luas, tidak hanya pengetahuan umum yang berkaitan dengan pembelajaran, akan tetapi juga pengetahuan yang berkaitan dengan kebahasaan dan kesusastraan. b. Pendidik harus memiliki kreativitas yang tinggi dalam menyampaikan materi pembelajaran, agar peserta didik memiliki ketertarikan dan tidak merasa bosan untuk memperhatikan materi yang disampaikan. c. Pendidik harus mampu membimbing peserta didik untuk lebih mampu melakukan pengamatan, penilaian dan penghargaan terhadap sebuah karya sastra. d. Pendidik dan orangtua harus memberikan dorongan kepada peserta didik untuk memiliki minat membaca karya sastra dan juga memfasilitasi bahan bacaan.
DAFTAR PUSTAKA
Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010. Budianta, Melani, dkk. Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesia Tera. 2003. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia “Edisi Keempat”. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama. Djojosuroto, Kinanyati. Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya. Yogyakarta: Pustaka. 2006. Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Jakarta: CAPS. 2013. Escarpit, Robert. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008. Kurniawan, Heru. Sastra Anak: dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotika, hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2013. K, Septiawan Santana. Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2007. Mahsun. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007. Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2005. Natawidjaja, Suparman. Apresiasi Sastra & Budaya. Jakarta: PT Intermasa, 1982. Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2005. Purwo, Bambang Kaswanti. Bulir-Bulir Sastra & Bahasa. Yogyakarta: Kanisius, 1991. Ratna, Nyoman Kutha. S.U “Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan Fakta”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. 2011.
111
112
Teeuw, A. Sastra dan Ilmu Sastra “Pengantar Teori Sastra”. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. 1984. Tinambun, T. Raman. Sastra Lisan Dairi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1996. Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra: Pegangan Guru Pengajar Sastra. Yogyakarta: Kanisius. 1988. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo. 2008. Stanton, Robert. Teori Fiksi Robert Stantion. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&H. Bandung: Alfabeta. 2011. Pradopo, Rahmat Djoko. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 2008. Pratokusumo, Partini Sardjono. Pengkajian Sastra. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2008. Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012. Rusyana, Yus. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV. Dipenogoro. 1984. Luxemburg, Jan van. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia. 1984. Wellek, Rene dan Austin Warren. Teori Kesusastraan, (Penerjemah: Melani Budianta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1993. Wong, Abdullah. MADA, Sebuah Nama Yang Terbalik. Jakarta: Makkatana. 2013. Zaidan, Abdul Rozak, dkk. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka. 2007. Zainudin. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 1992.
Lampiran 1
BIOGRAFI PENGARANG DAN SINOPSIS NOVEL
A. Biografi Pengarang Abdullah Imam Bachwar Wirya Saradaimulya atau yang biasa dikenal dengan Abdullah Wong lahir di Jatirokeh, 12 November 1977. Ia mengenyam pendidikan di berbagai Pesantren, yakni Pesantren Al-Falah, Brebes, Jawa Tengah, Pesantren Babakan, Lebaksiu, Tegal, Jawa Tengah, Pesantren MTM Kempek, Cirebon, Jawa Barat, Pesantren Pruwatan, Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah, Pesantren Kitab Ayik, Malang, Jawa Timur, dan Pesantren Akmaliah, Jakarta. Selain itu, ia juga mengenyam pendidikan di Universitas Muhammadiyah Jakarta Fakultas FISIP, Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Islamic College for Advanced Studies (ICAS) Jakarta, A Branch of London, dan STAIN Al-Aqidah, Jakarta.
B. Karya yang Dihasilkan Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik merupakan novel pertamanya yang terbit pada bulan September 2013. Novel keduanya terbit pada Desember 2014, yakni novel Mata Penakluk yang mengangkat kisah hidup Abdurrahman Wahid (Gusdur). Selain itu, ia juga menulis sebuah buku motivasi pada tahun 2012 berjudul Beyond Motivation, dan kumpulan sajak yang berjudul Cinta Gugat yang diterbitkan pada tahun 2014. Selain menulis sebuah buku, ia juga pernah menulis naskah drama, yakni Kematian Kehidupan (2004), Kerudung Kertas (2004), Monolog Malingzt (2009), Cermin Bercermin (2012), dan Suluk Sungai (2014-2015).
C. Riwayat Pementasan Selain aktif sebagai seorang penulis, Abdullah Wong juga aktif dalam bidang keteateran. Ia pernah menjadi sutradara pertunjukan Persinggahan karya Zainal Arifin Toha di Teater Lingkar, Jakarta (2013). Terlibat dalam
proses dan garapan Lab.Teater Ciputat mengenai Riset Kampung Baduy (2007), Kubangan oleh Lab.Teater Ciputat (2008), Parade Monolog oleh Lab.Teater Ciputat (2009), Pentas Cermin(ber)cermin oleh Lab.Teater Ciputat (2011), Hajatan Pulang Babang di Kepulauan Seribu (2011-2012) dan membuat buku Orang Pulo di Pulau Karang. Kemudian, ia juga pernah menjadi Narator Opera Verdi II Trovatore pada Penutupan Schouwburg X bersama Catharina W. Leimena di Gedung Kesenian Jakarta (2012). Ia merupakan penulis sekaligus ide cerita dari pertunjukan MADA yang dipententaskan oleh Lab.Teater Ciputat dan Teater Syahid di Hall Student Center UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki pada tahun 2013. Pada tahun 2014, ia menjadi sutradara Pertunjukan Suluk Sungai-Sedekah Sungai di Lab.Teater dalam program Kota Tenggelam bersama Dewan Kesenian Jakarta Hutan Kota Pesanggrahan Sangga Buana dan sutradara Suluk Sungai (Performance Solo dan Kolektif) di Lab.Teater pada tahun 2015.
D. Riwayat Organisasi Organisasi yang ia geluti adalah ia merupakan pendiri Lingkar Diskusi Pencerah (2011), Pemimpin Redaksi Majalah Kasyaf Jakarta (2003), salah satu pendiri Lab.Teater Ciputat (2004) dan masih aktif hingga sekarang, pendiri dan pengasuh Pondok Umah Suwung di Jakarta Timur, mengisi Pelatihan Teater di PCDM Nasional di Departemen Agama (2011-2013), dan menjadi Kontributor Religi di Kis FM, Mutang FM, dan Lite FM. Sekarang Abdullah Wong bergiat di Lab.Teater sebagai Sutradara Pertunjukan Suluk Sungai (2015-2016), mengisi pengajian Al-Hikam di Mesjid Muhajirin Komplek Departemen Luar Negeri, mengasuh Pondok Umah Suwung di Jakarta Timur, dan tengah menyiapkan novel selanjutnya, yakni kelanjutan biografi Gus Dur, Hati Sang Penakluk, dan novel Wakta Nihaya.
E. Sinopsis Novel Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong merupakan novel yang diterbitkan oleh Makkatana pada tahun 2013. Novel dengan 25 bab ini menceritakan mengenai petualangan Mada dan kawankawannya mencari lanjutan cerita tentang Gunadarma. Mada memiliki sahabat setia, yakni Arya, Diwan, Affwah, Nia, Ihsan, dan Angelica. Cerita Gunadarma yang disampaikan ibu guru Aminah Mukhlas di dalam kelas belum sempat diselesaikan karena ia difitnah telah menggelapkan gaji guru dan karyawan hinga akhirnya ia dikeluarkan dari sekolah. Rencana Mada dan sahabatnya untuk mencari Buku Gunadarma terhalang oleh kejadian penipuan yang dialami oleh Hakim, ayah Mada yang menyebabkan Mada dan keluarga kehilangan rumahnya dan mengontrak di sebuah rumah sederhana. Hakim menjadi korban penipuan oleh temannya sendiri. Bisnis yang pada awalnya melambungkan harapan akan berbuah manis, justru berbuah malapetaka. Surat rumah yang sudah digadaikan untuk bisnis, justru menjadi penyebab mereka sekeluarga hidup dalam kesulitan. Keadaan tersebut menjadikan rencana Mada dan sahabatnya untuk berpetualang mencari buku Gunadarma gagal karena Mada harus membantu ibunya di rumah dan membantu ayahnya bekerja. Sepulang sekolah, Mada membantu ibunya untuk berjualan kue di pasar kota dan pergi mengamen bersama ayahnya. Atas dasar persahabatan dan kesetiaan, sahabat Mada selalu ada dan membantu Mada dalam kesulitan ekonomi yang dihadapinya, dan atas inisiatif sahabat-sahabatnya tersebut, ayah Mada dapat bekerja di perusahaan ayah Nia yang bernama Mantra. Mantra seorang konsultan dan juga seorang produser yang ternama. Kegemaran Hakim menulis lirik lagu kini berbuah manis. Kegemaran tersebut kini dapat menghasilkan penghasilan bagi keluarganya. Perlahan kehidupan mereka kembali membaik. Akhirnya petualangan Mada dan sahabatnya untuk mencari Buku Gunadarma pun berlangsung. Selama petualangan mencari Buku Gunadarma, Mada bersama sahabatnya menemui berbagai rintangan yang kemudian
menjadi pelajaran bagi hidup mereka. Dalam perjalanan mencari Buku Gunadarma, tidak semua sahabat Mada mampu mencapai tempat di mana Buku Gunadarma tersimpan karena satu persatu sahabat Mada menyerah. Pada akhirnya yang mampu mencapai tempat di mana Buku Gunadarma tersimpan tersebut hanya Mada dan Nia. Setelah sampai di tempat Buku Gunadarma tersimpan, mereka bertemu dengan ibu Aminah. Ibu Aminah mengatakan bahwa buku Gunadarma tidak pernah ada. Akan tetapi, mereka mendengar kelanjutan cerita Gunadarma tersebut melalui cerita yang disampaikan oleh ibu Aminah.
Lampiran 2 SEKUEN PERISTIWA Nomor
Episode
Nomor
Peristiwa
Sekuen 1
Mada
berusaha
22
tahun
1
mengingat masa kecilnya
Mada dikenal sebagai anak yang nakal dan usil ketika dirinya masih kecil. Ia juga seorang anak yang congkak, penuh ambisi, dan degil.
2
Mada memiliki seorang ayah bernama
Hakim.
digambarkan
Hakim
sebagai
sosok
ayah yang tegas dan bijaksana. Hakim bekerja sebagai seniman yang gemar menulis lagu. 3
Mada memiliki seorang ibu bernama
Sophia.
Sophia
digambarkan sebagai seorang ibu yang berparas cantik jelita. 4
Mada dilahirkan pada bulan Ramadhan hari ketiga, ketika umat
muslim
menjalankan
ibadah puasa. 5
Mada digambarkan memiliki rumah yang sangat sederhana dan mungil.
11
Rumah Mada nyaman karena sentuhan lembut ibunya yang sedang
mengandung
adik
Mada. 12
Cat rumah Mada berwarna biru. Hakim yang mengecat rumahnya, dibantu Om Rudi.
13
Halaman
rumah
Mada
bertabur tanaman dan bunga warna
warni
dengan
pagar
rumah yang terbuat dari kayu berwarna putih dengan pintu kupu-kupu. 14
Mada begitu dekat dengan Hakim.
Hakim
sering
mengajak Mada bermain dan bercanda. 15
Bagi sebagian orang, Mada adalah anak Manja. Namun sesungguhnya
Mada
adalah
anak yang mandiri dan dewasa. 16
Sejak
kecil
mendapatkan
Mada wejangan
sering dari
ayahnya. Hingga kini, Mada tak
mungkin
melupakan
dengan mudah kata ayahnya. 18
Mada rajin berolahraga, meski tubuhnya mungil. Ia sering lari pagi di taman kota bersama Hakim. Dari semua jenis olah raga, sepak bola menjadi olah raga yang paling ia suka.
25
Mada teringat ayahnya yang
bekerja
menulis
memainkan
lagu
dan
musik
penuh
irama. 26
Sophia sangat cantik. Ia selalu berdoa dan pintar memasak. Masakan Sophia selalu nikmat dan lezat.
27
Sophia
menceritakan
Kisah
Tukang Kayu. 28
Hakim dan Sophia menasehati Mada yang pulang sekolah terlambat
karena
melihat
kerumunan orang di taman bunga. 29
Mada
membaca
pemberian
buku
Hakim.
Mada
bertanya
kepada
Sophia
mengenai
sosok
seorang
pembelajar dan cara bertanya. 33
Hakim
menceritakan
Kisah
Burung Parkit. 39
Hakim duduk di depan teras sambil
bermain
menulis
gitar
lagu.
dan
Kemudian
datanglah Rudi sahabat Hakim yang sudah lama berpisah. 42
Rudi pamit pulang dan Hakim menghampiri Mada, Arya dan Sophia. membahas
kemudian, mengenai
mereka Kisah
Gunadarma. 47
Sophia
melahirkan
seorang
anak perempuan yang diberi nama Rindu Rembulan. 2
Kisah Sekolah dan Kawan-
6
Kawan Mada
Kawan Mada yang bernama Anton beragama Kristen.
7
Kawan Mada yang bernama Krisna beragama Hindu. Krisna adalah
sahabat
baik
meski
umurnya
Mada
lebih
tua.
Krisna sering mengajak Mada main ke rumahnya. 8
Ayah Krisna
bernama Pak
Wisnu. Pak Wisnu bekerja di koran kota. Pak Wisnu sering bercerita dan ibu Krisna selalu menyuguhkan
makanan
istimewa. 9
Arya adalah kawan Mada yang memeluk agama Budha. Mada sering
belajar
bersama
di
rumah Arya. 10
Ayah
Arya
bernama
Pak
Darma. Pak Darma memiliki perpustakaan di rumahnya. Ia bekerja sebagai seorang arsitek. 17
Mada menyiapkan buku-buku sekolahnya. Ia simpan di dalam tas
baru
ayahnya.
yang
dibelikan
19
Dua belas tahun Mada belajar di sekolah dasar, kini Mada di sekolah atas yang bangunannya lebih besar.
20
Mada menyapa teman-teman yang ramah dan hangat. Diwan dan Ihsan yang duduk paling dekat dengan Mada. diwan yang lucu dan Ihsan yang sopan. Serta Arya yang penuh semangat.
21
Ruang kelas sekolah Mada bersih, teduh dan nyaman.
22
Bu guru datang menyapa di kelas dan menulis nama di papan tulis. Aminah Mukhlas.
23
Aminah Mukhlas menceritakan Kisah Gunadarma.
24
Mada kini menjadi seorang dewasa,
bersama
kawan-
kawannya yang selalu jujur dan setia. Mada berangkat sekolah dengan
jalan
kaki
kawan-kawannya.
bersama Melintasi
jalan kecil, lorong-lorong, dan taman
bunga.
orang-orang
Menyaksikan yang
sibuk
bekerja. 30
Masa sekolah adalah masa istemewa. Apalagi masa-masa
SMA. Di sekolah Mada punya banyak
kesempatan
bertanya
hingga
untuk
cakrawala
ilmu terbuka dengan segala makna. 31
Mada dan Diwan mendapat tugas bersama, satu kelompok bersama
Ihsan
dan
Arya.
Kemudian, Mada menemukan sebuah buku yang berjudul “Siapa Aku” yang memancing rasa ingin tahunya. 32
Mada
dan
kawan-kawannya
membaca buku yang berjudul “Siapa Aku” di rumah Mada. 34
Arya murung dan sedih karena orang tuanya bertengkar.
35
Aminah
Mukhlas
menenangkan melanjutkan
Arya
dan
kembali
Kisah
Gunadarma. 36
Pulang sekolah, Mada dan kawan-kawannya rumah
Mbah
melewati Sobri
yang
memiliki anjing bernama Bleki. 37
Mada
menceritakan
Kisah
Sangkuriang. 38
Arya main ke rumah Mada karena malas pulang ke rumah.
40
Arya makan di rumah Mada
dan memuji bahwa masakan Sophia nikmat. 41
Arya
menceritakan
masalah
keluarganya kepada Sophia. 43
Ibu Arya datang menjemput Arya pulang. Sepanjang jalan mereka
berdebat
akhirnya
di
mereka
berhenti
hingga
tengah
jalan saling
berpelukan dan menangis. 44
Murid
baru
di
sekolah,
bernama Aghnia Cahaya. 45
Aminah
Mukhlas
mengajak
siswa-siswi belajar di luar kelas tentang matahari. 46
Nia menceritan Kisah Dewa Matahari.
48
Kawan-kawan
Mada
mengunjungi
Sophia
datang yang
melahirkan. 49
Mada
dan
kawan-kawannya
merencanakan melakukan
untuk petualangan
mencari Buku Gunadarma. 51
Aminah Mukhlas dipecat dari sekolah karena difitnah telah menggelapkan gaji guru dan karyawan.
52
Aminah Mukhlas menceritakan Kisah Cincin Perak.
55
Krisna adalah kakak kelas di sekolah Mada yang sering jahil dan nakal kepada Mada dan kawan-kawannya.
Padahal
dulu, Krisna adalah teman baik Mada tapi itu dulu ketika Krisna masih miskin. 56
Krisna sekelas dengan Anton yang juga
badung.
Mereka
sering menggoda Mada dan kawan-kawannya. ketika
Krisna
Contohnya, dan
Anton
menyembunyikan tas Mada dan kawan-kawannya ketika sedang olah
raga
hingga
akhirnya
terjadi pertengkaran diantara Mada dan
Kawan-kawannya
dengan Krisna dan Anton. 57
Guru
pengganti
Mukhlas
Aminah
bernama
Bapak
Kuntala. Seorang guru yang tidak
adil
karena
selalu
membela orang kaya seperti Krisna. 58
Setelah pertengkaran Mada dan kawan-kawannya
dengan
Krisna
Diwan
dan
memecah menanyakan
Anton, suasana
dengan mengenai
petualangan mereka mencari
Buku Gunadarma. 60
Kawan-kawan Mada siap untuk membantu Mada yang sedang berada dalam kesulitan.
61
Nia
menceritakan
Kisah
Sebuah Pulau. 64
Di rumah Nia, kawan-kawan Mada
sedang
menyusun
rencana untuk mengumpulkan cerita-cerita yang ditulis ulang oleh mereka untuk dijual dan mungkin dibacakan di sekolah atau
taman
Terkadang
kanak-kanak. juga,
mereka
membantu ibu Mada menjual kue-kue di pasar kota. 65
Kawan-kawan
Mada
berkumpul di rumah Nia untuk merencanakan membantu ayah Mada, Hakim melalui ayah Nia yang bernama Mantra yang merupakan seorang produser. 68
Pertandingan sepak bola antara Sekolah
Bening
melawan
Sekolah Perkasa dengan kapten kesebelasan
Sekolah
Bening
yang dipegang oleh Mada. 70
Mada menggiring bola menuju depan
gawang
mengopernya
kepada
dan Arya
yang kemudian menghasilkan gol dan menjadikan Sekolah Bening
menang
melawan
Sekolah Perkasa. 72
Arya bertemu ibunya yang menunggu di tepi lapangan bola. Mereka berpelukan dan tak terasa meneteskan air mata.
73
Setelah Mada
pertandingan berkumpul
usai, dengan
kawan-kawannya
untuk
mendengarkan melanjutkan
Nia cerita
tentang
Kisah Gunadarma. 80
Di
sekolah,
Mada
kawan-kawan
menanyakan
tentang
mereka
untuk
rencana melakukan
petualangan
mencari Buku Gunadarma. 83
Di rumahnya masing-masing, kawan-kawan
Mada
sedang
meminta izin dan berpamitan kepada orang tua mereka. 111
Nia memberikan surat kepada Mada.
3
Kehidupan Hakim dan keluarga
50
jatuh miskin
Datang
dua
orang
lelaki
berbaju tentara yang membawa kabar
bahwa
Rudi
adalah
seorang penipu. 53
Mada mengontrak di sebuah
rumah kontrakan kecil dan sederhana milik ayah Krisna, Pak Wisnu. 54
Hakim
bekerja
mengangkat
barang
bawaan
penumpang
kereta di stasiun. 59
Mada
tidak
bisa
ikut
melakukan petualangan Buku Gunadarma
karena
harus
membantu ayahnya bekerja dan membantu
ibunya
menjaga
adiknya. 62
Tanpa terasa, sudah setahun lebih
Mada
dan
keluarga
menjalani hidup miskin. 63
Mada menjalani hidup ganda. Pagi sekolah, sore menjual kue milik ibunya, libur sekolah menjual koran, dan terkadang mengamen bersama Hakim.
66
Mada sedang menemani Rindu yang sedang mewarnai sepatu.
67
Mada
menceritakan
Kisah
Sepatu. 69
Hakim sedang mengamen di bis kota, warung-warung tenda, dan toko-toko di kota.
71
Hakim sedang bernyanyi di warung
tenda
sebuah
lagu
tentang jiwa yang merdeka.
74
Hakim sedang duduk di depan rumah. Datang sebuah mobil berhenti dan parkir di depan rumah. lelaki
Keluarlah yang
seorang
sangat
ramah
bernama Mantra. 75
Mada dan Sophia menemani Rindu bermain boneka.
76
Sophia
menceritakan
Kisah
Boneka. 77
Hakim masuk ke dalam rumah setelah Mantra pamit. Hakim membawa
kabar
kepada
keluarganya
bahwa
Mantra
adalah seorang produser musik di
ibukota
yang
menawari
pekerjaan kepada Hakim untuk menjadi seorang komposer. 4
Kehidupan Hakim dan keluarga
78
kembali seperti semula
Hakim
kembali
pulang
ke
rumah
sebelumnya.
Setelah
Hakim
bekerja
bersama
Mantra. 79
Hakim sibuk bekerja setelah Hakim
terlibat
kerjasama
dengan Mantra. 81
Mada meminta izin kepada Hakim
dan
melakukan
Sophia
untuk
petualangan
mencari Buku Gunadarma. 82
Hakim meminta maaf kepada
Mada
karena
kesibukannya
bekerja. 5
Petualangan
mencari
Buku
84
Gunadarma
Mada
dan
kawan-kawannya
berkumpul di
rumah Mada
pada
pagi
Sabtu
sembilan
dengan
pukul
membawa
lengkap segala perbekalan. 85
Mada
bertugas
sebagai
pemimpin rapat menerangkan mengenai perjalanan yang akan mereka lewati nanti. 86
Mada
dan
menuju
barat
menaiki umum
kawan-kawannya kota
sebuah sebuah
untuk
angkutan
minibus
elf
berwarna merah dengan garis tebal
melintang
berwarna
kuning untuk sampai menuju Desa Purna Indra. 87
Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya mobil dinaiki
Mada
kawannya
dan
mulai
yang
kawan-
berangkat.
Mereka melewati pesawahan, kebun
tebu,
bukit
dan
pegunungan hingga akhirnya sampailah di Desa Purna Indra. 88
Mada
dan
menemukan
kawan-kawannya sebuah
rumah
mungil yang terbuat dari kayu
dengan papan yang tergantung di
atas
pintunya,
Klinik
Kesehatan Alami. 89
Pemilik
Klinik
Kesehatan
Alami tersebut adalah seorang kakek tua. Dia mengajak Mada dan
kawan-kawannya
untuk
masuk ke rumahnya. Kakek tersebut
memberitahu
dan
Mada
kawan-kawannya
mengenai khasiat obat-obatan dan asal usul nama Desa Purna Raga, Purna Rasa, dan Purna Indra.
Kemudian,
kakek
tersebut mengantarkan Mada dan kawan-kawannya ke rumah Pak Cakra yang merupakan pengrajin kaca penduduk asli Desa Purna Indra. 90
Mada
dan
kawan-kawannya
bertemu dengan Pak Cakra. Kemudian,
mereka
berpisah
dengan kakek tua. Kakek tua memberikan bungkusan kecil berisi
obat
Kemudian,
anti Pak
racun. Cakra
mengajarkan Mada dan kawankawannya membuat kaca. 91
Ihsan dan Diwan tidak bisa melanjutkan
petualangan
karena Ihsan sakit perut dan mual
akibat
makan
terlalu
dan
menemani
banyak
Diwan Diwan
harus kembali
pulang ke rumah. 92
Mada dan kawan-kawannya, kecuali
Ihsan
dan
melanjutkan
Diwan
perjalanan
bersama Pak Cakra melewati hutan
bambu
rimbun
yang
untuk
sangat
menyebrangi
sungai Mawasdiri. Akan tetapi, rakit milik Pak Cakra terbawa arus sungai yang sedang deras karena hujan lebat. 93
Pak Cakra mengajak Mada dan Arya
untuk
baru,
membuat
sedangkan
rakit
Affwah,
Angelica, dan Nia membantu Bu
Cakra
untuk
memasak
datang
bersama
makan siang. 94
Bu
Cakra
Affwah, Angelica, dan Nia membawa
makanan.
Kemudian,
mereka
semua
makan siang bersama di tengah tanaman
bambu
sambil
bercengkrama. 95
Mada
dan
kawan-kawannya
menginap di rumah Pak Cakra
karena arus sungai Mawasdiri masih
sangat
disebrangi.
deras
untuk
Kemudian,
di
rumah Pak Cakra pada malam harinya
mereka
menyusun
rencana. 96
Pagi hari, Mada dan kawankawannya
bersiap
untuk
menyebrangi sungai Mawasdiri bersama
Pak
Cakra.
Akan
tetapi, Affwah dan Angelica tidak bisa ikut karena mereka merasa
takut.
Akhirnya,
Affwah
dan
Angelica
menunggu di rumah Pak Cakra hingga Mada, Arya, dan Nia kembali. 97
Setelah menyebrangi
sungai
Mawasdiri, Mada, Arya, dan Nia sampai di Desa Purna Rasa. Mereka bertanya kepada penduduk
desa
tersebut
mengenai taman bacaan yang berasa di desa tersebut yang ternyata sudah tidak ada karena telah hancur dan hangus akibat meletusnya Gunung Suwung. 98
Akhirnya, Mada, Arya, dan Nia berjalan mendaki jalan setapak yang
dipenuhi
pohon
dan
semak-semak hingga sampailah di
sebuah
tanah
lapang.
Kemudian,
Arya
berteriak
mengerang.
Ternyata,
Arya
digigit ular. 99
Mada menggendong Arya yang dibantu
oleh
Nia.
Mereka
menggendong
Arya
hingga
sampai di sebuah rumah kayu sederhana. Mereka merebahkan Arya di teras rumah tersebut. 100
Keluarlah pemilik
seorang
nenek
rumah
tersebut.
Kemudian, Mada memberikan obat
penawar
racun
yang
diberikan oleh kakek tua Desa Purna
Raga
kepada
Arya.
Setelah itu, Arya pingsan dan Mada
membawa
Arya
ke
dalam kamar untuk beristirahat. 101
Mada dan Nia beristirahat di teras.
Kemudian,
seorang
datanglah
perempuan
yang
berjalan menuju arah mereka yang ternyata adalah Aminah Mukhlas.
Mada
dan
Nia
bercerita mengenai perjalanan yang
telah
mereka
lewati.
Aminah Mukhlas menanyakan maksud kedatangan mereka.
Kemudian, mengatakan
Aminah bahwa
Buku
Gunadarma tidak pernah ada. 102
Aminah Mukhlas menceritakan Kisah
Gunadarma
hingga
selesai kepada Mada dan Nia. 103
Dua hari berlalu, Arya telah sembuh dan mereka berpamitan kepada Aminah Mukhlas untuk pulang.
104
Di perjalanan pulang, Mada teringat perkataan Pak Cakra.
6
Setelah petualangan mencari
105
Kisah Rembulan.
106
Mada tampak murung dan
Buku Gunadarma.
muram. Mada merasa gelisah karena
memikirkan
orang-orang
nasib
baik
yang
hidupnya selalu menderita. 107
Hakim
menceritakan
Kisah
Nabi Musa. 108
Mada teringat kisah seorang kakek yang rajin beribadah yang
diceritakan
oleh
pamannya. 109
Hakim
bercerita
mengenai
Kisah Kakek Buta. 110
Mada teringat Kisah Seorang Pendosa yang ditolong oleh Tuhan melalui Nabi Musa yang diceritakan oleh Pak Cakra.
Lampiran 3 BAGAN ALUR ALUR
PERKENALAN
KONFLIK
KLIMAKS
PELERAIAN
PENYELESAIAN
PLOT UTAMA
Mada dan kawan-
Mada dan kawan-
Mada tidak bisa
Mada dan kawan-
Mada dan Nia
Petualangan Mada dan
kawannya mendengar
kawannya
mengikuti petualangan
kawannya melakukan
mendengarkan Kisah
Kawan-Kawannya
Kisah Gunadarma dari
merencanakan untuk
mencari Buku
petualangan mencari
Gunadarma hingga selesai
Mencari Buku
Aminah Mukhlas
melakukan petualangan
Gunadarma karena
Buku Gunadarma
mencari Buku
harus membantu
Gunadarma
ayahnya bekerja dan
Gunadarma
membantu ibunya menjaga adiknya SUBPLOT
Mada diceritakan
Hakim menggadaikan
Hakim jatuh miskin dan
Hakim mendapatkan
Hakim dan keluarga
Kisah Kehidupan Mada
berusia 22 tahun yang
surat rumahnya kepada
tinggal di sebuah rumah
tawaran untuk bekerja
kembali ke rumahnya dan
dan Kawan-Kawannya
mengenang masa
Rudi untuk bisnis &
kontrakan. Ia bekerja
sebagai seorang
kehidupan mereka kembali
kecilnya
Aminah Mukhlas
mengangkat barang
komposer lagu oleh
seperti semula
dipecat karena difitnah
bawaan penumpang
Mantra ayah Nia yang
menggelapkan gaji guru
kereta di stasiun
merupakan seorang
dan karyawan
produser ternama di ibukota
SISIPAN CERITA
Kisah Tukang Kayu
Kisah Cincin Perak
Kisah Sebuah Pulau
Kisah Rembulan
Kisah Nabi Musa
Kisah Burung Parkit
Kisah Sepatu
Kisah Seorang Kakek
Kisah Sangkuriang
Kisah Boneka
Kisah Kakek Buta
Kisah Dewa Matahari
Kisah Pendosa
Lampiran 4
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan
: SMA/MA .......................
Mata Pelajaran
: Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/Semester
: XII / II
Materi Pokok
: Memahami Unsur Intrinsik Karya Sastra
Alokasi Waktu
: 2 X 45 Menit
Kompetensi Inti 1.
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianut
2.
Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun dan percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
3.
Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang atau teori.
Kompetensi Dasar 1.2 Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis. 2.2 Menunjukkan sikap positif dan ilmiah (individu dan sosial) dalam diskusi. 3.3
Menunjukkan perilaku dan sikap menerima, menghargai dan melaksanakan kejujuran, ketelitian, disiplin dan tanggung jawab.
4.4 Memahami unsur intrinsik karya sastra. 4.5 Mengkaji unsur intrinsik karya sastra.
Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Siswa mampu memahami unsur intrinsik karya sastra, khususnya novel. 2. Siswa mampu mengkaji unsur intrinsik karya sastra, khususnya alur.
Tujuan Pembelajaran 1. Setelah proses pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat menghargai dan mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan Bahasa Indonesia sebagai sarana memahami informasi baik yang disajikan secara lisan maupun tulisan. 2. Setelah proses pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat memahami dan mampu mengkaji unsur intrinsik novel, khususnya alur.
Strategi/Metode/Pendekatan Pembelajaran Pembelajaran Berbasis Proyek Diskusi Presentasi
Media/Alat Pembelajaran Infocus Leptop
Sumber Pembelajaran 1. Novel MADA, Sebuah Nama yang Tebaik Karya Abdullah Wong 2. Teori Pengkajian Fiksi karya Burhan Nurgiantoro
Kegiatan Pembelajaran KEGIATAN Pendahuluan
DESKRIPSI KEGIATAN 1. Peserta
didik
merespon
salam
dari
guru
berhubungan dengan kondisi siswa dan kelas. 2. Peserta didik merespon pertanyaan dari guru berhubungan dengan pembelajaran sebelumnya. 3. Peserta didik menerima informasi kompetensi,
materi, tujuan, dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan. 4. Siswa diajak untuk mengingat kembali mengenai novel yang ditugaskan untuk dibaca pada pertemuan sebelumnya. 5. Guru memberikan pertanyaan mengenai intrinsik
yang
terdapat
dalam
novel
unsur dengan
mengaitkan isi di dalam novel tersebut sebagai stimulus. Inti
Mengamati 1.
Guru menampilkan diagram mengenai tahaptahap alur.
2.
Guru
memberikan
penjelasan
secara
lebih
mendetail mengenai diagram tersebut. 3.
Guru menunjuk salah seorang peserta didik untuk memberikan contoh salah satu tahap alur yang terdapat di dalam novel, sementara peserta didik lain menyimak dan mengamati.
Menanya 4.
Peserta
didik
berdiskusi
kelompok
untuk
mengidentifikasi dan mengkaji alur yang terdapat di dalam novel. Mengumpulkan Informasi 5.
Peserta didik menyimpulkan tentang hal-hal yang belum diketahui.
6.
Peserta didik menjelaskan hal-hal yang belum diketahui.
Mengkomunikasikan 7.
Peserta
didik
pengamatan
mempresentasikan
mengenai
yang telah dilakukan berkaitan
dengan alur yang terdapat di dalam novel melalui
diskusi kelompok di depan kelas. 8.
Peserta didik lain menanggapi pengamatan yang sudah dipresentasikan.
Penutup
9.
Peserta didik menjawab soal-soal kuis untuk mereview materi yang telah dipelajari.
10.
Peserta didik bersama guru menyimpulkan hasil pembelajaran.
11.
Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan.
12.
Siswa dan guru merencanakan tindak lanjut pembelajaran untuk pertemuan selanjutnya.
Penilaian A. TEKNIK DAN BENTUK 1. Tes Tertulis 2. Observasi Kinerja/Demontrasi 3. Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio 4. Pengukuran Sikap 5. Penilaian diri
B. INSTRUMEN/SOAL 1. Tugas untuk menganalisis alur yang terdapat dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong melalui diskusi kelompok. 2. Tugas mempresentasikan hasil diskusi kelompok. 3. Daftar pertanyaan kuis untuk mengukur pemahaman peserta didik mengenai materi yang telah dipelajari. .............., ................................ Mengetahui, Kepala SMA/MA
Guru Mata Pelajaran
..............................
......................................
NIP/NIK
NIP/NIK
SURAT UJI REFERENSI Seluruh referensi yang digunakan dalam penelitian skripsi berjudul “Masalah Alur dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik Karya Abdullah Wong dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia” yang disusun oleh NUR LAELA SARI, NIM 1111013000061, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, telah disetujui kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi pada hari Sabtu, 03 Oktober 2015.
Jakarta, 03 Oktober 2015 Dosen Pembimbing
Ahmad Bahtiar, M. Hum NIP 19760118 200912 1 002
LEMBAR UJI REFERENSI Nama
: NUR LAELA SARI
NIM
: 1111013000061
Fakultas
: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi
: Masalah Alur dalam Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik Karya Abdullah Wong dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Dosen Pembimbing
: Ahmad Bahtiar, M.Hum.
No
Daftar Referensi
1
A. Teeuw. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1984.
2
B. Rahmanto. Metode Pengajaran Sastra, “Pegangan Guru Pengajar Sastra”. Yogyakarta, Kanisius, 1988.
3
Robert Escarpit. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.
4
Nyoman Kutha Ratna. S.U “Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan Fakta”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
5
Septiawan Santana K. “Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.
6
Java van Luxemburg. “Pengantar Ilmu Sastra”. Jakarta: PT Gramedia, 1984.
Paraf Pembimbing
7
Abdul Rozak Zaidan, dkk. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
8
Mahsun. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
9
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&H. Bandung: Alfabeta, 2011.
10
Antilan Purba. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.
11
Hendry Guntur Tarigan. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 1984.
12
Rene wellek dan Austin Warren. Teori Kesusastraan, (Penerjemah: Melani Budianta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993.
13
Burhan Nurgiantoro. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005.
14
Furqonul Aziez dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
15
T. Raman Tinambunan. Sastra Lisan Dairi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996.
16
Robert Stanton. Teori Fiksi Robert Stantion. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
17
Melani
Budianta,
dkk.
Membaca
Sastra
(Pengantar
Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesia Tera, 2003.
18
Rahmat Djoko Pradopo. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008.
19
Suparman Natawidjaja. Apresiasi Sastra & Budaya. Jakarta: PT Intermasa, 1982.
20
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia “Edisi Keempat”. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2008.
21
Partini Sardjono Pratokusumo. Pengkajian Sastra. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
22
Bambang Kaswanti Purwo. Bulir-Bulir Sastra & Bahasa. Yogyakarta: Kanisius, 1991.
23
Yus Rusyana. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV. Dipenogoro, 1984.
24
Kinayati
Djojosuroto.
Analisis
Teks
Sastra
dan
Pengajarannya. Yogyakarta: Pustaka, 2006. 25
Wahyudi Siswanto. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo, 2008.
26
Suwardi
Endraswara.
Metodologi
Penelitian
Sastra:
Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Jakarta: CAPS, 2013. 27
Heru Kurniawan. Sastra Anak: dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotika, hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.
28
Abdullah Wong. MADA, Sebuah Nama Yang Terbalik. Jakarta: Makkatana, 2013.
29
Zainudin. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
30
Albertine Minderop. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Jakarta, 03 Oktober 2015 Pembimbing,
Ahmad Bahtiar, M.Hum. NIP 197601182009121002
PROFIL PENULIS
Nur Laela Sari lahir di Karawang, 25 Agustus 1994. Lahir sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Riwayat pendidikan dimulai dari SDN 07 PAGI Jakarta Selatan. Setelah lulus SD, pindah ke Kerawang dan melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Rengasdengklok, dan SMAN 1 Rengasdengklok. Setelah lulus SMA pada tahun 2011, melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.