FAKTA SEJARAH DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh Devi Ramadhani 1111013000002
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016
ABSTRAK Devi Ramadhani, 1111013000002, “Fakta Sejarah Dalam Novel Saman Karya Ayu Utami dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dosen Pembimbing Ahmad Bahtiar, M. Hum. Penelitian ini beranjak dari masalah yaitu bagaimana fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami dideskripsikan serta bagaimana implikasi fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami dan untuk mengetahui implikasi fakta sejarah terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif untuk mendeskripsikan unsur-unsur pembangun novel dan fakta sejarah yang terkandung dalam novel Saman karya Ayu Utami. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan mencatat informasi fakta sejarah yang ada didalam novel. Teknik penelitian yang digunakan adalah analisis dokumen yaitu novel Saman karya Ayu Utami dan studi pustaka untuk mencari dan mengumpulkan literatur yang mendukung penelitian mengenai fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Hasil penelitian yang diperoleh yakni unsur instrinsik novel Saman terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa yang digunakan Ayu Utami. Fakta sejarah yang diperoleh berupa kebijakan kapitalisme ekonomi orde baru, pers pemerintahan orde baru, kolusi dan nepotisme rezim soeharto, pemogokan buruh di Medan, Penangkapan aktivis dan kebebasan pendapat LSM terhadap kebijakan orde baru. Penelitian mengenai fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami dapat di implikasikan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMA kelas XI semester 2. Standar Kompetensi yang sesuai yakni aspek mendengarkan dengan memahami pembacaan novel. Kompetensi dasar yang sesuai yakni menemukan fakta sejarah dalam novel yang dibacakan. Indikator yang harus dikuasai oleh siswa diantaranya adalah menemukan fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami dan mendiskusikan fakta-fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami.
Kata Kunci : Sejarah, novel, Saman, Ayu Utami
i
ABSTRACT Devi Ramadhani, 1111013000002, The Historical value of the Novel Saman by Ayu Utami and Implications on Learning of Indonesia’s Language and Literature, Indonesia’s Languange and Literature Education Majors, Faculty of Science Education and Teaching, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Supervisor: Ahmad Bahtiar, M. Hum. This research intends to answer the problem of how the historical fact described in the novel Saman by Ayu Utami and its implication in learning Indonesian language and literature. The purpose of this research is to find out the historical fact of the novel Saman by Ayu Utami and to find out the implications of historical facts in the novel Saman by Ayu Utami in learning Indonesian language and literature. The method of this research is qualitative method to describe the constructive elements and the historical values of the novel Saman by Ayu Utami. The technique data analysis of this research is making a note of important information that is related to the historical facts of the novel. The technique of the research that is being used is analyze the text, Saman by Ayu Utami, and library research to find and to collect data that is related to historical facts in the novel Saman by Ayu Utami and its implication in learning Indonesia language and literature. The result of this study is the intrinsic elements of the novel Saman consists of theme, character and characterization, plot, setting, point of views, and language style of Ayu Utami. The historical facts that is found through this research is the policy of economic capitalism of Indonesia’s new era, the journalism policy during Indonesia’s new era, collusion and nepotism under the regime of Soeharto, laborer strike in Medan, and the arrestment of Indonesia activist. The research regarding historical facts of the novel Saman by Ayu Utami can be implicated to Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) of the senior high school grade XI on the second semester. The standard competence that is appropriate is the aspect of listening by understanding the novel trough reading. The basic competence that is appropriate is finding the historical facts through reading the novel. The indicators that the must be mastered by student are finding and discussing the historical facts in the novel Saman by Ayu Utami. Keywords : Historical, novel, Saman, Ayu Utami
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya, para sahabatnya hingga kepada umat hingga akhir zaman. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Judul yang penulis ajukan adalah “Fakta Sejarah dalam Novel Saman Karya Ayu Utami dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan , bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1.
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A,. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
2.
Makyun Subuki, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
3.
Dona Aji Kurnia, M.A, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
4.
Ahmad Bahtiar, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah mencurahkan perhatian, bimbingan, doa dan nasihat yang sangat berarti bagi penulis;
5.
Rosida Erowati, M. Hum, selaku dosen penguji 1 skripsi penulis;
6.
Nuryati Djihadah, M. Pd.,MA, selaku dosen penguji 2 skripsi penulis;
7.
Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan selama perkuliahan;
8.
Ayahanda dan Ibunda penulis, Bapak Suyanto dan Ibu Saminah yang telah mendidik, memperjuangkan dan mencurahkan kasih sayangnya terhadap penulis. Abang dan kakak penulis, Azla Hendrovi, Dedi Irwanto, Andi Pranata, Rini, Miswinda dan Reza Sylvia Rangkuti;
9.
Mentor penulis di dunia Trainer Arry Rahmawan dan Maradika Malawa selaku Founder Cerdas Mulia dan Young Trainer Academy dan mentor Public Speaking Winning Indonesia Krishadi Nugroho; iii
10. Mentor dan sahabat penulis di bidang pengembangan diri lets grow up Mochammad Syafril, Ardhian Bangga, Dhiva Putra Pratama, dan Maritsa Nauva; 11. Sahabat yang penulis cintai Siti Nurpadillah, Nurfi Laeli Azzahra, Zikrina Aulia, Syahid Maulana
serta keluarga besar Cerdas Mulia Institute yang telah mendukung dan
mendoakan dengan cinta disaat penulis mengerjakan skripsi ini; 12. Mentor penulis di Mental Coaching Character kak Anrio Marfizal; 13. Sahabat seperjuangan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia kelas A angkatan 2011; 14. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungan dan doa dalam penyelesaian skripsi ini. Jakarta Desember 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRACT .........................................................................................................
i
ABSTRAK ..........................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................
iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................
v
BAB 1
PENDAHULUAN ..............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................
1
B. Identifikasi Masalah.......................................................................
5
C. Pembatasan Masalah ......................................................................
6
D. Rumusan Masalah .........................................................................
6
E. Tujuan Penelitian ...........................................................................
6
F. Manfaat Penelitian .........................................................................
6
G. Metode Penelitian ..........................................................................
7
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................
11
A. Hakikat fiksional dan faktual.......................................................
11
B. Hubungan Sastra dan Sejarah ......................................................
12
C. Pendekatan Mimetik ....................................................................
15
D. Hakikat Novel ..............................................................................
18
E. Unsur Intrinsik Novel ..................................................................
19
H. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia .................................
27
I. Penelitian yang Relevan .................................................................... 30 BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN PENGARANG .........................
33
A. Biografi Ayu Utami .....................................................................
33
B. Pemikiran Ayu Utami ..................................................................
29
B. Konteks Historis dalam Novel Saman .........................................
38
1. Kebijakan Kapitalisme Ekonomi Orde ....................................
38
2. Pers Pemerintahan Orde Baru..................................................
42
3. Kolusi dan Nepotisme Rezim Soeharto ...................................
47
4. Pemogokan Buruh di Medan ...................................................
49
5. Penangkapan Aktivis .................................................................... 50 6. Kebebasan pendapat LSM terhadap Orde Baru……………….. 51
v
.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................
54
A. Unsur Instrinsik Novel Saman Karya Ayu Utami .......................
54
1. Tema ........................................................................................
54
2. Tokoh dan Penokohan .............................................................
56
3. Alur ..........................................................................................
68
4. Latar .........................................................................................
74
5. Sudut Pandang .........................................................................
87
6. Gaya Bahasa ............................................................................
89
B. Fakta Sejarah dalam Novel Saman Karya Ayu Utami ................
92
1. Kebijakan Kapitalisme Ekonomi Orde Baru ...........................
92
2. Pers Pemerintahan Orde Baru..................................................
98
3. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Rezim Soeharo…………… ... 104 4. Pemogokan Buruh ............................................................ …
107
5. Penangkapan Aktivis ............................................................ .
110
6. Kebebasan Pendapat LSM Terhadap Orde Baru……….
114
C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia . 116 BAB V PENUTUP........................................................................................
121
A. Simpulan ....................................................................................
121
B. Saran ..........................................................................................
122
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
124
LAMPIRAN....................................................................................................... 127
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya seni yang mengungkapkan pemikiran, perasaan, pengalaman, dan ide dari manusia untuk menggambarkan kehidupan baik lewat bahasa dan tulisan. Sebuah karya sastra pengarang mengungkapkan suka dan duka kehidupan mereka dalam masyarakat. Hubungan sastra dan masyarakat adalah hubungan dengan mempertimbangkan hakikat sastra dan masyarakat, kondisi-kondisinya sebagai gejala alamiah. 1 Implikasi-implikasi
yang
berkaitan
dengan
masyarakat
dan
sastra
sebagaimana yang telah dikemukakan Plato dan Aristoteles mengenai karya seni meniru kenyataan, tidak jauh berbeda dengan penjelasan mengenai persamaan dan kesejajaran antara masyarakat dan sastra. Oleh karena itu, karya sastra mewakili potret kehidupan yang menyangkut baik itu persoalan sosial atau wujud representasi sejarah dalam masyarakat, setelah mengalami berbagai proses maka lahirlah pengalaman kehidupan dalam bentuk karya sastra. Sebuah karya sastra sebagaimana setiap karya seni lainnya, merupakan suatu kebulatan yang utuh, khas dan berdiri sendiri, satu dunia keindahan dalam wujud bahasa yang dari dirinya sendiri telah dipenuhi dengan kehidupan realitas. Tetapi juga merupakan suatu fenomena atau gejala sejarah, yakni sebagai hasil karya seorang seniman, dari aliran tertentu, zaman tertentu dan kebudayaan tertentu pula yang tidak lepas dari rangkaian sejarah. Karya sastra hadir sebagai wujud nyata imajinasi kreatif dari seorang sastrawan dengan proses yang berbeda-beda antara pengarang yang satu dengan pengarang yang lain terutama dalam penciptaan cerita fiksi. Penciptaan tersebut bersifat individualistis artinya cara yang digunakan oleh tiap-tiap pengarang dapat berbeda. Perbedaan itu meliputi beberapa hal di antaranya bisa saja metode yang digunakan munculnya proses kreatif seorang pengarang dan bagaimana cara 1
Nyoman Kutha Ratna, Sastra dan Cultural Fakta,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007),Cet.2, h. 285.
1
Studi
Representasi
Fiksi
dan
2
mengekspresikan apa yang ada jauh di dalam diri pengarang hingga bagaimana penyampaian bahasa yang digunakan. Sastra adalah hasil kebudayaan yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Pada dasarnya karya sastra bermanfaat bagi kehidupan manusia. Melalui karya sastra pembaca dapat menimba permasalahan baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadi maupun golongannya. Di samping itu, melalui karya sastra sastrawan dapat menyampaikan nilai-nilai kehidupan pembacanya karena karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Fiksi dan fakta sebagai ciri utama sastra dan sejarah, bukanlah perbedaan mutlak. Melalui medium bahasa, sastra secara terus menerus menelusuri proses pemahaman
sehingga
menghasilkan
fakta.
Dilain
pihak
fakta
sejarah
merenkrontuksi fakta-fakta hanya dapat dipahami semata melalui arsip, dokumen, literatur. Dengan memperbandingkan antara sastra dan sejarah, sastralah yang paling banyak mempermasalahkan hakikat sejarah daripada sebaliknya. Secara umum objek penulisan sejarah adalah masa lampau umat manusia dengan segala kegiatannya yang tampak pada bidang politik, ekonomi, sosial, budaya sedangkan secara khusus objek penulisan sejarah adalah bidang-bidang tertentu, seperti politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, kesenian dan sastra. Sastra dan sejarah memiliki hubungan yang sangat erat. 2Sastra memiliki hubungan timbal balik dengan bidang sejarah. Sastra dikategorikan sebagai sastra yang bernuansa sejarah karena faktor cerita yang kental dengan peristiwa-peristiwa sejarah di dalamnya. Selain itu, sastra bisa dijadikan rujukan atau bahan untuk data-data peristiwa sejarah. Hubungan timbal balik ini memiliki teori dan metode yang berbeda, namun tetap menjadikan bidang yang sama dalam kajian yakni, sastra dan sejarah. Sejumlah karya sastra Indonesia telah menunjukkan adanya hubungan yang tak terpisahkan antara isi (muatan) karya dengan realitas yang terjadi dalam masyarakatnya.
Novel
Siti
Nurbaya
(Marah
Rusli,
1920),
misalnya
menggambarkan keadaan masyarakat Minangkabau pada masa kolonial Belanda. 2
Yudiono K.S, Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta:Grasindo, 2007),h. 25
3
Novel Para Priyayi (Umar Kayam, 1999) menggambarkan keadaan masyarakat Jawa pada masa kolonial Belanda sampai awal Orde Baru. Novel Saman (Ayu Utami, 1998), menggambarkan keadaan masyarakat Indonesia pada akhir pemerintahan Orde Baru. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memahami sebuah karya sastra diperlukan sebuah kajian yang mampu menghubungkan antara karya sastra dan dengan segisegi kemasyarakatan. Dengan memahami bahwa karya sastra memiliki hubungan dengan sejarah, realitas sosial dan politik maka tidak dapat dipungkiri seorang pembaca sastra akan menemukan realitas sejarah di dalam sebuah karya sastra. Realitas sejarah tidak hanya dapat ditemukan dalam teks-teks sejarah saja tetapi dapat ditemukan pula pada karya sastra misalnya novel. Novel dalam ilmu kesusastraan merupakan salah satu bentuk prosa. Novel memiliki ciri khas yaitu jalan cerita yang kompleks. Novel adalah karya fiksi yang menceritakan peristiwa atau nilai dalam masyarakat yang merupakan hasil pengamatan pengarang terhadap realita kehidupan. Cerita yang dihadirkan dalam novel tak ubahnya sebagai sebuah catatan sejarah dari kehidupan tokoh dan juga tokoh dapat memasuki peristiwa penting yang menjadi sejarah. Beberapa peristiwa sejarah di dalam novel Saman merupakan sebuah fakta yang diungkapkan oleh Ayu Utami melalui novelnya. Ia merepresentasikan fakta sejarah melalui tokoh di dalam novel Saman. Novel Saman merupakan sebuah novel yang sangat menarik untuk diteliti terutama mengenai fakta sejarah di dalamnya. Sebagai seorang jurnalis, Ayu Utami paham gejolak politik yang terjadi pada masa Orde Baru sehingga data dan fakta yang disampaikan melalui Saman dapat diteliti keakuratan datanya. Ketika memenangi lomba penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ)1998, banyak keraguan ditimpakan kepadanya. Saman oleh banyak kritikus dinilai sebagai novel yang sangat berbobot. Mulai dari gaya bercerita, tema hingga soal-soal kecil seperti penggambaran adegan seks menjadi perbincangan serius di berbagai media. Saman ditulis menggunakan imajinasi dan pengalaman empiris pengarang. Ayu mengaku ketika menulis Saman di Perabumulih, ia terlebih dahulu meriset nama-nama pohon dan sebagainya juga waktu di pengeboran
4
minyak. Hanya pada bagian Shakuntala ia tidak perlu riset, hanya perlu imajinasi. Pendekatan yang digunakan Ayu Utami merupakan pendekatan yang meluruhkan diri ke dalam karakter tokoh. Ia mencoba mengubah diri menjadi berbagai karakter. Dalam dunia tari atau dunia perkebunan sebagai contoh yang bukan merupakan dunia pengarang. Karya sastra mengajak kita untuk memahami bukan untuk hanya mengetahui. Jika hanya untuk mengetahui, maka semua orang akan dapat mengetahui hanya sekedar dengan melihat faktanya. Namun untuk memahami, ia harus menjalani perjalanan rasionalitas objektif ke empirisme subyektif, dari pengetahuan pada kearifan kemanusiaan, mengajak untuk lebih bijak dan adil dalam memahami kehidupan. 3 Fakta sejarah dalam novel Saman juga dapat dipahami dari latar sejarah yang digunakan Ayu Utami untuk membangun kisah dalam novelnya. Peristiwa demonstrasi dan pemogokan buruh di Medan sebagai salah satu contohnya yaitu pada tanggal 1 Maret – 16 April di Medan diintegrasikan dalam cerita melalui tokoh Wisanggeni (Saman) yang dianggap sebagai salah satu aktor intelektual yang mendalangi peristiwa tersebut sehingga masuk dalam daftar orang yang harus ditangkap dan dihukum. Peristiwa tersebut menyebabkan Wisanggeni harus meninggalkan Indonesia dan tinggal di Amerika Serikat, bekerja di Human Rights Watch dan mengganti namanya menjadi Saman. Novel ini mengandung fakta sejarah tetapi dikemas dalam sebuah cerita yang menarik untuk dibaca dan dinikmati. Fakta sejarah dalam novel Saman menjadikan novel tersebut memiliki sisi lebih dalam mencerminkan peristiwa sejarah yang sudah banyak dilupakan oleh rakyat Indonesia khususnya para siswa di sekolah. Perhatian para pendidik terhadap fakta sejarah dalam novel karya sastra Indonesia khususnya Saman sangat diperlukan dalam membimbing siswa-siswa di sekolah dan juga bagaimana para pendidik mampu mengimplikasikannya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Tidak hanya perhatian para pendidik dalam pembelajaran fakta 3
Bagus Dharmawan (ed), Warisan (Daripada) Soeharto,(Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2008),h. 595
5
sejarah khususnya yang masih perlu ditingkatkan, tetapi bagaimana pendidik turut serta dan aktif terhadap pengajaran fakta sejarah dalam novel Saman. Oleh karena itu, karya sastra sangatlah penting untuk memberikan pengetahuan mengenai sejarah Indonesia yang terdapat dalam novel Saman dalam proses pengajaran sastra di Sekolah. Tujuan pembelajaran sastra sendiri adalah untuk mewujudkan suasana proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pembelajaran sastra mengenai fakta sejarah ini akan memberikan dampak penghargaan mereka terhadap perjuangan serta menumbuhkan rasa nasionalisme terhadap bangsa dan negara Indonesia. Penelitian ini penting karena di dalamnya mencoba mengungkapkan fakta sejarah di dalam novel Saman serta bagaimana implikasi terhadap proses belajar dan pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah. Penelitian ini aktual karena pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa masa lalu bangsa ini harus tetap diperkenalkan kepada masyarakat terutama peserta didik agar menjadi bangsa yang besar. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini memfokuskan kajian pada Fakta Sejarah pada Novel Saman Karya Ayu Utami dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah. Masalah tersebut akan dipahami dengan pendekatan mimetik.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang
masalah yang peneliti paparkan sebelumnya,
maka identifikasi masalah penelitian ini adalah : 1. Belum adanya analisis mengenai fakta sejarah dalam novel Saman dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. 2. Kurangnya perhatian terhadap pembelajaran fakta sejarah dalam novel beserta implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
6
3. Kurangnya peran pendidik terutama guru dalam pengajaran fakta sejarah yang terdapat dalam novel Saman.
C. Pembatasan Masalah Dapat dilihat dari sejumlah masalah yang ada, maka dapat diambil simpulan bahwa karya sastra tidak dapat terlepas dengan realita yang terjadi di masyarakat. Sejumlah permasalahan yang ada di dalam karya sastra diperoleh dari proses kreativitas pengarang melalui penggalian objek yang dikajinya. Banyak permasalahan yang terdapat di dalam novel Saman, maka penulis membatasi dan memfokuskan penelitian pada implikasi fakta sejarah dalam novel Saman terhadap pembelajaran dalam konteks bahasa dan sastra Indonesia.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalahnya adalah : 1. Bagaimana fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami dideskripsikan? 2. Bagaimana implikasi pembahasan fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami. 2. Untuk mengetahui implikasi pembahasan fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis.
7
1. Manfaat teoretis dimaksudkan bahwa hasil penelitian dapat dijadikan sebagai pengembangan dibidang sastra. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan sumbangsih penelitian ilmiah terhadap karya prosa. 2. Manfaat praktis dimaksudkan bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai konsep realitas yang muncul dalam novel Saman karya Ayu Utami.
G. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian Metode berasal dari kata methodos, bahasa latin, sedangkan methodos itu berasal dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, cara, arah. Penelitian adalah penerapan pendekatan ilmiah dalam rangka mempelajari suatu masalah.4 Dalam penelitian lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah
sistematis
untuk
memecahkan
rangkaian
sebab
akibat
berikutnya.5 Metode penelitian yang dipakai peneliti adalah metode kualitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan cara memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah untuk menyajikan penafsiran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktafakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Cresswell (1998) menyatakan penelitian kualitatif sebagai suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terperinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami. Penelitian kualitatif merupakan riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian
4
Aminuddin, Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra (Malang : Y A3), h. 108 5 Nyoman Kutha Ratna. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h.34.
8
kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar focus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.6 Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan. David Williams menulis bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Jelas definisi ini memberi gambaran bahwa peneltian kualitatif mengutamakan latar alamiah, metode alamiah, dan dilakuikan oleh orang yang mempunyai perhatian alamiah. Penulis buku penelitian kualitatif lainnya (Denzin dan Lincoln 1987) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Dari segi pengertian ini, para penulis masih tetap mempersoalkan latar alamiah dengan maksud agar hasilnya dapat digunakan untuk menafsirkan fenomena dan yang dimanfaatkan untuk penelitian kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian. Dalam penelitian kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen. Metode penelitian yang digunakan penulis yaitu content analysis atau analisis isi. Penelitian ini berusaha menganalisis dokumen untuk diketahui isi dan makna yang terkandung dalam dokumen tersebut. Penelitian ini dengan menggunakan analisis isi mendeskripsikan atau menggambarkan apa yang menjadi masalah, kemudian menganalisis dan menafsirkan data yang ada. Metode analisis isi digunakan untuk menelaah isi dari suatu dokumen. Dalam penelitian ini dokumen yang dimaksud adalah novel Saman karya Ayu Utami.
6
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian (Jakarta: Kencana, 2011), h. 34
9
2. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen yaitu berupa novel yang berjudul Saman Karya Ayu Utami. Data tersebut merupakan novel yang diterbitkan pada cetakan ke 32, September 2014 oleh Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta.
3. Tehnik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah : a. Teknik Inventaris Dalam teknik ini peneliti melakukan inventarisasi terhadap novel yang memiliki fakta sejarah yakni novel Saman karya Ayu Utami. b. Teknik Baca Simak Dalam
teknik
ini
peneliti
membaca,
menelaah,
memahami,
dan
mengidentifikasi fakta sejarah dalam novel tersebut. c. Teknik Pencatatan Dalam teknik ini peneliti mencatat hal-hal penting yang mendukung fakta sejarah dalam novel tersebut.
4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. a.
Reduksi Data
Pada langkah ini data yang diperoleh dicatat dalam uraian yang terperinci. Data-data dipilih hanya data yang berkaitan dengan masalah yang akan dianalisis, yaitu fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami. b.
Penyajian Data
Pada langkah ini, data-data yang sudah ditetapkan kemudia disusun secara teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian di
10
analisis sehingga diperoleh deskripsi mengenai fakta sejarah yang terkandung dalam novel Saman karya Ayu Utami. c.
Penarikan Simpulan
Pada tahap ini dibuat simpulan mengenai hasil dari data yang diperoleh sejak awal penelitian. Penarikan simpulan memuat hasil data berupa fakta sejarah apa saja yang disampaikan penulis lewat novel Saman karya Ayu Utami.
BAB II LANDASAN TEORI
Penelitian terhadap novel Saman karya Ayu Utami tentu saja memerlukan landasan teori. Penjelasan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian sangat penting dilakukan sebelum menyajikan hasil penelitian. Teoriteori yang menjadi landasan dalam penelitian terhadap novel Saman ini dapat dipaparkan sebagai berikut.
A. Hakikat Fiksional dan Faktual Hakikat fiksional dan faktual sama halnya dengan sastra dan sejarah. Dalam teori
kontemporer
kedua
disiplin,
khususnya
dalam
kaitannya
dengan
pemanfaatan hakikat fiksi dan fakta, terlibat ke dalam kontruksi paradigmatis yang cenderung simetris, yang disebut sebagai metafiksi historiografi. Dikaitkan dengan definisi fakta secara umum, pemanfaatan fakta-fakta dalam sejarah dan novel sejarah pada dasarnya sama yang berbeda adalah bagaimana novelis mengembangkan sikap, pikiran dan perasaan tokoh-tokoh dalam suatu cerita secara bebas dan kreatif, sehingga tercipta ruang fiksionalitas. Aspek lain adalah adalah kenyataan bahwa karya sastra mementingkan cerita, tokoh dan latar. Ketiga unsur cerita tersebut sangat esensial dalam sejarah. Karya sastra meskipun merupakan imajinasi, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa imajinasi mesti berangkat dari kenyataan. Dalam hubungan inilah diperlukan acuan kenyataan yang pada umumnya tercantum dalam sejarah. Dengan kalimat lain, sejarah memberikan kompetensi untuk mengembalikan kualitas rekaan pada kenyataan agar dapat dipahami secara lebih intens oleh pembaca. Relevansi karya sastra terhadap sejarah, sebagaimana diintroduksi oleh Taufik Abdullah adalah manfaatnya terhadap penelitian sejarah intelektual. Sesuai dengan perkembangan metode dan teori usaha untuk menghindarkan sekat pemisah antar disiplin di pihak yang lain, masalah-masalah sosiologi dan sejarah dalam sastra justru menemukan tempat yang subur.
11
12
Ada tiga masalah yang perlu dikemukakan dalam kaitannya dengan relevansi sejarah terhadap sastra, yaitu :1 1.
Relevansi fakta-fakta sejarah, dalam hal ini berkaitan dengan isi.
2. Homologi unsur-unsur dalam hal ini berkaitan dengan struktur; dan 3. Relevansi proses kreatif dalam hal ini berkaitan dengan perkembangan genre sastra. Keterlibatan fakta-fakta sejarah dapat diidentifikasikan secara jelas, seberapa jauh sebuah karya mencerminkan sejarah. Hubungan ini dapat dipahami melalui tokoh, kejadian dan latar. Nama tokoh, nama tempat, dan tahun-tahun kejadian merupakan unsur-unsur yang sangat mudah untuk dikaitkan dengan sejarah umum, sisa peninggalan sejarah, dan sumber-sumber tertulis lainnya. Jadi kesimpulan hakikat fiksional dan faktual adalah hakikat hubungan antara sejarah dan sastra serta bagaimana hubungan sejarah dalam karya sastra. Dalam proses kepenulisan sejarah dalam karya sastra tentu penulis memerlukan fakta atau kenyataan dalam dunia. Berangkat dari hal inilah kemudian penulis karya sastra menuliskan cerita dengan memanfaatkan tokoh, latar dan kejadian di dalam cerita untuk menginterpretasikan sejarah.
B. Hubungan Sastra dan Sejarah Visi kontemporer dalam kaitannya dengan fiksi dan fakta secara tidak langsung membawa sastra dan sejarah, seniman dan sejarawan pada dua kutub yang berbeda tetapi saling melengkapi. Hakikat objektivitas dari suatu kenyataan menjadi sangat relatif sebab objektivitas kenyataan tidak diberikan, melainkan secara terus menerus harus dibangun, dengan konsekuensi tidak ada kenyataan yang sesungguhnya.2 Penulisan sejarah pada waktu Aristoteles sudah berkembang sebagai cabang ilmu pengetahuan dengan
Thucydides (460-400) sebagai sejarawan yang
terkenal. Thucydides menulis sejarah perang Peloponesos, antara negara kota Athena dan Sparta, dan dia pertama kali mencoba secara ilmiah memberi laporan 1
Nyoman Kutha Ratna, Sastra dan Cultural Studi Representasi Fiksi dan Fakta,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007),Cet.2,h. 348 2 Ibid., h. 330
13
dan analisis serta penafsiran peristiwa berdasarkan pengumpulan data yang selengkap dan secermat mungkin. Dalam hal ini Thucydides menolak pendekatan Herodotus, yang sebelumnya telah menulis cerita kesejarahan, tetapi yang terutama ingi menulis bacaan yang menarik dan tidak bersikap kritikal atau rasional terhadap sejarah dan datanya.3 Hubungan antara sastra dan sejarah di dunia Barat sejak abad klasik tetap cukup pelik, sampai sekarang. Dalam abad Pertengahan sejarah sebagai cabang ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan sastra, tidak diketahui lagi tulisantulisan yang nampaknya bersifat sejarah sebenarnya merupakan campuran antara sejarah dan sastra, persis seperti babad dan sejarah. Tidak kebetulan History dan Story dalam bahasa inggris berasal dari kata yang sama : historia dalam bahasa Yunani, diambil dari bahasa latin : berarti cerita, sejarah, penelusuran fakta atau peristiwa.4 Sejajar dengan perkembangan masyarakat modern, baik sebagai akibat pengaruh teknologi informasi maupun pergeseran norma-norma masyarakat, lahirlah para seniman yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern. Keterampilan yang dimiliki baik yang diperoleh melalui pengalaman maupun yang dibawa sejak lahir menyebabkan para seniman memperoleh kedudukan khusus dalam masyarakat. Meskipun demikian, secara sosiologis di antara para seniman di atas, sastra melalui medium bahasanya menduduki posisi utama.5 Berbeda dengan sastrawan, sejarawan semata-mata merupakan proposisi masyarakat modern. Sebagai ilmuwan, sejarawan berfungsi untuk mengubah pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan, sejajar dengan kritikus dan ahli sastra, antropolog, sosiolog, filsuf, dan sebagainya. Sastrawan mempunyai epigonepigon, sastrawan pada gilirannya menampilkan arus sosial yang pada gilirannya juga melahirkan aliran, mazhab, periode, angkatan dan sebagainya. Perdebatan pendapat mengenai hakikat sejarah dan sastra, khususnya dalam teori kontemporer terjadi sebagai akibat tumpang tindih definisi fakta dan fiksi di 3
A.Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1984),Cet.1,h.242-243 Ibid.,h. 244 5 Ratna,op.cit.,h. 331 4
14
satu pihak mekanisme pemplotan di pihak yang lain. Menurut Foley sama dengan sastra agar dapat dipahami, maka fakta-fakta dalam sejarah harus diceritakan. Penceritalah yang mengorganisasikan sekaligus mengkonstruksi kebenaran dengan cara memilih fakta yang sesuai. Semata-mata melalui proses penceritaan, sebagai mekanisme pemplotan cerita sejarah dan cerita sastra dapat dipahami. Sastra dan sejarah memandang waktu sebagai aspek yang sangat penting. Sastra dengan seni lukis, misalnya dibedakan sebagai seni waktu dan seni ruang. Plot dalam cerita disusun atas dasar cerita dan penceritaan, dengan memutarbalikkan
aspek
waktu,
sebagai
waktu,
sebagai
konstruksi
dekronologisasi. Sejarah disusun berdasarkan fakta-fakta sejarah. Objektivitas sejarah terletak dalam penemuan dan penyusunan fakta-fakta secara kronologis. Tanpa dimensi waktu, sastra dan sejarah tidak pernah ada. Kejadian sehari-hari juga terjadi atas kronologisasi. Meskipun demikian, kejadian sehari-hari hanya mungkin menjadi sejarah dan tidak bisa menjadi sastra sebab tidak diciptakan oleh manusia kreator, melainkan oleh manusia itu sendiri atas dasar firman Tuhan sebagai kejadian adikodrati. Aspek-aspek estetikanya pun bersifat ilahiah. Sejarawan, antropolog, bercerita tentang kehidupan sehari-hari, sedangkan sastrawan menciptakan cerita atas dasar kehidupan sehari-hari.6 Peranan sekaligus hubungan erat aspek-aspek sejarah jelas terlihat dalam kaitannya dengan beberapa aspek terpenting dalam sastra, seperti : sejarah sastra, sastra sejarah, dan novel sejarah. Sebagai bagian tiga bidang studi, di samping teori dan kritik, sejarah sastra berfungsi untuk mencatat rangkaian peristiwa sastra sejak lahir hingga sekarang, yang dengan sendirinya tersusun secara kronologis. Sejarah sastra adalah ilmu, diperoleh melalui pengumpulan fakta-fakta sejarah. Oleh karena itu, meskipun objek yang dibicarakan adalah rekaan, hasilnya tetap objektif. 7 Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu bangsa, misalnya sejarah sastra Indonesia, sejarah sastra Jawa, dan sejarah sastra 6 7
Ibid., h. 335-336 Ibid.,340
15
Inggris. Dengan pengertian dasar itu, tampaklah bahwa objek sejarah sastra adalah segala peristiwa yang terjadi pada rentang masa pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu bangsa. Telah disinggung di depan bahwa sejarah sastra itu menyangkut karya sastra, pengarang, penerbut, pengajaran, kritik, dan lain-lain.8 Sastra sejarah adalah karya sastra (hikayat) yang mengandung unsur-unsur sejarah, seperti babad dan hikayat. Sastra sejarah yang sering juga disebut teks historis atau teks genealogis subur pada saat masyarakat belum bisa membedakan secara jelas antara rekaaan dengan kenyataan yang sesungguhnya. Novel sejarah sesuai dengan namanya menceritakan tokoh dan peristiwa bersejarah tertentu, seperti kerajaan majapahit, patih Gajah Mada dan Presiden Soekarno.9 Jadi hubungan sastra dan sejarah adalah erat kaitannya dengan hubungan sastrawan dan sejarawan, berbeda tapi saling melengkapi. Sastra dan sejarah merupakan dua kutub yang berbeda terkait dengan objektivitas. Sejarawan semata-mata mengubah pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan, sedangkan sastrawan mencakup didalamnya sebagai pencipta karya seni dengan ini menggunakan medium bahasa sebagai medium utama dalam penulisan. Sastra dan sejarah berhubungan karena keduanya merupakan hal penting dalam penulisan sastra sejarah, sejarah sastra dan novel sejarah. Dalam penulisan novel sejarah misalnya tentu penulis akan berangkat dari kenyataan, atau masa lampau dalam hal ini cakupannya dengan sejarah. Ditangan sastrawan, sejarah memiliki tidak hanya fakta sejarah tetapi ada nilai estetika melalui tokoh dan jalan cerita didalamnya yang bisa dinikmati semua kalangan.
C. Pendekatan Mimetik Pendekatan mimetik berasal dari bahasa Yunani mimesis yang berarti peniruan. Dalam sastra, pendekatan mimesis melihat karya sastra sebagai suatu peniruan, imitasi, refleksi, atau gambaran tentang alam dan kehidupan manusia. Pengarang
harus
menciptakan
kembali
pengalaman
manusia
dengan
menggunakan kata-kata. Sastra dikaitkan dengan realita atau kenyataan, budaya, 8
Yudiono.K.S.,Pengantar Sejarah Sastra Indonesia (Yogyakarta : Grasindo,2007),h.26 Ratna, op,cit.,h.342
9
16
sosial, politik, bahkan agama. Plato dan Aristoteles menggunakan istilah mimesis sebagai imitasi, representasi, peneladanan, peniruan, dan pembayangan. Pendekatan sosiologi sastra, pada hakikatnya berdasarkan pada pendekatan mimetik. Masalah realita bagi Georg Lukas merupakan suatu pencerminan yang lebih benar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik. Ia menjelaskan, “mencerminkan” adalah menyusun sebuah struktur mental yang diubah urutannya ke dalam kata-kata. Pencerminan kenyataan adalah suatu kesadaran kodrat manusia dan hubungan-hubungan kemasyarakatan. Sebuah pencerminan mungkin lebih dari yang konkret. Misalnya sebuah novel atau sajak dapat membaca pembaca pada suatu pandangan yang lebih konkret daripada realitas konkret. Hal ini sejalan dengan Jan Van Luxemburg yaitu pengarang memilih dari kenyataan sejumlah unsur lalu disusunnya gambaran yang dapat dipahami yang dibangun berdasarkan logika dan kemungkinan. Logika dan kemungkinan itu digambarkan melalui cara khusus, sastra menjelaskan (mencerminkan) hal-hal yang manusiawiumum. Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra. Pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas. Kajian semacam ini dimulai dari pendapat Plato tentang seni. Plato berpendapat bahwa seni hanya dapat meniru dan membayangkan hal-hal yang ada dalam kenyataan yang tampak. Ia berdiri di bawah kenyataan itu sendiri.10 Pendekatan mimetik adalah kritik sastra yang membahas dan menilai karya sastra dihubungkan dengan realitas atau kenyataan. Dalam kritik ini karya sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan. Karya sastra dianggap sebagai refleksi, tiruan, ataupun cermin dari realitas. Dapat disimpulkan bahwa pemahaman karya sastra dilihat dalam hubungannya dengan realitas. Kritik mimetik menilai karya sastra dalam hubungannya dengan realitas yang menjadi sumber dan latar belakang penciptaannya. Kriteria yang dikenakan pada
10
Wahyudi Siswanto. Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grassindo. 2008), h. 188.
17
karya sastra adalah kebenaran representasi objek-objek yang digambarkan ataupun yang hendaknya digambarkan. 11 Peneliti dari aliran Marxis dan dari sosiologi (psikologi) sastra beranggapan bahwa karya seni sebagai dokumen sosial (psikologi). Kenyataan bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah kenyataan yang telah ditafsirkan sebelumnya dan yang dialaminya secara subjektif sebagai dunia yang bermakna dan koheren. Hubungan antara seni dan kenyataan bukanlah hubungan searah atau sederhana. Hubungan itu merupakan interaksi yang kompleks dan tak langsung ditentukan oleh konvensi bahasa, konvensi sosio-budaya, dan konvensi sastra.12 Marx dan Engels dalam The German Ideology mengatakan, bukan kesadaran yang menentukan kehidupan, tapi kehidupanlah yang menentukan kesadaran. Bukanlah kesadaran manusia yang menentukan keberadaan mereka, melainkan keberadaan sosial yang menentukan keberadaan mereka. Hubungan sosial antar manusia diikat dengan cara mereka memproduksi kehidupan materialnya. Hubungan antar kelas kapitalis dan kelas proletar membentuk basis ekonomi atau infrastuktur. Dari infrastruktur ini di setiap periode muncul superstruktur, yaitu bentukbentuk hukum dan politik tertentu, negara tertentu, yang berfungsi untuk melegitimasi
kekuatan
kelas
sosial
yang
memiliki
alat-alat
produksi.
Superstruktur juga terdiri atas bentuk-bentuk kesadaran sosial yang riil seperti politik, agama, etika, estetika, dan seni.13 Seni bagi marxisme merupakan bagian dari ideologi masyarakat. Memahami masyarakat berarti pemahaman terhadap seluruh proses sosial tempat sastra merupakan bagiannya. Karya sastra merupakan bentuk persepsi (cara khusus dalam memandang dunia) dan memiliki relasi dengan cara memandang realitas yang menjadi ideologi sosial suatu zaman. Memahami karya sastra adalah memamahami hubungan tak langsung antara karya sastra dengan dunia ideologis tempat karya itu berada yang muncul pada unsur-unsur karya sastra.14
11
Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesustraan, (Jakarta :Gramedia Pustaka Utama, 1990), h.44 12 Siwanto,op.cit.,h. 189. 13 Ibid.,h. 189. 14 Ibid.
18
Ada beberapa kritik yang ditujukan kepada pendekatan ini. Antara lain kritik yang menyatakan bahwa pendekatan ini terlalu memperhatikan aspek nonsastra. Jika hal itu terjadi, penelitian yang menggunakan pendekatan ini harus bisa memadukan analisisnya yaitu analisis terhadap sastra dan analisis di luar sastra.15Dengan begitu pemahaman terhadap pemikiran pengarang, biografi dan hal-hal yang menyangkut di luar dari karya sastra itu sangat diperlukan guna mendukung karya sastra tanpa menghilangkan esensi dari karya sastra tersebut.
D. Hakikat Novel Prosa dalam bidang sastra sering dihubungkan dengan kata fiksi. Kita sering mendengar kata prosa fiksi. Kata fiksi berarti khayalan atau tidak berdasarkan kenyataan. Fiksi adalah istilah umum untuk cerita imajinatif, yaitu suatu karya walaupun dekat hubungannya dengan kehidupan orang tertentu atau peristiwa nyata, namun imajinasi pengaranglah yang membentuknya. Fiksi dibedakan dari fakta, sesuatu yang bukan nyata tetapi ciptaan, membohongi, menghibur, atau kesan terhadap realitas dengan maksud untuk mendidik. Realitanya prosa dalam karya sastra diciptakan dengan bahan gabungan antara kenyataan dan khayalan. Banyak karya prosa yang justru idenya berangkat dari kenyataan. Oleh karena itu, lebih tepat jika digunakan istilah prosa rekaan. Prosa yang dibuat tidak hanya berdasarkan khayalan, tetapi juga berdasarkan kenyataan.16 Prosa rekaan bisa dibedakan atas prosa lama dan prosa modern. Prosa lama sering berwujud cerita rakyat (folktale). Cerita ini bersifat anonim, tidak diketahui siapa yang mengarangnya dan beredar secara lisan ditengah masyarakat. Termasuk prosa lama adalah cerita tentang binatang, dongeng, legenda, mitos dan sage. Bentuk prosa rekaan modern bisa dibedakan atas novel, novellet dan cerpen.17 Sebutan novel dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Italia novella. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan 15
Ibid.,h. 190. Ibid.,h. 127. 17 Ibid.,h. 140. 16
19
sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Dewasa ini istilah novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novellet (Inggris:novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek.18 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Masalah yang dibahas tidak sekompleks roman.
19
Biasanya novel menceritakan
peristiwa pada masa tertentu. Bahasa yang digunakan lebih mirip bahasa seharihari. Meskipun demikian, penggarapan unsur-unsur instrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot, latar, gaya bahasa, tokoh dan penokohan. Jadi hakikat novel adalah sebuah karangan prosa fiksi rekaan yang panjang dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku atau lebih lazim dikenal dengan unsur instrinsik yang lengkap mencakup tema, plot, latar, gaya bahasa, tokoh dan penokohan.
E. Unsur Instrinsik Novel Berbicara mengenai anatomi fiksi berarti berbicara tentang struktur fiksi atau unsur-unsur yang membangun fiksi itu. Struktur fiksi itu secara garis besar dibagi atas dua bagian, yaitu: 1. Struktur luar (ekstrinsik), dan 2. Struktur dalam (Instrinsik). Struktur luar ekstrinsik adalah segala macam unsur yang berada di luar suatu karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut, misalnya faktor sosial ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosial politik, keagamaan, dan tata nilai yang dianut masyarakat. Sedangkan struktur dalam (instrinsik) adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan atau perwatakan, tema, alur (plot), pusat pengisahan, latar dan gaya bahasa.20 18
Burhan Nugiyanto, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2007), hal. 9. 19 Siswanto, op.cit., h.141. 20 Atar Semi. Anatomi Sastra. (Padang: Angkasa Raya. 1988), h 35.
20
Struktur luar dan stuktur dalam ini merupakan unsur atau bagian yang secara fungsional berhubungan satu sama lainnya. Jika kedua unsur tersebut antara satu sama lain tidak berhubungan maka ia tidak dapat dinamakan struktur. Dan tentu saja struktur itu sendiri harus dilihat dari satu titik pandangan tertentu. Struktur luar atau ekstrinsik dianggap sebagai bagian dari struktur yang membangun sebuah fiksi bila struktur tersebut kita anggap sebagai pemberi pengaruh terhadap keseluruhan struktur fiksi itu, terutama bila fiksi atau karya sastra itu dianggap sebagai mimesis atau pencerminan kehidupan atau interpretasi kehidupan. 21 Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur instrinsik sebuah novel adalah unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur instrinsik inilah yang membuat sebuah novel tersebut terwujud. Atau sebaliknya jika dilihat dari sudut pembaca, unsurunsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel. cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. 22
1. Penokohan dan perwatakan Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu peristiwa, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan. Tokoh dalam karya rekaan mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut perwatakan. Ditinjau dari peranan dan keterlibatan dalam cerita, tokoh dapat dibedakan atas; a). Tokoh primer (utama), b). Tokoh sekunder (tokoh bawahan), c). Tokoh komplementer (tambahan).23 Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh, tokoh dapat dibedakan atas tokoh dinamis dan tokoh statis. Bila dilihat dari masalah yang dihadapi tokoh, dapat dibedakan atas tokoh yang mempunyai karakter sederhana dan kompleks. 21
Ibid., h 35-36 Nugiyanto, op.cit., h. 23. 23 Siswanto, op.cit., h142-143 22
21
Tokoh dinamis adalah tokoh kepribadian nya selalu berkembang. Tokoh statis adalah tokoh yang mempunyai
kepribadian tetap. Tokoh yang mempunyai
karakter sederhana adalah tokoh yang mempunyai karakter atau tunggal.24 Dilihat dari watak yang dimiliki oleh tokoh, dapat dibedakan atas tokoh protagonis dan tokoh antagonis.25Ada beberapa cara memahami watak tokoh. Cara itu adalah melalui; a.
Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya
b.
Gambaran
yang
diberikan
pengarang
lewat
gambaran
lingkungan
kehidupannya maupun cara berpakaiannya c.
Menunjukkan bagaimana perilakunya
d.
Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri
e.
Memahami bagaimana jalan pikirannya
f.
Melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya
g.
Melihat tokoh lain berbincang dengannya
h.
Melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberi reaksi terhadapnya, dan
i.
Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain.26 Penokohan dan perwatakan merupakan salah satu hal yang kehadirannya
dalam sebuah fiksi amat penting dan bahkan menentukan karena tidak akan mungkin ada suatu karya fiksi tanpa adanya tokoh yang bergerak yang akhirnya membentuk alur cerita.27 Berdasarkan Kamus Istilah Sastra, tokoh adalah orang yang memainkan peran dalam karya sastra. Penokohan adalah proses penampilan tokoh dengan pemberian watak, sifat, atau kebiasaan tokoh pemeran suatu cerita. 28
Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan: “siapakah tokoh utama novel itu?” atau ada berapa orang jumlah pelaku novel itu?’ dan sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter, 24
Ibid. Melani Budianta.,dkk,Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2006),cet.3,h.86. 26 Siswanto, op.cit., h.145. 27 Semi, op.cit., h 36. 28 Zaidan, Abd, Anita K. Rustapa dan Hani’ah. Kamus Istilah Sastra. (Jakarta: Balai Pustaka. 2007), h 206. 25
22
menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjukkan pada kualitas pribadi seorang tokoh. 29 Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.30 2. Tema Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya.31 Seorang pengarang memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi media pemapar
tema tersebut, menyimpulkan makna yang dikandung serta
mampu menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.32 Seperti
yang
diungkapkan
Walter
Loban
dalam
Siswanto,
dalam
mengungkapkan masalah kehidupan dan kemanusiaan lewat karya prosa, pengarang berusaha memahami keseluruhan masalah itu secara internal dengan jalan mendalami sejumlah masalah itu dalam hubungannya dengan keberadaan suatu individu maupun dalam hubungan antara individu dengan kelompok masyarakatnya. Perolehan nilai itu sendiri umumnya sangat beragam sesuai dengan daya tafsir pembacanya.33 Nilai-nilai yang ada di dalam cerita rekaan bisa dilihat dari diri sastrawan dan pembacanya. Dari sudut sastrawan , nilai ini biasa disebut amanat. Amanat adalah
29
Nugiyanto,op. cit., h. 165. Ibid., h 166. 31 Siswanto, op.cit., h 161. 32 Ibid. 161-162 33 Ibid., h 162. 30
23
gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Di dalam karya sastra modern amanat ini biasanya tersirat, di dalam karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat.34 Tema adalah makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Tema, menurutnya kurang lebih dapat bersinonim dengan ide utama dan tujuan utama. Tema dengan demikian dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel. Gagasan dasar umum inilah yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita.35 Jadi tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tersebut. Yang menjadi unsur gagasan sentral, yang kita sebut tema tadi adalah topik atau pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai oleh pengarang dengan topiknya tadi.36
3. Alur (plot) Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Alur sebagai jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu, jalinannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh hubungan kausal (sebab-akibat). Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian.37 Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagianbagian dalam keseluruhan fiksi. Dengan demikian, alur merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain,
34
Ibid. Nugiyanto, op.cit., h 70. 36 Semi, op. cit.,h. 42 37 Siswanto, op.cit., h 159. 35
24
bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang kesemuanya terikat dalam satu kesatuan waktu.38 Pada umumnya alur cerita rekaan terdiri dari: a.
Alur buka, yaitu situasi mulai terbentang sebagai suatu kondisi permulaan yang akan dilanjutkan dengan kondisi berikutnya.
b.
Alur tengah, yaitu kondisi mulai bergerak ke arah kondisi yang mulai memuncak.
c.
Alur puncak, yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks peristiwa.
d.
Alur tutup, yaitu kondisi memuncak sebelumnya mulai menampakkan pemecahan atau penyelesaian.39 Selain jenis alur di atas yang menekankan jenis alur berdasarkan urutan
kelompok kejadian, kita dapat pula membagi alur berdasarkan fungsinya, yaitu alur utama dan alur sampingan. Alur utama adalah alur yang berisi cerita pokok, sedangkan alur sampingan adalah alur yang merupakan bingkai cerita. 40 Unsur alur yang penting adalah konflik dan klimaks. Konflik dalam fiksi terdiri dari konflik internal, yaitu pertentangan dua keinginan di dalam diri seorang tokoh dan konflik eksternal yaitu konflik antara satu tokoh dengan tokoh lain atau antara tokoh dengan lingkungannya. Klimaks dalam sebuah cerita adalah saat-saat konflik menjadi sangat hebat dan jalan keluar harus ditemukan.41 4. Latar Abrams mengemukakan latar cerita adalah tempat umum (general locale), waktu
kesejarahan
(historical
time)
dan
kebiasaan
masyarakat
(social
circumtances) dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat.42 Latar atau landas tumpu (setting) cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Stanson mengelompokkan latar, bersama dengan tokoh dan plot kedalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita fiksi.43 38
Semi,op. cit., h. 43-44 Ibid., h. 44. 40 Ibid. 41 Ibid., h. 45. 42 Siswanto, op. cit., h.149. 43 Semi, op.cit., h. 46. 39
25
Leo Hamalian dan Frederick R. Karrel menjelaskan bahwa latar cerita dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta bendabenda dalam lingkungan tertentu, tetapi juga dapat berupa suasana serta bendabenda dalam lingkungan tertentu, tetapi juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problem tertentu.44 Unsur latar dapat dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan dengan sendirinya, akan tetapi pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.45 a. Latar Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu mungkin lokasi tertentu dengan nama yang jelas. Keberhasilan latar tempat lebih ditentukan oleh ketetapan deskripsi, fungsi, dan keterpaduannya dengan unsur latar yang lain sehingga semuanya bersifat saling mengisi. Keberhasilan penampilan unsur latar itu sendiri antara lain dilihat dari segi koherensinya dengan unsur fiksi lain dan dengan tuntutan cerita secara keseluruhan.46 b. Latar waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.47 c. Latar sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. 44
Siswanto,op. cit., h. 149 Ibid., h.151 46 Nugiyanto,op. cit., h. 227-230 47 Ibid., h. 230 45
26
Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks.48 5. Gaya bahasa Gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Ada tiga masalah yang erat hubungannya dengan pembicaraan masalah gaya. Pertama, masalah media berupa kata dan kalimat. Kedua, masalah hubungan gaya dengan makna dan keindahannya. Terakhir seluk beluk eskspresi pengarangnya sendiri yang akan berhubungan erat dengan masalah individual kepengarangan, maupun konteks sosial-masyarakat yang melatarbelakanginya. Dari segi kata, karya sastra menggunakan pilihan kata yang mengandung makna padat, reflektif, asosiatif, dan bersifat konotatif, sedangkan kalimatkalimatnya menunjukkan adanya variasi dan harmoni sehingga mampu menuansakan keindahan dan bukan nuansa makna tertentu saja. Alat gaya melibatkan masalah kiasan dan majas: majas kata, majas kalimat, majas pikiran, dan majas bunyi.
6. Titik pandang/sudut pandang Titik pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri.49 Menurut Aminuddin, titik pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Titik pandang meliputi; 1). Narrator omniscient, 2). Narrator observer, 3). Narrator observer omniscient, 4). Narrator the third person omniscient.50 Harry Shaw menyatakan titik pandang terdiri atas; 1). Sudut pandang fisik, yaitu posisi dalam waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam pendekatan materi cerita, 2). Sudut pandang mental, yaitu perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah dalam cerita, dan 3). Sudut pandang pribadi yaitu hubungan 48
Ibid., h. 233. Siswanto, op. cit., h.151. 50 Ibid.,h 152. 49
27
yang dipilih pengarang dalam membawa cerita ; sebagai orang pertama, kedua atau ketiga. Sedangkan sudut pandang pribadi dibagi atas: a.
Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh.
b.
Pengarang menggunakan sudut pandang bawahan.
c.
Pengarang menggunakan sudut pandang yang impersonal. Tiga hal tersebut sama sekali berdiri di luar cerita. Sudut pandang berkaitan
dengan unsur-unsur instrinsik prosa rekaan yang lain : tokoh, latar suasana, gaya bahasa, nilai atau amanat.
F. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Secara umum pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam bidang sastra bertujuan agar; 1. Peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; 2. Peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.51 Tujuan tersebut dijabarkan ke dalam kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis sastra. Kemampuan mendengarkan sastra meliputi kemampuan mendengarkan, memahami, dan mengapresiasi ragam karya sastra (puisi, prosa, drama) baik karya asli maupun saduran/terjemahan sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Kemampuan berbicara sastra meliputi kemampuan membahas dan mendiskusikan ragam karya sastra di atas sesuai dengan isi dan konteks lingkungan dan budaya. Kemampuan membaca sastra meliputi kemampuan membaca dan memahami berbagai jenis dan ragam karya satra, serta mampu melakukan apresiasi secara tepat. Sedangkan kemampuan menulis sastra meliputi kemampuan mengekspresikan karya sastra yang diminati (puisi, prosa, drama) dalam bentuk sastra tulis yang kreatif, serta dapat menulis kritik dan esai sastra berdasarkan ragam sastra yang sudah dibaca.52 51 52
Siswanto, op. cit., h.170-171 Ibid.
28
Tujuan
umum
pembelajaran
sastra
merupakan
bagian
dari
tujuan
penyelenggaraan pendidikan nasional yaitu mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. 53 Tujuan pembelajaran sastra di sekolah terkait pada tiga tujuan khusus yaitu; 54 1. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.; menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia, 2. Pengajaran sastra membawa siswa pada ranah produktif dan apresiatif. Sastra adalah sistem tanda karya seni yang bermediakan bahasa. Penciptaan karya sastra merupakan keterampilan dan kecerdasan intelektual dan imajinatif, 3. Karya sastra hadir untuk dibaca dinikmati, dimanfaatkan untuk mengembangkan wawasan kehidupan. Pengajaran sastra membawa siswa pada ranah produktif dan apresiatif.55 Penciptaan karya sastra merupakan keterampilan dan kecerdasan intelektual sehingga dengan membaca karya sastra akan memproduksi imajinasi siwa. Karya sastra hadir untuk dibaca dan dinikmati, dimanfaatkan untuk mengembangkan wawasan kehidupan. Jadi dengan membaca karya sastra siswa tidak hanya belajar sastra tetapi menikmati sastra sekaligus mengasah kecerdasan dan imajinasi siswa. Pengajaran sastra sebenarnya termasuk pengajaran seni. Pengajar setidaknya adalah pecinta sastra yang sekarang adalah mereka yang belajar bahasa dan sastra. Pada dasarnya pengajar lebih banyak dibentuk sebagai guru bahasa daripada guru sastra. Mengajarkan 53
bahasa barangkali
dapat
dikerjakan seperti
orang
Dindin Ridwanuddin, M.Pd. Bahasa Indonesia (Ciputat :UIN Press.2015), h.,113 Ibid. 55 Ibid. 54
29
mengajarkan cabang ilmu lain tetapi mengajar kesenian termasuk di dalamnya sastra dan memerlukan persyaratan lain.56 Pembelajaran Bahasa Indonesia ini bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut; Pertama, berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis; Kedua, menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara; Ketiga, memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; Keempat, menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial; Kelima, menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas pengetahuan
wawasan, dan
memperhalus
kemampuan
budi
berbahasa;
pekerti,
serta
Keenam,
meningkatkan
menghargai
dan
membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia kreativitas guru maupun peserta didik justru lebih menentukan isi dan jalannya proses belajar. Materi yang tersaji lebih bersifat sebagai pemandu, maka tetap diperlukan seorang fasilitator maupun motivator. Oleh karena itu, sangatlah diharapkan guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Proses pembelajaran tetap berada pada aktivitas peserta didik sebagai subjek. Pengajaran sastra tidak dapat dipisahkan dari pengajaran bahasa. Namun demikian, pengajaran sastra tidaklah dapat disamakan dengan pengajaran bahasa. Perbedaan hakiki keduanya terletak pada tujuan akhirnya. Pengajaran sastra pada dasarnya mengemban misi afektif (memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya) yang memiliki tujuan akhir menanam, menumbuhkan, dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya terhadap tata nilai, baik dalam konteks individual maupun sosial. Sastra memang tidak bisa dikelompokan ke dalam aspek keterampilan berbahasa karena bukan merupakan bidang yang sejenis tetapi pembelajaran sastra dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembelajaran bahasa baik dengan keterampilan 56
menulis,
membaca,
menyimak,
maupun
berbicara.
Andy Zoeltom(ed.), Budaya Sastra (Jakarta : CV Rajawali),h. 57
Dalam
30
prakteknya, pembelajaran sastra berupa pengembangan kemampuan menulis sastra, membaca sastra, menyimak sastra, dan berbicara sastra.
G. Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini yakni Penelitian berjudul “Representasi Sejarah Sosial Politik Indonesia dalam Novel-Novel Karya Ayu Utami” yang ditulis oleh
Wiyatmi, dari Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Yogyakarta, 2012. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menginterpretasikan peristiwa sejarah sosial politik yang ditemukan dalam novel-novel karya Ayu Utami dan wujud representasi peristiwa sejarah sosial politik dalam novel-novel karya Ayu Utami. Metode yang digunakan adalah metode New Historicism. New Historicism pertama kali digunakan oleh Stephen Greenblatt tahun 1982 untuk menawarkan perspektif baru dalam kajian Renaissance, yakni dengan menekankan keterkaitan teks sastra dengan berbagai kekuatan sosial, ekonomi, dan politik yang melingkunginya. Karya sastra dalam perspektif New Historicism tidak dapat dilepaskan dari praksis-praksis sosial, ekonomi dan politik karena ikut mengambil bagian di dalamnya. Penelitian penulis berbeda dengan penelitian ini. Perbedaannya terletak dalam metode yang digunakan dalam menganalisis novel Saman. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan New Historism. New Historicism menawarkan pembaharuan dalam melihat hubungan sastra dengan sejarah. Sastra dalam hal ini tidak hanya dilihat sebagai cermin yang secara transparan dan pasif merefleksikan budaya masyarakatnya, tetapi sastra juga ikut membangun, mengartikulasikan dan mereproduksi konvensi, norma, dan nilai-nilai budaya melalui tindak verbal dan imajinasi kreatifnya. Penelitian penulis menggunakan pendekatan mimetik. Pendekatan mimetik berasal dari bahasa Yunani mimesis yang berarti peniruan. Dalam sastra, pendekatan mimesis melihat karya sastra sebagai suatu peniruan, imitasi, refleksi, atau gambaran tentang alam dan kehidupan manusia. Pengarang harus menciptakan kembali pengalaman manusia dengan menggunakan kata-kata. Sastra dikaitkan dengan realita atau kenyataan, budaya, sosial, politik, bahkan
31
agama. Plato dan Aristoteles menggunakan istilah mimesis sebagai imitasi, representasi, peneladanan, peniruan, dan pembayangan. Penelitian selanjutnya yang relevan dengan skripsi ini adalah penelitian yang berjudul “Sastra dan Perubahan Sosial: Studi Kasus Saman karya Ayu Utami” ditulis oleh Sugihastuti dalam jurnal Humaniora No.10 Januari - April 1999. Penelitian ini hanya terbatas pada rincian pengenalan Saman sebagai sastra dan Saman dalam komunikasi sastra. Soal “perubahan sosial” seperti tertera dalam judul tulisan adalah soal ideologi yang direproduksi pengarang. Penelitian ini menjabarkan tentang pengenalan Saman sebagai sastra. Pengertian sastra adalah yaitu karya yang bersifat imajinatif, yaitu artinya secara harfiah dapat dianggap benar. Hal ini menimbulkan perdebatan karena karya sastra ditulis tidak hanya berdasarkan fiksi dan imajinasi tetap berdasarkan kenyataan yang dikemas ke dalam novel yang merupakan karya fiksi. Sehingga dapat di simpulkan bahwa Saman adalah karya sastra. Selanjutnya penelitian ini berbicara mengenai Saman dalam model komunikasi sastra. Untuk memaknai Saman dalam kategori ideologi sosial, teori resepsi digunakan dengan megingat bahwa ada berbagai model alternatif dan perdebatan-perdebatan tentangnya. Saman adalah pola subjektivitas. Model subjektivitas tersebut telah didefinisikan kembali atau di evaluasi kembali olehnya ke dalam model kolektif. Terjadi “perubahan ideologi” sosial terutama seperti tercermin dari pola subjektivitas wanita dan laki-laki. Dari penjelasan di atas maka dapat kita simpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian penulis. Penelitian ini hanya membicarakan “perubahan ideologi” dalam subjektivitas komunikasi wanita dan laki-laki serta dasar pemikiran Ayu Utami dalam menulis novel Saman. Dalam penelitian penulis tidak hanya membahas pemikiran dan ideologi Ayu Utami tetapi juga menjabarkan fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami. Penelitian-penelitian lain yang terkait dengan novel Saman yaitu skripsi yang berjudul “Perilaku Seksual dalam Novel Saman karya Ayu Utami :Tinjauan Psikologi Sastra” oleh Oktivita pada tahun 2009, penelitian yang berjudul “Sastra dari Perspektif Kajian Budaya : Analisis Novel Saman dan Larung oleh
32
Ikhwanuddin Nasution dan penelitian yang berjudul “Analisis Novel Saman karya Ayu Utami: Sebuah kajian Semiotika Roland Barthes oleh Nurul Nikmah. Jika melihat penelitian “Representasi Sejarah Sosial Politik Indonesia dalam Novel-Novel Karya Ayu Utami” yang ditulis oleh Wiyatmi tentu sangat berbeda dengan penelitian penulis. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menginterpretasikan peristiwa sejarah sosial politik yang ditemukan dalam novelnovel karya Ayu Utami dan wujud representasi peristiwa sejarah sosial politik dalam novel-novel karya Ayu Utami. Ia meneliti dua novel yaitu Larung dan Saman menggunakan pendekatan New Historism. Berbeda dengan penelitian ini hanya meneliti novel Saman dengan pendekatan mimetik untuk mencari fakta di dalam novel tersebut. Penelitian yang relevan selanjutnya yaitu “Sastra dan Perubahan Sosial: Studi Kasus Saman karya Ayu Utami” ditulis oleh Sugihastuti dalam jurnal Humaniora No.10 Januari - April 1999. Penelitian ini hanya terbatas pada rincian pengenalan Saman sebagai sastra dan Saman dalam komunikasi sastra. Penelitian ini membicarakan “perubahan ideologi” dalam subjektivitas komunikasi wanita dan laki-laki serta dasar pemikiran Ayu Utami dalam menulis novel Saman. Tentu berbeda sekali dengan penelitian penulis yang tidak hanya melihat Saman sebagai sastra, tetapi Saman sebagai catatan fakta sejarah pada masa Orde Baru. Berdasarkan penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dari penelitian lainnya dan belum pernah ada yang menganalisis fakta sejarah dalam novel Saman. Penelitian ini menganalisis fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN PENGARANG A. Biografi Ayu Utami Ayu Utami yang nama lengkapnya Justina Ayu Utami dikenal sebagai novelis pendobrak kemapanan, khususnya masalah seks dan agama. Ia dilahirkan di Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968. Ayahnya bernama Johanes Hadi Sutaryo dan ibunya bernama Bernadeta Suhartina. Ia berasal dari keluarga Katolik.1 Pendidikan terakhirnya adalah S-1 Sastra Rusia dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1994). Ia juga pernah sekolah Advanced Journalism, Thomson Foundation, Cardiff, UK (1995) dan Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Japan (1999).
Ayu menggemari cerita petualangan,
seperti Lima
Sekawan, Karl May, dan Tin Tin. Selain itu, ia menyukai musik tradisional dan musik klasik. Sewaktu mahasiswa, ia terpilih sebagai finalis gadis sampul majalah Femina, urutan kesepuluh. Namun, ia tidak menekuni dunia model.2 Ayu pernah bekerja sebagai sekretaris di perusahaan pemasok senjata dan bekerja di Hotel Arya Duta sebagai guest public relation. Akhirnya, ia masuk dalam dunia jurnalistik dan bekerja sebagai wartawan Matra, Forum Keadilan, dan D&R. Ketika menjadi wartawan, ia banyak mendapat kesempatan menulis. Selama 1991, ia aktif menulis kolom mingguan “Sketsa” di harian Berita Buana. Ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan ikut membangun Komunitas Utan Kayu, sebuah pusat kegiatan seni, pemikiran, dan kebebasan informasi, sebagai kurator. Ia anggota redaktur Jurnal Kalam dan peneliti di Institut Studi Arus Informasi.3 Setelah tidak beraktivitas sebagai jurnalis, Ayu kemudian menulis novel. Novel pertama yang ditulisnya adalah Saman (1998). Dari karyanya itu, Ayu menjadi perhatian banyak pembaca dan kritikus sastra karena novelnya dianggap sebagai novel pembaru dalam dunia sastra Indonesia. Melalui novel itu pula, ia 1
Hendrawicaksono,”AyuUtami”2015,(http://badanbahasa.kemendikbud.go.id/lamanbahas a/node/73). 2 Ibid. 3 Ibid.
33
34
memenangi Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Novel tersebut mengalami cetak ulang lima kali dalam setahun. Para kritikus menyambutnya dengan baik karena novel Saman memberikan warna baru dalam sastra Indonesia. Karyanya yang berupa esai kerap dipublikasikan di Jurnal Kalam. Karyanya yang lain, Larung yang merupakan dwilogi novelnya, Saman dan Larung, juga mendapat banyak perhatian dari pembaca.4 Penghargaan yang diraih oleh Ayu Utami yaitu Pemenang Sayembara Penulisan Roman Terbaik Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998 untuk novelnya Saman, Prince Claus Award dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag tahun 2000, Penghargaan Khatulistiwa Literary Award tahun 2008 untuk novelnya Bilangan Fu.5 Karya - karya Ayu Utami diantaranya yaitu: Saman (1998), Larung (2001), Bilangan Fu (2008) dan Manjali dan Cakrabirawa (2010). Kumpulan Esai Si Parasit Lajang (2003). Biografi di antaranya Cerita Cinta Enrico (2012) dan Soegija: 100% Indonesia (2012).6 B. Pemikiran Ayu Utami Ayu Utami dikenal sebagai novelis berbakat dan fenomenal dalam dunia sastra Indonesia. Novel Saman yang muncul di tengah-tengah krisis moneter sangat mengejutkan publik, bahkan menuai berbagai kontroversi. Melalui novel Saman yang sudah mencapai 34 kali cetak, Ayu menghapus mitos bahwa karya sastra tidak akan laku. Selain itu, Ayu juga dapat dikatakan sebagai motivator bagi peminat menulis dari kalangan perempuan. Melalui karya-karnyanya Ayu menjadi inspirator yang berani.7 Sebagai penulis, keberanian Ayu mengungkap sisi erotis perempuan dalam novel Saman dan Larung, sangat mengejutkan masyarakat Indonesia yang terikat norma-norma ketimuran. Esainya yang berjudul Parasit Lajang, juga banyak dibicarakan di kalangan penikmat sastra. Walau demikian, karya Ayu Utami jauh
4
Ibid. Ibid. 6 Ibid. 7 “Mendobrak Mitos dan Norma Ketimuran”, Harian Media Indonesia, Jakarta, 1 Agustus 2004,h. 24 5
35
dari kesan pornografi murahan, akan tetapi sebaliknya Ayu berusaha jujur menceritakan gaya hidup kelas menengah ke atas di perkotaan pada masa itu. Tidak hanya sampai di situ, Ayu juga menyisipkan unsur magis, religius, dan politik ke dalam novelnya. 8 Karya lain Ayu Utami yang pernah dipentaskan adalah Laila Tidak Mampir di New York (2000). Dalam karyanya, Ayu seolah membebaskan diri dari konsep kesatuan cerita, urutan waktu, maupun hubungan kausal antar peristiwa. Ditangan Ayu, bahasa menjadi alat ekspresi yang lentur dan indah, terutama dalam mendeskripsikan luapan emosi dan logika. Ide Ayu Utami juga bertolak belakang terhadap norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat Asia, seperti halnya Indonesia. Ayu dengan tegas mengakui bahwa dirinya anti dengan lembaga pernikahan, dalam karyanya Parasit Lajang, Ayu menuliskan 10 alasan untuk tidak menikah. Salah satunya yang penting bagi Ayu, menikah itu selalu menjadi tekanan bagi perempuan. Meskipun orang selalu bilang bahwa menikah adalah pilihan, akan tetapi dalam kenyataannya menikah itu bisa jadi satu-satunya pilihan. Karena kalau tidak menikah, perempuan akan diejek sebagai perawan tua dan sebagainya, yang pada akhirnya membuat si perempuan jadi berada dibawah tekanan.9 Perubahan sosial budaya masyarakat akan berpengaruh terhadap pola pikir seseorang dalam merespon kehidupan secara kritis. Ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi dalam masyarakat akibat ideologi, kekuatan, hegemoni, serta kontruksi budaya
seperti dominasi, subordinasi, budaya patriarki merupakan
bagian penting bagi pengarang dalam mengeksplorasi gagasannya melalui karya sastra. Ayu Utami memiliki cara tersendiri dalam merespons persoalan-persoalan sosial terkait dengan beroperasinya gender dalam karyanya. Representasi perilaku dan orientasi seksual yang demikian beragam dan gugatan bahwa stereotip perempuan yang pasif menggambarkan bahwa dalam diri perempuan masih
8 9
Ibid. Dede Marlia, “Ayu Utami: Saya Tidak akan Menikah”, ME, Jakarta, Agustus 2004,h.22
36
dibebani adanya tata nilai dan kontruksi sosial , misalnya perempuan harus perawan dan dia harus menjaga dirinya baik-baik. Seks adalah suatu risiko dalam kesustraan Indonesia modern. Ada semacam bersikap berhati-hati, ada semacam pretensi yang dipersiapkan baik-baik untuk tidak menyinggung seks dalam kehidupan percintaan, perkawinan dan kehidupan ibu-bapak. Keadaan ini memang menarik bila kita bandingkan sebagaimana Aveling membandingkannya dengan apa yang terdapat dalam kesusatraan modern lainnya, dan terutama dengan pelbagai hasil sastra lama dalam sejarah kita. Tapi mungkin soalnya ialah karena hasil sastra modern sedikit-banyaknya cenderung untuk merupakan sebuah pose.10 Salah satu aliran dalam pemikiran feminis adalah feminis radikal. Asumsi dasar pemikirannya, mereka menganggap penindasan terhadap perempuan oleh laki-laki berakar pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta ideologi patriarkinya. Dengan demikian kaum lelaki secara biologis maupun politis adalah bagian dari permasalahan. Aliran ini menganggap bahwa penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki, seperti hubungan seksual adalah bentuk dasar penindasan terhadap perempuan. Bagi mereka patriarki adalah dasar dari ideologi penindasan yang merupakan sistem hirarki seksual dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege ekonomi. Atas dasar asumsinya itu feminisme radikal mempunyai sumbangan besar yaitu memberi peluang politik bagi perempuan. Hal lain bahwa revolusi feminisme radikal adalah perjuangan mengatasi laki-laki, karena itu mengubah gaya hidup merupakan ciri aliran ini. Cara pemikiran feminis radikal dalam menghadapi laki-laki adalah dengan menghancurkan kekuasaan laki-laki yang tidak layak atas perempuan dengan pertama-tama menyadari bahwa perempuan tidak ditakdirkan untuk menjadi pasif, seperti juga laki-laki tidak ditakdirkan untuk menjadi aktif dan kemudian mengembangkan kombinasi apapun dari sifat feminin dan maskulin yang paling baik merefleksikan kepribadian unik mereka masing-masing. Untuk menghilangkan penguasaan oleh laki-laki, perempuan dan
10
Goenawan Mohammad, Seks, Sastra, Kita (Jakarta : Sinar Harapan, 1981),h.1-2
37
laki-laki harus menghapuskan gender terutama status, peran, dan temperamen seksual sebagaimana hal itu dibangun dibawah patriarki. Saman merupakan salah satu novel pemikiran Ayu Utami yang berpaham feminisme radikal dan berhasil menyuarakan gabungan isu tentang operasi (ideologis) terhadap perempuan, tubuh, seksualitas, dalam dampak kolonialisme. Shakuntala merupakan sosok tempat isu itu dieksperimentasikan. Shakuntala adalah sosok yang merdeka yang membebaskan dirinya sesuka yang dia mau terutama dalam hubungannya dengan laki-laki. Dia tidak terikat oleh perjanjian yang mengikat dengan laki-laki. Kita bisa bisa melacak pilihan kebebasan itu di masa kecilnya. Perihal yang menonjol dalam novel Saman adalah kuatnya basis ideologi feminisme. Basis penolakan terhadap cara pandang patriarki terasa sangat menonjol dan mencapai tahapan pemikiran yang mendasar. Wacana yang ditawarkan bukan hanya menyangkut kesadaran eksistensial, lebih dari itu dapat dinyatakan berupa gugatan pemeranan tubuh perempuan dalam sistem sosial yang mempengaruhinya. Seperti yang dikatakan Ignas Kleden : Cara Ayu Utami menulis, kepaduan bahasa, konsep berpikir, berani merambah ke dunia seks merupakan suatu keberanian bagi seorang perempuan. Segi paling unggul dari Novel Ayu Utami dalam bahasa. Potensi bahasa Indonesia dikerahkan secara optimal, baik deskriptif maupun metaforis. Sugesti yang ditimbukannya adalah :kompetensi bahasa Indonesia rupanya segitu tinggi, tetapi tampilan pemakaiannya sering terlalu rendah. Novel Saman menyelamatkan dan membuktikan kompetensi tersebut. Pada beberapa tempat yang merupakan puncak pencapaiannnya, kata-kata bagaikan bercahaya seperti kristal.11 Berdasarkan pemaparan di atas dapat kita simpulkan pemikiran Ayu Utami yang menganut feminisme radikal dan sangat bertentangan terhadap norma timur. Di dalam novel Saman banyak sekali terdapat hal-hal yang menentang budaya, agama dan adat khususnya di Indonesia. Sikap penulis terhadap pemikiran Ayu Utami sangat berseberangan dan tidak menyetujui hal ini.
11
“Saman”, Generasi Baru Sastra Indonesia, Harian Kompas, Jakarta, 5 April 1998, h. 99
38
C. Konteks Historis Novel Saman Di dalam novel Saman merupakan penggambaran pandangan ideologi serta pemikiran dari pengarangnya yaitu Ayu Utami. Di bawah ini merupakan konteks historis yang terdapat dalam novel Saman. 1. Kebijakan Kapitalisme Ekonomi Orde Baru Kapitalisme adalah istilah yang dipakai untuk menamai sistem ekonomi yang mendominasi dunia barat sejak runtuhnya feodalisme. Sebagai dasar pada setiap sistem yang disebut “kapitalis” ialah hubungan-hubungan di antara para pemilik pribadi
atas alat-alat
produksi yang bersifat non-pribadi (tanah, tambang,
instalasi, industri dan sebagainya yang secara keseluruhan disebut modal atau kapital) dengan para pekerja yang biarpun bebas namun tak punya modal, yang menjual jasa tenaga kerjanya kepada para majikan.12 Ekonomi kapitalis didasarkan pada pencarian keuntungan sebesar-besarnya bagi kaum kapitalis untuk menunjung kehidupannya yang mewah dan ekspansi kapitalnya dengan ongkos sekecil mungkin, termasuk pemberian upah kepada kaum buruh. Kaum buruh yang dipandang sebagai alat produksi, berbeda dengan alat produksi yang lain modal berupa tanah, bangunan, mesin, uang, teknologi, informasi, sistem manajemen dan sebagainya. Mereka dapat mengorganisasi diri, menuntut upah lebih baik serta hak-hak lain bagi kehidupan diri dan keluarganya secara wajar. Upaya kaum buruh ini terkadang berupa perlawanan sengit terhadap kaum kapitalis pemillik perusahaan seperti pemogokan dan bentuk perlawanan lain.13 Modal yang diakumulasi kaum kapitalis dari nilai lebih dalam analisis Karl Marx atau surplus ekonomi memperluas dan mengembangkan produksi barangbarang dalam persaingan kapitalis. Dalam situasi zaman Karl Marx dan Lenin maka ekspansi kolonialisme merupakan perpanjangan logis dari kapitalisme menjadi imperalisme dunia yang dewasa ini berbentuk neo-kolonialisme ataupun berjubah ekonomi liberal, ekonomi global, pasar bebas dan sebagainya. Seorang
12 13
M. Dawam Rahardjo, Kapitalisme Dulu dan Sekarang (Jakarta : LP3ES, 1987), h.15 Harsutejo, Kamus Kejahatan Orba (Jakarta : Komunitas Bambu, 2010), h. 147
39
senimann menyataka siapa mampu dan berani mencegah praktik buruk atau jahat kapitalisme? Dia menjawab : Tidak seorang pun.14 Pada tahap tertentu, kekuatan daya tekan kaum buruh yang terorganisasi tak dapat di abaikan. Di pihak lain kaum kapitalis juga belajar dari perkembangan sejarah dan melakukan berbagai modifikasi akan sistem yang berlaku. Di banyak negeri kapitalis maju seperti Eropa Barat maka keseimbangan dicapai dengan dilaksanakannya sistem kesejahteraan sosial yang sedikit banyak dapat meredam gejolak kaum buruh, sementara di Eropa Utara dengan sistem jaringan koperasi. Sementara itu kaum buruh tidaklah berhenti dengan pemenuhan hak-hak politik serta hak-hak demokrasi yang lain. Partai-partai sosialis, sosialis demokrat dan komunis di Eropa Barat mengklaim diri sebagai mewakili kaum buruh.15 Propaganda dan promosi kaum kapitalis juga dilakukan dengan halus melalui sistem pendidikan, pertunjukan seni, pemilihan jenis berita dan gambar untuk media massa cetak dan elektronik yang dapat mempengaruhi selera, pandangan, kehendak orang banyak, utamanya orang muda. Barang-barang yang secara objektif tidak dibutuhkan menjadi dicari-cari dan dibeli, makanan instan yang kurang sehat lebih disukai sementara kebutuhan pokok yang sehat terabaikan. Rokok dikonotasikan dengan modern dan macho padahal rokok dapat membuat laki-laki impoten, disamping kanker paru-paru dan penyakit lainnya.16 Di negeri Indonesia sementara orang dengan penuh semangat kadang mengobarkan retorika tinggi anti kapitalisme tanpa tahu apa yang dimaksud dengan kapitalisme. Bagaimanapun orang gembar-gembor tentang ekonomi Pancasila, ekonomi kerakyatan dan yang lain maka sistem ekonomi negeri ini ialah sistem kapitalis yang sudah berlaku lebih dari satu abad. Terkadang orang menyebutnya sebagai ekonomi pasar, meski ada benarnya tetapi tidaklah persis demikian. Ekonomi kapitalis di samping didasarkan pada kepentingan dan kebutuhan pasar, dia ditopang oleh kepemilikan alat-alat produksi kaum kapitalis. Pasar di samping terbentuk secara wajar karena bertemunya kepentingan orang banyak terhadap permintaan barang dengan pasokan dan penawaran barang dan 14
Ibid. Ibid. 16 Ibid. 15
40
jasa, juga bisa diciptakan dan direkayasa oleh sistem kapitalis. Kebutuhan manusia pun kemudian direkayasa dan dimanipulasi oleh sistem ini dengan berbagai macam cara iklan dan promosi yang terkadang menyesatkan dan menipu seperti kulit putih atau sosok langsing hampir kering itu indah bahkan ditopang ilmu pengetahuan yang tinggi serta riset.17 Kaum kapitalis negeri ini pun berkehendak mencari keuntungan sebesarbesarnya dengan ongkos sekecil-kecilnya. Seperti halnya dalam sejarah kapitalisme dimanapun bila perlu merusak lingkungan alam, bahkan tanpa sungkan melanggar hukum dengan menyogok dan memanipulasi. Sementara selapisan kapitalis beserta pejabat yang dirangkulnya hidup mewah. Hal ini berlangsung ditengah sebagian rakyat yang kelaparan, kurang gizi, rakyat miskin mati antre BLT (Bantuan Langsung Tunai). Jika mereka ini berkolusi dengan kaum berkuasa sipil dan militer, maka negeri bisa dibuatnya bangkrut.18 M Fadjroel Rachman menamai kapitalisme Indonesia ini sebagai kapitalisme pinggiran yang berpihak pada kaum bangsawan dan semi-kolonial dengan kaum kapitalis birokrat dan militer sebagai kelas penggeraknya. Jelas praktik kapitalisme di Indonesia selama beberapa dekade ini tak luput dari komplotan kapitalis multinasional dan nasional dengan kekuasaan yang berlumur korupsi dan penjarahan, pendeknya kapitalisme brutal. Dalam kapitalisme brutal ini maka industri keuangan, industri kimia dan farmasi, industri otomotif, industri rokok, industri energi dan industri besar lain mengendalikan politik pemerintah dalam bidang-bidang bersangkutan.19 Kaum buruh yang terorganisasi dengan baik, peraturan-peraturan yang mendukung serta berbagai institusi penegakan hukum termasuk institusi politik yang bersih dan adanya partai politik pro rakyat setidaknya akan dapat menjadi alat penyeimbang. Jika tidak maka akan menjadi alat legitimasi kaum pemodal nasional maupun multinasional yang berkomplot dengan penguasa. Pada perkembangannya kaum kapitalis menjadi pengendali ekonomi, kaum kapitalis
17
Ibid.,h. 147 Ibid.,h.148 19 Ibid. 18
41
berbaju politisi mengendalikan pemerintahan dengan label demokrasi yang diatur sesuai dengan arus modal, demikian halnya dengan banyak bidang lainnya.20 Kapitalisme baru berumur dua ratus tahun lebih, perdebatan tentang kesahihan dan kehandalan sistem ini terus terjadi sejak sebelum Karl Marx. Dalam analisis marxis. Kapitalisme merupakan perkembangan wajar dari sistem feodalisme, selanjutnya akan menuju sosialisme karena krisis dalam sistem ini sesuatu yang terelakkan. Ketika sistem sosialisme yang menjadi label negeranegera Eropa Timur bangkrut, maka kesahihannya dipertanyakan oleh penganutnya sendiri. Benarkah sistem yang bangkrut itu sosialisme, apa bukan kapitalisme negara, demikian salah satu pendapat. Salah satu gambaran kapitalisme primitif dan liberal terekam dalam salah satu karya Charles Dickens, sastrawan Inggris (1812-1870) dalam buku David Copperfield, juga dalam Ibunda karya sastrawan Rusia Maxim Gorky (1868-1936). Dalam kapitalisme neo-liberal merujuk pada pandangan bahwa ekonomi harus dipercayakan pada mekanisme pasar bebas tanpa ada campur tangan pemerintah apapun.21 Sebagaimana ditulis Budiman Sujatmiko, sosialis demokratis Indonesia mendambakan negara kesejahteraan yang menghargai kepemilikan pribadi dan bisnis swasta, tetapi tetap hendak memastikan menghilangkan kesenjangan dan kemiskinan dengan menerapkan pajak progresif serta jaminan sosial bagi masyarakat bawah. Sistem ini menerima globalisasi tetapi tetap mengawasi arus investasi,
perdagangan
dan
keuangan
serta
mengendalikannya.
Model
kesejahteraan negara ini telah diterapkan oleh sejumlah kekuasaan di Eropa Barat dan Utara yang diusung oleh parta-partai sosialis demokrat. Dalam kenyataannya rakyat negara-negara ini memang lebih sejahtera, tetapi mereka tetap memiliki sejumlah masalah mendasar seperti kesenjangan, diskriminasi, dan egoisme sosial. Jika kita melihat sejarah, maka serentetan dinasti Mesir kuno terentang panjang selama ribuan tahun sebelum Masehi dengan menerapkan sistem perbudakan. Seberapa panjang pakar dapat memperhitungkan sistem masyarakat ke depan. Kapitalisme sistem yang telah diterapkan selama beberapa ratus tahun 20 21
Ibid. Ibid., h.149
42
ini, disamping berbagai macam kemajuan dibanyak bidang, juga telah merusak lingkungan dan menyeret masyarakat manusia dan kehidupan di Bumi menuju berbagai macam krisis termasuk ancaman bencana ekologi yang akan diderita oleh seluruh umat manusia, dimulai utamanya oleh masyarakat strata sosial paling bawah. Bahkan eksistensi manusia pun dapat terancam, karena perang nuklir, pemanasan global dan perubahan iklim yang disebabkan ulah manusia melalui sistem yang diusungnya. Negeri kapitalis paling kaya justru dalam kenyataannya paling abai terhadap sejumlah masalah mendasar tersebut. 22 Indonesia pada tahun 1950-an dan tahun 1960-an tidak memiliki kelas pemilik modal dalam negeri yang cukup besar, bersatu erat, dan sadar. Kolonialisme Belanda menghasilkan suatu kapitalisme pedagang yang tetap mempertahankan sektor perkebunan dan perbankan dalam tangannya sendiri, Sementara menyerahkan perdagangan kecil dan produksi barang pada kekuatankekuatan lokal. Bagi orang Indonesia pribumi, birokrasi negara tetap menjadi jalur utama menuju kekuasaan dan kekayaan, seperti pada zaman raja-raja pra-kolonial. Kekosongan kekuasaan ekonomi sosial sebagai akibatnya di isi pejabat negara, karena birokrat dapat secara berangsur-angsur pada periode sebelum tahun 1965 mengukuhkan diri sebagai penguasa yang bebas dari kontrol partai kekuasaan non birokrasi yang lain. Karena itu munculnya kaum borjuis industri dalam negeri yang cukup berarti pada tahun 1970-an mempunyai arti politik dan arti ekonomi yang besar. Ada kemungkinan, kelas baru ini dapat muncul sebagai sebuah fokus kekuatan sosial politik yang pada akhirnya akan mendorong perubahan atas lembaga politik Indonesia.23 2. Pers Pemerintahan Orde Baru Bagi banyak orang industri majalah dan surat kabar secara kolektif disebut sebagai pers adalah yang disebut media. Sejarahnya yang panjang dan berpengaruh dan persyaratan bahwa konsumennya harus melek huruf,
23
Ruth McVey, Kaum Kapitalis Asia Tenggara : Patronase Negara dan Rapuhnya Struktur Perusahaan (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1998),h. 107-108
43
memungkinkan medium ini „mengatur agenda politik‟ lebih daripada medium lain di Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh Dhakidae, pers di Indonesia berubah di masa Orde Baru. Kami melihat secara singkat perkembangan pers yang secara politis bersifat lentur sanggup bertahan di tahun-tahun pertengahan (1970-1980) era Orde Baru, melewati sensor, korporatisasi, dan investasi. Kami menganggap bagaimana pun bahwa pada tahun 1990-an, pers kembali di politisasi terutama untuk merespon munculnya penolakan kelas menengah terhadap pemerintahan Orba. Namun tak seperti pers di masa Soekarno, politik baru dari pers ini tak tergantung pada dukungan kelompok-kelompok berkepentingan politik tertentu. Itu dimungkinkan adanya konglomerat media bermodal besar, memiliki teknologi canggih, dan memiliki hubungan internasional. Meskipun pers semacam ini ditumbuhkan oleh Orde Baru, namun itu tak sepenuhnya bergantung pada Orde Baru untuk bertahan. 24 Pelarangan tiga mingguan berita yang sangat sukses pada tahun 1994 menunjukkan bahwa pemerintah masih memiliki kekuasaan untuk membuat perusahaan pers besar terhuyung-huyung karena ulah seorang menteri. Namun pelarangan dan tantangan yang mengikutinya terutama atas struktur perusahaan pers dengan sendirinya menandai bahwa pers merupakan situs yang signifikan dari perjuangan politik. Apa yang dapat dan mesti dijalani pers di era pasca orde Soeharto tergantung pada negosiasi ulang mereka.25 Status dan otonomi pers bukan saja tak bisa dilepaskan, tetapi ditentukan oleh kerangka sosial politik, sosial ekonomi dan sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Ketiga lingkungan hidup itu ditentukan dalam sistem konstitusi. Konstitusi sebaiknya dipandang dari tiga jurusan : latar belakang sejarah, norma hukum, dan praktek politik yang mencerminkan hubunganhubungan kekuasaan secara nyata.26
24
Krishna Send dan David T. Hill, Media, Budaya dan Politik di Indonesia (Jakarta : Sembrani Aksara Nusantara, 2001), h.62 25 Ibid, h.62 26 Jakoeb Oetama, Perspektif Pers Indonesia (Jakarta : LP3ES, 1987), h. 79
44
Konstitusi Indonesia adalah hasil produk perjuangan nasional, di mana unsur kebebasan menjadi
kebebasan kolektif sebagai bangsa. Kebebasan individu
diakui, dijamin, dihormati, tetapi dalam keseimbangan dengan kebebasan kolektif Semangatnya berbeda dengan semangat konstitusi barat yang lebih menjamin kebebasan individual. Tetapi asas kebebasan tetap merupakan latar belakang semangat dan motivasi konstitusi kita. Secara normatif, khususnya yang menyangkut kebebasan terdapat dalam pasal 28 : Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, ditetapkan dengan undang-undang.27 Keberadaan pers di Indonesia mengalami pasang surut, di mana pers sempat mengalami
pengekangan-pengekangan,
hingga
kemudian
mendapatkan
kebebasannya. Pengekangan pers di Indonesia ditandai dengan berkuasanya rezim Orde Baru, yaitu ketika masa pemerintahan Presiden Soeharto yang lebih dikenal dengan “Bapak Pembangunan”. guna menanamkan dan menyebarluaskan propaganda yang di lakukan oleh Pemerintahan Orde Baru, media massa dianggap sebagai alat yang tepat guna merealisasikan wacana pemerintahan kala itu. Kekuasaan untuk mengatur media sesuai dengan kebutuhan pemerintah kemudian dianggap sebagai hal yang perlu untuk dilakukan. Tentunya hal ini menunjukkan bagaimana pemerintahan Orde Baru sangat teliti dalam memanfaatkan media untuk kepentingannya. Begitupula yang terjadi pada media cetak. Media cetak, yang lebih identik dengan pers, kala itu setelah runtuhnya kekuasaan Orde Lama, pers tumbuh dengan pesat. Pemerintah yang semula berusaha untuk mengkontrol peran media dalam pemerintahan dan masyarakat, menjadi terusik dengan sifat kritis pers. Pertumbuhan pers yang tinggi, serta sifat kritis yang makin bertambah, kerap kali membuat pers bersinggungan dengan kepentingan pemerintah. Ini menyebabkan pers yang dianggap “nakal” oleh pemerintah, dicabut Surat Izin Terbitnya dan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Contohnya seperti yang terjadi pada surat kabar Sinar Harapan, Tempo, dan Editor.
27
Ibid.
45
Kebijaksanaan pemerintah terhadap pers di Zaman Indonesia merdeka mengalami beberapa kali perubahan. Hal itu disebabkan terjadi perubahan dalam corak pemerintahan. Kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda terhadap pers yang tertuang dalam “Persbreidel Ordonnantie”, secara formal belum diganti pada awal pemerintahan Republik Indonesia. Baru pada tahun 1954, tanggal 2 Agustus, berlakulah pencabutan Presbredel ordonantie itu. (UU No.23 tahun 1954, Lembaran Negara 54-77).28 Mengutip dari Tjipta Lesmana dalam Abar, pers kemudian dianggap bukan lagi sebagai bagian dari “koalisi” kekuasaan Orde Baru yang bisa mendukung konsolidasi dan perluasan kekuasaannya. Kenyataan ini dapat dilihat dari serentetan tindakan yang anti pers dilakukan penguasa sejak tahun tersebut. “Penjinakan” dengan melakukan pencabutan surat izin ini sebenarnya dimaksudkan untuk menumbuhkan pers yang tidak kritis, tidak bebas, serta tidak anti kekuasaan. Targetnya, menciptakan pers yang tidak usil atau cerewet pada kekuasaannya. Hal ini dilakukan pemerintah semata-mata untuk mendapatkan dukungan penuh dari pers. Pemerintahan Orde Baru menganggap kekuasaan negara perlu dukungan pers sebagai perpanjangan tangan kekuasaan itu sendiri. Pemerintah pada masa Orde Baru tersebut, tampaknya menyadari bahwa media massa mampu membuat dan membentuk bingkai. Bingkai yang dibentuk oleh media massa inilah yang ditakuti oleh pemerintahan Orde Baru, karena frame yang dibentuk oleh media massa, dianggap mampu mempengaruhi pemikiran masayarakat tentang pemerintah yang ada, sehingga dikhawatirkan timbulnya gerakan menentang pemerintahan yang ada. Melihat keotoriteran pemerintahan Orde Baru terhadap media massa maupun pada pers, sesuai dengan tipe pers otoriter. Pers otoriter dilaksanakan oleh pemerintah guna mendukung kebijakan pemerintah dan mengabdi kepada negara. Para penerbit kemudian diawasi melalui paten-paten, izin-izin terbit, dan sensor. Bila aparat keamanan dan intelijen rezim orde baru telah sejak beberapa tahun anggaran sibuk meneliti gerak-gerik wartawan, dan bahkan telah sampai pada 28
Abdurrahman Surjomiharjo, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, (Jakarta : Kompas, 2002), h.176
46
tahap menangkap beberapa diantaranya (seperti yang dialami sejumlah aktivis Asosiasi Jurnalis Independen), maka tidak demikian halnya dengan pakar politik pemerhati Indonesia. Baru segelintir pakar yang menangkap potensi kelas menengah wartawan itu dalam kajian mereka mengenai prospek demokratisasi di Indonesia. 29 Mengenai izin terbit pada tahun 1960 lebih terperinci lagi syarat-syaratnya. Para peminta izin terbit harus menyetujui dan menandatangani kesanggupan 19 pasal. Sementara ketentuan izin terbit tahun 1958 hanya menyatakan bahwa izin semacam ini perlu, agar bisa dicegah publikasi yang sensasional dan yang dinilai bertentangan dengan moralitas. Kesembilan belas pasal itu mencerminkan kebijaksanaan pemerintah waktu itu. Peraturan Peperti No. 10/1960 ini bersama dengan
Penpers No.6/1963 bisa disebut tulang punggung kebijaksanaa
pemerintah di bidang pers sesuah tahun 1959 sampai dengan lahirnya UU.No.11/1966 tentang ketentuan pokok pers.30 Ada sejumlah alasan mengapa media massa dan kelompok jurnalis, memperoleh tempat marjinal dalam analisis seputar demokratisasi atau reformasi. Media massa dalam berbagai pendekatan, cenderung diamati hanya sekedar medium bagi beroperasinya berbagai faktor pendorong demokratisasi. Bila pendekatan struktural menonjolkan peran kelas menengah sebagai kelompok yang mampu mendesakkan tuntunan demokratisasi. Bila pendekatan struktural menonjolkan
peran kelas menengah sebagai kelompok yang mampu
mendesakkan tuntunan demokratisasi, dan pendekatan kultural menekankan kontribusi ide-ide demokrasi, maka media massa hanyalah medium di mana tuntunan kelas menengah dan ide-ide demokrasi tersebut disampaikan kepada penguasa dan publik yang luas.31 Selain itu, sejarah panjang pembredelan atau pencabutan lisensi, budaya telepon serta hegemoni ide-ide semacam “pers partner pemerintah” atau “kebebasan yang bertanggungjawab” dan semakin kuatnya dominasi kroni 29
Selo Soemardjan, Kisah Perjuangan Reformasi (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan),
h.347 30 31
Surjomiharjo, op. cit., h.181-183 Soemardjan, op. cit., h. 348.
47
Soeharto dalam sekktor industri media (terutama televisi), kesemuanya telah menurunkan bobot faktor peran media massa dalam analisis-analisis mengenai prospek demokrasi di Indonesia ataupun kajian tentang kemungkinan jatuhnya rezim orde baru dalam dasawarsa 1990-an. Pada awalnya, dalam proses penciptaan kondisi yang mendorong Soeharto memutuskan untuk lengser bulan Mei 1998, media massa nasional memang bersikap amat hati-hati. Bahkan banyak di antaranya yang bertiarap sampai pada titik yang membuat banyak anggota masyrakat sedemikian gemas, frustasi dan melarikan diri mencari berbagai media alternatif, mulai dari selebaran gelap, mailing list dan website di Internet, media asing, ataupun memburu informasi alternatif semacam rumor (tentang berbagai perkembangan politik) dan gosip tentang kehidupan pribadi figur-figur elite penguasa.32 Sekurangnya pada waktu itu, khususnya sebelum krisis moneter muncul, tidak ada satupun media massa yang cukup berani secara lugas mengolah topiktopik tertentu menjadi komoditi informasi. Berbagai ulasan dan penilaian kritis seputar bisnis keluarga cendana, kepemimpinan soeharto serta kebijakankebijakan yang dikeluarkannya, perpecahan atau fraksi di kalangan elite penguasa, serta kontroversi seputar dwifungsi ABRI, merupakan area pemberitaan yang banyak memuat taboo topics, yang sejauh mungkin dihindari media massa. Nasib yang menimpa Tempo, detik, dan Editor ketika “era keterbukaan” yang dianugerahkan soeharto melalui pidato kenegaraan bula agustus 1990 tiba-tiba dicabut bulan juni 1994, agaknya telah membuat para jurnalis di tanah air semakin ketat menerapkan self censorship dan menghindar jauh-jauh dari topik-topik tabu. Keadaan ini terus berlanjut hingga menjelang revolusi mei 98.33 3. Kolusi dan Nepotisme Rezim Soeharto Soeharto
mulai
menjabat
sebagai
Pejabat
Presiden
setahun
sejak
dikeluarkannya Supersemar, 12 Maret 1967. Sejak saat itu, bersama para ahli ekonomi dari Universitas Indonesia yang dipimpin Widjojo Nitisastro dan Ali Wardhana, Soeharto merancang sebuah konsep pembangunan ekonomi jangka 32 33
Ibid., h. 350. Ibid., h.350.
48
panjang yang terprogram melalui Garis Besar Haluan Negara yang diterjemahkan ke dalam rencana pembangunan lima tahun (Repelita).34 KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), setiap hari sejak reformasi selalu menjadi buah bibir orang banyak, para mahasiswa demonstran maupun yang bukan, para pakar, kaum buruh dan pegawai, kaum kelas menengah dan miskin kota dan desa, kaum tani yang sadar politik, anggota DPR dan menteri serta para birokrat, bahkan juga pelaku KKN. Masalahnya menjadi topik seminar, dibahas di DPR dan badan pemerintah yang lain, dibicarakan dalam peluncuran buku, dikoran dan majalah, radio dan televisi. Sejarah pemberantasan korupsi diantaranya dengan Tim Pemberantasan Korupsi 1967 di bawah jaksa Agung, Komisi Empat 1970 dengan ketuanya Bung Hatta, Operasi Penertiban (ostib) 1997, lalu Tim Gabungan 1982 yang tak jelas, semuanya lewat tak jelas. Soalnya rezim Orba dilandasi dengan bagi-bagi kekuasaan dan bagi-bagi rezeki jarahan korupsi.35 Kolusi yang dalam praktiknya komplotan antara birokrat dan pejabat pemerintah yang membuat aturan, melaksanakan dan mengontrolnya dengan pengusaha hitam papan atas yang bermain patgulipat dengan sogok sebagai bagian dari korupsi di balik kesuksesan sang konglomerat. Dengan kata populer perselingkuhan antara penguasa dengan pengusaha bagi keuntungan keduanya yang mengakibatkan kebangkrutan Negara dan kehidupan tambah sulit bagi rakyat luas. Para pengusaha papan menengah dan bawah harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar pungli agar usahanya dapat berkesinambungan. Ujung yang lain ialah upah buruh yang tertekan serta harga lebih tinggi yang ditanggung seluruh rakyat. 36 Nepotisme berupa keluarga yang berkomplot dan komplotan kekeluargaan para pejabat dan perkawanan yang ujungnya juga korupsi. Penunjukan pejabat bukan lagi atas dasar kemampuan dan kualitas, tetapi atas dasar kekeluargaan dan perkoncoan, umumnya sekarang di kalangan partai politik, atas dasar lancar dan 34
Dewi Puspita Sari dkk, 10 Penguasa Terkorup Dunia, (Yogyakarta :Pustaka Timur,2007),h. 6 35 Harsutejo, op. cit., h.168-169 36 Ibid.
49
langgengnya perkorupsian. Korupsi tidak sekadar penyalahgunaan jabatan dengan melawan hukum dengan kerugian Negara, korupsi meliputi juga suap, perbuatan curang, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, gratifikasi (hadiah). Belakangan juga apa yang disebut moneys politic, sogokan untuk melancarkan jabatan politik maupun program politik tertentu yang menggantungkan diri dan gengnya. Unsur kerugian Negara bukan suatu keharusan yang pasti kerugian bagi rakyat. Dikatakan korupsi sudah melembaga dan menjadi budaya, bahkan menjadi cara dan gaya hidup. Rezim orba telah membuat korupsi menjadi budaya dalam seluruh strata dan aspek kehidupan
bangsa. KKN sesungguhnya merupakan
perbuatan pribadi-pribadi, “ada main”, “hubungan baik” tahu sama tahu, yang dilakukan secara damai, tenang dan manis. Tetapi esensinya amat bertolak belakang, penuh kekerasan yang tidak terkendali.37 4. Pemogokan Buruh Istilah “Buruh” tabu buat rezim orde baru, istilah yang dikonotasikan dengan gerakan kiri dan PKI, yakni kaum buruh dan tani. Pada masanya, bahkan orang tidak berani menyebut kata buruh, kaum buruh, serikat buruh. Mengenai pergantian istilah “buruh” menjadi istilah pekerja dilakukan karena istilah buruh sebenarnya merupakan istilah teknis biasa, yakni tenaga kerja yang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. Pengertian ini kurang menguntungkan karena dengan adanya kata “buruh” berarti ada kata “majikan” yang memberi kesan hubungan antara buruh dengan majikan tidak setingkat dan terdapat 2(dua) kelas yang berbeda kepentingan. 38 Rezim Orba memilih istilah pekerja yang dikatakannya sebagai partner majikan, atau karyawan. Istilah kedua ini sangat cocok dengan kepentingan politik rezim Orba yang diusung oleh Golongan Karya alias Golkar. Tentu saja perubahan istilah atau nama tidak mengubah kenyataan kaum buruh sebagai pihak yang sering dirugikan dalam hubungan kerja dengan pihak majikan sampai dewasa ini. Seorang pakar yang menulis representasi sosial tentang buruh 37
HCB Dharmawan dan Al Soni BL de Rosari (ed.), Surga para koruptor, (Jakarta: Kompas, 2004),h. 165. 38 Judiantoro dan Hartono Widodo, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Jakarta : Rajawali Pers, 1989),h. 7
50
menyatakan sebagian besar kaum buruh merupakan kelompok masyarakat tertindas, diperlakukan tidak adil, didominasi, terpinggirkan, dicurigai, diperas tenaganya sedang pemerintah berpihak kepada pengusaha. Ini memang sesuai dengan kenyataan dan masih berlaku sampai saat ini. Dikatakan bahwa untuk mengurangi aksi-aksi kaum buruh di masa mendatang maka kenyataan negatif itu perlu diubah dengan cara memberikan informasi lengkap dan terbuka tentang kinerja perusahaan secara periodik serta memberikan target dengan insentif pembagian keuntungan dalam bentuk pembagian saham. 39 Seorang wartawan menulis hal itu sebagai cermin retak kebebasan kaum buruh dan demokrasi. Menurut Teten Masduki (2009), di masa kejayaan Orba, ongkos buruh hanya 4% dari seluruh ongkos produksi, sedangkan ongkos pungli mencapai 30%. Angka luar biasa, tidak berbeda jauh dari hasil penelitian para ilmuwan dan mahasiswa Gama, ongkos pungli 10 kali lipat ongkos buruh. 40 5. Penangkapan Aktivis Setidaknya ada 13 orang aktivis yang diculik dan telah dihilangkan oleh rezim militer Orba pada 1997-1998. Sementara 9 aktivis lainnya yang diculik dan dibebaskan oleh Instansi militer penculiknya, dilakukan oleh Tim Mawar Kopassus dengan operasi Intelijen Sandi Yudha. Menurut penelitian Komnas HAM, dua kelompok itu diculik oleh instansi yang sama. Mungkin kurang koordinasi atau ada pertentangan internal di kalangan instansi penculik, sehingga tidak terjadi penyeragaman untuk melenyapkan seluruh korban, yang akan menghilangkan seluruh jejak. Dengan adanya terculik yang dibebaskan maka jejak keterlibatan instansi militer itu tidak mungkin lagi dihapus.41 Menurut Tim Mawar Kopassus dalam pengadilan militer, mereka hanya mengakui penculikan 9 orang yang kemudian dibebaskan itu. Penculikan terjadi dalam kepemimpinan Jenderal TNI Faisal Tanjung sebagai panglima ABRI yang pada Februari 1998 digantikan oleh Jenderal TNI Wiranto. Dalam hubungan penculikan 9 aktivis tersebut telah dibentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang telah memberhentikan Letjen TNI Prabowo Subianto dan Komandan 39
Harsutejo, op. cit., h.52 Ibid., h.52 41 Ibid., h.11 40
51
Jenderal Kopassus Mayjen Muchdi PR. Hal itu tidak diikuti oleh pengadilan pidana terhadap keduanya. Pertanyaan Usman Hamid dan kita semua apakah hal itu menghindari tanggung jawab atas mereka yakni Panglima ABRI. Menurut kesimpulan Komnas HAM penculikan itu dalam rangka upaya rezim militer mempertahankan kekuasaannya.42 Walaupun Soeharto sudah tak berkuasa, para keluarga korban penculikan masih menuntut pengadilan terhadap penguasa Orde Baru itu. Para orang tua dan keluarga korban penculikan yang tak pernah kembali dan tak ketahuan di mana kuburnya. Menurut Ketua Ikohi Mugiyanto, mereka yakin Soeharto terlibat dalam kasus penghilangan paksa para aktivis itu. Dalam sebuah wawancara di majalah Panjimas, bekas Pangkostrad Prabowo Subianto mengaku diberi 28 nama aktivis yang harus diawasi. Daftar nama itu juga diberikan Soeharto kepada perwira militer lainnya, dan mereka itu yang termasuk hilang sampai kini. 6. Kebebasan Pendapat LSM Terhadap Kebijakan Orde Baru Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh presiden Soeharto yang sudah berjalan semenjak 1968, dibangun atas dasar mekanisme carrot and stick sehingga dengan demikian tercipta stabilitas politik yang baik. Negara Indonesia yang baru sejak awal berkeyakinan bahwa pembangunan ekonomi prioritas utama dalam kehidupan Nasional, maka rakyat Indonesia akan dijauhkan dari kemiskinan dan keterbelakangan sehingga aman dari bahaya komunisme. Pemerintah Orde Baru memberikan imbalan yang sebaik-baiknya kepada lembaga, kelompok, dan individu yang secara jelas memperlihatkan sikap yang akomodatif. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memainkan peranan mengisi ruang publik dalam masyarakat madani di Indonesia. Organisasi politik lain seperti partai politik dan kelompok kepentingan yang berdasarkan profesi masih sangat terbatas peranannya. Peranan LSM berkaitan dengan bentuk hubungannnya dengan pemerintah Orde Baru, jumlahnya juga sangat bervariasi karena konteks kehidupan masyarakat yang juga luas dan komplek. LSM atau dikenal dengan organisasi non pemerintah merupakan organisasi yang dibentuk oleh kalangan yang bersifat mandiri. Organisasi seperti ini tidak 42
Ibid., h.11-12
52
menggantungkan diri dengan pemerintah. Organisasi LSM lahir dan tumbuh dalam masyarakat. LSM memainkan peranannya dalam pemerintahan Orde Baru diantaranya yaitu; LSM mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat yang sanagat esensial dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkelanjutan, meningkatkan pengaruh politik secara luas melalui jaringan kerja sama dan ikut mengambil bagian dalam menentukan arah dan pembangunan Negara. Di zaman Orde Baru kebijaksanaan publik terutama dalam proses pembentukan agenda dan formulasi kebijaksanaan merupakan domain dari sejumlah lembaga pemerintahan dan berkolaborasi dengan LSM. Sehingga kebijaksanaa yang diambil tidak mengalami ketimpangan dan mengikutsertakan masyarakat. LSM memiliki karakteristik yang bercirikan: nonpartisan, tidak mencari keuntungan ekonomi, bersifat sukarela, dan bersendi pada gerakan moral. Ciri-ciri ini menjadikan LSM dapat bergerak secara luwes tanpa dibatasi oleh ikatan-ikatan motif politik dan ekonomi. Ciri-ciri LSM tersebut juga membuat LSM dapat menyuarakan aspirasi dan melayani kepentingan masyarakat yang tidak begitu diperhatikan oleh sektor politik dan swasta. Kemunculan LSM merupakan reaksi atas melemahnya peran kontrol lembaga-lembaga Negara, termasuk partai politik, dalam menjalankan fungsi pengawasan ditengah dominasi pemerintah terhadap masyarakat. Sehingga pada awal sejarah perkembangan lahirnya LSM, terutama yang bergerak dibidang sosial politik, tujuan utama pembentukan LSM adalah bagaimana mengontrol kekuasaan Negara, tuntutan pers yang bebas, tuntutan kebebasan berorganisasi, advokasi terhadap kekerasan Negara dan kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat. Pada masa orde baru LSM menjadi sebuah kelompok kritis yang memberikan tekanan pada pemerintah. Meuthia Ganie-rochman menyebut pola hubungan LSM pada masa ini sebagai pola hubungan yang konfliktual, dimana dari sisi
53
pemerintah juga berupaya mencampuri dan mempengaruhi organisasi, cara kerja dan orientasi LSM. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan fakta-fakta historis yang terlihat di dalam novel Saman merupakan konteks historis. Konteks historis tersebut terdiri dari kebijakan kapitalisme ekonomi Orde Baru, pers pemerintahan Orde Baru, Kolusi dan nepotisme rezim Orde Baru, pemogokan buruh, penangkapan aktivis, dan kebebasan pendapat LSM terhadap kebijakan Orde Baru.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Unsur Instrinsik Novel Saman 1. Tema Tema yang diangkat oleh pengarang dalam novel Saman adalah perjuangan penegakan hukum yang adil bagi rakyat Indonesia pada zaman Orde Baru. Tema tersebut ditampilkan melalui tokoh-tokoh dalam novel Saman di bawah ini. a. Saman Sebagai tokoh utama yang mewakili tema novel Saman yaitu tentang perjuangan penegakan hukum yang adil bagi rakyat banyak sekali pengarang utarakan dalam novelnya. Pengarang memulai kisah tokoh Saman dengan menjadi Pater hingga menjadi buronan yang dianggap beraliran kiri demi memperjuangkan keadilan bagi rakyat khususnya warga transmigran Sei Kumbang. Terlihat pada kutipan di bawah ini. Wis juga terdiam, kejadian telah begitu ruwet. Siapapun yang memulai, merekalah yang tetap dipersalahkan oleh hukum. Status mereka kini buron. Orang-orang yang membakar Upi, menggagahi istri Anson, merusak rumah kincir, mencabuti pohon-pohon karet muda menjadi tidak relevan untuk dibicarakan hakim. 1 Kutipan di atas adalah klimaks dari perebutan lahan warga Sei Kumbang oleh PT ALM yang dilakukan dengan cara curang seperti merampas hak-hak warga transmigran berlaku semena-mena dengan cara memperkosa tokoh Upi, merusak kincir angin dan mencabuti pohon-pohon karet. Saman yang telah berusaha membela warga malah kemudian menjadi buron. Kutipan di atas di akhiri dengan pernyataan ironi “bahwa itu semua menjadi tidak relevan untuk dibicarakan hakim” dengan maksud bahwa hukum tetaplah berpihak kepada yang memiliki modal . Terlihat juga melalui kutipan di bawah ini yaitu surat-menyurat antara tokoh Saman dan Yasmin saat penyamaran Saman di New York yang bekerja di Human Rights Watch. Berikut kutipan isi surat Saman kepada Yasmin. 1
Ayu Utami, Saman, (Jakarta : KPG, 2014), Cet.32,h. 113
54
55
Kukira negeri kita bukan yang seperti kamu bilang, mesin yang menindas melainkan sesuatu yang penuh ketidakpastian di mana hukum berayunayun sepert bandul jam: disatu sisi ada ketidakefektifan atau mungkin keengganan. Terserah kamu mau bilang apa, tapi orang menyebutnya “kebijaksanaan” ditengah-tengah ada “penegakan hukum” dan sisi yang lain ada “kelewatan” atau over acting. Tak ada perlakuan yang sama bagi orang yang tidak sama.2 Isi surat di atas adalah balasan Saman terhadap surat Yasmin. Saman mengatakan bahwa memang keadilan dan hukum di Indonesia seperti bandul jam yang tidak jelas arahnya. Ini merupakan salah satu kritik Saman terhadap rezim Orde Baru pada waktu itu. Ia dapat mengatakan hal itu karena tuduhan-tuduhan yang telah ditudingkan kepadanya tanpa bukti dan pembelaan. Di kalimat terakhir dia juga mengatakan ” Tak ada perlakuan yang sama bagi orang yang tidak sama”. Pemikiran serta kritik Ayu Utami dalam novelnya sangat terlihat jelas melalui kutipan ini. Di mana hukum bisa dibeli dan dipermainkan asal pada mereka yang berkuasa. b. Yasmin Tokoh Yasmin adalah orang yang paling banyak membantu tokoh Saman dalam perjuangannya menegakkan keadilan hukum yang adil antara si miskin dan kaya, antara penguasa dan rakyat. Ia sendiri merupakan seorang pengacara yang bekerja di kantor Ayahnya di Joshua Moningka dan Partners. Yasmin adalah yang paling berprestasi dan paling kaya diantara teman terdekat saya. Kami menjulukinya the girl who has everything. Ia kini menjadi pengacara di kantor Ayahnya sendiri, Joshua Moningka dan Partners. Namun ia kerap bergabung dalam tim lembaga bantuan hukum untuk orangorang miskin atau tertindas.3 Dalam kutipan di atas adalah ucapan Laila ketika pertemuannya dengan Saman dan Yasmin. Dalam kutipan diatas seakan pengarang menjelaskan bagaimana representasi tokoh Yasmin yang ini memiliki porsi cukup banyak dalam membantu perjuangan tokoh Saman. Di kalimat terakhir kutipan di atas pengarang
mengatakan bahwa Yasmin adalah orang yang kerap membantu
orang-orang miskin atau tertindas. Hal ini terlihat pada beberapa cerita Yasmin
2 3
Ibid., h. 171-172 Ibid., h. 24
56
yang kerap memberikan bantuan hukum kepada mereka tertindas. Seperti kutipan di bawah ini. Hari-hari dan bulan berikutnya, kami mengurus perkara ini. Saman dan Yasmin berhasil mengorganisasi teman-temannya di media massa untuk membongkar persoalan ini. Memang tidak mudah. Kami semua menduga, pada permulaan Texcoil berusaha menutupi kasus ini dengan menyogok polisi dan jaksa agar perkara ini tidak diusut.4 Pada kutipan di atas Yasmin memberikan bantuan hukum atas kasus kecelakaan kerja di perusahaan Texcoil yang menyebabkan tiga orang meninggal. Kejadian ini terjadi akibat kecerobohan Rosano petinggi di pertambangan Texcoil, tempat Sihar dan Laila bekerja. Kasus ini tidak memberikan keadilan hukum yang seadil-adilnya karena tersangka atas kasus ini dapat berkeliaran dengan leluasa karena memberikan sogokan terhadap polisi dan jaksa. Hukum terhadap penguasa yang memiliki uang sangat tidak adil dengan hukum yang diberikan terhadap si miskin. Atas penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa tema dari novel Saman adalah perjuangan penegakan hukum yang adil bagi rakyat Indonesia pada pemerintahan Orde Baru.
2. Tokoh dan Penokohan a. Wisanggeni/Saman Wisanggeni atau Saman merupakan tokoh utama (primer) dalam novel Saman. Saman dapat dikatakan sebagai tokoh utama karena ia adalah tokoh yang diutamakan penceritaannnya dalam novel. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Nama Wisanggeni berasal dari bahasa Jawa artinya adalah bisanya api berasal dari Wisa dan geni. Wisa artinya bisa dan geni artinya adalah api. Nama Wisanggeni terdapat dalam wiracarita Mahabrata merupakan sosok manusia edan yang berbicara kebenaran tanpa perduli siapa yang dihadapi. Nama ini merupakan perlambangan dari sosok Wisanggeni yang edan dalam artian berbicara
4
Ibid.,h. 35
57
kebenaran. Wisanggeni kemudian berganti nama menjadi Saman ketika menjadi buronon. Saman artinya adalah dakwaan yang sangat mewakili keadaan tokoh. Tokoh Saman adalah tokoh dinamis yaitu tokoh yang berkembang. Hal ini dapat dilihat dari tuturan
kepribadiannya
narator yang menjelaskan
karakteristik tokoh Saman. Terlihat seperti kutipan di bawah ini : “Sejak hari itu, orang-orang memanggil mereka pater. Dan namanya menjadi Pater Wisanggeni, atau Romo Wis. 5 Pada kutipan di atas narator memperkenalkan karakteristik awal Saman adalah sebagai pelayan umat dan mengabdikan diri sepenuhnya kepada Gereja. Namun kemudian karakteristik Saman mengalami perubahan. Dari seseorang yang hanya bertugas pelayan umat Kristen perlahan-lahan mulai memikirkan keadaab warga Sei Kumbang. Seperti kutipan di bawah ini. Tetapi hanya tujuh puluh kilometer dari kota minyak Perabumulih, seorang gadis teraniaya, bukan sebagai ekses keserakahan melainkan karena orang-orang tak mampu mencapai kemodrenan. Sementara itu aku hanya bisa berbaring di kasur ini? 6 Kutipan di atas narator mulai menunjukkan karakteristik perubahan tokoh utama Saman secara perlahan. Bermula dari pertemuannya dengan tokoh Upi, representasi kesengsaraan warga Sei Kumbang. Hingga kemudian tokoh Saman menjadi seorang buron karena dianggap sebagai orang yang beraliran kiri yang mengganggu pemerintahan. Seperti kutipan di bawah ini. “Kepala Dinas Penerangan Polda Sumbagsel menyebut-nyebut aktor intelektual di belakang perlawanan warga Sei Kumbang : Ada indikasi bahwa dalang aksi tersebut adalah seorang rohaniawan yang di susupi pandangan-pandangan kiri”.7 Kutipan di atas adalah transformasi perubahan Saman dari seorang rohaniawan menjadi seorang aktivis yang dianggap beraliran kiri yang membahayakan pemerintah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tokoh Saman merupakan tokoh dinamis yang kepribadiannya berkembang.
5
Ibid.,h. 40 Ibid.,h. 75 7 Ibid.,h. 114 6
58
Secara fisik tokoh Saman digambarkan
melalui tokoh lain berbicara
tentangnya yaitu melalui tokoh laila. Seperti kutipan di bawah ini. “Baru saya sadari bahwa Saman, lelaki itu sudah begitu lama hidup di perkebunan di sana. Sudah begitu panjang perpisahan kami. Karena suatu peristiwa, beberapa tahun dia menghilang dan surat saya tak pernah di balas. Saya hampir tak mengenalinya. Ia begitu hitam dan kurus, seperti petani. Rambutnya yang dulu hampir sebahu kini terpangkas. Dagunya tak tercukur rapi”.8 Dari kutipan di atas dapat diidentifikasi bagaimana fisik Saman melalui Laila yang berbicara tentang Saman. Ia berperawakan kurus dan hitam, rambut yang terpangkas rapi serta dagu tak tercukur rapi. Penggambaran fisik ini tentu untuk mendukung Saman sebagai Aktivis. Ia
yang telah lama tinggal di daerah
pertanian Sei Kumbang dan hidup dalam kesusahan. Dalam penggambaran fisik, pengarang menggunakan tuturan tokoh sampingan yaitu Laila yang bertalian dengan tokoh utama cerita. Watak dan sikap Saman dapat dilihat melalui bagaimana
perilakunya
terhadap orang lain. Saman digambarkan oleh narator sebagai orang yang mempunyai perilaku kepedulian tinggi terhadap masyarakat yang tertindas dan tertinggal. Dapat dilihat pada kutipan dibawah ini. “Saman telah memutuskan : meringankan penderitaan si gadis dengan membangun sangkar yang lebih sehat dan menyenangkan”.9 Pada kutipan di atas adalah peristiwa di mana saat Saman membantu membangun tempat yang layak untuk Upi, gadis gila yang mengalami gangguan mental. Dari sinilah awal mula Saman banyak ikut terlibat ke dalam penderitaan warga Sei Kumbang hingga ditetapkan menjadi seorang buron. Penyiksaanpenyiksaan yang dia terima selama di penjara tidak menyurutkan langkahnya untuk tetap membantu yang lemah dan menegakkan keadilan. Saman juga digambarkan oleh narator sebagai orang yang begitu teguh dalam menegakkan keadilan hukum. Baginya hukum yang tidak berkeadilan adalah
8 9
Ibid.,h. 32 Ibid.,75
59
cacat bagi sebuah bangsa. Maka dari itu ia terus menegakkan keadilan dan hukum yang seimbang antara pemerintah dan rakyat kecil. Seperti kutipan di bawah ini. “Kukira negeri kita bukan seperti yang kamu bilang, mesin yang menindas, melainkan sesuatu yang penuh ketidakpastian di mana hukum berayun-ayun seperti bandul jam” 10 Kutipan di atas adalah surat Saman kepada Yasmin dari tempat persembunyiannya di New York. Penggalan surat ini seakan mewakili bagaimana Saman begitu geram dengan hukum di Indonesia yang penuh ketidakpastian. Sebagai orang yang pernah terjun langsung dalam penderitaan rakyat di Sei Kumbang dan mengalami ketidakadilan hukum maka sangat pantas Saman memperjuangkan hukum yang adil. Sebagai aktivis Saman digambarkan oleh narator sebagai orang yang analitik, cerdas dan pemikiran yang mendalam. Hal ini dapat dipahami bagaimana jalan pikiran Saman melalui penceritaan narator. Tentu ini akan sangat mendukung atau memperkuat Saman sebagai aktivis yang membutuhkan kecerdasan akal dan pemikiran yang dalam. Seperti kutipan di bawah ini. “Memang persoalannya tidak sesederhana pertarungan antara dua kelas, perusahaan versus petani. Di masing-masing kelompok ada orang-orang rakus yang mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Saya kira perusahaan memang ingin memiliki sendiri perkebunan itu agar efisien dan mudah di kontrol. 11 Kutipan di atas adalah surat Saman kepada bapaknya atas permintaan maafnya karena telah menjadi buron. Dia menceritakan detail mengapa dia bisa menjadi buron dari seorang pastor. Dari kutipan ini dapat di pahami bagaimana pemikiran saman adalah pemikiran yang sangat analitik dan cerdas. Dia begitu paham dengan jalan licik yang digunakan PT ALM terhadap lahan warga Sei Kumbang. Wis juga mempunyai pikiran yang sangat dalam dan penuh pertimbangan. Ia digambarkan oleh narator bukan sebagai orang yang cepat mengambil keputusan tanpa melalu pertimbangan logika. Seperti kutipan di bawah ini.
10
Ibid.,h. 171 Ibid.,h. 167
11
60
“Wis menjadi teramat takut untuk mengambil keputusan yang bukan menjadi taruhannya. Sementara orang-orang itu tetap menunggu jawabannya. Ia pun mendongak dan menjawab dengan amat letih : “Kalian rapatkanlah ! Aku akan dukung apapun keputusan kalian. Sebab pertaruhan ini bukanlah pertaruhanku. 12 Kutipan di atas adalah pertarungan pemikiran di dalam diri Saman. Ia memikirkan secara matang keputusan yang akan dia ambil terhadap nasib warga Sei Kumbang. Pada kutipan terakhir dia mengatakan “Sebab pertaruhan ini bukanlah pertaruhanku”. Hal ini dia katakan sebab dia tidak ingin mengambil keputusan yang salah hanya berdasarkan rasa amarah. Penokohan Saman adalah tokoh utama yang dinamis. Hal ini berdasarkan perubahan karakteristik Saman yang awalnya adalah seorang pastor memilih berhenti dan menjadi seorang aktivis. Fisik dari Saman seperti dituturkan oleh Laila yaitu berperawakan kurus dan hitam, rambut yang terpangkas rapi serta dagu tak tercukur rapi. Pemikiran dari Saman yaitu analitik, cerdas dan pemikiran yang mendalam. Sikap dan perilaku Saman adalah kepedulian tinggi terhadap masyarakat yang tertindas dan tertinggal dan orang yang begitu teguh dalam menegakkan keadilan hukum. b. Laila Pemberian nama Laila oleh Ayu juga mempunyai makna tersendiri. Laila artinya adalah malam. Laila di dalam novel Saman sebagai tokoh sekunder yaitu tokoh bawahan yang fungsinya menjalin hubungan antar tokoh utama dengan tokoh lainnya. Ia di dalam novel ini adalah tokoh yang menghubungkan jalinan tokoh Sihar dengan tokoh utama Saman untuk menangani kasus Rosano. Seperti kutipan di bawah ini. “Dan saya punya teman yang bisa mengerjakan itu. “Siapa dia?” Tapi pertanyaan itu membuat si perempuan termenung. Sebab lelaki yang saya maksud berasal dari masa lalu. Seseorang yang juga pernah begitu lekat di hati saya ketika remaja, lalu menghilang bertahun-tahun, dan muncul kembali sebagai aktivis perburuhan dan lingkungan Sumatera Selatan.” 13
12 13
Ibid.,h 99 Ibid.,h. 23
61
Kutipan di atas adalah percakapan Sihar dan Laila untuk membantu menangani kasus Rosana. Laila menawarkan bantuan hukum melalui bantuan Saman. Hal ini dapat dipahami bahwa Laila adalah tokoh yang hanya menghubungkan Sihar dan Saman tanpa terlibat ke dalam kasus ini. Kutipan di bawah ini pengarang memperlihatkan posisi Laila. 14
“Ada satu hal yang mengherankan dan tidak menyenangkan saya dalam perjalanan itu. Di sebuah restoran di Perabumulih, Saman meminta saya masuk ke dalam lebih dulu. Saya menolak, tetapi ia terkesan agak memaksa, sebab mereka perlu berbicara berdua saja. “urusan laki-laki” kata Saman. Kutipan di atas semakin menegaskan bahwa posisi Laila di dalam novel hanya sebagai penghubung dan tidak terlibat ke dalam masalah. Dia hanya melihat dari luar tanpa ikut ke dalam permasalahan. Tokoh laila adalah tokoh statis yaitu tokoh yang kepribadiannya selalu sama dari awal cerita sampai akhir. Tokoh Laila digambarkan oleh narator dari awal masa remaja hingga menjadi dewasa tidak mengalami perkembangan. Seperti kutipan di bawah ini. “Laila tetap mungil seperti anak kecil yang belum kenal dosa”15 Kutipan di atas adalah tuturan narator melalui tokoh Shakuntala terhadap Laila. Ia dikenal sebagai perempuan yang lugu. Di mata Shakuntala tidak ada yang berubah dari Laila, ia tetap gadis mungil, lucu dan polos. Dilihat dari watak yang dimiliki oleh Laila, ia merupakan tokoh protagonis dimana dia merupakan orang yang mendukung jalinan cerita tokoh utama. Watak Laila dapat dipahami melalui bagaimana jalan pikirannya serta bagaimana perilakunya terhadap orang lain. Watak Laila adalah perempuan yang cerdas, inisiatif dan perduli terhadap penderitaan orang lain. Dapat dipahami melalui jalan pikirannya terhadap kasus Rosano. Ia memberikan ide untuk mengajukan kasus kematian di pertambangan ke pihak kepolisian serta mengangkat berita ini ke media masa. Terlihat seperti kutipan di bawah ini. “Kenapa kasus ini tidak diajukan ke pengadilan saja?‟16 14
Ibid.,h. 33 Ibid.,h. 153 16 Ibid.,h. 22 15
62
Kutipan di atas adalah ide atau inisiatif yang diberikan Laila kepada Sihar atas kematian Hasyim dan dua teman lainnya. Ia memberikan saran agar kasus ini diusut saja karena kasus tersebut merupakan pelanggaran. Kepeduliannya terhadap orang lain terlihat melalui keterlibatannya dalam menghubungkan Sihar dengan Saman untuk mengusut tuntas kematian di pertambangan. Terlihat pada kutipan di bawah ini. “Hari-hari dan bulan berikutnya kami mengurus perkara ini. Saman dan Yasmin berhasil mengorganisasi teman-temannya di Media Massa untuk membongkar persoalan ini.”17 Kutipan di atas adalah keberhasilan Laila dalam membantu Sihar membongkar kasus kematian Hasyim ke media masa. Dari penjelasan di atas maka disimpulkan bahwa sosok Laila adalah perempuan cerdas, banyak ide dan perduli terhadap kesusahan orang lain. Ia merupakan tokoh yang hanya menghubungkan jalinan cerita Sihar dengan Yasmin dan Saman. Kepribadiannya bersifat statis yaitu tidak ada perubahan karakteristik hingga yang mengubah jalan hidupnya. c. Yasmin Pemilihan nama Yasmin oleh pengarang
menyiratkan sesuatu. Yasmin
artinya adalah tanaman berbunga kuning atau putih, baunya semerbak, digunakan untuk wewangian. Nama ini sangat mewakili sosok Yasmin yang membuat banyak orang terkesan akan kecantikannya sebagai wanita. Nama Lengkapnya Yasmin Moningka, seorang perempuan yang mengesankan banyak lelaki, kulitnya bersih dan langsing. Gambaran fisik perempuan yang disenangi oleh kaum lakilaki. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Yasmin Moningka adalah perempuan yang sangat mengesankan banyak lelaki karena kulitnya yang bersih dan tubuhnya yang langsing”.18 Kutipan di atas adalah penggambaran sosok Yasmin sebagai wanita cantik menurut masyarakat kebanyakan yaitu bertubuh langsing dan kulit putih. Sosok Yasmin digambarkan narator melalui tuturan tokoh Laila. Selain itu ia wanita
17 18
Ibid.,h. 35 Ibid., h. 24
63
yang cerdas dan tekun, bahkan Yasmin masuk UI tanpa tes serta mempunyai orang tua yang kaya. Sejak SD ia yang terpandai diantara teman-temannya. Yasmin adalah simbol perempuan yang terdidik dalam lingkungan keluarga. Sejak kecil ia dibentuk orang tuanya untuk menghabiskan waktunya dengan hal-hal yang produktif. Ibunya memaksanya berbagai macam kursus. Akhirnya, Ia menjadi orang yang serba bisa. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: “Ibunya memaksanya kursus balet, piano, berenang, dan bahasa Inggris sejak kelas dua SD, dan ia menjadi serba bisa. Ia tak pernah mengerjakan pekerjaan rumah di sekolah. Kadang ia malah mengerjakan pekerjaan sekolah di rumah, sebelumnya”.19 Kutipan di atas menjelaskan bagaimana didikan orang tuanya terhadap Yasmin agar menjadi perempuan sempurna. Ia merupakan pengacara yang membantu Sihar dan Laila dalam kasus kecelakaan di rig. Ia juga selalu bergabung dalam tim lembaga bantuan hukum untuk membantu orang-orang miskin. Tokoh Yasmin pula yang telah membantu Saman dalam pelariannya di negeri pengasingan, New York. Yasmin merupakan tokoh Sekunder yaitu tokoh (bawahan) yang mendukung tokoh utama dalam pencapaiannya tujuan, yaitu memperjuangkan keadilan hukum. Yasmin mempunyai porsi cerita yang sangat berpengaruh terhadap jalan cerita tokoh utama. Ia memberikan banyak bantuan dukungan terhadap tokoh Saman. Seperti kutipan di bawah ini. “Kini Yasmin telah mengurus segalanya agar aku pergi dari Indonesia”.20
Kutipan di atas adalah buku harian Saman yang dikirimkannya kepada Yasmin. Berdasarkan kutipan di atas Yasmin adalah orang yang sangat berperan penting terhadap sepak terjang dari tokoh Saman. Banyak hal yang di atur oleh Yasmin agar tokoh Saman selamat atas tuduhan yang menimpanya di Indonesia. Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh Yasmin merupakan tokoh statis, yaitu tokoh yang perkembangan kepribadiannya tetap dari awal penceritaan sampai akhir. Dari awal penceritaan narator menggambarkan bahwa Yasmin 19 20
Ibid., h. 149 Ibid.,h. 179
64
adalah orang yang sering membantu orang-orang yang tertindas dan tidak mendapat perlakuan yang adil di mata hukum. Hal ini didukung dengan seringnya ia bergabung bersama lembaga bantuan hukum lainnya. Ia juga bekerja di kantor ayahnya sendiri yang bernama Joshua Moningka dan Partners. Seperti kutipan di bawah ini. “Ia menjadi pengacara di kantor Ayahnya sendiri Joshua Moningka dan Partners. Namun ia kerap bergabung dengan tim Lembaga Bantuan Hukum untuk orang-orang miskin dan tertindas”.21 Kutipan di atas adalah tuturan tokoh Laila untuk menggambarkan tokoh Yasmin. Di awal penceritaan Yasmin sudah di gambarkan sebagai wanita yang berprofesi sebagai pengacara dan sangat peduli terhadap kaum yang miskin dan tertindas. Kekonsistenan narator terlihat dari awal hingga akhir. Seperti kutipan di bawah ini. “Pagi-pagi Yasmin telah kembali ke persembunyianku bersama seorang nyonya melayu yang sama pesoleknya.”22 Kutipan di atas adalah isi buku harian Saman yang dia kirimkan kepada Yasmin. Berdasarkan kutipan di atas terlihat bahwa Yasmin sepenuhnya sangat mendukung keseluruhan cerita Saman. Dia adalah pendukung utama bagi sepak terjang Saman. Dilihat dari watak yang dimiliki oleh tokoh Yasmin yaitu tokoh yang memiliki watak protagonis. Hal ini disebabkan karena tokoh Yasmin secara keseluruhan baik perilaku dan jalan pikirannya adalah untuk mendukung tokoh utama.
Dapat kita ketahui melalui jalan pikiran dan tokoh lain berbicara
tentangnya. Yasmin digambarkan pengarang sebagai sosok perempuan yang cerdas dan orang yang sangat peduli tentang keadilan semua rakyat di mata hukum. Hal ini tentu saja didukung oleh profesinya sebagai pengacara dan kepeduliannya terhadap rakyat miskin dan tertindas. Seperti kutipan di bawah ini. “Yasmin juga membujuk keluarga dua korban yang lain untuk mendukung gugatan keluarga Hasyim”23 21
Ibid.,h. 24 Ibid.,h. 179 23 Ibid.,h. 33 22
65
Kutipan di atas adalah tuturan tokoh Laila terhadap tokoh Yasmin. Ia digambarkan banyak membantu kasus Rosano bersama Saman hingga masuk ke dalam pengadilan. Ia juga memberikan bantuan hukum agar keadilan hukum dapat ditegakkan. Tokoh Yasmin dapat pula dipahami melalui jalan pikirannya. Melalui jalan pikirannya dapat kita melihat bahwa Yasmin memanglah perempuan yang perduli dengan keadilan hukum. Seperti kutipan di bawah ini. “Tiga hari ini aku di Medan. Keadaan mulai normal meski di sana sini masih banyak tentara berjaga-jaga. Pabrik-pabrik mulai kembali beroperasi, toko-toko sudah mulai buka lagi.”24 Kutipan di atas adalah surat yang ditulis Yasmin kepada Saman di New York untuk mengabarkan keadaan di Indonesia. Ia membantu penyelesaian kasus demo buruh yang berlangsung anarkis hingga berujung kepada kematian. Atas penjelasan di atas maka dapat disimpulkan tokoh Yasmin merupakan tokoh sekunder yang mempunyai kepribadian protagonis. Hal ini dapat dilihat dari perilaku dan jalan pikirannya yang mendukung tokoh utama Saman. Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh Yasmin merupakan tokoh statis, yaitu tokoh yang perkembangan kepribadiannya tetap dari awal penceritaan sampai akhir.. d. Shakuntala Shakuntala adalah salah satu dari empat sekawan, Laila, Yasmin, Shakuntala, dan Cok. Nama Shakuntala sendiri artinya adalah burung yang diambil dari bahasa Sansekerta. Nama ini diambil dari kisah wiracarita mahabrata. Dalam kisah tersebut Shakuntala adalah permaisuri Raja Duswanta, leluhur pandawa dan korawa. Ia merupakan ibu dari Raja Bharata yang menurunkan keluarga Bharata. Ia juga merupakan anak angkat Bagawan Kanwa. Konon ibu kandungnya adalah bidadari Menaka dari kahyangan. Ditinjau dari peranan dan keterlibatan dalam cerita, tokoh Shakuntala merupakan tokoh komplementer (tambahan). Ia merupakan tokoh figuran yang membantu tokoh utama atau tokoh-tokoh lainnya tetapi tidak begitu aktif. Jalinan cerita Shakuntala merupakan jalinan cerita bawahan yang erat kaitannya dengan 24
Ibid.,h. 176
66
tokoh Laila, Yasmin, cok dan Saman. Konflik yang dialami oleh Shakuntala adalah konflik yang menceritakan kilasan-kilasan masa lalu tokoh Laila, Cok, Yasmin dan Saman. Kilasan masa lalu para tokoh berguna untuk menjalin keterkaitan antar cerita. Termasuk diantaranya bagaimana jalinan persahabatan antara Laila, Shakuntala, Cok, dan Yasmin serta bagaimana Saman masuk ke dalam kehidupan mereka. Dalam beberapa tuturan Shakuntala tampak ia membicarakan tentang keterkaitannya dengan tokoh utama Saman. Seperti kutipan di bawah ini. “Aku tahu mereka terlibat sebuah petualangan romantis di Perabumulih: Laila, Sihar, Yasmin dan Wisanggeni, lelaki yang kemudia menjadi Pastor. Ku dengar ia kemudian mengganti namanya. Siapa, Aku lupa.” 25 Kutipan di atas adalah tuturan tokoh ketika membicarakan tokoh Saman. Ia mengenal Saman ketika menjadi Mahasiswa Seminari yang magang di sekolah Yasmin, Shakuntala, Cok dan Laila. Jalinan cerita Shakuntala berfungsi untuk penggambaran hubungan antara Laila dan Saman serta antara Yasmin dan Saman. Hal ini penting agar semua jalinan cerita saling bertaut. Seperti kutipan di bawah ini “Dia jatuh cinta pertama kali pada Wisanggeni. Waktu itu pemuda itu Mahasiswa Seminari yang ditugaskan membimbing rekoleksi tentang kesadaran sosial di SMP kami”26 Kutipan di atas adalah penjelasan mengenai keterkaitan antar tokoh. Maka berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Shakuntala adalah tokoh komplementer (tambahan) yang berfungsi untuk menjalin cerita antara antara Laila, Saman dan Yasmin. Di lihat dari perkembangan kepribadian tokoh Shakuntala, ia merupakan tokoh statis yaitu tokoh yang kepribadiannya dari awal cerita sampai akhir cerita tidak mengalami perubahan yang menyebabkan perubahan jalan hidup. Seperti kutipan di bawah ini. “Namaku Shakuntala. Ayah dan kakak perempuanku menyebutku sundal. Sebab aku telah tidur dengan banyak laki-laki dan beberapa perempuan”27 25
Ibid.,h. 135 Ibid.,h. 153 27 Ibid.,h. 118 26
67
Pada kutipan di atas adalah pernyataan awal tokoh Shakuntala. Ia menyebut dirinya seorang sundal atau perempuan tidak baik. Dari awal hingga akhir cerita sikap Shakuntala dan kepribadiannya tidak berubah. Maka dari itu tokoh Shakuntala adalah tokoh statis yaitu tokoh yang kepribadiannya tidak berubah dari awal sampai akhir penceritaan. Dilihat dari watak yang dimilki oleh oleh tokoh Shakuntala, ia merupakan tokoh protagonis. Hal dapat dilihat dari dukungan yang diberikannya terhadap tokoh utama yaitu Saman maupun tokoh lainnya yaitu Laila, Yasmin dan Cok. Watak Shakuntala dijelaskan melalui bagaimana perilakunya. Tapi aku meminta agar dia mengajak kedua sahabat kami lain : Cok dan Yasmin. Maksudku agar jika Laila kecewa, atau terjadi apa-apa pada dia, kami berempat bersama-sama.28 Pada kutipan di atas adalah kebaikan hati Shakuntala terhadap sahabatsahabatnya. Pada satu kutipan Ayu menyisipkan tuturan yang dikatakan oleh Shakuntala tentang kepeduliannya terhadap hukum di Indonesia. Seperti kutipan di bawah ini. “Aku pernah membaca tentang Dietje, Peragawati yang dibunuh dekat pagar kawat kebun karet kalibata. Juga Marsinah, buruh yang dirajam hingga tulang dalam rahimnya retak 29 Kutipan diatas adalah tuturan Shakuntala terkait tanggapannya mengenai kekhawatiran Laila apabila Sihar meninggal. Sangat sedikit sekali Shakuntala menyinggung tentang hukum di Indonesia. Maka berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan tokoh Shakuntala adalah tokoh tambahan yang fungsinya menjalin keterkaitan cerita antara Saman, Yasmin, Cok dan Laila. Cerita Shakuntala berfungsi untuk memperjelas karakter para tokoh-tokoh lainnya. e. Cok Cok salah satu sosok tangguh di antara tiga sahabat lainnya, sama seperti pemberian nama pada tokoh ini oleh Ayu. Cok artinya adalah alat tambat yang
28 29
Ibid.,h. 148 Ibid.,h. 120
68
dibuat dari baja tuang biasanya berbentuk tanduk digunakan untuk melewatkan tali atau tros kapal. Dilihat dari peranan dan keterlibatan cerita, tokoh Cok merupakan tokoh komplementer atau tokoh tambahan. Cok berperan sebagai tokoh tambahan yang banyak membantu tokoh utama tetapi tidak terlalu aktif. Ia banyak membantu tokoh Saman dalam pelariannya menuju New York yang dibantu oleh Yasmin dan Laila. Seperti kutipan di bawah ini. Dan cok dipilihnya menjadi orang yang akan membawaku keluar dari Medan. Semula agak ragu karena aku tak begitu kenal anak ini. Tapi Yasmin nampaknya percaya betul pada teman karibnya. 30 Pada kutipan di atas adalah surat Saman kepada Yasmin menceritakan bagaimana dia bisa keluar dari Medan dibantu oleh Cok. Cok adalah tokoh pendukung tokoh utama yaitu Saman tetapi tidak masuk ke dalam cerita. Ia hanya membantu dari luar dan tidak berperan dalam perjuangan penegakan hukum seperti Saman dan Yasmin. Dilihat dari perkembangan tokoh, Cok merupakan tokoh Statis. Ia tidak mengalami perkembangan karakter dari awal sampai akhir. Seperti kutipan di bawah ini. Dan kedua sahabatku tetaplah dua sahabat yang dulu. Cok, temanku yang berdada montok. Dia periang dan ringan hati. Berada bersamanya, orang akan merasa bahwa hidup enteng dan tak ada yang direnungkan dengan dalam atau serius.31 Kutipan di atas adalah tuturan tokoh Shakuntala menjelaskan sosok Cok yang tidak pernah berubah dari awal sampai akhir cerita. Hal ini ini didukung dengan bantuan yang diberikan oleh Cok kepada tokoh utama Saman. Dilihat dari watak yang dimiliki oleh tokoh Cok yaitu tokoh yang protagonis. Ia mendukung secara keseluruhan terhadap jalan cerita tokoh utama Saman maupun Yasmin. Terlihat pada kutipan di bawah ini.
30 31
Ibid.,h. 180 Ibid.,h. 149
69
21 April. Sore sampai di Pekanbaru. Tinggal di Pedusi Inn, milik Cok. Menempati satu bungalow terdiri dari dua kamar tidur dan satu living room. Dari sana mengatur perjalanan selanjutnya. 32 Kutipan di atas adalah isi buku harian Saman yang dia kirimkan kepada Yasmin. Dapat dilihat bahwa Cok sangat membantu pelarian tokoh Saman ke New York. Maka berdasarkan penjabaran di dapat disimpulkan tokoh Cok merupakan tokoh tambahan dan merupakan pendukung tokoh utama Saman. Dilihat dari perkembangan tokoh, Cok merupakan tokoh Statis. Ia tidak mengalami perkembangan karakter dari awal sampai akhir. 3. Alur Tahapan alur yang digunakan novel Saman adalah alur campuran yaitu alur maju dan alur mundur. Alur mundur terdapat pada bagian peristiwa berupa kilasan-kilasan masa lalu Saman yang nantinya saling berkaitan dengan cerita Shakuntala, Yasmin dan Laila. Berdasarkan fungsinya alur terdiri dari alur utama dan alur sampingan. Alur utama yaitu alur yang berisi cerita pokok. Dalam novel Saman, alur utama terdapat pada cerita tentang tokoh Saman yang menggunakan alur mundur. Alur utama dalam novel Saman menggunakan alur mundur. Tahap awal/alur buka diawali pada tahun 1983 saat Wisanggeni mengucapkan kaulnya sebagai Pater, yang kemudian ia dipanggil Pater Wisanggeni atau Romo Wis. Ia meminta tugas ke Perabumulih. Tahap ini adalah situasi mulai terbentang sebagai suatu kondisi permulaan yang akan dilanjutkan dengan kondisi Saman selanjutnya. Seperti terlihat pada kutipan di bawah ini. “Sesungguhnya, persoalan itulah yang ingin dibicarakan Wisanggeni. Dengan hati-hati ia ungkapkan keinginannya. Ia berharap ditugaskan di Perabumulih. “Saya memang punya ikatan dengan tempat itu, Romo tahu,” akhirnya is mengaku.”33 Kutipan diatas adalah permintaan Saman untuk dipindah tugaskan ke Perabumulih. Ia teringat masa kecilnya ketika masih bersama keluarganya. Hidup 32 33
Ibid.,h. 181 Ibid., h. 43
70
yang penuh misteri. Rumahnya dikelilingi pohon-pohon yang rapat, besar, penuh binatang buas, dan berhantu. Seorang ibu yang penuh kasih sayang tapi aneh, kadang ia merasa ada sesuatu yang lain yang begitu dekat dengan ibu, dan itu bukan ayahnya. Wis semakin yakin ketika kedua adiknya pun meninggal dengan penuh misteri. Tahap cerita selanjutnya yaitu mundur pada tahun 1962 di Perabumulih. Pada tahap ini cerita mundur ke 21 tahun yang silam yang menceritakan tentang masa kecil Wisanggeni. Jalinan peristiwa disebut dengan hubungan kausal (hubungan sebab-akibat). Narator menceritakan kembali mengapa Wisanggeni begitu ingin kembali ke Perabumulih dan ada kisah apa di balik itu semua. Dapat dijelaskan pada kutipan di bawah ini. PERABUMULIH 1962. Barangkali dia beruntung. Dia adalah salah satunya anak yang berhasil lahir dari Rahim ibunya dan hidup. Dua adiknya tak pernah lahir, satu mati pada hari ketiga.34 Kutipan di atas adalah kalimat pembuka pada jalinan cerita masa kecil Saman. Hal ini menceritakan kembali kisah Saman, bapak dan Ibunya serta kisah mistisme
jawa dibalik itu semuanya yang membuatnya begitu merindukan
rumahnya. Kemudian cerita maju lagi pada tahun 1984. Pada Tahap ini disebut dengan alur tengah yaitu kondisi mulai bergerak ke arah kondisi yang mulai memuncak. Peristiwa ini mulai munculnya masalah baru, yaitu saat Pater Wis ke Perabumulih untuk bertugas. Ia pun melihat rumah kecilnya di sanalah peristiwa bertemu dengan Upi. Kemudian Saman pun terlibat dalam kehidupan di Perabumulih. Ia membantu mengatasi semua permasalahan yang terjadi, termasuk tinggal di rumah Upi dan membantu membuatkan rumah untuknya. Terlihat pada kutipan di bawah ini. “1984. Akhirnya ditempuhnya perjalanan itu. Usianya kini dua puluh enam. Ia telah menyebrangi Selat Sunda dengan kapal feri yang sesak dan
34
Ibid.,h. 35
71
pikuk oleh orang dan kendaraan dari Merak, turun di Bakeuheni, lalu naik kreta ke utara. Di Perabumulih Stop.”35 Kutipan di atas adalah perjalanan Saman dari Jakarta ke Perabumulih untuk bertugas di sana dan untuk melihat rumah masa kecilnya. Pada bagian ini diceritakan bagaimana Saman bertemu dengan Upi si gadis gila yang membawanya untuk masuk ke dalam kehidupan petani di Sei Kumbang. Pada bagian cerita ini dimulailah konflik internal tokoh yaitu pertentangan dua keinginan di dalam diri Saman. Pertentangan antara mengabdi ke gereja atau menolong petani di Sei Kumbang. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Malam harinya, di kamar tidur pastoran, kegelisahan membolak-balik tubuhnya di ranjang seperti orang mematangkan ikan di penggorengan. Ia telah melihat kesengsaraan di balik-balik kota maju, tetapi belum pernah ia saksikan keterbelakangan seperti tadi siang. 36 Kutipan di atas adalah kegelisahan Saman melihat kesengsaraan yang dirasakan oleh Upi, gadis gila yang dibiarkan begitu saja tanpa ada yang mengurusnya dengan baik. Ini merupakan konflik internal Saman dimana mulai ada pertentangan dalam dirinya, mempertanyakan dirinya yang tidak mampu berbuat sesuatu. Cerita berlanjut ke perjuangan Saman membantu warga Sei kumbang dengan cara membantu menanami pohon karet, membangun kincir angin dan mendirikan rumah Upi. Pada tahapan selanjutnya masuklah ke tahap klimaks yaitu tahap dimana saatsaat konflik menjadi sangat hebat antara Saman dan warga Sei Kumbang dengan PT ALM (Anugrah Lahan Makmur). Ini disebut juga sebagai alur puncak yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks peristiwa. Saman pun membantu masyarakat transmigrasi dalam menghadapi berbagai teror, membantu mereka mempertahankan perkebunan karet yang akan diganti dengan perkebunan sawit oleh PT Anugrah Lahan Makmur. Seperti kutipan di bawah ini. Di sana sini bulldozer mulai merobohkan pohon-pohon karet. Kering dan bau asap menyengat ketika pekerja-pekerja perkebunan menghanguskan tunggul-tunggul yang tersisa. Mereka terkucil. Teror pun mulai hinggap di dusun itu. Semula, pada pagi hari semakin sering orang menemukan pohon 35
Ibid.,h. 58 Ibid.,h. 72
36
72
karet muda roboh seperti diterjang celeng. Kemudian ternak hilang seekor demi seekor. Jalur kendaraan dihalangi gelondong-gelondong. Kini, rumah kincir dirusak dan Upi diperkosa. Agaknya orang-orang itu tidak akan berhenti. Sampai kapan kami sanggup bertahan.37 Klimaks dalam alur utama ini terjadi ketika Saman ditangkap, disiksa, dan di interogasi karena dituduh menghasut rakyat untuk menentang keputusan pemerintah. Padahal ia hanya membantu orang miskin dan orang tertindas. Ia tidak melakukan perbuatan yang menentang pemerintah. Saman juga tidak menyusun basis petani untuk menyusun kekuatan, yang ia lakukan hanyalah membantu mereka keluar dari kemiskinan. Penyiksaan yang dia alami membuat dirinya semakin mantap untuk selalu membantu orang tertindas. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Kadang mereka menyundut tubuhnya dengan bara rokok, menjepit jarijarinya, mencambuknya meski tidak di dada, menyetrum lelernya, atau menggunakan kepalan atau tendangan. Kamu pasti mau membangun basis kekuatan di kalangan petani! Kamu mau menggulingkan pemerintahan yang sah! Dan mereka terus menganiaya dia agar mengaku, meskipun pengakuannya sudah habis.38 Kutipan di atas adalah penyiksaan yang diterima oleh Saman karena dicurigai telah mempengaruhi petani di Sei Kumbang. Tokoh Saman mengalami konflik eksternal yaitu konflik antara tokoh dengan PT ALM. Dia mengalami penyiksaan yang sangat hebat selama di penjara. Pada tahapan penyelesaian atau alur tutup yaitu kondisi memuncak sebelumnya mulai menampakkan penyelesaian. Diawali pada 11 Desember 1990, Saman berkirim surat kepada bapaknya mengabarkan tentang keadaanya dan minta dana mendirikan LSM yang membantu mengurusi perkebunan. Saman tidak lagi menjadi pater, ia tidak lagi hanya berdoa dan mengajak, tetapi harus berbuat, bertindak untuk membantu rakyat tertindas. Untuk menjalankan aksinya tersebut ia telah berganti nama dengan Saman, pada saat pelariannya ketika menjadi buron. Pada tanggal 3 Mei 1994 Romo Wis dilarikan ke New York oleh Yasmin dan Cok. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: 37 38
Ibid., h. 95-96 Ibid., h. 106
73
Agak tegang ketika mobil kami keluar dari garasi. Aku duduk di jok belakang Honda Accord, berperan sebagai jongos yang polos. Beberapa polisi yang kami lewati tidak curiga. Hanya berkedip genit pada dua wanita yang duduk di depan. Kami menginap di Danau Toba Internasional yang mewah. Besoknya berangkat dengan mobil yang berbeda. Supaya sulit dibuntuti, kata mereka.39 Kutipan di atas adalah pelarian sama ke New York yang dibantu oleh Yasmin dan Cok. Akhirnya Saman sampai di New York. Ia bekerja di lembaga Human Rights Watch, New York. Tanggal 7 Mei 1994 Saman membuat surat pertama di pengasingan untuk Yasmin, kekasihnya. Akhirnya Saman dan Yasmin saling berbalas surat sampai tanggal 21 Juni 1994. Sedangkan alur sampingan yaitu alur yang merupakan bingkai cerita. Alur sampingan ini yaitu jalinan konflik yang mengiringi keberadaan Laila beserta sahabat-sahabatnya menggunakan alur maju. Jalinan konflik dalam alur sampingan adalah jalinan yang berdasarkan hubungan kausal (sebab-Akibat). Hal ini karena jalinan cerita pertama yaitu Laila bertemu dengan Sihar yang kemudian membuatnya bertemu dengan Saman dan Yasmin. Setelah pertemuan dengan Saman, maka cerita masuk ke dalam alur utama dan setelah itu masuk ke dalam alur sampingan jalinan cerita Shakuntala. Alur sampingan ini menggunakan alur maju yaitu di mulai dengan pertemuan pertama Laila dengan Sihar di pertambangan minyak. Ia mendapat kontrak untuk membuat profil Texcoil dan menulis buku tentang pengeboran di Asia Pasifik. Tampak pada kutipan di bawah ini, Laut Cina Selatan, Februari 1993. Dari ketinggian dan kejauhan, sebuah rig Nampak seperti kotak perak di tengah laut lapis lazuli.40 Kutipan di atas adalah awal pertemuan Laila dengan Sihar. Pada tahap ini disebut dengan alur buka dimana situasi awal yang akan dilanjutkan dengan kondisi berikutnya. Jalinan cerita kemudian berlanjut kearah alur tengah dimana kondisi mulai bergerak kearah mulai memuncak. Peristiwa tersebut adalah saat
39 40
Ibid.,h. 180 Ibid.,h. 7
74
dimana terjadi perseturuan antara Sihar dengan Rosano terkait dengan hal teknis dalam pertambangan. Seperti kutipan di bawah ini. “Bagaimana Sihar? Kami ingin pekerjaan ini cepat selesai. Kami tak berani mulai sekarang. Resikonya cukup tinggi” Rosano langsung membantah: “Sekali lagi, bujkan tugas kamu memutuskan. Hubungi mud logger.41 Pada kutipan di atas perseteruan antara Sihar dan Rosano mulai memanas. Rosano ingin pekerjaan ini selesai tanpa menghiraukan keselamatan kerja. Hingga kemudian peristiwa ini menggiring menuju klimaks atau alur puncak. Seperti kutipan di bawah ini. “Mereka bahkan tak sempat berteriak. Belum habis satu nafas yang ditahan Laila ketika tubuh Hasyim dan dua yang lain berjatuhan membentur landasan, lalu terlontar lagi ke laut. Juga sebuah papan bertuliskan “Safety First”. Lindu, Api, Suara, Alarm” 42 Kutipan di atas adalah kecelakaan kerja yang disebabkan oleh Rosano hingga menyebabkan Hasyim dan dua orang lainnya meninggal. Hal ini menyebabkan kegeraman Sihar. Atas peristiwa ini kemudian cerita bergerak menuju Alur tutup yaitu kondisi memuncak sebelumnya memasuki tahap penyelesaian. Tahap penyelesaian di mulai ketika Laila mewarkan bantuan ke Sihar untuk membawa kasus ini ke pengadilan. Pada tahap ini pula jalinan cerita Laila, Saman dan Yasmin di mulai ketika memilih bertemu di Perabumulih pada tahun 1993 dan masih pada tahun yang sama. Penyelesaian kasus ini di mulai ketika Laila meminta bantuan hukum kepada Saman dan Yasmin seperti pada kutipan dibawah ini. “Tetapi karena surat kabar terus menulis dan gugatan perdata ke keluarga korban diterima pengadilan, Rosano akhirnya diperiksa dan disidangkan. Sihar menjadi salah satu saksi yang memberatkan”43 Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa akhirnya Rosano disidangkan dan ditahan oleh pihak kepolisian dengan bantuan Saman dan Yasmin. Ini merupakan tahap penyelesaian pada alur sampingan.
41
Ibid.,h. 14 Ibid.,h. 16 43 Ibid.,h. 35 42
75
Berdasarkan penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa alur utama yaitu alur cerita tokoh Saman menggunakan alur mundur berupa kilasan masa lalu Saman. Sementara itu alur yang digunakan untuk menjalin keterkaitan antar cerita atau yang disebut dengan alur sampingan menggunakan alur maju. Alur sampingan dalam novel Saman yaitu cerita tokoh Laila dan Shakuntabagai tokoh yang berfungsi menjalin keterkaitan antar cerita tokoh Saman sebagai tokoh utama dengan tokoh tambahan yaitu Yasmi, Laila, Shakuntala dan Cok. 4. Latar a. Latar tempat 1) Laut Cina Selatan Pertemuan pertama antara Sihar dan Laila, yaitu di Laut Cina Selatan. Laut Cina selatan merupakan tempat perusahaan minyak yang mendapat konsesi menggali di perairan Kepulauan Anambas. Pemilihan latar tempat Laut Cina Selatan oleh Ayu merupakan faktor pendukung penting untuk mendukung latar pengeboran minyak. Potensi alam Laut Cina Selatan termasuk minyak dan gas dieksplorasi oleh beberapa Negara yaitu Brunei, Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filiphina. Menurut data kementrian RRC memperkirakan bahwa Laut Cina selatan memiliki 17,7 miliar ton (1, 60 x 1010 kg), lebih besar di banding Kuwait Negara yang menempati ranking ke-4 yang mempunyai cadangan minyak terbesar dunia saat ini dengan jumlah 13 miliar ton. Wilayah Laut Cina Selatan merupakan rawan konflik antara berbagai Negara yang mengelilinginya karena potensi alamnya yang melimpah. Dengan informasi di atas dapat disimpulkan bahwa pemilihan tempat Laut Cina Selatan adalah faktor pendukung penting untuk penggambaran tempat dan suasana pengeboran minyak. Di tempat ini pertemuan pertama kali Laila dengan Sihar. Laila mendapat proyek untuk membuat profil perusahaan Texcoil Indonesia. Nama perusahaan Texcoil sendiri merupakan perusahaan fiktif yang ditulis oleh Ayu. Walaupun fiktif,
tetapi sebenarnya banyak perusahaan asing yang memang kerjasama
dengan pemerintah Indonesia untuk mengeksplorasi kekayaan alam Indonesia.
76
Laut Cina Selatan, Februari.44 Di tengah Laut Cina Selatan terdapat sebuah tempat pengeboran minyak dimana tempat Sihar bekerja. Di tempat inilah peristiwa kematian Hasyim dan dua orang lainnya meninggal akibat keteledoran dari Rosano. Sihar geram dan marah karenanya. Akibat dari peristiwa inilah Laila menawarkan kepada Sihar untuk menindaklanjuti kasus ini ke kepolisian dengan bantuan Saman. Jalinan cerita ini mengawali pertemuan antara Laila, Yasmin, dan Saman. 2) Perabumulih Latar tempat selanjutnya berlanjut di Perabumulih di mana Laila dan Sihar meminta bantuan dari Saman untuk mengadukan kasus kematian Hasyim kepada kepolisian. Di sinilah awal mulanya pertemuan Yasmin dan Saman yang bekerja sama untuk mengurusi kasus ini. Pemilihan latar tempat Perabumulih oleh Ayu merupakan faktor pendukung untuk menunjang kekuatan latar. Perabumulih adalah salah satu kota kecil yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan Indonesia. Secara geografis kota ini terletak antara 3˚20‟09,1”- 3˚34‟24‟,7” Lintang Selatan dan 104˚07‟50,4-104˚19‟41,6” Bujur Timur, dengan luas daerah sebesar 434,50 KM2. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani hanya sebagian kecil yang bekerja pada industri dan perdagangan. Adanya Pertamina pada sektor migas menjadikan Perabumulih menjadi tempat migrasi banyak orang untuk mencari kehidupan di daerah ini. Dengan fakta di atas, Ayu memilih Perabumulih menjadi latar tempat dalam novelnya. Perabumulih merupakan kota kecil yang kaya akan Migas tetapi rakyatnya miskin. Latar tempat Perabumulih terihat pada kutipan di bawah ini. Perabumulih, 1993 Ketika saya sadar, ternyata saya lelap dibahunya, dibawah matanya yang terpejam. Ia begitu kelelahan. Sesaat saya lupa dimana kami berada. Mobil panther kami terparkir di ceruk jalan yang menembus tengah-tengah kebun kelapa sawit berhektar-hektar.45 Cerita dengan berlatarbelakang Perabumulih tidak hanya sampai pada pertemuan antara Sihar dan Laila dengan Saman. Tetapi berlanjut kepada kisah 44 45
Ibid., h. 7 Ibid., h.31
77
masa lalu saman. Dicerita dan latar tempat ini diperlihatkan mengapa Saman begitu mencintai Perabumulih, dan ketika menjadi pastor muda dia ingin mengabdi di sana karena ia ingin kembali mengenang masa kecilnya. Perabumulih adalah sebuah kota minyak di tengah Sumatra Selatan, sebuah kota kecil di daerah Palembang, satu satunya hiburan adalah sebuah bioskop. Maka orang-orang lebih sering mengajak anak-anaknya bertamasya melihat pengeboran minyak. Lingkungan yang di kelilingi pohon-pohon besar yang banyak lutung atau siamangnya. Perabumulih masih kota minyak di tengah Sumatra Selatan yang sunyi masa itu. Cuma ada satu bioskop, sehingga orang-orang biasa membawa anak-anak bertamasya ke rig di luar kota, melihat mesin penimba minyak mengangguk-angguk seperti dinosaurus. Hiburan menegangkan lain adalah lutung atau siamang yang mendadak turun dari pepohonan.46 Masa kecil Saman juga dihabiskan di latar tempat Perabumulih bersama dengan keanehan dan hal-hal mistik yang dialami oleh ibu dan adik-adiknya. Latar ini begitu mempengaruhi jalinan cerita selanjutnya. Latar tempat Perabumulih ini juga cerita tokoh saman begitu panjang dan kompleks. Tahun kemudian berganti, setelah begitu lama meninggalkan Perabumulih kemudian dia kembali ke sana untuk mengabdi sebagai pastor. Dia kemudian mengenang tempat masa kecil dirumahnya yang kemudian bertemu dengan Upi. Keibaannya dengan Upi membuatnya terhanyut dalam kehidupan para petani Sei Kumbang, Perabumulih. Di sini konflik cerita saling terjalin di mana saman yang mau membantu para petani dari kebijakan kapitalisme pemerintah pada waktu itu. Di sini jugalah dia mengalami penyiksaan yang berat baik fisik maupun batin. 3) Gereja Cerita tentang Wisanggeni/Saman dimulai dari upacara misa pentahbisan Wisanggeni bersama tiga temannya di gereja. Sebelum memasuki latar tempat Perabumulih dalam tokoh saman, latar tempat yang pertama adalah Gereja. Fungsi latar tempat ini untuk mendukung profesi tokoh utama Saman yang mewakilinya
46
Ibid., h. 46
78
karirnya sebagai seorang Pastor yang nantinya akan menjalin satu cerita hingga dia bisa sampai di Perabumulih. Sakramen presbiterat. Tiga lelaki tak berkasut itu lalu telungkup mencium ubin katedral yang dingin mengucapkan kaulnya. Sejak hari itu, orang-orang memanggil mereka pater. Dan namanya menjadi Peter Wisanggeni, atau Romo Wis.47 Ini adalah awal penceritaan tokoh Saman dibaptis menjadi pastor muda. Di gereja ini pula ia meminta pastor senior untuk mengizinkannya bekerja di Perabumulih yang akan menjadi titik balik hidupnya di sana dan memutuskan untuk menjadi seorang aktivis. 4) New York Pemilihan Latar tempat New York sebagai latar di dalam novel oleh pengarang adalah untuk mendukung penuh jalinan dan keterkaitan antar cerita. New York merupakan sebuah Negara simbol kebebasan. New York merupakan Negara bagian Amerika Serikat yang terletak di wilayah (region) antara Atlantik tengah, dan timur laut dari Amerika Serikat. New York City dikenal dengan sejarahnya sebagai pintu gerbang para imigran untuk masuk ke Amerika Serikat dan statusnya sebagai pusat keuangan, budaya, transportasi, dan manufaktur. Latar tempat tokoh Saman juga ada di New York. Saman berada di New York untuk menyembunyikan diri, ia bekerja di Human Rights Watch. Di sana Saman tetap menjalankan aktivisnya untuk membela kaum miskin maupun tertindas. Akhirnya tiba di New York. Mendarat di Airport Jonh F. Kennedy sore tanggal 3. Basah, dingin, angin. Terasa kosong.48 Ke markas Human Rights Watch di 42 steet dan Fifth Avenue, lembaga itu bertempat di lantai tiga.49 Surat-menyurat antara Saman dan Yasmin juga berlatar tempat New York dan Jakarta. New York menjadi tempat pilihan bagi saman agar dirinya aman dari para pemerintah yang otoriter pada waktu itu. Human Rights Watch yang bertempat di pusat kota New York adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang 47
Ibid., h. 42 Ibid., h. 169 49 Ibid., h. 171 48
79
bertugas melakukan penelitian dan pembelaan dalam masalah pelanggaran hak asasi manusia. Masalah-masalah yang diangkat oleh Human Rights Watch dalam laporannya termasuk diskriminasi sosial dan gender, penyiksaan, korupsi, politik dan pelanggaran dalam sistem pengadilan. Ini juga menjadi faktor pendukung Ayu memilih New York. Human Rights Watch mendokumentasikan dan melaporkan pelanggaran undang-undang mengenai perang dan hukum kemanusiaan internasional. Saman sebagai Aktivis tentu yang dia perjuangkan adalah Hak Asasi Manusia khususnya di Indonesia. b. Latar Waktu 1) 1993 Pada tahun 1993 pertemuan pertama antara Laila dan Sihar terjadi pada bulan februari 1993. Pertemuan mereka terjadi saat Laila ditugaskan untuk membuat profil perusahaan Texcoil. Laut Cina Selatan, Februari 1993 Dari ketinggian dan kejauhan, sebuah rig Nampak seperti kota perak ditengah laut lapis lazuli.50 Pada kutipan di atas dapat kita lihat pengarang menuliskan waktu 1993 dan berlatar tempat di tempat pertambangan minyak. Pada latar waktu 1993 dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah yaitu kebijakan ekonomi kapital rezim Orde Baru. Terlihat pada kutipan di bawah ini. “Membuat profil perusahaan Texcoil Indonesia, patungan saham dalam negeri dengan perusahaan tambang yang berinduk di Kanada.”51 Kebijakan ekonomi kapital telah mencakup ke berbagai sektor sumber daya alam Indonesia termasuk Migas. Kebijakan ekonomi Soeharto memberikan kebebasan penanaman modal asing di Indonesia melalui Undang-undang PMA. Peraturan paling penting bagi pembentukan struktur kepemilikan kapital di bawah Orde Baru ialah Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan UndangUndang Penanaman Modal Dalam Negeri. 2) 1984
50 51
Ibid., h. 7 Ibid., h 8
80
Latar waktu 1984 atau lebih tepatnya satu tahun setelah dilantik menjadi pastor
dan
mendapat
izin
untuk
mengabdi
kembali
di
Perabumulih.
Kepulangannya di Perabumulih dia manfaatkan dengan berkunjung ke rumah lamanya. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “1984. Akhirnya di tempuhnya perlajanan itu. Usianya kini dua puluh enam. Ia telah menyeberangi Selat Sunda dengan kapal feri yang sesak dan pikuk oleh orang dan kendaraan, dari Merak, turun di Bakauheuni, lalu naik kereta ke arah utara. Di Perabumulih stop. . . yang dia tinggalkan sekitar sepuluh tahun lampau, saat ayahnya dipindahkan ke Jakarta.52 Pada kutipan di atas dapat dilihat bagaimana dia kembali lagi ke Perabumulih untuk mengabdi. Pada Tahun ini pulalah, perjalanan panjangnya dimulai. Diawali pertemuannya
dengan
perempuan
gila
bernama
Upi
yang
sempat
mencelakakannya. Keibaannya dengan kehidupan warga transmigran di Sei Kumbang. Banyak hal yang dilakukan saman untuk membantu warga transmigran terutama keluarga Mak Argani, Ibu dari Upi. Mulai dari membuat rumah kecil untuk Upi hingga membantu menggarap tanah keluarga Mak Argani. Banyak kegelisahan yang dialami oleh tokoh Saman melihat kemiskinan warga Sei Kumbang, Perabumulih. Jika dikaitkan dengan peristiwa sejarah pada tahun 1984 Perabumulih mengalami keterbelakangan ekonomi sebagai tempat transmigrasi masyarakat Jawa ketempat tersebut. 3) 1990 1990, Enam tahun setelah 1984 ia bersusah payah membantu keluarga Mak Argani sambil menjalankan tugas kepastorannya di Perabumulih. Pada Tahun 1990 ini pulalah sesuatu yang berat terjadi pada Saman dan warga Sei Kumbang. Pada tahun ini banyak kejadian yang dialaminya dengan Pihak PT ALM yang berusaha untuk merebut lahan warga Sei Kumbang terutama keluarga Mak Argani. 1990. Sesuatu terjadi pada Upi. Waktu itu petani sudah mulai menakik getah karet muda yang mereka tanam enam tahun lalu, sebagai ganti pohonpohon yang tumbang dimakan kapang.53
52 53
Ibid., h. 58 Ibid., h. 89
81
Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa kehidupan warga Transmigran lubuk rantau mengalami perbaikan ekonomi. Tetapi kemudian warga digusur dari lahannya dan Saman sendiri diculik serta disiksa secara fisik di tahanan karena dianggap orang kiri. Jika dikaitkan dengan peristiwa sejarah maka dapat kita tarik kepada tiga bagian sejarah yaitu kebijakan kapitalisme Orde Baru, pers zaman Orde Baru, dan penyiksaan terhadap aktivis. Dapat kita ketahui bahwa Intervensi dan campur tangan swasta (pemilik modal dalam negeri) dalam pengelolaan Sumber Daya Alam Negara Indonesia pada masa Orde Baru juga turut andil dalam keputusan Kapital. Lahan yang sebelumnya adalah pemberian dari pemerintah kepada warga transmigran kemudian hendak diambil paksa oleh para pemilik modal. Tentang Pers pada masa Orde Baru yaitu pada awal periode 1990-an sejatinya adalah di mana para jurnalis umumnya menikmati puncak kebebasan politik. Bak kuda lepas dari kandang, pers tak lagi enggan mengulas topik-topik yang dulunya tabu di masyarakat. Pada tokoh Saman diceritakan bahwa ia meminta bantuan pers dan media massa untuk mengangkat kasus yang menimpa warga Sei Kumbang di angkat ke media massa. Kemudian peristiwa sejarah selanjutnya yaitu Kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa yang menimpa para Saman juga terjadi pada mereka yang ingin menegakkan keadilan dan demokrasi dimasa pemerintahan Orde Baru. Mereka yang kritis dalam menyikapi kebijakan pemerintah dianggap sebagai kelompok yang membahayakan dan merongrong kewibawaan Negara. 4) 16 April 1994 Pada tanggal 16 April terjadi peristiwa sejarah yaitu pemogokan buruh besarbesaran di Medan. Tampak pada kutipan di bawah ini. “16 April, Medan. Situasi mencekam. Bahkan siang lengang. Orang-orang takut keluar rumah, taka da yang berani berdagang. Unjuk rasa buruh sudah dua hari berjalan, dan kelihatannya sedang berakhir dengan kegagalan.”54 Pada kutipan di atas adalah isi diary Saman yang dia kirimkan kepada Yasmin. Pada tanggal tersebut dapat ditarik peristiwa sejarah yaitu tanggal 16 April 1994, 54
Ibid., h 178
82
terjadi demontrasi dan pemogokan buruh besar-besaran di Medan, melibatkan 26.000 buruh. Demontrasi yang semula bertujuan menuntut kenaikan gaji dan Tunjang Hari Raya (THR) tersebut berkembang menjadi demonstrasi anti keturunan Cina dan menyebabkan terbunuhnya seorang pengusaha Kwok Joe Lip alias Yuli Kristanto. Setelah peristiwa tersebut pada 2 Mei ketua SBSI (Serikat Buruh Seluruh Indonesia) cabang Medan Amosi Telaumbanua bersama wakil ketua dan sekretaris DPC Soniman Lafao dan Fatiwanalo Zega diperiksa di Mapoltabes Medan sebagai tersangka dalam kasus unjuk rasa buruh dan perusahaan di kota itu. c. Latar Sosial 1) Budaya Jawa Ayu Utami menggunakan latar sosial budaya Jawa dalam novel Saman untuk mendukung
karakter dari tokoh utama Saman. Sebelum menggunakan kata
Saman, nama yang dia gunakan adalah Wisanggeni yang artinya adalah bara api yang berasal dari bahasa Jawa. Saman/Wisanggeni dilahirkan dalam keluarga yang mempunyai budaya Jawa yang sangat kental. Ibu Saman seorang raden ayu yang mempunyai hal-hal mistis yang
tidak bisa dijelaskan dengan akal dan
Ayahnya juga keturunan Jawa. Terdapat pada kutipan di bawah ini. “Ibunya masih raden Ayu adalah sosok yang tak selalu bisa dijelaskan oleh akal. Ia sering nampak tidak berada di tempat di ada, atau berada di tempat ia tidak ada.”55 Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa Saman dilahirkan dalam keluarga Jawa. Latar sosial budaya Jawa ini untuk mendukung dan menjalin keterkaitan kepada latar tempat dan waktu. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Wisanggeni lahir di sana. Saat umurnya empat tahun, bapaknya di pindahkan ke Perabumulih sebuah kota sabrang yang panjang jalan utamanya kira-kira cuma lima kilometer. Perabumulih masih kota minyak ditengah Sumatera Selatan yang sunyi masa itu”56 Perabumulih merupakan sebuah tempat di daerah Sumatera Selatan yang masih sedikit penduduknya dan merupakan salah satu tujuan daerah transmigran 55 56
Ibid., h 45 Ibid., h 46
83
dari pulau Jawa yang berlatar belakang suku Jawa. Hal ini tentu mendukung untuk kesesuaian latar tempat dan latar waktu. Budaya Jawa dapat juga kita lihat dari penggunaan bahasa dalam bahasa Jawa guna mendukung latar sosial Jawa dalam keluarga Saman. Terlihat pada kutipan di bawah ini. “Lelaki itu mendengar ibu mengumam: Lela lela ledhung”57 “Barangkali suatu ruang yang tidak di mana-mana: suatu suwung” 58 Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa penggunaan dalam bahasa Jawa untuk mendukung latar sosial budaya Jawa tokoh utama Saman. Maka dapat disimpulkan bahwa latar sosial budaya jawa adalah untuk mendukung karakter Saman
sebagai
orang
Jawa
yang
menjunjung
tinggi
kesopanan
dan
kesederhanaan. Selain mendukung karakter Saman, latar sosial budaya Jawa yang ditampilkan pengarang untuk mendukung kesesuaian dengan latar tempat dan latar waktu. 2) Agama Katolik Saman sebagai tokoh utama novel Saman menganut agama katolik. Hal ini dapat diketahui melalui pengabdiannya terhadap agama katolik dengan menjadi pastor yaitu pemuka atau pemimpin agama katolik. Terlihat pada kutipan di bawah ini. “Sejak hari itu, orang-orang memanggil mereka pater. Dan namanya menjadi Pater Wisanggeni” 59 Pada kutipan di atas latar sosial keagamaan tokoh utama adalah seorang pastor agama katolik. Hal ini saling keterkaitan dengan latar tempat yang digunakan oleh pengarang dalam novel yaitu gereja. Latar sosial keagamaan ini berpengaruh pula terhadap pandangan hidup dan sikap hidup tokoh utama. Selain itu, Saman juga dilahirkan dalam keluarga yang katolik yang taat. Seperti kutipan di bawah ini.
57
Ibid., h 53 Ibid., h 54 59 Ibid., h 42 58
84
“Bapaknya tak punya darah ningrat dan memilih nama Sudoyo ketika dewasa. Lelaki itu berasal dari Muntilan dan beragama ketat, agak berbeda dari sang Ibu yang meski ke gereja setiap hari minggu.”60 Kutipan di atas adalah latar keagamaan yang taat terhadap agama katolik yang Saman dapatkan dari bapaknya. Ia dilahirkan dalam keluarga yang budaya Jawa kejawen dan taat terhadap agamanya. Jalinan antara latar sosial dan latar tempat serta sikap dan pandangan hidup tokoh Saman mengalami keterkaitan yang sangat erat hubungannya. Hal ini berpengaruh terhadap jalan cerita tokoh utama yang artinya bahwa satu sama lain saling mempengaruhi. 3) Kehidupan New York Latar sosial yang digunakan oleh Ayu selanjutnya adalah kehidupan sosial di New York. New York adalah tempat pengasingan Saman selama menjadi buronan. Hal ini menjadi keterkaitan dengan Latar tempat New York dan latar waktu yang digunakan oleh pengarang. New York merupakan salah satu tempat berdirinya Human Rights Watch yaitu sebuah lembaga yang mendokumentasikan dan melaporkan pelanggaran undang-undang mengenai perang dan hukum kemanusiaan internasional. Dengan didirikannya Human Right Watch yang berpusat di New York menjadikan kota ini sebagai kota yang sangat menjunjung hak asasi manusia dan memberikan perlindungan terhadap orang-orang yang tertindas.
Pengarang
memilih New York sebagai kota pelarian Saman adalah untuk mendukung sepak terjang Saman dalam membantu perjuangan hak asasi manusia serta perjuangan keadilan hukum di Indonesia. New York menjadi kota yang sangat terbuka terhadap berbagai budaya di dunia. Kota ini kota yang maju dan sangat terbuka terhadap berbagai persoalan HAM di dunia. Hal ini didukung seperti kutipan di bawah ini. “Ke luar dari gorong-gorong tangga, New York tampak permukaannya : kota meriah. Ke markas Human Rights Watch di 42nd street dan fifth Aveneu. Lembaga itu bertempat di lantai tiga, berbagai lantai dengan satu atau dua organisasi lain. keduanya concerned dengan perkara serupa: hak asasi, 60
Ibid., h 45-46
85
demokrasi, kebebasan, pers yang umunya menjadi masalah di dunia ketiga.” 61
Pada kutipan di atas dapat dijelaskan bagaimana New York menjadi kota pusatnya permasalahan hukum HAM dan lainnya di dunia. Human Right Watch sebuah lembaga yang bertugas menerbitkan laporan-laporan penelitian tentang berbagai pelanggaran norma-norma hak asasi manusia seperti yang ditetapkan dalam deklarasi hak-hak manusia se-Dunia dalam norma hak asasi lainnya yang diakui dunia. Latar sosial yang diangkat pengarang juga menyangkut bagaimana kehidupan kota New York yang dikenal sebagai Negara super power seperti kutipan di bawah ini. „Sebelumya, pesawat memasuki teritori US lewat Los Angeles, di mana semua penjaga bertampang curiga-barangkali inilah wajah angker dari Negara super power terhadap pendatang (beberapa hari disini, setiap kali pergi ke mini market kasirna selalu meneliti apakah aku membayar dengan dolar kertas palsu.62 Pada kutipan di atas pengarang memperlihatkan bagaimana kehidupan sosial dari kota New York guna mendukung kesesuaian cerita. New York merupakan kota terpadat di Amerika Serikat dan pusat wilayah metropolitan New York yang merupakan salah satu wilayah metropolitan terpadat di dunia. Sebagai sebuah kota global terdepan, New York memberi pengaruh besar terhadap perdagangan, keuangan, media, budaya, dan hiburan dunia. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan latar sosial kehidupan kota New York sangat berhubungan latar tempat dan latar waktu yang ditampilkan pengarang guna mendukung kesesuaian cerita dari tokoh utama. 4) Mata Pencaharian daerah Perabumulih Sebagian besar keadaan tanah Perabumulih berasal dari jenis tanah potsolik merah kuning dengan derajat kemiringan Perabumulih antara 0-40% pada ketinggian antara 34 meter dari permukaan laut. Perabumulih termasuk daerah tropis basah dengan curah hujan 204,45 m3 dan suhu rata-rata 270 C. Struktur 61 62
Ibid., h 171 Ibid., h 170
86
tanah yang cocok untuk ditanami tanaman keras seperti karet dan sawit membuat mata pencaharian utama penduduknya adalah petani. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Empat hari di desa ini, Wis mencatat beberapa hal yang dilakukan petani. Mereka pergi menyadap setiap hari sebab hanya dengan begitu mereka bisa menjual lebih banyak getah dan berharap lebih banyak penghasilan” 63 Pada kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa mata pencaharian warga transmigran Sei Kumbang Perabumulih adalah sebagai petani karet. Banyaknya penduduk Perabumulih yang bekerja di bidang pertanian tidak bisa dilepaskan dari kualitas tanah yang mendukung. Pada novel Saman digambarkan keadaan Perabumulih pada tahun 1984 di bawah pemerintahan Soeharto. Pada tahun ini masyarakat Jawa banyak yang kemudian memilih untuk bertransmigrasi ke Sumatera salah satunya adalah Perabumulih, Sumatera Selatan. Para transmigran kemudian memilih untuk bertani di Perabumulih. Di dalam novel ini digambarkan keadaan mereka sangat memprihatinka dan dalam kemiskinan yang diwakili oleh keluarga Mak Argani yang dibantu oleh tokoh utama. Seperti kutipan di bawah ini. “Dusun itu rumpang, sekitar seratus rumah petak tiga kali enam meter berserakan di daerah itu. Namun lebih dari sepertiganya telah ditinggalkan. Dan lahan pohon-pohon karet yang berjajar hingga keujung pandangan Nampak seperti lelaki yang tak bercukur, penuh dengan gulma yang tak terpangkas” 64 Pada kutipan di atas digambarkan bagaimana status sosial yang rendah warga Sei Kumbang, Perabumulih. Hal ini tentu untuk menjalin keterkaitan dengan latar tempat dan latar waktu. Perabumulih pada tahun 1984 masih dalam keadaan yang sangat memprihatinkan dimana kesenjangan ekonomi masih sangat terlihat Sektor kedua mata pencaharian di Perabumulih adalah bidang industri migas. Hal itu terlihat melalui tokoh Laila. Pengarang menggambarkan keadaan sosial
63 64
Ibid., h 79 Ibid., h 74
87
masyarakat yang bermata pencaharian di bidang industri. Terlihat seperti kutipan di bawah ini. “Ia disini sebagai sebagai representatif Texcoil, perusahaan minyak yang mendapat konsesi menggali perairan kepulauan Anambas, sehingga bisa dibilang bahwa dialah tuan rumah bangunan ini.”65 Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa latar sosial dari Perabumulih selain bermata pencaharian di bidang industri migas. Keberadaan industri migas yang memberikan alternatif lapangan pekerjaan selain sektor pertanian. Kehadiran migas ini juga mendorong migrasi ke Perabumulih untuk bekerja untuk bekerja di sektor industry dan perdagangan. Atas penjelasan di atas maka dapat disimpulkan latar sosial mata pencaharian di Perabumulih sangat mendukung terhadap Latar tempat dan Latar waktu yaitu pada tahun 1993 dan 1984. 5. Sudut Pandang Penggunaan sudut pandang dalam novel Saman menggunakan lebih dari satu teknik. Pengarang menggunakan teknik berganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang lain untuk cerita yang dia tuliskan. Penggunaan sudut pandang yang digunakan oleh pengarang dalam novel Saman yaitu sudut pandang campuran dengan teknik “dia” mahatahu dan persona pertama dengan teknik “aku” tokoh tambahan serta persona “aku” tokoh utama. Dalam sudut pandang persona ketiga mahatahu, novel Saman dikisahkan dari sudut “dia”, namun narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh “dia” dalam hal ini tokoh utama yaitu Saman. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Ketika bohlam dipadamkan, ia merasakan sesuatu. Bukan suara, bukan pula bunyi, tetapi perasaan ambang inderawi bahwa ada orang lain di ruang itu, di dekatnya. Saraf-saraf refleksnya mencuatkan cemas, jari-jarinya kembali menyalakan lampu. 66 Pada kutipan di atas terlihat pengarang menggunakan teknik “dia” mahatahu. Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan. Ia bebas
65 66
Ibid., h 8 Ibid., h 63
88
bergerak dari dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, menceritakan atau menyembunyikan ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas. Pilihan kediaan diambil penulis berdasarkan kebutuhan. Saman adalah tokoh yang tak suka bercerita tentang dirinya sendiri lebih suka dengan beraktivitas. Ia adalah orang yang mempunyai prinsip banyak kerja sedikit bicara karena itu tidak disampaikan dalam bentuk aku. Dalam sudut pandang tokoh “aku” sebagai tokoh tambahan dalam novel Saman digunakan oleh tokoh Laila. Tokoh “aku” yaitu Laila hadir untuk membawakan cerita Saman kepada pembaca, sedang tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian “dibiarkan” untuk mengisahkan ceritanya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama. Seperti kutipan di bawah ini. “Sedang teman saya seorang lagi, ia kini bernama Saman. Ia mengganti namanya, ia mengganti penampilannya. Ia kini mengelola LSM” 67 Pada kutipan di atas dapat kita lihat bagaimana tokoh Laila sebagai tokoh “aku” tambahan yang berfungsi membingkai dan mengantar cerita kepada cerita tokoh utama yaitu Saman. Dalam hubungannya dengan keseluruhan novel tokoh Laila muncul dan berfungsi sebagai “bingkai” cerita. Dalam sudut pandang teknik “aku” tokoh utama yaitu Saman dalam novel Saman, si “aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungan dengan sesuatu yang di luar dari dirinya. Si “aku” menjadi fokus pusat cerita dan pusat kesadaran. Segala sesuatu yang di luar dari diri si “aku” diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya atau dipandang penting. Pengarang menggunakan sudut pandang teknik “aku” melalui tokoh utama Saman terdapat pada bagian surat-menyurat antara Saman dengan Yasmin. Terdapat pada kutipan di bawah ini. “Yasmin,
67
Ibid., h 24
89
“Surat ini ditulis dan dikirim dari apartemen Sidney. Aku masih menumpang dia. Minggu depan pindah.68 Pada kutipan di atas dapat dilihat pengarang menggunakan sudut pandang si “aku” pada tokoh Saman. Sudut pandang si “aku” pada tokoh Saman menggunakan media pembicaraan seperti surat-menyurat serta buka harian yang dia kirimkan kepada Yasmin. Penggunaan sudut pandang si “aku” juga digunakan dalam penceritaan tokoh Shakuntala. Berdasarkan penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam novel Saman, Pengarang menggunakan beberapa teknik. Teknik yang digunakan yaitu diantaranya sudut pandang campuran dengan teknik “dia” mahatahu dan persona pertama dengan teknik “aku” tokoh tambahan serta persona “aku” tokoh utama. 6. Gaya Bahasa Gaya bahasa yang digunakan dalam novel Saman berhubungan dengan asosiasi lainnya. Kelebihan gaya bahasa Ayu Utami dalam novel Saman adalah kelihaiannya dalam meramu bahasa. Kata dan bahasa tidak hanya menjadi sarana dalam penyampaian tetapi menjadi bagian keseluruhan yang utuh. Laut Cina Selatan merupakan tempat pengeboran minyak Texcoil yang berada ditengah lautan. Tempat ini diisi oleh lelaki yang jauh dari keluarga dan sudah pasti kehidupan di sana keras. Salah satu lelaki diantara mereka adalah Sihar. Ia adalah pria suku batak yang terkenal dengan bahasanya yang terkesan kurang sopan. Seperti kutipan di bawah ini. Mestilah mereka berselisih hebat, sebab Sihar kini tak lagi berbicara dengan “Bapak” Rosano. Tetapi saya mulai merasa tidak nyaman. Sebab saya khawatir ia akan menghadapi masalah yang bertambah. Lalu saya bisa mendengar suaranya, kali ini dengan logat Batak. 69 Di atas terlihat bagaimana Sihar sebagai suku batak yang terkenal dengan tutur katanya yang keras berbicara dengan atasannya. pengarang tahu betul bagaimana karakter dan watak orang batak. Dia perlihatkan dalam dialog-dialog Sihar dengan Rosano. Misalnya lagi dalam kutipan dibawah ini.
68 69
Ibid., h 174 Ibid., h. 14
90
Sekali lagi resikonya tinggi. Kau boleh coret namaku dari kontrak ini kalau mau terus. Ia menyebut dia “Kau” Kau Gila, Cano”70 Lihatlah penggunaan kata “kau” dalam tata bahasa sehari-hari ini akan terlihat kasar sekali apalagi bila digunakan untuk menyebut atasan. Tapi tidak bagi Sihar, Kata “ kau” akan sangat biasa digunakan dalam keseharian orang batak atau masyarakat di daerah Sumatera Utara. Selain dari gaya bahasa yang digunakan oleh Sihar, kita juga dapat melihat istilah-istilah yang digunakan dalam dunia pertambangan. Istilah dalam pertambangan
tentu saja untuk
mendukung suasana
yang tercipta di
pertambangan. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Mereka berbicara lewat telepon dengan mud logger, yang pekerjaannya menganalisa kondisi tanah sumur.”Masa peralatan Seismoclype tidak bisa bekerja dalam tekanan tinggi seperti ini? Oil service yang lain bisa.71 Istilah-istilah mud logger, seismoclype dan oil service kesemuanya merupakan istilah yang sering digunakan dalam dunia pertambangan. Dengan gaya bahasa seperti ini akan semakin menyakinkan bahwa latar tempat serta dialog yang digunakan tokoh-tokohnya memang berlatar pertambangan. Selanjutnya penggunaan bahasa dalam latar sosial budaya Jawa. Pengarang seperti sudah melakukan riset untuk mengetahui penggunaan bahasa, baik tempat, rasa ataupun suku. Dalam novel Saman, Masa kecil Wisanggeni/Saman dia habiskan di daerah Perabumulih. Lingkungan keluarga Jawa menjadi latar dalam masa kecilnya. Lihatlah kutipan dibawah ini. Ibunya masih raden Ayu adalah sosok yang tak bisa dijelaskan oleh akal. Ia sering Nampak tidak berada ia ada, atau berada ditempat ia tidak ada.72 Bapaknya tak punya darah Ningrat dan memilih nama Sudoyo ketika dewasa. Lelaki itu berasal dari Muntilan yang beragama dengan ketat agak berbeda dari sang Ibu yang meskipun ke Gereja pada hari Minggu, juga merawat keris dan barang-barang kuno dengan khidmat. 73 70
Ibid.,h. 14-15 Ibid.,h. 14 72 Ibid.,h. 45 73 Ibid.,h. 45-46 71
91
Untuk mendukung latar keluarga Jawa Saman, pengarang menggunakan beberapa bahasa Jawa dalam ceritanya. Kata suwung yang berarti rumah tanpa penghuni atau nyanyian Jawa “Lela Ledhung” yang sering didendangkan Ibu Saman ketika ia masih kecil. Lagu itu merupakan nyanyian Jawa. Kadang kebisuannya diakhiri dengan pergi ke tempat yang tidak diketahui orang, barangkali suatu ruang yang tidak dimana-mana : suatu Suwung.74 Penggunaan bahasa digunakan Ayu untuk menggambarkan masa kecil yang bernuasa mistis jawa sehingga dia menggunakan beberapa bahasa Jawa untuk mendukung keterkaitan cerita. Selain masa kecil Saman yang dihabiskan di Perabumulih, Ia juga kemudian memilih untuk membantu warga miskin di tempat tersebut. Latar sosial mata pencaharian di Perabumulih kebanyakan bertani karet. Status sosial para petani pun status sosial yang rendah. Pengarang menggunakan gaya bahasa yang mendukung hal tersebut yaitu dengan gaya bahasa yang banyak menggunakan bahasa-bahasa pertanian. Seperti kutipan di bawah ini. “Bibit-bibit PR dan BPM itu sebagian dibeli Wis dan dibiakkannya sendiri. Sebelumnya, ketika pohon-pohon belum siap disadap, orang-orang menderes tanaman tua serta memanen kedele dan tumbuhan tumpang sari.”75 Pada kutipan di atas dapat dilihat bahasa-bahasa yang sangat berhubungan dengan perkebunan karet. bahasa seperti menderes dan disadap yang artinya adalah mengambil air (getah) dari pohon dengan menoreh kulit atau memangkas mayang atau akar. Selanjutnya gaya bahasa yang berkaitan dengan agama katolik. Saman merupakan seorang Pastor. Ayu mendukung itu semua dengan latar tempat Gereja. Pada penceritaan awal tokoh Saman dibuka dengan latar tempat Gereja. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Tiga pemuda itu berjubah putih, lumen de lumine, dan bapak uskup dengan mitra keemasan nama mereka satu persatu. Juga namanya : Athanius Wisanggeni.76 74
Ibid., h.45 Ibid., h. 89 76 Ibid.,h. 41 75
92
Tidak hanya didukung oleh latar atau alur cerita tempat tetapi juga sangat terlihat sekali dalam surat-menyurat antara Saman dan Yasmin. pengarang sangat banyak menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan keagamaan. Ia menggunakan cerita Adam dan Hawa untuk menggambarkan kecintaannnya pada Yasmin atau cerita nabi-nabi lainnya. Seks terlalu indah. Barangkali karena itu Tuhan begitu cemburu sehingga Ia menyuruh Musa menyuruh merajam orang-orang yang berzina.77 Aku menyesal sekali. Apakah kamu menganggap aku hawa yang menggoda Adam. 78 Dapat dilihat pada kutipan di atas pengarang menggunakan cerita-cerita yang ada dalam cerita keagamaan untuk semakin menguatkan tokoh Saman yang sebelum berganti menjadi aktivis adalah seorang pastor. Berdasarkan penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa oleh pengarang saling berkaitan dan mendukung antara keseluruhan unsur. Kelihaian pengarang dalam menulis Saman sangat diakui oleh kritikus sastra. Permainan kata, diksi, dan pemilihan katanya sangat mendukung terhadap semua unsur baik itu penokohan, latar tempat, alur, gaya bahasa semua merupakan satu kesatuan yang saling menguatkan.
B. Fakta Sejarah dalam Novel Saman karya Ayu Utami 1. Kebijakan Kapitalisme Ekonomi Orde Baru Kapitalisme adalah sebuah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan perekonomian. Seperti memproduksi barang, menjual barang, dan menyalurkan barang. Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing untuk dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Dalam novel Saman banyak penjabaran mengenai kebijakan ekonomi kapital rezim Orde Baru. Kebijakan kapital sendiri telah menyebabkan banyak kesengsaraan bagi rakyat kecil. Kebijakan ekonomi 77 78
Ibid.,h. 188 Ibid., 187
93
kapital telah mencakup ke berbagai sektor sumber daya alam Indonesia. Dalam kutipan di bawah ini, kebijakan kapital telah mencakup kedalam sektor pertambangan. Perempuan itu dipanggil Laila. Lelaki itu Toni. Keduanya datang setelah rumah produksi kecil yang mereka kelola CV, buka PT mendapat kontrak untuk mengerjakan dua hal yang berhubungan. Membuat profil perusahaan Texcoil Indonesia, patungan saham dalam negeri dengan perusahaan tambang yang berinduk di Kanada. Juga menulis buku tentang pengeboran di Asia Pasifik atas nama Petroleum Extension service. 79 Peraturan paling penting bagi pembentukan struktur kepemilikan kapital di bawah Orde Baru ialah Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) No.1 Januari 1967 dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Juli 1968. Undang-undang Penanaman Modal Asing di antaranya yaitu Jaminan bahwa tidak ada kehendak untuk menasionalisasikan milik asing dan jaminan adanya kompensasi pembayaran jika terjadi nasionalisasi serta kebebasan melakukan pemindahan keuntungan, dana depresiasi dan hasil penjualan saham kepada warga Negara Indonesia. Kebijakan ekonomi Soeharto memberikan kebebasan penanaman modal Asing di Indonesia melalui Undang-undang PMA. Setiap perusahaan diatur kebijakannya melalui Undang-undang tersebut. Hal ini tentu membuat kesempatan negara-negara asing untuk mengeksploitasi kekayaan Sumber Daya Alam Indonesia terutama pertambangan semakin terbuka lebar. Semakin luas terbentang jarak kemiskinan antara si pemilik modal dengan rakyat miskin yang tidak dapat berbuat banyak. Pemerintah memainkan peran sangat penting dalam pembentukan dan perkembangan kapitalisme Indonesia pasca zaman kolonial. Pengaruhnya bersifat menentukan, bukan saja dalam memberikan kondisi politik bagi pertumbuhan kaum kapitalis tetapi juga menyediakan kerangka pendapatan negara dan bahkan investasi kapital yang sangat besar. Kaum kapitalis tumbuh subur di negeri ini zaman pemerintahan Soeharto. Terbuka lebarnya kesempatan pihak swasta dan modal Asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia terlihat dalam kutipan novel di bawah ini.
79
Ibid.,h. 8
94
Di Bantargebang manusia hidup bersama sampah-sampah Jakarta yang kaya dan rakus, dan orang-orang gila bisa berjalan-jalan di Taman Suropati yang rapi dan teduh. Tetapi hanya tujuh puluh kilometer dari kota minyak Perabumulih, seorang gadis teraniaya, bukan sebagai ekses keserakahan melainkan karena orang-orang yang tak mampu mencapai kemodernan. Sementara itu aku hanya bisa berbaring dikasur ini. 80 Kutipan novel di atas menceritakan kesenjangan ekonomi di kota Perabumulih yang membuat Indonesia ketinggalan adalah, selain angka awal (starting base)-nya rendah, kualitas sumber daya manusia serta pendidikan jauh terbelakang oleh karena sejak kemerdekaan tidak banyak dikucurkan dana dan daya kepada sektor yang sangat strategis ini. SDM Indonesia kekurangan dasar, maka industrialisasi di Indonesia juga tidak bisa bersifat "mandiri" (kurang tergantung dari impor) seperti di Taiwan dan Korea Selatan. Kedua negara itu mewarisi kultur yang lebih pro-pendidikan (dasar) dari penjajah Jepangnya sebelum Perang Dunia Kedua. Gambaran jelas dari rezim Orde Baru dalam perkembangannya selama 18 tahun ialah pemerintahan militer yang otoriter, pengambil alihan Negara oleh para pejabat dan di singkirkannya partai-partai politik dari proses pengambilan keputusan. Disebabkan karena tidak adanya partai politik yang kuat dominasi politik dipegang oleh pemerintahan pada saat itu. Karena dominasi politik tersebut, maka tindakan serta pengambilan keputusan ekonomi berada ditangan petinggi yang berkuasa. Sumber Daya Manusia yang tidak mendukung juga menyebabkan rakyat Indonesia tidak mampu mencapai kemajuan hidup walaupun dihadapkan dengan Sumber Daya Alam yang berlimpah. Intervensi dan campur tangan swasta (pemilik modal dalam negeri) dalam pengelolaan Sumber Daya Alam Negara Indonesia juga turut andil dalam keputusan Kapital. Kaum pemilk modal dalam negeri berawal dari basis yang sangat kecil. Perkembangannnya sangat pesat selama tahun 1970-an. Beberapa kelompok perusahaan lahir dalam beragam industri, terutama dalam industri subtitusi impor, seperti logam dan teknik, mobil komponen, ban dan aki, bahan makanan dan minuman, elektronik, dan tekstil. Menjelang tahun 1980, investasi 80
Ibid., h.75
95
dalam negeri naik hingga mencapai hampir 50 persen dari total investasi di sektor industri yang cepat tumbuh Tetapi pertumbuhan ini berkait erat dengan lonjakannya harga minyak dan arus pendapatan dari minyak yang dinikmati Indonesia pada tahun 1970-an, berupa penerimaan devisa dan pajak atas perusahaan minyak. Kelompok-kelompok perusahaan baru itu juga sangat bergantung pada kebijaksanaan proteksi dan subsidi Negara, dan pada perlindungan oleh pusat kekuasaan birokrasi-politik. Akhirnya, kapitalis dalam negeri sangat mengandalkan peranan Negara untuk mendukung mereka dalam menghadapi modal asing. Ada alasan kuat untuk mengatakan bahwa kaum borjuis industri Indonesia tidak mungkin dapat diharapkan akan memainkan peran penting dalam perubahan politik dan ekonomi. Intervensi swasta dalam kebijakan kapital telah memainkan peran cukup penting dalam pemerintahan Soeharto. Seperti kutipan dibawah ini : Lalu mereka berbicara singkat saja. “kami menjalankan tugas dari Bapak Gubernur.” Salah satunya mengacungkan selembar kertas berkop pemda, tapi tidak menyerahkan kepada Anson. “Menurut SK beliau tahun 1989, lokasi transmigrasi Sei Kumbang ini harus dijadikan perkebunan sawit. Perusahaan intinya sudah ditunjuk, yaitu PT Anugrah Lahan Makmur”. Ia berhenti sebentar, memandang rumah pengolahan itu, melongok keluar dari jendela, dan menoleh lagi pada Anson.”Kami melihat bahwa dusun ini saja yang belum patuh untuk menandatangani kesepakatan dengan perusahaan.81 Kutipan di atas adalah percakapan antara Anson dan pihak PT ALM ketika sebagian warga memilih untuk bertahan. Mereka mendatangi desa Sei Kumbang karena dianggap sebagai pembangkang dan tidak menuruti kecurangan yang dilakukan oleh utusan PT ALM. Terlihat bagaimana intervensi swasta dalam pengambil-alihan lahan dari pemerintah. Kapitalisme Orde Baru semakin menimbulkan kesenjangan dalam dunia ekonomi. Sementara orang-orang yang tidak memiliki modal tertindas oleh kebijakan-kebijakan tersebut. Dalam proses ini tampak bahwa kapital maupun Negara bukanlah entitas monolitik. Kapital terdiri atas berbagai macam elemen yaitu Internasional dan domestik, skala besar dan kecil, golongan cina dan pribumi. Sementara itu Negara terbagi dalam berbagai kelompok politik yang saling bersaing. Di samping itu juga faksi-faksi 81
Ibid., h. 92
96
politik yang saling bersaing, masing-masing punya hubungan tertentu dengan berbagai elemen kapital dan jaringan strategi ekonomi. Ada banyak tangan-tangan rakus baik dari pihak pemerintah maupun asing atau pemilik modal yang ingin mengeruk kekayaan sumber daya alam Indonesia dengan menggunakan cara-cara yang tidak lazim. Kutipan di bawah ini menjabarkan tindakan kekerasan yang digunakan pihak perusahaan untuk mengambil alih lahan karet yang digantikan dengan sawit. Ia memberitahu bahwa perusahaan memang menipu orang-orang, karena isi kesepakatan itu adalah penyerahan lahan kepada Anugrah Lahan Makmur dengan uang pengganti. Memang persoalannya tidak sesederhana pertarungan antara dua kelas, perusahaan versus petani. Di masing-masing kelompok ada orang-orang rakus yang mengeruk keuntungan sebanyakbanyaknya. Saya kira, perusahaan memang ingin memiliki sendiri perkebunan itu agar efisien dan mudah dikontrol. 82 Kutipan di atas adalah perkataan Saman kepada warga Sei Kumbang yang ditipu oleh PT ALM. Dalam kutipan di atas dapat kita lihat bagaimana PT ALM menipu dengan semena-mena kepada warga Sei Kumbang. Saman juga mengatakan bahwa permasalahannya tidak sesederhana itu tapi selalu ada pihak lain yang ingin mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dari permasalahan ini. Sistem kapitalis berubah sejak adanya krisis minyak pada 1980. Hal ini memaksa pemerintah menetapkan berbagai kebijakan ekonomi yang bertolak belakang dalam proteksi industri domestik. Dengan meningkatnya ketergantungan pemerintah pada hutang dan bantuan asing mendorong pemerintah memberikan perhatian lebih banyak pada kepentingan IMF, Bank Dunia dan perusahaan swasta dan Internasional. Selain itu dengan adanya restrukturasi pasar modal yang memungkinkan modal asing untuk menanam kapitalnya di sektor perbankan maupun pasar modal. Peran Negara tergradasi oleh peran swasta dalam menjalankan dan menguasai pasar. Sehingga dalam hal ini, hanya pihak pemilik modal besar yang menguasai jalannya roda perekonomian Negara.
82
Ibid.,h. 63
97
Pasar bebas ideologi pintu terbuka mampu memberikan hasil baik pada Orde Baru. Indonesia mempunyai pilihan politik terbuka terhadap rezim kontrarevolusi, menghadapi ekonomi yang dijauhi pengutang di Negara dalam keadaan kacau dan bangkrut serta berusaha melakukan renegosiasi utang-utangnya dan menarik investasi asing. Hanya ada sedikit pilihan tetapi harus menerima kebijakan berdasarkan resep IMF/IGGI. Sebelum IGGI dan IMF bersedia melakukan renegosiasi pinjaman dan modal asing bersedia masuk kembali ke Indonesia, para pembuat kebijakan harus membujuk kreditor dan investor potensial asing bahwa mereka memberikan prioritas tinggi terhadap penjadwalan kembali utang-utang. Demikian halnya dengan rehabilitasi infrastruktur dan stabilisasi swasta, membatasi kegiatan BUMN serta badan-badan yang membuat aturan mereka sendiri seperti OPS dan GPS serta memberikan jaminan kepada investor asing. Pada 1966, sejumlah pernyataan resmi dikeluarkan yang menandakan penerimaan prioritas tersebut. Pemerintah Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto yang mulai memegang kekuasaan pemerintahan pada bulan maret 1966 memberikan prioritas utama bagi pemulihan roda perekonomian. Sejumlah ahli ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia di tarik sebagai penasehat ekonomi pemerintah, dan beberapa di antaranya kemudian menduduki jabatan penting dalam kabinet. Menjelang tahun 1969 stabilitas moneter sudah tercapai dengan cukup baik, dan pada bulan april tahun itu Repelita I dimulai. Dasawarsa setelah itu penuh dengan peistiwa-peristiwa
penting
bagi
perkembangan
ekonomi
di
Indonesia.
Perekonomian tumbuh lebih cepat dan lebih mantap dibandingkan dengan tahuntahun
sebelumnya;
pergeseran-pergeseran
telah
terjadi
dalam
struktur
perekonomian dan komposisi output nasional. Kalau kita menengok ke belakang ketahun 60-an. Nampak jelas bahwa telah terjadi perubahan-perubahan besar di berbagai sektor perekonomian, selanjutnya perubahan-perubahan tersebut telah menimbulkan pula akibat-akibat luas bagi pola kemasyarakatan pada umumnya. Pendukung strategi pembangunan ekonomi pemerintah mengatakan bahwa dalam sejarah Republik Indonesia baru sekarang ini suatu tindakan menyeluruh dan terpadu betul-betul dilaksanakan untuk mengatasi masalah kemiskinan.
98
Sebaliknya para kritikus mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang telah terjadi hanya memberikan manfaat kepada segolongan kecil masyarakat yang memiliki kekuasaan politik dan ekonomi, sedangkan sebagian besar masyarakat lainnya masih belum memperoleh manfaatnya dan bahkan mungkin dirugikan. 83
2. Pers Pemerintahan Orde Baru Sejarah pers Indonesia diwarnai oleh sekian banyak peristiwa-peristiwa penting bahkan tragis dari tiap fase perkembangan bangsa ini. Serentetan kejadian pembredelan pers, tidak hanya mewarnai pasca kemerdekaan Indonesia. Namun jauh sebelumnya di masa kolonialisme berlangsung, pers telah menuai sederet kasus pembredelan dan larangan terbit. Tidak heran saat kemerdekaan dikumandangkan, pers Indonesia masih merangkak sedemikian rupa agar tetap dapat bersuara, meski dengan amat lirih. Seperti ditegaskan oleh Siebert Peterson, dan Scahramm, bahwa pers memiliki kemampuan bergerak cepat dan efisien terhadap struktur sosial-politik dimana ia beroperasi. Bagi insan pers di Indonesia, kecuali dimasa singkat di tahun 1950-an ketika pers Indonesia berada pada kerangka kerja yang disebut Sistem Pers Otoriter, kemampuan bergerak cepat dan efisien pers masih dapat dirasakan terjadi. Pada awal waktu sistem politik Ode Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, misalnya, tampak sekali peranan Soeharto dengan partai tunggal Golongan Karya (Golkar) dan militer menjadi pilar utama kekuasaan pada waktu itu. Hubungan antara militer, Golkar, Pers dan mahasiswa yang menjadi pilar demokrasi di awal orde baru terlihat sangat harmonis. Keadaan segera berubah secara drastis dalam masa bulan madu pers dan pemerintah yang sangat singkat. Alhasil yang tampak pada setiap masa hanya tindakan pembredelan pers dan kemelut yang berkepanjangan antara nominasi Negara atas insan pers di Indonesia. Yazuo Hanazaki menyatakan bahwa perkembangan hubungan antara pers dan pemerintah Orde Baru dapat di bagi dalam dua periode. Pertama semakin bebasnya pers dari kontrol Negara hingga
83
Anne Booth dan Peter McCawley, Ekonomi Orde Baru (Malaysia : LP3ES, 1982), h. 1
99
tahun 1957. Kedua semakin luasnya kontrol Negara terhadap pers yang membuat pers menciut nyalinya. 84 Pilar pemerintah pada masa orde baru seperti yang telah disebutkan di atas yaitu, pers, mahasiswa dan pemerintah pada awalnya bersinergi dengan baik, saling mendukung dan harmonis. Di dalam novel Saman, terlihat harmonisasi itu tercipta. Di mana peranan pers tidak hanya menyampaikan tetapi saling mengawasi terhadap kinerja pemerintah. Seperti pada kutipan di bawah ini. Ia mengunjungi kantor-kantor surat kabar dan LSM. Pada setiap orang yang menerimanya, ia bercerita panjang lebar dengan bersemangat dan menyerahkan materi berita. Ia membujuk : kalau bisa, datanglah sendiri dan lihatlah desa kami. Setelah Koran-koran mulai menulis serta mengirim wartawannya ke lahan terpencil itu, empat lelaki itu tidak lagi bolak-balik dengan lembaran blanko kosong. Usaha menggusur dusun memang jadi tertunda, berbulan-bulan, bahkan hampir setahun.85 Pada kutipan di atas peristiwa ketika Saman mencoba membuka fakta desa Sei Kumbang yang begitu tertinggal dan sebagai desa yang miskin. Saman mencoba mengajak pers dan LSM agar desa tersebut diberi pertolongan oleh pemerintah. Konteks teks di atas Ayu mencoba menggambarkan keharmonisan antara pers dan pemerintah dalam masa tahap awal pemerintahan. Setelah lama bergulir, pemerintah menganggap bahwa pers pengganggu stabilisasi pemerintahan Soeharto. Pers begitu punya peran terhadap berbagai kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah. Sebelum Soeharto melakukan konsolidasi kekuasaannya, Pers mendapat ruang yang cukup bebas. Pada penjelasan di atas, ini menggambarkan bahwa memang pers mendapat tempat sesuai dengan fungsinya. Tokoh Saman yang pada saat itu membantu para petani yang tertindas oleh kebijakan pemerintah daerah setempat. Salah satu cara agar aspirasi masyarakat Sei Kumbang Perabumulih didengar dan dilihat oleh orang banyak salah satunya adalah melalui media massa.
84
Mansyur Semma, Negara dan Korupsi : Pemikiran Mochtar Lubis atas Negara, Manusia Indonesia, dan Perilaku politik. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), h.113. 85 Utami,op.cit., h. 95.
100
Tidak hanya sampai disitu Ayu menceritakan “kemesraan” antara pers dan pemerintah.
Lagi-lagi
pada
cerita
lainnya
yaitu
tentang
Laila
yang
merepresentasikan kebebasan pers ditahun 1993-an. Terlihat pada kutipan dibawah ini. Laila seperti tertular kekhawatirannya, menengok sekeliling, melihat orang-orang yang terkantuk oleh panas, sebelum melanjutkan. Disamping menggugat texcoil, kasus ini harus dibuka dan dikampanyekan di media massa. Harus ada orang-orang yang mau mendukung keluarga korban jika terjadi tekanan-tekanan. Harus ada LSM-LSM yang memprotes dan mengusiknya terus. Dan saya punya teman yang bisa mengerjakan itu.86 Kutipan di atas adalah percakapan orang ketiga serba tahu yang mengungkapkan perasaan Laila ketika berbicara dengan Sihar dalam kasus texcoil. Sebuah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat pengeboran minyak, Laut Cina Selatan yang telah menewaskan Hasyim dan dua orang lainnya. Laila mengatakan “Disamping menggugat texcoil, kasus ini harus dibuka dan dikampanyekan di media massa”. Betapa peranan media massa atau pers begitu penting. Kasus-kasus yang ditutupi memang terkadang kurang ditanggapi oleh pemerintah terkecuali apabila sudah terkuak luas maka akan banyak masyarakat yang tau dan semakin banyak desakan untuk menyelidiki kasus tersebut. Kalau kita menoleh kembali sejarah tentang pers sebelum bulan madunya dengan pemerintah kita akan melihat memang terkadang terjadi kekangan terhadap pers di Indonesia. Pers pada periode awal Orde Baru, 1966-1974 dapat digambarkan secara kuantitatif dari hasil penelitian Judith B.Agassi (1969) sebagai berikut : pada tahun 1966 terdapat 132 harian di Indonesia dengan total tiras 2 juta eksemplar dan mingguan sebanyak 114 buah dengan total tiras 1.542.200 eksemplar. Angka ini menunjukkan kuantitas pers mengalami kenaikan dibandingkan dengan masa demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965 terdapat 111 harian dengan total tiras 1.432.850 eksemplar dan mingguan 84 buah dengan total tiras 1.153.800 eksemplar. Tahun 1965 adalah kala terburuk di sepanjang sejarah Pers sepanjang Indonesia merdeka. Pada bulan februari dan maret tahun itu Koran dilarang terbit 86
Ibid.,h.23
101
karena mendukung kubu anti komunis bernama Badan Pendukung Soekarno (BPS). Sementara itu 46 dari 163 surat kabar ditutup tanpa alasan jelas dalam serangan balasan pasca kekacauan politik tanggal 1 Oktober 1965. Penutupan itu dilakukan lantaran karena sederetan surat kabar tersebut diduga simpatisan PKI. Para pendukung “kiri” ditendang dari Persatuan Wartawan Indonesia dan kantor berita Antara. Setelah peristiwa 1 oktober 1965, Antara limbung berat kantor berita ini ditempatkan dibawah komando daerah militer. Tiga puluh persen staf redaksinya masuk penjara. Sederatan peristiwa penangkapan dan pembunuhan sejumlah jurnalis, baik yang komunis sejati maupun sekadar simpatisan, menjadi kepingan-kepingan rangkaian teka-teki seputar pembataian massal yang terjadi diberbagai wilayah pada tahun 1965-1966 sampai puluhan tahun kemudian , pembantaian massal ini tetap menghantui pers Indonesia. Karena merasa persoalan tak akan segera selesai, Wis pergi ke Palembang, Lampung, dan Jakarta, setelah memotret desa dan mengumpulkan data-data tentang dusun mereka yang tengah maju. Ia mengunjungi kantor-kantor surat kabar dan LSM. Pada setiap orang yang menerimanya, ia bercerita panjang lebar dengan bersemangat dan menyerahkan materi berita. Ia membujuk: kalau bisa, datanglah sendiri dan tengok desa kami. Setelah Koran-koran mulai menulis serta mengirim wartawannya ke lahan terpencil itu, empat lelaki itu tidak lagi bolak-balik dengan lembaran blanko kosong. Usaha menggusur dusun memang jadi tertunda, berbulan-bulan bahkan hampir setahun.87 Kutipan di atas dapat kita pahami bagaimana peran pers atau media massa punya posisi yang sangat penting terhadap isu-isu yang mungkin tidak terlihat atau tidak diketahui oleh masyarakat luas. Disisi lain, tentu hal ini dapat mengganggu kekuasaan rezim Soeharto dalam berbagai kebijakan yang telah dilakukan pemerintahan. Pers dianggap dapat menggangu stabilitas Negara Republik Indonesia. Pers dan Pemerintah mempunyai masa-masa kelam dan masa-masa indah dan bulan madu antara keduanya. Undang-undang (No.11) tahun 1966 tentang Prinsip-Prinsip Dasar Pers menyatakan bahwa “Pers Nasional tidak dapat disensor atau dikendalikan” (bab 2, pasal 4) dan kebebasan pers dijamin sebagai bagian dari hak-hak dasar warga Negara (pasal 5.10 serta penerbitan tidak dapat memerlukan surat izin apapun 87
Ibid.,h. 95
102
(bab 4, pasal 8.2). pada kenyatannnya, semua adalah guyonan belaka. Selama “masa peralihan” yang tak jelas ujungnya (bab 9, pasal 20, 1.a) para penerbitan surat kabar wajib memiliki dua izin yang saling terkait. Dua izin tersebut adalah surat izin terbit (SIT) dari Departemen Penerangan yang nyata-nyata sebuah lembaga sipil dan surat Izin Cetak (SIC) dari lembaga keamanan militer KOPKA MBIT tanpa kedua izin tersebut, secara hukum sebuah media niscaya tak mungkin terbit. Apabila salah satu atau kedua lembaga tersebut mencabut izin, secara media itu dibredel. Pers dengan segala belenggu yang membatasi ruang geraknya, telah lama menggerogoti kekuasaan rezim orde baru. Itu dilakukan pers sampai ke titik di mana banyak kelompok-kelompok masyarakat menjadi berani secara terbuka menyatakan sikap penolakan mereka terhadap rezim Orde baru. Dengan kata lain, pers sebenarnya telah berfungsi menciptakan prakondisi dimana kejatuhan yang dialami Orde Baru telah sedemikian rupa, sehingga justru memberi kekuasaan bagi unsur-unsur masyarakat yang menentang rezim orde baru terlebih lagi ketika krisis moneter mulai menggoyang sumber utama kekuasaan Orde baru, yakni pertumbuhan Ekonomi. Ketakutan-ketakutan yang menghantui Orde Baru yang diakibatkan oleh kebebasan pers, baik daerah maupun kota telah menimbulkan polemik baru. seperti yang terlihat pada kutipan dibawah ini. …..Di Jakarta, hampir tidak ada wartawan diculik dan disiksa. Tapi itu terjadi di daerah. 88 Pada kutipan di atas terlihat bahwa penculikan dan penyiksaan terhadap insan pers bukanlah lagi hal yang baru pada masa pemerintaha orde baru. Ayu mengatakan diculik dan disiksa terjadi pada wartawan-wartawan didaerah. Contoh kasus lainnya adalah Penangkapan tiga aktivis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan seorang aktivis Yayasan Pusat Informasi dan Jaringan Aksi untuk Reformasi (PIJAR) pada maret 1995. Keempat aktivis itu ditahan polisi di Jakarta karena keterlibatan mereka dalam penerbitan media cetak tanpa SIUPP. AJI menerbitkan majalah tiga mingguan Independen dengan tiras antara 6.000 dan 12.000 eksemplar, sementara PIJAR menerbitkan bulletin kabar dari PIJAR. Mereka 88
Ibid.,h.174
103
kemudian dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan antara satu setengah tahun dan tiga tahun. Terlepas dari penyiksaan dan penculikan terhadap insan pers atau, Ayu kembali menguak satu fakta yaitu tentang pembredelan yang dilakukan Pemerintah terhadap Tempo, Editor dan Detik. Jangan terlalu merasa bersalah karena melarikan diri. Kemaren saya baca wawancara Amosi dengan Tempo dari suatu tempat persembunyian. 89 Kutipan di atas terlihat bagaimana Pers rezim Soeharto mengalami pembredelan salah satunya adalah Koran Tempo dan dua lainnya yaitu majalah Editor dan tabloid politik Detik pada 21 Juni 1994. Awal periode 1990-an sejatinya adalah di mana para Jurnalis umumnya menikmati puncak kebebasan politik. Bak kuda lepas dari kandang, pers tak lagi enggan mengulas topik-topik yang dulunya tabu di masyarakat. Di masa ini industri pers berkembang pesat, sementara kekuatan-kekuatan Negara Orde Baru tengah terbaur dan terburai. Sampai-sampai kala itu timbul kesan bahwa pemerintah tak lagi mampu mencabut izin penerbitan secara massal, seperti yang terjadi di tahun 1970-an. Setidaknya bredel tidak terjadi begitu saja. Ternyata drama perbenturan antara pers-pemerintah seperti tahun 1970-an terulang kembali. Tanggal 21 Juni 1994, Menteri Penerangan mencabut izin terbit tiga mingguan berita ternama negeri ini, yaitu majalah tertua yang paling bergengsi Tempo (Perkiraan angka penjualan sebelum ditutup adalah sekitar 187.000), tabloid Politik terkritis dan terlaris sepanjang periode 1990-an DeTIK (mengklaim memiliki angka penjualan sampai 400.000) dan Editor majalah mingguan bergaya Tempo (dengan angka penjualan sekitar 80.000). Media-media tersebut menurunkan aneka tulisan tentang bisnis keluarga presiden, pelanggaran Hak Asasi Manusia, penyalahgunaan
kekuasaan, cacat administrasi pada
anggaran pemerintahan dan pecahnya kelompok-kelompok sempalan dalam tubuh pemerintah maupun tentara. Dari penggambaran di atas bisa disimpulkan bahwa media massa, cetak ataupun elektronik, tidak hanya memainkan peran pasif sekadar medium yang 89
Ibid.,h. 176
104
memberikan peristiwa atau sekedar merefleksikan realitas sosial-politik seputar aksi-aksi reformasi. Media massa secara aktif berperan mendefenisikan dan menciptakan realitas sosial-politik yang berkaitan dengan reformasi tersebut. Dalam garis besar, ada sejumlah peran aktif yang telah dijalankan media massa, khususnya dalam konteks aksi-aksi reformasi selama periode akhir 1997 hingga mei 1998. Pertama media massa bisa diamati sebagai “issue manager” mendefinisikan kondisi sosial-politik yang ada dan menerjemahkannya menjadi isu-isu utama dalam publik agenda (ranking urutan isu-isu yang dinilai penting oleh public). Kedua, media menempatkan diri sebagai delegitimizing agency atau bagian dari mekanisme proses delegitimasi yang berangsur-angsur menempatkan rezim soeharto dalam posisi sebagai batu penghalan kea rah demokrasi atau bagian dari masalah untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur. Ketiga, media massa juga mengambil peran sebagai social organizer dalam menggalang koordinasi gerakan reformasi dalam skala luas, baik yang meliputi koordinasi aksi atau tindakan ataupun isu-isu atau ide pemikiran.
3. Kolusi dan Nepotisme Rezim Soeharto Dari Orde Baru sampai dengan Orde Reformasi perkembangan kolusi dan nepotisme di Indonesia sangat memprihatinkan karena semakin sistematis, subur dan berkembang dimana-mana terutama dilingkungan penyelenggara negara (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, BUMN). Disisi lain para politisi (Caleg, Capres/Cawapres) selalu menggunakan slogan anti korupsi untuk mendapatkan dukungan suara sebanyak mungkin dalam pemilu legislatif dan Presiden. Para pejabat Negara juga mengguankan slogan yang sama untuk meraih jabatan yang lebih tinggi. Berlomba-lomba membuat slogan Anti kolusi dan nepotisme pada masa kampanye. Praktik kolusi dan nepotisme berkembang biak semenjak masa pemerintahan Orde Baru. Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan/perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala
105
urusannya menjadi lancar. Seringkali kolusi ini dimaksudkan untuk menjatuhkan atau setidaknya merugikan lawan pihak-pihak yang berkolusi. Nepotisme berarti lebih memilih (mengedepankan) saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Novel Saman karya Ayu Utami, banyak disinggung praktik-praktik KKN di rezim Soeharto yang telah banyak merugikan rakyat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh lamanya Soeharto memegang tampuk kekuasaan di Indonesia. Tidak hanya terjadi di pemerintahan pusat, KKN terjadi dan menyebar bahkan sampai pemerintah daerah. Seperti kutipan dibawah ini. Ini bukan foto untuk kampanye perburuhan kan? Rosano menyapa dengan gayanya yang khas : ramah, manis angkuh. Belakangan laila mendengar dari Sihar, bahwa lelaki itu adalah putra seorang pejabat Departemen Pertambangan “Dia disekolahkan oleh Texcoil ke Amerika dan di titipkan dengan imbalan permohonan konsensi di Natuna dilicinkan kata Sihar. Tapi Laila tidak tahu apakah ia berpendapat begitu untuk mengejek Rosano. Ia tak bisa lagi menilai dengan obyektif. Ia juga tidak begitu peduli. 90 Pada kutipan di atas, kita bisa melihat bagaimana praktik kolusi dan nepotisme begitu banyak dan menjamur di pemerintahan Soeharto. Kejahatan suap-meyuap banyak terjadi pada Orde baru yang di lakukan oleh para pejabatpejabat pemerintahan. Dalam novelnya, Ayu menggunakan sosok Rosano untuk menyindir praktik kolusi dan nepotisme. Rosano digambarkan sebagai anak pejabat Departemen Pertambangan yang sombong dan angkuh. Kata “di titipkan” dengan imbalan permohonan konsensi di Natuna dilicinkan” menyiratkan adanya Kolusi dan Korupsi didalamya. Ada beberapa hal ciri pokok dari Orde Baru yang menyebabkan kasus kolusi dan nepotisme begitu banyak terdapat dalam lapisan pemerintahan : Pertama, negara Orde Baru adalah negara yang kuat dan dominan. Gejala ini dapat di lihat oleh beberapa ahli dalam bidang politik sebagai gejala kebangkitan Negara serta kemenangan vis a vis masyarakat. Kedua, Negara Orde Baru adalah Negara yang dipimpin serta didukung oleh kekuatan militer yang bekerja sama dengan teknorat dan birokrat sipil. Ketiga, selain aparat represif, rezim Orde baru juga
90
Ibid.,h. 13.
106
menyediakan perangkat lain untuk jenis penjajahan dengan efek yang lebih kuat, lama, dapat mereproduksi dan melestarikan kekuasaan serta dapat diarahkan untuk mencapai tujuan yang sangat khusus.keempat, rezim Orde Baru tela menyusun sederet dukungan dari kapitalisme internasional untuk mengesahkan segala kebijakan pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Kelima, bila terjadi inkonsistensi dan instabilitas di dalam Negara maka jawabannya kurang bisa dibawa pada perubahan atau menguatnya posisi politik masyarakat. Terlihat dalam kutipan dibawah ini. Kenapa kasus ini tidak diajukan ke pengadilan saja? Kelalaian yang menyebabkan kematian juga termasuk pidana”. Tetapi lelaki itu tertawa sinis. “kamu pikir Rosano itu siapa? Saat itulah ia menceritakan bahwa Rosano punya Ayah seorang pejabat. “Texcoil punya uang lebih dari yang diperlukan untuk membungkam keluarga Hasyim dan polisi. 91 Kutipan di atas menjelaskan bagaimana sistem kolusi yang disindir oleh Ayu Utami melalui tokoh Rosano dan perusahaan texcoil. Kolusi dan Nepotisme dilakukan oleh oligarki dengan tiga kaki yakni istana, tangsi, dan partai. Kutipan Novel Saman karya Ayu Utami diatas, menggambarkan bagaimana para penegak hukum (Polisi) yang seharusnya menegakkan keadilan seadil-adilnya masih punya celah untuk dibungkam atas tindak pidana. Mafia peradilan di Indonesia lahir dari rahim
lembaga
Negara
yakni
badan-badan
peradilan.
Mereka
ini
memperdagangkan hukum dan perkara, siapa yang akan kalah dan menang dalam peradilan perdata, atau siapa dihukum berapa dalam peradilan pidana sering sudah diatur terlebih dahulu dengan mekanisme kekuatan uang. Hal ini membuat lembaga penegak hukum dan sistem peradilan membusuk, maka jadilah KUHP (Kasih Uang Habis Perkara). ICW (Indonesian Corruption Watch) mengklaim bahwa pemerintahan di bawah tangan Soeharto sebagai pimpinannya, keluarga, sahabat serta kronikroninya mewarisi segudang masalah kolusi dan nepotisme yang gawat. Realitas ini diterima sebagai bagian dari kebudayaan yang menyimpang. Kehidupan ekonomi yang nyaris melumpuhkan kehidupan masyarakat Indonesia pada tahun
91
Ibid.,h. 13.
107
1997, banyak yang menuding dipicu atau diperburuk oleh masalah kolusi dan nepotisme. Monopoli, proteksi, dan sumber daya ekonomi yang vital diberikan atas nama kepentingan nasional kepada kerabat dan konco penguasa. Birokrasi dan hukum hanya melayani penguasa dan mereka sanggup membelinya, sementara rakyat harus membayar mahal untuk pelayanan umum yang buruk. Korupsi ditingkat elite ditimbulkan oleh adanya sentralisasi kekuasaan politik dan ekonomi di tangan presiden, tanpa adanya transparasi dan akuntabilitas publik. Kekuatan presiden tidak bisa dikontrol karena DPR telah tersubordinasi dan kekuatan civil society menjadi tidak berdaya karena mendapat regimentasi yang begitu dahsyat.
4. Pemogokan Buruh Dalam sejarah Indonesia, buruh adalah sebuah kata yang tidak semua orang dapat menerimanya dengan baik karena berbagai alasan subjektif masing-masing. Pada masa ketika sebuah rezim paranoid yang selalu mengalami ketakutan dan kecurigaan yang berlebihan terhadap masa lalu Orde Baru misalnya, kata buruh sama sekali tidak memiliki hak hidup secara formal karena bayang-bayang tentang kelompok sosial ini yang selalu dikaitkan dengan ideolog kiri revolusioner atau komunis yang dianggap musuh utama rezim yang sedang berkuasa waktu itu. Demonstrasi pemogokan buruh yang terjadi di Medan dari tanggal 1 Maret sampai 16 April 1994 digambarkan dalam novel Saman, terutama dalam hubungannya dengan tokoh Wisangeni (Saman). Dalam novel tersebut Saman dituduh terlibat sebagai aktor intelektual demontrasi buruh besar-besaran di Medan pada bulan April 1994. Dia menjadi salah seorang yang masuk dalam daftar orang yang paling banyak dicari oleh aparat pemerintah. Namun, atas pertolongan Yasmin, dia berhasil diselamatkan dengan melarikan diri ke Amerika. Peristiwa demonstrasi dan pemogokan buruh besar-besaran yang terjadi di Medan 1994 dalam novel Saman digunakan untuk memberi konteks cerita yang menyebabkan Saman menjadi salah satu tokoh yang dikejar-kejar oleh aparat keamanan. Melalui peristiwa yang dialami oleh Saman novel ini mencoba memaknai dan memberikan tanggapannya terhadap peristiwa sejarah tersebut.
108
Tanggal 1 Maret 1994 sampai dengan 16 April 1994, terjadi demontrasi dan pemogokan buruh besar-besaran di Medan, melibatkan 26.000 buruh. Demontrasi yang semula bertujuan menuntut kenaikan gaji dan Tunjang Hari Raya (THR) tersebut berkembang menjadi demonstrasi antiketurunan Cina dan menyebabkan terbunuhnya seorang pengusaha Kwok Joe Lip alias Yuli Kristanto. Setelah peristiwa tersebut pada 2 Mei ketua SBSI (Serikat Buruh Seluruh Indonesia) cabang Medan Amosi Telaumbanua bersama wakil ketua dan sekretaris DPC Soniman Lafao dan Fatiwanalo Zega diperiksa di Mapoltabes Medan sebagai tersangka dalam kasus unjuk rasa buruh dan perusahaan di kota itu.92 Dalam Saman peristiwa tersebut digambarkan melalui surat Saman yang dikirimkan kepada Yasmin sebagai berikut. Sekarang bagaimana keadaan di tanah air, terutama Medan? Aku baru mulai memeriksa laporan dan file tentang unjuk rasa yang rusuh dua pekan lalu itu, yang akhirnya membikin aku terdampar di sini. Nampaknya banyak orang tidak begitu faham apa yang terjadi dan menjadi canggung untuk bersikap. Demonstrasi buruh yang diikuti enam ribu orang sebetulnya adalah hal yang simpatik dan luar biasa untuk ukuran Indonesia di mana aparat selalu terserang okhlosofobia cemas setiap kali melihat kerumunan manusia. Namun, simpati orang segera berbalik setelah unjuk rasa itu menampilkan wajah rasis dan memakan korban. Aku amat sedih dan menyesali kematian pengusaha Cina itu…93 Kutipan diatas berisikan cerita Saman kepada Yasmin tentang kerusuhan yang terjadi di Medan yang bermula sebagai unjuk rasa yang dilakukan oleh buruh. Namun kemudian berubah menjadi tindakan anarkis yang menyebabkan terbunuhnya pengusaha cina. Ini adalah surat Saman yang diberikan kepada Yasmin yang menyebabkan dirinya dituduh biang keladi atas kasus tersebut. Dalam novel tersebut diceritakan bahwa sebagai aktivis yang memiliki hubungan dengan Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI), Saman dianggap sebagai salah satu aktor intelektual dan masuk dalam daftar pencarian orang. Para aktivis yang ditangkap dalam aksi-aksi sosial di Indonesia pada masa Orde Baru di adili di pengadilan militer, prosesnya tertutup, tidak transparan, dan tidak 92
John MacDougall “Pengurus SBSI Medan di Periksa”, Suara Pembaruan, Senin 2 Mei
93
Utami,op.cit., h. 172
1994
109
mengakomodasi kepentingan korban. Akibatnya, pelaku yang di adili hanyalah pelaku lapangan, hukuman rendah sementara kebenaran tidak terungkap. Di samping itu, hak-hak korban juga tak kunjung dipenuhi. Oleh karena itu, untuk menghindarkan Saman yang dituduh sebagai aktor intelektual demonstrasi buruh di Medan 1994 dari sistem peradilan militer yang melanggar hak azasi manusia tersebut, Yasmin yang memiliki hubungan dengan Human Rights Watch menolong Saman untuk melarikan diri ke luar dari Indonesia. Perjuangan Yasmin dalam menyelamatkan Saman tampak dari catatan harian yang ditulis oleh Saman yang dikirimkan kepada Yasmin, misalnya pada kutipan berikut. 18 April - Segelintir penduduk mulai merasa aman karena patroli rutin. Warung-warung mulai buka. Tiba-tiba Yasmin datang dari Palembang, baru dari sidang Rosano. Kutipan tersebut tampak bahwa Wisanggeni (Saman) yang namanya masuk dalam daftar pencarian orang yang harus “diamankan” pada masa Orde Baru ditolong oleh Yasmin dan kawan-kawannya untuk keluar dari Indonesia. Dengan kecerdasan dan koneksinya, Yasmin memiliki peran yang cukup besar untuk menyelamatkan Saman dari target operasi keamanan pemerintah Orde Baru. Yasmin, bahkan telah mempersiapkan dengan rapi strategi dan penyamaran Saman agar berhasil berangkat ke Amerika. Kini Yasmin telah mengurus segalanya agar aku pergi dari Indonesia. dan Cok dipilihnya sebagai orang yang akan membawaku dari Medan. Semua aku ragu karena aku tak begitu kenal anak ini. tapi Yasmin nampaknya percaya betul pada teman karibnya. Dan ternyata mereka mendandaniku dengan serius, menempel kumis palsu, mencukur rambutku, dan mencabuti alisku agar bentuknya berubah. Lalu mereka mencocok-cocokkan wajahku dengan foto pada sebuah KTP, kartu identitas salah seorang pesuruh Cok di sebuah hotelnya di Pekanbaru. Yasmin memang telah menyiapkan segala hal dengan rapih seperti ia biasa bekerja.94 Dari pembahasan tersebut tampak digambarkan peristiwa sejarah masa Orde Baru, khsususnya demonstrasi dan pemogokan buruh di Medan 1 Maret 1994 sampai dengan 16 April 1994. Dengan menggambarkan peristiwa tersebut dapat dikatakan bahwa Saman menggambarkan represi kekuasaan Orde Baru terhadap
94
Ibid.,h. 179-180
110
para buruh yang berdemonstrasi dan menuntut kenaikan gaji dan tunjangan hari raya (THR).
5. Penangkapan Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) begitu banyak diucapkan dan ditulis sejak masa reformasi, kulit tanpa isi. dalam kenyataannya seperti dirumuskan oleh pakar hukum dan ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara pada 2006, Indonesia punya pengalaman dalam melanggar hak asasi manusia rakyatnya, tetapi tidak punya pengalaman menyelesaikan kasus pelanggaran itu ketika rezim represif tumbang dan muncul pemerintahan demokratis. Ketika tanggung jawab dituntut, yang ada kegamangan. Itulah kenyataan yang kita alami sampai saat ini. Pelanggaran HAM termasuk penyiksaan dan penculikan yang dialami para aktivis rezim Soeharto kasusnya cukup banyak. Kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa, menimpa para aktivis, pemuda dan mahasiswa yang ingin menegakkan keadilan dan demokrasi dimasa pemerintahan Orde Baru. Mereka yang kritis dalam menyikapi kebijakan pemerintah dianggap sebagai kelompok yang membahayakan dan merongrong kewibawaan Negara. Gagasan-gagasan dan pemikiran mereka dipandang sebagai ancaman yang dapat menghambat jalannya roda pemerintahan. Dalam novel Saman, tokoh Wisanggeni (Saman) merupakan seorang aktivis yang membantu warga Transmigran Sei Kumbang yang sedang memperjuangkan hak-haknya dari Perusahaan yang hendak mengambil lahan pohon karet. Dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini. Ia merasa telah mati. Dan ia amat sedih karena Tuhan rupanya tidak ada. Kristus tidak menebusnya sebab ia kini berada dalam jurang maut, sebuah lorong gelap yang sunyi mencekam, dan ia dalam proses jatuh dalam sumur yang tak berdasar dengan kecepatan tinggi. Ngilu di sekujur badannya. Tangannya digerakkan seperti telah lama terbujur kaku, meski tak dapat terbelenggu. 95 Pada kutipan di atas dapat kita lihat bahwa penyiksaan terhadap Saman yang disini sebagai aktivis yang sedang memperjuangkan hak-hak rakyat kecil 95
Ibid.,h. 105
111
disiksa begitu pedih. Penyiksaan diatas terjadi ketika dia memperjuangkan hakhak dari warga Sei Kumbang yang tidak mau menyerahkan lahnnya kepada pihak PT ALM. Dapat kita lihat bagaimana pada rezim Soeharto, kekerasan terhadap orang-orang yang dianggap sebagai pembangkang atau aliran kiri akan menerima perlakuan kasar dari pihak keamanan. Ada banyak kasus yang dapat kita temukan, misalnya kasus penculikan, kekerasan, penyiksaan serta pembunuhan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak dikenal. Kasus penculikan aktivis rezim Soeharto serta pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia cukup banyak. Peristiwa Penculikan dan Penghilangan Secara Paksa 1997–1998, peristiwa ini terjadi tidak terlepas dari konteks politik peristiwa 27 Juli, yakni menjelang Pemilihan Umum (PEMILU) 1997 dan Sidang Umum (SU) MPR 1998. di masa ini wacana pergantian Soeharto kerap disuarakan. Setidaknya 23 aktivis pro demokrasi dan masyarakat yang dianggap akan bergerak melakukan penurunan Soeharto menjadi korban penculikan dan penghilangan paksa. Komando Pasukan Khusus, (KOPASSUS) menjadi eksekutor lapangan, dengan nama operasi “Tim Mawar” 9 orang dikembalikan, 1 orang meninggal dunia dan 13 orang masih hilang. Buruh merupakan kaum marjinal dulunya. Marsinah salah satunya yang merupakan buruh yang proaktif menyuarakan hak-hak buruh yang harus dipenuhi oleh pemerintah pada waktu itu. Dalam novel Saman disinggung sedikit bagaimana penyiksaan yang dilakukan terhadapnya karena protes yang dilakukan bersama teman-teman aktivis. Dapat dilihat pada kutipan dibawah ini. Barangkali mereka tak bisa membayangkan bagaimana seorang buruh dianiaya habis-habisan dan akhirnya dibunuh hanya karena mempersoalkan upah…96 Kutipan di atas dapat kita tahu penyiksaan terhadap Marsinah. Marsinah adalah buruh perempuan yang menjadi korban kekerasan aparat militer dalam catatan sejarah perburuhan di Indonesia. Ia ditemukan mati secara mengenaskan pada Mei 1993 dalam usia 24 tahun setelah “Hilang” selama tiga hari. Mayatnya ditemukan di dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk. Hasil otopsi yang 96
Utami, op.cit., 171
112
dilakukan RSUD Dr.Soetomo, Surabaya menyebutkan bahwa penyebab kematiannya diakibatkan penganiayaan berat terhadap dirinya. Marsinah bekerja sejak tamat SMA. Tuntutan hidup menyebabkannya melepas cita-cita melanjutkan studi di Fakultas Hukum. Sebagai buruh, Marsinah harus beberapa kali pindah tempat kerja dari satu pabrik ke pabrik satunya. Gajinya jauh dari cukup. Pada 1990 ia bekerja di PT Catur Putra Surya (CPS) Rangkut, Surabaya. Di tempat inilah nalar kritik Marsinah mulai muncul. Ia tidak pernah menjadi aktivis buruh. Bersama teman-temannya, Marsinah menuntut pembentukan unit serikat pekerja formal (SPSI). Keterlibatannya dalam aksi itu menjadikan alasan pemindahannya ke pabrik PT CPS di Porong, Sidoarjo pada 1992. …atau orang-orang yang disiksa dan direndahkan martabatnya di markas intelijen agar mengaku membunuh marsinah demi menutupi pembantaian sesungguhnya.97 Kutipan di atas menyinggung soal penyiksaan terhadap orang-orang yang dipaksa untuk mengaku membunuh Marsinah. Di Sidoarjo Marsinah aktif membela hak buruh yang terlibat pemogokan. Ia mengirim surat ke pihak perusahaan atas pemanggilan oleh pihak Kodim yang berujung pemecatan secara paksa terhadap 11 orang buruh. Ia berencana mengadukan kasus itu kepada pamannya yang berprofesi sebagai jaksa di Surabaya. Tetapi rencananya tidak sempat terwujud karena pembunuhan terhadap dirinya. Kematian marsinah meninggalkan misteri. Yudi Susanto sebagai pemilik perusahaan tempat Marsinah bekerja dan beberapa orang staf yang dituduh membunuhnya, divonis bebas murni dari hukuman oleh Pengadilan tinggi Surabaya dan Mahkamah Agung. Hasil penyidikan menyebutkan bahwa tiga hari sebelum dinyatakan tewas, Marsinah sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekanrekannya yang ditahan pihak Kodim. Sekitar pukul 10 malam tanggal 6 Mei 1993, Marsinah Hilang sampai kemudian ditemukan dalam keadaan tewas. Kasus Marsinah menjadi salah satu bentuk pelanggaran HAM berat yag terjadi selama pemerintahan Orde Baru.
97
Ibid.
113
Tidak hanya kasus kematian Marsinah yang ada dalam novel Saman. Peristiwa 15 Januari 1974 atau yang kita kenal dengan peristiwa Malari menyisakan begitu banyak pertanyaan. Mahasiswa turun ke jalan. Mereka berdemonstrasi menentang kedatangan Perdana Menteri Kakuei Tanaka dari Jepang. Tanaka dianggap sebagai simbol modal asing yang mesti dienyahkan. Aksi berupa long march dari Salemba menuju Univeritas Trisakti di Grogol, Jakarta Barat, itu mengusung tiga tuntutan: pemberantasan korupsi, perubahan kebijakan ekonomi mengenai modal asing, dan pembubaran lembaga Asisten Pribadi Presiden. Ratusan ribu orang ikut turun ke jalan. Tetapi aksi ini kemudian berujung pada kerusuhan. Hal itu juga disinggung dalam novel Saman seperti terlihat dalam kutipan dibawah ini. Bukankah sudah sering kita mengatakan bahwa itu yang terjadi dalam peristiwa Malari? Ada yang berteriak bakar toko-toko cina atau hancurkan mobil-mobil Jepang dan ratusan orang ramai-ramai melakukannya. Kita memang bekerja dalam suasana yang sulit, sebab kita tidak menyukai kekerasan. Dan kita pun tak punya alat pembenar untuk melakukannya, sehingga kekerasan hanya akan menjadi senjata makan tuan.98 Kutipan di atas menggambarkan peristiwa Malari yang diceritakan oleh Saman kepada Yasmin tentang penyiksaan terhadap banyak aktifis semasa Orde Baru. Peristiwa Malari awalnya adalah peristiwa terhadap penolakan kedatangan PM Jepang yang kemudian berujung pada kekerasan serta pembakaran gedung yang memakan korban jiwa dan kerugian. Kekerasan di Indonesia hanya dapat dirasakan, tidak untuk diungkap tuntas. Berita di koran hanya mengungkap fakta yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Pada kasus 15 januari 1974 yang lebih dikenal “Peristiwa Malari” tercatat sedikitnya 11 orang meninggal, 300 luka-luka, 775 orang ditahan. Sebanyak 807 mobil dan 187 sepeda motor dirusak/dibakar, 144 bangunan rusak. Sebanyak 160 kg emas hilang dari sejumlah took perhiasan. Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang Kakuei Tanaka sedang berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari 1974). Mahasiswa merencanakan menyambut kedatangannya dengan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Halim 98
Ibid.,h. 173
114
Perdana Kesuma. Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara.99 Usai terjadi demontrasi yang disertai kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan, Jakarta berasap. Soeharto menghentikan Soemitro sebagai Pamkomtib, langsung mengambil alih jabatan itu. Aspri presiden dibubarkan. Kepala BAKIN Soetopo Juwono “didubeskan” diganti Yoga Sugama. Dari sudut ini, peristiwa 15 Januari 1974 dapat disebut sebagai salah satu tonggak sejarah kekerasan Orde Baru. Sejak itu represi dijalankan secara lebih sistematis.100
6. Kebebasan Pendapat LSM Terhadap Kebijakan Orde Baru Lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau sering disebut dengan nama lain Non Government Organization (NGO) atau organisasi non pemerintah (Ornop) dewasa ini keberadaanya sangat mewarnai kehidupan politik di Indonesia. Diperkirakan saat ini lebih dari 10.000 LSM beroperasi di Indonesia baik ditingkat nasional, propinsi maupun di tingkat kabupaten/kota, dimana dari tahun ke tahun jumlah ini semakin bertambah. Perkembangan politik, demokrasi, pembangunan ekonomi dan kemajuan teknologi informasi merupakan faktorfaktor yang mendorong terus bertambahnya jumlah LSM di Indonesia. Bergulirnya era reformasi menggantikan era Orde Baru dikuti pula dengan peningkatan jumlah LSM. Jika pada tahun 1997 ditaksir ada sekitar 4000-7000 LSM, maka pada tahun 2002 jumlah LSM menurut Departemen Dalam Negeri menjadi sekitar 13.500 LSM. Di dalam novel Saman Ayu banyak sekali menyinggung
tentang
LSM menggunakan tokoh Saman yang merupakan
seorang aktivis dalam memperjuangkan hak petani karet di Sei Kumbang. Terlihat pada kutipan dibawah ini. “Karena merasa persoalan tak akan segera selesai, Wis pergi ke Palembang, Lampung, dan Jakarta, setelah memotret desa dan
99
Asvi Warman Adam, Membongkar Manipulasi Sejarah, (Jakarta: Kompas, 2009),h.
126 100
Ibid.,h. 127
115
mengumpulkan data-data tentang dusun mereka yang tengah maju. Ia mengunjungi kantor-kantor surat kabar dan LSM.101 Kutipan di atas adalah salah satu pernyataan tokoh Saman ketika konflik antara petani Sei Kumbang dengan PT ALM dalam proses kepemilikan lahan. Dia merasa bahwa persoalan yang cukup pelik ini harus dibantu oleh LSM dan pers agar dia mendapat dukungan hukum yang mampu menyelesaikan persoalan warga dan pihak swasta yang menggunakan kekerasan. Dalam kutipan ini terlihat Ayu mengatakan bahwa LSM cukup punya peran penting dan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan pemerintah Orde Baru. Kebebasan menyampaikan pendapat, berekspresi, berserikat dan berkumpul dijamin penuh oleh undangundang. Dominasi pemerintah pada masa orde baru yang dijalankan melalui depolitisasi atau partisipasi terkontrol yang bertujuan untuk menjamin hegemoni pemerintah dan mengontrol masyarakat melalui pembatasan kegiatan partai politik dan organisasi sosial dengan tujuan menciptakan kestabilan politik. Di lain pihak meningkatkan kemandirian masyarakat dalam segala aspek kehidupan yang meliputi bidang politik, ekonomi, sosial-budaya dan bidang-bidang lainnya. Pada kutuipan dibawah ini terlihat kebebasan mendirikan LSM yang dilakukan oleh Saman. “Saya sedang melobi beberapa organisasi diluar negeri untuk mendanai sebuah lembaga swadaya masyarakat yang saya hendak dirikan bersama beberapa kawan. LSM yang mengurusi perkebunan.102 Kutipan di atas adalah surat Saman terhadap Ayahnya dalam menjelaskan mengapa dia sudah lama tidak juga pulang. Saman mengatakan bahwa ia sedang berusaha untuk mendirikan LSM bersama teman-temannya. Hal ini jelas Ayu merepresentasikan bahwa mendirikan LSM pada masa Orde Baru punya kesempatan seluas-luasnya. Ini artinya bahwa pemerintahan Orde Baru membebaskan kesempatan berpendapat melalui organisasi LSM.
101 102
Ibid.,h. 95 Ibid.,h. 167
116
Ruang politik yang semakin terbuka lebar pada era Orde Baru, seiring dengan diberikannya kebebasan yang luas memberikan kesempatan pada kelompokkelompok masyarakat untuk berekspresi dalam berbagai bentuk organisasi sosial politik non pemerintah dengan mengusung berbagai asas dan tujuan masingmasing. Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi setiap organisasi seperti pada masa orde baru yang menyebabkan aktifitas LSM dan organisasi sosial politik lainnya berada dalam ruang yang lebih luas., Partai-partai politik dengan latar belakang berbagai ideologi bermunculan, dengan dimulainya era kebebasan ini. Organisasi-organisasi sosial politik termasuk LSM tumbuh dengan subur. Pada kutipan di bawah ini terlihat bagaimana kebebasan LSM tumbuh begitu cepat pada masa Orde Baru. Dinamika perkembangan LSM lahir seiring dengan lahirnya Orde Baru awal tahun 1970-an. Lahirnya Orde Baru ini dengan paradigma pembangunan ekonomi sebagai mainstreamnya serta memfokuskan pada pertumbuhan ekonomi, membawa dampak pada rencana jangka pendek, menengah, dan panjang pembangunan nasional yang diimplementasikan dalam repelita. LSM sebagai salah satu partner pemerintah untuk mempercepat proses pembangunan nasional dalam segala bidang. Pertumbuhan dan peran LSM di Indonesia semakin berkembang dengan menguatnya proses demokratisasi yang ditandai dengan penguatan masyarakat sipil dalam transformasi pembangunan. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa kebebasan mendirikan serta menyatakan pendapat melalui lembaga swadaya masyarakat pada Orde Baru mempunyai kesempatan yang sama bagi semua masyarakat yang hal ini terpresentasikan melalui novel Saman. C. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kesusastraan suatu bangsa adalah hasil buah pikiran, lukisan, jiwa, getaran sukma suatu bangsa yang berkebudayaan dan berkepribadian sendiri, bangsa yang ingin meninggikan derajat bangsanya masa kini dan masa yang akan datang. Beberapa tujuan umum pengajaran bahasa dan sastra Indonesia yang salah
117
satunya menyebutkan bahwa tujuan umum pengajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah agar siswa mampu mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan sastra, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Tujuan umum tersebut dijabarkan lagi dalam tujuan khusus yaitu agar siswa mampu menikmati, menghayati, dan memahami dan menarik manfaat-manfaat karya sastra. Cara yang ditempuh guru bahasa Indonesia untuk membimbing dan mengarahkan kepribadian siswa agar bertingkah laku baik adalah memanfaatkan karya sastra dan salah satunya membaca karya sastra yang mengandung nilai sejarah. Melalui peristiwa sejarah yang terdapat dalam novel, siswa dapat mengetahui peristiwa-peristiwa masa lampau yang terdapat dalam novel. Dengan berpijak pada fakta sejarah sehingga dapat dianalisis untuk memahami masa kini. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia merupakan pembelajaran yang dapat menambah wawasan peserta didik terhadap permasalahan kehidupan. Membaca karya sastra seperti novel menjadikan peserta didik lebih peka terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Nilai-nilai yang dapat diperoleh peserta didik dalam membaca karya sastra salah satunya dapat berupa fakta sejarah. Dengan demikian, mengetahui sejarah dapat dilakukan dengan melakukan pembacaan terhadap novel. Kajian terhadap novel sejarah ini membuktikan fakta peristiwa sejarah dengan novel Saman. Dalam hal ini perlu dituntut secara ilmu pengetahuan sejarah. Namun bukan berarti novel sejarah itu sebagai buku sejarah melainkan yang terpenting adalah penciptaan karya seni. Novel Saman karya Ayu Utami memiliki banyak fakta sejarah yang dapat menambah pengetahuan siswa mengenai sejarah yang pernah terjadi di Indonesia. Fakta sejarah yang terdapat dalam novel memiliki kelebihan tersendiri yakni penarasian yang dapat mengolah kepekaan siswa terhadap rasa kemanusiaan. Selain itu, siswa mendapatkan pengalaman baru dalam membandingkan penyajian sejarah. Di sisi lain, guru juga dapat menjelaskan lebih mendetail mengenai. kaitan unsur ekstrinsik yang membangun sebuah karya sastra. Skripsi tentang fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami dapat diimplikasikan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas XI SMA semester 2 dengan
118
standar kompetensi mendengarkan, memahami pembacaan novel dan kompetensi dasar menemukan nilai-nilai dalam novel yang dibacakan. Dalam mengapresiasi sastra, guru perlu meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami, menikmati, dan menghayati sebuah karya sastra. Melalui novel Saman guru mengarahkan agar siswa dapat memahami, menghargai, dan mempertajam kepekaan terhadap nilai sejarah yang ada dimasyarakat. Guru dapat membuat diskusi atau menulis dalam bahasa yang mudah dimengerti. Sehingga pemahaman terhadap peristiwa sejarah dan fakta sejarah diarahkan untuk mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Dalam pengajaran fakta sejarah yang terdapat dalam novel Saman karya Ayu Utami adalah peserta didik diharapkan untuk mencari dan menganalisis unsurunsur instrinsik yaitu Tema, Tokoh dan Penokohan, Alur, Latar tempat dan waktu, gaya bahasa, sudut pandang dan amanat yang terdapat dalam novel. Tema yang diangkat oleh Ayu Utami dalam novel Saman adalah perjuangan penegakan hukum yang adil bagi rakyat Indonesia pada zaman Orde Baru. Tokoh dalam novel Saman yaitu Saman, Laila, Yasmin, Cok dan Shakuntala. Alur yang digunakan oleh Novel Saman adalah alur campuran yaitu alur maju dan alur mundur. Alur mundur terdapat pada bagian peristiwa berupa kilasan-kilasan masa lalu Saman yang nantinya saling berkaitan dengan cerita Shakuntala, Yasmin dan Laila. Latar tempat : Central Park, New York, Gereja, Perabumulih dan Laut Cina Selatan. Latar waktunya yaitu Tahun 1993, 1984, 1990 dan 16 April 1994. Pada Saman, cerita dipandang dari berbagai sudut. Terkadang pola keakuan yang digunakan. Lalu, sudut pandang orang ketiga (pola kediaan) serba tahu. Adapun pengajaran fakta dalam novel Saman yaitu kebijakan kapitalisme ekonomi Orde Baru. Dalam nilai sejarah kebijakan kapitalisme ekonomi Orde Baru, Guru dapat memaparkan pengertian kapitalisme dan serta kebijakankebijakan pasar dan ekonomi zaman Orde Baru. Kapitalisme adalah sebuah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan perekonomian. Fakta sejarah selanjutnya yaitu pers pemerintahan Orde Baru dalam pengajarannya dapat menjelaskan bahwa Sejarah pers Indonesia diwarnai oleh
119
sekian banyak peristiwa-peristiwa penting bahkan tragis dari tiap fase perkembangan bangsa ini. Serentetan kejadian pembredelan pers, tidak hanya mewarnai dasawarsa pasca kemerdekaan Indonesia. Namun jauh sebelumnya di masa kolonialisme berlangsung, pers telah menuai sederet kasus pembredelan dan larangan terbit. Fakta sejarah yang ketiga yaitu kolusi, dan nepotisme zaman Orde Baru. Dalam pengajaran dikelas dapat melihat kembali misalnya praktik kolusi dan nepotisme berkembang biak semenjak masa pemerintahan Orde Baru. Kejahatan suap-meyuap banyak terjadi pada Orde baru yang di lakukan oleh para pejabatpejabat pemerintahan Fakta sejarah yang keempat yaitu pemogokan buruh di Medan. Pengajar/Guru
dapat
mengrepresentasikan
bahwa
peristiwa
Demonstrasi
pemogokan buruh yang terjadi di Medan dari tanggal 1 Maret sampai 16 April 1994 digambarkan dalam novel Saman, terutama dalam hubungannya dengan tokoh Wisangeni (Saman). Dalam novel tersebut Saman dituduh terlibat sebagai aktor intelektual demontrasi buruh besar-besaran di Medan pada bulan April 1994. Dia menjadi salah seorang yang masuk dalam daftar orang yang paling banyak dicari oleh aparat pemerintah. Fakta sejarah yang kelima adalah penangkapan aktifis. Pengajar/ Guru dapat menjelaskan bahwa zaman Orde Baru banyak terdapat Kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa, menimpa para aktivis, pemuda dan mahasiswa yang ingin menegakkan keadilan dan demokrasi dimasa pemerintahan Orde Baru. Mereka yang kritis dalam menyikapi kebijakan pemerintah dianggap sebagai kelompok yang membahayakan dan merongrong kewibawaan Negara. Gagasangagasan dan pemikiran mereka dipandang sebagai ancaman yang dapat menghambat jalannya roda pemerintahan. Fakta sejarah yang terakhir adalah kebebasan pendapat LSM terhadap kebijakan Orde Baru. Pengajar/guru dapat menjelaskan bahwa LSM zaman Orde Baru bergulirnya era reformasi menggantikan era orde baru dikuti pula dengan peningkatan jumlah LSM. Jika pada tahun 1997 ditaksir ada sekitar 4000-7000 LSM, maka pada tahun 2002 jumlah LSM menurut Departemen Dalam Negeri
120
menjadi sekitar 13.500 LSM. Didalam novel Saman Ayu banyak sekali menyinggung
tentang
LSM menggunakan tokoh Saman yang merupakan
seorang aktivis dalam memperjuangkan hak petani karet di Sei Kumbang. Pengajaran fakta sejarah dalam novel Saman sama halnya dengan mengajarkan karya sastra serta sejarah. Tidak sekedar sejarah tapi ada fakta didalamnya, ada estetika, ada kelembutan sastra, kehalusan kata serta kenikmatan sebuah karya sastra. Sejarah tidak hanya dapat dipelajari dalam buku-buku baku sejarah, tetapi dalam novel pun kita dapat mencari fakta sejarah didalamnya.
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan pembahasan terhadap novel Saman karya Ayu Utami, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Fakta sejarah dalam novel Saman dideskripsikan dengan metode kualitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan cara memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah untuk menyajikan penafsiran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Hasil Penelitian dapat dideskripsikan yang hasilnya yaitu terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan gaya penceritan. Fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami ini terdiri dari kebijakan kapitalisme ekonomi Orde Baru yang mana pemerintah memainkan peran sangat penting dalam pembentukan dan perkembangan kapitalisme Indonesia. Pers Pemerintahan Orde Baru di mana keberadaan pers di Indonesia mengalami pasang surut dan pers sempat mengalami pengekangan-pengakangan, hingga kemudian mendapatkan kebebasannya. Kolusi dan nepotisme rezim soeharto yaitu korupsi tidak sekadar penyalahgunaan jabatan dengan melawan hukum dengan kerugian Negara, korupsi meliputi juga suap, perbuatan curang, pemerasan, penggelapan dalam jabatan,
gratifikasi
(hadiah),
Pemogokan Buruh di
Medan
Penangkapan Aktifis zaman orde baru dan kebebasan pendapat LSM terhadap kebijakan-kebijakan Orde Baru. 2. Penelitian mengenai fakta sejarah dalam novel Saman ini dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMA kelas XI semester 2. Standar kompetensi yang sesuai yakni aspek mendengarkan dengan memahami pembacaan novel. Kompetensi Dasar yang sesuai yakni menemukan fakta sejarah dalam novel yang dibacakan. Kegiatan
121
122
menganalisis fakta sejarah ini di samping menambah pengetahuan terhadap pengkajian novel, juga menambah pengetahuan siswa terhadap sejarah bangsa Indonesia yang pernah terjadi. Adapun indikatornya yaitu menemukan fakta sejarah dalam novel Saman Karya Ayu Utami dan mendiskusikan fakta sejarah dalam novel Saman Karya Ayu Utami. Pembacaan novel Saman ini terhadap siswa sangat diperlukan pendampingan oleh guru karena novel Saman banyak mengandung unsur-unsur bahasa seksualitas dan bahasa yang masih tabu terhadap siswa. Pendampingan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang sesuai dengan tujuan pembelajaran pembacaan terhadap novel Saman.
B. Saran Pada bagian akhir penelitian ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan. Adapun saran-saran yang ingin penulis sampaikan adalah sebagai berikut: 1.
Hasil penelitian ini tidak hanya dapat digunakan dalam pembelajaran sastra, tetapi juga dapat digunakan dalam pembelajaran menulis novel dari kondisi di sekitar siswa. Dikatakan demikian, karena ternyata pengalaman-pengalaman yang terdapat dalam novel Saman Karya Ayu Utami mengandung banyak sejarah yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal tersebut dapat dijadikan alasan untuk memasukan unsur-unsur pengalaman sebagai bahan pembelajaran menulis novel. Hal tersebut dilakukan agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam menyampaikan ide, gagasan dan pengalamannya dalam bentuk bahasa tulis.
2.
Peneliti
menyarankan
agar
para
peneliti-peneliti
yang
lain
dapat
mengungkapkan berbagai sejarah Indonesia melalui novel-novel yang berkembang seiring dengan perkembangan sejarah itu sendiri. 3.
Guru hendaknya mengkaji pengalaman-pengalaman yang terdapat dalam karya sastra sebagai acuan ketika akan menentukan bahan pembelajaran apresiasi sastra. Sebagian besar pengkajian hanya dilakukan pada struktur dan
123
gaya bahasa suatu karya sastra, tidak mencakup pengalaman-pengalaman yang terdapat dalam karya sastra. 4. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia semakin diminati oleh siswa karena memiliki banyak manfaat untuk menambah wawasan sosial, budaya, dan sejarah bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Adam, Warman Asvi. Membongkar Manipulasi Sejarah Kontroversi Pelaku dan Peristiwa. Jakarta: Kompas, 2009. Aminuddin (ed). Pengembangan Penelitian Kualitatif Dalam Bidang bahasa dan Sastra. Malang: YA 3 Malang, Cet.1, 1990. Bertened. Etika, Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama. 2011 Booth, Anne dan Peter McCawley, Ekonomi Orde Baru, Malaysia: LP3ES, 1982 Budianta, Melani.,dkk, Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi, Magelang: IndonesiaTera, 2006. Dede Marlia, “Ayu Utami: Saya Tidak akan Menikah”, ME, Jakarta: Agustus 2004. Dharmawan, Bagus (ed), Warisan Daripada Soeharto, Jakarta: Kompas Media Nusantara. 2008 HCB Dharmawan dan Al Soni BL de (ed). Surga Para Koruptor. Jakarta: Kompas,Cet.1, 2004 Hamzah, Andi. Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya. Jakarta: PT Gramedia,1984. Harsutejo, Kamus Kejahatan Orba, Jakarta : Komunitas Bambu, 2010 Hendrawicaksono,”AyuUtami”,http://badanbahasa.kemendikbud.go.id/lamanbaha sa/node/73, 1 November 2015 John MacDougall ―Pengurus SBSI Medan di Periksa‖ , Suara Pembaruan, Senin 2 Mei 1994 Judiantoro dan Hartono Widodo. Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Jakarta: Rajawali Pers, Cet.1, 1989. Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana, 2011. K.S.,Yudiono. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: PT Grasindo, 2007. McVey, Ruth (ed). Kaum Kapitalis Asia Tenggara: Patronase Negara dan Rapuhnya Struktur Perusahaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995. Mohammad, Goenawan. Seks, Sastra, Kita. Jakarta: Sinar Harapan, Cet. 2, 1981.
124
125
Nugiyanto, Burhan, Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2007 Oetama, Jakob. Pers Indonesia: Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Jakarta: Kompas, 2001. Pranoto, Suhartono W, Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010. Puspitasari, Dewi., dkk, 10 Penguasa Terkorup Dunia. Yogyakarta: Pustaka Timur, 2007. Rahardjo, M.Dawam (ed). Kapitalisme Dulu dan Sekarang. Jakarta: LP3ES, 1987. Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007 -------------------------. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. 2, 2007. Ridwanuddin, Dindin. Bahasa Indonesia. Ciputat :UIN Press. 2015 Semma, Mansyur. Negara dan Korupsi : Pemikiran Mochtar Lubis atas Negara, Manusia Indonesia, dan Perilaku politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008. Semi, Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. 1988 Sen, Krishna dan David T. Hill. Media, Budaya dan Politik di Indonesia. Jakarta: Institut Studi Arus, Cet.1, 2001. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grassindo. 2008 Sjarkawi. Pembentukan Kepribadian Anak ; Peran Moral Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008. Soemardjan, Selo. Kisah Perjuangan Reformasi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Stanton, Robert. Teori Fiksi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2007. Surjomiharjo, Abdurahman., dkk, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia. Jakarta: Kompas, Cet.2, 2002.
126
Tamburaka, E Rustam. Pengantar Ilmu Sejarah, Sejarah Filsafat, dan Iptek. Jakarta : Rineka Cipta, 1999. Teeuw, A. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, Cet.1, 1984. Tirtawirya, Putu Arya. Apresiasi Puisi dan Prosa. Flores: Nusa Indah, Cet.IV, 1983. Utami, Ayu. Saman. Jakarta : KPG, 2014. Wellek, Rene dan Austin Warren. Teori Kesusastraan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993. Zaidan, Abd, Anita K. Ruspata dan Hani’ah. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Zoeltom, Andy (ed). Budaya Sastra. Jakarta: CV Rajawali, Cet.1, 1984. “Mendobrak Mitos dan Norma Ketimuran”, Harian Media Indonesia, Jakarta, 1 Agustus 2004 “Saman”, Generasi Baru Sastra Indonesia, Harian Kompas, Jakarta: 5 April 1998
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SEKOLAH
: SMA/MA
MATA PELAJARAN
: Bahasa Indonesia
KELAS
: XI
SEMESTER
:2
TAHUN PELAJARAN
: ………..
A. STANDAR KOMPETENSI : Mendengarkan : Memahami pembacaan novel
B. KOMPETENSI DASAR : Menemukan fakta sejarah dalam novel yang dibacakan
C. INDIKATOR : Indikator Pencapaian Kompetensi No.
Nilai Budaya dan Karakter Bangsa
Menemukan 1. fakta sejarah dalam novel Saman Karya Ayu Utami Mendiskusikan fakta sejarah dalam novel Saman Karya Ayu Utami
127
128
D. TUJUAN PEMBELAJARAN : Siswa dapat:
Menemukan fakta sejarah dalam novel novel Saman Karya Ayu Utami
Mendiskusikan fakta sejarah dalam novel Saman Karya Ayu Utami
E. MATERI PEMBELAJARAN :
Novel yang dibacakan yakni novel Saman Karya Ayu Utami
Fakta sejarah dalam novel Saman Karya Ayu Utami
F. METODE PEMBELAJARAN :
Penugasan
Diskusi
Tanya Jawab
Ceramah
129
G. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN : No.
1.
Kegiatan Belajar
Kegiatan Awal :
Alokasi Waktu
15 menit
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran hari ini.
2.
Kegiatan Inti : Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, siswa: a. Membaca novel Saman Karya Ayu Utami b. Menemukan fakta sejarah dalam novel Saman Karya Ayu Utami
Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, siswa: Mendiskusikan fakta sejarah dalam novel Saman Karya Ayu Utami
Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, siswa: a. Menyimpulkan tentang hal-hal yang belum diketahui. b. Menjelaskan tentang hal-hal yang belum
60 menit
130
diketahui. 3.
Kegiatan Akhir:
15 Menit
Refleksi
hari ini.
H. ALOKASI WAKTU : 2 x 40 menit
I. SUMBER BELAJAR/ALAT/BAHAN : Novel Saman karya Ayu Utami
J. PENILAIAN : Jenis Tagihan:
tugas individu
ulangan
Bentuk Instrumen:
uraian bebas
pilihan ganda
jawaban singkat
Mengetahui,
Ciputat,
Kepala SMA/MA............
Guru Mata Pelajaran,
_________________
__________________
SINOPSIS NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI Cerita dalam novel Saman diawali dengan latar tempat Central Park bertanggal 28 Mei 1996. Ayu menggunakan salah satunya adalah tokoh Laila untuk merepresentasikan sistem kapitalisme Orde Baru. Pertemuannya dengan Sihar di rig bertempat di Laut Cina Selatan tempat Laila membuat profil perusahaan Texcoil Indonesia, patungan saham dalam negeri yang berinduk di Kanada. Selain bertemu dengan Sihar, Laila juga bertemu dengan Rosano, salah satu putra seorang pejabat Departemen Pertambangan. Ayu menggunakan tokoh Rosano untuk mewakili sistem nepotisme pemerintahan Orde Baru. Insiden di rig/tempat pengeboran yang menewaskan Hasyim dan dua teman lainnya yang merupakan rekan kerja dari Sihar semakin mendukung cerita bagaimana proses hukum selalu berpihak kepada yang berkuasa, yaitu Rosano. Hukum sudah tidak lagi adil terhadap yang bersalah dalam hal ini Rosano merupakan tersangka, tetapi hukuman yang diberikan sangat ringan. Jengah dengan hukum yang tidak adil, kemudian Laila dan Sihar mencoba dengan cara lain agar hukum tetap adil. Melalui proses inilah kemudian Ayu mempertemukan tokoh Saman dan Yasmin yang mempunyai pengalaman dalam bidang hukum dengan Laila dan Sihar. Saman dan Yasmin Ayu gunakan untuk mewakili banyak hal dalam fakta sejarah yang salah satunya adalah bagaimana pers mengalami masa kebebasan dan pengekangan. Yasmin merupakan salah satu pendiri LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang pada waktu pemerintahan Orde Baru, LSM punya porsi cukup dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan. Kemudian cerita berlanjut kepada Saman dalam prosesi Sakramen Presbiterat di Gereja yang nantinya cerita ini menjadi titik awal mula cerita Saman. Melalui tokoh Saman, Ayu banyak merepresentasikan fakta sejarah. Setelah resmi menjadi seorang Pater, Saman meminta berpindah tugas ke Perabumulih masa kecilnya dulu. Awal pertemuannya dengan Upi yang membawanya untuk membantu warga transmigran di Sei Kumbang. Di dalam perjalanannya ini, Ayu memasukkan fakta sejarah sistem kapitalisme Orde baru, pengaruh pers zaman Orde Baru, serta 131
132
bagaimana disiksanya aktivis atau orang-orang yang berjuang dalam membela rakyat kecil. Sistem kapitalisme terlihat pada penggusuran lahan milik warga secara paksa terhadap perusahaan PT. ALM. Saman mencoba melibatkan pers agar berita penggusuran ini dilihat masyarakat luas. Tetapi hanya sebentar dan tidak berlangsung lama karena Saman dianggap biang keladi atas kerusuhan dan pemberontakan warga terhadap penggusuran lahan. Saman kemudian disiksa dan dipaksa untuk mengaku sebagai orang yang bersalah atas kerusuhan yang terjadi. Ia kemudian bisa keluar dari tempat penyiksaan dan kabur dari Indonesia dengan bantuan Yasmin dan beberapa teman lainnya. Saman kemudian bekerja di Human Rights,Watch di New York dengan dibantu oleh Yasmin. Fakta sejarah selanjutnya Ayu jabarkan melalui surat menyurat antara Yasmin dan Saman di antaranya adalah penyiksaan terhadap aktivis, pembunuhan terhadap aktivis buruh Marsinah dan Pemogokan buruh di Medan.
RIWAYAT PENULIS DEVI RAMADHANI, Lahir di Medan, 25 Februari 1993. Menuntaskan pendidikan dasar di SD Negeri 112286 Membang Muda Kualuh Hulu Labuhan Batu Utara. Kemudian menuntut ilmu di SMP Negeri 1 Kualuh Selatan kabupaten Labuhan batu Utara, melanjutkan ke jenjang sekolah menengah di SMA Muhammadiyah 09 Kualuh Hulu Labuhan Batu Utara. Tahun 2011 meneruskan pendidikannya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengamb il Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Anak dari Bapak Suyanto dan Ibu Saminah ini sejak kecil tinggal bersama orang tuanya di Gunting Saga kecamatan Kualuh Selatan kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara dan kemudian memilih kuliah di Jakarta. Dia anak terakhir dari empat bersaudara kandung, abang-abangnya yaitu Azla Hendrovi, Dedi Irwanto dan Andi Pranata. Selain Kuliah, Travelling dan kegiatan organisasi di bidang public speaking merupakan hal yang dia sukai. Organisasi public speaking yang dia ikuti yaitu High Voltage Public Speaking sebagai Trainer, Cerdas Mulia Institute dan Public Speaking Coaching. Pernah menjadi MC di beberapa acara salah satunya yaitu MC Seminar Internasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan MC acara penghargaan Festival Teater Indonesia di Purwakarta. Pernah mengajar di Sekolah Lentera Internasional program internship UN dan mengajar di Khalifa IMS Primary Bintaro.