SIKAP DAN PANDANGAN HIDUP TOKOH DALAM NOVEL LARUNG KARYA AYU UTAMI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh :
ZAKIYAH 109013000010
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Skipsi berjudul SIKAP DAN PANDANGAN HIDUP TOKOH DALAM NOVEL LAf,UNG KARYA AYU UTAMI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH disusun oleh ZAKIYAH Nomor Induk Mahasiswa 109013000010, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah diryataka! lulus dalam Ujiar Munaqasah pada tanggal 28 Januaxi 2014 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itq penulis berhak memperoleh gelar sarjana S-l (S. Pd.) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra lndonesia.
Jakarta, 29 Ja[uari 2014
Panitia Ujian Munaqasah Ketua Panitia (Ketua Juusa&4rogram
Studi) Tanggal
Dra. Mahmudah Fitrivah ZA. M. Pd. NIP 1964012 199703 2 001
>B
-
r -2o\
Seketads (Sekretaris Jurusan/Prodi)
Dra, Hindunt M. Pd. NIP 19701215 200912 2 001 Penguji
1
).4
Ahmad Bahtiar, M. Hum NIP t97601l8 200912 I 002 Penguji
II
-t
. AotT
1):[:?FIl1
Dra. Hirdun. M. Pd lJrP 19701215 200912 2 001 Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguuan
\4i-
Nurlena Rifa'i, MA. Ph. D. NIP. 19591020 198603 2 001
Tanda Tangan
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
SIKAP DAN PANDANCAN HIDUP TOKOII DALAM NOYEL IARANG KARYA Al'U UTAMI DAN IMPLIKASIITYA TERIIADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAII
Skipsi Ini diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguuan Untuk memeouhi syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sasha Indonesia
Oleh : Zakiiedl.
NlM. 109013000010
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAI(ULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI GNN)
SYARItr'HIDAYATI'LLAH .IAKARTA 2014
LEMBAR PER}TYATAAI\ KARYA ILMIAII Saya yang bertanda tangan
di bauah ini:
Nama
Tak'vah
NIM
109013000010
Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sasha Indonesia
Judul Sloipsi
: Sikap dan Pandangan Hidup Tokoh dalam Novel
Ldruhg Karya
Ayr Utami
Terhadap Pembelajamn Sastra Dosen Pembimbing
serta Implikasinya
Di Sekolah
Dra. Mahmudah Fitiyah. ZA, M.Pd
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini
merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syaat memperoleh gelar Sarjana Strata
1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta;
2.
Semua sumber yang saya gunakan unhrk memenuhi
skipsi ini telah
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
di IJIN
saya
Syarif
Hidayahrllah Jakarta;
3.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya ataupun jiplakan dari orang lairL maka saya bersedia menerima sarksi yang berlaku di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah Swt, Tuhan semesta alam yang telah memberikan petunjuk dan kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, para sahabat, dan kita sebagai pengikutnya sampai akhir zaman, amin. Terselesaikannya skripsi yang berjudul SIKAP DAN PANDANGAN HIDUP TOKO DALAM NOVEL LARUNG KARYA AYU UTAMI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN DI SEKOLAH ini tentunya tidak terlepas dari dukungan banyak pihak, baik dukungan berupa doa, semangat, sumbangan pemikiran, maupun bahan-bahan yang dibutuhkan bagi penyempurnaan skripsi ini. Maka, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Nurlena Rifa’i, MA, Ph. D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memimpin FITK dengan jiwa profesionalismenya sehingga kinerja FITK lebih baik dan profesional;
2.
Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan kemudahan administrasi bagi para mahasiswanya, sekaligus selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dengan kesabaran dan dedikasi yang tinggi, serta memberikan sumbangan pemikiran yang mencerahkan hingga terselesaikannya skripsi ini.
3.
Dra. Siti Sahara, selaku Dosen Penasehat Akademik, yang telah memberikan pengarahan sampai terselesaikannya perkuliahan penulis;
4.
Seluruh dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas ilmu pengetahuan, motivasi, dan pengalaman yang telah diberikan selama penulis menjalani perkuliahan;
5.
Kedua orang tua tercinta, ibunda Nurjannah dan ayahanda M. Mukri yang senantiasa mendoakan dan mendukung setiap langkah serta keputusan penulis.
6.
Kakak-kakakku tercinta (Hasna, Ismail, Zaeni, Yayah, Yati) terimakasih banyak atas segala dukungannya baik moral dan materil sampai penulis menyeleseiakan studinya, juga keponakan dan kakak-kakak iparku yang juga telah memeberikan doa dan perhatiannya.
7.
Sahabat-sahabat seperjuangan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Siti Humairoh, Ria Fidiyati, Rhani Shintia Utama, Syifa Annisa, Eva Nihlatul Fauziah, Dini Nurhayati, Sahabat-sahabat UKM PRAMUKA, MANJA SCOUT, Dedeh Kholilah, Rahmatul Uyuni, Nursyamsiah, Irma Listiany, dan Riadul Jannah dan temanteman PBSI angkatan 2009 yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga apa yang kita cita-citakan tercapai, aamiin; Akhir kata Tak ada gading yang tak retak. Tidak ada pribadi yang sempurna, karena manusia bukanlah malaikat. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar ke depannya bisa lebih baik. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi wawasan bagi cakrawala ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua. Sehingga dunia tercerahkan dengan lautan ilmu yang berguna, aamiin.
Jakarta Desember 2014
Zakiyah
ABSTRAK Zakiyah. 109013000010. “Sikap dan Pandangan Hidup Tokoh dalam Novel Larung Karya Ayu Utami dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Dra. Mahmudah Fitriyah, ZA, M. Pd. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sikap dan pandangan hidup yang ditampilkan dalam novel Larung Karya Ayu Utami. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dengan Objek yang akan diteliti yaitu novel Larung Karya Ayu Utami yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama tahun 2002. Simpulan dari hasil penelitian diperoleh data sebagai berikut, sikap hidup dan pandangan hidup yang ditampilkan tokoh meliputi, sikap dan pendangan hidup tentang budaya atau mitos, sikap dan pandangan hidup tentang Illahi atau agama, sikap dan pandangan hidup tentang gender atau kelas sosial, sikap dan pandangan tentang kebajikan, serta sikap dan pandangan tentang sesama manusia, dan faktor yang mempengaruhinya antara lain, faktor pengalaman pribadi, orang lain yang dianggap penting, kebudayaan, media massa, instuisi atau lembaga, faktor emosi dalam diri individu.
Kata Kunci: Sikap dan Pandangan Hidup, Novel Larung, Pembelajaran Sastra.
ABSTRACT Zakiyah. 109 013 000 010. " The attitude Attitudes and Views of Life in a Novel Larung created by Ayu Utami and Implications of Learning Literature in School " . Education majors Indonesian language and literature. Faculty of Tarbiyah and Teaching Science. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. Lecturer: Dra . Mahmudah Fitriyah, ZA, M. Pd . This study aims to describe the attitude and outlook on life are displayed in novel created by Ayu Utami. This research uses descriptive qualitative method. With the object that will be studied is the novel larung created by Ayu Utami and published by PT Gramedia Pustaka Utama 2002. Conclusions of the research the data obtained as follows, attitudes and outlook on life are shown figures include, attitudes and Views of Life about culture or myth, divine or religious life , attitude and outlook on life about gender or social class, attitudes and views on virtue , as well as the attitudes and opinions about fellow human beings, and the factors that influence it, among others, factors of personal experience, others are deemed important, culture, mass media, intuition, or institution, emotional factors within the individual .
Keywords : Attitudes and Views of Life , Novel float , Learning Literature .
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i ABSTRACT ...................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................ 1 B. Identifikasi Masalah .................................................................... 4 C. Pembatasan Masalah ................................................................... 4 D. Rumusan Masalah ...................................................................... 4 E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4 F. Metodologi Penelitian ................................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORITIK A. Hakikat Novel ..............................................................................
8
B. Unsur Intrinsik Novel ..................................................................... 9 C. Sosiologi Sastra ............................................................................ 15 D. Pengertian Pandangan Hidup ....................................................... 16 E. Pengertian Sikap HIdup ............................................................... 16 F. Manusia dan Pandangan Hidup .................................................... 20 G. Hakikat Pembelajaran Sastra........................................................ 20 H. Penelitian yang Relevan ............................................................... 21
BAB III PROFIL AYU UTAMI A. Biografi Ayu Utami................................................................
22
B. Pemikiran Ayu Utami ............................................................
27
BAB IV TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN A. Usur Intrinsik Novel ................................................................. 30
ii
1.
Tema ................................................................................
30
2. Tokoh dan Penokohan ........................................................ 30 3. Alur .................................................................................... 36 4. Latarr .................................................................................. 40 5. Sudut Pandang ................................................................... 48 B. Sikap dan Pandangan Hidup Tokoh Larung ............................ 49 C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah ............... 68
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ..............................................................................
73
B. Saran ........................................................................................
74
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 75 LEMBAR UJI REFERENSI
iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya suatu karya sastra tidak bisa lepas dari keadaan lingkungan sosial pengarangnya, selebihnya suatu karya selalu ditempatkan pada posisi seimbang antara teks dan penciptanya. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra adalah produk masyarakat, sebab karya sastra lahir dan berkembang dalam masyarakat serta dibentuk oleh masyarakat berdasarkan desakan emosional atau rasional dari masyarakat. Berarti karya sastra bukan kenyataan hidup sosial, tetapi merupakan gambaran sosial suatu masyarakat yang dituangkan dalam cerita. Karya sastra sebagai seni yang berlandaskan cerita secara langsung maupun tidak langsung membawakan pesan dan moral. Dengan kata lain karya sastra mempunyai nilainilai diperoleh pembaca lewat sastra. Apalagi karya sastra merupakan cerminan dari masyarakat. Sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kehidupan masyarakat serta hubungan antara karya sastra dengan pembaca dan pengarang. Karya sastra berkaitan dengan fungsinya salah satunya adalah sebagai media penghibur dan juga berguna, maksundnya bahwa karya satra sebagai media sosial memainkan perannya untuk mengajak pembaca untuk tidak sekedar menyukai kegiatan membaca akan tetapi ada pelajaran dan pengajaran yang ingin disampaikan oleh pengarang memlui cerita tersebut, dengan mehadirkan kisah serta polemik sosial yang dekat kenyataannya dengan masyarakat serta sarat akan nilai-nilai soaial masyarakat. Oleh karena itu sastra dijadikan sebagai media untuk mengangkat minat membaca yang tidak hanya melihat fungsinya sebagai media penghibur tetapi juga mempunyai tujuan estetik. Diantara genre karya sastra yaitu prosa, puisi, dan drama, genre prosalah khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Karena novel menampilkan unsur cerita paling lengkap, memiliki media paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas
1
2
dan bahasa novel cenderung bahasa sehari-hari yang paling umum digunakan dalam masyarakat.1 Novel sebagai salah satu karya seni sastra dapat dikaji dari bermacammacam aspeknya baik dari struktur maupun unsur-unsurnya, mengingat bahwa novel merupakan struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur, sarana estetika dan nilai serta norma yang ada di dalamnya. Pemahaman novel dapat ditinjau dari berbagai aspek, hal itu tergantung dari sisi nilai dari novel yang akan dikaji atau dibahas. Novel kaitannya dengan karya sastra karya sastra dapat dinilai dari beberapa kriteria. Kriteria yang mengaitkan karya dan pengarang, kriteria yang mengaitkan karya sastra dengan kenyataan, karya yang mengaitkan pendapat pihak kritikus dan karya sastra, karya untuk mengasyikkan pembaca, karya yang memperhatikan struktur, dan kriteria tradisi. Penilaian terhadap suatu karya sastra juga
dapat
dipengaruhi
oleh
pandangan
seseorang
mengenai
fungsi
sastra.Berangkat dari hal itulah, penulis mengkaji objek penelitian yaitu novel Larung karya Ayu Utami dengan mengkaji novel dari segi sosiologis. Larung merupakan novel dwilogi yang dikarang oleh Ayu utami seorang pengarang wanita. Semula novel ini ingin dijadikan sebuah novel dengan judul Laila Tak Mampir di New York, dengan novel pertamanya yaitu Saman yang akhirnya membawa Ayu memenangkan lomba sayembara roman Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998. Akan tetapi dalam proses pengerjaan, beberapa sub plot berkembang melampaui rencana. Pada akhirnya Saman dan Larung merupakan dwilogi yang berdiri sendiri. Ayu Utami adalah seorang pengarang yang tergabung dalam komunitas Utan Ayu. Ia menampilkan tokoh wanita yang cukup banyak jumlahnya dalam novel yang ia tulis, demikian juga pelukisan watak yang disandang oleh tokoh tersebut, sehingga tokoh ini mencerminkan dan mempunyai kemiripan dengan kehidupan manusia yang sesungguhnya dibandingkan dengan novel-novel yang
1
Nyoman Kutha Ratna, S. U, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian sastra dari strukturalisme hingga Postrukturalisme, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2004), hlm 46-47
3
lainnya, demikian pula dengan tokoh wanitanya sangat mewakili kehidupan wanita zaman sekarang ini sehinnga sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam. Novel Larung karya Ayu Utami kemudian menarik perhatian penulis untuk mengkajinya. Dari segi psikis,pengarang melukiskan karakter pelaku melalui pelukisan gejala-gejala pikiran, perasaan dan kemauannya. Dengan jalan ini pembaca dapat mengetahui bagaimana watak pelaku. Segi sosiologis, pengarang melukiskan watak pelaku melalui lingkungan hidup kemasyarakatan di samping selalu merupakan hasil penjelmaan fisiknya, juga merupakan hasil penjelmaan pengaruh-pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu, dalam memahami tokoh, aspek-aspek yang melekat pada diri tokoh: seperti penamaan, peran, keadaan fisik, keadaan psikis, dan karakter perlu mendapat perhatian. Sastra sebagaimana fungsinya yaitu sebagai gambaran dari potret kehidupan masyarakat yang mengangkat konflik sosial yang terjadi dimasyarakat. keterkaitan sastra dengan masyarakatyang menjadikan pengarang menuangkan cerita dengan konflik sosial masyarakat yang terjadi. Rangkaian peristiwa tersebut digambarkan melalui kehadiaran para tokoh dalam cerita Sastra kaitannya sebagai cermin dari masyarakat tetunya juga mengangkat permasalahn-permasalahan yang ada di masyarakat, baik mengenai nilai-nilai, moral, ideologi dan sebagainya. Nilai-nilai yang ada dalam masyarakat pada akhirnya ada kaitannya dan menjadi sumber dari pandangan hidup yaitu pola pikir tertentu pada setiap individu. Pandangan hidup bersifat elastis, tergantung kepada situasi dan kondisi dan dapat dipengaruhi oleh lingkungan hidup dimana manusia tersebut berada. Sumber pandangan hidup berasal dari agama, ideologi maupun hasil perenungan seseorang yang bersifat relatif. Setiap individu memiliki pandangan hidup dan cita-citanya sendiri dan selalu bermimpi untuk mencapai apa yang dia inginkan sesuai dengan cita-citanya dan idak sedikit manusia yang mimpinya menjadi kenyataan. Melalui novel ini, Ayu mengajak para pembacanya untuk dapat belajar merasakan dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang sengaja ditawarkan melalui perjuangan para tokohnya dalam memaknai hidup dan berjuang mencari jati dirinya serta upaya para tokoh dalam mencapai kedudukan
4
Dan tujuan hidupnya. Dari permaslahan yang diangkat tersebut penulis tertarik utuk mengkaji novel Larung dari segi tokoh dengan mengambil tema mengenai dinamika Sikap dan Pandangan Hidup Tokoh dalam Novel Larung Karya Ayu Utami dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah A. Identifikasi Masalah 1. Rendahnya pemahaman pembaca mengenai hubungan nilai sosial dan budaya yang terdapat dalam cerita 2. Pembaca merasa kesulitan menafsirkan karakter dan pandangan hidup tokoh yang diceritakan pengarang B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan, maka penulis membatasi penelitian ini pada masalah sikap dan pandangan hidup para tokoh dalam Novel Larung karya Ayu Utami. Dengan mengkaji aspek sosial budaya yang terdapat dalam novel. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagaimana sikap dan pandangan hidup tokoh dalam novel Larung karya Ayu Utami 2) Bagaiman implikasi dari pandangan hidup tokoh dalam novel Larung karya Ayu Utami terhadap pembelajarn sastra di sekolah? B. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis bagaimana sikap dan pandangan hidup para tokoh dalam novel Larung karya Ayu Utami 2. Penulis mengharapkan dengan dilakukannya penelitian mengenai bagaimana sikap dan pandangan hidup tokoh Larung dalam novel Larung dalam dapat memberikan pengetahuan bagi paraembaca mengenai sikap dan pandangan hidup para tokoh wanita yang terdapat
5
dalam novel Larung karya Ayu Utami dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah. C. Metode Penelitian Adapun metode penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian tidak terpaku terhadap suatu tepat dikarenakan penelitian yang dilakuakn dengan mengkaji suatu teks atau naskah, sehingga jika mendukung setiap tempat bisa dijadikan tempat penelitian. Adapun waktu penelitian ini dilakukan mulai september sampai desember 2013 2. Bentuk dan strategi penelitian Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dengan metode analisis isi. Penelitian ini mendeskripsikan apa yang menjadi masalah, menganalisis, dan menafsirkan data yang ada. Strategi yang digunakan berupa analisis isiberdasarkan data yang didapatkan. Metode analisis isi yang digunakan dalam menelaah isi dari suatu dokumen yaitu Novel Larung karya Ayu Utami. 3. Subjek dan objek penelitian Subjek dari penelitian ini adalah Novel Larung karya Ayu Utami. Objek penelitian ini adalah Novel Larung karya Ayu Utami yang diterbitkan pada tahun 2001 4. Fokus penelitian Fokus penelitian ini adalah mendeskripsikan sikap dan pandangan hidup para tokoh wanita dalam novel Larung Larung karya Ayu Utami dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah. Focus penelitian ini dilakukan agar penelitian lebih fokus dan terarah sehingga dapat lebih mudah dipahami oleh pembaca. 5. Sumber data Sumber data dalam penelitian ini dibedaan menjadi dua, yaitu berupa data primer dan data sekunder. Sember primer adalah sumber data yang langsung memeberikan data kepada pengumpul data, sedangkan data
6
sekunder adalah sumber data yang secara tidakk langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Larung. Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku serta tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini. 6. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik pustaka, simak, dan catat. Teknik pustaka adalah teknik penelitian yang menggunakan sumber-sumber data tertulis untuk memperoleh data. Teknik simak dalam penelitian ini berarti peneliti sebagai instrumen melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data primer. Hasil penyimakan tersebut dicatat sebagai sumber data. 7. Instrumen penelitian Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik., cermat, lengkap serta sistematis sehingga lebih mudah diolah. Dalam penelitian itu sendiri. Penelitian kualitataf sebagai human instrumen berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagaisumber data, malakukan pengumpulan data, memilih kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan data atas temuannya. Kegiatan yang dilkukan peneliti sehubungan dengan pengembilan Larung dan
peneliti
bertindak
sebagai
pembaca
yang
aktif
membaca,
mengidentifikasiperistiwa-perisiwa yang menyakut sudut pandang tokoh. 8. Teknik analisi data Teknik analisis data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Identifikasi Setetalh data terkumpul, penleiti membaca secara kritis dengan mengidentifikasi novel yang dijadikan data dalam penelitian, dalam hal ini novel Larung karya Ayu Utami.
7
b. Klasifikasi Setelah diidentifikasi, data novel diseleksi dan diklasifikasi sesuai hasil identifikasi, yaituu unsur intrinsik, sikap dan pandangan hidup tokoh lalu menghubungkannya dengan pembelajaran sastra. c. Analisis Teknik selanjutnya ialah analisi. Seluruh data yang mengandung mengenai sudut pandang tokoh utama dianalisi dan ditafsirkan secara keseluruhan d. Deskripsi Dalam teknik ini hasil analisi disusun secara sistematis sehingga memudahkan dalam mendeskripsikan sikap dan pandangan hidup tokoh yang terdapat dalam novel tersebut.
BAB II LANDASAN TEORETIS
A. Hakikat Novel Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata novel berarti karangan yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orangorang di sekililingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap prilaku tokohnya. Kata novel berasal dari bahasa Itali novella yang secara harfiah berart, sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Dalam bahasa Latin kata novel berasal novellus yang diturunkan pula dari kata noveis yang berarti baru. Dikatakan baru karena dibandingkan dengan jenis-jenis lain, novel baru muncul kemudian1. Novel juga diartikan sebagai prosa rekaan yang menyuguhkan tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa serta latar secara tersusun. Novel sebagai karya imajinatif mengugkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang mendalam dan menyajikannya secara halus. Novel tidak hanya sebagai alat hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan meneliti segi-segi kehidupan dan nilai-nilai baik buruk (moral) dalam kehidupan ini dan mengarahkan pada pembaca tentang budi pekerti yang luhur Sebagian besar orang membaca sebuah novel hanya ingin menikmati cerita yang disajikan oleh pengarang. Pembaca hanya akan mendapatkan kesan secara umum dan bagian cerita tertentu yang menarik. Membaca sebuah novel yang terlalu panjang yang dapat diselesaikan setelah berulang kali membaca dan setiap kali membaca hanya dapat menyelesaikan beberapa episode akan memaksa pembaca untuk mengingat kembali cerita yang telah dibaca sebelumnya. Hal ini menyebabkan pemahaman keseluruhan cerita dari episode ke episode berikutnya akan terputus. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah cerita fiktif yang berusaha menggambarkan atau melukiskan kehidupan tokohtokohnya dengan menggunakan alur. Cerita fiktif tidak hanya sebagai cerita khayalan semata, tetapi sebuah imajinasi yang dihasilkan oleh pengarang dari realitas atau
1
Burhan Nurgiyantoro, teori Pengkajian Fiksi. (Yogyakarta:Gajah Mada University Press, 2000)hlm. 9
8
9
fenomena yang dilihat dan dirasakan, serta dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya.
B. Unsur Intrinsik Novel Novel memiliki unsur-unsur pembangun yang menyebabkan karya sastra itu hadir sebagai karya sastra. Unsur itu adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur yang secara faktual dapat dijumpai ketika membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara tidak langsung turut serta membangun cerita.2 Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang menbangun karya sastra di luar karya, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan system organisme karya sastra. 1. Tema Menurut Susminto A. Sayuti, tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita. Istilah tema sering disamakan dengan topik, padahal kedua istilah ini memilki pengertian yang berbeda. Topoik dalam suatu karya sastra adalah pokok pembicaraan, sedangkan tema merupakan gagasan sebtral, yakni sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam karya sastra fiksi.3Menurut Freir dan Lazarus, tema dinyatakan secara tidak langsung, meskipun ada yang dirasakan oleh pembaca, serta ttema tidak lain daripada ide pokok, ide sentral atau ide ide yang dominan dari karya sastra.4 Tema adalah maslah yang menjadi pokok pembicaraan atau yang menjadi initi topik dalam suatu pembahasan. Tema dapata juga berupa makna atau gagasan yang mendasari karya sastra. Ada tiga cara untuk menentikan tema, yaitu. a. Melihat persoalan mana yang paling menonjol b. Mementukan persoalan mana yang paling banyak menumbulkan konflik, yakni konflik yang melahirkan peristiwa. 2 3
I, hal 11
4
Ibid. hal 36 Susminto A. Sayuty. Berkenalan Dengan Prosa Fiksi (Yogyakarta:Gama Media. 200), Cet. Made Sukada, Pembinaan Kritik sastra Indonesia, (Bandung::Angkasa. 2005) h. 7
10
c. Dengan menghitung waktu penceritaan, yaitu waktu diperlukan untuk menceritakann peristiwa atau tokoh-tokoh di dalam sebuah karya sastra sehubungan dengan persoalan yang bersangkutan.5 1. Tokoh dan penokohan Wellek membedakan dua macam penokohan, yaitu penokohan “datar” dan penokohan “bulat”. Dikatakan tokoh datar jika watak tokoh dilukiskan tetap, tidak berubah-ubah sejak awal hingga akhir cerita. Sebaliknya, tokoh bulat mengalami perubahan watak secara menonjol. Berdasarkan peranannya, tokoh dapat dibedakan atas tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama memegang peranan utama, dia diceritakan sejak awak hingga akhir cerita. Tokoh tambahan lebih berperan sebagai pembantu untuk memperjelas peranan dan watak tokoh utama.6 Ada beberapa cara untuk menggambarkan karakterisasi mengenai tokoh, diantaranya yaitu:7 a. Cara ekspositori atau teknik analitis yaitu pelukisan tokoh dilakukan dengan memberikan deskripsi, uaraian atau penjelasan secara langsung. Tokoh dihadirkan kepada pembaca dengan tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai dengan deskripsi yang berupa sikap, tingkah laku, atau bahkan ciri fisisknya. 8 b. Cara dramatik, menggambarkan apa dan siapanya tokoh itu tidak secara langsung, tetapi melalui hal-hal lain : 1) Menggambarkan tempat atau lingkungan sang tokoh 2) Cakapan (percakapan) antara tokoh dengan lain atau percakapan tokoh-tokoh lain tentang dia 3) Pikiran sang tokoh atau pendapat tokoh-tokoh lain atau dia 4) Perbuatan sang tokoh
5
Ibid, h. 8 Nurgiyantoro, Op. Cit. h. 164 7 Ibid. h. 195 6
11
c. Catatan tentang identifikasi tokoh, yaitu cara yang dilakukan untuk mengenali tokoh-tokoh cerita dengan mengidentifikasi ciri-ciri fisik, sifat, tingkah laku, dan kepribadian tokoh dengan melakukan tahapan-tahapan pengenalan, pengulangan dan pengumpulan data-data yang berkaitan dengaan tokoh. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Dalam karya sastra prosa, pada dasarnya ada dua jenis tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama dapat ditentukan melalui tiga cara: (1) tokoh yang paling terlibat dengan tema; (2) tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain; dan (3) tokoh yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan. di samping tokoh utama (protagonis), ada jenis-jenis tokoh lain, yang terpenting adalah tokoh lawan (antagonis), yakni tokoh yang diciptakan untuk mengimbangi tokoh utama. Konflik di antara mereka itulah yang menjadi inti dan menggerakkan cerita. Teori tentang tokoh yang akan digunakan sebagai landasan analisis ialah teori characterization milik Seymour Chatman. Dengan berlandaskan pada pemahaman M. H. Abrams mengenai sastra, Chatman berargumen bahwa elemen tokoh dalam karya sastra seyogyanya ditelaah menurut dua aspek, yaitu penampilan dan Penampilan dan kepribadian dapat dirinci menjadi actions (tindakan), manners of thought and life (cara berpikir dan gaya hidup), habits (kebiasaan), emotions (perasaan), desires (keinginan), instincts (naluri). 2. Alur Pengertian alur sering disamakan dengan jalan cerita. Dia istilah ini berbeda dan mempunyai makna yang berbeda. Pengertian alur sebagai rangkaian peristiwa yang membangun cerita, dipahami sama seperti jalan cerita yang terdiri atas rangkaian peristiwa. Jika alur selalu didasari oleh adanya hubungan sebab-akibat maka jalan cerita hanya berupa rangkaian peristiwa saja. Dengan demikian, perbedaan asasi antara alur dan jalan cerita terletak pada ada tidaknya hubungan sebab akibat. Alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun secara logis. Terbatas pada peristiwa-peristiwa yang menjadi dampak dari
12
berbagai peristiwa yang lain, dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Alur merupakan unsur yang sangat penting dalam karya fiksi. Pemahaman pembaca terhadap cerita yang ditampilkan tergantung dari cara penyajian alurnya. Istilah alur biasanya Alur dibangun
oleh
beberapa
peristiwa,
awal
cerita
biasanya
biasanya
menceritakan atau memperkenalkan peristiwa yang membuat pembaca mendapatkan informasi penting dan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kejadian selanjutnya. Selanjutnya bagian tengah yang menampilkan konflik yang sudah mulai dimunculkan pada awal cerita dan mulai meningkat hingga mencapai level klimaks yaitu level puncak dari suatu hal atau konflik yang terjadi. Kemudian bagian akhir yang merupakan tahap penyelesaian dari klimaks dan menjadi bagian akhir dari cerita. 3. Latar Latar adalah waktu yang menunjukan kapan cerita terjadi dan di tempat mana cerita itu terjadi. Secara garis besra latar fiksi dapat dikategorikan sebagai berikut. Latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Menurut Asul Wiyanto, latar adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Jadi latar mencakup tiga hal, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suaasana. a. Latar tempat latar tempat mengacu kepada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat tersebut mungkin berupa tempattempat dengan nama tertentu, dengan inisial tertentu, ataupun tempat tertentu dengan nama yang tidak jelas atau hanya berupa petunjukpetunjuk yang mengarah pada terjadinya peristiwa. b. Latar waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karaya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah c. Latar sosial
13
Latar sosial menyarankan kepada hal-hal yang berhubungan denga perilaku sosial atau kehidupan masyarakat yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.dapat berupa kebiasaan hidup adat istiadat, cara berfikir, keyakinan, pandanagn hidup dan lain-lain yang terjadi dalam masyarakat. Latar sosila juga dapat berkaitan dengan statsu sosial
tokoh yang
bersangkutan, misalkan atas, menegah, atau rendah. 4. Sudut pandang Abrams mengatakan bahwa sudut pandang atau Point of View mengacu pada sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang digunakan pengarag sebagai saran untuk menyajikan tokoh, latar, tindakan, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian sudut pandang merupakan cara, strategi atau siasat yang digunakan pengarang untuk mengungkapkan gagasan dan ceritanya.9 Sudut pandang terdiri atas: a. Sudut pandang orang ketiga “Diaan” Sudut pandang ketiga “dia” digunakan dalam pengisahan cerita dengan gaya “dia”. Narator atau pencerita adalah seseorang yang menampilkan tokoh-tokoh cerita yang menyebut nama, misalnya Telaga, atau penggunaan kata ganti seperti ; ia, dia, dan mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang uatam kerap atau terus menerus disebut dan sebagai variasi, pengarang menggunakan kata ganti. Sudut pandang orang ketiga terdiri atas:10 1) Teknik Penceritaan “Diaan “ Mahatahu Teknik penceritaan “diaan” mahatahu yakni yakni penceritaan yang berada di luar cerita yang melaporkan peristiwa-peristiwa yang dialami para tokoh dari sudut pandang dia. Penceritaan mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Bahkan,
10
Nurgiyantoro, Op. Cit.h. 248
14
pencerita mampu mengungkapkan pikiran, pandangan, dan motivasi secara jelas seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.11 2) Teknik Penceritaan “Diaan” Terbatas Sudut pandang yang menggunakan teknik penceritaan “diaan” terbatas. “dia” berfungsi sebagai pengamat, yaitu pencerita berada di luar cerita dan biasanya ia mengetahui segala sesuatu tentang diri seseorang tokoh saja baik tindakan dan batin si tokoh tersebut. Teknik ini menggunakan sudut pandang cerita yang objektif dengan menyajikan kepada pembaca pengamatanpengamatan luar yang berpengaruh terhadap pikiran, ingatan, dan perasaan yang membentuk kesadaraan total pengamatan. Dengan demikian pengarang tidak memberikan komentar dan penilaian yang bersifat subjektif terhadap peristiwa, tindakan tokoh yang diceritakan. Ia hanya berlaku sebagai pengamat, melaporkan segala sesuatu yang dialami dan dijalani oleh seorang tokoh.12 b. Sudut Pandang orang pertama “Akuan” Sudut pandang orang pertama “aku” terdiri atas: “aku” tokoh utama yaitu pencerita yang ikut berperan sebagai tokoh utama. Melaporkan cerita dari sudut oandang “ aku” dan menjadi fokus atau pusat cerita dan “aku” tokoh tambahan, yaitu penceritaan yang tidak ikut berperan dalam cerita, hadir sebagai tokoh tambahan yang aktif sebgaai pendengan tau penonton dan hanya untuk melaporkan cerita kepada pembaca dari sudut pandang “saya”13 1) Teknik penceritaan “Akuan” Sertaan Teknik penceritaan akuan sertaan digunakan bila pencertitaan berlaku sebagai tokoh yang terlibat langsung dengan kejadiankejadian dalam cerita. Teknik penceritaan “akuan” sertaan adalah apabila cerita disampaikan oleh seorang tokoh dengan menggunakan “aku”. Salah seorang tokoh dalam cerita 11
Albertin Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi (Jakarta: Yayasan Pustaka obor Indonesia, 2011) hlm. 99 12 Ibid., h. 103 13 Ibid., h. 107
15
berkisah dengan mengacu pada dirinya dengan kata ganti orang pertama “aku” dan ia berperan dalam pengishana. Biloa pencerita “akua sertaan” menggunakan “aku” sebagai tokoh utama, ia menceritakan segala-galanya mengenai dirinya, pengalaman, pandangan, keyakinan, dan lain-lain. Nuansanya lebih subjektif dan pembaca seakana-akan dibawa oleh si pencerita mengikuti apa yang dialaminya dan apa yang diyakininya. Pembaca kerap bertanya-tanya apakah semua ini merupakan ide/ gagasan si pengarang. 2) Teknik Penceritaan “akuan” Tak Sertaan Teknik penceritaan “akuan” tak sertaan digunakan bila pencerita tidak terlibta langsung dalam cerita walaupun ia berbeda di dalamnya. 3) Teknik pencerita “Aku” tokoh utama dan “Aku” tokoh tambahan Teknik pencerita “aku” tokoh utama menceritakan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya secara fisik dan batiniah serta hubungannya dengan segala sesuatu di luar dirinya. Pada teknik pencerita “aku” tokoh tambahan. Si pencerita atau “aku” manampilkan kepada pembaca tokoh lain yang dibiarkannya bercerita tentang dirinya. Si pencerita inilah yang menjadi tokoh utama dengan menampilkan berbagai pengalaman, peristiwa, lakuan, dan hubungannya dengan tokoh lain. c. Sudut Pandang Campuran Sudut pandang campuran terdapat dalam sebuah novel apabila si pengarang menggunakan lebih dari satu teknik pencertitaan. Pengarang berjalan berganti-ganti dari satu teknik ke teknik lainnya. Misalnya penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik “dia” mahatahu
16
dan “dia” sebagai pengamat, persona dengan teknik “aku” sebagai tokoh utama dan “aku” sebagai tokoh tambahan atau sebagai saksi. 14 C. Sosiologi Sastra Sosiologi adalah telaah yang obyektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial. Seperti halnya sosiologi, sastra juga berurusan dengan manusia dalam masyarakat dengan di dalamnya terdapat usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakat ini oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra15 Istilah sosiologi sastra pada dasarnya tidak berbeda pengertiannya dengan pendekatan sosiologis atau sosiokultur terhadap sastra . Menurut Damono, ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologis terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomi belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor luar sastra untuk membicarakan sastra. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelitian. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui lebih dalam lagi gejala di luar sastra. 16 Pendekatan sosiologi bertolak dari asumsi bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat, melalui karya sastra seorang pengarang mengungkapkan problem kehidupan yang pengarang sendiri ikut di dalam karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat bahkan seringkali masyarakat sangat menentukan nilai karya sastra yang hidup di suatu zaman, sementara sastrawan itu sendiri yang merupakan anggota masyarakat tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungan yang membesarkannya dan sekaligus. Wellek dan Warren mengemukakan tiga klasifikasi yang berkaitan dengan sosiologi sastra, antara lain: a. Sosiologi pengarang. Masalah yang berkaitan adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial, status pengarang, dan ideologi. 14
Nurgiyantoro., Op. cit., h 264 Robert Escarpit. Sosiologi Sastra (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008)., h. 15 16 Ibid., h. 23 15
17
b. Sosiologi karya sastra. Masalah yang dibahas mengenai isi karya sastra, tujuan atau amanat, dan hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan berkaitan dengan masalah sosial. c. Sosiologi pembaca. Membahas masalah pembaca dan pengaruh sosial karya sastra terhadap pembaca.17 Hubungan sosiologi dan karya sastra terdapat hubungan timbal balik karena dalam karya sastra terdapat hal-hal yang menjelaskan tentang moral yaitu sikap atau nilai-nilai dalam masyarakat, maka di antara keduanya saling melengkapi dan saling membantu. Sosiologi sastra dapat menyangkut hubungan antara pengarang, karya sastra itu sendiri, dan pembaca. Dalam penelitian ini sosiologi sastra difokuskan kepada karya sastra itu sendiri yang mengkaji aspek moral atau sikap dan pandangan hidup manusia. Membicarakan masalah sikap dan pandangan hidup pada dasarnya membicarakan mengenai keadaan manusia dalam menghadapi perkembangan lingkungan hidupnya. Manusia tidak bisa lepas dari lingkungan sosialnya maka manusia butuh pedoman yang dapat menjaga stabilitas menyelaraskan dirinya dengan dunia dan lingkungannya. Manusia hendaknya mempunyai pengetahuan yang cukup tentang nilai-nilai dan norma yang harus dipatuhi, dihayati, dan dilakasanakan. Eksistensi manusia sebagai individu dan prilaku interaksi sosial merupakan akibat dari sistem sosial, yang pada gilirannya merupakan bagian lingkungan sosial. Lingkungan sosial melibatkan berbagai komponen, baik fisik maupun non fisik, yaitu dalam bentuk tradisi baik dalam bentuk bahasa, norma, agama dan lain sebagainya. 18 D. Pandangan Hidup 1.Pengertian pandangan hidup Pandangan hidup adalah nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat yang dipilih secara selektif oleh para individu dan golongan dalam masyarakat. Setiap manusia memiliki keinginan baik maupun buruk. Sikap hidup adalah perasaan
17
Heru Kurniawan, Sosiologi Sastra Teori, Metode, dan Aplikasi.(Jakarta: Graha Ilmu. 2012). h., 14 18 Ktha Ratna.Paradigma Sosiologi sastra. (Yogyakarta: Putaka Pelajar. 2009) Cet II., h 123
18
hati dalam menghadapi hidup,sikap tersebut bisa positif, negatif, apatis atau sikap optimis maupun pesimis tergantung kepada pribadi dan lingkungannya.19 Manusia adalah bagian dari pandangan hidup. Dalam kehidupan tidak ada seorang pun manusia yang tidak memiliki pandangan hidup. Apapun yang di katakan manusia adalah sebuah pandangan hidup karena dapat dipengaruhi oleh pola pikir tertentu pada setiap individu. Pandangan hidup bersifat elastis, tergantung kepada situasi dan kondisi dan dapat dipengaruhi oleh lingkungan hidup dimana manusia tersebut berada. Sumber pandangan hidup berasal dari agama, ideologi maupun hasil perenungan seseorang yang bersifat relatif. Setiap individu memiliki pandangan hidup dan cita-citanya sendiri dan selalu bermimpi untuk mencapai apa yang dia inginkan sesuai dengan cita-citanya.Tidak sedikit manusia yang mimpinya menjadi kenyataan. Bermula dari mimpi akan menjadikan kita semangat untuk mengejar mimpi tersebut. Pandangan hidup yang diklasifikasikan berdasarkan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam : 1. Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan yang mutlak kebenarannya 2. Pandangan hidup yang berupa idiologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada negara tersebut 3. Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya 20 2. Makna Sikap Hidup Sikap hidup adalah keadaan hati dalam menghadapi hidup ini. Sikap itu bisa positif, bisa negatif, apatis atau sikap optimis atau persimis, bergabung pada pribadi orang itu dan juga lingkungannya.21 Sikap itu penting, setiap orang mempunyai sikap dan sudah tentu tiap-tiap orang berbeda sikapnya. Sikap dapat dibentuk sesuai dengan kemauan yang membentuknya. Pembentukan sikap ini terjadi melalui 19
Joko Widagdo. Ilmu Budaya Dasar (Jakarta: Bumi Aksara. 2001) h. 122 Ibid., h.124 21 Ibid., h. 125 20
19
pendidikan. Seperti halnya orang militer yang bersikap tegas, berdisiplin tinggi, sikap kesatria, karena dalam kemiliteran ia dididik kearah sikap itu. Sikap dapat juga berubah karena situasi, kondisi, dan lingkungan Dalam menghadapi kehidupan, yang berarti manusia menghadapi manusia lain atau menghadapi kelompok manusia, ada beberapa sikap etis dan nonetis. Sikap etis ini disebut juga sikap positif yaitu sikap lincah, sikap tenang, sikap halus, sikap berani, sikap arif, sikap rendah hati dan sikap bangga. Sikap nonetis atau negatif ialah sikap kaku, sikap gugup, sikap kasar, sikap takut, sikap angkuh, sikap rendah diri. Sikap-sikap itu harus di jauhkan dari diri pribadi, karena sangat merugikan baik bagi pribadi masing-masing maupun bagi kemajuan bangsa. Dalam berbagai perpustakaan, khususnya yang menelaah sikap manusia, ada semacam kesepakatan bahwa sikap tidak lain merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang berarti bahwa sikap seseorang terhadap objek tertentu pada dasarnya merupakan hasil penyesuaian diri seseorang terhadap objek yang bersangkutan dengan dipengaruhi oleh lingkungan susial serta kesediaan untuk bereaksi terhadap objek tersebut Menurut Van Peursen dalam bukunya strategi kebudayaan mengenai aktualisasi sikap manusia dari zaman ke zaman dalam menghadapi kekuasaan-kekuasaan tersebut, melihat adanya 3 periode peralihan yang mencolok yang dialami manusia pada umumnya. Ketiga pagiode itu adalah: a) Tahap mitis ialah sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib disekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya atau kekuasaan kesuburan b) Tahap antiologi ialah sikap manusia yang tidak hidup lagi dalam kepungan, ia menyusun suatu ajaran atau teori mengenai dasar hakikatnya segala sesuatu (antologi) dan mengenai segala sesiatu menurut perinciannya (ilmu-ilmu) c) Tahap fungsianal ialah sikap dan alam pikiran yang makin nampak dalam diri manusia modern. Ia tidak begitu terpesona lagi oleh lingkungan
20
(sikap mistis), ia tidak lagi dengan kepala dingin ambil jarak terhadap objek penyelidikannya (sikap antologis).22 Sementara itu Franz Magnis Suseno melihat adanya dua bahaya yang terjadi kendala bagi manusia dalam upaya memenuhi ataupun mempertahankan sikap hidup, kedua bahaya yang dimaksud adalah nafsu dan pamrih. Nafsu adalah perasaan-perasaan kasar yang bisa menggagalkan kontrol diri manusia dan sekaligus membelenggunya secara buta secara lahir. Nafsumemperlemah manusia karena pemborosan kekuatan-kekuatan batin tanpa guna. Seseorang yang dikuasai nafsu, boleh jadi tidak lagimenuruti akal budinya, tidak bisa lagi mengembangkan segi-segi halusnya, semakin mengancam lingkungannya, menimbulkan konflik dan ketegangan-ketegangan dalam masyarakat dan pada instansi terakhir, membahayakan ketentraman. Pamrih dan egoisme juga menjadi musuh manusia. Ini bias dimengerti mengingat seseorang yang bertindak lantaran pamrih semata-mata biasanya cendrung mengusahakan kepentingannya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan masyarakat. Dilihat dari kacamata sosial pun pamrih itu selalu mengacau karena merupakan tindakan tanpa perhatian terhadap keselarasan sosial. Selain itu pamrih sekaligus memperlemah manusia dari dalam, karena sikap yang mengajar pamrih biasanya akan memutlakkan kekuatannya sendiri. Dengan demikian itu ia mengisolasikan dirinya sendiri dan memotong diri dari sumber kekuatan batin yang tidak terletak dalam individualitasnya, melainkan dalam dasar yang mempersatukan semua kekuata pada dasar jiwa mereka.23 Sikap manusia bukanlah suatu konstruk yang berdiri sendiri, akan tetapi paling tidak ia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kontruk-kontruk lain, seperti: a. Nilai-nilai b. Sikap c. Dorongan d. Motivasi
22
Ibid., h.131 Ibid., h.133
23
21
5. Hubungan Manusia dan Pandangan Hidup Akal dan budi sebagai milik manusia ternyata membawa ciri tersendiri akan diri manusia itu. Sebab akal dan budi mengakibatkan manusia memiliki keunggulan dibandingkan makhluk lain. Satu diantara keunggulan manusia tersebut adalah pandangan hidup. Disatu pihak manusia menyadari kehidupannya lebih kompleks. Pandangan hidup berupa suatu penggaris yang mungkin dapat dinyatakan dengan kata-kata sebagai rumusan juga dapat dikatakan rumusan: 1. Orang yang sulit menyusun perasaan, pikiran dan kejiwaan. 2. Juga karena ia sendiri menyadari bahwa mungkin ia dapat berbuat/ bertindak yang melanggar prinsip-prinsip yang dikatakan. 3. Dan khawatir kalau ada kritik besar dan penyelewengan pandangan hidup dari anak-anak atau orang yang di bimbing.24
E. Hakikat pembelajaran sastra Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dan kurikulum 2004 yaitu: (1) agar peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawsan kehidupan, serta meningkatkan kemampuan dan pengetahuan berbahasa; (2) peserta didik menghargai dan membagakan sastra indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. 25 Sastra lahir oleh dorongan manusia untuk mengungkapkan diri mengenai masalah manusia, kemanusiaan dan semesta. Sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, agama dan ilmu jiwa. Sastrawan dapat dikatakan sebagai ahli ilmu jiwa dan filsafat yang mengungkapkan masalah jiwa dan filsafat itu bukan dengan cara teknis akademis melainkan dengan tulisan sastra.26 Sastra selain sebagai sebuah karya seni yang memilki budi, imajinasi, dan emosi, juga sebagai karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan emosional. Sastra yang telah dilahirkan oleh sastrawan diharapkan dapat memberi kepuasan estetik dan intelektual bagi pembaca. Maka dari itu tujuan pembelajaran sastra adalah untuk menanamkan nilai-nilai imajinasi, emosi, juga 24
Ibid., h. 139 Riris K. Toha Sarumpaet Sastra Masuk Sekolah , (Magelang, Indonesiatera. 2002)hlm 26 Dr. Wahyudi Siswanto Pengantar Teori Sastra (Jakarta, 2008)hlm 67 25
22
kreativitas juga nilai-nilai kemanusiaan pada siswa. Sehingga diharapkan hasil dari pembelajaran sastra siswa dapat menyerap dan mengaplikasikan hasil proses kreatif dan imajinatif dan niali yang terkandung di dalamnya sebagi pelajaran. Sastra berkaitan dengan semua aspek manusia dan alam dengan seki tarnya. Melalui karya sastra selalu ada pesan yang ingin disampaikan terutama pengetahuan tentang budaya, karna sastra tidak lahir dari kekosongan budaya. Pengetahuan tentang budaya harus selalu dipupuk dalam masyarakat. Istilah budaya sendiri digunakan untuk menunjuk ciri-ciri khusus suatu masyarakat tertentu dengan totalitasnya yang meliputi organisasi, lembaga, hukum, etos kerja, agam, seni dan sebagainya.27 Pemahaman mengenai budaya dapat menanamkan rasa bangga, percaya diri dan rasa ikut memilki. Lewat pengajaran sastra dapat mengantar siswa berkenalan dengan pemikir-pemikir besar dunia dari zaman ke zaman serta pemikiranpemikirannya.28 F. Penelitian Relevan Kajian yang terkait dengan penelitian ini diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rismatika Ika Indriyani mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang dengan judul “Analisis Struktur Kepribadian Tokoh Wanita dalam novel Larung Karya Ayu Utami”. Penelitian ini memfokuskan kajiannya terhadap keperibadian tokoh perempuan dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmud feurd yang mencakup Id, Ego, dan Super Ego. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Saudara Hasis mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Unhas (2001) yang hasilnya tertuang dalam skiripsinya yang berjudul “ Kritik Sosial dalam Novel Larung karya Ayu Utami”. Penelitian ini menyampaikan kritik sosial secara langsung dengan penggunaan kata yang tidak ambiguitas dan simbol-simbol yang digunakan di dalamnya. Kritik-kritik yang dimaksud adalah kritik di bidang politik dan pemerintahan, militer, moral dan di bidang hukum. Selain ditemukan hasil penelitian terhadap karya yang sama, ditemukan pula sejumlah hasil penelitinan mengenai Sikap dan Pandangan Hidup Tokoh. 27 28
Nyoman. Op. Cti, h. 396 Ibid, Op. Cit,h. 398
23
Diantaranya yaitu penelitian dengan judul Dinamika Sikap dan Pandangan Hidup Pria Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari. Skripsi. STKIP PGRI PACITAN. 2012 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) mendeskripsikan bentuk karakter tokoh pria dalam novel Kubah. (2) mendeskripsikan sikap hidup yang ditampilkan tokoh pria dalam novel Kubah yang berkaitan dengan hal-hal yang memperngaruhi sikap hidup tokoh. (3) mendeskripsikan pandangan hidup yang ditampilkan oleh tokoh pria dalam novel Kubah
Dari penelitian-penelitian yang telah ada maka penulis mencoba membuat penelitian dari novel yang sama dengan memfokuskan kajiannya terhadap analisis Sikap dan Pandangan Hidup Tokoh Larung dalam novel Larung karya Ayu Utami .
Tidak hanya dilihat dari sisi kajian mengenai tokoh tetapi bagaimana budaya dan sistem-sistem budaya yang ada mempengaruhi sikap, dan pandangan hidup tokoh dalam novel Larung.
BAB III PROFIL AYU UTAMI A. Biografi Pengarang Yustina Ayu Utami nama lengkap yang diberikan orang tuanya, dilahirkan di Bogor, 21 November 1968. Bungsu dari lima bersaudara ini, putri pasanga YH Sutaryo dan Suhartinah. Ayu mengenyam pendidikan di SD Regina Pacis, Bogor pada tahun 1981, lalu pada tahun 1984 lulus SMP 1 Jakarta, kemudian ke SMA Tarakanita 1 Jakarta lulus pada 1987. Tahun 1994 Ayu menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia mengambil Jurusan Sastra1. . Tahun 1995 Ayu melanjutkan Advanced Journalism, Thomson Foundation, Cardiff, United Kingdom lalu ke Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Japan pada tahun 1999. Sejak kecil Ayu telah memiliki bakat melukis. Kala Ayu menjadi ketua sanggar seni di SMU, Tarakanita Jakarta, pada waktu mengadakan pameran, lukisan yang dipamerkan ternyata kurang jumlahnya. Sebagai ketua, tentu Ayu ingin pamerannya berhsil. Ayu pun mengisi kekurangan jumlah itu dengan lukisan yang dibuatnya menggunakan bermacam-macam gaya dan nama. Pameran itu akhirnya sukses2 Itulah sebabnya, setelah lulus SMU Ayu ingin meneruskan ke Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB. Tapi bapaknya tidak memberi izin. Alasan bapaknya tidak mudah bagi Ayu mencari uang dengan melukis. Akhirnya, ia pun masuk Fakultas Sastra Jurusan Rusia, Universitas Indonesia. Dia mengaku, sejak kecil ia memang suka bahasa; utamanya bahasa yang aneh-aneh, eksotis. Bahasa Latin, misalnya. Ia menjatuhkan pilihannya ke Universitas Indonesia (UI) karena tidak ingin memberatkan orang tuanya. Selain lebih murah dibandingkan dengan kuliah di swasta, semua kakaknya kuliah di UI. Meski ayahnya sering tugas ke luar kota, sejak SMP Ayu tinggal di Jakarta bersama keluarganya.3
1
Yugi Astuti, Sastra dari Perspektif Kajian Feminisme: analisis novel saman dan larung Jurnal Humaniora Vol II no. 1 tahun 2003 2 (http://inohonggarut.blogspot.com/2008/06/ayu-utami-novelisfeminis- indonesia.html). Lrung Ayu Utami, diakses pada rabu 20 november 2013 pkl. 11.00 wib
25
Saat masuk ke Fakultas Sastra itulah Ayu seperti kehilangan arah. Kuliah dia jalani dengan malas. Ayu lebih banyak bekerja di berbagai tempat daripada kuliah. Tapi ia menyebut hal itu bukan sebuah pemberontakan. Ia hanya merasa tak ada gunanya lulus tanpa pengalaman. Selain itu, Ayu tidak ingin tergantung soal keuangan pada orang tuanya. Kuliah sambil kerja yang dilakukan Ayu juga mendobrak kebiasaan di keluarganya. Pada zaman kakak-kakaknya, hal itu tidak bisa diterima oleh ayahnya. Dunia tulis-menulis tak begitu akrab di masa kecilnya. Dunia jurnalistik baru terjadi ketika Ayu mengirim cerpen humor dalam lomba yang diadakan Majalah Humor sekitar tahun 1989 - 1990. Ia memperoleh juara harapan. Kemenangan cerpennya di Majalah Humor menariknya menjadi wartawan paruh waktu di majalah itu. Berhubung kantornya berdekatan dengan Majalah Matra, Ayu pun jadi dekat dengan orang-orang Matra. Dia pun menjadi wartawan di majalah khusus trend pria itu. Dari sinilah Ayu menyadari ada bakat menulis, karena tulisannya jarang diedit. Ia juga pernah menjadi wartawan di majalah Humor, Matra, Forum Keadilan, dan D&R. Tak lama setelah penutupan Tempo, Editor dan Detik di masa Orde Baru, ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen yang memprotes pembredelan. AJI adalah Institusi wartawan di luar PWI yang pada masanya tidak disukai pemerintah. Kini ia bekerja di jurnal kebudayaan Kalam dan di Teater Utan Kayu. Ia pun masih bisa merangkap sebagai redaktur Jurnal Kebudayaan Kalam.4 Ia senang menulis novel, baginya dunia sastra adalah media untuk mengeksplorasi kemampuan bahasanya, yang kurang tepat dilakukannya sebagai wartawan. Seorang wartawan dituntut untuk memperhitungkan publik baik latar belakang, pengetahuan, maupun tingkat emosionalnya. Di tambah lagi, wartawan tidak bisa keluar dari fakta yang menurut Ayu, dilematis. Jadi sulit untuk bisa mengembangkan bahasa yang eksploratif. Novelnya yang pertama, Saman, mendapatkan sambutan dari berbagai kritikus dan dianggap memberikan warna baru dalam sastra Indonesia.
4
(http://www.ghabo.com/gpedia/index.php/Justina-Ayu-Utami). Ayu Utami, sastra dan
pemberontakan, diakses pada rabu 6 desember 2013 pkl. 15.00 wib
26
Ayu dikenal sebagai novelis sejak novelnya Saman yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta. Saman memenangi sayembara penulisan Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Novel ini dicetak pertama kali pada bulan April 1998 dan sampai tahun 2006 novel Saman ini sudah mengalami cetak ulang ke-25 Dalam waktu tiga tahun Saman terjual 55 ribu eksemplar. Berkat Saman pula, Ayu mendapat Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, yang mempunyai misi mendukung dan memajukan kegiatan di bidang budaya dan pembangunan5 Akhir 2001, Ayu meluncurkan novel Larung diterbitkan oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta. Lalu kumpulan Esai Si Parasit Lajang diterbitkan oleh Gagas Media, Jakarta pada tahun 2003. Novel terakhir adalah Bilangan Fu yang diterbitkan pada tahun 2008 oleh KPG, Jakarta. Ayu Utami juga meraih penghargaan Khatulistiwa Literary Award tahun 2008 kategori prosa lewat novel terbarunya, Bilangan Fu. Karya terbaru ini dianggap turut mengembangkan kehidupan sastra dengan basis penelitian yang kuat6
B. Pemukiran Ayu Uatmi Dahulu Ayu tidak suka menulis fiksi, tetapi ia berubah setelah menyadari bahwa novel sastra ternyata tidak sekadar persoalan ide atau cerita, tetapi juga persoalan pergulatan bahasa, pergulatan pemikiran. Setelah Saman diterbitkan, kritikpun langsung berdatangan, tetapi jika ada yang mengritik Saman dari segi seksualitas yang ditampilkan, Ayu hanya menyediakan dua jawaban. Pertama, katanya ia hanya mau jujur. Kedua, Ayu tidak menampilkan seks sebagai cerita tentang seks, tapi seks itu problem bagi perempuan. Misalnya, Yasmin dan Saman membicarakan seks dengan rasa bersalah. Seks jadi diskusi, bukan peristiwa. Ayu berpendapat bahwa perempuan jangan terlalu mengagungkan keperawanan. Menurutnya bila wanita begitu memuja keperawanan, ia sendiri yang akan rugi.
6
(http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/15/06253190/ayu.utami.raih.khatulista.awar
d,).Ayu Utami Novelis Pendobrak Kemapanan, diakses pada hari kamis 05 November 2013 pkl 18.00 wib
27
Keperawanan hilang, ia merasa sudah tidak berarti. Karena itu mengagungagungkan keperawanan itu tidak adil karena hanya bisa diterapkan pada perempuan7. Ayu merasa, masalah seks yang dia sajikan dalam Saman masih dalam batas yang wajar. Karena menurut Ayu menyajikan seks di situ bukan merupakan teknik persetubuhan, tetapi berupa pemaparan problematika seks untuk direnungkan karena banyak dialami oleh wanita. Dan bagi Ayu banyak hal yang dipersoalkan, bukan hanya masalah seks. Seks bukan masalah utama karena banyak persoalan lain, seperti sosial, pendidikan, dan hukum yang juga dinilai tidak adil. Mengenai perkawinan yang dulu dia rencanakan saat berumur 23–25tahun, tetapi ternyata sampai sekarang ia tidak menikah. Ayu tidak mau menikah, itu prinsip yang kini dia pegang. Di buku Parasit Lajang, saya menuliskan 10 alasan untuk tidak menikah. Salah satunya yang penting bagi saya, menikah itu selalu menjadi tekanan bagi perempuan. Meskipun perempuan selalu menyatakan menikah adalah pilihan, tapi dalam kenyataannya menikah itu jadi satu-satunya pilihan. Karena, kalau tidak menikah, perempuan akan diejek sebagai perawan tua, dan sebagainya. Kini, selain sebagai kurator Teater Utan Kayu, Ayu Utami juga dikenal sebagai pecinta olahraga lari. Tak tanggung-tanggung, ia pun turut serta dalam perlombaan Jakarta 10 K yang belum lama digelar8
C. Sinopsis novel Larung Novel Larung karya Ayu Utami awal cerita yaitu tahun 1989 yang mengisahkan seorang tokoh yang bernama Larung Lanang yang ingi membunuh neneknya. Neneknya adalah orang yang mampu melihat aura yang menyaksikan kekuasaan bukan dari dinia manusia melainkan dari alam ghaib yang syirik, tubuh neneknya penuh susuk, hatinya berisi japa-japa, dan pikirannya hanya mantra. Neneknya bernama Anjani. Ibunyalah yang memnginginkan Larung membunuh neneknya lalu Larung mencari rahasia neneknya agar bias mengeluarkan jampi7
(http://inohonggarut.blogspot.com/2008/06/ayu-utami-novelisfeminis- indonesia.html) Ayu Utami, Biografi Ayu Utami diakses pada hari kamis 05 November 2013, Pkl. 10.00 wib 8 Ikwanudian Nasution, Sastra dari Perspektif Kajian Budaya: analisis novel saman dan larung Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra Vol II no. 1 tahun 2006
28
jampi dari tubuhnya dan akhirnya Larung bias menemukan dokumen yang memberinya petunjuk mengenai sejarah neneknya dan petunjuk itu unuk membunuh neneknya. Setelah perjalannya selesai akhirnya neneknya mati. Cerita kemudian beralih ke tahun 1996, saat Cok, Yasmin, dan Laila berencana untuk menengok sahabat mereka bersama Shakuntala yang akan tampil dalam pertunjukan kesenian kolaborasi seniman Indonesia-Amerika. Shakuntala tinggal di New York dan berprofesi sebagai penari. Yasmin yang bekerja sebagai pengacara serta aktifis hak asasi manusia dan sudah menikah dengan Lukas yang ingin bertemu dengan Saman di New York, kekasinya yang tinggal di Amerika dan pernah jadi buron di Indonesia karena di tuduh sebagai dalang kerusuhan di Medan. Saman adalah mantan frater pembimbing retret Cok, Yasmin, Laila, dan Shakuntala saat masih SMP. Laila yang bekerja sebagai fotografer ingin bercumbu dengan Sihar, kekasihnya yang sudah beristri dan kebetulan sedang itugaskan di Amerika, sedangkan Cok datang ke Amerikahanya untuk main-main, menemui Yasmin dan Laila. Laila kemudian bercumbu dengan Shakuntala, sahabatnya yang memang sejak dari remaja sudah menjadi biseksual. Yasmin memuaskan perilaku seksualnya kepada Saman yang menderita meshokisme. Pada tanggal 26 Juli 1996 di Jakarta dan New York, Yasmin mengirim surat kepada Saman mengenai hubungan atau seksualitas Yasmin. Di musim panas Saman membuka email dan mendapatkan kabar dari Larung yang bercerita tentang survey lokasi untuk percetakan tanah dan Saman pun mulai berhubungan dengan Larung sekitar satu tahun yang lalu. Larung mendapatkan Saman dari Yasmin dan Cok. Mesti latar belakang dan cara memperkenalkan diri agak ganjil, Saman tidak pernah merasa curiga. Saman agak heran kedua bulan setelah perkenalanya, Larung telah memperoleh alamat di @komodo, sebuah jaringan yang tertutup, di mana pesan-pesan di-entry, sehingga hanya bisa di buka oleh alamat-alamat yang didaftarkan, agar informasi yang dikirim tidak bias disadap saat melalui penyelenggara. Yasmin dan Saman mereka dalam tim yang bekerja untuk pendanaan dan membikin jaringan. Yasmin menulis pesan kepada Saman dan Saman menerima pesan tersebut yaitu tentang peristiwa 27 Juli. Karena lelah
29
Saman berimajinasi atau bermimpi tentang Yasmin yang dimakan oleh Larung@komodo. New York, 5 Agustus 1996, mimpi tersebut membuat Saman meninggalkan kecemasan dan surat Yasmin datang yaitu tentang ia yang menyembunyikan tiga aktivis yang dianggap atau dituduh sebagai dalang kerusuhan, kemudian meminta bantuan Larung Saman untuk membawa lari tiga aktivis tersebut ke luar negeri. Dalam usaha pelarian tiga aktivis tersebut, yaitu Bilung, Koba, dan Wayan Togog, mereka dibantu Anson bin Argani, petanin karet yang suka pasangan seksual, namun kemudian menjadi penjahat dan bajak Laut karena pernah dipenjara akibat kerusuhan di Medan. Anson adalah adik angkat Saman ketika masih menjadi pendeta di Medan, namun dalam perjalanan melarikan tiga aktivis tersebut, Saman dan Larung tertangkap aparat kepolisian. Salah satu dari mereka yaitu Larung dituduh sebagai pencuri motor dan polisi itu menendang Larung. Larung terus di introgasi tetapi ia tetap diam dan akhirnya Larung mati di tembak dan beberapa saat kemudian kepada Saman.
BAB IV TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Analisis Struktural Novel Larung Di bawah ini akan dijelaskan mengenai unsur intrinsik sebagai unsur pembangun novel yang meliputi Tema, tokoh dan penokohan, sudut pandang, latar dan alur. unsur pembangun novel ini adalah sebagai berikut: 1. Tema Tema novel Larung adalah pemberontakan manusia terutama sebagai makhluk terhadap nilai-nilai norma yang ada di masyarakat. Tema ini diwujudkan dalam konflik tokoh-tokohnya. Mereka memberontak nilai-nilai dalam kemasyarakatan. Menceritakan tentang kegelisahankegelisahan
yang
terjadi
pada
perempuan.
Larung
mencoba
mengungkapkan lebih jelas tentang eksistensi seks perempuan, politik juga budaya patriarki, serta kepercayaan pada ilmu gaib. 2. Tokoh dan Penokohan Tokoh utama dalam novel Larung ini adalah Larung Lanang dan Saman serta tokoh bawahan Nenek Larung (Nenek Adnjani), Cok, Yasmin, Laila, Shakuntala. Dalam penggambaran tokoh Metode yang mengabaikan kehadiran pengarang sehingga para tokoh dalam karya sastra dapat menampikan diri secara langsung melalui tingkah laku mereka. Pada metode ini, karakterisasi dapat mencakup enam hal, yaitu karakterisasi melalui dialog; lokasi dan situasi percakapan; jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur; kualitas mental para tokoh; nada suara, tekanan, dialek, dan kosa kata; dan karakterisasi melalui tindakan para tokoh. Pembaca harus memperhatikan substansi dari suatu dialog. Apakah dialog tersebut sesuatu yang terlalu penting sehingga dapat mengembangkan peristiwa-peristiwa dalam suatu alur atau sebaliknya.
30
31
(1) Tokoh Larung Larung lahir tahun 1960–an keturunan ksatria Gianjar yang kawin lari dengan seorang pedagang candu Belanda dan kabur ke Pulau Jawa untuk menghindari kemarahan keluarga. Ibu Larung akan memberinya nama Begawan, tapi neneknya lebih senang dengan Larung Lanang, mempunyai sifat yang agak aneh, tetapi ia seorang teman yang cerdas dan menyenangkan. Ia mempunyai sifat yang berlawanan, kadang ia sangat sayang tetapi kadang juga membencinya. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut: Larung Lanang namanya. Anaknya aneh. Berat 46 kg. Tapi matanya tajam. Tak ada yang besar pada tubuhnya, tapi aku merasa ia tidak ringan. Ia pendek, tapi aku merasa ia dalam. Ia adalah kontradiksi yang mengejutkan. Kadang kecerdasannya menyenangkan,kadang ketakdugaannnya menakutkan (L: 91-92).1 Larung membunuh nenek yang sangat ia cintai dan berjimat dengan cupu, hal ini ia lakukan karena neneknya sudah lama berbaring tapi tidak meninggal sebelum jimatnya hilang. Bahkan setelah neneknya meninggal pun Larung masih ingin mengeluarkan jimat neneknya dengan jalan membedah tubuhnya. Watak yang kontradiksi pada Larung terlihat ketika ia memotong-motong tubuh neneknya untuk mengeluarkan jimat, padahal ia begitu menyayanginya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut, setelah satu per satu potongan kulit kuangkat, wajah maupun anggota badan, tak kutemukan juga benda-benda sihir itu. Maafkanlah, telah aku acak-acak tubuh dan parasmu tetapi tak kutemukan juga susuk dan gotri. Hanya kini aku percaya bahwa engkau telah mati (L: 74).2 Nama lengkapnya Larung Lanang ia seorang pemilik sekaligus pengelola sebuah media turisme dwibahasa di Bali, dekat
1 2
Ayu Utami.Larung,( Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 2002)h.,92 Ibid,. h 74
32
dengan wartawan independen serta anak-anak Aliansi Jurnalis Independen dan Forum wartawan Surabaya. Larung mempunyai sifat yang tidak ambisius, bekerja cepat. Larung bekerja dengan Saman membantu menyembunyikan aktivis solidarlit, tiga aktivis yang dikejar-kejar oleh pemerintah karena memberontak, dituduh menjadi dalang kerusuhan 27 Juli. Larung akan membawa ketiga aktivis tersebut bersembunyi. Selama bersembunyi tidak boleh ada kontak dengan siapa pun, karena ada kontak maka mereka mudah tertangkap. Peristiwa tersebut seperti dalam kutipan berikut: Selama proses tak boleh ada kontak dengan Jakarta. Segaladetail ia cacat di kepala sehingga jika tertangkap, tak ada informasi yang tertulis yang bisa didapat aparat (L: 203).3 Larung seorang pemuda yang tidak mudah emosi, dia bisa menahan emosi dengan baik. Selain itu Larung seorang yang bertanggung jawab, aktivis yang rapi dalam hal laporan keuangan. Ia sangat teliti dalam keuangan. Ia berpendapat bahwa aktivis hendaklah dapat bekerja dengan baik dan bertanggung jawab, tidak boleh meremehkan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Kalau kuperhatikan, dia orang yang bertanggung jawab. Tokoh Susah sekali mendapatkan aktivis yang begitu rapi membikin laporan keuangan. Penyakit para aktivis dua; pertama meremehkan duit. Seolah mentang-mentang untuk demokrasi mereka tik perlu mempertanggungjawabkan dana. Kedua, ego mereka biasanya segede-gede anjing (L: 94)4 Larung adalah tokoh utama yang menjadi pusat cerita. Seorang tokoh yang banyak mengalami peristiwa dari membunuh neneknya, membantu orang kecil dan akhirnya bekerja sama dengan Saman untuk melarikan tiga orang aktivis Solidarlit.
3 4
Ibid., h 203 Ibid., h 94
33
(2) Tokoh Saman Tokoh Saman dalam novel Larung sebagai tokoh utama tambahan yang keberadaananya sangat mempengaruhi tokoh utama Larung. Kemunculannya, sangat membantu mengembangkan konflik pada tokoh utama. Saman aktif di LSM perkebunan dan lingkungan.
Dianggap
dalang
dalam
perlawanan
melawan
pemerintah, membantu petani karet untuk mempertahankan hak miliknya. Seperti dalam kutipan berikut: Saman diingat sebagai dalang di belakang perlawanan petani karet yang mempertahankan lahan mereka dari konvensi kebun sawit yang penuh paksa (L: 111).5 Saman seorang yang berani menempuh resiko, ia tidak mementingkan dirinya sendiri. Ia seorang laki-laki yang tidak begitu gagah, tidak tampan, tetapi sangat pemberani. Sikap pemberani akan membuat orang yang kecil menjadi satria. Saman meninggalkan Indonesia dan tinggal di Amerika karena ia aktivis yang dituding sebagai dalang kerusuhan di Medan pada tahun 1994. Hal ini ia lakukan untuk menghingari kejaran aparat. Ia tidak mau tugasnya terputus gara-gara tertangkap oleh petugas. Akhirnya ia melajutkan misinya di Amerika, bekerja di Human Rights Watch, sebuah yayasan yang juga menangani masalah-masalah orang tertindas. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Saya baru tahu bahwa kini Saman bekerja di Human Rights Watch. Telah dua tahun ia menetap di Amerika Serikat dengan paspor dan identitas baru untuk mengelabui KBRI. Agaknya, lobi Human Rights Watch dengan beberapa orang di kongres memungkinkan dia mendapat izin tinggal dan bekerja. Ia menjadi buron setelah dituding sebagi dalang kerusuhan di Medan tahun 1994 (L: 105). Tokoh Saman adalah tokoh utama kedua yang menjadi pusat cerita. 5
Ibid., h105
34
(3) Tokoh Shakuntala Perempuan yang merasa dirinya perempuan dan laki-laki. Hal ini terlihat dalam perasaan Shakuntala, Shakuntala merasa sejak kecil dibedakan dengan kakaknya yang laki-laki, maka ia merasa juga lakilaki. Ia perempuan yang dapat mengendalikan tubuhnya sehingga kadang ia merasa seperti laki-laki. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut: Tapi lelaki dalam diriku datang suatu hari. Tak ada yang memberi tahu dan ia tak memperkenalkan diri, tapi kutahu dia adalah diriku laki-laki. Ia muncul sejak usiaku sangat muda, ketika itu aku menari baling-baling (L: 133). 6 Shakuntala berpendapat bahwa seorang perempuan harus mengenali tubuhnya sendiri sebelum menemui laki-laki yang dicintainya. Seorang perempuan haruslah mengenal dirinya sendiri secara mendalam sebelum mengenal laki-laki. Hal ini Shakuntala lakukan ketika ia menasehati Yasmin. Kini tak kubiarkan kamu menemui lelaki itu sebelum kamu mengetahuinya. Sebelum kamu mengenali tubuhmu sendiri (L: 153).7 (4) Tokoh Yasmin Seorang wanita yang sempurna, takut diketahui oleh temantemannya tentang perselingkuhannya dengan Saman. Ia bersama teman-temannya pergi ke New York ingin menyaksikan pertunjukan Shakuntala, dengan tujuan sampingan berzinah. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Aku bilang sembilan hari lagi kita berangkat ke New York. Tujuan utama: menonton tari kolaborasi seniman Indonesia– Amerika. Tujuam sampingan: berzinah (L: 78).
6 7
Ibid., h 133 Ibid., h 153
35
Yasmin seorang perempuan yang mandiri, ia seorang pengacara sekaligus aktivis yang membantu orang yang tertindas maupun miskin, hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
Saman kini aktivis, sama dengan Yasmin yang pengacara sekaligus aktivis (L: 86). 8 Yasmin, sahabat yang sempurna menurut tiga temannya tapi juga melakukan perzinahan. Ia munafik, diluar tampil kalem, tetapi ia seorang wanita yang binal.Yasmin merasa tidak berzinah karena merasa tidak mengkianati siapa pun, dan itu dilakukan karena itu cinta. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Itulah. Dia munafik. Dia selalu tampil kalem dan sopan, seperti karyawati baik-baik yang diidamkan ibu-ibu kos. Tapi gue yakin, di dasar hatinya yang paling dalam dia sama dengan aku. Binal (L: 79).9 5) Tokoh Nenek Larung Seorang wanita yang meninggalkan kota kelahirannya, Bali karena menikah dengan pegawai candu Belanda, yang dianggap telah mencemari nama keluarga besar raja Gianyar. Wanita tua, tapi seperti bukan manusia lagi, karena begitu lamanya sakit. Seorang
wanita
tua
yang
dari
mulutnya
yang
tremor
mengelauarkan kotoran dan kekejian. Ia adalah makhluk yang dari mulutnya yang tremor keluar kotoran dan kekejian. Inilak kekejian nenekku: Kata-kata, katakatanya melukai, tetapi engkau tak dapat menyerangnya karena benci (L : 10)10. Ketika muda nenek Larung seorang wanita yang kuat, cerewet, dan pongah. Ia sangat luar biasa berani. Ia wanita yang kuat karena tubuhnya penuh susuk, hatinya penuh
8
Ibid., 86 Ibid., h. 79 10 Ibid., h. 10 9
36
2) Alur Alur yang mengiringi kisah Larung menggunakan alur maju (progresif). Tahap perkenalan dimulai dari perjalanan Larung ke rumah neneknya di Tulungagung. Keretaku berhenti di stasiun Tulungagung membunuh nenekku (L: 3).11
Aku datang untuk
Konfliks mulai muncul karena dari mulut neneknya yang keluar kotoran dan kekejian. Mulut yang selalu bergemetar itu mengeluarkan kata-kata yang didengar tidak enak, menyakitkan. Itulah sebabnya mengapa Larung berusaha membunuh neneknya tersebut. Larung menyebut „makhluk yang dari mulutnya yang tremor‟ untuk neneknya mengisaratkan ada rasa kebencian dibalik rasa saying didiberikan oleh neneknya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Ia adalah makhluk yang dari mulutnya yang tremor keluar dan kekejian. Inilah kekejian nenekku: kata-kata. Kata-katanya melukai, tetapi engkau tak bisa menyerangnya karena benci. Kau hanya bisa menganiaya dirinya sendiri sebagai proyeksi dari luap keinginan membunuh dia (L: 10).12 Kemudian dilanjutkan pencarian cupu yang digunakan untuk membunuh neneknya ke goa. Hal ini dilakukan karena nenek akan meninggal jika ditubuhnya dijajarkan cupu sebanyak enam buah. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Ia bicara kepadaku. Cupu itu ada enam jumlahnya, untuk kau jajarkan pada tubuhnya, dari dada hingga pusar, yang akan membuat pintu arwahnya terbuka. Nak, kau punya enam kesempatan untuk menyesal nanti, sebelum ia sungguh mati. Suaranya seperti terserap dinding yang telah mulai ditinggalkan (L: 45).13 Pada tahap klimaks, cerita dimulai ketika larung mendapatkan cupu dari sahabat neneknya, Suprihatin. Kemudian cupu itu digunakan untuk 11
Ibid., h.3 Ibid., h 10 13 Ibid.,45 12
37
membunuh neneknya. Larung merasa dapat membebaskan neneknya dari cengkeraman jimat yang ada dalam tubuhnya, sehingga neneknya dapat meninggal. seperti terlihat dalam kutipan barikut: Aku telah membunuhnya. Cupu keenam itu telah terpasang di busungnya selama beberapa menit. Ia mestinya telah mati sebab segala syarat telah kupenuhi (L : 71).14 Penyelesaian alur pertama yaitu ketika Larung mulai mencari jimat seperti yang dikatakan ibunya berada ditubuh neneknya dengan cara menyanyat tubuh neneknya. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut: Maka izinkan aku mengeluarkan dengan pisau, sebab tak ada yang selamanya (L : 72). 15 Alur yang meniringi kisah Laila dan sahabat-sahabatnya dalam novel Larung dimulai dari cerita Cok dan Yasmin. Cok menulis di buku hariannya, menceritakan tentang persahabatannya serta masalah-masalah yang mereka alami. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut: 1996. Cerita ini berawal dari selangkangan. Selangkangan teman-temanku sendiri: Yasmin dan saman, Laila dan Sihar(L: 78). 16 Konflik mulai muncul ketika Yasmin mengirim email kepada Saman tentang situasi politik di Indonesia, yaitu penyerbuan ke kantor PDI. Yasmin memberitahukan tentang pendukung Megawati yang bertahan di kantor PDI. Seperti terlihat dalam kutipan berikut: Saman, saying Sudah dua minggu aku meninggalkan kamu. Situasi politik Jakarta semakin tegang. Telah satu bulan para pendukung Megawati bertahan di kantor PDI di jalan Diponegoro… (L: 154).17 Konflik semakin meningkat ketika Yasmin mengirim email buat Saman untuk membantu menyembunyikan tiga aktivis Solidarlit yang menjadi dalang kerusuhan 27 Juli. Ia berusaha mempertemukan Larung 14
Ibid., h. 71 Ibid., h. 72 16 Ibid., h.78 17 Ibid., h 154 15
38
dengan Saman untuk menyembunyikan tiga aktivis Solidarlit tersebut. Tiga aktivis yang dituduh sebagai dalang kerusuhan. Sama
menuju
dermaga Pelabuhan Pelni ingin menjumpai Larung, yang hanya berbekal foto wajah Larung yang dikirimkan oleh Yasmin untuk membantu melarikan tiga aktivis. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut: Surat Yasmin Datang: Sayang, kami menyembunyikan tiga aktivis yang sedang diburu militer. Mereka dituduh mendalangi kerusuhan 27 Juli, bersama PRD. Mereka dijerat pasal subversi (L: 182).18 Klimaks dari alur adalah peristiwa pertemuan mereka ingin berusaha menolong melarikan tiga aktivis Solidarlit. Saman dan Larung berencana bertemu dan merencanakan pelariannya. Mereka akan membantu melarikan tiga aktivis solidarlit yang dituduh menjadi dalang kerusuhan 27 Juli. Seperti terlihat dalam kutipan berikut: Rasa waswas Saman berangsur pudar sementara Larung menceritakan perjalanan mereka. Wicaranya yang padat dan runtut mengesankan Saman bahwa lelaki yang baru dikenalnya itu matang. Ia memberi informasi yang perlu mengenai ketiga anak Solidarlit, tidak berlebihan, latar belakang mereka, tabiat merekaia punya pengamatan yang cermat (L: 242). Persembunyian mereka diketahui oleh polisi, Saman mengecoh Polisi agar Larung dapat melarikan bersama tiga aktivis Solidarlit. Akhirnya Larung bersama tiga aktivis Solidarlit dapat melarikan diri.Tapi akhirnya pelarian mereka diketahui oleh polisi, mereka mengejarnya. Mereka merasa akan tertangkap. Mereka masih dalam bahaya. Orang-orang yang melihat mereka mungkin mengira mereka sekadar penyelundup dan member tahu pada polisi yang kini mencoba memburu (L: 250).19 Tahap terakhir dari alur ini adalah tertangkapnya Saman, Larung, Anson, dan tiga aktivis Solidarlit oleh aparat. Mereka diikat. Mereka dihajar, ditampar agar mengaku, tapi mereka tetap diam. Mereka tidak
18 19
Ibid., h. 182 Ibid., h 250
39
mau mengakui. Akhirnya Larung, Saman, dan para aktivis meninggal karena ditembak oleh aparat. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Kata-kata Larung berhenti bersama suara letupan yang redam. Saman mendengar tubuh itu jatuh ke dekat sisinya. Kepalanya menoleh kea rah itu seperti mencari kepastian. Tapi ia mendengar kedap letupan sekali lagi. Dalam sepertiga detik itu yang ia inginkan hanyalah pamit pada Yasmin. Setelah itu ia diam. Diam yang tak lagi menunda (L: 259).20 Kemenarikan alur dalam novel Larung ini adalah penggunaan alur yang ganda, yaitu alur yang mengiringi kisah Larung dan alur yang mengiringi kisah Laila dan sahabat-sahabatnya. Selain itu kaidah plausibilitasnya tinggi, kajadian yang dialami tokoh-tokohnya sangat mungkin dialami di dunia nyata. Rasa ingin tahu pembaca dimunculkan ketika bagaimana Larung harus menghadapi neneknya yang tidak dapat meninggal, pemunculan foreshadowing dimulai bagaimana Larung mencoba membunuh neneknya dengan cara mencari cupu. Kejutan dimunculkan ketika bagaimana Larung yang sangat mencintai neneknya dipotong-potong tubuhnya untuk mencari jimat.
3. Latar Latar atau setting cerita dalam novel Larung digambarkan dengan sangat jelas oleh pengarang, karena dalam setiap pergantian cerita diwali kembali dengan keterangan waktu dan tempat. (a) Latar Tempat Kejadian diawali di Tulungangung, di mana nenek Larung tinggal. Larung ke Tulungagung untuk membunuhnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Keretaku berhenti di stasiun Tulungagung. Aku datang untuk membunuh nenekku (L: 3). 21
20 21
Ibid., h 259 Ibid., h 3
40
Sewaktu kecil Larung tinggal di Kuta, Bali. Orang tuanya keturunan Bali. Ayahnya seorang anggota batalyon. Tahun 1964, ingatkah kau, jauh sebelum aku memandang kea rah laut, ketika kau belum punya rasa takut. Kita menempati sebuah rumah, tempat putraku… Kita datang dari Jawa ke Bali, dengan truk dan feri, ketika ia bergabung dengan Batalyon 741 di Kuta (L: 63).22 Sering ia bermain ditoko Cina yang mempunyai anak bernama Siok Hwa. Kau ada di ruang itu, pada sofa dari kulit imitasi dengan meja kayu dan kembang palsu. Kau duduk bersama Siok Hwa, makan dari mangkuk yang sama , nasi dengan kuah daging (L: 65). 23 b. Latar Tempat 1. Tulung Agung Keretaku berhenti di Stasiun Tulung Agung. Aku datang untuk membunuh nenekku (L: 3)24 Pada awal cerita sudah di ceritakan penggambaran tempat yaitu Tulung Agung sebagai tempat kemablinya Larung untuk bertemu dengan neneknya. pada tahap selanjutnya kota ini menjadi tempat perjalanan Larung untuk merawat dan menemukan inforasi mengenai masa lalu neneknya. 2. New York New York menjadi tempat berkumpulnya para tokoh penting lain dalam novel ini yaitu, Saman, Yasmin, Cok, Shakuntala, Sihar dan Laila. Di kota ini juga dimulai cerita mengenai percintaan dan perselingkuhan antara tokoh-tokoh tersebut.
22
Ibid., h 63 Ibid., h 65 24 Ibid., h 3 23
41
3. Perabumulih Perabu mulih menjadi tempat selanjutnya setelah cerita para tokoh di New York. Prabumulih tepatnya berada di sumatera selatan 4. Jakarta Setelah kepulangannya tokoh Yasmin dari dari New York dimulailah cerita mengenai intrik politik serta kerusushan yang terjadi di Jakarta seperti konflik politik para pendukung PDI, pembredelan majalah serta surat kabar dan mulai terlibatnya para tokoh sepeti Larung, Saman dan Yasmin dalam misi menyelamatkan para aktivis. 5. Selat Philip Pada tanggal 12 Agustus 1996, Saman dan Anson berada di Selat Philip, mereka akan membajak kapal yang berbendera Thailand. Saman diajak Anson untuk melakukan aksi pembajakan dengan teman-temannya, setelah itu baru ke P. Mapur untuk menemui Larung. Selat Philip, 12 Agustus 1996 Ia menatap ke atas, kearah Anson dan lima anggota komplotan lenyap dari pandangan (L: 194).25 6. Pulau Mapur Pukul 5:10 Saman sudah sampai di Pulau Mapur. Ia akan menemui Larung untuk membatu pelarian tiga aktivis Solidarlit. pulau Mapur Pukul 5:10 Mereka telah berlayar jauh ke arah barat dari selat Philip, ke batas laut Natuna (L: 196). 7. Kijang Larung datang ke Pulau Kijang pada 12 Agustus 1996 dengan tiga aktivis Solidarlit karena ingin ketemu 25
Ibid., h 194
42
dengan Saman yang akan membantunya melarikannya. Mereka menginap sementara untuk bersembunyi dari aparat. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Dengan singkat Larung menjelaskan tempat mereka menginap tak jauh dari Bandar ikan sedikit ke selatan. Ia mengusulkan agar pongpong dipindahkan saja dan mereka bertemu lagi di sana dalam waktu satu jam.”Saya akan memperhatikan keadaannya dulu” (L: 242)26 Pada 12 Agustus 1996, Saman sudah sampai ke Kijang tempat bertemu dengan Larung. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Sekitar sepuluh pagi. Saman harus menjumpai orang itu, Larung, di pelataran pelabuhan pelni pada waktu makan siang (L: 240).27 Di pelabuhan Pelni ini juga lah selanjutnya Larung akan membawa para aktivis yaitu Togag, Koba dan Bilung ke tempat persembunyian agar mereka aman dari para tentara. . 8. Pulau Bintan “Kini mereka telah mendarat di pulau Bintan” Di tempat inilah Larung membawa para aktivis Togog, Koba, dan Bulung sebagai tempat pelarian mereka. Di sisni juga Larung mengadakan perjanjian bertemu dengan Saman untuk membicarakan mengenai pelarian aktivis
yang
pada
akhirnya
di
akhiri
dengan
penagkapan para aktivis tersebut karena kecerobohan mereka dalam bertindak. Persembunyian mereka diketahui oleh aparat, akhirnya mereka melarikan dengan naik kapal. Aparat pun mengejarnya. 26 27
Ibid., h 250 Ibid., h 240
Mereka takut jika tertangkap,
43
apalagi Saman yang juga buronan pada waktu kerusuhan Medan. Di belakang, dari sisi lain pulau Hantu, mereka melihat cahaya kapal dalam kabut hujan. Nyata sekali bahwa kapal itu melaju dengan kecepatan yang lebih tinggi daripada mereka. Dan menuju mereka (L: 250). (b) Latar Waktu Mengenai latar waktu dalam novel ini sudah dapat di identifikasi dengan mudah, karena pengarang langsung membagi cerita ke dalam tahapan-tahapan dengan penjelasan waktu dan kejadian. Latar waktu dimulai pada tahun Tahun 1985 yang disebutkan di awal cerita dengan kutipan sebagai berikut. Tahun 1985 pukul 5: 12 siapakah yang menentukan kematian seseorang Betraawal pada ahun 1985 ketika larung dalam perjalanan menuju tempat kelahirannya di Tulung Agung., dengan tujuan untuk membunuh neneknya. Tahun 1964, saat Larung masih kecil, hal itu terlihat pada kutipan berikut: Tahun 1964, ingatkah kau, jauh sebelum aku memandang kearah laut, ketika kau belum punya rasa takut (L: 63).28 Pada 30 September 1965 ayah Larung ditangkap. Ia dituduh ikut membantu PKI. Kudeta 30 September, semua menyebut namanya (L: 69).29 Tiga hari kemudian aku merasa putraku padam, energinya sirna seperti bara yang habis.
28 29
Ibid., h 63 Ibid., h 69
44
Barangkali ia dibawa bersama-sama yang lain dalam truk yang mengantar mereka ke sebuah lubang besar di sebuah ladang (L: 69).30 Tahun 1993 Diceritakan tokoh Saman dalam rangka menjalankan tugas menjadi pater dan membantu masyarakat dalam mempertahankan kebun karet. Seperti terlihat dalam kutipan berikut: Perabumulih, September 1993 Saman kini membangun organisasi yang bekerja untuk perkebunan dan pelestarian alam, bereksperimen dengan pertanian organik (L: 112).31 Tahun 1996, Saman masih berada di New York saat peristiwa 27 Juli hal ini terlihat dari surat Yasmin yang dikirimkan untuk Saman yang berada di New York. Seperti terlihat dalam kutipan berikut: Jakarta, 27 Juli 1996 Peristiwa 27 Juli Setelah lebih dari satu bulan banteng pro Megawati bertahan di kantor DPP PDI jalan Diponegoro 58 (L:)32 Perabumulih, September 1993 Malam ini Laila menginap di rumah Saman (L: 107).33
Dari tahun 1994–1996, selama dua tahun Saman menetap di Amerika Serikat. Saya baru tahu bahwa kini Saman bekerja pada Human Rights Watch. Telah dua tahun ia menetap di Amerika serikat dengan paspor dan identitas baru untuk mengelabui KBRI. Agaknya, lobi Human Rights Watch dengan beberapa orang di kongres memungkinkan di mandapat izin tinggal dan bekerja. Ia menjadi buron setelah dituding sebagai dalang kerusuhan di Medan tahun 1994 (L: 105). 34 30
Ibid., h 69 Ibid., h 112 32 Ibid., h 173 33 Ibid., h 107 31
45
(c) Latar Sosial Latar Larung dimulai dari perkampungan Perabumulih yang terpencil dan miskin. Penerangan dari listrik pun belum ada yang ada hanya lampu dari mainyak tanah. Perkampungan yang belum terjangkau modernisasi. Bahkan untuk menjaga kesehatan pun mereka sangat kesulitan. Masyarakat masih sangat tradisional dalam mengobati penyakit. Hal ini terlihat saat Aston mengobati penyakitnya. Ia tak mengenal kondom. Dan jika penisnya terasa perih dan meradang ia mengompresnya dengan rebusan kulit jelatung ataupun ampas gadung sebelum mengunjungi mantri yang akan menyuntiknya dengan pinisilin (L: 111).35 Situasi politik yang memanas, Jakarta tegang. Karena telah satu bulan pendukung Megawati bertahan di kantor PDI, adanya gejala anti Orde Baru. Peristiwa 27 Juli 1996, para pro Megawati menggelar mimbar bebas. Kemudian terjadi penyerangan terhadap kantor PDI atas perintah Letkol Zul Efendi. Aksi pemberontakan dilanjutkan dengan aksi pembakaran di berbagai gedung. Terjadi pembakaran
besar-besaran.
Aksi
pemberontakan
ini
dilatarbelakangi peristiwa pada tanggal 25 Juli Presiden Suharto menerima Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI di Istana. Maka pada tanggal 27 pasukan yang mengatasnamakan pendukung Soerjadi melancarkan penyerbuan. Hal ini terlihat seperti dalam kutipan berikut: Sejak itu gedung tersebut menjadi pusat aksi dan orasi melawan Orde Baru. Tanggal 25 Juli Presiden Suharto menerima Soerjadi sebagai ketua umum PDI di istana. Tanggal 27 pasukan yang mengatasnamakan pendukung Soerjadi melancarkan penyerbuan yang mengakibatkan kerusuhan (L: 176).36
34
Ibid., h 107 Ibid., h 111 36 Ibid., h 176 35
46
Kehidupan di New York yang serba modern, selama dua tahun Saman tinggal di New York. Ia meninggalkan Indonesia karena dituduh menjadi dalang kerusuhan di Medan. Ia sudah terbiasa dengan kehidupan sosial di New York. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Telah dua tahun ia di New York, telah dua kali melihat musim gugur yang ia senangi (L: 165).37 Berbagai polimek di pemerintahan termasuk membrendel tiga majalah, yaitu : Tempo, Editor, dan Detik. Pemberendalan ini terjadi karena majalah tersebut memberitakan tentang pembelian pesawat yang dilakukan pada masa pemerintahan Habibi. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Sebagaian polemik di Apakabar, Berita dari Pijar, Siar, dan beberapa berkala dari kantor gelap lain yang bertambah aktif sejak pemerintah membrendel majalah Tempo, Editor, dan Detik (L: 167).38 Rakyat kelaparan, busung lapar terjadi di manamana, terjadinya penimbunan beras. Beras dijual kembali ke petani dengan harga yang sangat mahal. Komunisme terjadi di masyarakat. Koran memberitakan tentang busung lapar yang sangat merisaukan. Para lintah darat berkuasa menentukan harga beras yang sangat memberatkan masyarakat. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Kemudian mereka menulis di Koran-koran, tak hanya tentang busung lapar dan orang-orang yang menjadi arang, tetapi juga tentang penimbunan beras oleh para lintah darat, penghisap rakyat, mereka menyebutnya begitu (L: 66).39
37
Ibid., h 165 Ibid., h 167 39 Ibid., h 66 38
47
Kejadian penculikan militer pada tahun 1965. Penangkapan dan penculikan terhadap orang yang tidak bersalah pun terjadi. Masyarakat merasa takut dan cemas. Mereka menangkap siapa saja yang dianggap bersalah. Seperti tergambar dalam kutipan berikut: Kau melihat semua itu. Putraku, seorang yang kau panggil bapak, berpeluh di sudut kamar. Lalu ia mengenakan seragamnya, tanda kegagahannya yang terakhir. Tetapi ia belum sempat memakai sepatunya ketika orang-orang telah tak sabar. Salah satu masuk dari dapur, mengira anakku akan kabur (L: 68).40 Pembunuhan secara keji terhadap masyarakat Cina. Masyarakat Cina menjadi sasaran kemarahan. Mereka merampas dan membunuh. Bahkan itu dilakukan di depan anak kecil, Larung. Seperti terlihat dalam kutipan berikut:
Kau heran dengan apa yang terjadi, dan kau tak berhenti heran ketika mereka menyeret ayah Siok Hwa keluar dan menghajarnya hingga tak bergerak. Kalaupun kau melihat darahnya dari kejauhan, kau belum tahu cairan apakah itu sehingga kau hanya akan bertambah heran (L: 67)41 Kerusuhan 27 Juli yang terjadi di depan kantor PDI juga terungkap dalam novel ini. Mereka melakukan mimbar bebas di depan kantor PDI. Budiman Sudjatmiko dan kawankawan terpanggil untuk memperkuat orang-oarang yang melawan Suharto. Namun setelah peristiwa tersebut, para aktivis tersebut menjadi buronan. Hal ini terlihat dari kutipan berikut: Peristiwa 27 Juli Dan seperti Budiman Sudjatmiko serta yang lain. Mereka juga terpanggil untuk berbicara di mimbar bebas jalan diponegoro, di depan kantor PDI, saling memperkuat antara orang-orang yang melawan Suharto. Di situlah intelintel mencatat dan merekam wajah mereka. Setelah kerusuhan 27 Juli, begitu pemerintah dan militer menjadikan PRD 40 41
Ibid., h 68 Ibid., h 67
48
sebagai kambing hitam utama, Solidarlit ikut terseret (L: 183).42 Latar sosial masyarakat Tulungangung adalah sebuah desa yang msih percaya dengan mitos atau ilmu gaib, maupun orang pintar. Masyarakat awam yang masih percaya dengan pawang untuk mengatasi suatu masalah. Mereka menganggap pawang adalah orang yang pintar dan berilmu tinggi. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Wanita itu adalah pawang. Demikianlah, seperti kata Pak sembodo, Bambang Sembodo. Tetapi ia pasti tidak sekadar pawang yang mengusir hujan dengan asap rokohnya. Ia seorang dukun dengan ilmu sangat tinggi. Menahan hujan adalah salah satu kekuatannya. Ia menguasai ilmu kelabu, yaitu semacam campuran dari sihir hitam dan sihir putih (L: 31).43 5) Sudut Pandang Pada Larung, bentuk penulisan dengan pola bercerita bentuk persona pertama mengisi hampir di seluruh cerita. Bab satu mengunakan gaya bentuk persona pertama/akuan menceritakan tentang Larung. Larung adalah seorang yang detail, cerdas tapi punya keingin membunuh neneknya. Sudut pandang diaan maha tahu mampu membuat detail pada setiap tokoh dalam cerita. Hal ini yang dilakukan Ayu Utami terutama pada tokoh-tokoh utama dalam cerita. Pada alur tahapan diceritakan mengenai penggambaran fisik tokoh, lingkungan keadaan sekitar serta reaksi terhadap kejadian. Sudut pandang diaan maha tahu juga dapat dilihat dari keterkaitannya dengan latar jika pada latar diceritakan pada kisaran tahun 1989 sampi 1986, maka penyimpulan tersebut dianalisis
42 43
Ibid., h 183 Ibid., h 31
49
melalui cara pengarang menampilkan cerita. Pada sudut pandang diaan serta tahu B. Sikap dan Pandangan Hidup Tokoh dalam novel Larung Ayu Utami. a. Penggambaran Tokoh Dalam sub bab ini sasaran analisis adalah tokoh-tokoh dalam utama novel Larung, dengan pembatasan kepada tokoh-tokoh yakni Larung, Yasmin, Shakuntala, Saman dan Cok. Analisis difokuskan pada aspek sosial, yaitu sikap dan pandangan hidup tokoh serta faktor yang mempengaruhinya. Analisis ini mengunakan pendekatan struktural dan soiologi terutama pemikiran sosiologi klasik, kajian dan sosiologi budaya, yakni bagaiman keadaan dan situasi soaial yang dilihat dari kacamata sosiologi dan budaya yang akhirnya mempengaruhi pandangan hidup serta sikap tokoh utama dalam cerita Larung. Merujuk ke bab sebelumnya terkait tokoh larung, maka akan dijelaskan kembali bagaimana karakter dan kepribadian tokoh tokoh seperti yang sudah di gambarkan dalam penokohan. Peran tokoh dalam novel Larung diawali dengan tokoh Larung yang akan membunuh neneknya. Nenek Larung yang menikah dengan seorang Belanda dan kemudian menikah lagi dengan seorang gerilyawan, pada akhirnya harus dibunuh oleh cucunya sendiri (Larung Lanang), karena nenek yang berusia 120 tahun itu tidak mati-mati meskipun napas dan tubuhnya bau. Nenek itu akhirnya dibunuh Larung setelah Larung mendapatkan enam cupu(jimat). Pertemuan Larung dengan Saman terjadi ketika mereka berencana melarikan tiga aktivis Solidarlit, yaitu Wayan Togog, Bilung, dan Koba. Pelarian yang dimulai dari peristiwa 27 Juli 1996 dari Jakarta yang dibawa ke Pulau Kijang oleh Larung. Mereka sepakat akan bertemu di pelabuhan Pelni. Larung adalah tujuan yang akan disampaikan oleh Ayu Utami. Hal ini terlihat ari diri Ayu sendiri yang menuntut adanya persamaan derajat dengan laki-laki. Novel ini mengandung kekayaan simbolisme yang
50
digunakan oleh Ayu Utami baik secara langsung maupun tak langsung mengkritik sistem patriarki. Selain tokoh utama Larung kehadiran tokoh perempuan dari lingkungan kelas ekonomi menengah ke atas memiliki karakter yang tegas, mandiri, berkeinginan untuk maju, setia pada komitmen yang telah dibangun bersama, dan berani menghadapi kenyataan. Larung lahir tahun 1960–an keturunan ksatria Gianjar yang kawin lari dengan seorang pedagang candu Belanda dan kabur ke Pulau Jawa untuk menghindari kemarah keluarga. Ibu Larung akan memberinya nama Begawan, tapi neneknya lebih senang dengan Larung Lanang, mempunyai sifat yang agak aneh, tetapi ia seorang teman yang cerdas dan menyenangkan. Ia mempunyai sifat yang berlawanan, kadang ia sangat sayang tetapi kadang juga membencinya. Penggambaran tokoh tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut: Larung Lanang namanya. Anaknya aneh. Berat 46 kg. Tapi matanya tajam. Tak ada yang besar pada tubuhnya, tapi aku merasa ia tidak ringan. Ia pendek, tapi aku merasa ia dalam. Ia adalah kontradiksi yang mengejutkan. Kadang kecerdasannya menyenangkan,kadang ketakdugaannnya menakutkan (L: 91-92).44 Larung ia seorang pemilik sekaligus pengelola sebuah media turisme dwibahasa di Bali, dekat dengan wartawan independen serta anakanak Aliansi Jurnalis Independen dan Forum wartawan Surabaya. Larung mempunyai sifat yang tidak ambisius, bekerja cepat. Larung bekerja dengan Saman membantu menyembunyikan aktivis Solidarlit, tiga aktivis yang dikejar-kejar oleh pemerintah karena memberontak, dituduh menjadi dalang kerusuhan 27 Juli. Larung akan membawa ketiga aktivis tersebut bersembunyi. Selama bersembunyi tidak boleh ada kontak dengan siapa pun, karena ada kontak maka mereka mudah tertangkap. Peristiwa tersebut seperti dalam kutipan berikut: Selama proses tak boleh ada kontak dengan Jakarta. Segaladetail ia cacat di kepala sehingga jika
44
Ibid., h 92
51
tertangkap, tak ada informasi yang tertulis yang bisa didapat aparat (L : 203)45. “……, aku merasa Larung itu too good to be true sebagai seorang aktivis.” “…., kalo ada orang baru dalam gerakan, agak-agak misterius, dan tahu-tahu mengerjakan semuanaya dengan baik, lebih baik daripada yang lain, tanpa keinginan menonjolkan diri, wajar saja kalau kami sempat curiga. Jangan-jangan dia intel.” …..Yasmin, sebagai pengacara dan aktivis hak asasi manusia, ikut memprotes pembredelan itu. ia ikut dalam aksi-aksi bersama dengan kawan-kawan wartawan yang membikin Aiansi Jurnalistik Indonesia. Sementara itu Larung, ia mempunyai majalah lokal berbahasa Indonesia di Bali BaliAge. Merasa terlibat juga dengan peristiwa itu, meskipun majalahnya tidak berbau politik, ia menyebutnya majalah komunitas yang berisi pariwisata dan lingkungan. Tokoh Yasmin Seorang wanita yang sempurna, takut diketahui oleh temantemannya tentang perselingkuhannya dengan Saman. Yasmin dengan sadar pula merusak rumah tangganya sendiri dengan memperjakai Romo Wis, dan mengabadikan perselingkuhan itu. Sedangkan Shakuntala yang biseks memposisikan dirinya di luar lembaga perkawinan yang lazimnya buat kalangan heteroseks. Tokoh Sakuntala Perempuan yang merasa dirinya perempuan dan laki-laki. Hal ini terlihat dalam perasaan Shakuntala, Shakuntala merasa sejak kecil dibedakan dengan kakaknya yang laki-laki, maka ia merasa juga lakilaki. Ia perempuan yang dapat mengendalikan tubuhnya sehingga kadang ia merasa seperti laki-laki. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut: Tapi lelaki dalam diriku datang suatu hari. Tak ada yang memberi tahu dan ia tak memperkenalkan diri, tapi kutahu dia adalah diriku laki-laki. Ia muncul sejak usiaku sangat muda, ketika itu aku menari baling-baling (L : 133). 46 Shakuntala
berpendapat
bahwa
seorang
perempuan
harus
mengenali tubuhnya sendiri sebelum menemui laki-laki yang dicintainya. 45 46
Ibid., h 46 Ibid., h 133
52
Peran perempuan dalam novel Larung adalah perempuanperempuan yang aktif, berpendidikan, dan mandiri. Mereka menuntut adanya persamaan sederat. Tokoh perempuan dalam novel Larung juga menentang sistem patriarki. Pandangan hidup adalah nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat yang dipilih secara selektif oleh para individu dan golongan dalam masyarakat. Setiap manusia memiliki keinginan baik maupun buruk. Sikap hidup adalah perasaan hati dalam menghadapi hidup,sikap tersebut bisa positif, negatif, apatis atau sikap optimis maupun pesimis tergantung kepada pribadi dan lingkungannya. Sikap dan pandangan hidup tersebut meliputi pandangan hidup mengenai tuhan atau agama, sesama manusia, kebajikan, dan pandangan tentang tata nilai. 1. Sikap dan Pandangan Hidup Jawa Tentang Mitologi Sebagaimana dikemukakan bahwa karya sastra dianggap sebagai dokumen sosial. Hal itu mengindikasikan walaupun kenyataan dalam karya sastra merupakan kenyataan yang ditafsirkan dan bermakna subjektif, kenyataan tersebut dapat dipandang sebagai kenyataan dalam masyarakat
pendukung. Demikian halnya dengan pemanfaatan mitos
dalam karya sastra, khususnya pada novel Larung karya Ayu Utami, mitos-mitos yang terdapat dalam
novel tersebut juga dapat dilacak
kembali keberadaannya dikaitkan dengan masyarakat pendukungnya. Larung dilahirkan dari keturunan lingkungan dan keturunan Jawa, dia tinggal bersama ibu dan nenknya, neneknya sendiri adalah seorang jawa dari keturuan Bali. Latar Jawa bisa dilihat dari kutipan berikut Keretaku berhenti di stasiun Tulungagung. Aku datang untuk membunuh nenekku (L : 3).47 Larung kembali ke desa tempat kelahirannya di Jawa yaitu Tulung Agung dengan tujuan untuk membunuh neneknya. larung ingin
47
Ibid., h 3
53
membunuh neneknya bukan karena dia membencinya tapi dia merasa kasihan dengan keadaan neneknya. Nenek larung sudah berusia kurang lebih 200 tahun, dan selama dia mnegenal nenknya larung merasa ada hal ganjil yang ada dalam tubuh neneknya tersebut yang memebuatnya hidup lama dan seakan mencintai kehidupan.
Tapi tubuh nenekku menyimpan rahasia. Kekuatan yang jauh lebih berat daripada timbangannya. Seorang yang mampu melihat aura akan bisa menyaksiakn pirani hitam di sekelilingnya…. ……lama-lama aku tahu bahwa dia seharusnya sudah mati. Tetapi rahasia membuat organ-organ tubuhnya tidak berhenti berdenyut. (L : 10)48 Dalam pandangan orang jawa tidak dapat memisahkan mitos dalam kehidupan mereka. Pandanagn tentang seseorang yang memiliki kesaktian atau jimat akan kesulitan menemui ajalnya sebelum jimat tersebut dihilangkan dari tubuhnya Bentuk pengorbanan yang dilakukan Larung tentu merupakan suatu kewajaran dalam realitas sehari-hari. Hal itulah yang menjadi format normatif dan cenderung bersifat mitos, bahwa anak keturunan (termasuk cucu) harus memberikan darma bakti pada orang tua (termasuk nenek). Pada batas-batas tersebut perilaku Larung dapat dinyatakan sesuai dengan tatanan sosial masyarakat. Dalam novel ini cerita tersebut tak berhenti sampai di sini. Yang menjadi hal pokok adalah pikiran dan tindakan Larung yang ingin segera mengakhiri hidup neneknya. Dia ingin membunuh neneknya. Untuk melakukan niatnya itu Larung harus melakukan pengembaraan yang jauh. Jalinan peristiwa yang menggambarkan perjalanan Larung untuk dapat mengakhiri hidup neneknya dalam novel ini digunakan Ayu Utami sebagai dasar untuk mengembangkan keseluruhan cerita.
48
Ibid., h 10
54
Larung merasa yakin bahwa dalam tubuh neneknya tersimpan rahasia. Kekuatan yang jauh lebih berat daripada timbangannnya. Seseorang yang dapat melihat aura bisa menyaksikan prana hitam di sekelilingnya. Lama-lama Larung tahu bahwa neneknya seharusnya sudah lama mati. Tetapi rahasia membuat organ-organ tubuhnya tidak berhenti berdenyut (L : hal 10). 49 Kondisi tersebut dapat dihubungkan dengan mitos yang ada di masyarakat (khususnya masyarakat Jawa) seseorang yang memiliki kesaktian atau jimat akan kesulitan menemui ajalnya sebelum jimat tersebut dihilangkan dari tubuhnya Nak, simbahmu tak bisa mati sebelum susuk dan gotri itu dikeluarkan dari badannya dan jampi-jampi dilepas dari mulutnya. Ia tidak bisa mati meskpiun telah lama mati (L : 15). 50 Larung dan ibunya sampai pada kesimpulan bahwa apa yang dimiliki oleh neneknya harus dilenyapkan dan itu sama saja dengan keinginan untuk membunuh neneknya. Dalam pikiran Larung muncul gagasan seperti yang terjadi pada masyarakat modern saat ini dengan tindakan medis untuk untuk mempercepat kematian atau euthanasia. Sebagaimana dipahami, karya sastra dapat dianggap sebagai salah satu jenis pranata sosial. Dalam pandangan tersebut sastra dianggap dapat mewujudkan kehidupan yang dalam arti luas adalah kenyataan sosial Dengan kata lain sastra merupakan dokumen sosial. Pemanfaatan mitos sebagai bahan penulisan dalam karya sastra dapat dikembalikan pada kondisi di atas. Dalam arti bahwa pengungkapan dan pemanfaatan mitos dalam karya sastra tidak semata-mata bertujuan menyampaikan
informasi
berdasarkan
rekaman
faktual
tetapi
mengandung tujuan tertentu. Pemanfaatan mitos tersebut salah satunya digunakan untuk melihat kondisi masyarakat sehingga karya sastra yang diciptakan merupakan cerminan atau refleksi keberadaan masyarakat.
49 50
Ibid., h 10 Ibid., h 15
55
Dengan demikian mitos-mitos tersebut tidak sekadar menjadi tempelan tetapi dapat dijadikan sebagai sarana memotret sekaligus merekaulang kondisi msyarakat. Hal itu dapat dikaitkan dengan kenyataan bahwa manusia selalu dikelilingi mitos dan mitos itu sendiri selalu berada dalam dua bentangan yang timbal balik. b. Sikap dan Pandangan Hidup Tentang Kebajikan Pandangan hidup mengenai kebajikan mengarah kepada persoalan mengenai keadilan dan kebenaran. Keadilan dan kebenaran diceritakan secara tegas dan jelas dalam novel Larung. Dalam novel ini dikisahkan beberapa konflik politik diantaranya menyangkut gerakan G30S, Kerusuhan 27 Juli yang terjadi di depan kantor PDI juga terungkap dalam novel ini. Mereka melakukan mimbar bebas di depan kantor PDI. Budiman Sudjatmiko dan kawan-kawan terpanggil untuk memperkuat orang-oarang yang melawan Suharto. Namun setelah peristiwa tersebut, para aktivis tersebut menjadi buronan. Hal ini terlihat dari kutipan berikut: Peristiwa 27 Juli Dan seperti Budiman Sudjatmiko serta yang lain. Mereka juga terpanggil untuk berbicara di mimbar bebas jalan diponegoro, di depan kantor PDI, saling memperkuat antara orangorang yang melawan Suharto. Di situlah intel-intel mencatat dan merekam wajah mereka. Setelah kerusuhan 27 Juli, begitu pemerintah dan militer menjadikan PRD sebagai kambing hitam utama, Solidarlit ikut terseret (L: 183).51 Larung diceritakan sebagai seorang aktivis, dari bebrapa konflik politik Larung membantu pembebasan tiga aktivis yang dikejar-kejar oleh pemerintah karena memberontak, dituduh menjadi dalang kerusuhan 27 Juli. Larung akan membawa ketiga aktivis tersebut bersembunyi. Dalam aksi pembebasan tiga aktivis tersebut larung dikatakn sebagai pribadi yang kritis,hal ini dapat dilihat dari dialog larung dengan tokoh lain yaitu dengan aktivis yang ia bantu bebaskan.
51
Ibid., h 183
56
Kapal pelni ini buruk bukan karena tidak ada sosialisme. Kapal ini berengsek karena monopoli. …..“( L : 43)52 …. “kalo kamu masih percaya sikap anti hak milik pribadi, kamu akan membangun sistem yang berakhir di kapal ini. (L : 43)53 Dari kutipan tersebut tokoh Larung mengkritik mengenai ajaran atau paham dalam kenegaraan atau bisa dikatakan juga sebagai ideologi, seperti sosialime, kapitalisme dan monopoli. Ideologi sendiri merupakan gabungan antara pandangan hidup yang merupakan nilai-nilai yang telah terbentuk dalam masyarakat yang memiliki nilai-nilai budaya. sistem yang menerangkan dan membenarkan suatu tatanan yang ada atau yang dicitacitakan dan memberikan strategi berupa prosedur, rancangan, instruksi, serta program untuk mencapainya. Himpunan tentang
nilai, ide, norma, mengenai tata nilai yang
membenarkan suatu tatanan sosial tersebut dalam pandangan larung dari perbincangannya dengan wayan togog mengenai kapal pelni terlihat bahwa
larung
mengkritik
sistem
monopoli
yaitu
sistem
yang
menguntungkan satu kelomok tertentu. Sistem itu tentunya berbanding terbalik dengan sistem sosialis dimana ajaran atau paham tersebut berusaha supaya dampaknya bisa menguntungkan kelompok mayoritas atau kelompok sosial. Kutipan lain mengenai sikap dan pandangan tokoh larung mengenai kebenaran bisa dilihat dari dialog larung dengan koha salah seorang dari tiga aktivis yang sedang dilindungi larung dan saman, kutopan dari dialog tersebut sebagai berikut “kalau kita tertangkap, maka kita adalah aktivisan-aktivisan. Karena itu, kita layak mendapat anjing-anjingan. Kalo mereka menagkap kita maka mereka adalah tentara palsu. Karena itu mereka layak mendapat jam tangan palsu. (L : 103)54
52 53 54
Ibid., h 43 Ibid., h 43 Ibid., h 103
57
Dalam kutipan tersebut tokoh larung menggunakan analogi sekaligus sindiran. Ia ingin mengatak bahwa sebagi seorang aktivis yang memprjuangkan kebenaran maka walaupun mereka tertangkap mereka berhak mendapatkan hadiah. Kata “ajing-anjingan” tersebut merupakan bentuk lain dari kata hadiah. Sedangakan sindiran yang selanjutnya yaitu sindiran terhadap tentara, bahwa jika ada tentara yang menangkap mereka berarti tentara itu palsu. Dari kalimat tersebut larung ingin mengatakan bahwa seorang tentara seharusnya membela kaum yang benar karena tugas mereka adalah melindungi hak, akan tetapi jika mereka menagkap larung dan tiga orang teman aktivisnya maka mereka tersemasuk golongan yang menentang
pandangan
yang
benar,
karena
itu
mereka
layak
mendapatkankan hadiah palsu karena keplasuan mereka. Dalam kutipan lain larung juga mengutarakan pendapatnya mengenai kebenaran dan kejahatan “kejahatan dan kebenaran datang dalam satu paket” Dari kutipan tersebut larung mengambil kesimpulan bahwa dalam dunia ini kejahatan dan kebenaran ada dan datang saling berdampingan, seolah keduanya diciptakan untuk saling melengkapi. Siakp dan pandangan hidup larung yang tercermin dalam dialogn dengan para aktivis tersebut menggambarkan bahwa tokoh larung merupakn tokoh aktivis yang kritis terhapa sistem yang merugikan dan membela terhadap pandangan
yang membenarkan. Sikap larung
membantu dan melindungi para aktivis tersebut juga sebagai contoh kepeduliannya terhadap kelompok dari pandngan yang benar.
c. Sikap dan Pandangan Hidup Tentang Interaksi Manusia dengan Tuhan Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya. Akan tetapi tokoh-tokoh serta jalinan cerita
58
dalam novel Larung mempertanyaan tentang eksistensi Tuhan. Seperi yang dilakukan pengarang dengan menampilkan tokoh Saman, yang dianggap mampu menyuarakan ajakan dan sekaligus ejekan pada masyarakat berkaitan dengan perilaku beragama. Saman dihadirkan untuk menjelaskan konsep pengarang tentang Tuhan dan agama. Saman adalah seorang tokoh yang merasakan bahwa Tuhan telah pergi dari dalam dirinya. Saman pada masa mudanya adalah seorang frater, yang terkenal dengan frater Wisanggeni. Frater dalam agama Kristen merupakan sebutan untuk calon pastor. Dalam pandangan agama, kedudukan calon pastor dan pastor ditempatkan pada posisi tinggi sebagai pemimpin agama. Kehidupan Saman selanjutnya sangat jauh dari warna religius. Saman terlibat dalam kehidupan bebas dengan Yasmin Moningka. Bahkan pada saat-saat tertentu hanya untuk melakukan doa atau merenung saja sudah tidak mampu dilakukannya. Kutipan berikut menjelaskan hal di atas. Saman tak segera rebah. Pada malam-malam begini ia ingin sekali berdoa. Tapi ia tak bisa lagi. Ia kehilangan kemampuan, barangkali imajinasi, untuk berbicara dengan Tuhan. Ia menatap ke langit, melampaui titik-titik bintang yang paling kecil, namun ia tak lagi bisa membayangkan yang agung di sautu sana. Ia tutup matanya, masuk dalam dirinya, namun ia tak lagi bisa merasakan misteri yang dulu ada di sana. Dulu di sini. Pada hatinya ada yang luka. Bukan sebesar tuhan yang pergi, tetapi sebesar Upi. (L : hal 112)55 Tokoh Saman menjadikan agama sekedar dijadikan simbol-simbol hubungan sosial dan tidak dipahami sebagai bagian dari kewajiban invidual berhubungan dengan Sang Pencipta. Bagaimana mungkin seorang frater, calon pastor, hanya untuk berdoa saja sudah tidak bisa. Akan tetapi kondisi itulah yang sebenarnya terjadi di tengah masyarakat selama ini. Malalui sikap dan pandangan hidup diri Saman seolah pengarang ingin mengajak pembaca untuk merenung dan mempertanyakan kembali
55
Ibid., h 112
59
keasadaran beragama. Disadari saat ini bahwa kebanyakan umat beragama masih terbatas pada aspek menjalankan ritualitas. Melalui tokoh Yasmin Ayu ingin menyampaikan salah satu bentuk perilaku kemunafikan dan kepura-puran yang hidup subur di masyarakat. Bangsa ini menamakan dirinya bangsa yang beradab, berbudi pekerti luhur, beretika tinggi dan segala atribut lainnya yang dapat dijajarkan lagi. Realitas menunjukkan bahwa segala atribut tersebut sebenarnya masih berhenti pada tataran lahiri ah. Kenyataan membuktikan bahwa segala bentuk penyelewengan, perilaku kotor dalam berbagai bentuk dan wujud hidup subur di negeri ini. Realitas tentang sikap dan pandangan hidup tentang agama dan keberadaan Tuhan juga dihadirkan melaluin tokoh Yasmin . Yasmin adalah seorang yang memiliki kepribadian sempurna, menurut ukuran umum. Wajahnya yang rupawan, bersih seperti patung marmer. Hidupnya teratur seperti tangga yang lurus. Sekolah, senam, lulus, kerja, kawin. Akan tetapi pada akhirnya dia juga terlibat dalam perselingkuhan dengan Saman. Lihalah temanku Yasmin Moningka. Wanita sempurna. Cantik, cerdas, kaya, beragama, berpendidikan moral Pancasila, setia pada suami. Paling tidak itulah yang dia mau akui tentang dirinya. Yang dia tidak mau akui: perselingkuhannya dengan Saman (L : hal 78)56. Yasmin dapat dianggap sebagai bagian dari wajah masyarakat pada umumnya. Masyarakat yang terjebak pada tingkah laku kemunafikan dan kepura-puraan. Ironinya terletak pada atribut keberagamaan dan moral (Pancasila) yang ternyata tidak menjadi suatu jaminan kelurusan dan kebaikan tingkah laku. Barangkali hal itu
dapat dihubungkan dengan
kejadian beberapa waktu yang lalu pada saat ajaran tentang moral dijadikan sebagai
doktirn negara, doktrin
dalam
segala bentuk
penjelmaannya.Dalam novel ini pembicaraan tentang hakikat manusia juga
56
Ibid., h 78
60
disampaikan. Pertanyaan dasar tentang manusia secara genetis tampak pada dialog antara Larung dengan neneknya. “Larung, anak lanang.” Dengan matanya yang hitam (kadang aku teringat pada kera).” Anak lanang, persis bapakmu, persis mbah kakungmu .” (L : hal 9).57 Melalui ungkapan di atas kita diajak merenungkan kembali keyakinan-keyakinan yang ada saat ini. Kita merasa digiring pada sebuah pemikiran lain walapun sebenarnya bukan pemikiran baru. Dalam persektif teologis (agama) sudah diterangkan tentang keberadaan manusia secara genetis. Dalam novel ini Ayu memrpertanyakan hal itu dengan mengingatkan kembali pemikiram pada teori evolusi Charles Darwin mengenai asal-usul manusia. Novel Larung juga diawali dengan sebuah kalimat yang tampak sederhana tetapi sangat mengesankan: “Siapakah yang menentukan jarum kematian?” (L : 1).58
Kalimat tanya tersebut menggiring pemahaman kiat pada sesuatu yang paling esensial yang berhubungan dengan kesadaran religius dalam diri manusia. Kesadaran religius dalam diri manusia memberikan kemungkinan adanya kesadaran tentang adanya kekuatan yang mahakuasa yang mengitari dan mengendalikan kehidupan manusia. Permasalahan yang muncul adalah siapa dan apa sebenarnya kekuatan tersebut, di mana kekuatan itu berada, bagaimana kita harus memahami dan mengerti hal itu. Dalam perspektif teologis barangkali jawabannya akan sangat sederhana, yakni Tuhan. Akan tetapi, justru di balik kesederhanaan penyebutan nama Tuhan itulah segala misteri berawal. Bagi tokoh-tokoh novel Larung semua keyakinan manusia, termasuk adanya Tuhan adalah ilusi. Dalam pandangan Shakuntala Tuhan
57 58
Ibid., h 9 Ibid., h 1
61
itu tidak ada dan orang mempercayai Tuhan adalah orang yang bodoh dan mau dibodohi. Ibu ada beberapa kenyataan. Pertama, dia sudah mati. Kedua, aku ternyata juga laki-laki. Ketiga, Tuhan tak ada. Kenyataan kedua kuucapkan dengan antusias (L : 142). 59 Pernyataan
Shakuntala
di
atas
dsebagai
ungkapan
untuk
mempertanyakan kembali keberadaan Tuhan. Ketika kakak laki-lakinya meninggal dalam sebuah kecelakaan di kompleks (ABRI), meskipun sudah dikuburkan, ibunya menyatakan anaknya tidak meninggal. Lalu Shakuntala membantah. Bagaimana mungkin kakak tidak meninggal, ia telah dikuburkan dan ibunya ikut membuka peti jenazahnya. Tetapi ibu tetap yakin anaknya tidak meninggal. Keyakinan ibunya itulah yang dipertanyakan oleh Shakuntala dalam konteks untuk mempertanyakan keyakinan tentang adanya Tuhan. Untuk menegaskan kembali bahwa Tuhan hanyalah suatu bayangan semu, pengarang mengajukan argumentasi tentang konsep kasih melalaui tokoh Larung. Dalam terminologi teologis penanda keberadaan Tuhan termanifestasikan dalam bentuk kasih pada umatnya. Segala hal yang menunjukkan adanya kasih oleh karenanya dapat disejajarkan, bahkan didentikkan, dengan Tuhan. Sebgaimana yang dinyatakan oleh tokoh Larung, Lenin adalah Tuhan, sebagaimana Kristus adalah Tuhan, sebab Tuhan adalah Kasih dan Kristus dan Lenin juga kasih. Isadora Duncan, penari Amerika (L : hal 223). Perntayaan lain Larung mengenai konsep Tuhan ada tikus mati di plafon ... Barangkali bukan tikus, tapi kucing. Kucing tau saatnya ajal dan ia akan menyendiri dalam tapa untuk mati (L : hal 50)60 59 60
Ibid., h 142 Ibid., h 50
62
Kenapa manusia menjadi tua, sakit sebelum mati dan busuk? Sebab tubuh mencintai kehidupan maka ia melawan maut dengan sakit. Kelak akan kukalahkan tubuhku sebelum uzurku menjadi harga diriku. Kelak akan kukalahkan segala rasa sakit sebelum ia mencampakkanku pada sia-sia. Hidup bukan menunda kematian melainkan memutuskannya. Akan kuputuskan kematianku jika sampai waktunya. Tetapi waktuku belum tiba. Melainkan waktu nenekku (L : 49).61 Adakah kematian yang ditentukan sendiri. Semua maut adalah hukuman mati. Tetapi kematian akan menjadi sejenis bunuh diri ... (L : 52).62 Kutipan di atas memperlihatkan bagaimana keyakinan tokoh Larung tentang hidup dan mati. Kematian ditentukan oleh diri sendiri. Suatu yang tentu berlawanan dengan pandangan yang selama ini ada di masyarakat yang merujuk pada pandangan agama. Dalam pandangan agama samawi diyakini bahwa hidup dan mati ditentukan oleh Tuhan dan hanya Tuhan yang mengetahui saat kematian tiba. Kematian berkenaan dengan takdir Tuhan Pemahamannya
tentang
Tuhan
menjadi
landasan
untuk
menjelaskan hakikat manusia, makna hidup dan misteri kematian. Penjelasan yang ditampilkan tetap diarahkan untuk menjawab pertanyaan awal siapakah yang menentukan jarum kematian, sebagaimana diajukan pada awal novel. Dengan memperhatikan tiga kutipan novel berikut ini, kita dapat memperoleh gambaran lengkap tentang sikap dan pandangan dan sikap tokoh.
d. Sikap dan Pandangan Hidup Manusia dan Kehidupan Karya sastra adalah dunia rekaan berdasarkan dunia nyata. Sastra dan tata nilai kehidupan adalah dua fenomena sosial yang saling melengkapi dalam kedirian mereka sesbagi sesuatu yang eksistensial. Sebagai bentuk seni, kelahiran karya sastra bersumber dari kehidupan 61 62
Ibid., h 49 Ibid., h 152
63
yang bertata nilai dan pada gilirannya sastra juga akan memberikan sumbangan bagi terbentuknya tata nilai , Oleh karenanya, dalam batasbatas tertentu, hal-hal yang terdapat di dalam karya sastra dapat ditarik ke luar dihubungkan dengan realitas yang melingkupinya. Eksistensi manusia sebagai individu sebagai struktur sosial merupakan eksistensi yang bermakna ganda. Di satu pihak individu harus mempertahankan identitas individualitasnya, di sisi lain individu juga terlibat dalam hubungan-hubungn sosial dari mulai kelahiran hingga kematiannya. Melalui novel Larung dengan cara dan gaya yang spesifik, Ayu Utami ingin menjelaskan relasional antara sastra dan tata nilai. Dalam novel Larung ditemui hal-hal yang berkaitan dengan tata nilai, norma dan etika melalui pikiran, perilaku, dan sikap hidup tokoh-tokohnya. Penggambaran tentang tata nilai dalam karya sastra tersebut tentu saja sudah melalui proses interpretasi dan kreasi dari pengarang. Oleh karenanya, apa yang ada dalam karya sastra tidak selamanya bersifat linier bila dihubungkan dengan realitas. Novel Larung menggambarkan beberapa hal yang berkenaan dengan hubungan manusia dengan diri sendiri. Hal yang ditawarkan antara lain pemahaman nilai-nilai kemanusiaan, dan harga diri dan kehormatan. Sebagaimana dijelaskan di atas, bentuk tawaran tersebut lebih bersifat mempertanyakan kembali hal-hal yang sudah umum berlaku di masyarakat. Dalam hidupnya manusia sering dihargai dari sisi fisiknya. Nilai manusia ternyata berhenti pada tataran fisik. Akan tetapi, begitu kematian tiba, jasad akan kembali ke unsur asalnya menyatu dengan tanah. Itulah yang ingin ditegaskan oleh Larung ketika dia melakukan tindakan mutilasi pada jenazah neneknya. Jawablah simbah, jawablah bahwa engaku membenci kehidupan. Engkau telah muak dengan rasa sakit dan membutuhkan seseorang untuk menyelesaikannya. Aku akan ,melakukannya karena sayang padamu. Untuk kebahagiannmu. Kau adalah kekasihku selama ini.
64
Untuk menemukan jejak-jejak kekuatan dan kekebalan pada tubuh neneknya, Larung memutuskan untuk melakukan pembedahan pada tubuh neneknya. Tetapi jejak-jejak benda sihir itu tak ditemukannya. Maafkanlah, telah aku acak-acak tubuh dan parasmu tetapi tak kutemukan juga susuk dan gotri itu. Hanya, kini aku percaya bahwa ngkau telah mati. Tetapi kusisakan telingamu, labirin dengan bulu-bulu kecil (L :74). 63 Apa yang dilakukan Larung terhadap neneknya merupakan suatu bentuk kontra niali kemanusiaan yang selama ini ada di masyarakat. Kita sudah seharusnya menghargai nilai kemanusiaan termasuk harus memperlakukan jenazah dengan sepantasnya. Sebagaimana pernyataan ibu Larung mengomentari tindakan itu. Tuhanku. Kamu tak punya rasa hormat sedikitpun pada tubuh dan sisa kehidupan (L : hal 74).64 Perlakuakn tokoh Larung terhadap neneknya hanyalah bentuk dari perlakuan terhadap tubuh dari sisa kehidupan. Di sisi lain sikap yang diambil Larung dengan merawat neneknya serta perjalanan yang dilakukan untuk mencari jejak kehidupan neneknya selama ini juga merupakan siakp penghargaan terhadap kehidupan. dengan kata lain tokoh larung masih mempunyai simpati terhadap nilai kehidupan akan tetapi sikap yang dilakukannya terhadap pembunuhan neneknya hanyalah pengaruh dari nilai mitos yang dipandangnya telah merusak kehidupan neneknya. Tokoh-tokoh wanita dalam novel Larung menampilkan dimensi dalam sisi kehidupan manusia.
Mereka menjadikan dirinya sebagai
sebuah komunitas baru yang menolak lembaga perkawinan, berkomunitas seperti hewan, dan menikmati hidup seperti komunitas itu. Hidup seperti burung, kawin begitu mengenal birahi, sesudah itu tak ada dosa. Bagaimana Cok yang merasa bangga dengan petualangan seksual dengan beberapa laki-laki dalam hidupnya. 63 64
Ibid., h 74 Ibid., h 74
65
Ya, gue bisa biang begitu karena gue udah tidur dengan entah berapa lelaki. Perawan, lakor, duda. Sampe kadang capek. Hubungan-hubungan pendek membikin kita yakin bahwa cinta dan seks itu nggak istimewa amat (L :117).65 Bahwa virginitas, sebagaimana yang diyakini masyarakat dikaitkan dengan harga diri dan kehormatan, bagi mereka bukanlah hal yang penting. Ketika melakukan suatu perbuatan selama diyakini akan mendapatkan kepuasan dan dilakukan dengan penuh kesadaran tidak perlu dipersoalkan meskipun melanggar norma-norma. Norma tersebut ada karena diciptakan oleh manusia. Mengapa manusia tidak berusaha menciptakan norma-norma yang baru untuk menyesuaikan dan sekaligus menjadi pembenar bagi langkah dan tindakan yang dilakukan. Bentuk-bentuk penyimpangan norma kemanusiaan yang dilakukan tokoh-tokoh dalam Larung secara tidak langsung merupakan kritik terhadap gambaran ada di masyarakat. Bahwa ketika nilai serta normanorma yang ada di masyrakat kita sekarang ini sudah dianggap kuno dan tabu sudah tidak dianggap lumrah bagi sebagian masyarakat. Akan tetapi masyarakat yang tetap menjaga nilai dan norma tersebut akan terjaga dari kemungkinan melakukan penyimpangan d. Sikap dan Pandangan Hidup Tentang Gender Tokoh-tokoh wanita dalam novel Larung menampilkan dimensi dalam sisi kehidupan manusia.
Mereka menjadikan dirinya sebagai
sebuah komunitas baru yang menolak lembaga perkawinan, berkomunitas seperti hewan, dan menikmati hidup seperti komunitas itu. Hidup seperti burung, kawin begitu mengenal birahi, sesudah itu tak ada dosa. Bagaimana Cok yang merasa bangga dengan petualangan seksual dengan beberapa laki-laki dalam hidupnya. Ya, gue bisa bilang begitu karena gue udah tidur dengan entah berapa lelaki. Perawan, lakor, duda. Sampe kadang capek. Hubungan-hubungan pendek membikin kita yakin bahwa cinta dan seks itu nggak istimewa amat (L :117).66
65 66
Ibid., h 117 Ibid., h 117
66
Bahwa virginitas, sebagaimana yang diyakini masyarakat dikaitkan dengan harga diri dan kehormatan, bagi mereka bukanlah hal yang penting. Ketika melakukan suatu perbuatan selama diyakini akan mendapatkan kepuasan dan dilakukan dengan penuh kesadaran tidak perlu dipersoalkan meskipun melanggar norma-norma. Norma tersebut ada karena diciptakan oleh manusia. Mengapa manusia tidak berusaha menciptakan norma-norma yang baru untuk menyesuaikan dan sekaligus menjadi pembenar bagi langkah dan tindakan yang dilakukan Keperawanan yang menjadi momok pengaturan laki-laki terhadap perempuan dilakukan Ayu melalui tokoh Laila meskipun sosok ini mampu melawan gender keperempuanannya. Semasa sekolah dia paling banyak berlatih fisik. Naik gunung, berkemah, turun tebing, cross country, dan lainlain jenis olahraga kelompok yang kebanyakan anggotanya lelaki. Juga, tidur bersisian dengan kawan lelaki dalam tenda dan perjalanan. Tapi dialah yang paling terlambat mengenal pria secara seksual. Pada masa itu ada rasa bangga bahwa dia memasuki dunia lelaki yang dinamis. Ternyata perlakuan itu tidak dapat dibawa tokoh Laila sampai dewasa. Ia tidak bisa masuk ke dalam dunia pria dewasa. Tapi keperawanan Laila yang terjaga seperti layaknya yang diagungkan budaya Indonesia justru menjadi problema, seks Laila terhambat. Lelaki takut padanya. Keperawanan dinilai sebagai tanggung jawab. Sehingga Sihar pun takut untuk memperawaninya. Kerinduan Laila pada Sihar membuatnya mampu melihat faktor lelaki pada diri Shakuntala. Gabungan sosok Saman dan Sihar, dua lelaki yang dicintai Laila muncul pada diri Shakuntala. Hingga akhirnya Laila melupakan Shakuntala sebagai perempuan. Ketertarikan Laila ditanggapi Shakuntala sehingga dalam Larung ini muncul sebuah relasi seksual di mana lelaki benarbenar diabaikan. Dalam hal ini Ayu masih mencoba membela kaumnya. Ia hanya ingin menyelamatkan Laila. Penggambaran tentang dunia lesbian, yang benar-benar belum bisa diterima kultur Indonesia
67
dilakukan Ayu dengan gambaran yang sangat indah lewat tokoh Laila dan Shakuntala. Shakuntala adalah seorang penari profesional yang memperdalam ilmunya di New York. Ia bisa memerankan Sita dan Rahwana sekaligus denga bertelanjang dada. Ketika ia menari seperti baling-baling, hingga menjadi seperti gasing, ia merasa ada kelaki-lakian dalam dirinya. Ia merasa bahwa dalam dirinya ada sisi perempuan dan sisi laki-laki. Ia seorang biseks. Sejak kecil, ia sudah membenci ayahnya, karena ayahnya sering menghambat ruang geraknya. Shakuntala saat melihat Laila sedih karena gagal kencan dengan Sihar, Shakuntala menghiburnya dengan mengajak menari tango, sebuah tarian dengan gerakan-gerakan angkuh. Saat menari itulah kelelakian Shakuntala tumbuh dan ia mengajak Laila tidur. Sedangkan Yasmin, yang sudah bersuamikan Lukas Hadi Prasetyo, berselingkuh dengan Romo Wis, panggilan Athanasius Wisanggeni, yang berganti nama menjadi Saman saat berada dalam status buronan. Mereka melakukan hubungan seksual saat Yasmin dan Saman berada di Pekanbaru, ketika Saman mau dilarikan ke Amerika. Sementara Cok adalah perempuan yang sejak duduk di bangku SMA sudah menganut aliran freesex. Ia bahkan pernah dipindahkan ke SMU di Bali gara-gara orangtuanya menemukan kondom di tas sekolahnya. Di Bali, justru petualangan seksnya semakin menjadi-jadi hingga menginjak dewasa. Ia tidur dengan banyak lelaki, di antaranya dengan menjadi simpanan pejabat militer, Brigjen Rusdyan Wardhana. Dengan pejabat militer itulah ia mendapat berbagai fasilitas usaha, sehingga menjadi pengusaha yang banyak duitnya. Ia pula yang menjebak Yasmin dan Saman menginap dua hari
di
bungalownya,
sehingga
mereka
berdua
tak
mampu
mempertahankan keinginan seksual. Saman yang memilih hidup selibat justru merangsang Yasmin untuk segera memperjakainya. Dengan menggunakan keempat tokoh perempuan itulah Ayu Utami ingin menggempur lembaga perkawinan yang selama ini disakralkan oleh sebagian besar masyarakat kita. Laila dan Cok dengan
68
sadar merusak rumah tangga orang lain. Dalam hal ini, tentu yang disalahkan tidak hanya pihak perempuan, tapi juga pihak laki-laki, baik Sihar maupun Brigjen Rusdyan Wardhana. Sementara Yasmin dengan sadar pula merusak rumah tangganya sendiri
dengan
memperjakai
Romo
Wis,
dan
mengabadikan
perselingkuhan itu. Sedangkan Shakuntala yang biseks memposisikan dirinya di luar lembaga perkawinan yang lazimnya buat kalangan heteroseks. Sedangkan peran tokoh dalam novel Larung diawali dengan tokoh Larung yang akan membunuh neneknya. Nenek Larung yang menikah dengan seorang Belanda dan kemudian menikah lagi dengan seorang gerilyawan, pada akhirnya harus dibunuh oleh cucunya sendiri (Larung Lanang), karena nenek yang berusia 120 tahun itu tidak mati-mati meskipun napas dan tubuhnya bau. Nenek itu akhirnya dibunuh Larung setelah Larung mendapatkan enam cupu. Pertemuan Larung dengan Saman terjadi ketika mereka berencana melarikan tiga aktivis Solidarlit, yaitu Wayan Togog, Bilung, dan Koba. Pelarian yang dimulai dari peristiwa 27 Juli 1996 dari Jakarta yang dibawa ke Pulau Kijang oleh Larung. Mereka sepakat akan bertemu di pelabuhan Pelni. Larung adalah tujuan yang akan disampaikan oleh Ayu Utami. Hal ini terlihat ari diri Ayu sendiri yang menuntut adanya persamaan derajat dengan laki-laki. Novel ini mengandung kekayaan simbolisme yang digunakan oleh Ayu Utami baik secara langsung maupun tak langsung mengkritik sistem patriarki. Karakter tokoh perempuan dari lingkungan kelas ekonomi menengah ke atas memiliki karakter yang tegas, mandiri, berkeinginan untuk maju, setia pada komitmen yang telah dibangun bersama, dan berani menghadapi kenyataan. Peran perempuan dalam novel Saman dan Larung adalah perempuanperempuan yang aktif, berpendidikan, dan mandiri. Mereka menuntut adanya persamaan sederat, hal ini terlihat dalam tokoh: Laila, wanita aktif yang belum menikah dan menjadi fotografer; Yasmin Moningka menjadi pengacara di kantor ayahnya sendiri. Ia juga sudah mendapat izin advokad yang tidak semua
69
lawyer punya; Shakuntala seorang penari, sejak kecil ia menari. Ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan tarinya di New York, selain itu ia juga melakukan pementasan; dan Cok nama lengkapnya Cokorda Gita Magaresa, seorang pengusaha hotel. Ia lulusan sekolah perhotelan di Sahid. Tokoh perempuan dalam novel Saman dan Larung juga menentang sistem patriarki, ini terlihat dari sikap Shakuntala yang sangat membenci bapaknya, ia merasa bapaknya selalu mengatur hidupnya, dari masalah sekolah, teman hidup, dan pandangan tentang perkawinan. Aturan dan norma yang selama ini dianut Bapaknya sangat ia benci, bahkan sejak berusia 9 tahun dia sudah tidak perrawan lagi. Bapak merupakan simbul partiarki, ia sangat tidak setuju dengan sistem tersebut. Yasmin yang aktif merupakan simbol perempuan yang melawan norma dan adat yang berlaku dalam masyarakat. Satu sisi ia masih mengikuti tradisi, menikah dan taat pada suami, tetapi di sisi lain ia mengikuti modernisasi budaya yang masuk dalam masyarakat, yaitu berselingkuh dengan Saman. Perilaku Yasmin merupakan simbol pergeseran budaya tradisi ke budaya baru yang modern. Tokoh Laila merasa terbebaskan dari tanggung jawab terhadap orang tuanya dan istri Sihar. Ketika di New York jarak geografis menciptakan sebuah ruang psikologis antara dirinya dan pengharapan-pengharapan kultural dan sosial Indonesia, akhirnya dia merasa sepenuhnya dan seorang diri memegang kontrol atas tubuhnya. Tokoh Laila menjaga keperawanannya bukan hanya karena berdasarkan pertimbangan religius. Kenyataannya dia nampaknya kurang peduli tentang berdosa pada Tuhan dibandingkan rasa berdosanya terhadap orang-orang yang dekat dengannya, yaitu orang tuanya dan istri Sihar.
70
C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah Pendidikan memang sebuah yang telah melekat pada terlebih secara modern saat ini. Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan, trutama di sekolah, maka diciptakanlah kurikulum. Kurikulum berisis mata pelajaran yang diajarkan oleh guru sesuai dengan bidang mata palajaran. Dalam kurikulum mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, sastra kini menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Penelitian ini difokuskan pada Satuan Pendidikan yakni sekolah menengah atas. Penelitian ini difokuskan dengan Aspek Membaca. Standar Kompetensi yang termuat di dalamnya adalah Memahami Pembacaan Novel. Kompetensi Dasarnya adalah: Menjelaskan Unsur-unsur Instrinsik dari pembacaan penggalan novel. Indikator yang perlu dicapai: (1) siswa dapat menyampaikan sinopsis novel secara lisan berdasarkan pemahamannya terhadap cerita, (2) siswa dapat mengidentifikasi unsur instrinsik novel yang meliputi penokohan, alur, serta tema dan amanat, (3) siswa dapat menentukan karakter tokoh utama yang ada di dalam novel. Pada standar kompetensi tersebut, siswa diajak untuk mengenal unsurunsur pembanguan novel, baik intrinsik maupun ekstrinsik. Siswa diajak membaca dan memahami kedua unsur tersebut. Setelah mengerti mengenai unusrunsur tersebut, maka siswa melakukan analisis agar mampu menjawab tujuan pembelajaran sastra. Dalam pembelajaran tersebut, maka sudah pasti dibutuhkan novel sebagai bahan ajar. Temuan ini sangat penting dipahami dan memperhatikan nilai-nilai yang terkandung didalam novel karena nilai-nilai tersebut sangat berguna bagi kehidupan serta penelitian ini dapat menambah wawasan terutama dibidang pendidikan. Kelebihan novel jika dijadiak sebagai bahan pengajaran tambahan yaitu siswa dapat menikmati bacaan tersebut. Walau telah disadari bahwa kemampuan tiap siswa berbeda-beda, namun jika guru sampai memberikan rangsangan atau
71
setidaknya mempu menarik perhatian siswa melalui novel, ,maka kemampuan membaca siswa akan meningkat. Demikian pula harapannya dengan peningkatan pemahaman siswa tidak hanya dalam bidang sastra akan tetepi dapat memahami makna pembelajaran lannya yang bisa dipelajari dari novel. Salah satu novel yang menjadi kajian peneliti adalah novel Larung karya Ayu Utami dengan fokus kajiannya adalah sikap dan pandangan hidupp tokoh larung sebagai tokoh utama dalam novel Larung dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah. Setelah adanya penelitian ini siswa dapat siswa dapat menentukan karakter tokoh
yang ada di dalam novel melalui analisis
pandangan hidup tokoh, sesuai dengan dengan kompetensi dasar dalam pembelajaran sastra. Pandangan hdidup yang menjadi fokus dalam kajian ini selain dapat memberikan pengetahian kepada siswa mengenai karakter tokoh juga dapat memberikan informasi kepada siswa mengenai hubungan karya sastra sebagai cerminan masyarakat dengan penggambaran tokoh dalam cerita. Pandangan hidup yang tercermin oleh tokoh-tokoh dalam cerita merupakan hasil dari pengaruh lingkungan dimana tokoh itu diceritakan. Sebagaimana fungsi karya sastra sebagai refresntatif dari kehidupan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dan berlaku dalam masyarakatpun menjadi pembahasan sastra kaitanhya dengan kajian sosiologi sastra yang mengungkap fakta-fakta sosial sastra dan masyarakat. Salah satu pengajaran sastra yaitu untuk meningkatkan pengetahuan budaya. Yang dimaksud pengetahuan dalam hal ini yaitu mengandung suatu pengetian yang luas. Dengan berbagai cara, kita dapat menguraikan dan menyerap pengetahuan semacam itu dalam karya sastra. Sebagai contoh banyak fakta-fakta yang diungkapkan dalam karya sastra khususnya novel, tetapi masih banyak juga fakta-fakta yang harus kita gali dari sumber-sumber lain untuk memahami situasi dan problematika khusus yang dihadirkan dalam suatu karya sastra. Novel Larung karya Ayu Utami menampilkan bermacam-macam tokoh begitu pun dengan karakter dari masing-masing tokoh tersebut. Seseorang yang yang membaca novel biasanya tertarik dengan perespsi, penafsiran dan pemahaman tokoh-tokoh yang dihadirkan pengarang. Para siswa dapat dapat
72
membaca dan menanggapi bagaiman perwatakan tokoh disampaikan oleh pengarang sehingga pesan yang ingin disampaikan pengarang akan mamapu ditangkap pembaca, dan paling penting agar siswa mampu membina pemahaman mereka mengenai makna atau nilai kehidupan yang terefleksi di dalamnya. Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan karya sastra akan lebih menyenangka ketika siswa secara tidak langsung akan terlibat ke dalam cerita yang ditawarkan pengarang. Siswa tidak akan merasa digurui, sehingga pembelajaran mengenai pandangan hidup dan sikap hidup tokoh dalam cerita mudah diserap oleh siswa dan tujuan pembelajaran sastra dapat tercapai.
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap novel Larung karya Ayu Utami, maka penulis mempu menyimpulkan hal sebagai berikut. 1.
Simpulan dari hasil penelitian diperoleh dengan deskripsi sebagai brikut; Sikap dan pandangan hidup yang ditampilkan tokoh meliputi: pandangan tentang yang Illahi atau agama, pandangan kebajikan, pandangan tentang sesama atau manusia dan pandangan tentang gender yang ditampilkan tokoh dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: orang lain yang dianggap penting, kebudayaan, politik atau organisasi, faktor emosi dalam diri individu.
2. Nilai sikap dan pandangan hidup yang dihadirkan tokoh-tokoh dalam novel akan membanti siswa dalam memahami nilai soaial masyarakat yang ada dalam karya sastra dan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas dapat membantu memenuhi Standar Kompetensi yang termuat di dalam pembelajaran sastra yang meliputi kompetensi dasar menjelaskan Unsur-unsur Instrinsik dari pembacaan penggalan novel. Indikator yang perlu dicapai: (1) siswa dapat menyampaikan sinopsis novel secara lisan berdasarkan pemahamannya terhadap cerita, (2) siswa dapat mengidentifikasi unsur instrinsik novel yang meliputi penokohan, alur, serta tema dan amanat, (3) siswa dapat menentukan karakter tokoh utama yang ada di dalam novel.
73
74
B. Saran Berdasarkan penelitian ini maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut 1. Penelitian yang mengungkapkan tentang sikap dan pandangan hidup tokoh dalam novel Larung ini masih terbatas pada kajian yang bersifat struktural sosiologi sastra. Oleh karena itu masih sangat terbuka kemungkinan untuk melakukan kajian lebih lanjut, khususnya diarahkan pada masyarakat pembaca. Kajian dapat dilakukan dengan memanfaatkan pendekatan resepsi sastra. 2. Dalam pembelajaran Bahasa dan sastra Indonesia diharapkan dapat memberikan gambaran kehidupan masyarakat agar siswa dapat memahami mengenai nilai sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Singkat. __________. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Endraswara, Suwardi. 2004. Metodelogi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Widyatama. Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasanuddin WS, Prof, Dr., M. Hum (editor). 2004. Ensiklopedi Sastra Indonesia, Bandung: Tiaian Ilmu Harapan Hawton, Jremi. 1986. Atudying the Novel An Introduction, New York Ikwanudian Nasution,2006. Sastra dari Perspektif Kajian Budaya: analisis novel saman dan larung Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra Vol II no. 1 tahun Junus, Umar. 1981. Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Gramedia. Luxemburg, dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia. Minderop, Albertin. 2011.Metode Karakterisasi Telaah Fiksi.Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Ratna, Nyoman Kutha.2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme: Perspektif Wacana Naratif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ratna, Nyoman Kutha.2009. Paradigma Sosiologi Sast . Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sarumpaet., and Toha, Riris K (ed). 2002.Sastra Masuk Sekolah. Magelang: Indonesiatera
Sayuty, Susminto A.2001 Yogyakarta:Gama Media
Berkenalan
Dengan
Prosa
Fiksi
Semi, Atar.1998. Anatomi Sastra, Padang: Angkasa Raya. Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Grafindo Persada Sumardjo, Jakob. 1979. Masyarakat dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: Nur Cahaya.
Sumardjo, Jacob dan K.M. Saini.1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Stanton, Robert. 2007. Teori Telaah Fiksi. Yogyakarta: Putaka Pelajar Utami, Ayu. 2001. Larung. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia Wallek, Rene dan Austin Warren.1989.Teori Kesusastraan, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Melani Budianata, Ph.D., Jakarta: Gramedia, Cetakan Pertama.
LDMBAR UJI REFERENSI
NAMA
Zakiyah
NIM
r09013000010
Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Skripsi
Sikap Pandangan Hidup Tokoh dalam Novel Larung
Karya Ayu Utami dan Implikasinya Terhadap PeDbelajaraD Sastra di Sekolah Dosetr
Pembimbitrg : Dra. Mahmudah Filriyah ZA, M. Pd. Paraf
Judul Buku
No
Damono, Sapardi Djoko.1984. Sosiologi Sastru Sebuah Pengantar Singfurt.
.2002.
Pedono Penelitidn Sosiologi Sasta. la'kartal Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
I
Endraswara, Su]vardi. 2004. Metode logi Penelitian
)
Sarta. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Widyatama Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi Saslra. lakafiai Yayasan Obor Indonesia.
3 F
4
aitk.
2OIO. P engantar Sos iolo gi
Sasfa.y ogydkafta:
W
Pustaka Pelajar
Hasanuddin WS, P.of, Dr., M. Hum (editor). 2004. Ehsiklopedi Saslru Indonesia, Bwd'txrg:- TiaiarJ 5
Ilmu Hampan Hawton, Jremi. 1986. Atudying the Novel An
6
,%,/
Inttoduction, New York Ikwanudian Nasution 2006. Sastra dqti Petspektd
Kajisn Budays: dnalisis ho\)el saman dan
larung JlrmalllmiahBahasa 7
no. I tahun
dan Sasha
Volll
Luxemburg, dkt. 1984. Pengantar llmu Sastra. Jakofial 8
Gramedia
Minderop, Albertin. 20ll.Metode Karakterisasi Telaah 9
ry
Iii.rr.Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia Made ,2005. Perrrbindafl Kritik sastra Indofiesid,
l0
Bandungi :Algkasa.
Nurgiyantorc, Burhan. 2002. Teoti Pengkajian Fiksi.
l1
Yogyakarta: Gajahmada Univelsity Press.
Natawijay4 Suparman. 1981. Aprcsidsi t2
Sastra
ry
,Brda),, Jakarta: PT. Intermasa
Ratn4 Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan
Teknik Peheli,ian Sastrq Struh*ali$fie hingga
dari
Posffukturalisme:
Perspektif Wacana Naratif, Yogyakarta: l3
Pustaka Pelajar 2004
Ratna, Nyoman Kutha.2009. Parudigma Sosiologi 14
Sas/ra . Yogyakafla: Pustaka Pelajar Rahmanto, B. 1989. Metode Pehgajaran Saslrq:
'W,/
Pegangan Gulu Pengajar SaJtr4 Yogyakarta:
l5
Kanisisus, Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suotu Penqdntar.
t6
Jakarta: G.afi ndo Persada
Sumardjo, Jakob. 1979. Masyarakat
t7
ddh
Sastra
Indonesia. Y ogyakaia: Nur Cahaya.
Sumadjo, Jacob dan K.M. Saini.l988. Apresiasi l8
Kesusasfiaan. Jakarta: PT. Cramedia
%/ ,%,/
Stanton, Robert. 2007. Teori Telaah Fiksi. Yogyakarta:
t9
Putaka Pelajar
Utemi,2002. A1u. Larung. Jakarla 20
Populer Gramedia
:
Kepustakaan
%/
.
_+8w8ts ffi
*?(
,
and Toha Rkis
K (ed). 2002.Sasba
Masuk SekolaL Magelang: Indonesiater4
2t
Sayuty, Susmhto A.2001 Betkendlqn Dengan Prosa
22
Fiksi
.
Yogyakarta:Gama Media,
lemi, Al"t-1998. Anotoni Sa.rr4 Padang: Angkasa
2f
Raya. Sukada, Made 2005 , Pembinadn Kritik sdsba
24
Indon6 iq
Bar1diJ(rg.,,
AryYasa.
Wallek, Rene dan Austin Wa.ren.l989 .feori Ke$usdshdan, diterjcmahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh Melani Budianata, Ph.D., 25
Jakarta: Gramedia, Cctakan Pertama.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )
Nama Sekolah
: SMP/MTs
Mata pelajaran
: Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/semester
: XII/I
Alokasi waktu
: 2 x 45 menit
Standar Kompetensi Menerangkan sifat-sifat tokoh dari kutipan novel yang dibacakan Kompetensi Dasar Memahami wacana sastra melalui kegiatan mendengarkan pembacaan novel Tujuan Pembelajaran Siswa mampu membaca cerpen dengan baik Siswa mampu mampu memahami unsur-unsur instrinsik novel Siswa mampu menganalisa unsur-unsur instrinsik dalam novel Siswa mampu menganalisa sifat-sifat tokoh dalam novel Nilai yang ditanamkan: Jujur, Kreatif, Kerja keras, Berani, Percaya Diri, Rasa ingin tahu, Komunikatif, dan Tanggung Jawab.
A. Indikator Pencapaian Kompetensi
Menceritakan kembali isi novel
Menjelaskan unsur-unsur instrinsik novel
Menjelaskan sifat-sifat tokoh dalam novel
B. Materi Ajar
Pengertian novel
Unsur-unsur instrinsik novel
Menerangkan sifat tokoh dan implementasinya
C. Metode Pembelajaran 1. Pendekatan
: Pembelajaran Kontekstual
2. Metode
: Diskusi kelompok, tanya Jawab, dan ceramah
3. Model Pembelajaran : Pembelajaran kooperatif
D. Langkah-langkah Pembelajaran Pertemuan (6 X 40 Menit) 1. Kegiatan awal (10) a. Guru membuka pelajaran (doa/salam), kemudian presensi kehadiran siswa b. Guru menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran c. Guru memberikan motivasi kepada peserta didiknya agar semangat dalam belajar dan berprestasi 2. Kegiatan inti (70) a. Eksplorasi 1) Siswa bersama guru bertanya jawab tentang novel 2) Siswa bersama guru mendiskusikan unsur-unsur instrinsik novel 3) Siswa menentukan unsur-unsur instrinsik pada novel 4) Siswa menentukan sifat-sifat tokoh pada novel b. Elaborasi 1) Siswa menyimak pemaparan materi yang disampaikan oleh guru 2) Siswa ditugaskan untuk mencatat pokok-pokok materi 3) Salah satu siswa menyampaikan hasil analisa unsur-unsur instrinsiknya 4) Siswa yang lain menanggapi (memberi tambahan, kritik, dan saran) kepada siswa yang menyampaikan pendapatnya c. Konfirmasi 1) Siswa bersama guru membahas tanggapan yang telah disampaikan 2) Siswa bersama guru memberikan apresiasi positif pada diskusi yang dilakukan 3) Guru memberikan penguatan tentang materi yang sudah dibahas
3. Kegiatan penutup a. Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah dibahas b. Guru menyampaikan tugas untuk membuat analisa unsur-unsur instrinsik novel yang telah ditentukan c. Guru menyampaikan tugas untuk membuat analisa tokoh dan sifat-sifat tokoh dari novel yang telah ditentukan
Alat/ Bahan/ Sumber
Buku Intisari Bahasa dan sastra Indonesia untuk SMA, Diana Nababan, Jakarta: Kawan Pustaka 2008
Kumpulan contoh cerpen
Laptop
LCD dan proyektor
E. PENILAIAN Penilaian dilaksanakan selama proses dan sesudah pembelajaran
Indikator pencapaian i. Mampu mencatat unsur-unsur instrinsik novel yang telah dijelaskan
Penilaian Teknik Penilaian Tes tulis
Bentuk Instrumen Uraian
Soal/Instrumen 1. Catatlah unsur-unsur instrinsik novel! 2. Buatlah analisa mengenai unsur-unsur instrinsik novel!
ii. Mampu menganalisa unsur-unsur instrinsik yang terdapat dalam novel
3. Buatlah analisa mengenai sifatsifat tokoh novel 4. Sampaikan secara lisan hasil tulisanmu kepada teman yang
iii. Mampu menganalisa
lain!
sifat-sifat tokoh yang terdapat dalam novel iv. Menyampaikan kembali secara lisan
Afektif
SK KD NAMA SISWA
KARAKTER YANG DIHARAPKAN (1) (2) (4) (5)
(6)
Jumlah
Kriteria penilaian Butir Soal
1) Catatlah unsur-unsur instrinsik novel!
2) Buatlah analisa mengenai unsurunsur instrinsik novel! 3) Buatlah analisa mengenai sifatsifat tokoh novel 4) Sampaikan secara lisan hasil tulisanmu kepada teman yang lain!
JUMLAH
Kriteria
Skor maksimal
1) Mencatat secara runtut unsur-unsur 100 instrinsik novel
2) Membuat
analisa
unsur-unsur
100
instrinsik novel 3) Membuat analisa sifat-sifat tokoh
100
novel
4) Menyampaikan secara lisan hasil 100 tulisan dengan runtut dan bahasa yang baik
300
Nilai akhir = (1)+(2)+(3) /3 Depok, 9 Oktober 2013
Mengetahui, Kepala ...............……………
…..,………………… 20 ……. Guru Mapel Bhs Indonesia.
(__________________________) NIP / NIK : ..........................
(_______________________) NIP / NIK : ..........................
t.'-..:
KEIIENTERIA'{ AGAMA utN JAKARTA FITK
Tgl.
: FITK-FR-AKDo81 Terbit : l Maret 2010
No-
Rovisi: :
No.
FORM (FR)
!k&JB],eNo95cjP6l1g12@*d.
Dokrmen
01 1t,l
Hal
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI Jakdt4
Nomor I Un.ol/F. l A(M .01.31...........12011 Lamp. :HaI ; Birabingan SMpsi
29 Oktober 2013
YtlL
Pembimbiry Skdpsi Faldtas lllBu Tdbiyah da't Keguruan tlN Sldif Hidayatullah Jakarta" A s sa
lota' a Ioi htm w r.w b. Deogar
ini
diheapkan kesediae Sauda'a untuk me,qiadi pqnbimbing I/II
(mated,/teknis) p€,lulis@ skipsi mahasiwa:
Nma NIM
Zakiyah
Julusan
Pendidikan Batasa daa Sastra hdonasia
S€mester
!,[r
Judt Shipsi
Silsp drr Peud{tgu Eftlup Tokoh dshD Novel laru,rg
109013000010
Ayo
Utani
Itrry,
dan Impliksliny. teftadap Pembclajar.! Sastra di
SekoLh Judul tef,sebot telah disstujui olet Jufisan yang b€rsanekuho pada trnggal 29 Oldob{r 2013 , abstraksilou tu e lerlam.pn Saudara dapat melakukan p€rubahan redaksioMl padajudul t€isebur.
Apabila
p€iEb,le sub$aNial diegge
pef,ln, mohor pembimbing m€aghuburgi Jurrrse
t€rlebra dahulu.
Bimbtugar skipsi itri dih.ueka r selesai daldr waktu 6 (ensm) bulaD, selea 6 (eo&a) bulm b€dkufnya tdpa surd p€rpaajmgm. Atas
perhrtie
daa kerja
de dest
dip€rpanjamg
s@a S&d64 kani u.4km tedma kasih.
Wassa|artu' alaikut t vt- wb. Lr
l. 2.
D€tan FITK Mahasiswa ybs-