PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI PELAYARAN NIAGA
·c
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat China ( untuk selanjutnya disebut sebagai "Para Pihak") ;
Berkeinginan untuk mempererat hubungan persahabatan antara Para Pihak dan meningkatkan hubungan kerjasama di bidang Pelayaran Niaga dan memperbaiki efisiensi pelayaran niaga; serta
Atas dasar prinsip-prinsip persamaan derajat dan saling menguntungkan, kebebasan ber1ayar dan tidak membedakan ;
Telah menyetujui sebagai berikut : PASAL 1
·o:
Dalam rangka pelaksanaan Persetujuan ini :
1.
lstilah •kapal" adalah semua kapal niaga yang terdaftar di negara salah satu Pihak dan berbendera nasional Pihak dimaksud serta melakukan pelayaran niaga internasional, termasuk kapal-kapal yang dimiliki atau dikuasai/ dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan kapal dari salah satu Pihak, namun berbendera nasional negara ketiga yang diterima oleh Pihak lainnya. lstilah ini tidak berlaku bagi kapal-kapal perang dan kapal-kapal non komersial lainnya.
2.
lstilah •awak kapar adalah nahkoda kapal dan setiap orang yang bekerja atau memberikan pelayanan di atas kapal serta memiliki dokumen identitas seperti yang tersebut dalam Pasal 8 Persetujuan ini, dan nama mereka tercantum dalam daftar awak kapal dimaksud.
3.
lstilah "perusahaan pelayaran· adalah semua perusahaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. didirikan berdasarkan' pada hukum publik atau hukum perdata salah satu Pihak; b. terdafitar pada Pihak tesebut ; c.
berkantor pusat di negara tempat pendaftaran ; dan
d.
melakukan pelayaran niaga intemasional dengan mengoperasikan kapal-kapal miliknya sendiri atau kapal-kapal yang dikuasai I dioperasikan perusahaan yang bersangkutan. Halaman 1
4.
lstilah '"pelabuhan" adalah semua pelabuhan niaga di dalam wilayah salah satu Pihak, termasuk tempat bertabuh yang terbuka bagi kapal-kapal berbendera asing yang melakukan perdagangan intemasional.
5.
lstilah "wilayah" adalah :
•
dalam hal Republik Indonesia, wilayah Republik Indonesia sebagaimana ditentukan dalam undang-undangnya dan kawasan yang berdekatan dimana Republik Indonesia mempunyai kedaulatan, hak berdaulat atau yurisdiksi sesuai dengan hukum intemasional.
•
dalam hal Republik Rakyat China, wilayah Republik Rakyat China sebagaimana ditentukan dalam undang-undangnya dan kawasan yang berdekatan dimana Republik Rakyat China mempunyai kedaulatan, hak berdaulat atau yurisdiksi sesuai dengan hukum intemasional.
PASAL 2 1.
Kapal-kapal salah satu Pihak bertlak mengangkut muatan dan penumpang di antara pelabuhanpelabuhan kedua belah Pihak, atau di antara pelabuhan-pelabuhan salah satu Pihak dan pelabuhan negara ketiga.
2.
Ketentuan-ketentuan dalam paragrap 1 Pasal ini tidak akan mempengaruhi hak-hak kapal negara-negara ketiga untuk ikut serta mengangkut muatan dan penumpang di antara kedua belah Pihak atau antara salah satu Pihak dan pelabuhan negara ketiga.
PASAL 3 Ketentuan-ketentuan dari Persetujuan tidak bertaku untuk "cabotage• dan angkutan perairan dalam negeri. Bilamana kapal-kapal dari salah satu Pihak berlayar dari suatu pelabuhan Pihak pertama ke Pihak kedua atau sebaliknya untuk memuat barang dengan tujuan negara lain, atau membongkar barang dari negara lain, hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai •cabotage" dan angkutan perairan dalam negeri. Hal yang sama berlaku bagi pengangkutan penumpang.
Halaman 2
PASAL 4
1.
Para Pihak wajib memberikan pertlatiannya pada pengembangan angkutan laut diantara kedua belah Pihak dan menghindari setiap
kegiatan
yang
dapat mempengaruhi
kebebasan
berpartisipasi perusahaan pelayaran dari kedua belah Pihak dalam angkutan muatan antara kedua Pihak atau antara salah satu Pihak dengan negara ketiga.
2.
Para Pihak akan berusaha melakukan kerjasama di bidang survei kapal, perbaikan kapal, rancang bangun dan pembangunan prasarana pelabuhan tennasuk pekerjaan bawah air dan akan menawarkan berbagai kemudahan untuk hal tersebut.
3.
Para Pihak akan mendorong organisasi-organisasi yang berkaitan dengan bidang angkutan taut untuk bekerja sama, antara lain, pendidikan kepelautan, studi ilmu pengetahuan kelautan, perlindungan lingkungan laut serta manajemen dan administrasi kelautan, tennasuk prosedurprosedur pendaftaran kapal.
4.
Para Pihak sepakat untuk melakukan pertukaran pandangan tentang keikutsertaan dalam berbagai kegiatan dalam organisasi-organisasi angkutan taut intemasional.
PASAL 5
Masing-masing Pihak wajib memberi jaminan kepada kapal-kapal dari Pihak lain perlakuan 'mostfavoured nation' dalam kaitannya dengan penggunaan pelabuhan, pungutan biaya-biaya pelabuhan tennasuk biaya muat, sandar kapal dan penggunaan fasilitas angkutan muatan dan penumpang.
PASAL6
Para Pihak akan, sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan masing-masing, menerima seluruh ketentuan-ketentuan yang penting untuk mempercepat operasi kapal-kapal di pelabuhan, mempersingkat dan mempercepat prosedur bea dan cukai dan fonnalitas-formalitas pelabuhan lainnya sebanyak mungkin untuk menghindari kelambatan kapal yang tidak penu.
PASAL 7 1.
Salah satu Pihak wajib mengakui sertifikat pendafflaran kapal dan dokumen-dokumen kapal lainnya yang dimiliki oleh kapal-kapal dari Pihak lain dan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang dari negara asal bendera. Halaman 3
2.
Nakhoda atau awak kapal yang ditunjuk dapat diijinkan untuk menemui perwakilan dari negaranya atau perwakilan dari perusahaannya setelah menyelesaikan prosedur sesuai dengan ketentuan yang ber1aku dari Pihak lainnya.
3.
Semua awak kapal sebagaimana diterangkan di atas harus mematuhi hukum dan peraturan perundang-undangan yang ber1aku di negara Pihak lain selama mereka turun ke darat. Pasal 10
1.
Para awak kapal yang memegang dokumen identitas sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 8 dari Persetujuan i ni diijinkan memasuki atau melakukan perjalanan ke wilayah negara Pihak lainnya dengan maksud untuk bergabung kembali ke kapalnya, pindah ke kapal lain, dipulangkan ke negara asal atau dengan alasan-alasan lain yang dapat diterima oleh badan yang berwenang negara Pihak lain, dengan menggunakan jenis angkutan apapun setelah mereka mendapatkan visa pada dokumen identitasnya oleh badan yang berwenang negara Pihak lain.
2.
Masing-masing Pihak mempunyai hak untuk menolak awak kapal yang tidak dikehendakinya untuk memasuki wilayah masing-masing, meskipun awak kapal tersebut memegang dokumen identitas sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 8.
Pasal 11 1.
Masing-masing Pihak sepakat bahwa tidak ada yang diperkenankan untuk mencampuri urusan internal kapal Pihak lain dalam kondisi normal, atau tidak ada aparat penegak hukum salah satu Pihak yang diperkenankan untuk melakukan kewenangan hukum pidana terhadap pelanggaran hukum di atas kapal Pihak lain selama kapal berada di wilayahnya, kecuali dalam hal : (1)
akibat dari pelanggaran hukum tersebut meluas sampai ke wilayah salah satu Pihak;
(2)
pelanggaran hukum tersebut merugikan ketertiban umum dan keselamatan umum salah satu Pihak;
(3)
pelanggaran hukum tersebut melibatkan orang-orang selain awak kapal yang ada di kapal tersebut; dan
(4)
tindakan-tindakan yang diambil oleh salah satu
Pihak tersebut
dilakukan
memberantas perdagangan gelap narkotika dan obat-obat tertarang lainnya.
Halaman 5
untuk
2.
Jika aparat yang berwenang dari salah satu Pihak bermaksud mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan atau mengadakan penyelidikan di atas kapal milik Pihak lain dalam keadaan sebagaimana disebutkan pada ayat (1) Pasal ini, mereka diwajibkan untuk memberitahukan kepada perwakilan diplomatik atau konsuler Pihak lain atau nakhoda kapal ter1ebih dahulu dan harus memfasilitasi hubungan antara perwakilan atau pejabat-pejabat tersebut dengan kapal. Namun demikian pemberitahuan tersebut harus disampaikan secara bersamaan dengan tindakan yang akan dilakukan bila dalam keadaan darurat.
3.
Ketentuan dalam ayat (1) Pasal ini tidak akan mempengaruhi hak untuk melakukan pengawasan dan penyelidikan masing-masing Pihak sesuai dengan hukum nasionalnya.
Pasal 12 1.
Kapal-kapal dari salah satu Pihak beserta awak kapal, penumpang dan muatannya harus tunduk, selama singgah di wilayah Pihak lain, terhadap ketentuan hukum dan peraturan perundangundangan yang bertaku di negara tempat singgah, khususnya aturan-aturan tentang keselamatan pelayaran, tinggat dan keberangkatan para awak kapal dan penumpang , demikian juga aturanaturan tentang muatan ekspor, impor dan penyimpanan.
2.
Selama kapal salah satu Pihak singgah di wilayah Pihak lain, kapal tersebut harus mematuhi ketentuan hukum dan aturan-aturan tentang keselamatan dan perlengkapan kapal yang ber1aku di negara bendera. Pasal 13
Setiap penghasilan atau keuntungan yang diperoleh perusahaan pelayaran salah satu Pihak dalam wilayah Pihak lainnya harus ditetapkan dalam bentuk mata uang yang dapat diterima oleh kedua belah Pihak. Penghasilan tersebut dapat digunakan sebagai alat pembayaran di dalam wilayah Pihak lain, dimana penghasilan tersebut didapat dan/atau dikirimkan dengan bebas.
Halaman 6
Pasal 14 1.
Apabila kapal dari salah satu Pihak mengalami kecelakaan atau keadaan darurat lainnya di pelabuhan, wilayah laut atau perairan tainnya dari Pihak lain, petugas yang berwenang dari Pihak lain tersebut harus memberikan peralatan yang diper1ukan dan pertolongan yang sama kepada awak kapal dan penumpang sebagaimana yang diberikan kepada warga negaranya sendiri. Prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh konvensi intemasional dan resolusi-resolusi Organisasi Maritim lntemasional (IMO) yang berkenaan dengan kecelakaan di laut dan pemberian pertolongan dan jasa penyelamatan komersial terhadap kapal dan muatannya bila dalam keadaan bahaya, harus diikuti.
2.
Jika kapal salah satu Pihak dalam keadaan bahaya atau kecelakaan, muatan, peralatan serta perlengkapan lainnya yang berhasil diangkat atau diselamatkan dari kapal yang mengalami musibah dan perlu disimpan sementara di wilayah Pihak lain, maka Pihak lain tersebut harus melakukan tindakan yang sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan nasional yang berlaku dari Pihak lain tersebut. Tidak ada pungutan biaya dan pajak atas muatan, peralatan dan perlengkapan lainnya oleh Pihak lain tersebut sejauh barang-barang dimaksud tidak digunakan untuk konsumsi atau dijual dalam wilayah Pihak lain tersebut. Pasal 15 Agar Persetujuan ini ber1aku efektif dan sesuai dengan permintaan Pihak lain, perwakilan dan
para ahli dari badan yang berwenang dari kedua belah Pihak dapat mengadakan pertemuan untuk membahas proposal yang disampaikan oleh Pihak lain pada tanggal dan tempat yang telah disetujui bersama. Pasal 16 Setiap perselisihan yang timbul dalam hal penafsiran atau pelaksanaan dari Persetujuan ini, pejabat yang berwenang dari kedua Pihak harus menyelesaikannya melalui konsultasi secara bersahabat. Apabila tidak tercapai kata sepakat, maka akan diselesaikan melalui jalur diplomatik. Pasal 17 Persetujuan ini dapat diamandemen melalui persetujuan tertulis antara kedua belah Pihak dan akan diberlakukan sesuai dengan prosedur yang dijelaskan dalam ayat (1) Pasal 18 Persetujuan ini.
Halaman 7
Pasal 18
1.
Masing-masing Pihak harus memberi tahu Pihak lain melalui jalur diplomatik tentang pemenuhan prosedur yang diperlukan oleh hukum nasional masing-masing pihak dalam rangka pember1akuan Persetujuan ini dan Persetujuan ini akan dibertakukan 30 ( tiga puluh )hari setelah penerbitan nota pemberitahuan yang terakhir.
2.
Persetujuan ini akan ber1aku selama 5 ( lima ) tahun dan secara otomatis ber1aku untuk periode 5 ( lima ) tahun berikutnya, kecuali salah satu Pihak meminta untuk mengakhiri Persetujuan ini dengan memberikan pemberitahuan tertulis 6 (enam) bulan sebelumnya.
SEBAGAI BUKTI, yang bertanda tangan di bawah ini, yang diberi kuasa oleh Pemerintah masing-masing, telah menandatangani Persetujuan ini. DIBUAT DI Jakarta pada tanggal ...?.
bulan Juni tahun dua ribu satu, masing-masing rangkap
dua, dalam bahasa Indonesia, China dan lnggris, dan semua naskah mempunyai kekuatan hukum yang sama. Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran bahasa dalam Persetujuan, maka teks dalam bahasa lnggris yang berlaku.
Untuk Pemerintah
Untuk Pemerintah
Repubfik Indonesia
Republik Rakyat China
Signed
Signed
AGUM GUMELAR
HUANG ZHENDONG
Menteri Perhubungan
Menteri Perhubungan
Halaman 8
~~~w~~~oo~m~~~A~~~oo~m ¥¥ie#J~
*' rr $ A fl=I oo rm ${] :!ff* *, *
ffJ N. Jid ~ ~v. ~ ;ffJ oo J& H-t
1i " ) , :h T JJQ ~_; ~
~~
-OE
jz
Jg ~ ~ , r~ntti ~- ~ lL f U,
- , " AA fJB " - tffJ
11§' {f -
~g
tr ~ % ~ ic ,
cl2A -r M~' " xx
@1 kx B<] -fr f P- ,
rn ~ =ir. u-.t *1i J~ m1L
AA ili §
*
~ u& H~t
~ ~ #fj
:It 11>t tJ} i>l :tJi:i -r :
~ ££ ~ 1J l:KJ JM# ~A$ 00
~- ili B<] mOO , ~M - ~ M~0~ W~~ ~ fiB<] •~~ ~- :1J-~${]
Jff - · ~ ~ jj1t B<J 1fu WJ o
=,
" f.fil ~ "
4 ifiJ ~~ {g, t~
*FFJ AA MEI *° Jt: fm ~ ~ ~ ~ 'ti ffJ ~El
- i~J ~ t~{f 00 _C I
ff. ~ n~
*B<],
M=~ :..zt-:t)J, ;E~ )\ ~
mm~fil~#, *~ A ~OOOO~~·B<]OO~ ~~~A ~o
. :. . :. , "IDLJE 0 fiJ " - iaJ *1~1--Til r 37U~14 8<J 0 fiJ:
(- )
ti(~ - 1J 0Yt flx!fl$;~ JL ;
(= )
{t *
c· ·)
tfY=EJIJt~li5t~-.~rm~ ;
- :1Jff )1JJJ;
o
*
" mD " - i,QJ 1~ R - 7J ~ P'J xt ~ tt )'~ 00 Jffit 00 ~El 7f $. B"J ~ µ,;F :iHl ~j i-t! D , 11 M~e'i :!:th o P~ ..
1t f PIt J~ Ttfi }]f ~ *° l:til 1J ilil : ~ Jf~ Jt 1~ 1$" ~ T- f P& £ i7!i 'lf jt *°
-
ffi ~ ~± & ~ ft 00~$ ,~ ~fil®~~ *° ~ ~ ~~~ , ~ ~~~~ ~
f.:£ tR ~U ~ Dllt ~I) IR ~
o
:fr. ift .$ A ~~*° !3Sl1JID : ~AA ~ tt1.fJ~ r 9=' $ A ~:tt~ ~l ~
-
~+&~~~~$ , ~$ A ~~ ~ ~W~~~ , ~ ~ ~ ~ ~~- ~~ s<J mttn IR~ c
m=*
.
ffW - 7J~~ M~ ~ M$~1J m a~~ffW-1J~~~~
:.
* ~ m-~~~~~~~m-~~OOOOM~~7J~ff M -
1J 5.i m~ ~l fa] -Z. 115: ~ ~ ~ :tt ~u
o
~-* * ~ ~ ~~ ~~~mrfil~ *'~Mili ltuo~ * - ~~M~~T ~ $Jt t±\ D ~I 5'r 8<] 1J5: 4m §J(; fEP ~ ~ :>'r
* D 1J5: 4f/J ml t-E ~ -
jj
mD !'HJ AA tr a;J '
~~ ~mM*'~ffl~~o~~IB-~~o
mtrn* , XJ. 11 $i. i~ 1J r 'JJ. Ji XX 1J fnJ~ #Ji ..t IB ltu ,
~ ~ 111i1J DJ 9~ ~ nir!J
~1JMfu0~~ ~ ~~~ 1J~:eX ~ffW-1J~~=~~ ~1Jr~ill ~tr 1'J
o
.,
x~ 1J ~ ~
n if WJ- f~s ;f& ~ ,
WJ ~s 1~ :m! ,
mo £ :u:±: ii mg ~ ii i r
~@tl~&-~~M1JOOH~~~fr-~1i~o
- -, ~1J~~~~~illffi~~m~~~~tE~ili~W . ~IB tt ~
.
•W~~~ ~ ~-~~~1JOO , ~~00-M~~fi~H• *~ o
~Ji*
*°
1£- 1J m. t'f H± 1J 1mo , 45c llX ~ mfill ~s w~ m:tE r1'J ~ mi=i ~.m ~ f~ ~ , 1± m[] wm ff: mmo i9: Jlffi IB 1Htr 1J5: 4m *u ~ ~ 1J oo ~ . F :'5 ·- 11 fill ~s ft
*'
~~,~~o
mi\*
xx Ti 1~1 1+ .x. ~ ¥t.1f *o f! ~_m B"1 m~I l*J ,
*
If>l &, ~ :t~ tilfi J1Q Jfil f.fd ~s :ff
m o 8"1 ~ ~ , ~m ~ w ~~ ~~~w~~&mo x~¥ ~ , n~oo~ ~ &\~ B"1~ ir~0
~-tf:
. . -1f
1it 8{] ~ ic i11: 11; - ~
..
7J9t& . . #
* iA 31 - ti f.frl f~s t-t 1=J" 8{j E8 f.YJ Mt 00 :rg- fr. ± ~ 3 ~ if ¥t
*° ;rt
11!?. f.YJ ~B
x 1t!:
J1!JJ
o
-~AA~M~~* «-A AA~~~~~~m:st•0~»
8"178" ~ ffil ~El o~ fil :st :I: ijf -=I~ , tE 1j - jj t~ D !M -T ~AA AA ~BO·~ UI. -~1~ 4:5l 8"1 mD ~ ffl mI;). J:.~ nlj! {fl st ~ iiE - I~ jJ ~
}g 5J - jj ffe i).
_i: #JT :t ii
0
t@ ~ ~ o {B ~ , ~II
*
}j -
Ti 3: w~ ~ ft lYl ~ - WJ ~13 8"1 iIE .:K/F iE 1iffl , DJ
l;J. 1~ 1~ ~ 1-Ja »1 n*~ t@ As: ~ ~ ~-- ~ B"J~JJ<
m~ ¥! 1t Jti 1r ~ ~ , 1s '~ r-1
* _1-.
~ i~ ~
:m -r-
0
m;\* ~~~ ~ -}J~-~~ ~ ~ ~~~~fil ~#o~~ ~fil
.~. ,
- 1J AA ~B _t J& 1m B<J m-= ~I 00 91 , ;it 83 ~ _.:. ~ ~ Jt ~ ~ ~ 8:.
B<J ~ ~ 5f 17t i1E14 ,
!Ju #!:1~J< Jf~ Jj -15fJJl1r ft. 1-l! ~ 1£ ~,m JE ~ ff tJ jfi ~ 9X jfi
AA«m~#. ~~~~ ~hl# + ~ ffe~o©~~ AA M~•~m~ ~, ~ J\Y. 1# 7R" *& ~ ffJ )ft 1Jfl 8<J if ~
0
~fLft
-Ti B<J AA ~s 1± ~ -11 t~ o 1~ mJtJI rBJ ,
~~
*tJJ·
~
mJ\ ~ Pfr
m~fil ~ #B<JAA~ , m ~ ~WWM00$~~$~~~#~ 00 00W&m
o rrr tr: iJi:X l1i IR ~~ 11Ui s~· ;1g m ~ mfJ{J oo ff! ey ~ _t ~ ¥i1 m# :t£ ~ rr ?!f ffri a~· o
rfiJ P-J 1? m 1'+ .t J£ tfi ?£ -r JJt $11- T£ ~ iiE o
o
~ , AA*~ ~ m~ B<JOO ~ . ~~~~-11~ ~¥~ ~ , ey~~
tt~~~~B<J~~«*~~0~8<J«*o
' t--¥ ~
*tJJ· JE
~+*~ J\ ~ Pfr 1~ ~ff! ~ fil iif 1!f 8<J AA ff!!
,
~ ~ tr~ , ~{
~ , •m~~~~ - 1J~~~~~~B<J ~~ ffW~~ , ~~~~-~
-r ~ ~ ~1+ *~ fil liE ft-~ 11r. ~Fo , m~* ~1f fiiJ ~Ji I:~JtrA.~ - 11
~, ~1J~Mffi~~~~~~~~B<J~MA~B<J~~,
~~ ~
r# ~m J\ %-Jfr~ hE 1t- o
~+-* - , ~jj~~ ' ~-~M~r , ffW-1J~m~~~ - 1JAA~ 8<] l*J filL~j ~ ,
1f fiJJ -1J 6<J ~ tE ~ fiiJ ~ DY. :x-J {-f ~ ~ f:l l*J B<J 35 -1J Wri ~El r.
6<J ii¥! 11: t.J 1i 1~ ffJ ¥! ~ $'M ;fJ( , 1.EI. r ~1J ·t~ m. ~ )'f- : c- ) m1!1i t.J B<J J§ *Y!V & ~IJ -1J 8<]®Ll. ; c
~)Ji~~~ ~W 7 - 1JB<J0~~~~0~ ~ ~;
c - -)Ji~~~Y!V&~~ -~ ~AAOO~B<JA~:
*
cim ) -11 7-J llX ~* ~ ~ ~ 9~ ill $ JZi !!x ~ m£ m !fx 81 1:,: tifil
0
. ·. , 1f As: ~ ~ ·- ff9\ B<J 'tl!r m. r: , -1J 8<] .±. rr ~ fr5j !Jo ~ x-t tr: ~ ~ l*J
*
6<J 33 -1J B<J AA ~B llX 5.11Mi!Y 1iili ~ill 1T· iE A; iffJ ~ Et'J , m~ 7t ii ~o i~ ~ 1I a<J 5'r x..1~ -:& ~x: ®! lfl: ·s· YJ. :g_x; ffJ
* ,*t.J
~ 1~ *.11x ·~, ~ ~
*AA If* *tR: 1it
1J~offi #~ ~M & ""f , ey~*~~MB<J ~~~~ o
-~ , *~~-~ B<J~ ~~~~~1J m ~~~l*J~$W~ B<J~ ~
f>l
*° -~ it f£
0
m+=*,
-11 ~00M&X~M , ~ ~ ~m~~~ - JJ~~ w mm~
@• ~m ~~~fi~~~~~~~m , ~m~~~~ili~~ , oo~~ ~g~m ~ -~~&- ~ illWQ~#tt~~~o
~
' - jj ~ f.JH ~8 1-f ~ - jj :fj; ~ f~
m~Jj l'F-iJ '
f\V.1-A ff
rm mt [3iJ ~f A: i3[
~,OOM~~ff~~~frtt~~~~o
m+=*- 1J ~Jt :@ 0 fiJ i+ 5J - 1J :IJt pg ~ ~~ ~ 4~ A , J'V. ~ ~ 1J ff! Ii. :f:i< :Jl:. # ~~ ~ ~- ffi~n o ~~A.mffl~~ M ~~ - 1J~ ~ ~ ~B<J •ffl ~I
EX; El El3 y[ ~
, :tm
0
* - 11 s1 ffil
m+1m* ~8 :tE JJ -
-JI B<J
mQ ,
®1 #i ~ Jt: 1m 7J<. .!:.!ix 'jj_ :± ;*':
~~B~~~~ ~ mm, ~-1J~~~~~~mrm~~~gm~~*
Ii 00 R IPJ ff. liJ ~~ 8tJ ~ !ljJ ,fl] Ji WJ ~ Jifil !ti ~ ~ !1JJ m~
*a1· ,
, :tm
0
~ 5lt ~ #Ii: :lb $
!!& & ItiJ J!i Xi rm Aa ;f1:J Jjf 4o/J
!SY.~ ~ ~ 1J t>J =t~ ljt_ ~ Ill ~IF i~ ~ ~ fil ~IF ~ $ ~11 ~-R
0
*-11 mi
*$ ,
~El il!¥ xt ~ '&. '.:t--: Jt: 1m
fA ~ x1t 00 ~s fEP ~ :B:X: 5f~
~~m~ ,~ ~~x~~~~~#~-11~~-~~,~- jj0 ~~
7
~ L-til 1-J. ~J
A Yt 14! ~ ~ ~.m ~ PJ B~ ft IL\ 16\ -~ 1¥.J 1J: 111:
0
n -~ 13: ~ 11i: rm ' 1-)t ~ *°
;n; /G 1+ Yi - 17 ~ l*J ff mQl(; ff1 ~ , !D - 11,,v_!JG11E 1r f'iJ ~ ~Jt ~mi&
o
m+n* ~~~~~~1¥1~~~~, ~HW - 1J~~,~~~-~~1¥1~
-::&. ·~5l
*° f::i· *Tif {+.xx 1J lnJ ~ 1¥.J EJ ~A ;fa tm J:J, ~ Hlf ,
i,J ~ 1r f1iJ -17 ~ ~H 8"J ~
0
m+** ~*~4~~1¥1m~~~H~~~~~~,~1Jt~~~m~M
kM~~m*o~~/G~~~-~' ~Jmtl*~~~~*o
~+-t*-
,t.: tJ.1- JJ:: ri x:x.11 -~~ llii rnJ ~PT~ 1~ r;&, Jl= 1ii
*'
4: tJr Jt * - I· ;~~$
~[fr j£ ~~ff 't ~i 0
m+ J\. * X'X 1J J'G hX: 4 1'11 ft ~ ~i Jfr ~ >}( 1¥.J l~l l*J 1t 1~ l~ Ff JiJ l'V. ii ct 11~ 1f. ~ f? ,fl I I (JM ~I I
0
4: t!1 JE El )15 - JM ~II b( HI
·. , 4: tJ; Jr: fi ~~AA 1i if o
z D ~ ~ -= I .* *~i
I~ i~ 11 fflJ -
0
·17 ~ Htr i\-1' J=J -1-5 Uri Ji ~ll Ji
- 1I~*~~*~~ , ~ ~* ~~ 1¥1 ~~ m~e ~g*E~ , * *~
R
~ ~ ~~ : oo -~A~ ~ B~~~ ~ ~rr , - ~~fil , ~~ Wffi ~Nfil@ ~ ~ , ~ x~ ~~~~ , m~ ~*~ ~~~ ~~ o ~~ *~~AM~~~~~~ , ~~x*~mo
~llfilW~~~OO~Jff ~
~
Signed
3(il$$-K ~t!tzt
tltiJ~JF
Signed
3tiil$$-K
••*
AGREEMENT BETWEEN
THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND
THE GOVERNMENT OF THE PEOPLE'S REPUBLIC OF CHINA ON MARITIME TRANSPORT
The G overnment of the Republic of Indonesia and the Government of the People's Republic of China (hereinafter referred to as "the Parties"); Desirous of strengthening the friendly relations between the Parties and promoting co-operation in the field of maritime transport and improving the efficiency of maritime transport; and In accordance with the principles of equality and mutual benefrt, freedom of navigation and non-discrimination; Have agreed as follows : ARTICLE 1 For the purpose of this Agreement: 1.
The term "vessel" shall mean any merchant ship registered in the country of one Party under the national flag of that Party and engaged in international maritime transport, including vessels owned or operated by tlhe shipping companies of one Party but under the flag of a third country acceptable to the other Party. However, this term does not include war ships and other noncommercial ships.
2.
The term "member of the crew" shall mean the master and other person working or serving on board vessel who holds the identity documents as referred to in Article 8 of this Agreement and whose name is included in the crew list of t hat vessel.
3
The term "'shipping company· shall mean any company that is in compliance with the following conditions: a.
to be set up in accordance with public or private laws of one Party;
b.
to be registered in that Party;
c.
to have its head office in the registered country; and Page 1
d.
to engage in international maritime merchant transport with its own vessels or its operated vessels.
4.
The term •port" shall mean any merchant port within the territory of one Party, including anchorage, open to vessels under foreign flag for international trade.
5.
The term "territory" means: •
in respect of the Republic of Indonesia, the territory of the Republic of Indonesia as defined in its laws and the adjacent areas over which the Republic of Indonesia has sovereignty, sov ereign rights or jurisdiction in accordance with international law.
•
in respect of the People's Republic of China, the territory of the People's Republic of China as defined in its laws and the adjacent areas over which the People's Republic of China has sovereignty, sovereign rights or jurisdiction in accordance with international law. ARTICLE 2
1.
Vessels of either Party are entitled to engage in cargo a111d passenger transport between ports of the Parties, or between ports of either Party and a third country.
2.
The provisions in paragraph 1 of this Article shall not affect the right of vessels of third countries to engage in the cargo and passenger transport between the Parties or between either Party and a third country. ARTICLE 3 The provisions of this Agreement shall not apply to cabotage and inland water transport.
If
vessels of one Party sail from one port of the other Party to another to load cargo for foreign countries or discharge cargo from abroad, i1 shall not be regarded as cabotage and inland water transport. The same goes for passenger transport. ARTICLE 4 1.
Both Parties shall devote themselves to the development of maritime transport between the two Parties and avoid any activities that might affect the freedom of participation by shipping companies of both Parties in the cargo transport between the two Parties or between either Party and a third country.
Page 2
2.
Both Parties shall make effort to co-operate in vessel survey, vessel repair, design and construction of port infrastructure as well as on the marine salvage and shall offer facilitation thereof.
3.
Both Parties shall encourage their maritime related organizations to co-operate, inter alia, in maritime education, maritime scientific study, marine environment protection and maritime management and administration, including ships registration procedures.
4.
Both Parties agree to ex·change views on participation in activities of international shipping organizations. ARTICLE 5 Each Party shall grant to vessels of the other Party the most-favoured-nation treatment in
respect of port access, collection of port dues and charges including tonnage dues, port stay and utilization of port facilities for cargo and passenger transport. ARTICLE 6 Both Parties shall, within the limits of their respective laws and regulations, adopt all necessary measures to speed up operation of vessels in port, simplify and expedite customs procedures and other port formalities as much as possible to avoid unnecessary delay of vessels. ARTICLE 7 1 ..
Either Party shall recognize the certificate of registry and other ship's documents held by the vessels of the other Party and which are duly issued by the competent authorities of the flag state.
2.
Vessels of one Party holding a valid tonnage certificate issued in accordance with the International Convention on Tonnage Measurement of Ships, 1969, and recognized by the other Party shall not be re-measured in the port of the other Party. The port dues and charges including tonnage dues which are calculated on the basis of the tonnage measurement of vessels, shall be levied according to the above-mentioned tonnage certificate.
However,
should the competent authorities of one Party have found incorrectness of the tonnage certificate so issued to a vessel, it may direct a surveyor to inspect such vessel in terms of national laws applicable in the country of such Party and in accordance with Article 12 ·of the above-mentioned Convention.
Page 3
ARTICLE 8 1.
Each Party shall recognize the seaman's identity documents issued by the competent authorities of the other Party. These documents are: •
For the members of the Chinese crew - "Seafarer's Passport of the People's Republic of China";
•
For the members of the Indonesian crew - ·seaman's Book· and •passport• of the Republic of Indonesia.
2.
For the members of the crew who are nationals of a third country and who are employed on board vessels of one Party, the valid identity documents to be recognized will be seaman's documents issued by the appropriate authorities of the third country, provided that these are sufficient to be recognized as passports or as passport substitutes in accordance with the national laws and regulations in force in the other Party. When such members of the crew are active away from their vessels, they shall also have proofs confirming their employment on board the vessel. ARTICLE 9
1.
Members of the crew holding the identity documents as referred to in Article 8 of this Agreement may go ashore for temporary stay in the town or city where the port is located in accordance with the laws and regulations of the country during the stay of vessels of one Party in ports of the other Party. Sick members of the crew may go ashore for medical treatment and remain in hospital for the time necessary for such treatment. No visa shall be required in the above-mentioned cases.
2.
The master or his designated members of the crew may go to meet official representatives of his country or representatives from his company after completion of relevant procedures of the other Party.
3.
All the above-mentioned members of the crew shall abide by the relevant laws and regulations of the other Party during their stay ashore.
Page4
ARTICLE 10 1.
Members of the crew holding the identity documents as referred to in Article 8 of this Agreement may enter into or travel through the territory of the other Party for the purpose of joining their vessel, transferring to another vessel, being repatriated or by any other reasons acceptable to the competent authorities of the other Party by any means of traffic after they are granted visas on their identity documents from the competent authorities of the other Party.
2.
Both Parties reserve the right of refusing the entry into their respective territory by members of the crew whom they consider undesirable even though these members of the crew hold the identity documents as referred to in Article 8. ARTICLE 11
1.
The Parties agree that neither Party shall interfere in the internal affairs of the vessels of the other Party under normal conditions, nor the judicial authorities of either Party exercise criminal j urisdiction against an offence on board vessels of the other Party during the stay of the vessels in its territory, except where: (1)
the result of the offence extends to the territory of one Party;
(2)
the offence harms the public order or the public safety of one Party;
(3)
the offence involves persons other than the members of the crew on board the vessel; and
(4)
measures taken by one Party to suppress illicit traffic in drugs or psychotropic substances.
2.
If the competent authorities of either Party intend to adopt compulsory measures or conduct official investigations on board vessels of the other Party under the circumstances mentioned in paragraph 1 of this Article, they shall notify the diplomatic representatives or consular officials of the other Party or the master of the vessel in advance and shall facilitate the contact of such representatives or officials with the vessel. However, the notice may be given simultaneously with the action to be done under emergency,
3.
The provisions in paragraph 1 of this Article shall not affect the rights of supervision and investigation of each Party within its national laws.
Page 5
ARTICLE 12 1.
The vessels, members of the crew, passengers and cargo of one Party shall be subject to, during their stay in the territory of the other Party, the relevant laws and regulations in force in the country of sojourn, in particular, regulations concerning maritime safety, stay and leaving by members of the crew and passengers as well as regulations concerning cargo import, export and storage.
2.
During the stay of vessels of one Party in the territory of the other Party, they shall abide by the relevant laws and regulations in connection with ship's equipment and ship's safety in force in the flag state . ARTICLE 13 Revenues derived by shipping companies of one Party in the territory of the other Party shall
be settled in convertible currencies acceptable to both Parties. Such revenues may be used for the payment incurred in the territory of the other Party and/or be freely remitted . ARTICLE 14 1.
Should vessels of one Party encounter maritime accidents or other emergencies in the ports, territorial sea and other waters of the other Party, the relevant authorities of the other Party shall render the same possible aid and assistance to those members of the crew and passengers as it may extend to its nationa ls. Principles established in international conventions and resolutions of International Maritime Organization acceptable by both Parties shall be followed in dealing with maritime accidents and offering commercial rescue and salvage services to the vessels and cargo in distress.
2.
If vessels of one Party encounter emergencies or other accidents, the cargo, equipment and other properties discharged or rescued from the distressed vessels need to be temporarily stored in the territory of the other Party, the other Party shall make every possible arrangement within the limits of its national laws and regulations. No duties and taxes shall be levied on these cargo, equipment and properties by the other Party insofar as they are not used for consumption or sale in the territory of the other Party. ARTICLE 15 For the effective implementation of this Agreement and upon the request of either Party,
representatives and experts from competent authorities of both Parties may meet to discuss proposals submitted by either Party at the date and place mutually agreed upon. Page6
ARTICLE 16 Should any disputes arise from the interpretation or implementation of this Agreement between the Parties, the competent authorities of both Parties shall solve them through friendly consultation. In case no agreement could be reached, they shall be settled through diplomatic channel. ARTICLE 17 This Agreement may be amended by written agreement between both Parties and will come into force in accordance with the procedures specified in paragraph 1 of Article 18 of this Agreement. ARTICLE 18 1.
Each Party shall notify the other Party through diplomatic channel the completion of procedures required by its national laws for the entry into force of this Agreement and this Agreement will come into force 30 ( thirty ) days after the issuance of the tatter notification.
2.
This Agreement shall remain in force for 5 ( five ) years and shall be automatically renewed for successive periods of 5 ( five ) years, unless either Party requests to terminate this Agreement by giving 6 (six) months written notice in advance.
IN WITNESS WHEREOF, the undersigned, duly authorized by their respective Governments, have signed this Agreement. DONE at Jakarta on the
of June in the year two thousand and one, in duplicate, in
the Indonesian, Chinese and English languages, all texts being equally authentic.
In case of
divergence of the interpretation of this Agreement, the English text shall prevail.
For the Government of
For the Government of the R~d onesia,
the
Pe9ple'~
Republic of China,
Signed
Signed
AGUM GUMllO.R
. HUANG ZHENGDONG
Minister of Communications
Minister of Communications
Page 7