ISOLASI, KARAKTERISASI DAN OPTIMASI MEDIUM PRODUKSI SENYAWA AKTIF KAPANG ENDOFIT UNTUK MENGHAMBAT PROLIFERASI SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SECARA IN VITRO
ERWAHYUNI ENDANG PRABANDARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Coklat (Sargassum echinocarpum) sebagai Pencegah Disfungsi Sel Endotelium Aorta Tikus Diabetes Melitus adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, 22 Nopember 2011 Muhamad Firdaus NIM: F-226010061
ABSTRACT MUHAMAD FIRDAUS. Antioxidant activity of brown algae (Sargassum echinocarpum) as preventive on dysfunction of endothelium cell in aorta of diabetes mellitus rats. Under supervision of MADE ASTAWAN as chairman, DEDDY MUCHTADI, TUTIK WRESDIYATI, SARWONO WASPADJI, and SETYAWATI S. KARYONO, as member committee. Diabetes mellitus may cause oxidative stress. Chronic oxidative stress initiates the dysfunction of endothelium cell. Polyphenols are believed to have ability to prevent the dysfunction of endothelium cell. Marine brown algae contain polyphenol which is probably has good antioxidant activity. The aims of this study were to obtain the antioxidant activity and structure of phlorotannin, the lethal dose, the anti oxidative stress, and the anti endothelium cell dysfunction of Sargassum echinocarpum extract. The Sargassum echinocarpum was collected in April 2008 from the coastline of Talango island in Sumenep District of East Java, Indonesia and authenticated by the botanist, Research Centre of Oceanography, Indonesian Institute of Sciences. The antioxidant activity was assayed with DPPH radicals, the structure elucidation was assessed with spectroscopic methods, the lethal dose was investigated on mice, and the anti oxidative stress and the anti endothelium cell dysfunction were evaluated in diabetic rats. The experimental animals were divided into 5 groups, i.e.: (1) normal, (2) diabetic treated with 0, (3) 150, (4) 300, and (5) 450 mg/kg body weight of Sargassum echinocarpum extract, respectively. Extracts were administered by oral gavages for 12 weeks. Diabetes was induced by single administration of streptozotocin (45 mg/kg, i.p.). Diabetes was confirmed ten days later in streptozotocin induced animals with blood glucose levels > 200 mg/dL. After the treatment period, the blood serum acquired was used for antioxidant enzymes assays while the thoracic aorta was used for vasodilatation assay. The result showed that the phlorotannin content of Sargassum echinocarpum extract was 4.25 - 12.16 equivalent of mg phloroglucinol/g extract. The strongest antioxidant activity obtained from the methanol extract of Sargassum echinocarpum, i.e. 67.77 %. The methanol extract of Sargassum echinocarpum contained phloroglucinol and bifuhalol. The methanol extract of Sargassum echinocarpum was relatively non-toxic. The mice treated with 1250 mg/kg or more methanol extract of Sargassum echinocarpum showed inhibition of body weight and necrosis on hepatocyte and tubules of kidney. It was affected by inhibition activity of gastrointestinal enzymes and initiation lipid peroxidation. The diabetic rats revealed the oxidative stress; meanwhile, the diabetic rats treated with 450 mg/kg extract showed the mild oxidative stress. It was caused by free radical scavenging and induction of antioxidant defense activity by extract. The diabetic rats exhibited the endothelial dysfunction; meanwhile, the diabetic rats treated with 450 mg/kg extract showed the mild endothelial dysfunction. It appeared that Sargassum echinocarpum extract has the capability to preserve bioavailability of nitric oxide and protect the muscarinic receptor and endothelium cell against free radical damage. Keywords: Antioxidant, diabetes mellitus, endothelium cell dysfunction, rat, Sargassum echinocarpum
RINGKASAN MUHAMAD FIRDAUS. Aktivitas Antioksidan Rumput Laut Coklat (Sargassum echinocarpum) sebagai Pencegah Disfungsi Sel Endotelium Aorta Tikus Diabetes Melitus. Di bawah bimbingan MADE ASTAWAN, selaku ketua serta DEDDY MUCHTADI, TUTIK WRESDIYATI, SARWONO WASPADJI, dan SETYAWATI S. KARYONO sebagai anggota. Petanda awal terjadinya penyulit pada diabetes adalah didapatnya disfungsi sel endotelium. Tingginya kadar radikal bebas pada diabetes dapat mengakibatkan sel endotelium pembuluh darah menjadi lebih permeabel, adesif dan kontraktif. Pencegahan disfungsi sel endotelium pada diabetes dapat dilakukan dengan mengonsumsi antioksidan seperti vitamin C, E, dan polifenol. Antioksidan ini dapat mencegah disfungsi sel endotelium karena berkemampuan menurunkan radikal bebas dalam tubuh. Florotanin adalah polifenol yang terkandung dalam rumput laut coklat. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan aktivitas antioksidan, struktur florotanin, dosis kematian, anti stres oksidatif, dan anti disfungsi sel endotelium aorta tikus diabetes melitus ekstrak rumput laut coklat (Sargassum echinocarpum). Sargassum echinocarpum diperoleh April 2008 dari perairan pulau Talango, kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Rumput laut coklat telah diidentifikasi oleh botanis Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Rumput laut selanjutnya dikeringkan, ditepungkan, dimaserasi, dipekatkan dan dikering bekukan untuk mendapatkan ekstrak. Tepung rumput laut dimaserasi etanol p.a., metanol p.a., aseton 70%, etanol 80%, metanol 80% dan akuades. Kadar florotanin ekstrak ditentukan dengan spektrofotometer dan menggunakan floroglusinol sebagai standar. Uji aktivitas antioksidan ekstrak dilakukan dengan metode diphenyl picrylhydracyl (DPPH). Identifikasi struktur senyawa aktif dalam ekstrak beraktivitas antioksidan terkuat dilakukan secara spektroskopik yaitu ultra ungu, infra merah, dan spektra massa. Uji toksisitas akut ekstrak Sargassum echinocarpum dilakukan pada mencit (Mus musculus) strain BALB/c berjenis kelamin jantan dan betina berumur 2 bulan. Ekstrak diberikan satu jam sebelum hewan uji diberi ransum dengan dosis 0 mg/kg BB, 625 mg/kg BB, 1250 mg/kg BB, 2500 mg/kg BB, dan 5000 mg/kg BB. Selama 14 hari pengujian dilakukan pengamatan berat badan dan jumlah kematian, sedang pada akhir masa uji diamati perubahan histopatologis hati dan ginjal. Uji oksidatif stres dan disfungsi sel endotelium dilakukan pada tikus (Rattus norvegicus) strain Sprague-Dawley jantan berumur 2,5 bulan. Tikus diabetes melitus didapat dengan cara menginjeksi streptozotocin dosis tunggal 45 mg/kg BB dalam larutan penyangga sitrat pH 4,5. Tikus yang berkadar glukosa > 200 mg/dL pada hari kesepuluh setelah induksi digunakan dalam penelitian. Perlakuan dalam uji ini adalah normal, diabetes melitus + ekstrak 0 mg/kg BB, diabetes melitus + ekstrak 150 mg/kg BB, diabetes melitus + ekstrak 300 mg/kg BB, dan diabetes melitus + ekstrak 450 mg/kg BB. Pengamatan berat badan dan kadar glukosa darah dilakukan tiap dua minggu hingga akhir masa penelitian. Pada minggu ke 12 hewan uji dikorbankan, dibedah, lalu darah diambil untuk uji stres
oksidatif, hati dan ginjal untuk diamati profil Cu,Zn-SOD, dan aorta diambil untuk uji disfungsi sel endotelium. Hasil menunjukkan kadar florotanin ekstrak Sargassum echinocarpum berkisar antara 4,25 – 12,16 mg floroglusinol/g ekstrak. Ekstrak metanol Sargassum echinocarpum mempunyai aktivitas antioksidan paling kuat yaitu 67,77 %. Berdasar analisis spektroskopi ultra ungu, infra merah, dan spektra massa pada kromatografi cair kinerja tinggi - Electrospray Ionization – Time of Flight – Mass Spectra mode ion positif menunjukkan bahwa senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak metanol Sargassum echinocarpum adalah floroglusinol dan bifuhalol. Hasil uji toksisitas akut menunjukkan bahwa ekstrak metanol Sargassum echinocarpum tidak menyebabkan kematian hewan uji dan dapat digolongkan sebagai bahan relatif tidak toksik. Ekstrak metanol Sargassum echinocarpum dosis 1250 mg/kg BB atau lebih dapat menghambat kenaikan berat badan. Hasil histopatologis hati dan ginjal menunjukkan pemberian dosis 1250 mg/kg BB atau lebih mengakibatkan nekrosis pada hepatosit dan tubulus ginjal. Hal ini menunjukkan ekstrak aman dikonsumsi pada dosis ≤ 625 mg/kg BB. Hasil uji stres oksidatif menunjukkan berat badan tikus diabetes melitus mengalami penurunan hingga 48%, sementara itu tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol Sargassum echinocarpum khususnya 450 mg/kg BB dapat mencegah penurunan berat badan dan mengalami kenaikan berat badan sebesar 6%. Hal ini menunjukkan ekstrak metanol Sargassum echinocarpum dapat meningkatkan sintesis glikogen. Hasil uji menunjukkan kadar glukosa darah tikus diabetes melitus tetap di atas batas kadar glukosa darah tikus diabetes melitus terinduksi streptozotocin yaitu 200 mg/dL, sementara itu pemberian ekstrak metanol Sargassum echinocarpum dosis 450 mg/kg BB dapat menurunkan kadar glukosa darah hingga mencapai 196 mg/dL. Hal ini menunjukkan ekstrak metanol Sargassum echinocarpum dapat memberikan efek hipoglikemik. Hasil uji menunjukkan bahwa serum tikus diabetes melitus mengandung malondialdehid sebesar 6,76 nmol/mL, sedangkan tikus diabetes melitus yang diperlakukan dengan ekstrak metanol Sargassum echinocarpum dosis 450 mg/kg BB kadarnya turun menjadi 0,98 nmol/mL. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol Sargassum echinocarpum dapat membersihkan radikal bebas yang terbentuk akibat hiperglikemia. Hasil uji menunjukkan aktivitas antioksidan enzim serum tikus diabetes melitus (superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase) sebesar 12,96 U/mL; 67,17 μmol H 2 O 2 /min/mL; dan 0,8 mU/min/mL, sementara itu pemberian ekstrak metanol Sargassum echinocarpum dosis 450 mg/kg BB pada tikus diabetes melitus dapat mempertahankan aktivitas superoksida dismutase tetap tinggi, yaitu 31,29 U/mL, katalase 162,40 μmol H 2 O 2 /min/mL, dan glutation peroksidase 2,01 mU/min/mL. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol Sargassum echinocarpum dapat meningkatkan ekspresi dan aktivitas enzim tersebut. Hasil uji menunjukkan profil negatif kandungan Cu,Zn-SOD ginjal dan hati pada tikus diabetes melitus mencapai 64,49% dan 67,87%, namun tikus diabetes melitus yang diperlakukan ekstrak metanol Sargassum echinocarpum dosis 450 mg/kg BB dapat menurunkan profil negatif kandungan Cu,Zn-SOD menjadi 19,89% dan 18,76%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol Sargassum echinocarpum dapat meningkatkan ekspresi Cu,Zn-SOD.
Hasil uji disfungsi sel endotelium aorta tikus diabetes melitus oleh ekstrak metanol Sargassum echinocarpum menunjukkan bahwa persentase vasorelaksasi tikus diabetes melitus sebesar 14,41%, namun dengan pemberian ekstrak metanol Sargassum echinocarpum dosis 450 mg/kg BB dapat meningkatkan vasorelaksasi aorta tikus diabetes melitus menjadi 67,84%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak dapat meningkatkan ketersediaan nitrit oksida. Sensitivitas muskarinik reseptor sel endotelium pada tikus diabetes melitus sebesar -5,49 (log M), namun dengan pemberian ekstrak metanol Sargassum echinocarpum dosis 450 mg/kg BB sensitivitas muskarinik reseptor sel endotelium tikus diabetes melitus meningkat menjadi -6,23 (log M). Hal ini berarti bahwa kerusakan konformasi muskarinik reseptor oleh radikal bebas dapat dicegah oleh ekstrak metanol Sargassum echinocarpum. Rasio sel endotelium aorta tikus diabetes melitus sebesar 65,36 %, namun pemberian ekstrak metanol Sargassum echinocarpum dosis 450 mg/kg BB dapat mencegah kerusakan morfologi aorta tikus diabetes melitus dan meningkatkan rasio sel endotelium menjadi 89,85%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol Sargassum echinocarpum mampu mencegah kerusakan sel endotelium aorta oleh radikal bebas. Kata kunci: antioksidan, disfungsi sel endotelium, diabetes melitus, Sargassum echinocarpum, tikus
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum echinocarpum) SEBAGAI PENCEGAH DISFUNGSI SEL ENDOTELIUM AORTA TIKUS DIABETES MELITUS
MUHAMAD FIRDAUS
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr. Dr. Ir. Nurjanah, M.Si. Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Rachmaniar Rachmat, Apt. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si.
Judul Disertasi
Nama NIM
: Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Coklat (Sargassum echinocarpum) sebagai Pencegah Disfungsi Sel Endotelium Aorta Tikus Diabetes Melitus : Muhamad Firdaus : F-226010061
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Made Astawan, M.S. Ketua
Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, M.S. Anggota
Prof. Dr. drh. Tutik Wresdiyati. PA.Vet Anggota
Prof. Dr. dr. Sarwono Waspadji, SpPD-KEMD Anggota
Dr. dr. Setyawati S. K., M.Kes. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr.Sc.
Tanggal ujian:
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Judul penelitian ini adalah “Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Coklat (Sargassum echinocarpum) sebagai Pencegah Disfungsi Sel Endotelium Aorta Tikus Diabetes Melitus”. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Made Astawan MS. selaku ketua komisi pembimbing serta Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS., Prof. Dr. drh. Tutik Wresdiyati, PAVet., Prof. Dr. dr. Sarwono Waspadji, SpPD-KEMD, dan Dr. dr. Setyawati S. Karyono, MKes sebagai anggota komisi pembimbing atas segala pengarahan dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan ini dengan sebaikbaiknya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc sebagai penguji luar komisi dalam ujian kualifikasi Doktor, Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr. dan Dr. Ir. Nurjanah, M.Si., dalam ujian tertutup, dan Prof. Dr. Rachmaniar Rachmat, Apt. dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si. pada ujian terbuka atas segala masukannya dalam menyempurnakan rancangan penelitian, penulisan dan isi disertasi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Rektor Universitas Brawijaya dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya yang telah mengijinkan dan mendukung penulis dalam melanjutkan pendidikan Doktor ilmu pangan. Terima kasih juga kepada ketua Program Studi Ilmu Pangan, Kepala Lab. Farmakologi Fak. Kedokteran Univ. Brawijaya dan Lab. Histologi FKH IPB dan Dr. Ir. Anis Mahsunah, M.Sc. (Laboratorium Bioteknologi Industri, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT) atas bantuan analisis spektra massa. Terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas dukungan beasiswa BPPS dan hibah penelitian melalui program Hibah Bersaing (2008) dan Hibah Doktor (2009) sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik. Ungkapan terima kasih yang tulus disampaikan kepada kedua orang tua yaitu bapak H. Muhammad Ad dan ibu Hj. Chodijah serta mertua bapak Drs. H. Suroyo dan ibu Hj. Sri Wahyurini yang telah mendidik dan selalu mendoakan keberhasilan kepada penulis. Penulis ucapkan terima kasih kepada saudarasaudara dan istri tercinta Rina Hernugraheni S.P., M.P. dan anak-anakku tersayang Salsabila Firdausa, Fadila Ulil Albab, Ibnu Rasyid Ridlo, dan Hafizhuddin Hilmi yang sangat mendukung penulis menyelesaikan studi program Doktor. Bogor, Nopember 2011 Muhamad Firdaus
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 19 September 1968 sebagai anak kedua dari pasangan H. Muhammad Ad dan Hj. Chodidjah. Pendidikan sarjana ditempuh di program studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya, lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1998, penulis diterima di program studi Teknologi Hasil Pertanian pada program Pascasarjana Universitas Brawijaya dan menamatkannya pada tahun 2000. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor studi Gizi Masyarakat dan Keluarga IPB diperoleh pada tahun 2001, namun pada semester kedua tahun ajaran 2001-2002, penulis pindah program studi Ilmu Pangan IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia melalui Beasiswa Pendidikan PascaSarjana (BPPS). Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Perikanan Universitas Hang Tuah Surabaya sejak tahun 1995 dan pada tahun 2005 diterima sebagai staf pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Bidang penelitian yang menjadi perhatian peneliti adalah rumput laut: kimia dan bioaktivitasnya. Selama mengikuti program S3 penulis telah menerbitkan dua artikel pada majalah terakreditasi Dirjen Dikti yaitu: (1) “Protective effects of Sargassum echinocarpum against endothelial dysfunction in diabetic rats” pada Medical Journal of Indonesia dan (2) “Pengaruh ekstrak rumput laut coklat terhadap fungsi sel endotelium aorta tikus diabetes melitus” pada Majalah Farmasi Indonesia. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………........
iv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
vii
SINGKATAN ........................................................................................
viii
1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1 Latar Belakang …………………..............…………………....... 1.2 Tujuan Penelitian …………………………..............………....... 1.3 Hipotesis ..............................................................................
1 1 3 4
2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1 Diabetes Melitus .......................................................................... 2.2 Stres Oksidatif ............................................................................. 2.2.1 Stres Oksidatif dan Kerusakan Sel ................................... 2.2.2 Stres Oksidatif dan Membran Sel ...................................... 2.2 3 Sistem Proteksi terhadap Radikal Bebas .......................... 2.3 Sel Endotelium .......................................................................... 2.3.1 Struktur dan Fungsi .......................................................... 2.3.2 Disfungsi Sel Endotelium ................................................ 2.4 Florotanin ...................................................................................
5 5 9 12 13 14 16 16 19 22
3 BAHAN DAN METODE .................................................................. 3.1 Tempat dan Waktu ..........……...….……………………........ 3.2 Metode penelitian .................................................................. 3.3 Aktivitas antioksidan dan Elusidasi struktur .............................. 3.3.1 Bahan ............................................................................... 3.3.2 Metode .............................................................................. 3.3.3 Rendemen ......................................................................... 3.3.4 Florotanin ......................................................................... 3.3.5 Aktivitas antioksidan ........................................................ 3.3.6 Elusidasi struktur .............................................................. 3.4 Toksisitas akut .................................................................. 3.4.1 Bahan ................................................................................ 3.4.2 Metode .............................................................................. 3.5 Stres oksidatif dan Disfungsi sel endotelium .............................. 3.5.1 Bahan dan Alat ................................................................. 3.5.2 Metode .............................................................................. 3.5.3 Glukosa darah .................................................................... 3.5.4 Hemoglobin A1c ................................................................ 3.5.5 Peroksida Lemak .............................................................. 3.5.6 Superoksida dismutase ..................................................... 3.5.7 Katalase ............................................................................ 3.5.8 Glutation peroksidase .......................................................
27 27 27 27 27 28 29 29 29 30 30 30 30 34 34 34 35 35 35 36 38 39
ii 3.5.9 Cu,Zn-SOD hati dan ginjal secara imunohistokimia ....... 3.5.10 Vasorelaksasi ................................................................. 3.5.11 Dosis efektif 50% .......................................................... 3.5.12 Rasio sel endotelium ....................................................... 3.6 Analisis data ..............................................................................
41 42 43 43 45
4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 47 4.1 Identitas rumput laut coklat ...................................................... 47 4.2 Aktivitas antioksidan dan Identitas florotanin ........................... 48 4.2.1 Rendemen .................................................................. 48 4.2.2 Florotanin .................................................................. 49 4.2.3 Aktivitas antioksidan ...................................................... 50 4.2.4 Identitas florotanin ...................................................... 52 4.3 Toksisitas akut ........................................................................... 59 4.3.1 Berat badan ....................................................................... 59 4.3.2 LD 50 .................................................................................. 60 4.3.3 Histopatologis hati dan ginjal ........................................... 61 4.4 Stres oksidatif ............................................................................ 64 4.4.1 Berat badan .................................................................. 64 4.4.2 Glukosa darah .................................................................. 65 .................................................................. 4.4.3 Hemoglobin A1 c 67 4.4.4 MDA .............................................................................. 68 4.4.5 SOD .............................................................................. 70 4.4.6 Cu,Zn-SOD ginjal ...................................................... 71 4.4.7 Cu,Zn-SOD hati .................................................................. 74 4.4.8 Katalase .............................................................................. 77 4.4.9 GSH-Px ............................................................................... 78 4.5 Disfungsi sel endotelium ............................................................ 79 4.5.1 Vasorelaksasi ................................................................... 79 ............................................................................... 81 4.5.2 ED 50 4.5.3 Rasio sel endotelium ....................................................... 83 5 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 5.1 Simpulan ..................................................................................... 5.2 Saran ...........................................................................................
86 86 86
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….........
87
LAMPIRAN ...........................................................................................
105
DAFTAR TABEL Halaman 1 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus .................................................
5
2 Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus .............................................
6
3 Kelarutan florotanin dalam berbagai pelarut .....................................
23
4 Harga Probit .......................................................................................
31
5 Rendemen, kadar florotanin dan aktivitas antioksidan ekstrak S. echinocarpum dalam berbagai pelarut ........................................
48
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Efek kegemukan terhadap patogenesis diabetes melitus tipe 2 .......
8
2 Sistem detoksifikasi radikal bebas oleh enzim antioksidan .............
15
3 Mekanisme disfungsi sel endotelium akibat diabetes
................
21
............................
23
5 Bagan alir ekstraksi dan pengujian ekstrak .......................................
28
6 Morfologi rumput laut coklat .........................................................
47
7 Hubungan kadar florotanin dan aktivitas antioksidan ekstrak S. echinocarpum dalam berbagai pelarut .......................................
51
8 Partisi metanol
53
4 Rumus bangun floroglusinol dan turunannya
...........................................................................
9 Eluat pertama dan kedua ................................................................
53
10 Noktah floroglusinol, eluat pertama dan kedua
...........................
54
11 Spektra serapan ultra violet eluat kedua ekstrak metanol S. echinocarpum ...........................................................................
54
12 Spektra serapan infra merah eluat kedua ekstrak metanol S. echinocarpum ...........................................................................
56
13 Kromatogram eluat kedua ekstrak metanol S. echinocarpum ......
57
14 Spektra masa eluat kedua ekstrak metanol S. echinocarpum ......
58
15 Struktur senyawa eluat kedua ........................................................
58
16 Persentase kenaikan berat badan mencit akibat pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum ................................................
59
17 Fotomikrograf hati mencit yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 0 mg/kg BB, 625 mg/kg BB, 1250 mg/kg BB, 2500 mg/kg BB, dan 5000 mg/kg BB ..............
61
18 Skor histologis hati mencit yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum ........................................................................
61
v 19 Fotomikrograf tubulus mencit yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 0 mg/kg BB, 625 mg/kg BB, 1250 mg/kg BB, 2500 mg/kg BB, dan 5000 mg/kg BB ...........
62
20 Skor histologis ginjal mencit yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum .......................................................................
63
21 Kenaikan berat badan tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum selama masa penelitian ....................................................................................
64
22 Kadar glukosa darah tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum selama masa penelitian ........................................................................
66
23 Persentase HbA 1 c tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum .............................
67
24 Kadar MDA serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum .........................
69
25 Aktivitas SOD serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak S. echinocarpum ............................................
70
26 Fotomikrograf profil Cu,Zn-SOD ginjal tikus normal (A), tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 0 mg/kg (B), 150 mg/kg (C), 300 mg/kg (D), dan 450 mg/kg (E) .....................................
72
27 Persentase jumlah sel tubuli renalis pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD ginjal tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum .........................................................................
72
28 Fotomikrograf profil Cu,Zn-SOD hati tikus normal (A), tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 0 mg/kg (B), 150 mg/kg (C), 300 mg/kg (D), dan 450 mg/kg (E) .....................................
75
29 Persentase jumlah sel hati pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD hati tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum .........................
75
30 Aktivitas katalase serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum .............
77
31 Aktivitas GSH-Px serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum .............
78
vi
32 Vasorelaksasi tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak S. echinocarpum .....................................
79
33 ED 50 tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum .....................................
81
34 Fotomikrograf sel endotelium aorta tikus normal (A), tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 0 mg kg-1 (B), 150 mg kg-1 (C), 300 mg kg-1 (D), dan 450 mg kg-1 (E). .....................................
83
35 Rasio sel endotelium aorta tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum .............
84
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Sertifikat hasil identifikasi rumput laut coklat
..............................
107
2 Rendemen ekstraksi ............................................................................
108
3 Kadar florotanin
110
..............................................................................
4 Aktivitas antioksidan
..................................................................
113
5 Keterangan kelaikan etik penelitian ..................................................
116
6 Berat badan (uji toksisitas) ..................................................................
117
7 Histopatologis hati dan ginjal ............................................................
119
8 Berat badan (uji diabetes) ..................................................................
123
9 Glukosa darah
..............................................................................
126
10 Hemoglobin A 1 c ..............................................................................
128
11 Malondialdehida (MDA) ..................................................................
130
12 Aktivitas Superoksida Dismutase (SOD) ..........................................
132
13 Profil Cu,Zn-SOD ginjal ..................................................................
135
14 Profil Cu,Zn-SOD hati
..................................................................
140
15 Aktivitas katalase ..............................................................................
145
16 Aktivitas glutation peroksidase
......................................................
148
..............................................................................
150
17 Vasorelaksasi
18 Dosis Efektif (ED 50 )
..................................................................
152
19 Rasio Sel Endotelium
..................................................................
154
SINGKATAN
ACh AGEs Akt AMPK BH 4 CaM CAT cGMP Cu,Zn-SOD DM EDRF EDCF EDHF eNOS ecSOD ERK ESI ET-I GSH-Px glu-ecSOD HbA 1c NO NOS PGI 2 PGE 2 PI-3 Stz SOD TOF
Acethylcholine Advances Glycation End Products protein kinase B Adenosine Monophosphate Kinase Tetrahydrobiopterine Caldmodulin Catalase Cyclic-Guanylate Monophosphate Cuprum,Zinc-Superoxide Dismutase Diabetes melitus Endothelium Derived Relaxing Factors Endothelium Derived Contracting Factors Endothelium Derived Hyperpolarization Factors endothelium Nitric Oxide Synthase extracellular Superoxide Dismutase extracellular signal regulated kinase Electrospray Ionization Endothelin-I Glutathione peroxidase extracellular Superoxide Dismutase terglikasi Hemoglobin tipe A1c (hemoglobin terglikasi) Nitric Oxide Nitric Oxide Synthase Prostasiklin Prostaglandin Phosphatidilinositol-3 Streptozotocin Superoxide Dismutase Time of Flight
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang telah dikenal semenjak peradaban Mesir kuno. Jumlah penyandang DM di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 8,4 juta dan diperkirakan tahun 2030 akan mencapai 21,3 juta. Pemakaian insulin telah meningkatkan angka harapan hidup penyandang penyakit ini, namun seiring peningkatan tersebut penyakit penyulit (komplikasi) DM makin banyak ditemui (Kuller et al., 2000; Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), 2002; Wild et al., 2004). Pengerasan dan penyempitan pembuluh arteri besar
(aorta)
atau
aterosklerosis adalah salah satu manifestasi penyulit DM. Kejadian aterosklerosis pada penyandang diabetes umumnya lebih dini dan lebih sering dibandingkan bukan diabetes. Petanda awal terjadinya penyulit ini pada penyandang diabetes adalah didapatnya disfungsi sel endotelium. Kondisi ini salah satunya dicirikan oleh tingginya vasokonstriksi
dibanding vasorelaksasi dan peningkatan stres
oksidatif (Bierman, 1992; Gunawan, 2004; Kapuku et al., 2006; Bakker et al., 2009). Sel endotelium adalah sel epitel pembatas intima pembuluh darah dari komponen darah. Sel ini berperan penting dalam mengatur tonus otot polos pembuluh darah. Sel ini akan melepaskan faktor relaksasi (EDRF = Endothelium Derived Relaxing Factors) dan faktor kontraksi (EDCF = Endothelium Derived Contracting Factors) agar tekanan darah tetap berjalan normal. Sel ini juga berperan pada migrasi dan pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah, menghambat proses koagulasi darah dan merangsang disolusi bekuan darah yang telah terbentuk pada lumen pembuluh darah, dan mengatur adesi dan migrasi selsel radang pada dinding pembuluh darah. Tingginya kadar radikal bebas pada diabetes dapat mengakibatkan sel endotelium pembuluh darah menjadi lebih permeabel, adesif dan kontraktif (Haller, 1997; Hurst dan Lee, 2003). Kerusakan sel endotelium pada keadaan hiperglikemik diawali oleh adanya peningkatan pembentukan anion superoksida (O 2 -). Radikal ini selanjutnya dapat berubah menjadi hidrogen peroksida lalu menjadi radikal hidroksil. Radikal
2 hidroksil bersifat sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan komponen asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA = Polyunsaturated Fatty Acids) yang banyak terdapat pada membran sel. Reaksi ini dapat menimbulkan peroksidasi lemak
dan
membentuk radikal lipid peroksida. Radikal-radikal ini selanjutnya dapat merusak sel endotelium sehingga sel ini kehilangan fungsinya atau bahkan memberi efek sitotoksik (Flavahan, 1992; Baynes dan Thorpe, 1999; De Mattia et al., 2003). Stres oksidatif adalah suatu keadaan adanya kadar dan aktivitas antioksidan enzim yang lebih rendah dibanding radikal bebas dalam tubuh. Saat hiperglikemik, radikal bebas dapat terbentuk secara tak terkendali melalui beberapa mekanisme, seperti: autooksidasi glukosa, aktivasi lintasan glikasi, dan pembentukan peroksinitrit. Secara selular, kegagalan respirasi pada mitokondria dan sintesis nitrit oksida (NO) menjadi penyebab pembentukan radikal bebas secara berlebih. Saat hiperglikemik kadar antioksidan dalam tubuh rendah karena banyak digunakan untuk menetralisasi radikal bebas dan antioksidan enzim tubuh menjadi terinaktivasi akibat mengalami glikasi (Bonnefont-Rousselot et al, 2000; Evans et al. 2002; Maritim et al., 2003, Martin-Gallan et al, 2003). Pencegahan disfungsi sel endotelium pada diabetes dapat dilakukan dengan mengonsumsi antioksidan seperti vitamin C, E, dan polifenol (Evans et al., 2002; Hurst and Lee, 2003; Lee et al., 2004 dan Vita, 2005). Antioksidan ini dapat mencegah disfungsi sel endotelium karena berkemampuan menurunkan radikal bebas dalam tubuh. Namun polifenol mempunyai konstanta kecepatan reaksi pendonoran hidrogen ke radikal bebas lebih besar dibanding vitamin E dan C (Rice-Evans et al., 1997) dan di samping itu bioaktif ini mampu menstimulasi transkripsi dan memodulasi antioksidan enzim (Masella et al., 2005; Rodrigo et al., 2011). Salah satu polifenol yang menunjukkan efektivitas pendonor hidrogen adalah florotanin (Shibata et al., 2008). Florotanin adalah polifenol yang terkandung dalam rumput laut coklat (Quideau et al., 2011). Senyawa ini tersusun atas gugus benzena dan hidroksil yang terikat berupa ikatan eter, fenil, eter dan fenil, serta dibenzodioksin. Senyawa ini mudah didapat dengan melarutkan rumput laut coklat dalam pelarut non-organik (Ogino, 1962; Singh and Bharate, 2006).
3 Beberapa studi menunjukkan bahwa florotanin dapat menghambat pembentukan dan aktivitas radikal bebas. Wei et al. (2003) dan Mori et al. (2003) melaporkan bahwa florotanin dari Sargassum kljelmanianum dan S. micracantum dapat menghambat peroksidasi lemak. Kang et al. (2004) memperlihatkan bahwa florotanin dari Ecklonia stolonifera mampu mencegah pembentukan spesies oksigen reaktif. Okada et al. (2004) menunjukkan florotanin dari Eisenia bicyclis mampu menghambat pembentukan anion superoksida dan advanced glycation end products (AGEs). Florotanin dari ekstrak S. ringgoldianum dapat berfungsi sebagai pembersih (scavenger) radikal bebas (Nakai et al., 2006). Sargassum tergolong rumput laut yang potensinya sangat besar dan sebarannya hampir ada di seluruh pantai perairan Indonesia. Ada 11 jenis algae Sargassum yang dikenal ada di perairan Indonesia, yaitu: S. echinocarpum, S. binderi, S. crassifolium, S. plagyophyllum, S. mollerii, S. siliquosum, S. hystrix, S. gracilimum, S. duplicatum, S. cinereum, dan S. polycystum (Kadi 2005). Studi pendahuluan mendapati S. polycystum, S. duplicatum dan S. cinereum terdapat di perairan pantai Tanjung Benoa, Bali, sementara itu S. echinocarpum, S. polycystum, S. duplicatum dan S. filipendula terdapat di perairan pantai Pulau Talango, Kabupaten Sumenep, Madura. Florotanin rumput laut coklat telah menunjukkan berkemampuan sebagai penghambat aktivitas dan pembentukan radikal bebas serta peroksidasi lemak. Namun aktivitasnya sebagai komponen penurun stres oksidatif dan pencegah disfungsi sel endotelium akibat hiperglikemik serta penggunaan rumput laut coklat dari perairan Indonesia, seperti S. echinocarpum sebagai sumber komponen aktif beraktivitas antioksidan belum pernah dilakukan. Oleh karena itu perlu diuji peran ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) sebagai komponen pencegah stres oksidatif dan pencegah disfungsi sel endotelium pada tikus diabetes.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) sebagai pencegah disfungsi sel endotelium aorta tikus diabetes melitus. Tujuan khusus penelitian ini adalah:
4 -
Mendapatkan rendemen, kadar florotanin, aktivitas antioksidan dan identitas bioaktif ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum).
-
Mendapatkan toksisitas akut ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum).
-
Mengevaluasi kemampuan ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) dalam menurunkan kadar glukosa darah, HbA1c dan lipid peroksida serum dan mempertahankan aktivitas superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase serum serta profil Cu,Zn-SOD ginjal dan hati tikus diabetes melitus.
-
Mengevaluasi kemampuan ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) dalam mempertahankan vasorelaksasi, sensitivitas reseptor dan rasio sel endotelium tikus diabetes melitus.
1.3 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah: -
Ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) mengandung florotanin, beraktivitas
antioksidan,
dan
senyawa
aktifnya
adalah
turunan
floroglusinol. -
Ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) tergolong tidak toksik.
-
Ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) mampu menurunkan kadar glukosa, HbA1c, dan lipid peroksida serum dan mempertahankan aktivitas superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase serum, serta profil Cu,Zn-SOD ginjal dan hati tikus diabetes melitus
-
Ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) mampu mempertahankan vasorelaksasi, sensitivitas reseptor dan rasio sel endotelium aorta tikus diabetes melitus.
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes melitus Diabetes melitus adalah penyakit gangguan metabolik yang telah lama dikenal dalam peradaban manusia. Georg Ebers seorang ahli Mesir kuno pada tahun 1862 mendapati suatu lembaran (papirus) dalam kuburan di Thebes tentang catatan adanya penyakit ini pada masyarakat Mesir kuno (± 1550 SM). Araeus pada abad pertengahan memberi gambaran bahwa tubuh penyandang penyakit ini menyusut menjadi air seni dan menyebutnya dengan istilah diabetes, sementara itu Willis dalam pengamatannya mendapati bahwa air seni penyandang penyakit ini terasa manis dan kondisi ini disebutnya dengan istilah melitus. Saat ini bila seseorang sering mengeluarkan air seni dan air seninya mengandung glukosa maka dapat dinyatakan orang tersebut menderita diabetes melitus (Pushparaj et al. 2001). Diabetes melitus merupakan sindrom multifaktorial metabolik yang dicirikan oleh adanya hiperglikemia sebagai akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau kombinasinya. Gejala umumnya adalah poliuria (sering kencing), polidipsia (rasa haus yang terus-menerus), kehilangan berat badan dan kadangkadang polifagia (perasaan lapar yang berlebih). Kriteria diagnosis diabetes melitus dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus HbA 1C ≥ 6,5 % Gula darah puasa ≥ 126 mg/dL Puasa: tidak mengkonsumsi sumber kalori paling tidak selama 8 jam 3. Gula darah 2 jam ≥ 200 mg/dL pada uji toleransi gula secara oral Tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu pengujian 75 g glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air 4. Gejala diabetes dengan konsentrasi glukosa darah ≥ 200 mg/dL Gejala diabetes: poliuria, polidipsia, kehilangan berat badan 1. 2.
Sumber : American Diabetes Association (2011). Berdasarkan klasifikasinya, diabetes melitus dapat terbagi menjadi empat, yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes tipe lain, dan diabetes saat hamil. Klasifikasi etiologis diabetes melitus dapat dilihat pada Tabel 2.
6 Tabel 2. Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus I.
II.
III.
IV.
Diabetes melitus tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya mengarah pada defisiensi insulin absolut) A. melalui proses imun B. Idiopatik Diabetes melitus tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin) Diabetes melitus tipe lain A. Defek genetik fungsi sel beta: Kromosom 12, HNF-1α (MODY3); Kromosom 7, glukokinase (MODY2); Kromosom 20, HNF-4α (MODY1); Kromosom 13, insulin promoter faktor1 (IPF-1; MODY4); Kromosom 17, HNF-1β (MODY5); Kromosom 2, NeuroD1 (MODY6); DNA mitokondria; lainnya B. Defek genetik kerja insulin Insulin resisten tipe A, Leprechaunism, Sindrom Rabson-Mendenhall, Diabetes lipoatropik, lainnya C. Penyakit eksokrin pankreas Pankreatitis, Trauma/prankreatektomi, Neoplasia, Cystic fibrosis, Hemochromatosis, Pankreatopati fibrokalkulus, lainnya D. Endokrinopati Akromegali, Sindrom Cushing, Glukagonoma, Stomatostatinoma, Feokromositoma, Hipertiroidism, Aldosteronoma, lainnya E. Karena obat/zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, tiazid, glukokortikoid, hormon tiroid, interferon γ, dilantin, agonis β-adrenergik, diazosida, lainnya F. Infeksi : Rubella kongenital, cytomegalovirus, lainnya G. Imunologi: sindrom “stiff-man” dan antibodi anti reseptor insulin H. Sindrom genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, sindrom Wolfram, atasia Friedreich, Huntington’s chorea, sindrom LawrenceMoon-Btedl, Myotonic dystrophy, porphyria, sindrom Pruder-Willi, lainnya Diabetes melitus Kehamilan
Sumber : American Diabetes Association (2011). Individu yang menderita diabetes tipe 1 sangat membutuhkan insulin dari luar tubuh selama hidupnya guna menghindarkan ketoasidosis. Hal itu terjadi karena individu tersebut mengalami defisiensi insulin absolut yang diakibatkan oleh proses autoimun terhadap sel β pankreasnya. Kerusakan ini terjadi karena adanya suatu stimulus dari luar atau determinan genetik yang memungkinkan sel β pankreas dikenali sebagai benda asing. Pulau Langerhans selanjutnya diinfiltrasi oleh sel T teraktivasi yang mengarah pada pengrusakan sel β pankreas dan akhirnya menjadi insulitis (Champe dan Harvey, 1994). Hiperglikemia dan ketoasidosis merupakan ciri utama bagi orang yang mengalami diabetes tipe 1. Hiperglikemia disebabkan oleh peningkatan produksi glukosa hati diiringi dengan penurunan pemanfaatan glukosa oleh jaringan perifer. Ketosis merupakan hasil peningkatan mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak
7 dan peningkatan sintesis 3-hidroksibutirat dan asetoasetat oleh hati. Perubahan metabolik ini terjadi sebagai akibat defisiensi insulin dan berlebihnya glukagon dalam darah (Brody, 1999). Diabetes tipe 2 merupakan bentuk diabetes yang paling banyak diderita oleh masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Empat ciri gangguan metabolik pada orang yang menderita diabetes melitus tipe 2 antara lain: kegemukan, kegagalan kerja insulin, disfungsi sekresi insulin dan peningkatan pembentukan glukosa endogen (Weyer et al, 1999). Etiologi terjadinya diabetes melitus tipe 2 berawal dari faktor gen dan lingkungan (gaya hidup serta diet). Faktor tersebut dapat mengakibatkan adanya resistensi insulin. Dalam kondisi fungsi sel β pankreas normal, hiperinsulinemia akibat resistensi insulin dapat dikompensasi hingga kadar glukosa darah tetap normal. Tetapi bila fungsi sel β pankreas tidak normal, sekresi insulin akan menurun lalu terjadi hiperglikemia dan berlanjut menjadi diabetes melitus tipe 2 (Waspadji, 2003). Penyandang diabetes melitus tipe 2 seringkali terkait dengan resistensi insulin, yaitu suatu keadaan di mana kandungan insulinnya cukup banyak namun efek fisiologisnya rendah
(Lebovitz, 1999).
Resistensi insulin dapat terjadi
karena berbagai hal seperti kegagalan dalam transduksi signal, kisaran insulin yang abnormal, atau reseptor insulin yang gagal memberikan signal untuk mentranslokasikan transporter glukosa dari sitoplasma ke membran sel (Champe dan Harvey, 1994). Penyandang diabetes melitus tipe 2 kebanyakan menderita kegemukan. Kegemukan dapat diakibatkan oleh dua faktor, yaitu faktor gen dan lingkungan. Faktor gen thrifty dapat mengakibatkan peningkatan penyimpanan lemak dan menurunkan ambilan glukosa, sedangkan penyebab kegemukan akibat faktor lingkungan dapat berupa gaya hidup santai dan makan makanan dalam jumlah dan frekuensi yang banyak. Penyandang kegemukan dapat mengalami hiperinsulinemia. Hal ini terjadi karena adanya kompensasi sel β pankreas untuk mensekresi insulin secara berlebih akibat glukosa darah yang berada dalam peredaran darah masih tinggi. Walau demikian glukosa yang masuk dalam sel tetap tidak banyak. Bila
8 berlangsung lama, sel akan mengalami kekurangan glukosa sebagai sumber energinya. Guna memenuhi zat tersebut, sel melakukan glukoneogenesis. Glukoneogenesis pada jaringan lemak selain menghasilkan glukosa juga asam lemak. Bila keadaan ini terus berlanjut mengakibatkan kandungan asam lemak bebas dalam darah meningkat. Tingginya asam lemak bebas dalam darah dapat mengakibatkan penurunan ambilan glukosa oleh otot, meningkatkan produksi glukosa pada hati, dan dapat menghambat sekresi insulin oleh sel β pankreas. Penghambatan sekresi insulin oleh asam lemak bebas pada awalnya dapat dikompensasi, namun bila terus berlanjut sel β pankreas juga akan mengalami gangguan sekresi insulin. Sementara itu tingginya produksi glukosa hati dan rendahnya ambilan glukosa oleh otot akan mengakibatkan resistensi insulin. Keadaan ini bila berlangsung lama dan seiring rendahnya sekresi insulin menimbulkan kejadian hiperglikemik (Proietto et al., 1999; LeRoith dan Zick, 2001; Cefalu, 2001). Efek kegemukan terhadap patogenesis diabetes tipe 2 dapat dilihat pada Gambar 1. Faktor genetik / lingkungan
Konsumsi kalori berlebih
Hiperinsulinemia
Peningkatan Asam Lemak Bebas & Trigliserida, serta penumpukan lemak
Sel Lemak
Otot
Hati
Resistensi insulin
Resistensi insulin makin meningkat
Diabetes tipe 2
Sel β
Kompensasi sel β
Perubahan ekspresi & pensignalan gen
Penurunan sekresi insulin
Gambar 1. Efek kegemukan terhadap patogenesis diabetes melitus tipe 2 (Prentki et al., 2002)
9 2.2 Stres Oksidatif Radikal bebas adalah atom atau molekul yang elektron terluarnya tidak berpasangan, hingga menjadikannya tidak stabil dan sangat reaktif. Pada kondisi tubuh normal, radikal bebas diproduksi untuk membunuh mikroorganisme dan menghancurkan sel kanker (Nadler and Natarajan, 2000). Dalam tubuh, radikal bebas dibentuk di membran sel dan organel seperti mitokondria, peroksisom, retikulum endoplasmik dan sitosol melalui reaksi-reaksi enzimatik fisiologis dalam proses metabolisme (Madhavi et al., 1996). Radikal bebas dapat berkaitan pada atom oksigen dan nitrogen. Radikal bebas yang berkaitan dengan atom oksigen antara lain anion superoksida, hidrogen peroksida, hidroksil radikal, peroksil, dan alkoksil, sedang yang berkaitan dengan atom nitrogen adalah nitrit oksida, nitrogen dioksida, dan peroksinitrit (Fang et al., 2002). Anion superoksida adalah bentuk tereduksi molekul oksigen yang dibentuk melalui penerimaan satu elektron. Anion superoksida adalah radikal bebas pertama kali yang dibentuk dari sistem pemindahan elektron pada mitokondria. Hidrogen peroksida dibentuk melalui reaksi dismutasi anion superoksida oleh superoksida dismutase. Radikal ini bersifat sangat mudah berdifusi, namun merupakan radikal bebas paling tidak reaktif. Hidroksil radikal adalah radikal bebas yang paling reaktif. Radikal ini dibentuk melalui pemecahan ikatan kovalen hidrogen dan oksigen saat radiasi sel, homolytic fission, reaksi Fenton dan reaksi Haber Weiss. Radikal peroksil dan alkoksil dibentuk melalui dekomposisi alkil peroksida, iradiasi sinar ultra violet, dan homolisis peroksida. Nitrit oksida adalah radikal bebas dengan elektron tidak berpasangan tunggal. Radikal ini dibentuk dari L-arginin oleh NO sintase dan bukan termasuk radikal bebas reaktif. Nitrogen dioksida dibentuk dari reaksi radikal peroksil dan nitrit oksida dan merupakan radikal bebas yang mampu memulai peroksidasi lemak. Peroksinitrit adalah radikal bebas yang dibentuk dari reaksi nitrit oksida dan anion superoksida. Radikal ini berkemampuan merusak jaringan dan mengoksidasi LDL (Lee et al., 2004). Radikal bebas oksigen dalam tubuh berperan dalam proses fisiologis seperti transduksi signal, transkripsi gen, pengaturan aktivitas guanilat siklase,
10 sedang radikal nitrogen berperan dalam proses relaksasi dan proliferasi sel otot halus, adesi sel darah putih, agregasi platelet, angiogenesis, trombosis, tekanan pembuluh
darah,
hemodinamis,
serta
pada
syaraf
berperan
sebagai
neurotransmiter (Halliwell and Gutteridge, 1999, Droge, 2002). Radikal bebas juga dapat bertindak sebagai oksidan terhadap enzim yang mengandung logam, radikal bebas, dan spesies reaktif lainnya yang dapat mengakibatkan oksidasi pada biomolekul hingga mengarah pada kerusakan sel, penyakit degeneratif, hingga kematian (Fridovich, 1999; McCord, 2000). Stres oksidatif adalah suatu keadaan di mana kandungan oksidan atau radikal bebas dalam tubuh lebih banyak dibanding antioksidannya (BonnefontRousselot et al, 2000). Menurut Jakus (2000), Bonnefont-Rousselot et al. (2000), Maritim et al. (2003), Martin-Gallan et al, (2003), dan DeMattia et al. (2003) stres oksidatif dapat dialami penyandang diabetes akibat autooksidasi glukosa, induksi dan aktivasi enzim-enzim lipoksigenase, aktivasi glikasi, dan penurunan aktivitas antioksidan enzim. Saat hiperglikemik, glukosa yang berbentuk enediol mudah mengalami autooksidasi dalam suatu reaksi transisi yang diperantarai logam menjadi anion radikal enediol. Radikal ini selanjutnya diubah menjadi ketoaldehid yang dapat menghasilkan anion superoksida. Radikal ini selanjutnya berubah menjadi hidrogen peroksida dan akhirnya menjadi radikal hidroksil. Radikal hidroksil yang dihasilkan
melalui
autooksidasi
glukosa
secara
spesifik
menunjukkan
pengrusakan terhadap protein. Kondisi hiperglikemik dapat meningkatkan aktivitas dan ekspresi enzimenzim lipoksigenase. Enzim lipoksigenase dapat mengoksidasi LDL dengan mekanisme pengoksidasian asam arakidonat dan linoleat. Produk peroksidasi asam arakidonat disebut isoprostan. Isoprostan jenis 8-epi-prostaglandin (PG) F 2α menunjukkan peningkatan pada penyandang diabetes. Aktivasi enzim ini juga dapat membentuk anion superoksida (Natarajan et al., 1996; Davi et al., 1999). Saat keadaan hiperglikemia asam amino bebas dari protein dapat bereaksi dengan gula pereduksi (glukosa) melalui proses yang disebut glikasi atau reaksi Maillard. Reaksi ini diawali oleh reaksi kondensasi gula reduksi dengan asam amino bebas untuk membentuk basa Schiff. Melalui pengaturan ulang basa ini
11 akan membentuk produk Amadori. Produk ini selanjutnya terdegradasi dengan kehilangan RNH 2 menjadi α-dikarbonil (deoksiglukoson). Senyawa ini lebih reaktif dibanding gula asal dalam kemampuannya bereaksi dengan asam amino dan interaksi ini membentuk produk akhir yang disebut advanced Maillard products atau advanced glycation end products (AGEs). AGEs ini dapat membentuk anion superoksida (Yim et al., 1995; Meng et al., 1998). Pembentukan radikal bebas tubuh yang berlebih saat diabetes melitus dapat memicu penurunan kadar antioksidan enzimatik tubuh serta mengubah keseimbangan oksidan dan antioksidan tubuh. Stres oksidatif pada diabetes melitus terjadi akibat pembentukan spesies oksigen reaktif secara berlebih dan penurunan antioksidan enzimatik secara drastis (Jakus, 2000, Evans et al. 2002). Mekanisme pertahanan antioksidan enzim aktivitasnya akan mengalami penurunan saat tubuh mengalami hiperglikemia. Antioksidan ini tidak dapat bereaksi secara berantai saat hiperglikemia, hingga aktivitasnyapun menurun. Penurunan aktivitas antioksidan ini dapat juga diakibatkan oleh terhambatnya pertumbuhan sel endotelium oleh kondisi hiperglikemik. Sel endotelium yang rusak tidak dapat menghasilkan antioksidan enzim secara normal (Kashiwagi et al. 1999). Stres oksidatif yang berlebihan akan menimbulkan kematian sel. Mekanismenya dapat melalui nekrosis atau apoptosis. Nekrosis adalah proses kematian sel atau jaringan yang terjadi secara tiba-tiba atau setelah terjadi pajanan radikal bebas pada sel atau jaringan tersebut. Nekrosis dapat mengakibatkan sel mengalami kehilangan intergritas mitokondria, membran plasma, membran peroksisom, dan lisosom, pembengkakan sel dan rupture, kerusakan dan lisis sel (Halliwell and Gutteridge, 1999). Apoptosis adalah suatu proses kematian sel secara fisiologis yang dilakukan melalui suatu mekanisme rangkaian sel yang terprogram secara genetik. Apoptosis dapat dipicu oleh stres oksidatif, di samping karena adanya kerusakan DNA dan tiadanya faktor-faktor untuk kelangsungan hidup. Sel-sel yang mengalami apoptosis menunjukkan bahwa sitoplasmanya mengalami stres oksidatif. Sel yang mengalami apoptosis tidak menimbulkan kerusakan pada sel di
12 sekitarnya, karena sel tersebut tidak melakukan proses penglepasan intraselular ke ekstraselular (Sesikeran et al., 2002).
2.2.1 Stres Oksidatif dan Kerusakan Sel Stres oksidatif menurut Halliwell dan Gutteridge (1999) dapat merusak sel dengan cara mengganggu metabolisme kalsium, fragmentasi DNA, merusak bentuk dan keutuhan sel. Kandungan ion kalsium intraselular dipertahankan sangat rendah oleh enzim Ca2+ ATPase dan ion channel Ca2+. Kandungan ini akan meningkat secara perlahan untuk menghasilkan sinyal metabolik sebagai respons terhadap beberapa hormon. Radikal bebas dapat mengganggu atau merusak aktivitas enzim Ca2+ ATPase yang mengandung gugus sulfhidril (-SH). Enzim ini di dalam sel berfungsi sebagai pengendali konsentrasi ion Ca2+ dalam sel. Dengan adanya radikal bebas, aktivitas enzim ini menjadi inaktif hingga pengendalian konsentrasi Ca2+ terganggu. Ion Ca2+ yang berada di dalam mitokondria dan retikulum endoplasmik akan mengalami efluks ke dalam sitosol namun ion ini tidak bisa keluar dari sel. Akibatnya kadar Ca2+ sitosol meningkat dan dapat meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang tergantung pada konsentrasi Ca2+ yaitu: protease, fosfolipase dan endonuklease. Ion channel Ca2+ adalah suatu protein yang berfungsi menjaga kadar Ca2+ dalam intraselular tetap rendah. Saat sel mengalami stres oksidatif, komponen protein channel ini menjadi berubah atau rusak hingga kadar Ca2+ dalam sel dapat menjadi meningkat. Tingginya kadar Ca2+ dalam sel dapat mengaktifkan enzimenzim yang tergantung pada Ca2+ seperti fosfolipase, endonuklease, dan protease. Teraktivasinya enzim tersebut dapat merusak integritas sitoplasma sehingga sel akan mengalami kematian. Kerusakan sel dapat juga diakibatkan oleh terfragmentasinya DNA sel. Hal ini terjadi karena rantai utama DNA dipotong endonuklease yang teraktivitasi oleh tingginya kadar Ca2+. Fragmentasi juga dapat diakibatkan oleh reaksi antara radikal hidroksil (OH*) dengan DNA yang berikatan dengan Fe2+. Ion Fe2+ ini didapat dalam sel ketika sel mengalami stres oksidatif. Fragmentasi DNA yang berlebihan baik karena enzim endonuklease maupun radikal hidroksil dapat mengaktifkan enzim poli (ADP-ribosa) sintetase. Jika banyak untaian DNA yang
13 rusak, enzim ini akan menggunakan NAD+ sebagai substrat dalam jumlah besar sehingga metabolisme sel terganggu dan bahkan terhenti hingga sel menjadi mati. Sitoskeleton, molekul adesi, dan penghubung antar sel merupakan komponen protein yang memiliki gugus thiol (-SH). Komponen ini dalam sel berfungsi sebagai penentu bentuk dan keutuhan sel. Apabila gugus ini teroksidasi oleh radikal bebas maka akan menimbulkan kerusakan dan lepasnya sel endotelium dari sel tetangganya atau dari matriks ekstraselular. Matriks ekstraselular sel terdiri dari komponen protein yang berupa serabut dan cairan viscous. Komponen ini berinteraksi dengan sel endotelium untuk mengatur perlekatan, migrasi, dan proliferasi sel endotelium. Apabila komponen ini teroksidasi oleh radikal bebas berakibat sel mengalami kerusakan dan terjadi penglepasan sel endotelium. Sedangkan membran basalis sebagai tempat perlekatan sel endotelium yang terdiri dari protein serabut kolagen dengan adanya radikal bebas akan mengalami kekakuan hingga sel endotelium pun terlepas. Oksidasi radikal bebas terhadap gugus tiol juga dapat mengakibatkan blebbing (pelepuhan) yaitu perubahan bentuk sel endotelium menjadi lebih bulat. Jika proses pelepuhan lebih parah, tonjolan sel akan mengalami rupture dan terbentuk lubang pada membran sehingga sel akan mati. Selain akibat oksidasi terhadap gugus tiol pelepuhan juga dapat diakibatkan oleh enzim protease yang teraktivasi oleh tingginya kadar Ca2+ dalam sitoplasma.
2.2.2 Stres Oksidatif dan Membran Sel Komponen utama penyusun membran sel adalah lemak dan protein. Kedua komponen ini menurut Halliwell dan Gutteridge (1999) dalam kondisi stres oksidatif akan mengalami kerusakan hingga sel menjadi mati. Kerusakan ini dipicu adanya reaksi oksidasi oleh radikal bebas. Asam lemak rantai panjang tak jenuh dari fosfolipid membran sel sangat peka terhadap keberadaan radikal bebas hingga mengalami peroksidasi. Peroksidasi lemak pada membran sel ini dapat mengakibatkan membran mengalami perubahan permeabilitas. Radikal bebas yang bersifat reaktif dapat menarik atom hidrogen asam lemak tidak jenuh rantai panjang dari membran sel. Senyawa karbon yang atom hidrogennya dikurangi memiliki elektron yang tidak berpasangan dan menjadi
14 radikal bebas. Radikal hidroksil merupakan salah satu radikal bebas yang dapat mengawali peroksidasi lemak. C-H + OH*
C* + H 2 O
Ketika radikal C* terbentuk pada bagian hidrofob membran sel, akan memudahkan terjadi reaksi antara radikal ini dengan O 2 yang terlarut dalam membran. Lipid* + O 2
Lipid-O 2 * (radikal peroksil)
Radikal peroksil yang terbentuk ini bersifat sangat reaktif dan dapat mengoksidasi rantai asam lemak panjang tidak jenuh lainnya yang berdekatan. Lipid-O 2 * + Lipid-H
Lipid-O 2 H + Lipid*
Reaksi-reaksi di atas akan berulang kembali dan keseluruhan proses tersebut bersambung dalam reaksi berantai radikal bebas hingga sel menjadi rusak dan mati. Protein juga merupakan komponen penyusun membran sel. Komponen ini berada di bagian dalam dan luar membran. Radikal bebas dapat merusak komponen ini melalui reaksinya dengan asam amino penyusun protein yang mengandung gugus sulfhidril (-SH). Pembentukan ikatan disulfida akibat reaksi ini akan menimbulkan ikatan antar molekul protein secara silang hingga protein mengalami agregasi atau depolarisasi. Akibatnya protein menjadi kaku dan kehilangan fungsi sebagai kanal ion maupun pompa ion. Hilangnya fungsi ini memudahkan sel menjadi rusak dan mati.
2.2.3 Sistem Proteksi terhadap Radikal Bebas Terbentuknya radikal bebas tidak akan menyebabkan kerusakan atau mengganggu proses fisiologis tubuh apabila sistem proteksi enzimatik dalam sel (Free radical scavenger) dan sistem proteksi non-enzimatik (antioksidan) cukup untuk menghambat terjadinya reaksi propagasi radikal bebas dan dapat mendetoksifikasi radikal bebas yang terbentuk. Mekanisme penghambatan aktivitas radikal bebas oleh antioksidan menurut Widodo et al. (1995) dapat berupa: 1. bekerja sebagai pengganti enzim antioksidan yang telah habis, 2. bekerja dengan mengintervensi reaksi radikal bebas, dan 3. mematahkan reaksi rantai pada reaksi radikal bebas. Sementara itu
15 Lee et al. (2004) menjelaskan bahwa antioksidan mampu mencegah kereaktifan radikal bebas melalui tiga mekanisme: 1. pendonoran hidrogen, 2. pengkelasian logam, dan 3. quencher oksigen singlet. Antioksidan-antioksidan pendonor hidrogen berperan menurunkan kereaktifan radikal bebas dengan memberikan hidrogennya pada radikal bebas. Antioksidan jenis pengkelat logam dapat mencegah pemercepatan tahap pemulaan oksidasi lemak, pembentukan oksigen tunggal, radikal alkoksil, radikal peroksil, dan radikal hidroksil dengan pembentukan ion kompleks dan senyawa koordinasi dengan logam. Antioksidan quencher oksigen singlet berkemampuan mencegah pembentukan produk teroksidasi melalui perubahan oksigen singlet menjadi oksigen triplet dengan pemindahan energi atau muatan tanpa pembentukan produk antara atau terlibat dalam pembentukan produk antara. Enzim-enzim
antioksidan
seperti
Superoxide
dismutase
(SOD),
Glutathione peroxidase (GSH-Px) dan Catalase (CAT) berperan sebagai pertahanan antar sel dalam tubuh.
Enzim-enzim ini mampu menurunkan
kereaktifan radikal bebas melalui pendekomposisian spesies oksigen reaktif. SOD mengubah radikal superoksida menjadi hidrogen peroksida, GSH-Px mereduksi hidrogen peroksida menjadi air dan katalase mendetoksifikasi hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen (Jakus, 2000, Nadler and Natarajan, 2000, Nedeljkovic et al., 2003). Secara ringkas sistem detoksifikasi radikal bebas oleh enzim antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2. eO2
O2 -
O2 -
O2
O2 -
H2 O2
H+
O2 .
OH
H2 O
SOD H2 O + O2 CAT
2H 2 O GSH-Px
Gambar 2. Sistem detoksifikasi radikal bebas oleh enzim antioksidan
Sistem proteksi non enzimatik terhadap radikal bebas dapat meliputi vitamin C, vitamin E, karotenoid, dan polifenol. Vitamin C dapat bertindak
16 sebagai antioksidan dengan cara menyumbangkan atom hidrogennya ke radikal bebas dan quenching oksigen singlet. Vitamin E dapat bertindak sebagai antioksidan melalui pendonoran atom hidrogen dari gugus hidroksil pada cincin kromanol dan scavenger radikal bebas. Karotenoid bertindak sebagai antioksidan karena kemampuannya sebagai quencher terhadap radikal bebas. Sementara itu polifenol dapat bersifat sebagai antioksidan karena kemampuannya mendonorkan atom hidrogen, scavenger radikal bebas, dan pengkelat ion logam (Desphande et al., 1996; Lee et al., 2004). Polifenol dapat bersifat sebagai antioksidan dijelaskan oleh Rice-Evans et al. (1997) karena senyawa ini mempunyai sifat pereduksi yakni agen pendonor atau
penyumbang
hidrogen.
Lebih
lanjut
ditegaskan
bahwa
aktivitas
antioksidannya sangat ditentukan oleh: reaktivitasnya sebagai agen pendonor hidrogen (kaitannya dengan potensial reduksi), reaktivitasnya dengan antioksidan yang lain, potensial transisi pengkelat logam, dan kemampuannya untuk menstabilisasi dan mendelokalisasi elektron tak berpasangan. Polifenol mempunyai struktur kimia yang ideal dalam kaitannya sebagai scavenger radikal. Hal ini dapat dilihat dari uji interaksi, laju konstanta reaksi, dan stabilitas radikal polifenol dengan radikal hidroksil (OH*), azida (N 3 *), anion superoksida (*O 2 -), dan lipid peroksil (LOO*) dibanding vitamin E dan C. Potensi polifenol sebagai antioksidan dapat juga diamati dari kecenderungan senyawa ini untuk mengkelat logam terutama besi dan tembaga, sehingga dapat menghambat pembentukan radikal bebas yang dikatalis oleh logam (Rice-Evans et al., 1997).
2.3 Sel Endotelium 2.3.1 Struktur dan Fungsi Sel endotelium adalah selapis sel epitel yang berbentuk poligonal dan berasal dari mesoderm. Sel ini terletak di bagian intima pembuluh darah dan melekat pada membran basalis. Sel endotelium mempunyai sebuah inti dengan panjang 5-25 µm dan tebal 3 µm. Sel ini memanjang seiring dengan aliran darah. Pada hubungan antar sel endotelium terdapat bagian yang overlapping untuk membantu perlekatan pada pembuluh darah. Pada kondisi fisiologis sel ini merupakan pembatas intima dan media pembuluh darah dari pengaruh fisik
17 komponen darah. Pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg, sel ini meliputi area seluas 700 m2 dengan berat 11,5 kg (Haller, 1997). Sel endotelium merupakan bagian yang sangat penting tidak saja sebagai sistem pembatas namun juga sebagai tempat beberapa reseptor dan angiogenesis. Sel ini juga berfungsi menghasilkan berbagai mediator yang berperan terhadap viskositas, kontraktilitas pembuluh darah, proliferasi sel otot polos dan interaksi elemen darah dengan dinding pembuluh darah. Sel endotelium yang sehat akan bersifat anti adesi dan anti trombosis serta berperan terhadap mengalirnya (fluiditas) aliran darah (Nystrom, 2005). Fungsi sel endotelium tersebut dapat berlangsung karena adanya substansi yang disekresikan oleh sel endotelium ke darah dan otot halus. Substansi itu ada dua golongan besar yaitu Endothelium Derived Relaxing Factors (EDRF) yang terdiri atas NO (nitrit oksida), prostasiklin (PGI 2 ), dan faktor relaksasi hiperpolarisasi, dan Endothelium Derived Contracting Factors (EDCF) yang terdiri atas endotelin-I (ET-I), tromboksan A, prostaglandin, dan angiotensin II (Haller 1997). Interaksi sel endotelium dan darah tidak hanya melibatkan interaksi komponen darah dengan sel, namun juga berperan terhadap aliran darah. Hal ini menjadikan sel endotelium bertanggung jawab terhadap pengaturan secara akut dan adaptasi secara kronis pembuluh darah. Pengaturan pembuluh darah secara akut sel endotelium ditandai dengan dihasilkannya faktor-faktor vasodilator, seperti nitrit oksida (NO), endothelium derived hyperpolarization factor (EDHF) dan prostaglandin (PGI 2 /PGE 2 ). Sel ini juga mampu menginduksi vasokonstriktor yaitu endothelin-1 (ET-1) (deVriese et al. 2000). NO adalah senyawa yang dihasilkan sel endotelium yang berperan dalam pengaturan pembuluh darah. NO dihasilkan melalui aktivitas NO sintase (NOS) yang
menginduksi
vasodilatasi,
peningkatan
aliran
darah,
hipotensi,
penghambatan agregasi dan adesi platelet, dan penurun proliferasi otot polos. NO dihasilkan eNOS dikenal sebagai senyawa aktif yang berperan dalam pencegahan aterosklerosis (Schmitt and Dirsch, 2009). NO dihasilkan melalui pengubahan L-arginin oleh NOS menjadi L-sitrulin dengan keberadaan oksigen dan kofaktor. Kofaktor yang terlibat dalam reaksi
18 tersebut antara lain: calmodulin, tetrahidrobiopterin (BH4), NADPH tereduksi, heme, FAD, dan FMN. Peningkatan konsentrasi Ca2+, fosforilasi Ser1177/1179 dari fosfatidilinositol-3 (PI-3) kinase dan Ser/Thr protein kinase Akt dapat mengaktifkan NOS. Produksi NO sangat tergantung pada ketersediaan L-arginin. L-Arginin di dalam sel dihasilkan dari L-sitrulin melalui aktivitas arginosuksinat sintase dan arginosuksinat liase (deVriese et al. 2000). NO dilepaskan dari sel endotelium dalam merespons keberadaan senyawa kimia (asetilkolin [ACh], bradikinin [BK] atau ionofor Ca2+) dan tekanan fisik (tegangan geser, aliran darah) yang menghasilan vasodilatasi, menurunkan tekanan pembuluh darah, tekanan darah, menghambat agregasi dan adesi platelet, menghambat adesi dan migrasi leukosit, dan menurunkan proliferasi otot polos hingga pada akhirnya mencegah aterosklerosis. Fungsi NO ini dimediasi oleh cyclic-Guanylate Monophosophate (cGMP) yang disintesis soluble guanylyl cyclase, yaitu suatu enzim yang mengandung heme (deVriese et al. 2000). Produksi NO dalam pembuluh darah sangat tergantung pada aktivitas eNOS. Enzim ini dapat diregulasi oleh senyawa aktif, seperti polifenol, dalam beberapa mekanisme, yaitu: (1) ekspresi gen eNOS, melalui mekanisme epigenetik, yaitu metilasi promoter eNOS dan deasetilasi histon, (2) modifikasi post translasi, fosforilasi eNOS adalah mekanisme utama dalam regulasi aktivitas eNOS, seperti terfosforilasinya Ser1177 akan meningkatkan aktivitas eNOS melalui masuknya elektron dalam enzim. Fosforilasi ini dikatalisis oleh protein kinase B (Akt), (3) interaksi protein-protein, calmodulin (CaM) adalah protein yang pertama kali diketahui berinteraksi dengan eNOS. Interaksi ini akan meningkatkan masuknya elektron dalam enzim dan selanjutnya meningkatkan aktivitas eNOS, (4) ketersediaan substrat, L-arginin adalah substrat utama bagi eNOS untuk menghasilkan NO. L-arginin dapat dihasilkan melalui daur ulang Lsitrulin melalui aktivitas arginosuksinat sintase, (5) inaktivasi NO oleh anion superoksida dan aktivitas eNOS yang tidak normal, anion superoksida mempunyai reaktivitas yang tinggi terhadap NO, sehingga ketersediaan NO menjadi rendah. Aktivitas eNOS yang tidak normal akan menghasilkan anion superoksida (Schmitt and Dirsch, 2009).
19 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa polifenol pada anggur, teh hijau dan hitam, cokelat, kedelai, dan buah delima dapat meningkatkan modulasi eNOS untuk menghasilkan NO. Dalam penelitian tersebut diungkapkan bahwa polifenol dapat meningkatkan ketersediaan NO melalui peningkatan ekspresi eNOS, peningkatan ikatan CaM terhadap eNOS, peningkatan konsentrasi Ca2+ yang mendorong pada fosforilasi eNOS pada Ser1177 melalui lintassan fosfatidilinositol3-kinase (PI-3K)/Akt, dan menurunkan kadar anion superoksida.
2.3.2 Disfungsi Sel Endotelium Sel endotelium
pada
pembuluh
darah
mudah
mengalami
stres
hemodinamis yaitu tekanan akibat aliran, tekanan, dan viskositas darah. Apabila kondisi hemodinamis berubah, seperti hiperglikemia, maka fungsi sel endotelium sebagai pengendali perlintasan larutan, makromolekul ataupun sel darah ke dalam pembuluh darah akan berubah pula. Stres hemodinamis yang ringan dan sesaat masih memungkinkan sel endotelium tidak kehilangan fungsi utamanya melalui reendotelisasi, namun bila berlangsung lama dan berat sel endotelium akan kehilangan fungsinya (Drenckhahn and Ness, 1997). Sel endotelium dapat menghasilkan granul membran protein 140 kDA (GMP-140) yang dapat mengikat neutrofil dan monosit, sehingga bila sel endotelium teraktivasi dengan cepat terjadi translokasi neutrofil dan monosit ke dalam membran. Setelah monosit menempel pada endotelium, segera monosit melanjutkan migrasinya ke lapisan intima. Proses migrasi monosit sangat berkaitan dengan adanya monocyte chemoatractant protein-1 (MCP-1) yang dihasilkan oleh sel endotelium, otot polos dan makrofag. Masuknya monosit ke dalam dinding
arteri merupakan
hal
yang
berguna dalam
membantu
menghilangkan endapan yang terbentuk. Pembersihan dilakukan oleh sel makrofag yang berasal dari modifikasi monosit. Namun bila prosesnya berjalan kronis, maka proses pengambilan monosit oleh lapisan endotelium arteri ini dapat merusak (Ross, 1999, Nystrom, 2005). Disfungsi endotelium adalah suatu keadaan di mana produksi faktor vasodilator tidak seimbang dengan faktor vasokontriksi. Faktor vasodilator antara lain nitrit oksida, prostasiklin dan endothelial derived hyperpolarizing factor
20 (EDHF) dan faktor vasokontriksi adalah endotel-1, angiotensin II dan prostaglandin. Ketidak-seimbangan kedua faktor ini akan mengarah pada kondisi pro-aterogenesis (Eckel et al., 2002, Suryadipraja, 2003, Fonseca et al., 2004, Nystrom, 2005). Disfungsi sel endotelium dapat disebabkan oleh kerusakan morfologi atau struktur sebagai akibat terjadinya disintegrasi sel dan gangguan fungsi walau sel tidak mengalami disintegrasi. Kerusakan struktur dapat terjadi akibat aktivitas beberapa enzim proteolitik yang menyebabkan pecahnya matriks molekul adesi dan akibatnya sel endotelium menjadi terlepas. Terjadinya disfungsi endotelium merupakan awal pembentukan plak ateroma yang ditandai dengan meningkatnya adesi monosit pada endotelium arteri yang dipicu oleh intracellular adhesion molecul-1 (ICAM-1) yang juga akan menarik neutrofil dan monosit. Sel endotelium saat kondisi hiperglikemia atau diabetes dapat rusak karena adanya faktor-faktor sirkulasi seperti tingginya asam lemak bebas, lipoprotein, turunan glikasi dan oksidasi (Eckel et al., 2002, Nystrom, 2005). Sel endotelium pada kondisi hiperglikemik akan mengalami disfungsi akibat
peningkatan
permeabilitas
dan
penurunan
vasorelaksan.
Kondisi
hiperglikemik dapat memicu pengaktifan protein kinase C (PKC) yang berada dalam sitoplasma sel endotelium. Teraktivasinya enzim ini akan mengaktifkan interaksi aktin dan miosin hingga terjadi permeabilitas atau kontraksi sel (Haller, 1997). Sowers and Lester (1999) menjelaskan bahwa saat hiperglikemia produksi vasorelaksan menurun hingga sel endotelium mengalami kontraksi. Ada beberapa mekanisme penyebab disfungsi sel endotelium pada diabetes melitus, yaitu: penurunan produksi satu di antara EDRF, peningkatan inaktivasi EDRF, kegagalan difusi EDRF ke sel otot polos, penurunan respons otot polos terhadap EDRF dan peningkatan endhothelium-derived contracting factor (EDCF). Mekanisme disfungsi sel endotelium pada kondisi diabetes melitus secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 3.
21
Gambar 3. Mekanisme disfungsi sel endotelium akibat diabetes (deVriese et al. 2000) Gambar 3 menunjukkan keadaan hiperglikemia dapat mengakibatkan keadaan disfungsi sel endotelium. Ada enam faktor yang menyebabkan kondisi ini muncul saat diabetes melitus. Pertama, hiperglikemik mengakibatkan perubahan konformasi membran sel endotelium dan reseptor, sehingga sel endotelium kurang sensitif terhadap keberadaan agonis. Kedua, hiperglikemik menurunkan produksi EDRF dan meningkatkan produksi EDCF yang berakibat pembuluh darah dominan mengalami kontraksi. Ketiga, hiperglikemik menghambat difusi EDHF sehingga efflux K+ terhambat dan konsentrasi Ca2+ menjadi tinggi yang berakibat pembuluh darah menjadi tegang. Keempat, hiperglikemik menghambat kerja ion K+ channel yang mengakibatkan konsentrasi K+ dalam sitosol otot polos tetap tinggi dan berakibat otot polos tegang. Kelima, anion superoksida yang dihasilkan kondisi hiperglikemia berinteraksi dengan PGI 2 dan berakibat bioaktivitasnya untuk
vasorelaksasi
menurun.
Keenam,
hiperglikemik
meningkatkan
vasoconstriction substances, seperti turunan prostaglandin yang berakibat pembuluh darah mengalami konstraksi (deVriese et al. 2000). Disfungsi sel endotelium dapat juga diakibatkan oleh degradasi NO dan stres oksidatif. NO yang disintesis melalui NOS atau dari donor NO secara non enzimatis akan diinaktivasi secara cepat melalui oksidasi menjadi nitrit atau nitrat. Ketidakcukupan BH 4 juga berperan pada terjadinya disfungsi ini, karena aktivitas NOS menjadi tidak normal
yang berakibat menghasilkan anion superoksida
22 menggantikan NO. Anion superoksida dapat bereaksi dengan NO membentuk peroksinitrit, yaitu salah satu spesies oksigen reaktif yang sangat toksik. Radikal ini dapat secara efektif dibersihkan oleh SOD dan katalase. 2.4 Florotanin Polifenol adalah salah satu fitokimia yang banyak tersebar di alam ini dan ada sekitar 8000 strukturnya yang telah diketahui. Mulai dari yang berupa fenol sederhana hingga tanin yang berberat molekul lebih dari 30 kDa. Senyawa ini bila dikonsumsi dapat mencegah penyakit akibat radikal bebas. Senyawa ini mampu menurunkan kejadian penyakit tersebut karena sifatnya yang mudah mendonorkan atom hidrogennya pada radikal bebas (King, 1999; Chung et al., 1998; Lee et al., 2004). Tanin adalah salah satu polifenol yang banyak terkandung dalam tanaman. Senyawa ini terdiri dari tanin terkondensasi, tanin terhidrolisis dan florotanin. Tanin terkondensasi disusun oleh oligomer dan polimer flavonols, sedang tanin hidrolisat tersusun oleh asam galat dan elagat. Tanin terhidrolisis dalam pangan manusia hampir dapat dikatakan jarang dijumpai dibanding tanin terkondensasi (Cheynier, 1999; Chung et al. 1998, Quideau et al., 2011). Florotanin adalah sejenis tanin yang berbeda dengan tanin yang terdapat pada tanaman darat. Tanin ini terdapat pada rumput laut coklat. Senyawa ini dalam rumput laut coklat dapat mencapai 25 % berat kering. Tanin ini tersusun atas polimerisasi floroglusinol (1,3,5-trihidroksibensen). Berdasar stuktur ikatan antar floroglusinol, florotanin dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu: 1. florotanin yang terbentuk dengan ikatan eter, 2. florotanin yang terbentuk dengan ikatan fenil, 3. florotanin yang terbentuk dengan ikatan eter dan fenil, dan 4. florotanin yang terbentuk dengan ikatan dibenzodioksin. (Singh and Bharate, 2006). Rumus bangun floroglusinol dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 4.
23 OH
OH
OH
OH
OH
OH
HO
HO
OH O
HO
OH
HO
HO
OH
Bifuhalol
OH
Difukol
O
HO
OH HO O
Floroglusinol
HO
HO
HO
O
OH
OH
OH
O
OH
OH
HO
Eckol
Fukofloretol
Gambar 4. Rumus bangun floroglusinol dan turunannya Florotanin dalam rumput laut coklat terdapat dalam organel sel yang disebut physodes. Organel ini terdapat dalam sitoplasma dan berbentuk lingkaran atau elips. Organel ini mudah berpindah-pindah dan mampu memantulkan cahaya. Saat physodes bergerak dan berfusi ke dalam membran sel, florotanin akan disekresikan ke membran sel. Florotanin yang tersekresi itu selanjutnya akan membentuk ikatan kompleks dengan asam alginat. Asam alginat adalah salah satu komponen utama membran sel rumput laut coklat selain alginat dan fukan (Ogino C, 1962; Shibata et al. 2004; Koivikko et al., 2005). Florotanin merupakan senyawa yang berwarna coklat kekuning-kuningan. Senyawa ini akan terlihat coklat gelap bila ditempatkan di udara bebas dan memberikan warna merah bila direaksikan dengan asam klorida. Senyawa ini bersifat higroskopis, pereduksi kuat dan mudah larut dalam pelarut polar (Ogino C, 1962; Pavia et al., 2002). Kelarutan florotanin dalam berbagai pelarut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kelarutan florotanin dalam berbagai pelarut No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pelarut Air Metanol Etanol Kloroform Eter
Polaritas (P’)
Kelarutan
10,2 5,1 4,3 4,1 2,8
Larut Larut Larut Tidak larut Tidak larut
Sumber: Ogino C (1962) Beberapa peneliti telah berhasil mengekstrak dan mengisolasi florotanin dari beberapa spesies rumput laut coklat. Nagayama et al. (2002) telah mengekstraksi florotanin dari Eisenia bicyclis. Tepung rumput laut coklat ini diekstrak dengan metanol (1:3;b/v) dalam erlenmeyer sambil digoyang dengan
24 kecepatan 90 rpm selama 48 jam. Selanjutnya disaring dan dipekatkan dengan rotavapor. Ekstrak pekat selanjutnya ditambah metanol 240 mL, kloroform 480 mL, dan air bebas ion 180 mL. Setelah penambahan pelarut polar dan non-polar tersebut, lapisan bagian atasnya dipisahkan dan diekstrak dengan etil asetat 300 mL 2 kali. Ekstrak ini selanjutnya dipekatkan dengan rotavapor dan dinyatakan sebagai florotanin kasar. Sementara itu Wei et al. (2003) telah mendapatkan florotanin berberat molekul besar dari S. kjelmanianum. Rumput laut ini yang telah ditepungkan diekstrak dengan etanol 85% (1:2; b/v) sambil digoyang selama semalam di dalam ruang gelap. Selanjutnya disaring untuk mendapatkan larutan coklat gelap. Larutan selanjutnya dipekatkan dengan rotavapor dan pekatan yang dihasilkan dicuci kloroform 3 kali dan dilanjutkan dengan eter 3 kali. Lapisan aqueous didialisis dengan akuabides selama semalam dalam ruang gelap bersuhu 4oC. Selama dialisis akuabides diganti 3 kali. Dialisat selanjutnya dipekatkan dengan rotavapor. Dialisat pekat selanjutnya dielusi dalam kromatografi kolom dengan toluen, aseton, dan aseton-metanol (1:2; v/v). Eluat aseton-metanol dinyatakan sebagai florotanin berberat molekul besar. Okada et al. (2004) telah mengisolasi turunan florotanin yaitu eckol dan dieckol dari Eisenia kurome. Rumput laut coklat ini sebelumnya direfluks metanol (1:18;b/v) selama 3 jam dan 3 kali. Setelah metanol diuapkan, ekstrak selanjutnya difraksinasi dalam kolom kromatografi dengan eluen air, metanol, aseton, dan etil asetat. Fraksi metanol difraksinasi lagi dengan metanol aquoeus, metanol, dan aseton untuk menghasilkan fraksi 1-10. Fraksi 4 selanjutnya difraksinasi dengan metanol untuk mendapatkan fraksi 11-14. Fraksi 13 selanjutnya dielusi dengan nbutanol-n-propanol-H 2 O (4:1:5; v/v/v) untuk menghasilkan fraksi 15-23. Akhirnya fraksi 21 teridentifikasi sebagai dieckol dan fraksi 22 sebagai eckol. Berdasarkan pada strukturnya florotanin dapat berfungsi sebagai antioksidan. Beberapa penelitian menunjukkan senyawa ini mampu menunjukkan aktivitasnya sebagai antioksidan. Yan et al. (1998) mendapati bahwa aktivitas scavenger florotanin yang didapat dari S. kjelmanianum lebih kuat dibanding vitamin E. Sementara itu Lim et al. (2002) mendapatkan bahwa florotanin yang diperoleh dari S. siliquastrum mampu menghambat aktivitas anion superoksida
25 dan hidroksil radikal, sedang Kang et al. (2004) menunjukkan bahwa florotanin dari rumput laut coklat spesies Ecklonia stolonifera mampu menghambat pembentukan spesies oksigen reaktif. Lebih lanjut Mori et al. (2003) menunjukkan bahwa florotanin yang didapat dari rumput laut coklat mampu menghambat peroksidasi lemak. Hal serupa dilaporkan oleh Wei et al. (2003) bahwa florotanin dari S. kjelmanianum yang berberat molekul besar juga mampu menghambat peroksidasi lemak. Okada et al. (2004) menyatakan florotanin yang didapat dari Eisenia bicyclis potensial untuk mencegah terjadinya komplikasi diabetes yakni dengan menghambat pembentukan Advanced Glycation End Products (AGEs) yaitu suatu radikal bebas yang dibentuk saat kondisi tubuh mengalami hiperglikemia atau diabetes. Mekanisme aktivitas antioksidan florotanin dapat berupa donor hidrogen (proton), pengkelat logam dan peningkat aktivitas antioksidan enzim. Beberapa peneliti telah menunjukkan aktivitas tersebut antara lain: Nakai et al. (2006) memperlihatkan florotanin mempunyai kemampuan membersihkan anion superoksida lima kali lebih kuat dibanding katekin dan kekuatannya ini sangat tergantung pada oligomerisasi penyusun florotanin, Ahn et al. (2007) menunjukkan florotanin E. cava adalah senyawa kaya elektron yang cenderung memasuki reaksi donasi elektron yang sangat efisien, Rastian et al. (2007) memperlihatkan struktur dan keberadaan gugus hidroksil florotanin berperan dalam fungsinya sebagai senyawa antioksidan. Ye et al. (2009) memperlihatkan florotanin dari S. pallidum dapat berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam mendonorkan protonnya dan Li et al. (2009) menyatakan jumlah gugus hidroksil pada florotanin adalah yang paling bertanggung jawab terhadap efektivitas aktivitas penurunan reaktivitas radikal bebas. Santoso et al. (2004) memperlihatkan ekstrak metanol S. polycystum mampu menghambat oksidasi minyak ikan yang diinduksi Fe2+ dengan kapasitas pengikatan pada logam tersebut sekitar 60%, hal ini dimungkinkan karena banyaknya gugus hidroksil yang terdapat pada florotanin. Florotanin S. pallidum menunjukkan aktivitas antioksidan dengan menghambat permulaan oksidasi lemak melalui pembentukan ion kompleks terhadap ion Fe2+ (Ye et al., 2009). Sementara itu Lee at al. (2010b) menyatakan florotanin dapat meningkatkan
26 aktivitas antioksidan enzim dengan terlebih dahulu menurunkan aktivitas radikal bebas hingga gugus sulfhidril asam amino enzim tidak teroksidasi. Kang et al. (2006) berpendapat florotanin dapat melindungi fungsi antioksidan enzim akibat radikal bebas dengan meningkatkan fosforilasi ERK.
3 BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan Laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya. Penelitian dilaksanakan mulai April 2008 – Agustus 2010.
3.2 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri empat bagian yaitu: (1) aktivitas antioksidan dan elusidasi struktur, (2) toksisitas akut, (3) uji stres oksidatif, dan (4) uji disfungsi sel endotelium aorta. Uji aktivitas antioksidan dan elusidasi struktur ekstrak terdiri dari: rendemen, kadar florotanin, aktivitas antioksidan, dan elusidasi struktur. Uji toksisitas akut ekstrak terpilih dilakukan pada mencit strain BALB/c dengan mengamati berat badan, lethal doses 50% (LD 50 ), dan histopatologi hati dan ginjal. Uji stres oksidatif dan disfungsi sel endotelium aorta dilakukan pada tikus diabetes melitus. Uji stres oksidatif berupa pengamatan berat badan, glukosa darah, hemoglobin A 1c , superoksida dismutase (SOD), Cu,Zn-SOD, katalase, dan glutation peroksidase (GSH-Px), dan uji disfungsi sel endotelium aorta berupa pengamatan vasorelaksasi, kepekaan reseptor sel endotelium aorta (ED 50 ), dan rasio sel endotelium aorta.
3.3 Aktivitas antioksidan dan Elusidasi struktur 3.3.1Bahan Bahan yang digunakan pada tahap ini adalah rumput laut coklat (S. echinocarpum), etanol p.a., metanol p.a., aseton 70%, etanol 80%, metanol 80%, akuades, 50% H 2 SO 4 , EDTA, TCA, TBA, 1,1-difenil-2-pikrilhidrasil (DPPH), tokoferol, floroglusinol, sodium karbonat dan reagen Folin-Ciocalteu. Alat yang digunakan adalah blender, shaker, rotary evaporator, freeze dryer, jarum sonde, kandang pemeliharaan hewan uji, corong pemisah, kolom kromatografi, tabung
28 KLT, water bath, sentrifus, spektrofotometer, dan high performance liquid chromatography-electrospray ionization- time of flight-mass spectra (HPLC-ESITOF-MS). 3.3.2 Metode Ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) diperoleh menurut metode Koivikko et al. (2005) yakni ekstraksi, sentrifugasi, evaporasi, dan pengeringan. Rumput laut coklat yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perairan pulau Talango, Madura. Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut: etanol p.a., aseton 70%, metanol p.a., etanol 80%, metanol 80%, dan akuades. Ekstraksi rumput laut coklat (S. echinocarpum) dan pengujian ekstraknya dapat dilihat pada Gambar 5. S. echinocarpum
Dimaserasi etanol p.a., metanol p.a., aseton 70%, metanol 80%, etanol 80%, dan akuades; (1/4:b/v); 4oC, dan 24 jam Disaring
residu Dimaserasi etanol p.a., metanol p.a., aseton 70%, metanol 80%, etanol 80%, dan akuades; (1/4:b/v); 4oC, dan 24 jam
Filtrat Disentrifus 1145 g selama 20 menit
pelet
Disaring
residu Dimaserasi etanol p.a., metanol p.a., aseton 70%, metanol 80%, etanol 80%, dan akuades; (1/4:b/v); 4oC, dan 24 jam
Filtrat Supernatan Disentrifus 1145 g selama 20 menit
pelet
Supernatan
Digabung dan dipekatkan
EKSTRAK TERPILIH
Filtrat
Disentrifus 1145 g, 20 menit
Dikering bekukan
EKSTRAK
Disaring
Supernatan
Uji : Rendemen, Florotanin, dan Aktivitas Antioksidan Uji : Elusidasi Senyawa Aktif dan Toksisitas Akut
Gambar 5. Bagan alir ekstraksi dan pengujian ekstrak
29 3.3.3 Rendemen Rendemen ditentukan berdasar nisbah antara berat ekstrak dan tepung kering S. echinocarpum dan dinyatakan sebagai persen. 3.3.4 Florotanin (Koivikko et al. 2005) Ekstrak sebanyak 2 gram dimaserasi dengan etanol 85% (1:2) pada ruang gelap selama 8 jam, lalu 0,05 mL ekstrak dilarutkan dalam 4,95 mL H 2 O, kemudian 1 mL campuran dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi ditambah 1 mL reagen Folin-Ciocalteu dan 2 mL 20% Na 2 CO 3 , lalu dibiarkan berdiri tegak selama 3 menit. Setelah itu larutan dalam tabung reaksi diinkubasi pada ruang gelap dan suhu ruangan selama 45 menit, lalu disentrifus selama 5 menit pada 448 g. Supernatan diambil dan segera dibaca serapannya pada λ 730 nm. Sebagai standar digunakan floroglusinol. Kadar florotanin dinyatakan dengan setara mg floroglusinol tiap g ekstrak. 3.3.5 Aktivitas antioksidan (Sanchez-Moreno et al. 1998) Ekstrak 0,1-1 mg dilarutkan dalam 1 mL MeOH p.a. dan disaring. Larutan 0,5 mM DPPH dipersiapkan dengan melarutkan DPPH ke dalam MeOH p.a.. Larutan DPPH sebanyak 3,75 mL ditambahkan ke dalam 0,25 mL larutan ekstrak. Perbedaan absorbansi campuran DPPH diukur pada menit ke-30, λ = 517 nm. Sebagai pembanding digunakan tokoferol. Persentase radikal DPPH tersisa ditentukan dengan rumus =
Abs0 - Abs t x 100 %. Abs0
Nilai IC 50 menunjukkan 50% radikal DPPH tersisa berdasar nilai serapan akibat pemberian dosis ekstrak. Nilai ini diambil secara grafik hubungan antara besarnya konsentrasi ekstrak dan persentase DPPH tersisa dengan perangkat lunak statistik GraphPad Prism versi 5. Aktivitas antioksidan setara tokoferol (AAST) dinyatakan berdasar rumus: AAST (mg tokoferol/100 mg ekstrak) =
IC50 tokoferol IC50 ekstrak
x 100
keterangan: Abs 0 = Nilai serapan pada menit ke-0 Abs t = Nilai serapan pada menit ke-t IC 50 = Konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk menurunkan 50% DPPH
30 3.3.6 Elusidasi struktur Ekstrak terpilih dipartisi secara berurutan dengan dietil eter, akuades, kloroform, dan metanol. Fase metanol ditampung dan selanjutnya difraksinasi dalam kolom kromatografi silika gel G-60 dengan eluen kloroform:metanol (8:2), kloroform:metanol (5:5) dan kloroform:metanol (2:8). Eluat yang didapat selanjutnya diidentifikasi pada kromatogafi lapis tipis silika gel F254 dengan eluen kloroform:metanol:air:asam asetat (53:38:6:3). Floroglusinol digunakan sebagai standar. Eluat yang didapat selanjutnya ditambah sodium karbonat anhidrat, kemudian dicuci dengan metanol p.a. tiga kali dan dimasukkan dalam ruang pembeku selama semalam. Sebagian kristal yang didapat selanjutnya dihaluskan dan dibaca serapan spektra infra merahnya dengan spektrofotometer Shimazhu IR Prestige-21 FTIR-8000 Series. Sebanyak 5 mg kristal dilarutkan dalam dimetilsulfoksida p.a. untuk didapatkan konsentrasi 5 ppm, lalu dielusi dalam HLPC-ESI-TOF-MS (Waters system Alliance 2695) dengan detektor photodiode array 2996 (Waters). Kolom yang digunakan Sunfire C 18 , 5 µm, 4,6 mm id x 150 mm (Waters) dan sistem elusi secara isokratis dengan eluennya: 95% H 2 O + 0,05% asam format, 5% asetonitril. Volume injeksi 3 µL dan laju alir eluen 1 mL per menit. Deteksi dilakukan pada UV dengan λ 210 nm. Hasil berupa kromatogram serapan ultra ungu, kromatogram kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatogram spektra massa.
3.4 Toksisitas akut (OECD no. 425, 2001) 3.4.1 Bahan Bahan utama dalam pengujian ini adalah mencit (Mus musculus) strain BALB/c jantan dan betina berumur 2 bulan. Hewan uji didapat dari Universitas Gajah Mada. Bahan lainnya adalah ekstrak metanol S. echinocarpum, ransum, akuades, dan minyak wijen. 3.4.2 Metode Uji toksisitas akut dilakukan untuk menentukan dosis kematian 50% (LD 50 ) ektrak metanol S. echinocarpum pada mencit (Mus musculus) strain BALB/c.
31 Mencit dibagi secara acak dalam lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari enam ekor yang terdiri dari tiga ekor jantan dan tiga ekor betina. Mencit diaklimatisasi dalam laboratorium selama tujuh hari. Sebelum diperlakukan, mencit dipuasakan terlebih dulu selama 3-4 jam dengan tetap diberi minum. Dosis ekstrak metanol S. echinocarpum yang diberikan mengikuti Nagayama et al. (2002) yaitu: 0, 625, 1250, 2500, dan 5000 mg/kgBB. Ekstrak diberikan secara oral dengan sonde satu jam sebelum pemberian ransum standar. Ransum standar dibuat berdasar formula AOAC 1995 yaitu: karbohidrat 75%, protein 8%, lemak 5%, mineral 5%, vitamin 1%, serat 1%, dan air 5%. Karbohidrat bersumber dari pati jagung, protein dari kasein, lemak dari minyak jagung, dan serat dari carboxy methyl cellulose (CMC). Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum. Selanjutnya dalam 24 jam pertama hewan uji diamati jumlahnya yang mati. Bila tidak ada yang mati pengamatan dilanjutkan hingga 14 hari dengan juga mengamati perubahan berat badan harian. Nilai LD 50 dapat ditentukan berdasar nisbah jumlah hewan percobaan yang mati dan jumlah hewan uji tiap kelompok dan dinyatakan dalam persen. Nilai yang didapat selanjutnya dilihat nilai probitnya pada tabel harga probit. Sementara itu dosis perlakuan dikonversi menjadi log. Dosis toksisitas akut 50% (LD 50 ) ditentukan berdasar hubungan persamaan linier antara konsentrasi dosis (dalam log) sebagai nilai absis (x) dan nilai probit sebagai ordinat (y). Daftar harga probit terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Harga Probit % 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 99
0 3,72 4,16 4,48 4,75 5,00 5,25 5,52 5,84 6,28 7,33
1 2,67 3,77 4,19 4,50 4,77 5,03 5,28 5,55 5,88 6,34 7,37
2 2,95 3,85 4,23 4,53 4,80 5,05 5,31 5,58 5,92 6,41 7,41
3 3,12 3,87 4,26 4,56 4,82 5,08 5,33 5,61 5,95 6,48 7,46
Nilai Probit 4 5 3,25 3,36 3,92 3,96 4,29 4,33 4,59 4,61 4,85 4,87 5,10 5,13 5,36 5,39 5,64 5,67 5,99 6,04 6,55 6,64 7,51 7,58
Sumber: Derelanko dan Hollinger (1995)
6 3,45 4,01 4,36 4,64 4,90 5,15 5,41 5,71 6,08 6,75 7,65
7 3,52 4,05 4,39 4,67 4,92 5,18 5,44 5,74 6,13 6,88 7,75
8 3,59 4,08 4,42 4,69 4,95 5,20 5,47 5,77 6,18 7,05 7,88
9 3,66 4,12 4,45 4,72 4,97 5,23 5,50 5,81 6,23 7,33 8,09
32 Pengamatan histopatologi dilakukan pada akhir masa uji atau pada hewan uji yang mati untuk mengamati perubahan sel atau jaringan pada hati dan ginjal mencit uji. Mula-mula mencit dietanasi dengan cara dislokasi, selanjutnya perut dibedah. Persiapan sediaan histopatologis meliputi tahapan: persiapan jaringan, pembuatan blok, pemotongan blok, pemasangan pita sayatan, pewarnaan, penjernihan dan mounting. Persiapan jaringan dimulai dengan pengambilan organ uji dengan pinset dan segera dicuci dengan larutan fisiologis serta difiksasi dengan formalin buffer 10%. Jaringan selanjutnya dimasukkan dalam larutan alkohol 70% dan dilanjutkan dengan dehidrasi. Dehidrasi dilakukan bertujuan untuk menghilangkan air agar jaringan tidak mengkerut. Tahapan dehidrasi adalah jaringan dimasukkan dalam alkohol 80% selama 1 jam, lalu dalam alkohol 95% selama 1 jam dengan diulang 2 kali dan akhirnya dalam alkohol 100% selama 1 jam dengan pengulangan 3 kali. Jaringan selanjutnya diclearing untuk menghilangkan alkohol dengan dimasukkan dalam xylol selama 1 jam sebanyak 2 kali dan akhirnya jaringan dimasukkan dalam parafin cair yang dipanaskan dalam pemanas selama 3 jam agar seluruh ruang atau rongga antar atau dalam sel yang ditinggal xylol terisi sempurna oleh parafin. Pembuatan blok dimulai dengan pemberian label pada cetakan dan selanjutnya cetakan dituangi parafin cair. Jaringan ditempatkan dalam cetakan pada posisi yang diinginkan untuk memudahkan penyayatan jaringan. Setelah itu parafin didinginkan. Pemotongan blok dimulai dengan meletakkan blok pada mikrotom sesuai dengan posisi jaringan yang akan disayat. Selanjutnya pisau mikrotom dipasang dan mengatur tingkat ketebalan potongan yaitu 4 mikron. Hasil potongan berupa pita bersambung. Ujung pita diangkat dengan kuas dan direntangkan di atas permukaan air hangat. Pemasangan pita sayatan dimulai dengan melapisi gelas objek dengan lapisan putih telur yang tipis sebagai perekat dan dibiarkan mengering. Pita sayatan selanjutnya dipotong dengan silet yang terlebih dahulu direndam xylol dan potongan dibiarkan mengapung di atas air. Gelas objek selanjutnya dicelupkan dalam air yang berpita sayatan dan pita sayatan diangkat dengan gelas
33 objek tersebut. Lalu gelas objek dimasukkan dalam inkubator bersuhu 30oC selama 30 menit hingga 3 jam. Pita sayatan yang telah menempel pada gelas objek selanjutnya diwarnai. Pewarnaan dimulai dengan melakukan penghilangan parafin pada pita sayatan dengan merendam gelas objek dalam wadah berisi xylol selama 5 menit dan diulang 3 kali. Selanjutnya pita sayatan dihidrasi dengan memasukkan gelas objek dalam wadah berisi alkohol 100%, kemudian alkohol 95%, dan alkohol 80% masing-masing selama 2 menit. Pita sayatan selanjutnya diwarnai hematoksilin dengan cara merendam gelas objek selama 15 menit. Selanjutnya gelas objek dicuci dengan air mengalir selama 20 menit dan dilanjutkan dengan pencelupan dalam alkohol asam 2-3 kali dan diikuti dengan mengaliri air selama 2 menit. Selanjutnya pita sayatan diwarnai dengan eosin selama 0,5-1 menit. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan mencelupkan sediaan ke dalam serial larutan alkohol 80 % dan 95% masing-masing selama 5 menit. Tahap akhir dari uji histopatologis ini adalah clearing dan mounting. Clearing atau penjernihan dilakukan dengan merendam gelas objek dengan xylol selama 5 menit dan diulang 3 kali. Gelas objek selanjutnya dimounting dengan cara menetesi permukaan objek gelas dengan Canadian balsem atau entelan lalu ditutup dengan gelas penutup. Pengamatan perubahan morfologi menggunakan mikroskop cahaya pada pembesaran 400X. Tiap bagian sampel masing-masing diwakili oleh sediaan dan perhitungan dilakukan pada tiga lapang pandang yang diambil secara acak. Pengamatan mikroskopis hati dan ginjal didasarkan pada perubahan jaringan. Skor pembacaan perubahan histopatologis hati yaitu: 0 = normal, 1 = ringan, 2 = moderat, dan 3 = parah. Hepatosit dinyatakan tidak mengalami nekrosis (normal) bila tidak ada piknosis, kariolisis, karioreksis, dan sel radang, Hepatosit dinyatakan nekrosis ringan bila perubahannya < 1/3, moderat bila perubahannya 1/3-2/3, dan parah bila perubahannya > 2/3 tiap lapang pandang (Sigala et al. 2006). Skor pembacaan perubahan histopatologis ginjal yaitu: 0 = normal, 1 = ringan, 2 = moderat, dan 3 = parah. Perubahan tubulus ginjal dinyatakan normal bila tidak ada dilatasi, sel epitel yang terkelupas, penggabungan antar tubulus,
34 membran dasar tubulus yang hilang, dan nekrosis. Perubahan ringan bila perubahannya < 1/3, moderat bila perubahannya 1/3-2/3, dan parah bila perubahannya > 2/3 tiap lapang pandang (Bayrak et al. 2008).
3.5 Stres oksidatif dan Disfungsi sel endotelium 3.5.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada uji ini adalah tikus jantan (Rattus norvegicus) strain Sprague-Dawley dan ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum), streptozotocin, minyak wijen, larutan Kreb’s, Karbogen, formalin buffer 10%, xylol, alkohol, parafin, Haematoksilin, Eosin, antibodi Cu,Zn-SOD, Diamino Benzidine, Dako Envision Peroxidase, Bovine Serum Albumin. Alat yang digunakan dalam tahapan ini adalah timbangan, gluko meter, spektrofotometer, inkubator, mikroskop berkamera dan komputer yang berperangkat lunak PowerLab. 2.5.2 Metode Tikus putih (Rattus norvegicus) strain Sprague-Dawley dengan umur sekitar dua setengah bulan digunakan dalam penelitian ini. Tikus diabetes model dibuat dengan menginjeksikan streptozotocin (stz) 45 mg/kg BB dosis tunggal secara intra peritoneal. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus yang kadar glukosanya masih tetap > 200 mg/dL pada hari kesepuluh setelah penyuntikan (Williams et al., 1983). Uji ini dilakukan pada tikus model diabetes melitus selama 90 hari. Selama masa persiapan hingga penelitian tikus diberi ransum standar formula AOAC 1995 dan minum secara ad libitum. Tikus percobaan dibagi menjadi lima perlakuan dan tiap perlakuan terdiri dari 6 ekor. Dosis perlakuan ditentukan berdasar Scalbert et al. (2003) bahwa tiap hari manusia mengkonsumsi polifenol sekitar 1000-1500 mg. Pengelompokan tikus dalam penelitian ini disusun sebagai berikut: A = Tikus normal (kontrol negatif ) + 1 mL minyak wijen B = Tikus diabetes (kontrol positif) + 1 mL minyak wijen C = Tikus diabetes + ekstrak terpilih 150 mg/kg BB/mL minyak wijen D = Tikus diabetes + ekstrak terpilih 300 mg/kg BB/mL minyak wijen
35 E = Tikus diabetes + ekstrak terpilih 450 mg/kg BB/mL minyak wijen
Ekstrak rumput laut coklat terpilih diberikan tiap hari per oral. Tiap dua minggu dilakukan pengamatan berat badan dan kadar glukosa. Pada hari ke 90 setelah dimulainya perlakuan, tikus dietanasi secara dislokasi pada tulang leher. Hewan coba di-sectio dari bagian abdomen hingga toraks, selanjutnya aorta torasis diambil untuk pengujian vasorelaksasi, sensitivitas reseptor dan rasio sel endotelium aorta. Darah diambil dengan menggunakan semprit tidak berkoagulasi dari jantung dan segera dipindahkan ke dalam tabung sentrifus. Serum didapatkan dengan cara mensentrifus darah dengan kecepatan 251,5 g
selama 10 menit.
Serum digunakan untuk pengujian kadar peroksida lemak, aktivitas superoksida dismutase, katalase dan glutation peroksidase. Ginjal dan hati diambil dan dicuci larutan fisiologis
untuk menghilangkan darah yang tersisa. Ginjal dan hati
selanjutnya difiksatif dalam larutan formalin 10% guna pengujian profil Cu,ZnSOD.
3.5.3 Glukosa Darah Kandungan glukosa darah ditentukan berdasar metode glucose oxidase biosensor. Ekor tikus uji dihangati dengan air hangat, selanjutnya ujung ekor dipotong dan darah yang menetes dikenakan pada strip glukometer. Kadar glukosa darah dinyatakan dalam mg/dL.
3.5.4 Hemoglobin A 1c (HbA 1c ) (Gallagher et al., 2009) HbA 1c bertujuan mengukur kadar protein hemoglobin yang terglikasi glukosa. Kandungan HbA 1c ditentukan berdasar rerata kadar glukosa darah dengan rumus: HbA 1c (%) =
glukosa darah + 77,3 35,6
3.5.5 Peroksida Lemak (Ohkawa et al.,1979) a. Pengambilan serum
36 Darah diambil dari jantung dengan semprit. Darah yang didapat ditampung dan ditempatkan pada suhu ruang hingga terbentuk gumpalan darah, selanjutnya darah disentrifus 251,5 g selama 10 menit untuk mendapatkan dua bagian. Lapisan atas yang jernih merupakan serum darah dan diambil untuk segera dianalisis kandungan peroksida lemak dan aktivitas antioksidan enzimnya. b. Pembuatan larutan standar Larutan standar berkadar 2,5 dibuat dengan mencampurkan 200 µL SDS, 50 µL EDTA, 1500 µL TBA, 1150 µL aquades, dan 100 µL tetrametoksipropan ke dalam tabung reaksi. Setelah divorteks campuran ditambah 1500 µL TCA. c. Pembuatan larutan blanko Larutan blanko dibuat dengan cara mencampurkan 200 µL SDS, 50 µL BHT, 50 µL EDTA, 1500 µL TBA, dan 1250 µL aquades ke dalam tabung reaksi. Setelah divorteks campuran ditambah 1500 µL TCA. d. Pembuatan larutan uji Larutan uji dibuat dengan cara mencampurkan 200 µL SDS, 50 µL EDTA, 1500 µL TBA, dan 1250 µL plasma darah ke dalam tabung reaksi. Setelah divorteks campuran ditambah 1500 µL TCA. e. Pengujian peroksida lemak Larutan blanko, standar, dan uji setelah ditambah TCA disentrifus 10 g selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk diambil dan dimasukkan dalam tabung reaksi. Selanjutnya tabung tersebut ditutup dengan kelereng dan ditempatkan pada penangas air bersuhu 80oC selama 20 menit. Selanjutnya supernatan diukur serapannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 532 nm. Kadar peroksida ditentukan dengan rumus: Kadar Peroksida lemak (TBARS) (
Abs nmol )= mL Abs
uji
− Abs
blanko
std
− Abs
blanko
x [Std]
3.5.6 Superoksida Dismutase (Misra and Fridovich, 1972) Prinsip metode ini berdasarkan kemampuan SOD dalam menghambat autooksidasi epinefrin menjadi adenokrom. Satu unit aktivitas SOD adalah kemampuan menghambat 50% autooksidasi epinefrin menjadi adenokrom. Warna
37 coklat dari adenokrom diukur secara spektrofotometer pada panjang gelombang 480 nm.
a. Pembuatan pereaksi-pereaksi analisis SOD 1. Larutan epinefrin Larutan epinefrin 0,003 M dibuat dengan jalan melarutkan 5,496 mg epinefrin (berberat molekul 1832) dalam 10 mL HCl 0,01 N (simpan dalam botol berwarna). Larutan ini tahan untuk beberapa hari pada suhu 40oC. 2. Larutan bufer natrium karbonat a. Tabung a berisi Na 2 CO 3 .10H 2 O (BM 286) sebanyak 3,575 g yang dilarutkan dengan air bebas ion menjadi 250 mL b. Tabung b berisi NaHCO 3 (BM 84) sebanyak 1,05 g yang dilarutkan dengan air bebas ion menjadi 250 mL c. Tabung c berisi Na-EDTA (C 10 H 14 N 2 O 8 Na 2 .2H 2 O, BM 372,2) sebanyak 3,722 mg yang dilarutkan dengan air bebas ion menjadi 100 mL d. Pada gelas ukur 1000 mL bersih tambahkan larutan a, b, dan c sedikit demi sedikit sambil dicek pHnya dengan pH meter sampai menunjukkan 10,2 (tahan sampai 2 bulan pada suhu ruang) b. Pembuatan larutan standar SOD 3394,3 unit dilarutkan dalam 10 mL air bebas ion dan dinyatakan sebagai larutan standar kerja. Larutan standar kerja ini selanjutnya dibuat seri larutan standar SOD dengan menggunakan air bebas ion yaitu: 0, 50, 100, 150, 200, 250, 300 unit. Larutan standar 0 unit/mL dibuat dengan cara memipet 0 µL larutan standar kerja dan memasukkannya ke dalam tabung. Kemudian tabung diisi dengan 200 µL air bebas ion. Larutan standar 50 unit/mL dibuat dengan cara memipet 29,5 µL larutan standar kerja dan memasukkannya ke dalam tabung. Kemudian tabung diisi dengan 170,5 µL air bebas ion. Demikian seterusnya hingga larutan standar 300 unit/mL c. Pembuatan larutan berbahan uji dan tidak berbahan uji
38 Larutan bahan uji dibuat dengan memasukkan ke dalam kuvet 3 mL bufer natrium karbonat 2800 µL, sampel atau larutan standar 100 µL, dan 100 µL epinefrin. Larutan tidak berbahan uji dibuat dengan memasukkan 2800 µL bufer natrium karbonat, 100 µL air bebas ion, dan 100 µL epinefrin. d. Prosedur analisis Larutan berbahan uji atau tidak diukur serapannya segera setelah penambahan epinefrin pada panjang gelombang 480 nm dengan suhu 30oC. Pengukurannya adalah pada menit ke-1, 2, 3, dan 4 setelah penambahan epinefrin. δ nilai serapan harus 0,025/menit, jika lebih maka bahan diencerkan dengan bufer. Satuan aktivitas SOD dinyatakan dengan satuan Unit/mg protein setelah didapatkan persamaan regresi linier. Persamaan linier dibuat dari berbagai titik persentase hambatan sebagai absis (x) dan konsentrasi larutan standar sebagai ordinat (y). Besaran persentase hambatan didapatkan berdasar rumus sebagai berikut: Persentase hambatan (%) =
δ absorbansi tiap menit tanpa sampel − δ absorbansi tiap menit sampel x 100% δ absorbansi tiap menit tanpa sampel (U/mL)
=
(% hambatan x faktor pengenceran) (0,5 x 0,1)
3.5.7 Katalase (Sinha, 1972) Prinsip metode yang dikembangkan oleh Sinha menggunakan zat warna sebagai indikator. Zat warna yang digunakan adalah potasium bikromat (K2 Cr 2 O 7 ) 5% dalam suasana asam asetat glasial (1:3). Ion bikromat dalam suasana asam akan direduksi oleh H 2 O 2 menjadi kromat dan memberikan warna pada panjang gelombang 570 nm. 1 unit aktivitas katalase dinyatakan sebagai banyaknya H 2 O 2 dalam mol yang digunakan oleh katalase tiap menit. H+ Cr+6 + H 2 O 2
Cr+3 + H 2 O + O 2
a. Pembuatan pereaksi-pereaksi analisis katalase 1. Larutan K 2 Cr 2 O 7 5%
39 Potasium bikromat seberat 5 g dilarutkan dengan 100 mL air bebas ion. Selanjutnya ditambah asam asetat glasial dengan perbandingan 1:3, yaitu 50 mL larutan potasium bikromat dengan 150 mL asam asetat glasial. 2. Larutan bufer fosfat 0,05M pH 7,0 a. Tabung a berisi KH 2 PO 4 (BM 136,09) sebanyak 1,7 g yang dilarutkan dengan air bebas ion sampai volume 250 mL b. Tabung b berisi Na 2 HPO 4 (BM 142) sebanyak 1,775 g yang dilarutkan dengan air bebas ion sampai volume 250 mL c. Ke dalam larutan b ditambahkan sedikit demi sedikit larutan a sambil dicek pHnya hingga pH = 7,0. b. Pembuatan larutan standar Larutan H 2 O 2 30%
(BM 34,01 ≈ 9,8 M) dipipet sebanyak 4,1 mL,
kemudian diencerkan dengan air bebas ion hingga volume menjadi 100 mL dan dinyatakan sebagai larutan standar kerja 0,4 M. Larutan standar kerja ini selanjutnya dibuat seri larutan standar H 2 O 2 dengan menggunakan air bebas ion yaitu: 0, 0,04; 0,08; 0,12, 0,16; 0,2; dan 0,4 M. Larutan standar 0 M dibuat dengan cara memipet 0 mL larutan standar kerja dan memasukkannya ke dalam tabung. Kemudian tabung diisi dengan 10 mL air bebas ion. Larutan standar 0,04 M dibuat dengan cara memipet 1 mL larutan standar kerja dan memasukkannya ke dalam tabung. Kemudian tabung diisi dengan 9 mL air bebas ion. Demikian seterusnya hingga larutan standar 0,4 M. c. Pembuatan larutan uji Larutan bahan uji dibuat dengan mencampurkan 1 mL sampel dengan 5 mL bufer fosfat 0,05M pH 7,0 dan divorteks. Selanjutnya ditambah 4 mL H 2 O 2 0,2 M dan diinkubasi selama 30 detik. d. Prosedur analisis Larutan uji dan standar sebanyak 1 mL dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah 2 mL indikator pewarna. Tabung reaksi dipanaskan pada air mendidih selama 10 menit. Setelah dingin, baca serapannya pada panjang gelombang 570 nm. Serapan yang terbaca setara dengan konsentrasi
40 H 2 O 2 yang tersisa. Jumlah H 2 O 2 yang dipakai katalase = 0,2 M – konsentrasi H 2 O 2 terbaca. 3.5.8 Glutation Peroksidase (Paglia and Valentine, 1967) Prinsip
metode ini berdasarkan kemampuan glutation peroksidase
mengkatalisasi glutation tereduksi menjadi glutation teroksidasi. Glutation teroksidasi direduksi kembali menjadi glutation tereduksi oleh enzim glutation reduktase dengan kofaktor NADP dalam suasana asam. Jumlah glutation tereduksi diukur dengan menentukan jumlah mikromol NADPH sebagai pereduksi yang diukur secara spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm.
a. Pembuatan pereaksi-pereaksi analisis glutation peroksidase 1. Larutan NADPH 1,5 mM dalam NaHCO 3 0,1% NaHCO 3 0,1% dibuat dengan cara melarutkan 0,1 g NaHCO 3 dengan 100 mL air bebas ion. Selanjutnya sebanyak 12,5 mg NADPH (BM 833,4) dilarutkan sampai volume 10 mL dengan NaHCO 3 0,1%. 2. Larutan bufer fosfat 0,1 M pH 7,0 mengandung 0,001 M Na-EDTA a. Tabung a berisi NaHPO 4 (BM 138) sebanyak 3,45 g yang dilarutkan dengan air bebas ion hingga volume menjadi 250 mL b. Tabung b berisi Na 2 HPO 4 (BM 142) sebanyak 3,55 g yang dilarutkan dengan air bebas ion hingga volume menjadi 250 mL c. Tabung c berisi Na-EDTA (C 10 H 14 N 2 O 8 Na 2 .2H 2 O, BM 372,2) sebanyak 3,722 mg yang dilarutkan dengan air bebas ion menjadi 100 mL d. Campurkan larutan b dan c. Kemudian tambahkan sedikit demi sedikit dengan larutan a sambil dicek pHnya dengan pH meter sampai menunjukkan 7,0. b. Pembuatan larutan standar glutation reduktase 2,4 U/mg protein Glutation reduktase 198 unit/mg protein dilarutkan dengan 10 mL bufer forfat pH 7,0 dan dinyatakan sebagai larutan standar kerja. Larutan standar kerja ini kemudian diencerkan sehingga didapatkan larutan glutation reduktase 2,4 U/mg dengan menggunakan bufer fosfat. c. Pembuatan larutan glutation 10 mM
41 Sebanyak 25 mg glutation (BM 250,3) dilarutkan sampai 10 mL dengan menggunakan air bebas ion. d. Pembuatan larutan H 2 O 2 1,5 mM Larutan H 2 O 2 1,5 mM dibuat dengan cara mengencerkan 15,306 µL H 2 O 2 30% dengan air bebas ion hingga volume menjadi 100 mL. e. Prosedur analisis Bufer fosfat 0,1 M pH 7,0 sebanyak 200 µL, 200 µL sampel, 200 µL glutation 10 mM, dan 200 µL glutation reduktase 2,4 Unit dicampur. Campuran larutan tersebut selanjutnya diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37oC. Selanjutnya ke dalam larutan ditambahkan 200 µL NADPH 1,5 mM dan diinkubasi lagi pada suhu yang sama selama 3 menit. Akhirnya H 2 O 2 1,5 mM sebanyak 20 µL ditambahkan dalam campuran tersebut. Serapan larutan dibaca di antara waktu 1-2 menit pada panjang gelombang 340 nm. Aktivitas glutation peroksidase ditentukan berdasar rumus: mUnit GSH-Px =
δ serapan x Vt 1 x 2 x 1000 x 6,22 x Vs mg protein
keterangan: δ serapan = perubahan serapan Vt = volume total dalam mL Vs = volume sampel dalam mL 6,22 = faktor ekstrinsik dari NADPH 2 = 2 mol glutation yang setara dengan 1 mol NADPH 1000 = perubahan menjadi miliunit 3.5.9 Kandungan Cu,Zn-SOD pada Hati dan Ginjal secara imunohistokimia (Wresdiyati et al, 2003) Hati dan ginjal difiksasi dalam larutan formalin bufer 10 %, lalu dipotong kecil dan dimasukkan ke dalam tissue casette untuk dilakukan proses dehidrasi di dalam seri larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat, dijernihkan di dalam xylol dan diembedding dalam parafin. Blok parafin dipotong serial pada ketebalan 4 µm dengan menggunakan mikrotom dan sayatan dilekatkan pada gelas objek dengan diberi perekat neofren. Selanjutnya deparafinisasi, rehidrasi dan kemudian disimpan di dalam running water. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam air yang telah mengalami ultrafiltrasi (milliQ). Sementara sediaan di dalam milliQ,
42 dilakukan pembuatan larutan 1,5 mL H 2 O 2 dalam 150 mL metanol, dan sediaan kemudian dimasukkan ke dalam larutan tersebut. Kembali sediaan disimpan dalam air mengalir, kemudian ke dalam milliQ dan dicuci dengan Phosphate Buffer Saline (PBS). Langkah selanjutnya adalah pemberian Bovine Serum Albumin (BSA) pada sediaan sebanyak 50-60 µL, diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit, lalu dicuci kembali dengan larutan PBS. Antibodi yang diberikan pada pewarnaan imunohistokimia ini adalah antibodi monoklonal Cu,Zn-SOD dengan tingkat pengenceran 1:200 sebanyak 50-60 µL (tergantung besarnya preparat) dan sediaan disimpan dalam lemari es selama dua malam. Keluar dari lemari es, sediaan dicuci tiga kali dengan larutan PBS. Selanjutnya dilakukan pemberian antibodi kedua, yaitu Dako Envision Peroxidase System dalam jumlah yang sama dan kemudian diinkubasikan pada suhu 37oC. Setelah dicuci dengan PBS, sediaan dimasukkan ke dalam larutan Diamino Benzidine (DAB) dalam Tris buffer (sambil diperiksa di bawah mikroskop). Untuk perbandingan
dengan
reaktif
negatif
dilakukan
counter
stain
dengan
haematoxylin. Langkah akhir pewarnaan ini seperti halnya pada pewarnaan HE, yaitu dehidrasi, clearing dan mounting. Pengamatan perubahan morfologi menggunakan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan alat foto. Parameter yang diamati meliputi perubahan morfologi dan perubahan kandungan Cu,Zn-SOD pada kondisi hiperglikemik dan kemudian membandingkannya dengan kontrol. Perhitungan terhadap sebaran enzim antioksidan Cu,Zn-SOD ditentukan berdasarkan pada reaksi enzim antioksidan tersebut dengan antibodi Cu,Zn-SOD pada pembesaran 400X. Tiap bagian sampel masing-masing diwakili oleh sediaan serial dan perhitungan dilakukan pada tiga lapang pandang yang diambil secara acak. Pada pengamatan dilakukan pembagian kelompok berdasarkan intensitas reaksi yang terjadi yaitu: positif kuat (+++), positif sedang (++), positif lemah (+/), dan negatif (-). 3.5.10 Vasorelaksasi (Karaki dan Sudjarwo, 1993) Aorta yang endoteliumnya masih utuh diambil dan dicuci serta dipisahkan dari jaringan lemak. Aorta selanjutnya dipotong dalam bentuk cincin dengan
43 panjang sekitar 3 mm dan diinkubasikan ke dalam isolated organ bath yang berisi larutan Krebs. Larutan Krebs dibuat dari NaCl 136,9 mM, KCl 5,4 mM, CaCl2 1,5 mM, MgCl2 1,0 mM, NaHCO 3 23,8 mM, EDTA 0,01 mM dan glukosa 5,5 mM. Tiap cincin aorta dikaitkan pada sepasang logam stainless steel berbentuk “S” dan dibenamkan dalam 10 mL larutan Krebs yang ditempatkan pada organ bath. Larutan Krebs dalam organ bath suhunya dipertahankan pada 37oC dan terus diaerasi dengan campuran gas oksigen 95 % dan karbondioksida 5%. Salah satu ujung aorta difiksasi pada kait yang terdapat pada organ bath, sedangkan ujung yang lain dihubungkan dengan lever transduser (Grass FT 0.3, Quincy, MA) yang terhubung dengan amplifier dan rekorder untuk mencatat relaksasi dan kontraksi aorta yang terjadi. Lever diberi beban 2,0 ± 0,5 g bertujuan membentuk tegangan optimal untuk menginduksi kontraksi maksimal. Cincin tersebut dikondisikan dalam larutan Krebs selama 90 menit, tiap 15 menit larutan tersebut diganti. Tegangan isometrik cincin aorta ditampilkan dalam sistem akuisisi data (Power Lab system 400, ML 118, ADInstruments, Medford, MA). Setelah masa pengkondisian, cincin aorta diinduksi untuk berkontraksi dengan menambahkan 0,1 mL 10-4 M fenilefrin. Sesaat puncak kontraksi tercapai terlihat stabil, cincin aorta dipajan dengan asetilkolin 30 nM. Kondisi tersebut diulang kembali hingga pemberian asetilkolin 0,3 mM. Kontraksi dan relaksasi aorta diamati pada monitor komputer berperangkat lunak PowerLab. Respons dinyatakan sebagai persen relaksasi terhadap kontraksi yang diinduksi fenilefrin. Besarnya penglepasan EDRF dihitung berdasarkan rumus: Persentase penglepasan EDRF (%) =
relaksasi x 100% kontraksi
3.5.11 Dosis efektif 50% (ED 50 ) (Foreman and Johansen, 2003) Nilai ED 50 menunjukkan 50% penglepasan EDRF maksimal oleh sel endotelium akibat pemberian dosis kumulatif asetilkolin. Nilai ini diambil secara grafik hubungan antara besarnya konsentrasi agonis terhadap persentase vasorelaksasi dengan perangkat lunak statistik GraphPad Prism versi 5. Nilai ED 50 asetilkolin adalah dosis asetilkolin yang menimbulkan efek relaksasi pada
44 aorta tikus terisolasi dan dinyatakan sebagai nilai sensitivitas reseptor terhadap agonisnya.
3.5.12 Rasio sel endotelium Pewarnaan HE dilakukan untuk mengamati histopatologis sel endotelium aorta tikus diabetes melitus. Mula-mula tikus dikorbankan dengan cara dislokasi, selanjutnya perut dibedah. Persiapan sediaan histopatologis aorta meliputi tahapan: persiapan jaringan, pembuatan blok, pemotongan blok, pemasangan pita sayatan, pewarnaan, penjernihan dan mounting. Persiapan jaringan dimulai dengan pengambilan organ uji dengan pinset dan segera dicuci dengan larutan fisiologis serta difiksasi dengan formalin buffer 10%. Jaringan selanjutnya dimasukkan dalam larutan alkohol 70% dan dilanjutkan dengan dehidrasi. Dehidrasi dilakukan bertujuan untuk menghilangkan air agar jaringan tidak mengkerut. Tahapan dehidrasi adalah jaringan dimasukkan dalam alkohol 80% selama 1 jam, lalu dalam alkohol 95% selama 1 jam dengan diulang 2 kali dan akhirnya dalam alkohol 100% selama 1 jam dengan pengulangan 3 kali. Jaringan selanjutnya diclearing untuk menghilangkan alkohol dengan dimasukkan dalam xylol selama 1 jam sebanyak 2 kali dan akhirnya jaringan dimasukkan dalam parafin cair yang dipanaskan dalam pemanas selama 3 jam agar seluruh ruang atau rongga antar atau dalam sel yang ditinggal xylol terisi sempurna oleh parafin. Pembuatan blok dimulai dengan pemberian label pada cetakan dan selanjutnya cetakan dituangi parafin cair. Jaringan ditempatkan dalam cetakan pada posisi yang diinginkan untuk memudahkan penyayatan jaringan. Setelah itu parafin didinginkan. Pemotongan blok dimulai dengan meletakkan blok pada mikrotom sesuai dengan posisi jaringan yang akan disayat. Selanjutnya pisau mikrotom dipasang dan mengatur tingkat ketebalan potongan yaitu 4 mikron. Hasil potongan berupa pita bersambung. Ujung pita diangkat dengan kuas dan direntangkan di atas permukaan air hangat. Pemasangan pita sayatan dimulai dengan melapisi gelas objek dengan lapisan putih telur yang tipis sebagai perekat dan dibiarkan mengering. Pita
45 sayatan selanjutnya dipotong dengan silet yang terlebih dahulu direndam xylol dan potongan dibiarkan mengapung di atas air. Gelas objek selanjutnya dicelupkan dalam air yang berpita sayatan dan pita sayatan diangkat dengan gelas objek tersebut. Lalu gelas objek dimasukkan dalam inkubator bersuhu 30oC selama 30 menit hingga 3 jam. Pita sayatan yang telah menempel pada gelas objek selanjutnya diwarnai. Pewarnaan dimulai dengan melakukan penghilangan parafin pada pita sayatan dengan merendam gelas objek dalam wadah berisi xylol selama 5 menit dan diulang 3 kali. Selanjutnya pita sayatan dihidrasi dengan memasukkan gelas objek dalam wadah berisi alkohol 100%, kemudian alkohol 95%, dan alkohol 80% masing-masing selama 2 menit. Pita sayatan selanjutnya diwarnai hematoksilin dengan cara merendam gelas objek selama 15 menit. Selanjutnya gelas objek dicuci dengan air mengalir selama 20 menit dan dilanjutkan dengan pencelupan dalam alkohol asam 2-3 kali dan diikuti dengan mengaliri air selama 2 menit. Selanjutnya pita sayatan diwarnai dengan eosin selama 0,5-1 menit. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan mencelupkan sediaan ke dalam serial larutan alkohol 80 % dan 95% masing-masing selama 5 menit. Tahap akhir dari uji histopatologis ini adalah clearing dan mounting. Clearing atau penjernihan dilakukan dengan merendam gelas objek dengan xylol selama 5 menit dan diulang 3 kali. Gelas objek selanjutnya dimounting dengan cara menetesi permukaan objek gelas dengan Canadian balsem atau entelan lalu ditutup dengan gelas penutup. Penghitungan rasio sel endotelium dilakukan menurut Griffith et al. (1984b) yaitu nisbah antara panjang sel endotelium dengan keliling aorta dan dinyatakan dalam persen.
3.6 Analisis data Uji aktivitas antioksidan dan elusidasi struktur merupakan penelitian observasional yakni mengamati karakteristik antioksidan dan struktur florotanin dalam ekstrak metanol S. echinocarpum. Penelitian observasional semacam ini disebut penelitian ex-post facto, dimana peneliti hanya mengamati fenomena yang telah ada tanpa dapat melakukan pengontrolan terhadap kejadian tersebut.
46 Fenomena atau karakteristik fenomena yang diamati pada tahap ini adalah: rendemen, kandungan florotanin, aktivitas antioksidan, dan elusidasi senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) terpilih. Tahap uji toksisitas akut, stres oksidatif dan disfungsi sel endotelium merupakan penelitian eksperimental dengan menguji pengaruh ekstrak metanol Sargassum echinocarpum pada mencit dan tikus coba. Penelitian ini dirancang secara acak lengkap. Sebagai perlakuan adalah dosis ekstrak metanol S. echinocarpum. Parameter yang diamati dalam penelitian ini antara lain: LD 50 , berat badan, kadar glukosa, HbA 1c , peroksidasi lemak, superoksida dismutase, glutation peroksidase, katalase, profil kandungan Cu,Zn-SOD ginjal dan hati, vasorelaksasi, ED 50 dan rasio sel endotelium aorta. Model persamaan rancangan penelitian tahap ini dapat dituliskan sebagai berikut: Y ij = µ + Ai + ε ij keterangan: Y ij = nilai pengamatan untuk perlakuan A pada level ke-i, dan pada ulangan ke -j µ = nilai tengah A i = pengaruh perlakuan A pada level ke-i ε ij = galat percobaan pada perlakuan A level ke-i dan ulangan ke-j Data yang didapat dinyatakan sebagai rerata dan simpangan baku. Data dianalisis sidik ragam untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dan uji beda nyata terkecil dilakukan untuk mendapatkan perlakuan terbaik. Taraf kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah α = 0,05.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identitas Rumput Laut Coklat Rumput laut coklat dalam penelitian ini didapat dari perairan di sekitar Pulau Talango, Kabupaten Sumenep, Propinsi Jawa Timur pada bulan April 2008. Morfologi rumput laut coklat uji dapat dilihat pada Gambar 6.
c
d
b a
Gambar 6. Morfologi rumput laut coklat uji Keterangan: a = pelekap, b = tangkai utama, c = thallus, d = penyanggah
Gambar 6 memperlihatkan bahwa pelekap rumput laut coklat uji berbentuk cakram dan tidak mempunyai pelekap sekunder. Tangkai utama menggalah dan gepeng serta tidak mempunyai tulang belakang. Thallus pada batang utamanya berbentuk silindris namun pada percabangannya gepeng. Alat kelamin berada dalam satu rumah artinya tidak berjenis kelamin. Penyanggah gepeng, tidak berspiral, tersusun menyerupai rangkaian bunga dan bagian ujungnya meruncing. Pinggiran daun tidak berduplikasi.
Gelembung udara (vesicle) lonjong,
tangkainya gepeng dan ujungnya gepeng meruncing. Noiraksar dan Ajisaka (2008) melaporkan bahwa rumput laut coklat yang bercirikan seperti tersebut di atas diidentifikasi sebagai S. echinocarpum. Pusat Penelitian Oseanografi (P 2 O), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah mengidentifikasi rumput laut
48 coklat uji ini dan menyatakan bahwa rumput laut coklat uji adalah S. echinocarpum. Sertifikat identifikasi rumput laut coklat bahan uji oleh P 2 O, LIPI dapat dilihat pada Lampiran 1. 4.2 Aktivitas antioksidan dan Identitas florotanin 4.2.1 Rendemen Data pengamatan dan analisis data rendemen ekstrak S. echinocarpum hasil pelarutan dalam berbagai pelarut dapat dilihat pada Lampiran 2. Pengaruh pelarut terhadap rerata rendemen, kadar florotanin dan aktivitas antioksidan ekstrak S. echinocarpum dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rendemen, kadar florotanin dan aktivitas antioksidan ekstrak S. echinocarpum1 Pelarut
Rendemen (%)
Florotanin Aktivitas Antioksidan Setara Tokoferol (setara mg floroglusinol/g ekstrak) (mg/100 mg ekstrak) a Etanol p.a. 3,05 ± 0,08 4,25 ± 0,11 100,79 ± 27,95 a Metanol p.a. 4,82 ± 0,09b 6,75 ± 0,21b 656,29 ± 133,14b 12,16 ± 0,17f Aseton 70% 8,93 ± 0,03e 56,99 ± 12,64a 6,49 ± 0,06c 7,71 ± 0,09c 52,91 ± 10,63 a Etanol 80% d d 7,39 ± 0,06 7,99 ± 0,03 141,75 ± 44,56 a Metanol 80% 10,83 ± 0,12e 24,24 ± 0,56f 33,48 ± 6,75 a Akuades 1 Data adalah rerata ± simpangan baku. Rerata dalam kolom yang sama dengan notasi huruf yang berbeda berarti berbeda sangat nyata (α = 1%, sidik ragam satu arah, BNT) a
Tabel 5 memperlihatkan rendemen ekstrak S. echinocarpum hasil pelarutan dengan akuades paling banyak dibanding pelarut lainnya. Hasil analisis data menunjukkan bahwa rendemen ekstrak S. echinocarpum dipengaruhi sangat nyata oleh jenis pelarut (p < 0,01) (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak rumput laut coklat uji mempunyai polaritas tinggi. Wang et al. (2009) melaporkan bahwa rendemen rumput laut bila diekstrak dengan air dapat mencapai 45 %. Abdel-Fattah et al. (1978) menyatakan hampir 90 % penyusun rumput laut merupakan komponen yang mudah larut air. Namun demikian tidak keseluruhan komponen tersebut akan terlarut air. Hal ini terjadi karena ikatan hidrogen antara polisakarida penyusun struktur rumput laut coklat dengan ekstrak jauh lebih kuat dibanding ikatan hidrogen antara pelarut dengan ekstrak (Wang et al. 2009). Kuatnya ikatan hidrogen antara stuktur penyusun
S. echinocarpum dengan
ekstrak di dalamnya dapat menjadi penghalang terlarutnya seluruh komponen polar S. echinocarpum dalam air.
49 4.2.2 Florotanin Data pengamatan dan analisis data kadar florotanin ekstrak S. echinocarpum hasil pelarutan dalam berbagai pelarut dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 5 memperlihatkan kadar florotanin berbagai ekstrak S. echinocarpum berkisar antara 4-12 mg/g berat ekstrak atau 0,4-1,2 % berat ekstrak. Koivikko et al. (2005) melaporkan bahwa florotanin yang terkandung dalam rumput laut coklat Fucus vesiculocus berkisar 0,1-6,2 % tiap berat sampel, Shibata et al. (2004) mendapatkan kandungan florotanin Eisenia bicyclis 3,1 %, E. cava 3,3 %, dan E. kurome 3,0 %, dan Arnold and Targett (1998) menyatakan bahwa florotanin dalam L. variegata 3,5 %, S. pteropleuron 5,5 %, dan F. distichus 4,7 %. Lebih lanjut dinyatakan bahwa florotanin rumput laut coklat di daerah beriklim dingin sedang berkisar 5-12 % tiap berat bahan, sedang di daerah tropis < 2 % tiap berat bahan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan florotanin S. echinocarpum uji sangat kecil dibanding yang dilaporkan oleh para peneliti terdahulu. Arnold dan Targett (1998), Pavia dan Toth (2000), dan Arnold dan Targett (2002) menyatakan bahwa keberadaan florotanin dalam rumput laut coklat sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan habitat rumput laut tersebut hidup, seperti: kadar radiasi, ketersediaan nutrisi, kepadatan herbivora dan musim. Pengambilan S. echinocarpum di perairan pulau Talango pada musim hujan menjadi faktor penyebab rendahnya kadar florotanin rumput laut coklat uji. Pada musim ini kadar radiasi dan kadar nutrisi perairan rendah. Saat nutrisi perairan sedikit, herbivora yang berada di dalamnya juga sedikit. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kadar florotanin ekstrak S. echinocarpum dipengaruhi sangat nyata oleh jenis pelarut (p < 0,01) (Lampiran 3). Tabel 5 memperlihatkan kadar florotanin ekstrak S echinocarpum yang dilarutkan aseton 70% paling banyak dibanding pelarut lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa florotanin ekstrak S. echinocarpum mempunyai indeks polaritas yang hampir menyerupai aseton 70%. Menurut aturan like dissolve like bahwa suatu ekstraktan akan terlarut dalam pelarut karena perbedaan nilai polaritasnya tidak jauh berbeda. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya pelarutan: (1) adanya interaksi antara bahan terlarut dengan pelarut, (2) interaksi hidrogen antara pelarut dengan gugus fungsional senyawa yang dilarutkan, (3)
50 banyaknya ikatan hidrogen pada senyawa tersebut, dan (4) energi interaksi antara bahan terlarut dengan pelarut dalam keadaan berkeseimbangan dan perbedaan indeks Hildebrand antar solut dan solvent kurang dari 7 (Snyder 1974; Barwick 1997; Houghton dan Raman 1998; Tantishaiyakul et al. 2006; Xu dan RedmanFurey 2007). Tabel 5 memperlihatkan aseton 70% dapat melarutkan florotanin lebih optimal dibanding pelarut lainnya. Hal ini dimungkinkan karena pelarut ini dapat mengurangi interaksi antara florotanin dengan protein dan bahkan dapat memutus ikatan hidrogen yang terbentuk antara florotanin dengan protein struktur sel. Koivikko et al. (2005) menyatakan florotanin mempunyai sifat yang sama dengan tanin yaitu berkemampuan membentuk banyak ikatan hidrogen dengan protein. 4.2.3 Aktivitas Antioksidan Hasil analisis data menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak S. e echinocarpum dipengaruhi sangat nyata oleh jenis pelarutnya (p < 0,01)
(Lampiran 4). Tabel 5 memperlihatkan aktivitas antioksidan ekstrak S echinocarpum hasil pelarutan dengan metanol paling kuat dibanding pelarut lainnya. Chandini et al. (2008) melaporkan hasil serupa bahwa aktivitas antioksidan ekstrak S. marginatum, P. tetrasomatica dan T. conoides hasil ekstraksi dengan metanol lebih kuat dibanding pelarut lainnya. Valgimigli et al. (1995), Litwinienko dan Ingold (2003), dan Nielsen dan Ingold (2006) menjelaskan bahwa metanol mempunyai sifat mudah memposisikan atom hidrogen atau gugus hidroksil senyawa untuk membentuk ikatan hidrogen. Adanya ikatan ini mengakibatkan perpindahan proton ke radikal bebas akan lebih mudah (Wright et al. 2001). Litwinienko dan Ingold (2004) menambahkan bahwa efisiensi laju pemindahan hidrogen ke radikal bebas dipengaruhi oleh kemampuan pelarut untuk menerima atom hidrogen. Bila suatu pelarut tidak mampu menerima atom hidrogen maka abstraksi atom hidrogen ke radikal bebas tidak terjadi. Kuatnya aktivitas antioksidan florotanin dalam ekstrak juga dipengaruhi oleh banyaknya gugus hidroksilnya. Sanchez-Moreno et al. (1998) dan Pinelo et al. (2004) menjelaskan aktivitas pemungutan radikal bebas oleh senyawa fenol mengikuti aturan hubungan struktur-aktivitas. Senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksil lebih banyak akan lebih mudah membentuk ikatan hidrogen
51 dengan radikal bebas dan selanjutnya akan lebih mudah juga dalam memindahkan protonnya ke radikal bebas. Villano et al. (2007) menggambarkan bahwa senyawa polifenol yang mempunyai gugus hidroksil lebih banyak akan memiliki stoikiometri antioksidan yang lebih besar, artinya total radikal bebas yang direduksi oleh antioksidan akan lebih banyak. Kuatnya aktivitas antioksidan florotanin dalam ekstrak juga dipengaruhi oleh konformasi strukturnya. Hal ini berkaitan dengan karakteristik stabilisasi internal florotanin sesaat setelah mendonorkan protonnya. Florotanin mempunyai struktur sebagai polifenol, yaitu senyawa yang kaya elektron. Keberadaan gugus hidroksil yang menempel pada cincin aromatis polifenol berperan sangat penting dalam kemampuan pereduksian radikal bebas. Polifenol bila ada radikal bebas cenderung mendonorkan elektronnya untuk menjadi radikal fenoksil (PhO*). Radikal ini selanjutnya distabilisasi secara internal melalui mekanisme: (1). delokalisasi resonansi elektron radikal fenoksil tidak berpasangan ke posisi orto dan para cincin, (2). stabilisasi melalui ikatan hidrogen antara radikal fenoksil dengan gugus hidroksil, dan (3). stabilisasi radikal ini melalui dimerisasi antar radikal fenoksil untuk menghasilkan ikatan CC atau CO baru (Nakai et al. 2006; Kang et al. 2006; Shibata et al. 2008; Li et al. 2009). Tabel 5 memperlihatkan bahwa kandungan florotanin terbanyak didapat dalam ekstrak aseton 70% dan aktivitas antioksidan terkuat didapatkan pada ekstrak metanol. Hubungan kadar florotanin dan aktivitas antioksidan ekstrak S. echinocarpum dalam berbagai pelarut dapat dilihat pada Gambar 7. Florotanin
Florotanin (eq mg floroglusinol/g ekstrak)
Akt. Antioksidan
800
600 10 400 5 200
0
de s ku a A
80 % et an ol
80 % M
Et an ol
70 %
se to n A
et an ol M
Et an ol
p.
p.
a.
a.
0
Akt. Antioksidan Setara Tokoferol (mg/g ekstrak)
15
Gambar 7. Hubungan kadar florotanin dan aktivitas antioksidan ekstrak S. echinocarpum dalam berbagai pelarut
52
Gambar 7 menunjukkan bahwa florotanin dalam ekstrak metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang paling kuat. Lopez et al. (2011) melaporkan bahwa makin tinggi kadar polifenol rumput laut maka makin kuat aktivitas antioksidannya, namun Nakai et al. (2006), Shibata et al. (2008), dan Li et al. (2009)
melaporkan bahwa yang berperan kuat terhadap aktivitas
antioksidan rumput laut coklat adalah struktur konformasi florotaninnya. Hal ini menunjukkan bahwa florotanin yang terlarut dalam metanol mempunyai konformasi struktur yang mudah mengabstraksi hidrogen. Shibata et al. (2008) menjelaskan bahwa keberadaan gugus hidroksil yang menempel pada cincin aromatis berperan sangat penting dalam kemampuan pereduksian radikal bebas. Kuatnya aktivitas antioksidan florotanin dalam ekstrak juga dipengaruhi oleh entalpi disosiasi ikatan hidrogennya. Bila entalpi disosiasi ikatan hidrogen suatu polifenol kecil, maka pemindahan hidrogen ke radikal bebas akan lebih mudah (Nielsen dan Ingold 2006). Berdasar penjelasan di atas tampak bahwa florotanin dalam ekstrak metanol S. echinocarpum mempunyai gugus hidroksil yang lebih banyak, konformasinya lebih mudah dalam menstabilisasi struktur, dan mempunyai entalpi disosiasi ikatan hidrogen yang lebih kecil dibanding florotanin dalam ekstrak S. echinocarpum dalam pelarut lainnya. 4.2.4 Identitas florotanin Berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan, maka ekstrak metanol dipilih untuk diuji lebih lanjut, yaitu: elusidasi struktur florotanin yang terkandung dalam ekstrak, uji toksisitas, uji disfungsi sel endotelium aorta, dan uji stres oksidatif. Elusidasi
struktur
florotanin
yang
terkandung
dalam
ekstrak
S.
echinocarpum melalui beberapa tahap, yaitu: partisi, fraksinasi, dan identifiksi. Ekstrak metanol S. echinocarpum dipartisi dietil eter, air, kloroform dan metanol pada corong pemisah, lalu fase metanol ditampung. Hasil partisi terhadap ekstrak metanol S. echinocarpum berupa partisi metanol dapat dilihat pada Gambar 8.
53
Gambar 8. Partisi metanol dari ekstrak metanol S. echinocarpum Partisi metanol yang didapat selanjutnya difraksinasi dalam kolom kromatografi berisi silika gel G-60, 200-500 µm (20 cm, id 1 cm). Elusi dilakukan dengan kloroform:metanol (8:2), kloroform:metanol (5:5) dan kloroform:metanol (2:8) masing-masing 40 mL. Hasil penampungan eluat dalam botol 2,5 mL didapatkan dua eluat, yaitu: eluat pertama pada fraksi nomer 11-20 dan eluat kedua pada fraksi nomer 33-37. Kedua eluat tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. A
B
(fraksi no 11-20) Gambar 9. Eluat pertama (A) dan eluat kedua (B) Kedua eluat selanjutnya diidentifikasi kandungannya pada kromatografi lapis tipis (KLT) silika gel F254 dengan eluen kloroform:metanol:air:asam asetat (53:38:6:3) dan menggunakan floroglusinol sebagai senyawa standar. Sebelum di identifikasi dengan KLT, eluat dipekatkan, ditambah Na 2 CO 3 anhidrat, dicuci metanol tiga kali, dibekukan semalam dan didapatkan kristal putih. Hasil identifikasi eluat pada KLT berupa noktah dapat dilihat pada Gambar 10.
54
Eluat pertama
Floroglusinol
Eluat kedua
Gambar 10. Noktah floroglusinol, eluat pertama dan kedua Gambar 10 memperlihatkan bahwa faktor retensi (R f) noktah eluat pertama menyerupai R f senyawa standar yaitu 0,92 dan dapat dinyatakan bahwa eluat pertama adalah floroglusinol. Sementara itu R f noktah eluat kedua adalah 0,26. Karena belum didapatkan identitas pada eluat kedua maka dilakukan identifikasi lebih lanjut dengan metode spektroskopi. Metode spektroskopi ultra ungu bertujuan untuk mendapatkan gambaran transisi energi dari elektron terluar. Hasil serapan ultra ungu eluat kedua dari ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Gambar 11. 190.6 1.10 1.00 0.90 0.80
AU
0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 200.00
250.00
300.00 nm
350.00
Gambar 11. Spektra serapan ultra ungu eluat kedua dari ekstrak metanol S. echinocarpum
55 Gambar 11 memperlihatkan bahwa serapan ultra ungu eluat kedua dari ekstrak metanol S. echinocarpum berupa serapan tunggal pada panjang gelombang maksimal sekitar 210 nm. Shibata et al. (2006) melaporkan tipikal profil spektra ultra ungu senyawa florotanin berada pada panjang gelombang 210 nm. Glombitza dan Rosener (1974) melaporkan bahwa serapan maksimal ultra ungu bifuhalol dari rumput laut coklat (Bifurcaria bifurcata) pada 209,5 nm. Silverstein et al. (2005) menyatakan serapan ultra ungu tunggal dengan intensitas rendah hingga menengah terjadi pada panjang gelombang di bawah 220 nm menunjukkan adanya transisi n → σ*. Transisi ini oleh Pavia et al. (2009) dinyatakan sebagai transisi senyawa yang mengandung gugus fungsional alkohol dan eter. Benzena mempunyai dua serapan maksimal yaitu serapan primer pada panjang gelombang 180 dan 202 nm, dan serapan sekunder pada 255 nm (Pavia et al. 2009). Saat atom hidrogennya tersubstitusi gugus hidroksil, serapan ini akan mengalami pergeseran batokromis sekitar 8 nm untuk serapan primer dan 16 nm untuk serapan sekunder. Namun bila senyawa ini dilarutkan dalam pelarut polar serapan sekundernya akan tidak nampak. Hal inilah yang menyebabkan spektra ultra ungu eluat kedua hanya tunggal. Sementara itu Pretsch et al. (2009) menyatakan bahwa suatu polisubstitusi benzena dengan substituennya berupa gugus hidroksil akan mempunyai serapan maksimal 209-210,5 nm. Berdasarkan interpretasi terhadap serapan ultra ungu, maka eluat kedua adalah senyawa yang mengandung gugus fungsional alkohol, eter dan benzena. Benzena yang terdapat pada eluat ini bersubstituen berupa polihidroksil. Metode spektroskopi infra merah bertujuan untuk mendapat gambaran gugus fungsional suatu molekul. Hasil serapan infra merah eluat kedua dari ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Gambar 12.
56
100 %T 95
2694.56
90
2052.26
85
80
883.40
950.91
1637.56 1624.06
55
545.85
680.87 653.87
60
605.65
1078.21
65
1035.77
1303.88
1247.94 1217.08
70
1404.18
%T
2943.37
75
45
3550.95 3477.66 3439.08 3406.29 3381.21 3344.57 3313.71
50
40
35 4000 3600 SARGASSUM
3200
2800
2400
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600 1/cm
1/cm
Gambar 12. Spektra serapan infra merah eluat kedua dari ekstrak metanol S. echinocarpum Gambar 12 memperlihatkan adanya beberapa puncak serapan yang menunjukkan gugus fungsional pembentuk senyawa dari eluat metanol kedua. Puncak serapan itu antara lain: 3406 cm-1, 2943 cm-1, 2694 cm-1, 2052 cm-1, 1637 cm-1, 1404 cm-1, 1303 cm-1, 1247 cm-1, 1217 cm-1, 1078 cm-1, 1035 cm-1, 950 cm1
, 883 cm-1, 680 cm-1, 653 cm-1, 605 cm-1, dan 545 cm-1. Menurut Pavia et al.
(2009) serapan pada 3406 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil, pasangan serapan 1637 cm-1 dan 1404 cm-1 menunjukkan aromatis eter, pasangan serapan 1247 cm-1 dan 1035 cm-1 menunjukkan keberadaan fenil eter, serapan pada 1217 cm-1 menunjukkan gugus C-O fenol, dan pasangan serapan 883 cm-1 dan 680 cm-1 menunjukkan out of plane dari suatu model trisubstitusi 1, 3, dan 5. Berdasar interpretasi serapan infra merah tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa yang terkandung dalam eluat metanol kedua merupakan senyawa fenil eter yang mengandung senyawa hidroksil pada posisi atom karbon nomer 1, 3, dan 5.
57 Metode kromatografi cair kinerja tinggi dapat digunakan untuk menentukan kemurnian suatu zat dari suatu hasil isolasi. Kromatogram eluat metanol kedua dari ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Gambar 13. 2.00
AU
1.50 1.00 0.50 0.00 2.00
4.00
6.00 Minutes
8.00
10.00
Gambar 13. Kromatogram eluat kedua dari ekstrak metanol S. echinocarpum Gambar 13 memperlihatkan bahwa eluat kedua dari ekstrak metanol S. echinocarpum yang diinjeksi dan dielusikan dalam kolom High Performace Liquid Chromatography (HPLC) hanya berupa puncak tunggal. Berdasarkan hasil elusi ini dapat dikatakan bahwa eluat hanya mengandung satu senyawa. Gambar 13 juga memperlihatkan bahwa eluat uji yang dielusikan pada sistem kromatografi ini termasuk senyawa polar. Hal ini dimungkinkan karena fase gerak dalam sistem kromatografi ini adalah pelarut polar (95% H 2 O + 0.05% asam format, 5% asetonitril). Berdasar interaksi inter dan intra molekular senyawa dengan fase diam atau dengan fase gerak didapatkan bahwa senyawa sudah terelusi pada sekitar menit ke-2. Artinya bahwa interaksi inter dan intra molekular senyawa uji dengan eluen lebih kuat dibanding dengan fase diam. Niessen (2006) menjelaskan bahwa dalam sistem kromatografi fase terbalik interaksi ikatan hidrogen senyawa uji polar terhadap fase diam sangat lemah dibanding ikatannya dengan eluen. Lebih lanjut Niessen (2006) menyatakan bahwa retensi senyawa uji polar pada kromatografi fase terbalik akan makin menurun dengan makin meningkatnya polaritas senyawa uji. Metode spektroskopi spektra massa bertujuan untuk mendapatkan berat molekul senyawa uji.
Spektra massa eluat kedua dari ekstrak metanol S.
echinocarpum yang dianalisis dengan High Performance Liquid Chromatography
58 Electrospray Ionization Time of Flight Mass Spectrometry (HPLC-ESI-TOF-MS) mode ion positif dapat dilihat pada Gambar 14.
m/z
Gambar 14. Spektra massa eluat kedua ekstrak metanol S. echinocarpum Gambar 14 memperlihatkan bahwa eluat kedua ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) mempunyai m/z dominan pada 288,2715. Berat molekul analat ini menunjukkan suatu dimer floroglusinol dengan rumus molekul C 12 H 10 O 7 . Gross (2004) menyatakan ion yang terbentuk dari metode electrospray ionization (ESI) sangat tergantung pada polaritas analat dan karakteristik pelarut. Berdasar waktu retensi analat dengan HPLC menunjukkan bahwa senyawa uji ini adalah senyawa polar. Gross (2004) menyatakan bahwa ion yang terbentuk dari suatu senyawa polar pada sistem ESI mode ion positif akan berupa [M+Na]+. Bila digambarkan struktur senyawa ekstrak metanol terlihat pada Gambar 15. OH
OH
Na HO
O
O OH
OH
Gambar 15. Struktur senyawa eluat kedua Berdasar rumus molekul senyawa C 12 H 10 O 7 yang kehilangan proton dan diganti dengan ion Na, maka akan didapat berat molekul senyawa sebesar 266. Artinya senyawa dalam ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dinyatakan sebagai bifuhalol. Nakai et al. (2006) mendapati ekstrak metanol S. ringgoldianum berstruktur oligomer dari bifuhalol. Singh dan Bharate (2006)
59 menyatakan bahwa bifuhalol adalah senyawa turunan floroglusinol atau dimer floroglusinol yang berberat molekul 266 Da. Berdasar analisis spektrometrik ultra ungu, infra merah dan spektra massa di atas maka dapat disimpulkan bahwa senyawa yang terkandung dalam eluat kedua ekstrak metanol S. echinocarpum adalah bifuhalol. Berarti secara keseluruhan ekstrak metanol S. echinocarpum mengandung floroglusinol dan bifuhalol. 4.3 Toksisitas Akut Seluruh prosedur pemeliharaan, penggunaan dan perlakuan terhadap hewan uji telah disetujui oleh komisi etik penelitian hewan, Universitas Brawijaya dengan nomer 34-KE tahun 2009. Surat keterangan tentang kelaikan penggunaan hewan uji dan perlakuannya dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 5.
4.3.1 Berat badan Data pengamatan kenaikan berat badan mencit strain BALB/c uji akibat pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum selama masa uji toksisitas dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kenaikan berat badan mencit antar perlakuan pada akhir masa penelitian berbeda sangat nyata (p < 0,01), kecuali antara perlakuan dosis 2500 mg/kg BB dengan 5000 mg/kg BB yang tidak menunjukkan perbedaan (p = 0,341) (Lampiran 6). Kenaikan berat badan mencit uji akibat pemberian ekstrak metanol rumput laut coklat (S.
Kenaikan berat badan (%
echinocarpum) selama masa uji toksisitas dapat dilihat pada Gambar 16. 16 14 12 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6
d c b
0 mg/kg 625 mg/kg 1250 mg/kg
a
2500 mg/kg 5000 mg/kg
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14
Lama (hari)
Gambar 16. Persentase kenaikan berat badan mencit akibat pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum.
60 Gambar 16 menunjukkan bahwa kenaikan berat badan hewan uji mengalami hambatan akibat pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum. Perlakuan dosis 625 mg/kg BB menunjukkan kecenderungan kenaikan yang hampir sama dengan perlakuan kontrol negatif, walau pada akhir masa uji keduanya mengalami perbedaan sangat nyata (p < 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 625 mg/kg BB tidak mengakibatkan gangguan metabolisme dalam hewan uji. Nagayama et al. (2002) melaporkan bahwa mencit yang diberi florotanin E. kurome menunjukkan tidak mengalami gangguan pertumbuhan. Targett dan Arnold (1998) melaporkan ada beberapa herbivora laut yang makanannya adalah rumput laut coklat dan menunjukkan bahwa herbivora tersebut tetap tumbuh. Herbivora ini tetap tumbuh karena rumput laut yang dimakan < 10 g per hari. Perlakuan ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 1250 mg/kg BB, 2500 mg/kg BB dan 5000 mg/kg BB pada awal perlakuan mengakibatkan hambatan dan penurunan berat badan hewan uji, namun selanjutnya hewan uji mengalami kenaikan berat badan. Stern et al. (1996) menyatakan florotanin dapat menghambat pertumbuhan organisme bila kadar yang dikonsumsikan > 10 g tiap kg berat badan. Hal ini diakibatkan adanya kemampuan florotanin untuk membentuk ikatan hidrogen dengan protein termasuk enzim dalam saluran pencernaan. 4.3.2 Dosis kematian 50% (LD 50 ) Hasil uji menunjukkan bahwa pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum sekali secara oral hingga dosis 5000 mg/kg BB tidak mengakibatkan kematian pada mencit uji. Hal serupa dilaporkan oleh Nagayama et al. (2002) bahwa ekstrak rumput laut dari Ecklonia kurome yang diperlakukan pada mencit pada suatu uji toksisitas akut dengan dosis mencapai 5000 mg/kg tidak mengakibatkan kematian pada mencit uji tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa komponen atau senyawa yang terkandung dalam ekstrak metanol S. echinocarpum tergolong senyawa yang relatif tidak toksik. Derelanko dan Holinger (1995) menyatakan bahwa suatu bahan atau senyawa bila dikonsumsikan secara oral pada hewan percobaan dengan dosis 5000 mg/kg BB dan tidak mengakibatkan kematian, maka bahan atau senyawa tersebut digolongkan relatif tidak toksik.
61
4.3.3 Histopatologis hati dan ginjal Data pengamatan histopatologis hati mencit uji akibat pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisis data menunjukkan bahwa skor histologis hati mencit antar perlakuan berbeda sangat nyata (p < 0,01). Fotomikrograf dan skor histologis hati mencit yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18. A
B
E
D
C
◄
Gambar 17. Fotomikrograf hati mencit yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 0 mg/kg BB (A), 625 mg/kg BB (B), 1250 mg/kg BB (C), 2500 mg/kg BB (D), dan 5000 mg/kg BB (E). (Perbesaran 400 x) (Pewarnaan H&E) ( = 15 µm) Keterangan: ◄ = sel radang,
= nekrosis,
= vakuola, dan
= steatosis
3
Skor histologis
2.5
2.06
2 1.50
d 2.11
bc
ab
1.5 1
cd
0.58
a
1.00
0.5 0 0
625
1250
2500
5000
Dosis (mg/kg BB)
Gambar 18. Skor histologis hati mencit yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum
62 Gambar 17 dan 18 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum dosis > 1250 mg/kg BB pada mencit uji telah dapat mengakibatkan perubahan histologis pada hepatosit hingga mengalami nekrosis. Sudha et al. (2008) dan Hsu et al. (2011) menunjukkan bahwa pemberian tanin > 1500 mg/kg BB dapat mengakibatkan kerusakan hati dan hepatotoksik. Ada dua hal yang memungkinkan tanin pada dosis tersebut bersifat hepatotoksik, yakni: (1) pada dosis tersebut, tanin dapat merusak membran mitokondria. Perusakan ini akan memicu pembentukan spesies oksigen reaktif hingga dapat memberi efek sitotoksik. (2) pemberian dosis yang sangat besar sekaligus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan. Damjanov (1996) menyatakan bila rangsangan luar yang mengenai jaringan atau sel melebihi kapasitas sel beradaptasi, maka akan terjadi cedera sel tak imbal balik dan akhirnya sel mati (nekrosis). Data pengamatan histopatologis ginjal mencit uji akibat pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisis data menunjukkan bahwa skor histologis ginjal mencit antar perlakuan berbeda sangat nyata (p < 0,01). Fotomikrograf dan skor histologis ginjal mencit yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20. B
A
C
D
E ◄
Gambar 19. Fotomikrograf tubulus ginjal mencit yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 0 mg/kg BB (A), 625 mg/kg BB (B), 1250 mg/kg BB (C), 2500 mg/kg BB (D), dan 5000 mg/kg BB (E). (Perbesaran 400 x) (Pewarnaan H&E) ( = 15 µm) Keterangan: ◄ = dilatasi,
= nekrosis,
= epitel terkelupas
63
3 2.43
Skor histologis
2.5 2.03 2
d
c
1.60 b
1.5 1 0.5
0.30
a
0.53
a
0 0
625
1250
2500
5000
Dosis (mg/kg BB)
Gambar 20. Skor histologis ginjal mencit yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum Gambar 19 dan 20 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum dosis > 1250 mg/kg BB pada mencit uji telah dapat mengakibatkan perubahan histologis pada tubulus ginjal hingga mengalami nekrosis. Sudha et al. (2008) dan Hsu et al. (2011) menunjukkan bahwa pemberian tanin > 1500 mg/kg BB dapat mengakibatkan kerusakan ginjal dan nefrotoksik. Hal ini dimungkinkan karena adanya efek lipid peroksidasi dan pemekatan tanin pada tubulus. Rodrigo dan Rivera (2002) menyatakan kerusakan atau kematian sel ginjal dapat diakibatkan oleh stres oksidatif. Hervas et al. (2003) menyatakan lipid peroksidasi dapat dipicu oleh pemberian tanin > 1500 mg/kg BB dengan mekanisme perusakan membran mitokondria. Desphande (2002) menyatakan bahwa tubulus mudah mengalami kerusakan atau nekrosis oleh zat dari luar karena jaringan ini merupakan tempat pemekatan zat sebelum diekskresikan dari tubuh.
Bioaktivitas ekstrak metanol S. echinocarpum pada tikus diabetes melitus Penggunaan hewan uji diperlukan untuk mendapatkan gambaran stres oksidatif tikus dan disfungsi sel endotelium aorta diabetes melitus yang diperlakukan dengan ekstrak metanol S. echinocarpum. Pengamatan stres oksidatif meliputi: malondialdehid (MDA), superoksida dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase (GSH-Px) serum dan profil Cu,Zn-SOD hati dan ginjal. Pengamatan disfungsi sel endotelium meliputi: vasorelaksasi, kepekaan (sensitivitas) reseptor sel endotelium aorta, dan rasio sel endotelium aorta.
64 4.4 Stres oksidatif 4.4.1 Berat badan Data pengamatan dan analisis data perubahan berat badan tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kenaikan berat badan tikus antar perlakuan pada akhir masa penelitian berbeda sangat nyata (p < 0,01). Kenaikan berat badan tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum selama masa penelitian dapat dilihat pada Gambar 21. Kenaikan berat badan (g)
75 50
e Normal DM + S0
25 d
0
c
DM + S150 DM + S300 DM + S450
b
-25
a
-50 0
2
4
6
8
10
12
Waktu (minggu)
Gambar 21. Kenaikan berat badan tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum selama masa penelitian Gambar 21 memperlihatkan berat badan tikus normal hingga akhir masa penelitian mengalami kenaikan, sedang tikus diabetes melitus mengalami penurunan. Chandra et al. (2007) juga melaporkan bahwa berat badan tikus normal selama masa penelitian terus mengalami peningkatan, sedang tikus diabetes melitus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan tikus diabetes melitus mengalami kegagalan sintesis glikogen dalam sel. Grover et al. (2002) menjelaskan glikogenesis tidak terjadi pada diabetes akibat defisiensi ataupun insensitivitas insulin. Keadaan tersebut mengakibatkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga pembentukan glikogen dalam sel hati dan otot tidak terjadi. Sementara itu karena tidak ada sumber energi (glukosa) yang masuk, sel akan melakukan glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan mekanisme sintesis glukosa dengan membongkar lemak dan protein dari hati dan jaringan lemak. Bila
65 proses ini berlangsung kronis berakibat pada penurunan berat badan (Brody, 1999). Gambar 21 memperlihatkan bahwa kenaikan berat badan tikus diabetes yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum berbeda sangat nyata (p < 0,01). Tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak rumput laut coklat dosis 450 mg/kg pada akhir masa penelitian menunjukkan adanya kenaikan berat badan. Hal ini dimungkinkan karena florotanin dalam ekstrak metanol S. echinocarpum pada dosis tersebut dapat meningkatkan ambilan glukosa. Iwai (2008) dan Nwosu et al. (2010) melaporkan bahwa hewan diabetes melitus yang diberi ekstrak Ecklonia stolonifera dan Ascophyllum nodosum memperlihatkan kenaikan berat badan. Kenaikan ini kemungkinan akibat florotanin dalam rumput laut tersebut mengaktivasi AMPK (adenosine monophosphate-activated protein kinase). AMPK yang teraktivasi dapat berperan dalam pengaturan metabolisme seluler pengambilan glukosa (Kang et al. 2010; Fogarty dan Hardie 2010). Kinase ini meningkatkan pengambilan glukosa dari darah ke organ target melalui fosforilasi protein kinase B (PKB atau Akt substrat 160 kDa) (Hwang et al. 2009). Menurut Zhang et al. (2009) AMPK pada otot dapat meningkatkan ekspresi dan translokasi glucose transporter 4, serta aktivitas heksokinase, sehingga glukosa masuk dalam sel, dan selanjutnya dapat meningkatkan kadar glikogen dan berat badan.
4.4.2 Glukosa Darah Data pengamatan dan analisis data perubahan glukosa darah tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kadar glukosa darah tikus antar perlakuan pada akhir masa penelitian berbeda sangat nyata (p < 0,01). Perubahan kadar glukosa darah tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol dilihat pada Gambar 22.
S. echinocarpum selama masa penelitian dapat
66
Glukosa darah (mg/dL)
600 500
e d
400
c
Normal DM + S0 DM + S150
300
b
200
DM + S300 DM + S450
a 100 0 0
2
4
6
8
10
12
Waktu (m inggu)
Gambar 22. Kadar glukosa darah tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum selama masa penelitian Gambar 22 memperlihatkan bahwa glukosa darah tikus normal selama masa penelitian tetap normal, sedang tikus diabetes melitus glukosa darahnya hingga akhir masa penelitian tetap di atas 200 mg/dL. Iwai (2008) dan Frode dan Medeiros (2008) melaporkan bahwa kadar glukosa darah hewan uji diabetes yang diinduksi streptozotocin (STZ) lebih tinggi berbeda sangat nyata dibanding hewan uji normal. Hiperglikemik pada hewan coba diabetes tersebut terjadi akibat defisiensi insulin. Frode dan Medeiros (2008) menjelaskan defisiensi insulin pada hewan diabetes yang diinduksi STZ terjadi karena masuknya STZ ke dalam sel β pankreas. STZ dapat masuk ke dalam sel β pankreas melalui glukosa transporter 2 (Glut 2), karena STZ struktur α atau β anomernya berupa glukosa. Masuknya STZ dalam sel β pankreas menyebabkan alkilasi DNA sel β tersebut dan akhirnya sel β pankreas mengalami nekrosis. Gambar 22 memperlihatkan bahwa kadar glukosa darah tikus diabetes yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum mengalami penurunan sangat nyata dibanding tikus diabetes (p < 0,01). Pada akhir masa penelitian perlakuan ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 450 mg/kg berat badan dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes melitus hingga di bawah 200 mg/dL. Lamella et al. (1989) juga telah melaporkan bahwa Sargassum sp mempunyai sifat hipoglikemik terhadap kelinci normal maupun diabetes. Penurunan ini dimungkinkan karena florotanin dalam ekstrak metanol S. echinocarpum mampu menghambat aktivitas α glukosidase dan menunjukkan aktivitas seperti insulin (insulin mimic).
67 Iwai (2008), Lee et al. (2009), Lee et al. (2010a), dan Nwosu et al. (2010) melaporkan florotanin dapat menurunkan glukosa darah karena mampu menghambat aktivitas α amilase dan α glukosidase. Sisi aktif enzim tersebut diikat oleh florotanin hingga aktivitas pemecahan pati menjadi glukosa oleh enzim tersebut di saluran pencernaan menjadi terhambat. Sementara itu Kang et al. (2010) menjelaskan bahwa florotanin dapat bersifat seperti insulin karena mampu meningkatkan pengambilan glukosa darah ke dalam otot melalui pengaktifan lintasan AMPK. Hwang et al. (2009) dan Borriello et al. (2010) menyatakan pengaktifan AMPK oleh polifenol dapat meningkatkan aktivitas Akt sehingga glucose transproter 4 segera di-translokasikan ke membran sel. Keberadaan glucose transporter ini bermanfaat mengambil glukosa dalam darah ke dalam otot. 4.4.3 Hemoglobin A 1 c (HbA 1 c) Data pengamatan dan analisis data perubahan HbA 1 c tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil analisis data menunjukkan bahwa HbA 1 c tikus antar perlakuan berbeda sangat nyata (p < 0,01). Persentase HbA 1 c tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Gambar 23. 19.5 16.80
e
HbA 1c (%)
14.81
d
12.48
13
c
b
8.46 6.5
5.33
a
0 Normal
DM + S0
DM + S150
DM + S300
DM + S450
Gambar 23. Persentase HbA 1 c tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum Gambar 23 memperlihatkan bahwa persentase HbA 1 c tikus diabetes lebih tinggi dibanding tikus normal. Persentase HbA 1 c tikus diabetes melitus selalu
68 lebih tinggi dibanding tikus normal. Hal ini berkaitan dengan tingginya tingkat glikasi antara radikal bebas dengan asam amino lisin dari hemoglobin. Selvaraj et al. (2006) menyatakan makin besarnya persentase HbA 1 c berkaitan dengan makin banyaknya radikal bebas, utamanya malondialdehid (MDA), yang telah berinteraksi dengan lisin dari hemoglobin. Gugus aldehid MDA mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan lisin dari hemoglobin untuk membentuk N(h)-lisin amino akrolein (h-LAA). Akrolein ini selanjutnya bereaksi dengan aldehid glukosa untuk membentuk HbA 1 c. Gambar 23 menunjukkan bahwa persentase HbA 1 c tikus diabetes yang diperlakukan dengan ekstrak metanol S. echinocarpum menurun. Ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 450 mg per kg berat badan dapat menurunkan persentase HbA 1 c tikus diabetes hingga dua kali lipat. Penurunan ini terjadi dimungkinkan karena florotanin yang terkandung dalam ekstrak metanol
S. echinocarpum
mampu mencegah glikasi dan mereduksi radikal bebas. Sengupta dan Swenson (2005) menjelaskan glikasi hemoglobin dapat dihambat oleh polifenol melalui pengikatan gugus karbonil (sisi reaktif) glukosa oleh gugus hidroksil antioksidan. Sementara itu Selvaraj et al. (2006) menyatakan penurunan MDA oleh polifenol dapat mencegah bereaksinya radikal tersebut dengan lisin hemoglobin. Rendahnya akrolein yang terbentuk berpengaruh pada makin sedikitnya akrolein yang bereaksi dengan aldehid glukosa dan akhirnya pembentukan HbA1c makin sedikit. 4.4.4 Malondialdehid (MDA) Data pengamatan dan analisis data kadar MDA serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil analisis data menunjukkan bahwa MDA tikus antar perlakuan berbeda sangat nyata (p < 0,01). MDA serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum pada akhir masa penelitian dapat dilihat Gambar 24.
69 8
e
MDA (nmol/mL)
6.76 6
d
4.60 4
c
2.63 2 0.28
0.98
a
b
0 Normal
DM + S0
DM + S150
DM + S300
DM + S450
Gambar 24. Kadar MDA serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum Gambar 24 memperlihatkan bahwa kadar MDA tikus diabetes melitus tinggi lebih tinggi dibanding tikus normal. Hal ini menunjukkan bahwa tikus diabetes melitus mengalami stres oksidatif. Karasu (1999), Feillet-Choudray et al. (1999), Kesavulu et al. (2001), dan Marra et al. (2002)
melaporkan bahwa
diabetesi memiliki kadar MDA yang lebih tinggi dibanding bukan diabetes. Hal ini dimungkinkan karena pada kondisi hiperglikemia, pembentukan radikal bebas dapat terjadi melalui banyak mekanisme sehingga memicu banyaknya radikal bebas yang terbentuk.
Baynes and Thorpe (1999) menyatakan pembentukan
radikal bebas saat hiperglikemia dapat terjadi melalui autooksidasi glukosa dan glikasi protein, sedang Dickinson et al. (2002) dan Valko et al. (2007) menyatakan pembentukan tersebut dapat terjadi melalui: (1) pembentukan anion superoksida di komplek II membran mitokondria, (2) aktivasi NADPH oksidase, (3) autooksidasi glukosa, dan (4) aktivitas Nitric Oxida Synthase (NOS) yang tidak sempurna. Lintasan ini selanjutnya menyumbang spesies oksigen radikal bebas pada diabetesi. Radikal bebas ini, khususnya hidroksil radikal, selanjutnya mengoksidasi komponen lipida membran sel tubuh hingga membentuk banyak lipid peroksida. Gambar 24 memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum dapat menurunkan kadar MDA tikus diabetes melitus. Hal ini dimungkinkan
florotanin
yang
terkandung
dalam
ekstrak
metanol
S.
echinocarpum dapat membersihkan radikal bebas. Sabu et al. (2002), Kang et al. (2004), Raghavendran et al. (2005), Jung et al. (2008), Lee et al. (2010b), dan
70 Heo et al. (2010) menyatakan bahwa florotanin dapat menurunkan kadar MDA akibat hiperglikemik. Penurunan ini akibat florotanin yang terkandung di dalam rumput laut coklat mampu membersihkan radikal bebas dan mencegah pembentukan spesies oksigen reaktif melalui donor proton atau abstraksi hidrogen. 4.4.5 Superoksida Dismutase (SOD) Data pengamatan dan analisis data aktivitas SOD serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak S. echinocarpum dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil analisis data menunjukkan bahwa aktivitas SOD serum tikus antar perlakuan berbeda sangat nyata (p < 0,01). Aktivitas SOD serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak S. echinocarpum pada akhir masa penelitian dapat dilihat pada Gambar 25. 50
Akt. SOD (U/mL)
40
38.92
e d
31.29 c
30
25.30 b
20
a
17.81
12.92 10 0 Normal
DM + S0
DM + S150
DM + S300
DM + S450
Gambar 25. Aktivitas SOD serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak S. echinocarpum Gambar 25 memperlihatkan bahwa aktivitas SOD serum tikus diabetes melitus lebih rendah dibandingkan dengan tikus normal. Hal serupa dilaporkan oleh Kesavulu et al. (2001), Flekac et al. (2008), Xu et al., (2010), dan Saravanan dan Ponmurugan (2011) bahwa aktivitas SOD pada diabetes tipe 1 dan 2 dan tikus diabetes melitus yang diinduksi STZ lebih rendah dibanding tikus normal. Hal ini dimungkinkan karena hiperglikemik telah menurunkan aktivitas dan produksi SOD melalui mekanisme glikasi. Kawamura et al. (1992) dan Flekac et al. (2008) menunjukkan bahwa SOD akan terglikasi akibat hiperglikemik. SOD yang terglikasi mengakibatkan DNA-nya mengalami kerusakan sehingga ekspresi
71 ataupun aktivitasnya menurun (Wiernsperger 2003a; Wiernsperger 2003b; Culotta et al. 2006). Fujita et al. (2005) menjelaskan bahwa hiperglikemik telah menyebabkan kegagalan ekspresi mRNA SOD, sehingga aktivitas SOD akan rendah. Qin et al. (2008) menyatakan bahwa SOD dalam plasma utamanya adalah ekstra selular SOD (ecSOD), SOD ini mempunyai peran menurunkan anion superoksida (O 2 -) esktra selular dan mempertahankan bioaktivitas nitrit oksida. Fattman et al. (2003) menyatakan kandungan ecSOD dapat menurun akibat hiperglikemik. Saat hiperglikemik ecSOD akan terglikasi dan berubah menjadi ecSOD terglikasi (glu-ecSOD). Keberadaan glu-ecSOD ini akan dapat merusak heparin ecSOD yaitu tempat penempelan SOD pada eritrosit atau albumin hingga kadar ecSOD darah menurun. Ciechanowski et al. (2005) menambahkan bahwa efek glikasi dapat menurunkan aktivitas ecSOD diabetes karena radikal bebas yang dihasilkan saat hiperglikemik memberi efek sitotoksik pada sel penghasil dan tempat beraktivitas ecSOD. Gambar 25 memperlihatkan bahwa aktivitas SOD serum tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum
lebih tinggi dibanding
kontrol positif. Sabu et al. (2002), Li et al. (2006), Feillet-Choudry et al. (2009), dan Fernandez-Pachon et al. (2009)
menyatakan bahwa pemberian polifenol
dapat mempertahankan aktivitas SOD serum tetap tinggi. Rodrigo et al. (2011) menjelaskan polifenol dapat mempertahankan aktivitas SOD melalui dua cara, yaitu secara tidak langsung, yakni terlebih dahulu membersihkan radikal bebas dan mengkelat logam, sehingga aktivitas ecSOD yang terhambat akibat terglikasi menjadi aktif kembali. Cara kedua yaitu, polifenol meningkatkan ekspresi SOD melalui aktivasi AP-2 faktor transkripsi, ekspresi gen, dan mRNA SOD (Zelko et al. 2002 dan Fernandez-Pachon et al. 2009). 4.4.6 Cu,Zn-SOD Ginjal Data pengamatan dan analisis data profil Cu,Zn-SOD ginjal tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Lampiran 13. Hasil analisis data menunjukkan bahwa persentase jumlah sel tubuli renalis pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD ginjal tikus antar perlakuan berbeda sangat nyata (p < 0,01). Fotomikrograf dan persentase
72 jumlah sel tubuli renalis pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD ginjal tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Gambar 26 dan 27. A
B ◄
D
C
E
Gambar 26. Fotomikrograf profil Cu,Zn-SOD ginjal tikus normal (A), tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 0 mg/kg (B), 150 mg/kg (C), 300 mg/kg (D), dan 450 mg/kg (E) (Perbesaran 1000 x) ( = 10 µm) Keterangan: ◄= positif kuat,
+++
= positif moderat,
++
++/-
= positif lemah, dan
= negatif
-
70
Jumlah (%)
60 50 40 30 20 10 0 Normal
DM + S0
DM + S150
DM + S300
DM + S450
Gambar 27. Persentase jumlah sel tubuli renalis pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD ginjal tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum
73 Gambar 26 memperlihatkan bahwa profil Cu,Zn-SOD ginjal tikus normal lebih tinggi dibandingkan pada tikus diabetes melitus. Gambar 27 memperlihatkan persentase jumlah sel tubuli renalis berkandungan positif Cu,Zn-SOD pada ginjal tikus normal lebih banyak dibanding pada tikus diabetes melitus. Hal ini menunjukkan bahwa ginjal tikus normal tidak mengalami stres oksidatif, sedangkan tikus diabetes melitus mengalami stres oksidatif. Dobashi et al. (1989) dan Frederiks dan Bosch (1997) memperlihatkan bahwa profil kandungan Cu,ZnSOD pada tubulus ginjal tikus normal adalah positif. Fujita et al. (2005) melaporkan ekspresi Cu,Zn-SOD pada tubulus mencit yang mengalami hiperglikemik selama 5 minggu masih bersifat positif, namun setelah 15 minggu menjadi negatif. Chang et al. (2002) menyatakan SOD adalah enzim yang responsif terhadap stres oksidasif, sehingga aktivitas ataupun ekspresinya akan meningkat sesaat tubuh mengalami stres oksidatif. Namun bila radikal bebas yang berada dalam tubuh sangat tinggi dan berlangsung kronis akan memberi efek sitotoksik sehingga aktivitas dan ekspresi SOD menjadi terhambat dan menurun. Satoh et al. (2005), Mehta et al. (2006), dan Sivitz dan Yorek (2010) menyatakan lintasan intraselular yang berperan dalam menghasilkan anion superoksida secara berlebih pada diabetesi, adalah: NADPH oksidase, eNOS, xantin oksidase dan enzim respirasi mitokondria. Namun Mehta et al. (2006) berpendapat bahwa respirasi mitokondria dan aktivitas eNOS yang berjalan secara abnormal adalah penyebab dihasilkannya anion superoksida secara berlebih pada diabetes, sedang Satoh et al. (2005) berpendapat bahwa tidak berjalannya aktivitas lintasan NADPH oksidase dan eNOS adalah penyebab anion superoksida diproduksi secara berlebih pada diabetes. Namun demikian Fujita et al. (2005) dan Mehta et al. (2006) mendapati tak berjalannya aktivitas eNOS secara normal menjadi penyebab paling penting terhadap penurunan ekspresi Cu,Zn-SOD. eNOS yang tidak berjalan normal akan menghasilkan anion superoksida. Radikal ini selanjutnya bereaksi dengan NO membentuk peroksinitrit. Terbentuknya radikal ini akan memberikan efek sitotoksik pada sel penghasil Cu,Zn-SOD sehingga menghentikan ekspresi Cu,Zn-SOD. Gambar 26 juga memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum dapat mempertahankan profil kandungan Cu,Zn-SOD ginjal tikus
74 diabetes melitus. Gambar 27 memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum
dosis 450 mg/kg BB pada tikus diabetes melitus dapat
mempertahankan persentase jumlah sel tubuli renalis berkandungan positif Cu,ZnSOD tetap tinggi dan berkandungan negatif Cu,Zn-SOD tetap rendah. Pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 450 mg/kg BB telah mencegah tikus diabetes melitus dari kondisi stres oksidatif. Hal ini dimungkinkan florotanin yang terkandung pada ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 450 mg/kg telah mampu berfungsi sebagai antioksidan yaitu membersihkan radikal bebas, mengaktivasi SOD dan meningkatkan ekspresi SOD. Rodrigo et al. (2011) menyatakan fungsi suatu polifenol sebagai antioksidan dapat melalui mekanisme: pembersih radikal bebas, pengkelat logam, modulasi enzim, modulasi pensignalan sel dan ekspresi gen. Shibata et al. (2008), Zaragoza et al. (2008), Li et al. (2009), dan Breton et al. (2011) telah memperlihatkan bahwa florotanin dari Ascophyllum nodosum,
6,6`bieckol,
dieckol dan fucodiphloretol dari Ecklonia cava, dan eckol, dieckol, bieckol dan florofurofukoeckol dari Eisenia bycyclis, Ecklonia cava dan E. kurome mampu membersihkan radikal bebas. O’Sullivan et al. (2011) memperlihatkan polifenol Fucus vesiculocus dan F. serratus mampu meningkatkan aktivitas SOD. Florotanin dalam ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 450 mg/kg BB telah efektif membersihkan radikal bebas. Donor hidrogen florotanin ekstrak metanol S. echinocarpum telah menurunkan anion superoksida sehingga pembentukan peroksinitritpun menurun. Akibatnya efek sitotoksis peroksinitrit juga menurun hingga sel dapat beraktivas dan berekspresi menghasilkan Cu,Zn-SOD.
4.4.7 Cu,Zn-SOD Hati Data pengamatan dan analisis data profil Cu,Zn-SOD hati tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Lampiran 14. Hasil analisis data menunjukkan bahwa persentase jumlah sel hati pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD hati tikus antar perlakuan berbeda sangat nyata (p < 0,01). Fotomikrograf dan persentase jumlah sel hati pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD hati tikus normal dan tikus
75 diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Gambar 28 dan 29. A
B ◄
C
E
D
Gambar 28. Fotomikrograf profil Cu,Zn-SOD hati tikus normal (A), tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 0 mg/kg (B), 150 mg/kg (C), 300 mg/kg (D), dan 450 mg/kg (E) (Perbesaran 1000 x) ( = 10 µm) Keterangan: ◄= positif kuat,
+++
= positif moderat,
++
= positif lemah, dan
+/-
= negatif
-
70
Jumlah (%)
60 50 40 30 20 10 0 Normal
DM + S0
DM + S150
DM + S300
DM + S450
Gambar 29. Persentase jumlah sel hati pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD hati tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum Gambar 28 memperlihatkan bahwa profil kandungan Cu,Zn-SOD hati tikus normal positif lebih tinggi dibandingkan tikus diabetes melitus. Gambar 29 memperlihatkan persentase jumlah sel bereaksi terhadap kandungan positif
76 Cu,Zn-SOD pada hati tikus normal lebih banyak dibanding persentase jumlah sel bereaksi negatif, sedangkan pada tikus diabetes melitus persentase jumlah sel yang bereaksi negatifnya lebih banyak dibanding persentase jumlah sel yang bereaksi positif. Hal ini menunjukkan bahwa hati tikus normal tidak mengalami stres oksidatif sedang pada tikus diabetes melitus mengalami stres oksidatif. Lokalisasi Cu,Zn-SOD dalam hati menurut Liou et al. (1993) dan Weydert dan Cullen (2010) dominan terdapat pada sitoplasma dan nukleoplasma. Thaete et al. (1985), Dobashi et al. (1989), dan Frederiks dan Bosch (1997) mendapati profil kandungan Cu,Zn-SOD hepatosit tikus normal adalah moderat positif. Wresdiyati et al. (2003) menegaskan profil Cu,Zn-SOD hepatosit kera ekor panjang normal sekitar 65% sangat positif, 27% positif, 37% positif lemah dan 7% negatif. Weydert dan Cullen (2010) menjelaskan bahwa besarnya kandungan antioksidan enzim sangat tergantung pada konsentrasi radikal bebas intraselular. Gambar 28 memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum dapat mempertahankan profil kandungan Cu,Zn-SOD hati tikus diabetes melitus. Gambar 29 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak S. echinocarpum
dosis 450
mg/kg
pada tikus diabetes
melitus dapat
mempertahankan persentase jumlah sel hati bereaksi positif Cu,Zn-SOD tetap tinggi dan persentase jumlah sel hati bereaksi negatif Cu,Zn-SOD tetap rendah. Hal ini dimungkinkan karena florotanin yang terkandung dalam ekstrak S. echinocarpum dosis 450 mg/kg telah berfungsi sebagai antioksidan dengan menurunkan kandungan radikal bebas, mencegah peroksidasi, meningkatkan aktivitas dan modulasi Cu,Zn-SOD dalam hepatosit. Wei et al. (2003), Kang et al. (2004), Nakai et al. (2006), Zaragoza et al. (2008), dan Shibata et al. (2008) menunjukkan bahwa florotanin dari S. kljelmanianum, Fucus vesiculocus, Eisenia bycyclis, Ecklonia cava, E. kurome, E. stolonifera mampu membersihkan anion superoksida dan mencegah peroksidasi lemak dalam hati. Sementara itu menyatakan Fernandez-Pachon et al. (2009) bahwa aktivitas dan ekspresi antioksidan enzim dapat dimodulasi oleh polifenol. Polifenol dapat meningkatkan aktivitas SOD yakni dengan memicu ekspresi SOD melalui aktivasi AP-2 transkripsi faktor, ekspresi gen dan mRNA SOD (Zelko et al. 2002).
77 4.4.8 Katalase Data pengamatan dan analisis data aktivitas katalase serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Lampiran 15. Hasil analisis data menunjukkan bahwa aktivitas katalase serum tikus antar perlakuan berbeda sangat nyata (p < 0,01). Aktivitas katalase serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum pada akhir masa penelitian dapat dilihat pada Gambar 30. Aktv. Katalase (µmolH2 O2 /min/mL)
250
200
185.31
e
162.40 d 150 121.40 98.02 100 67.17
c
b
a
50
0 Normal
DM + S0
DM + S150
DM + S300
DM + S450
Gambar 30. Aktivitas katalase serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum Gambar 30 memperlihatkan bahwa aktivitas katalase serum tikus normal lebih tinggi dibanding tikus diabetes melitus. Goth and Eaton (2000), Kesavulu et al. (2001), Takemoto et al. (2009), dan Saravanan dan Ponmurugan (2011) mendapatkan bahwa aktivitas katalase hewan diabetes melitus yang diinduksi aloksan atau STZ, dan penyandang diabetes mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan produksi hidrogen peroksida pada tikus diabetes melitus tinggi. Karasu (1999) telah melaporkan tingginya kadar hidrogen peroksida tikus diabetes melitus terinduksi STZ. Katalase adalah hemprotein yang mengkatalisis pereduksian hidrogen peroksidasi. Saat hiperglikemik aktivitasnya mengalami penurunan atau inaktif akibat terglikasi. Morgan et al. (2002) menyatakan darah penyandang diabetes mengandung glukosa yang sangat mudah bereaksi dengan arginin, sistein, lisin, atau histidin rantai samping enzim. Reaksi ini mengakibatkan enzim terglikasi dan enzim
78 menjadi inaktif. Flekac et al. (2008) melaporkan saat hiperglikemik katalase akan terglikasi. Katalase yang terglikasi mengakibatkan DNAnya rusak sehingga ekspresi ataupun aktivitasnya menurun (Wiernsperger 2003b). Gambar 30 memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum dapat mempertahankan aktivitas katalase serum tikus diabetes melitus. Kang et al. (2005a), Kang et al. 2005b, dan Kang et al. (2006) telah menunjukkan bahwa floroglusinol, eckol, dan triphloretol A dari Ecklonia cava dapat mencegah dan menurunkan kadar hidrogen peroksida dengan memicu kadar dan aktivas katalase. .
4.4.9 Glutation Peroksidase (GSH-Px) Data pengamatan dan analisis data aktivitas GSH-Px serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Lampiran 16. Hasil analisis data menunjukkan bahwa aktivitas GSHPx serum tikus antar perlakuan berbeda sangat nyata (p < 0,01). Aktivitas GSH-Px serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum pada akhir masa penelitian dapat dilihat pada Gambar 31.
Aktivitas GSH-Px (mU/min/mL)
3.5 3
c 2.55
bc
2.5
abc 2
ab
1.5
a
1
0.80
2.01
1.63
1.21
0.5 0 Normal
DM + S0
DM + S150
DM + S300
DM + S450
Gambar 31. Aktivitas GSH-Px serum tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum Gambar 31 memperlihatkan bahwa aktivitas GSH-Px serum tikus normal lebih tinggi dibanding tikus diabetes melitus. Racz et al. (1994), Kesavulu et al. (2001), Zitouni et al. (2005), dan Saravanan dan Ponmurugan (2011) memperlihatkan bahwa aktivitas GSH-Px pada darah tikus diabetes melitus diinduksi STZ, diabetisi tipe 1, dan tipe 2 mengalami penurunan. Penurunan
79 aktivitas GSH-Px pada diabetes dimungkinkan karena radikal bebas dan glikasi. Saravanan and Ponmuragan (2011) menyatakan penurunan aktivitas GSH-Px pada diabetis akibat inaktivasi oleh radikal bebas dan adanya glikasi terhadap GSH-Px. Gambar 31 memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum dapat mempertahankan aktivitas GSH-Px serum tikus diabetes melitus. Hal ini dimungkinkan karena florotanin dalam ekstrak metanol S. echinocarpum dapat mencegah glikasi dan membersihkan radikal bebas. Kang et al. (2003), Okada (2004), Iwai (2008), Kang et al. (2010), dan Lee et al. (2010a) melaporkan bahwa florotanin dapat mencegah glikasi dan membersihkan radikal bebas
akibat
hiperglikemik.
Pembersihan
radikal
bebas
berlebih
saat
hiperglikemia dapat menurunkan kadar radikal bebas total, sehingga GSH-Px dapat berfungsi dan beraktivitas secara normal dalam mereduksi hidrogen peroksida dalam tubuh penyandang diabetes.
4.5 Disfungsi sel endotelium 4.5.1Vasorelaksasi Data pengamatan vasorelaksasi tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil analisis data menunjukkan bahwa persentase vasorelaksasi antar perlakuan sangat berbeda nyata (p < 0,01), namun perlakuan antara ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 150 mg/kg BB pada tikus diabetes melitus tidak berbeda nyata dengan kontrol positif (p = 0,169). Vasorelaksasi tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum pada Gambar 32.
Vasorelaksasi (%)
100
91.97 d
75
67.84
50
40.17
c
b
23.66 a
25
a 14.41
0 Normal
DM + S0
DM + S150
DM + S300
DM + S450
Gambar 32. Vasorelaksasi tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak S. echinocarpum
80
Gambar 32 memperlihatkan bahwa vasorelaksasi tikus normal hampir 100%. Hal ini menunjukkan bahwa sel endotelium aorta tikus kontrol negatif (normal) tidak mengalami disfungsi sel endotelium. Sel endotelium aorta tikus kontrol negatif akan melepaskan substansi (nitrit oksida = NO) yang memicu relaksasi otot polos dalam merespons keberadaan asetilkolin. Aktivasi muskarinik reseptor sel endotelium aorta oleh asetilkolin memicu masuknya Ca2+ yang dapat mengaktifkan nitrit oksida sintase (NOS). NO disintesis oleh NOS dengan keberadaan L-arginin dengan kofaktor tetrahidrobiopterin (BH 4 ), cadmodulin (CaM), NADPH tereduksi, heme, FAD, dan FMN (Marin dan Rodriguez-Manaz, 1997; deVriese et al. 2000). NO yang dihasilkan ini secara cepat berdifusi ke dalam sel otot polos dan selanjutnya mengaktifkan soluble guanylate cyclase untuk menghasilkan dan meningkatkan kadar cyclic guanylate monophosphate (cGMP). cGMP ini akan memfosforilasi myosin light chain kinase untuk menghasilkan relaksasi pada otot polos (Furchgott dan Zawadzki 1980; Furchgott 1983; Rappoport dan Murad 1983; Rappoport et al. 1983; Griffith et al. 1984a; Griffith et al. 1984b; Palmer et al. 1987; Palmer et al. 1988; Furchgott dan Vanhoutte 1989; Ignarro et al. 1988; Ignarro 1989; Hurairah dan Ferro 2004; Hansen dan Nedergaard 1999). Gambar 32 memperlihatkan bahwa tikus diabetes melitus (kontrol positif) mengalami disfungsi sel endotelium. Hal ini ditandai dengan rendahnya substansi relaksasi yang dilepaskan dibanding substansi kontraksi. Pannirselvam et al. (2003) dan Perreira et al. (2008) menyatakan disfungsi sel endotelium pada diabetes dapat ditandai dengan rendahnya ketersediaan NO. Oyama et al. (1986), Altan et al. (1989), dan Rodriguez-Manaz (1998) menunjukkan tikus diabetes melitus akibat induksi aloksan dan streptozotocin mengalami disfungsi sel endotelium aorta yang ditandai pembuluh darahnya lebih kontraktif. Disfungsi sel endotelium terjadi pada diabetes melitus akibat adanya (1) perubahan struktur membran sel endotelium dan reseptor, sehingga sel endotelium kurang sensitif terhadap keberadaan agonis, (2) produksi substansi vasorelaksasi menurun,
sedangkan
produksi
substansi
vasokonstriksi
meningkat,
(3)
penghambatan difusi endothelium-derived hyperpolarization factor (EDHF) ke sel otot polos sehingga efflux K+ terhambat dan konsentrasi Ca2+ menjadi tinggi, (4)
81 penghambatan kerja ion K+ channel yang mengakibatkan konsentrasi K+ dalam sitosol otot polos tetap tinggi, dan (5) anion superoksida yang dihasilkan kondisi hiperglikemia berinteraksi dengan PGI 2 dan berakibat bioaktivitasnya untuk vasorelaksasi menurun (deVriese et al. 2000). Gambar 32 memperlihatkan vasorelaksasi relaksasi tikus diabetes melitus dipengaruhi oleh ekstrak metanol S. echinocarpum. Kang et al. (2003), Stochlet et al. (2004), Pratico (2005), dan Schini-Kerth et al. (2010) melaporkan penggunaan polifenol alga cokelat dapat memelihara fungsi sel endotelium dan mencegah gangguan vaskular, karena senyawa ini dapat meningkatkan kadar NO. Hal ini disebabkan polifenol secara genomik dapat meningkatkan ekspresi dan aktivitas eNOS (Schimtt dan Dirsch, 2009) dan non-genomik yaitu membersihkan radikal bebas. Kang et al. (2003) menunjukkan pemberian polifenol rumput laut coklat secara kronis dapat menormalisasi kondisi dan fungsi pembuluh darah penis dan Kang et al. (2004) menunjukkan florotanin dapat mencegah dan membersihkan radikal bebas. 4.5.2 Dosis efektif 50 (ED 50 ) Data pengamatan dan analisis data ED 50 tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak S. echinocarpum dapat dilihat pada Lampiran 18. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ED 50 antar perlakuan berbeda nyata (p < 0,05). ED 50 tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak S. echinocarpum dapat dilihat pada Gambar 33. -5
ED50 (ACh [log M])
c
-5.49
-5.4
bc -5.71
-5.8
abc
-6.01 a
-6.2
ab
-6.23
-6.43
-6.6 -7 Normal
DM + S0
DM + S150
DM + S300
DM + S450
Gambar 33. ED 50 tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum
82 Gambar 33 memperlihatkan bahwa ED 50 pada tikus normal paling kecil di antara perlakuan. Berarti sensitivitas reseptor muskarinik sel endotelium aorta tikus normal terhadap agonis paling tinggi. Hal ini dimungkinkan karena reseptor pada sel endotelium tidak mengalami kerusakan. Brunner et al. (1990), Jovanovic et al. (1994), dan Sawyer et al. (1999) menunjukkan ED 50 arteri jantung anak sapi, arteri uterin manusia dan aorta torasis kelinci hanya -6,1136 (log M), -7,29 (log M) dan -9,98 (log M). Furchgott dan Zawadzki (1980), Brunner et al. (1990), dan Johns (1991) menyatakan bahwa relaksasi aorta oleh asetilkolin sangat membutuhkan adanya sel endotelium. Keberadaan reseptor muskarinik pada sel endotelium menjadi kebutuhan mutlak bagi relaksasi aorta (Sim and Manjeet, 1989). Reseptor muskarinik subtipe M3 merupakan jenis reseptor sel endotelium aorta yang secara spesifik mengikat asetilkolin (Dhein et al., 2001). Gambar 33 memperlihatkan bahwa ED 50 tikus diabetes melitus paling besar di antara perlakuan. Berarti sensitivitas reseptor muskarinik sel endotelium tikus diabetes melitus terhadap asetilkolin paling rendah. Hal serupa juga telah dilaporkan oleh Cameron and Cotter (1992) bahwa sensitivitas reseptor muskarinik terhadap asetilkolin pada aorta tikus diabetes melitus yang diinduksi streptozotocin
mengalami
penurunan
dibanding
tikus
normal.
Hal
ini
dimungkinkan karena kadar glukosa tinggi telah mengakibatkan kerusakan struktur dan konformasi reseptor, penurunan jumlah reseptor, dan gangguan mekanisme pengikatan reseptor muskarinik M3 (Oyama et al. 1986; Carrier et al. 1984; Cheng et al. 2007; Miike et al. 2008; Kazuyama et al. 2009). Kadar glukosa tinggi akan menghasilkan radikal bebas secara berlebih. Radikal bebas yang berlebih ini selanjutnya akan berinteraksi dengan komponen lipida dan protein membran sel, sehingga struktur sel, termasuk reseptor akan mengalami kerusakan dan pada akhirnya jumlahnya berkurang, serta kemampuan mengikat agonis menjadi rendah. Gambar 33 memperlihatkan bahwa ED 50 tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum makin mengecil. Berarti ekstrak metanol S. echinocarpum dapat meningkatkan sensitivitas reseptor muskarinik terhadap asetilkolin pada tikus diabetes melitus. Hal ini dapat dimungkinkan karena florotanin mampu menurunkan kadar glukosa darah, kandungan radikal bebas dan
83 stres oksidatif tubuh, termasuk dalam sel endotelium, sehingga struktur dan fungsi reseptor muskarinik pada sel endotelium aorta pun tetap terjaga. Azuma et al. (2006) melaporkan bahwa pengendalian glukosa darah dan stres oksidatif dapat memperbaiki vasodilatasi dengan ED 50 sebesar -7,25 (log M), sedangkan kontrol positif ED 50 nya sebesar -6,5 (log M). 4.5.3 Rasio Sel Endotelium Aorta Data pengamatan dan analisis data rasio sel endotelium aorta tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak S. echinocarpum dapat dilihat pada Lampiran 19. Hasil analisis data menunjukkan bahwa rasio sel endotelium aorta antar perlakuan berbeda sangat nyata (p < 0,01). Fotomikrograf dan rasio sel endotelium aorta tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak S. echinocarpum dapat dilihat pada Gambar 34 dan 35.
◄
A
B
◄ ◄
▼ C
E
D
Gambar 34. Fotomikrograf sel endotelium aorta tikus normal (A), tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum dosis 0 mg kg-1 (B), 150 mg kg-1 (C), 300 mg kg-1 (D), dan 450 mg kg-1 (E). (Perbesaran 1000 x) (Pewarnaan H&E) ( = 10 µm) Keterangan: ◄ = endotelium utuh,
= endotelium terlepas,
= bukaan, dan
= kawah
84 c
Rasio sel endotelium (%)
100
98.32 81.48 a
75
65.36
69.04
b
89.85
bc
a
50
25
0 Normal
DM + S0
DM + S150
DM + S300
DM + S450
Gambar 35. Rasio sel endotelium aorta tikus normal dan tikus diabetes melitus yang diberi ekstrak metanol S. echinocarpum Gambar 34 dan 35 memperlihatkan sel endotelium aorta tikus normal masih melekat, utuh dan rasio sel endoteliumnya hampir 100%, sedang sel endotelium aorta pada tikus diabetes melitus terlepas dan rusak hingga mencapai 35% dan intima mengalami penebalan, bukaan, dan kawah. Dolgov et al. (1982), Soltani et al. (2005), Azuma et al. (2006), dan Akgun-Dar et al. (2007) menunjukkan aorta hewan diabetes melitus kehilangan sel endotelium, memiliki zona de-endotelisasi yaitu berupa terbentuknya bukaan dan kawah, intima mengalami penebalan. Efek sitotoksik kadar glukosa tinggi kronis telah mengakibatkan sel endotelium mati dan terlepas dari intima aorta. Hiperglikemik kronis dapat meningkatkan akumulasi sorbitol pada aorta hingga radikal bebas banyak terdapat pada intima. Kadar radikal bebas yang banyak mengakibatkan intima mengalami pembengkakan, hingga difusi oksigen terganggu dan akhirnya sel endotelium mati dan terlepas (Stetz et al. 1979). Halliwell dan Gutteridge (1999) menyatakan terlepasnya sel endotelium dari aorta saat hiperglikemik terutama akibat oksidasi radikal bebas terhadap protein pembentuk sel, pelekat, migrasi, dan proliferasi sel endotelium. Mekanisme pelepasan sel endotelium dari aorta akibat radikal bebas, yaitu: (1) teroksidasinya gugus tiol (-SH) komponen protein sitoskeleton, molekul adesi, dan intercellular junction endotelium oleh radikal bebas, sehingga fungsi komponen protein ini sebagai penentu bentuk dan keutuhan sel rusak atau hilang, (2) teroksidasinya protein matriks ekstraselular sel. Matriks ini berupa serabut dan cairan viscous yang berfungsi sebagai pelekat, migrasi, dan proliferasi sel endotelium, dan bila
85 protein ini teroksidasi sel endotelium pun akan lepas, dan (3) teroksidasinya protein membran basalis. Protein ini berupa serabut kolagen dengan fungsi sebagai tempat perlekatan sel endotelium pada intima. Teroksidasinya protein ini mengakibatkan sel endotelium terlepas dari intima. Lebih lanjut Halliwell dan Gutteridge (1999) menyatakan bahwa oksidasi radikal bebas terhadap gugus thiol juga dapat mengakibatkan blebbing (pelepuhan) yaitu perubahan bentuk sel endotelium menjadi lebih bulat. Jika proses pelepuhan lebih parah, tonjolan sel akan mengalami rupture dan terbentuk lubang pada membran sehingga sel akan mati dan dapat membentuk bukaan atau kawah. Gambar 34 dan 35 memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak metanol S. echinocarpum dengan dosis yang makin besar dapat mencegah kerusakan sel endotelium aorta tikus diabetes melitus. Hal ini dimungkinkan karena florotanin dalam ekstrak metanol S. echinocarpum dapat menurunkan kadar radikal bebas yang terbentuk saat hiperglikemik. Xu et al. (2010) telah menunjukkan bahwa kerusakan sel endotelium saat hiperglikemik dapat dicegah oleh polifenol. Nakai et al. (2004) telah menunjukkan bahwa florotanin dapat mencegah pembentukan spesies oksigen radikal, sedang Hwang et al. (2009) dan Lee et al. (2010) memperlihatkan florotanin dapat menurunkan kadar glukosa darah diabetesi. Penurunan glukosa darah oleh florotanin berakibat secara langsung pada penurunan pembentukan dan kadar radikal bebas.
DAFTAR PUSTAKA Abdel-Fattah AF, Hussein MM, Fouad ST. 1978. Carbohydrates of the brown seaweed Dictyota dichotoma. Phytochemistry 17: 741-743. Ahn GN et al. 2007. Antioxidant activities of phlorotannins purified from Ecklonia cava on free radical scavenging using ESR and H 2 O 2 -mediated DNA damage. Eur Food Res Technol 226:71–79. Akgün-Dar K, Bolkent S, Yanardag R, Tuna S. 2007. Vanadyl sulfate protects against streptozotocin-induced morphological and biochemical changes in rat aorta. Cell Biochem Funct 25: 603–609. Altan VM, Karasu C, Ozuari A. 1989. The effects of type-1 and type-2 diabetes on endothelium-dependent relaxation in rat aorta. Pharm Biochem Behav 33: 519-522. [ADA] American Diabetes Association. 2011. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diab Care 34 (Suppl. 1): S62-69. Arnold TM, Targett NM. 1998. Quantifying in situ rates of phlorotannin synthesis and polymerization in marine brown algae. J Chem Ecol 24: 577-595. ------------------------------. 2002. Marine tannins: The importance of a mechanistic framework for predicting ecological roles. J Chem Ecol 28:1919-1934 Azuma K et al. 2006. Acarbose, an a-glucosidase inhibitor, improves endothelial dysfunction in Goto-Kakizaki rats exhibiting repetitive blood glucose fluctuation. Biochem Biophysic Res Commun 345: 688–693. Bakker W, Eringa EC, Sipkema P, Hinsbergh VWM van. 2009. Endothelial dysfunction and diabetes: roles of hyperglycemia, impaired insulin signaling and obesity. Cell Tissue Res 335:165–189. Barwick VJ. 1997. Strategies for solvent selection. Trends Anal Chem 16: 293309. Baynes JW, Thorpe S. 1999. Role of oxidative stress in diabetic complications: a new perspective on an old paradigm. Diabetes 48: 1–9. Bayrak et al. 2008. Nigella sativa protects against ischaemia/reperfusion injury in rat kidneys. Nephrol Dial Transplant 23: 2206-2212 Bierman EL. 1992. George Lyman Duff memorial lecture. Atherogenesis in diabetes. Arterios Thromb Vasc Biol 12: 647-656. Bonnefont-Rousselot D, Bastard JP, Jaudon MC, Delattre. 2000. Consequences of the diabetic status on the oxidant/antioxidant balance. Diab Metab 26: 163-176.
88
Borriello A, Cucciolla V, Della Ragione F, Galletti P. 2010. Dietary polyphenols: Focus on resveratrol, a promising agent in the prevention of cardiovascular diseases and control of glucose homeostasis. Nutr Metab Cardiovasc Disease 20: 618-625. Breton F, Cérantola S, Gall EA. 2011. Distribution and radical scavenging activity of phenols in Ascophyllum nodosum (Phaeophyceae). J Exp Mar Biol Ecol 399: 167–172. Brody T. 1999. Nutritional Biochemistry. San Diego: Academic Press. Brunner F, Kiihberger E, Brockmeier D, Kukovetz WR. 1990. Evidence for muscarinic receptors in endothelial cells from combined functional and binding studies. Euro J Pharmacol 187: 145-154. Cameron NE, Cotter MA. 1992. Impaired contraction and relaxation in aorta from streptozotocin-diabetic rats: role of polyol pathway. Diabetologia 35: 1011– 1119. Carrier GO, Edwards AD and Aronstam RS. 1984. Cholinergic supersensitivity and decreased number of muscarinic receptors in atria from short-term diabetic rats. J Mol Cell Cardiol 16: 963-965. Cefalu WT. 2001. Insulin resistance: Cellular and clinical concepts. Exp Biol Med. 226: 13-26 Champe PC, Harvey RA. 1994. Lippincott’s illustrated reviews: Biochemistry. 2nd edition. Philadelphia: JB Lippincott Co. Chandini S, Kumar, Ganesan P, Bhaskar N. 2008. In vitro antioxidant activities of three selected brown seaweeds of India. Food Chem 107: 707–713. Chandra A, Mahdi AA, Ahmad S, Singh RK. 2007. Indian herbs result in hypoglycemic responses in streptozotocin-induced diabetic rats. Nutr Res 27: 161-168. Chang MS, Yoo HY, Rho HM. 2002. Transcriptional regulation and environmental induction of gene encoding copper- and zinc-containing superoxide dismutase. Meth Enzymol 349: 293–305. Cheng JT, Yu BC, Tong YC. 2007. Changes of M3-muscarinic receptor protein and mRNA expressions in the bladder urothelium and muscle layer of streptozotocin-induced diabetic rats. Neurosc Lett 423: 1–5. Cheynier V. 1999. Tannins on grape and grape products. Didalam: Brooker JR , editor. Tannins in livestock and human nutrition. Aciar Proceeding No. 92. Adelaide. hlm 90-94.
89 Chung K, Wong TY, Wei C, Huang Y, Lin Y. 1998. Tannins and human health. Crit Rev Food Sci Nutr 38: 421-464. Ciechanowski K et al. 2005. Impaired synthesis is not the reason for decreased activity of extracellular superoxide dismutase in patients with diabetes. Arch Med Res 36: 148–153. Culotta VC, Yang M, O'Halloran TV. 2006. Activation of superoxide dismutases: Putting the metal to the pedal. Biochim Biophys Acta 1763: 747–758. Damjanov I. 1996. Histopathology. New York: Williams and Wilkins. Davi G, Ciabottoni G, Consoli A. 1999. In vivo formation of 8-iso-prostaglandin F2 alpha and platelet activation in diabetes mellitus: Effects of improved metabolic control and viatmin E supplementation. Circulation 99: 224 De Mattia G, Laurenti O, Fava D. 2003. Diabetic endothelial dysfunction: Effect of free radical scavenging in type 2 diabetic patients. J Diab its compl 17: 3035. De Vriese AS, Verbeuren TJ, de Voorde JV, Lameire NH, Vanhoutte PM. Endothelial dysfunction in diabetes. B J Pharmacol 130: 963-970 Derelanko MJ, Hollinger MA, editor. 1995. CRC Handbook of Toxicology. Boca Raton: CRC Press. Desphande SS, Desphande US, Salunkhe DK, editor. 1996. Food Antioxidants: Technological, toxicological, and health perspectives. New York: Marcel Dekker. Desphande SS. 2002. Handbook of Food Toxicology. New York: Marcel Dekker Dhein S, Koppen CJ van, Brodge OE. 2001. Muscarinic receptors in the mammalian heart. Pharmacol Res. 44: 161–182. Dickinson PJ, Carrington AL, Frost GS, Boulton AJM. 2002. Neurovascular disease, antioxidants and glycation in diabetes. Diab Metab Res Rev 18: 260– 272. Dobashi K, Asayama K, Kato K, Kobayashi M, Kawaoi A. 1989. Immunohistochemical localization of copperzinc and manganese superoxide dismutases in rat tissues. Acta Histochem Cytochem 22: 351-365. Dolgov VV, Zaikina OE, Bondarenko MF and Repin VS. 1982. Aortic endothelium of alloxan diabetic rabbits: A quantitative study using scanning electron microscopy. Diabetologia 22: 338-343.
90 Drenckhahn D, Ness W. 1997. The endothelial contractile cytoskeleton. Di dalam: Born and Schwartz, editor. Vascular Endhotelium: Physiology, Pathology, and Therapeutic opportunies. Stuttgart: Schattauer. Droge W. 2002. Free radicals in the physiological control of cell function. Physiol Rev 82: 47-95. Eckel RH et al. 2002. Diabetes and cardiovascular disease: Writing group II: Pathogenesis of atherosclerosis in diabetes. Circulation. 105: e138-143. Evans JL, Goldfine ID, Maddux BA, Grodsky GM. 2002. Oxidative stress and stress-activated signaling pathways: A unfying hypothesis of type 2 diabetes. Endocrine Rev 23: 599-622. Fang YZ, Yang S, Wu G. 2002. Free radical, antioxidants, and nutrition. Nutrition 18: 872-879. Fattman CL, Schaefer LM, Oury TD. 2003. Extracellular superoxide dismutase in biology and medicine. Free Rad Biol Med 35: 236-56. Fernandez-Pachon MS et al. 2009. Changes in antioxidant endogenous enzymes (activity and gene expression levels) after repeated red wine intake. J Agric Food Chem 57: 6578–65783. Flavahan NA. 1992. Atherosclerosis of lipoprotein-induced endothelial dysfunction: Potential mechanisms underlying reduction in EDRF nitric oxide activity. Circulation 85: 1927-1938. Feillet-Coudray C. et al. 1999. Lipid peroxidation and antioxidant status in experimental diabetes. Clin Chim Act 284: 31–43. ----------------------- et al. 2009. Oxidative stress in rats fed a high-fat high-sucrose diet and preventive effect of polyphenols: Involvement of mitochondrial and NAD(P)H oxidase systems. Free Radic Biol Med 46: 624–632. Flekac M, Skrha J, Hilgertova J, Lacinova Z and Jarolimkova M. 2008. Gene polymorphisms of superoxide dismutases and catalase in diabetes mellitus. BMC Med Gen 9: 30-38. Fogarty S, Hardie DG. 2010. Development of protein kinase activators: AMPK as a target in metabolic disorders and cancer. Biochim Biophys Acta 1804: 581– 591. Fonseca V, Desousa C, Asnani S, Jialal I, 2004. Nontraditional risk factor for cardiovascular disease in diabetes. Endocrine Rev 25: 153-175. Foreman JC, Johansen T. editor. 2003. Textbook of receptor pharmacology. 2nd edition. Boca Raton: CRC Press.
91 Frederiks WM, Bosch KS. 1997. Localization of superoxide dismutase activity in rat tissues. Free Rad Biol Med 22: 241–248. Fröde TS, Medeiros YS. 2008. Animal models to test drugs with potential antidiabetic activity. J Ethnopharmcol 115: 173–183. Fridovich I. 1999. Fundamental aspects of reactive oxygen species, or what’s the matter with oxygen?. Ann NY Acad Sci 893: 13. Fujita A et al. 2005. Increased gene expression of antioxidant enzymes in KKAy diabetic mice but not in STZ diabetic mice. Diab Res Clin Pract 69: 113–119. Furchgott RF. 1983. Role of endothelium in responses of vascular smooth muscle. Cir Res 53: 557-573. Furchgott RF, Vanhoutte PM. 1989. Endothelium-derived relaxing and contracting factors. Faseb J. 2007-2018. Furchgott RF, Zawadzki JV. 1980. The obligatory role of endothelial cells in the relaxation of arterial smooth muscle by acethycholine. Nature 288: 373-376. Gallagher EJ, Le Roith D, Bloomgarden Z. 2009. Review of hemoglobin A1c in the management of diabetes. J Diab 1: 9–17 Glombitza KW, Rosener HU. 1974. Bifuhalol: A diphenilether from Bifurcaria bifurcata. Phytochemistry 13: 1245-1247. Góth L and Eaton JW. 2000. Hereditary calatase deficiencies and increased risk of diabetes. Lancet 356: 1820–1821. Griffith TM, Edwards DH, Lewis MJ, Newby AC, Henderson AH. 1984a. The nature of endothelium-derived vascular relaxant factor. Nature 308: 645-647. Griffith TM, Henderson AH, Edwards DH, Lewis MJ. 1984b. Isolated perfused rabbit coronary artery and aortic strip preparations: the role of endotheliumderived relaxant factor. J Physiol 351: 13-24. Gross JH. 2004. Mass Spectrometry: a Textbook. Heidelberg: Springer. Grover JK, Yadav S, Vats V. 2002. Hypoglycemic and antihyperglycemic effect of Brassica juncea diet and their effect on hepatic glycogen content and the key enzymes of carbohydrate metabolism. Mol Cell Biochem 241: 95–101 Gunawan CA. 2004. Diagnosis dan evaluasi faktor risiko penyakit jantung koroner pada pasien diabetes melitus. Medika 30: 446-450. Haller H, 1997. Risk factors for cardiovascular disease and the endothelium. In: Born and Schwartz, editor. Vascular Endhotelium: Physiology, Pathology, and Therapeutic opportunies. Stuttgart: Schattauer.
92 Halliwell B, Gutteridge JMC. 1999. Free Radicals in Biology and Medicine. 3th edition. London: Oxford University Press. Hansen K, Nedergaard OA. 1999. Methodologic aspects of acetylcholine-evoked relaxation of rabbit aorta. J Pharmacol Toxicol 41: 153–159. Heo SJ et al. 2010. Protective effect of diphlorethohydroxycarmalol isolated from Ishige okamurae against high glucose-induced-oxidative stress in human umbilical vein endothelial cells. Food Chem Toxicol 48: 1448–1454. Hervas et al. 2003. Intoxication of sheep with quebracho tannin extract. J Comp Path 129: 44-54. Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory handbook for the fractination of natural extracts. London: Chapman & Hall. Hsu YW, Tsai CF, Chen WK, Huang CF, Yen CC. 2011. A subacute toxicity evaluation of green tea (Camellia sinensis) extract in mice. Food Chem Toxicol 49: 2624-2630 Hurairah H, Ferro A. 2004. The role of the endothelium in the control of vascular function. Int J Clin Pract 58: 173–183. Hurst RT, Lee RW. 2003. Increased incidence of coronary atherosclerosis in type 2 diabetes mellitus: Mechanism and management. Ann Intern Med 139: 824834. Hwang JT, Kwon DY, Yoon SH. 2009. AMP-activated protein kinase: a potential target for the diseases prevention by natural occurring polyphenols. New Biotech 26: 17-22. Ignarro LJ, Buga GM, Byrns RE, Wood KS, Chaudhuri G. 1988. Endotheliumderived relaxing factor and nitric oxide possess identical pharmacologic properties as relaxants of bovine arterial and venous smooth muscle. J Pharm Exp Ther 246: 218-226. Ignarro LJ. 1989. Biological actions and properties of endothelium-derived nitric oxide formed and released from artery and vein. Circ Res 65: 1-21 Iwai K. 2008. Antidiabetic and antioxidant effects of polyphenols in brown alga ecklonia stolonifera in genetically diabetic kk-ay mice. Plant Foods Hum Nutr 63:163–169. Jakus V. 2000. The role of free radicals, oxidative stress and antioxidant systems in diabetic vascular disease. Bratisl Lek Listy 101: 541-551. Johns RA. 1991. Endothelium-Derived Relaxing Factor: Basic Review and Clinical Implications. J Cardiothorac Vasc Anesth 5: 69-79.
93 Jovanović A, Grbović L, Tulić I. 1994. Endothelium-dependent relaxation in response to acetylcholine in the human uterine artery. Eur J Pharmacol 256: 131-139. Jung HA, Yoon NY, Woo MH, Choi JS. 2008. Inhibitory activities of extracts from several kinds of seaweeds and phlorotannins from the brown alga Ecklonia stolonifera on glucose-mediated protein damage and rat lens aldose reductase. Fish Sci 74: 1363–1365. Kadi A. 2005. Beberapa catatan kehadiran marga Sargassum di perairan Indonesia. Oseana 30: 1-14. Kang K et al. 2003. Antioxidative properties of brown algae polyphenolics and their perspectives as chemopreventive agents against vascular risk factors. Arch Pharmacol Res 26: 286-293. Kang HE et al. 2004. Inhibitory phlorotannins from the edible brown alga Ecklonia stolonifera on total reactive species (ROS) generation. Arc Pharmacol Res 27: 194-198. Kang KA et al. 2005a. Eckol isolated from Ecklonia cava attenuates oxidative stress induced cell damage in lung fibroblast cells. FEBS Lett 579: 6295–6304. ------------ et al. 2005b. Triphlorethol-A from Ecklonia cava protects V79-4 lung fibroblast against hydrogen peroxide induced cell damage. Free Rad Res 39: 883–892. ------------ et al. 2006. Cytoprotective effect of phloroglucinol on oxidative stress induced cell damage via catalase activation. J Cell Biochem 97: 609–620. Kang C et al. 2010. Brown alga Ecklonia cava attenuates type 1 diabetes by activating AMPK and Akt signalling pathways. Food Chem Toxicol 48: 509516. Kapuku GK, Harshfield GA, Davis HC, Treiber FA. 2006. Early markers of cardiovascular disease. Vasc Pharmacol 45: 277–280. Karaki H, Sudjarwo SA. 1993. Induction of endothelium dependent relaxation in the rat aorta by IRL 1620, a novel and selective agonist at the endothelin ETB receptor. Br J Pharmacol 109: 371-374. Karasu C. 1999. Increased activity of H 2 O 2 in aorta isolated from chronically streptozotocin-diabetic rats: effects of antioxidant enzymes and enzyme inhibitors. Free Rad Biol Med 27: 16–27. Kashiwagi A, Asahina T, Nishio Y. 1999. Glycation, oxidative stress, and scavenger activity: glucose metabolism and radical scavenger dysfunction in endothelial cells. Diabetes 45: S84
94
Kawamura N et al. 1992. Increased glycated Cu, Zn-superoxide dismutase levels in erythrocytes of patients with insulin-dependent diabetes mellitus. J Clin Endocrine Metab 74: 1352-1354. Kazuyama E et al. 2009. Endothelial dysfunction in the early- and late-stage type2 diabetic Goto-Kakizaki rat aorta. Mol Cell Biochem 332: 95–102. Kesavulu MM et al. 2001. Lipid peroxidation and antioxidant enzyme status in type 2 diabetics with heart disease. Diab Res Clin Pract 53: 33-39. King RA. 1999. The role of polyphenols in human health. In: Brooker JR, editor. Tannins in livestock and human nutrition. Aciar Proceeding No.92. Adelaide. 75-81. Koivikko R, Loponen J, Honkanen T, Jormalainen V, 2005. Contents of soluble, cell-wall-bound and exuded phlorotannins in the brown alga Fucus vesiculosus, with implications on their ecological functions. J Chem Ecol 31: 195-212. Kuller LH et al. 2000. Diabetes mellitus: Subclinical cardiovascular disease and risk of incident cardiovascular disease and all-cause mortality. Arter Thromb Vas Biol 20: 823-829. Lamela M, Anca J, Villar R, Otero J, Calleja JM. 1989. Hypoglycemic activity of several seaweed extracts. J Ethnopharmacol 27: 35-43. Lee J, Koo N, Min DB. 2004. Reactive oxigen species, aging, and antioxidative nutrceuticals. Compr Rev Food Sci Food Safety 3: 21-33. Lee SH, Li Y, Karadeniz F, Kimc MM, Kim SK. 2009. α-Glucosidase and αamylase inhibitory activities of phloroglucinol derivatives from edible marine brown alga, Ecklonia cava. J Sci Food Agric. DOI 10.1002/jsfa.3623. --------- et al. 2010a. Dieckol isolated from Ecklonia cava inhibits α-glucosidase and α-amylase in vitro and alleviates postprandial hyperglycemia in streptozotocin-induced diabetic mice. Food Chem Toxicol 48: 2633–2637. ---------, Han JS, Heo SJ, Hwang JY, Jeon YJ. 2010b. Protective effects of dieckol isolated from Ecklonia cava against high glucose-induced oxidative stress in human umbilical vein endothelial cells. Toxicol in Vitro 24: 375–381. LeRoith D, Zick Y. 2001. Recent advances in our understanding of insulin action and insulin resistance. Diab Care 24: 588-597. Li Y, Cao Z, Zhu H. 2006. Upregulation of endogenous antioxidants and phase 2 enzymes by the red wine polyphenol, resveratrol in cultured aortic smooth muscle cells leads to cytoprotection against oxidative and electrophilic stress. Pharmacol Res 53: 6–15.
95 Li Y et al. 2009. Chemical components and its antioxidant properties in vitro: An edible marine brown alga, Ecklonia cava. Bioorg Med Chem 17: 1963–1973. Liou W et al. 1993. Distribution of CuZn superoxide dismutase in rat liver. Free Rad Biol Med 14: 201-207. Litwinienko G, Ingold KU. 2003. Abnormal solvent effects on hydrogen atom abstraction. 1. The reactions of phenols with 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH*) in alcohols. J Org Chem 68: 3433–3438. ------------------------------------. 2004. Abnormal solvent effects on hydrogen atom abstraction. 2. resolution of the curcumin antioxidant controversy. the role of sequential proton loss electron transfer. J Org Chem 69: 5888-5896. Lopez A, Rico M, Rivero A, Tangil MS de. 2011. The effects of solvents on the phenolic contents and antioxidant activity of Stypocaulon scoparium algae extracts. Food Chem 125: 1104–1109. Marin J, Rodriguez-Martinez MA. 1997. Role of vascular nitric oxide in physiological and pathological conditions. Pharmacol Ther 75 : 111-134. Maritim AC, Sanders RA, Watkins III JB. 2003. Diabetes, oxidative stress, and antioxidants: A review. J Biochem Mol Toxicol 17: 24-38. Marra G et al. 2002. Early increase of oxidative stress and reduced antioxidant defenses in patients with uncomplicated type 1 diabetes. Diab Care 25: 370– 375. Martin-Gallan P, Carrascosa A., Gussinye M, Dominiguez C. 2003. Biomarkers of diabetes-associated oxidative stress and antioxidant status in young diabetic patients with or without subclinical complication. Free Rad Biol Med 34: 15631574. Masella R, Di Benedetto R, Varı R, Filesi C, Giovannini C. 2005. Novel mechanisms of natural antioxidant compounds in biological systems. J Nutr Biochem 16: 577–586. McCord JM. 2000. The evolution of free radicals and oxidative stress. Am J Med 108: 652 Mehta JL, Rasouli N, Sinha AK, Molavi B. 2006. Oxidative stress in diabetes: A mechanistic overview of its effects on atherogenesis and myocardial dysfunction. Int J Biochem Cell Biol 38: 794–803. Meng J, Sakata N, Takebayashi S. 1998. Glycoxidation in aortic collagen from STZ-indiced diabetic rats and its relevance to vascular damage. Atherosclerosis 136: 355.
96 Miike T et al. 2008. Impairment of endothelium-dependent ACh-induced relaxation in aorta of diabetic db/db mice—possible dysfunction of receptor and/or receptor–G protein coupling. Naunyn-Schmiedeberg's Arch Pharmacol 377: 401–410. Misra HP, Fridovich I. 1972. The role of superoxide anion in the autoxidation of epinephrine and a simple assay for superoxide dismutase. J Biol Chem 247: 3170-3175. Morgan PE, Dean RT, Davies MJ. 2002. Inactivation of cellular enzymes by carbonyls and protein-bound glycation/glycoxidation products. Arch Biochem Biophys 403: 259–269. Mori J, Matsunaga T, Takahashi S, Hasegawa C, Saito H. 2003. Inhibiting acivity on lipid peroxidation of extracts from marine brown algae. Phytoter Res 17: 549-551. Nadler JL, Natarajan R, 2000. Oxidative stress, inflammation & diabetic complication. In: LeRoith D, Taylor SL, Olefsky JM, editor. Diabetes Mellitus: A Fundamental and Clinical text. 2nd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Nagayama K, Iwamura Y, Shibata T, Hirayama I, and Nakamura T. 2002. Bacterial activity of phlorotannins from the brown alga Ecklonia kurome. J Antimicrob Chemother 50: 889-893. Nakai M, Kageyama N, Nakahara K, Miki W. 2006. Phlorotannins as Radical Scavengers from the Extract of Sargassum ringgoldianum. Mar Biotech 8: 409–414. Natarajan R, Lanting L, Nadler J. 1996. Formation of a F 2 -isoprostane, 8-epiprostaglandin F 2 α in vascular smooth muscle cells (VSMC) by elevated glucose and growth factors. Am J Physiol 271: H159. Nedeljkovic ZS, Gokce N, Loscalzo J. 2003. Mechanism of oxidative stress and vascular dysfunction. Postgradmed J 79: 195-200. Nielsen MF, Ingold KU. 2006. Kinetic solvent effects on proton and hydrogen atom transfers from phenols. Similarities and differences. J Am Chem Soc 128: 1172-1182. Niessen WMA. 2006. Liquid Chromatography – Mass Spectrometry. Boca Raton: CRC Taylor & Francis. Noiraksar T, Ajisaka T. 2008. Taxonomy and distribution of Sargassum (Phaeophyceae) in the Gulf of Thailand. J Appl Phycol 20: 513–527.
97 Nwosu F et al. 2010. Anti-proliferative and potential anti-diabetic effects of phenolic-rich extracts from edible marine algae. Food Chem 126: 1006-1012. Nystrom T, 2005. On endothelial function in type 2 diabetic patients with coronary artery disease [dissertation]. Stockholm: Department of Internal Medicine. The Endocrine and Diabetes Unit Karolinska Institute. [OECD] Organisation of Economic Co-operation and Development. 2001. Acute oral toxicity. OECD Guideline for testing of chemicals No. 425. http://iccvam.niehs.nih.gov/SuppDocs/FedDocs/OECD/OECDtg425.pdf [5 Pebruari 2009] Ogino C. 1962. Tannins and vacuolar pigments. In: Ralph AL, editor. Physiology and Biochemistry of Algae. New York: Academic Press. Ohkawa H, Ohishi N, Yagi K. 1979. Assay for lipid peroxides in animal tissues by thiobarbituric acid reaction. Anal Biochem 95: 351-358. Okada Y, Ishimaru A, Suzuki R, Okuyama T. 2004. A new phloroglucinol derivative from the browm alga Eisenia bicyclis potential for the effective treatment of diabetic complications. J Nat Prod 67: 103-105. O’Sullivan AM et al. 2011. In vitro and cellular antioxidant activities of seaweed extracts prepared from five brown seaweeds harvested in spring from the west coast of Ireland. Food Chem 126: 1064–1070. Oyama Y, Kawasaki H, Hattori Y, Kanno M. 1986. Attenuation of endotheliumdependent relaxation in aorta from diabetic rats. Eur J Pharmacol 131: 75-78. Paglia DE, Valentine WN. 1967. Studies on the quantitative and qualitative characterization of erythrocyte glutathione peroxidase. J Lab Clin Med 70: 158-169. Palmer RM, Ferrige AG, Moncada S. 1987. Nitric oxide release accounts for the biological activity of endothelium-derived relaxing factor. Nature 327: 524526. Palmer RM, Ashton DS, Moncada S. 1988. Vascular endothelial cells synthesize nitric oxide from L-arginine. Nature 333: 664-666. Pannirselvam M, Anderson TJ, Triggle CR. 2003. Endothelial cell dysfunction in type I and II diabetes: The cellular basis for dysfunction. Drug Develop Res 58: 28–41. Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, Vyvyan JR. 2009. Introduction to spectroscopy. 4th edition. Belmont: Brooks/Cole. p 381-417.
98 Pavia H, Toth GB. 2000. Influence of light and nitrogen on the phlorotannin content of the brown seaweeds Ascophyllum nodosum and Fucus vesiculosus. Hydrobiologia 440: 299–305. Pavia H, Toth GB, Aberg P, 2002. Optimal defence theory: elasticity analysis as a tool to predict intraplant variation in defences. Ecology 83: 891-897. [Perkeni] Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2002. Konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2002. Jakarta. Pereira EC et al. 2008. Biomarkers of oxidative stress and endothelial dysfunction in glucose intolerance and diabetes mellitus. Clin Biochem 41: 1454–1460. Pinelo M, Manzocco L, Nunez MJ, Nicoli M C. 2004. Solvent effect on quercetin antioxidant capacity. Food Chem 88: 201–207. Pratico D. 2005. Antioxidants and endothelium protection. Atherosclerosis 181: 215–224. Prentki M, Joly E, El-Assaad W, Rodult R. 2002. Malonyl-CoA signaling, lipid partitioning, and glucolipotoxicity: Role in β-cell adaptation and failure in the etiology of diabetes. Diabetes 51 Suppl 3: S405-413. Pretsch E, Buhlmann P, Badertscher M. 2009. Structure determination of organic compounds. 4th edition. Berlin: Springer-Verlag. Proietto J, Filippis A, Nakhla C, Clark S. 1999. Nutrient-induced insulin resistance. Mol Cell Endocrin 151: 143-149. Pushparaj PN, Tan BKH, Tan CH. 2001. The mechanism of hypoglycemic action of the semi-purified fractions of Averrhoa bilimbi in streptozotocin-diabetic rats. Life Sci 70: 535-547. Qin Z, Reszka KJ, Fukai T, Weintraub NL. 2008. Extracellular superoxide dismutase (ecSOD) in vascular biology: an update on exogenous gene transfer and endogenous regulators of ecSOD. Trans Res 151: 68-78. Quideau S, Deffieux D, Douat-Casassus C, Pouysegu L. 2011. Plant polyphenols: Chemical properties, biological activities, and synthesis. Angew Chem Int Ed 50: 586 – 621. Racz O, Nistiar F, Sipulova A. Riemerova M. 1994. Glutathione peroxidase in blood of diabetic and nondiabetic BB rats. Arch Gerontol Geriatr suppl 4: 207-216. Raghavendran HRB, Sathivel A, Devaki T. 2005. Protective effect of Sargassum polycystum (Brown Alga) against acetaminophen-induced lipid peroxidation in rats. Phytother Res 19: 113–115.
99 Rapoport RM, Murad F. 1983. Agonist-induced endothelium-dependent relaxation in rat thoracic aorta may be mediated through cGMP. Circ Res 52: 352-357. Rapoport RM, Draznin MB, Murad F. 1983. Endothelium-dependent relaxation in rataorta may be mediated through cyclic GMP-dependent protein phosphorylation. Nature 306: 174-176. Rastian Z, Mehranian M, Vahabzadeh F, Sartavi K. 2007. Antioxidant Activity of Brown Algae Sargassum vulgar and Sargassum angustrifolum. J Aqua Food Prod Tech 16: 17-26 Rice-Evans CA, Miller NJ, Paganga G. 1997. Antioxidant properties of phenolic compounds. Trend Plant Sci Rev 2: 152-159. Rodrigo R, Rivera G. 2002. Renal damaged mediated by oxidative stress: A hyphothesis of protective effects of red wine. Free Rad Biol Med 33: 409-422. Rodrigo R, Miranda A, Vergara L. 2011. Modulation of endogenous antioxidant system by wine polyphenols in human disease. Clin Chim Acta 412: 410–424. Rodriguez-Manaz L et al. 1998. Endothelial dysfunction and metabolic control in streptozotocin-induced diabetic rats. Br J Pharmacol 123: 1495-1502. Ross R.1999. Atherosclerosis: an inflamatory disease. N Engl J Med 340: 115-126 Sabu MC, Smitha K, Kuttan R. 2002. Anti-diabetic activity of green tea polyphenols and their role in reducing oxidative stress in experimental diabetes. J Ethnopharmacol 83: 109-116. Sánchez-Moreno C, Larrauri JA, Saura-Calixto F. 1998. A procedure to measure the antiradical efficiency of polyphenols. J Sci Food Agric 76: 270–276. Santoso J, Yoshie-Stark Y, Suzuki T. 2004. Anti-oxidant activity of methanol extracts from Indonesian seaweeds in an oil emulsion model. Fish Sci 70: 183– 188. Saravanan G, Ponmurugan P. 2011. Ameliorative potential of S-allyl cysteine on oxidative stress in STZ induced diabetic rats. Chem-Biol Interact 189: 100–106 Satoh M et al. 2005. NAD(P)H oxidase and uncoupled nitric oxide synthase are major sources of glomerular superoxide in rats with experimental diabetic nephropathy. Am J Physiol Renal Physiol 288: F1144–1152. Sawyer BD et al. 1999. Direct pharmacological comparison of the muscarinic receptors mediating relaxation and contraction in the rabbit thoracic aorta. General Pharmacol 32: 445–452.
100 Scalbert A, Morand C, Manach C, Rémésy C. 2002. Absorption and metabolism of polyphenols in the gut and impact on health. Biomed Pharmacother 56: 276–282. Schini-Kerth VB, Auger C, Étienne-Selloum N, Chataigneau T. 2010. Polyphenol-induced endothelium-dependent relaxations: Role of NO and EDHF. Adv Pharmacol 60: 133-175. Schmitt CA, Dirsch VM. 2009. Modulation of endothelial nitric oxide by plantderived products. Nitric Oxide 21: 77–91. Selvaraj N, Bobby Z, Sathiyapriya V. 2006. Effect of lipid peroxides and antioxidants on glycation of hemoglobin: An in vitro study on human erythrocytes. Clin Chim Acta 366: 190 –195. Sengupta B, Swenson J. 2005. Properties of normal and glycated human hemoglobin in presence and absence of antioxidant. Biochem Biophys Res Commun 334: 954–959. Sesikeran B, Vijayalaxmi A, Kumar PU, Kalyanasundaram S, Ragnunath. 2002. Diet and Apoptosis. Nutr News 23: 2. Shibata T et al. 2004. Local and chemical distribution of phlorotannins in brown algae. J Appl Phycol 16: 291-296. ------------, Hama Y, Miyasaki T, Ito M, Nakamura T. 2006. Extracellular secretion of phenolic substances from living brown algae. J Appl Phycol 18: 787–794. ------------, Ishimaru K, Kawaguchi S, Yoshikawa H, Hama Y. 2008. Antioxidant activities of phlorotannins isolated from Japanese Laminariaceae. J Appl Phycol 20: 705–711. Sigala F et al. 2006. Therapeutic value of melatonin in an experimental model of liver injury and regeneration. J. Pineal Res. 40:270–279 Silverstein RM, Webster FX, Kiemle DJ. 2005. Spectrometric Identification of Organic Compunds. 7th edition. New York: John Wiley. Sim MK, Manjeet S. 1989. Endothelial muscarinic receptors in the rabbit aorta. Eur J Pharmacol 163: 399-400. Singh IP, Bharate SB. 2006. Phloroglucinol compounds of natural origin. Nat Prod Rep 23: 558-591. Sinha AK. 1972. Colorimetric assay of catalase. Anal Biochem 47: 389-394.
101 Sivitz WI, Yorek MA. 2010. Mitochondrial dysfunction in diabetes: From molecular mechanisms to functional significance and therapeutic opportunities. Antiox Redox Sign 12: 537–577. Snyder LR. 1974. Classification of the solvent properties of common liquids. J Chromatogr 92: 223-230. Soltani N et al. 2005. Effects of administration of oral magnesium on plasma glucose and pathological changes in the aorta and pancreas of diabetic rats. Clin Exp Pharmacol Physiol 32: 604–610. Sowers JR, Lester MA. 1999. Diabetes and cardiovascular disease. Diab Care Suppl 3 22: 14-20. Stern JL, Hagerman AE, Steinberg PD, Winter FC, Estes JA. 1996. A new assay for quantifiying brown algal phlorotannins and comparisons to previous methods. J Chem Ecol 22: 1273-1293. Stetz EM, Majno G, Joris I. 1979. Cellular pathology of the rat aorta. Pseudovascuoles and mio-endothelial herniae. Virchows Arch [Pathol Anat] 383: 135-148. Stoclet JC et al. 2004. Vascular protection by dietary polyphenols. Eur J Pharmacol 500: 299–313. Sudha et al. 2008. In vivo studies on evaluation of potential toxicity of unspent tannins using albino rats (Rattus norvegicus). Food Chem Toxicol 46: 22882295. Suryadipraja RM. 2003. Penyakit jantung koroner dan hipertensi pada penderita diabetes tipe 2: Penatalaksanaan yang rasional. Di dalam: Jakarta Diabetes Meeting. 6-7 Desember 2003. Takemoto K et al. 2009. Low catalase activity in blood is associated with the diabetes caused by alloxan. Clin Chim Acta 407: 43-46. Tantishaiyakul V, Worakul N, Wongpoowarak W. 2006. Prediction of solubility parameters using partial least square regression. Int J Pharmacol 325: 8–14. Targett NM, Arnold TM, 1998. Predicting the effects of brown algal phlorotannins on marine herbivoesin tropical and temperate oceans. J Phycol 34: 195-205. Thaete LG, Crouch RK, Spicer SS. 1985. Immunolocalization of copper-zinc superoxide dismutase. J Histochem Cytochem 33: 803-808. Valgimigli L, Banks JT, Ingold KU, Lusztyk J. 1995. Kinetic solvent effects on hydroxylic hydrogen atom abstractions are independent of the nature of the
102 abstracting radical. two extreme tests using vitamin E and phenol. J Am Chem Soc 117: 9966-9971. Valko M et al. 2007. Free radicals and antioxidants in normal physiological functions and human disease. Int J Biochem Cell Biol 39: 44–84. Villano D, Fernandez-Pachon MS, Moya ML, Tronsoco AM, Garcia-Parrilla MC. 2007. Radical scavenging ability of polyphenolic compounds towards DPPH free radical. Talanta 71: 230-235. Vita JA. 2005. Polyphenols and cardiovascular disease: Effects on endothelial and platelet function. Am J Clin Nutr 81suppl: 292S–297S. Wang T, Jonsdottir R, Olafsdottir G. 2009. Total phenolic compounds, radical scavenging and metal chelation of extracts from Icelandic seaweeds. Food Chem 116: 240–248. Waspadji S. 2003. Diabetes prevention: Lifestyle therapeutic changes or medical treatment. Di dalam: Jakarta Diabetes Meeting. 6-7 Desember 2003. Wei Y, Li Z, Hu Y, Xu Z. 2003. Inhibition of mouse liver lipid peroxidation by high molecular weight phlorotannins from Sargassum kjelmanianum. J Appl Phycol 15: 507-511. Weydert CJ, Cullen JJ. 2010. Measurement of superoxide dismutase, catalase, and glutathione peroxidase in cultured cells and tissue. Nat Protoc 5: 51–66. Weyer C, Bogardus C, Morr DM, Pratley RE. 1999. The Natural history of insulin secretory dysfunction and insulin resistance in the pathogenesis of type 2 diabetes mellitus. J Clin Invest 104: 787-794. Widodo MA et al. 1995. Efek pemicu radikal bebas (asap rokok) pada kadar lemak peroksida, kontraktilitas pembuluh darah dan perubahan histopatologis pembuluh darah arteri ekor tikus normal, tikus diabetes dan efek vitamin E pada perjalanan penyakit dan komplikasi diabetes tipe II. [Laporan Penelitian Hibah Bersaing]. Malang: Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Wiernsperger NF. 2003a. Oxidative stress as a therapeutic target in diabetes: revisiting the controversy. Diab Metab 29: 579-585. ----------------------. 2003b. Oxidative stress: The special case of diabetes. BioFactors 19: 11–18. Wild S, Roglig G, Green A, Sicre R, King H, 2004. Global Prevalence of Diabetes: Estimates for year 2000 & projections for 2030. Diab Care 27: 10471053.
103 Williams RS, Schaible TF, Scheuer J, Kennedy R. 1983. Effects of experimental diabetes on adrenergic and cholinergic on rat myocardium. Diabetes 32: 881886 Wresdiyati T, Lelana RPA, Adnyane IKM, Noor K. 2003. Immunohistochemical study of superoxide dismutase in the liver of aloxan diabetes mellitus Macaques. Hayati 10: 61-65. Wright JS, Johnson ER, DiLabio GA. 2001. Predicting the activity of phenolic antioxidants: theoretical method, analysis of substituent effects, and application to major families of antioxidants. J Am Chem Soc 123: 1173–1183. Xu D, Redman-Furey N. 2007. Statistical cluster analysis of pharmaceutical solvents. Int J Pharmacol 339: 175–188. Xu HY et al. 2010. Beneficial effects of the ethanol extract from the dry matter of a culture broth of Inonotus obliquus in submerged culture on the antioxidant defence system and regeneration of pancreatic b-cells in experimental diabetes in mice. Nat Prod Res 24: 542–553. Yan X, Nagata T, Fan X, 1998. Antioxidative activities in some common seaweeds. Plant Foods Hum Nutr 52: 253-262. Ye H et al. 2009. Antioxidant activities in vitro of ethanol extract from brown seaweed Sargassum pallidum. Eur Food Res Technol 230: 101–109. Yim HS, Kang SO, Hah YC, Chock PB, Yim MB. 1995. Free radical generated during the glycation reaction of amino acids by methylglyoxal. J Biol Chem 270: 28228-28233. Zaragoza MC et al. 2008. Toxicity and antioxidant activity in vitro and in vivo of two Fucus vesiculosus extracts. J Agric Food Chem 56: 7773–7780. Zelko IN, Mariani TJ, Folz RJ. 2002. Superoxide dismutase multigene family: A comparison of the CuZn-SOD (SOD1), Mn-SOD (SOD2), and ec-SOD (SOD3) gene structures, evolution, and expression. Free Rad Biol Med 33: 337–349. Zhang BB, Zhou G, Li C. 2009. AMPK: An emerging drug target for diabetes and the metabolic syndrome. Cell Metab 9: 407-416. Zitouni K et al. 2005. Race-Specific Differences in Antioxidant Enzyme Activity in Patients With Type 2 Diabetes. Diab Care 28: 1698–1703.
5 SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil dan bahasan penelitian dapat dibuat simpulan dan saran sebagai berikut: 5.1 Simpulan -
Kadar florotanin S. echinocarpum yang terkandung dalam ekstrak berkisar 4,25 – 12,16 mg floroglusinol/g ekstrak S. echinocarpum. Ekstrak metanol mempunyai aktivitas antioksidan paling kuat. Senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak metanol S. echinocarpum adalah floroglusinol dan bifuhalol.
-
Ekstrak metanol S. echinocarpum tergolong relatif tidak toksik dan aman dikonsumsi pada dosis 625 mg/kg BB atau kurang.
-
Ekstrak metanol S. echinocarpum dapat memberikan efek hipoglikemik, penurun kadar lipid peroksida serum, peningkat aktivitas ekstra selular superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase serum serta profil kandungan Cu,Zn-SOD ginjal dan hati pada tikus diabetes melitus.
-
Ekstrak metanol S. echinocarpum dapat meningkatkan vasorelaksasi, sensitivitas muskarinik reseptor sel endotelium, dan rasio sel endotelium aorta tikus diabetes melitus.
5.2 Saran Perlu penelitian lebih lanjut tentang: -
Ketersediaan
(bioavailability)
ekstrak
metanol
S.
echinocarpum,
floroglusinol, dan bifuhalol. -
Toksikokinetik dan toksikodinamik ekstrak metanol S. echinocarpum, floroglusinol, dan bifuhalol.
-
Pemanfaatan ekstrak metanol S. echinocarpum, floroglusinol, dan bifuhalol sebagai komponen pangan fungsional.
105
LAMPIRAN
106
107 Lampiran 1 Sertifikat hasil identifikasi rumput laut coklat
108 Lampiran 2 Rendemen ekstraksi Data berat sampel dan berat ekstrak Berat sampel (gram)
Perlakuan 1 Etanol Metanol Aseton 70% Etanol 80% Metanol 80% Akuades
2
15,28 20,15 17,88 18,75 18,66 18,24
19,75 21,55 18,65 19,54 18,78 19,42
Perlakuan
20,65 19,98 19,04 19,23 19,65 17,86
0,4523 0,9894 1,5985 1,2075 1,3752 4,3448
18,97 19,89 18,42 20,21 19,87 16,98
Berat ekstrak (gram) 2 0,6422 0,6845 0,9650 0,9684 1,7041 1,6611 1,2442 1,2287 1,4423 1,4262 4,4436 4,2868
1
Etanol Metanol Aseton 70% Etanol 80% Metanol 80% Akuades
3 22,01 20,05 18,56 18,99 19,43 17,23
0,5846 1,0581 1,6673 1,2584 1,3841 4,6258
19,65 20,21 17,56 18,93 18,68 19,56
3 0,5843 0,9388 1,6394 1,3258 1,4823 4,0786
0,6052 0,9539 1,5628 1,2418 1,3935 4,6983
Data rendemen (%) ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) Perlakuan
Ulangan II 3,11 4,83 8,95 6,47 7,34 24,88
I 2,96 4,91 8,94 6,44 7,37 23,82
Etanol Metanol Aseton 70% Etanol 80% Metanol 80% Akuades
Rerata
III 3,08 4,72 8,90 6,56 7,46 24,02
3,05 4,82 8,93 6,49 7,39 24,24
Analisis keragaman pengaruh pelarut terhadap rendemen Descriptives Rendemen N
Mean
Std. Deviation
95% Confidence Interval for Mean Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
1
3
3.050000E0
.0793725
.0458258
2.852828
3.247172
2.9600
3.1100
2
3
4.820000E0
.0953939
.0550757
4.583028
5.056972
4.7200
4.9100
3
3
8.930000E0
.0264575
.0152753
8.864276
8.995724
8.9000
8.9500
4
3
6.490000E0
.0624500
.0360555
6.334866
6.645134
6.4400
6.5600
5
3
7.390000E0
.0624500
.0360555
7.234866
7.545134
7.3400
7.4600
6
3
2.424000E1
.5632051
.3251666
22.840921
25.639079
23.8200
24.8800
18
9.153333E0
7.2043606
1.6980841E0
5.570689
12.735978
2.9600
24.8800
Total
ANOVA Rendemen Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 881.666 .682 882.348
df 5 12 17
Mean Square 176.333 .057
F 3.102E3
Sig. .000
109 Post Hoc Tests Multiple Comparisons Rendemen LSD (I) Pelarut Etanol
(J) Pelarut
-2.3647
-1.1753
Aseton 70%
-3.44000*
.19468
.000
-4.0347
-2.8453
Etanol 80%
-4.34000*
.19468
.000
-4.9347
-3.7453
Metanol 80%
-5.88000*
.19468
.000
-6.4747
-5.2853
-21.19000*
.19468
.000
-21.7847
-20.5953
1.77000*
.19468
.000
1.1753
2.3647
Aseton 70%
-1.67000*
.19468
.000
-2.2647
-1.0753
Etanol 80%
-2.57000*
.19468
.000
-3.1647
-1.9753
Metanol 80%
-4.11000*
.19468
.000
-4.7047
-3.5153
-19.42000*
.19468
.000
-20.0147
-18.8253
3.44000*
.19468
.000
2.8453
4.0347
Metanol
*
1.67000
.19468
.000
1.0753
2.2647
Etanol 80%
-.90000*
.19468
.001
-1.4947
-.3053
-2.44000*
.19468
.000
-3.0347
-1.8453
-17.75000*
.19468
.000
-18.3447
-17.1553
Etanol
4.34000*
.19468
.000
3.7453
4.9347
Metanol
2.57000*
.19468
.000
1.9753
3.1647
.90000*
.19468
.001
.3053
1.4947
-1.54000*
.19468
.000
-2.1347
-.9453
-16.85000*
.19468
.000
-17.4447
-16.2553
Etanol
5.88000*
.19468
.000
5.2853
6.4747
Metanol
4.11000*
.19468
.000
3.5153
4.7047
Aseton 70%
2.44000*
.19468
.000
1.8453
3.0347
Etanol 80%
1.54000*
.19468
.000
.9453
2.1347
-15.31000*
.19468
.000
-15.9047
-14.7153
Etanol
21.19000*
.19468
.000
20.5953
21.7847
Metanol
19.42000*
.19468
.000
18.8253
20.0147
Aseton 70%
17.75000*
.19468
.000
17.1553
18.3447
Etanol 80%
16.85000*
.19468
.000
16.2553
17.4447
Metanol 80%
15.31000*
.19468
.000
14.7153
15.9047
Etanol
Etanol
Aseton 70% Metanol 80% Akuades
Akuades Akuades
Upper Bound
.000
Akuades
Metanol 80%
Lower Bound
.19468
Metanol 80% Etanol 80%
Sig.
-1.77000*
Akuades Aseton 70%
Std. Error
Metanol
Akuades Metanol
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
110 Lampiran 3 Kadar florotanin Data pengamatan absorbansi floroglusinol Konsentrasi (ppm) Absorbansi
20
40
0,034 0,039
0,100 0,094
60
80
0,136 0,142
0,196 0,192
100
120
0,291 0,276
0,465 0,471
140
160
0,582 0,572
0,652 0,652
180 0,823 0,835
200 0,940 0,955
Absorbansi
Persamaan hubungan linier antara konsentrasi floroglusinol dan absorbansi 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
y = 0.1044x - 0.1517 R2 = 0.9702
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Floroglusinol (ppm)
Data serapan ekstrak S. echinocarpum Perlakuan Etanol Metanol Aseton 70 % Etanol 80% Metanol 80% Akuades
I 0,063 0,064 0,218 0,209 0,266 0,264 0,470 0,480 0,256 0,256 0,425 0,415
Ulangan II 0,075 0,078 0,187 0,194 0,264 0,268 0,496 0,489 0,244 0,248 0,409 0,409
III 0,070 0,072 0,198 0,199 0,265 0,266 0,485 0,480 0,250 0,252 0,410 0,415
Data kadar florotanin ekstrak S. echinocarpum yang terlarut dalam berbagai pelarut. Perlakuan Etanol Metanol Aseton 70 % Etanol 80% Metanol 80% Akuades
Florotanin (eq mg floroglusinol/ g ekstrak) I II III 4,1130 4,3429 4,2471 4,1322 4,4004 4,2854 7,0824 6,4885 6,6992 6,9099 6,6226 6,7184 11,9099 12,4081 12,1973 12,1015 12,2739 12,1015 7,8103 7,5805 7,6954 7,8103 7,6571 7,7337 8,0019 7,9636 7,9828 7,9636 8,0402 8,0019 11,0479 10,7414 10,7605 10,8563 10,7414 10,8563
Rerata 4,2535 6,7535 12,1654 7,7146 7,9923 10,8339
111
Analisis keragaman pengaruh pelarut terhadap kandungan florotanin Descriptives Florotanin N
95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
1
6
4.253500E0
.1140916
.0465777
4.133768
4.373232
4.1130
2
6
6.753500E0
.2117435
.0864439
6.531289
6.975711
6.4885
7.0824
3
6
1.216537E1
.1703759
.0695557
11.986568
12.344165
11.9099
12.4081
4
6
7.714550E0
.0898215
.0366695
7.620288
7.808812
7.5805
7.8103
5
6
7.992333E0
.0290391
.0118552
7.961859
8.022808
7.9636
8.0402
6
6
1.083397E1
.1177281
.0480623
10.710419
10.957515
10.7414
11.0479
36
8.285536E0
2.6399806
.4399968
7.392295
9.178777
4.1130
12.4081
Total
ANOVA Florotanin Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
243.384
5
48.677
.548
30
.018
243.932
35
F 2.664E3
Sig. .000
4.4004
112
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Florotanin LSD (I) Perlakuan Etanol
Metanol
Aseton 70%
Etanol 80%
(J) Perlakuan
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
-2.5000000*
.0780496
.000
-2.714636
-2.285364
Aseton 70%
-7.9118667*
.0780496
.000
-8.126503
-7.697231
Etanol 80%
-3.4610500*
.0780496
.000
-3.675686
-3.246414
Metanol 80%
-3.7388333*
.0780496
.000
-3.953469
-3.524197
Akuades
-6.5804667*
.0780496
.000
-6.795103
-6.365831
*
2.5000000
.0780496
.000
2.285364
2.714636
Aseton 70%
-5.4118667*
.0780496
.000
-5.626503
-5.197231
Etanol 80%
-.9610500*
.0780496
.000
-1.175686
-.746414
Metanol 80%
-1.2388333*
.0780496
.000
-1.453469
-1.024197
Akuades
-4.0804667*
.0780496
.000
-4.295103
-3.865831
Etanol
7.9118667*
.0780496
.000
7.697231
8.126503
Metanol
5.4118667*
.0780496
.000
5.197231
5.626503
Etanol 80%
4.4508167*
.0780496
.000
4.236181
4.665453
Metanol 80%
4.1730333*
.0780496
.000
3.958397
4.387669
Akuades
1.3314000*
.0780496
.000
1.116764
1.546036
Etanol
3.4610500*
.0780496
.000
3.246414
3.675686
.9610500*
.0780496
.000
.746414
1.175686
-4.4508167*
.0780496
.000
-4.665453
-4.236181
Etanol
Aseton 70%
-.2777833*
.0780496
.001
-.492419
-.063147
-3.1194167*
.0780496
.000
-3.334053
-2.904781
Etanol
3.7388333*
.0780496
.000
3.524197
3.953469
Metanol
1.2388333*
.0780496
.000
1.024197
1.453469
Aseton 70%
-4.1730333*
.0780496
.000
-4.387669
-3.958397
Etanol 80%
.2777833*
.0780496
.001
.063147
.492419
-2.8416333*
.0780496
.000
-3.056269
-2.626997
Etanol
6.5804667*
.0780496
.000
6.365831
6.795103
Metanol
4.0804667*
.0780496
.000
3.865831
4.295103
Aseton 70%
-1.3314000*
.0780496
.000
-1.546036
-1.116764
Etanol 80%
3.1194167*
.0780496
.000
2.904781
3.334053
Metanol 80%
2.8416333*
.0780496
.000
2.626997
3.056269
Metanol 80% Akuades
Akuades Akuades
Std. Error
Metanol
Metanol
Metanol 80%
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
113 Lampiran 4 Aktivitas antioksidan Data serapan reduksi DPPH (menit ke- ) oleh ekstrak S. echinocarpum Dosis (ppm)
Ekstrak Etanol Metanol Aseton 70%
1000
Etanol 80% Metanol 80% Akuades Tokoferol Etanol Metanol Aseton 70%
500
Etanol 80% Metanol 80% Akuades Tokoferol Etanol Metanol Aseton 70%
200
Etanol 80% Metanol 80% Akuades Tokoferol Etanol Metanol Aseton 70%
100
Etanol 80% Metanol 80% Akuades Tokoferol
I
II
III
0
30
0
30
0
30
0,265 0,255 1,200 1,300 0,520 0,525 1,800 1,800 0,140 0,235 0,490 0,485 0,520 0,505 0,320 0,320 1,200 1,150 0,640 0,520 1,600 1,560 0,220 0,200 0,620 0,600 0,490 0,470 0,315 0,320 1,320 1,260 0,680 0,620 1,500 1,520 0,620 0,580 0,470 0,450 0,560 0,550 0,245 0,250 1,200 1,300 0,520 0,510 0,600 0,600 0,235 0,220 0,505 0,510 0,550 0,530
0,160 0,170 0,405 0,400 0,380 0,380 1,300 1,350 0,065 0,145 0,395 0,385 0,340 0,350 0,235 0,215 0,505 0,461 0,458 0,472 1,320 1,280 0,140 0,130 0,546 0,526 0,350 0,370 0,240 0,224 0,605 0,561 0,530 0,555 1,313 1,280 0,410 0,410 0,430 0,414 0,410 0,460 0,180 0,185 0,620 0,550 0,438 0,432 0,530 0,510 0,160 0,158 0,481 0,461 0,410 0,448
0,260 0,255 1,400 1,300 0,530 0,525 1,760 1,760 0,140 0,200 0,490 0,480 0,590 0,560 0,320 0,320 1,150 1,200 0,600 0,560 1,560 1,600 0,220 0,200 0,620 0,600 0,490 0,470 0,316 0,320 1,300 1,280 0,660 0,640 1,520 1,500 0,620 0,580 0,470 0,450 0,560 0,550 0,246 0,250 1,200 1,300 0,510 0,520 0,620 0,580 0,226 0,230 0,510 0,506 0,540 0,540
0,165 0,169 0,400 0,400 0,380 0,385 1,300 1,350 0,056 0,150 0,395 0,385 0,340 0,360 0,240 0,230 0,460 0,440 0,472 0,462 1,400 1,200 0,140 0,150 0,539 0,539 0,336 0,332 0,252 0,244 0,560 0,552 0,549 0,547 1,295 1,299 0,450 0,430 0,426 0,422 0,400 0,410 0,198 0,194 0,558 0,554 0,439 0,439 0,522 0,522 0,166 0,172 0,477 0,469 0,406 0,396
0,265 0,261 1,200 1,000 0,520 0,520 1,800 1,800 0,140 0,240 0,490 0,490 0,550 0,530 0,320 0,320 1.200 1.150 0,620 0,540 1,600 1,560 0,220 0,200 0,620 0,600 0,482 0,478 0,315 0,321 1,280 1,300 0,660 0,640 1,500 1,520 0,600 0,600 0,460 0,460 0,560 0,550 0,246 0,250 1,300 1,200 0,520 0,510 0,620 0,580 0,230 0,226 0,507 0,509 0,540 0,540
0,168 0,160 0,400 0,365 0,378 0,380 1,300 1,280 0,065 0,150 0,385 0,385 0,340 0,320 0,226 0,228 0.498 0.500 0,472 0,470 1,300 1,240 0,136 0,134 0,540 0,524 0,340 0,330 0,240 0,236 0,591 0,601 0,547 0,543 1,280 1,272 0,420 0,400 0,430 0,410 0,402 0,408 0,190 0,186 0,600 0,580 0,433 0,439 0,516 0,508 0,160 0,154 0,467 0,469 0,404 0,400
114
Data IC 50 (ppm) ekstrak S. echinocarpum Ekstrak Etanol Metanol Aseton 70% Etanol 80% Metanol 80% Akuades Tokoferol
I
II
III
1122 186,9 2069 2310 781,6 3616 1481
1343 161,2 2103 2439 1035 3764 1048
1147 201,2 2137 2050 787,3 3347 1059
Data AAST (mg/100 mg ekstrak S. echinocarpum) Ekstrak Etanol Metanol Aseton 70% Etanol 80% Metanol 80% Akuades
I
II
III
131,9964 792,4024 71,5805 64,1126 189,4831 40,9569
78,0342 650,1241 49,8336 42,9684 101,2560 27,8427
92,3278 526,3419 49,5554 51,6585 134,5104 31,6403
Analisis keragaman aktivitas antioksidan ekstrak S. echinocarpum Descriptives Ekstrak 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Max
3
1.007862E2
27.9577739
1.6141428E1
31.335205
2
3
6.562895E2
133.1373122
7.6866863E1
325.558039
3
3
5.698983E1
12.6366314
7.2957625E0
25.598699
88.380965
49.5555
71.5805
4
3
5.291317E1
10.6277507
6.1359347E0
26.512377
79.313970
42.9684
64.1126
5
3
1.417498E2
44.5568365
2.5724902E1
31.064516
3
3.347995E1
6.7478486
3.8958722E0
16.717366
50.242536
18
1.737014E2
230.4634642
5.4320759E1
59.094618
288.308187
6 Total
ANOVA Ekstrak Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
861306.622
5
41621.319
12
902927.942
17
F
172261.324 49.665 3468.443
Sig. .000
170.237127
Min
1
78.0343 131.9964
987.020875 526.3419 792.4024
252.435152 101.2560 189.4831 27.8427
40.9569
27.8427 792.4024
115 Post Hoc Tests Multiple Comparisons Ekstrak LSD (I) AAST Etanol
(J) AAST
-408.621680
Aseton 70%
43.7963340
4.8086334E1
.380
-103.085277
190.677945
Etanol 80%
47.8729926
4.8086334E1
.339
-99.008618
194.754604
-40.9636679
4.8086334E1
.411
-187.845279
105.917943
67.3062148
4.8086334E1
.187
-79.575396
214.187826
Etanol
*
555.5032912
4.8086334E1
.000
408.621680
702.384902
Aseton 70%
599.2996252*
4.8086334E1
.000
452.418014
746.181236
Etanol 80%
603.3762839*
4.8086334E1
.000
456.494673
750.257895
Metanol 80%
514.5396233*
4.8086334E1
.000
367.658012
661.421234
Akuades
622.8095061*
4.8086334E1
.000
475.927895
769.691117
-43.7963340
4.8086334E1
.380
-190.677945
103.085277
-5.9929963E2*
4.8086334E1
.000
-746.181236
-452.418014 150.958270
Etanol
Metanol 80% Akuades Etanol
4.0766586
4.8086334E1
.934
-142.804952
-84.7600019
4.8086334E1
.103
-231.641613
62.121609
23.5098808
4.8086334E1
.634
-123.371730
170.391492
-47.8729926
4.8086334E1
.339
-194.754604
99.008618
-6.0337628E2*
4.8086334E1
.000
-750.257895
-456.494673
Aseton 70%
-4.0766586
4.8086334E1
.934
-150.958270
142.804952
Metanol 80%
-88.8366605
4.8086334E1
.089
-235.718272
58.044951
19.4332222
4.8086334E1
.693
-127.448389
166.314833
Metanol
Akuades Etanol
40.9636679
4.8086334E1
.411
-105.917943
187.845279
-5.1453962E2*
4.8086334E1
.000
-661.421234
-367.658012
Aseton 70%
84.7600019
4.8086334E1
.103
-62.121609
231.641613
Etanol 80%
88.8366605
4.8086334E1
.089
-58.044951
235.718272
Akuades
108.2698827
4.8086334E1
.044
-38.611728
255.151494
Etanol
-67.3062148
4.8086334E1
.187
-214.187826
79.575396
-6.2280951E2*
4.8086334E1
.000
-769.691117
-475.927895
Aseton 70%
-23.5098808
4.8086334E1
.634
-170.391492
123.371730
Etanol 80%
-19.4332222
4.8086334E1
.693
-166.314833
127.448389
-108.2698827
4.8086334E1
.044
-255.151494
38.611728
Metanol
Akuades
Upper Bound
-702.384902
Etanol 80%
Metanol 80%
Lower Bound
.000
Metanol
Etanol 80%
Sig.
4.8086334E1
Akuades
Aseton 70%
Std. Error
-5.5550329E2*
Metanol
Metanol 80% Metanol
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Metanol
Metanol 80%
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
116 Lampiran 5 Keterangan kelaikan etik penelitian
117 Lampiran 6 Berat badan (uji toksisitas) Data pengamatan berat badan (gram) mencit BALB/c selama 14 hari Dosis
Jenis kelamin Jantan
0 mg/kg Betina
Jantan 625 mg/kg Betina Jantan 1250 mg/kg Betina
Jantan 2500 mg/kg Betina
Jantan 5000 mg/kg Betina
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 19,23 19,03 18,23 22,30 26,52 20,15 23,63 24,57 22,32 22,94 17,53 25,14 20,86 23,29 25,39 22,91 22,27 22,28 24,87 28,31 27,83 24,09 28,05 23,59 27,30 27,63 25,80 25,00 22,14 25,57
2 19,34 19,24 18,64 22,94 26,68 21,23 23,65 24,78 22,53 23,06 17,66 25,19 20,66 23,09 24,89 22,87 22,15 22,07 24,53 28,23 27,76 23,87 27,98 23,48 27,18 27,46 25,54 24,82 21,79 25,47
3 19,51 19,35 18,80 23,24 26,97 21,54 23,71 25,08 22,63 23,17 17,81 25,27 20,69 23,31 24,92 23,01 22,37 22,16 24,34 28,16 27,57 23,93 28,02 23,38 26,98 27,34 25,31 24,56 21,65 25,40
4 19,72 19,46 18,91 23,57 27,29 21,81 23,82 25,15 23,31 23,28 18,01 25,43 20,76 23,43 25,09 23,08 22,57 22,45 24,19 27,94 27,45 24,01 28,14 23,36 26,78 27,17 25,11 24,36 21,67 25,36
5 19,88 19,68 19,14 23,83 27,51 22,11 24,14 25,27 23,36 23,48 18,15 25,58 20,94 23,51 25,23 23,12 22,91 22,63 24,02 28,07 27,54 24,17 28,25 23,38 26,64 27,05 24,98 24,16 21,67 25,28
6 20,02 19,88 19,71 24,13 27,88 22,34 24,27 25,37 23,56 23,71 18,27 25,72 21,12 23,65 25,35 23,16 23,07 22,82 24,08 28,09 27,63 24,36 28,31 23,43 26,61 27,13 24,93 23,98 21,67 25,17
Hari ke7 8 20,26 20,54 20,08 20,22 19,87 20,18 24,33 24,63 28,11 28,33 22,59 22,83 24,39 24,56 25,47 25,65 23,77 23,81 23,88 24,12 18,49 18,68 25,85 25,97 21,21 21,49 23,81 23,92 25,48 25,56 23,23 23,39 23,21 23,38 23,02 23,22 24,11 24,19 28,17 28,26 27,68 27,74 24,54 23,71 28,38 28,46 23,48 23,52 26,67 26,86 27,22 27,32 25,04 25,13 23,71 24,04 21,85 21,89 25,35 25,55
9 20,88 20,33 20,28 24,82 28,67 23,12 24,71 25,78 24,01 24,36 18,86 26,19 21,64 24,07 25,67 23,51 23,59 23,49 24,25 28,34 27,79 23,85 28,52 23,59 26,93 27,36 25,16 24,54 21,94 26,02
10 21,05 20,48 20,29 25,15 28,98 23,25 24,91 25,88 24,28 24,55 19,16 26,37 21,78 24,15 25,75 23,62 23,71 23,65 24,31 28,41 27,88 24,09 28,66 23,61 27,03 27,47 25,22 24,65 22,01 26,10
11 21,35 20,52 20,30 25,35 29,13 23,42 25,15 26,12 24,53 24,79 19,38 26,64 21,93 24,27 25,87 23,75 23,87 23,85 24,54 28,51 27,94 24,19 28,85 23,64 27,14 27,54 25,29 24,87 22,14 26,16
12 21,57 20,60 20,89 25,51 29,37 23,61 25,33 26,25 24,62 25,01 19,52 26,96 22,17 24,39 25,99 23,82 24,05 24,09 24,72 28,63 28,05 24,26 28,91 23,67 27,21 27,63 25,48 24,97 22,28 25,58
13 21,69 20,67 21,10 25,71 29,51 23,78 25,54 26,41 24,93 25,29 19,71 27,22 22,35 24,48 26,18 23,98 24,35 24,23 24,89 28,79 28,11 24,31 29,06 23,71 27,28 27,69 25,61 25,07 22,31 25,67
Rerata data pengamatan berat badan mencit Dosis 0 mg/kg 625 mg/kg 1250 mg/kg 2500 mg/kg 5000 mg/kg
1 20,91 22,69 22,83 26,12 25,57
2 21,35 22,81 22,62 25,98 25,34
3 21,57 22,95 22,74 25,90 25,09
4 21,79 23,17 22,89 25,85 24,96
5 22,03 23,33 23,06 25,91 24,49
6 22,33 23,48 23,19 25,98 24,29
Hari ke7 8 22,54 22,79 23,64 23,79 23,33 23,49 26,06 25,98 24,29 25,13
9 23,02 23,99 23,66 26,06 25,42
10 23,20 24,19 23,78 26,16 25,91
11 23,35 24,44 23,92 26,28 26,22
12 23,59 24,62 24,09 26,37 26,46
13 23,74 24,85 24,26 26,48 26,64
14 23,95 25,09 24,42 26,63 26,95
Analisis keragaman kenaikan (%) berat badan mencit pada akhir masa uji
Descriptives BB N
Mean
Std. Deviation
95% Confidence Interval for Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Min
Max
0 mg/kg BB
6 14.64483
3.33377 1.36100
11.146249
18.143417 9.9317
18.7097
625 mg/kg BB
6 10.78273
2.26331
.92399
8.407529
13.157930 7.9365
13.3485
1250 mg/kg BB
6
7.03543
2.63687 1.07649
4.268210
9.802663 3.7810
10.3727
2500 mg/kg BB
6
1.87574
1.12686
.46003
.693180
3.058315
.7206
5000 mg/kg BB
6
.63273
.34607
.14128
.269547
.995919
.1832
1.2195
30
6.99429
5.75421 1.05057
4.845637
9.142955
.1832
18.7097
Total
ANOVA BB Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
837.322
4
209.330
Within Groups
122.897
25
4.916
Total
960.219
29
F 42.583
Sig. .000
3.9929
14 21,87 20,92 21,39 25,89 29,72 23,92 25,77 26,52 25,27 25,59 19,87 27,55 22,47 24,56 26,35 24,11 24,58 24,43 25,19 28,89 28,26 24,49 29,17 23,76 27,35 27,78 25,92 25,19 22,41 25,73
118 Post Hoc Tests Multiple Comparisons BB LSD (I) Perlakuan 0 mg/kg BB
625 mg/kg BB
1250 mg/kg BB
2500 mg/kg BB
5000 mg/kg BB
(J) Perlakuan
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
625 mg/kg BB
3.8621039*
1.2800866E0
.006
.293945
7.430263
1250 mg/kg BB
7.6093967*
1.2800866E0
.000
4.041238
11.177556
2500 mg/kg BB
12.7690853*
1.2800866E0
.000
9.200926
16.337244
5000 mg/kg BB
14.0120996*
1.2800866E0
.000
10.443941
17.580259
0 mg/kg BB
-3.8621039*
1.2800866E0
.006
-7.430263
-.293945
1250 mg/kg BB
*
3.7472929
1.2800866E0
.007
.179134
7.315452
2500 mg/kg BB
8.9069814*
1.2800866E0
.000
5.338822
12.475141
5000 mg/kg BB
10.1499958*
1.2800866E0
.000
6.581837
13.718155
0 mg/kg BB
-7.6093967*
1.2800866E0
.000
-11.177556
-4.041238
625 mg/kg BB
-3.7472929*
1.2800866E0
.007
-7.315452
-.179134
2500 mg/kg BB
5.1596885*
1.2800866E0
.000
1.591529
8.727848
5000 mg/kg BB
6.4027029*
1.2800866E0
.000
2.834544
9.970862
-12.7690853*
1.2800866E0
.000
-16.337244
-9.200926
625 mg/kg BB
-8.9069814*
1.2800866E0
.000
-12.475141
-5.338822
1250 mg/kg BB
-5.1596885*
1.2800866E0
.000
-8.727848
-1.591529
5000 mg/kg BB
1.2430144
1.2800866E0
.341
-2.325145
4.811173
0 mg/kg BB
-14.0120996*
1.2800866E0
.000
-17.580259
-10.443941
625 mg/kg BB
-10.1499958*
1.2800866E0
.000
-13.718155
-6.581837
1250 mg/kg BB
-6.4027029*
1.2800866E0
.000
-9.970862
-2.834544
2500 mg/kg BB
-1.2430144
1.2800866E0
.341
-4.811173
2.325145
0 mg/kg BB
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
119 Lampiran 7 Histopatologis hati dan ginjal
Data pengamatan skor histologis hati Perlakuan 0 mg/kg BB 625 mg/kg BB 1250 mg/kg BB 2500 mg/kg BB 5000 mg/kg BB
1
2 0 1 1,5 2,5 2
3
4
1 1,5 1,5 2,5 2,33
0,5 0 1,5 1,67 2
1 1,5 2 2 2
5
6 0,5 1 1,5 2 2
0,5 1 1 1,67 2,33
Descriptives Hati N
Mean
Std. Std. Deviation Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
0 mg/kg BB
6
.5833
.37639 .15366
.1883
.9783
.00
1.00
625 mg/kg BB
6
1.0000
.54772 .22361
.4252
1.5748
.00
1.50
1250 mg/kg BB
6
1.5000
.31623 .12910
1.1681
1.8319
1.00
2.00
2500 mg/kg BB
6
2.0556
.37514 .15315
1.6619
2.4493
1.67
2.50
5000 mg/kg BB
6
2.1111
.17212 .07027
1.9305
2.2917
2.00
2.33
30
1.4500
.69776 .12739
1.1895
1.7105
.00
2.50
Total
ANOVA Hati Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
10.559
4
3.560
25
14.119
29
F
2.640 18.537 .142
Sig. .000
120 Post Hoc Tests Multiple Comparisons Hati LSD (I) Dosis 0 mg/kg BB
625 mg/kg BB
1250 mg/kg BB
2500 mg/kg BB
5000 mg/kg BB
(J) Dosis
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
625 mg/kg BB
-.41667
.21787
.067
-1.0240
.1906
1250 mg/kg BB
-.91667*
.21787
.000
-1.5240
-.3094
2500 mg/kg BB
-1.47223*
.21787
.000
-2.0795
-.8649
5000 mg/kg BB
-1.52777*
.21787
.000
-2.1351
-.9205 1.0240
0 mg/kg BB
.41667
.21787
.067
-.1906
1250 mg/kg BB
-.50000
.21787
.030
-1.1073
.1073
2500 mg/kg BB
-1.05557*
.21787
.000
-1.6629
-.4483
5000 mg/kg BB
-1.11110*
.21787
.000
-1.7184
-.5038
.91667*
.21787
.000
.3094
1.5240
625 mg/kg BB
.50000
.21787
.030
-.1073
1.1073
2500 mg/kg BB
-.55557
.21787
.017
-1.1629
.0517
5000 mg/kg BB
-.61110*
.21787
.010
-1.2184
-.0038
0 mg/kg BB
1.47223*
.21787
.000
.8649
2.0795
625 mg/kg BB
1.05557*
.21787
.000
.4483
1.6629
1250 mg/kg BB
.55557
.21787
.017
-.0517
1.1629
5000 mg/kg BB
-.05553
.21787
.801
-.6628
.5518
0 mg/kg BB
*
1.52777
.21787
.000
.9205
2.1351
625 mg/kg BB
1.11110*
.21787
.000
.5038
1.7184
1250 mg/kg BB
.61110*
.21787
.010
.0038
1.2184
2500 mg/kg BB
.05553
.21787
.801
-.5518
.6628
0 mg/kg BB
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
121 Data pengamatan skor histologis ginjal Perlakuan 0 mg/kg BB 625 mg/kg BB 1250 mg/kg BB 2500 mg/kg BB 5000 mg/kg BB
1
2 0,4 0,4 1,6 1,8 2,6
3 0,2 0,6 1,4 2,2 2,4
4 0,2 0,6 1,6 2 2,4
5 0,4 0,6 1,6 2 2,6
6 0,2 0,4 2 2 2,2
0,4 0,4 1,4 2,2 2,4
Descriptives Ginjal N
Mean
0 mg/kg BB
6
625 mg/kg BB 1250 mg/kg BB
Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound
Upper Bound .4150
.04472
6
.5333
.10328
.04216
.4249
.6417
.40
.60
6
1.6000
.21909
.08944
1.3701
1.8299
1.40
2.00
2500 mg/kg BB
6
2.0333
.15055
.06146
1.8753
2.1913
1.80
2.20
5000 mg/kg BB
6
2.4333
.15055
.06146
2.2753
2.5913
2.20
2.60
30
1.3800
.85879
.15679
1.0593
1.7007
.20
2.60
ANOVA Ginjal Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
20.808
4
5.202
.580
25
.023
21.388
29
F 224.224
Sig. .000
.20
Maximum
.10954
Total
.1850
Minimum
.3000
.40
122 Post Hoc Tests Multiple Comparisons Ginjal LSD (I) Dosis 0 mg/kg BB
625 mg/kg BB
1250 mg/kg BB
2500 mg/kg BB
5000 mg/kg BB
(J) Dosis 625 mg/kg BB
Mean Difference (I-J)
99% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
-.23333
.08794
.014
-.4785
.0118
1250 mg/kg BB
-1.30000*
.08794
.000
-1.5451
-1.0549
2500 mg/kg BB
-1.73333*
.08794
.000
-1.9785
-1.4882
5000 mg/kg BB
-2.13333*
.08794
.000
-2.3785
-1.8882
0 mg/kg BB
.23333
.08794
.014
-.0118
.4785
1250 mg/kg BB
-1.06667*
.08794
.000
-1.3118
-.8215
2500 mg/kg BB
-1.50000*
.08794
.000
-1.7451
-1.2549
5000 mg/kg BB
-1.90000*
.08794
.000
-2.1451
-1.6549
0 mg/kg BB
1.30000*
.08794
.000
1.0549
1.5451
625 mg/kg BB
1.06667*
.08794
.000
.8215
1.3118
2500 mg/kg BB
-.43333*
.08794
.000
-.6785
-.1882
5000 mg/kg BB
-.83333*
.08794
.000
-1.0785
-.5882
0 mg/kg BB
1.73333*
.08794
.000
1.4882
1.9785
625 mg/kg BB
1.50000*
.08794
.000
1.2549
1.7451
1250 mg/kg BB
.43333*
.08794
.000
.1882
.6785
5000 mg/kg BB
-.40000*
.08794
.000
-.6451
-.1549
0 mg/kg BB
2.13333*
.08794
.000
1.8882
2.3785
625 mg/kg BB
1.90000*
.08794
.000
1.6549
2.1451
1250 mg/kg BB
.83333*
.08794
.000
.5882
1.0785
2500 mg/kg BB
.40000*
.08794
.000
.1549
.6451
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
123 Lampiran 8 Berat badan (uji diabetes)
Data pengamatan berat badan tikus percobaan selama masa penelitian Perlk.
2
4
6
8
10
12
Normal-1
125,65
0
139,66
153,82
169,44
185,02
202,15
218,25
Normal-2
124,74
139,04
155,12
172,32
186,82
204,65
219,56
Normal-3
122,25
137,64
153,12
170,24
185,08
201,74
217,56
Normal-4
127,65
141,98
155,86
169,24
184,26
199,82
220,12
Normal-5
126,98
141,31
157,04
171,68
186,48
203,12
218,48
Normal-6
128,12
142,86
157,91
171,32
186,26
200,12
217,28
DM + S0-1
152,12
147,56
142,15
135,64
122,68
110,62
100,86
DM + S0-2
148,65
144,64
140,22
134,65
121,82
112,12
101,14
DM + S0-3
147,98
143,84
139,24
132,13
121,32
111,89
100,84
DM + S0-4
149,65
145,54
140,06
134,68
120,56
112,45
101,58
DM + S0-5
149,55
145,88
139,78
132,48
120,36
-
-
DM + S0-6
151,86
146,78
140,34
133,42
-
-
-
DM + S150-1
142,52
137,64
133,23
128,78
123,56
116,68
108,25
DM + S150-2
140,38
135,68
131,28
127,68
121,24
114,48
105,68
DM + S150-3
139,25
137,14
133,12
128,86
122,46
115,64
106,98
DM + S150-4
141,45
137,26
132,82
127,98
121,32
114,84
106,12
DM + S150-5
143,24
138,62
134,26
130,02
123,45
115,12
-
DM + S150-6
140,12
135,84
132,84
128,28
122,48
-
-
DM + S300-1
135,64
132,28
128,78
125,14
121,25
117,65
114,98
DM + S300-2
138,42
135,88
132,82
128,86
123,64
118,45
115,82
DM + S300-3
139,62
137,06
134,64
128,98
125,32
120,84
117,46
DM + S300-4
136,27
133,48
130,84
126,82
122,42
118,62
115,64
DM + S300-5
137,02
134,62
131,82
127,56
123,68
119,86
-
DM + S300-6
135,12
132,36
129,78
125,68
121,46
117,78
-
DM + S450-1
130,44
128,86
126,62
124,68
125,02
127,32
130,85
DM + S450-2
129,78
128,14
125,82
124,54
123,56
123,46
124,02
DM + S450-3
128,88
127,32
125,78
124,78
125,88
126,92
129,32
DM + S450-4
130,48
128,46
126,28
125,68
124,12
124,62
125,14
DM + S450-5
130,25
128,12
126,34
125,32
123,64
124,08
125,68
DM + S450-6
130,24
127,86
126,02
125,84
123,34
124,22
125,67
10 210,9333 111,7700 115,3520 118,8667 125,1033
12 218,5417 101,1500 106,7575 115,9750 126,7800
Rerata berat badan tikus percobaan selama masa penelitian Perlk. Normal DM + S0 DM + S150 DM + S300 DM + S450
0 125,8983 149,9683 141,1600 137,0150 130,0117
2 140,4150 145,7067 137,0300 134,2800 128,1267
4 155,4783 140,2983 132,9250 131,4467 126,1433
6 177,0670 133,8333 128,6000 127,1733 125,1400
8 185,6533 121,3480 122,4183 122,9617 124,2600
124 Analisis keragaman berat badan (g) tikus percobaan Perlk. Normal DM + S0 DM + S150 DM + S300 DM + S450
1 218,25 100,86 108,25 114,98 130,85
2 219,56 101,14 105,68 115,82 124,02
3 217,56 100,84 106,98 117,46 129,32
4 220,12 101,58 106,12 115,64 125,14
5 218,48 125,68
6 217,28 125,67
Descriptives BB N
Mean
Normal
6
2.1854E2
DM + S0
4
DM + S150
4
DM + S300 DM + S450 Total
95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
217.3757
219.7077 217.28 220.12
1.0110E2
.34501
.17251
100.5560
101.6540 100.84 101.58
1.0676E2
1.13203
.56601
104.9562
108.5588 105.68 108.25
4
1.1998E2
4.34709
2.17354
113.0578
126.8922 115.82 125.64
6
1.3940E2
1.64694
.67236
137.6683
141.1250 136.94 141.07
24
1.4412E2
46.04483
9.39886
124.6811
163.5672 100.84 220.12
BB Sum of Squares Between Groups Total
Max
.45360
ANOVA
Within Groups
Min
1.11108
df
Mean Square
48682.276
4
12170.569
80.628
19
4.244
48762.904
23
F 2.868E3
Sig. .000
125 Post Hoc Tests Multiple Comparisons BB LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
(J) Perlakuan
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
117.43667*
1.32972
.000
113.6324
121.2409
DM + S150
111.78417*
1.32972
.000
107.9799
115.5884
DM + S300
98.56667*
1.32972
.000
94.7624
102.3709
DM + S450
79.14500*
1.18934
.000
75.7424
82.5476
*
-117.43667
1.32972
.000
-121.2409
-113.6324
DM + S150
-5.65250*
1.45663
.001
-9.8198
-1.4852
DM + S300
-18.87000*
1.45663
.000
-23.0373
-14.7027
DM + S450
-38.29167*
1.32972
.000
-42.0959
-34.4874
-111.78417*
1.32972
.000
-115.5884
-107.9799
5.65250*
1.45663
.001
1.4852
9.8198
DM + S300
-13.21750*
1.45663
.000
-17.3848
-9.0502
DM + S450
-32.63917*
1.32972
.000
-36.4434
-28.8349
-98.56667*
1.32972
.000
-102.3709
-94.7624
DM + S0
18.87000*
1.45663
.000
14.7027
23.0373
DM + S150
13.21750*
1.45663
.000
9.0502
17.3848
DM + S450
-19.42167*
1.32972
.000
-23.2259
-15.6174
-79.14500*
1.18934
.000
-82.5476
-75.7424
DM + S0
38.29167*
1.32972
.000
34.4874
42.0959
DM + S150
32.63917*
1.32972
.000
28.8349
36.4434
DM + S300
19.42167*
1.32972
.000
15.6174
23.2259
Normal
DM + S150 Normal DM + S0
DM + S300 Normal
DM + S450 Normal
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
126 Lampiran 9 Glukosa darah
Data pengamatan glukosa darah tikus percobaan selama masa penelitian Perlakuan
0 102 110 93 105 94 97 467 498 325 542 512 562 501 521 465 514 496 541 465 478 489 513 505 521 404 575 507 515 381 361
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Normal
DM + S0
DM + S150
DM + S300
DM + S450
2 98 97 105 97 112 100 447 535 421 356 521 545 542 468 478 465 455 478 492 451 464 475 512 487 565 461 537 361 370 314
4 106 101 99 106 116 95 401 441 325 439 486 512 432 421 492 478 389 456 412 364 421 397 465 468 335 375 340 312 305 311
6 110 102 94 102 99 94 432 449 368 361 479 541 461 432 412 368 376 412 432 322 442 387 434 416 411 300 360 189 274 314
8 101 115 104 99 99 100 378 412 340 346 486 402 376 403 414 358 421 365 314 378 332 427 462 464 214 254 201 216 283
10 103 98 112 106 103 99 465 456 352 419 378 398 386 364 387 341 331 312 354 414 416 234 248 214 183 198 180
12 105 102 104 99 117 110 412 446 432 452 398 381 356 378 332 278 304 332 206 214 235 174 186 161
Analisis keragaman glukosa darah tikus percobaan Descriptives Glukosa N
Mean
Std. Deviation
95% Confidence Interval for Mean Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Min
Max
Normal
6
106.17
6.432
2.626
99.42
112.92
99
117
DM + S0
4
435.50
17.767
8.884
407.23
463.77
412
452
DM + S150
4
378.25
17.251
8.625
350.80
405.70
356
398
DM + S300
4
311.50
25.942
12.971
270.22
352.78
278
332
DM + S450
6
196.00
27.401
11.186
167.24
224.76
161
235
24
263.08
125.784
25.676
209.97
316.20
99
452
Total
ANOVA Glukosa Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
356078.250
4
89019.562
7819.583
19
411.557
363897.833
23
F 216.299
Sig. .000
127 Post Hoc Tests Multiple Comparisons Glukosa LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
(J) Perlakuan
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
-329.333*
13.095
.000
-366.80
-291.87
DM + S150
-272.083*
13.095
.000
-309.55
-234.62
DM + S300
-205.333*
13.095
.000
-242.80
-167.87
DM + S450
-89.833*
11.713
.000
-123.34
-56.32
*
13.095
.000
291.87
366.80
DM + S150
57.250*
14.345
.001
16.21
98.29
DM + S300
124.000*
14.345
.000
82.96
165.04
DM + S450
239.500*
13.095
.000
202.04
276.96
272.083*
13.095
.000
234.62
309.55
-57.250*
14.345
.001
-98.29
-16.21
DM + S300
66.750*
14.345
.000
25.71
107.79
DM + S450
182.250*
13.095
.000
144.79
219.71
205.333*
13.095
.000
167.87
242.80
-124.000*
14.345
.000
-165.04
-82.96
DM + S150
-66.750*
14.345
.000
-107.79
-25.71
DM + S450
115.500*
13.095
.000
78.04
152.96
89.833*
11.713
.000
56.32
123.34
DM + S0
-239.500*
13.095
.000
-276.96
-202.04
DM + S150
-182.250*
13.095
.000
-219.71
-144.79
DM + S300
-115.500*
13.095
.000
-152.96
-78.04
Normal
DM + S150 Normal DM + S0
DM + S300 Normal DM + S0
DM + S450 Normal
329.333
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
128 Lampiran 10 Hemoglobin A1 c
Data pengamatan HbA 1 c tikus percobaan Perlakuan
1
2
3
4
5
6
Normal
5,2857
5,1812
5,2509
5,0767
5,7038
5,4599
DM + S0
15,9826
17,1673
16,6794
17,3763
-
-
DM + S150
15,4948
14,9024
14,0314
14,7979
-
-
DM + S300
13,1951
11,3136
12,2195
13,1951
-
-
DM + S450
8,8049
9,0836
9,8153
7,6899
8,1080
7,2369
Analisis keragaman HbA 1c tikus percobaan Descriptives HbA 1c N
Std. Deviation
Mean
95% Confidence Interval for Mean Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Min
Max
Normal
6
5.153558E0
.1806655 .0737564
4.963961
5.343155
4.9522
5.4579
DM + S0
4
1.440449E1
.4990733 .2495367
13.610357
15.198631
13.7444
14.8680
DM + S150
4
1.279635E1
.4845675 .2422838
12.025293
13.567403
12.1713
13.3511
DM + S300
4
1.092135E1
.7287147 .3643574
9.761801
12.080896
9.9803
11.4972
6
7.676966E0
.7696834 .3142219
6.869233
8.484700
6.6938
8.7725
24
9.561330E0
3.5332618 .7212240
8.069364
11.053295
4.9522
14.8680
DM + S450 Total
ANOVA HbA 1c Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
280.961
4
70.240
6.170
19
.325
287.131
23
F 216.299
Sig. .000
129 Post Hoc Tests Multiple Comparisons HbA 1c LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
(J) Perlakuan
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
-9.2509363*
.3678404
.000
-10.303304
-8.198569
DM + S150
-7.6427903*
.3678404
.000
-8.695157
-6.590423
DM + S300
-5.7677903*
.3678404
.000
-6.820157
-4.715423
DM + S450
-2.5234082*
.3290064
.000
-3.464674
-1.582142
Normal
*
9.2509363
.3678404
.000
8.198569
10.303304
DM + S150
1.6081461*
.4029489
.001
.455336
2.760957
DM + S300
3.4831461*
.4029489
.000
2.330336
4.635957
DM + S450
6.7275281*
.3678404
.000
5.675161
7.779895
7.6427903*
.3678404
.000
6.590423
8.695157
-1.6081461*
.4029489
.001
-2.760957
-.455336
DM + S300
1.8750000*
.4029489
.000
.722189
3.027811
DM + S450
5.1193820*
.3678404
.000
4.067015
6.171749
5.7677903*
.3678404
.000
4.715423
6.820157
DM + S0
-3.4831461*
.4029489
.000
-4.635957
-2.330336
DM + S150
-1.8750000*
.4029489
.000
-3.027811
-.722189
DM + S450
3.2443820*
.3678404
.000
2.192015
4.296749
2.5234082*
.3290064
.000
1.582142
3.464674
DM + S0
-6.7275281*
.3678404
.000
-7.779895
-5.675161
DM + S150
-5.1193820*
.3678404
.000
-6.171749
-4.067015
DM + S300
-3.2443820*
.3678404
.000
-4.296749
-2.192015
DM + S150 Normal DM + S0
DM + S300 Normal
DM + S450 Normal
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
130 Lampiran 11 Malondialdehida (MDA)
Data pengamatan serapan serum tikus percobaan Absorbansi 2,487 2,487 0,042 0,042
Standar Blanko
Absorbansi Perlakuan
Normal
DM + S0
DM + S150
DM + S300
DM + S450
I
II
rerata
1
0,095
0,108
0,1015
2
0,115
0,115
0,1150
3
0,139
0,121
0,1300
4
0,109
0,105
0,1070
5
0,119
0,112
0,1155
6
0,099
0,101
0,1000
1
1,795
1,745
1,7700
2
1,698
1,785
1,7415
3
1,587
1,624
1,6055
4
1,702
1,624
1,6630
1
1,117
1,325
1,2210
2
1,202
1,249
1,2255
3
1,098
1,118
1,1080
4
1,008
1,226
1,1170
1
0,664
0,664
0,6640
2
0,712
0,713
0,7125
3
0,712
0,712
0,7120
4
0,655
0,655
0,6550
1
0,251
0,251
0,2510
2
0,299
0,295
0,2970
3
0,254
0,243
0,2485
4
0,291
0,304
0,2975
5
0,291
0,287
0,2890
6
0,311
0,314
0,3125
Data MDA serum tikus percobaan Perlakuan
1
2 0,2986
3 0,3599
4 0,2658
5
6
0,3006
0,2372
Normal
0,2433
DM + S0
7,0675
6,9509
6,3947
6,6299
-
-
DM + S150
4,8221
4,8405
4,3599
4,3967
-
-
DM + S300
2,5439
2,7423
2,7403
2,5072
-
-
DM + S450
0,8548
1,0429
0,8446
1,0449
1,0102
1,1063
131 Analisis keragaman MDA serum tikus percobaan Descriptives MDA N
95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Min
Max
Normal
6
.284254
.0456541 .0186382
.236342
.332165
.2372
.3599
DM + S0
4
6.760736E0
.3062618 .1531309
6.273405
7.248067
6.3947
7.0675
DM + S150
4
4.604806E0
.2620587 .1310294
4.187812
5.021800
4.3599
4.8405
DM + S300
4
2.633436E0
.1254672 .0627336
2.433789
2.833082
2.5072
2.7423
DM + S450
6
.983981
.1086074 .0443388
.870004
1.097957
.8446
1.1063
24
2.650222E0
2.4111792 .4921799
1.632070
3.668373
.2372
7.0675
Total
ANOVA MDA Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
133.113
4
33.278
.604
19
.032
133.717
23
Sig.
1.047E3
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons MDA LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
(J) Perlakuan
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
-6.4764826*
.1150933
.000
-6.805757
-6.147208
DM + S150
-4.3205521*
.1150933
.000
-4.649826
-3.991278
DM + S300
-2.3491820*
.1150933
.000
-2.678456
-2.019908
DM + S450
-.6997273*
.1029426
.000
-.994239
-.405215
Normal
6.4764826*
.1150933
.000
6.147208
6.805757
DM + S150
2.1559305*
.1260784
.000
1.795229
2.516632
DM + S300
4.1273006*
.1260784
.000
3.766599
4.488003
DM + S450
5.7767553*
.1150933
.000
5.447481
6.106030
4.3205521*
.1150933
.000
3.991278
4.649826
-2.1559305*
.1260784
.000
-2.516632
-1.795229
DM + S300
1.9713701*
.1260784
.000
1.610668
2.332072
DM + S450
*
3.6208248
.1150933
.000
3.291550
3.950099
2.3491820*
.1150933
.000
2.019908
2.678456
DM + S0
-4.1273006*
.1260784
.000
-4.488003
-3.766599
DM + S150
-1.9713701*
.1260784
.000
-2.332072
-1.610668
DM + S450
1.6494547*
.1150933
.000
1.320180
1.978729
.6997273*
.1029426
.000
.405215
.994239
DM + S0
-5.7767553*
.1150933
.000
-6.106030
-5.447481
DM + S150
-3.6208248*
.1150933
.000
-3.950099
-3.291550
DM + S300
-1.6494547*
.1150933
.000
-1.978729
-1.320180
DM + S150 Normal DM + S0
DM + S300 Normal
DM + S450 Normal
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
132 Lampiran 12 Aktivitas Superoksida Dismutase (SOD)
Data pengamatan Perlakuan 1
2
3 Normal 4
5
6
1
2 DM + S0 3
4
1
2 DM + S150 3
4
1
2 DM + S300 3
4
1
2
3
4
0,051 0,055 0,014 0,050 0,054 0,014 0,051 0,055 0,013 0,050 0,054 0,013 0,050 0,053 0,015 0,049 0,053 0,015 0,054 0,055 0,015 0,052 0,053 0,014 0,054 0,055 0,014 0,052 0,053 0,016 0,052 0,053 0,014 0,053 0,054 0,016 0,050 0,052 0,012 0,052 0,053 0,016 0,053 0,055 0,015 0,051 0,053 0,014 0,052 0,054 0,013 0,051 0,054 0,012
0,051 0,055 0,015 0,050 0,054 0,014 0,052 0,056 0,014 0,050 0,054 0,013 0,050 0,054 0,015 0,050 0,054 0,015 0,054 0,055 0,016 0,053 0,054 0,014 0,054 0,056 0,014 0,052 0,053 0,016 0,052 0,054 0,015 0,053 0,055 0,016 0,051 0,052 0,013 0,052 0,054 0,017 0,053 0,055 0,016 0,051 0,053 0,014 0,052 0,054 0,014 0,052 0,054 0,013
0,052 0,056 0,015 0,051 0,055 0,015 0,052 0,056 0,015 0,051 0,055 0,014 0,051 0,055 0,016 0,050 0,054 0,016 0,055 0,056 0,016 0,054 0,055 0,014 0,055 0,056 0,015 0,052 0,054 0,017 0,052 0,054 0,016 0,054 0,056 0,017 0,051 0,053 0,013 0,052 0,054 0,017 0,053 0,056 0,016 0,051 0,054 0,015 0,052 0,055 0,015 0,052 0,055 0,013
0,053 0,057 0,016 0,052 0,056 0,016 0,053 0,057 0,016 0,051 0,055 0,014 0,051 0,056 0,016 0,051 0,055 0,016 0,055 0,057 0,016 0,054 0,056 0,015 0,055 0,057 0,016 0,053 0,054 0,017 0,053 0,055 0,016 0,054 0,056 0,018 0,052 0,054 0,014 0,053 0,055 0,017 0,053 0,056 0,016 0,052 0,054 0,015 0,053 0,056 0,016 0,053 0,055 0,014
Keterangan Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko
133
0,051 0,054 0,013 0,05 0,053 0,015 0,051 0,054 0,014 0,05 0,053 0,014 0,052 0,055 0,015 0,05 0,053 0,015
1
2
3 DM + S450 4
5
6
0,051 0,055 0,014 0,05 0,053 0,015 0,052 0,055 0,014 0,051 0,054 0,015 0,052 0,055 0,016 0,05 0,053 0,015
0,052 0,055 0,014 0,051 0,054 0,016 0,052 0.055 0,015 0,051 0,054 0,015 0,052 0,056 0,016 0,051 0,054 0,016
0,053 0,056 0,015 0,051 0,055 0,016 0,052 0,056 0,015 0,051 0,055 0,015 0,053 0,056 0,017 0,051 0,054 0,016
Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko Sampel Tanpa sampel Blanko
Data aktivitas SOD tikus percobaan Perlakuan
1
2
3
4
5
6
Normal
36,6972
37,6068
43,7247
39,5349
37,7104
38,2605
DM + S0
14,0351
12,5786
11,7647
13,2992
-
-
DM + S150
16,4557
18,0904
17,8862
18,8235
-
-
DM + S300
25,7757
25,7511
25,9740
23,6842
-
-
DM + S450
31,0078
29,4737
32,4324
30,9524
32,5926
31,3073
Analisis keragaman aktivitas SOD tikus percobaan Descriptives SOD N
95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Min
Max
Normal
6
3.892249E1
2.5308307
1.0332073E0
36.266548
41.578436
36.6972
43.7247
DM + S0
4
1.291941E1
.9727090
.4863545
11.371613
14.467207
11.7647
14.0351
DM + S150
4
1.781396E1
.9909208
.4954604
16.237188
19.390740
16.4557
18.8235
DM + S300
4
2.529624E1
1.0793111
.5396555
23.578816
27.013666
23.6842
25.9740
DM + S450
6
3.129436E1
1.1397138
.4652862
30.098303
32.490416
29.4737
32.5926
24
2.689248E1
9.6757027
1.9750445E0
22.806791
30.978173
11.7647
43.7247
Sum of Squares
df
Total
ANOVA SOD Between Groups Within Groups Total
Mean Square
2105.443
4
526.361
47.799
19
2.516
2153.242
23
F 209.226
Sig. .000
134 Post Hoc Tests
Multiple Comparisons SOD LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
(J) Perlakuan
Mean Difference (I-J)
99% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
26.0030820*
1.0238307E0
.000
23.073969
28.932195
DM + S150
21.1085280*
1.0238307E0
.000
18.179415
24.037641
DM + S300
13.6262510*
1.0238307E0
.000
10.697138
16.555364
DM + S450
7.6281327*
.9157420
.000
5.008255
10.248011
-26.0030820*
1.0238307E0
.000
-28.932195
-23.073969
DM + S150
-4.8945540*
1.1215503E0
.000
-8.103236
-1.685872
DM + S300
-12.3768310*
1.1215503E0
.000
-15.585513
-9.168149
DM + S450
-18.3749493*
1.0238307E0
.000
-21.304062
-15.445837
-21.1085280*
1.0238307E0
.000
-24.037641
-18.179415
4.8945540*
1.1215503E0
.000
1.685872
8.103236
DM + S300
-7.4822770*
1.1215503E0
.000
-10.690959
-4.273595
DM + S450
-13.4803953*
1.0238307E0
.000
-16.409508
-10.551283
-13.6262510*
1.0238307E0
.000
-16.555364
-10.697138
12.3768310*
1.1215503E0
.000
9.168149
15.585513
DM + S150
7.4822770*
1.1215503E0
.000
4.273595
10.690959
DM + S450
-5.9981183*
1.0238307E0
.000
-8.927231
-3.069006
-7.6281327*
.9157420
.000
-10.248011
-5.008255
DM + S0
18.3749493*
1.0238307E0
.000
15.445837
21.304062
DM + S150
13.4803953*
1.0238307E0
.000
10.551283
16.409508
DM + S300
5.9981183*
1.0238307E0
.000
3.069006
8.927231
Normal
DM + S150 Normal DM + S0
DM + S300 Normal DM + S0
DM + S450 Normal
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
135 Lampiran 13 Profil Cu,Zn-SOD ginjal
Data pengamatan Perlakuan
Preparat I
Normal
II
III
I
DM + S0
II
III
I
DM + S150
II
III
I
DM + S300
II
III
I
DM + S450
II
III
+++
++
+/-
-
95
152
156
34
72
164
144
22
77
134
125
18
88
157
153
25
84
162
166
24
87
166
154
20
82
152
142
22
76
147
151
20
89
165
150
21
0
10
133
245
0
12
125
261
0
8
126
228
0
5
110
205
0
7
100
196
0
4
103
208
0
5
110
207
0
7
106
204
0
6
111
219
1
13
109
201
0
15
119
225
0
13
118
216
0
12
106
196
1
10
105
194
0
9
101
191
0
10
116
211
0
11
107
202
1
11
109
209
1
24
128
190
1
23
118
180
0
24
122
183
0
23
112
181
1
22
118
196
1
23
125
176
1
21
124
180
0
24
120
193
1
23
126
173
8
43
233
73
9
42
225
68
10
42
234
72
8
38
224
69
9
44
237
68
9
40
224
64
9
39
228
70
7
40
213
68
8
42
220
65
136
Analisis keragaman profil positif kuat (+++) Cu,Zn-SOD ginjal Descriptives Profil kuat N
95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Min
Max
Normal
3 20.29767
.1603300
.0925666
19.899392
20.695956
20.1482
20.4670
DM + S0
3
.00000
.0000000
.0000000
.000000
.000000
.0000
.0000
DM + S150
3
.10380
.0033555
.0019373
.095470
.112141
.1010
.1075
DM + S300
3
.20254
.0025468
.0014704
.196215
.208869
.2007
.2054
DM + S450
3
2.47981
.0929370
.0536572
2.248943
2.710680
2.3745
2.5502
15
4.61676
8.1719958
2.1100002E0
.091266
9.142267
.0000
20.4670
Total
ANOVA Profil kuat Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
934.872
4
233.718
.069
10
.007
934.941
14
F 3.401E4
Sig. .000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Profil kuat LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
(J) Perlakuan
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
20.2976741*
.0676863
.000
20.083158
20.512190
DM + S150
20.1938682*
.0676863
.000
19.979352
20.408385
DM + S300
*
20.0951321
.0676863
.000
19.880616
20.309648
DM + S450
17.8178624*
.0676863
.000
17.603346
18.032379
-20.2976741*
.0676863
.000
-20.512190
-20.083158
DM + S150
-.1038059
.0676863
.156
-.318322
.110710
DM + S300
-.2025420
.0676863
.014
-.417058
.011974
DM + S450
-2.4798117*
.0676863
.000
-2.694328
-2.265295
-20.1938682*
.0676863
.000
-20.408385
-19.979352
.1038059
.0676863
.156
-.110710
.318322
DM + S300
-.0987362
.0676863
.175
-.313252
.115780
DM + S450
-2.3760058*
.0676863
.000
-2.590522
-2.161489
Normal
DM + S150 Normal DM + S0
-20.0951321*
.0676863
.000
-20.309648
-19.880616
DM + S0
.2025420
.0676863
.014
-.011974
.417058
DM + S150
.0987362
.0676863
.175
-.115780
.313252
DM + S450
*
-2.2772697
.0676863
.000
-2.491786
-2.062753
-17.8178624*
.0676863
.000
-18.032379
-17.603346
DM + S0
2.4798117*
.0676863
.000
2.265295
2.694328
DM + S150
2.3760058*
.0676863
.000
2.161489
2.590522
DM + S300
2.2772697*
.0676863
.000
2.062753
2.491786
DM + S300 Normal
DM + S450 Normal
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
137
Analisis keragaman profil positif moderat (++) Cu,Zn-SOD ginjal Descriptives Profil moderat N
95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation
Mean
Std. Error
Lower Bound
Normal
3
3.787817E1
.2046262
.1181410
DM + S0
3
2.054625E0
.4777562
DM + S150
3
3.523634E0
.3975058
DM + S300
3
7.000277E0
DM + S450
3 15
Total
Upper Bound
Min
38.386491
37.7159
38.1080
.2758326
.867813
3.241437
1.7142
2.6008
.2295001
2.536175
4.511093
3.2461
3.9790
.1296053
.0748277
6.678319
7.322234
6.8947
7.1449
1.192883E1
.1204462
.0695396
11.629623
12.228033
11.7898
12.0014
1.247711E1
13.6115194
3.5144792E0
4.939299
20.014915
1.7142
38.1080
ANOVA Profil moderat Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
2592.910
4
648.227
.919
10
.092
2593.828
14
F 7.055E3
Sig. .000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Profil moderat LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
Max
37.369852
(J) Perlakuan
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
35.8235469*
.2475045
.000
35.039138
36.607956
DM + S150
34.3545379*
.2475045
.000
33.570129
35.138947
DM + S300
*
30.8778949
.2475045
.000
30.093486
31.662304
DM + S450
25.9493435*
.2475045
.000
25.164934
26.733753
-35.8235469*
.2475045
.000
-36.607956
-35.039138
DM + S150
-1.4690090*
.2475045
.000
-2.253418
-.684600
DM + S300
-4.9456520*
.2475045
.000
-5.730061
-4.161243
DM + S450
-9.8742034*
.2475045
.000
-10.658613
-9.089794
-34.3545379*
.2475045
.000
-35.138947
-33.570129
1.4690090*
.2475045
.000
.684600
2.253418
DM + S300
-3.4766430*
.2475045
.000
-4.261052
-2.692234
DM + S450
-8.4051944*
.2475045
.000
-9.189604
-7.620785
-30.8778949*
.2475045
.000
-31.662304
-30.093486
DM + S0
4.9456520*
.2475045
.000
4.161243
5.730061
DM + S150
3.4766430*
.2475045
.000
2.692234
4.261052
DM + S450
*
-4.9285514
.2475045
.000
-5.712961
-4.144142
-25.9493435*
.2475045
.000
-26.733753
-25.164934
DM + S0
9.8742034*
.2475045
.000
9.089794
10.658613
DM + S150
8.4051944*
.2475045
.000
7.620785
9.189604
DM + S300
4.9285514*
.2475045
.000
4.144142
5.712961
Normal
DM + S150 Normal DM + S0
DM + S300 Normal
DM + S450 Normal
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
138
Analisis keragaman profil positif lemah (+/-) Cu,Zn-SOD ginjal Descriptives Profil lemah N
95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Min
Max
Normal
3
3.627068E1
.5966189
.3444581
34.788598
37.752765
35.6099
36.7697
DM + S0
3
3.346716E1
.0967600
.0558644
33.226793
33.707523
33.3589
33.5452
DM + S150
3
3.365203E1
.0675511
.0390006
33.484226
33.819838
33.5985
33.7279
DM + S300
3
3.695774E1
.6244898
.3605493
35.406418
38.509056
36.3065
37.5515
DM + S450
3
6.569883E1
.4827689
.2787268
64.499567
66.898097
65.3454
66.2489
15
4.120929E1
12.7608604
3.2948400E0
34.142559
48.276017
33.3589
66.2489
Sum of Squares
df
Total
ANOVA Profil lemah Between Groups Within Groups Total
Mean Square
F
2277.768
4
569.442
1.986
10
.199
2279.754
14
Sig.
2.867E3
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Profil lemah LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
(J) Perlakuan
Mean Difference (I-J)
99% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
2.8035239*
.3638558
.000
1.650365
3.956682
DM + S150
2.6186498*
.3638558
.000
1.465491
3.771808
DM + S300
-.6870555
.3638558
.088
-1.840214
.466103
DM + S450
-29.4281504*
.3638558
.000
-30.581309
-28.274992
-2.8035239*
.3638558
.000
-3.956682
-1.650365
DM + S150
-.1848741
.3638558
.622
-1.338032
.968284
DM + S300
-3.4905793*
.3638558
.000
-4.643738
-2.337421
DM + S450
-32.2316743*
.3638558
.000
-33.384833
-31.078516
-2.6186498*
.3638558
.000
-3.771808
-1.465491
.1848741
.3638558
.622
-.968284
1.338032
DM + S300
-3.3057053*
.3638558
.000
-4.458864
-2.152547
DM + S450
-32.0468002*
.3638558
.000
-33.199959
-30.893642
.6870555
.3638558
.088
-.466103
1.840214
DM + S0
3.4905793*
.3638558
.000
2.337421
4.643738
DM + S150
3.3057053*
.3638558
.000
2.152547
4.458864
DM + S450
-28.7410949*
.3638558
.000
-29.894253
-27.587937
29.4281504*
.3638558
.000
28.274992
30.581309
DM + S0
32.2316743*
.3638558
.000
31.078516
33.384833
DM + S150
32.0468002*
.3638558
.000
30.893642
33.199959
DM + S300
28.7410949*
.3638558
.000
27.587937
29.894253
Normal
DM + S150 Normal DM + S0
DM + S300 Normal
DM + S450 Normal
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
139
Analisis keragaman profil negatif (-) Cu,Zn-SOD ginjal Descriptives Profil negatif N
95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation
Mean
Std. Error
Lower Bound
Normal
3
5.553473E0
.4929044
.2845785
4.329030
DM + S0
3
6.447822E1
.5242984
.3027038
DM + S150
3
6.272053E1
.3619066
DM + S300
3
5.583944E1
.6161714
DM + S450
3
1.989253E1
15
4.169684E1
Total
Upper Bound
Min
6.777915
6.1126
63.175788
65.780647 63.9019
64.9269
.2089468
61.821503
63.619554 62.3197
63.0232
.3557467
54.308789
57.370099 55.3484
56.5309
.3863269
.2230460
18.932839
20.852217 19.4465
20.1220
25.1149759
6.4846589E0
27.788628
55.605048
64.9269
5.1817
ANOVA Profil negatif Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
8828.313
4
2207.078
2.355
10
.236
8830.668
14
F
Sig.
9.370E3
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Profil negatif LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
(J) Perlakuan
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
-58.9247449*
.3962719
.000
-60.180639
-57.668851
DM + S150
-57.1670559*
.3962719
.000
-58.422950
-55.911162
DM + S300
-50.2859716*
.3962719
.000
-51.541865
-49.030078
DM + S450
-14.3390555*
.3962719
.000
-15.594949
-13.083162
*
.3962719
.000
57.668851
60.180639
DM + S150
1.7576890*
.3962719
.001
.501795
3.013583
DM + S300
8.6387734*
.3962719
.000
7.382880
9.894667
DM + S450
44.5856894*
.3962719
.000
43.329796
45.841583
57.1670559*
.3962719
.000
55.911162
58.422950
-1.7576890*
.3962719
.001
-3.013583
-.501795
DM + S300
6.8810844*
.3962719
.000
5.625191
8.136978
DM + S450
42.8280004*
.3962719
.000
41.572107
44.083894
50.2859716*
.3962719
.000
49.030078
51.541865
DM + S0
-8.6387734*
.3962719
.000
-9.894667
-7.382880
DM + S150
-6.8810844*
.3962719
.000
-8.136978
-5.625191
DM + S450
35.9469160*
.3962719
.000
34.691022
37.202810
14.3390555*
.3962719
.000
13.083162
15.594949
DM + S0
-44.5856894*
.3962719
.000
-45.841583
-43.329796
DM + S150
-42.8280004*
.3962719
.000
-44.083894
-41.572107
DM + S300
-35.9469160*
.3962719
.000
-37.202810
-34.691022
Normal
DM + S150 Normal DM + S0
DM + S300 Normal
DM + S450 Normal
Max
5.1817
58.9247449
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
140 Lampiran 14 Profil Cu,Zn-SOD hati
Data pengamatan Perlakuan
Preparat I
Normal
II
III
I
DM + S0
II
III
I
DM + S150
II
III
I
DM + S300
II
III
I
DM + S450
II
III
+++
++
+/-
-
26
42
88
11
20
49
78
15
20
53
90
11
22
45
94
12
23
53
80
13
18
51
92
13
22
49
98
11
22
45
92
12
19
52
96
9
0
2
42
98
0
5
43
98
0
3
46
105
0
4
44
108
0
3
45
100
0
4
46
103
0
5
48
106
0
3
43
104
0
2
50
103
1
5
56
103
0
6
52
92
0
5
49
100
0
4
53
99
0
5
54
96
0
5
57
102
0
6
57
104
0
5
50
98
0
5
54
100
1
10
66
82
1
13
68
86
0
11
61
80
0
12
63
85
1
11
63
81
1
12
68
88
1
12
59
79
0
12
62
80
1
11
64
82
4
24
105
35
2
24
108
29
4
29
109
31
3
23
107
37
5
26
110
34
4
21
113
33
5
21
108
28
4
29
105
25
5
24
106
32
141
Analisis keragaman profil positif kuat (+++) Cu,Zn-SOD hati Descriptives Profil Kuat N
95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation
Mean
Std. Error
Lower Bound
Normal
3
12.4403
.6168312
.35612
DM + S0
3
.0000
.0000000
DM + S150
3
.0673
.1166364
DM + S300
3
.4168
DM + S450
3 15
Total
Upper Bound
Min
Max
10.908043
13.972630
11.9611 13.1363
.00000
.000000
.000000
.0000
.0000
.06734
-.222401
.357081
.0000
.2020
.0129172
.00745
.384809
.448985
.4081
.4317
2.3795
.4387243
.25329
1.289652
3.469355
1.9734
2.8448
3.0608
4.9457891
1.27699
.321929
5.799702
.0000 13.1363
ANOVA Profil kuat Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
341.278
4
85.320
1.173
10
.117
342.452
14
F 727.076
Sig. .000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Profil kuat LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
(J) Perlakuan
Mean Difference (I-J)
99% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
12.4403362*
.2796976
.000
11.553898
13.326774
DM + S150
12.3729962*
.2796976
.000
11.486558
13.259434
DM + S300
12.0234392*
.2796976
.000
11.137001
12.909877
DM + S450
10.0608324*
.2796976
.000
9.174394
10.947270
-12.4403362*
.2796976
.000
-13.326774
-11.553898
DM + S150
-.0673401
.2796976
.815
-.953778
.819098
DM + S300
-.4168971
.2796976
.167
-1.303335
.469541
DM + S450
-2.3795038*
.2796976
.000
-3.265942
-1.493066
-12.3729962*
.2796976
.000
-13.259434
-11.486558
.0673401
.2796976
.815
-.819098
.953778
DM + S300
-.3495570
.2796976
.240
-1.235995
.536881
DM + S450
-2.3121638*
.2796976
.000
-3.198602
-1.425726
-12.0234392*
.2796976
.000
-12.909877
-11.137001
DM + S0
.4168971
.2796976
.167
-.469541
1.303335
DM + S150
.3495570
.2796976
.240
-.536881
1.235995
DM + S450
-1.9626068*
.2796976
.000
-2.849045
-1.076169
-10.0608324*
.2796976
.000
-10.947270
-9.174394
DM + S0
2.3795038*
.2796976
.000
1.493066
3.265942
DM + S150
2.3121638*
.2796976
.000
1.425726
3.198602
DM + S300
1.9626068*
.2796976
.000
1.076169
2.849045
Normal
DM + S150 Normal DM + S0
DM + S300 Normal
DM + S450 Normal
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
142
Analisis keragaman profil positif moderat (++) Cu,Zn-SOD hati Descriptives Profil moderat N
95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation Std. Error
Mean
Lower Bound
Upper Bound
Min
Max
Normal
3
28.40252
.62845
.36283
26.841350
29.963695
27.6945
28.8943
DM + S0
3
2.269072
.12864
.07427
1.949507
2.588636
2.1450
2.4018
DM + S150
3
3.213411
.24439
.14110
2.606292
3.820530
2.9462
3.4257
DM + S300
3
7.290819
.24782
.14307
6.675196
7.906442
7.0881
7.5671
DM + S450
3
14.618390
.92657
.53495
12.316665
16.920121
13.5558
15.2575
15
11.158840
10.00742
2.58390
5.616916
16.700771
2.1450
28.8943
Total
ANOVA Profil moderat Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
1399.297
4
349.824
2.782
10
.278
1402.080
14
Sig.
1.257E3
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Profil moderat LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
(J) Perlakuan
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
26.1334508*
.4306870
.000
24.768486
27.498415
DM + S150
25.1891115*
.4306870
.000
23.824147
26.554076
DM + S300
21.1117034*
.4306870
.000
19.746739
22.476668
DM + S450
13.7841298*
.4306870
.000
12.419165
15.149094
*
.4306870
.000
-27.498415
-24.768486
DM + S150
-.9443393
.4306870
.053
-2.309304
.420625
DM + S300
-5.0217474*
.4306870
.000
-6.386712
-3.656783
DM + S450
-12.3493210*
.4306870
.000
-13.714285
-10.984356
-25.1891115*
.4306870
.000
-26.554076
-23.824147
.9443393
.4306870
.053
-.420625
2.309304
DM + S300
-4.0774082*
.4306870
.000
-5.442373
-2.712444
DM + S450
-11.4049817*
.4306870
.000
-12.769946
-10.040017
-21.1117034*
.4306870
.000
-22.476668
-19.746739
DM + S0
5.0217474*
.4306870
.000
3.656783
6.386712
DM + S150
4.0774082*
.4306870
.000
2.712444
5.442373
DM + S450
-7.3275736*
.4306870
.000
-8.692538
-5.962609
-13.7841298*
.4306870
.000
-15.149094
-12.419165
DM + S0
*
12.3493210
.4306870
.000
10.984356
13.714285
DM + S150
11.4049817*
.4306870
.000
10.040017
12.769946
DM + S300
7.3275736*
.4306870
.000
5.962609
8.692538
Normal
DM + S150 Normal DM + S0
DM + S300 Normal
DM + S450 Normal
-26.1334508
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
143
Analisis keragaman profil positif lemah (+/-) Cu,Zn-SOD hati Descriptives Profil Lemah N
95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Min
Max
Normal
3
5.221156E1
1.8075481
1.0435884E0
47.721365
56.701761
50.8556
54.2637
DM + S0
3
2.985433E1
.4491204
.2592998
28.738651
30.970005
29.5586
30.3711
DM + S150
3
3.364025E1
.8127906
.4692649
31.621167
35.659334
32.9229
34.5231
DM + S300
3
4.021694E1
.4241240
.2448681
39.163353
41.270518
39.9463
40.7057
DM + S450
3
6.424450E1
.5267256
.3041052
62.936045
65.552963
63.9211
64.8523
15
4.403352E1
13.1099039
3.3849626E0
36.773494
51.293539
29.5586
64.8523
Total
ANOVA Profil lemah Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
2397.000
4
599.250
9.174
10
.917
2406.174
14
F 653.221
Sig. .000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Profil lemah LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
(J) Perlakuan
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
22.3572349*
.7820391
.000
19.878740
24.835730
DM + S150
18.5713123*
.7820391
.000
16.092817
21.049808
DM + S300
*
11.9946272
.7820391
.000
9.516132
14.473122
DM + S450
-12.0329413*
.7820391
.000
-14.511436
-9.554446
Normal
-22.3572349*
.7820391
.000
-24.835730
-19.878740
DM + S150
-3.7859225*
.7820391
.001
-6.264418
-1.307427
DM + S300
-10.3626077*
.7820391
.000
-12.841103
-7.884113
DM + S450
-34.3901761*
.7820391
.000
-36.868671
-31.911681
-18.5713123*
.7820391
.000
-21.049808
-16.092817
3.7859225*
.7820391
.001
1.307427
6.264418
DM + S300
-6.5766851*
.7820391
.000
-9.055180
-4.098190
DM + S450
-30.6042536*
.7820391
.000
-33.082749
-28.125758
-11.9946272*
.7820391
.000
-14.473122
-9.516132
10.3626077*
.7820391
.000
7.884113
12.841103
DM + S150
6.5766851*
.7820391
.000
4.098190
9.055180
DM + S450
*
.7820391
.000
-26.506064
-21.549073
12.0329413*
.7820391
.000
9.554446
14.511436
DM + S0
34.3901761*
.7820391
.000
31.911681
36.868671
DM + S150
30.6042536*
.7820391
.000
28.125758
33.082749
DM + S300
24.0275684*
.7820391
.000
21.549073
26.506064
DM + S150 Normal DM + S0
DM + S300 Normal DM + S0
DM + S450 Normal
-24.0275684
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
144
Analisis keragaman profil negatif (-) Cu,Zn-SOD hati Descriptives Profil negatif N
95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Min
Max
Normal
3
6.945578E0
.7490369
.4324566
5.084867
8.806289
6.0808
7.3893
DM + S0
3
6.787660E1
.3417526
.1973110
67.027640
68.725561
67.4839
68.1064
DM + S150
3
6.239734E1
.5785501
.3340260
60.960137
63.834533
61.7637
62.8975
DM + S300
3
5.207535E1
.2879956
.1662744
51.359927
52.790769
51.7981
52.3730
DM + S450
3
1.875760E1
1.4535192
.8391897
15.146857
22.368341
17.2610
20.1638
15
4.161049E1
25.1746653
6.5000706E0
27.669227
55.551757
6.0808
68.1064
Sum of Squares
df
Total
ANOVA Profil negatif Between Groups Within Groups Total
Mean Square
F
8866.276
4
2216.569
6.416
10
.642
8872.693
14
Sig.
3.455E3
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Profil negatif LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
(J) Perlakuan
Mean Difference (I-J)
99% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
-60.9310219*
.6540368
.000
-63.003843
-58.858201
DM + S150
-55.4517568*
.6540368
.000
-57.524578
-53.378936
DM + S300
-45.1297697*
.6540368
.000
-47.202591
-43.056949
DM + S450
-11.8120210*
.6540368
.000
-13.884842
-9.739200
60.9310219*
.6540368
.000
58.858201
63.003843
DM + S150
5.4792651*
.6540368
.000
3.406444
7.552086
DM + S300
15.8012522*
.6540368
.000
13.728431
17.874073
DM + S450
49.1190009*
.6540368
.000
47.046180
51.191822
55.4517568*
.6540368
.000
53.378936
57.524578
DM + S0
-5.4792651*
.6540368
.000
-7.552086
-3.406444
DM + S300
10.3219870*
.6540368
.000
8.249166
12.394808
DM + S450
43.6397358*
.6540368
.000
41.566915
45.712557
45.1297697*
.6540368
.000
43.056949
47.202591
DM + S0
-15.8012522*
.6540368
.000
-17.874073
-13.728431
DM + S150
-10.3219870*
.6540368
.000
-12.394808
-8.249166
DM + S450
33.3177488*
.6540368
.000
31.244928
35.390570
11.8120210*
.6540368
.000
9.739200
13.884842
DM + S0
-49.1190009*
.6540368
.000
-51.191822
-47.046180
DM + S150
-43.6397358*
.6540368
.000
-45.712557
-41.566915
DM + S300
-33.3177488*
.6540368
.000
-35.390570
-31.244928
Normal
DM + S150 Normal
DM + S300 Normal
DM + S450 Normal
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
145 Lampiran 15 Aktivitas katalase
Data pengamatan Menit ke-
Perlakuan Normal-1 Normal-2 Normal-3 Normal-4 Normal-5 Normal-6 DM + S0 -1 DM + S0 -2 DM + S0 -3 DM + S0 -4 DM + S150 -1 DM + S150 -2 DM + S150 -3 DM + S150 -4 DM + S300 -1 DM + S300 -2 DM + S300 -3 DM + S300 -4 DM + S450 -1 DM + S450 -2 DM + S450 -3 DM + S450 -4 DM + S450 -5 DM + S450 -6
Konsentrasi Standar Serapan
1 0,014 0,015 0,012 0,013 0,016 0,016 0,016 0,017 0,015 0,015 0,015 0,013 0,269 0,266 0,271 0,268 0,265 0,265 0,263 0,263 0,225 0,227 0,219 0,22 0,219 0,221 0,223 0,225 0,165 0,168 0,172 0,170 0,163 0,162 0,164 0,166 0,094 0,092 0,096 0,098 0,100 0,102 0,098 0,099 0,097 0,096 0,103 0,098
2 0,015 0,016 0,012 0,013 0,016 0,016 0,016 0,017 0,015 0,015 0,015 0,013 0,269 0,267 0,271 0,268 0,265 0,266 0,263 0,264 0,225 0,227 0,219 0,22 0,22 0,221 0,223 0,225 0,165 0,168 0,172 0,171 0,163 0,162 0,164 0,166 0,094 0,092 0,096 0,098 0,100 0,102 0,098 0,099 0,097 0,096 0,0103 0,099
3 0,015 0,016 0,013 0,013 0,016 0,016 0,016 0,017 0,015 0,015 0,016 0,013 0,269 0,267 0,271 0,269 0,265 0,266 0,263 0,264 0,226 0,227 0,219 0,22 0,22 0,222 0,223 0,225 0,166 0,168 0,172 0,171 0,163 0,162 0,164 0,166 0,095 0,092 0,096 0,098 0,101 0,102 0,099 0,099 0,097 0,096 0,103 0,099
Beda serapan 0,0147 0,0157 0,0123 0,0130 0,0160 0,0160 0,0160 0,0170 0,0150 0,0150 0,0153 0,0130 0,2690 0,2667 0,2710 0,2683 0,2650 0,2657 0,2630 0,2637 0,2253 0,2270 0,2190 0,2200 0,2197 0,2213 0,2230 0,2250 0,1653 0,1680 0,1720 0,1707 0,1630 0,1620 0,1640 0,1660 0,0943 0,0920 0,0960 0,0980 0,1003 0,1020 0,0983 0,0990 0,0970 0,0960 0,0721 0,0987
Rerata 0,0152 0,0127 0,0160 0,0165 0,0150 0,0142 0,2678 0,2697 0,2653 0,2633 0,2262 0,2195 0,2205 0,2240 0,1667 0,1713 0,1625 0,1650 0,0932 0,0970 0,1012 0,0987 0,0965 0,0854
0
0,04
0,08
0,12
0,16
0,2
0,4
0,025 0,031
0,146 0,134
0,223 0,234
0,302 0,298
0,375 0,368
0,464 0,472
0,994 1,021
146 1.2 y = 2.4021x + 0.0202 R2 = 0.9938
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
Hasil perhitungan Perlakuan
Normal
DM + S0
DM + S150
DM + S300
DM + S450
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6
Molar (mol/L) 0,18525457 0,18622594 0,18483827 0,18463012 0,18532395 0,18560149 0,07916684 0,07840362 0,08020760 0,08104020 0,09651277 0,09928812 0,09887182 0,09741476 0,12128277 0,11934002 0,12301736 0,12197660 0,15188099 0,15028517 0,14855057 0,14959133 0,15049332 0,15512121
-0,00300 -0,00397 -0,00258 -0,00237 -0,00307 -0,00334 0,10309 0,10385 0,10205 0,10122 0,08574 0,08297 0,08339 0,08484 0,06097 0,06292 0,05924 0,06028 0,03038 0,03197 0,03371 0,03267 0,03176 0,02714
μmol/min/mL 185,2546 186,2259 184,8383 184,6301 185,3240 185,6015 79,1668 78,4036 80,2076 81,0402 96,5128 99,2881 98,8718 97,4148 121,2828 119,3400 123,0174 121,9766 151,8810 150,2852 148,5506 149,5913 150,4933 155,1212
Data aktivitas katalase tikus percobaan Perlakuan Normal
1
2
3
4
5
6
185,2546
186,2259
184,8383
184,6301
185,3240
185,6015
DM + S0
66,6777
65,7185
67,7185
68,5511
-
-
DM + S150
96,5127
99,2881
98,8718
97,4147
-
-
DM + S300
121,2828
119,3400
123,0174
121,9766
-
-
DM + S450
164,3701
162,7742
161,0396
162,0804
162,9824
161,1784
147
Analisis keragaman aktivitas katalase tikus percobaan Descriptives Katalase N
95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Min
Max
Normal
6
1.853124E2
.5677747
.2317931
184.716557
DM + S0
4
6.716648E1
1.2325352
.6162676
65.205246
69.127724
65.7185
68.5511
DM + S150
4
9.802187E1
1.2873447
.6436724
95.973415
100.070320
96.5128
99.2881
DM + S300
4
1.214042E2
1.5498081
.7749041
118.938109
123.870291 119.3400 123.0174
6
1.624042E2
1.2494433
.5100831
161.092973
163.715394 161.0396 164.3701
24
1.346946E2
43.9032186
8.9617070E0
116.155868
153.233275
DM + S450 Total
185.908243 184.6301 186.2259
65.7185 186.2259
ANOVA Katalase Sum of Squares Between Groups
Mean Square 4
11076.544
26.152
19
1.376
44332.330
23
Within Groups Total
df
44306.178
F 8.047E3
Sig. .000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Katalase LSD (I) Perlakuan
(J) Perlakuan
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
118.1459150*
.7573079
.000
115.979307
120.312523
DM + S150
87.2905325*
.7573079
.000
85.123924
89.457141
DM + S300
63.9082000*
.7573079
.000
61.741592
66.074808
DM + S450
22.9082167*
.6773568
.000
20.970343
24.846090
-1.1814592E2*
.7573079
.000
-120.312523
-115.979307
DM + S150
-30.8553825*
.8295893
.000
-33.228783
-28.481982
DM + S300
-54.2377150*
.8295893
.000
-56.611116
-51.864314
DM + S450
-95.2376983*
.7573079
.000
-97.404307
-93.071090
*
.7573079
.000
-89.457141
-85.123924
30.8553825*
.8295893
.000
28.481982
33.228783
DM + S300
-23.3823325*
.8295893
.000
-25.755733
-21.008932
DM + S450
-64.3823158*
.7573079
.000
-66.548924
-62.215707
DM + S300 Normal
-63.9082000*
.7573079
.000
-66.074808
-61.741592
DM+S0
54.2377150*
.8295893
.000
51.864314
56.611116
DM+S150
23.3823325*
.8295893
.000
21.008932
25.755733
DM+S450
-40.9999833*
.7573079
.000
-43.166592
-38.833375
-22.9082167*
.6773568
.000
-24.846090
-20.970343
DM + S0
95.2376983*
.7573079
.000
93.071090
97.404307
DM + S150
64.3823158*
.7573079
.000
62.215707
66.548924
DM + S300
40.9999833*
.7573079
.000
38.833375
43.166592
Normal
DM + S0
DM + S0
Normal
DM + S150 Normal DM + S0
DM + S450 Normal
-87.2905325
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
148 Lampiran 16 Aktivitas glutation peroksidase (GSH-Px)
Data pengamatan Perlakuan 1 2 Normal
3 4 5 6 1
DM + S0
2 3 4 1
DM + S150
2 3 4 1
DM + S300
2 3 4 1 2
DM + S450
3 4 5 6
Menit ke2 0,038 0,035 0,037 0,035 0,037 0,035 0,039 0,036 0,036 0,035 0,038 0,037 0,010 0,011 0,012 0,011 0,011 0,010 0,012 0,010 0,016 0,017 0,017 0,017 0,018 0,017 0,015 0,015 0,020 0,020 0,022 0,023 0,022 0,021 0,023 0,021 0,029 0,028 0,030 0,028 0,028 0,029 0,029 0,027 0,029 0,028 0,028 0,030
1 0,037 0,035 0,037 0,034 0,036 0,035 0,038 0,035 0,036 0,034 0,037 0,036 0,010 0,011 0,011 0,011 0,010 0,010 0,012 0,010 0,017 0,016 0,016 0,017 0,017 0,017 0,015 0,015 0,020 0,020 0,021 0,023 0,022 0,020 0,023 0,020 0,029 0,028 0,030 0,028 0,028 0,029 0,028 0,027 0,029 0,028 0,028 0,029
3 0,039 0,036 0,038 0,036 0,038 0,036 0,039 0,037 0,037 0,036 0,039 0,038 0,011 0,011 0,012 0,011 0,011 0,010 0,012 0,011 0,017 0,017 0,017 0,018 0,018 0,018 0,016 0,015 0,021 0,021 0,022 0,023 0,023 0,021 0,024 0,022 0,030 0,029 0,031 0,029 0,029 0,030 0,030 0,028 0,030 0,029 0,030 0,031
Beda serapan 0,0010 0,0005 0,0005 0,0010 0,0010 0,0005 0,0005 0,0010 0,0005 0,0010 0,0010 0,0010 0,0005 0,0000 0,0005 0,0000 0,0005 0,0000 0,0000 0,0005 0,0000 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0000 0,0005 0,0005 0,0005 0,0000 0,0005 0,0005 0,0005 0,0010 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0010 0,0005 0,0005 0,0005 0,0010 0,0010
Rerata 0,00075 0,00075 0,00075 0,00075 0,00075 0,00100 0,00025 0,00025 0,00025 0,00025 0,00025 0,00050 0,00050 0,00025 0,00050 0,00025 0,00050 0,00075 0,00050 0,00050 0,00050 0,00075 0,00050 0,00100
Data aktivitas GSH-Px Perlakuan Normal DM + S0 DM + S150 DM + S300 DM + S450
1 2,4116 0,8039 0,8039 1,6077 1,6077
2 2,4116 0,8039 1,6077 0,8039 1,6077
3 2,4116 0,8039 1,6077 1,7077 1,6077
4 2,4116 0,8039 0,8039 2,4116 2,4116
5 2,4116 1,6077
6 3,2154 3,2154
149 Analisis keragaman aktivitas GSH-Px tikus percobaan Descriptives GSH-Px N
Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Min
Max
Normal
6
2.545567E0
.3281500 .1339667
2.201194
2.889939
2.4116
3.2154
DM+S0
4
.803900
.0000000 .0000000
.803900
.803900
.8039
.8039
DM+S150
4
1.205800E0
.4640741 .2320371
.467354
1.944246
.8039
1.6077
DM+S300
4
1.632725E0
.6582413 .3291206
.585316
2.680134
.8039
2.4116
DM+S450
6
2.009633E0
.6725551 .2745695
1.303830
2.715437
1.6077
3.2154
24
1.745871E0
.7736885 .1579285
1.419171
2.072571
.8039
3.2154
Total
Mean
Lower Bound
Upper Bound
ANOVA GSH-Px Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
9.022
4
2.255
Within Groups
4.746
19
.250
13.768
23
Total
F
Sig.
9.029
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons GSH-Px LSD (I) Perlakuan Normal
DM+S0
DM+S150
DM+S300
DM+S450
(J) Perlakuan
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM+S0
*
1.7416667
.3226128
.000
.818693
2.664641
DM+S150
1.3397667*
.3226128
.001
.416793
2.262741
DM+S300
.9128417
.3226128
.011
-.010132
1.835816
DM+S450
.5359333
.2885537
.079
-.289600
1.361466
-1.7416667*
.3226128
.000
-2.664641
-.818693
DM+S150
-.4019000
.3534046
.270
-1.412967
.609167
DM+S300
-.8288250
.3534046
.030
-1.839892
.182242
DM+S450
-1.2057333*
.3226128
.001
-2.128707
-.282759
Normal
-1.3397667*
.3226128
.001
-2.262741
-.416793
DM+S0
.4019000
.3534046
.270
-.609167
1.412967
DM+S300
-.4269250
.3534046
.242
-1.437992
.584142
DM+S450
-.8038333
.3226128
.022
-1.726807
.119141
Normal
-.9128417
.3226128
.011
-1.835816
.010132
DM+S0
.8288250
.3534046
.030
-.182242
1.839892
DM+S150
.4269250
.3534046
.242
-.584142
1.437992
DM+S450
-.3769083
.3226128
.257
-1.299882
.546066
Normal
-.5359333
.2885537
.079
-1.361466
.289600
DM+S0
1.2057333*
.3226128
.001
.282759
2.128707
DM+S150
.8038333
.3226128
.022
-.119141
1.726807
DM+S300
.3769083
.3226128
.257
-.546066
1.299882
Normal
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
150 Lampiran 17 Vasorelaksasi
Data pengamatan vasorelaksasi Perlakuan
Base line 0,005 -0,005 0,010 -0,002 -0,004 0,003 -0,001 0,006 -0,006 0,005 0,007 0,004 -0,001 -0,005 0,007 -0,006 -0,026 -0,004 0,006 0,000 -0,002 0,003 -0,004 0,004
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6
Normal
DM + S0
DM + S150
DM + S300
DM + S450
Max 0,040 0,107 0,075 0,082 0,059 0,098 0,043 0,023 0,013 0,071 0,128 0,063 0,076 0,077 0,007 0,086 0,006 0,002 0,056 0,082 0,119 0,034 0,063 0,044
Min 0,008 -0,002 0,017 0,004 0,002 0,012 0,036 0,002 0,009 0,069 0,100 0,049 0,058 0,057 0,046 0,049 0,025 0,010 0,033 0,041 0,034 0,011 0,010 0,009
Kontraksi 0,035 0,112 0,065 0,084 0,063 0,095 0,044 0,017 0,019 0,066 0,121 0,059 0,077 0,082 0,063 0,092 0,086 0,024 0,050 0,082 0,121 0,031 0,067 0,040
Relaksasi 0,032 0,109 0,058 0,078 0,057 0,086 0,007 0,003 0,004 0,002 0,028 0,014 0,018 0,020 0,024 0,037 0,035 0,010 0,023 0,041 0,085 0,023 0,053 0,035
Data vasorelaksasi (%) Perlakuan Normal DM + S0 DM + S150 DM + 300 DM + 450
1 91,4286 15,9091 23,1405 38,0952 46,0000
2 97,3214 17,6471 23,7288 40,2174 50,0000
3 89,2308 21,0526 23,3766 40,6977 70,2479
4 92,8571 3,0303 24,3902 41,6667 74,1936
5 90,4762 79,1045
6 90,5263 87,5000
Analisis keragaman vasorelaksasi tikus percobaan Descriptives Vasorelaksasi
N
Mean
Std. Deviation
95% Confidence Interval for Mean Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
Normal
6
91.9734
2.8822
1.1766
88.94866261
DM+S0
4
14.4098
7.8813
3.9406
1.86875617
DM+S150
6
67.8409
16.4609
6.7201
50.56624332
85.11574335 4.600000E1 8.750000E1
DM+S300
4
40.1692
1.5083
.7542
37.76912631
42.56935869 3.809524E1 4.166667E1
DM+S450
4
23.6590
.5441
.2721
22.79324256
24.52484244 2.314050E1 2.439024E1
24
52.9933
30.9869
6.3251
39.90862930
66.07792095
Total
94.99814406 8.923077E1 9.732143E1 26.95078533
3.030303 2.105263E1
3.030303 9.732143E1
151
ANOVA Vasorelaksasi Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
20493.990
4
5123.498
61.208
.000
Within Groups
1590.419
19
83.706
Total
22084.409
23
Between Groups
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Vasorelaksasi LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
(J) Perlakuan
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
77.5636326*
5.9057275E0
.000
60.667732
94.459533
DM + S150
68.3143608*
5.9057275E0
.000
51.418461
85.210261
DM + S300
*
51.8041608
5.9057275E0
.000
34.908261
68.700061
DM + S450
24.1324100*
5.2822433E0
.000
9.020257
39.244563
-77.5636326*
5.9057275E0
.000
-94.459533
-60.667732
DM + S150
-9.2492717
6.4694003E0
.169
-27.757803
9.259260
DM + S300
-25.7594718*
6.4694003E0
.001
-44.268003
-7.250940
DM + S450
-53.4312226*
5.9057275E0
.000
-70.327123
-36.535322
-68.3143608*
5.9057275E0
.000
-85.210261
-51.418461
9.2492717
6.4694003E0
.169
-9.259260
27.757803
DM + S300
-16.5102000
6.4694003E0
.019
-35.018731
1.998331
DM + S450
-44.1819508*
5.9057275E0
.000
-61.077851
-27.286051
-51.8041608*
5.9057275E0
.000
-68.700061
-34.908261
25.7594718*
6.4694003E0
.001
7.250940
44.268003
DM + S150
16.5102000
6.4694003E0
.019
-1.998331
35.018731
DM + S450
*
-27.6717508
5.9057275E0
.000
-44.567651
-10.775851
-24.1324100*
5.2822433E0
.000
-39.244563
-9.020257
DM + S0
53.4312226*
5.9057275E0
.000
36.535322
70.327123
DM + S150
44.1819508*
5.9057275E0
.000
27.286051
61.077851
DM + S300
27.6717508*
5.9057275E0
.000
10.775851
44.567651
Normal
DM + S150 Normal DM + S0
DM + S300 Normal DM + S0
DM + S450 Normal
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.
152 Lampiran 18 Dosis Efektif (ED 50 ) Data pengamatan dosis efektif Dosis asetilkolin (log M)
Perlakuan -7
-6,5
-6
-5,5
-5
-4,5
-4
-3,5
Normal - 1
34,3750
46,8750
53,1250
65,6250
78,1250
90,6250
96,8750
100,0000
Normal - 2
0,9174
53,2110
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000 100,0000
Normal - 3
3,4483
5,1724
98,2759
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
Normal - 4
15,3846
34,6154
96,1539
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
Normal - 5
14,0351
42,1053
71,9298
82,4561
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
Normal - 6
15,1163
45,3488
63,9535
86,0465
91,8605
100,0000
100,0000
100,0000
DM + S0 - 1
16,6667
25,0000
33,3333
41,6667
66,6667
66,6667
100,0000
100,0000
DM + S0 – 2
0,0000
0,0000
0,0000
33,3333
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
DM + S0 – 3
0,0000
25,0000
25,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
DM + S0 – 4
0,0000
0,0000
0,0000
50,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
DM + S150 – 1
3,5714
21,4286
57,1429
67,8571
78,5714
85,7143
92,8571
100,0000
DM + S150 – 2
3,5714
14,2857
35,7143
42,8571
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
DM + S150 – 3
5,5556
11,1111
33,3333
61,1111
77,7778
100,0000
100,0000
100,0000
DM + S150 - 4
5,0000
15,0000
35,0000
70,0000
85,0000
100,0000
100,0000
100,0000
DM + S300 – 1
0,0000
4,1667
50,0000
75,0000
87,50000
100,0000
100,0000
100,0000
DM + S300 – 2
2,7027
16,2162
51,3514
91,8919
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
DM + S300 - 3
5,7143
25,7143
34,2857
80,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
DM + S300 - 4
10,0000
20,0000
30,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
DM + S450 - 1
8,0000
20,0000
52,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
DM + S450 – 2
7,3171
39,0244
58,5366
78,0488
87,8049
95,1219
100,0000
100,0000
DM + S450 – 3
15,2941
38,8235
47,0588
60,0000
80,0000
92,9412
100,0000
100,0000
DM + S450 - 4
8,6957
21,7391
52,1739
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
DM + S450 – 5
18,8679
58,4906
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
DM + S450 - 6
5,7143
11,4286
42,8571
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
100,0000
Data ED 50 Perlakuan
1
2
3
4
5
6
Normal
-5,395
-7,258
-6,523
-6,668
-6,416
-6,333
DM + S0
-4,973
-5,434
-6,004
-5,541
-
-
DM + S150
-5,849
-5,580
-5,641
-5,786
-
-
DM + S300
-6,026
-6,158
-5,897
-5,970
-
-
DM + S450
-6,178
-6,257
-5,566
-6,180
-7,137
-6,089
153 Analisis keragaman ED 50 tikus percobaan Descriptives ED 50 N
Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Min
Max
Normal
6
-6.432167E0
.6052568 .2470950
-7.067345
-5.796989
-7.2580
-5.3950
DM + S0
4
-5.488000E0
.4231651 .2115825
-6.161350
-4.814650
-6.0040
-4.9730
DM + S150
4
-5.714000E0
.1247584 .0623792
-5.912519
-5.515481
-5.8490
-5.5800
DM + S300
4
-6.012750E0
.1103007 .0551504
-6.188263
-5.837237
-6.1580
-5.8970
DM + S450
6
-6.234500E0
.5077869 .2073031
-6.767390
-5.701610
-7.1370
-5.5660
24
-6.035792E0
.5331420 .1088272
-6.260918
-5.810666
-7.2580
-4.9730
Total
Mean
Lower Bound
Upper Bound
ANOVA ED 50 Sum of Squares
df
Mean Square
F
Between Groups
2.796
4
.699
Within Groups
3.741
19
.197
Total
6.538
23
Sig.
3.550
.025
Post Hoc Tests Multiple Comparisons ED 50 LSD (J) (I) Perlakuan Perlakuan Normal
DM + S0
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
-.9441667*
.2864374
.004
-1.543687
-.344646
DM + S150
-.7181667*
.2864374
.021
-1.317687
-.118646
DM + S300
-.4194167
.2864374
.159
-1.018937
.180104
DM + S450
-.1976667
.2561974
.450
-.733894
.338561
Normal
.9441667*
.2864374
.004
.344646
1.543687
DM + S150
.2260000
.3137764
.480
-.430742
.882742
DM + S300
.5247500
.3137764
.111
-.131992
1.181492
DM + S450
.7465000*
.2864374
.017
.146980
1.346020
.7181667*
.2864374
.021
.118646
1.317687
-.2260000
.3137764
.480
-.882742
.430742
DM + S300
.2987500
.3137764
.353
-.357992
.955492
DM + S450
.5205000
.2864374
.085
-.079020
1.120020
Normal
.4194167
.2864374
.159
-.180104
1.018937
DM+S0
-.5247500
.3137764
.111
-1.181492
.131992
DM+S150
-.2987500
.3137764
.353
-.955492
.357992
DM+S450
.2217500
.2864374
.448
-.377770
.821270
.1976667
.2561974
.450
-.338561
.733894
-.7465000*
.2864374
.017
-1.346020
-.146980
DM + S150
-.5205000
.2864374
.085
-1.120020
.079020
DM + S300
-.2217500
.2864374
.448
-.821270
.377770
DM + S150 Normal DM + S0
DM+S300
Mean Difference (I-J)
DM + S450 Normal DM + S0
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
154 Lampiran 19 Rasio Sel Endotelium
Data pengamatan Keliling aorta (µm) 25846,27 26754,33 24582,90 26151,98 28422,12 23782,03 23795,01 30914,14 26953,58 26644,21 23832,42 27526,08 26721,99 27312,43 24984,47
Perlakuan Normal - 1 Normal - 2 Normal - 3 DM + S0-1 DM + S0-2 DM + S0-3 DM + S150-1 DM + S150-2 DM + S150-3 DM + S300-1 DM + S300-2 DM + S300-3 DM + S450-1 DM + S450-2 DM + S450-3
Jumlah panjang sel endotelium (µm) 25499,1573 25768,5900 24153,9000 18135,1894 21944,3376 11776,1282 15852,6430 21684,7270 18966,1360 21291,4973 19491,5978 22775,0985 24136,8289 24539,7020 22332,1870
Rasio sel endotelium (%) 98,65701 96,31559 98,25488 69,34538 77,20866 49,51692 66,62171 70,14501 70,36593 79,91041 81,78606 82,74007 90,32572 89,84811 89,38427
Analisis keragaman rasio sel endotelium tikus percobaan Descriptives Rasio N
95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation
Mean
Std. Error
Upper Bound
Min
Max
3
9.7742493E1
.72283400
94.6323896
100.8525970 96.31559 98.65701
DM + S0
3
6.5356987E1 14.27019892 8.23890319E0
29.9078474
100.8061259 49.51692 77.20866
DM + S150
3
6.9044217E1
2.10085824 1.21293107E0
63.8253955
74.2630378 66.62171 70.36593
DM + S300
3
8.1478847E1
1.43962806
.83116965
77.9026123
85.0550810 79.91041 82.74007
DM + S450
3
8.9852700E1
.47074178
.27178290
88.6833126
91.0220874 89.38427 90.32572
8.0695049E1 13.78948489 3.56042969E0
73.0586865
88.3314109 49.51692 98.65701
Total
15
1.25198521
Lower Bound
Normal
ANOVA Rasio Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
2238.271
4
559.568
423.828
10
42.383
2662.099
14
F 13.203
Sig. .001
155 Post Hoc Tests Multiple Comparisons Rasio LSD (I) Perlakuan Normal
DM + S0
(J) Perlakuan
99% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
DM + S0
32.38550667* 5.31555925E0
.000
15.5390500
49.2319633
DM + S150
28.69827667* 5.31555925E0
.000
11.8518200
45.5447333
DM + S300
16.26364667 5.31555925E0
.012
-.5828100
33.1101033
DM + S450
7.88979333 5.31555925E0
.169
-8.9566633
24.7362500
Normal
*
5.31555925E0
.000
-49.2319633
-15.5390500
DM + S150
-3.68723000 5.31555925E0
.504
-20.5336867
13.1592267
DM + S300
-16.12186000 5.31555925E0
.013
-32.9683167
.7245967
DM + S450
-2.44957133E1* 5.31555925E0
.001
-41.3421700
-7.6492567
-2.86982767E1* 5.31555925E0
.000
-45.5447333
-11.8518200
3.68723000 5.31555925E0
.504
-13.1592267
20.5336867
DM + S300
-12.43463000 5.31555925E0
.041
-29.2810867
4.4118267
DM + S450
-2.08084833E1* 5.31555925E0
.003
-37.6549400
-3.9620267
DM + S150 Normal DM + S0
DM + S300 Normal
-3.23855067E1
-16.26364667 5.31555925E0
.012
-33.1101033
.5828100
DM + S0
16.12186000 5.31555925E0
.013
-.7245967
32.9683167
DM + S150
12.43463000 5.31555925E0
.041
-4.4118267
29.2810867
DM + S450
-8.37385333 5.31555925E0
.146
-25.2203100
8.4726033
DM + S450 Normal
-7.88979333 5.31555925E0
.169
-24.7362500
8.9566633
DM + S0
24.49571333* 5.31555925E0
.001
7.6492567
41.3421700
DM + S150
20.80848333* 5.31555925E0
.003
3.9620267
37.6549400
DM + S300
8.37385333 5.31555925E0
.146
-8.4726033
25.2203100
*. The mean difference is significant at the 0.01 level.