KAJIAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI DAN HARGA T ANAH DI KAWASAN AGROPOLITAN Studi Kasus di Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet dan Cipanas Kabupaten Cianjur
SRIMULYANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOG OR 2007
PERNYATAAN MEN GENAl TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian terhadap Pendapatan Petani dan Harga Tanah di Kawasan Agropolitan: Studi Kasus di Kecamatan Pacet dan Cipanas Kabupaten Cianjur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
Maret 2007
Sri Mulyani NRP A 253050174
ABSTRAK SRI MUL Y ANI. Kajian Terhadap Pendapatan Petani dan Harga Tanah di Kawasan Agropolitan: Studi Kasus di Kecamatan Pacet dan Cipanas Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITA dan MOENTOHA SELARI. Dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan pada tahun anggaran 2002 diluncurkan program rintisan pengembangan kawasan agropolitan di delapan kabupaten pada delapan provinsi di Indonesia, salah satu kawasan rintisan agropolitan adalah Kabupaten Cianjur yang berlokasi di Kecamatan Pacet dan Cipanas. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh pengembangan kawasan agropolitan terhadap pendapatan usahatani petani, (2) mengetahui pengaruh pembangunan infrastruktur di dalam kawasan agropolitan terhadap harga tanah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan (3) mengetahui pengaruh pengembangan kawasan agropolitan terhadap perkembangan nilai PDRB Kecamatan Pacet dan Cipanas. Hasil analisis menunjukkan program pengembangan kawasan agropolitan belum signifikan dalam pencapaian manfaat jangka menengah, yaitu meningkatkan pendapatan usahatani petani. Kondisi ini terjadi karena pertama, meskipun terjadi peningkatan intensitas penyuluhan pertanian namun belum terjadi peningkatan produktivitas, karena keterbatasan petani dalam hal permodalan. Kedua, pembangunan infrastruktur transportasi di kawasan agropolitan tidak menurunkan biaya transportasi dan tidak mengubah pola pemasaran komoditi pertanian, karena petani tetap menjual komoditi pertaniannya pada tengkulak. Ketiga, petani belum melaksanakan proses pengolahan komoditi pertanian (agroprosesing) yang merupakan subsistem yang memberikan nilai tambah terbesar dalam sistem agribisnis. Namun terdapat kecenderungan program pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cipanas meningkatkan jumlah petani dengan tingkat pendapatan tinggi dan sedang serta meningkatkan rata-rata tingkat pendapatan petani di wilayah inti dibandingkan wilayah transisi dan hinterland. Program pengembangan kawasan agropolitan terutama pembangunan infrastruktur transportasi secara lokalitas· signifikan terhadap peningkatan harga tanah. Semakin dekat terhadap pusat agropolitan harga tanah semakin mahal. Kondisi ini dikhawatirkan akan memicu terjadinya alih fungsi lahan pertanian kepada aktifitas non pertanian yang memiliki nilai land rent yang lebih tinggi.
ABSTRACT SRI MUL YANI. Analysis of Farmer Income and Land Price in Agropolitan Area: A Case Study in Pacet and Cipanas Sub District, Cianjur District. Under the direction of KOMARSA GANDASASMITA and MOENTOHA SELARI. Agropolitan regional development program was launched in 2002. This initial program was conducted in eight districts at eight provinces of Indonesia, including Cianjur District in West Java. Agropolitan regional development program in Cianjur District is located in Pacet and Cipanas Sub District. This research was aimed (1) to analyze the impact of agropolitan regional development in farmers income, (2) to analyze the impact of infrastructure development in agropolitan regional development to land price and its influenced factors, and (3) know effect of agropolitan regional development to Gross Domestik Product (GDP) value in Pacet and Cipanas Sub District. Analysis result showed, agropolitan regional development program has not been significantly yet in increasing farmer incomes. This condition was occurred because, firstly, there was no productivity increase although intencity of agricultural socialization was increasing due to capitally limited. Secondly, transportation infrastructure building was not chase marketing pattern because farmer still sell their commodities to suppliers. Thirdly, farmer has not done agroproccesing yet which will shine the biggest added value in agribisnis system. But, trend of agropolitan regional development program in Pacet and Cipanas Sub District showed an increased to farmer sum whose high and moderate income rate also improving the average of farmer income rate in core region than that transition region and hinterland region. Agropolitan regional development program especially the built of transportation infrastructure has been locally significant to land price increase. Land price in core region of which the closer to agropolitan center the higher of land price. This condition is prore to trigger land use change of agricultural land use to non agricultural activity whose higher land rent value.
KAJIAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI DAN HARGA TANAH DI KAWASAN AGROPOLITAN Studi Kasus di Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet dan Cipanas Kabupaten Cianjur
SRIMULYANI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Laban
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis
Nama NRP
Kajian terhadap Pendapatan Petani dan Harga Tanah di Kawasan Agropolitan: Studi Kasus di Kecamatan Pacet dan Cipanas Kabupaten Cianjur Sri Mulyani A 253050174
Disetujui Komisi Pembimbing .
Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc. Ketua
Ir. Moentoha Selari, M.S. Anggota
Diketahui
Tanggal Ujian : 14 Februari 2007
Tanggal Lulus :
1 5 MAR 2007
Kupersembahkan untuk : Masku ....... happy birthday dan anak-anakku terkasih Ghifari, Baihaqi, Khansa, Nabil, dan Kylla dukungan, pengorbanan, kesabaran, kehangatan, dan keceriaan keluarga merupakan inspirasi dan dian yang mengiringi langkahku /bu, abah, ibu dan ayah mertua, adik serta kakak yang senantiasa memberikan kasih dan doa
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Cirebon Provinsi Jawa Barat pada tanggal 12 Maret 1973 sebagai putri kelima dari enam bersaudara dari pasangan Raden Mochtar Asdilah Sardiwinata (almarhum), dan Hunaenah. Jenjang pendidikan SD hingga SMA diselesaikan penulis dikota kelahiran Cirebon. Tahun 1991 penulis menyelesaikan jenjang pendidikan SMA, dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Agronomi pada Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, gelar Sarjana Pertanian diraih penulis pada tahun 1996. Tahun 1996 penulis menikah dengan Syaflizar Zain St. Sati dan dikaruniai 3 orang putra, yaitu Ghifari Muhammad Syani (9 tahun), Baihaqi Muhammad Syani (6 tahun), Nabil Muhammad Syani (2 tahun), dan 2 orang putri yaitu Khansa Aisyah Mutia Syani (5 tahun), dan Khaira Nisa Mutia Syani (2 bulan). Kesempatan melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana diperoleh tahun 2005 dan diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah melalui beasiswa pendidikan yang diberikan Pusat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Perencana, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 1999 pada Departemen Kehutanan. Saat ini penulis bekeija sebagai Penyuluh Kehutanan pada Dinas Pertanian Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli hingga September 2006 ini menitikberatkan pada Kajian terhadap Pendapatan Petani dan Harga Tanah di Kawasan Agropolitan: Studi Kasus di Kecamatan Pacet dan Cipanas Kabupaten Cianjur. Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Karenanya dengan kerendahan dan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.Ir. Komarsa Gandasasmi~ M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Moentoha Selari M.S. selaku Anggota Komisi Pembimbing atas araban, motivasi, dan bimbingannya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir. Setia Hadi M.Sc. selaku penguji luar yang telah banyak memberi saran demi perbaikan tesis ini. Kepada rekan-rekan mahasiswa PWL angkatan 2005 terimakasih atas kerja samanya. Disamping itu penghargaan juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan Penyuluh Pertanian Kecamatan Pacet dan Cipanas dan para petani responden di Kecamatan Pacet dan Cipanas yang telah membantu selama proses pengumpulan data. Akhimya penulis mengharapkan semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
Maret 2007
Sri Mulyani NRP A 253050174
DAFTARISI DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ......
n
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ......
111
DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ......
IV
PENDAHULUAN Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . ...... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... .......... Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. ... Tujuan dan Manfaat Penelitian .. . . . . . . ................................. .... .........
I 3 5
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah dan Wilayah Perdesaan................... .............. ........ Disparitas antar Wilayah dan Perlunya Pembangunan Perdesaan.............. Pengembangan Kawasan Agropolitan................ .................... ......... Pembangunan Infrastruktur dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan Akses Terhadap Laban............................................................................... Konsep Nilai Tanah dan Harga Tanah........................................................ Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan.............. ............. .......... Indikator Pembangunan Wilayah............................................... ................ Teknologi Sistem Informasi Geografis.......................................................
6 7 10 12 14 18 19 21 23
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran.................................................................... .. ............. Hi potesis............ .. .................... ........... ........... ... .... .... .. ..... ............... ........... . Lokasi dan W aktu Penelitian .... ......... ... ....... .. .... ..... ... .......... ..... ..... ..... ....... Pengumpulan Data ..................................................................................... Jenis dan Sumber Data................................... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........ Penentuan Responden .............................................................................. . Metode Analisis ......................................................................................... . Analisis Usahatani ......................................................................... . Teknologi SIG, Analisis Cross Tab dan Analisis Chi-Square ..... . Teknologi SIG Untuk Menghhung Jarak...................................... . Analisis Regresi Berganda Untuk Melihat Faktor- faktor yang Mempengaruhi Harga Tanah.......................................................... Analisis Skalogram untuk Menentukan Hirarki Wilayah...............
24 28 28 28 29 30 33 33 33 34 34 36
KONDISI UMUM WILA YAH PENELITIAN Wilayah Penelitian...................................................................................... Topografi dan Fisiografi.............................................................................
38 38
Iklim...... .. ...... .......... .. .................. .. ................... ............ ...... .. ..... ...... .... ........
38
Jenis Tanah................................................................................................ . Kependudukan ........................................................................................... . Fasilitas dan Aksesibilitas .......................................................................... . Penggunaan Lahan..................................................................................... . Karakteristik Umum Kawasan Agropolitan Cianjur................................. . Tingkat Perkembangan Desa di Kawasan Agropolitan ............................. .
40 40
42 43 43 45
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pengembangan Kawasan Agropolitan terhadap Pendapatan Usahatani Petani ........................................................................................ . Pola Spasial Pendapatan Usahatani Petani .................................... . Pengaruh Program Agropolitan terhadap Tingkat Pendapatan Usahatani Petani ............................................................................ . Nilai PDRB Kecamatan Pacet dan Cipanas.................................... Perkembangan Sektor Pertanian. .............................................. ...... Pengaruh Pengembangan Kawasan Agropolitan terhadap Harga Tanah................................................... ....................................................... Pola Spasial Harga Tanah............................................................... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Tanah...........................
48 48 50 63 64 68 68 70
SIMPULAN DAN SARAN.................................................................................
85
DAFTAR PUSTAKA ... ....... ........................ .. .....................................................
87
LAMPI RAN ............ .......................................... ..... ................ ..... .......................
90
DAFTAR TABEL 1 Aspek, variabel, dan sumber data...............................................
29
2 Variabel analisis regresi berganda pada fungsi harga tanah...................
35
3 Jumlah penduduk danjumlah keluarga...................................................
41
4 Akses petani terhadap lahan... .. ...... ...... ..... .. ............. ....... ... .. ...................
41
5 Jumlah fasilitas pendidikan.....................................................................
42
6 Persepsi pengaruh agropolitan terhadap intensitas penyuluhan..............
52
7 Persepsi pengaruh agropolitan terhadap penyediaan infrastruktur
pengatran..................................................................................................
52
8 Persepsi pengaruh agropolitan terhadap penyediaan infrastruktur transportasi..............................................................................................
53
9 Tingkat modal petani di kawasan agropolitan.. ..................................... ..
54
10 Status kepemilikan lahan petani di kawasan agropolitan........................
54
11
Karakteristik pola pemasaran sayur di kawasan agropolitan...................
55
12 Pelaksanaan agroprocessing setelah agropolitan....................................
59
13
Produk Domestik Regional Bruto WPU atas Dasar Harga Konstan Tahun 1999-2003.....................................................................................
64
14 Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan Pacet Dan Cipanas atas Dasar Harga Konstan Tahun 1999-2003.................................................
64
15 Hasil analisis regresi berganda faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanah ........................................ ~·····················································
71
16 Hasil analisis regresi variabel jarak terhadap jalan negara dengan harga tanah.................................. ........ ... ..................................................
75
17 Hasil analisis regresi variabel jarak terhadap Pasar Cipanas dengan harga tanah...............................................................................................
79
18 Hasil analisis regresi variabel jarak terhadap pusat agropolitan dengan harga tanah............. .. ...... ........ ... ...... .... .. .... ............ ... .. ............ ..................
82
DAFTAR GAMBAR 1 Keterkaitan antar indikator Pembangunan Daerah..... ... ........ ............ .. ...
25
2 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian...... ...................................
27
3 Strata pada wilayah penarikan sampel....................................................
32
4 Diagram alir metodologi penelitian . . . . . . . . . . . ...................... ........ ....
37
5 Wilayah penelitian Kecamatan Pacet Dan Cipanas................................
39
6 Pemandangan yang indah di Desa Pusat Pertumbuhan... .... ...... ... ..........
44
7 Beberapa program pengembangan kawasan agropolitan................. .......
45
8 Tingkat perkembangan desa hasil analisis skalogram............................
47
9 Persentase jumlah petani pada berbagai tingkat pendapatan..................
48
10 Pola spasial pendapatan petani...............................................................
49
11
Rata-rata tingkat pendapatan petani.......................................................
50
12 Pola pemasaran sayur di kawasan agropolitan........................................
56
13 Aktifitas penjualan hasil pertanian kepada pedagang pengumpul..........
56
14 Aktifitas di tempat pengumpulan............................................................
57
15 Aktifitas penjualan sayur di STA............................................................
58
16 Aktifitas Cleanning, Grading, Packaging, dan Packing........................
60
17 Perkembangan
PDRB
sektor
pertanian
dan
perdagangan
di
Kecamatan Pacet-Cipanas dan WPU Tahun 1999-2003........................ 18 Perkembangan PDRB sektor
pertani~
65
di Kecamatan Pacet-Cipanas,
Kecamatan Sukaresmi dan Kecamatan Cugenang Tahun 1999-2003....
66
19 Pola spasial harga tanah di kawasan agropolitan....................................
69
20 Hubungan variabel jarak terhadap jalan kabupaten dengan harga tanah di wilayah sample................................................................................... 21
72
Hubungan variabel jarak terhadap jalan negara dengan harga tanah di wilayah sample.......................................................................................
73
22 Sample yang digunakan untuk melihat pengaruh jalan negara terhadap harga tanah............ ... ... ..... ......................................................... .............. 23
74
Hubungan variabel jarak terhadap jalan negara dengan harga tanah di wilayah yang diseleksi............................................................................
75
24 Hubungan variabel jarak terhadap pemukiman dengan harga tanah di wilayah sample.......................................................................................
76
25 Hubungan variabel jarak terhadap Pasar Cipanas di wilayah sample dengan harga tanah. ........... .. .... .... .. ........ .. .. .............. .. .. ............ ...............
76
26 Sample yang digunakan untuk melihat pengaruh Pasar Cipanas terhadap harga tanah..................... ..........................................................
78
27 Hubungan variabel jarak terhadap Pasar Cipanas dengan harga tanah di wilayah sample yang diseleksi......... ........... .. ..... .... ..... .. ...... .. .............
79
28 Hubungan variabel jarak terhadap pusat agropolitan di wilayah sample dengan harga tanah................................................ .....................
80
29 Sample yang digunakan untuk melihat pengaruh agropolitan terhadap harga tanah..............................................................................................
81
30 Hubungan variabel jarak terhadap pusat agropolitan dengan harga tanah di wilayah inti................................................................................ 31
82
Hubungan variabel jarak terhadap tingkat perkembangan desa dengan harga tanah di wilayah sample................................................................
84
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuisioner....................... .....................................................................
91
2 Data base responden di wilayah sample..............................................
100
3 Pendapatan petani................................................................................
103
4 Metode klasifikasi pendapatan petani dengan perangkat GIS.............
105
5 Hasil analisis jarak dengan perangkat GIS..........................................
105
6 Variabel-variabel yang mempengaruhi harga tanah............................
106
7 Analisis skalogram berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas umum......
108
PENDAHULUAN Latar Belakang
Prioritas pembangunan selarna ini cenderung mendahulukan pertumbuhan ekonomi dengan melakukan investasi yang besar pada industri di pusat kota melalui kutub-kutub pertumbuhan (growth poles). Kecenderungan pembangunan tersebut yang semula dirarnalkan akan menciptakan trickle down effict (penetesan) dan spread effict (darnpak penyebaran) dari kutub pusat pertumbuhan ke
wilayah
hinterland-nya,
temyata
net-effect-nya
malah
menimbulkan
pengurasan besar (massive backwash effect), (Myrdal, 1968). Menurut Mercado (2002) kegagalan strategi kutub pertumbuhan yaitu tidak terjadinya trickle down effect dan spread effect disebabkan karena aktifitas industri yang dikembangkan
temyata sebagian besar tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di wilayah hinterland. Dalarn konteks spasial proses pembangunan tersebut menimbulkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang tidak berimbang.
Kesenjangan ini pada akhimya menimbulkan berbagai
permasalahan yang dalarn konteks makro sangat merugikan keseluruhan proses pembangunan.
Potensi konflik menjadi sedemikian besar
karena wilayah-
wilayah yang dulunya kurang tersentuh pembangunan mulai menuntut hakhaknya. Demikian pula hubungan antar wilayah telah membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah.
Wilayah-wilayah hinterland (perdesaan) menjadi
lemah karena pengurasan sumberdaya yang berlebihan, sedangkan pusat-pusat pertumbuhan (kota) pada akhimya juga menjadi lemah karena proses urbanisasi yang terns meningkat.
Perkembangan perkotaan pada akhimya sarat dengan
permasalahan sosial, lingkungan dan ekonomi yang semakin kompleks, sementara desa mengalarni pengurasan sumber daya manusia berpendidikan, karena perkembangan ekonomi di wilayah perkotaan mendorong perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota. Dengan berkembangnya permasalahan tersebut maka pembangunan wilayah perdesaan menjadi suatu altematif untuk mengurangi disparitas antar wilayah dan sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian nasional agar
2
menjadi lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan. Sehubungan dengan ide ini Friedman dan Douglass (1976),
menyarankan suatu bentuk pendekatan
agropolitan sebagai aktifitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan jumlah penduduk antara 50.000 sampai 150.000 orang. Menurut Anwar (2005), pembangunan agropolitan pada hakekatnya merupakan pembangunan kota-kota kecil menengah dengan membangun infrastruktur fasilitas publik perkotaan untuk mendorong dan mendukung pencapruan
strategi
pembangunan
pertanian
dan
ekonomi
perdesaan.
Pembangunan tersebut diharapkan dapat menyumbang kepada peningkatan kinerja sistem perekonomian nasional.
Rustiadi dan Setiahadi (2006) juga
menyatakan bahwa konsep agropolitan dengan membangun kutub pertumbuhan di wilayah perdesaan, secara spasial dampaknya dapat dinikmati oleh wilayah lokal. Penciptaan nilai tambah dari aktifitas ekonomi terutama pertanian dapat ditangkap dalam wilayah tersebut. Adapun
tujuan
dari
pengembangan
agropolitan
sebagai
konsep
pembangunan wilayahdan perdesaan dapat dirumuskan antara lain sebagai berikut :( 1)
menciptakan
pembangunan
desa-kota
secara
berimbang,
(2) meningkatkan keterkaitan desa-kota yang sinergis, (3) mengembangkan ekonomi dan lingkungan pemukiman perdesaan berbasis aktifitas pertanian, dan (4) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat perdesaan (Rustiadi
et al.
2005). Sedangkan menurut Rondinelli (1985), pengembangan kawasan
agropolitan di wilayah perdesaan pada dasarnya lebih ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dan penjualan hasil-hasil pertanian, mendukung tumbuhnya industri agroprocessing skala kecil-menengah dan mendorong keberagaman aktifitas ekonomi dari pusat pasar. Dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan pada tahun anggaran 2002 diluncurkan program rintisan pengembangan kawasan agropolitan di delapan kabupaten pada delapan provinsi di Indonesia, meliputi Kabupaten Agam (Provinsi Sumatera Barat), Kabupaten Rejang Lebong (Provinsi Bengkulu), Kabupaten Cianjur (Provinsi Jawa Barat), Kabupaten Kulon Progo (Provinsi D.l. Yogyakarta), Kabupaten Bangli (Provinsi Bali), Kabupaten Barru (Provinsi Sulawesi Selatan), Kabupaten Kutai Timur (Provinsi Kalimantan Timur) dan
3
Kabupaten Boalemo (Provinsi Gorontalo). Pada tahap selanjutnya jumlah daerah yang mengembangkan agropolitan mencapai 52 kabupaten di 29 provinsi. Program pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur masif relatif muda dan baru berjalan sekitar 3 tahun, sehingga belum signifikan pencapaian manfaat dan dampak jangka menengah maupun jangka panjang berdasarkan indikator pembangunan daerah, karena program pengembangan kawasan agropolitan termasuk ke dalam program pembangunan jangka menengah. Namun demikian untuk mengetahui apakah program pengembangan kawasan agropolitan sudah berjalan sebagaimana mestinya (on the
track) perlu dilakukan kajian dengan melihat indikator input dasar (capital) diantaranya infrastruktur, dan pencapaian indikator jangka pendek berdasarkan indikator pembangunan daerah, diantaranya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Rustiadi et al. 2005).
Perumusan Masalah Master Plan Kawasan Agropolitan menerangkan bahwa, cakupan wilayah Kawasan Agropolitan Cianjur meliputi Kecamatan Pacet sebagai kecamatan inti, serta Kecamatan Cugenang dan
Kecamatan
Sukaresmi
sebagai
wilayah
hinterland-nya. Secara administrasi kawasan agropolitan ini di sebelah Utara dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Bogor, sebelah Selatan dengan Kecamatan Warungkondang dan Kecamatan Cianjur, serta sebelah Timur dengan Kecamatan Cikalong Kulon dan Kecamatan Mande. Kecamatan Pacet sebagai kecamatan inti dari kawasan agropolitan terdiri dari 14 · desa, dengan Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya sebagai Desa Pusat Pertumbuhan (DPP). Pelaksanaan program pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Pacet secara teknis difasilitasi oleh beberapa instansi terkait diantaranya Dinas Pertanian, Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil), serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag). Dinas Pertanian bertanggung jawab terhadap penguatan kelembagaan, baik kelembagaan petani maupun pengelola kawasan agropolitan, budidaya komoditi unggulan dan peningkatan sumber daya manusia, Dinas Perindag bertanggung jawab terhadap pengolahan dan pemasaran
4
sedangkan Dinas kimpraswil
bertanggung jawab terhadap pembangunan
infrastruktur dasar untuk pembangunan agribisnis. Berdasarkan data yang dikumpulkan di lapangan dan wawancara dengan pengelola kawasan dalam rangka program pengembangan kawasan agropolitan telah terbentuk struktur pengelola kawasan agropolitan yang berbentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang diketuai oleh Asisten Daerah II bidang ekonomi, dengan sekretaris Kepala Dinas Pertanian, dan anggota berasal dari Dinas Kimpraswil, Dinas Perindag dan dinas terkait lainnya. Sedangkan untuk kelembagaan petani telah terbentuk 9 kelompok tani, yaitu 4 kelompok tani berada di Desa Sukatani dan 5 kelompok tani berada di Desa Sindang Jaya.
Kelompok tani tersebut
sebulan sekali mengadakan pertemuan untuk mendapatkan penyuluhan dari Penyuluh Pertanian Lapangan sebagai koordinator pemadu kawasan agropolitan. Pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan diantaranya adalah pembangunan gedung pengelola kawasan agropolitan, sarana transportasi, jalan usaha tani, instalasi irigasi ke hamparan petani, packing house yang berfungsi sebagai tempat penanganan pasca panen (pencucian, sortasi, dan packing), dan Stasiun Terminal Agribisnis (STA) Cigombong yang dilengkapi dengan cool
storage. lnfrastruktur tersebut semuanya berlokasi di Desa Pusat Pertumbuhan, kecuali STA Cigombong yang berlokasi di Pasar Cigombong Desa Ciherang Kecamatan Pacet.
Sedangkan
kegiatan yang
berkembang
diantaranya
berkembangnya agribisnis sayuran dataran tinggi, penumbuhan pos pelayanan agen hayati, pengembangan pupuk Bokashi, penumbuhan agroindustri dalam skala home industri. Beberapa permasalahan yang terjadi dalam pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Pacet dan penting untuk dikaji diantaranya pengembangan kawasan agropolitan belum signifikan meningkatkan pendapatan petani (Rusastra et a/. 2004), pemanfaatan beberapa infrastruktur di kawasan agropolitan belum optimal, sebagai contoh petani lebih suka untuk melakukan penanganan pasca panen di rumah daripada di packing house. Disamping itu juga pembangunan STA Cigombong masih perlu dipertanyakan karena sampai saat ini pemanfaatannya masih under capacity. Diduga adanya ketidaksesuaian antara program dan kebutuhan masyarakat karena terdapat gap yang cukup Iebar antara
5
aspirasi masyarakat dan program pengembangan kawasan agropolitan yang belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Permasalahan yang juga sangat urgent dan dapat mengancam sustainability kawasan adalah adanya alih kepemilikan lahan petani dan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian, diduga hal ini terjadi karena pengelola kawasan agropolitan dan instansi terkait belum berfungsi optimal.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui
pengaruh
pengembangan
kawasan
agropolitan
terhadap
pendapatan petani, ditinjau dari pendapatan usahataninya. 2. Mengetahui
pengaruh
pembangunan
infrastruktur
di
dalam
kawasan
agropolitan terhadap harga tanah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Sedangkan
manfaat
yang
diharapkan
dapat
diperoleh
dengan
dilaksanakannya penelitian ini adalah: 1. Memberikan inferensia (pencerahan) terhadap kegiatan pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Pacet atau kegiatan lain yang lebih luas. 2. Merupakan proses pembelajaran yang bersifat analogik pada kasus sejenis atau kasus lain yang lebih luas.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah dan Wilayah Perdesaan Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al. 2005) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wiayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (I) wilayah homogen (uniform/homogenous
region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region a/au programming region).
Pengembangan
kawasan
agropolitan
berdasarkan tipologi wilayah termasuk kedalam wilayah homogen. Wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan dapat beragam (heterogen). Pada dasarnya terdapat beberapa faktor penyebab homogenitas wilayah. Secara umum terdiri atas penyebab alamiah dan penyebab artificial. Faktor alamiah yang dapat menyebabkan homogenitas wilayah adalah kelas kemampuan laban, iklim dan berbagai faktor lainnya. Sedangkan homogenitas yang bersifat artificial adalah homogenitas yang didasarkan pada pengklasifikasian berdasarkan aspek tertentu yang dibuat oleh manusia. Contoh wilayah homogen artificial adalah wilayah homogen atas dasar kemiskinan (peta kemiskinan). Karena pada umumnya wilayah homogen sangat dipengaruhi oleh potensi sumberdaya alam dan permasalahan spesifik yang seragam, maka menurut Rustiadi et al. (2005) wilayah homogen sangat bermanfaat dalam: (I) penentuan sektor basis perekonomian wilayah sesuai dengan potensi/daya dukung utama yang ada (comparative advantage), (2) pengembangan pola kebijakan yang tepat sesuai dengan permasalahan masing-masing wilayah. Dalam prakteknya di Indonesia terdapat beberapa istilah yang merujuk kepada pengertian wilayah, diantaranya adalah pemakaian istilah daerah dan kawasan.
Menurut Rustiadi et al. (2005) meskipun pengertian daerah tidak
disebutkan secara eksplisit namun umumnya dipahami sebagai unit wilayah berdasarkan aspek administrasif.
Sedangkan penggunaan istilah kawasan di
Indonesia digunakan karena adanya penekanan-penekanan fungsional dari suatu unit wilayah.
Karena itu batasan/definisi dari konsep kawasan adalah adanya
7
karakteristik hubungan dari fungsi-fungsi dan komponen-komponen di dalam suatu unit wilayah, sehingga batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. Dengan demikian, setiap kawasan atau sub-kawasan memiliki fungsifungsi khusus yang tentunya memerlukan pendekatan program tertentu sesuai dengan fungsi yang dikembangkan tersebut. Selanjutnya wilayah perdesaan menurut UU No. 24 tahun 1992 yang dalam hal ini dinyatakan sebagai kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi
kawasan
sebagai
tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Secara demografi dan kriteria ekonomi batasan wilayah perdesaan (rural) dan wilayah perkotaan (urban) sangat bervariasi antara negara satu dengan lainnya. Di Filipina wilayah
perkotaan didefinisikan sebagai wilayah dengan jumlah penduduk kurang dari 500 orang/km2 , dilengkapi dengan infrastruktur transportasi, industri komersial, dan fasilitas publik (Tacoli 1998).
Disparitas antar Wilayah dan Perlunya Pembangunan Perdesaan Dalam konteks spasial, proses pembangunan yang telah dilaksanakan selama 1m temyata telah menimbulkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan
tingkat kesejahteraan antar wilayah yang tidak berimbang.
Pendekatan yang
sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan telah mengakibatkan
inv~stasi
dan sumberdaya terserap dan
terkonsentrasi di perkotaan sebagai pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayahwilayah hinterland mengalami pengurasan sumberdaya yang berlebihan (massive backwash effect) (Anwar 2001).
Secara makro dapat kita lihat terjadinya ketimpangan pembangunan yang signifikan misalnya antara wilayah desa-kota, antara wilayah Indonesia Timur dan Indonesia Barat, antara wilayah Jawa dan non Jawa dan sebagainya. Menurut Tadjoedin eta/. (2001), beberapa wilayah di Indonesia yang berada di luar Jawa memiliki nilai PDRB tinggi dan memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional namun memiliki tingkat kesejahteraan yang tidak lebih baik dibandingkan wilayah-wilayah di Jawa.
8
Menurut Alvarez eta/. (2002), kesenjangan di dalam negara biasanya lebih besar dibandingkan kesenjangan antar negara.
Kesenjangan wilayah di Asia
Timur diantaranya disebabkan oleh perbedaan pendapatan percapita, kepadatan penduduk, tingkat aktifitas ekonomi, pola kepemilikan sumber daya alam dan struktur ekonomi, serta indikator sosial. Ada perbedaan yang sangat besar dalam pendapatan perkapita antara kota dan wilayah. Sebagian besar negara di Asia Timur yang memiliki pendapatan percapita tertinggi adalah ibukota negara, wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam, dan wilayah industri. Sebagai contoh Kota Jakarta memiliki pendapatan perkapita sepuluh kali lebih besar dibadingkan provinsi termiskin di Indonesia yaitu Nusa Tenggara Timur. Provinsi dengan sumber daya alam terkaya di Indonesia yaitu Kalimantan Timur, memiliki pendapatan percapita lebih besar dibandingkan Kota Jakarta. Distribusi wilayah dengan kepadatan penduduk dan aktifitas ekonomi yang tinggi tidak merata di negara-negara di Asia Timur.
Sebagai contoh, Jawa dengan luas
wilayah hanya 6% dari total wilayah Indonesia memiliki kepadatan penduduk 60% dari total penduduk Indonesia, dan memiliki GDP yang sama dengan wilayah di luar Jawa (Hill 2002 dalam Alvarez eta/. 2002). Kesenjangan ini pada akhimya menimbulkan berbagai permasalahan yang dalam konteks makro sangat merugikan bagi keseluruhan proses pembangunan. Potensi konflik menjadi sedemikian besar karena wilayah-wilayah yang dulunya kurang tersentuh pembangunan mulai menuntut hak-haknya. Demikian pula hubungan
antar wilayah telah mem}?entuk suatu
memperlemah (Rustiadi dan Setia Hadi 2006).
interaksi yang
saling
Wilayah-wilayah hinterland
menjadi lemah karena pengurasan sumberdaya yang berlebihan, sedangkan pusatpusat pertumbuhan pada akhimya juga menjadi lemah karena proses urbanisasi yang luar biasa. Fenomena urbanisasi yang mampu memperlemah perkembangan kota ini dapat kita lihat di kota-kota besar di Indonesia yang dipenuhi oleh daerahdaetah kurnub (slum area), tingginya tingkat polusi, terjadinya kemacetan dan sebagainya. Perkembangan perkotaan pada akhimya sarat dengan permasalahanpermasalahan sosial, lingkungan, dan ekonomi yang makin kompleks dan rumit untuk diatasi.
9
Menurut Anwar (200 1), selama ini pertumbuhan angkatan ketja perdesaan yang terns meningkat temyata tidak diikuti oleh meningkatnya ketersediaan laban. Hal ini tetjadi karena masalab institusional yang lemab dalam kebijakan pertanaban yang mengakibatkan banyak laban-laban pertanian di perdesaan yang terkonversi maupun yang berpindab hak kepemilikannya karena maraknya aktifitas investasi dan spekulasi atas laban. Kondisi ini mengakibatkan tetjadinya peningkatan jumlah tenaga ketja yang tidak berlaban (landless laborer) sehingga pada akhimya tetjadi migrasi besar-besaran dari wilayab perdesaan ke wilayab perkotaan. Namun seperti yang dikemukakan oleh Anwar (200 1), dari tenaga ketja migran ini temyata hanya sedikit saja yang dapat memperoleh kesempatan ketja di sektor industri modem. Akibatnya, tetjadilab bentuk-bentuk ketergantungan struktural dualistik (structural dualistic dependency) dimana tetjadi lepasnya keterkaitan antara sektor urban modem (industri dan jasa) dan urban informal (pedagang kecil, buruh, peketja bangunan dan kegiatan informal lain) di wilayab perkotaan, dan lepasnya keterkaitan antara sektor perdesaan tradisional yang mayoritas miskin dengan sektor rural enclave yang pada umumnya menimbulkan kebocoran wilayah karena tidak mampu melabirkan dampak multiplier kepada masyarakat di sekitamya.
Dengan kata lain, pembangunan sektor modem di
perkotaan maupun di dalam rural enclave tidak memberikan dampak multiplier tenaga ketja dan pendapatan kepada sektor urban informal dan mayoritas penduduk di wilayab perdesaan. Bahkan seringkali tetjadi sektor-sektor modem tersebut banyak memberikan dampak ekstemalitas dalam bentuk biaya-biaya sosial kepada golongan masyarakat kecil dalam bentuk pencemaran air dan udara, erosi tanab, banjir dan perampasan hak-hak tanab penduduk lokal. Karena itu, kesenjangan sosial semakin tinggi dan secara spasial juga tetjadi disparitas antara wilayab perkotaan dan perdesaan Melihat kondisi yang demikian dan dampak negatifnya terhadap perkembangan wilayab perdesaan dan perkotaan serta pertumbuhan perekonomian nasional secara agregat, maka dirasa perlu untuk mengurangi disparitas antar wilayab dengan mulai berupaya untuk meningkatkan pembangunan wilayab perdesaan agar tercapai pembangunan wilayab yang berimbang. Menurut Murty
10
(2000), pembangunan wilayah yang berimbang merupakan sebuah pertumbuhan yang merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pengembangan kapabilitas dan kebutuhan mereka.
Hal ini tidak selalu berarti bahwa semua
wilayah hams mempunyai perkembangan yang sama, atau mempunyai tingkat industrialisasi yang sama, atau mempunyai pola ekonomi yang sama, atau mempunyai kebutuhan pembangunan yang sama Akan tetapi yang lebih penting adalah adanya pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki oleh setiap wilayah sesuai dengan kapasitasnya. Dengan demikian diharapkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan merupakan basil dari sumbangan interaksi yang saling memperkuat diantara semua wilayah yang terlibat. Pengembangan Kawasan agropolitan
Salah satu ide yang mengemuka dalam mengatasi permasalahan pembangunan ini adalah perlunya mewujudkan kemandirian perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa itu sendiri, dimana keterkaitan dengan perekonomian perkotaan hams bisa diminimalkan. Sehubungan dengan ide ini Friedman dan Douglass (1976), menyarankan suatu bentuk pendekatan agropolitan sebagai aktifitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan jumlah penduduk antara 50.000 sampai 150.000 orang. Friedman ( 1996) mengusulkan modifikasi dari konsep pembangunan agropolitan yang disebutnya sebagai modular cities. Selain persyaratan jumlah penduduk, persyaratan utama yang harus dimiliki sebuah modular cities diantaranya mempunyru kelengkapan pusat pelayanan yang dapat ditempuh dengan berkendaraan sepeda atau berjalan kaki kurang dari 20 menit, memiliki fasilitas publik, dan industri kecil. Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena pada umumnya sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam memang menjadi mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan.
Otoritas
perencanaan dan pengambilan keputusan akan didesentralisasikan sehingga masyarakat yang tinggal di perdesaan akan mempunyai tanggung jawab penuh terhadap perkembangan dan pembangunan daerahnya sendiri.
11
Dari dipandang
berbagai altematif model sebagai
konsep
yang
pembangunan, konsep agropolitan
menjanjikan
teratasi~ya
permasalahan
ketidakseimbangan perdesaan-perkotaan selama ini. Secara singkat agropolitan menurut Rustiadi dan Setia Hadi (2006) adalah: ( 1) suatu model pembangunan yang mengandalkan desentralisasi, mengandalkan pembangunan infrastruktur setara kota di wilayah perdesaan, sehingga mendorong tumbuhnya pengkotaan dalam arti positif, (2) menanggulangi dampak negatif pembangunan seperti migrasi desa-kota yang tak terkendali, polusi, kemacetan lalu lintas, pengkumuhan kota, kehancuran massif sumber daya alam, pemiskinan desa. Menurut Anwar (2005), pada hakekatnya merupakan pembangunan kotakota kecil menengah yang diberikan infrastruktur fasilitas publik perkotaan. Fasilitas-fasilitas
tersebut
diperlukan
untuk
mendorong
mendukung
dan
pencapaian strategi pembangunan pertanian dan ekonomi perdesaan yang dapat menyumbartg kepada peningkatan kinetja sistem perekonomian nasional. Karena pembangunan kota - kota besar sudah cenderung mengarah kepada pertumbuhan yang tidak terkendali, maka dengan pembangunan kota-kota kecil menengah diharapkan dapat mengurangi dampak dari dari aglomerasi berlebihan. Berkembangnya kota-kota kecil menengah dapat secara positif mendorong perkembangan dari wilayah hinter/and-nya, terutama untuk mentransformasikan pola pertanian perdesaan yang subsisten menjadi pola pertanian komersial dan mengintegrasikan
ekonomi
perkotaan
dan
perdesaan
di
negara-negara
berkembang. Pembangunan pusat-pusat industri yang telah dilakukan di negaranegara berkembang sejak tahun 1960, pada dasarnya kurang sesuai dan tidak mencukupi untuk menciptakan efek penyebaran (spread effect). Pengembangan sektor jasa, distribusi, perdagangan, marketing, agroprocessing, dan berbagai fungsi lainnya bisa berdampak lebih baik dalam menstimulasi pertumbuhan kotakota kecil menengah di wilayah perdesaan daripada pengembangan industri manufaktur dalam skala besar. Menurut Departemen Pertanian Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena beijalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) diwilayah sekitamya. Tujuan umum pembangunan kawasan
12
agropolitan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan (tidak merusak lingkungan) dan terdesentralisasi (wewenang berada di Pemerintah Daerah dan masyarakat) di kawasan Agropolitan. Tujuan ini sejalan dengan amanat yang telah digariskan dalam PROPENAS 2000 - 2004, dimana tujuan dari program pembangunan perdesaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat pertumbuhan kegiatan ekonomi perdesaan yang berkeadilan dan mempercepat industrialisasi perdesaan.
Pembangunan Infrastruktur dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan
Pembangunan infrastruktur agropolitan timbul karena tingginya migrasi
rural urban akibat dari kurangnya kesempatan kerja dan kenyamanan di wilayah perdesaan. Konsep agropolitan adalah manifestasi dari growth pole theory namun berbeda dalam perspektif.
Growth pole theory mengutamakan pembangunan
infrastruktur di wilayah perkotaan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menciptakan trickle down effect ke wilayah perdesaan.
Pembangunan
infrastruktur agropolitan di wilayah pedesan mendukung sektor pertanian sebagai sektor ekonomi utama di perdesaan (Elestiano 2005). Pengembangan infrastruktur di dalam pengembangan kawasan agropolitan meliputi ( 1) pengembangan infrastruktur pemukiman, (2) pengembangan infrastruktur sistem produksi pertanian, dan (3)
pengembangan infrastruktur pasar dan sistem informasi
(Anonim 2004). Pengembangan infrastruktur pemukiman menjadi penting selain untuk mencegah terjadinya urbanisasi juga penting untuk membangun akumulasi nilai tambah di dalam wilayah. Dengan infrastruktur wilayah yang memadai orang tidak perlu pergi ke luar wilayah untuk memenuhi kebutuhannya. Disamping kedua aspek diatas, ketersediaan berbagai sarana dan prasarana pemukiman yang meliputi jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, air bersih dan sarana transportasi ini diharapkan bisa menjadi insentif bagi investor untuk menanamkan modalnya di kawasan agropolitan yang dikembangkan (Anonim 2004).
13
Pengembangan infrastruktur sistem produksi pertanian merupakan hal yang sangat penting dalam mendukung sistem agribisnis.
Infrastruktur sistem
produksi pertanian meliputi pengembangan sarana produksi pertanian (saprotan), sarana pengolahan (agroprocessing), sarana transportasi, dan sarana irigasi. Infrastruktur pasar dalam pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu infrastruktur yang sangat dibutuhkan.
Pasar yang dibutuhkan yaitu
pasar sebagai tempat transaksi fisik bagi input faktor produksi dan pasar bagi produk petani dan bagi produk olahan, serta pasar jasa pelayanan bagi masyarakat sekitar wilayah pengembangan kawasan agropolitan. Hasil penelitian Pribadi (2005), dengan menggunakan analisis skalogram dimana jumlah jenis fasilitas, jumlah unit fasilitas dan jumlah penduduk digunakan sebagai variabel penentu hirarki, terlihat bahwa desa-desa di Kecamatan Pacet menempati hirarki paling atas. Dengan demikian apabila dilihat pada level kecamatan, masterplan pengembangan Kawasan Agropolitan Cianjur yang telah disusun oleh Departemen Kimpraswil dan Pemda Cianjur sudah menempatkan secara benar lokasi wilayah inti dan hinterland-nya dimana wilayah inti terdapat di Kecamatan Pacet sedangkan wilayah hinterland terdapat di Kecamatan Sukaresmi dan Cugenang. Namun lebih lanjut Pribadi (2005) menyebutkan apabila dilihat secara lebih detail sampai ke level desa, nampak bahwa penentuan lokasi desa pusat pertumbuhan yaitu Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya sebenamya kurang sesuai dengan karakteristik hirarki wilayah dan keterkaitan antar hirarki yang telah berkembang di kawasan agropolitan dimana Desa Cipanas dan Cipendawa menduduki urutan pertama dari sisi ketersediaan fasilitas. Hal ini memang sesuai dengan kondisi riil di lapangan dimana Desa Cipanas dan Cipendawa merupakan desa yang paling maju dan bahkan menjadi outlet terbesar bagi hasil produksi sayuran dari ketiga kecamatan yang termasuk dalam Kawasan Agropolitan Cianjur. Demikian pula apabila dilihat dengan menggunakan analisis yang didasarkan pada hitungan indeks hirarki perkembangan desa dan standardisasi karakteristik perkembangan wilayah juga menunjukkan hal yang konsisten bahwa Desa Cipanas dan Cipendawa selama ini telah menjadi pusat aktifitas. Karena itu
14
dapat dikatakan bahwa Desa Cipanas dan Cipendawa memang secara realitas di lapangan telah menjadi pusat bagi berbagai aktifitas, baik itu berkaitan dengan permukiman, pendidikan, kesebatan, perdagangan dan sebagainya. Khusus untuk Cipanas
aktifitas
ekonomi
yang
cukup
menonjol
dan
terkait
dengan
pengembangan kawasan agropolitan adalah perdagangan sayur basil produksi dari wilayah-wilayah desa di sekitarnya. Menurut Maulana (2006), dari basil analisis skalogram di Kawasan agropolitan dapat diketahui bahwa Desa Cipanas dan Desa Sindanglaya memiliki tingkat perkembangan yang paling tinggi. Tersedianya berbagai sarana dan prasarana yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas menjadikan kedua desa tersebut sebagai pusat pelayanan bagi desa-desa di sekitarnya. Lokasi Desa Cipanas dan Desa Sindanglaya yang secara geografis terletak di tengahtengah Kawasan Agropolitan menjadikan kedua desa tersebut strategis sebagai daerah pusat pelayanan. Berdasarkan birarki dari basil analisis skalogram, Desa Cipanas dan Desa Sindanglaya termasuk ke dalam birarki I, Desa Cimacan, Desa Palasari, Desa Ciherang, Desa Cipendawa dan Desa Gadog merupakan desa-desa yang memiliki tingkat perkembangan sedang (birarki II). Sedangkan desa-desa yang memiliki tingkat perkembangan rendah (birarki III) antara lain Desa Batulawang, Desa Ciloto, Desa Sindangjaya, Desa Cibodas, Desa Sukatani, Desa Sukanagalib dan Desa Ciputri. Perkembangan desa-desa di kawasan agropolitan secara umum menurut Pribadi (2005), banyak dipengaruhi oleb keberadaan sarana transportasi terutama jalan provinsi dan jalan kabupaten.
Akses Terhadap Laban Lahan merupakan salah satu aset produktif yang sangat penting di dalam kegiatan usaha pertanian di perdesaan.
Namun seringkali akses masyarakat
perdesaan terbadap lahan menjadi semakin terbatas karena adanya kelangkaan
(land scarcity).
Menurut Saefulbakim (2001), kelangkaan lahan ini bisa
dibedakan menjadi dua, yaitu kelangkaan lahan absolut dan relatif. Kelangkaan lahan absolut terjadi apabila faktor status kepemilikan dan aksesibilitas tidak diperbatikan serta sifatnya irreversible (tidak dapat balik). Sedangkan kelangkaan
15
laban relatif terjadi apabila faktor status kepemilikan dan aksesibilitas diperhatikan dan sifatnya dapat batik. Di wilayab perdesaan yang lebih dominan terjadi adalab kelangkaan laban relatif. Mengingat sifatnya yang dapat balik, maka untuk mengatasinya ada tiga hal yang bisa dilakukan, yaitu melakukan land reform untuk mengatasi masalab kepemilikan laban yang timpang, melakukan penataan ruang untuk mengatasi kelangkaan laban akibat terbatasnya aksesibilitas, dan mendorong terjadinya perubaban prilaku yang bisa mendorong menigkatnya produktivitas laban. Sementara itu satu-satunya jalan yang perlu dilakukan untuk mengatasi kelangkaan laban absolut adalab dengan meningkatkan kemampuan teknologi. Terjadinya kelangkaan laban di wilayab perdesaan seringkali terjadi karena dua hal, yaitu proses fragmentasi laban akibat meningkatnya jumlab populasi penduduk di perdesaan dan terjadinya proses alih kepemilikan atau alih fungsi laban. Namun seringkali yang lebih dominan terjadi adalab proses alih kepemilikan dan alih fungsi laban laban sehingga akhimya terjadi penguasaan laban yang timpang. Menurut Rustiadi et al. (2005), di satu sisi proses alih fungsi laban dapat dipandang merupakan suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubaban struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang
berkembang. Perkembangan yang dimaksud tercermin dari adanya:
( 1)
pertumbuhan aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap penggunaan laban sebagai dampak dari peningkatan jumlab penduduk dan pendapatan per kapita; dan (2) adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pembangunan dari sektor-sektor pnmer (sektor-sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam) ke aktifitas sektorsektor sekunder (industri manufaktur dan jasa). Dalam hukum ekonomi pasar sebenamya alih fungsi laban berlangsung dari aktifitas dengan land rent yang lebih rendab ke aktifitas-aktifitas dengan land rent yang lebih tinggi, dimana land rent diartikan sebagai nilai keuntungan bersih
dari aktifitas pemanfaatan laban per satuan laban per satuan luas dalam waktu tertentu. Karena itu alih fungsi laban merupakan suatu konsekuensi logis dari perkembangan potensial land rent di suatu lokasi dan dapat dipandang sebagai
16
bagian dari pergeseran-pergeseran dinamika alokasi dan distribusi sumber daya menuju keseimbangan-keseimbangan bam yang lebih optimal. Namun menurut Rustiadi et a/. (2005), seringkali teijadi distorsi yang menyebabkan alokasi pemanfaatan lahan menjadi tidak efisien karena (1)
economic land rent aktifitas-aktifitas tertentu, khususnya aktifitas pertanian dan non-budidaya
tidak
sepenuhnya
mencerminkan
manfaat
ekonomi
yang
dihasilkannya akibat berbagai ekstemalitas yang ditimbulkannya tidak terlihat dalam nilai pasar yang berlangsung, dan (2) struktur permintaan atas lahan seringkali terdistorsi akibat sifat nilai lahan yang juga sangat ditentukan oleh
expected value-nya di masa yang akan datang, akibatnya struktur permintaan akan lahan perumahan dan sektor properti terdistorsi yaitu tidak mencerminkan tingkat permintaan yang sebenamya akibat adanya permintaan investasi dan spekulasi lahan. Akibatnya proses alih fungsi lahan tidak disertai dengan meningkatnya produktivitas lahan melainkan justru teijadi menurunnya produktivitas lahan. Berkaitan dengan pengembangan kawasan agropolitan, pengembangan infrastruktur perkotaan akan bisa meningkatkan nilai land rent dan meningkatkan
expected value dari lahan di masa yang akan datang. Hal ini bisa mendorong terjadinya proses alih kepemilikan dan alih fungsi lahan di kawasan-kawasan agropolitan.
Karena
itu
tentunya
diperlukan
langkah-langkah
untuk
mengendalikan proses alih kepemilikan dan alih fungsi lahan di kawasan agropolitan yang telah mempunyai infrastruktur perkotaan. Dengan membuat penurunan
lebi~
lanjut terhadap model Von Thuenen,
Saefulhakim dan Nasution (1995), merumuskan beberapa faktor penting yang mendorong konversi penggunaan lahan dan perusakan lingkungan, antara lain sebagai berikut (1) perkembangan standar tuntutan hidup yang tidak seimbang dengan kemampuan masyarakat meningkatkan produktifitas, nilai tambah, dan pendapatan, (2) struktur harga-harga yang timpang misalnya term of trade antara output sektor pertanian dengan output sektor-sektor non pertanian, (3) struktur biaya produksi yang timpang dengan struktur harga-harga yang juga terkait dengan pola spasial kualitas lahan, struktur skala penguasaan/pengusahaan lahan, sistem infrastruktur dan sistem kelembagaan, (4) kemandegan perkembangan teknologi intensifikasi yang tidak hanya terjadi di sektor perdesaan juga di sektor
17
perkotaan, (5) pola spasial aksesibilitas, (6) tingginya resiko dan ketidakpastian, dan (7) sistem nilai masyarakat tentang sumberdaya lahan. Sementara itu menurut Anwar (200 1), tingginya proses alih kepemilikan dan alih fungsi lahan ini terutama tetjadi karena kurangnya penegasan terhadap hak-hak (property right) masyarakat tehadap lahan. Akibatnya seringkali tetjadi penyerobotan-penyerobotan lahan atau lahan yang ada dihargai sangat murah karena posisi tawar masyarakat perdesaan yang masih sangat lemah.
Dalam
kondisi seperti ini Saefulhakim (2001) menyatakan bahwa tipe-tipe kepemilikan lahan yang tidak menjamin kepastian (uncertain ownership of land) akan mendorong setiap aktifitas ke arah pola pemanfaatan yang bersifat eksploitatif yang mempercepat degradasi sumberdaya alam dan kerusakan lingkungan. Berdasarkan penelitian Pribadi (2005) diketahui bahwa akses petani lokal terhadap lahan yang sifatnya certain karena masih berstatus milik di Kawasan Agropolitan Kabupaten Cianjur temyata sudah relatif berkurang. Sementara itu akses kepada lahan yang mempunyai tingkat uncertainty yang lebih tinggi karena petani hanya sebagai penggarap atau penyewa sudah relatif banyak ditemui. Sisa lahan pertanian yang ada temyata banyak dimiliki baik oleh orang luar maupun orang dalam kawasan agropolitan, tetapi petani penggarap pada tingkat lokal tidak memiliki akses untuk menggarap lahan tersebut. Kemungkinan lahan ini banyak didominasi oleh pertanian skala besar atau lahan terlantar sehingga petani lokal tidak mempunyai akses untuk menggarap lahan tersebut. Salah satu titik lemah dalam pengembangan kawasan agropolitan adala belum diantisipasinya kemungkinan percepatan konversi lahan pertanian ke penggunaan lain akibat adanya peningkatan pembangunan infrastruktur dari proses pengkotaan yang tetjadi dari pengembangan agropolitan.
Bila hal ini
terjadi, maka tujuan dari pengembangan agropolitan tidak tercapai, karena hal ini mengulang proses pengembangan wilayah dari desa menjadi kota seperti laiknya pembangunan selama ini, yang secara perlahan tapi pasti akan mengikis peran sektor pertanian. Dengan demikian antisipasi dalam bentuk penyusunan produk Penataan Ruang Kawasan Agropolitan yang diperkuat oleh legalitas seperti penetapan Peraturan Daerah (Perda) menjadi syarat utama dalam pengembangan kawasan agropolitan.
18
Menurut Ruswandi (2005), proses konversi lahan pertanian menjadi non pertanian umurnnya diawali oleh penjualan lahan milik petani kepada pihak lain yang kemudian oleh pihak lain digunakan untuk aktifitas non pertanian. Dampak dari konversi lahan tersebut jumlah penduduk yang bekeija pada sektor pertanian menurun sedangkan pada lapangan usaha perdagangan justru teijadi peningkatan. Dengan melihat berbagai faktor yang berpengaruh terhadap semakin terbatasnya akses
masyarakat terhadap
lahan,
maka upaya-upaya untuk
mengendalikan teijadinya konversi lahan dapat lebih difokuskan pada faktorfaktor dominan yang tentunya bisa berbeda di setiap wilayah. Selain itu dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan agropolitan, peningkatan akses masyarakat terhadap lahan dan penegasan hak-hak mereka atas lahan tersebut perlu untuk dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas dan sekaligus menurunkan resiko dan ketidakpastian.
Konsep Nilai Tanah dan Harga Tanah Pengertian dari nilai tanah adalah nilai sekarang sebagai nilai diskonto dari total rente tanah yang diharapkan diperoleh dimasa yang akan datang. Artinya nilai tanah berkaitan erat dengan akumulasi rente tanah dalam suatu periode tertentu. Pengertian rente tanah adalah surplus ekonomi suatu tanah yang dapat dibedakan atas: ( 1) surplus yang selalu tetap, dan (2) surplus sebagai hasil dari investasi. Surplus yang selalu tetap dimaksudkan sebagai imbalan bagi pemilik tanah dimana tanahnya dibiarkan tidak qerproduksi, artinya rente adalah adalah surplus yang selalu tetap atau mendapat hasil tanpa berusaha, yang semata-mata diperoleh karena monopoli pemilikan tanah tersebut. investasi memandang tanah sebagai faktor produksi.
Sedangkan surplus dari Rente tanah banyak
diterapkan untuk kepentingan antara lain: (1) kontrak sewa, (2) penilaian properti, (3) pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan investasi (Barlowe 1978). Sumitro (1986) menyatakan harga tanah dapat diartikan sebagai nilai jual atau harga rata-rata dari tanah yang diperoleh dari transaksi jual beli secara wajar. Harga tanah rata-rata, diperoleh jika teijadi beberapa kali penjualan, jumlah itu digabung menjadi satu kemudian dibagi dengan angka yang menunjukan berapa kali teijadi penjualan. Rahman et a/. (1992) menambahkan bahwa nilai tanah
19
merupakan suatu pengukuran nilai tanah yang didasarkan kepada kemampuan tanah secara ekonomis yang berhubungan dengan produktivitas dan nilai strategis ekonomisnya.
Ukuran produktivitas misalnya tingkat kesuburan, sedangkan
ukuran strategis ekonomisnya adalah letaknya secara ekonomis.
Sedangkan
pengertian harga tanah adalah penilaian atas tanah yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satuan luas tertentu menurut harga pasaran tanah. Istilah harga tanah lebih mencerminkan nilai pasar atas harga kontrak, harga jual, dan biaya pemilikan. Harga jual adalah harga yang sanggup dibayar oleh pembeli setelah mempertimbangkan berbagai altematif dan merupakan nilai diskonto dari total nilai sewa di masa yang akan datang.
Sedangkan biaya
pemilikan tanah adalah fungsi dari harga jual dan harga kontrak.
Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan fungsional antara nilai tanah dan harga tanah, yaitu harga tanah merupakan fungsi dari nilai tanah. Hubungan fungsional antara harga tanah dan nilai tanah bermanfaat dalam penentuan Nilai Jual Obyek Pajak Bumi untuk keperluan PBB, yaitu dengan berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE.69/PJ.611990.
Harga tanah
merupakan fungsi penyesuaian dari faktor-faktor waktu, Iebar jalan, akses ke jalan besar, fasilitas yang tersedia, frekuensi banir, peruntukkan, dan tingkat kesuburan, dimana faktor-faktor tersebut dihitung dalm bentuk persentase. Dari tahapantahapan tersebut akan menghasilkan harga tanah yang mencerminkan nilai tanah yang sebenamya.
Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Seperti telah diketahui bahwa pada awalnya pembangunan di lakukan untuk mendorong pertumbuhan.
Seiring dengan berjalannya waktu upaya ini
mulai menampakkan basil ketika pertumbuhan GDP Indonesia telah mencapai rata-rata 6% sampai 7% per tahun. Namun temyata pertumbuhan yang dicapai seolah-olah hilang dengan munculnya krisis ekonomi tahun
pada tahun
199711998. Mulailah terjadi pergeseran pemikiran pembangunan dimana selain pertumbuhan
aspek
pemerataan/keadilan
dan
keberlanjutan
hams
ikut
20
diperhatikan.
Dengan bertambahnya tujuan-tujuan yang harus dicapai maka
perencanaan yang dulunya ditujukan untuk mendorong terjadinya pertumbuhan, sekarang mulai dilakukan untuk memanajemen konflik diantara ketiga tujuan tersebut agar bisa mencapai suatu kondisi yang optimal. Realitanya kondisi yang optimal dan ideal ini susah untuk dirumuskan. Setiap pihak mempunyai pandangan yang masing-masing berbeda sehingga kondisi yang ideal pada dasamya bersifat relatif. Karena itu pendekatan yang terbaik adalah perlunya suatu kompromi dan konsensus diantara pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai suatu tujuan yang telah disepakati bersama. Berkaitan dengan upaya untuk mencapai suatu kesepakatan bersama inilah, maka proses partisipasi dari semua pihak menjadi penting. Partisipasi akan mendorong terjadinya pertukaran informasi sehingga informasi yang didapatkan menjadi lebih akurat dan komprehensif. Informasi ini penting untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan manajemen konflik antar tujuan pembangunan yang lebih optimal. Selain itu, partisipasi juga menjadi penting karena keterlibatan berbagai pihak dalam setiap tahapan proses pembangunan akan menyebabkan rasa kepemilikan mereka terhadap proses pembangunan cukup tinggi. Karena adanya rasa ikut memiliki tersebut maka kemauan untuk memperlancar proses pembangunan dan menjaga hasil-hasil pembangunan pun juga menjadi cukup tinggi (Darmawan eta/. 2003). Berbagai keuntungan dari pendekatan partisipasi ini telah mengakibatkan mainstream penyelenggaraan pembangunan di hampir semua negara dengan menekankan pengembangan partisipasi. Namun sampai sekarang temyata masih terjadi kesulitan dalam mewujudkan proses partisipasi di lapangan. Perubahan paradigma pembangunan memang merupakan suatu proses yang memer!ukan waktu. Berbagai perangkat, mekanisme, peraturan dan sebagainya harus dipersiapkan untuk mencapai suatu proses partisipasi yang optimal. Tanpa itu semua, perubahan di level paradigma tidak akan bisa diterapkan dengan baik di lapangan (Darmawan eta/. 2003). Sebenamya sejak tahun 1970-an, minat para analis dan ahli sosiologi pembangunan perdesaan terhadap konsep partisipasi terus meningkat. Kenyataan ini menyebabkan perkembangan yang luar biasa dalam hal pemaknaan dan
21
interpretasi konsep partisipasi.
Dalam kerangka pembangunan perdesaan (rural
development), COHEN dan UPHOFF dalam Darmawan et al. (2003) memaknai konsep partisipasi sebagai keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dalam implementasi program yang dirumuskan secara bersama-sama, dan menikmati secara bersama-sama pula setiap benefit yang diterima dari keberhasilan program dimana mereka juga terlibat dalam proses evaluasi termasuk proses monitoring. Dari batasan di atas, partisipasi bekerja pada setiap tahap pengelolaan program, yaitu sejak perencanaan, pemutusan kebijakan, implementasi dan eksekusi, sampai dengan monitoring dan evaluasi. Sementara itu OECD dalam Darmawan et al. (2003), melihat partisipasi sebagai sebuah proses kemitraan dimana kerjasama dan pertukaran potensi antar pihak berlangsung secara kondusif. Batasan pembangunan yang partisipatif
(participatory development) dari OECD adalah: kemitraan (partnership) yang dibangun atas dasar dialog di antara beragam aktor pada saat mereka menyusun agenda kerja, dimana pandangan lokal dan pengetahuan asli dicari dan dihargai. Hal ini berimplikasi pada berlangsungnya proses negosiasi daripada sekedar dominasi keputusan dari luar sistem sosial masyarakat atau externally set project
agenda. Artinya, masyarakat berperan sebagai aktor-penentu dan bukan sekedar penerima sebuah program. Dari pemahaman konsep-konsep partisipasi seperti di atas, maka pembangunan yang partisipatif selalu ditandai dengan terdapatnya prinsip-prinsip: keterlibatan masyarakat luas dalam pengelolaan program (sejak perencanaan hingga evaluasi), negosiasi atau dialog (komunikasi), kerjasama-kemitraan, pengembangan sikap saling percaya, kesederajatan-kesetaraan, serta peran aktoraktif masyarakat.
Indikator Pembangunan Wilayah Indikator
adalah
ukuran
kuantitatif
dan
atau
kualitatif
yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat
tingkat kineija baik dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahapan setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Secara umum indikator kineija memiliki fungsi untuk (1) mempeijelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan, (2) menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kegiatan/program dan dalam menilai kineijanya, dan (3) membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kineija organisasi (Rustiadi et al. 2005) Sampai saat ini indikator yang umum digunakan sebagai tolok ukur kemajuan dan pembangunan wilayah adalah nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik untuk tingkat kecamatan maupun kabupaten. Nilai PDRB ini menggambarkan jumlah produk barang dan jasa yang dihasilkan suatu wilayah dalam satu tahun.
Dalam skala nasional PDRB dikenal dengan istilah Gross
Domestic Product (GOP) dapat dikatakan sebagai ukuran produktivitas wilayah yang paling umum dan paling diterima secara luas sebagai standar ukuran pembangunan dalam skala wilayah dan negara. Nilai PDRB dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku. Penggunan nilai PDRB sering digunakan mengingat sebagian besar PDRB yang berlaku diperoleh satu wilayah pada akhimya akan menjadi pendapatan wilayah (Rustiadi et al. 2005). Pembangunan menghendaki
teijadinya peningkatan kualitas
hidup
penduduk yang lebih baik secara fisik, mental maupun secara spiritual. Bahkan secara eksplisit disebutkan bahwa pembangunan yang dilakukan menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan · untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Menurut Tadjoedin et al. (2001),
diantara 291 kabupaten/kota di
Indonesia, terdapat beberapa kabupatenlkota yang memiliki nilai PDRB perkapita yang sangat tinggi sehingga daerah-daerah ini merupakan daerah kantong (enclave regions). Keberadaan dan perkembangan enclave regions ini disebabkan oleh dua hal (1) kekayaan sumber daya alam (natural resources endowment driven) seperti minyak bumi, gas, barang tambang, dan hutan, (2) di dorong oleh keunggulan
23
komparatif atau karena adanya dukungan kebijakan khusus (comparative
advantages and policy driven), karena lokasi yang strategis dan aksesibilitas yang memadai.
Teknologi Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk beketja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi.
Dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan
kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi ketja . Intinya SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi, yang juga mengopersaikan dan menyimpan data spasial (Star dan Estes 1990 dalam Barus dan Wiradisastra 2000). Menururt Prahasta (2004), SIG merupakan suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasiinformasi geografis.
Suatu SIG dirancang untuk menyimpan dan menganalisis
obyek-obyek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Sistem informasi geografis berdasarkan operasinya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: (1) SIG secara manual, yang beroperasi memanfaatkan peta cetak (kertas/transparan), bersifat data analog, dan (2) SIG secara terkomputer
atau
SIG otomatis prinsip
ketjanya sudah
menggunakan komputer sehingga datanya merupakan data digital.
dengan Namun
pengertian SIG saat ini lebih diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaaan teknologi komputer.
SIG secara
terkomputer merupakan alat yang handal untuk menangani data spasial karena data dipelihara dalam bentuk digital, sehingga lebih padat dibandingkan dalam bentuk konvensionallainnya (peta cetak atau tabel). Dengan demikian data dalam jumlah yang besar dapat dipanggil dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi, mempunyai kemampuan memanipulasi data spasial dan mengaitkan atribut serta mengintegrasikannya dengan berbagai tipe data dan prosedur dalam suatu analisis (Barns dan Wiradisastra 2000).
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran
Setiap perencanaan pembangunan wilayah memerlukan batasan praktikal yang dapat digunakan secara operasional untuk mengukur tingkat pengembangan wilayahnya.
Secara praktikal pemahaman filosofis demikian sukar diterapkan
sehinga perlu dicarikan berbagai tolok ukur yang multidimensional. Indikator
adalah
ukuran
kuantitatif
dan
atau
kualitatif
yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahapan setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Secara umum indikator kinerja memiliki fungsi untuk (1) memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan, (2) menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kegiatan/program dan dalam menilai kinerjanya, dan (3) membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja organisasi (Rustiadi et al. 2005). Dari berbagai pendekatan yang ada, setidaknya terdapat tiga kelompok cara dalam menetapkan indikator pembangunan yaitu: ( 1) indikator berbasis tujuan pembangunan, (2) indikator berbasis kapasitas sumberdaya, dan (3) indikator berbasis proses pembangunan. Berdasarkan indikator berbasis proses pembangunan, struktur proses pembangunan terdiri dari input, implementasi/proses, output, outcome, benefit,
dan impact (Rustiadi et al. 2005). Keterkaitan antar indikator pembangunan seperti ditampilkan pada Gambar
1 menunjukkan, pendapatan keluarga
dipengaruhi oleh biofisik wilayah, sumber daya manusia, social capital, dan infrastruktur.
25
r·-·-·-·-·-·-·-·-·-·- ·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·- ·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·- ·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·- ·-·-·-·-·-·-·1
Indikator Input dasar (capital)
- Biofisik wilayah -SDM - Social capital - Infrastruktur
........
- Tabunganllnvestasi Masyarakat - Investasi Swasta - DAU/APBN
._
...... r---- ---------------------~---------------------------, Indikator Input antara
Indikator Proses/ Implementasi
Output
• •
- Manajemen/administrasi Pembangunan Daerah - Dinamika Masyarakat
- PDRB -PAD - Produksi-produksi bruto - Realisasi Anggaran Pembangunan
r--
I I I I I I
----------------------·----------------------------: Outcome
Manfaat (Benefit)
- Pendapatan Keluarga - Penyerapan Tenaga Kelja - Keragaan-keragaan internal sistem usaha - Efisiensi Administrasi!Manajemen
-
•
Kesejahteraan Masyarakat Indeks Kualitas Hidup Pemerataan Dan Keadilan Sustainability
r--
-
r--
·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-1r-:-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-· Dampak
Keterangan
-----i•~ .----------I
•----------"
·-·-·-·-·-·-·"'": ·-·-·-·-·-·---~
- Dampak Ekstemal Inter-Regional - Dampak Jangka Panjang
Aliran Informasi Ruang Lingkup Pembangunan Wilayah Ruang Lingkup Pembangunan Jangka Panjang
Gambar 1 Keterkaitan antar lndikator Pembangunan Daerah Sumber : Rustiadi et a/. (2005)
.
26
Berdasarkan kondisi biofisik wilayab Kecamatan Pacet dan Cipanas berada pada wilayab dataran tinggi beriklim sejuk dengan struktur tanab yang gembur karena terbentuk dari baban induk yang berasal dari tuff vulkan gunung Pangrango, sehingga memiliki keunggulan komparatif untuk pengembangan wilayab berbasis agribisnis. Berdasarkan potensi ekonominya, dari basil analisis LQ diketahui babwa komoditi pertanian merupakan sektor basis di Kecamatan Pacet dan Cipanas (Bappeda 2003). Program pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cipanas dengan program peningkatan sumber daya manusia, sosial capital, dan pembangunan infrastruktur diharapkan dapat lebih menggali potensi sumber daya alam dan meningkatkan pendapatan petani.Adanya peningkatan pendapatan petani diharapkan mampu meningkatkan investasi masyarakat (tabungan), meningkatkan efek multiplier (dampak ganda) sehingga meningkatnya investasi swasta yang
berdampak pada meningkatnya nilai PDRB.
Sampai saat ini PDRB dapat
dikatakan sebagai ukuran produktifitas wilayab yang paling umum dan paling dapat diterima secara luas sebagai standar ukuran pembangunan dalam skala wilayab maupun negara. Walaupun dianggap memiliki kelemaban PDRB dinilai sebagai tolok ukur pembangunan yang paling operasional. Berkaitan dengan pengembangan kawasan agropolitan, pengembangan infrastruktur di perdesaan selain akan memudahkan aksesibilitas, menurunkan biaya transportasi dan meningkatkan pendapatan petani juga bisa meningkatkan nilai land rent dan meningkatkan expected value dari laban di masa yang akan datang. Hal ini bisa mendorong terjadinya proses alih kepemilikan dan alih fungsi laban di kawasan-kawasan agropolitan. Karena itu tentunya diperlukan langkablangkah untuk mengendalikan proses alih kepemilikan dan alih fungsi laban di kawasan agropolitan yang telab mempunyai infrastruktur perkotaan. Dalam hukum ekonomi pasar sebenamya alih fungsi laban berlangsung dari aktifitas dengan land rent yang lebih rendab ke aktifitas-aktifitas dengan land rent yang lebih tinggi, dimana land rent diartikan sebagai nilai keuntungan bersih
dari aktifitas pemanfaatan laban per satuan laban per satuan luas dalam waktu tertentu. Karena itu alih fungsi laban merupakan suatu konsekuensi logis dari perkembangan potensial land rent di suatu lokasi dan dapat dipandang sebagai
27
bagian dari pergeseran-pergeseran dinamika alokasi dan distribusi sumber daya menuju keseimbangan-keseimbangan baru yang lebih optimal. Disamping hal tersebut di atas dalam pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cipanas dijumpai adanya infrastruktur yang tidak dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, diduga hal ini terjadi karena adanya gap yang cukup Iebar antara aspirasi masyarakat dan program pengembangan kawasn agropolitan.
Dalam proses pembangunan, partisipasi juga menjadi
penting karena keterlibatan berbagai pihak dalam setiap tahapan proses pembangunan akan menyebabkan rasa kepemilikan mereka terhadap proses pembangunan cukup tinggi.
Karena adanya rasa ikut memiliki tersebut maka
kemauan untuk memperlancar proses pembangunan dan menjaga hasil-hasil pembangunan pun juga menjadi cukup tinggi. Pembangunan yang partisipatif selalu ditandai dengan terdapatnya prinsipprinsip: keterlibatan masyarakat luas dalam pengelolaan program (sejak perencanaan hingga evaluasi), negosiasi atau dialog (komunikasi), kerjasamakemitraan, pengembangan sikap saling percaya, kesederajatan-kesetaraan, serta peran aktor-aktif masyarakat. Adapun diagram alir kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 2. Latar Belakang : - Keb ijakan Pembangunan yang urban bias. -Dis paritas Perkotaan dan Perdesaan -Hubungan Perkotaan dan Perdesaan yang sating mem perlemah
q
t Program Optimalisasi Pemanfaatan Biofisik Wilayah I
Pembangunan Pertanian dan Perdesaan
•
Pengembangan Kawasan Agropolitan
•
Program Peningkatan SDM dan Penguatan Kelembagaan
Faktor Pendu kung:
¢J
- Sektor Unggulan Pengembangan Sayuran - Potensi Wilayah - Kelembagaan Petani
t Program Pengembangan lnfrastruktur dan Teknologi
I
..!~ Tujuan Penelitian : I. Pengaruh pengembangan kawasan agropolitan terhadap pendapatan usahatani petani 2. Pengaruh pengembangan kawasan agropolitan terhadap harga tanah dan faktor-faktor vane memoenearuhinva
Gambar 2 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian
I
28
Hipotesis 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani adalah peningkatan
produktivitas, penurunan biaya usahatani dan peningkatan harga. Program pengembangan kawasan agropolitan diharapkan mampu meningkatkan pemahaman petani dalam pemilihan komoditi dan teknologi budidaya sehingga dapat meningkatkan produktivitas pertaniannya.
Disamping itu
adanya pembangunan sarana transportasi berpengaruh menekan biaya transportasi sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani. 2. Adanya peningkatan pendapatan petani diharapkan mampu meningkatkan investasi masyarakat (tabungan), meningkatkan efek multiplier (dampak ganda) sehingga meningkatnya investasi swasta yang berdampak pada meningkatnya nilai PDRB. 3. Pembangunan infrastruktur di kawasan agropolitan meningkatkan aksesibilitas sehingga berpengaruh meningkatkan harga tanah. Meningkatnya harga tanab dapat mengakibatkan terjadinya alih kepemilikan laban dan alih fungsi laban.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di salab satu kawasan agropolitan yang secara spasial
mempunyai
keterkaitan
dengan
perekonomian
kota-kota
besar.
Merupakan kawasan yang cukup menarik untuk dijadikan studi kasus yaitu Kecamatan Pacet dan Cipanas di wilayab Kabupaten Cianjur. Kabupaten Cianjur ini mempunyai kedekatan spasial dengan kota Jakarta, Bogor dan Bandung dan merupakan daerah yang didominasi oleh wilayab perdesaan dengan sektor pertanian sebagai sektor unggulan daerah. Pengambilan data primer dilaksanakan pada Bulan Juli sampai dengan Agustus 2006, sedangkan pengolaban data dilaksanakan mulai Bulan September hingga November 2006.
Pengumpulan Data
Metode dan pendekatan studi yang digunakan adalab telaah pustaka dan surve1 lapangan.
Telaah pustaka dilakukan untuk mengumpulkan berbagai
informasi yang terkait dengan penelitian. Sumber data sekunder untuk telaah
29
pustaka dalam penelitian ini adalah dari berbagai buku, makalah, dan laporan terkait. Pengumpulan data pnmer dilakukan melalui survei lapangan dan wawancara yang dibantu dengan daftar pertanyaan terstruktur (kuisioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya (Lampiran 1). Data sekunder diperoleh dari studi pustaka maupun data-data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait antara lain Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Dinas Kimpraswil Kabupaten Cianjur, Bappeda Kabupaten Cianjur, BPS, dan Bakosurtanal. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dan dikumpulkan langsung dari responden dan
stake holder yang terkait dengan penelitian. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait yang telah tersedia dalam bentuk dokumen, studi literatur maupun peta. Data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ditampilkan pada Tabel 1. Tabell Aspek, Variabel dan Sumber Data :No 1.
Aspek Keragaan sosial ekonomi usaha tani
2.
Karakteristik pemasaran komoditas pertanian unggulan
3.
Akses terhadap lahan
4.
Kondisi fisik wilayah
Varia bel
SumberData
Luas lahan yang digarap petani, Responden, Dinas tingkat produksi, penggunaan sarana Pertanian produksi, tenaga kerja yang digunakan per luas lahan yang digarap (data eksisting tahun 2006). Jenis dan kapasitas produk yang Responden, Dinas dihasilkan petani,jenis dan kapasitas Pertanian kegiatan pengolahan, jenis dan kapasitas kegiatan pemasaran, pelaku pemasaran, karakteristik kelembagaan pemasaran (data eksisting tahun 2006). Status lahan yang dikelola petani, Responden sistem pengelolaan lahan dan -~nlualan lahan. Posisi geografis, batas sosial Badan Pusat administratif, luas wilayah, Statistik (BPS), topografi, tata guna lahan, Bappeda infrastruktur Kabupaten Cianjur tahun 2003
30
L anu .tanTbll a e
Varia bel
Aspek
No 5.
Kondisi sosial ekonomi wilayah
PDRB, kepadatan penduduk
6.
Karakteristik pelayanan wilayah
Jumlah dan jenis fasilitas pelayanan
7.
Pola spasial wilayah
Peta admistrasi wilayah, peta jaringan jalan, dan peta landuse
8.
Bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat
9.
Jenis dan jumlah infrastruktur yang telah dibangun dan dampaknya bagi masyarakat petani
10.
Kebijakan pengembangan Kawasan Agropolitan
Tingkat kedalaman partisipasi, keterlibatan dalam setiap tahapan pembangunan kawasan dan persepsi yang berkembang (data eksisting 2006). Struktur penguasaan sarana prasarana penunjang pertanian, dan distribusi manfaat dari nilai tambah yang dihasilkan dari pengembangan infrastruktur kawasan Agropolitan(data eksisting 2006). Master Plan Kawasan Agropolitan
Somber Data BPS, Bappeda Kabupaten Cianjur tahun 2005 BPS tahun 2005
Bakosurtanal, Bappeda Kabupaten Cianjur tahun 2005 Responden
Responden, Dinas Pertanian, Dinas Kimpraswil, Bappeda Kabupaten Cianjur Bappeda Kabupaten Cianjur tahun 2003
Penentuan Responden Untuk mengetahui dampak Kawasan Agropolitan terhadap pendapatan petani dan harga tanah digunakan data primer yang dilakukan dengan teknik wawancara dengan menggunakan kuisioner. Populasi responden adalah petani sayuran di kawasan agropolitan.
Kawasan agropolitan yang diteliti meliputi
Kecamatan Pacet dan Cipanas yang terdiri dari 14 desa. Teknik sampling atau penarikan contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penarikan sample acak berlapis (stratified random
sampling).
Dalam penarikan sampel acak berlapis wilayah penarikan sample
(populasi) dibagi kedalam subpopulasi yang disebut lapisan atau strata. Bila strata telah ditentukan kemudian dilakukan penarikan sample secara acak pada masingmasing strata (Cochran 1991). Jumlah responden pada wilayah sample ialah 89 orang, jumlah responden setiap strata diambil representatif sesuai dengan luas tanam komoditi sayuran.
31
Wilayah penarikan sample dibagi menjadi 3 strata yaitu strata 1 (wilayah inti), strata 2 (wilayah transisi), dan strata 3 (wilayah hinterland). Hal ini berkaitan dengan penataan ruang kawasan agropolitan yang membagi kawasan agropolitan menjadi wilayah inti (Desa Pusat Pertumbuhan) yang mencakup Desa Sindangjaya dan Desa Sukatani, dan wilayah hinterland, yang terdiri dari 12 desa lainnya. Adanya strata 2 (transisi) adalah untuk mengetahui pengaruh pengembangan kawasan agropolitan terhadap wilayah hinterland yang berbatasan atau dekat dengan wilayah inti. Pembuatan strata dilakukan dengan aplikasi SIG dengan menggunakan fasilitas buffer. Dalam pembuatan strata tersebut yang dijadikan pusat atau centroid adalah gedung pengelola kawasan agropolitan. Dasar pemilihan centroid
tersebut adalah karena gedung pengelola kawasan agropolitan ini menjadi pusat aktifitas penyuluhan dan pelayanan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cipanas. Jarak antara wilayah inti terhadap pusat adalah 3 km, mencakup desa-desa inti yaitu Sindangjaya dan Sukatani, jarak wilayah transisi terhadap pusat adalah 6 km mencakup Desa Ciloto, Sindanglaya, Cipendawa, Ciherang, Ciputri, sedangkan jarak wilayah hinterland terhadap pusat adalah 9 km mencakup Desa Batulawang, Sukanagalih, Cibodas dan sebagian Desa Ciputri (Gambar 3).
32
715000
720000
725000
+
+
+
Kabupcten Bogor Kecamala:l SukarnakmiS
0
§ !E3 m
0
§ "'mN
720000
LEGENDA: •
Pasar Cipa'las
•
F\Jsat Agrcpolitan
0
Responden
N
JalanNegua
N
Jalan Kabupalen
O
wilayah inti
O
wilayah transisi
O
wilayah hinter1atd
O
wilayah admiristrasi
STRATA PADA WILAYAH PENARIKAN SAMPLE KECAMATAN PACET DAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR
0
1
2 Km
l""'w.~
•
Sumber:
Sap peda Kabu paten Cianjur Ha s~ Survey Lapan gao
Gambar 3 Strata pada wilayah penarikan sample dan sebaran responden di Kecamatan Pacet dan Cipanas Kabupaten Cianjur.
33
Metode Analisis Analisis Usahatani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik usahatani yang dilakukan oleh petani di kawasan agropolitan. Dalam analisis ini, diidentifikasi pola tanam yang digunakan dan biaya-biaya yang digunakan untuk keperluan tenaga kerja, benih, pupuk, pestisida dan peralatan. Dengan mengetahui jumlah biaya-biaya yang harus dikeluarkan persatuan lahan, dan produksinya persatuan luas maka dapat dihitung besamya pendapatan. Tingkat pendapatan yang akan diukur dibatasi hanya pada pendapatan pertanian saja (on farm), spesifik pada usahatani komoditi sayuran sebagai komoditi unggulan (sektor basis) pada program pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Tingkat pendapatan petani dihitung per tahun dengan unit luasan lahan rata-rata yang dimiliki responden di kawasan agropolitan yaitu 3.000 m2 .
Teknologi SIG, Analisis Cross Tab dan Analisis Chi Square Data tingkat pendapatan petani diinput kedalam data atribut dengan perangkat SIG untuk mengetahui sebaran tingkat pendapatan petani secara spasial di kawasan agropolitan Kecamatan Pacet dan Cipanas. Data tingkat pendapatan petani per ha/tahun kemudian diklasifikasi menjadi 3 kelas tingkat pendapatan menggunakan fasilitas query builder dan calculate. Pengelompokan tingkat pendapatan dilakukan untuk memudahkan interpretasi data karena tingkat pendapatan petani sangat bervariasi mulai Rp 7.000.000/tahun hingga Rp 50.000.000/tahun (Lampiran 2,3 dan 4) Untuk mengetahui keterkaitan antara wilayah sampel dengan tingkat pendapatan petani, dilakukan analisis cross tab. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh wilayah sampel terhadap tingkat pendapatan petani digunakan analisis
chi square. Selanjutnya untuk melihat kondisi eksisiting karakteristik usahatani di wilayah penelitian baik mengenai pola tanam, teknologi budidaya, maupun persepsi masyarakat terhadap agropolitan dan kaitannya terhadap pendapatan petani dilakukan analisis deskriptif.
Berbagai informasi ini secara langsung
34
maupun tidak langsung juga akan melengkapi basil analisis usahatani yang sudah dilakukan sebelumnya.
Teknologi SIG Untuk Menghitung Jarak Untuk mengukur jarak antara laban responden dengan peubah jarak terbadap fasilitas, digunakan analisis jarak dengan perangkat SIG dengan fasilitas identify feature within distance (Lampiran 5 dan 6). Data mengenai fasilitas-
fasilitas diperoleh dari Peta Rupa Bumi tahun 1999.
Sedangkan untuk
menambahkan data fasilitas terbaru seperti gedung pengelola agropolitan, STA diperoleb berdasarkan basil survey yang diukur posisinya dengan menggunakan GPS. Data mengenai lokasi pemukiman diperoleb dari peta land use tahun 2005 yang berasal dari Bapeda Cianjur.
Demikian pula dengan peta jaringan jalan
diperoleb dari Bappeda Cianjur. Selanjutnya untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terbadap barga tanah digunakan analisis regresi berganda.
Analisis Regresi Berganda Mempengaruhi Harga Tanah
untuk
Melihat
Faktor-Faktor
yang
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari serangkaian variabel bipotetik yang secara logis berpengaruh terbadap barga tanah. Analisis ini dilakukan dengan menyusun suatu persamaan dengan lebib dari satu independent variable. Bentuk persamaan umumnya adalah:
dimana: Y
=
Harga tanah (dependent variable)
Po
=
Koefisien fungsi regresi (intersept)
Xn
=
Variabel penjelas (independent variable) ditampilkan pada Tabel2
Pn
=
Koefisien variabel penjelas
Analisis regresi berganda sebagai tools untuk melibat faktor-faktor yang mempengarubi barga tanah digunakan dengan asumsi pada independent variable tidak terjadi multicolinearity.
Jika temyata setelah dilakukan analisis terjadi
multicolinearity maka akan dilakukan step wise regresion. Data barga tanah yang
35
digunakan untuk menduga persamaan regresi berganda ini adalah data harga lahan pertanian (per m 2 ) yang merupakan data primer hasil wawancara dengan 89 responden di wilayah penarikan sample. Variabel-variabel yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanah disajikan pada Tabel 2.
Variabel lain yang lazim
mempengaruhi harga tanah untuk peruntukan pemukiman seperti adanya jaringan listrik, jaringan air bersih, jarak terhadap tempat pembuangan sampah akhir, tidak digunakan dalam penelitian ini karena sample lahan yang digunakan adalah lahan pertanian. Variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi harga lahan pertanian seperti jarak terhadap fasilitas pertanian seperti KUD, jarak terhadap fasilitas ekonomi seperti perbankan, tidak digunakan dalam analisis karena memiliki korelasi yang tinggi dengan peubah jarak terhadap jalan provinsi dan Pasar Cipanas. Karena pada umumnya fasilitas-fasiltas tersebut berada disepanjangjalan provinsi disekitar Pasar Cipanas. Demikian pula jarak terhadap fasilitas sosial seperti kantor desa, kantor camat, tidak digunakan dalam analisis karena memiliki korelasi yang tinggi dengan peubah jarak terhadap pemukiman.
Jika peubah-
peubah di atas tetap digunakan dalam analisis maka pada independent variable akan terjadi multico/inearity. Oleh karena itu untuk mengetahui pengaruh fasilitas pertanian, ekonomi, dan sosial terhadap harga tanah diwakili oleh tingkat perkembangan desa atau hirarki wilayah sebagai dummy. Tabel2
Kode
y
XI X2 X3 X4 X5 X6
Variabel-variabel dalam analisls regresi berganda pada fungsi harga tanah Nama Variabel Harga tanah Jarak terhadap jalan provinsi Jarak terhadap jalan kabupaten Jarak terhadap pemukiman Jarak terhadap Pasar Cipanas Jarak terhadap Gedung Pengelola Agropolitan Tingkat Perkembangan Desa (dummy)
Satuan!Kategori Rp/m~
km km km km km tinggi, sedang, rendah
36
Analisis Skalogram Untuk Menentukan Tingkat Perkembangan Desa dan Kaitannya dengan Harga Tanah Analisis skalogram digunakan untuk untuk menentukan hirarki wilayah dan mengetahui tingkat perkembangan desa di Kecamatan Pacet Dan Cipanas. Berdasarkan konsep wilayah nodal pusat atau hinterland suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas umum, industri, dan jumlah penduduknya. Unit wilayah yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum industri, dan jumlah penduduknya dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling lengkap dibandingkan unit wilayah yang lain akan menjadi pusat atau mempunyai hirarki yang lebih tinggi. Untuk analisis skalogram ini unit data yang digunakan adalah tingkat desa. Sedangkan data yang digunakan untuk analisis skalogram adalah data jumlah dan jenis fasilitas berdasarkan data potensi desa (podes) tahun 2005 (Lampiran 7). Secara lengkap diagram alir metodologi penelitian yang memuat data-data dan metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ditunjukkan pada Gam bar 4.
37
Pengembangan Kawasan Agropolitan
Data sekunder : - Peta administrasi - Peta Land Use - Penataan Ruang Kawasan
•
I
Wilayah Sampel (Strata I. 2. 3~
•
Penarikan Responden
•
Pengumpulan Data Primer: pendapatan, pengeluaran dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
•
Analisis Cross Tab, Anal isis Chi Sauare
+
Tujuan Penelitian I : Pengaruh terhadap pendapatan usahatani petani
I
J
•
Pengumpulan Data Primer: Harga tanah
Data sekunder: Fasilitas, Peta Land Use, Peta Jaringan Jalan
I
I
I
+
Analisis Regresi Berganda
+
Tujuan Penelitian 2 : Pengaruh terhadap harga tanah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
Gambar 4 Diagram alir metodologi penelitian.
I
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Wilayah Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur dengan total luas wilayah 10.880,363 ha. Kecamatan Cipanas merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Pacet yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur No.05 Tahun 2005. Kecamatan Pacet dan Cipanas terdiri dari 14 desa yaitu Desa Sukatani, Sindangjaya, Sindanglaya, Cipanas, Gadog, Palasari, Sukanagalih, Cimacan, Ciloto, Batulawang, Cibodas, Cipendawa, Ciherang, dan Ciputri.
Secara
geografis, Kecamatan Pacet berada di wilayah Cianjur Bagian Utara dengan bentuk topografi datar sampai dengan berbukitlbergunung-gunung. Kecamatan Pacet dan Cipanas secara administratif di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaresmi, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cugenang, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Sukabumi (Gambar 5).
Topografi dan Fisiografi Kecamatan Pacet dan Cipanas berada pada ketinggian 941 sampai 1.559 meter diatas permukaan laut. Dengan sistem fisiografi secara umum merupakan sistem volkan yang merupakan lereng sebelah Timur Gunung Gede. Topografi daerah studi beragam dari datar hingga bergunung. T opografi datar hingga berombak (kemiringan lererig 0-8%) ditemui di daerah Timur dan Selatan daerah studi. Topografi berombak sampai berbukit (kemiringan lereng 830%) ditemui di bagian Barat dan Selatan. Topografi berbukit sampai bergunung (kemiringan lereng 30-60%) ditemui di bagian Utara daerah studi. lklim
Suhu rata-rata bulanan daerah studi berkisar antara 19-22 °C. Curah hujan rata-rata mencapai 316,2 mm/bulan dengan rataan hari hujan sebanyak 17 hari /bulan. Berdasarkan klasifikasi Koppen, iklim di daerah studi termasuk tipe iklim Afa. Tipe iklim Afa adalah iklim hujan tropik dengan suhu bulan terdingin > 18 °C, curah hujan > 60 mm/bulan dan suhu rata-rata bulan terpanas >22,2 °C.
39
715000
720000
725000
730000
+
+
l..okasi Penelitian
0
§
+
lEI
0>
Kabup~en
Bogor Kecamatan Sukamakmur
0
§ lEI
0> • . __ _ _ _ _ ___.
Kabup~en Bogor Kecamatan Cisarua
+
0
§
+
l(l
"'
+
+
71 000
720000
LEG EN~
N N D
WILAYAH PENELITIAN KECAMATAN PACET DAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR
Jalan Negara Jalan Kabupaten wilayah admiristrasi
1 0
,..._
--
1
2 Km
•
Sumber: Bappeda Kabu paten C ian ju'
Gambar 5 Wilayah penelitian di Kecamatan Pacet dan Cipanas.
IS
8
40
Jenis Tanah
Terdapat enam jenis tanah di daerah studi, yaitu: Andosol Distrik, Latosol Kambik Distrik, Podsolik Argilik, Kambisol Distrik, Regosol Distrik; dan Regosol Eutrik (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1980). Andosol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat porous, mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan serta sedikit silikat, alumina atau hidroxida-besi. Jenis tanah ini tersebar di daerah volkan (Rachim dan Suwardi 2002). Latosol merupakan tanah yang dihasilkan dari proses latosolisasi. Dalam proses pembentukan Latosol, basa-basa cepat dibebaskan, bahan organik cepat terdekomposisi, pelarutan silikat dirangsang, dan pelarutan besi, alumunium, dan mangan dihambat.
Proses latosolisasi menyebabkan Latosol kaya akan
seskuioksida dan miskin silikat (Soepardi 1983). Podsolik terbentuk akibat proses podsolisasi. Podsolisasi merupakan proses pencucian unsur kecuali silikat. Tanah yang terbentuk memiliki lapisan atas yang pucat karena semua unsur tercuci kecuali silikat yang sebagian besar dalam bentuk kuarsa (Rachim dan Suwardi 2002). Kambisol memiliki horison penciri kambik yaitu horison penimbunan liat dan seskuioksida tetapi belum memenuhi sebagai horison argilik atau spodik. Regosol adalah tanah yang memiliki kadar fraksi pasir 60% atau lebih pada kedalaman antara 25-100 em dari permukaan tanah mineral. Tanah ini tidak mempunyai horison diagnostik atau horison apapun selain horison A okrik, horison H histik atau sulfurik (Rachim dan Suwardi 2002).
Kependudukan
Total jumlah penduduk di daerah studi berdasarkan data BPS tahun 2005 sebagaimana disajikan pada Tabel 3 adalah sebanyak 165.975 orang, yang terdiri dari 39.277 keluarga. Jumlah keluarga pertanian adalah 42,6% dari total jumlah keluarga (16.732 keluarga) yang terdiri dari keluarga pertanian tanaman pangan sebanyak 15.114 keluarga, keluarga Petemak Besar/Kecil sebanyak 822 keluarga, dan keluarga tanaman perkebunan sebanyak 25 keluarga. Sedangkan 57,4% dari total jumlah keluarga bekeija pada sektor non-pertanian seperti perdagangan, jasa, keuangan, pemerintahan dan sebagainya.
41
Tabel 3 Jumlah penduduk dan jumlah keluarga di Kecamatan Pacet dan Cipanas
No.
NamaDesa
Ciputri Ciherang Cipendawa Cibodas Gadog 5 Sindanglaya 6 Cipanas 7 Sukatani 8 Sindangjaya 9 Cimacan 10 Palasari II Ciloto 12 Batulawang 13 Sukanagalih 14 Jumlah Sumber : BPS tahun 2005 I 2 3 4
Jumlah Penduduk (org)
Jumlah Keluarga (kel)
9.107 13.119 15.758 8.203 9.943 16.098 12.396 10.155 10.327 15.911 10.789 7.539 11.258 15.372
2.010 3.233 3.664 2.092 2.060 3.495 2.881 2.497 2.295 4.042 2.896 1.996 2.700 3.416 39.277
165.915
Jumlah keluarga pertanian tan am an
Jumlah Keluarga Pertanian (%)
~angan
58 50 50 60 6 14 25
65 65 60 40 40 60
54 46,2
Jumlah Keluarga Tanaman Perkebunan (kel)
Jumlah Keluarga Petemak Besar/Kecil
1.703 1.726 315 1.198
76 73 86 0
565
56
827 331 1.326 1.506 1.391 850 340 1.468 1.568 15.114
0 30
25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25
59 38
135 58 85
58 68 822
Status kepemilikan lahan petani di kawasan agropolitan berdasarkan data BPS tahun 2005 dapat dibagi tiga yaitu sebagai pemilik saja (termasuk dikuasai oleh orang luar), pemilik sekaligus penggarap, dan
penggarap/penyewa.
Dari
total jumlah keluarga petani sebanyak 15.114 keluarga, 26% dari keluarga petani adalah pemilik saja, 52% adalah pemilik sekaligus penggarap, sedangkan 22% adalah penggarap atau penyewa (Tabel4). Tabel4 Akses petani terhadap lahan di Kecamatan Pacet dan Cipanas
No.
NamaDesa
Luas (ha)
Ciputri 486 2 Ciherang 560 Cipendawa 896 3 4 Cibodas 509 234 5 Gadog Sindanglaya 251 6 Cipanas 7 153 Sukatani 269 8 Sindangjaya 9 434 10 Cimacan 636 Palasari II 379 Ciloto 12 431 Batulawang 13 1.908 Sukanagalih 14 763 Jumlah 7.908 Sumber : BPS tahun 2005
Pemilik saja (termasuk dikuasai oleh orang luar) (%)
Pemilik sekaligus penggarap
25 25 30 20 10
55
55 25 30 15 30 20 30 25 25 26
(%)
45 45
65 65 20 60 50 60 45 60 45
55 55 52
Penggarapl penyewa (%)
20 30 25 15 25 25 15 20 25 25 20 25 20 20 22
Jumlah keluarga pertanian tan am an pangan
1.703 1.726 315 1.198
565 827 331 1.326 1.506 1.391 850 340 1.468 1.568 15.114
42
Fasilitas dan Aksesibilitas Pembangunan fasilitas sekolah dasar (SD) dan taman kanak-kanak (TK) di Kecamatan Pacet dan Cipanas cukup merata. Seluruh desa di Kecamatan Pacet dan Cipanas memiliki fasilitas sekolah TK dan SD. sekolah tingkat SLTP Negeri hanya ada di Desa
Namun untuk fasilitas Cipendaw~ Sindanglay~
Cipanas, dan Palasi, sedangkan fasilitas sekolah tingkat SLTP Swasta terdapat di Desa Ciherang,
Cipendaw~
Gadog,
Sindanglay~
Cipanas, Sukatani,
Sindangjay~
Cimacan, dan Sukanagalih. Fasilitas pendidikan tingkat SMU swasta dan yang sederajat hanya terdapat di Desa Ciherang,
Cipendaw~ Sindanglay~
dan Cipanas.
Sedangkan fasilitas akademilperguruan tinggi swasta dan yang sederajat hanya terdapat di Desa Gadog (Tabel5). Tabel 5 Jumlah fasilitas pendidikan di Kecamatan Pacet dan Cipanas
No.
NamaDesa
l 2 3 4 5 6 7
Ciputri Ciherang Cipendawa Cibodas Gadog Sindanglaya Cipanas Sukatani Sindangjaya Cimacan Palasari Ciloto Batulawang Sukanagalih Jumlah
8 9
10 11 12 13 14
Jumlah TK Swasta
Jumlah SD Negeri
Jumlah SD Swasta
l 2
4 6
3
5 5
0 0
2
2
8
8 0
2 1 2
2 2 l
0 2 19
5 2 4 6
0
3 1
0
Jumlah SLTP Negeri dan yang Sederajat
Jumlah SLTP Swasta dan yang Sederajat
Jumlah SMU Swasta dan yang Sederajat
0 0
0
0
0 0
0 2 2
0 0 0
5
0
1
3 5 3 63
2
0 0 0
0 4 23
l 1
4
0 0 0 11
1
0 0 2
0 0 0 0 0 0 0
Jumlah Akademi IPT Swasta dan yang Sedera·at
0 0 0 0 l
0 0 0 0 0 0 0 0 0
5
Kecamatan Pacet dan Cipanas memiliki aksesibilitas antar desa yang kurang baik. Hal ini dikarenakan jaringan jalan di kawasan ini cenderung berbentuk dendritik yang keseluruhannya bermuara pada jalan provinsi dan terpusat pada terminal yang berada di Desa Cipanas. Jaringan jalan di kawasan ini memiliki total panjangjalan 431,2 km dengan kerapatan 39,6 mlha.
43
Sebagian besar penduduk di kawasan ini menggunakan sarana angkutan umum sebagai alat transportasi utama. Fasilitas angkutan umum yang terdapat di Kecamatan Pacet dan Cipanas bennuara di satu terminal yang terletak di Desa Cipanas. Penggunaan Laban Penggunaan Lahan di Kawasan Agropolitan Pacet-Cipanas didominasi oleh kebun campuran dan tegalan. Dari basil klasifikasi Citra Landsat TM PathRow 122-065 tahun 2002 (lampiran), penggunaan lahan untuk kebun campuran mencapai 3536,96 ha (32,51 %) dan tegalan sebesar 3438,27 ha (31,60 %). Sedangkan penggunaan lahan untuk permukiman seluas 2036,41 ha (18,72 %), hutan seluas 1660,77 ha (15,26 %), sawah seluas 169, 22 ha (1,56 %) dan semak belukar seluas 38,74 ha (0,36 %). Karakteristik Umum Kawasan Agropolitan Cianjur Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 312ffU.210/NX/2002, SK Gubemur No. 660/39/Dalprog/2002, dan SK Bupati No 521.3 Kep 175-Pc 2002 cakupan wilayah Kawasan Agropolitan Cianjur meliputi Kecamatan Pacet dan Cipanas sebagai kecamatan inti (wilayah inti pengembangan) dan Kecamatan Cugenang dan Sukaresmi sebagai wilayah hinterland-nya. Secara administrasi kawasan agropolitan ini di sebelah Utara dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Bogor,
Sebelah Selatan dengan Kecamatan Warungkondang dan Kecamatan
Cianjur, Sebelah Timur dengan Kecam!ltan Cikalong Kulon dan Kecamatan Mande. Namun secara fungsional program pengembangan kawasan agropolitan hanya berlangsung di Kecamatan inti yaitu Kecamatan Pacet dan Cipanas, dengan desa inti atau Desa Pusat Pertumbuhan adalah Desa Sindangjaya dan Desa Sukatani, dan sebagai hinterland adalah 12 desa lainnya di Kecamatan Pacet dan Cipanas. Dasar ditetapkannya Kabupaten Cianjur sebagai kawasan agropolitan adalah adanya Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997, tentang RTRW Nasional dimana kawasan puncak ditetapkan sebagai kawasan andalan dengan sektor andalan pertanian tanaman pangan, serta Keputusan Presiden No 114 T ahun 1999,
44
tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur), yang menetapkan kawasan Bopunjur sebagai kawasan konservasi tanah dan air. Pemilihan Kecamatan Pacet dan Cipanas sebagai kawasan agropolitan karena memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di Kabupaten Cianjur diantaranya adalah (1) letaknya yang strategis, yaitu dilalui jalan provinsi yang menghubungkan antara ibukota provinsi Jawa Barat (Bandung) dengan ibukota negara (Jakarta), (2) memiliki sektor basis yaitu komoditi sayuran dataran tinggi, (3) luasan laban pertaniannya cukup tinggi yaitu sekitar 7.908 ha, (4) potensi keindahan alam yang dapat mendukung program pengembangan agrowisata (Gambar 6), serta (5)
karena keberadaan 3 obyek
wisata dari 4 obyek wisata primadona di kecamatan tersebut yaitu Istana Kepresidenan Cipanas, Kebun Raya Cibodas, dan Taman Nasional Gede Pangrango, sedangkan obyek wisata primadona lainnya yaitu Taman Bunga Nusantara berada di Kecamatan Sukaresmi. Adanya potensi wisata tersebut memotivasi Pemda Cianjur untuk juga mencanangkan program agrowisata disamping agropolitan yang diharapkan apabila dikembangkan secara terpadu dapat menunjang perkembangan Kecamatan Pacet dan Cipanas sebagai kawasan agropolitan.
Gambar 6 Pemandangan yang indah di Desa Pusat Pertwnbuhan.
45
Beberapa program pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan di kawasan agropolitan diantaranya adalah pembangunan gedung pengelola kawasan agropolitan, infrastuktur transportasi, jalan usaha tani, infrastuktur pengairan ke hamparan petani, packing house yang berfungsi sebagai tempat penanganan pasca panen (pencucian, sortasi, dan packing), dan Stasiun Terminal Agribisnis (STA) Cigombong yang dilengkapi dengan cool storage.
Infrastruktur tersebut
semuanya berlokasi di DPP, kecuali STA Cigombong yang berlokasi di Pasar Cigombong Desa Ciherang Kecamatan Pacet. Kegiatan yang telah berkembang dengan adanya program agropolitan diantaranya adalah
berkembangnya
agribisnis sayuran dataran tinggi, penumbuhan pos pelayanan agen hayati, pengembangan pupuk Bokashi, penumbuhan agroindustri dalam skala home
industri (Gambar 7).
Gambar 7 Beberapa program pengembangan kawasan agropolitan.
Tingkat Perkembangan Desa di Kawasan Agropolitan Berdasarkan konsep wilayah nodal, pusat atau hinterland suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas urnurn, industri dan jumlah
46
penduduknya. Unit wilayah yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum, industri dan jumlah penduduknya dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling lengkap dibandingkan dengan unit wilayah yang lain akan mempunyai hirarki paling tinggi dan merupakan desa dengan tingkat perkembangan paling tinggi serta menjadi pusat pelayanan. Sebaliknya jika suatu wilayah mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum serta jumlah penduduk dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling rendah merupakan desa dengan tingkat perkembangan paling rendah dan menjadi wilayah hinterland dari unit wilayah yang lain. Dengan cara ini, selanjutnya dapat ditentukan hirarki dari seluruh unit wilayah dalam suatu cakupan administrasi wilayah yang lebih luas. Hasil analisis skalogram berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas umum, industri dan jumlah penduduknya, wilayah di kawasan agropolitan dapat dibagi menjadi tiga hierarki (Gambar 8). Desa hierarki I adalah Desa Cipanas, dengan kata lain Desa Cipanas merupakan wilayah yang tingkat perkembangannya paling tinggi dan menjadi pusat pelayanan bagi wilayah lainnya dalam kawasan agropolitan. Meskipun secara administrasi Desa Cipanas merupakan desa dengan luas wilayah paling kecil namun mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling tinggi. Desa-desa yang termasuk kategori desa hirarki II atau memiliki tingkat perkembangan sedang adalah desa-desa yang secara spasial berdekatan dengan desa hirarki I atau Desa Cipanas yaitu Desa Palasari, Sindanglaya, Gadog, dan Cipendawa. Dari peta terlihat bahwa desa-desa dengan tingkat perkembangan tinggi dan sedang (hirarki I dan II) umumnya berada di dekat jalan provinsi maupun jalan kabupaten. Sedangkan desa-desa yang termasuk kedalam kategori hirarki III atau desa dengan tingkat perkembangan rendah adalah Desa Batulawang, Sukanagalih, Ciloto, Cimacan, Sindangjaya, Sukatani, Cibodas, Ciherang, dan Ciputri. Desa-desa hirarki III mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling rendah dengan demikian desa-desa tersebut merupakan wilayah hinterland dari wilayah Kecamatan Pacet dan Cipanas.
47
nfJ()()()
+
+
Kabupaten Bogor Kecamata'l Sukamakml6
Kabupaten Bogor Kecamata'l Cisarua
+
+
+
LEG ENDA:
N N -
+
TINGKAT PERKEMBANGAN DESA KECAMATAN PAGET DAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR
Jalan N903ra Jalan Kabupalen
1 Tmggi
-
Sedang
0
Rendah
0
1
2Km
""'"____,
•
Sl6nber. Bappeda Kabupalen Cianjur Has~ Survey l.apangan
Gambar 8 Tingkat perkembangan desa hasil analisis skalogram di Kecamatan Pacet dan Cipanas Kabupaten Cianjur.
BASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pengembangan Kawasan Agropolitan terhadap Pendapatan Usahatani Petani Pola Spasial Pendapatan Usahatani Petani
Berdasarkan basil analisis usahatani, tingkat pendapatan petani di wilayah sample dengan rata-rata luas laban yang dikelola 3000 m2, sangat bervariasi
mulai Rp 7.000.000/tahun hingga Rp 50.000.000/ tahun. Untuk memudahkan interpretasi data tingkat pendapatan petani dibagi menjadi 3 kelas tingkat pendapatan yaitu tingkat pendapatan rendah (< Rp 15 juta), tingkat pendapatan sedang (Rp 15 juta- Rp 30 juta), dan tingkat pendapatan tinggi (> 30 juta). Hasil analisis crosstab antara persentase jumlah petani
pada berbagai tingkat
pendapatan dengan wilayah sample, terdapat kecenderungan persentase jumlah petani dengan tingkat pendapatan tinggi dan sedang di wilayah inti lebih banyak dibandingkan wilayah transisi maupun hinterland.
Persentase jumlah petani
dengan tingkat pendapatan rendah paling banyak berada di wilayah hinterland. Sedangkan dominan persentase jumlah petani
baik di wilayah inti, transisi,
maupun hinterland berada pada tingkat pendapatan sedang (Gambar 9).
-
~ 40
+---
E 30
+---
.c ..!!!
.....::s
OPetani Berpendapatan T inggi •Petani Berpendapatan Sedang 0 Petant Berpendapatan Rendah
20 10
inti
transisi
hinterland
wilavah samole
Gambar 9
Persentase jumlah petani pada berbagai tingkat pendapatan di kawasan agropolitan.
49
Kondisi ini menunjukkan semakin dekat wilayah sample dengan pusat agropolitan (wilayah inti) persentase jumlah petani dengan tingkat pendapatan tinggi dan sedang semakin banyak, dan semakin jauh wilayah sample dengan pusat agropolitan (wilayah hinterland) persentase jumlah petani dengan tingkat pendapatan rendah semakin tinggi.
Sedangkan pada wilayah transisi yang
berbatasan dengan wilayah inti dan hinterland persentase jumlah petani pada berbagai tingkat pendapatan konsisten menunjukkan nilai diantara nilai wilayah inti dan hinterland.
Pola spasial (distribusi) petani pada berbagai tingkat
pendapatan di wilayah sample tersebut dapat lebihjelas dilihat pada Gambar 10.
l£GEN~
. ,....,c_
• •
I'UuCAQr-on
•
Rp15)1ta · Rp30 ...
•
> Rp30~1a
POLA SPASIAL PENDAPATAN PETANI KECAMATAN PACET DAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR
-t 1
0
1
2 Km
N .-.N_. Af.-.~
CJ_ _ CJ .._...
o ..... ......,N
CJ.._ _ .......
0 Surnber:
Boppoclo Kapoltn
Cion~
Hotl SUrvey lapongo n
Gambar 10 Pola spasial pendapatan petani di kawasan agropolitan
50
Pengarub Program Agropolitan terhadap Tingkat Pendapatan Usahatani Petani Hasil analisis usahatani pada wilayah sample menunjukkan terdapat kecenderungan rata-rata tingkat pendapatan petani per tahun dengan luas lahan rata-rata yang dikelola petani sebesar 3000m2 , di wilayah inti lebih tinggi dibandingkan wilayah transisi dan hinterland (Gambar 11).
Rata-rata tingkat
pendapatan petani di wilayah inti sebesar Rp 23.859.966/tahun, rata-rata tingkat pendapatan petani di wilayah transisi sebesar Rp 21.169 .683/tahun, sedangkan rata-rata tingkat pendapatan petani di wilayah hinterland sebesar Rp18.635.382 I tahun (Gambar 11). Artinya semakin dekat ke pusat agropolitan rata-rata tingkat pendapatan petani semakin tinggi, dan semakin jauh dari pusat agropolitan ratarata tingkat pendapatan petani semakin rendah. Namun demikian secara statistik rata-rata tingkat pendapatan petani pada wilayah sampel tidak signiftkan ( DF
=
2, P-Value = 0,455).
~
-
15000000 +---
inti
transisi
hinterland
wilayah sample
Gambar 11 Rata-rata tingkat pendapatan petani di kawasan agropolitan. Rata-rata tingkat pendapatan di wilayah inti lebih baik karena adanya infrastruktur pengairan sehingga budidaya sayuran bisa dilakukan lebih intensif dibandingkan wilayah transisi dan hinterland.
Jika sebagian besar wilayah
transisi dan hinterland menanam komoditi utama seperti wortel, 2 kali musim
51
tanam dalam setahun, maka pada wilayab inti dapat dilakukan sebanyak 3 kali musim tanam dalam setahun. Tingkat pendapatan petani juga sangat dipengaruhi oleh komoditi yang diusahakan. Petani di wilayab inti lebih selektif dalam memilih komoditi sayuran yang akan diusahakan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Berdasarkan basil survey terdapat indikasi babwa petani dengan tingkat pendapatan tinggi umumnya menanam komoditi utama seledri atau komoditi introduksi seperti brokoli, bit, lettuce, dan timunjepang (Lampiran 3). Komoditi seledri merupakan komoditi yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena luas tanam yang tidak terlalu besar dibandingkan wortel dan bawang daun, harga yang relatif stabil, dan produktivitas yang tinggi asalkan dengan pemeliharaan yang intensif.
Brokoli, bit, lettuce dan timun jepang
termasuk komoditi introduksi yang meskipun bukan komoditi unggulan namun sudab mulai budidayakan. Harga komoditi tersebut relatif tinggi dibanding komoditi sayuran lainnya namun memerlukan pemeliharaan yang intensif dalam budidayanya sehingga membutuhkan input yang tinggi.
Jumlab permintaan
terhadap komoditi introduksi tersebut tidak terlalu besar sehingga sangat jarang petani yang menanam komoditi tersebut. Namun apabila petani mampu untuk menembus pasar komoditi tersebut maka akan mendapat keuntungan yang tinggi. Komoditi sayuran yang ditanam di wilayab inti juga umumnya lebih variatif dibandingkan wilayab transisi dan hinterland.
Jika umumnya petani
menanam dua komoditi perluasan laban yang dikelola per musim tanam maka di wilayab inti petani dapat menanam lebih dari dua komoditi per luasan laban yang dikelola per musim tanam (Lampiran 3). Program pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cipanas selama 3 tahun perkembangannya meskipun telab menunjukkan peningkatan namun belum signifikan meningkatkan pendapatan usabatani petani di wilayab inti dibandingkan wilayab transisi, maupun wilayab hinterland. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rusastra et a/. (2004) juga menyebutkan babwa program pengembangan kawasan agropolitan belum signifikan meningkatkan pendapatan petani.
52
Kondisi
sejalan dengan pelaksanaan beberapa program
ini tidak
agropolitan yang secara signifikan meningkat yaitu, pertama program penyuluhan pertanian.
Sebagian besar responden di wilayah inti memiliki persepsi bahwa
setelah agropolitan intensitas penyuluhan pertanian mengalami peningkatan, baik kunjungan penyuluh pertanian ke petani, pelatihan bagi petani, temu usaha dengan pihak swasta., studi banding maupun petak percontohan.
Kondisi ini berbeda
nyata jika dibandingkan intensitas penyuluhan pertanian di wilayah transisi, maupun hinterland (Tabel 6). Tabel 6 Persepsi pengaruh agropolitan terhadap intensitas penyuluhan pertanian Meningkat
Tetap
Total
51,4%
48,6%
100%
Transisi
6,2%
93,8%
100%
Hinterland
4,3%
95,6%
100%
Wilayah Sample Inti
Pearson Chi-Square= 25,299; DF = 2; P-Value = 0,000 Kedua, program pengembangan kawasan agropolitan secara signifikan meningkatkan pembangunan infrastruktur pengairan di kawasan agropolitan. Tabel 7 menunjukkan bahwa setelah adanya program pengembangan kawasan agropolitan, penyediaan infrastruktur pengairan di wilayah inti meningkat secara signifikan dibandingkan wilayah transisi dan hinterland. Dengan adanya instalasi irigasi yang mengalirkan air dari Gunung Gede Pangrango ke hamparan petani maka
aktifitas pertanian dapat dilaksanakan sepanjang tahun meskipun pada
musim kemarau. Tabel 7 Persepsi pengaruh agropolitan terhadap penyediaan infrastruktur pengatran Meningkat
Tetap
Total
Inti
28,6%
71,4%
100%
Transisi
0
100,0%
100%
Hinterland
0
100,0%
100%
Wilayah Sample
Pearson Chi-Square= 17,679; DF = 2; P-Value = 0,000 Ketiga, program agropolitan juga secara signifikan meningkatkan infrastruktur transportasi di wilayah inti, dibandingkan transisi, maupun
hinterland (Tabel 8). Dengan adanya program agropolitan jalan desa di wilayah
53
inti yang semula jalan tanah dan berbatu menjadi beraspal. Program agropolitan juga membangun jalan usahatani ke hamparan petani di wilayah inti untuk memudahkan pengangkutan hasil panen petani dan menekan biaya transportasi. Disamping itu tujuan dibuat jalan usahatani juga untuk memudahkan aksesibilitas wisatawan mengunjungi laban pertanian yang sekaligus menjadi lokasi agrowisata. Tabel8 Persepsi pengaruh agropolitan terhadap penyediaan infrastruktur transportasi Wilayah Sample
Meningkat
Tetap
Total
Inti
77,1%
22,9%
100%
Transisi
0
100,0%
100%
Hinterland
0
100,0%
100%
Pearson Chi-Square= 53,381; DF = 2; P-Value = 0,000
Namun
demikian
meskipun
pelaksanaan
penyuluhan
pertanian,
pembangunan infrastruktur pengairan dan peningkatan infrastruktur transportasi di wilayah inti meningkat, namun belum signifikan meningkatkan pendapatan petani. Secara hipotetik faktor yang mempengaruhi pendapatan petani diantaranya adalah meningkatnya produktivitas, menurunnya biaya usahatani, diantaranya biaya transportasi dan meningkatnya harga komoditi pertanian. Program pengembangan kawasan agropolitan belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan, hal ini terjadi karena adanya kendala atau permasalahan di tingkat petani. Kendala pertama, terdapat indikasi meningkatnya pelaksanaan penyuluhan pertanian belum signifikan meningkatkan produktivitas hal disebabkan karena keterbatasan permodalan petani untuk berusahatani.
Rendahnya modal petani
mengakibatkan pelaksanaan penyuluhan pertanian menjadi kurang efektif. Anjuran penggunaan bibit unggul, pemilihan komoditi tang menguntungkan, penggunaan pupuk sesuai dosis, serta teknologi budidaya pertanian yang tepat guna tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan oleh petani.
Petani cenderung
melaksanakan budidaya pertanian sesuai dengan kemampuan modalnya. Petani umumnya memilih komoditi yang mudah dalam membudidayakannya seperti wortel, dan bawang daun. Petani juga menggunakan bibit yang dibuat sendiri
54
secara berulang-ulang terutama untuk komoditi wortel, bawang daun, dan sawi hijau (caisim) tanpa mempertimbangkan adanya degradasi kualitas. Kurangnya modal juga kerap menjadi alasan petani untuk mengurangi dosis pupuk yang digunakan. Kondisi ini tentu saja akan menurunkan kualitas dan produktivitas hasil pertanian.
Tabel 9 menunjukkan persentase petani pada tingkat modal
rendah di wilayah inti, transisi dan hinterland masih cukup tinggi, meskipun berdasarkan chi-square ana/isis tingkat modal petani baik di wilayah inti, transisi, maupun hinterland tidak berbeda secara nyata. Tabel 9 Tingkat modal petani di kawasan agropolitan Wilayah
Petani dengan Tingkat Modal Rendah 37,1%
Petani dengan Tingkat Modal Sedang 40,0%
Petani dengan Tingkat Modal Tinggi 22,9%
100%
Transisi
50,0%
40,6%
9,4%
100%
Hinterland
37,8%
52,2%
13,0%
100%
Sample
Inti
Total
Pearson Chi-Square= 3,611; OF= 4; P-Value= 0,461 Adanya program agropolitan dalam kenyataannya tidak meningkatkan akses petani terhadap permodalan.
Kalaupun ada pinjaman itupun hanya
diberikan kepada sebagian kecil kelompok tani.
Sementara untuk meminjam
secara personal kepada perbankan sangat sulit karena cukup banyak petani yang tidak mempunyai lahan, mereka hanya berstatus sebagai penggarap/penyewa (Tabel 10). Sedangkan petani yang mempunyai lahan seringkali tidak memiliki kelengkapan surat-surat bukti kepemilikan tanah. Tabel 10 Status kepemilikan lahan petani di kawasan agropolitan Wilayah Sample
Petani Penggarap/Penyewa
Petani Pemilik
Inti
37,1%
62,9%
Transisi
56,2%
43,8%
Hinterland
86,9%
13,1%
Kendala kedua yaitu, peningkatan infrastruktur transportasi meningkatkan aksesibilitas namun tidak meningkatkan pendapatan petani karena sebagian besar petani tetap menjual hasil pertaniannya kepada tengkulak, baik tengkulak tingkat desa (pengumpul) maupun tengkulak tingkat kecamatan (supplier) (Tabel 11).
55
Kemudahan aksesibilitas ini tidak menyebabkan tengkulak meningkatkan harga beli komoditi terhadap petani. Terdapat kecenderungan jumlah petani yang menjual kepada tengkulak di wilayah transisi lebih sedikit dibandingkan wilayah inti, maupun hinterland. Sebaliknya jumlah petani yang menjual kepada suplier, pasar induk, maupun supermarket di wilayah transisi lebih banyak dibandingkan wilayah inti, maupun hinterland. Kondisi ini terjadi karena wilayah transisi relatif berada di pusat kota
dibandingkan wilayah inti dan hinterland sehingga aksesibilitasnya lebih baik. Tabel11 Karakteristik pola pemasaran sayur di kawasan agropolitan
Inti
85,7%
Menjual ke SuEiier 5,7%
Transisi
68,7%
15,6%
6,3%
Hinterland
86,9%
4,4%
0
Wilayah Sample
Menjual ke Pengumpul
Menjual ke Pasar Induk 2,9%
Menjual ke Supermarket
6,3%
3,1%
100%
0
8,7%
100%
5,7%
Menjual ke Perusahaan
0
Total (%)
100%
Tingginya prosentase penjualan komoditi kepada tengkulak terjadi karena beberapa faktor yaitu: (1) dalam melakukan kegiatan usahatani penyediaan modal usaha masih tergantung kepada tengkulak, sehingga petani mempunyai ikatan untuk menjual produknya kepada tengkulak dengan posisi sebagai penerima harga tukar bukan sebagai pengambil harga dari produk usahataninya, (2)
belum
berfungsinya peran kelembagaan petani dan kelembagaan agropolitan dalam pemasaran produk usahatani petani, sehingga petani masih menjual hasil usahataninya secara personal, (3)
belum tumbuhnya jiwa wirausaha petani,
(4) informasi pasar belum menyentuh sampai ke tingkat petani, (5). serta belum optimalnya fungsi Sub Terminal Agribisnis (STA) yang diharapkan dapat menjembatani antara desa dengan kota tujuan pemasaran. Secara umum pola pemasaran sayur di kawasan agropolitan ada 5 pola sebagaimana ditampilkan pada Gambar 12.
56
Pengwnpul
Suplier
Pengwnpul
Pasar Cipanas
Petani
Pasar induk, Swalayan, Perusahaan,
(Konsumen)
Suplier STA
Gambar 12 Pola pemasaran sayur di kawasan agropolitah. Sebagian besar petani di kawasan agropolitan menjual basil pertaniannya kepada pengwnpul (Gambar 13 dan 14). Kemudian para pengwnpul menjual ke
supplier, baik supplier yang berada di Pasar Cipanas, STA, atau supplier lain. Selanjutnya basil pertanian tersebut oleb supplier dijual ke Pasar lnduk (Jakarta), Pasar TU (Bogor), swalayan, maupun perusahaan. Namun ada juga petani yang menjual basil pertaniannya langsung ke supplier, bahkan langsung ke konsumen.
Gambar 13 Aktifitas penjualan basil pertanian kepada pedagang pengwnpul di Desa Sindangjaya.
57
Gambar 14. Aktifitas di tempat pengumpulan. Kawasan agropolitan mempunyai 3 pasar utama yang menjadi outlet produk hortikultur sayuran. Pasar pertama dan yang paling besar adalah Pasar Cipanas. Di Pasar Cipanas ini jumlah pedagang pengumpul dan supplier yang melakukan
transaksi
cukup
banyak
diperdagangkan juga cukup besar.
sehingga
volume
komoditi
yang
Berbagai produk hortikultur ini kemudian
langsung dikirim ke pasar induk, perusahaan, hotel, restoran, dan supermarket yang ada di daerah Jakarta, Bogor, Bekasi dan Tangerang. Sistem penjualan di Pasar Cipanas sama dengan sistem penjualan di swalayan yaitu berbentuk konsinyasi dimana pembayaran produk sayuran akan dilakukan setelah barang laku.
Disamping itu fluktuasi harga di Pasar Cipanas ini relatif tinggi karena
banyaknya komoditi sayuran dataran tinggi dari kota lain seperti Majalengka, Garut, Lembang yang masuk ke Pasar Cipanas. Oleh karena itu jarang petani yang langsung bertransaksi di Pasar Cipanas, kebanyakan mereka memang sudah mempunya1 hubungan dengan pedagang pengumpul dan suplier langganan mereka. Pasar yang kedua adalah STA yang terletak di Pasar Cigombong. Di STA jumlah pedagang pengumpul dan supplier yang bertransaksi relatif lebih sedikit
58
dibandingkan dengan Pasar Cipanas. Hal ini karena lokasi STA relatif lebib jauh dari Pasar Cipanas dan sentra sayuran yang relatif besar seperti Desa Sukatani dan
Sindangjaya. Sebingga pedagang pengumpul yang menjual komoditi pertanian ke STA ini umumnya yang berasal dari Desa Ciputri dan Desa Ciberang.
Oleb
karena itu STA Cigombong yang tadinya dibarapkan bisa menjadi outlet bagi basil produk bortikultur di kawasan agropolitan pemanfaatannya belum optimal (Gambar 15). Sistem penjualan di STA pun sama dengan Pasar Cipanas yaitu berbentuk konsinyasi karena STA sebagai salah satu program agropolitan tidak memiliki modal untuk membayar cash. Pasar ketiga adalah Pasar Subuh yaitu pasar yang berlokasi di Cipanas dan aktifitas transaksinya berlangsung pada malam hari sampai menjelang subuh. Umumnya yang berdagang di Pasar Subuh adalah petani yang tidak menjual basil usahatani ke pengumpul atau pengumpul yang menjual komoditi sayuran yang tidak laku dijual ke supplier di Pasar Cipanas atau STA. Pasar Subuh ini biasanya dipenuhi oleb konsumen di tingkat lokal ataupun pedagang-pedagang sayur yang memasok untuk pasar-pasar tradisional terutama di daerah Bogor.
Gambar 15 Aktifitas penjualan basil pertanian di STA. Kendala ketiga yang mengakibatkan peningkatan pendapatan petani belum signifikan adalah belum terlaksananya fungsi pengolahan basil pertanian di tingkat petani baik agroprocessing yang meliputi kegiatan pencucian (cleanning), penyortiran (grading), pengemasan (packaging), pengepakan (packing) maupun
59
agroindustri yaitu pengolahan bahan mentah menjadi produk olahan.
Padahal
meningkatnya harga komoditi diantaranya dipengaruhi oleh meningkatnya kualitas komoditi pertanian dan meningkatnya nilai tambah karena adanya proses agroprocessing dan agroindustri.
Fungsi-fungsi agribisnis terdiri dari kegiatan
pengadaan dan penyaluran sarana produksi, kegiatan produksi primer (budidaya), kegiatan pengolahan hasil dan kegiatan pemasaran. Kegiatan yang memberikan nilai tambah terbesar dalam sistem agribisnis adalah fungsi pengolahan dan pemasaran (Said dan Intan 2004). Menurut Rondinelli (1985), pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perdesaan pada dasarnya lebih ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dan penjualan hasil-hasil pertanian, mendukung tumbuhnya industri agroprocessing skala kecil-menengah dan mendorong keberagaman aktifitas ekonomi dari pusat pasar. Program pengembangan kawasan agropolitan dalam rangka mewujudkan sistem agribisnis sayuran di kawasan agropolitan telah membangun packing house dan
mengadakan
pelatihan-pelatihan
agroprocessing
sayuran
diantaranya
pembuatan tepung wortel, juice wortel, keripik wortel, dan asinan lobak. Namun dalam kenyataannya packing house tersebut tidak pernah dimanfaatkan karena petani menjual hasil panennya tanpa melakukan proses agroprocessing. Meski demikian Tabel 12 menunjukkan adanya peningkatan pelaksanaan agroprocessing di wilayah sample namun persentasenya relatif kecil. Terdapat kecenderungan peningkatan pelaksanaan agroprocessing di wilayah inti lebih tinggi dibandingkan wilayah transisi, dan hinterland. Tabel12
Pelaksanaan agroprocessing setelah agropolitan Meningkat
Tetap
Total
11,4%
88,6%
100%
Transisi
6,2%
93,8%
100%
Hinterland
4,3%
95,6%
100%
Wilayah Sample Inti
Pearson Chi-Square= 1,132; DF = 2; P-Value = 0,568 Menurut Sadjad (2006), persoalan terbesar dalam pengembangan agropolitan
adalah
mengupayakan
perubahan
sikap petani
untuk
dapat
menganggap pertanian sebagai industri. Lebih lanjut Sadjad (2006) mengatakan pertanian industri adalah pertanian yang pelakunya selalu berorientasi
bahwa
60
produk. yang dihasilkannya adalah produk. yang akan dipasok ke proses industri. Perubahan sikap demikian akan membawa petani memiliki orientasi yang berbasis kontinuitas produk., kualitas produk., volume produk., standarisasi produk., efisiensi usaha, rasionalisasi usaha, dan akhirnya keprofesionalan berproduk.si. Pertanian industri demikian menjadi basis desa industri, karena semua proses industri dilaksanakan di desa sehingga nilai tambah jatuh di perdesaan. Kondisi saat ini produk. pertanian di kawasan agropolitan dijual hanya sebatas ke tangan tengkulak dan pelaksanaan agroprocessing yaitu cleanning,
grading, packaging dan packing hanya dilakukan oleh tengkulak (Gambar 16). Hal ini masih lebih baik karena nilai tambah masih dinikmati oleh perdesaan, namun apabila proses agroprocessing ini dilakukan oleh pedagang di kota, maka nilai tambah akan dinikmati oleh kota bukan pedesan.
Gambar 16. Aktifitas cleanning, grading, packaging, dan packing yang dilakukan tengkulak. Proses pengolahan sayuran menjadi aneka produk olahan belum memasyarakat dikalangan petani di kawasan agropolitan karena sampai saat ini masih menghadapi kendala pemasaran. Memang buk.anlah suatu hal yang mudah bagi petani untuk. memasarkan produk olahan. Karena dibutuhkan waktu yang
61
cukup lama bagi konsumen untuk mengetahui, mencoba, dan menyukainya. Menurut Anwar (2006), pada sebagian masyarakat khususnya kelas menengab ke atas, saat sekarang ini telab terlihat kecenderungan teijadinya pergeseran preferensi konsumen dari permintaan komoditas kepada produk-produk pertanian olaban yang pada umumnya memiliki mutu-mutu yang baku (standardized quality). Dengan demikian strategi pengembangan sektor pertanian yang diolab
dan
dibakukan
dalam
kegiatan agroindustri
haruslab
berorientasi
pada
peningkatan dan keseragaman mutu tersebut, agar produk-produk pertanian mampu bersaing di pasaran dalam negeri maupun luar negeri. Peningkatan dan keseragaman mutu produk-produk memberikan implikasi tentang perlunya penggunaan teknologi maju pada sistem produksi, pengolahan dan pemasaran dan tenaga keija yang memiliki skill. Penggunaan teknologi dan tenaga keija yang memiliki skill dalam sistem produksi ini membawa konsekuensi perlunya modal yang besar. Selain aspek permodalan hal lain yang fundamental dalam pertanian industri menurut Sadjad (2006), adalab masalab keagrariaan (akses terhadap laban). Dari ura1an di atas dapat disimpulkan babwa beberapa kendala yang berkaitan dengan pelaksanaan program pengembangan kawasan agropolitan yang mengakibatkan belum signifikannya peningkatan pendapatan petani adalab karena belum
efektifnya
pelaksanaan
penyuluhan,
belum
optimalnya
fungsi
agroprocessing di tingkat petani, tidak atau belum dimanfaatkannya infrastruktur dasar penunjang sistem agribisnis (packing house dan STA), bel urn adanya
kelembagaan
petani
maupun
kelembagaan
agropolitan
yang
menangani
pemasaran komoditi hasil pertanian petani, serta minimnya informasi pasar di tingkat petani.
Jika ditinjau lebih jauh sebenamya akar dari
permasalaban
tersebut adalab karena minimnya modal, rendahnya akses terhadap laban dan rendahnya kapasitas sumber daya manusia di perdesaan. Menurut Nugroho dan Daburi (2004), permasalaban pembangunan perdesaan
senantiasa
berhubungan
dengan
kesenjangan
partisipasi
ketenagakeijaan (employment gap), kesenjangan akses dan kesempatan terhadap faktor produksi (homogenity gap) seperti laban, modal, dan kesenjangan informasi yang berkaitan dengan pasar (information gap).
Akibat kesenjangan tersebut
62
akhimya muncul berbagai permasalahan yang melekat dengan ciri khas pedesan yaitu kesenjangan pendapatan antara desa-kota, dan kemiskinan.
Selain
kesenjangan tersebut di atas, dari uraian sebelumnya dapat diketahui bahwa di kawasan agropolitan juga terdapat kesenjangan (gap) antara kapasitas sumber daya petani, dengan program agropolitan. Adanya kesenjangan antara kapasitas sumber daya manusia dan program pengembangan kawasan agropolitan tersebut menyebabkan beberapa infrastruktur penunjang sistem agribisnis diantaranya packing house dan STA untuk saat ini menjadi kurang efektif. Untuk mengembangkan pertanian komersial dalam ruang lingkup agribisnis dikawasan agropolitan, disamping pembangunan infrastruktur dasar penunjang agribisnis (pembangunan fisik) juga perlu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia petani. Petani sebagai pelaku agribisnis selain memiliki kemampuan teknis juga harus memiliki kemampuan manajerial, kemampuan
menerapkan
teknologi,
kemampuan
menjamin
mutu,
serta
kemampuan menemukan pasar bagi produk agribisnis yang dihasilkannya (Said dan Intan 2004). Oleh karena itu petani harus dibekali kemampuan-kemampuan tersebut baik melalui pendidikan dan latihan, penyuluhan, kursus-kursus, studi banding berkaitan dengan agribisnis. Untuk mengatasi kesenjangan faktor produksi rendahnya skala usaha dapat diatasi dengan pemilihan komoditi yang tepat, budidaya yang intensif, dan penggunaan teknologi yang tepat guna. Namun untuk mewujudkan hal tersebut di atas diperlukan modal yang memadai. Sedangkan untuk mengatasi kesenjangan dan minimnya informasi pasar yang diterima petani dapat ditanggulangi dengan mengoptimalkan peran kelembagaan petani seperti kelompok tani, Koperasi Unit Desa (KUD) dan kelembagaan kawasan agropolitan. Kelembagaan tersebutlah yang seharusnya mencari dan menelusuri informasi pasar dan mengelola pemasaran produk agribisnis petani. Namun kembali hal tersebut tidak mudah untuk dilaksanakan mengingat kapasitas sumber daya manusia di perdesaan yang belum memadai. Salah satu altematif untuk mengatasi permasalahan kesenjangan terhadap faktor produksi seperti rendahnya akses terhadap lahan, minimnya permodalan dan minimnya informasi pasar di perdesaan adalah dengan membangun pola
63
kemitraan antara petani, pelaku usaha bermodal, dan pemerintah. Pola kemitraan tersebut dapat meliputi kemitraan permodalan, produksi, pengolahan, dan pemasaran. Adanya kemitraan antara petani, pelaku usaha bermodal, dan pemerintah diharapkan akan menjamin terhindamya eksploitasi petani oleh pelaku usaha lain, dan memungkinkan terjadinya nilai tambah yang dapat dinikmati oleh petani, yang pada akhimya dapat meningkatkan pendapatan petani. Hasil penelitian mengenai pengaruh program pengembangan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cipanas terhadap pendapatan usahatani petani sejalan dengan perkembangan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian di Kecamatan Pacet dan Cipanas. Selama kurun 1999 hingga 2003 nilai PDRB sektor pertanian di Kecamatan Pacet dan Cipanas meskipun terdapat kecenderungan menunjukkan peningkatan namun tidak signifikan. Sampai saat ini indikator yang umum digunakan sebagai tolok ukur kemajuan dan pembangunan wilayah adalah nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik untuk tingkat kecamatan maupun kabupaten. Nilai PDRB ini menggambarkan jumlah produk barang dan jasa yang dihasilkan suatu wilayah dalam satu tahun.
Nilai PDRB Kecamatan Pacet dan Cipanas
Secara geografis wilayah kabupaten Cianjur dapat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu Wilayah Pembangunan Utara (WPU), Wilayah Pembangunan Tengah (WPT), dan Wilayah Pembangunan Selatan (WPS). Kecamatan Pacet dan Cipanas berada di WPU bersama dengan Kecamatan Cibeber, Bojong Picung, Ciranjang, Karang Tengah, Cianjur, Warung Kondang, Cugenang, Mande, Cikalongkulon, Sukaluyu, dan Sukaresmi. Wilayah Pembangunan Utara Kabupaten Cianjur merupakan tipologi kawasan yang telah cukup berkembang sebagai sentra pertanian dataran tinggi, terutama sentra produk-produk pertanian hortikultura seperti sayuran dan tanaman bias. Hal ini nampak dari nilai PDRB sektor pertanian yang menunjukkan angka yang paling tinggi baru kemudian diikuti oleh sektor perdagangan pada urutan kedua, dan sektor jasa pada urutan ketiga (Tabel 13).
64
Produk Domestik Regional Bruto Wilayah Pengembangan Utara Kabupaten Cianjur atas dasar harga konstan tahun 1999-2003
Tabel 13
{iutaan ru~iah) No
Lapangan Usaha
1.
Pertanian
2.
Pertarnbangan dan GaJian
3.
lndustri Pengolahan
4.
Listrik, Gas, Air Minum
5.
Bangunan!Konstruksi
6.
Perdagangan
7.
Angkulan dan Komunikasi
8.
2000
2001
2002
2003
461.804,23
476.638,47
496.021,96
516.686,39
535.655,75
1.421,62
1.488,14
1.548,59
1.615,72
1.688,49
39.054,39
39.395,18
40.719,18
42.099,17
43.570,55
12.517,08
12.871,65
13.302.55
13.791,86
14.348,52
48.594,03
49.554,73
50.517,86
51.518,77
52.555,01
430.576,64
445.080,81
460.871,80
477.509,25
493.571,18
134.143,97
140.693,29
145.746,98
151.249,59
157.468.59
81.024,02
83.370,28
85.836,46
88.421,74
90.895,65
184.040,41
189.380,32
194.870,15
201.22263
207.806,16
1.393.176,01
1.438.472,87
1.489.435,54
1.544.115,12
1.597.560,91
Lembaga Keuan~an dan Persewaan
9.
1999
Jasa PDRB
Sedangkan untuk Kecamatan Pacet dan Cipanas sendiri dari nilai PDRB atas dasar harga konstan tahun 1999-2003 dapat diketahui bahwa sektor perdagangan merupakan lapangan usaha yang paling dominan dan mempengaruhi perekonomian Kecamatan Pacet dan Cipanas.
Sektor pertanian sendiri hanya
berada pada peringkat keempat dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian Kecamatan Pacet dan Cipanas. Namun demikian nampak sektor pertanian di Kecamatan Pacet dan Cipanas terns menunjukkan peningkatan sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 (Tabel 14). Tabel 14 Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan Pacet dan Cipanas atas dasar harga konstan tahun 1999-2003 {iutaan ru~iah) No
Lapangan Usaha
1999
2000
2001
2002
2003
16.779,88
17.366,27
18.121,23
18.919,13
19.676,39
169,59
179,02
187,61
196,90
206,99
1.
Pertanian
2.
Pertambangan dan GaJian
3.
lndustri Pengolahan
5.208,98
5.260,30
5.459,87
5.668,66
5.892,01
4.
Listrik, Gas, Air Minum
2.512,39
2.579,45
2.660,79
2.753,28
2.858,24
5.
Bangunan!Konstruksi
7.033,77
7.147,96
7.261,90
7.376,04
7.493,61
6.
Perdagangan
137.109,37
142.665,89
148.750,12
155.198,97
161.450,31
7.
Angkutan dan Komunikasi
30.836,48
32.742,58
34.228,18
35.842,22
37.679,92
8.
Lembaga Keuangan dan Persewaan
24.369,73
24.924,35
25.502,79
26.106,18
26.678,75
Jasa
35.875,62
36.581,35
37.292,62
38.734,29
40.234,95
259.895,81
269.447,17
279.465,11
290.795,67
302.171,17
9.
PDRB
65
Perkembangan Sektor Pertanian Jika dibandingkan perkembangan nilai PDRB sektor pertanian di Kecamatan Pacet dan Cipanas dengan nilai PDRB sektor pertanian di WPU, nampak perkembangan nilai sektor pertanian di Kecamatan Pacet dan Cipanas lebih rendah dibandingkan nilai PDRB sektor pertanian di WPU. Perkembangan nilai PDRB sektor perdagangan di Kecamatan Pacet dan Cipanas lebih tinggi jika dibandingkan perkembangan nilai PDRB sektor pertaniannya, namun masih lebih rendahjika dibandingkan perkembangan nilai PDRB sektor perdagangan di WPU (Gambar 17).
600.000,00
I
500.000,00 400.000,00
Q.
0::
-+- Pertanian Kec. -
300.000,00 200.000,00 100.000,00
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
2001
2002
2003
1999 2000
Pacet & Cipanas Perdagangan Kec. Pacet & Cipanas Pertanian WPU
~ Perdagangan
WPU
Tahun
Gambar 17 Perkembangan PDRB sektor pertanian dan perdagangan di Kecamatan Pacet dan Cipanas dan WPU. Jika dibandingkan perkembangan nilai PDRB sektor pertanian di Kecamatan Pacet dan Cipanas dengan kecamatan yang terdekat yaitu Kecamatan Sukaresmi dan Kecamatan Cugenang, nampak perkembangan sektor pertanian di Kecamatan Pacet dan Cipanas lebih rendah dibandingkan Kecamatan Cugenang, sedangkan perkembangan sektor pertanian di Kecamatan Pacet dan Cipanas dengan Kecamatan Sukaresmi relatifsama (Gambar 18).
66
c
60.000,00
:l
50.000,00
J!
40.000,00
J! :l
30.000,00
m
20.000,00
c
10.000,00
~
c cu
:::;)
0:::
D..
•
"'
-
~
.. --+- Pertanian Kec. -
-
-
.....
Pacet dan Cipanas Pertanian Kec. Sukaresmi Pertanian Kec. Cugenang
1999
2000
2001
2002
2003
Tahun
Gambar 18 Perkembangan nilai PDRB sektor pertanian di Kecamatan Pacet dan Cipanas dengan Kecamatan Sukaresmi dan Cugenang, Sektor pertanian di Kecamatan Cugenang merupakan potensi ekonomi unggulan, dengan komoditi unggulan yaitu padi sawah, dan sayuran khususnya tomat.
Jika dibandingkan dengan Iapangan usaha Iainnya sektor pertanian di
Kecamatan Cugenang menempati peringkat satu baru kemudian diikuti dengan sektor perdagangan dan jasa.
Demikian pula dengan
Kecamatan Sukaresmi
sektor pertanian merupakan potensi ekonomi unggulan, baru kemudian sektor perdagangan pada peringkat kedua, dan sektor jasa pada peringkat ketiga. Komoditi unggulan di Kecamatan Sukaresmi adalah tanaman pangan, sayuran khususnya jagung manis, dan tanaman hias. Sedangkan di Kecamatan Pacet dan Cipanas sektor pertanian hanya menempati peringkat keempat setelah sektor perdagangan, lembaga keuangan, dan sektor jasa. Perkembangan sektor pertanian di kawasan agropolitan dalam hal ini Kecamatan Pacet dan Cipanas tidak lebih baik jika dibandingkan dengan kecamatan diluar kawasan agropolitan, yaitu Kecamatan Sukaresmi dan Cugenang. Dari graftk juga diketahui meskipun terjadi peningkatan nilai PDRB · sektor pertanian dari tahun 1999 hingga tahun 2003 di Kecamatan Pacet dan Cipanas, namun perkembangan sektor pertanian sebelum pengembangan kawasan
67
agropolitan (sebelum tahun 2002) tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan setelah dilaksanakannya program agropolitan. Kondisi ini berbeda dengan perkembangan sektor perdagangan di Kecamatan Pacet dan Cipanas yang relatif meningkat dibandingkan sebelum agropolitan (lihat Gambar 18). Dengan kata lain program pengembangan kawasan agropolitan meskipun belum berpengaruh terhadap peningkatan sektor pertanian namun meningkatkan aktifitas ekonomi. Adanya pengembangan kawasan agropolitan meningkatkan peluang berusaha diluar sektor pertanian, dengan meningkatnya kunjungan wisatawan ke lokasi agropolitan berdampak kepada meningkatnya aktifitas perdagangan dan jasa baik jual beli sayuran, tanaman hias, cenderamata maupun meningkatnya tingkat hunian penginapan serta penyewaan villa. Dengan kata lain meskipun program pengembangan kawasan agropolitan jika ditinjau dari pendapatan usahatani petani belum menunjukkan peningkatan, namun pendapatan lain diluar sektor pertanian bisa saja mengalami peningkatan. Menurut Rusastra et a/. (2005), program pengembangan kawasan agropolitan belum mampu meningkatan pendapatan petani secara signifikan karena keterbatasan petani terhadap penguasaan sumber daya. Oleh karena itu salah satu strategi untuk meningkatkan pendapatan petani adalah ( 1) mengembangkan ·konsolidasi usaha yang kooperatif, sehingga dimungkinkan untuk akses pada kesempatan kerja non-pertanian, (2) pengembangan diversifikasi usaha khususnya diversifikasi
vertikal
melalui
pengembangan pengolahan basil,
dan
(3)
pemantapan pemanfaatan tata ruang untuk pengembangan agribisnis dengan tujuan
memperoleh
nilai
tambah
pengembangan kawasan agropolitan.
dan
pertumbuhan
bagi
kepentingan
68
Pengaruh Pengembangan Kawasan Agropolitan terhadap Harga Tanah Pola Spasial Harga Tanah Harga tanah merupakan fungsi dari nilai tanah. Dengan demikian untuk menentukan harga tanah didekati dengan nilai tanah.
Nilai tanah mempunyai
kecenderungan bersifat subyektif dan tidak semua orang atau lembaga mempunyai persepsi yang sama tentang nilai tersebut karena setiap orang atau lembaga mempunyai motif yang berbeda dalam menilai tanah. Sehingga untuk tanah yang sama dapat mempunyai nilai yang berbeda, sehingga harganya akan berbeda. Sebagai benda ekonomi tanah mempunyai beberapa nilai yaitu (1) nilai instrinsik yang terkandung dalam sebidang lahan (produktivitas) untuk usaha pertanian, seperti kesuburan dan topografinya (ricardian rent), (2) nilai lokasi, karena aksesibilitas dan kemudahan untuk dicapai (locational rent), (3) nilai lingkungan, karena perannya terhadap pemeliharaan lingkungan dan obyek wisata
(environmental rent). Harga tanah umumnya memiliki korelasi positif dengan nilai Land Rent (LR), terutama locational rent (Rustiadi at al. 2005) Artinya lokasi dengan harga tanah yang tinggi umumnya digunakan untuk aktifitas penggunaan lahan yang nilai LR nya tinggi. Berdasarkan hasil survey lapangan, harga tanah di wilayah sample berkisar antara Rp.50.000/m 2 hingga Rp. 750.000/m2 • Harga tanah yang terendah yaitu Rp. 50.000/m2
umumnya berada di lokasi responden yang jauh dari jalan
kabupaten, jalan negara, serta jauh dari lokasi fasilitas ekonomi, fasilitas sosial, maupun fasilitas pertanian. Harga tanah di dekat jalan kabupaten bervariasi antara Rp. 1OO.OOO/m2 hingga Rp. 200.000/m2 • Secara spasial harga tanah di sekitar pusat aktifitas agropolitan (wilayah inti) berkisar antara Rp 50.000/m2 hingga Rp 200.000 /m 2 • Harga tanah termahal di wilayah inti tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan harga tanah termurah di Desa Batulawang (wilayah
hinterland), yang memiliki kisaran harga tanah paling tinggi di kawasan agropolitan yaitu Rp 500.000/m2 hingga Rp 750.000/m2 (Gambar 19).
69
715000
720000
nsooo
n/JOOO
+
+
+
0
~
~ (J)
IS
§ 8
Kabupaen Bogor Kecamata'l Sukamakmur
0
§
+
~
(J)
0
§ ~
(J)
POLA SPASIAL HARGA TANAH KECAMATAN PAGET DAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR
LEG ENDA: •
Pasar Cipa1as
•
F\Jsat Agrq>Oiitan
•
!0000 75000
• • •
100000 150000 200000
•
250000
•
3)00()()
• •
4lOOOO 450000 fOOOOO
•
750000
N
N
Jalan Neg;~ra Jalan Kabupa1en
O
wilayah inti
0
wilayah transisi
O 0
wilayah hinter1a1d wilayah admiristrasi
101 N
2Km
--
•
Sumber:
Bappeda Kabu paiBn Cia'!jtr
Hasil Survey L.apangan
Gambar 19 Pola spasial harga tanah di kawasan agropolitan.
IS
8
70
Desa Batulawang berbatasan di sebelah Utara dengan Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Bogor, di sebelah Barat dengan Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor dan di sebelah Timur dengan Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Bogor. Ada banyak faktor yang menyebabkan harga tanah di desa Batulawang sangat tinggi.
Pertam~
di Desa Batulawang terdapat perumahan mewah (real
estate) Kota Bunga yang merupakan perumahan paling mewah di Kabupaten Cianjur. Adanya real estate tersebut berdampak kepada meningkatnya kualitas aksesibilitas dan fasilitas-fasilitas di wilayah tersebut. Selain itu daya tarik Kota Bunga sebagai kawasan hunian sekaligus obyek wisata mengakibatkan, wilayah tersebut berkembang menjadi pusat pertumbuhan disamping pusat pemerintahan kecamatan, maupun pusat aktifitas agropolitan.
Kedu~
karena keberadaan obyek
wisata primadona di Kecamatan Sukaresmi yaitu Taman Bunga Nusantara. Desa Batulawang adalah wilayah yang dilalui arus wisatawan dari wilayah jabotabek menuju Taman Bunga Nusantar~ sehingga harga tanah di Desa Batulawang juga dipengaruhi oleh tingginya interaksi spasial antara wilayah asal wisatawan khususnya jabotabek dengan wilayah obyek wisata. Dengan kata lain tingginya harga tanah di desa Batulawang memiliki korelasi positif dengan nilai locasional
rent (LR) yang tinggi di wilayah tersebut. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Tanah
Analisis regresi berganda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanah menggunakan data dependen variable dan independen variable (Lampiran 6) yang distandardisasi, yaitu dengan membagi variabel tersebut dengan standar deviasinya. Berdasarkan basil analisis regresi berganda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanah diperoleh model Y
=
-
0,824-
0,285 XI + 0,0786 X2 + 0,0333 X3 + 0,382 X4 + 0,23 X5- 0,153 X6. Tabel 15 menunjukkan independen variable pada model tersebut saling bebas atau tidak terdapat multicolinearity. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai variance inflation
factors (vi f) yang berkisar antara 1,1 hingga 1,8.
Menurut Ryan (1996),
multicolinearity terjadi apabila nilai vif lebih besar dari 10.
71
Tabel 15. Hasil analisis regresi berganda faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanah. Coef
SE Coef
T
p
Constant
-0.82440
0.2371
-3.48
0.001
XI Galan kabupaten)
-0.28468
0.09518
-2.99
0.004
1.8
X2 Galan negara)
0.07864
0.09418
0.84
0.406
1.8
X3 (pemukiman)
-0.03333
0.09338
-0.36
0.722
1.8
X4 (Pasar Cipanas)
0.38210
0.08613
4.44
0.000
1.5
X5 (agropolitan)
0.52276
0.07666
6.82
0.000
1.2
X6 (tingkat perkembangan
-0.15310
0.23400
-0.65
0.515
1.1
Predictor
VIF
desa) S = 0.6567
R-Sq = 59.8%
R-Sq(adj) = 56.9%
Faktor-faktor yang paling mempengaruhi harga tanah adalah yang memiliki nilai koefisien regresi paling tinggi.
Berdasarkan nilai koefisiennya
faktor-faktor yang paling mempengaruhi harga tanah berturut-turut adalah variabel jarak terhadap pusat aktifitas agropolitan dengan koefisien 0,523, jarak terhadap Pasar Cipanas dengan koefisien 0,382, jarak terhadap jalan kabupaten dengan koefisien -0,285, tingkat perkembangan desa dengan koefisien -0,153, jarak terhadap jalan negara dengan koefisien 0,079, dan jarak terhadap pemukiman dengan koefisien 0,033 (Tabel 15). Jika dianalisis secara statistik dengan analisis regresi berganda, maka berdasarkan pengaruh parsial dari setiap independent variabel dapat dilihat bahwa variable pertama (XI), yaitu variabel -jarak lahan pertanian terhadap jalan kabupaten memiliki koefisien regresi negatif sebesar -0,285 dan signifikan mempengaruhi harga tanah pada taraf a
Untuk mengidentifikasi pola hubungan antara variabel jarak terhadap
jalan kabupaten dengan harga tanah digunakan scalier plot sebagimana ditampilkan pada Gambar 20.
72
Scatterplot of HARGA_TN-I vs JI_Kab
....
£lDXXl 7IIDD
f£llm
~
5IJDX)
I
~ «mml
·.... -.. .. . .. ...... ... ...............
~DID) 2IDDl liiiDJ 0 0
500
].(OJ
..
1500
.I_Kab
Gam bar 20 Hubungan variabel jarak terhadap jalan kabupaten dengan harga tanah di wilayah sample Adanya jalan kabupaten membuka aksesibilitas sehingga memudahkan proses pengangkutan hasil pertanian. Nilai locational rent yang tinggi disekitar jalan kabupaten menyebabkan tingginya harga tanah disekitar lokasi tersebut. Disamping itu aksesibilitas yang baik juga berpotensi untuk aktifitas penggunaan laban selain aktifitas pertanian dimasa yang akan datang. Adanya expected value di masa yang akan datang, mengakibatkan permintaan lahan disekitar jalan kabupaten meningkat baik untuk investasi maupun spekulasi lahan. Akibatnya harga disekitar jalan kabupaten menjadi tinggi, kondisi ini juga akan memicu teijadinya proses alih kepemilikan lahan dan proses alih fungsi lahan. Hasil analisis regresi berganda terhadap variabel kedua (X2), yaitu variabel jarak lahan pertanian terhadap jalan negara menunjukkan, variabel jarak lahan pertanian terhadap jalan negara tid~ signifikan mempengaruhi harga tanah. Secara statistik dengan koefisien regresi positif sebesar 0,079 (lihat Tabel 15) berarti, semakin jauh dari jalan negara maka harga tanah akan semakin tinggi atau mahal. Jika jarak bertambah sejauh 1 km dari jalan negara maka akan menaikkan harga tanah sebesar 0,079 kali atau 7,9%. Namun hasil identifikasi pola hubungan antara variabel jarak terhadap jalan negara (X) dengan harga tanah (Y) dengan menggunakan scatter plot (Gambar 21) menunjukkan terdapat 3 pola hubungan antara jarak terhadap jalan negara dengan harga tanah, pola pertama menunjukkan semakin dekat dari jalan negara harga tanah semakin murah, pola kedua menunjukkan semakin jauh dari ja1an negara harga tanah semakin mahal, dan pol a ketiga menunjukkan jarak tidak mempengaruhi harga tanah.
73
Scatterplot of HARGA_TN-1 vs JI...Prop
. .. ..
EIDill 7!IIIIl
6tODl
...
~ SCIIDl I
~=
•
•
...
•
•
•
2!DDJ
•• • • ••
l.lDDl
.• .
0 0
1lDJ
2IDl
3DJ
1IDl
J_Pnlp
Gam bar 21 Hubungan variabel jarak terhadap jalan negara (provinsi) dengan harga tanah di wilayah sample Kondisi ini jelas bertentangan dengan teori karena seharusnya semakin dekat dengan jalan negara maka harga tanah semakin mahal.
Hal ini terjadi
karena ada variabel lain yang Iebih dominan dalam mempengaruhi harga lahan pertanian di wilayah sample.
Secara faktual memang variabel jarak ke jalan
kabupaten lebih dominan pengaruhnya terhadap peningkatan harga tanah pada lahan pertanian di kawasan agropolitan karena lahan pertanian relatif berada lebih dekat dari jalan kabupaten dibandingkan jalan negara. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel jarak terhadap jalan negara (X2), terhadap harga tanah maka dilakukan analisis regresi dengan menggunakan satu independen variable yaitu variabel jarak terhadap jalan negara yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain. Sample yang digunakan adalah lahan pertanian pada wilayah inti, transisi, dan hinterland, serta membuang sample pada Desa Batulawang (Gambar 22). Hasil analisis regresi tersebut menghasilkan model yaitu Y
=
1,77 - 0,277 X (Tabel 16). Sedangkan pola hubungan antara
variabel jarak terhadap jalan negara dengan harga tanah ditampilkan pada Gambar 23.
Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui variabel jarak terhadap jalan
negara memiliki koefisien regresi negatif sebesar - 0,277 (Tabel 16). Artinya semakin jauh suatu lahan terhadap jalan negara maka harga tanah semakin murah. Jika jarak bertambah sejauh 1 km dari jalan negara maka harga tanah akan turun sebesar 0,277 kali atau 27,7%.
74
715000
LEGENDA: •
Pasar Cipanas
•
PusatAgropolitan
@
Sar11>le yang dianalis·
725000
730000
WILAYAH PENARIKAN SAMPLE (PENGARUH JL NEGARA TERHADAP HARGA TANAH) KECAMATAN PACET DAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR
Jalan Negara
1012Km
Jalan Kabupaten
1"'\ii.............
wilayah inti wilayah transisi
D D
720000
wilayah hinterland wilayah administrasi
•
Sumber:
Bappeda Kabupaten Cianjur Hasil Survey Lapangan
Gambar 22 Sample yang digunakan untuk melihat pengaruh jalan negara terhadap harga tanah (point berwarna kuning)
75
Tabel 16
Hasil anal isis regresi variabel jarak terhadap jalan negara dengan harga tanah. Coef
SE Coef
T
p
Constant
1,7690
0,2014
8,78
0,000
Jalan Provinsi
-0,2775
0,1102
-2,52
0,014
Predictor
S = 0,967040 R-Sq = 47,7% R-Sq(adj) = 46,5%
Scatterplot of HAAGA_TN-l_l vs JI...Prop_l 5
.. . . . ----------..-....-. ... .. . . . .. -----------------~.
0~----~----~------~----~ 2 J_Prop_l
0
Gambar 23 Hubungan variabel jarak terhadap jalan negara dengan harga tanah di wilayah sample yang diseleksi Hasil analisis regresi
berganda terhadap
variabel jarak terhadap
pemukiman (X3) tidak signifikan terhadap harga tanah (lihat Tabel 15), hal ini disebabkan karena adanya korelasi antara jarak terhadap pemukiman dengan jarak terhadap jalan kabupaten. Hasil identifikasi pola hubungan antara variabel jarak terhadap pemukiman (X) dengan harga tanah (Y) dengan menggunakann scatter plot diketahui bahwa semakin dekat suatu lahan terhadap pemukiman maka harga
tanah semakin mahal (Gambar 24). Variabel jarak terhadap pemukiman memiliki koefisien regresi negatif sebesar -0,033, artinya jika jarak bertambah sebesar 1 km dari pemukiman maka harga tanah akan turun sebesar 0,033 kali atau 3,3%. Perkembangan pemukiman yang diikuti dengan pembangunan sarana dan prasarana penunjang terutama jalan telah membuka aksesibilitas wilayah-wilayah disekitar pemukiman.
Hal ini juga mendorong peningkatan harga tanah di
wilayah sekitar pemukiman tersebut.
76
Scatterplot ofHARGA_TN-1 vs PenU
.. ... .. . .
~~-----------------------.
..-----· .. .. ..-..... .,_,
un:n:J
0
500
1000
-
15llO
2000
2500
3000
3500
Gambar 24 Hubungan variabel jarak terhadap pemukiman dengan harga tanab di wilayab sample Variabel keempat yaitu variabel jarak laban responden terhadap Pasar Cipanas (X4) memiliki koefisien regresi positip sebesar 0,382 (lihat Tabel 15). Hal ini berarti semakin jauh jarak dari Pasar Cipanas maka harga tanab semakin tinggi atau mabal. Jika jarak bertambab sebesar 1 km maka harga tanab akan turun sebesar 0,382 kali atau turun sebesar 38,2% dengan asumsi variabellainnya bersifat ceteris paribus. Hasil identifikasi hubungan parsial menggunakan scatter plot antara variabel jarak laban responden terhadap Pasar Cipanas dengan harga tanab pada Gambar 25, menunjukkan adanya 2 pola sebaran data, kelompok pertama menunjukkan harga laban tidak dipengaruhi oleh jarak terhadap Pasar Cipanas, dan kelompok kedua menujukkan semakin jauh laban dari Pasar Cipanas harganya semakin mabal.
Scatterplot of HARGA_TN-t vs Pasar_Cpns ~~-----------------------.
~~
-~~--/----~---~--
.......... .. ..--·-...... .
1lXDJil
_..
0
0
1000
2000
3000
1000
5llXl
60Xl
7IXXl
Pesar_q,no
Gambar 25 Hubungan variabel jarak terhadap Pasar Cipanas dengan harga tanab di wilayab sample
77
Implikasi dari hasil analisis tersebut adalah Pasar Cipanas sebagai pusat pelayanan berdasarkan analisia skalogram, dan sebagai pusat perdagangan di Kecamatan
Pacet
pertumbuhan.
dan
Cipanas
bukanlah
merupakan satu-satunya pusat
Ada variabel-variabel lain yang lebih berpengaruh terhadap
peningkatan harga tanah diantaranya keberadaan jalan kabupaten yang membuka aksesibilitas, adanya kawasan pemukiman, dan variabellainnnya. Hasil yang sama juga diperoleh Idawati (1999), penelitiannya di Kota Bogor menunjukkan jarak ke pusat perdagangan memiliki koefisien regresi positip terhadap harga lahan pemukiman di Kota Bogor. Artinya semakin dekat ke pusat perdagangan harga lahan pemukiman semakin rendah. Kondisi ini teijadi karena pusat perdagangan dan aksesibilitas di Kota Bogor letaknya menyebar hingga wilayah yang jauh dari pusat kota, disamping itu juga sarana trasportasi senantiasa ada dan menjangkau wilayah hingga perdesaan.
Dengan kata lain pusat
pertumbuhan bukan hanya terdapat di pusat Kota Bogor, tapi hampir menyebar merata hingga lokasi yang jauh dari pusat kota. Untuk mengidentifikasi sejauh mana pengaruh Pasar Cipanas terhadap harga tanah dianalisis lebih lanjut dengan analisis regresi, menggunakan variabel jarak terhadap Pasar Cipanas yang tidak dipengaruhi variabel lokasi lain. Sample yang digunakan untuk analisis regresi tersebut diseleksi meliputi sample pada wilayah inti dan transisi, serta membuang sample yang berada di dekat jalan provinsi, dan wilayah hinterland menghasilkan model Y
=
(Gambar 26). Analisis regresi tersebut
3,61 - 0,241X:. Hasil analisis menunjukkan variabel
jarak terhadap Pasar Cipanas memiliki koefisien regresi negatif terhadap harga tanah sebesar -0,02 (Tabel 17). Artinya semakin jauh suatu lahan terhadap Pasar Cipanas harganya semakin turun atau murah. Jika jarak bertambah sejauh 1 km dari Pasar Cipanas maka harga tanah akan turun sebesar 0,02 kali atau 2%. Hasil identifikasi pola hubungan antara variabel jarak terhadap Pasar Cipanas dengan harga tanah menggunakan seater plot ditunjukkan oleh Gambar 27. Hal ini menunjukkan secara lokalitas Pasar Cipanas berpengaruh nyata meningkatkan harga tanah.
Dengan demikian meskipun secara hirarkis Cipanas merupakan
pusat pelayanan di Kecamatan Pacet dan Cipanas namun pengaruhnya terhadap peningkatan harga tanah sangat kecil.
78
LEGENDA: •
Pasar Cipanas
•
Pusat Agropolitan
0
Sanple yarg
~Jalan
dia~alisis
Negara
N
Jalan Kabupaen
D
wilayah inti
D
wilayah tJansisi
D
wilayah hinterland
o
wilayah administrasi
WILAYAH PENARIKAN SAMPLE (PENGARUH PASAR CIPANAS TERHADAP HARGA TANAH) KECAMATAN PACET DAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR
-t
--
1 0 1 2 Km N
e
Sumber. Bappeda Kabupaten Cianjur Hasil Survey Lapangan
Gambar 26 Sample yang digunakan untuk melihat pengaruh Pasar Cipanas terhadap harga tanah (point berwarna kuning).
79
Scatterplot of 1-WtGA_TN-1_1 vs Pasar_Cpns_l 6
•
••
5
• 3
. . . . . . . _ •• • ••
• •
•
•
••
• 2
0
3
• 5
4
Pasar _Cpns_l
Gam bar 27 Hubungan variabel jarak terhadap Pasar Cipanas dengan harga tanah di wilayah sample yang diseleksi Tabel 17
Hasil analisis regresi variabel jarak terhadap Pasar Cipanas dengan harga tanah Coef
SE Coef
T
p
Constant
3,6069
0,2084
17,31
0,000
Pasar Cipanas
-0,2407
0,1416
-1,70
0,000
Predictor
S = 0,980877 R-Sq = 58% R-Sq(adj) = 38,8%
Variabel kelima yaitu variabel jarak terhadap pusat agropolitan (X5) memiliki koefisien regresi positif terhadap harga tanah sebesar 0,523 dan signifikan pada taraf a<1% (lihat Tabel 15). Artinya semakin jauh dari pusat agropolitan harga tanah semakin mahal dengan asumsi variabel yang lain bersifat tetap (ceteris paribus). Jika jarak bertambah sejauh 1 km dari pusat agropolitan maka harga tanah akan meningkat sebesar 0,523 kali atau 53,2%. Untuk mengidentifikasi hubungan parsial antara variabel jarak terhadap pusat agropolitan (X) dengan harga tanah (Y) digunakan scatter plot. Berdasarkan scatter plot antara variabel jarak terhadap pusat agropolitan dengan harga tanah (Gambar 28) terlihat sebaran data membentuk 2 kelompok. Kelompok pertama menunjukkan jarak lahan responden terhadap pusat agropolitan tidak mempengaruhi harga tanah, sedangkan pada kelompok kedua terdapat pola semakin jauh jarak lahan responden terhadap pusat agropolitan harga tanah semakin tinggi.
80
... -.
Scatterplot of ~GA_TN-1 vs Ag-opolltan
000000~------------------------.
. .. . .-· .
.•.
• •• t\ • •• .......
...
011Dl21Dl31Dl4111J51Dl61l117!DIIIDI9!1XJ ~
Gam bar 28 Hubungan variabel jarak terhadap pusat agropolitan dengan harga tanah di wilayah sample Hasil
analisis ini menunjukkan pembentukan pusat pertumbuhan
agropolitan di wilayah inti yang disertai dengan pembangunan infrastruktur transportasi, infrastruktur pengairan, packing house, dan gedung pengelola agropolitan sebagai pusat pelayanan pertanian tidak mempengaruhi peningkatan harga tanah.
Hal ini memberikan implikasi bahwa di kawasan agropolitan
terdapat pusat-pusat pertumbuhan lain dan variabel-variabel lain seperti jarak terhadap jalan provinsi, jarak terhadap jalan kabupaten, jarak terhadap Pasar Cipanas, dan jarak terhadap pemukiman yang lebih berpengaruh terhadap peningkatan harga tanah. Dengan kata lain percepatan pembangunan di wilayah inti melalui program pembangunan agropolitan belum dapat menyamai apalagi menyaingi pusat-pusat pertumbuhan lain. · Untuk melihat sejauh mana pengaruh pembangunan infrastruktur dalam rangka pengembangan agropolitan terhadap harga tanah, maka dilakukan analisis regresi lanjutan dengan menggunakan satu independen variable, yaitu variabel jarak terhadap pusat aktifitas agropolitan, dan mengabaikan pengaruh variabel yang lain.
Sample yang digunakan adalah lahan responden pada lokasi yang
diduga dipengaruhi oleh program pengembangan agropolitan (wilayah inti), dan membuang sample pada wilayah transisi dan wilayah hinterland (Gambar 29).
81
+
+ Kabupaen Bogor Kecamatm Sukamakmlr
m
LEGENDA: •
W ILAYAH PENARIKAN SAMPLE (PENGARUHAGROPOUTAN TERHADAP HARGA TANAH) KECAMATAN PACETDAN OPANAS KABUPATEN CIANJUR
Pasar Cipanas
8 Pusat A!JOpoiKan ® San pie ymg diana~sis
N N
.Jalall Negara .Jalall K.abupaten
D
wlay
0
v.ilay
D
v.ilay
D
wlay
--
101
,...._
2Km
•
Sumber:
Bap peda Kabu paten Cia'! jur Hasil Survey lapangan
Gambar 29 Sample yang digunakan untuk melihat pengaruh agropolitan terhadap harga tanah (point berwarna kuning).
82
Hasil analis regresi dengan variabel jarak terhadap agropolitan terhadap harga tanah menghasilkan model Y
=
4,61 - 0,718 X (Tabel 18) sedangkan pola
sebaran data scatter plot ditampilkan pada Gambar 30. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel jarak ke pusat aktifitas agropolitan memiliki koefisien korelasi negatif terhadap harga tanah sebesar --0,718. Artinya semakin jauh suatu lahan dari pusat aktifitas agropolitan maka harganya semakin turun atau murah. Jika jarak bertambah sejauh 1 km dari pusat agropolitan maka harga tanah akan turun sebesar 0,718 kali atau 71,8%. Bila dilihat kembali pola spasial harga tanah di wilayah inti pada Gambar 19, maka terdapat konfigurasi harga tanah yang menarik yaitu semakin dekat ke pusat agropolitan harga tanah semakin mahal. Dengan demikian pengembangan kawasan agropolitan secara lokalitas berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan harga tanah. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mengancam sustainability kawasan agropolitan karena harga tanah yang tinggi dapat menjadi pemicu terjadinya land use change lahan pertanian menjadi aktifitas non pertanian. Tabel 18
Hasil analisis regresi variabel jarak terhadap agropolitan dengan harga tanah. Coef
SECoef
T
p
Constant
4,6081
0,4169
11,05
0,000
Agropolitan
-0,7178
0,1641
-4,37
0,000
Predictor
s = 0,715307
R-Sq = 51,5% R-Sq(adj) = 48,8%
Scatterplot of HARGA_ThH_lvs A!ToPolltan_l 6
'I ..
.i',
! I
II
5
----------
I
3
J 0
Gam bar 30
I
. ... .
2
0
II
II
4
0
2
0
3
4
~-1
I
_J
Hubungan variabel jarak terhadap pusat agropolitan dengan harga tanah di wilayah inti
83
Nilai LR penggunaan lahan untuk aktifitas pertanian di wilayah inti paling tinggi sebesar Rp 15.000/m2/tahun, sedangkan sewa villa semalam berkisar antara Rp 150.000 hingga Rp 250.000.
Kondisi ini tentu saja akan mengancam
kesinambungan aktifitas pertanian di wilayah inti agropolitan. Karena harga tanah yang tinggi di wilayah inti akan menjadi pertimbangan dalam menentukan aktifitas penggunakan lahan dimasa yang akan datang. Aktifitas-aktifitas dengan nilai LR yang tinggi akan menggantikan aktifitas dengan nilai LR rendah. Meningkatnya intensitas kunjungan wisatawan ke lokasi agropolitan akan meningkatkan nilai LR dan mendorong tumbuhnya bangunan villa di kawasan agropolitan menggantikan aktifitas pertanian. Menurut Rustiadi dan Setiahadi (2006) salah satu titik lemah dalam pengembangan kawasan agropolitan adalah belum diantisipasinya kemungkinan percepatan konversi lahan pertanian ke penggunaan lain akibat adanya peningkatan pembangunan infrastruktur dari proses pengkotaan yang terjadi dari pengembangan agropolitan. Bila hal ini terjadi, maka tujuan dari pengembangan agropolitan tidak tercapai, karena hal ini hanya akan mengulang proses pengembangan wilayah dari desa menjadi kota seperti laiknya pembangunan selama ini, yang secara perlahan tapi pasti akan mengikis peran sektor pertanian. Dengan demikian antisipasi dalam bentuk penyusunan produk Penataan Ruang Kawasan Agropolitan yang diperkuat oleh legalitas seperti Penetapan Peraturan Daerah (Perda) menjadi syarat utama dalam pengembangan kawasan agropolitan. Hasil analisis regresi berganda terhadap variabel keenam yaitu tingkat perkembangan desa (X6) juga menunjukkim tidak signifikan terhadap harga tanah. Hal ini diduga terjadi karena jumlah sample pada desa dengan tingkat perkembangan tinggi kurang representatif karena luasan land use tegalan yang rendah.
Dari scatter plot nampak bahwa keragaman harga tanah pada desa
dengan tingkat perkembangan tinggi relatif seragam. Sedangkan keragaman harga tanah pada desa dengan tingkat perkembangan rendah sangat bervariasi (Gambar 31 ). Desa-desa dengan tingkat perkembangan rendah yang dekat dengan pusat pertumbuhan, atau aksesibilitas akan mempunyai harga tanah yang tinggi, meskipun berada jauh dari pusat pelayanan atau desa dengan tingkat perkembangan tinggi.
84
Scatterplot of HARGII_TNi vs Hirai< I ~~------------------------.
0,2
0,0
0,4
..._
0,6
0,8
1,0
Gambar 31 Hubungan variabel tingkat perkembangan desa (dummy) dengan harga tanah di wilayah sample Mengadaptasi
dari
teori lokasi Von Thunen, dinamika dan
kompleksitas harga tanah di wilayah sample dapat digambarkan oleh adanya pengaruh berikut : (1). Adanya jalan akan meningkatkan kemudahan aksesibilitas sehingga harga tanah di de kat jalan meningkat. (2). Adanya pusat pertumbuhan akan meningkatkan harga tanah disekitar nya. (3). Adanya pusat pertumbuhan barn di dalam wilayah akan mengubah konfigurasi harga tanah menjadi lebih komples. Pusat pertumbuhan baru senantiasa tidak terlepas dari sarana trasportasi sehingga LR di wilayah tersebut meningkat dan membentuk konfigurasi konsentris sama dengan pusat pertumbuhan sebelumnya. (4 ). Adanya pusat pertumbuhan lain di dalam wilayah atau wilayah lain yang berdekatan akan mengubah konfigurasi harga tanah menjadi lebih komples.
SIMPULAN
1. Hasil analisis menunjukkan program pengembangan kawasan agropolitan belum signifikan dalam pencapaian manfaat jangka menengah yaitu meningkatkan pendapatan usahatani petani. Kondisi ini terjadi karena pertama meskipun terjadi peningkatan intensitas penyuluhan pertanian namun belum terjadi peningkatan produktivitas, karena keterbatasan petani dalam hal permodalan. Kedua, pembangunan infrastruktur transportasi di kawasan agropolitan tidak menurunkan biaya transportasi dan tidak merubah pola pemasaran komoditi pertanian, karena
petani tetap menjual komoditi
pertaniannya pada tengkulak. Ketiga, petani belum melaksanakan proses pengolahan komoditi pertanian (agroprocessing) yang merupakan subsistem yang memberikan nilai tambah terbesar dalam sistem agribisnis. Namun terdapat kecenderungan program pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cipanas meningkatkan jumlah petani dengan tingkat pendapatan tinggi dan sedang serta meningkatkan rata-rata tingkat pendapatan usahatani petani di wilayah inti dibandingkan wilayah transisi dan hinterland. 2. Program
pengembangan
kawasan
agropolitan
terutama
pembangunan
infrastruktur transportasi secara lokalitas berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan harga tanah.
Semakin dekat terhadap pusat agropolitan harga
tanah semakin mahal. Kondisi ini dikhawatirkan akan memicu terjadinya alih fungsi lahan pertanian kepada aktivitas non pertanian yang memiliki nilai land rent yang lebih tinggi.
86
SARAN 1. Untuk mengoptimalkan pengaruh pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cipanas perlu dioptimalkan kelembagaan ditingkat petani.
Adanya kelembagaan petani diharapkan dapat meningkatkan
economic ofscale dalam agribisnis sayuran.
2. Perlunya meningkatkan kapasitas sumber daya petani dari petani yang berorientasi produksi menjadi petani yang berorientasi agribisnis. 3. Perlunya pengembangan sistem kemitraan antara petani, pemilik modal, dan pemerintah baik kemitraan permodalan, produksi, pengolahan dan pemasaran untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
DAFTAR PUSTAKA
Alvarez M.L., Panzenbock A., Rothman I., Streefkerk M., Van Eesbeek L. 2002. Regional disparities in developing East Asia : Challenges for the future. Seminar: Globalisation 15 Nov 2002. [Anonim]. 2003. Laporan Akhir: Master plan kawasan agropolitan Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Cianjur. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Cianjur, Pemda Cianjur. [Anonim]. 2004. Draft konsepsi kebijakan agropolitan. Kebijakan pengembangan agropolitan dalam rangka pemberdayaan ekonomi pedesaan melalui kemitraan masyarakat-swasta dan pemerintah. Bogor. P4W LPPM IPB. Anwar E. 2001. Pembangunan wi1ayah pedesaan dengan desentra1isasi spasia1 melalui pembangunan agropolitan yang mereplikasi kota-kota menengah dan kecil. Makalah disampaikan pada Pembahasan Proyek Perintisan Pengembangan Pedesaan. Bogor. IPB Anwar E. 2003. Pembangunan ke1embagaan wilayah dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam. Makalah disampaikan pada Seminar Forum Wacana, Bogor. IPB. Anwar E. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Bogor. P4W LPPM IPB. Anwar
E. 2006. Pembangunan Mikropolitan Dalam Mendorong Kegiatan Sektor Pertanian Dan Sektor Komplemennya di Wilayah Pedesaan. Di Dalam Rustiadi E, Setia Hadi, Widhyanto, editor. Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Desa Kola Berimbang. Bogor. P4W LPPM IPB. Pr. him 101-109.
[Bappeda]. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2003. Laporan Pendataan Potensi Ekonomi di Lokasi Agropolitan. Cianjur. Kerja sama Bappeda Cianjur dengan CV. Trineka Sunda Mandiri. Barus B, Wiradisastra U. 2000. Sistem lnformasi Geografis : Sarana manajemen Sumberdaya. Bogor: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Barlowe R. 1978. Land Resource Economics : The Economics of real Estate Third Edition. Prentice-Hall. United States of America. [BPS].
Biro Pusat Statistik. 2005. Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2000. Cianjur. Kerja sama Bapeda Cianjur dan BPS Kabupaten Cianjur.
Cochran W. J. 1991. Teknik Penarikan Sample. Jakarta. Universitas Indonesia.
88
Darmawan A., Setiahadi, Pribadi D.O., Iman Laode. 2003. Studi kebijakan pengembangan partisipasi masyarakat perdesaan dan perkotaan. Kementerian Negara Percepatan Kawasan Timur Indonesia. Jakarta. Elestiano E. 2005. Managing risk of natural disaster by reducing pressure on urban coastal areas a rural-urban linkage approach. Japan. Ritsumeykan Asia Pascific University. Friedman J, Douglass M. 1976. Pengembangan Agropolitan Menuju Siasat Baru Perencanaan Regional di Asia. (teijemahan). Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Friedman J. 1996. Modular cities beyond the rural urban divide. Environment and Urbanization I 0: 129-131. Idawati R. 1999. Analisis Penentuan Harga Tanah Pemukiman (Studi Kasus di Kotamadya Bogor). [tesis]. Bogor. Program Pascasatjana, Institut Pertanian Bogor. Maulana H. 2006. Analisis Pola Aliran Penduduk di Kawasan Agropolitan (Studi Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur). [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kebijakan Pertanahan dan Pembangunan. Maryudi S, Napitupulu H. 2002. Jakarta. Pusat Pendidikan dan Latihan, badan Pertanahan Nasional. Mercado R.G. 2002. Regional development in the Philipinnes: a review of experince state of the art and agenda for research and action. Discussion paper series No: 03. Myrdal G. 1968. Asian Drama An Inquiry into the Poverty of Nations. London: Allen Lane. Nugroho I, Dahuri R. 2004. Pembangunan Wilayah Sosial, dan Lingkungan. Jakarta. LP3ES.
Perspektif Ekonomi,
[PPT] Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1980. Survai dan Pemetaan Tanah DAS Citarum III Padalarang Jawa Barat. Bogor. Team PPT. Prahasta E. 2004. Sistem lnformasi Geograji : Tutorial Arc View. Bandung. Penerbit lnformatika. Pribadi D. 0. 2005. Pembangunan Kawasan Agropolitan Melalui Pembangunan Kota-Kota Kecil Menengah, Peningkatan Bogor. Efisiensi Pasar Pedesaan dan Penguatan Akses Masyarakat Terhadap Laban. [tesis] Bogor. Program Pascasatjana, Institut Pertanian Bogor.
89
Rachim. D.A. dan Suwardi. 2002. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rahman A., Yunus M., Zaiton, Rachmany H. 1992. Penilaian Harta Tanah. Program Kerjasama BPLK dan ITM-Malaysia. Malang. Rusastra et a/. 2004. Laporan Akhir: Kinerja dan perspektif pengembangan model agropolitan dalam mendukung pengembangan ekonomi wilayah berbasis agribisnis (KOP). Jakarta. Balitbangtan, Departemen Pertanian. Rustiadi E, Sitorus S.R.P., Pribadi D.O. Dardak E.E. 2005. Konsepsi dan pengelolaan agropolitan. Disampaikan pada Lokakarya Penataan Ruang Kawasan Metropolitan dan Agropolitan. Jakarta. 28 November 2005. Rustiadi E, Saefilhakim S, dan Panuju D. R. 2005. Diktat Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Rustiadi E, Setia Hadi. 2006. Pengembangan Agropolitan Sebagai Strategi Pembangunan Pedesaan Dan Pembangunan Berimbang. Di Dalam Rustiadi E, Setia Hadi, Widhyanto, editor. Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Desa Kota Berimbang. Bogor. P4 W LPPM IPB. Pr. him 1-31. Ruswandi A. 2005. Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Perubahan Kesejahteraan Petani Dan Perkembangan Wilayah. [tesis]. Program Pascasarjana. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Rondinelli A. Dennis. 1985. Applied Methods of Regional Analysis- The Spatial Dimensions of Development Policy. London. Westview Press/ Boulder. Ryan P.T. 1996. Modern Regression Methods. Departement of Statistics Case Western Reserve University, United States of America. Willy and Sons Ink. Saefulhakim S, Nasoetion L.I. 1995. Kebijaksanaan pengendalian konversi sawah beririgasi teknis. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasilhasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Saefulhakim S. 2001. Pembangunan berkelanjutan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pembahasan Kriteria Kerusakan Hutan, Lahan dan Air di Jawa Barat. Bogor. Sadjad S. 2006. Desa Itu Industri. Di Dalam Rustiadi E, Setia Hadi, Widhyanto, Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Desa Kota editor. Berimbang. Bogor. P4W LPPM IPB. Pr. hlm 82-87.
90
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor. Departemen Tanah IPB. Said E.G., Intan H. 2004. Manajemen Agribisnis. MMA, IPB. Bogor. Ghalia Indonesia. Sumitro R. 1986. Pajak Bumi dan Bangunan. Bandung. Eresco. Suwandi. 2005. Agropolitan Merentas Jalan Meniti Harapan. Jakarta. Duta Karya Swasta. Tacoli C. 1998. Rural urban interactions : A Guide to The Literature. Environment and Urbanization 10:147-166. Tadjoeddin M.Z., Suharyo W.l., Mishra S. 2001. Aspirasi terhadap ketidakmerataan : Disparitas regional dan konflik vertikal di Indonesia. Working Paper. Jakarta. UNSFIR.
LAMPIRAN
91
Lampi.ran 1 Kuisioner
-
.
.
INSTJTUT PERTANIAN BOGOR SEKOLAH PASCASARJANA
DINAMIKA PENDAPATAN PETANI, PENGEMBANGAN WILAYAH, DAN ALIH FUNGSI LAHAN Dl KAWASAN AGROPOLITAN Dl KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR
2006 A. KETERANGAN TEMPAT 1.
Kota I Kabupaten
2.
Kecamatan
3.
Kelurahan I Desa
4.
RWIRT
5.
Kampung I Dusun
6.
Nama Responden
7.
Kelompok Tani
8.
Zona Wilayah Penarikan sample
9.
Hari I tanggal wawancara
B. IDENTITAS RESPONDEN 1. Status perkawinan : 1. Belum kawin 2. Umur
2. Kawin
3. Cerai Hidup
D
4. Cerai Mati
I
................... tahun
I
I
3. Agama 1. Islam
2. Protestan
3. Katolik
4. Hindu
D
5. Budha
6. Lainnya : .................................. . 4. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan :
D
1. Tidaklbelum pemah sekolah
5. SLTA I sederajat
2. Tidak I belum tamat SD
6. Diploma II II
3. SD I Sederajat
7. Diploma Ill I akademi
4. SLTP I Sederajat
8.
Sa~ana
I S1 ke atas
5. Jika tidak sekolah I tidak tamat SD apakah dapat membaca dan menulis : 1. Huruf latin 6.
7.
Peke~aan
2. Huruf lainnya
D
3. Tidak dapat membaca dan menulis
I
utama saat ini :
I
1. Petani pemilik
2. Petani Penggarap
3. Petani Penyewa
4. Buruh Tani
5. Pengumpul
6. Suplier
7. Pedagang
8. Lainnya ..............
Peke~aan
sampingan (diluar
peke~aan
I
~
utama) saat ini:
1. Petani Penggarap 3. Petani Penyewa
4. Buruh Tani
5. Buruh non tani
5. Pengumpul
7. Pedagang
8. Lainnya ............. .D
6. Suplier
92
8. Pendapatan bersih usahatani dalam sebulan ; 1. s 500.000
2. 500.000- 1.000.000
3. 1.000.000- 1.500.000
4. 1.500.000
5. 2.000.000- 2.500.000
6.
9. Apakah saudara penduduk asli desa ini : 1. Ya
~
2.500.000
2. Tidak
I
10. Jika jawaban pertanyaan 11 "Tidak" , sejak kapan anda pindah ke desa ini : Tahun Daerah asal
0
I
I
...................................................
...................................................
12. Alasan utama pindah ke desa ini :
D
1. Pekerjaan
2. Mencari pekerjaan
3. lkut suamilistrilkeluarga
4. Lainnya .........................................
13. Jika alasannya karena pekerjaan atau mencari pekerjaan, apa alasannya tidak bekerja/
D
mencari pekerjaan di daerah asal? 2. Sulit mendapatkan pekerjaan
1. Mutasi
3. Pendapatan rendah
3. Tidak mempunyai lahan 2. Tidak
14. Apakah pekerjaan sekarang ini mencukupi kebutuhan saudara? 1. Ya 15. Siapa yang mengajak pindah ke desa ini? 1. lnisiatif sendiri
2. Keluarga
4. kantorlperusahaan tempat kerja
D D
3. Ternan 5. Lainnya
C. KETERANGAN ANGGOTA KELUARGA No
Nama Anggota Keluarga
(1)
(2)
Hubungan dengan KRT (kode) (3)
Jenis Kelamin
Umur (tahun)
Pendidikan
Pekerjaan
(4)
(5)
(6)
(7)
1 2
3 4
5 6
Kode kolom (3) Hubungan dengan Kepala Rumah Tangga (KRT) : 1. Kepala Rumah Tangga (KRT) 5. Cucu 2. lstri I Suami 6. Orangtua!Mertua 3. Anak 7. Saudara I Famili 4. Menantu 8. Lainnya
93
D. AKSES TERHADAP LAHAN 1. Luas total lahan pertanian yang diusahakan : ............................................ ha
D
2. Status lahan :
D
3. Milik negara I daerah
2. Milik orang lain
1. Milik sendiri
4. Lainnya ................... 3. Jika lahan bukan milik sendiri, maka sistem pengelolaannya adalah : 3. Sewa
1. Menggarap tanpa sewa 2. Bagi hasil
4. Diupahlgaji
5. lainnya ........................ 4. Keterangan cara memperoleh lahan? ........................................... Sejak Tahun
Uraian
Luas (ha)
Harga/m"
Warisan Hibahlpemberian Membeli Sewa Lainnya ...............
............................ ··························· Totalluas lahan
4. Apakah saudara pemah menjuallahan pertanian saudara ?
.............................................
5. Keterangan penjualan lahan pertanian I fragmentasi lahan Tahun Dijual
Luas (ha)
Harga/m"
Dijual Kepada*
Penggunaan saat ini**
Totalluas lahan Keterangan : * 1. Penduduk desa/setempat
3. Orang di luar desa 4. Lainnya·.......................
2. Pendatang **1. Pertanian
2. Non Pertanian (sebutkan) ........................
6. Apakah alasan saudara menjuallahan ? ....................................... 1. Kebutuhan biaya pendidikan
4. Modal usaha dibidang pertanian
2. Kebutuhan ekonomi keluarga
5. Modal usaha non pertanian
3. Keperluan lbadah Haji
6. Lainnya ......................................................
D
KETERANGAN USAHATANI I1. Komoditi yang diusahakan dalamE. luasan lahan total yang dikelola per tahun Sebelum agropolitan (tahun 2001) Jenis
Frekuensilthn
Luas (m")
I
Sesudah agropolitan (tahun 2005) Jenis
Frekuensilthn
Luas (m")
94
2. Sewa Lahanl pajak /ahan per luasan lahan total yang dikelola per tahun Uraian
Tahun
Satuan (m•)
Biaya/satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
%
Sewa Lahan
2001
Pajak lahan Sewa Lahan
2005
Pajak lahan
3. Biaya Tenaga Kerja per luasan Ia han total yang dikelola per tahun/ musim tanam (pilih sesuai dengan informasi yang dapat diberikan petani) a. Tahun 2001
Jumlah TK
3.1.
3.2. 3.3. 3.4.
Wan ita
Pria
Kegiatan
No
Hari Kerja
Upah
TK
Jumlah TK
Hari Kerja
Total HOK Upah TK
Pengolahan Tanah a. Cangkul b. Garu c .............. Persemaian Penanaman Pemeliharaan a. Penyiangan - Kesatu Kedua
-
...............
b. Pengendalian HPT Kesatu Kedua
- ............... c. Pemupukan - Kesatu -
Kedua
................
Pemanenan 3.5. Pengangkutan 3.6. b. Tahun 2005 Pria
Kegiatan
No
Jumlah
TK 3.1.
3.2. 3.3. 3.4.
Hari Kerja
Pengolahan Tanah a. Cangkul b. Garu c .............. Persemaian Penanaman Pemeliharaan a. Penyiangan Kesatu - Kedua
-
...............
b. Pengendalian HPT - Kesatu - Kedua
- ···············
c. Pemupukan Kesatu - Kedua
-
- ................ Catatan : 1 HOK = jumlah jam kerja pria di lahan HOK wanita = Upah TK wanita Upah TK pria
Wan ita Upah
TK
Jumlah TK
Hari Kerja
Total HOK Upah
TK
95
4.4. Biaya Saprodi per luasan lahan total yang dikelola per tahun/musim tanam (pilih sesuai dengan informasi yang dapat diberikan petani) a. Tahun 2001 Uraian
No
4.1.
Satuan
Benih: a.··············· b.··············· c ................ d ................
Biaya/satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
%
Biaya/satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
grlkg/ltr
e ................ 4.2.
4.3. 4.4.
Pupuk anorganik a. Urea b. SP-36 c. KCL d ................ Pupuk Organik a. Pupuk Kandang b. .......................... Pestisida a. lnsektisida ( ........................ ) b. Fungisida (......................... ) c. Bakterisida (.........................) d. Herbisida ( .........................)
Kg Kg Kg
Kg Kg
b. Tahun 2005 No
Uraian
4.1.
Benih: a................ b.··············· c.··············· d.··············· e ................ Pupuk anorganik a. Urea b. SP-36 c.KCL d.··············· Pupuk Organik a. Pupuk Kandang b. ·························· Pestisida a. lnsektisida (. ....................... ) b. Fungisida (.........................) c. Bakterisida ( ......................... )
4.2.
4.3. 4.4.
Satuan grlkglltr
Kg Kg Kg
Kg Kg
5.5. Biaya Pasca Panen per luasan lahan total yang dikelola per tahun/musim tanam (pilih sesuai dengan informasi yang dapat diberikan petani) a. Tahun 2001 No
5.1. 5.2.
Uraian a. Pengolahan b. Penyimpanan
Satuan (grlkg)
Biaya/satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
%
Satuan (gr/kg)
Biaya/satuan (Rp)
Jumlah {Rp)
%
b. Tahun 2005 No
5.1. 5.2.
Uraian a. Pengolahan b. Penyimpanan
Rp R!>_
96
6. Biaya Transportasi dari hamparan ke jalan/ pengumpuV pasar (pilih sesuai yang dilaksanakan petani) Sebelum agropolitan (tahun 2001)
Sesudah agropolitan (tahun 2005)
Biaya (Rp)
Jenis angkutan
Biaya (Rp)
Jenis
Total Biaya
Total Biaya
7. 6. Produksl per tahunl muslm tanam (pilih sesuai dengan informasi yang dapat diberikan petani) Sesudah agropolitan (tahun 2005)
Sebelum agropolitan (tahun 2001) Total
Komoditi
Harga (Rp)
Penerimaan
Komoditi
kotor (Rp)
Produksi
Total
Harga (Rp)
Produksi
Penerimaan kotor (Rp)
Rp .............
Rp ................
6. Pendapatan Bersih Sebelum agropolitan (tahun 2001) Tot. Penerimaan
Pendapatan (Rp)
Tot.Biaya (Rp)
Sesudah agropolitan (tahun 2005) Tot. Penerimaan
Tot.Biaya (Rp)
Pendapatan (Rp)
Kotor (Rp)
Kotor(Rp)
7. Bagaimana pendapatan saudara saat ini dibandingkan dengan sebelum ada agropolitan ? ................. 1. Menin9kat 2. Tetap 3. Menurun
D
8. Jika meningkat apakah yang menyebabkannya ? .................................. 1. 2. 3. 4.
Harga meningkat Biaya transportasi turun Productivitas meningkat lainnya ..........................
9. Jika menurun apakah yang menyebabkannya ? .................................. 1. 2. 3. 4.
Harga saprodi meningkat Biaya transportasi meningkat Productivitas menurun lainnya .....................
9. Apakah pendapatan sebelum ada agropolitan ( thn. 2001) mencukupi kebutuhan saudara ? ................... 1. ya
2. tidak
D
10. Apakah pendapatan setelah ada agropolitan ( thn. 2005) mencukupi kebutuhan saudara ? .................... 1. ya
2. tidak
D
97
F. PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP AGROPOLITAN 1. Apakah saudara mengetahul yang dimaksud dengan agropolitan ? ............................. .
D
2. tidak
1. ya
2. Apakah saudara mengetahui program-program dalam pengembangan agropolitan ? ............................. .
0
2. tidak
1. ya
3. Jika mengetahui apakah saudara terlibat dalam perencanaan
D
2. tidak
1. ya
4. Apakah saudara merasakan manfaat dari adanya agropolitan ? ............................. .
D
2. tidak
1. ya
5 Bagaimana kemudahan pengangkutan sarana dan hasil produksi setelah ada agropolitan 3. lebih jelek 2. sama 1. lebih baik
D
6. Kemudahan memperoleh saprotan setelah ada agropolitan
D
3. lebih jelek
2. sama
1. lebih baik
7. Harga saprotan setelah ada agropolitan 3. lebih jelek
D
8. Pelayanan penyuluhan pertanian setelah ada agropolitan 3. lebih jelek 2. sama 1. lebih baik
D
9. Kemudahan memperoleh kredit pertanian setelah ada agropolitan 3. lebih jelek 2. sama 1. lebih baik
D
10. Pengolahan hasil pertanian setelah ada agropolitan 2. sama 1. !cbih b~ik
3. lebih je!ek
D
ll. Kemudahan pemasaran hasil produksi setelah ada agropolitan 3. lebih jelek 2. sama 1. lebih baik
D
12. Harga hasil produksi setelah ada agropolitan 2. sama 1. lebih baik
D
2. sama
1. lebih baik
3. lebih jelek
13 Keadaan sumber air untuk pertanian setelah ada agropolitan
D
3. lebih jelek
2. sama
1. lebih baik
14. Kemudahan mendapatkan pekerjaan di luar usaha tani dibidang pertanian setelah ada agrcpolita!l--. L_j 3. lebih jelek 2. sama 1. lebih baik 15. !<emw:!~h::m ment:!~patkan pekerjaan di luar sektor pettanian setelah ada agropolitan 3. lebih jelek 2. sama 1. lebih baik 16. Produktivitas lahan setelah ada agropolitan 2. sama 1. lebih baik
L
D D
3. lebih jelek
G. HARGA TANAH DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1. Perbar1tiinycm ha• ya ianah seoolum dan sesudaii ag. opoiite;n di ioka:si Si:iuuc:..: a
Sesudah agropolitan (tahun 2005)
Sebelum agropolitan (tahun 2001)
1
·------
-···-
p~;.!rlanian
lpO~mahan-
penggunaan
Harga/m (Rp)
penggunaan
~----:-------·--·-----------
Lamnya .....................
·----------
--
---·-·-·----
------ ---··---1
1
L
·-··------
pl;}l t~nian
ti>OruiTlahan
jt e~innya
------·
Harga/m (Rp)
______,
--i
I
I
98
3. Jarak lahan ke pasar Cipanas ............................................. m 4. Aksesibilitas ke pasar Clpanas 1. mudah dijangkau
2. sedang
3. sulit dijangkau
5. Jarak lahan ke puskesmas .................................................. m 6. Aksesibilitas ke puskesmas 1. mudah dijangkau
2. sedang
3. sulit dijangkau
7. Jarak lahan ke rumah saklt umum................................. m 8. Aksesibilitas ke rumah sakit umum 1. mudah dijangkau
2. sedang
3. sulit dijangkau
D
3. sulit dijangkau
D
3. sulit dijangkau
D
3. sulit dijangkau
D
3. sulit dijangkau
D
3. sulit dijangkau
D
3. sulit dijangkau
D
3. sulit dijangkau
D
3. sulit dijangkau
D
3. sulit dijangkau
D
3. sulit dijangkau
D
9. Jarak lahan ke tempat ibadah .............................................. m 10.Aksesibilitas ke tempat ibadah 1. mudah dijangkau
2. sedang
11. Jarak lahan ke kantor desa .................................................. m 12. Aksesibilitas ke kantor desa 1. mudah dijangkau
2. sedang
13. Jarak lahan ke kantor kecamatan ........................................ m 14. Aksesibilitas ke kantor kecamatan 1. mudah dijangkau
2. sedang
15. Jarak lahan ke kantor kabupaten ......................................... m 16. Aksesibilitas ke kantor kabupaten 1. mudah dijangkau
2. sedang
17. Jarak lahan ke fasilitas pendidikan TK ................................ m 18. Aksesibilitas ke fasilitas pendidikan TK 1. mudah dijangkau
2. sedang
19.Jarak lahan ke fasilitas pendidikan SD ................................m 20.Aksesibilitas ke fasilitas pendidikan SD 1. mudah dijangkau
2. sedang
21.Jarak lahan ke fasilitas pendidikan SMP .............................m 22. Aksesibilitas ke fasilitas pendidikan SMP 1. mudah dijangkau
2. sedang
23. Jarak lahan ke fasilitas pendidikan SMU ............................ m 24. Aksesibilitas ke fasilitas pendidikan SMU 1. mudah dijangkau
2. sedang
25. Jarak lahan ke jalan arteri .......................................... m 26. Aksesibilitas ke jalan arteri 1. mudah dijangkau
2. sedang
27. Jarak lahan ke jalan kolektor............................................... m 28. Aksesibilitas ke jalan kolektor 1. mudah dijangkau
2. sedang
99
H. SEWA LAHAN PEMUKIMAN /LAND RENT PEMUKIMAN 1.
Berapakan harga sewa I kontrak rumah tipe 21 pertahun ............................................ .
2.
Berapakan harga sewa I kontrak rumah tipe 36 pertahun ............................................ .
3.
Berapakan harga sewa vii a per malam ........................................... .
I. PEMASARAN HASIL USAHATANI 1.1. Pengolahan
1. Hasil usahatani yang dijual dalam bentuk apa ? 1. segar (tanpa diolah sama sekali)
2. segar (sortasi dan pembersihan)
3. diolah
4. lainnya
2. Bila diolah apa bentuk pengolahannya ? 1. dibersihkan saja 2. dibersihkan dan grading (sortasi) 3. dibersihkan, grading (sortasi), dan packing 1.2. Penyimpanan
1. Apakah hasil usahatani mengalami proses penyimpanan ?
1. ya
2. tidak
2. Bila ya, berapa lama ? 1. . ......................... hari
2. . .............................. mg
3. . ................................. bin
3. Disimpan dalam bentuk apa ? 1. Dikeringkan,
2.1ainnya .................. .
1.3. Transaksi
1. Hasil usahatani dijual kepada siapa ? 1. pedagang pengumpul tingkat desa 2. pedagang pengumpul tingkat kecamatan 3. ke STA 4. ke pasar Cipanas 5. ke pasar induk 5. lainnya ............... . 2. Bagaimana upaya saudara/ Bapak untuk memasarkan produk saudara/ Bapak ?
1. aktif menghubungi pedagang 2. aktif mencari informasi 3. lainnya .................. . 3. Darimana Bapak mendapat informasi harga ? ............................................................ . 4. Siapa yang menentukan harga dalam transaksi ? ............................................................ . 5. Bagaimana bentuk transaksi yang dilakukan ?
1. cashltunai
2. tempolhutang < seminggu
3. tempolhutang >seminggu
6. Lokasi Pemasaran Komoditas
Dijual ke
Total Produk (Volume)
a
b
c
d
e
100
Lampiran 2. Data Base Responden di Wilayah Sampel NO_IO X_KOORO
Y KOORO
KEC.
OUSUN
OESA
STRATA RESPONOEN
KEL TANI
UMUR PENOIOIKAN LUAS LAHAN (m2)
STATUS LHN
1
H. Usman
Tidak
42
721589,50
9253390,02 Cipanas Sindang Jaya Gunung Batu 9252850,87 Cipanas Stndang Jaya Gunung Batu
1
Abidln
Tldak
43
so so
3
721697,33
9252365,64 Clpanas Sindang Jaya Gunung Batu
1
Mulyadl
Kelompok Tanl
48
SLTA
3000 Milik Sendiri
4
721912,98
9253821 ,34 Cipanas Sindang Jaya Gunung Batu
1
Lili
Kelompok Tani
54
SLTP
4000 Milik Orang Lain
50
1200 Milik Sendiri
1
721966,90
2
2000 Milik Sendirl 4000 Milik Sendirl
9
723476,51
9255007,46 Cipanas Sindang Jaya Jolok
1
H.Asep
Kelompok Tani
48
10
724158,93
2
Mulyana
Tidak
48
11
723530,43
9256029,46 Cipanas Sindang Jaya Jolok 9254488,32 Cipanas Sindang Jaya Paslr Buntu
so so so so so so
1
Oadang
Tidak
32
SLTP
1000 Milik Sendiri
12
722937,36
1
Muflih
Tidak
42
so
1000 Milik Sendiri
13
722624,84
14
722829,54
9255115,29 Cipanas Sindang Jaya Clhurang 9254597,64 Cipanas Sindang Jaya Kemang 9253767,42 Clpanas Sindang Jaya Pada Jaya
5
722290,39
9253605,68 Clpanas Sindang Jaya Gunung Batu
1
H. Mapahir
Kelompok Tanl
6
723961,75
9255384,87 Cipanas Sindang Jaya Jolok
1
Nan a
Tidak
61
7
723746,09
9255169,21 Cipanas Sindang Jaya Jolok
1
H. Mukodas
Kelompok Tani
54
8
723800,00
9254845,72 Cipanas Sindang Jaya Jolok
1
Olih Mulyana
Tidak
52
3000 Milik Orang Lain 800 Milik Sendiri 1000 Milik Orang Lain 2000 Milik Sendiri 1000 Milik Sendiri
1
Oadep
Kelompok Tanl
38
SLTP
500 Milik Sendiri
1
Romjali
Kelompok Tanl
57
SLTA
2500 Milik Sendiri 5000 Milik Orang Lain
15
723206,94
9254037,00 Cipanas Sindang Jaya Pada Jaya
1
Ouya
Kelompok Tanl
53
16
722761,20
9254154,46 Cipanas Slndang Jaya Pada Jaya
1
Aep
Kelompok Tani
56
so so
17
723204,38
9254324,91 Cipanas Sindang Jaya Pada Jaya
1
lwan
Tidak
32
SLTA
2000 Milik Sendiri
18
723206,94
9253336,11 Pacet
Tidak
45
so so so so so
8000 Milik Sendiri
Sukatani
Sukamaju
1
H. Encep
19
723260,85
9253174,36 Pacet
Sukatanl
Gunung Putri
1
Acun
Tidak
60
~
722506,05
9252904,79 Pacet
Sukatanl
Pasir Kampung
1
Hamid
Tidak
66
21
724285,23
9253551,77 Pacet
Sukatanl
Kayu Manis
1
Nata
Kelompok Tanl
56
22
723907,83
9254037,00 Pacet
Sukatani
Kayu Manis
1
Utes
Kelompok Tani
50
23
724285,23
9254145,00 Pacet
Sukatanl
Kayu Manis
1
Oasep
Kelompok Tanl
24
726441,82
9256787,00 Clpanas Sindang Laya Kampung Belakang
2
Misbah
Kelompok Tani
38 43
25
726118,34
9256355,00 Cipanas Sindang Laya Kampung Belakang
2
Aas
Kelompok Tanl
50
26
725794,85
Kodiyat
Kelompok Tanl
49
725363,53
9256463,00 Cipanas Sindang Laya Kampung Belakang 9256194,00 Cipanas Sindang Laya Kampung Belakang
2
27
2
Superman
Kelompok Tanl
42
so so so so
28
725556,66
9256711 ,00 Clpanas Sindang Laya Kampung Belakang
2
H. Rahmat
Kelompok Tanl
52
SLTP
29
721643,43
9251611,00 Pacet
Cipendawa
Pasir Cina Girang
1
Aos Mahmudin Tidak
51
so
30
722829,54
9252204,00 Pacet
Cipendawa
Pasir Cina Girang
1
Wawan
Tldak
26
SLTP
SLTA
250 Milik Sendiri
2000 Milik Negara 4000 Milik Orang Lain 3000 Milik Sendiri 300 Milik Sendiri 10000 Milik Sendiri 1000 Milik Orang Lain 2000 Milik Orang Lain 2500 Milik Orang Lain 1000 Milik Orang Lain 500 Milik Sendiri 10000 Milik Orang Lain 40Q_ Milik Orang Lain
101
Lanjutan NO.IO X.KOORO Y.KOORO KEC. 31 724554,81 9252743,00 Pacet 32 725201,78 9253444,00 Pacet 33 726873,14 9254145,00 Pacet 34 727681,86 9251611,00 Pacet 35 727412,29 9251395,00 Pacet 36 727142,72 9251934,00 Pacet 37 726711,40 9252635,00 Pacet 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61
727574,03 9252635,00 Pacet 727735,78 9252797,00 Pacet 727504,00 9253031,00 Pacet 727274,74 9252861,00 Pacet 722787,97 9251688,00 Pacet 723213,72 9251655,00 Pacet 725211,48 9251917,00Pacet 725669,98 9252015,00 Pacet 726292,24 9250640,00 Pacet 724916,73 9251000,00 Pacet 724556,48 9251262,00 Pacet 724097,98 9251000,00 Pacet 723082,72 9250836,00 Pacet 727340,24 9259319,00 Cipanas 727635,00 9258696,00 Clpanas 727209,24 9258009,00 Cipanas 727274,74 9257714,00 Cipanas 726652,49 9257714,00 Clpanas 721533,92 9255927,00 Cipanas 721636,20 9256132,00 Cipanas 721977,11 9255995,00 Cipanas 722215,74 9256064,00 Cipanas 722658,93 9256064,00 Clpanas 723204,38 9256029,00 Cipanas
OESA Clpendawa Clpendawa Cipendawa
OUSUN Paslr Clna Glrang Paslr Clna Lebak Paslr Beunying
Ciherang Ciherang
Panyaweian Panyaweian
STRATA 1 2 2 3 2
Ciherang
Panyaweian
2
Ciherang
Clgombong
2
Ciherang Clherang Ciherang Ciherang
Bunlaga Bunlaga Buniaga Buniaga
2 2
Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Clputrl Ciputrl Ciputrl
Maleber Maleber Maleber Maleber Sarongge Kidul Sarongge Girang Sarongge Girang Sarongge Girang
2 2 2 2
Sarongge Girang Sukanagalih Babakan Cikundul Cibadak Babakan Sawah Clbadak Girang Geger Bentang
3 3 3 3 3
Ciputrl Ciputri Sukanagalih Sukanagalih Sukanagalih Sukanagalih Sukanagalih Cimacan Clmacan Cimacan Cimacan Cimacan Cimacan
Geger Bentang Geger Bentang Geger Bentang Oawuhan Oawuhan
2 2
2 2
RESPONOEN KEL.TANI UMURPENOIOIKAN LUAS.LAHAN (m2) STATUS.LHN H. Sudjal Tidak 53 SO 15000 Milik Sendirl Atang Tidak 45 SLTP 10000 Milik Negara H. Ibin Kelompok Tan I 63 SLTP 10000 Milik Sendiri Jafar Tidak 57 SO 4000 Milik Perusahaan Ujang Tidak 52 SO 400 Milik Perusahaan H. Mastur Kelompok Tanl 65 SO 15000 Milik Sendiri Santoso Tidak 43 S1 2700 Milik Perusahaan Ace Saefullah Kelompok Tanl 45 SO 2000 Milik Sendiri Erin Nurdin Kelompok Tanl 26 SLTA 2500 Milik Sendlri Aja Fachrezl Kelompok Tanl 30 SLTP 10000 Milik Sendiri Endang Abu Bl Kelompok Tan I 26 SLTP 1000 Milik Sendiri Komar Tidak 54 so 2000 Milik Perusahaan Affandi Tldak 61 so 2000 Milik Perusahaan Oadang Tidak 45 SLTP 2000 Milik Perusahaan Abdullah Tidak 62 so 2000 Milik Perusahaan H. Ajid Tldak 64 so 1200 Milik Sendiri Oani Tidak 38 SLTP 1600 Milik Sendiri Hasan Tidak 62 so 1500 Milik Sendiri Idin Tidak 53 so 800 Milik Sendiri H. Kosasih Tidak 58 so 2000 Milik Sendiri Amir Kelompok Tani 65 so 7500 Milik Orang Lain Abdul Muthalib Kelompok Tanl 32 SLTA 10000 Milik Orang Lain 5000 Milik Orang Lain Kelompok Tanl 69 so Jaenudin Em pad 6000 Milik Orang Lain Kelompok Tanl 49 so Udin 5000 Milik Orang Lain Tidak 54 so Ayep Hidayat Tidak 37 SLTP 27000 Milik Perusahaan 2500 Milik Perusahaan Musit Tidak 27 so 10000 Milik Orang Lain H. Nurdin Tidak 46 so 23000 Milik Sendiri H. Hasan Kelompok Tanl 63 so 30000 Milik Perusahaan Elan Tidak 34 so 7000 Milik Perusahaan H. Saefullah Tidak 40 so
102
Lanjutan
-
NO 10 X_KOORO 62 722352,11
Y_KOORO
KEC. OESA 9255075,00 Clpanas Cimacan
Malingplng
1
H. Tohlr
9255552,00 Cipanas Cimacan
Kubang
1
H. Sukriya
OUSUN
STRATA RESPONOEN
-
KEL TANI
UMUR PENOIOIKAN LUAS_LAHAN (m2) STATUS LHN 52 1800 Milik Sendiri Kelompok Tani 50 4500 Milik Sendiri 40
so so so
3000 Milik Sendiri
38
SLTA
5000 Milik Orang Lain
Kelompok Tani
63
723238,47
64
723511,20
9255825,00 Cipanas Cimacan
Kubang
1
H. Ghajali
Kelompok Tani
65
722079,38
9256677,00 Cipanas Ciloto
Geger Bentang
2
Nandang
Tidak
66
721908,93
9256950,00 Cipanas Ciloto
Geger Bentang
2
Ujang
Tidak
56
67
721568,01
9257189,00 Clpanas Ciloto
Geger Bentang
2
Rais
Kelompok Tanl
40
68
722181,65
9257291 ,00 Cipanas Ciloto
Cinyawar
2
A tip
Kelompok Tani
33
69
722658,93
9257632,00 Cipanas Ciloto
Cinyawar
2
Ajat
Kelompok Tani
46
so so so so
70
722965,75
9257870,00 Cipanas Ciloto
Cinyawar
2
Suyatno
Tidak
58
SLTP
71
722352,11
9258143,00 Cipanas Ciloto 9258757,00 Cipanas Ciloto
Cinyawar
2
H. Jamal
Tidak
62
Cikole
2
Saeful
Kelompok Tani
48
Parabon
2
Nanang
Tidak
32
so so so
Parabon
2
Usep
Tidak
42
Tdk tmt SO
72
722965,75
73
723340,75
74
723579,39
9258177,00 Clpanas Ciloto 9258518,00 Cipanas Ciloto
10000 Milik Orang Lain 2500 Milik Orang Lain 2500 Milik Sendiri 1200 Milik Sendirl 1500 Milik Orang Lain 1800 Milik Orang Lain 2400 Millk Sendiri 1500 Milik Orang Lain 3000 Milik Orang Lain
75
724022,57
9258927,00 Cipanas Batulawang . Clseureuh
2
Ujang
Kelompok Tani
58
SLTA
76
724363,48
9259268,00 Cipanas Batulawang
Babakan Ciseureuh
3
Muhldin
Tidak
57
Tdk tmt SO
77
723033,93
9261382,00 Clpanas Batulawang
Babakan
3
Ayl Udin
Tidak
39
Tdk tmtSO
78
725079,39
9261450,00 Cipanas Batulawang
Babakan
3
Mamad
Tidak
57
so
1000 Milik Orang Lain
79
724533,93
9261518,00 Cipanas Batulawang
Babakan
3
Agus Tasmara Kelompok Tani
36
SLTP
6000 Milik Orang Lain 1200 Milik Orang Lain
80
724158,93
9262029,00 Clpanas Batulawang
Babakan
3
Ojak
Tidak
57
Tdk tmt SO
81
722795,29
9261961,00 Cipanas Batulawang
Babakan
3
Burhanudin
Kelompok Tanl
40
so
82
723715,79
Babakan
3
Udin
Tldak
58
Tdk tmt SO
83
723852,11
9261279,00 Clpanas Batulawang 9260393,00 Cipanas Batulawang
Babakan
3
Ibah
Tidak
48
Tdk tmt SO
84
724397,57
9260495,00 Cipanas Batulawang
Babakan
3
Sutardji
Tidak
54
so
12000 Milik Sendiri 1000 Milik Orang Lain 800 Milik Orang Lain
600 Milik Orang Lain 1000 Milik Orang Lain 500 Milik Orang Lain
85
723511,20
9260836,00 Clpanas Batulawang
Babakan
3
Enik
Tidak
38
Tdk tmt SO
1600 Mllik Orang Lain 500 Millk Orang Lain
86
727397,58
9256950,00 Cipanas Cibodas
Selawi
3
Muslim
Kelompok Tanl
39
SLTA
8000 Milik Orang Lain
87
727602,13
9256643,00 Cipanas Cibodas
Selawi
3
H. Musllh
Kelompok Tanl
62
Tdk tmtSO
2500 Milik Sendiri
88
727943,04
9256575,00 Cipanas Cibodas
Selawi
3
Muqit
Tidak
54
so
4000 Milik Orang Lain
89
728386,22
9255927,00 Cipanas Clbodas
Bojong Wetan
3
Pepen
Kelompok Tani
31
Tdk tmt SO
_
100Q_Milik Orang Lain
103
Lampiran 3 Tingkat Pendapatan Petani
NO_ID 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
STRATA
2
1
2 2 2 2 2
1
2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 1
2 2 2 2
POLA TANAM BO, W, Bit, Hor BO, W, Br, Lbk BO, Br BO, W, Br BO,W BO, W, Cb BO, W, Br BO,W BO, W, Sid BO, W,Cb 80, W,Csm BO, W, Csm 80, Br, Csm BO,W 8r, Pcy 80, W, Csm, Lbk 80,W 80, W, Br, Bcs W, Cb, Tmt BD, W, Csm 80,W 80,W 80, W, Bit 80, Csm, Sdr BO, W,Csm BO, W, Sdr BO, W, Sdr BO,W 80, W, Br W,Cb,Csm BO, W, Br W, Cb, Tmt W, Cb, Tmt W, Csm, Sid, Sio W, Sid, Hor Lettuce Hor, Zuk, Sw, Lb Sdr, Sid, Hor Sdr, Tm Jpg, Pcy Sdr, Cb Sdr, Tm Jpg Pcy W,Cbrw BO, Cbrw W,Br W,Cbrw BO,W Tomat
PENDAPATAN
PENDAPATAN
(Rplhaltahun)
(Rp/ 3000m2/tahun)
?0.800.000 120.500.000 102.580.000 135.841.667 133.162.500 67.560.000 75.225.000 84.090.000 121.515.000 58.020.000 78.570.000 74.340.000 112.320.000 56.472.000 54.888.000 73.200.000 88.295.000 67.472.500 50.817.500 72.435.000 47.705.000 81.300.000 143.160.000 88.550.000 50.017.500 111.660.000 122.250.000 32.700.000 66.920.000 74.843.750 103.718.750 87.390.000 87.215.000 41.486.250 71.962.500 90.009.000 83.466.667 110.115.000 124.560.000 156.895.000 116.000.000 47.300.000 47.704.167 52.750.000 21.000.000 60.287.500 55.262.500
21240000 36150000 30n4ooo 40752500 39948750 20268000 22567500 25227000 36454500 17406000 23571000 22302000 33696000 16941600 16466400 21960000 26488500 20241750 35559750 21870000 40284000 24390000 42948000 26565000 15005250 33498000 36675000 9810000 26565000 15005250 33498000 26217000 26164500 12445875 21588750 27002700 25040000 33034500 37368000 47068500 34800000 14190000 14311250 15825000 6300000 18086250 16578750
104
Lan·utan POLA TANAM
NO_ID
48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3
n
3
2 2 3 3 3
3 3 1 1
78 79 80 81 82 83
3 3
3 3 3 3 3 3
84
85 86 87 88 89
3
3 3
3
Wortel Tomat BO, W, Br Jg Mns, BO Jg Mns, BO Jg Mns, BO Jg Mns, BO Jg Mns, BO BO, W, Br BO, Br, Cb BO, Br BO, W, Br BO, W, Br BO, Br, Cb, Tmt BO, Br BO, W, Br BO, Br BD, Br, Tmt Tmt, Kbs BO, Br, Tmt BO, Sdr, Cb BO,W BO, Cb, Tmt BO,W BO, W,Cb BO, W, Br Ktg, Kbs 80, W, Cb, Tmt 80, W,Sdr 80, W,LbSm 80,W 80, W,Sdr 80, W, Br BO,W 80,W 80,W 80,W 8D,W Ubi Jpg Jg Mns, Sid Jg Mns, Sid Sdr, Cb rw
PENDAPATAN
PENDAPATAN
(Rp/haltahun)
(Rp/ 3000m21tahun)
26.800.000 78.075.000 54.202.500 62.142.857 73.450.000 53.100.000 52.075.000 53.879.000 68.072.500 28.220.000 42.675.000 73.155.000 54.516.000 53.910.000 43.841.667 84.236.667 54.720.000 74.566.667 64.675.000 71.872.000 60.432.000 63.000.000 95.000.000 53.177.n8 36.822.917 17.580.000 23.840.000 68.250.000 92.650.000 58.543.750 35.600.000 95.475.000 66.520.000 52.880.000 44.400.000 68.500.000 43.087.500 68.220.000 27.000.750 22.980.000 55.925.000 54.160.000
Keterangan BD
: Bawang Daun
Lbk : Lobak
w
: Wortel
Sid
: Selada
Br
: Brokoti
Cb
: Cabe Merah
Sdr
: Seledri
Tmt : Tomat
Hor
: Horinso
Kbs: Kubis
Cb Rw : Cabe Rawit Jg Mns : Jagung Manis
8040000 23422500 16260750 18642857 22035000 15930000 15622500 16163700 20421750 8466000
12802500 21946500 16354800 16173000 13152500 25271000 16416000 22370000 19402500 21561600 18129600 18900000 28500000 15953333 11046875 5274000 7152000 20475000
2n95000 17563125 10680000 28642500 19956000 15864000 13320000 20550000 12926250 20466000 8100225 6894000 16n7500 16248000
105
Lampiran 4 Metode klasifikasi pendapatan petani menggunakan perangkat SIG dengan fasilitas query builder dan calculate . . ,.
,
,, ,1
Po t.a 1'"'" ..,... -
1!1
~
-
lmQJ(QJ @ ~ ~ ~Q] ~ ~
ll!ii-Exal·dlt•
Lampiran 5
-
1'.
'J~
Po £•
.. J
J
Hasil analisis jarak menggunakan perangkat SIG dengan fasilitas identify feature within distance
i
~- ,,... -
-
106
Lampiran 6 Variabel-variabel yang mempengaruhi harga tanah No_ld Harga Tanah _ _ _ _ _ _ _....;J;.;..ARAK...;..;__..;_;,TE..;;;;,.,;R,;..;HA;..;.;;;.;DA....;;P_.!;..(m;.;.:)_ _ _ _ _ __ JL Kabupaten JL Negara
2
3 4
5 6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
45 46 47 48 49 50
150000 150000 150000 150000 150000 100000 100000 100000 100000 100000 50000 50000 100000 100000
100000 100000 100000 75000 75000 75000 75000 75000 75000 300000 300000
300000 300000 300000
100000 100000 100000 200000 250000 450000 400000 400000
400000 100000 100000 100000 100000 50000 50000 50000 50000
75000 75000 50000
50000 50000
150 120 280 460 660 220 100 150 100 130 100 200 100 100 400 130 500 390 170 130 100 180 100 100 430 420 150 180 540 280 71'0 680 1340 800 510 790 370
3680 4020 3800 4690 4850 700 1270 1530 1720 1870 2110 2170 2450 2720 2700 3000
3120 1650 2040 2000 3100 3000 3850 100 630 560 750 1270 590 1030 1670 1180 4690 300 100 210 410
620
960
500
1220 1000 1260 790 1250 3150
960
850 1110 1480 1360 1220 800 630 1960 1180 2050
3580
1320 2000 2150 2640 3570
Pemukiman
50 500 450 1170 1150 300 450 980 350 470 200 710 50 360 390 50 500 500 400 600 1580 750 320 50 50 50 50 200 200 370 460 2200 3430 200 200 50 100 450 900
50 280 200 360 2270 2650 600 480 610 1160 2150
Ps Cipanas Agropolitan 101 4219 748 4833 1159 5049 338 4051 333 3830 2743 1584
1842 1905 2147 1411 2311 2641 3086
3292 2828 3145 2675 3281 3361
4086 2446 2290 1957 1453 914 846 554 1049
5608 4382 3075 2241 2032 4592 4668
4066 3253 3658
3622 3295 3305 4824 4624 3758 3651 5081 4702 4505 4875 5407
2438 2271 2133 3347 1846 1887 1283 896 1345 1027 1484 1239 1321 788 2308 2006 2398 5549 5035 4838 4333 4815 1909 1542 2683 3224 4939 6005 5824 5394 4810 5661 5799 5545 5334 1976 2212 3596 3976 5171 3852 3408 3270 2875
Hirarki
Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
107
lanjutan No_ld Harga Tanah
JARAK TERHADAP (m) Jl Kabupaten Jl Negara
51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64
65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
n 78 79 80 81 82 83 84 85 86
87 88 89
100000 100000 100000 100000 100000 75000 75000 75000 75000 75000 75000 75000 75000 75000 75000 75000 75000 100000 100000 100000 100000 75000 75000 75000 500000 500000 750000 750000 750000 750000 750000 750000 750000 750000 750000 100000 100000 100000 100000
150 340
260 380
400
840 970 650
530 300 100 300 430 130 1090 1440 1860 1540 770 510 1190 320 560 1030 840 380 200 570 930 150 450 150 460
50 250 360
350 150 190
3780 3470 2680 2510 2080 1560 1320 1430 1370 1320 1350 1340
1no 2570 770 460
410 170 180 350 610 610 1010 1200 1530 1990 3120 2880 3260
Pemukiman
300 410 50 50 50 910 850 440 340 280 100 500 150 340 50 200 460
4430
50 50 440 440 470 650 1150 600 200 200 390 480 580 1020 100
4550 4130 4210 2170 2270 2490 2700
320 790 430 260 50 100
Jno 3820
640
Hirarki
Ps Cipanas
4084 3697 2891 2699 2343 3996 3913 3560
Agropolitan
7920 7688 6913 6ns 6300
24n 2664 2505 2585 2663 2820 1629 2417 2793 3189 3461 3722
3330 2890 2346 3223 2285 2016 3588 3835 4238 3715 3474 3377 4024 4013 3328 3453 3592 3787 6237
4198 4490 4668 5359 4881 5277 5809 6251 7962
5804
8543
5938 6511 6863 5899 5016 4961 5550 2276 2300 2588 2877
8425 8813 8510 7981 7153 7411 7504 6430
3806
6448
6716 6856
Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggl Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
108
Lampiran 7 Tabel analisis skalogram berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas umum di setiap desa di kawasan agropolitan
No.
Nama Desa
Jumlah Jumlah Jumlah SLTP Pendudu Pendud Jumlah Luas Jumlah Kantor Jumlah Jumlah Jumlah Negeri k uk Lakl· Pendud Wilayah Keluarg Kecamat TK dan Peremp laid uk (KM"2) Swasla Negeri Swasla yang a an uan (orang) Sederaj (orang) at
1 6312 :l Cll-'t:NUAWA 7768 3 GADUG 5123 4 PALASARI 5426 5 SIN DANG LAY A tl:l24 6 _IMAI.,;AI\I tl123 7 SUKANAGkl~ /~35 tl :SINU.II.NGJAYA 5332 ~ I.;IHI:KANG 6646 1U :SUKAIANI 5212 11 I.;ILUIO 3845 12 ,CIPUTRI 4553 131 :IBODA::; 414!5 14 BATULAWANG 5770 1 iCIPANAS
so
so
2
6084 7990 4820 :>303 7tl74 7188 7437 4995 6473 4943 3694 4:>54 4078 54881
3 12396 15758 9943 1Ultl~ 100~8
15911 15372 10327 13119 10155 7539 ~107
4 153 896 234 379 251 636 763 434 560
269 431
48o
tl203 509 11258 1.908
5
2881 J664
2060 2ti!:IO 3495 4042 . 3416 . 2295 3233 2497 1996 2010 2092 2700
7
6
2 1 2 2 1 2 2 1 2
u
1 1
0 0 0 0
1 1 0
10
9
8
1 1 0 0 0 0 0 0 0
5 5 2 5 8 6 3
4 6 2 3 4 5
0
Progra Jumlah Jumlah Program Jumlah Program Lembaga m Kejar SLTP SMU Kejar AkademV Kajar PaketB Jmh Jmh MenjahiVT Swasla Swasla PaketA Jmh PT PaketA Selara lembag lembaga ala dan dan lembaga Selara Swasla PBH: (1) SLTP: a Tala Komput Susana: yang yang SO: (1) Bahasa dan yang Ada (2) (1) Ada (1) Ada Buku er Sederaj Sederaj Ada (2) Sederajat Tldak (2) (2) Tidak at Tidak at Tidak 11 12 13 15 14 16 17 18 20 19
2
1 1 0 1
-u
8 0 4 1 J
1 0 0 0 0
2 1 1
0 0
-u
.J
2 0 0 \)
-a -:u 0 0 0
2 1 1
1 1 0
-o
-z
\)
0 0 0 1 0 0 0 0
\)
\)
1
1 1 0 0
u u
:l :l
1 0
2 2
u u
:l
:l
1 2 2
u u
2 2
0 1 1 0 0 1
0 0 0
3 0 0 0
u
u
u
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 .0
"'
:l :l
2
2 2
2 2 2
2 2
u u u
2 :l
2
2
:l :l
0 01 Ul
2 2
2 1
:l
:l
0 0
:l :l
2 :l
2 2 1 1
1
u
u
1 0
0 0
u
1
u 0
1 2 1
2 2 :l
2 2 1 2
f ~.zl
'I 21
Jumlah Lembaga MenjahiVT ala Susana 21
1
0 1 0
-o
0 0 0 X 0 0 0 0 0
109 Lanjutan Lampiran 7 Tabel analisis skalogram berdasarkanjwnlah danjenis fasilitas wnwn di setiap desa di kawasan agropolitan ~UIIIId
No.
Nama Desa
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jmh Jumlah Polikllnlki Jumlah Puakesm Lembaga Lembaga Tmp Lembaga Balal Puakesm as Kecantikll Montir Prak. Elektronik Pengoba Pembant as n MobiUMotor Dokter tan u
22 1 -II"'Ai'iAS ;,t
l,;ll-'t:NUAVVA
u u
3 GAJU\,;
1
4 ~-'~..ASAKI b SINUANGLA Yf' b ~A :AN 7 ::iUt
u
u u u
~
u
1U 11 12 13 14
_.. ·-· "'' ""
::iUKATANI CILOTO CiPUIKI ~I I'll
BATULAWANG
0 0 0
u u u
24
23 0
u u u 0 0
u u u u u
25
27
26 0 2
1 1
u u
u u 0
0
0 0
1
28
:tU
1
J
u
u u u
2
J 1
Hl 11
u
1
14
1 1
0 0
4
u u
2 1 0
u
u
1
;,t
1 1 1
u
1
0 0
0 0 0
17 15 11 17 13 1
0
1 1
1 1 1 1
u u u
1
1J
2
u 1
u
u
u u u
u u
u u
0
0 0
1
0
0
0
u
u
0
33
32
4
0 0 0
u u
31
3
3
u u . u
30
29
1
0 0 0
.
Jumlah h Jumlah Jumlah Jumla Jmh Kopera Jumlah Banyaknya Koper Tmp h Jumlah Pos Toko siNon Posy an Perpustaka asi Polind Apotik Obat Obat'ja Prak. KUD du Unit an Bid an Desa es mu Lainny Desa a (unit) lltllnl
1 1 1
u u
1
u u 1
u 0
u u
u u
1
0
u
u u
-~
35
34 4
u
u
1
u
1
1 1
u
0 0
u
u u 0 0
1 0
36
u
u u
u u u
1 ;,t
u u u
1
u
0
0 0
u u u u
u
u u
0
0
0
u u
u
0
38
37 1
u u u u
1
Jumlah lndustri Jumlah Kerajin Bank an Umum Lalnnya (unit) (unit)
39 oJ
Jumlah Bank Pengkre ditan Rakyat (unit)
Jumlah lndustrl Kerajinan dari Kain/Tenu n (unit)
Jumlah lndustrl Kerajinan Makanan (unit)
40
41
42
J 1
0
4
u u
u
u
4
1 J ;,t
0
u
1
0
u
0
;,t
0
u u
u u
0
15
u
1
11
1U
u
u
u
1
u u
1
u u u
0
0 0
0
5
u
u
0
u
u
u
u
u
1l
u
u
0
1
u
u u
u
u u
0
u u
6
1
2
0
u
u
0
10
u
u
1
u u
u u 0
110
Lanjutan Lampiran 7 Tabel analisis skalogram berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas umum di setiap desa di kawasan agropolitan
.........
No.
Nama Desa
Jumlah Jumlah Supermarli HoteVPengln Restoran/Ru apan (unit) 1.-.et/Paaar mah Makan
43
45
44
1 ..;lt-'ANA::i
b
l """ ... .,..,,
11
3 :.c.1n~ 4jPI •.A::iAKI b j::iiNUANliLAYA
10 4 J
u
u
u
lj::iJ~ANA\..iA ..It-1
u
B ::ilf\lnANI '4.YA
0 0
u u
,-
t)
-
IMAI :AN
9 GIHE:.RANC.. 10 SUKATANI 11 GILmu 1:.! l.ilt-'UIKI lS 1J 14 jt:IA I ULAWANG
u 9
0 0 0
1 J 1 0
0
b 10
Jumlah Toko/Kios (unit)
Jumlah Mesjld
Jumlah SurauA.ang gar
Jumlah Gereja Kristen
46
47
48
49
Jbb 70
6
10
7 J J
14
19 10 ij :.!J
lOU :.!Jb lij 00
:.!0 0 1
u u
u
1 0
1 0
u
u
9
231 bij lbb 120 65 1UO
J:.!
Jumlah Gereja Katollk
u
Jumlah lstana Preslden
Terminal Angkot
51
50
bb
40 J1 4
u
:.!o
fb
u
u
u
'l2
b4
27 0 14 14 13
40
u u
u u u
u u
0
u u
0
u
17
:.!4
u 36 :.!4 5o 27 4:.!
1 1 3
0 0
Ranking
Hirarkl
52
1 1 1 0 0
u
Jumlah Fasilitas
Jumlah Jenls
1
1
u
u
0 0
u
0
u
u
0 0
0
0
0
0
u
u
- _u
33 28 27 25 24 lij
u 0 0
u u
11:1 17
u u
u 0
-- u
-
16 1b 15 14 14 1J
49J 173 lijJ 199 278 396 :.!1J 104 271 144 :.!b1 217 14U _:.!10.
II II II II Ill Ill Ill Ill Ill Ill Ill Ill Ill
1 :.! ,J
4 0
6 f
B 9
1U 11 1:.! 1J 14