Perjalanan Singkat ke Batam Kata Pendahuluan Seperti biasa, kami juga ada proyek di BI3. Proyek kali ini berbeda dengan BI1 dan BI2 karena kali ini kami diberikan kesempatan untuk pergi ke Batam untuk proyek. Proyek ini tidak hanya memperbolehkan kami untuk belajar tentang tempat-tempat dan kehidupan di Batam , tapi juga memperbolehkan kami untuk meningkatkan kemampuan kami untuk berbahasa indonesia. Di laporan ini, kami akan berbagi tentang pengalaman siswa-siswa dari perjalanan singkat ini.
Berkumpul dan persiapan Pertama-tama, kami dengan siswa-siswa dari kelas BI4 dan BI5 dibawa oleh para ibu guru pergi ke Batam untuk membuat proyek kami. Tujuannya adalah supaya kami bisa mengalami kehidupan masyarakat di Indonesia dan berlatih berbahasa dengan orang Indonesia. Pada pagi itu, kami semua berkumpul di MacDonald di Harbour Front Centre. Kami dari kelompok Dokumentasi sudah berencana untuk berkumpul lebih pagi dari murid lain untuk berdiskusi tentang proyek dan tugas kami. Recananya kami akan bertemu di MacDonald jam tujuh pagi, tapi seperti yang diduga, kami berusaha bagaimanapun juga tidak bisa bangun sepagi itu dan pada akhirnya kami semua datang terlambat. Untung saja, waktu kami tiba disana, siswa-siswa lain belum datang untuk berkumpul di MacDonald. Sebab itu, kami secepat-cepatnya berdiskusi tentang acara kami dan bagaimana
kami mau mendokumentasi perjalanan ini; misalnya apa kami mau
memfilmkan perjalanan ini dan siapa saja yang akan kami wawancarai di sana.
Tidak lama kemudian, siswa-siswa lain mulai sampai dan berkumpul di Mac Donald. Kami melihat kelompok-kelompok lain juga mulai berdiskusi sambil makan sarapan pagi. Pada waktu itu, kelompok kami menyadari kalau Roy hilang dari kelompok kami. Ternyata, saat kami sedang sibuk berdiskusi hal-hal tentang proyek, Roy juga sibuk makan burger di satu pojok.
Setelah semua siswa sudah berkumpul, kami menuju ke Terminal untuk berangkat ke Batam. Kami naik feri dari perusahan Penguin. Perusahan itu adalah perusahan yang sama untuk membawa tentara Singapura ke Pulau Tekong untuk latihan militer. Jadinya, mahasiswa lelaki merasakan sedikit nostalgia dan Teng Shun berkata waktu kami sampai di Terminal Batam, dia merasa seperti pergi ke Pulau Tekong.
Dalam perjalanan ke Batam di dalam feri, kelompok kami bertanya kepada siswasiswa BI3 yang lain tentang perasaan dan harapan mereka tentang perjalanan ini. Kebanyakan dari mereka baru pertama kali ini pergi ke Batam, jadinya mereka semua merasa sangat bahagia. Mereka juga ingin melihat dan mengalami kehidupan orang-
orang di Batam dan juga dapat kesempatan yang bagus untuk melatih kemampuan bahasa Indonesia mereka. Mereka sudah banyak mengantisipasi perjalanan ini. Suasana di feri sangat riang gembira. Kami merasa seperti sedang berlibur dan bukannya untuk membuat proyek. Ini adalah salah satu bonus dalam module Bahasa Indonesia di NUS. Hanya kelas Bahasa Indonesia yang mengadakan program perjalanan singkat untuk membuat proyek. Mereka merasa proyek ini benar-benar bukan main asyiknya.
Kunjungan ke Bandara Hang Nadim Segera setelah kami tiba di Batam, kami mengunjungi Bandara Udara Hang Nadim untuk belajar tentang bandara itu. Kedatangan kami disambut oleh Pak Irwansyah, salah satu petugas di bandara. Sesudah seluruh anggota kelompok kami diperiksa satu demi satu, kami masuk ke daerah terbatas. Saya sangat heran, karena saya kira biasanya orang-orang tidak bisa memasuki daerah tersebut tanpa boarding pass, tapi ternyata kita masih bisa. Barangkali pemandu wisata kami, Pak Johni, sudah mendapat ijin khusus dari otoritas sebelum kita datang. Pak Irwansyah memandu kita untuk mengelilingi tempat-tempat di bandara, sedangkan teman-teman yang lain terus menerus mengambil foto. Kelihatannya asyik sekali. Kesan pertama saya tentang bandara itu lumayan. Meskipun fasilitas di sana
cukup sederhana dan tidak sebaik Singapura, apa yang harus ada di sebuah bandara, juga ada di sana, misalnya bagian keamanan, klinik dan lain lain. Kami berkumpul di luar klinik sementara Pak Irwansyah mengatakan, kalau ada penumpang yang sakit atau hamil, mereka harus diperiksa oleh dokter di klinik, dan mereka harus mendapat ijin dari dokter sebelum mereka bisa melanjutkan perjalanannya. Menurut Pak Irwan, alasannya kalau ada keadaan darurat di tengah perjalanan, pihak bandara harus mengambil tanggung jawab. Alasannya masuk akal, tetapi saya berpendapat, pihak bandara seharusnya menjaga pribadi pasien yang berbaring di sana. Jadi, mungkin mereka seharusnya melarang kami untuk mengambil foto di daerah sekitar klinik karena waktu itu kami sangat ribut sekali. Rasanya kurang baik kalau pasien-pasien dilihat atau diganggu oleh orang asing seperti kami. Lalu, kami menuju ke daerah landasan terbang. Di situ saya melihat pesawat terbang yang bertenaga dari baling-baling. Pemandangan di sana cukup menarik, sebab saya tidak pernah melihat pesawat tersebut dengan mata kepala saya. Apalagi, itu kali pertama saya memasuki daerah terlarang seperti itu. Kemudian, kami ke pusat kargo. Saya kaget dengan cara pegawai di sana menangani bagasi-bagasi. Dia mengambil sebuah bagasi, lalu dia mengempaskannya di atas troli. Mudah-mudahan tidak ada benda rapuh dalam koper itu! Rupanya pegawai-pegawai di pusat kargo sibuk sekali mengerjakan tugasnya, di sana bahkan ada pemberitahuan lucu yang bertulisan, “Dilarang tidur di dalam gudang/ diatas barang.” Namun demikian saya merasa seakan-akan ada orang yang memandangi kelompok kami. Saya mengira, mungkin pegawai-pegawai di sana ingin tahu apa yang kami kerjakan, karena biasanya jarang ada orang luar yang boleh masuk ke daerah itu. Seperti yang kita sudah ketahui, Indonesia pernah mengalami masalah teroris. Malah di bawah penjagaan berat, rupanya di bandara itu bahkan seorang petugas yang bersenjata pun tidak ada. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana pihak bandara akan bereaksi, kalau benar-benar ada penyerangan di sana. Maklum ancaman teroris masih ada di mana mana. Kesimpulannya, dari luar kelihatannya semuanya di Bandara Hang Nadim berjalan lancar. Tetapi kalau dipikir-pikir, sebenarnya justru ada banyak yang harus diperbaiki.
Mudah-mudahan orang yang akan menulis laporan tentang perjalanan ke Bandara Hang Nadim di masa depan akan punya kesan yang lebih positif untuk diceritakan.
Makan di Restoran Saung Sunda Sawargi Kami ada kesempatan untuk mencoba makanan khas Indonesia di restaurant Saung Sunda Sawargi. Dari luar, gedung restoran Sunda itu kelihatannya tradisionil. Dekorasi di dalam restoran itu tidak hanya mengasyikkan sekali, tapi juga penuh dengan keaslian. Sekarang kami semua sudah merasa sangat lapar. Ketika kami duduk di kursi, kami lihat di atas meja ada semangkuk kerupuk. Kerupuk memang enak sekali! Kami makan semua kerupuk secepat kilat, bahkan terus mengambil kerupuk dari meja yang lain. Ibu Lucia berkata sambil tersenyum: “Ayo makan kurupuk dengan sambal terasi, rasanya lebih enak!” Walaupun Ibu guru sudah memesankan makanan untuk kami, namun kami tetap merasa gembira dengan makanan yang dipesan karena banyak makanan yang belum kami coba sebelumnya. Di atas meja di hadapan kami terhidang berbagai macam makanan, misalnya kerupang bawang, ikan panggang, keredok, pepes dan lain-lain. Nasi putihnya dibungkus dengan daun. Hal ini sangat menarik bagi kami karena kami belum pernah makan nasi putih yang dibungkus dengan daun. Ikan panggangnya juga enak sekali dan rasanya manis. Karena makanan-makanannya enak sekali, nasi putih dan sambal terasi yang disediakan tidak cukup untuk kami. Lalu, pelayan restoran menghidangkan semangkuk penuh nasi putih lagi untuk kami. Kalau dipikir-pikir, kami makan banyak sekali di restoran Sunda itu! Sesudah makan siang, cuaca hari itu berubah jadi buruk. Tiba-tiba, ada hujan deras. Untungnya, pelayan restorannya berbaik hati membawakan payung untuk kami, supaya kami bisa naik ke bis yang diparkir di depan restoran. Jika pelayan itu tidak membawakan payung, kami pasti menjadi basah. Kami merasa layanan restoran itu baik sekali kalau dibandingkan dengan restoran-restoran yang Singapura. Di sana, kami merasa diperlakukan sebagai raja!
Pembuatan Kueh Lapis Sesudah makan siang, kami pergi ke toko yang menjual kue lapis. Waktu kami tiba ke sana, pegawai toko sudah mempersiapkan sample kue untuk kami coba. Meskipun kami sudah kenyang dari makan siang tadi, tetapi karena kelihatannya kueh lapis itu enak sekali, jadi kami masih ingin mencoba.
Biasanya, kita membayangkan kalau membuat kueh lapis perlu ada pabrik yang besar. Tetapi toko ini bukan seperti begitu. Toko ini adalah toko yang kecil. Hari itu waktu kami datang di sana cuma ada tiga pegawai dan bosnya sendiri yang menjaga tokonya . Bagi sebagian besar kami, ini adalah pertama kali kami melihat cara membuat kue lapis secara langsung. Kalau dibandingkan dengan pegawai pabrik, pegawai di toko ini perlu bekerja lebih keras karena semua dikerjakan dengan tangan, tidak ada mesin untuk membantu mereka. Lagipula, kalau ada turis yang datang, mereka perlu cepat-cepat membuat kueh kalau ada banyak pesanan. Bagi kami, kue-kue yang dijual di sana rasanya sangat berbeda dari kue yang dijual di Singapura. Tetapi karena rasanya enak, kebanyakan dari kami membeli paling sedikit satu paket. Harga kue-kue di sana juga murah. Satu paket besar kira-kira harganya dua puluh lima dolar, tergantung mau rasa apa. Sebaliknya di Singapura, untuk ukuran yang sama, harganya sekitar empat puluh dolar. Sewaktu kami di sana, kelompok “perkerjaan” menggunakan kesempatan itu untuk mewawancarai para pegawai toko kue. Dengan demikian, mereka tidak hanyak bisa
mengerti perkerjaan di sana, tapi juga bisa berlatih berbahasa Indonesia. Bagi kelompok lain, mereka menggunakan kesempatan itu untuk mengambil foto-foto. Kami merasa pengalaman ini memang sangat menarik karena kami belajar banyak tentang bagaimana toko kue seperti ini dijalankan.
Berbelanja dan waktu bebas Sesudah mendapat pengatahuan tentang Bandara Hang Nadim, makan siang yang enak sekali dan pergi ke toko kue, kami melanjutkan dengan pijat dan berbelanja. Berbelanja adalah bagian yang penting untuk kami karena sebelum tiba di Batam kami sudah dengar tentang makanan dan pijat di Batam yang terkenal murah daripada di Singapura. Lagipula, karena mata uang Indonesia harganya sangat kecil dibandingkan mata uang Singapura, kami merasa seakan-akan kaya sekali setelah menukarkan uang kami dengan mata uang di Indonesia. Pokoknya, kami ingin membeli beberapa oleh-oleh atau makanan kembali ke Singapura untuk keluarga dan teman-teman, jadi kami senang sekali bisa punya waktu untuk berbelanja di Batam. Mula-mula, saya kira semua barang-barang yang dijual di Batam pasti lebih murah, tapi ternyata bukan semua yang dijual sana murah. Sesudah mengelilingi Nagoya Mal berulang kali, kami menyadari bahwa harga pakaian yang dijual disana sebenarnya tidak berbeda banyak dengan di Singapura, kecuali untuk beberapa toko. Walaupun begitu, makanan yang dijual sana benar-benar lebih murah kalau dibandingkan dengan di Singapura, misalnya Jco Donut dan restoran A&W. Selain itu, pijat dan arcade juga lebih murah. Barangkali ekonomi di sana lebih mementingkan servis yang bisa menarik turis dari mana-mana, jadi harga servis lebih murah. Waktu itu mal tidak ramai sekali, sebaliknya, mal itu kelihatan tenang. Mungkin karena hari itu hari Rabu, jadi tidak ada banyak turis mengunjungi. Aktivitas santai seperti pijat sering terlalu mahal di Singapura, mungkin karena begitu, biasanya batam dikunjungi oleh banyak turis dari Singapura pada akhir minggu. Sesudah berbelanja, kami sudah capek sekali. Lalu, kami diantar ke terminal feri untuk perjalanan pulang. Kami merasa senang sekali dan capek juga karena kami bisa mendapat banyak kesempatan untuk berlatih berbahasa di dalam bahasa Indonesia
dan capek karena terlalu berusaha untuk berbelanja. Waktu kami naik feri pulang ke Singapura, ada banyak siswa-siswa yang sudah capek sekali, bahkan tidur di feri.
Kesimpulan Dalam kesimpulan, pengalaman ini asyik sekali dan penuh arti. Rupanya, perjalanan singkat ini seperti liburan untuk kami, dan melalui perjalanan ini kami juga bisa belajar banyak tentang Batam dan punya banyak kesempatan untuk berlatih apa yang sudah kami pelajari di kelas. Pada pendapat kami, perjalanan ini memperbolehkan kami untuk bersantai dan bercakap-cakap dengan siswa-siswa dan dosen dari tingkat yang lain. Intinya, kami bisa melatih bahasa Indonesia kami.