POLA PERJALANAN PENGLAJU KOTA BEKASI KE JAKARTA Mia Renauly Departement Geografi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Aktivitas bekerja merupakan faktor terpenting yang membentuk pola perjalanan di perkotaan, karena dilakukan oleh penduduk dalam jumlah yang besar dan dalam rentang waktu yang bersamaan. Setiap orang pasti memiliki perilaku perjalanan yang berbeda beda tergantung kakarakteristik sosioekonomi dan wilayahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh karakteristik penglaju terhadap pola perjalanan penglaju Kota Bekasi ke tempat kerja di Jakarta, baik dari segi pemilihan moda dan pemilihan rutenya. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan menggunakan statistik sederhana. Hasil penelitian menunjukan bahwa wanita muda mapan dan pria muda mapan cenderung bekerja bekerja ke Pusat Kota Jakarta yang merupakan kawasan perkantoran, sedangkan yang lainnya cenderung bekerja ke pinggiran kota Jakarta yang lebih beragam dari mulai kawasan pekantoran hingga industri. Mobil umumnya digunakan oleh penglaju wanita muda mapan, serta pria mapan, dengan memilih rute tol. Motor cenderung digunakan oleh pria sederhana, dengan rute jalan ruas tengah. Sedangkan kendaraan umum cenderung digunakan untuk perjalanan jauh dan oleh wanita sederhana serta wanita tua mapan.
Abstract Working is the most important activity that form travel pattern of the city, because it is done with large number of people at the same time. Every commuters have different sosio-economic and region characteristic, that would form different travel behavior. This research is going to describe how the characteristics of Bekasi commuters who works in Jakarta affect their travel behavior, based on mode and route choice. This research employed descriptive analysis and simple statistic methods. Analysis shows that upper class young women also upper class young man tend to works in the business district at the city center of Jakarta, while the others tend to work either in the business district or industrial district at the urban fringe of Jakarta. Cars usually used by upper class young women also upper class young man, and using highway infrastructure as their route choice. Motorbike tend to used by middle class man, with center road zone as their route. While public transportation tend to used for long distances journey and by middle class women also upper class old women. Keywords
: Characteristic, Commuters, Journey to Work, Mode choice, Route choice.
Pendahuluan Kota adalah daerah yang menarik untuk ditinggali, akibatnya arus migrasi ke kota pun meningkat sehingga terjadi kepadatan penduduk di daerah perkotaan. Hal ini menyebabkan lahan permukiman semakin bergeser ke pinggiran kota, sedangkan lahan pekerjaan cenderung terpusat di pusat perkotaan. Fenomena ini menyebabkan individu bergerak lebih jauh dan melakukan perjalanan lebih lama untuk mencapai tempat kerja (Tamin, 1997). Pola perjalanan di perkotaan umumnya di dominasi oleh perjalanan ke tempat kerja, karena aktivitas bekerja dilakukan oleh penduduk dalam jumlah yang besar dan dalam rentang waktu
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
yang bersamaan sehingga menghasilkan pola perjalanan yang kompleks (Cox, 1972). Setiap individu memiliki perilaku perjalanan (travel behavior) yang mereka anggap “paling baik” untuk mereka. Sehingga setiap orang pasti memiliki perilaku perjalanan yang berbeda beda tergantung latar belakang mereka, baik itu karakteristik sosial, ekonomi, atau demografi (Oppenheim, 1995). Sebagai kota penunjang bagi Jakarta, banyak penduduk Kota Bekasi bekerja ke Jakarta, data menunjukan bahwa jumlah penglaju di Kota Bekasi cukup tinggi dibandingkan kota satelit Jakarta lainnya, dimana sekitar 2 juta orang setiap harinya melakukan perjalanan dari Kota Bekasi ke daerah sekitar (Analisis tim studi JAPTraPIS 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola atau kecenderungan perilaku perjalanan penglaju Kota Bekasi yang bekerja di Kota Jakarta berdasarkan karakteristik penglajunya.
Gambar 1. Bagan Proses Pengambilan Keputusan Perjalanan Individu
Metode Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakteristik sosioekonomi penglaju (jenis kelamin, tahapan keluarga, pendapatan, dan kepemilikan kendaraan), karakteristik wilayah (jarak, aksesibilitas wilayah asal, struktur ruang wilayah tujuan), serta perilaku perjalanan (waktu tempuh, biaya, moda, dan rute). Sebelum melakukan survey lapangan, diperlukan pengumpulan data sekunder yang akan menunjang penggumpulan data primer ataupun untuk keperluan analisis data. Data sekunder yang dibutuhkan diantaranya data fasilitas transportasi (stasiun dan gerbang tol), jaringan jalan, dan penggunaan lahan Kota Bekasi dan Jakarta. Teknik pengambilan sampel non probabilitas quota sampling, yaitu merupakan teknik pengambilan sampel dimana kemungkinan seseorang untuk terpilih
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
menjadi anggota sampel tidak diketahui. Jumlah sampel yang akan diambil sebanyak 125 individu. Agar pengambilan sampel berjalan dengan baik, maka ditetapkan bahwa sampel akan diambil di permukiman teratur saja, dan disesuaikan dengan jumlah penduduknya. Kemudian dilakukan perhitungan untuk menentukan kuota sampel di tiap kecamatan, agar lokasi sampel tersebar merata. Data primer dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuisioner sebagai instrumen penelitian.
Pertanyaan tertutup yang dicari adalah berupa
informasi mengenai variabel karakteristik penglaju (jenis kelamin, tahapan keluarga, pendapatan, dan kepemilikan kendaraan). Sedangkan pertanyaan terbuka digunakan untuk mencari tahu lokasi tujuan bekerja, moda yang digunakan, rute dan pergantian moda, biaya perjalanan, waktu tempuh, hingga motif dan pemilihan rute. Data sekunder akan diolah menjadi peta seperti peta trayek transportasi umum, peta penggunaan lahan, dan sebagainya, untuk mendapatkan informasi mengenai gambaran umum wilayah, data penunjang analisis, serta penentuan jumlah sampel. Sedangkan data primer yang didapatkan dari hasil wawancara, akan diolah pada perangkat lunak statistik SPSS dan Ms. Excel. Data data mengenai karakteristik sosioekonomi akan dikategorikan berdasarkan indikator indikatornya. Data mengenai waktu tempuh, jarak, dan biaya perjalanan akan dirata ratakan dengan menggunakan perangkat lunak Ms. Excel, dan akan disajikan dalam sebuah matriks untuk melihat bagaimana hubungannya dengan karakteristik penglaju. Selain itu beberapa data dan informasi akan dioleh menjadi grafik dan sketsa. Beberapa data primer akan diolah dengan tabulasi silang diantaranya; pemilihan moda dengan karakteristik penglaju (sosioekonomi dan wilayah); serta pemilihan rute dengan karakteristik penglaju (sosioekonomi dan wilayah). Keseluruhan hasil pengolahan data diatas akan digabung dalam sebuah matriks untuk kebutuhan analisis, dan untuk melihat bagaimana perilaku perjalanannya berdasarkan karakteristik sosioekonomi dan wilayahnya. Kemudian data yang telah diolah akan dianalisis secara deskriptif keruangan, serta disintesakan untuk mengetahui pola secara umum.
Hasil dan Pembahasan Setiap orang pasti memiliki perilaku perjalanan yang berbeda beda tergantung latar belakang atau karakteristik sosioekonomi mereka (Oppenheim, 1995). Dari seluruh data sosioekonomi sampel penglaju, dengan jenis kelamin, tahapan keluarga, pendapatan, dan kepemilikan
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
kendaraan sebagai indikatornya, maka penglaju dapat dikategorikan menjadi delapan tipe kategori, yaitu: - Wanita muda mapan: Single/Usia awal pernikahan, pendapatan >7 juta, memiliki mobil - Wanita muda sederhana: Single/Usia awal pernikahan, pendapatan <7 juta, memiliki mobil - Wanita tua mapan: Menikah, pendapatan >7 juta, memiliki mobil - Wanita tua mapan: Menikah, pendapatan <7 juta, memiliki mobil - Pria muda mapan: Single/Usia awal pernikahan, pendapatan >7 juta, memiliki mobil - Pria muda sederhana: Single/Usia awal pernikahan, pendapatan <7 juta, memiliki mobil - Pria tua mapan: Menikah, pendapatan >7 juta, memiliki mobil - Pria tua mapan: Menikah, pendapatan <7 juta, memiliki mobil Dilihat dari karakter wilayah asalnya, dapat dikategorikan menjadi dua kategori wilayah asal, yaitu wilayah aksesibilitas tinggi (<5 km menuju fasilitas transportasi) dan wilayah aksesibilitas rendah (>5 km menuju fasilitas transportasi). Sedangkan dilihat dari karakter wilayah tujuannya, dapat dikategorikan menjadi dua kategori wilayah tujuan yaitu pusat kota (wilayah segitiga emas CBD Jakarta), dan pinggiran kota. penduduk yang tinggal di wilayah dengan aksesibilitas tinggi, perjalanannya lebih memusat di Jakarta bagian tengah (kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa). Hal ini terjadi karena aksesibilitas transportasi serta daya tarik akan pekerjaan di wilayah tersebut cukup tinggi. Sedangkan penduduk yang tinggal di wilayah dengan aksesibilitas rendah, lokasi pekerjaannya lebih menyebar. Hal ini terjadi karena lokasi tempat tinggal mereka yang lebih dekat ke wilayah tersebut.
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
Kawasan Perkantoran, Perdagangan, Jasa
Kawasan Industri dan Kawasan CBD Segitiga Emas
Kawasan Perkantoran, Perdagangan, Jasa
Kawasan Industri dan Kawasan CBD Segitiga Emas
Gambar 2. Tujuan Menglaju berdasarkan Karakteristik Wilayah Asal
Jika dibandingkan antara karakteristik wilayah asal dan tujuan, serta karakteristik sosioekonomi penglajunya, maka terdapat kecenderungan bahwa pada penglaju yang tinggal di wilayah dengan aksesibilitas tinggi, wanita muda sederhana, wanita tua sederhana, pria muda sederhana, pria tua mapan, dan pria tua sederhana cenderung menglaju ke pinggiran kota Jakarta, wanita muda mapan cenderung menglaju ke pusat kota Jakarta, dan pria muda mapan cenderung menglaju baik ke pusat ataupun pinggiran kota Jakarta. Sedangkan pada penglaju yang tinggal di wilayah dengan aksesibilitas rendah, wanita muda mapan, wanita muda sederhana, wanita tua mapan, wanita tua sederhana, pria muda mapan, pria muda
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
sederhana, dan pria tua sederhana cenderung menglaju ke pinggiran kota, sedangkan pria tua mapan cenderung menglaju baik ke pusat ataupun pinggiran kota Jakarta. Selain lokasi asal dan tujuan, ada satu variabel yang terdapat diantara kedua hal tersebut yang juga membentuk karakteristik penglaju, yaitu friksi jarak. Umumnya semakin tinggi aksesibilitas, maka akan semakin dekat pula jarak perjalanan ke tempat kerja (Levinson, 1998). Penelitian menunjukan bahwa semakin ke arah timur Kota Bekasi, jarak menglaju cenderung menjadi lebih jauh. Pada wilayah dengan aksesibilitas tinggi, penglaju wanita menglaju lebih jauh dibandingkan dengan penglaju pria. Sedangkan pada wilayah dengan aksesibilitas rendah, penglaju pria menglaju lebih jauh dibandingkan dengan wanita
Wanita muda sederhana, wanita tua sederhana, pria muda sederhana, pria tua mapan, dan pria tua sederhana
Pinggiran kota
Wanita muda mapan
Pusat
kota
Pria muda mapan
Wanita muda mapan, wanita muda sederhana, wanita tua mapan, wanita tua sederhana, pria muda mapan, pria muda sederhana, dan pria tua sederhana
Pinggiran kota Pusat
kota
Pria tua mapan
Gambar 3. Skema Tujuan Menglaju Berdasarkan Wilayah Aksesibilitas Tinggi (Atas) Dan Aksesibilitas Rendah (Bawah)
Modal choice atau pemilihan moda transportasi merupakan salah satu bagian dari travel demand (Pacione, 2005). Faktor ruang dan waktu sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam pemilihan moda (Witte, et al, 2013). Basis keruangan yang bisa digunakan dalam memahami pemilihan moda diantaranya aksesibilitas dan jarak.
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
Tabel 1. Pemilihan Moda Transportasi berdasarkan Karakteristik Sosioekonomi dan Wilayah pada jarak <10 km Karakteristik Sosioekonomi Wanita muda sederhana Wanita tua sederhana Pria muda sederhana Pria tua sederhana
Pemilihan Moda berdasarkan Karakteristik Wilayah Asal Aksesibilitas Aksesibilitas Tinggi Rendah
Pemilihan Moda berdasarkan Karakteristik Wilayah Tujuan Pusat Pinggiran Kota Kota
Motor
Motor
Motor
Motor
-
-
Umum
Umum
Motor
-
Motor
Umum
Motor
Pada perjalanan dengan jarak <10 km, wanita muda dan tua sederhana memiliki kecenderungan untuk menggunakan motor, begitu pula dengan pria, hal ini berkaitan dengan pendapatan dan kepemilikan kendaraan penglaju. Pada perjalanan kurang dari 10 kilometer, aksesibilitas tempat tinggal penglaju terhadap angkutan umum tidak mempengaruhi pemilihan moda kendaraan secara signifikan. Selain itu penglaju yang tinggal pada wilayah dengan aksesibilitas tinggi terhadap transportasi umum juga menunjukan kecenderungan untuk menggunakan kendaraan pribadi. Jenis kelamin juga tidak terlalu mempengaruhi pemilihan moda transportasi pada penglaju dengan jarak tempuh kurang dari 10 kilometer ini. Namun pada penglaju wanita di Kota Bekasi, baik tua maupun muda, kecenderungan pilihan moda transportasi adalah kendaraan pribadi, yaitu motor. Menurut mereka menggunakan motor jauh lebih cepat, apalagi dalam jarak yang termasuk dekat (<10 km), selain itu perjalanan juga menjadi lebih murah. Jika dikaitkan dengan karakteristik wilayah tujuannya, penglaju yang menglaju ke pusat kota cenderung menggunakan kendaraan umum, sedangkan penglaju yang menglaju ke pinggiran kota cenderung menggunakan kendaraan pribadi. Pada perjalanan dengan jarak 10-20 km, hasil penelitian pada tabel 2 menunjukan bahwa aksesibilitas tidak terlalu mempengaruhi pemilihan moda, namun lebih dipengaruhi oleh karakteristik sosioekonominya. Penglaju mapan cenderung menggunakan mobil. Sedangkan wanita muda sederhana dan wanita tua sederhana cenderung untuk menggunakan transportasi umum, yang mereka anggap lebih nyaman, ataupun karena mereka tidak memiliki kendaraan pribadi (captive users). Penglaju pria yang tidak mapan menunjukan kecenderungan untuk menggunakan motor.
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
Tabel 2. Pemilihan Moda Transportasi berdasarkan Karakteristik Sosioekonomi dan Wilayah pada Jarak 10-20 km
Karakteristik Sosioekonomi Wanita muda mapan Wanita muda sederhana Wanita tua mapan Wanita tua sederhana Pria muda mapan Pria muda sederhana Pria tua mapan Pria tua sederhana
Pemilihan Moda berdasarkan Karakteristik Wilayah Asal
Pemilihan Moda berdasarkan Karakteristik Wilayah Tujuan Pinggiran Pusat Kota Kota Mobil Mobil
Aksesibilitas Tinggi Mobil
Aksesibilitas Rendah Mobil
Umum
Umum
Umum
Umum
Umum Mobil Motor Mobil Motor
Umum Umum Motor Motor Mobil Motor
Umum Umum Motor Motor Mobil Umum
Umum Mobil Motor Mobil Motor
Pada perjalanan dengan jarak >20 km, aksesibilitas tidak mempengaruhi perjalanan jarak jauh, karena daya tarik angkutan umum jadi lebih tinggi pada perjalanan dengan jarak lebih dari 20 km. Sedangkan jika dikaitkan dengan karakteristik wilayah tujuannya, dapat kita lihat bahwa angkutan umum banyak digunakan baik pada perjalanan menuju pusat maupun pinggiran kota. Namun wanita muda mapan masih cenderung menggunakan mobil untuk menuju pinggiran kota, sedangkan pria muda sederhana juga masih cenderung menggunakan motor karena lebih hemat. Tabel 3. Pemilihan Moda Transportasi berdasarkan Karakteristik Sosioekonomi dan Wilayah pada Jarak >20 km
Karakteristik Sosioekonomi
Pemilihan Moda berdasarkan Karakteristik Wilayah Asal
Pemilihan Moda berdasarkan Karakteristik Wilayah Tujuan Pusat Pinggiran Kota Kota Umum Mobil
Aksesibilitas Tinggi Mobil
Aksesibilitas Tinggi -
Umum
Umum
Umum
Umum
Wanita tua sederhana
Umum
Umum
Motor
Umum
Pria muda sederhana Pria tua mapan Pria tua sederhana
Umum Motor
Motor Umum Umum
Motor Umum Umum
Motor Umum Umum
Wanita muda mapan Wanita muda sederhana
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
Sebagaimana pemilihan moda mempertimbangkan jarak, karakteristik sosioekonomi, biaya, dan waktu tempuh. Moda yang dipilih juga akan mempengaruhi bagaimana perilaku perjalanannya, terutama dari segi biaya perjalanan. Biaya perjalanan ini lebih dipengaruhi oleh moda transportasi yang digunakannya dibandingak dengan karakteristik penglajunya. Tabel 4. Rata Rata Biaya Perjalanan berdasarkan Karakter Sosioekonomi dan Moda Transportasi Moda Transportasi Umum
Motor
Mobil
Karakteristik Sosioekonomi Wanita muda sederhana Wanita tua mapan Wanita tua sederhana Pria muda sederhana Pria tua mapan Pria tua sederhana Wanita muda sederhana Wanita tua sederhana Pria muda mapan Pria muda sederhana Pria tua mapan Pria tua sederhana Wanita muda mapan Wanita muda sederhana Pria muda mapan Pria tua mapan Pria tua sederhana
Rata Rata Biaya Perjalanan (Rp) 9000 17500 11000 14000 12000 8000 4500 5000 8000 7500 6000 6000 30000 40000 36000 34000 30000
Route choice atau pemilihan rute merupakan salah satu unsur dalam permintaan akan perjalanan (travel demand). Pemilihan rute pada umumnya didasari oleh keinginan untuk mendapatkan tute terpendek, tercepat, dan termurah. Keputusan pengambilan rute juga didasari oleh informasi atau pengetahuan mengenai kondisi jalan atau lalu lintas, sehingga mereka dapat menentukan rute yang terbaik untuk mereka (Tamin, 1997). Sedangkan untuk angkutan umum, rute ditentukan berdasarkan pemilihan moda transportasinya (angkot, bus, kereta api, dan sebagainya yang mempunyai rute tetap). Sehingga dalam kasus seperti ini, pemilihan moda dan rute dilakukan bersama-sama. Untuk kendaraan pribadi, diasumsikan bahwa orang akan memilih moda transportasinya dulu, baru rutenya. Membahas pemilihan rute pada angkutan umum juga dapat dibahas dengan melihat bagaimana pola pergantian modanya (modal split). Rata rata penglaju memiliki jumlah
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
pergantian moda 1-2 kali. Tidak ada kecenderungan jumlah pergantian moda pada masing masing pada masing masing karakter wilayah penglaju. Umumnya perjalanan dengan jarak jauh lebih banyak digunakan dengan menggunakan bus dan kereta, dan kemudian disusul oleh angkot. Tidak ada perbedaan yang mencolok antara masing masing wilayah aksesibilitas, dilihat dari segi jarak tempuh. Namun dalam jarak yang sama, grafik menunjukan bahwa bus memiliki waktu tempuh yang lebih lama dibandingkan dengan menggunakan kereta.
Rata Rata Jarak Tempuh Motor/Bajaj Mikrolet/Metromini
40
Bus
20
Kereta Angkot
0 Tinggi
Rendah
Aksesibilitas
Motor/Becak
menit
kilometer
60
Rata Rata Waktu Tempuh 250 200 150 100 50 0
Motor/Bajaj Mikrolet/Metromini Bus Kereta Angkot
Tinggi
Rendah
Motor/Becak
Aksesibilitas
Gambar 4. Grafik waktu dan jarak tempuh berdasarkan moda transportasi
Lain halnya dengan pemilihan moda transportasi umum, pemilihan rute pada moda transportasi pribadi dilakukan secara terpisah. Untuk pengendara motor, ada lima jalan raya yang menghubungkan Kota Bekasi dan Jakarta, yaitu jalan Kalimalang, Bintara/Jalan Baru, I Gusti Ngurah Rai/Belakang Stasiun, dan Pulo Gadung/Bekasi Raya, Jalan Raya Pondok Gede. Kemudian ruas ruas jalan tersebut akan dikategorikan menjadi tiga, menurut tujuan dan letaknya yaitu, - Ruas Jalan Utara Penglaju yang bekerja ke arah utara Jakarta (seperti Jakarta Utara, sebagian Jakarta Timur, dan sebagian Jakarta Pusat) biasanya memilih untuk melewati Jalan Pulogadung dan Jalan I Gusti Ngurah Rai, dan akan dikategorikan menjadi Ruas Jalan Tengah. Jalan Pulogadung menuju langsung Kawasan Industri Pulogadung di Jakarta Timur, sedangkan Jalan I Gusti Ngurah Rai, yaitu jalan yang mengikuti sepanjang rel kerata api yang menuju Jatinegara. - Ruas Jalan Tengah Jalan Kali Malang dan Jalan Bintara biasanya digunakan oleh penglaju yang bekerja di pusat kota atau Jakarta bagian tengah (seperti Jakarta Pusat, sebagian Jakarta Timur, dan
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
sebagian Jakarta Selatan), dan akan dikategorikan menjadi Ruas Jalan Tengah. Menurut pendapat beberapa responden, Jalan Bintara (atau yang sering dikenal juga dengan Jalan Baru), merupakan jalur yang cukup sepi dibandingkan jalur lainnya yang sejenis, yaitu Jalan Kali Malang. - Ruas Jalan Selatan Jalan Raya Pondok Gede biasanya dilalui oleh penglaju yang bekerja di Jakarta bagian selatan (Jakarta Selatan, sebagian Jakarta Timur, dan sebagian Jakarta Pusat), dan akan dikategorikan menjadi Ruas Jalan Selatan. Pengguna ruas jalan ini banyak yang berasal dari selatan Kota Bekasi. Tabel 5. Pemilihan Rute berdasarkan Karakteristik Sosioekonomi dan Karakteristik Wilayah Penglaju Karakteristik Wilayah
Aksesibilitas Tinggi Wilayah Asal Aksesibilitas Rendah
Pusat Kota Wilayah Tujuan Pinggiran Kota
Karakteristik Sosioekonomi
Pemilihan Rute
Wanita muda sederhana Wanita tua sederhana Pria muda sederhana Pria tua mapan Pria tua sederhana Wanita muda sederhana Wanita tua sederhana Pria muda mapan Pria muda sederhana Pria tua mapan Pria tua sederhana Wanita muda sederhana Pria muda sederhana Pria tua mapan Pria tua sederhana Wanita muda sederhana Wanita tua sederhana Pria muda mapan Pria muda sederhana Pria tua mapan Pria tua sederhana
Ruas Jalan Tengah Ruas Jalan Utara Ruas Jalan Tengah Ruas Jalan Utara Ruas Jalan Tengah Ruas Jalan Tengah Ruas Jalan Utara Ruas Jalan Selatan Ruas Jalan Tengah Ruas Jalan Tengah Ruas Jalan Tengah Ruas Jalan Tengah Ruas Jalan Tengah Ruas Jalan Tengah Ruas Jalan Tengah Ruas Jalan Tengah Ruas Jalan Utara Ruas Jalan Selatan Ruas Jalan Tengah Ruas Jalan Utara Ruas Jalan Tengah
Tabel 5. menunjukan bahwa pilihan rute untuk penglaju yang tinggal di wilayah dengan aksesibilitas tinggi cenderung lebih bervariasi dibandingkan dengan aksesibilitas rendah. Hal
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
ini dikarenakan bahwa pada wilayah dengan aksesibilitas tinggi lebih banyak pilihannya dibandingkan dengan penglaju yang tinggal di wilayah dengan aksesibilitas rendah. Sedangkan jika dilihat berdasarkan karakteristik wilayah tujuannya, dapat kita lihat bahwa penglaju yang menuju ke pusat kota semuanya menggunakan ruas jalan tengah, sedangkan penglaju yang menuju pinggiran kota cenderung lebih bervariasi pemilihan rutenya. Pengguna mobil umumnya memilih untuk menggunakan jalan tol yang infrastruktur jalannya lebih bagus dengan rute atau koridor yang sudah jelas, sehingga memudahkan perjalanan. Penglaju yang menggunakan mobil biasanya megandalkan akses jalan tol, sehingga pemilihan rute pada pengguna mobil juga dipengaruhi oleh akses lokasi tempat tinggalnya dengan gerbang tol
Gambar 5. Peta Rute Pengguna Mobil
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
Sedangkan waktu tempuh perjalanan umumnya berkaitan dengan jarak yang dilalui, karena pada dasarnya perjalanan adalah kegiatan untuk mengatasi adanya ruang dalam waktu yang tersedia (Rodrigue, 2006). Pemilihan rute dan moda sebenarnya juga akan mempengaruhi waktu tempuh, namun tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan dengan jarak.
Tabel 6. Rata Rata Waktu Tempuh per Kilometer berdasarkan Karakteristik Sosioekonomi dan Moda Transportasi Rata Rata Waktu Moda Karakteristik Tempuh per Transportasi Sosioekonomi Kilometer (m/s) Umum Wanita muda sederhana 4,43 Wanita tua mapan 3,60 Wanita tua sederhana 4,52 Pria muda sederhana 4,60 Pria tua mapan 3,99 Pria tua sederhana 4,50 Motor Wanita muda sederhana 5,31 Wanita tua sederhana 5,41 Pria muda mapan 5,91 Pria muda sederhana 4,20 Pria tua mapan 4,45 Pria tua sederhana 4,20 Mobil Wanita muda mapan 5,83 Wanita muda sederhana 5,44 Pria muda mapan 3,95 Pria tua mapan 5,92 Pria tua sederhana 3,06
Dari seluruh penjelasan diatas, diketahui bahwa pada wilayah dengan aksesibilitas tinggi, penglaju yang masih muda dan mapan cenderung bekerja ke pusat kota serta menggunakan mobil sebagai moda transportasinya, yang juga akan menaikan biaya perjalanan mereka. Bagi mereka kemudahan dalam melakukan mobilitas serta kenyamanan dalam perjalanan menjadi lebih penting dibandingkan dengan biaya yang harus mereka keluarkan, walaupun terkadang waktu tempuh menjadi lebih lama. Sedangkan penglaju lainnya, cenderung tersebar lokasi pekerjaannya di pinggiran kota. Pria yang sederhana cenderung menggunakan motor, yang lebih hemat dari segi biaya dan waktu tempuh. Wanita sederhana cenderung menggunakan angkutan umum karena dianggap lebih mudah dan sesuai dengan pendapatan mereka.
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
Sedangkan pada wilayah dengan aksesibilitas rendah, penglaju cenderung menglaju ke pinggiran kota (Pinggiran kota), dan lelaki cenderung menglaju lebih jauh dibandingkan perempuan. Pada wilayah dengan aksesibilitas rendah, kecenderungan penggunaan angkutan umum menjadi lebih tinggi dengan biaya perjalanannya yang beragam. Namun penggunaan kendaraan pribadi juga tetap terlihat yaitu mobil pada penglaju wanita muda mapan, dan motor pada pria muda mapan dan pria muda sederhana. Mereka memilih menggunakan motor karena dianggap lebih cepat dibandingkan kendaraan lainnya, terutama pada saat menghadapi macet. Selain karena alasan kecepatan, mereka menggunakan motor juga karena alasan ekonomis. Lain halnya dengan kaum pria yang sudah tua, mereka cenderung menggunakan kendaraan umum untuk perjalanan yang jaraknya sudah masuk dalam kategori jauh ini, karena menggunakan kendaraan pribadi tentu akan lebih melelahkan bagi mereka yang sudah tua.
Kesimpulan Karakteristik penglaju Kota Bekasi menunjukan bahwa wanita muda mapan dan pria muda mapan cenderung bekerja ke pusat kota Jakarta (Kawasan Segitiga Emas), sedangkan yang lainnya cenderung bekerja ke Pinggiran kota Jakarta, dengan jarak tempuh yang semakin jauh seiring dengan semakin rendahnya aksesibilitas. Mobil cenderung digunakan oleh pria dan wanita mapan, dengan menggunakan fasilitas jalan tol. Motor cenderung digunakan oleh pria sederhana, dengan rute ruas jalan tengah. Sedangkan kendaraan umum cenderung digunakan untuk perjalanan jauh dan oleh wanita sederhana serta wanita tua mapan.
Daftar Referensi Beimborn, Edward., dkk. (2003) Journal: Transit Accessibility and Connectivity Impacts on Transit Choice and Captivity. Social Research in Transport (SORT) Clearinghouse. Bruton, M.J. (1981) Introduction to Transport Planning, London: Hutcihinson. Cox, Kevin R. (1972) Man, Location, and Behavior: An Introduction to Human Geograhy, New York: John Wiley & Sons Inc.
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
DeSalvo, Joseph and Huq, Mobinul (2005) Journal: Mode Choices, Commuting Cost, and Urban Household Behaviour. Elesvier Djakfar, Ludfi, dkk. (2010) Jurnal: Studi Karakteristik Dan Model Pemilihan Moda Angkutan Mahasiswa Menuju Kampus (Sepeda Motor Atau Angkutan Umum) di Kota Malang. Jurnal Rekayasa Sipil. Golledge R. G., and Stimson R. J (1997) Spatial Behaviour: A geographical Perspective, Guilford: New York Guo, Zhan., and Loo, Becky (2013) Journal: Pedestrian environment and route choice: evidence from New York City and Hong Kong, Elsevier. Hakim, Ikhwan and Parolin Bruno (2008) Journal: Spatial Structure and Spatial Impacts of the Jakarta Metropolitan Area: a Southeast Asian EMR Perspective, World Academy of Science, Engineering and Technology. Hapsari, Hesti Ayu (2011) Skripsi: Gejala Deurbanisasi Jakarta dan Lahirnya Megapolitan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hartshorn, Truman (1980) Interpreting the City, New York: John Wiley & Sons Inc. H. Carter (1995) Urban Geography, London: Arnold Khisty, C. Jotin., and Lall, B.K.. (1998) Transportation Engineering: An Introduction, London: Prentince-Hall. Kasali, Rhenald (1998) Membidik Pasar Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Lawson, Anneka Ruth, et al. (2013) Journal: Analysis of the non-motorized commuter journeys in major Irish cities. Elsevier Levinson, David M. (1998) Journal: Accessibility and Journey to Work, Elsevier. Levinson, David and Zhu, Shanjiang (2013) Journal: A Portofolio Theory of Route Choice, Elsevier. Lin, Dong., dkk. (2012) Journal: The Effects of Polycentric Development on Commuting Patterns in Metropolitan Areas. Regional Studies Association Publication. Lowe, John C. (1975) The Geography of Movement, Boston: Houghton Mifflin. Mantra, Ida Bagoes (2000) Demografi Umum, Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada. Marketa, Braun Kohlofa (2003) Everyday travel mode choice and its determinants: trip attributes versus lifestyle. Prague: Charles University. Naess, Petter (2103) Journal: Residential location, transport rationales and daily-life travel behaviour: The case of Hangzhou Metropolitan Area, China, Elsevier.
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
Oppenheim, Norbert (1995) Urban Travel Demand Modelling, New York: John Wiley & Sons Inc. Pacione, Michael (2005) Urban Geography: A Global Perspective Second Edition, New York: Routledge. Rodrigue, J.P., dkk. (2006) The Geography of Transport System, New York: Routledge. Sohn, Jungyul (2005) Journal: Are Commuting Pattern a Good Indicator of Urban Spatial Structure?, Elsevier Small, Kenneth and Verhoef, Erick T. (2007) The Economics of Urban Transportation, New York: Routledge. Taaffe, Edward J, dkk. (1996) Geography of Transportation, New Jersey: Prentince-Hall. Takao, Kazutaka and Asakura Yasuo (2005) Journal: Extraction of Cognition Result of Travel Routes from Open-ended Questionaire Text. Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies Tamin, Ofyzar (1997) Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Bandung: Institut Teknologi Bandung. Turton, Brian (1999) Urban Transport and Traffic Problem, Dalam: Pacione, M.ichael (2005) Applied Geography: Principles and Practices, London: Routledge. Waldheim, Charles (2006). The Landscape Urbanism Reader.
New York, Princeton
Architectural Press. Witte, dkk (2013) Journal: Linking modal choice to motility: A comprehensive review, Elsevier. Xie, Rong and Shibasaki, Ryosuke (2001) Journal: Conceptual Framework of Human Spatial Behaviour, 22nd Asian Conference on Remote Sensing Paper. Yang, Ming (2013). Journal: Modeling Gender-Based Differences in Mode Choice considering Time-Use Pattern: Analysis of Bicycle, Public Transit, and Car Use in Suzhou, China. Hindawi Publishing Corporation Yunus, Hadi Sabari (2010) Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bekasi dalam Angka. Badan Perencanaan Pembangunan Kota Bekasi, 2011. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan. Departemen Perhubungan Republik Indonesia. 2004 The Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy in the Republic of Indonesia (JAPTraPIS). ALMEC Corporation dan Japan International Corporation Agency, 2012.
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014
http://www.esri.com/software/arcgis/extensions/networkanalyst diakses pada tanggal 27 Januari 2014, pukul 13.56.
Pola perjalanan..., Mia Renauly, FMIPA UI, 2014