ARIEF BUDIMAN WIBOWO
PERJALANAN KE SULAWESI
Penerbit ORIOLE PRESS
PERJALANAN KE SULAWESI Oleh: ARIEF BUDIMAN WIBOWO Copyright © 2015 by ARIEF BUDIMAN WIBOWO
Penerbit ORIOLE PRESS
Desain Sampul: ARIEF BUDIMAN WIBOWO
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
Untuk : Farhan Bayanaka Andi Arie Maharani (almarhum)
iii
HIDUP
Hidup adalah tantangan.. hadapilah Hidup adalah pemberian.. terimalah Hidup adalah petualangan.. tantanglah Hidup adalah Duka cita.. tanggulangilah Hidup adalah tragedi.. akuilah Hidup adalah tugas.. laksanakanlah Hidup adalah permainan.. mainkanlah Hidup adalah misteri.. singkaplah Hidup adalah lagu.. nyanyikanlah Hidup adalah Kesempatan.. ambilah Hidup adalah perjalanan.. lengkapilah Hidup adalah janji.. penuhilah Hidup adalah kasih sayang.. nikmatilah Hidup adalah indah.. bersyukurlah Hidup adalah jiwa.. bertarunglah Hidup adalah teka teki.. pecahkanlah Hidup adalah cita-cita.. capailah
(kutipan dari majalah dinding di kantor desa Liliriaja Karya Sathya Sai Baba)
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Karena atas rahmat dan izinnya buku ini dapat hadir di hadapan pembaca.
Buku “Perjalanan Ke Sulawesi” ini bercerita tentang perjalanan penulis saat melaksanakan tugas Konversi Minyak Tanah ke Gas 3 Kg di Sulawesi Selatan. Wilayah kerja kami saat itu adalah Parepare, Sidrap, Soppeng, Luwu Timur. Banyak suku yang berdiam dan tinggal di sini, Suku Bugis untuk kota Pare-pare, Sidrap, Bone, Pinrang, Barru,Wajo Sinjai,Bulukumba, Pangkep dan Soppeng, Suku makasar untuk kota Gowa, Takalar, Jeneponto, Selayar, Maros. Suku Toraja di Tana Toraja. Suku Luwu di Palopo, Masamba, Malili. Dan masih banyak lagi. Dari mereka itu semua penulis belajar banyak hal-hal baru yang menarik dan yang menyakitkan. Pekerjaan kami adalah mendata, mengecek lalu memverifikasi calon penerima dan bila oke maka akan langsung mendistribusikan paket konversi. Pekerjaan yang tidak mudah namun mengasyikan. Dengan target kerja 40 hari harus sudah selesai. Hal yang bukan masalah ketika di Jawa, karena Di Pulau Jawa infrastruktur sangat memadai, orang-orangnya pun sudah mendapat informasi yang banyak sehingga mereka mendukung program ini. Namun di Sulawesi semua itu tidak. Tiap wilayah sangat unik, dan tidak seragam. Karena itu banyak peristiwa dan kejadian menarik yang semuanya tertuang dalam kisah ini. Akhir kata, semoga buku ini bisa menambah wawasan dan bermanfaat bagi kita semua. Selamat membaca. Penulis.
v
Bagian 1: PAREPARE & SIDRAP
1
Monas dikejauhan, diatasnya awan putih menggantung. Pemandangan ini sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Karena baru pertama kali naik pesawat maka saya datang ke bandara jauh-jauh hari. Dua jam sebelum
jam
keberangkatan seperti yang tertera di tiket saya sudah stand by di pintu masuk
Bandara Sukarno Hatta,
Tangerang. Namun datang dengan tidak terburu buru ini malah
kelihatan
bodoh.
Ketika
ditawari
asuransi
perjalanan oleh sales girls yang cantik dan imut maka dengan bangganya beli asuransi mereka. Padahal asuransi sudah ditanggung oleh airlines. Cape deh.. Rp 25000 uang
dibuang percuma. Sambil berjalan.. berfikir
anggap saja
sedekah pagi.
Begitu pesawat tiba dan para penumpang dipersilakan masuk,
kami langsung mencari nomor bangku. Dan
Alhamdulillah.. mendapat bangku dipinggir jendela. Saya rasa duduk di pinggir jendela adalah idaman setiap penumpang, karena bisa melihat pemandangan di luar jendela.
Sebelum pesawat berangkat speaker bersuara membacakan prosedur terbang demi keamanan dan keselamatan. Diantaranya
wajib
mematikan
alat
ektronik
untuk
mencegah gelombang magnetnya yang akan menggangu jalannya pesawat tinggal landas. Sehingga HP, Laptop, camera, ipod dan lain-lain wajib dimatikan.
Beberapa saat kemudian muncul beberapa pramugari yang cantik dan langsing yang memperagakan pemakaian alat keamanan pesawat. Enjoy saja dan nikmati kecantikannya.
2
Siapa
tahu
kita
celaka
di
perjalanan.
Aujubillah
himinjalik.. siapa yang mau.
Detik-detik pemberangkatan tiba.. buat seorang pemula seperti saya ini adalah detik detik yang mendebarkan. Ketika pesawat mengangkat dan terbang serasa sekali ngambang di udaranya.
Dari atas gunung, sungai, pantai dan semua yang ada didaratan terlihat indah. Apalagi ketika dilihat di pagi hari seperti saat ini. Saat embun masing mengambang di udara dan belum terusir oleh sinar matahari. Suasananya mistis seperti negeri di awan. Gunung salak terlihat gagah berdiri dan monas terlihat imut-imut di bawah sana. Klik klik klok.. moment yang sayang buat dilewatkan begitu saja. Setelah pesawat diatas dan semuanya terasa aman, maka semuanya berjalan normal kita boleh melakukan apa saja di tempat duduk kita kecuali merokok dan hp tetap dimatikan. Wajib itu. Dan selama 2 jam penerbangan apa saja yang dilakukan? Tidur adalah jalan yang terbaik. Baca malah pusing. Jadi dengerin musik sampai tidur adalah 3
paling nikmat. Kalau tidak bisa tidur siapkan kamera saku digital. Langsung klik sana klik sini. Lumayan buat pamer ke teman-teman bahwa kita pernah naik pesawat. Hari gini masih banyak kok yang belum pernah naik pesawat. Jadi pergunakan kesempatan ini.
Menikmati pemandangan juga tidak akan sempurna jika tidak diabadikan. Rugi jika dilewatkan. Daratan dan laut dari atas terlihat cantik kalau mengambil gambarnya bener..
awan juga bisa difoto kok. Inget BJ. Habibie
punya koleksi foto awan loh. Iseng aaja.. tidak rugi kok, kamera digital tidak perlu negatif film.
Setelah menempuh waktu 3 Jam di pesawat, menyusuri pantai utara jawa dan menyebrang ke pulau Sulawesi, daratannya terlihat jelas. Tiba saat mendarat. Saat roda menyentuh tanah adalah saat yang menegangkan. Pernah saya baca bahwa kecelakaan pesawat lebih sering saat mendarat , jadi degdegan juga.. dan alhamdulillah.. pesawat mendarat mulus di Bandara Hasanudin Makassar.
4
Badan terasa pegel juga walau cuma hanya duduk didalam pesawat kerjaannya. Dan kami semua antri turun.
Klik.. ambil foto bandaranya buat kenang kenangan. Klik.. ambil gambar kita tepat didepan pesawat buat nampang di fb. Begitu sampai di darat cocokan jam tangan kita dengan waktu setempat. Di Makassar tambah 1 jam dari Jakarta karena Makassar menggunakan Waktu Indonesia Bagian Timur (WIT).
Turun keluar pesawat ambil tas di bagasi. Setelah itu ke toilet dulu.. setor. Keluar gerbang makan dulu buat tambah tenaga.. Kita belum tahu apa yang akan terjadi nanti. Yang penting perut terisi sisanya terserah nanti. kenyang
langsung
ke
bus
bandara
yang
Setelah akan
mengantarkan kita ke jalan raya poros Makassar. Gratis. Namun hanya ada siang hari. Kalau malam tidak beroperasi. Atau jika tidak mau pusing ambil saja taksi di situ. Banyak yang menawarkan kok. Naik Taksi dari Bandara Hasannudin ke pusat kota Makassar harganya 5
sekitar Rp 100.000. Ada juga ojek dari bandara ke jalan raya depan pintu tol harganya Rp 10.000. Tapi karena masih siang saya ambil yang gratis, bus bandara. Nanti dari jalan poros baru naik taksi. Karena jika ambil taksi dari sini hanya bayar Rp 60.000 – 70.000 untuk ke kota Makassar. Cukup besar bedanya.
Lumayan lah.. ngirit
dikit.
****
2 Dari
bandara INTERNASIONAL HASANUDIN naik
taksi ke kota Makassar dengan tujuan jalan sungai sadang. Ternyata lokasinya tepat di pusat kota.
Kontak person
kami, Pak aco. Rumahnya sederhana dan kelihatan tua letaknya di dalam gang, rumah ini merangkap kantor dengan kolam ikan kecil disampingnya. Halaman kecilnya cukup untuk parkir beberapa motor saja. Rindang dengan pohon jambu airnya yang sedang berbuah.
6
Kami disambut ramah oleh penunggu rumah tersebut. Mungkin karena sering kali didatangi tamu luar kota jadi terlihat biasa dengan orang-orang baru.
Dipersilakan
menunggu dan kami duduk mengaso dulu. Kemudian datang Pak Aco yang langsung menyambut ramah.
dengan
Ini adalah perjumpaan pertama kami, setelah
sering kontak melalui telpon dan sms.
Bapak ini
merupakan kontak person hampir semua perusahaan riset yang ada di Jakarta. Kalau ada yang perlu orang untuk melakukan riset pemasaran di pulau Sulawesi biasanya nama beliau yang muncul pertama kali.
Karena jadwalnya padat, kami langsung mengutarakan maksud dan tujuan kami. Kemudian diperkenalkan dengan Andi Ari, orang bangsawan bugis yang ramah. Dengan senyumnya yang selalu terlihat menghias di wajahnya yang kehitaman terkena sinar matahari. Giginya yang ompong membuat khas. Hitam nikotinnya tidak bisa disembunyikan. Tingginya sekitar 160cm.
7
Setelah ngobrol panjang lebar akhirnya ayah 1 anak ini berminat untuk ikut bekerjasama dengan kami. Setelah pertemuan ini selesai kami beristirahat tidur siang.
Malamnya kami jalan-jalan menikmati kota Makassar ini. Dan daerah yang pertama dituju adalah pantai Losari. Lokasi wajib jika berkunjung ke Makassar. Penasaran saja pengen lihat seperti apa tempat yang termasyur ini. Ingat dengan kata-kata Jusuf Kalla: Pantai Losari adalah satu-satunya tempat di Indonesia, yang
dapat melihat
matahari terbit dan matahari tenggelam disatu titik berdiri yang sama.
Dan begitu sampai disana.. sedikit kaget juga, kok hanya segini. Ternyata saat itu Pantai Losari sedang dalam renovasi besar-besaran, sehingga keadaanya berantakan dengan pasir dan batu cadas bergeletakan disana sini. Pagar
seng
menutupi
pinggir
pantai,
menghalangi
pandangan kita ke laut lepas. Padahal pantai ini adalah Landmarknya kota Makassar karena disekitar pantai ini banyak took-toko souvenir khas Sulawesi dan restoran 8
yang menjual makanan khas Sulawesi. Kata orang dulu sebelum direnovasi, di pantai ini banyak sekali pedagang kakilima khususnya pedagang makanan khas Sulawesi. Mereka berjejer dibibir pantai sepanjang garis pantai, sehingga banyak orang datang untuk makan, minum dan menikmati suasana malam disini.
Saat itu pantai ini
dikenal sebagai pusat makanan laut dan ikan bakar di malam hari (karena para penjual dan pedagang hanya beroperasi pada malam hari) serta disebut-sebut sebagai warung terpanjang di dunia (karena warung-warung tenda berjejer di sepanjang pantai yang panjangnya kurang lebih satu kilometer). Tapi sekarang tidak lagi. Sekarang semua digusur dan pindah ke tempat lain.
Dan karena pantai ini dalam masa renovasi jadi terlihat sumpek, berantakan dan gelap. Tidak terlihat kemegahan dan apa yang membuatnya jadi terkenal. Yang ada saat itu hanya
huruf
huruf terbuat dari batu yang berdiri
membentuk kata P-A-N-T-A-I
L-O-S-A-R-I yang
menandakan bahwa ini adalah ikonnya kota Makassar. Sederhana sekali. Tetapi maknanya besar, jika sudah 9
kesini berarti sudah ke Makassar. Sudah ke Sulawesi. Sehingga foto-foto disini wajib hukumnya. Kata orang disini akan dibuat 3 anjungan. Yaitu Anjungan Pantai Losari tempat saya berdiri ini saat ini, terus Anjungan Bugis-Makassar dan Anjungan Toraja-Mandar.
Kami berdua disini berdiri dan bengong. Hanya merasakan angin pantai yang cukup dingin. Sambil melihat orangorang yang berkumpul,
bercengkrama dan pacaran.
Kalau datangnya sore hari,
mungkin bisa menikmati
detik-detik matahari terbenam di laut, tetapi karena malam hari jadi lebih baik cari makan saja. Akhirnya langsung saja ke restoran di seberang jalan. Pesan Nasi goring karena harus makan nasi buat isi tenaga, goreng datang..
begitu
nasi
langsung kaget. Muuerah banget.
Ternyata kalau mau pesan makan nasi goreng disini harus spesifik, misalnya pesan nasi goreng Jakarta yang tidak pakai sambel khas sini. Kalau lupa pesan ini, jangan kaget dengan nasi gorengnya yang merah menyala. Karena pakai saos Makassar yang warnanya ngejreng. Rasanya? Gak bisa dijelaskan.. karena saya kurang pandai dalam menilai 10
rasa. Yang penting makan , kalau habis artinya enak. Enaknya bagaimana? Ya begitu.. Padahal mungkin cuma karena lapar jadi makanan apa saja habis dimakan.
Setelah kenyang dan puas istirahat, kemudian jalan kaki menyusuri
toko-toko souvenir. Kata orang harganya
murah-murah dan apa saja yang berhubungan dengan barang khas Sulawesi ada semua disini. Tetapi karena saat itu malam tokonya sudah tutup semua. Cape deh.. Akhirnya luntang-lantung mengikuti kaki melangkah, gentayangan, sampai mentok di depan benteng Sombu Opu yang kokoh. Jika siang hari pasti masuk kedalam, tapi karena ini malam hari tidak bisa masuk.
Kemana
lagi yaa.. Daripada bengong nanti malah ditawari Calabai (bencong) yang mangkal disitu. Lebih baik pulang. Panggil tukang becak..
“Ke sungai Sadang berapa?” “Rp 20.000” “Rp 10.000 aja.” “15.000.” 11
“Oke.”
Tukang becak ini segera menyorongkan becaknya , dan kami berdua langsung naik. Dan becak melaju pelan. Melawan arus kendaraan bermotor. Setiap kayuhannya sangat terasa oleh kami. Setelah melihat wajah si bapak tukang becak, Ooh..pantes. Tukang becak ini terlihat sudah tua dan ringkih, sehingga mengayuh dengan berat. Rasanya kasihan juga sih. Tetapi bagaimana lagi kami sudah
lelah
setelah
jalan
menyusuri
Losari
tadi.
Untungnya lokasi tempat tinggal kami tidak terlalu jauh, sehingga penderitaanya tidak terlalu lama. *****
3 Paginya
jam 8 sudah siap dan rapih. Pagi bagi orang
lapangan itu artinya jam 12.00, sehingga jangan kaget jika meeting dan aktivitas disini baru ramai saat jam 12.00.
12
Jalan-jalan sebentar, sekalian cari tukang sol sepatu untuk benerin sepatu pak dadang yang bolong. Belum apa-apa sudah bolong tuh sepatu..
Jam 13.00 Andi Ari datang dengan membawa 2 sepeda motor. Satu buat dia satu buat kami.
Setelah semua
persiapan oke, langsung berangkat ke Pangkajene, Sidrap. Andi Ari didepan,
saya boncengan dengan Dadang
dibelakang.
Jalan poros Makassar – Parepare awalnya mulus dan lebar. Banyak kendaraan lalu-lalang. Besar kecil susul menyusul. Namun begitu Pangkajene lewat (di Sulawesi ternyata ada 2 kota bernama Pangkajene, yang satu Pangkajene di dataran tinggi Sidrap dan yang satu lagi Pangkajene di pingir pantai dekat Maros, perjalanan ini langsung dihadapkan
dengan
jalan
yang
malang
melintang.
Betonisasi jalan poros Makassar – parepare baru saja di mulai. Lebar jalan dibagi 4 jalur, 2 jalur untuk betonisasi dan 2 jalur lagi untuk dipakai jalan. Namun itu tidak lurus. Kadang jalur untuk jalan berubah jadi jalur perbaikan. 13
Kadang jalur perbaikan berubah jadi jalur jalan yang mulus. Debu dan jalan beton yang terpotong karena belum selesai membuat kami harus ekstra hati-hati. Tidak bisa ngebut. Tidak bisa tenang. Meleng sedikit bisa jatuh karena tanpa rambu-rambu penolong. Dan karena terlalu ekstrim jalannya maka kami cepet lapar. Selepas ashar kami mampir ke warung di pinggir jalan. Makan dulu dong.. Istirahat.
Di warung ini ikan bakar adalah menu utamanya. Dari kakap sampai bandeng. Udang sampai cumi. Jangan harap ikan gabus, atau lele tidak laku disini. Semuanya ikan laut, dan yang paling laku adalah ikan bandeng. Bolu orang sini menyebutnya. Untuk memakannya sudah pasti ribet dengan bulu halusnya tetapi rata-rata orang sini selalu membeli bagian yang ada kepalanya. Enak buat disedot katanya.
Sajian dihidangkan. Nasi dalam bakul, ikan bakar dalam piring, dan kuah sayur ( isinya cuma air kuah, mihun dan kol). Tidak lupa sambelnya, dan selalu tersedia Jeruk 14
Nipis dalam piring kecil. Jangan kaget setiap sajian makanan yang kita pesan akan selalu didampingi sepiring kecil irisan jeruk nipis. Biar nambah seger katanya. Air Es gratis. Kalau di Jakarta khan bayar seribu (Rp.1000).
Setelah kenyang dan badan terasa segar kami melanjutkan perjalanan. Sampai di Parepare jam 5 sore. Karena dirasa terlalu malam untuk mencari gudang maka langsung ke rumah Andi Ari. Beliau menawarkan kami untuk menginap, kita mah setuju saja, karena tidak ada pilihan lain. ***** Malam hari sekitar jam
19.00 waktu setempat,
dirumahnya yang mungil kami dijamu. Sebuah rumah panggung khas bugis yang terbuat dari kayu, tanpa paku. Tiang rumah dihubungkan satu dengan yang lain menggunakan pasak. Jika pasak itu bengkok sulit masuk ke dalam lubang tiang, dan patah kalau dipaksakan. Jadi harus benar-benar lurus.
15
Makan malam dihidangkan dan kami dipaksa makan. Ari cerita kalau dalam adat bugis ada yang namanya pamali meninggalkan makanan atau minuman yang sudah dihidangkan. tanpa dicicipi. Makanan bagi masyarakat Bugis merupakan rezeki besar. Orang yang meninggalkan makanan atau minuman tanpa mencicipi merupakan wujud penolakan terhadap rezeki. Selain itu, menikmati makanan atau minuman yang dihidangkan tuan rumah merupakan bentuk penghormatan seorang tamu terhadap tuan rumah. Meninggalkan makanan tanpa mencicipinya dapat membuat tuan rumah tersinggung. Dan itu adalah penghinaan besar. Ya sudah.. kami makan juga semua dengan semangat. Kebetulan sudah lapar lagi . Jangan kaget jika melihat orang bugis makan, biasanya pakai tangan saja tanpa sendok. Sendok hanya untuk mengambil kuah sayur dan tamu makan. Karena makan pakai tangan saja maka disediakan kobokan untuk cuci tangan. 16
Satu kobokan dipakai rame-rame dengan cara
diedarkan. Jadi gantian cuci tangannya di kobokan yang sama. Semua makan di lantai. Dengan menu utamanya ikan bolu ( Bandeng).
Ketika makan kami agak heran karena hanya laki-laki yang makan. Yaitu mertua Ari, saya , Dadang dan Ari sendiri. Sedangkan istri dan ibu mertuanya hanya duduk memperhatikan kami. Dan begitu selesai makan mereka baru makan sisa kami. Perasaan jadi nggak enak, karena sampai nambah 2 kali sehingga sisanya tinggal sedikit. Kasihan tuan rumah hanya makan sisanya. “Lain kali musti jaga hati dan perasaan si tuan rumah kalau diajak makan “ janjiku dalam hati..
Kenyang.. dan ngantuk. Waktunya tidur.
Saya sebetulnya kaget dengan tataletak dan fungsi rumah ini. Karena di ruang tamu kok ada ranjang besar lengkap bantal, selimut dan kelambu. Apakah kamar Andi Ari itu diruang tamu ini. Di kemudian hari saya baru tahu kalau hampir semua rumah orang bugis itu selalu ada ranjang di 17