Selayang Pandang Perjalanan ke Gorges Sungai Yang Tse Chan Chung Tak Perjalanan kali ini ke Chong Qing mengikuti tour cruise Gorges Yang Tse cukup istimewa, pertama untuk reuni-keluarga, 5 bersaudara bisa bertemu, Oom dan Tante dari Australia dan Jakarta, kakak dari Misami yang sudah belasan tahun tidak bertemu dan adik sepupu yang sudah hidup di Bangkok, berjumlah 21 orang. Dan kedua, untuk pertama kali harus pulang Hongkong ditengah malam melewati Imigrasi Huang Gang. Huang Gang merupakan pintu keluar-masuk Hongkong-Daratan Tiongkok yang dibuka 24 jam, sedang biasa saya menggunakan pintu Luo Wu yang Imigrasi hanya buka sampai jam 24 saja. Pintu Luo Wu lebih praktis buat saya, karena bersambung dengan MTR dan banyak bus kesegala jurusan di Hongkong. Dan, ... tentunya yang saya ceritakan disini bukan bagaimana Pemerintah RRT mengambil keputusan untuk membangun waduk-raksasa dengan segala teknologi untuk membuat waduk yang kokoh-kuat menghadapi gempa-bumi dsb., karena semua itu tentu bisa kita temukan didunia internet. Jadi saya hanya mengajukan kesan dari apa yang saya lihat dalam perjalanan kali ini saja yang tentu bisa saja berbeda-beda dengan setiap kawan yang pernah melihatnya juga. Sebenarnya, sebagian besar rombongan tour family ini sudah mulai dari Beijing tgl. 8 yl. karena diantaranya mereka banyak yang untuk pertama kali masuk TIongkok dan belum pernah melihat Beijing. Lalu turun ke Luo Yang, melihat Istana tergantung dan Tempel Siao Lin baru bergabung dengan kami berlima di Chong Qing. Jadi, saya dan istri tgl. 15 mendarat di Chong Qing dan masuk Hotel Holyday Inn yang cukup mewah sebagaimana diatur oleh topur. Lalu keesokan hari-paginya tidak ada acara, jadi jalan-jalan sendiri saja disekitar Hotel. Melihat perumahan disekitar yang nampak cukup mewah dan menunjukkan taraf hidup penduduk Chong Qing banyak meningkat, saya perhatikan mereka yang keluar masuk di kompleks perumahan itu dengan taman indah didepan yang harus dilalui, ternyat securities masuk pintu gerbang juga cukup modern. Tidak lagi dengan kartu, tapi hanya dengan menempelkan tangan dialat ditektor-nya saja. Cukup cepat dan tentu sangat praktis bagi orang-tua yang seringkali harus merogo-rogo beberapa kantong dan tas yang dibawa lebih dahulu untuk bisa mengeluarkan kartu-passnya. Setelah makan siang, kita baru dibawa keliling melihat kota Chong Qing. Pertama melihat Rumah kediaman Jenderal Amerika yang ikut mengawasi dan membantu Perang melawan Jepang, kemudian ke pasar barang produksi lokal yang sangat ramai dikunjungi touris asing dan propinsi lain. Dengan mempertahankan bentuk perumahan kuno di kota Chong Qing. Sepanjang perjalanan nampak perumahan gedung flat-flat yang menjulang tinggi baru dibangun, disepanjang perjalanan yang kita lewati sampai malamnya kita turun masuk kapal, nampak kemakmuran kota Chong Qing. Cerita singkat bagi yang belum pernah naik kapal menyusuri sungai Yang Tse, setelah makan malam kita diantar ke "PELABUHAN" yang cukup aneh pengaturannya. Saya tidak tahu apa ada
kedua-nya didunia ini. Karena cukup tinggi dari daratan untuk mencapai kapal yang berlabuh ditepi sungai, jadi kita harus lebih dahulu naik "KERETA GANTUNG" diturunkan sampai ke jembatan untuk masuk kapal. Dalam keadaan demikian, tentu penumpang apalagi sudah lanjut-usia tidak mungkin disuruh membawa sendiri koper cukup berat itu. Bagaimana mereka bisa bawa koper-kopernya sendiri kekapal? Rupanya disana tersedia "KULI-KULI" angkut yang siap memikul koper-koper sampai kekapal. Dilihat sepintas, usia mereka juga tidak muda lagi, kemungkinan besar juga sudah mendekati 60 tahun. Tapi nampak masih sangat kuat untuk meengangkut koper-koper berat itu. Bahkan saat mendarat di Yi Chang, saya perhatikan semua koper-koper dari kapal diangkut oleh mereka untuk masuk kedalam bus-bus sesuai dengan grup-tour masing-masing, juga dilakukan oleh orang-orang sudah lanjut usia. Koper-koper itu bukan dipikul satu persatu, tapi sekaligus 4-6 koper dengan bercampur besar kecil yang tidak sama, depan dan belakang yang berbeda dengan berat yang hampir sama. Sungguh luar biasa tenaga mereka itu, barangkali saya saat hidup didesa dengan usia 20-30 juga tidak akan mampu memikul barang seberat itu. Masuk didalam kapal yang cukup besar Cruise Presiden-1 yang kita naiki itu, makanan sekalipun tidak termasuk mewah, bahkan bisa dibilang sederhana saja, tapi masih bisa dibilang boleh-lah. Tentu menurut ukuran lidah saya. Mengambil bentuk prasmanan, ambil sendiri makanan yang dihidangkan sesukanya untuk 3 X makan, dan hanya beberapa kali saja saat sambutan Kapten dan malam terakhir dikapal yang makan agak baikan dimeja masing-masing. Acara yang bisa diikuti didalam kapal, disamping demonstrasi pijet cara pengobatan tradisionil Tiongkok, sulaman sutra dan lukisan dalam botol, disaat malam terakhir dibuat acara gembira bersama semua penumpang. Grup Keluarga kami tampil mengeluarkan acara dengan menyanyikan lagu-anak-anak dari 3 bahasa. Bhs. Indonesia, Burung Kakak Tua, bhs. Tionghoa Bintang-kceil, bhs. Inggris Berlayar. Tentu seperti biasa, penampilan kali ini dibawah bimbingan Tante atau nenek-lincah diantara kami yang orang Australia dengan dipersiapkan/latihan hanya 20 menit-an saja sebelum acara dimulai, ... Sedang grup dari Taiwan juga keluarkan acara, sedang grup-grup orang kulit-putih dari Canada, Australia, Perancis mungkin karena agak kecil, tidak mengeluarkan acara. Hanya nonton saja. Acara melihat pemandangan gorges, lembah curam yang sekarang sudah tidak curam lagi, karena ketinggian air naik lebih tinggi sampai ditempat yang paling tinggi 180 m, tapi tetap saja masih nampak keindahannya. Apalagi selama 4 hari dikapal cuaca cerah dengan masih terasa udara sagnat segaaar. Sungguh sangat nyaman rasanya. Tentu bagi yang melihat bisa ikut bergembira mengetahui jutaan penduduk, kaum tani yang harus digusur karena rumah-ladang semula terendam air sungai dan dipindah kelereng-lereng gunung yang lebih tinggi itu sekarang sudah bisa mapan, dan berhasil meneruskan hidup lebih baik diperumahaan dan ladang baru diatas gunung. Kehidupan mereka terangkat sejahtera lebih baik lagi dengan jalan-jalan tol yang baru dibangun melalui desa-desa mereka sepanjang Sungai Yang Tse dan makin banyak kapal-kapal barang dan touris mengunjungi mereka merupakan penghasilan tambahan yang tidak sedikit. Dibeberapa perumahan nampak ditempelkan poster begambar Palu-Arit dengan tulisan "TELADAN ANGGOTA PARTAI", rupanya di Chong Qing kembali
marak mengembangkan pemilihan teladan anggota Partai untuk mendorong segenap anggota Partai Komunis berbuat lebih baik dalam mengambdi pada rakyat dan memberi sumbangan lebih besar dalam membangun masyarakat lebih adil dan makmur. Poster macam ini juga saya temukan di jendela-loket pembayaran tol yang kebetulan dilewati. Dari seorang guide di-kapal yang ternyata dari suku Tu (baca Thu atau mendekati Du), suku minoritas Tu-jia, baru saya ketahui sudah ada perubahan UU-Perkakawina silang antar suku. Sejak awal kemerdekaan RRT untuk melindungi suku-minoritas, membuat ketentuan pemuda suku Han tidak boleh kawin dengan pemudi suku-minoritas. Agar suku minoritas tidak merasa terancam akan musnah di telan suku Han yang mayoritas mutlak, lebih dari 99% penduduk TIongkok adalah suku Han. Jadi, sekalipun guide itu ayahnya suku Han sedang ibu suku Tu, mereka masih bisa mempertahankan suku Tu di KTP. Mempertahankan diri sebagai suku Tu. Mengapa mereka lebih suka mempertahankan suku minoritasnya? Rupanya dengan mempertahankan suku Tu, sebagai suku minoritas mereka dapatkan perioritas keistimewaan yang lebih baik ketimbang suku Han. Sebagai suku-minoritas, mereka bisa dapatkan kelonggaran anak boleh 2 dan untuk masuk sekolah dan universitas, juga dapatkan kemudahan. Jadi, sekalipun sudah bercampur dengan suku-Han, mereka masih diperbolehkan tetap mempertahankan suku-minoritasnya. Sayangnya, masih saja terasa ada gejala komersial yang terlalu berat. Misalnya, kalau 7 tahun yl. ditahun 2004 saya pernah ikut rombongan berlayar di sungai Yang Tse ini, tidak lagi ditarik bayaran untuk turun kapal ketempat peninjauan didarat, tapi kali ini 2 X untuk mendarat ditarik bayaran tambahan 260 Yan untuk setiap orang. Tentu saja, akhirnya tidak banyak orang yang ikut turun melihatnya. Terlalu mahal dan tidak perlu begitu, akan lebih baik dan menarik kalau bisa dibuat lebih banyak orang bisa ikut melihat keindahan Tiongkok dengan semurah mungkin. Jangan hanya mengejar meraih keuntungan yang diutamakan, atau membuat grup-grup tour lokal yang terjangkau oleh rakyat banyak? Begitu juga terjadi dengan dokter diatas kapal yang dirasakan menggorok pasien, masak iya hanya ngobati orang masuk angin, sedikit panas/meriang saja dengan beberapa obat yang harus diminum disuruh bayar 460 Yan? Dokter mau untung tentu saja boleh, tapi kalau sudah berlebihan begitu dirasakan tidak enak dan akan membuat kesan yang jelek. TIDAK seharusnya begitu. Saat mendarat di Yi Chang, untuk meninjau bendungan raksasa Sungai Yang Tse dengan pembangunan generator tenaga air sampai sebanyak 26 itu dan praktis semua sudah bekerja, yang katanya bisa mensuplay hampir 1/2 kebutuhan listrik seluruh negara. Sungguh luar biasa. Hanya saja ruang model bendungan dirasakan jadi terlalu kecil, karena begitu banyaknya touris yang masuk kesitu. Dan untuk hari itu katanya, sudah termasuk sepi, karena disaat ramai bisa lebih 10 ribu pengunjungnya dalam sehari. Harus antri begilir untuk masuk kesitu mendengarkan penjelasan, dan begitu banyak rombongan touris dengan berbagai bahasa, membuat penjelasan jadi rada sulit ditangkap, menjadi kacau dan berisik. Mungkin akan lebih baik kalau setiap rombongan diberi earphone saja untuk mendengarkan sesuai dengan bhs. yang dikehendaki.
Nah, yang menjadi masalah dan bikin ribet bagi saya yang semula hendak ambil tiket yang lebih murah terbang dari Shen Zhen, dengan gegabah mengambil keputusan untuk pulang terbang langsung setelah mendarat dari kapal sore hari langsung ke airport Wuhan. Saya lupa kalau perjalanan dari Yi Chang (kapal mendarat) sampai airport Wuhan itu cukup jauh, hampir 400 Km, jadi perjalanan bus setidaknya bisa 5 jam. Mendarat di Yi Chang saja sudah hampir jam 13:00 saya semula ambil tiket yang terbang jam 18:20 ke Shen Zhen, tentu sangat beresiko terlambat kalau rencana itu diteruskan. Akhirnya harus dibatalkan dengan bayar admin 300 dollar seorang, untuk mengambil flight yang terbang jam 21:20. Timbul problem baru sepulang dari travel-biro, istri kuatir kalau mendarat jam 23 malam lebih sudah tidak ada bus langsung dari airport Shen Zhen ke HK, gimana pulangnya? Dan dia menjadi lebih takut, karena di internet banyak suara bahkan cukup keras, yang memberitakan keamanan di Shen Zhen sangat jelek, tidak sedikit orang naik taxi ditengah malam entah dimbawa kemana dan dirampok. Jadi, ... untuk menjamin tidak terlambat mencapai airport Wuhan, kami berdua ambil keputusan turun dari bus diteengah jalan untuk naik taxi, tidak meneruskan bersama rombongan makan malam direstauran di kota yang lebih jauh dari airport dan banyak jalan macet, waktu lepas kerja sudah lewat jam 18. Tidak lama setelah turun bus, kami berhasil dapatkan taxi kosong. Hanya saja, karena untuk mutar-balik harus masuk kota lebih dahulu, jadi kena macet juga dibeberapa tempat. Tapi cukup banyak waktu bagi kami untuk mencapai airport. Jadi kami tetap tenang-tenang saja. Belon 19:30 sudah sampai airport, dan kami berdua cari restauran setelah check in dan mengetahui pesawat delay, baru 21:45 terbang. Udadeeh, pasti tidak akan keburu mengejar jam 23:30 bus terakhir ke HK, jadi satu-satunya jalan harus naik taxi ke Imigrasi Huang Gang yang buka 24 jam untuk masuk ke Hongkong. Ambil resatauran bentuk fast-food yang mestinya murahan, eeiih ternyata ada ikan Wu Chang (produksi khusus Sungai Yang Tse), sejenis ikan bawal agak bulat, yang di Hong Sao (dikecap). Lumayan enak, ... Airport Wuhan cukup besar, nampaknya sudah baru, bukan lagi airport yang saya datangi tahun 2004 itu lagi, begitu juga airport Chong Qing sudah baru dan cukup besar juga indah. Sedang penumpang dalam pesawat juga penuh selalu, menunjukkan begitu banyak orang bisa naik pesawat. Menunjukkan taraf hidup rakyat TIongkok umumnya sudah sejahtera, cukup makmur. Ketika di restauran juga nampak justru orang-oarang yang berpotongan seperti orang desa itulah yang lebih royal, berani makan-makanan yang lebih mahal dipilih oleh saya. Heeiiibaat! Dulu di 30 tahun sebelumnya, mereka tidak pernah bermimpi bisa ada kesempatan naik pesawat-terbang. Begitu kata seorang penumpang disebelah saya, saat terbang dari Shen Zhen ke Chong Qing. Seorang setengah baya dengan potongan betul-betul masih seperti orang desa, sekalipun berbaju kemeja dan celana yang lebih bagus dan rapih dari saya. Kali ini dia terbang untuk kembali nengok ayahnya yang sedang sakit dikampung, katanya. Biasanya setiap tahun pulang kampung nengok orang-tua dengan KA saja, kali ini biar bisa lebih lama disamping orang-tua coba naik pesawat karena ada korting jadi tidak mahal banyak dengan KA. Dia hanya seorang buruh yang sudah hampir 10 tahun bekerja di Shen Zhen, pabrik elektronik, katanya. Dulu didesa hidup serba susah dan kekurangan, makan tidak bisa kenyang, dengan bekerja di pabrik, di Shen
ZHen dia sekarang dengan gaji hampir 4 ribu. Saya bisa banyak membantu kehidupan orang-tua didesda. Katanya gembira. Saat makan pagi di Hotel Chong Qing, lagi-lagi ada seorang desa yang nampaknya belum pernah tahu bagaimana caranya makan prasmanan, melongok sana-sini, saya suruh dia duduk semeja dengan saya. Tapi yaaah, namanya seorang kader Tambang Batu-bara yang sedang bertugas dari derah ke kota Chong Qing, begitulah setelah ambil agak banyak dia gak bisa makan habis. Lalu saya tanya, apa tidak enak? Dia bilang tidak biasa makan pagi begini, biasa hanya makan bubur, mantou atau mie saja dan sudah harus brangkat menghadiri rapat, terlambat. Pesawat jam 23:20 menit baru mendarat di Shen Zhen, mungkin karena begitu banyak pesawat akhirnya peswawat kita tidak bisa parkir ditempat, penumpang harus lebih dahulu turun pesawat untuk naik bus ke dermaga. Keluar sampai di loby airport sudah lewat 23:40, bus terakhir ke HK sudah tidak ada. Begitulah kita berdua antri taxi yang sudah cukup panjang antriannya, ... ini nyonya berulang kali tanyain sekarang sampai dimana, bener nggak arahnya ke Huang Gang Imigrasi? Dia begitu kuatirnya kalau entah dibawa kemana dan saya hanya bisa minta dia tenang saja. Nah tuuuh, sudah nampak petunjuk jalan di Huang Gang Kou An. Sudah betul arahnya. Jadii, syukur alhamdulillah, benar-benar nyampai di Imigrasi Huang Gang hanya dengan bayaran 128 Yen termasuk ongkos toll 20 Yen. Lumayan, tidak terlalu mahal. Karena ada yang bilang paling sedikit 200 Yen? Artinya kita dapatkan sopir taxi yang jujur dan baik-baik. Sekaligus menyangkal rumor yang banyak menjelek-jeleknya keamanan di Shen Zhen yang sangat jelek itu. Keluar dari Huang Gang, kita dengan mudah menemukan tempat bus sampai Kwun Tong/Lam Tin yang tidak jauh dari rumah. Naiklah bus itu untuk masuk ke imigrasi Hongkong, menurunkan semua barang bawaan untuk melewati imigrasi HK baru naik kembali ke bus itu yang ditunjukkan distop no-16. Rupanya bus itu harus berputar-putar kebeberapa tempat lebih dahulu, mungkin karena bus malam yang jalannya lebih sedikit dan untuk dapatkan penumpang lebih banyak jadi harus mutar-mkutar dulu. Sampai di Lam Tin kita turun untuk naik taxi ke rumah. Begitulah perjalanan kali ini, mau lebih murah dengan naik pesawat dari Shen Zhen, akhirnya jadi lebih mahal dan bikin ribet sendiri. Hehehee, ... Sekian saja cerita kali ini, .... mudah-mudahan saja tidak membosankan.